input
stringlengths
912
558k
output
stringlengths
234
2.18k
Yth. 1. Direksi Perusahaan Asuransi Syariah; 2. Direksi Perusahaan Reasuransi Syariah; 3. Direksi Perusahaan Asuransi yang Memiliki Unit Syariah; dan 4. Direksi Perusahaan Reasuransi yang Memiliki Unit Syariah, di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23 /SEOJK.05/2017 TENTANG DASAR PENILAIAN ASET DALAM BENTUK INVESTASI DAN BUKAN INVESTASI BAGI PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI DENGAN PRINSIP SYARIAH Sehubungan dengan amanat ketentuan Pasal 13 ayat (5), Pasal 24 ayat (4), dan Pasal 33 ayat (5) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 72/POJK.05/2016 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dengan Prinsip Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 305, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5995), perlu untuk mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai dasar penilaian aset dalam bentuk investasi dan bukan investasi bagi perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dengan prinsip syariah dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Perusahaan adalah perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi syariah, dan unit syariah. 2. Perusahaan Asuransi Syariah adalah perusahaan asuransi umum syariah dan perusahaan asuransi jiwa syariah, sebagaimana - 2 - dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian. 3. Unit Syariah adalah unit kerja di kantor pusat perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor di luar kantor pusat yang menjalankan usaha berdasarkan prinsip syariah. 4. Perusahaan Asuransi Umum Syariah adalah perusahaan yang menjalankan usaha pengelolaan risiko berdasarkan prinsip syariah guna saling menolong dan melindungi dengan memberikan penggantian kepada peserta atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita peserta atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti. 5. Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah adalah perusahaan yang menjalankan usaha pengelolaan risiko berdasarkan prinsip syariah guna saling menolong dan melindungi dengan memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggal atau hidupnya peserta, atau pembayaran lain kepada peserta atau pihak lain yang berhak pada waktu tertentu yang diatur dalam perjanjian, yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana. 6. Perusahaan Reasuransi Syariah adalah perusahaan yang menyelenggarakan usaha pengelolaan risiko berdasarkan prinsip syariah atas risiko yang dihadapi oleh Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan penjaminan syariah, atau Perusahaan Reasuransi Syariah lainnya, termasuk Unit Syariah dari perusahaan reasuransi. 7. Medium Term Notes Syariah yang selanjutnya disebut MTN Syariah adalah surat berharga syariah yang diterbitkan oleh perusahaan dan memiliki jangka waktu satu sampai dengan lima tahun. 8. Bank Umum Syariah adalah bank syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. - 3 - 9. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah yang selanjutnya disingkat BPRS adalah bank pembiayaan rakyat syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. II. DASAR PENILAIAN ATAS ASET DALAM BENTUK INVESTASI PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI DENGAN PRINSIP SYARIAH Dasar penilaian jenis investasi adalah sebagai berikut: 1. deposito berjangka pada Bank Umum Syariah, unit usaha syariah pada bank umum, atau BPRS, termasuk deposit on call dan deposito yang berjangka waktu kurang dari atau sama dengan 1 (satu) bulan berdasarkan nilai nominal; 2. sertifikat deposito pada Bank Umum Syariah atau unit usaha syariah pada bank umum berdasarkan nilai tunai; 3. saham syariah: a. dalam hal saham syariah aktif diperdagangkan di bursa efek, berdasarkan nilai pasar dengan menggunakan informasi harga penutupan terakhir di bursa efek tempat saham syariah tersebut tercatat dan diperdagangkan; atau b. dalam hal saham syariah tidak aktif diperdagangkan di bursa efek, berdasarkan nilai wajar yang ditetapkan oleh lembaga penilaian harga efek yang telah memperoleh izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan atau lembaga penilaian harga efek yang telah diakui secara internasional; 4. sukuk atau obligasi syariah yang tercatat di bursa efek berdasarkan nilai wajar yang ditetapkan oleh lembaga penilaian harga efek yang telah memperoleh izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan atau lembaga penilaian harga efek yang telah diakui secara internasional; 5. MTN Syariah berdasarkan nilai wajar yang ditetapkan oleh lembaga penilaian harga efek yang telah memperoleh izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan atau lembaga penilaian harga efek yang telah diakui secara internasional. Dalam hal tidak terdapat nilai wajar dari lembaga penilaian harga efek yang telah memperoleh izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan atau lembaga penilaian harga efek yang - 4 - telah diakui secara internasional maka menggunakan nilai dari penilai yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan; 6. surat berharga syariah yang diterbitkan oleh negara Republik Indonesia berdasarkan nilai wajar yang ditetapkan oleh lembaga penilaian harga efek yang telah memperoleh izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan atau lembaga penilaian harga efek yang diakui secara internasional; 7. surat berharga syariah yang diterbitkan oleh negara selain Negara Republik Indonesia berdasarkan nilai wajar yang ditetapkan oleh lembaga penilaian harga efek yang diakui secara internasional; 8. surat berharga syariah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia berdasarkan nilai pasar; 9. surat berharga syariah yang diterbitkan oleh lembaga multinasional yang Negara Republik Indonesia menjadi salah satu anggota atau pemegang sahamnya berdasarkan nilai wajar yang ditetapkan oleh lembaga penilaian harga efek yang diakui secara internasional; 10. reksa dana syariah berdasarkan: a. nilai aktiva bersih; atau b. nilai pasar dengan menggunakan informasi harga penutupan terakhir di bursa efek dimana reksa dana syariah tersebut diperdagangkan, bagi reksa dana syariah jenis exchange traded fund (ETF); 11. efek beragun aset syariah berdasarkan nilai pasar dengan menggunakan informasi harga penutupan terakhir di bursa efek di Indonesia, untuk efek beragun aset yang tercatat di bursa efek di Indonesia. Dalam hal tidak terdapat nilai pasar tersebut penilaian menggunakan nilai wajar yang ditetapkan oleh lembaga penilaian harga efek yang telah memperoleh izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan atau lembaga penilaian harga efek yang telah diakui secara internasional; 12. dana investasi real estat syariah berbentuk kontrak investasi kolektif berdasarkan: a. nilai pasar, untuk dana investasi real estat syariah berbentuk kontrak investasi kolektif yang diperdagangkan di bursa efek. Dalam hal dana investasi real estat syariah berbentuk kontrak - 5 - investasi kolektif tidak aktif diperdagangkan di bursa efek, berdasarkan nilai wajar yang ditetapkan oleh lembaga penilaian harga efek yang telah memperoleh izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan atau lembaga penilaian harga efek yang telah diakui secara internasional; atau b. nilai aktiva bersih, untuk dana investasi real estat syariah berbentuk kontrak investasi kolektif yang tidak diperdagangkan di bursa efek; 13. transaksi surat berharga syariah melalui repurchase agreement (REPO) berdasarkan biaya perolehan efek yang diamortisasi dengan tingkat imbal hasil efektif (amortized cost); 14. pembiayaan syariah melalui mekanisme kerja sama dengan pihak lain dalam bentuk kerja sama pemberian pembiayaan syariah (executing) berdasarkan nilai sisa pinjaman; 15. emas murni berdasarkan nilai pasar; 16. penyertaan langsung pada perusahaan yang sahamnya tidak tercatat di bursa efek dinilai berdasarkan nilai ekuitas; 17. tanah, bangunan dengan hak strata (strata title), atau tanah dengan bangunan, untuk investasi berdasarkan nilai yang ditetapkan penilai yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan atau nilai jual objek pajak (NJOP) dalam hal tidak dilakukan penilaian oleh lembaga penilai; dan/atau 18. pembiayaan syariah dengan hak tanggungan berdasarkan nilai sisa pinjaman. III. DASAR PENILAIAN ATAS ASET DALAM BENTUK BUKAN INVESTASI PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI DENGAN PRINSIP SYARIAH Dasar penilaian atas aset dalam bentuk bukan investasi adalah sebagai berikut: 1. kas dan bank berdasarkan nilai nominal; 2. tagihan kontribusi tabarru’ penutupan langsung, termasuk tagihan kontribusi koasuransi yang menjadi bagian Perusahaan berdasarkan nilai sisa tagihan; 3. tagihan ujrah penutupan langsung, termasuk tagihan kontribusi - 6 - koasuransi yang menjadi bagian Perusahaan berdasarkan nilai sisa tagihan; 4. tagihan kontribusi reasuransi berdasarkan nilai sisa tagihan; 5. tagihan ujrah reasuransi berdasarkan nilai sisa tagihan; 6. aset reasuransi tabarru’ dan tanahud yang bersumber dari nilai estimasi pemulihan klaim atas porsi pertanggungan ulang, berdasarkan nilai penyisihan kontribusi, penyisihan kontribusi yang belum merupakan pendapatan, dan/atau estimasi liabilitas klaim bagian reasuransi yang dihitung secara konsisten berdasarkan syarat dan ketentuan dari kontrak reasuransinya. Dalam hal terdapat indikasi gagal bayar oleh Pihak penanggung ulang, jumlah aset reasuransi harus disesuaikan dengan membentuk beban piutang tak tertagih (bad debt expense); 7. aset reasuransi Dana Perusahaan yang bersumber dari perjanjian kontrak jangka panjang (longterm contract) program reasuransi dukungan modal (capital oriented reinsurance) berdasarkan nilai sisa aset reasuransi. Dalam hal terdapat indikasi gagal bayar oleh pihak yang memberikan program reasuransi dukungan modal, jumlah aset reasuransi disesuaikan dengan membentuk beban piutang tak tertagih (bad debt expense); 8. tagihan klaim koasuransi berdasarkan nilai sisa tagihan; 9. tagihan klaim reasuransi berdasarkan nilai sisa tagihan; 10. tagihan investasi berdasarkan nilai tagihan; 11. tagihan hasil investasi berdasarkan nilai sisa tagihan; 12. bangunan dengan hak strata (strata title) atau tanah dengan bangunan, untuk dipakai sendiri berdasarkan nilai yang ditetapkan oleh lembaga penilai yang terdaftar pada instansi yang berwenang atau berdasarkan nilai jual objek pajak (NJOP) dalam hal tidak dilakukan penilaian oleh lembaga penilai; dan/atau 13. biaya akuisisi yang ditangguhkan atau deferred acquisition cost (DAC) berdasarkan nilai sisa DAC setelah diamortisasi secara proporsional untuk setiap periode pelaporan keuangan dengan jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak periode pembentukan DAC. - 7 - IV. DASAR PENILAIAN ATAS ASET DALAM BENTUK INVESTASI DAN BUKAN INVESTASI YANG BERSUMBER DARI DANA INVESTASI PESERTA 1. Ketentuan dasar penilaian atas aset dalam bentuk investasi dan bukan investasi yang bersumber dari dana investasi peserta dihitung berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Romawi II dan Romawi III. 2. Ketentuan dasar penilaian atas tagihan kontribusi dana investasi peserta penutupan langsung dihitung berdasarkan nilai sisa tagihan. V. KETENTUAN PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2017. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 13 Juni 2017 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERASURANSIAN, DANA PENSIUN, LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA OTORITAS JASA KEUANGAN, ttd FIRDAUS DJAELANI Salinan ini sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 23/SEOJK.05/2017 </reg_id> <reg_title> DASAR PENILAIAN ASET DALAM BENTUK INVESTASI DAN BUKAN INVESTASI BAGI PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI DENGAN PRINSIP SYARIAH </reg_title> <set_date> 13 Juni 2017 </set_date> <effective_date> 1 Juli 2017 </effective_date> <related_reg> '72/POJK.05/2016 | Pasal 13 ayat (5), Pasal 24 ayat (4), dan Pasal 33 ayat (5)' </related_reg>
Yth. Direksi Bank Umum Konvensional di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 27 /SEOJK.03/2016 TENTANG KEGIATAN USAHA BANK UMUM BERDASARKAN MODAL INTI Sehubungan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 6/POJK.03/2016 tentang Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor Berdasarkan Modal Inti Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5842) dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 18/POJK.03/2016 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5861), perlu untuk mengatur pelaksanaan mengenai Kegiatan Usaha Bank Umum Berdasarkan Modal Inti dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM 1. Kegiatan Usaha yang dapat dilakukan oleh Bank Umum dikelompokkan berdasarkan Modal Inti, yang selanjutnya disebut Bank Umum berdasarkan Kegiatan Usaha (BUKU). Pengelompokan Bank Umum berdasarkan Kegiatan Usaha dimaksud terdiri dari 4 (empat) BUKU. Semakin tinggi Modal Inti Bank, semakin tinggi BUKU Bank dan semakin luas cakupan Kegiatan Usaha yang dapat dilakukan oleh Bank. 2. Pelaksanaan Kegiatan Usaha Bank Umum dilakukan dengan menerbitkan produk maupun melaksanakan aktivitas tertentu untuk memenuhi kebutuhan nasabah. 3. Dalam ... - 2 - 3. Dalam menerbitkan produk dan/atau melaksanakan aktivitas, Bank perlu memiliki modal yang cukup untuk mendukung penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitasnya, serta menerapkan manajemen risiko yang memadai untuk memitigasi risiko yang ditimbulkan oleh produk dan/atau aktivitas tersebut. II. KEGIATAN USAHA BANK UMUM A. Kegiatan Usaha Bank Umum 1. Kegiatan Usaha Bank Umum meliputi penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan nasabah. 2. Produk Bank adalah instrumen keuangan yang diterbitkan oleh Bank. Produk dimaksud adalah produk yang diciptakan, diterbitkan, dan/atau dikembangkan oleh Bank yang terkait dengan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana. 3. Aktivitas Bank adalah jasa yang disediakan oleh Bank kepada nasabah. 4. Kegiatan Usaha Bank yang meliputi produk dan/atau aktivitas dikelompokkan: a. penghimpunan dana, yang terdiri dari produk dan/atau aktivitas berupa: 1) giro, tabungan atau deposito; 2) penerbitan sertifikat deposito; 3) pinjaman yang diterima; 4) penerbitan surat utang termasuk surat utang dengan fitur ekuitas; 5) sekuritisasi aset; dan 6) produk dan/atau aktivitas penghimpunan dana lainnya yang lazim dilakukan oleh Bank sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang- undangan; b. penyaluran dana, yang terdiri dari produk dan/atau aktivitas berupa: 1) kredit termasuk kredit sindikasi; 2) anjak piutang; 3) pembelian ... - 3 - 3) pembelian surat berharga berupa surat berharga korporasi, Surat Berharga Negara (SBN) atau Sertifikat Bank Indonesia (SBI); 4) penempatan pada Bank Indonesia; 5) penempatan pada Bank lain; 6) penerbitan bank garansi; dan 7) produk dan/atau aktivitas penyaluran dana lainnya yang lazim dilakukan oleh Bank sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan; c. pembiayaan perdagangan (trade finance), yang terdiri dari aktivitas berupa: 1) pembiayaan transaksi dalam negeri dengan Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri (SKBDN); 2) pembiayaan ekspor impor dengan menggunakan Letter of Credit (L/C); 3) pembiayaan ekspor impor tanpa menggunakan Letter of Credit (L/C); dan 4) jasa atau layanan pembiayaan perdagangan lainnya yang lazim dilakukan oleh Bank Umum sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang- undangan; d. kegiatan treasury, yang terdiri dari produk dan/atau aktivitas berupa: 1) jual beli Uang Kertas Asing (Bank Notes); 2) transaksi tunai valuta asing berupa transaksi tod, tom, dan spot; 3) transaksi derivatif yang bersifat plain vanilla, antara lain forward, swap, atau option dengan fitur, karakteristik dan underlying asset yang tergolong sederhana; 4) transaksi derivatif kompleks, antara lain transaksi forward, swap, atau option yang bersifat kompleks, structured products, dan credit derivative; dan 5) transaksi valuta asing dan derivatif lainnya yang lazim dilakukan oleh Bank sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan; e. kegiatan ... - 4 - e. kegiatan keagenan dan kerjasama, yang terdiri dari aktivitas berupa: 1) agen penjual reksa dana; 2) agen penjual SBN; 3) bancassurance model bisnis referensi, distribusi, dan integrasi; 4) payment point; dan 5) aktivitas keagenan atau kerjasama lainnya yang lazim dilakukan oleh Bank sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan; f. kegiatan sistem pembayaran dan electronic banking, yang terdiri dari produk dan/atau aktivitas berupa: 1) penyelenggara kliring; 2) penyelenggara penyelesaian akhir transaksi antar Bank (settlement); 3) penyelenggara transfer dana; 4) penyelenggara alat pembayaran dengan menggunakan kartu; 5) penyelenggara uang elektronik (electronic money); 6) phone banking; 7) Short Message Services (SMS) banking; 8) mobile banking; 9) internet banking; dan 10) produk dan/atau aktivitas sistem pembayaran dan electronic banking lainnya yang lazim dilakukan oleh Bank sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan; g. jasa atau layanan lain, yang terdiri dari aktivitas berupa: 1) penyediaan safe deposit box; 2) penerbitan traveller’s cheque; 3) pembayaran gaji karyawan secara massal (payroll); 4) pengelolaan kas (cash management); 5) Layanan Nasabah Prima (LNP); 6) kustodian; 7) wali amanat; 8) penitipan dengan pengelolaan (trust); dan 9) jasa ... - 5 - 9) jasa atau layanan lainnya yang lazim dilakukan oleh Bank sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. 5. Bank yang melakukan kegiatan usaha sebagaimana pada angka 4 dalam valuta asing terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan untuk melakukan kegiatan dalam valuta asing. 6. Selain dapat melakukan kegiatan usaha sebagaimana pada angka 4, Bank dapat melakukan: a. kegiatan penyertaan modal, berupa penanaman dana Bank dalam bentuk saham pada perusahaan yang bergerak di bidang keuangan, termasuk penanaman dalam bentuk surat utang konversi (convertible bonds) dengan opsi saham (equity options) yang bersifat mandatory atau jenis transaksi tertentu yang berakibat Bank memiliki atau akan memiliki saham pada perusahaan yang bergerak di bidang keuangan; dan/atau b. kegiatan penyertaan modal sementara dalam rangka penyelamatan kredit berupa penyertaan modal oleh Bank pada perusahaan debitur untuk mengatasi kegagalan kredit (debt to equity swap) sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai penyertaan modal Bank. 7. Definisi atau karakteristik umum produk dan/atau aktivitas sebagaimana pada angka 4 mengacu pada Lampiran I. B. Cakupan Kegiatan Usaha Bank Umum Menurut BUKU 1. Cakupan Kegiatan Usaha yang dapat dilakukan Bank pada masing-masing BUKU: a. BUKU 1 dapat melakukan Kegiatan Usaha dalam Rupiah berupa kegiatan penghimpunan dana dan kegiatan penyaluran dana berupa produk dan/atau aktivitas dasar, kegiatan pembiayaan perdagangan (trade finance), kegiatan keagenan dan kerjasama dengan cakupan terbatas, kegiatan sistem pembayaran dan electronic banking dengan cakupan terbatas, dan penyediaan jasa atau layanan lainnya. Bank juga dapat melakukan kegiatan penyertaan modal sementara dalam rangka penyelamatan kredit dan kegiatan sebagai Pedagang Valuta Asing (PVA). b. BUKU ... - 6 - b. BUKU 2 dapat melakukan Kegiatan Usaha dalam Rupiah dan valuta asing yang meliputi kegiatan penghimpunan dana, kegiatan penyaluran dana dengan cakupan yang lebih luas, kegiatan pembiayaan perdagangan (trade finance), kegiatan treasury secara terbatas, kegiatan sistem pembayaran dan electronic banking dengan cakupan lebih luas, kegiatan keagenan dan kerjasama dengan cakupan lebih luas, dan penyediaan jasa atau layanan lainnya. Bank juga dapat melakukan kegiatan penyertaan modal pada lembaga keuangan di Indonesia dan kegiatan penyertaan modal sementara dalam rangka penyelamatan kredit. c. BUKU 3 dapat melakukan seluruh Kegiatan Usaha baik dalam Rupiah maupun valuta asing serta dapat melakukan penyertaan modal pada lembaga keuangan di Indonesia dan/atau di luar negeri terbatas pada wilayah regional Asia. d. BUKU 4 dapat melakukan seluruh Kegiatan Usaha baik dalam Rupiah maupun valuta asing serta dapat melakukan penyertaan modal pada lembaga keuangan dengan jumlah lebih besar dari BUKU 3 di Indonesia dan/atau seluruh wilayah di luar negeri. 2. Cakupan Kegiatan Usaha yang dapat dilakukan oleh Bank sesuai dengan BUKU mengacu pada Lampiran II. III. PENERBITAN PRODUK DAN/ATAU PELAKSANAAN AKTIVITAS BANK UMUM A. Ketentuan Umum Bank dapat menerbitkan produk dan/atau melaksanakan aktivitas sebagaimana pada butir II.A.4 sebagai berikut: 1. penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas yang merupakan produk dan/atau aktivitas yang diperkenankan pada masing-masing BUKU; 2. rencana penerbitan produk yang belum pernah diterbitkan dan/atau rencana pelaksanaan aktivitas yang belum pernah dilaksanakan sebelumnya dicantumkan dalam rencana bisnis Bank untuk tahun yang sama dengan rencana penerbitan produk dan/atau rencana pelaksanaan aktivitas tersebut; 3. penerbitan ... - 7 - 3. penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas yang merupakan produk dan/atau aktivitas dasar tidak memerlukan persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan; 4. penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas baru yang bukan merupakan produk dan/atau aktivitas dasar dan/atau memiliki risiko serta kompleksitas tinggi, terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan; dan 5. Bank menerapkan manajemen risiko yang memadai untuk memitigasi risiko yang ditimbulkan oleh penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas sesuai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penerapan manajemen risiko bagi bank umum. Rincian mengenai produk dan/atau aktivitas sebagaimana dalam angka 1, angka 3, dan angka 4 mengacu pada Lampiran II. B. Produk dan/atau Aktivitas Baru 1. Produk dan/atau aktivitas baru merupakan produk dan/atau aktivitas Bank yang memenuhi kriteria berikut: a. tidak pernah diterbitkan atau dilaksanakan sebelumnya oleh Bank; atau b. merupakan pengembangan, kombinasi atau variasi dari produk dan/atau aktivitas yang telah diterbitkan atau dilaksanakan sebelumnya oleh Bank yang menyebabkan perubahan atau peningkatan profil risiko produk dan/atau aktivitas yang telah diterbitkan sebelumnya. Pengembangan yang menyebabkan perubahan atau peningkatan profil risiko produk dan/atau aktivitas yang telah diterbitkan dan/atau dilaksanakan sebelumnya antara lain: 1) pengembangan, kombinasi atau variasi dari produk yang telah diterbitkan dan/atau dilaksanakan sebelumnya oleh Bank, misalnya: a) penerbitan surat utang dengan fitur yang berbeda dari surat utang sebelumnya, seperti penerbitan surat utang dengan fitur opsi konversi menjadi saham; atau b) penerbitan structured product dengan struktur, fitur, karakteristik, imbal hasil, jangka waktu dan/atau ... - 8 - dan/atau underlying asset yang berbeda dengan produk sebelumnya; dan/atau 2) pengembangan dari aktivitas kerjasama yang telah dilaksanakan sebelumnya oleh Bank, misalnya aktivitas bancassurance model bisnis referensi dikembangkan menjadi model bisnis distribusi atau integrasi sehingga mengakibatkan perubahan pada profil risiko aktivitas tersebut. 2. Produk dan/atau aktivitas baru yang tidak memerlukan persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud pada butir A.3 antara lain meliputi: a. penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas dasar, berupa: 1) penghimpunan dana dalam bentuk giro, tabungan, deposito, sertifikat deposito, dan pinjaman yang diterima; 2) penyaluran dana dalam bentuk kredit, pembelian surat berharga, penempatan pada Bank Indonesia, dan penempatan pada Bank lain; dan 3) trade finance, transaksi derivatif yang bersifat plain vanilla, dan aktivitas pemindahan dana (transfer); b. pengembangan dari produk dan/atau aktivitas dasar yang pernah diterbitkan atau dilaksanakan sebelumnya oleh Bank; c. aktivitas penjualan produk yang diterbitkan oleh Pemerintah Republik Indonesia, misalnya aktivitas agen penjual SBN; d. penanaman dana dalam rangka investasi, misalnya pembelian reksa dana pendapatan tetap dan pembelian surat berharga; dan e. penyaluran dan penghimpunan dana dalam rangka pengelolaan likuiditas, antara lain penempatan antar Bank dan penerimaan pinjaman antar Bank. 3. Produk dan/atau aktivitas baru yang wajib terlebih dahulu memperoleh persetujuan Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana pada butir A.4 adalah produk dan/atau aktivitas yang bukan merupakan cakupan produk dan/atau aktivitas dasar dan/atau memiliki ... - 9 - memiliki risiko serta kompleksitas yang tinggi, antara lain meliputi: a. penghimpunan dana berupa penerbitan surat utang, surat utang yang memiliki fitur ekuitas, dan sekuritisasi aset; b. aktivitas treasury berupa penerbitan derivative kompleks, structured product atau credit derivative; c. keagenan dan kerjasama berupa aktivitas bancassurance dan reksa dana; d. kegiatan sistem pembayaran antara lain berupa penyelenggara kliring, penyelenggara alat pembayaran dengan menggunakan kartu dan penyelenggara uang elektronik (electronic money), phone banking, SMS banking, mobile banking, dan internet banking; dan e. jasa atau layanan lain seperti kustodian, wali amanat, dan trust. 4. Rencana penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas baru yang dicantumkan dalam rencana bisnis Bank menggunakan format sebagaimana dimaksud pada Lampiran III huruf A, yang paling sedikit memuat informasi dan penjelasan: a. jenis dan deskripsi umum produk dan/atau aktivitas baru; b. waktu penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas baru; c. tujuan penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas baru; d. keterkaitan produk dan/atau aktivitas baru dengan strategi bisnis Bank; e. f. risiko atas penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas baru; dan mitigasi risiko atas penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas baru. 5. Dalam rangka penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas yang wajib terlebih dahulu memperoleh persetujuan Otoritas Jasa Keuangan, Bank mengajukan surat permohonan persetujuan penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas baru kepada Otoritas Jasa Keuangan yang disertai dengan dokumen pendukung yang paling sedikit memuat informasi dan penjelasan: a. informasi ... - 10 - a. informasi umum mengenai produk dan/atau aktivitas baru meliputi antara lain nama produk dan/atau jenis aktivitas, rencana waktu penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas, target pasar dan/atau nasabah, rencana atau target nilai transaksi dalam 1 (satu) tahun pertama, informasi mengenai skim atau fitur produk yang akan diterbitkan atau penjelasan mengenai aktivitas yang akan dilaksanakan; b. manfaat dan biaya bagi Bank; c. manfaat dan risiko bagi nasabah; d. prosedur pelaksanaan (standard operating procedures), organisasi dan kewenangan untuk menerbitkan produk dan/atau melaksanakan aktivitas baru; e. rencana kebijakan dan prosedur terkait dengan penerapan program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU dan PPT); f. identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian terhadap risiko yang melekat pada produk dan/atau aktivitas baru; g. hasil analisis aspek hukum dan aspek kepatuhan atas produk dan/atau aktivitas baru; h. dokumen atau konsep dokumen dalam rangka transparansi kepada nasabah yang terkait dengan penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas yang meliputi antara lain perjanjian antara Bank dengan nasabah atau pihak lain, brosur, leaflet, prospektus, dan/atau formulir aplikasi; i. sistem informasi akuntansi termasuk penjelasan singkat mengenai keterkaitan sistem informasi akuntansi tersebut dengan sistem informasi akuntansi Bank secara menyeluruh, dan/atau sistem pencatatan administrasi; j. dokumen yang menyatakan bahwa Bank telah memperoleh persetujuan atau izin dari otoritas terkait, dalam hal produk dan/atau aktivitas Bank memerlukan persetujuan dari otoritas tersebut. Dalam hal dokumen dimaksud belum diterbitkan, Bank dapat menyampaikan fotokopi bukti permohonan persetujuan atau izin kepada otoritas terkait. Selanjutnya setelah otoritas terkait menerbitkan persetujuan ... - 11 - persetujuan atau izin, Bank menyampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan sebagai kelengkapan dokumen; dan k. kesiapan dan hasil uji coba Bank (jika ada) atas produk dan/atau aktivitas baru. Informasi dan penjelasan dalam dokumen pendukung permohonan persetujuan rencana penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas baru berpedoman pada Lampiran III.B. 6. Permohonan persetujuan penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas baru sebagaimana pada angka 5 disampaikan paling lambat 60 (enam puluh) hari sebelum penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas baru. 7. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas baru paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah seluruh persyaratan dipenuhi dan dokumen permohonan diterima secara lengkap oleh Otoritas Jasa Keuangan. 8. Dalam hal masih diperlukan tambahan dokumen dan/atau penjelasan berkenaan dengan evaluasi yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan dalam memberikan persetujuan batas waktu 60 (enam puluh) hari dihitung sejak Bank melengkapi dokumen dan/atau memberikan penjelasan yang diminta oleh Otoritas Jasa Keuangan. 9. Dalam hal produk dan/atau aktivitas baru tersebut harus mendapat persetujuan atau izin dari otoritas terkait sebagaimana diatur pada butir 5.j, penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas baru tersebut dapat dilakukan dalam hal Bank telah memperoleh persetujuan atau izin dari Otoritas Jasa Keuangan dan otoritas terkait. 10. Bank harus menerbitkan produk dan/atau melaksanakan aktivitas baru paling lambat 6 (enam) bulan sejak persetujuan diberikan oleh Otoritas Jasa Keuangan. Apabila dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak persetujuan diberikan oleh Otoritas Jasa Keuangan, Bank tidak menerbitkan produk dan/atau melaksanakan aktivitas baru, persetujuan Otoritas Jasa Keuangan menjadi tidak berlaku. 11. Dalam ... - 12 - 11. Dalam hal persetujuan Otoritas Jasa Keuangan sudah tidak berlaku sebagaimana dimaksud pada angka 10 namun Bank tetap akan menerbitkan produk dan/atau melaksanakan aktivitas baru, Bank menyampaikan kembali permohonan persetujuan penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas baru kepada Otoritas Jasa Keuangan. 12. Bank menyampaikan laporan realisasi penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas baru paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah produk diterbitkan dan/atau aktivitas baru dilaksanakan. 13. Realisasi penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas baru dihitung sejak tanggal produk dan/atau aktivitas tersebut sudah dapat dibeli atau dimanfaatkan oleh nasabah. Laporan realisasi penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas baru paling sedikit memuat informasi dan penjelasan: a. jenis dan nama produk dan/atau aktivitas baru; b. tanggal penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas baru; dan c. kesesuaian produk yang diterbitkan atau aktivitas baru yang dilaksanakan dengan produk dan/atau aktivitas yang telah disetujui oleh Otoritas Jasa Keuangan. IV. PERLAKUAN TERHADAP BANK UMUM YANG MENGALAMI PENURUNAN MODAL INTI 1. Bank yang mengalami penurunan Modal Inti sehingga menjadi tidak sesuai dengan persyaratan Modal Inti Minimum sesuai BUKU selama 3 (tiga) bulan berturut-turut, menyampaikan: a. rencana tindak (action plan) dalam rangka pemenuhan persyaratan Modal Inti sesuai BUKU; atau b. rencana tindak (action plan) dalam rangka penyesuaian Kegiatan Usaha yang tidak sesuai dengan BUKU. 2. Rencana tindak (action plan) pemenuhan Modal Inti sesuai BUKU paling sedikit menguraikan: a. penyebab penurunan Modal Inti; b. mekanisme dan tahapan pemenuhan Modal Inti; dan c. hal lain yang perlu diinformasikan kepada Otoritas Jasa Keuangan. 3. Rencana ... - 13 - 3. Rencana tindak (action plan) penyesuaian Kegiatan Usaha yang tidak sesuai dengan BUKU paling sedikit menguraikan: a. produk dan/atau aktivitas yang harus dihentikan serta nilai nominal (outstanding) dan sisa jangka waktu terlama untuk produk dan/atau aktivitas yang harus dihentikan; b. rencana waktu penyelesaian akhir produk dan/atau aktivitas yang tidak sesuai; c. rencana komunikasi atau pemberitahuan kepada nasabah atau stakeholders mengenai penghentian produk dan/atau aktivitas; d. hal lain yang perlu diinformasikan kepada Otoritas Jasa Keuangan. 4. Rencana tindak (action plan) sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dan angka 3 disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat pada bulan keempat sejak terjadinya penurunan Modal Inti sehingga menyebabkan tidak sesuai dengan persyaratan Modal Inti sesuai BUKU, dengan alamat: a. Departemen Pengawasan Bank terkait, bagi Bank yang berkantor pusat atau kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri yang berada di wilayah DKI Jakarta; atau b. Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat sesuai wilayah tempat kedudukan kantor pusat Bank. 5. Bank menyelesaikan rencana tindak (action plan) pemenuhan Modal Inti sebagaimana pada angka 2 paling lambat 1 (satu) tahun sejak rencana tindak (action plan) disetujui oleh Otoritas Jasa Keuangan. 6. Bank yang tidak mampu memenuhi rencana tindak (action plan) pemenuhan Modal Inti dalam waktu 1 (satu) tahun sejak rencana tindak (action plan) disetujui oleh Otoritas Jasa Keuangan, harus menyampaikan rencana tindak (action plan) penyesuaian Kegiatan Usaha yang tidak sesuai dengan BUKU sebagaimana dimaksud pada angka 3. 7. Bank harus menyelesaikan rencana tindak (action plan) penyesuaian Kegiatan Usaha sebagaimana pada angka 3 sampai dengan berakhirnya sisa jangka waktu perjanjian produk dan/atau aktivitas yang tidak sesuai dengan BUKU. Dalam hal sisa jangka waktu perjanjian produk dan/atau aktivitas lebih dari 3 (tiga) tahun, Bank harus ... - 14 - harus menyelesaikan penghentian produk dan/atau aktivitas dimaksud paling lambat 3 (tiga) tahun sejak rencana tindak (action plan) disetujui oleh Otoritas Jasa Keuangan. 8. Bank yang telah memperoleh persetujuan atas rencana tindak (action plan) pemenuhan persyaratan Modal Inti sesuai BUKU yang diajukan kepada Otoritas Jasa Keuangan: a. tetap dapat melaksanakan Kegiatan Usaha yang telah dilakukan meskipun tidak sesuai dengan cakupan Kegiatan Usaha yang diperkenankan pada BUKU, termasuk melakukan transaksi baru dengan nasabah, sepanjang memenuhi tahapan pemenuhan Modal Inti yang telah disetujui Otoritas Jasa Keuangan; atau b. tidak diperkenankan melakukan transaksi baru dengan nasabah sampai dengan terpenuhinya Modal Inti minimum menurut BUKU, dalam hal terdapat pelanggaran terhadap tahapan pemenuhan Modal Inti yang telah disetujui Otoritas Jasa Keuangan. 9. Bank yang mengajukan rencana tindak (action plan) penyesuaian Kegiatan Usaha tidak diperbolehkan menawarkan, menjual dan/atau melakukan perjanjian atau transaksi baru atas produk dan/atau aktivitas yang harus dihentikan mulai bulan keempat sejak terjadinya penurunan Modal Inti sehingga menyebabkan tidak sesuai dengan persyaratan Modal Inti berdasarkan BUKU. 10. Ketentuan pada angka 1 tidak berlaku untuk Bank yang mengalami penurunan Modal Inti selama 3 (tiga) bulan berturut-turut termasuk Bank dalam penanganan atau penyelamatan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dalam hal mendapatkan persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan untuk melakukan Kegiatan Usaha tertentu dengan pertimbangan stabilitas sistem keuangan dan/atau mendorong perkembangan perekonomian nasional. V. TINDAK LANJUT PENGAWASAN 1. Otoritas Jasa Keuangan dapat memerintahkan Bank untuk menghentikan penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas dalam hal berdasarkan evaluasi Otoritas Jasa Keuangan: a. produk yang diterbitkan atau aktivitas yang dilaksanakan: 1) tidak ... - 15 - 1) tidak sesuai dengan rencana penerbitan produk dan/atau aktivitas yang diajukan kepada Otoritas Jasa Keuangan; 2) berpotensi menimbulkan kerugian yang signifikan terhadap kondisi keuangan Bank; 3) berpotensi meningkatkan risiko hukum atau reputasi Bank secara signifikan karena adanya pengaduan atau tuntutan dari nasabah; dan/atau 4) tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan/atau b. Bank tidak menerapkan manajemen risiko yang memadai atas produk yang diterbitkan dan/atau aktivitas yang dilaksanakan. Penghentian tersebut dapat bersifat sementara maupun permanen berdasarkan penilaian Otoritas Jasa Keuangan atas penyimpangan yang terjadi. 2. Bank yang diperintahkan untuk menghentikan penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas sebagaimana pada angka 1: a. harus segera menghentikan penawaran, penjualan dan/atau perjanjian atau transaksi baru atas produk dan/atau aktivitas yang harus dihentikan; dan b. menyampaikan rencana tindak (action plan) kepada Otoritas Jasa Keuangan atas penyelesaian kewajiban kepada nasabah terkait produk yang telah diterbitkan dan/atau aktivitas yang telah dilaksanakan paling lambat 1 (satu) bulan sejak Bank diperintahkan untuk menghentikan penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas. VI. KETENTUAN LAIN-LAIN 1. Dalam memberikan persetujuan atau penolakan atas produk dan/atau aktivitas tertentu, Otoritas Jasa Keuangan akan mempertimbangkan kepentingan nasional terkait dengan dampak penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas antara lain untuk mendukung stabilitas sistem keuangan dan/atau mendorong perkembangan perekonomian nasional termasuk untuk penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas Bank dalam penanganan atau penyelamatan oleh LPS. 2. Bank tidak diperbolehkan memasarkan produk dan/atau melaksanakan aktivitas yang belum mendapatkan persetujuan Otoritas ... - 16 - Otoritas Jasa Keuangan dan/atau tidak tercatat dalam pembukuan atau administrasi Bank. 3. Dalam hal penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas Bank telah diatur secara khusus dalam ketentuan Otoritas Jasa Keuangan dan/atau ketentuan yang dikeluarkan oleh otoritas terkait lainnya seperti ketentuan mengenai structured product, agen penjual SBN, agen penjual reksa dana, aktivitas bancassurance, penitipan dengan pengelolaan (trust), pelaksana sistem pembayaran, alat pembayaran dengan menggunakan kartu, dan penerapan manajemen risiko dalam penggunaan teknologi informasi, penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas dimaksud juga mengacu pada ketentuan Otoritas Jasa Keuangan dan/atau ketentuan otoritas terkait lain yang mengatur secara khusus mengenai hal tersebut. 4. Lampiran I sampai dengan Lampiran III merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. VII. KETENTUAN PERALIHAN 1. Bank yang sebelum tanggal 8 Maret 2013 telah melakukan Kegiatan Usaha yang tidak sesuai dengan BUKU namun telah memperoleh persetujuan dari otoritas terkait atas rencana tindak (action plan) pemenuhan Modal Inti atau rencana tindak (action plan) penyesuaian Kegiatan Usaha yang diajukan oleh Bank, melakukan penambahan modal dan/atau menyesuaikan Kegiatan Usaha: a. paling lambat akhir bulan Juni 2016; atau b. paling lambat akhir bulan Juni 2018 bagi Bank yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah. 2. Bank yang mengajukan rencana tindak (action plan) pemenuhan Modal Inti sebagaimana pada angka 1: a. tetap dapat melaksanakan Kegiatan Usaha yang telah dilakukan meskipun tidak sesuai dengan cakupan Kegiatan Usaha yang diperkenankan pada BUKU Bank termasuk melakukan transaksi baru dengan nasabah, sepanjang memenuhi tahapan pemenuhan Modal Inti yang telah disetujui otoritas terkait; b. tidak diperkenankan melakukan transaksi baru dengan nasabah sampai dengan terpenuhinya Modal Inti minimum menurut BUKU, dalam hal terdapat pelanggaran terhadap tahapan pemenuhan Modal Inti yang telah disetujui otoritas terkait. c. Bank ... - 17 - c. Bank yang mengajukan rencana penyesuaian Kegiatan Usaha tidak diperbolehkan menawarkan, menjual, dan/atau melakukan perjanjian atau transaksi baru atas produk dan/atau aktivitas yang harus dihentikan. 3. Bagi Bank yang telah menerbitkan produk dan/atau melaksanakan aktivitas yang berdasarkan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini wajib memperoleh persetujuan Otoritas Jasa Keuangan, tetap dapat menyelenggarakan produk dan/atau aktivitas tersebut tanpa harus mengajukan permohonan persetujuan kepada Otoritas Jasa Keuangan, sepanjang merupakan cakupan produk dan/atau aktivitas yang diperkenankan menurut BUKU Bank. 4. Kewajiban penyampaian rencana tindak (action plan) pemenuhan Modal Inti atau rencana tindak (action plan) penyesuaian Kegiatan Usaha tidak berlaku bagi Bank yang pada posisi akhir Desember 2012 tidak memenuhi persyaratan Modal Inti minimum sesuai BUKU namun mendapatkan persetujuan dari otoritas terkait untuk tetap dapat melakukan Kegiatan Usaha tertentu berdasarkan pertimbangan stabilitas sistem keuangan dan/atau mendorong perkembangan perekonomian nasional, termasuk Bank yang dalam penanganan atau penyelamatan oleh LPS. VIII. KETENTUAN PENUTUP Dengan berlakunya Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini, maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/6/DPNP tanggal 8 Maret 2013 perihal Kegiatan Usaha Bank Umum Berdasarkan Modal Inti dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 14 Juli 2016 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN OTORITAS JASA KEUANGAN, Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana ttd NELSON TAMPUBOLON
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 7/SEOJK.03/2016 </reg_id> <reg_title> STANDAR PELAKSANAAN FUNGSI AUDIT INTERN BANK PERKREDITAN RAKYAT </reg_title> <set_date> 10 Maret 2016 </set_date> <effective_date> 10 Maret 2016 </effective_date> <related_reg> '4/POJK.03/2015' </related_reg>
Yth. 1. Manajer Investasi; 2. Agen Penjual Efek Reksa Dana; 3. Bank Kustodian; 4. Asosiasi Pengelola Reksa Dana Indonesia; dan 5. Asosiasi Bank Kustodian Indonesia; di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 1/SEOJK.04/2015 TENTANG PROSEDUR PENYELESAIAN KESALAHAN PENGHITUNGAN NILAI AKTIVA BERSIH REKSA DANA Penghitungan Nilai Aktiva Bersih Reksa Dana sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Nomor IV.A.3, Lampiran Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor: KEP-13/PM/2002 tanggal 14 Agustus 2002 tentang Pedoman Pengelolaan Reksa Dana Berbentuk Perseroan, Peraturan Nomor IV.B.1, Lampiran Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor: KEP-552/BL/2010 tanggal 30 Desember 2010 tentang Pedoman Pengelolaan Reksa Dana Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif, dan Peraturan Nomor IV.C.2, Lampiran Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor: KEP-367/BL/2012 tanggal 9 Juli 2012 tentang Nilai Pasar Wajar Dari Efek Dalam Portofolio Reksa Dana, dalam pelaksanaannya dapat terjadi kesalahan penghitungan yang mengakibatkan Nilai Aktiva Bersih per saham atau Unit Penyertaan Reksa Dana sebagai dasar pembelian maupun penjualan kembali saham atau Unit Penyertaan Reksa Dana tidak sesuai dengan Nilai Aktiva Bersih per saham atau Unit Penyertaan Reksa Dana sebenarnya. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu mengatur ketentuan mengenai prosedur penyelesaian kesalahan penghitungan Nilai Aktiva Bersih per saham atau Unit Penyertaan Reksa Dana dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN… -2- I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Manajer Investasi adalah Pihak yang kegiatan usahanya mengelola Portofolio Efek untuk para nasabah atau mengelola portofolio investasi kolektif untuk sekelompok nasabah, kecuali perusahaan asuransi, dana pensiun, dan bank yang melakukan sendiri kegiatan usahanya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2. Bank Kustodian adalah Bank Umum yang telah mendapat persetujuan Otoritas Jasa Keuangan sebagai Bank Kustodian. 3. Unit Penyertaan adalah satuan ukuran yang menunjukkan bagian kepentingan setiap Pihak dalam portofolio investasi kolektif. 4. Nilai Aktiva Bersih adalah nilai pasar yang wajar dari suatu Efek dan kekayaan lain dari Reksa Dana dikurangi seluruh kewajibannya. II. KESALAHAN PENGHITUNGAN NILAI AKTIVA BERSIH REKSA DANA 1. Manajer Investasi dan Bank Kustodian wajib memiliki kebijakan dan prosedur standar operasi untuk mendeteksi, mencegah, dan memperbaiki kesalahan penghitungan Nilai Aktiva Bersih Reksa Dana. 2. Dalam hal Manajer Investasi mengetahui adanya kesalahan penghitungan Nilai Aktiva Bersih Reksa Dana, Manajer Investasi wajib segera menyampaikan pemberitahuan kesalahan penghitungan Nilai Aktiva Bersih Reksa Dana kepada Bank Kustodian dengan tembusan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat pukul 24.00 WIB pada hari diketahuinya kesalahan penghitungan. 3. Dalam hal Bank Kustodian mengetahui adanya kesalahan penghitungan Nilai Aktiva Bersih Reksa Dana, Bank Kustodian wajib segera menyampaikan laporan kesalahan penghitungan Nilai Aktiva Bersih Reksa Dana kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan tembusan kepada Manajer Investasi paling lambat pukul 24.00 WIB pada hari kerja berikutnya sejak Bank Kustodian mengetahui adanya kesalahan penghitungan Nilai Aktiva Bersih Reksa Dana. 4. Laporan… -3- 4. Laporan kesalahan penghitungan Nilai Aktiva Bersih Reksa Dana sebagaimana dimaksud pada angka 3 wajib dibuat sesuai dengan Format Laporan Kesalahan Penghitungan Nilai Aktiva Bersih Reksa Dana sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 5. Tembusan pemberitahuan kesalahan penghitungan Nilai Aktiva Bersih Reksa Dana sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan laporan kesalahan penghitungan Nilai Aktiva Bersih Reksa Dana sebagaimana dimaksud pada angka 3 wajib disampaikan melalui surat elektronik kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan alamat pelaporanrd@ojk.go.id. III. REVISI PENGHITUNGAN NILAI AKTIVA BERSIH PER SAHAM ATAU UNIT PENYERTAAN REKSA DANA 1. Bank Kustodian yang mengetahui adanya kesalahan penghitungan Nilai Aktiva Bersih per saham atau Unit Penyertaan Reksa Dana wajib: a. melakukan revisi penghitungan Nilai Aktiva Bersih per saham atau Unit Penyertaan Reksa Dana; dan b. menyampaikan revisi penghitungan Nilai Aktiva Bersih per saham atau Unit Penyertaan Reksa Dana dalam laporan Reksa Dana sesuai format dan tata cara yang terdapat dalam lampiran Peraturan Nomor X.D.1, Lampiran Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor: KEP-06/PM/2004 tanggal 9 Februari 2004 tentang Laporan Reksa Dana, paling lambat pukul 24.00 WIB pada hari kerja berikutnya sejak diketahuinya kesalahan penghitungan, dengan tembusan kepada Manajer Investasi. 2. Dalam hal kesalahan penghitungan Nilai Aktiva Bersih harian Reksa Dana sebagaimana dimaksud pada angka 1 terjadi lebih dari 1 (satu) hari, Bank Kustodian wajib: a. menghitung akumulasi revisi penghitungan Nilai Aktiva Bersih harian yang merupakan akumulasi selisih dari Nilai Aktiva Bersih per saham atau Unit Penyertaan Reksa Dana yang salah dengan Nilai Aktiva Bersih per saham atau Unit Penyertaan Reksa Dana yang telah direvisi; dan b. menyampaikan… -4- b. menyampaikan laporan akumulasi revisi penghitungan Nilai Aktiva Bersih harian kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan tembusan kepada Manajer Investasi sesuai dengan Format Laporan Kesalahan Penghitungan Nilai Aktiva Bersih Reksa Dana sebagaimana dimaksud dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini, paling lambat pukul 24.00 WIB pada hari kerja berikutnya sejak diketahuinya kesalahan penghitungan. IV. PENGHITUNGAN DAN PENYELESAIAN PEMBAYARAN KOMPENSASI 1. Dalam hal diketahui terdapat kesalahan penghitungan Nilai Aktiva Bersih per saham atau Unit Penyertaan Reksa Dana, Bank Kustodian wajib melakukan penghitungan nilai kompensasi per saham atau Unit Penyertaan Reksa Dana. 2. Bank Kustodian wajib memberitahukan kesalahan penghitungan Nilai Aktiva Bersih per saham atau Unit Penyertaan Reksa Dana beserta nilai kompensasinya kepada seluruh pemegang saham atau Unit Penyertaan Reksa Dana yang melakukan transaksi pada waktu terjadinya kesalahan penghitungan Nilai Aktiva Bersih per saham atau Unit Penyertaan Reksa Dana yang mengalami kerugian. 3. Dalam hal Reksa Dana dan/atau pemegang saham atau Unit Penyertaan Reksa Dana mengalami kerugian akibat dari kesalahan penghitungan Nilai Aktiva Bersih per saham atau Unit Penyertaan Reksa Dana, kompensasi wajib dibayarkan kepada pihak-pihak yang dirugikan tersebut. 4. Dana kompensasi sebagaimana dimaksud pada angka 3 ditanggung dan menjadi kewajiban pihak yang menyebabkan terjadinya kesalahan penghitungan Nilai Aktiva Bersih per saham atau Unit Penyertaan Reksa Dana dan dibayarkan melalui Bank Kustodian paling lambat 7 (tujuh) hari bursa sejak diketahuinya kesalahan penghitungan Nilai Aktiva Bersih per saham atau Unit Penyertaan Reksa Dana. 5. Manajer Investasi dan/atau Bank Kustodian dilarang membebankan kepada Reksa Dana dan pemegang saham atau Unit Penyertaan Reksa Dana seluruh biaya-biaya yang timbul terkait… -5- terkait pembayaran kompensasi akibat kesalahan penghitungan Nilai Aktiva Bersih per saham atau Unit Penyertaan Reksa Dana. 6. Bank Kustodian wajib menyampaikan laporan penghitungan dan penyelesaian pembayaran kompensasi akibat kesalahan penghitungan Nilai Aktiva Bersih per saham atau Unit Penyertaan Reksa Dana kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan tembusan kepada Manajer Investasi paling lambat 2 (dua) hari bursa sejak diselesaikannya pembayaran kompensasi kepada Reksa Dana dan pemegang saham atau Unit Penyertaan Reksa Dana. 7. Laporan penghitungan dan penyelesaian pembayaran kompensasi wajib dibuat sesuai dengan Format Laporan Penghitungan dan Penyelesaian Pembayaran Kompensasi sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 8. Laporan penghitungan dan penyelesaian pembayaran kompensasi wajib disampaikan melalui surat elektronik kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan alamat pelaporanrd@ojk.go.id. V. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum I Departemen Hukum, Ttd. NURHAIDA Sudarmaji Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 21 Januari 2015 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PASAR MODAL, Ttd.
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 1/SEOJK.04/2015 </reg_id> <reg_title> PROSEDUR PENYELESAIAN KESALAHAN PENGHITUNGAN NILAI AKTIVA BERSIH REKSA DANA </reg_title> <set_date> 21 Januari 2015 </set_date> <effective_date> 21 Januari 2015 </effective_date> <related_reg> 'KEP-552/BL/2010|KEP-BAPEPAM-LK/2010 | Lampiran Peraturan Nomor IV.B.1', 'KEP-13/PM/2002|KEP-BAPEPAM/2002 | Lampiran Peraturan Nomor IV.A.3', 'KEP-367/BL/2012|KEP-BAPEPAM-LK/2012 | Lampiran Peraturan Nomor IV.C.2' </related_reg>
Yth. Direksi Bank Perkreditan Rakyat di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 45 /SEOJK.03/2017 TENTANG KEGIATAN USAHA DAN WILAYAH JARINGAN KANTOR BANK PERKREDITAN RAKYAT BERDASARKAN MODAL INTI Sehubungan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12/POJK.03/2016 tentang Kegiatan Usaha dan Wilayah Jaringan Kantor Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Modal Inti (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 34, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5849), selanjutnya disebut POJK Kegiatan Usaha dan Wilayah Jaringan Kantor BPR Berdasarkan Modal Inti, perlu untuk mengatur pelaksanaan mengenai kegiatan usaha dan wilayah jaringan kantor Bank Perkreditan Rakyat (BPR) berdasarkan modal inti dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM 1. Kegiatan Usaha yang dapat dilakukan oleh BPR dikelompokkan menurut Modal Inti BPR berdasarkan Kegiatan Usaha (BPRKU). Pengelompokan BPR berdasarkan Kegiatan Usaha dimaksud terdiri dari 3 (tiga) BPRKU. Semakin tinggi Modal Inti BPR, Kegiatan Usaha yang dapat dilakukan oleh BPR akan semakin bervariasi. 2. Ketersediaan Modal Inti BPR juga merupakan salah satu faktor pendukung Pembukaan Jaringan Kantor. Semakin tinggi Modal Inti BPR, jumlah dan wilayah Jaringan Kantor yang dapat dibuka oleh BPR akan lebih banyak dan lebih luas. 3. Selain Modal Inti, untuk mendukung pelaksanaan Kegiatan Usaha dan Pembukaan Jaringan Kantor, BPR juga harus menerapkan manajemen risiko yang memadai untuk memitigasi risiko yang - 2 - ditimbulkan oleh pelaksanaan Kegiatan Usaha dan/atau Pembukaan Jaringan Kantor tersebut. 4. Penataan Kegiatan Usaha dan Pembukaan Jaringan Kantor dilakukan agar pelayanan yang diberikan oleh BPR kepada masyarakat di wilayahnya dapat lebih optimal sesuai dengan kemampuan permodalan yang dimiliki BPR serta sebagai upaya untuk meningkatkan daya saing BPR. 5. BPR yang dikelompokkan dalam BPRKU tertentu dapat mengalami penurunan Modal Inti sehingga menjadi kelompok BPRKU yang lebih rendah. BPR dikelompokkan dalam BPRKU yang lebih rendah dalam hal Modal Inti BPR mengalami penurunan selama 6 (enam) bulan berturut-turut sehingga tidak memenuhi persyaratan jumlah Modal Inti pada BPRKU semula. 6. BPR dikelompokkan dalam BPRKU yang lebih rendah sebagaimana dimaksud pada angka 5 dalam hal: a. BPRKU 3 mengalami penurunan Modal Inti sehingga menjadi kelompok BPRKU 2 atau kelompok BPRKU 1; b. BPRKU 2 mengalami penurunan Modal Inti sehingga menjadi kelompok BPRKU 1; dan c. BPRKU 1 yang mengalami penurunan Modal Inti menjadi kurang dari Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah). II. KEGIATAN USAHA BPR 1. Jenis Kegiatan Usaha BPR Kegiatan Usaha yang dapat dilakukan oleh BPR adalah: a. Penghimpunan dana BPR melakukan penghimpunan dana dalam bentuk: 1) Deposito berjangka BPR menyediakan produk simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian antara nasabah penyimpan dengan BPR. 2) Tabungan BPR menyediakan produk simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan/atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu. - 3 - 3) Bentuk lainnya yang dipersamakan dengan deposito berjangka dan/atau tabungan BPR menyediakan produk penghimpunan dana dalam bentuk lain yang dipersamakan dengan deposito berjangka dan/atau tabungan. Penyebutan “bentuk lainnya yang dipersamakan” dimaksudkan untuk menampung kemungkinan BPR menyediakan produk simpanan yang menyerupai deposito berjangka atau tabungan tetapi bukan giro atau simpanan lain yang dapat ditarik dengan cek. 4) Pinjaman diterima BPR dapat menerima semua bentuk pinjaman yang diterima baik dari bank lain ataupun pihak ketiga bukan bank dan berasal dari dalam negeri. b. Penyaluran dana BPR melakukan pemberian kredit kepada pihak lain berupa penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam- meminjam antara BPR dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Penyaluran dana dilakukan kepada debitur berdasarkan domisili, lokasi usaha, dan/atau lokasi kerja pada wilayah sesuai dengan cakupan wilayah dan jaringan kantor yang diperkenankan bagi BPRKU dengan mempertimbangkan kemampuan BPR dalam melakukan proses pemberian kredit termasuk pelaksanaan pemantauan atas pemberian kredit tersebut. c. Penempatan dana BPR melakukan penempatan dana kepada pihak lain dalam bentuk: 1) giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, dan/atau tabungan pada bank umum dan bank umum syariah; 2) deposito berjangka dan/atau tabungan pada BPR dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS); dan 3) Sertifikat Bank Indonesia. - 4 - d. Kegiatan usaha penukaran valuta asing 1) BPR melakukan kegiatan usaha penukaran valuta asing dengan melakukan kegiatan jual beli uang kertas asing (banknotes) dan pembelian cek pelawat (traveller’s cheque) yang telah memenuhi ketentuan dan persyaratan, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pedagang valuta asing. 2) Persetujuan kegiatan usaha penukaran valuta asing yang diberikan kepada kantor pusat BPR berlaku pula bagi kantor cabang BPR yang bersangkutan. 3) BPR yang akan melakukan kegiatan usaha penukaran valuta asing di Jaringan Kantor selain kantor pusat harus: a) mencantumkan rencana pelaksanaan kegiatan usaha penukaran valuta asing oleh kantor BPR dalam Rencana Bisnis BPR; dan b) menyampaikan laporan mengenai rencana pelaksanaan kegiatan usaha penukaran valuta asing paling lama 30 (tiga puluh) hari sebelum pelaksanaan kegiatan usaha penukaran valuta asing disertai dengan rencana kesiapan operasional. 4) Dalam melaksanakan kegiatan usaha penukaran valuta asing, BPR perlu memperhitungkan saldo harian pos aset – kas dalam valuta asing dalam jumlah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang- undangan mengenai pedagang valuta asing. e. Kegiatan layanan keuangan tanpa kantor dalam rangka keuangan inklusif (Laku Pandai) Kegiatan Laku Pandai adalah kegiatan menyediakan layanan perbankan dan/atau layanan keuangan lainnya yang dilakukan tidak melalui jaringan kantor namun melalui kerja sama dengan pihak lain dan perlu didukung dengan penggunaan sarana teknologi informasi, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Otoritas Jasa Keuangan mengenai Laku Pandai. BPR dapat bertindak sebagai penyelenggara kegiatan Laku Pandai atau agen yang bekerja sama dengan bank penyelenggara Laku Pandai sesuai dengan kelompok BPRKU berdasarkan modal inti. - 5 - f. Penyediaan layanan Electronic Banking BPR menyediakan layanan Electronic Banking, antara lain berupa: 1) Phone banking BPR menyediakan layanan bagi nasabah untuk melakukan transaksi perbankan melalui telepon dengan menghubungi nomor layanan BPR. 2) SMS banking BPR menyediakan layanan informasi atau transaksi perbankan yang dapat diakses langsung melalui telepon seluler dengan menggunakan media Short Message Service (SMS). 3) Mobile banking BPR menyediakan layanan bagi nasabah untuk melakukan transaksi perbankan melalui telepon seluler. 4) Internet banking BPR menyediakan layanan bagi nasabah untuk melakukan transaksi perbankan melalui jaringan internet, bagi BPR yang menjadi bank penyelenggara Laku Pandai. g. Pembayaran gaji bagi nasabah BPR BPR menyediakan layanan kepada nasabah untuk melakukan pembayaran gaji (payroll) secara massal kepada pegawai yang menjadi nasabah BPR. h. Kerja sama transfer dana yang terbatas pada penerimaan atas pengiriman uang dari luar negeri BPR melakukan kegiatan kerja sama transfer dana yang terbatas pada penerimaan atas pengiriman uang (incoming transfer) dari luar negeri dengan bank umum dan/atau badan usaha berbadan hukum Indonesia bukan bank yang menyelenggarakan kegiatan transfer dana, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai transfer dana. Pembayaran dana kepada penerima (beneficiary) hanya dapat dilakukan dalam mata uang rupiah dan BPR tidak menanggung risiko kurs. Dalam perjanjian kerja sama antara BPR dengan bank umum dan/atau badan usaha berbadan hukum Indonesia bukan bank harus memuat kesepakatan mengenai batas waktu bagi bank umum dan/atau badan usaha berbadan hukum - 6 - Indonesia bukan bank untuk mengganti dana yang telah dibayarkan BPR kepada penerima (beneficiary). i. Penerbit Kartu Automated Teller Machine (ATM) BPR menerbitkan alat pembayaran dengan menggunakan kartu yang dapat digunakan untuk melakukan penarikan tunai dan/atau pemindahan dana sehingga kewajiban pemegang kartu dipenuhi seketika dengan mengurangi secara langsung simpanan pemegang kartu pada BPR, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai alat pembayaran dengan menggunakan kartu. j. Penerbit Kartu Debet BPR menerbitkan alat pembayaran dengan menggunakan kartu yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi, termasuk transaksi pembelanjaan, sehingga kewajiban pemegang kartu dipenuhi seketika dengan mengurangi secara langsung simpanan pemegang kartu pada BPR, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai alat pembayaran dengan menggunakan kartu. k. Penerbit Uang Elektronik atau pemasaran Uang Elektronik dari penerbit lain BPR dapat bertindak sebagai penerbit Uang Elektronik atau bertindak sebagai pihak yang bekerja sama dengan penerbit Uang Elektronik untuk memasarkan Uang Elektronik. l. Pemindahan dana baik untuk kepentingan sendiri maupun kepentingan nasabah melalui rekening BPR di bank umum BPR bertindak sebagai penyedia layanan pemindahan dana melalui rekening BPR di bank umum yang menyelenggarakan kegiatan penyelesaian akhir (settlement), sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai transfer dana. m. Kerja sama dengan perusahaan asuransi untuk mereferensikan produk asuransi kepada nasabah yang terkait dengan produk BPR BPR mereferensikan produk asuransi yang menjadi persyaratan untuk memperoleh suatu produk BPR kepada nasabah. Persyaratan keberadaan produk asuransi tersebut dimaksudkan - 7 - untuk kepentingan dan perlindungan kepada BPR atas risiko terkait dengan produk yang diterbitkan atau jasa yang dilaksanakan oleh BPR kepada nasabah. Dalam hal ini, pada hakikatnya produk asuransi yang dilakukan melalui perjanjian antara nasabah dengan perusahaan asuransi juga untuk melindungi debitur sebagai pihak tertanggung meskipun dalam polis dicantumkan banker’s clause karena BPR sebagai penerima manfaat. Contoh produk BPR yang mensyaratkan keberadaan asuransi adalah: 1) Kredit pemilikan rumah yang disertai kewajiban asuransi kebakaran terhadap rumah atau bangunan dan asuransi jiwa terhadap nasabah peminjam (debitur). 2) Kredit kendaraan bermotor yang disertai kewajiban asuransi kerugian terhadap kendaraan bermotor. 3) Kredit kepada pegawai atau pensiunan yang disertai kewajiban asuransi jiwa terhadap nasabah peminjam (debitur). Untuk mengakomodasi nasabah BPR dalam memilih produk asuransi yang diwajibkan, BPR harus menawarkan pilihan produk asuransi dari paling sedikit 3 (tiga) perusahaan asuransi mitra BPR yang salah satunya dapat merupakan pihak terkait BPR. Definisi pihak terkait mengacu pada ketentuan Otoritas Jasa Keuangan mengenai batas maksimum pemberian kredit BPR. Produk asuransi yang direferensikan terbatas hanya merupakan produk asuransi yang bersifat proteksi atau perlindungan, serta produk asuransi tersebut merupakan persyaratan untuk memperoleh suatu produk BPR bagi nasabah. n. Penerimaan titipan dana dalam rangka pelayanan jasa pembayaran tagihan BPR dapat menerima titipan dana dalam rangka pelayanan jasa pembayaran tagihan seperti pembayaran tagihan listrik, telepon, air, dan pajak. Penjelasan Kegiatan Usaha sebagaimana dimaksud pada angka 1 tercantum pada Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. - 8 - 2. Kegiatan Usaha BPR Berdasarkan BPRKU Kegiatan Usaha yang dapat dilakukan oleh BPR sebagaimana dimaksud pada angka 1 dikelompokkan menurut kemampuan Modal Inti BPR dengan tujuan agar BPR dapat fokus pada Kegiatan Usaha serta penyediaan produk dan layanan yang sesuai dengan kemampuan permodalan. Dengan demikian BPR diharapkan dapat berkembang dan berperan optimal serta mampu mengelola risiko menurut BPRKU. Jenis Kegiatan Usaha yang dapat dilakukan pada masing-masing BPRKU sebagaimana tercantum pada Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 3. Kegiatan Usaha Baru a. Kegiatan Usaha baru bagi BPR merupakan kegiatan usaha baru dan/atau kegiatan pendukung baru dalam hal memenuhi kriteria: 1) tidak pernah dilaksanakan sebelumnya oleh BPR yang bersangkutan; atau 2) telah dilaksanakan sebelumnya oleh BPR yang bersangkutan, namun dilakukan pengembangan yang mengubah risiko tertentu atau seluruh risiko BPR yang bersangkutan. b. Pengembangan Kegiatan Usaha BPR sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 2) merupakan pengembangan antara lain terhadap fitur dan kerja sama terkait pelaksanaan Kegiatan Usaha dan/atau kegiatan pendukung yang sebelumnya telah dilakukan oleh BPR yang bersangkutan. Contoh: 1) BPR dalam kelompok BPRKU 2 yang melakukan kegiatan usaha sebagai penerbit Kartu ATM menambah fitur layanan yang disediakan bagi pengguna Kartu ATM, misalnya dapat melakukan pembayaran tagihan listrik. 2) BPR dalam kelompok BPRKU 3 yang melakukan kegiatan usaha sebagai penerbit Kartu Debet menambah merchant yang menggunakan Kartu ATM BPR sebagai alat pembayaran. 3) BPR dalam kelompok BPRKU 1 yang telah melakukan kegiatan usaha sebagai penerbit Kartu ATM - 9 - mengembangkan kerja sama dengan bank umum dalam hal pemanfaatan jaringan ATM. c. BPR dapat melaksanakan Kegiatan Usaha baru apabila: 1) rencana pelaksanaan Kegiatan Usaha yang memerlukan izin dan/atau persetujuan Otoritas Jasa Keuangan dan/atau otoritas terkait; dan 2) rencana pelaksanaan Kegiatan Usaha yang harus dilaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan, telah dicantumkan dalam Rencana Bisnis BPR yang telah disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Otoritas Jasa Keuangan mengenai rencana bisnis BPR dan BPRS. III. KEGIATAN USAHA YANG WAJIB MEMPEROLEH IZIN DAN/ATAU PERSETUJUAN 1. Kegiatan Usaha yang Wajib Memperoleh Izin dan/atau Persetujuan Kegiatan Usaha BPR yang wajib memperoleh izin dan/atau persetujuan terlebih dahulu sebelum dilaksanakan oleh BPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) POJK Kegiatan Usaha dan Wilayah Jaringan Kantor BPR Berdasarkan Modal Inti adalah sebagai berikut: a. Kegiatan Usaha yang wajib memperoleh persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan, yaitu: 1) penghimpunan dana dalam bentuk lainnya yang dipersamakan dengan bentuk simpanan berupa deposito berjangka dan/atau tabungan; 2) kegiatan usaha penukaran valuta asing; 3) kegiatan sebagai penyelenggara layanan keuangan tanpa kantor dalam rangka keuangan inklusif (Laku Pandai); dan 4) kegiatan kerja sama dalam rangka transfer dana yang terbatas pada penerimaan atas pengiriman uang dari luar negeri. b. Kegiatan Usaha yang wajib memperoleh persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan dan izin dari otoritas terkait sesuai dengan tugas dan wewenang yang dimiliki masing-masing lembaga, yaitu: - 10 - 1) penyediaan layanan Electronic Banking, berupa phone banking, SMS banking, mobile banking, dan internet banking dalam hal terkait dengan penyelenggara jasa sistem pembayaran. Pengajuan permohonan izin dan/atau persetujuan dilakukan untuk masing-masing jenis layanan Electronic Banking; 2) kegiatan sebagai penerbit Kartu ATM; 3) kegiatan sebagai penerbit Kartu Debet; dan 4) kegiatan sebagai penerbit Uang Elektronik. 2. Mekanisme Permohonan Izin dan/atau Persetujuan Kegiatan Usaha BPR a. BPR yang mengajukan permohonan pelaksanaan Kegiatan Usaha sebagaimana dimaksud pada angka 1 harus memenuhi persyaratan: 1) rencana pelaksanaan Kegiatan Usaha baru telah dicantumkan dalam rencana bisnis BPR; 2) tingkat kesehatan tergolong sehat selama 12 (dua belas) bulan terakhir; 3) memiliki rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) paling sedikit 12% (dua belas persen) selama 6 (enam) bulan terakhir; 4) memiliki rasio Non-Performing Loan (NPL) gross paling tinggi 5% (lima persen) selama 6 (enam) bulan terakhir; 5) tidak dalam keadaaan rugi baik tahun lalu maupun tahun berjalan. Yang dimaksud dengan tidak dalam keadaan rugi adalah BPR tidak mengalami rugi pada posisi laporan keuangan tahun lalu dan pada setiap bulan selama tahun berjalan; 6) memiliki teknologi informasi yang memadai, yaitu BPR mampu melakukan pembukuan pada saat transaksi berlangsung (real-time), disertai dengan mekanisme pengamanan mulai dari sistem, data, dan jaringan, serta terdapat mekanisme pemantauan dan evaluasi terhadap sarana teknologi informasi untuk penyelenggaraan layanan kepada nasabah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Otoritas Jasa Keuangan mengenai standar penyelenggaraan teknologi informasi bagi BPR dan BPRS; - 11 - 7) memenuhi kesiapan operasional berupa kelengkapan organisasi dan sumber daya manusia dengan kompetensi yang memadai mengenai teknologi informasi yang dibuktikan antara lain melalui pendidikan formal, pengalaman bekerja, dan/atau pelatihan terkait teknologi informasi yang pernah diikuti, serta sarana layanan dan pengaduan nasabah dilengkapi dengan dokumen sistem dan prosedur kerja pengaduan nasabah dan bukti pengumuman kepada nasabah; 8) menerapkan manajemen risiko yang mengacu pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penerapan manajemen risiko bagi BPR sesuai dengan tahap penerapannya dan dengan jenis risiko paling sedikit berupa risiko kredit, risiko operasional, risiko kepatuhan, dan risiko likuiditas; dan 9) tidak terdapat pelanggaran ketentuan terkait dengan BPR, yaitu pelanggaran atas ketentuan: a) larangan rangkap jabatan dan hubungan keluarga atau semenda serta kewajiban minimum jumlah anggota direksi dan anggota dewan komisaris; b) kewajiban BPR memiliki paling sedikit 1 (satu) pemegang saham dengan persentase kepemilikan saham paling sedikit 25% (dua puluh lima persen); c) kewajiban pemenuhan modal inti minimum; dan/atau d) pelanggaran lain yang menurut penilaian Otoritas Jasa Keuangan akan berdampak signifikan pada kinerja keuangan BPR yang membahayakan kelangsungan usahanya. b. Pengajuan permohonan pelaksanaan Kegiatan Usaha sebagaimana dimaksud pada huruf a harus dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dicantumkan dalam ketentuan Otoritas Jasa Keuangan mengenai rencana bisnis BPR dan BPRS yang paling sedikit memuat informasi dan penjelasan mengenai: 1) jenis dan deskripsi umum Kegiatan Usaha baru, antara lain: a) nama produk dan fitur atau fungsi yang ditawarkan; dan - 12 - b) informasi mengenai skema Kegiatan Usaha yang akan dilaksanakan; 2) waktu pelaksanaan Kegiatan Usaha baru, yaitu tanggal pertama kali Kegiatan Usaha diluncurkan kepada nasabah; 3) tujuan Kegiatan Usaha baru, antara lain segmen nasabah dan manfaat yang diharapkan atas pelaksanaan Kegiatan Usaha baru bagi nasabah; 4) keterkaitan Kegiatan Usaha baru dengan strategi bisnis BPR, berisi penjelasan mengenai: a) dukungan dan manfaat pelaksanaan Kegiatan Usaha baru terhadap peningkatan kinerja dan pencapaian target bisnis BPR sebagaimana tercantum dalam Rencana Bisnis BPR; dan b) analisis bisnis paling singkat 2 (dua) tahun pertama termasuk target nilai transaksi dan biaya atas pelaksanaan Kegiatan Usaha baru bagi BPR; 5) risiko atas pelaksanaan Kegiatan Usaha baru, meliputi hasil analisis dari identifikasi, pengukuran, dan pemantauan paling sedikit terhadap risiko kredit, risiko operasional, risiko kepatuhan, dan risiko likuiditas; 6) mitigasi risiko atas pelaksanaan Kegiatan Usaha baru, yang mencakup upaya atau kebijakan pengendalian atas risiko yang akan timbul dari pelaksanaan Kegiatan Usaha baru; dan 7) dokumen pendukung lain terkait kesiapan pelaksanaan Kegiatan Usaha apabila diperlukan, antara lain: a) kebijakan dan prosedur terkait dengan penerapan program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU dan PPT); b) bukti kesiapan operasional, antara lain terkait dengan prosedur pelaksanaan (standard operating procedures) dan penyediaan infrastruktur pendukung; c) bukti kesiapan perjanjian kerja sama dengan pihak ketiga atau rekanan, bagi Kegiatan Usaha yang melibatkan pihak ketiga; d) sistem informasi akuntansi termasuk penjelasan singkat mengenai keterkaitan sistem informasi - 13 - akuntansi tersebut dengan sistem informasi akuntansi BPR secara menyeluruh; e) struktur organisasi dan ketersediaan serta kesiapan sumber daya manusia yang menangani Kegiatan Usaha yang diajukan; f) dokumen atau konsep dokumen yang mendukung aspek transparansi dalam pemberian informasi kepada nasabah mengenai pelaksanaan Kegiatan Usaha baru yang meliputi antara lain perjanjian antara BPR dengan nasabah atau pihak lain, brosur, leaflet, warkat, dan/atau formulir aplikasi; atau g) dokumen kesiapan infrastruktur teknologi informasi, terkait dengan penyelenggaraan Kegiatan Usaha yang didukung dengan teknologi informasi, yang mengacu pada ketentuan Otoritas Jasa Keuangan mengenai standar penyelenggaraan teknologi informasi bagi BPR dan BPRS. Pengajuan permohonan di atas dilengkapi dengan bukti pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada huruf a. Dalam hal diperlukan, Otoritas Jasa Keuangan meminta informasi dan/atau dokumen pendukung lainnya terkait permohonan Kegiatan Usaha dimaksud. c. Pengajuan permohonan rencana pelaksanaan Kegiatan Usaha baru sebagaimana dimaksud pada huruf a disampaikan oleh BPR kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan menggunakan contoh surat permohonan dan checklist dokumen pengajuan permohonan sebagaimana Lampiran III.1 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. d. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atas permohonan rencana pelaksanaan Kegiatan Usaha sebagaimana dimaksud pada huruf c paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan berikut dokumen yang dipersyaratkan diterima secara lengkap. Jangka waktu tersebut tidak termasuk waktu yang diberikan kepada BPR untuk melengkapi, menambah, dan/atau memperbaiki dokumen yang dipersyaratkan untuk pengajuan permohonan. - 14 - e. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan rencana pelaksanaan Kegiatan Usaha berdasarkan: 1) penelitian pemenuhan persyaratan; dan 2) penelitian atas kelengkapan dokumen. f. Dalam hal dokumen permohonan rencana pelaksanaan Kegiatan Usaha yang disampaikan dinilai belum lengkap, BPR harus melengkapi kekurangan dokumen paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan yang menyatakan bahwa dokumen permohonan belum lengkap. g. Dalam hal dokumen permohonan rencana pelaksanaan Kegiatan Usaha yang disampaikan oleh BPR dinilai telah lengkap, Otoritas Jasa Keuangan menyampaikan surat pemberitahuan kepada BPR yang menyatakan bahwa dokumen permohonan rencana pelaksanaan Kegiatan Usaha telah lengkap. h. Bagi BPR yang mengajukan permohonan pelaksanaan Kegiatan Usaha sebagai: 1) penerbit Kartu ATM; 2) penerbit Kartu Debet; 3) penerbit Uang Elektronik; dan 4) penyedia layanan Electronic Banking terkait dengan penyelenggara jasa sistem pembayaran, pelaksanaan Kegiatan Usaha dimaksud dapat dilakukan dalam hal BPR telah memperoleh izin dari otoritas terkait. i. Batas waktu pelaksanaan Kegiatan Usaha yang membutuhkan perizinan dari otoritas terkait mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai masing-masing jenis Kegiatan Usaha yang diatur oleh otoritas terkait. j. BPR diberikan waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal persetujuan Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud pada huruf e untuk: 1) mengajukan kepada otoritas terkait dalam hal Kegiatan Usaha tersebut memerlukan izin dari otoritas dimaksud dengan tembusan kepada Otoritas Jasa Keuangan; 2) melaksanakan Kegiatan Usaha dalam hal Kegiatan Usaha tersebut dapat dilakukan berdasarkan persetujuan Otoritas Jasa Keuangan. - 15 - k. Dalam hal selama jangka waktu 6 (enam) bulan sebagaimana dimaksud pada huruf j BPR tidak mengajukan izin kepada otoritas terkait dan/atau tidak melaksanakan Kegiatan Usaha yang telah memperoleh persetujuan Otoritas Jasa Keuangan, persetujuan Otoritas Jasa Keuangan dinyatakan tidak berlaku. l. Dalam hal selama jangka waktu 6 (enam) bulan sebagaimana dimaksud pada huruf j atau selama proses perizinan di otoritas terkait kinerja BPR menurun sehingga tidak memenuhi persyaratan pelaksanaan Kegiatan Usaha, Otoritas Jasa Keuangan berwenang untuk membatalkan surat persetujuan yang telah disampaikan. m. Dalam hal surat persetujuan Otoritas Jasa Keuangan dinyatakan tidak berlaku atau batal sebagaimana dimaksud pada huruf k dan huruf l, namun BPR tetap berencana melaksanakan Kegiatan Usaha yang diajukan, BPR harus menyampaikan kembali permohonan rencana pelaksanaan Kegiatan Usaha baru kepada Otoritas Jasa Keuangan. n. BPR yang melakukan Kegiatan Usaha sebagaimana dimaksud pada angka 1 harus menyampaikan Laporan Realisasi Pelaksanaan Kegiatan Usaha paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal pelaksanaan Kegiatan Usaha dengan menggunakan format sebagaimana Lampiran III.2 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. o. Dalam hal Kegiatan Usaha BPR memerlukan izin dari otoritas terkait sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf b, Laporan Realisasi Pelaksanaan Kegiatan Usaha sebagaimana dimaksud pada huruf n harus disertai dengan fotokopi dokumen atau surat izin pelaksanaan Kegiatan Usaha dari otoritas dimaksud. p. Realisasi pelaksanaan Kegiatan Usaha dihitung sejak tanggal peluncuran Kegiatan Usaha tersebut kepada nasabah. Laporan Realisasi Pelaksanaan Kegiatan Usaha paling sedikit memuat informasi dan penjelasan: 1) jenis dan nama Kegiatan Usaha; 2) tanggal peluncuran Kegiatan Usaha; dan - 16 - 3) kesesuaian Kegiatan Usaha yang dilaksanakan dengan Kegiatan Usaha yang telah disetujui oleh Otoritas Jasa Keuangan. IV. KEGIATAN USAHA YANG WAJIB DILAPORKAN 1. Kegiatan Usaha yang Wajib Dilaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan Kegiatan Usaha yang wajib dilaporkan oleh BPR kepada Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) POJK Kegiatan Usaha dan Wilayah Jaringan Kantor BPR Berdasarkan Modal Inti adalah sebagai berikut: a. kegiatan agen layanan keuangan tanpa kantor dalam rangka keuangan inklusif (Laku Pandai); b. layanan pembayaran gaji bagi nasabah BPR; c. kegiatan pemasaran Uang Elektronik dari penerbit lain; d. pemindahan dana baik untuk kepentingan sendiri maupun kepentingan nasabah melalui rekening BPR di bank umum; e. kegiatan kerja sama dengan perusahaan asuransi untuk mereferensikan produk asuransi kepada nasabah yang terkait dengan produk BPR; dan f. menerima titipan dana dalam rangka pelayanan jasa pembayaran tagihan seperti pembayaran tagihan listrik, telepon, air, dan pajak. 2. Mekanisme Penyampaian Laporan Kegiatan Usaha yang Wajib Dilaporkan a. BPR yang melakukan Kegiatan Usaha sebagaimana dimaksud pada angka 1 menyampaikan laporan pelaksanaan Kegiatan Usaha dengan melampirkan dokumen pendukung yang paling sedikit memuat informasi dan penjelasan mengenai: 1) jenis dan deskripsi umum Kegiatan Usaha baru antara lain: a) nama produk dan fitur atau fungsi yang ditawarkan; dan b) informasi mengenai skema Kegiatan Usaha yang akan dilaksanakan; 2) waktu pelaksanaan Kegiatan Usaha baru, yaitu tanggal pertama kali Kegiatan Usaha diluncurkan kepada nasabah; - 17 - 3) tujuan Kegiatan Usaha baru, antara lain target yang diharapkan dari pelaksanaan Kegiatan Usaha sebagaimana tercantum dalam Rencana Bisnis BPR; 4) keterkaitan Kegiatan Usaha baru dengan strategi bisnis BPR, antara lain dukungan dan manfaat pelaksanaan Kegiatan Usaha; dan 5) dokumen atau informasi pendukung lain, terkait pelaksanaan Kegiatan Usaha baru, antara lain dokumen kerja sama dengan pihak ketiga dan prosedur operasional (standard operating procedures), dalam hal diperlukan. b. Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada huruf a disampaikan oleh BPR kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal pelaksanaan Kegiatan Usaha dengan menggunakan format sebagaimana Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. c. Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan menemukan penyimpangan atas pelaksanaan Kegiatan Usaha baru sebagaimana dimaksud pada angka 1, Otoritas Jasa Keuangan berwenang meminta kepada BPR untuk melakukan penyesuaian atau penghentian terhadap pelaksanaan Kegiatan Usaha tersebut. V. TATA CARA PELAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA PENUKARAN VALUTA ASING 1. BPR yang melakukan kegiatan usaha penukaran valuta asing harus menyampaikan laporan berkala kegiatan usaha penukaran valuta asing secara triwulanan kepada Otoritas Jasa Keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pedagang valuta asing. 2. Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan paling lambat akhir bulan berikutnya setelah akhir bulan ke-3 (tiga) dari triwulan yang bersangkutan. Yang dimaksud akhir triwulan adalah akhir bulan Maret, bulan Juni, bulan September, dan bulan Desember. Dalam hal tanggal akhir bulan berikutnya adalah hari Sabtu, Minggu, atau hari libur, laporan disampaikan paling lambat pada 1 (satu) hari kerja berikutnya. - 18 - 3. Kantor pusat BPR yang melakukan kegiatan usaha penukaran valuta asing harus menyampaikan laporan berkala kegiatan usaha penukaran valuta asing kepada Otoritas Jasa Keuangan, sebagai berikut: a. Kantor pusat BPR menyampaikan laporan kegiatan usaha penukaran valuta asing yang meliputi laporan transaksi penjualan dan pembelian uang kertas asing (banknotes) serta pembelian cek pelawat (traveller’s cheque), sesuai format pada Lampiran V.1 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. b. Laporan kegiatan usaha penukaran valuta asing yang disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan merupakan laporan kegiatan usaha penukaran valuta asing secara konsolidasi yang meliputi laporan kantor pusat dan seluruh kantor cabang. c. Penyusunan laporan kegiatan usaha penukaran valuta asing mengacu pada Lampiran V.2 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 4. Selain laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1, kantor pusat BPR yang melakukan kegiatan usaha penukaran valuta asing menyampaikan laporan transaksi keuangan mencurigakan serta laporan transaksi keuangan tunai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai APU dan PPT. 5. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dibuat secara lengkap, benar, dan akurat dengan membubuhkan stempel BPR, serta disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan secara luring (offline) dalam bentuk hardcopy dan softcopy dengan surat pengantar yang ditandatangani oleh Direksi BPR. VI. PENGHENTIAN KEGIATAN USAHA ATAS PERMINTAAN OTORITAS JASA KEUANGAN 1. Otoritas Jasa Keuangan berwenang meminta kepada BPR untuk menghentikan Kegiatan Usaha dalam waktu yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan, baik bersifat sementara maupun permanen berdasarkan penilaian Otoritas Jasa Keuangan atas penyimpangan yang terjadi: - 19 - a. Kegiatan Usaha yang dilakukan: 1) tidak sesuai dengan rencana Kegiatan Usaha yang diajukan kepada Otoritas Jasa Keuangan; 2) berpotensi menimbulkan kerugian yang signifikan terhadap kondisi keuangan BPR; 3) berpotensi meningkatkan risiko reputasi BPR secara signifikan karena adanya pengaduan atau tuntutan dari nasabah; dan/atau 4) tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan seperti pelanggaran terhadap ketentuan Otoritas Jasa Keuangan berupa penghentian sementara sebagian kegiatan usaha BPR sebagaimana diatur dalam POJK Kegiatan Usaha dan Wilayah Jaringan Kantor BPR Berdasarkan Modal Inti; dan/atau b. BPR tidak menerapkan manajemen risiko yang memadai atas Kegiatan Usaha yang dilaksanakan. 2. BPR yang diperintahkan untuk menghentikan Kegiatan Usaha sebagaimana dimaksud pada angka 1 harus segera menghentikan penawaran, penjualan, dan/atau perjanjian atau transaksi baru atas Kegiatan Usaha yang harus dihentikan. 3. Dalam hal BPR diperintahkan untuk menghentikan Kegiatan Usaha secara permanen, selain melakukan penghentian sebagaimana dimaksud pada angka 2, BPR menyampaikan rencana tindak (action plan) kepada Otoritas Jasa Keuangan atas penyelesaian kewajiban kepada nasabah terkait Kegiatan Usaha yang telah dilaksanakan paling lama 1 (satu) bulan sejak BPR diperintahkan untuk menghentikan Kegiatan Usaha. 4. Prosedur dan tata cara penghentian Kegiatan Usaha mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan terkait yang berlaku termasuk bagi Kegiatan Usaha BPR yang memerlukan izin dari otoritas terkait sebagaimana dimaksud pada butir III.1.b. VII. PENGHENTIAN KEGIATAN USAHA PENUKARAN VALUTA ASING OLEH BPR 1. BPR dapat menghentikan seluruh kegiatan usaha penukaran valuta asing di kantor pusat dan di kantor lainnya dengan terlebih dahulu menyampaikan rencana penghentian kegiatan usaha penukaran - 20 - valuta asing kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lama 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal penghentian kegiatan usaha penukaran valuta asing, sebagaimana Lampiran VI.1 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 2. Permohonan rencana penghentian kegiatan usaha penukaran valuta asing BPR sebagaimana dimaksud pada angka 1 disertai dengan dokumen: a. alasan penghentian; dan b. pernyataan yang ditandatangani oleh Direksi BPR bahwa seluruh aset (uang kertas asing dan cek pelawat) terkait kegiatan usaha penukaran valuta asing yang dilaksanakan sebelum tanggal penghentian telah diselesaikan dan sepenuhnya menjadi tanggung jawab BPR. 3. Otoritas Jasa Keuangan menyampaikan persetujuan penghentian kegiatan usaha penukaran valuta asing BPR paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah permohonan penghentian kegiatan usaha penukaran valuta asing BPR diterima secara lengkap. 4. Pelaksanaan penghentian kegiatan usaha penukaran valuta asing BPR sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilaporkan oleh BPR kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal pelaksanaan penghentian kegiatan usaha penukaran valuta asing BPR, sebagaimana Lampiran VI.2 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 5. Penghentian kegiatan usaha penukaran valuta asing BPR pada 1 (satu) atau lebih kantor BPR dilaporkan oleh kantor pusat BPR kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah tanggal pelaksanaan penghentian kegiatan usaha penukaran valuta asing di kantor BPR disertai alasan penghentian, sebagaimana Lampiran VI.3 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. VIII. WILAYAH JARINGAN KANTOR BPR 1. Ruang Lingkup a. Jaringan Kantor dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini adalah kantor BPR yang meliputi kantor cabang, kantor kas, kegiatan pelayanan kas, dan perangkat perbankan elektronis - 21 - sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Otoritas Jasa Keuangan mengenai BPR. b. Pembukaan Jaringan Kantor dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini adalah pembukaan Jaringan Kantor BPR termasuk pembukaan kantor yang berasal dari pemindahan alamat atau perubahan status kantor BPR. 2. Batas Wilayah dan Pemindahan Alamat Jaringan Kantor a. Batas Wilayah Jaringan Kantor dan Jumlah Kantor Cabang sesuai Kelompok BPRKU 1) BPRKU 1 a) BPRKU 1 hanya dapat melakukan Pembukaan Jaringan Kantor BPR dalam 1 (satu) wilayah kabupaten atau kota yang sama dengan kabupaten atau kota lokasi kantor pusat BPR. Jumlah kantor cabang yang dapat dimiliki paling banyak 20 (dua puluh) kantor, meliputi kantor cabang yang telah ada maupun yang akan dibuka oleh BPR. Contoh: BPR “A” dengan modal inti sebesar Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) yang berkantor pusat di Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat, telah memiliki 5 (lima) kantor cabang. BPR “A” dapat melakukan pembukaan kantor cabang baru paling banyak 15 (lima belas) kantor di wilayah Kabupaten Cirebon. b) BPRKU 1 yang telah memenuhi Modal Inti paling sedikit Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah) dapat melakukan Pembukaan Jaringan Kantor BPR di kabupaten atau kota yang sama dengan lokasi kantor pusat BPR dan/atau kabupaten atau kota yang berbatasan langsung dengan kabupaten atau kota lokasi kantor pusat BPR, dalam 1 (satu) wilayah provinsi yang sama. Jumlah kantor cabang yang dapat dimiliki paling banyak 30 (tiga puluh) kantor meliputi kantor cabang yang telah ada maupun yang akan dibuka oleh BPR. - 22 - Contoh: (1) BPR “B” dengan modal inti sebesar Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah) yang berkantor pusat di Kabupaten Sidoarjo, Provinsi Jawa Timur, telah memiliki 10 (sepuluh) kantor cabang. BPR “B” dapat melakukan pembukaan kantor cabang baru paling banyak 20 (dua puluh) kantor di Kabupaten Sidoarjo, Kota Surabaya, Kabupaten Gresik, Kabupaten (2) BPR “C” dan/atau Kabupaten Pasuruan. dengan modal inti Mojokerto, sebesar Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah) yang berkantor pusat di Kota Magelang, Provinsi Jawa Tengah, telah memiliki 7 (tujuh) kantor cabang. BPR “C” dapat melakukan pembukaan kantor cabang baru paling banyak 23 (dua puluh tiga) kantor di Kota Magelang dan Kabupaten Magelang. 2) BPRKU 2 BPRKU 2 hanya dapat melakukan Pembukaan Jaringan Kantor BPR di kabupaten atau kota yang sama dengan lokasi kantor pusat BPR dan/atau kabupaten atau kota yang berbatasan langsung baik dengan daratan ataupun wilayah laut dengan kabupaten atau kota lokasi kantor pusat BPR, dalam 1 (satu) wilayah provinsi yang sama. Jumlah kantor cabang yang dapat dimiliki paling banyak 40 (empat puluh) kantor, meliputi kantor cabang yang telah ada maupun yang akan dibuka oleh BPR. Contoh: a) BPR “D” dengan modal inti sebesar Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) yang berkantor pusat di Kota Batu, Provinsi Jawa Timur, telah memiliki 14 (empat belas) kantor cabang. BPR “D” dapat melakukan pembukaan kantor cabang baru paling banyak 26 (dua puluh enam) kantor di wilayah Kota Batu, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten - 23 - Pasuruan, dan/atau Kabupaten Malang di Provinsi Jawa Timur. b) BPR “E” dengan modal inti sebesar Rp45.000.000.000,00 (empat puluh lima miliar rupiah) yang berkantor pusat di Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau, telah memiliki 16 (enam belas) kantor cabang. BPR “E” dapat melakukan pembukaan kantor cabang baru paling banyak 24 (dua puluh empat) kantor di wilayah Kota Batam, Kabupaten Karimun, Kabupaten Lingga, Kabupaten Bintan dan/atau Kabupaten Tanjungpinang yang wilayahnya dipisahkan laut di Provinsi Kepulauan Riau. 3) BPRKU 3 BPRKU 3 dapat melakukan Pembukaan Jaringan Kantor BPR di provinsi lokasi kantor pusat BPR dan di kabupaten atau kota pada provinsi lain yang berbatasan langsung dengan provinsi lokasi kantor pusat BPR. Jumlah kantor cabang yang dapat dimiliki paling banyak 70 (tujuh puluh) kantor meliputi kantor cabang yang telah ada maupun yang akan dibuka oleh BPR. Kantor cabang BPRKU 3 yang dapat dibuka di provinsi lain paling banyak 20% (dua puluh persen) dari jumlah kantor cabang yang dimiliki. Dalam hal lokasi kabupaten atau kota pada provinsi lain yang berbatasan langsung dengan provinsi lokasi kantor pusat BPR dipisahkan oleh wilayah laut, pembukaan kantor cabang BPR dapat dilakukan dengan mempertimbangkan jarak antara daratan kabupaten atau kota pada provinsi lain yang menjadi lokasi kantor cabang yang akan dibuka dengan daratan provinsi lokasi kantor pusat BPR paling jauh dua kali batas daerah di laut, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri mengenai pedoman penegasan batas daerah. Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri yang berlaku pada saat Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini diterbitkan, penentuan batas daerah di laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan paling jauh 12 (dua belas) mil laut untuk provinsi. Oleh karena itu, BPR dapat melakukan - 24 - Pembukaan Jaringan Kantor apabila jarak antara daratan kedua provinsi yang dipisahkan oleh wilayah laut paling jauh 24 (dua puluh empat) mil laut. Contoh: a) BPR “F” dengan modal inti sebesar Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) yang berkantor pusat di Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah, telah memiliki 25 (dua puluh lima) kantor cabang di seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Tengah. Dalam hal BPR “F” akan melakukan pembukaan kantor cabang baru, jumlah dan wilayah kantor cabang yang dapat dibuka paling banyak: (1) 45 (empat puluh lima) kantor cabang baru di seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Tengah; atau (2) 5 (lima) kantor cabang baru di kabupaten atau kota pada provinsi lain yang berbatasan langsung dengan provinsi lokasi kantor pusat BPR. Kabupaten atau kota pada provinsi lain yang berbatasan langsung dengan provinsi lokasi kantor pusat BPR “F” adalah: i. Kabupaten Sleman, Kabupaten Kulonprogo, dan Kabupaten Gunung Kidul di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta; ii. Kabupaten Cirebon, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Ciamis, dan Kota Banjar di Provinsi Jawa Barat; dan iii. Kabupaten Tuban, Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Ngawi, Kabupaten Magetan, Kabupaten Ponorogo, dan Kabupaten Pacitan di Provinsi Jawa Timur. b) BPR “G” dengan modal inti Rp450.000.000.000,00 (empat ratus lima puluh miliar rupiah) yang berkantor pusat di Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur, telah memiliki 30 (tiga puluh) kantor cabang di seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Timur dan 5 (lima) kantor cabang di Provinsi Jawa Tengah. Dalam - 25 - hal BPR “G” akan melakukan pembukaan kantor cabang baru, jumlah dan wilayah kantor cabang yang dapat dibuka paling banyak: (1) 35 (tiga puluh lima) kantor cabang baru di seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Timur; atau (2) 2 (dua) kantor cabang baru di kabupaten atau kota pada provinsi lain yang berbatasan langsung dengan provinsi lokasi kantor pusat BPR. Kabupaten atau kota pada provinsi lain yang berbatasan langsung dengan provinsi lokasi kantor pusat BPR “G” adalah: i. kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang berbatasan daratan, yaitu Kabupaten Rembang, Kabupaten Blora, Kabupaten Grobogan, Kabupaten Sragen, Kabupaten Karanganyar, dan Kabupaten Wonogiri; dan ii. kabupaten di Provinsi Bali yang berbatasan laut (Selat Bali) dengan jarak kurang dari 24 (dua puluh empat) mil laut yaitu Kabupaten Buleleng dan Kabupaten Jembrana. b. Pemindahan Alamat Jaringan Kantor Pemindahan alamat terhadap Jaringan Kantor BPRKU 1 dan BPRKU 2 yang telah ada sebelum berlakunya POJK Kegiatan Usaha dan Wilayah Jaringan Kantor BPR Berdasarkan Modal Inti dapat dilakukan pada kabupaten atau kota yang sama dengan Jaringan Kantor yang melakukan pemindahan alamat, atau sebagaimana diatur dalam Pasal 13 dan Pasal 14 POJK Kegiatan Usaha dan Wilayah Jaringan Kantor BPR Berdasarkan Modal Inti. Contoh: 1) BPR “H” dengan modal inti Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) berkantor pusat di Kota Blitar dan telah memiliki 1 (satu) kantor cabang di Kabupaten Blitar sebelum berlakunya POJK Kegiatan Usaha dan Wilayah Jaringan Kantor BPR Berdasarkan Modal Inti. BPR “H” dapat melakukan pemindahan alamat kantor pusat di Kota Kediri - 26 - atau melakukan pemindahan alamat kantor cabang di Kabupaten Blitar atau ke Kota Blitar. 2) BPR “I” dengan modal inti Rp16.000.000.000,00 (enam belas miliar rupiah) berkantor pusat di Kabupaten Kebumen dan telah memiliki kantor cabang di Kabupaten Purworejo sebelum berlakunya POJK Kegiatan Usaha dan Wilayah Jaringan Kantor BPR Berdasarkan Modal Inti. BPR “I” dapat melakukan pemindahan alamat kantor cabang di Kabupaten Purworejo atau ke Kabupaten Kebumen atau kabupaten yang berbatasan langsung dengan kantor pusat yaitu Kabupaten Cilacap, Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Wonosobo, dan Kabupaten Banyumas. 3. Penetapan Jumlah Kantor Cabang BPR Otoritas Jasa Keuangan berwenang menetapkan jumlah kantor cabang individual BPR yang berbeda dengan jumlah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Pasal 14, dan Pasal 15 POJK Kegiatan Usaha dan Wilayah Jaringan Kantor BPR Berdasarkan Modal Inti termasuk jarak Pembukaan Jaringan Kantor pada provinsi lain yang dipisahkan oleh daratan atau wilayah laut yang berbeda dengan jarak sebagaimana dimaksud pada butir 2.a.3) menurut pertimbangan tertentu yang didasarkan pada: a. kemampuan rentang kendali; b. persaingan yang sehat, perluasan akses keuangan bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan produktif (financial inclusion); c. upaya pemerataan pembangunan di daerah; dan/atau d. pengembangan kegiatan usaha individual kantor cabang BPR ke depan sehingga BPR dapat berkembang dan beroperasi secara berkesinambungan. 4. Pemekaran Wilayah Dalam hal terjadi pemekaran wilayah yang menyebabkan kantor cabang dan kantor pusat BPR berada di wilayah provinsi yang berbeda, Jaringan Kantor BPR tetap dapat beroperasi di wilayah semula kecuali BPR mengalami perubahan kelompok BPRKU yang lebih rendah yang mengakibatkan penyesuaian terhadap wilayah Jaringan Kantor. - 27 - Contoh: BPR “J” dengan modal inti Rp35.000.000.000,00 (tiga puluh lima miliar rupiah) berkantor pusat di Kota X, Provinsi Sulawesi Selatan, dan memiliki kantor cabang di Kabupaten Z yang merupakan kabupaten hasil pemekaran dan berada di Provinsi Sulawesi Barat. Jaringan Kantor BPR “J” tetap dapat beroperasi di Kabupaten Z, Provinsi Sulawesi Barat, kecuali BPR “J” mengalami penurunan modal inti menjadi BPRKU 1. 5. Jaringan Kantor BPR Hasil Penggabungan dan Peleburan a. Jaringan Kantor BPR yang pada saat berlakunya POJK Kegiatan Usaha dan Wilayah Jaringan Kantor BPR Berdasarkan Modal Inti berlokasi di luar wilayah yang diperkenankan menurut BPRKU tetap dapat beroperasi tanpa harus menyesuaikan wilayah, kecuali BPR mengalami penurunan kelompok BPRKU yang lebih rendah. Jumlah Jaringan Kantor yang tetap dapat beroperasi setelah terjadinya penggabungan atau peleburan disesuaikan berdasarkan analisis bisnis BPR hasil penggabungan atau peleburan tersebut. b. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf a berlaku pula bagi Jaringan Kantor BPR hasil penggabungan atau peleburan sepanjang berlokasi pada provinsi yang sama, sebagai berikut: 1) Dalam hal BPR hasil penggabungan atau peleburan termasuk dalam kelompok BPRKU 1, jaringan kantor yang telah ada sebelum berlakunya POJK Kegiatan Usaha dan Wilayah Jaringan Kantor BPR Berdasarkan Modal Inti dan berlokasi di luar wilayah yang diperkenankan menurut BPRKU tetap dapat beroperasi tanpa harus melakukan relokasi atau penutupan sepanjang BPR hasil penggabungan atau peleburan memenuhi persyaratan modal inti minimum sesuai dengan tahapan mengacu pada ketentuan Otoritas Jasa Keuangan mengenai kewajiban penyediaan modal minimum dan pemenuhan modal inti minimum BPR. 2) Dalam hal BPR hasil penggabungan atau peleburan termasuk dalam kelompok BPRKU 2, jaringan kantor yang telah ada sebelum berlakunya POJK Kegiatan Usaha dan Wilayah Jaringan Kantor BPR Berdasarkan Modal Inti dan - 28 - berlokasi di luar wilayah yang diperkenankan menurut BPRKU tetap dapat beroperasi tanpa harus melakukan relokasi atau penutupan sepanjang BPR hasil penggabungan atau peleburan tidak mengalami penurunan kelompok BPRKU. Contoh: 1) BPR “K” dalam kelompok BPRKU 1 yang berkantor pusat di Kabupaten Limapuluh Kota, Provinsi Sumatera Barat, dan memiliki kantor cabang di Kabupaten Limapuluh Kota melakukan peleburan dengan BPR “L” dalam kelompok BPRKU 1 yang berkantor pusat di Kota Pariaman dan memiliki kantor cabang di Kabupaten Padangpariaman. Hasil peleburan kedua BPR tersebut adalah BPR “M” dalam kelompok BPRKU 1 yang berkantor pusat di Kabupaten Limapuluh Kota. Kantor cabang yang dimiliki BPR “K” dan BPR “L” sebelum berlakunya POJK Kegiatan Usaha dan Wilayah Jaringan Kantor BPR Berdasarkan Modal Inti tetap dapat beroperasi di wilayah kabupaten semula sebagai kantor cabang BPR “M” sekalipun berada di beberapa wilayah kabupaten yang berbeda. 2) BPR “N” dalam kelompok BPRKU 2 yang berkantor pusat di Kota Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur, dan memiliki kantor cabang di Kabupaten Timor Tengah Selatan melakukan penggabungan dengan BPR “O” dalam kelompok BPRKU 2 yang berkantor pusat di Kabupaten Sumba Timur dan memiliki kantor cabang di kabupaten yang sama. Hasil penggabungan kedua BPR tersebut berkantor pusat di Kota Kupang. Dalam hal BPR “O” menjadi kantor cabang BPR hasil penggabungan, kantor cabang BPR “N” di Kabupaten Timor Tengah Selatan dan kantor cabang BPR “O” di Kabupaten Sumba Timur yang berdiri sebelum berlakunya POJK Kegiatan Usaha dan Wilayah Jaringan Kantor BPR Berdasarkan Modal Inti dan akan dipertahankan sebagai kantor cabang, kedua kantor cabang BPR hasil penggabungan tetap dapat beroperasi di Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Kabupaten Sumba Timur sekalipun - 29 - kedua wilayah tersebut bukan merupakan kabupaten atau kota yang berbatasan langsung. c. Beberapa BPR yang berlokasi di provinsi yang berbeda dapat melakukan penggabungan atau peleburan menjadi satu BPR dengan batasan wilayah Jaringan Kantor pada provinsi lokasi kantor pusat dan di kabupaten atau kota pada provinsi lain yang berbatasan langsung dengan provinsi lokasi kantor pusat BPR, sepanjang BPR hasil penggabungan atau peleburan memenuhi jumlah Modal Inti kelompok BPRKU 3. IX. PERLAKUAN TERHADAP BPR YANG MENGALAMI PENURUNAN MODAL INTI 1. Pemenuhan Persyaratan Jumlah Modal Inti pada BPRKU Semula a. BPR yang mengalami penurunan Modal Inti selama 6 (enam) bulan berturut-turut sehingga tidak memenuhi persyaratan Modal Inti BPRKU semula dan harus dikelompokkan ke dalam BPRKU yang lebih rendah, menyampaikan rencana tindak (action plan) dalam rangka pemenuhan persyaratan jumlah Modal Inti pada BPRKU semula kepada Otoritas Jasa Keuangan, paling lambat akhir bulan ke-8 sejak terjadinya penurunan Modal Inti. Rencana tindak (action plan) dalam rangka pemenuhan persyaratan jumlah Modal Inti pada BPRKU semula sebagaimana format Lampiran VII.1 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. Contoh: BPR “P” dalam kelompok BPRKU 2 dengan Modal Inti Rp15.500.000.000,00 (lima belas miliar lima ratus juta rupiah) mengalami penurunan Modal Inti menjadi Rp14.000.000.000,00 (empat belas miliar rupiah) selama 6 (enam) bulan berturut- turut sejak bulan Juli sampai dengan bulan Desember, sehingga BPR “P” wajib menyampaikan rencana tindak (action plan) dalam rangka pemenuhan persyaratan jumlah Modal Inti BPRKU 2 paling lambat pada akhir bulan Februari tahun berikutnya. b. Rencana tindak (action plan) dalam rangka pemenuhan persyaratan jumlah Modal Inti pada BPRKU semula sebagaimana dimaksud pada huruf a paling sedikit menguraikan: - 30 - 1) penyebab penurunan Modal Inti; dan 2) upaya atau langkah konkret dan tahapan pemenuhan persyaratan jumlah Modal Inti sesuai BPRKU semula; dan/atau 3) hal lain yang perlu diinformasikan kepada Otoritas Jasa Keuangan. c. Dalam rangka pemberian persetujuan, Otoritas Jasa Keuangan melakukan penelitian terhadap dokumen rencana tindak (action plan) yang disampaikan dan menilai kewajaran rencana tindak (action plan) dalam rangka pemenuhan persyaratan jumlah Modal Inti pada BPRKU semula sebagaimana dimaksud pada huruf b. d. Otoritas Jasa Keuangan menyampaikan surat persetujuan atas penyampaian rencana tindak (action plan) paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak rencana tindak (action plan) diterima oleh Otoritas Jasa Keuangan. Jangka waktu tersebut tidak termasuk waktu yang diberikan kepada BPR untuk melengkapi atau memperbaiki rencana tindak. e. Dalam hal rencana tindak (action plan) dalam rangka pemenuhan persyaratan jumlah Modal Inti pada BPRKU semula yang disampaikan oleh BPR: 1) dinilai perlu diperbaiki, Otoritas Jasa Keuangan dapat meminta BPR untuk melakukan penyesuaian rencana tindak (action plan) paling lama 5 (lima) hari kerja sejak tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan; atau 2) disetujui oleh Otoritas Jasa Keuangan, BPR melaksanakan penyelesaian rencana tindak (action plan) paling lama 1 (satu) tahun sejak tanggal surat persetujuan Otoritas Jasa Keuangan. f. BPR menyampaikan laporan realisasi pemenuhan persyaratan jumlah Modal Inti pada BPRKU semula kepada Otoritas Jasa Keuangan secara triwulanan. g. BPR yang telah memperoleh persetujuan atas rencana tindak (action plan) sebagaimana dimaksud pada huruf e angka 2): 1) tetap dapat melakukan Kegiatan Usaha yang telah dilakukan, termasuk melakukan transaksi baru dengan nasabah, sepanjang BPR dapat merealisasikan tahapan - 31 - pemenuhan Modal Inti sebagaimana dimuat dalam rencana tindak (action plan); atau 2) tidak diperkenankan melakukan penawaran, penjualan, dan/atau perjanjian atau transaksi baru dengan nasabah termasuk pembukaan Jaringan Kantor sampai dengan terpenuhinya Modal Inti semula, dalam hal BPR tidak dapat melaksanakan tahapan pemenuhan Modal Inti sebagaimana dimuat dalam rencana tindak (action plan). Contoh: BPR “Q” dalam kelompok BPRKU 2 yang melakukan Kegiatan Usaha sebagai penerbit Kartu ATM atau penerbit Uang Elektronik, mengalami penurunan modal inti menjadi BPRKU 1 sejak Januari 2018. Dalam hal BPR “Q” tidak dapat melaksanakan tahapan pemenuhan Modal Inti sebagaimana rencana tindak (action plan) yang telah disetujui oleh Otoritas Jasa Keuangan, BPR “Q” harus melakukan penghentian penerbitan Kartu ATM atau Uang Elektronik baru kepada nasabah pada periode triwulan berikutnya. h. BPR yang tidak menyampaikan rencana tindak (action plan) pemenuhan persyaratan jumlah Modal Inti pada BPRKU semula hingga jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf a terlampaui, menyesuaikan seluruh Kegiatan Usaha dan/atau Wilayah Jaringan Kantor dengan Kegiatan Usaha dan/atau Wilayah Jaringan Kantor BPRKU sesuai tingkat yang lebih rendah. 2. Penyesuaian Kegiatan Usaha dan/atau Wilayah Jaringan Kantor a. BPR wajib menyesuaikan seluruh Kegiatan Usaha dan/atau Wilayah Jaringan Kantor sesuai tingkat yang lebih rendah dalam hal BPR tidak dapat menyelesaikan rencana tindak (action plan) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (5) POJK Kegiatan Usaha dan Wilayah Jaringan Kantor BPR Berdasarkan Modal Inti. b. BPR dikelompokkan dalam BPRKU yang lebih rendah dalam hal memenuhi kondisi sebagaimana dimaksud dalam romawi I angka 6. - 32 - c. Penyesuaian Kegiatan Usaha dan/atau wilayah Jaringan Kantor dengan BPRKU yang lebih rendah berlaku pula bagi: 1) BPRKU 1 yang mengalami penurunan Modal Inti menjadi kurang dari Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah) sehingga tidak memenuhi persyaratan sebagai penerbit Kartu ATM dan jumlah Jaringan Kantor yang dibuka menjadi paling banyak 20 (dua puluh) kantor cabang; dan 2) BPRKU 3 yang mengalami penurunan Modal Inti menjadi kurang dari Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) sehingga tidak memenuhi persyaratan untuk melaksanakan Kegiatan Usaha sebagai penyelenggara Laku Pandai. d. Otoritas Jasa Keuangan menyampaikan surat pemberitahuan kepada BPR yang tidak dapat menyelesaikan rencana tindak (action plan) pemenuhan persyaratan jumlah Modal Inti pada BPRKU semula setelah batas waktu penyelesaian rencana tindak (action plan) tersebut terlampaui untuk segera menyesuaikan seluruh Kegiatan Usaha dan/atau wilayah Jaringan Kantor dengan kegiatan BPRKU sesuai tingkat yang lebih rendah. e. Otoritas Jasa Keuangan dapat meminta kepada BPR untuk menyampaikan rencana penyesuaian Kegiatan Usaha dan/atau wilayah Jaringan Kantor paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud pada huruf d. f. Penyesuaian Kegiatan Usaha dan/atau wilayah Jaringan Kantor sebagaimana dimaksud pada huruf e dilakukan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak batas akhir pelaksanaan rencana tindak (action plan) pemenuhan persyaratan jumlah Modal Inti pada BPRKU semula. g. Penyesuaian Kegiatan Usaha sebagaimana dimaksud dalam huruf f adalah penghentian Kegiatan Usaha yang diperkenankan untuk BPRKU sebelum mengalami penurunan Modal Inti. Sementara itu, penyesuaian wilayah Jaringan Kantor BPR adalah penutupan atau pemindahan kantor cabang sehingga memenuhi jumlah kantor cabang dan wilayah Jaringan Kantor yang diperkenankan bagi BPRKU setelah mengalami penurunan Modal Inti. - 33 - h. Penyesuaian Kegiatan Usaha selama jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf f dilakukan oleh BPR dengan cara menghentikan penawaran, penjualan, dan/atau perjanjian atau transaksi baru atas Kegiatan Usaha yang diperkenankan untuk dilakukan oleh BPRKU sebelum mengalami penurunan Modal Inti. Contoh: BPR “R” dalam kelompok BPRKU 3 yang melakukan Kegiatan Usaha dalam bentuk kegiatan sebagai penerbit Kartu ATM atau penyediaan layanan Electronic Banking, mengalami penurunan Modal Inti menjadi BPRKU 2 sejak Januari 2018. Dalam hal BPR “R” tidak dapat melaksanakan penyelesaian rencana tindak (action plan) pemenuhan Modal Inti pada BPRKU semula sampai dengan akhir Agustus 2019 maka sejak awal September 2019 BPR “R” harus melakukan penghentian penawaran baru Kartu ATM dan pemberian layanan Kartu ATM atau Electronic Banking termasuk kepada nasabah existing dan menyampaikan laporan penyesuaian Kegiatan Usaha paling lama akhir Agustus 2020. i. Dalam hal BPR melakukan penambahan modal disetor selama jangka waktu penyesuaian Kegiatan Usaha dan/atau wilayah Jaringan Kantor, proses penghentian Kegiatan Usaha dan/atau penutupan Jaringan Kantor BPR tetap dilakukan. Dalam hal berdasarkan penambahan modal disetor tersebut BPR telah memenuhi persyaratan Modal Inti pada BPRKU semula atau lebih tinggi dan BPR akan melakukan Kegiatan Usaha yang telah dihentikan atau membuka Jaringan Kantor yang telah ditutup tersebut, BPR harus mengajukan kembali permohonan persetujuan atau perizinan Kegiatan Usaha dan/atau pembukaan Jaringan Kantor setelah proses penghentian dan/atau penutupan tersebut selesai dilakukan dan dilaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan. j. Prosedur dan tata cara penghentian Kegiatan Usaha mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan terkait termasuk bagi Kegiatan Usaha BPR yang memerlukan izin dari otoritas terkait. Dalam hal perizinan Kegiatan Usaha yang harus disesuaikan oleh BPR merupakan kewenangan otoritas atau lembaga lain, BPR memberitahukan kepada otoritas atau - 34 - lembaga tersebut mengenai surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan tentang penghentian Kegiatan Usaha dengan tembusan kepada Otoritas Jasa Keuangan. k. Selama jangka waktu penyesuaian sebagaimana dimaksud pada huruf f, BPR melakukan proses penutupan atau pemindahan kantor cabang sehingga memenuhi jumlah kantor cabang dan wilayah Jaringan Kantor yang diperkenankan bagi BPRKU setelah mengalami penurunan Modal Inti BPR. Contoh: BPR “T” dalam kelompok BPRKU 3 yang memiliki 45 (empat puluh lima) kantor cabang dengan wilayah Jaringan Kantor hingga kabupaten atau kota yang berbatasan langsung dengan provinsi lokasi kantor pusat, mengalami penurunan Modal Inti menjadi BPRKU yang lebih rendah sejak Januari 2018. Dalam hal BPR “T” tidak dapat melaksanakan penyelesaian rencana tindak (action plan) pemenuhan Modal Inti sampai akhir Agustus 2019, sejak awal September 2019 BPR “T” harus melakukan penutupan atau pemindahan kantor cabang sehingga sesuai dengan jumlah dan wilayah Jaringan Kantor BPRKU setelah mengalami penurunan Modal Inti. l. Tata cara dan mekanisme penyesuaian dan penutupan Jaringan Kantor sebagaimana dimaksud pada huruf k mengacu pada ketentuan Otoritas Jasa Keuangan mengenai BPR. m. Setelah jangka waktu penyesuaian Kegiatan Usaha dan/atau wilayah Jaringan Kantor yang tidak sesuai dengan BPRKU berakhir, BPR menyampaikan laporan realisasi penyesuaian Kegiatan Usaha dan/atau wilayah Jaringan Kantor yang paling sedikit memuat: 1) Kegiatan Usaha a) Kegiatan Usaha yang dihentikan disertai informasi antara lain mengenai nilai nominal (outstanding), jumlah nasabah atau pengguna layanan, sisa jangka waktu terlama (apabila ada) dari masing-masing Kegiatan Usaha yang dihentikan; b) waktu penyelesaian akhir Kegiatan Usaha yang tidak sesuai dengan kelompok BPRKU; dan - 35 - c) bukti komunikasi atau pemberitahuan kepada nasabah atau stakeholders mengenai penghentian Kegiatan Usaha, berupa surat atau pengumuman yang memuat informasi dan langkah yang dapat dilakukan nasabah atau masyarakat terkait Kegiatan Usaha yang dihentikan; dan/atau d) hal lain yang perlu diinformasikan kepada Otoritas Jasa Keuangan. 2) Jaringan Kantor a) penyesuaian wilayah Jaringan Kantor sesuai dengan kelompok BPRKU yang lebih rendah; b) penutupan kantor cabang sesuai dengan jumlah kantor cabang yang diperkenankan bagi kelompok BPRKU yang lebih rendah; c) penyesuaian terhadap Jaringan Kantor lain yang menginduk pada kantor cabang dimaksud; d) waktu pelaksanaan penyesuaian dan/atau penutupan Jaringan Kantor yang tidak sesuai dengan BPRKU; dan e) bukti komunikasi atau pemberitahuan kepada nasabah atau stakeholders mengenai penyesuaian wilayah dan penutupan Jaringan Kantor, berupa surat atau pengumuman yang memuat informasi dan langkah yang dapat dilakukan nasabah atau masyarakat terkait penutupan Jaringan Kantor; dan/atau f) hal lain yang perlu diinformasikan kepada Otoritas Jasa Keuangan. Format laporan realisasi penyesuaian Kegiatan Usaha dan/atau wilayah Jaringan Kantor sebagaimana Lampiran VII.2 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. X. PENGAJUAN PERMOHONAN, LAPORAN, DAN RENCANA TINDAK (ACTION PLAN) Permohonan persetujuan pelaksanaan Kegiatan Usaha, laporan pelaksanaan Kegiatan Usaha, dan penyampaian rencana tindak (action plan) ditujukan kepada: - 36 - 1. Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan, bagi BPR yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan; atau 2. Kantor Otoritas Jasa Keuangan, bagi BPR yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Otoritas Jasa Keuangan. XI. PENUTUP Pada saat Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku, Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/38/DPBPR perihal Tata Cara Perizinan dan Pelaporan bagi Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah yang Melakukan Kegiatan Usaha sebagai Pedagang Valuta Asing dinyatakan tidak berlaku bagi BPR. Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 19 Juli 2017 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN OTORITAS JASA KEUANGAN, Salinan sesuai dengan aslinya, Direktur Hukum I Departemen Hukum, ttd Yuliana Salinan ini sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana ttd NELSON TAMPUBOLON
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 45/SEOJK.03/2017 </reg_id> <reg_title> KEGIATAN USAHA DAN WILAYAH JARINGAN KANTOR BANK PERKREDITAN RAKYAT BERDASARKAN MODAL INTI </reg_title> <set_date> 19 Juli 2017 </set_date> <effective_date> 19 Juli 2017 </effective_date> <replaced_reg> '9/38/DPBPR|SE-BI' </replaced_reg> <related_reg> '12/POJK.03/2016' </related_reg>
-1- Yth. Direksi/Pengurus Pelaku Usaha Jasa Keuangan, baik yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional maupun secara syariah, di Tempat. SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 2/SEOJK.07/2014 TENTANG PELAYANAN DAN PENYELESAIAN PENGADUAN KONSUMEN PADA PELAKU USAHA JASA KEUANGAN Sehubungan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 01/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan, perlu untuk mengatur ketentuan mengenai pelayanan dan penyelesaian pengaduan Konsumen pada Pelaku Usaha Jasa Keuangan dengan ketentuan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Penanganan Pengaduan adalah pelayanan dan penyelesaian pengaduan di sektor jasa keuangan. 2. Pelaku Usaha Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat PUJK, adalah Bank Umum, Bank Perkreditan Rakyat, Perusahaan Efek, Penasihat Investasi, Bank Kustodian, Dana Pensiun, Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Gadai, dan Perusahaan Penjaminan, baik yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional maupun secara syariah. 3. Direksi: a. bagi PUJK yang merupakan badan hukum yang berbentuk Perseroan Terbatas adalah direksi sebagaimana dimaksud dalam undang- undang mengenai perseroan terbatas; b. bagi PUJK yang merupakan badan hukum yang berbentuk Perusahaan Daerah adalah direksi sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai perusahaan daerah; c. bagi ... -2- c. bagi PUJK yang merupakan badan hukum yang berbentuk Koperasi adalah pengurus sebagaimana dimaksud dalam undang-undang tentang perkoperasian; dan d. bagi PUJK yang merupakan badan hukum yang berbentuk Dana Pensiun adalah pengurus sebagaimana dimaksud dalam undang- undang tentang dana pensiun; e. bagi kantor cabang bank asing adalah pimpinan kantor cabang bank asing. 4. Konsumen adalah pihak-pihak yang menempatkan dananya dan/atau memanfaatkan pelayanan yang tersedia di Lembaga Jasa Keuangan antara lain nasabah pada Perbankan, pemodal di Pasar Modal, pemegang polis pada Perasuransian, dan peserta pada Dana Pensiun, berdasarkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan. II. MEKANISME PELAYANAN DAN PENYELESAIAN PENGADUAN KONSUMEN 1. Pengaduan adalah ungkapan ketidakpuasan Konsumen yang disebabkan oleh adanya kerugian dan/atau potensi kerugian finansial pada Konsumen yang diduga karena kesalahan atau kelalaian Lembaga Jasa Keuangan. 2. PUJK wajib melayani dan menyelesaikan adanya pengaduan Konsumen sebelum pengaduan tersebut disampaikan kepada pihak lain. 3. PUJK wajib segera menindaklanjuti dan menyelesaikan pengaduan paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja setelah tanggal penerimaan pengaduan. 4. Dalam hal terdapat kondisi tertentu, PUJK dapat memperpanjang jangka waktu sampai dengan paling lama 20 (dua puluh) hari kerja berikutnya. 5. Kondisi tertentu sebagaimana dimaksud pada angka 4 adalah: a. kantor PUJK yang menerima pengaduan tidak sama dengan kantor PUJK tempat terjadinya permasalahan yang diadukan dan terdapat kendala komunikasi di antara kedua kantor PUJK tersebut; b. transaksi keuangan yang diadukan oleh Konsumen memerlukan penelitian khusus terhadap dokumen-dokumen PUJK; dan/atau c. terdapat hal-hal lain di luar kendali PUJK seperti adanya keterlibatan pihak ketiga di luar PUJK dalam transaksi keuangan yang dilakukan oleh Konsumen. 6. Perpanjangan jangka waktu penyelesaian pengaduan sebagaimana dimaksud pada angka 4 wajib diberitahukan secara tertulis kepada Konsumen yang mengajukan pengaduan sebelum jangka waktu sebagaimana dimaksud pada angka 3 berakhir. 7. PUJK ... -3- 7. PUJK harus mempunyai prosedur pelayanan dan penyelesaian pengaduan yang sekurang-kurangnya mencakup hal-hal sebagai berikut : a. penerapan prinsip aksesibilitas, independensi, keadilan, efisiensi, dan efektifitas; b. pelaksanaan penerimaan pengaduan Konsumen melalui berbagai cara antara lain tatap muka, email dan surat namun tidak termasuk pengaduan yang dilakukan melalui pemberitaan di media massa; c. PUJK wajib segera menindaklanjuti dan menyelesaikan pengaduan paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja sebagaimana dimaksud pada angka 3; d. dalam hal terdapat kondisi tertentu, PUJK dapat memperpanjang jangka waktu sampai dengan paling lama 20 (dua puluh) hari kerja berikutnya sebagaimana dimaksud pada angka 4; e. Kondisi tertentu sebagaimana dimaksud pada huruf d mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 5; f. Tatacara komunikasi kepada Konsumen paling kurang mencakup : 1) prosedur pelayanan dan penyelesaian pengaduan dalam format yang mudah dimengerti dan mudah diakses oleh Konsumen; dan 2) penawaran penyelesaian jika dari hasil analisa dan evaluasi yang dilakukan oleh PUJK terjadinya pengaduan disebabkan kesalahan dari PUJK. g. merahasiakan informasi mengenai Konsumen yang melakukan pengaduan kepada pihak manapun, kecuali: 1) kepada Otoritas Jasa Keuangan; 2) dalam rangka penyelesaian pengaduan; 3) diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan; dan/atau 4) atas persetujuan Konsumen. 8. PUJK wajib memberikan pelayanan dan penyelesaian pengaduan, dengan ketentuan sebagai berikut: a. memberikan perlakuan yang seimbang dan objektif kepada setiap pengaduan; b. memberikan kesempatan yang memadai kepada Konsumen untuk menjelaskan materi pengaduan; c. memberikan kesempatan kepada pihak lain yang mempunyai kepentingan terhadap pengaduan, untuk memberikan penjelasan dalam penyelesaian pengaduan (jika ada). 9. PUJK dilarang memungut biaya atas pelayanan dan penyelesaian pengaduan. 10. PUJK wajib mengadministrasikan pelayanan dan penyelesaian pengaduan. Pengadministrasian wajib memuat informasi paling kurang: a. identitas ... -4- a. identitas Konsumen; b. materi pengaduan; dan c. tindakan yang telah dilakukan untuk menyelesaikan pengaduan. 11. PUJK menyediakan informasi mengenai status pengaduan Konsumen melalui berbagai sarana komunikasi yang disediakan oleh PUJK antara lain melalui website, surat, email atau telepon. 12. PUJK dan Konsumen dapat memantau perkembangan status Penanganan Pengaduan yang disampaikan oleh Konsumen kepada Otoritas Jasa Keuangan melalui Sistem Pelayanan Konsumen Terintegrasi Sektor Jasa Keuangan. 13. Otoritas Jasa Keuangan dapat meminta atau mengakses status perkembangan Penanganan Pengaduan yang disampaikan oleh Konsumen kepada PUJK. III. PENYELESAIAN PENGADUAN BERUPA PERNYATAAN MAAF ATAU MENAWARKAN GANTI RUGI (REDRESS/REMEDY) PUJK dapat melakukan penyelesaian pengaduan berupa pernyataan maaf atau menawarkan ganti rugi (redress/remedy) kepada Konsumen dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Mengingat “pernyataan maaf” merupakan perbuatan kedua belah pihak antara PUJK dan Konsumen maka tata cara pemberian “pernyataan maaf” dibuat berdasarkan kesepakatan. Dalam hal tidak terdapat kesepakatan antara PUJK dan Konsumen maka “pernyataan maaf” dilakukan secara tertulis. 2. Yang dapat diberikan ganti rugi adalah kerugian yang terjadi karena aspek finansial. Ganti rugi sebagaimana dimaksud, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. terdapat pengaduan yang mengandung tuntutan ganti rugi yang berkaitan dengan aspek finansial; b. pengaduan Konsumen yang diajukan adalah benar, setelah PUJK melakukan penelitian; c. adanya ketidaksesuaian antara perjanjian produk dan/atau layanan dengan produk dan/atau layanan yang diterima; d. adanya kerugian material; e. Konsumen telah memenuhi kewajibannya. 3. Mekanisme pengajuan ganti rugi harus memenuhi sebagai berikut: a. mengajukan permohonan ganti rugi dengan disertai kronologis kejadian bahwa penjelasan mengenai produk dan/atau pemanfaatan layanan yang tidak sesuai yang disertai dengan bukti-bukti; b. permohonan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak diketahuinya produk dan/atau layanan yang tidak sesuai dengan perjanjian; c. permohonan diajukan dengan surat permohonan dan dapat diwakilkan dengan melampirkan surat kuasa; d. ganti ... -5- d. ganti kerugian hanya yang berdampak langsung terhadap Konsumen dan paling banyak sebesar nilai kerugian yang dialami oleh Konsumen. IV. PENYELESAIAN PENGADUAN MELALUI LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA 1. Pengaduan Konsumen wajib diselesaikan terlebih dahulu oleh PUJK. 2. Dalam hal tidak tercapai kesepakatan penyelesaian Pengaduan sebagaimana dimaksud pada angka 1, Konsumen dan PUJK dapat melakukan penyelesaian Sengketa di luar pengadilan atau melalui pengadilan. 3. Penyelesaian Sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada angka 2 dilakukan melalui Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa yang dimuat dalam Daftar Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan. 4. PUJK wajib melaksanakan putusan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa. 5. Pengaturan mengenai Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan akan diatur lebih lanjut oleh Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. V. PEMBENTUKAN UNIT KERJA ATAU PENUNJUKAN PEJABAT YANG MELAKUKAN FUNGSI PELAYANAN DAN PENYELESAIAN PENGADUAN KONSUMEN 1. Direksi memutuskan pelaksanaan fungsi pelayanan dan penyelesaian pengaduan melalui pembentukan unit kerja atau dengan menunjuk anggota Direksi, atau pejabat setingkat di bawah Direksi yang menjalankan fungsi tersebut. 2. Penetapan pembentukan unit kerja atau pejabat sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan dengan pertimbangan antara lain : a. jenis produk dan/atau layanan yang ditawarkan; b. jenis, jumlah, dan penyebaran Konsumen, baik Konsumen ritel maupun korporasi; c. nilai transaksi yang dilakukannya; dan d. struktur organisasi dan penyebaran kegiatan operasional termasuk penyebaran secara geografis. 3. Unit kerja atau pejabat yang ditunjuk menjalankan fungsi pelayanan dan penyelesaian pengaduan Konsumen bertanggung jawab kepada Direksi. 4. Unit kerja atau pejabat yang ditunjuk menjalankan fungsi pelayanan dan penyelesaian pengaduan Konsumen wajib bersifat independen, dan memiliki akses kepada fungsi lainnya yang terkait dengan bidang tugasnya untuk melayani dan menyelesaikan pengaduan. 5. Pegawai ... -6- 5. Pegawai pada unit kerja, atau Pejabat yang ditunjuk melakukan pelayanan dan penyelesaian pengaduan memiliki paling kurang: a. pengetahuan mengenai jenis produk dan/atau layanan yang disediakan atau diterbitkan oleh PUJK; b. pengalaman di bidang pelayanan Konsumen; c. kewenangan untuk membuat keputusan terhadap pelayanan dan penyelesaian pengaduan. 6. Dalam hal pengaduan Konsumen melibatkan pegawai pada unit kerja, anggota Direksi, atau pejabat setingkat di bawah Direksi yang melakukan fungsi pelayanan dan penyelesaian pengaduan, maka PUJK wajib menunjuk pegawai lain pada unit kerja yang melakukan pelayanan dan penyelesaian pengaduan, anggota Direksi, atau pejabat setingkat di bawah Direksi yang lain untuk melayani dan menyelesaikan pengaduan dimaksud. VI. SUMBER DAYA MANUSIA DAN PELATIHAN 1. Dalam rangka pelaksanaan fungsi pelayanan dan penyelesaian pengaduan Konsumen dan mempertimbangkan aspek manajemen risiko, PUJK wajib melakukan pelatihan. Dalam menentukan peserta pelatihan, PUJK mengutamakan karyawan yang tugas sehari-harinya memenuhi kriteria sebagai berikut: a. berhadapan langsung dengan Konsumen (front liner); b. melakukan pengawasan pelaksanaan pelayanan dan penyelesaian pengaduan Konsumen; atau c. terkait dengan penyusunan pelaporan kepada Otoritas Jasa Keuangan. 2. Karyawan yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada angka 1 wajib mendapatkan pelatihan secara berkala, sedangkan karyawan lainnya wajib mendapatkan pelatihan paling kurang 1 (satu) kali dalam masa kerjanya. Khusus bagi karyawan yang berhadapan langsung dengan Konsumen (front liner) wajib mendapatkan pelatihan sebelum penempatan. 3. Untuk mengetahui tingkat pemahaman karyawan dan kesesuaian materi pelatihan, PUJK wajib melakukan evaluasi terhadap setiap pelatihan yang telah diselenggarakan. PUJK melakukan tindak lanjut dari hasil evaluasi pelatihan melalui penyempurnaan materi dan metode pelatihan. VII. PENGENDALIAN INTERNAL 1. Untuk meminimalkan potensi risiko yang dihadapi PUJK, sistem pengendalian internal wajib mampu secara tepat waktu mendeteksi kelemahan dan penyimpangan yang terjadi dalam pelayanan dan penyelesaian pengaduan Konsumen. 2. Pengendalian ... -7- 2. Pengendalian internal dalam rangka penerapan pelayanan dan penyelesaian pengaduan Konsumen dilaksanakan oleh satuan kerja yang melaksanakan fungsi audit internal dengan kewenangan paling kurang mencakup: a. melakukan uji kepatuhan terhadap kebijakan dan prosedur melalui penggunaan sample testing dari beberapa jasa, produk, dan Konsumen dengan pendekatan berdasarkan risiko untuk mendapatkan gambaran efektifitas penerapan kebijakan dan prosedur perlindungan Konsumen; b. menyusun program dan prosedur audit berbasis risiko dengan prioritas audit pada satuan kerja atau kantor cabang yang tergolong memiliki kompleksitas usaha yang tinggi; c. melakukan penilaian atas kecukupan proses yang berlaku di PUJK dalam pelayanan dan penyelesaian pengaduan Konsumen; dan d. melakukan analisis dan evaluasi terhadap pengaduan untuk mengurangi penyebab terjadinya pengaduan. VIII. PELAPORAN PELAYANAN DAN PENYELESAIAN PENGADUAN 1. Pengaduan yang dilaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan adalah ketidakpuasan Konsumen yang memuat kerugian finansial dan adanya sengketa antara PUJK dengan Konsumen. 2. Konsumen dapat menyampaikan pengaduan kepada Otoritas Jasa Keuangan baik secara fisik melalui media yang telah disediakan maupun disampaikan secara elektronik melalui Sistem Pelayanan Konsumen Terintegrasi Sektor Jasa Keuangan. 3. PUJK wajib melaporkan secara berkala adanya pengaduan dan tindak lanjut pelayanan dan penyelesaian pengaduan dimaksud kepada Otoritas Jasa Keuangan, dalam hal ini Kepala Eksekutif yang melakukan pengawasan atas kegiatan PUJK, dengan tembusan kepada Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen. 4. Laporan PUJK kepada Otoritas Jasa Keuangan dilakukan secara manual yaitu melalui pengiriman laporan secara fisik dan disampaikan secara elektronik melalui Sistem Pelayanan Konsumen Terintegrasi Sektor Jasa Keuangan. 5. Laporan disampaikan secara berkala setiap 3 (tiga) bulan (Maret, Juni, September, dan Desember) dan disampaikan paling lambat pada tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya. Apabila tanggal 10 (sepuluh) jatuh pada hari libur, maka penyampaian laporan dimaksud dilakukan pada hari kerja pertama setelah hari libur dimaksud. 6. PUJK dinyatakan tidak menyampaikan laporan apabila penyampaian laporan pengaduan, penanganan dan penyelesaian pengaduan melebihi jangka waktu 3 (tiga) bulan berturut-turut sejak akhir batas waktu penyampaian laporan. 7. Pengenaan ... -8- 7. Pengenaan sanksi kewajiban membayar atas keterlambatan dan/atau tidak disampaikannya laporan pengaduan, penanganan dan penyelesaian Pengaduan tidak menghapuskan kewajiban PUJK untuk menyampaikan laporan tersebut. 8. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 3 adalah sebagaimana terlampir yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini. IX. KETENTUAN PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 6 Agustus 2014. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 14 Februari 2014 ANGGOTA DEWAN KOMISIONER BIDANG EDUKASI DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN, Ttd. KUSUMANINGTUTI S. SOETIONO
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 2/SEOJK.07/2014 </reg_id> <reg_title> PELAYANAN DAN PENYELESAIAN PENGADUAN KONSUMEN PADA PELAKU USAHA JASA KEUANGAN </reg_title> <set_date> 14 Februari 2014 </set_date> <effective_date> 6 Agustus 2014 </effective_date> <related_reg> '01/POJK.07/2013' </related_reg>
OK/89 Yth. Perusahaan Asuransi Umum dan Perusahaan Reasuransi; dan 2. Perusahaan Asuransi Jiwa di Indonesia SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 2/SEOJK.05/2013 TENTANG BENTUK DAN SUSUNAN LAPORAN KEUANGAN SERTA BENTUK DAN SUSUNAN PENGUMUMAN RINGKASAN LAPORAN KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI Schubungan dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 53/PMK.010/2012 tentang Keschatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi, perlu untuk mengatur bentuk dan susunan laporan keuangan serta bentuk dan susunan pengumuman ringkasan laporan keuangan perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Asuransi Jiwa. 2. Perusahaan Asuransi Jiwa adalah perusahaan asuransi jiwa sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Usaha Perasuransian. 3. Perusahaan Asuransi Umum adalah perusahaan asuransi kerugian sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Usaha Perasuransian. 4. Perusahaan Reasuransi adalah perusahaan reasuransi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Usaha Perasuransian. 5. Laporan Keuangan adalah bentuk dan susunan laporan keuangan yang diperuntukkan bagi Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. 6. Pengumuman Ringkasan Laporan Keuangan adalah bentuk dan susunan pengumuman ringkasan laporan keuangan yang diperuntukkan bagi Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. II. BENTUK ... End of Page 1 II. BENTUK DAN SUSUNAN LAPORAN KEUANGAN Bentuk dan susunan Laporan Keuangan triwulanan, Laporan Keuangan tahunan, dan Laporan Keuangan bulanan bagi Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi yang tidak memenuhi ketentuan tingkat solvabilitas, adalah sebagai berikut 1. untuk Perusahaan Asuransi Umum dan Perusahaan Reasuransi, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini; 2. untuk Perusahaan Asuransi Jiwa, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini; dan 3. untuk Perusahaan Asuransi Jiwa yang memasarkan produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini; yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. III. BENTUK DAN SUSUNAN PENGUMUMAN RINGKASAN LAPORAN KEUANGAN Bentuk dan susunan Pengumuman Ringkasan Laporan Keuangan tahunan dan bentuk dan susunan Pengumuman Ringkasan Laporan Keuangan triwulanan bagi Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi, adalah sebagai berikut: 1. untuk Perusahaan Asuransi Umum dan Perusahaan Reasuransi, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IV Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini; 2. untuk Perusahaan Asuransi Jiwa, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran V Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini; dan 3. untuk Perusahaan Asuransi Jiwa yang memasarkan produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran VI Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini; yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. IV. PENYAMPAIAN LAPORAN KEUANGAN 1. Penyampaian Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam angka romawi Il dilakukan dalam bentuk hasil cetak computer (hard copu) dan bentuk elektronik. End of Page 2 2. Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam angka romawi II wajib ditandatangani oleh direksi. V. PERNYATAAN AUDITOR INDEPENDEN Laporan Keuangan tahunan yang disampaikan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi harus disertai dengan peryataan auditor independen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (4) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 53/PMK.010/2012. VI. KETENTUAN LAIN-LAIN Ringkasan Laporan Keuangan ini tidak berlaku bagi Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi yang menyelenggarakan seluruh usahanya dengan prinsip syariah atau bagi unit syariah dari Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi yang menyelenggarakan sebagian usahanya dengan prinsip syariah. VII. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku untuk Laporan Keuangan triwulan III tahun 2013 dan selanjutnya. Agar setiap orang mengetahui, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 27 Agustus 2013 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS INDUSTRI KEUANGAN NON BANK OTORITAS JASA KEUANGAN, Salinan sesuai dengan aslinya, Ttd. Salinan sesuai dengan aslinya, Kepala Bagian Bantuan Hukum Otoritas Jasa Kcuangan, FIRDAUS DJAELANI Otoritas Jasa Kcuangan, 1 Mufli Asmawidjaja End of Page 3
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 2/SEOJK.05/2013 </reg_id> <reg_title> BENTUK DAN SUSUNAN LAPORAN KEUANGAN SERTA BENTUK DAN SUSUNAN PENGUMUMAN RINGKASAN LAPORAN KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI </reg_title> <set_date> 27 Agustus 2013 </set_date> <effective_date> untuk Laporan Keuangan triwulan III tahun 2013 dan selanjutnya </effective_date> <related_reg> '53/PMK.010/2012|PER-MENKEU/2012' </related_reg>
Yth. 1. Direksi Perusahaan Asuransi; 2. Direksi Perusahaan Reasuransi; 3. Direksi Perusahaan Asuransi Syariah; dan 4. Direksi Perusahaan Reasuransi Syariah, di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 26 /SEOJK.05/2017 TENTANG PERSETUJUAN PENEMPATAN INVESTASI DAN BUKAN INVESTASI PADA PERUSAHAAN ASURANSI, PERUSAHAAN REASURANSI, PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH, DAN PERUSAHAAN REASURANSI SYARIAH Sehubungan dengan amanat ketentuan: 1. Pasal 12 ayat (5) dan Pasal 17 ayat (3) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 71/POJK.05/2016 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 304, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5994); 2. Pasal 20 ayat (5) dan Pasal 24 ayat (4) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 72/POJK.05/2016 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dengan Prinsip Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 305, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5995), perlu diatur ketentuan mengenai persetujuan: 1. penempatan investasi yang melebihi batasan; dan 2. penempatan atas aset yang diperkenankan dalam bentuk bukan investasi pada: - 2 - a. aset reasuransi yang bersumber dari perjanjian kontrak jangka panjang (longterm contract) program reasuransi dukungan modal (capital oriented reinsurance); atau b. biaya akuisisi yang ditangguhkan (deferred acquisition cost), bagi perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, perusahaan asuransi syariah, dan perusahaan reasuransi syariah dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Perusahaan adalah perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi syariah, perusahaan asuransi yang memiliki unit syariah, dan perusahaan reasuransi yang memiliki unit syariah. 2. Pihak adalah orang atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun yang tidak berbentuk badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian. 3. Pihak Yang Terafiliasi adalah Pihak yang memiliki hubungan dengan satu atau lebih Pihak lain, sedemikian rupa sehingga salah satu Pihak dapat mempengaruhi pengelolaan atau kebijakan dari Pihak yang lain atau sebaliknya. 4. Produk Asuransi Yang Dikaitkan Dengan Investasi yang selanjutnya disebut PAYDI adalah produk asuransi yang paling sedikit memberikan perlindungan terhadap risiko kematian dan memberikan manfaat yang mengacu pada hasil investasi dari kumpulan dana yang khusus dibentuk untuk produk asuransi baik yang dinyatakan dalam bentuk unit maupun bukan unit. 5. Investee adalah Pihak tempat Perusahaan menempatkan investasi. 6. Tingkat Solvabilitas adalah selisih antara jumlah aset yang diperkenankan dikurangi dengan jumlah liabilitas. - 3 - II. PENEMPATAN INVESTASI YANG WAJIB MENDAPAT PERSETUJUAN DARI OTORITAS JASA KEUANGAN Perusahaan harus mendapat persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan apabila Perusahaan akan melakukan penempatan investasi yang melebihi batasan. Adapun jenis investasi yang dimaksud adalah penempatan seluruh investasi pada: 1. penyertaan langsung (saham yang tidak tercatat di bursa efek) pada lembaga jasa keuangan yang telah mendapat izin dari Otoritas Jasa Keuangan yang melebihi 10% (sepuluh persen) dari jumlah investasi; 2. Pihak Yang Terafiliasi dengan Perusahaan yang melebihi 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah investasi; dan/atau 3. Pihak atau beberapa Pihak Yang Terafiliasi namun Pihak tersebut tidak terafiliasi dengan Perusahaan yang melebihi 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah investasi. III. TATA CARA PENGAJUAN DAN PERSETUJUAN PENEMPATAN INVESTASI YANG WAJIB MENDAPAT PERSETUJUAN OTORITAS JASA KEUANGAN 1. Perusahaan mengajukan permohonan kepada Otoritas Jasa Keuangan untuk memperoleh persetujuan atas penempatan investasi Perusahaan yang melebihi batasan pada: a. penyertaan langsung (saham yang tidak tercatat di bursa efek) pada lembaga jasa keuangan yang telah mendapat izin dari Otoritas Jasa Keuangan; b. Pihak Yang Terafiliasi dengan Perusahaan; dan/atau c. Pihak atau beberapa Pihak Yang Terafiliasi namun Pihak tersebut tidak terafiliasi dengan Perusahaan. 2. Permohonan persetujuan atas penempatan investasi yang melebihi batasan pada penyertaan langsung sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a disertai dokumen yang paling sedikit memuat: a. latar belakang atau pertimbangan melakukan penyertaan langsung melebihi batasan; Perusahaan - 4 - b. kondisi dan proyeksi keuangan Perusahaan termasuk proyeksi kecukupan permodalan sebelum dan sesudah penempatan investasi; c. hasil analisis profil risiko Perusahaan, sebelum dan sesudah penempatan investasi, baik secara individual maupun konsolidasi; d. sumber pendanaan Perusahaan untuk melakukan penempatan investasi; e. surat pernyataan direksi atau yang setara dari Perusahaan yang menyatakan bahwa penempatan investasi yang dilakukan adalah dalam rangka investasi jangka panjang dan tidak dimaksudkan untuk jual beli saham; f. sistem pengendalian internal yang dimiliki oleh Perusahaan berupa standar prosedur operasional atau dokumen lainnya yang berkaitan dengan pengendalian internal Perusahaan penyertaan langsung; g. hasil analisis mengenai profil Investee, termasuk dukungan dan manfaat Investee tersebut terhadap perkembangan Perusahaan; h. laporan keuangan tahun terakhir yang telah diaudit dan laporan keuangan 3 (tiga) bulan terakhir, serta proyeksi keuangan 3 (tiga) tahun ke depan dari Investee; i. j. struktur kepemilikan dan kepengurusan terakhir Investee; perjanjian dan/atau konsep perjanjian: 1) antar pemegang saham Investee; dan/atau 2) antara Perusahaan dengan pemegang saham Investee yang menjual saham kepada Perusahaan; dan k. fotokopi akta pendirian badan hukum dan anggaran dasar Investee. 3. Dalam hal Investee merupakan perusahaan yang didirikan belum mencapai 1 (satu) tahun periode laporan keuangan, terhadap investasi pada - 5 - dokumen sebagaimana pada angka 2 huruf h tidak diperlukan namun Perusahaan harus menyampaikan dokumen lainnya sebagai berikut: a. tujuan pendirian Perusahaan; b. studi kelayakan mengenai perkiraan usaha (business forecasting) dan peluang pasar Investee; dan c. dokumentasi pemberian izin usaha Investee dari Otoritas Jasa Keuangan. 4. Permohonan persetujuan atas penempatan investasi yang melebihi batasan pada Pihak Yang Terafiliasi dengan Perusahaan sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf b dan Pihak atau beberapa Pihak Yang Terafiliasi namun Pihak tersebut tidak terafiliasi dengan Perusahaan sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf c disertai dokumen yang paling sedikit memuat: a. kondisi dan proyeksi keuangan Perusahaan termasuk proyeksi kecukupan permodalan 1 (satu) tahun sebelum dan 3 (tiga) tahun sesudah penempatan investasi; b. hasil analisis profil risiko Perusahaan, sebelum dan sesudah penempatan investasi, baik secara individual maupun konsolidasi; c. sistem pengendalian internal yang dimiliki oleh Perusahaan berupa standar prosedur operasional atau dokumen lainnya yang berkaitan dengan pengendalian internal Perusahaan terhadap investasi pada Pihak Yang Terafiliasi dengan Perusahaan dan/atau Pihak atau beberapa Pihak Yang Terafiliasi namun Pihak tersebut tidak terafiliasi dengan Perusahaan; dan d. daftar jenis investasi yang ditempatkan pada Pihak Yang Terafiliasi dengan Perusahaan dan/atau Pihak atau beberapa Pihak Yang Terafiliasi namun Pihak tersebut tidak terafiliasi dengan Perusahaan sebelum dan sesudah penempatan investasi beserta komposisi dan nominalnya. - 6 - 5. Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada angka 2, angka 3, dan/atau angka 4, apabila dianggap perlu, Otoritas Jasa Keuangan dapat meminta agar Perusahaan menyampaikan hasil uji tuntas (due dilligence) dan/atau dokumen pendukung lainnya. 6. Perusahaan harus menyampaikan surat pernyataan yang menjamin kebenaran dokumen dan data sebagaimana dimaksud pada angka 2, angka 3, dan/atau angka 4 yang disampaikan dalam rangka permohonan persetujuan penempatan investasi. 7. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan, permintaan kelengkapan dokumen, atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dalam jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak permohonan diterima. 8. Dalam hal terdapat permintaan kelengkapan dokumen oleh Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud pada angka 7, Perusahaan harus menyampaikan kelengkapan dokumen paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal surat permintaan kelengkapan dokumen dari Otoritas Jasa Keuangan. 9. Apabila dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal surat permintaan kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 8, Otoritas Jasa Keuangan belum menerima tanggapan atas permintaan kelengkapan dokumen dimaksud, Perusahaan dianggap membatalkan permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1. 10. Dalam hal Perusahaan telah menyampaikan kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 8, Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1. 11. Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1 disetujui, Otoritas Jasa Keuangan menyampaikan surat persetujuan kepada Perusahaan. - 7 - 12. Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan menolak permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1, penolakan harus dilakukan secara tertulis dengan disertai alasannya. 13. Apabila dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal persetujuan diberikan oleh Otoritas Jasa Keuangan, Perusahaan tidak merealisasikan penempatan investasi maka persetujuan Otoritas Jasa Keuangan menjadi tidak berlaku. 14. Perusahaan harus menyampaikan laporan realisasi penempatan investasi paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah penempatan investasi dilakukan. 15. Otoritas Jasa Keuangan dapat mencabut persetujuan atau memerintahkan Perusahaan untuk menunda penempatan investasi sebagaimana dimaksud pada angka 1 apabila sebelum pelaksanaan realisasi penempatan investasi tersebut terdapat perubahan struktur kepemilikan dan/atau kepengurusan, penurunan kondisi keuangan Perusahaan dan/atau adanya keputusan instansi berpengaruh terhadap Perusahaan. IV. ASET YANG DIPERKENANKAN DALAM BENTUK BUKAN INVESTASI YANG WAJIB MENDAPAT PERSETUJUAN DARI OTORITAS JASA KEUANGAN Perusahaan harus mendapat persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan apabila Perusahaan akan menggunakan aset yang diperkenankan dalam bentuk bukan investasi yaitu untuk jenis dan ketentuan sebagai berikut: 1. aset yang bersumber dari perjanjian kontrak jangka panjang (longterm contract) program reasuransi dukungan modal (capital oriented reinsurance), dengan ketentuan: a. hanya untuk setiap PAYDI baru yang biaya akusisinya dibayarkan terlebih dahulu oleh Perusahaan (back end loading); dan b. Perusahaan yang telah mengakui aset yang timbul dari perjanjian program reasuransi dukungan modal (capital oriented reinsurance) untuk satu PAYDI maka tidak terkait yang - 8 - diperkenankan mengakui aset biaya akuisisi yang ditangguhkan (deferred acquisition cost) atas PAYDI yang sama; dan/atau 2. biaya akuisisi yang ditangguhkan (deferred acquisition cost), dengan ketentuan: a. hanya dapat dilakukan untuk PAYDI yang biaya akuisisinya dibayarkan terlebih Perusahaan (back-end loading); dan b. Perusahan yang telah mengakui aset biaya akuisisi yang ditangguhkan atas PAYDI maka tidak diperkenankan mengakui aset yang timbul dari perjanjian program reasuransi dukungan modal (capital oriented reinsurance) untuk satu produk PAYDI yang sama. V. TATA CARA PENGAJUAN DAN PERSETUJUAN ASET YANG DIPERKENANKAN DALAM BENTUK BUKAN INVESTASI YANG WAJIB MENDAPAT PERSETUJUAN OTORITAS JASA KEUANGAN 1. Perusahaan mengajukan permohonan kepada Otoritas Jasa Keuangan untuk memperoleh persetujuan atas: a. aset yang bersumber dari perjanjian kontrak jangka panjang (longterm contract) dukungan modal (capital dan/atau program reasuransi oriented reinsurance); b. biaya akuisisi yang ditangguhkan (deferred acquisition cost). 2. Permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a disertai dokumen yang paling sedikit memuat: a. konsep perjanjian kontrak jangka panjang (longterm contract) program reasuransi dukungan modal (capital oriented reinsurance) beserta mekanisme implementasi dari perjanjian tersebut yang paling sedikit memuat: 1) risiko asuransi yang terkait dengan polis yang direasuransikan dialihkan kepada perusahaan reasuransi, perusahaan reasuransi syariah, atau unit syariah dari perusahaan reasuransi; dahulu oleh - 9 - 2) kemungkinan yang wajar bahwa sejak tanggal mulainya pertanggungan, perusahaan reasuransi, perusahaan reasuransi syariah, atau unit syariah dari perusahaan reasuransi dapat mengalami kerugian berdasarkan syarat dan ketentuan perjanjian; dan 3) kondisi yang menyebabkan terjadinya pengalihan risiko asuransi yang signifikan; b. hasil analisis perhitungan Tingkat Solvabilitas sebelum transaksi dan proyeksi setelah berlakunya perjanjian; dan c. hasil analisis aktuaris terhadap proyeksi kinerja produk asuransi yang akan didukung modal reasuransi termasuk proyeksi Tingkat Solvabilitas setelah berlakunya perjanjian termasuk dampak produk yang didukung perjanjian reasuransi terhadap solvabilitas atau modal. 3. Permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf b disertai dokumen yang paling sedikit memuat: a. hasil analisis perhitungan Tingkat Solvabilitas sebelum pembentukan biaya akuisisi yang ditangguhkan dan proyeksi setelah pembentukan biaya akuisisi yang ditangguhkan; dan b. hasil analisis aktuaris Perusahaan terhadap proyeksi kinerja produk asuransi yang akan dilakukan pembentukan biaya akuisisi yang ditangguhkan. 4. Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan/atau angka 3, apabila dianggap perlu, Otoritas Jasa Keuangan dapat meminta agar Perusahaan menyampaikan dokumen pendukung lainnya. 5. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan, permintaan kelengkapan dokumen, atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dalam jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak permohonan diterima. - 10 - 6. Dalam hal terdapat permintaan kelengkapan dokumen oleh Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud pada angka 5, Perusahaan harus menyampaikan kelengkapan dokumen paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal surat permintaan kelengkapan dokumen dari Otoritas Jasa Keuangan. 7. Apabila dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal surat permintaan kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 6, Otoritas Jasa Keuangan belum menerima tanggapan atas permintaan kelengkapan dokumen dimaksud, Perusahaan dianggap membatalkan permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1. 8. Dalam hal Perusahaan telah menyampaikan kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 6, Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1. 9. Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1 disetujui, Otoritas Jasa Keuangan menyampaikan surat persetujuan kepada Perusahaan. 10. Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan menolak permohonan sebagaimana dimaksud angka 1, penolakan harus dilakukan secara tertulis dengan disertai alasannya. 11. Apabila dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal persetujuan diberikan oleh Otoritas Jasa Keuangan, Perusahaan tidak merealisasikan program sebagaimana angka 1 huruf a atau huruf b maka persetujuan Otoritas Jasa Keuangan menjadi tidak berlaku. 12. Perusahaan harus menyampaikan laporan realisasi program paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah program dilakukan. 13. Otoritas Jasa Keuangan dapat mencabut persetujuan atau memerintahkan Perusahaan untuk menunda program sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a atau b apabila sebelum pelaksanaan realisasi program tersebut terdapat perubahan struktur kepemilikan dan kepengurusan, penurunan kondisi keuangan Perusahaan, atau keputusan instansi terkait yang berpengaruh terhadap Perusahaan. - 11 - VI. KETENTUAN PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 13 Juni 2017 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERASURANSIAN, DANA PENSIUN, LEMBAGA LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA OTORITAS JASA KEUANGAN, ttd FIRDAUS DJAELANI Salinan ini sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana PEMBIAYAAN, DAN
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 26/SEOJK.05/2017 </reg_id> <reg_title> PERSETUJUAN PENEMPATAN INVESTASI DAN BUKAN INVESTASI PADA PERUSAHAAN ASURANSI, PERUSAHAAN REASURANSI, PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH, DAN PERUSAHAAN REASURANSI SYARIAH </reg_title> <set_date> 13 Juni 2017 </set_date> <effective_date> 13 Juni 2017 </effective_date> <related_reg> '71/POJK.05/2016 | Pasal 12 ayat (5) dan Pasal 17 ayat (3)', '72/POJK.05/2016 | Pasal 20 ayat (5) dan Pasal 24 ayat (4)' </related_reg>
Yth. 1. Direksi Perusahaan Asuransi; dan 2. Direksi Perusahaan Asuransi Syariah, di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 32 /SEOJK.05/2016 TENTANG SALURAN PEMASARAN PRODUK ASURANSI MELALUI KERJA SAMA DENGAN BANK (BANCASSURANCE) Sehubungan dengan amanat ketentuan Pasal 45 ayat (3) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 23/POJK.05/2015 tentang Produk Asuransi dan Pemasaran Produk Asuransi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 287, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5770), perlu untuk mengatur lebih lanjut mengenai saluran pemasaran produk asuransi melalui kerja sama dengan bank (bancassurance) dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM 1. Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: a. Perusahaan adalah perusahaan asuransi dan perusahaan asuransi syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian. b. Bank adalah: 1) Bank sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998; dan 2) Bank Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 21 Tahun 1998 tentang Perbankan Syariah. - 2 - c. Bancassurance adalah aktivitas kerja sama antara Perusahaan dengan Bank dalam rangka memasarkan produk asuransi melalui Bank. d. Produk Asuransi adalah: 1) program yang menjanjikan perlindungan terhadap 1 (satu) jenis atau lebih risiko yang dapat diasuransikan yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti dengan memberikan penggantian kepada pemegang polis, tertanggung, atau peserta karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita pemegang polis, tertanggung, atau peserta, atau pemberian jaminan pemenuhan kewajiban pihak yang dijamin kepada pihak yang lain apabila pihak yang dijamin tersebut tidak dapat memenuhi kewajibannya; 2) program yang menjanjikan perlindungan terhadap 1 (satu) jenis atau lebih risiko yang terkait dengan meninggalnya seseorang yang dipertanggungkan, hidup dan meninggalnya seseorang yang dipertanggungkan, atau anuitas asuransi jiwa; 3) program yang menjanjikan perlindungan terhadap 1 (satu) jenis atau lebih risiko yang terkait dengan keadaan kesehatan fisik seseorang atau menurunnya kondisi kesehatan seseorang yang dipertanggungkan; dan/atau 4) program yang menjanjikan perlindungan terhadap 1 (satu) jenis atau lebih risiko dengan memberikan penggantian atau pembayaran kepada pemegang polis, tertanggung, atau peserta atau pihak lain yang berhak dalam hal terjadi kecelakaan. e. Produk Asuransi Yang Dikaitkan Dengan Investasi yang selanjutnya disebut PAYDI adalah Produk Asuransi yang paling sedikit memberikan perlindungan terhadap risiko kematian dan memberikan manfaat yang mengacu pada hasil investasi dari kumpulan dana yang khusus dibentuk untuk Produk Asuransi baik yang dinyatakan dalam bentuk unit maupun bukan unit. f. Polis Asuransi adalah akta perjanjian asuransi atau dokumen lain yang dipersamakan dengan akta perjanjian asuransi, serta - 3 - dokumen lain yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan perjanjian asuransi, yang dibuat secara tertulis dan memuat perjanjian antara pihak Perusahaan dan calon pemegang polis, tertanggung, atau peserta. g. Rencana Bisnis adalah rencana bisnis sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 15/SEOJK.05/2014 tentang Rencana Korporasi dan Rencana Bisnis Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, dan Perusahaan Reasuransi Syariah. h. Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK adalah Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. 2. Surat Edaran OJK ini mengatur Perusahaan yang melakukan pemasaran Produk Asuransi melalui Bancassurance. II. PERSYARATAN PERUSAHAAN YANG AKAN MEMASARKAN PRODUK ASURANSI MELALUI BANCASSURANCE A. PERSYARATAN UMUM 1. Kerja sama antara Perusahaan dan Bank dikategorikan sebagai Bancassurance apabila mekanisme kerja sama tersebut menggunakan salah satu dari ketiga model bisnis sebagai berikut: a. Referensi Dalam model bisnis ini, Bank berperan hanya mereferensikan atau merekomendasikan suatu Produk Asuransi kepada calon pemegang polis, tertanggung, atau peserta. Model bisnis referensi dapat dibedakan menjadi: 1) Referensi dalam rangka produk Bank Dalam model bisnis ini Bank mereferensikan atau merekomendasikan Produk Asuransi kepada nasabah Bank yang akan menjadi calon tertanggung atau peserta, yang merupakan persyaratan untuk memperoleh suatu produk perbankan. 2) Referensi tidak dalam rangka produk Bank Dalam model bisnis ini Bank mereferensikan atau merekomendasikan Produk Asuransi kepada calon pemegang polis, tertanggung, atau peserta, yang tidak - 4 - menjadi persyaratan untuk memperoleh suatu produk perbankan. b. Kerja Sama Distribusi Dalam model bisnis ini Bank berperan memasarkan Produk Asuransi dengan cara memberikan penjelasan mengenai Produk Asuransi tersebut secara langsung kepada calon pemegang polis, tertanggung, atau peserta. c. Integrasi Produk Dalam model bisnis ini Bank berperan memasarkan Produk Asuransi kepada calon pemegang polis, tertanggung, atau peserta dengan cara modifikasi dan/atau menggabungkan Produk Asuransi dengan produk perbankan (bundled product). Peran Bank tidak hanya meneruskan dan memberikan penjelasan atas Produk Asuransi kepada calon pemegang polis, tertanggung, atau peserta, tetapi juga menindaklanjuti aplikasi atas bundled product termasuk yang terkait dengan Produk Asuransi kepada Perusahaan. 2. Kerja sama antara Perusahaan dan Bank tidak dapat dikategorikan sebagai Bancassurance dalam hal: a. Bank sebagai tertanggung atau peserta; dan/atau b. risiko yang diasuransikan adalah aset Bank atau pegawai Bank. 3. Perusahaan yang akan memasarkan Produk Asuransi melalui Bancassurance harus: a. memenuhi ketentuan tingkat kesehatan keuangan; b. tidak sedang dikenai sanksi administratif; c. terlebih dahulu mencantumkan rencana kerja sama Bancassurance tersebut dalam Rencana Bisnis Perusahaan tahun yang sama dengan tahun rencana pelaksanaan kerja sama Bancassurance; dan d. terlebih dahulu memperoleh surat pencatatan atau surat persetujuan atas Produk Asuransi dimaksud dari OJK. 4. Perusahaan yang memasarkan Produk Asuransi melalui Bancassurance harus terlebih dahulu memperoleh surat persetujuan Bancassurance dari OJK. - 5 - 5. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf b tidak berlaku dalam hal permohonan persetujuan Bancassurance sebagaimana dimaksud pada angka 4 merupakan salah satu upaya untuk dapat dicabutnya sanksi administratif yang dikenai kepada Perusahaan karena belum memperoleh surat persetujuan Bancassurance. 6. Rencana Bisnis sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf c tunduk dan mengacu pada Surat Edaran OJK Nomor 15/SEOJK.05/2014 tentang Rencana Korporasi dan Rencana Bisnis Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, dan Perusahaan Reasuransi Syariah. B. PERSYARATAN DAN KRITERIA YANG HARUS DIPENUHI DALAM MASING-MASING MODEL BISNIS BANCASSURANCE 1. Perusahaan harus memastikan kesesuaian jenis Produk Asuransi yang akan dipasarkan dengan pemilihan model bisnis Bancassurance. 2. Kerja sama Bancassurance dikategorikan dalam model bisnis referensi dalam rangka produk Bank apabila memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Produk Asuransi yang dipasarkan hanya memberikan manfaat proteksi/perlindungan; dan b. pemasaran Produk Asuransi tersebut dimaksudkan untuk kepentingan dan perlindungan Bank atas risiko terkait dengan produk perbankan yang diterbitkan atau jasa yang dilaksanakan oleh Bank kepada calon tertanggung atau peserta. 3. Kerja sama Bancassurance dikategorikan dalam model bisnis referensi tidak dalam rangka produk Bank apabila mekanisme pemasaran Produk Asuransi dilakukan oleh Bank hanya sebatas mereferensikan atau merekomendasikan Produk Asuransi tersebut dengan alternatif mekanisme sebagai berikut: a. penerusan brosur, leaflet, dan/atau hal-hal sejenis yang memuat penawaran, informasi, dan/atau penjelasan dari Perusahaan atas suatu Produk Asuransi yang akan ditawarkan kepada calon pemegang polis, tertanggung, atau peserta, baik secara tatap muka maupun melalui surat dan media elektronik, termasuk menggunakan situs web Bank; - 6 - b. penyediaan ruangan di dalam lingkungan kantor Bank yang dapat digunakan oleh Perusahaan dalam rangka pemasaran Produk Asuransi (in-branch sales) kepada calon pemegang polis, tertanggung, atau peserta; dan/atau c. penyediaan data nasabah Bank yang dapat digunakan oleh Perusahaan dalam rangka pemasaran Produk Asuransi. 4. Perusahaan yang menggunakan ruangan yang disediakan di dalam lingkungan kantor Bank untuk memasarkan Produk Asuransi (in-branch sales) sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf b, harus: a. menunjukkan nama Perusahaan secara jelas pada ruangan/counter/meja yang digunakan; dan b. pegawai Perusahaan yang melakukan pemasaran pada ruangan/counter/meja tersebut harus tetap menggunakan identitas pegawai Perusahaan. 5. Penggunaan data nasabah Bank dalam rangka pemasaran Produk Asuransi sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf c, harus tetap memenuhi peraturan OJK mengenai perlindungan konsumen sektor jasa keuangan, peraturan perundang- undangan di bidang perbankan yang terkait dengan persyaratan dan tata cara pemberian perintah atau izin tertulis membuka rahasia Bank, dan ketentuan mengenai penggunaan data pribadi nasabah Bank. 6. Kerja sama Bancassurance dikategorikan dalam model bisnis kerja sama distribusi apabila mekanisme pemasaran Produk Asuransi dilakukan oleh Bank dengan cara memberikan penjelasan Produk Asuransi kepada calon pemegang polis, tertanggung, atau peserta melalui alternatif sebagai berikut: a. tatap muka dengan calon pemegang polis, tertanggung, atau peserta; dan/atau b. sarana komunikasi jarak jauh (telemarketing), termasuk melalui surat, media elektronik, dan situs web Bank. 7. PAYDI yang dipasarkan melalui Bancassurance model bisnis kerja sama distribusi terbatas hanya untuk PAYDI yang memiliki strategi investasi pasar uang dan/atau strategi investasi pendapatan tetap. - 7 - 8. Kerja sama Bancassurance dikategorikan dalam model bisnis integrasi produk apabila Bank secara aktif melakukan pemasaran Produk Asuransi yang digabungkan dengan produk perbankan (bundled product) melalui alternatif sebagai berikut: a. tatap muka dengan calon pemegang polis, tertanggung, atau peserta; dan/atau b. sarana komunikasi jarak jauh (telemarketing), termasuk melalui surat, media elektronik, dan situs web Bank. 9. Produk Asuransi yang yang digabungkan dengan produk perbankan (bundled product) dan dipasarkan melalui Bancassurance model bisnis integrasi produk sebagaimana dimaksud pada angka 8, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. dapat dipisahkan dengan produk yang menjadi risiko Bank sehingga risiko Produk Asuransi dan risiko produk perbankan dapat diidentifikasi, diukur, dipantau, dan dikendalikan; b. memiliki karakteristik hanya memberikan proteksi/ perlindungan; c. memiliki nama produk yang mencerminkan bahwa produk tersebut merupakan gabungan Produk Asuransi dan produk perbankan; dan d. masa asuransi paling sedikit harus sama dengan jangka waktu produk perbankan. 10. Dalam hal model bisnis yang digunakan adalah kerja sama distribusi atau integrasi produk, Perusahaan harus memiliki dan menyimpan dokumen yang dapat membuktikan bahwa pegawai Bank yang memasarkan Produk Asuransi telah: a. memiliki sertifikasi keagenan asuransi yang dikeluarkan oleh asosiasi terkait; dan b. memperoleh pelatihan mengenai Produk Asuransi yang akan dipasarkan. 11. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 10 huruf a tidak berlaku untuk pemasaran Produk Asuransi mikro. 12. Dalam hal Produk Asuransi yang dipasarkan melalui Bancassurance adalah PAYDI, Perusahaan harus memenuhi - 8 - persyaratan terkait PAYDI sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perasuransian. C. PENYUSUNAN PERJANJIAN BANCASSURANCE 1. Perusahaan dan Bank dapat membuat satu atau lebih perjanjian Bancassurance. 2. Setiap perjanjian Bancassurance hanya dapat memuat secara spesifik 1 (satu) model bisnis untuk 1 (satu) Produk Asuransi atau 1 (satu) bundled product yang dipasarkan. 3. Perjanjian Bancassurance harus disusun dengan menggunakan bahasa Indonesia. 4. Dalam hal perjanjian Bancassurance disusun menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa asing secara berdampingan, perjanjian Bancassurance harus mencantumkan klausula yang menyatakan bahwa bahasa yang dijadikan acuan dalam hal terjadi sengketa atau perbedaan pendapat adalah bahasa Indonesia. 5. Dalam perjanjian kerja sama Bancassurance khusus untuk model bisnis referensi dalam rangka produk Bank, tidak terdapat ketentuan yang dapat diartikan bahwa Perusahaan hanya akan memasarkan Produk Asuransi dengan Bank secara eksklusif. 6. Perjanjian Bancassurance harus memuat paling sedikit hal sebagai berikut: a. kejelasan hak dan kewajiban masing-masing pihak, terutama adanya klausula yang menyatakan tanggung jawab masing-masing pihak dalam melakukan Bancassurance, antara lain sebagai berikut: 1) untuk model bisnis referensi dan/atau kerja sama distribusi, Perusahaan menanggung risiko atas Produk Asuransi yang dipasarkan; atau 2) untuk model bisnis integrasi produk, Perusahaan bertanggung jawab atas risiko dari Produk Asuransi dan Bank bertanggung jawab atas risiko dari produk perbankan; b. klausula khusus terkait dengan model bisnis dan/atau fitur khusus PAYDI untuk model bisnis kerja sama distribusi, yaitu antara lain Perusahaan harus mencatat dan - 9 - mengelola secara khusus aset dan liabilitas Perusahaan yang bersumber dari investasi PAYDI; c. model bisnis yang digunakan, dan Produk Asuransi atau bundled product yang dipasarkan; d. jangka waktu perjanjian; e. pengambilan keputusan underwriting dan keputusan klaim sepenuhnya menjadi kewenangan Perusahaan; f. prosedur penutupan asuransi, dan pembayaran premi atau kontribusi; g. prosedur penyelesaian dan pembayaran klaim; h. klausula yang mengatur mengenai besaran komisi yang diberikan Perusahaan kepada Bank dalam rangka Bancassurance; i. kejelasan tanggung jawab masing-masing pihak dalam melaksanakan kewajiban Anti Pencucian Uang – Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU-PPT); j. klausula yang memuat kondisi yang menyebabkan berakhirnya perjanjian kerja sama, termasuk berakhirnya kerja sama akibat salah satu pihak baik Perusahaan atau Bank dicabut izin usahanya oleh OJK; k. kejelasan penyelesaian hak dan kewajiban masing-masing pihak, termasuk kewajiban kepada pemegang polis, tertanggung, atau peserta, dan/atau penerima manfaat apabila perjanjian kerja sama berakhir, baik karena berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja sama maupun karena memenuhi kondisi yang menyebabkan berakhirnya kerja sama sebagaimana dimaksud pada huruf j; l. kejelasan batas tanggung jawab masing-masing pihak pada setiap Produk Asuransi yang dipasarkan apabila terjadi perselisihan dengan pemegang polis, tertanggung, atau peserta; dan m. kewajiban para pihak untuk menjaga kerahasiaan data nasabah. III. TATA CARA PERMOHONAN PERSETUJUAN BANCASSURANCE 1. Permohonan untuk memperoleh surat persetujuan Bancassurance sebagaimana dimaksud dalam romawi II huruf A angka 4 - 10 - disampaikan kepada OJK dengan melampirkan dokumen sebagai berikut: a. formulir permohonan persetujuan Bancassurance sebagaimana dimaksud dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini; b. draft perjanjian Bancassurance yang telah diparaf para pihak; c. copy surat persetujuan/pencatatan Produk Asuransi; d. ringkasan informasi Produk Asuransi; dan e. contoh brosur, media pemasaran, atau surat permohonan asuransi yang mencantumkan informasi mengenai komisi yang diberikan kepada pihak Bank. 2. Dalam hal kerja sama Bancassurance yang digunakan adalah model bisnis kerja sama distribusi atau integrasi produk, selain kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 1, Perusahaan harus menyampaikan dokumen yang membuktikan bahwa pegawai Bank telah memperoleh: a. sertifikasi keagenan asuransi yang dikeluarkan oleh asosiasi terkait; dan b. pelatihan mengenai Produk Asuransi yang akan dipasarkan. 3. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf a tidak berlaku untuk pemasaran Produk Asuransi mikro. 4. Permohonan untuk memperoleh surat persetujuan Bancassurance sebagaimana dimaksud pada angka 1 diajukan secara online oleh Perusahaan. 5. Permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 4 diajukan dengan mengunggah (upload) seluruh dokumen persyaratan persetujuan Bancassurance melalui sistem perizinan dan registrasi terintegrasi OJK. 6. Perusahaan harus berkoordinasi dengan Bank dalam rangka proses pengunggahan (upload) seluruh dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 5 sehingga proses pengunggahan (upload) oleh Perusahaan dan Bank tersebut dapat dilakukan pada hari kerja yang sama atau dalam selang waktu paling lama 2 (dua) hari kerja sejak salah satu pihak yang akan melakukan kerjasama Bancassurance melakukan registrasi dalam sistem perizinan dan registrasi terintegrasi OJK. - 11 - 7. Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 6 tidak terpenuhi, permohonan untuk memperoleh surat persetujuan Bancassurance akan dinyatakan batal secara otomatis oleh sistem perizinan dan registrasi terintegrasi OJK. 8. OJK melakukan analisis seluruh dokumen yang telah diunggah sebagaimana dimaksud pada angka 5, dengan memperhatikan dan mempertimbangkan hal sebagai berikut: a. kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Surat Edaran OJK ini; dan b. kesesuaian dengan seluruh ketentuan terkait pemasaran Produk Asuransi, kesehatan, dan penyelenggaraan usaha Perusahaan. 9. Dalam hal dokumen yang dilampirkan belum sesuai dengan ketentuan atau berdasarkan penilaian OJK Perusahaan dinyatakan belum memenuhi ketentuan untuk melakukan kerja sama Bancassurance, OJK menyampaikan pemberitahuan penolakan permohonan persetujuan Bancassurance kepada Perusahaan dengan disertai alasan penolakan. 10. Dalam hal OJK menolak permohonan persetujuan Bancassurance sebagaimana dimaksud pada angka 9, Perusahaan dapat mengajukan kembali permohonan persetujuan Bancassurance dengan melakukan pengajuan permohonan ulang secara online sebagaimana dimaksud pada angka 4. 11. Dalam hal dokumen telah sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku dan berdasarkan penilaian OJK Perusahaan dinyatakan telah memenuhi ketentuan untuk melakukan kerja sama Bancassurance, OJK memberikan surat persetujuan Bancassurance kepada Perusahaan. 12. Pemberitahuan penolakan permohonan persetujuan Bancassurance sebagaimana dimaksud pada angka 9 atau surat persetujuan Bancassurance sebagaimana dimaksud pada angka 11, disampaikan oleh OJK dalam jangka waktu paling lama 19 (sembilan belas) hari kerja sejak Perusahaan menerima pemberitahuan penyampaian permohonan persetujuan Bancassurance dari sistem perizinan dan registrasi terintegrasi OJK. 13. Permohonan persetujuan Bancassurance yang disampaikan kepada OJK secara online setelah pukul 17.00 WIB dianggap diterima OJK pada hari kerja berikutnya. - 12 - 14. Dalam hal terjadi gangguan teknis sistem perizinan dan registrasi terintegrasi OJK pada saat penyampaian permohonan persetujuan Bancassurance, permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 4 disampaikan kepada OJK secara offline. 15. Permohonan persetujuan Bancassurance secara offline, harus disampaikan oleh Perusahaan dalam bentuk data elektronik dengan menggunakan media berupa compact disc (CD) atau media penyimpanan data elektronik lainnya. 16. Perusahaan menyampaikan permohonan persetujuan Bancassurance secara offline ditujukan kepada: a. untuk pemasaran Produk Asuransi konvensional: Otoritas Jasa Keuangan u.p. Direktur Kelembagaan dan Produk IKNB Gedung Menara Merdeka Mailing Room Lantai 12 Jl. Budi Kemuliaan I No.2 Jakarta Pusat b. untuk pemasaran Produk Asuransi dengan prinsip syariah: Otoritas Jasa Keuangan u.p. Direktur IKNB Syariah Gedung Menara Merdeka Mailing Room Lantai 12 Jl. Budi Kemuliaan I No.2 Jakarta Pusat 17. Penyampaian permohonan persetujuan Bancassurance secara offline dapat dilakukan dengan salah satu cara sebagai berikut: a. diserahkan langsung ke kantor OJK; atau b. dikirim melalui perusahaan jasa pengiriman, sesuai dengan alamat kantor OJK sebagaimana dimaksud pada angka 16. 18. Apabila gangguan teknis sebagaimana dimaksud pada angka 14 dialami oleh OJK, OJK mengumumkan melalui situs web OJK pada hari yang sama saat terjadinya gangguan teknis beserta mekanisme pemrosesan permohonan persetujuan Bancassurance. 19. Perusahaan dinyatakan telah menyampaikan permohonan persetujuan Bancassurance dengan ketentuan sebagai berikut: - 13 - a. untuk penyampaian secara online melalui sistem perizinan dan registrasi terintegrasi OJK, dibuktikan dengan pemberitahuan dari OJK yang diterbitkan oleh sistem perizinan dan registrasi terintegrasi OJK dimaksud; atau b. untuk penyampaian secara offline, dibuktikan dengan: 1) surat tanda terima dari OJK, apabila permohonan disertakan langsung ke kantor OJK sebagaimana dimaksud pada angka 17 huruf a; atau 2) tanda terima pengiriman dari perusahaan jasa pengiriman, apabila permohonan dikirim melalui perusahaan jasa pengiriman sebagaimana dimaksud pada angka 17 huruf b. 20. Dalam hal terdapat perubahan alamat kantor OJK untuk penyampaian permohonan persetujuan Bancassurance sebagaimana dimaksud pada angka 16, OJK akan menyampaikan pemberitahuan mengenai perubahan alamat melalui surat atau pengumuman. 21. Perusahaan harus menyimpan seluruh berkas permohonan persetujuan Bancassurance untuk jangka waktu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dapat menunjukkan berkas permohonan dimaksud apabila dibutuhkan sewaktu-waktu. IV. MANAJEMEN RISIKO PERUSAHAAN DALAM RANGKA BANCASSURANCE 1. Perusahaan bertanggung jawab atas Produk Asuransi yang dipasarkan melalui Bancassurance. 2. Perusahaan memiliki kewenangan sepenuhnya atas proses pengambilan keputusan underwriting dan verifikasi keputusan klaim sesuai dengan syarat dan ketentuan Produk Asuransi yang dipasarkan. 3. Perusahaan yang melakukan Bancassurance bertanggung jawab atas semua tindakan Bank yang berkaitan dengan pemasaran Produk Asuransi melalui Bancassurance dimaksud. 4. Perusahaan harus memastikan bahwa Bank yang melakukan Bancassurance mematuhi ketentuan mengenai manajemen risiko bagi Bank yang melakukan Bancassurance. 5. Perusahaan harus memastikan bahwa perolehan data dan/atau informasi pribadi calon pemegang polis, tertanggung, atau peserta penerapan - 14 - dari Bank telah memperoleh persetujuan tertulis dari calon pemegang polis, tertanggung, atau peserta. 6. OJK dapat memerintahkan Perusahaan menghentikan Bancassurance dalam hal OJK menilai Bancassurance yang dilaksanakan: a. tidak sesuai dengan perjanjian Bancasurance; b. tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan/atau c. berdampak negatif terhadap kesehatan keuangan Perusahaan. 7. Perusahaan harus mengakhiri kerja sama sebelum berakhirnya perjanjian atau tidak memperpanjang kerja sama apabila: a. Bank tidak memenuhi kewajiban sebagaimana diatur dalam perjanjian Bancassurance, misalnya tidak meneruskan pembayaran premi atau kontribusi yang dibayarkan pemegang polis, tertanggung, atau peserta; dan/atau b. OJK telah memerintahkan Perusahaan untuk mengakhiri kerja sama Bancassurance sebagaimana diatur pada angka 6. V. ASPEK PERLINDUNGAN KONSUMEN 1. Dalam hal Bancassurance melalui model bisnis kerja sama distribusi dan integrasi produk, Perusahaan harus memastikan bahwa sebelum penutupan atas Produk Asuransi calon pemegang polis, tertanggung, atau peserta telah memperoleh penjelasan secara lengkap mengenai manfaat dan biaya Produk Asuransi yang ditawarkan oleh Bank. 2. Dalam hal Produk Asuransi yang dipasarkan melalui Bancassurance merupakan PAYDI, Perusahaan harus memastikan bahwa sebelum penutupan atas Produk Asuransi calon pemegang polis, tertanggung, atau peserta telah memperoleh penjelasan secara lengkap mengenai manfaat, biaya, dan risiko Produk Asuransi yang ditawarkan oleh Bank. 3. Dalam hal pemasaran Produk Asuransi dilakukan secara tatap muka, kepastian bahwa calon pemegang polis, tertanggung, atau peserta telah memperoleh penjelasan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2, harus dituangkan dalam surat pernyataan bahwa calon pemegang polis, tertanggung, atau peserta telah memperoleh penjelasan dan memahami manfaat, biaya, dan risiko Produk Asuransi yang ditawarkan oleh Bank. - 15 - 4. Surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada angka 3 harus dibuat dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing berdampingan dengan bahasa Indonesia dan ditandatangani oleh calon pemegang polis, tertanggung, atau peserta dengan menggunakan tanda tangan basah. 5. Dalam hal pemasaran Produk Asuransi dilakukan melalui komunikasi jarak jauh seperti telepon, bentuk kepastian bahwa calon pemegang polis, tertanggung, atau peserta telah memperoleh penjelasan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2, harus berupa rekaman suara, dokumen, dan/atau bukti lain yang menyatakan bahwa calon pemegang polis, tertanggung, atau peserta telah memahami seluruh penjelasan tersebut. 6. Perusahaan harus memastikan bahwa sebelum terjadi penutupan asuransi, calon pemegang polis, tertanggung, atau peserta telah memperoleh informasi mengenai biaya yang harus dibayar, termasuk transparansi informasi mengenai komisi yang diberikan oleh Perusahaan kepada Bank dalam rangka Bancassurance. 7. Informasi mengenai transparansi biaya yang harus dibayar sebagaimana dimaksud pada angka 6, harus dituangkan dalam media pemasaran dan/atau surat permohonan asuransi. 8. Perusahaan harus memastikan bahwa dalam media pemasaran terdapat pernyataan bahwa Produk Asuransi yang dipasarkan bukan merupakan tanggung jawab Bank dan tidak termasuk dalam cakupan program penjaminan oleh Lembaga Penjamin Simpanan. 9. Perusahaan harus menerbitkan ikhtisar polis, sertifikat polis asuransi, atau tanda bukti kepesertaan bagi masing-masing pemegang polis, tertanggung, atau peserta. 10. Dalam hal model bisnis yang digunakan adalah integrasi produk, ikhtisar polis, sertifikat polis asuransi, atau tanda bukti kepesertaan dapat dicetak oleh Bank. 11. Dalam ikhtisar polis, sertifikat polis asuransi, atau tanda bukti kepesertaan sebagaimana dimaksud dalam angka 9 harus dinyatakan secara jelas bahwa risiko asuransi menjadi tanggung jawab Perusahaan. 12. Ikhtisar polis, sertifikat polis asuransi, atau tanda bukti kepesertaan sebagaimana dimaksud pada angka 9 dan angka 10 harus - 16 - disampaikan kepada calon pemegang polis, tertanggung, atau peserta. 13. Perusahaan harus memastikan bahwa ikhtisar polis, sertifikat polis asuransi, atau tanda bukti kepesertaan telah diterima oleh calon pemegang polis, tertanggung, atau peserta. 14. Perusahaan harus memastikan bahwa Bank senantiasa menjaga kecukupan jumlah pegawai yang memiliki sertifikasi keagenan di setiap kantor yang melakukan Bancassurance. VI. PENUTUP 1. Surat persetujuan Bancassurance yang telah diterbitkan oleh OJK sebelum Surat Edaran OJK ini mulai berlaku, dinyatakan tetap berlaku. 2. Proses permohonan persetujuan Bancassurance yang telah diajukan kepada OJK dan belum selesai pada saat Surat Edaran OJK ini ditetapkan, diproses sesuai ketentuan yang berlaku saat permohonan diajukan Perusahaan. 3. Ketentuan dalam Surat Edaran OJK ini mulai berlaku pada tanggal 1 September 2016. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 30 Agustus 2016 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERASURANSIAN, DANA PENSIUN, LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA OTORITAS JASA KEUANGAN, Salinan sesuai dengan aslinya Kepala Departemen Hukum ttd Sudarmaji ttd FIRDAUS DJAELANI
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 32/SEOJK.05/2016 </reg_id> <reg_title> SALURAN PEMASARAN PRODUK ASURANSI MELALUI KERJA SAMA DENGAN BANK (BANCASSURANCE) </reg_title> <set_date> 30 Agustus 2016 </set_date> <effective_date> 1 September 2016 </effective_date> <related_reg> '23/POJK.05/2015 | Pasal 45 ayat (3)' </related_reg>
Yth. Direksi Bank Perkreditan Rakyat di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 16/SEOJK.03/2015 TENTANG BANK PERKREDITAN RAKYAT Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor: 20/POJK.03/2014 tentang Bank Perkreditan Rakyat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 351 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5629), selanjutnya disebut POJK tentang BPR, Otoritas Jasa Keuangan perlu mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai Bank Perkreditan Rakyat dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM 1. Pengajuan permohonan izin, pengajuan rencana dan/atau penyampaian laporan kepada Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan dan/atau Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana diatur dalam POJK tentang BPR menggunakan format lampiran yang ditetapkan dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini. 2. Dalam hal format permohonan izin, pengajuan rencana dan/atau penyampaian laporan tidak diatur secara khusus dalam Surat Edaran ini maka format tersebut diserahkan kepada masing- masing Bank Perkreditan Rakyat, selanjutnya disebut BPR. 3. Pengaturan mengenai kegiatan layanan dengan menggunakan kartu Automated Teller Machine (ATM) dan/atau kartu debet selain mengacu pada POJK tentang BPR, tunduk pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu dan peraturan pelaksanaannya. II. PENDIRIAN ... - 2 - II. PENDIRIAN BANK PERKREDITAN RAKYAT 1. Pemenuhan persyaratan modal disetor minimum untuk pendirian BPR, diatur berdasarkan tempat kedudukan BPR yang dibagi dalam 4 (empat) zona yaitu: a. Zona 1 dengan modal disetor minimum Rp14.000.000.000,00 (empat belas miliar rupiah); b. Zona 2 dengan modal disetor minimum Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah); c. Zona 3 dengan modal disetor minimum Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah); dan d. Zona 4 dengan modal disetor minimum Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah). Daftar nama kabupaten atau kota pada zona 1 sampai dengan zona 4 terdapat pada Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 2. Dengan pertimbangan tertentu, Otoritas Jasa Keuangan berwenang menetapkan jumlah modal disetor di atas jumlah minimum sebagaimana dimaksud pada angka 1. Penetapan jumlah modal disetor yang lebih tinggi didasarkan pada pertimbangan antara lain kelangsungan pengembangan kegiatan usaha BPR ke depan sehingga dapat beroperasi secara berkesinambungan. Kelangsungan pengembangan kegiatan usaha BPR ke depan dimaksud antara lain ditetapkan berdasarkan penilaian terhadap perkembangan dan kemajuan daerah, potensi ekonomi, perkembangan harga barang dan jasa, jumlah dan tingkat persaingan antara lembaga keuangan bank dan non bank, jumlah penduduk, dan luas wilayah. Penetapan jumlah modal disetor yang lebih tinggi tersebut tidak melampaui jumlah modal disetor minimum pada zona yang setingkat lebih tinggi. Contoh: Calon pemegang saham berencana mendirikan sebuah BPR yang berlokasi di zona 4 dengan persyaratan modal disetor minimum sebesar Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah). Dengan mempertimbangkan ... - 3 - mempertimbangkan kondisi kelangsungan dan pengembangan kegiatan usaha BPR di wilayah pendirian BPR, Otoritas Jasa Keuangan berwenang menetapkan persyaratan jumlah modal disetor lebih tinggi dari Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) namun tidak melampaui jumlah modal disetor minimum pada zona 3 yaitu sebesar Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah). 3. Atas inisiatif calon pemegang saham, penyetoran modal dapat dilakukan melebihi jumlah modal disetor sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2. 4. Dalam hal terjadi pemekaran wilayah, persyaratan modal disetor minimum untuk mendirikan BPR mengacu pada jumlah modal disetor minimum pada zona asal sebelum terjadi pemekaran wilayah. Contoh: Sesuai Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan yang berlaku saat ini, Kabupaten X merupakan salah satu kabupaten atau kota yang berada di zona 2 dengan modal disetor minimum sebesar Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah). Seiring dengan perkembangan dan potensi ekonomi Kabupaten X, dengan mengacu pada Undang-Undang mengenai pemerintahan daerah, Kabupaten X dipisahkan menjadi 2 (dua) kabupaten yaitu Kabupaten X dan Kabupaten Y. Mengingat Kabupaten Y merupakan kabupaten baru sehingga belum tercantum dalam salah satu daftar zona pada Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan, setiap pendirian BPR di wilayah Kabupaten Y mengacu pada jumlah modal disetor minimum Kabupaten X sebesar Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah). 5. Dalam hal terdapat kabupaten atau kota yang bukan berasal dari hasil pemekaran wilayah dan belum tercantum dalam daftar nama kabupaten atau kota sesuai zona sebagaimana pada Lampiran I, jumlah modal disetor minimum pada kabupaten atau kota tersebut adalah sebesar jumlah modal disetor minimum pada zona kabupaten atau kota terdekat dengan persyaratan modal disetor minimum yang terbesar. 6. Kantor ... - 4 - 6. Kantor Pusat BPR yang akan berpindah ke zona yang memiliki persyaratan modal disetor pendirian BPR yang lebih tinggi dari zona kantor pusat BPR semula, harus memenuhi persyaratan modal disetor pendirian BPR di zona lokasi pemindahan alamat kantor pusat dimaksud. Contoh: BPR X semula berkantor pusat di Kabupaten Cirebon yang termasuk dalam zona 2 dan memiliki persyaratan modal disetor dalam rangka pendirian BPR sebesar Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah). Apabila BPR X akan memindahkan kantor pusatnya ke Kota Bandung yang termasuk dalam zona 1, BPR X wajib menambah modal disetor menjadi minimal sebesar Rp14.000.000.000,00 (empat belas miliar rupiah) sesuai dengan persyaratan modal disetor dalam rangka pendirian BPR di zona 1. III. PERIZINAN BANK PERKREDITAN RAKYAT A. Persetujuan Prinsip 1. Permohonan untuk mendapatkan persetujuan prinsip dalam rangka pendirian BPR disampaikan secara tertulis kepada Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan u.p. Departemen Perizinan dan Informasi Perbankan dengan tembusan kepada Kantor Regional atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan sesuai dengan lokasi tempat kedudukan BPR disertai dengan dokumen pendukung. 2. Permohonan untuk mendapatkan persetujuan prinsip sebagaimana dimaksud pada angka 1, diajukan paling sedikit oleh salah satu calon Pemegang Saham Pengendali, yang selanjutnya disingkat PSP, yang memiliki saham paling sedikit 25% (dua puluh lima perseratus), disertai dengan: a. rancangan akta pendirian badan hukum, termasuk rancangan anggaran dasar yang paling sedikit memuat: 1) nama dan tempat kedudukan; 2) kegiatan usaha sebagai BPR; 3) permodalan ... - 5 - 3) permodalan, antara lain mencantumkan klausula bahwa setiap penambahan modal disetor dengan persetujuan Otoritas Jasa Keuangan; 4) kepemilikan, antara lain mencantumkan klausula bahwa perubahan kepemilikan saham karena pengalihan saham yang mengakibatkan perubahan dan/atau mengakibatkan terjadinya PSP BPR, dan/atau penggantian dan/atau penambahan pemilik baik yang mengakibatkan atau tidak mengakibatkan perubahan PSP BPR dengan persetujuan Otoritas Jasa Keuangan; dan 5) wewenang, tanggung jawab, masa jabatan serta tata cara pengangkatan, penggantian, pemberhentian, pengunduran diri anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris termasuk persyaratan bahwa pengangkatan calon anggota Direksi dan calon anggota Dewan Komisaris dengan persetujuan Otoritas Jasa Keuangan; b. data kepemilikan berupa daftar calon pemegang saham berikut rincian besarnya masing-masing kepemilikan saham bagi BPR yang berbadan hukum Perseroan Terbatas atau Perusahaan Daerah atau daftar calon anggota berikut rincian jumlah simpanan pokok dan simpanan wajib bagi BPR yang berbadan hukum Koperasi, dengan dilampiri: 1) dokumen yang menyatakan identitas masing-masing calon pemegang saham atau calon anggota berupa: a) fotokopi tanda pengenal, berupa Kartu Tanda Penduduk yang masih berlaku; b) daftar riwayat hidup, sebagaimana Lampiran II.1; c) pasfoto terakhir ukuran 4x6 cm; dan d) fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak calon pemegang saham atau calon anggota; 2) daftar isian, khusus bagi calon PSP, sebagaimana Lampiran II.2; 3) surat ... - 6 - 3) surat pernyataan bermeterai cukup dari masing-masing calon pemegang saham atau calon anggota, bahwa setoran modal: a) tidak berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari Bank dan/atau pihak lain; dan/atau b) tidak berasal dari dan untuk tujuan pencucian uang; 4) surat pernyataan bermeterai cukup dari masing-masing calon pemegang saham atau calon anggota yang menyatakan bahwa yang bersangkutan: a) bersedia untuk mematuhi ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku khususnya di bidang perbankan; b) bersedia untuk melakukan upaya-upaya yang diperlukan apabila BPR menghadapi kesulitan permodalan maupun likuiditas dalam menjalankan kegiatan usahanya; c) tidak pernah dihukum karena terbukti melakukan Tindak Pidana Tertentu yang telah diputus oleh pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam waktu 20 (dua puluh) tahun sebelum tanggal pengajuan permohonan; d) tidak sedang dalam pengenaan sanksi untuk dilarang menjadi pemegang saham, anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan/atau Pejabat Eksekutif bank; e) tidak pernah dinyatakan pailit dan/atau tidak pernah menjadi pemegang saham, anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit berdasarkan ketetapan pengadilan dalam waktu 5 (lima) tahun terakhir sebelum tanggal pengajuan permohonan; f) tidak memiliki kredit dan/atau pembiayaan macet dan/atau hutang jatuh tempo yang bermasalah; g) tidak ... - 7 - g) tidak melakukan pengalihan kepemilikan saham pada BPR dalam jangka waktu tertentu, kecuali berdasarkan keputusan Otoritas Jasa Keuangan; h) bersedia untuk melakukan penguatan permodalan, apabila menurut penilaian Otoritas Jasa Keuangan diperlukan; dan i) tidak sedang menjalani proses hukum dan/atau sedang menjalani proses uji kemampuan dan kepatutan pada suatu bank; 5) komitmen tertulis masing-masing calon pemegang saham atau calon anggota yang menyatakan bahwa yang bersangkutan bersedia untuk: a) tidak melakukan dan/atau mengulangi perbuatan dan/atau tindakan yang merupakan cakupan uji kemampuan dan kepatutan sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai uji kemampuan dan kepatutan BPR; b) tidak melakukan kegiatan-kegiatan tertentu yang diperkirakan memperburuk kondisi keuangan dan non keuangan BPR; c) tidak menerima penyediaan dana dan/atau fasilitas apapun yang tidak wajar dari BPR; dan d) melaksanakan arah dan strategi pengembangan BPR yang sehat, yang mengutamakan pembiayaan kepada Usaha Mikro Kecil (UMK) yang produktif untuk masyarakat setempat; 6) Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak masing- masing calon pemegang saham atau calon anggota; 7) salinan akta pendirian badan hukum, termasuk anggaran dasar berikut perubahan-perubahan yang telah mendapat pengesahan dari instansi yang berwenang sesuai ketentuan yang berlaku, kecuali bagi Pemerintah Daerah; 8) dokumen ... - 8 - 8) dokumen yang menyatakan identitas dari seluruh anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris, bagi badan hukum Perseroan Terbatas atau susunan pengurus bagi badan hukum koperasi berupa: a) fotokopi tanda pengenal, berupa Kartu Tanda Penduduk yang masih berlaku; b) daftar riwayat hidup, sebagaimana Lampiran II.1; c) pasfoto terakhir ukuran 4x6 cm; d) fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak badan hukum dan pengurus. Dalam hal calon pemegang saham adalah Pemerintah Daerah, dokumen yang menyatakan identitas merupakan dokumen Kepala Daerah atau pihak yang ditunjuk untuk mewakili Pemerintah Daerah; 9) data kepemilikan berupa daftar pemegang saham berikut rincian besarnya masing-masing kepemilikan saham bagi badan hukum Perseroan Terbatas atau rekapitulasi simpanan pokok dan simpanan wajib masing-masing anggota bagi badan hukum Koperasi; 10) daftar isian, khusus bagi calon PSP berbentuk badan hukum, sebagaimana Lampiran II.3; 11) laporan keuangan 2 (dua) tahun terakhir sebelum tanggal surat permohonan yang meliputi neraca, laba- rugi, laporan arus kas, laporan perubahan ekuitas, dan catatan atas laporan keuangan, kecuali bagi Pemerintah Daerah; 12) laporan keuangan badan hukum yang diaudit oleh Akuntan Publik dengan posisi paling lama pada akhir tahun sebelum tanggal surat permohonan persetujuan prinsip, bagi badan hukum yang mempunyai penyertaan sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) atau lebih, kecuali bagi Pemerintah Daerah; 13) proyeksi keuangan badan hukum untuk jangka waktu paling singkat 3 (tiga) tahun, yang disusun oleh konsultan ... - 9 - konsultan independen, dalam hal badan hukum tersebut merupakan calon PSP BPR, kecuali Pemerintah Daerah; 14) surat pernyataan bermeterai cukup dari seluruh anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris/pengurus badan hukum yang bersangkutan bahwa dana yang digunakan untuk pembelian saham: a) tidak berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari bank dan/atau pihak lain; dan/atau b) tidak berasal dari dan untuk pencucian uang. Dalam hal calon pemegang saham BPR adalah Pemerintah Daerah, surat pernyataan digantikan dengan Surat Keputusan Kepala Daerah yang menyatakan bahwa sumber dana setoran modal telah dianggarkan dalam APBD dan telah disahkan oleh DPRD setempat; 15) surat pernyataan badan hukum bermeterai cukup yang ditandatangani oleh seluruh anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris, yang paling sedikit memuat: a) bersedia untuk mematuhi ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku khususnya di bidang perbankan; b) bersedia untuk melakukan upaya-upaya yang diperlukan apabila BPR menghadapi kesulitan permodalan maupun likuiditas dalam menjalankan kegiatan usahanya; c) tidak melakukan pengalihan kepemilikan saham pada BPR dalam jangka waktu tertentu, kecuali berdasarkan keputusan Otoritas Jasa Keuangan; d) bersedia untuk melakukan penguatan permodalan, apabila menurut Otoritas Jasa Keuangan diperlukan; e) tidak memiliki kredit dan/atau pembiayaan macet dan/atau hutang jatuh tempo yang bermasalah; f) tidak ... - 10 - f) tidak sedang menjalani proses hukum dan/atau proses uji kemampuan dan kepatutan pada suatu bank; 16) surat pernyataan bermeterai cukup dari masing-masing anggota Direksi dan masing-masing anggota Dewan Komisaris, dalam hal badan hukum tersebut merupakan calon pemegang saham atau calon anggota, yang paling sedikit memuat: a) bersedia untuk mematuhi ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku khususnya di bidang perbankan; b) tidak pernah dihukum karena terbukti melakukan Tindak Pidana Tertentu yang telah diputus oleh pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam waktu 20 (dua puluh) tahun sebelum tanggal surat permohonan, dan tidak sedang dalam masa pengenaan sanksi untuk dilarang menjadi pemegang saham bank; c) tidak pernah dinyatakan pailit dan/atau tidak pernah menjadi pemegang saham, anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit berdasarkan ketetapan pengadilan dalam waktu 5 (lima) tahun terakhir sebelum tanggal pengajuan permohonan; d) tidak memiliki kredit dan/atau pembiayaan macet dan/atau hutang jatuh tempo yang bermasalah; e) tidak sedang menjalani proses hukum dan/atau proses uji kemampuan dan kepatutan pada suatu bank; 17) surat pernyataan bermeterai cukup dari PSP Terakhir, selanjutnya disingkat PSPT, dari calon PSP yaitu: a) surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada angka 4), dalam hal PSPT adalah perorangan; b) surat ... - 11 - b) surat pernyataan badan hukum yang ditandatangani oleh seluruh anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris/pengurus sebagaimana pada angka 15), dalam hal PSPT yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan adalah badan hukum selain Pemerintah Daerah; 18) dalam hal pengendali BPR berbentuk badan hukum, surat pernyataan bermeterai cukup diwakili oleh seluruh anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris/pengurus yang paling sedikit memuat: a) bersedia untuk mematuhi ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku khususnya di bidang perbankan; b) bersedia untuk melakukan upaya-upaya yang diperlukan apabila BPR menghadapi kesulitan permodalan maupun likuiditas dalam menjalankan kegiatan usahanya; c) tidak pernah dinyatakan pailit berdasarkan ketetapan pengadilan dalam waktu 5 (lima) tahun terakhir sebelum tanggal pengajuan permohonan; d) tidak memiliki kredit macet dan/atau hutang jatuh tempo yang bermasalah; e) tidak melakukan pengalihan kepemilikan saham pada BPR dalam jangka waktu tertentu, kecuali berdasarkan keputusan Otoritas Jasa Keuangan; f) bersedia untuk melakukan penguatan permodalan, apabila menurut penilaian Otoritas Jasa Keuangan diperlukan; g) tidak sedang menjalani proses hukum dan/atau proses uji kemampuan dan kepatutan pada suatu bank; 19) dalam hal pengendali BPR berbentuk perorangan, surat pernyataan bermeterai cukup paling sedikit memuat: a) bersedia untuk mematuhi ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku khususnya di bidang perbankan; b) tidak ... - 12 - b) tidak pernah dihukum karena terbukti melakukan Tindak Pidana Tertentu yang telah diputus oleh pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam waktu 20 (dua puluh) tahun sebelum tanggal pengajuan permohonan; c) tidak sedang dalam pengenaan sanksi untuk dilarang menjadi pemegang saham, anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan/atau Pejabat Eksekutif Bank; d) tidak pernah dinyatakan pailit dan/atau tidak pernah menjadi pemegang saham, anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit berdasarkan ketetapan pengadilan dalam waktu 5 (lima) tahun terakhir sebelum tanggal pengajuan permohonan; e) tidak memiliki kredit macet dan/atau hutang jatuh tempo yang bermasalah; f) tidak melakukan pengalihan kepemilikan saham pada BPR dalam jangka waktu tertentu, kecuali berdasarkan keputusan Otoritas Jasa Keuangan; g) bersedia melakukan penguatan permodalan, apabila menurut penilaian Otoritas Jasa Keuangan diperlukan; h) tidak sedang menjalani proses hukum dan/atau proses uji kemampuan dan kepatutan pada suatu bank; 20) komitmen tertulis badan hukum yang ditandatangani oleh seluruh anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris/pengurus yang paling sedikit memuat: a) tidak melakukan dan/atau mengulangi perbuatan dan/atau tindakan yang merupakan cakupan uji kemampuan dan kepatutan sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai uji kemampuan dan kepatutan BPR; b) tidak ... - 13 - b) tidak melakukan kegiatan tertentu yang diperkirakan memperburuk kondisi keuangan dan non keuangan BPR; c) tidak menerima penyediaan dana dan/atau fasilitas apapun yang tidak wajar dari BPR; 21) komitmen tertulis dari PSPT yang menyatakan bersedia untuk melaksanakan rencana arah dan strategi pengembangan BPR yang sehat, yang mengutamakan pembiayaan kepada Usaha Mikro Kecil (UMK) yang produktif untuk masyarakat setempat; 22) seluruh struktur kelompok usaha yang terkait dengan BPR dan badan hukum pengendali BPR sampai dengan PSPT, kecuali bagi Pemerintah Daerah; 23) surat pernyataan bermeterai cukup dari pengurus badan hukum yang menyatakan bahwa yang bersangkutan telah menyampaikan informasi secara benar dan lengkap mengenai struktur kelompok BPR sampai dengan pemilik terakhir, dalam hal badan hukum tersebut merupakan calon PSP BPR; 24) surat pernyataan bemeterai cukup dari calon PSP mengenai kesediaan untuk memberikan data dan informasi yang terkait dengan struktur kelompok usaha kepada Otoritas Jasa Keuangan dalam rangka pengawasan; 25) dokumen rencana arah dan strategi pengembangan BPR selama paling sedikit 3 (tiga) tahun ke depan sejak BPR beroperasi sebagai pedoman untuk pengembangan BPR yang sehat, yang mencakup juga pengembangan ekonomi regional yang mengutamakan pembiayaan kepada Usaha Mikro Kecil (UMK) yang produktif dengan mempertimbangkan potensi wilayah serta ditujukan untuk masyarakat setempat. Dalam hal calon pemegang saham atau calon anggota merupakan perorangan, calon PSP yang mengajukan permohonan persetujuan prinsip menyampaikan dokumen data ... - 14 - data kepemilikan berupa daftar calon pemegang saham atau daftar calon anggota dengan dilampiri dokumen pendukung sebagaimana pada angka 1) sampai dengan angka 6) dan angka 25). Dalam hal calon pemegang saham atau calon anggota berbentuk badan hukum, calon PSP yang mengajukan permohonan persetujuan prinsip menyampaikan dokumen data kepemilikan berupa daftar calon pemegang saham atau daftar calon anggota dilampiri dokumen pendukung sebagaimana pada angka 7) sampai dengan angka 25); c. daftar calon anggota Direksi atau calon anggota Dewan Komisaris, disertai dengan: 1) daftar susunan anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris BPR; 2) dokumen yang menyatakan identitas masing-masing calon anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris berupa: a. fotokopi tanda pengenal, berupa Kartu Tanda Penduduk yang masih berlaku; b. daftar riwayat hidup, sebagaimana Lampiran II.1; c. pasfoto terakhir ukuran 4x6 cm; dan d. daftar silsilah keluarga dalam hubungan sampai dengan derajat kedua atau semenda; 3) contoh tanda tangan dan paraf masing-masing calon anggota Direksi dan calon anggota Dewan Komisaris; 4) surat pernyataan bermeterai cukup dari masing-masing calon anggota Direksi yang menyatakan bahwa yang bersangkutan: a. bersedia untuk mematuhi ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku khususnya di bidang perbankan; b. tidak pernah dihukum karena terbukti melakukan Tindak Pidana Tertentu yang telah diputus oleh pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap ... - 15 - tetap dalam waktu 20 (dua puluh) tahun terakhir sebelum tanggal pengajuan permohonan; c. tidak sedang dalam pengenaan sanksi untuk dilarang menjadi pemegang saham, anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan/atau Pejabat Eksekutif Bank; d. tidak memiliki kredit dan/atau pembiayaan macet; e. tidak pernah dinyatakan pailit dan tidak pernah menjadi pemegang saham, Direksi atau Dewan Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit berdasarkan ketetapan pengadilan dalam waktu 5 (lima) tahun terakhir sebelum tanggal pengajuan permohonan; f. tidak merangkap jabatan pada bank dan/atau, perusahaan non bank, dan/atau lembaga lain; g. memenuhi ketentuan yang mengatur mayoritas anggota Direksi tidak memiliki hubungan keluarga atau semenda sampai dengan derajat kedua dengan sesama anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris; dan h. tidak sedang menjalani proses hukum dan/atau proses uji kemampuan dan kepatutan pada suatu bank; 5) fotokopi ijazah pendidikan terakhir minimal diploma tiga yang dilegalisasi oleh lembaga yang berwenang, bagi calon anggota Direksi; 6) surat keterangan/bukti tertulis mengenai pengetahuan di bidang perbankan yang memadai dan relevan dengan jabatannya, bagi calon anggota Direksi; 7) surat keterangan/bukti tertulis mengenai pengalaman dan keahlian di bidang perbankan dan/atau lembaga jasa keuangan non perbankan paling singkat selama 2 (dua) tahun, bagi calon anggota Direksi; 8) surat ... - 16 - 8) surat keterangan/bukti tertulis mengenai pengetahuan di bidang perbankan yang memadai dan relevan dengan jabatannya dan/atau pengalaman di bidang perbankan dan/atau lembaga jasa keuangan non perbankan, bagi calon anggota Dewan Komisaris; 9) surat pernyataan bermeterai cukup dari masing-masing calon anggota Dewan Komisaris yang menyatakan bahwa yang bersangkutan: a) bersedia untuk mematuhi ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku khususnya di bidang perbankan; b) tidak pernah dihukum karena terbukti melakukan Tindak Pidana Tertentu yang telah diputus oleh pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam waktu 20 (dua puluh) tahun terakhir sebelum tanggal surat permohonan; c) tidak sedang dalam pengenaan sanksi untuk dilarang menjadi pemegang saham, anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan/atau Pejabat Eksekutif Bank; d) tidak memiliki kredit dan/atau pembiayaan macet; e) tidak pernah dinyatakan pailit dan tidak pernah menjadi pemegang saham, Direksi atau Dewan Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit berdasarkan ketetapan pengadilan dalam waktu 5 (lima) tahun terakhir sebelum tanggal pengajuan permohonan; f) tidak merangkap jabatan sebagai: i. anggota Dewan Komisaris melebihi yang diperkenankan dalam ketentuan yang berlaku; dan/atau ii. anggota Direksi atau Pejabat Eksekutif pada BPR, BPRS, dan/atau Bank Umum; g) memenuhi ... - 17 - g) memenuhi ketentuan yang mengatur mayoritas anggota Dewan Komisaris tidak memiliki hubungan keluarga atau semenda sampai dengan derajat kedua dengan sesama anggota Dewan Komisaris atau anggota Direksi; h) tidak sedang menjalani proses hukum dan/atau proses uji kemampuan dan kepatutan pada suatu bank; dan i) bagi anggota Dewan Komisaris bersedia untuk mempresentasikan hasil pengawasan terhadap BPR apabila diminta oleh Otoritas Jasa Keuangan; 10) fotokopi sertifikat kelulusan yang masih berlaku dari Lembaga Sertifikasi Profesi, bagi calon anggota Direksi dan calon anggota Dewan Komisaris; d. rencana struktur organisasi dan jumlah personalia; e. Studi kelayakan pendirian BPR, yang meliputi penilaian terhadap: 1) aspek pasar; 2) aspek strategi bisnis; 3) aspek organisasi dan infrastruktur; 4) aspek modal; dan 5) aspek keuangan. Studi kelayakan yang meliputi penilaian pada aspek sebagaimana dimaksud pada angka 1) sampai dengan angka 5) mengacu pada pedoman penyusunan studi kelayakan dalam rangka pendirian bank perkreditan rakyat sebagaimana pada Lampiran II.4; f. rencana sistem dan prosedur kerja; g. bukti setoran modal sebesar paling sedikit 50% (lima puluh perseratus) dari modal disetor sebagaimana dimaksud pada butir II.1., butir II.2., dan/atau butir II.3., dalam bentuk fotokopi bilyet deposito di Bank Umum di Indonesia atas nama “Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan q.q. (nama calon PSP BPR)” dengan keterangan untuk pendirian BPR ... - 18 - BPR yang bersangkutan dan pencairannya hanya dapat dilakukan setelah mendapatkan persetujuan tertulis dari Otoritas Jasa Keuangan; h. surat pernyataan dari calon pemegang saham bagi BPR yang berbadan hukum Perseroan Terbatas atau Perusahaan Daerah atau dari calon anggota bagi BPR yang berbadan hukum Koperasi, bahwa setoran modal sebagaimana dimaksud pada huruf g: 1) tidak berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari Bank dan/atau pihak lain; dan/atau 2) tidak berasal dari dan untuk pencucian uang. Dalam hal calon pemegang saham BPR adalah Pemerintah Daerah, surat pernyataan digantikan dengan Surat Keputusan Kepala Daerah yang menyatakan bahwa sumber dana setoran modal telah dianggarkan dalam APBD dan telah disahkan oleh DPRD setempat; i. Daftar BPR dan/atau lembaga keuangan lain yang dimiliki oleh calon PSP BPR, disertai dengan laporan keuangan pada setiap BPR atau lembaga keuangan tersebut yang menunjukkan bahwa BPR dan/atau lembaga keuangan lain yang dimiliki oleh calon PSP BPR: 1) tidak dalam keadaaan rugi; dan 2) memiliki rasio permodalan, likuiditas, dan rentabilitas yang sehat mengacu pada standar penilaian yang berlaku bagi masing-masing lembaga keuangan dimaksud; j. bukti lunas pembayaran biaya perizinan dalam rangka pendirian BPR kepada Otoritas Jasa Keuangan. 3. Ketentuan yang mengatur mayoritas anggota Direksi tidak memiliki hubungan keluarga atau semenda sampai dengan derajat kedua dengan sesama anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris sebagaimana pada butir 2.c.4)g) dan/atau ketentuan ... - 19 - ketentuan yang mengatur mayoritas anggota Dewan Komisaris tidak memiliki hubungan keluarga atau semenda sampai dengan derajat kedua dengan sesama anggota Dewan Komisaris atau anggota Direksi sebagaimana pada butir 2.c.9)g), meliputi: a. orang tua kandung/tiri/angkat; b. saudara kandung/tiri/angkat beserta suami atau istrinya; c. anak kandung/tiri/angkat; d. kakek/nenek kandung/tiri/angkat; e. cucu kandung/tiri/angkat; f. saudara kandung/tiri/angkat dari orang tua beserta suami atau istrinya; g. suami/istri; h. mertua; i. besan; j. suami/istri dari anak kandung/tiri/angkat; k. kakek/nenek dari suami/istri; l. suami/istri dari cucu kandung/tiri/angkat; m. saudara kandung/tiri/angkat dari suami/istri berserta suami atau istrinya. 4. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan persetujuan prinsip yang diajukan sebagaimana dimaksud pada angka 1 paling lama 40 (empat puluh) hari kerja sejak permohonan berikut dokumen yang dipersyaratkan diterima secara lengkap. Jangka waktu tersebut tidak termasuk waktu yang diberikan kepada pemohon untuk melengkapi atau menambah atau memperbaiki dokumen yang dipersyaratkan dalam rangka mengajukan persetujuan prinsip. 5. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan persetujuan prinsip sebagaimana dimaksud pada angka 4 berdasarkan: a. penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen; b. penilaian terhadap studi kelayakan pendirian BPR; c. uji ... - 20 - c. uji kemampuan dan kepatutan melalui penelitian administratif dan wawancara terhadap calon PSP, calon anggota Direksi, dan calon anggota Dewan Komisaris, sesuai dengan ketentuan mengenai uji kemampuan dan kepatutan BPR; d. pemeriksaan setoran modal; dan e. penelitian terhadap kinerja keuangan BPR dan/atau lembaga keuangan lain yang berada dalam kepemilikan PSP yang sama. 6. Penelitian kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud pada butir 5.a. mencakup: a. kelengkapan isi dan format dokumen sesuai dengan checklist persyaratan pengajuan permohonan persetujuan prinsip pendirian BPR sebagaimana pada Lampiran II.5; b. penelitian terhadap calon pemegang saham, calon anggota Direksi dan calon anggota Dewan Komisaris dalam Daftar Tidak Lulus dan Daftar Kredit Macet; dan c. Studi kelayakan pendirian BPR sebagaimana pada Lampiran II.4. 7. Guna memastikan kelengkapan dokumen yang disampaikan, pemohon harus melakukan pengecekan dengan menggunakan checklist kelengkapan persyaratan dokumen sebagaimana pada Lampiran II.5 yang ditandatangani oleh salah satu calon PSP. 8. Dalam hal dokumen permohonan persetujuan prinsip yang disampaikan dinilai telah lengkap sesuai dengan checklist sebagaimana dimaksud pada butir 6.a., Otoritas Jasa Keuangan menyampaikan surat pemberitahuan kepada pemohon bahwa dokumen permohonan pendirian BPR telah lengkap, sehingga proses pemberian persetujuan atau penolakan persetujuan prinsip mulai berjalan terhitung sejak tanggal surat pemberitahuan tersebut. 9. Dalam hal dokumen permohonan persetujuan prinsip yang disampaikan dinilai belum lengkap sesuai dengan checklist sebagaimana dimaksud pada butir 6.a., Otoritas Jasa Keuangan ... - 21 - Keuangan memberitahukan kepada pemohon untuk melengkapi kekurangan dokumen paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan. 10. Dalam hal pemohon tidak dapat melengkapi kekurangan dokumen dalam batas waktu 20 (dua puluh) hari kerja sebagaimana dimaksud pada angka 9, permohonan persetujuan prinsip pendirian BPR dinyatakan ditolak. 11. Dalam hal pemohon telah memenuhi kekurangan dokumen dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada angka 9 dan berdasarkan penilaian Otoritas Jasa Keuangan dokumen yang disampaikan pemohon telah lengkap, proses persetujuan atau penolakan persetujuan prinsip mulai berjalan terhitung sejak tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan. 12. Dalam rangka melakukan proses penilaian dan penelitian atas kebenaran dokumen terkait proses sebagaimana dimaksud pada butir 5.b. sampai dengan butir 5.e., Otoritas Jasa Keuangan dapat meminta tambahan atau perbaikan dokumen kepada pemohon terkait dengan proses tersebut. 13. Tambahan atau perbaikan dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 12 disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan. 14. Dalam hal pemohon tidak dapat melengkapi kekurangan dokumen dalam batas waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sebagaimana dimaksud pada angka 13 permohonan persetujuan prinsip dinyatakan ditolak. 15. Selain melakukan penilaian terhadap kelengkapan dan kebenaran dokumen sebagaimana dimaksud pada butir 5.a. sampai dengan butir 5.d., Otoritas Jasa Keuangan melakukan penelitian terhadap kinerja keuangan BPR dan/atau lembaga keuangan lain yang berada dalam kepemilikan PSP yang sama. 16. Penelitian ... - 22 - 16. Penelitian terhadap kinerja keuangan BPR dan/atau lembaga keuangan lain sebagaimana dimaksud pada angka 15 antara lain memenuhi kriteria: a. tidak dalam keadaan rugi; dan b. memiliki rasio permodalan, likuiditas, dan rentabilitas yang sehat mengacu pada standar penilaian yang berlaku bagi masing-masing lembaga keuangan dimaksud. 17. Calon Pemegang Saham yang mengajukan permohonan pendirian BPR harus melakukan presentasi dan memberikan penjelasan kepada Otoritas Jasa Keuangan mengenai studi kelayakan pendirian BPR, sumber dana, rencana, dan tujuan pendirian serta kemampuan keuangan dalam rangka memelihara solvabilitas dan pertumbuhan BPR. 18. Dalam hal permohonan persetujuan prinsip pendirian BPR ditolak, pemohon dapat mengajukan kembali permohonan persetujuan prinsip pendirian BPR dengan melakukan pembayaran biaya perizinan. Mekanisme pembayaran biaya perizinan dalam rangka pendirian BPR mengacu pada ketentuan mengenai tata cara pungutan Otoritas Jasa Keuangan. B. Izin Usaha 1. Permohonan untuk mendapatkan persetujuan izin usaha untuk melakukan kegiatan usaha BPR disampaikan secara tertulis oleh Direksi BPR kepada Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan u.p. Departemen Perizinan dan Informasi Perbankan dengan tembusan kepada Kantor Regional atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan sesuai dengan lokasi pendirian BPR disertai dengan dokumen pendukung. 2. Permohonan untuk mendapatkan persetujuan izin usaha BPR sebagaimana dimaksud pada angka 1, diajukan oleh Direksi BPR kepada Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 1 (satu) tahun sejak tanggal persetujuan prinsip diberikan, disertai dengan: a. akta ... - 23 - a. akta pendirian badan hukum, yang memuat anggaran dasar badan hukum yang telah disahkan oleh instansi yang berwenang; b. data kepemilikan berupa daftar calon pemegang saham berikut rincian besarnya masing-masing kepemilikan saham, bagi BPR yang berbadan hukum Perseroan Terbatas atau Perusahaan Daerah, daftar calon anggota berikut rincian jumlah simpanan pokok dan simpanan wajib masing-masing anggota, bagi calon BPR yang berbadan hukum Koperasi, yang masing-masing disertai dengan dokumen sebagaimana dimaksud pada butir III.A.2.b., dalam hal terjadi perubahan; c. daftar susunan calon anggota Direksi dan calon anggota Dewan Komisaris BPR disertai dengan dokumen sebagaimana dimaksud pada butir III.A.2.c., dalam hal terjadi perubahan; d. susunan organisasi serta sistem dan prosedur kerja, termasuk susunan personalia, yang paling sedikit meliputi: 1) manajemen sumber daya manusia antara lain mengenai kebijakan tata tertib pegawai, kepangkatan, remunerasi, promosi, kesejahteraan pegawai, pelatihan dan pengembangan kompetensi; 2) uraian tugas dan tanggung jawab Direksi, Dewan Komisaris, Pejabat Eksekutif, dan pegawai; 3) fungsi audit internal; 4) pengelolaan kas; 5) penempatan dana dan pemberian kredit; 6) penghimpunan dana; 7) pembukuan; 8) pengelolaan dan penyimpanan dokumen; dan 9) pengelolaan teknologi informasi; e. bukti pelunasan modal disetor sebagaimana dimaksud pada butir II.1., butir II.2., atau butir II.3., dalam bentuk fotokopi bilyet deposito pada Bank Umum di Indonesia atas nama “Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan q.q. (nama calon ... - 24 - calon PSP BPR)” dengan keterangan untuk pendirian BPR yang bersangkutan dan pencairannya hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan; f. surat pernyataan dari pemegang saham bagi BPR yang berbadan hukum Perseroan Terbatas atau Perusahaan Daerah atau dari calon anggota bagi BPR yang berbadan hukum Koperasi, bahwa setoran modal sebagaimana dimaksud pada huruf e: 1) tidak berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari bank dan/atau pihak lain; dan/atau 2) tidak berasal dari dan untuk pencucian uang. Dalam hal pemegang saham BPR adalah Pemerintah Daerah, surat pernyataan digantikan dengan Surat Keputusan Kepala Daerah yang menyatakan bahwa sumber dana setoran modal telah dianggarkan dalam APBD dan telah disahkan oleh DPRD setempat; g. bukti kesiapan operasional, yang paling sedikit mencakup: 1) daftar aset tetap dan inventaris; 2) bukti penguasaan gedung kantor berupa bukti kepemilikan atau perjanjian sewa-menyewa gedung kantor yang didukung oleh bukti kepemilikan dari pihak yang menyewakan; 3) foto gedung kantor, tata letak ruangan, dan sarana pengamanan gedung kantor yang memadai; 4) contoh formulir atau warkat yang akan digunakan untuk operasional BPR; dan 5) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). 3. Untuk keperluan penelitian terhadap kinerja keuangan BPR dan/atau lembaga keuangan lain, permohonan untuk mendapatkan izin usaha BPR harus disertai dengan dokumen daftar BPR dan/atau lembaga keuangan lain yang dimiliki oleh calon PSP BPR, disertai dengan laporan keuangan posisi terkini pada ... - 25 - pada setiap BPR atau lembaga keuangan tersebut yang menunjukkan bahwa BPR dan/atau lembaga keuangan lain yang dimiliki oleh calon PSP BPR: a. tidak dalam keadaan rugi; dan b. memiliki rasio permodalan, likuiditas, dan rentabilitas yang sehat mengacu pada standar penilaian yang berlaku bagi masing-masing lembaga keuangan dimaksud. 4. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan izin usaha yang diajukan sebagaimana dimaksud pada angka 1 paling lama 40 (empat puluh) hari kerja sejak permohonan berikut dokumen yang dipersyaratkan diterima secara lengkap. 5. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan izin usaha sebagaimana dimaksud pada angka 4 berdasarkan: a. penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen; b. uji kemampuan dan kepatutan melalui penelitian administratif dan wawancara terhadap calon PSP, calon anggota Direksi, dan calon anggota Dewan Komisaris, dalam hal terdapat penggantian atas calon yang diajukan sebelumnya; c. pemeriksaan atas pelunasan setoran modal; dan d. penelitian terhadap kinerja keuangan BPR dan/atau lembaga keuangan lain yang berada dalam kepemilikan PSP yang sama berdasarkan laporan keuangan terkini. 6. Dalam melakukan proses penilaian dan penelitian kebenaran dokumen, Otoritas Jasa Keuangan melakukan pemeriksaan untuk memastikan kesiapan operasional BPR. 7. Penelitian kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud pada butir 5.a. mencakup: a. kelengkapan isi dan format dokumen sesuai dengan checklist persyaratan pengajuan permohonan izin usaha pendirian BPR sebagaimana pada Lampiran II.6; dan b. penelitian ... - 26 - b. penelitian terhadap calon pemegang saham, calon anggota Direksi, dan calon anggota Dewan Komisaris dalam Daftar Tidak Lulus dan Daftar Kredit Macet. 8. Guna memastikan kelengkapan dokumen yang disampaikan, BPR harus melakukan pengecekan dengan menggunakan checklist kelengkapan persyaratan dokumen sebagaimana pada Lampiran II.6 yang ditandatangani oleh Direksi BPR. 9. Dalam hal dokumen permohonan izin usaha yang disampaikan dinilai telah lengkap sesuai dengan checklist sebagaimana dimaksud pada butir 7.a., Otoritas Jasa Keuangan menyampaikan surat pemberitahuan kepada pemohon bahwa dokumen permohonan pendirian BPR telah lengkap, sehingga proses persetujuan atau penolakan izin usaha mulai berjalan terhitung sejak tanggal surat pemberitahuan tersebut. 10. Dalam hal dokumen permohonan izin usaha yang disampaikan dinilai belum lengkap sesuai dengan checklist sebagaimana dimaksud pada butir 7.a., Otoritas Jasa Keuangan memberitahukan kepada pemohon untuk melengkapi kekurangan dokumen paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan. 11. Dalam hal pemohon tidak dapat melengkapi kekurangan dokumen dalam batas waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sebagaimana dimaksud pada angka 10, permohonan izin usaha dinyatakan ditolak dan persetujuan prinsip yang telah diberikan oleh Otoritas Jasa Keuangan dinyatakan batal dan tidak berlaku. 12. Dalam hal pemohon telah memenuhi kekurangan dokumen dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada angka 10 dan berdasarkan penilaian Otoritas Jasa Keuangan dokumen yang disampaikan pemohon telah lengkap, proses persetujuan atau penolakan izin usaha mulai berjalan terhitung sejak tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan. 13. Dalam ... - 27 - 13. Dalam rangka melakukan proses penilaian dan penelitian atas kebenaran dokumen terkait proses sebagaimana dimaksud butir 5.b. sampai dengan butir 5.d., Otoritas Jasa Keuangan dapat meminta tambahan atau perbaikan dokumen kepada pemohon terkait dengan proses tersebut. 14. Tambahan atau perbaikan dokumen dimaksud disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lama 40 (empat puluh) hari kerja sejak tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan. 15. Dalam hal pemohon tidak dapat melengkapi kekurangan dokumen dalam batas waktu 40 (empat puluh) hari kerja sebagaimana dimaksud pada angka 14, permohonan izin usaha dinyatakan ditolak dan persetujuan prinsip yang telah diberikan oleh Otoritas Jasa Keuangan dinyatakan batal dan tidak berlaku. 16. Selain melakukan penilaian terhadap kelengkapan dan kebenaran dokumen sebagaimana dimaksud pada butir 5.a. sampai dengan butir 5.c., Otoritas Jasa Keuangan melakukan penelitian terhadap kinerja keuangan BPR dan/atau lembaga keuangan lain yang berada dalam kepemilikan PSP yang sama. 17. Penelitian terhadap kinerja keuangan BPR dan/atau lembaga keuangan lain sebagaimana dimaksud pada angka 16, antara lain memenuhi kriteria sebagai berikut: a. tidak dalam keadaan rugi; dan b. memiliki rasio permodalan, likuiditas, dan rentabilitas yang sehat mengacu pada standar penilaian yang berlaku bagi masing-masing lembaga keuangan dimaksud. 18. Pihak yang telah memperoleh izin usaha mengajukan permohonan persetujuan pencairan deposito dalam rangka pendirian BPR kepada Otoritas Jasa Keuangan. 19. Dalam hal berdasarkan penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen permohonan izin usaha BPR ditolak, pemohon dapat mengajukan kembali permohonan pendirian BPR dengan melakukan pembayaran biaya perizinan. IV. KEPEMILIKAN ... - 28 - IV. KEPEMILIKAN DAN PERUBAHAN MODAL BANK PERKREDITAN RAKYAT A. Persentase Minimal Kepemilikan Saham 1. Kewajiban BPR untuk memiliki paling sedikit 1 (satu) Pemegang Saham dengan persentase kepemilikan saham paling sedikit 25% (dua puluh lima perseratus) mengacu pada kriteria mengenai PSP yang diatur dalam ketentuan mengenai uji kemampuan dan kepatutan BPR. 2. BPR yang telah memperoleh izin usaha namun belum memenuhi kewajiban memiliki 1 (satu) pemegang saham dengan persentase kepemilikan saham sekurang-kurangnya 25% (dua puluh lima perseratus) harus memenuhi ketentuan dimaksud paling lambat pada tanggal 31 Desember 2017. 3. Permohonan pendirian BPR setelah berlakunya POJK tentang BPR diajukan dengan pemenuhan ketentuan memiliki paling sedikit 1 (satu) pemegang saham dengan persentase kepemilikan saham paling sedikit 25% (dua puluh lima perseratus). 4. Bagi pihak yang telah mendapatkan persetujuan prinsip pendirian BPR sebelum tanggal 1 Januari 2015 namun belum memiliki 1 (satu) pemegang saham dengan persentase kepemilikan saham sekurang-kurangnya 25% (dua puluh lima perseratus) harus memenuhi ketentuan dimaksud paling lambat pada tanggal 31 Desember 2017. 5. BPR sebagaimana dimaksud pada angka 2 menyusun rencana pemenuhan kewajiban memiliki 1 (satu) pemegang saham dengan persentase kepemilikan saham sekurang-kurangnya 25% (dua puluh lima perseratus) yang dituangkan dalam bentuk rencana tindak (action plan) dengan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham, yang selanjutnya disingkat dengan RUPS, dan disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lama 6 (enam) bulan sejak berlakunya ketentuan ini. 6. Bagi ... - 29 - 6. Bagi pihak yang mengajukan permohonan izin usaha pendirian BPR sebelum berlakunya POJK tentang BPR dan memperoleh izin usaha setelah berlakunya POJK tentang BPR namun belum memiliki 1 (satu) pemegang saham dengan persentase kepemilikan saham sekurang-kurangnya 25% (dua puluh lima perseratus), menyusun rencana pemenuhan kewajiban tersebut yang dituangkan dalam bentuk rencana tindak (action plan) dengan persetujuan RUPS dan disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lama 6 (enam) bulan sejak pihak tersebut memperoleh izin usaha BPR. 7. Laporan pencapaian atas rencana pemenuhan ketentuan bagi BPR sebagaimana dimaksud pada angka 5 dan angka 6 disampaikan bersamaan dengan laporan pelaksanaan rencana kerja BPR hingga batas waktu pemenuhan kewajiban sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan angka 4. 8. Action plan sebagaimana pada angka 5 dan angka 6 disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan alamat: a. Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan setempat sesuai dengan lokasi kantor pusat BPR; atau b. Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat sesuai dengan lokasi kantor pusat BPR. B. Kepemilikan BPR oleh Badan Hukum 1. Kepemilikan BPR oleh badan hukum Perseroan Terbatas, Perusahaan Daerah atau Koperasi paling banyak sebesar modal sendiri bersih badan hukum yang bersangkutan. 2. Penghitungan modal sendiri bersih dalam kepemilikan BPR sebagaimana pada angka 1 adalah: a. bagi badan hukum Perseroan Terbatas atau Perusahaan Daerah modal sendiri bersih merupakan penjumlahan dari modal disetor, cadangan, dan laba dikurangi penyertaan dan kerugian; dan b. bagi badan hukum Koperasi modal sendiri bersih merupakan penjumlahan dari simpanan pokok, simpanan wajib, dana cadangan, dan hibah dikurangi penyertaan dan kerugian. 3. Penyertaan ... - 30 - 3. Penyertaan sebagaimana dimaksud pada angka 2 merupakan penanaman dana suatu badan hukum atau perusahaan dalam bentuk saham baik dalam rupiah maupun valuta asing pada suatu badan usaha untuk tujuan investasi jangka panjang dan tidak dimaksudkan untuk diperjualbelikan. Penyertaan tersebut dapat dilakukan secara langsung atau melalui pasar modal. 4. Kepemilikan BPR oleh badan hukum selain Perseroan Terbatas, Perusahaan Daerah atau Koperasi paling tinggi sebesar jumlah yang diperkenankan bagi badan hukum tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, misalnya: a. bagi badan hukum yayasan mengacu pada Undang-Undang mengenai Yayasan; dan b. bagi badan hukum dana pensiun mengacu pada peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai investasi dana pensiun. 5. Perhitungan kepemilikan sebagaimana dimaksud pada angka 2 dilakukan baik pada awal pendirian BPR maupun pada saat dilakukan penambahan modal disetor oleh badan hukum. 6. Dalam rangka melakukan perhitungan kepemilikan BPR oleh badan hukum, BPR menyampaikan laporan keuangan tahunan yang disusun oleh badan hukum tersebut pada saat melakukan penambahan modal disetor dengan posisi laporan pada akhir bulan sebelumnya. 7. Dalam hal badan hukum memiliki saham BPR paling rendah sebesar 25% (dua puluh lima perseratus), selain menyampaikan laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada angka 6, BPR menyampaikan laporan keuangan tahunan badan hukum yang disusun sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku kepada Otoritas Jasa Keuangan secara rutin paling lambat pada akhir bulan Juni setelah tahun posisi laporan. C. Penambahan ... - 31 - C. Penambahan Modal Disetor 1. Pemegang saham atau calon pemegang saham mengajukan permohonan persetujuan penambahan modal disetor melalui BPR kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan melampirkan: a. bukti setoran modal dalam bentuk bilyet deposito pada Bank Umum di Indonesia atas nama “Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan q.q. (nama BPR)” dengan keterangan nama penyetor tambahan modal dan keterangan bahwa pencairan deposito tersebut hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan dan/atau dalam bentuk bilyet deposito pada BPR yang bersangkutan atas nama “Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan q.q. (nama pemegang saham penyetor)” dengan keterangan bahwa pencairan deposito tersebut hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan, dengan dilampiri: 1) bukti pembukuan setoran modal berupa jurnal yaitu: a) penempatan pada bank lain pada sisi aset neraca dan Dana Setoran Modal (DSM) kewajiban pada sisi kewajiban neraca BPR dalam hal penempatan tambahan setoran modal dalam bentuk deposito di Bank Umum; dan/atau b) kas atau penempatan pada bank lain pada sisi aset neraca dan simpanan (deposito) pada sisi kewajiban neraca BPR dalam penempatan tambahan setoran modal dalam bentuk deposito pada BPR bersangkutan; 2) neraca BPR sebelum dan sesudah setoran modal; 3) dokumen pendukung terkait dengan aliran dana setoran modal; b. dokumen persyaratan calon pemegang saham atau calon PSP sebagaimana dimaksud pada butir III.A.2.b., dalam hal penambahan modal disetor menyebabkan terjadinya pemegang saham atau PSP baru; c. dokumen berupa: 1) risalah RUPS; 2) Laporan ... - 32 - 2) Laporan Keuangan posisi akhir tahun sebelumnya yang telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik bagi BPR dengan aset di atas Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) atau neraca intern bagi BPR dengan aset di bawah atau sama dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah); 3) bukti pembukuan setoran modal berupa jurnal pembagian dividen serta neraca BPR sebelum dan sesudah pembagian dividen; dan 4) bukti pembayaran pajak atas dividen, dalam hal penambahan modal disetor berasal dari hasil pembagian dividen BPR. 2. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan penambahan modal disetor sebagaimana dimaksud pada angka 1 paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak permohonan berikut dokumen yang dipersyaratkan diterima secara lengkap. 3. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan atas penambahan modal disetor berdasarkan: a. penelitian atas kelengkapan dokumen; b. pemeriksaan setoran modal; c. uji kemampuan dan kepatutan terhadap calon PSP dalam hal penambahan modal disetor tersebut mengakibatkan terjadinya PSP; d. penelitian terhadap persyaratan calon Pemegang Saham dalam hal penambahan modal disetor mengakibatkan terjadinya Pemegang Saham baru; dan e. penelitian terhadap kinerja keuangan BPR dan/atau lembaga keuangan lain yang dimiliki oleh calon pemegang saham pengendali. 4. Penelitian kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud pada butir 3.a. mencakup: a. kelengkapan isi dan format dokumen sesuai dengan checklist persyaratan pengajuan permohonan penambahan modal disetor BPR sebagaimana pada Lampiran II.7; dan b. penelitian ... - 33 - b. penelitian terhadap pemegang saham dan/atau calon pemegang saham dalam Daftar Tidak Lulus dan Daftar Kredit Macet. 5. Guna memastikan kelengkapan dokumen yang disampaikan, BPR harus melakukan pengecekan dengan menggunakan checklist kelengkapan persyaratan dokumen sebagaimana pada Lampiran II.7 yang ditandatangani oleh Direksi BPR. 6. Dalam hal dokumen permohonan penambahan modal disetor yang disampaikan oleh BPR dinilai telah lengkap sesuai dengan checklist sebagaimana pada butir 4.a., Otoritas Jasa Keuangan menyampaikan surat pemberitahuan kepada BPR bahwa dokumen permohonan penambahan modal disetor BPR telah lengkap, sehingga proses pemberian persetujuan atau penolakan penambahan modal disetor mulai berjalan terhitung sejak tanggal surat pemberitahuan tersebut. 7. Dalam hal dokumen permohonan penambahan modal disetor yang disampaikan oleh BPR dinilai belum lengkap sesuai dengan checklist sebagaimana pada butir 4.a., Otoritas Jasa Keuangan memberitahukan kepada BPR untuk melengkapi kekurangan dokumen paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan. 8. Dalam hal BPR telah memenuhi kekurangan dokumen dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada angka 7 dan berdasarkan penilaian Otoritas Jasa Keuangan dokumen yang disampaikan oleh BPR telah lengkap, proses persetujuan atau penolakan penambahan modal disetor mulai berjalan terhitung sejak tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan. 9. Dalam hal BPR tidak dapat melengkapi kekurangan dokumen dalam batas waktu 10 (sepuluh) hari kerja sebagaimana dimaksud pada angka 7, permohonan penambahan modal disetor BPR dinyatakan tidak dapat diproses dan BPR dapat mengajukan permohonan ulang. 10. Dalam rangka melakukan proses penilaian dan penelitian atas kebenaran dokumen terkait dengan proses pada butir 3.b. sampai ... - 34 - sampai dengan butir 3.e., Otoritas Jasa Keuangan dapat meminta tambahan atau perbaikan dokumen kepada BPR dalam rangka pelaksanaan proses tersebut. 11. Tambahan atau perbaikan dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 10 disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan. 12. Dalam hal BPR tidak dapat melengkapi kekurangan dokumen dalam batas waktu 10 (sepuluh) hari kerja sebagaimana dimaksud pada angka 11, permohonan penambahan modal disetor BPR dinyatakan tidak dapat diproses dan BPR dapat mengajukan permohonan ulang. 13. Penambahan modal disetor oleh BPR diakui sebagai dana setoran modal dan diperhitungkan dalam perhitungan modal inti sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai kewajiban penyediaan modal minimum BPR setelah persetujuan Otoritas Jasa Keuangan atas permohonan penambahan modal disetor. 14. RUPS untuk menyetujui penambahan modal disetor diselenggarakan paling lama 60 (enam puluh) hari kerja sejak tanggal persetujuan Otoritas Jasa Keuangan. 15. Dalam hal jangka waktu 60 (enam puluh) hari kerja tersebut berakhir dan BPR belum menyelenggarakan RUPS, persetujuan Otoritas Jasa Keuangan batal dan dinyatakan tidak berlaku, dan BPR dapat mengajukan permohonan pencairan deposito. 16. BPR melaporkan pelaksanaan penambahan modal disetor yang telah disetujui dalam RUPS kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah pelaksanaan RUPS dengan melampirkan risalah RUPS dan dokumen pendukung lainnya dalam hal diperlukan. 17. BPR melaporkan penerimaan pemberitahuan perubahan anggaran dasar atau keputusan mengenai persetujuan perubahan anggaran dasar dari instansi yang berwenang kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal surat penerimaan pemberitahuan perubahan ... - 35 - perubahan anggaran dasar, atau keputusan mengenai persetujuan perubahan anggaran dasar dari instansi yang berwenang. 18. Pelaporan sebagaimana pada angka 17 disertai dengan permohonan persetujuan pencairan deposito kepada Otoritas Jasa Keuangan untuk dicatat sebagai modal disetor sebagaimana pada Lampiran II.18. D. Perubahan Kepemilikan Saham yang Disebabkan oleh Pengalihan Saham yang Mengakibatkan Perubahan dan/atau Mengakibatkan Terjadinya PSP BPR, dan/atau Penggantian dan/atau Penambahan Pemilik yang Mengakibatkan atau Tidak Mengakibatkan Perubahan PSP BPR 1. Direksi BPR menyampaikan permohonan persetujuan perubahan kepemilikan yang disebabkan oleh pengalihan saham yang mengakibatkan perubahan dan/atau mengakibatkan terjadinya PSP BPR, dan/atau penggantian dan/atau penambahan pemilik baik yang mengakibatkan atau tidak mengakibatkan perubahan PSP BPR kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan melampirkan: a. bukti setoran modal dalam bentuk bilyet deposito pada Bank Umum atau BPR yang bersangkutan dalam hal terdapat penambahan modal disetor berupa, antara lain: 1) fotokopi bilyet deposito setoran modal; 2) bukti pembukuan setoran modal; 3) dokumen pendukung terkait dengan aliran dana setoran modal; b. bukti pengalihan saham; c. dokumen persyaratan calon pemegang saham atau calon PSP sebagaimana dimaksud pada butir III.A.2.b., dalam hal perubahan kepemilikan saham mengakibatkan terjadinya PSP dan/atau disebabkan oleh penambahan pemilik; d. dokumen persyaratan akuisisi dalam hal pengalihan saham yang disebabkan oleh akuisisi sehingga mengakibatkan beralihnya pengendalian; e. risalah ... - 36 - e. risalah RUPS yang menyatakan persetujuan pembayaran dividen untuk disetorkan kembali menjadi tambahan modal disetor disertai dengan bukti pemotongan pajak atas dividen. 2. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan perubahan kepemilikan saham sebagaimana dimaksud pada angka 1 paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak permohonan berikut dokumen yang dipersyaratkan diterima secara lengkap. 3. Dalam rangka melakukan persetujuan atau penolakan atas permohonan perubahan kepemilikan saham, Otoritas Jasa Keuangan melakukan: a. penelitian atas kelengkapan dokumen; b. pemeriksaan setoran modal; c. uji kemampuan dan kepatutan terhadap calon PSP dalam hal penambahan modal disetor tersebut mengakibatkan terjadinya PSP; d. penelitian terhadap persyaratan calon Pemegang Saham dalam hal penambahan modal disetor mengakibatkan terjadinya Pemegang Saham baru; dan e. penelitian terhadap kinerja keuangan BPR dan/atau lembaga keuangan lain yang dimiliki oleh calon PSP. 4. Penelitian kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud pada butir 3.a. mencakup: a. kelengkapan isi dan format dokumen sesuai dengan checklist persyaratan pengajuan permohonan persetujuan perubahan kepemilikan saham BPR sebagaimana pada Lampiran II.8; dan b. penelitian terhadap calon pemegang saham, calon anggota Direksi dan calon anggota Dewan Komisaris dalam Daftar Tidak Lulus dan Daftar Kredit Macet. 5. Guna memastikan kelengkapan dokumen yang disampaikan, BPR harus melakukan pengecekan dengan menggunakan checklist kelengkapan persyaratan dokumen sebagaimana pada Lampiran II.8 yang ditandatangani oleh Direksi BPR. 6. Dalam ... - 37 - 6. Dalam hal dokumen permohonan persetujuan perubahan kepemilikan saham yang disampaikan oleh BPR dinilai telah lengkap sesuai dengan checklist sebagaimana pada butir 4.a., Otoritas Jasa Keuangan menyampaikan surat pemberitahuan kepada BPR bahwa dokumen permohonan perubahan kepemilikan saham BPR telah lengkap, sehingga proses persetujuan atau penolakan perubahan kepemilikan saham mulai berjalan terhitung sejak tanggal surat pemberitahuan tersebut. 7. Dalam hal dokumen permohonan persetujuan perubahan kepemilikan saham yang disampaikan oleh BPR dinilai belum lengkap sesuai dengan checklist sebagaimana pada butir 4.a., Otoritas Jasa Keuangan memberitahukan kepada BPR untuk melengkapi kekurangan dokumen paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan. 8. Dalam hal BPR telah memenuhi kekurangan dokumen dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada angka 7 dan berdasarkan penilaian Otoritas Jasa Keuangan dokumen yang disampaikan oleh BPR telah lengkap, proses permohonan perubahan persetujuan atau penolakan perubahan kepemilikan saham mulai berjalan terhitung sejak tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan. 9. Dalam rangka melakukan proses penilaian dan penelitian atas kebenaran dokumen terkait dengan proses pada butir 3.b. sampai dengan butir 3.e., Otoritas Jasa Keuangan dapat meminta tambahan atau perbaikan dokumen kepada BPR dalam rangka pelaksanaan proses tersebut. 10. Tambahan atau perbaikan dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 9 disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan. 11. Pelaporan ... - 38 - 11. Pelaporan perubahan kepemilikan saham kepada Otoritas Jasa Keuangan dilakukan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah perubahan kepemilikan saham disetujui oleh RUPS, dengan melampirkan risalah RUPS. 12. BPR yang telah memperoleh persetujuan perubahan komposisi kepemilikan saham yang disertai dengan penambahan modal disetor mengajukan permohonan persetujuan pencairan deposito kepada Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana pada Lampiran II.18. E. Perubahan Komposisi Kepemilikan Saham yang Tidak Mengakibatkan Penggantian dan/atau Penambahan PSP serta Tidak Diakibatkan oleh Penambahan Modal Disetor 1. BPR menyampaikan laporan perubahan komposisi kepemilikan saham yang tidak mengakibatkan penggantian dan/atau penambahan PSP serta tidak diakibatkan oleh penambahan modal disetor kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan melampirkan: a. risalah RUPS yang menyetujui perubahan komposisi kepemilikan saham; dan b. data kepemilikan berupa: 1) daftar pemegang saham berikut rincian besarnya masing-masing kepemilikan saham, bagi BPR yang berbadan hukum Perseroan Terbatas atau Perusahaan Daerah; atau 2) daftar anggota berikut jumlah simpanan pokok dan simpanan wajib, bagi BPR yang berbadan hukum Koperasi. 2. Data kepemilikan sebagaimana dimaksud pada butir 1.b. dilengkapi dengan: a. bukti pengalihan saham; b. dokumen pendukung terkait dengan sumber dana yang digunakan untuk melakukan pengambilalihan saham; c. surat ... - 39 - c. surat pernyataan bahwa sumber dana pembelian saham: 1) tidak berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari Bank dan/atau pihak lain; dan/atau 2) tidak berasal dari dan untuk tujuan pencucian uang. Dalam hal calon pemegang saham BPR adalah Pemerintah Daerah, surat pernyataan digantikan dengan Surat Keputusan Kepala Daerah yang menyatakan bahwa sumber dana setoran modal telah dianggarkan dalam APBD dan telah disahkan oleh DPRD setempat. F. Perubahan Anggaran Dasar 1. Tata cara perubahan anggaran dasar BPR karena perubahan kepemilikan, penambahan modal disetor, dan/atau perubahan modal dasar tunduk kepada ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 2. Dalam hal BPR berbadan hukum Perseroan Terbatas, bukti pemberitahuan atau persetujuan perubahan anggaran dasar yang disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan berupa: a. surat penerimaan pemberitahuan perubahan anggaran dasar dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dalam hal perubahan kepemilikan dan/atau penambahan modal disetor tidak menyebabkan perubahan modal dasar pada anggaran dasar; atau b. keputusan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia mengenai persetujuan perubahan anggaran dasar dalam hal terdapat perubahan modal dasar pada anggaran dasar. 3. Dalam hal BPR berbadan hukum Perusahaan Daerah atau Koperasi, bukti pemberitahuan atau persetujuan perubahan anggaran dasar yang disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan sesuai dengan Peraturan Daerah atau ketentuan mengenai badan hukum Koperasi. V. ANGGOTA ... - 40 - V. ANGGOTA DIREKSI, DEWAN KOMISARIS, DAN PEJABAT EKSEKUTIF A. Persetujuan Terhadap Calon Anggota Direksi dan/atau Calon Anggota Dewan Komisaris 1. BPR mengajukan permohonan persetujuan calon anggota Direksi dan/atau calon anggota Dewan Komisaris kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan melampirkan dokumen sebagaimana diatur pada butir III.A.2.c. 2. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan atas pengajuan calon anggota Direksi dan/atau calon anggota Dewan Komisaris paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak permohonan berikut dokumen yang dipersyaratkan diterima secara lengkap. 3. Dalam rangka memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan persetujuan calon anggota Direksi dan/atau calon anggota Dewan Komisaris sebagaimana dimaksud pada angka 2, Otoritas Jasa Keuangan melakukan uji kemampuan dan kepatutan, yang meliputi: a. penelitian administratif; dan b. wawancara. 4. Penelitian administratif sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf a mencakup: a. kelengkapan isi dan format dokumen sesuai dengan checklist persyaratan permohonan persetujuan calon anggota Direksi dan/atau calon anggota Dewan Komisaris BPR sebagaimana pada Lampiran II.9 dan/atau Lampiran II.10; dan b. penilaian pemenuhan persyaratan integritas, kompetensi dan reputasi keuangan. 5. Dalam hal dokumen permohonan persetujuan calon anggota Direksi dan/atau calon anggota Dewan Komisaris yang disampaikan oleh BPR dinilai telah lengkap sesuai dengan checklist sebagaimana pada butir 4.a., Otoritas Jasa Keuangan menyampaikan surat pemberitahuan kepada BPR bahwa dokumen ... - 41 - dokumen permohonan persetujuan calon anggota Direksi dan/atau calon anggota Dewan Komisaris BPR telah lengkap, sehingga proses persetujuan atau penolakan permohonan persetujuan calon anggota Direksi dan/atau calon anggota Dewan Komisaris mulai berjalan terhitung sejak tanggal surat pemberitahuan tersebut. 6. Dalam hal dokumen permohonan persetujuan calon anggota Direksi dan/atau calon anggota Dewan Komisaris yang disampaikan oleh BPR dinilai belum lengkap sesuai dengan checklist sebagaimana pada butir 4.a., Otoritas Jasa Keuangan memberitahukan kepada BPR untuk melengkapi kekurangan dokumen paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan. 7. Dalam hal BPR telah memenuhi kekurangan dokumen dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada angka 6 dan berdasarkan penilaian Otoritas Jasa Keuangan dokumen yang disampaikan oleh BPR telah lengkap, proses pemberian persetujuan atau penolakan atas permohonan persetujuan calon anggota Direksi dan/atau calon anggota Dewan Komisaris mulai berjalan terhitung sejak tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan. 8. Dalam rangka melakukan proses penilaian pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada butir 4.b., Otoritas Jasa Keuangan berwenang meminta tambahan atau perbaikan dokumen kepada BPR. 9. Tambahan atau perbaikan dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 8 disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan. 10. Dalam hal berdasarkan hasil penelitian administratif sebagaimana dimaksud pada angka 4, permohonan BPR untuk memperoleh persetujuan atas calon anggota Direksi dan/atau calon anggota Dewan Komisaris: a. belum ... - 42 - a. belum memenuhi persyaratan dokumen administrasi yang ditetapkan dan telah diminta untuk melengkapi dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja namun tidak menyampaikan dokumen sesuai yang ditetapkan; dan/atau b. tidak memenuhi persyaratan integritas, kompetensi dan reputasi keuangan, Otoritas Jasa Keuangan memberitahukan kepada BPR bahwa permohonan persetujuan calon anggota Direksi dan/atau calon anggota Dewan Komisaris tidak dapat diproses lebih lanjut. 11. Dalam hal permohonan BPR untuk memperoleh persetujuan atas calon anggota Direksi dan/atau calon anggota Dewan Komisaris dinilai telah memenuhi persyaratan administratif, proses persetujuan dilanjutkan dengan wawancara terhadap calon anggota Direksi dan/atau calon anggota Dewan Komisaris. 12. Dalam hal berdasarkan hasil wawancara, calon anggota Direksi dan/atau calon anggota Dewan Komisaris dinilai memenuhi persyaratan menjadi calon anggota Direksi dan/atau calon anggota Dewan Komisaris, calon anggota Direksi dan/atau calon anggota Dewan Komisaris dinyatakan Lulus dalam bentuk penetapan hasil uji kemampuan dan kepatutan. 13. Dalam hal berdasarkan hasil wawancara, calon anggota Direksi dan/atau calon anggota Dewan Komisaris dinilai tidak memenuhi persyaratan menjadi calon anggota Direksi dan/atau calon anggota Dewan Komisaris, calon anggota Direksi dan/atau calon anggota Dewan Komisaris dinyatakan Tidak Lulus dalam bentuk penetapan hasil uji kemampuan dan kepatutan. 14. RUPS untuk mengangkat calon anggota Direksi dan/atau calon anggota Dewan Komisaris diselenggarakan paling lama 90 (sembilan puluh) hari sejak tanggal persetujuan Otoritas Jasa Keuangan. 15. Dalam ... - 43 - 15. Dalam hal jangka waktu 90 (sembilan puluh) hari tersebut berakhir dan BPR belum menyelenggarakan RUPS, persetujuan Otoritas Jasa Keuangan dan penetapan hasil uji kemampuan dan kepatutan batal dan dinyatakan tidak berlaku. 16. Pengangkatan calon anggota Direksi dan/atau calon anggota Dewan Komisaris oleh RUPS belum efektif sebelum mendapat persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan. Pengangkatan calon anggota Direksi dan/atau calon anggota Dewan Komisaris dilaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal efektif pengangkatan anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris disertai dengan risalah RUPS. 17. Dalam hal BPR berbadan hukum Perseroan Terbatas, BPR memberitahukan perubahan anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk dicatat dalam daftar perseroan sebagaimana ketentuan yang mengatur mengenai perseroan terbatas dan menyampaikan bukti pemberitahuan perubahan dimaksud kepada Otoritas Jasa Keuangan. B. Pemenuhan kekurangan jumlah minimal anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris 1. Dalam hal terdapat anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris yang diberhentikan oleh RUPS, mengundurkan diri, meninggal dunia, atau dilarang menjadi anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris oleh Otoritas Jasa Keuangan sehingga mengakibatkan tidak terpenuhinya jumlah minimum anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris, BPR wajib memiliki anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris pengganti paling lama 120 (seratus dua puluh) hari kerja sejak tanggal jabatan Direksi dan/atau Dewan Komisaris tersebut mengalami kekosongan. 2. Jangka waktu selama 120 (seratus dua puluh) hari kerja sebagaimana dimaksud pada angka 1 termasuk dalam cakupan proses pengajuan calon anggota Direksi dan/atau calon anggota ... - 44 - anggota Dewan Komisaris oleh BPR, uji kemampuan dan kepatutan hingga pengangkatan anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris tersebut oleh RUPS. 3. Pengenaan sanksi terhadap pelanggaran jumlah minimum anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris dikenakan kepada BPR setelah berakhirnya jangka waktu 120 (seratus dua puluh) hari kerja sebagaimana dimaksud pada angka 2. C. Pengangkatan Kembali Anggota Direksi Dan/Atau Anggota Dewan Komisaris 1. Pengangkatan kembali anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris oleh RUPS harus dilakukan paling lambat pada tanggal berakhirnya masa jabatan anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris serta dilaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal RUPS. 2. Laporan pengangkatan kembali anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris kepada Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud pada angka 1 disertai dengan dokumen: a. risalah RUPS yang menyetujui pengangkatan kembali anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris; dan b. bukti persetujuan perubahan anggaran dasar dan/atau penerimaan pelaporan atas pengangkatan kembali anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris. 3. Otoritas Jasa Keuangan melakukan pengecekan terhadap anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris dalam Daftar Kredit Macet. 4. Dalam hal berdasarkan hasil pengecekan sebagaimana dimaksud pada angka 3, anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris memiliki kredit macet dan/atau pembiayaan macet, anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris yang bersangkutan harus menyelesaikan kredit macet dan/atau pembiayaan macet dimaksud sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan. 5. Dalam ... - 45 - 5. Dalam hal anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris tidak dapat menyelesaikan kredit macet dan/atau pembiayaan macet, Otoritas Jasa Keuangan akan melakukan tindak lanjut sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai uji kemampuan dan kepatutan BPR. D. Perubahan Anggota Direksi dan/atau Anggota Dewan Komisaris 1. Tata cara perubahan anggaran dasar BPR karena perubahan anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris tunduk kepada ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 2. BPR berbadan hukum Perseroan Terbatas menyampaikan bukti perubahan anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris kepada Otoritas Jasa Keuangan berupa surat penerimaan pemberitahuan perubahan data perseroan, surat penerimaan pemberitahuan perubahan anggaran dasar, atau keputusan mengenai persetujuan perubahan anggaran dasar dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. 3. Dalam hal BPR berbadan hukum Perusahaan Daerah atau Koperasi, perubahan anggaran dasar dan pelaporan atau persetujuannya dilakukan sesuai Peraturan Daerah atau ketentuan mengenai badan hukum Koperasi yang berlaku. 4. BPR menyampaikan laporan perubahan anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris sebagaimana dimaksud pada angka 1 kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah perubahan kepengurusan yang dilampiri dengan bukti sebagaimana dimaksud pada angka 2 atau angka 3 dari instansi yang berwenang sesuai ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku. E. Pemenuhan Persyaratan Anggota Direksi dan Anggota Dewan Komisaris 1. Untuk memenuhi struktur anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris yang terdiri dari paling sedikit Direktur Utama dan Direktur serta Komisaris Utama dan Komisaris, Direksi atau Dewan ... - 46 - Dewan Komisaris yang akan menduduki jabatan sebagai Direktur Utama atau Komisaris Utama mengikuti tata cara yang diatur dalam ketentuan mengenai uji kemampuan dan kepatutan BPR. 2. Anggota Direksi yang memiliki saham baik secara sendiri- sendiri maupun bersama-sama sebesar 25% (dua puluh lima perseratus) atau lebih dari modal disetor pada Bank dan/atau menjadi pemegang saham mayoritas di lembaga jasa keuangan non Bank harus melakukan: a. pengalihan seluruh atau sebagian kepemilikan saham; atau b. melepaskan jabatan sebagai anggota Direksi. 3. BPR yang melakukan pelanggaraan atas ketentuan: a. jumlah dan struktur anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris; b. kewajiban anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris memiliki sertifikat kelulusan; c. jangka waktu pemenuhan jumlah minimum anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris dalam hal terdapat kekurangan karena berhenti, mengundurkan diri, meninggal dunia atau dilarang menjadi anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris oleh Otoritas Jasa Keuangan; d. larangan hubungan keluarga atau semenda dengan sesama dan/atau dengan anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris; e. larangan terhadap Direksi memiliki saham secara sendiri- sendiri maupun bersama-sama sebesar 25% (dua puluh lima perseratus) atau lebih dari modal disetor pada Bank dan/atau menjadi pemegang saham mayoritas di lembaga jasa keuangan non Bank; dan f. larangan merangkap jabatan bagi anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris, dikenakan sanksi antara lain berupa larangan pembukaan jaringan kantor dan kegiatan Pedagang Valuta Asing dan/atau penghentian sementara sebagian kegiatan operasional BPR. 4. Dalam ... - 47 - 4. Dalam hal BPR dikenakan sanksi larangan pembukaan jaringan kantor dan kegiatan Pedagang Valuta Asing, BPR tidak diperkenankan untuk mengajukan pembukaan jaringan kantor berupa Kantor Cabang, Kantor Kas dan Kegiatan Pelayanan Kas, serta mengajukan izin kegiatan sebagai Pedagang Valuta Asing. 5. Dalam hal BPR dikenakan sanksi berupa penghentian sementara sebagian kegiatan operasional BPR, larangan dimaksud antara lain sebagai berikut: a. melakukan kegiatan penghimpunan dana; b. melakukan kegiatan penyaluran dana; dan/atau c. melakukan kegiatan Pedagang Valuta Asing, pada Kantor Pusat dan/atau Kantor Cabang BPR. 6. Kegiatan penghimpunan dana yang dilarang sebagaimana pada butir 5.a. adalah penghimpunan dana dan/atau transaksi yang terkait dengan dana dalam bentuk tabungan dan/atau deposito yang sumber dananya berasal dari: a. fresh money, berupa setoran tunai dan/atau melalui transfer ke rekening BPR di Bank lain, kecuali untuk angsuran atau pelunasan kredit atau pembayaran kewajiban kepada BPR; b. pemindahbukuan pada BPR tersebut selain dari: 1) akun tabungan dan/atau deposito atas nama yang sama; 2) akun biaya dalam rangka pembayaran gaji pengurus dan karyawan BPR yang bersangkutan ke akun tabungan. 7. Kegiatan penyaluran dana yang dilarang sebagaimana pada butir 5.b. adalah penyaluran kredit baru, termasuk penambahan plafon kredit atau realisasi terhadap komitmen penyaluran kredit, kecuali penyaluran kredit dalam rangka restrukturisasi kredit. 8. Dalam hal BPR dikenakan sanksi penghentian sementara sebagian kegiatan operasional, BPR melakukan langkah- langkah sebagai berikut: a. mengumumkan ... - 48 - a. mengumumkan penghentian sementara sebagian kegiatan operasional BPR kepada masyarakat pada tanggal yang sama dengan tanggal surat pemberitahuan dari Otoritas Jasa Keuangan mengenai penghentian sementara sebagian kegiatan operasional BPR. Pengumuman tersebut dilakukan dalam surat kabar harian lokal atau pada papan pengumuman di seluruh kantor BPR, yang paling sedikit memuat hal-hal sebagai berikut: 1) informasi mengenai kegiatan operasional yang dihentikan sementara sebagaimana dimaksud pada butir 5.a. sampai dengan butir 5.c.; 2) tata cara penyelesaian hak dan kewajiban kepada nasabah apabila terdapat nasabah yang akan menghentikan hubungan usaha dengan BPR; dan 3) tata cara pembayaran angsuran kredit; b. melaporkan pelaksanaan penghentian sementara sebagian kegiatan operasional BPR kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal penghentian sementara sebagian kegiatan operasional BPR, disertai dengan bukti pengumuman penghentian sementara sebagian kegiatan operasional BPR; c. BPR yang telah menjalani sanksi tetap harus memenuhi ketentuan: 1) jumlah dan struktur anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris; 2) sertifikasi kelulusan dari Lembaga Sertifikasi Profesi bagi anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris; 3) anggota Direksi tidak memiliki hubungan keluarga atau semenda sampai dengan derajat kedua dengan sesama anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris; 4) anggota Dewan Komisaris tidak memiliki hubungan keluarga atau semenda sampai dengan derajat kedua dengan sesama anggota Dewan Komisaris dan/atau anggota Direksi; 5) anggota ... - 49 - 5) anggota Direksi baik secara sendiri-sendiri atau bersama-sama tidak memiliki saham sebesar 25% (dua puluh lima perseratus) atau lebih; 6) anggota Direksi tidak merangkap jabatan pada Bank, perusahaan non Bank dan/atau lembaga lain; dan 7) anggota Dewan Komisaris tidak merangkap jabatan sebagai anggota Direksi atau Pejabat Eksekutif pada BPR dan/atau Bank Umum yang menjalankan kegiatan usaha secara konvensional maupun berdasarkan prinsip syariah. d. BPR yang telah menjalani sanksi dan telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada butir c.1) sampai dengan butir c.7) dapat melakukan kembali sebagian kegiatan operasional yang telah dihentikan sementara dengan prosedur sebagai berikut: 1) BPR melaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan mengenai pemenuhan ketentuan dimaksud. 2) Otoritas Jasa Keuangan melakukan penelitian atas laporan BPR untuk memastikan pemenuhan ketentuan dimaksud. 3) Dalam hal berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada angka 2) BPR telah memenuhi ketentuan dimaksud, Otoritas Jasa Keuangan menyampaikan surat kepada BPR untuk dapat melakukan kembali sebagian kegiatan operasional BPR yang dihentikan sementara. 4) Dalam waktu paling lama 5 (lima) hari kerja setelah melakukan kegiatan operasional kembali, BPR: a) melaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan; dan b) menyampaikan pengumuman kepada masyarakat dalam surat kabar harian lokal atau pada papan pengumuman di seluruh kantor BPR, mengenai pelaksanaan kembali sebagian kegiatan operasional BPR yang dihentikan sementara. F. Persyaratan ... - 50 - F. Persyaratan Lulus Ujian Sertifikasi 1. Dalam hal calon anggota Direksi dan/atau calon anggota Dewan Komisaris telah lulus ujian sertifikasi profesi Direksi atau Komisaris BPR namun yang bersangkutan belum menerima sertifikat kelulusan dari Lembaga Sertifikasi Profesi, Surat Keputusan Hasil Uji Kompetensi yang diterbitkan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi berlaku sebagai bukti sementara pemenuhan kewajiban memiliki sertifikat kelulusan. 2. Dalam hal sertifikat kelulusan telah diterima oleh yang bersangkutan, fotokopi sertifikat tersebut harus segera disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan menunjukkan sertifikat asli. 3. Khusus calon anggota Dewan Komisaris yang telah memiliki sertifikat kelulusan direksi BPR dan masih berlaku, dapat diberlakukan sebagai dokumen sertifikasi bagi calon Anggota Dewan Komisaris. G. Larangan Menjadi Anggota Direksi dan/atau Anggota Dewan Komisaris 1. Anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris dilarang menjadi pengurus BPR apabila: a. anggota Direksi tidak memiliki pendidikan formal paling rendah setingkat diploma tiga; b. anggota Direksi tidak memiliki sertifikat kelulusan yang masih berlaku yang dikeluarkan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi; c. mayoritas anggota Direksi memiliki hubungan keluarga atau semenda sampai dengan derajat kedua dengan sesama anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris; d. anggota Direksi baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama memiliki saham sebesar 25% (dua puluh lima perseratus) atau lebih dari modal disetor pada Bank dan/atau menjadi pemegang saham mayoritas di lembaga jasa keuangan non Bank; e. anggota ... - 51 - e. anggota Direksi merangkap jabatan pada Bank, perusahaan non Bank dan/atau lembaga lain, kecuali sebagai pengurus asosiasi industri BPR dan/atau lembaga pendidikan dalam rangka peningkatan kompetensi sumber daya manusia BPR sepanjang tidak mengganggu pelaksanaan tugas sebagai Direksi BPR; f. anggota Dewan Komisaris tidak memiliki sertifikat kelulusan yang masih berlaku dari Lembaga Sertifikasi Profesi; g. anggota Dewan Komisaris merangkap jabatan sebagai anggota Direksi atau Pejabat Eksekutif pada BPR, BPRS, dan/atau Bank Umum; h. mayoritas anggota Dewan Komisaris memiliki hubungan keluarga atau semenda sampai dengan derajat kedua dengan sesama anggota Dewan Komisaris atau anggota Direksi; i. dikenakan sanksi Tidak Lulus Uji Kemampuan dan Kepatutan, wajib mengundurkan diri paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal surat pemberitahuan dari Otoritas Jasa Keuangan. 2. Pihak-pihak yang dilarang menjadi anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris sebagaimana dimaksud pada angka 1 tidak diperkenankan melakukan tugas operasional BPR dan/atau kegiatan lain yang mempunyai pengaruh terhadap kebijakan dan kondisi keuangan BPR sejak tanggal surat pemberitahuan dari Otoritas Jasa Keuangan. 3. Dalam hal pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada angka 1 tidak bersedia mengundurkan diri maka: a. BPR menyelenggarakan RUPS dalam waktu paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada memberhentikan yang bersangkutan; angka 1 untuk b. Otoritas ... - 52 - b. Otoritas Jasa Keuangan tidak mengakui segala hubungan hukum yang dilakukan pihak-pihak sebagaimana pada angka 1; dan c. segala tindakan yang dilakukan oleh pihak-pihak tersebut merupakan tanggung jawab pribadi yang bersangkutan. 4. Dalam hal RUPS sebagaimana dimaksud pada butir 3.a. tidak dapat diselenggarakan, Otoritas Jasa Keuangan dapat menunjuk dan mengangkat pengganti sementara pihak-pihak tersebut sampai RUPS mengangkat pengganti tetap dengan persetujuan Otoritas Jasa Keuangan. H. Laporan Pengangkatan Pejabat Eksekutif 1. Laporan BPR mengenai pengangkatan Pejabat Eksekutif kepada Otoritas Jasa Keuangan disertai dengan: a. dokumen berupa fotokopi surat pengangkatan atau surat perjanjian kerja setiap Pejabat Eksekutif, dan dilengkapi dengan surat kuasa khusus bagi pemimpin Cabang; b. pasfoto terakhir ukuran 4x6 cm; c. fotokopi Kartu Tanda Penduduk yang masih berlaku; d. riwayat hidup; dan e. contoh tanda tangan dan paraf. 2. Laporan sebagaimana pada angka 1 disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lama 10 (sepuluh) hari sejak tanggal setiap Pejabat dimaksud menjalankan tugas dan fungsi sebagai Pejabat Eksekutif berdasarkan tanggal efektif pengangkatan sebagai Pejabat Eksekutif yang tercantum dalam surat pengangkatan. VI. PEMBUKAAN KANTOR DAN KEGIATAN PELAYANAN KAS BANK PERKREDITAN RAKYAT A. Pembukaan Kantor Cabang 1. Otoritas Jasa Keuangan memberikan izin pembukaan Kantor Cabang dalam 2 (dua) tahap yaitu: a. persetujuan prinsip pembukaan Kantor Cabang, yaitu persetujuan untuk melakukan persiapan pembukaan Kantor Cabang; dan b. izin ... - 53 - b. izin operasional Kantor Cabang, yaitu izin membuka Kantor Cabang setelah persiapan sebagaimana dimaksud pada huruf a selesai dilakukan. 2. BPR hanya dapat melakukan pembukaan kantor dalam wilayah provinsi yang sama dengan provinsi kantor pusat BPR. Khusus untuk wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Kabupaten atau Kota Bogor, Kota Depok, Kabupaten atau Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, Kabupaten atau Kota Bekasi dinyatakan sebagai 1 (satu) wilayah provinsi untuk keperluan perizinan pembukaan kantor cabang. Pengelompokan wilayah tersebut berlaku pula bagi pembukaan kantor cabang BPR sebagai akibat merger atau konsolidasi. 3. Dalam hal terjadi pemekaran wilayah yang menyebabkan kantor cabang dan kantor pusat BPR berada di wilayah provinsi yang berbeda, BPR wajib: a. menutup atau memindahkan kantor cabang BPR; atau b. memindahkan kantor pusat BPR, ke dalam wilayah provinsi yang sama. 4. Persetujuan prinsip pembukaan kantor cabang dilakukan sebagai berikut: a. BPR mengajukan permohonan persetujuan prinsip sebagaimana dimaksud pada butir 1.a. kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan melampirkan studi kelayakan pembukaan Kantor Cabang dengan mengacu pada pedoman penyusunan studi kelayakan dalam rangka pembukaan Kantor Cabang sebagaimana pada Lampiran II.11. b. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan persetujuan prinsip pembukaan Kantor Cabang paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak permohonan berikut dokumen yang dipersyaratkan diterima oleh Otoritas Jasa Keuangan secara lengkap. c. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan persetujuan prinsip sebagaimana dimaksud pada huruf b berdasarkan: 1) penelitian ... - 54 - 1) penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen serta pemenuhan persyaratan berupa: a) rencana pembukaan Kantor Cabang telah dicantumkan dalam rencana kerja tahunan BPR; b) tingkat kesehatan tergolong sehat selama 12 (dua belas) bulan terakhir; c) rasio kewajiban penyediaan modal minimum (KPMM) paling sedikit 12% (dua belas perseratus) selama 6 (enam) bulan terakhir; d) rasio kredit non lancar atau non performing loan (NPL) gross paling tinggi 5% (lima perseratus) selama 6 (enam) bulan terakhir; e) tidak dalam keadaan rugi baik tahun lalu maupun tahun berjalan dalam 1 (satu) tahun terakhir sebelum pengajuan pembukaan Kantor Cabang dimaksud; f) memiliki teknologi informasi yang memadai. Teknologi informasi tersebut paling sedikit berupa sistem core banking untuk memproses transaksi perbankan sehari-hari, termasuk pengkinian transaksi ke catatan keuangan secara elektronis dan terintegrasi untuk Kantor Pusat dan Kantor Cabang BPR. Dengan demikian, BPR harus memiliki sistem aplikasi dan/atau sarana komputer, telekomunikasi, dan sarana elektronis lainnya yang digunakan dalam pengolahan data keuangan dan/atau pelayanan jasa perbankan termasuk pencatatan kegiatan usaha BPR secara online sehingga mampu menghasilkan laporan keuangan secara gabungan pada hari yang sama; g) kelengkapan organisasi dan infrastruktur pada Kantor Cabang yang akan dibuka; dan h) tidak terdapat pelanggaran ketentuan terkait dengan BPR; 2) penilaian terhadap studi kelayakan pembukaan Kantor Cabang. d. Perhitungan ... - 55 - d. Perhitungan jangka waktu proses persetujuan atau penolakan persetujuan prinsip sebagaimana dimaksud pada huruf b dihitung sejak tanggal surat Otoritas Jasa Keuangan yang memberitahukan bahwa dokumen yang dipersyaratkan telah diterima secara lengkap. e. Dalam hal dokumen studi kelayakan pembukaan Kantor Cabang dinilai belum memadai, Otoritas Jasa Keuangan memberitahukan kepada BPR untuk memperbaiki studi kelayakan pembukaan Kantor Cabang paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan. f. Dalam hal BPR tidak menyampaikan perbaikan studi kelayakan pembukaan Kantor Cabang dalam batas waktu 20 (dua puluh) hari kerja sebagaimana dimaksud pada huruf e, permohonan persetujuan prinsip pembukaan Kantor Cabang dinyatakan ditolak. 5. Izin Operasional Kantor Cabang dilakukan sebagai berikut: a. BPR mengajukan permohonan untuk memperoleh izin operasional sebagaimana dimaksud pada butir 1.b. kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lama 80 (delapan puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal surat persetujuan prinsip pembukaan Kantor Cabang, dengan melampirkan bukti kesiapan operasional dalam rangka pembukaan Kantor Cabang serta rencana penghimpunan dan penyaluran dana Kantor Cabang paling kurang selama 12 (dua belas) bulan beserta penjelasannya sesuai checklist persyaratan pengajuan permohonan izin operasional pembukaan Kantor Cabang sebagaimana pada Lampiran II.12. b. Guna memastikan kelengkapan dokumen yang disampaikan, BPR harus melakukan pengecekan dengan menggunakan checklist kelengkapan persyaratan dokumen yang ditandatangani oleh Direksi BPR. c. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan izin operasional pembukaan Kantor Cabang paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak permohonan berikut dokumen yang dipersyaratkan diterima secara lengkap. d. Dalam ... - 56 - d. Dalam hal dokumen permohonan izin operasional pembukaan Kantor Cabang yang disampaikan dinilai telah lengkap sesuai dengan checklist sebagaimana dimaksud pada huruf b, Otoritas Jasa Keuangan menyampaikan surat pemberitahuan kepada BPR bahwa dokumen permohonan izin operasional pembukaan Kantor Cabang telah lengkap, sehingga proses persetujuan atau penolakan izin operasional mulai berjalan terhitung sejak tanggal surat pemberitahuan tersebut. e. Dalam hal dokumen permohonan izin operasional pembukaan Kantor Cabang yang disampaikan dinilai belum lengkap sesuai dengan checklist sebagaimana dimaksud pada huruf b, Otoritas Jasa Keuangan memberitahukan kepada BPR untuk melengkapi kekurangan dokumen paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan. f. Dalam hal BPR tidak dapat melengkapi kekurangan dokumen dalam batas waktu 10 (sepuluh) hari kerja sebagaimana dimaksud pada huruf e, permohonan izin operasional pembukaan Kantor Cabang dinyatakan ditolak dan persetujuan prinsip pembukaan Kantor Cabang yang telah diberikan oleh Otoritas Jasa Keuangan dinyatakan batal dan tidak berlaku. g. Dalam hal BPR telah memenuhi kekurangan dokumen dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada huruf e dan berdasarkan penilaian Otoritas Jasa Keuangan dokumen yang disampaikan oleh BPR telah lengkap, proses persetujuan atau penolakan izin operasional pembukaan Kantor Cabang mulai berjalan terhitung sejak tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan. h. BPR yang telah memperoleh izin operasional Kantor Cabang wajib melakukan kegiatan usaha pada Kantor Cabang dimaksud paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak tanggal izin diberikan dan melaporkan pelaksanaan pembukaan Kantor Cabang kepada Otoritas Jasa Keuangan paling ... - 57 - paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal pembukaan dengan menggunakan format surat sesuai dengan Lampiran III.17 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. B. Pembukaan Kantor Kas 1. Pembukaan Kantor Kas BPR hanya dapat dilakukan dalam wilayah kabupaten atau kota yang sama dengan kantor pusat atau Kantor Cabang induknya. 2. Kantor Kas berfungsi secara terbatas sebagai sarana pembayaran dan penyetoran dalam rangka pelayanan yang terkait dengan kegiatan penyediaan dana (misalnya pencairan kredit kepada nasabah) dan/atau penghimpunan dana dari nasabah. Kantor Kas tidak berwenang untuk melakukan analisis dan membuat keputusan dalam proses penyediaan dana atau pemberian kredit kepada nasabah. 3. Kegiatan yang dapat dilakukan oleh Kantor Kas BPR meliputi kegiatan sebagai berikut: a. menerima setoran dalam rangka pembukaan rekening tabungan atau deposito; b. menerima angsuran kredit; c. menerima setoran tabungan nasabah; d. melayani penarikan tabungan bagi nasabah sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh kantor induknya; e. menerima titipan dana dalam rangka pelayanan jasa pembayaran tagihan seperti pembayaran tagihan listrik, telepon, air dan lainnya; f. menerima permohonan kredit; dan g. hanya melakukan pencairan kredit setelah melalui proses analisa hingga persetujuan kredit yang dilakukan oleh kantor induknya. 4. Kantor Kas tidak diperkenankan melakukan kegiatan pelayanan kas selain yang disebut pada angka 3. 5. Laporan keuangan Kantor Kas wajib digabungkan dengan laporan keuangan kantor induknya pada hari kerja yang sama. 6. Kantor ... - 58 - 6. Kantor Kas tidak diperkenankan menyimpan uang kas melampaui jam kerja Kantor Kas yang bersangkutan dan saldo uang kas disetorkan ke kantor induk Kantor Kas dimaksud pada hari kerja yang sama. 7. Rencana pembukaan Kantor Kas yang diajukan oleh BPR kepada Otoritas Jasa Keuangan mengacu pada format Lampiran II.13 dilampiri dengan dokumen pendukung sebagai berikut: a. struktur organisasi dan personalia; b. kesiapan gedung, peralatan kantor dan tata letak ruangan beserta foto bagian dalam dan luar gedung; c. surat keterangan domisili usaha; d. bukti kepemilikan atau dokumen penguasaan atas gedung kantor antara lain berupa hak atas tanah atau surat perjanjian sewa; e. bukti pembayaran sewa atau pajak sewa (dalam hal gedung diperoleh dengan sewa); f. daftar aset tetap dan inventaris yang akan ditempatkan di Kantor Kas; dan g. dokumen yang menunjukkan kesiapan teknologi sistem informasi yang memadai yaitu dokumen yang menunjukkan kemampuan Kantor Kas untuk menggabungkan laporan keuangan Kantor Kas ke dalam laporan keuangan kantor induknya pada hari yang sama. 8. Otoritas Jasa Keuangan memberikan penegasan atas pengajuan rencana pembukaan Kantor Kas paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak pengajuan rencana pembukaan Kantor Kas diterima oleh Otoritas Jasa Keuangan. 9. Otoritas Jasa Keuangan memberikan penegasan atas pengajuan rencana pembukaan Kantor Kas sebagaimana dimaksud pada angka 8 berdasarkan: a. penelitian atas kelengkapan dokumen; dan b. penelitian pemenuhan persyaratan serta kebenaran dokumen. 10. Dalam ... - 59 - 10. Dalam hal dokumen pengajuan rencana pembukaan Kantor Kas yang disampaikan oleh BPR dinilai telah lengkap, Otoritas Jasa Keuangan menyampaikan surat pemberitahuan kepada BPR bahwa dokumen pengajuan rencana pembukaan Kantor Kas BPR telah lengkap, sehingga proses pemberian penegasan atas rencana pembukaan Kantor Kas BPR mulai berjalan terhitung sejak tanggal surat pemberitahuan tersebut. 11. Dalam hal dokumen pengajuan rencana pembukaan Kantor Kas yang disampaikan oleh BPR dinilai belum lengkap, Otoritas Jasa Keuangan memberitahukan kepada BPR untuk melengkapi kekurangan dokumen paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan. 12. Dalam hal BPR telah memenuhi kekurangan dokumen dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada angka 11 dan berdasarkan penilaian Otoritas Jasa Keuangan dokumen yang disampaikan oleh BPR telah lengkap, proses pemberian penegasan atas rencana pembukaan Kantor Kas BPR mulai berjalan terhitung sejak tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan. 13. Dalam rangka melakukan proses penilaian dan penelitian pemenuhan persyaratan dan kebenaran dokumen terkait dengan proses pada butir 9.b., Otoritas Jasa Keuangan dapat meminta tambahan atau perbaikan dokumen kepada BPR dalam rangka pelaksanaan proses tersebut. 14. Tambahan atau perbaikan dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 13 disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan. 15. BPR melakukan pembukaan Kantor Kas paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak tanggal penegasan dari Otoritas Jasa Keuangan diberikan dan melaporkan pelaksanaan pembukaan Kantor ... - 60 - Kantor Kas kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal pembukaan Kantor Kas dengan menggunakan format surat sesuai dengan Lampiran III.18 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. C. Kegiatan Kas Keliling dan Payment Point 1. Kegiatan Kas Keliling yang dapat dilakukan oleh BPR meliputi kegiatan sebagai berikut: 1. menerima angsuran kredit; 2. menerima setoran tabungan nasabah; 3. melayani penarikan tabungan bagi nasabah sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh kantor induknya; dan 4. menerima titipan dana dalam rangka pelayanan jasa pembayaran tagihan seperti pembayaran tagihan listrik, telepon, air, dan lainnya. 2. Kegiatan Payment Point merupakan pelayanan transaksi yang dilakukan oleh BPR berdasarkan perjanjian kerja sama dengan pihak ketiga yaitu sebagai berikut: a. menerima angsuran kredit; b. menerima setoran tabungan nasabah; c. melayani penarikan tabungan bagi nasabah sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh kantor induknya; d. menerima titipan dana dalam rangka pelayanan jasa pembayaran tagihan seperti pembayaran tagihan listrik, telepon, air, dan lainnya; dan/atau e. pembayaran gaji pegawai/karyawan. 3. BPR tidak diperkenankan melakukan kegiatan selain yang diperkenankan dalam Kegiatan Kas Keliling dan Payment Point sebagaimana disebutkan pada angka 1 dan angka 2. 4. Kegiatan Kas Keliling dan Payment Point hanya dapat dilakukan setelah dipenuhinya persyaratan paling sedikit sebagai berikut: a. rencana kegiatan Kas Keliling dan Payment Point telah dicantumkan dalam rencana kerja tahunan BPR; dan b. BPR ... - 61 - b. BPR mampu menggabungkan transaksi keuangan kegiatan Kas Keliling dan Payment Point ke dalam laporan keuangan kantor induknya pada hari kerja yang sama. D. Kegiatan Pameran 1. Kegiatan pameran dilakukan dalam rangka promosi dan tidak bersifat permanen. Persyaratan untuk dapat melakukan kegiatan pameran adalah sebagai berikut: 1. dilakukan dalam jangka waktu kurang dari 30 (tiga puluh) hari; 2. kegiatan pameran dimaksud dilaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lama 3 (tiga) hari kerja sebelum pelaksanaan kegiatan; 3. terdapat mekanisme untuk meyakinkan nasabah bahwa penerima titipan adalah orang yang memiliki otorisasi; dan 4. tersedianya kebijakan dan prosedur internal termasuk mekanisme pencatatan transaksi yang dilakukan selama kegiatan pameran. 2. Layanan yang dapat dilakukan BPR dalam kegiatan pameran adalah sebagai berikut: a. mempromosikan produk BPR yang bersangkutan; b. melayani pembukaan rekening baru; dan c. menerima setoran paling banyak sebesar jumlah minimal yang dipersyaratkan untuk pembukaan rekening baru. 3. BPR dilarang melakukan kegiatan selain sebagaimana pada angka 2. E. Pelaksanaan Kegiatan Operasional Pada Hari dan Waktu Tertentu Di Luar Hari dan Jam Kerja Operasional, serta Pada Hari Libur Nasional 1. BPR harus menetapkan hari dan jam kerja operasional kantor BPR. 2. Kantor BPR dapat melakukan kegiatan operasional pada hari dan waktu tertentu di luar hari dan jam kerja operasional, serta pada hari libur nasional. 3. Dalam ... - 62 - 3. Dalam hal BPR akan melakukan kegiatan operasional sebagaimana dimaksud pada angka 2, BPR harus memenuhi hal-hal sebagai berikut: a. menyampaikan laporan rencana BPR dan/atau sebagian kantor BPR untuk melakukan kegiatan operasional pada hari dan waktu tertentu di luar hari dan jam kerja operasional, serta pada hari libur nasional kepada Otoritas Jas Keuangan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sebelum pelaksanaan kegiatan operasional; dan b. memiliki core banking system yang mampu memproses transaksi kegiatan operasional secara elektronis dan terintegrasi. VII. KEGIATAN LAYANAN DENGAN MENGGUNAKAN KARTU AUTOMATED TELLER MACHINE DAN/ATAU KARTU DEBET A. Kesiapan Teknologi Informasi dalam Kegiatan Layanan BPR dengan Menggunakan Kartu Automated Teller Machine dan/atau Kartu Debet 1. Kegiatan layanan dengan menggunakan kartu Automated Teller Machine, selanjutnya disingkat ATM, dan/atau kartu debet selain tunduk kepada peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai BPR dan peraturan pelaksanaannya juga tunduk kepada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu dan peraturan pelaksanaannya. 2. Kartu ATM merupakan alat pembayaran dengan menggunakan kartu sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu dan peraturan pelaksanaannya. 3. Kartu Debet merupakan alat pembayaran dengan menggunakan kartu sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan, kegiatan ... - 63 - kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu dan peraturan pelaksanaannya. 4. Dalam rangka penyelenggaraan kegiatan layanan dengan menggunakan kartu ATM dan/atau kartu debet, BPR harus memiliki teknologi informasi yang memadai. Teknologi informasi yang memadai dalam penyelenggaraan kegiatan ATM dan/atau kartu debet termasuk dalam hal ini memiliki sistem yang mampu melakukan pembukuan transaksi pada saat transaksi berlangsung (real time), disertai dengan mekanisme pengamanan mulai dari sistem, data, dan jaringan, serta adanya mekanisme pemantauan dan evaluasi terhadap sarana teknologi informasi untuk penyelenggaraan layanan kepada nasabah. 5. Sarana teknologi informasi sebagaimana dimaksud pada angka 4 paling kurang menerapkan prinsip-prinsip pengendalian pengamanan data nasabah dan transaksi, sebagai berikut: a. Kebijakan dan prosedur teknologi informasi, yang mencakup prinsip: 1) kerahasiaan (confidentiality), yaitu memastikan bahwa metode dan prosedur yang dimilikinya dapat melindungi kerahasiaan data nasabah; 2) integritas (integrity), yaitu memastikan bahwa metode dan prosedur yang dimilikinya mampu melindungi data sehingga menjadi akurat, handal, konsisten, dan terbukti kebenarannya agar terhindar dari kesalahan, kecurangan, manipulasi, penyalahgunaan, dan perusakan data; 3) ketersediaan (availability), yaitu memastikan ketersediaan sistem secara berkesinambungan. 4) keaslian (authentication), yaitu harus dapat menguji keaslian identitas nasabah untuk memastikan bahwa transaksi keuangan dilakukan oleh nasabah yang berhak; 5) pencegahan ... - 64 - 5) pencegahan terjadinya penyangkalan transaksi yang telah dilakukan (non repudiation), yaitu BPR harus menyusun, menetapkan, dan melaksanakan prosedur yang dapat memastikan bahwa transaksi yang telah dilakukan nasabah tidak dapat diingkari dan dapat dipertanggungjawabkan; 6) pemisahan tugas dan tanggung jawab (segregation of duties), yaitu harus memastikan bahwa terdapat pemisahan tugas dan tanggung jawab pihak-pihak yang terkait dengan penggunaan sistem, database, dan aplikasi. Pihak-pihak yang terkait antara lain Bank Penyelenggara, Agen, dan nasabah; 7) pengendalian otorisasi dalam sistem, database, dan aplikasi (authorization of control), yaitu harus memastikan adanya pengendalian terhadap hak akses dan otorisasi yang tepat terhadap sistem, database, dan aplikasi yang digunakannya. Seluruh arsip dan data yang bersifat rahasia hanya dapat diakses oleh pihak yang telah memiliki otorisasi serta harus dipelihara secara aman dan dilindungi dari kemungkinan diketahui atau dimodifikasi oleh pihak yang tidak berwenang; 8) pemeliharaan jejak audit (maintenance of audit trails), yaitu harus memastikan tersedianya log transaksi dan memelihara log tersebut sesuai dengan kebijakan retensi data BPR dan ketentuan perundangan yang berlaku guna tersedianya jejak audit yang jelas sehingga dapat digunakan untuk membantu pembuktian dan penyelesaian perselisihan serta pendeteksian usaha penyusupan pada sistem. BPR harus menganalisis dan mengevaluasi fungsi jejak audit secara berkala. b. Kebijakan dan prosedur internal untuk sistem dan sumber daya manusia yang paling kurang mencakup: 1) Peran ... - 65 - 1) Peran dan tanggung jawab manajemen dalam melakukan pengawasan yang efektif terhadap risiko yang terkait dengan penyelenggaraan kartu ATM dan/atau kartu debet, termasuk penetapan akuntabilitas, kebijakan, dan proses pengendalian untuk mengelola risiko penyelenggaraan kartu ATM dan/atau kartu debet. 2) Memastikan terdapat sumber daya manusia yang terlibat dalam penyelenggaraan kartu ATM dan/atau kartu debet cukup memadai dan berkualitas serta memperoleh pendidikan dan pelatihan yang diperlukan secara berkelanjutan sehingga dapat mengikuti perkembangan teknologi informasi. 3) Adanya Call Center yang berfungsi untuk menerima laporan atau keluhan yang disampaikan oleh nasabah dan/atau pengguna kartu ATM dan/atau kartu debet. c. Adanya Business Continuity Plan, selanjutnya disingkat BCP, yang dapat menjaga kelangsungan kegiatan pelayanan kas berupa kartu ATM dan/atau kartu debet. BCP tersebut meliputi tindakan preventif maupun contingency plan (termasuk penyediaan sarana back up) apabila terjadi kondisi darurat atau gangguan yang mengakibatkan sistem utama penyelenggara kartu ATM dan/atau Automated Deposit Machine, selanjutnya disingkat ADM, tidak dapat digunakan. Suatu dokumen tertulis yang memuat rangkaian kegiatan yang terencana dan terkoordinir mengenai langkah-langkah pengurangan risiko, penanganan dampak gangguan atau bencana, dan proses pemulihan agar kegiatan operasional BPR dan pelayanan kepada nasabah tetap dapat berjalan. Rencana tindak tertulis tersebut melibatkan seluruh sumber daya teknologi informasi termasuk sumber daya manusia yang mendukung fungsi bisnis dan kegiatan operasional yang kritikal bagi BPR. B. Penyediaan ... - 66 - B. Penyediaan Layanan dengan Menggunakan Kartu ATM dan/atau Kartu Debet 1. Dalam penyediaan layanan dengan menggunakan kartu ATM dan/atau kartu debet baik yang dikelola sendiri oleh BPR maupun diselenggarakan melalui kerjasama dengan jaringan bersama ATM dan/atau Bank Umum, BPR harus bertindak sebagai penerbit kartu ATM dan/atau kartu debet. 2. Kegiatan layanan dengan menggunakan kartu ATM dan/atau kartu debet yang menggunakan Perangkat Perbankan Elektronis, selanjutnya disingkat PPE, yang dikelola sendiri oleh BPR, hanya dapat dilakukan dalam wilayah Provinsi yang sama dengan kantor pusat BPR. Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Kabupaten atau Kota Bogor, Kota Depok, Kabupaten atau Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan dan Kabupaten atau Kota Bekasi dinyatakan sebagai satu wilayah provinsi untuk keperluan perizinan kegiatan layanan dengan menggunakan kartu ATM dan/atau kartu debet yang diselenggarakan dengan menggunakan PPE yang dikelola sendiri oleh BPR. 3. PPE yang dikelola sendiri oleh BPR baik yang dimiliki sendiri maupun secara sewa hanya diperkenankan berada di wilayah provinsi yang sama dengan kantor pusat BPR. 4. Kegiatan layanan dengan menggunakan kartu ATM dan/atau kartu debet melalui kerjasama dengan jaringan bersama ATM dan/atau Bank Umum dapat dilakukan sampai ke luar wilayah provinsi tempat kedudukan kantor pusat BPR. 5. Dalam hal BPR melakukan kerjasama sebagaimana dimaksud pada angka 4 dan menggunakan PPE yang dikelola sendiri oleh BPR, keberadaan PPE yang dikelola sendiri oleh BPR tidak diperkenankan berada di luar wilayah provinsi tempat kedudukan kantor pusat BPR yang bersangkutan. C. Perizinan ... - 67 - C. Perizinan Layanan Kartu ATM dan/atau Kartu Debet BPR 1. BPR yang akan bertindak sebagai penerbit kartu ATM dan/atau kartu debet wajib terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan dengan format permohonan sebagaimana Lampiran II.14. 2. BPR menyampaikan permohonan untuk mendapatkan persetujuan dalam rangka melakukan kegiatan layanan dengan menggunakan kartu ATM dan/atau kartu debet kepada Otoritas Jasa Keuangan secara tertulis. Permohonan tersebut paling kurang memuat informasi tentang jenis kegiatan APMK, rencana waktu dimulainya kegiatan layanan, dan nama produk yang akan digunakan, disertai dengan dokumen: a. hasil analisis bisnis 1 (satu) tahun ke depan atas penyelenggaraan kegiatan APMK; dan b. teknologi informasi yang memadai sebagaimana pada butir A.4. 3. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan untuk melakukan kegiatan layanan dengan menggunakan kartu ATM dan/atau kartu debet sebagaimana dimaksud pada angka 1 paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak permohonan berikut dokumen yang dipersyaratkan diterima secara lengkap. 4. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan untuk melakukan kegiatan layanan dengan menggunakan kartu ATM dan/atau kartu debet sebagaimana dimaksud pada angka 3 berdasarkan: a. penelitian atas kelengkapan dokumen; dan b. penelitian pemenuhan persyaratan dan kebenaran dokumen berupa: 1) rencana kegiatan layanan dengan menggunakan kartu ATM dan/atau kartu Debet dalam rencana kerja tahunan BPR; 2) tingkat ... - 68 - 2) tingkat kesehatan tergolong sehat selama 12 (dua belas) bulan terakhir; 3) tidak dalam keadaan rugi dalam 1 (satu) tahun terakhir; 4) teknologi informasi memadai; dan 5) tidak terdapat pelanggaran ketentuan terkait dengan BPR. 5. Penelitian kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud pada butir 4.a. yaitu penelitian terhadap kelengkapan dokumen sesuai dengan checklist persyaratan pengajuan permohonan untuk melakukan kegiatan layanan dengan menggunakan kartu ATM dan/atau kartu debet sebagaimana pada Lampiran II.15; 6. Guna memastikan kelengkapan dokumen yang disampaikan, pemohon harus melakukan pengecekan dengan menggunakan checklist kelengkapan persyaratan dokumen sebagaimana pada Lampiran II.15 yang ditandatangani oleh direksi BPR. 7. Dalam hal dokumen permohonan persetujuan prinsip yang disampaikan dinilai telah lengkap sesuai dengan checklist sebagaimana pada Lampiran II.15, Otoritas Jasa Keuangan menyampaikan surat pemberitahuan kepada pemohon bahwa dokumen permohonan untuk melakukan kegiatan layanan dengan menggunakan kartu ATM dan/atau kartu debet telah lengkap, sehingga proses pemberian persetujuan atau penolakan persetujuan prinsip mulai berjalan terhitung sejak tanggal surat pemberitahuan tersebut. 8. Dalam hal dokumen permohonan persetujuan untuk melakukan kegiatan layanan dengan menggunakan kartu ATM dan/atau kartu debet yang disampaikan oleh BPR dinilai belum lengkap sesuai dengan checklist sebagaimana pada Lampiran II.15, Otoritas Jasa Keuangan memberitahukan kepada BPR untuk melengkapi kekurangan dokumen paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan. 9. Dalam ... - 69 - 9. Dalam hal BPR telah memenuhi kekurangan dokumen dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada angka 8 dan berdasarkan penilaian Otoritas Jasa Keuangan dokumen yang disampaikan oleh BPR telah lengkap, proses persetujuan atau penolakan atas permohonan untuk melakukan kegiatan layanan dengan menggunakan kartu ATM dan/atau kartu debet mulai berjalan terhitung sejak tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan. 10. Dalam rangka melakukan proses penilaian dan penelitian pemenuhan persyaratan dan kebenaran dokumen terkait dengan proses pada butir 4.b., Otoritas Jasa Keuangan dapat meminta tambahan atau perbaikan dokumen kepada BPR dalam rangka pelaksanaan proses tersebut. 11. Tambahan atau perbaikan dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 10 disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan. 12. Dalam hal BPR telah memperoleh persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan untuk bertindak sebagai penerbit kartu ATM dan/atau kartu debet, BPR mengajukan permohonan izin sebagai penerbit kartu ATM dan/atau kartu debet kepada Bank Indonesia sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai APMK dan peraturan pelaksanaannya. VIII. TATA CARA PERMOHONAN PERSETUJUAN PENETAPAN IZIN USAHA DALAM RANGKA PERUBAHAN NAMA BPR DAN BENTUK BADAN HUKUM A. Penetapan Izin Usaha Dalam Rangka Perubahan Nama BPR 1. BPR mengajukan permohonan persetujuan penetapan izin usaha BPR dengan menggunakan nama baru kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan menyertakan: a. alasan perubahan nama BPR; b. salinan akta perubahan anggaran dasar; c. bukti ... - 70 - c. bukti persetujuan atas perubahan anggaran dasar dari instansi yang berwenang; dan d. contoh formulir atau warkat yang akan digunakan BPR dengan nama yang baru. 2. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan persetujuan penetapan izin usaha BPR dengan menggunakan nama baru sebagaimana dimaksud pada angka 1 paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak permohonan berikut dokumen yang dipersyaratkan diterima secara lengkap. 3. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atas penetapan izin usaha BPR dengan menggunakan nama baru sebagaimana dimaksud pada angka 2 dalam bentuk Surat Keputusan. 4. Dalam rangka memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan penetapan izin usaha BPR dengan menggunakan nama baru sebagaimana dimaksud pada angka 2, Otoritas Jasa Keuangan melakukan: a. penelitian atas kelengkapan dokumen; dan b. penelitian atas kebenaran dokumen. 5. Dalam hal dokumen permohonan persetujuan penetapan izin usaha BPR dengan menggunakan nama baru yang disampaikan oleh BPR dinilai telah lengkap, Otoritas Jasa Keuangan menyampaikan surat pemberitahuan kepada BPR yang menyatakan bahwa dokumen permohonan penetapan izin usaha BPR dengan menggunakan nama baru telah lengkap, Otoritas Jasa Keuangan mulai memproses permohonan persetujuan penetapan izin usaha BPR dengan menggunakan nama baru terhitung sejak tanggal surat pemberitahuan tersebut. 6. Dalam hal dokumen permohonan persetujuan penetapan izin usaha BPR dengan menggunakan nama baru yang disampaikan oleh BPR dinilai belum lengkap, Otoritas Jasa Keuangan ... - 71 - Keuangan memberitahukan kepada BPR untuk melengkapi kekurangan dokumen paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan. 7. Dalam hal BPR telah memenuhi kekurangan dokumen dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada angka 6 dan berdasarkan penilaian Otoritas Jasa Keuangan dokumen yang disampaikan oleh BPR telah lengkap, Otoritas Jasa Keuangan memberitahukan kelengkapan data terkait, dan mulai memproses atas permohonan persetujuan penetapan izin usaha BPR dengan menggunakan nama baru terhitung sejak tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan. 8. BPR yang telah memperoleh persetujuan penetapan izin usaha BPR dengan menggunakan nama baru, harus melakukan hal-hal sebagai berikut: a. mengumumkan perubahan nama kepada masyarakat dalam surat kabar harian lokal atau pada papan pengumuman di seluruh kantor BPR yang bersangkutan paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak tanggal persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan dan menyampaikan bukti pengumuman dimaksud paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal pengumuman; b. melakukan penyesuaian penulisan nama pada papan nama, dokumen, formulir, dan warkat sesuai nama baru BPR yang telah disetujui oleh Otoritas Jasa Keuangan paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak persetujuan penetapan penggunaan izin usaha BPR dengan nama baru; c. menggunakan formulir dan warkat dengan nama baru untuk kegiatan operasional BPR paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak persetujuan penetapan penggunaan izin usaha BPR dengan nama baru dari Otoritas Jasa Keuangan; dan d. menyampaikan berita acara pemusnahan formulir dan warkat BPR dengan nama lama yang belum digunakan paling ... - 72 - paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak persetujuan penetapan penggunaan izin usaha BPR dengan nama baru. 9. Surat pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1 harus ditandatangani oleh 1 (satu) orang anggota Direksi bersama-sama dengan 1 (satu) orang anggota Dewan Komisaris. B. Perubahan Bentuk Badan Hukum 1. Pemberian izin perubahan bentuk badan hukum dilakukan dalam 2 (dua) tahap: a. persetujuan prinsip; dan b. persetujuan pengalihan izin usaha. 2. BPR mengajukan persetujuan prinsip perubahan bentuk badan hukum sebagaimana dimaksud pada butir 1.a., dengan melampirkan: a. notulen RUPS yang sekurang-kurangnya memuat persetujuan: 1) perubahan bentuk badan hukum baru dan pembubaran badan hukum lama; 2) pengalihan seluruh hak dan kewajiban dari badan hukum lama kepada badan hukum baru; 3) susunan anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris pada badan hukum baru; dan 4) daftar pemegang saham badan hukum baru. Dalam hal terjadi penggantian atau perubahan susunan anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris, penambahan modal dan/atau perubahan PSP dari badan hukum lama menjadi badan hukum baru, proses persetujuan atas perubahan dimaksud dilakukan sesuai ketentuan mengenai uji kemampuan dan kepatutan BPR. b. alasan perubahan bentuk badan hukum BPR; c. rancangan akta pendirian badan hukum baru yang memuat anggaran dasar; d. rencana ... - 73 - d. rencana pengalihan seluruh hak dan kewajiban dari badan hukum lama menjadi badan hukum baru; e. data kepemilikan berupa: a) daftar calon pemegang saham berikut rincian besarnya masing-masing kepemilikan saham, bagi BPR yang berbadan hukum Perseroan Terbatas atau Perusahaan Daerah; b) daftar calon anggota berikut rincian jumlah simpanan pokok dan simpanan wajib bagi BPR yang berbadan hukum koperasi. f. daftar calon anggota Direksi dan calon anggota Dewan Komisaris. 3. Persetujuan atau penolakan atas permohonan persetujuan prinsip perubahan bentuk badan hukum sebagaimana dimaksud pada butir 1.a. diberikan paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak permohonan berikut dokumen yang dipersyaratkan diterima secara lengkap. 4. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan persetujuan prinsip perubahan bentuk badan hukum sebagaimana dimaksud pada angka 3 berdasarkan: a. penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen; dan b. penilaian terhadap calon PSP, calon anggota Direksi dan/atau calon anggota Dewan Komisaris sesuai ketentuan mengenai uji kemampuan dan kepatutan BPR, dalam hal terjadi penggantian atau perubahan. 5. Dalam hal dokumen permohonan persetujuan prinsip perubahan bentuk badan hukum yang disampaikan oleh BPR dinilai telah lengkap, Otoritas Jasa Keuangan menyampaikan surat pemberitahuan kepada BPR bahwa dokumen permohonan prinsip perubahan bentuk badan hukum telah lengkap. Otoritas Jasa Keuangan mulai memproses ... - 74 - memproses persetujuan atau penolakan persetujuan prinsip perubahan bentuk badan hukum terhitung sejak tanggal surat pemberitahuan tersebut. 6. Dalam hal dokumen permohonan persetujuan prinsip perubahan bentuk badan hukum yang disampaikan oleh BPR dinilai belum lengkap, Otoritas Jasa Keuangan memberitahukan kepada BPR untuk melengkapi kekurangan dokumen paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan. 7. Dalam hal BPR telah memenuhi kekurangan dokumen dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada angka 6 dan berdasarkan penilaian Otoritas Jasa Keuangan dokumen yang disampaikan oleh BPR telah lengkap, Otoritas Jasa Keuangan memberitahukan kelengkapan data tersebut dan mulai memproses atas permohonan persetujuan prinsip perubahan bentuk badan hukum terhitung sejak tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan mengenai kelengkapan dokumen yang disampaikan oleh BPR kepada Otoritas Jasa Keuangan. 8. Dalam rangka mengajukan permohonan untuk mengalihkan izin usaha sebagaimana dimaksud pada butir 1.b. dari badan hukum lama menjadi badan hukum baru, BPR menyampaikan surat pengajuan permohonan dengan melampirkan dokumen: a. salinan akta pendirian badan hukum baru yang memuat anggaran dasar yang telah disahkan oleh instansi berwenang; b. data kepemilikan berupa: 1) daftar calon pemegang saham berikut rincian besarnya masing-masing kepemilikan saham, bagi BPR yang berbadan hukum Perseroan Terbatas atau Perusahaan Daerah; 2) daftar ... - 75 - 2) daftar calon anggota berikut rincian jumlah simpanan pokok dan simpanan wajib bagi BPR yang berbadan hukum koperasi, dalam hal terjadi perubahan. c. daftar calon anggota Direksi dan calon anggota Dewan Komisaris, dalam hal terjadi penggantian; d. salinan akta berita acara yang dinotariilkan mengenai pengalihan seluruh hak dan kewajiban dari badan hukum lama kepada badan hukum baru; dan e. risalah atau notulen RUPS sebagaimana dimaksud pada butir 2.a. atau perubahannya dalam hal terdapat perubahan keputusan RUPS. Selain dokumen di atas, BPR menyampaikan contoh formulir atau warkat yang akan digunakan dengan badan hukum baru. 9. Surat pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 8 harus ditandatangani oleh 1 (satu) orang anggota Direksi bersama-sama dengan 1 (satu) orang anggota Dewan Komisaris. 10. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan pengalihan izin usaha dari badan hukum lama kepada badan hukum baru sebagaimana dimaksud pada angka 8 paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak permohonan berikut dokumen yang dipersyaratkan diterima secara lengkap. 11. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atas permohonan pengalihan izin usaha dari badan hukum lama kepada badan hukum baru sebagaimana dimaksud pada angka 10 dalam bentuk Surat Keputusan. 12. Dalam rangka memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan pengalihan izin usaha dari badan hukum lama kepada badan hukum baru sebagaimana dimaksud pada angka 10, Otoritas Jasa Keuangan melakukan: a. penelitian ... - 76 - a. penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen; dan b. penilaian terhadap calon PSP, calon anggota Direksi dan/atau calon anggota Dewan Komisaris sesuai ketentuan mengenai uji kemampuan dan kepatutan BPR, dalam hal terjadi penggantian atau perubahan. 13. Dalam hal dokumen permohonan persetujuan pengalihan izin usaha dari badan hukum lama kepada badan hukum baru yang disampaikan oleh BPR dinilai telah lengkap Otoritas Jasa Keuangan menyampaikan surat pemberitahuan kepada BPR bahwa dokumen permohonan persetujuan pengalihan izin usaha dari badan hukum lama kepada badan hukum baru telah lengkap, sehingga proses persetujuan atau penolakan pengalihan izin usaha dari badan hukum lama kepada badan hukum baru mulai berjalan terhitung sejak tanggal surat pemberitahuan tersebut. 14. Dalam hal dokumen permohonan persetujuan pengalihan izin usaha dari badan hukum lama kepada badan hukum baru yang disampaikan oleh BPR dinilai belum lengkap, Otoritas Jasa Keuangan memberitahukan kepada BPR untuk melengkapi kekurangan dokumen paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan. 15. Dalam hal BPR telah memenuhi kekurangan dokumen dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada angka 14 dan berdasarkan penilaian Otoritas Jasa Keuangan dokumen yang disampaikan oleh BPR telah lengkap, proses persetujuan atau penolakan permohonan persetujuan pengalihan izin usaha dari badan hukum lama kepada badan hukum baru mulai berjalan terhitung sejak tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan. 16. BPR ... - 77 - 16. BPR yang telah memperoleh persetujuan pengalihan izin usaha dari badan hukum lama kepada badan hukum baru melakukan hal sebagai berikut: a. mengalihkan seluruh hak dan kewajiban dari badan hukum lama kepada badan hukum baru sesuai dengan akta berita acara sebagaimana yang dimaksud pada butir 8.d.; b. mengumumkan perubahan bentuk badan hukum kepada masyarakat dalam surat kabar harian lokal atau pada papan pengumuman di seluruh kantor BPR yang bersangkutan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal pemberian persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan serta menyampaikan bukti pengumuman dimaksud paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal pengumuman; c. mengganti penulisan nama pada papan nama, dokumen, formulir, dan warkat sesuai bentuk badan hukum baru BPR yang telah disetujui oleh Otoritas Jasa Keuangan paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak persetujuan atas permohonan pengalihan izin usaha dari badan hukum lama kepada badan hukum baru; d. menggunakan formulir dan warkat dengan bentuk badan hukum baru untuk kegiatan operasional BPR paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak persetujuan atas permohonan pengalihan izin usaha dari badan hukum lama kepada badan hukum baru dari Otoritas Jasa Keuangan; e. menyampaikan berita acara pemusnahan formulir atau warkat BPR dengan bentuk badan hukum lama yang belum digunakan paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak persetujuan atas permohonan pengalihan izin usaha dari badan hukum lama kepada badan hukum baru; f. menyampaikan ... - 78 - f. menyampaikan bukti pembubaran badan hukum lama kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak persetujuan dari instansi yang berwenang; dan g. tata cara pembubaran badan hukum lama dan pencabutan dari daftar perusahaan dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. IX. PENUTUPAN KANTOR CABANG 1. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan penutupan Kantor Cabang BPR. 2. Permohonan persetujuan penutupan Kantor Cabang diajukan oleh BPR kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan menyampaikan alasan penutupan dan dokumen sebagai berikut: a. bukti pengumuman rencana penutupan Kantor Cabang termasuk rencana penyelesaian aset dan kewajiban; b. bukti penyelesaian seluruh kewajiban kepada nasabah serta pihak-pihak lain terkait dengan penutupan Kantor Cabang antara lain berupa dokumen pelunasan kewajiban kepada nasabah atau pengalihan administrasi nasabah Kantor Cabang kepada Kantor Cabang lainnya atau Bank lain dengan persetujuan nasabah; c. bukti penjualan/pencairan seluruh aset valuta asing menjadi mata uang Rupiah apabila Kantor Cabang BPR melakukan kegiatan usaha sebagai Pedagang Valuta Asing; d. neraca Kantor Cabang yang menunjukkan seluruh kewajiban Kantor Cabang kepada nasabah dan pihak lain telah diselesaikan; e. surat pernyataan seluruh anggota Direksi BPR bahwa BPR telah menyelesaikan seluruh kewajibannya kepada nasabah dan pihak lain yang terkait dengan penutupan Kantor Cabang BPR dan apabila terdapat tuntutan di kemudian hari menjadi tanggung jawab BPR; dan f. surat ... - 79 - f. surat pernyataan seluruh anggota Direksi BPR bahwa BPR telah melakukan penjualan/pencairan seluruh aset valuta asing. 3. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan penutupan kantor cabang sebagaimana dimaksud pada angka 1 paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah: a. permohonan berikut dokumen yang dipersyaratkan pada butir 2.a. sampai dengan butir 2.f. diterima secara lengkap; dan b. seluruh kewajiban telah diselesaikan berdasarkan hasil pemeriksaan. 4. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan penutupan kantor cabang sebagaimana dimaksud pada angka 3 berdasarkan: a. penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen; dan b. pemeriksaan terhadap penyelesaian kewajiban sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 5. Dalam hal dokumen permohonan persetujuan penutupan kantor cabang yang disampaikan oleh BPR dinilai telah lengkap, Otoritas Jasa Keuangan menyampaikan surat pemberitahuan kepada BPR bahwa dokumen permohonan persetujuan penutupan kantor cabang telah lengkap, sehingga proses persetujuan atau penolakan penutupan kantor cabang mulai berjalan terhitung sejak tanggal surat pemberitahuan tersebut. 6. Dalam hal dokumen permohonan persetujuan penutupan kantor cabang yang disampaikan oleh BPR dinilai belum lengkap, Otoritas Jasa Keuangan memberitahukan kepada BPR untuk melengkapi kekurangan dokumen paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan. 7. Dalam hal BPR telah memenuhi kekurangan dokumen dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada angka 6 dan berdasarkan penelitian Otoritas Jasa Keuangan dokumen yang disampaikan oleh BPR telah lengkap, Otoritas Jasa Keuangan memberitahukan kelengkapan ... - 80 - kelengkapan dokumen tersebut, dan mulai memproses permohonan penutupan kantor cabang BPR terhitung sejak tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan. 8. Dalam hal permohonan penutupan Kantor Cabang telah mendapat persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan, BPR wajib: a. mengumumkan penutupan Kantor Cabang kepada masyarakat dalam surat kabar harian lokal atau pada papan pengumuman di seluruh kantor BPR yang bersangkutan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan; b. melaksanakan penutupan Kantor Cabang paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak tanggal persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan; dan c. menyampaikan laporan pelaksanaan penutupan Kantor Cabang paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal pelaksanaan penutupan disertai dengan bukti pengumuman. X. PENYAMPAIAN PERMOHONAN IZIN DAN FORMAT PELAPORAN A. Pengajuan Permohonan Izin, Pelaporan Rencana Kegiatan Tertentu BPR, dan Penyampaian Berbagai Laporan 1. Penyampaian permohonan izin pendirian BPR diajukan kepada Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan melalui Departemen Perizinan dan Informasi Perbankan dilakukan dalam 2 (dua) tahap: a. Permohonan Persetujuan Prinsip Pendirian BPR, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.16; dan b. Permohonan Izin Usaha BPR, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.17. 2. Penyampaian permohonan izin selain pendirian BPR yang diajukan kepada Otoritas Jasa Keuangan meliputi: a. Permohonan Persetujuan Pencairan Deposito, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.18; b. Permohonan ... - 81 - b. Permohonan Persetujuan Penambahan Modal Disetor, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.19; c. Permohonan Persetujuan Perubahan Kepemilikan Saham, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.20; d. Permohonan Persetujuan Calon Anggota Direksi dan/atau Calon Anggota Dewan Komisaris BPR, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.21; e. Permohonan Persetujuan Prinsip Pembukaan Kantor Cabang, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.22; f. Permohonan Izin Operasional Kantor Cabang, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.23; g. Permohonan Persetujuan Kegiatan Layanan dengan Menggunakan Kartu ATM dan/atau Kartu Debet Sebagai Penerbit menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.14; h. Permohonan Persetujuan Prinsip Pemindahan Alamat Kantor Pusat/Kantor Cabang keluar wilayah Kabupaten atau Kota atau Provinsi, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.24; i. Permohonan Izin Efektif Pemindahan Alamat Kantor Pusat ke Luar wilayah Kabupaten atau Kota atau Provinsi, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.25; j. Permohonan Izin Efektif Pemindahan Alamat Kantor Pusat/Kantor Cabang dalam Wilayah Kabupaten atau Kota yang Sama, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.26; k. Permohonan Penetapan Penggunaan Izin Usaha yang Dimiliki BPR dengan Nama yang Baru, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.27; l. Permohonan ... - 82 - l. Permohonan Persetujuan Prinsip Perubahan Bentuk Badan Hukum, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.28; m. Permohonan Pengalihan Izin Usaha BPR dari Badan Hukum Lama kepada Badan Hukum Baru, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.29; n. Permohonan Persetujuan Penutupan Kantor Cabang, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.30; o. Permohonan Persetujuan Persiapan Pencabutan Izin Usaha Atas Permintaan Pemegang Saham, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.31; dan p. Permohonan Pencabutan Izin Usaha oleh Pemegang Saham, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.32. 3. Pengajuan pelaporan rencana kegiatan tertentu BPR kepada Otoritas Jasa Keuangan meliputi: a. Rencana Pembukaan Kantor Kas, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.13; b. Rencana Melakukan Kegiatan Operasional di Luar Hari Kerja Operasional dan Pada Hari Libur Nasional, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.33; c. Rencana Pemindahan Alamat Kantor Kas, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.34; d. Rencana Penutupan Kantor Kas/Kegiatan Pelayanan Kas BPR, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.35; dan e. Rencana Penutupan Sementara Kantor BPR di Luar Hari Libur Resmi, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.36. 4. Penyampaian ... - 83 - 4. Penyampaian laporan kepada Otoritas Jasa Keuangan meliputi: a. Laporan terkait kelembagaan BPR terdiri dari: 1) Laporan Pelaksanaan Kegiatan Usaha BPR, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III.1; 2) Laporan Keuangan Pemegang Saham Pengendali, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III.2; 3) Laporan Pelaksanaan Penambahan Modal Disetor menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III.3; 4) Penyampaian Dokumen Penerimaan Pemberitahuan/ Pengesahan Perubahan Anggaran Dasar dari Instansi yang Berwenang karena Perubahan Modal Disetor, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III.4; 5) Laporan Perubahan Kepemilikan Saham, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III.5; 6) Penyampaian Dokumen Penerimaan Pemberitahuan/ Pengesahan Perubahan Anggaran Dasar dari Instansi yang Berwenang karena Perubahan Kepemilikan Saham, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III.6; 7) Laporan Perubahan Komposisi Kepemilikan Saham, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III.7; 8) Penyampaian Dokumen Penerimaan Pemberitahuan/ Pengesahan Perubahan Anggaran Dasar dari Instansi yang Berwenang karena Perubahan Komposisi Kepemilikan Saham, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III.8; 9) Laporan Perubahan Modal Dasar BPR, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III.9; b. Laporan ... - 84 - b. Laporan terkait anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris dan/atau Pejabat Eksekutif BPR meliputi: 1) Laporan Pengangkatan Anggota Direksi dan/atau Anggota Dewan Komisaris BPR, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III.10; 2) Laporan Pengunduran Diri Anggota Direksi dan/atau Anggota Dewan Komisaris BPR, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III.11; 3) Laporan Pemberhentian Anggota Direksi dan/atau Anggota Dewan Komisaris BPR, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III.12; 4) Laporan Anggota Direksi dan/atau Anggota Dewan Komisaris BPR yang Meninggal Dunia, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III.13; 5) Laporan Pengangkatan Kembali Anggota Direksi dan/atau Anggota Dewan Komisaris BPR, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III.14; 6) Laporan Pengangkatan/Menjalankan Fungsi Sebagai Pejabat Eksekutif BPR, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III.15; 7) Laporan Pemberhentian Pejabat Eksekutif BPR, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III.16; c. Laporan terkait jaringan kantor dan kegiatan layanan alat pembayaran dengan menggunakan kartu meliputi: 1) Laporan Pelaksanaan Pembukaan Kantor Cabang, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III.17; 2) Laporan Pelaksanaan Pembukaan Kantor Kas, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III.18; 3) Laporan Kegiatan Kas Keliling/Payment Point, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III.19; 4) Laporan ... - 85 - 4) Laporan Pelaksanaan Kegiatan Layanan dengan Menggunakan Kartu ATM dan/atau Kartu Debet, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III.20; 5) Laporan Pelaksanaan Pemindahan Alamat Kantor Pusat/Kantor Cabang, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III.21; 6) Laporan Pemindahan Alamat Kantor Kas, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III.22; 7) Laporan Pemindahan Alamat Payment Point dan Lokasi Perangkat ATM dan/atau ADM, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III.23; 8) Laporan Pengumuman Perubahan Nama BPR, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III.24; 9) Laporan Pelaksanaan Pengumuman Perubahan Bentuk Badan Hukum Baru BPR, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III.25; 10) Laporan Pelaksanaan Penutupan Kantor Cabang, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III.26; 11) Laporan Penutupan Kantor Kas/Kegiatan Pelayanan Kas BPR, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III.27; 12) Laporan Pengumuman Penutupan Sementara Kantor BPR Diluar Hari Libur Resmi, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III.28; dan 13) Laporan Pelaksanaan Penutupan dan Pembukaan Kembali Kantor, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III.29. 2. Batas waktu penyampaian laporan oleh BPR dibuktikan sebagai berikut: a. berdasarkan stempel pos atau tanda terima jasa ekspedisi apabila laporan dikirim melalui kantor pos atau perusahaan jasa ekspedisi; dan b. berdasarkan ... - 86 - b. berdasarkan tanggal penerimaan laporan oleh Otoritas Jasa Keuangan apabila laporan disampaikan secara langsung. B. Pengajuan Permohonan Izin, Pelaporan Rencana Kegiatan Tertentu BPR, dan Penyampaian Laporan Terkait BPR 1. Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan telah menyediakan sistem perizinan secara elektronis, pengajuan permohonan izin, pelaporan rencana kegiatan tertentu BPR, dan penyampaian laporan terkait BPR disampaikan dengan mekanisme dan tata cara sebagaimana diatur dalam ketentuan yang mengatur mengenai sistem perizinan secara elektronis. 2. Bukti pengajuan permohonan izin, penyampaian rencana kegiatan tertentu BPR, dan penyampaian laporan terkait BPR sebagaimana dimaksud pada angka 1 diatur lebih lanjut dalam ketentuan yang mengatur mengenai sistem perizinan secara elektronis. XI. FORMAT PENGUMUMAN DAN LAPORAN PELAKSANAAN DALAM RANGKA PENGENAAN SANKSI Pengumuman dan Laporan Pelaksanaan Penutupan Kantor Cabang dan Kantor Kas BPR serta Penghentian Kegiatan Pelayanan Kas dan kegiatan usaha sebagai Pedagang Valuta Asing karena sanksi atas pelanggaran ketentuan jumlah anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris BPR diatur sebagai berikut: 1. Pengumuman Penutupan Kantor Cabang/Kantor Kas BPR dan Penghentian Kegiatan Pelayanan Kas Kantor/kegiatan usaha sebagai Pedagang Valuta Asing, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III.30; 2. Laporan Pelaksanaan Penutupan Kantor Cabang/Kantor Kas dan Penghentian Kegiatan Pelayanan Kas/Kegiatan Usaha sebagai Pedagang Valuta Asing, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III.31; 3. Laporan ... - 87 - 3. Laporan Penyelesaian Kewajiban atas penutupan Kantor Cabang dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III.32. Laporan ini dilampiri dengan surat pernyataan seluruh anggota Direksi mengenai penyelesaian seluruh kewajiban, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III.33; dan 4. Laporan Penjualan/Pencairan aset valuta asing ke dalam mata uang Rupiah bagi BPR yang mempunyai kegiatan usaha sebagai Pedagang Valuta Asing dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III.34 Laporan ini dilampiri dengan surat pernyataan seluruh anggota Direksi mengenai penjualan/pencairan seluruh aset valuta asing, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III.35. XII. ALAMAT PENGAJUAN PERMOHONAN IZIN, PELAPORAN RENCANA KEGIATAN TERTENTU BPR, DAN PENYAMPAIAN LAPORAN TERKAIT BPR 1. Permohonan pendirian BPR ditujukan kepada: a. Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan u.p. Departemen Perizinan dan Informasi Perbankan, Otoritas Jasa Keuangan, Jl. M. H. Thamrin No.2 Jakarta 10350, dengan tembusan kepada Kantor Regional Pengawasan Bank 1, bagi BPR yang akan didirikan di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya, Kabupaten atau Kota Bogor, Depok, Tangerang, Tangerang Selatan, Bekasi, dan Banten. b. Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan u.p. Departemen Perizinan dan Informasi Perbankan, Otoritas Jasa Keuangan, Jl. M. H. Thamrin No.2 Jakarta 10350, dengan tembusan kepada Kantor Regional atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat bagi BPR yang akan didirikan di luar wilayah sebagaimana dimaksud pada huruf a, dengan mengacu kepada pembagian wilayah kerja Kantor Otoritas Jasa Keuangan pada Lampiran IV. c. Dalam ... - 88 - c. Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan telah menyediakan sistem perizinan secara elektronis, pengajuan permohonan persetujuan prinsip pendirian BPR dan izin usaha BPR diajukan kepada Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan dengan mengacu pada mekanisme dan tata cara sebagaimana diatur dalam ketentuan yang mengatur mengenai perizinan secara elektronis. 2. Permohonan izin selain pendirian BPR ditujukan kepada: a. Kantor Regional atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat dengan mengacu kepada pembagian wilayah kerja Kantor Regional atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan pada Lampiran IV. b. Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan telah menyediakan sistem perizinan secara elektronis, pengajuan permohonan izin selain pendirian BPR diajukan kepada Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan dengan mengacu pada mekanisme dan tata cara sebagaimana dalam ketentuan yang mengatur mengenai perizinan secara elektronis. 3. Pelaporan rencana kegiatan tertentu BPR dan penyampaian laporan terkait BPR a. Pelaporan rencana kegiatan tertentu BPR dan penyampaian laporan terkait BPR ditujukan kepada Otoritas Jasa Keuangan u.p. Kantor Regional atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat, dengan mengacu kepada pembagian wilayah kerja Kantor Otoritas Jasa Keuangan pada Lampiran IV. b. Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan telah menyediakan sistem perizinan secara elektronis, penyampaian laporan rencana kegiatan tertentu BPR dan laporan terkait BPR diajukan kepada Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan dengan mengacu pada mekanisme dan tata cara sebagaimana dalam ketentuan yang mengatur mengenai perizinan secara elektronis. XIII. PENUTUP ... - 89 - XIII. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Dengan berlakunya Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/31/DKBU tanggal 12 Desember 2006 dan Nomor 12/33/DKBU tanggal 1 Desember 2010 perihal Bank Perkreditan Rakyat dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 25 Mei 2015 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN OTORITAS JASA KEUANGAN, Ttd. Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum I Departemen Hukum, Ttd. Ttd. Sudarmaji NELSON TAMPUBOLON BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 45 TANGGAL 5 JUNI 2015
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 16/SEOJK.03/2015 </reg_id> <reg_title> BANK PERKREDITAN RAKYAT </reg_title> <set_date> 25 Mei 2015 </set_date> <effective_date> 25 Mei 2015 </effective_date> <replaced_reg> '12/33/DKBU|SE-BI/2010', '8/31/DKBU|SE-BI/2006' </replaced_reg> <related_reg> '20/POJK.03/2014' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi V Huruf E Angka 3', 'Romawi V Huruf E Angka 4', 'Romawi V Huruf E Angka 5' </penalty_list>
Yth. Direksi Bank Perkreditan Rakyat di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 52 /SEOJK.03/2016 TENTANG RENCANA BISNIS BANK PERKREDITAN RAKYAT Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 37/POJK.03/2016 tentang Rencana Bisnis Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 258, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5955), selanjutnya disebut dengan POJK Rencana Bisnis BPR dan BPRS, Otoritas Jasa Keuangan perlu mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai Rencana Bisnis BPR dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM 1. Dalam rangka mencapai tujuan usaha sesuai dengan visi dan misi yang telah ditetapkan, BPR perlu menyusun Rencana Bisnis dengan memperhatikan faktor eksternal dan internal yang dapat memengaruhi kelangsungan usaha BPR, prinsip kehati-hatian, dan asas perbankan yang sehat. Rencana Bisnis harus disusun secara matang, realistis dan komprehensif, sehingga dapat digunakan sebagai dasar untuk memberikan arah kebijakan dalam melaksanakan kegiatan usaha untuk mencapai visi dan misi BPR. 2. Rencana Bisnis adalah dokumen tertulis yang menggambarkan rencana pengembangan dan kegiatan usaha BPR dalam jangka waktu tertentu serta strategi untuk merealisasikan rencana tersebut sesuai target dan waktu yang ditetapkan. - 2 - 3. Rencana Bisnis yang disusun oleh BPR sebagaimana dimaksud pada angka 2 mencakup rencana jangka pendek, jangka menengah, dan/atau rencana strategis jangka panjang. Yang dimaksud dengan rencana jangka pendek adalah rencana kegiatan usaha BPR dalam periode 1 (satu) tahun. Yang dimaksud dengan rencana jangka menengah adalah rencana kegiatan usaha BPR dalam periode 3 (tiga) tahun. Yang dimaksud dengan rencana strategis jangka panjang adalah rencana kegiatan usaha BPR dalam periode 5 (lima) tahun, dengan cakupan antara lain berupa arah kebijakan pengembangan dan penguatan permodalan, teknologi informasi dan sumber daya manusia. Rencana jangka pendek dan jangka menengah harus disusun dengan mempertimbangkan rencana strategis jangka panjang dalam periode 5 (lima) tahun yang ditetapkan oleh BPR. 4. Dengan mempertimbangkan perbedaan kapasitas permodalan yang memengaruhi kompleksitas kegiatan usaha dan batasan wilayah jaringan kantor BPR, jangka waktu proyeksi dan perencanaan beberapa cakupan materi dalam penyusunan Rencana Bisnis BPR dibedakan berdasarkan modal inti, yaitu: a. BPR dengan modal inti kurang dari Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah); dan b. BPR dengan modal inti paling sedikit Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah). Pembedaan tersebut ditujukan agar setiap BPR dapat berkembang dan berkontribusi optimal menurut kelompok permodalannya. 5. Perhitungan hari yang dimaksud dalam POJK Rencana Bisnis BPR dan BPRS terkait penyampaian Rencana Bisnis dan penyesuaiannya, perubahan Rencana Bisnis, dan Laporan Realisasi Rencana Bisnis adalah hari kalender. 6. Perhitungan hari yang dimaksud dalam POJK Rencana Bisnis BPR dan BPRS terkait penyampaian Laporan Pengawasan Rencana Bisnis adalah hari kerja. - 3 - II. CAKUPAN DAN PENYUSUNAN RENCANA BISNIS Sesuai dengan Pasal 6 POJK Rencana Bisnis BPR dan BPRS, Rencana Bisnis BPR paling sedikit meliputi ringkasan eksekutif, strategi bisnis dan kebijakan, proyeksi laporan keuangan, target rasio-rasio dan pos-pos keuangan, rencana penghimpunan dana, rencana penyaluran dana, rencana permodalan, rencana pengembangan organisasi, teknologi informasi dan Sumber Daya Manusia (SDM), rencana pelaksanaan kegiatan usaha baru, rencana pengembangan dan/atau perubahan jaringan kantor, dan informasi lainnya. 1. Ringkasan Eksekutif Ringkasan eksekutif paling sedikit meliputi rencana dan langkah- langkah strategis yang akan ditempuh oleh BPR, indikator keuangan utama, serta target jangka pendek dan jangka menengah, sebagai berikut: a. Rencana dan Langkah-langkah Strategis Rencana dan langkah-langkah strategis yang akan ditempuh oleh BPR dijelaskan dalam jangka pendek untuk periode 1 (satu) tahun, jangka menengah untuk periode 3 (tiga) tahun, dan rencana strategis jangka panjang untuk periode 5 (lima) tahun. b. Indikator Keuangan Utama Indikator keuangan utama paling sedikit meliputi kinerja BPR dan proyeksi dari faktor permodalan, kualitas aset, rentabilitas, dan likuiditas sesuai dengan penilaian tingkat kesehatan BPR, sebagai berikut: 1) BPR yang memiliki modal inti Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar menyampaikan kinerja BPR: a) kurang dari rupiah) posisi aktual akhir bulan Oktober tahun penyusunan Rencana Bisnis BPR; b) proyeksi akhir bulan Desember tahun penyusunan Rencana Bisnis BPR; dan c) proyeksi 1 (satu) tahun ke depan yang disajikan secara semesteran, dari faktor permodalan, kualitas aset, rentabilitas, dan likuiditas sesuai dengan penilaian tingkat kesehatan BPR. - 4 - Format tabel indikator keuangan utama Rencana Bisnis BPR tahun 2018 untuk BPR dengan modal inti kurang dari Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) paling sedikit sebagai berikut: Tabel Indikator Keuangan Utama: (dalam persen) No. Indikator Keuangan Utama 1 Rasio KPMM 2 Rasio Modal Inti 3 Rasio Kinerja Okt 2017 Aset Produktif yang Diklasifikasikan terhadap Aset Produktif 4 Rasio PPAP terhadap PPAP yang Wajib Dibentuk 5 Rasio Non Performing Loan a. Gross b. Netto 6 Rasio Kredit terhadap Total Aset Produktif 7 Rasio Return On Assets (ROA) 8 Rasio Net Interest Margin (NIM) 9 Rasio Biaya Operasional Pendapatan Operasional 10 Cash Ratio (CR) 11 Loan to Deposit Ratio (LDR) 12 Rasio kredit UMKM terhadap total kredit 2) BPR yang memiliki modal inti paling sedikit Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar menyampaikan kinerja BPR: a) terhadap Proyeksi Des 2017 Tahun 2018 Jun Des rupiah) posisi aktual akhir bulan Oktober tahun penyusunan Rencana Bisnis BPR; b) proyeksi akhir bulan Desember tahun penyusunan Rencana Bisnis BPR; c) proyeksi 1 (satu) tahun ke depan yang disajikan secara semesteran; dan d) proyeksi akhir tahun kedua dan ketiga yang disajikan secara tahunan, dari faktor permodalan, kualitas aset, rentabilitas, dan likuiditas sesuai dengan penilaian tingkat kesehatan BPR. Format tabel indikator keuangan utama Rencana Bisnis BPR tahun 2018 untuk BPR dengan modal inti paling sedikit Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah), paling sedikit sebagai berikut: - 5 - Tabel Indikator Keuangan Utama: (dalam persen) No. Indikator Keuangan Utama 1 Rasio KPMM 2 Rasio Modal Inti 3 Rasio Aset Produktif yang Diklasifikasikan terhadap Aset Produktif 4 Rasio PPAP terhadap PPAP yang Wajib Dibentuk 5 Rasio Non Performing Loan a. Gross b. Netto 6 Rasio Kredit terhadap Total Aset Produktif (%) 7 Rasio Return On Assets 8 Rasio Net Interest Margin 9 Rasio Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional 10 Cash Ratio 11 Loan to Deposit Ratio 12 Rasio kredit UMKM terhadap total kredit c. Target Jangka Pendek dan Jangka Menengah Target jangka pendek adalah target kegiatan usaha BPR selama 1 (satu) tahun ke depan, paling sedikit meliputi penurunan Non Performing Loan (NPL), peningkatan fungsi intermediasi, dan peningkatan efisiensi. Target jangka menengah adalah target kegiatan usaha BPR selama 3 (tiga) tahun ke depan, paling sedikit meliputi upaya penguatan permodalan, serta penerapan tata kelola dan manajemen risiko BPR yang mengacu pada peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai tata kelola dan manajemen risiko bagi BPR. Format penyajian Ringkasan Eksekutif mengacu pada: a. Lampiran I.1 : Ringkasan Eksekutif - Rencana dan Langkah-Langkah Strategis b. Lampiran I.2 : Ringkasan Eksekutif - Indikator Keuangan Utama (Bagi BPR dengan modal inti kurang dari Rp50 miliar) c. Lampiran I.3 : Ringkasan Eksekutif - Indikator Keuangan Utama (Bagi BPR dengan modal inti paling sedikit Rp50 miliar) d. Lampiran I.4 : Ringkasan Eksekutif - Target Jangka Pendek dan Jangka Menengah Kinerja Okt 2017 Proyeksi Des 2017 Tahun 2018 Jun Des Des 2019 Des 2020 - 6 - 2. Strategi Bisnis dan Kebijakan Bagian ini berisi penjelasan mengenai strategi bisnis dan kebijakan yang paling sedikit memuat visi dan misi BPR, arah kebijakan BPR, kebijakan tata kelola dan manajemen risiko BPR, analisis posisi BPR dalam persaingan usaha berdasarkan aset dan/atau lokasi, strategi penyaluran kredit kepada debitur menurut jenis usaha yang mencakup usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah, serta strategi pengembangan bisnis, sebagai berikut: a. Visi dan Misi BPR Visi adalah tujuan yang ingin dicapai BPR dalam jangka menengah atau jangka panjang. Misi adalah pernyataan yang digunakan untuk menggambarkan tujuan dari BPR. Visi dan misi BPR disusun untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan disampaikan oleh BPR setiap tahun. Visi dan misi BPR tahun 2018 sampai dengan tahun 2023 disampaikan pertama kali pada 15 Desember 2017 dalam Rencana Bisnis BPR tahun 2018. b. Arah Kebijakan BPR Arah kebijakan BPR dijelaskan dalam jangka pendek untuk periode 1 (satu) tahun, jangka menengah untuk periode 3 (tiga) tahun, dan rencana strategis jangka panjang untuk periode 5 (lima) tahun meliputi informasi umum kebijakan BPR yang ditetapkan oleh manajemen dalam pengembangan usaha BPR di waktu yang akan datang. c. Kebijakan Tata Kelola dan Manajemen Risiko BPR Uraian mengenai kebijakan tata kelola dan manajemen risiko BPR meliputi informasi mengenai langkah-langkah dalam menerapkan manajemen risiko dan kebijakan dalam melaksanakan tata kelola, termasuk kebijakan remunerasi yang meliputi pemberian gaji, bonus dan fasilitas lain kepada Direksi dan Dewan Komisaris. - 7 - d. Analisis Posisi BPR dalam Persaingan Usaha Berdasarkan Aset dan/atau Lokasi Untuk melakukan analisis posisi, BPR dapat menggunakan analisis SWOT yaitu Strength (Kekuatan), Weakness (Kelemahan), Opportunity (Peluang), dan Threat (Ancaman) dalam menghadapi persaingan usaha dengan BPR dan/atau lembaga keuangan lain. Untuk melakukan analisis posisi dalam persaingan usaha berdasarkan lokasi, BPR dapat menggunakan batasan wilayah kabupaten, kota dan/atau provinsi. e. Strategi Penyaluran Kredit Berdasarkan Jenis Usaha Strategi untuk merealisasikan rencana penyaluran kredit dikelompokan berdasarkan jenis usaha yaitu strategi penyaluran kredit kepada usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah yang mengacu pada kriteria usaha berdasarkan undang-undang mengenai usaha mikro, kecil, dan menengah. f. Strategi Pengembangan Bisnis Uraian mengenai strategi pengembangan bisnis antara lain memuat informasi langkah-langkah strategis untuk mencapai tujuan usaha BPR yang telah ditetapkan, termasuk penjelasan mengenai strategi pengembangan organisasi dan teknologi informasi, dan strategi untuk mengantisipasi perubahan kondisi eksternal. Format penyajian strategi bisnis dan kebijakan mengacu pada Lampiran II. 3. Proyeksi Laporan Keuangan Proyeksi laporan keuangan paling sedikit meliputi proyeksi neraca dan proyeksi laba rugi, serta alasan atau pertimbangan mengenai penetapan target dalam penyusunan proyeksi, sebagai berikut: a. BPR yang memiliki modal inti kurang dari Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) Proyeksi laporan keuangan yang dijelaskan untuk: 1) posisi aktual akhir bulan Oktober tahun penyusunan Rencana Bisnis BPR; 2) proyeksi akhir bulan Desember tahun penyusunan Rencana Bisnis BPR; dan - 8 - 3) proyeksi 1 (satu) tahun ke depan yang disajikan secara semesteran. Format penyajian proyeksi laporan keuangan mengacu pada: 1) Lampiran III.1 : Proyeksi Neraca 2) Lampiran IV.1 : Proyeksi Laba Rugi b. BPR yang memiliki modal inti paling sedikit Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) Proyeksi laporan keuangan yang dijelaskan untuk: 1) posisi aktual akhir bulan Oktober tahun penyusunan Rencana Bisnis BPR; 2) proyeksi akhir bulan Desember tahun penyusunan Rencana Bisnis BPR; 3) proyeksi 1 (satu) tahun ke depan yang disajikan secara semesteran; dan 4) proyeksi akhir tahun kedua dan ketiga yang disajikan secara tahunan. Format penyajian proyeksi laporan keuangan mengacu pada: 1) Lampiran III.2 2) Lampiran IV.2 : Proyeksi Neraca : Proyeksi Laba Rugi 4. Target Rasio-Rasio dan Pos-Pos Keuangan Target rasio-rasio dan pos-pos keuangan paling sedikit meliputi target rasio keuangan pokok dan target rasio pos-pos tertentu lainnya, serta alasan atau pertimbangan mengenai penetapan target. Target rasio keuangan pokok meliputi rasio-rasio yang paling sedikit dapat memberikan informasi untuk penilaian kondisi permodalan, kualitas aset, rentabilitas dan likuiditas yang mengacu pada ketentuan mengenai penilaian tingkat kesehatan BPR. Target rasio pos-pos tertentu lainnya paling sedikit meliputi target beberapa rasio terkait kredit usaha mikro, usaha kecil dan usaha menengah terhadap total kredit, rasio dana pendidikan dan pelatihan terhadap total beban tenaga kerja tahun sebelumnya, rasio realisasi dana pendidikan dan pelatihan terhadap total dana pendidikan dan pelatihan yang dianggarkan, dan rasio agunan yang diambil alih terhadap total kredit. a. BPR yang memiliki modal inti kurang dari Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) - 9 - Target rasio-rasio dan pos-pos keuangan yang disajikan untuk: 1) 2) 3) posisi aktual akhir bulan Oktober tahun penyusunan Rencana Bisnis BPR; target akhir bulan Desember tahun penyusunan Rencana Bisnis BPR; dan target 1 (satu) tahun ke depan yang disajikan secara semesteran. Format penyajian rasio-rasio dan pos-pos keuangan mengacu pada Lampiran V.1. b. BPR yang memiliki modal inti paling sedikit Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) Target rasio-rasio dan pos-pos keuangan yang disajikan untuk: 1) 2) 3) 4) posisi aktual akhir bulan Oktober tahun penyusunan Rencana Bisnis BPR; target akhir bulan Desember tahun penyusunan Rencana Bisnis BPR; target 1 (satu) tahun ke depan yang disajikan secara semesteran; dan target akhir tahun kedua dan ketiga yang disajikan secara tahunan. Format penyajian target rasio-rasio dan pos-pos keuangan mengacu pada Lampiran V.2. Formula perhitungan rasio-rasio dan pos-pos keuangan mengacu pada Lampiran V.3. 5. Rencana Penghimpunan Dana Rencana penghimpunan dana paling sedikit meliputi: a. rencana penghimpunan dana pihak ketiga meliputi rencana penghimpunan tabungan dan deposito baik dari pihak terkait maupun pihak tidak terkait, serta informasi mengenai penabung dan deposan inti; dan b. rencana pendanaan lainnya meliputi antara lain pinjaman dari bank lain termasuk linkage program dan/atau pinjaman yang tidak berasal dari bank. Rencana tersebut mencerminkan posisi penghimpunan dana untuk: a. posisi aktual akhir bulan Oktober tahun penyusunan Rencana Bisnis BPR; - 10 - b. proyeksi akhir bulan Desember tahun penyusunan rencana bisnis BPR; dan c. proyeksi 1 (satu) tahun ke depan yang disajikan secara semesteran. Dalam bagian ini diuraikan juga mengenai alasan atau pertimbangan yang digunakan dalam menyusun rencana dimaksud serta strategi BPR untuk merealisasikan rencana tersebut. Informasi mengenai penabung inti merupakan informasi mengenai 25 (dua puluh lima) data penabung terbesar, sementara deposan inti merupakan informasi mengenai 25 (dua puluh lima) data deposan terbesar. Format penyajian rencana penghimpunan dana mengacu pada: a. Lampiran VI b. Lampiran VII : Rencana Pendanaan Lainnya 6. Rencana Penyaluran Dana Rencana penyaluran dana paling sedikit meliputi: a. rencana penyaluran dana kepada pihak terkait Pihak terkait adalah pihak terkait sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai batas maksimum pemberian kredit BPR. Format penyajian rencana penyaluran dana kepada pihak terkait mengacu pada Lampiran VIII.1. b. rencana penempatan pada bank lain Penempatan pada bank lain dalam bentuk: 1) : Rencana Penghimpunan Dana Pihak Ketiga giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, dan/atau tabungan pada bank umum dan/atau bank umum syariah; dan/atau 2) deposito berjangka, dan/atau tabungan pada BPR dan/atau BPRS. Format penyajian rencana penempatan pada bank lain mengacu pada Lampiran VIII.2. c. rencana penyaluran kredit kepada bank lain Informasi mengenai rencana penyaluran kredit kepada bank lain dapat disajikan secara individu bank maupun secara kumulatif. Format penyajian rencana penyaluran kredit kepada bank lain mengacu pada Lampiran VIII.3. - 11 - d. rencana penyaluran kredit kepada debitur inti Debitur inti merupakan debitur individual atau debitur grup yang masuk dalam kategori 25 (dua puluh lima) debitur terbesar pada BPR di luar pihak terkait. Format penyajian rencana penyaluran kredit kepada debitur inti mengacu pada Lampiran VIII.4. e. rencana penyaluran kredit berdasarkan sektor ekonomi yang menjadi prioritas dalam penyaluran kredit Rencana penyaluran kredit disajikan berdasarkan sektor ekonomi yang menjadi prioritas dalam penyaluran kredit BPR. Sektor ekonomi tersebut paling banyak 5 (lima) sektor ekonomi dengan persentase penyaluran kredit terbesar dari total portofolio penyaluran kredit BPR. Rincian sektor ekonomi adalah sebagaimana diatur dalam Pedoman Penyusunan Laporan Bulanan BPR. Format penyajian rencana penyaluran kredit berdasarkan sektor ekonomi yang menjadi prioritas mengacu pada Lampiran VIII.5. f. rencana penyaluran kredit berdasarkan jenis penggunaan Rencana penyaluran kredit disajikan berdasarkan jenis penggunaan yang meliputi kredit modal kerja, kredit investasi, dan kredit konsumsi sebagaimana diatur dalam Pedoman Penyusunan Laporan Bulanan BPR. Format penyajian rencana penyaluran kredit berdasarkan jenis penggunaan mengacu pada Lampiran VIII.6. g. rencana penyaluran kredit berdasarkan jenis usaha Pengelompokan jenis usaha yang meliputi usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah mengacu pada kriteria usaha berdasarkan undang-undang mengenai usaha mikro, kecil dan menengah. Format penyajian rencana penyaluran kredit berdasarkan jenis usaha mengacu pada Lampiran VIII.7. Rencana tersebut mencerminkan posisi penyaluran dana untuk: a. posisi aktual akhir bulan Oktober tahun penyusunan Rencana Bisnis BPR; b. proyeksi akhir bulan Desember tahun penyusunan Rencana Bisnis BPR; dan - 12 - c. proyeksi 1 (satu) tahun ke depan yang disajikan secara semesteran. Dalam bagian ini diuraikan juga mengenai alasan atau pertimbangan yang digunakan dalam menyusun rencana dimaksud serta strategi BPR untuk merealisasikan rencana tersebut. 7. Rencana Permodalan Rencana permodalan paling sedikit meliputi rencana pemenuhan rasio kewajiban penyediaan modal minimum dan rasio modal inti, rencana pemenuhan modal inti minimum, dan rencana perubahan modal, sebagai berikut: a. Rencana Pemenuhan Rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) dan Rasio Modal Inti Rencana KPMM paling sedikit meliputi rencana modal, rencana Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR), dan rencana rasio KPMM yang dijelaskan untuk: 1) posisi aktual akhir bulan Oktober tahun penyusunan Rencana Bisnis BPR; 2) rencana akhir bulan Desember tahun penyusunan Rencana Bisnis BPR; 3) rencana 1 (satu) tahun ke depan yang disajikan secara semesteran; dan 4) rencana akhir tahun kedua dan ketiga yang disajikan secara tahunan. Rencana pemenuhan rasio KPMM dan rasio modal inti mengacu pada peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai kewajiban penyediaan modal minimum dan pemenuhan modal inti minimum BPR. Rencana pemenuhan rasio KPMM dalam Rencana Bisnis BPR tahun 2018 sampai dengan tanggal berlaku perhitungan rasio KPMM dan rasio modal inti sebagaimana diatur dalam peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai kewajiban penyediaan modal minimum dan pemenuhan modal inti minimum BPR disusun dengan menggunakan perhitungan yang mengacu pada ketentuan mengenai kewajiban penyediaan modal minimum sebagaimana diatur dalam PBI No.8/18/PBI/2006 tanggal 5 - 13 - Oktober 2006 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Perkreditan Rakyat. Format penyajian rencana pemenuhan rasio KPMM untuk Rencana Bisnis tahun 2018 sampai dengan tanggal berlaku peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai kewajiban penyediaan modal minimum dan pemenuhan modal inti minimum BPR mengacu pada Lampiran IX.1. Format penyajian rencana pemenuhan rasio KPMM untuk Rencana Bisnis sejak tahun berlaku peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai kewajiban penyediaan modal minimum dan pemenuhan modal inti minimum BPR mengacu pada Lampiran IX.2. b. Rencana Pemenuhan Modal Inti Minimum Rencana pemenuhan modal inti minimum ditujukan bagi BPR yang belum memenuhi kewajiban pemenuhan modal inti minimum sebagaimana diatur dalam peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai kewajiban penyediaan modal minimum dan pemenuhan modal inti minimum Bank Perkreditan Rakyat. Dalam bagian ini diuraikan juga mengenai alasan atau pertimbangan yang digunakan dalam menyusun rencana dimaksud serta strategi BPR untuk merealisasikan rencana tersebut. Rencana pemenuhan modal inti minimum tersebut disajikan untuk: 1) posisi aktual akhir bulan Oktober tahun penyusunan Rencana Bisnis BPR; 2) rencana akhir bulan Desember tahun penyusunan Rencana Bisnis BPR; 3) rencana 1 (satu) tahun ke depan yang disajikan secara semesteran; dan 4) rencana akhir tahun kedua, ketiga, keempat, dan kelima yang disajikan secara tahunan. Format penyajian rencana pemenuhan modal inti minimum mengacu pada Lampiran IX.3. - 14 - c. Rencana Penambahan Modal Rencana penambahan modal merupakan proyeksi penambahan modal selama 3 (tiga) tahun mendatang baik terkait struktur maupun jumlah modal. Rencana penambahan modal meliputi rencana penambahan modal dari pemegang saham lama (existing shareholders) dan rencana penambahan modal lainnya. Rencana tersebut dijelaskan untuk: 1) posisi aktual akhir bulan Oktober penyusunan Rencana Bisnis BPR; 2) rencana akhir bulan Desember pada tahun penyusunan Rencana Bisnis BPR; 3) rencana 1 (satu) tahun ke depan yang disajikan secara semesteran; dan 4) rencana akhir tahun kedua dan ketiga yang disajikan secara tahunan. Format penyajian rencana penambahan modal mengacu pada Lampiran IX.4. 8. Rencana Pengembangan Organisasi, Teknologi Informasi, dan Sumber Daya Manusia (SDM) Pada bagian ini diuraikan informasi mengenai struktur organisasi dan jumlah SDM terkini, rencana pengembangan organisasi, teknologi informasi dan SDM yang sedang berlangsung, maupun rencana pengembangan organisasi, teknologi informasi, dan SDM lainnya paling sedikit selama 1 (satu) tahun ke depan yang antara lain memuat: a. Rencana Pengembangan Organisasi Rencana pengembangan organisasi antara lain meliputi rencana pembentukan atau perubahan satuan kerja dan/atau komite yang disesuaikan dengan ukuran dan kompleksitas usaha BPR dengan mengacu pada peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penerapan tata kelola dan manajemen risiko bagi BPR. Format penyajian rencana pengembangan organisasi mengacu pada Lampiran X. b. Rencana Pengembangan dan Pengadaan Teknologi Informasi yang Bersifat Mendasar - 15 - Rencana pengembangan dan pengadaan teknologi informasi yang bersifat mendasar antara lain perubahan secara signifikan terhadap konfigurasi teknologi informasi atau aplikasi inti perbankan, pengadaan aplikasi inti perbankan baru, kerja sama dengan penyedia jasa teknologi informasi, serta pengembangan dan pengadaan teknologi informasi mendasar lainnya yang dapat menambah dan/atau meningkatkan risiko BPR atau BPRS. Format penyajian rencana pengembangan dan pengadaan teknologi informasi yang bersifat mendasar mengacu pada Lampiran XI. c. Rencana Pengembangan SDM Rencana pengembangan SDM antara lain meliputi pemenuhan SDM pada BPR, rencana kebutuhan pendidikan dan pelatihan SDM, termasuk rencana biaya/anggaran pendidikan dan pelatihan sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai kewajiban penyediaan dana pendidikan dan pelatihan untuk pengembangan sumber daya manusia BPR. Format penyajian rencana pengembangan SDM mengacu pada Lampiran XII. d. Rencana Pemanfaatan Tenaga Kerja Alih Daya Alih daya adalah penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan penyedia jasa melalui perjanjian pemborongan pekerjaan dan/atau melalui perjanjian penyediaan jasa tenaga kerja. Rencana pemanfaatan tenaga kerja alih daya antara lain rencana pemanfaatan tenaga kerja di luar tenaga kerja tetap, yang meliputi jumlah maupun bidang kerja penugasan. Format penyajian rencana pemanfaatan tenaga kerja alih daya mengacu pada Lampiran XIII. 9. Rencana Pelaksanaan Kegiatan Usaha Baru Rencana pelaksanaan kegiatan usaha baru yang wajib dicantumkan di Rencana Bisnis BPR paling sedikit meliputi: a. rencana pelaksanaan kegiatan usaha yang memerlukan persetujuan Otoritas Jasa Keuangan; dan b. rencana pelaksanaan kegiatan usaha yang harus dilaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan. - 16 - Pada bagian ini diuraikan mengenai rencana pelaksanaan kegiatan usaha baru paling sedikit untuk periode 1 (satu) tahun ke depan. Rencana pelaksanaan kegiatan usaha baru yang wajib dicantumkan dalam Rencana Bisnis BPR adalah kegiatan usaha baru atau pendukung kegiatan usaha baru yang memenuhi kriteria: a. tidak pernah dilaksanakan sebelumnya oleh BPR yang bersangkutan; atau b. telah dilaksanakan sebelumnya oleh BPR yang bersangkutan, namun dilakukan pengembangan yang mengubah risiko tertentu atau seluruh risiko BPR yang bersangkutan, sebagaimana diatur dalam peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai kegiatan usaha dan wilayah jaringan kantor BPR berdasarkan modal inti. Format penyajian rencana Pelaksanaan Kegiatan Usaha Baru mengacu pada Lampiran XIV.1 dan Lampiran XIV.2 10. Rencana Pengembangan dan/atau Perubahan Jaringan Kantor Rencana pengembangan dan/atau perubahan jaringan kantor paling sedikit meliputi: a. rencana pemindahan alamat kantor pusat; b. rencana pembukaan, pemindahan alamat dan/atau penutupan kantor cabang dan/atau kantor kas; c. rencana pelaksanaan kegiatan pelayanan kas dan rencana penutupan kegiatan pelayanan kas berupa kas keliling, payment point, dan perangkat perbankan elektronis; dan d. rencana pemindahan payment point dan lokasi perangkat Automated Teller Machine dan/atau Automated Deposit Machine. Pengertian kantor cabang, kantor kas, dan kegiatan pelayanan kas berupa kas keliling, payment point, dan perangkat perbankan elektronis mengacu pada peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai BPR. Rencana tersebut disajikan untuk periode 1 (satu) tahun ke depan. Format penyajian rencana pengembangan dan/atau perubahan jaringan kantor mengacu pada Lampiran XV. - 17 - 11. Informasi Lainnya Informasi lainnya meliputi informasi yang diperkirakan memengaruhi kegiatan usaha BPR, namun belum disebutkan dalam cakupan Rencana Bisnis antara lain langkah-langkah penyelesaian kredit bermasalah termasuk dengan cara pengambilalihan agunan dan/atau penghapusbukuan, penyelesaian Agunan Yang Diambil Alih (AYDA) dan hapus buku, serta laporan BPR sebagai Penyelenggara Layanan Keuangan Tanpa Kantor dalam Rangka Keuangan Inklusif (Laku Pandai). Format penyajian informasi lainnya mengacu pada Lampiran XVI. III. PERUBAHAN RENCANA BISNIS 1. Otoritas Jasa Keuangan berwenang meminta BPR untuk melakukan penyesuaian terhadap Rencana Bisnis yang disampaikan oleh BPR, apabila: a. Rencana Bisnis dinilai belum memenuhi cakupan Rencana Bisnis sebagaimana diatur dalam POJK Rencana Bisnis BPR dan BPRS; dan/atau b. proyeksi, target atau rencana yang disampaikan dalam Rencana Bisnis dinilai tidak realistis, sebagai contoh: 1) Proyeksi kredit yang tinggi tanpa diimbangi dengan kemampuan pendanaan dan jumlah sumber daya manusia yang memadai. 2) Rencana investasi berupa pembelian aset tetap dalam jumlah besar tanpa memperhatikan rentabilitas BPR. 2. BPR hanya dapat melakukan perubahan terhadap Rencana Bisnis, apabila: a. terdapat faktor eksternal dan internal yang secara signifikan memengaruhi operasional BPR; Yang dimaksud dengan faktor eksternal antara lain adalah kondisi perekonomian, perkembangan sosial dan politik, serta perkembangan teknologi. Contoh: Penurunan pertumbuhan ekonomi daerah yang menyebabkan permintaan kredit pada sektor perdagangan yang menjadi prioritas penyaluran kredit BPR mengalami penurunan sehingga dapat memengaruhi kemampuan membayar debitur di sektor - 18 - tersebut. Berdasarkan kondisi tersebut, BPR dapat mengubah prioritas penyaluran kredit pada sektor lainnya yang selanjutnya strategi tersebut dituangkan dalam perubahan Rencana Bisnis. Yang dimaksud dengan faktor internal antara lain adalah kondisi keuangan, manajemen, dan perubahan kepemilikan. Contoh: Terjadi perubahan kepemilikan BPR yang menyebabkan terjadinya perubahan strategi bisnis BPR, sehingga BPR perlu melakukan perubahan Rencana Bisnis. b. berdasarkan pertimbangan Otoritas Jasa Keuangan terdapat faktor yang secara signifikan memengaruhi kinerja BPR, antara lain meliputi permasalahan solvabilitas, likuiditas, dan/atau permasalahan eksternal yang secara signifikan berdampak pada kinerja BPR. IV. LAPORAN REALISASI DAN PENGAWASAN RENCANA BISNIS 1. Sesuai dengan Pasal 21 ayat (1) POJK Rencana Bisnis BPR dan BPRS, Laporan Realisasi Rencana Bisnis wajib disampaikan BPR secara semesteran, yaitu posisi akhir bulan Juni dan Desember. Laporan dimaksud meliputi: a. pencapaian Rencana Bisnis yaitu perbandingan antara rencana dengan realisasi; b. penjelasan mengenai penyebab dan kendala terjadinya perbedaan antara rencana dengan realisasi Rencana Bisnis; dan c. upaya tindak lanjut yang telah dan akan dilakukan untuk memperbaiki pencapaian realisasi Rencana Bisnis. Penjelasan mengenai realisasi Rencana Bisnis tersebut paling sedikit meliputi: a. strategi bisnis dan kebijakan; b. c. realisasi penghimpunan dana; d. realisasi penyaluran dana; e. realisasi kinerja keuangan pada neraca, laba rugi, serta rasio- rasio dan pos-pos keuangan; realisasi pemenuhan rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum, pemenuhan modal inti minimum, dan rencana penambahan modal; - 19 - f. realisasi pengembangan organisasi, teknologi informasi, dan SDM; g. realisasi pelaksanaan kegiatan usaha baru; h. realisasi pengembangan dan/atau perubahan jaringan kantor; dan i. realisasi informasi lainnya. Format penyajian Laporan Realisasi Rencana Bisnis mengacu pada Lampiran XVII.1. Format penyajian realisasi kinerja keuangan pada neraca, laba rugi, serta rasio-rasio dan pos-pos keuangan sebagaimana dimaksud pada huruf b mengacu pada Lampiran XVII.2, XVII.3, dan XVII.4. Format pengisian realisasi informasi lainnya sebagaimana dimaksud pada huruf i mengacu pada Lampiran XVII.5. 2. Sesuai dengan Pasal 5 POJK Rencana Bisnis BPR dan BPRS, Dewan Komisaris wajib melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Rencana Bisnis. Hasil pengawasan tersebut selanjutnya dituangkan dalam Laporan Pengawasan Rencana Bisnis sebagaimana diwajibkan dalam Pasal 22 ayat (1) POJK Rencana Bisnis BPR dan BPRS. Cakupan dalam laporan yang disusun Dewan Komisaris tersebut paling sedikit meliputi penilaian mengenai: a. pelaksanaan Rencana Bisnis berupa penilaian aspek kuantitatif maupun kualitatif terhadap realisasi Rencana Bisnis; b. faktor-faktor yang memengaruhi kinerja BPR antara lain faktor permodalan, kualitas aset, rentabilitas, dan likuiditas yang mengacu pada ketentuan mengenai penilaian tingkat kesehatan BPR; c. penerapan tata kelola dan manajemen risiko BPR; dan d. upaya memperbaiki kinerja BPR, dalam hal hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada huruf b di atas terjadi penurunan kinerja. Penilaian Dewan Komisaris pada huruf a sampai dengan huruf d dapat dilengkapi pula dengan penilaian atas faktor-faktor eksternal yang memengaruhi operasional BPR. Dalam kaitan dengan tugas Dewan Komisaris ini, BPR harus memiliki mekanisme internal dalam rangka penyusunan Laporan Pengawasan Rencana Bisnis tersebut di atas. - 20 - Format penyajian Laporan Pengawasan Rencana Bisnis mengacu pada Lampiran XVIII. V. FORMAT SURAT PENGANTAR Penyampaian Rencana Bisnis secara offline, surat pengantar penyampaian perubahan/penyesuaian Rencana Bisnis secara offline, surat pengantar penyampaian Laporan Realisasi Rencana Bisnis secara offline, dan surat pengantar penyampaian Laporan Pengawasan Rencana Bisnis mengacu pada Lampiran XIX. VI. PENYAMPAIAN LAPORAN 1. Jangka Waktu Mengacu pada Pasal 24 ayat (1), Pasal 24 ayat (2), Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 25 ayat (2) POJK Rencana Bisnis BPR dan BPRS, BPR dinyatakan terlambat menyampaikan Rencana Bisnis, penyesuaian Rencana Bisnis, Laporan Realisasi Rencana Bisnis, dan/atau Laporan Pengawasan Rencana Bisnis, apabila: a. BPR menyampaikan Rencana Bisnis melewati batas waktu penyampaian sampai dengan 30 (tiga puluh) hari setelah akhir batas waktu penyampaian Rencana Bisnis; b. BPR menyampaikan penyesuaian Rencana Bisnis melewati batas waktu penyampaian sampai dengan 20 (dua puluh) hari setelah akhir batas waktu penyampaian penyesuaian Rencana Bisnis; c. BPR menyampaikan Laporan Realisasi Rencana Bisnis melewati batas waktu penyampaian sampai dengan 30 (tiga puluh) hari setelah akhir batas waktu penyampaian Laporan Realisasi Rencana Bisnis; dan/atau d. BPR menyampaikan Laporan Pengawasan Rencana Bisnis melewati batas waktu penyampaian sampai dengan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja setelah akhir batas waktu penyampaian Laporan Pengawasan Rencana Bisnis. Mengacu pada Pasal 24 ayat (3) dan Pasal 25 ayat (3) POJK Rencana Bisnis BPR dan BPRS, BPR dinyatakan tidak menyampaikan Rencana Bisnis, penyesuaian Rencana Bisnis, Laporan Realisasi Rencana Bisnis, dan/atau Laporan Pengawasan Rencana Bisnis apabila sampai dengan berakhirnya batas waktu keterlambatan, BPR belum menyampaikan laporan dimaksud. - 21 - 2. Penyampaian Laporan Secara Offline a. Dalam hal BPR menyampaikan Rencana Bisnis, penyesuaian Rencana Bisnis, perubahan Rencana Bisnis, dan Laporan Realisasi Rencana Bisnis secara offline, penyampaian dimaksud dapat dilakukan dengan menggunakan media perekam data elektronik (antara lain compact disk, flashdisk atau media perekam data elektronik lainnya) disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan sesuai dengan wilayah kantor pusat BPR. b. Dalam hal terjadi kerusakan media perekam data elektronik yang diterima oleh Otoritas Jasa Keuangan secara offline, BPR menyampaikan ulang media perekam data elektronik tersebut. c. BPR menyampaikan Laporan Pengawasan Rencana Bisnis secara offline kepada Otoritas Jasa Keuangan dalam bentuk hardcopy (hasil cetak), dan softcopy berupa media perekam data elektronik. VII. LAIN-LAIN Lampiran dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini merupakan format untuk menyusun Rencana Bisnis, Laporan Realisasi Rencana Bisnis, dan Laporan Pengawasan Rencana Bisnis sejak tahun 2018. Lampiran dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. VIII. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 23 Desember 2016 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN OTORITAS JASA KEUANGAN, Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana ttd NELSON TAMPUBOLON
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 52/SEOJK.03/2016 </reg_id> <reg_title> RENCANA BISNIS BANK PERKREDITAN RAKYAT </reg_title> <set_date> 23 Desember 2016 </set_date> <effective_date> 23 Desember 2016 </effective_date> <related_reg> '37/POJK.03/2016' </related_reg>
Yth. Direksi atau yang setara pada Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 3/SEOJK.05/2015 TENTANG PENILAIAN TINGKAT RISIKO PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI Sehubungan dengan amanat ketentuan Pasal 5 ayat (4), Pasal 7 ayat (3), dan Pasal 8 ayat (6) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 10/POJK.05/2014 tentang Penilaian Tingkat Risiko Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 197, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5575), perlu untuk mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai penilaian tingkat risiko, format dan tata cara penyampaian laporan hasil penilaian tingkat risiko, serta format dan tata cara penyampaian rencana tindak lanjut atas penilaian tingkat risiko bagi perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM 1. Perusahaan Asuransi adalah perusahaan asuransi sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang perasuransian, tidak termasuk perusahaan asuransi yang seluruh kegiatan usahanya dijalankan berdasarkan prinsip syariah. 2. Perusahaan Reasuransi adalah perusahaan yang menyelenggarakan usaha reasuransi sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang- undangan di bidang perasuransian, tidak termasuk perusahaan reasuransi yang seluruh kegiatan usahanya dijalankan berdasarkan prinsip syariah. 3. Otoritas ... - 2 - 3. Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. II. PEDOMAN PENILAIAN TINGKAT RISIKO DAN PENYUSUNAN LAPORAN HASIL PENILAIAN TINGKAT RISIKO 1. Penilaian tingkat risiko Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dilakukan dengan memperhatikan materialitas dan signifikansi suatu area risiko terhadap total risiko Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. 2. Penilaian tingkat risiko Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dilakukan dengan memperhitungkan riwayat risiko yang pernah terjadi dan probabilitas terjadinya suatu risiko di masa yang akan datang. 3. Penilaian tingkat risiko Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi disusun sesuai pedoman sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini. 4. Laporan Hasil Penilaian Tingkat Risiko harus disusun dan ditandatangani oleh direktur atau yang setara yang membawahkan fungsi manajemen risiko dan diketahui oleh direktur utama atau yang setara. 5. Laporan Hasil Penilaian Tingkat Risiko Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi harus disusun sesuai format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini. III. PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA TINDAK LANJUT ATAS PENILAIAN TINGKAT RISIKO 1. Rencana tindak lanjut atas penilaian tingkat risiko ditandatangani oleh direksi atau yang setara. 2. Rencana tindak lanjut atas penilaian tingkat risiko Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi disusun sesuai format sebagaimana dimaksud ... - 3 - dimaksud dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini. IV. TATA CARA PENYAMPAIAN LAPORAN HASIL PENILAIAN TINGKAT RISIKO DAN RENCANA TINDAK LANJUT ATAS PENILAIAN TINGKAT RISIKO 1. Laporan hasil penilaian tingkat risiko dan rencana tindak lanjut atas penilaian tingkat risiko disampaikan kepada OJK secara online melalui sistem jaringan komunikasi data OJK. 2. Dalam hal sistem jaringan komunikasi data OJK belum tersedia, laporan hasil penilaian tingkat risiko dan rencana tindak lanjut atas penilaian tingkat risiko disampaikan secara online melalui surat elektronik (email) resmi Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dengan melampirkan softcopy laporan hasil penilaian tingkat risiko dan rencana tindak lanjut atas penilaian tingkat risiko dalam format spreadsheet ke rbs.asuransi@ojk.go.id. 3. Dalam hal OJK mengalami gangguan teknis pada saat batas waktu penyampaian laporan hasil penilaian tingkat risiko atau rencana tindak lanjut atas penilaian tingkat risiko sehingga: a. Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi tidak dapat menyampaikan laporan hasil penilaian tingkat risiko atau rencana tindak lanjut atas penilaian tingkat risiko secara online sebagaimana dimaksud pada angka 1 atau angka 2; dan/atau b. OJK tidak dapat menerima laporan hasil penilaian tingkat risiko atau rencana tindak lanjut atas penilaian tingkat risiko secara online sebagaimana dimaksud pada angka 1 atau angka 2, OJK mengumumkan secara tertulis kepada Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi pada hari yang sama setelah terjadinya gangguan teknis serta Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi wajib menyampaikan softcopy laporan hasil penilaian tingkat risiko atau rencana tindak lanjut atas penilaian tingkat risiko dalam format spreadsheet secara offline paling lambat pada hari kerja berikutnya. 4. Dalam hal terjadi gangguan teknis sebagaimana dimaksud pada angka 3, Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi menyampaikan softcopy laporan hasil penilaian tingkat risiko dan rencana tindak lanjut atas penilaian tingkat risiko dalam format spreadsheet secara offline sebagaimana dimaksud pada angka 3, melalui surat yang ditandatangani oleh direksi atau yang setara dan ditujukan kepada: Otoritas ... - 4 - Otoritas Jasa Keuangan u.p. Direktur Pengawasan Asuransi dan BPJS Kesehatan Gedung Sumitro Djojohadikusumo Jl. Lapangan Banteng Timur No. 2—4 Jakarta 10710 5. Penyampaian softcopy laporan hasil penilaian tingkat risiko dan rencana tindak lanjut atas penilaian tingkat risiko dalam format spreadsheet secara offline sebagaimana dimaksud pada angka 3 dapat dilakukan dengan salah satu cara sebagai berikut: a. diserahkan langsung ke kantor OJK sebagaimana dimaksud pada angka 4; b. dikirim melalui kantor pos secara tercatat; atau c. dikirim melalui perusahaan jasa pengiriman/titipan. 6. Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dinyatakan telah menyampaikan laporan hasil penilaian tingkat risiko dan rencana tindak lanjut atas penilaian tingkat risiko dengan ketentuan sebagai berikut: a. untuk penyampaian secara online melalui sistem jaringan komunikasi data OJK, dibuktikan dengan tanda terima dari OJK; b. untuk penyampaian secara online melalui email, dibuktikan dengan email tanda terima dari OJK; atau c. untuk penyampaian secara offline, dibuktikan dengan: 1) surat tanda terima dari OJK, apabila laporan diserahkan langsung ke kantor OJK sebagaimana dimaksud pada angka 4; atau 2) tanda terima pengiriman dari kantor pos atau perusahaan jasa pengiriman/titipan, apabila laporan dikirim melalui kantor pos atau perusahaan jasa pengiriman/titipan. V. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar ... - 5 - Agar setiap orang mengetahui, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 29 Januari 2015 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERASURANSIAN, DANA PENSIUN, LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA OTORITAS JASA KEUANGAN, Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum I Departemen Hukum, Ttd. Ttd. Sudarmaji FIRDAUS DJAELANI BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 11 TANGGAL 6 FEBRUARI 2015 Ttd. LAMPIRAN I SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 3/SEOJK.05/2015 TENTANG PENILAIAN TINGKAT RISIKO PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI - 1 - PEDOMAN PENILAIAN TINGKAT RISIKO PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI DAFTAR ISI BAB I: PENDAHULUAN ......................................................................2 A. Pengertian dan Skala Penilaian Tingkat Risiko........................ 2 B. Tujuan Pedoman Penilaian Tingkat Risiko .............................. 3 C. Prinsip Umum Penilaian Tingkat Risiko ................................. 3 BAB II: PROSES PERHITUNGAN TINGKAT RISIKO ............................5 A. Gambaran Umum Perhitungan Tingkat Risiko ........................ 5 B. Penilaian Risiko Bawaan......................................................... 5 C. Penilaian Manajemen dan Pengendalian ................................. 6 D. Penentuan Nilai Risiko Bersih................................................. 6 E. Penentuan Nilai Risiko Dukungan Dana (Permodalan) ............ 8 F. Penentuan Nilai Risiko Keseluruhan ....................................... 8 BAB III: PENILAIAN TINGKAT RISIKO PER JENIS RISIKO.................11 A. Risiko Kepengurusan .............................................................. 11 B. Risiko Tata Kelola ................................................................... 13 C. Risiko Strategi ........................................................................ 15 D. Risiko Operasional.................................................................. 18 E. Risiko Aset dan Liabilitas........................................................ 23 F. Risiko Asuransi ...................................................................... 26 G. Risiko Dukungan Dana (Permodalan) ..................................... 36 CONTOH PERHITUNGAN TINGKAT RISIKO PERUSAHAAN ASURANSI JIWA ...............................................................................37 CONTOH PERHITUNGAN TINGKAT RISIKO PERUSAHAAN ASURANSI UMUM DAN REASURANSI ................................................39 - 2 - BAB I PENDAHULUAN A. PENGERTIAN DAN SKALA PENILAIAN TINGKAT RISIKO Dalam kegiatan penyelenggaraan usaha, perusahaan menghadapi berbagai risiko yang dapat mengakibatkan tidak tercapainya tujuan perusahaan. Perusahaan perlu menerapkan manajemen risiko untuk meminimalkan risiko yang dihadapi. Salah satu bagian dari manajemen risiko adalah melakukan pengukuran dan penilaian risiko. Tujuan dari penilaian risiko adalah menentukan probabilitas perusahaan akan mengalami kegagalan. Kegiatan penilaian risiko hendaknya dilakukan secara berkelanjutan dan selalu dilakukan pemutakhiran secara berkala oleh perusahaan. Sesuai dengan ketentuan, perusahaan wajib menyampaikan hasil penilaian risiko kepada OJK paling kurang satu kali dalam setahun. Probabilitas perusahaan akan mengalami kegagalan dicerminkan dalam nilai risiko dan tingkat risiko. Tingkat risiko dikelompokkan menjadi lima level yaitu rendah, sedang-rendah, sedang-tinggi, tinggi, dan sangat tinggi. Adapun nilai risiko memiliki rentang nilai 0 s.d. 4. Semakin tinggi nilai risiko maka semakin besar kemungkinan perusahaan akan mengalami kegagalan. Sebaliknya apabila nilai risiko semakin rendah maka kemungkinan kegagalan perusahaan juga semakin kecil. Nilai risiko dan tingkat risiko dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Nilai Risiko dan Tingkat Risiko Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi Nilai Risiko (NR) 0 < NR < 1 Tingkat Risiko Rendah Penjelasan Probabilitas kegagalan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya relatif rendah. Perusahaan diindikasikan sangat sehat dan memiliki kemampuan untuk memenuhi kewajibannya kepada pemegang polis/tertanggung. 1 < NR < 1,5 Sedang Rendah Probabilitas kegagalan perusahaan - 3 - Nilai Risiko (NR) Tingkat Risiko Penjelasan dalam memenuhi kewajibannya berada di tingkat sedang ke arah rendah. Secara umum perusahaan sehat, tetapi terdapat potensi kegagalan untuk memenuhi kewajibannya kepada pemegang polis/tertanggung. 1,5 < NR < 2 Sedang Tinggi Probabilitas kegagalan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya berada di tingkat sedang ke arah tinggi. Secara umum perusahaan kurang sehat dan terdapat potensi kegagalan yang cukup kecil untuk memenuhi kewajibannya kepada pemegang polis/tertanggung. 2 < NR < 3 Tinggi Probabilitas kegagalan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya berada di tingkat tinggi. Secara umum Perusahaan tidak sehat dan memiliki potensi kegagalan yang cukup besar dalam memenuhi kewajiban kepada pemegang polis/tertanggung. 3 < NR < 4 Sangat Tinggi Probabilitas kegagalan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya berada di tingkat sangat tinggi. Secara umum perusahaan tidak sehat dan memiliki potensi kegagalan yang sangat besar dalam memenuhi kewajiban kepada pemegang polis/tertanggung. B. TUJUAN PEDOMAN PENILAIAN TINGKAT RISIKO Pedoman ini bertujuan untuk memberikan pedoman bagi manajemen perusahaan dalam melakukan penilaian tingkat risiko perusahaan. C. PRINSIP UMUM PENILAIAN TINGKAT RISIKO Manajemen perusahaan perlu memperhatikan prinsip umum sebagai berikut: - 4 - 1. Berbasis risiko Penilaian tingkat risiko dilakukan dengan mengidentifikasi berbagai faktor yang dapat mempengaruhi probabilitas kegagalan perusahaan untuk mencapai tujuannya. 2. Materialitas Perusahaan perlu memperhatikan materialitas dan signifikansi risiko bawaan dan manajemen pengendalian dari setiap jenis risiko yang ada. Penentuan materialitas dan signifikansi tersebut didasarkan pada data dan informasi yang memadai mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat risiko perusahaan. 3. Komprehensif Proses penilaian tingkat risiko dilakukan terhadap seluruh area risiko perusahaan melalui analisis yang terstruktur dan terintegrasi. - 5 - BAB II PROSES PERHITUNGAN TINGKAT RISIKO A. GAMBARAN UMUM PERHITUNGAN TINGKAT RISIKO Perhitungan tingkat risiko didasarkan pada faktor-faktor sebagai berikut: 1. Risiko bawaan, yaitu seluruh risiko yang melekat dalam setiap jenis kegiatan perusahaan; 2. Manajemen dan pengendalian, yaitu hal-hal yang dapat dilakukan oleh direksi dan dewan komisaris atau yang setara untuk meminimalkan tingkat risiko bawaan; dan 3. Dukungan dana (permodalan), yaitu pendanaan atau permodalan yang tersedia yang menggambarkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya dan mempertahankan usahanya. Kerangka kerja sistem penilaian risiko dapat digambarkan sebagai berikut: Strategi Operasional Aset dan Liabilitas Manajemen & Pengendalian Asuransi Kepengurusan Risiko Bersih Tata Kelola Nilai Risiko Keseluruhan Dukungan Dana Risiko Bawaan B. PENILAIAN RISIKO BAWAAN Risiko bawaan adalah risiko yang melekat dalam kegiatan perusahaan, tanpa mempertimbangkan aspek manajemen dan pengendalian yang dilakukan oleh perusahaan tersebut. Seluruh risiko bawaan yang memiliki pengaruh terhadap kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya, terutama secara keuangan, masuk dalam ukuran risiko bawaan ini. - 6 - Risiko bawaan perusahaan sangat dipengaruhi oleh karakteristik dan kompleksitas perusahaan, lini bisnis perusahaan, dan jenis produk yang dijual. Risiko bawaan juga dipengaruhi oleh kegiatan operasional perusahaan. Semakin beragam dan tinggi volume kegiatan operasional, semakin tinggi risiko bawaan perusahaan. Adapun profil risiko perusahaan menentukan seberapa besar tingkat risiko bawaan yang siap diterima dengan pertimbangan dukungan dana yang dibutuhkan. Penilaian risiko bawaan perusahaan dilakukan secara terpisah dari manajemen dan pengendalian yang dilakukan untuk mengurangi risiko tersebut. Dengan kata lain, dalam penilaian risiko bawaan ini, pengurus hanya menilai risiko yang mungkin akan muncul dalam penyelenggaraan suatu perusahaan tanpa memperhatikan apakah risiko tersebut benar- benar terjadi atau tidak terjadi karena adanya manajemen dan pengendalian risiko yang kuat. C. PENILAIAN MANAJEMEN DAN PENGENDALIAN Aspek manajemen dan pengendalian mengacu pada bagaimana cara perusahaan mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko bawaannya. Dalam praktik, hal ini dilakukan melalui serangkaian kebijakan dan prosedur, sistem yang diaplikasikan, praktik-praktik administrasi, dan pengawasan yang diterapkan. Penilaian manajemen dan pengendalian dimaksudkan untuk menilai mekanisme atau sistem manajemen dan pengendalian untuk setiap risiko bawaan yang terekspos kepada perusahaan. Aspek yang diperhitungkan dalam penilaian ini antara lain kepedulian manajemen terhadap risiko serta sistem pengendalian yang dimilikinya termasuk kerangka manajemen risiko yang dimiliki dan diterapkan perusahaan. Hasil penilaian manajemen dan pengendalian akan menjadi faktor pengurang risiko bawaan untuk menjadi risiko bersih. D. PENENTUAN NILAI RISIKO BERSIH Penentuan nilai risiko bersih dilakukan untuk dua tahap yaitu pengukuran nilai risiko bersih untuk setiap jenis risiko dan pengukuran total nilai risiko bersih. 1. Pengukuran nilai risiko bersih untuk setiap jenis risiko Nilai risiko bersih pada dasarnya merupakan nilai risiko bawaan setelah memperhitungkan manajemen dan pengendalian. Nilai risiko bersih - 7 - secara matematis dihitung dengan menggunakan nilai rata-rata dari nilai risiko bawaan ditambah nilai manajemen dan pengendalian. Risiko Bersih = (Risiko Bawaan + Manajemen dan Pengendalian) 2 Perhitungan risiko bersih di atas dilakukan untuk risiko operasional, risiko aset dan liabilitas, risiko asuransi, dan risiko strategi. Risiko tata kelola dan kepengurusan merupakan nilai risiko bersih dan tidak ada pengurang dari manajemen dan pengendalian. 2. Pengukuran total nilai risiko bersih Setelah nilai risiko bersih diperoleh untuk semua jenis risiko, maka dilakukan pengukuran total nilai risiko bersih dengan melakukan pembobotan untuk setiap jenis risiko. Bobot untuk setiap jenis risiko disajikan dalam tabel berikut: Tabel 2 Bobot Risiko No Jenis Risiko 1 Kepengurusan 2 Tata Kelola 3 Strategi 4 Operasional 5 Aset dan Liabilitas 6 Asuransi TOTAL Catatan : 1. Perusahaan Asuransi Jiwa 2. Perusahaan Asuransi Umum dan Perusahaan Reasuransi Total nilai risiko bersih dihitung dengan rumus sebagai berikut: Total Nilai Risiko Bersih =√∑ NR4 4 6 𝑖=1 𝑖 x Boboti i adalah jenis risiko sebagaimana tercantum pada tabel 2. Bobot (%) PAJ1 10 15 15 15 20 25 100 Bobot (%) PAU2 10 10 15 15 20 30 100 - 8 - E. PENENTUAN NILAI RISIKO DUKUNGAN DANA (PERMODALAN) Nilai risiko dukungan dana mencerminkan kemampuan perusahaan dalam menyerap kerugian-kerugian yang tidak terduga yang berasal dari pengelolaan aset dan liabilitas perusahaan. Dalam menentukan dukungan dana, perusahaan mempertimbangkan aspek kemampuan permodalan dan tambahan permodalan. Nilai risiko dukungan dana dihitung dengan melakukan pembobotan atas aspek kemampuan permodalan dan tambahan permodalan. Pembobotan kedua aspek tersebut berbeda untuk asuransi jiwa dan asuransi umum. Dengan mempertimbangkan karakter klaim yang berfluktuatif untuk asuransi umum, bobot kemampuan permodalan asuransi umum lebih besar dari asuransi jiwa. Pembobotan kemampuan permodalan dan tambahan permodalan dilakukan sesuai dengan tabel berikut: Tabel 3 Bobot Risiko Dukungan Dana (Permodalan) No Komponen 1 Kemampuan Pendanaan (Permodalan) 2 Tambahan Pendanaan (Permodalan) TOTAL Catatan : 1. Perusahaan Asuransi Jiwa 2. Perusahaan Asuransi Umum dan Perusahaan Reasuransi Total Nilai Risiko Dukungan Dana (Permodalan) =√∑ NR4 2 4 𝑖=1 𝑖 x Boboti i adalah komponen dukungan dana sebagaimana tercantum pada tabel 3. F. PENENTUAN NILAI RISIKO KESELURUHAN Nilai risiko keseluruhan mencerminkan probabilitas kegagalan perusahaan secara menyeluruh. Nilai risiko keseluruhan dihitung berdasarkan total nilai risiko bersih dengan memperhitungkan risiko dukungan dana atau permodalan perusahaan. Bobot (%) PAJ1 50 50 100 Bobot (%) PAU2 55 45 100 - 9 - Bobot untuk menghitung nilai risiko keseluruhan Perusahaan Asuransi adalah sebagai berikut: Tabel 4 Bobot Total Nilai Risiko Bersih dan Nilai Risiko Dukungan Dana (Permodalan) No Komponen 1 Total Nilai Risiko Bersih 2 Nilai Risiko Dukungan Dana (Permodalan) TOTAL Catatan : 1. Perusahaan Asuransi Jiwa 2. Perusahaan Asuransi Umum dan Perusahaan Reasuransi Selanjutnya nilai risiko keseluruhan dihitung dengan cara menjumlahkan dan membobot total nilai risiko bersih dengan nilai risiko dukungan dana dengan rumus sebagai berikut: NRK = √(TNRB4 x BobotTNRB) + (NRDD4x BobotNRDD ) 4 Bobot (%) PAJ1 60 40 100 Bobot (%) PAU2 50 50 100 NRK = Nilai Risiko Keseluruhan TNRB = Total Nilai Risiko Bersih NRDD = Nilai Risiko Dukungan Dana - 10 - Secara lengkap, formula perhitungan Nilai Risiko Keseluruhan disajikan dalam tabel berikut: Tabel 5 Penilaian Risiko Jenis Risiko 1. Kepengurusan 2. Tata Kelola 3. Strategi 4. Operasional 5. Aset dan Liabilitas 6. Asuransi Total Nilai Risiko Bersih 1. Kemampuan Permodalan 2. Tambahan Permodalan Dukungan Dana (Permodalan) 1. Total Nilai Risiko Bersih 2. Nilai Risiko Dukungan Dana (Permodalan) Nilai Risiko Keseluruhan (0-4) (0-4) (0-4) (0-4) (0-4) (0-4) (0-4) (0-4) Risiko Bawaan (RB) Manajemen & Pengendalian (MP) Bobot Risiko Bersih (0-4) (0-4) (0-4) (0-4) (0-4) (0-4) (0-4) (0-4) (0-4) (0-4) Risiko (%) PAU PAJ 10 10 15 15 20 30 10 15 15 15 20 25 100 100 55 45 50 50 100 100 50 60 50 40 (0-4) 100 100 PAU: Perusahaan Asuransi Umum dan Perusahaan Reasuransi PAJ: Perusahaan Asuransi Jiwa - 11 - BAB III PENILAIAN TINGKAT RISIKO PER JENIS RISIKO Bab ini memberikan pedoman bagi perusahaan dalam melakukan penilaian tingkat risiko per jenis risiko. Jenis risiko yang terdapat pada Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi adalah risiko kepengurusan, risiko tata kelola, risiko strategi, risiko operasional, risiko aset dan liabilitas, risiko asuransi, dan risiko dukungan dana (permodalan). A. RISIKO KEPENGURUSAN Risiko kepengurusan adalah risiko kegagalan perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan akibat kegagalan perusahaan dalam memelihara komposisi terbaik pengurus yang memiliki kompetensi dan integritas yang tinggi. Yang dimaksud pengurus dalam pedoman ini meliputi direksi dan dewan komisaris atau yang setara. Risiko yang muncul dari kepengurusan akan berpengaruh terhadap kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya kepada pemegang polis, tertanggung, dan para stakeholder lainnya. Topik yang dinilai dalam risiko ini adalah sebagai berikut: 1) Penunjukan dan pemberhentian Dalam topik ini area yang dinilai antara lain prosedur dan legalitas dokumen terkait dengan penunjukkan dan pemberhentian tersebut. 2) Komposisi dan proporsi Hal-hal yang harus dinilai antara lain kesesuaian jumlah dan komposisi pengurus dan kejelasan struktur dan uraian jabatannya. 3) Kompetensi dan integritas Dalam topik ini, area yang dinilai antara lain hasil uji kemampuan dan kepatutan, pengalaman kerja, pendidikan dan pelatihan, serta prilaku pengurus. 4) Kepemimpinan Dalam kepemimpinan area yang dinilai antara lain visi dan misi serta karakteristik dari pengurus. - 12 - Berikut adalah indikasi umum risiko kepengurusan untuk setiap rentang nilai risiko: 1. Indikasi Perusahaan dengan Risiko Kepengurusan Rendah (0 < NR ≤ 1) a. Penunjukan dan pemberhentian pengurus sangat memadai. b. Komposisi dan proporsi pengurus telah mencukupi dan sesuai dengan kebutuhan perusahaan. c. Kompetensi dan integritas pengurus sangat memadai dan menunjang tugas dan wewenang pengurus. d. Kepemimpinan pengurus sangat baik. 2. Indikasi Perusahaan dengan Risiko Kepengurusan Sedang Rendah (1 < NR ≤ 1,5) a. Penunjukan dan pemberhentian pengurus dilakukan memadai. b. Komposisi dan proporsional pengurus telah mencukupi, namun terdapat indikasi kurang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. c. Kompetensi dan integritas pengurus memadai dan menunjang tugas dan wewenang pengurus. d. Kepemimpinan pengurus baik. 3. Indikasi Perusahaan dengan Risiko Kepengurusan Sedang Tinggi (1,5 < NR ≤ 2) a. Penunjukan dan pemberhentian pengurus dilakukan kurang memadai. b. Komposisi dan proporsional pengurus kurang mencukupi. c. Kompetensi dan integritas pengurus kurang memadai dan kurang menunjang tugas dan wewenang pengurus. d. Kepemimpinan pengurus cukup. 4. Indikasi Perusahaan dengan Risiko Kepengurusan Tinggi (2 < NR ≤ 3) a. Penunjukan dan pemberhentian pengurus dilakukan dengan proses dan dokumentasi tidak memadai. b. Komposisi dan proporsional pengurus tidak mencukupi. c. Kompetensi dan integritas pengurus tidak memadai dan tidak menunjang tugas dan wewenang pengurus. d. Kepemimpinan pengurus kurang baik. 5. Indikasi Perusahaan dengan Risiko Kepengurusan Sangat Tinggi (3 < NR ≤ 4) a. Penunjukan dan pemberhentian pengurus dilakukan dengan proses dan dokumentasi sangat tidak memadai. - 13 - b. Komposisi dan proporsional pengurus sangat tidak mencukupi kebutuhan perusahaan. c. Kompetensi dan integritas pengurus sangat tidak memadai dan menghambat terlaksananya tugas dan wewenang pengurus. d. Kepemimpinan pengurus tidak baik. B. RISIKO TATA KELOLA Risiko tata kelola adalah potensi kegagalan dalam pelaksanaan tata kelola yang baik (good governance), ketidaktepatan gaya manajemen, lingkungan pengendalian, dan perilaku dari setiap pihak yang terlibat langsung atau tidak langsung dengan perusahaan. Topik yang dinilai dalam risiko ini adalah sebagai berikut: 1) Pedoman tata kelola Area yang harus dinilai antara lain ketersediaan dan kelengkapan pedoman tata kelola, proses penyusunan pedoman tata kelola, penerapan pedoman tata kelola, dan evaluasi penerapan pedoman tata kelola. 2) Keterbukaan (transparansi) Dalam topik ini yang dinilai antara lain keterbukaan dalam proses pengambilan keputusan, dan keterbukaan dalam pengungkapan dan penyediaan informasi yang relevan mengenai perusahaan. 3) Akuntabilitas Hal-hal yang harus dinilai antara lain penetapan fungsi, kegiatan dan tugas, pedoman prilaku, sistem pendeteksian awal, penghargaan dan hukuman, serta struktur pengendalian internal. 4) Responsibilitas Dalam topik ini, hal-hal yang perlu dinilai antara lain tanggung jawab kepada tertanggung dan pemegang polis, tanggung jawab kepada pemegang saham, dan tanggung jawab sosial. 5) Independensi Area yang harus dinilai antara lain ada tidaknya benturan kepentingan (conflict of interest) dan intervensi pemegang saham atau yang setara, dewan komisaris atau yang setara, dan/atau pihak lain. - 14 - 6) Kewajaran dan kesetaraan Dalam topik ini, hal-hal yang harus dinilai antara lain kerja sama dengan mitra bisnis, perlakuan terhadap tertanggung dan pemegang polis, dan perlakuan terhadap karyawan. 7) Manajemen risiko Hal-hal yang harus dievaluasi untuk topik ini antara lain ketersediaan pedoman manajemen risiko, unit pengendalian manajemen risiko, dan penerapan manajemen risiko. Berikut adalah indikasi umum risiko tata kelola untuk setiap rentang nilai risiko: 1. Kriteria Perusahaan dengan Risiko Tata Kelola Rendah (0 < NR ≤ 1) a. Pedoman tata kelola yang dimiliki perusahaan sangat memadai. b. Perusahaan melaksanakan prinsip keterbukaan dengan sangat baik. c. Perusahaan melaksanakan prinsip akuntabilitas dengan sangat baik. d. Perusahaan melaksanakan prinsip tanggung jawab dengan sangat baik. e. Perusahaan melaksanakan prinsip independensi dengan sangat baik. f. Perusahaan melaksanakan prinsip kewajaran dan kesetaraan dengan sangat baik. g. Perusahaan melaksanakan prinsip manajemen risiko dengan sangat baik. 2. Kriteria Perusahaan dengan Risiko Tata Kelola Sedang Rendah (1 < NR ≤ 1,5) a. Pedoman tata kelola yang dimiliki perusahaan memadai. b. Perusahaan melaksanakan prinsip keterbukaan dengan baik. c. Perusahaan melaksanakan prinsip akuntabilitas dengan baik. d. Perusahaan melaksanakan prinsip tanggung jawab dengan baik. e. Perusahaan melaksanakan prinsip independensi dengan baik. f. Perusahaan melaksanakan prinsip kewajaran dan kesetaraan dengan baik. g. Perusahaan melaksanakan prinsip manajemen risiko dengan baik. 3. Kriteria Perusahaan dengan Risiko Tata Kelola Sedang Tinggi (1,5 < NR ≤ 2) a. Pedoman tata kelola yang dimiliki perusahaan cukup memadai. b. Perusahaan melaksanakan prinsip keterbukaan dengan cukup baik. c. Perusahaan melaksanakan prinsip akuntabilitas dengan cukup baik. - 15 - d. Perusahaan melaksanakan prinsip tanggung jawab dengan cukup baik. e. Perusahaan melaksanakan prinsip independensi dengan cukup baik. f. Perusahaan melaksanakan prinsip kewajaran dan kesetaraan dengan cukup baik. g. Perusahaan melaksanakan prinsip manajemen risiko dengan cukup baik. 4. Kriteria perusahaan dengan Risiko Tata Kelola Tinggi (2 < NR ≤ 3) a. Pedoman tata kelola yang dimiliki perusahaan kurang memadai. b. Perusahaan melaksanakan prinsip keterbukaan dengan kurang baik. c. Perusahaan melaksanakan prinsip akuntabilitas dengan kurang baik. d. Perusahaan melaksanakan prinsip tanggung jawab dengan kurang baik. e. Perusahaan melaksanakan prinsip independensi dengan kurang baik. f. Perusahaan melaksanakan prinsip kewajaran dan kesetaraan dengan kurang baik. g. Perusahaan melaksanakan prinsip manajemen risiko dengan kurang baik. 5. Kriteria Perusahaan dengan Risiko Tata Kelola Sangat Tinggi (3 < NR ≤ 4) a. Pedoman tata kelola perusahaan tidak tersedia atau cenderung tidak memadai. b. Perusahaan tidak melaksanaan prinsip keterbukaan kepada stakeholder perusahaan. c. Perusahaan tidak melaksanakan prinsip akuntabilitas dalam penyelenggaraan perusahaan. d. Perusahaan tidak melaksanakan prinsip responsibilitas dalam penyelenggaraan perusahaan. e. Perusahaan tidak melaksanakan prinsip independensi dalam penyelenggaraan perusahaan. f. Perusahaan tidak melaksanakan prinsip kewajaran dan kesetaraan dalam penyelenggaraan perusahaan. g. Perusahaan tidak melaksanakan prinsip manajemen risiko dalam penyelenggaraan perusahaan. C. RISIKO STRATEGI Risiko strategi adalah potensi kegagalan perusahaan dalam merealisasikan kewajiban kepada pemegang polis/tertanggung/nasabah akibat - 16 - ketidaklayakan atau kegagalan dalam melakukan perencanaan, penetapan dan pelaksanaan strategi, pengambilan keputusan bisnis yang tepat, dan/atau kurang responsifnya perusahaan terhadap perubahan eksternal. Penilaian risiko strategi terdiri dari penilaian risiko bawaan dan penilaian manajemen pengendalian. Topik yang dinilai dalam risiko bawaan dari risiko strategi adalah sebagai berikut: 1) Kesesuaian strategi dengan kondisi lingkungan bisnis Dalam topik ini, hal-hal yang perlu dinilai antara lain kesesuaian visi, misi, dan arah bisnis perusahaan, kesiapan perusahaan secara internal dalam mengembangkan bisnis, dan pertimbangan faktor eksternal dalam pengembangan bisnis perusahaan. 2) Posisi strategis (strategic position) perusahaan Hal yang perlu dinilai adalah kecukupan analisis kompetitor, kesiapan perusahaan dalam menghadapi perubahan ekonomi secara makro, risiko reputasi, dan rencana diversifikasi yang akan dilakukan perusahaan. Topik yang dinilai dalam manajemen dan pengendalian adalah sebagai berikut: 1) Proses penyusunan dan penetapan strategi Dalam topik ini, hal-hal yang perlu dinilai antara lain evaluasi terhadap perumusan tingkat risiko yang akan diambil dan toleransi risiko yang dapat diterima, dan pengawasan aktif dewan komisaris dan direksi atau yang setara. 2) Penerapan rencana strategi Hal ini antara lain dapat dinilai dari pemahaman direksi atau yang setara dan pejabat satu tingkat di bawahnya serta indikator keberhasilan (key performance indicator). Berikut adalah indikasi umum risiko strategi untuk setiap rentang nilai risiko pada risiko bawaan maupun manajemen dan pengendalian: RISIKO BAWAAN 1. Indikasi Risiko Strategi Perusahaan dengan Risiko Bawaan Rendah (0 < NR ≤ 1) - 17 - a. Strategi yang dimiliki dan dijalankan perusahaan sangat sesuai dengan kondisi lingkungannya. b. Kebijakan perusahaan yang diterapkan sangat sesuai dengan posisi strategis perusahaan. 2. Indikasi Risiko Strategi Perusahaan dengan Risiko Bawaan Sedang Rendah (1 < NR ≤ 1,5) a. Strategi yang dimiliki dan dijalankan perusahaan sesuai dengan kondisi lingkungannya. b. Kebijakan perusahaan yang diterapkan sesuai dengan posisi strategis perusahaan. 3. Indikasi Risiko Strategi Perusahaan dengan Risiko Bawaan Sedang Tinggi (1,5 < NR ≤ 2) a. Strategi yang dimiliki dan dijalankan perusahaan cukup sesuai dengan kondisi lingkungannya. b. Kebijakan perusahaan yang diterapkan cukup sesuai dengan posisi strategis perusahaan. 4. Indikasi Risiko Strategi Perusahaan dengan Risiko Bawaan Tinggi (2 < NR ≤ 3) a. Strategi yang dimiliki dan dijalankan perusahaan kurang sesuai dengan kondisi lingkungannya. b. Kebijakan perusahaan yang diterapkan kurang sesuai dengan posisi strategis perusahaan. 5. Indikasi Risiko Strategi Perusahaan dengan Risiko Bawaan Sangat Tinggi (3 < NR ≤ 4) a. Strategi yang dimiliki dan dijalankan perusahaan tidak sesuai dengan kondisi lingkungannya. b. Kebijakan perusahaan yang diterapkan tidak sesuai dengan posisi strategis perusahaan. MANAJEMEN DAN PENGENDALIAN 1. Indikasi Perusahaan dengan Manajemen dan Pengendalian atas Risiko Strategi Sangat Kuat (0 < MP ≤ 1) a. Proses penyusunan dan penetapan strategi yang dibuat perusahaan dengan sangat baik. b. Penerapan rencana strategi perusahaan dilakukan dengan sangat baik. - 18 - 2. Indikasi Perusahaan dengan Manajemen dan Pengendalian atas Risiko Strategi Kuat (1 < MP ≤ 1,5) a. Proses penyusunan dan penetapan strategi yang dibuat perusahaan dengan baik. b. Penerapan rencana strategi perusahaan dilakukan dengan baik. 3. Indikasi Perusahaan dengan Manajemen dan Pengendalian atas Risiko Strategi Cukup (1,5 < MP ≤ 2) a. Proses penyusunan dan penetapan strategi yang dibuat perusahaan cukup baik. b. Penerapan rencana strategi dilakukan perusahaan dengan cukup baik. 4. Indikasi Perusahaan dengan Manajemen dan Pengendalian atas Risiko Strategi Lemah (2 < MP ≤ 3) a. Proses penyusunan dan penetapan strategi yang dibuat perusahaan kurang baik. b. Penerapan rencana strategi dilakukan perusahaan dengan kurang baik. 5. Indikasi Perusahaan dengan Manajemen dan Pengendalian atas Risiko Strategi Sangat Lemah (3 < MP ≤ 4) a. Perusahaan tidak memiliki strategi dalam menjalankan bisnisnya. b. Tidak ada rencana strategi yang dibuat perusahaan. D. RISIKO OPERASIONAL Risiko operasional adalah potensi kegagalan perusahaan dalam merealisasikan kewajiban kepada tertanggung dan pemegang polis sebagai akibat ketidaklayakan atau kegagalan proses internal, manusia, sistem teknologi informasi, dan/atau adanya kejadian-kejadian yang berasal dari luar lingkungan perusahaan. Penilaian risiko operasional terdiri dari penilaian risiko bawaan dan penilaian manajemen dan pengendalian. Topik yang dinilai dalam risiko bawaan dari risiko operasional adalah sebagai berikut: 1) Kompleksitas perusahaan Hal-hal yang harus dinilai pada topik ini antara lain ukuran dan struktur organisasi, sumber daya manusia, volume dan beban kerja, aksi - 19 - korporasi (corporate action) dan pengembangan bisnis baru, dan sumber dan lini usaha atau produk yang dipasarkan. 2) Sistem dan teknologi informasi Hal-hal yang harus dinilai antara lain keandalan sistem teknologi informasi, perubahan sistem dan teknologi informasi, dan infrastruktur. 3) Kecurangan dan permasalahan hukum Dalam topik ini, area yang harus dinilai antara lain riwayat kecurangan intern dan permasalahan hukum dengan konsumen. 4) Gangguan terhadap bisnis perusahaan Hal-hal yang harus dinilai antara lain frekuensi dan materialitas kejadian eksternal, lokasi dan kondisi geografis perusahaan, dan penggunaan jasa pihak ketiga. Topik yang dinilai dalam manajemen dan pengendalian adalah sebagai berikut: 1) Kebijakan dan prosedur Hal-hal yang harus diperhatikan antara lain perumusan kebijakan dan proses pengambilan keputusan, standar prosedur dan operasi (SOP), komunikasi dan dokumentasi kebijakan, dan manajemen risiko. 2) Kegiatan administrasi Dalam topik ini, hal-hal yang harus diperhatikan antara lain siklus penganggaran dan rencana kegiatan, administrasi konsumen, pencatatan, pembukuan, dan pelaporan transaksi, serta arsip dan dokumentasi. 3) Pengelolaan sistem dan teknologi informasi Dalam topik ini, area yang harus dinilai antara lain pengelolaan sistem dan teknologi informasi beserta infrastruktur, cetak biru (blueprint) dan manajemen perubahan aplikasi, manajemen keamanan data, basis data (database) dan manajemen informasi, dan prosedur back up dan disaster recovery plan. 4) Pencegahan kecurangan dan permasalahan hukum Area yang harus dinilai antara lain struktur pengendalian internal dan pengawasan dari dewan komisaris atau yang setara. 5) Manajemen sumber daya manusia Area yang harus dinilai antara lain perencanaan dan strategi sumber daya manusia, proses perekrutan, pengembangan karir, penggajian, dan imbalan kerja, dan peremajaan dan penggantian pegawai. - 20 - 6) Manajemen penggunaan jasa pihak ketiga Dalam topik ini, area yang dinilai antara lain kebijakan penggunaan jasa pihak ketiga, penunjukan penyediaan jasa, pelaporan dan pertanggungjawaban, serta pengendalian atas biaya penggunaan jasa pihak ketiga. Berikut adalah indikasi umum risiko operasional untuk setiap rentang nilai risiko pada risiko bawaan maupun manajemen dan pengendalian: RISIKO BAWAAN 1. Indikasi Risiko Operasional Perusahaan dengan Risiko Bawaan Rendah (0 < NR ≤ 1) a. Perusahaan memiliki struktur organisasi, sumber daya manusia, volume dan beban kerja dengan tingkat kompleksitas sangat rendah. b. Perusahaan memiliki sistem teknologi dan informasi yang sangat memadai yang mampu mendukung penyelenggaraan perusahaan. c. Perusahaan tidak pernah memiliki riwayat terjadinya kecurangan intern atau mengalami permasalahan hukum dengan tertanggung, pemegang polis atau pihak lain. d. Perusahaan tidak memiliki gangguan dalam penyelenggaraan perusahaan. 2. Indikasi Risiko Operasional Perusahaan dengan Risiko Bawaan Sedang Rendah (1 < NR ≤ 1,5) a. Perusahaan memiliki struktur organisasi, sumber daya manusia, volume dan beban kerja dengan tingkat kompleksitas rendah. b. Perusahaan memiliki sistem teknologi dan informasi yang memadai yang mampu mendukung penyelenggaraan perusahaan. c. Perusahaan hampir tidak pernah memiliki riwayat kecurangan intern atau mengalami permasalahan hukum dengan tertanggung, pemegang polis atau pihak lain. d. Terdapat sedikit gangguan yang terjadi pada perusahaan. 3. Indikasi Risiko Operasional Perusahaan dengan Risiko Bawaan Sedang Tinggi (1,5 < NR ≤ 2) a. Perusahaan memiliki struktur organisasi, sumber daya manusia, volume dan beban kerja dengan tingkat kompleksitas cukup. b. Perusahaan memiliki sistem teknologi dan informasi yang kurang memadai dan mampu mendukung penyelenggaraan perusahaan. - 21 - c. Perusahaan jarang mengalami riwayat kecurangan intern atau mengalami permasalahan hukum dengan tertanggung, pemegang polis atau pihak lain. d. Gangguan yang terjadi pada perusahaan cukup signifikan. 4. Indikasi Risiko Operasional Perusahaan dengan Risiko Bawaan Tinggi (2 < NR ≤ 3) a. Perusahaan memiliki struktur organisasi, sumber daya manusia, volume dan beban kerja dengan tingkat kompleksitas tinggi. b. Perusahaan memiliki sistem teknologi dan informasi yang tidak memadai. c. Perusahaan cukup sering mengalami riwayat kecurangan intern atau mengalami permasalahan hukum dengan tertanggung, pemegang polis atau pihak lain. d. Gangguan yang terjadi pada perusahaan signifikan. 5. Indikasi Risiko Operasional Perusahaan dengan Risiko Bawaan Sangat Tinggi (3 < NR ≤ 4) a. Perusahaan memiliki struktur organisasi, sumber daya manusia, volume dan beban kerja dengan tingkat kompleksitas sangat tinggi. b. Perusahaan memiliki sistem teknologi dan informasi yang sangat tidak memadai. c. Perusahaan sering mengalami riwayat kecurangan intern atau mengalami permasalahan hukum dengan tertanggung, pemegang polis atau pihak lain. d. Gangguan yang terjadi pada perusahaan sangat signifikan. MANAJEMEN DAN PENGENDALIAN 1. Indikasi Perusahaan dengan Manajemen dan Pengendalian atas Risiko Operasional Sangat Kuat (0 < MP ≤ 1) a. Kebijakan dan prosedur perusahaan sangat memadai. b. Kegiatan administrasi perusahaan sangat baik. c. Pengelolaan sistem dan teknologi informasi perusahaan sangat baik. d. Mekanisme dan kebijakan perusahaan untuk mencegah terjadinya kecurangan intern dan permasalahan hukum sangat baik. e. Manajemen sumber daya manusia di perusahaan sangat baik. f. Pengelolaan jasa pihak ketiga di perusahaan sangat baik. - 22 - 2. Indikasi Perusahaan dengan Manajemen dan Pengendalian atas Risiko Operasional Kuat (1 < MP ≤ 1,5) a. Kebijakan dan prosedur perusahaan memadai. b. Kegiatan administrasi perusahaan baik. c. Pengelolaan sistem dan teknologi informasi perusahaan baik. d. Mekanisme dan kebijakan perusahaan untuk mencegah terjadinya kecurangan intern dan permasalahan hukum baik. e. Manajemen sumber daya manusia di perusahaan baik. f. Pengelolaan jasa pihak ketiga di perusahaan baik. 3. Indikasi Perusahaan dengan Manajemen dan Pengendalian atas Risiko Operasional Cukup (1,5 < MP ≤ 2) a. Kebijakan dan prosedur perusahaan memadai tetapi terdapat beberapa hal yang perlu diperbaiki. b. Kegiatan administrasi perusahaan cukup baik tetapi terdapat beberapa hal yang perlu diperbaiki. c. Pengelolaan sistem dan teknologi informasi perusahaan cukup baik tetapi terdapat beberapa hal yang perlu diperbaiki. d. Mekanisme dan kebijakan perusahaan untuk mencegah terjadinya kecurangan intern dan permasalahan hukum cukup baik tetapi terdapat beberapa hal yang perlu diperbaiki. e. Manajemen sumber daya manusia di perusahaan cukup baik tetapi terdapat beberapa hal yang perlu diperbaiki. f. Pengelolaan jasa pihak ketiga di perusahaan cukup baik tetapi terdapat beberapa hal yang perlu diperbaiki. 4. Indikasi Perusahaan dengan Manajemen dan Pengendalian atas Risiko Operasional Lemah (2 < MP ≤ 3) a. Kebijakan dan prosedur perusahaan tidak memadai. b. Kegiatan administrasi perusahaan buruk. c. Pengelolaan sistem dan teknologi informasi perusahaan tidak baik. d. Mekanisme dan kebijakan perusahaan untuk mencegah terjadinya kecurangan intern dan permasalahan hukum tidak baik. e. Manajemen sumber daya manusia di perusahaan tidak baik. f. Pengelolaan jasa pihak ketiga di perusahaan buruk. 5. Indikasi Perusahaan dengan Manajemen dan Pengendalian atas Risiko Operasional Sangat Lemah (3 < MP ≤ 4) a. Kebijakan dan prosedur perusahaan sangat tidak memadai. b. Kegiatan administrasi perusahaan sangat buruk. - 23 - c. Tidak terdapat pengelolaan sistem dan teknologi informasi perusahaan. d. Tidak terdapat mekanisme dan kebijakan perusahaan untuk mencegah terjadinya kecurangan intern dan permasalahan hukum. e. Tidak terdapat manajemen sumber daya manusia di perusahaan. f. Pengelolaan jasa pihak ketiga di perusahaan sangat buruk. E. RISIKO ASET DAN LIABILITAS Risiko aset dan liabilitas adalah risiko yang terjadi karena adanya potensi kegagalan dalam pengelolaan aset dan pengelolaan liabilitas Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi, yang menimbulkan kekurangan dana dalam pemenuhan kewajiban Perusahaan Asuransi kepada pemegang polis atau kewajiban reasuradur kepada perusahaan yang mereasuransikan (ceding companies). Penilaian risiko aset dan liabilitas terdiri dari penilaian risiko bawaan dan penilaian manajemen dan pengendalian. Topik yang dinilai dalam risiko bawaan dari risiko aset dan liabilitas adalah sebagai berikut: 1) Pengelolaan aset Hal-hal yang dinilai pada topik ini antara lain penilaian aset, pengelolaan aset investasi (termasuk tujuan dan gaya investasi) dan non-investasi, dan perhitungan harga unit. 2) Pengelolaan liabilitas Hal-hal yang dinilai pada topik ini antara lain penggunaan metode dan asumsi dalam pembentukan cadangan teknis, perbedaan antara beban klaim yang terjadi dan beban klaim yang diperkirakan, dan penilaian liabilitas yang mempunyai risiko nilai tukar. 3) Ketidaksesuaian antara aset dan liabilitas Dalam penilaian topik ini, area yang harus dinilai antara lain ketidaksesuaian jatuh tempo/durasi antara aset dan liabilitas, ketidaksesuaian antara aset dan liabilitas dalam mata uang asing (currency gap), dan tingkat likuiditas. - 24 - Topik yang dinilai dalam manajemen dan pengendalian adalah sebagai berikut: 1) Kepedulian dari direksi Hal-hal yang dinilai pada topik ini antara lain kepedulian direksi atau yang setara akan tujuan pengelolaan aset dan liabilitas. 2) Pengelolaan risiko aset dan liabilitas Hal-hal yang dinilai pada topik ini antara lain pemantauan tingkat solvabilitas dan kecukupan modal, pemantauan pengelolaan aset, dan liabilitas dari sisi aktuaria, dan pengelolaan aset dan liabilitas pada saat melakukan desain produk. 3) Pengelolaan risiko investasi Hal-hal yang dinilai pada topik ini antara lain penetapan tujuan investasi, penetapan dan pengkajian strategi investasi, dan pemantauan alokasi aset. 4) Pengendalian dalam melakukan valuasi aset Hal-hal yang dinilai pada topik ini antara lain kebijakan valuasi, penilaian independen, dan keahlian sumber daya manusia. Berikut adalah indikasi umum risiko aset dan liabilitas untuk setiap rentang nilai risiko pada risiko bawaan maupun manajemen dan pengendalian: RISIKO BAWAAN 1. Indikasi Risiko Aset dan Liabilitas Perusahaan dengan Risiko Bawaan Rendah (0 < NR ≤ 1) a. Perusahaan melakukan pengelolaan aset dengan sangat baik. b. Perusahaan melakukan pengelolaan liabilitas sangat baik. c. Kesesuaian aset dan liabilitas sangat memadai. 2. Indikasi Risiko Aset dan Liabilitas Perusahaan dengan Risiko Bawaan Sedang Rendah (1 < NR ≤ 1,5) a. Perusahaan melakukan pengelolaan aset dengan baik. b. Perusahaan melakukan pengelolaan liabilitas dengan baik. c. Kesesuaian aset dan liabilitas memadai. 3. Indikasi Risiko Aset dan Liabilitas Perusahaan dengan Risiko Bawaan Sedang Tinggi (1,5 < NR ≤ 2) a. Perusahaan melakukan pengelolaan aset dengan kurang baik. b. Perusahaan melakukan pengelolaan liabilitas dengan kurang baik. c. Kesesuaian aset dan liabilitas kurang memadai. - 25 - 4. Indikasi Risiko Aset dan Liabilitas Perusahaan dengan Risiko Bawaan Tinggi (2 < NR ≤ 3) a. Perusahaan melakukan pengelolaan aset dengan buruk. b. Perusahaan melakukan pengelolaan liabilitas dengan buruk. c. Kesesuaian aset dan liabilitas tidak memadai. 5. Indikasi Risiko Aset dan Liabilitas Perusahaan dengan Risiko Bawaan Sangat Tinggi (3 < NR ≤ 4) a. Perusahaan melakukan pengelolaan aset dengan sangat buruk. b. Perusahaan melakukan pengelolaan liabilitas dengan sangat buruk. c. Kesesuaian aset dan liabilitas sangat tidak memadai. MANAJEMEN DAN PENGENDALIAN 1. Indikasi Perusahaan dengan Manajemen dan Pengendalian atas Risiko Aset dan Liabilitas Sangat Kuat (0 < MP ≤ 1) a. Direksi dan dewan komisaris atau yang setara memiliki kepedulian yang sangat tinggi terhadap tujuan pengelolaan aset dan liabilitas. b. Perusahaan memiliki pengelolaan aset dan liabilitas yang sangat memadai. c. Perusahaan melakukan pengelolaan risiko investasi dengan sangat baik. d. Perusahaan memiliki pengendalian yang sangat kuat dalam melakukan valuasi aset. 2. Indikasi Perusahaan dengan Manajemen dan Pengendalian atas Risiko Aset dan Liabilitas Kuat (1 < MP ≤ 1,5) a. Direksi dan dewan komisaris atau yang setara memiliki kepedulian yang tinggi terhadap tujuan pengelolaan aset dan liabilitas. b. Perusahaan memiliki pengelolaan aset dan liabilitas yang memadai. c. Perusahaan melakukan pengelolaan risiko investasi dengan baik. d. Perusahaan memiliki pengendalian yang kuat dalam melakukan valuasi aset. 3. Indikasi Perusahaan dengan Manajemen dan Pengendalian atas Risiko Aset dan Liabilitas Cukup (1,5 < MP ≤ 2) a. Direksi dan dewan komisaris atau yang setara memiliki kepedulian yang cukup terhadap tujuan pengelolaan aset dan liabilitas. b. Perusahaan memiliki pengelolaan aset dan liabilitas yang cukup tetapi terdapat beberapa hal yang perlu diperbaiki. - 26 - c. Perusahaan melakukan pengelolaan risiko investasi dengan cukup tetapi terdapat beberapa hal yang perlu diperbaiki. d. Perusahaan memiliki pengendalian yang cukup kuat dalam melakukan valuasi aset. 4. Indikasi Perusahaan dengan Manajemen dan Pengendalian atas Risiko Aset dan Liabilitas Lemah (2 < MP ≤ 3) a. Direksi dan dewan komisaris atau yang setara memiliki kepedulian yang kurang terhadap tujuan pengelolaan aset dan liabilitas. b. Perusahaan memiliki pengelolaan aset dan liabilitas yang tidak memadai. c. Perusahaan melakukan pengelolaan risiko investasi dengan buruk. d. Perusahaan memiliki pengendalian yang lemah dalam melakukan valuasi aset. 5. Indikasi Perusahaan dengan Manajemen dan Pengendalian atas Risiko Aset dan Liabilitas Sangat Lemah (3 < MP ≤ 4) a. Direksi dan dewan komisaris atau yang setara tidak memiliki kepedulian terhadap tujuan pengelolaan aset dan liabilitas. b. Perusahaan memiliki pengelolaan aset dan liabilitas yang sangat tidak memadai. c. Perusahaan melakukan pengelolaan risiko investasi dengan sangat buruk. d. Perusahaan memiliki pengendalian yang sangat lemah dalam melakukan valuasi aset. F. RISIKO ASURANSI Risiko asuransi adalah potensi kegagalan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi untuk memenuhi kewajiban kepada tertanggung dan pemegang polis sebagai akibat dari ketidakcukupan proses seleksi risiko (underwriting), penetapan premi (pricing), penggunaan reasuransi, dan/atau penanganan klaim. Penilaian risiko asuransi terdiri dari penilaian risiko bawaan dan penilaian manajemen dan pengendalian. Penilaian risiko asuransi dibedakan untuk perusahaan asuransi jiwa dan perusahaan asuransi umum serta Perusahaan Reasuransi. - 27 - F.1 RISIKO ASURANSI JIWA Topik yang dinilai dalam risiko bawaan dari risiko asuransi adalah sebagai berikut: 1) Dominasi Risiko Asuransi terhadap Keseluruhan Lini Usaha Hal-hal yang dinilai pada topik ini antara lain porsi risiko proteksi asuransi dan porsi investasi. 2) Bauran Risiko Produk dan Jenis Manfaat Hal-hal yang dinilai pada topik ini antara lain aspek jenis risiko yang ditanggung, cara pembayaran manfaat, jenis sumber pertanggungan, dan jenis produk. 3) Struktur Reasuransi Hal-hal yang dinilai pada topik ini antara lain porsi risiko yang direasuransikan, jenis dan program reasuransi, perusahaan penanggung ulang, dan konsentrasi reasuransi. Topik yang dinilai dalam manajemen dan pengendalian dari risiko asuransi adalah sebagai berikut: 1) Pemahaman direksi atau yang setara Hal-hal yang dinilai pada topik ini antara lain pemahaman atas risiko asuransi dan pemantauan risiko asuransi. 2) Desain produk Hal-hal yang dinilai pada topik ini antara lain kebijakan dan prosedur untuk pengembangan produk, lini usaha/jenis produk, proses persetujuan produk, penilaian risiko produk, modifikasi produk, ketentuan polis (policy-wording), dan persyaratan reasuransi. 3) Penetapan Premi Hal-hal yang dinilai pada topik ini antara lain kebijakan dan prosedur penetapan premi, asumsi aktuaria, estimasi klaim (biaya klaim), tingkat keuntungan/kerugian, tujuan dan hasil investasi, reasuransi,dan reviu tarif premi. 4) Underwriting Hal-hal yang dinilai pada topik ini antara lain struktur fungsi underwriting, infrastruktur underwriting, prosedur dan proses underwriting, produk asuransi kumpulan, pendelegasian wewenang, kepatuhan terhadap kebijakan dan prosedur, monitoring portofolio, kualitas data, pertimbangan reasuransi dalam proses underwriting, dan pelatihan. - 28 - 5) Valuasi liabilitas Hal-hal yang dinilai pada topik ini antara lain laporan valuasi liabilitas, laporan kondisi keuangan, dan integritas data. 6) Reasuransi Hal-hal yang dinilai pada topik ini antara lain struktur program reasuransi, struktur fungsi reasuransi, pengelolaan reasuransi, dokumentasi reasuransi, financial reinsurance, dan perusahaan reasuransi yang menjadi rekanan. 7) Klaim Hal-hal yang dinilai pada topik ini antara lain struktur fungsi penanganan klaim, kebijakan dan prosedur klaim, proses penanganan klaim, sumber daya manusia, sistem dan kualitas data, pemantauan portofolio, dan reasuransi. 8) Distribusi produk Hal-hal yang dinilai pada topik ini antara lain pemilihan jenis jalur distribusi, sistem pemasaran dan e-business, perjanjian kerjasama, konflik jalur distribusi, struktur komisi, dan mis-selling. 9) Reviu oleh Pihak Independen Hal-hal yang dinilai pada topik ini antara lain pendapat auditor internal dan/atau eksternal dan pengawasan fungsi manajemen risiko. Berikut adalah indikasi umum risiko asuransi bagi asuransi jiwa untuk setiap rentang nilai risiko pada risiko bawaan maupun manajemen dan pengendalian: RISIKO BAWAAN 1. Indikasi Risiko Asuransi Perusahaan Asuransi Jiwa dengan Risiko Bawaan Rendah (0 < NR ≤ 1) a. Perusahaan memiliki dominasi risiko asuransi yang sangat rendah dibandingkan keseluruhan lini usaha. b. Perusahaan memiliki bauran risiko produk dan jenis manfaat yang sangat baik. c. Perusahaan memiliki struktur reasuransi yang sangat memadai. 2. Indikasi Risiko Asuransi Perusahaan Asuransi Jiwa dengan Risiko Bawaan Sedang Rendah (1 < NR ≤ 1,5) a. Perusahaan memiliki dominasi risiko asuransi yang rendah dibandingkan keseluruhan lini usaha. - 29 - b. Perusahaan memiliki bauran risiko produk dan jenis manfaat yang baik. c. Perusahaan memiliki struktur reasuransi yang memadai. 3. Indikasi Risiko Asuransi Perusahaan Asuransi Jiwa dengan Risiko Bawaan Sedang Tinggi (1,5 < NR ≤ 2) a. Perusahaan memiliki dominasi risiko asuransi yang cukup rendah dibandingkan keseluruhan lini usaha. b. Perusahaan memiliki bauran risiko produk dan jenis manfaat yang cukup baik. c. Perusahaan memiliki struktur reasuransi yang kurang memadai. 4. Indikasi Risiko Asuransi Perusahaan Asuransi Jiwa dengan Risiko Bawaan Tinggi (2 < NR ≤ 3) a. Perusahaan memiliki dominasi risiko asuransi yang tinggi dibandingkan keseluruhan lini usaha. b. Perusahaan memiliki bauran risiko produk dan jenis manfaat yang kurang baik. c. Perusahaan memiliki struktur reasuransi yang tidak memadai. 5. Indikasi Risiko Asuransi Perusahaan Asuransi Jiwa dengan Risiko Bawaan Sangat Tinggi (3 < NR ≤ 4) a. Perusahaan memiliki dominasi risiko asuransi yang sangat tinggi dibandingkan keseluruhan lini usaha. b. Perusahaan memiliki bauran risiko produk dan jenis manfaat yang buruk. c. Perusahaan memiliki struktur reasuransi yang sangat tidak memadai. MANAJEMEN DAN PENGENDALIAN 1. Indikasi Perusahaan Asuransi Jiwa Dengan Manajemen dan Pengendalian atas Risiko Asuransi Sangat Kuat (0 < MP ≤ 1) a. Pemahaman direksi atau yang mengenai risiko asuransi sangat baik. b. Proses desain produk asuransi dilakukan dengan sangat baik. c. Penetapan premi asuransi dilakukan dengan sangat baik. d. Proses underwriting perusahaan dilakukan dengan sangat baik. e. Proses valuasi liabilitas dilakukan dengan sangat baik. f. Struktur dan proses reasuransi dilakukan dengan sangat baik. g. Penanganan klaim dilakukan dengan sangat baik. - 30 - h. Proses distribusi produk asuransi dilakukan dengan sangat baik. i. Pelaksanaan reviu oleh pihak independen dilakukan dengan sangat baik. 2. Indikasi Perusahaan Asuransi Jiwa Dengan Manajemen dan Pengendalian atas Risiko Asuransi Kuat (1 < MP ≤ 1,5) a. Pemahaman direksi atau yang setara mengenai risiko asuransi baik. b. Proses desain produk asuransi dilakukan dengan baik. c. Penetapan premi asuransi dilakukan dengan baik. d. Proses underwriting perusahaan dilakukan dengan baik. e. Proses valuasi liabilitas dilakukan dengan baik. f. Struktur dan proses reasuransi dilakukan dengan baik. g. Penanganan klaim dilakukan dengan baik. h. Proses distribusi produk asuransi dilakukan dengan baik. i. Pelaksanaan reviu oleh pihak independen dilakukan dengan baik. 3. Indikasi Perusahaan Asuransi Jiwa Dengan Manajemen dan Pengendalian atas Risiko Asuransi Cukup (1,5 < MP ≤ 2) a. Pemahaman direksi atau yang setara mengenai risiko asuransi cukup baik. b. Proses desain produk asuransi dilakukan dengan cukup baik. c. Penetapan premi asuransi dilakukan dengan cukup baik. d. Proses underwriting perusahaan dilakukan dengan cukup baik. e. Proses valuasi liabilitas dilakukan dengan cukup baik. f. Struktur dan proses reasuransi dilakukan dengan cukup baik. g. Penanganan klaim dilakukan dengan cukup baik. h. Proses distribusi produk asuransi dilakukan dengan cukup baik. i. Pelaksanaan reviu oleh pihak independen dilakukan dengan cukup baik. 4. Indikasi Perusahaan Asuransi Jiwa Dengan Manajemen dan Pengendalian atas Risiko Asuransi Lemah (2 < MP ≤ 3) a. Pemahaman direksi atau yang setara mengenai risiko asuransi tidak baik. b. Proses desain produk asuransi dilakukan dengan tidak baik. c. Penetapan premi asuransi dilakukan dengan tidak baik. d. Proses underwriting perusahaan dilakukan dengan tidak baik. e. Proses valuasi liabilitas dilakukan dengan tidak baik. f. Struktur dan proses reasuransi dilakukan dengan tidak baik. g. Penanganan klaim dilakukan dengan tidak baik. - 31 - h. Proses distribusi produk asuransi dilakukan dengan tidak baik. i. Pelaksanaan reviu oleh pihak independen dilakukan dengan tidak baik. 5. Indikasi Perusahaan Asuransi Jiwa Dengan Manajemen dan Pengendalian atas Risiko Asuransi Sangat Lemah (3 < MP ≤ 4) a. Pemahaman direksi atau yang setara mengenai risiko asuransi sangat tidak baik. b. Proses desain produk asuransi dilakukan dengan sangat tidak baik. c. Penetapan premi asuransi dilakukan dengan sangat tidak baik. d. Proses underwriting perusahaan dilakukan dengan sangat tidak baik. e. Proses valuasi liabilitas dilakukan dengan sangat tidak baik. f. Struktur dan proses reasuransi dilakukan dengan sangat tidak baik. g. Penanganan klaim dilakukan dengan sangat tidak baik. h. Proses distribusi produk asuransi dilakukan dengan sangat tidak baik. i. Pelaksanaan reviu oleh pihak independen dilakukan dengan sangat tidak baik. F.2 RISIKO ASURANSI UMUM DAN REASURANSI Topik yang dinilai dalam risiko bawaan dari risiko asuransi adalah sebagai berikut: 1. Sifat bisnis asuransi Hal-hal yang dinilai pada topik ini antara lain produk short-tail versus long-tail, pertanggungan jangka pendek dan pertanggungan jangka panjang, dan tingkat hazard dari bisnis yang ditanggung. 2. Komposisi dan diversifikasi portofolio bisnis Hal-hal yang dinilai pada topik ini antara lain diversifikasi bisnis dan segmentasi pasar. 3. Struktur reasuransi Hal-hal yang dinilai pada topik ini antara lain porsi risiko yang direasuransikan, jenis dan program reasuransi, perusahaan penanggung ulang, dan konsentrasi reasuransi. Topik yang dinilai dalam manajemen dan pengendalian dari risiko asuransi adalah sebagai berikut: - 32 - 1. Pemahaman direksi atau yang setara Hal-hal yang dinilai pada topik ini antara lain pemahaman atas isu-isu risiko asuransi dan pemantauan risiko asuransi. 2. Desain produk Hal-hal yang dinilai pada topik ini antara lain kebijakan dan prosedur dalam pengembangan produk, lini usaha/jenis produk, proses persetujuan produk, penilaian atas risiko produk, modifikasi produk, ketentuan polis (policy wording), dan persyaratan reasuransi. 3. Penetapan premi Hal-hal yang dinilai pada topik ini antara lain kebijakan dan prosedur penetapan premi, estimasi klaim (biaya klaim), tingkat hasil investasi, asumsi biaya-biaya dan komisi, kualitas data profil risiko, tingkat keuntungan, analisis kondisi pasar dan pesaing, reasuransi, reviu tarif premi, dan perubahan tarif premi. 4. Underwriting Hal-hal yang dinilai pada topik ini antara lain kebijakan dan prosedur underwriting, struktur fungsi underwriting, infrastruktur underwriting, pendelegasian wewenang, manual underwriting, kepatuhan terhadap kebijakan dan prosedur, monitoring portofolio, kualitas data, dan pertimbangan reasuransi dalam underwriting. 5. Valuasi liabilitas Hal-hal yang dinilai pada topik ini antara lain laporan valuasi liabilitas, laporan kondisi keuangan, dan integritas data. 6. Reasuransi Hal-hal yang dinilai pada topik ini antara lain struktur program reasuransi, struktur fungsi reasuransi, manajemen reasuransi, dokumentasi reasuransi, financial reinsurance, dan perusahaan reasuransi yang menjadi rekanan. 7. Klaim Hal-hal yang dinilai pada topik ini antara lain struktur fungsi penanganan klaim, kebijakan dan prosedur klaim, proses penanganan klaim, sumber daya manusia, sistem dan kualitas data, pemantauan portofolio, kebocoran klaim (claim leakage), reasuransi, dan kecurangan (fraud) klaim. - 33 - 8. Distribusi Produk Hal-hal yang dinilai pada topik ini antara lain pemilihan jenis jalur distribusi, sistem pemasaran dan e-business, perjanjian kerjasama, konflik jalur ditribusi, struktur komisi, dan mis-selling. 9. Reviu oleh Pihak Independen Hal-hal yang dinilai pada topik ini antara lain pendapat auditor internal dan/atau eksternal dan pengawasan fungsi manajemen risiko. RISIKO BAWAAN 1. Indikasi Risiko Asuransi Perusahaan Asuransi Umum dan Reasuransi dengan Risiko Bawaan Rendah (0 < NR ≤ 1) a. Perusahaan memiliki produk dan bisnis asuransi yang berisiko sangat rendah. b. Perusahaan memiliki komposisi dan diversifikasi portofolio bisnis yang sangat baik. c. Perusahaan memiliki struktur reasuransi yang sangat baik. 2. Indikasi Risiko Asuransi Perusahaan Asuransi Umum dan Reasuransi dengan Risiko Bawaan Sedang Rendah (1 < NR ≤ 1,5) a. Perusahaan memiliki produk dan bisnis asuransi yang berisiko rendah. b. Perusahaan memiliki komposisi dan diversifikasi portofolio bisnis yang baik. c. Perusahaan memiliki struktur reasuransi yang baik 3. Indikasi Risiko Asuransi Perusahaan Asuransi Umum dan Reasuransi dengan Risiko Bawaan Sedang Tinggi (1,5 < NR ≤ 2) a. Perusahaan memiliki produk dan bisnis asuransi yang berisiko cukup rendah. b. Perusahaan memiliki komposisi dan diversifikasi portofolio bisnis yang kurang baik. c. Perusahaan memiliki struktur reasuransi yang kurang baik. 4. Indikasi Risiko Asuransi Perusahaan Asuransi Umum dan Reasuransi dengan Risiko Bawaan Tinggi (2 < NR ≤ 3) a. Perusahaan memiliki produk dan bisnis asuransi yang berisiko tinggi. b. Perusahaan memiliki komposisi dan diversifikasi portofolio bisnis yang tidak baik. c. Perusahaan memiliki struktur reasuransi yang buruk. - 34 - 5. Indikasi Risiko Asuransi Perusahaan Asuransi Umum dan Reasuransi dengan Risiko Bawaan Sangat Tinggi (3 < NR ≤ 4) a. Perusahaan memiliki produk dan bisnis asuransi yang berisiko sangat tinggi. b. Perusahaan memiliki komposisi dan diversifikasi portofolio bisnis yang sangat tidak baik. c. Perusahaan memiliki struktur reasuransi yang sangat buruk. MANAJEMEN DAN PENGENDALIAN 1. Indikasi Perusahaan Asuransi Umum dan Reasuransi Dengan Manajemen dan Pengendalian atas Risiko Asuransi Sangat Kuat (0 < MP ≤ 1) a. Pemahaman direksi atau yang setara mengenai risiko asuransi sangat baik. b. Proses desain produk asuransi dilakukan dengan sangat baik. c. Penetapan premi asuransi dilakukan dengan sangat baik. d. Proses underwriting perusahaan dilakukan dengan sangat baik. e. Proses valuasi liabilitas dilakukan dengan sangat baik. f. Struktur dan proses reasuransi dilakukan dengan sangat baik. g. Penanganan klaim dilakukan dengan sangat baik. h. Proses distribusi produk asuransi dilakukan dengan sangat baik. i. Pelaksanaan reviu oleh pihak independen dilakukan dengan sangat baik. 2. Indikasi Perusahaan Asuransi Umum dan Reasuransi Dengan Manajemen dan Pengendalian atas Risiko Asuransi Kuat (1 < MP ≤ 1,5) a. Pemahaman direksi atau yang setara mengenai risiko asuransi baik. b. Proses desain produk asuransi dilakukan dengan baik. c. Penetapan premi asuransi dilakukan dengan baik. d. Proses underwriting perusahaan dilakukan dengan baik. e. Proses valuasi liabilitas dilakukan dengan baik. f. Struktur dan proses reasuransi dilakukan dengan baik. g. Penanganan klaim dilakukan dengan baik. h. Proses distribusi produk asuransi dilakukan dengan baik. i. Pelaksanaan reviu oleh pihak independen dilakukan dengan baik. - 35 - 3. Indikasi Perusahaan Asuransi Umum dan Reasuransi Dengan Manajemen dan Pengendalian atas Risiko Asuransi Cukup (1,5 < MP ≤ 2) a. Pemahaman direksi atau yang setara mengenai risiko asuransi cukup baik. b. Proses desain produk asuransi dilakukan dengan cukup baik. c. Penetapan premi asuransi dilakukan dengan cukup baik. d. Proses underwriting perusahaan dilakukan dengan cukup baik. e. Proses valuasi liabilitas dilakukan dengan cukup baik. f. Struktur dan proses reasuransi dilakukan dengan cukup baik. g. Penanganan klaim dilakukan dengan cukup baik. h. Proses distribusi produk asuransi dilakukan dengan cukup baik. i. Pelaksanaan reviu oleh pihak independen dilakukan dengan cukup baik. 4. Indikasi Perusahaan Asuransi Umum dan Reasuransi Dengan Manajemen dan Pengendalian atas Risiko Asuransi Lemah (2 < MP ≤ 3) a. Pemahaman direksi atau yang setara mengenai risiko asuransi tidak baik. b. Proses desain produk asuransi dilakukan dengan tidak baik. c. Penetapan premi asuransi dilakukan dengan tidak baik. d. Proses underwriting perusahaan dilakukan dengan tidak baik. e. Proses valuasi liabilitas dilakukan dengan tidak baik. f. Struktur dan proses reasuransi dilakukan dengan tidak baik. g. Penanganan klaim dilakukan dengan tidak baik. h. Proses distribusi produk asuransi dilakukan dengan tidak baik. i. Pelaksanaan reviu oleh pihak independen dilakukan dengan tidak baik. 5. Indikasi Perusahaan Asuransi Umum dan Reasuransi Dengan Manajemen dan Pengendalian atas Risiko Asuransi Sangat Lemah (3 < MP ≤ 4) a. Pemahaman direksi atau yang setara mengenai risiko asuransi sangat tidak baik. b. Proses desain produk asuransi dilakukan dengan sangat tidak baik. c. Penetapan premi asuransi dilakukan dengan sangat tidak baik. d. Proses underwriting perusahaan dilakukan dengan sangat tidak baik. - 36 - e. Proses valuasi liabilitas dilakukan dengan sangat tidak baik. f. Struktur dan proses reasuransi dilakukan dengan sangat tidak baik. g. Penanganan klaim dilakukan dengan sangat tidak baik. h. Proses distribusi produk asuransi dilakukan dengan sangat tidak baik. i. Pelaksanaan reviu oleh pihak independen dilakukan dengan sangat tidak baik. G. RISIKO DUKUNGAN DANA (PERMODALAN) Permodalan perusahaan menggambarkan kemampuan perusahaan dalam menyerap kerugian-kerugian tak terduga yang disebabkan oleh antara lain meningkatnya rasio klaim di luar perkiraan, hasil investasi yang buruk, ataupun hal tak terduga lainnya. Topik yang dinilai dalam risiko ini adalah sebagai berikut: 1) Kemampuan Pendanaan (Permodalan) Hal-hal yang dinilai pada topik ini antara lain nilai nominal ekuitas saat ini, rasio pencapaian tingkat solvabilitas, dan target modal. 2) Tambahan Pendanaan (Permodalan) Hal-hal yang dinilai pada topik ini antara lain profitabilitas dan sumber tambahan modal. Berikut adalah indikasi umum risiko dukungan dana (permodalan) untuk setiap rentang nilai risiko: 1. Indikasi Perusahaan dengan Kekuatan Modal Sangat Kuat (0 < NR ≤ 1) a. Kemampuan pendanaan perusahaan sangat kuat. b. Tambahan pendanaan perusahaan sangat tinggi. 2. Indikasi Perusahaan dengan Kekuatan Modal Kuat (1 < NR ≤ 1,5) a. Kemampuan pendanaan perusahaan kuat. b. Tambahan pendanaan perusahaan tinggi. 3. Indikasi Perusahaan dengan Kekuatan Modal Cukup (1,5 < NR ≤ 2) a. Kemampuan pendanaan perusahaan cukup. b. Tambahan pendanaan perusahaan cukup. 4. Indikasi Perusahaan dengan Kekuatan Modal Lemah (2 < NR ≤ 3) a. Kemampuan pendanaan perusahaan lemah. b. Tambahan pendanaan perusahaan rendah. - 37 - 5. Indikasi Perusahaan dengan Risiko Kekuatan Modal Sangat Lemah (3 < NR < 4) a. Kemampuan pendanaan perusahaan sangat lemah. b. Tambahan pendanaan perusahaan sangat rendah. Contoh Perhitungan Tingkat Risiko Perusahaan Asuransi Jiwa Jenis Risiko Nilai Risiko (C) 1. Kepengurusan 2. Tata Kelola 3. Strategi 3.1 Risiko Bawaan (A) 3.2 Manajemen & Pengendalian (B) 4. Operasional 4.1 Risiko Bawaan 4.2 Manajemen & Pengendalian 5. Aset dan Liabilitas 5.1 Risiko Bawaan 5.2 Manajemen & Pengendalian 6. Asuransi 6.1 Risiko Bawaan 6.2 Manajemen & Pengendalian Total Nilai Risiko Bersih (G) Dukungan Dana (Permodalan) a. Kemampuan Pendanaan (Permodalan) b. Tambahan Pendanaan (Permodalan) 1,2 1,3 Total Nilai Risiko Dukungan Dana (Permodalan) (I) 50% 50% (H) 100% 2,0 1,8 (F) 100% 24,33 2,22 1,04 1,43 2,47 1,25 1,1 2,1 3,0 2,9 3,1 1,9 25% 3,26 20% 16,20 2,4 1,5 1,6 15% 0,98 1,5 1,6 2,0 Bobot (D) 10% 15% 15% Nilai Risiko Bersih (E) 0,51 0,98 2,17 - 38 - Bobot Nilai Risiko Bersih dan Dukungan Dana = 60%, 40% Nilai Risiko Keseluruhan (J) Tingkat Risiko Keterangan: A: nilai risiko bawaan B: nilai manajemen & pengendalian C: nilai pengujian risiko = (A+B)/2 D: bobot risiko E: nilai gabungan risiko = C4 x D F: jumlah nilai gabungan = ∑ 𝐸 G: total nilai risiko bersih = √𝐹 4 H: jumlah nilai gabungan pendanaan I: total nilai risiko dukungan dana = √𝐻 4 J: nilai risiko keseluruhan = √(G4x60%) + (I4x40%) 4 1,98 Sedang- Tinggi - 39 - Contoh Perhitungan Tingkat Risiko Perusahaan Asuransi Umum dan Reasuransi Jenis Risiko 1. Kepengurusan 2. Tata Kelola 3. Strategi 3.1 Risiko Bawaan (A) 3.2 Manajemen & Pengendalian (B) 4. Operasional 4.1 Risiko Bawaan 4.2 Manajemen & Pengendalian 5. Aset dan Liabilitas 5.1 Risiko Bawaan 5.2 Manajemen & Pengendalian 6. Asuransi 6.1 Risiko Bawaan 6.2 Manajemen & Pengendalian Total Nilai Risiko Bersih (G) Dukungan Dana (Permodalan) a. Kemampuan Pendanaan (Permodalan) b. Tambahan Pendanaan (Permodalan) Total Nilai Risiko Dukungan Dana (I) Bobot Nilai Risiko Bersih dan Dukungan Dana = 50%, 50% Nilai Risiko Keseluruhan (J) Tingkat Risiko 1,2 1,3 55% 45% (H) 100% 2,0 1,8 (F) 100% 24,66 2,22 1,14 1,29 2,43 1,25 1,91 Sedang- Tinggi 1,1 2,1 3,0 2,9 3,1 1,9 30% 3,91 20% 16,20 2,4 1,5 1,6 15% 0,98 Nilai Risiko (C) 1,5 1,6 2,0 Bobot (D) 10% 10% 15% Nilai Risiko Bersih (E) 0,51 0,66 2,17 - 40 - Keterangan: A: nilai risiko bawaan B: nilai manajemen & pengendalian C: nilai pengujian risiko = (A+B)/2 D: bobot risiko E: nilai gabungan risiko = C4 x D F: jumlah nilai gabungan=∑ 𝐸 G: total nilai risiko bersih = √𝐹 4 H: jumlah nilai gabungan pendanaan I: total nilai risiko dukungan dana = √𝐻 4 J: nilai risiko keseluruhan = = √(G4x50%) + (I4x50%) 4 Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 29 Januari 2015 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERASURANSIAN, DANA PENSIUN, LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA OTORITAS JASA KEUANGAN, Ttd. Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum I Departemen Hukum, FIRDAUS DJAELANI Ttd. Ttd. Sudarmaji LAMPIRAN II SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 3/SEOJK.05/2015 TENTANG PENILAIAN TINGKAT RISIKO PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI - 1 - Laporan Hasil Penilaian Tingkat Risiko Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi Nama Perusahaan Jenis Usaha Tanggal Penilaian Tanggal Laporan A. Informasi Umum Pemegang Saham atau yang setara : Nama : : (1) Jiwa (2) Umum (3) Reasuransi : : Nilai Kepemilikan Persentase Kepemilikan Direksi atau yang setara Nama : Jabatan Masa Jabatan Dewan Komisaris atau yang setara : Nama Jabatan Masa Jabatan Informasi Keuangan Per Tanggal Penilaian Uraian Nilai (Rupiah)* Aset Investasi - 2 - Uraian Utang Cadangan Teknis Premi Bruto** Klaim Bruto** Jumlah Tingkat Solvabilitas Jumlah Modal Minimum Berbasis Risiko (MMBR) Rasio Pencapaian Solvabilitas (%) Jumlah Pemegang Polis (orang) *kecuali untuk rasio pencapaian tingkat solvabilitas dan jumlah pemegang polis **Untuk periode satu tahun terakhir sejak tanggal penilaian Nilai (Rupiah)* B. Ikhtisar Penilaian Tingkat Risiko Jenis Risiko 1. Kepengurusan 2. Tata Kelola 3. Strategi 3.1 Risiko Bawaan 3.2 Manajemen dan Pengendalian 4. Operasional 4.1 Risiko Bawaan 4.2 Manajemen dan Pengendalian 5. Aset dan Liabilitas 5.1 Risiko Bawaan 5.2 Manajemen dan Pengendalian 6. Asuransi 6.1 Risiko Bawaan 6.2 Manajemen dan Pengendalian Nilai Risiko Bobot Risiko Bersih - 3 - Jenis Risiko Nilai Risiko Total Nilai Risiko Bersih 1. Kemampuan Pendanaan (Permodalan) 2. Tambahan Pendanaan (Permodalan) Dukungan Dana (Permodalan) 1. Total Nilai Risiko Bersih 2. Total Nilai Risiko Dukungan Dana (Permodalan) Nilai Risiko Keseluruhan Tingkat Risiko Bobot Risiko Bersih C. Deskripsi Risiko Deskripsi Umum Deskripsi per Jenis Risiko Risiko Kepengurusan Nilai Risiko: ... Tingkat Risiko: ... Keterangan: Risiko Tata Kelola Keterangan: Nilai Risiko: ... Tingkat Risiko: ... - 4 - Risiko Strategi Risiko Bawaan Keterangan: Manajemen dan Pengendalian Keterangan: Risiko Operasional Risiko Bawaan Keterangan: Manajemen dan Pengendalian Keterangan: Risiko Aset dan Liabilitas Risiko Bawaan Keterangan: Manajemen dan Pengendalian Keterangan: Risiko Asuransi Risiko Bawaan Keterangan: Manajemen dan Pengendalian Keterangan: Risiko Dukungan Dana (Permodalan) Kemampuan Pendanaan (Permodalan) Keterangan: Nilai: Nilai: Nilai: Nilai Risiko: ... Tingkat Risiko: ... Nilai: Nilai Risiko: ... Tingkat Risiko: ... Nilai: Nilai Risiko: ... Tingkat Risiko: ... Nilai: Nilai Risiko: ... Tingkat Risiko: ... Nilai: Nilai: Nilai Risiko: ... Tingkat Risiko: ... Nilai: Tambahan Pendanaan (Permodalan) Nilai: Keterangan: - 5 - Mengetahui, Nama: Jabatan: Disusun oleh: Nama: Jabatan: Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 29 Januari 2015 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERASURANSIAN, DANA PENSIUN, LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA OTORITAS JASA KEUANGAN, Ttd. Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum I Departemen Hukum, FIRDAUS DJAELANI Ttd. Ttd. Sudarmaji LAMPIRAN III SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 3/SEOJK.05/2015 TENTANG PENILAIAN TINGKAT RISIKO PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI - 1 - RENCANA TINDAK LANJUT ATAS PENILAIAN TINGKAT RISIKO PERUSAHAAN ASURANSI/REASURANSI 1. Nama 2. Jenis Usaha : : (1) Jiwa (2) Umum (3) Reasuransi 3. Tanggal Penilaian Tingkat Risiko 4. Tanggal Laporan 5. Tingkat Risiko: 7. Jenis Risiko 8. Penyebab Risiko : : 6. Nilai Risiko : 9. Rencana Tindak Lanjut 10. Target Waktu 11. PIC Disusun oleh 12. Nama 14. Jabatan Mengetahui 15. Nama 17. Jabatan : : 13. Tanda Tangan : : 16. Tanda Tangan - 2 - Pedoman Pengisian: 1. Diisi nama Perusahaan Asuransi atau Reasuransi. 2. Diisi jenis Perusahaan Asuransi atau Reasuransi dengan memilih salah satu dari daftar yang ada. 3. Diisi tanggal penilaian tingkat risiko yang menjadi dasar rencana tindak lanjut. 4. Diisi tanggal laporan penilaian tingkat risiko ditandatangani. 5. Diisi tingkat risiko Perusahaan Asuransi atau Reasuransi sesuai hasil penilaian tingkat risiko sebagaimana dimaksud pada angka 3. 6. Diisi nilai risiko Perusahaan Asuransi atau Reasuransi sesuai hasil penilaian tingkat risiko sebagaimana dimaksud pada angka 3. 7. Diisi jenis risiko sebagaimana dimaksud dalam POJK nomor 10/POJK.05/2014 tentang Penilaian Tingkat Risiko Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank. 8. Diisi penyebab risiko. 9. Diisi rencana berbagai langkah tindak lanjut yang akan dilakukan untuk menurunkan tingkat risiko untuk setiap jenis area risiko. 10. Diisi target waktu pelaksanaan tindak lanjut yang akan dilakukan untuk setiap langkah tindak lanjut, dapat berupa tanggal penyelesaian tindak lanjut atau tanggal dimulai dan selesainya tindak lanjut apabila target waktu dimulainya tindak lanjut tidak segera setelah rencana tindak lanjut disusun. 11. Diisi unit yang bertanggung jawab untuk melaksanakan tindak lanjut. 12. Diisi nama pejabat yang menyusun rencana tindak lanjut penilaian tingkat risiko Perusahaan Asuransi atau Reasuransi. 13. Diisi tanda tangan pejabat yang menyusun rencana tindak lanjut. 14. Diisi nama jabatan dari pejabat yang menyusun rencana tindak lanjut penilaian tingkat risiko Perusahaan Asuransi atau Reasuransi. 15. Diisi nama direksi atau yang setara pada Perusahaan Asuransi atau Reasuransi yang menangani manajemen risiko Perusahaan Asuransi atau Reasuransi. 16. Diisi tanda tangan direksi atau yang setara pada Perusahaan Asuransi atau Reasuransi yang menangani manajemen risiko. - 3 - 17. Diisi nama jabatan dari direksi atau yang setara pada Perusahaan Asuransi atau Reasuransi yang menangani manajemen risiko Perusahaan Asuransi atau Reasuransi. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 29 Januari 2015 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERASURANSIAN, DANA PENSIUN, LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA OTORITAS JASA KEUANGAN, Ttd. Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum I Departemen Hukum, FIRDAUS DJAELANI Ttd. Ttd. Sudarmaji
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 3/SEOJK.05/2015 </reg_id> <reg_title> PENILAIAN TINGKAT RISIKO PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI </reg_title> <set_date> 29 Januari 2015 </set_date> <effective_date> 29 Januari 2015 </effective_date> <related_reg> '10/POJK.05/2014 | Pasal 5 ayat (4), Pasal 7 ayat (3), dan Pasal 8 ayat (6)' </related_reg>
Yth. Direksi Bank Umum di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 34 /SEOJK.03/2017 TENTANG TRANSPARANSI INFORMASI SUKU BUNGA DASAR KREDIT Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 6/POJK.03/2015 tentang Transparansi dan Publikasi Laporan Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5687) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 32/POJK.03/2016 tentang Perubahan atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 6/POJK.03/2015 tentang Transparansi dan Publikasi Laporan Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 170, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5917) dan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai transparansi informasi produk bank dan penggunaan data pribadi nasabah, serta dengan beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan jasa keuangan di sektor perbankan dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan, perlu untuk mengatur kembali pelaksanaan tentang transparansi informasi suku bunga dasar kredit dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM 1. Pemilihan produk Bank oleh nasabah pada umumnya didasarkan pada pertimbangan mengenai manfaat, biaya, dan risiko dari produk yang ditawarkan oleh Bank tersebut. Hal ini menjadi sangat relevan khususnya untuk produk Bank berupa kredit mengingat kredit merupakan salah satu produk utama perbankan yang dimanfaatkan oleh masyarakat luas. Oleh karena itu, transparansi informasi mengenai Suku Bunga Dasar Kredit (prime lending rate), yang - 2 - selanjutnya disingkat SBDK, sangat diperlukan untuk memberikan kejelasan kepada nasabah dan memudahkan nasabah dalam menilai manfaat dan biaya atas kredit yang ditawarkan Bank. 2. Penerapan transparansi informasi mengenai SBDK juga merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan tata kelola dan mendorong persaingan yang sehat dalam industri perbankan antara lain melalui terciptanya disiplin pasar (market discipline) yang lebih baik. 3. SBDK diperlukan sebagai indikator besaran suku bunga kredit yang akan dikenakan kepada nasabah yang mengajukan kredit kepada Bank. Oleh karena itu, SBDK harus mencakup semua segmen kredit yang ditawarkan oleh Bank kepada nasabah yaitu segmen kredit korporasi, kredit ritel, kredit mikro, dan kredit konsumsi (Kredit Pemilikan Rumah/KPR dan non-KPR). II. SUKU BUNGA DASAR KREDIT 1. SBDK merupakan suku bunga terendah yang mencerminkan kewajaran biaya yang dikeluarkan oleh Bank termasuk ekspektasi keuntungan yang akan diperoleh. Selanjutnya SBDK digunakan sebagai dasar bagi Bank dalam menetapkan suku bunga kredit yang akan dikenakan kepada nasabah. 2. SBDK dihitung secara per tahun dalam bentuk persentase (%) yang penghitungannya dilakukan berdasarkan 3 (tiga) komponen yaitu: a. Harga Pokok Dana untuk Kredit (HPDK) yang timbul dari kegiatan penghimpunan dana; b. biaya overhead yang dikeluarkan Bank berupa beban operasional bukan bunga yang dikeluarkan untuk kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran kredit termasuk biaya pajak yang harus dibayar; dan c. margin keuntungan (profit margin) yang ditetapkan Bank dalam kegiatan penyaluran kredit. 3. Penghitungan SBDK sebagaimana dimaksud dalam angka 2 berlaku untuk jenis kredit: a. kredit korporasi; b. kredit ritel; c. kredit mikro; dan d. kredit konsumsi (KPR dan non-KPR). - 3 - 4. Penggolongan kredit korporasi, kredit ritel, dan kredit konsumsi (KPR dan non-KPR) dilakukan berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh Bank, sedangkan penggolongan kredit mikro berpedoman pada definisi usaha mikro sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai usaha mikro, kecil, dan menengah. 5. Penghitungan SBDK dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini hanya berlaku untuk kredit yang diberikan dalam mata uang Rupiah. 6. Penghitungan SBDK sebagaimana dimaksud dalam angka 2, tidak termasuk komponen estimasi premi risiko, yang merupakan penilaian Bank terhadap prospek pelunasan kredit oleh calon debitur, baik debitur individual maupun kelompok debitur, yang antara lain mempertimbangkan kondisi keuangan, jangka waktu kredit, dan prospek usaha. 7. Suku bunga kredit sebagaimana dimaksud dalam angka 1 merupakan penjumlahan SBDK dengan estimasi premi risiko. III. PELAPORAN DAN PUBLIKASI SBDK A. Pelaporan SBDK 1. Laporan SBDK disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan secara bulanan untuk posisi akhir bulan. 2. Laporan SBDK memuat: a. rincian penghitungan masing-masing komponen SBDK sebagaimana dimaksud dalam butir II.2; b. jenis kredit sebagaimana dimaksud dalam butir II.3; c. komponen estimasi premi risiko sebagaimana dimaksud dalam butir II.6; dan d. suku bunga kredit sebagaimana dimaksud dalam butir II.7. 3. Pelaporan SBDK disampaikan secara daring (online) melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan. Dalam hal penyampaian laporan melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan belum dapat dilakukan, Bank menyampaikan laporan secara daring (online) dengan mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai laporan berkala bank umum. - 4 - B. Publikasi Laporan SBDK 1. Publikasi laporan SBDK dilakukan melalui: a. papan pengumuman di setiap kantor Bank; b. halaman utama situs web Bank; dan c. surat kabar harian cetak berbahasa Indonesia yang memiliki peredaran luas. 2. Publikasi SBDK sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a dan butir 1.b dilakukan setiap saat, sedangkan publikasi SBDK sebagaimana dimaksud dalam butir 1.c dilakukan paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah akhir bulan Maret, bulan Juni, bulan September, dan bulan Desember untuk posisi SBDK akhir bulan tersebut. 3. SBDK yang dipublikasikan oleh Bank sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a dan butir 1.b adalah SBDK yang berlaku pada saat dipublikasikan. 4. Dalam mempublikasikan SBDK, Bank harus mencantumkan kalimat sebagai berikut: a. “Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) digunakan sebagai dasar penetapan suku bunga kredit yang akan dikenakan oleh Bank kepada nasabah. SBDK belum memperhitungkan komponen estimasi premi risiko yang besarnya tergantung dari penilaian Bank terhadap risiko untuk masing-masing debitur atau kelompok debitur. Dengan demikian, besarnya suku bunga kredit yang dikenakan kepada debitur belum tentu sama dengan SBDK”; dan b. “Dalam kredit konsumsi non-KPR tidak termasuk penyaluran dana melalui kartu kredit dan Kredit Tanpa Agunan (KTA)”. 5. Selain mencantumkan kalimat sebagaimana dimaksud dalam angka 4, untuk publikasi yang dilakukan melalui surat kabar sebagaimana dimaksud dalam butir 1.c, Bank harus mencantumkan kalimat sebagai berikut: “Informasi SBDK yang berlaku setiap saat dapat dilihat pada publikasi di setiap kantor Bank dan/atau situs web Bank”. 6. SBDK dipublikasikan kepada masyarakat dalam bentuk angka akhir dari hasil penghitungan komponen SBDK sebagaimana dimaksud dalam butir A.2.a dan butir A.2.b dengan format - 5 - publikasi yang berpedoman pada Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. Bank harus memberikan informasi mengenai SBDK dan suku bunga kredit dalam surat pemberitahuan persetujuan kredit (offering letter) atau dokumen lain kepada calon debitur sebelum penandatanganan perjanjian kredit. IV. PENUTUP Pada saat Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku, Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/1/DPNP perihal Transparansi Informasi Suku Bunga Dasar Kredit dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 7 Juli 2017 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN OTORITAS JASA KEUANGAN, ttd NELSON TAMPUBOLON Salinan ini sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 34/SEOJK.03/2017 </reg_id> <reg_title> TRANSPARANSI INFORMASI SUKU BUNGA DASAR KREDIT </reg_title> <set_date> 7 Juli 2017 </set_date> <effective_date> 7 Juli 2017 </effective_date> <replaced_reg> '15/1/DPNP|SE-BI' </replaced_reg> <related_reg> '6/POJK.03/2015', '32/POJK.03/2016' </related_reg>
Yth. 1. Direksi Bank Umum Syariah; dan 2. Direksi Bank Umum Konvensional yang Memiliki Unit Usaha Syariah, di Tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 49 /SEOJK.03/2017 TENTANG TATA CARA PENERBITAN SERTIFIKAT DEPOSITO SYARIAH Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 10/POJK.03/2015 tentang Penerbitan Sertifikat Deposito oleh Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 164, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5718), yang selanjutnya disebut POJK Sertifikat Deposito, perlu untuk mengatur pelaksanaan mengenai tata cara penerbitan Sertifikat Deposito berdasarkan Prinsip Syariah dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM 1. Prinsip Syariah adalah Prinsip Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. 2. Sertifikat Deposito berdasarkan Prinsip Syariah, yang selanjutnya disebut Sertifikat Deposito Syariah, adalah simpanan dalam bentuk deposito berdasarkan Prinsip Syariah yang sertifikat bukti penyimpanannya dapat dipindahtangankan. 3. Sertifikat Deposito Syariah dapat diterbitkan dalam bentuk warkat atau tanpa warkat (scripless). 4. Sesuai Pasal 2 ayat (2) POJK Sertifikat Deposito, Sertifikat Deposito Syariah dalam bentuk warkat wajib bersifat atas pengganti (aan order), yaitu kemampuan pemegang Sertifikat Deposito Syariah dalam bentuk warkat untuk memindahtangankan sertifikat bukti penyimpanannya kepada pihak lain dengan cara menandatangani pada lembar Sertifikat Deposito Syariah (endosemen) sehingga pihak yang ditunjuk terakhir berhak menerima pembayaran dari Bank yang - 2 - menerbitkan pada saat Sertifikat Deposito Syariah dalam bentuk warkat jatuh tempo. Dalam hal terjadi perubahan kepemilikan maka pemilik Sertifikat Deposito Syariah yang baru harus melapor kepada Bank. Pelaporan kepada Bank bertujuan untuk penatausahaan kepemilikan Sertifikat Deposito Syariah di Bank dalam rangka distribusi bagi hasil dan pencairan Sertifikat Deposito Syariah kepada pemilik Sertifikat Deposito Syariah. 5. Sertifikat Deposito Syariah dalam bentuk tanpa warkat merupakan Sertifikat Deposito Syariah yang penatausahaan kepemilikannya dilakukan oleh Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian (LPP). 6. Sesuai Pasal 2 ayat (3) POJK Sertifikat Deposito, Sertifikat Deposito Syariah dalam bentuk tanpa warkat wajib diidentifikasi kepemilikannya oleh Bank pada pencatatan di LPP. 7. Penerbitan Sertifikat Deposito Syariah memerlukan pengaturan mengenai persyaratan dan karakteristik Sertifikat Deposito Syariah, persyaratan penerbitan Sertifikat Deposito Syariah, tata cara permohonan persetujuan penerbitan Sertifikat Deposito Syariah dalam bentuk tanpa warkat, bukti penerbitan Sertifikat Deposito Syariah, penerapan program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU dan PPT), manajemen risiko, perlindungan nasabah, dan pelaporan transaksi Sertifikat Deposito Syariah. II. PERSYARATAN DAN KARAKTERISTIK SERTIFIKAT DEPOSITO SYARIAH 1. Sertifikat Deposito Syariah menggunakan akad mudharabah, baik akad mudharabah mutlaqah atau akad mudharabah muqayyadah. 2. Persyaratan Sertifikat Deposito Syariah a. Bank bertindak sebagai pengelola dana dan nasabah bertindak sebagai pemilik dana. b. Dalam hal Sertifikat Deposito Syariah menggunakan akad mudharabah mutlaqah, Bank tidak dibatasi untuk menggunakan dana nasabah dalam aktivitas penyaluran dana sepanjang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah. c. Dalam hal Sertifikat Deposito Syariah menggunakan akad mudharabah muqayyadah, nasabah selaku pemilik dana memberikan persyaratan dan batasan tertentu kepada Bank - 3 - antara lain mengenai tempat, cara, dan/atau obyek investasi yang dinyatakan secara jelas dalam perjanjian. d. Bank dan nasabah melakukan pembagian keuntungan dalam bentuk nisbah yang disepakati dan dituangkan dalam akad penerbitan Sertifikat Deposito Syariah. e. Bank dapat mengurangi nisbah keuntungan nasabah sepanjang mendapat persetujuan nasabah. f. Bagi hasil harus berasal dari kegiatan usaha yang didanai oleh Sertifikat Deposito Syariah, baik kegiatan usaha yang memiliki imbal hasil tetap maupun yang memiliki imbal hasil tidak tetap, sesuai dengan akad. g. Mekanisme bagi hasil dilakukan berdasarkan kesepakatan antara Bank dengan nasabah sesuai dengan Prinsip Syariah. h. Penerbitan Sertifikat Deposito Syariah tidak boleh menggunakan mekanisme bunga, termasuk mekanisme diskonto. i. Bank dan nasabah menuangkan kesepakatan atas pembukaan dan penggunaan produk Sertifikat Deposito Syariah dalam bentuk perjanjian tertulis, menggunakan formulir, atau bentuk lain yang dapat dipersamakan dengan itu. j. Bank harus mengembalikan dana kepada nasabah (pemilik terakhir yang tercatat pada Bank) pada saat jatuh tempo. k. Bank memiliki sistem pencatatan dan pengadministrasian rekening yang memadai. 3. Karakteristik Sertifikat Deposito Syariah a. Bank dapat menetapkan target nasabah yaitu perorangan dan/atau nonperorangan. Nasabah nonperorangan dapat berupa lembaga keuangan syariah, lembaga keuangan konvensional, atau lembaga lain. b. Bank menetapkan jangka waktu Sertifikat Deposito Syariah paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan. c. Bank menetapkan nominal Sertifikat Deposito Syariah paling sedikit Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau ekuivalennya dalam valuta asing. d. Bank dapat memotong zakat atau infak bagi hasil yang diterima nasabah sesuai permintaan nasabah pada perjanjian Sertifikat Deposito Syariah. - 4 - 4. Sertifikat Deposito Syariah dipindahtangankan setelah dana Sertifikat Deposito Syariah digunakan dalam kegiatan usaha penerbit Sertifikat Deposito Syariah. 5. Sertifikat Deposito Syariah dapat dipindahtangankan sebelum jatuh tempo. 6. Transaksi pemindahtanganan Sertifikat Deposito Syariah dilakukan dengan menggunakan akad jual beli (bai') dengan harga yang disepakati. Dalam hal tertentu, pemindahtanganan Sertifikat Deposito Syariah dapat dilakukan antara lain karena warisan dan hibah yang didukung dengan surat pernyataan kesesuaian syariah dari Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia. 7. Sertifikat Deposito Syariah dapat diperdagangkan secara repurchase agreement (repo) berdasarkan Prinsip Syariah di pasar sekunder. III. PERSYARATAN PENERBITAN SERTIFIKAT DEPOSITO SYARIAH A. Sertifikat Deposito dalam Bentuk Warkat 1. Bank dapat menerbitkan Sertifikat Deposito Syariah dalam bentuk warkat dalam mata uang rupiah dan/atau valuta asing tanpa terlebih dahulu mendapat persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan. 2. Bank yang dapat menerbitkan Sertifikat Deposito Syariah dalam bentuk warkat dalam valuta asing sebagaimana dimaksud pada angka 1 adalah Bank yang telah memperoleh persetujuan untuk melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing sesuai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai kegiatan usaha dan jaringan kantor berdasarkan modal inti bank dan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan mengenai produk dan aktivitas bank umum syariah dan unit usaha syariah. B. Sertifikat Deposito Syariah dalam Bentuk Tanpa Warkat 1. Bank dapat menerbitkan Sertifikat Deposito Syariah dalam bentuk tanpa warkat dalam mata uang rupiah dan/atau valuta asing. 2. Sesuai Pasal 3 ayat (2) POJK Sertifikat Deposito, Bank yang menerbitkan Sertifikat Deposito Syariah dalam bentuk tanpa warkat wajib mendapat persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan. - 5 - 3. Sesuai Pasal 3 ayat (3) POJK Sertifikat Deposito, persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud pada angka 2 diperlukan untuk Sertifikat Deposito Syariah dalam bentuk tanpa warkat yang pertama kali diterbitkan oleh Bank untuk seluruh jenis mata uang. 4. Bank yang dapat menerbitkan Sertifikat Deposito Syariah dalam bentuk tanpa warkat dalam valuta asing sebagaimana dimaksud pada angka 1 adalah Bank yang telah memperoleh persetujuan untuk melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing sesuai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai kegiatan usaha dan jaringan kantor berdasarkan modal inti bank dan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan mengenai produk dan aktivitas bank umum syariah dan unit usaha syariah. IV. TATA CARA PERMOHONAN PERSETUJUAN PENERBITAN SERTIFIKAT DEPOSITO SYARIAH DALAM BENTUK TANPA WARKAT 1. Bank harus mencantumkan rencana penerbitan Sertifikat Deposito Syariah dalam rencana bisnis Bank yang paling sedikit memuat informasi: a. deskripsi umum; b. rencana waktu penerbitan; c. tujuan penerbitan; d. strategi bisnis dan manfaat bagi Bank; e. risiko yang mungkin timbul; dan f. mitigasi risiko atas penerbitan. 2. Bank mengajukan surat permohonan persetujuan penerbitan Sertifikat Deposito Syariah yang disertai dengan dokumen pendukung yang paling sedikit memuat informasi: a. rencana waktu penerbitan; b. informasi mengenai fitur atau karakteristik: 1) jangka waktu Sertifikat Deposito Syariah; 2) jenis mata uang dalam rupiah dan/atau valuta asing; 3) target nilai nominal sesuai mata uang yang digunakan; 4) nisbah bagi hasil; dan 5) target pasar dan/atau nasabah; c. manfaat dan biaya bagi Bank; d. manfaat dan risiko bagi nasabah; - 6 - e. prosedur pelaksanaan (standard operating procedures) dan kewenangan termasuk sistem pemantauan dalam mengidentifikasi perubahan kepemilikan dan pencairan Sertifikat Deposito Syariah; f. g. kebijakan dan prosedur terkait dengan penerapan program APU dan PPT; hasil identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian terhadap risiko, baik bagi Bank maupun bagi nasabah; h. hasil analisis aspek hukum dan kepatuhan; i. opini syariah dari dewan pengawas syariah; j. sistem informasi akuntansi termasuk penjelasan singkat mengenai keterkaitan sistem informasi akuntansi dengan sistem akuntansi Bank secara keseluruhan, dan/atau sistem pencatatan administrasi; k. transparansi dan edukasi kepada nasabah, antara lain mengenai cara memiliki Sertifikat Deposito Syariah serta hak dan kewajiban nasabah; l. kesiapan operasional meliputi sumber daya manusia dan kesiapan teknologi informasi; m. dokumen terkait: 1) perjanjian kerjasama antara Bank yang menerbitkan Sertifikat Deposito Syariah dengan LPP; 2) kesiapan teknologi informasi Bank termasuk memastikan Bank dapat mengakses data kepemilikan Sertifikat Deposito Syariah terkini pada sistem LPP; dan 3) prosedur menjaga kerahasiaan data nasabah atas penatausahaan di Bank dan LPP dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan n. konsep akad atau perjanjian atau formulir aplikasi yang dilampiri dengan pendapat dari satuan kerja yang membidangi hukum yang menyatakan bahwa konsep akad atau perjanjian atau formulir aplikasi telah sesuai dengan ketentuan. 3. Bank mengajukan permohonan persetujuan penerbitan Sertifikat Deposito Syariah kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lama 60 (enam puluh) hari sebelum target waktu Bank mengajukan permohonan pencatatan Sertifikat Deposito Syariah dalam bentuk - 7 - tanpa warkat pada sistem LPP, dengan disertai dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada angka 2. Contoh: Bank A memiliki target waktu mengajukan permohonan pencatatan Sertifikat Deposito Syariah dalam bentuk tanpa warkat pada sistem LPP pada tanggal 3 November 2017 sehingga Bank A harus mengajukan permohonan persetujuan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat pada tanggal 4 September 2017. 4. Bank melakukan perjanjian kerjasama dalam pencatatan kepemilikan Sertifikat Deposito Syariah dengan LPP yang paling sedikit memuat: a. klausula bahwa LPP bertanggung jawab untuk menyediakan sistem yang digunakan dalam mencatat dan memantau perubahan kepemilikan serta melakukan distribusi bagi hasil, dan melakukan pencairan Sertifikat Deposito Syariah kepada nasabah; b. klausula bahwa LPP menjamin daftar pemegang Sertifikat Deposito Syariah yang disampaikan kepada Bank yang menerbitkan Sertifikat Deposito Syariah baik dalam bentuk informasi elektronik, dokumen elektronik, dan/atau hasil cetaknya sesuai dengan pencatatan dan pemindahbukuan Sertifikat Deposito Syariah pada LPP; c. klausula bahwa pencatatan dilakukan oleh LPP untuk dan atas nama Bank; d. klausula bahwa Bank menyatakan nama dalam daftar pemegang Sertifikat Deposito Syariah yang diterbitkan oleh LPP adalah pemilik Sertifikat Deposito Syariah yang sah; e. jangka waktu pelaksanaan kerjasama dan mekanisme perpanjangannya; f. syarat dan tata cara perubahan perjanjian; g. kondisi dan tata cara penghentian perjanjian; h. kerahasiaan data pemegang Sertifikat Deposito Syariah; dan i. klausula mengenai keadaan kahar (force majeure) dan penyelesaian sengketa. 5. Permohonan persetujuan penerbitan Sertifikat Deposito Syariah dalam bentuk tanpa warkat, disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan alamat: - 8 - a. Departemen Perbankan Syariah, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; b. Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat sesuai wilayah tempat kedudukan kantor pusat Bank; atau c. secara online dalam hal sarana penyampaian perizinan secara online telah tersedia. V. BUKTI PENERBITAN SERTIFIKAT DEPOSITO SYARIAH A. Sertifikat Deposito Syariah dalam Bentuk Warkat Sertifikat Deposito Syariah dalam bentuk warkat paling sedikit memuat: 1. tanda tangan pejabat Bank yang berwenang; 2. pada halaman depan paling sedikit memuat informasi: a. frasa “SERTIFIKAT DEPOSITO SYARIAH” dan “DAPAT DIPINDAHTANGANKAN” yang ditulis dalam huruf kapital dan berukuran besar; b. nomor seri warkat dan nomor rekening dalam penatausahaan di Bank; c. nama Bank, jenis jaringan kantor Bank, dan lokasi kantor Bank yang menerbitkan Sertifikat Deposito Syariah; d. nilai nominal sesuai mata uang yang digunakan; e. tanggal dan tempat penerbitan; f. tanggal jatuh tempo; g. nisbah bagi hasil; h. tanggal pembayaran bagi hasil; i. j. kegiatan usaha yang diinvestasikan (apabila menggunakan akad mudharabah muqayyadah); dan pernyataan Bank yang menerbitkan Sertifikat Deposito Syariah untuk membayar sejumlah nilai nominal Sertifikat Deposito Syariah pada tanggal yang ditetapkan dan bertempat di jaringan kantor Bank yang menerbitkan Sertifikat Deposito Syariah yang ditunjuk; - 9 - 3. pada halaman belakang paling sedikit memuat: a. klausula bahwa Sertifikat Deposito Syariah adalah simpanan dalam bentuk deposito yang sertifikat bukti penyimpanannya dapat dipindahtangankan; b. klausula bahwa Sertifikat Deposito Syariah dijamin sepanjang memenuhi ketentuan penjaminan Lembaga Penjamin Simpanan; c. klausula bahwa Bank dapat mengurangi nisbah keuntungan nasabah sepanjang mendapat persetujuan nasabah; d. klausula bahwa pencairan Sertifikat Deposito Syariah dilakukan pada tanggal jatuh tempo atau sesudah jatuh tempo dengan menyerahkan kembali warkat Sertifikat Deposito Syariah oleh pemilik terakhir yang tercatat di Bank atau yang dikuasakan; e. klausula dalam hal terjadi perubahan kepemilikan maka pemilik Sertifikat Deposito Syariah yang baru harus melapor kepada Bank dengan membawa warkat Sertifikat Deposito Syariah disertai dengan identitas diri dan nomor rekening bank untuk pembayaran bagi hasil setiap bulannya dan pembayaran pokok pada saat jatuh tempo, serta fotokopi dokumen identitas pemilik Sertifikat Deposito Syariah sebelumnya; f. informasi mengenai pihak Bank yang dapat dihubungi oleh pemegang Sertifikat Deposito Syariah; dan g. lembar untuk melakukan endosemen dengan contoh sebagai berikut: 1. Nama: Nomor identitas diri: Tanda tangan: 2. Nama: Nomor identitas diri: Tanda tangan: 3. Nama: Nomor identitas diri: Tanda tangan: 4. Nama: Nomor identitas diri: Tanda tangan: - 10 - B. Sertifikat Deposito Syariah dalam Bentuk Tanpa Warkat 1. Bukti penerbitan dan/atau pencatatan Sertifikat Deposito Syariah dalam bentuk tanpa warkat pada LPP, paling sedikit memuat: a. nama Bank yang menerbitkan Sertifikat Deposito Syariah; b. lokasi kantor Bank yang menerbitkan Sertifikat Deposito Syariah; c. data riwayat dokumen hukum pendirian Bank atau anggaran dasar berikut perubahannya; d. nomor seri Sertifikat Deposito Syariah; e. nominal Sertifikat Deposito Syariah; f. nisbah bagi hasil; g. tanggal pembayaran bagi hasil; h. kegiatan usaha yang diinvestasikan (apabila menggunakan akad mudharabah muqayyadah); i. tanggal jatuh tempo Sertifikat Deposito Syariah; j. nama agen penjual atau arranger; k. pernyataan bahwa bukti penerbitan dan/atau pencatatan Sertifikat Deposito Syariah dalam bentuk tanpa warkat yang didaftarkan pada LPP, diterbitkan atas nama LPP dan untuk kepentingan pemegang rekening LPP, yang selanjutnya untuk kepentingan pemegang Sertifikat Deposito Syariah; dan l. tanda tangan pejabat Bank. 2. Bukti penerbitan dan/atau pencatatan Sertifikat Deposito Syariah dalam bentuk tanpa warkat harus didaftarkan dan dicatatkan pada sistem LPP. 3. Bank membuat daftar rekapitulasi distribusi Sertifikat Deposito Syariah dalam bentuk tanpa warkat dari nasabah yang berhak untuk dicatatkan dalam sistem LPP. VI. PENERAPAN PROGRAM ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME Dalam melakukan kegiatan penerbitan dan transaksi pemindahtanganan Sertifikat Deposito Syariah, sesuai Pasal 12 POJK Sertifikat Deposito, Bank wajib menerapkan program APU dan PPT sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai APU dan PPT. - 11 - Disamping itu, pada kegiatan penerbitan dan transaksi Sertifikat Deposito Syariah harus memperhatikan pelaporan transaksi keuangan mencurigakan. VII. MANAJEMEN RISIKO Bank yang menerbitkan dan melakukan transaksi Sertifikat Deposito Syariah harus menerapkan manajemen risiko secara efektif dengan mengacu pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penerapan manajemen risiko bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah, paling sedikit mencakup: 1. pengawasan aktif direksi, dewan komisaris, dan dewan pengawas syariah; 2. kecukupan kebijakan dan prosedur manajemen risiko serta penetapan limit risiko; 3. kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko serta sistem informasi manajemen risiko; dan 4. sistem pengendalian intern yang menyeluruh. VIII. PERLINDUNGAN NASABAH Bank yang menerbitkan Sertifikat Deposito Syariah harus menerapkan prinsip perlindungan konsumen sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai perlindungan konsumen sektor jasa keuangan, antara lain: 1. menyediakan dan menyampaikan informasi mengenai Sertifikat Deposito Syariah kepada nasabah secara transparan, paling sedikit memuat: a. hak dan kewajiban nasabah, antara lain: 1) hak untuk memindahtangankan Sertifikat Deposito Syariah kepada pihak lain; 2) kewajiban bagi pemilik pertama untuk memiliki rekening pada Bank yang menerbitkan Sertifikat Deposito Syariah dalam bentuk warkat; dan 3) kewajiban untuk membuka rekening khusus sebelum nasabah memiliki Sertifikat Deposito Syariah dalam bentuk tanpa warkat; b. manfaat, risiko, dan biaya; c. nisbah bagi hasil; - 12 - d. pembayaran nominal Sertifikat Deposito Syariah pada saat jatuh tempo dan bagi hasil; e. syarat dan ketentuan, termasuk syarat Sertifikat Deposito Syariah agar memenuhi klausula penjaminan oleh Lembaga Penjamin Simpanan; dan f. hukum yang berlaku yaitu hukum Indonesia; 2. menggunakan kata, istilah, frasa, dan/atau kalimat yang sederhana dalam Bahasa Indonesia yang mudah dimengerti dalam dokumen Sertifikat Deposito Syariah. IX. P ELAPORAN TRANSAKSI SERTIFIKAT DEPOSITO SYARIAH 1. Bank harus melakukan pelaporan transaksi Sertifikat Deposito Syariah dengan mengacu pada ketentuan peraturan perundang- undangan mengenai laporan stabilitas moneter dan sistem keuangan bulanan bank umum syariah dan unit usaha syariah, antara lain: a. Sertifikat Deposito Syariah yang dimiliki oleh nasabah bukan bank dicatat dan dilaporkan dalam daftar rincian dana investasi; dan b. Sertifikat Deposito Syariah yang dimiliki oleh bank dicatat dan dilaporkan dalam daftar rincian liabilitas kepada bank lain. 2. Dalam hal Sertifikat Deposito Syariah belum terdapat dalam Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah maka Bank harus melakukan pelaporan transaksi Sertifikat Deposito Syariah sebagai berikut: a. Sertifikat Deposito Syariah yang dimiliki oleh nasabah bukan bank dicatat dan dilaporkan sebagai “lain-lain” dalam daftar rincian rupa-rupa liabilitas; dan b. Sertifikat Deposito Syariah yang dimiliki oleh bank dicatat dan dilaporkan sebagai “lainnya” dalam daftar rincian liabilitas kepada bank lain. - 13 - X. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 18 September 2017 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN, OTORITAS JASA KEUANGAN ttd HERU KRISTIYANA Salinan ini sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 49/SEOJK.03/2017 </reg_id> <reg_title> TATA CARA PENERBITAN SERTIFIKAT DEPOSITO SYARIAH </reg_title> <set_date> 18 September 2017 </set_date> <effective_date> 18 September 2017 </effective_date> <related_reg> '10/POJK.03/2015' </related_reg>
-*-* Yth. 1. Direksi Perusahaan Asuransi Umum Syariah; 2. Direksi Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah; 3. Direksi Perusahaan Asuransi yang Menyelenggarakan Sebagian Usahanya Berdasarkan Prinsip Syariah, di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 18 /SEOJK.05/2016 TENTANG PELAPORAN PRODUK ASURANSI BAGI PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH DAN PERUSAHAAN ASURANSI YANG MENYELENGGARAKAN SEBAGIAN USAHANYA BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH Sehubungan dengan amanat ketentuan Pasal 44 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 23/POJK.05/2015 tentang Produk Asuransi dan Pemasaran Produk Asuransi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 287, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5770), perlu untuk mengatur lebih lanjut mengenai tata cara, bentuk, dan format pelaporan produk asuransi dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM 1. Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: a. Produk Asuransi adalah: 1) program yang menjanjikan perlindungan terhadap 1 (satu) jenis atau lebih risiko yang dapat diasuransikan yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti dengan memberikan penggantian kepada pemegang polis, tertanggung, atau peserta karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita pemegang polis, tertanggung, atau peserta, atau pemberian jaminan pemenuhan kewajiban pihak yang dijamin kepada - 2 - pihak yang lain apabila pihak yang dijamin tersebut tidak dapat memenuhi kewajibannya; 2) program yang menjanjikan perlindungan terhadap 1 (satu) jenis atau lebih risiko yang terkait dengan meninggalnya seseorang yang dipertanggungkan, hidup dan meninggalnya seseorang yang dipertanggungkan, atau anuitas asuransi jiwa; 3) program yang menjanjikan perlindungan terhadap 1 (satu) jenis atau lebih risiko yang terkait dengan keadaan kesehatan fisik seseorang atau menurunnya kondisi kesehatan seseorang yang dipertanggungkan; dan/atau 4) program yang menjanjikan perlindungan terhadap 1 (satu) jenis atau lebih risiko dengan memberikan penggantian atau pembayaran kepada pemegang polis, tertanggung, atau peserta atau pihak lain yang berhak dalam hal terjadi kecelakaan. b. Produk Asuransi Yang Dikaitkan Dengan Investasi yang selanjutnya disebut PAYDI adalah Produk Asuransi yang paling sedikit memberikan perlindungan terhadap risiko kematian dan memberikan manfaat yang mengacu pada hasil investasi dari kumpulan dana yang khusus dibentuk untuk Produk Asuransi baik yang dinyatakan dalam bentuk unit maupun bukan unit. c. Produk Asuransi Bersama adalah Produk Asuransi yang dirancang untuk dipasarkan dan ditanggung atau dikelola risikonya oleh 2 (dua) atau lebih perusahaan asuransi. d. Produk Asuransi Standar adalah Produk Asuransi yang memenuhi kriteria sebagaimana diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 23/POJK.05/2015 tentang Produk Asuransi dan Pemasaran Produk Asuransi. e. Produk Asuransi Mikro adalah Produk Asuransi yang didesain untuk memberikan perlindungan atas risiko keuangan yang dihadapi masyarakat berpenghasilan rendah. f. Polis Asuransi adalah akta perjanjian asuransi atau dokumen lain yang dipersamakan dengan akta perjanjian asuransi, serta dokumen lain yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan perjanjian asuransi, yang dibuat secara - 3 - tertulis dan memuat perjanjian antara pihak perusahaan asuransi dan pemegang polis. g. Kontribusi adalah sejumlah uang yang ditetapkan oleh perusahaan asuransi syariah dan disetujui oleh pemegang polis untuk dibayarkan berdasarkan perjanjian asuransi syariah untuk memperoleh manfaat dari dana tabarru’ dan/atau dana investasi peserta dan untuk membayar biaya pengelolaan atau sejumlah uang yang ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mendasari program asuransi wajib untuk memperoleh manfaat. h. Perusahaan Asuransi Syariah adalah perusahaan asuransi umum syariah dan perusahaan asuransi jiwa syariah. i. Perusahaan Asuransi Umum Syariah adalah perusahaan yang menyelenggarakan usaha asuransi umum syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian. j. Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah adalah perusahaan yang menyelenggarakan usaha asuransi jiwa syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian. k. Direksi adalah: 1) bagi Perusahaan Asuransi Syariah dan perusahaan asuransi yang menyelenggarakan sebagian usahanya berdasarkan prinsip syariah yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas adalah direksi sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai perseroan terbatas; 2) bagi Perusahaan Asuransi Syariah dan perusahaan asuransi yang menyelenggarakan sebagian usahanya berdasarkan prinsip syariah yang berbentuk badan hukum koperasi adalah pengurus sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai perkoperasian; atau 3) bagi Perusahaan Asuransi Syariah dan perusahaan asuransi yang menyelenggarakan sebagian usahanya berdasarkan prinsip syariah yang berbentuk badan hukum usaha bersama adalah direksi sebagaimana dimaksud dalam anggaran dasar perusahaan. - 4 - l. Aktuaris Perusahaan adalah aktuaris yang ditunjuk dan merupakan karyawan Perusahaan Asuransi Syariah atau perusahaan asuransi yang menyelenggarakan sebagian usahanya berdasarkan prinsip syariah. m. Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK adalah Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. 2. Surat Edaran OJK ini mengatur tata cara, bentuk, dan format pelaporan Produk Asuransi bagi: a. Perusahaan Asuransi Syariah; dan b. perusahaan asuransi yang menyelenggarakan sebagian usahanya berdasarkan prinsip syariah, dalam rangka pelaporan Produk Asuransi dengan prinsip syariah. II. BENTUK DAN FORMAT PELAPORAN PERSETUJUAN PRODUK ASURANSI 1. Produk Asuransi yang wajib dilaporkan oleh Perusahaan Asuransi Syariah dan perusahaan asuransi yang menyelenggarakan sebagian usahanya berdasarkan prinsip syariah kepada OJK untuk memperoleh surat persetujuan adalah: a. Produk Asuransi baru yang belum pernah dipasarkan selain Produk Asuransi Standar; dan b. Produk Asuransi baru selain Produk Asuransi Standar yang sudah pernah dipasarkan yang mengalami perubahan meliputi: 1) risiko yang ditanggung termasuk pengecualian atau pembatasan penyebab risiko yang ditanggung; 2) rumusan Kontribusi; 3) perubahan kategori risiko; 4) asumsi yang terkait dengan pembentukan rumusan Kontribusi; dan/atau 5) metode perhitungan nilai tunai. 2. Pelaporan Produk Asuransi untuk memperoleh surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada angka 1 harus dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut: a. formulir pelaporan persetujuan Produk Asuransi baru; b. proyeksi pendapatan Kontribusi dan pengeluaran yang dikaitkan dengan pemasaran Produk Asuransi baru untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun; - 5 - c. deskripsi Produk Asuransi baru; d. spesimen Polis Asuransi; dan e. surat pernyataan dewan pengawas syariah. 3. Selain kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 2, pelaporan Produk Asuransi baru yang berupa Produk Asuransi Bersama dilengkapi pula dengan dokumen: a. perjanjian tertulis, apabila Produk Asuransi Bersama tersebut merupakan Produk Asuransi baru sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a; atau b. surat persetujuan atau surat pencatatan terakhir Produk Asuransi Bersama, apabila Produk Asuransi Bersama tersebut merupakan Produk Asuransi baru sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf b. 4. Formulir pelaporan persetujuan Produk Asuransi baru sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf a harus disusun sesuai dengan bentuk dan format sebagai berikut: a. untuk Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah dan perusahaan asuransi jiwa yang menyelenggarakan sebagian usahanya berdasarkan prinsip syariah, yang melaporkan Produk Asuransi selain PAYDI dan Produk Asuransi Bersama sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I; b. untuk Perusahaan Asuransi Umum Syariah dan perusahaan asuransi umum yang menyelenggarakan sebagian usahanya berdasarkan prinsip syariah, yang melaporkan Produk Asuransi selain PAYDI, dan Produk Asuransi Bersama sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II; c. untuk Perusahaan Asuransi Syariah dan perusahaan asuransi yang menyelenggarakan sebagian usahanya berdasarkan prinsip syariah, yang melaporkan PAYDI sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III; atau d. untuk Perusahaan Asuransi Syariah dan perusahaan asuransi yang menyelenggarakan sebagian usahanya berdasarkan prinsip syariah, yang melaporkan Produk Asuransi Bersama sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IV, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini. - 6 - 5. Perusahaan Asuransi Syariah dan perusahaan asuransi yang menyelenggarakan sebagaian usahanya berdasarkan prinsip syariah harus menyampaikan lebih dari 1 (satu) formulir pelaporan persetujuan Produk Asuransi baru sebagaimana dimaksud pada angka 4 dalam hal: a. pelaporan PAYDI yang merupakan Produk Asuransi Bersama dengan menggunakan formulir sebagaimana dimaksud pada angka 4 huruf c dan huruf d; atau b. pelaporan Produk Asuransi selain huruf a yang membutuhkan kombinasi formulir sebagaimana dimaksud pada angka 4 sesuai dengan karakteristik Produk Asuransi yang dilaporkan. 6. Deskripsi Produk Asuransi sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf c harus disusun sesuai dengan bentuk dan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran V yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini. 7. Surat pernyataan dewan pengawas syariah sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf e harus disusun sesuai dengan bentuk dan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran VI yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini. III. BENTUK DAN FORMAT PELAPORAN PENCATATAN PRODUK ASURANSI 1. Produk Asuransi yang wajib dilaporkan oleh Perusahaan Asuransi Syariah dan Perusahaan Asuransi yang menyelenggarakan sebagian usahanya berdasarkan prinsip syariah kepada OJK untuk memperoleh surat pencatatan adalah: a. Produk Asuransi baru yang berupa Produk Asuransi Standar; dan b. Produk Asuransi yang telah dipasarkan yang mengalami perubahan selain perubahan sebagaimana dimaksud dalam romawi II angka 1 huruf b dengan ketentuan: 1) Produk Asuransi dimaksud dipasarkan kepada tertanggung orang perorangan; atau 2) Produk Asuransi dimaksud dipasarkan kepada tertanggung selain orang perorangan, yang pernah dihentikan pemasarannya. - 7 - 2. Pelaporan Produk Asuransi baru yang berupa Produk Asuransi Standar sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a harus dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut: a. formulir pelaporan pencatatan Produk Asuransi baru; b. deskripsi Produk Asuransi baru; c. surat pernyataan dewan pengawas syariah; dan d. perjanjian tertulis, khusus untuk Produk Asuransi Bersama. 3. Formulir pelaporan pencatatan Produk Asuransi baru sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf a harus disusun sesuai dengan bentuk dan format sebagai berikut: a. untuk Perusahaan Asuransi Syariah dan perusahaan asuransi yang menyelenggarakan sebagian usahanya berdasarkan prinsip syariah, yang melaporkan Produk Asuransi Standar selain Produk Asuransi Bersama sebagaimana dimaksud dalam Lampiran VII; atau b. untuk Perusahaan Asuransi Syariah dan perusahaan asuransi yang menyelenggarakan sebagian usahanya berdasarkan prinsip syariah, yang melaporkan Produk Asuransi Standar yang merupakan Produk Asuransi Bersama sebagaimana dimaksud dalam Lampiran VIII. yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini. 4. Pelaporan pencatatan Produk Asuransi yang telah dipasarkan yang mengalami perubahan sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf b harus dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut: a. formulir pelaporan pencatatan perubahan Produk Asuransi; b. surat persetujuan atau surat pencatatan terakhir atas Produk Asuransi atau Produk Asuransi Bersama sebelum perubahan; c. deskripsi Produk Asuransi; d. matriks perbandingan Produk Asuransi sebelum dan sesudah perubahan; dan e. spesimen Polis Asuransi setelah perubahan, khusus untuk Produk Asuransi selain Produk Asuransi Standar. - 8 - 5. Formulir pelaporan pencatatan perubahan Produk Asuransi sebagaimana dimaksud pada angka 4 huruf a harus disusun sesuai dengan bentuk dan format sebagai berikut: a. untuk Perusahaan Asuransi Syariah dan perusahaan asuransi yang menyelenggarakan sebagian usahanya berdasarkan prinsip syariah, yang melaporkan perubahan Produk Asuransi selain Produk Asuransi Bersama sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IX; atau b. untuk Perusahaan Asuransi Syariah dan perusahaan asuransi yang menyelenggarakan sebagian usahanya berdasarkan prinsip syariah, yang melaporkan perubahan Produk Asuransi Bersama sebagaimana dimaksud dalam Lampiran X, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini. 6. Deskripsi Produk Asuransi sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf b dan angka 4 huruf c harus disusun sesuai dengan bentuk dan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran V yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini. IV. TATA CARA PENYAMPAIAN LAPORAN PRODUK ASURANSI 1. Perusahaan Asuransi Syariah dan perusahaan asuransi yang menyelenggarakan sebagian usahanya berdasarkan prinsip syariah wajib melaporkan Produk Asuransi kepada OJK sesuai bentuk dan format sebagaimana dimaksud dalam lampiran Surat Edaran OJK ini. 2. Laporan Produk Asuransi sebagaimana dimaksud pada angka 1, disampaikan kepada OJK secara online melalui sistem jaringan komunikasi data OJK. 3. Dalam hal sistem jaringan komunikasi data OJK sebagaimana dimaksud pada angka 2 belum tersedia atau terjadi gangguan teknis pada saat penyampaian laporan Produk Asuransi, laporan Produk Asuransi sebagaimana dimaksud pada angka 1, disampaikan kepada OJK secara offline. 4. Laporan Produk Asuransi secara offline sebagaimana dimaksud pada angka 3, harus disampaikan dalam bentuk data elektronik melalui compact disc (CD) atau media penyimpanan data elektronik lainnya, - 9 - dan khusus bagian A.I dan/atau B.I dari deskripsi Produk Asuransi sebagaimana dimaksud dalam Lampiran V yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini disusun dalam format spreadsheet. 5. Apabila gangguan teknis sebagaimana dimaksud pada angka 3 dialami oleh OJK, OJK mengumumkan melalui situs web OJK pada hari yang sama saat terjadinya gangguan teknis. 6. Penyampaian laporan Produk Asuransi sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan angka 3, dilengkapi surat pengantar yang ditandatangani oleh: a. Direksi; atau b. Direksi dari Perusahaan Asuransi Syariah dan perusahaan asuransi yang menyelenggarakan sebagian usahanya berdasarkan prinsip syariah yang ditunjuk menjadi ketua dalam pemasaran Produk Asuransi Bersama. 7. Penyampaian laporan Produk Asuransi secara offline sebagaimana dimaksud pada angka 3 ditujukan kepada: Otoritas Jasa Keuangan u.p. Direktur IKNB Syariah Gedung Menara Merdeka Mailing Room Lantai 12 Jl. Budi Kemuliaan I No.2 Jakarta Pusat 8. Penyampaian pelaporan Produk Asuransi secara offline sebagaimana dimaksud pada angka 3 dapat dilakukan dengan salah satu cara sebagai berikut: a. diserahkan langsung ke kantor OJK; b. dikirim melalui kantor pos tercatat; atau c. dikirim melalui perusahaan jasa pengiriman, sesuai dengan alamat sebagaimana dimaksud pada angka 7. 9. Perusahaan Asuransi Syariah dan perusahaan asuransi yang menyelenggarakan sebagian usahanya berdasarkan prinsip syariah dinyatakan telah menyampaikan laporan Produk Asuransi dengan ketentuan sebagai berikut: a. untuk penyampaian secara online melalui sistem jaringan komunikasi data OJK, dibuktikan dengan tanda terima dari OJK; atau - 10 - b. untuk penyampaian secara offline, dibuktikan dengan: 1) surat tanda terima dari OJK, apabila laporan disertakan langsung ke kantor OJK sebagaimana dimaksud pada angka 8 huruf a; atau 2) tanda terima pengiriman dari kantor pos atau perusahaan jasa pengiriman, apabila laporan dikirim melalui kantor pos atau perusahaan jasa pengiriman sebagaimana dimaksud pada angka 8 huruf b dan huruf c. 10. Dalam hal terdapat perubahan alamat kantor OJK untuk penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada angka 7, OJK akan menyampaikan pemberitahuan mengenai perubahan alamat melalui surat atau pengumuman. V. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran OJK ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 1 Juni 2016 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERASURANSIAN, DANA PENSIUN, LEMBAGA Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana PEMBIAYAAN, DAN LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA OTORITAS JASA KEUANGAN, ttd FIRDAUS DJAELANI
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 18/SEOJK.05/2016 </reg_id> <reg_title> PELAPORAN PRODUK ASURANSI BAGI PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH DAN PERUSAHAAN ASURANSI YANG MENYELENGGARAKAN SEBAGIAN USAHANYA BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH </reg_title> <set_date> 1 Juni 2016 </set_date> <effective_date> 1 Juni 2016 </effective_date> <related_reg> '23/POJK.05/2015 | Pasal 44' </related_reg>
Yth. 1. Direksi Bank Umum Konvensional; dan 2. Direksi Bank Umum Syariah, di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 33/SEOJK.03/2017 TENTANG PERSYARATAN BANK UMUM UNTUK MELAKUKAN KEGIATAN USAHA DALAM VALUTA ASING Sehubungan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 6/POJK.03/2016 tentang Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor Berdasarkan Modal Inti Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5842), Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 18/POJK.03/2016 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5861), Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 65/POJK.03/2016 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 298, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5988), dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 24/POJK.03/2015 tentang Produk dan Aktivitas Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 289, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5771), serta sehubungan dengan beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan jasa keuangan di sektor perbankan dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan, perlu untuk mengatur pelaksanaan mengenai persyaratan bank umum untuk melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: - 2 - I. KETENTUAN UMUM 1. Kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh Bank Umum dikelompokkan berdasarkan Modal Inti yang dimiliki, yang selanjutnya disebut Bank Umum berdasarkan Kegiatan Usaha (BUKU). Pengelompokan Bank Umum berdasarkan Kegiatan Usaha dimaksud terdiri dari 4 (empat) BUKU, yaitu BUKU 1, BUKU 2, BUKU 3, dan BUKU 4. 2. Kegiatan Usaha dalam valuta asing hanya dapat dilakukan oleh Bank yang termasuk dalam kelompok BUKU 2, BUKU 3, dan BUKU 4. Bank yang termasuk kelompok BUKU 1 hanya dapat melakukan kegiatan sebagai Pedagang Valuta Asing (PVA). 3. Bank yang termasuk dalam kelompok BUKU 2, BUKU 3, dan BUKU 4 dapat melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing sepanjang telah memperoleh persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan. 4. Bank yang memperoleh persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan untuk melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing disebut juga sebagai bank yang melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing. 5. Dalam rangka penerapan prinsip kehati-hatian dan aspek pengawasan terhadap Kegiatan Usaha dalam valuta asing yang dilakukan Bank, Otoritas Jasa Keuangan menetapkan persyaratan bagi Bank untuk melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. II. KEGIATAN USAHA DALAM VALUTA ASING 1. Kegiatan Usaha dalam valuta asing merupakan seluruh Kegiatan Usaha Bank yang meliputi penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas dalam valuta asing. 2. Cakupan Kegiatan Usaha dalam valuta asing mengacu pada Kegiatan Usaha yang dapat dilakukan untuk masing-masing BUKU sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai kegiatan usaha dan jaringan kantor berdasarkan modal inti bank. 3. Dalam hal bank yang telah mendapatkan persetujuan untuk melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing akan menawarkan produk dan/atau aktivitas yang memiliki Risiko dan kompleksitas yang tinggi maka Bank harus memperoleh persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan sebelum melakukan penerbitan produk dan/atau aktivitas tersebut. Contoh produk dan/atau aktivitas yang memiliki Risiko dan/atau kompleksitas - 3 - yang tinggi antara lain structured product dan produk keuangan luar negeri (offshore product). III. PERSYARATAN DAN PERSETUJUAN KEGIATAN USAHA DALAM VALUTA ASING A. Persyaratan untuk Melakukan Kegiatan Usaha dalam Valuta Asing 1. Bank yang mengajukan permohonan untuk melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. tingkat kesehatan Bank dengan peringkat komposit 1 (satu) atau peringkat komposit 2 (dua) selama 18 (delapan belas) bulan terakhir; b. memiliki Modal Inti paling sedikit Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah); dan c. memenuhi rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) sesuai profil Risiko untuk penilaian KPMM terakhir sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai kewajiban penyediaan modal minimum bank umum dan ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai kewajiban penyediaan modal minimum bank umum syariah, dengan persyaratan dalam hal KPMM sesuai profil Risiko kurang dari 10% (sepuluh persen) maka KPMM ditetapkan paling sedikit 10% (sepuluh persen). 2. Kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri dapat melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing sepanjang telah memenuhi persyaratan Modal Inti sebagaimana dimaksud dalam angka 1.b yang berasal dari dana usaha yang telah dialokasikan sebagai Capital Equivalency Maintained Assets (CEMA) sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai kewajiban penyediaan modal minimum bank umum. 3. Unit Usaha Syariah (UUS) dapat mengajukan permohonan untuk melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing sepanjang Bank Umum Konvensional (BUK) yang menjadi induk telah mendapat persetujuan untuk melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing. - 4 - B. Pengajuan Permohonan untuk Melakukan Kegiatan Usaha dalam Valuta Asing 1. Bank yang akan melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing harus mencantumkan rencana dimaksud dalam Rencana Bisnis Bank (RBB) untuk tahun yang sama dengan tahun pengajuan permohonan. 2. Rencana Kegiatan Usaha dalam valuta asing yang tercantum pada RBB paling sedikit memuat: a. tujuan dan manfaat Kegiatan Usaha dalam valuta asing bagi Bank, yang antara lain meliputi: 1) hasil penilaian singkat terhadap peluang pasar atas Kegiatan Usaha dalam valuta asing dan potensi permintaan produk dan/atau aktivitas dalam valuta asing yang mendukung perkembangan bisnis para nasabah Bank; dan 2) strategi Bank dalam mengembangkan Kegiatan Usaha dalam valuta asing untuk mendukung bisnis Bank secara umum; b. cakupan Kegiatan Usaha dalam valuta asing, termasuk penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas baru yang akan dilakukan Bank; dan c. penjelasan singkat mengenai struktur organisasi, sumber daya manusia, dan sistem informasi yang akan dipersiapkan dalam rangka pelaksanaan Kegiatan Usaha dalam valuta asing. 3. Bank yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam butir A.1 dan butir B.1 dapat mengajukan permohonan untuk melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing kepada Otoritas Jasa Keuangan disertai dengan: a. dokumen pendukung terkait persiapan Bank dalam rangka pelaksanaan Kegiatan Usaha dalam valuta asing paling sedikit meliputi: 1) studi kelayakan usaha (feasibility study) Kegiatan Usaha dalam valuta asing, antara lain seperti potensi ekonomi, peluang pasar (penghimpunan dana dan penyaluran dana), tingkat persaingan antar bank, dan proyeksi pertumbuhan neraca terkait dengan produk dan/atau aktivitas dalam valuta asing selama 12 (dua belas) bulan; 2) kesiapan penerapan manajemen risiko atas Kegiatan Usaha dalam valuta asing dengan mengacu pada ketentuan Otoritas - 5 - Jasa Keuangan yang mengatur mengenai penerapan manajemen risiko bagi bank umum atau ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai penerapan manajemen risiko bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah; 3) prosedur pelaksanaan (standard operating procedure); 4) kesiapan struktur organisasi, sumber daya manusia, dan sistem informasi yang digunakan; 5) rencana penerapan program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU PPT); dan 6) kesiapan hubungan korespondensi dengan bank di luar negeri; dan b. daftar kantor cabang Bank yang akan melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing. 4. Pengajuan permohonan untuk melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing bagi UUS sebagaimana dimaksud dalam butir A.3 dilakukan dengan mengacu pada ketentuan peraturan perundang- undangan mengenai unit usaha syariah. 5. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan Bank untuk melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing paling lama 60 (enam puluh) hari setelah seluruh persyaratan dipenuhi dan dokumen permohonan diterima secara lengkap oleh Otoritas Jasa Keuangan. 6. Dalam hal masih diperlukan tambahan dokumen dan/atau penjelasan berkenaan dengan evaluasi yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan dalam proses memberikan persetujuan, batas waktu 60 (enam puluh) hari dihitung sejak Bank melengkapi dokumen dan/atau memberikan penjelasan yang diminta oleh Otoritas Jasa Keuangan. 7. Bank yang telah mendapatkan persetujuan untuk melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing harus melaksanakan Kegiatan Usaha dalam valuta asing paling lama 6 (enam) bulan sejak persetujuan diberikan. Apabila dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak persetujuan diberikan oleh Otoritas Jasa Keuangan, Bank tidak melaksanakan Kegiatan Usaha dalam valuta asing, persetujuan Otoritas Jasa Keuangan menjadi tidak berlaku. - 6 - 8. Dalam hal persetujuan Otoritas Jasa Keuangan sudah tidak berlaku sebagaimana dimaksud dalam angka 7 namun Bank tetap akan melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing, Bank harus menyampaikan kembali permohonan persetujuan untuk melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing kepada Otoritas Jasa Keuangan. IV. PENURUNAN MODAL INTI DAN PENCABUTAN PERSETUJUAN OTORITAS JASA KEUANGAN ATAS KEGIATAN USAHA DALAM VALUTA ASING A. Penurunan Modal Inti Bank 1. Bank yang mengalami penurunan Modal Inti sehingga menjadi tidak sesuai dengan persyaratan Modal Inti untuk melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing sebagaimana dimaksud dalam butir III.A.1.b selama 3 (tiga) bulan berturut-turut, menyampaikan rencana tindak (action plan) dalam rangka: a. pemenuhan persyaratan Modal Inti; atau b. penyesuaian Kegiatan Usaha dalam valuta asing. 2. Rencana tindak (action plan) sebagaimana dimaksud dalam angka 1 disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat pada bulan keempat sejak terjadinya penurunan Modal Inti. Contoh: Bank “X” melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing. Pada posisi bulan Agustus 2017, modal inti Bank “X” adalah sebesar Rp1.050.000.000.000,00 (satu triliun lima puluh miliar rupiah). Pada posisi bulan September, bulan Oktober, dan bulan November 2017, modal inti Bank “X” mengalami penurunan menjadi sebagai berikut: Bulan Modal Inti September Oktober November Rp980.000.000.000,00 Rp995.000.000.000,00 Rp960.000.000.000,00 Dengan demikian, rencana tindak (action plan) Bank “X” sudah harus diterima oleh Otoritas Jasa Keuangan paling lambat akhir bulan Desember 2017. 3. Rencana tindak (action plan) dalam rangka pemenuhan persyaratan Modal Inti sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a paling sedikit menjelaskan: a. penyebab penurunan Modal Inti; - 7 - b. upaya yang akan dilakukan terkait mekanisme dan tahapan untuk pemenuhan Modal Inti; dan c. hal lain yang perlu diinformasikan kepada Otoritas Jasa Keuangan. 4. Rencana tindak (action plan) dalam rangka penyesuaian Kegiatan Usaha dalam valuta asing sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b paling sedikit menjelaskan: a. daftar produk dan/atau aktivitas dalam valuta asing yang harus dihentikan termasuk nilai nominal (outstanding) dan sisa jangka waktu; b. rencana tahapan penurunan eksposur valuta asing serta waktu penyelesaian akhir Kegiatan Usaha dalam valuta asing, baik secara agregat maupun untuk masing-masing produk dan/atau aktivitas dalam valuta asing; c. rencana komunikasi atau pemberitahuan kepada nasabah dan/atau pemangku kepentingan (stakeholders) mengenai penghentian Kegiatan Usaha dalam valuta asing; dan d. hal lain yang perlu diinformasikan kepada Otoritas Jasa Keuangan. 5. Penyelesaian Kegiatan Usaha dalam valuta asing sebagaimana dimaksud dalam butir 4.b dapat disesuaikan dengan sisa jangka waktu masing-masing produk dan/atau aktivitas dalam valuta asing dengan batas waktu paling lama 3 (tiga) tahun. Contoh : Pada tanggal 1 Desember 2017, rencana tindak (action plan) penyelesaian kegiatan usaha dalam valuta asing pada Bank “X” telah disetujui dengan batas waktu penyelesaian sampai dengan tanggal 30 November 2020. Salah satu rencana tindak (action plan) terhadap penyelesaian kredit valuta asing yang diberikan kepada PT “Y” dengan jatuh tempo pada bulan Maret 2022 adalah target bahwa pada awal tahun 2020 kredit tersebut telah dialihkan kepada Bank lain. 6. Bank harus menyelesaikan rencana tindak (action plan) dalam rangka pemenuhan persyaratan Modal Inti sebagaimana dimaksud dalam angka 3 paling lama 1 (satu) tahun sejak rencana tindak (action plan) disetujui oleh Otoritas Jasa Keuangan. - 8 - 7. Bank yang telah memperoleh persetujuan atas rencana tindak (action plan) dalam rangka pemenuhan persyaratan Modal Inti sebagaimana dimaksud dalam angka 3 maka: a. Bank dapat melaksanakan Kegiatan Usaha dalam valuta asing termasuk melakukan transaksi baru dengan nasabah, sepanjang memenuhi tahapan pemenuhan Modal Inti yang telah disetujui Otoritas Jasa Keuangan; atau b. Bank tidak diperkenankan melakukan transaksi baru sampai dengan terpenuhinya persyaratan Modal Inti sebagaimana dimaksud dalam butir III.A.1.b dalam hal terjadi pelanggaran terhadap tahapan pemenuhan Modal Inti yang telah disetujui Otoritas Jasa Keuangan. 8. Bank yang tidak dapat memenuhi rencana tindak (action plan) dalam rangka pemenuhan persyaratan Modal Inti sebagaimana dimaksud dalam angka 3 dalam waktu 1 (satu) tahun sejak rencana tindak (action plan) disetujui oleh Otoritas Jasa Keuangan harus menyampaikan rencana tindak (action plan) dalam rangka penyesuaian Kegiatan Usaha dalam valuta asing sebagaimana dimaksud dalam angka 4. 9. Bank yang mengajukan rencana tindak (action plan) dalam rangka penyesuaian Kegiatan Usaha dalam valuta asing sebagaimana dimaksud dalam angka 4 tidak diperkenankan melakukan transaksi baru dalam valuta asing. 10. Transaksi baru sebagaimana dimaksud dalam angka 7 dan angka 9 meliputi: a. penerimaan nasabah baru; dan/atau b. kontrak baru untuk seluruh produk dan/atau aktivitas dalam valuta asing. 11. Bank sebagaimana dimaksud dalam angka 9 dapat melakukan kontrak baru dalam rangka penghimpunan dana sepanjang diperlukan dalam rangka penyelesaian sisa outstanding (kewajiban, komitmen, dan/atau kontinjen) dalam valuta asing dengan tetap memperhatikan tahapan penurunan eksposur dan jangka waktu penyelesaian Kegiatan Usaha dalam valuta asing sebagaimana dimaksud dalam butir 4.b dan angka 5, serta kepatuhan terhadap ketentuan lain seperti ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai posisi devisa neto. - 9 - Contoh : Pada tanggal 3 Januari 2017, Bank “A” menyetujui pemberian kredit investasi dalam valas kepada PT “B” dengan plafon sebesar USD150.000 (seratus lima puluh ribu dolar Amerika). Dikarenakan Bank “A” mengalami penurunan modal inti tiga bulan berturut-turut, Bank “A” mengajukan rencana tindak (action plan) dalam rangka penyesuaian Kegiatan Usaha dalam valuta asing yang disetujui oleh Otoritas Jasa Keuangan pada tanggal 3 Oktober 2017. Sampai dengan tanggal tersebut PT “B” telah melakukan penarikan atas fasilitas kredit tersebut sebesar USD100.000 (seratus ribu dolar Amerika). Dengan demikian, Bank “A” masih memiliki komitmen kepada PT “B” berupa sisa kelonggaran tarik kredit valas sebesar USD50.000 (lima puluh ribu dolar Amerika) yang rencana penarikannya diajukan PT “B” pada tanggal 18 November 2017. Dengan mempertimbangkan kondisi likuiditas valas yang hanya tersedia sebesar USD30.000 (tiga puluh ribu dolar Amerika), Bank “A” memutuskan untuk memenuhi kekurangan dana valuta asing sebesar USD20.000 (dua puluh ribu dolar Amerika) dengan menggunakan sumber dana pihak ketiga dalam rangka memenuhi komitmen terhadap PT “B”. B. Pencabutan Persetujuan Kegiatan Usaha dalam Valuta Asing 1. Bank menyampaikan laporan realisasi rencana tindak (action plan) dalam rangka penyesuaian Kegiatan Usaha dalam valuta asing paling lama 7 (tujuh) hari sejak berakhirnya jangka waktu rencana tindak (action plan). 2. Otoritas Jasa Keuangan mencabut persetujuan untuk melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing apabila jangka waktu rencana tindak (action plan) dalam rangka penyesuaian Kegiatan Usaha dalam valuta asing telah berakhir. V. PERLAKUAN TERHADAP BANK YANG MELAKUKAN PENGGABUNGAN, PELEBURAN, KONVERSI, DAN PEMISAHAN (SPIN OFF) 1. Dalam hal terjadi penggabungan atau peleburan antara 2 (dua) Bank atau lebih, Bank hasil penggabungan atau peleburan tetap dapat melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing dalam hal: - 10 - a. paling sedikit terdapat 1 (satu) Bank yang melakukan penggabungan atau peleburan telah memperoleh persetujuan untuk melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing sebelum penggabungan atau peleburan dilakukan; b. Bank hasil penggabungan atau peleburan telah memenuhi persyaratan Modal Inti sebagaimana dimaksud dalam butir III.A.1.b; dan c. Bank hasil penggabungan atau peleburan memberitahukan kepada Otoritas Jasa Keuangan dan mendapatkan penegasan dari Otoritas Jasa Keuangan mengenai rencana penggunaan persetujuan untuk melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing yang telah dimiliki oleh salah satu bank peserta penggabungan atau peleburan. 2. Dalam hal terjadi perubahan kegiatan usaha (konversi) BUK menjadi Bank Umum Syariah (BUS) dan BUK dimaksud telah memperoleh persetujuan untuk melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing sebelum konversi dilakukan, Bank hasil konversi tetap dapat melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing dengan memberitahukan kepada Otoritas Jasa Keuangan dan mendapatkan penegasan dari Otoritas Jasa Keuangan. 3. Dalam hal UUS melakukan pemisahan (spin off) dari BUK yang menjadi induknya, diatur sebagai berikut: a. Dalam hal UUS yang telah memperoleh persetujuan untuk melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing melakukan pemisahan (spin off) menjadi BUS maka BUS hasil pemisahan (spin off) tetap dapat melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing sepanjang telah memenuhi persyaratan Modal Inti sebagaimana dimaksud dalam butir III.A.1.b dan telah memberitahukan kepada Otoritas Jasa Keuangan serta mendapatkan penegasan dari Otoritas Jasa Keuangan. b. Dalam hal UUS yang telah memperoleh persetujuan untuk melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing melakukan pemisahan (spin off) dan pada saat yang sama bergabung dengan BUS atau BUK yang melakukan perubahan kegiatan usaha (konversi) menjadi BUS maka BUS dimaksud dapat melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing sepanjang telah memenuhi persyaratan Modal Inti sebagaimana dimaksud dalam butir III.A.1.b dan telah - 11 - memberitahukan kepada Otoritas Jasa Keuangan serta mendapatkan penegasan dari Otoritas Jasa Keuangan. VI. KETENTUAN LAIN – LAIN 1. Perubahan daftar kantor cabang Bank yang akan melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing harus dilaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan. 2. Pengajuan permohonan untuk melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing sebagaimana dimaksud dalam butir III.B.3 dan pemberitahuan untuk melanjutkan Kegiatan Usaha dalam valuta asing sebagaimana dimaksud dalam butir V, disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan alamat sebagai berikut: a. Bank Umum Konvensional 1) Departemen Pengawasan Bank terkait, bagi BUK yang berkantor pusat atau kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri yang berada di wilayah Provinsi DKI Jakarta; atau 2) Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat sesuai wilayah tempat kedudukan kantor pusat Bank. b. Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah 1) Departemen Perbankan Syariah bagi BUS dan UUS yang berkantor pusat di wilayah Provinsi DKI Jakarta; atau 2) Kantor Regional atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat bagi BUS dan UUS yang berkantor pusat di luar wilayah Provinsi DKI Jakarta. 3. Pengajuan rencana tindak (action plan) sebagaimana dimaksud dalam butir IV.A.1 serta laporan perubahan daftar kantor cabang Bank yang akan melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing sebagaimana dimaksud dalam angka 1, disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan alamat sebagai berikut: a. Bank Umum Konvensional 1) Departemen Pengawasan Bank terkait, bagi BUK yang berkantor pusat atau kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri yang berada di wilayah Provinsi DKI Jakarta; atau 2) Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat sesuai wilayah tempat kedudukan kantor pusat Bank. - 12 - b. Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah 1) Departemen Perbankan Syariah bagi BUS dan UUS yang berkantor pusat di wilayah Provinsi DKI Jakarta; atau 2) Kantor Regional atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat bagi BUS dan UUS yang berkantor pusat di luar wilayah Provinsi DKI Jakarta. VII. KETENTUAN PERALIHAN 1. Dalam hal Bank yang dimiliki Pemerintah Daerah telah memiliki izin sebagai bank yang melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing namun belum memenuhi kewajiban pemenuhan modal inti minimum yaitu sebesar Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah), wajib mengajukan rencana tindak (action plan) untuk menyesuaikan Kegiatan Usaha atau meningkatkan Modal Inti paling lambat akhir bulan Juni 2018 sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor Berdasarkan Modal Inti Bank. 2. Bank sebagaimana dimaksud dalam angka 1 yang tidak dapat memenuhi persyaratan Modal Inti atau yang memilih untuk menyesuaikan Kegiatan Usaha dalam valuta asing, dapat melakukan kegiatan sebagai PVA sepanjang mendapatkan persetujuan sebagai PVA dari Otoritas Jasa Keuangan. VIII. PENUTUP Pada saat Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku, Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/27/DPNP perihal Persyaratan Bank Umum untuk Melakukan Kegiatan Usaha dalam Valuta Asing dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. - 13 - Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 7 Juli 2017 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN OTORITAS JASA KEUANGAN, ttd NELSON TAMPUBOLON Salinan ini sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 3/SEOJK.03/2017 </reg_id> <reg_title> PERUBAHAN KEGIATAN USAHA BANK PERKREDITAN RAKYAT MENJADI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH </reg_title> <set_date> 3 Januari 2017 </set_date> <effective_date> 3 Januari 2017 </effective_date> <replaced_reg> '11/25/DPbS|SE-BI' </replaced_reg> <related_reg> '64/POJK.03/2016' </related_reg>
-1- Yth. Direksi atau Pengurus Pelaku Usaha Jasa Keuangan, di Tempat. SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 14/SEOJK.07/2014 TENTANG KERAHASIAAN DAN KEAMANAN DATA DAN/ATAU INFORMASI PRIBADI KONSUMEN Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5431), maka perlu diatur ketentuan mengenai petunjuk pelaksanaan penerapan prinsip Kerahasiaan Dan Keamanan Data Dan/Atau Informasi Pribadi Konsumen sebagaimana diatur dalam Pasal 2 huruf d, Pasal 31 dan Pasal 49 dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Data dan/atau Informasi Pribadi Konsumen adalah data dan/atau informasi, yang mencakup sebagai berikut: a. perseorangan: 1) nama; 2) alamat; 3) tanggal lahir dan/atau umur; 4) nomor telepon; dan/atau 5) nama ibu kandung. b. korporasi: 1) nama; 2) alamat ... -2- 2) alamat; 3) nomor telepon; 4) susunan direksi dan komisaris termasuk dokumen identitas berupa Kartu Tanda Penduduk/paspor/ijin tinggal; dan/atau 5) susunan pemegang saham. 2. Pelaku Usaha Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat PUJK, adalah Bank Umum, Bank Perkreditan Rakyat, Perusahaan Efek, Penasihat Investasi, Bank Kustodian, Dana Pensiun, Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Gadai, dan Perusahaan Penjaminan, baik yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional maupun secara syariah. 3. Konsumen adalah pihak-pihak yang menempatkan dananya dan/atau memanfaatkan pelayanan yang tersedia di PUJK antara lain nasabah pada Perbankan, pemodal pada Pasar Modal, pemegang polis pada Perasuransian, dan peserta pada Dana Pensiun, berdasarkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan. II. PERLINDUNGAN DATA DAN/ATAU INFORMASI PRIBADI KONSUMEN 1. PUJK dilarang dengan cara apapun, memberikan data dan/atau informasi pribadi mengenai Konsumennya kepada pihak ketiga. 2. Larangan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dikecualikan dalam hal: a. Konsumen memberikan persetujuan tertulis; dan/atau b. diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan. 3. Dalam hal Konsumen memberikan persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf a, PUJK dapat memberikan Data dan/atau Informasi Pribadi Konsumen dengan kewajiban memastikan pihak ketiga dimaksud tidak memberikan dan/atau menggunakan Data dan/atau Informasi Pribadi Konsumen untuk tujuan selain yang disepakati antara PUJK dengan pihak ketiga. 4. Tata cara persetujuan tertulis dari Konsumen dapat dinyatakan dalam bentuk antara lain: a. pilihan setuju atau tidak setuju; atau b. memberikan tanda persetujuan. dalam dokumen dan/atau perjanjian produk dan/atau layanan. 5. Dalam hal PUJK yang memperoleh data dan/atau informasi pribadi seseorang dan/atau sekelompok orang dari pihak lain dan PUJK akan menggunakan data dan/atau informasi tersebut untuk melaksanakan kegiatannya, PUJK wajib memiliki pernyataan tertulis bahwa pihak lain dimaksud ... -3- dimaksud telah memperoleh persetujuan tertulis dari seseorang dan/atau sekelompok orang tersebut untuk memberikan data dan/atau informasi pribadi dimaksud kepada pihak manapun termasuk PUJK. 6. PUJK wajib menetapkan kebijakan dan prosedur tertulis mengenai penggunaan Data dan/atau Informasi Pribadi Konsumen yang paling kurang memuat: a. menjelaskan secara tertulis dan/atau lisan kepada Konsumen mengenai tujuan dan konsekuensi dari pemberian persetujuan tertulis serta pemberian dan/atau penyebarluasan Data dan/atau Informasi Pribadi Konsumen sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf a; dan b. meminta persetujuan tertulis dari Konsumen dalam hal PUJK akan memberikan dan/atau menyebarluaskan Data dan/atau Informasi Pribadi Konsumen kepada pihak ketiga untuk tujuan apapun, kecuali ditetapkan lain dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. 7. Kebijakan dan prosedur tertulis sebagaimana dimaksud pada angka 6 wajib dituangkan dalam standar prosedur operasional mengenai penggunaan Data dan/atau Informasi Pribadi Konsumen sebagai berikut: a. pejabat dan/atau petugas PUJK menjelaskan secara tertulis dan/atau lisan mengenai tujuan dan konsekuensi dari persetujuan tertulis dari Konsumen terkait dengan pemberian dan/atau penyebarluasan Data dan/atau Informasi Pribadi Konsumen bahwa: 1) hanya akan digunakan untuk kepentingan internal PUJK dan/atau sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan; dan/atau 2) akan diberikan dan/atau disebarluaskan kepada pihak lain atas persetujuan tertulis Konsumen. b. dalam hal akan memberikan dan menyebarluaskan kepada pihak lain, maka pejabat dan/atau petugas PUJK: 1) memberikan penjelasan kepada Konsumen mengenai tujuan dan konsekuensi dari pemberian dan/atau penyebarluasan Data dan/atau Informasi Pribadi Konsumen; dan 2) menyampaikan pernyataan tertulis bahwa PUJK telah mendapatkan persetujuan tertulis dari Konsumen. c. pejabat dan/atau petugas PUJK meminta persetujuan tertulis dari Konsumen sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 4. III. KETENTUAN ... -4- III. KETENTUAN LAIN – LAIN Pada saat berlakunya Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini, PUJK yang melakukan penyesuaian terhadap klausula dalam dokumen dan/atau perjanjian produk dan/atau layanan yang mengatur mengenai penggunaan Data dan/atau Informasi Pribadi Konsumen sesuai dengan ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini, membuat action plan yang disetujui oleh Bidang Pengawasan dari masing-masing PUJK terkait. IV. KETENTUAN PERALIHAN 1. Setiap klausula dalam dokumen dan/atau perjanjian produk dan/atau layanan yang mengatur mengenai penggunaan Data dan/atau Informasi Pribadi Konsumen yang telah ada sebelum berlakunya Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini, wajib disesuaikan dengan ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 2. PUJK wajib menyampaikan pemberitahuan penyesuaian klausula sebagaimana dimaksud pada angka 1 kepada Konsumen. 3. PUJK wajib mengirimkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada angka 2 sejak berlakunya Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini melalui sarana komunikasi yang dapat diakses oleh Konsumen atau yang telah disepakati sebelumnya dengan Konsumen. V. KETENTUAN PENUTUP Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 20 Agustus 2014 ANGGOTA DEWAN KOMISIONER BIDANG EDUKASI DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN, Ttd. KUSUMANINGTUTI S. SOETIONO
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 14/SEOJK.07/2014 </reg_id> <reg_title> KERAHASIAAN DAN KEAMANAN DATA DAN/ATAU INFORMASI PRIBADI KONSUMEN </reg_title> <set_date> 20 Agustus 2014 </set_date> <effective_date> 20 Agustus 2014 </effective_date> <related_reg> '1/POJK.07/2013' </related_reg>
-1- Yth. 1. Direksi Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Manajer Investasi; 2. Pengurus Asosiasi yang mewadahi Wakil Manajer Investasi; 3. Pengurus Lembaga Pendidikan Khusus di bidang Pasar Modal; dan 4. Wakil Manajer Investasi, di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 55 /SEOJK.04/2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN BERKELANJUTAN BAGI WAKIL MANAJER INVESTASI Sehubungan dengan ketentuan Pasal 16 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 25/POJK.04/2014 tentang Perizinan Wakil Manajer Investasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 360, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5634), perlu mengatur ketentuan mengenai Penyelenggaraan Program Pendidikan Berkelanjutan bagi Wakil Manajer Investasi dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan Program Pendidikan Berkelanjutan yang selanjutnya disingkat PPL adalah suatu bentuk program kegiatan peningkatan pengetahuan dan kemampuan secara berkelanjutan bagi Wakil Manajer Investasi secara sistematis dan terukur. II. PENYELENGGARA PROGRAM PENDIDIKAN BERKELANJUTAN 1. Pihak yang dapat menjadi penyelenggara PPL yaitu: -2- a. asosiasi yang mewadahi Wakil Manajer Investasi yang telah mendapatkan pengakuan dari Otoritas Jasa Keuangan; dan b. pihak lain, yaitu Lembaga Pendidikan Khusus di bidang Pasar Modal sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang- undangan di sektor Pasar Modal yang mengatur mengenai tata cara permohonan pengakuan sertifikat keahlian Wakil Perusahaan Efek oleh lembaga pendidikan khusus di bidang Pasar Modal, yang telah mendapatkan pengakuan dari Otoritas Jasa Keuangan sebagai penyelenggara PPL. 2. Penyelenggara PPL sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dapat bekerja sama dengan pihak lain dalam rangka pelaksanaan PPL dengan ketentuan tanggung jawab penyelenggaraan tetap berada pada penyelenggara PPL. III. PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN BERKELANJUTAN 1. PPL dapat dilakukan dalam bentuk tatap muka atau selain tatap muka. 2. PPL yang dilakukan dalam bentuk tatap muka dapat berupa: a. pelatihan; b. lokakarya; c. diskusi panel; d. seminar; e. konferensi; atau f. simposium. 3. PPL yang dilakukan dalam bentuk selain tatap muka dapat berupa: a. penulisan artikel, makalah, atau buku dengan materi yang ditentukan oleh pihak penyelenggara PPL dan dipublikasikan; b. riset profesional atau studi terhadap bidang yang ditentukan oleh pihak penyelenggara PPL; c. pelatihan melalui media elektronik (online) yang ditentukan oleh pihak penyelenggara PPL, misalnya melalui layanan webinar (web-based seminar); atau -3- d. menjadi pengajar dalam pelatihan, lokakarya, diskusi panel, seminar, konferensi, atau simposium terkait bidang yang ditentukan oleh pihak penyelenggara PPL. 4. Dalam hal PPL dalam bentuk selain tatap muka dilakukan berupa pelatihan melalui media elektronik sebagaimana dimaksud dalam angka 3 huruf c, penyelenggara PPL wajib memastikan adanya evaluasi dalam proses pelatihan tersebut dalam bentuk soal ujian yang terkait dengan materi pelatihan dimaksud. 5. Pemegang Izin Wakil Manajer Investasi dianggap telah memenuhi kewajiban PPL apabila: a. telah mengikuti 1 (satu) PPL dalam bentuk tatap muka dengan total durasi paling sedikit 360 (tiga ratus enam puluh) menit efektif; atau b. telah mengikuti PPL dalam bentuk selain tatap muka yang setara dengan pelaksanaan PPL dalam bentuk tatap muka dengan total durasi paling sedikit 360 (tiga ratus enam puluh) menit efektif dan telah mendapatkan penilaian atas pemenuhan kewajiban PPL dalam bentuk selain tatap muka dari penyelenggara PPL, setiap 1 (satu) periode perpanjangan izin Wakil Manajer Investasi. 6. Tata cara pelaksanaan PPL secara tatap muka dan selain tatap muka diatur oleh penyelenggara PPL. 7. Penyelenggaraan PPL wajib: a. dilaksanakan sesuai dengan prosedur operasi standar tentang penyelenggaraan PPL; dan b. didukung sarana dan prasarana yang memadai. IV. PERSYARATAN DAN TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN PENGAKUAN PIHAK LAIN SEBAGAI PENYELENGGARA PROGRAM PENDIDIKAN BERKELANJUTAN 1. Permohonan untuk mendapat pengakuan sebagai penyelenggara PPL diajukan oleh pihak lain sebagaimana dimaksud dalam angka II angka 1 huruf b dalam bentuk dokumen cetak kepada Otoritas Jasa Keuangan sesuai dengan format surat Permohonan Pengakuan -4- Sebagai Penyelenggara Program Pendidikan Berkelanjutan Wakil Manajer Investasi sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini dan wajib disertai kelengkapan dokumen sebagai berikut: a. prosedur operasi standar pelaksanaan PPL bagi pemegang izin Wakil Manajer Investasi; b. rencana PPL bagi pemegang izin Wakil Manajer Investasi; dan c. pernyataan tidak pernah dicabut hak penyelenggaraan PPL dan/atau penyelenggaraan pendidikan/pelatihan lainnya khusus bidang Pasar Modal dalam 6 (enam) bulan terakhir. 2. Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan telah menyediakan sistem elektronik permohonan untuk mendapat pengakuan sebagai penyelenggara PPL, permohonan dimaksud dapat diajukan melalui sistem elektronik tersebut. 3. Pengakuan sebagai penyelenggara PPL diberikan Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan untuk mendapat pengakuan sebagai penyelenggara PPL secara lengkap. 4. Dalam hal permohonan untuk mendapat pengakuan sebagai penyelenggara PPL pada saat diterima tidak memenuhi syarat, paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan, Otoritas Jasa Keuangan memberikan surat pemberitahuan kepada pemohon yang menyatakan: a. permohonan belum memenuhi persyaratan; atau b. permohonan ditolak karena tidak memenuhi persyaratan. 5. Dalam hal permohonan untuk mendapat pengakuan sebagai penyelenggara PPL belum memenuhi persyaratan, pemohon wajib melengkapi kekurangan yang dipersyaratkan dalam surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam angka 4 huruf a paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja setelah tanggal surat pemberitahuan. -5- 6. Penyampaian perubahan dokumen, tambahan informasi, dan/atau kelengkapan kekurangan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 5 dianggap telah diterima oleh Otoritas Jasa Keuangan pada tanggal diterimanya perubahan dokumen, tambahan informasi, dan/atau kelengkapan kekurangan persyaratan tersebut. 7. Sejak diterimanya perubahan dokumen, tambahan informasi, dan/atau kelengkapan kekurangan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 6, permohonan pengakuan sebagai penyelenggara PPL dianggap baru diterima oleh Otoritas Jasa Keuangan dan diproses sebagaimana dimaksud dalam angka 3. 8. Pemohon yang tidak melengkapi kekurangan yang dipersyaratkan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam angka 5 dianggap membatalkan permohonan untuk mendapat pengakuan sebagai penyelenggara PPL yang sudah diajukan kepada Otoritas Jasa Keuangan. V. KEWAJIBAN PENYELENGGARA DAN PESERTA PROGRAM PENDIDIKAN BERKELANJUTAN 1. Penyelenggara PPL wajib membuat rencana penyelenggaraan PPL setiap tahunnya. 2. Rencana tahunan penyelenggaraan PPL wajib disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat pada setiap tanggal 12 Januari sesuai dengan format Rencana Tahunan Penyelenggaraan Program Pendidikan Berkelanjutan sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 3. Otoritas Jasa Keuangan dapat meminta penyelenggara PPL untuk melakukan penyesuaian terhadap rencana tahunan penyelenggaraan PPL yang telah disampaikan, termasuk tetapi tidak terbatas pada silabus atau materi PPL. 4. Penyelenggara PPL wajib membuat laporan penyelenggaraan PPL secara periodik. 5. Laporan penyelenggaraan PPL wajib disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat pada setiap tanggal 12 Januari dan 12 Juli sesuai dengan format Laporan Penyelenggaraan Program -6- Pendidikan Berkelanjutan dan format Laporan Daftar Sertifikat Program Pendidikan Berkelanjutan Yang Diterbitkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini, disertai dengan dokumen pendukung berupa bukti kehadiran peserta PPL (tatap muka) dan dokumen pendukung lainnya bagi peserta PPL selain tatap muka. 6. Laporan penyelenggaraan PPL sebagaimana dimaksud dalam angka 4 harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: a. untuk PPL dalam bentuk tatap muka, paling sedikit memuat: 1) nama institusi atau lembaga penyelenggara PPL; 2) tempat dan waktu kegiatan; 3) silabus atau materi PPL; 4) daftar hadir atau absensi peserta PPL; dan 5) nama serta nomor dan tanggal Surat Keputusan Izin Wakil Manajer Investasi yang menjadi peserta PPL; serta b. untuk PPL dalam bentuk selain tatap muka, paling sedikit memuat: 1) nama institusi atau lembaga penyelenggara PPL; 2) nama serta nomor dan tanggal Surat Keputusan Izin Wakil Manajer Investasi yang menjadi peserta PPL; dan 3) laporan pemenuhan PPL. 7. Dalam hal batas akhir waktu penyampaian rencana tahunan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dan penyampaian laporan penyelenggaraan PPL sebagaimana dimaksud dalam angka 5 jatuh pada hari libur, rencana tahunan dan laporan tersebut disampaikan pada 1 (satu) hari kerja berikutnya. 8. Rencana tahunan penyelenggaraan PPL sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dan laporan penyelenggaraan PPL sebagaimana dimaksud dalam angka 5 disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan dalam bentuk dokumen cetak dan dapat pula disiapkan -7- dalam format digital dengan menggunakan media digital cakram padat (compact disk) atau lainnya. 9. Orang perseorangan yang memiliki izin Wakil Manajer Investasi yang telah mengikuti kegiatan PPL wajib menyampaikan laporan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak yang bersangkutan selesai mengikuti program tersebut sesuai format Laporan Partisipasi Program Pendidikan Berkelanjutan sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 10. Dalam hal batas akhir waktu penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 9 jatuh pada hari libur, laporan tersebut disampaikan pada 1 (satu) hari kerja berikutnya. 11. Dalam hal orang perseorangan yang memiliki izin Wakil Manajer Investasi menyampaikan Laporan Partisipasi Program Pendidikan Berkelanjutan melewati batas waktu sebagaimana dimaksud dalam angka 10, penghitungan jumlah hari keterlambatan atas penyampaian laporan dihitung sejak hari pertama setelah batas akhir waktu penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 10. 12. Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan telah menyediakan sistem elektronik bagi penyampaian rencana tahunan penyelenggaraan PPL, laporan penyelenggaraan PPL, dan laporan partisipasi PPL sebagaimana dimaksud dalam angka 2, angka 5, dan angka 9, rencana tahunan dan laporan tersebut wajib disampaikan melalui sistem elektronik. VI. PEMERIKSAAN ATAS PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN BERKELANJUTAN Otoritas Jasa Keuangan berwenang melakukan pemeriksaan terhadap penyelenggaraan PPL. VII. PENCABUTAN PENGAKUAN PIHAK LAIN SEBAGAI PENYELENGGARA PROGRAM PENDIDIKAN BERKELANJUTAN 1. Surat pengakuan pihak lain sebagai penyelenggara PPL menjadi tidak berlaku apabila: -8- a. badan hukum pihak lain tersebut bubar; dan/atau b. status badan hukum dari pihak lain tersebut dicabut oleh instansi yang berwenang. 2. Otoritas Jasa Keuangan dapat mencabut surat pengakuan pihak lain sebagai penyelenggara PPL apabila terdapat hal sebagai berikut: a. pihak lain sebagai penyelenggara PPL mengembalikan surat pengakuan yang dimilikinya; b. kantor pihak lain sebagai penyelenggara PPL tidak ditemukan; c. pihak lain sebagai penyelenggara PPL membatalkan atau menunda jadwal penyelenggaraan PPL yang mengakibatkan pemegang izin Wakil Manajer Investasi tidak dapat menyampaikan dokumen pendidikan berkelanjutan dalam pengajuan permohonan perpanjangan izin; dan/atau d. pihak lain sebagai penyelenggara PPL telah menerima 3 (tiga) kali surat peringatan namun dalam waktu 1 (satu) bulan sejak diterbitkannya surat peringatan ketiga tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam isi surat peringatan tersebut. 3. Pengembalian surat pengakuan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 huruf a wajib disertai dokumen sebagai berikut: a. keterangan mengenai alasan pengembalian surat pengakuan tersebut; b. surat pengakuan sebagai pihak lain sebagai penyelenggara PPL oleh Otoritas Jasa Keuangan; dan c. surat pernyataan pertanggungjawaban pihak lain sebagai penyelenggara PPL atas kewajibannya kepada pihak ketiga. 4. Dalam hal pencabutan surat pengakuan pihak lain sebagai penyelenggara PPL disebabkan karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 huruf b, huruf c, dan huruf d, pihak lain sebagai penyelenggara PPL wajib menyelesaikan kewajibannya kepada pihak ketiga. 5. Tidak berlakunya surat pengakuan pihak lain sebagai penyelenggara PPL sebagaimana dimaksud dalam angka 1 serta pencabutan surat -9- pengakuan pihak lain sebagai penyelenggara PPL sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dapat diumumkan oleh Otoritas Jasa Keuangan melalui media massa. VIII. KETENTUAN LAIN-LAIN Asosiasi atau pihak lain yang diakui oleh Otoritas Jasa Keuangan sebagai penyelenggara PPL wajib: 1. mencatat pemegang izin Wakil Manajer Investasi yang mendaftar untuk mengikuti pendidikan berkelanjutan; dan 2. memberikan bukti pendaftaran kepada pemegang izin Wakil Manajer Investasi yang mendaftar untuk mengikuti pendidikan berkelanjutan, untuk PPL dalam bentuk tatap muka dan selain tatap muka berupa layanan webinar (web-based seminar) yang diselenggarakan oleh penyelenggara PPL. IX. KETENTUAN PERALIHAN 1. Pelatihan, lokakarya, diskusi panel, seminar, konferensi atau simposium yang diselenggarakan oleh asosiasi yang mewadahi Wakil Manajer Investasi sebelum diterbitkannya Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini dapat diperhitungkan sebagai kredit dalam pemenuhan kewajiban PPL WMI. 2. Kewajiban untuk menyampaikan dokumen telah mengikuti pendidikan berkelanjutan dalam pengajuan permohonan perpanjangan izin Wakil Manajer Investasi dikecualikan jika: a. belum terlaksananya PPL yang dilaksanakan oleh asosiasi atau pihak lain yang diakui oleh Otoritas Jasa Keuangan; dan/atau b. pemegang izin Wakil Manajer Investasi yang mengajukan permohonan perpanjangan izin telah mendaftar untuk mengikuti PPL, namun asosiasi atau pihak lain yang menyelenggarakan PPL membatalkan atau menunda jadwal penyelenggaraan PPL yang mengakibatkan pemegang izin Wakil Manajer Investasi tidak dapat menyampaikan dokumen pendidikan berkelanjutan dalam pengajuan permohonan perpanjangan izin, untuk PPL dalam bentuk tatap muka dan -10- selain tatap muka berupa layanan webinar (web-based seminar) yang diselenggarakan oleh penyelenggara PPL. 3. Pemegang izin Wakil Manajer Investasi yang tidak mengikuti PPL karena kondisi sebagaimana dimaksud dalam angka 1 huruf b, wajib menyampaikan bukti pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam angka VIII pada saat permohonan pengajuan perpanjangan izin Wakil Manajer Investasi. 4. Kewajiban penyampaian rencana tahunan penyelenggaraan PPL kepada Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam angka V angka 2, tidak berlaku dalam hal penyelenggara PPL baru diakui oleh Otoritas Jasa Keuangan setelah tanggal 12 Januari. 5. Dalam hal penyelenggara PPL mendapatkan pengakuan setelah tanggal 12 Januari, kewajiban penyampaian rencana tahunan penyelenggaraan PPL kepada Otoritas Jasa Keuangan disampaikan paling lama 3 (tiga) bulan sebelum penyelenggaraan PPL dimulai. X. KETENTUAN PENUTUP Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 30 Desember 2016 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PASAR MODAL, Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana ttd NURHAIDA
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 55/SEOJK.04/2016 </reg_id> <reg_title> PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN BERKELANJUTAN BAGI WAKIL MANAJER INVESTASI </reg_title> <set_date> 30 Desember 2016 </set_date> <effective_date> 30 Desember 2016 </effective_date> <related_reg> '25/POJK.04/2014 | Pasal 16' </related_reg>
Yth. Direksi Bank Umum Konvensional di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 26 /SEOJK.03/2016 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM SESUAI PROFIL RISIKO DAN PEMENUHAN CAPITAL EQUIVALENCY MAINTAINED ASSETS Sehubungan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/POJK.03/2016 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5848), perlu untuk mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Sesuai Profil Risiko dan Pemenuhan Capital Equivalency Maintained Assets dalam suatu Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM 1. Kewajiban Bank untuk menyediakan modal minimum sesuai profil risiko selain bertujuan untuk mengantisipasi potensi kerugian yang antara lain timbul dari Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) yang telah memperhitungkan Risiko Kredit, Risiko Pasar, dan Risiko Operasional, juga untuk mengantisipasi potensi kerugian pada masa mendatang dari risiko-risiko yang belum sepenuhnya diperhitungkan dalam ATMR, antara lain risiko konsentrasi, risiko likuiditas, risiko suku bunga pada banking book (interest rate risk in banking book), risiko hukum, risiko kepatuhan, risiko reputasi, dan risiko stratejik, serta untuk mengantisipasi dampak penerapan skenario stress testing terhadap kecukupan modal Bank. 2. Dalam memenuhi kewajiban penyediaan modal minimum sesuai profil risiko, baik secara individu maupun konsolidasi dengan Perusahaan Anak, Bank wajib memiliki dan menerapkan proses perhitungan kecukupan ... - 2 - kecukupan modal secara internal atau Internal Capital Adequacy Assessment Process (ICAAP) sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai kewajiban penyediaan modal minimum bank umum. 3. Kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri, selain wajib menyediakan modal minimum sesuai profil risiko, juga wajib memenuhi Capital Equivalency Maintained Assets (CEMA) minimum sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai kewajiban penyediaan modal minimum bank umum, untuk memperkuat permodalan dalam rangka memelihara stabilitas sistem keuangan secara umum dan sektor perbankan secara khusus. II. KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM SESUAI PROFIL RISIKO A. Internal Capital Adequacy Assessment Process (ICAAP) 1. ICAAP adalah proses yang dilakukan Bank untuk menetapkan kecukupan modal sesuai dengan profil risiko Bank dan penetapan strategi untuk memelihara tingkat permodalan. 2. Komponen ICAAP paling sedikit mencakup: a. Pengawasan aktif Direksi dan Dewan Komisaris, paling sedikit mencakup: 1) Direksi dan Dewan Komisaris bertanggung jawab: a) memahami sifat dan tingkat risiko yang dihadapi oleh Bank, menilai kecukupan kualitas manajemen risiko, dan mengaitkan tingkat risiko dengan kecukupan modal yang dimiliki Bank untuk mengantisipasi risiko-risiko yang dihadapi dan untuk mendukung rencana bisnis serta rencana strategis Bank pada masa mendatang; dan b) memastikan terlaksananya ICAAP secara konsisten dan terintegrasi dalam aktivitas operasional Bank. 2) Direksi berwenang dan bertanggung jawab paling sedikit: a) menyusun kebijakan, strategi, dan prosedur pengelolaan modal sesuai dengan ukuran, karakteristik, kompleksitas usaha, dan tingkat risiko Bank serta memastikan Bank senantiasa memelihara ... - 3 - memelihara tingkat permodalan yang memadai untuk mengantisipasi risiko-risiko Bank; b) mengembangkan kerangka untuk menilai tingkat risiko yang dihadapi Bank dan proses yang mengaitkan tingkat risiko dengan kebutuhan modal; c) memastikan bahwa rencana strategis Bank mencakup strategi pengelolaan modal yang menggambarkan kebutuhan modal, antisipasi belanja modal (capital expenditure), target permodalan yang ingin dicapai, dan sumber permodalan yang diharapkan; dan d) memastikan strategi, kebijakan, dan prosedur pengelolaan modal dikomunikasikan dan dilaksanakan secara menyeluruh (bank-wide). 3) Dewan Komisaris berwenang dan bertanggung jawab paling sedikit: a) menyetujui kebijakan, strategi, dan prosedur pengelolaan modal Bank; b) melakukan kaji ulang terhadap kualitas dan efektivitas pengelolaan modal yang dilakukan oleh Direksi; dan c) melakukan evaluasi berkala terhadap kualitas dan efektivitas kebijakan, strategi, dan prosedur pengelolaan modal serta melakukan penyesuaian dalam hal diperlukan. b. Penilaian kecukupan modal, paling sedikit mencakup: 1) kebijakan dan prosedur yang memadai untuk memastikan seluruh risiko telah diidentifikasi, diukur, dan dilaporkan secara berkala kepada Direksi dan Dewan Komisaris. Jenis risiko dan faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam penilaian setiap risiko mengacu pada ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai penilaian tingkat kesehatan Bank, sedangkan untuk penerapan manajemen risiko seperti proses identifikasi dan pengukuran mengacu pada ketentuan ... - 4 - ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai penerapan manajemen risiko bagi Bank; 2) metode dan proses dalam melakukan penilaian kecukupan permodalan dengan mengaitkan tingkat risiko dengan tingkat permodalan yang dibutuhkan untuk menyerap potensi kerugian dari risiko dimaksud; 3) penyesuaian metode dan asumsi yang digunakan dalam hal terjadi perubahan pada rencana bisnis, profil risiko, dan faktor eksternal; dan 4) dokumentasi hasil pengukuran risiko dan perhitungan tingkat permodalan yang dibutuhkan, termasuk metode dan asumsi yang digunakan. c. Pemantauan dan pelaporan, paling sedikit mencakup: 1) sistem informasi yang memadai untuk memantau dan melaporkan eksposur risiko serta mengukur dampak perubahan profil risiko terhadap kebutuhan modal Bank; dan 2) laporan profil risiko dan tingkat permodalan yang disampaikan secara berkala kepada Direksi dan Dewan Komisaris, yang digunakan oleh Direksi untuk: a) mengevaluasi tingkat risiko, kecenderungan (trend) pergerakan risiko, dan dampak yang ditimbulkan terhadap tingkat permodalan; b) mengevaluasi kewajaran metode serta sensitivitas dan kewajaran asumsi yang digunakan dalam pengukuran tingkat risiko dan penilaian kecukupan modal Bank; c) menetapkan ketersediaan modal Bank yang memadai sesuai profil risiko; dan d) mengukur estimasi kebutuhan modal pada masa mendatang berdasarkan hasil penilaian profil risiko terkini dan melakukan penyesuaian rencana strategis Bank dalam hal diperlukan. d. Pengendalian internal, paling sedikit mencakup: 1) sistem pengendalian intern yang memadai untuk memastikan keandalan dari ICAAP yang diterapkan; dan 2) kaji ... - 5 - 2) kaji ulang ICAAP secara berkala paling sedikit 1 (satu) tahun sekali dan sewaktu-waktu sesuai kebutuhan Bank, untuk memastikan keandalan, akurasi, dan kewajaran dari proses dimaksud. Proses kaji ulang dilakukan oleh pihak internal Bank yang memiliki kompetensi yang memadai dan independen terhadap proses penetapan kecukupan modal. Cakupan kaji ulang ICAAP paling sedikit: a) kesesuaian proses penilaian kecukupan modal dengan ukuran, karakteristik, dan kompleksitas usaha Bank; b) akurasi dan kelengkapan data yang digunakan dalam proses penilaian kecukupan modal; c) kewajaran metode dan asumsi yang digunakan dalam proses penilaian kecukupan modal; dan d) kewajaran skenario stress testing yang digunakan dalam proses penilaian kecukupan modal. B. Supervisory Review and Evaluation Process (SREP) 1. SREP adalah proses kaji ulang yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan atas hasil ICAAP Bank. 2. SREP meliputi penilaian terhadap kecukupan: a. pengawasan aktif Direksi dan Dewan Komisaris; b. penilaian kecukupan modal; c. pemantauan dan pelaporan; dan d. pengendalian internal. C. Perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Sesuai Profil Risiko 1. Bank menyediakan modal minimum sesuai profil risiko, baik secara individu maupun secara konsolidasi dengan Perusahaan Anak. 2. Penyediaan modal minimum ditetapkan paling rendah: a. 8% (delapan persen) dari ATMR, untuk Bank dengan profil risiko Peringkat 1; b. 9% ... - 6 - b. 9% (sembilan persen) sampai dengan kurang dari 10% (sepuluh persen) dari ATMR, untuk Bank dengan profil risiko Peringkat 2; c. 10% (sepuluh persen) sampai dengan kurang dari 11% (sebelas persen) dari ATMR, untuk Bank dengan profil risiko Peringkat 3; atau d. 11% (sebelas persen) sampai dengan 14% (empat belas persen) dari ATMR, untuk Bank dengan profil Risiko Peringkat 4 atau Peringkat 5. 3. Total ATMR merupakan penjumlahan dari ATMR untuk Risiko Kredit, ATMR untuk Risiko Pasar, dan ATMR untuk Risiko Operasional. 4. Otoritas Jasa Keuangan berwenang menetapkan modal minimum lebih besar dari modal minimum sebagaimana pada angka 2, dalam hal Otoritas Jasa Keuangan menilai Bank menghadapi potensi kerugian yang membutuhkan modal lebih besar. 5. Beberapa ilustrasi perhitungan modal minimum sesuai profil risiko sebagai berikut: Ilustrasi 1: Bank A memiliki total modal sebesar Rp130 miliar dan total ATMR sebesar Rp1.300 miliar sehingga rasio KPMM Bank A adalah sebesar 10%. Bank A memiliki profil risiko dengan Peringkat 2. Berdasarkan hasil ICAAP dan perhitungan Otoritas Jasa Keuangan, Bank A perlu menyediakan modal minimum sesuai profil risiko sebesar 9% dari ATMR. Dengan demikian, Bank A wajib menyediakan modal minimum sesuai profil risiko sebesar 9% dari Rp1.300 miliar atau sebesar Rp117 miliar. Dengan rasio KPMM Bank A sebesar 10% maka dalam hal ini Bank A telah memenuhi persyaratan minimum rasio KPMM sesuai profil risiko sebesar 9%. Ilustrasi 2: Bank B memiliki total modal sebesar Rp900 miliar dan total ATMR sebesar Rp9.000 miliar sehingga rasio KPMM Bank B adalah 10%. Bank B memiliki profil risiko dengan Peringkat 3. Berdasarkan hasil ICAAP, Bank B memerlukan modal minimum sebesar 10% dari ATMR, namun berdasarkan hasil penilaian Otoritas Jasa Keuangan ... - 7 - Keuangan, Bank B memerlukan modal minimum sebesar 11%, antara lain karena terdapat potensi kerugian yang membutuhkan modal lebih besar. Dengan demikian, Bank B wajib menyediakan modal minimum sesuai profil risiko sebesar 11% dari Rp9.000 miliar atau sebesar Rp990 miliar. Dengan rasio KPMM Bank B sebesar 10% maka Bank B tidak memenuhi persyaratan minimum rasio KPMM sesuai profil risiko yaitu sebesar 11%. Bank B memerlukan tambahan modal paling sedikit sebesar Rp990 miliar dikurangi Rp900 miliar atau sebesar Rp90 miliar. D. Pelaporan 1. Bank menyampaikan laporan penilaian kecukupan modal minimum sesuai profil risiko kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan mengacu pada format sebagaimana Lampiran I paling sedikit setiap semester untuk posisi akhir bulan Juni dan posisi akhir bulan Desember. Laporan tersebut disampaikan bersamaan dengan penyampaian hasil self-assessment tingkat kesehatan bank sesuai ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai penilaian tingkat kesehatan Bank. 2. Laporan sebagaimana pada angka 1 disampaikan kepada: a. Departemen Pengawasan Bank terkait, bagi Bank yang berkantor pusat atau kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri yang berada di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta; atau b. Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat sesuai wilayah tempat kedudukan kantor pusat Bank. III. PEMENUHAN CAPITAL EQUIVALENCY MAINTAINED ASSETS 1. Capital Equivalency Maintained Assets (CEMA) adalah alokasi dana usaha kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri yang wajib ditempatkan pada aset keuangan dalam jumlah dan persyaratan tertentu, sebagaimana diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Jasa ... - 8 - Keuangan mengenai kewajiban penyediaan modal minimum bank umum. 2. Aset keuangan yang digunakan sebagai CEMA harus bebas dari klaim pihak manapun yang dibuktikan antara lain dengan surat pernyataan dari kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri yang disusun dengan format sebagaimana tercantum pada Lampiran II. 3. CEMA minimum ditetapkan sebesar 8% (delapan persen) dari total kewajiban bank yang berkedudukan di luar negeri setiap bulan dan paling sedikit sebesar Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah). 4. Pemenuhan CEMA minimum sebagaimana pada angka 3 dilakukan: a. sampai dengan posisi bulan November 2017, CEMA minimum ditetapkan sebesar 8% (delapan persen) dari total kewajiban kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri pada setiap bulan; dan b. mulai posisi bulan Desember 2017, CEMA minimum ditetapkan 8% (delapan persen) dari total kewajiban kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri pada setiap bulan dan paling sedikit sebesar Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah). 5. Laporan pemenuhan CEMA minimum disampaikan setiap bulan paling lambat tanggal 8 pada bulan berikutnya setelah akhir bulan laporan. Contoh: Laporan pemenuhan CEMA bulan Mei 2016 disampaikan paling lambat pada tanggal 8 Juni 2016. 6. Laporan pemenuhan CEMA minimum sebagaimana pada angka 5 disampaikan kepada Departemen Pengawasan Bank terkait, bagi kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri yang berada di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 7. Laporan pemenuhan CEMA disusun dengan berpedoman pada Lampiran III. IV. KETENTUAN LAIN-LAIN Lampiran I sampai dengan Lampiran III merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. V. KETENTUAN PENUTUP Pada saat Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku, Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/37/DPNP tanggal 27 Desember 2012 perihal ... - 9 - perihal Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Sesuai Profil Risiko dan Pemenuhan Capital Equivalency Maintained Assets (CEMA) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 14 Juli 2016 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN OTORITAS JASA KEUANGAN, ttd NELSON TAMPUBOLON Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 26/SEOJK.03/2016 </reg_id> <reg_title> KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM SESUAI PROFIL RISIKO DAN PEMENUHAN CAPITAL EQUIVALENCY MAINTAINED ASSETS </reg_title> <set_date> 14 Juli 2016 </set_date> <effective_date> 14 Juli 2016 </effective_date> <replaced_reg> '14/37/DPNP|SE-BI/2012' </replaced_reg> <related_reg> '11/POJK.03/2016' </related_reg>
Yth. Direksi Bank Perkreditan Rakyat di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 40 /SEOJK.03/2017 TENTANG PENETAPAN PENGGUNAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT Sehubungan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 48/POJK.03/2017 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank Perkreditan Rakyat yang selanjutnya disingkat POJK TKK BPR (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6097), serta sehubungan dengan beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan jasa keuangan di sektor perbankan dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan, perlu untuk mengatur kembali ketentuan pelaksanaan mengenai penetapan penggunaan standar akuntansi keuangan bagi BPR dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM 1. Dalam rangka peningkatan transparansi kondisi keuangan BPR dan penyusunan laporan keuangan yang relevan, komprehensif, andal, dan dapat diperbandingkan, BPR menyusun dan menyajikan laporan keuangan berdasarkan standar akuntansi keuangan yang berlaku bagi BPR. -2- 2. Laporan keuangan yang wajib disusun oleh BPR sebagaimana dimaksud pada angka 1 adalah laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) POJK TKK BPR. 3. Standar akuntansi keuangan yang digunakan perbankan saat ini adalah Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 50 Instrumen Keuangan: Penyajian dan Pengungkapan (PSAK 50) dan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 55 Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran (PSAK 55). Namun, penerapan PSAK 50 dan PSAK 55 tidak sesuai dengan karakteristik operasional BPR dan mengakibatkan timbulnya biaya yang besar bagi BPR dibandingkan dengan manfaat yang diperoleh. Oleh karena itu BPR memerlukan standar akuntansi keuangan yang sesuai dengan karakteristik operasional BPR. 4. Sehubungan dengan angka 3 tersebut di atas, BPR menggunakan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP) yang diterbitkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan-Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK-IAI). Hal ini sejalan dengan pemanfaatan SAK ETAP yang dapat diberlakukan bagi entitas yang memiliki akuntabilitas publik signifikan, sepanjang otoritas berwenang mengatur penggunaan SAK ETAP dimaksud. 5. Berdasarkan hal tersebut di atas, standar akuntansi keuangan bagi BPR menggunakan SAK ETAP. 6. Dengan diberlakukannya SAK ETAP sebagai standar akuntansi keuangan yang berlaku bagi BPR, pedoman akuntansi atas transaksi keuangan BPR menggunakan Pedoman Akuntansi Bank Perkreditan Rakyat (PA BPR). II. PENUTUP Pada saat Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku, Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/37/DKBU perihal Penetapan Penggunaan Standar Akuntansi Keuangan bagi Bank Perkreditan Rakyat dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. -3- Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 19 Juli 2017 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN OTORITAS JASA KEUANGAN, ttd NELSON TAMPUBOLON Salinan ini sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 40/SEOJK.03/2017 </reg_id> <reg_title> PENETAPAN PENGGUNAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT </reg_title> <set_date> 19 Juli 2017 </set_date> <effective_date> 19 Juli 2017 </effective_date> <replaced_reg> '11/37/DKBU|SE-BI' </replaced_reg> <related_reg> '48/POJK.03/2017' </related_reg>
-1- Yth. Wakil Manajer Investasi di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR.116 /SEOJK.04/2016.. TENTANG PENGAKUAN TERHADAP ASOSIASI WAKIL MANAJER INVESTASI Dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 19 ayat (3) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 25/POJK.04/2014 tentang Perizinan Wakil Manajer Investasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 360, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5634), perlu mengatur mengenai pengakuan terhadap asosiasi Wakil Manajer Investasi dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Manajer Investasi adalah Pihak yang kegiatan usahanya mengelola Portofolio Efek untuk para nasabah atau mengelola portofolio investasi kolektif untuk sekelompok nasabah, kecuali Perusahaan Asuransi, Dana Pensiun, dan Bank yang melakukan sendiri kegiatan usahanya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2. Wakil Manajer Investasi adalah orang perseorangan yang bertindak mewakili kepentingan Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Manajer Investasi. 3. Izin orang perseorangan sebagai Wakil Manajer Investasi, yang selanjutnya disebut Izin Wakil Manajer Investasi, adalah izin yang diberikan oleh Otoritas Jasa Keuangan kepada orang perseorangan -2- untuk bertindak mewakili kepentingan Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Manajer Investasi. 4. Asosiasi Wakil Manajer Investasi, yang selanjutnya disebut Asosiasi adalah badan hukum berbentuk perkumpulan yang beranggotakan pemegang Izin Wakil Manajer Investasi. 5. Anggota Asosiasi, yang selanjutnya disebut Anggota adalah orang perseorangan yang memiliki izin Wakil Manajer Investasi dari Otoritas Jasa Keuangan dan mempunyai hak dan kewajiban sesuai dengan anggaran dasar, anggaran rumah tangga, dan peraturan internal Asosiasi. II. PERSYARATAN ASOSIASI UNTUK MENDAPAT PENGAKUAN DARI OTORITAS JASA KEUANGAN Untuk mendapat pengakuan Otoritas Jasa Keuangan, Asosiasi wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. telah mendapatkan pengesahan sebagai badan hukum perkumpulan dari instansi Pemerintah yang berwenang; 2. memiliki Anggota paling sedikit 500 (lima ratus) orang pada saat pengajuan kepada Otoritas Jasa Keuangan; 3. memiliki kode etik Asosiasi; 4. memiliki struktur organisasi Asosiasi; 5. memiliki susunan pengurus yang merupakan pemegang Izin Wakil Manajer Investasi, paling sedikit terdiri dari ketua atau sebutan lain, sekretaris atau sebutan lain, dan bendahara atau sebutan lain; 6. memiliki komite kerja yang bertanggung jawab paling sedikit atas fungsi: a) pengkajian dan pengembangan; b) pengawasan etik; dan c) pelaksanaan kegiatan Asosiasi; 7. memiliki prosedur operasi standar pelaksanaan kegiatan Asosiasi, paling sedikit meliputi: a) pelaksanaan pendidikan berkelanjutan bagi pemegang Izin Wakil Manajer Investasi; dan -3- b) pelaksanaan pendidikan dan/atau pelatihan lainnya dalam rangka peningkatan kompetensi Wakil Manajer Investasi; 8. memiliki peraturan keanggotaan yang paling sedikit memuat: a) persyaratan dan prosedur penerimaan Anggota; b) batasan keanggotaan pada Asosiasi sejenis dimana Anggota hanya dapat menjadi anggota 1 (satu) Asosiasi; c) hak dan kewajiban Anggota; d) kepengurusan dan keanggotaan Asosiasi; e) pendanaan kegiatan Asosiasi; f) biaya keanggotaan; dan g) sanksi; 9. memiliki rencana kegiatan Asosiasi, paling sedikit: a) program pendidikan berkelanjutan bagi pemegang Izin Wakil Manajer Investasi; dan b) rencana penyelenggaraan pendidikan dan/atau pelatihan lainnya dalam rangka peningkatan kompetensi Wakil Manajer Investasi; 10. memiliki sistem pengendalian internal yang memadai, paling sedikit: a) sistem pengawasan terhadap risiko benturan kepentingan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi Asosiasi; b) sistem pengawasan terhadap Anggota dalam menjalankan kode etik; dan c) sistem pengawasan dalam rangka pelaksanaan evaluasi secara berkala dan berkesinambungan atas pelaksanaan kegiatan Asosiasi; 11. memiliki database Anggota yang paling sedikit memuat: a) nama; b) alamat; c) nomor Izin Wakil Manajer Investasi; d) tempat bekerja (jika ada); dan -4- e) nomor telepon; dan 12. memiliki atau menguasai sarana dan prasarana yang memadai, paling sedikit terdiri dari: a) bangunan atau ruangan sebagai lokasi kantor Asosiasi; dan b) sarana penunjang lainnya seperti komputer, telepon dan fax. III. TATA CARA PERMOHONAN PENGAKUAN ASOSIASI 1. Permohonan untuk mendapat pengakuan sebagai Asosiasi diajukan oleh pemohon dalam bentuk dokumen cetak kepada Otoritas Jasa Keuangan sesuai dengan format surat Permohonan Pengakuan Asosiasi Wakil Manajer Investasi sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 2. Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan telah menyediakan sistem elektronik, permohonan untuk mendapat pengakuan sebagai Asosiasi dapat diajukan melalui sistem elektronik tersebut. 3. Permohonan untuk mendapat pengakuan sebagai Asosiasi sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2 harus disertai kelengkapan dokumen sebagai berikut: a. fotokopi dokumen pengesahan Asosiasi sebagai badan hukum berbentuk perkumpulan dari instansi Pemerintah yang berwenang; b. data pemegang Izin Wakil Manajer Investasi sebagai Anggota paling sedikit 500 (lima ratus) orang pada saat pengajuan kepada Otoritas Jasa Keuangan sesuai dengan format Data Pemegang Izin Wakil Manajer Investasi Sebagai Anggota Asosiasi Wakil Manajer Investasi sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini; c. salinan kode etik Asosiasi; d. struktur organisasi Asosiasi serta susunan pengurus dan komite kerja Asosiasi yang dilengkapi dengan dokumen: 1) daftar riwayat hidup terbaru yang telah ditandatangani; -5- 2) fotokopi Kartu Tanda Penduduk atau Paspor yang masih berlaku; 3) fotokopi Izin Wakil Manajer Investasi yang masih berlaku; 4) pasfoto berwarna terbaru ukuran 4x6 cm dengan latar belakang berwarna merah sebanyak 1 (satu) lembar; dan 5) pernyataan integritas sesuai dengan format Surat Pernyataan Integritas sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini, untuk masing-masing pengurus dan pimpinan komite kerja Asosiasi; e. prosedur operasi standar pelaksanaan kegiatan Asosiasi, paling sedikit meliputi: 1) pelaksanaan pendidikan berkelanjutan bagi pemegang Izin Wakil Manajer Investasi; dan 2) pelaksanaan pendidikan dan/atau pelatihan lainnya dalam rangka peningkatan kompetensi Wakil Manajer Investasi; f. salinan peraturan keanggotaan Asosiasi; g. rencana kegiatan Asosiasi, paling sedikit: 1) program pendidikan berkelanjutan bagi pemegang Izin Wakil Manajer Investasi; dan 2) rencana penyelenggaraan pendidikan dan/atau pelatihan lainnya dalam rangka peningkatan kompetensi Wakil Manajer Investasi; h. dokumen terkait sistem pengendalian internal yang memadai, paling sedikit: 1) sistem pengawasan terhadap risiko benturan kepentingan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi Asosiasi; 2) sistem pengawasan terhadap Anggota dalam menjalankan kode etik; dan -6- 3) sistem pengawasan dalam rangka pelaksanaan evaluasi secara berkala dan berkesinambungan atas pelaksanaan kegiatan Asosiasi; i. dokumen terkait database Anggota; j. surat keterangan domisili dari pengelola gedung atau instansi berwenang; dan k. fotokopi bukti kepemilikan atau perjanjian sewa atas kantor Asosiasi. 4. Dalam hal permohonan untuk mendapat pengakuan diajukan oleh pemohon dalam bentuk dokumen cetak kepada Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud pada angka 1, dokumen permohonan untuk mendapat pengakuan sebagai Asosiasi sebagaimana dimaksud pada angka 3 wajib pula disiapkan dalam format digital dan disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan menggunakan media digital cakram padat (compact disc) atau lainnya. 5. Dalam rangka memproses permohonan pengakuan sebagai Asosiasi, Otoritas Jasa Keuangan melakukan penelaahan atas kelengkapan dokumen permohonan. 6. Dalam rangka menilai kesiapan pemohon sebagai Asosiasi, Otoritas Jasa Keuangan berwenang: a. melakukan pemeriksaan di kantor Asosiasi; b. meminta Asosiasi untuk memaparkan rencana kegiatan Asosiasi; dan/atau c. meminta data dan informasi yang dibutuhkan. 7. Pengakuan Asosiasi diberikan Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan pengakuan Asosiasi yang memenuhi syarat. 8. Dalam hal permohonan untuk mendapat pengakuan sebagai Asosiasi pada saat diterima tidak memenuhi syarat, paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan Otoritas Jasa Keuangan memberikan surat pemberitahuan kepada pemohon yang menyatakan: -7- a. permohonan belum memenuhi persyaratan; atau b. permohonan ditolak karena tidak memenuhi persyaratan. 9. Dalam hal permohonan untuk mendapat pengakuan sebagai Asosiasi belum memenuhi persyaratan, pemohon wajib melengkapi kekurangan yang dipersyaratkan dalam surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada angka 8 huruf a paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja setelah tanggal surat pemberitahuan. 10. Penyampaian perubahan dokumen, tambahan informasi, dan/atau kelengkapan kekurangan persyaratan sebagaimana dimaksud pada angka 9 dianggap telah diterima oleh Otoritas Jasa Keuangan pada tanggal diterimanya perubahan dokumen, tambahan informasi, dan/atau kelengkapan kekurangan persyaratan tersebut. 11. Sejak diterimanya perubahan dokumen, tambahan informasi, dan/atau kelengkapan kekurangan persyaratan sebagaimana dimaksud pada angka 10, permohonan pengakuan sebagai Asosiasi dianggap baru diterima oleh Otoritas Jasa Keuangan dan diproses sebagaimana dimaksud pada angka 7. 12. Pemohon yang tidak melengkapi kekurangan yang dipersyaratkan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada angka 9 dianggap membatalkan permohonan untuk mendapat pengakuan sebagai Asosiasi yang sudah diajukan kepada Otoritas Jasa Keuangan. IV. TUGAS, WEWENANG, DAN LARANGAN ASOSIASI 1. Asosiasi yang telah mendapat pengakuan dari Otoritas Jasa Keuangan mempunyai tugas dan wewenang: a. menyelenggarakan pendidikan berkelanjutan bagi pemegang Izin Wakil Manajer Investasi sesuai dengan kurikulum yang telah ditetapkan; b. menyelenggarakan pendidikan dan/atau pelatihan lainnya dalam rangka peningkatan kompetensi Wakil Manajer Investasi; c. menetapkan peraturan keanggotaan Asosiasi; d. menegakkan kode etik bagi Anggota; e. melakukan pengawasan terhadap Anggota dalam menjalankan profesi sebagai Wakil Manajer Investasi dan memastikan -8- Anggota mematuhi peraturan keanggotaan Asosiasi serta kode etik Anggota; f. melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala setiap 6 (enam) bulan sekali terhadap pelaksanaan kegiatan Asosiasi; g. melakukan pembaharuan database Anggota secara berkala setiap 1 (satu) bulan sekali; h. memiliki situs web dengan nama domain Indonesia yang berisi informasi umum Asosiasi yang dapat diakses masyarakat; dan i. menetapkan hal lain yang menunjang kegiatan Asosiasi. 2. Penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a dan huruf b dapat dilakukan sendiri oleh Asosiasi atau bekerja sama dengan pihak lain. 3. Asosiasi bertanggung jawab secara penuh terhadap penyelenggaraan pendidikan bagi pemegang Izin Wakil Manajer Investasi dan pendidikan dan/atau pelatihan lainnya dalam rangka peningkatan kompetensi Wakil Manajer Investasi yang dilakukan oleh pihak lain yang melakukan kerja sama dengan Asosiasi. 4. Asosiasi yang telah mendapat pengakuan dari Otoritas Jasa Keuangan dilarang: a. memberikan perlakuan yang berbeda kepada anggotanya; dan/atau b. melakukan tindakan diluar tugas dan kewenangannya sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini, anggaran dasar, anggaran rumah tangga, dan peraturan internal Asosiasi. V. SUMBER PENDANAAN 1. Dalam rangka menunjang kegiatannya, Asosiasi dapat memperoleh pendanaan dari: a. biaya pendaftaran dan iuran rutin keanggotaan; b. biaya pendidikan berkelanjutan bagi pemegang Izin Wakil Manajer Investasi; -9- c. biaya penyelenggaraan pendidikan dan/atau pelatihan lainnya dalam rangka peningkatan kompetensi Wakil Manajer Investasi, seperti lokakarya, seminar dan/atau pelatihan (training) terkait industri pengelolaan investasi; dan d. sumber lain sepanjang ditetapkan dalam anggaran dasar/anggaran rumah tangga atau disepakati oleh Anggota. 2. Asosiasi wajib membuat laporan pertanggungjawaban keuangan kepada Anggota paling sedikit 1 (satu) tahun sekali. VI. PELAPORAN 1. Asosiasi yang telah mendapat pengakuan dari Otoritas Jasa Keuangan wajib menyampaikan laporan kepada Otoritas Jasa Keuangan: a. laporan rencana kegiatan dan anggaran tahunan, paling lambat pada setiap tanggal 15 Desember tahun sebelumnya sesuai dengan format Laporan Rencana Kegiatan Dan Anggaran Tahunan sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini; b. laporan realisasi pelaksanaan kegiatan tengah tahunan, paling lambat pada setiap tanggal 12 Januari dan 12 Juli sesuai dengan format Laporan Realisasi Pelaksanaan Kegiatan Tengah Tahunan sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini; c. laporan penerimaan dan/atau pemberhentian Anggota, paling lambat pada setiap tanggal 12 Januari dan 12 Juli sesuai dengan format Laporan Tengah Tahunan Penerimaan dan/atau Pemberhentian Anggota Asosiasi Wakil Manajer Investasi sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini; dan d. laporan perubahan anggaran dasar dan/atau susunan kepengurusan Asosiasi, paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak terjadinya perubahan (jika ada). -10- 2. Dalam hal batas akhir waktu penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a, huruf b, dan huruf c jatuh pada hari libur, laporan tersebut disampaikan paling lambat pada 1 (satu) hari kerja berikutnya. VII. PENCABUTAN PENGAKUAN ASOSIASI 1. Surat pengakuan sebagai Asosiasi menjadi tidak berlaku apabila: a. badan hukum pihak yang melakukan kegiatan sebagai Asosiasi yang mewadahi Wakil Manajer Investasi bubar; dan/atau b. status badan hukum dari Asosiasi dicabut oleh instansi yang berwenang. 2. Otoritas Jasa Keuangan dapat mencabut surat pengakuan Asosiasi apabila terdapat hal sebagai berikut: a. Asosiasi mengembalikan surat pengakuan Asosiasi yang dimilikinya; b. kantor Asosiasi tidak ditemukan; c. Asosiasi melakukan pelanggaran atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 25/POJK.04/2014 tentang Perizinan Wakil Manajer Investasi dan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini; d. Asosiasi tidak melaksanakan tugas selama 12 (dua belas) bulan berturut-turut; e. Asosiasi telah menerima 3 (tiga) kali surat peringatan namun dalam waktu 1 (satu) bulan sejak diterbitkannya surat peringatan ketiga tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam isi surat peringatan tersebut; dan/atau f. tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada angka II. 3. Dalam hal pencabutan surat pengakuan Asosiasi disebabkan karena Asosiasi mengembalikan surat pengakuan sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf a, Asosiasi wajib mengajukan surat permohonan pengembalian surat pengakuan sebagai Asosiasi kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan disertai dokumen sebagai berikut: -11- a. keterangan mengenai alasan pengembalian surat pengakuan tersebut; b. surat pengakuan sebagai Asosiasi oleh Otoritas Jasa Keuangan; dan c. surat pernyataan pertanggungjawaban dari pengurus Asosiasi atas kewajiban Asosiasi kepada pihak ketiga dan/atau Anggota. 4. Dalam hal pencabutan surat pengakuan Asosiasi disebabkan karena Asosiasi melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f, Asosiasi wajib menyelesaikan kewajibannya kepada Anggota dan/atau pihak ketiga. 5. Tidak berlakunya surat pengakuan Asosiasi sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan pencabutan surat pengakuan Asosiasi sebagaimana dimaksud pada angka 2 dapat diumumkan oleh Otoritas Jasa Keuangan melalui media massa. VIII. KETENTUAN PERALIHAN Pemegang Izin Wakil Manajer Investasi yang masa berlaku izinnya akan berakhir kurang dari 3 (tiga) bulan setelah terdapat Asosiasi yang telah mendapat pengakuan dari Otoritas Jasa Keuangan, dikecualikan dari kewajiban penyampaian dokumen fotokopi kartu Anggota Asosiasi yang mewadahi Wakil Manajer Investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) huruf g Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 25/POJK.04/2014 tentang Perizinan Wakil Manajer Investasi. IX. KETENTUAN PENUTUP Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd NURHAIDA Yuliana Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 20 Mei 2016 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PASAR MODAL, ttd
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 16/SEOJK.04/2016 </reg_id> <reg_title> PENGAKUAN TERHADAP ASOSIASI WAKIL MANAJER INVESTASI </reg_title> <set_date> 20 Mei 2016 </set_date> <effective_date> 20 Mei 2016 </effective_date> <related_reg> '25/POJK.04/2014 | Pasal 19 ayat (3)' </related_reg>
Yth. 1. Direksi Perusahaan Asuransi Syariah; dan 2. Direksi Perusahaan Reasuransi Syariah, di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 25/SEOJK.05/2015 TENTANG PENILAIAN INVESTASI SURAT BERHARGA SYARIAH DAN PERHITUNGAN DANA UNTUK MENGANTISIPASI RISIKO KEGAGALAN PENGELOLAAN KEKAYAAN DAN/ATAU KEWAJIBAN PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH DAN PERUSAHAAN REASURANSI SYARIAH Sehubungan dengan amanat Pasal 7 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.010/2011 tentang Kesehatan Keuangan Usaha Asuransi dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah dan memperhatikan Peraturan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor PER-07/BL/2011 tentang Pedoman Perhitungan Jumlah Dana Yang Diperlukan Untuk Mengantisipasi Risiko Kerugian Pengelolan Dana Tabarru’ dan Perhitungan Jumlah Dana Yang Harus Disediakan Perusahaan Untuk Mengantisipasi Risiko Kerugian Yang Mungkin Timbul Dalam Penyelenggaraan Usaha Asuransi dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah, perlu untuk mengatur mengenai penyesuaian perhitungan penilaian investasi surat berharga syariah yang meliputi sukuk atau obligasi syariah, surat berharga syariah negara, surat berharga syariah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, surat berharga syariah yang diterbitkan oleh negara selain Negara Republik Indonesia, dan surat berharga syariah yang diterbitkan oleh lembaga multinasional yang Negara Republik Indonesia menjadi salah satu anggota atau pemegang sahamnya, serta penyesuaian dana untuk mengantisipasi risiko kegagalan pengelolaan kekayaan dan/atau kewajiban yang digunakan dalam perhitungan tingkat solvabilitas perusahaan asuransi syariah dan perusahaan reasuransi syariah dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN ... - 2 - I. KETENTUAN UMUM 1. Bahwa dampak dari kondisi keuangan global saat ini telah mengakibatkan nilai pasar dari investasi surat berharga syariah yang dimiliki perusahaan asuransi syariah dan perusahaan reasuransi syariah menunjukkan nilai yang tidak wajar. 2. Bahwa dampak dari kondisi keuangan global saat ini telah mengakibatkan penurunan tingkat solvabilitas perusahaan asuransi syariah dan perusahaan reasuransi syariah kurang dari tingkat solvabilitas yang dipersyaratkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.010/2011 tentang Kesehatan Keuangan Usaha Asuransi dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah. 3. Sehubungan dengan butir 1 dan/atau butir 2 perlu diberikan stimulus bagi perusahaan asuransi syariah dan perusahaan reasuransi syariah dalam penilaian investasi surat berharga syariah agar mencerminkan nilai yang wajar, serta penyesuaian dana untuk mengantisipasi risiko kegagalan pengelolaan kekayaan dan/atau kewajiban yang diperhitungkan dalam perhitungan tingkat solvabilitas. II. PENILAIAN SURAT BERHARGA SYARIAH 1. Perusahaan asuransi syariah dan perusahaan reasuransi syariah dapat melakukan penilaian surat berharga syariah dengan menggunakan nilai perolehan diamortisasi. 2. Dalam hal perusahaan asuransi syariah dan perusahaan reasuransi syariah melakukan penilaian surat berharga syariah sebagaimana dimaksud pada butir 1, maka penilaian surat berharga syariah tersebut berlaku bagi seluruh surat berharga syariah yang dimiliki perusahaan asuransi syariah dan perusahaan reasuransi syariah. III. PENYESUAIAN PERHITUNGAN DANA UNTUK MENGANTISIPASI RISIKO KEGAGALAN PENGELOLAAN KEKAYAAN DAN/ATAU KEWAJIBAN 1. Jumlah dana yang diperhitungkan dalam mengantisipasi risiko kegagalan pengelolaan kekayaan dan/atau kewajiban dalam perhitungan tingkat solvabilitas paling rendah 50% (lima puluh persen) ... - 3 - persen) dari perhitungan dana yang diperhitungkan dalam mengantisipasi risiko kegagalan pengelolaan kekayaan dan/atau kewajiban sebagaimana diatur dalam Peraturan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor PER- 07/BL/2011 tentang Pedoman Perhitungan Jumlah Dana Yang Diperlukan Untuk Mengantisipasi Risiko Kerugian Pengelolan Dana Tabarru’ dan Perhitungan Jumlah Dana Yang Harus Disediakan Perusahaan Untuk Mengantisipasi Risiko Kerugian Yang Mungkin Timbul Dalam Penyelenggaraan Usaha Asuransi dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah. 2. Persentase dana yang diperhitungkan dalam mengantisipasi risiko kegagalan pengelolaan kekayaan dan/atau kewajiban yang diperhitungkan dalam perhitungan tingkat solvabilitas sebagaimana dimaksud pada butir 1, disesuaikan sampai dengan tingkat solvabilitas dana tabarru’ perusahaan asuransi syariah dan perusahaan reasuransi syariah mencapai paling tinggi 30% (tiga puluh persen). IV. PENERAPAN PENILAIAN SURAT BERHARGA SYARIAH DAN PENYESUAIAN PERHITUNGAN DANA UNTUK MENGANTISIPASI RISIKO KEGAGALAN PENGELOLAAN KEKAYAAN DAN/ATAU KEWAJIBAN 1. Perusahaan asuransi syariah dan perusahaan reasuransi syariah yang memenuhi kondisi sebagaimana dimaksud pada angka romawi I butir 1 dan butir 2 dapat menerapkan ketentuan angka romawi II dan/atau angka romawi III. 2. Dalam hal perusahaan asuransi syariah dan perusahaan reasuransi syariah telah melakukan penilaian sebagaimana dimaksud pada angka romawi II dan berdasarkan penilaian tersebut tingkat solvabilitas sudah memenuhi ketentuan dalam dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.010/2011 tentang Kesehatan Keuangan Usaha Asuransi dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah, maka ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka romawi III menjadi tidak berlaku. V. PENUTUP ... - 4 - V. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan sampai dengan tanggal dicabutnya Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 31 Agustus 2015 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERASURANSIAN, DANA PENSIUN, LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA OTORITAS JASA KEUANGAN, Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd FIRDAUS DJAELANI Sudarmaji ttd
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 25/SEOJK.05/2015 </reg_id> <reg_title> PENILAIAN INVESTASI SURAT BERHARGA SYARIAH DAN PERHITUNGAN DANA UNTUK MENGANTISIPASI RISIKO KEGAGALAN PENGELOLAAN KEKAYAAN DAN/ATAU KEWAJIBAN PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH DAN PERUSAHAAN REASURANSI SYARIAH </reg_title> <set_date> 31 Agustus 2015 </set_date> <effective_date> 31 Agustus 2015 </effective_date> <related_reg> 'PER-07/BL/2011|PERTA-BAPEPAM-LK/2011', '11/PMK.010/2011|PER-MENKEU/2011 | Pasal 7' </related_reg>
Yth. Direksi dan Dewan Komisaris Emiten atau Perusahaan Publik di tempat SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 30 /SEOJK.04/2016 TENTANG BENTUK DAN ISI LAPORAN TAHUNAN EMITEN ATAU PERUSAHAAN PUBLIK Dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 6 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29/POJK.04/2016 tentang Laporan Tahunan Emiten atau Perusahaan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5911), perlu mengatur bentuk dan isi Laporan Tahunan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM 1. Laporan Tahunan Emiten atau Perusahaan Publik merupakan sumber informasi penting bagi investor atau pemegang saham sebagai salah satu dasar pertimbangan dalam pengambilan keputusan investasi dan sarana pengawasan terhadap Emiten atau Perusahaan Publik. 2. Seiring dengan perkembangan Pasar Modal dan meningkatnya kebutuhan investor atau pemegang saham atas keterbukaan informasi, Direksi dan Dewan Komisaris dituntut untuk meningkatkan kualitas keterbukaan informasi melalui Laporan Tahunan Emiten atau Perusahaan Publik. 3. Laporan Tahunan yang disusun secara teratur dan informatif dapat memberikan kemudahan bagi investor atau pemegang saham dalam memperoleh informasi yang dibutuhkan. 4. Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini merupakan pedoman bagi Emiten atau Perusahaan Publik yang wajib diterapkan dalam menyusun Laporan Tahunan. -2- II. BENTUK LAPORAN TAHUNAN 1. Laporan Tahunan disajikan dalam bentuk dokumen cetak dan salinan dokumen elektronik. 2. Laporan Tahunan yang disajikan dalam bentuk dokumen cetak, dicetak pada kertas yang berwarna terang, berkualitas baik, berukuran A4, dijilid, dan dapat diperbanyak dengan kualitas yang baik. 3. Laporan Tahunan yang disajikan dalam bentuk salinan dokumen elektronik merupakan Laporan Tahunan yang dikonversi dalam format pdf. III. ISI LAPORAN TAHUNAN 1. Ketentuan Umum a. Laporan Tahunan paling sedikit memuat informasi mengenai: 1) ikhtisar data keuangan penting; 2) informasi saham (jika ada); 3) laporan Direksi; 4) laporan Dewan Komisaris; 5) profil Emiten atau Perusahaan Publik; 6) analisis dan pembahasan manajemen; 7) tata kelola Emiten atau Perusahaan Publik; 8) tanggung jawab sosial dan lingkungan Emiten atau Perusahaan Publik; 9) laporan keuangan tahunan yang telah diaudit; dan 10) surat pernyataan anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris tentang tanggung jawab atas Laporan Tahunan; b. Laporan Tahunan dapat menyajikan informasi berupa gambar, grafik, tabel, dan/atau diagram dengan mencantumkan judul dan/atau keterangan yang jelas, sehingga mudah dibaca dan dipahami; 2. Uraian Isi Laporan Tahunan a. Ikhtisar Data Keuangan Penting Ikhtisar Data Keuangan Penting memuat informasi keuangan yang disajikan dalam bentuk perbandingan selama 3 (tiga) tahun buku atau sejak memulai usahanya jika Emiten atau Perusahaan Publik tersebut menjalankan kegiatan usahanya kurang dari 3 (tiga) tahun, paling sedikit memuat: -3- 1) pendapatan/penjualan; 2) laba bruto; 3) laba (rugi); 4) jumlah laba (rugi) yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk dan kepentingan non pengendali; 5) total laba (rugi) komprehensif; 6) jumlah laba (rugi) komprehensif yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk dan kepentingan non pengendali; 7) laba (rugi) per saham; 8) jumlah aset; 9) jumlah liabilitas; 10) jumlah ekuitas; 11) rasio laba (rugi) terhadap jumlah aset; 12) rasio laba (rugi) terhadap ekuitas; 13) rasio laba (rugi) terhadap pendapatan/penjualan; 14) rasio lancar; 15) rasio liabilitas terhadap ekuitas; 16) rasio liabilitas terhadap jumlah aset; dan 17) informasi dan rasio keuangan lainnya yang relevan dengan Emiten atau Perusahaan Publik dan jenis industrinya; b. Informasi Saham Informasi saham (jika ada) paling sedikit memuat: 1) saham yang telah diterbitkan untuk setiap masa triwulan (jika ada) yang disajikan dalam bentuk perbandingan selama 2 (dua) tahun buku terakhir, paling sedikit meliputi: a) jumlah saham yang beredar; b) kapitalisasi pasar berdasarkan harga pada Bursa Efek tempat saham dicatatkan; c) harga saham tertinggi, terendah, dan penutupan berdasarkan harga pada Bursa Efek tempat saham dicatatkan; dan d) volume perdagangan pada Bursa Efek tempat saham dicatatkan; Informasi pada huruf a) diungkapkan oleh Emiten yang merupakan Perusahaan Terbuka yang sahamnya tercatat -4- maupun tidak tercatat di Bursa Efek; Informasi pada huruf b), huruf c), dan huruf d) hanya diungkapkan jika Emiten merupakan Perusahaan Terbuka dan sahamnya tercatat di Bursa Efek; 2) dalam hal terjadi aksi korporasi, seperti pemecahan saham (stock split), penggabungan saham (reverse stock), dividen saham, saham bonus, dan perubahan nilai nominal saham, informasi saham sebagaimana dimaksud pada angka 1) ditambahkan penjelasan paling sedikit mengenai: a) tanggal pelaksanaan aksi korporasi; b) rasio pemecahan saham (stock split), penggabungan saham (reverse stock), dividen saham, saham bonus, dan perubahan nilai nominal saham; c) jumlah saham beredar sebelum dan sesudah aksi korporasi; dan d) harga saham sebelum dan sesudah aksi korporasi; 3) dalam hal terjadi penghentian sementara perdagangan saham (suspension), dan/atau penghapusan pencatatan saham (delisting) dalam tahun buku, Emiten atau Perusahaan Publik menjelaskan alasan penghentian sementara perdagangan saham (suspension) dan/atau penghapusan pencatatan saham (delisting) tersebut; dan 4) dalam hal penghentian sementara perdagangan saham (suspension) dan/atau penghapusan pencatatan saham (delisting) sebagaimana dimaksud pada angka 3) masih berlangsung hingga akhir periode Laporan Tahunan, Emiten atau Perusahaan Publik menjelaskan tindakan yang dilakukan untuk menyelesaikan penghentian sementara perdagangan saham (suspension) dan/atau penghapusan pencatatan saham (delisting) tersebut; c. Laporan Direksi Laporan Direksi paling sedikit memuat: 1) uraian singkat mengenai kinerja Emiten atau Perusahaan Publik, paling sedikit meliputi: a) strategi dan kebijakan strategis Emiten atau Perusahaan Publik; -5- b) perbandingan antara hasil yang dicapai dengan yang ditargetkan; dan c) kendala yang dihadapi Emiten atau Perusahaan Publik; 2) gambaran tentang prospek usaha; 3) penerapan tata kelola Emiten atau Perusahaan Publik; dan 4) perubahan komposisi anggota Direksi dan alasan perubahannya (jika ada); d. Laporan Dewan Komisaris Laporan Dewan Komisaris paling sedikit memuat: 1) penilaian terhadap kinerja Direksi mengenai pengelolaan Emiten atau Perusahaan Publik; 2) pengawasan terhadap implementasi strategi Emiten atau Perusahaan Publik; 3) pandangan atas prospek usaha Emiten atau Perusahaan Publik yang disusun oleh Direksi; 4) pandangan atas penerapan tata kelola Emiten atau Perusahaan Publik; 5) perubahan komposisi anggota Dewan Komisaris dan alasan perubahannya (jika ada); dan 6) frekuensi dan cara pemberian nasihat kepada anggota Direksi; e. Profil Emiten atau Perusahaan Publik Profil Emiten atau Perusahaan Publik paling sedikit memuat: 1) nama Emiten atau Perusahaan Publik termasuk apabila terdapat perubahan nama, alasan perubahan, dan tanggal efektif perubahan nama pada tahun buku; 2) akses terhadap Emiten atau Perusahaan Publik termasuk kantor cabang atau kantor perwakilan yang memungkinkan masyarakat dapat memperoleh informasi mengenai Emiten atau Perusahaan Publik, meliputi: a) alamat; b) nomor telepon; c) nomor faksimile; d) alamat surat elektronik; dan e) alamat Situs Web; -6- 3) riwayat singkat Emiten atau Perusahaan Publik; 4) visi dan misi Emiten atau Perusahaan Publik; 5) kegiatan usaha menurut anggaran dasar terakhir, kegiatan usaha yang dijalankan pada tahun buku, serta jenis barang dan/atau jasa yang dihasilkan; 6) struktur organisasi Emiten atau Perusahaan Publik dalam bentuk bagan, paling sedikit sampai dengan struktur 1 (satu) tingkat di bawah Direksi, disertai dengan nama dan jabatan; 7) profil Direksi, paling sedikit memuat: a) nama dan jabatan yang sesuai dengan tugas dan tanggung jawab; b) foto terbaru; c) usia; d) kewarganegaraan; e) riwayat pendidikan; f) riwayat jabatan, meliputi informasi: (1) dasar hukum penunjukan sebagai anggota Direksi pada Emiten atau Perusahaan Publik yang bersangkutan; (2) rangkap jabatan, baik sebagai anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan/atau anggota komite serta jabatan lainnya (jika ada); dan (3) pengalaman kerja beserta periode waktunya baik di dalam maupun di luar Emiten atau Perusahaan Publik; g) pendidikan dan/atau pelatihan yang telah diikuti anggota Direksi dalam meningkatkan kompetensi dalam tahun buku (jika ada); dan h) hubungan Afiliasi dengan anggota Direksi lainnya, anggota Dewan Komisaris, dan pemegang saham utama (jika ada) meliputi nama pihak yang terafiliasi; 8) profil Dewan Komisaris, paling sedikit memuat: a) nama; b) foto terbaru; c) usia; -7- d) kewarganegaraan; e) riwayat pendidikan; f) riwayat jabatan, meliputi informasi: (1) dasar hukum penunjukan sebagai anggota Dewan Komisaris yang bukan merupakan Komisaris Independen pada Emiten atau Perusahaan Publik yang bersangkutan; (2) dasar hukum penunjukan pertama kali sebagai anggota Dewan Komisaris yang merupakan Komisaris Independen pada Emiten atau Perusahaan Publik yang bersangkutan; (3) rangkap jabatan, baik sebagai anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, dan/atau anggota komite serta jabatan lainnya (jika ada); dan (4) pengalaman kerja beserta periode waktunya baik di dalam maupun di luar Emiten atau Perusahaan Publik; g) pendidikan dan/atau pelatihan yang telah diikuti anggota Dewan Komisaris dalam meningkatkan kompetensi dalam tahun buku (jika ada); h) hubungan Afiliasi dengan anggota Dewan Komisaris lainnya dan pemegang saham utama (jika ada) meliputi nama pihak yang terafiliasi; dan i) pernyataan independensi Komisaris Independen dalam hal Komisaris Independen telah menjabat lebih dari 2 (dua) periode (jika ada); 9) dalam hal terdapat perubahan susunan anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris yang terjadi setelah tahun buku berakhir sampai dengan batas waktu penyampaian Laporan Tahunan, susunan yang dicantumkan dalam Laporan Tahunan adalah susunan anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris yang terakhir dan sebelumnya; 10) jumlah karyawan dan deskripsi sebaran tingkat pendidikan dan usia karyawan dalam tahun buku; -8- 11) nama pemegang saham dan persentase kepemilikan pada akhir tahun buku, yang terdiri dari: a) pemegang saham yang memiliki 5% (lima persen) atau lebih saham Emiten atau Perusahaan Publik; b) anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris yang memiliki saham Emiten atau Perusahaan Publik; dan c) kelompok pemegang saham masyarakat, yaitu kelompok pemegang saham yang masing-masing memiliki kurang dari 5% (lima persen) saham Emiten atau Perusahaan Publik; 12) jumlah pemegang saham dan persentase kepemilikan per akhir tahun buku berdasarkan klasifikasi: a) kepemilikan institusi lokal; b) kepemilikan institusi asing; c) kepemilikan individu lokal; dan d) kepemilikan individu asing; 13) informasi mengenai pemegang saham utama dan pengendali Emiten atau Perusahaan Publik, baik langsung maupun tidak langsung, sampai kepada pemilik individu, yang disajikan dalam bentuk skema atau bagan; 14) nama entitas anak, perusahaan asosiasi, perusahaan ventura bersama dimana Emiten atau Perusahaan Publik memiliki pengendalian bersama entitas, beserta persentase kepemilikan saham, bidang usaha, total aset, dan status operasi Emiten atau Perusahaan Publik tersebut (jika ada); Untuk entitas anak, ditambahkan informasi mengenai alamat entitas anak tersebut; 15) kronologi pencatatan saham, jumlah saham, nilai nominal, dan harga penawaran dari awal pencatatan hingga akhir tahun buku serta nama Bursa Efek dimana saham Emiten atau Perusahaan Publik dicatatkan (jika ada); 16) kronologi pencatatan Efek lainnya selain Efek sebagaimana dimaksud pada angka 15), yang paling sedikit memuat nama Efek, tahun penerbitan, tanggal jatuh tempo, nilai penawaran, dan peringkat Efek (jika ada); -9- 17) nama dan alamat lembaga dan/atau profesi penunjang pasar modal; 18) dalam hal terdapat profesi penunjang pasar modal yang memberikan jasa secara berkala kepada Emiten atau Perusahaan Publik, diungkapkan informasi mengenai jasa yang diberikan, komisi (fee), dan periode penugasan; dan 19) penghargaan dan/atau sertifikasi yang diterima Emiten atau Perusahaan Publik baik yang berskala nasional maupun internasional dalam tahun buku terakhir (jika ada), yang memuat: a) nama penghargaan dan/atau sertifikasi; b) badan atau lembaga yang memberikan; dan c) masa berlaku penghargaan dan/atau sertifikasi (jika ada); f. Analisis dan Pembahasan Manajemen Analisis dan pembahasan manajemen memuat analisis dan pembahasan mengenai laporan keuangan dan informasi penting lainnya dengan penekanan pada perubahan material yang terjadi dalam tahun buku, yaitu paling sedikit memuat: 1) tinjauan operasi per segmen operasi sesuai dengan jenis industri Emiten atau Perusahaan Publik, paling sedikit mengenai: a) produksi, yang meliputi proses, kapasitas, dan perkembangannya; b) pendapatan/penjualan; dan c) profitabilitas; 2) kinerja keuangan komprehensif yang mencakup perbandingan kinerja keuangan dalam 2 (dua) tahun buku terakhir, penjelasan tentang penyebab adanya perubahan dan dampak perubahan tersebut, paling sedikit mengenai: a) aset lancar, aset tidak lancar, dan total aset; b) c) liabilitas jangka pendek, liabilitas jangka panjang, dan total liabilitas; ekuitas; d) pendapatan/penjualan, beban, laba (rugi), penghasilan komprehensif lain, dan total laba (rugi) komprehensif; -10- dan e) arus kas; 3) kemampuan membayar utang dengan menyajikan perhitungan rasio yang relevan; 4) tingkat kolektibilitas piutang Emiten atau Perusahaan Publik dengan menyajikan perhitungan rasio yang relevan; 5) struktur modal (capital structure) dan kebijakan manajemen atas struktur modal (capital structure) tersebut disertai dasar penentuan kebijakan dimaksud; 6) bahasan mengenai ikatan yang material untuk investasi barang modal dengan penjelasan paling sedikit meliputi: a) tujuan dari ikatan tersebut; b) sumber dana yang diharapkan untuk memenuhi ikatan tersebut; c) mata uang yang menjadi denominasi; dan d) langkah yang direncanakan Emiten atau Perusahaan Publik untuk melindungi risiko dari posisi mata uang asing yang terkait; 7) bahasan mengenai investasi barang modal yang direalisasikan dalam tahun buku terakhir, paling sedikit meliputi: a) jenis investasi barang modal; b) tujuan investasi barang modal; dan c) nilai investasi barang modal yang dikeluarkan; 8) informasi dan fakta material yang terjadi setelah tanggal laporan akuntan (jika ada); 9) prospek usaha dari Emiten atau Perusahaan Publik dikaitkan dengan kondisi industri, ekonomi secara umum dan pasar internasional disertai data pendukung kuantitatif dari sumber data yang layak dipercaya; 10) perbandingan antara target/proyeksi pada awal tahun buku dengan hasil yang dicapai (realisasi), mengenai: a) pendapatan/penjualan; b) laba (rugi); c) struktur modal (capital structure); atau d) hal lainnya yang dianggap penting bagi Emiten atau -11- Perusahaan Publik; 11) target/proyeksi yang ingin dicapai Emiten atau Perusahaan Publik untuk 1 (satu) tahun mendatang, mengenai: a) pendapatan/penjualan; b) laba (rugi); c) struktur modal (capital structure); d) kebijakan dividen; atau e) hal lainnya yang dianggap penting bagi Emiten atau Perusahaan Publik; 12) aspek pemasaran atas barang dan/atau jasa Emiten atau Perusahaan Publik, paling sedikit mengenai strategi pemasaran dan pangsa pasar; 13) uraian mengenai dividen selama 2 (dua) tahun buku terakhir (jika ada), paling sedikit: a) kebijakan dividen; b) tanggal pembayaran dividen kas dan/atau tanggal distribusi dividen non kas; c) jumlah dividen per saham (kas dan/atau non kas); dan d) jumlah dividen per tahun yang dibayar; 14) realisasi penggunaan dana hasil Penawaran Umum, dengan ketentuan: a) dalam hal selama tahun buku, Emiten memiliki kewajiban menyampaikan laporan realisasi penggunaan dana, maka diungkapkan realisasi penggunaan dana hasil Penawaran Umum secara kumulatif sampai dengan akhir tahun buku; dan b) dalam hal terdapat perubahan penggunaan dana sebagaimana diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Laporan Realisasi Penggunaan Dana Hasil Penawaran Umum, maka Emiten menjelaskan perubahan tersebut; 15) informasi material (jika ada), antara lain mengenai investasi, ekspansi, divestasi, penggabungan/peleburan usaha, akuisisi, restrukturisasi utang/modal, transaksi Afiliasi, dan transaksi yang mengandung benturan kepentingan, yang terjadi pada tahun buku, antara lain memuat: -12- a) tanggal, nilai, dan objek transaksi; b) nama pihak yang melakukan transaksi; c) sifat hubungan Afiliasi (jika ada); d) penjelasan mengenai kewajaran transaksi; dan e) pemenuhan ketentuan terkait; 16) perubahan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berpengaruh signifikan terhadap Emiten atau Perusahaan Publik dan dampaknya terhadap laporan keuangan (jika ada); dan 17) perubahan kebijakan akuntansi, alasan dan dampaknya terhadap laporan keuangan (jika ada); g. Tata Kelola Emiten atau Perusahaan Publik Tata kelola Emiten atau Perusahaan Publik paling sedikit memuat uraian singkat mengenai: 1) Direksi, mencakup antara lain: a) tugas dan tanggung jawab masing-masing anggota Direksi; b) pernyataan bahwa Direksi memiliki pedoman atau piagam (charter) Direksi; c) prosedur, dasar penetapan, struktur, dan besarnya remunerasi masing-masing anggota Direksi, serta hubungan antara remunerasi dengan kinerja Emiten atau Perusahaan Publik; d) kebijakan dan pelaksanaan tentang frekuensi rapat Direksi, termasuk rapat bersama Dewan Komisaris, dan tingkat kehadiran anggota Direksi dalam rapat tersebut; e) informasi mengenai keputusan RUPS 1 (satu) tahun sebelumnya, meliputi: (1) keputusan RUPS yang direalisasikan pada tahun buku; dan (2) alasan dalam hal terdapat keputusan yang belum direalisasikan; f) informasi mengenai keputusan RUPS pada tahun buku, meliputi: (1) keputusan RUPS yang direalisasikan pada tahun buku; dan -13- (2) alasan dalam hal terdapat keputusan yang belum direalisasikan; dan g) penilaian terhadap kinerja komite yang mendukung pelaksanaan tugas Direksi; 2) Dewan Komisaris, mencakup antara lain: a) tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris; b) pernyataan bahwa Dewan Komisaris memiliki pedoman atau piagam (charter) Dewan Komisaris; c) prosedur, dasar penetapan, struktur, dan besarnya remunerasi masing-masing anggota Dewan Komisaris; d) kebijakan dan pelaksanaan tentang frekuensi rapat Dewan Komisaris, termasuk rapat bersama Direksi, dan tingkat kehadiran anggota Dewan Komisaris dalam rapat tersebut; e) kebijakan Emiten atau Perusahaan Publik tentang penilaian terhadap kinerja anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris dan pelaksanaannya, paling sedikit meliputi: (1) prosedur pelaksanaan penilaian kinerja; (2) kriteria yang digunakan; dan (3) pihak yang melakukan penilaian; f) penilaian terhadap kinerja komite yang mendukung pelaksanaan tugas Dewan Komisaris; dan g) dalam hal Dewan Komisaris tidak membentuk Komite Nominasi dan Remunerasi, dimuat informasi paling sedikit mengenai: (1) alasan tidak dibentuknya komite; dan (2) prosedur nominasi dan remunerasi yang dilakukan dalam tahun buku; 3) Dewan Pengawas Syariah, bagi Emiten atau Perusahaan Publik yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah sebagaimana tertuang dalam anggaran dasar, paling sedikit memuat: a) nama; b) tugas dan tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah; dan -14- c) frekuensi dan cara pemberian nasihat dan saran serta pengawasan pemenuhan Prinsip Syariah di Pasar Modal terhadap Emiten atau Perusahaan Publik; 4) Komite Audit, mencakup antara lain: a) nama dan jabatannya dalam keanggotaan komite; b) usia; c) kewarganegaraan; d) riwayat pendidikan; e) riwayat jabatan, meliputi informasi: (1) dasar hukum penunjukan sebagai anggota komite; (2) rangkap jabatan, baik sebagai anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, dan/atau anggota komite serta jabatan lainnya (jika ada); dan (3) pengalaman kerja beserta periode waktunya baik di dalam maupun di luar Emiten atau Perusahaan Publik; f) periode dan masa jabatan anggota Komite Audit; g) pernyataan independensi Komite Audit; h) kebijakan dan pelaksanaan tentang frekuensi rapat Komite Audit dan tingkat kehadiran anggota Komite Audit dalam rapat tersebut; i) j) pendidikan dan/atau pelatihan yang telah diikuti dalam tahun buku (jika ada); dan pelaksanaan kegiatan Komite Audit pada tahun buku sesuai dengan yang dicantumkan dalam pedoman atau piagam (charter) Komite Audit; 5) komite lain yang dimiliki Emiten atau Perusahaan Publik dalam rangka mendukung fungsi dan tugas Direksi dan/atau Dewan Komisaris, seperti Komite Nominasi dan Remunerasi, mencakup antara lain: a) nama dan jabatannya dalam keanggotaan komite; b) usia; c) kewarganegaraan; d) riwayat pendidikan; e) riwayat jabatan, meliputi informasi: -15- (1) dasar hukum penunjukan sebagai anggota komite; (2) rangkap jabatan, baik sebagai anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, dan/atau anggota komite serta jabatan lainnya (jika ada); dan (3) pengalaman kerja beserta periode waktunya baik di dalam maupun di luar Emiten atau Perusahaan Publik; f) periode dan masa jabatan anggota komite; g) uraian tugas dan tanggung jawab; h) pernyataan bahwa telah memiliki pedoman atau piagam (charter) komite; i) pernyataan independensi komite; j) kebijakan dan pelaksanaan tentang frekuensi rapat komite dan tingkat kehadiran anggota komite dalam rapat tersebut; k) pendidikan dan/atau pelatihan yang telah diikuti dalam tahun buku (jika ada); dan l) uraian singkat pelaksanaan kegiatan komite pada tahun buku; 6) Sekretaris Perusahaan, mencakup antara lain: a) nama; b) domisili; c) riwayat jabatan, meliputi informasi: (1) dasar hukum penunjukan sebagai Sekretaris Perusahaan; dan (2) pengalaman kerja beserta periode waktunya baik di dalam maupun di luar Emiten atau Perusahaan Publik; d) riwayat pendidikan; e) pendidikan dan/atau pelatihan yang diikuti dalam tahun buku; dan f) uraian singkat pelaksanaan tugas Sekretaris Perusahaan pada tahun buku; 7) Unit Audit Internal, mencakup antara lain: a) nama kepala Unit Audit Internal; b) riwayat jabatan, meliputi informasi: -16- (1) dasar hukum penunjukan sebagai kepala Unit Audit Internal; dan (2) pengalaman kerja beserta periode waktunya baik di dalam maupun di luar Emiten atau Perusahaan Publik; c) kualifikasi atau sertifikasi sebagai profesi audit internal (jika ada); d) pendidikan dan/atau pelatihan yang diikuti dalam tahun buku; e) struktur dan kedudukan Unit Audit Internal; f) uraian tugas dan tanggung jawab; g) pernyataan bahwa telah memiliki pedoman atau piagam (charter) Unit Audit Internal; dan h) uraian singkat pelaksanaan tugas Unit Audit Internal pada tahun buku; 8) uraian mengenai sistem pengendalian internal (internal control) yang diterapkan oleh Emiten atau Perusahaan Publik, paling sedikit mengenai: a) pengendalian keuangan dan operasional, serta kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan lainnya; dan b) tinjauan atas efektivitas sistem pengendalian internal; 9) sistem manajemen risiko yang diterapkan oleh Emiten atau Perusahaan Publik, paling sedikit mengenai: a) gambaran umum mengenai sistem manajemen risiko Emiten atau Perusahaan Publik; b) jenis risiko dan cara pengelolaannya; dan c) tinjauan atas efektivitas sistem manajemen risiko Emiten atau Perusahaan Publik; 10) perkara penting yang dihadapi oleh Emiten atau Perusahaan Publik, entitas anak, anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris (jika ada), antara lain meliputi: a) pokok perkara/gugatan; b) status penyelesaian perkara/gugatan; dan c) pengaruhnya terhadap kondisi Emiten atau Perusahaan Publik; -17- 11) informasi tentang sanksi administratif yang dikenakan kepada Emiten atau Perusahaan Publik, anggota Dewan Komisaris dan Direksi, oleh otoritas Pasar Modal dan otoritas lainnya pada tahun buku (jika ada); 12) informasi mengenai kode etik Emiten atau Perusahaan Publik meliputi: a) pokok-pokok kode etik; b) bentuk sosialisasi kode etik dan upaya penegakannya; dan c) pernyataan bahwa kode etik berlaku bagi anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan karyawan Emiten atau Perusahaan Publik; 13) informasi mengenai budaya perusahaan (corporate culture) atau nilai-nilai perusahaan (jika ada); 14) uraian mengenai program kepemilikan saham oleh karyawan dan/atau manajemen yang dilaksanakan Emiten atau Perusahaan Publik (jika ada), antara lain mengenai: a) jumlah saham dan/atau opsi; b) jangka waktu pelaksanaan; c) persyaratan karyawan dan/atau manajemen yang berhak; dan d) harga pelaksanaan; 15) uraian mengenai sistem pelaporan pelanggaran (whistleblowing system) di Emiten atau Perusahaan Publik (jika ada), antara lain meliputi: a) cara penyampaian laporan pelanggaran; b) perlindungan bagi pelapor; c) penanganan pengaduan; d) pihak yang mengelola pengaduan; dan e) hasil dari penanganan pengaduan, paling sedikit meliputi: (1) jumlah pengaduan yang masuk dan diproses dalam tahun buku; dan (2) tindak lanjut pengaduan; 16) penerapan atas Pedoman Tata Kelola Perusahaan Terbuka bagi Emiten yang menerbitkan Efek Bersifat Ekuitas atau -18- Perusahaan Publik, meliputi: a) pernyataan mengenai rekomendasi yang telah dilaksanakan; dan/atau b) penjelasan atas rekomendasi yang belum dilaksanakan, disertai alasan dan alternatif pelaksanaannya (jika ada); h. Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Emiten atau Perusahaan Publik 1) Informasi mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan Emiten atau Perusahaan Publik meliputi kebijakan, jenis program, dan biaya yang dikeluarkan, antara lain terkait aspek: a) lingkungan hidup, antara lain: (1) penggunaan material dan energi yang ramah lingkungan dan dapat didaur ulang; (2) sistem pengolahan limbah Emiten atau Perusahaan Publik; (3) mekanisme pengaduan masalah lingkungan; dan (4) sertifikasi di bidang lingkungan yang dimiliki; b) praktik ketenagakerjaan, kesehatan, dan keselamatan kerja, antara lain: (1) kesetaraan gender dan kesempatan kerja; (2) sarana dan keselamatan kerja; (3) tingkat perpindahan (turnover) karyawan; (4) tingkat kecelakaan kerja; (5) pendidikan dan/atau pelatihan; (6) remunerasi; dan (7) mekanisme pengaduan masalah ketenagakerjaan; c) pengembangan sosial dan kemasyarakatan, antara lain: (1) penggunaan tenaga kerja lokal; (2) pemberdayaan masyarakat sekitar Emiten atau Perusahaan Publik antara lain melalui penggunaan bahan baku yang dihasilkan oleh masyarakat atau pemberian edukasi; (3) perbaikan sarana dan prasarana sosial; (4) bentuk donasi lainnya; dan -19- (5) komunikasi mengenai kebijakan dan prosedur anti korupsi di Emiten atau Perusahaan Publik, serta pelatihan mengenai anti korupsi (jika ada); d) tanggung jawab barang dan/atau jasa, antara lain: (1) kesehatan dan keselamatan konsumen; (2) informasi barang dan/atau jasa; dan (3) sarana, jumlah, dan penanggulangan atas pengaduan konsumen. 2) Dalam hal Emiten atau Perusahaan Publik menyajikan informasi mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana dimaksud pada angka 1) pada laporan tersendiri seperti laporan tanggung jawab sosial dan lingkungan atau laporan keberlanjutan (sustainability report), Emiten atau Perusahaan Publik dikecualikan untuk mengungkapkan informasi mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan dalam Laporan Tahunan; dan 3) Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 2) disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan bersamaan dengan penyampaian Laporan Tahunan; i. Laporan Keuangan Tahunan yang Telah Diaudit Laporan keuangan tahunan yang dimuat dalam Laporan Tahunan disusun sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia dan telah diaudit oleh Akuntan. Laporan keuangan dimaksud memuat pernyataan mengenai pertanggungjawaban atas laporan keuangan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang- undangan di sektor Pasar Modal yang mengatur mengenai tanggung jawab Direksi atas laporan keuangan atau peraturan perundang-undangan di sektor Pasar Modal yang mengatur mengenai laporan berkala Perusahaan Efek dalam hal Emiten merupakan Perusahaan Efek; dan j. Surat Pernyataan Anggota Direksi dan Anggota Dewan Komisaris tentang Tanggung Jawab atas Laporan Tahunan Surat pernyataan anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris tentang tanggung jawab atas Laporan Tahunan disusun sesuai dengan format Surat Pernyataan Anggota Direksi dan Anggota Dewan Komisaris tentang Tanggung Jawab atas Laporan -20- Tahunan sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. IV. PENUTUP Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di pada tanggal 3 Agustus 2016 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PASAR MODAL, ttd Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana NURHAIDA
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 30/SEOJK.04/2016 </reg_id> <reg_title> BENTUK DAN ISI LAPORAN TAHUNAN EMITEN ATAU PERUSAHAAN PUBLIK </reg_title> <set_date> 3 Agustus 2016 </set_date> <effective_date> 3 Agustus 2016 </effective_date> <related_reg> '29/POJK.04/2016 | Pasal 6' </related_reg>
Yth. 1. Direksi Bank Umum Syariah; dan 2. Direksi Bank Umum Konvensional yang Memiliki Unit Usaha Syariah, di Tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 10 /SEOJK.03/2017 TENTANG TRANSPARANSI DAN PUBLIKASI LAPORAN BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 6/POJK.03/2015 tentang Transparansi dan Publikasi Laporan Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5687), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 32/POJK.03/2016 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 170, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5917), perlu untuk mengatur pelaksanaan ketentuan mengenai Transparansi dan Publikasi Laporan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM 1. Bank adalah Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS). 2. Laporan Publikasi terdiri dari Laporan Publikasi Bulanan, Laporan Publikasi Triwulanan, Laporan Publikasi Tahunan, dan Laporan Publikasi Lain. Khusus untuk UUS, Laporan Publikasi terdiri dari Laporan Publikasi Triwulanan dan informasi umum yang disampaikan dalam Laporan Tahunan Bank Umum Konvensional yang Memiliki UUS. - 2 - 3. Laporan Publikasi disusun antara lain untuk memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja atau hasil usaha Bank, informasi keuangan lainnya serta informasi kualitatif kepada berbagai pihak yang berkepentingan dengan perkembangan usaha Bank. Seluruh informasi tersebut diharapkan dapat meningkatkan transparansi kondisi keuangan Bank kepada publik dan menjaga kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan syariah. 4. Laporan Posisi Keuangan (Neraca) merupakan laporan posisi aset, liabilitas, dan ekuitas Bank per posisi akhir periode laporan. Sementara itu, Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain merupakan laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif Bank secara kumulatif sejak awal Tahun Buku sampai dengan akhir posisi periode laporan. 5. Agar dapat diperbandingkan, format dan ruang lingkup Laporan Publikasi disajikan dengan mengacu pada ketentuan yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan, standar akuntansi keuangan yang relevan untuk industri perbankan syariah, Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI), dan standar internasional yang relevan mengenai pengungkapan risiko, kecukupan likuiditas, dan permodalan Bank. 6. Laporan Publikasi disusun dalam Bahasa Indonesia dan disajikan sesuai format laporan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 7. Format Laporan Publikasi merupakan standar minimum yang harus dipenuhi oleh Bank. Dalam hal terdapat akun yang jumlahnya material dan tidak terdapat dalam format tersebut, Bank dapat menyajikan akun tersebut secara tersendiri, sedangkan akun yang jumlahnya tidak material dapat digabungkan dengan akun lain yang sejenis. 8. Akun yang memiliki saldo nihil dalam format laporan harus dicantumkan dengan memberi garis pendek (-) pada akun yang bersangkutan kecuali ditetapkan secara khusus dalam Lampiran. II. LAPORAN PUBLIKASI BULANAN 1. Pedoman Umum a. Laporan Publikasi Bulanan disajikan oleh BUS secara individu dan disusun setiap bulan. b. Laporan Publikasi Bulanan diumumkan kepada masyarakat pada Situs Web BUS dan disampaikan oleh BUS kepada Otoritas Jasa - 3 - Keuangan secara online melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan. Dalam hal penyampaian laporan melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan belum dapat dilakukan, laporan disampaikan melalui sistem Laporan Kantor Pusat Bank Umum (LKPBU). 2. Ruang Lingkup Laporan Publikasi Bulanan Laporan Publikasi Bulanan meliputi laporan keuangan bulanan yang paling sedikit terdiri atas: a. Laporan Posisi Keuangan (Neraca); b. Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain; dan c. Laporan Komitmen dan Kontinjensi. 3. BUS dalam menyusun Laporan Publikasi Bulanan mengacu pada Pedoman Penyusunan Laporan Publikasi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah – Laporan Publikasi Bulanan Bank Umum Syariah yang merupakan lampiran dan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. III. LAPORAN PUBLIKASI TRIWULANAN 1. Bank Umum Syariah a. Pedoman Umum 1) Laporan keuangan pada Laporan Publikasi Triwulanan disajikan secara individu dan konsolidasi dengan Entitas Anak yang disusun untuk posisi akhir bulan Maret, Juni, September, dan Desember. 2) BUS yang tidak memiliki Entitas Anak, kolom konsolidasian dapat ditiadakan. 3) Laporan keuangan pada Laporan Publikasi Triwulanan disajikan dalam bentuk perbandingan sesuai standar akuntansi keuangan. 4) Apabila terdapat perlakuan akuntansi yang baru berlaku dalam posisi laporan, penyajian posisi pembanding mengacu pada standar akuntansi keuangan mengenai kebijakan akuntansi, perubahan estimasi akuntansi, dan kesalahan. 5) Nama pemegang saham dan persentase kepemilikan saham yang dicantumkan dalam pengisian pemilik BUS pada format Laporan Publikasi Triwulanan adalah perorangan atau entitas yang memiliki saham sebesar 5% (lima persen) atau lebih dari - 4 - modal BUS, baik yang diperoleh melalui maupun tidak melalui Pasar Modal. 6) Laporan keuangan pada Laporan Publikasi Triwulanan posisi akhir bulan Desember diaudit oleh Akuntan Publik yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan. Dalam penyajian laporan keuangan dicantumkan nama Kantor Akuntan Publik, nama Akuntan Publik yang bertanggung jawab (partner in charge), dan opini yang diberikan. 7) Laporan Publikasi Triwulanan diumumkan pada surat kabar harian berbahasa Indonesia yang memiliki peredaran luas dan pada Situs Web BUS, serta disampaikan oleh BUS kepada Otoritas Jasa Keuangan secara online melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan. Dalam hal penyampaian laporan melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan belum dapat dilakukan, laporan disampaikan melalui LKPBU. b. Ruang Lingkup Laporan Publikasi Triwulanan Laporan Publikasi Triwulanan mencakup: 1) laporan keuangan, meliputi: a) Laporan Posisi Keuangan (Neraca); b) Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain; dan c) Laporan Komitmen dan Kontinjensi. 2) informasi kinerja keuangan, meliputi: a) perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM); b) jumlah dan kualitas aset produktif serta Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN), yang paling sedikit memberikan informasi berdasarkan pengelompokan: (1) instrumen keuangan; (2) penyediaan dana kepada Pihak Terkait; (3) pembiayaan kepada nasabah Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM); (4) pembiayaan yang memerlukan perhatian khusus (antara lain pembiayaan yang direstrukturisasi dan pembiayaan properti); dan (5) Penyisihan Penghapusan Aset (PPA) yang wajib dibentuk berdasarkan instrumen keuangan. - 5 - c) rasio keuangan yang paling sedikit mencakup: (1) rasio KPMM; (2) Return on Asset (ROA); (3) Return on Equity (ROE); (4) rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO); d) (5) persentase pelanggaran dan pelampauan Batas Maksimum Penyaluran Dana (BMPD); dan (6) rasio Posisi Devisa Neto (PDN). transaksi spot dan forward; e) Laporan Distribusi Bagi Hasil; f) Laporan Sumber dan Penyaluran Dana Zakat, khusus untuk posisi Juni dan Desember; g) Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan, khusus untuk posisi Juni dan Desember; h) Laporan Perubahan Dana Investasi Terikat, khusus untuk posisi Juni dan Desember, apabila ada; 3) informasi susunan dan komposisi Pemegang Saham, susunan Direksi dan Dewan Komisaris, serta susunan Dewan Pengawas Syariah; 4) informasi kuantitatif eksposur risiko yang dihadapi BUS untuk posisi Juni, paling sedikit mencakup: a) Pengungkapan Risiko Kredit (1) Pengungkapan umum, meliputi: (a) pengungkapan Tagihan Bersih Berdasarkan Wilayah; (b) pengungkapan Tagihan Bersih Berdasarkan Sisa Jangka Waktu Kontrak; (c) pengungkapan Tagihan Bersih Berdasarkan Sektor Ekonomi; (d) pengungkapan Tagihan dan Pencadangan Berdasarkan Wilayah; (e) pengungkapan Tagihan dan Pencadangan Berdasarkan Sektor Ekonomi; dan (f) pengungkapan Rincian Mutasi CKPN. (2) Pengungkapan Risiko Kredit dengan menggunakan Pendekatan Standar, meliputi: - 6 - (a) pengungkapan Tagihan Bersih Berdasarkan Kategori Portofolio dan Skala Peringkat; dan (b) pengungkapan Risiko Kredit Pihak Lawan (Counterparty Credit Risk), antara lain terdiri dari Tagihan Bersih yang berasal dari eksposur: i. transaksi lindung nilai syariah over the counter; ii. transaksi repurchase agreement (repo); dan iii. transaksi reverse repo, sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai pedoman perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) untuk Risiko Kredit dengan menggunakan Pendekatan Standar bagi BUS. (3) Pengungkapan mitigasi Risiko Kredit dengan menggunakan Pendekatan Standar, meliputi: (a) pengungkapan Tagihan Bersih Berdasarkan Bobot Risiko setelah memperhitungkan dampak mitigasi Risiko Kredit; dan (b) pengungkapan Tagihan Bersih dan Teknik Mitigasi Risiko Kredit. (4) Pengungkapan Sekuritisasi Aset, meliputi: (a) Pengungkapan Transaksi Sekuritisasi Aset; dan (b) Pengungkapan Ringkasan Aktivitas Transaksi Sekuritisasi Aset dalam hal BUS Bertindak sebagai Kreditur Asal. (5) Pengungkapan Perhitungan ATMR untuk Risiko Kredit dengan menggunakan Pendekatan Standar. b) Pengungkapan Risiko Pasar Pengungkapan Risiko Pasar dengan menggunakan Metode Standar mengacu pada ketentuan mengenai perhitungan ATMR untuk Risiko Pasar dengan menggunakan Metode Standar bagi BUS. c) Pengungkapan Risiko Likuiditas (1) Pengungkapan Profil Maturitas Rupiah; dan (2) Pengungkapan Profil Maturitas Valuta Asing. d) Pengungkapan Risiko Operasional - 7 - Perhitungan Risiko Operasional mengacu pada ketentuan mengenai perhitungan ATMR untuk Risiko Operasional dengan menggunakan Pendekatan Indikator Dasar (PID) bagi BUS. c. Pengungkapan Permodalan sesuai dengan Kerangka Basel III 1) Bank Umum berdasarkan Kegiatan Usaha (BUKU) 3 dan BUKU 4, menambahkan informasi mengenai pengungkapan permodalan pada Laporan Publikasi Triwulanan, sesuai dengan dokumen Composition of Capital Disclosure Requirements yang diterbitkan oleh Basel Committee on Banking Supervision (BCBS). 2) Tujuan pengungkapan permodalan sesuai kerangka Basel III adalah untuk meningkatkan transparansi pengungkapan komponen permodalan dan meningkatkan konsistensi pengungkapan permodalan antarnegara sehingga mudah diperbandingkan. 3) Pengungkapan permodalan disajikan pada Situs Web BUS, dalam satu tautan khusus, misalnya dengan judul: “Pengungkapan Permodalan sesuai kerangka Basel III”. 4) Pengungkapan permodalan sesuai kerangka Basel III paling sedikit mencakup: a) Bagian 1: Perhitungan Permodalan, yang mengacu pada Format Standar yang disediakan dalam dokumen BCBS; b) Bagian 2: Rekonsiliasi Permodalan antara Neraca dengan Format Standar sebagaimana dimaksud dalam Bagian 1; dan c) Bagian 3: Rincian Fitur Instrumen Permodalan. d. BUS dalam menyusun Laporan Publikasi Triwulanan mengacu pada Pedoman Penyusunan Laporan Publikasi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah – Laporan Publikasi Triwulanan Bank Umum Syariah yang merupakan lampiran dan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. e. Penambahan Pengungkapan Informasi bagi BUS yang Merupakan Bagian dari Suatu Kelompok Usaha 1) BUS menambahkan informasi pada Laporan Publikasi Triwulanan untuk posisi akhir bulan Juni dan Desember mengenai: - 8 - a) Laporan keuangan konsolidasian Entitas Induk yang meliputi laporan keuangan seluruh entitas dalam kelompok usaha di bidang keuangan; atau b) Laporan keuangan konsolidasian Entitas Induk yang meliputi laporan keuangan seluruh entitas dalam kelompok usaha di bidang keuangan dan non keuangan, dalam hal tidak terdapat laporan keuangan konsolidasian sebagaimana dimaksud pada huruf a). 2) Laporan keuangan konsolidasian Entitas Induk sebagaimana dimaksud pada butir 1) a) atau butir 1) b) paling sedikit mencakup: a) Laporan Posisi Keuangan (Neraca); b) Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain; c) Laporan Perubahan Ekuitas; dan d) Laporan Komitmen dan Kontinjensi. Laporan Perubahan Ekuitas serta Laporan Komitmen dan Kontinjensi sebagaimana dimaksud pada huruf c) dan huruf d) disajikan apabila ada. 3) Format Neraca serta Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain Entitas Induk untuk posisi akhir bulan Desember disesuaikan dengan Neraca serta Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain yang disajikan dalam laporan keuangan auditan. f. Laporan tertentu yang disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan secara triwulanan BUS menyampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan laporan mengenai: 1) Transaksi antara BUS dengan Pihak-Pihak Berelasi, paling sedikit mencakup: a) nama pihak yang memiliki hubungan atau relasi dengan BUS; b) hubungan keterkaitan dengan BUS; c) jenis transaksi; d) jumlah atau nominal transaksi; dan e) kualitas aset produktif untuk transaksi penyediaan dana. 2) Bagi BUS yang merupakan bagian dari suatu kelompok usaha, menambahkan pengungkapan laporan penyediaan dana, - 9 - komitmen maupun fasilitas lain yang dapat dipersamakan dengan itu dari setiap entitas yang berada dalam satu kelompok usaha dengan BUS kepada nasabah dan/atau pihak-pihak yang telah memperoleh penyediaan dana dari BUS, paling sedikit mencakup: a) nama nasabah dan/atau pihak-pihak yang telah memperoleh penyediaan dana dari BUS; b) jenis, jumlah dan kualitas penyediaan dana yang diberikan oleh BUS; c) nama kelompok usaha pemberi penyediaan dana serta hubungan keterkaitan dengan BUS; dan d) jenis penyediaan dana dan jumlah penyediaan dana yang diberikan oleh kelompok usaha. 2. Unit Usaha Syariah a. Pedoman Umum 1) Laporan keuangan pada Laporan Publikasi Triwulanan disajikan secara individu yang disusun untuk posisi akhir bulan Maret, Juni, September, dan Desember. 2) Laporan keuangan pada Laporan Publikasi Triwulanan disajikan dalam bentuk perbandingan sesuai standar akuntansi keuangan. 3) Apabila terdapat perlakuan akuntansi yang baru berlaku dalam posisi laporan, penyajian posisi pembanding mengacu pada standar akuntansi keuangan mengenai kebijakan akuntansi, perubahan estimasi akuntansi, dan kesalahan. 4) Laporan Publikasi Triwulanan ditandatangani oleh Direktur yang membawahkan UUS dan 1 (satu) orang anggota Dewan Pengawas Syariah. 5) Laporan Publikasi Triwulanan diumumkan pada surat kabar harian berbahasa Indonesia yang memiliki peredaran luas dan pada Situs Web Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS, dan disampaikan oleh UUS kepada Otoritas Jasa Keuangan secara online melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan. Dalam hal penyampaian laporan melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan belum dapat dilakukan, laporan disampaikan melalui sistem LKPBU. b. Ruang Lingkup Laporan Publikasi Triwulanan - 10 - Laporan Publikasi Triwulanan mencakup: 1) Laporan keuangan, meliputi: a) Laporan Posisi Keuangan (Neraca); b) Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain; dan c) Laporan Komitmen dan Kontinjensi. 2) Rasio keuangan, paling sedikit mencakup: a) b) ROA. 3) Laporan Distribusi Bagi Hasil. Khusus untuk posisi Juni dan Desember, selain laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1) sampai dengan angka 3), ditambah dengan: 1) Laporan Sumber dan Penyaluran Dana Zakat; 2) Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan; dan 3) Laporan Perubahan Dana Investasi Terikat, apabila ada. c. UUS dalam menyusun Laporan Publikasi Triwulanan mengacu pada Pedoman Penyusunan Laporan Publikasi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah - Laporan Publikasi Triwulanan Unit Usaha Syariah yang merupakan lampiran dan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. IV. LAPORAN PUBLIKASI TAHUNAN 1. Bank Umum Syariah a. Pedoman Umum 1) Laporan keuangan pada Laporan Publikasi Tahunan disajikan secara individu dan konsolidasi dengan Entitas Anak yang disusun untuk 1 (satu) Tahun Buku. 2) BUS yang tidak memiliki Entitas Anak, kolom konsolidasian dapat ditiadakan. 3) Laporan keuangan pada Laporan Publikasi Tahunan disajikan dalam bentuk perbandingan sesuai standar akuntansi keuangan. 4) Apabila terdapat perlakuan akuntansi yang baru berlaku dalam posisi laporan, penyajian posisi pembanding mengacu pada total aset UUS terhadap total aset Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS; dan - 11 - standar akuntansi keuangan mengenai kebijakan akuntansi, perubahan estimasi akuntansi, dan kesalahan. 5) Laporan Publikasi Tahunan harus disusun dalam Bahasa Indonesia. Dalam hal Laporan Publikasi Tahunan disusun dalam Bahasa Indonesia dan bahasa asing, baik dalam dokumen yang sama maupun terpisah, Laporan Publikasi Tahunan harus memuat informasi yang sama. Dalam hal terdapat perbedaan penafsiran informasi dalam bahasa asing dengan informasi dalam Bahasa Indonesia pada Laporan Publikasi Tahunan, informasi yang digunakan sebagai acuan adalah informasi dalam Bahasa Indonesia. 6) Laporan keuangan pada Laporan Publikasi Tahunan diaudit oleh Akuntan Publik. Dalam penyajian laporan keuangan dicantumkan nama Kantor Akuntan Publik, nama Akuntan Publik yang bertanggung jawab (partner in charge), dan opini yang diberikan. 7) Laporan Publikasi Tahunan diumumkan pada Situs Web BUS dan disampaikan oleh BUS kepada Otoritas Jasa Keuangan. b. Ruang Lingkup Laporan Publikasi Tahunan Laporan Publikasi Tahunan meliputi: 1) Informasi Umum Informasi Umum dalam Laporan Publikasi Tahunan paling sedikit meliputi: a) susunan Direksi, Dewan Komisaris, Dewan Pengawas Syariah, dan Pejabat Eksekutif beserta jabatan dan ringkasan riwayat hidupnya; b) susunan dan komposisi Pemegang Saham yaitu nama pemegang saham dan persentase kepemilikan saham; c) perkembangan usaha BUS dan kelompok usaha BUS, yang memuat data mengenai: (1) ikhtisar data keuangan penting, paling sedikit meliputi pendapatan penyaluran dana bersih, laba operasional, laba sebelum pajak, laba bersih, laba bersih per saham, aset produktif, dana pihak ketiga, pinjaman diterima, total biaya dana (cost of fund), modal sendiri, jumlah lembar dan nilai nominal saham yang ditempatkan dan disetor; dan - 12 - (2) informasi kinerja keuangan sebagaimana dimaksud dalam butir III.1.b.2). d) strategi dan kebijakan yang ditetapkan oleh manajemen BUS; e) laporan manajemen yang memuat informasi mengenai pengelolaan BUS, paling sedikit mencakup: (1) struktur organisasi; (2) aktivitas utama; (3) teknologi informasi; (4) jenis produk dan jasa yang ditawarkan, termasuk penyaluran pembiayaan kepada nasabah UMKM; (5) realisasi tingkat bagi hasil/imbalan dan metode perhitungan distribusi bagi hasil; (6) perkembangan perekonomian dan target pasar; (7) jaringan kerja dan mitra usaha di dalam dan/atau di luar negeri; (8) jumlah, jenis, dan lokasi kantor; (9) kepemilikan Direksi, Dewan Komisaris, dan pemegang saham dalam kelompok usaha BUS; (10) sumber daya manusia, meliputi jumlah, tingkat pendidikan, pelatihan, dan pengembangan sumber daya manusia. (11) perubahan-perubahan penting yang terjadi pada BUS dan kelompok usaha BUS dalam tahun yang bersangkutan; dan (12) hal-hal penting yang diperkirakan terjadi pada masa mendatang. 2) Laporan Keuangan Tahunan a) Laporan keuangan, paling sedikit mencakup: (1) Laporan Posisi Keuangan (Neraca); (2) Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain; (3) Laporan Perubahan Ekuitas; (4) Laporan Arus Kas; dan (5) Catatan atas Laporan Keuangan, termasuk informasi mengenai komitmen dan kontinjensi. - 13 - b) Penambahan Pengungkapan Informasi bagi BUS yang Merupakan Bagian dari Suatu Kelompok Usaha. (1) Bank menambahkan informasi pada Laporan Publikasi Tahunan mengenai: (a) Laporan Keuangan Konsolidasian Entitas Induk yang meliputi laporan keuangan seluruh entitas dalam kelompok usaha di bidang keuangan; atau (b) Laporan Keuangan Konsolidasian Entitas Induk yang meliputi laporan keuangan seluruh entitas dalam kelompok usaha di bidang keuangan dan non keuangan, dalam hal tidak terdapat laporan keuangan konsolidasian sebagaimana dimaksud dalam huruf (a). (2) Laporan keuangan konsolidasian Entitas Induk sebagaimana dimaksud dalam angka (1), paling sedikit terdiri atas: (a) Laporan Posisi Keuangan (Neraca); (b) Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain; (c) Laporan Perubahan Ekuitas; dan (d) Laporan Komitmen dan Kontinjensi. c) Opini dari Akuntan Publik yang memuat pendapat atas laporan keuangan tahunan. 3) Informasi kinerja keuangan, meliputi: a) perhitungan KPMM; b) jumlah dan kualitas aset produktif serta CKPN, yang paling sedikit memberikan informasi berdasarkan pengelompokan: (1) instrumen keuangan; (2) penyediaan dana kepada Pihak Terkait; (3) pembiayaan kepada nasabah UMKM; (4) pembiayaan yang memerlukan perhatian khusus (antara lain pembiayaan yang direstrukturisasi dan pembiayaan properti); dan (5) PPA yang wajib dibentuk berdasarkan instrumen keuangan. c) rasio keuangan, paling sedikit mencakup: - 14 - (1) rasio KPMM; (2) ROA; (3) ROE; (4) rasio BOPO; (5) persentase Pelanggaran dan Pelampauan BMPD; dan (6) rasio PDN. d) transaksi spot dan forward; e) Laporan Distribusi Bagi Hasil; f) Laporan Sumber dan Penyaluran Dana Zakat; g) Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan; dan h) Laporan Perubahan Dana Investasi Terikat, apabila ada. 4) Pengungkapan permodalan dan praktik manajemen risiko a) Pengungkapan permodalan dan praktik manajemen risiko yang diterapkan BUS paling sedikit meliputi uraian jenis risiko, potensi kerugian yang dihadapi BUS, dan mitigasi risiko sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang mengatur mengenai permodalan dan manajemen risiko. b) Tujuan pengungkapan permodalan, pengungkapan eksposur risiko dan penerapan manajemen risiko adalah untuk meningkatkan transparansi kepada masyarakat sehingga masyarakat dapat menilai kecukupan permodalan BUS dan profil risiko BUS. c) BUS memiliki kebijakan tertulis yang disetujui oleh Direksi, antara lain mengenai cakupan pengungkapan dan pengendalian intern dalam proses pengungkapan. d) Pengungkapan permodalan dan praktik manajemen risiko, paling sedikit mencakup: (1) pengungkapan permodalan, terdiri atas: (a) pengungkapan kualitatif mengenai: i. struktur permodalan yang memuat penjelasan mengenai instrumen modal yang diterbitkan oleh BUS antara lain: karakteristik, jangka waktu instrumen, fitur opsi beli, fitur step-up, tingkat imbal hasil, dan peringkat, apabila tersedia; dan ii. kecukupan permodalan yang berisi penjelasan mengenai pendekatan yang - 15 - digunakan BUS dalam menilai kecukupan modal untuk mendukung aktivitas yang dilakukan, baik saat ini maupun yang akan datang. (b) pengungkapan kuantitatif mengenai struktur permodalan BUS. (2) pengungkapan eksposur risiko dan penerapan manajemen risiko, paling sedikit mencakup: (a) pengungkapan mengenai penerapan manajemen risiko BUS secara umum, yang terdiri atas informasi mengenai: i. pengawasan aktif Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas Syariah; ii. kecukupan kebijakan dan prosedur manajemen risiko, serta penetapan limit risiko; iii. kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko, serta sistem informasi manajemen risiko; dan iv. sistem pengendalian intern yang menyeluruh. (b) pengungkapan mengenai eksposur risiko dan penerapan manajemen risiko BUS secara khusus, yang terdiri atas: i. Risiko Kredit; ii. Risiko Pasar; iii. Risiko Likuiditas; iv. Risiko Operasional; v. Risiko Hukum; vi. Risiko Reputasi; vii. Risiko Stratejik; viii. Risiko Kepatuhan; ix. Risiko Imbal Hasil; dan x. Risiko Investasi. (c) pengungkapan Risiko Kredit sebagaimana dimaksud dalam butir (b) i, meliputi: i. pengungkapan umum, terdiri atas: - 16 - i) pengungkapan kualitatif: (i) informasi mengenai penerapan manajemen risiko untuk Risiko Kredit, termasuk organisasi manajemen Risiko Kredit, strategi manajemen Risiko Kredit untuk aktivitas yang memiliki eksposur Risiko Kredit yang signifikan, kebijakan pengelolaan risiko konsentrasi pembiayaan, serta mekanisme pengukuran dan pengendalian Risiko Kredit; (ii) definisi tagihan yang telah jatuh tempo dan tagihan yang mengalami penurunan nilai (impairment); dan (iii) penjelasan mengenai pendekatan yang digunakan untuk pembentukan CKPN individual dan kolektif, serta metode statistik yang digunakan perhitungan CKPN. ii) pengungkapan kuantitatif yang cakupannya sebagaimana dimaksud dalam butir III.1.b.4) a) (1). ii. pengungkapan Risiko Kredit dengan Pendekatan Standar, terdiri atas: i) pengungkapan kualitatif: (i) informasi mengenai kebijakan penggunaan peringkat dalam perhitungan ATMR untuk Risiko Kredit; (ii) kategori portofolio menggunakan peringkat; (iii) lembaga pemeringkat yang digunakan; dan yang dalam - 17 - (iv) pengungkapan Risiko Kredit pihak lawan (counterparty credit risk), termasuk:  jenis instrumen mitigasi yang lazim diterima atau  diserahkan oleh BUS; metodologi perhitungan kecukupan modal secara intern terkait counterparty credit risk secara internal BUS; dan  metodologi penentuan credit limit terkait counterparty credit risk sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai penerapan manajemen risiko bagi BUS dan UUS. ii) pengungkapan kuantitatif yang cakupannya sebagaimana dimaksud dalam butir III.1.b.4) a) (2). iii. pengungkapan mitigasi Risiko Kredit dengan menggunakan Pendekatan Standar, terdiri atas: i) pengungkapan kualitatif: (i) informasi mengenai kebijakan BUS untuk jenis agunan utama yang diterima; (ii) kebijakan, prosedur, dan proses untuk menilai dan mengelola agunan; (iii) pihak-pihak utama pemberi jaminan atau garansi dan kelayakan kredit (creditworthiness) dari pihak- pihak tersebut; dan - 18 - (iv) informasi tingkat konsentrasi yang ditimbulkan dari penggunaan teknik mitigasi Risiko Kredit. ii) pengungkapan kuantitatif yang cakupannya sebagaimana dimaksud dalam butir III.1.b.4) a) (3). iv. pengungkapan sekuritisasi aset, terdiri atas: i) pengungkapan kualitatif: (i) pengungkapan umum manajemen risiko, meliputi hal-hal seperti tujuan BUS melakukan aktivitas sekuritisasi aset, efektivitas aktivitas sekuritisasi aset yang dilakukan untuk memindahkan Risiko Kredit dari BUS kepada pihak lain atas transaksi yang menjadi underlying aktivitas sekuritisasi aset, fungsi yang dijalankan BUS dalam aktivitas sekuritisasi aset, dan penjelasan mengenai keterlibatan BUS dalam setiap fungsi; (ii) ringkasan kebijakan akuntansi untuk aktivitas sekuritisasi aset, antara lain transaksi yang diperlakukan sebagai penjualan atau pendanaan, pengakuan keuntungan dari aktivitas sekuritisasi, dan asumsi yang digunakan untuk menilai ada tidaknya berkelanjutan dari aktivitas sekuritisasi, termasuk perubahan dari periode sebelumnya dan keterlibatan - 19 - dampak dari perubahan tersebut; dan (iii) nama lembaga pemeringkat yang digunakan dalam aktivitas sekuritisasi aset dan eksposur sekuritisasi aset yang diperingkat oleh lembaga pemeringkat dimaksud. ii) pengungkapan kuantitatif yang cakupannya sebagaimana dimaksud dalam butir III.1.b.4) a) (4). v. pengungkapan kuantitatif perhitungan ATMR untuk Risiko Kredit dengan menggunakan Pendekatan Standar sebagaimana dimaksud dalam butir III.1.b. 4) a) (5). (d) Pengungkapan Risiko Pasar sebagaimana dimaksud dalam butir (b) Pengungkapan kualitatif: i) menggunakan Metode Standar, meliputi: i. informasi mengenai penerapan manajemen risiko termasuk: (i) organisasi manajemen Risiko Pasar; (ii) pengelolaan portofolio trading book dan banking book, serta metodologi valuasi yang digunakan; dan (iii) mekanisme pengukuran Risiko Pasar untuk keperluan pemantauan risiko secara periodik maupun untuk perhitungan kecukupan modal, baik pada trading book maupun banking book; ii dengan - 20 - ii) portofolio trading book dan banking book yang diperhitungkan dalam KPMM; dan iii) langkah-langkah dan rencana dalam mengantisipasi Risiko Pasar atas transaksi valuta asing karena perubahan kurs termasuk penjelasan mengenai semua penyediaan dana dan ikatan tanpa proteksi atau lindung nilai syariah. ii. Pengungkapan kuantitatif sebagaimana dimaksud dalam butir III.1.b.4) b). (e) Pengungkapan Risiko Likuiditas sebagaimana dimaksud dalam butir (b) iii, meliputi: i. Pengungkapan kualitatif mengenai informasi penerapan manajemen risiko untuk Risiko Likuiditas, termasuk: i) organisasi manajemen Risiko Likuiditas; ii) strategi pendanaan; iii) teknik mitigasi risiko likuiditas termasuk indikator peringatan dini permasalahan likuiditas dan rencana pendanaan darurat; dan iv) mekanisme pengukuran dan stress testing serta pengendalian Risiko Likuiditas; ii. Pengungkapan kuantitatif yang cakupannya sebagaimana dimaksud dalam butir III.1.b.4) c). (f) Pengungkapan Risiko Operasional sebagaimana dimaksud dalam butir (b) iv, meliputi: i. Pengungkapan kualitatif mengenai informasi penerapan manajemen risiko untuk Risiko Operasional, termasuk: i) organisasi manajemen Risiko Operasional; - 21 - ii) mekanisme yang digunakan BUS untuk mengidentifikasi dan mengukur Risiko Operasional; dan iii) mekanisme untuk memitigasi Risiko Operasional. ii. Pengungkapan kuantitatif sebagaimana dimaksud dalam butir III.1.b.4) d). (g) Pengungkapan Risiko Hukum sebagaimana dimaksud dalam butir (b) v, memuat pengungkapan kualitatif mengenai penerapan manajemen risiko untuk Risiko Hukum, termasuk: i. organisasi manajemen Risiko Hukum; dan ii. mekanisme pengendalian Risiko Hukum. (h) Pengungkapan Risiko Reputasi sebagaimana dimaksud dalam butir (b) vi memuat pengungkapan kualitatif mengenai penerapan manajemen risiko untuk Risiko Reputasi, termasuk: i. organisasi manajemen Risiko Reputasi, termasuk pelaksanaan manajemen risiko untuk Risiko Reputasi oleh unit-unit terkait (Corporate Secretary, Humas, dan unit bisnis terkait); ii. kebijakan dan mekanisme dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kepada nasabah dan pemangku kepentingan (stakeholder) lainnya untuk mengendalikan Risiko Reputasi; dan iii. pengelolaan Risiko Reputasi pada saat krisis. (i) Pengungkapan Risiko Stratejik sebagaimana dimaksud dalam butir (b) vii memuat pengungkapan kualitatif mengenai penerapan manajemen risiko untuk Risiko Stratejik, termasuk: i. organisasi manajemen Risiko Stratejik; - 22 - ii. kebijakan yang memungkinkan BUS untuk dapat mengidentifikasi dan merespon perubahan lingkungan bisnis, baik ekstern maupun intern; dan iii. mekanisme untuk mengukur kemajuan yang dicapai dari rencana bisnis yang ditetapkan. (j) Pengungkapan Risiko Kepatuhan sebagaimana dimaksud dalam butir (b) viii memuat pengungkapan kualitatif mengenai penerapan manajemen risiko untuk Risiko Kepatuhan, termasuk: i. organisasi manajemen Risiko Kepatuhan; ii. strategi manajemen risiko dan efektivitas penerapan manajemen risiko untuk Risiko Kepatuhan, terutama dalam rangka memastikan penyusunan kebijakan dan prosedur telah sesuai dengan standar yang berlaku secara umum, ketentuan, dan/atau peraturan perundang-undangan; dan iii. mekanisme pemantauan dan pengendalian Risiko Kepatuhan. (k) Pengungkapan Risiko Imbal Hasil sebagaimana dimaksud dalam butir (b) pengungkapan kualitatif mengenai penerapan manajemen risiko untuk Risiko Imbal Hasil, termasuk: i. organisasi manajemen Risiko Imbal Hasil; ii. strategi dalam menghasilkan laba atau pendapatan; dan iii. mekanisme pemantauan dan pengendalian Risiko Imbal Hasil. (l) Pengungkapan Risiko Investasi sebagaimana dimaksud dalam butir (b) x yang memuat pengungkapan kualitatif mengenai penerapan manajemen risiko untuk Risiko Investasi, termasuk: ix memuat - 23 - i. organisasi manajemen Risiko Investasi; ii. strategi menjaga kualitas pembiayaan berbasis bagi hasil; dan iii. mekanisme pemantauan dan pengendalian Risiko Investasi. e) Dalam hal terdapat perubahan informasi yang cenderung bersifat cepat (prone to rapid change) antara lain terkait perubahan kondisi ekonomi, teknologi, regulasi, dan kebijakan intern BUS/kelompok usaha, BUS harus mengungkapkan eksposur risiko dan hal terkait lainnya yang diterapkan BUS sebagaimana dimaksud dalam butir IV.1.b.4)d)(2) dalam Situs Web BUS secara triwulanan. 5) Pengungkapan khusus bagi BUS yang merupakan bagian dari suatu kelompok usaha dan/atau memiliki Entitas Anak, yang paling sedikit memuat informasi sebagai berikut: a) Struktur kelompok usaha BUS yang meliputi: (1) struktur kelompok usaha BUS, yang antara lain terdiri dari BUS, Entitas Anak, Perusahaan Terelasi, Entitas Induk sampai dengan ultimate shareholder; (2) struktur keterkaitan kepengurusan dalam kelompok usaha BUS; dan (3) pemegang saham yang bertindak atas nama pemegang saham lain (shareholders acting in concert). Pengertian pemegang saham yang bertindak atas nama pemegang saham lain adalah pemegang saham perorangan atau entitas yang memiliki tujuan bersama yaitu mengendalikan BUS, berdasarkan atau tidak berdasarkan suatu perjanjian. b) Transaksi antara BUS dengan Pihak-Pihak Berelasi dalam kelompok usaha BUS, memperhatikan hal-hal sebagai berikut: (1) informasi transaksi dengan Pihak-Pihak Berelasi, baik yang dilakukan BUS maupun yang dilakukan oleh setiap entitas di dalam kelompok usaha BUS yang bergerak di bidang keuangan; - 24 - (2) Pihak-Pihak Berelasi adalah pihak-pihak sebagaimana diatur dalam standar akuntansi keuangan; (3) jenis transaksi dengan Pihak-Pihak Berelasi, antara lain: (a) kepemilikan silang (cross shareholdings); (b) transaksi dari suatu kelompok usaha yang bertindak untuk kepentingan kelompok usaha yang lain; (c) pengelolaan likuiditas jangka pendek dalam kelompok usaha; (d) penyediaan dana yang diberikan atau diterima oleh entitas lain dalam satu kelompok usaha; (e) eksposur kepada Pemegang Saham mayoritas antara lain dalam bentuk pinjaman, komitmen dan kontinjensi; dan (f) pembelian, penjualan dan/atau penyewaan aset dengan entitas lain dalam suatu kelompok usaha, termasuk yang dilakukan dengan repo. c) Transaksi dengan Pihak-Pihak Berelasi yang dilakukan oleh setiap entitas dalam kelompok usaha BUS yang bergerak di bidang keuangan; d) Penyediaan dana, komitmen maupun fasilitas lain yang dapat dipersamakan dengan itu dari setiap entitas yang berada dalam satu kelompok usaha dengan BUS kepada nasabah dan/atau pihak-pihak yang telah memperoleh penyediaan dana dari BUS; e) Pengungkapan secara konsolidasi mengenai permodalan dan praktik manajemen risiko yang diterapkan BUS, paling sedikit meliputi uraian jenis risiko, potensi kerugian yang dihadapi BUS, dan mitigasi risiko sebagaimana dimaksud dalam butir IV.1.b.4); dan f) Adanya larangan, batasan dan/atau hambatan signifikan lainnya untuk melakukan transfer dana atau dalam rangka pemenuhan modal yang dipersyaratkan oleh Otoritas (regulatory capital) antara BUS dengan entitas lain dalam satu kelompok usaha. - 25 - 6) Pengungkapan lain sesuai standar akuntansi keuangan, apabila belum tercakup dalam angka 1) sampai dengan angka 5). c. BUS dalam menyusun Laporan Publikasi Tahunan mengacu pada Pedoman Penyusunan Laporan Publikasi Tahunan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah - Laporan Publikasi Tahunan Bank Umum Syariah yang merupakan lampiran dan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa keuangan ini. d. Laporan Tertentu yang Disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan secara Tahunan BUS yang merupakan bagian dari suatu kelompok usaha dan/atau BUS yang memiliki Entitas Anak menyampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan Laporan Tertentu mengenai: 1) Laporan tahunan Entitas Induk yang meliputi: a) laporan tahunan seluruh entitas dalam kelompok usaha di bidang keuangan; atau b) laporan tahunan seluruh entitas dalam kelompok usaha di bidang keuangan dan non keuangan, dalam hal tidak terdapat laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam huruf a). Dalam hal Entitas Induk tidak memiliki laporan tahunan tersebut, BUS menyampaikan laporan keuangan konsolidasian tahunan Entitas Induk yang meliputi seluruh entitas dalam kelompok usaha di bidang keuangan atau laporan keuangan konsolidasian tahunan Entitas Induk yang meliputi seluruh entitas dalam kelompok usaha di bidang keuangan dan non keuangan, yang telah diaudit oleh Akuntan Publik. 2) Laporan tahunan Pemegang Saham langsung yang memiliki saham mayoritas atau laporan tahunan entitas yang melakukan Pengendalian langsung kepada BUS Dalam hal Pemegang Saham langsung atau entitas yang melakukan Pengendalian langsung tidak memiliki laporan tahunan tersebut, BUS wajib menyampaikan laporan tertentu berupa laporan keuangan tahunan Pemegang Saham langsung atau entitas yang melakukan Pengendalian langsung yang telah diaudit oleh Akuntan Publik. 3) Laporan tahunan Entitas Anak. - 26 - Dalam hal Entitas Anak tidak memiliki laporan tahunan tersebut, Bank wajib menyampaikan laporan tertentu berupa laporan keuangan tahunan Entitas Anak yang telah diaudit oleh Akuntan Publik. 2. Unit Usaha Syariah UUS menyajikan informasi kegiatan UUS pada Laporan Tahunan Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS paling sedikit meliputi: a. strategi dan kebijakan yang ditetapkan oleh manajemen dalam pengembangan UUS; b. laporan manajemen yang memuat informasi mengenai pengelolaan UUS; c. perkembangan usaha UUS, yaitu penyaluran dana beserta komposisinya, laba bersih, ROA, Non Performing Financing (NPF), Financing to Deposit Ratio (FDR), sumber dana beserta komposisinya, jumlah aset, dan informasi lainnya yang relevan; d. jenis produk dan jasa yang ditawarkan; e. tanggung jawab sosial perusahaan; dan f. realisasi tingkat bagi hasil/imbalan dan metode penghitungan distribusi bagi hasil. V. LAPORAN PUBLIKASI LAIN - LAPORAN INFORMASI DAN/ATAU FAKTA MATERIAL 1. Laporan Informasi dan/atau Fakta Material adalah laporan yang memuat informasi dan/atau fakta penting dan relevan mengenai peristiwa, kejadian, atau fakta yang dapat memengaruhi keputusan pihak-pihak yang berkepentingan atas informasi dan/atau fakta tersebut. 2. Pengumuman Laporan Informasi dan/atau Fakta Material pada Situs Web BUS memuat hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Isi Laporan pada Pedoman Penyusunan Laporan Publikasi Bank Umum Syariah- Laporan Informasi dan/atau Fakta Material. 3. BUS dalam menyusun Laporan Informasi dan/atau Fakta Material yang akan disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan, mengacu pada Pedoman Penyusunan Laporan Publikasi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah - Laporan Informasi dan/atau Fakta Material yang merupakan lampiran dan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. - 27 - VI. PENGUMUMAN DAN PENYAMPAIAN LAPORAN 1. Untuk: a. bukti pengumuman Laporan Publikasi Triwulanan pada surat kabar berupa guntingan surat kabar atau fotokopinya, Laporan Publikasi Tahunan, dan laporan tertentu yang disampaikan secara triwulanan maupun tahunan, serta Laporan Informasi dan/atau Fakta Material untuk BUS; b. bukti pengumuman Laporan Publikasi Triwulanan pada surat kabar berupa guntingan surat kabar atau fotokopinya dan Laporan Publikasi Tahunan untuk UUS; disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan alamat: a. Departemen Perbankan Syariah, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; atau b. Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 2. Laporan Informasi dan/atau Fakta Material disampaikan kepada Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta dengan tembusan kepada: a. Departemen Perbankan Syariah, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; atau b. Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 3. Dalam hal Bank mengalami gangguan teknis atau terjadi keadaan memaksa (force majeur) pada batas akhir waktu pengumuman pada Situs Web BUS atau Situs Web Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS, pada hari yang sama dengan saat terjadinya gangguan teknis Bank menyampaikan surat pemberitahuan secara tertulis disertai bukti dan dokumen pendukung yang ditandatangani oleh Pejabat yang berwenang kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan alamat: a. Departemen Perbankan Syariah, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; atau b. Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. - 28 - VII. PENUTUP Pada saat Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku, Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 18/SEOJK.03/2015 tentang Transparansi dan Publikasi Laporan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 24 Februari 2017 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN, OTORITAS JASA KEUANGAN ttd NELSON TAMPUBOLON Salinan ini sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 10/SEOJK.03/2017 </reg_id> <reg_title> TRANSPARANSI DAN PUBLIKASI LAPORAN BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH </reg_title> <set_date> 24 Februari 2017 </set_date> <effective_date> 24 Februari 2017 </effective_date> <replaced_reg> '18/SEOJK.03/2015' </replaced_reg> <related_reg> '6/POJK.03/2015', '32/POJK.03/2016' </related_reg>
Yth. 1. Direksi bank umum; 2. Direksi perusahaan efek; dan 3. Direksi perusahaan asuransi jiwa, yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional maupun berdasarkan prinsip syariah. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 16 /SEOJK.03/2017 TENTANG PENYAMPAIAN INFORMASI NASABAH ASING TERKAIT PERPAJAKAN DALAM RANGKA PERTUKARAN INFORMASI SECARA OTOMATIS ANTARNEGARA DENGAN MENGGUNAKAN STANDAR PELAPORAN BERSAMA (COMMON REPORTING STANDARD) Sehubungan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 25/POJK.03/2015 tentang Penyampaian Informasi Nasabah Asing Terkait Perpajakan kepada Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 291, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5773) selanjutnya disebut POJK Penyampaian Informasi Nasabah Asing, dan Competent Authority Agreement (CAA) yang ditandatangani oleh Pemerintah Indonesia, baik secara bilateral maupun multilateral, dan dalam rangka penerapan pertukaran informasi secara otomatis antarnegara (Automatic Exchange of Information/AEOI) dengan menggunakan Common Reporting Standard, perlu untuk mengatur pelaksanaan mengenai penyampaian informasi nasabah asing terkait perpajakan dalam rangka pertukaran informasi secara otomatis antarnegara dengan menggunakan Common Reporting Standard dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: - 2 - I. KETENTUAN UMUM 1. Common Reporting Standard yang selanjutnya disingkat CRS adalah standar pertukaran informasi keuangan secara otomatis untuk kepentingan perpajakan termasuk penjelasan (commentaries) yang disusun oleh Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) bersama dengan negara anggota Kelompok 20 (Group of Twenty atau G20). 2. Lembaga Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat LJK adalah LJK sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. 3. LJK Pelapor adalah LJK yang memiliki kewajiban pelaporan informasi Nasabah Asing terkait perpajakan kepada otoritas pajak Indonesia, sesuai dengan kriteria sebagaimana dimaksud dalam CAA CRS. 4. LJK Bukan Pelapor adalah LJK yang dikecualikan dari kewajiban pelaporan informasi Nasabah Asing terkait perpajakan kepada otoritas pajak Indonesia, sesuai dengan kriteria sebagaimana dimaksud dalam CAA CRS. 5. Participating Jurisdiction adalah suatu negara mitra atau yurisdiksi mitra yang dipublikasikan dalam suatu daftar yang diterbitkan oleh otoritas pajak Indonesia dan akan memberikan informasi Nasabah Asing terkait perpajakan. 6. Reportable Jurisdiction adalah suatu negara mitra atau yurisdiksi mitra yang dipublikasikan dalam suatu daftar yang diterbitkan oleh otoritas pajak Indonesia dan memiliki kewajiban untuk saling memberikan informasi Nasabah Asing terkait perpajakan. 7. Participating Jurisdiction Indicia adalah indikator yang digunakan untuk mengidentifikasi bahwa Nasabah Asing berasal dari Participating Jurisdiction. 8. Controlling Person adalah pemilik manfaat (beneficial owner) sebagaimana dimaksud dalam peraturan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai penerapan program anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme bagi sektor jasa keuangan. 9. Reportable Person yang selanjutnya disebut sebagai Pihak yang Dilaporkan adalah Nasabah Asing dan/atau Controlling Person yang berasal dari Reportable Jurisdiction. - 3 - 10. Reportable Account yang selanjutnya disebut sebagai Rekening yang Wajib Dilaporkan adalah: a. rekening pada Bank; b. polis asuransi pada Perusahaan Asuransi Jiwa dan Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah; dan/atau c. nomor sub rekening efek pada Perusahan Efek dan Bank Kustodian; yang dimiliki satu atau lebih Pihak yang Dilaporkan. 11. Determination Date yang selanjutnya disebut sebagai Tanggal Penentuan adalah tanggal sebagaimana ditentukan dalam CAA CRS sebagai acuan bagi LJK Pelapor untuk mengklasifikasikan nasabah dalam rangka mengidentifikasi dan melaporkan Rekening yang Wajib Dilaporkan, yaitu tanggal 1 Juli 2017, atau tanggal lain yang akan disepakati oleh Indonesia dan negara mitra atau yurisdiksi mitra yang merujuk pada suatu daftar Determination Date yang dipublikasikan oleh otoritas pajak Indonesia. II. LJK PELAPOR LJK Pelapor terdiri atas: 1. Bank Umum adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan termasuk kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri, dan Bank Umum Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah; 2. Perusahaan Efek adalah Pihak yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek, Perantara Pedagang Efek, dan/atau Manajer Investasi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal; 3. Bank Kustodian adalah Bank Umum yang telah mendapat persetujuan Otoritas Jasa Keuangan sebagai Bank Kustodian; dan 4. Perusahaan Asuransi Jiwa dan Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah adalah perusahaan asuransi yang menyelenggarakan usaha asuransi jiwa atau usaha asuransi jiwa syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian. - 4 - III. NASABAH ASING 1. Kriteria Nasabah Asing berdasarkan LJK Pelapor: a. bagi Bank Umum, yaitu nasabah perorangan atau perusahaan yang berasal dari Participating Jurisdiction dan memenuhi kriteria Nasabah Asing yang memiliki rekening dan/atau menggunakan jasa di Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Romawi II sampai dengan Romawi V Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini; b. bagi Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha: 1) sebagai Penjamin Emisi Efek, adalah Nasabah Asing yang berasal dari Participating Jurisdiction, baik perorangan maupun perusahaan, yang menggunakan jasa Penjamin Emisi Efek; 2) sebagai Perantara Pedagang Efek, adalah Nasabah Asing yang berasal dari Participating Jurisdiction, baik perorangan maupun perusahaan, yang menggunakan jasa Perantara Pedagang Efek; dan/atau 3) sebagai Manajer Investasi, adalah Nasabah Asing yang berasal dari Participating Jurisdiction, baik perorangan maupun perusahaan, yang berinvestasi pada produk investasi yang dikelola oleh Manajer Investasi; sebagaimana dimaksud dalam Romawi II sampai dengan Romawi V Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini; c. bagi Bank Kustodian, adalah Nasabah Asing yang berasal dari Participating Jurisdiction, baik perorangan maupun perusahaan, yang menginvestasikan dana dan/atau Efeknya untuk dikelola oleh Manajer Investasi untuk kepentingan nasabah secara individual yang merupakan nasabah langsung Bank Kustodian sebagaimana dimaksud dalam Romawi II sampai dengan Romawi V Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini; dan/atau d. bagi Perusahaan Asuransi Jiwa dan Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah, adalah Nasabah Asing yang berasal dari Participating Jurisdiction, baik perorangan maupun perusahaan, yang menjadi pemegang polis atau peserta sebagaimana dimaksud dalam - 5 - Romawi II sampai dengan Romawi V Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 2. Identifikasi terhadap Nasabah LJK Pelapor Proses identifikasi untuk Nasabah LJK Pelapor dilakukan dengan mengacu pada Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 3. Pernyataan Persetujuan, Instruksi atau Pemberian Kuasa Dalam hal Nasabah Asing setuju untuk memberikan informasi terkait perpajakan kepada otoritas pajak Indonesia untuk disampaikan kepada otoritas pajak Participating Jurisdiction, Nasabah Asing menyampaikan pernyataan persetujuan, instruksi atau pemberian kuasa secara tertulis dan sukarela kepada LJK Pelapor, yang paling sedikit memuat: a. Bagi Nasabah Asing Perorangan: 1) Nama nasabah; 2) Jenis dan nomor dokumen identitas antara lain berupa paspor, Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) atau Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP); 3) Tempat dan tanggal lahir nasabah; 4) Alamat domisili dan/atau alamat korespondensi nasabah; 5) Negara mitra atau yurisdiksi mitra domisili nasabah; 6) Persetujuan, instruksi atau pemberian kuasa secara tertulis dan sukarela terhadap pembukaan dan/atau penyerahan data dan informasi termasuk data dan informasi terkait perpajakan yang bersangkutan kepada otoritas pajak Indonesia untuk dapat disampaikan kepada otoritas pajak Participating Jurisdiction sesuai CAA CRS; 7) Tempat dan tanggal penandatanganan pernyataan persetujuan; 8) Tanda tangan nasabah; dan 9) Tax Identification Number (TIN) nasabah, jika ada. b. Bagi Nasabah Asing Perusahaan: 1) Nama perusahaan sesuai anggaran dasar; 2) Anggaran dasar perusahaan dan nomor tanda daftar perusahaan atau surat domisili perusahaan; - 6 - 3) Alamat domisili dan/atau alamat korespondensi perusahaan; 4) Negara mitra atau yurisdiksi mitra domisili nasabah untuk kepentingan perpajakan; 5) Nama Controlling Person perusahaan; 6) Jenis dan nomor identitas Controlling Person; 7) Tempat dan tanggal lahir Controlling Person; 8) Alamat domisili dan/atau alamat korespondensi Controlling Person; 9) Negara mitra atau yurisdiksi mitra domisili Controlling Person untuk kepentingan perpajakan Controlling Person; 10) Persetujuan, instruksi atau pemberian kuasa secara tertulis dan sukarela terhadap pembukaan dan/atau penyerahan data dan informasi termasuk data dan informasi terkait perpajakan yang bersangkutan kepada otoritas pajak Indonesia untuk dapat disampaikan kepada otoritas pajak Participating Jurisdiction berdasarkan CAA CRS; 11) Tempat dan tanggal penandatanganan pernyataan persetujuan; 12) Tanda tangan nasabah; dan 13) TIN nasabah dan/atau Controlling Person, jika ada. 4. Penjelasan Konsekuensi kepada Nasabah oleh LJK Pelapor a. Berdasarkan Pasal 5 POJK Penyampaian Informasi Nasabah Asing, dalam hal Nasabah Asing tidak bersedia menyampaikan pernyataan persetujuan, instruksi atau pemberian kuasa secara tertulis dan sukarela, LJK wajib: 1) menjelaskan konsekuensi bagi Nasabah Asing apabila tidak bersedia memberikan informasi sesuai Perjanjian Pertukaran Informasi secara Otomatis; 2) meminta Nasabah Asing menyampaikan pernyataan keberatan secara tertulis; dan 3) tidak melayani transaksi baru terkait rekening atau polis Nasabah Asing tersebut. b. LJK memastikan bahwa Nasabah Asing telah memahami penjelasan mengenai konsekuensi apabila tidak bersedia menyampaikan pernyataan persetujuan, instruksi atau pemberian kuasa secara tertulis dan sukarela. - 7 - c. Penyampaian penjelasan mengenai konsekuensi sebagaimana dimaksud dalam huruf b dilakukan sesuai dengan prosedur intern LJK. 5. Pernyataan Keberatan Dalam hal Nasabah Asing tidak bersedia memberikan pernyataan persetujuan, instruksi, atau pemberian kuasa secara tertulis dan sukarela sebagaimana dimaksud pada angka 4, LJK Pelapor meminta pernyataan keberatan kepada nasabah, yang paling sedikit memuat: a. Bagi Nasabah Asing Perorangan: 1) Nama nasabah; 2) Nomor rekening/nomor sub rekening efek/nomor polis; 3) Klausul bahwa yang bertanda tangan dalam pernyataan keberatan telah memahami konsekuensi atas ketidaksediaan yang bersangkutan untuk memberikan data dan informasi terkait perpajakan kepada otoritas; 4) Tempat dan tanggal penandatanganan pernyataan keberatan; dan 5) Tanda tangan nasabah. b. Bagi Nasabah Asing Perusahaan: 1) Nama perusahaan sesuai anggaran dasar; 2) Nomor rekening/nomor sub rekening efek/nomor polis; 3) Klausul bahwa yang bertanda tangan dalam pernyataan keberatan telah memahami konsekuensi atas ketidaksediaan yang bersangkutan untuk memberikan data dan informasi terkait perpajakan kepada otoritas; 4) Tempat dan tanggal penandatanganan pernyataan keberatan; dan 5) Tanda tangan nasabah. IV. PELAPORAN 1. Pelaksanaan Pelaporan Rekening yang Wajib Dilaporkan a. LJK Pelapor melaporkan Rekening yang Wajib Dilaporkan pada tahun-tahun berikutnya sepanjang Nasabah Asing merupakan Pihak yang Dilaporkan. b. LJK Pelapor menyampaikan informasi Pihak yang Dilaporkan melalui sistem penyampaian informasi nasabah asing Otoritas Jasa Keuangan setelah mendapatkan pernyataan persetujuan, - 8 - instruksi atau pemberian kuasa secara tertulis dan sukarela dari Pihak yang Dilaporkan. c. Informasi yang disampaikan adalah: 1) 2) Informasi LJK Pelapor yang paling sedikit memuat nama dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) LJK Pelapor; Informasi Nasabah Asing yang paling sedikit memuat: a) Bagi Nasabah Perorangan: i. Nama nasabah; ii. Tempat dan tanggal lahir nasabah; iii. Alamat domisili dan/atau alamat korespondensi nasabah; iv. Negara mitra atau yurisdiksi mitra domisili nasabah untuk kepentingan perpajakan; dan v. TIN nasabah, jika ada. b) Bagi Nasabah Perusahaan: i. Nama perusahaan sesuai anggaran dasar; ii. Alamat domisili dan/atau alamat korespondensi perusahaan; iii. Negara mitra atau yurisdiksi mitra domisili perusahaan untuk kepentingan perpajakan; iv. Nama Controlling Person; v. Tempat dan tanggal lahir Controlling Person; vi. Alamat domisili dan/atau alamat korespondensi Controlling Person; vii. Negara mitra atau yurisdiksi mitra domisili Controlling Person untuk kepentingan perpajakan; dan viii. TIN nasabah dan/atau Controlling Person, jika ada. 3) Informasi keuangan Nasabah Asing yang dilaporkan paling sedikit memuat: a) nomor Rekening yang Wajib Dilaporkan; b) saldo atau nilai rekening dalam hal kontrak asuransi termasuk nilai tunai kontrak asuransi, nilai anuitas atau surrender value pada akhir tahun kalender; c) penghasilan dalam Rekening yang Wajib Dilaporkan berupa: - 9 - i. untuk rekening efek, yaitu: (a) jumlah bunga, dividen dan/atau penghasilan lainnya yang dihasilkan oleh aset yang berada dalam rekening efek yang dibayarkan atau dikreditkan ke dalam rekening selama tahun kalender; dan/atau (b) jumlah yang diperoleh dari penjualan atau penjualan kembali (redemption) atas efek yang dibayarkan atau dikreditkan ke rekening selama tahun kalender dalam hal LJK bertindak sebagai kustodian, broker, nominee, atau agen bagi nasabah. ii. untuk rekening simpanan, yaitu jumlah bunga yang dibayarkan atau dikreditkan ke rekening simpanan selama tahun kalender; d) total jumlah yang dibayarkan atau dikreditkan kepada Nasabah Asing, untuk jenis Rekening yang Wajib Dilaporkan selain yang dimaksud dalam huruf b); dan e) informasi Rekening yang Wajib Dilaporkan yang telah ditutup sebelum akhir periode laporan, dilaporkan dengan saldo nihil dan keterangan tutup. d. LJK Pelapor harus menginformasikan keterangan mengenai jenis mata uang yang digunakan untuk setiap nominal yang dilaporkan. e. Dalam hal LJK Pelapor tidak memiliki informasi TIN atau tanggal lahir dari Pihak yang Dilaporkan sebelum Tanggal Penentuan, LJK Pelapor tetap mengupayakan pengumpulan informasi tersebut selama 2 (dua) tahun setelah teridentifikasi sebagai Pihak yang Dilaporkan. 2. Pelaksanaan Pelaporan Rekening Tak Terdokumentasi (Undocumented Account) a. LJK Pelapor melaporkan rekening tak terdokumentasi (undocumented account) pada tahun-tahun berikutnya sepanjang Nasabah Asing merupakan Pihak yang Dilaporkan. b. LJK Pelapor menyampaikan informasi Pihak yang Dilaporkan melalui sistem penyampaian informasi nasabah asing Otoritas Jasa Keuangan setelah mendapatkan pernyataan persetujuan, - 10 - instruksi atau pemberian kuasa secara tertulis dan sukarela dari Pihak yang Dilaporkan. 3. Pelaksanaan Pelaporan oleh LJK Pelapor yang Menjadi Selling Agent dan/atau Kustodian a. Sesuai dengan Pasal 9 POJK Penyampaian Informasi Nasabah Asing, LJK dapat mendelegasikan pelaksanaan kewajiban pelaporan kepada LJK lain yang menjadi selling agent dan/atau kustodian. b. Dalam hal selling agent dan/atau kustodian yang menerima pendelegasian merupakan LJK Pelapor, selain memenuhi kewajiban sebagai LJK Pelapor, juga harus melaporkan informasi terkait perpajakan dari nasabah LJK yang mendelegasikan kewajiban pelaporan. 4. Mekanisme dan Waktu Pelaporan a. Informasi Pihak yang Dilaporkan sebagaimana dimaksud dalam Romawi IV angka 1 huruf c disampaikan oleh LJK Pelapor kepada Otoritas Jasa Keuangan melalui sistem penyampaian informasi nasabah asing. b. Pelaporan informasi keuangan dalam sistem penyampaian informasi nasabah asing dilakukan untuk setiap rekening yang dimiliki oleh Pihak yang Dilaporkan. c. Berdasarkan CAA CRS multilateral, penyampaian Informasi Pihak yang Dilaporkan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilakukan paling lambat tanggal 1 Agustus setiap tahun, untuk posisi akhir bulan Desember tahun sebelumnya. d. Berdasarkan CAA bilateral, penyampaian Informasi Pihak yang Dilaporkan sebagaimana dimaksud dalam huruf a untuk posisi akhir bulan Desember, dilakukan pada tiap tahun berikutnya paling lambat 60 (enam puluh) hari sebelum batas waktu pelaporan yang disepakati dalam CAA bilateral. e. Jika batas waktu pelaporan Informasi Pihak yang Dilaporkan sebagaimana dimaksud dalam huruf c dan huruf d jatuh pada hari libur maka pelaporan dilakukan pada hari kerja berikutnya. f. Pelaporan informasi Pihak yang Dilaporkan sebagaimana dimaksud dalam huruf a oleh LJK Pelapor dilakukan untuk pertama kali pada tahun 2018 berdasarkan CAA multilateral, atau pada tahun tertentu yang disepakati dalam CAA bilateral. - 11 - 5. Laporan Nihil Dalam hal pada tahun berjalan LJK Pelapor tidak memiliki Rekening yang Wajib Dilaporkan, LJK Pelapor menyampaikan laporan nihil melalui sistem informasi penyampaian nasabah asing. 6. Pejabat Penanggung Jawab dan Petugas Pelaksana Pelaporan a. LJK Pelapor menunjuk pejabat penanggung jawab dengan tingkatan jabatan yang disesuaikan dengan ketentuan intern dan kompleksitas usaha LJK Pelapor. b. Pejabat penanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam huruf a dapat dirangkap oleh pejabat yang membawahkan fungsi lain di LJK Pelapor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang mengatur mengenai larangan rangkap jabatan. c. Pejabat penanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam huruf a dapat menunjuk petugas pelaksana pelaporan. d. Sebelum akun sistem penyampaian informasi nasabah asing dapat diaktivasi, LJK Pelapor menyampaikan informasi mengenai identitas pejabat penanggung jawab dan/atau petugas pelaksana pelaporan kepada: 1) Departemen Perizinan dan Informasi Perbankan c.q. Direktorat Informasi Perbankan, dalam hal LJK Pelapor berbentuk Bank Umum; 2) Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non Bank (IKNB) 1B c.q. Direktorat Statistik dan Informasi IKNB, dalam hal LJK Pelapor berbentuk Perusahaan Asuransi Jiwa atau Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah; atau 3) Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A c.q. Direktorat Pengelolaan Investasi, dalam hal LJK Pelapor berbentuk Perusahaan Efek atau Bank Kustodian. e. Dalam hal terjadi penggantian pejabat penanggung jawab dan/atau petugas pelaksana pelaporan, LJK Pelapor harus menyampaikan informasi mengenai identitas pejabat penanggung jawab dan/atau petugas pelaksana pelaporan yang baru. - 12 - V. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 6 April 2017 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN OTORITAS JASA KEUANGAN, ttd NELSON TAMPUBOLON Salinan ini sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 16/SEOJK.03/2017 </reg_id> <reg_title> PENYAMPAIAN INFORMASI NASABAH ASING TERKAIT PERPAJAKAN DALAM RANGKA PERTUKARAN INFORMASI SECARA OTOMATIS ANTARNEGARA DENGAN MENGGUNAKAN STANDAR PELAPORAN BERSAMA (COMMON REPORTING STANDARD) </reg_title> <set_date> 6 April 2017 </set_date> <effective_date> 6 April 2017 </effective_date> <related_reg> '25/POJK.03/2015' </related_reg>
Yth. 1. Direksi Perusahaan Asuransi Umum; dan 2. Direksi Perusahaan Asuransi Umum Syariah, di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 28 /SEOJK.05/2015 TENTANG PELAPORAN DATA RISIKO ASURANSI Sehubungan dengan amanat ketentuan Pasal 3 ayat (9) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 2/POJK.05/2015 tentang Pemeliharaan dan Pelaporan Data Risiko Asuransi serta Penerapan Tarif Premi dan Kontribusi untuk Lini Usaha Asuransi Harta Benda dan Asuransi Kendaraan Bermotor (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 71, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5684), perlu untuk mengatur lebih lanjut mengenai bentuk, susunan, dan tata cara penyampaian laporan data risiko asuransi dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Perusahaan adalah perusahaan yang menyelenggarakan usaha asuransi umum dan/atau usaha asuransi umum syariah sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai perasuransian. 2. Data Risiko Asuransi adalah data transaksi asuransi termasuk data profil risiko dan kerugian asuransi serta biaya administrasi dan biaya umum lainnya. 3. Penanggung Jawab Data adalah pejabat Perusahaan yang bertugas sebagai Person in-charge (PIC) dalam proses penyampaian Data Risiko Asuransi kepada Otoritas Jasa Keuangan. 4. Otoritas ... - 2 - 4. Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang independen, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai Otoritas Jasa Keuangan. II. BENTUK DAN SUSUNAN LAPORAN DATA RISIKO ASURANSI 1. Laporan Data Risiko Asuransi pada lini usaha asuransi harta benda terdiri dari: a. pernyataan direksi atau yang setara dan aktuaris atau tenaga ahli Perusahaan yang menyatakan bahwa Perusahaan telah menyajikan data dengan benar; b. laporan data profil risiko asuransi harta benda; dan c. laporan data klaim asuransi harta benda. 2. Laporan Data Risiko Asuransi pada lini usaha asuransi kendaraan bermotor terdiri dari: a. laporan pernyataan direksi atau yang setara dan aktuaris atau tenaga ahli Perusahaan yang menyatakan bahwa Perusahaan telah menyajikan data dengan benar; b. laporan data pertanggungan; c. laporan data klaim; d. laporan rekapitulasi data pertanggungan; e. laporan rekapitulasi data klaim; f. laporan analisis premi/kontribusi; g. laporan analisis klaim; dan h. laporan analisis surplus underwriting. 3. Bentuk dan susunan laporan Data Risiko Asuransi bagi Perusahaan adalah sebagai berikut: a. untuk Perusahaan yang memasarkan produk pada lini usaha asuransi harta benda sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I; dan b. untuk Perusahaan yang memasarkan produk pada lini usaha asuransi kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini. 4. Pedoman ... - 3 - 4. Pedoman pengisian laporan Data Risiko Asuransi pada lini usaha: a. asuransi harta benda sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II; dan b. asuransi kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IV, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini. III. TATA CARA PENYAMPAIAN LAPORAN DATA RISIKO ASURANSI 1. Perusahaan yang memasarkan produk pada lini usaha asuransi harta benda dan/atau lini usaha asuransi kendaraan bermotor menyampaikan laporan Data Risiko Asuransi sesuai bentuk dan susunan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I dan/atau Lampiran III yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini. 2. Laporan Data Risiko Asuransi sebagaimana dimaksud pada butir 1 disajikan berdasarkan tahun underwriting dan disampaikan paling lambat tanggal 30 April. 3. Laporan Data Risiko Asuransi sebagaimana dimaksud pada butir 1 dilengkapi dengan surat pengantar yang ditandatangani oleh direksi Perusahaan atau yang setara yang antara lain memuat: a. penyampaian laporan Data Risiko Asuransi pada lini usaha asuransi harta benda dan/atau lini usaha kendaraan bermotor; dan b. nama Penanggung Jawab Data berkaitan dengan laporan Data Risiko Asuransi pada lini usaha asuransi harta benda dan/atau lini usaha kendaraan bermotor disertai dengan nomor telepon dan alamat email yang bersangkutan. 4. Laporan Data Risiko Asuransi sebagaimana dimaksud pada butir 1 disampaikan kepada OJK secara online melalui sistem jaringan komunikasi data OJK. 5. Dalam hal sistem jaringan komunikasi data OJK sebagaimana dimaksud pada butir 4 belum tersedia atau terjadi gangguan teknis pada saat batas waktu penyampaian laporan Data Risiko Asuransi, Perusahaan wajib menyampaikan laporan Data Risiko Asuransi secara offline melalui surat yang ditandatangani oleh direksi atau yang setara dan aktuaris atau tenaga ahli Perusahaan dengan ketentuan sebagai berikut: a. dalam bentuk data elektronik melalui compact disc (CD) atau media penyimpanan data elektronik lainnya; dan b. dalam ... b. asuransi ... - 4 - b. dalam format spreadsheet. 6. Apabila terjadi gangguan teknis pada saat batas waktu penyampaian laporan Data Risiko Asuransi sebagaimana dimaksud pada butir 5, Perusahaan wajib menyampaikan laporan Data Risiko Asuransi paling lambat pada hari kerja berikutnya setelah terjadinya gangguan teknis. 7. Apabila gangguan teknis sebagaimana dimaksud pada butir 5 dialami oleh OJK, OJK mengumumkan secara tertulis kepada Perusahaan pada hari yang sama setelah terjadinya gangguan teknis. 8. Penyampaian laporan Data Risiko Asuransi secara offline sebagaimana dimaksud pada butir 5 ditujukan kepada: Otoritas Jasa Keuangan u.p. Direktorat Statistik dan Informasi IKNB Gedung Menara Merdeka Mailing Room Lantai 12 Jl. Budi Kemuliaan I No. 2 Jakarta Pusat 9. Penyampaian laporan Data Risiko Asuransi secara offline sebagaimana dimaksud pada butir 5 dapat dilakukan dengan salah satu cara sebagai berikut: a. diserahkan langsung ke kantor OJK sebagaimana dimaksud pada butir 8; b. dikirim melalui kantor pos secara tercatat; atau c. dikirim melalui perusahaan jasa pengiriman/titipan. 10. Perusahaan dinyatakan telah menyampaikan laporan Data Risiko Asuransi dengan ketentuan sebagai berikut: a. untuk penyampaian secara online melalui sistem jaringan komunikasi data OJK, dibuktikan dengan tanda terima dari OJK; b. untuk penyampaian secara offline, dibuktikan dengan: 1) surat tanda terima dari OJK, apabila laporan diserahkan langsung ke kantor OJK sebagaimana dimaksud pada butir 8; atau 2) tanda terima pengiriman dari kantor pos atau perusahaan jasa pengiriman/titipan, apabila laporan dikirim melalui kantor pos atau perusahaan jasa pengiriman/titipan. 11) Dalam ... - 5 - 11. Dalam hal terdapat perubahan alamat kantor OJK untuk penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada butir 8, OJK akan menyampaikan pemberitahuan mengenai perubahan alamat melalui surat atau pengumuman. IV. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran OJK ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta, pada tanggal 28 September 2015 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERASURANSIAN, DANA PENSIUN, LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA OTORITAS JASA KEUANGAN, Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd FIRDAUS DJAELANI ttd Sudarmaji
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 28/SEOJK.05/2015 </reg_id> <reg_title> PELAPORAN DATA RISIKO ASURANSI </reg_title> <set_date> 28 September 2015 </set_date> <effective_date> 28 September 2015 </effective_date> <related_reg> '2/POJK.05/2015 | Pasal 3 ayat (9)' </related_reg>
Yth. Direksi Perusahaan Pergadaian di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 52 /SEOJK.05/2017 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERUSAHAAN PERGADAIAN YANG MENYELENGGARAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL Sehubungan dengan amanat ketentuan Pasal 13 ayat (5), Pasal 17 ayat (3), Pasal 21 ayat (2), Pasal 22 ayat (4), dan Pasal 27 ayat (3) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31/POJK.05/2016 tentang Usaha Pergadaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 152, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5913), perlu untuk mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai penyelenggaraan usaha perusahaan pergadaian yang menyelenggarakan kegiatan usaha secara konvensional dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM 1. Usaha Pergadaian adalah segala usaha menyangkut pemberian pinjaman dengan jaminan barang bergerak, jasa titipan, jasa taksiran, dan/atau jasa lainnya, termasuk yang diselenggarakan berdasarkan prinsip syariah. 2. Usaha Pergadaian Konvensional adalah Usaha Pergadaian yang diselenggarakan secara konvensional. 3. Perusahaan Pergadaian adalah perusahaan pergadaian swasta dan perusahaan pergadaian pemerintah yang diatur dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan. 4. Perusahaan adalah Perusahaan Pergadaian yang menyelenggarakan kegiatan usaha secara konvensional. -2- 5. Direksi: a. bagi Perusahaan Pergadaian yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas adalah direksi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas; atau b. bagi Perusahaan Pergadaian yang berbentuk badan hukum koperasi adalah pengurus sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. 6. Surat Bukti Gadai adalah surat tanda bukti perjanjian pinjam meminjam uang dengan jaminan yang ditandatangani oleh Perusahaan Pergadaian dan nasabah. 7. Uang Pinjaman adalah uang yang dipinjamkan oleh Perusahaan Pergadaian kepada nasabah. 8. Barang Jaminan adalah setiap barang bergerak yang dijadikan jaminan oleh nasabah kepada Perusahaan Pergadaian. 9. Uang Kelebihan adalah selisih lebih dari hasil penjualan Barang Jaminan dikurangi dengan jumlah Uang Pinjaman, bunga/jasa simpan, biaya untuk melelang, dan biaya menyelamatkan barang tersebut. 10. Hari adalah hari kerja. 11. Nasabah adalah orang perseorangan atau badan usaha yang menerima Uang Pinjaman dengan jaminan berupa Barang Jaminan dan/atau memanfaatkan layanan lainnya yang tersedia di Perusahaan Pergadaian. II. KEGIATAN LAIN YANG TIDAK TERKAIT USAHA PERGADAIAN KONVENSIONAL YANG MEMBERIKAN PENDAPATAN BERDASARKAN KOMISI (FEE BASED INCOME) 1. Perusahaan dapat melakukan kegiatan lain yang tidak terkait Usaha Pergadaian Konvensional yang memberikan pendapatan berdasarkan komisi (fee based income) sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di bidang jasa keuangan. 2. Kegiatan lain yang tidak terkait Usaha Pergadaian Konvensional yang memberikan pendapatan berdasarkan komisi (fee based income) sebagaimana dimaksud pada angka 1 antara lain: a. pemasaran produk dari lembaga jasa keuangan yang telah mendapat izin dari Otoritas Jasa Keuangan; -3- b. agen layanan keuangan tanpa kantor dalam rangka keuangan inklusif; dan/atau c. agen jasa pengiriman uang (remittance). 3. Pendapatan Perusahaan dari kegiatan lain yang tidak terkait Usaha Pergadaian Konvensional yang memberikan pendapatan berdasarkan komisi (fee based income) paling tinggi sebesar 20% (dua puluh persen) dari total aset Perusahaan. Total aset yang digunakan untuk menghitung pendapatan berdasarkan komisi (fee based income) diperoleh dari neraca laporan berkala terakhir Perusahaan dan tidak termasuk neraca anak Perusahaan (non-konsolidasi). III. KEGIATAN USAHA LAIN PERUSAHAAN DENGAN PERSETUJUAN OTORITAS JASA KEUANGAN A. KRITERIA KEGIATAN USAHA LAIN PERUSAHAAN DENGAN PERSETUJUAN OTORITAS JASA KEUANGAN 1. Perusahaan dapat melakukan kegiatan usaha lain dengan persetujuan Otoritas Jasa Keuangan. 2. Kriteria kegiatan usaha lain sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan dalam rangka: a. penugasan pemerintah; b. pengembangan produk Usaha Pergadaian Konvensional; dan/atau c. kerja sama dalam rangka perolehan bisnis. 3. Pengembangan produk Usaha Pergadaian Konvensional sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf b dilakukan dengan mengubah atau memodifikasi fitur produk Usaha Pergadaian Konvensional sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 4. Kerja sama dalam rangka perolehan bisnis sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf c dilakukan dengan memenuhi ketentuan: a. dituangkan dalam perjanjian kerja sama tertulis; b. c. tidak bertujuan untuk melakukan penguasaan pasar; dan tidak memiliki benturan kepentingan dengan pihak yang melakukan kerja sama dengan Perusahaan. 5. Permohonan persetujuan kegiatan usaha lain dengan kriteria kerja sama dalam rangka perolehan bisnis sebagaimana -4- dimaksud pada angka 2 huruf c dapat dilakukan 1 (satu) kali sepanjang skema kerja sama tidak berbeda meskipun kerja sama dilakukan dengan pihak yang berbeda. B. PERSYARATAN PERMOHONAN PERSETUJUAN KEGIATAN USAHA LAIN PERUSAHAAN 1. Perusahaan yang akan melakukan kegiatan usaha lain sebagaimana dimaksud dalam huruf A angka 1 harus memenuhi persyaratan tidak sedang dikenakan sanksi oleh Otoritas Jasa Keuangan. 2. Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada angka 1, Perusahaan yang akan melakukan kegiatan usaha lain harus memiliki: a. sumber daya manusia yang memadai untuk melakukan kegiatan usaha lain: Sebagai contoh, Perusahaan yang akan menerima barang XYZ harus memiliki penaksir yang dapat menaksir nilai ekonomis barang XYZ tersebut; b. infrastruktur yang memadai untuk melakukan kegiatan usaha lain; c. metode penyelenggaraan kegiatan usaha lain (standard operating procedure); dan d. kondisi keuangan tidak merugi pada laporan berkala terakhir. C. PERMOHONAN PERSETUJUAN KEGIATAN USAHA LAIN PERUSAHAAN 1. Permohonan persetujuan kegiatan usaha lain disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan disertai dokumen yang berisi uraian paling sedikit mengenai: a. kegiatan usaha lain yang akan dilakukan, termasuk prosedur dan skema kegiatan usaha lain yang akan dilakukan; b. draf perjanjian yang akan digunakan; c. hak dan kewajiban para pihak; d. analisis prospek kegiatan usaha lain yang akan dilakukan; dan -5- e. mitigasi risiko atas kegiatan usaha lain yang akan dilakukan. 2. Penyampaian permohonan persetujuan kegiatan usaha lain kepada Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud pada angka 1 harus menggunakan: a. format 1 sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini, yang ditujukan kepada Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya u.p. Direktur Kelembagaan dan Produk IKNB, bagi Perusahaan yang kantor pusatnya berkedudukan di wilayah DKI Jakarta dan Banten; atau b. format 2 sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini, yang ditujukan kepada Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya u.p. Kepala Otoritas Jasa Keuangan Regional atau Kepala Otoritas Jasa Keuangan sesuai dengan lokasi kantor pusat Perusahaan dengan tembusan kepada Direktur Kelembagaan dan Produk IKNB, bagi Perusahaan yang kantor pusatnya berkedudukan di luar wilayah DKI Jakarta dan Banten. 3. Penyampaian permohonan persetujuan kegiatan usaha lain kepada Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud pada angka 2 dilengkapi formulir sebagaimana tercantum dalam format 3 Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 4. Penyampaian permohonan persetujuan kegiatan usaha lain sebagaimana dimaksud pada angka 2 mengacu pada tata cara penyampaian sesuai dengan ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. D. PEMBERIAN PERSETUJUAN KEGIATAN USAHA LAIN PERUSAHAAN 1. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan persetujuan kegiatan usaha lain -6- paling lama 20 (dua puluh) Hari sejak dokumen permohonan persetujuan kegiatan usaha lain diterima secara lengkap dan sesuai dengan persyaratan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 2. Jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) Hari sebagaimana dimaksud pada angka 1 tidak termasuk waktu yang diberikan kepada Perusahaan untuk melengkapi, menambah, dan/atau memperbaiki dokumen yang dipersyaratkan. 3. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan persetujuan kegiatan usaha lain sebagaimana dimaksud pada angka 1 berdasarkan: a. penelitian atas kelengkapan dan kesesuaian dokumen; b. analisis kegiatan usaha yang akan dilakukan, termasuk prosedur dan skema kegiatan usaha lain yang akan dilakukan; c. analisis draf perjanjian yang akan digunakan; d. analisis atas hak dan kewajiban para pihak; e. f. analisis prospek kegiatan usaha lain yang akan dilakukan; dan analisis mitigasi risiko atas kegiatan usaha lain yang akan dilakukan. 4. Apabila diperlukan, Otoritas Jasa Keuangan dapat meminta keterangan lebih lanjut kepada Perusahaan mengenai kegiatan usaha lain yang diajukan. 5. Penelitian atas kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf a mencakup kelengkapan isi dan format dokumen sesuai dengan format 1 atau format 2 persyaratan pengajuan permohonan persetujuan kegiatan usaha lain Perusahaan sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 6. Dalam hal dokumen permohonan persetujuan kegiatan usaha lain yang disampaikan dinilai telah lengkap dan kegiatan usaha lain yang diajukan dinilai layak, Otoritas Jasa Keuangan memberikan surat persetujuan kegiatan usaha lain yang dapat dijalankan oleh Perusahaan. -7- 7. Dalam hal dokumen permohonan persetujuan kegiatan usaha lain yang disampaikan dinilai belum lengkap, Otoritas Jasa Keuangan menyampaikan surat permintaan kelengkapan dokumen kepada Perusahaan. 8. Perusahaan harus menyampaikan kelengkapan kekurangan dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 7 paling lambat 20 (dua puluh) Hari sejak tanggal surat permintaan kelengkapan dokumen dari Otoritas Jasa Keuangan. 9. Dalam hal Perusahaan tidak dapat melengkapi kekurangan dokumen dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada angka 8 maka permohonan persetujuan kegiatan usaha lain Perusahaan dinyatakan batal. 10. Perusahaan yang permohonan persetujuan kegiatan usaha lainnya dinyatakan batal oleh Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud pada angka 9 dapat menyampaikan kembali permohonan persetujuan kegiatan usaha lain kepada Otoritas Jasa Keuangan. 11. Dalam hal Perusahaan telah memenuhi kekurangan dokumen dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada angka 8 dan berdasarkan penilaian dari Otoritas Jasa Keuangan dokumen permohonan persetujuan kegiatan usaha lain yang disampaikan dinilai telah lengkap dan kegiatan usaha lain yang diajukan dinilai layak, Otoritas Jasa Keuangan memberikan surat persetujuan kegiatan usaha lain yang dapat dijalankan oleh Perusahaan. 12. Otoritas Jasa Keuangan dapat menolak permohonan persetujuan kegiatan usaha lain apabila penilaian terhadap kegiatan usaha lain yang diajukan dinilai tidak layak meskipun dokumen permohonan persetujuan kegiatan usaha lain yang disampaikan telah lengkap dan sesuai dengan persyaratan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. E. PENYELENGGARAAN KEGIATAN USAHA LAIN PERUSAHAAN 1. Perusahaan harus menyelenggarakan kegiatan usaha lain paling lama 20 (dua puluh) Hari sejak tanggal surat persetujuan kegiatan usaha lain dari Otoritas Jasa Keuangan. -8- 2. Perusahaan harus menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan usaha lain sebagaimana dimaksud pada angka 1 kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 15 (lima belas) Hari sejak tanggal dimulainya kegiatan usaha lain. 3. Penyampaian laporan pelaksanaan kegiatan usaha lain sebagaimana dimaksud pada angka 2 harus menggunakan: a. format 4 sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini, yang ditujukan kepada Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya u.p. Direktur Kelembagaan dan Produk IKNB, bagi Perusahaan yang kantor pusatnya berkedudukan di wilayah DKI Jakarta dan Banten; atau b. format 5 sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini, yang ditujukan kepada Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya u.p. Kepala Otoritas Jasa Keuangan Regional atau Kepala Otoritas Jasa Keuangan sesuai dengan lokasi kantor pusat Perusahaan dengan tembusan kepada Direktur Kelembagaan dan Produk IKNB, bagi Perusahaan yang kantor pusatnya berkedudukan di luar wilayah DKI Jakarta dan Banten, dan dilampiri dengan: a. fotokopi perjanjian; dan b. formulir sebagaimana tercantum dalam format 6 Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 4. Penyampaian laporan pelaksanaan kegiatan usaha lain sebagaimana dimaksud pada angka 3 mengacu pada tata cara penyampaian yang sesuai dengan ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. -9- F. TATA CARA PENYAMPAIAN PERMOHONAN PERSETUJUAN KEGIATAN USAHA LAIN DAN LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA LAIN 1. Penyampaian permohonan persetujuan kegiatan usaha lain sebagaimana dimaksud pada huruf C angka 4 dan laporan pelaksanaan kegiatan usaha lain sebagaimana dimaksud pada huruf E angka 4 disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan secara dalam jaringan (online) melalui sistem jaringan komunikasi data Otoritas Jasa Keuangan. 2. Dalam hal sistem jaringan komunikasi data Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud pada angka 1 belum tersedia atau terjadi gangguan teknis pada saat penyampaian permohonan persetujuan kegiatan usaha lain atau laporan pelaksanaan kegiatan usaha lain maka permohonan persetujuan kegiatan usaha lain atau laporan pelaksanaan kegiatan usaha lain dimaksud disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan secara luar jaringan (offline) dengan salah satu cara sebagai berikut: a. diserahkan langsung kepada Otoritas Jasa Keuangan; atau b. dikirim melalui perusahaan jasa pengiriman. 3. Dalam hal terjadi gangguan teknis sebagaimana dimaksud pada angka 2, Otoritas Jasa Keuangan mengumumkan terjadinya gangguan teknis dimaksud melalui situs web Otoritas Jasa Keuangan. 4. Permohonan persetujuan kegiatan usaha lain atau laporan pelaksanaan kegiatan usaha lain sebagaimana dimaksud pada angka 2 harus disampaikan dalam bentuk cetak (hardcopy) atau dalam bentuk data elektronik dengan menggunakan media berupa compact disc (CD) atau media penyimpanan data elektronik lainnya. 5. Dalam hal gangguan teknis telah berhasil diatasi dan sistem jaringan komunikasi data Otoritas Jasa Keuangan telah kembali normal maka permohonan persetujuan kegiatan usaha lain atau laporan pelaksanaan kegiatan usaha lain disampaikan kembali secara online. -10- 6. Penyampaian permohonan persetujuan kegiatan usaha lain atau laporan pelaksanaan kegiatan usaha lain sebagaimana dimaksud pada angka 2 harus dilengkapi surat pengantar dalam bentuk cetak (hardcopy) yang ditandatangani oleh Direksi Perusahaan dan disampaikan secara tertulis oleh Direksi Perusahaan. 7. Perusahaan dinyatakan telah menyampaikan permohonan kegiatan usaha lain atau laporan pelaksanaan kegiatan usaha lain dengan ketentuan sebagai berikut: a. untuk penyampaian secara online melalui sistem jaringan komunikasi data Otoritas Jasa Keuangan, dibuktikan dengan tanda terima dari Otoritas Jasa Keuangan; atau b. untuk penyampaian secara offline, dibuktikan dengan: 1) surat tanda terima dari Otoritas Jasa Keuangan, apabila laporan diserahkan langsung sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf a; atau 2) tanda terima pengiriman dari perusahaan jasa pengiriman, apabila laporan dikirim melalui perusahaan jasa pengiriman sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf b. IV. BARANG JAMINAN A. KRITERIA BARANG JAMINAN 1. Kriteria barang yang dapat diterima sebagai Barang Jaminan ditetapkan dalam pedoman Perusahaan. 2. Pedoman Perusahaan yang memuat kriteria Barang Jaminan yang dapat diterima sebagaimana dimaksud pada angka 1 disusun sesuai dengan ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 3. Kriteria barang yang dapat diterima sebagai Barang Jaminan sebagaimana dimaksud pada angka 1 meliputi: a. memiliki nilai ekonomis; dan b. tidak melanggar ketentuan peraturan perundang- undangan. 4. Barang yang dapat diterima sebagai Barang Jaminan sebagaimana dimaksud pada angka 3 antara lain: a. barang perhiasan seperti emas, intan, permata, dan berlian; -11- b. kendaraan seperti mobil, sepeda motor, dan sepeda; c. barang rumah tangga seperti perabotan rumah tangga, gerabah, dan peralatan elektronik; d. mesin yang dapat dipindahkan seperti traktor, pompa air, generator, dan gergaji mesin (chainsaw); e. f. tekstil seperti bahan pakaian, kain, sarung, sprei, dan permadani/ambal; aksesoris seperti jam tangan, tas, dompet, topi, sepatu, dan kaca mata; dan/atau g. surat berharga, surat bukti kepemilikan, surat penting, dan surat lainnya yang mempunyai nilai ekonomis. 5. Perusahaan tidak dapat menerima Barang Jaminan dengan kriteria antara lain: a. barang milik pemerintah seperti perlengkapan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI); b. barang yang mudah busuk, susut, dan/atau kadaluarsa, seperti makanan, minuman, dan obat-obatan; c. barang yang berbahaya dan mudah terbakar seperti korek api, mercon (petasan), mesiu, bensin, minyak tanah, tabung berisi gas, dan senjata api; d. barang yang dilarang peredarannya seperti narkoba (ganja, opium, heroin, sabu, dan sejenisnya); dan/atau e. barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan dilarang untuk diperdagangkan. B. KEAMANAN DAN KESELAMATAN BARANG JAMINAN 1. Dalam menjaga keamanan dan keselamatan Barang Jaminan, Perusahaan harus mengacu pada pedoman Perusahaan sesuai dengan ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 2. Dalam menjaga keamanan dan keselamatan Barang Jaminan, Perusahaan harus menjaga kebersihan dan melakukan perawatan secara berkala terhadap Barang Jaminan sesuai dengan karakteristik Barang Jaminan. -12- C. PERSYARATAN TEMPAT PENYIMPANAN BARANG JAMINAN 1. Persyaratan tempat penyimpanan Barang Jaminan ditetapkan berdasarkan jenis Barang Jaminan sebagai berikut: a. barang perhiasan seperti emas, intan, permata, dan berlian; aksesoris seperti jam tangan, tas, dompet, topi, sepatu, dan kaca mata; dan surat berharga, surat bukti kepemilikan, surat penting, serta surat lainnya yang mempunyai nilai ekonomis harus disimpan di ruangan tempat penyimpanan (kluis) dan/atau lemari besi; b. kendaraan seperti mobil, sepeda motor, dan sepeda dapat disimpan di gedung dan/atau di luar gedung dengan dilengkapi atap pelindung dan/atau penutup (cover) kendaraan, dengan mempertimbangkan kerahasiaan identitas Barang Jaminan; dan c. barang rumah tangga seperti perabotan rumah tangga, gerabah, dan peralatan elektronik; mesin yang dapat dipindahkan seperti traktor, pompa air, generator, dan gergaji mesin (chainsaw); dan tekstil seperti bahan pakaian, kain, sarung, sprei, serta permadani/ambal harus disimpan di gudang. 2. Tempat penyimpanan Barang Jaminan sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a dapat berupa ruangan yang dibuat dengan memenuhi standar minimum keamanan dan keselamatan yang memiliki paling sedikit: a. struktur bangunan yang tidak mudah diruntuhkan, dihancurkan, dan didobrak; b. tembok keliling yang dibangun secara permanen; c. pintu berupa pintu besi dengan menggunakan kunci kombinasi; dan d. sekat pembatas berupa dinding yang memisahkan tempat penyimpanan Barang Jaminan dan tempat pelayanan Nasabah, dalam hal tempat penyimpanan Barang Jaminan berada di lokasi yang sama dengan tempat pelayanan Nasabah. 3. Tempat penyimpanan Barang Jaminan sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf b dan c dapat berupa ruangan yang dibuat dengan memenuhi standar minimum tingkat keamanan dan -13- keselamatan yang mencakup paling sedikit yaitu dapat melindungi Barang Jaminan dari bahaya cuaca dan risiko pencurian. 4. Barang Jaminan sebagaimana dimaksud pada angka 1 sebelum disimpan di ruangan tempat penyimpanan (kluis) dan/atau lemari besi, harus terlebih dahulu ditempatkan dalam kantong atau kotak dan harus dilengkapi pengamanan tambahan berupa segel atau tanda pengaman. 5. Penyegelan Barang Jaminan dilakukan dengan cara meletakkan atau menempelkan segel atau tanda pengaman pada kantong atau kotak tempat penyimpanan Barang Jaminan. 6. Segel atau tanda pengaman sebagaimana dimaksud pada angka 5 dapat terbuat dari kertas, plastik, logam, lak, dan/atau bahan lainnya dengan bentuk tertentu berupa lembaran, pita, kunci, kancing, dan/atau bentuk lainnya yang dapat dilengkapi dengan piranti elektronik. 7. Segel atau tanda pengaman sebagaimana dimaksud pada angka 5 terdiri dari: a. segel atau tanda pengaman kertas berupa lembaran kertas berperekat atau tidak, dengan tanda atau lambang Perusahaan dan nomor tanda terdaftar atau izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan, dengan bentuk, warna, dan ukuran tertentu yang ditetapkan Perusahaan; b. segel atau tanda pengaman berupa jepitan kantong yang terbuat dari aluminium yang jenis dan bentuknya ditetapkan oleh Perusahaan; c. segel atau tanda pengaman berupa pita yang terbuat dari kertas atau plastik berperekat atau tidak, dengan tanda atau lambang Perusahaan dan nomor tanda terdaftar atau izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan, dengan bentuk, warna, dan ukuran tertentu yang ditetapkan Perusahaan; atau d. segel atau tanda pengaman elektronik berupa barcode yang terbuat dari kertas, pita, kancing, kunci, atau bentuk lainnya yang tercetak barcode secara permanen. 8. Dalam rangka memenuhi standar tingkat keamanan dan keselamatan Barang Jaminan, Perusahaan paling sedikit -14- menggunakan 2 (dua) kombinasi perlengkapan keamanan sebagai berikut: a. kunci tambahan; b. alarm monitoring system; c. closed circuit television (CCTV); d. door contact; dan/atau e. panic button. 9. Tempat penyimpanan Barang Jaminan sebagaimana dimaksud pada angka 1 harus dilengkapi dengan tenaga pengamanan sesuai dengan standar tenaga pengamanan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. 10. Dalam rangka perlindungan terhadap Barang Jaminan, Perusahaan harus mengasuransikan Barang Jaminan paling sedikit terhadap risiko kebongkaran dan kebakaran. 11. Perusahaan dapat menggunakan: a. 1 (satu) tempat penyimpanan untuk menyimpan Barang Jaminan yang berasal dari beberapa unit layanan (outlet) (sistem clustering); atau b. tempat penyimpanan Barang Jaminan yang disediakan oleh pihak lain (outsourcing). 12. Penggunaan tempat penyimpanan Barang Jaminan sebagaimana dimaksud pada angka 11 harus: a. diatur dalam pedoman Perusahaan sesuai dengan ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini; dan b. memenuhi standar tingkat keamanan dan keselamatan Barang Jaminan sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 13. Dalam mengelola tempat penyimpanan Barang Jaminan, Perusahaan harus mengacu pada pedoman Perusahaan sesuai dengan ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 14. Dalam hal tempat penyimpanan Barang Jaminan berada di luar unit layanan (outlet), Perusahaan harus memenuhi standar tingkat keamanan dan keselamatan Barang Jaminan sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. -15- D. PERSYARATAN TEMPAT PENYIMPANAN JASA TITIPAN BARANG BERHARGA 1. Perusahaan yang menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan jasa titipan barang berharga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf c Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31/POJK.05/2016 tentang Usaha Pergadaian harus memenuhi persyaratan tempat penyimpanan jasa titipan barang berharga. 2. Persyaratan tempat penyimpanan jasa titipan barang berharga mengacu pada ketentuan mengenai persyaratan tempat penyimpanan Barang Jaminan sebagaimana dimaksud dalam huruf C. V. NILAI MINIMUM PERBANDINGAN UANG PINJAMAN DAN NILAI TAKSIRAN BARANG JAMINAN 1. Perusahaan wajib memenuhi nilai minimum perbandingan antara Uang Pinjaman dan nilai taksiran Barang Jaminan dalam memberikan Uang Pinjaman kepada Nasabah, kecuali apabila Nasabah menyatakan secara tertulis menghendaki Uang Pinjaman yang lebih rendah. 2. Perbandingan nilai minimum antara Uang Pinjaman dan nilai taksiran Barang Jaminan sebagaimana dimaksud pada angka 1 ditetapkan sebagai berikut: a. untuk Barang Jaminan berupa barang perhiasan, Uang Pinjaman yang diberikan kepada Nasabah paling rendah 75% (tujuh puluh lima persen) dari nilai taksiran Barang Jaminan yang bersangkutan; Sebagai contoh: 1) Barang Jaminan berupa emas 5 gram. 2) Nilai taksiran Barang Jaminan emas = Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah). 3) Uang Pinjaman yang diberikan oleh Perusahaan kepada Nasabah paling sedikit = 75% x Rp2.000.000,00 = Rp1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah). b. untuk Barang Jaminan berupa kendaraan bermotor, Uang Pinjaman yang diberikan kepada Nasabah paling rendah 70% -16- (tujuh puluh persen) dari nilai taksiran Barang Jaminan yang bersangkutan; Sebagai contoh: 1) Barang Jaminan berupa motor. 2) Nilai taksiran Barang Jaminan motor = Rp7.000.000,00 (tujuh juta rupiah). 3) Uang Pinjaman yang diberikan oleh Perusahaan kepada Nasabah paling sedikit = 70% x Rp7.000.000,00 = Rp4.900.000,00 (empat juta sembilan ratus ribu rupiah). c. untuk Barang Jaminan berupa peralatan elektronik, Uang Pinjaman yang diberikan kepada Nasabah paling rendah 60% (enam puluh persen) dari nilai taksiran Barang Jaminan yang bersangkutan; Sebagai contoh: 1) Barang Jaminan berupa telepon genggam. 2) Nilai taksiran Barang Jaminan telepon genggam = Rp4.000.000,00 (empat juta rupiah). 3) Uang Pinjaman yang diberikan oleh Perusahaan kepada Nasabah paling sedikit = 60% x Rp4.000.000,00 = Rp2.400.000,00 (dua juta empat ratus ribu rupiah). d. untuk Barang Jaminan selain Barang Jaminan sebagaimana dimaksud huruf a, huruf b, dan huruf c, Uang Pinjaman yang diberikan kepada Nasabah paling rendah 50% (lima puluh persen) dari nilai taksiran Barang Jaminan yang bersangkutan. Sebagai contoh: 1) Barang Jaminan berupa kompor. 2) Nilai taksiran Barang Jaminan berupa kompor = Rp300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah). 3) Uang Pinjaman yang diberikan oleh Perusahaan kepada Nasabah paling sedikit = 50% x Rp300.000,00 = Rp150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah). 3. Dalam hal Nasabah sepakat, Perusahaan dapat memberikan Uang Pinjaman lebih rendah dari nilai minimum perbandingan Uang Pinjaman dengan nilai taksiran Barang Jaminan sebagaimana dimaksud pada angka 2. Sebagai contoh, Budi menggadaikan kendaraan bermotornya di Perusahaan. Perusahaan menaksir kendaraan bermotor Budi sebesar -17- Rp8.000.000,00 (delapan juta rupiah). Sesuai ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini, Perusahaan harus memberikan Uang Pinjaman kepada Budi paling rendah sebesar 70% (tujuh puluh persen) dari nilai taksiran dengan jumlah nominal sebesar Rp5.600.000,00 (lima juta enam ratus ribu rupiah). Namun karena satu dan lain hal, Budi hanya membutuhkan uang sebesar Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan menyampaikan kebutuhannya tersebut kepada Perusahaan. Mengingat Nasabah menginginkan Uang Pinjaman yang lebih rendah dari Uang Pinjaman yang ditetapkan Perusahaan dan Perusahaan menyetujui, Perusahaan dapat memberikan Uang Pinjaman kepada Budi yang lebih rendah dari Uang Pinjaman yang telah ditetapkan. 4. Kesepakatan Nasabah untuk menerima Uang Pinjaman yang lebih rendah dari nilai minimum sebagaimana dimaksud angka 3 harus dicatat dalam Surat Bukti Gadai yang ditandatangani Nasabah yang bersangkutan. 5. Dalam memberikan Uang Pinjaman, Perusahaan harus mengacu pada pedoman Perusahaan mengenai nilai minimum pemberian Uang Pinjaman berdasarkan perbandingan Uang Pinjaman dengan nilai taksiran Barang Jaminan sesuai ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. VI. TATA CARA PENGEMBALIAN UANG KELEBIHAN 1. Perusahaan wajib mengembalikan Uang Kelebihan dari hasil penjualan Barang Jaminan dengan cara lelang atau berdasarkan kuasa menjual kepada Nasabah. 2. Dalam rangka pengembalian Uang Kelebihan, Perusahaan harus memberitahukan nominal Uang Kelebihan kepada Nasabah paling lama 10 (sepuluh) Hari setelah penjualan Barang Jaminan atau proses lelang dengan dilampiri keterangan berupa: a. nomor Surat Bukti Gadai; b. nominal Uang Pinjaman; c. sewa modal; d. e. f. hasil penjualan lelang atau penjualan Barang Jaminan; biaya; tata cara pengambilan Uang Kelebihan; dan g. informasi jangka waktu Uang Kelebihan dinyatakan kadaluarsa. -18- 3. Pemberitahuan kepada Nasabah sebagaimana dimaksud pada angka 2 harus dilakukan melalui papan pengumuman di unit layanan (outlet) tempat Nasabah menggadaikan yang mudah dibaca oleh Nasabah dan ditempatkan selama paling singkat 20 (dua puluh) Hari. 4. Selain pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada angka 3, Perusahaan dapat menyampaikan pemberitahuan melalui: a. surat yang dikirimkan langsung ke alamat Nasabah atau dikirimkan melalui perusahaan jasa pengiriman; dan/atau b. media lainnya seperti telepon, short message service (SMS), atau email. 5. Pengembalian Uang Kelebihan dapat dilakukan oleh Perusahaan kepada Nasabah secara: a. tunai; atau b. non-tunai, yang dilakukan dengan cara mengirimkan nominal Uang Kelebihan ke rekening Nasabah. 6. Pengembalian Uang Kelebihan secara non-tunai sebagaimana dimaksud pada angka 5 huruf b dilakukan paling lambat 20 (dua puluh) Hari sejak pengumuman sebagaimana dimaksud pada angka 3. 7. Biaya pemberitahuan dan pengiriman Uang Kelebihan kepada Nasabah dapat diperhitungkan sebagai pengurang dari Uang Kelebihan yang dikembalikan kepada Nasabah. 8. Pengenaan biaya pemberitahuan dan pengiriman Uang Kelebihan oleh Perusahaan sebagaimana dimaksud pada angka 7 harus dimuat di dalam Surat Bukti Gadai. 9. Perusahaan harus mengadministrasikan seluruh Uang Kelebihan sesuai nomor urut Surat Bukti Gadai dari Barang Jaminan yang dilelang atau dijual atas kuasa Nasabah pada periode tertentu. 10. Perusahaan harus mengadministrasikan pengembalian Uang Kelebihan yang telah dikembalikan kepada Nasabah. 11. Dalam rangka pemberitahuan dan pengembalian Uang Kelebihan kepada Nasabah, Perusahaan harus mengacu pada pedoman Perusahaan sesuai dengan ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 12. Uang Kelebihan dinyatakan kadaluarsa apabila telah melebihi jangka waktu 1 (satu) tahun sejak tanggal pemberitahuan kepada Nasabah sebagaimana dimaksud pada angka 3. -19- 13. Dalam hal Nasabah menginginkan jangka waktu yang berbeda dari jangka waktu sebagaimana dimaksud pada angka 12, Perusahaan harus menyepakati jangka waktu yang diinginkan Nasabah. Sebagai contoh, Putra menggadaikan jam tangan di Perusahaan. Pada saat pengisian Surat Bukti Gadai, Putra menginginkan jangka waktu Uang Kelebihan dinyatakan kadaluarsa apabila telah melebihi jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal pemberitahuan kepada Nasabah melalui papan pengumuman di unit layanan (outlet). Sesuai ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini, Perusahaan harus menyepakati jangka waktu yang diinginkan Putra. 14. Dalam hal Uang Kelebihan tidak dapat dikembalikan kepada Nasabah atau kadaluarsa, Uang Kelebihan dapat disalurkan kepada dana kepedulian sosial atau sejenisnya, sesuai kesepakatan dengan Nasabah yang dicantumkan dalam Surat Bukti Gadai. VII. PEDOMAN PENYELENGGARAAN KEGIATAN USAHA PERGADAIAN KONVENSIONAL 1. Perusahaan harus menyusun dan melaksanakan pedoman Perusahaan dalam menyelenggarakan kegiatan Usaha Pergadaian Konvensional. 2. Pedoman sebagaimana dimaksud pada angka 1 memuat: a. kriteria barang yang dapat diterima sebagai Barang Jaminan sebagaimana dimaksud pada romawi IV huruf A angka 3, yang paling sedikit memuat: 1) barang yang dapat diterima; dan 2) spesifikasi atau kriteria barang yang dapat diterima; b. keamanan dan keselamatan Barang Jaminan sebagaimana dimaksud pada romawi IV huruf B angka 1, yang paling sedikit memuat: 1) administrasi Barang Jaminan; 2) mekanisme perawatan secara berkala Barang Jaminan; 3) mekanisme pengambilan Barang Jaminan pelunasan; 4) mekanisme penanganan Barang Jaminan yang rusak, hilang, dan/atau bermasalah; 5) mekanisme penanganan Barang Jaminan dalam proses lelang; dan 6) mekanisme pengambilan Barang Jaminan lelang; -20- c. pengelolaan tempat penyimpanan Barang Jaminan sebagaimana dimaksud pada romawi IV huruf C angka 13, yang paling sedikit memuat tentang: 1) mekanisme penyimpanan Barang Jaminan; 2) mekanisme pengamanan Barang Jaminan yang disimpan di unit layanan (outlet); 3) mekanisme penggunaan tempat penyimpanan Barang Jaminan, dalam hal Perusahaan menggunakan 1 (satu) tempat penyimpanan untuk menyimpan Barang Jaminan yang berasal dari beberapa unit layanan (outlet) (sistem clustering) sebagaimana dimaksud pada romawi IV huruf C angka 11 huruf a; 4) mekanisme pengamanan Barang Jaminan ketika Barang Jaminan dibawa dari unit layanan (outlet) ke tempat penyimpanan Barang Jaminan yang disediakan oleh pihak lain (outsourcing), dalam hal Perusahaan menggunakan tempat penyimpanan Barang Jaminan yang disediakan oleh pihak lain (outsourcing) sebagaimana dimaksud pada romawi IV huruf C angka 11 huruf b; 5) mekanisme akses ke tempat penyimpanan Barang Jaminan; 6) mekanisme pemantauan stock opname Barang Jaminan pada tempat penyimpanan; 7) larangan penggunaan tempat penyimpanan selain untuk Barang Jaminan; dan 8) mekanisme pengamanan oleh tenaga pengamanan; d. nilai minimum pemberian Uang Pinjaman berdasarkan perbandingan Uang Pinjaman dengan nilai taksiran Barang Jaminan sebagaimana dimaksud pada romawi V angka 5, yang paling sedikit memuat tentang: 1) tata cara perhitungan penaksiran Barang Jaminan; 2) tata cara perhitungan besaran Uang Pinjaman; dan 3) besaran nilai taksiran minimal dan maksimal; dan e. mekanisme pemberitahuan dan pengembalian Uang Kelebihan sebagaimana dimaksud pada romawi VI angka 11, yang paling sedikit memuat tentang: 1) mekanisme pemberitahuan kepada Nasabah; -21- 2) mekanisme pengembalian Uang Kelebihan kepada Nasabah; dan 3) administrasi Uang Kelebihan. 3. Perusahaan dapat menerapkan mekanisme penilaian kembali (review) terhadap pedoman Perusahaan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi dan kemampuan Perusahaan. VIII. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 28 September 2017 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERASURANSIAN, DANA PENSIUN, LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA OTORITAS JASA KEUANGAN, ttd RISWINANDI Salinan ini sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 52/SEOJK.05/2017 </reg_id> <reg_title> PENYELENGGARAAN USAHA PERUSAHAAN PERGADAIAN YANG MENYELENGGARAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL </reg_title> <set_date> 28 September 2017 </set_date> <effective_date> 28 September 2017 </effective_date> <related_reg> '31/POJK.05/2016 | Pasal 13 ayat (5), Pasal 17 ayat (3), Pasal 21 ayat (2), Pasal 22 ayat (4), dan Pasal 27 ayat (3)' </related_reg>
Yth. 1. Direksi Perusahaan Asuransi; 2. Direksi Perusahan Asuransi Syariah; 3. Direksi Perusahaan Reasuransi; dan 4. Direksi Perusahaan Reasuransi Syariah, di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 46 /SEOJK.05/2017 TENTANG PENGENDALIAN FRAUD, PENERAPAN STRATEGI ANTI FRAUD, DAN LAPORAN STRATEGI ANTI FRAUD BAGI PERUSAHAAN ASURANSI, PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH, PERUSAHAAN REASURANSI, PERUSAHAAN REASURANSI SYARIAH, ATAU UNIT SYARIAH Sehubungan dengan amanat ketentuan Pasal 72 ayat (5), Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 69/POJK.5/2016 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, dan Perusahaan Reasuransi Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 302, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5992), perlu untuk mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai pengendalian fraud, penerapan strategi anti fraud, dan laporan strategi anti fraud bagi perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, perusahaan reasuransi syariah, atau unit syariah dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Perusahaan adalah perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransi syariah. 2. Unit Syariah adalah unit kerja di kantor pusat perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi yang berfungsi sebagi kantor induk dari kantor di luar kantor pusat yang menjalankan usaha berdasarkan prinsip syariah. - 2 - 3. Fraud adalah tindakan penyimpangan atau pembiaran yang sengaja dilakukan untuk mengelabui, menipu, atau memanipulasi Perusahaan atau Unit Syariah, pemegang polis, tertanggung, peserta, atau pihak lain, sehingga Perusahaan, Unit Syariah, pemegang polis, tertanggung, peserta, atau pihak lain menderita kerugian dan/atau pelaku Fraud memperoleh keuntungan keuangan baik secara langsung maupun tidak langsung. 4. Strategi Anti Fraud adalah strategi Perusahaan atau Unit Syariah dalam mengendalikan Fraud yang dirancang dengan mengacu pada proses terjadinya Fraud dengan memperhatikan karakteristik dari potensi Fraud yang komprehensif dan diimplementasikan dalam bentuk sistem pengendalian Fraud. II. PENGENDALIAN FRAUD 1. Dalam rangka mengendalikan risiko terjadinya Fraud, Perusahaan atau Unit Syariah wajib melaksanakan fungsi pengendalian Fraud dan menerapkan Strategi Anti Fraud. 2. Fungsi pengendalian Fraud sebagaimana dimaksud pada angka 1 meliputi aspek sebagai berikut: a. pengawasan aktif manajemen paling sedikit meliputi: 1) pengendalian Fraud secara menyeluruh yang dilakukan oleh direksi atau yang setara dalam pelaksanaan tugas, wewenang, dan tanggung jawab; 2) tugas, wewenang, dan tanggung jawab direksi atau yang setara sebagaimana dimaksud pada angka 1) dalam melakukan pengendalian Fraud secara umum mencakup: a) pengembangan budaya dan kepedulian terhadap anti Fraud pada seluruh jenjang organisasi, sebagai contoh dengan mendeklarasikan ketentuan anti Fraud; b) penyusunan dan pengawasan penerapan kode etik dalam pencegahan Fraud bagi seluruh jenjang organisasi Perusahaan atau Unit Syariah; c) penyusunan dan pengawasan penerapan Strategi Anti Fraud; d) pengembangan kualitas sumber daya manusia, khususnya yang terkait dengan peningkatan awareness dan pengendalian Fraud; - 3 - e) pemantauan dan evaluasi atas kejadian Fraud serta penetapan tindak lanjut; dan f) pengembangan saluran komunikasi yang efektif di internal Perusahaan atau Unit Syariah agar seluruh jenjang organisasi Perusahaan atau Unit Syariah memahami dan mematuhi kebijakan dan prosedur yang berlaku termasuk kebijakan dalam rangka pengendalian Fraud; dan 3) dewan komisaris atau yang setara bertanggung jawab untuk memantau secara berkala atas pengendalian Fraud. b. organisasi dan pertanggungjawaban paling sedikit meliputi: 1) Perusahaan atau Unit Syariah membentuk unit atau fungsi yang bertugas menangani pengendalian Fraud dalam organisasi Perusahaan atau Unit Syariah. 2) pembentukan unit atau fungsi sebagaimana dimaksud pada angka 1) paling sedikit memenuhi kriteria sebagai berikut: a) struktur organisasi disesuaikan dengan karakteristik dan kompleksitas kegiatan usaha Perusahaan atau Unit Syariah; b) penetapan uraian tugas dan tanggung jawab yang jelas; c) pertanggungjawaban unit atau fungsi tersebut langsung kepada direksi atau yang setara serta hubungan komunikasi dan pelaporan secara langsung kepada dewan komisaris atau yang setara; dan d) pelaksanaan tugas pada unit atau fungsi tersebut dilakukan oleh sumber daya manusia yang memiliki kompetensi, integritas, dan independensi, serta didukung dengan pertanggungjawaban yang jelas. c. pengendalian dan pemantauan paling sedikit meliputi: 1) dalam rangka meningkatkan efektifitas sistem pengendalian internal, Perusahaan atau Unit Syariah melakukan pengendalian dan pemantauan Fraud. 2) langkah-langkah dalam pengendalian dan pemantauan Fraud sebagaimana dimaksud pada angka 1) paling sedikit sebagai berikut: - 4 - a) penetapan kebijakan dan prosedur pengendalian yang khusus ditujukan dalam rangka penerapan strategi anti Fraud; b) pengendalian melalui kaji ulang baik oleh manajemen (top level review) maupun kaji ulang operasional (functional review) oleh audit internal atas pelaksanaan Strategi Anti Fraud; c) pengendalian di bidang sumber daya manusia yang ditujukan untuk peningkatan efektivitas pelaksanaan tugas dan pengendalian Fraud, misalnya kebijakan rotasi, kebijakan mutasi, cuti wajib, dan aktivitas sosial atau gathering; d) penetapan pemisahan fungsi dalam pelaksanaan aktivitas Perusahaan atau Unit Syariah pada seluruh jenjang organisasi, misalnya pemisahan fungsi antara bagian yang melakukan proses akseptasi, klaim, dan keuangan dengan tujuan agar setiap pihak yang terkait dalam aktivitas tersebut tidak memiliki peluang untuk melakukan dan menyembunyikan Fraud; e) pengendalian sistem informasi yang mendukung pengolahan, penyimpanan, dan pengamanan data secara elektronik untuk mencegah potensi terjadinya Fraud. Pengendalian sistem informasi ini perlu disertai dengan tersedianya sistem akuntansi untuk menjamin penggunaan data yang akurat dan konsisten dalam pencatatan dan pelaporan keuangan Perusahaan atau Unit Syariah paling sedikit dengan melakukan rekonsiliasi atau verifikasi data secara berkala; dan f) pengendalian lain dalam rangka pengendalian Fraud seperti pengendalian aset fisik dan dokumentasi. d. edukasi dan pelatihan paling sedikit meliputi: 1) Perusahaan atau Unit Syariah harus melakukan edukasi dan pelatihan bagi pegawai yang terlibat dalam penerapan Strategi Anti Fraud. a) edukasi dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada angka 1) paling sedikit meliputi: - 5 - edukasi dan pelatihan mengenai kebijakan anti Fraud yang dimiliki Perusahaan atau Unit Syariah, sebagai contoh edukasi dan pelatihan bagi pegawai mengenai prosedur pelaksanaan kebijakan anti Fraud, metodologi pendeteksian Fraud, dan tata cara pelaporan temuan kejadian Fraud; dan b) tahapan dan waktu penyelengaraan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun. 2) edukasi dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada angka 1) disesuaikan dengan kebutuhan Perusahaan atau Unit Syariah dan kompleksitas organisasi bisnis Perusahaan atau Unit Syariah. III. PENERAPAN STRATEGI ANTI FRAUD 1. Dalam rangka melaksanakan aspek pengendalian dan pemantauan Fraud sebagaimana dimaksud dalam romawi II angka 2 huruf c, Perusahaan atau Unit Syariah wajib menerapkan strategi anti Fraud yang meliputi: a. pencegahan; b. c. deteksi; investigasi, pelaporan, dan sanksi; dan d. pemantauan, evaluasi, dan tindak lanjut. 2. Langkah pencegahan dalam rangka mengurangi kemungkinan risiko terjadinya Fraud, paling sedikit mencakup: a. anti Fraud awareness paling sedikit meliputi: 1) penyusunan dan sosialisasi anti Fraud statement Contohnya kebijakan zero tolerance terhadap Fraud; 2) program employee awareness Contohnya penyelenggaraan seminar atau diskusi terkait anti Fraud, training, publikasi mengenai pemahaman terhadap bentuk Fraud, transparansi hasil investigasi, dan tindak lanjut terhadap Fraud yang dilakukan secara berkesinambungan; dan 3) program customer awareness Contohnya pembuatan brosur anti Fraud, penjelasan tertulis maupun melalui sarana lainnya untuk meningkatkan - 6 - kepedulian dan kewaspadaan pemegang polis, tertanggung, atau peserta terhadap kemungkinan terjadinya Fraud. b. identifikasi kerawanan paling sedikit meliputi: 1) melakukan proses identifikasi, analisis, dan menilai setiap aktivitas Perusahaan atau Unit Syariah yang berpotensi merugikan Perusahaan atau Unit Syariah; 2) mendokumentasikan dan menginformasikan hasil identifikasi kepada pihak yang berkepentingan dalam Perusahaan atau Unit Syariah; dan 3) melakukan pengkinian informasi terutama terhadap aktivitas yang dinilai berisiko tinggi terjadinya Fraud. c. know your employee paling sedikit meliputi: 1) sistem dan prosedur rekruitmen yang efektif. Melalui sistem ini diharapkan dapat diperoleh gambaran mengenai rekam jejak calon karyawan (pre employee screening) secara lengkap dan akurat; 2) sistem seleksi yang dilengkapi kualifikasi yang tepat dengan mempertimbangkan risiko, serta ditetapkan secara obyektif dan transparan. Sistem tersebut harus menjangkau pelaksanaan promosi maupun mutasi, termasuk penempatan pada posisi yang memiliki risiko tinggi terhadap Fraud; dan 3) kebijakan mengenali karyawan antara lain pengenalan dan pemantauan karakter, perilaku, dan gaya hidup karyawan. 3. Deteksi merupakan kegiatan dalam rangka mengidentifikasi dan menemukan kejadian Fraud yang paling sedikit mencakup: a. kebijakan dan mekanisme whistleblowing yang dirumuskan secara jelas, mudah dimengerti, dan dapat diimplementasikan secara efektif yang paling sedikit meliputi: 1) perlindungan kepada whistleblower serta menjamin kerahasiaan identitas pelapor dan laporan Fraud yang disampaikan; 2) menyusun ketentuan internal terkait pengaduan Fraud dengan mengacu pada ketentuan peraturan perundang- undangan; dan 3) menyusun sistem pelaporan Fraud yang memuat paling sedikit mengenai: - 7 - a) tata cara pelaporan; b) sarana; c) pihak yang bertanggung jawab untuk menangani pelaporan; dan d) mekanisme tindak lanjut terhadap kejadian Fraud yang dilaporkan; b. kebijakan dan mekanisme audit yang dilakukan paling sedikit pada unit bisnis yang berisiko tinggi atau rawan terhadap terjadinya Fraud; dan c. kebijakan dan mekanisme surveillance system yang dilakukan oleh pihak independen dan/atau pihak internal Perusahaan atau Unit Syariah. Surveillance system merupakan kegiatan untuk memantau dan menguji efektifitas kebijakan anti Fraud yang dilakukan tanpa diketahui atau disadari oleh pihak yang diuji atau diperiksa. 4. Dalam melaksanakan kegiatan investigasi, pelaporan, dan sanksi, Perusahaan atau Unit Syariah harus memiliki paling sedikit hal-hal sebagai berikut: a. standar investigasi Perusahaan atau Unit Syariah meliputi: 1) penentuan pihak yang berwenang melaksanakan investigasi dengan memperhatikan independensi dan kompetensi yang dibutuhkan; dan 2) mekanisme pelaksanaan investigasi dalam rangka menindaklanjuti hasil deteksi dengan tetap menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh; b. mekanisme pelaporan kejadian Fraud kepada internal Perusahaan atau Unit Syariah maupun kepada Otoritas Jasa Keuangan; dan c. kebijakan sanksi untuk memberikan efek jera bagi pelaku Fraud pada Perusahaan atau Unit Syariah harus diterapkan secara transparan dan konsisten yang paling sedikit meliputi: 1) mekanisme pengenaan sanksi; dan 2) pihak yang berwenang mengenakan sanksi. 5. Kegiatan pemantauan, evaluasi, dan tindak lanjut kejadian Fraud terdiri dari: - 8 - a. melakukan pemantauan terhadap tindak lanjut kejadian Fraud dengan memperhatikan ketentuan internal Perusahaan atau Unit Syariah dan ketentuan peraturan perundang-undangan. b. memelihara data kejadian Fraud (Fraud profiling) guna mendukung pelaksanaan evaluasi yang paling sedikit mencakup data dan informasi mengenai jenis Fraud, tanggal terjadinya Fraud, divisi/bagian terjadinya Fraud, pihak yang terlibat, jabatan, kerugian dalam rupiah, tindakan Perusahaan atau Unit Syariah, kelemahan/penyebab terjadinya Fraud, tindak lanjut/ perbaikan, dan kronologis kejadian Fraud. c. mekanisme tindak lanjut untuk menghindari kejadian Fraud terulang kembali paling sedikit meliputi langkah untuk: 1) memperbaiki kelemahan; dan 2) memperkuat sistem pengendalian internal Perusahaan atau Unit Syariah. 6. Penerapan Strategi Anti Fraud dituangkan dalam 1 (satu) pedoman yang merupakan acuan bagi Perusahaan atau Unit Syariah untuk menerapkan Strategi Anti Fraud. 7. Penerapan Strategi Anti Fraud dilakukan terhadap pihak yang terlibat dalam kegiatan usaha perasuransian paling sedikit meliputi: a. pemegang polis, tertanggung, atau peserta tindakan penyimpangan yang dilakukan oleh pemegang polis, tertanggung, atau peserta baik dalam proses permohonan polis maupun proses pengajuan klaim; b. perusahaan penunjang usaha asuransi seperti perusahaan pialang asuransi, perusahaan pialang reasuransi, agen, dan perusahaan penilai kerugian tindakan penyimpangan yang dilakukan oleh perusahaan penunjang usaha asuransi terhadap Perusahaan atau Unit Syariah serta pemegang polis, tertanggung, atau peserta; c. internal Perusahaan atau Unit Syariah tindakan penyimpangan yang dilakukan oleh internal Perusahaan atau Unit Syariah dengan bekerja sendiri maupun melakukan kolusi dengan pihak internal atau eksternal Perusahaan atau Unit Syariah; dan d. pihak lain yang berhubungan dengan Perusahaan atau Unit Syariah. - 9 - 8. Dalam menyusun pedoman Strategi Anti Fraud, Perusahaan atau Unit Syariah memperhatikan paling sedikit hal-hal sebagai berikut: a. kondisi lingkungan internal dan eksternal; b. kompleksitas kegiatan usaha; c. potensi, jenis, dan risiko Fraud; dan d. kecukupan sumber daya yang dibutuhkan. 9. Penerapan Strategi Anti Fraud sebagaimana dimaksud pada angka 1 merupakan bagian dari penerapan manajemen risiko, khususnya yang meliputi aspek sistem pengendalian internal. IV. PELAPORAN 1. Perusahaan atau Unit Syariah wajib menyampaikan laporan Strategi Anti Fraud kepada Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: a. laporan penerapan Strategi Anti Fraud mengikuti Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai laporan berkala perusahaan perasuransian. b. laporan setiap Fraud yang diperkirakan berdampak negatif secara signifikan terhadap Perusahaan atau Unit Syariah, pemegang polis, tertanggung, peserta dan/atau perusahaan ceding termasuk yang berpotensi menjadi perhatian publik, paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak manajemen perusahaan menandatangani dokumen pelaporan Fraud. c. laporan sebagaimana dimaksud pada huruf b paling sedikit memuat: 1) nama pelaku; 2) bentuk atau jenis penyimpangan; 3) tempat kejadian; 4) informasi singkat mengenai modus; dan 5) indikasi kerugian. 2. Penyampaian laporan Strategi Anti Fraud dilakukan sebagai berikut: a. untuk perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi: Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank Otoritas Jasa Keuangan Up. Direktur Pengawasan Asuransi dan BPJS Kesehatan. b. untuk perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi yang memiliki Unit Syariah: - 10 - 1) Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank Otoritas Jasa Keuangan Up. Direktur Pengawasan Asuransi dan BPJS Kesehatan; dan 2) Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank Otoritas Jasa Keuangan Up. Direktur IKNB Syariah. c. untuk perusahaan asuransi syariah dan perusahaan reasuransi syariah: Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank Otoritas Jasa Keuangan Up. Direktur IKNB Syariah. 3. Penyampaian laporan Strategi Anti Fraud dilakukan secara online melalui sistem jaringan komunikasi data Otoritas Jasa Keuangan. 4. Dalam hal sistem jaringan komunikasi data Otoritas Jasa Keuangan belum tersedia, Perusahaan atau Unit Syariah menyampaikan laporan Strategi Anti Fraud secara online melalui alamat email yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan. 5. Alamat email Perusahaan atau Unit Syariah yang digunakan untuk menyampaikan laporan Strategi Anti Fraud harus dilaporkan secara tertulis kepada Otoritas Jasa Keuangan. V. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 25 Agustus 2017 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERASURANSIAN, DANA PENSIUN, LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA OTORITAS JASA KEUANGAN, Salinan ini sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana ttd RISWINANDI
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 46/SEOJK.05/2017 </reg_id> <reg_title> PENGENDALIAN FRAUD, PENERAPAN STRATEGI ANTI FRAUD, DAN LAPORAN STRATEGI ANTI FRAUD BAGI PERUSAHAAN ASURANSI, PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH, PERUSAHAAN REASURANSI, PERUSAHAAN REASURANSI SYARIAH, ATAU UNIT SYARIAH </reg_title> <set_date> 25 Agustus 2017 </set_date> <effective_date> 25 Agustus 2017 </effective_date> <related_reg> '69/POJK.5/2016 | Pasal 72 ayat (5)' </related_reg>
Yth. 1. Direksi Bank Umum Konvensional; dan 2. Direksi Bank Umum Syariah, di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 42 /SEOJK.03/2017 TENTANG PEMANFAATAN TENAGA KERJA ASING DAN PROGRAM ALIH PENGETAHUAN DI SEKTOR PERBANKAN Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 37/POJK.03/2017 tentang Pemanfaatan Tenaga Kerja Asing dan Program Alih Pengetahuan di Sektor Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6086) yang selanjutnya disebut POJK Pemanfaatan TKA, serta sehubungan dengan beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan jasa keuangan di sektor perbankan dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan, perlu untuk mengatur kembali pelaksanaan mengenai pemanfaatan Tenaga Kerja Asing dan program alih pengetahuan di sektor perbankan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM 1. Pemanfaatan Tenaga Kerja Asing (TKA) bagi Bank dimungkinkan dengan mempertimbangkan pesatnya perkembangan pengetahuan dan teknologi yang mempengaruhi produk dan jasa di sektor perbankan, sehingga diperlukan tenaga kerja dengan keahlian khusus yang belum dapat dipenuhi oleh pasar Tenaga Kerja Indonesia. 2. Dalam pemanfaatan TKA oleh Bank, selain harus mengikuti Undang-Undang mengenai perbankan atau Undang-Undang mengenai perbankan syariah dan ketentuan pelaksanaan yang dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan, Bank harus mengikuti - 2 - ketentuan ketenagakerjaan yang dikeluarkan oleh instansi yang menangani bidang ketenagakerjaan serta instansi terkait lain. 3. Bank dapat memanfaatkan TKA pada bidang tugas dan posisi jabatan tertentu. Posisi jabatan tertentu tersebut disesuaikan berdasarkan sifat kepemilikan saham Bank oleh pihak asing, yang digolongkan menjadi 4 (empat) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 sampai dengan Pasal 15 POJK Pemanfaatan TKA. 4. Pemanfaatan TKA tersebut harus diikuti dengan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia di bidang perbankan termasuk melalui program alih pengetahuan (transfer of knowledge) dari TKA kepada tenaga pendamping. 5. Tenaga pendamping adalah Tenaga Kerja Indonesia yang ditunjuk untuk mendampingi dan/atau membantu TKA, menerima alih pengetahuan (transfer of knowledge) secara langsung, dan dipersiapkan sebagai calon pengganti TKA. II. BIDANG TUGAS 1. Otoritas Jasa Keuangan menetapkan bidang tugas tertentu yang dapat diisi oleh TKA dengan mempertimbangkan kebutuhan industri perbankan serta ketersediaan dan kemampuan Tenaga Kerja Indonesia. 2. Bidang tugas yang dapat diisi oleh TKA ditetapkan sebagai berikut: a. Tresuri (Treasury) Bidang tugas tresuri (treasury) meliputi tugas-tugas yang antara lain berkaitan dengan pengaturan dan pengelolaan aset dan liabilitas Bank untuk mengoptimalkan keuntungan, pengelolaan likuiditas, posisi devisa neto, dan penjualan produk tresuri (treasury) secara langsung maupun tidak langsung. b. Manajemen Risiko Bidang tugas manajemen risiko meliputi tugas-tugas yang antara lain berkaitan dengan pengelolaan dan mitigasi risiko. c. Teknologi Informasi Bidang tugas teknologi informasi meliputi tugas-tugas yang antara lain berkaitan dengan pengelolaan proses administrasi dari transaksi perbankan, pengelolaan data nasabah, pengembangan jaringan, pengembangan sistem, perencanaan dan reengineering proses operasional perbankan, pengelolaan - 3 - fasilitas pendukung perbankan, dan pengelolaan produk-produk electronic banking, dengan menggunakan sarana teknologi informasi. d. Kredit atau Pembiayaan Bidang tugas kredit atau pembiayaan meliputi tugas-tugas yang antara lain berkaitan dengan penyaluran kredit atau pembiayaan oleh Bank, terutama untuk bidang penyaluran kredit atau pembiayaan yang belum banyak dikuasai oleh Tenaga Kerja Indonesia. e. Hubungan Investor (Investor Relation) atau Hubungan Nasabah (Customer Relation) Bidang tugas hubungan investor (investor relation) atau hubungan nasabah (customer relation) meliputi tugas-tugas yang antara lain berkaitan dengan strategi dan upaya untuk memperoleh dan membina relasi yang berkualitas dengan nasabah dalam rangka mendapatkan peluang bisnis dari nasabah (existing) maupun calon nasabah melalui pelayanan dan penjualan produk perbankan. f. Pemasaran Bidang tugas pemasaran meliputi tugas-tugas yang antara lain berkaitan dengan upaya memasarkan produk dan jasa perbankan, baik dalam rangka penghimpunan dana maupun penyaluran dana. g. Keuangan Bidang tugas keuangan meliputi tugas-tugas yang antara lain berkaitan dengan aspek akuntansi keuangan, akuntansi manajemen, pelaporan keuangan, perpajakan, perencanaan keuangan, dan strategi keuangan. III. PEMANFAATAN TKA 1. Sesuai dengan POJK Pemanfaatan TKA, Bank yang akan memanfaatkan TKA dalam kegiatan usahanya wajib menyampaikan rencana pemanfaatan TKA kepada Otoritas Jasa Keuangan dalam Rencana Bisnis Bank. 2. Rencana pemanfaatan TKA sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dicantumkan dalam Rencana Bisnis Bank pada bagian rencana pengembangan organisasi dan sumber daya manusia. Hal-hal yang - 4 - dicantumkan dalam rencana pengembangan sumber daya manusia antara lain: a. alasan pemanfaatan TKA serta alasan tidak atau belum menggunakan Tenaga Kerja Indonesia; b. bidang tugas dan posisi atau jabatan yang akan diisi yang meliputi ruang lingkup pekerjaan dan kompetensi yang dibutuhkan; c. rencana jumlah kebutuhan; d. jangka waktu pemanfaatan; e. nama tenaga pendamping; dan f. rencana program alih pengetahuan (transfer of knowledge): 1) rencana pelatihan untuk tenaga pendamping; dan 2) rencana pelatihan oleh TKA. 3. Pada saat Bank akan melakukan realisasi pemanfaatan TKA, Bank mengikuti prosedur sebagai berikut: a. Dalam Hal TKA Merupakan Calon Direksi, Calon Dewan Komisaris, Calon Pimpinan Kantor Cabang dari Bank yang Berkedudukan di Luar Negeri, atau Calon Pemimpin Kantor Perwakilan 1) Bank mengajukan permohonan persetujuan pemanfaatan TKA sebagai Direksi, Dewan Komisaris, Pimpinan Kantor Cabang dari Bank yang Berkedudukan di Luar Negeri atau Pemimpin Kantor Perwakilan dengan mengikuti tata cara atau prosedur dan persyaratan sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penilaian kemampuan dan kepatutan serta memenuhi persyaratan sesuai ketentuan terkait lain. 2) Penyampaian persyaratan dokumen Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) dan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) sebagaimana diatur dalam persyaratan dokumen administrasi bagi calon Direksi, calon Dewan Komisaris, Pimpinan Kantor Cabang dari Bank yang Berkedudukan di Luar Negeri, atau Pemimpin Kantor Perwakilan dalam ketentuan terkait, dapat dilaksanakan pada saat penyampaian laporan pengangkatan TKA kepada Otoritas Jasa Keuangan. - 5 - b. Dalam Hal TKA Merupakan Calon Pejabat Eksekutif 1) Bank mengajukan permohonan persetujuan penggunaan TKA sebagai Pejabat Eksekutif kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan dilampiri dokumen administratif sebagai berikut: a) 1 (satu) buah pas foto 1 (satu) bulan terakhir ukuran 4x6 cm; b) fotokopi paspor; c) riwayat hidup; d) fotokopi surat keterangan pengalaman kerja dari perusahaan sebelumnya dan sertifikat keahlian, profesi, pendidikan atau pelatihan; e) f) fotokopi konsep kontrak kerja atau surat penugasan dari Bank; dan contoh tanda tangan dan paraf. 2) Prosedur penilaian atas calon Pejabat Eksekutif dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan melalui penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen administratif yang disampaikan Bank dan informasi lain. Dalam hal dianggap perlu, Otoritas Jasa Keuangan melakukan wawancara untuk meminta konfirmasi dan/atau menggali informasi lebih mendalam. 3) Sesuai dengan POJK Pemanfaatan TKA, pengangkatan Pejabat Eksekutif wajib dilaporkan oleh Bank kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah tanggal pengangkatan efektif, dilampiri dengan: a) fotokopi kontrak kerja; dan b) fotokopi KITAS dan IMTA yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang. 4) Permohonan dan pelaporan pemanfaatan TKA sebagai Pejabat Eksekutif disampaikan oleh Bank kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan alamat: a) Departemen Pengawasan Bank terkait atau Departemen Perbankan Syariah, bagi Bank yang berkantor pusat atau kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri yang berada di wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; atau - 6 - b) Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat sesuai wilayah tempat kedudukan kantor pusat Bank. c. Pelaporan Pemanfaatan Calon Tenaga Ahli atau Konsultan 1) Pelaporan pemanfaatan Tenaga Ahli atau Konsultan disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah pengangkatan Tenaga Ahli atau Konsultan oleh Bank, dengan mencantumkan alasan pemanfaatan TKA, disertai dengan dokumen administrasi sebagai berikut: a) 1 (satu) buah pas foto 1 (satu) bulan terakhir ukuran 4x6 cm; b) fotokopi paspor; c) riwayat hidup; d) fotokopi kontrak kerja; e) contoh tanda tangan dan paraf; f) g) fotokopi bukti atau keterangan tentang Kualifikasi Keahlian; fotokopi KITAS dan IMTA yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang; dan h) surat pernyataan tidak merangkap jabatan. 2) Pelaporan pemanfaatan TKA sebagai Tenaga Ahli atau Konsultan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) disampaikan oleh Bank kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan alamat: a) Departemen Pengawasan Bank terkait atau Departemen Perbankan Syariah, bagi Bank yang berkantor pusat atau kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri yang berada di wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; atau b) Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat sesuai wilayah tempat kedudukan kantor pusat Bank. 3) Jabatan Tenaga Ahli atau Konsultan merupakan jabatan perorangan, yaitu jabatan yang diisi oleh TKA secara individu karena kemampuan teknis atau individu yang mendapat penugasan dari perusahaan konsultansi sesuai - 7 - bidang tugas yang dibutuhkan. Dengan demikian, jabatan Tenaga Ahli atau Konsultan merupakan jabatan yang diisi untuk jangka waktu terbatas untuk membantu Bank menangani masalah operasional yang baru atau yang untuk sementara belum dapat diatasi sendiri oleh Bank. Jabatan tersebut berada di luar struktur organisasi Bank, dan yang bersangkutan hanya berkewajiban untuk memberikan pendapat dan/atau melakukan pekerjaan tertentu sesuai kemampuan teknis yang dibutuhkan. Tenaga Ahli atau Konsultan tidak mempunyai kewenangan untuk menetapkan kebijakan yang berpengaruh pada Bank. 4) Otoritas Jasa Keuangan dapat memerintahkan Bank untuk membatalkan dan/atau menghentikan pengangkatan TKA sebagai Tenaga Ahli atau Konsultan dalam hal yang bersangkutan tidak memenuhi ketentuan Otoritas Jasa Keuangan. 4. Sesuai dengan POJK Pemanfaatan TKA, kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri yang akan memanfaatkan TKA sebagai pimpinan kantor cabang wajib memenuhi persyaratan yang salah satunya adalah diantara anggota Pimpinan Kantor Cabang dari Bank yang Berkedudukan di Luar Negeri paling sedikit terdapat 1 (satu) orang pejabat yang berkewarganegaraan Indonesia. Kewajiban tersebut telah dipenuhi oleh Bank dalam hal Bank telah menunjuk Tenaga Kerja Indonesia sebagai pejabat pimpinan Bank yang membawahi bidang tugas personalia dan bidang tugas kepatuhan. 5. Bank yang akan memperpanjang jangka waktu pemanfaatan TKA harus mengikuti prosedur sebagai berikut: a. Menyampaikan permohonan perpanjangan jangka waktu pemanfaatan TKA beserta alasan perpanjangan kepada Otoritas Jasa Keuangan yang ditujukan kepada: 1) Departemen Pengawasan Bank terkait atau Departemen Perbankan Syariah, bagi Bank yang berkantor pusat atau kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri yang berada di wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; atau - 8 - 2) Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat sesuai wilayah tempat kedudukan kantor pusat Bank, paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sebelum berakhirnya jangka waktu kontrak atau masa kerja TKA. b. Menyampaikan dokumen administrasi yang terkini, sebagai berikut: 1) 2) 3) fotokopi paspor; fotokopi kontrak kerja atau penunjukan kerja; fotokopi KITAS dan IMTA dari instansi yang berwenang; dan 4) laporan realisasi pelaksanaan alih pengetahuan (transfer of knowledge). 6. Salah satu persyaratan dalam pemanfaatan TKA sebagai Pejabat Eksekutif dan Tenaga Ahli atau Konsultan oleh Bank adalah kemampuan penggunaan bahasa Indonesia secara memadai dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun setelah yang bersangkutan menduduki jabatan dimaksud. Dengan penguasaan bahasa Indonesia secara memadai diharapkan TKA dimaksud dapat berkomunikasi secara baik dengan Tenaga Kerja Indonesia sehingga dapat memperlancar proses alih pengetahuan (transfer of knowledge). Pemenuhan penguasaan bahasa Indonesia ditunjukkan antara lain dengan cara menyampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan sertifikat uji kemahiran berbahasa Indonesia sesuai tingkat kemampuan yang dapat dicapai oleh masing-masing TKA, yang dikeluarkan oleh otoritas yang berwenang, atau bukti penguasaan berbahasa Indonesia lain yang dikeluarkan oleh lembaga pendidikan atau kursus bahasa Indonesia yang terdaftar di instansi yang berwenang. 7. Sesuai dengan POJK Pemanfaatan TKA, pada setiap akhir tahun, Bank wajib melaporkan realisasi pemanfaatan TKA (Direksi, Dewan Komisaris, Pejabat Eksekutif dan/atau Tenaga Ahli atau Konsultan), serta realisasi pelatihan dan alih pengetahuan (transfer of knowledge) yang telah dilaksanakan (Pejabat Eksekutif dan/atau Tenaga Ahli atau Konsultan) dalam Laporan Realisasi Rencana Bisnis Bank. Dalam laporan tersebut, paling sedikit dicantumkan hal-hal sebagai berikut: a. nama TKA; - 9 - b. bidang tugas TKA; c. posisi atau jabatan TKA; d. nama pendamping; e. hasil evaluasi terhadap pendamping; f. pendidikan atau pelatihan kepada tenaga pendamping; dan g. lembaga penyelenggara pendidikan atau pelatihan. 8. Otoritas Jasa Keuangan dapat membatalkan persetujuan pemanfaatan TKA yang telah diberikan, dalam hal dikemudian hari ditemukan antara lain: a. informasi atau dokumen yang diberikan Bank tidak benar atau palsu; b. yang bersangkutan dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana yang telah memperoleh keputusan hukum tetap; atau c. TKA atau Bank tidak memenuhi kewajiban sebagaimana diatur dalam POJK Pemanfaatan TKA setelah persetujuan diberikan oleh Otoritas Jasa Keuangan. 9. Dalam hal diperlukan, Bank dapat mengajukan permohonan kepada Otoritas Jasa Keuangan untuk meminta pengecualian atas pemanfaatan TKA di luar bidang tugas yang telah ditetapkan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan dan/atau meminta pengecualian atas jabatan tertentu selain jabatan yang telah ditetapkan dalam POJK Pemanfaatan TKA. 10. Otoritas Jasa Keuangan akan mempertimbangkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 9 dengan memperhatikan, antara lain: a. kebutuhan Bank; b. ketersediaan dan kemampuan Tenaga Kerja Indonesia; c. pemenuhan kriteria yang dipersyaratkan dalam POJK Pemanfaatan TKA; d. upaya-upaya yang telah dilakukan oleh Bank dalam mencari Tenaga Kerja Indonesia untuk memenuhi kebutuhan tersebut; dan/atau e. upaya-upaya Bank dalam meningkatkan kemampuan dan keahlian Tenaga Kerja Indonesia di internal Bank, termasuk misalnya program peningkatan kemampuan sumber daya manusia dalam bentuk pengiriman Tenaga Kerja Indonesia - 10 - untuk ditempatkan di kantor pusat atau kantor cabang Bank atau kelompok usahanya di luar negeri. 11. Salah satu kriteria yang dipersyaratkan dalam POJK Pemanfaatan TKA sebagaimana dimaksud dalam butir 10.c. antara lain dalam hal TKA tidak dimanfaatkan maka Bank akan menghadapi risiko kerugian yang cukup signifikan atau berkurangnya potensi keuntungan baik secara finansial maupun non-finansial. Hal ini dapat terjadi misalnya dalam penggunaan TKA sebagai Tenaga Ahli untuk mengatasi kerusakan sarana teknologi sistem informasi Bank karena Tenaga Ahli dimaksud tidak tersedia di Indonesia. Sementara dalam hal kerusakan tidak segera diatasi, Bank akan menghadapi risiko kerugian yang cukup signifikan baik secara finansial maupun non-finansial, seperti berkurangnya jumlah nasabah atau hilangnya kepercayaan nasabah karena teknologi sistem informasi yang sering bermasalah. 12. Jangka waktu pemanfaatan TKA untuk jabatan tertentu selain jabatan yang telah ditetapkan dalam POJK Pemanfaatan TKA, sebagaimana dimaksud dalam angka 9 adalah paling lama 1 (satu) tahun. Jangka waktu tersebut dapat diperpanjang paling banyak 2 (dua) kali, masing-masing paling lama 1 (satu) tahun. Dalam hal ini, Bank harus menyampaikan permohonan terlebih dahulu kepada Otoritas Jasa Keuangan untuk memperoleh persetujuan perpanjangan. Dalam hal Bank telah merencanakan sejak awal untuk memanfaatkan TKA melebihi jangka waktu 1 (satu) tahun, pada saat Bank menyampaikan permohonan pengecualian atas jabatan tertentu dimaksud, dapat disertai pula dengan permohonan persetujuan untuk perpanjangan yang pertama kalinya paling lama 1 (satu) tahun. Ketentuan tersebut tidak meniadakan kewajiban Bank untuk tetap memenuhi tata cara dan prosedur perizinan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang diatur oleh instansi yang menangani bidang ketenagakerjaan serta instansi terkait lain. 13. Permohonan pengecualian pemanfaatan TKA sesuai bidang tugas sebagaimana dimaksud dalam angka 9 dan jangka waktu pemanfaatan TKA sebagaimana dimaksud dalam angka 12 diajukan oleh Bank kepada Otoritas Jasa Keuangan yang ditujukan kepada: - 11 - a. Departemen Pengawasan Bank terkait atau Departemen Perbankan Syariah, bagi Bank yang berkantor pusat atau kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri yang berada di wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; atau b. Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat sesuai wilayah tempat kedudukan kantor pusat Bank. 14. Permohonan pengecualian pemanfaatan TKA sesuai bidang tugas sebagaimana dimaksud dalam angka 9 dilampiri dengan dokumen administrasi sebagai berikut: a. alasan permohonan pengecualian dan/atau perpanjangan; b. bagi Pejabat Eksekutif, dokumen sebagaimana dipersyaratkan dalam butir 3.b.1); dan/atau c. bagi Tenaga Ahli atau Konsultan, dokumen sebagaimana dipersyaratkan dalam butir 3.c.1). IV. PELAKSANAAN PROGRAM ALIH PENGETAHUAN (TRANSFER OF KNOWLEDGE) 1. Sesuai dengan POJK Pemanfaatan TKA, Bank yang menggunakan TKA sebagai Pejabat Eksekutif, Tenaga Ahli atau Konsultan, dan/atau jabatan lain berdasarkan persetujuan Otoritas Jasa Keuangan, wajib menunjuk paling sedikit 2 (dua) orang Tenaga Kerja Indonesia sebagai tenaga pendamping selama menjalankan tugas, melakukan pendidikan dan pelatihan kerja bagi tenaga pendamping sesuai dengan kualifikasi jabatan yang diduduki oleh TKA, dan menjamin terlaksananya pelatihan atau pengajaran oleh TKA terutama kepada pegawai Bank. Selain kepada pegawai Bank, pelatihan dan pengajaran juga dapat dilakukan kepada pelajar, mahasiswa, dan/atau masyarakat umum. 2. Pelaksanaan alih pengetahuan (transfer of knowledge) dilakukan melalui pelatihan atau pengajaran oleh TKA terutama kepada pegawai Bank. Pelaksanaan pelatihan atau pengajaran dapat dilakukan melalui seminar, pelatihan (training), kursus pendek, perkuliahan, atau program alih pengetahuan (transfer of knowledge) lain melalui tatap muka secara langsung dengan peserta pelatihan atau pengajaran. Pelatihan atau pengajaran dapat diselenggarakan oleh pihak intern maupun pihak ekstern Bank. - 12 - Pelaksanaan kegiatan pelatihan atau pengajaran dilaporkan dalam Laporan Realisasi Rencana Bisnis Bank yang paling sedikit meliputi: a. nama TKA; b. waktu dan lokasi pelaksanaan kegiatan; c. jumlah peserta; d. jangka waktu kegiatan; e. materi kegiatan; dan f. foto kegiatan. Untuk keperluan pemeriksaan oleh Otoritas Jasa Keuangan, Bank harus menatausahakan dokumen terkait dengan pelatihan tersebut, termasuk mengenai hardcopy dan softcopy materi pelatihan, foto-foto kegiatan, daftar hadir peserta, dan informasi atau bukti pendukung lain mengenai realisasi kegiatan pelatihan. 3. Bank harus memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan terkait pengembangan sumber daya manusia di bidang perbankan. Pemenuhan ketentuan tersebut dapat menjadi salah satu pertimbangan Otoritas Jasa Keuangan dalam memberikan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 16 POJK Pemanfaatan TKA. V. PENUTUP Pada saat Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku, Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/27/DPNP perihal Pelaksanaan Pemanfaatan Tenaga Kerja Asing dan Program Alih Pengetahuan di Sektor Perbankan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. - 13 - Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 19 Juli 2017 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN OTORITAS JASA KEUANGAN, ttd NELSON TAMPUBOLON Salinan ini sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 2/SEOJK.03/2017 </reg_id> <reg_title> PERUBAHAN KEGIATAN USAHA BANK UMUM KONVENSIONAL MENJADI BANK UMUM SYARIAH </reg_title> <set_date> 3 Januari 2017 </set_date> <effective_date> 3 Januari 2017 </effective_date> <replaced_reg> '11/24/DPbS|SE-BI' </replaced_reg> <related_reg> '64/POJK.03/2016' </related_reg>
-1- Yth. Direksi/Pengurus Pelaku Usaha Jasa Keuangan, baik yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional maupun secara syariah, di Tempat. SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 1/SEOJK.07/2014 PELAKSANAAN EDUKASI DALAM RANGKA MENINGKATKAN LITERASI KEUANGAN KEPADA KONSUMEN DAN/ATAU MASYARAKAT Sehubungan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 01/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan, perlu untuk mengatur ketentuan mengenai pelaksanaan Edukasi dalam rangka meningkatkan literasi keuangan kepada Konsumen dan/atau masyarakat dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Edukasi adalah penambahan pengetahuan dan kemampuan seseorang melalui teknik praktik belajar atau instruksi, dengan tujuan untuk mengingat fakta atau kondisi nyata, dengan cara memberi dorongan terhadap pengarahan diri, aktif memberikan informasi-informasi atau ide baru. 2. Literasi Keuangan adalah kemampuan untuk memahami pengetahuan serta keterampilan untuk mengelola sumber daya keuangan untuk mencapai kesejahteraan. 3. Pelaku Usaha Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat PUJK, adalah Bank Umum, Bank Perkreditan Rakyat, Perusahaan Efek, Penasihat Investasi, Bank Kustodian, Dana Pensiun, Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Gadai, dan Perusahaan Penjaminan, baik yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional maupun secara syariah. 4. Rencana Bisnis adalah dokumen tertulis yang menggambarkan rencana kegiatan usaha PUJK jangka pendek (satu tahun) termasuk rencana untuk meningkatkan kinerja usaha, serta strategi untuk merealisasikan rencana tersebut sesuai dengan target dan waktu yang ditetapkan, dengan… -2- dengan tetap memperhatikan pemenuhan ketentuan kehati-hatian dan penerapan manajemen risiko. 5. Direksi: a. bagi PUJK yang merupakan badan hukum yang berbentuk Perseroan Terbatas adalah direksi sebagaimana dimaksud dalam undang- undang mengenai perseroan terbatas; b. bagi PUJK yang merupakan badan hukum yang berbentuk Perusahaan Daerah adalah direksi sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai perusahaan daerah; c. bagi PUJK yang merupakan badan hukum yang berbentuk Koperasi adalah pengurus sebagaimana dimaksud dalam undang-undang tentang perkoperasian; dan d. bagi PUJK yang merupakan badan hukum yang berbentuk Dana Pensiun adalah pengurus sebagaimana dimaksud dalam undang- undang tentang dana pensiun; e. bagi kantor cabang bank asing adalah pimpinan kantor cabang bank asing. 6. Konsumen adalah pihak-pihak yang menempatkan dananya dan/atau memanfaatkan pelayanan yang tersedia di Lembaga Jasa Keuangan antara lain nasabah pada Perbankan, pemodal di Pasar Modal, pemegang polis pada Perasuransian, dan peserta pada Dana Pensiun, berdasarkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan. II. CAKUPAN RENCANA EDUKASI 1. PUJK wajib menyelenggarakan Edukasi dalam rangka meningkatkan literasi keuangan kepada Konsumen dan/atau masyarakat. 2. Rencana penyelenggaraan dimaksud pada angka 1 wajib disusun dalam program tahunan yang dilaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan. 3. Rencana Edukasi paling kurang meliputi: a. penetapan program kerja Edukasi sesuai dengan sasaran, strategi dan kebijakan PUJK; b. evaluasi pelaksanaan rencana Edukasi periode sebelumnya; c. penetapan kebutuhan biaya dan asumsi yang digunakan dalam penyusunan rencana Edukasi. 4. Penetapan program kerja Edukasi sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf a mengacu pada program implementasi Strategi Nasional Literasi Keuangan Indonesia, yang akan disusun bersama oleh Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan dengan PUJK setiap tahun. 5. Evaluasi … -3- 5. Evaluasi pelaksanaan rencana Edukasi periode sebelumnya sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf b paling kurang memuat: a. perbandingan rencana Edukasi sebelumnya dengan realisasi pada setiap tahun; b. pencapaian tujuan yang telah ditetapkan dan hal-hal yang belum tercapai (jika ada) termasuk penjelasannya; c. pelaksanaan strategi dan kebijakan yang telah ditetapkan; dan d. kendala yang dihadapi dan upaya-upaya pemecahan masalah yang dilakukan. 6. Asumsi yang digunakan dalam penyusunan rencana Edukasi PUJK sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf c paling kurang memuat: a. asumsi makro yang meliputi antara lain pertumbuhan rata-rata bisnis disetiap sektor dan tingkat Literasi Keuangan di masing- masing sektor yang terkait; dan b. asumsi mikro meliputi faktor yang mempengaruhi kegiatan operasional PUJK yang berasal dari internal termasuk alokasi biaya dan pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility/CSR). III. PELAKSANAAN EDUKASI 1. Pelaksanaan Edukasi berdasarkan kepada prinsip-prinsip sebagai berikut : a. Inklusif Yang dimaksud dengan inklusif adalah Literasi Keuangan harus mencakup semua golongan masyarakat. b. Sistematis dan terukur Yang dimaksud dengan sistematis dan terukur adalah Literasi Keuangan disampaikan secara terprogram, mudah dipahami, sederhana, dan pencapaiannya dapat diukur. c. Kemudahan akses Yang dimaksud dengan kemudahan akses adalah layanan dan informasi keuangan tersebar luas di seluruh wilayah Indonesia dan mudah diakses. d. Kolaborasi Yang dimaksud dengan kolaborasi adalah melibatkan seluruh pemangku kepentingan mengimplementasikan Literasi Keuangan. 2. Pelaksanaan Edukasi yang dilakukan secara sistematis dan terukur sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf b adalah kegiatan Edukasi yang terencana dan dampaknya dapat diukur dari kegiatan yang dilakukan. Pengukuran dampak kegiatan dapat dilakukan antara lain dengan … secara bersama-sama dalam -4- dengan cara misalnya melakukan survei pemahaman terhadap penyampaian Edukasi yang sudah dilakukan. 3. Kemudahan akses terhadap materi dan substansi Edukasi yang dilakukan oleh PUJK sebagaimana yang dimaksud pada angka 1 huruf c adalah penggunaan sarana Edukasi yang dapat menjangkau masyarakat luas, misalnya ketersediaan informasi Edukasi dan simulasi terhadap manfaat dan perhitungan biaya yang diakses melalui website atau bahan cetakan yang tersedia disetiap kantor cabang dari PUJK. 4. Pelaksanaan Edukasi kepada Konsumen dan/atau masyarakat disesuaikan dengan kemampuan dari PUJK. Penyelenggaraan rencana Edukasi dapat dilakukan secara sendiri maupun secara bersama-sama sebagaimana yang dimaksud pada angka 1 huruf d. 5. Pelaksanaan Edukasi tidak mencakup pemasaran produk dan/atau layanan jasa keuangan yang ditawarkan oleh PUJK. Edukasi dititikberatkan untuk menginformasikan fitur dasar produk dan/atau layanan jasa keuangan termasuk memberikan pengetahuan dan keterampilan terkait dengan manfaat, biaya dan risiko. 6. Kegiatan yang berupa pemberian bantuan sosial yang bersifat charity dapat merupakan pelaksanaan Edukasi apabila kegiatan tersebut dilakukan berkesinambungan dan dilaksanakan monitoring secara berkala. IV. PENYUSUNAN, PENYAMPAIAN DAN PERUBAHAN RENCANA EDUKASI 1. Penyampaian rencana Edukasi digabungkan dengan penyampaian Rencana Bisnis PUJK. 2. Dalam hal PUJK tidak memiliki Rencana Bisnis maka rencana Edukasi dapat disampaikan secara terpisah. 3. Direksi wajib menyampaikan rencana Edukasi kepada Otoritas Jasa Keuangan cq. Bidang Pengawasan dengan tembusan Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen paling lambat pada tanggal 30 November sebelum tahun Rencana Bisnis dimulai. 4. Otoritas Jasa Keuangan dapat meminta PUJK untuk melakukan penyesuaian terhadap rencana Edukasi yang disampaikan apabila rencana Edukasi tersebut belum memenuhi ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 5. Penyampaian penyesuaian terhadap rencana Edukasi sebagaimana dimaksud pada angka 4 dilakukan paling lama 15 (lima belas) hari kerja setelah tanggal surat Otoritas Jasa Keuangan. 6. PUJK hanya dapat melakukan perubahan terhadap rencana Edukasi 1 (satu) kali untuk satu periode pelaporan, paling lambat pada akhir bulan Juni tahun berjalan. 7. Perubahan … -5- 7. Perubahan rencana Edukasi sebagaimana dimaksud pada angka 6 dapat dilakukan secara terpisah dengan penyesuaian Rencana Bisnis. 8. Perubahan rencana Edukasi disampaikan paling lambat 30 (tigapuluh) hari kerja sebelum pelaksanaan perubahan rencana Edukasi. V. LAPORAN PELAKSANAAN EDUKASI 1. Direksi wajib menyampaikan laporan pelaksanaan Edukasi kepada Otoritas Jasa Keuangan, paling lambat setiap tanggal 30 bulan Januari tahun berikutnya. 2. Laporan disampaikan kepada Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan dengan tembusan Bidang Pengawas sesuai dengan industri masing-masing. 3. Laporan pelaksanaan Edukasi paling kurang memuat: a. Sasaran; b. Program Literasi Keuangan; c. Tujuan; d. Bentuk aktivitas; e. Frekuensi; dan f. Kota. 4. Laporan pelaksanaan Edukasi dan tata cara pengisian laporan pelaksanaan Edukasi adalah sesuai format dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. VI. KETENTUAN PERALIHAN PUJK wajib menyampaikan rencana Edukasi untuk pertama kalinya paling lambat pada tanggal 31 Agustus 2014 yang mencakup pelaksanaan kegiatan Edukasi yang dimulai sejak tanggal 1 Januari 2014 sampai dengan tanggal 31 Desember 2014. VII. KETENTUAN PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 6 Agustus 2014. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan … -6- Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 14 Februari 2014 ANGGOTA DEWAN KOMISIONER BIDANG EDUKASI DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN, Ttd. KUSUMANINGTUTI S. SOETIONO
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 1/SEOJK.07/2014 </reg_id> <reg_title> PELAKSANAAN EDUKASI DALAM RANGKA MENINGKATKAN LITERASI KEUANGAN KEPADA KONSUMEN DAN/ATAU MASYARAKAT </reg_title> <set_date> 14 Februari 2014 </set_date> <effective_date> 6 Agustus 2014 </effective_date> <related_reg> '01/POJK.07/2013' </related_reg>
Yth. 1. Direksi Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Manajer Investasi; 2. Asosiasi Pengelola Reksa Dana Indonesia; dan 3. Asosiasi Manajer Investasi Indonesia, di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 50 /SEOJK.04/2016 PENGAKUAN TERHADAP ASOSIASI MANAJER INVESTASI Dalam rangka pelaksanaan Pasal 3 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 43/POJK.04/2015 tentang Pedoman Perilaku Manajer Investasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 370, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5810), perlu mengatur mengenai pengakuan terhadap asosiasi Manajer Investasi dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Manajer Investasi adalah Pihak yang kegiatan usahanya mengelola Portofolio Efek untuk para nasabah atau mengelola portofolio investasi kolektif untuk sekelompok nasabah, kecuali Perusahaan Asuransi, Dana Pensiun, dan Bank yang melakukan sendiri kegiatan usahanya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2. Izin Usaha Sebagai Manajer Investasi, yang selanjutnya disebut Izin Manajer Investasi, adalah izin yang diberikan oleh Otoritas Jasa Keuangan kepada Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Manajer Investasi. -2- 3. Asosiasi Manajer Investasi, yang selanjutnya disebut Asosiasi, adalah badan hukum berbentuk perkumpulan yang beranggotakan Manajer Investasi. 4. Anggota Asosiasi, yang selanjutnya disebut Anggota, adalah Perusahaan Efek yang telah memperoleh izin usaha sebagai Manajer Investasi dari Otoritas Jasa Keuangan dan mempunyai hak dan kewajiban sesuai dengan anggaran dasar, anggaran rumah tangga, dan peraturan internal Asosiasi. II. PERSYARATAN ASOSIASI UNTUK MENDAPAT PENGAKUAN DARI OTORITAS JASA KEUANGAN Untuk mendapat pengakuan Otoritas Jasa Keuangan, Asosiasi wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. telah mendapatkan pengesahan sebagai badan hukum perkumpulan dari instansi Pemerintah yang berwenang; 2. memiliki Anggota paling sedikit 1/3 (satu per tiga) dari jumlah seluruh pemegang Izin Manajer Investasi; 3. memiliki kode etik Asosiasi; 4. memiliki struktur organisasi dan susunan pengurus paling sedikit terdiri dari ketua atau sebutan lain, sekretaris atau sebutan lain, bendahara atau sebutan lain, dan komite kerja atau sebutan lain; 5. memiliki komite kerja yang bertanggung jawab paling sedikit atas fungsi: a. pengkajian dan pengembangan; b. pengawasan etik; dan c. pelaksanaan kegiatan Asosiasi; 6. memiliki prosedur operasi standar pelaksanaan kegiatan Asosiasi, paling sedikit meliputi: a. penegakan kode etik; b. pembuatan dan penegakan peraturan Asosiasi; c. alur penerapan sanksi bagi Anggota; dan d. pengambilan keputusan; 7. memiliki peraturan keanggotaan yang paling sedikit memuat: a. persyaratan dan prosedur penerimaan Anggota; -3- b. batasan keanggotaan pada Asosiasi sejenis dimana Anggota hanya dapat menjadi anggota 1 (satu) Asosiasi; c. hak dan kewajiban Anggota; d. kepengurusan dan keanggotaan Asosiasi; e. pendanaan kegiatan Asosiasi; f. biaya keanggotaan; dan g. sanksi; 8. memiliki rencana kegiatan Asosiasi; 9. memiliki database Anggota, yang paling sedikit memuat: a. nama Manajer Investasi; b. alamat; c. nomor Izin Manajer Investasi; dan d. nomor telepon; dan 10. memiliki atau menguasai sarana dan prasarana yang memadai, paling sedikit terdiri dari: a. bangunan atau ruangan sebagai lokasi kantor Asosiasi; b. sarana elektronik untuk Asosiasi, seperti email yang dapat diakses oleh Anggota; dan c. fasilitas layanan Anggota yang berfungsi untuk melakukan koordinasi dan komunikasi antara Asosiasi dengan Anggota. III. TATA CARA PERMOHONAN PENGAKUAN ASOSIASI 1. Permohonan untuk mendapat pengakuan sebagai Asosiasi diajukan oleh pemohon dalam bentuk dokumen cetak kepada Otoritas Jasa Keuangan sesuai dengan format surat Permohonan Pengakuan Asosiasi Manajer Investasi sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 2. Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan telah menyediakan sistem elektronik, permohonan untuk mendapat pengakuan sebagai Asosiasi dapat diajukan melalui sistem elektronik tersebut. -4- 3. Permohonan untuk mendapat pengakuan sebagai Asosiasi sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2 harus disertai kelengkapan dokumen sebagai berikut: a. fotokopi dokumen pengesahan Asosiasi sebagai badan hukum berbentuk perkumpulan dari instansi Pemerintah yang berwenang; b. data pemegang Izin Manajer Investasi sebagai Anggota paling sedikit 1/3 (satu per tiga) dari jumlah seluruh pemegang Izin Manajer Investasi sesuai dengan format Data Pemegang Izin Manajer Investasi Sebagai Anggota Asosiasi Manajer Investasi sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini; c. salinan kode etik Asosiasi; d. struktur organisasi Asosiasi serta susunan pengurus dan komite kerja Asosiasi yang dilengkapi dengan dokumen: 1) daftar riwayat hidup terbaru yang telah ditandatangani; 2) fotokopi Kartu Tanda Penduduk atau Paspor yang masih berlaku; 3) pasfoto berwarna terbaru ukuran 4x6 cm dengan latar belakang berwarna merah sebanyak 1 (satu) lembar; dan 4) pernyataan integritas sesuai dengan format Surat Pernyataan Integritas sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini, untuk masing-masing pengurus dan pimpinan komite kerja Asosiasi; e. prosedur operasi standar pelaksanaan kegiatan Asosiasi, paling sedikit meliputi: 1) penegakan kode etik; 2) pembuatan dan penegakan peraturan Asosiasi; 3) alur penerapan sanksi bagi Anggota; dan 4) pengambilan keputusan; -5- f. salinan peraturan keanggotaan Asosiasi; g. rencana kegiatan Asosiasi; h. dokumen terkait database Anggota; i. j. surat keterangan domisili dari pengelola gedung atau instansi berwenang (jika ada); dan fotokopi bukti kepemilikan atau perjanjian sewa atas kantor Asosiasi (jika ada). 4. Dalam hal permohonan untuk mendapat pengakuan diajukan oleh pemohon dalam bentuk dokumen cetak kepada Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud pada angka 1, dokumen permohonan untuk mendapat pengakuan sebagai Asosiasi sebagaimana dimaksud pada angka 3 wajib pula disiapkan dalam format digital dan disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan menggunakan media digital cakram padat (compact disk) atau lainnya. 5. Dalam rangka memproses permohonan pengakuan sebagai Asosiasi, Otoritas Jasa Keuangan melakukan penelaahan atas kelengkapan dokumen permohonan. 6. Dalam rangka menilai kesiapan pemohon sebagai Asosiasi, Otoritas Jasa Keuangan berwenang: a. melakukan pemeriksaan di kantor Asosiasi; b. meminta Asosiasi untuk memaparkan rencana kegiatan Asosiasi; dan/atau c. meminta data dan informasi yang dibutuhkan. 7. Pengakuan Asosiasi diberikan Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan pengakuan Asosiasi yang memenuhi syarat. 8. Dalam hal permohonan untuk mendapat pengakuan sebagai Asosiasi pada saat diterima tidak memenuhi syarat, paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan, Otoritas Jasa Keuangan memberikan surat pemberitahuan kepada pemohon yang menyatakan: a. permohonan belum memenuhi persyaratan; atau b. permohonan ditolak karena tidak memenuhi persyaratan. -6- 9. Dalam hal permohonan untuk mendapat pengakuan sebagai Asosiasi belum memenuhi persyaratan, pemohon wajib melengkapi kekurangan yang dipersyaratkan dalam surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada angka 8 huruf a paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja setelah tanggal surat pemberitahuan. 10. Penyampaian perubahan dokumen, tambahan informasi, dan/atau kelengkapan kekurangan persyaratan sebagaimana dimaksud pada angka 9 dianggap telah diterima oleh Otoritas Jasa Keuangan pada tanggal diterimanya perubahan dokumen, tambahan informasi, dan/atau kelengkapan kekurangan persyaratan tersebut. 11. Sejak diterimanya perubahan dokumen, tambahan informasi, dan/atau kelengkapan kekurangan persyaratan sebagaimana dimaksud pada angka 10, permohonan pengakuan sebagai Asosiasi dianggap baru diterima oleh Otoritas Jasa Keuangan dan diproses sebagaimana dimaksud pada angka 7. 12. Pemohon yang tidak melengkapi kekurangan yang dipersyaratkan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada angka 9 dianggap membatalkan permohonan untuk mendapat pengakuan sebagai Asosiasi yang sudah diajukan kepada Otoritas Jasa Keuangan. IV. TUGAS, WEWENANG, DAN LARANGAN ASOSIASI 1. Asosiasi yang telah mendapat pengakuan dari Otoritas Jasa Keuangan mempunyai tugas dan wewenang: a. menetapkan peraturan keanggotaan Asosiasi; b. menetapkan dan menegakkan kode etik bagi Anggota; c. menetapkan sanksi bagi Anggota dalam hal ditemukan adanya pelanggaran atas kode etik Anggota dan peraturan internal Asosiasi; d. melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala setiap 1 (satu) tahun sekali terhadap pelaksanaan kegiatan Asosiasi; e. melakukan pembaharuan database Anggota sesegera mungkin jika terdapat perubahan data Anggota; f. memiliki situs web dengan nama domain Indonesia yang berisi informasi umum Asosiasi serta informasi mengenai anggota dan kegiatan Asosiasi, yang dapat diakses masyarakat; dan g. menetapkan hal lain yang menunjang kegiatan Asosiasi. -7- 2. Asosiasi yang telah mendapat pengakuan dari Otoritas Jasa Keuangan dilarang: a. memberikan perlakuan yang berbeda kepada anggotanya; dan/atau b. melakukan tindakan yang bertentangan dengan tugas dan kewenangannya sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini, anggaran dasar, anggaran rumah tangga, dan/atau peraturan internal Asosiasi. V. SUMBER PENDANAAN 1. Dalam rangka menunjang kegiatannya, Asosiasi dapat memperoleh pendanaan dari: a. biaya pendaftaran dan iuran rutin keanggotaan; dan b. sumber lain sepanjang ditetapkan dalam anggaran dasar, anggaran rumah tangga, dan/atau peraturan internal Asosiasi, yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang- undangan. 2. Asosiasi wajib membuat laporan pertanggungjawaban keuangan kepada Anggota setiap 1 (satu) periode kepengurusan. VI. PELAPORAN 1. Asosiasi yang telah mendapat pengakuan dari Otoritas Jasa Keuangan wajib menyampaikan laporan kepada Otoritas Jasa Keuangan: a. laporan kegiatan tahunan, paling lambat pada setiap tanggal 12 Januari, sesuai dengan format Laporan Kegiatan Tahunan, sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini; b. laporan penerimaan dan pemberhentian Anggota, paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak terjadinya penerimaan dan/atau pemberhentian Anggota sesuai dengan format Laporan Penerimaan dan Pemberhentian Anggota Asosiasi Manajer Investasi sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini (jika ada); c. laporan perubahan alamat kantor Asosiasi, paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak terjadinya perubahan (jika ada); -8- d. laporan perubahan anggaran dasar, anggaran rumah tangga, susunan kepengurusan Asosiasi dan/atau komite kerja, paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak terjadinya perubahan (jika ada); dan e. laporan penetapan sanksi yang telah ditetapkan oleh Asosiasi kepada Anggota paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak penetapan sanksi oleh Asosiasi (jika ada). 2. Dalam hal batas waktu penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a dan huruf d jatuh pada hari libur, laporan tersebut disampaikan paling lambat pada 1 (satu) hari kerja berikutnya. VII. PENCABUTAN PENGAKUAN ASOSIASI 1. Surat pengakuan sebagai Asosiasi menjadi tidak berlaku apabila: a. badan hukum Asosiasi yang mewadahi Manajer Investasi bubar; dan/atau b. status badan hukum dari Asosiasi dicabut oleh instansi Pemerintah yang berwenang. 2. Otoritas Jasa Keuangan dapat mencabut surat pengakuan Asosiasi apabila terdapat hal sebagai berikut: a. Asosiasi mengembalikan surat pengakuan Asosiasi yang dimilikinya; b. kantor Asosiasi tidak ditemukan; c. Asosiasi melakukan pelanggaran atas Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini; d. Asosiasi telah menerima 3 (tiga) kali surat peringatan namun dalam waktu 1 (satu) bulan sejak diterbitkannya surat peringatan ketiga tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam isi surat peringatan tersebut; dan/atau e. tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada angka II. 3. Dalam hal Asosiasi mengembalikan surat pengakuan sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf a, Asosiasi wajib mengajukan surat permohonan pengembalian surat pengakuan sebagai Asosiasi kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan disertai dokumen sebagai berikut: -9- a. keterangan mengenai alasan pengembalian surat pengakuan tersebut; b. surat pengakuan sebagai Asosiasi oleh Otoritas Jasa Keuangan; c. surat pernyataan pertanggungjawaban dari pengurus Asosiasi atas kewajiban Asosiasi kepada pihak ketiga dan/atau Anggota; dan d. surat keputusan hasil rapat anggota yang menyetujui pengembalian surat pengakuan sebagai Asosiasi oleh Otoritas Jasa Keuangan. 4. Dalam hal pencabutan surat pengakuan Asosiasi disebabkan karena Asosiasi melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, Asosiasi wajib menyelesaikan kewajibannya kepada Anggota dan/atau pihak ketiga. 5. Tidak berlakunya surat pengakuan Asosiasi sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan pencabutan surat pengakuan Asosiasi sebagaimana dimaksud pada angka 2 dapat diumumkan oleh Otoritas Jasa Keuangan melalui media massa. VIII. KETENTUAN PENUTUP Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 19 Desember 2016 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PASAR MODAL, Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana ttd NURHAIDA LAMPIRAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 50 /SEOJK.04/2016 TENTANG PENGAKUAN TERHADAP ASOSIASI MANAJER INVESTASI -2- PERMOHONAN PENGAKUAN ASOSIASI MANAJER INVESTASI Nomor : ..................... Lampiran : ..................... Perihal : Permohonan Pengakuan Asosiasi Manajer Investasi Kepada Yth. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta Bersama ini kami mengajukan permohonan pengakuan Asosiasi Manajer Investasi. Sebagai bahan pertimbangan, kami sampaikan data sebagai berikut: 1. Nama Asosiasi 2. Alamat lengkap : .......................................................... : .......................................................... .......................................................... (Nama Jalan dan Nomor) ....................................... - □□□□□ (Kota dan Kode Pos) 3. Nomor telepon 4. Nomor dan tanggal akta pendirian berikut perubahan anggaran dasar 5. Nomor pengesahan/ dan tanggal persetujuan/ pemberitahuan dari Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia Melengkapi permohonan ini kami lampirkan dokumen sebagai berikut: a. fotokopi dokumen pengesahan Asosiasi sebagai badan hukum berbentuk perkumpulan dari instansi Pemerintah yang berwenang; b. data pemegang Izin Manajer Investasi sebagai anggota Asosiasi; c. salinan kode etik Asosiasi; : .......................................................... : .......................................................... ...., ................ 20.... : .......................................................... -3- d. struktur organisasi Asosiasi serta susunan pengurus dan komite kerja Asosiasi yang memuat: 1. daftar riwayat hidup terbaru yang telah ditandatangani; 2. fotokopi Kartu Tanda Penduduk atau Paspor yang masih berlaku; 3. pasfoto berwarna terbaru ukuran 4x6 cm dengan latar belakang berwarna merah sebanyak 1 (satu) lembar; dan 4. pernyataan integritas; untuk masing-masing pengurus dan pimpinan komite kerja Asosiasi. e. prosedur operasi standar pelaksanaan kegiatan Asosiasi, paling sedikit meliputi: 1. penegakan kode etik; 2. pembuatan dan penegakan peraturan Asosiasi; 3. alur penerapan sanksi bagi Anggota; dan 4. pengambilan keputusan; f. salinan peraturan keanggotaan Asosiasi; g. rencana kegiatan Asosiasi; h. dokumen terkait database Anggota; i. j. surat keterangan domisili dari pengelola gedung atau instansi berwenang (jika ada); dan fotokopi bukti kepemilikan atau perjanjian sewa atas kantor Asosiasi (jika ada). Demikian permohonan ini kami ajukan dan atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih. Ketua Asosiasi, Meterai 6000 …………………………………….... (nama jelas dan tanda tangan) -4- DATA PEMEGANG IZIN MANAJER INVESTASI SEBAGAI ANGGOTA ASOSIASI MANAJER INVESTASI Per: (tanggal/bulan/tahun) Nama No. Pemegang Izin Manajer Investasi Alamat Manajer Investasi Nomor Telp Manajer Investasi Izin Manajer Investasi Nomor Surat Keputusan Tanggal Surat Keputusan .........., ...................... 20..... (tempat dan tanggal) Ketua Asosiasi, …………………………………….... (nama jelas dan tanda tangan) -5- SURAT PERNYATAAN INTEGRITAS Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Jabatan Alamat Lengkap : ................................................................................. : (ketua/ sekretaris/ bendahara/ lainnya* .................) : ................................................................................. (nama jalan dan nomor) ......................... - □□□□□ (kota dan kode pos) Nomor Telepon : ................................................................................. dengan ini menyatakan bahwa saya: a. memiliki akhlak dan moral yang baik; b. cakap/tidak cakap*) melakukan perbuatan hukum; c. pernah/tidak pernah*) melakukan perbuatan tercela dan/atau dihukum karena terbukti melakukan tindak pidana di bidang jasa keuangan; d. pernah/tidak pernah*) dikenakan sanksi pencabutan izin, pembatalan persetujuan, dan/atau pembatalan pendaftaran oleh Otoritas Jasa Keuangan selama 3 (tiga) tahun terakhir; e. pernah/tidak pernah*) dinyatakan pailit atau menjadi pengurus yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perusahaan dinyatakan pailit; dan f. memiliki komitmen yang tinggi untuk mematuhi peraturan perundang- undangan. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya agar dapat dipergunakan sebagaimana mestinya. .........., ...................... 20..... (tempat dan tanggal) Pemohon, Meterai 6000 …………………………………….... (nama jelas dan tanda tangan) Keterangan: *) coret yang tidak perlu -6- LAPORAN KEGIATAN TAHUNAN TAHUN.... Nomor : .................... ………., …………………20… Lampiran : .................... Perihal : Laporan Kegiatan Tahunan Tahun....... Kepada Yth. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Up. Direktur Pengelolaan Investasi di Jakarta Nama Asosiasi : ................................ Kegiatan tahunan tahun .......... adalah sebagai berikut: No Rencana Kegiatan Periode Pelaksanaan Ketua Asosiasi, …………………………………….... (nama jelas dan tanda tangan) -7- LAPORAN PENERIMAAN ANGGOTA ASOSIASI MANAJER INVESTASI Nomor : .................... Lampiran : .................... Perihal : Laporan Penerimaan Anggota Asosiasi Manajer Investasi Kepada Yth. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Up. Direktur Pengelolaan Investasi di Jakarta Nama Asosiasi : ................................ Penerimaan anggota Asosiasi Manajer Investasi per tanggal .......... adalah sebagai berikut: Penerimaan Anggota Asosiasi Manajer Investasi Izin Manajer Investasi No. Nama Nomor Surat Keputusan Tanggal Surat Keputusan Tanggal menjadi Anggota …….., ……….………20… Ketua Asosiasi, …………………………………….... (nama jelas dan tanda tangan) -8- LAPORAN PEMBERHENTIAN ANGGOTA ASOSIASI MANAJER INVESTASI Nomor : .................... Lampiran : .................... Perihal : Laporan Pemberhentian Anggota Asosiasi Manajer Investasi Kepada Yth. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Up. Direktur Pengelolaan Investasi di Jakarta Nama Asosiasi : ................................ Pemberhentian anggota Asosiasi Manajer Investasi per tanggal .......... adalah sebagai berikut: Pemberhentian Anggota Asosiasi Manajer Investasi Izin Manajer Investasi No. Nama Nomor Surat Keputusan Tanggal Surat Keputusan Tanggal Berhenti sebagai Anggota ………., …………………20… Ketua Asosiasi, …………………………………….... (nama jelas dan tanda tangan) Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 19 Desember 2016 Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PASAR MODAL, ttd NURHAIDA
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 50/SEOJK.04/2016 </reg_id> <reg_title> PENGAKUAN TERHADAP ASOSIASI MANAJER INVESTASI </reg_title> <set_date> 19 Desember 2016 </set_date> <effective_date> 19 Desember 2016 </effective_date> <related_reg> '43/POJK.04/2015 | Pasal 3' </related_reg>
Yth. 1. Direksi Perusahaan Asuransi Umum; 2. Direksi Perusahan Asuransi Umum Syariah; 3. Direksi Perusahan Asuransi Jiwa; 4. Direksi Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah; 5. Direksi Perusahaan Reasuransi; dan 6. Direksi Perusahaan Reasuransi Syariah, di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 17 /SEOJK.05/2017 TENTANG LAPORAN PELAKSANAAN PENEMPATAN REASURANSI/RETROSESI Sehubungan dengan amanat ketentuan Pasal 33 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 14/POJK.5/2015 tentang Retensi Sendiri dan Dukungan Reasuransi Dalam Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 265, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5754), perlu untuk mengatur lebih lanjut mengenai bentuk, susunan dan tata cara penyampaian laporan pelaksanaan penempatan reasuransi/retrosesi, dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Perusahaan adalah perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransi syariah. 2. Perusahaan Asuransi adalah perusahaan asuransi umum dan perusahaan asuransi jiwa sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian. 3. Perusahaan Asuransi Syariah adalah perusahaan asuransi umum syariah dan perusahaan asuransi jiwa syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian. -2- 4. Perusahaan Asuransi Umum adalah perusahaan yang 5. Perusahaan menyelenggarakan usaha asuransi umum dan/atau usaha reasuransi untuk risiko Perusahaan Asuransi Umum lain sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian. perusahaan Asuransi Jiwa adalah yang menyelenggarakan usaha asuransi jiwa sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian. 6. Perusahaan Asuransi Umum Syariah adalah perusahaan yang menyelenggarakan usaha asuransi umum syariah dan/atau usaha reasuransi syariah untuk risiko Perusahaan Asuransi Umum Syariah lain sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, dan/atau Perusahaan Asuransi Umum yang menyelenggarakan sebagian usahanya dengan prinsip syariah. 7. Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah adalah perusahaan yang menyelenggarakan usaha asuransi jiwa syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, dan/atau Perusahaan Asuransi Jiwa yang menyelenggarakan sebagian usahanya dengan prinsip syariah. 8. Perusahaan Reasuransi adalah perusahaan yang menyelenggarakan usaha reasuransi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian. 9. Perusahaan Reasuransi Syariah adalah perusahaan yang menyelenggarakan usaha reasuransi syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, dan/atau Perusahaan Reasuransi yang menyelenggarakan sebagian usahanya dengan prinsip syariah. 10. Reasuradur adalah Perusahaan Reasuransi, Perusahaan Reasuransi Syariah, Perusahaan Asuransi Umum, atau Perusahaan Asuransi Umum Syariah yang menerima pertanggungan ulang dari ceding company. II. BENTUK, SUSUNAN DAN TATA CARA PENGISIAN LAPORAN PELAKSANAAN PENEMPATAN REASURANSI/RETROSESI 1. Laporan pelaksanaan penempatan reasuransi/retrosesi bagi Perusahaan terdiri atas: -3- a. laporan pelaksanaan reasuransi/retrosesi seluruh lini usaha asuransi; dan b. laporan pelaksanaan reasuransi/retrosesi masing-masing lini usaha asuransi. 2. Laporan pelaksanaan penempatan reasuransi/retrosesi sebagaimana dimaksud pada angka 1 disajikan dengan menggunakan data untuk periode 1 (satu) tahun, dari bulan Januari sampai dengan Desember. 3. Bagi Perusahaan yang baru beroperasi kurang dari 1 (satu) tahun, periode data yang disajikan dalam laporan pelaksanaan penempatan reasuransi/retrosesi dimulai sejak tanggal Perusahaan mendapatkan izin usaha. 4. Bentuk dan susunan laporan pelaksanaan penempatan reasuransi/retrosesi bagi Perusahaan Asuransi Umum dan Perusahaan Reasuransi adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 5. Bentuk dan susunan laporan pelaksanaan penempatan reasuransi/retrosesi bagi Perusahaan Asuransi Umum Syariah dan Perusahaan Reasuransi Syariah adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 6. Bentuk dan susunan laporan pelaksanaan penempatan reasuransi/retrosesi bagi Perusahaan Asuransi Jiwa adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 7. Bentuk dan susunan laporan pelaksanaan penempatan reasuransi/retrosesi bagi Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. III. TATA CARA PENYAMPAIAN LAPORAN PELAKSANAAN PENEMPATAN REASURANSI/RETROSESI 1. Perusahaan setiap tahun wajib menyampaikan laporan pelaksanaan penempatan reasuransi/retrosesi kepada Otoritas Jasa Keuangan sesuai bentuk dan susunan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I sampai dengan Lampiran IV yang merupakan bagian tidak -4- terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini paling lambat tanggal 30 April tahun berikutnya. 2. Penyampaian laporan pelaksanaan penempatan reasuransi/retrosesi kepada Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud pada angka 1, untuk pertama kali disampaikan paling lambat tanggal 30 April 2017. 3. Apabila batas akhir penyampaian laporan pelaksanaan penempatan reasuransi/retrosesi sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2 jatuh pada hari libur, batas akhir penyampaian laporan adalah hari kerja pertama berikutnya. 4. Penyampaian laporan pelaksanaan penempatan reasuransi/retrosesi kepada Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud pada angka 1, dilakukan secara online melalui sistem jaringan komunikasi data Otoritas Jasa Keuangan. 5. Dalam hal sistem jaringan komunikasi data Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud pada angka 4 belum tersedia atau terjadi gangguan teknis yang dialami oleh Otoritas Jasa Keuangan pada saat batas waktu penyampaian laporan pelaksanaan penempatan reasuransi/retrosesi, laporan pelaksanaan penempatan reasuransi/retrosesi dimaksud disampaikan secara offline dalam bentuk data elektronik melalui compact disc (CD) atau media penyimpanan data elektronik lainnya. 6. Apabila gangguan teknis yang dialami oleh Otoritas Jasa Keuangan terjadi pada saat batas waktu penyampaian laporan pelaksanaan penempatan reasuransi/retrosesi sebagaimana dimaksud pada angka 1, laporan pelaksanaan penempatan reasuransi/retrosesi disampaikan paling lambat pada hari kerja pertama berikutnya setelah terjadinya gangguan teknis. 7. Apabila gangguan teknis sebagaimana dimaksud pada angka 5 dialami oleh Otoritas Jasa Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan mengumumkan melalui situs web Otoritas Jasa Keuangan pada hari yang sama saat terjadinya gangguan teknis. 8. Penyampaian laporan pelaksanaan penempatan reasuransi/retrosesi secara offline dalam bentuk data elektronik sebagaimana dimaksud pada angka 5, dilengkapi surat pengantar yang ditandatangani oleh direksi Perusahaan atau yang setara dan disusun dalam format spreadsheet. -5- 9. Laporan pelaksanaan penempatan reasuransi/retrosesi sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I sampai dengan Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini, harus ditandatangani oleh direksi Perusahaan atau yang setara yang membawahkan bidang reasuransi/retrosesi. 10. Penyampaian laporan pelaksanaan penempatan reasuransi/retrosesi secara offline sebagaimana dimaksud pada angka 5 ditujukan kepada: Otoritas Jasa Keuangan a. bagi Perusahaan Asuransi Umum, Perusahaan Asuransi Jiwa, Perusahaan Reasuransi: u.p. Direktorat Pengawasan Asuransi dan BPJS Kesehatan Gedung Menara Merdeka Mailing Room Lantai 12 Jl. Budi Kemuliaan I No.2 Jakarta Pusat b. bagi Perusahaan Asuransi Umum Syariah, Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah, Perusahaan Reasuransi Syariah: u.p. Direktorat IKNB Syariah Gedung Menara Merdeka Mailing Room Lantai 12 Jl. Budi Kemuliaan I No.2 Jakarta Pusat 11. Penyampaian laporan pelaksanaan penempatan reasuransi/retrosesi secara offline sebagaimana dimaksud pada angka 5 dapat dilakukan dengan salah satu cara sebagai berikut: a. diserahkan langsung ke kantor Otoritas Jasa Keuangan; atau b. dikirim melalui perusahaan jasa pengiriman, sesuai dengan alamat kantor Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud pada angka 10. 12. Perusahaan dinyatakan telah menyampaikan laporan pelaksanaan penempatan reasuransi/retrosesi dengan ketentuan sebagai berikut: a. untuk penyampaian secara online melalui sistem jaringan komunikasi data Otoritas Jasa Keuangan, dibuktikan dengan tanda terima dari Otoritas Jasa Keuangan; atau b. untuk penyampaian secara offline, dibuktikan dengan: 1) surat tanda terima dari Otoritas Jasa Keuangan, apabila laporan disertakan langsung ke kantor Otoritas Jasa -6- Keuangan sebagaimana dimaksud pada angka 11 huruf a; atau 2) tanda terima pengiriman dari perusahaan jasa pengiriman, apabila laporan dikirim melalui perusahaan jasa pengiriman sebagaimana dimaksud pada angka 11 huruf b. 13. Dalam hal terdapat perubahan alamat kantor Otoritas Jasa Keuangan untuk penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada angka 10, Otoritas Jasa Keuangan akan menyampaikan pemberitahuan mengenai perubahan alamat melalui surat atau pengumuman. IV. KETENTUAN LAIN-LAIN Dalam hal Perusahaan belum memiliki data untuk dicantumkan dalam kolom uang pertanggungan sebagaimana dimaksud pada setiap lembar (sheet) dalam Lampiran I sampai dengan Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini, Perusahaan dapat tidak melengkapi kolom uang pertanggungan tersebut untuk penyampaian laporan pelaksanaan penempatan reasuransi/retrosesi pertama kali (periode pelaporan tahun 2016). V. PENUTUP Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 17 April 2017 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERASURANSIAN, DANA PENSIUN, LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA OTORITAS JASA KEUANGAN, ttd FIRDAUS DJAELANI Salinan ini sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 17/SEOJK.05/2017 </reg_id> <reg_title> LAPORAN PELAKSANAAN PENEMPATAN REASURANSI/RETROSESI </reg_title> <set_date> 17 April 2017 </set_date> <effective_date> 17 April 2017 </effective_date> <related_reg> '14/POJK.5/2015 | Pasal 33' </related_reg>
Z` Yth. 1. Direksi Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek; 2. Direksi Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Manajer Investasi; dan 3. Direksi Bank Umum yang menjalankan fungsi Kustodian, di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 47 /SEOJK.04/2017 TENTANG PENERAPAN PROGRAM ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME DI SEKTOR PASAR MODAL Dalam rangka pelaksanaan amanat Pasal 68 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12/POJK.01/2017 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme di Sektor Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6035), perlu mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai penerapan program anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme di sektor pasar modal dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM 1. Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: a. Penyedia Jasa Keuangan di Sektor Pasar Modal yang selanjutnya disebut PJK di Sektor Pasar Modal adalah perusahaan efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai penjamin emisi efek, perantara pedagang efek, dan/atau manajer investasi, serta bank umum yang menjalankan fungsi kustodian sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. -2- b. Pencucian Uang adalah pencucian uang sebagaimana dimaksud dalam c. Pendanaan Terorisme adalah pendanaan Undang-Undang mengenai pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Pencucian Uang. terorisme sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Pendanaan Terorisme. d. Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme yang selanjutnya disingkat APU dan PPT adalah upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme. e. Direksi bagi PJK di sektor Pasar Modal adalah Direksi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai perseroan terbatas. f. Dewan Komisaris bagi PJK di sektor Pasar Modal adalah Dewan Komisaris sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai perseroan terbatas. 2. PJK di Sektor Pasar Modal sangat rentan terhadap kemungkinan digunakan sebagai media Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme, PJK di Sektor Pasar Modal dimungkinkan menjadi pintu masuk harta kekayaan yang merupakan hasil tindak pidana atau merupakan pendanaan kegiatan terorisme ke dalam sistem keuangan yang selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pelaku kejahatan. Misalnya untuk pelaku Pencucian Uang, harta kekayaan tersebut dapat ditarik kembali sebagai harta kekayaan yang seolah-olah sah dan tidak lagi dapat dilacak asal-usulnya. Sedangkan untuk pelaku Pendanaan Terorisme, harta kekayaan tersebut dapat digunakan untuk membiayai kegiatan terorisme. 3. Semakin berkembangnya kompleksitas produk dan layanan jasa keuangan termasuk pemasarannya (multi channel marketing), serta semakin meningkatnya penggunaan teknologi informasi pada industri jasa keuangan, mengakibatkan semakin tinggi risiko PJK di Sektor Pasar Modal digunakan sebagai sarana Pencucian Uang dan/atau Pendanaan Terorisme. 4. Dalam kaitan tersebut perlu adanya peningkatan kualitas penerapan program APU dan PPT yang didasarkan pada pendekatan berbasis risiko (risk based approach) sesuai dengan prinsip-prinsip umum -3- yang berlaku secara internasional, serta sejalan dengan penilaian risiko nasional (national risk assessment/NRA) dan penilaian risiko sektoral (sectoral risk assessment/SRA). 5. Penerapan program APU dan PPT berbasis risiko paling sedikit meliputi: a. pengawasan aktif Direksi dan Dewan Komisaris; b. kebijakan dan prosedur; c. pengendalian internal; d. sistem manajemen informasi; dan e. sumber daya manusia dan pelatihan. 6. Gambaran Umum Tindak Pidana Pencucian Uang a. Tindak pidana Pencucian Uang (TPPU) adalah perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan, atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah. b. Pada dasarnya proses Pencucian Uang dapat dikelompokkan ke dalam 3 (tiga) tahap kegiatan yang meliputi: 1) penempatan (placement), yaitu upaya menempatkan uang tunai yang berasal dari tindak pidana ke dalam sistem keuangan (financial system); 2) transfer (layering), yaitu upaya untuk mentransfer harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana (dirty money) yang telah berhasil ditempatkan pada PJK (terutama bank) sebagai hasil upaya penempatan (placement) ke PJK yang lain. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan jejak sumber dana hasil tindak pidana melalui beberapa lapis (layer) transaksi keuangan; dan/atau 3) penggunaan harta kekayaan (integration), yaitu upaya menggunakan harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana yang telah berhasil masuk ke dalam sistem keuangan melalui penempatan atau transfer sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan sah (clean money), untuk kegiatan bisnis yang sah atau untuk membiayai -4- kembali kegiatan kejahatan. c. Beberapa metode, teknis, skema, dan instrumen dalam Pencucian Uang, seperti: 1) penukaran mata uang/konversi uang tunai, yaitu teknik yang digunakan untuk membantu penyelundupan ke yurisdiksi lain atau untuk memanfaatkan rendahnya persyaratan pelaporan pada jasa penyedia jasa pertukaran mata uang untuk meminimalkan risiko terdeteksi, contohnya melakukan pembelian cek perjalanan untuk membawa nilai ke yurisdiksi lainnya; 2) pembawaan uang tunai/penyelundupan mata uang, yaitu teknik yang dilakukan untuk menyembunyikan perpindahan dari mata uang untuk menghindari transaksi atau mengukur pelaporan uang tunai; 3) structuring, yaitu upaya untuk menghindari pelaporan dengan memecah-mecah transaksi sehingga jumlah transaksi menjadi lebih kecil namun dengan frekuensi yang tinggi; 4) smurfing, yaitu metode yang dilakukan dengan menggunakan beberapa rekening atas nama individu yang berbeda-beda untuk kepentingan satu orang tertentu; 5) underground banking atau alternatif jasa pengiriman uang, yaitu kegiatan pengiriman uang melalui mekanisme jalur informal yang dilakukan atas dasar kepercayaan. Seringkali mekanisme ini bekerja secara paralel dengan sektor perbankan tradisional dan kemungkinan melanggar hukum di beberapa yurisdiksi. Teknik ini dimanfaatkan oleh pelaku Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme untuk memindahkan nilai uang tanpa terdeteksi dan untuk mengaburkan identitas yang mengendalikan uang tersebut; 6) Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme berbasis perdagangan, yaitu teknik yang mencakup manipulasi faktur dan menggunakan rute jalur keuangan dan komoditas untuk menghindari transparansi hukum dan keuangan; -5- 7) mingling, yaitu teknik dengan menggunakan cara mencampurkan atau menggabungkan hasil kejahatan dengan hasil usaha bisnis yang sah dengan tujuan untuk mengaburkan sumber dana; 8) penggunaan jasa profesional, yaitu teknik dengan menggunakan pihak ketiga, dalam hal ini yaitu jasa profesional seperti advokat, notaris, perencana keuangan, akuntan, dan akuntan publik. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan untuk mengaburkan identitas penerima manfaat dan sumber dana hasil kejahatan; 9) penggunaan perusahaan boneka (shell company), yaitu sebuah teknik yang dilakukan dengan mendirikan perusahaan secara formal berdasarkan aturan hukum yang berlaku. Namun, dalam praktiknya perusahaan tersebut tidak digunakan untuk melakukan kegiatan usaha. Perusahaan boneka tersebut didirikan hanya untuk melakukan transaksi fiktif atau menyimpan aset pihak pendiri atau orang lain. Selain itu, teknik tersebut bertujuan untuk mengaburkan identitas orang yang mengendalikan dana dan memanfaatkan persyaratan pelaporan yang relatif rendah; 10) penggunaan transfer kawat (wire transfer), yaitu teknik yang bertujuan untuk melakukan transfer dana secara elektronik antara lembaga keuangan dan sering kali ke yurisdiksi lain untuk menghindari deteksi dan penyitaan aset; 11) teknologi pembayaran baru (new payment technologies), yaitu teknik yang menggunakan teknologi pembayaran yang baru muncul untuk Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme, contohnya sistem pembayaran dan pengiriman uang berbasis telepon seluler (ponsel); 12) penggunaan identitas palsu, yaitu transaksi yang dilakukan dengan menggunakan identitas palsu sebagai upaya untuk mempersulit terlacaknya identitas dan pendeteksian keberadaan pelaku Pencucian Uang. Dalam perkembangannya, tren penggunaan identitas palsu menunjukan peningkatan yang cukup signifikan melalui -6- berbagai cara, di antaranya, melakukan penipuan melalui penggunaan identitas palsu dalam proses pembukaan rekening; 13) penggunaan nama orang lain (nominee), wali amanat, anggota keluarga, dan pihak ketiga, yaitu teknik yang biasa digunakan untuk mengaburkan identitas orang yang mengendalikan dana hasil kejahatan; 14) pembelian aset atau barang mewah (properti, kendaraan, dan lain-lain), yaitu menginvestasikan hasil kejahatan ke dalam bentuk aset/barang yang memiliki nilai tawar tinggi. Hal tersebut bertujuan untuk mengambil keuntungan dari mengurangi persyaratan pelaporan dengan maksud mengaburkan sumber dana hasil kejahatan; 15) pertukaran barang (barter), yaitu menghindari penggunaan dana tunai atau instrumen keuangan sehingga tidak dapat terdeteksi oleh sistem keuangan dalam pengukuran rezim anti Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme. Contohnya, pertukaran secara langsung antara heroin dengan emas batangan; 16) u turn, yaitu upaya untuk mengaburkan asal-usul hasil kejahatan dengan memutarbalikkan transaksi untuk kemudian dikembalikan ke rekening asalnya; 17) cuckoo smurfing, yaitu upaya mengaburkan asal-usul sumber dana dengan mengirimkan dana dari hasil kejahatannya melalui rekening pihak ketiga yang menunggu kiriman dana dari luar negeri dan tidak menyadari bahwa dana yang diterimanya tersebut merupakan proceed of crime; dan/atau 18) penggunaan pihak ketiga, yaitu transaksi yang dilakukan dengan menggunakan identitas pihak ketiga dengan tujuan menghindari terdeteksinya identitas dari pihak yang sebenarnya merupakan pemilik dana hasil tindak pidana. 7. Gambaran Umum Tindak Pidana Pendanaan Terorisme a. Setiap aksi terorisme yang dilakukan di Indonesia pada dasarnya membutuhkan dukungan, baik dalam bentuk persenjataan (senjata api, tajam, dan peledak), tempat tinggal, kendaraan untuk mobilisasi, fasilitas perang, dan penyediaan -7- kebutuhan anggota yang kesemuanya dapat diartikan sebagai pendanaan berdasarkan definisi dana dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme. Dalam tindak pidana kejahatan terorisme, uang atau dana diperuntukan sebagai sarana untuk melakukan aksi dan bukan sebagai sasaran yang ingin dicari sehingga berbagai cara akan dilakukan oleh para pelaku untuk mendapatkan dana baik secara sah maupun dengan aksi kejahatan. Dana yang terkumpul dipergunakan untuk mendapatkan persenjataan, membeli bahan peledak, membangun jaringan atau perekrutan anggota, pelatihan perang, mobilisasi anggota dari atau ke suatu tempat demi terlaksananya aksi teror. b. Tindak pidana Pendanaan Terorisme (TPPT) adalah penggunaan harta kekayaan secara langsung atau tidak langsung untuk kegiatan terorisme, organisasi teroris, atau teroris. Pendanaan terorisme pada dasarnya merupakan jenis tindak pidana yang berbeda dari TPPU, namun demikian keduanya mengandung kesamaan yaitu menggunakan jasa keuangan sebagai sarana untuk melakukan suatu tindak pidana. c. Berbeda dengan TPPU yang tujuannya untuk menyamarkan asal-usul harta kekayaan, tujuan TPPT adalah membantu kegiatan terorisme, baik dengan harta kekayaan yang merupakan hasil dari suatu tindak pidana ataupun dari harta kekayaan yang diperoleh secara sah. Untuk mencegah PJK di Sektor Pasar Modal digunakan sebagai sarana TPPT, PJK di Sektor Pasar Modal perlu menerapkan program APU dan PPT secara memadai. d. Beberapa modus Pendanaan Terorisme yang banyak digunakan oleh pelaku Pendanaan Terorisme adalah: 1) pendanaan dalam negeri melalui sumbangan ke yayasan menggunakan instrumen uang tunai yang digunakan untuk pengelolaan jaringan teroris; 2) pendanaan dalam negeri melalui penyalahgunaan dana yayasan menggunakan instrumen uang tunai yang digunakan untuk pengelolaan jaringan teroris; 3) pendanaan dalam negeri melalui berdagang/usaha -8- (barang/jasa) menggunakan instrumen uang tunai yang digunakan untuk pengelolaan jaringan teroris; 4) pendanaan dalam negeri melalui tindakan kriminal menggunakan instrumen uang tunai yang digunakan untuk pengelolaan jaringan teroris; dan/atau 5) pendanaan dalam negeri melalui penyalahgunaan dana yayasan untuk membuka kegiatan usaha baru (barang/jasa) yang hasilnya untuk pengelolaan jaringan teroris. Modus tersebut merupakan modus Pendanaan Terorisme berisiko tinggi. II. PROGRAM APU DAN PPT BERBASIS RISIKO (RISK BASED APPROACH) 1. Kewajiban Penerapan Program APU dan PPT Berbasis Risiko a. PJK di Sektor Pasar Modal wajib menerapkan program APU dan PPT berbasis risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 5 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12/POJK.01/2017 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme di Sektor Jasa Keuangan. b. Dalam penerapan program APU dan PPT berbasis risiko, PJK di Sektor Pasar Modal harus merujuk dan mempertimbangkan risiko sebagaimana yang tercantum dalam NRA dan SRA. Adapun risiko yang tercantum dalam NRA dan SRA tersebut dapat berkembang dan mengalami perubahan. Oleh karena itu, penerapan program APU dan PPT yang dimiliki PJK di Sektor Pasar Modal harus responsif terhadap perubahan risiko tersebut. 2. Konsep Risiko a. Definisi Risiko Risiko secara sederhana dapat dilihat sebagai kombinasi peluang yang mungkin terjadi dan tingkat kerusakan atau kerugian yang mungkin dihasilkan dari suatu peristiwa. Dalam konteks Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme, risiko diartikan: 1) Pada tingkat nasional adalah suatu ancaman dan kerentanan yang disebabkan oleh Pencucian Uang dan -9- Pendanaan Terorisme yang membahayakan sistem keuangan nasional serta keselamatan dan keamanan nasional. 2) Pada tingkat PJK di Sektor Pasar Modal adalah suatu ancaman dan kerentanan yang menempatkan PJK di Sektor Pasar Modal digunakan sebagai sarana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme. Adapun definisi ancaman dapat diartikan berupa pihak atau objek yang dapat menyebabkan kerugian. Dalam konteks Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme, ancaman dapat berupa pelaku tindakan kriminal, fasilitator (pihak yang membantu pelaksanaan tindakan kriminal), dana para pelaku kejahatan, atau bahkan kelompok teroris. Sementara kerentanan adalah unsur kegiatan usaha yang dapat dimanfaatkan oleh ancaman yang telah teridentifikasi. Dalam konteks TPPU dan TPPT kerentanan dapat berupa pengendalian internal yang lemah dari PJK di Sektor Pasar Modal ataupun penawaran produk atau jasa yang berisiko tinggi. Dalam menilai risiko PJK di Sektor Pasar Modal juga mempertimbangkan dampak risiko tersebut, dimana dampak suatu risiko dilihat dari tingkat kerusakan dan kerugian yang serius yang timbul jika terdapat TPPU dan TPPT yang material. b. Manajemen Risiko Manajemen risiko merupakan suatu proses yang dilakukan untuk membantu dalam pengambilan keputusan. Dalam kaitannya dengan Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme, manajemen risiko dimaksud mencakup pemahaman terhadap risiko Pencucian Uang dan risiko Pendanaan Terorisme, penilaian atas kedua risiko tersebut, serta pengembangan metode untuk mengelola dan memitigasi risiko yang telah diidentifikasi. Dalam menerapkan manajemen risiko atas risiko Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme, PJK di Sektor Pasar Modal dapat mengembangkan metode manajemen risiko sesuai dengan karakteristik PJK di Sektor Pasar Modal dengan tetap mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai APU PPT. -10- c. Risiko Bawaan (Inherent Risk) dan Risiko Residual (Residual Risk) Dalam melakukan penilaian risiko, penting untuk membedakan antara risiko bawaan dan risiko residual. Risiko bawaan adalah risiko yang melekat pada suatu peristiwa atau keadaan yang telah ada sebelum penerapan tindakan pengendalian. Risiko bawaan ini terkait dengan kegiatan usaha dan nasabah PJK di Sektor Pasar Modal. Pada sisi lain, risiko residual adalah tingkat risiko yang tersisa setelah implementasi langkah mitigasi risiko dan pengendalian. d. Pendekatan Berbasis Risiko Dalam konteks Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme, pendekatan berbasis risiko adalah suatu proses yang meliputi hal sebagai berikut: 1) Penilaian risiko yang mencakup 4 (empat) faktor risiko, yaitu: a) nasabah; b) negara atau area geografis; c) produk, jasa, atau transaksi; dan d) jaringan distribusi (delivery channels). 2) Mengelola dan memitigasi risiko yang dilakukan melalui penerapan pelaksanaan pengendalian internal dan langkah yang sesuai dengan risiko yang telah diidentifikasi. 3) Melakukan pemantauan atas nasabah, transaksi, dan hubungan bisnis sesuai dengan tingkat risiko yang telah dinilai. Dalam melakukan penilaian, pengelolaan dan mitigasi risiko Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme, PJK di Sektor Pasar Modal perlu memahami bahwa kegiatan penilaian dan mitigasi tersebut bukanlah sesuatu yang statis. Risiko yang telah diidentifikasi dapat berubah sejalan dengan perkembangan produk baru atau ancaman baru sehingga harus dilakukan pengkinian penilaian risiko secara berkala sesuai dengan kebutuhan dan penilaian risiko PJK di Sektor Pasar Modal. -11- 3. Siklus Pendekatan Berbasis Risiko a. Dalam melakukan pendekatan berbasis risiko (risk based approach), PJK di Sektor Pasar Modal harus melakukan 6 (enam) langkah kegiatan sebagai berikut: 1) melakukan identifikasi, pemahaman, dan penilaian terhadap risiko bawaan; 2) menetapkan toleransi risiko; 3) menyusun langkah pengurangan dan pengendalian risiko; 4) melakukan evaluasi atas risiko residual; 5) menerapkan pendekatan berbasis risiko; dan 6) melakukan peninjauan dan evaluasi atas pendekatan berbasis risiko yang telah dimiliki. b. Alur siklus pendekatan berbasis risiko (risk based approach) sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 4. Langkah Pendekatan Berbasis Risiko a. Identifikasi, pemahaman dan penilaian terhadap risiko bawaan 1) Dalam melakukan identifikasi risiko bawaan, PJK di Sektor Pasar Modal harus mempertimbangkan kerentanan PJK di Sektor Pasar Modal untuk digunakan sebagai sarana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme. Langkah awal PJK di Sektor Pasar Modal dalam melakukan penilaian risiko yaitu dengan memahami kegiatan usaha PJK secara keseluruhan dengan perspektif yang luas. Pemahaman tersebut akan memungkinkan PJK di Sektor Pasar Modal untuk mempertimbangkan di mana risiko terjadi, apakah risiko terjadi pada kegiatan usaha, nasabah, atau produk tertentu. 2) PJK di Sektor Pasar Modal harus mempertimbangkan unsur yang memicu timbulnya risiko baik dari sisi nasabah, geografis/negara/yurisdiksi, produk, jasa, atau transaksi, dan jaringan distribusi (delivery channels). Jumlah aktual atas risiko yang diinventarisasi oleh PJK di Sektor Pasar Modal akan bervariasi bergantung pada kegiatan usaha PJK di Sektor Pasar Modal, dan produk atau jasa yang ditawarkan. -12- 3) Risiko Nasabah PJK di Sektor Pasar Modal harus memperhatikan risiko yang mungkin timbul dari nasabah. Untuk itu, PJK di Sektor Pasar Modal perlu mengategorikan nasabah berdasarkan tingkat risiko. Pengategorian tersebut dapat mengacu pada klasifikasi risiko yang ditetapkan oleh PJK di Sektor Pasar Modal, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan standar internasional yang berlaku. Beberapa kategori nasabah yang aktivitasnya dapat diindikasikan memiliki risiko tinggi antara lain: a) nasabah yang melakukan hubungan usaha atau transaksi yang tidak wajar atau tidak sesuai dengan profil nasabah, seperti: (1) jarak geografis yang signifikan dan tidak dapat dijelaskan antara tempat tinggal atau lokasi bisnis nasabah dengan lokasi di mana transaksi dilakukan; dan (2) nasabah yang melakukan transaksi dengan pola dan nilai transaksi yang jauh berbeda dengan yang biasa dilakukan; b) nasabah korporasi yang struktur kepemilikannya kompleks dan menimbulkan kesulitan untuk diidentifikasi siapa yang menjadi pemilik manfaat (beneficial owner), pemilik akhir (ultimate owner) atau pengendali akhir (ultimate controller) dari korporasi; c) nasabah yang termasuk dalam kategori orang yang populer secara politis (politically exposed person) yang selanjutnya disingkat PEP, termasuk anggota keluarga atau pihak yang terkait (close associates) dari PEP; d) nasabah yang pemilik manfaatnya (beneficial owner) tidak diketahui; dan e) nasabah yang tidak bersedia memberikan data dan informasi dalam proses identifikasi atau nasabah yang memberikan informasi yang sangat minim atau informasi yang patut diduga sebagai informasi fiktif. -13- 4) Risiko Negara atau Area Geografis Risiko negara atau risiko area geografis bersama dengan faktor risiko lainnya, menyediakan informasi yang sangat bermanfaat untuk penilaian risiko Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme. Dalam melakukan penilaian risiko, PJK di Sektor Pasar Modal harus mengidentifikasi unsur risiko tinggi terkait dengan lokasi geografis, baik lokasi geografis PJK di Sektor Pasar Modal maupun lokasi geografis nasabah atau lokasi tempat terjadinya hubungan usaha, dan dampaknya pada keseluruhan risiko. Risiko Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme pada kegiatan usaha PJK di Sektor Pasar Modal meningkat apabila: a) dana diterima dari atau dikirim ke negara/yurisdiksi yang berisiko tinggi; atau b) nasabah memiliki hubungan yang signifikan dengan negara/yurisdiksi berisiko tinggi. Risiko yang terkait dengan domisili, kewarganegaraan, atau transaksi harus dinilai sebagai bagian dari risiko bawaan dari nasabah PJK di Sektor Pasar Modal. Indikator yang menentukan suatu negara atau wilayah geografis berisiko tinggi terhadap Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme seperti: a) yurisdiksi yang oleh organisasi yang melakukan mutual assessment terhadap suatu negara (seperti: Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF), Asia Pacific Group on Money Laundering (APG), Caribbean Financial Action Task Force (CFATF), Committee of Experts on the Evaluation of Anti-Money Laundering Measures and the Financing of Terrorism (MONEYVAL), Eastern and Southern Africa Anti-Money Laundering Group (ESAAMLG), The Eurasian Group on Combating Money Laundering and Financing of Terrorism (EAG), The Grupo de Accion Financiera de Sudamerica (GAFISUD), Intergovernmental Anti-Money Laundering Group in Africa (GIABA) atau Middle East & North Africa Financial Action Task Force (MENAFATF)) -14- diidentifikasi sebagai yurisdiksi yang tidak secara memadai melaksanakan Rekomendasi FATF; b) negara yang diidentifikasi sebagai yang tidak cooperative atau Tax Haven oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD); c) negara yang memiliki tingkat tata kelola (good governance) yang rendah sebagaimana ditentukan oleh World Bank; d) negara yang memiliki tingkat risiko korupsi yang tinggi sebagaimana diidentifikasi dalam Transparancy International Corruption Perception Index; e) negara yang diketahui secara luas sebagai tempat penghasil dan pusat perdagangan narkoba; f) negara yang dikenakan sanksi, embargo, atau yang serupa, antara lain oleh PBB; atau g) negara atau yurisdiksi yang diidentifikasi oleh lembaga yang dipercaya, sebagai penyandang dana atau mendukung kegiatan terorisme, atau yang membolehkan kegiatan organisasi teroris di negaranya. 5) Risiko Produk/Jasa/Transaksi Penilaian risiko secara keseluruhan juga harus mengikutsertakan penentuan risiko potensial yang muncul dari berbagai produk atau jasa yang ditawarkan oleh PJK di Sektor Pasar Modal, hal berikut dapat meningkatkan profil risiko produk atau jasa: a) Produk atau jasa yang menawarkan keleluasaan dalam penarikan dengan biaya tertentu seperti layanan pinjam-meminjam dana nasabah yang dapat diambil sewaktu-waktu, transaksi pembelian atau penjualan unit penyertaan reksa dana yang tidak dibatasi dan dapat diambil sewaktu-waktu. b) Produk atau jasa yang memiliki nilai kas yang tinggi. c) Penerimaan pembayaran dari pihak ketiga yang tidak dikenal atau tidak ada hubungan, seperti penyelesaian pembayaran transaksi efek langsung ke rekening perusahaan. -15- d) Transaksi menggunakan online trading. e) Penerimaan pembayaran dengan menggunakan pembayaran tunai seperti penyetoran tunai pada saat margin call. 6) Risiko Jaringan Distribusi (delivery channels) Jaringan distribusi merupakan media yang digunakan untuk memperoleh suatu produk atau jasa, atau media yang digunakan untuk melakukan suatu transaksi. Jaringan distribusi harus dipertimbangkan sebagai risiko transaksi. Jaringan distribusi, yang memungkinkan adanya transaksi tanpa pertemuan langsung (non face to face), memiliki risiko bawaan yang lebih tinggi. Beberapa jaringan distribusi dapat digunakan tanpa pertemuan langsung (face to face), misalnya internet atau telepon, dan dapat diakses 24 (dua puluh empat) jam per hari, 7 (tujuh) hari dalam seminggu, dari manapun. Hal ini dapat digunakan untuk mengaburkan identitas sebenarnya dari nasabah atau pemilik manfaat (beneficial owner) sehingga memiliki risiko yang lebih tinggi. Meskipun beberapa jaringan distribusi telah lazim digunakan misalnya online trading, hal tersebut tetap perlu dipertimbangkan sebagai bagian dari faktor yang dapat menyebabkan risiko nasabah atau risiko produk menjadi lebih tinggi. Beberapa indikator yang dapat menyebabkan jaringan distribusi berisiko tinggi, antara lain: a) transaksi tanpa pertemuan langsung; b) penggunaan agen; dan/atau c) pembelian produk atau jasa secara online. 7) Risiko Relevan lainnya Faktor lain yang relevan yang dapat memberikan dampak pada risiko Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme, seperti: a) tren tipologi, metode, teknik, dan skema Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme; dan b) model bisnis PJK di Sektor Pasar Modal. -16- PJK di Sektor Pasar Modal perlu mempertimbangkan model bisnis, skala usaha, jumlah cabang, dan jumlah karyawan yang dimiliki oleh PJK dimaksud sebagai faktor risiko bawaan dalam internal PJK di Sektor Pasar Modal. 8) Penskoran (scoring) Penilaian Risiko a) Setelah melakukan identifikasi dan dokumentasi risiko bawaan, PJK di Sektor Pasar Modal perlu memberikan level pada setiap risiko. b) Skala risiko perlu disusun, disesuaikan dengan skala bisnis dan jenis usaha PJK di Sektor Pasar Modal. c) Usaha dengan skala bisnis kecil yang melakukan transaksi sederhana dapat mengategorikan risiko dalam 2 (dua) kategori rendah dan tinggi. d) Untuk kegiatan usaha bisnis dengan skala bisnis lebih besar diharapkan dapat mengategorikan risiko dalam beberapa level, misalnya menengah, menengah-tinggi (medium-high), atau tinggi (high). 9) Untuk membantu PJK di Sektor Pasar Modal melakukan penilaian risiko, PJK di Sektor Pasar Modal dapat menggunakan matriks kemungkinan dan dampak sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 10) Dalam melakukan tahapan identifikasi dari risiko bawaan, PJK di Sektor Pasar Modal harus mampu menjelaskan seluruh penilaian risiko yang telah dilakukan oleh PJK di Sektor Pasar Modal dengan alasan dan pertimbangannya. PJK di Sektor Pasar Modal dapat menyediakan informasi yang telah terdokumentasi yang menunjukkan bahwa PJK di Sektor Pasar Modal telah memperhatikan indikator- indikator yang berisiko tinggi dalam penilaian risikonya. b. Menetapkan Toleransi Risiko 1) Toleransi risiko merupakan tingkat dan jenis risiko yang secara maksimum ditetapkan oleh PJK di Sektor Pasar Modal. Toleransi risiko merupakan penjabaran dari tingkat risiko yang akan diambil (risk appetite). Toleransi risiko -17- adalah komponen penting dari manajemen risiko yang efektif. 2) Sebelum mempertimbangkan mitigasi risiko, PJK di Sektor Pasar Modal harus menetapkan toleransi risiko. 3) Pada saat mempertimbangkan ancaman, konsep toleransi risiko akan membuat PJK di Sektor Pasar Modal mampu untuk menentukan tingkat ancaman terpapar risiko yang dapat ditoleransi oleh PJK di Sektor Pasar Modal. 4) Dalam menetapkan toleransi risiko, PJK di Sektor Pasar Modal perlu mempertimbangkan kategori risiko di bawah ini, yaitu: a) b) risiko regulator (regulatory risk); risiko reputasi (reputational risk); c) risiko hukum (legal risk); dan d) risiko keuangan (financial risk). c. Menyusun Langkah Pengurangan dan Pengendalian Risiko 1) Mitigasi risiko adalah penerapan pengendalian internal untuk membatasi risiko Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme yang telah diidentifikasi dalam melakukan penilaian risiko. 2) Mitigasi risiko akan membantu kegiatan usaha PJK di Sektor Pasar Modal tetap berada dalam batas toleransi risiko yang telah ditetapkan. Dalam hal hasil penilaian risiko menunjukan bahwa PJK di Sektor Pasar Modal memiliki tingkat risiko tinggi, PJK di Sektor Pasar Modal harus mengembangkan strategi mitigasi risiko secara tertulis berupa kebijakan dan prosedur untuk memitigasi risiko tinggi tersebut dan menerapkannya pada area atau hubungan usaha yang berisiko tinggi sebagaimana yang telah diidentifikasi. 3) Pengendalian internal dan mitigasi risiko yang tinggi didasarkan pada toleransi risiko dan penerimaan risiko (risk appetite). Diharapkan pengendalian internal dan mitigasi risiko akan sepadan dengan risiko yang telah diidentifikasi oleh PJK di Sektor Pasar Modal. 4) Dalam semua situasi, kegiatan usaha PJK di Sektor Pasar Modal harus mempertimbangkan pengendalian internal -18- yang akan berpengaruh dalam memitigasi keseluruhan risiko yang telah diidentifikasi. 5) Dalam penilaian risiko, semua area berisiko tinggi yang telah diidentifikasi harus dimitigasi dengan pengendalian internal atau langkah lain, serta didokumentasikan dengan baik. 6) Untuk semua nasabah dan hubungan usaha, PJK di Sektor Pasar Modal harus: a) melakukan pemantauan terhadap seluruh hubungan usaha; dan b) mendokumentasikan informasi terkait dan langkah- langkah yang telah dilakukan. 7) Untuk nasabah dan hubungan usaha yang berisiko tinggi, PJK di Sektor Pasar Modal harus: a) melakukan pemantauan yang lebih sering terhadap hubungan usaha tersebut; dan b) mengambil langkah yang lebih ketat dalam melakukan identifikasi dan pengkinian data. 8) Dengan adanya kegiatan mitigasi risiko, diharapkan PJK di Sektor Pasar Modal dapat: a) melakukan pengkinian dan penatausahaan terhadap informasi nasabah dan penerima manfaat (beneficial owner); b) menetapkan dan melaksanakan kegiatan pemantauan berkelanjutan pada setiap tingkatan hubungan usaha PJK di Sektor Pasar Modal (bagi nasabah berisiko rendah dilakukan secara periodik dan bagi nasabah berisiko tinggi dilakukan lebih sering); c) melaksanakan mitigasi terhadap area berisiko tinggi. Strategi mitigasi risiko ini harus tercantum dalam kebijakan dan prosedur; dan d) menerapkan prosedur pengendalian internal secara konsisten. 9) PJK di Sektor Pasar Modal juga harus dapat menunjukkan kepada Otoritas Jasa Keuangan bahwa langkah mitigasi tersebut telah dilaksanakan secara efektif, misalnya ditunjukkan melalui audit internal. -19- d. Melakukan Evaluasi atas Risiko Residual 1) Risiko residual merupakan risiko yang tersisa setelah penerapan pengendalian internal dan mitigasi risiko. 2) PJK di Sektor Pasar Modal perlu memperhatikan bahwa seketat apapun mitigasi risiko dan manajemen risiko yang dimiliki oleh PJK di Sektor Pasar Modal, PJK di Sektor Pasar Modal tetap memiliki risiko residual yang harus dikelola secara baik. 3) Jenis Risiko residual harus sesuai dengan jenis toleransi risiko yang telah ditetapkan. 4) PJK di Sektor Pasar Modal harus memastikan bahwa tingkat risiko residual tidak lebih besar dari tingkat toleransi risiko yang telah ditetapkan PJK di Sektor Pasar Modal. 5) Dalam hal risiko residual masih lebih besar daripada toleransi risiko, atau dalam hal pengendalian internal dan mitigasi terhadap area berisiko tinggi tidak memadai, PJK di Sektor Pasar Modal wajib kembali melakukan langkah pengurangan dan pengendalian risiko sebagaimana dimaksud dalam huruf c dan meningkatkan level atau kuantitas dari langkah mitigasi yang telah ditetapkan. 6) Ciri risiko residual adalah: a) Risiko telah ditoleransi/diterima Dalam risiko ini, risiko tetap ada meskipun telah ditoleransi. Penerimaan terhadap risiko yang ditoleransi diartikan bahwa tidak ada keuntungan dalam usaha mengurangi risiko. Namun demikian, risiko yang ditoleransi tersebut dapat meningkat dari waktu ke waktu, misalnya ketika terdapat produk baru atau ketika terjadi ancaman baru Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme. b) Risiko telah dimitigasi Dalam risiko ini, risiko tetap ada meskipun telah dimitigasi. Risiko ini telah dikurangi, namun tetap tidak dapat dihilangkan. Dalam praktiknya, pengendalian internal yang telah ditetapkan mungkin tidak dapat diterapkan, misalnya sistem pemantauan -20- atau proses pemantauan transaksi gagal, sehingga menyebabkan beberapa transaksi tidak dilaporkan. 7) Dengan adanya kegiatan evaluasi terhadap risiko residual, diharapkan PJK di Sektor Pasar Modal dapat: a) melakukan evaluasi terhadap risiko residual yang dimiliki; dan b) PJK di Sektor Pasar Modal perlu menyesuaikan tingkat risiko yang dimiliki dengan risiko yang ditoleransi/diterima. e. Menerapkan Pendekatan Berbasis Risiko 1) Setelah PJK di Sektor Pasar Modal melakukan penilaian risiko, PJK di Sektor Pasar Modal harus menerapkan pendekatan berbasis risiko terhadap kegiatan/aktivitas usaha sehari-hari. Walaupun telah menggunakan pendekatan berbasis risiko, kewajiban yang ada seperti identifikasi, verifikasi, dan pemantauan, tetap perlu dilakukan sebagai persyaratan minimum. 2) Pendekatan berbasis risiko yang dimiliki PJK di Sektor Pasar Modal perlu didokumentasikan dalam bentuk kebijakan dan prosedur untuk menunjukan tingkat kepatuhan PJK di Sektor Pasar Modal. 3) Kebijakan dan prosedur terkait pendekatan berbasis risiko harus dikomunikasikan, dipahami, dan dipatuhi oleh semua pegawai, khususnya pegawai yang melakukan identifikasi dan penatausahaan data dan informasi nasabah serta pelaporan transaksi kepada otoritas terkait. 4) Kebijakan dan prosedur terkait pendekatan berbasis risiko harus memenuhi persyaratan minimal sebagai berikut: a) identifikasi nasabah; b) penilaian risiko; c) tindakan khusus terhadap area berisiko tinggi; d) penatausahaan; dan e) pelaporan. 5) PJK di Sektor Pasar Modal perlu melakukan pemantauan secara berkala terhadap seluruh hubungan usaha yang dilakukan, dan terhadap hubungan usaha yang berisiko tinggi terhadap Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme. -21- 6) PJK di Sektor Pasar Modal menerapkan langkah khusus yang lebih ketat terhadap nasabah atau hubungan usaha yang berisiko tinggi. 7) PJK di Sektor Pasar Modal perlu memperhatikan bahwa dalam manajemen risiko dan mitigasi risiko dibutuhkan kepemimpinan dan keterlibatan pejabat senior. 8) Pejabat senior bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan terkait kebijakan, prosedur, dan proses pengendalian internal dan mitigasi risiko Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme dalam kegiatan/aktivitas usaha yang dimiliki PJK di Sektor Pasar Modal. 9) Dengan adanya pendekatan berbasis risiko, diharapkan PJK di Sektor Pasar Modal dapat: a) memastikan bahwa penilaian risiko yang telah dilakukan menggambarkan proses pendekatan berbasis risiko, frekuensi pemantauan nasabah yang berisiko rendah dan berisiko tinggi, dan juga menggambarkan langkah pengendalian internal yang diberlakukan untuk mengurangi risiko tinggi yang telah diidentifikasi; b) menerapkan pendekatan berbasis risiko; c) melakukan pengkinian data dan informasi terhadap nasabah dan penerima manfaat (beneficial owner); d) melakukan pemantauan terhadap seluruh hubungan usaha yang dimiliki; e) melakukan pemantauan yang lebih sering terhadap hubungan usaha yang berisiko tinggi terkait Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme; f) melakukan langkah tertentu terhadap nasabah berisiko tinggi; dan/atau g) melibatkan pejabat senior dalam menghadapi situasi atau area berisiko tinggi (misalnya untuk PEP, pemberian persetujuan melakukan hubungan usaha diberikan oleh pejabat senior). f. Peninjauan dan evaluasi atas Pendekatan Berbasis Risiko yang telah dimiliki -22- 1) Penilaian risiko yang dimiliki oleh PJK di Sektor Pasar Modal harus ditinjau berdasarkan kebutuhan untuk menguji efektivitas dari kepatuhan penerapan program anti Pencucian Uang dan pencegahan Pendanaan Terorisme, yang meliputi: a) kebijakan dan prosedur; b) penilaian risiko terkait Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme; dan c) program pelatihan sumber daya manusia (bagi karyawan dan pejabat senior). 2) Dalam hal terhadap perubahan struktur kegiatan usaha dan adanya penawaran atas produk dan jasa baru, pengkinian atas penilaian risiko harus dilakukan untuk kebijakan dan prosedur, langkah mitigasi dan pengendalian internal. 3) Peninjauan atas penilaian risiko terkait Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme harus mencakup seluruh unsur termasuk kebijakan dan prosedur terhadap penilaian risiko, mitigasi risiko dan pemantauan berkelanjutan yang lebih intensif. 4) peninjauan dapat membantu dalam mengevaluasi kebutuhan untuk menyempurnakan kebijakan dan prosedur yang ada, atau untuk pembentukan kebijakan dan prosedur yang baru. 5) Risiko yang telah diidentifikasi dapat berubah atau berkembang pada saat ada produk dan ancaman baru terhadap kegiatan usaha. Pada akhirnya, prosedur peninjauan dimaksud akan mempengaruhi efektivitas dari pelaksanaan pendekatan berbasis risiko. 6) Dengan adanya peninjauan pada pendekatan berbasis risiko, diharapkan PJK di Sektor Pasar Modal dapat: a) melakukan peninjauan sesuai dengan kebutuhan PJK atau dalam hal terdapat perubahan model bisnis, akuisisi portofolio baru dan sebagainya; b) menghasilkan tinjauan yang mencakup kepatuhan kebijakan dan prosedur, penilaian risiko terhadap Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme, dan -23- program pelatihan untuk menguji efektivitas pendekatan berbasis risiko; c) melakukan penatausahaan terhadap proses peninjauan dan melaporkan kepada pejabat senior; dan d) melakukan penatausahaan hasil peninjauan bersama dengan penetapan langkah yang bersifat korektif untuk ditindaklanjuti. III. PENGAWASAN AKTIF DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS Pengawasan aktif Direksi dan Dewan Komisaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12/POJK.01/2017 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme di Sektor Jasa Keuangan dilaksanakan dengan cara sebagai berikut: 1. Pengawasan aktif Direksi a. Direksi bertanggung jawab atas kebijakan, pengawasan, serta prosedur pengelolaan dan mitigasi risiko Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme. b. Direksi memberikan persetujuan yang bersifat teknis atas kebijakan, pengawasan, serta prosedur pengelolaan dan mitigasi risiko Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme yang berkaitan dengan teknis pelaksanaan tugas Direksi. c. Dalam mendukung efektivitas penerapan program APU dan PPT, Direksi harus: 1) memiliki pemahaman yang memadai mengenai risiko Pencucian Uang dan Pendanaan Teroris yang melekat pada seluruh aktivitas operasional PJK di Sektor Pasar Modal sehingga Direksi mampu mengambil tindakan yang diperlukan sesuai dengan profil risiko PJK di Sektor Pasar Modal; 2) menyusun kebijakan dan prosedur tertulis terkait penerapan program APU dan PPT untuk diusulkan kepada Dewan Komisaris yang paling sedikit memuat: a) latar belakang penyusunan kebijakan dan prosedur tertulis; -24- b) struktur, tugas, wewenang dan tanggung jawab satuan kerja atau penanggung jawab penerapan program APU dan PPT; c) kebijakan dan prosedur penerapan progam APU dan PPT; d) pengawasan atas penerapan program APU dan PPT; dan e) rencana pengendalian internal atas hasil pengawasan; 3) memberikan arahan yang jelas atas kebijakan, pengawasan, serta prosedur pengelolaan dan mitigasi risiko Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme; 4) membentuk unit kerja khusus (UKK) dan/atau menunjuk pejabat yang bertanggung jawab atas penerapan program APU dan PPT; 5) memantau pelaksanaan tugas unit kerja khusus dan/atau pejabat yang bertanggung jawab atas penerapan program APU dan PPT; dan 6) memastikan bahwa kebijakan dan prosedur tertulis mengenai penerapan program APU dan PPT dapat diterapkan dalam berbagai situasi terutama responsif terhadap perubahan dan pengembangan produk, jasa dan teknologi di sektor jasa keuangan serta mampu untuk mendeteksi modus Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme. 2. Pengawasan Aktif Dewan Komisaris a. Dewan Komisaris bertanggung jawab atas kebijakan, pengawasan, serta prosedur pengelolaan dan mitigasi risiko Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme. b. Dewan Komisaris memberikan persetujuan yang bersifat strategis atas kebijakan, pengawasan, serta prosedur pengelolaan dan mitigasi risiko Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme yang berkaitan dengan kebijakan, pengawasan, dan prosedur yang sifatnya signifikan dan mendasar dalam penerapan program APU dan PPT. c. Dalam mendukung efektivitas penerapan program APU dan PPT, Dewan Komisaris harus: 1) memiliki pemahaman terkait risiko yang dihadapi PJK di -25- Sektor Pasar Modal terutama risiko nasabah, risiko negara atau geografis, risiko produk atau jasa, dan risiko jaringan distribusi (delivery channels); 2) memberikan persetujuan atas kebijakan dan prosedur tertulis mengenai penerapan program APU dan PPT yang diusulkan oleh Direksi; 3) melakukan pengawasan atas pelaksanaan tugas Direksi dalam penerapan program APU dan PPT; 4) memastikan struktur organisasi memadai untuk penerapan program APU dan PPT; dan 5) mengagendakan pembahasan program penerapan APU dan PPT dalam rapat Dewan Komisaris dengan Direksi. 3. Penanggung Jawab Penerapan Program APU dan PPT a. Berdasarkan pertimbangan beban tugas operasional dan kompleksitas usaha, PJK di Sektor Pasar Modal membentuk UKK dan/atau menunjuk pejabat penanggung jawab penerapan program APU dan PPT di kantor pusat dan/atau di kantor cabang. b. Dalam menjalankan tugasnya, UKK dan/atau pejabat penanggung jawab penerapan program APU dan PPT, melapor dan bertanggung jawab kepada anggota Direksi yang membawahkan fungsi kepatuhan atau salah satu anggota Direksi yang terkait dengan penerapan program APU dan PPT. c. Agar tugas UKK dan/atau pejabat penanggung jawab penerapan program APU dan PPT dapat dilaksanakan dengan baik, PJK di Sektor Pasar Modal harus memiliki mekanisme kerja yang memadai, serta dilaksanakan oleh setiap unit kerja terkait dengan memperhatikan ketentuan anti tipping off dan kerahasiaan informasi. d. UKK dan/atau pejabat penanggung jawab penerapan program APU dan PPT memenuhi kriteria: 1) independen terhadap kegiatan yang dimonitor; 2) mampu memberikan informasi yang dibutuhkan oleh Direksi untuk memperoleh gambaran tentang kondisi PJK di Sektor Pasar Modal terkait dengan manajemen risiko dan kepatuhan; dan 3) memiliki akses yang tepat dan tidak dibatasi untuk -26- dokumen identifikasi nasabah, rekening terdaftar, catatan akuntansi lain, dan informasi terkait lainnya. e. UKK paling sedikit terdiri dari 1 (satu) orang yang bertindak sebagai pimpinan dan 1 (satu) orang yang bertindak sebagai pelaksana. f. Dalam hal PJK di Sektor Pasar Modal menunjuk pejabat penanggung jawab penerapan program APU dan PPT di kantor pusat, maka pejabat penanggung jawab dilakukan oleh pejabat atau pegawai paling rendah setingkat di bawah Direksi. g. Dalam hal PJK di Sektor Pasar Modal menunjuk pejabat penanggung jawab penerapan program APU dan PPT di kantor cabang, maka pejabat penanggung jawab dilakukan oleh pejabat atau pegawai paling rendah setingkat dengan penyelia (supervisor). h. Untuk kantor cabang yang hanya terdapat unit kerja yang berhubungan dengan nasabah maka pejabat dan/atau pegawai penanggung jawab penerapan program APU dan PPT dapat: 1) berasal dari unit kerja dan/atau pejabat penanggung jawab penerapan program APU dan PPT dari kantor cabang lainnya; atau 2) berasal dari kantor pusat apabila seluruh hubungan usaha dan transaksi nasabah di kantor cabang dikontrol sepenuhnya oleh kantor pusat. 4. UKK dan/atau pejabat penanggung jawab penerapan program APU dan PPT di kantor cabang dapat dibantu oleh kepala kantor cabang dalam penerapan program APU dan PPT. IV. KEBIJAKAN DAN PROSEDUR 1. Identifikasi dan Verifikasi Calon Nasabah, Nasabah, dan Pemilik Manfaat (beneficial owner) a. Kebijakan Uji Tuntas Nasabah (Customer Due Dilligence/CDD) 1) Uji tuntas nasabah (Customer Due Dilligence/CDD) merupakan kegiatan berupa identifikasi, verifikasi, dan pemantauan yang dilakukan PJK di Sektor Pasar Modal untuk memastikan bahwa transaksi tersebut sesuai dengan profil calon nasabah atau nasabah. CDD dimaksudkan untuk mendapatkan informasi terkini -27- mengenai profil nasabah berdasarkan pendekatan berbasis risiko untuk memastikan kesesuaian antara profil nasabah dengan transaksi yang dilakukan. CDD dapat dilakukan baik terhadap seluruh informasi maupun hanya terhadap sebagian informasi. 2) PJK di Sektor Pasar Modal harus melakukan prosedur CDD pada saat: a) melakukan hubungan usaha dengan calon nasabah, misalnya pada saat pembukaan rekening efek. b) terdapat transaksi keuangan dengan mata uang rupiah dan/atau mata uang asing yang nilainya paling sedikit atau setara dengan Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Contoh: Nasabah umum (walk in customer) yang melakukan pemesanan efek di pasar perdana paling sedikit senilai Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). c) terdapat indikasi transaksi keuangan mencurigakan yang terkait dengan Pencucian Uang dan/atau Pendanaan Terorisme, misalnya transaksi yang memenuhi salah satu kriteria dari transaksi keuangan mencurigakan namun masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk memastikan apakah transaksi tersebut tergolong sebagai transaksi keuangan mencurigakan yang harus dilaporkan kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). d) PJK di Sektor Pasar Modal meragukan kebenaran informasi yang diberikan oleh nasabah, penerima kuasa, dan/atau pemilik manfaat (beneficial owner). Contoh: penerima kuasa adalah individual yang tidak memiliki hubungan afiliasi atau hubungan kerja sama sekali dengan pemilik manfaat (beneficial owner). PJK di Sektor Pasar Modal dapat melakukan konfirmasi terkait kebenaran atas kewenangan pihak yang mewakili atau bertindak untuk dan atas nama pemilik manfaat (beneficial owner). -28- b. Kebijakan dan Prosedur Penerimaan dan Identifikasi Calon Nasabah PJK di Sektor Pasar Modal harus memiliki kebijakan tentang penerimaan dan identifikasi calon nasabah yang paling sedikit mencakup hal sebagai berikut: 1) permintaan informasi mengenai calon nasabah; 2) permintaan salinan atau rekaman dari dokumen identitas nasabah yaitu Kartu Tanda Penduduk (KTP) bagi nasabah yang memiliki KTP berdasarkan Undang-Undang mengenai administrasi kependudukan atau dokumen lain yang dapat menunjukan nomor induk kependudukan (NIK) bagi nasabah yang belum memiliki KTP; 3) penelitian atas kebenaran dokumen pendukung identitas calon nasabah; 4) permintaan kartu identitas lebih dari satu yang dikeluarkan pihak yang berwenang, jika terdapat keraguan terhadap kartu identitas yang ada; 5) apabila diperlukan dapat dilakukan wawancara dengan calon nasabah untuk memperoleh keyakinan atas kebenaran informasi, bukti identitas, dan dokumen pendukung calon nasabah; 6) larangan untuk membuka atau memelihara rekening anonim atau rekening yang menggunakan nama fiktif; 7) pertemuan langsung (face to face) dengan calon nasabah pada awal melakukan hubungan usaha dalam rangka meyakini kebenaran identitas calon nasabah; 8) kewaspadaan terhadap transaksi atau hubungan usaha dengan calon nasabah yang berasal atau terkait dengan negara yang belum memadai dalam melaksanakan rekomendasi Financial Action Task Force (FATF); dan 9) penyelesaian proses verifikasi identitas calon nasabah dan pemilik manfaat (beneficial owner) dilakukan sebelum membina hubungan usaha dengan calon nasabah. c. Kebijakan dan Prosedur Identifikasi Pemilik Manfaat (beneficial owner) 1) Dalam hal calon nasabah mewakili pemilik manfaat (beneficial owner) untuk membuka hubungan usaha atau -29- melakukan transaksi, PJK di Sektor Pasar Modal harus melakukan prosedur CDD terhadap pemilik manfaat (beneficial owner) yang sama ketatnya dengan prosedur CDD bagi calon nasabah. 2) Dalam hal pemilik manfaat (beneficial owner) tergolong sebagai PEP maka prosedur yang diterapkan adalah prosedur CDD yang lebih ketat atau uji tuntas lanjut (enhanced due dilligence/EDD). 3) Dalam melakukan identifikasi terhadap calon nasabah korporasi, PJK di Sektor Pasar Modal harus menetapkan pemilik manfaat (beneficial owner). 4) Bagi pemilik manfaat (beneficial owner) berupa lembaga pemerintahan, instansi pemerintah, atau perusahaan yang terdaftar di bursa efek (listing), kewajiban penyampaian dokumen dan/atau identitas pengendali akhir tidak perlu dilakukan. Yang termasuk pengertian perusahaan yang terdaftar di bursa efek adalah: a) nasabah perusahaan yang merupakan anak perusahaan (subsidiary) dari perusahaan yang terdaftar di bursa efek, dimana kepemilikan perusahaan induk adalah mayoritas; dan/atau b) nasabah perusahaan yang bukan merupakan perusahaan yang terdaftar di bursa efek namun kebijakan internal perusahaan tersebut meharuskan adanya paparan publik (public expose) yang memaparkan kepada publik untuk menjelaskan mengenai kinerja perusahaan tersebut sebagaimana yang berlaku pada perusahaan yang terdaftar di bursa efek. 5) Pengecualian terhadap kewajiban penyampaian dokumen dan/atau identitas pengendali akhir pemilik manfaat (beneficial owner) harus didokumentasikan. 6) Dalam hal PJK di Sektor Pasar Modal meragukan atau tidak dapat meyakini identitas pemilik manfaat (beneficial owner), PJK di Sektor Pasar Modal harus menolak untuk melakukan hubungan usaha atau transaksi dengan calon nasabah. -30- 7) Terhadap calon nasabah atau pemilik manfaat (beneficial owner) yang hubungan usaha atau transaksinya ditolak, PJK di Sektor Pasar Modal harus memperoleh paling sedikit informasi nama, nomor identitas, alamat, dan tempat tanggal lahir sesuai dengan salinan dokumen identitas yang diperoleh PJK di Sektor Pasar Modal untuk kepentingan pelaporan laporan transaksi keuangan mencurigakan (LTKM). d. Verifikasi Calon Nasabah, Nasabah, dan Penerima Manfaat (beneficial owner). 1) PJK di Sektor Pasar Modal harus meneliti kebenaran informasi yang disampaikan oleh calon nasabah, nasabah, dan pemilik manfaat (beneficial owner) dengan melakukan verifikasi terhadap dokumen pendukung berdasarkan dokumen dan/atau sumber independen lainnya serta memastikan kekinian informasi tersebut. 2) Dalam rangka meyakini kebenaran identitas calon nasabah, nasabah, dan pemilik manfaat (beneficial owner) verifikasi dilakukan dengan: a) pertemuan langsung (face to face) dengan calon nasabah, nasabah, dan pemilik manfaat (beneficial owner) pada awal melakukan hubungan usaha; b) melakukan wawancara dengan calon nasabah, nasabah, dan pemilik manfaat apabila diperlukan; c) mencocokkan kesesuaian profil calon nasabah, nasabah, dan pemilik manfaat dengan foto diri yang tercantum dalam kartu identitas; d) mencocokan kesesuaian tanda tangan, cap jempol, atau sidik jari dengan dokumen identitas atau dokumen lainnya yang mencantumkan tanda tangan, cap jempol, atau sidik jari. Dokumen lainnya antara lain surat pernyataan calon nasabah, nasabah, dan pemilik manfaat, kartu keluarga, atau kartu kredit; e) meminta kepada calon nasabah, nasabah, dan pemilik manfaat untuk memberikan lebih dari satu dokumen identitas yang dikeluarkan oleh pihak yang berwenang -31- apabila timbul keraguan terhadap kartu identitas yang ada; f) menatausahakan salinan dokumen kartu identitas setelah dilakukan pencocokan dengan dokumen asli yang sah; g) melakukan pengecekan silang untuk memastikan adanya konsistensi dari berbagai informasi yang disampaikan oleh calon nasabah, nasabah, dan pemilik manfaat. Pengecekan silang dilakukan dengan cara, antara lain: (1) menghubungi calon nasabah, nasabah, dan pemilik manfaat melalui telepon (rumah atau kantor); (2) menghubungi pejabat sumber daya manusia tempat calon nasabah, nasabah, dan pemilik manfaat bekerja apabila pekerjaan calon nasabah, nasabah, dan pemilik manfaat adalah karyawan suatu perusahaan atau instansi; (3) melakukan konfirmasi atas penghasilan calon nasabah, nasabah, dan pemilik manfaat dengan mensyaratkan rekening koran dari bank lainnya; atau (4) melakukan analisis informasi geografis untuk melihat kondisi hutan melalui teknologi remote sensing terhadap calon nasabah, nasabah, dan pemilik manfaat perusahaan yang bergerak di bidang kehutanan; h) memastikan bahwa calon nasabah, nasabah, dan pemilik manfaat tidak memiliki rekam jejak negatif dengan melakukan verifikasi identitas calon nasabah, nasabah dan pemilik manfaat menggunakan sumber independen lainnya antara lain sebagai berikut: (1) daftar teroris dan/atau daftar terduga teroris dan organisasi teroris yang diterbitkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia; (2) daftar hitam nasional (DHN); atau -32- (3) data lainnya yang dimiliki PJK di Sektor Pasar Modal, identitas pemberi kerja dari calon nasabah, nasabah, dan pemilik manfaat, rekening telepon, dan rekening listrik; dan/atau i) memastikan adanya kemungkinan hal-hal yang tidak wajar atau mencurigakan. 3) Verifikasi melalui pertemuan langsung (face to face), sebagaimana dimaksud pada angka 2) huruf a), dengan calon nasabah, nasabah dan pemilik manfaat pada awal melakukan hubungan usaha dapat digantikan dengan verifikasi melalui sarana elektronik, dengan persyaratan sebagai berikut: a) what you have, yaitu dokumen identitas yang dimiliki oleh calon nasabah yaitu Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektronik; dan b) what you are, yaitu data biometrik antara lain dalam bentuk sidik jari milik calon nasabah, nasabah, dan pemilik manfaat (beneficial owner). 4) Proses verifikasi identitas calon nasabah, nasabah, dan pemilik manfaat (beneficial owner) harus diselesaikan sebelum membina hubungan usaha dengan calon nasabah, nasabah dan pemilik manfaat (beneficial owner). 5) Dalam kondisi tertentu, proses verifikasi dapat diselesaikan kemudian setelah dilakukannya hubungan usaha. 6) Kondisi tertentu sebagaimana dimaksud pada angka 5) yaitu: a) kelengkapan dokumen tidak dapat dipenuhi pada saat hubungan usaha akan dilakukan misalnya karena dokumen masih dalam proses pengurusan. Untuk itu, calon nasabah, nasabah, dan pemilik manfaat (beneficial owner) dapat menyampaikan dokumen setelah melakukan hubungan usaha, dengan jangka waktu sebagaimana yang ditetapkan oleh PJK di Sektor Pasar Modal; dan/atau -33- b) apabila tingkat risiko calon nasabah, nasabah, dan pemilik manfaat (beneficial owner) perorangan tergolong rendah. e. Uji Tuntas Lanjut (Enhanced Due Diligence/EDD) 1) Dalam hal PJK di Sektor Pasar Modal menilai nasabah berisiko tinggi maka PJK di Sektor Pasar Modal menerapkan kadar CDD yang lebih tinggi berupa EDD terhadap Nasabah yang bersangkutan. 2) EDD sebagaimana dimaksud pada angka 1) dilaksanakan dengan melakukan verifikasi informasi calon nasabah, nasabah, dan pemilik manfaat (beneficial owner), didasarkan pada kebenaran informasi, kebenaran sumber informasi, dan jenis informasi terkait. 3) Verifikasi informasi dalam pelaksanaan EDD sebagaimana dimaksud pada angka 2) dapat dilakukan antara lain dengan cara: a) mencari informasi tambahan tentang nasabah bersangkutan dan melakukan pengkinian atas data identitas nasabah atau pemilik manfaat (beneficial owner); b) mencari informasi tambahan tentang sifat peruntukan dari hubungan bisnis tersebut; c) mencari informasi tambahan mengenai sumber dana atau sumber kekayaan nasabah tersebut; d) mencari infromasi tambahan mengenai alasan dari transaksi yang dimaksud atau yang dilakukan; e) meminta persetujuan dari pejabat senior untuk memulai atau meneruskan hubungan bisnis tersebut; dan/atau f) melakukan pemantauan yang semakin diperketat terhadap hubungan bisnis tersebut, yaitu dengan menambah jumlah dan waktu pengawas yang dipakai, dan memiliki pola transaksi yang memerlukan pemeriksaan lebih lanjut. 4) PJK di Sektor Pasar Modal menatausahakan dokumen terkait EDD serta melakukan pengkinian atas data nasabah secara berkala atau sesuai dengan kebutuhan -34- dan kompleksitas PJK di Sektor Pasar Modal. f. Dalam melaksanakan hubungan usaha dengan calon nasabah, nasabah dan pemilik manfaat (beneficial owner) yang mendapat perlakuan EDD, PJK di Sektor Pasar Modal harus menunjuk pejabat senior sebagai penanggung jawab atas hubungan usaha dengan calon nasabah, nasabah, dan pemilik manfaat (beneficial owner) tesebut. g. CDD sederhana (Simplified CDD) 1) PJK di Sektor Pasar Modal harus mendokumentasikan Nasabah yang mendapat perlakuan CDD sederhana dalam daftar yang memuat informasi mengenai alasan penetapan risiko sehingga digolongkan sebagai risiko rendah. 2) Nasabah yang telah mendapatkan perlakuan CDD sederhana (simplified CDD) harus dikeluarkan dari daftar nasabah CDD sederhana (simplified CDD) apabila memenuhi kriteria sebagai berikut: a) diindikasikan terkait dengan Pencucian Uang atau Pendanaan Terorisme; atau b) tidak lagi memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12/POJK.01/2017 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme di Sektor Jasa Keuangan. 3) Nasabah yang dikeluarkan dari daftar nasabah CDD sederhana sebagaimana dimaksud pada angka 2), nasabah tersebut harus: a) dilakukan CDD atau EDD sesuai dengan tingkat risiko nasabah terkini; dan/atau b) dilaporkan dalam LTKM apabila transaksi diindikasikan terkait dengan Pencucian Uang atau Pendanaan Terorisme. h. CDD oleh Pihak Ketiga 1) PJK di Sektor Pasar Modal dapat menggunakan hasil CDD yang telah dilakukan oleh pihak ketiga terhadap calon nasabahnya yang telah menjadi nasabah pada pihak ketiga tersebut. Pihak ketiga dimaksud telah mempunyai hubungan usaha dengan nasabah yang bersifat -35- independen dari hubungan usaha yang dilakukan antara nasabah dengan PJK di Sektor Pasar Modal yang menggunakan hasil CDD pihak ketiga, dan pihak ketiga tersebut menerapkan prosedur CDD sendiri. 2) Pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada angka 1) adalah sebagai berikut: a) PJK di sektor perbankan dan di sektor industri keuangan non bank, misalnya apabila perusahaan efek menerima nasabah yang merupakan nasabah bank, perusahaan efek dapat menggunakan hasil CDD yang telah dilakukan oleh bank dimaksud sepanjang perusahaan efek telah menandatangani kerjasama CDD pihak ketiga dengan bank tersebut dan perusahaan efek dapat sesegera mungkin mendapatkan informasi dan salinan dokumen pendukung apabila perusahaan efek membutuhkan dalam rangka penerapan program APU dan PPT. b) Lembaga keuangan dan penyedia barang dan/atau jasa dan profesi tertentu yang memiliki prosedur CDD dan tunduk pada pengawasan dari otoritas berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Contoh dari lembaga keuangan yaitu penyelenggara kegiatan usaha penukaran valuta asing bukan bank (money changer) dan penyelenggara kegiatan usaha pengiriman uang. Perusahaan efek tetap harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada huruf a). 3) Dalam hal PJK di Sektor Pasar Modal menggunakan hasil CDD yang telah dilakukan oleh pihak ketiga, PJK di Sektor Pasar Modal wajib melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12/POJK.01/2017 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme di Sektor Jasa Keuangan yaitu pelaksanaan CDD oleh pihak ketiga hanya terbatas pada tahap identifikasi dan verifikasi nasabah sedangkan tahap -36- pemantauan transaksi dan pengkinian data nasabah tetap dilakukan oleh PJK di Sektor Pasar Modal. 4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 1), angka 2), dan angka 3) tidak berlaku untuk hubungan keagenan. Dalam hal PJK di Sektor Pasar Modal menggunakan agen dalam menerapkan prosedur CDD, penerapan prosedur CDD dimaksud dilakukan oleh agen untuk dan atas nama PJK di Sektor Pasar Modal yang mendelegasikan. Hasil CDD yang dilakukan oleh agen sebagaimana dimaksud diserahkan kepada PJK di Sektor Pasar Modal yang mendelegasikan. Sebagai contoh, dalam hal Manajer Investasi menggunakan agen penjual efek reksa dana (APERD) dalam memasarkan produk reksa dana, penerapan CDD dilakukan oleh APERD untuk dan atas nama Manajer Investasi sesuai dengan prosedur yang ditetapkan oleh Manajer Investasi, dan di bawah pengawasan Manajer Investasi. 2. Penolakan dan Penutupan Hubungan Usaha a. Penolakan Hubungan Usaha 1) PJK di Sektor Pasar Modal wajib melakukan penolakan hubungan usaha dengan calon nasabah dalam hal: a) calon nasabah ingin melakukan transaksi namun calon nasabah tidak bersedia memberikan informasi dan/atau melengkapi dokumen yang dipersyaratkan PJK di Sektor Pasar Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 28 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12/POJK.01/2017 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme di Sektor Jasa Keuangan; dan/atau b) calon nasabah memberikan informasi dan/atau dokumen yang tidak sesuai atau patut diduga sebagai dokumen palsu atau informasi yang diragukan kebenarannya. 2) PJK di Sektor Pasar Modal harus mendokumentasikan calon nasabah yang terkena penolakan hubungan usaha sebagaimana dimaksud pada angka 1) dalam daftar -37- tersendiri. b. Penutupan Hubungan Usaha 1) PJK di Sektor Pasar Modal melakukan penutupan hubungan usaha dengan calon nasabah atau nasabah dalam hal: a) calon nasabah atau nasabah tidak bersedia memberikan informasi dan/atau melengkapi dokumen yang dipersyaratkan PJK di Sektor Pasar Modal; b) calon nasabah atau nasabah memberikan informasi dan/atau dokumen yang tidak sesuai atau patut diduga sebagai dokumen palsu atau informasi yang diragukan kebenarannya; c) sumber dana transaksi yang dimiliki calon nasabah atau nasabah diketahui dan/atau patut diduga berasal dari hasil tindak pidana; dan d) calon nasabah atau nasabah tercatat dalam daftar teroris dan/atau daftar terduga teroris dan organisasi teroris. 2) PJK di Sektor Pasar Modal harus memberitahukan secara tertulis kepada nasabah mengenai penutupan hubungan usaha tersebut. 3) Pemberitahuan tertulis dapat dilakukan dengan penyampaian surat yang ditujukan kepada nasabah sesuai dengan alamat yang tercantum dalam database PJK di Sektor Pasar Modal atau diumumkan melalui media cetak, media elektronik, maupun media lainnya. 4) Apabila setelah dilakukan pemberitahuan tertulis, nasabah tidak mengambil sisa dana yang tersimpan di PJK di Sektor Pasar Modal, maka penyelesaian terhadap sisa dana nasabah tersebut dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, antara lain dengan menyerahkan sisa dana ke Balai Harta Peninggalan. Dalam hal penutupan hubungan usaha terkait dengan transaksi transfer dana, maka prosedur penutupan hubungan usaha dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai transfer dana. -38- 5) PJK di Sektor Pasar Modal harus mendokumentasikan calon nasabah atau nasabah yang terkena penutupan hubungan usaha sebagaimana dimaksud pada angka 1) dalam daftar tersendiri. 3. Pemantauan dan Pengkinian a. Pemantauan 1) Tingkat dan sifat pemantauan yang dilakukan oleh PJK di Sektor Pasar Modal akan begantung pada skala usaha perusahaan, tingkat risiko Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme yang dimiliki PJK di Sektor Pasar Modal, dan jenis kegiatan usaha perusahaan. 2) PJK di Sektor Pasar Modal harus melakukan kegiatan pemantauan yang paling sedikit: a) dilakukan secara berkesinambungan untuk mengidentifikasi kesesuaian antara transaksi nasabah dengan profil nasabah dan menatausahakan dokumen tersebut, terutama terhadap hubungan usaha atau transaksi dengan nasabah dan/atau PJK di Sektor Pasar Modal dari negara dengan program APU dan PPT kurang memadai; b) melakukan analisis terhadap seluruh transaksi yang tidak sesuai dengan profil nasabah; dan c) apabila diperlukan, meminta informasi tentang latar belakang dan tujuan transaksi terhadap transaksi yang tidak sesuai dengan profil nasabah, dengan memperhatikan ketentuan anti tipping off sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai pencegahan dan pemberantasan TPPU. 3) Kegiatan pemantauan profil dan transaksi nasabah dilakukan secara berkesinambungan meliputi kegiatan: a) memastikan kelengkapan informasi dan dokumen nasabah; b) meneliti kesesuaian antara profil transaksi dengan profil nasabah; dan c) meneliti kemiripan atau kesamaan nama dengan nama yang tercantum dalam: (1) database daftar teroris; -39- (2) daftar terduga teroris dan organisasi teroris; (3) nama tersangka atau terdakwa yang dipublikasikan dalam media massa atau oleh otoritas yang berwenang; dan (4) daftar hitam nasional (DHN). 4) Sumber informasi yang dapat digunakan untuk memantau nasabah yang ditetapkan sebagai status tersangka atau terdakwa dapat diperoleh antara lain melalui: a) database yang dikeluarkan oleh pihak berwenang seperti PPATK; atau b) media massa, seperti koran, majalah, televisi, dan internet. 5) PJK di Sektor Pasar Modal harus melakukan klasifikasi terkait transaksi dan nasabah yang membutuhkan pemantauan khusus. Pemantauan terhadap rekening nasabah harus dipantau lebih ketat apabila terdapat nasabah berisiko tinggi. 6) Seluruh kegiatan pemantauan didokumentasikan dengan baik dalam bentuk tertulis baik melalui dokumen formal seperti memo, nota, atau catatan maupun melalui dokumen informal seperti korespondensi melalui surat elektronik (email). b. Pengkinian Data 1) PJK di Sektor Pasar Modal harus menerapkan prosedur CDD terhadap nasabahnya dalam rangka pengkinian data, untuk mengkinikan materialitas data dan risiko. CDD tersebut dapat dilakukan dengan mempertimbangkan waktu pelaksanaan CDD sebelumnya dan kecukupan data yang diperoleh. 2) PJK di Sektor Pasar Modal harus melakukan pengkinian data terhadap informasi dan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan OJK mengenai APU dan PPT serta menatausahakannya. 3) PJK di Sektor Pasar Modal harus memastikan bahwa dokumen, data, atau informasi yang dihimpun dalam proses CDD selalu diperbarui dan relevan dengan melakukan pemeriksaan kembali terhadap data yang ada, -40- khususnya yang terkait dengan nasabah berisiko tinggi. 4) PJK di Sektor Pasar Modal harus mengkinikan data nasabah yang dimiliki agar identifikasi dan pemantauan transaksi keuangan yang mencurigakan dapat berjalan efektif. 5) Pengkinian data nasabah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berdasarkan risiko yang mencakup pengkinian profil nasabah dan transaksinya. Dalam hal sumber daya yang dimiliki PJK di Sektor Pasar Modal terbatas, kegiatan pengkinian data dilakukan dengan skala prioritas. 6) Parameter untuk menetapkan skala prioritas sebagaimana dimaksud pada angka 5) antara lain: a) tingkat risiko nasabah tinggi; b) transaksi dengan jumlah yang signifikan dan/atau menyimpang dari profil transaksi atau profil nasabah (red flag); c) terdapat perubahan saldo yang nilainya signifikan; dan/atau d) informasi yang ada pada customer identification file (CIF) belum sesuai dengan Peraturan OJK mengenai APU dan PPT. 7) Pengkinian data dilakukan secara berkala sesuai dengan kebutuhan dan kompleksitas PJK di Sektor Pasar Modal dan didasarkan pada tingkat risiko nasabah atau transaksi. 8) Pelaksanaan pengkinian data terhadap nasabah yang tercantum dalam laporan rencana pengkinian data dapat dilakukan antara lain pada saat: a) pembukaan hubungan usaha tambahan; b) perpanjangan penggunaan produk atau jasa PJK di Sektor Pasar Modal; c) penggantian dokumen data dan identitas nasabah; atau d) penutupan hubungan usaha. 9) Seluruh kegiatan pengkinian data harus diadministrasikan. -41- 4. Dalam hal nasabah yang akan dilakukan pengkinian data telah menjadi nasabah sebelum berlakunya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12/POJK.01/2017 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme di Sektor Jasa Keuangan, PJK di Sektor Pasar Modal harus memberitahukan secara tertulis kepada nasabah dimaksud mengenai keharusan PJK di Sektor Pasar Modal untuk menolak transaksi, membatalkan transaksi, dan/atau menutup hubungan usaha sebagaimana tercantum pada angka IV angka 2. 5. Pemeliharaan data yang akurat terkait dengan transaksi, penatausahaan proses CDD, dan penatausahaan kebijakan dan prosedur paling sedikit memenuhi ketentuan sebagai berikut: a. pendokumentasian data nasabah diklasifikasikan sesuai dengan tingkat risiko nasabah; b. dokumen yang ditatausahakan paling sedikit mencakup: 1) salinan atau rekaman dari dokumen identitas nasabah yaitu Kartu Tanda Penduduk (KTP) bagi nasabah yang memiliki KTP berdasarkan Undang-Undang mengenai administrasi kependudukan atau dokumen lain yang dapat menunjukan nomor induk kependudukan (NIK) bagi nasabah yang belum memiliki KTP; 2) berkas terkait proses CDD dan EDD, termasuk hasil analisis yang dilakukan; dan 3) informasi transaksi yang antara lain meliputi jenis dan jumlah mata uang yang digunakan, tanggal perintah transaksi, asal dan tujuan transaksi, serta nomor rekening yang terkait dengan transaksi; c. jangka waktu penatausahaan dokumen adalah sebagai berikut: 1) dokumen yang terkait dengan data nasabah dengan jangka waktu paling sedikit 5 (lima) tahun sejak: a) berakhirnya hubungan usaha dengan nasabah; dan/atau b) ditemukannya ketidaksesuaian transaksi dengan tujuan ekonomis dan/atau tujuan usaha; 2) dokumen yang terkait dengan transaksi keuangan nasabah dengan jangka waktu sebagaimana diatur dalam Undang- Undang mengenai dokumen perusahaan; -42- d. PJK di Sektor Pasar Modal harus memastikan bahwa seluruh dokumen baik yang terkait dengan data nasabah maupun dokumen yang terkait dengan transaksi nasabah dapat disediakan setiap saat untuk kebutuhan otoritas yang berwenang. 6. Pelaporan kepada Pejabat Senior, Direksi, dan Dewan Komisaris terkait Penerapan Program APU dan PPT a. Dalam hal proses CDD menunjukkan adanya calon nasabah atau nasabah yang dikategorikan berisiko tinggi maka pegawai PJK di Sektor Pasar Modal yang melaksanakan CDD melaporkan kepada pejabat senior. Pejabat senior bertanggung jawab terhadap penerimaan dan/atau penolakan hubungan usaha dengan calon nasabah dan nasabah yang berisiko tinggi. b. Dalam hal pejabat senior menyetujui hubungan usaha dengan nasabah berisiko tinggi, pejabat senior bertanggung jawab dalam memantau transaksi nasabah berisiko tinggi. c. Pejabat senior harus melaporkan kepada Direksi yang membawahkan fungsi penerapan program APU dan PPT terkait jumlah calon nasabah atau nasabah yang berisiko tinggi termasuk jumlah nasabah berisiko tinggi yang ditolak, diterima, atau dilakukan penutupan hubungan usaha. d. Direksi harus memberikan arahan atas laporan yang disampaikan pejabat senior dan menetapkan langkah mitigasi risiko. e. Direksi melaporkan kepada Dewan Komisaris terkait hasil pemantauan atas penerapan program APU dan PPT secara keseluruhan sebagaimana kebijakan dan prosedur tertulis yang telah ditetapkan PJK. f. Direksi dapat mengusulkan pengkinian kebijakan dan prosedur dalam hal terdapat perkembangan risiko yang perlu dimitigasi oleh PJK di Sektor Pasar Modal, yang belum tercantum dalam kebijakan dan prosedur tertulis. V. PENGENDALIAN INTERNAL 1. Pelaksanaan pengendalian internal dalam rangka penerapan program APU dan PPT dilaksanakan oleh penanggung jawab kepatuhan atau satuan kerja audit internal (SKAI). -43- 2. Sistem pengendalian internal yang efektif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12/POJK.01/2017 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme di Sektor Jasa Keuangan, harus mampu mendeteksi kelemahan dan penyimpangan dari penerapan program APU dan PPT. 3. Dalam rangka pelaksanaan pengendalian internal yang efektif sebagaimana dimaksud pada Pasal 57 ayat (2) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12/POJK.01/2017 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme di Sektor Jasa Keuangan, PJK di Sektor Pasar Modal harus memiliki kerangka pengendalian internal yang meliputi: a. penunjukan UKK dan/atau pejabat yang bertanggung jawab dalam mengelola penerapan program APU dan PPT; b. pemantauan khusus terhadap kegiatan operasional yang berpotensi berisiko tinggi baik dari nasabah, produk ataupun wilayah geografis termasuk terhadap hal yang dinilai rentan, dan berpotensi berkaitan dengan transaksi yang mencurigakan, dan/atau hal yang atas saran dan informasi dari asosiasi industri atau regulator dan penegakan hukum perlu mendapat perhatian khusus; c. penyampaian informasi yang cepat dan tepat dalam hal terdapat indikasi dan/atau dugaan terkait TPPU dan TPPT, inisiatif kepatuhan, kekurangan terkait kepatuhan, tindakan korektif diambil, dan laporan aktivitas yang mencurigakan; d. penerapan kebijakan, prosedur dan kontrol atas uji tuntas nasabah (CDD); e. penyediaan kontrol yang memadai bagi nasabah, transaksi dan produk yang berisiko tinggi, seperti batasan transaksi atau persetujuan manajemen; dan f. pengujian terhadap keefektifan dari pelaksanaan program APU dan PPT dengan mengambil contoh secara acak (random sampling) dan melakukan pendokumentasian atas pengujian yang dilakukan. -44- VI. SISTEM INFORMASI MANAJEMEN 1. Sistem informasi yang dapat mengidentifikasi, menganalisis, memantau, dan menyediakan laporan secara efektif mengenai karakteristik transaksi yang dilakukan oleh nasabah PJK di Sektor Pasar Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12/POJK.01/2017 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme di Sektor Jasa Keuangan, paling sedikit memiliki kriteria sebagai berikut: a. dapat menyimpan data dan informasi nasabah yang akurat, lengkap, dan terkini. Data dan informasi dimaksud wajib digunakan sebagai salah satu parameter dalam melakukan pemantauan transaksi nasabah; b. dapat menyediakan informasi rincian orang, bidang usaha, dan negara yang memenuhi kriteria area berisiko tinggi dan wajib dilakukan pengkinian secara reguler; c. dapat mengidentifikasi transaksi keuangan yang mencurigakan dengan menggunakan parameter yang disesuaikan secara berkala dan memperhatikan kompleksitas usaha, volume transaksi, dan risiko yang dimiliki PJK di Sektor Pasar Modal; d. dapat menyediakan laporan secara efektif mengenai karakteristik transaksi yang dilakukan oleh nasabah; dan e. dapat memungkinkan PJK di Sektor Pasar Modal untuk menelusuri setiap transaksi (individual transaction), baik untuk keperluan internal dan/atau OJK, maupun dalam kaitannya dengan kasus peradilan. 2. PJK di Sektor Pasar Modal wajib memiliki dan memelihara profil nasabah secara terpadu (single customer identification file). Single customer identification file dimaksud berupa nomor tunggal identitas pemodal (single investor identification/SID) yang disediakan oleh Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian. 3. PJK di Sektor Pasar Modal wajib memastikan pemantauan transaksi nasabah dengan menggunakan sistem informasi dapat terlaksana secara efektif dan berkesinambungan. 4. PJK di Sektor Pasar Modal wajib memastikan keamanan dan keandalan sistem informasi. -45- 5. PJK di Sektor Pasar Modal wajib memiliki mekanisme atau prosedur operasional standar berkaitan dengan penggunaan sistem informasi termasuk menetapkan batasan akses bagi setiap pengguna sistem informasi. 6. Kebijakan dan prosedur tertulis yang dimiliki PJK di Sektor Pasar Modal harus mempertimbangkan faktor teknologi informasi yang berpotensi disalahgunakan oleh pelaku Pencucian Uang atau Pendanaan Terorisme, seperti: pembukaan rekening melalui internet, wesel atau perintah transfer dana melalui fax atau telepon, dan transaksi elektronik lainnya. VII. SUMBER DAYA MANUSIA DAN PELATIHAN 1. Sumber Daya Manusia Dalam rangka pencegahan penggunaan PJK di Sektor Pasar Modal sebagai media atau tujuan Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme, PJK di Sektor Pasar Modal harus melakukan: a. prosedur penyaringan (pre-employee screening) pada saat penerimaan calon karyawan baru sebagai bagian dari penerapan know your employee (KYE), dengan ketentuan sebagai berikut: 1) metode screening yang disesuaikan dengan kebutuhan, kompleksitas usaha, dan profil risiko PJK di Sektor Pasar Modal; dan 2) metode screening sebagaimana dimaksud pada angka 1), antara lain: a) mengharuskan calon karyawan membuat surat pernyataan tidak pernah melakukan perbuatan tercela dan/atau menyerahkan surat keterangan catatan kepolisian (SKCK); b) melakukan verifikasi identitas dan pendidikan formal terakhir yang telah diperoleh calon karyawan; c) memastikan rekam jejak (track record) calon karyawan; dan d) melakukan penelitian profil calon karyawan melalui media informasi lainnya; b. pengenalan dan pemantauan profil karyawan antara lain mencakup perilaku dan gaya hidup karyawan, antara lain: -46- 1) melakukan verifikasi pemantauan dan verifikasi terhadap karyawan yang mengalami perubahan gaya hidup yang cukup signifikan; 2) memastikan bahwa karyawan telah memahami dan menaati kode etik karyawan (staff code of conduct); dan 3) mengevaluasi karyawan yang bertanggung jawab pada aktivitas yang tergolong berisiko tinggi yaitu memiliki akses pada data PJK di Sektor Pasar Modal dan berhadapan dengan calon nasabah atau nasabah; dan c. prosedur penyaringan (pre-employee screening), pengenalan dan pemantauan terhadap profil karyawan dituangkan dalam kebijakan know your employee yang berpedoman pada ketentuan yang mengatur mengenai penerapan strategi anti fraud. 2. Pelatihan PJK di Sektor Pasar Modal wajib menyelenggarakan pelatihan terkait penerapan program APU dan PPT yang dilakukan secara berkesinambungan sesuai kebutuhan, kompleksitas usaha, dan penilaian risiko PJK di Sektor Pasar Modal dengan cara sebagai berikut: a. peserta pelatihan: 1) PJK di Sektor Pasar Modal harus memberikan pelatihan mengenai penerapan program APU dan PPT kepada seluruh karyawan. 2) Dalam menentukan peserta pelatihan, PJK di Sektor Pasar Modal mengutamakan karyawan yang tugas sehari-harinya memenuhi kriteria antara lain sebagai berikut: a) berhadapan langsung dengan nasabah (pelayanan nasabah); b) melakukan pengawasan pelaksanaan penerapan program APU dan PPT; atau c) terkait dengan penyusunan pelaporan kepada PPATK dan OJK. 3) Karyawan yang melakukan pengawasan pelaksanaan penerapan program APU dan PPT harus mendapatkan pelatihan secara berkala, sedangkan karyawan lainnya harus mendapatkan pelatihan paling sedikit 1 (satu) kali -47- dalam masa kerjanya. Karyawan yang berhadapan langsung dengan nasabah (front liner) harus mendapatkan pelatihan sebelum penempatan. b. Metode Pelatihan 1) Pelatihan dapat dilakukan secara elektronik (online base) maupun melalui tatap muka. 2) Pelatihan secara elektronik (online base) dapat menggunakan media e-learning baik yang disediakan oleh otoritas berwenang seperti PPATK atau yang disediakan secara mandiri oleh PJK di Sektor Pasar Modal. 3) Pelatihan melalui tatap muka dilakukan secara interaktif (misal workshop) atau tatap muka satu arah (misal seminar). c. Topik Pelatihan Topik pelatihan paling sedikit mengenai: 1) implementasi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan program APU dan PPT; 2) teknik, metode, dan tipologi Pencucian Uang atau Pendanaan Terorisme termasuk tren dan perkembangan profil risiko produk PJK di Sektor Pasar Modal; dan 3) kebijakan dan prosedur penerapan program APU dan PPT serta peran dan tanggung jawab pegawai dalam mencegah dan memberantas Pencucian Uang atau Pendanaan Terorisme, termasuk konsekuensi apabila karyawan melakukan tipping off. Kedalaman topik pelatihan disesuaikan dengan kebutuhan PJK di Sektor Pasar Modal dan kesesuaian dengan tugas dan tanggung jawab karyawan. d. Evaluasi pelatihan 1) Untuk mengetahui tingkat pemahaman karyawan dan kesesuaian materi pelatihan, PJK di Sektor Pasar Modal harus melakukan evaluasi terhadap pelatihan yang telah diselenggarakan. 2) Evaluasi dapat dilakukan secara langsung melalui wawancara atau secara tidak langsung melalui tes. -48- 3) PJK di Sektor Pasar Modal harus melakukan upaya tindak lanjut dari hasil evaluasi pelatihan melalui penyempurnaan materi dan metode pelatihan. VIII. PELAPORAN 1. Pelaporan rencana kegiatan pengkinian data dan laporan realisasi pengkinian data dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. laporan ditujukan kepada: 1) Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A, Otoritas Jasa Keuangan, bagi perusahaan efek. 2) Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2B, Otoritas Jasa Keuangan, bagi bank kustodian. b. isi laporan disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan dalam bentuk dokumen cetak dan dapat pula disiapkan dalam format digital dengan menggunakan media digital cakram padat (compact disk). c. laporan sesuai dengan format sebagaimana dimuat dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 2. Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan telah menyediakan sistem elektronik, pelaporan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dapat disampaikan melalui sistem elektronik tersebut. IX. PENUTUP Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 6 September 2017 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PASAR MODAL OTORITAS JASA KEUANGAN, Salinan ini sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana ttd HOESEN - 1 - LAMPIRAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 47 /SEOJK.04/2017 TENTANG PENERAPAN PROGRAM ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME DI SEKTOR PASAR MODAL - 1 - SIKLUS PENDEKATAN BERBASIS RISIKO (RISK BASED APPROACH) Risiko Jaringan Distribusi Media yang digunakan untuk memperoleh atau menawarkan barang dan jasa, apakah secara langsung, melalui agen dan/atau secara online - 2 - PEMISAHAN RISIKO YANG TERKAIT DENGAN KEGIATAN USAHA PJK DI SEKTOR PASAR MODAL A. Tabel berikut menyajikan beberapa contoh faktor risiko yang mungkin dihadapi oleh PJK di Sektor Pasar Modal sebagai bagian dari penilaian risiko yang berhubungan dengan kegiatan usaha PJK di Sektor Pasar Modal. Tabel tersebut juga memaparkan alasan-alasan rasional yang dapat membantu PJK di Sektor Pasar Modal untuk membedakan setiap peringkat risiko. B. PJK di Sektor Pasar Modal dapat memutuskan skala risiko yang ingin digunakan oleh PJK di Sektor Pasar Modal. Pedoman ini tidak mewajibkan PJK di Sektor Pasar Modal untuk menentukan skala risiko tinggi, menengah, dan rendah. PJK di Sektor Pasar Modal dapat menggunakan skala tinggi dan rendah saja sesuai dengan kegiatan usaha, kebutuhan, dan kompleksitas PJK di Sektor Pasar Modal. C. Perlu diketahui bahwa penggunaan tabel ini bukan merupakan penerapan Pendekatan Berbasis Risiko karena penerapan pendekatan berbasis risiko harus memenuhi siklus Risk Based Approach. Tabel ini membantu PJK di Sektor Pasar Modal dalam melakukan penilaian risiko atas kegiatan usaha PJK di Sektor Pasar Modal, namun tidak mempertimbangkan risiko nasabah. D. Tabel risiko ini menyajikan contoh risiko bawaan (inherent risk) yang belum dimitigasi, E. Mitigasi risiko diperlukan bagi risiko-risiko yang dikategorikan tinggi. TABEL CONTOH PEMISAHAN RISIKO Faktor Produk atau Jasa- Transaksi Elektronik contoh: online trading Rendah PJK di Sektor Pasar Modal tidak menyediakan layanan transaksi elektronik. contoh: online trading Menengah PJK di Sektor Pasar Modal memiliki beberapa layanan transaksi elektronik. contoh: online trading namun hanya untuk Tinggi PJK di Sektor Pasar Modal menawarkan beragam layanan transaksi elektronik. contoh: online trading - 3 - Faktor Rendah Menengah produk dan layanan tertentu. PJK di Sektor Pasar Modal memiliki batasan untuk penggunaan layanan transaksi elektronik Struktur Kepemilikan PJK di Sektor Pasar Modal dimiliki oleh BUMN Geografi- Wilayah berdasarkan tingkat risiko TPPU dan TPPT PJK di Sektor Pasar Modal berlokasi di wilayah yang memiliki tingkat risiko TPPU dan TPPT yang rendah. PJK di Sektor Pasar Modal dimiliki oleh swasta Kantor Pusat atau beberapa kantor cabang atau kantor di luar kantor cabang PJK di Sektor Pasar Modal berada di wilayah yang memiliki tingkat risiko TPPU dan TPPT menengah atau sedang. Geografi- negara berisiko tinggi PJK di Sektor Pasar Modal tidak memiliki hubungan usaha dengan negara berisiko tinggi. PJK di Sektor Pasar Modal memiliki hubungan usaha dengan negara berisiko tinggi dengan volume transaksi menengah atau sedang. PJK di Sektor Pasar Modal memiliki hubungan usaha dengan negara berisiko tinggi dengan volume transaksi tinggi. PJK di Sektor Pasar Modal dimiliki oleh Asing Kantor Pusat atau beberapa kantor cabang atau kantor di luar kantor cabang PJK berada di wilayah yang memiliki tingkat risiko TPPU dan TPPT yang tinggi. Tinggi - 4 - Beberapa indikator dalam tabel di atas bersifat samar atau membutuhkan penjelasan lebih lanjut seperti penggunaan kata beberapa atau signifikan. PJK di Sektor Pasar Modal dapat mengintepretasikan hal tersebut sesuai dengan skala kegiatan usaha PJK di Sektor Pasar Modal. - 5 - MATRIKS KEMUNGKINAN DAN DAMPAK (LIKELIHOOD AND IMPACT MATRIX) A. Dalam melakukan identifikasi risiko, salah satu alat bantu yang dapat digunakan oleh PJK di Sektor Pasar Modal ialah matriks kemungkinan dan dampak (likelihood and impact matrix). Matriks tersebut membantu PJK di Sektor Pasar Modal dalam menetapkan seberapa besar upaya atau pemantauan yang perlu dilakukan untuk mengidentifikasi risiko bawaan (inherent risk). Perlu diperhatikan bahwa matriks tersebut hanya merupakan contoh. PJK di Sektor Pasar Modal dapat menggunakan alat bantu lain atau bentuk matriks lain yang sesuai dengan skala usaha, kebutuhan, dan kompleksitas PJK di Sektor Pasar Modal sehingga benar-benar dapat menggambarkan risiko yang dihadapi PJK di Sektor Pasar Modal. 1. Kemungkinan (likelihood) Kemungkinan (likelihood) atas risiko pencucian uang dan pendanaan terorisme (berupa ancaman dan kerentanan) terjadi dalam kegiatan usaha PJK di Sektor Pasar Modal. Peluang terjadi risiko ialah kemungkinan (likelihood) itu sendiri. PJK di Sektor Pasar Modal perlu memahami kemungkinan (likelihood) risiko yang telah teridentifikasi benar-benar terjadi. Kemungkinan (likelihood) merujuk pada tingkat risiko yang telah diidentifikasi sebagai bagian dari penilaian risiko. Dalam hal ini PJK di Sektor Pasar Modal dapat menggunakan skala risiko yang pada umumnya digunakan yaitu: Peringkat Kemungkinan (Likelihood) risiko pencucian uang dan pendanaan terorisme Tinggi Kemungkinan risiko pencucian uang dan pendanaan terorisme terjadi. Menengah Kemungkinan terjadinya risiko dapat diterima. Rendah Tidak terdapat kemungkinan terjadinya risiko. 2. Dampak (Impact) Dampak dalam hal ini merujuk pada tingkat keseriusan atau konsekuensi dari suatu kerusakan atau kerugian yang terjadi apabila terjadi risiko. Timbulnya dampak (impact) bergantung pada kondisi internal PJK di Sektor Pasar Modal. Dampak (impact) atas terjadinya risiko pencucian uang dan pendanaan terorisme dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, antara lain: - 6 - a. Risiko reputasi dan dampaknya terhadap kegiatan usaha PJK di Sektor Pasar Modal; b. Dampak regulasi; c. Kerugian finansial bagi PJK di Sektor Pasar Modal; dan/atau d. Risiko hukum. Dampak (impact) atas terjadinya risiko pencucian uang dan pendanaan terorisme akan sangat spesifik untuk setiap PJK di Sektor Pasar Modal, oleh karena itu hanya PJK di Sektor Pasar Modal yang dapat menentukan dampak (impact) atas risiko yang terjadi. Skala yang digunakan untuk menghitung dampak (impact) tidak jauh berbeda dengan skala dalam menghitung kemungkinan (likelihood). Peringkat Konsekuensi atas risiko pencucian uang dan pendanaan terorisme Tinggi Menengah Rendah Risiko memiliki konsekuensi yang berat. Risiko memiliki konsekuensi yang moderat. Risiko memiliki konsekuensi yang kecil atau tidak signifikan. B. Matriks kemungkinan (likelihood) dan dampak (impact) akan membantu PJK di Sektor Pasar Modal untuk memutuskan hal yang perlu dilakukan dengan mempertimbangkan risiko secara keseluruhan. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, pendekatan berbasis risiko merupakan proses yang memungkinkan PJK di Sektor Pasar Modal untuk menerapkan langkah-langkah yang sepadan dengan risiko yang teridentifikasi sebagai bagian dari penilaian risiko. Setiap kotak dalam matriks menunjukan sumber daya yang dibutuhkan untuk melakukan:  Action (contoh: risiko perlu segera ditindaklanjuti)  Effort (contoh: tingkat upaya dalam melakukan mitigasi risiko)  Monitoring (contoh: tingkat pemantauan yang perlu dilakukan PJK di Sektor Pasar Modal) - 7 - C. Cara membaca matriks prioritas 1. Kotak 6 Kondisi pada kotak 6 menunjukan kemungkinan dan dampak terjadinya risiko pencucian uang dan pendanaan terorisme rendah sehingga PJK di Sektor Pasar Modal tidak perlu mengambil tindakan, upaya atau pemantauan khusus. 2. Kotak 3 Kondisi pada kotak 3 menunjukan bahwa PJK di Sektor Pasar Modal perlu mengalokasikan sumber daya untuk melakukan tindakan, upaya dan pemantauan. Terdapat kemungkinan terjadinya risiko pencucian uang dan pendanaan terorisme dengan dampak yang dapat dikategorikan moderat. Untuk itu, PJK di Sektor Pasar Modal perlu memperhatikan seluruh kegiatan usaha dan hubungan usaha yang ada, sehingga tidak menimbulkan peningkatan risiko (tidak berubah menjadi kotak 2 atau kotak 1). - 8 - 3. Kotak 1 Kondisi pada kotak 1 menunjukan bahwa kemungkinan terjadinya risiko pencucian uang dan pendanaan terorisme sangat tinggi termasuk besarnya dampak atas risiko tersebut. Pada kondisi tersebut dibutuhkan sumber daya yang lebih banyak, tindakan khusus, upaya khusus, serta pemantauan berkala untuk meminimalisasi risiko tersebut. - 9 - LAPORAN RENCANA PENGKINIAN DATA (Nama PJK di Sektor Pasar Modal) Posisi ..... Jumlah SID No (a) Jenis Nasabah dan Tingkat Risiko (b) 1 Nasabah orang perseorangan a. Risiko Tinggi b. Risiko Menengah c. Risiko Rendah 2 Nasabah Korporasi a. Non Usaha Mikro dan Kecil 1) Risiko Tinggi 2) Risiko Menengah 3) Risiko Rendah b. Usaha Mikro dan Kecil 1) Risiko Tinggi 2) Risiko Menengah 3) Risiko Rendah c. Penyedia Jasa Keuangan 1) Risiko Tinggi 2) Risiko Menengah SID yang akan Dikinikan (c) % terhadap jumlah seluruh SID (d) Informasi yang akan Dikinikan (e) Metode/Strategi (f) Persentase Pemenuhan SID yang telah dikinikan (g) - 10 - Jumlah SID No (a) Jenis Nasabah dan Tingkat Risiko (b) 3) Risiko Rendah d. Yayasan 1) Risiko Tinggi 2) Risiko Menengah 3) Risiko Rendah e. Selain perusahaan dan yayasan (berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum) 1) Risiko Tinggi 2) Risiko Menengah 3) Risiko Rendah 3 Lembaga Negara, Instansi Pemerintah, lembaga internasional, dan perwakilan negara asing a. Risiko Tinggi b. Risiko Menengah c. Risiko Rendah SID yang akan Dikinikan (c) % terhadap jumlah seluruh SID (d) Informasi yang akan Dikinikan (e) Metode/Strategi (f) Persentase Pemenuhan SID yang telah dikinikan (g) - 11 - Keterangan: (a) Diisi dengan nomor (b) Sesuai Kolom (c) Diisi dengan rencana jumlah SID yang akan dikinikan untuk 1 (satu) tahun berikutnya (d) Diisi dalam persentase (e) Informasi dapat diisi lebih dari satu, seperti pengkinian alamat tempat tinggal atau pekerjaan. (f) Metode atau strategi dapat diisi lebih dari satu, seperti korespondensi melalui surat atau surat elektronik. (g) Target waktu disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi masing-masing PJK di Sektor Pasar Modal, misalnya secara triwulanan. - 12 - LAPORAN REALISASI PENGKINIAN DATA (Nama PJK di Sektor Pasar Modal) Posisi ...... No (a) Jenis Nasabah dan Tingkat Risiko (b) 1 Nasabah Perorangan a. Risiko Tinggi b. Risiko Menengah c. Risiko Rendah 2 Nasabah Korporasi a. Usaha Mikro dan Kecil 1) Risiko Tinggi 2) Risiko Menengah 3) Risiko Rendah b. Non Usaha Mikro dan Kecil 1) Risiko Tinggi 2) Risiko Menengah 3) Risiko Rendah c. Penyedia Jasa Keuangan 1) Risiko Tinggi 2) Risiko Menengah 3) Risiko Rendah d. Yayasan Target (c) Perkembangan Realisasi (d) Deviasi (%) (e) Kendala (f) Upaya yang akan Dilakukan (g) - 13 - No (a) Jenis Nasabah dan Tingkat Risiko (b) 1) Risiko Tinggi 2) Risiko Menengah 3) Risiko Rendah e. Selain perusahaan dan yayasan (berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum) 1) Risiko Tinggi 2) Risiko Menengah 3) Risiko Rendah 3 Lembaga Negara, Instansi Pemerinah, Lembaga Internasional, dan Perwakilan Negara Asing a. Risiko Tinggi b. Risiko Menengah c. Risiko Rendah Keterangan: (a) Diisi dengan nomor (b) Sesuai Kolom (c) Diisi dengan target jumlah SID yang dikinikan Target (c) Perkembangan Realisasi (d) Deviasi (%) (e) Kendala (f) Upaya yang akan Dilakukan (g) - 14 - (d) Diisi dengan realisasi jumlah SID yang dikinikan (e) Diisi dengan selisih persentase antara target jumlah SID yang dikinikan (c) dengan realisasi jumlah SID yang dikinikan (d). (f) Kendala dapat diisi lebih dari satu. (g) Diisi dengan upaya untuk mengatasi kendala dan dapat lebih dari satu. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 6 September 2017 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PASAR MODAL, ttd HOESEN Salinan ini sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 47/SEOJK.04/2017 </reg_id> <reg_title> PENERAPAN PROGRAM ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME DI SEKTOR PASAR MODAL </reg_title> <set_date> 6 September 2017 </set_date> <effective_date> 6 September 2017 </effective_date> <related_reg> '12/POJK.01/2017 | Pasal 68' </related_reg>
Yth. Direksi Bank di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 39 /SEOJK.03/2016 TENTANG PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN BAGI CALON PEMEGANG SAHAM PENGENDALI, CALON ANGGOTA DIREKSI, DAN CALON ANGGOTA DEWAN KOMISARIS BANK Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 27/POJK.03/2016 tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan bagi Pihak Utama Lembaga Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5098, selanjutnya disebut dengan POJK Penilaian Kemampuan dan Kepatutan, perlu untuk mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai penilaian kemampuan dan kepatutan bagi calon pemegang saham pengendali, calon anggota direksi, dan calon anggota dewan komisaris bank, sebagai berikut: I. UMUM 1. Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini, selanjutnya disingkat SE OJK, yang dimaksud dengan: a. Bank adalah Bank Umum, Bank Umum Syariah, Bank Perkreditan Rakyat, dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah; b. Bank Umum yang selanjutnya disebut BUK adalah bank umum yang menjalankan kegiatan usaha secara konvensional sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, termasuk kantor cabang dan kantor perwakilan dari bank yang berkedudukan di luar negeri; c. Bank Umum Syariah yang selanjutnya disingkat BUS adalah bank umum syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, termasuk... -2- termasuk kantor perwakilan dari bank yang berkedudukan di luar negeri; d. Bank Perkreditan Rakyat yang selanjutnya disingkat BPR adalah bank perkreditan rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998; e. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah yang selanjutnya disingkat BPRS adalah bank pembiayaan rakyat syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah; f. Unit Usaha Syariah yang selanjutnya disingkat UUS adalah unit usaha syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah; g. Pihak Utama adalah pihak utama sebagaimana dimaksud dalam POJK Penilaian Kemampuan dan Kepatutan. h. Pemegang Saham Pengendali bagi Bank yang selanjutnya disingkat PSP adalah badan hukum, orang perseorangan dan/atau kelompok usaha yang: 1) memiliki saham perusahaan atau Bank sebesar 25% (dua puluh lima persen) atau lebih dari jumlah saham yang dikeluarkan dan mempunyai hak suara; atau 2) memiliki saham perusahaan atau Bank kurang dari 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah saham yang dikeluarkan dan mempunyai hak suara namun yang bersangkutan dapat dibuktikan telah melakukan pengendalian perusahaan atau Bank, baik secara langsung maupun tidak langsung. i. Pengendalian adalah suatu tindakan yang bertujuan untuk mempengaruhi pengelolaan dan/atau kebijakan perusahaan, termasuk Bank, dengan cara apapun, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengendalian terhadap Bank dapat dilakukan dengan cara-cara, antara lain sebagai berikut: 1) memiliki secara sendiri atau bersama-sama 25% (dua puluh lima persen) atau lebih saham Bank; 2) secara... -3- 2) secara langsung menjalankan pengelolaan dan/atau mempengaruhi kebijakan Bank; 3) memiliki hak opsi atau hak lainnya untuk memiliki saham yang apabila digunakan akan menyebabkan pihak tersebut memiliki dan/atau mengendalikan secara sendiri atau bersama-sama 25% (dua puluh lima persen) atau lebih saham Bank; 4) melakukan kerjasama atau tindakan yang sejalan untuk mencapai tujuan bersama dalam mengendalikan Bank (acting in concert) dengan atau tanpa perjanjian tertulis dengan pihak lain, sehingga secara bersama-sama memiliki dan/atau mengendalikan 25% (dua puluh lima persen) atau lebih saham Bank, baik langsung maupun tidak langsung dengan atau tanpa perjanjian tertulis; 5) melakukan kerjasama atau tindakan yang sejalan untuk mencapai tujuan bersama dalam mengendalikan Bank (acting in concert) dengan atau tanpa perjanjian tertulis dengan pihak lain, sehingga secara bersama-sama mempunyai hak opsi atau hak lainnya untuk memiliki saham, yang apabila hak tersebut dilaksanakan menyebabkan pihak-pihak tersebut memiliki dan/atau mengendalikan secara bersama-sama 25% (dua puluh lima persen) atau lebih saham Bank; 6) mengendalikan satu atau lebih perusahaan lain yang secara keseluruhan memiliki dan/atau mengendalikan secara bersama-sama 25% (dua puluh lima persen) atau lebih saham Bank; 7) mempunyai kewenangan menentukan dan/atau memberhentikan anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas Syariah Bank; 8) secara tidak langsung memengaruhi atau menjalankan pengelolaan dan/atau kebijakan Bank; 9) melakukan Pengendalian terhadap perusahaan induk; dan/atau 10) melakukan Pengendalian terhadap pihak yang melakukan Pengendalian sebagaimana dimaksud pada angka 1) sampai dengan angka 9). Dalam... -4- Dalam menghitung jumlah saham yang dimiliki dan/atau dikendalikan secara bersama-sama oleh pihak-pihak yang melakukan Pengendalian terhadap Bank, termasuk: 1) saham Bank yang dimiliki oleh pihak lain yang hak suaranya dapat digunakan atau dikendalikan oleh pengendali Bank; 2) saham Bank yang dimiliki oleh perusahaan yang dikendalikan oleh pengendali Bank; 3) saham Bank yang dimiliki oleh pihak terafiliasi dari pengendali Bank; Yang dimaksud dengan pihak terafiliasi dari pengendali Bank adalah: a) anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, atau yang setara atau kuasanya, pejabat, atau karyawan perusahaan pengendali Bank; b) pengurus, pengawas, pengelola atau kuasanya, pejabat atau karyawan perusahaan pengendali Bank, khusus bagi perusahaan yang berbadan hukum koperasi; c) pihak yang memberikan jasa kepada perusahaan pengendali Bank, antara lain akuntan publik, penilai, konsultan hukum dan konsultan lain yang terbukti dikendalikan oleh pengendali Bank; d) pihak yang mempunyai hubungan keluarga dengan pengendali Bank baik karena perkawinan maupun karena keturunan sampai dengan derajat kedua baik secara horizontal maupun vertikal, termasuk besan; e) pihak yang menurut penilaian Otoritas Jasa Keuangan turut serta memengaruhi pengelolaan perusahaan pengendali Bank, antara lain pemegang saham dan keluarganya, keluarga direksi, keluarga komisaris, keluarga pengawas, dan keluarga pengurus. 4) saham Bank yang dimiliki oleh anak perusahaan dari perusahaan yang dikendalikan oleh pengendali Bank; 5) saham Bank yang dimiliki oleh pihak lain untuk (kepentingan) pengendali Bank (saham nominee) berdasarkan... -5- berdasarkan atau tidak berdasarkan suatu perjanjian tertentu; 6) saham Bank yang dimiliki oleh pihak lain yang pemindahtanganannya memerlukan persetujuan dari pengendali Bank; 7) saham Bank lainnya selain saham sebagaimana dimaksud pada angka 1) sampai dengan angka 6) yang dikendalikan oleh pengendali Bank. j. Rapat Umum Pemegang Saham Bank yang selanjutnya disingkat RUPS: 1) bagi Bank berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas adalah RUPS sebagaimana dimaksudkan dalam undang- undang mengenai perseroan terbatas; 2) bagi Bank berbentuk badan hukum Perusahaan Perseroan Daerah atau Perusahaan Umum Daerah adalah RUPS sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai pemerintahan daerah; 3) bagi Bank berbentuk badan hukum Koperasi adalah Rapat Anggota sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai perkoperasian. k. Direksi: 1) bagi Bank berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas adalah direksi sebagaimana dimaksud dalam undang- undang mengenai perseroan terbatas; 2) bagi Bank berbentuk badan hukum Perusahaan Perseroan Daerah atau Perusahaan Umum Daerah adalah direksi sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai pemerintahan daerah; 3) bagi Bank berbentuk badan hukum Koperasi adalah pengurus sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai perkoperasian; 4) bagi kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri adalah pimpinan kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri yakni pemimpin kantor cabang dan pejabat satu tingkat di bawah pemimpin kantor cabang; 5) bagi... -6- 5) bagi kantor perwakilan dari bank yang berkedudukan di luar negeri adalah pemimpin Kantor Perwakilan dari bank yang berkedudukan di luar negeri. l. Dewan Komisaris: 1) bagi Bank berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas adalah komisaris sebagaimana dimaksud dalam undang- undang mengenai perseroan terbatas; 2) bagi Bank berbentuk badan hukum Perusahaan Perseroan Daerah adalah komisaris sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai pemerintahan daerah; 3) bagi Bank berbentuk badan hukum Perusahaan Umum Daerah adalah pengawas sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai pemerintahan daerah; 4) bagi Bank berbentuk badan hukum Koperasi adalah pengawas sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai perkoperasian. m. Pejabat Eksekutif adalah: 1) pejabat yang bertanggung jawab langsung kepada anggota Direksi atau mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kebijakan dan/atau operasional Bank, antara lain kepala divisi, kepala kantor wilayah, kepala kantor cabang, kepala kantor fungsional yang kedudukannya paling rendah setara dengan kepala kantor cabang, kepala satuan kerja manajemen risiko, kepala satuan kerja kepatuhan, dan kepala satuan kerja audit intern dan/atau pejabat lainnya yang setara untuk BUK dan BUS; 2) pejabat yang bertanggung jawab langsung kepada Direksi atau mempunyai pengaruh terhadap kebijakan dan/atau operasional Bank, antara lain pemimpin kantor cabang, kepala divisi, kepala bagian, manajer dan/atau pejabat lainnya yang setara untuk BPR dan BPRS. n. Daftar Tidak Lulus yang selanjutnya disingkat DTL adalah daftar yang ditatausahakan oleh Otoritas Jasa Keuangan yang memuat pihak–pihak yang dilarang untuk menjadi pemegang saham, Pemegang Saham Pengendali, anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris dan Pejabat Eksekutif pada perbankan berdasarkan... -7- berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai uji/penilaian kemampuan dan kepatutan. 2. Penilaian kemampuan dan kepatutan merupakan proses untuk menilai/menguji pemenuhan persyaratan kemampuan dan kepatutan dalam rangka pemberian persetujuan oleh Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, terhadap pihak yang akan mengendalikan Bank melalui kepemilikan dan/atau pengelolaan Bank yang meliputi calon PSP, calon anggota Direksi, dan calon anggota Dewan Komisaris Bank. Dengan demikian calon PSP, calon anggota Direksi, dan calon anggota Dewan Komisaris Bank hanya dapat menjalankan tindakan, tugas, dan fungsinya setelah memperoleh persetujuan dari OJK. II. PIHAK YANG WAJIB MENGIKUTI PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN Penilaian kemampuan dan kepatutan bagi Bank dilakukan oleh OJK terhadap i). calon PSP, ii). calon anggota Direksi, dan iii). calon anggota Dewan Komisaris. 1. Calon PSP meliputi: a. orang dan/atau badan hukum yang melakukan pembelian, menerima hibah, menerima hak waris atau bentuk lain pengalihan hak atas saham Bank sehingga yang bersangkutan memenuhi kriteria PSP; b. pemegang saham Bank yang tidak tergolong sebagai PSP (non PSP) yang melakukan penambahan setoran modal, melakukan pembelian saham Bank, menerima hibah saham Bank, menerima hak waris, atau bentuk lain pengalihan hak atas saham Bank, sehingga mengakibatkan yang bersangkutan memenuhi kriteria PSP; c. non PSP namun menurut OJK dinilai melakukan Pengendalian Bank; d. orang dan/atau badan hukum yang digolongkan sebagai pengendali Bank karena adanya perubahan struktur kelompok usaha Bank; e. orang dan/atau badan hukum yang akan menjadi PSP pada Bank hasil penggabungan (merger); f. orang... -8- f. orang dan/atau badan hukum yang akan menjadi PSP Bank hasil peleburan (konsolidasi); g. orang dan/atau badan hukum yang akan menjadi PSP pada Bank yang akan didirikan. 2. Calon anggota Direksi atau calon anggota Dewan Komisaris meliputi: a. orang yang belum pernah menjadi anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris Bank, yang dicalonkan menjadi anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris Bank; b. orang yang sedang menjabat sebagai anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris Bank, yang dicalonkan menjadi anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris pada Bank lainnya; c. orang yang pernah menjabat sebagai anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris Bank, yang dicalonkan menjadi anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris pada Bank yang sama atau pada Bank lainnya; d. anggota Dewan Komisaris Bank yang dicalonkan menjadi anggota Direksi pada Bank yang sama; e. anggota Dewan Komisaris Bank yang dicalonkan menjadi Komisaris Independen pada Bank yang sama; f. anggota Direksi Bank yang dicalonkan menjadi Direktur yang membawahkan Fungsi Kepatuhan pada Bank yang sama; g. anggota Direksi Bank yang dicalonkan menjadi anggota Dewan Komisaris pada Bank yang sama; h. anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris Bank yang dicalonkan ke jabatan yang lebih tinggi pada Bank yang sama, meliputi: 1) anggota Dewan Komisaris yang akan diangkat menjadi komisaris utama/wakil komisaris utama atau yang setara dengan itu pada Bank yang sama; 2) anggota Direksi yang akan diangkat menjadi direktur utama/wakil direktur utama atau yang setara dengan itu pada Bank yang sama; i. orang yang dicalonkan menjadi anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris pada Bank hasil penggabungan yang berasal dari Bank yang menggabungkan (merger); j. orang... -9- j. orang yang dicalonkan menjadi anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris pada Bank hasil penggabungan yang berasal dari Bank yang menerima penggabungan (surviving bank) termasuk perpanjangan jabatan; k. orang yang dicalonkan menjadi anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris Bank hasil peleburan yang berasal dari Bank yang melakukan peleburan; l. orang yang dicalonkan menjadi pemimpin kantor perwakilan dari bank yang berkedudukan di luar negeri; m. orang yang dicalonkan menjadi pimpinan kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri; n. orang yang akan menjadi anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris BUS atau BPRS hasil perubahan kegiatan usaha yang berasal dari Bank Umum yang melakukan perubahan kegiatan usaha menjadi BUS atau BPR yang melakukan perubahan kegiatan usaha menjadi BPRS (konversi). 3. Penilaian kemampuan dan kepatutan tidak dilakukan terhadap perpanjangan jabatan bagi anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris, kecuali perpanjangan jabatan sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf j. 4. Perpanjangan jabatan anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris sebagaimana dimaksud pada angka 3 dilaporkan kepada OJK disertai dengan keputusan RUPS yang menetapkan perpanjangan jabatan dimaksud. III. FAKTOR PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN Faktor yang dinilai dalam penilaian kemampuan dan kepatutan meliputi: 1. Integritas bagi calon PSP, calon anggota Direksi, atau calon anggota Dewan Komisaris. Calon wajib memenuhi persyaratan integritas sebagaimana diatur dalam Pasal 4 dan Pasal 5 POJK Penilaian Kemampuan dan Kepatutan. a. Terkait dengan persyaratan integritas berupa cakap melakukan perbuatan hukum, pengertian cakap melakukan perbuatan hukum mengacu kepada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. b. Terkait... -10- b. Terkait dengan persyaratan integritas berupa memiliki komitmen untuk mematuhi peraturan perundang-undangan, bagi calon yang pernah dilarang untuk menjadi Pihak Utama harus memiliki komitmen untuk tidak melakukan dan/atau mengulangi perbuatan dan/atau tindakan yang menyebabkan yang bersangkutan termasuk sebagai pihak yang dilarang untuk menjadi Pihak Utama. c. Terkait dengan persyaratan integritas berupa memiliki komitmen terhadap pengembangan LJK yang sehat, calon PSP harus menyampaikan: 1) rencana calon PSP terhadap pengembangan operasional Bank yang sehat, yang paling sedikit memuat arah dan strategi pengembangan Bank, dan rencana penguatan permodalan Bank untuk jangka waktu paling singkat 3 (tiga) tahun. 2) pernyataan tertulis yang berisi komitmen untuk tidak melakukan pengalihan saham Bank yang dimilikinya dalam jangka waktu tertentu. d. Terkait dengan persyaratan integritas berupa tidak termasuk sebagai pihak yang dilarang untuk menjadi Pihak Utama antara lain calon tidak tercantum dalam DTL. 2. Reputasi keuangan bagi calon anggota Direksi atau calon anggota Dewan Komisaris. Calon anggota Direksi atau calon anggota Dewan Komisaris harus memenuhi persyaratan reputasi keuangan sebagaimana diatur dalam Pasal 4 dan Pasal 6 POJK Penilaian Kemampuan dan Kepatutan. 3. Kelayakan keuangan bagi calon PSP Calon PSP wajib memenuhi persyaratan kelayakan keuangan sebagaimana diatur dalam Pasal 4 dan Pasal 7 POJK Penilaian Kemampuan dan Kepatutan. a. Terkait dengan persyaratan kelayakan keuangan berupa memiliki reputasi keuangan maka calon PSP harus memenuhi persyaratan: 1) tidak memiliki kredit dan/atau pembiayaan macet; dan 2) tidak... -11- 2) tidak pernah dinyatakan pailit dan/atau tidak pernah menjadi pemegang saham, anggota Direksi, atau anggota dewan komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit berdasarkan ketetapan pengadilan dalam waktu 5 (lima) tahun terakhir sebelum dicalonkan; b. Terkait dengan persyaratan kelayakan keuangan berupa memiliki kemampuan keuangan yang dapat mendukung perkembangan bisnis Bank, yang antara lain berdasarkan: 1) analisis kemampuan keuangan pada saat pengajuan dan proyeksinya untuk jangka waktu paling singkat 3 (tiga) tahun yang disusun oleh konsultan independen bagi calon PSP Bank berupa badan hukum; 2) analisis kemampuan keuangan yang dilakukan antara lain melalui analisis dokumen perpajakan bagi calon PSP perorangan. Termasuk dalam kriteria memiliki kemampuan keuangan yang dapat mendukung perkembangan bisnis Bank adalah tidak memiliki hutang jatuh tempo dan bermasalah. Yang dimaksud dengan hutang jatuh tempo dan bermasalah adalah hutang yang telah jatuh tempo dan/atau tidak memenuhi persyaratan untuk dilakukan restrukturisasi. Dalam pengertian memiliki hutang jatuh tempo dan bermasalah adalah apabila calon PSP: 1) mempunyai hutang jatuh tempo dan bermasalah; dan/atau 2) merupakan pengendali, anggota Direksi (pengurus), atau anggota Dewan Komisaris (pengawas) dari badan hukum yang mempunyai hutang jatuh tempo dan bermasalah; baik dalam industri perbankan maupun di luar industri perbankan. c. Terkait dengan persyaratan kelayakan keuangan berupa memiliki komitmen untuk melakukan upaya-upaya yang diperlukan apabila Bank menghadapi kesulitan keuangan, yang dimaksud dengan upaya-upaya yang diperlukan adalah untuk memberikan bantuan likuiditas kepada Bank, memperkuat permodalan... -12- permodalan Bank, atau mencari investor lain dalam rangka memperkuat likuiditas atau permodalan Bank. 4. Kompetensi bagi calon anggota Direksi dan calon anggota Dewan Komisaris. Calon anggota Direksi dan calon anggota Dewan Komisaris harus memenuhi persyaratan kompetensi sebagaimana diatur dalam Pasal 4 dan Pasal 8 POJK Penilaian Kemampuan dan Kepatutan, yang mencakup: a. bagi calon anggota Direksi: 1) pengetahuan di bidang perbankan yang memadai dan relevan dengan jabatannya. Yang dimaksud dengan pengetahuan di bidang perbankan antara lain: a) bagi calon anggota Direksi BUK, pengetahuan tentang peraturan dan operasional BUK termasuk pemahaman mengenai manajemen risiko. b) bagi calon anggota Direksi BUS, pengetahuan tentang peraturan dan operasional perbankan syariah termasuk pemahaman mengenai manajemen risiko. c) bagi calon anggota Direksi BPR, pengetahuan tentang peraturan dan operasional BPR termasuk pemahaman mengenai manajemen risiko. d) bagi calon anggota Direksi BPRS, pengetahuan tentang peraturan dan operasional BPRS termasuk pemahaman mengenai manajemen risiko. e) bagi calon anggota Direksi BUK yang juga bertanggung jawab terhadap UUS, maka pengetahuan di bidang perbankan meliputi pengetahuan sebagaimana dimaksud pada huruf a) dan huruf b). 2) Pengetahuan mengenai tugas dan tanggung jawab entitas utama serta pemahaman mengenai kegiatan bisnis utama dan risiko utama LJK dalam konglomerasi keuangan, bagi calon Direksi yang akan menjabat pada Bank yang ditunjuk sebagai entitas utama; Penunjukan Bank sebagai entitas utama dan pengertian mengenai konglomerasi keuangan mengacu kepada peraturan... -13- peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengenai penerapan tata kelola terintegrasi bagi konglomerasi keuangan. 3) pengalaman dan keahlian di bidang perbankan dan/atau bidang keuangan; Yang dimaksud pengalaman dan keahlian di bidang perbankan dan/atau bidang keuangan antara lain adalah pengalaman dan keahlian di bidang operasional, pemasaran, akuntansi, audit, pendanaan, perkreditan, pasar uang, pasar modal, hukum atau pengalaman dan keahlian di bidang pengawasan lembaga jasa keuangan. Selain itu, persyaratan pengalaman dan keahlian di bidang perbankan dan/atau bidang keuangan: a) bagi anggota Direksi BUK harus mempertimbangkan pemenuhan persyaratan bahwa mayoritas (lebih dari 50%) anggota Direksi harus memiliki pengalaman dalam operasional Bank Umum paling singkat 5 (lima) tahun paling rendah sebagai Pejabat Eksekutif; Direksi BUS, b) bagi calon anggota harus mempertimbangkan: (1) pemenuhan persyaratan bahwa mayoritas (lebih dari 50%) anggota Direksi harus memiliki pengalaman paling singkat 4 (empat) tahun dengan jabatan paling rendah sebagai Pejabat Eksekutif di industri perbankan dan paling singkat 1 (satu) tahun diantaranya menjabat paling rendah sebagai Pejabat Eksekutif pada BUS dan/atau UUS. (2) bagi BUS yang didirikan melalui proses perubahan kegiatan usaha (konversi), komposisi Direksi dalam 2 (dua) tahun pertama setelah konversi paling sedikit 1 (satu) calon anggota Direksi harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada butir (1). (3) mayoritas anggota Direksi BUS hasil perubahan kegiatan usaha (konversi) harus memenuhi ketentuan... -14- ketentuan sebagaimana dimaksud pada butir (1) paling lambat 2 (dua) tahun setelah izin perubahan kegiatan usaha diberikan. c) bagi anggota Direksi BPR, harus memiliki pengalaman dan keahlian di bidang perbankan dan/atau lembaga jasa keuangan non perbankan paling singkat 2 (dua) tahun. d) bagi anggota Direksi BPRS, harus mempertimbangkan pemenuhan persyaratan bahwa mayoritas (paling sedikit 50%) anggota Direksi harus memiliki pengalaman operasional paling singkat: (1) 2 (dua) tahun sebagai pejabat di bidang pendanaan dan/atau pembiayaan di perbankan syariah; (2) 2 (dua) tahun sebagai pejabat di bidang pendanaan dan/atau perkreditan di perbankan konvensional dan memiliki pengetahuan di bidang perbankan syariah; atau (3) 3 (tiga) tahun sebagai direksi atau setingkat dengan direksi di lembaga keuangan mikro syariah. 4) kemampuan untuk melakukan pengelolaan strategis dalam rangka pengembangan Bank yang sehat. Yang dimaksud dengan kemampuan untuk melakukan pengelolaan strategis antara lain memiliki kemampuan untuk mengantisipasi perkembangan perekonomian, keuangan dan perbankan, menginterpretasikan visi dan misi Bank, serta analisis situasi industri perbankan. Bagi anggota Direksi BPR, kemampuan untuk mengantisipasi perkembangan perekonomian termasuk kemampuan untuk menggali potensi perbankan daerah. b. bagi calon anggota Dewan Komisaris: Calon anggota Dewan Komisaris harus memiliki: 1) pengetahuan di bidang perbankan yang memadai dan relevan dengan jabatannya; dan/atau 2) pengalaman di bidang perbankan dan/atau bidang keuangan. Yang... -15- Yang dimaksud dengan pengetahuan di bidang perbankan antara lain: 1) bagi calon anggota Dewan Komisaris BUK, pengetahuan tentang peraturan dan operasional BUK termasuk pemahaman mengenai manajemen risiko. 2) bagi calon anggota Dewan Komisaris BUS, pengetahuan tentang peraturan dan operasional perbankan syariah termasuk pemahaman mengenai manajemen risiko. 3) bagi calon anggota Dewan Komisaris BPR, pengetahuan tentang peraturan dan operasional BPR termasuk pemahaman mengenai manajemen risiko. 4) bagi calon anggota Dewan Komisaris BPRS, pengetahuan tentang peraturan dan operasional BPRS termasuk pemahaman mengenai manajemen risiko. Yang dimaksud pengalaman di bidang perbankan dan/atau bidang keuangan antara lain adalah pengalaman di bidang operasional, pemasaran, akuntansi, audit, pendanaan, perkreditan, pasar uang, pasar modal, hukum atau pengalaman di bidang pengawasan lembaga jasa keuangan. Selain itu, bagi calon anggota Dewan Komisaris yang akan menjabat pada Bank yang ditunjuk sebagai entitas utama juga harus memiliki pengetahuan mengenai tugas dan tanggung jawab entitas utama serta pemahaman mengenai kegiatan bisnis utama dan risiko utama LJK dalam konglomerasi keuangan. Penunjukan Bank sebagai entitas utama dan pengertian mengenai konglomerasi keuangan mengacu kepada peraturan OJK mengenai penerapan tata kelola terintegrasi bagi konglomerasi keuangan. Selain memenuhi persyaratan integritas, reputasi atau kelayakan keuangan, dan kompetensi tersebut di atas, calon PSP, calon anggota Direksi dan/atau calon anggota Dewan Komisaris juga harus memenuhi persyaratan mengenai kepemilikan dan kepengurusan/pengelolaan Bank sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. IV. PERSYARATAN... -16- IV. PERSYARATAN ADMINISTRATIF BAGI CALON PSP 1. Permohonan Bank untuk memperoleh persetujuan atas calon PSP disampaikan oleh PSP/direksi badan hukum (dalam hal permohonan izin pendirian bank) atau oleh anggota Direksi Bank (untuk Bank yang telah memperoleh izin usaha) kepada OJK dilengkapi dengan dokumen persyaratan administratif sebagaimana diatur dalam POJK Penilaian Kemampuan dan Kepatutan dan ketentuan lain yang mengatur mengenai persyaratan pemegang saham Bank, yaitu: a. Ketentuan yang mengatur mengenai persyaratan dan tata cara pembukaan kantor cabang, kantor cabang pembantu, dan kantor perwakilan dari bank yang berkedudukan di luar negeri; b. Ketentuan yang mengatur mengenai persyaratan dan tata cara pembelian saham Bank; c. Ketentuan yang mengatur mengenai persyaratan dan tata cara penggabungan (merger), pengambilalihan (akuisisi) Bank; d. Ketentuan yang mengatur mengenai kelembagaan Bank; e. Ketentuan yang mengatur mengenai perubahan kegiatan usaha Bank Konvensional menjadi Bank Syariah; f. Ketentuan yang mengatur mengenai batas maksimum kepemilikan saham Bank; g. Ketentuan yang mengatur mengenai kepemilikan tunggal pada perbankan Indonesia; dan h. Ketentuan yang mengatur mengenai prinsip kehati-hatian dalam penyertaan modal. 2. Rincian dokumen persyaratan administratif dimaksud paling sedikit sebagaimana tercantum dalam: a. Bagian Pertama Lampiran SEOJK ini, bagi calon PSP BUK. b. Bagian Kedua Lampiran SEOJK ini, bagi calon PSP BPR. c. Bagian Ketiga Lampiran SEOJK ini, bagi calon PSP BUS dan BPRS. V. PERSYARATAN ADMINISTRATIF BAGI CALON ANGGOTA DIREKSI DAN CALON ANGGOTA DEWAN KOMISARIS 1. Permohonan Bank untuk memperoleh persetujuan atas calon anggota Direksi dan calon anggota Dewan Komisaris disampaikan oleh... peleburan (konsolidasi), dan -17- oleh PSP/direksi badan hukum (dalam hal permohonan izin pendirian bank) atau oleh anggota Direksi Bank (untuk Bank yang telah memperoleh izin usaha) kepada OJK dilengkapi dengan dokumen persyaratan administratif sebagaimana diatur dalam POJK Penilaian Kemampuan dan Kepatutan dan ketentuan lain yang mengatur mengenai persyaratan anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, pimpinan kantor cabang atau pemimpin kantor perwakilan dari bank yang berkedudukan di luar negeri, yaitu: a. Ketentuan yang mengatur mengenai persyaratan dan tata cara pembukaan kantor cabang, kantor cabang pembantu dan kantor perwakilan dari bank yang berkedudukan di luar negeri; b. Ketentuan yang mengatur mengenai pelaksanaan fungsi kepatuhan Bank; c. Ketentuan yang mengatur mengenai kelembagaan Bank; d. Ketentuan yang mengatur mengenai pelaksanaan tata kelola bagi Bank; e. Ketentuan yang mengatur mengenai perubahan kegiatan usaha Bank Konvensional menjadi Bank Syariah; f. Ketentuan yang mengatur mengenai penerapan tata kelola terintegrasi bagi Bank; g. Ketentuan yang mengatur mengenai sertifikasi manajemen risiko bagi pengurus dan pejabat Bank; dan h. Ketentuan yang mengatur mengenai penggunaan tenaga kerja asing pada perbankan. 2. Rincian dokumen persyaratan administratif dimaksud paling sedikit sebagaimana tercantum dalam: a. Bagian Pertama Lampiran SEOJK ini, bagi calon anggota Direksi dan calon anggota Dewan Komisaris BUK, termasuk calon anggota Direksi BUK yang ditugaskan merangkap jabatan sebagai Direktur Unit Usaha Syariah. b. Bagian Kedua Lampiran SEOJK ini, bagi calon anggota Direksi dan calon anggota Dewan Komisaris BPR. c. Bagian Ketiga Lampiran SEOJK ini, bagi calon anggota Direksi dan calon anggota Dewan Komisaris BUS dan BPRS, termasuk Direksi BUK yang ditetapkan sejak awal akan menjabat sebagai Direktur... -18- Direktur UUS dengan wewenang dan tanggung jawab hanya untuk mengelola kegiatan usaha UUS. VI. DOKUMEN PENDUKUNG ATAS DOKUMEN PERSYARATAN ADMINISTRATIF Dalam hal menurut penilaian OJK dianggap perlu, pemegang saham untuk pendirian Bank baru atau anggota Direksi Bank untuk Bank yang telah memperoleh izin usaha harus menyampaikan dokumen pendukung atas dokumen persyaratan administratif yang dipersyaratkan sebagaimana dimaksud dalam angka IV dan angka V. VII. PENYAMPAIAN DOKUMEN PERSYARATAN ADMINISTRATIF 1. Sebelum Bank menyampaikan dokumen persyaratan administratif kepada Otoritas Jasa Keuangan dalam permohonan pencalonan, Bank wajib terlebih dahulu menyusun daftar pemenuhan persyaratan (compliance checklist) dokumen persyaratan administratif yang dilakukan oleh: a. satuan kerja kepatuhan; b. Pihak yang melaksanakan fungsi kepatuhan dalam hal Bank belum diwajibkan memiliki satuan kerja kepatuhan; atau c. PSP/direksi badan hukum dalam hal permohonan izin pendirian Bank. 2. Daftar pemenuhan persyaratan (compliance checklist) tersebut di atas disertai penjelasan yang menyatakan bahwa dokumen persyaratan administratif yang disampaikan: a. lengkap dan benar baik jumlah dan formatnya serta substansi dokumen persyaratan administratif yang disampaikan telah sesuai sebagaimana dipersyaratkan dalam SE OJK ini. b. menyatakan bahwa persyaratan administratif berupa “pernyataan” dan “daftar isian” benar telah diisi dan ditandatangani oleh calon yg diajukan. 3. Dalam hal tidak terdapat Direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan atau Direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan tidak dapat menjalankan tugasnya, maka daftar pemenuhan persyaratan (compliance checklist) ditandatangai oleh pejabat pengganti sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai Direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan. 4. Dalam... -19- 4. Dalam hal Direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan mempunyai benturan kepentingan dengan Bank, maka daftar pemenuhan persyaratan (compliance checklist) ditandatangani oleh anggota Direksi lainnya. 5. Dalam hal Bank belum diwajibkan memiliki Direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan maka daftar pemenuhan persyaratan (compliance checklist) ditandatangani oleh anggota Direksi lainnya. 6. Dalam hal proses penilaian kemampuan dan kepatutan dilakukan pada saat permohonan izin pendirian bank maka daftar pemenuhan persyaratan (compliance checklist) ditandatangani oleh pihak yang mengajukan permohonan. 7. Daftar pemenuhan persyaratan (compliance checklist) disampaikan bersamaan dengan penyampaian dokumen persyaratan administratif calon yang diajukan. VIII. TATA CARA PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN 1. Tata cara penilaian kemampuan dan kepatutan sebagaimana diatur dalam Pasal 13 dan Pasal 16 POJK Penilaian Kemampuan dan Kepatutan dilakukan melalui penilaian administratif. 2. Dalam rangka penilaian administratif terhadap calon PSP, calon PSP melakukan pemaparan/presentasi paling sedikit mengenai: a. rencana calon PSP terhadap pengembangan Bank yang akan dimiliki paling singkat untuk 3 (tiga) tahun sejak dimiliki; dan b. strategi calon PSP dalam hal Bank yang akan dimiliki mengalami kesulitan likuiditas/solvabilitas. 3. Dalam hal calon PSP berupa badan hukum maka: a. penilaian kemampuan dan kepatutan terhadap badan hukum tersebut dilakukan dengan menilai badan hukum yang bersangkutan, anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris badan hukum yang bersangkutan, dan pihak-pihak yang berdasarkan penilaian Otoritas Jasa Keuangan merupakan pemilik dan pengendali terakhir dari badan hukum tersebut (ultimate shareholders). b. Dalam hal ultimate shareholders adalah pemerintah negara lain, dan hukum di negara yang bersangkutan tidak memperbolehkan ultimate shareholders tersebut memberikan data... -20- data dan dokumen, OJK menetapkan ultimate shareholders lain yang secara langsung dikendalikan oleh pemerintah negara lain tersebut berdasarkan dokumen pendukung yang sah sebagai pengganti ultimate shareholders pemerintah negara lain tersebut. Yang dimaksud dengan dokumen pendukung yang sah antara lain memuat penunjukan badan hukum lain yang dikendalikan pemerintah negara lain sebagai ultimate shareholders untuk dilakukan penilaian kemampuan dan kepatutan serta penegasan bahwa hukum dari negara tersebut melarang pemerintah dimaksud untuk memberikan data dan dokumen. c. Selain pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, OJK dapat menetapkan pihak lain yang berdasarkan penilaian OJK melakukan Pengendalian, untuk menyampaikan dokumen persyaratan administratif. d. Pemaparan/presentasi dapat dilakukan oleh badan hukum tersebut atau badan hukum lain dalam kelompok usahanya atau ultimate shareholders. e. Pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c harus mengikuti pemaparan/presentasi. 4. Bank harus terlebih dahulu melakukan penilaian pemenuhan persyaratan integritas, reputasi keuangan, dan kompetensi terhadap calon anggota Direksi dan/atau calon anggota Dewan Komisaris yang akan diajukan. Penilaian paling sedikit mencakup: a. penilaian rekam jejak termasuk sanksi yang pernah diberikan Bank; b. kepemilikan kredit/pembiayaan macet atau kepailitan; c. latar belakang pendidikan baik formal maupun informal; d. prestasi yang dicapai dalam pelaksanaan tugas; e. kemampuan calon untuk menduduki posisi yang akan dijabat; dan f. rangkap jabatan. Penilaian dilakukan oleh komite nominasi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang mengatur mengenai penerapan tata kelola bagi perbankan. Hasil penilaian dimaksud disampaikan kepada OJK pada saat pengajuan calon anggota Direksi dan/atau calon anggota Dewan Komisaris. Dalam... -21- Dalam hal Bank belum diwajibkan memiliki Komite Nominasi maka penilaian dilakukan oleh satuan kerja kepatuhan atau fungsi kepatuhan. Dalam hal pencalonan anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris dilakukan pada saat permohonan izin pendirian bank maka penilaian dilakukan oleh pihak yang mengajukan permohonan. 5. Dalam rangka penilaian administratif terhadap calon anggota Direksi dan calon anggota Dewan Komisaris, OJK melakukan klarifikasi kepada calon yang bersangkutan apabila: a. Calon yang diajukan memiliki data atau informasi negatif yang diperoleh OJK. b. Calon yang diajukan belum mempunyai pengalaman yang relevan pada perbankan Indonesia dengan mempertimbangkan posisi jabatan serta ukuran dan kompleksitas Bank tempat yang bersangkutan akan dicalonkan. 1) Bagi BUK, calon yang diajukan akan dilakukan klarifikasi sebagaimana tercantum dalam tabel berikut: Keterangan : K : Diklarifikasi T : Tidak Diklarifikasi Yang dimaksud pernah menjabat sebagai anggota Direksi BUK tidak termasuk pihak yang pernah menjabat sebagai pemimpin kantor perwakilan dari bank yang berkedudukan di luar negeri. Yang... -22- Yang dimaksud pernah menjabat sebagai Pejabat Eksekutif BUK dan BUS termasuk Pejabat Eksekutif pada kantor cabang di luar negeri dari BUK dan BUS di Indonesia. 2) Bagi BUS, calon yang diajukan akan dilakukan klarifikasi sebagaimana tercantum dalam tabel berikut: a) Pihak yang mempunyai pengalaman di BUS yang akan menjabat sebagai anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris di BUS. Keterangan : K : Diklarifikasi T : Tidak Diklarifikasi b) Pihak... b) Pihak yang mempunyai pengalaman di BUK yang akan menjabat sebagai anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris di BUS. Keterangan : K : Diklarifikasi T : Tidak Diklarifikasi Yang dimaksud memiliki pengalaman perbankan syariah adalah pengalaman di industri perbankan syariah dengan jabatan paling rendah sebagai Pejabat Eksekutif. Yang dimaksud pernah menjabat sebagai anggota Direksi perbankan tidak termasuk pihak yang pernah menjabat sebagai pemimpin kantor perwakilan dari bank yang berkedudukan di luar negeri. Yang... -24- Yang dimaksud pernah menjabat sebagai Pejabat Eksekutif perbankan syariah termasuk Pejabat Eksekutif pada kantor cabang di luar negeri dari BUS. 3) Bagi BPR, calon yang diajukan akan dilakukan klarifikasi sebagaimana tercantum dalam tabel berikut: a) Pihak yang mempunyai pengalaman di BPR/BPRS yang akan menjabat sebagai anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris di BPR. Keterangan : K : Diklarifikasi T : Tidak Diklarifikasi b) Pihak yang mempunyai pengalaman di BUK/BUS yang akan menjabat sebagai anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris di BPR. Keterangan : K : Diklarifikasi T : Tidak Diklarifikasi Yang... -25- Yang dimaksud pernah menjabat sebagai Pejabat Eksekutif BUK dan BUS termasuk Pejabat Eksekutif pada kantor cabang di luar negeri dari BUK dan BUS di Indonesia. 4) Bagi BPRS, calon yang diajukan akan dilakukan klarifikasi sebagaimana tercantum dalam tabel berikut: a) Pihak yang mempunyai pengalaman di BPRS yang akan menjabat sebagai anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris di BPRS. Keterangan : K : Diklarifikasi T : Tidak Diklarifikasi b) Pihak yang mempunyai pengalaman di BUS yang akan menjabat sebagai anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris di BPRS. Keterangan : K : Diklarifikasi T : Tidak Diklarifikasi c) Pihak... k... -26- c) Pihak yang mempunyai pengalaman di BPR yang akan menjabat sebagai anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris di BPRS. Keterangan : K : Diklarifikasi T : Tidak Diklarifikasi d) Pihak... -27- d) Pihak yang mempunyai pengalaman di BUK yang akan menjabat sebagai anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris di BPRS. Yang dimaksud memiliki pengalaman syariah adalah pengalaman sebagai pejabat di bidang pendanaan dan/atau pembiayaan di perbankan syariah atau sebagai Direksi atau setingkat Direksi di lembaga keuangan mikro syariah. Keterangan : K : Diklarifikasi T : Tidak Diklarifikasi c. Calon yang diajukan pernah Tidak Disetujui OJK karena tidak memenuhi persyaratan kompetensi dalam kemampuan dan kepatutan terakhir sebelum pencalonan. 6. Jumlah calon anggota Direksi dan/atau calon anggota Dewan Komisaris yang dapat diajukan dalam permohonan paling banyak berjumlah 2 (dua) orang untuk setiap lowongan jabatan dan penetapan calon yang diajukan telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 7. Penghentian Penilaian Kemampuan dan Kepatutan a. OJK menghentikan penilaian kemampuan dan kepatutan calon PSP, calon anggota Direksi, dan calon anggota Dewan Komisaris apabila pada saat penilaian dilakukan calon tersebut: 1) sedang menjalani proses hukum; 2) sedang... penilaian -28- 2) sedang menjalani proses penilaian kemampuan dan kepatutan pada suatu LJK; dan/atau 3) sedang dalam proses penilaian kembali karena terdapat indikasi permasalahan integritas, kelayakan/reputasi keuangan dan/atau kompetensi pada suatu LJK. b. Yang dimaksud sedang menjalani proses hukum adalah apabila calon PSP, calon anggota Direksi, atau calon anggota Dewan Komisaris telah menyandang status tersangka atau terdakwa dalam perkara pidana atau sedang menjalani proses peradilan terkait kepailitan. c. Yang dimaksud sedang menjalani proses penilaian kemampuan dan kepatutan pada suatu LJK adalah apabila calon PSP, calon anggota Direksi, atau calon anggota Dewan Komisaris sedang diajukan sebagai calon PSP, calon anggota Direksi, atau calon anggota Dewan Komisaris pada LJK lain. OJK menghentikan penilaian kemampuan dan kepatutan terhadap pencalonan selain pencalonan pertama yang diajukan LJK kepada OJK. d. Yang dimaksud dengan sedang dalam proses penilaian kembali karena terdapat indikasi permasalahan integritas, kelayakan/reputasi keuangan dan/atau kompetensi pada suatu LJK adalah apabila calon PSP, calon anggota Direksi, atau calon anggota Dewan Komisaris sedang dalam proses penilaian kembali karena terdapat indikasi permasalahan integritas, kelayakan/reputasi keuangan, dan/atau kompetensi dalam kapasitas yang bersangkutan sebagai Pihak Utama. OJK menghentikan penilaian kemampuan dan kepatutan terhadap pencalonan yang bersangkutan yang diajukan LJK kepada OJK. e. OJK memberitahukan penghentian penilaian kemampuan dan kepatutan kepada Bank yang mengajukan pencalonan. f. Calon PSP, calon anggota Direksi, dan calon anggota Dewan Komisaris yang dihentikan penilaian kemampuan dan kepatutan, dapat diajukan kembali kepada OJK untuk menjadi calon PSP, calon anggota Direksi, dan calon anggota Dewan Komisaris apabila yang bersangkutan telah selesai menjalani: 1) proses hukum yang dibuktikan dengan adanya: a) Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3); atau b) Putusan... -29- b) Putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang menyatakan bahwa yang bersangkutan tidak bersalah; c) Putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang menyatakan bahwa yang bersangkutan tidak ditetapkan pailit; atau 2) proses penilaian kembali terkait permasalahan integritas, kelayakan/reputasi keuangan, dan/atau kompetensi pada suatu LJK namun tidak terbukti memiliki permasalahan integritas, kelayakan/reputasi keuangan, dan/atau kompetensi. IX. HASIL PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN 1. OJK menetapkan hasil penilaian kemampuan dan kepatutan yaitu Disetujui atau Tidak Disetujui. 2. Jangka waktu penetapan hasil penilaian kemampuan dan kepatutan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja setelah seluruh dokumen permohonan diterima secara lengkap. 3. Dalam hal proses penilaian kemampuan dan kepatutan calon PSP, calon anggota Direksi, atau calon anggota Dewan Komisaris dilakukan pada saat permohonan izin pendirian, perubahan kegiatan usaha bank konvensional menjadi bank syariah, penggabungan dan/atau peleburan Bank, OJK memberikan penetapan hasil penilaian kemampuan dan kepatutan dalam jangka waktu sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai pemberian izin pendirian, perubahan kegiatan usaha bank konvensional menjadi bank syariah, penggabungan dan/atau peleburan Bank. 4. Calon PSP, calon anggota Direksi, dan/atau calon anggota Dewan Komisaris yang Disetujui OJK dinyatakan memenuhi persyaratan untuk menjadi PSP, anggota Direksi, dan/atau anggota Dewan Komisaris pada Bank yang mengajukan pencalonan. 5. RUPS mengangkat calon anggota Direksi atau calon anggota Dewan Komisaris yang Disetujui OJK dalam jangka waktu sebagaimana diatur dalam ketentuan yang mengatur mengenai kelembagaan bagi BUK, BUS, BPR, dan BPRS. 6. Persetujuan dari OJK menjadi tidak berlaku apabila sampai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada angka 5 berakhir, calon anggota... 7 Cl -30- anggota Direksi dan/atau calon anggota Dewan Komisaris tidak diangkat oleh RUPS. 7. Calon PSP, calon anggota Direksi, dan/atau calon anggota Dewan Komisaris yang Tidak Disetujui OJK dinyatakan tidak memenuhi persyaratan untuk menjadi PSP, anggota Direksi, dan/atau anggota Dewan Komisaris pada Bank yang mengajukan pencalonan, dengan ketentuan: a. Calon anggota Direksi dan/atau calon anggota Dewan Komisaris yang Tidak Disetujui OJK yang berasal dari peralihan jabatan sebagaimana dimaksud pada butir II.2.d sampai dengan butir II.2.h, yang bersangkutan masih dapat menjalankan tugas dan fungsinya sebagai anggota Direksi, atau anggota Dewan Komisaris pada Bank dimaksud sepanjang belum diberhentikan dari jabatan sebelumnya sesuai dengan anggaran dasar Bank. b. Calon anggota Direksi atau calon anggota Dewan Komisaris yang Tidak Disetujui OJK yang berasal dari Pejabat Eksekutif yang sedang menjabat pada Bank, yang bersangkutan masih dapat menjalankan tugas dan fungsinya sebagai Pejabat Eksekutif pada Bank dimaksud sepanjang belum diberhentikan dari jabatan sebelumnya sesuai dengan anggaran dasar Bank. 8. Calon anggota Direksi atau calon anggota Dewan Komisaris yang Tidak Disetujui OJK namun telah mendapat persetujuan dan diangkat sebagai anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris Bank sesuai keputusan RUPS maka Bank wajib menyelenggarakan RUPS untuk membatalkan pengangkatan yang bersangkutan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal ditetapkan Tidak Disetujui. 9. Bank wajib melaporkan pembatalan pengangkatan calon anggota Direksi dan/atau calon anggota Dewan Komisaris kepada OJK paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah RUPS pembatalan pengangkatan yang bersangkutan. Dalam hal tidak terdapat peraturan yang mengatur mengenai pelaporan pembatalan pengangkatan calon anggota Direksi atau calon anggota Dewan Komisaris oleh RUPS, Bank wajib melaporkan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah RUPS pembatalan pengangkatan calon anggota Direksi atau calon anggota Dewan Komisaris. 10. Calon. .. -31- 10. Calon PSP yang Tidak Disetujui OJK karena tidak memenuhi persyaratan integritas namun telah memiliki saham Bank yang mengajukan pencalonan, maka yang bersangkutan: a. wajib mengalihkan seluruh kepemilikan sahamnya pada bank yang bersangkutan dan tidak melakukan Pengendalian; dan b. tidak dapat menjalankan hak selaku pemegang saham yaitu hak untuk menghadiri, mengeluarkan suara, dan hak untuk diperhitungkan dalam kuorum dalam RUPS serta hak menerima dividen yang dibagikan. Pengalihan kepemilikan saham calon PSP yang Tidak Disetujui OJK dimaksud harus dilakukan paling lambat 1 (satu) tahun sejak tanggal ditetapkan Tidak Disetujui. 11. Calon PSP yang Tidak Disetujui OJK karena tidak memenuhi persyaratan kelayakan keuangan namun telah memiliki saham Bank yang mengajukan pencalonan, maka yang bersangkutan: a. wajib mengalihkan sebagian kepemilikan sahamnya pada bank yang bersangkutan sehingga jumlah saham yang dimilikinya kembali ke jumlah saham awal sebelum penambahan saham yang menyebabkan yang bersangkutan menjadi calon PSP dan tidak melakukan Pengendalian; dan b. hanya dapat menjalankan hak selaku pemegang saham yaitu hak untuk menghadiri, mengeluarkan suara, dan hak untuk diperhitungkan dalam kuorum dalam RUPS serta hak menerima dividen yang dibagikan sebesar jumlah saham awal sebelum penambahan saham yang menyebabkan yang bersangkutan menjadi calon PSP. Pengalihan kepemilikan saham sebagaimana dimaksud pada huruf a harus dilakukan paling lambat 1 (satu) tahun sejak tanggal ditetapkan Tidak Disetujui. Dalam hal calon PSP tidak melakukan pengalihan sebagian kepemilikan saham dalam jangka waktu dimaksud maka yang bersangkutan tidak dapat menjalankan hak selaku pemegang saham atas seluruh saham yang dimilikinya pada bank yang bersangkutan sampai dengan yang bersangkutan melakukan pengalihan sebagian kepemilikan saham. 12. Pengalihan kepemilikan saham sebagaimana dimaksud pada angka 10 dan angka 11 di atas dapat dilakukan melalui hibah maupun melalui penjualan kepada pihak selain pihak yang memiliki hubungan... -32- hubungan keluarga sampai dengan derajat kedua termasuk kepada kelompok usahanya. Yang dimaksud dengan hubungan keluarga sampai dengan derajat kedua, meliputi: a. Orang tua kandung/tiri/angkat; b. Saudara kandung/tiri/angkat beserta suami atau istrinya; c. Anak kandung/tiri/angkat; d. Kakek/nenek kandung/tiri/angkat; e. Cucu kandung/tiri/angkat; f. Saudara kandung/tiri/angkat dari orang tua beserta suami atau istrinya; Suami/istri; g. h. Mertua; i. Besan; j. Suami/istri dari anak kandung/tiri/angkat; k. Kakek/nenek dari suami/istri; l. Suami/istri dari cucu kandung/tiri/angkat; m. Saudara kandung/tiri/angkat dari suami/istri beserta suami atau istrinya. Larangan pengalihan kepemilikan saham kepada pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf m tidak berlaku untuk peralihan yang diakibatkan oleh pewarisan. 13. Bank wajib melaporkan pengalihan saham sebagaimana dimaksud pada angka 10 dan angka 11 kepada OJK dengan mengacu kepada ketentuan yang mengatur mengenai pelaporan perubahan anggaran dasar terkait perubahan kepemilikan saham pada Bank. X. PENGAJUAN KEMBALI CALON ANGGOTA DIREKSI ATAU CALON ANGGOTA DEWAN KOMISARIS YANG DITETAPKAN TIDAK DISETUJUI 1. Calon anggota Direksi atau calon anggota Dewan Komisaris yang ditetapkan Tidak Disetujui dapat dicalonkan kembali kepada OJK paling cepat 6 (enam) bulan sejak tanggal penetapan Tidak Disetujui dari OJK. 2. Calon anggota Direksi atau calon anggota Dewan Komisaris yang Tidak Disetujui karena persyaratan kompetensi dapat dicalonkan kembali sebelum 6 (enam) bulan apabila dicalonkan kembali pada: a. bidang... -33- a. bidang jabatan yang berbeda pada jabatan yang setingkat atau jabatan yang lebih rendah pada Bank yang sama. Contoh 1: Calon Direktur Keuangan pada Bank X yang Tidak Disetujui OJK dapat dicalonkan kembali sebelum 6 (enam) bulan apabila yang bersangkutan dicalonkan kembali menjadi calon Direktur Kredit pada Bank X. Contoh 2: Calon Direktur Utama pada Bank Y yang Tidak Disetujui OJK dapat dicalonkan kembali sebelum 6 (enam) bulan apabila yang bersangkutan dicalonkan kembali menjadi Direktur Keuangan pada Bank Y. b. jabatan di Bank lain yang mempunyai ukuran dan kompleksitas yang lebih rendah. Ukuran dan kompleksitas Bank antara lain dicerminkan dalam klasifikasi Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) atau Bank Perkreditan Rakyat Kegiatan Usaha (BPRKU); Contoh: Calon Direksi pada Bank BPRKU 3 yang Tidak Disetujui OJK dapat dicalonkan kembali sebelum 6 (enam) bulan apabila yang bersangkutan dicalonkan kembali menjadi calon Direksi pada Bank BPRKU 2 atau BPRKU 1. c. jabatan di LJK selain Bank. Contoh: Calon Direksi pada BUS yang Tidak Disetujui OJK dapat dicalonkan kembali sebelum 6 (enam) bulan apabila yang bersangkutan dicalonkan kembali menjadi calon Direksi pada Perusahaan Asuransi. 3. Pengajuan kembali calon sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf a dan huruf b dapat dilakukan paling cepat 1 (satu) bulan sejak tanggal penetapan Tidak Disetujui. 4. Pengajuan kembali calon anggota Direksi atau calon anggota Dewan Komisaris yang ditetapkan Tidak Disetujui karena persyaratan kompetensi sebagaimana dimaksud pada angka 1 harus disertai dokumen pendukung yang membuktikan bahwa calon yang diajukan kembali telah melakukan peningkatan kompetensi. XI. TATA... XI TATA -34- XI. TATA CARA PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN BAGI CALON ANGGOTA DIREKSI DAN ANGGOTA DEWAN KOMISARIS BANK PERANTARA DAN BANK DALAM PENYELAMATAN/PENANGANAN OLEH LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (LPS) 1. Bank Perantara adalah bank umum yang didirikan oleh Lembaga Penjamin Simpanan untuk digunakan sebagai sarana resolusi dengan menerima pengalihan sebagian atau seluruh aset dan/atau kewajiban Bank yang ditangani Lembaga Penjamin Simpanan, selanjutnya menjalankan kegiatan usaha perbankan, dan akan dialihkan kepemilikannya kepada pihak lain. 2. Penilaian kemampuan dan kepatutan bagi Bank Perantara dan Bank dalam penyelamatan/penanganan oleh LPS hanya dilakukan terhadap calon anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris. 3. Penilaian kemampuan dan kepatutan bagi calon anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris Bank Perantara dilakukan pada saat pengajuan izin usaha Bank Perantara. 4. Permohonan untuk memperoleh persetujuan OJK atas calon anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris Bank Perantara dan Bank dalam penyelamatan/penanganan oleh LPS diajukan oleh LPS kepada OJK. 5. Faktor yang dinilai dalam penilaian kemampuan dan kepatutan bagi calon anggota Direksi dan/atau calon anggota Dewan Komisaris Bank Perantara dan Bank dalam penyelamatan/penanganan oleh LPS mengacu kepada Bab II POJK Penilaian Kemampuan dan Kepatutan. 6. Persyaratan dokumen administratif calon anggota Direksi dan/atau calon anggota Dewan Komisaris Bank Perantara dan Bank dalam penyelamatan/penanganan oleh LPS yang harus disampaikan mengacu kepada angka V dan angka VI SE OJK ini. 7. Tata cara penilaian kemampuan dan kepatutan calon anggota Direksi dan/atau calon anggota Dewan Komisaris Bank Perantara dan Bank dalam penyelamatan/penanganan oleh LPS dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: a. Penilaian administratif awal Penilaian administratif awal dilakukan untuk mengetahui apakah yang bersangkutan: 1) memiliki kredit dan/atau pembiayaan macet; dan 2) termasuk... -35- 2) termasuk sebagai pihak yang dilarang untuk menjadi Pihak Utama; b. Penilaian administratif lanjutan 8. Calon anggota Direksi dan/atau calon anggota Dewan Komisaris Bank Perantara dan Bank dalam penyelamatan/penanganan oleh LPS yang memenuhi persyaratan berdasarkan hasil penilaian administratif awal sebagaimana dimaksud pada angka 7 huruf a di atas maka OJK memberikan persetujuan sementara sehingga yang bersangkutan berwenang menjalankan tindakan, tugas, dan fungsi sebagai anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris. 9. Calon anggota Direksi dan/atau calon anggota Dewan Komisaris Bank Perantara dan Bank dalam penyelamatan/penanganan oleh LPS yang tidak memenuhi persyaratan dalam penilaian administratif awal sebagaimana dimaksud pada angka 7 huruf a di atas maka OJK tidak memberikan persetujuan sementara dengan konsekuensi calon anggota Direksi dan/atau calon anggota Dewan Komisaris Bank Perantara dan Bank dalam penyelamatan/penanganan oleh LPS dilarang melakukan tindakan, tugas dan fungsi sebagai anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris. 10. LPS dapat menyampaikan kembali calon baru anggota Direksi dan/atau calon baru anggota Dewan Komisaris Bank Perantara dan Bank dalam penyelamatan/penanganan oleh LPS. penilaian 11. OJK memberitahukan hasil administratif awal sebagaimana dimaksud pada angka 7 huruf a di atas secara tertulis kepada LPS. 12. Bank Perantara atau Bank dalam penyelamatan/penanganan oleh LPS wajib melengkapi seluruh persyaratan dokumen administratif mengenai anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris yang telah mendapat persetujuan sementara paling lambat 1 (satu) bulan sejak tanggal persetujuan sementara dari OJK dalam rangka penilaian administratif lanjutan. 13. Dalam rangka melakukan “penilaian administratif lanjutan” sebagaimana dimaksud pada angka 7 huruf b: a. bagi Bank Perantara berlaku ketentuan sebagaimana diatur pada butir VIII.1, butir VIII.5, dan butir VIII.6 SE OJK ini. b. bagi... -36- b. bagi Bank dalam penyelamatan/penanganan oleh LPS berlaku ketentuan sebagaimana diatur pada angka VII dan butir VIII.1, butir VIII.4, butir VIII.5, dan butir VIII.6 SE OJK ini. 14. OJK menetapkan hasil akhir penilaian kemampuan dan kepatutan berdasarkan penilaian administrasif lanjutan dimaksud pada angka 7 huruf b, menjadi: a. Disetujui; atau b. Tidak Disetujui. 15. Penetapan hasil akhir penilaian kemampuan dan kepatutan dilakukan OJK paling lambat 6 (enam) bulan sejak tanggal persetujuan sementara dan diberitahukan kepada LPS dan Bank Perantara atau Bank dalam penyelamatan/penanganan oleh LPS. 16. Anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris Bank Perantara atau Bank dalam penyelamatan/penanganan oleh LPS yang Disetujui sebagaimana dimaksud pada angka 14 huruf a dapat melanjutkan tindakan, tugas, dan fungsi sebagai anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris Bank Perantara atau Bank dalam penyelamatan/penanganan oleh LPS. 17. Anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris Bank Perantara atau Bank dalam penyelamatan/penanganan oleh LPS yang Tidak Disetujui sebagaimana dimaksud pada angka 14 huruf b maka: a. persetujuan sementara yang telah diterbitkan menjadi tidak berlaku; b. anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris Bank Perantara atau Bank dalam penyelamatan/penanganan oleh LPS dilarang melakukan tindakan, tugas dan fungsi sebagai anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris; dan c. LPS wajib membatalkan pengangkatan yang bersangkutan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan; terhitung sejak tanggal ditetapkan Tidak Disetujui. XII. ALAMAT PENYAMPAIAN Surat permohonan berikut dokumen sebagaimana dimaksud pada angka IV, angka V, dan angka VI di atas: 1. Bagi BUK, disampaikan kepada: Departemen Perizinan dan Informasi Perbankan, Otoritas Jasa Keuangan dengan tembusan kepada: a. Departemen... sebagaimana -37- a. Departemen Pengawasan Bank atau Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta, bagi Bank Umum yang berkantor Pusat di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta; atau b. Kantor Regional atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat, bagi Bank Umum yang berkantor pusat di luar wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 2. Bagi BPR, disampaikan kepada: a. Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta bagi BPR yang berkantor Pusat di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta; b. Kantor Regional setempat bagi BPR yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Regional di luar wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta; atau c. Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat bagi BPR yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Otoritas Jasa Keuangan di luar wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, dengan tembusan kepada Kantor Regional setempat. 3. Bagi BUS dan BPRS, disampaikan kepada: a. Departemen Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan, bagi BUS dan BPRS yang berkantor pusat di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta; b. Departemen Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan, bagi BUS yang berkantor pusat di luar wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, dengan tembusan kepada Kantor Regional atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat; atau c. Kantor Regional atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat, bagi BPRS yang berkantor pusat di luar wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 4. Bagi UUS, disampaikan kepada: a. Departemen Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan, bagi UUS yang mengajukan calon anggota Direksi BUK yang hanya menjabat sebagai Direktur UUS dengan tembusan kepada Departemen Perizinan dan Informasi Perbankan; atau b. Departemen Perizinan dan Informasi Perbankan Otoritas Jasa Keuangan, bagi UUS yang mengajukan calon anggota Direksi BUK yang merangkap jabatan sebagai Direktur UUS dengan tembusan kepada Departemen Perbankan Syariah; Penyampaian... -38- Penyampaian permohonan dan/atau persyaratan dokumen administratif dapat dilakukan melalui sarana elektronik dalam hal ketentuan yang mengatur mengenai hal tersebut telah diimplementasikan. XIII. LAPORAN RENCANA PERUBAHAN STRUKTUR KELOMPOK USAHA Laporan rencana perubahan struktur kelompok usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 POJK Penilaian Kemampuan dan Kepatutan mencakup seluruh pihak yang terkait dengan Bank dari segi pengendalian sampai dengan ultimate shareholders. Contoh pelaporan rencana perubahan struktur kelompok usaha adalah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran SEOJK ini. Laporan rencana perubahan struktur kelompok usaha disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan alamat sebagaimana pada angka XII. XIV. KETENTUAN LAIN-LAIN 1. Penjelasan status pemegang saham Bank dalam laporan yang dipublikasikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf b POJK Penilaian Kemampuan dan Kepatutan dicantumkan dalam Laporan Publikasi Triwulanan dan Laporan Publikasi Tahunan. 2. Penilaian kemampuan dan kepatutan bagi calon PSP, calon anggota Direksi, calon anggota Dewan Komisaris yang sedang dilakukan pada saat berlakunya ketentuan ini, maka: a. proses penilaian dan hasil penilaian tetap mengacu kepada ketentuan Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/23/PBI/2010 tanggal 29 Desember 2010 tentang Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) bagi Bank Umum dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/9/PBI/2012 tanggal 26 Juli 2012 tentang Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) bagi Bank Perkreditan Rakyat serta Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/6/PBI/2012 tanggal 18 Juni 2012 tentang Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah; dan b. konsekuensi hasil penilaian Kemampuan dan Kepatutan mengacu kepada ketentuan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 27/POJK.03./2016 tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan bagi Pihak Utama Lembaga Jasa Keuangan. 3. Ketentuan... -39- 3. Ketentuan pelaksanaan dari: a. Peraturan Bank Indonesia No 12/23/PBI/2010 tanggal 29 Desember 2010 tentang Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test); b. Peraturan Bank Indonesia No.14/9/PBI/2012 tanggal 26 Juli 2012 tentang Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) Bank Perkreditan Rakyat; dan c. Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/6/PBI/2012 tanggal 18 Juni 2012 tentang Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah; tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. XV. PENUTUP Ketentuan di dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 13 September 2016 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN OTORITAS JASA KEUANGAN, ttd NELSON TAMPUBOLON Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 39/SEOJK.03/2016 </reg_id> <reg_title> PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN BAGI CALON PEMEGANG SAHAM PENGENDALI, CALON ANGGOTA DIREKSI, DAN CALON ANGGOTA DEWAN KOMISARIS BANK </reg_title> <set_date> 13 September 2016 </set_date> <effective_date> 13 September 2016 </effective_date> <related_reg> '27/POJK.03/2016' </related_reg>
Yth. Pengurus Dana Pensiun di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 26 /SEOJK.05/2015 TENTANG PENILAIAN INVESTASI SURAT BERHARGA BAGI DANA PENSIUN Sehubungan dengan amanat Pasal 2 ayat (3) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 3/POJK.05/2015 tentang Investasi Dana Pensiun, perlu untuk mengatur mengenai dasar penilaian investasi surat berharga yang meliputi surat berharga yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, surat berharga negara, dan obligasi korporasi yang tercatat di Bursa Efek di Indonesia, termasuk juga surat berharga yang menggunakan prinsip syariah dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM 1. Bahwa dampak dari kondisi keuangan global saat ini telah mengakibatkan nilai pasar dari investasi surat berharga menunjukkan nilai yang tidak wajar dan mengakibatkan penurunan tingkat solvabilitas dana pensiun menjadi kurang dari 100% (seratus persen). 2. Bahwa sehubungan dengan investasi surat berharga menunjukkan nilai yang tidak wajar, perlu diberikan stimulus bagi Dana Pensiun dalam penilaian investasi surat berharga agar mencerminkan nilai yang wajar. II. PENILAIAN INVESTASI SURAT BERHARGA Dana Pensiun dapat melakukan penilaian investasi surat berharga dengan menggunakan nilai penebusan akhir tanpa harus didukung dengan dokumen tertulis atau nilai perolehan diamortisasi. III. PENERAPAN PENILAIAN INVESTASI SURAT BERHARGA Dana Pensiun yang memenuhi kriteria pada angka romawi I butir 1 dapat menerapkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka romawi II. IV. PENUTUP ... -2- IV. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 31 agustus 2015 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERASURANSIAN, DANA PENSIUN, LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA OTORITAS JASA KEUANGAN, ttd Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum FIRDAUS DJAELANI ttd Sudarmaji
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 26/SEOJK.05/2015 </reg_id> <reg_title> PENILAIAN INVESTASI SURAT BERHARGA BAGI DANA PENSIUN </reg_title> <set_date> 31 agustus 2015 </set_date> <effective_date> 31 agustus 2015 </effective_date> <related_reg> '3/POJK.05/2015 | Pasal 2 ayat (3)' </related_reg>
Yth. Pengurus Dana Pensiun di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 11 /SEOJK.05/2016 TENTANG BENTUK DAN SUSUNAN LAPORAN TEKNIS DANA PENSIUN Sehubungan dengan amanat Pasal 4 ayat (2) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 17/POJK.05/2016 tentang Laporan Teknis Dana Pensiun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5855) perlu untuk mengatur format bentuk dan susunan laporan teknis dana pensiun dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM 1. Dana Pensiun adalah badan hukum yang mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan manfaat pensiun. 2. Laporan Teknis adalah laporan yang disampaikan oleh Dana Pensiun kepada Otoritas Jasa Keuangan, yang menyajikan informasi mengenai kepesertaan dan kegiatan operasional Dana Pensiun selama 1 (satu) tahun. 3. Dana Pensiun Pemberi Kerja adalah Dana Pensiun yang dibentuk oleh orang atau badan yang mempekerjakan karyawan, selaku pendiri, untuk menyelenggarakan program pensiun manfaat pasti atau program pensiun iuran pasti, bagi kepentingan sebagian atau seluruh karyawannya sebagai peserta, dan yang menimbulkan kewajiban terhadap pemberi kerja. - 2 - 4. Dana Pensiun Lembaga Keuangan adalah Dana Pensiun yang dibentuk oleh bank atau perusahaan asuransi jiwa untuk menyelenggarakan program pensiun iuran pasti bagi perorangan, baik karyawan maupun pekerja mandiri yang terpisah dari dana pensiun pemberi kerja bagi karyawan bank atau perusahaan asuransi jiwa yang bersangkutan. 5. Direktorat Pengawasan Dana Pensiun dan BPJS Ketenagakerjaan adalah Direktorat Pengawasan Dana Pensiun dan BPJS Ketenagakerjaan pada Otoritas Jasa Keuangan. 6. Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK adalah Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. II. BENTUK, SUSUNAN, SERTA FORMAT 1. Dana Pensiun harus menyusun Laporan Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Peraturan OJK Nomor 17/POJK.05/2016 tentang Laporan Teknis Dana Pensiun, sesuai dengan jenis Dana Pensiun dan karakteristik program yang diselenggarakannya. 2. Laporan Teknis sebagaimana dimaksud pada angka 1 harus dibuat dalam bentuk dan disusun sesuai dengan format dan petunjuk pengisian laporan dalam: a. Lampiran I bagi Dana Pensiun Pemberi Kerja dengan program pensiun manfaat pasti; b. Lampiran II bagi Dana Pensiun Pemberi Kerja dengan program pensiun iuran pasti; dan c. Lampiran III bagi Dana Pensiun Lembaga Keuangan, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini. 3. Laporan Teknis dalam format digital sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) Peraturan OJK Nomor 17/POJK.05/2016 tentang Laporan Teknis Dana Pensiun harus menggunakan format digital yang disediakan oleh Direktorat Pengawasan Dana Pensiun dan BPJS Ketenagakerjaan. 4. Format digital sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak boleh diubah. - 3 - III. PENUTUP Dengan ditetapkannya Surat Edaran OJK ini, ketentuan mengenai bentuk dan susunan Laporan Teknis Dana Pensiun tunduk pada Surat Edaran OJK ini. Ketentuan dalam Surat Edaran OJK ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 18 April 2016 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERASURANSIAN, DANA PENSIUN, LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA OTORITAS JASA KEUANGAN, Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd FIRDAUS DJAELANI ttd Yuliana
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 11/SEOJK.05/2016 </reg_id> <reg_title> BENTUK DAN SUSUNAN LAPORAN TEKNIS DANA PENSIUN </reg_title> <set_date> 18 April 2016 </set_date> <effective_date> 18 April 2016 </effective_date> <related_reg> '17/POJK.05/2016 | Pasal 4 ayat (2)' </related_reg>
Yth. Direksi Bank Umum Konvensional di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 34 /SEOJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 18/POJK.03/2016 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5861), Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 4/POJK.03/2016 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5840), dan ketentuan yang mengatur mengenai penerapan manajemen risiko secara konsolidasi bagi Bank yang melakukan pengendalian terhadap perusahaan anak, perlu untuk mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM 1. Pedoman Standar Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum merupakan acuan standar penerapan Manajemen Risiko bagi Bank. 2. Bank yang telah memiliki kebijakan, prosedur, dan/atau pedoman penerapan Manajemen Risiko namun belum memenuhi standar penerapan Manajemen Risiko, menyesuaikan dan menyempurnakan dengan berpedoman pada Lampiran I Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 3. Penyempurnaan pedoman penerapan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud pada angka 2 dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini ditetapkan. 4. Bank ... - 2 - 4. Bank dapat memperluas dan memperdalam Pedoman Standar Penerapan Manajemen Risiko sesuai dengan kebutuhan Bank. II. STANDAR PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO 1. Pedoman Standar Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum, paling sedikit memuat: a. Penerapan Manajemen Risiko Secara Umum, yang mencakup mengenai pengawasan aktif Direksi dan Dewan Komisaris, kecukupan kebijakan dan prosedur Manajemen Risiko serta penetapan limit Risiko, kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian Risiko, serta sistem informasi Manajemen Risiko dan sistem pengendalian intern yang menyeluruh. b. Penerapan Manajemen Risiko untuk Masing-masing Risiko, yang mencakup penerapan Manajemen Risiko untuk masing-masing Risiko yang meliputi 8 (delapan) Risiko yaitu Risiko Kredit, Risiko Pasar, Risiko Likuiditas, Risiko Operasional, Risiko Hukum, Risiko Reputasi, Risiko Stratejik, dan Risiko Kepatuhan. c. Penilaian Profil Risiko, yang mencakup penilaian terhadap Risiko inheren dan penilaian terhadap kualitas penerapan Manajemen Risiko yang mencerminkan sistem pengendalian Risiko (risk control system), baik untuk Bank secara individu maupun untuk Bank secara konsolidasi. Penilaian tersebut dilakukan terhadap 8 (delapan) Risiko yaitu Risiko Kredit, Risiko Pasar, Risiko Likuiditas, Risiko Operasional, Risiko Hukum, Risiko Reputasi, Risiko Stratejik, dan Risiko Kepatuhan. Dalam melakukan penilaian profil Risiko, Bank mengacu pada ketentuan yang mengatur mengenai penilaian tingkat kesehatan Bank Umum. 2. Dalam rangka menerapkan Manajemen Risiko, Bank membentuk Komite Manajemen Risiko dan Satuan Kerja Manajemen Risiko, sesuai dengan ukuran dan kompleksitas usaha Bank. Struktur Organisasi Manajemen Risiko pada Bank dapat mengacu pada Lampiran II Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 3. Dalam rangka proses penerapan Manajemen Risiko, Bank dapat menggunakan berbagai pendekatan pengukuran Risiko, baik dengan metode standar seperti yang direkomendasikan oleh Basel Committee on Banking Supervision pada Bank for International Settlements maupun ... - 3 - maupun dengan metode pengukuran yang advanced (internal model). Pengukuran dengan menggunakan internal model dimaksudkan untuk antisipasi perkembangan operasi perbankan yang semakin kompleks maupun antisipasi kebijakan perbankan pada masa mendatang. Penerapan internal model memerlukan berbagai persyaratan minimum baik kuantitatif maupun kualitatif agar hasil penilaian risiko dapat lebih mencerminkan kondisi Bank yang sebenarnya. Untuk kepentingan perhitungan Risiko Pasar yang terkait dengan perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM), Bank mengacu pada ketentuan yang berlaku. 4. Dalam rangka penerapan Manajemen Risiko yang efektif, Bank melakukan langkah-langkah persiapan, pengembangan dan/atau penyempurnaan yang diperlukan antara lain: a. melaksanakan diagnosa dan analisa mengenai organisasi, kebijakan, prosedur, dan pedoman serta pengembangan sistem yang terkait dengan penerapan Manajemen Risiko; b. menyusun rencana penyempurnaan sesuai dengan acuan dalam Pedoman Standar Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum dalam hal masih terdapat ketidaksesuaian antara pedoman intern Bank dengan Pedoman Standar Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum; c. melakukan sosialisasi pedoman penerapan Manajemen Risiko kepada pegawai agar memahami praktek Manajemen Risiko, dan mengembangkan budaya risiko (risk culture) kepada seluruh pegawai pada setiap tingkatan organisasi Bank; dan d. memastikan bahwa Satuan Kerja Audit Intern (SKAI) ikut serta memantau dalam proses penyempurnaan pedoman Manajemen Risiko dan penyusunan laporan profil risiko triwulanan. III. PELAPORAN Dalam rangka penerapan Manajemen Risiko, Bank menyampaikan laporan sebagai berikut: A. Laporan Profil Risiko 1. Bank menyampaikan laporan profil risiko baik secara individu maupun secara konsolidasi kepada Otoritas Jasa Keuangan secara triwulanan untuk posisi bulan Maret, bulan Juni, bulan ... - 4 - bulan September, dan bulan Desember, yang disajikan secara komparatif dengan posisi triwulan sebelumnya. 2. Format dan isi laporan profil risiko berpedoman pada Lampiran III dan Lampiran IV Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 3. Laporan profil risiko yang disampaikan oleh Bank kepada Otoritas Jasa Keuangan memuat substansi yang sama dengan laporan profil risiko yang disampaikan oleh satuan kerja Manajemen Risiko kepada direktur utama dan komite Manajemen Risiko. 4. Mekanisme penilaian profil risiko, penetapan tingkat risiko, penetapan peringkat profil risiko serta penyampaian profil risiko kepada Otoritas Jasa Keuangan mengacu pada ketentuan yang mengatur mengenai penilaian tingkat kesehatan Bank Umum. B. Laporan Produk dan Aktivitas Baru Cakupan, format, dan cara penyampaian mengacu pada ketentuan Otoritas Jasa Keuangan mengenai kegiatan usaha bank umum berdasarkan modal inti. C. Laporan Lain 1. Laporan Dalam Hal Terdapat Kondisi yang Berpotensi Menimbulkan Kerugian yang Signifikan terhadap Kondisi Keuangan Bank Laporan tersebut bersifat insidentil yang disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan berdasarkan kondisi terkini Bank yang memiliki eksposur tertentu dan hasil penilaian Otoritas Jasa Keuangan terhadap Bank. Laporan disampaikan dalam hal terdapat kondisi antara lain: a. Bank telah ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan dalam status Bank dalam pengawasan intensif atau Bank dalam pengawasan khusus; b. Bank memiliki eksposur Risiko Pasar dan Risiko Likuiditas yang sangat signifikan; dan/atau c. kondisi eksternal, yaitu pasar mengalami fluktuasi yang sangat tajam dan cenderung tidak mampu dikendalikan oleh Bank. 2. Laporan Lain terkait Penerapan Manajemen Risiko a. Bank menyampaikan laporan lain terkait penerapan Manajemen Risiko, antara lain laporan Manajemen Risiko untuk ... - 5 - untuk Risiko Likuiditas dalam rangka pemantauan likuiditas kepada Otoritas Jasa Keuangan, yang terdiri dari: 1) Laporan Proyeksi Arus Kas baik dalam Rupiah maupun valuta asing dalam rangka pengelolaan posisi likuiditas dan Risiko Likuiditas harian sebagaimana dalam Lampiran I Pedoman Standar Penerapan Manajemen Risiko butir II.C.3.c.4).c).ii Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini; dan 2) Laporan Profil Maturitas baik dalam Rupiah maupun valuta asing dalam rangka mengukur Risiko Likuiditas sebagaimana dalam Lampiran I Pedoman Standar Penerapan Manajemen Risiko butir II.C.3.c.2).d).ii Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. b. Laporan Proyeksi Arus Kas sebagaimana dimaksud dalam butir a.1) mencakup data proyeksi arus kas selama 1 (satu) minggu berikutnya yang dipetakan secara harian. Laporan tersebut disampaikan secara mingguan yaitu setiap hari Jumat sesuai dengan format internal Bank. Dalam hal hari Jumat jatuh pada hari libur maka laporan disampaikan pada hari kerja sebelumnya. Contoh: Bank menyampaikan Laporan Proyeksi Arus Kas pada hari Jumat tanggal 10 Juni 2016 yang mencakup proyeksi arus kas hari Senin tanggal 13 Juni 2016 sampai dengan hari Jumat tanggal 17 Juni 2016. c. Format Laporan Proyeksi Arus Kas sebagaimana dimaksud pada huruf b mencakup paling sedikit akun laporan posisi keuangan (neraca) dan akun rekening administratif yang memiliki transaksi yang signifikan sesuai dengan karakteristik, kegiatan usaha, dan kompleksitas Bank serta harus dilakukan secara konsisten. Otoritas Jasa Keuangan dapat meminta Bank untuk menyesuaikan format Laporan Proyeksi Arus Kas yang disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan. Dalam hal Bank mengubah format Laporan Proyeksi Arus Kas yang disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan, Bank ... - 6 - Bank harus menginformasikan alasan perubahan tersebut kepada Otoritas Jasa Keuangan. d. Laporan Profil Maturitas sebagaimana dimaksud dalam butir a.2) disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan secara bulanan dengan cakupan dan format sesuai Lampiran V Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. Tata cara penyampaian laporan Profil Maturitas dilakukan sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai laporan berkala bank umum. e. Laporan Proyeksi Arus Kas dan Laporan Profil Maturitas disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan secara online melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan. Dalam hal penyampaian laporan melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan belum dapat dilakukan, Bank menyampaikan laporan secara online sebagai berikut: 1) 2) Laporan Proyeksi Arus Kas melalui Laporan Kantor Pusat Bank Umum (LKPBU); dan Laporan Profil Maturitas melalui Laporan Berkala Bank Umum (LBBU). f. Dalam kondisi tertentu Otoritas Jasa Keuangan dapat meminta Bank untuk menyampaikan laporan yang terkait dengan penerapan Manajemen Risiko untuk Risiko Likuiditas di luar waktu yang ditetapkan dan/atau laporan lain selain yang disampaikan secara berkala. Contoh laporan lain selain yang disampaikan secara berkala adalah laporan proyeksi arus kas dalam rangka pengukuran Risiko sebagaimana dalam Lampiran I Pedoman Standar Penerapan Manajemen Risiko butir II.C.3.c.2)d).iii dan laporan stress testing sebagaimana dalam Lampiran I Pedoman Standar Penerapan Manajemen Risiko butir II.C.3.c.2)d).iv Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 3. Laporan Lain Terkait dengan Penerbitan Produk dan/atau Pelaksanaan Aktivitas Tertentu Laporan lain terkait dengan penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas tertentu, antara lain laporan pelaksanaan aktivitas berkaitan dengan reksa dana dan laporan pelaksanaan kerjasama pemasaran dengan perusahaan asuransi (bancassurance) ... - 7 - (bancassurance). Cakupan, format, dan cara penyampaian mengacu pada ketentuan yang berlaku. IV. KETENTUAN LAIN-LAIN 1. Bank menerapkan Manajemen Risiko sesuai dengan tujuan, kebijakan usaha, ukuran dan kompleksitas usaha, serta kemampuan Bank. 2. Lampiran-lampiran tersebut di atas merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. V. PENUTUP Pada saat Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku, maka: 1. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/21/DPNP tanggal 29 September 2003 perihal Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum, dinyatakan tidak berlaku bagi Bank Umum Konvensional. 2. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/23/DPNP tanggal 25 Oktober 2011 perihal Perubahan atas Surat Edaran Nomor 5/21/DPNP perihal Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 1 September 2016 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN OTORITAS JASA KEUANGAN, ttd NELSON TAMPUBOLON Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 34/SEOJK.03/2016 </reg_id> <reg_title> PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM </reg_title> <set_date> 1 September 2016 </set_date> <effective_date> 1 September 2016 </effective_date> <replaced_reg> '5/21/DPNP|SE-BI/2003', '13/23/DPNP|SE-BI/2011' </replaced_reg> <related_reg> '18/POJK.03/2016', '4/POJK.03/2016' </related_reg>
Yth. Direksi Bank Umum Konvensional di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 40 /SEOJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA DALAM PEMBERIAN REMUNERASI BAGI BANK UMUM Sehubungan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 45/POJK.03/2015 tentang Penerapan Tata Kelola dalam Pemberian Remunerasi bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 371, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5811), yang selanjutnya disebut dengan POJK Remunerasi, perlu untuk mengatur ketentuan pelaksanaan penerapan tata kelola dalam pemberian remunerasi bagi bank umum dalam suatu Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM 1. Dalam rangka meningkatkan tata kelola dalam pemberian remunerasi, sesuai Pasal 3 POJK Remunerasi, Bank wajib memiliki kebijakan tertulis Remunerasi bagi Direksi, Dewan Komisaris, dan Pegawai dengan tetap memperhatikan kepentingan pegawai, Bank, dan pemangku kepentingan. 2. Peningkatan tata kelola dalam pemberian Remunerasi bertujuan untuk menjaga kesehatan Bank secara individu melalui pencegahan pengambilan risiko yang berlebihan (excessive risk taking) oleh pengambil keputusan. 3. Remunerasi yang Bersifat Tetap adalah Remunerasi yang tidak dikaitkan dengan kinerja dan risiko. Contoh Remunerasi yang Bersifat Tetap antara lain gaji pokok, fasilitas, tunjangan perumahan, tunjangan ... - 2 - tunjangan kesehatan, tunjangan pendidikan, tunjangan hari raya, dan pensiun. 4. Remunerasi yang Bersifat Variabel adalah Remunerasi yang dikaitkan dengan kinerja dan risiko. Contoh Remunerasi yang Bersifat Variabel antara lain bonus atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan bonus. 5. Sesuai Pasal 22 POJK Remunerasi, Bank wajib menetapkan pihak yang menjadi material risk takers. Selanjutnya sesuai Pasal 23 POJK Remunerasi, pembayaran Remunerasi yang Bersifat Variabel kepada pihak yang menjadi material risk takers, yang selanjutnya disebut MRT, wajib ditangguhkan Bank sebesar persentase tertentu. 6. Bank dapat menunda pembayaran Remunerasi yang Bersifat Variabel yang ditangguhkan (Malus) atau menarik kembali Remunerasi yang Bersifat Variabel yang sudah dibayarkan (Clawback) kepada pihak yang menjadi material risk takers dalam kondisi tertentu. II. KEBIJAKAN REMUNERASI Bank wajib memiliki kebijakan tertulis untuk Remunerasi bagi Direksi, Dewan Komisaris, dan Pegawai, baik untuk Remunerasi yang Bersifat Tetap maupun untuk Remunerasi yang Bersifat Variabel. A. Remunerasi yang Bersifat Tetap 1. Remunerasi yang Bersifat Tetap umumnya diberikan dalam bentuk tunai yang dapat juga disertai dengan pemberian dalam bentuk tidak tunai. 2. Dalam menetapkan kebijakan pemberian Remunerasi yang Bersifat Tetap, sesuai Pasal 12 POJK Remunerasi, Bank wajib paling sedikit memperhatikan skala usaha, kompleksitas usaha, peer group, tingkat inflasi, kondisi dan kemampuan keuangan serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. 3. Bank harus memperhatikan perbedaan (gap) Remunerasi antar tingkat jabatan sehingga dapat mengurangi potensi terjadinya konflik internal dan risiko operasional seperti fraud atau risiko operasional lain dalam menetapkan kebijakan pemberian Remunerasi yang Bersifat Tetap. B. Remunerasi ... - 3 - B. Remunerasi yang Bersifat Variabel 1. Remunerasi yang Bersifat Variabel dapat diberikan dalam bentuk tunai dan/atau saham atau instrumen yang berbasis saham yang diterbitkan Bank. 2. Dalam menetapkan kebijakan pemberian Remunerasi yang Bersifat Variabel, sesuai Pasal 13 POJK Remunerasi, Bank wajib memperhatikan skala usaha, kompleksitas usaha, peer group, tingkat inflasi, kondisi dan kemampuan keuangan serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Penetapan kebijakan pemberian Remunerasi yang Bersifat Variabel wajib mendorong dilakukannya prudent risk taking. 3. Dalam menetapkan risiko yang dikaitkan dengan Remunerasi yang Bersifat Variabel, Bank memperhatikan risiko yang paling berpengaruh dalam kegiatan usaha sebagai risiko utama mengacu pada ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai penerapan manajemen risiko bagi bank umum. Secara umum terdapat 8 (delapan) risiko dalam kegiatan usaha Bank, yaitu risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko operasional, risiko hukum, risiko reputasi, risiko stratejik, dan risiko kepatuhan. Sebagai contoh, bagi Bank yang tidak fokus dalam melakukan kegiatan derivatif namun fokus dalam penyaluran kredit maka risiko kredit menjadi risiko yang paling berpengaruh untuk dikaitkan dengan Remunerasi yang Bersifat Variabel. Bagi Bank yang fokus usahanya dalam penyaluran kredit dan transaksi derivatif maka risiko kredit dan risiko pasar menjadi risiko yang paling berpengaruh untuk dikaitkan dengan Remunerasi yang Bersifat Variabel. 4. Sesuai Pasal 17 POJK Remunerasi, Bank yang berstatus perseroan terbuka (go public) wajib memberikan sebagian Remunerasi yang Bersifat Variabel dalam bentuk saham atau instrumen yang berbasis saham yang diterbitkan Bank yang bersangkutan, dengan memperhatikan paling sedikit hal-hal sebagai berikut: a. pemberian Remunerasi yang Bersifat Variabel dalam bentuk saham atau instrumen yang berbasis saham yang diterbitkan Bank bersangkutan bagi Bank go public berlaku paling kurang ... - 4 - kurang untuk seluruh Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan MRT; dan b. persentase pemberian Remunerasi dalam bentuk saham atau instrumen yang berbasis saham yang diterbitkan Bank dapat diberikan berbeda pada setiap tingkat jabatan dengan memperhatikan antara lain peran dan tanggung jawab yang bersangkutan dalam pengelolaan Bank. Contoh: untuk MRT diberikan sebesar 5% (lima persen), anggota Direksi non MRT diberikan sebesar 4% (empat persen), dan untuk anggota Dewan Komisaris non MRT diberikan sebesar 3% (tiga persen) dari Remunerasi yang Bersifat Variabel yang diterima oleh masing-masing. Pemberian dalam bentuk saham atau instrumen yang berbasis saham yang diterbitkan Bank yang bersangkutan diharapkan dapat meningkatkan rasa memiliki (sense of belonging) terhadap Bank. 5. Sesuai Pasal 19 POJK Remunerasi, dalam hal Bank mengalami kerugian, Bank dapat tidak membagikan atau membagikan Remunerasi yang Bersifat Variabel dengan nilai yang relatif kecil. 6. Yang dimaksud dengan “nilai yang relatif kecil” sebagaimana dimaksud pada angka 5 adalah pemberian Remunerasi yang Bersifat Variabel yang nilainya lebih kecil dibanding pada periode terakhir Bank memperoleh laba atau ditetapkan lebih kecil sesuai proporsi penurunan laba Bank. 7. Pemberian Remunerasi yang Bersifat Variabel sebagaimana dimaksud pada angka 6 merupakan bentuk apresiasi bagi beberapa orang yang mempunyai kinerja atau prestasi yang layak diberikan Remunerasi yang Bersifat Variabel walaupun Bank mengalami kerugian. C. Komite Remunerasi 1. Ketentuan mengenai tata kelola dalam pemberian Remunerasi ini pada dasarnya merupakan bagian dari pelaksanaan tata kelola bagi bank umum. Dengan demikian maka ketentuan mengenai remunerasi ini melengkapi peraturan tata kelola yang telah ada. 2. Sehubungan dengan angka 1 tersebut di atas maka keberadaan Komite Remunerasi merupakan salah satu komite yang dibentuk untuk membantu pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris ... - 5 - Komisaris khususnya dalam menerapkan tata kelola dalam pemberian Remunerasi. 3. Komite Remunerasi dapat dibentuk terpisah dari Komite Nominasi maupun digabung menjadi satu dengan Komite Nominasi sebagai Komite Remunerasi dan Nominasi. 4. Keanggotaan Komite Remunerasi dan Nominasi adalah sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai penerapan tata kelola bagi bank umum. Adapun tugas dan tanggung jawab yang terkait dengan kebijakan Remunerasi sebagaimana ditetapkan dalam POJK Remunerasi, sedangkan terkait kebijakan Nominasi sebagaimana diatur dalam ketentuan yang mengatur mengenai penerapan tata kelola bagi bank umum. III. MATERIAL RISK TAKERS A. Penetapan Material Risk Takers oleh Bank 1. Sesuai Pasal 22 POJK Remunerasi, Bank wajib menetapkan pihak yang menjadi MRT. 2. Penetapan MRT dapat dilakukan melalui 2 (dua) pendekatan, yaitu: a. Pendekatan Kualitatif Melalui pendekatan kualitatif maka Direksi dan/atau Pegawai yang karena tugas dan tanggung jawabnya mengambil keputusan yang berdampak signifikan terhadap profil risiko Bank ditetapkan sebagai MRT. 1) Dengan pendekatan kualitatif maka Direktur Utama ditetapkan sebagai MRT karena yang bersangkutan memiliki tugas dan tanggung jawab dalam mengambil keputusan yang berdampak signifikan terhadap profil risiko Bank. 2) Bank dapat menetapkan anggota Direksi lainnya atau Pegawai sebagai MRT sesuai dengan profil risiko utama Bank. Sebagai contoh, Bank yang fokus kegiatan usahanya pada kegiatan perkreditan dapat menetapkan sebagai MRT: a) Direktur yang membawahkan bidang perkreditan, dan/atau b) Pejabat ... - 6 - b) Pejabat lain di bidang perkreditan yang memiliki tugas dan tanggung jawab dalam mengambil keputusan yang berdampak signifikan terhadap profil risiko Bank. b. Pendekatan Kuantitatif Melalui pendekatan kuantitatif maka Direksi, Dewan Komisaris dan/atau Pegawai yang memperoleh Remunerasi yang Bersifat Variabel dengan nilai yang besar dikategorikan sebagai MRT. 1) Dengan pendekatan kuantitatif maka pihak yang tidak termasuk dalam kategori MRT (non MRT) namun memperoleh Remunerasi yang Bersifat Variabel sama dengan atau lebih dari jumlah Remunerasi yang Bersifat Variabel yang diterima oleh MRT maka ditetapkan sebagai MRT, dengan memperhatikan: a) perbandingan jumlah Remunerasi yang Bersifat Variabel dilakukan antarjabatan yang setingkat. Dalam hal pada jabatan yang setingkat tidak terdapat MRT yang dapat menjadi pembanding jumlah Remunerasi yang Bersifat Variabel yang diterima maka dilakukan perbandingan dengan Remunerasi yang Bersifat Variabel bagi MRT pada jabatan yang lebih tinggi; dan b) kinerja dari pihak non MRT, yaitu sama atau lebih rendah dibandingkan dengan kinerja dari pihak yang telah ditetapkan sebagai MRT. Contoh: Berdasarkan pendekatan kualitatif, Bank menetapkan: i. Direktur Utama, Direktur Kredit, dan Direktur Operasional sebagai MRT. Terhadap jabatan tersebut, masing-masing memperoleh Remunerasi yang Bersifat Variabel sebesar Rp10 miliar, Rp8 miliar, dan Rp7,5 miliar; dan ii. tidak terdapat Pejabat Eksekutif sebagai MRT. Selanjutnya Bank juga memberikan Remunerasi yang Bersifat Variabel kepada Pejabat Eksekutif yang membawahkan ... - 7 - membawahkan bidang perkreditan sebesar Rp7,5 miliar. Berdasarkan pendekatan kuantitatif ini maka jumlah Remunerasi yang Bersifat Variabel yang diterima oleh Pejabat Eksekutif yang membawahkan bidang perkreditan diperbandingkan dengan Remunerasi yang Bersifat Variabel yang diterima oleh Direktur Operasional. Pejabat Eksekutif yang membawahkan bidang perkreditan akan ditetapkan sebagai MRT sepanjang kinerja Pejabat Eksekutif yang membawahkan bidang perkreditan sama atau lebih rendah dibandingkan kinerja Direktur Operasional. 2) Disamping itu Bank juga dapat menambahkan metode lain dalam penetapan MRT berdasarkan pendekatan kuantitatif, antara lain melalui penetapan batasan tertentu jumlah Remunerasi yang Bersifat Variabel. Contoh: Bank menetapkan 10 (sepuluh) orang penerima Remunerasi yang Bersifat Variabel terbesar sebagai MRT. 3. Bank dapat menggunakan metode kualitatif dan/atau kuantitatif lain selain contoh tersebut di atas yang disesuaikan dengan kondisi Bank pada saat pemberian Remunerasi yang Bersifat Variabel sepanjang metode dimaksud tetap sejalan dengan penerapan prudent risk taking. B. Penangguhan Remunerasi yang Bersifat Variabel bagi Material Risk Takers Sesuai Pasal 23 POJK Remunerasi, Bank wajib menangguhkan pembayaran Remunerasi yang Bersifat Variabel bagi MRT sebesar persentase tertentu. Penangguhan Remunerasi yang Bersifat Variabel untuk MRT tersebut dilakukan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1. Besarnya persentase penangguhan dimaksud disesuaikan dengan tingkat jabatan yaitu semakin tinggi tingkat jabatan maka semakin besar persentase Remunerasi yang Bersifat Variabel yang ditangguhkan. 2. Terhadap ... - 8 - 2. Terhadap Remunerasi yang Bersifat Variabel yang ditangguhkan: a. dalam bentuk tunai, tidak diberikan tambahan atau pengurangan nominal uang termasuk yang disebabkan adanya perubahan nilai waktu uang (time value of money); dan/atau b. dalam bentuk saham atau instrumen yang berbasis saham yang diterbitkan Bank, tidak diberikan tambahan atau pengurangan jumlah saham atau instrumen yang berbasis saham yang diterbitkan Bank termasuk yang disebabkan adanya perubahan nilai saham atau instrumen yang berbasis saham yang diterbitkan Bank. 3. Dalam hal Remunerasi yang Bersifat Variabel diberikan dalam bentuk tunai serta dalam bentuk saham atau instrumen yang berbasis saham yang diterbitkan Bank maka penangguhan tidak dapat dilakukan hanya untuk salah satu bentuk Remunerasi yang Bersifat Variabel namun dilakukan terhadap semua bentuk Remunerasi yang Bersifat Variabel tersebut. 4. Metode yang dapat digunakan Bank dalam menetapkan besarnya penangguhan Remunerasi yang Bersifat Variabel bagi MRT antara lain: a. Membandingkan jumlah Remunerasi yang Bersifat Variabel dari MRT dengan jumlah Remunerasi yang Bersifat Variabel tertinggi dari non MRT pada jabatan yang setingkat. Contoh: Sdr. X adalah seorang Pejabat Eksekutif yang ditetapkan sebagai MRT, memperoleh Remunerasi yang Bersifat Variabel 30% (tiga puluh persen) lebih besar dibandingkan dengan jumlah Remunerasi yang Bersifat Variabel tertinggi dari Pejabat Eksekutif non MRT. Dalam hal ini Bank dapat menangguhkan kelebihan sebesar 30% (tiga puluh persen) dari Remunerasi yang Bersifat Variabel bagi Sdr. X. Dalam hal Remunerasi yang Bersifat Variabel yang diterima oleh Pegawai non MRT lebih tinggi dibandingkan dengan Pegawai MRT yang antara lain disebabkan karena kinerja Pegawai non MRT lebih baik maka metode ini tidak dapat digunakan Bank sebagai metode dalam menetapkan besarnya ... - 9 - besarnya penangguhan Remunerasi yang Bersifat Variabel bagi MRT. b. Membandingkan Remunerasi yang Bersifat Variabel dengan total Remunerasi yang Bersifat Tetap selama 1 (satu) tahun bagi MRT yang bersangkutan. Contoh: total Remunerasi yang Bersifat Tetap yang diterima Sdr. Y selaku MRT dalam 1 (satu) tahun adalah Rp1,2 miliar sedangkan Remunerasi yang Bersifat Variabel yang diterima atas kinerja yang bersangkutan pada tahun yang sama adalah Rp1,5 miliar. Dalam hal ini Bank dapat menangguhkan kelebihan Remunerasi yang Bersifat Variabel atas Remunerasi yang Bersifat Tetap bagi Sdr. Y sebesar Rp300 juta. c. Berdasarkan persentase peningkatan laba Bank dibandingkan laba Bank 1 (satu) tahun sebelumnya. Contoh: Bank memperoleh peningkatan laba dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 20% (dua puluh persen). Dalam hal ini Bank dapat menangguhkan 20% (dua puluh persen) dari Remunerasi yang Bersifat Variabel bagi MRT. Dalam hal Bank tidak mengalami peningkatan laba dibandingkan laba periode tahun sebelumnya atau Bank mengalami penurunan laba dibandingkan laba periode tahun sebelumnya maka metode ini tidak dapat digunakan Bank sebagai metode dalam menetapkan besarnya penangguhan Remunerasi yang Bersifat Variabel bagi MRT. 5. Bank dapat menggunakan metode sebagaimana dimaksud pada angka 4 atau dapat menggunakan metode lain yang disesuaikan dengan kondisi Bank pada saat pemberian Remunerasi yang Bersifat Variabel sepanjang metode dimaksud tetap sejalan dengan penerapan prudent risk taking. 6. Bank harus menetapkan besarnya persentase Remunerasi yang Bersifat Variabel yang akan ditangguhkan dalam jumlah yang dapat menimbulkan dampak yang signifikan untuk mendorong MRT menerapkan prudent risk taking. C. Penundaan Pembayaran Remunerasi yang Bersifat Variabel yang Ditangguhkan (Malus) atau Penarikan Kembali Remunerasi yang Bersifat Variabel yang Sudah Dibayarkan (Clawback) Sesuai ... - 10 - Sesuai Pasal 26 POJK Remunerasi, dalam kondisi tertentu yang telah ditetapkan oleh Bank, Bank dapat menunda pembayaran Remunerasi yang Bersifat Variabel yang ditangguhkan (Malus) atau menarik kembali Remunerasi yang Bersifat Variabel yang sudah dibayarkan (Clawback) kepada pihak yang ditetapkan menjadi MRT. Dalam penerapan Malus dan/atau Clawback agar penerapannya dapat dilakukan dengan baik dengan risiko yang seminimal mungkin, Bank perlu memperhatikan paling sedikit hal-hal sebagai berikut: 1. Bank dapat menggunakan pengaturan Malus, Clawback atau kombinasi antara Malus dan Clawback terhadap Remunerasi yang Bersifat Variabel yang ditangguhkan bagi MRT. Pengaturan tersebut dimuat dalam kebijakan tertulis Remunerasi Bank. 2. Pemilihan bentuk pengaturan Malus dan/atau Clawback dilakukan secara cermat dengan mempertimbangkan kendala yang mungkin akan dihadapi Bank dalam implementasi kebijakan dimaksud, antara lain aspek hukum dan perpajakan. 3. Pengaturan Malus atau Clawback digunakan Bank dalam kondisi tertentu, antara lain Bank mengalami kerugian, terjadinya risiko yang berdampak negatif terhadap keuangan Bank, terjadi fraud yang dilakukan oleh pihak yang menjadi MRT yang merugikan Bank, atau kondisi lainnya yang ditetapkan oleh Bank. 4. Untuk memitigasi risiko hukum dan/atau risiko lainnya yang mungkin timbul dalam penerapan Malus dan/atau Clawback maka Bank perlu menetapkan kriteria yang jelas dan rinci. 5. Penerapan Malus dan Clawback dilakukan sebagai berikut: a. Malus diterapkan terhadap Remunerasi yang Bersifat Variabel yang masih ditangguhkan; dan b. Clawback diterapkan terhadap Remunerasi yang Bersifat Variabel yang sudah dibayarkan, bagi anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris atau Pegawai yang ditetapkan menjadi MRT baik yang masih bekerja maupun yang sudah tidak bekerja di Bank tersebut. 6. Terhadap bagian Remunerasi yang Bersifat Variabel yang dikenakan Malus dapat dibayarkan sebagian atau seluruhnya kemudian atau tidak dibayarkan sama sekali. Oleh karena itu, Bank perlu menetapkan kriteria Remunerasi yang Bersifat Variabel ... - 11 - Variabel yang dikenakan Malus sudah dapat dibayarkan atau tidak dapat dibayarkan. 7. Dalam penerapan Clawback, Bank perlu menetapkan metode pengembalian Remunerasi yang Bersifat Variabel oleh MRT yang dikenakan Clawback, baik terhadap MRT yang masih menjabat atau sudah tidak menjabat pada Bank. Beberapa metode pengembalian Remunerasi yang Bersifat Variabel yang dikenakan Clawback oleh Bank, antara lain dengan cara: a. MRT mengembalikan Remunerasi yang Bersifat Variabel yang dikenakan Clawback; dan/atau b. dilakukan pemotongan terhadap hak-hak yang akan diterima seperti gaji dan/atau bonus. IV. PENGUNGKAPAN 1. Sesuai Pasal 28 POJK Remunerasi, Bank wajib mengungkapkan informasi kebijakan Remunerasi dalam laporan tahunan pelaksanaan tata kelola sebagaimana diatur dalam ketentuan yang mengatur mengenai penerapan tata kelola bagi bank umum. 2. Informasi mengenai kebijakan Remunerasi sebagaimana dimaksud pada angka 1 paling sedikit mencakup: a. Komite Remunerasi yang meliputi: 1) nama anggota, komposisi, tugas, dan tanggung jawab; 2) jumlah rapat yang dilakukan; dan 3) Remunerasi yang telah dibayarkan kepada anggota Komite Remunerasi selama 1 (satu) tahun; b. proses penyusunan kebijakan Remunerasi yang meliputi: 1) tinjauan mengenai latar belakang dan tujuan kebijakan Remunerasi; 2) pelaksanaan kaji ulang atas kebijakan Remunerasi pada tahun sebelumnya, beserta perbaikannya; dan 3) mekanisme untuk memastikan bahwa Remunerasi bagi Pegawai di unit kontrol bersifat independen dari unit kerja yang diawasinya; c. cakupan kebijakan Remunerasi dan implementasinya per unit bisnis, per wilayah, dan pada perusahaan anak atau kantor cabang yang berlokasi di luar negeri; d. Remunerasi ... - 12 - d. Remunerasi dikaitkan dengan risiko yang meliputi: 1) 2) jenis risiko utama (key risk) yang digunakan dalam menerapkan Remunerasi; kriteria untuk menentukan jenis risiko utama, termasuk untuk risiko yang sulit diukur; 3) dampak penetapan risiko utama terhadap kebijakan Remunerasi yang Bersifat Variabel, termasuk dampak penetapan risiko utama terhadap kebijakan Remunerasi yang Bersifat Tetap jika ada; dan 4) perubahan penentuan jenis risiko utama dibandingkan dengan penentuan jenis risiko utama tahun lalu beserta alasannya jika ada, termasuk perubahan kriteria yang digunakan untuk menentukan jenis risiko utama selama periode laporan beserta alasan dan dampak perubahan terhadap Kebijakan Remunerasi; e. pengukuran kinerja dikaitkan dengan Remunerasi yang meliputi: 1) tinjauan mengenai kebijakan Remunerasi yang dikaitkan dengan penilaian kinerja; 2) metode dalam mengaitkan Remunerasi individu dengan kinerja Bank, kinerja unit kerja, dan kinerja individu; dan 3) uraian mengenai metode yang digunakan Bank untuk menyatakan bahwa kinerja yang disepakati tidak dapat tercapai sehingga perlu dilakukan penyesuaian atas Remunerasi serta besarnya penyesuaian Remunerasi jika kondisi tersebut terjadi; f. penyesuaian Remunerasi dikaitkan dengan Kinerja dan Risiko yang meliputi: 1) kebijakan mengenai Remunerasi yang Bersifat Variabel yang ditangguhkan, besarannya, dan kriteria untuk menetapkan besaran tersebut; dan 2) kebijakan Bank mengenai Remunerasi yang Bersifat Variabel yang ditangguhkan yang ditunda pembayarannya (Malus), atau ditarik kembali dalam hal sudah dibayarkan (Clawback); g. penyesuaian ... - 13 - g. penyesuaian Remunerasi dikaitkan dengan Kinerja dan Risiko sebagaimana butir f.1) juga meliputi: 1) kebijakan pembayaran (vesting) atas penangguhan yang dilakukan antara lain jangka waktu pembayaran; dan 2) pengungkapan faktor yang menentukan perbedaan Remunerasi yang Bersifat Variabel yang ditangguhkan diantara Pegawai atau kelompok Pegawai, jika ada; h. nama konsultan ekstern dan tugas konsultan terkait kebijakan Remunerasi, dalam hal Bank menggunakan jasa konsultan ekstern; i. paket Remunerasi dan fasilitas yang diterima oleh Direksi dan Dewan Komisaris mencakup struktur Remunerasi dan rincian jumlah nominal, sebagaimana dalam tabel di bawah ini: Jenis Remunerasi dan Fasilitas Gaji, bonus, tunjangan rutin, tantiem, dan fasilitas lainnya dalam bentuk non natura Fasilitas lain dalam bentuk natura (perumahan, asuransi kesehatan, dan sebagainya) yang: a. dapat dimiliki; b. tidak dapat dimiliki. Total Jumlah Diterima dalam 1 (Satu) Tahun Direksi ............. Dewan Komisaris Orang Juta Rp Orang Juta Rp ........... ........... ............. ........... ............. ........... ............. ........... ............. ........... ............. j. paket Remunerasi yang dikelompokkan dalam tingkat penghasilan yang diterima oleh Direksi dan anggota Dewan Komisaris dalam 1 (satu) tahun, sebagaimana dalam tabel di bawah ini: Jumlah ... - 14 - Jumlah Remunerasi per Orang dalam 1 (Satu) Tahun *) Di atas Rp2 miliar Di atas Rp1 miliar s.d. Rp2 miliar Di atas Rp500 juta s.d. Rp1 miliar Rp500 juta ke bawah Jumlah Direksi ............... ............... ............... ............... Keterangan: *) yang diterima secara tunai k. Remunerasi yang Bersifat Variabel, meliputi: 1) bentuk Remunerasi yang Bersifat Variabel beserta alasan pemilihan bentuk tersebut; dan 2) penjelasan dalam hal terdapat perbedaan pemberian Remunerasi yang Bersifat Variabel diantara para Direksi, Dewan Komisaris dan/atau Pegawai, termasuk penjelasan faktor-faktor yang menentukan perbedaan tersebut beserta pertimbangan yang mendasarinya; l. jumlah Direksi, Dewan Komisaris, dan Pegawai yang menerima Remunerasi yang Bersifat Variabel selama 1 (satu) tahun dan total nominal sebagaimana dalam tabel di bawah ini: Remunerasi yang Bersifat Variabel Total Direksi Jumlah Diterima dalam 1 (Satu) Tahun Dewan Komisaris Pegawai Orang Juta Rp Orang Juta Rp Orang Juta Rp ........... ............. .......... ............ .......... ............ Jumlah Komisaris ............... ............... ............... ............... m. jabatan dan jumlah pihak yang menjadi MRT; n. shares option yang dimiliki Direksi, Dewan Komisaris, dan Pejabat Eksekutif; Yang dimaksud dengan “shares option” adalah opsi untuk membeli saham oleh anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan/atau Pejabat Eksekutif yang dilakukan melalui penawaran saham atau penawaran opsi saham dalam rangka pemberian kompensasi yang diberikan kepada anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan/atau Pejabat Eksekutif Bank, dan yang telah ... - 15 - telah diputuskan dalam Rapat Umum Pemegang Saham dan/atau Anggaran Dasar Bank. Pengungkapan mengenai shares option paling kurang mencakup: 1) kebijakan dalam pemberian shares option; 2) jumlah saham yang telah dimiliki masing-masing Direksi, Dewan Komisaris, dan Pejabat Eksekutif sebelum diberikan shares option; 3) jumlah shares option yang diberikan; 4) jumlah shares option yang telah dieksekusi sampai dengan akhir masa pelaporan; 5) harga opsi yang diberikan; dan 6) jangka waktu berlakunya eksekusi shares option. Pengungkapan mengenai shares option sebagaimana dimaksud pada angka 2) sampai dengan angka 6) dilakukan sebagaimana dalam tabel di bawah ini: Keterangan/Nama Jumlah Saham yang Dimiliki (lembar saham) Direksi Komisaris Pejabat Eksekutif Total o. Jumlah Opsi Yang Diberikan (lembar saham) (nama) ……….. ……….. (nama) ……….. ……….. ……….. ……….. (total) ……….. ………. ………….. ……… ……….. rasio gaji tertinggi dan terendah, yang mencakup: 1) rasio gaji pegawai yang tertinggi dan terendah; 2) rasio gaji Direksi yang tertinggi dan terendah; 3) rasio gaji Dewan Komisaris yang tertinggi dan terendah; dan 4) rasio gaji Direksi tertinggi dan pegawai tertinggi. Yang dimaksud dengan “gaji” adalah hak pegawai yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari perusahaan atau pemberi kerja kepada pegawai yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pegawai ... Yang Telah Dieksekusi (lembar saham) ……….. ……….. ……….. Harga Opsi (Rp) Jangka Waktu ……… ……….. ……… ……….. ……… ……….. - 16 - pegawai dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah dilakukan. Gaji yang diperbandingkan dalam rasio gaji adalah imbalan yang diterima oleh Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan pegawai per bulan. Yang dimaksud dengan “pegawai” dalam hal ini adalah pegawai tetap Bank sampai dengan tingkat pegawai pelaksana; p. jumlah penerima dan jumlah total Remunerasi yang Bersifat Variabel yang dijamin tanpa syarat akan diberikan oleh Bank kepada calon Direksi, calon Dewan Komisaris, dan/atau calon Pegawai selama 1 (satu) tahun pertama bekerja; q. jumlah Pegawai yang terkena pemutusan hubungan kerja dan total nominal pesangon yang dibayarkan sebagaimana dalam tabel di bawah ini: Jumlah Nominal Pesangon yang dibayarkan per Orang dalam 1 (Satu) Tahun Jumlah Pegawai Di atas Rp1 miliar Di atas Rp500 juta s.d. Rp1 miliar Rp500 juta ke bawah ............... ............... ............... r. jumlah total Remunerasi yang Bersifat Variabel yang ditangguhkan, yang terdiri dari tunai dan/atau saham atau instrumen yang berbasis saham yang diterbitkan Bank; s. jumlah total Remunerasi yang Bersifat Variabel yang ditangguhkan yang dibayarkan selama 1 (satu) tahun; t. rincian jumlah Remunerasi yang diberikan dalam 1 (satu) tahun meliputi: 1) Remunerasi yang Bersifat Tetap maupun Remunerasi yang Bersifat Variabel; 2) Remunerasi yang ditangguhkan dan tidak ditangguhkan; dan 3) bentuk Remunerasi yang diberikan secara tunai dan/atau saham atau instrumen yang berbasis saham yang diterbitkan Bank, sebagaimana dalam tabel di bawah ini: A. Remunerasi ... - 17 - A. Remunerasi yang Bersifat Tetap*) 1. Tunai Rp……….. 2. Saham/instrumen yang berbasis saham yang diterbitkan Bank B. Remunerasi yang Bersifat Variabel*) Tidak 1. Tunai 2. Saham/instrumen yang berbasis saham yang diterbitkan Bank Keterangan: *) Hanya untuk MRT dan diungkapkan dalam juta rupiah u. informasi kuantitatif mengenai: 1) 2) 3) total sisa Remunerasi yang masih ditangguhkan baik yang terekspos penyesuaian implisit maupun eksplisit; total pengurangan Remunerasi yang disebabkan karena penyesuaian eksplisit selama periode laporan; dan total pengurangan Remunerasi yang disebabkan karena penyesuaian implisit selama periode laporan, sebagaimana dalam tabel di bawah ini: Jenis Remunerasi yang Bersifat Variabel*) 1. Tunai (dalam juta rupiah) 2. Saham/ Instrumen yang saham diterbitkan Bank (dalam berbasis yang lembar saham dan nominal juta rupiah yang merupakan konversi lembar tersebut) ……….. Keterangan: *) Hanya untuk MRT 3. Penyajian ... ……….. ……….. ………. Sisa yang Masih Ditangguhkan ……….. ……….. Total Pengurangan Selama Periode Laporan Disebabkan Penyesuaian Eksplisit (A) ……….. ……….. ……….. Disebabkan Penyesuaian Implisit (B) Total (A)+(B) ………. ………. Ditangguhkan Rp……….. Rp……….. Ditangguhkan Rp……….. Rp……….. Rp……….. dari saham - 18 - 3. Penyajian informasi tersebut di atas disampaikan dalam bentuk tabel atau grafik, dan/atau perbandingan dengan periode laporan 1 (satu) tahun sebelumnya. Dalam hal Bank menyajikan informasi dalam bentuk tabel maka penyajian paling kurang mengacu pada tabel-tabel sebagaimana dimaksud pada angka 2 tersebut di atas. V. PENUTUP 1. Dengan berlakunya Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini maka Bab IX. Transparansi Pelaksanaan GCG, huruf D, huruf E, dan huruf F dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/15/DPNP tanggal 29 April 2013 perihal Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum dinyatakan tidak berlaku bagi: a. Bank Asing, Bank BUKU 3, dan Bank BUKU 4 sejak berlakunya Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini; dan b. Bank BUKU 1 dan Bank BUKU 2 yang bukan merupakan Bank Asing sejak tanggal 1 Januari 2017. 2. Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 26 September 2016 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN OTORITAS JASA KEUANGAN, ttd NELSON TAMPUBOLON Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 40/SEOJK.03/2016 </reg_id> <reg_title> PENERAPAN TATA KELOLA DALAM PEMBERIAN REMUNERASI BAGI BANK UMUM </reg_title> <set_date> 26 September 2016 </set_date> <effective_date> 26 September 2016 </effective_date> <replaced_reg> '15/15/DPNP|SE-BI/2013 | Bab IX huruf D, huruf E, dan huruf F' </replaced_reg> <related_reg> '45/POJK.03/2015' </related_reg>
Yth. Direksi Bank Perkreditan Rakyat di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 41 /SEOJK.03/2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN KREDIT BANK PERKREDITAN RAKYAT Sehubungan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 49/POJK.03/2017 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Perkreditan Rakyat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 155, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6098) yang selanjutnya disingkat POJK BMPK BPR dan sehubungan dengan beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan jasa keuangan di sektor perbankan dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan, perlu untuk mengatur kembali ketentuan pelaksanaan mengenai Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Perkreditan Rakyat dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM 1. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dalam menyediakan dana perlu memperhatikan prinsip kehati-hatian antara lain dengan penyebaran portofolio Penyediaan Dana yang diberikan agar risiko Penyediaan Dana tersebut tidak terpusat pada Peminjam atau kelompok Peminjam tertentu. 2. Dalam rangka pemantauan Penyediaan Dana, BPR menyampaikan laporan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) secara berkala kepada Otoritas Jasa Keuangan. 3. Pelaporan BMPK disampaikan oleh kantor pusat BPR secara daring (online) yang mencakup data kantor pusat dan data seluruh kantor cabang BPR. - 2 - II. PERHITUNGAN BMPK 1. BMPK untuk Kredit Perhitungan BMPK untuk Kredit dilakukan berdasarkan baki debet seluruh Kredit yang diterima oleh debitur yang bersangkutan, termasuk pemberian Kredit atas nama debitur lain yang digunakan untuk keuntungan debitur yang bersangkutan. Untuk Kredit dalam bentuk rekening koran, perhitungan BMPK dilakukan berdasarkan baki debet tertinggi pada bulan laporan. 2. BMPK untuk Penempatan Dana Antar Bank dalam Bentuk Tabungan Perhitungan BMPK untuk Penempatan Dana Antar Bank dalam bentuk tabungan dilakukan berdasarkan saldo tertinggi pada bulan laporan. 3. BMPK untuk Penempatan Dana Antar Bank dalam Bentuk Deposito Perhitungan BMPK untuk Penempatan Dana Antar Bank dalam bentuk deposito dilakukan berdasarkan jumlah nominal sebagaimana tercantum dalam seluruh bilyet deposito pada BPR yang sama. 4. BMPK untuk Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait Perhitungan BMPK untuk Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait dilakukan berdasarkan jumlah seluruh baki debet Kredit Pihak Terkait dan seluruh nominal atau baki debet Penempatan Dana Antar Bank (tabungan, deposito, dan Kredit) kepada seluruh BPR lain Pihak Terkait sebesar 10% (sepuluh persen) dari Modal BPR. 5. BMPK untuk Penempatan Dana Antar Bank pada BPR lain Pihak Tidak Terkait Perhitungan BMPK untuk Penempatan Dana Antar Bank pada BPR lain Pihak Tidak Terkait dilakukan berdasarkan jumlah seluruh nominal atau baki debet Penempatan Dana Antar Bank (tabungan, deposito, dan Kredit) pada masing-masing BPR Pihak Tidak Terkait sebesar 20% (dua puluh persen) dari Modal BPR. - 3 - 6. Penyediaan Dana dalam Bentuk Kredit kepada Satu atau Lebih Peminjam Pihak Tidak Terkait yang Merupakan Bagian dari Kelompok Peminjam Pihak Tidak Terkait Perhitungan BMPK untuk Penyediaan Dana dalam bentuk Kredit kepada satu atau lebih Peminjam Pihak Tidak Terkait yang merupakan bagian dari kelompok Peminjam Pihak Tidak Terkait dihitung berdasarkan pemberian Kredit kepada masing-masing Peminjam dan pemberian Kredit kepada satu kelompok Peminjam Pihak Tidak Terkait. BMPK pemberian Kredit kepada satu kelompok Peminjam Pihak Tidak Terkait sebesar 30% (tiga puluh persen) dari Modal BPR. III. PELANGGARAN BMPK 1. BPR dinyatakan melakukan pelanggaran BMPK dalam hal terdapat selisih lebih antara persentase Penyediaan Dana pada saat direalisasikan terhadap Modal BPR dengan BMPK yang diperkenankan. BPR tetap dinilai melanggar BMPK selama Pelanggaran BMPK tersebut belum diselesaikan. 2. Modal BPR yang digunakan dalam perhitungan BMPK adalah jumlah Modal Inti dan Modal Pelengkap sebagaimana diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai kewajiban penyediaan Modal minimum dan pemenuhan Modal inti minimum BPR pada posisi bulan terakhir sebelum realisasi Penyediaan Dana. 3. Dalam hal terdapat Pelanggaran BMPK berupa Penyediaan Dana dalam bentuk Kredit kepada satu atau lebih Peminjam Pihak Tidak Terkait yang merupakan bagian dari kelompok Peminjam Pihak Tidak Terkait, Pelanggaran BMPK dihitung berdasarkan penjumlahan pelanggaran atas pemberian Kredit kepada masing-masing Peminjam dan pelanggaran pemberian Kredit kepada satu kelompok Peminjam Pihak Tidak Terkait. 4. Contoh Perhitungan BMPK: a. Kredit dengan angsuran yang pencairannya dilakukan secara sekaligus BPR ”X” memberikan fasilitas Kredit dengan pembayaran angsuran kepada debitur A (Pihak Tidak Terkait) yang pencairannya dilakukan secara sekaligus dengan kondisi sebagai berikut: 1) Modal BPR: a) Per akhir Juni 2017 sebesar Rp1.500.000.000,00 (satu - 4 - miliar lima ratus juta rupiah). b) Per akhir Juli 2017 sebesar Rp1.400.000.000,00 (satu miliar empat ratus juta rupiah). 2) BMPK Pihak Tidak Terkait: 20% a) Bulan Juli 2017 sebesar Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). (= 20% x Rp1.500.000.000). b) Bulan Agustus 2017 sebesar Rp280.000.000,00 (dua ratus delapan puluh juta rupiah). (= 20% x Rp1.400.000.000,00). 3) Fasilitas Kredit 4) Jangka waktu Realisasi Kredit : Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah). : 18 (delapan belas) bulan. 5) Tanggal akad Kredit : 14 Juli 2017. 6) 7) Baki debet : a) Per akhir Juli 2017 sebesar Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah). b) Per akhir Agustus 2017 sebesar Rp350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah). Perhitungan BMPK 1) Bulan Juli 2017 Berdasarkan persentase atas baki debet pada saat realisasi atau pencairan Kredit Modal BPR per debitur akhir A Juni : Pencairan Kredit sekaligus pada tanggal 14 Juli 2017. yaitu sebesar Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) terhadap 2017 sebesar Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah) dikurangi dengan persentase BMPK Pihak Tidak Terkait (20%), diperoleh hasil sebagai berikut: (Rp400.000.000,00 /Rp1.500.000.000,00 x 100%) – 20% = 6,67% Dengan demikian terdapat pelanggaran BMPK sebesar 6,67% (enam koma enam tujuh persen). 2) Bulan Agustus 2017 Berdasarkan persentase atas baki debet debitur A pada akhir Agustus 2017 yaitu sebesar Rp350.000.000,00 (tiga ratus - 5 - lima puluh juta rupiah) terhadap Modal BPR per akhir Juli 2017 sebesar Rp1.400.000.000,00 (satu miliar empat ratus juta rupiah) dikurangi dengan persentase BMPK Pihak Tidak Terkait (20%), diperoleh hasil sebagai berikut: (Rp350.000.000,00/Rp1.400.000.000,00 x 100%) – 20% = 5% Dengan demikian terdapat pelanggaran BMPK sebesar 5% (lima persen). b. Kredit yang pencairannya dilakukan secara bertahap BPR ”Y” memberikan fasilitas Kredit kepada debitur B (Pihak Terkait) yang pencairannya dilakukan secara bertahap dengan kondisi sebagai berikut: 1) Modal BPR: a) Per akhir Juli 2017 sebesar Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). b) Per akhir Agustus 2017 sebesar Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah). 2) BMPK Pihak Terkait: 10% a) Bulan Agustus 2017 sebesar Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). (= 10% x Rp2.000.000.000,00). b) Bulan September 2017 sebesar Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah). (= 10% x Rp1.500.000.000,00). 3) Fasilitas Kredit 4) Jangka waktu 5) Tanggal akad Kredit 6) Realisasi Kredit : Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). : 24 (dua puluh empat) bulan. : 8 Agustus 2017. : Pencairan Kredit secara bertahap a) Pencairan tahap I, tanggal 8 Agustus 2017: Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). b) Pencairan tahap II, tanggal 8 September 2017: Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) - 6 - Perhitungan BMPK 1) Bulan Agustus 2017 Berdasarkan persentase atas baki debet pada saat realisasi atau pencairan Kredit debitur B tahap I sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) terhadap Modal BPR per akhir Juli 2017 sebesar Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dikurangi dengan persentase BMPK Pihak Terkait (10%), diperoleh hasil sebagai berikut: (Rp100.000.000,00/Rp2.000.000.000,00 x 100%) – 10% = -5% Dengan demikian tidak terdapat pelanggaran BMPK. 2) Bulan September 2017 Dengan adanya realisasi atau pencairan Kredit debitur B tahap II sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) sehingga baki debet menjadi sebesar Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) maka persentase atas baki debet tersebut terhadap Modal BPR per akhir Agustus 2017 sebesar Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah) dikurangi dengan persentase BMPK Pihak Terkait (10%), diperoleh hasil sebagai berikut: (Rp200.000.000,00/Rp1.500.000.000,00 x 100%) – 10% = 3,33% Dengan demikian terdapat pelanggaran BMPK sebesar 3,33% (tiga koma tiga tiga persen). c. Kredit dengan fasilitas rekening koran BPR ”Y” memberikan fasilitas Kredit rekening koran kepada debitur C (Pihak Tidak Terkait) dengan kondisi sebagai berikut: 1) Modal BPR: per 2) BMPK Pihak Tidak Terkait Rp1.800.000.000,00 (satu miliar delapan ratus juta rupiah). : 20% atau sebesar Rp360.000.000 (tiga ratus enam puluh juta rupiah). (= 20% x Rp1.800.000.000,00). 3) Fasilitas Kredit 4) Jangka waktu : Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah). : 12 (dua belas) bulan. akhir Agustus 2017 sebesar - 7 - 5) Tanggal akad Kredit 6) Realisasi baki debet Pencairan Tanggal 8 September 2017 15 September 2017 28 September 2017 29 September 2017 Rp15.000.000,- Rp385.000.000,- Rp35.000.000,- Rp400.000.000,- Rp5.000.000,- Rp365.000.000,- : 5 September 2017. : pada bulan September 2017. Penyetoran Rp370.000.000,- Saldo Debet Rp370.000.000,- Perhitungan Pelanggaran BMPK Perhitungan BMPK didasarkan pada persentase atas baki debet tertinggi pada bulan yang bersangkutan (September 2017) yaitu sebesar Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) terhadap Modal BPR per akhir Agustus 2017 sebesar Rp1.800.000.000,00 (satu miliar delapan ratus juta rupiah) dikurangi dengan persentase BMPK Pihak Tidak Terkait (20%), dengan perhitungan sebagai berikut: (Rp400.000.000,00/Rp1.800.000.000,00 x 100%) – 20% = 2,22% Dengan demikian terdapat Pelanggaran BMPK sebesar 2,22% (dua koma dua dua persen). d. Pemberian Kredit yang secara individu Peminjam tidak melebihi BMPK namun secara kelompok Peminjam melebihi BMPK BPR “X” memberikan fasilitas Kredit kepada debitur A (Pihak Tidak Terkait) dan debitur PT B (PT B menjamin Kredit yang diberikan oleh BPR “X” kepada debitur A) yang pencairannya dilakukan secara sekaligus dengan kondisi sebagai berikut: 1) Modal BPR : Per akhir September 2017 sebesar Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). - 8 - 2) BMPK Pihak Tidak Terkait: a) Individu Peminjam: 20% atau Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). (= 20% x Rp3.000.000.000,00). b) Kelompok Peminjam: 30% atau 3) Rp900.000.000,00 (sembilan ratus juta rupiah). (= 30% x Rp3.000.000.000,00). Fasilitas Kredit : a) Debitur A sebesar sebesar sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). b) Debitur PT B sebesar Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). 4) Jangka waktu : Masing-masing 24 (dua puluh empat) bulan. 5) Tanggal akad Kredit : a) Debitur A, tanggal 16 Oktober 2017. b) Debitur PT B sebesar Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). 6) Realisasi kredit : Pencairan dilakukan sekaligus a) Debitur A, tanggal 16 Oktober 2017. b) Debitur PT B, tanggal 20 Oktober 2017. Perhitungan Pelanggaran BMPK 1) BMPK Individu Peminjam a) Pemberian Kredit BPR ”X” kepada debitur A sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak melanggar BMPK dengan perhitungan sebagai berikut: (Rp500.000.000,00/Rp3.000.000.000,00 x 100%) – 20% = -3,34%. b) Pemberian kredit BPR ”X” kepada debitur PT B sebesar Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) - 9 - tidak melanggar BMPK dengan perhitungan sebagai berikut: (Rp600.000.000,00/Rp3.000.000.000,00 x 100%) – 20% = 0%. 2) BMPK Kelompok Peminjam Mengingat debitur A dan PT B memenuhi kriteria kelompok Peminjam, perhitungan BMPK juga dihitung berdasarkan baki debet kelompok Peminjam yaitu sebesar Rp1.100.000.000,00 (satu miliar seratus juta rupiah) (Rp500.000.000,00 + Rp600.000.000,00). BMPK kelompok Peminjam Pihak Tidak Terkait yaitu 30%. Perhitungan BMPK kelompok Peminjam tersebut sebagai berikut: (Rp1.100.000.000,00/Rp3.000.000.000,00 x 100%) – 30% = 6,67%. Dengan demikian terdapat Pelanggaran BMPK kelompok Peminjam Pihak Tidak Terkait sebesar 6,67% (enam koma enam tujuh persen). Berdasarkan perhitungan angka 1) dan angka 2) di atas, pemberian Kredit kepada masing-masing Peminjam yaitu debitur A dan PT B tidak melanggar BMPK namun secara kelompok Peminjam melanggar BMPK sebesar 6,67% (enam koma enam tujuh persen). e. Pemberian Kredit dan Penempatan Dana Antar Bank pada BPR lain yang secara individu Peminjam melebihi BMPK namun secara kelompok Peminjam tidak melebihi BMPK BPR ”Y” menempatkan dananya pada BPR ”Z” dan memberikan fasilitas Kredit kepada debitur PT A (Pihak Tidak Terkait yang memiliki saham BPR ”Z” sebesar 40%) dengan kondisi sebagai berikut: 1) Modal BPR: Per akhir 2) BMPK Pihak Tidak Terkait: a) Individu Peminjam: Oktober 2017 sebesar Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). 20% atau Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). (= 20% x Rp5.000.000.000,00) sebesar - 10 - b) Kelompok Peminjam: 30% atau sebesar Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah) (= 30% x Rp5.000.000.000,00). 3) Penyediaan Dana BPR ”Y” pada BPR ”Z” berupa: a) Deposito: Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), jangka waktu 3 (tiga) bulan (10 November 2017 sampai dengan 10 Februari 2018). b) Kredit: rupiah). 4) BPR ”Y” memberikan Kredit kepada debitur PT A sebesar Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah). 5) Jangka waktu 6) Tanggal akad Kredit : 36 (tiga puluh enam) bulan. : a) BPR “Z”, November 2017. b) Debitur PT A, tanggal 10 November 2017. 7) Realisasi Kredit : Pencairan dilakukan sekaligus a) BPR “Z” pada tanggal 3 November 2017. b) Debitur PT A pada tanggal 10 November 2017. Perhitungan BMPK: 1) BMPK Individu Peminjam a) Penempatan Dana Antar Bank BPR ”Y” pada BPR ”Z” berupa deposito sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan Kredit sebesar Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah), sehingga jumlah Penempatan Dana Antar Bank sebesar Rp1.200.000.000,00 (satu miliar dua ratus juta rupiah). BMPK Penempatan Dana Antar Bank pada BPR lain yaitu sebesar 20%. Perhitungan BMPK Penempatan Dana Antar Bank tersebut sebagai berikut: (Rp1.200.000.000,00/Rp5.000.000.000,00 x 100%) – 20% = 4%. b) Pemberian Kredit BPR ”Y” kepada debitur PT A sebesar Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) tidak tanggal 3 Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta - 11 - melanggar BMPK dengan perhitungan sebagai berikut: (Rp800.000.000,00/Rp5.000.000.000,00 x 100%) – 20% = -4%. 2) BMPK Kelompok Peminjam Mengingat debitur PT A dan BPR ”Z” memenuhi kriteria kelompok Peminjam, perhitungan BMPK juga dihitung berdasarkan kelompok Peminjam. Berdasarkan perhitungan, BMPK kelompok Peminjam tidak melanggar BMPK karena secara keseluruhan jumlah baki debet dalam bentuk Kredit masing-masing kepada debitur PT A Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah) dan BPR ”Z” Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) yaitu sebesar Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah), tidak melebihi BMPK kelompok Peminjam Pihak Tidak Terkait yaitu paling tinggi 30%, dengan perhitungan sebagai berikut: (Rp1.500.000.000,00/Rp5.000.000.000,00 x 100%) – 30% = 0%. Berdasarkan perhitungan di atas, maka: 1) Penempatan dana BPR ”Y” pada BPR ”Z” melanggar BMPK untuk Penempatan Dana Antar Bank pada BPR lain sebesar 4% (empat persen). 2) Pemberian Kredit BPR ”Y” kepada debitur PT A tidak melanggar BMPK. Pemberian Kredit kepada BPR ”Z” dan debitur PT A sebagai kelompok Peminjam Pihak Tidak Terkait juga tidak melanggar BMPK. f. Pemberian Kredit yang secara individu dan kelompok Peminjam melebihi BMPK BPR ”B” memberikan fasilitas Kredit kepada debitur Pihak Tidak Terkait PT X dan PT Y. PT X dan PT Y dimiliki oleh Sdr. S dengan kepemilikan saham pada masing-masing PT tersebut 50%. Pencairan Kredit dilakukan sekaligus dengan kondisi sebagai berikut: 1) Modal BPR: Per akhir November Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah). 2017 sebesar - 12 - 2) BMPK Pihak Tidak Terkait: a) Individu Peminjam: 20% atau Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah). (= 20% x Rp4.000.000.000,00). b) Kelompok Peminjam: 30% atau sebesar Rp1.200.000.000,00 (satu miliar dua ratus juta rupiah). (= 30% x Rp4.000.000.000,00). 3) Fasilitas Kredit : a) Debitur PT X sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). b) Debitur PT Y sebesar Rp900.000.000,00 (sembilan rupiah). ratus 4) Jangka waktu 5) Tanggal akad Kredit sebesar juta : Masing-masing 48 (empat puluh delapan) bulan. : a) Debitur PT X, tanggal 7 Desember 2017. b) Debitur PT Y, tanggal 15 Desember 2017. 6) Realisasi Kredit : Pencairan dilakukan sekaligus a) Debitur PT X, tanggal 7 Desember 2017. b) Debitur PT Y, tanggal 15 Desember 2017. Perhitungan Pelanggaran BMPK 1) BMPK Individu Peminjam a) Pemberian Kredit BPR ”B” kepada debitur PT X sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) melanggar BMPK dengan perhitungan sebagai berikut: (Rp1.000.000.000,00/Rp4.000.000.000 x 100%) – 20% = 5%. b) Pemberian Kredit BPR ”B” kepada debitur PT Y sebesar Rp900.000.000,00 (sembilan ratus juta rupiah) melanggar BMPK dengan perhitungan sebagai berikut: (Rp900.000.000,00/Rp4.000.000.000 x 100%) – 20% = 2,5%. - 13 - 2) BMPK Kelompok Peminjam Mengingat debitur PT X dan PT Y memenuhi kriteria kelompok Peminjam Pihak Tidak Terkait, perhitungan BMPK juga dihitung berdasarkan kelompok Peminjam yaitu sebesar Rp1.900.000.000,00 (satu miliar sembilan ratus juta rupiah) (Rp1.000.000.000,00 + Rp900.000.000,00). BMPK kelompok Peminjam Pihak Tidak Terkait yaitu 30%. Perhitungan BMPK kelompok Peminjam tersebut sebagai berikut: (Rp1.900.000.000,00/Rp4.000.000.000,00 x 100%) – 30% = 17,5%. Berdasarkan perhitungan di atas, maka: 1) Pemberian Kredit BPR ”B” kepada debitur PT X secara individu melanggar BMPK sebesar 5% (lima persen). 2) Pemberian Kredit BPR ”B” kepada debitur PT Y secara individu melanggar BMPK sebesar 2,5% (dua koma lima persen). 3) Pemberian kredit BPR ”B” kepada debitur PT X dan PT Y sebagai kelompok Peminjam Pihak Tidak Terkait melanggar BMPK kelompok Peminjam Pihak Tidak Terkait sebesar 17,5% (tujuh belas koma lima persen). Dengan demikian persentase jumlah keseluruhan pelanggaran BMPK yang dilakukan oleh BPR ”B” adalah 25% (dua puluh lima persen). g. Penempatan Dana Antar Bank pada BPR lain dalam bentuk deposito BPR ”Y” menempatkan dananya dalam bentuk deposito pada BPR ”Z” dengan kondisi sebagai berikut: 1) Modal BPR ”Y”: a) Per akhir Agustus 2017 sebesar Rp4.900.000.000,00 (empat miliar sembilan ratus juta rupiah). b) Per akhir September 2017 sebesar Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). - 14 - 2) BMPK Penempatan Dana Antar Bank pada BPR lain : 20% (dua puluh persen) a) Bulan September 2017 sebesar Rp980.000.000,00 (sembilan ratus delapan puluh juta rupiah) (= 20% x Rp4.900.000.000,00). b) Bulan Oktober 2017 sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) (= 20% x Rp5.000.000.000,00). 3) Penyediaan Dana BPR ”Y” pada BPR ”Z” berupa: a) Deposito I : Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah) dengan jangka waktu 3 (tiga) bulan (10 Juli 2017 sampai dengan 10 Oktober 2017). b) Deposito II : Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dengan jangka waktu 1 (satu) bulan (2 Oktober 2017 sampai dengan 2 November 2017). Perhitungan Pelanggaran BMPK 1) Bulan September 2017 Berdasarkan persentase atas jumlah nominal sebagaimana tercantum dalam bilyet deposito I sebesar Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah) terhadap Modal BPR per akhir Agustus 2017 sebesar Rp4.900.000.000,00 (empat miliar sembilan ratus juta rupiah) dikurangi dengan persentase BMPK Penempatan Dana Antar Bank pada BPR lain Pihak Tidak Terkait (20%), diperoleh hasil sebagai berikut: (Rp700.000.000,00/Rp4.900.000.000,00 x 100%) – 20% = -5,71% Dengan demikian tidak terdapat pelanggaran BMPK. 2) Bulan Oktober 2017 Dengan adanya penempatan deposito II sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) pada tanggal 2 Oktober 2017, jumlah seluruh penempatan deposito pada BPR ”Z” pada tanggal tersebut menjadi sebesar Rp1.200.000.000,00 (satu miliar dua ratus juta rupiah). Dengan demikian persentase atas nominal Penempatan Dana Antar Bank tersebut terhadap Modal BPR per akhir September 2017 sebesar Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dikurangi dengan persentase BMPK Penempatan - 15 - Dana Antar Bank pada BPR lain Pihak Tidak Terkait (20%), diperoleh hasil sebagai berikut: (Rp1.200.000.000,00/Rp5.000.000.000,00 x 100%) – 20% = 4% Dengan demikian terdapat pelanggaran BMPK sebesar 4% (empat persen). 5. Berdasarkan contoh perhitungan BMPK sebagaimana dimaksud pada Romawi III angka 4 khususnya untuk huruf a, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f, selain melanggar BMPK, BPR juga melanggar Pasal 3 ayat (1) POJK BMPK BPR yang menyatakan bahwa BPR dilarang membuat Perjanjian Kredit yang mewajibkan BPR untuk menyediakan dana yang akan mengakibatkan terjadinya Pelanggaran BMPK. IV. PELAMPAUAN BMPK 1. Penyediaan Dana oleh BPR dikategorikan sebagai Pelampauan BMPK dalam hal terjadi selisih lebih antara persentase Penyediaan Dana yang telah direalisasikan terhadap Modal BPR pada saat tanggal laporan dengan BMPK yang diperkenankan dan tidak termasuk Pelanggaran BMPK. 2. Pelampauan BMPK dapat disebabkan oleh penurunan Modal BPR, penggabungan usaha (merger), peleburan usaha (konsolidasi), pengambilalihan usaha (akuisisi), perubahan struktur kepemilikan dan/atau perubahan kepengurusan yang menyebabkan perubahan Pihak Terkait dan/atau kelompok Peminjam, dan/atau perubahan ketentuan. 3. Contoh perhitungan Pelampauan BMPK karena penurunan Modal BPR ”X” memberikan fasilitas Kredit dengan pembayaran angsuran kepada debitur A (Pihak Tidak Terkait) yang pencairannya dilakukan secara sekaligus dengan kondisi sebagai berikut: a. Modal BPR: 1) Per akhir Agustus 2017 sebesar Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah). 2) Per akhir September 2017 sebesar Rp1.200.000.000,00 (satu miliar dua ratus juta rupiah). - 16 - b. BMPK Pihak Tidak Terkait: 20% (dua puluh persen) 1) Bulan September 2017 sebesar Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). (= 20% x Rp1.500.000.000,00). 2) Bulan Oktober 2017 sebesar Rp240.000.000,00 (dua ratus empat puluh juta rupiah). (= 20% x Rp1.200.000.000,00). c. Fasilitas Kredit d. Jangka waktu Realisasi Kredit : : e. Tanggal akad Kredit : f. : g. Baki debet : 1) Per akhir September 2017 sebesar Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). 2) Per akhir Oktober 2017 sebesar Rp285.000.000,00 (dua ratus delapan puluh lima juta rupiah). Perhitungan Pelampauan BMPK a. Bulan September 2017 Berdasarkan persentase atas baki debet pada saat realisasi kredit debitur A yaitu sebesar Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) terhadap Modal BPR per akhir Agustus 2017 sebesar Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah) dikurangi dengan persentase BMPK Pihak Tidak Terkait (20% (dua puluh persen)), diperoleh hasil sebagai berikut: (Rp300.000.000,00/Rp1.500.000.000,00 x 100%) – 20% = 0% Tidak terdapat pelanggaran BMPK. b. Bulan Oktober 2017 Berdasarkan persentase atas baki debet debitur A pada akhir Oktober 2017 yaitu sebesar Rp285.000.000,00 (dua ratus delapan puluh lima juta rupiah) terhadap Modal BPR per akhir September 2017 sebesar Rp1.200.000.000,00 (satu miliar dua ratus juta rupiah) dikurangi dengan persentase BMPK Pihak Tidak Terkait (20% (dua puluh persen)), diperoleh hasil sebagai berikut: (Rp285.000.000,00 /Rp1.200.000.000,00 x 100%) – 20% = 3,75% Dengan demikian terdapat pelampauan BMPK sebesar 3,75% (tiga Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). 18 (delapan belas) bulan. 15 September 2017. Pencairan Kredit sekaligus pada tanggal 21 September 2017. - 17 - koma tujuh lima persen). V. PENYAMPAIAN LAPORAN BMPK DAN/ATAU KOREKSI LAPORAN BMPK 1. BPR menyampaikan laporan BMPK kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat tanggal 14 pada bulan berikutnya setelah berakhirnya bulan laporan: a. Secara daring (online) melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan sesuai dengan format dan ketentuan yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan. b. Secara daring (online) melalui aplikasi Laporan Berkala BPR sebagaimana diatur dalam ketentuan yang mengatur mengenai laporan bulanan BPR, dalam hal penyampaian laporan BMPK melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a belum dapat dilakukan. 2. BPR menyampaikan koreksi laporan BMPK kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat tanggal 20 pada bulan berikutnya setelah berakhirnya bulan laporan: a. Secara daring (online) melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan sesuai dengan format dan ketentuan yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan. b. Secara daring (online) melalui aplikasi Laporan Berkala BPR sebagaimana diatur dalam ketentuan yang mengatur mengenai laporan bulanan BPR, dalam hal penyampaian koreksi laporan BMPK melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a belum dapat dilakukan. 3. Dalam hal laporan disampaikan melewati batas waktu sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2, BPR dinyatakan terlambat menyampaikan laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK. 4. Penyampaian laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK secara daring (online) dilakukan sampai dengan akhir bulan laporan. Laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK secara daring (online) tersebut dapat disampaikan pada hari libur. 5. Dalam hal BPR tidak menyampaikan laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK sampai dengan akhir bulan laporan, BPR dinyatakan tidak menyampaikan laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK. 6. Dalam hal penyampaian laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK dilakukan setelah berakhirnya bulan laporan, laporan tersebut - 18 - hanya dapat disampaikan secara luring (offline). Penyampaian laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK secara luring (offline) dilakukan dalam bentuk cakram digital (compact disk) atau media perekam data elektronik lainnya disertai hasil validasi yang telah ditandatangani oleh penanggung jawab dan disampaikan kepada: a. Otoritas Jasa Keuangan u.p Kantor Regional atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan yang mewilayahi Kantor Pusat BPR; atau b. Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang mengatur mengenai laporan bulanan BPR dengan tembusan kepada Otoritas Jasa Keuangan, dalam hal penyampaian laporan melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan belum dapat dilakukan. 7. Dalam hal terjadi kerusakan cakram digital (compact disk) atau media perekam data elektronik lainnya yang telah diterima secara luring (offline) oleh Otoritas Jasa Keuangan atau Bank Indonesia dalam hal penyampaian laporan melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan belum dapat dilakukan, BPR pelapor menyampaikan ulang cakram digital (compact disk) atau media perekam data elektronik lain setelah diminta oleh Otoritas Jasa Keuangan atau oleh Bank Indonesia. 8. Apabila tanggal 14 atau tanggal 20 jatuh pada hari libur, BPR yang menyampaikan laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK secara luring (offline) harus menyampaikan laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK pada hari kerja sebelumnya. 9. Hari libur yang terkait dengan penyampaian laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK sebagaimana dimaksud pada angka 8 secara luring (offline) adalah hari Sabtu, hari Minggu, atau hari libur yang ditetapkan oleh Pemerintah. VI. FORMAT DAN TATA CARA PENYUSUNAN LAPORAN BMPK DAN/ATAU KOREKSI LAPORAN BMPK 1. Format dan tata cara penyusunan laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK mengacu pada Lampiran I tentang Pedoman Penyusunan Laporan BMPK BPR, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 2. Prosedur pengoperasian aplikasi laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK diatur dalam Lampiran II tentang Petunjuk Teknis Aplikasi Data Entry Laporan BMPK BPR dan Lampiran III tentang - 19 - Petunjuk Teknis Aplikasi Web BPR Laporan BMPK BPR, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. VII. SARANA DAN PERSIAPAN PELAPORAN Dalam rangka penyusunan dan penyampaian laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK, BPR perlu melakukan persiapan dan menyediakan sarana sebagai berikut: 1. Komputer yang memenuhi konfigurasi minimal perangkat keras dan perangkat lunak sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 2 tentang Petunjuk Teknis Aplikasi Data Entry Laporan BMPK BPR dan Lampiran 3 tentang Petunjuk Teknis Aplikasi Web BPR Laporan BMPK BPR. 2. BPR menunjuk: a. Pegawai yang ditugaskan (petugas) untuk mengoperasikan aplikasi dan melakukan verifikasi laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK. b. Pejabat atau pegawai BPR yang bertanggung jawab (penanggung jawab) untuk melakukan verifikasi ulang dalam rangka meyakini kebenaran laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK serta menyampaikan laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK kepada Otoritas Jasa Keuangan. 3. Nama petugas dan penanggung jawab sebagaimana dimaksud pada angka 2 termasuk dalam hal terdapat perubahan, harus disampaikan kepada: a. Otoritas Jasa Keuangan u.p. Kantor Regional atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan yang membawahkan wilayah kantor pusat BPR; atau b. Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang mengatur mengenai laporan bulanan BPR dengan tembusan kepada Otoritas Jasa Keuangan, dalam hal penyampaian laporan melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan belum dapat dilakukan. 4. BPR menyusun pedoman tertulis tentang sistem dan prosedur penyusunan dan penyampaian laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK dengan mengacu pada Lampiran 1 tentang Pedoman Penyusunan Laporan BMPK BPR, Lampiran 2 tentang Petunjuk Teknis Aplikasi Data Entry Laporan BMPK BPR, dan Lampiran 3 tentang - 20 - Petunjuk Teknis Aplikasi Web BPR Laporan BMPK BPR yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 5. BPR memiliki: a. sistem pengamanan yang memadai terhadap sarana komputer, aplikasi, dan data laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK; dan b. rekam cadang (back up) data laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK yang ditatausahakan dengan baik. VIII. ALAMAT PENYAMPAIAN LAPORAN 1. Laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan: a. secara daring (online) melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan sesuai dengan format dan ketentuan yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan; atau b. secara daring (online) melalui aplikasi Laporan Berkala BPR sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai laporan bulanan BPR, dalam hal penyampaian laporan melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a belum dapat dilakukan. 2. BPR pelapor yang berkedudukan di wilayah yang belum memiliki fasilitas jaringan ekstranet atau mengalami keadaan kahar (force majeure), laporan disampaikan secara luring (offline) kepada: a. Otoritas Jasa Keuangan u.p. Kantor Regional atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan yang membawahkan wilayah kantor pusat BPR; atau b. Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang mengatur mengenai laporan bulanan BPR dengan tembusan kepada Otoritas Jasa Keuangan, dalam hal penyampaian laporan melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan belum dapat dilakukan. 3. Dalam hal terjadi masalah atau gangguan pada jaringan ekstranet, BPR pelapor menyampaikan laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK secara luring (offline) kepada: a. Otoritas Jasa Keuangan u.p. Kantor Regional atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan yang membawahkan wilayah kantor - 21 - pusat BPR; atau b. Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang mengatur mengenai laporan bulanan BPR dengan tembusan kepada Otoritas Jasa Keuangan, dalam hal penyampaian laporan melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan belum dapat dilakukan. 4. Penyampaian nama petugas, penanggung jawab, dan nomor telepon yang digunakan untuk menyampaikan laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK serta perubahan nama dan nomor telepon tersebut ditujukan kepada: a. Otoritas Jasa Keuangan u.p. Kantor Regional atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan yang membawahkan wilayah kantor pusat BPR; atau b. Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang mengatur mengenai laporan bulanan BPR dengan tembusan kepada Otoritas Jasa Keuangan, dalam hal penyampaian laporan melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan belum dapat dilakukan. IX. TATA CARA PEMBAYARAN SANKSI ADMINISTRATIF BERUPA DENDA Pembayaran sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 POJK BMPK BPR mengacu pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai tata cara penagihan sanksi administratif berupa denda di sektor jasa keuangan. Dalam hal penyampaian laporan secara daring (online) melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan belum dapat dilakukan, pembayaran sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (4) dan Pasal 28 ayat (5) POJK BMPK BPR mengacu pada ketentuan yang mengatur mengenai laporan bulanan BPR. - 22 - X. PENUTUP Pada saat Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku, Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/21/DKBU perihal Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Perkreditan Rakyat dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 19 Juli 2017 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN OTORITAS JASA KEUANGAN, ttd NELSON TAMPUBOLON Salinan ini sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 1/SEOJK.03/2017 </reg_id> <reg_title> KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM DAN PEMENUHAN MODAL INTI MINIMUM BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH </reg_title> <set_date> 3 Januari 2017 </set_date> <effective_date> 3 Januari 2017 </effective_date> <replaced_reg> '8/26/DPbS|SE-BI/2006', '9/14/DPbS|SE-BI/2007' </replaced_reg> <related_reg> '66/POJK.03/2016' </related_reg>
Yth. Direksi Bank Umum Konvensional di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 43 /SEOJK.03/2016 TENTANG TRANSPARANSI DAN PUBLIKASI LAPORAN BANK UMUM KONVENSIONAL Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 6/POJK.03/2015 tentang Transparansi dan Publikasi Laporan Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5687) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 32/POJK.03/2016 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 170, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5917), perlu diatur kembali ketentuan mengenai Transparansi dan Publikasi Laporan Bank Umum Konvensional dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM 1. Laporan Publikasi terdiri dari Laporan Publikasi Bulanan, Laporan Publikasi Triwulanan, Laporan Publikasi Tahunan, dan Laporan Publikasi Lain. 2. Laporan Publikasi disusun antara lain untuk memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja atau hasil usaha Bank, informasi keuangan lainnya serta informasi kualitatif kepada berbagai pihak yang berkepentingan dengan perkembangan usaha Bank. Seluruh informasi tersebut diharapkan dapat meningkatkan transparansi kondisi keuangan Bank kepada publik dan menjaga kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan. 3. Laporan Posisi Keuangan (Neraca) merupakan laporan posisi aset, liabilitas, dan ekuitas Bank per posisi akhir periode laporan. Sementara ... - 2 - Sementara itu, Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain merupakan laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif Bank secara kumulatif sejak awal Tahun Buku sampai dengan akhir posisi periode laporan. 4. Agar dapat diperbandingkan, format dan ruang lingkup Laporan Publikasi disajikan dengan mengacu pada ketentuan yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan, standar akuntansi keuangan yang relevan untuk industri perbankan, Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia (PAPI), dan standar internasional yang relevan mengenai pengungkapan risiko, kecukupan likuiditas, dan permodalan Bank. 5. Laporan Publikasi disusun dalam Bahasa Indonesia dan disajikan sesuai format laporan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 6. Format Laporan Publikasi merupakan standar minimum yang harus dipenuhi oleh Bank. Dalam hal terdapat akun yang jumlahnya material dan tidak terdapat dalam format tersebut, Bank dapat menyajikan akun tersebut secara tersendiri, sedangkan akun yang jumlahnya tidak material dapat digabungkan dengan akun lain yang sejenis. 7. Akun yang memiliki saldo nihil dalam format laporan harus dicantumkan dengan memberi garis pendek (-) pada akun yang bersangkutan kecuali ditetapkan secara khusus dalam Lampiran. 8. Bank Umum Konvensional yang memiliki kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah (Unit Usaha Syariah) menyajikan Laporan Publikasi sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini dan menyajikan informasi keuangan Unit Usaha Syariah (UUS) sesuai Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan mengenai transparansi dan publikasi laporan Bank Umum Syariah dan UUS. II. LAPORAN PUBLIKASI BULANAN 1. Pedoman Umum a. Laporan Publikasi Bulanan disajikan secara individu dan disusun setiap bulan. b. Laporan Publikasi Bulanan diumumkan kepada masyarakat pada Situs Web Bank dan disampaikan oleh Bank kepada Otoritas Jasa Keuangan secara online melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan ... - 3 - Keuangan. Dalam hal penyampaian laporan melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan belum dapat dilakukan, laporan disampaikan melalui sistem Laporan Kantor Pusat Bank Umum (LKPBU). 2. Ruang Lingkup Laporan Publikasi Bulanan Laporan Publikasi Bulanan meliputi laporan keuangan bulanan yang paling sedikit terdiri atas: a. Laporan Posisi Keuangan (Neraca); b. Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain; dan c. Laporan Komitmen dan Kontinjensi. 3. Bank dalam menyusun Laporan Publikasi Bulanan mengacu pada Pedoman Penyusunan Laporan Publikasi Bank Umum Konvensional – Laporan Publikasi Bulanan yang merupakan lampiran dan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. III. LAPORAN PUBLIKASI TRIWULANAN 1. Pedoman Umum a. Laporan keuangan pada Laporan Publikasi Triwulanan disajikan secara individu dan konsolidasi dengan Entitas Anak yang disusun untuk posisi akhir bulan Maret, Juni, September, dan Desember. b. Bank yang tidak memiliki Entitas Anak, kolom konsolidasian dapat ditiadakan. c. Laporan keuangan pada Laporan Publikasi Triwulanan disajikan dalam bentuk perbandingan sesuai standar akuntansi keuangan. d. Apabila terdapat perlakuan akuntansi yang baru berlaku dalam posisi laporan, penyajian posisi pembanding mengacu pada standar akuntansi keuangan mengenai kebijakan akuntansi, perubahan estimasi akuntansi, dan kesalahan. e. Nama Pemegang Saham dan persentase kepemilikan saham yang dicantumkan pada Laporan Publikasi Triwulanan adalah perorangan atau entitas yang memiliki saham sebesar 5% (lima persen) atau lebih dari modal Bank, baik yang diperoleh melalui maupun tidak melalui Pasar Modal. f. Laporan keuangan pada Laporan Publikasi Triwulanan posisi akhir bulan Desember diaudit oleh Akuntan Publik yang terdaftar di Otoritas ... - 4 - Otoritas Jasa Keuangan. Dalam penyajian laporan keuangan dicantumkan nama Kantor Akuntan Publik, nama Akuntan Publik yang bertanggung jawab (partner in charge), dan opini yang diberikan. g. Laporan Publikasi Triwulanan diumumkan pada surat kabar harian berbahasa Indonesia yang memiliki peredaran luas dan pada Situs Web Bank, serta disampaikan oleh Bank kepada Otoritas Jasa Keuangan secara online melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan. Dalam hal penyampaian laporan melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan belum dapat dilakukan, laporan disampaikan melalui sistem Laporan Kantor Pusat Bank Umum (LKPBU). 2. Ruang Lingkup Laporan Publikasi Triwulanan Laporan Publikasi Triwulanan mencakup: a. Laporan keuangan, meliputi: 1) Laporan Posisi Keuangan (Neraca); 2) Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain; dan 3) Laporan Komitmen dan Kontinjensi. b. Informasi kinerja keuangan, meliputi: 1) perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM); 2) jumlah dan kualitas aset produktif serta Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) yang paling sedikit memberikan informasi berdasarkan pengelompokan: a) instrumen keuangan; b) penyediaan dana kepada Pihak Terkait; c) kredit kepada debitur Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM); d) kredit yang memerlukan perhatian khusus (antara lain kredit yang direstrukturisasi dan kredit properti); dan e) Penyisihan Penghapusan Aset (PPA) yang wajib dibentuk berdasarkan instrumen keuangan. 3) rasio keuangan, paling sedikit mencakup: a) rasio KPMM; b) Return on Asset (ROA); c) Return on Equity (ROE); d) rasio ... - 5 - d) rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO); e) persentase pelanggaran dan pelampauan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK); f) rasio Posisi Devisa Neto (PDN); dan g) nilai Liquidity Coverage Ratio (LCR) secara individu dan konsolidasi. 4) transaksi spot dan transaksi derivatif. c. informasi susunan dan komposisi Pemegang Saham, serta susunan Direksi dan Dewan Komisaris. d. informasi kuantitatif eksposur risiko yang dihadapi Bank untuk posisi akhir bulan Juni, paling sedikit mencakup: 1) Pengungkapan Risiko Kredit a) Pengungkapan umum meliputi: (1) pengungkapan Tagihan Bersih Berdasarkan Wilayah; (2) pengungkapan Tagihan Bersih Berdasarkan Sisa Jangka Waktu Kontrak; (3) pengungkapan Tagihan Bersih Berdasarkan Sektor Ekonomi; (4) pengungkapan Tagihan dan Pencadangan Berdasarkan Wilayah; (5) pengungkapan Tagihan dan Pencadangan Berdasarkan Sektor Ekonomi; dan (6) pengungkapan Rincian Mutasi Cadangan Kerugian Penurunan Nilai. b) Pengungkapan Risiko Kredit dengan menggunakan pendekatan standar meliputi: (1) pengungkapan Tagihan Bersih Berdasarkan Kategori Portofolio dan Skala Peringkat; dan (2) pengungkapan Risiko Kredit Pihak Lawan (Counterparty Credit Risk), antara lain terdiri dari tagihan bersih yang berasal dari eksposur: (a) transaksi derivatif over the counter; (b) transaksi repo; dan (c) transaksi reverse repo, sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai pedoman perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) ... - 6 - (ATMR) untuk Risiko Kredit dengan menggunakan pendekatan standar. c) Pengungkapan mitigasi Risiko Kredit dengan menggunakan pendekatan standar meliputi: (1) pengungkapan Tagihan Bersih Berdasarkan Bobot Risiko Setelah Memperhitungkan Dampak Mitigasi Risiko Kredit; dan (2) pengungkapan Tagihan Bersih dan Teknik Mitigasi Risiko Kredit. d) Pengungkapan sekuritisasi aset meliputi: (1) pengungkapan Transaksi Sekuritisasi Aset; dan (2) pengungkapan Ringkasan Aktivitas Transaksi Sekuritisasi Aset dalam hal Bank Bertindak sebagai Kreditur Asal. e) Pengungkapan Perhitungan ATMR untuk Risiko Kredit dengan Menggunakan Pendekatan Standar. 2) Pengungkapan Risiko Pasar a) Pengungkapan Risiko Pasar dengan Menggunakan Metode Standar Pengungkapan dimaksud sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai pedoman penggunaan metode standar dalam perhitungan KPMM Bank Umum dengan memperhitungkan Risiko Pasar. b) Pengungkapan Eksposur Interest Rate Risk in Banking Book (IRRBB) Pengungkapan eksposur IRRBB yaitu peningkatan atau penurunan economic value dan earnings terhadap pergerakan suku bunga berdasarkan format gap report yang disusun Bank dalam rangka pemenuhan ketentuan mengenai penilaian tingkat kesehatan Bank Umum dan penerapan manajemen risiko bagi Bank Umum. 3) Pengungkapan Risiko Likuiditas a) Pengungkapan Profil Maturitas Rupiah dan Valuta Asing; dan b) Pengungkapan ... - 7 - b) Pengungkapan Nilai LCR; Pengungkapan dimaksud hanya berlaku bagi Bank yang diwajibkan menyusun dan mempublikasikan laporan LCR sebagaimana diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai kewajiban pemenuhan rasio kecukupan likuiditas (liquidity coverage ratio) bagi Bank Umum. 4) Pengungkapan Risiko Operasional Perhitungan Risiko Operasional mengacu pada ketentuan mengenai perhitungan ATMR untuk Risiko Operasional dengan menggunakan Pendekatan Indikator Dasar (PID). 3. Pengungkapan Permodalan sesuai dengan Kerangka Basel III a. Bank Umum berdasarkan Kegiatan Usaha (BUKU) 3 dan BUKU 4, menambahkan informasi mengenai pengungkapan permodalan pada Laporan Publikasi Triwulanan, sesuai dengan dokumen Composition of Capital Disclosure Requirements yang diterbitkan oleh Basel Committee on Banking Supervision (BCBS). b. Tujuan pengungkapan permodalan sesuai kerangka Basel III adalah untuk meningkatkan transparansi pengungkapan komponen permodalan dan meningkatkan konsistensi pengungkapan permodalan antarnegara sehingga mudah diperbandingkan. c. Pengungkapan permodalan disajikan pada Situs Web Bank, dalam satu tautan khusus, misalnya dengan judul: “Pengungkapan Permodalan sesuai kerangka Basel III”. d. Pengungkapan permodalan sesuai kerangka Basel III, paling sedikit mencakup: 1) Bagian 1: Perhitungan Permodalan, yang mengacu pada Format Standar yang disediakan dalam dokumen BCBS; 2) Bagian 2: Rekonsiliasi Permodalan antara Neraca dengan Format Standar sebagaimana dimaksud dalam Bagian 1; dan 3) Bagian 3: Rincian Fitur Instrumen Permodalan. 4. Pengungkapan LCR sesuai dengan Kerangka Basel III a. Bank yang diwajibkan menyusun dan mempublikasikan laporan LCR sebagaimana diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai ... - 8 - mengenai kewajiban pemenuhan rasio kecukupan likuiditas (liquidity coverage ratio) bagi Bank Umum, menambahkan informasi mengenai pengungkapan LCR sesuai kerangka Basel III pada Laporan Publikasi Triwulanan. b. Tujuan pengungkapan LCR sesuai kerangka Basel III adalah untuk memberikan informasi kepada para pelaku pasar mengenai kondisi likuiditas bank, yang antara lain menunjukkan kecukupan persediaan High Quality Liquid Asset (HQLA) yang dimiliki Bank yang dapat dengan mudah dan segera dikonversi menjadi kas dengan sedikit atau tanpa pengurangan nilai untuk memenuhi kebutuhan likuiditas Bank dalam periode 30 (tiga puluh) hari skenario stres. c. Pengungkapan mengenai LCR, baik secara individu maupun secara konsolidasi, mencakup: 1) Informasi kuantitatif LCR berupa Laporan Perhitungan Kewajiban Pemenuhan Rasio Kecukupan Likuiditas (Liquidity Coverage Ratio) Triwulanan; dan 2) Informasi kualitatif LCR berupa Analisis Perhitungan Kewajiban Pemenuhan Rasio Kecukupan Likuiditas (Liquidity Coverage Ratio) Triwulanan yang menjelaskan perhitungan dan nilai LCR sebagaimana dimaksud pada angka 1). d. Pengungkapan LCR disajikan pada Situs Web Bank dalam satu tautan khusus, misalnya dengan judul: “Liquidity Coverage Ratio (LCR)”. 5. Bank dalam menyusun Laporan Publikasi Triwulanan mengacu pada Pedoman Penyusunan Laporan Publikasi Bank Umum Konvensional – Laporan Publikasi Triwulanan yang merupakan lampiran dan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 6. Penambahan Pengungkapan Informasi bagi Bank yang Merupakan Bagian dari Suatu Kelompok Usaha a. Bank menambahkan informasi pada Laporan Publikasi Triwulanan untuk posisi akhir bulan Juni dan Desember mengenai: 1) Laporan keuangan konsolidasian Entitas Induk yang meliputi laporan keuangan seluruh entitas dalam kelompok usaha di bidang keuangan; atau 2) Laporan ... - 9 - 2) Laporan keuangan konsolidasian Entitas Induk yang meliputi laporan keuangan seluruh entitas dalam kelompok usaha di bidang keuangan dan non keuangan, dalam hal tidak terdapat laporan keuangan konsolidasian sebagaimana dimaksud pada angka 1). b. Laporan keuangan konsolidasian Entitas Induk sebagaimana dimaksud pada huruf a, paling sedikit mencakup: 1) Laporan Posisi Keuangan (Neraca); 2) Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain; 3) Laporan Perubahan Ekuitas; dan 4) Laporan Komitmen dan Kontinjensi. Laporan Perubahan Ekuitas serta Laporan Komitmen dan Kontinjensi sebagaimana dimaksud pada angka 3) dan angka 4) disajikan apabila ada. c. Format Neraca serta Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain Entitas Induk untuk posisi akhir bulan Desember disesuaikan dengan Neraca serta Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain yang disajikan dalam laporan keuangan auditan. 7. Laporan Tertentu yang Disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan secara Triwulanan Bank menyampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan laporan mengenai: a. Transaksi antara Bank dengan Pihak-Pihak Berelasi, paling sedikit mencakup: 1) nama pihak yang memiliki hubungan atau relasi dengan Bank; 2) hubungan keterkaitan dengan Bank; 3) jenis transaksi; 4) jumlah atau nominal transaksi; dan 5) kualitas aset produktif untuk transaksi penyediaan dana. b. Bagi Bank yang merupakan bagian dari suatu kelompok usaha, menambahkan pengungkapan laporan penyediaan dana, komitmen maupun fasilitas lain yang dapat dipersamakan dengan itu dari setiap entitas yang berada dalam satu kelompok usaha dengan Bank kepada debitur dan/atau pihak-pihak yang telah memperoleh penyediaan dana dari Bank, paling sedikit mencakup: 1) nama ... - 10 - 1) nama debitur dan/atau pihak-pihak yang telah memperoleh penyediaan dana dari Bank; 2) jenis, jumlah dan kualitas penyediaan dana yang diberikan oleh Bank; 3) nama kelompok usaha pemberi penyediaan dana serta hubungan keterkaitan dengan Bank; dan 4) jenis penyediaan dana dan jumlah penyediaan dana yang diberikan oleh kelompok usaha. IV. LAPORAN PUBLIKASI TAHUNAN 1. Pedoman Umum a. Laporan keuangan pada Laporan Publikasi Tahunan disajikan secara individu dan konsolidasi dengan Entitas Anak yang disusun untuk 1 (satu) Tahun Buku. b. Bank yang tidak memiliki Entitas Anak, kolom konsolidasian dapat ditiadakan. c. Laporan keuangan pada Laporan Publikasi Tahunan disajikan dalam bentuk perbandingan sesuai standar akuntansi keuangan. d. Apabila terdapat perlakuan akuntansi yang baru berlaku dalam posisi laporan, penyajian posisi pembanding mengacu pada standar akuntansi keuangan mengenai kebijakan akuntansi, perubahan estimasi akuntansi, dan kesalahan. e. Laporan Publikasi Tahunan harus disusun dalam Bahasa Indonesia. Dalam hal Laporan Publikasi Tahunan disusun dalam Bahasa Indonesia dan bahasa asing, baik dalam dokumen yang sama maupun terpisah, Laporan Publikasi Tahunan harus memuat informasi yang sama. Dalam hal terdapat perbedaan penafsiran informasi dalam bahasa asing dengan informasi dalam Bahasa Indonesia pada Laporan Publikasi Tahunan, informasi yang digunakan sebagai acuan adalah informasi dalam Bahasa Indonesia. f. Laporan keuangan pada Laporan Publikasi Tahunan diaudit oleh Akuntan Publik. Dalam penyajian laporan keuangan dicantumkan nama Kantor Akuntan Publik, nama Akuntan Publik yang bertanggung jawab (partner in charge), dan opini yang diberikan. g. Laporan ... - 11 - g. Laporan Publikasi Tahunan diumumkan pada Situs Web Bank dan disampaikan oleh Bank kepada Otoritas Jasa Keuangan. 2. Ruang Lingkup Laporan Publikasi Tahunan Laporan Publikasi Tahunan meliputi: a. Informasi Umum Informasi Umum dalam Laporan Publikasi Tahunan, paling sedikit meliputi: 1) susunan Direksi, Dewan Komisaris, dan Pejabat Eksekutif beserta jabatan, dan ringkasan riwayat hidupnya; 2) susunan dan komposisi Pemegang Saham, yaitu nama Pemegang Saham dan persentase kepemilikan saham; 3) perkembangan usaha Bank dan kelompok usaha Bank, termasuk apabila ada pengembangan usaha UUS, yang memuat data mengenai: a) ikhtisar data keuangan penting, paling sedikit meliputi pendapatan bunga bersih, laba operasional, laba sebelum pajak, laba bersih, laba bersih per saham, aset produktif, dana pihak ketiga, pinjaman diterima, total biaya dana (cost of fund), modal sendiri, jumlah lembar dan nilai nominal saham yang ditempatkan dan disetor; dan b) informasi kinerja keuangan yang cakupannya sebagaimana dimaksud dalam butir III.2.b. 4) Strategi dan kebijakan yang ditetapkan oleh manajemen Bank, termasuk untuk UUS apabila Bank memiliki UUS; 5) Laporan manajemen yang memuat informasi mengenai pengelolaan Bank, termasuk untuk UUS apabila Bank memiliki UUS, paling sedikit mencakup: a) struktur organisasi; b) aktivitas utama; c) teknologi informasi; d) jenis produk dan jasa yang ditawarkan, termasuk penyaluran kredit kepada debitur Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM); e) tingkat suku bunga penghimpunan dan penyediaan dana; f) perkembangan perekonomian dan target pasar; g) jaringan ... - 12 - g) jaringan kerja dan mitra usaha di dalam dan/atau di luar negeri; h) jumlah, jenis, dan lokasi kantor; i) kepemilikan Direksi, Dewan Komisaris, dan Pemegang Saham dalam kelompok usaha Bank; j) perubahan-perubahan penting yang terjadi pada Bank dan kelompok usaha Bank dalam tahun yang bersangkutan; k) hal-hal penting yang diperkirakan terjadi pada masa mendatang; dan l) sumber daya manusia meliputi jumlah, tingkat pendidikan, pelatihan, dan pengembangan sumber daya manusia. b. Laporan Keuangan Tahunan 1) Laporan keuangan, paling sedikit mencakup: a) Laporan Posisi Keuangan (Neraca); b) Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain; c) Laporan Perubahan Ekuitas; d) Laporan Arus Kas; dan e) Catatan atas Laporan Keuangan, termasuk informasi mengenai komitmen dan kontinjensi. 2) Penambahan Pengungkapan Informasi bagi Bank yang Merupakan Bagian dari Suatu Kelompok Usaha a) Bank menambahkan informasi pada Laporan Publikasi Tahunan mengenai: (1) Laporan keuangan konsolidasian Entitas Induk yang meliputi laporan keuangan seluruh entitas dalam kelompok usaha di bidang keuangan; atau (2) Laporan keuangan konsolidasian Entitas Induk yang meliputi laporan keuangan seluruh entitas dalam kelompok usaha di bidang keuangan dan non keuangan, dalam hal tidak terdapat laporan keuangan konsolidasian sebagaimana dimaksud pada angka (1). b) Laporan keuangan konsolidasian Entitas Induk sebagaimana dimaksud pada huruf a) paling sedikit terdiri atas: (1) Laporan Posisi Keuangan (Neraca); (2) Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain; (3) Laporan ... - 13 - (3) Laporan Perubahan Ekuitas; dan (4) Laporan Komitmen dan Kontinjensi. 3) Opini dari Akuntan Publik yang memuat pendapat atas laporan keuangan tahunan. c. Informasi kinerja keuangan, meliputi: 1) perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM); 2) jumlah dan kualitas aset produktif serta Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) yang paling sedikit memberikan informasi berdasarkan pengelompokan: a) instrumen keuangan; b) penyediaan dana kepada Pihak Terkait; c) kredit kepada debitur Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM); d) kredit yang memerlukan perhatian khusus (antara lain kredit yang direstrukturisasi dan kredit properti); dan e) Penyisihan Penghapusan Aset (PPA) yang wajib dibentuk berdasarkan instrumen keuangan. 3) rasio keuangan, paling sedikit mencakup: a) rasio KPMM; b) Return on Asset (ROA); c) Return on Equity (ROE); d) rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO); e) persentase pelanggaran dan pelampauan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK); f) rasio Posisi Devisa Neto (PDN); dan g) nilai Liquidity Coverage Ratio (LCR) secara individu dan konsolidasi. 4) transaksi spot dan transaksi derivatif. d. Pengungkapan permodalan dan praktik manajemen risiko 1) Pengungkapan permodalan dan praktik manajemen risiko yang diterapkan Bank paling sedikit meliputi uraian jenis risiko, potensi kerugian yang dihadapi Bank, dan mitigasi risiko sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang mengatur mengenai permodalan dan manajemen risiko. 2) Tujuan ... - 14 - 2) Tujuan pengungkapan permodalan, pengungkapan eksposur risiko dan penerapan manajemen risiko adalah untuk meningkatkan transparansi kepada masyarakat sehingga masyarakat dapat menilai kecukupan permodalan Bank dan profil risiko Bank. 3) Bank memiliki kebijakan tertulis yang disetujui oleh Direksi, antara lain mengenai cakupan pengungkapan dan pengendalian intern dalam proses pengungkapan. 4) Pengungkapan permodalan dan praktik manajemen risiko, paling sedikit mencakup: a) Pengungkapan permodalan, terdiri atas: (1) Pengungkapan kualitatif mengenai: (a) struktur permodalan yang memuat penjelasan mengenai instrumen modal yang diterbitkan oleh Bank antara lain: karakteristik, jangka waktu instrumen, fitur opsi beli, fitur step-up, tingkat imbal hasil, dan peringkat, jika tersedia; dan (b) kecukupan permodalan yang berisi penjelasan mengenai pendekatan yang digunakan Bank dalam menilai kecukupan modal untuk mendukung aktivitas yang dilakukan, baik saat ini maupun yang akan datang. (2) Pengungkapan kuantitatif mengenai struktur permodalan Bank. b) Pengungkapan eksposur risiko dan penerapan manajemen risiko, paling sedikit mencakup: (1) Pengungkapan mengenai penerapan manajemen risiko Bank secara umum yang terdiri atas informasi mengenai: (a) pengawasan aktif Direksi dan Dewan Komisaris; (b) kecukupan kebijakan dan prosedur manajemen risiko, serta penetapan limit risiko; (c) kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko, serta sistem informasi manajemen risiko; dan (d) sistem pengendalian intern yang menyeluruh. (2) Pengungkapan ... - 15 - (2) Pengungkapan mengenai eksposur risiko dan penerapan manajemen risiko Bank secara khusus yang terdiri atas: (a) Risiko Kredit; (b) Risiko Pasar; (c) Risiko Likuiditas; (d) Risiko Operasional; (e) Risiko Hukum; (f) Risiko Reputasi; (g) Risiko Stratejik; dan (h) Risiko Kepatuhan. (3) Pengungkapan Risiko Kredit sebagaimana dimaksud dalam butir IV.2.d.4).b).(2).(a) tersebut di atas, meliputi: (a) pengungkapan umum, terdiri atas: i. pengungkapan kualitatif: i) informasi mengenai penerapan manajemen risiko untuk Risiko Kredit, termasuk organisasi manajemen Risiko Kredit, strategi manajemen Risiko Kredit untuk aktivitas yang memiliki eksposur Risiko Kredit yang signifikan, kebijakan pengelolaan risiko konsentrasi kredit, serta mekanisme pengukuran dan pengendalian Risiko Kredit; ii) definisi tagihan yang telah jatuh tempo dan tagihan yang mengalami penurunan nilai (impairment); dan iii) penjelasan mengenai pendekatan yang digunakan untuk pembentukan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) individual dan kolektif, serta metode statistik yang digunakan dalam perhitungan CKPN. ii. pengungkapan kuantitatif yang cakupannya sebagaimana dimaksud pada butir III.2.d.1).a). (b) pengungkapan ... - 16 - (b) pengungkapan Risiko Kredit dengan pendekatan standar, terdiri atas: i. pengungkapan kualitatif: i) informasi mengenai kebijakan penggunaan peringkat dalam perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) untuk Risiko Kredit; ii) kategori portofolio yang menggunakan peringkat; iii) lembaga pemeringkat yang digunakan; dan iv) pengungkapan Risiko Kredit pihak lawan (counterparty credit risk), termasuk: - jenis instrumen mitigasi yang lazim diterima atau diserahkan oleh Bank; - metodologi perhitungan kecukupan modal secara intern terkait counterparty credit risk secara intern Bank; dan - metodologi penentuan credit limit terkait counterparty credit risk sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai penerapan manajemen risiko bagi Bank Umum. ii. pengungkapan kuantitatif yang cakupannya sebagaimana dimaksud pada butir III.2.d.1).b). (c) pengungkapan mitigasi Risiko Kredit dengan menggunakan pendekatan standar, terdiri atas: i. pengungkapan kualitatif: i) informasi mengenai kebijakan Bank untuk jenis agunan utama yang diterima; ii) kebijakan, prosedur, dan proses untuk menilai dan mengelola agunan; iii) pihak-pihak utama pemberi jaminan atau garansi dan kelayakan kredit (creditworthiness) dari pihak-pihak tersebut; dan iv) informasi ... - 17 - iv) informasi tingkat konsentrasi yang ditimbulkan dari penggunaan teknik mitigasi Risiko Kredit. ii. pengungkapan kuantitatif yang cakupannya sebagaimana dimaksud pada butir III.2.d.1).c). (d) pengungkapan sekuritisasi aset, terdiri atas: i. pengungkapan kualitatif: i) pengungkapan umum manajemen risiko, meliputi hal-hal seperti tujuan Bank melakukan aktivitas sekuritisasi aset, efektivitas aktivitas sekuritisasi aset yang dilakukan untuk memindahkan Risiko Kredit dari Bank kepada pihak lain atas transaksi yang menjadi underlying aktivitas sekuritisasi aset, fungsi yang dijalankan Bank dalam aktivitas sekuritisasi aset, dan penjelasan mengenai keterlibatan Bank dalam setiap fungsi; ii) ringkasan kebijakan akuntansi untuk aktivitas sekuritisasi aset, antara lain transaksi yang diperlakukan sebagai penjualan atau pendanaan, pengakuan keuntungan dari aktivitas sekuritisasi, dan asumsi yang digunakan untuk menilai ada tidaknya keterlibatan berkelanjutan dari aktivitas sekuritisasi, termasuk perubahan dari periode sebelumnya dan dampak dari perubahan tersebut; dan iii) nama lembaga pemeringkat yang digunakan dalam aktivitas sekuritisasi aset dan eksposur sekuritisasi aset yang diperingkat oleh lembaga pemeringkat dimaksud. ii. pengungkapan kuantitatif yang cakupannya sebagaimana dimaksud pada butir III.2.d.1).d). (e) pengungkapan ... - 18 - (e) pengungkapan kuantitatif perhitungan ATMR untuk Risiko Kredit dengan menggunakan pendekatan standar yang cakupannya sebagaimana dimaksud pada butir III.2.d.1).e). (4) Pengungkapan Risiko Pasar sebagaimana dimaksud pada butir IV.2.d.4).b).(2).(b) tersebut di atas dengan menggunakan metode standar, meliputi: (a) Pengungkapan kualitatif: i. informasi mengenai penerapan manajemen risiko termasuk: i) organisasi manajemen Risiko Pasar; ii) pengelolaan portofolio trading book dan banking book, serta metodologi valuasi yang digunakan; dan iii) mekanisme pengukuran Risiko Pasar untuk keperluan pemantauan risiko secara periodik maupun untuk perhitungan kecukupan modal, baik pada trading book maupun banking book. ii. portofolio trading book dan banking book yang diperhitungkan dalam KPMM; iii. pengungkapan informasi mengenai Interest Rate Risk in Banking Book (IRRBB), termasuk asumsi yang digunakan dalam pemantauan IRRBB seperti perilaku non maturity deposit dan informasi prepayment serta frekuensi pengukuran IRRBB sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai penerapan manajemen risiko bagi Bank Umum; dan iv. langkah-langkah dan rencana dalam mengantisipasi Risiko Pasar atas transaksi valuta asing baik karena perubahan kurs maupun fluktuasi suku bunga, termasuk penjelasan mengenai semua penyediaan dana dan ikatan tanpa proteksi atau lindung nilai, serta utang yang suku bunganya berfluktuasi atau yang tidak ditentukan terlebih dahulu. (b) Pengungkapan ... - 19 - (b) Pengungkapan kuantitatif yang cakupannya sebagaimana dimaksud pada butir III.2.d.2). (5) Pengungkapan Risiko Likuiditas sebagaimana dimaksud dalam butir IV.2.d.4).b).(2).(c) tersebut di atas, meliputi: (a) Pengungkapan kualitatif: i. informasi mengenai penerapan manajemen risiko untuk Risiko Likuiditas, termasuk: i) organisasi manajemen Risiko Likuiditas; ii) strategi pendanaan; iii) teknik mitigasi Risiko Likuiditas termasuk indikator peringatan dini permasalahan likuiditas, dan rencana pendanaan darurat; dan iv) mekanisme pengukuran dan stress testing serta pengendalian Risiko Likuiditas; ii. gambaran umum mengenai kondisi likuiditas Bank berdasarkan perhitungan LCR selama setahun, bagi Bank yang diwajibkan untuk menyusun dan mempublikasikan laporan LCR sebagaimana diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai kewajiban pemenuhan rasio kecukupan likuiditas (liquidity coverage ratio) bagi Bank Umum. (b) Pengungkapan kuantitatif yang cakupannya sebagaimana dimaksud pada butir III.2.d.3). (6) Pengungkapan Risiko Operasional sebagaimana dimaksud dalam butir IV.2.d.4).b).(2).(d) tersebut di atas, meliputi: (a) Pengungkapan kualitatif, meliputi informasi mengenai penerapan manajemen risiko untuk Risiko Operasional, termasuk: i. organisasi manajemen Risiko Operasional; ii. mekanisme yang digunakan Bank untuk mengidentifikasi dan mengukur Risiko Operasional; dan iii. mekanisme untuk memitigasi Operasional. Risiko (b) Pengungkapan ... - 20 - (b) Pengungkapan kuantitatif yang cakupannya sebagaimana dimaksud pada butir III.2.d.4). (7) Pengungkapan Risiko Hukum sebagaimana dimaksud dalam butir IV.2.d.4).b).(2).(e) tersebut di atas memuat pengungkapan kualitatif mengenai penerapan manajemen risiko untuk Risiko Hukum, termasuk: (a) organisasi manajemen Risiko Hukum; dan (b) mekanisme pengendalian Risiko Hukum. (8) Pengungkapan Risiko Reputasi sebagaimana dimaksud dalam butir IV.2.d.4).b).(2).(f) tersebut di atas memuat pengungkapan kualitatif mengenai penerapan manajemen risiko untuk Risiko Reputasi, termasuk: (a) organisasi manajemen Risiko Reputasi, termasuk pelaksanaan manajemen risiko untuk Risiko Reputasi oleh unit-unit terkait (Corporate Secretary, Humas, dan unit bisnis terkait); (b) kebijakan dan mekanisme dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kepada nasabah dan pemangku kepentingan (stakeholder) lainnya untuk mengendalikan Risiko Reputasi; dan (c) pengelolaan Risiko Reputasi pada saat krisis. (9) Pengungkapan Risiko Stratejik sebagaimana dimaksud dalam butir IV.2.d.4).b).(2).(g) tersebut di atas memuat pengungkapan kualitatif mengenai penerapan manajemen risiko untuk Risiko Stratejik, termasuk: (a) organisasi manajemen Risiko Stratejik; (b) kebijakan yang memungkinkan Bank untuk dapat mengidentifikasi dan merespon perubahan lingkungan bisnis, baik ekstern maupun intern; dan (c) mekanisme untuk mengukur kemajuan yang dicapai dari rencana bisnis yang ditetapkan. (10) Pengungkapan Risiko Kepatuhan sebagaimana dimaksud dalam butir IV.2.d.4).b).(2).(h) tersebut di atas memuat ... - 21 - memuat pengungkapan kualitatif mengenai penerapan manajemen risiko untuk Risiko Kepatuhan, termasuk: (a) organisasi manajemen Risiko Kepatuhan; (b) strategi manajemen risiko dan efektivitas penerapan manajemen risiko untuk Risiko Kepatuhan, terutama dalam rangka memastikan penyusunan kebijakan dan prosedur telah sesuai dengan standar yang berlaku secara umum, ketentuan, dan/atau peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan (c) mekanisme pemantauan dan pengendalian Risiko Kepatuhan. 5) Dalam hal terdapat perubahan informasi yang cenderung bersifat cepat (prone to rapid change) antara lain terkait perubahan kondisi ekonomi, teknologi, regulasi, dan kebijakan intern Bank/kelompok usaha, Bank harus mengungkapkan eksposur risiko dan hal terkait lainnya yang diterapkan Bank sebagaimana dimaksud pada butir IV.2.d.4).b) dalam Situs Web Bank secara triwulanan. e. Pengungkapan khusus bagi Bank yang merupakan bagian dari suatu kelompok usaha dan/atau memiliki Entitas Anak, paling sedikit memuat informasi sebagai berikut: 1) Struktur kelompok usaha Bank yang meliputi: a) struktur kelompok usaha Bank, yang antara lain terdiri dari Bank, Entitas Anak, Perusahaan Terelasi, Entitas Induk sampai dengan ultimate shareholder; b) struktur keterkaitan kepengurusan dalam kelompok usaha Bank; dan c) Pemegang Saham yang bertindak atas nama Pemegang Saham lain (shareholders acting in concert). Pengertian Pemegang Saham yang bertindak atas nama Pemegang Saham lain adalah Pemegang Saham perorangan atau entitas yang memiliki tujuan bersama yaitu mengendalikan Bank, berdasarkan atau tidak berdasarkan suatu perjanjian. 2) Transaksi ... - 22 - 2) Transaksi antara Bank dengan Pihak-Pihak Berelasi dalam kelompok usaha Bank, memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a) informasi transaksi dengan Pihak-Pihak Berelasi, baik yang dilakukan Bank maupun yang dilakukan oleh setiap entitas di dalam kelompok usaha Bank yang bergerak di bidang keuangan; b) Pihak-Pihak Berelasi adalah pihak-pihak sebagaimana diatur dalam standar akuntansi keuangan; c) jenis transaksi dengan Pihak-Pihak Berelasi, antara lain: (1) kepemilikan silang (cross shareholding); (2) transaksi dari suatu kelompok usaha yang bertindak untuk kepentingan kelompok usaha yang lain; (3) pengelolaan likuiditas jangka pendek dalam kelompok usaha; (4) penyediaan dana yang diberikan atau diterima oleh entitas lain dalam satu kelompok usaha; (5) eksposur kepada Pemegang Saham mayoritas antara lain dalam bentuk pinjaman, komitmen dan kontinjensi; dan (6) pembelian, penjualan dan/atau penyewaan aset dengan entitas lain dalam suatu kelompok usaha, termasuk yang dilakukan dengan repurchase agreement (repo). 3) Transaksi dengan Pihak-Pihak Berelasi yang dilakukan oleh setiap entitas dalam kelompok usaha Bank yang bergerak di bidang keuangan; 4) Penyediaan dana, komitmen maupun fasilitas lain yang dapat dipersamakan dengan itu dari setiap entitas yang berada dalam satu kelompok usaha dengan Bank kepada debitur dan/atau pihak-pihak yang telah memperoleh penyediaan dana dari Bank; 5) Pengungkapan secara konsolidasi mengenai permodalan dan praktik manajemen risiko yang diterapkan Bank, paling sedikit meliputi uraian jenis risiko, potensi kerugian yang dihadapi Bank, dan mitigasi risiko sebagaimana dimaksud dalam butir IV.2.d.; dan 6) Adanya ... - 23 - 6) Adanya larangan, batasan dan/atau hambatan signifikan lainnya untuk melakukan transfer dana atau dalam rangka pemenuhan modal yang dipersyaratkan oleh Otoritas (regulatory capital) antara Bank dengan entitas lain dalam satu kelompok usaha. f. Pengungkapan lain sesuai standar akuntansi keuangan, apabila belum tercakup dalam huruf a sampai dengan huruf e. 3. Bank dalam menyusun Laporan Publikasi Tahunan mengacu pada Pedoman Penyusunan Laporan Publikasi Bank Umum Konvensional – Laporan Publikasi Tahunan (Laporan Tahunan) yang merupakan lampiran dan sebagai bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 4. Laporan Tertentu yang Disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan secara Tahunan Bank yang merupakan bagian dari suatu kelompok usaha dan/atau Bank yang memiliki Entitas Anak menyampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan laporan tertentu mengenai: a. Laporan tahunan Entitas Induk yang meliputi: 1) laporan tahunan seluruh entitas dalam kelompok usaha di bidang keuangan; atau 2) laporan tahunan seluruh entitas dalam kelompok usaha di bidang keuangan dan non keuangan, dalam hal tidak terdapat laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada angka 1). Dalam hal Entitas Induk tidak memiliki laporan tahunan tersebut, Bank menyampaikan laporan keuangan konsolidasian tahunan Entitas Induk yang meliputi seluruh entitas dalam kelompok usaha di bidang keuangan atau laporan keuangan konsolidasian tahunan Entitas Induk yang meliputi seluruh entitas dalam kelompok usaha di bidang keuangan dan non keuangan, yang telah diaudit oleh Akuntan Publik. b. Laporan tahunan Pemegang Saham langsung yang memiliki saham mayoritas atau laporan tahunan entitas yang melakukan Pengendalian langsung kepada Bank Dalam hal Pemegang Saham langsung atau entitas yang melakukan Pengendalian langsung tidak memiliki laporan tahunan tersebut, Bank wajib menyampaikan laporan tertentu berupa laporan keuangan tahunan Pemegang Saham langsung atau entitas ... - 24 - entitas yang melakukan Pengendalian langsung yang telah diaudit oleh Akuntan Publik. c. Laporan tahunan Entitas Anak Dalam hal Entitas Anak tidak memiliki laporan tahunan tersebut, Bank wajib menyampaikan laporan tertentu berupa laporan keuangan tahunan Entitas Anak yang telah diaudit oleh Akuntan Publik. d. Laporan tahunan kantor pusat, bagi kantor cabang dari Bank yang berkedudukan di luar negeri. V. LAPORAN PUBLIKASI LAIN 1. Laporan Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) a. Laporan SBDK adalah laporan yang menyajikan perhitungan suku bunga dasar kredit yang antara lain mencakup harga pokok dana untuk kredit, biaya overhead, dan marjin keuntungan (profit margin) yang ditetapkan Bank dalam kegiatan perkreditan. b. Pengaturan mengenai Laporan SBDK tercantum dalam ketentuan mengenai transparansi informasi suku bunga dasar kredit. 2. Laporan Informasi dan/atau Fakta Material a. Laporan Informasi dan/atau Fakta Material adalah laporan yang memuat informasi dan/atau fakta penting dan relevan mengenai peristiwa, kejadian, atau fakta yang dapat mempengaruhi keputusan pihak-pihak yang berkepentingan atas informasi dan/atau fakta tersebut. b. Pengumuman Laporan Informasi dan/atau Fakta Material pada Situs Web Bank memuat hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Isi Laporan pada Pedoman Penyusunan Laporan Publikasi Bank Umum Konvensional - Laporan Informasi dan/atau Fakta Material. c. Bank dalam menyusun Laporan Informasi dan/atau Fakta Material yang akan disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan, mengacu pada Pedoman Penyusunan Laporan Publikasi Bank Umum Konvensional - Laporan Informasi dan/atau Fakta Material yang merupakan lampiran dan sebagai bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. VI. PENGUMUMAN ... - 25 - VI. PENGUMUMAN DAN PENYAMPAIAN LAPORAN 1. Bukti pengumuman Laporan Publikasi Triwulanan pada surat kabar berupa guntingan surat kabar atau fotokopinya, Laporan Publikasi Tahunan, dan laporan tertentu yang disampaikan secara triwulanan maupun tahunan, disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan alamat: a. Departemen Pengawasan Bank terkait atau Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta, bagi Bank yang berkantor pusat atau kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri di wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; atau b. Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 2. Laporan Informasi dan/atau Fakta Material disampaikan kepada Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta dengan tembusan kepada: a. Departemen Pengawasan Bank terkait atau Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta, bagi Bank yang berkantor pusat atau kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri di wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; atau b. Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 3. Dalam hal Bank mengalami gangguan teknis atau terjadi keadaan memaksa (force majeur) pada batas akhir waktu pengumuman pada Situs Web Bank, pada hari yang sama dengan saat terjadinya gangguan teknis Bank menyampaikan surat pemberitahuan secara tertulis disertai bukti dan dokumen pendukung yang ditandatangani oleh Pejabat yang berwenang, kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan alamat: a. Departemen Pengawasan Bank terkait atau Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta, bagi Bank yang berkantor pusat atau kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri di wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; atau b. Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. VII. PENUTUP ... - 26 - VII. PENUTUP Pada saat Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku, Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/SEOJK.03/2015 tentang Transparansi dan Publikasi Laporan Bank Umum Konvensional dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 28 September 2016 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN OTORITAS JASA KEUANGAN, ttd NELSON TAMPUBOLON Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 43/SEOJK.03/2016 </reg_id> <reg_title> TRANSPARANSI DAN PUBLIKASI LAPORAN BANK UMUM KONVENSIONAL </reg_title> <set_date> 28 September 2016 </set_date> <effective_date> 28 September 2016 </effective_date> <replaced_reg> '11/SEOJK.03/2015' </replaced_reg> <related_reg> '6/POJK.03/2015', '32/POJK.03/2016' </related_reg>
Yth. 1. Direksi Perusahaan Asuransi; dan 2. Direksi Perusahaan Reasuransi, di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 24/SEOJK.05/2015 TENTANG PENILAIAN INVESTASI SURAT UTANG DAN PENYESUAIAN MODAL MINIMUM BERBASIS RISIKO BAGI PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI Sehubungan dengan amanat Pasal 5 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 53/PMK.010/2012 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dan memperhatikan Peraturan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor PER- 08/BL/2012 tentang Pedoman Perhitungan Modal Minimum Berbasis Risiko bagi Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi, perlu untuk mengatur mengenai penyesuaian perhitungan penilaian investasi surat utang yang meliputi surat utang korporasi, sukuk korporasi, surat berharga yang diterbitkan oleh Negara Republik Indonesia, surat berharga yang diterbitkan oleh negara selain Negara Republik Indonesia, surat berharga yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, dan surat berharga yang diterbitkan oleh lembaga multinasional yang Negara Republik Indonesia menjadi salah satu anggota atau pemegang sahamnya, serta penyesuaian modal minimum berbasis risiko yang digunakan dalam perhitungan tingkat solvabilitas bagi perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM 1. Bahwa dampak dari kondisi keuangan global saat ini telah mengakibatkan nilai pasar dari investasi surat utang yang dimiliki perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi menunjukkan nilai yang tidak wajar. 2. Bahwa ... - 2 - 2. Bahwa dampak dari kondisi keuangan global saat ini telah mengakibatkan penurunan tingkat solvabilitas perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi kurang dari tingkat solvabilitas yang dipersyaratkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 53/PMK.010/2012 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. 3. Sehubungan dengan butir 1 dan/atau butir 2 perlu diberikan stimulus bagi perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dalam penilaian investasi surat utang agar mencerminkan nilai yang wajar, serta penyesuaian modal minimum berbasis risiko yang diperhitungkan dalam perhitungan tingkat solvabilitas. II. PENILAIAN SURAT UTANG 1. Perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dapat melakukan penilaian surat utang dengan menggunakan nilai perolehan diamortisasi. 2. Dalam hal perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi melakukan penilaian surat utang sebagaimana dimaksud pada butir 1, maka penilaian surat utang tersebut berlaku bagi seluruh surat utang yang dimiliki perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi. III. PENYESUAIAN MODAL MINIMUM BERBASIS RISIKO 1. Jumlah modal minimum berbasis risiko yang diperhitungkan dalam perhitungan tingkat solvabilitas paling rendah 50% (lima puluh persen) dari perhitungan modal minimum berbasis risiko sebagaimana diatur dalam Peraturan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor PER-08/BL/2012 tentang Pedoman Perhitungan Modal Minimum Berbasis Risiko bagi Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. 2. Persentase modal minimum berbasis risiko yang diperhitungkan dalam perhitungan tingkat solvabilitas sebagaimana dimaksud pada butir 1, disesuaikan sampai dengan tingkat solvabilitas perusahaan mencapai paling tinggi 120% (seratus dua puluh persen). IV. PENERAPAN ... - 3 - IV. PENERAPAN PENILAIAN SURAT UTANG SERTA PENYESUAIAN MODAL MINIMUM BERBASIS RISIKO 1. Perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi yang memenuhi kondisi sebagaimana dimaksud pada angka romawi I butir 1 dan butir 2 dapat menerapkan ketentuan angka romawi II dan/atau angka romawi III. 2. Dalam hal perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi telah melakukan penilaian sebagaimana dimaksud pada angka romawi II dan berdasarkan penilaian tersebut tingkat solvabilitas sudah memenuhi ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 53/PMK.010/2012 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi, maka ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka romawi III menjadi tidak berlaku. V. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan sampai dengan tanggal dicabutnya Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 31 Agustus 2015 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERASURANSIAN, DANA PENSIUN, LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA OTORITAS JASA KEUANGAN, ttd Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Sudarmaji FIRDAUS DJAELANI
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 4/SEOJK.05/2015 </reg_id> <reg_title> PENILAIAN TINGKAT RISIKO PERUSAHAAN PEMBIAYAAN </reg_title> <set_date> 29 Januari 2015 </set_date> <effective_date> 29 Januari 2015 </effective_date> <related_reg> '10/POJK.05/2014 | Pasal 5 ayat (4), Pasal 7 ayat (3) dan Pasal 8 ayat (6)' </related_reg>
Yth. Direksi Bank Umum Konvensional di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 25 /SEOJK.03/2016 TENTANG RENCANA BISNIS BANK UMUM Sehubungan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 5/POJK.03/2016 tentang Rencana Bisnis Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 17, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5841), perlu untuk mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai Rencana Bisnis Bank Umum dalam suatu Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM 1. Dalam rangka mencapai tujuan usaha yang berpedoman kepada visi dan misi yang telah ditetapkan, bank umum yang melaksanakan kegiatan secara konvensional, selanjutnya disebut Bank Umum, perlu menyusun Rencana Bisnis dengan memperhatikan faktor eksternal dan internal, prinsip kehati-hatian, penerapan manajemen risiko, dan asas perbankan yang sehat. Rencana Bisnis harus disusun secara matang, realistis, dan komprehensif sehingga lebih mencerminkan kompleksitas usaha dan dapat menjadi arah kebijakan serta pengembangan usaha Bank Umum. 2. Agar penyusunan Rencana Bisnis dapat dilakukan secara komprehensif, cakupan Rencana Bisnis Bank Umum yang memiliki Unit Usaha Syariah (UUS) harus secara konsolidasi mencakup pula Rencana Bisnis bagi UUS sebagai satu kesatuan. Rencana Bisnis untuk UUS disusun sebagai bagian tersendiri dari Rencana Bisnis Bank Umum. 3. Sejalan ... - 2 - 3. Sejalan dengan penyusunan Rencana Bisnis secara komprehensif sebagaimana pada angka 2, Laporan Realisasi Rencana Bisnis dan Laporan Pengawasan Rencana Bisnis bagi Bank Umum yang memiliki UUS juga harus secara konsolidasi mencakup laporan bagi UUS sebagai satu kesatuan laporan. 4. Penyusunan Rencana Bisnis, Laporan Realisasi Rencana Bisnis, dan Laporan Pengawasan Rencana Bisnis bagi UUS mengacu pada Surat Edaran yang mengatur mengenai rencana bisnis bank umum syariah dan unit usaha syariah. II. CAKUPAN DAN PENYUSUNAN RENCANA BISNIS Sesuai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai Rencana Bisnis Bank, Rencana Bisnis Bank Umum paling sedikit mencakup ringkasan eksekutif, kebijakan dan strategi manajemen, penerapan manajemen risiko dan kinerja Bank Umum saat ini, proyeksi laporan keuangan beserta asumsi yang digunakan, proyeksi rasio-rasio dan pos-pos tertentu lainnya, rencana pendanaan, rencana penanaman dana, rencana penyertaan modal, rencana permodalan, rencana pengembangan organisasi dan sumber daya manusia, rencana penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas baru, rencana pengembangan dan/atau perubahan jaringan kantor, dan informasi lainnya. Cakupan Rencana Bisnis yang ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan bersifat minimum sehingga Bank Umum dapat memperluas cakupan tersebut sesuai dengan kebutuhan, dengan tetap memperhatikan hal-hal sebagaimana pada angka I. A. Ringkasan Eksekutif Bagian ini berisi penjelasan umum, baik kuantitatif maupun kualitatif, mengenai hasil yang telah dicapai pada tahun terakhir, antara lain aspek permodalan, rentabilitas, penilaian risiko khususnya risiko kredit, risiko pasar, dan risiko likuiditas, serta dana pihak ketiga, dan rasio keuangan. Selain itu ringkasan eksekutif juga memuat target usaha Bank Umum dalam jangka pendek (1 tahun) sampai dengan jangka menengah (3 tahun). Ringkasan eksekutif disusun sesuai dengan format yang ditetapkan dan paling sedikit mencakup: 1. Visi ... - 3 - 1. Visi dan Misi Bank Bagian ini menguraikan visi dan misi yang menjadi tujuan Bank Umum pada masa mendatang. 2. Arah Kebijakan Bank Bagian ini memberikan penjelasan mengenai arah dan kebijakan pengembangan usaha yang akan dilakukan Bank Umum baik jangka pendek maupun jangka menengah. 3. Langkah-langkah Strategis yang Akan Ditempuh Bank Bagian ini memberikan uraian mengenai langkah-langkah strategis yang akan ditempuh Bank Umum untuk mencapai visi dan misi Bank Umum sesuai dengan arah kebijakan Bank Umum ke depan. 4. Indikator Keuangan Utama Bagian ini antara lain memuat posisi aktual (per posisi bulan September tahun penyusunan Rencana Bisnis) maupun proyeksi. Contoh tabel indikator keuangan utama Rencana Bisnis tahun 2017 sebagai berikut: Indikator Rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) Rasio Modal Inti terhadap Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) Rasio Modal Inti Utama terhadap ATMR Rasio Modal Inti terhadap Total Aset Return on Asset (ROA) Net Interest Margin (NIM) Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) Indikator ... Aktual Sep 2016 Proyeksi Des 2016 Tahun 2017 Mar Jun Sep Des Des 2018 Des 2019 - 4 - Indikator Rasio Aset Produktif Bermasalah terhadap Total Aset Produktif Rasio Cadangan Kerugian Penutupan Nilai (CKPN) Aset Keuangan terhadap Aset Produktif. Rasio Non Performing Loan (NPL) Gross Rasio NPL Nett Rasio Kredit terhadap Total Aset Produktif Rasio Kredit kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) terhadap Total Kredit Rasio Aset Trading, Tagihan Spot dan Derivatif, serta Aset Fair Value Option terhadap Total Aset Rasio Total Aset Likuid terhadap Pendanaan Jangka Pendek Loan to Deposit Ratio (LDR) 5. Target Jangka Pendek dan Jangka Menengah Bagian ini menguraikan target atau fokus kegiatan usaha Bank Umum baik kuantitatif maupun kualitatif dalam jangka pendek maupun jangka menengah, sesuai dengan visi dan misi Bank Umum disertai dengan alasan pemilihan target, asumsi yang digunakan, dan strategi untuk mencapai target. Target ... Aktual Sep 2016 Proyeksi Des 2016 Tahun 2017 Mar Jun Sep Des Des 2018 Des 2019 - 5 - Target jangka pendek, misalnya berupa target penurunan tingkat NPL, peningkatan fungsi intermediasi, dan peningkatan efisiensi. Sementara itu target jangka menengah, misalnya target pengembangan perbankan syariah dan target penerapan tata kelola. B. Kebijakan dan Strategi Manajemen Bagian ini berisi penjelasan mengenai kebijakan dan strategi manajemen selama 1 (satu) tahun ke depan, yang paling sedikit memuat: 1. analisis posisi Bank Umum dalam menghadapi persaingan usaha, meliputi informasi mengenai posisi Bank Umum baik dalam kelompok usaha yang sama maupun secara industri, termasuk informasi mengenai permasalahan dan hambatan yang dialami Bank Umum. Dalam melakukan analisa posisi, Bank menggunakan pendekatan tertentu, paling sedikit berupa analisa strengths, weaknesses, opportunities, dan threats (SWOT); 2. kebijakan manajemen (policy statements), meliputi informasi umum kebijakan Bank Umum yang ditetapkan oleh manajemen dalam pengembangan usaha Bank Umum pada waktu yang akan datang; 3. kebijakan manajemen risiko dan kepatuhan, meliputi informasi mengenai langkah-langkah dalam menerapkan manajemen risiko yang disusun berdasarkan evaluasi atas profil risiko Bank Umum dan upaya-upaya perbaikan yang akan ditempuh serta penjelasan mengenai kebijakan dalam melaksanakan fungsi kepatuhan; 4. strategi pengembangan bisnis, antara lain memuat informasi langkah-langkah strategis untuk mencapai tujuan usaha Bank Umum yang telah ditetapkan, termasuk penjelasan mengenai strategi pengembangan organisasi dan teknologi sistem informasi, dan strategi untuk mengantisipasi perubahan kondisi eksternal; dan 5. strategi pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) dan kebijakan remunerasi (remuneration policies), paling sedikit meliputi informasi mengenai kebijakan umum yang mengatur mengenai pemberian gaji, bonus, dan fasilitas lain yang bersifat keuangan ... - 6 - keuangan kepada Direksi dan Dewan Komisaris Bank Umum, termasuk kepada pegawai. C. Penerapan Manajemen Risiko dan Kinerja Bank Umum Saat Ini Bagian ini berisi penjelasan baik kuantitatif maupun kualitatif, mengenai kondisi Bank Umum pada saat penyusunan Rencana Bisnis dan menyoroti hal-hal utama yang perlu mendapat perhatian atau permasalahan yang dihadapi serta hasil yang telah dicapai Bank Umum. Bagian ini paling sedikit memuat uraian mengenai: 1. Penerapan Manajemen Risiko, termasuk profil risiko untuk seluruh risiko Uraian mengenai penerapan manajemen risiko meliputi evaluasi dan hasil penerapan manajemen risiko untuk periode awal tahun sampai dengan posisi akhir bulan September tahun penyusunan Rencana Bisnis. Uraian mengenai penilaian profil risiko meliputi informasi penilaian Bank Umum mengenai tingkat dan tren untuk seluruh risiko. Tata cara penyusunan profil risiko dan evaluasi penerapan manajemen risiko berpedoman pada ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai penerapan manajemen risiko bagi Bank dan ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai tingkat kesehatan Bank. Dalam uraian ini termasuk pula evaluasi mengenai efektivitas dan hasil penerapan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU dan PPT), dan yang mengatur mengenai fungsi kepatuhan Bank. Dalam penjelasan mengenai fungsi kepatuhan Bank Umum dimuat rencana kerja kepatuhan untuk 1 (satu) tahun ke depan mengacu pada ketentuan yang mengatur mengenai fungsi kepatuhan Bank. 2. Penerapan Tata Kelola Uraian mengenai penilaian penerapan tata kelola berpedoman pada ketentuan yang mengatur mengenai penerapan tata kelola bagi Bank. 3. Kinerja ... - 7 - 3. Kinerja Keuangan, khususnya Permodalan (Capital) dan Rentabilitas (Earnings) Uraian mengenai kinerja keuangan Bank Umum termasuk hasil pelaksanaan rencana tindak (action plan) dalam rangka memperbaiki kinerja Bank Umum (jika ada) sebagaimana diatur dalam ketentuan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penilaian tingkat kesehatan Bank. Uraian mengenai kinerja permodalan mencakup kecukupan dan komposisi, serta kemampuan permodalan Bank Umum dalam mengcover risiko terhadap aset bermasalah, kemampuan Bank Umum untuk menambah modal dari laba operasional Bank Umum, kemampuan permodalan Bank Umum untuk mendukung pertumbuhan usaha, akses kepada sumber permodalan, dan kemampuan pemegang saham untuk meningkatkan permodalan Bank Umum. Uraian mengenai kinerja rentabilitas Bank Umum mencakup pencapaian Return on Asset (ROA), Return on Equity (ROE), Net Interest Margin (NIM), perkembangan dan prospek laba operasional, rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO), dan rasio beban operasional selain bunga terhadap pendapatan kegiatan utama. 4. Realisasi Pemberian Kredit kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Uraian mengenai realisasi pemberian kredit mencerminkan peranan Bank Umum dalam mendukung perkembangan UMKM. Pengelompokan UMKM mengacu pada kriteria usaha berdasarkan Undang-Undang yang mengatur mengenai usaha mikro, kecil, dan menengah. 5. Penerapan Kepatuhan terhadap Prinsip Syariah Uraian mengenai kepatuhan terhadap prinsip syariah hanya diberlakukan bagi Bank Umum yang memiliki UUS. D. Proyeksi Laporan Keuangan Bagian ini memuat informasi mengenai kondisi keuangan Bank Umum posisi aktual (posisi akhir bulan September tahun penyusunan Rencana Bank) dan proyeksi untuk periode 3 (tiga) tahun ke depan. Proyeksi ... - 8 - Proyeksi tahun pertama disusun secara triwulanan sedangkan proyeksi tahun kedua dan ketiga disusun secara tahunan (posisi akhir tahun). Dalam bagian ini diuraikan juga mengenai asumsi makro dan mikro yang digunakan dalam menyusun proyeksi keuangan dimaksud. Asumsi makro antara lain tingkat pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi, sedangkan asumsi mikro antara lain tingkat persaingan antar bank, pertumbuhan kredit industri perbankan, serta tingkat bunga kredit dan simpanan yang digunakan dalam menyusun Rencana Bisnis. Proyeksi laporan keuangan disusun dengan mengacu pada: 1. Lampiran I : Proyeksi Posisi Keuangan (Neraca) 2. Lampiran II : Proyeksi Laba Rugi 3. Lampiran III : Proyeksi Komitmen dan Kontinjensi 4. Lampiran IV : Asumsi Makro dan Mikro yang Digunakan E. Proyeksi Rasio-Rasio dan Pos-Pos Tertentu Lainnya Bagian ini memuat rasio keuangan dan rasio tertentu lainnya posisi aktual (posisi akhir bulan September tahun penyusunan Rencana Bisnis) dan proyeksi untuk periode 3 (tiga) tahun ke depan, sebagai berikut: 1. Rasio Keuangan Pokok Proyeksi rasio keuangan pokok meliputi rasio-rasio yang paling sedikit dapat memberikan informasi penilaian atas kondisi permodalan, rentabilitas, risiko kredit, risiko pasar, dan risiko likuiditas. Proyeksi rasio-rasio tersebut antara lain rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum, rasio ROA, rasio NIM, rasio Non Performing Loan (NPL), rasio aset likuid terhadap total aset, Loan to Deposit Ratio (LDR), dan rasio aset trading, tagihan spot dan derivatif, serta aset Fair Value Option terhadap total aset. 2. Pos-Pos Tertentu Lainnya Proyeksi pos-pos tertentu lainnya meliputi proyeksi beberapa rasio terkait kredit kepada UMKM, rasio dana pendidikan, dan rasio aset tetap yang tidak digunakan dalam operasional Bank Umum terhadap modal. Selain ... - 9 - Selain itu dicantumkan pula pos-pos tertentu yang memberikan informasi mengenai penghimpunan dana dan penyaluran dana. Proyeksi ini disusun dengan mengacu pada Lampiran V. F. Rencana Pendanaan Bagian ini mencerminkan posisi penghimpunan dana posisi aktual (posisi akhir bulan September tahun penyusunan Rencana Bisnis) dan rencana penghimpunan dana untuk periode 1 (satu) tahun ke depan secara triwulanan. Dalam bagian ini diuraikan juga mengenai asumsi yang digunakan dalam menyusun rencana serta strategi Bank Umum untuk merealisasikan rencana pendanaan. Rencana pendanaan disusun dengan mengacu pada: 1. Lampiran VI : Rencana Penghimpunan Dana Pihak Ketiga 2. Lampiran VII : Rencana Penerbitan Surat Berharga 3. Lampiran VIII : Rencana Pendanaan Lainnya G. Rencana Penanaman Dana Bagian ini mencerminkan posisi penanaman dana posisi aktual (posisi akhir bulan September tahun penyusunan Rencana Bisnis) dan rencana penyaluran dana untuk periode 1 (satu) tahun ke depan secara triwulanan yang antara lain memberikan informasi rencana penyediaan dana kepada pihak terkait, dan rincian rencana pemberian kredit, termasuk rencana pemberian kredit kepada kegiatan usaha tertentu. Jenis kegiatan usaha tertentu yang dicantumkan dalam rincian pemberian kredit mencerminkan fokus pemberian kredit Bank Umum berdasarkan jenis kegiatan usaha yang diprioritaskan, dan/atau signifikansi pangsa kredit maupun jumlah debitur. Dalam bagian ini diuraikan juga mengenai asumsi yang digunakan dalam menyusun rencana dimaksud serta strategi Bank Umum untuk merealisasikan rencana penanaman dana. Rencana penanaman dana ini disajikan dengan mengacu pada: 1. Lampiran IX : Rencana Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait 2. Lampiran X.A. : Rencana Pemberian Kredit kepada Debitur Inti 3. Lampiran ... - 10 - 3. Lampiran X.B. : Rencana Pemberian Kredit berdasarkan Kegiatan Usaha Tertentu 4. Lampiran X.C.1 : Rencana Pemberian Kredit berdasarkan Sektor Ekonomi 5. Lampiran X.C.2 : Rencana Pemberian Kredit berdasarkan Jenis Penggunaan 6. Lampiran X.C.3 : Rencana Pemberian Kredit berdasarkan Provinsi 7. Lampiran X.D.1 : Rencana Pemberian Kredit kepada UMKM berdasarkan Sektor Ekonomi 8. Lampiran X.D.2 : Rencana Pemberian Kredit kepada UMKM berdasarkan Jenis Penggunaan 9. Lampiran X.D.3 : Rencana Pemberian Kredit kepada UMKM berdasarkan Provinsi 10. Lampiran XI 11. Lampiran XII : Rencana Penanaman Dana dalam bentuk Surat Berharga : Rencana Penanaman Dana Lainnya H. Rencana Penyertaan Modal Bagian ini mencerminkan posisi penyertaan modal posisi aktual (posisi akhir bulan September tahun penyusunan Rencana Bisnis) dan rencana penyertaan modal untuk periode 1 (satu) tahun ke depan secara triwulanan yang paling sedikit meliputi bidang usaha, perkiraan jumlah dana yang akan ditanamkan, dan persentase kepemilikan termasuk aspek pengendalian, sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai prinsip kehati-hatian dalam kegiatan penyertaan modal. Rencana penyertaan modal disusun dengan mengacu pada Lampiran XIII. I. Rencana Permodalan Bagian ini paling sedikit meliputi: 1. Proyeksi Pemenuhan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) Proyeksi KPMM paling sedikit meliputi proyeksi modal, proyeksi Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR), dan proyeksi rasio KPMM selama 3 (tiga) tahun mendatang. Proyeksi ... - 11 - Proyeksi pemenuhan KPMM ini disusun dengan mengacu pada Lampiran XIV.A. untuk Bank selain kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri atau Lampiran XIV.B. untuk kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri. 2. Rencana Perubahan Modal Rencana perubahan modal merupakan proyeksi perubahan modal selama 3 (tiga) tahun mendatang baik terkait struktur permodalan maupun jumlah modal. Termasuk dalam rencana perubahan modal adalah rencana penambahan modal dari pemegang saham lama (existing shareholders), rencana Initial Public Offering (IPO), right issue, penerbitan surat utang yang bersifat ekuitas, dan rencana penambahan modal lainnya, serta uraian mengenai rencana perubahan atau penggantian kepemilikan (jika ada). Rencana perubahan modal disusun dengan mengacu pada Lampiran XV. J. Rencana Pengembangan Organisasi dan Sumber Daya Manusia (SDM) Bagian ini menguraikan informasi mengenai struktur organisasi dan kondisi SDM terkini, rencana pengembangan organisasi dan SDM yang sedang berlangsung, maupun rencana pengembangan terkait SDM lainnya paling sedikit selama 1 (satu) tahun ke depan yang antara lain memuat: 1. Rencana Pengembangan Organisasi Rencana pengembangan organisasi antara lain mencakup rencana pembentukan atau perubahan satuan kerja dan/atau komite, yang disesuaikan dengan kemampuan, ukuran, dan kompleksitas usaha Bank Umum. 2. Rencana Pengembangan Sistem Informasi Manajemen Rencana pengembangan sistem informasi manajemen antara lain mencakup pengembangan teknologi informasi yang mendukung sistem informasi untuk manajemen dan rencana pengembangan sistem akuntansi, termasuk anggaran yang dialokasikan untuk rencana pengembangan tersebut. 3. Rencana Pengembangan Sumber Daya Manusia Rencana pengembangan SDM antara lain rencana kebutuhan pendidikan dan pelatihan SDM, termasuk rencana biaya atau anggaran ... - 12 - anggaran pendidikan dan pelatihan baik untuk pegawai, Direksi, dan Komisaris Bank Umum, serta rencana pelaksanaan sertifikasi manajemen risiko bagi pengurus dan pejabat tertentu. 4. Rencana Pemanfaatan Tenaga Kerja Asing dan Penggunaan Tenaga Alih Daya (Outsourcing) Rencana pemanfaatan tenaga kerja asing antara lain rencana pemanfaatan tenaga kerja asing sebagaimana diatur dalam ketentuan dan peraturan perundang-undangan. Rencana penggunaan tenaga alih daya (outsourcing) yang mengacu pada ketentuan dan peraturan perundang-undangan, antara lain mencakup rencana jumlah yang akan digunakan dan rencana penempatan tenaga alih daya (outsourcing). Rencana Pemanfaatan Tenaga Kerja Asing disusun dengan mengacu pada Lampiran XVI. K. Rencana Penerbitan Produk dan/atau Pelaksanaan Aktivitas Baru Rencana penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas baru yang dicantumkan pada Rencana Bisnis adalah produk dan/atau aktivitas baru yang tidak pernah diterbitkan atau dilaksanakan sebelumnya oleh Bank Umum sebagaimana diatur dalam ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai penerapan manajemen risiko bagi Bank dan kegiatan usaha berdasarkan modal inti Bank. Pada bagian ini diuraikan mengenai rencana penerbitan produk atau pelaksanaan aktivitas baru paling sedikit untuk periode 1 (satu) tahun ke depan. Rencana Penerbitan Produk dan/atau Pelaksanaan Aktivitas Baru disusun dengan mengacu pada Lampiran XVII. L. Rencana Pengembangan dan/atau Perubahan Jaringan Kantor Rencana pengembangan dan/atau perubahan jaringan kantor meliputi rencana pembukaan, perubahan status, pemindahan alamat, dan/atau penutupan yang meliputi kantor wilayah, kantor cabang, kantor cabang pembantu, kantor fungsional, kantor kas, kegiatan pelayanan kas, dan/atau kantor di luar negeri untuk periode 1 (satu) tahun ke depan. Informasi yang dimuat dalam rencana pengembangan dan/atau perubahan jaringan kantor antara lain meliputi informasi mengenai kantor ... - 13 - kantor induk, rencana waktu pelaksanaan, perkiraan investasi, lokasi, dan keterangan lainnya. Informasi mengenai lokasi untuk setiap jenis kantor, paling sedikit mencantumkan lokasi kabupaten atau kota secara jelas, dan untuk lokasi kantor yang berada di wilayah provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta paling sedikit mencantumkan nama kota administrasi atau kabupaten administrasi. Khusus untuk kantor yang berlokasi di luar negeri, mencantumkan nama kota dan negara. Rencana pengembangan dan/atau perubahan jaringan kantor disusun dengan mengacu pada Lampiran XVIII. M. Informasi Lainnya Informasi lainnya memuat rencana-rencana lain yang perlu diuraikan (jika ada) namun tidak termasuk dalam cakupan Rencana Bisnis yang telah ditetapkan pada huruf A sampai dengan huruf L, antara lain langkah-langkah penyelesaian kredit yang bermasalah termasuk agunan yang diambil alih (AYDA), aset tetap yang tidak digunakan dalam operasional Bank, linkage program, dan/atau pengembangan pelayanan Bank Umum. Pengembangan pelayanan mencakup antara lain informasi rencana pengembangan sarana atau media informasi kepada nasabah, rencana pengembangan sarana elektronik untuk kebutuhan nasabah, rencana upaya perlindungan nasabah, dan rencana penyelenggaraan layanan keuangan tanpa kantor dalam rangka keuangan inklusif. Cakupan informasi yang dimuat dalam rencana upaya perlindungan nasabah meliputi antara lain rencana kegiatan edukasi dan rencana peningkatan sistem pelayanan pengaduan nasabah. Pengertian AYDA mengacu pada ketentuan yang mengatur mengenai penilaian kualitas aset bank umum. III. LAPORAN REALISASI RENCANA BISNIS DAN LAPORAN PENGAWASAN RENCANA BISNIS 1. Sesuai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai Rencana Bisnis Bank, Laporan Realisasi Rencana Bisnis disampaikan Bank Umum secara triwulanan, yaitu untuk posisi bulan Maret, bulan Juni, bulan September, dan bulan Desember. Laporan Realisasi Rencana Bisnis paling sedikit mencakup: a. penjelasan ... - 14 - a. penjelasan mengenai pencapaian Rencana Bisnis meliputi fokus, dan prioritas pencapaian Rencana Bisnis serta perbandingan antara rencana dengan realisasinya; b. penjelasan mengenai deviasi atas realisasi Rencana Bisnis, seperti penyebab dan kendala yang dihadapi; c. tindak lanjut atau upaya yang akan dilakukan untuk memperbaiki pencapaian realisasi Rencana Bisnis; d. rasio keuangan dan pos-pos tertentu; dan e. informasi lainnya, berisi penjelasan mengenai realisasi hal-hal selain yang dijelaskan pada huruf a sampai dengan huruf d, antara lain meliputi laporan realisasi perubahan jaringan kantor dan laporan realisasi tenaga kerja asing. Laporan Realisasi Rencana Bisnis secara umum disusun dengan mengacu pada: a. Lampiran XIX.A. b. Lampiran XIX.B. : Laporan Realisasi Rencana Bisnis : Laporan Realisasi Rasio Keuangan dan Pos-pos Tertentu c. Lampiran XIX.C. d Lampiran XIX.D. : Laporan Realisasi Pengembangan dan/atau Perubahan Jaringan Kantor : Laporan Realisasi Pemanfaatan Tenaga Kerja Asing dan Alih Pengetahuan kepada Tenaga Pendamping 2. Sesuai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai Rencana Bisnis Bank, Dewan Komisaris melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Rencana Bisnis. Hasil pengawasan tersebut selanjutnya dituangkan dalam Laporan Pengawasan Rencana Bisnis. Cakupan dalam Laporan Pengawasan Rencana Bisnis yang disusun oleh Dewan Komisaris paling sedikit meliputi penilaian mengenai: a. pelaksanaan Rencana Bisnis berupa penilaian aspek kuantitatif maupun kualitatif terhadap realisasi Rencana Bisnis; b. faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja Bank Umum secara umum, khususnya terkait faktor permodalan (capital), rentabilitas (earnings), serta profil risiko Bank Umum terutama risiko kredit, risiko pasar, dan risiko likuiditas; c. upaya memperbaiki kinerja Bank Umum, dalam hal dari hasil penilaian sebagaimana pada huruf b terjadi penurunan kinerja. Penilaian ... - 15 - Penilaian Dewan Komisaris pada huruf a sampai dengan huruf c, dapat dilengkapi pula dengan penilaian atas faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi operasional Bank Umum. Dalam kaitan dengan tugas Dewan Komisaris, Bank Umum harus memiliki mekanisme internal dalam rangka penyusunan Laporan Pengawasan Rencana Bisnis. Laporan Pengawasan Rencana Bisnis disusun dengan mengacu pada Lampiran XX. IV. JANGKA WAKTU PENYAMPAIAN LAPORAN Mengacu pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai Rencana Bisnis Bank, Bank Umum dinyatakan terlambat menyampaikan Rencana Bisnis, penyesuaian Rencana Bisnis, Laporan Realisasi Rencana Bisnis, dan/atau Laporan Pengawasan Rencana Bisnis, dalam hal: 1. Bank menyampaikan Rencana Bisnis, Laporan Realisasi Rencana Bisnis, dan/atau Laporan Pengawasan Rencana Bisnis setelah batas akhir waktu penyampaian sampai dengan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja; dan/atau 2. Bank Umum menyampaikan penyesuaian Rencana Bisnis setelah batas akhir waktu penyampaian sampai dengan paling lama 15 (lima belas) hari kerja. Bank Umum dinyatakan tidak menyampaikan Rencana Bisnis, penyesuaian Rencana Bisnis, Laporan Realisasi Rencana Bisnis, dan/atau Laporan Pengawasan Rencana Bisnis dalam hal sampai dengan berakhirnya batas waktu keterlambatan, Bank Umum belum menyampaikan laporan dimaksud. V. KETENTUAN LAIN-LAIN Lampiran dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini merupakan contoh untuk menyusun Rencana Bisnis Tahun 2017. Untuk penyusunan Rencana Bisnis periode berikutnya, pencantuman tahun hendaknya disesuaikan. Lampiran I sampai dengan Lampiran XX merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. VI. KETENTUAN ... - 16 - VI. KETENTUAN PENUTUP Dengan berlakunya Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/27/DPNP tanggal 25 Oktober 2010 perihal Rencana Bisnis Bank Umum, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 14 Juli 2016 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN OTORITAS JASA KEUANGAN, ttd NELSON TAMPUBOLON Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 25/SEOJK.03/2016 </reg_id> <reg_title> RENCANA BISNIS BANK UMUM </reg_title> <set_date> 14 Juli 2016 </set_date> <effective_date> 14 Juli 2016 </effective_date> <replaced_reg> '12/27/DPNP|SE-BI/2010' </replaced_reg> <related_reg> '5/POJK.03/2016' </related_reg>
Yth. 1. Direksi Perusahaan Pembiayaan Syariah; dan 2. Direksi Perusahaan Pembiayaan yang mempunyai Unit Usaha Syariah, di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 2 /SEOJK.05/2016 TENTANG TINGKAT KESEHATAN KEUANGAN PEMBIAYAAN SYARIAH Sesuai dengan amanat ketentuan Pasal 20 ayat (4), Pasal 23 ayat (7), Pasal 26 ayat (6), Pasal 28 ayat (3), dan Pasal 29 ayat (2) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Pembiayaan Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 366, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5640), perlu untuk mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai tingkat kesehatan keuangan bagi perusahaan pembiayaan syariah dan unit usaha syariah dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM 1. Perusahaan Syariah adalah perusahaan pembiayaan syariah dan unit usaha syariah. 2. Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang dan/atau jasa. 3. Perusahaan Pembiayaan Syariah adalah Perusahaan Pembiayaan yang seluruh kegiatan usahanya melakukan pembiayaan syariah. 4. Unit Usaha Syariah yang selanjutnya disingkat UUS adalah unit kerja dari kantor pusat Perusahaan Pembiayaan yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor yang melaksanakan pembiayaan syariah. 5. Pembiayaan Syariah adalah penyaluran pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah. - 2 - 6. Prinsip Syariah adalah ketentuan hukum Islam berdasarkan fatwa dan/atau pernyataan kesesuaian syariah dari Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia. 7. Aset Produktif adalah semua aset yang dimiliki oleh Perusahaan Syariah dengan maksud untuk memperoleh penghasilan dalam bentuk Pembiayaan Syariah. 8. Tingkat Kesehatan Keuangan Pembiayaan Syariah adalah hasil penilaian kondisi permodalan, likuiditas, kualitas Aset Produktif, dan kinerja keuangan Perusahaan Syariah. 9. Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK adalah lembaga yang independen sebagaimana dimaksud dalam undang- undang mengenai Otoritas Jasa Keuangan. II. PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN KEUANGAN 1. Perusahaan Syariah wajib setiap waktu memenuhi persyaratan Tingkat Kesehatan Keuangan Pembiayaan Syariah. 2. Tingkat Kesehatan Keuangan Pembiayaan Syariah pada angka 1 meliputi: a. rasio permodalan; b. kualitas Aset Produktif; c. d. rentabilitas; dan likuiditas. III. TATA CARA PERHITUNGAN RASIO PERMODALAN 1. Perusahaan Syariah wajib memenuhi rasio permodalan paling sedikit sebesar 10% (sepuluh persen). 2. Rasio permodalan Perusahaan Syariah merupakan perbandingan antara modal yang disesuaikan dengan aset yang disesuaikan. 3. Modal yang disesuaikan sebagaimana dimaksud pada angka 2 penjumlahan komponen permodalan sebagai berikut: a. bagi Perusahaan Pembiayaan Syariah berbentuk hukum perseroan terbatas sebesar penjumlahan dari: 1) ekuitas yang disesuaikan yang terdiri dari: a) modal disetor; b) tambahan modal disetor, yaitu penjumlahan dari: (1) agio/disagio saham; (2) biaya emisi efek ekuitas; dan - 3 - (3) lainnya sesuai dengan prinsip standar akuntansi keuangan; c) selisih nilai transaksi restrukturisasi entitas sepengendali; d) saldo laba/rugi; e) sebesar 50% (lima puluh persen) dari laba/rugi tahun berjalan setelah dikurangi pajak; saham tresuri (treasury stock); dan f) g) komponen ekuitas lainnya, yaitu penjumlahan dari: (1) perubahan dalam surplus revaluasi; (2) selisih kurs karena penjabaran laporan keuangan dalam mata uang asing; (3) keuntungan dan kerugian dari pengukuran kembali aset keuangan tersedia untuk dijual; (4) bagian efektif dari keuntungan dan kerugian instrumen keuangan lindung nilai dalam rangka lindung nilai arus kas; dan (5) komponen ekuitas lainnya sesuai prinsip standar akuntansi keuangan, dengan memperhitungkan faktor pengurang berupa: a) perhitungan pajak tangguhan (deferred tax); b) goodwill; c) aset tidak berwujud lainnya; dan d) seluruh penyertaan modal pada perusahaan anak; 2) pinjaman (qardh) subordinasi paling tinggi 50% (lima puluh persen) dari modal disetor dengan memenuhi kriteria sebagai berikut: a) paling singkat berjangka waktu 5 (lima) tahun; b) dalam hal terjadi likuidasi, hak tagih berlaku paling akhir dari segala pinjaman yang ada; dan c) dituangkan dalam bentuk perjanjian akta notariil antara Perusahaan Pembiayaan dengan pemberi pinjaman. Contoh:  PT ABC Finance Syariah mempunyai modal disetor sebesar Rp100.000.000.000,00 dan pinjaman (qardh) subordinasi sebesar Rp25.000.000.000,00. Maka, - 4 - besaran pinjaman (qardh) subordinasi yang dapat ditambahkan dalam perhitungan ekuitas disesuaikan adalah sebesar Rp25.000.000.000,00.  PT XYZ Finance Syariah mempunyai modal disetor sebesar Rp100.000.000.000,00 dan pinjaman (qardh) subordinasi sebesar Rp75.000.000.000,00. Maka, besaran pinjaman (qardh) subordinasi yang dapat ditambahkan dalam perhitungan ekuitas disesuaikan adalah sebesar Rp50.000.000.000,00. b. bagi Perusahaan Pembiayaan Syariah berbentuk badan hukum koperasi sebesar penjumlahan dari simpanan pokok, simpanan wajib, dana cadangan, hibah, dan sisa hasil usaha yang belum dibagikan. c. bagi UUS sebesar penjumlahan dari: 1) ekuitas yang disesuaikan yang terdiri dari: a) modal kerja; b) saldo laba/rugi; c) sebesar 50% (lima puluh persen) dari laba/rugi tahun berjalan setelah dikurangi pajak; dan d) komponen ekuitas lainnya, yaitu penjumlahan dari: (1) perubahan dalam surplus revaluasi; (2) selisih kurs karena penjabaran laporan keuangan dalam mata uang asing; (3) keuntungan dan/atau kerugian dari pengukuran kembali aset keuangan tersedia untuk dijual; (4) bagian efektif dari keuntungan dan kerugian instrumen keuangan lindung nilai dalam rangka lindung nilai arus kas; dan (5) komponen ekuitas lainnya sesuai prinsip standar akuntansi keuangan, dengan memperhitungkan faktor pengurang berupa: a) perhitungan pajak tangguhan (deferred tax); dan b) aset tidak berwujud lainnya; 2) pinjaman (qardh) subordinasi sebesar 50% (lima puluh persen) yang memenuhi kriteria sebagai berikut: a) paling singkat berjangka waktu 5 (lima) tahun; - 5 - b) dalam hal terjadi likuidasi, hak tagih berlaku paling akhir dari segala pinjaman yang ada; dan c) dituangkan dalam bentuk perjanjian akta notariil antara UUS dengan pemberi pinjaman, dengan besaran paling tinggi 50% (lima puluh persen) dari modal kerja UUS yang bersangkutan. Contoh:  UUS PT ABC Finance mempunyai modal kerja sebesar Rp100.000.000.000,00 dan pinjaman (qardh) subordinasi sebesar Rp25.000.000.000,00. Maka, besaran pinjaman (qardh) subordinasi yang dapat ditambahkan dalam perhitungan ekuitas disesuaikan adalah sebesar Rp25.000.000.000,00.  UUS PT XYZ Finance Syariah mempunyai modal kerja sebesar Rp100.000.000.000,00 dan pinjaman (qardh) subordinasi sebesar Rp75.000.000.000,00. Maka, besaran pinjaman (qardh) subordinasi yang dapat ditambahkan dalam perhitungan ekuitas disesuaikan adalah sebesar Rp50.000.000.000,00. 4. Aset yang disesuaikan sebagaimana dimaksud pada angka 2, merupakan aset Perusahaan Syariah dikalikan dengan bobot risiko aset sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini. 5. Dalam perhitungan aset yang disesuaikan, dasar penilaian nilai nominal Aset Produktif adalah outstanding Aset Produktif (outstanding principal) dikurangi dengan cadangan yang telah dibentuk. Outstanding Aset Produktif (outstanding principal) adalah total tagihan, investasi, dan/atau tagihan jasa dikurangi dengan pendapatan yang ditangguhkan dikurangi dengan: a. pendapatan yang ditangguhkan (unearned revenue); dan b. pendapatan dan biaya lainnya sehubungan transaksi pembiayaan yang diamortisasi. 6. Pengukuran rasio permodalan didokumentasikan sesuai dengan format kertas kerja sebagaimana tercantum dalam format 1 Lampiran II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini. - 6 - IV. KUALITAS ASET PRODUKTIF 1. Perusahaan Syariah wajib setiap waktu mempertahankan rasio Aset Produktif bermasalah setelah dikurangi cadangan penyisihan penghapusan Aset Produktif paling tinggi sebesar 5% (lima persen) dari total Aset Produktif. 2. Aset Produktif yang dikategorikan sebagai Aset Produktif bermasalah terdiri atas Aset Produktif dengan kualitas kurang lancar, diragukan, dan/atau macet. 3. Nilai Aset Produktif dihitung berdasarkan outstanding Aset Produktif (outstanding principal) yaitu total tagihan, investasi, atau tagihan jasa dikurangi dengan: a. pendapatan yang ditangguhkan (unearned revenue); dan b. pendapatan dan biaya lainnya sehubungan transaksi pembiayaan yang diamortisasi. 4. Penilaian kualitas Aset Produktif ditetapkan menjadi: a. lancar; b. dalam perhatian khusus; c. kurang lancar; d. diragukan; atau e. macet. 5. Penilaian kualitas Aset Produktif sebagaimana dimaksud pada angka 4 ditetapkan berdasarkan faktor ketepatan pembayaran pokok, margin, hasil investasi/bagi hasil, dan/atau imbal jasa (ujrah). 6. Penilaian kualitas Aset Produktif sebagaimana dimaksud pada angka 4 dikategorikan sebagai berikut: a. lancar apabila tidak terdapat keterlambatan atau terdapat keterlambatan pembayaran pokok, margin, hasil investasi/bagi hasil, dan/atau imbal jasa (ujrah) sampai dengan 30 (tiga puluh) hari kalender; b. dalam perhatian khusus apabila terdapat keterlambatan pembayaran pokok, margin, hasil investasi/bagi hasil, dan/atau imbal jasa (ujrah) yang telah melampaui 30 (tiga puluh) hari kalender sampai dengan 90 (sembilan puluh) hari kalender; c. kurang lancar apabila terdapat keterlambatan pembayaran pokok, margin, hasil investasi/bagi hasil, dan/atau imbal jasa (ujrah) yang telah melampaui 90 (sembilan puluh) hari kalender sampai dengan 120 (seratus dua puluh) hari kalender; - 7 - d. diragukan apabila terdapat keterlambatan pembayaran pokok, margin, hasil investasi/bagi hasil, dan/atau imbal jasa (ujrah) yang telah melampaui 120 (seratus dua puluh) hari kalender sampai dengan 180 (seratus delapan puluh) hari kalender; atau e. macet apabila terdapat keterlambatan pembayaran pokok, margin, hasil investasi/bagi hasil, dan/atau imbal jasa (ujrah) yang telah melampaui 180 (seratus delapan puluh) hari kalender. 7. Selain faktor ketepatan pembayaran pokok, margin, hasil investasi/bagi hasil, dan/atau imbal jasa (ujrah) sebagaimana dimaksud pada angka 5, penilaian kualitas Aset Produktif untuk pembiayaan investasi dengan nilai pembiayaan pada saat penandatanganan perjanjian sebesar Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) atau lebih, dapat juga ditetapkan dengan mempertimbangkan faktor: a. kemampuan membayar konsumen; b. kinerja keuangan (financial performance) konsumen; dan c. prospek usaha konsumen. 8. Penilaian terhadap kemampuan membayar konsumen sebagaimana dimaksud pada angka 7 huruf a meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut: a. ketersediaan dan keakuratan informasi keuangan konsumen; b. kelengkapan dokumentasi Pembiayaan Syariah; c. kepatuhan terhadap perjanjian Pembiayaan Syariah; d. kesesuaian penggunaan dana Pembiayaan Syariah; dan e. kewajaran sumber pembayaran kewajiban. 9. Penilaian terhadap kinerja keuangan (financial performance) konsumen sebagaimana dimaksud pada angka 7 huruf b meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut: a. perolehan laba; b. struktur permodalan; c. arus kas; dan d. sensitivitas terhadap risiko pasar. 10. Penilaian terhadap prospek usaha konsumen sebagaimana dimaksud pada angka 7 huruf c meliputi komponen-komponen sebagai berikut: a. potensi pertumbuhan usaha; - 8 - b. kondisi pasar dan posisi konsumen dalam persaingan; c. kualitas manajemen dan permasalahan tenaga kerja; d. dukungan dari grup atau afiliasi; dan e. upaya yang dilakukan konsumen dalam rangka memelihara lingkungan hidup. 11. Pedoman penilaian kualitas Aset Produktif sebagaimana dimaksud pada angka 7, angka 8, angka 9, dan angka 10 dilakukan berdasarkan pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini. 12. Kertas kerja penilaian kualitas Aset Produktif sebagaimana dimaksud pada angka 7, angka 8, angka 9, dan angka 10 harus dilakukan dengan menggunakan formulir penilaian sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini dan dilengkapi dengan dokumen pendukung penilaian kualitas Aset Produktif. 13. Perusahaan Syariah dapat melakukan restrukturisasi untuk konsumen yang mengalami kesulitan pembayaran pokok, margin, hasil investasi/bagi hasil, dan/atau imbal jasa (ujrah), namun masih memiliki kemampuan membayar dan prospek usaha yang baik. 14. Penilaian kualitas Aset Produktif untuk pembiayaan senilai Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) atau lebih yang direstrukturisasi sebagaimana dimaksud pada angka 13 berlaku ketentuan sebagai berikut: a. paling tinggi sama dengan kualitas Aset Produktif sebelum dilakukan restrukturisasi pembiayaan, sepanjang konsumen belum memenuhi kewajiban pembayaran angsuran pokok, margin, hasil investasi/bagi hasil, dan/atau imbal jasa (ujrah) secara berturut-turut selama 3 (tiga) kali periode sesuai waktu yang diperjanjikan; b. dapat meningkat paling tinggi 1 (satu) tingkat dari kualitas Aset Produktif sebelum dilakukan restrukturisasi, setelah konsumen memenuhi kewajiban pembayaran angsuran pokok, margin, hasil investasi/bagi hasil, dan/atau imbal jasa (ujrah) secara berturut-turut selama 3 (tiga) kali periode sebagaimana dimaksud pada huruf a; - 9 - c. kualitas Aset Produktif yang direstrukturisasi dapat ditetapkan berdasarkan faktor penilaian sebagaimana dimaksud pada angka 7, dalam hal pelaksanaan restrukturisasi pembiayaan tidak didukung dengan analisis dan dokumentasi yang memadai; dan d. berdasarkan faktor penilaian sebagaimana dimaksud pada angka 7: 1) setelah penetapan kualitas Aset Produktif sebagaimana dimaksud pada huruf b; atau 2) dalam hal konsumen tidak memenuhi syarat-syarat dan/atau kewajiban pembayaran dalam perjanjian restrukturisasi pembiayaan, baik selama maupun setelah 3 (tiga) kali periode kewajiban pembayaran sesuai waktu yang diperjanjikan. 15. Kualitas Aset Produktif tambahan sebagai bagian dari paket restrukturisasi pembiayaan sebagaimana dimaksud pada angka 14 ditetapkan sama dengan kualitas Aset Produktif yang direstrukturisasi. 16. Penilaian kualitas Aset Produktif dalam rangka restrukturisasi sebagaimana dimaksud pada angka 14 harus disertai dan dilengkapi dengan dokumen pendukung penilaian kualitas Aset Produktif. 17. Dalam hal terdapat perbedaan antara penilaian kualitas Aset Produktif oleh Perusahaan Syariah dengan OJK, kualitas Aset Produktif yang berlaku adalah yang ditetapkan oleh OJK. 18. Perusahaan Syariah wajib melakukan penyesuaian kualitas Aset Produktif sesuai dengan penilaian kualitas Aset Produktif yang ditetapkan oleh OJK sebagaimana dimaksud pada angka 12 dalam laporan yang disampaikan kepada OJK. 19. Jenis agunan yang dapat diperhitungkan dalam perhitungan cadangan penyisihan penghapusan Aset Produktif adalah sebagai berikut: a. agunan tunai berupa: 1) deposito di bank, simpanan jaminan (security deposit) dan/atau emas; 2) Sertifikat Bank Indonesia, Sertifikat Bank Indonesia Syariah, Surat Utang Negara, sukuk, dan/atau surat - 10 - berharga lainnya yang diterbitkan pemerintah atau Bank Indonesia; dan/atau 3) jaminan pemerintah dan pemerintah asing yang termasuk dalam kategori yang layak untuk investasi (investment grade); b. efek yang dicatatkan di bursa efek atau efek yang termasuk dalam kategori yang layak untuk investasi (investment grade) dari lembaga pemeringkat yang diakui oleh OJK; c. kendaraan bermotor, alat berat, dan persediaan; d. resi gudang; e. mesin dan/atau elektronik yang merupakan satu kesatuan dengan tanah; f. mesin dan/atau elektronik yang tidak menjadi satu kesatuan dengan tanah; g. pesawat udara atau kapal laut dengan ukuran di atas 20 (dua puluh) meter kubik; dan h. tanah, rumah, rumah susun, rumah komersial, dan gedung perkantoran. 20. Objek ijarah muntahiya bitamlik dimana waad (hak opsi) telah dilaksanakan dapat diperhitungkan sebagai pengurang dalam perhitungan cadangan penyisihan penghapusan Aset Produktif. 21. Agunan tunai sebagaimana dimaksud pada angka 19 huruf a angka 1) dan angka 2) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. hanya dapat dicairkan dengan persetujuan Perusahaan Syariah (diblokir dan dilengkapi dengan surat kuasa); b. jangka waktu pemblokiran paling singkat sama dengan jangka waktu pembiayaan; dan c. memiliki pengikatan hukum yang kuat dan dapat dieksekusi (legally enforceable). 22. Agunan tunai sebagaimana dimaksud pada angka 19 huruf a angka 3) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. bersifat tanpa syarat (unconditional) dan tidak dapat dibatalkan (irrevocable); b. harus dapat dicairkan paling lama 5 (lima) hari kerja sejak diajukannya klaim, termasuk pencairan sebagian untuk membayar tunggakan angsuran pokok, margin, investasi/bagi hasil, dan/atau imbal jasa (ujrah); dan hasil - 11 - c. mempunyai jangka waktu paling singkat sama dengan jangka waktu pembiayaan. 23. Agunan sebagaimana dimaksud pada angka 19 dilengkapi dengan dokumen hukum yang sah. 24. Agunan sebagaimana dimaksud pada angka 19 huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, dan huruf h, harus: a. diikat sesuai dengan jaminan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk memberikan hak preferensi bagi Perusahaan Syariah antara lain hak tanggungan, hipotek, fidusia, atau gadai; dan b. dilindungi oleh asuransi syariah atas objek pembiayaan dengan klausula yang memberikan hak kepada Perusahaan Syariah untuk menerima uang pertanggungan dalam hal terjadi pembayaran klaim dan memiliki jangka waktu pertanggungan asuransi paling singkat sama dengan jangka waktu Pembiayaan Syariah. 25. Perusahaan asuransi yang memberikan perlindungan asuransi syariah terhadap agunan sebagaimana dimaksud pada angka 24 huruf b wajib memenuhi syarat sebagai berikut: a. memiliki izin usaha dari OJK; dan b. tidak dalam pengenaan sanksi pembatasan kegiatan usaha atau pembekuan kegiatan usaha dari OJK. 26. Tata cara perhitungan nilai agunan sebagai pengurang cadangan penyisihan penghapusan Aset Produktif ditetapkan sebagai berikut: a. deposito di bank, setoran jaminan, Sertifikat Bank Indonesia, Sertifikat Bank Indonesia Syariah ditetapkan sebesar nilai nominal; b. emas ditetapkan sebesar nilai pasar; c. Surat Utang Negara, sukuk, dan/atau surat berharga lainnya yang diterbitkan oleh pemerintah atau Bank Indonesia ditetapkan sebesar nilai pasar atau dalam hal tidak ada nilai pasar ditetapkan berdasarkan nilai wajar (fair value); d. efek yang dicatatkan di bursa efek atau efek yang termasuk dalam kategori yang layak untuk investasi (investment grade), ditetapkan paling tinggi sebesar 50% (lima puluh persen) dari nilai pasar efek; - 12 - e. jaminan pemerintah dan pemerintah asing yang termasuk dalam kategori yang layak untuk investasi (investment grade) ditetapkan paling tinggi sebesar nilai penjaminan; f. tanah, rumah, rumah susun, rumah komersial, dan gedung perkantoran, ditetapkan paling tinggi sebesar nilai penilaian independen, nilai penilaian internal, nilai perolehan, atau nilai jual objek pajak; g. pesawat udara, kapal laut, kendaraan bermotor, alat berat, persediaan, dan resi gudang, mesin dan/atau elektronik yang dianggap sebagai satu kesatuan dengan tanah, dan mesin dan/atau elektronik yang tidak menjadi satu kesatuan dengan tanah ditetapkan paling tinggi sebesar: 1) 100% (seratus persen) dari nilai penilaian independen, nilai penilaian internal, atau nilai transaksi jual beli, apabila: a) penilaian independen atau transaksi jual beli dilakukan dalam 12 (dua belas) bulan terakhir; atau b) penilaian internal dilakukan dalam 6 (enam) bulan terakhir; 2) 80% (delapan puluh persen) dari nilai penilaian independen, nilai penilaian internal, atau nilai transaksi jual beli, apabila: a) penilaian independen atau transaksi jual beli dilakukan lebih dari 12 (dua belas) bulan namun belum melampaui 24 (dua puluh empat) bulan; atau b) penilaian internal dilakukan lebih dari 6 (enam) bulan namun belum melampaui 12 (dua belas) bulan; 3) 60% (enam puluh persen) dari nilai penilaian independen, nilai penilaian internal, atau nilai transaksi jual beli, apabila: a) penilaian independen atau transaksi jual beli dilakukan lebih dari 24 (dua puluh empat) bulan namun belum melampaui 36 (tiga puluh enam) bulan; atau b) penilaian internal dilakukan lebih dari 12 (dua belas) bulan namun belum melampaui 18 (delapan belas) bulan; - 13 - 4) 40% (empat puluh persen) dari nilai penilaian independen, nilai penilaian internal, atau nilai transaksi jual beli, apabila: a) penilaian independen atau transaksi jual beli dilakukan lebih dari 36 (tiga puluh enam) bulan namun belum melampaui 48 (empat puluh delapan) bulan; atau b) penilaian internal dilakukan lebih dari 18 (delapan belas) bulan namun belum melampaui 24 (dua puluh empat) bulan; 5) 20% (dua puluh persen) dari nilai penilaian independen, nilai penilaian internal, atau nilai transaksi jual beli, apabila: a) penilaian independen atau transaksi jual beli dilakukan lebih dari 48 (empat puluh delapan) bulan namun belum melampaui 60 (enam puluh) bulan; atau b) penilaian internal dilakukan lebih dari 24 (dua puluh empat) bulan namun belum melampaui 30 (tiga puluh) bulan; 6) 0% (nol persen) dari nilai penilaian independen, nilai penilaian internal, atau nilai transaksi jual beli, apabila: a) penilaian independen atau transaksi jual beli dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) bulan; atau b) penilaian internal dilakukan lebih dari 30 (tiga puluh) bulan. 27. Nilai objek ijarah muntahiya bitamlik dimana waad (hak opsi) telah dilaksanakan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang dalam perhitungan cadangan penyisihan penghapusan Aset Produktif ditetapkan sebesar: a. 100% (seratus persen) dari nilai penilaian independen, nilai penilaian internal, atau nilai transaksi jual beli, apabila: 1) penilaian independen atau transaksi jual beli dilakukan dalam 12 (dua belas) bulan terakhir; atau 2) penilaian internal dilakukan dalam 6 (enam) bulan terakhir; b. 80% (delapan puluh persen) dari nilai penilaian independen, nilai penilaian internal, atau nilai transaksi jual beli, apabila: - 14 - 1) penilaian independen atau transaksi jual beli dilakukan lebih dari 12 (dua belas) bulan namun belum melampaui 24 (dua puluh empat) bulan; atau 2) penilaian internal dilakukan lebih dari 6 (enam) bulan namun belum melampaui 12 (dua belas) bulan; c. 60% (enam puluh persen) dari nilai penilaian independen, nilai penilaian internal, atau nilai transaksi jual beli, apabila: 1) penilaian independen atau transaksi jual beli dilakukan lebih dari 24 (dua puluh empat) bulan namun belum melampaui 36 (tiga puluh enam) bulan; atau 2) penilaian internal dilakukan lebih dari 12 (dua belas) bulan namun belum melampaui 18 (delapan belas) bulan; d. 40% (empat puluh persen) dari nilai penilaian independen, nilai penilaian internal, atau nilai transaksi jual beli, apabila: 1) penilaian independen atau transaksi jual beli dilakukan lebih dari 36 (tiga puluh enam) bulan namun belum melampaui 48 (empat puluh delapan) bulan; atau 2) penilaian internal dilakukan lebih dari 18 (delapan belas) bulan namun belum melampaui 24 (dua puluh empat) bulan; e. 20% (dua puluh persen) dari nilai penilaian independen, nilai penilaian internal, atau nilai transaksi jual beli, apabila: 1) penilaian independen atau transaksi jual beli dilakukan lebih dari 48 (empat puluh delapan) bulan namun belum melampaui 60 (enam puluh) bulan; atau 2) penilaian internal dilakukan lebih dari 24 (dua puluh empat) bulan namun belum melampaui 30 (tiga puluh) bulan; f. 0% (nol persen) dari nilai penilaian independen, nilai penilaian internal, atau nilai transaksi jual beli, apabila: 1) penilaian independen atau transaksi jual beli dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) bulan; atau 2) penilaian internal dilakukan lebih dari 30 (tiga puluh) bulan; 28. Untuk Aset Produktif dengan nilai Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) atau lebih dan mempunyai agunan sebagaimana dimaksud pada angka 26 huruf g atau merupakan nilai objek ijarah muntahiya - 15 - bitamlik dimana waad (hak opsi) telah dilaksanakan sebagaimana dimaksud pada angka 27, penilaian atas agunan atau objek ijarah muntahiya bitamlik dimana waad (hak opsi) telah dilaksanakan yang akan digunakan sebagai pengurang dalam perhitungan cadangan penyisihan penghapusan Aset Produktif dilakukan oleh penilai independen. Dalam hal tidak terdapat penilaian independen, Perusahaan Syariah dapat menggunakan nilai transaksi jual beli sebagai dasar penilaian agunan dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 26 huruf g dan angka 27. 29. Untuk Aset Produktif dengan nilai kurang dari Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan mempunyai agunan sebagaimana dimaksud pada angka 26 huruf g atau merupakan nilai objek ijarah muntahiya bitamlik dimana waad (hak opsi) telah dilaksanakan sebagaimana dimaksud pada angka 27, penilaian atas agunan yang akan digunakan sebagai pengurang dalam perhitungan cadangan penyisihan penghapusan Aset Produktif dapat dilakukan oleh penilai independen atau penilaian internal. Dalam hal tidak terdapat penilaian independen atau penilaian internal, Perusahaan Syariah dapat menggunakan nilai transaksi jual beli sebagai dasar penilaian dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 26 huruf g dan angka 27. 30. Dalam rangka penghitungan agunan, Perusahaan Syariah harus memiliki dan melaksanakan pedoman penentuan dasar penilaian atau agunan atau nilai objek ijarah muntahiya bitamlik dimana waad (hak opsi) telah dilaksanakan sebagaimana dimaksud pada angka 26 dan angka 27. 31. Perusahaan Syariah harus melakukan penilaian kembali atas perhitungan cadangan penyisihan penghapusan Aset Produktif paling sedikit 6 (enam) bulan sekali untuk posisi bulan Juni dan Desember. 32. OJK berwenang untuk melakukan perhitungan kembali atas nilai agunan yang telah dikurangkan atau hal-hal yang dapat mengurangi pencadangan dalam perhitungan cadangan penyisihan penghapusan Aset Produktif. 33. Perusahaan Syariah harus menyampaikan pemberitahuan kepada konsumen terkait dengan pengembalian agunan atau dokumen- dokumen terkait dengan agunan paling lambat 1 (satu) bulan sejak tanggal pelunasan Pembiayaan Syariah. - 16 - 34. Pengukuran faktor kualitas Aset Produktif didokumentasikan sesuai dengan format kertas kerja sebagaimana tercantum dalam format 2 Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini. 35. Tata cara perhitungan cadangan dilakukan dengan menghitung selisih antara saldo Aset Produktif dengan nilai agunan dengan memperhitungkan persentase perhitungan cadangan sesuai dengan kualitas Aset Produktif, dengan contoh perhitungan sebagai berikut: Contoh 1: Pada awal Januari 2016, konsumen A mendapatkan Pembiayaan Syariah (melalui pembiayaan jual beli) dari PT XYZ Finance Syariah dengan nominal Rp70.000.000,00 dengan agunan berupa kendaraan bermotor senilai Rp100.000.000,00 (merupakan harga perolehan). Pada akhir bulan Juni 2019, sisa saldo Aset Produktif konsumen A adalah sebesar Rp50.000.000,00 dan konsumen A tidak melakukan pembayaran selama 9 bulan (kualitas macet). Perusahaan belum pernah melakukan penilaian kembali atas nilai agunan dimaksud. Berdasarkan ketentuan, dasar penilaian agunan yang digunakan dalam perhitungan pencadangan adalah 40% dari nilai agunan (yaitu senilai harga perolehan) dikarenakan tanggal perhitungan dilakukan 40 bulan sejak tanggal transaksi perolehan barang. Adapun nilai agunan yang dapat diakui sebagai pengurang pencadangan adalah sebesar Rp100.000.000,00 x 40% = Rp40.000.000,00. Dengan demikian, cadangan penyisihan penghapusan Aset Produktif adalah sebesar (besaran pencadangan berdasarkan kualitas Aset Produktif) x (saldo Aset Produktif yang dapat diperhitungkan)= 100% x (Rp50.000.000,00 - Rp40.000.000,00) = Rp10.000.000,00. Contoh 2: Pada awal Januari 2016, konsumen A mendapatkan Pembiayaan Syariah (melalui pembiayaan jual beli) dari PT XYZ Finance Syariah dengan nominal Rp70.000.000,00 dengan agunan berupa kendaraan bermotor senilai Rp100.000.000,00 (merupakan harga perolehan). Pada akhir bulan Juni 2019, sisa saldo Aset Produktif konsumen A adalah sebesar Rp30.000.000,00 dan konsumen A tidak melakukan pembayaran selama 9 bulan (kualitas macet). Perusahaan belum pernah melakukan penilaian kembali atas nilai agunan yang dimaksud. - 17 - Berdasarkan ketentuan, dasar penilaian agunan yang digunakan dalam perhitungan pencadangan adalah 40% dari nilai agunan (yaitu senilai harga perolehan) dikarenakan tanggal perhitungan dilakukan 40 bulan sejak tanggal transaksi perolehan barang. Adapun nilai agunan yang dapat diakui sebagai pengurang pencadangan adalah sebesar Rp100.000.000,00 x 40% = Rp40.000.000,00. Namun demikian, dikarenakan saldo Aset Produktif lebih besar dibandingkan nilai agunan, maka nilai agunan yang dapat diperhitungkan maksimal hanya sebesar saldo Aset Produktif yaitu Rp30.000.000,00. Dengan demikian, cadangan penyisihan penghapusan Aset Produktif adalah sebesar (besaran pencadangan berdasarkan kualitas Aset Produktif) x (saldo Aset Produktif yang dapat diperhitungkan) = 100% x (Rp30.000.000,00 - Rp30.000.000,00) = Rp0,00. V. TATA CARA PENILAIAN TERHADAP FAKTOR RENTABILITAS 1. Penilaian terhadap kemampuan Perusahaan Syariah dalam menghasilkan laba terdiri dari beberapa rasio yaitu: a. Return on Asset Rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan Perusahaan Syariah dalam menghasilkan laba dari aset yang digunakan untuk mendukung operasional dan permodalan Perusahaan Syariah. b. Return on Equity Rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan Perusahaan Syariah untuk menghasilkan laba dari ekuitas, bagi Perusahaan Pembiayaan Syariah atau modal kerja unit usaha syariah, bagi UUS. c. Beban operasional terhadap pendapatan operasional Rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan Perusahaan Syariah untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan Perusahaan Syariah dalam melaksanakan kegiatan operasionalnya. d. Pendapatan Pembiayaan Syariah Bersih Rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan Perusahaan Syariah dalam mengelola Aset Produktif untuk menghasilkan pendapatan operasional bersih. - 18 - 2. Perhitungan rasio rentabilitas ditetapkan sebagai berikut: a. Return on Asset 1) Return on Asset dihitung dari perbandingan antara laba atau rugi sebelum pajak terhadap total aset. 2) Untuk perhitungan laba atau rugi sebelum pajak menggunakan perhitungan yang disetahunkan. Sebagai contoh untuk posisi laporan bulan Maret maka cara perhitungannya adalah sebagai berikut: (laba atau rugi sebelum pajak per posisi Maret/3) x 12. 3) Laba atau rugi sebelum pajak per posisi bulan pelaporan dihitung berdasarkan jumlah pendapatan dikurangi jumlah beban sebelum dikurangi taksiran pajak penghasilan. 4) Untuk perhitungan total aset menggunakan rata-rata aset sepanjang tahun. Sebagai contoh untuk posisi laporan bulan Maret maka cara perhitungannya adalah sebagai berikut: (Penjumlahan total aset dari Januari s.d Maret)/3. b. Return on Equity 1) Return on Equity dihitung dari perbandingan Laba Bersih terhadap ekuitas. 2) Untuk perhitungan laba atau rugi bersih menggunakan perhitungan yang disetahunkan. Sebagai contoh untuk posisi laporan bulan Maret maka cara perhitungannya adalah sebagai berikut: (laba atau rugi bersih per posisi Maret/3) x 12. 3) Laba atau rugi bersih per posisi bulan pelaporan dihitung berdasarkan jumlah pendapatan dikurangi jumlah beban setelah dikurangi taksiran pajak penghasilan. 4) Untuk perhitungan total ekuitas menggunakan rata-rata ekuitas sepanjang tahun. Sebagai contoh untuk posisi laporan bulan Maret maka cara perhitungannya adalah sebagai berikut: (penjumlahan total ekuitas Januari s.d Maret)/3. c. Beban operasional terhadap pendapatan operasional 1) Beban operasional terhadap pendapatan operasional dihitung dari perbandingan antara beban operasional terhadap pendapatan operasional Perusahaan Syariah. - 19 - 2) Rincian akun pendapatan operasional dan beban operasional dalam perhitungan rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional mengacu kepada Surat Edaran OJK mengenai laporan bulanan Perusahaan Pembiayaan. 3) Dalam rangka menjaga efisiensi pengelolaan Perusahaan Syariah khususnya yang terkait dengan akuisisi pembiayaan, biaya insentif yang dapat diberikan oleh Perusahaan Syariah kepada pihak ketiga dibatasi berdasarkan persentase tertentu dari pendapatan yang akan diterima terkait dengan pembiayaan. Pendapatan yang akan diterima terkait dengan pembiayaan terdiri dari: a) pendapatan bagi hasil/margin/imbal jasa sebelum memperhitungkan cost of fund; b) pendapatan asuransi; c) pendapatan administrasi; dan d) pendapatan provisi. 4) Pengeluaran biaya insentif pihak ketiga terkait akuisisi pembiayaan per perjanjian pembiayaan dibatasi sebesar 15% (lima belas persen) dari nilai pendapatan yang terkait dengan pembiayaan, sudah termasuk pajak penghasilan pihak ketiga di dalamnya. 5) Pengeluaran biaya insentif pihak ketiga terkait akuisisi pembiayaan secara total dibatasi sebesar 20% (dua puluh persen) dari nilai pendapatan yang terkait dengan pembiayaan, sudah termasuk pajak penghasilan pihak ketiga di dalamnya. 6) Biaya insentif pihak ketiga terkait akuisisi pembiayaan meliputi seluruh jenis pembayaran kepada pihak ketiga maupun pegawai pihak ketiga termasuk juga komisi, insentif, biaya wisata pihak ketiga, biaya promosi bersama dengan pihak ketiga sebagai contoh biaya pembelian aksesoris tambahan kendaraan bermotor, biaya promosi pengiriman kendaraan, dan pengeluaran lain terkait dengan akuisisi pembiayaan yang dibayarkan kepada pihak ketiga. - 20 - 7) Contoh pembatasan biaya insentif berdasarkan penyaluran Pembiayaan Syariah per perjanjian pembiayaan, sebagaimana diatur pada angka 5), yaitu: a) PT ABC Finance Syariah menyalurkan pembiayaan kendaraan bermotor kepada seorang konsumen dalam satu perjanjian pembiayaan Rp100.000.000,00. dengan harga b) Melalui penyaluran pembiayaan tersebut, PT ABC Finance Syariah mendapatkan pendapatan sebagai berikut: (1) pendapatan margin sebesar Rp43.000.000,00; (2) diskon asuransi sebesar Rp15.000.000,00; (3) pendapatan administrasi sebesar Rp1.000.000,00; dan (4) pendapatan provisi sebesar Rp1.000.000,00. c) Dengan demikian, biaya insentif pihak ketiga terkait akuisisi Pembiayaan Syariah yang dapat diberikan atas penyaluran pembiayaan kepada konsumen tersebut adalah sebesar = (15% x (Rp43.000.000,00 + Rp15.000.000,00 + Rp1.000.000,00 Rp1.000.000,00))= Rp9.000.000,00. d) Total biaya insentif tersebut telah memperhitungkan komisi, insentif, pajak penghasilan pihak ketiga, dan pengeluaran lain terkait dengan akuisisi pembiayaan yang dibayarkan kepada pihak ketiga. 8) Contoh pembatasan biaya insentif berdasarkan total sebagaimana diatur pada angka 6), yaitu: a) Berdasarkan Laporan Bulanan Perusahaan Pembiayaan Syariah bulan Januari 2016, PT ABC Finance Syariah memiliki struktur laporan laba rugi dengan rincian antara lain sebagai berikut: (1) pendapatan margin sebesar Rp80.000.000,00; (2) diskon asuransi sebesar Rp20.000.000,00; (3) pendapatan administrasi Rp10.000.000,00; dan (4) pendapatan provisi sebesar Rp10.000.000,00. + sebesar - 21 - b) Dengan demikian, total biaya insentif pihak ketiga terkait akuisisi Pembiayaan Syariah yang dapat diberikan adalah sebesar = (Rp80.000.000.000,00 + Rp20.000.000.000,00 + Rp10.000.000.000,00 Rp24.000.000.000,00. + Rp10.000.000.000,00))= c) Total biaya insentif tersebut telah memperhitungkan komisi, insentif, pajak penghasilan pihak ketiga, biaya wisata pihak ketiga, biaya promosi bersama dengan pihak ketiga, dan pengeluaran lain terkait dengan akuisisi pembiayaan yang dibayarkan kepada pihak ketiga. d. Pendapatan Pembiayaan Syariah bersih 1) Pendapatan Pembiayaan Syariah bersih didapatkan dari perbandingan antara pendapatan operasional yang berasal dari Pembiayaan Syariah meliputi margin, hasil investasi/bagi hasil, dan/atau imbal jasa (ujrah) terhadap rata-rata Aset Produktif. Pendapatan dari Pembiayaan Syariah dimaksud diperoleh setelah dikurangi dengan beban dari aktivitas pendanaan Perusahaan Syariah. 2) Untuk perhitungan pendapatan operasional yang berasal dari Pembiayaan Syariah meliputi margin, hasil investasi/bagi hasil, dan/atau imbal jasa (ujrah) dilakukan dengan menggunakan perhitungan yang disetahunkan. Sebagai contoh untuk posisi laporan bulan Maret maka cara perhitungannya adalah sebagai berikut: (Pendapatan Operasional per posisi Maret/3) x 12. 3) Untuk perhitungan beban perolehan pendanaan menggunakan perhitungan yang disetahunkan. Sebagai contoh untuk posisi laporan bulan Maret maka cara perhitungannya adalah sebagai berikut: (Beban perolehan pendanaan per posisi Maret/3) x 12. 4) Untuk perhitungan total Aset Produktif menggunakan rata- rata Aset Produktif sepanjang tahun. Sebagai contoh untuk posisi laporan bulan Maret maka cara perhitungannya adalah sebagai berikut: (Penjumlahan total Aset Produktif Januari s.d Maret)/3. 20%x - 22 - 3. Penilaian terhadap faktor rentabilitas dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Penilaian rasio Return on Asset adalah sebagai berikut: 1) 2) Nilai 1 apabila Perusahaan Syariah memiliki Return on Asset 2% (dua persen) atau lebih. Nilai 2 apabila Perusahaan Syariah memiliki Return on Asset dari 1% (satu persen) sampai dengan kurang dari 2% (dua persen). 3) Nilai 3 apabila Perusahaan Syariah memiliki Return on Asset dari 0% (nol persen) sampai dengan kurang dari 1% (satu persen). 4) Nilai 4 apabila Perusahaan Syariah memiliki Return on Asset kurang dari 0% (nol persen). b. Penilaian faktor Return on Equity adalah sebagai berikut: 1) 2) Nilai 1 apabila Perusahaan Syariah memiliki Return on Equity 6% (enam persen) atau lebih. Nilai 2 apabila Perusahaan Syariah memiliki Return on Equity dari 3% (tiga persen) sampai dengan kurang dari 6% (enam persen). 3) Nilai 3 apabila Perusahaan Syariah memiliki Return on Equity dari 0% (nol persen) sampai dengan kurang dari 3% (tiga persen). 4) c. Nilai 4 apabila Perusahaan Syariah memiliki Return on Equity kurang dari 0% (nol persen). Penilaian faktor rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional adalah sebagai berikut: 1) Nilai 1 apabila Perusahaan Syariah memiliki rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional kurang dari 70% (tujuh puluh persen). 2) Nilai 2 apabila Perusahaan Syariah memiliki rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional dari 70% (tujuh puluh persen) sampai dengan kurang dari 80% (delapan puluh persen). 3) Nilai 3 apabila Perusahaan Syariah memiliki rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional dari 80% (delapan puluh persen) sampai dengan kurang dari 90% (sembilan puluh persen). - 23 - 4) Nilai 4 apabila Perusahaan Syariah memiliki rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional 90% (sembilan puluh persen) atau lebih. d. Penilaian faktor rasio pendapatan pembiayaan syariah bersih adalah sebagai berikut: 1) Nilai 1 apabila Perusahaan Syariah memiliki rasio pendapatan pembiayaan syariah bersih 6% (enam persen) atau lebih. 2) Nilai 2 apabila Perusahaan Syariah memiliki rasio pendapatan pembiayaan syariah bersih dari 4% (empat persen) sampai dengan kurang dari 6% (enam persen). 3) Nilai 3 apabila Perusahaan Syariah memiliki rasio pendapatan pembiayaan syariah bersih dari 2% (dua persen) sampai dengan kurang dari 4% (empat persen). 4) Nilai 4 apabila Perusahaan Syariah memiliki rasio pendapatan pembiayaan syariah bersih kurang dari 2% (dua persen). 4. Perusahaan Syariah wajib memenuhi rasio rentabilitas dengan nilai komposit paling tinggi sebesar 2,5 (dua koma lima). Nilai komposit dihitung dengan menggunakan metode rata-rata tertimbang dari 4 rasio rentabilitas dengan bobot masing-masing 25% (dua puluh lima persen). 5. Pengukuran faktor rentabilitas didokumentasikan sesuai dengan format kertas kerja sebagaimana tercantum dalam format 3 Lampiran II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini. VI. TATA CARA PENILAIAN LIKUIDITAS 1. Penilaian terhadap tingkat ketersesuaian antara aset lancar dan liabilitas lancar ditetapkan menjadi: a. Current Ratio Rasio yang digunakan untuk menilai kemampuan Perusahaan Syariah untuk melunasi kewajiban jangka pendeknya. Semakin tinggi current ratio maka semakin tinggi kemampuan Perusahaan Syariah untuk melunasi kewajiban jangka pendeknya. - 24 - b. Cash Ratio Rasio yang digunakan untuk menilai kemampuan Perusahaan Syariah dalam membayar kewajiban dari kas dan surat berharga. Semakin tinggi cash ratio maka semakin tinggi kemampuan Perusahaan Syariah dalam membayar kewajiban dari kas dan surat berharga. Komponen surat berharga Perusahaan Syariah antara lain terdiri dari cek, bilyet giro, dan promissory note. 2. Perhitungan rasio likuiditas ditetapkan sebagai berikut: a. Current Ratio 1) Current ratio dihitung dari nilai aset lancar dibagi dengan nilai liabilitas lancar. 2) Aset lancar Perusahaan Syariah terdiri dari kas dan setara kas, bank, tagihan derivatif, investasi jangka pendek dalam surat berharga, Aset Produktif kurang dari satu tahun, biaya dibayar di muka, dan rupa-rupa aset yang dapat diuangkan dengan jatuh tempo kurang dari satu tahun. 3) Liabilitas lancar terdiri atas kewajiban yang segera dapat dibayar, kewajiban derivatif, hutang pajak, pendanaan yang akan jatuh tempo kurang dari 1 tahun, dan rupa-rupa liabilitas yang akan jatuh tempo kurang dari 1 tahun. b. Cash Ratio Cash ratio dihitung dari nilai kas ditambah surat berharga dibagi liabilitas lancar. Cara perhitungan kewajiban lancar sama dengan cara perhitungan liabilitas lancar di current ratio. 3. Penilaian terhadap faktor likuiditas dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Penilaian current ratio adalah sebagai berikut: 1) 2) Nilai 1 apabila Perusahaan Syariah memiliki current ratio 150% (seratus lima puluh persen) atau lebih. Nilai 2 apabila Perusahaan Syariah memiliki current ratio dari 125% (seratus dua puluh lima persen) sampai dengan kurang dari 150% (seratus lima puluh persen). 3) Nilai 3 apabila Perusahaan Syariah memiliki current ratio dari 100% (seratus persen) sampai dengan kurang dari 125% (seratus dua puluh lima persen). - 25 - 4) Nilai 4 apabila Perusahaan Syariah memiliki current ratio kurang dari 100% (seratus persen). b. Penilaian cash ratio adalah sebagai berikut: 1) 2) Nilai 1 apabila Perusahaan Syariah memiliki cash ratio 3% (tiga persen) atau lebih. Nilai 2 apabila Perusahaan Syariah memiliki cash ratio dari 2% (satu persen) sampai dengan kurang dari 3% (tiga persen). 3) Nilai 3 apabila Perusahaan Syariah memiliki cash ratio dari 1% (satu persen) sampai dengan kurang dari 2% (dua persen). 4) Nilai 4 apabila Perusahaan Syariah memiliki cash ratio dari 0% (nol persen) sampai dengan kurang dari 1% (satu persen). 4. Perusahaan Syariah wajib memenuhi rasio likuiditas dengan nilai komposit paling tinggi sebesar 2,5 (dua koma lima). Nilai komposit dihitung dengan menggunakan metode rata-rata tertimbang dari nilai setiap rasio likuiditas dengan bobot masing-masing 50% (lima puluh persen). 5. Pengukuran faktor likuiditas didokumentasikan sesuai dengan format kertas kerja sebagaimana tercantum dalam format 4 Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini. VII. VERIFIKASI DAN VALIDASI OLEH OJK 1. OJK dapat melakukan verifikasi dan validasi atas kebenaran dan kewajaran data yang menjadi dasar perhitungan faktor pengukuran Tingkat Kesehatan Keuangan Pembiayaan Syariah yang disusun oleh Perusahaan Syariah. 2. Dalam hal terdapat perbedaan antara Tingkat Kesehatan Keuangan Pembiayaan Syariah yang disusun oleh Perusahaan Syariah dengan Tingkat Kesehatan Keuangan Pembiayaan Syariah hasil verifikasi dan validasi OJK, Tingkat Kesehatan Keuangan Pembiayaan Syariah yang berlaku adalah Tingkat Kesehatan Keuangan Pembiayaan Syariah yang ditetapkan oleh OJK. - 26 - VII. KETENTUAN PERALIHAN Agunan yang telah diperoleh oleh Perusahaan Syariah sebelum ditetapkannya Surat Edaran OJK ini, dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka romawi IV angka 21, angka 22, angka 23, angka 24, dan angka 25. VIII. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran OJK ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2016. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 23 Februari 2016 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERASURANSIAN, DANA PENSIUN, LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA OTORITAS JASA KEUANGAN, Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd FIRDAUS DJAELANI ttd Yuliana
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 2/SEOJK.05/2016 </reg_id> <reg_title> TINGKAT KESEHATAN KEUANGAN PEMBIAYAAN SYARIAH </reg_title> <set_date> 23 Februari 2016 </set_date> <effective_date> 1 Juli 2016 </effective_date> <related_reg> '31/POJK.05/2014 | Pasal 20 ayat (4), Pasal 23 ayat (7), Pasal 26 ayat (6), Pasal 28 ayat (3), dan Pasal 29 ayat (2)' </related_reg>
**** Yth. 1. Direksi Perusahaan Asuransi Umum; 2. Direksi Perusahan Asuransi Umum Syariah; 3. Direksi Perusahan Asuransi Jiwa; 4. Direksi Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah; 5. Direksi Perusahaan Reasuransi; dan 6. Direksi Perusahaan Reasuransi Syariah, di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 31/SEOJK.05/2015 TENTANG BATAS RETENSI SENDIRI, BESAR DUKUNGAN REASURANSI, DAN LAPORAN PROGRAM REASURANSI/RETROSESI Sehubungan dengan amanat ketentuan Pasal 3, Pasal 10 ayat (4), Pasal 18 ayat (4), dan Pasal 32 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 14/POJK.5/2015 tentang Retensi Sendiri dan Dukungan Reasuransi Dalam Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 265, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5754), perlu untuk mengatur batas retensi sendiri, besar minimum penempatan dukungan reasuransi otomatis dan fakultatif secara prioritas kepada reasuradur dalam negeri, serta bentuk, susunan dan tata cara penyampaian laporan program reasuransi/retrosesi otomatis, dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Perusahaan adalah perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransi syariah. 2. Perusahaan ... - 2 - 2. Perusahaan Asuransi adalah perusahaan asuransi umum dan perusahaan asuransi jiwa sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian. 3. Perusahaan Asuransi Syariah adalah perusahaan asuransi umum syariah dan perusahaan asuransi jiwa syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian. 4. Perusahaan Asuransi Umum adalah perusahaan yang menyelenggarakan usaha asuransi umum, dan/atau usaha reasuransi untuk risiko Perusahaan Asuransi Umum lain sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian. 5. Perusahaan Asuransi Jiwa adalah perusahaan yang menyelenggarakan usaha asuransi jiwa sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian. 6. Perusahaan Asuransi Umum Syariah adalah perusahaan yang menyelenggarakan usaha asuransi umum syariah dan/atau usaha reasuransi syariah untuk risiko Perusahaan Asuransi Umum Syariah lain sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian dan/atau Perusahaan Asuransi Umum yang menyelenggarakan sebagian usahanya dengan prinsip syariah. 7. Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah adalah perusahaan yang menyelenggarakan usaha asuransi jiwa syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian dan/atau Perusahaan Asuransi Jiwa yang menyelenggarakan sebagian usahanya dengan prinsip syariah. 8. Perusahaan Reasuransi adalah perusahaan yang menyelenggarakan usaha reasuransi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian. 9. Perusahaan Reasuransi Syariah adalah perusahaan yang menyelenggarakan usaha reasuransi syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian dan/atau Perusahaan Reasuransi yang menyelenggarakan sebagian usahanya dengan prinsip syariah. 10. Otoritas ... - 3 - 10.Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK adalah Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. II. BATAS RETENSI SENDIRI 1. Perusahaan wajib memiliki dan menerapkan retensi sendiri untuk setiap risiko yang dikelola. 2. Penerapan retensi sendiri sebagaimana dimaksud pada butir 1 dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. bagi Perusahan Asuransi dan Perusahan Reasuransi sesuai dengan batas retensi sendiri sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Tabel 1.A; dan b. bagi Perusahan Asuransi Syariah dan Perusahan Reasuransi Syariah sesuai dengan batas retensi sendiri sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Tabel 1.B, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini. III. BESARMINIMUMPENEMPATANDUKUNGANREASURANSIDALAMNEGERI 1. Besar minimum penempatan dukungan reasuransi otomatis secara prioritas kepada reasuradur dalam negeri bagi Perusahan Asuransi dan Perusahaan Asuransi Syariah adalah paling sedikit sebesar 25% (dua puluh lima per seratus) dari kapasitas reasuransi otomatis dari masing-masing lini usaha asuransi atau sejumlah sebagaimana terlampir dalam Lampiran II Tabel 2.A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dalam Surat Edaran OJK ini, yang mana yang lebih besar. 2. Besar minimum penempatan dukungan reasuransi fakultatif secara prioritas kepada reasuradur dalam negeri bagi Perusahan Asuransi dan Perusahaan Asuransi Syariah adalah paling sedikit sebesar 25% (dua puluh lima per seratus) dari uang pertanggungan per risiko dari masing-masing lini usaha asuransi atau sejumlah sebagaimana terlampir dalam Lampiran II Tabel 2.B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dalam Surat Edaran OJK ini, yang mana yang lebih besar. IV. BENTUK ... - 4 - IV. BENTUK DAN SUSUNAN LAPORAN PROGRAM REASURANSI/RETROSESI OTOMATIS 1. Laporan program reasuransi/retrosesi otomatis bagi Perusahaan Asuransi Umum dan Perusahaan Reasuransi terdiri dari: a. laporan program reasuransi/retrosesi otomatis seluruh lini usaha asuransi; b. laporan program reasuransi/retrosesi otomatis masing-masing lini usaha asuransi; c. proyeksi perhitungan surplus underwriting seluruh lini usaha; d. proyeksi perhitungan surplus underwriting masing-masing lini usaha; dan e. bukti penolakan dukungan reasuransi otomatis dari reasuradur dalam negeri (apabila ada). 2. Laporan program reasuransi/retrosesi otomatis bagi Perusahaan Asuransi Umum Syariah dan Perusahaan Reasuransi Syariah terdiri dari: a. laporan program reasuransi/retrosesi otomatis seluruh lini usaha asuransi; b. laporan program reasuransi/retrosesi otomatis masing-masing lini usaha asuransi; c. proyeksi perhitungan surplus underwriting seluruh lini usaha; d. proyeksi perhitungan surplus underwriting masing-masing lini usaha; dan e. bukti penolakan dukungan reasuransi otomatis dari reasuradur dalam negeri (apabila ada). 3. Laporan program reasuransi otomatis bagi Perusahaan Asuransi Jiwa dan Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah terdiri dari: a. laporan program reasuransi otomatis seluruh lini usaha asuransi; b. laporan program reasuransi otomatis masing-masing lini usaha asuransi; dan c. bukti penolakan dukungan reasuransi otomatis dari reasuradur dalam negeri (apabila ada). 4. Bentuk ... - 5 - 4. Bentuk dan susunan laporan program reasuransi/retrosesi otomatis bagi Perusahaan Asuransi Umum dan Perusahaan Reasuransi adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini. 5. Bentuk dan susunan laporan program reasuransi/retrosesi otomatis bagi Perusahaan Asuransi Umum Syariah dan Perusahaan Reasuransi Syariah adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini 6. Bentuk dan susunan laporan program reasuransi otomatis bagi Perusahaan Asuransi Jiwa dan Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini. V. TATA CARA PENYAMPAIAN LAPORAN PROGRAM REASURANSI/RETROSESI OTOMATIS 1. Perusahaan setiap tahun wajib menyampaikan laporan program reasuransi/retrosesi otomatis kepada OJK sesuai bentuk dan susunan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III, Lampiran IV, atau Lampiran V yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini. 2. Laporan program reasuransi/retrosesi otomatis sebagaimana dimaksud pada butir 1, disampaikan kepada OJK secara online melalui sistem jaringan komunikasi data OJK. 3. Dalam hal sistem jaringan komunikasi data OJK sebagaimana dimaksud pada butir 2 belum tersedia atau terjadi gangguan teknis pada saat batas waktu penyampaian laporan program reasuransi/retrosesi otomatis, Perusahaan wajib menyampaikan laporan program reasuransi/retrosesi otomatis dimaksud secara offline dalam bentuk data elektronik melalui compact disc (CD) atau media penyimpanan data elektronik lainnya. 4. Apabila terjadi gangguan teknis pada saat batas waktu penyampaian laporan program reasuransi/retrosesi otomatis sebagaimana dimaksud pada butir 3, Perusahaan wajib menyampaikan laporan program reasuransi/retrosesi otomatis paling lambat pada hari kerja pertama berikutnya setelah terjadinya gangguan teknis. 5. Apabila ... - 6 - 5. Apabila gangguan teknis sebagaimana dimaksud pada butir 4 dialami oleh OJK, OJK mengumumkan secara tertulis kepada Perusahaan pada hari yang sama setelah terjadinya gangguan teknis. 6. Penyampaian laporan program reasuransi/retrosesi otomatis secara offline dalam bentuk data elektronik sebagaimana dimaksud pada butir 3, dilengkapi surat pengantar yang ditandatangani oleh direksi Perusahaan atau yang setara dan disusun dalam format spreadsheet. 7. Penyampaian laporan program reasuransi/retrosesi otomatis secara offline sebagaimana dimaksud pada butir 6 ditujukan kepada: Otoritas Jasa Keuangan a. bagi Perusahaan Asuransi Umum, Perusahaan Asuransi Jiwa, Perusahaan Reasuransi: u.p. Direktorat Pengawasan Asuransi dan BPJS Kesehatan Gedung Menara Merdeka Mailing Room Lantai 12 Jl. Budi Kemuliaan I No.2 Jakarta Pusat b. bagi Perusahaan Asuransi Umum Syariah, Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah, Perusahaan Reasuransi Syariah: u.p Direktorat IKNB Syariah Gedung Menara Merdeka Mailing Room Lantai 12 Jl. Budi Kemuliaan I No.2 Jakarta Pusat 8. Penyampaian laporan program reasuransi/retrosesi otomatis secara offline sebagaimana dimaksud pada butir 6 dapat dilakukan dengan salah satu cara sebagai berikut: a. diserahkan langsung ke kantor OJK sebagaimana dimaksud pada butir 7; b. dikirim melalui kantor pos tercatat; atau c. dikirim melalui perusahaan jasa pengiriman/titipan. 9. Perusahaan ... - 7 - 9. Perusahaan dinyatakan telah menyampaikan laporan program reasuransi/retrosesi otomatis dengan ketentuan sebagai berikut: a. untuk penyampaian secara online melalui sistem jaringan komunikasi data OJK, dibuktikan dengan tanda terima dari OJK; b. untuk penyampaian secara offline, dibuktikan dengan: 1) surat tanda terima dari OJK, apabila laporan disertakan langsung ke kantor OJK sebagaimana dimaksud pada butir 8 huruf a; atau 2) tanda terima pengiriman dari kantor pos atau perusahaan jasa pengiriman/titipan, apabila laporan dikirim melalui kantor pos atau perusahaan jasa pengiriman/titipan sebagaimana dimaksud pada butir 8 huruf b dan huruf c. 10. Dalam hal terdapat perubahan alamat kantor OJK untuk penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada butir 8, OJK akan menyampaikan pemberitahuan mengenai perubahan alamat melalui surat atau pengumuman. VI. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2016. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERASURANSIAN, DANA PENSIUN, LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA OTORITAS JASA KEUANGAN, 16 November 2015 ttd Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Sudarmaji FIRDAUS DJAELANI
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 31/SEOJK.05/2015 </reg_id> <reg_title> BATAS RETENSI SENDIRI, BESAR DUKUNGAN REASURANSI, DAN LAPORAN PROGRAM REASURANSI/RETROSESI </reg_title> <set_date> 16 November 2015 </set_date> <effective_date> 1 Januari 2016 </effective_date> <related_reg> '14/POJK.5/2015 | Pasal 3, Pasal 10 ayat (4), Pasal 18 ayat (4), dan Pasal 32' </related_reg>
Yth. PT Jasa Raharja (Persero) di Tempat SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 16/SEOJK.05/2013 TENTANG LAPORAN BULANAN PT JASA RAHARJA (PERSERO) Sehubungan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 3/POJK.05/2013 tanggal 12 September 2013 tentang Laporan Bulanan Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5443), maka perlu diatur ketentuan pelaksanaan mengenai laporan bulanan PT Jasa Raharja (Persero) dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM 1. Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. 2. Laporan Bulanan adalah laporan keuangan yang disusun oleh lembaga jasa keuangan non bank untuk kepentingan OJK, yang meliputi periode tanggal 1 sampai dengan akhir bulan berjalan dan disampaikan sesuai format dan menurut tata cara yang ditentukan oleh OJK. II. BENTUK... -2- II. BENTUK DAN SUSUNAN LAPORAN BULANAN Bentuk dan susunan Laporan Bulanan bagi PT Jasa Raharja (Persero), adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari OJK ini. III. WAKTU PENYAMPAIAN LAPORAN BULANAN 1. PT Jasa Raharja (Persero) wajib menyampaikan Laporan Bulanan kepada OJK paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. 2. Dalam hal tanggal 10 sebagaimana dimaksud pada angka 1 jatuh pada hari libur, maka Laporan Bulanan wajib disampaikan pada hari kerja berikutnya. IV. TATA CARA PENYAMPAIAN 1. Penyampaian Laporan Bulanan dilakukan secara online melalui sistem jaringan komunikasi data OJK. 2. Dalam hal sistem jaringan komunikasi data OJK belum tersedia maka Laporan Bulanan disampaikan secara online melalui surat elektronik (email) resmi perusahaan dengan melampirkan softcopy Laporan Bulanan dalam format spreadsheet ke LB.ASOS@ojk.go.id 3. Dalam hal Laporan Bulanan disampaikan secara offline, penyampaian dilakukan melalui surat yang ditandatangani oleh paling sedikit satu anggota direksi dan ditujukan kepada: Otoritas Jasa Keuangan u.p. Direktur Pengawasan Perasuransian Gedung Sumitro Djojohadikusumo Lantai 14 Jl. Lapangan Banteng Timur Nomor 2-4 Jakarta 10710 4. Penyampaian... -3- 4. Penyampaian Laporan Bulanan secara offline sebagaimana dimaksud pada angka 3 dapat dilakukan dengan salah satu cara sebagai berikut: a. diserahkan langsung ke kantor OJK; b. dikirim melalui kantor pos secara tercatat; atau c. dikirim melalui perusahaan jasa pengiriman/titipan. 5. PT Jasa Raharja (Persero) dinyatakan telah menyampaikan Laporan Bulanan dengan ketentuan sebagai berikut: a. untuk penyampaian secara online melalui email, dibuktikan dengan email tanda terima dari OJK, b. untuk penyampaian secara offline, dibuktikan dengan: 1) surat tanda terima dari OJK, apabila laporan diserahkan langsung ke kantor OJK; atau 2) tanda terima pengiriman dari kantor pos atau perusahaan jasa pengiriman/titipan, apabila laporan dikirim melalui kantor pos atau perusahaan jasa pengiriman/titipan. 6. Dalam hal terdapat perubahan alamat surat elektronik (email) OJK sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan/atau perubahan alamat kantor OJK sebagaimana dimaksud pada angka 3, OJK akan menyampaikan perubahan alamat melalui surat atau pengumuman. V. KETENTUAN SANKSI 1. OJK menetapkan sanksi administratif berupa teguran tertulis pertama sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (3) Peraturan OJK Nomor 3/POJK.05/2013 tentang Laporan Bulanan Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank dengan jangka waktu pemenuhan kewajiban penyampaian Laporan Bulanan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak ditetapkannya sanksi administratif berupa teguran tertulis pertama. 2. Apabila... -4- 2. Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada angka 1 kewajiban penyampaian Laporan Bulanan belum dipenuhi, OJK menetapkan sanksi administratif berupa teguran tertulis kedua sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (4) Peraturan OJK Nomor 3/POJK.05/2013 tentang Laporan Bulanan Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank, dengan jangka waktu pemenuhan kewajiban penyampaian Laporan Bulanan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak ditetapkannya sanksi administratif berupa teguran tertulis kedua. 3. Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada angka 2 kewajiban penyampaian Laporan Bulanan belum dipenuhi, OJK menetapkan sanksi administratif berupa teguran tertulis ketiga sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (4) Peraturan OJK Nomor 3/POJK.05/2013 tentang Laporan Bulanan Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank, dengan jangka waktu pemenuhan kewajiban penyampaian Laporan Bulanan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak ditetapkannya sanksi administratif berupa teguran tertulis ketiga. VI. KETENTUAN PERALIHAN 1. PT Jasa Raharja (Persero) wajib menyampaikan Laporan Bulanan kepada OJK untuk periode laporan bulan September 2013 sampai dengan periode laporan bulan Agustus 2014 paling lambat akhir bulan berikutnya. 2. Dalam hal akhir bulan berikutnya sebagaimana dimaksud pada angka 1 jatuh pada hari libur, maka Laporan Bulanan wajib disampaikan pada hari kerja berikutnya. 3. Selama periode laporan bulan September 2013 sampai dengan periode laporan bulan Agustus 2014, PT Jasa Raharja (Persero) tidak diwajibkan untuk menyampaikan laporan bulan September 2013, Desember 2013, Maret 2014, dan Juni 2014. VII. PENUTUP... -5- VII. PENUTUP Surat Edaran OJK ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran OJK ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 25 November 2013 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS IKNB OTORITAS JASA KEUANGAN, Ttd. FIRDAUS DJAELANI Salinan sesuai dengan aslinya Kepala Bagian Bantuan Hukum Direktorat Hukum Ttd. Mufli Asmawidjaja
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 16/SEOJK.05/2013 </reg_id> <reg_title> LAPORAN BULANAN PT JASA RAHARJA (PERSERO) </reg_title> <set_date> 25 November 2013 </set_date> <effective_date> 25 November 2013 </effective_date> <related_reg> '3/POJK.05/2013' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi V' </penalty_list>
Yth. Direksi Perusahaan Pembiayaan di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 19/SEOJK.05/2015 TENTANG BESARAN UANG MUKA (DOWN PAYMENT) PEMBIAYAAN KENDARAAN BERMOTOR BAGI PERUSAHAAN PEMBIAYAAN Sehubungan dengan amanat ketentuan Pasal 17 ayat (3) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 364, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5638), perlu untuk mengatur mengenai perubahan besaran uang muka (down payment) pembiayaan kendaraan bermotor bagi perusahaan pembiayaan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang dan/atau jasa. 2. Pembiayaan Investasi adalah pembiayaan untuk pengadaan barang-barang modal beserta jasa yang diperlukan untuk aktivitas usaha/investasi, rehabilitasi, modernisasi, ekspansi atau relokasi tempat usaha/investasi yang diberikan kepada debitur dalam jangka waktu lebih dari 2 (dua) tahun. 3. Pembiayaan ... - 2 - 3. Pembiayaan Multiguna adalah pembiayaan untuk pengadaan barang dan/atau jasa yang diperlukan oleh debitur untuk pemakaian/konsumsi dan bukan untuk keperluan usaha (aktivitas produktif) dalam jangka waktu yang diperjanjikan. 4. Pembelian Dengan Pembayaran Secara Angsuran adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk pengadaan barang dan/atau jasa yang dibeli oleh debitur dari penyedia barang atau jasa dengan pembayaran secara angsuran. 5. Uang Muka (Down Payment) Pembiayaan Kendaraan Bermotor adalah pembayaran di muka atau uang muka secara tunai yang sumber dananya berasal dari debitur (self financing) dalam rangka pengadaan kendaraan bermotor dengan menggunakan cara Pembelian Dengan Pembayaran Secara Angsuran. 6. Debitur adalah badan usaha atau orang perseorangan yang menerima pembiayaan pengadaan barang dan/atau jasa dari Perusahaan Pembiayaan. 7. Kualitas Piutang Pembiayaan Bermasalah (Non Performing Financing) yang selanjutnya disingkat NPF adalah piutang pembiayaan yang terdiri atas piutang pembiayaan dengan kualitas kurang lancar, diragukan, dan macet untuk pembiayaan kendaraan bermotor dengan cara Pembelian Dengan Pembayaran Secara Angsuran, dengan tidak memperhitungkan cadangan penyisihan penghapusan piutang pembiayaan. 8. Rasio Kualitas Piutang Pembiayaan Bermasalah (Non Performing Financing) yang selanjutnya disebut Rasio NPF adalah perbandingan antara NPF dengan total piutang pembiayaan untuk kendaraan bermotor dengan cara Pembelian Dengan Pembayaran Secara Angsuran. II. BESARAN UANG MUKA (DOWN PAYMENT) PEMBIAYAAN KENDARAAN BERMOTOR BAGI PERUSAHAAN PEMBIAYAAN 1. Perusahaan Pembiayaan yang mempunyai nilai Rasio NPF lebih rendah atau sama dengan 5% (lima persen) wajib menerapkan ketentuan besaran Uang Muka (Down Payment) Pembiayaan Kendaraan ... - 3 - Kendaraan Bermotor kepada Debitur sebagai berikut: a. bagi kendaraan bermotor roda dua atau tiga, paling rendah 15% (lima belas persen) dari harga jual kendaraan yang bersangkutan; b. bagi kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan untuk Pembiayaan Investasi (tujuan produktif), paling rendah 15% (lima belas persen) dari harga jual kendaraan yang bersangkutan; atau c. bagi kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan untuk Pembiayaan Multiguna (tujuan non- produktif), paling rendah 20% (dua puluh persen) dari harga jual kendaraan yang bersangkutan. 2. Perusahaan Pembiayaan yang mempunyai nilai Rasio NPF lebih tinggi dari 5% (lima persen) wajib menerapkan ketentuan besaran Uang Muka (Down Payment) Pembiayaan Kendaraan Bermotor kepada Debitur sebagai berikut: a. bagi kendaraan bermotor roda dua atau tiga, paling rendah 20% (dua puluh persen) dari harga jual kendaraan yang bersangkutan; b. bagi kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan untuk Pembiayaan Investasi (tujuan produktif), paling rendah 20% (dua puluh persen) dari harga jual kendaraan yang bersangkutan; atau c. bagi kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan untuk Pembiayaan Multiguna (tujuan non- produktif), paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari harga jual kendaraan yang bersangkutan. III. JANGKA WAKTU PEMBERLAKUAN BESARAN UANG MUKA (DOWN PAYMENT) PEMBIAYAAN KENDARAAN BERMOTOR 1. Penerapan besaran Uang Muka (Down Payment) Pembiayaan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam angka romawi II dihitung berdasarkan laporan bulanan per 30 Juni dan 31 Desember. 2. Penerapan ... - 4 - 2. Penerapan besaran Uang Muka (Down Payment) Pembiayaan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada butir 1 mulai berlaku pada tanggal 1 Agustus atau 1 Februari untuk jangka waktu 6 (enam) bulan berikutnya. Contoh: Apabila laporan bulanan Perusahaan Pembiayaan per 30 Juni 2015 memiliki nilai Rasio NPF lebih tinggi dari 5% (lima persen), maka Perusahaan Pembiayaan tersebut menerapkan ketentuan besaran Uang Muka (Down Payment) Pembiayaan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam angka romawi II butir 2. Penerapan besaran Uang Muka (Down Payment) Pembiayaan Kendaraan Bermotor dimaksud berlaku mulai tanggal 1 Agustus 2015 sampai dengan 31 Januari 2016. Apabila laporan bulanan Perusahaan Pembiayaan per 31 Desember 2015 nilai Rasio NPF Perusahaan Pembiayaan dimaksud masih lebih tinggi dari 5% (lima persen), maka Perusahaan Pembiayaan tersebut tetap menerapkan ketentuan besaran Uang Muka (Down Payment) Pembiayaan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam angka romawi II butir 2. Penerapan besaran Uang Muka (Down Payment) Pembiayaan Kendaraan Bermotor dimaksud berlaku mulai tanggal 1 Februari 2016 sampai dengan 31 Juli 2016. Apabila laporan bulanan Perusahaan Pembiayaan per 30 Juni 2016 nilai rasio NPF Perusahaan Pembiayaan dimaksud sudah lebih rendah dari 5% (lima persen), maka Perusahaan Pembiayaan tersebut dapat menerapkan ketentuan besaran Uang Muka (Down Payment) Pembiayaan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam angka romawi II butir 1. Penerapan besaran Uang Muka (Down Payment) Pembiayaan Kendaraan Bermotor dimaksud berlaku mulai tanggal 1 Agustus 2016 sampai dengan 31 Januari 2017. IV. TATA CARA PERHITUNGAN BESARAN UANG MUKA (DOWN PAYMENT) PEMBIAYAAN KENDARAAN BERMOTOR 1. Perhitungan besaran Uang Muka (Down Payment) Pembiayaan Kendaraan ... - 5 - Kendaraan Bermotor dilakukan terhadap harga jual kendaraan setelah dikurangi potongan harga (discount) dan potongan lainnya. Contoh: Harga motor: Rp10.000.000,00 Potongan harga (discount) dan potongan lainnya yang diberikan: Rp500.000,00 Harga jual kendaraan: Rp10.000.000,00 – Rp500.000,00 = Rp9.500.000,00 Uang Muka (Down Payment) Pembiayaan Kendaraan Bermotor yang harus dikenakan dan dibayar tunai sekaligus adalah 15% x Rp9.500.000,00 = Rp1.425.000,00 2. Perhitungan besaran Uang Muka (Down Payment) Pembiayaan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada butir 1 tidak termasuk angsuran pertama, biaya survei, provisi, asuransi, penjaminan, fidusia, notaris, atau biaya lainnya. Contoh 1 (biaya asuransi, penjaminan, atau biaya lainnya yang dibayar tunai oleh Debitur): Harga motor: Rp10.000.000,00 Potongan harga (discount) dan potongan lainnya yang diberikan: Rp500.000,00 Biaya asuransi, penjaminan, atau biaya lainnya yang dibayarkan oleh Debitur secara tunai: Rp1.000.000,00 Harga jual kendaraan: Rp10.000.000,00 – Rp500.000,00 = Rp9.500.000,00 Uang Muka (Down Payment) Pembiayaan Kendaraan Bermotor yang harus dikenakan dan dibayar tunai sekaligus adalah 15% x Rp9.500.000,00 = Rp1.425.000,00 Biaya yang dibayar oleh Debitur secara tunai sekaligus (biaya asuransi, penjaminan, atau biaya lainnya yang dibayar tunai oleh Debitur) = uang muka (Rp1.425.000,00) + biaya asuransi, penjaminan, atau biaya lainnya (Rp1.000.000,00) = Rp2.425.000,00 Total pembiayaan oleh Perusahaan Pembiayaan kepada Debitur = harga ... - 6 - harga jual kendaraan (Rp9.500.000,00) – uang muka (Rp1.425.000,00) = Rp8.075.000,00 Contoh 2 (biaya asuransi, penjaminan, atau biaya lainnya tidak dibayar tunai (angsuran) oleh Debitur): Harga motor: Rp10.000.000,00 Potongan harga (discount) dan potongan lainnya yang diberikan: Rp500.000,00 Biaya asuransi, penjaminan, atau biaya lainnya: Rp1.000.000,00 Harga jual kendaraan: Rp10.000.000,00 – Rp500.000,00 = Rp9.500.000,00 Uang Muka (Down Payment) Pembiayaan Kendaraan Bermotor yang harus dikenakan adalah 15% x Rp9.500.000,00 = Rp1.425.000,00 Biaya yang dibayar oleh Debitur bila biaya asuransi, penjaminan, atau biaya lainnya tidak bayar tunai oleh Debitur atau dibayar secara angsuran = uang muka (Rp1.425.000,00) Total pembiayaan oleh Perusahaan Pembiayaan kepada Debitur = biaya asuransi, penjaminan, atau biaya lainnya (Rp1.000.000,00) + harga pembiayaan kendaraan bermotor (Rp8.075.000,00) = Rp9.075.000,00 V. PENEGAKAN KEPATUHAN DAN SANKSI Perusahaan Pembiayaan yang tidak memenuhi ketentuan besaran Uang Muka (Down Payment) Pembiayaan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini dikenakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 dan Pasal 63 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan. VI. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar ... - 7 - Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 30 Juni 2015 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERASURANSIAN, DANA PENSIUN, LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA OTORITAS JASA KEUANGAN, Ttd. Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum I Departemen Hukum, BERITA NEGARA TAHUN Ttd. Sudarmaji FIRDAUS DJAELANI NOMOR
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 19/SEOJK.05/2015 </reg_id> <reg_title> BESARAN UANG MUKA (DOWN PAYMENT) PEMBIAYAAN KENDARAAN BERMOTOR BAGI PERUSAHAAN PEMBIAYAAN </reg_title> <set_date> 30 Juni 2015 </set_date> <effective_date> 30 Juni 2015 </effective_date> <related_reg> '29/POJK.05/2014 | Pasal 17 ayat (3)' </related_reg>
Yth. Direksi atau Pengurus Lembaga Jasa Keuangan; di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 7 /SEOJK.07/2015 TENTANG PEDOMAN PENILAIAN LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DI SEKTOR JASA KEUANGAN Sehubungan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2014 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan, perlu untuk mengatur ketentuan mengenai pedoman penilaian Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa yang dapat dimuat dalam Daftar Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. 2. Dewan Komisioner adalah pimpinan tertinggi OJK yang bersifat kolektif dan kolegial. 3. Anggota... - 2 - 3. Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen adalah seorang anggota Dewan Komisioner yang membidangi edukasi dan perlindungan konsumen. 4. Deputi Komisioner Edukasi dan Perlindungan Konsumen adalah satuan kerja yang melaksanakan fungsi edukasi dan perlindungan konsumen. 5. Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga yang melakukan penyelesaian sengketa di luar pengadilan. 6. Tim Penguji Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa, yang selanjutnya disebut dengan Tim Penguji adalah tim yang melakukan pengujian terhadap pemenuhan syarat-syarat Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa. 7. Daftar Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah kumpulan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip yang ditetapkan oleh OJK. 8. Penilaian Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah kegiatan yang dilaksanakan oleh OJK untuk memastikan bahwa Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa telah memenuhi syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2014 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan sebelum dapat dimuat dalam Daftar Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan. II. KEWENANGAN PENILAIAN LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA 1. Daftar Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa ditetapkan oleh OJK. 2. Penetapan Daftar Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa dilakukan melalui Penilaian Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa. 3. Penilaian Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa dilakukan atas inisiatif OJK, bukan atas permohonan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa. III. RUANG... - 3 - III. RUANG LINGKUP PENILAIAN LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA Ruang lingkup Penilaian Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa meliputi: 1. sumber daya Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa; 2. 3. peraturan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa. IV. TAHAPAN PENILAIAN LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA 1. Penilaian Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: a. analisis pendahuluan; b. pengujian pemenuhan syarat-syarat Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa; dan c. penetapan hasil penilaian. 2. Analisis pendahuluan sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Tahapan analisis pendahuluan meliputi: 1) permintaan dokumen dan/atau informasi kepada Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa; 2) verifikasi kepada Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (jika diperlukan); 3) pengolahan dokumen dan/atau informasi Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa; dan 4) perumusan hasil analisis atas dokumen dan/atau informasi Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa. b. Verifikasi sebagaimana dimaksud pada huruf a butir 2) dapat dilakukan dengan cara penyampaian kuesioner, kunjungan (on- site visit), dan/atau wawancara dengan pengurus Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa dan/atau pihak lain yang terkait. jenis layanan penyelesaian sengketa Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa; dan c. Dalam... - 4 - c. Dalam hal verifikasi dilakukan melalui kunjungan (on-site visit) dan/atau wawancara sebagaimana dimaksud pada huruf b, maka hasil verifikasi dituangkan dalam berita acara hasil verifikasi yang ditandatangani oleh pejabat yang ditunjuk sebagai koordinator kegiatan verifikasi dan 1 (satu) orang pengurus atau pihak yang mewakili pengurus Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa dan/atau pihak lain yang terkait. 3. Pengujian pemenuhan syarat-syarat Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf b dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Dalam melakukan pengujian pemenuhan syarat-syarat Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa, OJK membentuk Tim Penguji dengan mempertimbangkan faktor kompetensi, integritas, dan independensi. b. Tim Penguji sebagaimana dimaksud pada huruf a berasal dari internal dan eksternal OJK. c. Tim Penguji yang berasal dari internal OJK harus memenuhi kriteria sebagai berikut: 1) memiliki pengalaman atau pengetahuan mengenai pengawasan lembaga jasa keuangan, penyelesaian sengketa, dan/atau manajemen risiko; dan 2) menjabat paling rendah sebagai direktur atau setingkat direktur. d. Tim Penguji yang berasal dari eksternal OJK harus memenuhi kriteria sebagai berikut: 1) memiliki pengalaman atau pengetahuan di bidang penyelesaian sengketa di sektor jasa keuangan; 2) tidak sedang menjabat sebagai pengurus Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa; dan 3) tidak pernah dijatuhi sanksi pidana penjara 2 (dua) tahun atau lebih, atau sebagai tersangka atau terdakwa dalam perkara pidana ekonomi. e. Tim... - 5 - e. Tim Penguji melakukan pengujian pemenuhan syarat-syarat Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa berdasarkan hasil analisis pendahuluan. f. Tim Penguji merumuskan hasil pengujian pemenuhan syarat- syarat Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa berdasarkan pembobotan dan skala penilaian dari komponen syarat Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 4. Nilai akhir pemenuhan syarat Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah penjumlahan dari hasil perkalian nilai dan bobot dari masing-masing sub syarat. V. PENETAPAN HASIL PENILAIAN 1. Hasil Penilaian Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa diklasifikasikan menjadi 2 (dua), yaitu: a. memenuhi syarat; atau b. belum memenuhi syarat. 2. Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa dinyatakan memenuhi syarat apabila memperoleh nilai paling sedikit 75 (tujuh puluh lima) dan tidak terdapat nilai 0 (nol) pada komponen syarat Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa. 3. Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa dinyatakan belum memenuhi syarat apabila memperoleh nilai kurang dari 75 (tujuh puluh lima) atau terdapat nilai 0 (nol) pada komponen syarat Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa. 4. Dalam hal hasil Penilaian Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa menyatakan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa belum memenuhi syarat, maka OJK menyampaikan secara tertulis hasil Penilaian Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa kepada Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa dimaksud, dengan menyebutkan syarat-syarat yang belum terpenuhi. 5. OJK dapat melakukan penilaian kembali terhadap Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa yang belum memenuhi syarat sebagaimana... - 6 - sebagaimana dimaksud pada angka 4 setelah diperoleh informasi tentang pemenuhan syarat oleh Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa dimaksud. 6. Informasi sebagaimana dimaksud pada angka 5 dapat diperoleh melalui pemberitahuan dari Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa dan/atau permintaan informasi oleh OJK. 7. Dalam hal hasil Penilaian Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa menyatakan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa memenuhi syarat, maka OJK menyampaikan secara tertulis hasil Penilaian Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa kepada Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa dimaksud. 8. Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa yang telah memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada angka 7 dimuat dalam Daftar Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan yang ditetapkan oleh Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen. 9. OJK mengumumkan Daftar Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan dalam situs OJK dan surat kabar berperedaran nasional. VI. PENUTUP Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 27 Februari 2015 Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum I Departemen Hukum, Ttd. Ttd. Sudarmaji KUSUMANINGTUTI S. SOETIONO BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 22 17 MARET 2015 ANGGOTA DEWAN KOMISIONER BIDANG EDUKASI DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN Ttd.
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 7/SEOJK.07/2015 </reg_id> <reg_title> PEDOMAN PENILAIAN LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DI SEKTOR JASA KEUANGAN </reg_title> <set_date> 27 Februari 2015 </set_date> <effective_date> 27 Februari 2015 </effective_date> <related_reg> '1/POJK.07/2014' </related_reg>
Yth. 1. Direksi Perusahaan Pembiayaan; dan 2. Direksi Perusahaan Pembiayaan Syariah, di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 15 /SEOJK.05/2016 TENTANG LAPORAN PENERAPAN TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PEMBIAYAAN Sehubungan dengan amanat ketentuan Pasal 58 ayat (3) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 30/POJK.05/2014 tentang Tata Kelola Perusahaan Yang Baik Bagi Perusahaan Pembiayaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 365, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5639), perlu untuk mengatur mengenai bentuk dan susunan laporan penerapan tata kelola perusahaan yang baik bagi perusahaan pembiayaan dan perusahaan pembiayaan syariah dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM 1. Perusahaan adalah perusahaan pembiayaan dan perusahaan pembiayaan syariah. 2. Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang dan/atau jasa. 3. Perusahaan Pembiayaan Syariah adalah Perusahaan Pembiayaan yang seluruh kegiatan usahanya melakukan pembiayaan syariah. 4. Tata Kelola Perusahaan Yang Baik Bagi Perusahaan yang selanjutnya disebut Tata Kelola Perusahaan Yang Baik adalah struktur dan proses yang digunakan dan diterapkan organ Perusahaan untuk meningkatkan pencapaian sasaran hasil usaha dan mengoptimalkan nilai Perusahaan bagi seluruh pemangku kepentingan secara akuntabel dan berlandaskan peraturan perundang-undangan serta nilai-nilai etika. - 2 - 5. Rapat Umum Pemegang Saham yang selanjutnya disingkat RUPS adalah rapat umum pemegang saham sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai perseroan terbatas bagi Perusahaan yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas atau yang setara dengan RUPS bagi Perusahaan yang berbentuk badan hukum koperasi. 6. Direksi: a. bagi Perusahaan berbentuk badan hukum perseroan terbatas adalah direksi sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai perseroan terbatas; atau b. bagi Perusahaan berbentuk badan hukum koperasi adalah pengurus sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai perkoperasian. 7. Dewan Komisaris: a. bagi Perusahaan berbentuk badan hukum perseroan terbatas adalah dewan komisaris sebagaimana dimaksud undang-undang mengenai perseroan terbatas; atau b. bagi Perusahaan berbentuk badan hukum koperasi adalah pengawas sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai perkoperasian. 8. Dewan Pengawas Syariah yang selanjutnya disingkat DPS adalah bagian dari organ Perusahaan yang mempunyai tugas dan fungsi pengawasan terhadap penyelenggaraan kegiatan Perusahaan agar sesuai dengan prinsip syariah. 9. Komisaris Independen adalah anggota Dewan Komisaris yang tidak terafiliasi dengan pemegang saham, anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris lainnya dan/atau anggota DPS, yaitu tidak memiliki hubungan keuangan, kepengurusan, kepemilikan saham dan/atau hubungan keluarga dengan pemegang saham, anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris lainnya dan/atau anggota DPS atau hubungan lain yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen. 10. Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK adalah lembaga yang independen sebagaimana dimaksud dalam undang- undang mengenai Otoritas Jasa Keuangan. - 3 - II. PENERAPAN TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK Prinsip Tata Kelola Perusahaan Yang Baik meliputi: 1. keterbukaan (transparency), yaitu keterbukaan dalam proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam pengungkapan dan penyediaan informasi yang relevan mengenai Perusahaan, yang mudah diakses oleh pemangku kepentingan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pembiayaan serta standar, prinsip, dan praktik penyelenggaraan usaha pembiayaan yang sehat; 2. akuntabilitas (accountability), yaitu kejelasan fungsi dan pelaksanaan pertanggungjawaban Organ Perusahaan sehingga kinerja Perusahaan dapat berjalan secara transparan, wajar, efektif, dan efisien; 3. pertanggungjawaban (responsibility), yaitu kesesuaian pengelolaan Perusahaan dengan peraturan perundang-undangan di bidang pembiayaan dan nilai-nilai etika serta standar, prinsip, dan praktik penyelenggaraan usaha pembiayaan yang sehat; 4. kemandirian (independency), yaitu keadaan Perusahaan yang dikelola secara mandiri dan profesional serta bebas dari benturan kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pembiayaan dan nilai-nilai etika serta standar, prinsip, dan praktik penyelenggaraan usaha pembiayaan yang sehat; dan 5. kesetaraan dan kewajaran (fairness), yaitu kesetaraan, keseimbangan, dan keadilan di dalam memenuhi hak-hak pemangku kepentingan yang timbul berdasarkan perjanjian, peraturan perundang-undangan, dan nilai-nilai etika serta standar, prinsip, dan praktik penyelenggaraan usaha pembiayaan yang sehat. III. LAPORAN PENERAPAN TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK 1. Perusahaan wajib menyusun laporan penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik pada setiap akhir tahun buku. 2. Laporan penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik sebagaimana dimaksud pada angka 1 paling sedikit memuat: a. transparansi penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik yang paling sedikit meliputi pengungkapan seluruh aspek pelaksanaan prinsip-prinsip Tata Kelola Perusahaan Yang Baik sebagaimana dimaksud dalam romawi II; - 4 - b. penilaian sendiri (self assessment) atas penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik; dan c. rencana tindak (action plan) yang meliputi tindakan korektif (corrective action) yang diperlukan dan waktu penyelesaian serta kendala/hambatan penyelesaiannya, apabila masih terdapat kekurangan dalam penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik. IV. TRANSPARANSI PENERAPAN TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK 1. Transparansi penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik sebagaimana dimaksud dalam romawi III angka 2 huruf a, meliputi: a. pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi, Dewan Komisaris, dan DPS; b. kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite audit atau fungsi yang membantu Dewan Komisaris dalam memantau dan memastikan efektivitas sistem pengendalian internal; c. penerapan fungsi kepatuhan, auditor internal, dan auditor eksternal; d. penerapan manajemen risiko dan sistem pengendalian intern; e. penerapan kebijakan remunerasi dan fasilitas lain bagi anggota Direksi, Dewan Komisaris, DPS, dan pegawai; f. transparansi kondisi keuangan dan non keuangan Perusahaan yang belum diungkap dalam laporan lainnya; g. rencana jangka panjang serta rencana kerja dan anggaran tahunan; h. pengungkapan kepemilikan saham anggota Direksi dan Dewan Komisaris yang mencapai 50% (lima puluh persen) atau lebih; i. pengungkapan hubungan keuangan dan hubungan keluarga anggota Direksi dan Dewan Komisaris dengan anggota Direksi lain, anggota Dewan Komisaris, anggota DPS, dan/atau pemegang saham Perusahaan; j. pengungkapan hal-hal penting lainnya, paling sedikit meliputi: 1) pengunduran diri atau pemberhentian Independen; 2) pengunduran diri atau pemberhentian auditor eksternal; 3) 4) sertifikasi; tenaga kerja asing; Komisaris - 5 - 5) transaksi material dengan pihak terkait; 6) benturan kepentingan yang sedang berlangsung dan/atau yang mungkin akan terjadi; 7) jumlah penyimpangan internal (internal fraud); 8) permasalahan hukum; 9) etika bisnis perusahaan; dan 10) informasi material lain mengenai Perusahaan yang terkait dengan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik. 2. Transparansi penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik sebagaimana dimaksud dalam romawi III angka 2 huruf a disusun oleh Perusahaan berdasarkan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini. V. PENILAIAN SENDIRI (SELF ASSESSMENT) ATAS PENERAPAN TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK 1. Penilaian sendiri (self assessment) atas penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik sebagaimana dimaksud dalam romawi III angka 2 huruf b dilakukan oleh Perusahaan berdasarkan pedoman Tata Kelola Perusahaan Yang Baik. 2. Penilaian sendiri (self assessment) sebagaimana dimaksud pada angka 1 dituangkan dalam kertas kerja penilaian sendiri (self assessment) sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini. 3. Pengisian kertas kerja penilaian sendiri (self assessment) dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: a. menyusun analisis penilaian sendiri (self assessment), dengan cara membandingkan pemenuhan setiap kriteria/indikator dengan kondisi Perusahaan berdasarkan data dan informasi yang relevan. b. berdasarkan hasil analisis tersebut ditetapkan peringkat masing- masing kriteria/indikator. Adapun kriteria peringkat adalah sebagai berikut: 1) Peringkat 1: Hasil analisis penilaian sendiri (self assessment) oleh Perusahaan menunjukkan bahwa pelaksanaan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik sangat sesuai dengan kriteria/indikator. - 6 - 2) Peringkat 2: Hasil analisis penilaian sendiri (self assessment) oleh Perusahaan menunjukkan bahwa pelaksanaan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik sesuai dengan kriteria/indikator. 3) Peringkat 3: Hasil analisis penilaian sendiri (self assessment) oleh Perusahaan menunjukkan bahwa pelaksanaan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik cukup sesuai dengan kriteria/indikator. 4) Peringkat 4: Hasil analisis penilaian sendiri (self assessment) oleh Perusahaan menunjukkan bahwa pelaksanaan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik kurang sesuai dengan kriteria/indikator. 5) Peringkat 5: Hasil analisis penilaian sendiri (self assessment) oleh Perusahaan menunjukkan bahwa pelaksanaan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik tidak sesuai dengan kriteria/indikator. c. menyusun kesimpulan umum atas hasil penilaian sendiri (self assessment). 4. Untuk setiap pertanyaan dalam penilaian sendiri (self assessment) diberi nilai sebagaimana tabel berikut: Indikator Ya 1 2 3 4 5 Tidak Nilai 5 5 4 3 2 1 1 - 7 - 5. Untuk mendapatkan nilai dari masing-masing faktor, Perusahaan menggunakan rumus berikut: Bobot masing-masing faktor ditetapkan sebagaimana tabel berikut: a. bagi Perusahaan Pembiayaan No. Faktor 1. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi dan Dewan Komisaris. 2. Kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite audit atau fungsi yang membantu Dewan Komisaris: a. Bagi Perusahaan Pembiayaan yang memiliki total aset di atas Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah); atau b. Bagi Perusahaan Pembiayaan yang memiliki total aset sampai dengan Rp Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah). 3. Penerapan fungsi kepatuhan, auditor internal, dan auditor eksternal. 4. Penerapan manajemen risiko dan sistem pengendalian intern. 7.50 10.00 5. Penerapan kebijakan remunerasi dan fasilitas lain. 2.50 6. Transparansi kondisi keuangan dan non keuangan Perusahaan. 7. Rencana jangka panjang serta rencana kerja dan anggaran tahunan. 8. Pengungkapan kepemilikan saham. 9. Hubungan keuangan dan hubungan keluarga bagi Direksi. 10. Hubungan keuangan dan hubungan keluarga bagi Dewan Komisaris. 11. Pengungkapan hal-hal penting lainnya TOTAL 7.50 5.00 2.50 2.50 12.50 100.00 Bobot (%) 30.00 5.00 15.00 - 8 - b. bagi Perusahaan Pembiayaan yang memiliki unit usaha syariah dan Perusahan Pembiayaan Syariah No. Faktor 1. Pelaksanaan Tugas dan Tanggung Jawab Direksi, Dewan Komisaris, dan DPS. 2. Kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite audit atau fungsi yang membantu Dewan Komisaris: a. Bagi Perusahaan Pembiayaan yang memiliki unit usaha syariah dan Perusahan Pembiayaan Syariah memiliki total aset di Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah); atau b. Bagi Perusahaan Pembiayaan yang memiliki unit usaha syariah dan Perusahan Pembiayaan Syariah yang memiliki total aset sampai dengan Rp Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah). 3. Penerapan fungsi kepatuhan, auditor internal, dan auditor eksternal. 4. Penerapan manajemen risiko dan sistem pengendalian intern. 5. Penerapan kebijakan remunerasi dan fasilitas lain. 6. Transparansi kondisi keuangan dan non keuangan Perusahaan. 7. Rencana jangka panjang serta rencana kerja dan anggaran tahunan. 8. Pengungkapan kepemilikan saham. 9. Hubungan keuangan dan hubungan keluarga bagi Direksi. 5.00 10.00 2.50 15.00 7.50 2.50 2.50 10. Hubungan keuangan dan hubungan keluarga 2.50 Bobot (%) 37.50 5.00 yang atas - 9 - bagi Dewan Komisaris. 11. Pengungkapan hal-hal penting lainnya TOTAL 10.00 100.00 6. Untuk mendapatkan nilai komposit, Perusahaan menjumlahkan nilai dari seluruh faktor. Berdasarkan nilai komposit tersebut Perusahaan menetapkan nilai komposit sebagaimana tabel berikut: Nilai 84-100 68-83 52-67 36-51 20-35 Rangking Predikat 1 2 3 4 5 Sangat Baik Baik Cukup Baik Kurang Baik Tidak Baik 7. Kertas kerja penilaian sendiri (self assessment) dan dokumen pendukung penilaian sendiri (self assessment) didokumentasikan dengan baik sehingga memudahkan penelusuran oleh pihak-pihak yang berkepentingan. VI. RENCANA TINDAK (ACTION PLAN) 1. Rencana tindak (action plan) disusun dalam rangka meningkatkan atau menyempurnakan pelaksanaan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik sebagai tindak lanjut atas hasil penilaian sendiri (self assessment). Rencana tindak (action plan) dimaksud meliputi tindakan korektif (corrective action) yang diperlukan dan waktu penyelesaian serta kendala/hambatan penyelesaiannya, apabila masih terdapat kekurangan dalam penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik. 2. Rencana tindak (action plan) sebagaimana dimaksud dalam romawi III angka 2 huruf c disusun oleh Perusahaan sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini. VII. WAKTU PENYAMPAIAN LAPORAN PENERAPAN TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK 1. Perusahaan wajib menyampaikan laporan penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik tahun berjalan kepada OJK paling lambat tanggal 30 April tahun berikutnya. harus - 10 - 2. Apabila tanggal 30 April adalah hari libur, maka batas akhir penyampaian laporan adalah hari kerja pertama berikutnya. VIII. TATA CARA PENYAMPAIAN LAPORAN PENERAPAN TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK 1. Perusahaan wajib menyampaikan laporan penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik yang telah ditandatangani oleh Direksi kepada Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya, dengan ketentuan sebagai berikut: a. surat pengantar penyampaian laporan penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik yang ditandatangani oleh Direksi disampaikan dalam bentuk hasil cetak komputer (hardcopy); dan b. isi laporan penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik disampaikan dalam bentuk elektronik (softcopy). 2. Alamat penyampaian laporan untuk Perusahaan Pembiayaan: Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya Otoritas Jasa Keuangan u.p. Direktur Pengawasan Lembaga Pembiayaan Gedung Menara Merdeka Lantai 19 Jl. Budi Kemuliaan I Nomor 2 Jakarta 10110 3. Alamat penyampaian laporan untuk Perusahaan Pembiayaan yang memiliki unit usaha syariah: Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya Otoritas Jasa Keuangan u.p. Direktur Pengawasan Lembaga Pembiayaan Gedung Menara Merdeka Lantai 19 Jl. Budi Kemuliaan I Nomor 2 Jakarta 10110; dan ditembuskan kepada: Direktur IKNB Syariah Gedung Menara Merdeka Lantai 23 Jl. Budi Kemuliaan I Nomor 2 Jakarta 10110 - 11 - 4. Alamat penyampaian laporan untuk Perusahaan Pembiayaan Syariah: Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya Otoritas Jasa Keuangan u.p. Direktur IKNB Syariah Gedung Menara Merdeka Lantai 23 Jl. Budi Kemuliaan I Nomor 2 Jakarta 10110 5. Dalam hal terdapat perubahan alamat kantor OJK untuk penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada angka 2, angka 3, dan angka 4, OJK akan menyampaikan pemberitahuan mengenai perubahan alamat melalui surat atau pengumuman. IX. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran OJK ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 9 Mei 2016 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERASURANSIAN, DANA PENSIUN, LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA OTORITAS JASA KEUANGAN, Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana ttd FIRDAUS DJAELANI
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 15/SEOJK.05/2016 </reg_id> <reg_title> LAPORAN PENERAPAN TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PEMBIAYAAN </reg_title> <set_date> 9 Mei 2016 </set_date> <effective_date> 9 Mei 2016 </effective_date> <related_reg> '30/POJK.05/2014 | Pasal 58 ayat (3)' </related_reg>
Yth. 1. Direksi Bank Perkreditan Rakyat; dan 2. Direksi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 15 /SEOJK.03/2017 TENTANG STANDAR PENYELENGGARAAN TEKNOLOGI INFORMASI BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT DAN BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH Sehubungan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 75/POJK.03/2016 tentang Standar Penyelenggaraan Teknologi Informasi bagi Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 308 Tambahan Lembaran Negara Nomor 5998) yang selanjutnya disingkat POJK SPTI, perlu untuk mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai Standar Penyelenggaraan Teknologi Informasi bagi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM 1. Penyelenggaraan Teknologi Informasi oleh BPR dan BPRS yang mencakup proses perencanaan, pengembangan dan pengadaan, serta pemeliharaan Teknologi Informasi merupakan tanggung jawab Direksi dan Dewan Komisaris dengan memastikan bahwa penyelenggaraan Teknologi Informasi berjalan sebagaimana mestinya dalam rangka pencapaian visi dan misi BPR dan BPRS yang bersangkutan. - 2 - 2. Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini dimaksudkan untuk memberikan pedoman penyelenggaraan Teknologi Informasi bagi BPR dan BPRS sebagai acuan minimum dalam penyelenggaraan Teknologi Informasi, termasuk dalam penyusunan kebijakan dan prosedur penyelenggaraan Teknologi Informasi bagi BPR dan BPRS. 3. Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mencakup pedoman penyelenggaraan Teknologi Informasi, format, dan tata cara penyampaian laporan terkait penyelenggaraan Teknologi Informasi. II. STANDAR PENYELENGGARAAN TEKNOLOGI INFORMASI 1. Sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) POJK SPTI, penyelenggaraan Teknologi Informasi oleh BPR atau BPRS paling sedikit berupa: a. Aplikasi Inti Perbankan dan Pusat Data bagi BPR atau BPRS yang memiliki modal inti kurang dari Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah); atau b. Aplikasi Inti Perbankan, Pusat Data dan Pusat Pemulihan Bencana bagi BPR atau BPRS yang memiliki modal inti paling sedikit Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah). 2. Sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b POJK SPTI, BPR dan BPRS wajib memastikan agar Aplikasi Inti Perbankan mampu melakukan pembukuan transaksi antar jaringan kantor: a. pada hari yang sama bagi BPR dan BPRS yang tidak menyediakan layanan perbankan elektronik (electronic banking) dan tidak melakukan kegiatan sebagai penerbit kartu Automated Teller Machine (ATM); b. secara online dan real time bagi BPR dan BPRS yang menyediakan layanan perbankan elektronik (electronic banking) dan/atau melakukan kegiatan sebagai penerbit kartu Automated Teller Machine (ATM). - 3 - Layanan perbankan elektronik sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b termasuk juga kegiatan sebagai penerbit kartu debet sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai kegiatan dan jaringan kantor BPR berdasarkan modal inti bagi BPR dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai Bank Pembiayaan Rakyat Syariah bagi BPRS. 3. Kebijakan dan prosedur dalam rangka penyelenggaraan Teknologi Informasi sebagaimana dimaksud pada angka 1, mengacu pada Standar Penyelenggaraan Teknologi Informasi sebagaimana dimaksud pada Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. Penyusunan kebijakan dan prosedur penyelenggaraan Teknologi Informasi dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan kompleksitas usaha BPR dan BPRS. 4. Sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 13 ayat (2) POJK SPTI, kebijakan dan prosedur sebagaimana dimaksud pada angka 3 paling sedikit meliputi: a. wewenang dan tanggung jawab Direksi, Dewan Komisaris, dan Satuan Kerja atau pegawai yang bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan Teknologi Informasi; b. pengembangan dan pengadaan; c. operasional Teknologi Informasi; d. jaringan komunikasi; e. pengamanan informasi; f. Rencana Pemulihan Bencana; g. audit intern Teknologi Informasi; dan h. kerja sama dengan penyedia jasa Teknologi Informasi. 5. Sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 6 ayat (2) dan Pasal 30 ayat (1) POJK SPTI, BPR dan BPRS yang melakukan pengadaan Aplikasi Inti Perbankan dengan cara membeli, harus membeli aplikasi tersebut dari penyedia Aplikasi Inti Perbankan yang berbentuk badan hukum paling lambat 3 (tiga) tahun sejak POJK SPTI berlaku. Pengadaan Aplikasi Inti Perbankan yang dimaksud yaitu pengadaan untuk Aplikasi Inti Perbankan yang baru atau penggantian Aplikasi Inti Perbankan. - 4 - 6. Dalam hal BPR dan BPRS melakukan pengembangan atau pemeliharaan Aplikasi Inti Perbankan yang dimiliki tanpa melakukan pengadaan Aplikasi Inti Perbankan baru, BPR dan BPRS harus memastikan pengembangan atau pemeliharaan Aplikasi Inti Perbankan dimaksud sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 5 ayat (1) POJK SPTI. 7. Paling lambat 3 (tiga) tahun sejak POJK SPTI berlaku, Aplikasi Inti Perbankan harus memenuhi standar minimum Aplikasi Inti Perbankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) POJK SPTI. 8. Sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 6 ayat (4) dan ayat (5) POJK SPTI, kerja sama yang dilakukan BPR dan BPRS dengan penyedia Aplikasi Inti Perbankan dalam rangka pengembangan dan pengadaan Aplikasi Inti Perbankan sejak POJK SPTI berlaku wajib dilaksanakan berdasarkan perjanjian tertulis paling sedikit mencakup pokok-pokok perjanjian kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I BAB II huruf E `yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 9. Perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud pada angka 8 juga memuat klausula mengenai kewajiban bagi penyedia Aplikasi Inti Perbankan untuk: a. memiliki sumber daya manusia yang kompeten yaitu memiliki keahlian khusus di bidang Teknologi Informasi yang dibuktikan dengan sertifikat keahlian, surat keterangan pengalaman, dan/atau ijazah pendidikan sesuai dengan keperluan penyelenggaraan Teknologi Informasi; b. memberikan jaminan bahwa selama jangka waktu perjanjian penyedia Aplikasi Inti Perbankan: 1) memastikan Aplikasi Inti Perbankan bekerja sesuai spesifikasi; 2) bertanggung jawab jika terjadi permasalahan pada Aplikasi Inti Perbankan; dan 3) melakukan pemeliharaan Aplikasi Inti Perbankan. - 5 - 10. Sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 17 ayat (2) POJK SPTI, kerja sama BPR dan BPRS dengan penyedia jasa Teknologi Informasi dalam rangka penyelenggaraan Teknologi Informasi sejak POJK SPTI berlaku wajib didasarkan pada perjanjian kerja sama yang paling sedikit memuat pokok-pokok perjanjian kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I BAB VIII yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 11. Perjanjian kerja sama BPR dan BPRS sebagaimana dimaksud pada angka 10 dengan penyedia jasa Teknologi Informasi dalam rangka penyelenggaraan Teknologi Informasi yang telah ada pada saat POJK SPTI berlaku disesuaikan dengan mengacu pada Lampiran I BAB VIII yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 12. Sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 22 ayat (2) POJK SPTI, fungsi audit intern terhadap penyelenggaraan Teknologi Informasi wajib dilakukan secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun dengan pelaksanaan sebagai berikut: a. bagi BPR, fungsi audit intern terhadap penyelenggaraan Teknologi Informasi dilakukan: 1) sebagai bagian dari audit intern BPR sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penerapan tata kelola bagi BPR; atau 2) secara terpisah dari pelaksanaan audit intern BPR dalam hal audit penyelenggaraan Teknologi Informasi dilakukan oleh auditor ekstern. b. bagi BPRS, fungsi audit intern terhadap penyelenggaraan Teknologi Informasi tetap dilakukan dengan mengacu pada ketentuan mengenai penerapan tata kelola BPRS dan peraturan perundang-undangan terkait lainnya. Pelaksanaan fungsi audit intern terhadap penyelenggaraan Teknologi Informasi tersebut dapat dilaksanakan sendiri oleh BPRS yang bersangkutan atau menggunakan jasa auditor ekstern. - 6 - 13. Ruang lingkup audit intern terhadap penyelenggaraan Teknologi Informasi paling sedikit mencakup aspek: a. Aplikasi Inti Perbankan, untuk memastikan Aplikasi Inti Perbankan telah memenuhi standar minimal sebagaimana dimaksud dalam POJK SPTI; dan b. wewenang dan tanggung jawab Direksi, Dewan Komisaris, serta satuan kerja atau pegawai yang bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan Teknologi Informasi, untuk memastikan pelaksanaan wewenang serta tanggung jawab Direksi, Dewan Komisaris, dan satuan kerja atau pegawai yang bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan Teknologi Informasi terlaksana dengan baik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam POJK SPTI. III. LAPORAN 1. Laporan Rutin a. Sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 23 ayat (1) POJK SPTI, BPR dan BPRS wajib menyampaikan laporan pelaksanaan fungsi audit intern Teknologi Informasi kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan pelaksanaan sebagai berikut: 1) Bagi BPR, laporan pelaksanaan fungsi audit intern terhadap penyelenggaraan Teknologi Informasi disampaikan sebagai bagian dari laporan pelaksanaan dan pokok-pokok hasil audit intern sebagaimana diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penerapan tata kelola bagi BPR baik yang dilaksanakan sendiri oleh BPR yang bersangkutan maupun dengan menggunakan jasa auditor ekstern. 2) Bagi BPRS, dalam hal belum terdapat ketentuan laporan pelaksanaan fungsi audit intern Teknologi Informasi, laporan pelaksanaan fungsi audit intern terhadap penyelenggaraan Teknologi Informasi disampaikan sebagai satu laporan khusus baik yang dilaksanakan sendiri oleh BPRS yang bersangkutan maupun dengan menggunakan jasa auditor ekstern. - 7 - b. Laporan pelaksanaan fungsi audit intern terhadap penyelenggaraan Teknologi Informasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan batas waktu sebagai berikut: 1) bagi BPR, mengacu pada batas waktu penyampaian laporan pelaksanaan dan pokok-pokok hasil audit intern sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penerapan tata kelola bagi BPR; dan 2) bagi BPRS, disampaikan paling lambat pada tanggal 31 Januari untuk audit yang dilaksanakan pada periode akhir tahun sebelumnya. 2. Laporan Insidentil a. Laporan kondisi terkini 1) Sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 24 POJK SPTI, BPR dan BPRS wajib menyampaikan laporan kondisi terkini penyelenggaraan Teknologi Informasi kepada Otoritas Jasa Keuangan meliputi paling sedikit penjelasan mengenai Teknologi Informasi yang diselenggarakan, struktur organisasi yang menggambarkan penyelenggaraan Teknologi Informasi, serta kebijakan dan prosedur yang dimiliki terkait penyelenggaraan Teknologi Informasi oleh BPR atau BPRS. Termasuk dalam cakupan laporan kondisi terkini penyelenggaraan Teknologi Informasi adalah penyesuaian perjanjian kerja sama penyelenggaraan Teknologi Informasi antara BPR atau BPRS dengan penyedia jasa Teknologi Informasi sebagaimana dimaksud pada Romawi II angka 11. 2) Laporan kondisi terkini penyelenggaraan Teknologi Informasi sebagaimana dimaksud pada angka 1) disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan dalam jangka waktu sebagai berikut: a) untuk laporan pertama kali, disampaikan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak POJK SPTI ini berlaku; dan b) setelah jangka waktu 1 (satu) tahun sebagaimana di - 8 - maksud dalam huruf a) terlampaui dan terjadi perubahan mendasar dalam penyelenggaraan Teknologi Informasi. Yang dimaksud dengan perubahan mendasar dalam penyelenggaraan Teknologi Informasi perubahan terhadap konfigurasi Teknologi Informasi atau Aplikasi Inti Perbankan, pengadaan Aplikasi Inti Perbankan, kerja sama dengan penyedia jasa Teknologi Informasi, serta pengembangan dan pengadaan Teknologi Informasi mendasar lainnya yang dapat menambah dan/atau meningkatkan risiko BPR atau BPRS. c) penyampaian perubahan mendasar menggunakan format laporan kondisi terkini dengan disertai informasi mengenai keterangan dan alasan perubahan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. d) laporan kondisi terkini penyelenggaraan Teknologi Informasi sebagaimana dimaksud dalam huruf b) disampaikan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak Teknologi Informasi efektif beroperasi. b. Laporan realisasi kerja sama dengan penyedia jasa Teknologi Informasi Sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 POJK SPTI, BPR dan BPRS wajib menyampaikan laporan realisasi kerja sama dengan penyedia jasa Teknologi Informasi dalam rangka penyelenggaraan Teknologi Informasi paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak penyelenggaraan Teknologi Informasi BPR atau BPRS efektif beroperasi. Laporan realisasi kerja sama dimaksud dilampiri dengan dokumen pendukung berupa perjanjian kerja sama dan profil penyedia jasa. yaitu - 9 - c. Laporan kejadian kritis, penyalahgunaan, dan/atau kejahatan dalam penyelenggaraan Teknologi Informasi 1) Sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) POJK SPTI, BPR dan BPRS wajib menyampaikan laporan kejadian kritis, penyalahgunaan, dan/atau kejahatan dalam penyelenggaraan Teknologi Informasi yang dapat atau telah mengakibatkan kerugian keuangan yang signifikan dan/atau mengganggu kelancaran operasional BPR atau BPRS. 2) Sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) POJK SPTI, laporan kejadian kritis, penyalahgunaan, dan/atau kejahatan dalam penyelenggaraan Teknologi Informasi wajib disampaikan: a) melalui surat elektronik (e-mail) atau telepon kepada pengawas BPR atau BPRS pada Kantor Regional atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan yang membawahkan wilayah kantor pusat BPR atau BPRS tersebut paling lambat 1 (satu) hari setelah kejadian kritis, penyalahgunaan, kejahatan diketahui; dan b) melalui laporan tertulis paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak kejadian kritis, penyalahgunaan, dan/atau kejahatan diketahui. IV. LAIN-LAIN 1. Tata Cara Penyampaian Laporan Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada Romawi III dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. bagi BPR disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan u.p. Kantor Regional atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan yang membawahkan wilayah kantor pusat BPR tersebut; b. bagi BPRS disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan u.p. Departemen Perbankan Syariah, Kantor Regional atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan yang membawahkan wilayah kantor pusat BPRS tersebut. dan/atau - 10 - 2. Pemenuhan ketentuan bagi BPR atau BPRS saat POJK SPTI diundangkan dilakukan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) POJK SPTI, BPR dan BPRS yang telah memperoleh izin usaha pada saat POJK SPTI ini diundangkan wajib memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 ayat (1), Pasal 3 ayat (2), Pasal 4, Pasal 5 ayat (1), Pasal 6 ayat (2), Pasal 8, Pasal 9, Pasal 12 ayat (1), Pasal 13 ayat (1), Pasal 14 ayat (1), Pasal 14 ayat (3), Pasal 14 ayat (4), Pasal 16, Pasal 22 ayat (1), Pasal 22 ayat (2), Pasal 22 ayat (3), Pasal 23 ayat (1) dan Pasal 23 ayat (3) paling lambat 3 (tiga) tahun sejak POJK SPTI ini berlaku. b. ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a berlaku juga bagi BPR atau BPRS yang memperoleh izin penggabungan (merger), peleburan (konsolidasi), dan/atau perubahan kegiatan usaha dari BPR menjadi BPRS setelah POJK SPTI diundangkan. c. BPR dan BPRS dalam proses pendirian dan belum memperoleh izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan pada saat POJK SPTI ini diundangkan wajib memenuhi seluruh ketentuan dalam POJK SPTI pada saat dimulainya pelaksanaan kegiatan operasional sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai bank perkreditan rakyat. - 11 - V. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 6 April 2017 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN OTORITAS JASA KEUANGAN, ttd NELSON TAMPUBOLON Salinan ini sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 15/SEOJK.03/2017 </reg_id> <reg_title> STANDAR PENYELENGGARAAN TEKNOLOGI INFORMASI BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT DAN BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH </reg_title> <set_date> 6 April 2017 </set_date> <effective_date> 6 April 2017 </effective_date> <related_reg> '75/POJK.03/2016' </related_reg>
Yth. Direksi Bank Umum Konvensional, di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 42 /SEOJK.03/2016 TENTANG PEDOMAN PERHITUNGAN ASET TERTIMBANG MENURUT RISIKO UNTUK RISIKO KREDIT DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN STANDAR Sehubungan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/POJK.03/2016 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5848) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 34/POJK.03/2016 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 188, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5929), yang selanjutnya disebut POJK KPMM, perlu untuk mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai Pedoman Perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko untuk Risiko Kredit dengan Menggunakan Pendekatan Standar dalam suatu Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM 1. Risiko Kredit adalah risiko akibat kegagalan debitur dan/atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada Bank. Risiko Kredit mencakup Risiko Kredit akibat kegagalan debitur, Risiko Kredit akibat kegagalan pihak lawan (counterparty credit risk), dan Risiko Kredit akibat kegagalan settlement (settlement risk). 2. Risiko Kredit akibat kegagalan pihak lawan (counterparty credit risk) timbul dari jenis transaksi yang secara umum memiliki karakteristik: a. transaksi dipengaruhi oleh pergerakan nilai wajar atau nilai pasar; - 2 - b. nilai wajar dari transaksi dipengaruhi oleh pergerakan variabel pasar tertentu; c. transaksi menghasilkan pertukaran arus kas atau instrumen keuangan; dan d. karakteristik risiko bersifat bilateral yaitu: 1) 2) jika nilai wajar kontrak bernilai positif maka Bank terekspos Risiko Kredit dari pihak lawan; atau jika nilai wajar kontrak bernilai negatif maka pihak lawan terekspos Risiko Kredit dari Bank. 3. Risiko Kredit akibat kegagalan settlement (settlement risk) timbul akibat kegagalan penyerahan kas dan/atau instrumen keuangan pada tanggal penyelesaian (settlement date) yang telah disepakati dari transaksi penjualan dan/atau pembelian instrumen keuangan. 4. Sesuai POJK KPMM, dalam menghitung Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) baik secara individu maupun secara konsolidasi dengan Perusahaan Anak, Bank wajib menghitung ATMR untuk Risiko Kredit. Bank dapat menggunakan 2 (dua) jenis pendekatan dalam menghitung ATMR untuk Risiko Kredit, yaitu: a. Pendekatan Standar (Standardized Approach); dan/atau b. Pendekatan berdasarkan Internal Rating (Internal Rating Based Approach). Untuk penerapan tahap awal, Bank harus melakukan perhitungan ATMR untuk Risiko Kredit dengan menggunakan Pendekatan Standar (Standardized Approach). 5. ATMR untuk Risiko Kredit dengan menggunakan Pendekatan Standar (Standardized Approach), yang selanjutnya disebut ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar, secara umum dihitung berdasarkan hasil peringkat yang diterbitkan oleh lembaga pemeringkat yang diakui Otoritas Jasa Keuangan. Lembaga pemeringkat yang diakui Otoritas Jasa Keuangan mengacu pada Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan mengenai Lembaga Pemeringkat dan Peringkat yang diakui Otoritas Jasa Keuangan. - 3 - II. PERHITUNGAN ATMR RISIKO KREDIT-PENDEKATAN STANDAR A. CAKUPAN PERHITUNGAN Perhitungan ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar yang dihitung oleh Bank sebagaimana dimaksud dalam butir I.4 mencakup sebagai berikut: 1. Eksposur aset dalam neraca serta kewajiban komitmen dan kontinjensi dalam transaksi rekening administratif, namun tidak termasuk: a. posisi Trading Book yang telah dihitung dalam ATMR untuk Risiko Pasar sesuai Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan mengenai Pedoman Penggunaan Metode Standar dalam Perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum dengan Memperhitungkan Risiko Pasar; b. penyertaan yang telah diperhitungkan sebagai faktor pengurang modal sesuai POJK KPMM; c. tagihan yang akan diperhitungkan dalam eksposur yang menimbulkan Risiko Kredit akibat kegagalan pihak lawan, terdiri dari: 1) tagihan derivatif dan kewajiban komitmen yang timbul dari transaksi derivatif; dan 2) tagihan reverse repo; d. tagihan yang timbul dari transaksi yang mengalami kegagalan penyerahan kas dan/atau instrumen keuangan yang akan diperhitungkan dalam eksposur transaksi penjualan atau pembelian instrumen keuangan yang mengalami kegagalan penyerahan kas dan/atau instrumen keuangan pada tanggal penyelesaian lebih dari 4 (empat) hari kerja, yang menimbulkan Risiko Kredit akibat kegagalan settlement (settlement risk). 2. Eksposur yang menimbulkan Risiko Kredit akibat kegagalan pihak lawan (counterparty credit risk) antara lain transaksi derivatif Over The Counter (OTC) dan transaksi repo atau reverse repo, baik atas posisi Trading Book maupun Banking Book. Definisi Trading Book maupun Banking Book mengacu pada POJK KPMM. - 4 - 3. Eksposur transaksi penjualan atau pembelian instrumen keuangan yang mengalami kegagalan penyerahan kas dan/atau instrumen keuangan (kegagalan settlement) pada tanggal penyelesaian lebih dari 4 (empat) hari kerja, yang menimbulkan Risiko Kredit akibat kegagalan settlement, antara lain transaksi penjualan atau pembelian surat berharga atau valuta asing. Meskipun ATMR hanya diperhitungkan atas transaksi yang mengalami kegagalan settlement lebih dari 4 (empat) hari kerja, Bank memantau Risiko Kredit akibat kegagalan settlement atas transaksi penjualan atau pembelian instrumen keuangan sejak hari pertama terjadi kegagalan settlement. B. TATA CARA PERHITUNGAN 1. Perhitungan Risiko Kredit dalam rangka perhitungan KPMM untuk eksposur sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.1 merupakan hasil perkalian antara Tagihan Bersih dan bobot risiko. 2. Tagihan Bersih atas eksposur sebagaimana dimaksud pada angka 1 mengacu pada butir II.C. 3. Bobot risiko sebagaimana dimaksud pada angka 1 ditetapkan: a. berdasarkan peringkat terkini dari debitur atau pihak lawan dalam transaksi atau surat berharga, sesuai kategori portofolio sebagaimana dimaksud dalam butir II.E.1, butir II.E.2, butir II.E.3, butir II.E.4, dan butir II.E.9; b. sebesar persentase tertentu untuk kategori portofolio sebagaimana dimaksud dalam butir II.E.5, butir II.E.6, butir II.E.7, butir II.E.8, butir II.E.10, dan butir II.E.11. 4. Penetapan bobot risiko berdasarkan peringkat terkini dan persentase tertentu sebagaimana dimaksud dalam butir 3.a dan butir 3.b mengacu pada Tabel 1 Penetapan Bobot Risiko Tagihan Kepada Pemerintah sampai dengan Tabel 7 Penetapan Bobot Risiko Tagihan yang Tidak Didasarkan Pada Peringkat dalam Lampiran I. 5. Perhitungan Risiko Kredit dalam rangka perhitungan KPMM untuk eksposur sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2 yaitu eksposur yang menimbulkan Risiko Kredit akibat kegagalan pihak lawan (counterparty credit risk) adalah: - 5 - a. Untuk eksposur transaksi derivatif Over The Counter (OTC) ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar merupakan penjumlahan dari: 1) hasil perkalian antara Tagihan Bersih dan bobot risiko sebagaimana diatur pada angka 3 dan angka 4, dalam hal ini Tagihan Bersih untuk eksposur transaksi derivatif OTC mengacu pada butir II.C.3.a; dan 2) eksposur tertimbang dari Credit Valuation Adjustment (CVA risk weighted assets) yang dihitung dengan formula: 12,5 × 2,33 . ℎ . 0,5 . 𝑤𝑖 𝑖 Keterangan: h . 𝑀𝑖. 𝐸𝐴𝐷𝑖 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 + 0,75 . 𝑤𝑖 2 2 . 𝑀𝑖. 𝐸𝐴𝐷𝑖 𝑖 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 2 = jangka waktu dalam satuan tahun, h = 1 = bobot dari pihak lawan i yang ditetapkan sesuai peringkat dengan mengacu pada Tabel 3 dalam Lampiran II = total Tagihan Bersih transaksi derivatif OTC sebagaimana dimaksud dalam butir II.C.3.a untuk pihak lawan i setelah pengakuan Mitigasi Risiko Kredit (MRK), yang dikalikan dengan faktor diskonto [ ] = rata-rata tertimbang sisa jangka waktu nosional (notional weighted average maturity) dari transaksi derivatif OTC untuk pihak lawan i b. Untuk eksposur transaksi repo, ATMR Risiko Kredit- Pendekatan Standar diperhitungkan sebesar hasil perkalian antara Tagihan Bersih dan bobot risiko sebagaimana dimaksud pada angka 3 dan angka 4. Tagihan Bersih untuk eksposur transaksi repo mengacu pada butir II.C.3.b. c. Untuk eksposur transaksi reverse repo, ATMR Risiko Kredit- Pendekatan Standar diperhitungkan sebesar hasil perkalian - 6 - antara Tagihan Bersih dan bobot risiko sebagaimana dimaksud pada angka 3 dan angka 4. Tagihan Bersih untuk eksposur transaksi reverse repo mengacu pada butir II.C.3.c. 6. Perhitungan Risiko Kredit dalam rangka perhitungan KPMM untuk eksposur sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.3 yaitu eksposur transaksi penjualan atau pembelian instrumen keuangan yang mengalami kegagalan penyerahan kas dan/atau instrumen keuangan pada tanggal penyelesaian (settlement date) lebih dari 4 (empat) hari kerja adalah: a. untuk transaksi Delivery versus Payment (DvP), ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar diperhitungkan sebesar hasil perkalian antara selisih positif antara nilai wajar transaksi dan nilai kontrak (positive current exposure), persentase tertentu, dan 12,5 (dua belas koma lima). Persentase tertentu ditetapkan berdasarkan jumlah hari kerja pelampauan tanggal penyelesaian (settlement date) mengacu pada Tabel 4 dalam Lampiran II; atau b. untuk transaksi non-Delivery versus Payment (non-DvP), Risiko Kredit diperhitungkan sebagai faktor pengurang modal sebesar nilai kas atau nilai wajar instrumen keuangan yang telah diserahkan oleh Bank. C. TAGIHAN BERSIH 1. Untuk eksposur aset dalam neraca sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.1, Tagihan Bersih adalah nilai tercatat aset ditambah dengan tagihan bunga yang belum diterima (jika ada) setelah dikurangi dengan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) atas aset tersebut sesuai standar akuntansi yang berlaku, dengan formula: Tagihan Bersih = {Nilai tercatat aset + tagihan bunga yang belum diterima (jika ada)} – CKPN Khusus untuk CKPN yang dibentuk secara kolektif, yang diperhitungkan hanya CKPN atas aset yang telah teridentifikasi mengalami penurunan nilai. 2. Untuk eksposur transaksi rekening administratif sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.1, Tagihan Bersih adalah hasil perkalian antara nilai kewajiban komitmen atau kewajiban - 7 - kontinjensi setelah dikurangi dengan Penyisihan Penghapusan Aset (PPA) Khusus sesuai ketentuan yang mengatur mengenai penilaian kualitas aset bank umum dan Faktor Konversi Kredit (FKK) sebagaimana dimaksud dalam butir II.D, dengan formula: Tagihan Bersih = (nilai kewajiban komitmen atau kewajiban kontinjensi – PPA Khusus) x FKK 3. Untuk eksposur yang menimbulkan Risiko Kredit akibat kegagalan pihak lawan (counterparty credit risk) sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2, Tagihan Bersih adalah: a. untuk eksposur transaksi derivatif OTC, merupakan: 1) penjumlahan dari nilai tercatat tagihan derivatif dan potensi eksposur pada masa mendatang (potential future exposure), untuk transaksi derivatif dengan positif marked to market; atau 2) potensi eksposur pada masa mendatang, untuk transaksi derivatif dengan negatif marked to market. Potensi eksposur pada masa mendatang dihitung dari hasil perkalian antara nilai notional transaksi derivatif dan persentase tertentu. Persentase tertentu ditetapkan berdasarkan variabel yang mendasari (underlying variable) dan sisa jangka waktu dari transaksi derivatif mengacu pada Tabel 2 Penetapan Persentase Tertentu dalam Perhitungan Risiko Kredit Akibat Kegagalan Pihak Lawan (Counterparty Credit Risk) untuk Transaksi Derivatif dalam Lampiran II; b. untuk eksposur transaksi repo, merupakan selisih positif antara nilai tercatat bersih surat berharga yang menjadi underlying transaksi repo dan nilai tercatat kewajiban repo. Nilai tercatat bersih surat berharga adalah nilai tercatat surat berharga setelah dikurangi dengan CKPN atas surat berharga tersebut sesuai standar akuntansi yang berlaku. Khusus untuk CKPN yang dibentuk secara kolektif, yang dapat diperhitungkan hanya CKPN atas surat berharga yang telah teridentifikasi mengalami penurunan nilai. Selain itu, Risiko Kredit dari penerbit surat berharga yang menjadi underlying transaksi repo diperhitungkan pula sebagai Tagihan Bersih untuk eksposur aset dalam neraca, sebagaimana dimaksud dalam butir II.C.1. - 8 - Perhitungan eksposur transaksi repo dilakukan dengan mengikuti Pendekatan Komprehensif dalam teknik Mitigasi Risiko Kredit (MRK)-agunan sebagaimana dimaksud dalam butir IV.B.6; dan c. untuk eksposur transaksi reverse repo, merupakan nilai tercatat dari tagihan reverse repo setelah dikurangi dengan CKPN atas tagihan tersebut sesuai standar akuntansi yang berlaku. Khusus untuk CKPN yang dibentuk secara kolektif, yang diperhitungkan hanya CKPN atas tagihan yang telah teridentifikasi mengalami penurunan nilai. Untuk transaksi reverse repo, keberadaan agunan berupa surat berharga yang menjadi underlying dari transaksi reverse repo dan/atau uang tunai diperhitungkan sebagai bentuk MRK atas transaksi dimaksud. Perhitungan eksposur transaksi reverse repo dilakukan dengan mengikuti Pendekatan Komprehensif dalam Teknik MRK-Agunan sebagaimana dimaksud dalam butir IV.B.6. D. FAKTOR KONVERSI KREDIT UNTUK EKSPOSUR TRANSAKSI REKENING ADMINISTRATIF Dalam rangka menghitung Tagihan Bersih untuk eksposur transaksi rekening administratif, penetapan FKK untuk transaksi rekening administratif sebagaimana dimaksud dalam butir II.C.2 adalah sebagai berikut: 1. Kewajiban komitmen yang memenuhi kriteria sebagai uncommitted sesuai ketentuan yang mengatur mengenai penilaian kualitas aset bank umum, diberikan FKK sebesar 0% (nol persen). 2. Kewajiban komitmen dalam bentuk Letter of Credit (L/C) yang masih berlaku namun tidak termasuk standby L/C, baik terhadap Bank penerbit (issuing bank) maupun Bank yang melakukan konfirmasi (confirming bank), diberikan FKK sebesar 20% (dua puluh persen). 3. Kewajiban komitmen dengan jangka waktu perjanjian sampai dengan 1 (satu) tahun, diberikan FKK sebesar 20% (dua puluh persen). - 9 - 4. Kewajiban komitmen dengan jangka waktu perjanjian lebih dari 1 (satu) tahun, diberikan FKK sebesar 50% (lima puluh persen). 5. Kewajiban kontinjensi dalam bentuk jaminan yang diterbitkan bukan dalam rangka pemberian kredit, seperti bid bonds, performance bonds atau advance payment bonds, diberikan FKK sebesar 50% (lima puluh persen). 6. Kewajiban kontinjensi dalam bentuk: a. jaminan yang diterbitkan dalam rangka pemberian kredit atau pengambilalihan risiko gagal bayar, termasuk berupa bank garansi dan standby L/C; atau b. akseptasi, termasuk endosemen atau aval atas surat-surat berharga, diberikan FKK sebesar 100% (seratus persen). 7. Pos transaksi rekening administratif yang timbul dari transaksi derivatif tidak diberikan FKK dan perhitungan Tagihan Bersih atas eksposur tersebut dilakukan sebagaimana dimaksud dalam butir II.C.3.a. E. BOBOT RISIKO Dalam menentukan bobot risiko, Bank menggolongkan seluruh eksposur sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.1 dan butir II.A.2 dalam kategori portofolio yang penetapannya didasarkan pada debitur atau pihak lawan transaksi sebagai berikut: 1. Tagihan Kepada Pemerintah a. Tagihan Kepada Pemerintah terdiri dari: 1) Tagihan Kepada Pemerintah Indonesia yang mencakup tagihan kepada: a) Pemerintah Pusat Republik Indonesia; b) Bank Indonesia; dan c) Badan dan lembaga Pemerintah Indonesia yang seluruh pendanaan operasionalnya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Pemerintah Republik Indonesia; 2) Tagihan Kepada Pemerintah Negara Lain yang mencakup tagihan kepada pemerintah pusat dan bank sentral negara lain. b. Bobot risiko Tagihan Kepada Pemerintah Indonesia sebagaimana dimaksud dalam butir a.1), baik mata uang - 10 - Rupiah maupun mata uang valuta asing, adalah 0% (nol persen). c. Bobot risiko Tagihan Kepada Pemerintah Negara Lain sebagaimana dimaksud dalam butir a.2), baik dalam mata uang negara tersebut maupun valuta asing, ditetapkan sesuai dengan peringkat internasional negara tersebut mengacu pada Tabel 1 Penetapan Bobot Risiko Tagihan Kepada Pemerintah dalam Lampiran I. 2. Tagihan Kepada Entitas Sektor Publik a. Tagihan Kepada Entitas Sektor Publik mencakup tagihan kepada: 1) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai BUMN, kecuali BUMN berupa Bank; 2) Pemerintah Daerah (provinsi, kota, dan kabupaten) di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang mengenai Pemerintahan Daerah; 3) Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia; dan 4) Badan atau lembaga Pemerintah Republik Indonesia yang tidak memenuhi kriteria sebagai Tagihan Kepada Pemerintah Indonesia. b. Bobot risiko Tagihan Kepada Entitas Sektor Publik ditetapkan sesuai peringkat dengan mengacu pada Tabel 2 Penetapan Bobot Risiko Tagihan Kepada Entitas Sektor Publik dalam Lampiran I. 3. Tagihan Kepada Bank Pembangunan Multilateral dan Lembaga Internasional a. Bank Pembangunan Multilateral merupakan lembaga keuangan internasional yang antara lain memiliki karakteristik khusus: 1) didirikan atau dimiliki oleh beberapa negara; dan 2) menyediakan pembiayaan jangka panjang, hibah, dan/atau bantuan teknis dalam rangka pembangunan. b. Tagihan Kepada Bank Pembangunan Multilateral dan Lembaga Internasional mencakup tagihan kepada: - 11 - 1) Bank Pembangunan Multilateral yang terdiri dari: a) Bank Pembangunan Multilateral tertentu yang telah ditetapkan oleh Basel Committee on Banking Supervision, yaitu World Bank Group yang terdiri dari International Bank for Reconstruction and Development (IBRD), Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA), dan International Finance Corporation (IFC), serta Asian Development Bank (ADB), African Development Bank (AfDB), European Bank for Reconstruction and Development (EBRD), Inter-American Development Bank (IADB), European Investment Bank (EIB), European Investment Fund (EIF), Nordic Investment Bank (NIB), Caribbean Development Bank (CDB), Islamic Development Bank (IDB), Council of Europe Development Bank (CEDB), dan International Finance Facility for Immunization (IFFIm); dan b) Bank Pembangunan Multilateral lainnya; dan 2) Lembaga Internasional yaitu Bank for International Settlements, International Monetary Fund (IMF), dan European Central Bank. c. Bobot risiko Tagihan Kepada Bank Pembangunan Multilateral dan Lembaga Internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf b, mengacu pada Tabel 3 Penetapan Bobot Risiko Tagihan Kepada Bank Pembangunan Multilateral dan Lembaga Internasional dalam Lampiran I. 4. Tagihan Kepada Bank a. Tagihan Kepada Bank mencakup tagihan kepada: 1) bank yang beroperasi di wilayah Indonesia, yang terdiri dari bank umum dan bank perkreditan rakyat, termasuk kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri; dan 2) bank yang beroperasi di luar wilayah Indonesia, yang terdiri dari bank yang berbadan hukum asing dan kantor cabang dari bank yang berkantor pusat di Indonesia. - 12 - b. Tagihan Kepada Bank dibedakan menjadi: 1) Tagihan Jangka Pendek yaitu tagihan dengan jangka waktu perjanjian sampai dengan 3 (tiga) bulan, termasuk tagihan yang tidak memiliki jangka waktu jatuh tempo namun dapat ditarik sewaktu-waktu; atau 2) Tagihan Jangka Panjang yaitu tagihan dengan jangka waktu perjanjian lebih dari 3 (tiga) bulan. Tagihan Kepada Bank dengan jangka waktu perjanjian sampai dengan 3 (tiga) bulan namun dapat dipastikan akan diperpanjang (roll-over) sehingga keseluruhan jangka waktu menjadi lebih dari 3 (tiga) bulan, digolongkan sebagai Tagihan Jangka Panjang. c. Bobot risiko Tagihan Kepada Bank, baik Tagihan Jangka Pendek maupun Tagihan Jangka Panjang sebagaimana dimaksud dalam huruf b, ditetapkan sesuai peringkat dengan mengacu pada Tabel 4 Penetapan Bobot Risiko Tagihan Kepada Bank atau Tabel 6 Penetapan Bobot Risiko Surat Berharga yang Memiliki Peringkat Jangka Pendek dalam Lampiran I. Penggunaan Tabel 4 dan Tabel 6 mengacu pada ketentuan mengenai penggunaan peringkat jangka pendek dan peringkat jangka panjang sebagaimana dimaksud dalam butir III.B.3.a dan butir III.B.3.b. 5. Kredit Beragun Rumah Tinggal a. Kredit Beragun Rumah Tinggal mencakup: 1) kredit konsumsi untuk kepemilikan rumah tinggal/apartemen atau kredit konsumsi yang dijamin dengan agunan berupa rumah tinggal/apartemen (tidak termasuk rumah toko dan rumah kantor), serta memenuhi kriteria: a) diberikan kepada debitur perorangan; b) agunan diikat dengan hak tanggungan atau fidusia sehingga memberikan kedudukan yang diutamakan (hak preferensi) kepada Bank; c) Bank memiliki sistem dan prosedur yang memadai untuk menilai dan memantau nilai agunan secara berkala; dan - 13 - d) rasio nilai kredit terhadap nilai agunan (loan-to-value) atau rasio LTV paling tinggi sebesar 95% (sembilan puluh lima persen); dan 2) kredit konsumsi untuk kepemilikan rumah tinggal dalam rangka program Pemerintah Indonesia sesuai peraturan perundang-undangan dan rasio LTV paling tinggi sebesar 95% (sembilan puluh lima persen). b. Rasio LTV sebagaimana dimaksud dalam butir a.1)d) dan butir a.2) menggunakan rasio pada posisi dilakukan perhitungan ATMR. Perhitungan rasio LTV dilakukan sebagai berikut: 1) nilai kredit ditetapkan berdasarkan nilai tercatat kredit di neraca Bank pemberi kredit; dan 2) nilai agunan ditetapkan berdasarkan nilai yang lebih rendah antara nilai pengikatan agunan dan nilai pasar agunan yang dinilai ulang secara berkala paling lama 30 (tiga puluh) bulan sekali. Dalam hal penilaian kembali nilai pasar agunan dilakukan lebih dari 30 (tiga puluh) bulan terakhir maka agunan ditetapkan tidak memiliki nilai. c. Penilaian agunan dilakukan oleh: 1) penilai independen untuk Kredit Beragun Rumah Tinggal dengan baki debet pembiayaan lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); atau 2) penilai independen atau penilai intern Bank untuk Kredit Beragun Rumah Tinggal dengan baki debet pembiayaan sampai dengan Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). d. Bobot risiko untuk Kredit Beragun Rumah Tinggal ditetapkan sebesar 35% (tiga puluh lima persen). 6. Kredit Beragun Properti Komersial a. Kredit Beragun Properti Komersial adalah kredit yang memenuhi kriteria: 1) diberikan kepada perorangan atau badan usaha; 2) tujuan penggunaan dana untuk pembiayaan konstruksi atau pembangunan properti. - 14 - Contoh: Pembangunan perumahan, apartemen, rumah susun, ruang perkantoran, ruang komersial multifungsi, ruang komersial yang disewa banyak pihak, atau pergudangan; dan 3) sumber utama pembayaran kredit berasal dari arus kas dari penyewaan atau penjualan properti yang dibiayai. b. Bobot risiko Kredit Beragun Properti Komersial adalah 100% (seratus persen). 7. Kredit Pegawai atau Pensiunan a. Kredit Pegawai atau Pensiunan adalah kredit yang memenuhi kriteria: 1) diberikan kepada pegawai atau pensiunan dari Pegawai Negeri Sipil (PNS), anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI), anggota Polisi Republik Indonesia (POLRI), pegawai lembaga negara, pegawai BUMN atau pegawai Badan Usaha Milik Daerah; 2) total plafon pembiayaan adalah Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) untuk setiap pegawai atau pensiunan; 3) pegawai atau pensiunan dijamin dengan asuransi jiwa dari perusahaan asuransi yang berstatus sebagai BUMN, atau perusahaan asuransi swasta yang memiliki peringkat paling rendah peringkat investasi dari lembaga pemeringkat yang diakui oleh Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan mengenai Lembaga Pemeringkat dan Peringkat yang diakui Otoritas Jasa Keuangan; 4) pembayaran angsuran atau pelunasan kredit bersumber dari gaji atau pensiun berdasarkan surat kuasa memotong gaji atau pensiun kepada Bank pemberi kredit. Dalam hal pembayaran gaji atau pensiun dilakukan Bank lain atau BUMN lain maka Bank pemberi kredit harus memiliki perjanjian kerja sama dengan Bank lain atau BUMN lain pembayar gaji - 15 - atau pensiun untuk melakukan pemotongan gaji atau pensiun dalam rangka pembayaran angsuran atau pelunasan kredit; dan 5) Bank pemberi kredit menyimpan asli surat pengangkatan pegawai atau surat keputusan jabatan/pangkat yang terakhir atau surat keputusan pensiun atau Kartu Registrasi Induk Pensiun (KARIP) dan polis pertanggungan asuransi jiwa debitur. b. Bobot risiko Kredit Pegawai atau Pensiunan adalah 50% (lima puluh persen). 8. Tagihan Kepada Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Portofolio Ritel a. Tagihan Kepada Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Portofolio Ritel merupakan tagihan yang memenuhi kriteria: 1) diberikan kepada debitur yang merupakan: a) badan usaha yang memenuhi kriteria sebagai usaha mikro dan usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah; atau b) perorangan; 2) plafon pembiayaan (agregat eksposur) kepada 1 (satu) debitur paling tinggi sebesar 0,2% (nol koma dua persen) dari hasil penjumlahan plafon pembiayaan untuk seluruh debitur yang merupakan: a) badan usaha dan perorangan yang memenuhi kriteria sebagai usaha mikro dan usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah; dan b) perorangan, yang tidak memenuhi kriteria sebagai Tagihan yang Telah Jatuh Tempo sebagaimana dimaksud dalam butir II.E.10. Plafon pembiayaan (agregat eksposur) adalah total seluruh fasilitas kepada debitur yang memenuhi kriteria pada angka 1), angka 3), angka 4), angka 5), dan angka 6) tanpa memperhitungkan Teknik MRK. Dalam hal terdapat paling sedikit 2 (dua) debitur berupa badan usaha sebagaimana dimaksud dalam - 16 - huruf a) yang berada dalam 1 (satu) kelompok kepemilikan dan mempunyai hubungan keuangan maka diperlakukan sebagai debitur yang sama; 3) plafon pembiayaan kepada debitur paling tinggi sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah); 4) debitur tidak tergolong sebagai 50 (lima puluh) debitur terbesar Bank; 5) tagihan tidak dalam bentuk surat berharga; dan 6) tagihan tidak memenuhi kriteria sebagai Kredit Beragun Rumah Tinggal, Kredit Beragun Properti Komersial atau Kredit Pegawai atau Pensiunan. b. Bobot risiko Tagihan Kepada Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Portofolio Ritel ditetapkan sebesar 75% (tujuh puluh lima persen). 9. Tagihan Kepada Korporasi a. Tagihan Kepada Korporasi merupakan tagihan yang tidak memenuhi kategori portofolio sebagaimana dimaksud pada angka 1 sampai dengan angka 8. b. Bobot risiko Tagihan Kepada Korporasi ditetapkan sesuai peringkat dengan mengacu pada Tabel 5 Penetapan Bobot Risiko Tagihan Kepada Korporasi atau Tabel 6 Penetapan Bobot Risiko Surat Berharga yang Memiliki Peringkat Jangka Pendek dalam Lampiran I. Penggunaan Tabel 5 atau Tabel 6 mengacu pada ketentuan dalam butir III.B.3.a dan butir III.B.3.c. 10. Tagihan Yang Telah Jatuh Tempo a. Tagihan Yang Telah Jatuh Tempo adalah seluruh tagihan sebagaimana dimaksud dalam butir II.E.1 sampai dengan butir II.E.9, yang telah jatuh tempo lebih dari 90 (sembilan puluh) hari, baik atas pembayaran pokok dan/atau pembayaran bunga. b. Bobot risiko Tagihan Yang Telah Jatuh Tempo ditetapkan: 1) 100% (seratus persen), untuk Tagihan Yang Telah Jatuh Tempo yang sebelumnya tergolong sebagai Kredit Beragun Rumah Tinggal sebagaimana dimaksud dalam butir II.E.5; dan - 17 - 2) 150% (seratus lima puluh persen), untuk Tagihan Yang Telah Jatuh Tempo yang sebelumnya tergolong dalam butir II.E.1, butir II.E.2, butir II.E.3, butir II.E.4, butir II.E.6, butir II.E.7, butir II.E.8, atau butir II.E.9. 11. Aset Lainnya a. Aset berupa uang tunai, emas yang dimiliki Bank dan tidak disimpan di Bank lain, dan commemorative coin yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, diberikan bobot risiko sebesar 0% (nol persen). b. Penyertaan yang bukan merupakan faktor pengurang modal dalam ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai kewajiban penyediaan modal minimum, dalam bentuk: 1) penyertaan kepada perusahaan keuangan yang terdaftar di bursa, diberikan bobot risiko sebesar 100% (seratus persen); 2) penyertaan kepada perusahaan keuangan yang tidak terdaftar di bursa, diberikan bobot risiko sebesar 150% (seratus lima puluh persen); dan 3) penyertaan modal sementara dalam rangka restrukturisasi kredit, diberikan bobot risiko sebesar 150% (seratus lima puluh persen). c. Perhitungan bobot risiko dan/atau faktor pengurang modal terhadap tagihan atau transaksi rekening administratif dalam bentuk eksposur sekuritisasi mengacu pada ketentuan yang mengatur mengenai prinsip kehati-hatian dalam aktivitas sekuritisasi aset bagi bank umum. Untuk tagihan eksposur sekuritisasi selain yang diatur dalam pengaturan tersebut, seperti credit link notes maka penetapan bobot risiko didasarkan pada peringkat tagihan eksposur sekuritisasi mengacu pada Tabel 5 Penetapan Bobot Risiko Tagihan Kepada Korporasi dalam Lampiran I. Khusus untuk tagihan eksposur sekuritisasi yang tidak memiliki peringkat maka penetapan bobot risiko ditetapkan secara konservatif yaitu bobot risiko paling tinggi diantara bobot risiko dari aset yang mendasari dan bobot risiko dari penerbit eksposur sekuritisasi. - 18 - d. Aset Yang Diambil Alih (AYDA) diberikan bobot risiko sebesar 150% (seratus lima puluh persen). e. Aset lainnya, seperti tanah, bangunan, inventaris, dan aset tetap lainnya, setelah dikurangi dengan akumulasi penyusutan diberikan bobot risiko sebesar 100% (seratus persen). III. PENGGUNAAN PERINGKAT Untuk jenis kategori portofolio yang penetapan bobot risikonya didasarkan pada peringkat maka penggunaan peringkat memenuhi ketentuan sebagai berikut: A. UMUM 1. Peringkat yang digunakan adalah peringkat terkini yang dikeluarkan oleh lembaga pemeringkat yang diakui oleh Otoritas Jasa Keuangan sesuai Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan mengenai Lembaga Pemeringkat dan Peringkat yang Diakui Otoritas Jasa Keuangan. 2. Dalam satu kelompok usaha, peringkat suatu perusahaan tidak dapat digunakan untuk menetapkan bobot risiko dari perusahaan lain dalam kelompok tersebut. 3. Bank harus memiliki pedoman dan prosedur untuk memastikan bahwa peringkat yang digunakan untuk menghitung ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar adalah peringkat terkini yang telah memperhitungkan seluruh eksposur risiko kredit, dan harus memelihara dokumentasi terkait peringkat terkini yang digunakan. 4. Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan menilai bahwa peringkat yang digunakan Bank dalam penetapan bobot risiko mencerminkan risiko yang lebih rendah dari kondisi terkini atas debitur atau pihak lawan transaksi maka Otoritas Jasa Keuangan berwenang untuk menetapkan bobot risiko yang lebih tinggi dari yang digunakan Bank. - 19 - B. TATA CARA PENGGUNAAN PERINGKAT 1. Peringkat Domestik (Local Rating/Domestic Currency Rating) dan Peringkat Internasional (International Rating/Foreign Currency Rating) a. Peringkat domestik digunakan untuk penetapan bobot risiko tagihan dalam mata uang Rupiah. b. Peringkat internasional digunakan untuk penetapan bobot risiko tagihan dalam valuta asing. 2. Peringkat Surat Berharga (Issue Rating) dan Peringkat Debitur (Issuer Rating) a. Penetapan bobot risiko atas tagihan dalam bentuk surat berharga didasarkan pada peringkat dari surat berharga dimaksud (issue rating). Dalam hal surat berharga tidak memiliki peringkat maka penetapan bobot risiko didasarkan pada bobot risiko dari tagihan tanpa peringkat. b. Penetapan bobot risiko atas tagihan dalam bentuk selain surat berharga, dilakukan: 1) didasarkan pada peringkat debitur (issuer rating) dalam hal: a) bobot risiko atas peringkat debitur (issuer rating) sama dengan atau lebih besar dari bobot risiko tagihan tanpa peringkat; atau b) bobot risiko atas peringkat debitur (issuer rating) lebih kecil dari bobot risiko tagihan tanpa peringkat dan tagihan bersifat senior (tidak bersifat subordinasi); 2) didasarkan pada bobot risiko tagihan tanpa peringkat dalam hal: a) bobot risiko atas peringkat debitur (issuer rating) lebih kecil dari bobot risiko tagihan tanpa peringkat dan tagihan bersifat subordinasi; atau b) debitur tidak memiliki peringkat (issuer rating). 3. Peringkat Jangka Pendek dan Peringkat Jangka Panjang a. Peringkat jangka pendek sebagaimana dimaksud pada Tabel 6 Penetapan Bobot Risiko Surat Berharga yang Memiliki Peringkat Jangka Pendek dalam Lampiran I, - 20 - digunakan untuk penetapan bobot risiko dari surat berharga yang memiliki peringkat jangka pendek dan diterbitkan oleh pihak yang termasuk dalam cakupan Tagihan Kepada Bank atau Tagihan Kepada Korporasi. b. Penetapan bobot risiko untuk Tagihan Kepada Bank yang tergolong sebagai Tagihan Jangka Pendek sebagaimana dimaksud dalam butir II.E.4.b.1) dalam bentuk surat berharga namun tidak memiliki peringkat jangka pendek, mengacu pada peringkat jangka panjang sesuai Tabel 4 Penetapan Bobot Risiko Tagihan Kepada Bank dalam Lampiran I. c. Penetapan bobot risiko untuk Tagihan Kepada Korporasi yang tidak memiliki peringkat jangka pendek, mengacu pada peringkat jangka panjang sesuai Tabel 5 Penetapan Bobot Risiko Tagihan Kepada Korporasi dalam Lampiran I. 4. Peringkat Tunggal dan Multi Peringkat Dalam hal debitur, pihak lawan atau instrumen keuangan: a. memiliki 1 (satu) peringkat maka Bank menggunakan hasil peringkat dimaksud; b. memiliki 2 (dua) peringkat dan masing-masing memberikan bobot risiko yang berbeda maka Bank menggunakan peringkat yang menghasilkan bobot risiko tertinggi; c. memiliki 3 (tiga) peringkat atau lebih dan memberikan bobot risiko yang berbeda maka Bank menggunakan peringkat yang menghasilkan bobot risiko terendah kedua. Contoh: Surat Berharga yang diterbitkan oleh perusahaan X dan tergolong sebagai Tagihan Kepada Korporasi memiliki peringkat AA-, A-, dan BBB+ sehingga berturut-turut setara dengan bobot risiko 20% (dua puluh persen), 50% (lima puluh persen), dan 100% (seratus persen). Untuk perhitungan ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar, Bank menggunakan peringkat A- yaitu peringkat yang menghasilkan bobot risiko terendah kedua sebesar 50% (lima puluh persen). Penggunaan peringkat sebagaimana diatur pada huruf a, huruf b, dan huruf c harus secara konsisten digunakan untuk mengukur risiko dari eksposur yang sama untuk berbagai kepentingan. - 21 - IV. METODE DAN TEKNIK MITIGASI RISIKO KREDIT A. UMUM 1. Dalam menghitung ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar, Bank dapat mengakui keberadaan agunan, garansi, penjaminan, atau asuransi kredit sebagai Teknik MRK. 2. Teknik MRK sebagaimana dimaksud pada angka 1 mencakup: a. Teknik MRK-Agunan; b. Teknik MRK-Garansi; dan/atau c. Teknik MRK-Penjaminan atau Asuransi Kredit. 3. Prinsip utama dalam pengakuan Teknik MRK adalah: a. Teknik MRK hanya diakui dalam hal ATMR Risiko Kredit dari eksposur yang menggunakan Teknik MRK lebih rendah dari ATMR Risiko Kredit dari eksposur tersebut yang tidak menggunakan Teknik MRK. Hasil perhitungan ATMR Risiko Kredit setelah memperhitungkan dampak Teknik MRK paling rendah sebesar 0 (nol). b. Dampak keberadaan agunan, garansi, jaminan, atau asuransi kredit yang diakui sebagai Teknik MRK tidak boleh diperhitungkan ganda dalam perhitungan ATMR Risiko Kredit. Contoh: Dalam hal peringkat surat berharga telah memperhitungkan dampak keberadaan agunan, garansi, jaminan atau asuransi kredit maka perhitungan ATMR Risiko Kredit atas surat berharga dimaksud tidak boleh memperhitungkan kembali keberadaan agunan, garansi, jaminan atau asuransi kredit yang sama. c. Masa berlaku pengikatan agunan, garansi, dan/atau jaminan atau asuransi kredit, paling sedikit sama dengan sisa jangka waktu eksposur. 4. Selain memenuhi prinsip utama sebagaimana dimaksud pada angka 3, Teknik MRK juga harus memenuhi kriteria: a. seluruh dokumen agunan, garansi, jaminan atau asuransi kredit yang digunakan dalam Teknik MRK memenuhi persyaratan sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan; - 22 - b. Bank secara berkala melakukan kaji ulang untuk memastikan bahwa agunan, garansi, jaminan atau asuransi kredit tetap memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam huruf a; dan c. dokumentasi yang digunakan dalam Teknik MRK harus memuat klausula yang menetapkan jangka waktu yang wajar untuk eksekusi atau pencairan agunan, garansi, jaminan atau asuransi kredit yang didasarkan pada terjadinya kondisi yang menyebabkan debitur tidak mampu melaksanakan kewajiban sesuai dengan perjanjian penyediaan dana (events of default). 5. Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada angka 3 dan angka 4 tidak dipenuhi maka keberadaan MRK tidak diakui dalam perhitungan ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar. 6. Dalam rangka mengoptimalkan penggunaan Teknik MRK, Bank harus memiliki prosedur tertulis untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko yang timbul dari penggunaan Teknik MRK, seperti risiko hukum, risiko operasional, risiko likuiditas, dan risiko pasar, termasuk prosedur untuk memastikan bahwa eksekusi agunan, garansi, jaminan atau asuransi kredit dilakukan dalam jangka waktu yang wajar. B. TEKNIK MRK-AGUNAN 1. Pendekatan Teknik MRK-Agunan Pengakuan Teknik MRK-Agunan dapat menggunakan 2 (dua) pendekatan, yaitu: a. Pendekatan Sederhana (simple approach), untuk eksposur sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.1; atau b. Pendekatan Komprehensif (comprehensive approach), untuk eksposur sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2. 2. Persyaratan Pengakuan a. Selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam butir IV.A.3 dan butir IV.A.4, agunan yang digunakan dalam Teknik MRK-Agunan harus memenuhi persyaratan: 1) agunan tidak diterbitkan oleh debitur atau pihak lawan transaksi yang sama; dan - 23 - 2) kualitas agunan tidak berkorelasi secara positif dengan kualitas eksposur, sehingga agunan dapat memberikan perlindungan yang memadai dalam hal debitur atau pihak lawan transaksi tidak mampu melaksanakan kewajiban sesuai dengan perjanjian penyediaan dana (events of default). Contoh: Agunan berupa surat berharga yang diterbitkan oleh perusahaan X yang memiliki keterkaitan arus kas secara signifikan dengan perusahaan Y yang merupakan debitur atau pihak lawan transaksi dari Bank, dianggap memiliki korelasi positif sehingga surat berharga tersebut tidak diakui dalam Teknik MRK-Agunan. b. Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud dalam huruf a tidak terpenuhi maka keberadaan agunan dalam Teknik MRK-Agunan tidak diakui dalam perhitungan ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar. 3. Jenis Agunan Keuangan yang Diakui a. Jenis agunan keuangan yang diakui (eligible financial collateral) dalam Teknik MRK-Agunan baik pada Pendekatan Sederhana maupun Pendekatan Komprehensif adalah: 1) uang tunai yang disimpan pada Bank penyedia dana; 2) giro, tabungan atau deposito yang diterbitkan oleh Bank penyedia dana; 3) emas yang disimpan pada Bank penyedia dana; 4) Surat Utang Negara (SUN) yang diterbitkan oleh Pemerintah Republik Indonesia yang meliputi Obligasi Negara dan Surat Perbendaharaan Negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai Surat Utang Negara; 5) Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai Surat Berharga Syariah Negara; 6) Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS); dan - 24 - 7) surat-surat berharga yang diperingkat oleh lembaga pemeringkat yang diakui oleh Otoritas Jasa Keuangan dengan peringkat minimal: a) setara dengan BBB- jika diterbitkan oleh pihak yang termasuk dalam Tagihan Kepada Pemerintah Negara Lain sebagaimana dimaksud dalam butir II.E.1.a.2); b) setara dengan BBB- jika diterbitkan oleh pihak yang termasuk dalam Tagihan Kepada Entitas Sektor Publik sebagaimana dimaksud dalam butir II.E.2; c) setara dengan BBB- jika diterbitkan oleh pihak yang termasuk dalam Tagihan Kepada Bank Pembangunan Multilateral dan Lembaga Internasional sebagaimana dimaksud dalam butir II.E.3; d) setara dengan BBB- jika diterbitkan oleh pihak yang termasuk dalam Tagihan Kepada Bank sebagaimana dimaksud dalam butir II.E.4; e) setara dengan A- jika diterbitkan oleh pihak yang termasuk dalam Tagihan Kepada Korporasi sebagaimana dimaksud dalam butir II.E.9; atau setara A-2 untuk surat berharga jangka pendek. f) b. Instrumen yang mendasari (underlying) atau agunan dari transaksi reverse repo dapat diakui sebagai bentuk mitigasi risiko kredit atas transaksi reverse repo sepanjang termasuk sebagai jenis agunan sebagaimana dimaksud dalam huruf a. 4. Penggunaan Nilai Agunan a. Dalam mengakui dampak MRK dari jenis agunan sebagaimana dimaksud pada angka 3 terhadap perhitungan ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar, Bank menggunakan nilai agunan sebesar nilai yang lebih rendah antara nilai pengikatan agunan dan nilai wajar atau nilai pasar agunan. b. Dalam hal pengikatan agunan dilakukan atas beberapa Tagihan Bersih maka nilai agunan yang dapat diakui - 25 - sebagai Teknik MRK-Agunan untuk seluruh Tagihan Bersih paling tinggi sebesar nilai agunan. Contoh: Bank A memberikan kredit kepada debitur X dan debitur Y masing-masing sebesar Rp500 juta dan Rp800 juta dengan agunan berupa deposito senilai Rp1 miliar. Agunan tersebut sebesar Rp400 juta diikat untuk kredit kepada debitur X dan sebesar Rp600 juta diikat untuk kredit kepada debitur Y. Dampak MRK atas agunan berupa deposito dimaksud yang digunakan untuk menghitung ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar atas debitur X adalah sebesar Rp400 juta dan atas debitur Y adalah sebesar Rp600 juta. 5. Teknik MRK-Agunan pada Pendekatan Sederhana Penggunaan Teknik MRK-Agunan pada Pendekatan Sederhana dilakukan sebagai berikut: a. Penilaian kembali terhadap nilai wajar atau nilai pasar agunan dilakukan paling sedikit 1 (satu) bulan sekali. b. Perhitungan nilai agunan sebagaimana dimaksud dalam butir IV.B.4.a. memperhitungkan haircut nilai tukar (Hfx) sebagai faktor pengurang sebesar 8% (delapan persen) dalam hal: 1) tagihan dan agunan dalam denominasi mata uang yang berbeda; atau 2) agunan dalam bentuk emas. c. Perhitungan ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar atas eksposur yang telah memperhitungkan Teknik MRK-Agunan pada Pendekatan Sederhana dilakukan sebagai berikut: 1) Dampak MRK diakui menggunakan prinsip substitusi yaitu bobot risiko agunan menggantikan bobot risiko eksposur sebagai berikut: a) Bagian dari nilai Tagihan Bersih eksposur yang mendapatkan perlindungan dari agunan, selanjutnya disebut Bagian Yang Dijamin (secured portion), dikenakan: i. bobot risiko sebesar 0% (nol persen), jika agunan dalam bentuk sebagaimana - 26 - dimaksud dalam butir IV.B.3.a.1) sampai dengan butir IV.B.3.a.6). Nilai agunan yang digunakan dalam Teknik MRK-Agunan harus dikurangkan dengan haircut sebesar 20% (dua puluh persen) dari nilai pasar agunan dalam hal agunan berupa SUN, SBSN, SBI, dan/atau SBIS; ii. bobot risiko dari agunan, apabila agunan dalam bentuk surat berharga sebagaimana dimaksud dalam butir IV.B.3.a.7), dengan batas bawah sebesar 20% (dua puluh persen). b) Bagian dari nilai Tagihan Bersih eksposur yang tidak mendapatkan perlindungan dari agunan, selanjutnya disebut Bagian Yang Tidak Dijamin (unsecured portion), dikenakan bobot risiko dari eksposur sesuai kategori portofolio sebagaimana dimaksud dalam butir II.E. 2) Dalam hal eksposur dijamin oleh beberapa jenis agunan dengan bobot risiko yang berbeda dan nilai total perlindungan agunan lebih tinggi dari nilai Tagihan Bersih eksposur maka pengakuan agunan dalam Teknik MRK-Agunan diprioritaskan menggunakan jenis agunan dengan bobot risiko dari yang terendah. 3) ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar atas eksposur yang telah memperhitungkan Teknik MRK-Agunan pada Pendekatan Sederhana merupakan penjumlahan dari: a) hasil perkalian antara bagian Tagihan Bersih yang dijamin dan bobot risiko agunan sebagaimana dimaksud dalam butir c.1)a); dan b) hasil perkalian antara bagian Tagihan Bersih yang tidak dijamin dan bobot risiko sebagaimana dimaksud pada butir c.1)b). - 27 - 6. Teknik MRK-Agunan pada Pendekatan Komprehensif a. Jenis dan Besaran Haircut 1) Teknik MRK-Agunan pada Pendekatan Komprehensif, dilakukan dengan cara mengurangi nilai Tagihan Bersih dengan nilai agunan, setelah memperhitungkan haircut untuk masing-masing nilai. 2) Haircut sebagaimana dimaksud pada angka 1) dilakukan sebagai berikut: a) haircut terhadap nilai Tagihan Bersih (He) merupakan faktor penambah untuk mengantisipasi peningkatan nilai Tagihan Bersih; dan b) haircut terhadap nilai agunan (Hc) merupakan faktor pengurang untuk penurunan nilai agunan, mengantisipasi yang disebabkan karena perubahan faktor pasar, seperti suku bunga. 3) Haircut sebagaimana dimaksud pada angka 2) mengacu pada Tabel 1 Haircut untuk Teknik MRK- Agunan pada Pendekatan Komprehensif dalam Lampiran II, dengan menggunakan asumsi: a) holding period 10 (sepuluh) hari kerja untuk Tagihan Bersih; dan b) valuasi dan/atau remargining atas Tagihan Bersih dan agunan dilakukan secara harian. 4) Dalam hal eksposur dan agunan dalam denominasi mata uang yang berbeda, nilai agunan selain dikenakan haircut sebagaimana dimaksud pada butir 2)b), juga dikenakan haircut nilai tukar (Hfx) sebesar 8% (delapan persen) dengan menggunakan asumsi: a) holding period 10 (sepuluh) hari kerja untuk Tagihan Bersih; dan b) valuasi atas agunan dilakukan secara harian. b. Penyesuaian Haircut Dalam hal frekuensi valuasi dan/atau remargining aktual yang dilakukan Bank berbeda dengan asumsi sebagaimana - 28 - dimaksud dalam butir a.3) dan/atau butir a.4) maka haircut pada Tabel 1 Haircut untuk Teknik MRK-Agunan pada Pendekatan Komprehensif dalam Lampiran II dan/atau butir a.4), disesuaikan dengan formula sebagai berikut: Keterangan: = penyesuaian haircut = haircut berdasarkan Tabel 1 dalam Lampiran II dan/atau butir a.4) = periode aktual pelaksanaan valuasi dan/atau remargining (dinyatakan dalam hari kerja) = asumsi holding period minimum yaitu 10 (dinyatakan dalam hari kerja) c. Perhitungan ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar 1) Perhitungan ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar atas eksposur yang telah memperhitungkan Teknik MRK-Agunan pada Pendekatan Komprehensif adalah hasil perkalian antara nilai Tagihan Bersih setelah pengakuan MRK dan bobot risiko. 2) Nilai Tagihan Bersih setelah pengakuan MRK ( ) sebagaimana dimaksud pada angka 1) dihitung dengan formula: Keterangan: = nilai Tagihan Bersih setelah pengakuan MRK = nilai Tagihan Bersih sebelum pengakuan MRK = haircut untuk Tagihan Bersih = nilai agunan = haircut untuk nilai agunan = haircut untuk nilai tukar 3) Penetapan bobot risiko sebagaimana dimaksud pada angka 1) mengacu pada penetapan bobot risiko dari eksposur sesuai dengan kategori portofolio sebagaimana dimaksud dalam butir II.E. - 29 - C. TEKNIK MRK-GARANSI 1. Persyaratan Pengakuan Selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam butir IV.A.3 dan butir IV.A.4, garansi yang diakui dalam Teknik MRK-Garansi harus memenuhi persyaratan: a. Bank memiliki hak tagih langsung kepada pihak pemberi jaminan tanpa harus melakukan tindakan hukum terlebih dahulu terhadap debitur dalam hal terjadi events of default; b. tagihan atau transaksi rekening administratif yang diberikan garansi harus dinyatakan secara spesifik dan jelas dalam perjanjian garansi; c. perjanjian garansi bersifat tanpa syarat (unconditional) dan tidak dapat dibatalkan (irrevocable); d. garansi dicairkan dalam jangka waktu paling lambat 90 (sembilan puluh) hari sejak eksposur tergolong dalam kategori portofolio Tagihan Yang Telah Jatuh Tempo sebagaimana dimaksud dalam butir II.E.10; dan e. garansi yang diterbitkan oleh pihak pemberi jaminan telah diakui sebagai kewajiban dalam pembukuan pihak pemberi jaminan. 2. Penerbit Garansi yang Diakui Dampak Teknik MRK-Garansi hanya diakui dalam hal pihak pemberi garansi adalah: a. pihak yang termasuk dalam cakupan kategori portofolio Tagihan Kepada Pemerintah Indonesia sebagaimana dimaksud dalam butir II.E.1.a.1); b. pihak yang termasuk dalam cakupan kategori portofolio Tagihan Kepada Pemerintah Negara Lain sebagaimana dimaksud dalam butir II.E.1.a.2), dalam hal pihak tersebut memiliki: 1) bobot risiko lebih rendah dari bobot risiko tagihan yang dijamin; dan 2) peringkat paling rendah BBB- atau yang setara; c. Bank umum yang berbadan hukum Indonesia dan kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri yang memiliki bobot risiko lebih rendah dari bobot risiko tagihan yang dijamin; - 30 - d. bank yang berbadan hukum asing yang tergolong sebagai prime bank sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai batas maksimum pemberian kredit; dan/atau e. lembaga keuangan yang bergerak di bidang penjaminan atau asuransi yang termasuk dalam cakupan kategori portofolio Tagihan Kepada Entitas Sektor Publik dan Tagihan Kepada Korporasi. 3. Perhitungan ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar a. Garansi yang diakui dalam Teknik MRK-Garansi untuk perhitungan bobot risiko dari Tagihan Bersih dilakukan sebagai berikut: 1) Bagian dari Tagihan Bersih yang dijamin dengan garansi atau disebut sebagai Bagian Yang Dijamin diberikan bobot risiko pihak penerbit garansi sesuai dengan kategori portofolio sebagaimana dimaksud dalam butir II.E; dan 2) Bagian dari Tagihan Bersih yang tidak dijamin dengan garansi atau disebut sebagai Bagian Yang Tidak Dijamin diberikan bobot risiko dari eksposur sesuai dengan kategori portofolio sebagaimana dimaksud dalam butir II.E. b. Dalam hal eksposur dan garansi dalam denominasi mata uang yang berbeda maka nilai garansi dikenakan haircut nilai tukar (Hfx) sebesar 8% (delapan persen) dengan formula sebagai berikut: Keterangan: = nilai Garansi setelah memperhitungkan haircut nilai tukar = nilai Garansi = haircut nilai tukar c. Penggunaan haircut nilai tukar sebesar 8% (delapan persen) menggunakan asumsi 10 (sepuluh) hari kerja holding period dan valuasi nilai pasar secara harian. Dalam hal frekuensi valuasi aktual yang dilakukan Bank berbeda dengan asumsi tersebut maka Bank harus - 31 - menyesuaikan haircut nilai tukar dengan formula sebagaimana dimaksud dalam butir IV.B.6.b. d. Dalam hal eksposur dijamin oleh beberapa penerbit garansi dengan bobot risiko yang berbeda dan nilai total perlindungan garansi lebih tinggi dari nilai Tagihan Bersih eksposur maka pengakuan garansi dalam Teknik MRK- Garansi diprioritaskan menggunakan garansi dari pihak penerbit garansi dengan bobot risiko dari yang terendah. e. ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar atas eksposur yang telah memperhitungkan Teknik MRK-Garansi merupakan penjumlahan dari: 1) hasil perkalian antara Bagian Yang Dijamin dan bobot risiko dari pihak penerbit garansi sesuai kategori portofolio sebagaimana dimaksud dalam butir II.E; dan 2) hasil perkalian antara Bagian Yang Tidak Dijamin dan bobot risiko dari eksposur sesuai kategori portofolio sebagaimana dimaksud dalam butir II.E. D. TEKNIK MRK-PENJAMINAN ATAU ASURANSI KREDIT Pengakuan penjaminan atau asuransi kredit sebagai Teknik MRK dalam perhitungan ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar dilakukan sebagai berikut: 1. Persyaratan Pengakuan Selain memenuhi persyaratan pengakuan Teknik MRK-Garansi sebagaimana dimaksud dalam butir IV.C.1, penjaminan atau asuransi kredit yang diakui dalam Teknik MRK-Penjaminan atau Asuransi Kredit harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan angka 3. 2. Penjaminan atau Asuransi Kredit yang diterbitkan oleh lembaga penjamin atau perusahaan asuransi berstatus BUMN harus memenuhi persyaratan: a. penjaminan atau asuransi kredit diberikan terhadap kredit kepada usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah. Pengertian usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah mengacu pada Undang-Undang mengenai Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah; b. skema penjaminan atau asuransi kredit memenuhi persyaratan yang dicantumkan dalam perjanjian antara Bank dan lembaga penjamin atau asuransi kredit, yaitu: - 32 - 1) pangsa penjaminan atau asuransi kredit oleh lembaga penjamin atau perusahaan asuransi berstatus BUMN, paling sedikit sebesar 70% (tujuh puluh persen) dari kredit yang diberikan oleh Bank; 2) Bank mengajukan klaim kepada lembaga penjamin atau asuransi kredit paling lama 1 (satu) bulan sejak terjadi tunggakan pokok, bunga dan/atau tagihan lain yang menjadikan kualitas kredit paling baik dinilai “Diragukan” sesuai ketentuan yang berlaku walaupun kredit belum jatuh tempo; 3) pembayaran penjaminan atau asuransi kredit paling lambat 15 (lima belas) hari kerja setelah klaim diajukan oleh Bank dan dokumen diterima secara lengkap oleh lembaga penjamin atau asuransi kredit; 4) jangka waktu penjaminan atau asuransi kredit paling sedikit sama dengan jangka waktu kredit; dan 5) penjaminan atau asuransi kredit bersifat tanpa syarat (unconditional) dan tidak dapat dibatalkan (irrevocable); c. lembaga penjamin atau asuransi kredit berstatus BUMN memenuhi persyaratan: 1) didukung oleh dana penjaminan (modal) termasuk setoran dana dari pemerintah dengan gearing ratio yang mengacu pada ketentuan yang berlaku paling tinggi 10 (sepuluh) kali; dan 2) mematuhi ketentuan mengenai lembaga penjamin atau asuransi kredit yang diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan. 3. Penjaminan atau Asuransi Kredit yang diterbitkan oleh Lembaga Penjamin atau Perusahaan Asuransi Berstatus Bukan BUMN harus memenuhi persyaratan: a. penjaminan atau asuransi kredit diberikan terhadap kredit kepada usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah. Pengertian usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah mengacu pada Undang-Undang mengenai Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah; b. skema penjaminan atau asuransi kredit memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam butir IV.D.2.b; - 33 - c. lembaga penjamin atau asuransi kredit berstatus bukan BUMN memenuhi persyaratan: 1) pendirian lembaga penjamin atau asuransi kredit sesuai ketentuan yang mengatur mengenai lembaga penjamin atau ketentuan yang mengatur mengenai asuransi kredit; 2) memiliki peringkat dari lembaga pemeringkat yang diakui oleh Otoritas Jasa Keuangan paling sedikit setara dengan BBB-; 3) didukung oleh dana penjaminan (modal) dengan gearing ratio yang mengacu pada ketentuan yang berlaku paling tinggi 10 (sepuluh) kali; 4) mematuhi ketentuan mengenai lembaga penjamin atau asuransi kredit yang diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan; dan 5) bukan merupakan pihak terkait dari Bank kecuali keterkaitan tersebut karena hubungan kepemilikan dengan Pemerintah Daerah. Penentuan pihak terkait Bank didasarkan pada hubungan kepemilikan, hubungan kepengurusan, dan hubungan keuangan sebagaimana diatur dalam ketentuan yang mengatur mengenai batas maksimum pemberian kredit. 4. Perhitungan ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar a. Perhitungan ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar atas eksposur yang telah memperhitungkan Teknik MRK-Penjaminan atau Asuransi Kredit dan telah memenuhi persyaratan dalam butir IV.D.1, butir IV.D.2, dan butir IV.D.3 adalah: 1) bagian dari Tagihan Bersih yang mendapat perlindungan dari lembaga penjamin atau asuransi kredit, yang selanjutnya disebut Bagian Yang Dijamin, dikenakan bobot risiko: a) sebesar 20% (dua puluh persen) dalam hal dijamin oleh lembaga penjamin atau asuransi kredit berstatus BUMN dan memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam butir IV.D.2; dan - 34 - b) sesuai dengan bobot risiko lembaga penjamin atau asuransi kredit dalam hal dijamin oleh lembaga penjamin atau asuransi kredit berstatus bukan BUMN dan memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam butir IV.D.3. Penetapan bobot risiko tersebut didasarkan pada peringkat lembaga penjamin atau asuransi kredit sesuai kategori portofolio Tagihan Kepada Entitas Sektor Publik sebagaimana dimaksud dalam butir II.E.2. 2) Bagian dari Tagihan Bersih yang tidak mendapat perlindungan dari lembaga penjamin atau asuransi kredit, yang selanjutnya disebut Bagian Yang Tidak Dijamin, dikenakan bobot risiko eksposur sesuai kategori portofolio sebagaimana dimaksud dalam butir II.E. 3) ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar atas eksposur yang telah memperhitungkan Teknik MRK-Penjaminan atau Asuransi Kredit merupakan penjumlahan dari: a) hasil perkalian antara Bagian Yang Dijamin dan bobot risiko sebagaimana dimaksud dalam butir 1)a) atau butir 1)b); dan b) hasil perkalian antara Bagian Yang Tidak Dijamin dan bobot risiko sebagaimana dimaksud pada angka 2). b. Perhitungan ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar atas eksposur yang dijamin oleh Penjaminan atau Asuransi Kredit yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam butir IV.D.1, butir IV.D.2, dan butir IV.D.3 namun memenuhi persyaratan garansi sebagaimana dimaksud dalam butir IV.C.1 dan butir IV.C.2 dilakukan mengacu pada perhitungan sebagaimana dimaksud dalam butir IV.C.3. - 35 - E. PERHITUNGAN ATMR RISIKO KREDIT-PENDEKATAN STANDAR ATAS EKSPOSUR YANG MENGGUNAKAN BEBERAPA JENIS TEKNIK MRK Dalam hal eksposur Tagihan Bersih memiliki beberapa jenis Teknik MRK sebagaimana dimaksud dalam butir IV.A.2 maka: 1. Perhitungan ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar merupakan penjumlahan dari: a. hasil perkalian: 1) antara bagian Tagihan Bersih yang dijamin dengan Teknik MRK-Agunan dan bobot risiko dari agunan sebagaimana dimaksud dalam butir IV.B.5.c.1)a); dan/atau 2) antara nilai Tagihan Bersih setelah pengakuan MRK dan bobot risiko sebagaimana dimaksud dalam butir IV.B.6.c; b. hasil perkalian antara bagian Tagihan Bersih yang dijamin dengan Teknik MRK-Garansi dan bobot risiko dari pihak penerbit garansi butir IV.C.3.a.1); sebagaimana dimaksud c. dalam hasil perkalian antara bagian Tagihan Bersih yang dijamin dengan Teknik MRK-Penjaminan atau Asuransi Kredit dan bobot risiko sebagaimana dimaksud dalam butir IV.D.4.a.1); dan d. hasil perkalian antara bagian Tagihan Bersih yang tidak dijamin dengan Teknik MRK dan bobot risiko eksposur sesuai kategori portofolio sebagaimana dimaksud dalam butir II.E. 2. Dalam hal nilai total perlindungan dari MRK lebih tinggi dari nilai Tagihan Bersih maka perhitungan ATMR sebagaimana dimaksud pada angka 1 diprioritaskan menggunakan jenis Teknik MRK dengan bobot risiko dari yang terendah. - 36 - V. PERHITUNGAN ATMR RISIKO KREDIT-PENDEKATAN STANDAR BAGI BANK YANG MEMILIKI UNIT USAHA SYARIAH DAN/ATAU ATMR RISIKO KREDIT SECARA KONSOLIDASI BAGI BANK YANG MEMILIKI PERUSAHAAN ANAK 1. Perhitungan ATMR Risiko Kredit untuk Bank secara individu bagi Bank yang memiliki Unit Usaha Syariah (UUS) dilakukan dengan cara menggabungkan eksposur UUS dalam eksposur Bank secara keseluruhan. Cakupan eksposur yang diperhitungkan, Tagihan Bersih, penetapan bobot risiko, dan pengakuan MRK mengacu pada angka II, angka III, dan angka IV Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 2. Perhitungan ATMR Risiko Kredit secara konsolidasi untuk Bank yang memiliki Perusahaan Anak dilakukan sebagai berikut: a. Untuk Bank yang seluruh perusahaan anaknya beroperasi secara konvensional maka perhitungan ATMR Risiko Kredit- Pendekatan Standar secara konsolidasi didasarkan pada laporan keuangan konsolidasi yaitu penjumlahan: 1) ATMR Risiko Kredit untuk Bank secara individu; dan 2) ATMR Risiko Kredit untuk Perusahaan Anak yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional, dengan cakupan eksposur yang diperhitungkan, Tagihan Bersih, penetapan bobot risiko, dan pengakuan MRK mengacu pada angka II sampai dengan angka IV, dan butir V.1 Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini, setelah mengeliminasi (set-off) transaksi antar entitas dalam kelompok usaha yang dikonsolidasi. b. Untuk Bank yang sebagian perusahaan anaknya melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah maka perhitungan ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar secara konsolidasi, merupakan penjumlahan: 1) ATMR Risiko Kredit untuk Bank secara individu, dengan cakupan eksposur yang diperhitungkan, Tagihan Bersih, penetapan bobot risiko, dan pengakuan MRK mengacu pada angka II sampai dengan angka IV dan butir V.1 Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini; 2) ATMR Risiko Kredit untuk Perusahaan Anak yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional, dengan - 37 - cakupan eksposur yang diperhitungkan, Tagihan Bersih, penetapan bobot risiko, dan pengakuan MRK mengacu pada angka II sampai dengan angka IV dan butir V.1 (khusus untuk Perusahaan Anak berbentuk Bank) Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini; dan 3) ATMR Risiko Kredit untuk Perusahaan Anak yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah mengacu pada Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan mengenai Perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko untuk Risiko Kredit dengan Menggunakan Pendekatan Standar bagi Bank Umum Syariah, setelah mengeliminasi (set-off) transaksi antar entitas dalam kelompok usaha yang dikonsolidasi. VI. PELAPORAN 1. Dalam rangka perhitungan ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar, Bank menyampaikan: a. laporan perhitungan ATMR Risiko Kredit untuk Bank secara individu disampaikan setiap bulan untuk posisi akhir bulan; dan b. laporan perhitungan ATMR Risiko Kredit untuk Bank secara konsolidasi disampaikan setiap triwulan untuk posisi akhir bulan Maret, bulan Juni, bulan September, dan bulan Desember, bagi Bank yang memiliki Perusahaan Anak, dengan mengacu pada format dan pedoman pengisian dalam Lampiran III dan Lampiran IV Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 2. Laporan perhitungan ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar sebagaimana dimaksud pada angka 1 disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan secara online melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan. Dalam hal sistem pelaporan online kepada Otoritas Jasa Keuangan belum tersedia maka laporan disampaikan secara online melalui Laporan Berkala Bank Umum. Tata cara penyampaian dan pengenaan sanksi mengacu pada ketentuan yang mengatur mengenai laporan berkala bank umum. 3. Khusus untuk hasil perhitungan CVA risk weighted assets disampaikan mulai posisi bulan Januari 2017 melalui surat kepada Departemen Pengawasan Bank terkait atau Kantor Regional Otoritas - 38 - Jasa Keuangan setempat. Penyampaian hasil perhitungan CVA risk weighted assets dan pengenaan sanksi mengacu pada ketentuan yang mengatur mengenai laporan berkala bank umum. VII. LAIN-LAIN Lampiran I, Lampiran II, Lampiran III, dan Lampiran IV merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. VIII. PENUTUP Dengan berlakunya Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/6/DPNP tanggal 18 Februari 2011 perihal Pedoman Perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko untuk Risiko Kredit dengan Menggunakan Pendekatan Standar dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 28 September 2016 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN OTORITAS JASA KEUANGAN Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana ttd NELSON TAMPUBOLON
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 42/SEOJK.03/2016 </reg_id> <reg_title> PEDOMAN PERHITUNGAN ASET TERTIMBANG MENURUT RISIKO UNTUK RISIKO KREDIT DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN STANDAR </reg_title> <set_date> 28 September 2016 </set_date> <effective_date> 28 September 2016 </effective_date> <replaced_reg> '13/6/DPNP|SE-BI/2011' </replaced_reg> <related_reg> '34/POJK.03/2016', '11/POJK.03/2016' </related_reg>
Yth. 1. Konsultan Aktuaria; 2. Akuntan Publik; dan 3. Penilai, di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 29 /SEOJK.05/2016 TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PERMOHONAN, PENYAMPAIAN LAPORAN, DAN PROGRAM PENDIDIKAN BERKELANJUTAN KONSULTAN AKTUARIA, AKUNTAN PUBLIK, DAN PENILAI YANG MELAKUKAN KEGIATAN DI INDUSTRI KEUANGAN NON-BANK Sehubungan dengan amanat ketentuan Pasal 8 ayat (5), Pasal 10 ayat (4), Pasal 11 ayat (4), Pasal 14 ayat (5), dan Pasal 16 ayat (3) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 38/POJK.05/2015 tentang Pendaftaran dan Pengawasan Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai yang Melakukan Kegiatan di Industri Keuangan Non-Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 361, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5807), perlu untuk mengatur lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara permohonan pendaftaran, penyampaian laporan, program pendidikan berkelanjutan, bentuk dan tata cara permohonan persetujuan penghentian pemberian jasa untuk sementara waktu, bentuk dan tata cara permohonan pengaktifan kembali surat tanda terdaftar, serta bentuk dan tata cara permohonan pengunduran diri konsultan aktuaria, akuntan publik, dan penilai dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank yang selanjutnya disingkat LJKNB adalah lembaga yang melaksanakan kegiatan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang- - 2 - Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, termasuk yang menyelenggarakan seluruh atau sebagian usahanya berdasarkan prinsip syariah. 2. Industri Keuangan Non-Bank yang selanjutnya disingkat IKNB adalah industri keuangan yang terdiri dari LJKNB. 3. Konsultan Aktuaria adalah aktuaris yang bekerja pada kantor konsultan aktuaria dan memberikan jasa di sektor IKNB. 4. Akuntan Publik adalah akuntan publik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik dan memberikan jasa di sektor IKNB. 5. Penilai adalah seseorang yang dengan keahliannya menjalankan kegiatan penilaian aset dan memberikan jasa di sektor IKNB. 6. Program Pendidikan Berkelanjutan yang selanjutnya disebut PPL adalah suatu pendidikan dan/atau pelatihan profesi bagi Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai yang bersifat berkelanjutan dan bertujuan untuk menjaga kompetensi. 7. Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK adalah Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. II. BENTUK PERMOHONAN PENDAFTARAN, PERSETUJUAN PENGHENTIAN PEMBERIAN JASA UNTUK SEMENTARA WAKTU, PENGAKTIFAN KEMBALI SURAT TANDA TERDAFTAR, DAN PENGUNDURAN DIRI 1. Bentuk permohonan pendaftaran, persetujuan penghentian pemberian jasa untuk sementara waktu, pengaktifan kembali surat tanda terdaftar, dan pengunduran diri Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai adalah sebagai berikut: a. untuk permohonan pendaftaran Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I; b. untuk permohonan persetujuan penghentian pemberian jasa untuk sementara waktu atas permintaan Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II; c. untuk permohonan pengaktifan kembali surat tanda terdaftar Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III; dan - 3 - d. untuk permohonan pengunduran diri Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IV, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini. 2. Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1 disetujui, OJK akan menerbitkan: a. surat tanda terdaftar untuk permohonan pendaftaran Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai; b. persetujuan penghentian pemberian jasa untuk sementara waktu untuk permohonan persetujuan penghentian pemberian jasa untuk sementara waktu atas permintaan Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai; c. surat pemberitahuan untuk permohonan pengaktifan kembali surat tanda terdaftar Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai; dan d. surat pembatalan surat tanda terdaftar untuk permohonan pengunduran diri Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai, yang berlaku sejak tanggal ditetapkan. III. BENTUK DAN BATAS WAKTU PENYAMPAIAN LAPORAN KONSULTAN AKTUARIA, AKUNTAN PUBLIK, DAN PENILAI 1. Laporan Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai terdiri dari laporan berkala dan laporan sewaktu-waktu. 2. Laporan Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai sebagaimana dimaksud pada angka 1 disusun dan ditandatangani oleh Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, atau Penilai yang melaporkan. 3. Laporan berkala sebagaimana dimaksud pada angka 1 terdiri dari laporan PPL tahunan. 4. Laporan PPL tahunan sebagaimana dimaksud pada angka 3 disampaikan kepada OJK paling lambat pada tanggal 15 Februari tahun berikutnya. 5. Laporan PPL tahunan sebagaimana dimaksud pada angka 3 menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran V yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini. - 4 - 6. Laporan sewaktu-waktu sebagaimana dimaksud pada angka 1 terdiri dari: a. laporan perubahan data dan informasi; dan b. laporan mengenai pelanggaran ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku di sektor jasa keuangan dan/atau di OJK yang dilakukan oleh LJKNB, serta kondisi atau perkiraan kondisi yang dapat membahayakan kelangsungan usaha LJKNB atau para pemangku kepentingan. 7. Laporan perubahan data dan informasi sebagaimana dimaksud pada angka 6 huruf a disampaikan kepada OJK paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak terjadinya perubahan tersebut. 8. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 6 huruf b disampaikan kepada OJK paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak ditemukan adanya hal-hal sebagai berikut: a. pelanggaran yang dilakukan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di sektor jasa keuangan dan/atau di OJK; dan/atau b. hal-hal yang dapat membahayakan kelangsungan usaha LJKNB atau para pemangku kepentingan. 9. Laporan sewaktu-waktu sebagaimana dimaksud pada angka 6 menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran V yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini. IV. PROGRAM PENDIDIKAN BERKELANJUTAN (PPL) 1. Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai wajib mengikuti PPL. 2. PPL sebagaimana dimaksud pada angka 1 diikuti oleh Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai setiap tahun. 3. PPL sebagaimana dimaksud pada angka 1 merupakan PPL yang diselenggarakan oleh Kementerian Keuangan, OJK, atau asosiasi profesi yang diakui oleh instansi yang berwenang. 4. Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai yang terdaftar di OJK harus mengikuti PPL di bidang IKNB paling sedikit 5 (lima) Satuan Kredit Profesi (SKP) setiap tahun. - 5 - 5. Dalam hal jumlah SKP yang diikuti dalam satu tahun kurang dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 4, maka kepada Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai yang bersangkutan diberikan kesempatan untuk menambah jumlah SKP pada penyelenggaraan PPL di tahun berikutnya. 6. Kesempatan untuk menambah jumlah SKP sebagaimana dimaksud pada angka 5 diberikan dalam hal terdapat kelebihan jumlah SKP pada tahun berjalan untuk menutup kekurangan jumlah SKP pada tahun sebelumnya. 7. Dalam hal Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai tidak mengikuti kesempatan yang diberikan sebagaimana dimaksud pada angka 5, Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai dianggap tidak mengikuti PPL pada tahun yang bersangkutan. 8. Dalam hal pemenuhan kewajiban atas PPL merupakan syarat untuk memperoleh kembali surat tanda terdaftar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) Peraturan OJK Nomor 38/POJK.05/2015 tentang Pendaftaran dan Pengawasan Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai yang Melakukan Kegiatan di Industri Keuangan Non-Bank, maka Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai harus mengikuti PPL di bidang IKNB paling sedikit 5 (lima) SKP. V. ASOSIASI PROFESI 1. Asosiasi profesi sebagaimana dimaksud dalam Romawi IV angka 3 melaporkan rencana penyelenggaraan PPL kepada OJK yang paling sedikit mencakup silabus, metode, dan jadwal PPL yang akan dilaksanakan dalam 1 (satu) tahun, paling lambat pada tanggal 15 Oktober sebelum periode penyelenggaraan PPL. 2. Asosiasi profesi sebagaimana dimaksud dalam Romawi IV angka 3 menyampaikan daftar nama peserta PPL dan jumlah SKP untuk periode 1 (satu) tahun berjalan, paling lambat pada tanggal 31 Januari tahun berikutnya kepada OJK. 3. Penyampaian rencana penyelenggaraan PPL sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan daftar nama peserta PPL dan jumlah SKP sebagaimana dimaksud pada angka 2 ditujukan kepada: Otoritas Jasa Keuangan u.p. Direktur Jasa Penunjang IKNB - 6 - Gedung Menara Merdeka, Lantai 20 Jl. Budi Kemuliaan I No.2 Jakarta Pusat – 10110 4. OJK dapat melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan PPL yang diselenggarakan oleh asosiasi profesi sebagaimana dimaksud dalam Romawi IV angka 3. VI. TATA CARA PENYAMPAIAN PERMOHONAN DAN LAPORAN KONSULTAN AKTUARIA, AKUNTAN PUBLIK, DAN PENILAI KEPADA OJK 1. Romawi ini mengatur permohonan yang mencakup permohonan pendaftaran, permohonan persetujuan penghentian pemberian jasa untuk kembali sementara surat tanda waktu, permohonan pengaktifan terdaftar, dan permohonan pengunduran diri Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai kepada OJK. 2. Permohonan dan laporan Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai disampaikan kepada OJK secara online melalui sistem jaringan komunikasi data OJK. 3. Dalam hal sistem jaringan komunikasi data OJK belum tersedia, permohonan dan laporan Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai dilakukan dalam bentuk hasil cetak komputer (hardcopy) dan softcopy secara offline. 4. Dalam hal OJK mengalami gangguan teknis pada sistem jaringan komunikasi data OJK, OJK mengumumkan melalui situs web OJK pada hari yang sama saat terjadinya gangguan teknis. 5. Dalam hal terjadi gangguan teknis sebagaimana dimaksud pada angka 4, penyampaian permohonan Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai dilakukan dalam bentuk hasil cetak komputer (hardcopy) dan softcopy secara offline. 6. Dalam hal gangguan teknis sebagaimana dimaksud pada angka 4 terjadi saat batas waktu penyampaian laporan Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai, penyampaian laporan Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai dilakukan dalam bentuk hasil cetak komputer (hardcopy) dan softcopy secara offline paling lambat pada hari kerja pertama berikutnya. 7. Penyampaian permohonan dan laporan Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai sebagaimana dimaksud pada angka 5 dan angka 6 - 7 - dilakukan melalui surat pengantar yang ditandatangani oleh Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, atau Penilai yang bersangkutan dan ditujukan kepada: Otoritas Jasa Keuangan u.p. Direktur Jasa Penunjang IKNB Gedung Menara Merdeka, Lantai 20 Jl. Budi Kemuliaan I No.2 Jakarta Pusat – 10110 8. Penyampaian permohonan dan laporan Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai sebagaimana dimaksud pada angka 7 dilakukan dengan salah satu cara sebagai berikut: a. diserahkan langsung ke kantor OJK sebagaimana dimaksud pada angka 7; b. dikirim melalui kantor pos secara tercatat; atau c. dikirim melalui perusahaan jasa pengiriman/titipan. 9. Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai dinyatakan telah menyampaikan permohonan dan laporan Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai dengan ketentuan sebagai berikut: a. untuk penyampaian secara online melalui sistem jaringan komunikasi data OJK, dibuktikan dengan tanda terima dari OJK; atau b. untuk penyampaian melalui surat, dibuktikan dengan: 1) surat tanda terima dari OJK, apabila permohonan dan laporan diserahkan langsung ke kantor OJK sebagaimana dimaksud pada angka 8 huruf a; atau 2) tanda terima pengiriman dari kantor pos atau perusahaan jasa pengiriman/titipan, apabila permohonan dan laporan dikirim melalui kantor pos atau perusahaan jasa pengiriman/titipan sebagaimana dimaksud pada angka 8 huruf b dan huruf c. 10. Dalam hal terdapat perubahan alamat kantor OJK untuk penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada angka 7, OJK akan menyampaikan pemberitahuan mengenai perubahan alamat melalui surat atau pengumuman. - 8 - VII. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran OJK ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 25 Juli 2016 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERASURANSIAN, DANA PENSIUN, LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA OTORITAS JASA KEUANGAN, Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana ttd FIRDAUS DJAELANI
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 29/SEOJK.05/2016 </reg_id> <reg_title> BENTUK DAN TATA CARA PERMOHONAN, PENYAMPAIAN LAPORAN, DAN PROGRAM PENDIDIKAN BERKELANJUTAN KONSULTAN AKTUARIA, AKUNTAN PUBLIK, DAN PENILAI YANG MELAKUKAN KEGIATAN DI INDUSTRI KEUANGAN NON-BANK </reg_title> <set_date> 25 Juli 2016 </set_date> <effective_date> 25 Juli 2016 </effective_date> <related_reg> '38/POJK.05/2015 | Pasal 8 ayat (5), Pasal 10 ayat (4), Pasal 11 ayat (4), Pasal 14 ayat (5), dan Pasal 16 ayat (3)' </related_reg>
Yth. Direksi Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 19 /SEOJK.04/2017 TENTANG PENGAKUAN TERHADAP ASOSIASI PERUSAHAAN EFEK YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SEBAGAI PENJAMIN EMISI EFEK DAN PERANTARA PEDAGANG EFEK Dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 58 ayat (4) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 20/POJK.04/2016 tentang Perizinan Perusahaan Efek yang Melakukan Kegiatan Usaha Sebagai Penjamin Emisi Efek dan Perantara Pedagang Efek (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5868), perlu mengatur mengenai pengakuan terhadap asosiasi Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini, yang dimaksud dengan: 1. Penjamin Emisi Efek adalah Pihak yang membuat kontrak dengan Emiten untuk melakukan Penawaran Umum bagi kepentingan Emiten dengan atau tanpa kewajiban untuk membeli sisa Efek yang tidak terjual. 2. Perantara Pedagang Efek adalah Pihak yang melakukan kegiatan usaha jual beli Efek untuk kepentingan sendiri atau Pihak lain. 3. Asosiasi Perusahaan Efek, yang selanjutnya disebut Asosiasi PE, adalah badan hukum berbentuk perkumpulan yang beranggotakan - 2 - Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek. 4. Anggota Asosiasi PE, yang selanjutnya disebut Anggota adalah Perusahaan Efek yang telah memperoleh izin sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek dari Otoritas Jasa Keuangan dan mempunyai hak dan kewajiban sesuai dengan anggaran dasar, anggaran rumah tangga, dan peraturan internal Asosiasi PE. II. PERSYARATAN ASOSIASI PERUSAHAAN EFEK UNTUK MENDAPAT PENGAKUAN DARI OTORITAS JASA KEUANGAN Untuk mendapat pengakuan Otoritas Jasa Keuangan, Asosiasi PE wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. telah mendapatkan pengesahan sebagai badan hukum perkumpulan dari instansi Pemerintah yang berwenang; 2. memiliki Anggota paling sedikit 1/2 (satu per dua) dari jumlah seluruh Perusahaan Efek yang telah memiliki izin kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek; 3. memiliki kode etik Asosiasi PE; 4. memiliki struktur organisasi Asosiasi PE; 5. memiliki susunan pengurus, paling sedikit terdiri dari ketua atau sebutan lain, sekretaris atau sebutan lain, dan bendahara atau sebutan lain; 6. memiliki komite kerja yang bertanggung jawab paling sedikit atas fungsi: a. pengkajian dan pengembangan; b. pengawasan etik; dan c. pelaksanaan kegiatan Asosiasi PE; 7. memiliki prosedur operasi standar pelaksanaan kegiatan Asosiasi PE, paling sedikit meliputi: a. pelaksanaan pendidikan berkelanjutan bagi anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek; dan - 3 - b. pelaksanaan pendidikan dan/atau pelatihan lainnya yang meningkatkan kompetensi dan keahlian anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek; 8. memiliki peraturan keanggotaan, paling sedikit memuat: a. persyaratan dan prosedur penerimaan dan pemberhentian Anggota; b. batasan keanggotaan pada Asosiasi PE sejenis dimana Anggota hanya dapat menjadi anggota 1 (satu) Asosiasi PE; c. hak dan kewajiban Anggota; d. kepengurusan dan keanggotaan Asosiasi PE; e. pendanaan kegiatan Asosiasi PE; f. biaya keanggotaan; g. sanksi; dan h. prosedur pengajuan keberatan Anggota kepada Asosiasi PE atas sanksi yang ditetapkan oleh Asosiasi PE; 9. memiliki rencana kegiatan Asosiasi PE, paling sedikit meliputi: a. penyelenggaraan program pendidikan berkelanjutan bagi anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek; dan b. penyelenggaraan pendidikan dan/atau pelatihan lainnya yang meningkatkan kompetensi dan keahlian anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek; 10. memiliki sistem pengendalian internal yang memadai, paling sedikit memuat: a. pengawasan terhadap risiko benturan kepentingan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi Asosiasi PE; - 4 - b. pengawasan terhadap kode etik; dan Anggota dalam menjalankan c. pengawasan dalam rangka pelaksanaan evaluasi secara berkala dan berkesinambungan atas pelaksanaan kegiatan Asosiasi PE; 11. memiliki database Anggota yang paling sedikit memuat: a. nama Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek; b. nomor izin Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek; c. alamat kantor pusat; d. alamat kantor di lokasi lain selain kantor pusat; dan e. nomor telepon; dan 12. memiliki atau menguasai sarana dan prasarana yang memadai, paling sedikit terdiri dari: a. bangunan atau ruangan sebagai lokasi kantor Asosiasi PE; dan b. sarana penunjang lainnya seperti komputer, telepon, fax, dan email serta memiliki situs web dengan nama domain Indonesia yang berisi informasi umum Asosiasi PE yang dapat diakses masyarakat. III. TATA CARA PERMOHONAN PENGAKUAN ASOSIASI PERUSAHAAN EFEK 1. Permohonan untuk mendapat pengakuan sebagai Asosiasi PE diajukan oleh pemohon dalam bentuk dokumen cetak kepada Otoritas Jasa Keuangan sesuai dengan format surat Permohonan Pengakuan Asosiasi Perusahaan Efek yang Melakukan Kegiatan Usaha Sebagai Penjamin Emisi Efek dan Perantara Pedagang Efek sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 2. Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan telah menyediakan sistem elektronik, permohonan untuk mendapat pengakuan sebagai Asosiasi PE dapat diajukan melalui sistem elektronik tersebut. - 5 - 3. Permohonan untuk mendapat pengakuan sebagai Asosiasi PE sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan angka 2 harus disertai kelengkapan dokumen sebagai berikut: a. fotokopi dokumen pengesahan Asosiasi PE sebagai badan hukum berbentuk perkumpulan dari instansi Pemerintah yang berwenang, berikut perubahan anggaran dasar terakhir yang telah memperoleh persetujuan atau telah diterbitkan surat penerimaan pemberitahuan perubahan anggaran dasar dari instansi yang berwenang (jika ada); b. data Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek yang terdaftar sebagai Anggota paling sedikit 1/2 (satu per dua) dari jumlah seluruh Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek pada saat pengajuan kepada Otoritas Jasa Keuangan sesuai dengan format Data Perusahaan Efek Sebagai Anggota Asosiasi PE yang Melakukan Kegiatan Usaha Sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini; c. salinan kode etik Asosiasi PE; d. struktur organisasi Asosiasi PE serta susunan pengurus dan komite kerja Asosiasi PE yang dilengkapi dengan dokumen: 1) daftar riwayat hidup terbaru yang telah ditandatangani; 2) fotokopi Kartu Tanda Penduduk atau Paspor yang masih berlaku; 3) pasfoto berwarna terbaru ukuran 4x6 cm dengan latar belakang berwarna merah sebanyak 1 (satu) lembar; dan 4) pernyataan integritas sesuai dengan format Surat Pernyataan Integritas sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini; - 6 - untuk masing-masing pengurus dan pimpinan komite kerja Asosiasi PE; e. prosedur operasi standar pelaksanaan kegiatan Asosiasi PE, paling sedikit meliputi: 1) pelaksanaan pendidikan berkelanjutan bagi anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek; dan 2) pelaksanaan pendidikan dan/atau pelatihan lainnya yang meningkatkan kompetensi dan keahlian anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek; f. salinan peraturan keanggotaan Asosiasi PE, paling sedikit memuat: 1) persyaratan dan prosedur penerimaan dan pemberhentian Anggota; 2) batasan keanggotaan pada Asosiasi PE sejenis dimana Anggota hanya dapat menjadi anggota 1 (satu) Asosiasi PE; 3) hak dan kewajiban Anggota; 4) kepengurusan dan keanggotaan Asosiasi PE; 5) pendanaan kegiatan Asosiasi PE; 6) biaya keanggotaan; 7) sanksi; dan 8) prosedur pengajuan keberatan Anggota kepada Asosiasi PE atas sanksi yang ditetapkan oleh Asosiasi PE; g. rencana kegiatan Asosiasi PE, paling sedikit meliputi: 1) penyelenggaraan program pendidikan berkelanjutan bagi anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek; dan - 7 - 2) penyelenggaraan pendidikan dan/atau pelatihan lainnya yang meningkatkan kompetensi dan keahlian anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek; h. dokumen terkait sistem pengendalian internal yang memadai, paling sedikit memuat: 1) pengawasan terhadap risiko benturan kepentingan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi Asosiasi PE; 2) pengawasan terhadap Anggota dalam menjalankan kode etik; dan 3) pengawasan dalam rangka pelaksanaan evaluasi secara berkala dan berkesinambungan atas pelaksanaan kegiatan Asosiasi PE; i. dokumen terkait database Anggota; j. surat keterangan domisili dari pengelola gedung atau instansi berwenang; k. fotokopi bukti kepemilikan atau perjanjian sewa atas kantor Asosiasi PE; dan l. daftar nama pegawai selain pengurus disertai fungsinya (jika ada). 4. Dalam hal permohonan untuk mendapat pengakuan diajukan oleh pemohon dalam bentuk dokumen cetak kepada Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam angka 1, dokumen permohonan untuk mendapat pengakuan sebagai Asosiasi PE sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan angka 3 harus pula disiapkan dalam format digital dan disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan menggunakan media digital cakram padat (compact disk) atau lainnya. 5. Dalam rangka memproses permohonan pengakuan sebagai Asosiasi PE, Otoritas Jasa Keuangan melakukan penelaahan atas kelengkapan dokumen permohonan. - 8 - 6. Dalam rangka menilai kesiapan pemohon sebagai Asosiasi PE, Otoritas Jasa Keuangan berwenang: a. melakukan pemeriksaan di kantor Asosiasi PE; b. meminta Asosiasi PE untuk memaparkan rencana kegiatan Asosiasi PE; dan/atau c. meminta data dan informasi yang dibutuhkan. 7. Pengakuan Asosiasi PE diberikan Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan pengakuan Asosiasi PE yang memenuhi syarat. 8. Dalam hal permohonan untuk mendapat pengakuan sebagai Asosiasi PE pada saat diterima tidak memenuhi syarat, paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan, Otoritas Jasa Keuangan memberikan surat pemberitahuan kepada pemohon yang menyatakan: a. permohonan belum memenuhi persyaratan; atau b. permohonan ditolak karena tidak memenuhi persyaratan. 9. Dalam hal permohonan untuk mendapat pengakuan sebagai Asosiasi PE belum memenuhi persyaratan, pemohon wajib melengkapi kekurangan yang dipersyaratkan dalam surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam angka 8 huruf a paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja setelah tanggal surat pemberitahuan. 10. Penyampaian perubahan dokumen, tambahan informasi, dan/atau kelengkapan kekurangan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 9 dianggap telah diterima oleh Otoritas Jasa Keuangan pada tanggal diterimanya perubahan dokumen, tambahan informasi, dan/atau kelengkapan kekurangan persyaratan tersebut. 11. Sejak diterimanya perubahan dokumen, tambahan informasi, dan/atau kelengkapan kekurangan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 10, permohonan pengakuan sebagai Asosiasi PE dianggap baru diterima oleh Otoritas Jasa Keuangan dan diproses sebagaimana dimaksud dalam angka 7. - 9 - 12. Pemohon yang tidak melengkapi kekurangan yang dipersyaratkan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam angka 9 dianggap membatalkan permohonan untuk mendapat pengakuan sebagai Asosiasi PE yang telah diajukan kepada Otoritas Jasa Keuangan. IV. TUGAS, WEWENANG, DAN LARANGAN ASOSIASI PERUSAHAAN EFEK 1. Asosiasi PE yang telah mendapat pengakuan dari Otoritas Jasa Keuangan mempunyai tugas dan wewenang: a. menyelenggarakan pendidikan berkelanjutan bagi anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek sesuai dengan kurikulum yang telah ditetapkan; b. menyelenggarakan pendidikan dan/atau pelatihan lainnya dalam rangka meningkatkan kompetensi dan keahlian anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek; c. melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala setiap 6 (enam) bulan sekali terhadap pelaksanaan kegiatan Asosiasi PE; d. menetapkan peraturan keanggotaan Asosiasi PE; e. menetapkan dan menegakkan kode etik bagi Anggota; f. memastikan Anggota mematuhi peraturan keanggotaan Asosiasi PE serta kode etik Anggota; g. melakukan pembaharuan database Anggota jika terdapat perubahan data Anggota; dan h. menetapkan hal lain yang menunjang kegiatan Asosiasi PE. 2. Asosiasi PE yang telah mendapat pengakuan dari Otoritas Jasa Keuangan dilarang: a. memberikan perlakuan yang berbeda pada Anggota; dan/atau b. melakukan tindakan yang bertentangan dengan tugas dan kewenangannya sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran - 10 - Otoritas Jasa Keuangan ini, anggaran dasar, anggaran rumah tangga, dan peraturan internal Asosiasi PE. V. SUMBER PENDANAAN 1. Dalam rangka menunjang kegiatannya, Asosiasi PE dapat memperoleh pendanaan dari: a. biaya pendaftaran dan iuran rutin keanggotaan; b. biaya pendidikan berkelanjutan bagi anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek; c. biaya penyelenggaraan pendidikan dan/atau pelatihan lainnya yang meningkatkan kompetensi dan keahlian, seperti lokakarya, seminar dan/atau pelatihan terkait penjaminan emisi Efek dan keperantaraan pedagang Efek; dan d. sumber lain sepanjang ditetapkan dalam anggaran dasar, anggaran rumah tangga, dan/atau peraturan internal Asosiasi PE sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang- undangan. 2. Asosiasi PE wajib membuat laporan pertanggungjawaban keuangan kepada Anggota paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun. VI. PELAPORAN 1. Asosiasi PE yang telah mendapat pengakuan dari Otoritas Jasa Keuangan wajib menyampaikan laporan kepada Otoritas Jasa Keuangan: a. laporan rencana kegiatan tahunan, paling lambat pada setiap tanggal 12 Januari, sesuai dengan format Laporan Rencana Kegiatan Tahunan, sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini; b. laporan penerimaan dan/atau pemberhentian Anggota, paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak terjadinya penerimaan dan/atau pemberhentian Anggota, sesuai dengan format Laporan Penerimaan dan/atau Pemberhentian Anggota, - 11 - sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini; c. laporan realisasi pelaksanaan kegiatan tengah tahunan, paling lambat pada setiap tanggal 12 Januari dan 12 Juli sesuai dengan format Laporan Realisasi Pelaksanaan Kegiatan Tengah Tahunan, sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini; d. laporan perubahan alamat kantor Asosiasi PE, paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak terjadinya perubahan (jika ada); dan e. laporan perubahan anggaran dasar, anggaran rumah tangga, susunan kepengurusan Asosiasi PE, dan/atau komite kerja, paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak terjadinya perubahan (jika ada). 2. Otoritas Jasa Keuangan dapat meminta Asosiasi PE untuk melakukan penyesuaian terhadap laporan rencana kegiatan tahunan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 huruf a yang telah disampaikan, termasuk tetapi tidak terbatas pada silabus atau materi program pendidikan berkelanjutan bagi anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek. 3. Dalam rangka penyampaian laporan realisasi kegiatan tengah tahunan kepada Otoritas Jasa Keuangan, selain menggunakan format Laporan Realisasi Pelaksanaan Kegiatan Tengah Tahunan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 huruf c, Asosiasi PE juga wajib menyampaikan laporan daftar sertifikat program pendidikan berkelanjutan anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris yang diterbitkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini, disertai dengan dokumen pendukung berupa bukti kehadiran peserta program pendidikan berkelanjutan bagi anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau - 12 - Perantara Pedagang Efek. 4. Laporan penyelenggaraan program pendidikan berkelanjutan bagi anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek yang merupakan bagian dari laporan realisasi pelaksanaan kegiatan tengah tahunan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 huruf c harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: a. untuk program pendidikan berkelanjutan bagi anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek dengan metode tatap muka, paling sedikit memuat: 1) nama institusi atau lembaga penyelenggara program pendidikan berkelanjutan bagi anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek; 2) tempat dan waktu kegiatan; 3) silabus atau materi program pendidikan berkelanjutan bagi anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek; dan 4) daftar hadir atau absensi peserta program pendidikan berkelanjutan bagi anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek; dan b. untuk program pendidikan berkelanjutan bagi anggota Dewan Komisaris Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek dalam bentuk selain tatap muka, paling sedikit memuat: 1) nama institusi atau lembaga penyelenggara program pendidikan berkelanjutan bagi anggota Direksi dan anggota - 13 - Dewan Komisaris Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek; dan 2) laporan pemenuhan program pendidikan berkelanjutan bagi anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek. 5. Dalam hal batas akhir waktu penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 huruf a, huruf c, dan huruf e jatuh pada hari libur, laporan tersebut disampaikan paling lambat pada 1 (satu) hari kerja berikutnya. 6. Laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan dalam bentuk dokumen cetak dan dapat pula disiapkan dalam format digital dengan menggunakan media digital cakram padat (compact disk) atau lainnya. 7. Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan telah menyediakan sistem elektronik, pelaporan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dapat disampaikan melalui sistem elektronik tersebut. 8. Otoritas Jasa Keuangan sewaktu-waktu dapat meminta Asosiasi PE untuk menyampaikan laporan hasil pengendalian internal sebagaimana dimaksud dalam angka II angka 10 kepada Otoritas Jasa Keuangan. VII. PENCABUTAN PENGAKUAN ASOSIASI PERUSAHAAN EFEK 1. Surat pengakuan sebagai Asosiasi PE menjadi tidak berlaku apabila: a. badan hukum Asosiasi PE bubar; dan/atau b. status badan hukum dari Asosiasi PE dicabut oleh instansi Pemerintah yang berwenang. 2. Otoritas Jasa Keuangan dapat mencabut surat pengakuan Asosiasi PE apabila terdapat hal sebagai berikut: a. Asosiasi PE mengembalikan surat pengakuan Asosiasi PE yang dimilikinya; b. kantor Asosiasi PE tidak ditemukan; - 14 - c. Asosiasi PE melakukan pelanggaran atas Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini; d. Asosiasi PE tidak melaksanakan tugas selama 12 (dua belas) bulan berturut-turut; e. Asosiasi PE telah menerima 3 (tiga) kali surat peringatan, namun dalam waktu 1 (satu) bulan sejak diterbitkannya surat peringatan ketiga tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam isi surat peringatan tersebut; dan/atau f. tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka II. 3. Dalam hal pencabutan surat pengakuan Asosiasi PE disebabkan karena Asosiasi PE mengembalikan surat pengakuan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 huruf a, Asosiasi PE wajib mengajukan surat permohonan pengembalian surat pengakuan sebagai Asosiasi PE kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan disertai dokumen sebagai berikut: a. keterangan mengenai alasan pengembalian surat pengakuan tersebut; b. surat pengakuan sebagai Asosiasi PE oleh Otoritas Jasa Keuangan; c. surat pernyataan pertanggungjawaban dari pengurus Asosiasi PE atas kewajiban Asosiasi PE kepada pihak ketiga dan/atau Anggota; dan d. surat keputusan hasil rapat Anggota yang menyetujui pengembalian surat pengakuan sebagai Asosiasi PE oleh Otoritas Jasa Keuangan. 4. Dalam hal pencabutan surat pengakuan Asosiasi PE disebabkan karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 huruf b sampai dengan huruf f, Asosiasi PE wajib menyelesaikan kewajibannya kepada Anggota dan/atau pihak ketiga. 5. Tidak berlakunya surat pengakuan Asosiasi PE sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan pencabutan surat pengakuan Asosiasi PE sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dapat diumumkan oleh - 15 - Otoritas Jasa Keuangan melalui media massa. VIII. KETENTUAN LAIN-LAIN 1. Anggota dapat mengajukan permohonan keberatan atas pengenaan sanksi pemberhentian keanggotaan kepada Asosiasi PE paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja sejak dikeluarkannya surat pemberhentian keanggotaan oleh Asosiasi PE. 2. Asosiasi PE mengeluarkan keputusan atas permohonan keberatan pengenaan sanksi pemberhentian keanggotaan yang diajukan oleh Anggota, paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan keberatan sebagaimana dimaksud dalam angka 1. 3. Dalam hal Asosiasi PE menolak permohonan keberatan yang diajukan oleh Anggota, Anggota dapat mengajukan permohonan keberatan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja sejak ditolaknya permohonan keberatan Anggota oleh Asosiasi PE. 4. Anggota yang sedang menjalani proses sebagaimana dimaksud dalam angka 1, angka 2, dan angka 3, sampai dengan Otoritas Jasa Keuangan mengeluarkan putusan atas permohonan keberatan Anggota, Anggota tersebut dianggap masih memenuhi ketentuan Pasal 58 ayat (1) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Perizinan Perusahaan Efek yang Melakukan Kegiatan Usaha Sebagai Penjamin Emisi Efek dan Perantara Pedagang Efek. IX. KETENTUAN PERALIHAN Kewajiban penyampaian laporan rencana kegiatan tahunan oleh Asosiasi PE kepada Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam angka VI angka 1 huruf a, tidak berlaku dalam hal Asosiasi PE baru diakui oleh Otoritas Jasa Keuangan setelah tanggal 12 Januari. - 16 - X. KETENTUAN PENUTUP Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 23 Mei 2017 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PASAR MODAL, ttd NURHAIDA Salinan ini sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 19/SEOJK.04/2017 </reg_id> <reg_title> PENGAKUAN TERHADAP ASOSIASI PERUSAHAAN EFEK YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SEBAGAI PENJAMIN EMISI EFEK DAN PERANTARA PEDAGANG EFEK </reg_title> <set_date> 23 Mei 2017 </set_date> <effective_date> 23 Mei 2017 </effective_date> <related_reg> '20/POJK.04/2016 | Pasal 58 ayat (4)' </related_reg>
Yth. Direksi atau Pengurus Lembaga Jasa Keuangan di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 33/SEOJK.04/2015 TENTANG GLOBAL MASTER REPURCHASE AGREEMENT INDONESIA Dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 5 ayat (5) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 9/POJK.04/2015 tentang Pedoman Transaksi Repurchase Agreement Bagi Lembaga Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5711), perlu mengatur Global Master Repurchase Agreement Indonesia dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan, sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Lembaga Jasa Keuangan adalah lembaga yang melaksanakan kegiatan di sektor Perbankan, Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. 2. Lembaga Jasa Keuangan Lainnya adalah pergadaian, lembaga penjaminan, lembaga pembiayaan ekspor Indonesia, perusahaan pembiayaan sekunder perumahan, dan lembaga yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat yang bersifat wajib, meliputi penyelenggara program jaminan sosial, pensiun, dan kesejahteraan, sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang- undangan mengenai pergadaian, penjaminan, lembaga pembiayaan ekspor Indonesia, perusahaan pembiayaan sekunder perumahan, dan pengelolaan dana masyarakat yang bersifat wajib, serta lembaga jasa keuangan… - 2 - keuangan lain yang dinyatakan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan berdasarkan peraturan perundang-undangan. 3. Transaksi Repurchase Agreement yang selanjutnya disebut Transaksi Repo adalah kontrak jual atau beli Efek dengan janji beli atau jual kembali pada waktu dan harga yang telah ditetapkan. 4. International Capital Market Association, selanjutnya disingkat ICMA, yang sebelumnya bernama The Bond Market Association (TBMA)/International Securities Market Association (ISMA), adalah asosiasi internasional yang menyusun dan menerbitkan Perjanjian Induk Global Pembelian Kembali (Global Master Repurchase Agreement selanjutnya disingkat GMRA). II. PENERAPAN GLOBAL MASTER REPURCHASE AGREEMENT INDONESIA DALAM TRANSAKSI REPO 1. Global Master Repurchase Agreement Indonesia, selanjutnya disingkat GMRA Indonesia, adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 2. GMRA Indonesia sebagaimana dimaksud pada angka 1 merupakan standar perjanjian tertulis atas Transaksi Repo yang disusun berdasarkan GMRA versi tahun 2000 beserta lampirannya yang diterbitkan oleh ICMA dan telah disesuaikan dengan kondisi di Indonesia yang meliputi karakteristik khusus dari pasar repo, hukum yang berlaku, dan kebutuhan pasar. 3. Lembaga Jasa Keuangan yang melakukan Transaksi Repo wajib menerapkan GMRA Indonesia dalam perjanjian tertulis atas Transaksi Repo sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 9/POJK.04/2015 tentang Pedoman Transaksi Repurchase Agreement Bagi Lembaga Jasa Keuangan. 4. GMRA Indonesia sebagaimana dimaksud pada angka 1 terdiri dari: a. Perjanjian Induk Global Pembelian Kembali (GMRA); b. Lampiran Transaksi Domestik di Indonesia (Indonesia Annex); c. Lampiran I Syarat dan Ketentuan Tambahan (Annex I Supplemental Terms & Condition); d. Lampiran II Format Konfirmasi (Annex II Confirmation); e. Lampiran… - 3 - e. Lampiran Pembelian/Penjualan Kembali (Buy/Sell Back Annex); f. Lampiran Ekuitas (Equity Annex); dan g. Lampiran Keagenan (Agency Annex). 5. Setiap perjanjian tertulis atas Transaksi Repo wajib menerapkan GMRA Indonesia sebagaimana dimaksud pada angka 4 yang terdiri dari: a. Perjanjian Induk Global Pembelian Kembali (GMRA), Lampiran Transaksi Domestik di Indonesia (Indonesia Annex), Lampiran I Syarat dan Ketentuan Tambahan (Annex I Supplemental Terms & Condition), dan Lampiran II Format Konfirmasi (Annex II Confirmation); dan b. Lampiran Pembelian/Penjualan Kembali (Buy/Sell Back Annex) jika Lembaga Jasa Keuangan melakukan Transaksi Pembelian dan Penjualan Kembali, Lampiran Ekuitas (Equity Annex) jika Efek yang ditransaksikan merupakan Efek bersifat ekuitas, dan/atau Lampiran Keagenan (Agency Annex) jika kedudukan Lembaga Jasa Keuangan bertindak sebagai agen. 6. Penerapan GMRA Indonesia dalam perjanjian tertulis atas Transaksi Repo sebagaimana dimaksud pada angka 3 dilakukan dengan ketentuan: a. tidak mengubah Perjanjian Induk Global Pembelian Kembali (GMRA); dan b. perubahan hanya dapat dilakukan atas lampiran Perjanjian Induk Global Pembelian Kembali (GMRA), yaitu: 1) Lampiran Transaksi Domestik di Indonesia (Indonesia Annex); 2) Lampiran I Syarat dan Ketentuan Tambahan (Annex I Supplemental Terms & Condition); 3) Lampiran II Format Konfirmasi (Annex II Confirmation); 4) Lampiran Pembelian/Penjualan Kembali (Buy/Sell Back Annex); 5) Lampiran Ekuitas (Equity Annex); dan/atau 6) Lampiran Keagenan (Agency Annex), sesuai dengan kebutuhan atau kesepakatan para pihak dengan ketentuan tidak melanggar Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor… - 4 - Nomor 9/POJK.04/2015 tentang Pedoman Transaksi Repurchase Agreement Bagi Lembaga Jasa Keuangan. III. PENUTUP Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2016. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 23 November 2015 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PASAR MODAL, Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Sudarmaji ttd NURHAIDA
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 33/SEOJK.04/2015 </reg_id> <reg_title> GLOBAL MASTER REPURCHASE AGREEMENT INDONESIA </reg_title> <set_date> 23 November 2015 </set_date> <effective_date> 1 Januari 2016 </effective_date> <related_reg> '9/POJK.04/2015 | Pasal 5 ayat (5)' </related_reg>
Yth. Direksi Bank Umum Konvensional di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 25 /SEOJK.03/2016 TENTANG RENCANA BISNIS BANK UMUM Sehubungan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 5/POJK.03/2016 tentang Rencana Bisnis Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 17, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5841), perlu untuk mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai Rencana Bisnis Bank Umum dalam suatu Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM 1. Dalam rangka mencapai tujuan usaha yang berpedoman kepada visi dan misi yang telah ditetapkan, bank umum yang melaksanakan kegiatan secara konvensional, selanjutnya disebut Bank Umum, perlu menyusun Rencana Bisnis dengan memperhatikan faktor eksternal dan internal, prinsip kehati-hatian, penerapan manajemen risiko, dan asas perbankan yang sehat. Rencana Bisnis harus disusun secara matang, realistis, dan komprehensif sehingga lebih mencerminkan kompleksitas usaha dan dapat menjadi arah kebijakan serta pengembangan usaha Bank Umum. 2. Agar penyusunan Rencana Bisnis dapat dilakukan secara komprehensif, cakupan Rencana Bisnis Bank Umum yang memiliki Unit Usaha Syariah (UUS) harus secara konsolidasi mencakup pula Rencana Bisnis bagi UUS sebagai satu kesatuan. Rencana Bisnis untuk UUS disusun sebagai bagian tersendiri dari Rencana Bisnis Bank Umum. 3. Sejalan ... - 2 - 3. Sejalan dengan penyusunan Rencana Bisnis secara komprehensif sebagaimana pada angka 2, Laporan Realisasi Rencana Bisnis dan Laporan Pengawasan Rencana Bisnis bagi Bank Umum yang memiliki UUS juga harus secara konsolidasi mencakup laporan bagi UUS sebagai satu kesatuan laporan. 4. Penyusunan Rencana Bisnis, Laporan Realisasi Rencana Bisnis, dan Laporan Pengawasan Rencana Bisnis bagi UUS mengacu pada Surat Edaran yang mengatur mengenai rencana bisnis bank umum syariah dan unit usaha syariah. II. CAKUPAN DAN PENYUSUNAN RENCANA BISNIS Sesuai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai Rencana Bisnis Bank, Rencana Bisnis Bank Umum paling sedikit mencakup ringkasan eksekutif, kebijakan dan strategi manajemen, penerapan manajemen risiko dan kinerja Bank Umum saat ini, proyeksi laporan keuangan beserta asumsi yang digunakan, proyeksi rasio-rasio dan pos-pos tertentu lainnya, rencana pendanaan, rencana penanaman dana, rencana penyertaan modal, rencana permodalan, rencana pengembangan organisasi dan sumber daya manusia, rencana penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas baru, rencana pengembangan dan/atau perubahan jaringan kantor, dan informasi lainnya. Cakupan Rencana Bisnis yang ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan bersifat minimum sehingga Bank Umum dapat memperluas cakupan tersebut sesuai dengan kebutuhan, dengan tetap memperhatikan hal-hal sebagaimana pada angka I. A. Ringkasan Eksekutif Bagian ini berisi penjelasan umum, baik kuantitatif maupun kualitatif, mengenai hasil yang telah dicapai pada tahun terakhir, antara lain aspek permodalan, rentabilitas, penilaian risiko khususnya risiko kredit, risiko pasar, dan risiko likuiditas, serta dana pihak ketiga, dan rasio keuangan. Selain itu ringkasan eksekutif juga memuat target usaha Bank Umum dalam jangka pendek (1 tahun) sampai dengan jangka menengah (3 tahun). Ringkasan eksekutif disusun sesuai dengan format yang ditetapkan dan paling sedikit mencakup: 1. Visi ... - 3 - 1. Visi dan Misi Bank Bagian ini menguraikan visi dan misi yang menjadi tujuan Bank Umum pada masa mendatang. 2. Arah Kebijakan Bank Bagian ini memberikan penjelasan mengenai arah dan kebijakan pengembangan usaha yang akan dilakukan Bank Umum baik jangka pendek maupun jangka menengah. 3. Langkah-langkah Strategis yang Akan Ditempuh Bank Bagian ini memberikan uraian mengenai langkah-langkah strategis yang akan ditempuh Bank Umum untuk mencapai visi dan misi Bank Umum sesuai dengan arah kebijakan Bank Umum ke depan. 4. Indikator Keuangan Utama Bagian ini antara lain memuat posisi aktual (per posisi bulan September tahun penyusunan Rencana Bisnis) maupun proyeksi. Contoh tabel indikator keuangan utama Rencana Bisnis tahun 2017 sebagai berikut: Indikator Rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) Rasio Modal Inti terhadap Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) Rasio Modal Inti Utama terhadap ATMR Rasio Modal Inti terhadap Total Aset Return on Asset (ROA) Net Interest Margin (NIM) Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) Indikator ... Aktual Sep 2016 Proyeksi Des 2016 Tahun 2017 Mar Jun Sep Des Des 2018 Des 2019 - 4 - Indikator Rasio Aset Produktif Bermasalah terhadap Total Aset Produktif Rasio Cadangan Kerugian Penutupan Nilai (CKPN) Aset Keuangan terhadap Aset Produktif. Rasio Non Performing Loan (NPL) Gross Rasio NPL Nett Rasio Kredit terhadap Total Aset Produktif Rasio Kredit kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) terhadap Total Kredit Rasio Aset Trading, Tagihan Spot dan Derivatif, serta Aset Fair Value Option terhadap Total Aset Rasio Total Aset Likuid terhadap Pendanaan Jangka Pendek Loan to Deposit Ratio (LDR) 5. Target Jangka Pendek dan Jangka Menengah Bagian ini menguraikan target atau fokus kegiatan usaha Bank Umum baik kuantitatif maupun kualitatif dalam jangka pendek maupun jangka menengah, sesuai dengan visi dan misi Bank Umum disertai dengan alasan pemilihan target, asumsi yang digunakan, dan strategi untuk mencapai target. Target ... Aktual Sep 2016 Proyeksi Des 2016 Tahun 2017 Mar Jun Sep Des Des 2018 Des 2019 - 5 - Target jangka pendek, misalnya berupa target penurunan tingkat NPL, peningkatan fungsi intermediasi, dan peningkatan efisiensi. Sementara itu target jangka menengah, misalnya target pengembangan perbankan syariah dan target penerapan tata kelola. B. Kebijakan dan Strategi Manajemen Bagian ini berisi penjelasan mengenai kebijakan dan strategi manajemen selama 1 (satu) tahun ke depan, yang paling sedikit memuat: 1. analisis posisi Bank Umum dalam menghadapi persaingan usaha, meliputi informasi mengenai posisi Bank Umum baik dalam kelompok usaha yang sama maupun secara industri, termasuk informasi mengenai permasalahan dan hambatan yang dialami Bank Umum. Dalam melakukan analisa posisi, Bank menggunakan pendekatan tertentu, paling sedikit berupa analisa strengths, weaknesses, opportunities, dan threats (SWOT); 2. kebijakan manajemen (policy statements), meliputi informasi umum kebijakan Bank Umum yang ditetapkan oleh manajemen dalam pengembangan usaha Bank Umum pada waktu yang akan datang; 3. kebijakan manajemen risiko dan kepatuhan, meliputi informasi mengenai langkah-langkah dalam menerapkan manajemen risiko yang disusun berdasarkan evaluasi atas profil risiko Bank Umum dan upaya-upaya perbaikan yang akan ditempuh serta penjelasan mengenai kebijakan dalam melaksanakan fungsi kepatuhan; 4. strategi pengembangan bisnis, antara lain memuat informasi langkah-langkah strategis untuk mencapai tujuan usaha Bank Umum yang telah ditetapkan, termasuk penjelasan mengenai strategi pengembangan organisasi dan teknologi sistem informasi, dan strategi untuk mengantisipasi perubahan kondisi eksternal; dan 5. strategi pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) dan kebijakan remunerasi (remuneration policies), paling sedikit meliputi informasi mengenai kebijakan umum yang mengatur mengenai pemberian gaji, bonus, dan fasilitas lain yang bersifat keuangan ... - 6 - keuangan kepada Direksi dan Dewan Komisaris Bank Umum, termasuk kepada pegawai. C. Penerapan Manajemen Risiko dan Kinerja Bank Umum Saat Ini Bagian ini berisi penjelasan baik kuantitatif maupun kualitatif, mengenai kondisi Bank Umum pada saat penyusunan Rencana Bisnis dan menyoroti hal-hal utama yang perlu mendapat perhatian atau permasalahan yang dihadapi serta hasil yang telah dicapai Bank Umum. Bagian ini paling sedikit memuat uraian mengenai: 1. Penerapan Manajemen Risiko, termasuk profil risiko untuk seluruh risiko Uraian mengenai penerapan manajemen risiko meliputi evaluasi dan hasil penerapan manajemen risiko untuk periode awal tahun sampai dengan posisi akhir bulan September tahun penyusunan Rencana Bisnis. Uraian mengenai penilaian profil risiko meliputi informasi penilaian Bank Umum mengenai tingkat dan tren untuk seluruh risiko. Tata cara penyusunan profil risiko dan evaluasi penerapan manajemen risiko berpedoman pada ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai penerapan manajemen risiko bagi Bank dan ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai tingkat kesehatan Bank. Dalam uraian ini termasuk pula evaluasi mengenai efektivitas dan hasil penerapan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU dan PPT), dan yang mengatur mengenai fungsi kepatuhan Bank. Dalam penjelasan mengenai fungsi kepatuhan Bank Umum dimuat rencana kerja kepatuhan untuk 1 (satu) tahun ke depan mengacu pada ketentuan yang mengatur mengenai fungsi kepatuhan Bank. 2. Penerapan Tata Kelola Uraian mengenai penilaian penerapan tata kelola berpedoman pada ketentuan yang mengatur mengenai penerapan tata kelola bagi Bank. 3. Kinerja ... - 7 - 3. Kinerja Keuangan, khususnya Permodalan (Capital) dan Rentabilitas (Earnings) Uraian mengenai kinerja keuangan Bank Umum termasuk hasil pelaksanaan rencana tindak (action plan) dalam rangka memperbaiki kinerja Bank Umum (jika ada) sebagaimana diatur dalam ketentuan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penilaian tingkat kesehatan Bank. Uraian mengenai kinerja permodalan mencakup kecukupan dan komposisi, serta kemampuan permodalan Bank Umum dalam mengcover risiko terhadap aset bermasalah, kemampuan Bank Umum untuk menambah modal dari laba operasional Bank Umum, kemampuan permodalan Bank Umum untuk mendukung pertumbuhan usaha, akses kepada sumber permodalan, dan kemampuan pemegang saham untuk meningkatkan permodalan Bank Umum. Uraian mengenai kinerja rentabilitas Bank Umum mencakup pencapaian Return on Asset (ROA), Return on Equity (ROE), Net Interest Margin (NIM), perkembangan dan prospek laba operasional, rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO), dan rasio beban operasional selain bunga terhadap pendapatan kegiatan utama. 4. Realisasi Pemberian Kredit kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Uraian mengenai realisasi pemberian kredit mencerminkan peranan Bank Umum dalam mendukung perkembangan UMKM. Pengelompokan UMKM mengacu pada kriteria usaha berdasarkan Undang-Undang yang mengatur mengenai usaha mikro, kecil, dan menengah. 5. Penerapan Kepatuhan terhadap Prinsip Syariah Uraian mengenai kepatuhan terhadap prinsip syariah hanya diberlakukan bagi Bank Umum yang memiliki UUS. D. Proyeksi Laporan Keuangan Bagian ini memuat informasi mengenai kondisi keuangan Bank Umum posisi aktual (posisi akhir bulan September tahun penyusunan Rencana Bank) dan proyeksi untuk periode 3 (tiga) tahun ke depan. Proyeksi ... - 8 - Proyeksi tahun pertama disusun secara triwulanan sedangkan proyeksi tahun kedua dan ketiga disusun secara tahunan (posisi akhir tahun). Dalam bagian ini diuraikan juga mengenai asumsi makro dan mikro yang digunakan dalam menyusun proyeksi keuangan dimaksud. Asumsi makro antara lain tingkat pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi, sedangkan asumsi mikro antara lain tingkat persaingan antar bank, pertumbuhan kredit industri perbankan, serta tingkat bunga kredit dan simpanan yang digunakan dalam menyusun Rencana Bisnis. Proyeksi laporan keuangan disusun dengan mengacu pada: 1. Lampiran I : Proyeksi Posisi Keuangan (Neraca) 2. Lampiran II : Proyeksi Laba Rugi 3. Lampiran III : Proyeksi Komitmen dan Kontinjensi 4. Lampiran IV : Asumsi Makro dan Mikro yang Digunakan E. Proyeksi Rasio-Rasio dan Pos-Pos Tertentu Lainnya Bagian ini memuat rasio keuangan dan rasio tertentu lainnya posisi aktual (posisi akhir bulan September tahun penyusunan Rencana Bisnis) dan proyeksi untuk periode 3 (tiga) tahun ke depan, sebagai berikut: 1. Rasio Keuangan Pokok Proyeksi rasio keuangan pokok meliputi rasio-rasio yang paling sedikit dapat memberikan informasi penilaian atas kondisi permodalan, rentabilitas, risiko kredit, risiko pasar, dan risiko likuiditas. Proyeksi rasio-rasio tersebut antara lain rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum, rasio ROA, rasio NIM, rasio Non Performing Loan (NPL), rasio aset likuid terhadap total aset, Loan to Deposit Ratio (LDR), dan rasio aset trading, tagihan spot dan derivatif, serta aset Fair Value Option terhadap total aset. 2. Pos-Pos Tertentu Lainnya Proyeksi pos-pos tertentu lainnya meliputi proyeksi beberapa rasio terkait kredit kepada UMKM, rasio dana pendidikan, dan rasio aset tetap yang tidak digunakan dalam operasional Bank Umum terhadap modal. Selain ... - 9 - Selain itu dicantumkan pula pos-pos tertentu yang memberikan informasi mengenai penghimpunan dana dan penyaluran dana. Proyeksi ini disusun dengan mengacu pada Lampiran V. F. Rencana Pendanaan Bagian ini mencerminkan posisi penghimpunan dana posisi aktual (posisi akhir bulan September tahun penyusunan Rencana Bisnis) dan rencana penghimpunan dana untuk periode 1 (satu) tahun ke depan secara triwulanan. Dalam bagian ini diuraikan juga mengenai asumsi yang digunakan dalam menyusun rencana serta strategi Bank Umum untuk merealisasikan rencana pendanaan. Rencana pendanaan disusun dengan mengacu pada: 1. Lampiran VI : Rencana Penghimpunan Dana Pihak Ketiga 2. Lampiran VII : Rencana Penerbitan Surat Berharga 3. Lampiran VIII : Rencana Pendanaan Lainnya G. Rencana Penanaman Dana Bagian ini mencerminkan posisi penanaman dana posisi aktual (posisi akhir bulan September tahun penyusunan Rencana Bisnis) dan rencana penyaluran dana untuk periode 1 (satu) tahun ke depan secara triwulanan yang antara lain memberikan informasi rencana penyediaan dana kepada pihak terkait, dan rincian rencana pemberian kredit, termasuk rencana pemberian kredit kepada kegiatan usaha tertentu. Jenis kegiatan usaha tertentu yang dicantumkan dalam rincian pemberian kredit mencerminkan fokus pemberian kredit Bank Umum berdasarkan jenis kegiatan usaha yang diprioritaskan, dan/atau signifikansi pangsa kredit maupun jumlah debitur. Dalam bagian ini diuraikan juga mengenai asumsi yang digunakan dalam menyusun rencana dimaksud serta strategi Bank Umum untuk merealisasikan rencana penanaman dana. Rencana penanaman dana ini disajikan dengan mengacu pada: 1. Lampiran IX : Rencana Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait 2. Lampiran X.A. : Rencana Pemberian Kredit kepada Debitur Inti 3. Lampiran ... - 10 - 3. Lampiran X.B. : Rencana Pemberian Kredit berdasarkan Kegiatan Usaha Tertentu 4. Lampiran X.C.1 : Rencana Pemberian Kredit berdasarkan Sektor Ekonomi 5. Lampiran X.C.2 : Rencana Pemberian Kredit berdasarkan Jenis Penggunaan 6. Lampiran X.C.3 : Rencana Pemberian Kredit berdasarkan Provinsi 7. Lampiran X.D.1 : Rencana Pemberian Kredit kepada UMKM berdasarkan Sektor Ekonomi 8. Lampiran X.D.2 : Rencana Pemberian Kredit kepada UMKM berdasarkan Jenis Penggunaan 9. Lampiran X.D.3 : Rencana Pemberian Kredit kepada UMKM berdasarkan Provinsi 10. Lampiran XI 11. Lampiran XII : Rencana Penanaman Dana dalam bentuk Surat Berharga : Rencana Penanaman Dana Lainnya H. Rencana Penyertaan Modal Bagian ini mencerminkan posisi penyertaan modal posisi aktual (posisi akhir bulan September tahun penyusunan Rencana Bisnis) dan rencana penyertaan modal untuk periode 1 (satu) tahun ke depan secara triwulanan yang paling sedikit meliputi bidang usaha, perkiraan jumlah dana yang akan ditanamkan, dan persentase kepemilikan termasuk aspek pengendalian, sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai prinsip kehati-hatian dalam kegiatan penyertaan modal. Rencana penyertaan modal disusun dengan mengacu pada Lampiran XIII. I. Rencana Permodalan Bagian ini paling sedikit meliputi: 1. Proyeksi Pemenuhan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) Proyeksi KPMM paling sedikit meliputi proyeksi modal, proyeksi Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR), dan proyeksi rasio KPMM selama 3 (tiga) tahun mendatang. Proyeksi ... - 11 - Proyeksi pemenuhan KPMM ini disusun dengan mengacu pada Lampiran XIV.A. untuk Bank selain kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri atau Lampiran XIV.B. untuk kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri. 2. Rencana Perubahan Modal Rencana perubahan modal merupakan proyeksi perubahan modal selama 3 (tiga) tahun mendatang baik terkait struktur permodalan maupun jumlah modal. Termasuk dalam rencana perubahan modal adalah rencana penambahan modal dari pemegang saham lama (existing shareholders), rencana Initial Public Offering (IPO), right issue, penerbitan surat utang yang bersifat ekuitas, dan rencana penambahan modal lainnya, serta uraian mengenai rencana perubahan atau penggantian kepemilikan (jika ada). Rencana perubahan modal disusun dengan mengacu pada Lampiran XV. J. Rencana Pengembangan Organisasi dan Sumber Daya Manusia (SDM) Bagian ini menguraikan informasi mengenai struktur organisasi dan kondisi SDM terkini, rencana pengembangan organisasi dan SDM yang sedang berlangsung, maupun rencana pengembangan terkait SDM lainnya paling sedikit selama 1 (satu) tahun ke depan yang antara lain memuat: 1. Rencana Pengembangan Organisasi Rencana pengembangan organisasi antara lain mencakup rencana pembentukan atau perubahan satuan kerja dan/atau komite, yang disesuaikan dengan kemampuan, ukuran, dan kompleksitas usaha Bank Umum. 2. Rencana Pengembangan Sistem Informasi Manajemen Rencana pengembangan sistem informasi manajemen antara lain mencakup pengembangan teknologi informasi yang mendukung sistem informasi untuk manajemen dan rencana pengembangan sistem akuntansi, termasuk anggaran yang dialokasikan untuk rencana pengembangan tersebut. 3. Rencana Pengembangan Sumber Daya Manusia Rencana pengembangan SDM antara lain rencana kebutuhan pendidikan dan pelatihan SDM, termasuk rencana biaya atau anggaran ... - 12 - anggaran pendidikan dan pelatihan baik untuk pegawai, Direksi, dan Komisaris Bank Umum, serta rencana pelaksanaan sertifikasi manajemen risiko bagi pengurus dan pejabat tertentu. 4. Rencana Pemanfaatan Tenaga Kerja Asing dan Penggunaan Tenaga Alih Daya (Outsourcing) Rencana pemanfaatan tenaga kerja asing antara lain rencana pemanfaatan tenaga kerja asing sebagaimana diatur dalam ketentuan dan peraturan perundang-undangan. Rencana penggunaan tenaga alih daya (outsourcing) yang mengacu pada ketentuan dan peraturan perundang-undangan, antara lain mencakup rencana jumlah yang akan digunakan dan rencana penempatan tenaga alih daya (outsourcing). Rencana Pemanfaatan Tenaga Kerja Asing disusun dengan mengacu pada Lampiran XVI. K. Rencana Penerbitan Produk dan/atau Pelaksanaan Aktivitas Baru Rencana penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas baru yang dicantumkan pada Rencana Bisnis adalah produk dan/atau aktivitas baru yang tidak pernah diterbitkan atau dilaksanakan sebelumnya oleh Bank Umum sebagaimana diatur dalam ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai penerapan manajemen risiko bagi Bank dan kegiatan usaha berdasarkan modal inti Bank. Pada bagian ini diuraikan mengenai rencana penerbitan produk atau pelaksanaan aktivitas baru paling sedikit untuk periode 1 (satu) tahun ke depan. Rencana Penerbitan Produk dan/atau Pelaksanaan Aktivitas Baru disusun dengan mengacu pada Lampiran XVII. L. Rencana Pengembangan dan/atau Perubahan Jaringan Kantor Rencana pengembangan dan/atau perubahan jaringan kantor meliputi rencana pembukaan, perubahan status, pemindahan alamat, dan/atau penutupan yang meliputi kantor wilayah, kantor cabang, kantor cabang pembantu, kantor fungsional, kantor kas, kegiatan pelayanan kas, dan/atau kantor di luar negeri untuk periode 1 (satu) tahun ke depan. Informasi yang dimuat dalam rencana pengembangan dan/atau perubahan jaringan kantor antara lain meliputi informasi mengenai kantor ... - 13 - kantor induk, rencana waktu pelaksanaan, perkiraan investasi, lokasi, dan keterangan lainnya. Informasi mengenai lokasi untuk setiap jenis kantor, paling sedikit mencantumkan lokasi kabupaten atau kota secara jelas, dan untuk lokasi kantor yang berada di wilayah provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta paling sedikit mencantumkan nama kota administrasi atau kabupaten administrasi. Khusus untuk kantor yang berlokasi di luar negeri, mencantumkan nama kota dan negara. Rencana pengembangan dan/atau perubahan jaringan kantor disusun dengan mengacu pada Lampiran XVIII. M. Informasi Lainnya Informasi lainnya memuat rencana-rencana lain yang perlu diuraikan (jika ada) namun tidak termasuk dalam cakupan Rencana Bisnis yang telah ditetapkan pada huruf A sampai dengan huruf L, antara lain langkah-langkah penyelesaian kredit yang bermasalah termasuk agunan yang diambil alih (AYDA), aset tetap yang tidak digunakan dalam operasional Bank, linkage program, dan/atau pengembangan pelayanan Bank Umum. Pengembangan pelayanan mencakup antara lain informasi rencana pengembangan sarana atau media informasi kepada nasabah, rencana pengembangan sarana elektronik untuk kebutuhan nasabah, rencana upaya perlindungan nasabah, dan rencana penyelenggaraan layanan keuangan tanpa kantor dalam rangka keuangan inklusif. Cakupan informasi yang dimuat dalam rencana upaya perlindungan nasabah meliputi antara lain rencana kegiatan edukasi dan rencana peningkatan sistem pelayanan pengaduan nasabah. Pengertian AYDA mengacu pada ketentuan yang mengatur mengenai penilaian kualitas aset bank umum. III. LAPORAN REALISASI RENCANA BISNIS DAN LAPORAN PENGAWASAN RENCANA BISNIS 1. Sesuai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai Rencana Bisnis Bank, Laporan Realisasi Rencana Bisnis disampaikan Bank Umum secara triwulanan, yaitu untuk posisi bulan Maret, bulan Juni, bulan September, dan bulan Desember. Laporan Realisasi Rencana Bisnis paling sedikit mencakup: a. penjelasan ... - 14 - a. penjelasan mengenai pencapaian Rencana Bisnis meliputi fokus, dan prioritas pencapaian Rencana Bisnis serta perbandingan antara rencana dengan realisasinya; b. penjelasan mengenai deviasi atas realisasi Rencana Bisnis, seperti penyebab dan kendala yang dihadapi; c. tindak lanjut atau upaya yang akan dilakukan untuk memperbaiki pencapaian realisasi Rencana Bisnis; d. rasio keuangan dan pos-pos tertentu; dan e. informasi lainnya, berisi penjelasan mengenai realisasi hal-hal selain yang dijelaskan pada huruf a sampai dengan huruf d, antara lain meliputi laporan realisasi perubahan jaringan kantor dan laporan realisasi tenaga kerja asing. Laporan Realisasi Rencana Bisnis secara umum disusun dengan mengacu pada: a. Lampiran XIX.A. b. Lampiran XIX.B. : Laporan Realisasi Rencana Bisnis : Laporan Realisasi Rasio Keuangan dan Pos-pos Tertentu c. Lampiran XIX.C. d Lampiran XIX.D. : Laporan Realisasi Pengembangan dan/atau Perubahan Jaringan Kantor : Laporan Realisasi Pemanfaatan Tenaga Kerja Asing dan Alih Pengetahuan kepada Tenaga Pendamping 2. Sesuai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai Rencana Bisnis Bank, Dewan Komisaris melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Rencana Bisnis. Hasil pengawasan tersebut selanjutnya dituangkan dalam Laporan Pengawasan Rencana Bisnis. Cakupan dalam Laporan Pengawasan Rencana Bisnis yang disusun oleh Dewan Komisaris paling sedikit meliputi penilaian mengenai: a. pelaksanaan Rencana Bisnis berupa penilaian aspek kuantitatif maupun kualitatif terhadap realisasi Rencana Bisnis; b. faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja Bank Umum secara umum, khususnya terkait faktor permodalan (capital), rentabilitas (earnings), serta profil risiko Bank Umum terutama risiko kredit, risiko pasar, dan risiko likuiditas; c. upaya memperbaiki kinerja Bank Umum, dalam hal dari hasil penilaian sebagaimana pada huruf b terjadi penurunan kinerja. Penilaian ... - 15 - Penilaian Dewan Komisaris pada huruf a sampai dengan huruf c, dapat dilengkapi pula dengan penilaian atas faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi operasional Bank Umum. Dalam kaitan dengan tugas Dewan Komisaris, Bank Umum harus memiliki mekanisme internal dalam rangka penyusunan Laporan Pengawasan Rencana Bisnis. Laporan Pengawasan Rencana Bisnis disusun dengan mengacu pada Lampiran XX. IV. JANGKA WAKTU PENYAMPAIAN LAPORAN Mengacu pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai Rencana Bisnis Bank, Bank Umum dinyatakan terlambat menyampaikan Rencana Bisnis, penyesuaian Rencana Bisnis, Laporan Realisasi Rencana Bisnis, dan/atau Laporan Pengawasan Rencana Bisnis, dalam hal: 1. Bank menyampaikan Rencana Bisnis, Laporan Realisasi Rencana Bisnis, dan/atau Laporan Pengawasan Rencana Bisnis setelah batas akhir waktu penyampaian sampai dengan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja; dan/atau 2. Bank Umum menyampaikan penyesuaian Rencana Bisnis setelah batas akhir waktu penyampaian sampai dengan paling lama 15 (lima belas) hari kerja. Bank Umum dinyatakan tidak menyampaikan Rencana Bisnis, penyesuaian Rencana Bisnis, Laporan Realisasi Rencana Bisnis, dan/atau Laporan Pengawasan Rencana Bisnis dalam hal sampai dengan berakhirnya batas waktu keterlambatan, Bank Umum belum menyampaikan laporan dimaksud. V. KETENTUAN LAIN-LAIN Lampiran dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini merupakan contoh untuk menyusun Rencana Bisnis Tahun 2017. Untuk penyusunan Rencana Bisnis periode berikutnya, pencantuman tahun hendaknya disesuaikan. Lampiran I sampai dengan Lampiran XX merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. VI. KETENTUAN ... - 16 - VI. KETENTUAN PENUTUP Dengan berlakunya Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/27/DPNP tanggal 25 Oktober 2010 perihal Rencana Bisnis Bank Umum, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 14 Juli 2016 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN OTORITAS JASA KEUANGAN, ttd NELSON TAMPUBOLON Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 5/SEOJK.03/2016 </reg_id> <reg_title> PENERAPAN TATA KELOLA BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT </reg_title> <set_date> 10 Maret 2016 </set_date> <effective_date> 10 Maret 2016 </effective_date> <related_reg> '4/POJK.03/2015' </related_reg>
U |JASA Yth Direksi Emiten dan Perusahaan Publik di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 8/SEOJK.04/2014 TENTANG PENCABUTAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 1/SEOJK.04/2013 TENTANG KONDISI LAIN SEBAGAI KONDISI PASAR YANG BERFLUKTUASI SECARA SIGNIFIKAN DALAM PELAKSANAAN PEMBELIAN KEMBALI SAHAM YANG DIKELUARKAN OLEH EMITEN ATAU PERUSAHAAN PUBLIK 2/POJK.04/2013 tanggal 23 Agustus 2013 tentang Pembelian Kembali Saham Yang Dikeluarkan Oleh Emiten Atau Perusahaan Publik Dalam Kondisi Pasar Yang Berfluktuasi Secara Signifikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5439), selanjutnya disebut POJK Nomor 2/POJK.04/2013, dan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/SEOJK.04/2013 tanggal 27 Agustus 2013 tentang Kondisi Lain Sebagai Kondisi Pasar Yang Berluktuasi Secara Signifkan Dalam Pelaksanaan Pembelian Kembali Saham Yang Dikeluarkan Oleh Emiten Atau Perusahaan Publik, selanjutnya disebut SEOJK Nomor 1/SEOJK.04/2013, serta memperhatikan kondisi perekonomian dan pasar saat ini, perlu menetapkan pencabutan SEOJK Nomor 1/SEOJK.04/2013 dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: 1. KETENTUAN UMUM 1. Bahwa berdasarkan SEOJK Nomor 1/SEOJK.04/2013 telah ditetapkan Kondisi Lain sebagai Kondisi Pasar Yang Beriluktuasi Secara Signifikan sebagaimana dimaksud Pasal 1 angka 1 huruf b POJK Nomor 2/POJK.04/2013, sehingga untuk mengurangi dampak pasar yang berfiuktuasi secara signifikan, Emiten atau Perusahaan Publik dapat melakcukan pembelian kembali sahamnya berdasarkan mekanisme yang diatur dalam POJK Nomor 2/POJK.04/2013. End of Page 1 2. Bahwa kondisi perdagangan saham di Bursa Elek Indonesia sejak diterbitkannya SEOJK Nomor 1/SEOJK.04/2013 tidak lagi mengalami tekanan, yang tercermin dari indikeator pasar a. Indeks Harga Saham Gabungan selama 8 (delapan) bulan terakhir terhitung mulai tanggal 27 Agustus 2013 sampai dengan 30 April 2014 mengalami peningkatan sebesar 872,304 poin atau 21,98% (dua puluh satu koma sembilan delapan perseratus) dan terus menunjukkan tren kenaikan hingga saat ini. b. Tingkat volatilitas Indeks Harga Saham Gabungan dilihat dari nilai Standar Deviasi Movement periode 1 Oktober 2013 sampai dengan 30 April 2014 telah mengalami penurunan dan saat ini berada pada kisaran angka 0,3417% (nol koma tiga empat satu tujuh perseratus) sampai dengan 0,85339 (nol koma delapan lima tiga tiga perseratus), lebih rendah dibanding periode Juni sampai dengan September 2013 yang berada pada kisaran angka 1,00649 (satu koma nol nol enam empat perseratus) sampai dengan 1,44039 (satu koma empat empat nol tiga perseratus). Bahwa indikator protokol manajemen krisis sektor Jasa. Keuangan khususnya indikator protokol manajemen krisis Pasar Modal sejak berlakunya SEOJK Nomor 1/SEOJK.04/2013 sampai dengan tanggal 30 April 2014 menunjukckan status normal. 4. Bahwa kondisi perekonomian baik regional maupun nasional menunjukkan pertumbuhan dan tren perkembangan yang positif. 5. Bahwa berdasarkan kondisi dan perkembangan sebagaimana dimaksud pada angka. 2 sampai dengan angka 4, maka kondisi pasar di Bursa Efek Indonesia sudah tidak mengalami fluktuasi secara signifikan. 6. Bahwa memperhatikan angka 5, maka penetapan kondisi lain sebagai Kondisi Pasar Yang Berfluktuasi Secara Signifikan dalam SEOJK Nomor 1/SEOJK.04/2013 sebagai landasan bagi Emiten atau Perusahaan Publik untuk melakukan pembelian kembali sahamnya sebagaimana diatur dalam POJK Nomor 2/POJK.04/2013 perlu dicabut. Bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 1 huruf b juncto Pasal 2 POJK Nomor 2/POJK.04/2013, Otoritas Jasa Keuangan menetapkan pengakhiran kondisi lain sebagaimana diamanatkan dalam POJK Nomor 2/POJK.04/2013. II. PENETAPAN... End of Page 2 II. PENETAPAN PENCABUTAN SEOJK NOMOR 1/SEOJK.04/2013 Berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada angka I, maka SEOJK Nomor 1/SEOJK.04/2013 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. III. KETENTUAN PERAUHAN Emiten atau Perusahaan Publik yang telah melaksanakan keterbukaan informasi kepada Otoritas Jasa Keuangan dan Bursa Efek Indonesia untuk melakukan pembelian kembali saham berdasarkan SEOJK Nomor 1/SEOJK.04/2013 juncto POJK Nomor 2/POJK.04/2013 namun jangka waktu 3 (tiga) bulan untuk pembelian kembali sebagaimana dimaksud dalam POJK Nomor 2/POJK.04/2013 belum berakchir, dapat meneruskan pembelian kembali saham tersebut sampai dengan program pembelian kembali selesai dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan terhitung setelah Emiten atau. Perusahaan Publik menyampaikan keterbukaan informasi kepada Otoritas Jasa Keuangan dan Bursa Eiek Indonesia sebagaimana diatur dalam POJK Nomor 2/POJK.04/2013. IV. PENUTUP Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 14 Mei 2014 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PASAR MODAL, Ttd. NURHAIDA Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum I Ttd. Tini Kustini End of Page 3
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 8/SEOJK.04/2014 </reg_id> <reg_title> PENCABUTAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 1/SEOJK.04/2013 TENTANG KONDISI LAIN SEBAGAI KONDISI PASAR YANG BERFLUKTUASI SECARA SIGNIFIKAN DALAM PELAKSANAAN PEMBELIAN KEMBALI SAHAM YANG DIKELUARKAN OLEH EMITEN ATAU PERUSAHAAN PUBLIK </reg_title> <set_date> 14 Mei 2014 </set_date> <effective_date> 14 Mei 2014 </effective_date> <replaced_reg> '1/SEOJK.04/2013' </replaced_reg> <related_reg> '1/SEOJK.04/2013', '2/POJK.04/2013' </related_reg>
Yth. Direksi Lembaga Jasa Keuangan di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 50 /SEOJK.03/2017 TENTANG PELAPORAN DAN PERMINTAAN INFORMASI DEBITUR MELALUI SISTEM LAYANAN INFORMASI KEUANGAN Sehubungan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 18/POJK.03/2017 tentang Pelaporan dan Permintaan Informasi Debitur melalui Sistem Layanan Informasi Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6049), yang selanjutnya disebut POJK PPID SLIK, perlu untuk mengatur pelaksanaan mengenai pelaporan dan permintaan informasi debitur melalui sistem layanan informasi keuangan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM 1. Sistem Layanan Informasi Keuangan yang selanjutnya disingkat SLIK adalah sistem informasi yang dikelola oleh Otoritas Jasa keuangan (OJK) untuk mendukung pelaksanaan tugas pengawasan dan layanan informasi di bidang keuangan. SLIK berfungsi sebagai sarana pertukaran informasi kredit antar lembaga jasa keuangan guna mendukung kemudahan akses perkreditan atau pembiayaan. 2. Penyelenggaraan kegiatan pelaporan dan permintaan Informasi Debitur melalui SLIK dapat dimanfaatkan untuk memperlancar proses penyediaan dana, penerapan manajemen risiko, penilaian kualitas Debitur, dan meningkatkan disiplin industri keuangan. 3. Untuk melaksanakan penyelenggaraan kegiatan pelaporan dan permintaan Informasi Debitur melalui SLIK sebagaimana dimaksud pada angka 2, Pelapor melakukan penyampaian: - 2 - a. Laporan Debitur kepada OJK secara lengkap, akurat, terkini, utuh, dan tepat waktu setiap bulan untuk posisi akhir bulan; dan b. koreksi Laporan Debitur kepada OJK dalam hal Laporan Debitur yang telah disampaikan tidak memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh OJK, baik atas temuan Pelapor atau atas temuan OJK. II. PELAPOR 1. Sesuai dengan Pasal 2 Ayat (1) POJK PPID SLIK, pihak yang wajib menjadi Pelapor adalah: a. Bank Umum yang meliputi: 1) Bank Umum konvensional; 2) Bank Umum Syariah; dan 3) Unit Usaha Syariah dari Bank Umum konvensional induknya; b. Bank Perkreditan Rakyat (BPR); c. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS); d. Lembaga Pembiayaan yang meliputi: 1) Lembaga Pembiayaan yang memberikan Fasilitas Penyediaan Dana; dan 2) unit usaha syariah dari Lembaga Pembiayaan induknya; dan e. Lembaga Jasa Keuangan Lainnya yang meliputi: 1) Lembaga Jasa Keuangan Lainnya yang memberikan Fasilitas Penyediaan Dana, kecuali lembaga keuangan mikro; dan 2) unit usaha syariah dari Lembaga Jasa Keuangan Lainnya yang menjadi induknya. 2. Pihak yang dapat menjadi Pelapor adalah: a. Lembaga Jasa Keuangan Lainnya yang menyediakan layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi dan lembaga keuangan mikro; dan b. lembaga lain bukan Lembaga Jasa Keuangan (LJK) antara lain koperasi simpan pinjam, yang telah memenuhi syarat yang telah ditetapkan dalam POJK PPID SLIK. - 3 - III. TATA CARA MENJADI PELAPOR 1. Pihak sebagaimana dimaksud pada bagian II angka 1 ditetapkan menjadi Pelapor dengan ketentuan sebagai berikut: a. Bank Umum, BPR, BPRS, Lembaga Pembiayaan yang memberikan Fasilitas Penyediaan Dana, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya yang memberikan Fasilitas Penyediaan Dana, yang pada saat POJK PPID SLIK berlaku telah menjadi Pelapor Sistem Informasi Debitur (SID), ditetapkan sebagai Pelapor sejak POJK PPID SLIK mulai berlaku. b. BPR, BPRS, dan perusahaan pembiayaan yang pada saat POJK PPID SLIK mulai berlaku belum menjadi Pelapor SID, ditetapkan sebagai Pelapor paling lambat tanggal 31 Desember 2018. c. Perusahaan modal ventura, perusahaan pembiayaan infrastruktur, dan pergadaian yang pada saat POJK PPID SLIK berlaku belum menjadi Pelapor SID, ditetapkan sebagai Pelapor paling lambat tanggal 31 Desember 2022. d. BPR, BPRS, perusahaan pembiayaan, perusahaan modal ventura, perusahaan pembiayaan infrastruktur, dan pergadaian yang mengajukan untuk menjadi Pelapor sebelum batas waktu sebagaimana dimaksud dalam huruf b dan huruf c, ditetapkan sebagai Pelapor sejak tanggal surat persetujuan OJK. Permohonan untuk menjadi Pelapor ditandatangani oleh direksi atau pimpinan instansi dan disampaikan kepada Departemen Perizinan dan Informasi Perbankan OJK. e. Bank Umum yang melakukan kegiatan usaha setelah POJK PPID SLIK mulai berlaku, ditetapkan sebagai Pelapor sejak tanggal pelaksanaan kegiatan operasional. f. BPR, BPRS, dan perusahaan pembiayaan yang melakukan kegiatan usaha setelah tanggal 31 Desember 2018, ditetapkan sebagai Pelapor sejak tanggal pelaksanaan kegiatan operasional. g. Perusahaan modal ventura, perusahaan pembiayaan infrastruktur, dan pergadaian yang melakukan kegiatan usaha setelah tanggal 31 Desember 2022, ditetapkan sebagai Pelapor sejak tanggal pelaksanaan kegiatan operasional. 2. Tata cara untuk menjadi Pelapor bagi pihak sebagaimana dimaksud pada bagian II angka 2 adalah sebagai berikut: - 4 - a. Permohonan secara tertulis yang telah ditandatangani oleh direksi atau pimpinan instansi disampaikan kepada Departemen Perizinan dan Informasi Perbankan dengan melampirkan dokumen pendukung berupa: 1) salinan anggaran dasar; 2) struktur organisasi serta sumber daya manusia yang memuat paling sedikit bagan organisasi, garis tanggung jawab horizontal dan vertikal, serta jabatan sumber daya manusia; 3) bukti kesiapan data yang diperlukan dalam pelaporan SLIK sebagaimana dimaksud dalam Pedoman Penyusunan Laporan dan Permintaan Informasi Debitur melalui SLIK dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini; dan 4) bukti kesiapan perangkat komputer, sistem operasi, dan jaringan komunikasi data dengan spesifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pedoman Penyusunan Laporan dan Permintaan Informasi Debitur melalui SLIK dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini. b. Pihak sebagaimana dimaksud pada bagian II angka 2 ditetapkan menjadi Pelapor sejak tanggal persetujuan dari OJK. 3. OJK memberikan persetujuan atas permohonan menjadi Pelapor paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak dokumen permohonan menjadi Pelapor diterima secara lengkap oleh OJK dan seluruh persyaratan untuk menjadi Pelapor sebagaimana dimaksud dalam POJK PPID SLIK terpenuhi. 4. Setelah ditetapkan menjadi Pelapor sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2 huruf b, Pelapor: a. menyampaikan permohonan user ID dan password secara tertulis yang memuat data pegawai pelaksana dan/atau pejabat yang akan melakukan administrasi dan pengelolaan hak akses pengguna SLIK di internal Pelapor menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini; dan b. menyampaikan laporan seluruh pegawai pelaksana dan/atau pejabat SLIK menggunakan format sebagaimana dimaksud - 5 - dalam Lampiran I.B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan dalam POJK PPID SLIK. Permohonan user ID dan password sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan laporan seluruh pegawai pelaksana dan/atau pejabat SLIK sebagaimana dimaksud dalam huruf b ditandatangani oleh direksi atau pimpinan instansi, atau pejabat yang diberi kuasa oleh direksi atau pimpinan instansi dan disampaikan kepada Departemen Perizinan dan Informasi Perbankan c.q. Deputi Direktur Pengelolaan Informasi Kredit. IV. LAPORAN DEBITUR 1. Format dan isi Laporan Debitur yang disampaikan Pelapor kepada OJK disusun sesuai dengan format laporan sebagaimana dimaksud dalam Pedoman Penyusunan Laporan dan Permintaan Informasi Debitur melalui SLIK dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini. 2. Laporan Debitur mencakup informasi mengenai: a. Debitur; b. Fasilitas Penyediaan Dana baik dalam rupiah maupun valuta asing dalam bentuk: 1) kredit atau pembiayaan penyediaan uang, barang dan/atau jasa, atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang keuangan; 2) surat berharga surat pengakuan utang, wesel, obligasi, sekuritas kredit, atau setiap derivatifnya, atau kepentingan lain, atau suatu kewajiban dari Debitur, dalam bentuk yang lazim diperdagangkan dalam pasar modal dan pasar uang; 3) transaksi rekening administratif kewajiban komitmen dan kontinjensi yang meliputi jaminan, Letter of Credit (L/C), Standby Letter of Credit (SBLC), atau kewajiban komitmen dan kontinjensi lain; dan 4) fasilitas lainnya yang dapat dipersamakan dengan Fasilitas Penyediaan Dana; - 6 - c. agunan; d. penjamin; e. pengurus dan pemilik; dan f. keuangan Debitur. 3. Laporan Debitur meliputi data seluruh Debitur yang menerima Fasilitas Penyediaan Dana termasuk pula Debitur yang telah dihapus buku, telah dihapus tagih, sedang dalam proses penyelesaian dengan cara pengambilalihan agunan atau penyelesaian melalui pengadilan, dialihkan kepada pihak yang ditunjuk untuk menyelesaikan kewajiban Pelapor karena Pelapor telah dicabut izin usaha atau dilikuidasi, serta Debitur yang menerima penerusan kredit atau pembiayaan. 4. Laporan Debitur yang disampaikan meliputi data Debitur dari kantor pusat, kantor cabang, kantor cabang pembantu atau sejenisnya yang memberikan Fasilitas Penyediaan Dana dan disampaikan melalui kantor pusat Pelapor. 5. Laporan Debitur disajikan dalam mata uang rupiah satuan penuh. Dalam hal terdapat Fasilitas Penyediaan Dana yang diberikan dalam valuta asing maka nilai tersebut dijabarkan ke dalam nilai rupiah dengan berpedoman pada Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). 6. Penyampaian Laporan Debitur dan/atau koreksi Laporan Debitur: a. Penyampaian Laporan Secara Daring (Online) 1) Pelapor hanya dapat menyampaikan Laporan Debitur dan/atau koreksi Laporan Debitur oleh kantor pusat Pelapor secara daring (online) kepada OJK. 2) Laporan Debitur dan/atau koreksi Laporan Debitur yang dilakukan secara daring (online) melalui aplikasi SLIK adalah Laporan Debitur dan/atau koreksi Laporan Debitur posisi 12 (dua belas) bulan terakhir. 3) Sandi Pelapor yang digunakan dalam SLIK ditetapkan oleh OJK. 4) Pelapor yang karena kondisi tertentu sehingga tidak memiliki Debitur dan/atau tidak memberikan Fasilitas Penyediaan Dana, menyampaikan laporan nihil secara daring (online) sesuai dengan Pedoman Penyusunan Laporan dan Permintaan Informasi Debitur melalui SLIK - 7 - sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini. 5) Tanggal Laporan Debitur dan/atau koreksi Laporan Debitur diterima oleh OJK adalah tanggal yang tercantum pada tanda terima Laporan Debitur dan/atau koreksi Laporan Debitur dari SLIK. b. Penyampaian Laporan Secara Luring (Offline) 1) Pelapor dapat menyampaikan Laporan Debitur dan/atau koreksi Laporan Debitur secara luring (offline) dalam hal Pelapor mengalami gangguan teknis, antara lain gangguan pada jaringan komunikasi data dan pemadaman listrik. 2) Laporan Debitur dan/atau koreksi Laporan Debitur disampaikan dalam bentuk file kirim yang dihasilkan dari aplikasi SLIK yang disimpan dalam bentuk antara lain compact disc atau USB flashdisk dan disertai pemberitahuan tertulis kepada OJK sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini. 3) Laporan Debitur dan/atau koreksi Laporan Debitur yang dilakukan secara luring (offline) adalah Laporan Debitur dan/atau koreksi Laporan Debitur posisi 12 (dua belas) bulan terakhir. 4) Bagi Pelapor yang mengalami gangguan teknis melampirkan dokumen pendukung dari instansi yang terkait dengan kondisi gangguan teknis, antara lain surat atau pengumuman dari penyedia jaringan komunikasi data dalam hal Pelapor mengalami gangguan jaringan komunikasi data dan/atau surat dari penyedia jaringan listrik dalam hal Pelapor mengalami pemadaman listrik, atau dokumen yang menyatakan telah ada upaya melakukan penyampaian laporan SLIK secara daring (online) sehingga menyebabkan Pelapor mengalami kesulitan dalam menyampaikan Laporan Debitur dan/atau koreksi Laporan Debitur secara daring (online). 5) Laporan Debitur dan/atau koreksi Laporan Debitur beserta dokumen pendukung disampaikan kepada: - 8 - a) Departemen Perizinan dan Informasi Perbankan c.q. Deputi Direktur Pengelolaan Informasi Kredit bagi Pelapor yang berkantor pusat di wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta atau Provinsi Banten; atau b) Kantor Regional atau Kantor OJK setempat, bagi Pelapor yang berkantor pusat di luar wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta atau Provinsi Banten. 6) Tanggal Laporan Debitur dan/atau koreksi Laporan Debitur diterima oleh OJK adalah tanggal yang tercantum pada tanda terima Laporan Debitur dan/atau koreksi Laporan Debitur dari SLIK. 7. Pengkinian data Laporan Debitur oleh OJK: a. Pelapor dicabut izin usaha atau dilikuidasi. Pelapor yang telah dicabut izin usaha sehingga tidak dapat lagi melakukan pengkinian Laporan Debitur di dalam aplikasi SLIK maka OJK dapat melakukan pengkinian Laporan Debitur berdasarkan permohonan tertulis antara lain dari: 1) pihak yang ditunjuk melakukan penyelesaian kewajiban Pelapor, antara lain Lembaga Penjamin Simpanan atau tim likuidasi; atau 2) Debitur dari Pelapor yang telah dicabut izin usaha dengan menyertakan dokumen pendukung antara lain: a) identitas diri (1) bagi Debitur perseorangan (a) fotokopi identitas diri dengan menunjukkan identitas diri asli antara lain berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) untuk Warga Negara Indonesia (WNI) atau paspor untuk Warga Negara Asing (WNA); atau (b) surat kuasa asli, fotokopi identitas diri pemberi kuasa dan penerima kuasa dengan menunjukkan identitas diri asli dari pemberi kuasa dan penerima kuasa, dalam hal dikuasakan. - 9 - (2) bagi Debitur badan usaha (a) fotokopi identitas badan usaha dan fotokopi identitas dari pengurus yang mengajukan permintaan Informasi Debitur dengan menunjukkan identitas asli badan usaha atau fotokopi identitas badan usaha yang telah dilegalisasi dan menunjukkan identitas diri asli dari pengurus yang mengajukan permintaan Informasi Debitur. Identitas dimaksud berupa Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), akta pendirian perusahaan, dan perubahan anggaran dasar terakhir yang memuat susunan dan kewenangan pengurus; atau (b) surat kuasa asli, fotokopi identitas badan usaha dan identitas diri pemberi kuasa dan penerima kuasa dengan menunjukkan identitas asli badan usaha atau fotokopi identitas badan usaha yang telah dilegalisasi, serta identitas asli pemberi kuasa dan penerima kuasa dalam hal dikuasakan; dan b) fotokopi Surat Keterangan Lunas (SKL), berita acara penyelesaian kewajiban, atau salinan putusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap untuk kasus yang diselesaikan di pengadilan dengan menunjukkan dokumen asli. b. Pelapor tidak mampu melakukan pengkinian laporan debitur karena sebab lain. 1) OJK dapat melakukan pengkinian data dalam hal: a) Pelapor tidak memenuhi ketentuan dalam menyampaikan Laporan Debitur dan tidak dapat dikoreksi oleh Pelapor; atau b) ditemukan kesalahan Laporan Debitur dengan periode laporan di atas 12 (dua belas) bulan sehingga Pelapor tidak dapat melakukan koreksi. 2) Pengkinian data dilakukan berdasarkan permohonan tertulis dari Pelapor. - 10 - c. Permohonan pengkinian data disampaikan secara tertulis kepada Departemen Perizinan dan Informasi Perbankan c.q. Deputi Direktur Pengelolaan Informasi Kredit. V. INFORMASI DEBITUR Pihak yang dapat meminta Informasi Debitur adalah Pelapor, Debitur, Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan (LPIP), dan pihak lain. 1. Cakupan Informasi Debitur Cakupan Informasi Debitur yang dapat diminta oleh Pelapor dan Debitur diatur dalam Pedoman Penyusunan Laporan dan Permintaan Informasi Debitur melalui SLIK sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini, sedangkan cakupan Informasi Debitur yang dapat diminta oleh LPIP dan pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini. 2. Permintaan dan Penggunaan Informasi Debitur oleh Pelapor a. Tata Cara Permintaan Pelapor yang telah memenuhi kewajiban pelaporan, dapat meminta Informasi Debitur kepada OJK. Permintaan dimaksud dilakukan secara daring (online) melalui jaringan yang ditetapkan oleh OJK. b. Penggunaan Informasi Debitur Informasi Debitur yang diperoleh hanya dapat digunakan untuk keperluan Pelapor dalam rangka: 1) mendukung kelancaran proses pemberian Fasilitas Penyediaan Dana sesuai prinsip kehati-hatian dalam pemberian Fasilitas Penyediaan Dana; 2) menerapkan manajemen risiko dalam menunjang kegiatan operasional Pelapor, misalnya penggunaan Informasi Debitur untuk pemantauan Debitur existing, proses seleksi pegawai Pelapor, seleksi rekanan Pelapor, pelaksanaan audit, serta program anti fraud, namun tidak termasuk untuk penyusunan daftar prospek (prospect list) calon Debitur dan cross selling; dan/atau 3) mengidentifikasi kualitas Debitur dalam rangka pemenuhan ketentuan OJK atau pihak lain yang berwenang, misalnya - 11 - untuk penyamaan kualitas terhadap satu Debitur atau satu proyek yang sama sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan. 3. Permintaan Informasi Debitur oleh Debitur a. Debitur dapat meminta Informasi Debitur hanya atas nama Debitur yang bersangkutan kepada OJK atau kepada Pelapor yang memberikan Fasilitas Penyediaan Dana kepada Debitur yang bersangkutan. b. Tata cara permintaan 1) Permintaan Informasi Debitur disampaikan secara tertulis kepada OJK dilakukan dengan tata cara sebagai berikut: a) Debitur yang bersangkutan atau pihak yang diberi kuasa oleh Debitur dapat mengajukan permintaan Informasi Debitur kepada Kantor OJK setempat. b) Dalam hal Debitur yang bersangkutan berbentuk badan usaha, permintaan Informasi Debitur sebagaimana dimaksud dalam huruf a) diajukan oleh pengurus yang berwenang sesuai anggaran dasar perusahaan atau oleh pihak yang diberi kuasa oleh pengurus tersebut. c) Debitur yang bersangkutan atau pihak yang diberi kuasa mengisi formulir permohonan dan menyerahkan dokumen pendukung sebagai berikut: (1) Bagi Debitur perseorangan (a) fotokopi identitas diri dengan menunjukkan identitas diri asli antara lain berupa KTP untuk WNI atau paspor untuk WNA; atau (b) Surat kuasa asli, fotokopi identitas diri pemberi kuasa dan penerima kuasa dengan menunjukkan identitas diri asli dari pemberi kuasa dan penerima kuasa, dalam hal dikuasakan. (2) Bagi Debitur badan usaha (a) fotokopi identitas badan usaha dan fotokopi identitas dari pengurus yang mengajukan permintaan Informasi Debitur dengan menunjukkan identitas asli badan usaha dimaksud atau fotokopi identitas badan usaha - 12 - yang telah dilegalisasi dan menunjukkan identitas diri asli dari pengurus yang mengajukan permintaan Informasi Debitur. Identitas dimaksud berupa NPWP, akta pendirian perusahaan, dan perubahan anggaran dasar terakhir yang memuat susunan dan kewenangan pengurus; atau (b) Surat kuasa asli, fotokopi identitas badan usaha dan identitas diri pemberi kuasa dan penerima kuasa dengan menunjukkan identitas asli badan usaha atau fotokopi identitas badan usaha yang telah dilegalisasi, serta identitas asli pemberi kuasa dan penerima kuasa dalam hal dikuasakan. d) Dalam hal permintaan Informasi Debitur telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran OJK ini maka Informasi Debitur dapat diberikan sesuai dengan alasan dan tujuan penggunaan. 2) Permintaan Informasi Debitur kepada Pelapor dilakukan dengan tata cara sebagai berikut: a) Debitur yang bersangkutan atau pihak yang diberi kuasa mengajukan permintaan Informasi Debitur kepada Pelapor yang memberikan Fasilitas Penyediaan Dana kepada Debitur yang bersangkutan. b) Pengajuan permintaan Informasi Debitur disampaikan oleh Debitur yang bersangkutan atau pihak yang diberi kuasa dengan menunjukkan identitas diri asli atau surat kuasa asli, identitas diri asli dari pemberi kuasa dan penerima kuasa, dalam hal dikuasakan. c) Pelapor melakukan upaya untuk dapat meyakini bahwa permintaan Informasi Debitur sebagaimana dimaksud dalam huruf b) dilakukan oleh Debitur yang berhak sesuai dengan POJK PPID SLIK. d) Pelapor menatausahakan semua pemberian Informasi Debitur atas dasar permintaan Debitur yang bersangkutan, paling sedikit meliputi tanggal - 13 - pemberian Informasi Debitur, nama Debitur, peruntukan Informasi Debitur serta pegawai Pelapor yang mengajukan permintaan dan menerima Informasi Debitur. 4. Permintaan Informasi Debitur oleh LPIP a. LPIP yang telah memperoleh izin usaha dari OJK dapat memperoleh Informasi Debitur dalam rangka pelaksanaan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan tentang LPIP. b. OJK dapat memberikan Informasi Debitur kepada LPIP secara daring (online) maupun luring (offline). c. Untuk dapat memperoleh Informasi Debitur secara daring (online), LPIP menyampaikan permintaan secara tertulis kepada Departemen Perizinan dan Informasi Perbankan disertai dengan daftar pegawai penanggung jawab LPIP yang akan diberikan hak akses. d. Mekanisme pemberian Informasi Debitur dari OJK kepada LPIP mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan tentang LPIP. 5. Permintaan Informasi Debitur oleh Pihak Lain a. Pihak lain dapat meminta Informasi Debitur kepada OJK dalam rangka pelaksanaan peraturan perundang-undangan dan/atau berdasarkan nota kesepahaman dengan OJK. b. Permintaan Informasi Debitur oleh pihak lain dilakukan dengan tata cara sebagai berikut: 1) Pihak lain yang mengajukan permintaan Informasi Debitur secara rutin mengadakan perjanjian dan/atau nota kesepahaman dengan OJK. 2) Pihak lain yang mengajukan permintaan Informasi Debitur secara insidental menyampaikan permohonan secara tertulis yang ditandatangani oleh pihak yang memiliki kewenangan. Permohonan disampaikan kepada Departemen Perizinan dan Informasi Perbankan dengan menyampaikan alasan dan tujuan penggunaan Informasi Debitur serta identitas Debitur yang dimintakan informasi. 3) Dalam hal permintaan Informasi Debitur telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran - 14 - OJK ini, Informasi Debitur diberikan sesuai dengan alasan dan tujuan penggunaan. VI. PENGAWASAN Pengawasan terhadap pelaksanaan SLIK dilakukan oleh OJK terhadap Pelapor baik secara langsung maupun tidak langsung. 1. Pengawasan Langsung a. Pengawasan langsung dilakukan melalui pemeriksaan kepada Pelapor. b. Pemeriksaan kepada Pelapor dilakukan secara insidental. c. Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a bertujuan untuk memastikan kepatuhan Pelapor terhadap POJK PPID SLIK dan peraturan pelaksanaannya yang meliputi antara lain: 1) sistem dan prosedur yang ada pada Pelapor dalam melaksanakan kegiatan operasional pelaporan dan permintaan Informasi Debitur melalui SLIK; 2) kebenaran Laporan Debitur yang disampaikan oleh Pelapor; dan/atau 3) penggunaan Informasi Debitur. d. Dalam rangka pemeriksaan, Pelapor memberikan: 1) keterangan dan data yang terkait dengan pelaksanaan pelaporan dan permintaan Informasi Debitur melalui SLIK, yang meliputi antara lain data elektronik dan penjelasan yang berkaitan dengan tujuan pemeriksaan; 2) kesempatan untuk melakukan pemeriksaan terhadap sarana fisik dan aplikasi pendukung yang terkait dengan operasional pelaporan dan permintaan Informasi Debitur melalui SLIK, yang meliputi antara lain perangkat keras, aplikasi SLIK, pangkalan data, rekam cadang data, koneksitas ke jaringan OJK, dan antarmuka ke sistem intern Pelapor; dan 3) hal-hal lain yang diperlukan, yang meliputi antara lain salinan dokumen yang terkait dengan objek pemeriksaan. e. Berdasarkan hasil pemeriksaan, Pelapor melakukan langkah- langkah perbaikan dan/atau penyempurnaan atas hal-hal yang ditemukan dalam pemeriksaan serta melaporkan secara tertulis perbaikan dan/atau penyempurnaan kepada Departemen - 15 - Perizinan dan Informasi Perbankan c.q. Deputi Direktur Pengelolaan Informasi Kredit. 2. Pengawasan Tidak Langsung a. Pengawasan tidak langsung dilakukan melalui penelitian, analisis dan evaluasi terhadap Laporan Debitur dan/atau koreksi Laporan Debitur, dan data/informasi lain. b. Berdasarkan hasil pengawasan tidak langsung yang disampaikan oleh OJK, Pelapor melakukan langkah-langkah perbaikan dan/atau penyempurnaan atas hal-hal yang ditemukan serta melaporkan secara tertulis perbaikan dan/atau penyempurnaan kepada Departemen Perizinan dan Informasi Perbankan c.q. Deputi Direktur Pengelolaan Informasi Kredit. VII. TATA CARA PEMBAYARAN SANKSI ADMINISTRATIF BERUPA DENDA Tata cara pembayaran sanksi administratif berupa denda mengacu pada Peraturan OJK mengenai tata cara penagihan sanksi berupa denda di sektor jasa keuangan dan ketentuan pelaksanaannya. VIII. PENYAMPAIAN PERMASALAHAN 1. Permasalahan yang berkaitan dengan materi Laporan Debitur dan Informasi Debitur disampaikan kepada Departemen Perizinan dan Informasi Perbankan c.q. Deputi Direktur Pengelolaan Informasi Kredit. 2. Permasalahan yang berkaitan dengan aplikasi SLIK disampaikan kepada helpdesk OJK melalui email: helpdesk@ojk.go.id atau telepon 021-29600000 ext. 7000. IX. PENUTUP 1. Ketentuan dalam Surat Edaran OJK ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. 2. Pada saat Surat Edaran OJK ini mulai berlaku: a. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/63/DPBPR tanggal 30 Desember 2005 perihal Sistem Informasi Debitur; b. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/6/DPBPR tanggal 20 Februari 2006 perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/63/DPBPR tanggal 30 Desember 2005 Perihal Sistem Informasi Debitur; dan - 16 - c. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/47/DPNP tanggal 23 Desember 2008 perihal Sistem Informasi Debitur, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku sejak tanggal 1 Januari 2018. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 27 September 2017 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN OTORITAS JASA KEUANGAN, ttd HERU KRISTIYANA Salinan ini sesuai dengan aslinya Deputi Direktur Direktorat Hukum 1 selaku Plh. Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Wiwit Puspasari
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 50/SEOJK.03/2017 </reg_id> <reg_title> PELAPORAN DAN PERMINTAAN INFORMASI DEBITUR MELALUI SISTEM LAYANAN INFORMASI KEUANGAN </reg_title> <set_date> 27 September 2017 </set_date> <effective_date> 27 September 2017 </effective_date> <replaced_reg> '7/63/DPBPR|SE-BI/2005', '8/6/DPBPR|SE-BI/2006', '10/47/DPNP|SE-BI/2008' </replaced_reg> <related_reg> '18/POJK.03/2017' </related_reg>
Yth. 1. Direksi Bank Umum Konvensional; dan 2. Direksi Bank Umum Syariah di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 20 /SEOJK.03/2016 TENTANG FITUR KONVERSI MENJADI SAHAM BIASA ATAU WRITE DOWN TERHADAP INSTRUMEN MODAL INTI TAMBAHAN DAN MODAL PELENGKAP Sehubungan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/POJK.03/2016 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5848) dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 21/POJK.03/2014 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 352, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5630), yang selanjutnya disebut POJK KPMM, perlu untuk mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai Fitur Konversi menjadi Saham Biasa atau Write Down terhadap Instrumen Modal Inti Tambahan dan Modal Pelengkap dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM 1. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dan Bank Umum Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. 2. Perusahaan Anak adalah badan hukum atau perusahaan yang dimiliki dan/atau dikendalikan oleh Bank secara langsung maupun tidak langsung, baik di dalam maupun di luar negeri, yang melakukan kegiatan usaha di bidang keuangan, yang terdiri atas: a. perusahaan... - 2 - a. perusahaan subsidiari (subsidiary company) yaitu Perusahaan Anak dengan kepemilikan Bank lebih dari 50% (lima puluh persen); b. perusahaan partisipasi (participation company) adalah Perusahaan Anak dengan kepemilikan Bank sebesar 50% (lima puluh persen) atau kurang, namun Bank memiliki pengendalian terhadap perusahaan; c. perusahaan dengan kepemilikan Bank lebih dari 20% (dua puluh persen) sampai dengan 50% (lima puluh persen) yang memenuhi persyaratan: 1) kepemilikan Bank dan para pihak lainnya pada Perusahaan Anak masing-masing sama besar; dan 2) masing-masing pemilik melakukan pengendalian secara bersama terhadap Perusahaan Anak; d. entitas lain yang berdasarkan standar akuntansi keuangan harus dikonsolidasikan, namun tidak termasuk perusahaan asuransi dan perusahaan yang dimiliki dalam rangka restrukturisasi kredit. 3. Modal bagi Bank yang berkantor pusat di Indonesia terdiri atas: a. modal inti (Tier 1) yang meliputi: 1) modal inti utama (Common Equity Tier 1); 2) modal inti tambahan (Additional Tier 1); dan b. modal pelengkap (Tier 2). 4. Instrumen modal inti tambahan (Additional Tier 1) sebagaimana pada butir 3.a.2) antara lain meliputi: a. instrumen utang atau investasi yang memiliki karakteristik modal, bersifat subordinasi, tidak memiliki jangka waktu, dan pembayaran imbal hasil/margin/ujrah diakumulasikan (perpetual non-cumulative subordinated debt); b. saham preferen non-kumulatif (perpetual non-cumulative preference shares) baik dengan atau tanpa fitur opsi beli (call option); dan c. instrumen hybrid yang tidak memiliki jangka waktu dan pembayaran imbal hasil/margin/ujrah diakumulasikan (perpetual dan non-cumulative). tidak dapat tidak dapat 5. Instrumen... - 3 - 5. Instrumen modal pelengkap (Tier 2) sebagaimana pada butir 3.b. antara lain meliputi: a. saham preferen (yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima dividen lebih dahulu dari pemegang saham klasifikasi lain) secara kumulatif (cumulative preference share); b. instrumen utang atau investasi yang memiliki karakteristik modal, bersifat subordinasi, dan bersifat kumulatif (cumulative subordinated debt); dan c. instrumen utang atau investasi yang memiliki karakteristik seperti modal yang secara otomatis tanpa persyaratan dapat dikonversi menjadi saham setelah memperoleh persetujuan Otoritas Jasa Keuangan (mandatory convertible bond). 6. Instrumen modal inti tambahan (Additional Tier 1) dan modal pelengkap (Tier 2) wajib memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam POJK KPMM. 7. Persyaratan yang harus dipenuhi oleh suatu instrumen agar dapat diperhitungkan sebagai modal inti tambahan (Additional Tier 1) atau modal pelengkap (Tier 2) sebagaimana pada angka 6 antara lain wajib: a. memiliki fitur untuk dikonversi menjadi saham biasa atau dilakukan write down dalam hal Bank berpotensi terganggu kelangsungan usahanya (point of non viability); dan b. memperoleh persetujuan Otoritas Jasa Keuangan untuk diperhitungkan sebagai komponen modal. II. KONDISI YANG MENYEBABKAN (TRIGGER EVENT) INSTRUMEN MODAL INTI TAMBAHAN (ADDITIONAL TIER 1) DAN/ATAU MODAL PELENGKAP (TIER 2) HARUS DIKONVERSI MENJADI SAHAM BIASA ATAU DILAKUKAN WRITE DOWN 1. Bank harus melakukan konversi menjadi saham biasa atau write down terhadap instrumen modal inti tambahan (Additional Tier 1) dan/atau modal pelengkap (Tier 2) dalam hal Bank berpotensi terganggu kelangsungan usahanya (point of non viability). 2. Konversi menjadi saham biasa atau write down terhadap instrumen modal inti tambahan (Additional Tier 1) dan/atau modal pelengkap (Tier 2) dilakukan dalam hal: a. rasio... - 4 - a. rasio modal inti utama (Common Equity Tier 1/CET 1) lebih rendah atau sama dengan 5,125% (lima koma seratus dua puluh lima persen) dari aset tertimbang menurut risiko (ATMR) baik secara individu maupun konsolidasi dengan Perusahaan Anak; dan/atau b. terdapat rencana dari otoritas yang berwenang untuk melakukan penyertaan modal kepada Bank yang dinilai berpotensi terganggu kelangsungan usahanya; dan c. terdapat perintah dari Otoritas Jasa Keuangan untuk melakukan konversi menjadi saham biasa dan/atau write down. 3. Kondisi yang menyebabkan (trigger event) instrumen modal inti tambahan (Additional Tier 1) dan/atau modal pelengkap (Tier 2) harus dikonversi menjadi saham biasa atau dilakukan write down sebagaimana pada angka 2 harus dicantumkan dalam dokumentasi penerbitan atau perjanjian. 4. Konversi menjadi saham biasa atau write down akibat kondisi sebagaimana pada butir 2.b. dilakukan sebelum otoritas yang berwenang melakukan penyertaan modal. Mekanisme penyertaan modal mengacu pada peraturan perundang-undangan. 5. Dalam hal Bank mengalami kecenderungan penurunan modal inti utama (CET 1) yang berpotensi Bank memenuhi kondisi yang menyebabkan (trigger event) instrumen modal inti tambahan (Additional Tier 1) dan/atau modal pelengkap (Tier 2) harus dikonversi menjadi saham biasa atau dilakukan write down sebagaimana pada angka 2, Bank harus melakukan langkah-langkah untuk meningkatkan modal inti utama (CET 1) sesuai target internal minimum kebutuhan modal inti utama (CET 1). 6. Jumlah minimum yang harus dikonversi menjadi saham biasa atau dilakukan write down adalah sesuai target minimum kebutuhan modal inti utama (CET 1) yang ingin dicapai berdasarkan usulan Bank yang disetujui oleh Otoritas Jasa Keuangan dengan mempertimbangkan antara lain hal-hal sebagai berikut: a. kewajiban penyediaan modal minimum sebagaimana diatur dalam POJK KPMM; dan b. proyeksi kerugian yang akan dialami oleh Bank. 7. Konversi menjadi saham biasa atau write down terhadap instrumen modal inti tambahan (Additonal Tier 1) dan/atau modal pelengkap (Tier 2)... - 5 - (Tier 2) dapat dilakukan secara proporsional, parsial, atau keseluruhan dengan persetujuan Otoritas Jasa Keuangan. 8. Bank harus mencantumkan fitur yang dipilih terhadap instrumen modal inti tambahan (Additonal Tier 1) dan/atau modal pelengkap (Tier 2) yaitu: a. dikonversi menjadi saham biasa; dan/atau b. dilakukan write down, dalam dokumentasi penerbitan atau perjanjian instrumen modal inti tambahan (Additional Tier 1) dan/atau modal pelengkap (Tier 2). 9. Dalam hal Bank memilih untuk mencantumkan fitur untuk dikonversi menjadi saham biasa dalam dokumentasi penerbitan atau perjanjian instrumen modal inti tambahan (Additonal Tier 1) dan/atau modal pelengkap (Tier 2), Bank mencantumkan hal-hal sebagai berikut: a. jumlah saham biasa yang akan diterima oleh pemegang instrumen modal inti tambahan (Additional Tier 1) dan/atau modal pelengkap (Tier 2) pada saat terjadi konversi menjadi saham biasa; atau b. formula konversi untuk menentukan jumlah saham biasa yang akan diterima oleh pemegang instrumen modal inti tambahan (Additional Tier 1) dan/atau modal pelengkap (Tier 2) pada saat terjadi konversi menjadi saham biasa. 10. Dalam hal Bank memilih fitur untuk dilakukan write down terhadap instrumen modal inti tambahan (Additonal Tier 1) dan/atau modal pelengkap (Tier 2), Bank dapat memberikan kompensasi kepada pemegang instrumen modal inti tambahan (Additional Tier 1) dan/atau modal pelengkap (Tier 2) dalam bentuk saham biasa pada saat dilakukan write down. Pemberian kompensasi harus dicantumkan dalam dokumentasi penerbitan atau perjanjian instrumen modal inti tambahan (Additional Tier 1) dan/atau modal pelengkap (Tier 2). 11. Dalam hal Bank memilih untuk mencantumkan fitur konversi menjadi saham biasa dan fitur untuk dilakukan write down dalam dokumentasi penerbitan atau perjanjian instrumen modal inti tambahan (Additonal Tier 1) dan/atau modal pelengkap (Tier 2) maka pada saat terjadi kondisi yang menyebabkan (trigger event) instrumen modal inti tambahan (Additional Tier 1) dan/atau modal pelengkap (Tier 2)... - 6 - (Tier 2) harus dikonversi menjadi saham biasa atau dilakukan write down sebagaimana pada angka 2, Bank harus menetapkan salah satu fitur yang dipilih terhadap seluruh investor yang membeli instrumen modal inti tambahan (Additional Tier 1) dan/atau modal pelengkap (Tier 2) untuk setiap instrumen. 12. Konversi menjadi saham biasa atau write down selain mengacu pada ketentuan ini juga harus mengacu pada peraturan perundang- undangan. 13. Bank harus melakukan upaya untuk memastikan bahwa konversi menjadi saham biasa atau write down dapat dilakukan dalam hal terjadi kondisi yang menyebabkan (trigger event) instrumen modal inti tambahan (Additional Tier 1) dan/atau modal pelengkap (Tier 2) harus dikonversi menjadi saham biasa atau dilakukan write down, antara lain: a. meminta opini hukum dari pihak independen pada saat penerbitan instrumen yang menyatakan bahwa klausula konversi menjadi saham biasa dan/atau write down dapat dilakukan pada saat terjadi kondisi yang menyebabkan (trigger event) instrumen modal inti tambahan (Additional Tier 1) dan/atau modal pelengkap (Tier 2) harus dikonversi menjadi saham biasa atau dilakukan write down; b. memastikan bahwa tidak terdapat perjanjian yang dilakukan antara Bank dengan para pihak lainnya termasuk pemegang saham yang dapat menghambat dilakukannya konversi menjadi saham biasa dan/atau write down pada saat terjadi kondisi yang menyebabkan (trigger event) instrumen modal inti tambahan (Additional Tier 1) dan/atau modal pelengkap (Tier 2) harus dikonversi menjadi saham biasa atau dilakukan write down. 14. Sebelum menerbitkan instrumen modal inti tambahan (Additional Tier 1) dan/atau modal pelengkap (Tier 2), Bank harus menyampaikan usulan fitur yang dipilih kepada Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana pada angka 8 disertai dengan analisa dasar pemilihan fitur dan dampak terhadap permodalan Bank, termasuk perhitungan kemungkinan terjadi dilusi dan dampak terhadap struktur pemegang saham Bank. III. KONDISI... - 7 - III. KONDISI YANG MENYEBABKAN (TRIGGER EVENT) INSTRUMEN MODAL INTI TAMBAHAN (ADDITIONAL TIER 1) DAN/ATAU MODAL PELENGKAP (TIER 2) HARUS DIKONVERSI MENJADI SAHAM BIASA ATAU DILAKUKAN WRITE DOWN BAGI PERUSAHAAN ANAK YANG MERUPAKAN BAGIAN DARI SUATU GRUP BANK Dalam hal instrumen modal inti tambahan (Additional Tier 1) dan/atau modal pelengkap (Tier 2) yang diterbitkan oleh Perusahaan Anak akan diperhitungkan dalam perhitungan modal Bank secara konsolidasi maka dalam dokumentasi penerbitan atau perjanjian selain mencantumkan kondisi yang menyebabkan (trigger event) instrumen modal inti tambahan (Additional Tier 1) dan/atau modal pelengkap (Tier 2) harus dikonversi menjadi saham biasa atau dilakukan write down sebagaimana pada butir II.2., juga harus mencantumkan kondisi yang menyebabkan (trigger event) instrumen modal inti tambahan (Additional Tier 1) dan/atau modal pelengkap (Tier 2) harus dikonversi menjadi saham biasa atau dilakukan write down yang mengacu pada kondisi Bank induk secara konsolidasi. A. Kondisi yang Menyebabkan (Trigger Event) Instrumen Modal Inti Tambahan (Additional Tier 1) dan/atau Modal Pelengkap (Tier 2) harus Dikonversi menjadi Saham Biasa atau Dilakukan Write Down bagi Perusahaan Anak berupa Bank yang dimiliki oleh Bank Perusahaan Anak berupa Bank yang dimiliki oleh Bank, selain harus mencantumkan kondisi yang menyebabkan (trigger event) instrumen modal inti tambahan (Additional Tier 1) dan/atau modal pelengkap (Tier 2) harus dikonversi menjadi saham biasa atau dilakukan write down sebagaimana dimaksud pada butir II.2, dalam dokumentasi penerbitan atau perjanjian juga harus mencantumkan kondisi yang menyebabkan (trigger event) instrumen modal inti tambahan (Additional Tier 1) dan/atau modal pelengkap (Tier 2) harus dikonversi menjadi saham biasa atau dilakukan write down yang mengacu pada kondisi Bank induk secara konsolidasi sebagai berikut: 1. rasio modal inti utama (CET 1) Bank induk secara konsolidasi dengan Perusahaan Anak lebih rendah atau sama dengan 5,125% (lima koma seratus dua puluh lima persen) dari ATMR; dan/atau 2. terdapat... - 8 - 2. terdapat rencana otoritas yang berwenang untuk melakukan penyertaan modal kepada Bank induk yang dinilai berpotensi terganggu kelangsungan usahanya; dan 3. terdapat perintah dari Otoritas Jasa Keuangan untuk melakukan konversi menjadi saham biasa dan/atau write down. B. Kondisi yang Menyebabkan (Trigger Event) Instrumen Modal Inti Tambahan (Additional Tier 1) dan/atau Modal Pelengkap (Tier 2) harus Dikonversi menjadi Saham Biasa atau Dilakukan Write Down bagi Perusahaan Anak Bukan Bank yang Dimiliki Bank Dalam hal Perusahaan Anak Bukan Bank dimiliki oleh Bank dan instrumen modal inti tambahan (Additional Tier 1) dan/atau modal pelengkap (Tier 2) yang diterbitkan oleh Perusahaan Anak dimaksud akan diakui dalam modal konsolidasi Bank induk maka dalam dokumentasi penerbitan atau perjanjian harus mencantumkan kondisi yang menyebabkan (trigger event) instrumen modal inti tambahan (Additional Tier 1) dan/atau modal pelengkap (Tier 2) harus dikonversi menjadi saham biasa atau dilakukan write down yang mengacu pada kondisi Bank induk secara konsolidasi sebagai berikut: 1. rasio modal inti utama (CET 1) Bank induk secara konsolidasi dengan Perusahaan Anak lebih rendah atau sama dengan 5,125% (lima koma seratus dua puluh lima persen) dari ATMR; dan/atau 2. terdapat rencana otoritas yang berwenang untuk melakukan penyertaan modal kepada Bank induk yang dinilai berpotensi terganggu kelangsungan usahanya; dan 3. terdapat perintah dari Otoritas Jasa Keuangan untuk melakukan konversi menjadi saham biasa dan/atau write down. C. Kompensasi dalam Pelaksanaan Write Down Perusahaan Anak dapat memberikan kompensasi dalam pelaksanaan write down dalam hal terjadi kondisi yang menyebabkan (trigger event) instrumen modal inti tambahan (Additional Tier 1) dan/atau modal pelengkap (Tier 2) harus dikonversi menjadi saham biasa atau dilakukan write down sebagaimana dimaksud pada huruf A dan huruf B. Kompensasi dimaksud harus dalam bentuk saham biasa yang... - 9 - yang dapat diterbitkan baik oleh Perusahaan Anak maupun perusahaan induk. D. Kondisi yang Menyebabkan (Trigger Event) Instrumen Modal Inti Tambahan (Additional Tier 1) dan/atau Modal Pelengkap (Tier 2) harus Dikonversi menjadi Saham Biasa atau Dilakukan Write Down bagi Perusahaan Anak berupa Bank yang Dimiliki oleh Bank di Luar Negeri 1. Perusahaan Anak berupa Bank yang dimiliki oleh bank di luar negeri, selain harus mencantumkan kondisi yang menyebabkan (trigger event) instrumen modal inti tambahan (Additional Tier 1) dan/atau modal pelengkap (Tier 2) harus dikonversi menjadi saham biasa atau dilakukan write down sebagaimana pada butir II.2., dalam dokumentasi penerbitan atau perjanjian juga harus mencantumkan secara jelas mengenai kondisi yang menyebabkan (trigger event) instrumen modal inti tambahan (Additional Tier 1) dan/atau modal pelengkap (Tier 2) harus dikonversi menjadi saham biasa atau dilakukan write down yang mengacu pada kondisi bank induk secara konsolidasi sebagaimana diatur oleh otoritas dari perusahaan induk, jika: a. instrumen modal inti tambahan (Additional Tier 1) dan/atau modal pelengkap (Tier 2) yang diterbitkan akan diakui dalam modal konsolidasi bank induk; dan b. diwajibkan memiliki fitur konversi menjadi saham biasa dan/atau write down oleh otoritas dari perusahaan induk. 2. Konversi menjadi saham biasa atau write down yang dilakukan oleh Bank yang merupakan Perusahaan Anak yang dimiliki oleh bank di luar negeri dalam hal terjadi kondisi yang menyebabkan (trigger event) instrumen modal inti tambahan (Additional Tier 1) dan/atau modal pelengkap (Tier 2) harus dikonversi menjadi saham biasa atau dilakukan write down yang mengacu pada kondisi bank induk secara konsolidasi sebagaimana pada angka 1 harus mendapat persetujuan Otoritas Jasa Keuangan. IV. MEKANISME... - 10 - IV. MEKANISME KONVERSI MENJADI SAHAM BIASA ATAU WRITE DOWN Mekanisme konversi menjadi saham biasa dan/atau write down terhadap instrumen modal inti tambahan (Additional Tier 1) dan/atau modal pelengkap (Tier 2) dalam hal terjadi kondisi yang menyebabkan (trigger event) instrumen modal inti tambahan (Additional Tier 1) dan/atau modal pelengkap (Tier 2) harus dikonversi menjadi saham biasa atau dilakukan write down adalah sebagai berikut: 1. Otoritas Jasa Keuangan memerintahkan Bank untuk menghitung target minimum kebutuhan modal inti utama (CET 1) yang ingin dicapai dan menyusun rencana tindak untuk memenuhi target minimum kebutuhan modal inti utama (CET 1). 2. Berdasarkan perintah Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana pada angka 1, Bank mengajukan target minimum kebutuhan modal inti utama (CET 1) yang ingin dicapai dan rencana tindak untuk dimintakan persetujuan kepada Otoritas Jasa Keuangan, yang antara lain harus memuat rincian jenis dan jumlah instrumen yang akan dikonversi menjadi saham biasa dan/atau dilakukan write down yang disertai analisa dampak terhadap kondisi permodalan Bank. 3. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atas target minimum kebutuhan modal inti utama dan rencana tindak yang diajukan oleh Bank sebagaimana pada angka 2. 4. Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan tidak memberikan persetujuan sebagaimana pada angka 3 maka Bank harus melakukan revisi atas target minimum kebutuhan modal inti utama dan rencana tindak yang telah diajukan. 5. Berdasarkan persetujuan Otoritas Jasa Keuangan, Bank melakukan proses konversi menjadi saham biasa dan/atau write down terhadap instrumen modal inti tambahan (Additional Tier 1) dan/atau modal pelengkap (Tier 2). 6. Bank melaporkan realisasi atas proses konversi menjadi saham biasa dan/atau write down sebagaimana pada angka 5 kepada Otoritas Jasa Keuangan. V. PENUTUP... - 11 - V. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 21 Juni 2016 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN OTORITAS JASA KEUANGAN, ttd NELSON TAMPUBOLON Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 20/SEOJK.03/2016 </reg_id> <reg_title> FITUR KONVERSI MENJADI SAHAM BIASA ATAU WRITE DOWN TERHADAP INSTRUMEN MODAL INTI TAMBAHAN DAN MODAL PELENGKAP </reg_title> <set_date> 21 Juni 2016 </set_date> <effective_date> 21 Juni 2016 </effective_date> <related_reg> '11/POJK.03/2016', '21/POJK.03/2014' </related_reg>
- 1 - Yth. 1. Direksi Bank Umum Konvensional; dan 2. Direksi Bank Umum Syariah, di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 44 /SEOJK.03/2017 TENTANG KEPEMILIKAN TUNGGAL PADA PERBANKAN INDONESIA Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 39/POJK.03/2017 tentang Kepemilikan Tunggal pada Perbankan Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 145, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6088), yang selanjutnya disebut dengan POJK Kepemilikan Tunggal, serta sehubungan dengan beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan jasa keuangan di sektor perbankan dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan, perlu untuk mengatur kembali pelaksanaan mengenai Kepemilikan Tunggal pada perbankan Indonesia dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM 1. Dalam rangka menghadapi dinamika perkembangan ekonomi regional dan global, diperlukan peningkatan ketahanan industri perbankan nasional antara lain melalui penerapan kebijakan Kepemilikan Tunggal pada perbankan Indonesia sebagaimana diatur dalam POJK Kepemilikan Tunggal. 2. Penerapan kebijakan Kepemilikan Tunggal pada perbankan Indonesia dapat dilakukan melalui beberapa cara sebagaimana dimaksud dalam POJK Kepemilikan Tunggal yaitu: a. penggabungan atau peleburan atas Bank yang dikendalikan; - 2 - b. membentuk Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company); atau c. membentuk Fungsi Holding. II. PENGGABUNGAN ATAU PELEBURAN 1. Dalam hal PSP memilih melakukan penggabungan atau peleburan atas Bank yang dikendalikan sebagaimana dimaksud dalam butir I.2.a., Otoritas Jasa Keuangan memberikan insentif berupa: a. perpanjangan waktu penyelesaian pelampauan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK); b. kemudahan pembukaan kantor cabang; c. pelonggaran sementara penerapan tata kelola; dan/atau d. insentif lain, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai insentif dalam rangka konsolidasi perbankan, sebagaimana dimaksud dalam POJK Kepemilikan Tunggal. Tata cara pemberian insentif tersebut mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai insentif dalam rangka konsolidasi perbankan. 2. Penggabungan atau peleburan atas Bank yang dikendalikan sebagaimana dimaksud dalam butir I.2.a dilakukan oleh Pemegang Saham Pengendali (PSP) yang akan melakukan pengambilalihan Bank sehingga menjadi pengendali pada lebih dari 1 (satu) Bank. 3. Pengambilalihan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dilakukan dalam satu kesatuan proses tanpa jeda dengan penggabungan atau peleburan. 4. Bagi PSP yang akan melakukan pengambilalihan Bank sebagaimana dimaksud dalam angka 2, rencana penggabungan atau peleburan disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan pada saat mengajukan permohonan izin pengambilalihan. 5. Penggabungan atau peleburan atas Bank yang dikendalikan sebagaimana dimaksud dalam butir I.2.a. dilaksanakan paling lama 1 (satu) tahun setelah pelaksanaan pengambilalihan secara sah, bagi PSP sebagaimana dimaksud dalam angka 2. 6. Dalam hal PSP memerlukan perpanjangan jangka waktu penyelesaian penggabungan atau peleburan, permohonan diajukan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sebelum batas waktu sebagaimana dimaksud dalam angka 5. - 3 - 7. Rencana pengambilalihan yang diikuti dengan penggabungan atau peleburan sebagaimana dimaksud dalam angka 3 harus dimuat dalam Rencana Bisnis Bank yang disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan pada bagian kebijakan dan strategi manajemen sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai rencana bisnis bank. 8. Otoritas Jasa Keuangan melakukan penilaian kemampuan dan kepatutan terhadap calon PSP, calon direksi dan/atau calon dewan komisaris Bank hasil penggabungan atau peleburan dengan mengacu pada ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai penilaian kemampuan dan kepatutan. III. PEMBENTUKAN PERUSAHAAN INDUK DI BIDANG PERBANKAN (BANK HOLDING COMPANY) 1. Sebagaimana dimaksud dalam butir I.2.b, pembentukan Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company) merupakan salah satu alternatif untuk melakukan pemenuhan kewajiban Kepemilikan Tunggal pada perbankan Indonesia. 2. Pembentukan Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company) sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dilakukan oleh PSP yang akan melakukan pengambilalihan Bank sehingga menjadi pengendali pada lebih dari 1 (satu) Bank. 3. Rencana pengambilalihan dan/atau rencana pembentukan Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company) serta rencana pengalihan saham Bank kepada Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company) dimuat dalam Rencana Bisnis Bank yang disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan, pada bagian kebijakan dan strategi manajemen sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai rencana bisnis bank. 4. Perusahaan yang akan bertindak sebagai Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company) berbentuk badan hukum perseroan terbatas yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia sehingga tata cara pendiriannya mengikuti ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai perseroan terbatas. - 4 - 5. Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company) berada 1 (satu) tingkat di atas Bank yang dikendalikan secara langsung. 6. Dalam hal pembentukan Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company) didahului dengan proses pengambilalihan, pengambilalihan hanya dapat dilakukan dalam satu kesatuan proses tanpa jeda dengan pembentukan Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company) dan pengalihan saham dari PSP ke Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company). 7. Prosedur pembentukan Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company) dilakukan sebagai berikut: a. Permohonan pembentukan Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company) disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan alamat: 1) Departemen Perizinan dan Informasi Perbankan, bagi Bank Umum; atau 2) Departemen Perbankan Syariah, bagi Bank Umum Syariah. b. Penyampaian permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilampiri dengan dokumen pendukung yang terdiri atas: 1) risalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) masing- masing Bank; 2) rancangan anggaran dasar perseroan terbatas yang akan diusulkan menjadi Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company) atau salinan anggaran dasar perseroan terbatas yang telah disahkan oleh instansi berwenang bagi PSP yang telah memiliki perseroan terbatas yang akan diusulkan menjadi Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company); 3) rancangan akta pengalihan saham Bank yang dimiliki PSP kepada Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company); 4) rancangan rencana Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company); 5) rencana struktur organisasi serta daftar calon anggota direksi dan calon anggota dewan komisaris Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company) disertai dengan dokumen pendukung berupa: - 5 - a) 1 (satu) buah pas foto 1 (satu) bulan terakhir ukuran 4x6 cm; b) fotokopi tanda pengenal yang masih berlaku berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau paspor; c) riwayat hidup; d) surat pernyataan pribadi yang menyatakan tidak pernah melakukan tindakan tercela di bidang perbankan, keuangan, dan usaha lainnya, tidak pernah dihukum karena terbukti melakukan tindak pidana kejahatan, dan tidak sedang dalam masa pengenaan sanksi untuk dilarang menjadi PSP, pemegang saham, direksi, dan/atau dewan komisaris pada Bank, Bank Perkreditan Rakyat, dan/atau Bank Pembiayaan Rakyat Syariah sebagaimana diatur dalam ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai penilaian kemampuan dan kepatutan; dan e) surat pernyataan pribadi yang menyatakan bahwa yang bersangkutan tidak pernah dinyatakan pailit dan tidak pernah menjadi pemegang saham, anggota direksi, dan/atau anggota dewan komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit berdasarkan ketetapan pengadilan dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum tanggal pengajuan permohonan; dan 6) daftar isian penilaian kemampuan dan kepatutan. c. Bagi PSP sebagaimana dimaksud dalam angka 2, rencana pembentukan Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company) disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan pada saat pengajuan permohonan izin pengambilalihan sedangkan permohonan pembentukan Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company) disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lama 3 (tiga) bulan setelah pengambilalihan secara sah. d. Otoritas Jasa Keuangan melakukan penilaian kemampuan dan kepatutan terhadap calon anggota direksi dan calon anggota dewan komisaris Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company) dengan mengacu pada tata cara melakukan - 6 - penilaian kemampuan dan kepatutan terhadap calon anggota direksi dan calon anggota dewan komisaris Bank sebagaimana diatur dalam ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai penilaian kemampuan dan kepatutan. e. Otoritas Jasa Keuangan berwenang memberikan: 1) persetujuan atau penolakan terhadap calon anggota direksi dan/atau calon anggota dewan komisaris Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company); 2) persetujuan atau penolakan atas permohonan pembentukan Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company); dan 3) penegasan atas rencana pengalihan saham Bank kepada Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company), paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja setelah seluruh dokumen yang dipersyaratkan diterima secara lengkap dan benar. f. Sesuai dengan POJK Kepemilikan Tunggal, PSP sebagaimana dimaksud dalam angka 2 wajib membentuk Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company) dan mengalihkan saham kepada Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company) paling lama 1 (satu) tahun setelah pengambilalihan secara sah. g. Realisasi pembentukan Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company) dilaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan alamat: 1) Departemen Pengawasan Bank terkait atau Departemen Perbankan Syariah bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; atau 2) Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat, sesuai wilayah tempat kedudukan kantor pusat Bank, paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah pembentukan Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company). h. Realisasi pengalihan saham PSP kepada Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company) dilaporkan kepada - 7 - Otoritas Jasa Keuangan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah pelaksanaan pengalihan saham, disertai dengan: 1) risalah RUPS Bank yang dikendalikan oleh PSP; 2) data kepemilikan Bank setelah perubahan komposisi saham; dan 3) dalam hal perubahan komposisi kepemilikan saham disebabkan karena adanya penambahan modal disetor, disertai dengan: a) bukti penyetoran; dan b) surat pernyataan sebagaimana dimaksud dalam butir b.5).d) dan butir b.5).e). i. Perubahan Direksi dan Dewan Komisaris Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company) 1) Sesuai dengan POJK Kepemilikan Tunggal, calon anggota direksi dan calon anggota dewan komisaris Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company) wajib memperoleh persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan sebelum diangkat dan menduduki jabatan. 2) Permohonan untuk memperoleh persetujuan dimaksud diajukan kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan alamat: a) Departemen Perizinan dan Informasi Perbankan, bagi Bank Umum; atau b) Departemen Perbankan Syariah bagi, Bank Umum Syariah. 3) Dalam rangka memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan dimaksud, Otoritas Jasa Keuangan melakukan penilaian kemampuan dan kepatutan terhadap calon anggota direksi dan/atau calon anggota dewan komisaris Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company) dengan mengacu pada tata cara penilaian kemampuan dan kepatutan terhadap calon anggota direksi dan calon anggota dewan komisaris Bank sebagaimana diatur dalam ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai penilaian kemampuan dan kepatutan. 4) Persetujuan atau penolakan atas pengajuan calon anggota direksi dan/atau calon anggota dewan komisaris - 8 - Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company) diberikan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja setelah seluruh dokumen yang dipersyaratkan diterima secara lengkap dan benar. 5) Persetujuan Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam angka 4) berlaku untuk jangka waktu 6 (enam) bulan. 6) Pengangkatan direksi dan/atau dewan komisaris Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company) oleh RUPS dinyatakan efektif setelah mendapat persetujuan Otoritas Jasa Keuangan. 7) Pengangkatan direksi dan/atau dewan komisaris Perusahaan Induk di Bidang Perbankan dilaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah tanggal pengangkatan efektif, disertai dengan risalah RUPS. 8. Dalam rangka memberikan arah strategis dan mengonsolidasikan laporan keuangan dari Bank yang menjadi anak perusahaan, Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company) melakukan tugas sebagai berikut: a. Menetapkan program kerja strategis Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company) untuk jangka waktu paling singkat 3 (tiga) tahun ke depan. b. Memberikan arah strategis untuk jangka waktu paling singkat 3 (tiga) tahun ke depan dan mengonsolidasikan program kerja Bank yang menjadi anak perusahaan. c. Menyetujui dan mengawasi pelaksanaan program kerja strategis Bank yang menjadi anak perusahaan. d. Mengonsolidasikan laporan keuangan anak perusahaan dengan laporan keuangan Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company) serta membuat laporan konsolidasi lain yang diperlukan. 9. Permodalan Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company) diatur sebagai berikut: a. Jumlah modal disetor Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company) paling sedikit sebesar jumlah seluruh nilai nominal saham yang ditanamkan PSP pada Bank. - 9 - b. Dalam hal pada saat pembentukan Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company) jumlah modal disetornya lebih kecil dari jumlah seluruh nilai nominal saham yang ditanamkan PSP pada Bank yang diwajibkan untuk dilakukan pemenuhan kewajiban Kepemilikan Tunggal pada perbankan Indonesia, penambahan modal disetor oleh PSP dapat dilakukan melalui pengalihan saham PSP di Bank dimaksud kepada Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company). c. Kepemilikan saham Bank oleh Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company) paling tinggi sebesar modal sendiri bersih Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company). d. Yang dimaksud dengan “modal sendiri bersih” adalah penjumlahan dari modal disetor dengan cadangan dan laba, dikurangi penyertaan dan kerugian. 10. Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company) dapat berdiri sendiri sebagai 1 (satu) badan hukum atau berupa perusahaan induk di bidang keuangan (financial holding company) yang mengonsolidasikan lembaga-lembaga keuangan yang dimiliki oleh PSP. 11. Perusahaan induk di bidang keuangan (financial holding company) yang bertindak sebagai Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company) harus membentuk unit kegiatan Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company) sebagai pelaksana kegiatan holding bagi Bank yang menjadi anak perusahaan. 12. Unit kegiatan Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company) dalam perusahaan induk di bidang keuangan (financial holding company) dipimpin oleh salah satu direktur perusahaan induk di bidang keuangan (financial holding company). 13. Otoritas Jasa Keuangan melakukan penilaian kemampuan dan kepatutan terhadap direktur perusahaan induk di bidang keuangan (financial holding company) yang ditunjuk untuk membawahkan unit kegiatan Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company) sebagai pelaksana holding Bank yang dikendalikan. Pelaksanaan penilaian kemampuan dan kepatutan terhadap direktur - 10 - perusahaan induk di bidang keuangan (financial holding company) mengacu pada tata cara penilaian kemampuan dan kepatutan terhadap calon anggota direksi Bank sebagaimana diatur dalam ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai penilaian kemampuan dan kepatutan. 14. Dalam hal PSP memerlukan perpanjangan jangka waktu pembentukan Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company), permohonan diajukan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sebelum batas waktu sebagaimana dimaksud dalam butir 7.f. 15. PSP melaporkan realisasi pembentukan unit kegiatan Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company) dalam perusahaan induk di bidang keuangan (financial holding company) kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah realisasi pembentukan unit kegiatan Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company) dalam perusahaan induk di bidang keuangan (financial holding company) dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam butir 7.g. 16. Sesuai dengan POJK Kepemilikan Tunggal, PSP sebagaimana dimaksud dalam angka 2 yang memilih membentuk unit kegiatan Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company) dalam perusahaan induk di bidang keuangan (financial holding company) wajib membentuk unit kegiatan Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company) dalam perusahaan induk di bidang keuangan (financial holding company) paling lama 6 (enam) bulan setelah pengambilalihan secara sah. IV. PEMBENTUKAN FUNGSI HOLDING 1. Fungsi Holding hanya dapat dilakukan oleh PSP berupa: a. Bank yang berbadan hukum Indonesia; atau b. Instansi Pemerintah Pusat. 2. Fungsi Holding pada PSP berupa Bank yang berbadan hukum Indonesia dipimpin oleh direktur yang membawahkan bidang perencanaan strategis. 3. PSP menyerahkan informasi dan dokumen pendukung mengenai rencana pembentukan Fungsi Holding kepada Otoritas Jasa Keuangan, yang terdiri atas: - 11 - a. struktur organisasi Fungsi Holding; b. daftar pelaksana Fungsi Holding, disertai dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam butir III.7.b.5); dan c. surat penunjukan untuk menjadi pelaksana Fungsi Holding. 4. Fungsi Holding yang berada di bawah instansi Pemerintah Pusat dipimpin oleh pejabat eselon I (satu) atau pejabat 1 (satu) tingkat di bawah menteri. 5. Prosedur pembentukan Fungsi Holding dilakukan sebagai berikut: a. Rencana pengambilalihan dan rencana pembentukan Fungsi Holding dimuat dalam Rencana Bisnis Bank yang disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan, pada bagian kebijakan dan strategi manajemen sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai rencana bisnis bank. b. Permohonan pembentukan Fungsi Holding disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan alamat: 1) Departemen Pengawasan Bank terkait atau Departemen Perbankan Syariah bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; atau 2) Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat, sesuai wilayah tempat kedudukan kantor pusat Bank. c. Penyampaian permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf b dilampiri dengan dokumen pendukung yang terdiri atas: 1) risalah RUPS masing-masing Bank yang memuat rencana pembentukan Fungsi Holding; dan 2) rencana susunan pelaksana dan struktur organisasi Fungsi Holding. d. Pembentukan Fungsi Holding dilakukan oleh PSP yang akan melakukan pengambilalihan Bank sehingga menjadi pengendali pada lebih dari 1 (satu) Bank. e. Bagi PSP sebagaimana dimaksud dalam huruf d, rencana pembentukan Fungsi Holding disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan pada saat mengajukan izin pengambilalihan sedangkan permohonan pembentukan Fungsi Holding disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lama 3 (tiga) bulan setelah pengambilalihan secara sah. - 12 - f. Otoritas Jasa Keuangan akan memberikan persetujuan atas permohonan pembentukan Fungsi Holding paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja setelah seluruh dokumen yang dipersyaratkan diterima secara lengkap dan benar. g. Sesuai POJK Kepemilikan Tunggal, PSP sebagaimana dimaksud dalam huruf d wajib membentuk Fungsi Holding paling lama 6 (enam) bulan setelah pengambilalihan secara sah. h. Realisasi pembentukan Fungsi Holding dilaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan alamat: 1) Departemen Pengawasan Bank terkait atau Departemen Perbankan Syariah bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; atau 2) Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat, sesuai wilayah tempat kedudukan kantor pusat Bank, paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah realisasi pembentukan Fungsi Holding. 6. Dalam rangka memberikan arah strategis dan mengonsolidasikan laporan keuangan dari Bank yang menjadi anak perusahaan, Fungsi Holding memiliki tugas sebagaimana tugas Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company) dalam butir III.8. 7. Dalam hal pembentukan Fungsi Holding didahului dengan proses pengambilalihan, pengambilalihan hanya dapat dilakukan dalam satu kesatuan proses tanpa jeda dengan pembentukan Fungsi Holding. 8. Dalam hal PSP memerlukan perpanjangan jangka waktu pembentukan Fungsi Holding, permohonan diajukan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sebelum batas waktu sebagaimana dimaksud dalam butir 5.g. V. PENGAWASAN DAN PELAPORAN 1. Otoritas Jasa Keuangan melakukan pengawasan kepada Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company) dan Fungsi Holding, termasuk melakukan pemeriksaan, baik secara berkala maupun sewaktu-waktu dalam hal diperlukan. - 13 - 2. Dalam rangka pelaksanaan pengawasan tersebut, Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company) dan Fungsi Holding harus menyampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan: a. program kerja strategis Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company) sebagaimana dimaksud dalam butir III.8. atau program kerja strategis Fungsi Holding sebagaimana dimaksud dalam butir IV.6. disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan setiap tahun paling lambat pada akhir bulan Februari; b. laporan pengawasan Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company) dan Fungsi Holding terhadap Bank yang disampaikan setiap semester, masing-masing untuk posisi bulan Juni dan bulan Desember. Untuk posisi bulan Juni, laporan pengawasan dimaksud disampaikan paling lambat pada akhir bulan Agustus, sedangkan untuk posisi bulan Desember disampaikan paling lambat pada akhir bulan Februari tahun berikutnya; dan c. laporan lainnya, antara lain laporan transparansi kondisi keuangan Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company) dan laporan penerapan manajemen risiko secara konsolidasi bagi Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company) yang melakukan pengendalian terhadap Bank dengan format, tata cara, dan periode pelaporan yang mengacu pada ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai transparansi dan publikasi laporan bank dan ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai penerapan manajemen risiko secara konsolidasi bagi bank yang melakukan pengendalian terhadap perusahaan anak. 3. Sesuai dengan POJK Kepemilikan Tunggal, PSP melalui Bank wajib menyampaikan rencana pemenuhan ketentuan Kepemilikan Tunggal kepada Otoritas Jasa Keuangan yang paling sedikit memuat cara penyesuaian yang dipilih, rencana tindak (action plan), dan jadwal waktu pelaksanaan, yang diketahui oleh direksi dan dewan komisaris Bank. 4. Sesuai dengan POJK Kepemilikan Tunggal, Bank wajib menyampaikan laporan perkembangan kewajiban pemenuhan ketentuan Kepemilikan Tunggal kepada Otoritas Jasa Keuangan - 14 - setiap triwulan terhitung sejak persetujuan Otoritas Jasa Keuangan atas rencana pemenuhan ketentuan Kepemilikan Tunggal, termasuk jika terdapat hal-hal yang menjadi kendala dalam pelaksanaan pemenuhan kebijakan Kepemilikan Tunggal pada perbankan Indonesia dan rencana tindak (action plan) untuk mengatasi kendala dimaksud serta jangka waktu target penyelesaian. 5. Program kerja, rencana pemenuhan ketentuan Kepemilikan Tunggal, dan laporan-laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 sampai dengan angka 4, disampaikan kepada: a. Departemen Pengawasan Bank terkait atau Departemen Perbankan Syariah, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; atau b. Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat, sesuai wilayah tempat kedudukan kantor pusat Bank. VI. PENUTUP Pada saat Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku, Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/2/DPNP perihal Kepemilikan Tunggal pada Perbankan Indonesia dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 19 Juli 2017 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN OTORITAS JASA KEUANGAN, ttd NELSON TAMPUBOLON Salinan ini sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 44/SEOJK.03/2017 </reg_id> <reg_title> KEPEMILIKAN TUNGGAL PADA PERBANKAN INDONESIA </reg_title> <set_date> 19 Juli 2017 </set_date> <effective_date> 19 Juli 2017 </effective_date> <replaced_reg> '15/2/DPNP|SE-BI' </replaced_reg> <related_reg> '39/POJK.03/2017' </related_reg>
Yth. Direksi Bank Umum Konvensional di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 24 /SEOJK.03/2016 TENTANG PERHITUNGAN ASET TERTIMBANG MENURUT RISIKO UNTUK RISIKO OPERASIONAL DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN INDIKATOR DASAR Sehubungan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/POJK.03/2016 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5848), yang selanjutnya disebut POJK KPMM Bank Umum, perlu untuk mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai Perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) untuk Risiko Operasional dengan Menggunakan Pendekatan Indikator Dasar (PID) dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM 1. Untuk mendorong terciptanya sistem perbankan yang sehat dan mampu bersaing secara nasional maupun internasional, dibutuhkan suatu struktur permodalan Bank untuk menyerap risiko yang dihadapi sesuai standar internasional yang berlaku. 2. Mengacu pada standar internasional yang berlaku, Risiko Operasional merupakan salah satu risiko yang perlu diperhitungkan dalam ... - 2 - dalam perhitungan kecukupan modal selain Risiko Kredit, Risiko Pasar, dan risiko-risiko lainnya yang bersifat material. 3. Risiko Operasional adalah risiko akibat ketidakcukupan dan/atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, dan/atau adanya kejadian-kejadian eksternal yang mempengaruhi operasional Bank. 4. Risiko Operasional merupakan salah satu risiko yang diperhitungkan Bank dalam menghitung ATMR untuk perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM). Oleh karena itu, sebagaimana telah diatur dalam POJK KPMM Bank Umum, Bank wajib memperhitungkan ATMR untuk Risiko Operasional dalam perhitungan KPMM dengan menggunakan: a. Pendekatan Indikator Dasar (Basic Indicator Approach); b. Pendekatan Standar (Standardized Approach); atau c. Pendekatan yang lebih kompleks (Advanced Measurement Approach). 5. Untuk penerapan tahap awal, perhitungan ATMR untuk Risiko Operasional dilakukan dengan menggunakan PID. II. PERHITUNGAN ATMR UNTUK RISIKO OPERASIONAL DENGAN MENGGUNAKAN PID 1. Perhitungan ATMR untuk Risiko Operasional dalam perhitungan KPMM dengan menggunakan PID sebagaimana dimaksud dalam butir I.5, dilakukan dengan rumus sebagai berikut: ATMR untuk Risiko Operasional = 12,5 x beban modal Risiko Operasional Yang dimaksud dengan beban modal Risiko Operasional adalah rata- rata dari penjumlahan pendapatan bruto (gross income) tahunan (bulan Januari sampai dengan bulan Desember) yang positif pada 3 (tiga) tahun terakhir dikalikan 15% (lima belas persen). Perhitungan beban modal Risiko Operasional dilakukan dengan rumus sebagai berikut: KPID = [ Σ(GI 1…n x α)] n Dengan ... - 3 - Dengan keterangan sebagai berikut: KPID = beban modal Risiko Operasional menggunakan PID GI = pendapatan bruto positif tahunan dalam 3 (tiga) tahun terakhir n = jumlah tahun dimana pendapatan bruto positif α = 15% Contoh: Bank A Pendapatan Bruto 2015 750 2014 3.000 2013 2.250 2012 (dalam Jutaan Rp) 2011 1.750 2.500 Berdasarkan data di atas maka beban modal dalam rangka menghitung ATMR untuk Risiko Operasional posisi tahun 2016 adalah sebagai berikut: ATMR Risiko Operasional = 12,5 x beban modal Risiko Operasional = 12,5 x [15% x {(750+3.000+2.250)/3}] = 3.750 Dengan demikian, ATMR untuk Risiko Operasional posisi tahun 2016 adalah sebesar Rp3.750.000.000,00 (tiga miliar tujuh ratus lima puluh juta rupiah). 2. Perhitungan pendapatan bruto dilakukan dengan memperhatikan: a. Pendapatan Bruto adalah pendapatan bunga bersih ditambah pendapatan operasional non-bunga tertentu bersih yang dihitung secara kumulatif dari periode awal bulan Januari sampai dengan akhir bulan Desember setiap tahun. b. Tata cara perhitungan Pendapatan Bruto adalah sebagaimana tercantum pada Lampiran Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. c. Tata cara perhitungan Pendapatan Bruto sebagaimana terdapat pada Lampiran menggunakan data yang disampaikan melalui Laporan Bulanan Bank Umum (LBU). d. Untuk Bank yang memiliki unit usaha syariah, perhitungan Pendapatan Bruto memperhitungkan pula Pendapatan Bruto dari ... - 4 - dari unit usaha syariah setelah dikonversi sesuai dengan karakteristik usaha Bank dan prinsip syariah. e. Dalam hal berdasarkan hasil Laporan Keuangan yang telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) terdapat koreksi yang mempengaruhi besarnya Pendapatan Bruto maka Bank harus melakukan koreksi atas perhitungan ATMR untuk Risiko Operasional pada bulan berikutnya setelah laporan keuangan yang diaudit disampaikan oleh KAP kepada Bank. Contoh: Bank menghitung ATMR untuk Risiko Operasional selama bulan Januari dan bulan Februari 2016 berdasarkan Pendapatan Bruto tahun 2013, tahun 2014, dan tahun 2015 (unaudited). Pada awal bulan Maret 2016, Laporan Keuangan tahun 2015 yang telah diaudit KAP telah disampaikan kepada Bank. Berdasarkan laporan tersebut Bank menghitung ATMR untuk Risiko Operasional bulan Maret 2016 berdasarkan Pendapatan Bruto tahun 2013, tahun 2014, dan tahun 2015 (audited). f. Dalam hal pada perhitungan rata-rata Pendapatan Bruto selama 3 (tiga) tahun terakhir terdapat 1 (satu) tahun atau 2 (dua) tahun Bank mengalami Pendapatan Bruto negatif atau nihil maka untuk perhitungan rata-rata Pendapatan Bruto tahunan sebagaimana dimaksud pada angka 1, Bank harus mengeluarkan nilai Pendapatan Bruto negatif tersebut dari pembilang dan penyebut pada saat menghitung rata-rata Pendapatan Bruto. Contoh: Bank A Pendapatan Bruto 2015 800 2014 1.200 2013 (750) (dalam Jutaan Rp) 2012 2011 (1.750) 3.000 Berdasarkan data di atas, maka beban modal dalam rangka menghitung ATMR untuk Risiko Operasional adalah sebagai berikut: 1) Untuk ... - 5 - 1) Untuk posisi tahun 2016: ATMR Risiko Operasional = 12,5 x beban modal Risiko Operasional = 12,5 x[15%x{(800+1.200)/2}] = 1.875 Dengan demikian, ATMR untuk Risiko Operasional posisi tahun 2016 adalah sebesar Rp1.875.000.000,00 (satu miliar delapan ratus tujuh puluh lima juta rupiah). 2) Untuk posisi tahun 2015: ATMR Risiko Operasional = 12,5 x beban modal Risiko Operasional = 12,5 x [15%x{(1.200)/1}] = 2.250 Dengan demikian, ATMR untuk Risiko Operasional posisi tahun 2015 adalah sebesar Rp2.250.000.000,00 (dua miliar dua ratus lima puluh juta rupiah). g. Apabila selama 3 (tiga) tahun terakhir Bank mengalami Pendapatan Bruto negatif atau nihil maka untuk perhitungan rata-rata Pendapatan Bruto tahunan sebagaimana dimaksud pada angka 1, Bank harus menghitung beban modal Risiko Operasional dengan menggunakan Pendapatan Bruto tahunan terakhir yang positif. Contoh: (dalam Jutaan Rp) Bank A 2015 2014 2013 2012 2011 Pendapatan Bruto (1.250) (1.500) (750) 1.800 2.750 Berdasarkan data di atas, maka beban modal dalam rangka menghitung ATMR untuk Risiko Operasional posisi tahun 2016 adalah sebagai berikut: ATMR Risiko Operasional = 12,5 x beban modal Risiko Operasional = 12,5 x [15%x{(1.800)/1}] = 3.375 Dengan demikian, ATMR untuk Risiko Operasional posisi tahun 2016 adalah sebesar Rp3.375.000.000,00 (tiga miliar tiga ratus tujuh puluh lima juta rupiah). 3. Bank ... - 6 - 3. Bank yang baru berdiri atau Bank hasil merger atau konsolidasi, harus menghitung ATMR untuk Risiko Operasional sejak bulan Januari tahun berikutnya setelah tahun pendirian, merger atau konsolidasi Bank dengan menggunakan Pendapatan Bruto selama tahun awal pendirian yang diperhitungkan selama 1 (satu) tahun. Contoh: a. Beberapa Bank melakukan merger menjadi Bank A yang efektif beroperasi sejak tanggal 15 April 2016. Pada akhir bulan Desember 2016 total Pendapatan Bruto Bank A sebesar Rp750 juta. Berdasarkan pengaturan di atas, Bank A tidak diharuskan menghitung ATMR untuk Risiko Operasional sampai dengan akhir tahun pendirian (tahun 2016). Selama tahun 2017, sejak bulan Januari 2017 Bank A menghitung ATMR untuk Risiko Operasional sebagai berikut: ATMR Risiko Operasional = 12,5 x beban modal Risiko Operasional = 12,5 x [15% x {Rp750 juta x 12/9}] = Rp1.875 juta b. Bank B didirikan dan mulai beroperasi pada tanggal 19 Desember 2016. Total Pendapatan Bruto Bank B sampai dengan tanggal 31 Desember 2016 sebesar Rp100 juta. Berdasarkan pengaturan di atas, Bank B tidak diharuskan menghitung ATMR untuk Risiko Operasional sampai dengan akhir tahun pendirian (bulan Desember tahun 2016). Selama tahun 2017, sejak bulan Januari 2017 Bank B menghitung ATMR untuk Risiko Operasional sebagai berikut: ATMR Risiko Operasional = 12,5 x beban modal Risiko Operasional = 12,5 x [15% x {Rp100 juta x 12/1}] = Rp2.250 juta III. KETENTUAN ... - 7 - III. KETENTUAN LAIN-LAIN Lampiran dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. IV. KETENTUAN PENUTUP Dengan berlakunya Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/3/DPNP tanggal 27 Januari 2009 perihal Perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) untuk Risiko Operasional dengan Menggunakan Pendekatan Indikator Dasar (PID) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 14 Juli 2016 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN OTORITAS JASA KEUANGAN, ttd NELSON TAMPUBOLON Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 24/SEOJK.03/2016 </reg_id> <reg_title> PERHITUNGAN ASET TERTIMBANG MENURUT RISIKO UNTUK RISIKO OPERASIONAL DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN INDIKATOR DASAR </reg_title> <set_date> 14 Juli 2016 </set_date> <effective_date> 14 Juli 2016 </effective_date> <replaced_reg> '11/3/DPNP|SE-BI/2009' </replaced_reg> <related_reg> '11/POJK.03/2016' </related_reg>
Yth. 1. Direksi Perusahaan Asuransi; dan 2. Direksi Perusahaan Reasuransi, di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 27 /SEOJK.05/2017 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN CADANGAN TEKNIS BAGI PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI Sehubungan dengan amanat ketentuan Pasal 22 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 71/POJK.05/2016 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 304, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5994), perlu untuk mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai pedoman pembentukan cadangan teknis bagi perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Perusahaan adalah perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi. 2. Perusahaan Asuransi adalah perusahaan asuransi umum dan perusahaan asuransi jiwa sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian. 3. Perusahaan Asuransi Umum adalah perusahaan yang menyelenggarakan usaha jasa pertanggungan risiko yang memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga, yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti. 4. Perusahaan Asuransi Jiwa adalah perusahaan yang menyelenggarakan usaha jasa penanggulangan risiko yang memberikan pembayaran - 2 - kepada pemegang polis, tertanggung, atau pihak lain yang berhak dalam hal tertanggung meninggal dunia atau tetap hidup, atau pembayaran lain kepada pemegang polis, tertanggung, atau pihak lain yang berhak pada waktu tertentu yang diatur dalam perjanjian, yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana. 5. Perusahaan Reasuransi adalah perusahaan yang menyelenggarakan usaha jasa pertanggungan ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh Perusahaan Asuransi, perusahaan penjaminan, atau perusahaan reasuransi lainnya. 6. Manfaat Turunan Melekat adalah suatu manfaat masa depan yang dijanjikan Perusahaan Asuransi kepada tertanggung atau pemegang polis yang dikaitkan dengan suatu kondisi tertentu. 7. Manfaat Fitur Partisipasi Tidak Mengikat adalah suatu opsi yang diberikan oleh Perusahaan Asuransi kepada tertanggung atau pemegang polis untuk mendapatkan manfaat tertentu dengan atau tanpa membayar premi tambahan. 8. Cadangan Atas Premi Yang Belum Merupakan Pendapatan (unearned premium reserve) yang selanjutnya disingkat CAPYBMP adalah sejumlah dana yang harus dibentuk untuk menggambarkan bagian dari premi yang masa asuransinya belum dijalani. 9. Cadangan Atas Risiko Yang Belum Dijalani (unexpired risk reserve) yang selanjutnya disingkat CARYBD adalah estimasi pembayaran klaim yang akan terjadi selama masa pertanggungan di masa depan yang timbul dari polis yang aktif pada tanggal pembentukan cadangan teknis termasuk biaya pemeliharaan dan penanganan klaim pada sisa masa pertanggungan. 10. Produk Asuransi Yang Dikaitkan Dengan Investasi yang selanjutnya disebut PAYDI adalah produk asuransi yang paling sedikit memberikan perlindungan terhadap risiko kematian dan memberikan manfaat yang mengacu pada hasil investasi dari kumpulan dana yang khusus dibentuk untuk produk asuransi baik yang dinyatakan dalam bentuk unit maupun bukan unit. II. PEMBENTUKAN CADANGAN TEKNIS 1. Pembentukan cadangan teknis bagi Perusahaan meliputi cadangan premi, cadangan atas premi yang belum merupakan pendapatan untuk - 3 - produk yang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun atau berjangka waktu lebih dari 1 (satu) tahun yang syarat dan kondisi polisnya dapat diperbaharui kembali (renewable) pada setiap ulang tahun polis, cadangan atas PAYDI, cadangan klaim, dan cadangan atas risiko bencana (catastrophic reserve). 2. Pembentukan cadangan teknis Perusahaan dihitung berdasarkan pedoman pembentukan cadangan teknis sebagaimana dimaksud dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. III. KETENTUAN LAIN-LAIN Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini tidak berlaku untuk laporan keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dengan prinsip syariah maupun unit syariah dari Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. IV. KETENTUAN PENUTUP 1. Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2017. 2. Pada saat Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku, Peraturan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor PER-09/BL/2012 tentang Pedoman Pembentukan Cadangan Teknis bagi Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 13 Juni 2017 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERASURANSIAN, DANA PENSIUN, LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA OTORITAS JASA KEUANGAN, Salinan ini sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana ttd FIRDAUS DJAELANI
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 27/SEOJK.05/2017 </reg_id> <reg_title> PEDOMAN PEMBENTUKAN CADANGAN TEKNIS BAGI PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI </reg_title> <set_date> 13 Juni 2017 </set_date> <effective_date> 1 Juli 2017 </effective_date> <replaced_reg> 'PER-09/BL/2012|PERTA-BAPEPAM-LK/2012' </replaced_reg> <related_reg> '71/POJK.05/2016 | Pasal 22' </related_reg>
Yth. 1. Penyelenggara Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi; dan 2. Pengguna Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 18 /SEOJK.02/2017 TENTANG TATA KELOLA DAN MANAJEMEN RISIKO TEKNOLOGI INFORMASI PADA LAYANAN PINJAM MEMINJAM UANG BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, perlu untuk mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai Tata Kelola Dan Manajemen Risiko Teknologi Informasi Pada Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM 1. Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK adalah lembaga yang independen, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. 2. Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi adalah penyelenggaraan layanan jasa keuangan untuk mempertemukan pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman dalam rangka melakukan perjanjian pinjam meminjam dalam mata uang rupiah secara langsung melalui sistem elektronik dengan menggunakan jaringan internet. 3. Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengelola, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, - 2 - mengirimkan, dan/atau menyebarkan informasi elektronik di bidang layanan jasa keuangan. 4. Penyelenggara Sistem Elektronik adalah setiap orang, penyelenggara negara, badan usaha, dan masyarakat yang menyediakan, mengelola, dan/atau mengoperasikan Sistem Elektronik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama kepada pengguna Sistem Elektronik untuk keperluan dirinya dan/atau keperluan pihak lain. 5. Teknologi Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memproses, mengumumkan, menganalisis, dan/atau menyebarkan informasi di bidang layanan jasa keuangan. 6. Penyelenggara Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi yang selanjutnya disebut Penyelenggara adalah badan hukum Indonesia yang menyediakan, mengelola, dan mengoperasikan Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. 7. Pengguna Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi untuk selanjutnya disebut sebagai Pengguna adalah pemberi pinjaman dan penerima pinjaman yang menggunakan Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. 8. Direksi: a. bagi Penyelenggara yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas adalah direksi sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas; atau b. bagi Penyelenggara yang berbentuk badan hukum koperasi adalah pengurus sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian. 9. Komisaris: a. bagi Penyelenggara yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas adalah komisaris sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas; atau b. bagi Penyelenggara yang berbentuk badan hukum koperasi adalah pengawas sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. 10. Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer, dan/atau media elektronik lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. - 3 - 11. Sertifikat Elektronik adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat Tanda Tangan Elektronik dan identitas yang menunjukkan status subjek hukum para pihak dalam Transaksi Elektronik yang dikeluarkan oleh Penyelenggara Sertifikasi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. 12. Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas Informasi Elektronik yang dilekatkan, terasosiasi, atau terkait dengan Informasi Elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. 13. Penyelenggara Tanda Tangan Elektronik adalah badan hukum yang berfungsi sebagai pihak terpercaya yang memfasilitasi pembuatan Tanda Tangan Elektronik. 14. Pusat Data adalah suatu fasilitas yang digunakan untuk menempatkan Sistem Elektronik dan komponen terkaitnya untuk keperluan penempatan penyimpanan dan pengolahan data. 15. Pusat Pemulihan Bencana adalah suatu fasilitas yang digunakan untuk memulihkan kembali data atau informasi serta fungsi-fungsi penting Sistem Elektronik yang terganggu atau rusak akibat terjadinya bencana yang disebabkan oleh alam atau manusia 16. Rencana Pemulihan Bencana adalah dokumen yang berisikan rencana dan langkah-langkah untuk menggantikan dan/atau memulihkan kembali akses data, perangkat keras dan perangkat lunak yang diperlukan, agar Penyelenggara dapat menjalankan kegiatan operasional bisnis yang kritikal setelah adanya gangguan dan/atau bencana. II. PERAN DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI 1. Direksi melakukan pengawasan terhadap risiko Teknologi Informasi dan memastikan fungsi Teknologi Informasi mampu untuk mendukung strategi dan tujuan bisnis dari Penyelenggara. 2. Direksi bertanggungjawab terhadap risiko Teknologi Informasi yang timbul dari kegiatan yang paling sedikit meliputi: a. pengambilan keputusan yang terkait dengan Teknologi Informasi; b. pengalihkelolaan Teknologi Informasi; c. pengamanan Teknologi Informasi; - 4 - d. perlindungan data dan informasi; dan/atau e. pengelolaan layanan Teknologi Informasi. 3. Direksi menyusun kerangka kerja manajemen risiko Teknologi Informasi. 4. Direksi bertanggungjawab terhadap pelaksanaan manajemen risiko Teknologi Informasi agar aman, dapat dipercaya, berkelanjutan, dan stabil. 5. Direksi bertanggung jawab terhadap kualitas informasi produk dan layanan yang disampaikan kepada Pengguna dengan memperhatikan prinsip yang paling sedikit meliputi: a. keterbukaan; b. akurat; c. objektif; d. terpercaya; e. ketersediaan; f. mudah dipahami; g. integritas; dan h. kelengkapan. III. PUSAT DATA DAN PUSAT PEMULIHAN BENCANA A. Penempatan Pusat Data dan Pusat Pemulihan Bencana Penyelenggara menempatkan Sistem Elektronik pada Pusat Data dan Pusat Pemulihan Bencana di wilayah Indonesia sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. B. Rencana Pemulihan Bencana 1. Penyelenggara harus menyusun Rencana Pemulihan Bencana agar kelangsungan operasional Penyelenggara dapat tetap berjalan saat terjadi bencana dan/atau gangguan pada sarana Teknologi Informasi yang digunakan oleh Penyelenggara. 2. Penyelenggara dapat melakukan uji coba atas Pusat Pemulihan Bencana terhadap seluruh aplikasi dan infrastruktur yang kritikal sesuai dengan Rencana Pemulihan Bencana. 3. Penyelenggara melakukan kaji ulang Rencana Pemulihan Bencana paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun. 4. Penyelenggara menyampaikan laporan tahunan terkait dengan Rencana Pemulihan Bencana dan Pusat Pemulihan Bencana kepada Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana - 5 - Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya. IV. TATA KELOLA SISTEM ELEKTRONIK DAN TEKNOLOGI INFORMASI A. Rencana Strategis Sistem Elektronik 1. Penyelenggara mendaftarkan diri sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik pada Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia. 2. Penyelenggara harus menyusun dan memiliki rencana strategis Sistem Elektronik yang mendukung rencana bisnis Penyelenggara. 3. Rencana strategis Sistem Elektronik sebagaimana dimaksud pada angka 1 harus dicantumkan dalam rencana bisnis Penyelenggara. 4. Rencana strategis Sistem Elektronik Penyelenggara antara lain terkait kebijakan, prosedur, dan standar paling sedikit meliputi aspek: a. manajemen; b. pengembangan dan perencanaan; c. operasional Teknologi Informasi; d. jaringan komunikasi; e. pengamanan informasi; f. rencana pemulihan bencana; g. layanan Pengguna; dan h. penggunaan pihak penyedia jasa Teknologi Informasi. 5. Kebijakan, prosedur, dan standar yang sudah disusun harus disosialisasikan kepada pegawai serta pihak yang berkepentingan. 6. Kebijakan, prosedur, dan standar yang sudah disusun harus dilakukan review secara berkala untuk memastikan efektivitas dan kecukupannya. B. Sumber Daya Manusia. 1. Penyelenggara wajib memiliki sumber daya manusia yang memiliki keahlian dan/atau latar belakang di bidang Teknologi Informasi. - 6 - 2. Penyelenggara harus menyusun perencanaan sumber daya manusia dan kebutuhan kompetensinya di bidang Teknologi Informasi. 3. Penyelenggara harus memastikan bahwa kompetensi yang dibutuhkan dapat dipenuhi dengan baik guna menjamin keberlangsungan operasional dari Penyelenggara. 4. Penyelenggara harus meningkatkan kualitas dan kemampuan sumber daya manusia Penyelenggara baik melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan yang berkaitan dengan penyelenggaraan Teknologi Informasi maupun proses bisnis dan layanan yang ditawarkan. C. Pengelolaan Perubahan Teknologi Informasi 1. Penyelenggara harus memiliki prosedur yang mengelola setiap perubahan yang terjadi pada proses bisnis dan Sistem Elektronik. 2. Penyelenggara harus menentukan pembagian tanggung jawab dalam mengelola setiap perubahan yang terjadi pada proses bisnis dan Sistem Elektronik. 3. Penyelenggara harus memastikan setiap perubahan yang terjadi pada proses bisnis dan Sistem Elektronik telah mendapat persetujuan secara formal. 4. Penyelenggara harus mampu mengendalikan setiap perubahan yang terjadi pada proses bisnis dan Sistem Elektronik. 5. Penyelenggara harus mendokumentasikan serta menyampaikan kepada Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya secara berkala setiap 3 (tiga) bulan paling lambat pada tanggal 30 atau dalam hal terjadi perubahan pada proses bisnis dan Sistem Elektronik. 6. Dalam hal tanggal 30 sebagaimana dimaksud pada angka 5 jatuh pada hari libur, maka penyampaian dilakukan paling lambat 1 (satu) hari kerja berikutnya. 7. Penyelenggara harus melakukan pemisahan antara zona operasional dan pengembangan guna memastikan setiap perubahan yang terjadi tidak mengganggu operasional Sistem Elektronik. - 7 - 8. Penyelenggara harus memastikan personil yang mengakses zona operasional terdokumentasi dan telah mendapat persetujuan Direksi. V. ALIH KELOLA TEKNOLOGI 1. Penyelenggara dapat menggunakan penyedia alih kelola Teknologi Informasi untuk mendukung kegiatan bisnis Penyelenggara. 2. Penyedia alih kelola Teknologi Informasi antara lain penyedia yang bergerak di bidang jasa pengembangan sistem, jasa pemeliharaan, jasa pendukung operasional, jasa administrasi jaringan, jasa pemulihan bencana, dan komputasi awan (cloud computing). 3. Dalam hal Penyelenggara menggunakan pihak penyedia alih kelola Teknologi Informasi, Penyelenggara memiliki tanggung jawab sepenuhnya terhadap risiko yang terjadi dari dan pada Teknologi Informasi yang dialihkelolakan. 4. Penggunaan penyedia alih kelola Teknologi Informasi harus memperhatikan prinsip kehati-hatian, keberlangsungan, dan manajemen risiko yang paling sedikit meliputi: a. risiko yang berkaitan dengan penggunaan dan/atau akuisisi dari Sistem Elektronik dengan mempertimbangkan kemampuan dan keandalan; b. risiko yang berkaitan dengan rekam jejak, keberlangsungan bisnis, dan neraca keuangan dari penyedia jasa; c. memastikan bahwa syarat dan ketentuan kontraktual yang mengatur peran, hubungan, kewajiban, dan tanggung jawab semua pihak diatur sepenuhnya dalam perjanjian yang paling sedikit mencakup target kinerja, tingkat layanan, ketersediaan, keandalan, kapasitas, kepatuhan, audit, keamanan, perencanaan penanggulangan bencana, kemampuan pemulihan bencana, fasilitas pengolahan cadangan, dan pilihan hukum (choice of law); d. memastikan bahwa penyedia layanan jasa Teknologi Informasi dapat memberikan akses terhadap informasi kepada semua pihak yang ditentukan oleh Penyelenggara serta lembaga pengawas dan pengatur sektor untuk tujuan pengaturan, audit, atau kepatuhan; dan - 8 - e. mampu melakukan pengawasan dan evaluasi atas pelaksanaan kegiatan Penyelenggara yang diselenggarakan oleh pihak penyedia jasa secara berkala yang menyangkut kinerja, reputasi penyedia jasa, dan kelangsungan penyediaan layanan. 5. Penyelenggara memastikan pihak penyedia jasa Teknologi Informasi: a. memiliki tenaga ahli yang memiliki keandalan dengan didukung oleh sertifikat keahlian secara akademis dan/atau secara profesional sesuai dengan keperluan penyelenggaraan Teknologi Informasi; b. menerapkan prinsip pengendalian Teknologi Informasi secara memadai yang dibuktikan dengan hasil audit yang dilakukan pihak independen; c. sebagai pihak terafiliasi, menjaga keamanan seluruh informasi termasuk rahasia Penyelenggara dan data pribadi nasabah; d. melaporkan kepada Penyelenggara setiap kejadian kritis yang dapat mengakibatkan kerugian keuangan yang signifikan dan/atau mengganggu kelancaran operasional Penyelenggara; e. menyampaikan hasil audit Teknologi Informasi yang dilakukan oleh auditor independen secara berkala kepada Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya melalui Penyelengggara yang bersangkutan; f. menyediakan Rencana Pemulihan Bencana yang teruji dan memadai; g. mematuhi klausula mengenai pemutusan perjanjian sebelum jangka waktu berakhir (early termination) sebagaimana dimuat dalam perjanjian antara Penyelenggara dengan penyedia alih kelola Teknologi Informasi; dan h. memenuhi tingkat layanan sesuai dengan service level agreement antara Penyelenggara dan pihak penyedia jasa Teknologi Informasi. 6. Penyelenggara menyampaikan kepada Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya hasil penilaian atas penerapan manajemen risiko pada pihak penyedia jasa Teknologi Informasi secara berkala setiap 3 (tiga) bulan paling lambat pada tanggal 30. - 9 - 7. Dalam hal tanggal 30 sebagaimana dimaksud pada angka 6 jatuh pada hari libur, maka penyampaian dilakukan paling lambat 1 (satu) hari kerja berikutnya. 8. Penyelenggara memastikan pemusnahan data dan informasi pada saat pergantian penyedia alih kelola Teknologi Informasi sesuai dengan Surat Edaran OJK ini. 9. Penyelenggara menyusun laporan penggunaan alih kelola dan menyampaikan kepada Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya. VI. PENGELOLAAN DATA DAN INFORMASI 1. Penyelenggara dilarang untuk menyebarkan data dan informasi pribadi Pengguna kepada pihak lainnya. 2. Data dan informasi pribadi Pengguna sebagaimana dimaksud pada angka 1 paling sedikit meliputi: a. data dan informasi yang melekat dan dapat diidentifikasi: 1) perseorangan seperti: a. nama; b. alamat domisili; c. kartu identitas (KTP, SIM, Paspor); d. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); e. tanggal lahir dan/atau umur; f. alamat email; g. IP address; h. nomor telepon; i. nomor rekening; j. nama ibu kandung; k. nomor kartu kredit; l. identitas digital (Biometrik); m. tanda tangan; n. riwayat pendidikan; o. p. riwayat pekerjaan; rekening koran; q. daftar harta kekayaan; r. data dan informasi terkait lainnya; - 10 - 2) korporasi: a) nama korporasi; b) alamat; c) nomor telepon; d) susunan direksi dan komisaris termasuk dokumen identitas berupa KTP/Paspor/izin tinggal; e) susunan pemegang saham; f) nomor rekening; g) rekening koran; h) daftar aset; i) dokumen perusahaan; j) data dan informasi terkait lainnya; b. data dan informasi non-publik yang bersifat material: 1) laporan keuangan; 2) kinerja usaha; 3) keputusan manajemen; 4) jumlah pelanggan; 5) data dan informasi terkait lainnya; c. data dan informasi terkait transaksi keuangan; dan d. data dan informasi terkait kontrak/perjanjian. 3. Larangan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dikecualikan dalam hal: a. Pengguna memberikan persetujuan tertulis; dan/atau b. diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. 4. Dalam hal Pengguna memberikan persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf a, Penyelenggara dapat memberikan data dan/atau informasi pribadi Pengguna dan memastikan pihak ketiga dimaksud tidak memberikan dan/atau menggunakan data dan/atau informasi pribadi Pengguna untuk tujuan selain yang disepakati antara Penyelenggara dengan pihak lainnya. 5. Tata cara persetujuan tertulis dari Pengguna dapat dinyatakan dalam bentuk antara lain: a. pilihan setuju atau tidak setuju; atau b. memberikan tanda persetujuan, dalam dokumen dan/atau perjanjian produk dan/atau layanan. - 11 - 6. Data dan informasi sebagaimana dimaksud pada angka 2 harus diamankan melalui metode yang dapat memastikan proses pembacaan data dilakukan oleh pihak yang terotorisasi. 7. Data dan informasi Pengguna yang diperoleh dan dimanfaatkan oleh Penyelenggara harus memenuhi kriteria sebagai berikut: a. penyampaian batasan pemanfaatan data dan informasi kepada Pengguna serta memperoleh persetujuan dari Pengguna; b. penyampaian setiap perubahan tujuan pemanfaatan data dan informasi kepada Pengguna (apabila ada); dan c. media dan metode yang dipergunakan dalam memperoleh data dan informasi terjamin kerahasiaan, keamanan serta keutuhannya. 8. Data atau informasi Pengguna yang dimusnahkan oleh Penyelenggara harus memenuhi kriteria sebagai berikut: a. memperhatikan aspek retensi berdasarkan peraturan perundang- undangan yang berlaku dan kepentingan audit serta pemeriksaan dari otoritas pengawas dan pengatur sektor; dan b. memastikan tidak ada data dan informasi yang tertinggal, terkorelasi dan dapat dimanfaatkan kembali. 9. Penyelenggara mencegah adanya akses yang tidak sah terhadap data dan informasi. 10. Penyelenggara wajib menjaga kerahasiaan, keutuhan, dan ketersediaan data pribadi, data transaksi, dan data keuangan yang dikelolanya sejak data diperoleh hingga data tersebut dimusnahkan. VII. PENGELOLAAN RISIKO TEKNOLOGI INFORMASI 1. Penyelenggara harus melaksanakan identifikasi, penilaian, dan mitigasi risiko yang paling sedikit mempertimbangkan: a. aset yang dimiliki; b. bisnis proses yang dilaksanakan; c. klasifikasi data dan informasi; d. penanggung jawab risiko; e. batasan risiko yang dapat diterima; dan f. penentuan penilaian dampak dan kemungkinan munculnya risiko. 2. Penyelenggara menentukan toleransi risiko yang menjadi acuan terhadap pengelolaan risiko. - 12 - 3. Penyelenggara harus mengidentifikasi kemungkinan munculnya kekurangan dan/atau kecacatan dalam Sistem Elektronik sejak tahap perancangan, pengembangan, mengantisipasi kegagalan pada Sistem Elektronik. 4. Untuk memastikan risiko Sistem Elektronik dapat terukur dan terkendali dengan baik maka Penyelenggara menetapkan kerangka kerja manajemen risiko Teknologi Informasi. 5. Penyelenggara melakukan pembaharuan berkala dan pemantauan analisa risiko untuk memastikan setiap perubahan pada Sistem Elektronik, infrastruktur Teknologi Informasi, atau operasional Teknologi Informasi dapat teridentifikasi. VIII. PENGAMANAN SISTEM ELEKTRONIK Penyelenggara memastikan pengamananan dan pengoperasian untuk Sistem Elektronik dilaksanakan secara efektif dan berkesinambungan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1. Penyelenggara harus menyusun, menetapkan, dan mensosialisasikan kebijakan, prosedur, dan standar pengamanan Sistem Elektronik secara berkelanjutan; 2. pengamanan Sistem Elektronik harus memenuhi unsur kerahasiaan (confidentiality), integritas (integrity), dan ketersediaan (availability); 3. pengamanan Sistem Elektronik harus memperhatikan aspek teknologi, sumber daya manusia, dan pemanfaatan Teknologi Informasi; 4. pengamanan Sistem Elektronik yang diterapkan harus didasarkan pada hasil penilaian risiko; 5. ketersediaan manajemen penanganan insiden dalam pengamanan Sistem Elektronik. 6. pemantauan, penilaian, dan penanganan celah keamanan Teknologi Informasi secara rutin dan berkala terhadap Sistem Elektronik yang mendukung proses bisnis Penyelenggara dengan memperhatikan manajemen risiko; 7. Penyelenggara memastikan bahwa akses terhadap data dan informasi oleh pihak internal maupun eksternal memenuhi prinsip kehati-hatian dan prinsip akses terbatas. - 13 - IX. PENANGANAN INSIDEN DAN KETAHANAN TERHADAP GANGGUAN Dalam hal penanganan insiden dan ketahanan terhadap gangguan, Penyelenggara: 1. memastikan prosedur penanganan insiden dan ketahanan terhadap gangguan yang terjadi paling sedikit mencakup: a. klasifikasi insiden; b. langkah-langkah penanganan insiden; c. pencatatan insiden; dan d. basis data masalah dan insiden; 2. menyusun dan menguji secara berkala rencana dan langkah spesifik yang perlu diambil ketika sebuah insiden dapat memberikan dampak signifikan pada operasional atau bisnis Penyelenggara; 3. memiliki perencanaan dan metode penyampaian informasi mengenai gangguan kepada pihak eksternal terkait untuk dapat menyelesaikan insiden dan/atau gangguan yang terjadi; 4. memiliki perencanaan dan metode untuk mengkomunikasikan insiden atau gangguan yang terjadi apabila hal tersebut memiliki imbas kepada pelanggan atau stakeholder lainnya; 5. menyediakan prosedur dan media bagi Pengguna untuk mengajukan keluhan perihal layanan yang diberikan oleh Penyelenggara; 6. menyediakan metode penyampaian informasi cadangan yang terpisah dan berbeda dari Sistem Elektronik yang dipergunakan untuk operasionalnya untuk mengantisipasi keadaan bencana. X. PENGGUNAAN TANDA TANGAN ELEKTRONIK 1. Perjanjian Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi yang ditandatangani menggunakan Tanda Tangan Elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sama dengan perjanjian yang ditandatangani dengan tinta basah. 2. Penyelenggara harus memiliki pegawai yang bertanggungjawab mengelola pemenuhan perjanjian Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi dengan menggunakan Tanda Tangan Elektronik. 3. Dalam rangka penggunaan Tanda Tangan Elektronik, Penyelenggara bekerjasama dengan Penyelenggara Tanda Tangan Elektronik. - 14 - 4. Penyelenggara Tanda Tangan Elektronik sebagaimana dimaksud pada angka 3 memenuhi kualifikasi paling sedikit sebagai berikut: a. b. memiliki standar keamanan dan Teknologi Informasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; c. menyampaikan laporan berkala perihal kinerja dan hasil audit kepada Penyelenggara; d. memiliki kemampuan untuk mengamankan data Penyelenggara dan Pengguna dengan metode enkripsi dan menerapkan prinsip hak akses minimum; e. memiliki metode untuk menerbitkan, menghapus, dan mengganti Sertifikat Elektronik atas permintaan masing-masing Penyelenggara atau Pengguna; f. memiliki metode untuk melakukan verifikasi terhadap Tanda Tangan Elektronik yang sudah dibubuhkan serta Sertifikat Elektronik yang diterbitkan; g. dapat melakukan proses penandaan waktu untuk setiap proses penandatanganan elektronik; dan h. dapat melakukan proses pencabutan dan penerbitan ulang Sertifikat Elektronik yang bermasalah atas permintaan masing- masing Penyelenggara atau Pengguna. 5. Kualifikasi sebagaimana dimaksud pada angka 4 huruf b sampai dengan huruf h dibuktikan dengan hasil audit teknologi informasi yang dilakukan oleh auditor independen yang terpercaya dan memiliki reputasi internasional. 6. Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya memberikan persetujuan atas pelaksanaan kerja sama antara Penyelenggara dengan Penyelenggara Tanda Tangan Elektronik sebagaimana dimaksud pada angka 3. 7. Dalam hal pemanfaatan Tanda Tangan Elektronik, Penyelenggara memperhatikan paling sedikit hal-hal sebagai berikut: a. proses integrasi antara Sistem Elektronik milik Penyelenggara dengan Penyelenggara Tanda Tangan Elektronik harus tetap dapat menjaga keaslian identitas para pihak yang melaksanakan Transaksi Elektronik; terdaftar di Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia; - 15 - b. proses integrasi antara Sistem Elektronik milik Penyelenggara dengan Penyelenggara Tanda Tangan Elektronik memastikan aspek keamanan dan tata kelola yang dimiliki oleh Penyelenggara tetap terjaga; c. proses pengolahan, penyimpanan, serta pemanfaatan data Transaksi Elektronik harus memperhatikan prinsip integritas dari Transaksi Elektronik itu tetap terjaga; dan d. menyampaikan hak dan tanggung jawab dari Pengguna yang memiliki dan mempergunakan Tanda Tangan Elektronik. XI. KETERSEDIAAN LAYANAN DAN KEGAGALAN TRANSAKSI 1. Penyelenggara menetapkan dan menjalankan prosedur dan sarana untuk pengamanan Sistem Elektronik dalam menghindari gangguan, kegagalan, dan kerugian. 2. Penyelenggara menyediakan sistem pengamanan yang mencakup prosedur, sistem pencegahan dan penanggulangan terhadap ancaman dan serangan yang menimbulkan gangguan, kegagalan, dan kerugian. 3. Dalam hal terjadi kegagalan atau gangguan sistem yang berdampak serius sebagai akibat perbuatan dari pihak lain terhadap Sistem Elektronik, Penyelenggara mengamankan data dan melaporkan kepada Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya serta mengumumkan kepada Pengguna paling lambat 1 (satu) jam setelah terjadinya kegagalan atau gangguan sistem. 4. Penyelenggara memiliki saluran komunikasi alternatif untuk memastikan kelangsungan pelayanan kepada Pengguna. 5. Penyelenggara harus melakukan pemantauan dan evaluasi secara terus menerus agar keberlangsungan operasional dan layanan Teknologi Informasi berjalan dengan baik. XII. KETERBUKAAN INFORMASI PRODUK DAN LAYANAN 1. Penyelenggara harus mencantumkan informasi produk dan layanan pada Sistem Elektronik yang digunakan oleh Penyelenggara. 2. Pencantuman informasi produk dan layanan harus memperhatikan paling sedikit hal-hal sebagai berikut: a. risiko yang terdapat pada produk dan layanan; b. uraian pokok produk yang ditawarkan; - 16 - c. pusat pengaduan; dan/atau d. biaya yang timbul sehubungan dengan produk dan layanan. XIII. RETENSI Penyelenggara wajib menampilkan kembali data dan informasi secara utuh sesuai dengan format awal dengan tetap memperhatikan masa retensi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. XIV. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran OJK ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 18 April 2017 WAKIL KETUA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUNGAN ttd RAHMAT WALUYANTO Salinan ini sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 18/SEOJK.02/2017 </reg_id> <reg_title> TATA KELOLA DAN MANAJEMEN RISIKO TEKNOLOGI INFORMASI PADA LAYANAN PINJAM MEMINJAM UANG BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI </reg_title> <set_date> 18 April 2017 </set_date> <effective_date> 18 April 2017 </effective_date> <related_reg> '77/POJK.01/2016' </related_reg>
Yth. Direksi Bank Umum di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 34 /SEOJK.03/2017 TENTANG TRANSPARANSI INFORMASI SUKU BUNGA DASAR KREDIT Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 6/POJK.03/2015 tentang Transparansi dan Publikasi Laporan Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5687) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 32/POJK.03/2016 tentang Perubahan atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 6/POJK.03/2015 tentang Transparansi dan Publikasi Laporan Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 170, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5917) dan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai transparansi informasi produk bank dan penggunaan data pribadi nasabah, serta dengan beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan jasa keuangan di sektor perbankan dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan, perlu untuk mengatur kembali pelaksanaan tentang transparansi informasi suku bunga dasar kredit dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM 1. Pemilihan produk Bank oleh nasabah pada umumnya didasarkan pada pertimbangan mengenai manfaat, biaya, dan risiko dari produk yang ditawarkan oleh Bank tersebut. Hal ini menjadi sangat relevan khususnya untuk produk Bank berupa kredit mengingat kredit merupakan salah satu produk utama perbankan yang dimanfaatkan oleh masyarakat luas. Oleh karena itu, transparansi informasi mengenai Suku Bunga Dasar Kredit (prime lending rate), yang - 2 - selanjutnya disingkat SBDK, sangat diperlukan untuk memberikan kejelasan kepada nasabah dan memudahkan nasabah dalam menilai manfaat dan biaya atas kredit yang ditawarkan Bank. 2. Penerapan transparansi informasi mengenai SBDK juga merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan tata kelola dan mendorong persaingan yang sehat dalam industri perbankan antara lain melalui terciptanya disiplin pasar (market discipline) yang lebih baik. 3. SBDK diperlukan sebagai indikator besaran suku bunga kredit yang akan dikenakan kepada nasabah yang mengajukan kredit kepada Bank. Oleh karena itu, SBDK harus mencakup semua segmen kredit yang ditawarkan oleh Bank kepada nasabah yaitu segmen kredit korporasi, kredit ritel, kredit mikro, dan kredit konsumsi (Kredit Pemilikan Rumah/KPR dan non-KPR). II. SUKU BUNGA DASAR KREDIT 1. SBDK merupakan suku bunga terendah yang mencerminkan kewajaran biaya yang dikeluarkan oleh Bank termasuk ekspektasi keuntungan yang akan diperoleh. Selanjutnya SBDK digunakan sebagai dasar bagi Bank dalam menetapkan suku bunga kredit yang akan dikenakan kepada nasabah. 2. SBDK dihitung secara per tahun dalam bentuk persentase (%) yang penghitungannya dilakukan berdasarkan 3 (tiga) komponen yaitu: a. Harga Pokok Dana untuk Kredit (HPDK) yang timbul dari kegiatan penghimpunan dana; b. biaya overhead yang dikeluarkan Bank berupa beban operasional bukan bunga yang dikeluarkan untuk kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran kredit termasuk biaya pajak yang harus dibayar; dan c. margin keuntungan (profit margin) yang ditetapkan Bank dalam kegiatan penyaluran kredit. 3. Penghitungan SBDK sebagaimana dimaksud dalam angka 2 berlaku untuk jenis kredit: a. kredit korporasi; b. kredit ritel; c. kredit mikro; dan d. kredit konsumsi (KPR dan non-KPR). - 3 - 4. Penggolongan kredit korporasi, kredit ritel, dan kredit konsumsi (KPR dan non-KPR) dilakukan berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh Bank, sedangkan penggolongan kredit mikro berpedoman pada definisi usaha mikro sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai usaha mikro, kecil, dan menengah. 5. Penghitungan SBDK dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini hanya berlaku untuk kredit yang diberikan dalam mata uang Rupiah. 6. Penghitungan SBDK sebagaimana dimaksud dalam angka 2, tidak termasuk komponen estimasi premi risiko, yang merupakan penilaian Bank terhadap prospek pelunasan kredit oleh calon debitur, baik debitur individual maupun kelompok debitur, yang antara lain mempertimbangkan kondisi keuangan, jangka waktu kredit, dan prospek usaha. 7. Suku bunga kredit sebagaimana dimaksud dalam angka 1 merupakan penjumlahan SBDK dengan estimasi premi risiko. III. PELAPORAN DAN PUBLIKASI SBDK A. Pelaporan SBDK 1. Laporan SBDK disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan secara bulanan untuk posisi akhir bulan. 2. Laporan SBDK memuat: a. rincian penghitungan masing-masing komponen SBDK sebagaimana dimaksud dalam butir II.2; b. jenis kredit sebagaimana dimaksud dalam butir II.3; c. komponen estimasi premi risiko sebagaimana dimaksud dalam butir II.6; dan d. suku bunga kredit sebagaimana dimaksud dalam butir II.7. 3. Pelaporan SBDK disampaikan secara daring (online) melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan. Dalam hal penyampaian laporan melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan belum dapat dilakukan, Bank menyampaikan laporan secara daring (online) dengan mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai laporan berkala bank umum. - 4 - B. Publikasi Laporan SBDK 1. Publikasi laporan SBDK dilakukan melalui: a. papan pengumuman di setiap kantor Bank; b. halaman utama situs web Bank; dan c. surat kabar harian cetak berbahasa Indonesia yang memiliki peredaran luas. 2. Publikasi SBDK sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a dan butir 1.b dilakukan setiap saat, sedangkan publikasi SBDK sebagaimana dimaksud dalam butir 1.c dilakukan paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah akhir bulan Maret, bulan Juni, bulan September, dan bulan Desember untuk posisi SBDK akhir bulan tersebut. 3. SBDK yang dipublikasikan oleh Bank sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a dan butir 1.b adalah SBDK yang berlaku pada saat dipublikasikan. 4. Dalam mempublikasikan SBDK, Bank harus mencantumkan kalimat sebagai berikut: a. “Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) digunakan sebagai dasar penetapan suku bunga kredit yang akan dikenakan oleh Bank kepada nasabah. SBDK belum memperhitungkan komponen estimasi premi risiko yang besarnya tergantung dari penilaian Bank terhadap risiko untuk masing-masing debitur atau kelompok debitur. Dengan demikian, besarnya suku bunga kredit yang dikenakan kepada debitur belum tentu sama dengan SBDK”; dan b. “Dalam kredit konsumsi non-KPR tidak termasuk penyaluran dana melalui kartu kredit dan Kredit Tanpa Agunan (KTA)”. 5. Selain mencantumkan kalimat sebagaimana dimaksud dalam angka 4, untuk publikasi yang dilakukan melalui surat kabar sebagaimana dimaksud dalam butir 1.c, Bank harus mencantumkan kalimat sebagai berikut: “Informasi SBDK yang berlaku setiap saat dapat dilihat pada publikasi di setiap kantor Bank dan/atau situs web Bank”. 6. SBDK dipublikasikan kepada masyarakat dalam bentuk angka akhir dari hasil penghitungan komponen SBDK sebagaimana dimaksud dalam butir A.2.a dan butir A.2.b dengan format - 5 - publikasi yang berpedoman pada Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. Bank harus memberikan informasi mengenai SBDK dan suku bunga kredit dalam surat pemberitahuan persetujuan kredit (offering letter) atau dokumen lain kepada calon debitur sebelum penandatanganan perjanjian kredit. IV. PENUTUP Pada saat Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku, Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/1/DPNP perihal Transparansi Informasi Suku Bunga Dasar Kredit dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 7 Juli 2017 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN OTORITAS JASA KEUANGAN, ttd NELSON TAMPUBOLON Salinan ini sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 4/SEOJK.03/2017 </reg_id> <reg_title> PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO PADA BANK YANG MELAKUKAN AKTIVITAS BERKAITAN DENGAN REKSA DANA </reg_title> <set_date> 16 Januari 2017 </set_date> <effective_date> 1 Maret 2017 </effective_date> <replaced_reg> '11/36/DPNP|SE-BI/2009', '7/19/DPNP|SE-BI/2005' </replaced_reg> <related_reg> '18/POJK.03/2016', '65/POJK.03/2016' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi V' </penalty_list>
Yth. 1. Direksi Bank Umum Konvensional; dan 2. Direksi Bank Umum Syariah, di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 42 /SEOJK.03/2017 TENTANG PEMANFAATAN TENAGA KERJA ASING DAN PROGRAM ALIH PENGETAHUAN DI SEKTOR PERBANKAN Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 37/POJK.03/2017 tentang Pemanfaatan Tenaga Kerja Asing dan Program Alih Pengetahuan di Sektor Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6086) yang selanjutnya disebut POJK Pemanfaatan TKA, serta sehubungan dengan beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan jasa keuangan di sektor perbankan dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan, perlu untuk mengatur kembali pelaksanaan mengenai pemanfaatan Tenaga Kerja Asing dan program alih pengetahuan di sektor perbankan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM 1. Pemanfaatan Tenaga Kerja Asing (TKA) bagi Bank dimungkinkan dengan mempertimbangkan pesatnya perkembangan pengetahuan dan teknologi yang mempengaruhi produk dan jasa di sektor perbankan, sehingga diperlukan tenaga kerja dengan keahlian khusus yang belum dapat dipenuhi oleh pasar Tenaga Kerja Indonesia. 2. Dalam pemanfaatan TKA oleh Bank, selain harus mengikuti Undang-Undang mengenai perbankan atau Undang-Undang mengenai perbankan syariah dan ketentuan pelaksanaan yang dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan, Bank harus mengikuti - 2 - ketentuan ketenagakerjaan yang dikeluarkan oleh instansi yang menangani bidang ketenagakerjaan serta instansi terkait lain. 3. Bank dapat memanfaatkan TKA pada bidang tugas dan posisi jabatan tertentu. Posisi jabatan tertentu tersebut disesuaikan berdasarkan sifat kepemilikan saham Bank oleh pihak asing, yang digolongkan menjadi 4 (empat) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 sampai dengan Pasal 15 POJK Pemanfaatan TKA. 4. Pemanfaatan TKA tersebut harus diikuti dengan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia di bidang perbankan termasuk melalui program alih pengetahuan (transfer of knowledge) dari TKA kepada tenaga pendamping. 5. Tenaga pendamping adalah Tenaga Kerja Indonesia yang ditunjuk untuk mendampingi dan/atau membantu TKA, menerima alih pengetahuan (transfer of knowledge) secara langsung, dan dipersiapkan sebagai calon pengganti TKA. II. BIDANG TUGAS 1. Otoritas Jasa Keuangan menetapkan bidang tugas tertentu yang dapat diisi oleh TKA dengan mempertimbangkan kebutuhan industri perbankan serta ketersediaan dan kemampuan Tenaga Kerja Indonesia. 2. Bidang tugas yang dapat diisi oleh TKA ditetapkan sebagai berikut: a. Tresuri (Treasury) Bidang tugas tresuri (treasury) meliputi tugas-tugas yang antara lain berkaitan dengan pengaturan dan pengelolaan aset dan liabilitas Bank untuk mengoptimalkan keuntungan, pengelolaan likuiditas, posisi devisa neto, dan penjualan produk tresuri (treasury) secara langsung maupun tidak langsung. b. Manajemen Risiko Bidang tugas manajemen risiko meliputi tugas-tugas yang antara lain berkaitan dengan pengelolaan dan mitigasi risiko. c. Teknologi Informasi Bidang tugas teknologi informasi meliputi tugas-tugas yang antara lain berkaitan dengan pengelolaan proses administrasi dari transaksi perbankan, pengelolaan data nasabah, pengembangan jaringan, pengembangan sistem, perencanaan dan reengineering proses operasional perbankan, pengelolaan - 3 - fasilitas pendukung perbankan, dan pengelolaan produk-produk electronic banking, dengan menggunakan sarana teknologi informasi. d. Kredit atau Pembiayaan Bidang tugas kredit atau pembiayaan meliputi tugas-tugas yang antara lain berkaitan dengan penyaluran kredit atau pembiayaan oleh Bank, terutama untuk bidang penyaluran kredit atau pembiayaan yang belum banyak dikuasai oleh Tenaga Kerja Indonesia. e. Hubungan Investor (Investor Relation) atau Hubungan Nasabah (Customer Relation) Bidang tugas hubungan investor (investor relation) atau hubungan nasabah (customer relation) meliputi tugas-tugas yang antara lain berkaitan dengan strategi dan upaya untuk memperoleh dan membina relasi yang berkualitas dengan nasabah dalam rangka mendapatkan peluang bisnis dari nasabah (existing) maupun calon nasabah melalui pelayanan dan penjualan produk perbankan. f. Pemasaran Bidang tugas pemasaran meliputi tugas-tugas yang antara lain berkaitan dengan upaya memasarkan produk dan jasa perbankan, baik dalam rangka penghimpunan dana maupun penyaluran dana. g. Keuangan Bidang tugas keuangan meliputi tugas-tugas yang antara lain berkaitan dengan aspek akuntansi keuangan, akuntansi manajemen, pelaporan keuangan, perpajakan, perencanaan keuangan, dan strategi keuangan. III. PEMANFAATAN TKA 1. Sesuai dengan POJK Pemanfaatan TKA, Bank yang akan memanfaatkan TKA dalam kegiatan usahanya wajib menyampaikan rencana pemanfaatan TKA kepada Otoritas Jasa Keuangan dalam Rencana Bisnis Bank. 2. Rencana pemanfaatan TKA sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dicantumkan dalam Rencana Bisnis Bank pada bagian rencana pengembangan organisasi dan sumber daya manusia. Hal-hal yang - 4 - dicantumkan dalam rencana pengembangan sumber daya manusia antara lain: a. alasan pemanfaatan TKA serta alasan tidak atau belum menggunakan Tenaga Kerja Indonesia; b. bidang tugas dan posisi atau jabatan yang akan diisi yang meliputi ruang lingkup pekerjaan dan kompetensi yang dibutuhkan; c. rencana jumlah kebutuhan; d. jangka waktu pemanfaatan; e. nama tenaga pendamping; dan f. rencana program alih pengetahuan (transfer of knowledge): 1) rencana pelatihan untuk tenaga pendamping; dan 2) rencana pelatihan oleh TKA. 3. Pada saat Bank akan melakukan realisasi pemanfaatan TKA, Bank mengikuti prosedur sebagai berikut: a. Dalam Hal TKA Merupakan Calon Direksi, Calon Dewan Komisaris, Calon Pimpinan Kantor Cabang dari Bank yang Berkedudukan di Luar Negeri, atau Calon Pemimpin Kantor Perwakilan 1) Bank mengajukan permohonan persetujuan pemanfaatan TKA sebagai Direksi, Dewan Komisaris, Pimpinan Kantor Cabang dari Bank yang Berkedudukan di Luar Negeri atau Pemimpin Kantor Perwakilan dengan mengikuti tata cara atau prosedur dan persyaratan sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penilaian kemampuan dan kepatutan serta memenuhi persyaratan sesuai ketentuan terkait lain. 2) Penyampaian persyaratan dokumen Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) dan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) sebagaimana diatur dalam persyaratan dokumen administrasi bagi calon Direksi, calon Dewan Komisaris, Pimpinan Kantor Cabang dari Bank yang Berkedudukan di Luar Negeri, atau Pemimpin Kantor Perwakilan dalam ketentuan terkait, dapat dilaksanakan pada saat penyampaian laporan pengangkatan TKA kepada Otoritas Jasa Keuangan. - 5 - b. Dalam Hal TKA Merupakan Calon Pejabat Eksekutif 1) Bank mengajukan permohonan persetujuan penggunaan TKA sebagai Pejabat Eksekutif kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan dilampiri dokumen administratif sebagai berikut: a) 1 (satu) buah pas foto 1 (satu) bulan terakhir ukuran 4x6 cm; b) fotokopi paspor; c) riwayat hidup; d) fotokopi surat keterangan pengalaman kerja dari perusahaan sebelumnya dan sertifikat keahlian, profesi, pendidikan atau pelatihan; e) f) fotokopi konsep kontrak kerja atau surat penugasan dari Bank; dan contoh tanda tangan dan paraf. 2) Prosedur penilaian atas calon Pejabat Eksekutif dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan melalui penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen administratif yang disampaikan Bank dan informasi lain. Dalam hal dianggap perlu, Otoritas Jasa Keuangan melakukan wawancara untuk meminta konfirmasi dan/atau menggali informasi lebih mendalam. 3) Sesuai dengan POJK Pemanfaatan TKA, pengangkatan Pejabat Eksekutif wajib dilaporkan oleh Bank kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah tanggal pengangkatan efektif, dilampiri dengan: a) fotokopi kontrak kerja; dan b) fotokopi KITAS dan IMTA yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang. 4) Permohonan dan pelaporan pemanfaatan TKA sebagai Pejabat Eksekutif disampaikan oleh Bank kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan alamat: a) Departemen Pengawasan Bank terkait atau Departemen Perbankan Syariah, bagi Bank yang berkantor pusat atau kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri yang berada di wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; atau - 6 - b) Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat sesuai wilayah tempat kedudukan kantor pusat Bank. c. Pelaporan Pemanfaatan Calon Tenaga Ahli atau Konsultan 1) Pelaporan pemanfaatan Tenaga Ahli atau Konsultan disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah pengangkatan Tenaga Ahli atau Konsultan oleh Bank, dengan mencantumkan alasan pemanfaatan TKA, disertai dengan dokumen administrasi sebagai berikut: a) 1 (satu) buah pas foto 1 (satu) bulan terakhir ukuran 4x6 cm; b) fotokopi paspor; c) riwayat hidup; d) fotokopi kontrak kerja; e) contoh tanda tangan dan paraf; f) g) fotokopi bukti atau keterangan tentang Kualifikasi Keahlian; fotokopi KITAS dan IMTA yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang; dan h) surat pernyataan tidak merangkap jabatan. 2) Pelaporan pemanfaatan TKA sebagai Tenaga Ahli atau Konsultan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) disampaikan oleh Bank kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan alamat: a) Departemen Pengawasan Bank terkait atau Departemen Perbankan Syariah, bagi Bank yang berkantor pusat atau kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri yang berada di wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; atau b) Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat sesuai wilayah tempat kedudukan kantor pusat Bank. 3) Jabatan Tenaga Ahli atau Konsultan merupakan jabatan perorangan, yaitu jabatan yang diisi oleh TKA secara individu karena kemampuan teknis atau individu yang mendapat penugasan dari perusahaan konsultansi sesuai - 7 - bidang tugas yang dibutuhkan. Dengan demikian, jabatan Tenaga Ahli atau Konsultan merupakan jabatan yang diisi untuk jangka waktu terbatas untuk membantu Bank menangani masalah operasional yang baru atau yang untuk sementara belum dapat diatasi sendiri oleh Bank. Jabatan tersebut berada di luar struktur organisasi Bank, dan yang bersangkutan hanya berkewajiban untuk memberikan pendapat dan/atau melakukan pekerjaan tertentu sesuai kemampuan teknis yang dibutuhkan. Tenaga Ahli atau Konsultan tidak mempunyai kewenangan untuk menetapkan kebijakan yang berpengaruh pada Bank. 4) Otoritas Jasa Keuangan dapat memerintahkan Bank untuk membatalkan dan/atau menghentikan pengangkatan TKA sebagai Tenaga Ahli atau Konsultan dalam hal yang bersangkutan tidak memenuhi ketentuan Otoritas Jasa Keuangan. 4. Sesuai dengan POJK Pemanfaatan TKA, kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri yang akan memanfaatkan TKA sebagai pimpinan kantor cabang wajib memenuhi persyaratan yang salah satunya adalah diantara anggota Pimpinan Kantor Cabang dari Bank yang Berkedudukan di Luar Negeri paling sedikit terdapat 1 (satu) orang pejabat yang berkewarganegaraan Indonesia. Kewajiban tersebut telah dipenuhi oleh Bank dalam hal Bank telah menunjuk Tenaga Kerja Indonesia sebagai pejabat pimpinan Bank yang membawahi bidang tugas personalia dan bidang tugas kepatuhan. 5. Bank yang akan memperpanjang jangka waktu pemanfaatan TKA harus mengikuti prosedur sebagai berikut: a. Menyampaikan permohonan perpanjangan jangka waktu pemanfaatan TKA beserta alasan perpanjangan kepada Otoritas Jasa Keuangan yang ditujukan kepada: 1) Departemen Pengawasan Bank terkait atau Departemen Perbankan Syariah, bagi Bank yang berkantor pusat atau kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri yang berada di wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; atau - 8 - 2) Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat sesuai wilayah tempat kedudukan kantor pusat Bank, paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sebelum berakhirnya jangka waktu kontrak atau masa kerja TKA. b. Menyampaikan dokumen administrasi yang terkini, sebagai berikut: 1) 2) 3) fotokopi paspor; fotokopi kontrak kerja atau penunjukan kerja; fotokopi KITAS dan IMTA dari instansi yang berwenang; dan 4) laporan realisasi pelaksanaan alih pengetahuan (transfer of knowledge). 6. Salah satu persyaratan dalam pemanfaatan TKA sebagai Pejabat Eksekutif dan Tenaga Ahli atau Konsultan oleh Bank adalah kemampuan penggunaan bahasa Indonesia secara memadai dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun setelah yang bersangkutan menduduki jabatan dimaksud. Dengan penguasaan bahasa Indonesia secara memadai diharapkan TKA dimaksud dapat berkomunikasi secara baik dengan Tenaga Kerja Indonesia sehingga dapat memperlancar proses alih pengetahuan (transfer of knowledge). Pemenuhan penguasaan bahasa Indonesia ditunjukkan antara lain dengan cara menyampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan sertifikat uji kemahiran berbahasa Indonesia sesuai tingkat kemampuan yang dapat dicapai oleh masing-masing TKA, yang dikeluarkan oleh otoritas yang berwenang, atau bukti penguasaan berbahasa Indonesia lain yang dikeluarkan oleh lembaga pendidikan atau kursus bahasa Indonesia yang terdaftar di instansi yang berwenang. 7. Sesuai dengan POJK Pemanfaatan TKA, pada setiap akhir tahun, Bank wajib melaporkan realisasi pemanfaatan TKA (Direksi, Dewan Komisaris, Pejabat Eksekutif dan/atau Tenaga Ahli atau Konsultan), serta realisasi pelatihan dan alih pengetahuan (transfer of knowledge) yang telah dilaksanakan (Pejabat Eksekutif dan/atau Tenaga Ahli atau Konsultan) dalam Laporan Realisasi Rencana Bisnis Bank. Dalam laporan tersebut, paling sedikit dicantumkan hal-hal sebagai berikut: a. nama TKA; - 9 - b. bidang tugas TKA; c. posisi atau jabatan TKA; d. nama pendamping; e. hasil evaluasi terhadap pendamping; f. pendidikan atau pelatihan kepada tenaga pendamping; dan g. lembaga penyelenggara pendidikan atau pelatihan. 8. Otoritas Jasa Keuangan dapat membatalkan persetujuan pemanfaatan TKA yang telah diberikan, dalam hal dikemudian hari ditemukan antara lain: a. informasi atau dokumen yang diberikan Bank tidak benar atau palsu; b. yang bersangkutan dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana yang telah memperoleh keputusan hukum tetap; atau c. TKA atau Bank tidak memenuhi kewajiban sebagaimana diatur dalam POJK Pemanfaatan TKA setelah persetujuan diberikan oleh Otoritas Jasa Keuangan. 9. Dalam hal diperlukan, Bank dapat mengajukan permohonan kepada Otoritas Jasa Keuangan untuk meminta pengecualian atas pemanfaatan TKA di luar bidang tugas yang telah ditetapkan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan dan/atau meminta pengecualian atas jabatan tertentu selain jabatan yang telah ditetapkan dalam POJK Pemanfaatan TKA. 10. Otoritas Jasa Keuangan akan mempertimbangkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 9 dengan memperhatikan, antara lain: a. kebutuhan Bank; b. ketersediaan dan kemampuan Tenaga Kerja Indonesia; c. pemenuhan kriteria yang dipersyaratkan dalam POJK Pemanfaatan TKA; d. upaya-upaya yang telah dilakukan oleh Bank dalam mencari Tenaga Kerja Indonesia untuk memenuhi kebutuhan tersebut; dan/atau e. upaya-upaya Bank dalam meningkatkan kemampuan dan keahlian Tenaga Kerja Indonesia di internal Bank, termasuk misalnya program peningkatan kemampuan sumber daya manusia dalam bentuk pengiriman Tenaga Kerja Indonesia - 10 - untuk ditempatkan di kantor pusat atau kantor cabang Bank atau kelompok usahanya di luar negeri. 11. Salah satu kriteria yang dipersyaratkan dalam POJK Pemanfaatan TKA sebagaimana dimaksud dalam butir 10.c. antara lain dalam hal TKA tidak dimanfaatkan maka Bank akan menghadapi risiko kerugian yang cukup signifikan atau berkurangnya potensi keuntungan baik secara finansial maupun non-finansial. Hal ini dapat terjadi misalnya dalam penggunaan TKA sebagai Tenaga Ahli untuk mengatasi kerusakan sarana teknologi sistem informasi Bank karena Tenaga Ahli dimaksud tidak tersedia di Indonesia. Sementara dalam hal kerusakan tidak segera diatasi, Bank akan menghadapi risiko kerugian yang cukup signifikan baik secara finansial maupun non-finansial, seperti berkurangnya jumlah nasabah atau hilangnya kepercayaan nasabah karena teknologi sistem informasi yang sering bermasalah. 12. Jangka waktu pemanfaatan TKA untuk jabatan tertentu selain jabatan yang telah ditetapkan dalam POJK Pemanfaatan TKA, sebagaimana dimaksud dalam angka 9 adalah paling lama 1 (satu) tahun. Jangka waktu tersebut dapat diperpanjang paling banyak 2 (dua) kali, masing-masing paling lama 1 (satu) tahun. Dalam hal ini, Bank harus menyampaikan permohonan terlebih dahulu kepada Otoritas Jasa Keuangan untuk memperoleh persetujuan perpanjangan. Dalam hal Bank telah merencanakan sejak awal untuk memanfaatkan TKA melebihi jangka waktu 1 (satu) tahun, pada saat Bank menyampaikan permohonan pengecualian atas jabatan tertentu dimaksud, dapat disertai pula dengan permohonan persetujuan untuk perpanjangan yang pertama kalinya paling lama 1 (satu) tahun. Ketentuan tersebut tidak meniadakan kewajiban Bank untuk tetap memenuhi tata cara dan prosedur perizinan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang diatur oleh instansi yang menangani bidang ketenagakerjaan serta instansi terkait lain. 13. Permohonan pengecualian pemanfaatan TKA sesuai bidang tugas sebagaimana dimaksud dalam angka 9 dan jangka waktu pemanfaatan TKA sebagaimana dimaksud dalam angka 12 diajukan oleh Bank kepada Otoritas Jasa Keuangan yang ditujukan kepada: - 11 - a. Departemen Pengawasan Bank terkait atau Departemen Perbankan Syariah, bagi Bank yang berkantor pusat atau kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri yang berada di wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; atau b. Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat sesuai wilayah tempat kedudukan kantor pusat Bank. 14. Permohonan pengecualian pemanfaatan TKA sesuai bidang tugas sebagaimana dimaksud dalam angka 9 dilampiri dengan dokumen administrasi sebagai berikut: a. alasan permohonan pengecualian dan/atau perpanjangan; b. bagi Pejabat Eksekutif, dokumen sebagaimana dipersyaratkan dalam butir 3.b.1); dan/atau c. bagi Tenaga Ahli atau Konsultan, dokumen sebagaimana dipersyaratkan dalam butir 3.c.1). IV. PELAKSANAAN PROGRAM ALIH PENGETAHUAN (TRANSFER OF KNOWLEDGE) 1. Sesuai dengan POJK Pemanfaatan TKA, Bank yang menggunakan TKA sebagai Pejabat Eksekutif, Tenaga Ahli atau Konsultan, dan/atau jabatan lain berdasarkan persetujuan Otoritas Jasa Keuangan, wajib menunjuk paling sedikit 2 (dua) orang Tenaga Kerja Indonesia sebagai tenaga pendamping selama menjalankan tugas, melakukan pendidikan dan pelatihan kerja bagi tenaga pendamping sesuai dengan kualifikasi jabatan yang diduduki oleh TKA, dan menjamin terlaksananya pelatihan atau pengajaran oleh TKA terutama kepada pegawai Bank. Selain kepada pegawai Bank, pelatihan dan pengajaran juga dapat dilakukan kepada pelajar, mahasiswa, dan/atau masyarakat umum. 2. Pelaksanaan alih pengetahuan (transfer of knowledge) dilakukan melalui pelatihan atau pengajaran oleh TKA terutama kepada pegawai Bank. Pelaksanaan pelatihan atau pengajaran dapat dilakukan melalui seminar, pelatihan (training), kursus pendek, perkuliahan, atau program alih pengetahuan (transfer of knowledge) lain melalui tatap muka secara langsung dengan peserta pelatihan atau pengajaran. Pelatihan atau pengajaran dapat diselenggarakan oleh pihak intern maupun pihak ekstern Bank. - 12 - Pelaksanaan kegiatan pelatihan atau pengajaran dilaporkan dalam Laporan Realisasi Rencana Bisnis Bank yang paling sedikit meliputi: a. nama TKA; b. waktu dan lokasi pelaksanaan kegiatan; c. jumlah peserta; d. jangka waktu kegiatan; e. materi kegiatan; dan f. foto kegiatan. Untuk keperluan pemeriksaan oleh Otoritas Jasa Keuangan, Bank harus menatausahakan dokumen terkait dengan pelatihan tersebut, termasuk mengenai hardcopy dan softcopy materi pelatihan, foto-foto kegiatan, daftar hadir peserta, dan informasi atau bukti pendukung lain mengenai realisasi kegiatan pelatihan. 3. Bank harus memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan terkait pengembangan sumber daya manusia di bidang perbankan. Pemenuhan ketentuan tersebut dapat menjadi salah satu pertimbangan Otoritas Jasa Keuangan dalam memberikan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 16 POJK Pemanfaatan TKA. V. PENUTUP Pada saat Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku, Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/27/DPNP perihal Pelaksanaan Pemanfaatan Tenaga Kerja Asing dan Program Alih Pengetahuan di Sektor Perbankan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. - 13 - Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 19 Juli 2017 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN OTORITAS JASA KEUANGAN, ttd NELSON TAMPUBOLON Salinan ini sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 42/SEOJK.03/2017 </reg_id> <reg_title> PEMANFAATAN TENAGA KERJA ASING DAN PROGRAM ALIH PENGETAHUAN DI SEKTOR PERBANKAN </reg_title> <set_date> 19 Juli 2017 </set_date> <effective_date> 19 Juli 2017 </effective_date> <replaced_reg> '9/27/DPNP|SE-BI' </replaced_reg> <related_reg> '37/POJK.03/2017' </related_reg>
Yth. Direksi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 46 /SEOJK.03/2016 TENTANG BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH Sehubungan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 3/POJK.03/2016 tentang Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 15 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5839), yang selanjutnya disebut POJK BPRS, perlu untuk mengatur pelaksanaan POJK BPRS dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM 1. Pengajuan permohonan izin, pengajuan rencana dan/atau penyampaian laporan kepada Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan dan/atau Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana diatur dalam POJK BPRS menggunakan format lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 2. Dalam hal format permohonan izin, pengajuan rencana dan/atau penyampaian laporan tidak diatur secara khusus dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini maka format tersebut diserahkan kepada masing-masing Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). 3. Pengaturan mengenai kegiatan layanan dengan menggunakan kartu Automated Teller Machine (ATM) dan/atau kartu debet selain mengacu pada POJK BPRS, tunduk pada Peraturan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu dan peraturan pelaksanaannya. -2- II. PENDIRIAN 1. Pemenuhan persyaratan modal disetor minimum untuk pendirian BPRS, diatur berdasarkan tempat kedudukan BPRS yang dibagi dalam 4 (empat) zona yaitu: a. Zona 1 dengan modal disetor minimum Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah); b. Zona 2 dengan modal disetor minimum Rp7.000.000.000,00 (tujuh miliar rupiah); c. Zona 3 dengan modal disetor minimum Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan d. Zona 4 dengan modal disetor minimum Rp3.500.000.000,00 (tiga miliar lima ratus juta rupiah). Daftar nama kabupaten atau kota pada zona 1 sampai dengan zona 4 sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I. 2. Dengan pertimbangan tertentu, Otoritas Jasa Keuangan berwenang menetapkan jumlah modal disetor di atas jumlah minimum sebagaimana dimaksud pada angka 1. Penetapan jumlah modal disetor yang lebih tinggi didasarkan pada pertimbangan antara lain kelangsungan pengembangan kegiatan usaha BPRS ke depan sehingga dapat beroperasi secara berkesinambungan. Kelangsungan pengembangan kegiatan usaha BPRS ke depan dimaksud antara lain ditetapkan berdasarkan penilaian terhadap perkembangan dan kemajuan daerah, potensi ekonomi, perkembangan harga barang dan jasa, jumlah dan tingkat persaingan antara lembaga keuangan bank dan non bank, jumlah penduduk, dan luas wilayah. Contoh: Calon pemegang saham berencana mendirikan sebuah BPRS yang berlokasi di zona 2 dengan persyaratan modal disetor minimum sebesar Rp7.000.000.000,00 (tujuh miliar rupiah). Dengan mempertimbangkan kondisi kelangsungan dan pengembangan kegiatan usaha BPRS di wilayah pendirian BPRS, Otoritas Jasa Keuangan berwenang menetapkan persyaratan jumlah modal disetor lebih tinggi dari Rp7.000.000.000,00 (tujuh miliar rupiah). 3. Atas inisiatif calon pemegang saham, penyetoran modal dapat dilakukan melebihi jumlah modal disetor minimum sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2. -3- 4. Dalam hal terjadi pemekaran wilayah, persyaratan modal disetor minimum untuk mendirikan BPRS mengacu pada jumlah modal disetor minimum pada zona asal sebelum terjadi pemekaran wilayah. Contoh: Sesuai Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan yang berlaku, Kabupaten A merupakan salah satu kabupaten atau kota yang berada di zona 3 dengan modal disetor minimum sebesar Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Seiring dengan perkembangan dan potensi ekonomi Kabupaten A, dengan mengacu pada undang-undang mengenai pemerintahan daerah, Kabupaten A dipisahkan menjadi 2 (dua) kabupaten yaitu Kabupaten A dan Kabupaten B. Mengingat Kabupaten B merupakan kabupaten baru sehingga belum tercantum dalam salah satu daftar zona pada Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan, setiap pendirian BPRS di wilayah Kabupaten B mengacu pada jumlah modal disetor minimum Kabupaten A sebesar Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). 5. Dalam hal terdapat kabupaten atau kota yang bukan berasal dari hasil pemekaran wilayah dan belum tercantum dalam daftar nama kabupaten atau kota sesuai zona sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I, jumlah modal disetor minimum pada kabupaten atau kota tersebut adalah sebesar jumlah modal disetor minimum pada zona kabupaten atau kota terdekat dengan persyaratan modal disetor minimum yang terbesar. 6. Kantor pusat BPRS yang akan berpindah ke zona yang memiliki persyaratan modal disetor pendirian BPRS yang lebih tinggi dari zona kantor pusat BPRS semula, harus memenuhi persyaratan modal disetor pendirian BPRS di zona lokasi pemindahan alamat kantor pusat BPRS. Contoh: BPRS A semula berkantor pusat di Kabupaten Bekasi yang termasuk dalam zona 2 dan memiliki persyaratan modal disetor dalam rangka pendirian BPRS sebesar Rp7.000.000.000,00 (tujuh miliar rupiah). Apabila BPRS A akan memindahkan kantor pusatnya ke Kota Bandung yang termasuk dalam zona 1, BPRS A wajib menambah modal disetor menjadi paling sedikit sebesar Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah) sesuai dengan persyaratan modal disetor dalam rangka pendirian BPRS di zona 1. -4- III. PERIZINAN 1. Persetujuan Prinsip a. Permohonan untuk mendapatkan persetujuan prinsip dalam rangka pendirian BPRS disampaikan secara tertulis kepada Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan u.p. Departemen Perbankan Syariah dengan tembusan kepada Kantor Regional atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan sesuai lokasi tempat kedudukan BPRS dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.1, disertai dengan dokumen pendukung. b. Permohonan untuk mendapatkan persetujuan prinsip sebagaimana dimaksud pada huruf a, diajukan paling sedikit oleh salah satu calon Pemegang Saham Pengendali (PSP), yang memiliki saham paling sedikit 25% (dua puluh lima persen), disertai dengan: 1) Rancangan akta pendirian badan hukum Perseroan Terbatas (PT), termasuk rancangan anggaran dasar yang paling sedikit memuat: a) nama dan tempat kedudukan; b) kegiatan usaha sebagai BPRS; c) permodalan, antara lain mencantumkan klausula bahwa setiap penambahan modal disetor harus dengan persetujuan Otoritas Jasa Keuangan; d) kepemilikan, antara lain mencantumkan klausula bahwa setiap perubahan kepemilikan BPRS yang mengakibatkan perubahan dan/atau terdapat PSP baru antara lain meliputi: i. penggantian pemegang saham; ii. penambahan pemegang saham baru; dan/atau iii. perubahan komposisi jumlah kepemilikan saham diantara para pemegang saham lama tanpa penggantian maupun penambahan pemegang saham baru, harus mendapat persetujuan Otoritas Jasa Keuangan; e) ketentuan mengenai pengangkatan, penggantian anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan anggota -5- Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang berlaku efektif setelah mendapat persetujuan Otoritas Jasa Keuangan; f) ketentuan mengenai pemberhentian, pengunduran diri anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan anggota DPS yang berlaku efektif setelah mendapat penegasan Otoritas Jasa Keuangan; g) ketentuan mengenai jumlah, tugas, kewenangan, tanggung jawab, dan hal-hal lain yang terkait dengan persyaratan anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan anggota DPS sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan dan peraturan perundang-undangan lain; h) ketentuan mengenai Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang menetapkan bahwa tugas manajemen, remunerasi anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris, laporan pertanggungjawaban tahunan, penunjukan dan biaya jasa akuntan publik, penggunaan laba, dan hal-hal lain sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan dan peraturan perundang-undangan lain; dan i) ketentuan mengenai RUPS yang harus dipimpin oleh Presiden Komisaris atau Komisaris Utama. Dalam hal Komisaris Utama berhalangan maka RUPS dapat dipimpin oleh anggota Dewan Komisaris lainnya; 2) daftar calon pemegang saham berikut rincian besarnya masing-masing kepemilikan saham: a) dalam hal calon pemegang saham adalah perorangan maka harus dilampiri dokumen sebagai berikut: i. pasfoto terakhir ukuran 4 x 6 cm; ii. fotokopi tanda pengenal berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP); iii. daftar riwayat hidup; iv. surat pernyataan pribadi yang menyatakan tidak pernah dihukum karena terbukti melakukan tindak pidana berupa: (i) tindak pidana di sektor jasa keuangan yang pidananya telah selesai dijalani dalam waktu -6- 20 (dua puluh) tahun terakhir sebelum dicalonkan; (ii) tindak pidana kejahatan yaitu tindak pidana yang tercantum dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan/atau yang sejenis KUHP di luar negeri dengan ancaman hukuman pidana penjara 1 (satu) tahun atau lebih yang pidananya telah selesai dijalani dalam waktu 10 (sepuluh) tahun terakhir sebelum dicalonkan; dan/atau (iii) tindak pidana lainnya dengan ancaman hukuman pidana penjara 1 (satu) tahun atau lebih, antara lain korupsi, pencucian uang, narkotika/psikotropika, kepabeanan, cukai, perdagangan orang, perdagangan senjata gelap, terorisme, pemalsuan uang, di bidang perpajakan, di bidang kehutanan, di bidang lingkungan hidup, di bidang kelautan, dan perikanan, yang pidananya telah selesai dijalani dalam waktu 20 (dua puluh) tahun terakhir sebelum dicalonkan; v. surat pernyataan pribadi bermeterai cukup yang menyatakan bersedia untuk melakukan penambahan permodalan, apabila menurut penilaian Otoritas Jasa Keuangan diperlukan; vi. Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak masing-masing calon pemegang saham; vii. dalam hal calon pemegang saham perorangan sebagai PSP, harus dilampiri tambahan dokumen surat pernyataan pribadi yang menyatakan sebagai berikut: (a) berkomitmen untuk mematuhi ketentuan dan peraturan perundang–undangan khususnya di bidang perbankan dan perbankan syariah serta bersedia mendukung kebijakan OJK; penyelundupan, -7- (b) yang bersangkutan tidak pernah dinyatakan pailit dan/atau tidak pernah menjadi pemegang saham, pengendali, anggota Direksi, atau anggota Dewan Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir sebelum dicalonkan; (c) tidak sedang dilarang untuk menjadi Pihak Utama yang antara lain tidak tercantum dalam Daftar Tidak Lulus (DTL); (d) tidak melakukan pengalihan kepemilikan saham BPRS dalam jangka waktu tertentu, kecuali berdasarkan persetujuan Otoritas Jasa Keuangan; (e) tidak sedang menjalani proses hukum, tidak sedang dalam proses uji/penilaian kemampuan dan kepatutan, dan/atau tidak sedang menjalani proses penilaian kembali karena terdapat indikasi permasalahan integritas, kelayakan/reputasi keuangan dan/atau kompetensi pada suatu Lembaga Jasa Keuangan (LJK); (f) berkomitmen terhadap pengembangan BPRS yang sehat; (g) tidak akan melakukan dan/atau mengulangi perbuatan dan/atau tindakan yang menyebabkan yang bersangkutan termasuk sebagai pihak yang dilarang untuk menjadi Pihak Utama (bagi calon yang pernah dilarang sebagai Pihak Utama); (h) bukan merupakan pengendali, anggota Direksi, atau anggota Dewan Komisaris dari badan hukum yang kredit/pembiayaan macet dan/atau hutang jatuh tempo dan bermasalah; mempunyai -8- (i) berkomitmen untuk melakukan upaya-upaya yang diperlukan apabila BPRS menghadapi kesulitan permodalan maupun likuiditas dalam menjalankan kegiatan usahanya; (j) tidak memiliki kredit/pembiayaan macet dan/atau hutang jatuh tempo dan bermasalah; dan (k) daftar kekayaan dan sumber pendapatan serta jumlah hutang yang dimiliki sesuai dengan laporan pajak tahun terakhir; viii. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak calon pemegang saham; ix. komitmen tertulis masing-masing calon pemegang saham yang menyatakan bahwa yang bersangkutan bersedia untuk: (a) tidak melakukan kegiatan-kegiatan tertentu yang diperkirakan memperburuk kondisi keuangan dan non keuangan BPRS; (b) tidak menerima penyediaan dana dan/atau fasilitas yang tidak wajar dari BPRS; dan (c) melaksanakan arah dan strategi pengembangan BPRS yang sehat, yang mengutamakan pembiayaan kepada usaha mikro dan usaha kecil yang produktif untuk masyarakat setempat; b) dalam hal calon pemegang saham adalah badan hukum harus dilampiri dokumen sebagai berikut: i. akta pendirian badan hukum, yang memuat anggaran dasar berikut perubahannya yang telah mendapat pengesahan dari instansi berwenang; ii. dokumen sebagaimana dimaksud pada butir a) i. sampai dengan butir a) iv. dari: (a) masing-masing anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris, bagi badan hukum Perseroan Terbatas; atau (b) masing-masing anggota pengurus bagi badan hukum selain Perseroan Terbatas; -9- iii. surat pernyataan badan hukum bermeterai cukup yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang mewakili sesuai dengan anggaran dasar badan hukum, yang menyatakan tidak pernah dihukum karena terbukti melakukan tindak pidana berupa: (a) tindak pidana di Sektor Jasa Keuangan yang pidananya telah selesai dijalani dalam waktu 20 (dua puluh) tahun terakhir sebelum dicalonkan; (b) tindak pidana kejahatan yaitu tindak pidana yang tercantum dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan/atau yang sejenis KUHP di luar negeri dengan ancaman hukuman pidana penjara 1 (satu) tahun atau lebih yang pidananya telah selesai dijalani dalam waktu 10 (sepuluh) tahun terakhir sebelum dicalonkan; dan/atau (c) tindak pidana lainnya dengan ancaman hukuman pidana penjara 1 (satu) tahun atau lebih, antara lain korupsi, pencucian uang, narkotika/psikotropika, penyelundupan, kepabeanan, cukai, perdagangan orang, perdagangan senjata gelap, terorisme, pemalsuan uang, di bidang perpajakan, di bidang kehutanan, di bidang lingkungan hidup, di bidang kelautan, dan perikanan, yang pidananya telah selesai dijalani dalam waktu 20 (dua puluh) tahun terakhir sebelum dicalonkan; iv. daftar pemegang saham serta jumlah dan nilai saham yang dimiliki masing-masing pemegang saham; v. laporan keuangan 2 (dua) tahun terakhir sebelum tanggal surat permohonan yang meliputi neraca, laba-rugi, laporan arus kas, laporan perubahan ekuitas, dan catatan atas laporan keuangan; -10- vi. laporan keuangan yang telah diaudit oleh Akuntan Publik dengan posisi paling lambat pada akhir tahun sebelum tanggal surat permohonan persetujuan prinsip, bagi badan hukum yang mempunyai penyertaan sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) atau lebih; vii. surat pernyataan badan hukum bermeterai cukup yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang mewakili sesuai dengan anggaran dasar badan hukum, yang menyatakan bersedia untuk melakukan penambahan permodalan, apabila menurut penilaian Otoritas Jasa Keuangan diperlukan; viii. dalam hal calon PSP berbentuk badan hukum maka harus dilampiri tambahan dokumen sebagai berikut: (a) surat pernyataan badan hukum bermeterai cukup yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang mewakili sesuai dengan anggaran dasar badan hukum yang paling sedikit memuat: (i) berkomitmen untuk mematuhi ketentuan dan peraturan perundang-undangan khususnya di bidang perbankan dan perbankan syariah serta bersedia mendukung kebijakan OJK; (ii) berkomitmen untuk melakukan upaya- upaya yang diperlukan apabila BPRS menghadapi kesulitan permodalan maupun likuiditas dalam menjalankan kegiatan usahanya; (iii) tidak sedang dilarang untuk menjadi Pihak Utama yang antara lain tidak tercantum dalam DTL; (iv) tidak pernah dinyatakan pailit dan/atau tidak pernah menjadi pemegang saham -11- atau pengendali yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit dalam waktu 5 (lima) tahun terakhir sebelum dicalonkan; (v) tidak melakukan pengalihan kepemilikan saham pada BPRS dalam jangka waktu tertentu, kecuali berdasarkan persetujuan Otoritas Jasa Keuangan; (vi) tidak memiliki kredit/pembiayaan macet dan/atau hutang jatuh tempo dan bermasalah; (vii) tidak sedang menjalani proses hukum, tidak sedang dalam proses uji/penilaian kemampuan dan kepatutan, dan/atau tidak sedang menjalani proses penilaian kembali karena terdapat indikasi permasalahan integritas, kelayakan/reputasi keuangan dan/atau kompetensi pada suatu LJK; (viii) berkomitmen terhadap pengembangan operasional BPRS yang sehat; (ix) bukan merupakan pengendali dari badan hukum yang mempunyai kredit/pembiayaan macet dan/atau hutang jatuh tempo dan bermasalah; (x) tidak akan melakukan dan/atau mengulangi perbuatan dan/atau tindakan yang menyebabkan yang bersangkutan termasuk sebagai pihak yang dilarang untuk menjadi Pihak Utama (bagi calon yang pernah dilarang sebagai Pihak Utama); (xi) melaksanakan arah dan strategi pengembangan BPRS yang sehat, yang mengutamakan pembiayaan kepada usaha mikro dan usaha kecil yang produktif untuk masyarakat setempat; -12- (b) analisis kemampuan keuangan calon PSP saat ini beserta proyeksinya paling kurang untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun ke depan yang disusun oleh konsultan independen; (c) rencana bisnis yang dibuat oleh calon PSP terhadap pengembangan BPRS paling kurang untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun ke depan. (d) surat pernyataan bermeterai cukup dari masing-masing anggota Direksi dan masing-masing anggota Dewan Komisaris bagi badan hukum perseroan terbatas atau pengurus badan hukum selain perseroan terbatas sesuai peraturan perundang- undangan, yang paling sedikit memuat bahwa yang bersangkutan: (i) berkomitmen ketentuan peraturan untuk mematuhi perundang– undangan khususnya di bidang perbankan dan perbankan syariah serta bersedia mendukung kebijakan OJK; (ii) tidak sedang dilarang untuk menjadi Pihak Utama yang antara lain tidak tercantum dalam DTL; (iii) tidak pernah dinyatakan pailit dan/atau tidak pernah menjadi pemegang saham, pengendali, anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit dalam waktu 5 (lima) tahun terakhir sebelum tanggal permohonan; (iv) tidak memiliki kredit dan/atau pembiayaan macet; (v) bukan merupakan pengendali, anggota Direksi, atau anggota Dewan Komisaris pengajuan -13- dari badan hukum yang mempunyai kredit dan/atau pembiayaan macet; (vi) tidak sedang menjalani proses hukum, tidak sedang dalam proses uji/penilaian kemampuan dan kepatutan, dan/atau tidak sedang menjalani proses penilaian kembali karena terdapat indikasi permasalahan integritas, kelayakan/reputasi keuangan dan/atau kompetensi pada suatu LJK; (vii) berkomitmen terhadap pengembangan operasional BPRS yang sehat; (e) surat pernyataan bermeterai cukup dari ultimate shareholders, yaitu: (i) dalam hal ultimate shareholders adalah perorangan, surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada butir (a) (i) sampai dengan butir (a) (xi); (ii) dalam hal ultimate shareholders yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan adalah badan hukum selain Pemerintah Daerah maka surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada butir (a) (i) sampai dengan butir (a) ditandatangani oleh pejabat yang berwenang mewakili badan hukum sesuai dengan anggaran dasarnya; (f) komitmen tertulis badan hukum yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang mewakili sesuai dengan anggaran dasar badan hukum yang paling sedikit memuat komitmen untuk: (i) tidak melakukan kegiatan yang dapat memperburuk kondisi keuangan dan non keuangan BPRS; (xi), -14- (ii) tidak menerima penyediaan dana dan/atau fasilitas yang tidak wajar dari BPRS; (g) komitmen tertulis dari ultimate shareholders untuk melaksanakan rencana strategi dan arah pengembangan BPRS yang sehat, yang mengutamakan pembiayaan kepada usaha mikro dan usaha kecil yang produktif untuk masyarakat setempat; (h) seluruh struktur kelompok usaha yang terkait dengan BPRS dan badan hukum sebagai calon PSP BPRS sampai dengan ultimate shareholders, kecuali bagi Pemerintah Daerah. Yang dimaksud dengan struktur kelompok usaha BPRS, paling sedikit terdiri atas: (i) struktur kelompok usaha BPRS, yang disajikan mulai dari BPRS, perusahaan anak di bidang keuangan, perusahaan terkait di bidang keuangan, perusahaan induk di bidang keuangan, dan/atau perusahaan induk sampai dengan ultimate shareholders; dan (ii) struktur keterkaitan kepengurusan dalam kelompok usaha BPRS; (i) surat pernyataan bermeterai cukup bahwa pengurus badan hukum telah menyampaikan informasi secara benar dan lengkap mengenai struktur kelompok usaha BPRS sampai dengan ultimate shareholders; (j) bersedia untuk memberikan data dan informasi yang terkait dengan struktur kelompok usaha kepada Otoritas Jasa Keuangan dalam rangka pengawasan. -15- c) dalam hal calon pemegang saham adalah pemerintah daerah, harus dilampiri dokumen sebagai berikut: i. surat keterangan yang mencantumkan nama pejabat yang berwenang mewakili pemerintah daerah; ii. dokumen dari pejabat yang berwenang mewakili pemerintah daerah, berupa: (a) pasfoto terakhir ukuran 4 x 6 cm; (b) fotokopi tanda pengenal berupa KTP; iii. surat keterangan atau dokumen yang menjelaskan mengenai sumber dana setoran modal dalam rangka pendirian BPRS; dan iv. dalam hal calon pemegang saham pemerintah daerah sebagai PSP, harus dilampiri tambahan dokumen yaitu surat pernyataan dari pejabat yang berwenang yang menyatakan bahwa pemerintah daerah bersedia: (a) untuk mengatasi kesulitan permodalan maupun likuiditas yang dihadapi BPRS dalam menjalankan kegiatan usahanya; dan (b) melaksanakan rencana strategi dan arah pengembangan BPRS yang sehat, yang mengutamakan pembiayaan kepada usaha mikro dan usaha kecil yang produktif untuk masyarakat setempat; 3) daftar calon anggota Direksi, calon anggota Dewan Komisaris, dan calon anggota DPS disertai dengan dokumen sebagai berikut: a) b) pasfoto terakhir ukuran 4 x 6 cm; c) d) daftar riwayat hidup; e) daftar susunan calon anggota Direksi, calon anggota Dewan Komisaris, dan calon anggota DPS; fotokopi tanda pengenal berupa KTP; daftar hubungan keluarga sampai dengan derajat kedua atau semenda (khusus bagi calon anggota Direksi dan calon anggota Dewan Komisaris); -16- f) contoh tanda tangan dan paraf (khusus bagi calon anggota Direksi dan calon anggota Dewan Komisaris); g) surat pernyataan bermeterai cukup dari masing-masing calon anggota Direksi, calon anggota Dewan Komisaris, dan calon anggota DPS yang menyatakan bahwa yang bersangkutan: i. berkomitmen untuk mematuhi ketentuan dan peraturan perundang-undangan khususnya di bidang perbankan dan perbankan syariah serta bersedia mendukung kebijakan OJK; ii. berkomitmen untuk memiliki sertifikat kompetensi kerja yang masih berlaku dari Lembaga Sertifikasi Profesi, bagi calon anggota Direksi dan calon anggota Dewan Komisaris, paling lambat 2 (dua) tahun sejak tanggal pengangkatan efektif; iii. tidak pernah dihukum karena terbukti melakukan Tindak Pidana berupa; (a) tindak pidana di Sektor Jasa Keuangan yang pidananya telah selesai dijalani dalam waktu 20 (dua puluh) tahun terakhir sebelum dicalonkan; (b) tindak pidana kejahatan yaitu tindak pidana yang tercantum dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan/atau yang sejenis KUHP di luar negeri dengan ancaman hukuman pidana penjara 1 (satu) tahun atau lebih yang pidananya telah selesai dijalani dalam waktu 10 (sepuluh) tahun terakhir sebelum dicalonkan; dan/atau (c) tindak pidana lainnya dengan ancaman hukuman pidana penjara 1 (satu) tahun atau lebih, antara lain korupsi, pencucian uang, narkotika/psikotropika, penyelundupan, kepabeanan, cukai, perdagangan orang, perdagangan senjata gelap, terorisme, pemalsuan uang, di bidang perpajakan, di bidang kehutanan, di bidang lingkungan hidup, -17- di bidang kelautan, dan perikanan, yang pidananya telah selesai dijalani dalam waktu 20 (dua puluh) tahun terakhir sebelum dicalonkan. iv. tidak sedang dilarang untuk menjadi Pihak Utama yang antara lain tidak tercantum dalam DTL; v. tidak memiliki kredit dan/atau pembiayaan macet; vi. bukan merupakan pengendali, anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris, dari badan hukum yang mempunyai kredit dan/atau pembiayaan macet (khusus bagi calon anggota Direksi dan calon anggota Dewan Komisaris); vii. tidak pernah dinyatakan pailit dan/atau tidak pernah menjadi pemegang saham, pengendali, anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit dalam waktu 5 (lima) tahun terakhir sebelum dicalonkan; viii. tidak akan memberi kuasa umum yang mengakibatkan pengalihan tugas dan wewenang tanpa batas (khusus bagi calon anggota Direksi dan calon anggota Dewan Komisaris); ix. tidak sedang menjalani proses hukum, tidak sedang dalam proses uji/penilaian kemampuan dan kepatutan, dan/atau tidak sedang menjalani proses penilaian kembali karena terdapat indikasi permasalahan integritas, kelayakan/reputasi keuangan dan/atau kompetensi pada suatu LJK (khusus bagi calon anggota Direksi dan calon anggota Dewan Komisaris); x. berkomitmen terhadap pengembangan operasional BPRS yang sehat; xi. tidak akan melakukan dan/atau mengulangi perbuatan dan/atau tindakan yang menyebabkan yang bersangkutan termasuk sebagai pihak yang dilarang untuk menjadi Pihak Utama (khusus bagi calon anggota Direksi dan calon anggota Dewan -18- Komisaris yang pernah dilarang sebagai Pihak Utama); h) surat pernyataan dari masing-masing calon anggota Direksi, calon anggota Dewan Komisaris, dan calon anggota DPS bahwa yang bersangkutan tidak melanggar ketentuan rangkap jabatan sebagai berikut: i. anggota Direksi tidak merangkap jabatan sebagai anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, anggota DPS atau Pejabat eksekutif pada lembaga keuangan, badan usaha atau lembaga lain kecuali sebagai pengurus organisasi/lembaga non profit sepanjang tidak mengganggu pelaksanaan tugas sebagai Direksi BPRS sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 ayat (3) POJK BPRS; ii. anggota Dewan Komisaris tidak merangkap jabatan sebagai: (a) anggota Dewan Komisaris pada lebih dari 2 (dua) BPRS, atau 2 (dua) Bank Perkreditan Rakyat, atau 1 (satu) BPRS dan 1 (satu) Bank Perkreditan Rakyat; atau (b) anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, dan/atau Pejabat Eksekutif pada lebih dari 2 (dua) lembaga/perusahaan lain non bank; atau (c) lebih dari 2 (dua) jabatan yang merupakan kombinasi dari jabatan-jabatan pada huruf (a) dan (b). iii. anggota DPS tidak merangkap jabatan sebagai anggota DPS pada lebih dari 4 (empat) lembaga keuangan syariah lain; i) surat pernyataan bahwa mayoritas calon anggota Direksi tidak memiliki hubungan keluarga atau semenda sampai dengan derajat kedua dengan sesama anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris; -19- j) surat pernyataan bahwa calon anggota Dewan Komisaris: i. tidak memiliki hubungan keluarga atau semenda sampai dengan derajat kedua dengan sesama anggota Dewan Komisaris; dan/atau ii. mayoritas anggota Dewan Komisaris tidak memiliki hubungan keluarga atau semenda sampai dengan derajat kedua dengan anggota Direksi; k) fotokopi ijazah pendidikan terakhir paling rendah diploma tiga atau sarjana muda yang dilegalisasi oleh lembaga yang berwenang, bagi calon anggota Direksi; l) surat pernyataan bahwa calon anggota Dewan Komisaris bersedia untuk mempresentasikan hasil pengawasan terhadap BPRS apabila diminta oleh Otoritas Jasa Keuangan; m) surat keterangan/bukti tertulis bagi calon anggota Direksi mengenai pengalaman operasional di bidang perbankan dan pengetahuan di bidang perbankan syariah paling singkat: i. 2 (dua) tahun sebagai pejabat di bidang pendanaan dan/atau pembiayaan di perbankan syariah; ii. 2 (dua) tahun sebagai pejabat di bidang pendanaan dan/atau perkreditan di perbankan konvensional dan memiliki pengetahuan di bidang perbankan syariah; atau iii. 3 (tiga) tahun sebagai direksi atau setingkat dengan direksi di lembaga keuangan mikro syariah. n) surat keterangan/bukti tertulis mengenai pengetahuan di bidang perbankan yang memadai dan relevan dengan jabatannya dan/atau pengalaman di bidang perbankan dan/atau lembaga keuangan non bank, bagi calon anggota Dewan Komisaris; o) surat keterangan atau sertifikat dari lembaga pendidikan dan pelatihan dan/atau Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia mengenai pendidikan dan/atau pelatihan di bidang syariah mu’amalah dan di -20- bidang perbankan dan/atau keuangan secara umum yang pernah diikuti calon anggota DPS; p) surat rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia bagi calon anggota DPS yang belum pernah memiliki surat rekomendasi dimaksud; 4) rencana struktur organisasi dan jumlah personalia antara lain meliputi bagan organisasi, garis koordinasi dan garis tanggung jawab horizontal dan vertikal, serta tingkatan jabatan paling rendah sampai dengan Pejabat Eksekutif; 5) analisis potensi dan kelayakan pendirian BPRS, yang meliputi penilaian terhadap: a) aspek pasar dan potensi ekonomi meliputi antara lain target pasar penghimpunan dan penyaluran dana; b) aspek strategi bisnis; c) aspek organisasi dan infrastruktur meliputi antara lain struktur organisasi dan personalia, serta sistem teknologi dan informasi; d) aspek modal atau sumber dana; dan e) aspek keuangan meliputi antara lain kemampuan keuangan dalam rangka memelihara solvabilitas dan pertumbuhan BPRS; 6) rencana sistem dan prosedur kerja termasuk buku pedoman (manual) yang lengkap dan komprehensif untuk digunakan dalam kegiatan operasional BPRS; 7) rencana bisnis yang paling sedikit memuat: a) rencana kegiatan usaha yang mencakup penghimpunan dan penyaluran dana serta strategi pencapaiannya; dan b) proyeksi neraca bulanan dan laporan laba rugi kumulatif bulanan selama 12 (dua belas) bulan yang dimulai sejak BPRS melakukan kegiatan operasional; 8) bukti setoran modal sebesar paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari modal disetor sebagaimana dimaksud pada butir II.1., butir II.2., dan butir II.3., dalam bentuk fotokopi bilyet deposito di Bank Umum Syariah dan/atau Unit Usaha Syariah di Indonesia atas nama “Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan q.q. (nama calon PSP BPRS)” dengan keterangan untuk pendirian BPRS yang bersangkutan dan -21- pencairannya hanya dapat dilakukan setelah mendapatkan persetujuan tertulis dari Otoritas Jasa Keuangan; 9) surat pernyataan dari calon pemegang saham, bahwa setoran modal sebagaimana dimaksud pada angka 8): a) tidak berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari bank dan/atau pihak lain; dan/atau b) tidak berasal dari dan untuk pencucian uang. Dalam hal calon pemegang saham BPRS adalah Pemerintah Daerah, surat pernyataan dapat digantikan dengan Surat Keputusan Kepala Daerah yang menyatakan bahwa sumber dana setoran modal telah dianggarkan dalam APBD dan telah disahkan oleh DPRD setempat; 10) Daftar BPRS dan/atau lembaga keuangan lain yang dimiliki oleh calon PSP BPRS, disertai dengan laporan keuangan pada setiap BPRS atau lembaga keuangan lain yang menunjukkan bahwa BPRS dan/atau lembaga keuangan lain yang dimiliki oleh calon PSP BPRS: a) tidak dalam keadaaan rugi; dan b) memiliki rasio permodalan, likuiditas, dan rentabilitas yang sehat mengacu pada standar penilaian yang berlaku bagi masing-masing lembaga keuangan dimaksud; 11) dokumen rencana strategi dan arah pengembangan BPRS selama paling singkat 3 (tiga) tahun ke depan sejak BPRS beroperasi sebagai pedoman untuk pengembangan BPRS yang sehat, yang mencakup juga pengembangan ekonomi regional yang mengutamakan pembiayaan kepada usaha mikro dan usaha kecil yang produktif dengan mempertimbangkan potensi wilayah serta ditujukan untuk masyarakat setempat; 12) bukti lunas pembayaran biaya perizinan dalam rangka pendirian BPRS kepada Otoritas Jasa Keuangan; c. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan persetujuan prinsip yang diajukan sebagaimana dimaksud pada huruf a paling lambat 40 (empat -22- puluh) hari kerja sejak permohonan berikut dokumen yang dipersyaratkan diterima secara lengkap; d. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan persetujuan prinsip sebagaimana dimaksud pada huruf c berdasarkan: 1) penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen; 2) penilaian terhadap analisis potensi dan kelayakan pendirian BPRS; 3) analisis yang mencakup antara lain tingkat kejenuhan jumlah BPRS serta pemerataan pembangunan ekonomi nasional; 4) penilaian terhadap komitmen calon pemilik BPRS dalam pendirian BPRS; 5) penilaian terhadap: a) hasil uji/penilaian kemampuan dan kepatutan terhadap calon PSP, calon anggota Direksi, dan calon anggota Dewan Komisaris sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai uji/penilaian kemampuan dan kepatutan; dan b) hasil wawancara terhadap calon anggota DPS; 6) pemeriksaan setoran modal; dan 7) penelitian terhadap kinerja keuangan BPRS dan/atau lembaga keuangan lain yang berada dalam kepemilikan PSP yang sama. e. Penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen sebagaimana dimaksud pada butir d.1) mencakup: 1) kelengkapan isi dan format dokumen sesuai persyaratan pengajuan permohonan persetujuan prinsip pendirian BPRS; 2) penelitian terhadap calon pemegang saham, calon anggota Direksi, calon anggota Dewan Komisaris, dan calon anggota DPS dalam Daftar Tidak Lulus dan Daftar Kredit Macet; dan 3) analisis potensi dan kelayakan pendirian BPRS. f. Dalam hal dokumen permohonan persetujuan prinsip yang disampaikan dinilai telah lengkap, Otoritas Jasa Keuangan menyampaikan surat pemberitahuan kepada pemohon bahwa dokumen permohonan pendirian BPRS telah lengkap sehingga proses pemberian persetujuan atau penolakan persetujuan -23- prinsip mulai berjalan terhitung sejak tanggal surat pemberitahuan tersebut. g. Dalam hal dokumen permohonan persetujuan prinsip yang disampaikan dinilai belum lengkap, Otoritas Jasa Keuangan memberitahukan kepada pemohon untuk melengkapi kekurangan dokumen paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja sejak tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan. h. Dalam hal pemohon tidak dapat melengkapi kekurangan dokumen dalam batas waktu 20 (dua puluh) hari kerja sebagaimana dimaksud pada huruf g, permohonan persetujuan prinsip pendirian BPRS dinyatakan ditolak. i. Dalam hal pemohon telah memenuhi kekurangan dokumen dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada huruf g dan berdasarkan penilaian Otoritas Jasa Keuangan dokumen yang disampaikan pemohon telah lengkap, proses persetujuan atau penolakan persetujuan prinsip mulai berjalan terhitung sejak tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan. j. Dalam rangka melakukan proses penilaian dan penelitian atas kebenaran dokumen terkait proses sebagaimana dimaksud pada huruf d, Otoritas Jasa Keuangan dapat meminta tambahan atau perbaikan dokumen kepada pemohon terkait dengan proses penilaian dan penelitian atas kebenaran dokumen. k. Tambahan atau perbaikan dokumen sebagaimana dimaksud pada huruf j disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan. l. Dalam hal pemohon tidak dapat melengkapi kekurangan dokumen dalam batas waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sebagaimana dimaksud pada huruf k maka permohonan persetujuan prinsip dinyatakan ditolak. m. Selain melakukan penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen sebagaimana dimaksud pada butir d.1) sampai dengan butir d.4), Otoritas Jasa Keuangan melakukan penelitian terhadap kinerja keuangan BPRS dan/atau lembaga keuangan lain yang berada dalam kepemilikan PSP yang sama. -24- n. Penelitian terhadap kinerja keuangan BPRS dan/atau lembaga keuangan lain sebagaimana dimaksud pada huruf m antara lain memenuhi kriteria: 1) tidak dalam keadaan rugi; dan 2) memiliki rasio permodalan, likuiditas, dan rentabilitas yang sehat mengacu pada standar penilaian yang berlaku bagi masing-masing lembaga keuangan dimaksud. o. Calon Pemegang Saham yang mengajukan permohonan persetujuan prinsip pendirian BPRS harus melakukan presentasi dan memberikan penjelasan kepada Otoritas Jasa Keuangan mengenai analisis potensi dan kelayakan pendirian BPRS, rencana sistem dan prosedur kerja, dan rencana bisnis (business plan). Yang dimaksud dengan “analisis potensi dan kelayakan pendirian BPRS” termasuk rencana bisnis yang merupakan rencana kegiatan usaha BPRS yang memuat paling sedikit: 1) tujuan dan alasan pendirian BPRS; 2) aspek modal atau sumber dana; 3) aspek pasar meliputi antara lain target pasar penghimpunan dan penyaluran dana; 4) aspek organisasi dan infrastruktur meliputi antara lain struktur organisasi dan personalia, serta sistem teknologi dan informasi; dan 5) aspek keuangan meliputi antara lain kemampuan keuangan dalam rangka memelihara solvabilitas dan pertumbuhan BPRS. p. Dalam hal permohonan persetujuan prinsip pendirian BPRS ditolak, pemohon dapat mengajukan kembali permohonan persetujuan prinsip pendirian BPRS dengan melakukan pembayaran biaya perizinan. q. Mekanisme pembayaran biaya perizinan dalam rangka pendirian BPRS mengacu pada ketentuan mengenai tata cara pungutan Otoritas Jasa Keuangan. 2. Izin Usaha a. Permohonan untuk mendapatkan izin usaha untuk melakukan kegiatan usaha BPRS disampaikan secara tertulis oleh Direksi BPRS kepada Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan u.p. Kepala Departemen Perbankan Syariah dengan tembusan kepada -25- Kantor Regional atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan sesuai lokasi pendirian BPRS dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.2, disertai dengan dokumen pendukung. b. Permohonan untuk mendapatkan izin usaha BPRS sebagaimana dimaksud pada huruf a, diajukan paling lambat 1 (satu) tahun sejak tanggal persetujuan prinsip diberikan, disertai dengan: 1) akta pendirian badan hukum Perseroan Terbatas (PT), yang memuat anggaran dasar badan hukum yang telah disahkan oleh instansi yang berwenang; 2) data kepemilikan berupa daftar pemegang saham berikut rincian besarnya masing-masing kepemilikan saham, yang masing-masing disertai dengan dokumen sebagaimana dimaksud pada butir III.1.b.2), dalam hal terjadi perubahan; 3) daftar susunan anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan anggota DPS disertai dengan dokumen sebagaimana dimaksud pada butir III.1.b.3), dalam hal terjadi perubahan; 4) struktur organisasi dan jumlah personalia, analisis potensi dan kelayakan pendirian BPRS, rencana sistem dan prosedur kerja, serta rencana bisnis, sebagaimana dimaksud pada butir III.1.b.4), butir III.1.b.5), butir III.1.b.6), dan butir III.1.b.7), dalam hal terjadi perubahan; 5) bukti pelunasan modal disetor sebagaimana dimaksud pada butir II.1., butir II.2., atau butir II.3., dalam bentuk fotokopi bilyet deposito pada Bank Umum Syariah dan/atau Unit Usaha Syariah di Indonesia atas nama “Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan q.q. (nama calon PSP BPRS)” dengan keterangan untuk pendirian BPRS yang bersangkutan dan pencairannya hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan; 6) rencana struktur organisasi termasuk susunan personalia serta sistem dan prosedur kerja, paling sedikit meliputi: a) manajemen sumber daya manusia antara lain mengenai kebijakan tata tertib dan disiplin pegawai, kepangkatan, remunerasi, promosi, kesejahteraan pegawai, pelatihan dan pengembangan kompetensi; -26- b) uraian tugas dan tanggung jawab Direksi, Dewan Komisaris, DPS, Pejabat Eksekutif, dan pegawai; fungsi audit intern; c) d) pengelolaan kas; e) penempatan dana dan pembiayaan; f) penghimpunan dana; g) pembukuan; h) pengelolaan dan penyimpanan dokumen; dan i) pengelolaan teknologi informasi; 7) surat pernyataan dari pemegang saham, bahwa setoran modal sebagaimana dimaksud pada angka 5): a) tidak berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari bank dan/atau pihak lain; dan/atau b) tidak berasal dari dan untuk pencucian uang. Dalam hal pemegang saham BPRS adalah Pemerintah Daerah, surat pernyataan dapat digantikan dengan Surat Keputusan Kepala Daerah yang menyatakan bahwa sumber dana setoran modal telah dianggarkan dalam APBD dan telah disahkan oleh DPRD setempat; 8) bukti kesiapan operasional, yang paling sedikit mencakup: a) struktur organisasi termasuk susunan personalia; b) sistem dan prosedur kerja; c) daftar aset tetap dan inventaris; d) bukti penguasaan gedung kantor berupa bukti kepemilikan atau perjanjian sewa-menyewa gedung kantor yang didukung dengan bukti kepemilikan dari pihak yang menyewakan; e) bukti kesiapan gedung dan ruang kantor, peralatan kantor, tata letak ruangan, dan sarana pengamanan gedung kantor yang memadai termasuk foto kesiapan gedung dan ruangan kantor; f) dokumen yang menunjukkan kesiapan teknologi sistem informasi yang terkait dengan penyusunan laporan keuangan dan informasi mengenai jaringan telekomunikasi; -27- g) contoh formulir atau warkat berlogo iB yang akan digunakan untuk operasional BPRS; dan h) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). c. Untuk keperluan penelitian terhadap kinerja keuangan BPRS dan/atau lembaga keuangan lain, permohonan untuk mendapatkan izin usaha BPRS harus disertai dengan dokumen daftar BPRS dan/atau lembaga keuangan lain yang dimiliki oleh calon PSP BPRS, disertai dengan laporan keuangan BPRS dan/atau lembaga keuangan lain posisi terkini yang menunjukkan bahwa BPRS dan/atau lembaga keuangan lain yang dimiliki oleh calon PSP BPRS: 1) tidak dalam keadaan rugi; dan 2) memiliki rasio permodalan, likuiditas, dan rentabilitas yang sehat mengacu pada standar penilaian yang berlaku bagi masing-masing lembaga keuangan dimaksud. d. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan izin usaha yang diajukan sebagaimana dimaksud pada huruf a paling lambat 40 (empat puluh) hari kerja sejak permohonan berikut dokumen yang dipersyaratkan diterima secara lengkap. e. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan izin usaha sebagaimana dimaksud pada huruf d berdasarkan: 1) penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen; 2) analisis terhadap kesiapan operasional pendirian BPRS; 3) penilaian terhadap: a) hasil uji/penilaian kemampuan dan kepatutan terhadap calon PSP, calon anggota Direksi, dan calon anggota Dewan Komisaris sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai uji/penilaian kemampuan dan kepatutan; dan b) hasil wawancara terhadap calon anggota DPS; dalam hal terjadi perubahan calon PSP, calon anggota Direksi, calon anggota Dewan Komisaris, dan calon anggota DPS. 4) pemeriksaan atas pelunasan setoran modal; dan -28- 5) penelitian terhadap kinerja keuangan BPRS dan/atau lembaga keuangan lain yang berada dalam kepemilikan PSP yang sama berdasarkan laporan keuangan terkini. f. Dalam melakukan proses penilaian dan penelitian kebenaran dokumen, Otoritas Jasa Keuangan dapat melakukan pemeriksaan untuk memastikan kesiapan operasional BPRS. g. Penelitian kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud pada butir e.1) mencakup: 1) kelengkapan isi dan format dokumen sesuai persyaratan pengajuan permohonan izin usaha BPRS; dan 2) penelitian terhadap pemegang saham, anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan anggota DPS dalam Daftar Tidak Lulus dan Daftar Kredit Macet, dalam hal terdapat perubahan. h. Dalam hal dokumen permohonan izin usaha yang disampaikan dinilai telah lengkap sebagaimana dimaksud pada butir g.1), Otoritas Jasa Keuangan menyampaikan surat pemberitahuan kepada pemohon bahwa dokumen permohonan pendirian BPRS telah lengkap sehingga proses persetujuan atau penolakan izin usaha mulai berjalan terhitung sejak tanggal surat pemberitahuan tersebut. i. Dalam hal dokumen permohonan izin usaha yang disampaikan dinilai belum lengkap sebagaimana dimaksud pada butir g.1), Otoritas Jasa Keuangan memberitahukan kepada pemohon untuk melengkapi kekurangan dokumen paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan. j. Dalam hal pemohon tidak dapat melengkapi kekurangan dokumen dalam batas waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sebagaimana dimaksud pada huruf i, permohonan izin usaha dinyatakan ditolak dan persetujuan prinsip yang telah diberikan oleh Otoritas Jasa Keuangan dinyatakan batal dan tidak berlaku. k. Dalam hal pemohon telah memenuhi kekurangan dokumen dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada huruf j dan berdasarkan penilaian Otoritas Jasa Keuangan dokumen yang disampaikan pemohon telah lengkap, proses persetujuan atau -29- penolakan izin usaha mulai berjalan terhitung sejak tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan. l. Dalam rangka melakukan proses penilaian dan penelitian atas kebenaran dokumen terkait proses sebagaimana dimaksud huruf e, Otoritas Jasa Keuangan dapat meminta tambahan atau perbaikan dokumen kepada pemohon terkait dengan proses tersebut. m. Tambahan atau perbaikan dokumen dimaksud disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 40 (empat puluh) hari kerja sejak tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan. n. Dalam hal pemohon tidak dapat melengkapi kekurangan dokumen dalam batas waktu 40 (empat puluh) hari kerja sebagaimana dimaksud pada huruf m, maka permohonan izin usaha dinyatakan ditolak. o. Selain melakukan penilaian terhadap kelengkapan dan kebenaran dokumen sebagaimana dimaksud pada butir e.1) sampai dengan butir e.4), Otoritas Jasa Keuangan melakukan penelitian terhadap kinerja keuangan BPRS dan/atau lembaga keuangan lain yang berada dalam kepemilikan PSP yang sama. p. Penelitian terhadap kinerja keuangan BPRS dan/atau lembaga keuangan lain sebagaimana dimaksud pada huruf o, antara lain memenuhi kriteria sebagai berikut: 1) tidak dalam keadaan rugi; dan 2) memiliki rasio: permodalan, likuiditas, dan rentabilitas yang sehat mengacu pada standar penilaian yang berlaku bagi masing-masing lembaga keuangan dimaksud. q. BPRS yang telah memperoleh izin usaha dapat mengajukan permohonan persetujuan pencairan deposito dalam rangka pendirian BPRS kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.3. r. Laporan pelaksanaan kegiatan usaha BPRS disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III.1. -30- s. Dalam hal permohonan izin usaha BPRS ditolak maka BPRS dapat mengajukan kembali permohonan izin usaha selama masa berlaku persetujuan prinsip belum terlampaui. IV. KEPEMILIKAN DAN PERUBAHAN MODAL 1. Persentase Minimum Kepemilikan Saham a. Sesuai Pasal 20 POJK BPRS, BPRS wajib memiliki paling sedikit 1 (satu) Pemegang Saham dengan persentase kepemilikan saham paling sedikit 25% (dua puluh lima persen). b. BPRS yang telah memperoleh izin usaha sebelum berlakunya POJK BPRS, namun belum memenuhi kewajiban memiliki 1 (satu) pemegang saham dengan persentase kepemilikan saham paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) harus memenuhi ketentuan dimaksud paling lambat pada tanggal 31 Desember 2020. c. BPRS sebagaimana dimaksud pada huruf b menyusun rencana pemenuhan kewajiban memiliki 1 (satu) pemegang saham dengan persentase kepemilikan saham paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) yang dituangkan dalam bentuk rencana tindak dengan persetujuan RUPS, dan disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 6 (enam) bulan sejak berlakunya ketentuan ini. d. Bagi pihak yang mengajukan permohonan izin usaha BPRS sebelum berlakunya POJK BPRS dan memperoleh izin usaha setelah berlakunya POJK BPRS namun belum memiliki 1 (satu) pemegang saham dengan persentase kepemilikan saham paling sedikit 25% (dua puluh lima persen), harus menyusun rencana pemenuhan kewajiban tersebut yang dituangkan dalam bentuk rencana tindak dengan persetujuan RUPS dan disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 6 (enam) bulan sejak pihak tersebut memperoleh izin usaha BPRS. e. Laporan pencapaian atas rencana pemenuhan ketentuan bagi BPRS sebagaimana dimaksud pada huruf c dan huruf d disampaikan bersamaan dengan laporan pelaksanaan rencana kerja BPRS hingga batas waktu pemenuhan kewajiban sebagaimana dimaksud pada huruf b. -31- f. Rencana tindak sebagaimana dimaksud pada huruf c dan huruf d disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan alamat Departemen Perbankan Syariah, Kantor Regional atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat dengan mengacu kepada pembagian wilayah kerja Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IV. 2. Kepemilikan BPRS a. Kepemilikan BPRS oleh badan hukum Perseroan Terbatas, Perusahaan Daerah atau Koperasi paling banyak sebesar modal sendiri bersih badan hukum yang bersangkutan dan tidak melebihi jumlah yang diperkenankan bagi badan hukum tersebut sesuai peraturan perundang-undangan. b. Penghitungan modal sendiri bersih dalam kepemilikan BPRS sebagaimana pada huruf a adalah: 1) bagi badan hukum Perseroan Terbatas atau Perusahaan Daerah, modal sendiri bersih merupakan penjumlahan dari modal disetor, cadangan, dan laba dikurangi penyertaan dan kerugian; dan 2) bagi badan hukum Koperasi, modal sendiri bersih merupakan penjumlahan dari simpanan pokok, simpanan wajib, dana cadangan, dan hibah dikurangi penyertaan dan kerugian. c. Penyertaan sebagaimana dimaksud pada huruf b merupakan penanaman dana suatu badan hukum atau perusahaan dalam bentuk saham baik dalam rupiah maupun valuta asing pada suatu badan usaha untuk tujuan investasi jangka panjang dan tidak dimaksudkan untuk diperjualbelikan. Penyertaan tersebut dapat dilakukan secara langsung atau melalui pasar modal. d. Kepemilikan BPRS oleh badan hukum selain Perseroan Terbatas, Perusahaan Daerah atau Koperasi paling tinggi sebesar jumlah yang diperkenankan bagi badan hukum tersebut sesuai peraturan perundang-undangan, misalnya: 1) bagi badan hukum yayasan mengacu pada Undang-Undang mengenai Yayasan; dan 2) bagi badan hukum dana pensiun mengacu pada peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai investasi dana pensiun. -32- e. Perhitungan kepemilikan sebagaimana dimaksud pada huruf b dilakukan baik pada awal pendirian BPRS maupun pada saat dilakukan penambahan modal disetor oleh badan hukum. f. Dalam rangka melakukan perhitungan kepemilikan BPRS oleh badan hukum, BPRS menyampaikan laporan keuangan tahunan yang disusun oleh badan hukum tersebut pada saat melakukan penambahan modal disetor dengan posisi laporan pada akhir bulan sebelumnya. g. Dalam hal badan hukum memiliki saham BPRS paling sedikit 25% (dua puluh lima persen), selain menyampaikan laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada huruf f, BPRS menyampaikan laporan keuangan tahunan badan hukum yang disusun sesuai peraturan perundang-undangan kepada Otoritas Jasa Keuangan secara rutin paling lambat pada akhir bulan Juni setelah tahun posisi laporan dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III.2. 3. Penambahan Modal Disetor a. Pemegang saham atau calon pemegang saham mengajukan permohonan persetujuan penambahan modal disetor melalui BPRS kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.4 disertai: 1) bukti setoran modal dalam bentuk bilyet deposito pada Bank Umum Syariah dan/atau Unit Usaha Syariah di Indonesia atas nama “Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan q.q. (nama BPRS)” dengan keterangan nama penyetor tambahan modal dan keterangan bahwa pencairan deposito tersebut hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan, dan/atau dalam bentuk bilyet deposito pada BPRS yang bersangkutan atas nama “Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan q.q. (nama pemegang saham penyetor)” dengan keterangan bahwa pencairan deposito hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan, dengan dilampiri: a) bukti pembukuan setoran modal berupa jurnal yaitu: i. penempatan pada bank lain pada sisi aset neraca dan rupa-rupa pasiva pada sisi kewajiban neraca -33- BPRS dalam hal penempatan tambahan setoran modal dalam bentuk deposito di Bank Umum Syariah dan/atau Unit Usaha Syariah; dan/atau ii. kas pada sisi aset neraca dan deposito pada sisi kewajiban neraca BPRS dalam hal penempatan tambahan setoran modal dalam bentuk deposito pada BPRS bersangkutan; b) neraca BPRS sebelum dan sesudah setoran modal; c) dokumen pendukung terkait dengan aliran dana setoran modal; 2) dokumen persyaratan calon pemegang saham atau calon PSP sebagaimana dimaksud pada butir III.1.b.2), dalam hal penambahan modal disetor menyebabkan terjadinya pemegang saham atau PSP baru; 3) dokumen berupa: a) risalah RUPS; b) laporan keuangan posisi akhir tahun sebelumnya yang telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik bagi BPRS dengan aset di atas Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) atau neraca intern bagi BPRS dengan aset di bawah atau sama dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah); c) bukti pembukuan setoran modal berupa jurnal pembagian dividen serta neraca BPRS sebelum dan sesudah pembagian dividen; dan d) bukti pembayaran pajak atas dividen, dalam hal penambahan modal disetor berasal dari hasil pembagian dividen BPRS. b. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan penambahan modal disetor sebagaimana dimaksud pada huruf a paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan berikut dokumen yang dipersyaratkan diterima secara lengkap. c. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan atas penambahan modal disetor berdasarkan: 1) penelitian atas kelengkapan dokumen; 2) pemeriksaan setoran modal; -34- 3) uji/penilaian kemampuan dan kepatutan terhadap calon PSP dalam hal penambahan modal disetor mengakibatkan terjadinya PSP; 4) penelitian terhadap persyaratan calon Pemegang Saham dalam hal penambahan modal disetor mengakibatkan terjadinya Pemegang Saham baru; dan 5) penelitian terhadap kinerja keuangan BPRS dan/atau lembaga keuangan lain yang dimiliki oleh calon pemegang saham pengendali. d. Penelitian kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud pada butir c.1) mencakup: 1) kelengkapan isi dan format dokumen sesuai persyaratan pengajuan permohonan penambahan modal disetor BPRS; dan 2) penelitian terhadap pemegang saham dan/atau calon pemegang saham dalam Daftar Tidak Lulus dan Daftar Kredit Macet. e. Dalam hal dokumen permohonan penambahan modal disetor yang disampaikan oleh BPRS dinilai telah lengkap sebagaimana pada butir d.1), Otoritas Jasa Keuangan menyampaikan surat pemberitahuan kepada BPRS bahwa dokumen permohonan penambahan modal disetor BPRS telah lengkap sehingga proses pemberian persetujuan atau penolakan penambahan modal disetor mulai berjalan terhitung sejak tanggal surat pemberitahuan tersebut. f. Dalam hal dokumen permohonan penambahan modal disetor yang disampaikan oleh BPRS dinilai belum lengkap sebagaimana pada butir d.1), Otoritas Jasa Keuangan memberitahukan kepada BPRS untuk melengkapi kekurangan dokumen paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan. g. Dalam hal BPRS telah melengkapi kekurangan dokumen dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada huruf f dan berdasarkan penilaian Otoritas Jasa Keuangan bahwa dokumen yang disampaikan oleh BPRS telah lengkap, proses persetujuan atau penolakan penambahan modal disetor mulai berjalan -35- terhitung sejak tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan. h. Dalam hal BPRS tidak dapat melengkapi kekurangan dokumen dalam batas waktu 10 (sepuluh) hari kerja sebagaimana dimaksud pada huruf f, permohonan penambahan modal disetor BPRS dinyatakan ditolak dan BPRS dapat mengajukan permohonan ulang. i. Dalam rangka melakukan proses penilaian dan penelitian atas kebenaran dokumen terkait dengan proses pada butir c.2) sampai dengan butir c.5), Otoritas Jasa Keuangan dapat meminta tambahan dan/atau perbaikan dokumen kepada BPRS dalam rangka pelaksanaan proses penilaian dan penelitian atas kebenaran dokumen. j. Tambahan dan/atau perbaikan dokumen sebagaimana dimaksud pada huruf i disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan. k. Dalam hal BPRS tidak dapat melengkapi kekurangan dokumen dalam batas waktu 10 (sepuluh) hari kerja sebagaimana dimaksud pada huruf j, permohonan penambahan modal disetor BPRS dinyatakan tidak dapat diproses dan BPRS dapat mengajukan permohonan ulang. l. Penambahan modal disetor oleh BPRS diakui sebagai dana setoran modal dan diperhitungkan dalam perhitungan modal inti sebagaimana diatur dalam ketentuan yang mengatur mengenai kewajiban penyediaan modal minimum BPRS setelah persetujuan Otoritas Jasa Keuangan atas permohonan penambahan modal disetor. m. RUPS untuk menyetujui penambahan modal disetor diselenggarakan paling lambat 60 (enam puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal persetujuan Otoritas Jasa Keuangan. n. Dalam hal jangka waktu 60 (enam puluh) hari kerja tersebut berakhir dan BPRS belum menyelenggarakan RUPS, persetujuan Otoritas Jasa Keuangan atas penambahan modal disetor batal dan dinyatakan tidak berlaku, dan BPRS dapat mengajukan permohonan pencairan deposito. -36- o. BPRS melaporkan pelaksanaan penambahan modal disetor yang telah disetujui RUPS kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah pelaksanaan RUPS dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III.3 dengan melampirkan risalah RUPS dan dokumen pendukung lainnya dalam hal diperlukan. p. BPRS melaporkan penerimaan pemberitahuan perubahan anggaran dasar atau keputusan mengenai persetujuan perubahan anggaran dasar dari instansi yang berwenang kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal surat penerimaan pemberitahuan perubahan anggaran dasar atau keputusan mengenai persetujuan perubahan anggaran dasar dari instansi yang berwenang dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III.4. Setelah pelaporan tersebut mendapat penegasan dari Otoritas Jasa Keuangan, BPRS dapat mencatat tambahan setoran modal sebagai modal disetor. q. Pelaporan sebagaimana pada huruf p dapat disertai dengan permohonan persetujuan pencairan deposito kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.3. 4. Perubahan Kepemilikan BPRS yang Mengakibatkan Perubahan dan/atau Terjadinya PSP Baru. a. Direksi BPRS menyampaikan permohonan persetujuan perubahan kepemilikan yang mengakibatkan perubahan dan/atau terjadinya PSP baru mencakup: 1) penggantian pemegang saham; 2) penambahan pemegang saham baru; dan/atau 3) perubahan komposisi jumlah kepemilikan saham diantara para pemegang saham lama tanpa penggantian maupun penambahan pemegang saham baru; kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.5 disertai lampiran: 1) bukti setoran modal dalam bentuk bilyet deposito pada Bank Umum Syariah dan/atau Unit Usaha Syariah di Indonesia atas nama “Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan q.q. -37- (nama BPRS)” dengan keterangan nama penyetor tambahan modal dan keterangan bahwa pencairan deposito hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan, dan/atau dalam bentuk bilyet deposito pada BPRS yang bersangkutan atas nama “Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan q.q. (nama pemegang saham penyetor)” dengan keterangan bahwa pencairan deposito hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan dalam hal terdapat penambahan modal disetor berupa, antara lain: a) fotokopi bilyet deposito setoran modal; b) bukti pembukuan setoran modal berupa jurnal yaitu; i. penempatan pada bank lain pada sisi aset neraca dan rupa-rupa pasiva pada sisi kewajiban neraca BPRS dalam hal penempatan tambahan setoran modal dalam bentuk deposito di Bank Umum Syariah dan/atau Unit Usaha Syariah; dan/atau ii. kas pada sisi aset neraca dan deposito pada sisi kewajiban neraca BPRS dalam hal penempatan tambahan setoran modal dalam bentuk deposito pada BPRS bersangkutan; c) dokumen pendukung terkait dengan aliran dana setoran modal; d) neraca BPRS sebelum dan sesudah setoran modal; e) dokumen persyaratan pemegang saham sebagaimana dimaksud pada butir III.1.b.2); 2) bukti pengalihan saham, antara lain; a) akta jual beli; dan/atau b) akta hibah; 3) dokumen persyaratan akuisisi dalam hal pengalihan saham melalui proses akuisisi sehingga mengakibatkan beralihnya pengendalian; 4) risalah RUPS yang menyatakan persetujuan pembayaran dividen untuk disetorkan kembali menjadi tambahan modal disetor dilampiri dengan bukti pemotongan pajak atas dividen, dan disertai dengan: -38- a) Laporan Keuangan posisi akhir tahun sebelumnya yang telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik bagi BPRS dengan aset di atas Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) atau neraca intern bagi BPRS dengan aset di bawah atau sama dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah); b) bukti pembukuan setoran modal berupa jurnal pembagian dividen serta neraca BPRS sebelum dan sesudah pembagian dividen; dan c) dokumen persyaratan pemegang saham sebagaimana dimaksud pada butir III.1.b.2). b. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan perubahan kepemilikan saham sebagaimana dimaksud pada huruf a paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja sejak permohonan berikut dokumen yang dipersyaratkan diterima secara lengkap. c. Dalam rangka melakukan persetujuan atau penolakan atas permohonan perubahan kepemilikan saham, Otoritas Jasa Keuangan melakukan: 1) penelitian atas kelengkapan dokumen; 2) pemeriksaan setoran modal; 3) uji/penilaian kemampuan dan kepatutan terhadap calon PSP; dan 4) penelitian terhadap kinerja keuangan BPRS dan/atau lembaga keuangan lain yang dimiliki oleh calon PSP. d. Penelitian kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud pada butir c.1) mencakup: 1) kelengkapan isi dan format dokumen sesuai persyaratan pengajuan permohonan persetujuan perubahan kepemilikan saham BPRS; dan 2) penelitian terhadap calon PSP, anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris dari calon PSP yang berbadan hukum dalam Daftar Tidak Lulus dan Daftar Kredit Macet. e. Dalam hal dokumen permohonan persetujuan perubahan kepemilikan saham yang disampaikan oleh BPRS dinilai telah lengkap sebagaimana pada butir d.1), Otoritas Jasa Keuangan menyampaikan surat pemberitahuan kepada BPRS bahwa -39- dokumen permohonan perubahan kepemilikan saham BPRS telah lengkap sehingga proses persetujuan atau penolakan perubahan kepemilikan saham mulai berjalan terhitung sejak tanggal surat pemberitahuan kepada BPRS. f. Dalam hal dokumen permohonan persetujuan perubahan kepemilikan saham yang disampaikan oleh BPRS dinilai belum lengkap sebagaimana pada butir d.1), Otoritas Jasa Keuangan memberitahukan kepada BPRS untuk melengkapi kekurangan dokumen paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan. g. Dalam hal BPRS telah memenuhi kekurangan dokumen dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada huruf f dan berdasarkan penilaian Otoritas Jasa Keuangan dokumen yang disampaikan oleh BPRS telah lengkap, proses permohonan perubahan persetujuan atau penolakan perubahan kepemilikan saham mulai berjalan terhitung sejak tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan. h. Dalam rangka melakukan proses penilaian dan penelitian atas kebenaran dokumen terkait dengan proses pada butir c.2) sampai dengan butir c.4), Otoritas Jasa Keuangan dapat meminta tambahan atau perbaikan dokumen kepada BPRS. i. Tambahan atau perbaikan dokumen sebagaimana dimaksud pada huruf h disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan. j. Pelaporan perubahan kepemilikan saham kepada Otoritas Jasa Keuangan dilakukan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah perubahan kepemilikan saham disetujui oleh RUPS, dengan melampirkan risalah RUPS dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III.5. k. BPRS yang telah memperoleh persetujuan perubahan kepemilikan saham yang disertai dengan penambahan modal disetor dapat mengajukan permohonan persetujuan pencairan deposito kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.3. -40- 5. Perubahan Kepemilikan BPRS yang Tidak Mengakibatkan Perubahan dan/atau Terjadinya PSP Baru. a. Sesuai Penjelasan Pasal 21 ayat (4) POJK BPRS, BPRS wajib menyampaikan laporan perubahan kepemilikan BPRS yang tidak mengakibatkan perubahan dan/atau terjadinya PSP baru tanpa disertai penambahan modal disetor kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah perubahan dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III.6 disertai lampiran: 1) risalah RUPS yang menyetujui perubahan kepemilikan saham BPRS; dan 2) data kepemilikan berupa daftar pemegang saham berikut rincian besarnya masing-masing kepemilikan saham; b. Sesuai Penjelasan Pasal 21 ayat (4) POJK BPRS, BPRS wajib menyampaikan laporan perubahan kepemilikan BPRS yang tidak mengakibatkan perubahan dan/atau terjadinya PSP baru dengan disertai penambahan modal disetor kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah perubahan dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III.3 disertai lampiran: 1) risalah RUPS yang menyetujui perubahan kepemilikan saham BPRS; dan 2) data kepemilikan berupa daftar pemegang saham berikut rincian besarnya masing-masing kepemilikan saham. c. Data kepemilikan sebagaimana dimaksud pada butir a.2) dilengkapi dengan: 1) bukti pengalihan saham, antara lain berupa akta jual beli dan/atau akta hibah; 2) dokumen pendukung terkait sumber dana yang digunakan untuk melakukan pengambilalihan saham; 3) surat pernyataan bahwa sumber dana pembelian saham: a) tidak berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari Bank dan/atau pihak lain; dan/atau b) tidak berasal dari dan untuk tujuan pencucian uang. Dalam hal calon pemegang saham BPRS adalah Pemerintah Daerah, surat pernyataan dapat digantikan dengan Surat -41- Keputusan Kepala Daerah yang menyatakan bahwa sumber dana setoran modal telah dianggarkan dalam APBD dan telah disahkan oleh DPRD setempat. V. DIREKSI, DEWAN KOMISARIS, DEWAN PENGAWAS SYARIAH, DAN PEJABAT EKSEKUTIF 1. Persetujuan terhadap calon anggota Direksi, calon anggota Dewan Komisaris, dan/atau calon anggota Dewan Pengawas Syariah. a. BPRS mengajukan permohonan persetujuan pengangkatan calon anggota Direksi, calon anggota Dewan Komisaris, dan/atau calon anggota DPS kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.6 dengan melampirkan dokumen sebagaimana diatur pada butir III.1.b.3). b. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan persetujuan calon anggota Direksi, calon anggota Dewan Komisaris, dan/atau calon anggota DPS sebagaimana dimaksud pada huruf a paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan berikut dokumen yang dipersyaratkan diterima secara lengkap. c. Dalam rangka memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan persetujuan calon anggota Direksi, calon anggota Dewan Komisaris, dan/atau calon anggota DPS sebagaimana dimaksud pada huruf b, Otoritas Jasa Keuangan melakukan: 1) uji/penilaian kemampuan dan kepatutan bagi calon anggota Direksi dan calon anggota Dewan Komisaris sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai uji/penilaian kemampuan dan kepatutan; dan 2) wawancara bagi calon anggota DPS. d. Dalam hal dokumen permohonan persetujuan calon anggota Direksi, calon anggota Dewan Komisaris, dan/atau calon anggota DPS yang disampaikan oleh BPRS dinilai telah lengkap, Otoritas Jasa Keuangan menyampaikan surat pemberitahuan kepada BPRS bahwa dokumen permohonan persetujuan calon anggota Direksi, calon anggota Dewan Komisaris, dan/atau calon anggota DPS telah lengkap sehingga proses persetujuan atau penolakan -42- permohonan persetujuan mulai berjalan terhitung sejak tanggal surat pemberitahuan kepada BPRS. e. Dalam hal dokumen permohonan persetujuan calon anggota Direksi, calon anggota Dewan Komisaris, dan/atau calon anggota DPS yang disampaikan oleh BPRS dinilai belum lengkap, Otoritas Jasa Keuangan memberitahukan kepada BPRS untuk melengkapi kekurangan dokumen paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan. f. Dalam hal BPRS telah memenuhi kekurangan dokumen dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada huruf e dan berdasarkan penilaian Otoritas Jasa Keuangan dokumen yang disampaikan oleh BPRS telah lengkap, proses pemberian persetujuan atau penolakan atas permohonan persetujuan calon anggota Direksi, calon anggota Dewan Komisaris, dan/atau calon anggota DPS mulai berjalan terhitung sejak tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan. g. Dalam rangka melakukan proses penilaian pemenuhan persyaratan integritas, kompetensi dan reputasi keuangan, Otoritas Jasa Keuangan berwenang meminta tambahan atau perbaikan dokumen kepada BPRS. h. Dalam hal: 1) calon anggota Direksi atau calon anggota Dewan Komisaris yang berdasarkan hasil uji/penilaian kemampuan dan kepatutan dinilai memenuhi persyaratan, dinyatakan disetujui untuk menjadi anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris pada BPRS yang mengajukan pencalonan dengan mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai uji/penilaian kemampuan dan kepatutan; 2) calon anggota DPS yang berdasarkan hasil wawancara dinilai memenuhi persyaratan, dinyatakan layak untuk menjadi anggota DPS. i. Dalam hal: 1) calon anggota Direksi atau calon anggota Dewan Komisaris yang berdasarkan hasil uji/penilaian kemampuan dan kepatutan dinilai tidak memenuhi persyaratan, dinyatakan tidak disetujui untuk menjadi anggota Direksi atau anggota -43- Dewan Komisaris pada BPRS yang mengajukan pencalonan dengan mengacu pada ketentuan perundang-undangan yang mengatur uji/penilaian kemampuan dan kepatutan; 2) calon anggota DPS yang berdasarkan hasil wawancara dinilai tidak memenuhi persyaratan, dinyatakan tidak layak untuk menjadi anggota DPS. j. RUPS untuk mengangkat calon anggota Direksi, calon anggota Dewan Komisaris, dan/atau calon anggota DPS diselenggarakan paling lambat 45 (empat puluh lima) hari kerja sejak tanggal persetujuan Otoritas Jasa Keuangan. k. Dalam hal jangka waktu 45 (empat puluh lima) hari kerja tersebut berakhir dan BPRS belum menyelenggarakan RUPS, persetujuan Otoritas Jasa Keuangan dan penetapan hasil uji/penilaian kemampuan dan kepatutan batal dan dinyatakan tidak berlaku. l. Pengangkatan calon anggota Direksi, calon anggota Dewan Komisaris, dan/atau calon anggota DPS oleh RUPS efektif setelah mendapat persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan. m. Dalam hal RUPS diselenggarakan sebelum persetujuan Otoritas Jasa Keuangan, pengangkatan calon anggota Direksi, calon anggota Dewan Komisaris, dan/atau calon anggota DPS berlaku efektif sejak persetujuan Otoritas Jasa Keuangan. n. Pengangkatan calon anggota Direksi, calon anggota Dewan Komisaris, dan/atau calon anggota DPS dilaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal RUPS disertai dengan risalah RUPS dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III.7. o. BPRS memberitahukan perubahan anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan/atau anggota DPS kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk dicatat dalam daftar perseroan sebagaimana ketentuan yang mengatur mengenai perseroan terbatas dan menyampaikan bukti pemberitahuan perubahan dimaksud kepada Otoritas Jasa Keuangan. peraturan mengenai -44- 2. Penyampaian rencana pemberhentian dan/atau pengunduran diri anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan/atau anggota DPS. a. BPRS menyampaikan rencana pemberhentian dan/atau pengunduran diri anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan/atau anggota DPS kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.7. b. Sesuai Pasal 36 ayat (3) POJK BPRS, BPRS wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengunduran diri atau pemberhentian anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak pengunduran diri atau pemberhentian berlaku efektif, dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III.8 dan/atau Lampiran III.9. c. BPRS menyampaikan laporan pelaksanaan pengunduran diri atau pemberhentian anggota DPS kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak pengunduran diri atau pemberhentian berlaku efektif, dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III.8 dan/atau Lampiran III.9. 3. BPRS melaporkan anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan/atau anggota DPS yang meninggal dunia dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III.10 disertai dengan surat keterangan kematian dari instansi yang berwenang. 4. Pemenuhan kekurangan jumlah minimum anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris. a. Dalam hal terdapat anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris yang diberhentikan oleh RUPS, mengundurkan diri, meninggal dunia, atau dilarang menjadi anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris oleh Otoritas Jasa Keuangan sehingga mengakibatkan tidak terpenuhinya jumlah minimum anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris, sesuai Pasal 37 POJK BPRS, BPRS wajib melakukan penggantian anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris dimaksud paling lambat 120 (seratus dua puluh) hari kerja sejak tanggal jabatan Direksi dan/atau Dewan Komisaris tersebut mengalami kekosongan. -45- b. Jangka waktu selama 120 (seratus dua puluh) hari kerja sebagaimana dimaksud pada huruf a termasuk waktu melakukan proses pengajuan calon anggota Direksi dan/atau calon anggota Dewan Komisaris oleh BPRS, uji/penilaian kemampuan dan kepatutan hingga pengangkatan anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris tersebut oleh RUPS. c. Pengenaan sanksi terhadap pelanggaran jumlah minimum anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris dikenakan kepada BPRS setelah berakhirnya jangka waktu 120 (seratus dua puluh) hari kerja sebagaimana dimaksud pada huruf b. 5. Pengangkatan Kembali Anggota Direksi Dan/Atau Anggota Dewan Komisaris. a. Pengangkatan kembali anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris oleh RUPS harus dilakukan paling lambat pada tanggal berakhirnya masa jabatan anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris serta dilaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal RUPS. b. Laporan pengangkatan kembali anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris kepada Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III.11. c. Otoritas Jasa Keuangan melakukan pengecekan pemeriksaan terhadap anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris dalam Daftar Kredit Macet. d. Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan oleh Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud pada huruf c, anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris memiliki kredit macet dan/atau pembiayaan macet, anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris yang bersangkutan harus menyelesaikan kredit macet dan/atau pembiayaan macet dimaksud sesuai jangka waktu yang ditetapkan. e. Dalam hal anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris tidak dapat menyelesaikan kredit macet dan/atau pembiayaan macet, Otoritas Jasa Keuangan melakukan tindak lanjut sebagaimana diatur dalam ketentuan yang mengatur mengenai uji/penilaian kemampuan dan kepatutan BPRS. -46- 6. Pemenuhan Persyaratan Anggota Direksi dan Anggota Dewan Komisaris a. Direksi atau Dewan Komisaris yang akan menduduki jabatan sebagai Direktur Utama atau Komisaris Utama mengikuti tata cara yang diatur dalam ketentuan yang mengatur mengenai uji/penilaian kemampuan dan kepatutan BPRS. b. Anggota Direksi yang memiliki saham baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama sebesar 25% (dua puluh lima persen) atau lebih dari modal disetor pada BPRS harus melakukan: 1) pengalihan seluruh atau sebagian kepemilikan saham; atau 2) melepaskan jabatan sebagai anggota Direksi. c. Dalam hal BPRS dikenakan sanksi penghentian sementara sebagian kegiatan operasional, BPRS melakukan langkah-langkah sebagai berikut: 1) mengumumkan penghentian sementara sebagian kegiatan operasional BPRS kepada masyarakat pada tanggal yang sama dengan tanggal surat pemberitahuan dari Otoritas Jasa Keuangan. Pengumuman penghentian sementara sebagian kegiatan operasional BPRS dilakukan dalam surat kabar harian lokal atau pada papan pengumuman di seluruh kantor BPRS, yang paling sedikit memuat hal-hal sebagai berikut: a) informasi mengenai kegiatan operasional yang dihentikan sementara; dan/atau b) tata cara penyelesaian hak dan kewajiban kepada nasabah apabila terdapat nasabah yang akan menghentikan hubungan usaha dengan BPRS; 2) melaporkan pelaksanaan penghentian sementara sebagian kegiatan operasional BPRS kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III.12 paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal penghentian sementara sebagian kegiatan operasional BPRS, disertai bukti pengumuman penghentian sementara sebagian kegiatan operasional BPRS; 3) BPRS yang telah menjalani sanksi dapat melakukan kembali sebagian kegiatan operasional yang telah dihentikan sementara dengan prosedur sebagai berikut: -47- a) BPRS melaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan mengenai pemenuhan ketentuan dimaksud. b) Otoritas Jasa Keuangan melakukan penelitian atas laporan BPRS untuk memastikan pemenuhan ketentuan dimaksud. c) Dalam hal berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada huruf b) BPRS telah memenuhi ketentuan dimaksud, Otoritas Jasa Keuangan menyampaikan surat kepada BPRS untuk dapat melakukan kembali sebagian kegiatan operasional BPRS yang dihentikan sementara. d) Dalam waktu paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah melakukan kegiatan operasional kembali, BPRS: i. melaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan; dan ii. menyampaikan pengumuman kepada masyarakat dalam surat kabar harian lokal atau pada papan pengumuman di seluruh kantor BPRS, mengenai pelaksanaan kembali sebagian kegiatan operasional BPRS yang dihentikan sementara. 7. Persyaratan Lulus Ujian Sertifikasi a. Dalam hal anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris telah lulus ujian sertifikasi kompetensi kerja Direksi atau Komisaris BPRS namun yang bersangkutan belum menerima sertifikat kompetensi kerja dari Lembaga Sertifikasi Profesi, Surat Keputusan Hasil Uji Kompetensi yang diterbitkan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi berlaku sebagai bukti sementara pemenuhan kewajiban memiliki sertifikat kompetensi kerja. b. Dalam hal sertifikat kompetensi kerja telah diterima oleh yang bersangkutan, fotokopi sertifikat tersebut harus segera disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan menunjukkan sertifikat asli. c. Khusus anggota Dewan Komisaris yang telah memiliki sertifikat kompetensi kerja direksi BPRS dan masih berlaku, sertifikat kompetensi kerja tersebut dapat diberlakukan sebagai dokumen sertifikasi bagi anggota Dewan Komisaris. -48- 8. Laporan Pengangkatan, Penggantian, dan Pemberhentian Pejabat Eksekutif a. Pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian Pejabat Eksekutif BPRS dilaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III.13 dan didukung dengan dokumen sebagai berikut: 1) surat pengangkatan, penggantian, dan/atau pemberhentian sebagai Pejabat Eksekutif dari Direksi BPRS; dan 2) dokumen identitas Pejabat Eksekutif yang diangkat, antara lain: a) pasfoto terakhir ukuran 4x6 cm; b) fotokopi tanda pengenal berupa KTP; c) daftar riwayat hidup; d) contoh tanda tangan dan paraf; dan e) surat pernyataan pribadi dari Pejabat Eksekutif yang menyatakan tidak pernah dihukum karena terbukti melakukan tindak pidana berupa: i. tindak pidana di sektor jasa keuangan yang pidananya telah selesai dijalani dalam waktu 20 (dua puluh) tahun terakhir sebelum dicalonkan; ii. tindak pidana kejahatan yaitu tindak pidana yang tercantum dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan/atau yang sejenis KUHP di luar negeri dengan ancaman hukuman pidana penjara 1 (satu) tahun atau lebih yang pidananya telah selesai dijalani dalam waktu 10 (sepuluh) tahun terakhir sebelum dicalonkan; dan/atau iii. tindak pidana lainnya dengan ancaman hukuman pidana penjara 1 (satu) tahun atau lebih, antara lain korupsi, narkotika/psikotropika, pencucian uang, penyelundupan, kepabeanan, cukai, perdagangan orang, perdagangan senjata gelap, terorisme, pemalsuan uang, di bidang perpajakan, di bidang kehutanan, di bidang lingkungan hidup, di bidang kelautan, dan perikanan, yang pidananya telah selesai -49- dijalani dalam waktu 20 (dua puluh) tahun terakhir sebelum dicalonkan; b. Penilaian aspek integritas dan kompetensi terhadap Pejabat Eksekutif BPRS dilakukan melalui penelitian data dalam Daftar Tidak Lulus dan Daftar Kredit Macet, serta dapat juga dilakukan melalui wawancara, pengamatan dan pengujian (interview, observation and test) pada saat pelaksanaan pemeriksaan BPRS, informasi track record yang berasal dari pengawasan Otoritas Jasa Keuangan atau sumber-sumber lainnya. VI. PEMBUKAAN KANTOR DAN KEGIATAN PELAYANAN KAS 1. Pembukaan Kantor Cabang. a. BPRS hanya dapat melakukan pembukaan Kantor Cabang dalam wilayah provinsi yang sama dengan provinsi kantor pusat BPRS. b. Permohonan izin pembukaan Kantor Cabang hanya dapat diajukan setelah dipenuhinya persyaratan minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (2) POJK BPRS. c. Permohonan izin pembukaan Kantor Cabang diajukan kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.8 dan didukung dengan dokumen sebagai berikut: 1) bukti persiapan operasional dalam rangka pembukaan Kantor Cabang, paling sedikit: a) struktur organisasi dan personalia; b) kesiapan gedung, peralatan kantor dan tata letak ruangan, termasuk foto yang menunjukkan kesiapan gedung dan ruangan kantor; c) dokumen yang menunjukkan kesiapan teknologi sistem informasi, yang memungkinkan adanya pencatatan transaksi nasabah di Kantor Cabang secara otomasi dan online dengan kantor lain BPRS; dan d) bukti kepemilikan atau dokumen penguasaan atas gedung kantor antara lain berupa hak atas tanah atau surat perjanjian sewa; 2) hasil analisis potensi dan kelayakan yang paling sedikit memuat potensi ekonomi, peluang pasar dan tingkat kejenuhan jumlah BPRS; dan -50- 3) rencana penghimpunan dan penyaluran dana Kantor Cabang paling singkat 12 (dua belas) bulan beserta penjelasannya. Persetujuan atau penolakan atas permohonan izin pembukaan Kantor Cabang diberikan paling lambat 40 (empat puluh) hari kerja setelah dokumen diterima secara lengkap. d. Sesuai Pasal 49 POJK BPRS, BPRS yang telah memperoleh izin pembukaan Kantor Cabang wajib melaporkan pelaksanaan pembukaan Kantor Cabang kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal pembukaan dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III.14. 2. Pembukaan Kantor Kas dan Kegiatan Pelayanan Kas a. Pembukaan Kantor Kas BPRS hanya dapat dilakukan dalam wilayah kabupaten atau kota yang sama dengan kantor induknya dan/atau dalam wilayah kabupaten atau kota yang berbatasan langsung dengan kabupaten atau kota lokasi kantor induknya dalam 1 (satu) wilayah provinsi yang sama. b. Pembukaan Kantor Kas hanya dapat dilakukan setelah dipenuhinya persyaratan paling sedikit sebagai berikut: 1) rencana pembukaan Kantor Kas telah dicantumkan dalam rencana kerja tahunan BPRS; 2) lokasi Kantor Kas berada di sekitar lokasi kantor induknya, yang masih berada dalam wilayah kabupaten atau kota yang sama dengan tempat kedudukan kantor induknya dan/atau dalam wilayah kabupaten atau kota yang berbatasan langsung dengan kabupaten atau kota lokasi kantor induknya dalam 1 (satu) wilayah provinsi yang sama; 3) BPRS mampu menggabungkan laporan keuangan Kantor Kas ke dalam laporan keuangan kantor induknya pada hari yang sama termasuk didalamnya kesiapan teknologi sistem informasi yang memadai; 4) terdapat kesiapan gedung dan peralatan kantor yang memadai; 5) bukti kepemilikan atau dokumen penguasaan atas gedung kantor antara lain berupa hak atas tanah atau surat perjanjian sewa; -51- 6) bukti pembayaran sewa (dalam hal gedung diperoleh dengan sewa); c. Sesuai Pasal 51 POJK BPRS, pelaksanaan pembukaan Kantor Kas wajib dilaporkan oleh BPRS kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal pembukaan, dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III.15. d. Kegiatan Kas Keliling dan Payment Point hanya dapat dilakukan dalam wilayah kabupaten atau kota yang sama dengan kantor induk dari Kas Keliling dan Payment Point. e. Kegiatan Kas Keliling dan Payment Point hanya dapat dilakukan setelah dipenuhinya persyaratan paling sedikit sebagai berikut: 1) rencana kegiatan Kas Keliling dan Payment Point telah dicantumkan dalam rencana kerja tahunan BPRS; 2) lokasi kegiatan Kas Keliling dan Payment Point berada di sekitar lokasi kantor induknya, yang masih berada dalam wilayah kabupaten atau kota yang sama dengan tempat kedudukan kantor induknya; dan 3) BPRS mampu menggabungkan transaksi keuangan kegiatan Kas Keliling dan Payment Point ke dalam laporan keuangan kantor induknya pada hari yang sama. f. Sesuai Pasal 52 POJK BPRS, pelaksanaan kegiatan Kas Keliling dan Payment Point Kantor BPRS dilaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal pelaksanaan kegiatan, dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III.16. g. Sesuai Pasal 53 POJK BPRS, laporan keuangan Kantor Kas, kegiatan Kas Keliling, dan Payment Point wajib digabungkan dengan laporan keuangan kantor pusat atau kantor induknya pada hari kerja yang sama. h. Kantor Kas tidak diperkenankan menyimpan uang kas setelah jam kerja Kantor Kas yang bersangkutan dan saldo uang kas harus disetorkan ke kantor induk Kantor Kas dimaksud pada hari kerja yang sama. -52- 3. Kegiatan Kas Keliling Pada Lokasi Tertentu Secara Tidak Permanen Berupa Pameran a. Kegiatan Kas Keliling berupa kegiatan pameran dilakukan dalam rangka promosi dan tidak bersifat permanen. Persyaratan untuk dapat melakukan kegiatan pameran adalah sebagai berikut: 1) dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari; 2) kegiatan pameran dimaksud dilaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 3 (tiga) hari kerja sebelum pelaksanaan kegiatan; 3) terdapat mekanisme untuk meyakinkan nasabah bahwa penerima titipan adalah orang yang memiliki otorisasi; dan 4) tersedianya kebijakan dan prosedur intern termasuk mekanisme pencatatan transaksi yang dilakukan selama kegiatan pameran. b. Layanan yang dapat dilakukan BPRS dalam kegiatan pameran adalah sebagai berikut: 1) mempromosikan produk BPRS yang bersangkutan; 2) melayani pembukaan rekening baru; dan/atau 3) menerima setoran paling banyak sebesar jumlah minimum yang dipersyaratkan untuk pembukaan rekening baru. VII. Kegiatan Layanan dengan Menggunakan Kartu ATM dan/atau Kartu Debet 1. Kesiapan Teknologi Informasi dalam Kegiatan Layanan BPRS dengan Menggunakan Kartu ATM dan/atau Kartu Debet. a. Kegiatan layanan dengan menggunakan kartu ATM, dan/atau kartu debet selain tunduk kepada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai BPRS dan peraturan pelaksanaannya juga tunduk kepada Peraturan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu dan peraturan pelaksanaannya. b. Kartu ATM dan/atau kartu debet merupakan alat pembayaran dengan menggunakan kartu sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu dan peraturan pelaksanaannya. -53- c. Dalam rangka penyelenggaraan kegiatan layanan dengan menggunakan kartu ATM dan/atau kartu debet, BPRS harus memiliki teknologi informasi yang memadai. Teknologi informasi yang memadai dalam penyelenggaraan kegiatan ATM dan/atau kartu debet termasuk dalam hal ini memiliki sistem yang mampu melakukan pembukuan transaksi pada saat transaksi berlangsung (real time), disertai dengan mekanisme pengamanan mulai dari sistem, data, dan jaringan, serta adanya mekanisme pemantauan dan evaluasi terhadap sarana teknologi informasi untuk penyelenggaraan layanan kepada nasabah. d. Sarana teknologi informasi sebagaimana dimaksud pada huruf c paling sedikit menerapkan prinsip-prinsip pengendalian pengamanan data nasabah dan transaksi, sebagai berikut: 1) Kebijakan dan prosedur teknologi informasi, yang mencakup prinsip: a) kerahasiaan (confidentiality), yaitu memastikan bahwa metode dan prosedur yang dimilikinya dapat melindungi kerahasiaan data nasabah; b) integritas (integrity), yaitu memastikan bahwa metode dan prosedur yang dimilikinya mampu melindungi data sehingga menjadi akurat, andal, konsisten, dan terbukti kebenarannya agar terhindar dari kesalahan, kecurangan, manipulasi, penyalahgunaan, dan perusakan data; c) ketersediaan (availability), yaitu memastikan ketersediaan sistem secara berkesinambungan; d) keaslian (authentication), yaitu harus dapat menguji keaslian identitas nasabah untuk memastikan bahwa transaksi keuangan dilakukan oleh nasabah yang berhak; e) pencegahan terjadinya penyangkalan transaksi yang telah dilakukan (non repudiation), yaitu BPRS harus menyusun, menetapkan, dan melaksanakan prosedur yang dapat memastikan bahwa transaksi yang telah dilakukan nasabah tidak dapat diingkari dan dapat dipertanggungjawabkan; -54- f) pemisahan tugas dan tanggung jawab (segregation of duties), yaitu harus memastikan bahwa terdapat pemisahan tugas dan tanggung jawab pihak-pihak yang terkait dengan penggunaan sistem, database, dan aplikasi. Pihak-pihak yang terkait antara lain bank penyelenggara, agen, dan nasabah; g) pengendalian otorisasi dalam sistem, database, dan aplikasi (authorization of control), yaitu harus memastikan adanya pengendalian terhadap hak akses dan otorisasi yang tepat terhadap sistem, database, dan aplikasi yang digunakannya. Seluruh arsip dan data yang bersifat rahasia hanya dapat diakses oleh pihak yang telah memiliki otorisasi serta harus dipelihara secara aman dan dilindungi dari kemungkinan diketahui atau dimodifikasi oleh pihak yang tidak berwenang; h) pemeliharaan jejak audit (maintenance of audit trails), yaitu harus memastikan tersedianya log transaksi dan memelihara log transaksi sesuai kebijakan retensi data BPRS dan peraturan perundang-undangan guna tersedianya jejak audit yang jelas sehingga dapat digunakan untuk membantu pembuktian dan penyelesaian perselisihan serta pendeteksian usaha penyusupan pada sistem. BPRS harus menganalisis dan mengevaluasi fungsi jejak audit secara berkala. 2) Kebijakan dan prosedur intern untuk sistem dan sumber daya manusia yang paling sedikit mencakup: a) Peran dan tanggung jawab manajemen dalam melakukan pengawasan yang efektif terhadap risiko yang terkait dengan penyelenggaraan kartu ATM dan/atau kartu debet, termasuk penetapan akuntabilitas, kebijakan, dan proses pengendalian untuk mengelola risiko penyelenggaraan kartu ATM dan/atau kartu debet. b) Memastikan bahwa terdapat sumber daya manusia yang terlibat dalam penyelenggaraan kartu ATM dan/atau kartu debet cukup memadai dan berkualitas -55- serta memperoleh pendidikan dan pelatihan yang diperlukan secara berkelanjutan sehingga dapat mengikuti perkembangan teknologi informasi. c) Adanya call center yang berfungsi untuk menerima laporan atau keluhan yang disampaikan oleh nasabah dan/atau pengguna kartu ATM dan/atau kartu debet. 3) Adanya Business Continuity Plan (BCP), yaitu suatu dokumen tertulis yang memuat rangkaian kegiatan yang terencana dan terkoordinir mengenai langkah-langkah pengurangan risiko, penanganan dampak gangguan atau bencana, dan proses pemulihan agar kegiatan operasional BPRS dan pelayanan kepada nasabah tetap dapat berjalan. BCP harus dapat menjaga kelangsungan kegiatan pelayanan kas berupa kartu ATM dan/atau kartu debet. BCP meliputi tindakan preventif maupun contingency plan (termasuk penyediaan sarana back up) apabila terjadi kondisi darurat atau gangguan yang mengakibatkan sistem utama penyelenggara kartu ATM dan/atau Automated Deposit Machine (ADM), tidak dapat digunakan. BCP melibatkan seluruh sumber daya teknologi informasi termasuk sumber daya manusia yang mendukung fungsi bisnis dan kegiatan operasional yang kritikal bagi BPRS. 2. Penyediaan Layanan dengan Menggunakan Kartu ATM dan/atau Kartu Debet. a. Dalam penyediaan layanan dengan menggunakan kartu ATM dan/atau kartu debet baik yang dikelola sendiri oleh BPRS maupun diselenggarakan melalui kerjasama dengan jaringan bersama ATM dan/atau Bank Umum, BPRS harus bertindak sebagai penerbit kartu ATM dan/atau kartu debet. b. Kegiatan layanan dengan menggunakan kartu ATM dan/atau kartu debet yang menggunakan Perangkat Perbankan Elektronis (PPE), yang dikelola sendiri oleh BPRS, hanya dapat dilakukan dalam wilayah provinsi yang sama dengan kantor pusat BPRS. c. PPE yang dikelola sendiri oleh BPRS baik yang dimiliki sendiri maupun secara sewa hanya diperkenankan berada di wilayah provinsi yang sama dengan kantor pusat BPRS. -56- d. Kegiatan layanan dengan menggunakan kartu ATM dan/atau kartu debet melalui kerjasama dengan jaringan bersama ATM dan/atau Bank Umum dapat dilakukan sampai ke luar wilayah provinsi tempat kedudukan kantor pusat BPRS. e. Dalam hal BPRS melakukan kerjasama sebagaimana dimaksud pada huruf d dan menggunakan PPE yang dikelola sendiri oleh BPRS, keberadaan PPE yang dikelola sendiri oleh BPRS tidak diperkenankan berada di luar wilayah provinsi tempat kedudukan kantor pusat BPRS yang bersangkutan. 3. Perizinan Layanan Kartu ATM dan/atau Kartu Debet BPRS a. Sesuai Pasal 54 ayat (1) POJK BPRS, BPRS yang akan bertindak sebagai penerbit kartu ATM dan/atau kartu debet wajib terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan. b. Permohonan persetujuan kepada Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dapat diajukan setelah dipenuhinya persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (2) POJK BPRS. c. BPRS menyampaikan permohonan untuk mendapatkan persetujuan dalam rangka melakukan kegiatan layanan dengan menggunakan kartu ATM dan/atau kartu debet kepada Otoritas Jasa Keuangan secara tertulis dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.9. Permohonan tersebut paling sedikit memuat informasi tentang jenis kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu (APMK), rencana waktu dimulainya kegiatan layanan, dan nama produk yang akan digunakan, disertai dengan dokumen: 1) hasil analisis bisnis 1 (satu) tahun ke depan atas penyelenggaraan kegiatan APMK; dan 2) teknologi informasi yang memadai sebagaimana pada butir 1.c. d. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan untuk melakukan kegiatan layanan dengan menggunakan kartu ATM dan/atau kartu debet sebagaimana dimaksud pada huruf a paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja sejak permohonan berikut dokumen yang dipersyaratkan diterima secara lengkap. -57- e. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan untuk melakukan kegiatan layanan dengan menggunakan kartu ATM dan/atau kartu debet sebagaimana dimaksud pada huruf c berdasarkan: 1) penelitian atas kelengkapan dokumen; dan 2) penelitian pemenuhan persyaratan dan kebenaran dokumen berupa: a) rencana kegiatan layanan dengan menggunakan kartu ATM dan/atau kartu Debet dalam rencana kerja tahunan BPRS; b) tingkat kesehatan dengan peringkat komposit minimal 2 (dua) selama 2 (dua) periode terakhir; c) tidak dalam keadaan rugi dalam 1 (satu) tahun terakhir; d) teknologi informasi yang memadai; dan e) f. tidak terdapat pelanggaran ketentuan terkait dengan BPRS. Penelitian kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud pada butir d.1) yaitu penelitian terhadap kelengkapan dokumen persyaratan pengajuan permohonan untuk melakukan kegiatan layanan dengan menggunakan kartu ATM dan/atau kartu debet. Penelitian terhadap kebenaran dokumen sebagaimana dimaksud pada butir d.2) dapat dilakukan melalui pemeriksaan. g. Dalam hal dokumen permohonan persetujuan yang disampaikan dinilai telah lengkap, Otoritas Jasa Keuangan menyampaikan surat pemberitahuan kepada BPRS bahwa dokumen permohonan untuk melakukan kegiatan layanan dengan menggunakan kartu ATM dan/atau kartu debet telah lengkap. h. Dalam hal dokumen permohonan persetujuan untuk melakukan kegiatan layanan dengan menggunakan kartu ATM dan/atau kartu debet yang disampaikan oleh BPRS dinilai belum lengkap, Otoritas Jasa Keuangan memberitahukan kepada BPRS untuk melengkapi kekurangan dokumen paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan. i. Dalam hal BPRS telah memenuhi kekurangan dokumen dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada huruf g dan berdasarkan penilaian Otoritas Jasa Keuangan dokumen yang disampaikan oleh BPRS telah lengkap, proses persetujuan atau -58- penolakan atas permohonan untuk melakukan kegiatan layanan dengan menggunakan kartu ATM dan/atau kartu debet mulai berjalan terhitung sejak tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan. j. Dalam rangka melakukan proses penilaian dan penelitian pemenuhan persyaratan dan kebenaran dokumen terkait dengan proses pada butir d.2), Otoritas Jasa Keuangan dapat meminta tambahan atau perbaikan dokumen kepada BPRS. k. Tambahan atau perbaikan dokumen sebagaimana dimaksud pada huruf i disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja sejak tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan. l. Dalam hal BPRS telah memperoleh persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan untuk bertindak sebagai penerbit kartu ATM dan/atau kartu debet, BPRS mengajukan permohonan izin sebagai penerbit kartu ATM dan/atau kartu debet kepada Bank Indonesia sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang diatur dalam Peraturan Bank Indonesia mengenai APMK dan peraturan pelaksanaannya. m. BPRS menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan layanan dengan menggunakan kartu ATM dan/atau kartu debet kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal pelaksanaan kegiatan dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III.17. n. BPRS menyampaikan laporan penggunaan PPE dan setiap penambahan PPE yang dikelola sendiri oleh BPRS kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal penggunaan dan/atau penambahan PPE dengan mencantumkan jumlah dan lokasi PPE tersebut. VIII. PEMINDAHAN ALAMAT KANTOR PUSAT 1. Sesuai Pasal 57 POJK BPRS, BPRS wajib memperoleh persetujuan Otoritas Jasa Keuangan untuk melakukan pemindahan alamat kantor pusat. 2. Pemberian persetujuan pemindahan alamat kantor pusat sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan dalam 2 (dua) tahap: a. persetujuan prinsip, yaitu persetujuan untuk melakukan persiapan pemindahan alamat kantor pusat; dan -59- b. persetujuan pemindahan alamat kantor pusat, yaitu persetujuan untuk melakukan pemindahan alamat kantor pusat. 3. Dalam hal pemindahan alamat kantor pusat dilakukan dalam wilayah kabupaten atau kota yang sama dengan lokasi kantor pusat sebelumnya, pemberian persetujuan pemindahan alamat kantor pusat dilakukan dalam 1 (satu) tahap. 4. Permohonan untuk memperoleh persetujuan prinsip sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf a diajukan oleh BPRS kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.10 paling sedikit disertai dengan: a. dokumen yang memberikan keterangan mengenai alasan pemindahan alamat kantor pusat dan rencana penyelesaian atau pengalihan tagihan dan kewajiban; b. dokumen mengenai analisis potensi dan kelayakan pemindahan alamat kantor pusat; dan c. risalah RUPS mengenai persetujuan pemindahan alamat kantor pusat. 5. Permohonan untuk memperoleh persetujuan pemindahan alamat kantor pusat sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf b diajukan oleh BPRS kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.11 paling sedikit disertai dengan: a. dokumen kesiapan operasional kantor pusat; b. akta perubahan anggaran dasar yang telah disetujui oleh instansi yang berwenang; dan c. bukti penyelesaian atau pengalihan tagihan dan kewajiban. 6. Permohonan untuk memperoleh persetujuan pemindahan alamat kantor pusat sebagaimana dimaksud pada angka 3 diajukan oleh BPRS kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.12 disertai dengan: a. alasan pemindahan alamat kantor pusat, dan penyelesaian atau pengalihan tagihan dan kewajiban; b. analisis potensi dan kelayakan pemindahan alamat kantor pusat; c. risalah RUPS mengenai persetujuan pemindahan alamat kantor pusat; dan d. dokumen kesiapan operasional kantor pusat. -60- 7. Pemindahan alamat kantor pusat dapat dilakukan di seluruh wilayah Indonesia. 8. Pemindahan kantor pusat dilakukan setelah penyelesaian atau pengalihan tagihan dan kewajiban BPRS di tempat kedudukan semula selesai dilakukan. 9. Sesuai Pasal 57 ayat (12) POJK BPRS, dalam hal pemindahan alamat kantor pusat yang menyebabkan Kantor Cabang dan kantor pusat BPRS berada di wilayah provinsi yang berbeda, BPRS wajib: a. menutup dan memindahkan Kantor Cabang BPRS ke dalam wilayah provinsi yang sama dengan kantor pusat BPRS yang baru; atau b. menutup Kantor Cabang BPRS. 10. Sesuai Pasal 57 ayat (13) POJK BPRS, mekanisme penutupan dan pemindahan Kantor Cabang BPRS ke dalam wilayah provinsi yang sama dengan kantor pusat BPRS sebagaimana dimaksud pada angka 9, wajib memenuhi ketentuan penutupan dan pembukaan Kantor Cabang. 11. Sesuai Pasal 59 ayat (1) POJK BPRS, BPRS mengumumkan pemindahan alamat kantor pusat kepada nasabah dan masyarakat paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sebelum pelaksanaan pemindahan alamat kantor. 12. Sesuai Pasal 59 ayat (2) POJK BPRS, BPRS wajib melaporkan pelaksanaan pemindahan alamat kantor pusat kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal pelaksanaan pemindahan alamat dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III.18. 13. Sesuai Pasal 59 ayat (3) POJK BPRS, apabila dalam jangka waktu 40 (empat puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal persetujuan diberikan, BPRS tidak melaksanakan pemindahan alamat kantor, maka persetujuan pemindahan alamat Kantor pusat dan/atau Kantor Cabang yang telah diterbitkan akan ditinjau kembali. Yang dimaksud dengan “ditinjau kembali” adalah izin pemindahan dibatalkan apabila BPRS tidak dapat menyampaikan alasan yang relevan atas keterlambatan pelaksanaan pemindahan kantor atau diperpanjang apabila penundaan disebabkan oleh hal-hal yang tidak dapat dihindari (force majeure) oleh BPRS atau pertimbangan lain yang dapat diterima. -61- IX. PEMINDAHAN ALAMAT KANTOR CABANG 1. Permohonan untuk memperoleh persetujuan pemindahan alamat Kantor Cabang diajukan oleh BPRS kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.13 disertai dengan: a. alasan pemindahan alamat kantor cabang, dan penyelesaian atau pengalihan tagihan dan kewajiban; b. analisis potensi dan kelayakan pemindahan alamat kantor cabang; dan c. dokumen kesiapan operasional kantor cabang. 2. Sesuai Pasal 59 ayat (1) POJK BPRS, BPRS wajib mengumumkan pemindahan alamat Kantor Cabang dalam surat kabar harian lokal dan/atau pada papan pengumuman pada kantor BPRS yang bersangkutan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sebelum pelaksanaan pemindahan alamat kantor. 3. Sesuai Pasal 59 ayat (2) POJK BPRS, BPRS wajib melaporkan pelaksanaan pemindahan alamat Kantor Cabang kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III.18 paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal pelaksanaan pemindahan alamat. 4. Apabila dalam jangka waktu 40 (empat puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal persetujuan diberikan, BPRS tidak melaksanakan pemindahan alamat kantor maka persetujuan pemindahan alamat Kantor Cabang yang telah diterbitkan akan ditinjau kembali. Yang dimaksud dengan “ditinjau kembali” adalah izin pemindahan dibatalkan apabila BPRS tidak dapat menyampaikan alasan yang relevan atas keterlambatan pelaksanaan pemindahan kantor atau diperpanjang apabila penundaan disebabkan oleh hal-hal yang tidak dapat dihindari (force majeure) oleh BPRS atau pertimbangan lain yang dapat diterima. X. PEMINDAHAN ALAMAT KANTOR KAS DAN KEGIATAN PELAYANAN KAS 1. Pelaksanaan pemindahan alamat Kantor Kas dilaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III.19 dan didukung dengan bukti pengumuman kepada nasabah dan masyarakat. -62- 2. Pelaksanaan pemindahan kegiatan pelayanan kas berupa pemindahan alamat payment point dan lokasi perangkat ATM dan/atau ADM dilaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III.20. XI. PENUTUPAN KANTOR CABANG 1. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan penutupan Kantor Cabang BPRS dalam 2 (dua) tahap yaitu persetujuan prinsip dan persetujuan penutupan. 2. Permohonan persetujuan prinsip penutupan Kantor Cabang diajukan oleh BPRS kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.14 disertai dengan alasan penutupan dan dokumen berupa penjelasan mengenai langkah-langkah yang akan ditempuh dalam rangka penyelesaian atau pengalihan seluruh tagihan dan kewajiban Kantor Cabang kepada nasabah dan pihak lainnya. 3. BPRS menyelesaikan seluruh kewajiban Kantor Cabang kepada nasabah dan pihak lainnya sebagaimana dimaksud pada angka 2 dalam waktu paling lambat 120 (seratus dua puluh) hari kerja setelah BPRS memperoleh persetujuan prinsip, didukung dengan dokumen penyelesaian kewajiban. 4. Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada angka 3 terlampaui dan BPRS tidak mengajukan permohonan persetujuan penutupan Kantor Cabang maka persetujuan prinsip yang telah diberikan dinyatakan tidak berlaku. 5. Permohonan persetujuan penutupan Kantor Cabang diajukan oleh BPRS kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.15 dengan menyampaikan dokumen bukti pengumuman dan dokumen pendukung paling sedikit sebagai berikut: a. bukti penyelesaian seluruh kewajiban kepada nasabah serta pihak-pihak lain terkait dengan penutupan Kantor Cabang antara lain berupa dokumen pelunasan kewajiban kepada nasabah atau pengalihan administrasi nasabah Kantor Cabang kepada Kantor Cabang lainnya atau bank lain dengan persetujuan nasabah atau pihak lainnya; -63- b. bukti penjualan/pencairan seluruh aset valuta asing menjadi mata uang Rupiah apabila Kantor Cabang BPRS melakukan kegiatan usaha sebagai Pedagang Valuta Asing; c. neraca Kantor Cabang yang menunjukkan seluruh kewajiban Kantor Cabang kepada nasabah dan pihak lain telah diselesaikan; d. surat pernyataan seluruh anggota Direksi BPRS bahwa BPRS telah menyelesaikan seluruh kewajibannya kepada nasabah dan pihak lain yang terkait dengan penutupan Kantor Cabang BPRS dan apabila terdapat tuntutan di kemudian hari menjadi tanggung jawab BPRS; dan e. surat pernyataan seluruh anggota Direksi BPRS bahwa BPRS telah melakukan penjualan/pencairan seluruh aset valuta asing. 6. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan persetujuan penutupan kantor cabang sebagaimana dimaksud pada angka 1 paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah: a. permohonan berikut dokumen yang dipersyaratkan sebagaimana dimaksud pada angka 5 diterima secara lengkap; dan b. seluruh kewajiban telah diselesaikan berdasarkan hasil pemeriksaan. 7. Dalam hal dokumen permohonan persetujuan penutupan Kantor Cabang yang disampaikan oleh BPRS dinilai telah lengkap, Otoritas Jasa Keuangan menyampaikan surat pemberitahuan kepada BPRS bahwa dokumen permohonan persetujuan penutupan Kantor Cabang telah lengkap sehingga proses persetujuan atau penolakan penutupan Kantor Cabang mulai berjalan terhitung sejak tanggal surat pemberitahuan kepada BPRS. 8. Dalam hal dokumen permohonan persetujuan penutupan Kantor Cabang yang disampaikan oleh BPRS dinilai belum lengkap, Otoritas Jasa Keuangan memberitahukan kepada BPRS untuk melengkapi kekurangan dokumen paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja sejak tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan. 9. Dalam hal BPRS telah memenuhi kekurangan dokumen dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada angka 8 dan berdasarkan penelitian Otoritas Jasa Keuangan dokumen yang disampaikan oleh BPRS telah lengkap, Otoritas Jasa Keuangan memberitahukan kelengkapan dokumen dan mulai memproses permohonan penutupan -64- Kantor Cabang BPRS terhitung sejak tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan. 10. Dalam hal permohonan penutupan Kantor Cabang telah mendapat persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan, sesuai Pasal 62 POJK BPRS, BPRS wajib mengumumkan penutupan kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (2) POJK BPRS, melaksanakan penutupan kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (3) POJK BPRS dan menyampaikan laporan pelaksanaan penutupan Kantor Cabang dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III.21. XII. PENUTUPAN KANTOR KAS DAN KEGIATAN PELAYANAN KAS 1. Sesuai Pasal 65 POJK BPRS, BPRS wajib menyampaikan laporan rencana penutupan Kantor Kas dan/atau Kegiatan Pelayanan Kas kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III.22. 2. Sesuai Pasal 66 POJK BPRS, BPRS wajib melaporkan pelaksanaan penutupan Kantor Kas dan/atau Kegiatan Pelayanan Kas kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal penutupan dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam lampiran III.23. XIII. TATA CARA PERUBAHAN ANGGARAN DASAR DAN PERMOHONAN PERSETUJUAN PENETAPAN IZIN USAHA DALAM RANGKA PERUBAHAN NAMA 1. Tata Cara Perubahan Anggaran Dasar a. Tata cara perubahan anggaran dasar BPRS antara lain karena perubahan kepemilikan, penambahan modal disetor, perubahan modal dasar, perubahan anggota Direksi, perubahan anggota Dewan Komisaris, dan/atau perubahan anggota DPS tunduk kepada peraturan perundang-undangan. b. Perubahan anggaran dasar BPRS dilaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III.24 paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak BPRS menerima persetujuan atau penerimaan pemberitahuan perubahan anggaran dasar dari instansi yang berwenang dan disertai dengan anggaran dasar yang telah -65- mendapat persetujuan atau penerimaan pemberitahuan perubahan anggaran dasar serta melampirkan bukti pemberitahuan atau persetujuan perubahan anggaran dasar. 2. Penetapan Izin Usaha Dalam Rangka Perubahan Nama a. BPRS mengajukan permohonan mengenai penetapan penggunaan izin usaha yang dimiliki BPRS dengan nama baru kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.16 dan disertai: 1) alasan perubahan nama BPRS; 2) salinan akta perubahan anggaran dasar; 3) bukti persetujuan atas perubahan anggaran dasar dari instansi yang berwenang; 4) contoh formulir atau warkat yang akan digunakan BPRS dengan nama yang baru; dan 5) penyelesaian perubahan kepemilikan BPRS, apabila ada. b. Surat pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a harus ditandatangani oleh 1 (satu) orang anggota Direksi bersama-sama dengan 1 (satu) orang anggota Dewan Komisaris. c. Dalam hal permohonan perubahan nama terkait dengan perubahan kepemilikan BPRS maka Otoritas Jasa Keuangan akan memberikan persetujuan setelah selesainya proses perubahan kepemilikan BPRS. d. Dalam rangka memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan penetapan izin usaha BPRS dengan menggunakan nama baru, Otoritas Jasa Keuangan melakukan: 1) penelitian atas kelengkapan dokumen; dan 2) penelitian atas kebenaran dokumen. e. Dalam hal dokumen permohonan persetujuan penetapan izin usaha BPRS dengan menggunakan nama baru yang disampaikan oleh BPRS dinilai telah lengkap, Otoritas Jasa Keuangan menyampaikan surat pemberitahuan kepada BPRS yang menyatakan bahwa dokumen permohonan penetapan izin usaha BPRS dengan menggunakan nama baru telah lengkap, Otoritas Jasa Keuangan mulai memproses permohonan persetujuan penetapan izin usaha BPRS dengan menggunakan nama baru terhitung sejak tanggal surat pemberitahuan tersebut. -66- f. Dalam hal dokumen permohonan persetujuan penetapan izin usaha BPRS dengan menggunakan nama baru yang disampaikan oleh BPRS dinilai belum lengkap, Otoritas Jasa Keuangan memberitahukan kepada BPRS untuk melengkapi kekurangan dokumen paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan. g. Dalam hal BPRS telah memenuhi kekurangan dokumen dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada huruf f dan berdasarkan penilaian Otoritas Jasa Keuangan dokumen yang disampaikan oleh BPRS telah lengkap, Otoritas Jasa Keuangan memberitahukan kelengkapan data terkait, dan mulai memproses permohonan persetujuan penetapan izin usaha BPRS dengan menggunakan nama baru terhitung sejak tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan. h. BPRS yang telah memperoleh persetujuan penetapan izin usaha BPRS dengan menggunakan nama baru, harus melakukan hal- hal sebagai berikut: 1) mengumumkan perubahan nama kepada masyarakat dalam surat kabar harian lokal atau pada papan pengumuman di seluruh kantor BPRS yang bersangkutan paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja sejak tanggal persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan dan menyampaikan bukti pengumuman dimaksud paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal pengumuman dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III.25; 2) melakukan penyesuaian penulisan nama pada papan nama, dokumen, formulir, dan warkat sesuai nama baru BPRS yang telah disetujui oleh Otoritas Jasa Keuangan serta penggunaannya untuk kegiatan operasional BPRS paling lambat 40 (empat puluh) hari kerja sejak persetujuan penetapan penggunaan izin usaha BPRS dengan nama baru; dan 3) menyampaikan berita acara pemusnahan formulir dan warkat BPRS dengan nama lama yang belum digunakan paling lambat 40 (empat puluh) hari kerja sejak persetujuan penetapan penggunaan izin usaha BPRS dengan nama baru. -67- XIV. FORMAT PENGUMUMAN DAN LAPORAN PELAKSANAAN DALAM RANGKA PENGENAAN SANKSI Dalam rangka tindak lanjut pengenaan sanksi dari OJK, BPRS melaksanakan antara lain: 1. pengumuman penghentian sementara kegiatan operasional Kantor Pusat/Kantor Cabang/Kantor Kas/Kegiatan Pelayanan Kas dan/atau kegiatan usaha sebagai Pedagang Valuta Asing, dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III.26. 2. pengumuman penutupan Kantor Cabang/Kantor Kas/Kegiatan Pelayanan Kas dan/atau kegiatan usaha sebagai Pedagang Valuta Asing, dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III.27. 3. laporan pelaksanaan penutupan Kantor Cabang/Kantor Kas/Kegiatan Pelayanan Kas/Kegiatan Usaha sebagai Pedagang Valuta Asing, dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III.28. 4. laporan penyelesaian dan/atau pengalihan kewajiban atas penghentian sementara kegiatan operasional kantor pusat/Kantor Cabang/Kantor Kas/Kegiatan Pelayanan Kas dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III.29. Laporan ini dilampiri dengan surat pernyataan seluruh anggota Direksi mengenai penyelesaian dan/atau pengalihan seluruh kewajiban, dengan menggunakan format surat pernyataan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III.30. 5. laporan penyelesaian dan/atau pengalihan kewajiban atas penutupan Kantor Cabang/Kantor Kas dan/atau Kegiatan Pelayanan Kas dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III.31. Laporan ini dilampiri dengan surat pernyataan seluruh anggota Direksi mengenai penyelesaian dan/atau pengalihan seluruh kewajiban, dengan menggunakan format surat pernyataan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III.32. 6. laporan penjualan/pencairan aset valuta asing ke dalam mata uang Rupiah bagi BPRS yang mempunyai kegiatan usaha sebagai Pedagang Valuta Asing dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III.33. Laporan ini dilampiri dengan surat pernyataan seluruh anggota Direksi mengenai penjualan/pencairan -68- seluruh aset valuta asing, dengan menggunakan format surat pernyataan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III.34. XV. PENCABUTAN IZIN USAHA ATAS PERMINTAAN PEMEGANG SAHAM 1. Prinsip Pencabutan Izin Usaha. Permohonan persetujuan prinsip pencabutan izin usaha disampaikan dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.17 disertai dengan alasan dan dokumen sebagai berikut: a. risalah RUPS yang memuat keputusan mengenai penutupan BPRS; b. alasan pencabutan izin usaha; c. rencana penyelesaian seluruh kewajiban kepada nasabah dan pihak lainnya; d. laporan keuangan BPRS posisi bulan terakhir pada saat permohonan; dan e. bukti penyelesaian pajak dan kewajiban lainnya kepada negara. 2. Pencabutan Izin Usaha. Permohonan pencabutan izin usaha disampaikan dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.18 disertai dengan dokumen sebagai berikut: a. laporan pelaksanaan penghentian kegiatan usaha BPRS; b. bukti pengumuman mengenai penghentian seluruh kegiatan usaha BPRS kepada nasabah dan masyarakat; c. bukti penyelesaian seluruh hak dan kewajiban BPRS termasuk penyelesaian pajak dan kewajiban lainnya kepada negara; d. neraca akhir BPRS beserta laporan hasil verifikasi dari kantor akuntan publik atas penyelesaian kewajiban BPRS untuk BPRS yang memiliki aset di atas Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah); dan e. surat pernyataan dari pemegang saham bahwa langkah-langkah penyelesaian kewajiban BPRS telah dilakukan dan apabila terdapat tuntutan di kemudian hari menjadi tanggung jawab pemegang saham. XVI. KANTOR BPRS TIDAK BEROPERASI PADA HARI KERJA 1. BPRS menyampaikan laporan rencana penutupan sementara kantor BPRS pada hari kerja (di luar hari libur resmi) kepada Otoritas Jasa -69- Keuangan paling lambat 5 (lima) hari kerja sebelum pelaksanaan penutupan sementara dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III.35. 2. BPRS wajib mengumumkan tanggal penutupan kantor sementara kepada masyarakat dalam surat kabar harian lokal dan/atau pada papan pengumuman di seluruh kantor BPRS yang bersangkutan paling lambat 5 (lima) hari kerja sebelum tanggal penutupan. 3. BPRS wajib menyampaikan bukti pengumuman penutupan kantor sementara kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak tanggal pengumuman sebagaimana dimaksud dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III.36. 4. BPRS wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pembukaan kembali kantor paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak tanggal pembukaan dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III.37. XVII.KANTOR BPRS BEROPERASI DI LUAR HARI KERJA OPERASIONAL 1. BPRS harus menetapkan hari dan jam kerja operasional kantor BPRS. 2. Kantor BPRS dapat melakukan kegiatan operasional pada hari dan waktu tertentu di luar hari dan jam kerja operasional, serta pada hari libur nasional. 3. Dalam hal BPRS akan melakukan kegiatan operasional sebagaimana dimaksud pada angka 2, BPRS harus memenuhi hal-hal sebagai berikut: a. menyampaikan laporan rencana BPRS dan/atau sebagian kantor BPRS untuk melakukan kegiatan operasional pada hari dan waktu tertentu di luar hari dan jam kerja operasional serta pada hari libur nasional kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III.38 paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sebelum pelaksanaan kegiatan operasional; dan b. memiliki core banking system yang mampu memproses transaksi kegiatan operasional secara elektronis dan terintegrasi. -70- XVIII. PENYAMPAIAN PERMOHONAN IZIN DAN PENETAPAN BATAS WAKTU PENGAJUAN PERMOHONAN IZIN SERTA PELAPORAN 1. Pengajuan permohonan izin, pelaporan rencana kegiatan tertentu BPRS, dan penyampaian laporan terkait BPRS. a. Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan telah menyediakan sistem perizinan secara elektronis, pengajuan permohonan izin, pelaporan rencana kegiatan tertentu BPRS, dan penyampaian laporan terkait BPRS disampaikan dengan mekanisme dan tata cara sebagaimana diatur dalam ketentuan yang mengatur mengenai sistem perizinan secara elektronis. b. Bukti pengajuan permohonan izin, penyampaian rencana kegiatan tertentu BPRS, dan penyampaian laporan terkait BPRS sebagaimana dimaksud pada huruf a diatur lebih lanjut dalam ketentuan yang mengatur mengenai sistem perizinan secara elektronis, pengajuan permohonan izin, pelaporan rencana kegiatan tertentu BPRS, dan penyampaian berbagai laporan. 2. Penetapan waktu penerimaan pengajuan permohonan izin, pelaporan rencana kegiatan tertentu BPRS, dan penyampaian laporan terkait BPRS didasarkan pada: a. tanggal stempel pos atau tanggal pada tanda terima jasa ekspedisi apabila laporan dikirim melalui kantor pos atau perusahaan jasa ekspedisi; atau b. tanggal penerimaan laporan oleh Otoritas Jasa Keuangan apabila laporan disampaikan secara langsung. XIX. ALAMAT PENGAJUAN PERMOHONAN IZIN, PELAPORAN RENCANA KEGIATAN TERTENTU, DAN PENYAMPAIAN LAPORAN TERKAIT 1. Permohonan pendirian dan pencabutan izin usaha BPRS ditujukan kepada: a. Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan u.p. Kepala Departemen Perbankan Syariah (DPBS). Dalam hal BPRS yang akan didirikan berada di luar wilayah kerja DPBS maka permohonan tersebut harus ditembuskan kepada Kepala Regional atau Kepala Otoritas Jasa Keuangan setempat dengan mengacu kepada pembagian wilayah kerja Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IV. -71- b. Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan telah menyediakan sistem perizinan secara elektronis, pengajuan permohonan persetujuan prinsip pendirian BPRS dan izin usaha BPRS diajukan kepada Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan dengan mengacu pada mekanisme dan tata cara sebagaimana diatur dalam ketentuan yang mengatur mengenai perizinan secara elektronis. 2. Permohonan izin selain izin pendirian dan pencabutan izin usaha BPRS ditujukan kepada: a. Departemen Perbankan Syariah, Kantor Regional atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat dengan mengacu kepada pembagian wilayah kerja Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IV. b. Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan telah menyediakan sistem perizinan secara elektronis, pengajuan permohonan izin selain pendirian BPRS diajukan kepada Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan dengan mengacu pada mekanisme dan tata cara sebagaimana dalam ketentuan yang mengatur mengenai perizinan secara elektronis. 3. Pelaporan rencana kegiatan tertentu BPRS dan penyampaian laporan terkait BPRS, dilaksanakan sebagai berikut: a. Pelaporan rencana kegiatan tertentu BPRS dan penyampaian laporan terkait BPRS ditujukan kepada Otoritas Jasa Keuangan u.p. Departemen Perbankan Syariah, Kantor Regional atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat, dengan mengacu kepada pembagian wilayah kerja Kantor Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IV. b. Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan telah menyediakan sistem perizinan secara elektronis, penyampaian laporan rencana kegiatan tertentu BPRS dan laporan terkait BPRS diajukan kepada Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan dengan mengacu pada mekanisme dan tata cara sebagaimana dalam ketentuan yang mengatur mengenai perizinan secara elektronis. 4. Pembagian wilayah kerja Kantor Otoritas Jasa Keuangan adalah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IV. Dalam hal terdapat perubahan pembagian wilayah kerja Kantor Otoritas Jasa Keuangan, perubahan tersebut akan disampaikan melalui surat. -72- XX. LAIN-LAIN Seluruh Lampiran dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. XXI. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Dengan berlakunya Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini, Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/34/DPbS tanggal 23 Desember 2009 perihal Bank Pembiayaan Rakyat Syariah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 7 Desember 2016 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN OTORITAS JASA KEUANGAN, ttd Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana NELSON TAMPUBOLON
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 46/SEOJK.03/2016 </reg_id> <reg_title> BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH </reg_title> <set_date> 7 Desember 2016 </set_date> <effective_date> 7 Desember 2016 </effective_date> <replaced_reg> '11/34/DPbS|SE-BI/2009' </replaced_reg> <related_reg> '3/POJK.03/2016' </related_reg>
Yth. 1. Direksi Perusahaan Asuransi; dan 2. Direksi Perusahaan Reasuransi, di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 24/SEOJK.05/2015 TENTANG PENILAIAN INVESTASI SURAT UTANG DAN PENYESUAIAN MODAL MINIMUM BERBASIS RISIKO BAGI PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI Sehubungan dengan amanat Pasal 5 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 53/PMK.010/2012 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dan memperhatikan Peraturan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor PER- 08/BL/2012 tentang Pedoman Perhitungan Modal Minimum Berbasis Risiko bagi Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi, perlu untuk mengatur mengenai penyesuaian perhitungan penilaian investasi surat utang yang meliputi surat utang korporasi, sukuk korporasi, surat berharga yang diterbitkan oleh Negara Republik Indonesia, surat berharga yang diterbitkan oleh negara selain Negara Republik Indonesia, surat berharga yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, dan surat berharga yang diterbitkan oleh lembaga multinasional yang Negara Republik Indonesia menjadi salah satu anggota atau pemegang sahamnya, serta penyesuaian modal minimum berbasis risiko yang digunakan dalam perhitungan tingkat solvabilitas bagi perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM 1. Bahwa dampak dari kondisi keuangan global saat ini telah mengakibatkan nilai pasar dari investasi surat utang yang dimiliki perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi menunjukkan nilai yang tidak wajar. 2. Bahwa ... - 2 - 2. Bahwa dampak dari kondisi keuangan global saat ini telah mengakibatkan penurunan tingkat solvabilitas perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi kurang dari tingkat solvabilitas yang dipersyaratkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 53/PMK.010/2012 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. 3. Sehubungan dengan butir 1 dan/atau butir 2 perlu diberikan stimulus bagi perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dalam penilaian investasi surat utang agar mencerminkan nilai yang wajar, serta penyesuaian modal minimum berbasis risiko yang diperhitungkan dalam perhitungan tingkat solvabilitas. II. PENILAIAN SURAT UTANG 1. Perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dapat melakukan penilaian surat utang dengan menggunakan nilai perolehan diamortisasi. 2. Dalam hal perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi melakukan penilaian surat utang sebagaimana dimaksud pada butir 1, maka penilaian surat utang tersebut berlaku bagi seluruh surat utang yang dimiliki perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi. III. PENYESUAIAN MODAL MINIMUM BERBASIS RISIKO 1. Jumlah modal minimum berbasis risiko yang diperhitungkan dalam perhitungan tingkat solvabilitas paling rendah 50% (lima puluh persen) dari perhitungan modal minimum berbasis risiko sebagaimana diatur dalam Peraturan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor PER-08/BL/2012 tentang Pedoman Perhitungan Modal Minimum Berbasis Risiko bagi Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. 2. Persentase modal minimum berbasis risiko yang diperhitungkan dalam perhitungan tingkat solvabilitas sebagaimana dimaksud pada butir 1, disesuaikan sampai dengan tingkat solvabilitas perusahaan mencapai paling tinggi 120% (seratus dua puluh persen). IV. PENERAPAN ... - 3 - IV. PENERAPAN PENILAIAN SURAT UTANG SERTA PENYESUAIAN MODAL MINIMUM BERBASIS RISIKO 1. Perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi yang memenuhi kondisi sebagaimana dimaksud pada angka romawi I butir 1 dan butir 2 dapat menerapkan ketentuan angka romawi II dan/atau angka romawi III. 2. Dalam hal perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi telah melakukan penilaian sebagaimana dimaksud pada angka romawi II dan berdasarkan penilaian tersebut tingkat solvabilitas sudah memenuhi ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 53/PMK.010/2012 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi, maka ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka romawi III menjadi tidak berlaku. V. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan sampai dengan tanggal dicabutnya Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 31 Agustus 2015 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERASURANSIAN, DANA PENSIUN, LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA OTORITAS JASA KEUANGAN, ttd Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Sudarmaji FIRDAUS DJAELANI
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 24/SEOJK.05/2015 </reg_id> <reg_title> PENILAIAN INVESTASI SURAT UTANG DAN PENYESUAIAN MODAL MINIMUM BERBASIS RISIKO BAGI PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI </reg_title> <set_date> 31 Agustus 2015 </set_date> <effective_date> 31 Agustus 2015 </effective_date> <related_reg> '53/PMK.010/2012|PER-MENKEU/2012 | Pasal 5 ayat (2)', 'PER-08/BL/2012|PERTA-BAPEPAM-LK/2012' </related_reg>
Yth. 1. Konsultan Aktuaria; 2. Akuntan Publik; dan 3. Penilai, di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 29 /SEOJK.05/2016 TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PERMOHONAN, PENYAMPAIAN LAPORAN, DAN PROGRAM PENDIDIKAN BERKELANJUTAN KONSULTAN AKTUARIA, AKUNTAN PUBLIK, DAN PENILAI YANG MELAKUKAN KEGIATAN DI INDUSTRI KEUANGAN NON-BANK Sehubungan dengan amanat ketentuan Pasal 8 ayat (5), Pasal 10 ayat (4), Pasal 11 ayat (4), Pasal 14 ayat (5), dan Pasal 16 ayat (3) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 38/POJK.05/2015 tentang Pendaftaran dan Pengawasan Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai yang Melakukan Kegiatan di Industri Keuangan Non-Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 361, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5807), perlu untuk mengatur lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara permohonan pendaftaran, penyampaian laporan, program pendidikan berkelanjutan, bentuk dan tata cara permohonan persetujuan penghentian pemberian jasa untuk sementara waktu, bentuk dan tata cara permohonan pengaktifan kembali surat tanda terdaftar, serta bentuk dan tata cara permohonan pengunduran diri konsultan aktuaria, akuntan publik, dan penilai dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank yang selanjutnya disingkat LJKNB adalah lembaga yang melaksanakan kegiatan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang- - 2 - Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, termasuk yang menyelenggarakan seluruh atau sebagian usahanya berdasarkan prinsip syariah. 2. Industri Keuangan Non-Bank yang selanjutnya disingkat IKNB adalah industri keuangan yang terdiri dari LJKNB. 3. Konsultan Aktuaria adalah aktuaris yang bekerja pada kantor konsultan aktuaria dan memberikan jasa di sektor IKNB. 4. Akuntan Publik adalah akuntan publik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik dan memberikan jasa di sektor IKNB. 5. Penilai adalah seseorang yang dengan keahliannya menjalankan kegiatan penilaian aset dan memberikan jasa di sektor IKNB. 6. Program Pendidikan Berkelanjutan yang selanjutnya disebut PPL adalah suatu pendidikan dan/atau pelatihan profesi bagi Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai yang bersifat berkelanjutan dan bertujuan untuk menjaga kompetensi. 7. Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK adalah Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. II. BENTUK PERMOHONAN PENDAFTARAN, PERSETUJUAN PENGHENTIAN PEMBERIAN JASA UNTUK SEMENTARA WAKTU, PENGAKTIFAN KEMBALI SURAT TANDA TERDAFTAR, DAN PENGUNDURAN DIRI 1. Bentuk permohonan pendaftaran, persetujuan penghentian pemberian jasa untuk sementara waktu, pengaktifan kembali surat tanda terdaftar, dan pengunduran diri Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai adalah sebagai berikut: a. untuk permohonan pendaftaran Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I; b. untuk permohonan persetujuan penghentian pemberian jasa untuk sementara waktu atas permintaan Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II; c. untuk permohonan pengaktifan kembali surat tanda terdaftar Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III; dan - 3 - d. untuk permohonan pengunduran diri Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IV, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini. 2. Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1 disetujui, OJK akan menerbitkan: a. surat tanda terdaftar untuk permohonan pendaftaran Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai; b. persetujuan penghentian pemberian jasa untuk sementara waktu untuk permohonan persetujuan penghentian pemberian jasa untuk sementara waktu atas permintaan Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai; c. surat pemberitahuan untuk permohonan pengaktifan kembali surat tanda terdaftar Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai; dan d. surat pembatalan surat tanda terdaftar untuk permohonan pengunduran diri Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai, yang berlaku sejak tanggal ditetapkan. III. BENTUK DAN BATAS WAKTU PENYAMPAIAN LAPORAN KONSULTAN AKTUARIA, AKUNTAN PUBLIK, DAN PENILAI 1. Laporan Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai terdiri dari laporan berkala dan laporan sewaktu-waktu. 2. Laporan Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai sebagaimana dimaksud pada angka 1 disusun dan ditandatangani oleh Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, atau Penilai yang melaporkan. 3. Laporan berkala sebagaimana dimaksud pada angka 1 terdiri dari laporan PPL tahunan. 4. Laporan PPL tahunan sebagaimana dimaksud pada angka 3 disampaikan kepada OJK paling lambat pada tanggal 15 Februari tahun berikutnya. 5. Laporan PPL tahunan sebagaimana dimaksud pada angka 3 menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran V yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini. - 4 - 6. Laporan sewaktu-waktu sebagaimana dimaksud pada angka 1 terdiri dari: a. laporan perubahan data dan informasi; dan b. laporan mengenai pelanggaran ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku di sektor jasa keuangan dan/atau di OJK yang dilakukan oleh LJKNB, serta kondisi atau perkiraan kondisi yang dapat membahayakan kelangsungan usaha LJKNB atau para pemangku kepentingan. 7. Laporan perubahan data dan informasi sebagaimana dimaksud pada angka 6 huruf a disampaikan kepada OJK paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak terjadinya perubahan tersebut. 8. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 6 huruf b disampaikan kepada OJK paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak ditemukan adanya hal-hal sebagai berikut: a. pelanggaran yang dilakukan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di sektor jasa keuangan dan/atau di OJK; dan/atau b. hal-hal yang dapat membahayakan kelangsungan usaha LJKNB atau para pemangku kepentingan. 9. Laporan sewaktu-waktu sebagaimana dimaksud pada angka 6 menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran V yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini. IV. PROGRAM PENDIDIKAN BERKELANJUTAN (PPL) 1. Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai wajib mengikuti PPL. 2. PPL sebagaimana dimaksud pada angka 1 diikuti oleh Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai setiap tahun. 3. PPL sebagaimana dimaksud pada angka 1 merupakan PPL yang diselenggarakan oleh Kementerian Keuangan, OJK, atau asosiasi profesi yang diakui oleh instansi yang berwenang. 4. Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai yang terdaftar di OJK harus mengikuti PPL di bidang IKNB paling sedikit 5 (lima) Satuan Kredit Profesi (SKP) setiap tahun. - 5 - 5. Dalam hal jumlah SKP yang diikuti dalam satu tahun kurang dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 4, maka kepada Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai yang bersangkutan diberikan kesempatan untuk menambah jumlah SKP pada penyelenggaraan PPL di tahun berikutnya. 6. Kesempatan untuk menambah jumlah SKP sebagaimana dimaksud pada angka 5 diberikan dalam hal terdapat kelebihan jumlah SKP pada tahun berjalan untuk menutup kekurangan jumlah SKP pada tahun sebelumnya. 7. Dalam hal Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai tidak mengikuti kesempatan yang diberikan sebagaimana dimaksud pada angka 5, Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai dianggap tidak mengikuti PPL pada tahun yang bersangkutan. 8. Dalam hal pemenuhan kewajiban atas PPL merupakan syarat untuk memperoleh kembali surat tanda terdaftar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) Peraturan OJK Nomor 38/POJK.05/2015 tentang Pendaftaran dan Pengawasan Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai yang Melakukan Kegiatan di Industri Keuangan Non-Bank, maka Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai harus mengikuti PPL di bidang IKNB paling sedikit 5 (lima) SKP. V. ASOSIASI PROFESI 1. Asosiasi profesi sebagaimana dimaksud dalam Romawi IV angka 3 melaporkan rencana penyelenggaraan PPL kepada OJK yang paling sedikit mencakup silabus, metode, dan jadwal PPL yang akan dilaksanakan dalam 1 (satu) tahun, paling lambat pada tanggal 15 Oktober sebelum periode penyelenggaraan PPL. 2. Asosiasi profesi sebagaimana dimaksud dalam Romawi IV angka 3 menyampaikan daftar nama peserta PPL dan jumlah SKP untuk periode 1 (satu) tahun berjalan, paling lambat pada tanggal 31 Januari tahun berikutnya kepada OJK. 3. Penyampaian rencana penyelenggaraan PPL sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan daftar nama peserta PPL dan jumlah SKP sebagaimana dimaksud pada angka 2 ditujukan kepada: Otoritas Jasa Keuangan u.p. Direktur Jasa Penunjang IKNB - 6 - Gedung Menara Merdeka, Lantai 20 Jl. Budi Kemuliaan I No.2 Jakarta Pusat – 10110 4. OJK dapat melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan PPL yang diselenggarakan oleh asosiasi profesi sebagaimana dimaksud dalam Romawi IV angka 3. VI. TATA CARA PENYAMPAIAN PERMOHONAN DAN LAPORAN KONSULTAN AKTUARIA, AKUNTAN PUBLIK, DAN PENILAI KEPADA OJK 1. Romawi ini mengatur permohonan yang mencakup permohonan pendaftaran, permohonan persetujuan penghentian pemberian jasa untuk kembali sementara surat tanda waktu, permohonan pengaktifan terdaftar, dan permohonan pengunduran diri Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai kepada OJK. 2. Permohonan dan laporan Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai disampaikan kepada OJK secara online melalui sistem jaringan komunikasi data OJK. 3. Dalam hal sistem jaringan komunikasi data OJK belum tersedia, permohonan dan laporan Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai dilakukan dalam bentuk hasil cetak komputer (hardcopy) dan softcopy secara offline. 4. Dalam hal OJK mengalami gangguan teknis pada sistem jaringan komunikasi data OJK, OJK mengumumkan melalui situs web OJK pada hari yang sama saat terjadinya gangguan teknis. 5. Dalam hal terjadi gangguan teknis sebagaimana dimaksud pada angka 4, penyampaian permohonan Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai dilakukan dalam bentuk hasil cetak komputer (hardcopy) dan softcopy secara offline. 6. Dalam hal gangguan teknis sebagaimana dimaksud pada angka 4 terjadi saat batas waktu penyampaian laporan Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai, penyampaian laporan Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai dilakukan dalam bentuk hasil cetak komputer (hardcopy) dan softcopy secara offline paling lambat pada hari kerja pertama berikutnya. 7. Penyampaian permohonan dan laporan Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai sebagaimana dimaksud pada angka 5 dan angka 6 - 7 - dilakukan melalui surat pengantar yang ditandatangani oleh Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, atau Penilai yang bersangkutan dan ditujukan kepada: Otoritas Jasa Keuangan u.p. Direktur Jasa Penunjang IKNB Gedung Menara Merdeka, Lantai 20 Jl. Budi Kemuliaan I No.2 Jakarta Pusat – 10110 8. Penyampaian permohonan dan laporan Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai sebagaimana dimaksud pada angka 7 dilakukan dengan salah satu cara sebagai berikut: a. diserahkan langsung ke kantor OJK sebagaimana dimaksud pada angka 7; b. dikirim melalui kantor pos secara tercatat; atau c. dikirim melalui perusahaan jasa pengiriman/titipan. 9. Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai dinyatakan telah menyampaikan permohonan dan laporan Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai dengan ketentuan sebagai berikut: a. untuk penyampaian secara online melalui sistem jaringan komunikasi data OJK, dibuktikan dengan tanda terima dari OJK; atau b. untuk penyampaian melalui surat, dibuktikan dengan: 1) surat tanda terima dari OJK, apabila permohonan dan laporan diserahkan langsung ke kantor OJK sebagaimana dimaksud pada angka 8 huruf a; atau 2) tanda terima pengiriman dari kantor pos atau perusahaan jasa pengiriman/titipan, apabila permohonan dan laporan dikirim melalui kantor pos atau perusahaan jasa pengiriman/titipan sebagaimana dimaksud pada angka 8 huruf b dan huruf c. 10. Dalam hal terdapat perubahan alamat kantor OJK untuk penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada angka 7, OJK akan menyampaikan pemberitahuan mengenai perubahan alamat melalui surat atau pengumuman. - 8 - VII. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran OJK ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 25 Juli 2016 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERASURANSIAN, DANA PENSIUN, LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA OTORITAS JASA KEUANGAN, Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana ttd FIRDAUS DJAELANI
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 9/SEOJK.05/2016 </reg_id> <reg_title> DASAR PENILAIAN INVESTASI DANA PENSIUN, BENTUK DAN SUSUNAN SERTA TATA CARA PENYAMPAIAN LAPORAN INVESTASI TAHUNAN DANA PENSIUN </reg_title> <set_date> 11 April 2016 </set_date> <effective_date> 11 April 2016 </effective_date> <related_reg> '3/POJK.05/2015 | Pasal 2 ayat (3), Pasal 21 ayat (5), dan Pasal 27 ayat (2)' </related_reg>
Yth. 1. Direksi Perusahaan Asuransi; 2. Direksi Perusahan Asuransi Syariah; 3. Direksi Perusahaan Reasuransi; dan 4. Direksi Perusahaan Reasuransi Syariah, di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 46 /SEOJK.05/2017 TENTANG PENGENDALIAN FRAUD, PENERAPAN STRATEGI ANTI FRAUD, DAN LAPORAN STRATEGI ANTI FRAUD BAGI PERUSAHAAN ASURANSI, PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH, PERUSAHAAN REASURANSI, PERUSAHAAN REASURANSI SYARIAH, ATAU UNIT SYARIAH Sehubungan dengan amanat ketentuan Pasal 72 ayat (5), Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 69/POJK.5/2016 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, dan Perusahaan Reasuransi Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 302, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5992), perlu untuk mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai pengendalian fraud, penerapan strategi anti fraud, dan laporan strategi anti fraud bagi perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, perusahaan reasuransi syariah, atau unit syariah dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Perusahaan adalah perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransi syariah. 2. Unit Syariah adalah unit kerja di kantor pusat perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi yang berfungsi sebagi kantor induk dari kantor di luar kantor pusat yang menjalankan usaha berdasarkan prinsip syariah. - 2 - 3. Fraud adalah tindakan penyimpangan atau pembiaran yang sengaja dilakukan untuk mengelabui, menipu, atau memanipulasi Perusahaan atau Unit Syariah, pemegang polis, tertanggung, peserta, atau pihak lain, sehingga Perusahaan, Unit Syariah, pemegang polis, tertanggung, peserta, atau pihak lain menderita kerugian dan/atau pelaku Fraud memperoleh keuntungan keuangan baik secara langsung maupun tidak langsung. 4. Strategi Anti Fraud adalah strategi Perusahaan atau Unit Syariah dalam mengendalikan Fraud yang dirancang dengan mengacu pada proses terjadinya Fraud dengan memperhatikan karakteristik dari potensi Fraud yang komprehensif dan diimplementasikan dalam bentuk sistem pengendalian Fraud. II. PENGENDALIAN FRAUD 1. Dalam rangka mengendalikan risiko terjadinya Fraud, Perusahaan atau Unit Syariah wajib melaksanakan fungsi pengendalian Fraud dan menerapkan Strategi Anti Fraud. 2. Fungsi pengendalian Fraud sebagaimana dimaksud pada angka 1 meliputi aspek sebagai berikut: a. pengawasan aktif manajemen paling sedikit meliputi: 1) pengendalian Fraud secara menyeluruh yang dilakukan oleh direksi atau yang setara dalam pelaksanaan tugas, wewenang, dan tanggung jawab; 2) tugas, wewenang, dan tanggung jawab direksi atau yang setara sebagaimana dimaksud pada angka 1) dalam melakukan pengendalian Fraud secara umum mencakup: a) pengembangan budaya dan kepedulian terhadap anti Fraud pada seluruh jenjang organisasi, sebagai contoh dengan mendeklarasikan ketentuan anti Fraud; b) penyusunan dan pengawasan penerapan kode etik dalam pencegahan Fraud bagi seluruh jenjang organisasi Perusahaan atau Unit Syariah; c) penyusunan dan pengawasan penerapan Strategi Anti Fraud; d) pengembangan kualitas sumber daya manusia, khususnya yang terkait dengan peningkatan awareness dan pengendalian Fraud; - 3 - e) pemantauan dan evaluasi atas kejadian Fraud serta penetapan tindak lanjut; dan f) pengembangan saluran komunikasi yang efektif di internal Perusahaan atau Unit Syariah agar seluruh jenjang organisasi Perusahaan atau Unit Syariah memahami dan mematuhi kebijakan dan prosedur yang berlaku termasuk kebijakan dalam rangka pengendalian Fraud; dan 3) dewan komisaris atau yang setara bertanggung jawab untuk memantau secara berkala atas pengendalian Fraud. b. organisasi dan pertanggungjawaban paling sedikit meliputi: 1) Perusahaan atau Unit Syariah membentuk unit atau fungsi yang bertugas menangani pengendalian Fraud dalam organisasi Perusahaan atau Unit Syariah. 2) pembentukan unit atau fungsi sebagaimana dimaksud pada angka 1) paling sedikit memenuhi kriteria sebagai berikut: a) struktur organisasi disesuaikan dengan karakteristik dan kompleksitas kegiatan usaha Perusahaan atau Unit Syariah; b) penetapan uraian tugas dan tanggung jawab yang jelas; c) pertanggungjawaban unit atau fungsi tersebut langsung kepada direksi atau yang setara serta hubungan komunikasi dan pelaporan secara langsung kepada dewan komisaris atau yang setara; dan d) pelaksanaan tugas pada unit atau fungsi tersebut dilakukan oleh sumber daya manusia yang memiliki kompetensi, integritas, dan independensi, serta didukung dengan pertanggungjawaban yang jelas. c. pengendalian dan pemantauan paling sedikit meliputi: 1) dalam rangka meningkatkan efektifitas sistem pengendalian internal, Perusahaan atau Unit Syariah melakukan pengendalian dan pemantauan Fraud. 2) langkah-langkah dalam pengendalian dan pemantauan Fraud sebagaimana dimaksud pada angka 1) paling sedikit sebagai berikut: - 4 - a) penetapan kebijakan dan prosedur pengendalian yang khusus ditujukan dalam rangka penerapan strategi anti Fraud; b) pengendalian melalui kaji ulang baik oleh manajemen (top level review) maupun kaji ulang operasional (functional review) oleh audit internal atas pelaksanaan Strategi Anti Fraud; c) pengendalian di bidang sumber daya manusia yang ditujukan untuk peningkatan efektivitas pelaksanaan tugas dan pengendalian Fraud, misalnya kebijakan rotasi, kebijakan mutasi, cuti wajib, dan aktivitas sosial atau gathering; d) penetapan pemisahan fungsi dalam pelaksanaan aktivitas Perusahaan atau Unit Syariah pada seluruh jenjang organisasi, misalnya pemisahan fungsi antara bagian yang melakukan proses akseptasi, klaim, dan keuangan dengan tujuan agar setiap pihak yang terkait dalam aktivitas tersebut tidak memiliki peluang untuk melakukan dan menyembunyikan Fraud; e) pengendalian sistem informasi yang mendukung pengolahan, penyimpanan, dan pengamanan data secara elektronik untuk mencegah potensi terjadinya Fraud. Pengendalian sistem informasi ini perlu disertai dengan tersedianya sistem akuntansi untuk menjamin penggunaan data yang akurat dan konsisten dalam pencatatan dan pelaporan keuangan Perusahaan atau Unit Syariah paling sedikit dengan melakukan rekonsiliasi atau verifikasi data secara berkala; dan f) pengendalian lain dalam rangka pengendalian Fraud seperti pengendalian aset fisik dan dokumentasi. d. edukasi dan pelatihan paling sedikit meliputi: 1) Perusahaan atau Unit Syariah harus melakukan edukasi dan pelatihan bagi pegawai yang terlibat dalam penerapan Strategi Anti Fraud. a) edukasi dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada angka 1) paling sedikit meliputi: - 5 - edukasi dan pelatihan mengenai kebijakan anti Fraud yang dimiliki Perusahaan atau Unit Syariah, sebagai contoh edukasi dan pelatihan bagi pegawai mengenai prosedur pelaksanaan kebijakan anti Fraud, metodologi pendeteksian Fraud, dan tata cara pelaporan temuan kejadian Fraud; dan b) tahapan dan waktu penyelengaraan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun. 2) edukasi dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada angka 1) disesuaikan dengan kebutuhan Perusahaan atau Unit Syariah dan kompleksitas organisasi bisnis Perusahaan atau Unit Syariah. III. PENERAPAN STRATEGI ANTI FRAUD 1. Dalam rangka melaksanakan aspek pengendalian dan pemantauan Fraud sebagaimana dimaksud dalam romawi II angka 2 huruf c, Perusahaan atau Unit Syariah wajib menerapkan strategi anti Fraud yang meliputi: a. pencegahan; b. c. deteksi; investigasi, pelaporan, dan sanksi; dan d. pemantauan, evaluasi, dan tindak lanjut. 2. Langkah pencegahan dalam rangka mengurangi kemungkinan risiko terjadinya Fraud, paling sedikit mencakup: a. anti Fraud awareness paling sedikit meliputi: 1) penyusunan dan sosialisasi anti Fraud statement Contohnya kebijakan zero tolerance terhadap Fraud; 2) program employee awareness Contohnya penyelenggaraan seminar atau diskusi terkait anti Fraud, training, publikasi mengenai pemahaman terhadap bentuk Fraud, transparansi hasil investigasi, dan tindak lanjut terhadap Fraud yang dilakukan secara berkesinambungan; dan 3) program customer awareness Contohnya pembuatan brosur anti Fraud, penjelasan tertulis maupun melalui sarana lainnya untuk meningkatkan - 6 - kepedulian dan kewaspadaan pemegang polis, tertanggung, atau peserta terhadap kemungkinan terjadinya Fraud. b. identifikasi kerawanan paling sedikit meliputi: 1) melakukan proses identifikasi, analisis, dan menilai setiap aktivitas Perusahaan atau Unit Syariah yang berpotensi merugikan Perusahaan atau Unit Syariah; 2) mendokumentasikan dan menginformasikan hasil identifikasi kepada pihak yang berkepentingan dalam Perusahaan atau Unit Syariah; dan 3) melakukan pengkinian informasi terutama terhadap aktivitas yang dinilai berisiko tinggi terjadinya Fraud. c. know your employee paling sedikit meliputi: 1) sistem dan prosedur rekruitmen yang efektif. Melalui sistem ini diharapkan dapat diperoleh gambaran mengenai rekam jejak calon karyawan (pre employee screening) secara lengkap dan akurat; 2) sistem seleksi yang dilengkapi kualifikasi yang tepat dengan mempertimbangkan risiko, serta ditetapkan secara obyektif dan transparan. Sistem tersebut harus menjangkau pelaksanaan promosi maupun mutasi, termasuk penempatan pada posisi yang memiliki risiko tinggi terhadap Fraud; dan 3) kebijakan mengenali karyawan antara lain pengenalan dan pemantauan karakter, perilaku, dan gaya hidup karyawan. 3. Deteksi merupakan kegiatan dalam rangka mengidentifikasi dan menemukan kejadian Fraud yang paling sedikit mencakup: a. kebijakan dan mekanisme whistleblowing yang dirumuskan secara jelas, mudah dimengerti, dan dapat diimplementasikan secara efektif yang paling sedikit meliputi: 1) perlindungan kepada whistleblower serta menjamin kerahasiaan identitas pelapor dan laporan Fraud yang disampaikan; 2) menyusun ketentuan internal terkait pengaduan Fraud dengan mengacu pada ketentuan peraturan perundang- undangan; dan 3) menyusun sistem pelaporan Fraud yang memuat paling sedikit mengenai: - 7 - a) tata cara pelaporan; b) sarana; c) pihak yang bertanggung jawab untuk menangani pelaporan; dan d) mekanisme tindak lanjut terhadap kejadian Fraud yang dilaporkan; b. kebijakan dan mekanisme audit yang dilakukan paling sedikit pada unit bisnis yang berisiko tinggi atau rawan terhadap terjadinya Fraud; dan c. kebijakan dan mekanisme surveillance system yang dilakukan oleh pihak independen dan/atau pihak internal Perusahaan atau Unit Syariah. Surveillance system merupakan kegiatan untuk memantau dan menguji efektifitas kebijakan anti Fraud yang dilakukan tanpa diketahui atau disadari oleh pihak yang diuji atau diperiksa. 4. Dalam melaksanakan kegiatan investigasi, pelaporan, dan sanksi, Perusahaan atau Unit Syariah harus memiliki paling sedikit hal-hal sebagai berikut: a. standar investigasi Perusahaan atau Unit Syariah meliputi: 1) penentuan pihak yang berwenang melaksanakan investigasi dengan memperhatikan independensi dan kompetensi yang dibutuhkan; dan 2) mekanisme pelaksanaan investigasi dalam rangka menindaklanjuti hasil deteksi dengan tetap menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh; b. mekanisme pelaporan kejadian Fraud kepada internal Perusahaan atau Unit Syariah maupun kepada Otoritas Jasa Keuangan; dan c. kebijakan sanksi untuk memberikan efek jera bagi pelaku Fraud pada Perusahaan atau Unit Syariah harus diterapkan secara transparan dan konsisten yang paling sedikit meliputi: 1) mekanisme pengenaan sanksi; dan 2) pihak yang berwenang mengenakan sanksi. 5. Kegiatan pemantauan, evaluasi, dan tindak lanjut kejadian Fraud terdiri dari: - 8 - a. melakukan pemantauan terhadap tindak lanjut kejadian Fraud dengan memperhatikan ketentuan internal Perusahaan atau Unit Syariah dan ketentuan peraturan perundang-undangan. b. memelihara data kejadian Fraud (Fraud profiling) guna mendukung pelaksanaan evaluasi yang paling sedikit mencakup data dan informasi mengenai jenis Fraud, tanggal terjadinya Fraud, divisi/bagian terjadinya Fraud, pihak yang terlibat, jabatan, kerugian dalam rupiah, tindakan Perusahaan atau Unit Syariah, kelemahan/penyebab terjadinya Fraud, tindak lanjut/ perbaikan, dan kronologis kejadian Fraud. c. mekanisme tindak lanjut untuk menghindari kejadian Fraud terulang kembali paling sedikit meliputi langkah untuk: 1) memperbaiki kelemahan; dan 2) memperkuat sistem pengendalian internal Perusahaan atau Unit Syariah. 6. Penerapan Strategi Anti Fraud dituangkan dalam 1 (satu) pedoman yang merupakan acuan bagi Perusahaan atau Unit Syariah untuk menerapkan Strategi Anti Fraud. 7. Penerapan Strategi Anti Fraud dilakukan terhadap pihak yang terlibat dalam kegiatan usaha perasuransian paling sedikit meliputi: a. pemegang polis, tertanggung, atau peserta tindakan penyimpangan yang dilakukan oleh pemegang polis, tertanggung, atau peserta baik dalam proses permohonan polis maupun proses pengajuan klaim; b. perusahaan penunjang usaha asuransi seperti perusahaan pialang asuransi, perusahaan pialang reasuransi, agen, dan perusahaan penilai kerugian tindakan penyimpangan yang dilakukan oleh perusahaan penunjang usaha asuransi terhadap Perusahaan atau Unit Syariah serta pemegang polis, tertanggung, atau peserta; c. internal Perusahaan atau Unit Syariah tindakan penyimpangan yang dilakukan oleh internal Perusahaan atau Unit Syariah dengan bekerja sendiri maupun melakukan kolusi dengan pihak internal atau eksternal Perusahaan atau Unit Syariah; dan d. pihak lain yang berhubungan dengan Perusahaan atau Unit Syariah. - 9 - 8. Dalam menyusun pedoman Strategi Anti Fraud, Perusahaan atau Unit Syariah memperhatikan paling sedikit hal-hal sebagai berikut: a. kondisi lingkungan internal dan eksternal; b. kompleksitas kegiatan usaha; c. potensi, jenis, dan risiko Fraud; dan d. kecukupan sumber daya yang dibutuhkan. 9. Penerapan Strategi Anti Fraud sebagaimana dimaksud pada angka 1 merupakan bagian dari penerapan manajemen risiko, khususnya yang meliputi aspek sistem pengendalian internal. IV. PELAPORAN 1. Perusahaan atau Unit Syariah wajib menyampaikan laporan Strategi Anti Fraud kepada Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: a. laporan penerapan Strategi Anti Fraud mengikuti Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai laporan berkala perusahaan perasuransian. b. laporan setiap Fraud yang diperkirakan berdampak negatif secara signifikan terhadap Perusahaan atau Unit Syariah, pemegang polis, tertanggung, peserta dan/atau perusahaan ceding termasuk yang berpotensi menjadi perhatian publik, paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak manajemen perusahaan menandatangani dokumen pelaporan Fraud. c. laporan sebagaimana dimaksud pada huruf b paling sedikit memuat: 1) nama pelaku; 2) bentuk atau jenis penyimpangan; 3) tempat kejadian; 4) informasi singkat mengenai modus; dan 5) indikasi kerugian. 2. Penyampaian laporan Strategi Anti Fraud dilakukan sebagai berikut: a. untuk perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi: Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank Otoritas Jasa Keuangan Up. Direktur Pengawasan Asuransi dan BPJS Kesehatan. b. untuk perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi yang memiliki Unit Syariah: - 10 - 1) Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank Otoritas Jasa Keuangan Up. Direktur Pengawasan Asuransi dan BPJS Kesehatan; dan 2) Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank Otoritas Jasa Keuangan Up. Direktur IKNB Syariah. c. untuk perusahaan asuransi syariah dan perusahaan reasuransi syariah: Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank Otoritas Jasa Keuangan Up. Direktur IKNB Syariah. 3. Penyampaian laporan Strategi Anti Fraud dilakukan secara online melalui sistem jaringan komunikasi data Otoritas Jasa Keuangan. 4. Dalam hal sistem jaringan komunikasi data Otoritas Jasa Keuangan belum tersedia, Perusahaan atau Unit Syariah menyampaikan laporan Strategi Anti Fraud secara online melalui alamat email yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan. 5. Alamat email Perusahaan atau Unit Syariah yang digunakan untuk menyampaikan laporan Strategi Anti Fraud harus dilaporkan secara tertulis kepada Otoritas Jasa Keuangan. V. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 25 Agustus 2017 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERASURANSIAN, DANA PENSIUN, LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA OTORITAS JASA KEUANGAN, Salinan ini sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana ttd RISWINANDI
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 6/SEOJK.05/2017 </reg_id> <reg_title> PENETAPAN TARIF PREMI ATAU KONTRIBUSI PADA LINI USAHA ASURANSI HARTA BENDA DAN ASURANSI KENDARAAN BERMOTOR TAHUN 2017 </reg_title> <set_date> 26 Januari 2017 </set_date> <effective_date> 1 April 2017 </effective_date> <replaced_reg> '21/SEOJK.05/2015' </replaced_reg> <related_reg> '2/POJK.05/2015 | Pasal 5 ayat (5)' </related_reg>
Yth: 1. Direksi Bank Umum Syariah; dan 2. Direksi Bank Umum Konvensional yang Memiliki Unit Usaha Syariah di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 18/SEOJK.03/2015 TENTANG TRANSPARANSI DAN PUBLIKASI LAPORAN BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 6/POJK.03/2015 Tentang Transparansi dan Publikasi Laporan Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5687), perlu mengatur ketentuan mengenai transparansi dan publikasi laporan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. UMUM 1. Sesuai Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah, Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah diwajibkan menyampaikan segala keterangan dan penjelasan mengenai usahanya kepada Bank Indonesia menurut tata cara yang ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia. 2. Sesuai Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, sejak tanggal 31 Desember 2013, fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan beralih dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan. 3. Bank adalah Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS). 4. Laporan Publikasi disusun antara lain untuk memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja atau hasil usaha Bank, informasi keuangan lainnya serta informasi kualitatif kepada berbagai pihak yang berkepentingan dengan perkembangan usaha Bank. Seluruh informasi... -2- informasi tersebut diharapkan dapat meningkatkan transparansi kondisi keuangan Bank kepada publik dan menjaga kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan syariah. 5. Jenis Laporan Publikasi adalah Laporan Publikasi Bulanan, Laporan Publikasi Triwulanan, Laporan Publikasi Tahunan, dan Laporan Publikasi Lain. Khusus untuk UUS, jenis laporan publikasi adalah Laporan Publikasi Triwulanan dan informasi umum yang disampaikan dalam Laporan Tahunan Bank Umum Konvensional yang Memiliki UUS. 6. Agar informasi dalam Laporan Publikasi yang disampaikan dapat diperbandingkan, format dan ruang lingkup penyajian mengacu pada ketentuan dan pedoman yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan, standar akuntansi keuangan yang relevan untuk industri perbankan syariah, Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI), dan standar internasional yang relevan mengenai pengungkapan risiko dan permodalan Bank. 7. Format Laporan Publikasi merupakan standar minimal yang harus dipenuhi oleh Bank. Apabila terdapat akun yang jumlahnya material dan tidak terdapat dalam format tersebut, Bank dapat menyajikan akun tersebut secara tersendiri sedangkan akun yang jumlahnya tidak material dapat digabungkan dengan akun lain yang sejenis. 8. Akun-akun yang memiliki saldo nihil dalam format laporan harus dicantumkan dengan memberi garis pendek (-) pada akun yang bersangkutan kecuali ditetapkan secara khusus dalam Lampiran. 9. Laporan Posisi Keuangan (Neraca) merupakan laporan posisi aset, liabilitas, dan ekuitas Bank per posisi akhir periode laporan sedangkan Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain merupakan laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif Bank secara kumulatif sejak awal Tahun Buku sampai dengan akhir posisi periode laporan. 10. Laporan Publikasi disusun dalam Bahasa Indonesia dan angka- angka yang disajikan dalam jutaan Rupiah. II. LAPORAN PUBLIKASI BULANAN 1. Pedoman Umum a. Laporan Publikasi Bulanan disajikan oleh BUS secara individu dan disusun setiap bulan. b. Laporan... -3- b. Laporan Publikasi Bulanan diumumkan kepada masyarakat pada Situs Web BUS dan disampaikan oleh BUS kepada Otoritas Jasa Keuangan secara online melalui sistem Laporan Kantor Pusat Bank Umum (LKPBU), dalam hal sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan belum tersedia. 2. Ruang Lingkup Laporan Publikasi Bulanan Laporan Publikasi Bulanan meliputi laporan keuangan bulanan yang paling sedikit terdiri atas: a. Laporan Posisi Keuangan (Neraca); b. Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain; dan c. Laporan Komitmen dan Kontinjensi. 3. BUS dalam menyusun Laporan Publikasi Bulanan mengacu pada Pedoman Penyusunan Laporan Publikasi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah – angka I Pedoman Penyusunan Laporan Publikasi Bulanan Bank Umum Syariah yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. III. LAPORAN PUBLIKASI TRIWULANAN 1. Bank Umum Syariah a. Pedoman Umum 1) Laporan keuangan pada Laporan Publikasi Triwulanan disajikan secara individu dan konsolidasian dengan Entitas Anak yang disusun untuk posisi akhir bulan Maret, Juni, September, dan Desember. 2) BUS yang tidak memiliki Entitas Anak, kolom konsolidasian dapat ditiadakan. 3) Laporan keuangan pada Laporan Publikasi Triwulanan disajikan dalam bentuk perbandingan sesuai standar akuntansi keuangan. 4) Apabila terdapat perlakuan akuntansi yang baru berlaku dalam posisi laporan, penyajian posisi pembanding mengacu pada standar akuntansi keuangan mengenai kebijakan akuntansi, perubahan estimasi akuntansi, dan kesalahan. 5) Nama pemegang saham yang dicantumkan dalam pengisian pemilik BUS pada format Laporan Publikasi Triwulanan adalah perorangan atau entitas yang memiliki saham sebesar 5% (lima perseratus) atau lebih dari modal BUS, baik melalui atau tidak melalui Pasar Modal. 6) Laporan... -4- 6) Laporan keuangan posisi akhir bulan Desember yang dipublikasikan secara triwulanan wajib diaudit oleh Akuntan Publik. Dalam penyajian laporan keuangan dicantumkan nama Kantor Akuntan Publik, nama Akuntan Publik yang bertanggung jawab (partner in charge), dan opini yang diberikan. 7) Laporan Publikasi Triwulanan diumumkan pada surat kabar harian berbahasa Indonesia yang memiliki peredaran luas dan pada Situs Web BUS, dan disampaikan oleh BUS kepada Otoritas Jasa Keuangan secara online melalui sistem Laporan Kantor Pusat Bank Umum (LKPBU), dalam hal sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan belum tersedia. b. Ruang Lingkup Laporan Publikasi Triwulanan Laporan yang disajikan dalam Laporan Publikasi Triwulanan paling sedikit meliputi: 1) Laporan keuangan, yang terdiri atas: a) Laporan Posisi Keuangan (Neraca); b) Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain; dan c) Laporan Komitmen dan Kontinjensi. 2) Informasi kinerja keuangan, yang terdiri atas: a) Perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM); b) Jumlah dan kualitas aset produktif serta Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN), yang paling sedikit memberikan informasi pengelompokan: (1) Instrumen keuangan; (2) Penyediaan dana kepada pihak terkait; (3) Pembiayaan kepada nasabah Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM); (4) Pembiayaan yang memerlukan perhatian khusus (antara lain pembiayaan yang direstrukturisasi dan pembiayaan properti); dan (5) Penyisihan Penghapusan Aset (PPA) yang wajib dibentuk berdasarkan instrumen keuangan. c) Rasio keuangan yang paling sedikit meliputi: (1) Rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM); (2) Return on Asset (ROA); (3) Return... -5- (3) Return on Equity (ROE); (4) Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO); (5) Persentase Pelanggaran dan Pelampauan Batas Maksimum Penyaluran Dana (BMPD); dan (6) Rasio Posisi Devisa Neto (PDN). d) Transaksi Spot dan Forward; 3) Informasi komposisi pemegang saham dan susunan pengurus. 4) Laporan Distribusi Bagi Hasil. Khusus untuk posisi Juni dan Desember, selain laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1), angka 2), angka 3), dan angka 4) ditambah dengan laporan sebagai berikut: 1) Laporan Sumber dan Penyaluran Dana Zakat; 2) Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan; dan 3) Laporan Perubahan Dana Investasi Terikat, apabila ada. c. BUS dalam menyusun Laporan Publikasi Triwulanan mengacu pada Pedoman Penyusunan Laporan Publikasi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah – angka II Pedoman Penyusunan Laporan Publikasi Triwulanan Bank Umum Syariah yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. d. BUS yang merupakan bagian dari kelompok usaha, menambahkan informasi mengenai: 1) Laporan Publikasi Triwulanan untuk posisi akhir bulan Juni dan Desember, yang meliputi: a) Laporan keuangan konsolidasian Entitas Induk yang meliputi laporan keuangan seluruh entitas dalam kelompok usaha di bidang keuangan; atau b) Laporan keuangan konsolidasian Entitas Induk yang meliputi laporan keuangan seluruh entitas dalam kelompok usaha di bidang keuangan dan non keuangan. 2) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada angka 1) paling sedikit terdiri atas: a) Laporan Posisi Keuangan (Neraca); b) Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain; c) Laporan Perubahan Ekuitas; dan d) Laporan Komitmen dan Kontinjensi. Laporan... -6- Laporan Perubahan Ekuitas serta Laporan Komitmen dan Kontinjensi hanya dilaporkan apabila ada. 3) Format Neraca serta Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain Entitas Induk untuk posisi akhir bulan Desember disesuaikan dengan Neraca serta Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain yang disajikan dalam laporan keuangan auditan. e. Laporan tertentu yang disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan secara triwulanan 1) BUS menyampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan laporan mengenai: a) Transaksi antara BUS dengan Pihak-Pihak Berelasi, paling sedikit meliputi: (1) nama pihak yang memiliki hubungan atau relasi dengan BUS; (2) hubungan keterkaitan dengan BUS; (3) jenis transaksi; (4) jumlah atau nominal transaksi; dan (5) kualitas aset produktif untuk transaksi penyediaan dana. b) Pemberian penyediaan dana, komitmen maupun fasilitas lain yang dapat dipersamakan dengan itu dari setiap entitas yang berada dalam satu kelompok usaha dengan BUS kepada nasabah yang telah memperoleh penyediaan dana dari BUS, bagi BUS yang merupakan bagian dari kelompok usaha, yang paling sedikit meliputi: (1) nama nasabah; (2) jumlah dan kualitas penyediaan dana yang diberikan oleh BUS; (3) nama kelompok usaha pemberi penyediaan dana serta hubungan keterkaitan dengan BUS; dan (4) jenis penyediaan dana dan jumlah penyediaan dana yang diberikan oleh kelompok usaha. 2. Unit Usaha Syariah a. Pedoman Umum 1) Laporan keuangan pada Laporan Publikasi Triwulanan disajikan secara individu yang disusun untuk posisi akhir bulan Maret, Juni, September, dan Desember. 2) Laporan... -7- 2) Laporan keuangan pada Laporan Publikasi Triwulanan disajikan dalam bentuk perbandingan sesuai standar akuntansi keuangan. 3) Apabila terdapat perlakuan akuntansi yang baru berlaku dalam posisi laporan, penyajian posisi pembanding mengacu pada standar akuntansi keuangan mengenai kebijakan akuntansi, perubahan estimasi akuntansi, dan kesalahan. 4) Laporan Publikasi Triwulanan ditandatangani oleh Direktur yang membawahkan UUS dan 1 (satu) orang Dewan Pengawas Syariah. 5) Laporan Publikasi Triwulanan diumumkan pada surat kabar harian berbahasa Indonesia yang memiliki peredaran luas dan pada Situs Web Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS, dan disampaikan oleh UUS kepada Otoritas Jasa Keuangan secara online melalui sistem Laporan Kantor Pusat Bank Umum (LKPBU), dalam hal sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan belum tersedia. b. Ruang Lingkup Laporan Publikasi Triwulanan Laporan yang disajikan dalam Laporan Publikasi Triwulanan paling sedikit meliputi: 1) Laporan keuangan, yang terdiri atas: a) Laporan Posisi Keuangan (Neraca); b) Laporan Laba Rugi; dan c) Laporan Komitmen dan Kontinjensi; 2) Rasio keuangan yang paling sedikit meliputi: a) Total aset UUS terhadap total aset Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS; b) Return on Asset (ROA); 3) Laporan Distribusi Bagi Hasil. Khusus untuk posisi Juni dan Desember, selain laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1), angka 2), dan angka 3), ditambah dengan: 1) Laporan Sumber dan Penyaluran Dana Zakat; 2) Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan; dan 3) Laporan Perubahan Dana Investasi Terikat, apabila ada. c. UUS dalam menyusun Laporan Publikasi Triwulanan mengacu pada Pedoman Penyusunan Laporan Publikasi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah - angka III Pedoman Penyusunan... -8- Penyusunan Laporan Publikasi Triwulanan Unit Usaha Syariah yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. IV. LAPORAN PUBLIKASI TAHUNAN 1. Bank Umum Syariah a. Pedoman Umum 1) Laporan keuangan pada Laporan Publikasi Tahunan disajikan secara individu dan konsolidasian dengan Entitas Anak yang disusun untuk 1 (satu) Tahun Buku. 2) BUS yang tidak memiliki Entitas Anak, kolom konsolidasian dapat ditiadakan. 3) Laporan keuangan pada Laporan Publikasi Tahunan disajikan dalam bentuk perbandingan sesuai standar akuntansi keuangan. 4) Apabila terdapat perlakuan akuntansi yang baru berlaku dalam posisi laporan, penyajian posisi pembanding mengacu pada standar akuntansi keuangan mengenai kebijakan akuntansi, perubahan estimasi akuntansi, dan kesalahan. 5) Laporan Publikasi Tahunan harus disusun dalam Bahasa Indonesia. Apabila Laporan Publikasi Tahunan dibuat dalam Bahasa Indonesia dan bahasa lain, baik dalam dokumen yang sama maupun terpisah, Laporan Publikasi Tahunan harus memuat informasi yang sama. 6) Laporan keuangan pada Laporan Publikasi Tahunan wajib diaudit oleh Akuntan Publik. Dalam penyajian laporan keuangan dicantumkan nama Kantor Akuntan Publik, nama Akuntan Publik yang bertanggung jawab (partner in charge), dan opini yang diberikan. 7) Laporan Publikasi Tahunan diumumkan pada Situs Web BUS dan disampaikan oleh BUS kepada Otoritas Jasa Keuangan. b. Ruang Lingkup Laporan Publikasi Tahunan 1) Informasi Umum Informasi Umum dalam laporan tahunan paling sedikit meliputi: a) kepengurusan, yang meliputi susunan anggota Direksi, Dewan Komisaris, Dewan Pengawas Syariah, dan Pejabat Eksekutif... -9- Eksekutif beserta jabatan dan ringkasan riwayat hidupnya; b) rincian kepemilikan saham yaitu nama pemilik atau pemegang saham dan persentase kepemilikan saham; c) perkembangan usaha dan kelompok usaha BUS, yang memuat data mengenai: (1) ikhtisar data keuangan penting, yang paling sedikit meliputi pendapatan penyaluran dana bersih, laba operasional, laba sebelum pajak, laba bersih, laba bersih per saham, aset produktif, dana pihak ketiga, pinjaman diterima, total biaya dana (cost of fund), modal sendiri, jumlah lembar saham yang ditempatkan dan disetor; dan (2) Informasi kinerja dan rasio keuangan sebagaimana dimaksud dalam Laporan Publikasi Triwulanan. d) strategi dan kebijakan yang ditetapkan oleh manajemen BUS; e) laporan manajemen yang memuat informasi mengenai pengelolaan BUS, paling sedikit meliputi: (1) struktur organisasi; (2) aktivitas utama; (3) teknologi informasi; (4) jenis produk dan jasa yang ditawarkan, termasuk penyaluran pembiayaan kepada nasabah Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM); (5) realisasi bagi hasil/imbalan dan metode perhitungan distribusi bagi hasil; (6) perkembangan perekonomian dan target pasar; (7) jaringan kerja dan mitra usaha baik di dalam dan/atau di luar negeri; (8) jumlah, jenis, dan lokasi kantor; (9) kepemilikan Direksi, Dewan Komisaris, dan pemegang saham dalam kelompok usaha BUS; (10) perubahan-perubahan penting yang terjadi pada BUS dan kelompok usaha BUS dalam tahun yang bersangkutan; (11) hal-hal penting yang diperkirakan terjadi di masa mendatang; dan (12) sumber... -10- (12) sumber daya manusia, meliputi jumlah, tingkat pendidikan, pelatihan, dan pengembangan sumber daya manusia. 2) Laporan Keuangan Tahunan a) Laporan keuangan individual, terdiri atas: (1) Laporan Posisi Keuangan (Neraca); (2) Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain; (3) Laporan Perubahan Ekuitas; (4) Laporan Arus Kas; (5) Catatan atas Laporan Keuangan, termasuk informasi mengenai komitmen dan kontinjensi. b) Laporan keuangan konsolidasian bagi BUS yang memiliki Entitas Anak, paling sedikit terdiri atas: (1) Laporan Posisi Keuangan (Neraca); (2) Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain; (3) Laporan Perubahan Ekuitas; dan (4) Laporan Komitmen dan Kontijensi. c) Laporan keuangan bagi BUS yang merupakan bagian dari kelompok usaha. (1) Bank yang merupakan bagian dari kelompok usaha menambahkan informasi mengenai: (a) Laporan Keuangan Konsolidasian Entitas Induk yang meliputi Laporan Keuangan seluruh entitas dalam kelompok usaha di bidang keuangan; atau (b) Laporan Keuangan Konsolidasian Entitas Induk yang meliputi Laporan Keuangan seluruh entitas dalam kelompok usaha di bidang keuangan dan non keuangan. (2) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada angka (1), paling sedikit terdiri atas: (a) Laporan Posisi Keuangan (Neraca); (b) Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain; (c) Laporan Perubahan Ekuitas; dan (d) Laporan Komitmen dan Kontinjensi. 3) Informasi... -11- 3) Informasi kinerja keuangan, terdiri atas: a) Perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM); b) Jumlah dan kualitas aset produktif serta Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN), yang paling sedikit memberikan informasi pengelompokan: (1) instrumen keuangan; (2) penyediaan dana kepada pihak terkait; (3) pembiayaan kepada nasabah Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM); (4) pembiayaan yang memerlukan perhatian khusus (antara lain pembiayaan yang direstrukturisasi dan pembiayaan properti); dan (5) Penyisihan Penghapusan Aset (PPA) yang wajib dibentuk berdasarkan instrumen keuangan. c) Rasio keuangan, paling sedikit meliputi: (1) Rasio Kewajiban Pemenuhan Modal Minimum (KPMM); (2) Return on Asset (ROA); (3) Return on Equity (ROE); (4) Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO); (5) Persentase Pelanggaran dan Pelampauan Batas Maksimum Penyaluran Dana (BMPD); dan (6) Rasio Posisi Devisi Neto (PDN). d) Transaksi Spot dan Forward; e) Laporan Distribusi Bagi Hasil; f) Laporan Sumber dan Penyaluran Dana Zakat; g) Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan; dan h) Laporan Perubahan Dana Investasi Terikat, apabila ada. 4) Pengungkapan permodalan dan praktek manajemen risiko yang diterapkan BUS, paling sedikit meliputi uraian jenis risiko, potensi kerugian yang dihadapi BUS, dan mitigasi risiko, sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai permodalan dan manajemen risiko. 5) Pengungkapan khusus bagi BUS yang merupakan bagian dari suatu kelompok usaha dan/atau memiliki Entitas Anak, yang paling sedikit terdiri dari informasi sebagai berikut: a) Struktur... -12- a) Struktur kelompok usaha BUS, yang paling sedikit terdiri atas: (1) struktur kelompok usaha BUS, yang disajikan mulai dari BUS, Entitas Anak, Perusahaan Terelasi, Entitas Induk di bidang keuangan, dan/atau Entitas Induk sampai dengan pemegang saham pengendali terakhir (ultimate shareholder); (2) struktur keterkaitan kepengurusan dalam kelompok usaha BUS; dan (3) pemegang saham yang bertindak atas nama pemegang saham lain (shareholders acting in concert). Pengertian pemegang saham yang bertindak atas nama pemegang saham lain adalah pemegang saham perorangan atau entitas yang memiliki tujuan bersama yaitu mengendalikan BUS, berdasarkan atau tidak berdasarkan suatu perjanjian. b) Transaksi antara BUS dengan Pihak-Pihak Berelasi dalam kelompok usaha BUS, memperhatikan hal-hal: (1) informasi transaksi dengan Pihak-Pihak Berelasi disajikan baik yang dilakukan BUS maupun yang dilakukan oleh setiap entitas di dalam kelompok usaha BUS yang bergerak di bidang keuangan; (2) Pihak-Pihak Berelasi adalah pihak-pihak sebagaimana diatur dalam standar akuntansi keuangan; (3) jenis transaksi dengan Pihak-Pihak Berelasi, antara lain: (a) kepemilikan silang (cross shareholdings); (b) transaksi dari suatu kelompok usaha yang bertindak untuk kepentingan kelompok usaha yang lain; (c) pengelolaan likuiditas jangka pendek dalam kelompok usaha; (d) penyediaan dana yang diberikan atau diterima oleh entitas lain dalam satu kelompok usaha; (e) eksposur kepada pemegang saham mayoritas antara lain dalam bentuk pinjaman, komitmen dan kontinjensi; dan (f) pembelian... -13- (f) pembelian, penjualan dan/atau penyewaan aset dengan entitas lain dalam suatu kelompok usaha, termasuk yang dilakukan dengan repurchase agreement. c) Transaksi dengan Pihak-Pihak Berelasi yang dilakukan oleh setiap entitas di dalam kelompok usaha BUS yang bergerak di bidang keuangan; d) Penyediaan dana, komitmen maupun fasilitas lain yang dapat dipersamakan dengan itu dari setiap entitas yang berada dalam satu kelompok usaha dengan BUS kepada nasabah dan/atau pihak-pihak yang telah memperoleh penyediaan dana dari BUS; dan e) Pengungkapan mengenai permodalan, jenis risiko, potensi kerugian dan manajemen risiko sebagaimana dimaksud dalam angka 4) secara konsolidasi. 6) Pengungkapan lain sesuai standar akuntansi keuangan, apabila belum tercakup dalam angka 1) sampai dengan angka 5). 7) Opini dari Akuntan Publik Opini dari Akuntan Publik antara lain memuat pendapat atas laporan keuangan tahunan sebagaimana dimaksud pada angka 2). c. Format dan pedoman pengisian untuk: 1) Laporan Posisi Keuangan (Neraca); 2) Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain; 3) Laporan Komitmen dan Kontinjensi; 4) Laporan Perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM); 5) Laporan Kualitas Aset Produktif dan Informasi Lainnya; 6) Laporan Perhitungan Rasio Keuangan; 7) Laporan Transaksi Spot dan Forward; 8) Laporan Distribusi Bagi Hasil; 9) Laporan Sumber dan Penyaluran Dana Zakat; 10) Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan; dan 11) Laporan Perubahan Dana Investasi Terikat, apabila ada, mengikuti format dan pedoman pengisian Laporan Publikasi Triwulanan. BUS dapat melakukan penyesuaian yang diperlukan atas... -14- atas format laporan angka 1), angka 2), dan angka 3) sesuai dengan hasil laporan audit oleh Akuntan Publik. d. Laporan tertentu yang disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan secara tahunan BUS yang merupakan bagian dari suatu kelompok usaha dan/atau BUS yang memiliki Entitas Anak menyampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan laporan tertentu mengenai: 1) Laporan tahunan Entitas Induk yang meliputi seluruh entitas dalam kelompok usaha di bidang keuangan atau laporan tahunan Entitas Induk yang meliputi seluruh entitas dalam kelompok usaha di bidang keuangan dan non keuangan; 2) Laporan tahunan Pemegang Saham langsung yang memiliki saham mayoritas atau laporan tahunan entitas yang melakukan Pengendalian langsung kepada BUS; dan 3) Laporan tahunan Entitas Anak. 2. Unit Usaha Syariah UUS menyajikan informasi kegiatan UUS pada Laporan Tahunan Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS paling sedikit meliputi: a. sasaran, strategi dan kebijakan manajemen yang digunakan dalam pengembangan UUS; b. perkembangan usaha UUS, yaitu penyaluran dana beserta komposisinya, laba bersih, Return on Asset (ROA), Non Performing Financing (NPF), sumber dana beserta komposisinya, jumlah aset, dan informasi lainnya yang relevan; c. jenis produk dan jasa yang ditawarkan; d. tanggung jawab sosial perusahaan; dan e. realisasi bagi hasil/imbalan dan metode penghitungan distribusi bagi hasil. V. PENGUMUMAN DAN PENYAMPAIAN LAPORAN 1. Dalam hal Bank mengalami gangguan teknis atau terjadi keadaan memaksa (force majeur) pada batas akhir waktu pengumuman pada Situs Web BUS atau Situs Web Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS, Bank menyampaikan surat pemberitahuan secara tertulis disertai bukti dan dokumen pendukung dan ditandatangani oleh Pejabat yang berwenang serta disampaikan pada hari yang sama dengan... -15- dengan saat terjadinya gangguan teknis kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan alamat: a. Direktorat Pengawasan Bank Syariah, Komplek Perkantoran Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat Otoritas Jasa Keuangan; atau b. Kantor Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor Regional setempat bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja kantor pusat Otoritas Jasa Keuangan. 2. Untuk: a. bukti pengumuman Laporan Publikasi Triwulanan pada surat kabar berupa guntingan surat kabar atau fotokopinya, Laporan Publikasi Tahunan dan laporan tertentu dalam publikasi triwulanan maupun tahunan untuk BUS; b. bukti pengumuman Laporan Publikasi Triwulanan pada surat kabar berupa guntingan surat kabar atau fotokopinya dan Laporan Publikasi Tahunan untuk UUS; disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan alamat: a. Direktorat Pengawasan Bank Syariah, Komplek Perkantoran Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat Otoritas Jasa Keuangan; atau b. Kantor Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor Regional setempat bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja kantor pusat Otoritas Jasa Keuangan. VI. PENUTUP Pada saat Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku, Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/56/DPbS tanggal 9 Desember 2005 perihal Laporan Tahunan, Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan dan Bulanan serta Laporan tertentu dari Bank yang disampaikan kepada Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/11/DPbS tanggal 7 Maret 2006 perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/56/DPbS tanggal 9 Desember 2005 perihal Laporan Tahunan, Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan dan Bulanan serta Laporan Tertentu dari Bank yang Disampaikan kepada Bank Indonesia, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan... -16- Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 8 Juni 2015 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN OTORITAS JASA KEUANGAN, Ttd. Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum I Departemen Hukum, Ttd.. Ttd. Sudarmaji NELSON TAMPUBOLON BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 49 TANGGAL 19 JUNI 2015
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 8/SEOJK.03/2015 </reg_id> <reg_title> PENILAIAN KUALITAS ASET BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH </reg_title> <set_date> 10 Maret 2015 </set_date> <effective_date> 10 Maret 2015 </effective_date> <replaced_reg> '13/10/DPbS|SE-BI/2011', '10/34/DPbS|SE-BI/2008', '13/18/DPbS|SE-BI/2011' </replaced_reg> <related_reg> '16/POJK.03/2014' </related_reg>
Yth. 1. Direksi Perusahaan Asuransi Umum; dan 2. Direksi Perusahan Asuransi Umum Syariah, di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 21/SEOJK.05/2015 TENTANG PENETAPAN TARIF PREMI ATAU KONTRIBUSI PADA LINI USAHA ASURANSI HARTA BENDA DAN ASURANSI KENDARAAN BERMOTOR TAHUN 2015 Sehubungan dengan amanat ketentuan Pasal 5 ayat (5) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 2/POJK.05/2015 tentang Pemeliharaan dan Pelaporan Data Risiko Asuransi serta Penerapan Tarif Premi dan Kontribusi untuk Lini Usaha Asuransi Harta Benda dan Asuransi Kendaraan Bermotor (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 71, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5684), perlu untuk mengatur tarif premi atau kontribusi pada lini usaha asuransi harta benda dan asuransi kendaraan bermotor tahun 2015 dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Perusahaan adalah perusahaan yang menyelenggarakan usaha asuransi umum dan/atau usaha asuransi umum syariah sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai perasuransian. 2. Perusahaan Asuransi Umum adalah perusahaan yang menyelenggarakan usaha asuransi umum sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai perasuransian. 3. Perusahaan ... - 2 - 3. Perusahaan Asuransi Umum Syariah adalah perusahaan yang menyelenggarakan usaha asuransi umum syariah sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai perasuransian. 4. Perusahaan Pialang Asuransi adalah perusahaan yang menyelenggarakan usaha pialang asuransi sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai perasuransian. 5. Agen Asuransi adalah agen asuransi sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai perasuransian. 6. Premi adalah premi sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai perasuransian. 7. Kontribusi adalah kontribusi sebagaimana dimaksud dalam undang- undang mengenai perasuransian. 8. Asuransi Harta Benda adalah asuransi yang menjamin harta benda terhadap risiko kebakaran, petir, ledakan, kejatuhan pesawat terbang atau benda yang jatuh dari pesawat terbang dan asap (FLEXAS - Fire, Lightning, Explosion, Aircraft Impact, and Smoke) yang dijamin pada Polis Standar Asuransi Kebakaran Indonesia (PSAKI) yang diterbitkan oleh Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), termasuk dan tidak terbatas pada polis Industrial All Risks (IAR) Munich Re wording, Property All Risks (PAR) Munich Re wording, Commercial All Risks, manuscript wording, Association of British Insurers (ABI) wording, Mark IV/V, termasuk Comprehensive Machinery Insurance, Electronic Equipment Insurance, dan polis-polis harta benda lainnya yang menjamin risiko FLEXAS. 9. Asuransi Kendaraan Bermotor adalah asuransi yang melindungi tertanggung dari risiko kerugian yang mungkin timbul sehubungan dengan kepemilikan dan pemakaian kendaraan bermotor. 10. Asuransi Gempa Bumi adalah asuransi yang menjamin kerugian atau kerusakan harta benda dan/atau kepentingan yang dipertanggungkan yang secara langsung disebabkan oleh bahaya gempa bumi, letusan gunung berapi, kebakaran dan ledakan yang mengikuti terjadinya gempa bumi dan/atau letusan gunung berapi, dan tsunami. 11. Polis Standar Asuransi Gempa Bumi Indonesia yang selanjutnya disingkat PSAGBI adalah polis yang digunakan dalam menutup risiko khusus ... - 3 - khusus Asuransi Gempa Bumi untuk lini usaha Asuransi Harta Benda. 12. Risiko Sendiri (Deductible) adalah jumlah kerugian yang harus ditanggung oleh tertanggung untuk setiap kejadian atas klaim yang telah disetujui. 13. Nilai Penuh (Full Value) adalah harga sebenarnya (actual value) atau nilai sehat (sound value) suatu objek yang dipertanggungkan sesaat sebelum terjadi suatu kerugian atau kerusakan, yang dihitung berdasarkan biaya memperoleh/memperbaiki objek dipertanggungkan ke dalam keadaan baru dikurangi depresiasi teknis. 14. Loss Limit adalah batas maksimum ganti rugi yang ditetapkan sebagai harga pertanggungan dimana harga pertanggungan tersebut lebih kecil dari Nilai Penuh (Full Value) dan berlaku ketentuan prorata (average) pada saat terjadi klaim. II. PENERAPAN TARIF PREMI ATAU KONTRIBUSI 1. Perusahaan yang memasarkan produk pada lini usaha Asuransi Harta Benda dan/atau lini usaha Asuransi Kendaraan Bermotor wajib menerapkan tarif Premi atau Kontribusi. 2. Tarif Premi atau Kontribusi sebagaimana dimaksud pada butir 1 mencakup unsur Premi atau Kontribusi murni, biaya administrasi dan umum lainnya, biaya akuisisi, serta keuntungan. 3. Tarif Premi atau Kontribusi sebagaimana dimaksud pada butir 2 adalah tarif Premi atau Kontribusi yang ditetapkan oleh OJK. III. TARIF PREMI DAN KONTRIBUSI LINI USAHA ASURANSI HARTA BENDA 1. Tarif Premi atau Kontribusi untuk lini usaha Asuransi Harta Benda adalah tarif Premi atau Kontribusi sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Tabel I.A yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 2. Tarif Premi atau Kontribusi untuk lini usaha Asuransi Harta Benda sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Tabel I.A yang merupakan yang bagian ... - 4 - bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini: a. merupakan tarif Premi atau Kontribusi untuk periode pertanggungan selama 12 (dua belas) bulan; dan b. tidak termasuk tarif Premi atau Kontribusi untuk jaminan machinery breakdown untuk harga pertanggungan atas kerusakan fisik (material damage) di bawah USD300,000,000.00 (tiga ratus juta dolar Amerika) pada setiap lokasi dan risiko. 3. Perusahaan yang memasarkan Asuransi Harta Benda untuk jaminan terhadap risiko FLEXAS dengan periode pertanggungan kurang atau lebih dari 12 (dua belas) bulan menerapkan tarif Premi atau Kontribusi secara proporsional yang didasarkan kepada tarif Premi atau Kontribusi sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Tabel I.A yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 4. Perusahaan yang memasarkan Asuransi Harta Benda untuk jaminan terhadap risiko FLEXAS dapat menerapkan harga pertanggungan dengan metode Loss Limit. 5. Perusahaan yang memasarkan Asuransi Harta Benda dengan menggunakan Loss Limit sebagaimana dimaksud pada butir 4 memberlakukan tarif Premi atau Kontribusi sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Tabel I.B yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 6. Perusahaan yang memasarkan Asuransi Harta Benda untuk jaminan terhadap risiko FLEXAS dapat menambahkan manfaat berupa perluasan jaminan risiko. 7. Tarif Premi atau Kontribusi tambahan bagi Perusahaan yang memasarkan Asuransi Harta Benda dengan penambahan manfaat berupa perluasan jaminan risiko adalah: a. tarif Premi atau Kontribusi tambahan sebagaimana diatur; dan/atau b. tarif Premi atau Kontribusi tambahan yang wajar untuk setiap perluasan jaminan yang belum diatur, dalam Lampiran I Tabel I.C, Lampiran II Tabel II.A, Tabel II.C, dan Tabel II.D, dan Lampiran III Tabel III.A, Tabel III.B, dan Tabel III.C yang ... - 5 - yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 8. Perusahaan dengan pertimbangan profesional underwriter, dapat memberikan potongan tarif Premi atau Kontribusi dengan ketentuan sebagai berikut: a. Untuk pertanggungan dengan risiko dalam satu lokasi, tanpa Asuransi Gempa Bumi: 1) Untuk pertanggungan dengan nilai uang pertanggungan kurang dari USD100,000,000.00 (seratus juta dolar Amerika) tidak diberikan potongan tarif Premi atau Kontribusi. 2) Untuk pertanggungan dengan nilai uang pertanggungan mulai dari USD100,000,000.00 (seratus juta dolar Amerika) sampai dengan USD200,000,000.00 (dua ratus juta dolar Amerika), dapat diberikan potongan tarif Premi atau Kontribusi paling tinggi sebesar 10% (sepuluh puluh persen). 3) Untuk pertanggungan dengan nilai uang pertanggungan di atas USD200,000,000.00 (dua ratus juta dolar Amerika) sampai dengan USD300,000,000.00 (tiga ratus juta dolar Amerika), dapat diberikan potongan tarif Premi atau Kontribusi paling tinggi sebesar 20% (dua puluh persen). 4) Untuk pertanggungan dengan nilai uang pertanggungan di atas USD300,000,000.00 (tiga ratus juta dolar Amerika) sampai dengan USD1,000,000,000.00 (satu milyar dolar Amerika), dapat diberikan potongan tarif Premi atau Kontribusi paling tinggi sebesar 50% (lima puluh persen). 5) Untuk pertanggungan dengan nilai uang pertanggungan di atas USD1,000,000,000.00 (satu milyar dolar Amerika), mengikuti mekanisme pasar internasional. b. Untuk pertanggungan dengan risiko dalam satu lokasi, dengan Asuransi Gempa Bumi tidak diberikan potongan tarif Premi atau Kontribusi; c. Untuk ... - 6 - c. Untuk pertanggungan multilokasi, tanpa Asuransi Gempa Bumi: 1) Risiko yang dijamin merupakan risiko yang diakumulasikan dalam satu polis untuk satu tertanggung perusahaan atau grup perusahaan. 2) Untuk pertanggungan dengan nilai uang pertanggungan kurang dari USD100,000,000.00 (seratus juta dolar Amerika) tidak diberikan potongan tarif Premi atau Kontribusi. 3) Untuk pertanggungan dengan nilai uang pertanggungan mulai dari USD100,000,000.00 (seratus juta dolar Amerika) sampai dengan USD300,000,000.00 (tiga ratus juta dolar Amerika), dapat diberikan potongan tarif Premi atau Kontribusi paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen). 4) Untuk pertanggungan dengan nilai uang pertanggungan di atas USD300,000,000.00 (tiga ratus juta dolar Amerika) sampai dengan USD1,000,000,000.00 (satu milyar dolar Amerika), dapat diberikan potongan tarif Premi atau Kontribusi paling tinggi sebesar 30% (tiga puluh persen). 5) Untuk pertanggungan dengan nilai uang pertanggungan di atas USD1,000,000,000.00 (satu milyar dolar Amerika), mengikuti mekanisme pasar internasional. d. Untuk pertanggungan multilokasi, dengan Asuransi Gempa Bumi: 1) Untuk pertanggungan dengan nilai uang pertanggungan sampai dengan USD1,000,000,000.00 (satu milyar juta dolar Amerika) tidak diberikan potongan tarif Premi atau Kontribusi. 2) Untuk pertanggungan dengan nilai uang pertanggungan di atas USD1,000,000,000.00 (satu milyar dolar Amerika), mengikuti mekanisme pasar internasional. 9. Perusahaan yang memasarkan Asuransi Harta Benda menerapkan tarif Premi atau Kontribusi sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Tabel I.A yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini dengan ketentuan sebagai berikut: a. Tarif Premi atau Kontribusi yang diterapkan adalah tarif Premi atau Kontribusi mulai dari batas bawah sampai dengan batas atas, dengan mempertimbangkan profil risiko dari objek yang dipertanggungkan. b. Tarif ... - 7 - b. Tarif Premi atau Kontribusi yang diterapkan adalah tarif Premi atau Kontribusi sesuai jenis okupasi. c. Tarif Premi atau Kontribusi yang diterapkan adalah tarif Premi atau Kontribusi sesuai dengan kelas konstruksi, dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Kelas Konstruksi 1 Bangunan dikatakan berkonstruksi kelas 1 (satu) apabila dinding, lantai, dan semua komponen penunjang strukturalnya serta penutup atap terbuat seluruhnya dan sepenuhnya dari bahan yang tidak mudah terbakar. Jendela dan/atau pintu beserta kerangkanya, dinding partisi, dan penutup lantai boleh diabaikan. 2) Kelas Konstruksi 2 Bangunan dikatakan berkonstruksi kelas 2 (dua) adalah bangunan yang kriterianya sama seperti apa yang disebutkan dalam bangunan berkonstruksi kelas 1 (satu), dengan kelonggaran penutup atap boleh terbuat dari sirap kayu keras, dinding boleh mengandung bahan yang dapat terbakar sampai maksimum 20% (dua puluh persen) dari luas dinding, serta lantai dan struktur penunjangnya boleh terbuat dari kayu. 3) Kelas Konstruksi 3 Semua bangunan selain yang disebutkan pada kelas konstruksi 1 (satu) dan konstruksi 2 (dua). d. Tarif Premi atau Kontribusi dapat diterapkan di bawah batas tarif bawah apabila Perusahaan memberikan potongan tarif Premi atau Kontribusi sebagaimana dimaksud pada butir 8. e. Tarif Premi atau Kontribusi dapat diterapkan di atas batas tarif atas apabila Perusahaan menambahkan tarif Premi atau Kontribusi tambahan untuk perluasan jaminan risiko. 10. Perusahaan yang memasarkan Asuransi Harta Benda dapat menerapkan tarif Premi atau Kontribusi tunggal untuk pertanggungan multilokasi dengan risiko sejenis dan memiliki karakteristik risiko yang sama dengan ketentuan sebagai berikut: a. Jumlah objek pertanggungan paling sedikit tersebar pada 100 (seratus) lokasi di seluruh wilayah Indonesia. b. Untuk ... - 8 - b. Untuk risiko FLEXAS mengikuti kode okupasi mayoritas. c. Untuk objek pertanggungan paling sedikit tersebar pada 100 (seratus) lokasi, potongan tarif Premi atau Kontribusi sebagaimana dimaksud dalam butir 8 di atas dapat diberikan terhadap tarif Premi atau Kontribusi tunggal yang digunakan. 11. Perusahaan memberlakukan Risiko Sendiri (Deductible) minimum untuk setiap kejadian atas klaim yang telah disetujui dengan ketentuan sebagai berikut: a. Untuk jenis okupasi dengan time excess minimum sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Tabel I.D yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini, Risiko Sendiri (Deductible) minimum untuk kerusakan fisik (material damage) adalah 5% (lima persen) dari nilai kerugian yang disetujui atau 0,1% (nol koma satu persen) dari total nilai pertanggungan untuk setiap risiko dan setiap lokasi (declared value any one risk at any one location), mana yang lebih besar. b. Untuk kerugian gangguan usaha (business interruption) berlaku ketentuan time excess minimum sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Tabel I.D yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. c. Untuk jenis okupasi yang tidak tercantum pada Lampiran I Tabel I.D yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini, Risiko Sendiri (Deductible) minimum ditetapkan berdasarkan pertimbangan profesional underwriter. IV. TARIF PREMI ATAU KONTRIBUSI LINI USAHA ASURANSI KENDARAAN BERMOTOR 1. Tarif Premi atau Kontribusi untuk lini usaha Asuransi Kendaraan Bermotor adalah tarif Premi atau Kontribusi sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV Tabel IV.A yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 2. Tarif ... - 9 - 2. Tarif Premi atau Kontribusi sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV Tabel IV.A yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini merupakan: a. tarif Premi atau Kontribusi untuk periode pertanggungan selama 12 (dua belas) bulan; dan b. tarif Premi atau Kontribusi untuk kendaraan bermotor dengan usia sampai dengan 5 (lima) tahun. 3. Perusahaan yang memasarkan Asuransi Kendaraan Bermotor dengan periode pertanggungan: a. 12 (dua belas) bulan menerapkan tarif Premi atau Kontribusi sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV Tabel IV.A yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini; b. lebih dari 12 (dua belas) bulan menerapkan tarif Premi atau Kontribusi untuk jangka panjang (multiyears) sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV Tabel IV.A yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini pada setiap tahunnya; c. kurang dari 12 (dua belas) bulan menerapkan tarif Premi atau Kontribusi untuk jangka pendek sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV Tabel IV.A yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini paling sedikit secara proporsional. 4. Untuk usia kendaraan di atas 5 (lima) tahun, Perusahaan dapat: a. mengenakan tarif Premi atau Kontribusi tambahan dengan nilai paling sedikit sebesar 5% (lima persen) dari tarif Premi atau Kontribusi per tahun untuk jenis pertanggungan comprehensive; atau b. menaikkan Risiko Sendiri (Deductible) menjadi sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk jenis pertanggungan comprehensive. 5. Perusahaan yang memasarkan Asuransi Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada butir 1 dapat menambahkan manfaat berupa perluasan jaminan risiko dan fitur layanan tambahan lainnya. 6. Perluasan ... - 10 - 6. Perluasan jaminan risiko sebagaimana dimaksud pada butir 5 antara lain berupa perluasan jaminan: a. banjir termasuk angin topan; b. gempa bumi dan tsunami; c. huru-hara dan kerusuhan (SRCC – Strike, Riot, and Civil Commotion); d. terorisme dan sabotase; e. tanggung jawab hukum terhadap pihak ketiga (kendaraan penumpang dan sepeda motor); f. tanggung jawab hukum terhadap pihak ketiga (kendaraan niaga, truk, dan bus); g. kecelakaan diri untuk pengemudi; h. kecelakaan diri untuk penumpang; dan i. tanggung jawab hukum terhadap penumpang. 7. Tarif Premi atau Kontribusi tambahan bagi Perusahaan yang memasarkan Asuransi Kendaraan Bermotor dengan penambahan manfaat berupa perluasan jaminan risiko adalah tarif Premi atau Kontribusi sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV Tabel IV.B yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 8. Fitur layanan tambahan sebagaimana dimaksud pada butir 5 antara lain berupa layanan darurat (emergency road assistance), mobil pengganti, penggunaan bengkel authorized, dan penggunaan bengkel khusus yang lebih mahal. 9. Tarif Premi atau Kontribusi tambahan bagi Perusahaan yang memasarkan Asuransi Kendaraan Bermotor dengan penambahan manfaat berupa fitur layanan tambahan adalah tarif Premi atau Kontribusi tambahan yang ditetapkan secara wajar sesuai dengan tambahan layanan yang diperjanjikan. 10. Perusahaan dapat memberikan potongan tarif Premi atau Kontribusi dengan nilai paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen) untuk pertanggungan dengan jumlah kendaraan bermotor paling sedikit 100 (seratus) unit. Ketentuan pemberian potongan tarif Premi atau Kontribusi dimaksud sebagai berikut: a. potongan tarif Premi atau Kontribusi diberikan terhadap total nilai Premi atau Kontribusi sebelum biaya akuisisi; b. potongan ... - 11 - b. potongan tarif Premi atau Kontribusi diterapkan untuk pertanggungan kendaraan bermotor yang dimiliki oleh satu individu atau korporasi dan bukan merupakan objek di dalam perjanjian pembiayaan atau kredit kepemilikan kendaraan bermotor; dan c. potongan tarif Premi atau Kontribusi dapat diberikan untuk polis yang melakukan perpanjangan pertanggungan yang sama. (renewal) untuk objek 11. Penerapan tarif Premi atau Kontribusi bagi Perusahaan yang memasarkan Asuransi Kendaraan Bermotor sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV Tabel IV.A yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. tarif Premi atau Kontribusi yang diterapkan adalah tarif Premi atau Kontribusi mulai dari batas bawah sampai dengan batas atas, dengan mempertimbangkan profil risiko dari objek yang dipertanggungkan; b. tarif Premi atau Kontribusi yang diterapkan adalah tarif Premi atau Kontribusi sesuai zona wilayah tempat objek pertanggungan didaftarkan yang ditandai dengan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB); c. tarif Premi atau Kontribusi dapat diterapkan di bawah batas tarif bawah apabila Perusahaan memberikan potongan tarif Premi atau Kontribusi sebagaimana dimaksud dalam butir 10; dan d. tarif Premi atau Kontribusi dapat diterapkan di atas batas tarif atas apabila Perusahaan menambahkan tarif Premi atau Kontribusi tambahan untuk kendaraan bermotor di atas usia 5 (lima) tahun, menambahkan perluasan jaminan risiko, dan/atau menambahkan fitur layanan tambahan. 12. Perusahaan memberlakukan Risiko Sendiri (Deductible) untuk setiap kejadian atas klaim yang telah disetujui yang besarnya sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. V. TARIF ... - 12 - V. TARIF PREMI ATAU KONTRIBUSI PADA RISIKO KHUSUS BANJIR UNTUK LINI USAHA ASURANSI HARTA BENDA DAN ASURANSI KENDARAAN BERMOTOR 1. Perusahaan yang memasarkan jaminan risiko khusus banjir pada lini usaha Asuransi Harta Benda memberlakukan tarif Premi atau Kontribusi sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Tabel II.A yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 2. Perusahaan yang memasarkan jaminan risiko khusus banjir pada lini usaha Asuransi Kendaraan Bermotor memberlakukan tarif Premi atau Kontribusi sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Tabel II.B yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 3. Perusahaan yang memasarkan jaminan risiko khusus banjir pada lini usaha Asuransi Harta Benda dengan menggunakan Loss Limit memberlakukan tarif Premi atau Kontribusi sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Tabel II.C yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 4. Perusahaan yang memasarkan perluasan jaminan risiko business interruption pada lini usaha Asuransi Harta Benda memberlakukan tarif Premi atau Kontribusi sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Tabel II.D yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 5. Perusahaan yang memasarkan perluasan jaminan risiko khusus banjir pada Asuransi Harta Benda dapat menerapkan tarif Premi atau Kontribusi tunggal untuk pertanggungan multilokasi dengan risiko sejenis dan memiliki karakteristik risiko yang sama dengan ketentuan sebagai berikut: a. Jumlah objek pertanggungan paling sedikit tersebar pada 100 (seratus) lokasi di seluruh wilayah Indonesia. b. Tarif Premi atau Kontribusi yang diterapkan adalah tarif Premi atau Kontribusi berdasarkan zona dimana mayoritas objek pertanggungan berada. Dalam hal tidak dapat ditentukan zona dimana mayoritas objek pertanggungan berada, maka diterapkan tarif ... - 13 - tarif Premi atau Kontribusi tunggal yang wajar sesuai pertimbangan profesional underwriter. 6. Perusahaan memberlakukan ketentuan Risiko Sendiri (Deductible) minimum atas jaminan risiko khusus banjir sebagai berikut: a. Lini Asuransi Harta Benda 1) Untuk kerugian fisik (material damage) sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah ganti rugi yang disetujui. 2) Untuk kerugian gangguan usaha (business interruption) berupa time excess 7 (tujuh) hari. b. Lini Asuransi Kendaraan Bermotor 10% (sepuluh persen) dari jumlah ganti rugi yang disetujui paling sedikit Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) per kejadian. VI. TARIF PREMI ATAU KONTRIBUSI PADA RISIKO KHUSUS GEMPA BUMI UNTUK LINI USAHA ASURANSI ASURANSI HARTA BENDA DAN KENDARAAN BERMOTOR 1. Asuransi Gempa Bumi Untuk Lini Usaha Asuransi Harta Benda a. Perusahaan dapat menetapkan harga pertanggungan baik untuk kerusakan fisik maupun gangguan usaha berdasarkan: 1) full value basis, atau 2) first loss/sub limit basis. b. Jika harga pertanggungan didasarkan pada first loss/sub limit basis, Perusahaan mendapatkan nilai deklarasi (declared value) yang besarnya sama dengan nilai sebenarnya (actual value) untuk objek yang dipertanggungkan dari tertanggung. c. Jika pada saat terjadinya kerugian, nilai deklarasi (declared value) lebih kecil dari nilai sebenarnya (actual value), Perusahaan dapat memberlakukan ketentuan pertanggungan di bawah harga objek yang dipertanggungkan (under insured). d. Perusahaan yang memasarkan Asuransi Gempa Bumi untuk lini usaha Asuransi Harta Benda menerapkan tarif Premi atau Kontribusi dan zona Asuransi Gempa Bumi sebagaimana tercantum dalam Lampiran III Tabel III.A.1, Tabel III.A.2 dan Tabel III.D ... - 14 - III.D yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. e. Perusahaan yang memasarkan perluasan jaminan Asuransi Gempa Bumi pada Asuransi Harta Benda dapat menerapkan tarif Premi atau Kontribusi tunggal untuk pertanggungan multilokasi dengan risiko sejenis dan memiliki karakteristik risiko yang sama dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Jumlah objek pertanggungan paling sedikit tersebar pada 100 (seratus) lokasi di seluruh wilayah Indonesia. 2) Tarif Premi atau Kontribusi yang diterapkan adalah tarif Premi atau Kontribusi sesuai ketentuan zona masing-masing mengikuti jumlah lantai (≤9 (lebih kecil sama dengan sembilan) lantai atau >9 (lebih besar sembilan) lantai) mayoritas. 2. Asuransi Gempa Bumi Untuk Lini Usaha Kendaraan Bermotor a. Perusahaan yang memasarkan Asuransi Gempa Bumi untuk lini usaha Asuransi Kendaraan Bermotor menerapkan tarif Premi atau Kontribusi Asuransi Gempa Bumi sebagaimana tercantum dalam Lampiran III Tabel III.E yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. b. Perusahaan yang memasarkan Asuransi Gempa Bumi untuk lini usaha Asuransi Kendaraan Bermotor harus memberlakukan ketentuan Risiko Sendiri (Deductible) sebesar 10% (sepuluh persen) dari nilai ganti rugi yang disetujui, atau paling sedikit Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) per kejadian. VII. BIAYA AKUISISI 1. Perusahaan dapat memberikan bagian dari tarif Premi atau Kontribusi berupa biaya akuisisi dalam bentuk komisi, diskon, dan/atau bentuk lainnya kepada Perusahaan Pialang Asuransi, Agen Asuransi, dan/atau pihak ketiga lainnya yang terkait dengan perolehan bisnis asuransi, termasuk kepada tertanggung atau pemegang polis. 2. Biaya akuisisi sebagaimana dimaksud pada butir 1 secara kumulatif berlaku: a. untuk Asuransi Harta Benda paling tinggi 15% (lima belas persen) dari tarif Premi atau Kontribusi; atau b. untuk ... - 15 - b. untuk Asuransi Kendaraan Bermotor paling tinggi sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari tarif Premi atau Kontribusi. 3. Biaya akuisisi sebagaimana dimaksud pada butir 1 belum memperhitungkan pajak yang berlaku. 4. Untuk pertanggungan dengan nilai tertentu yang dapat memperoleh potongan tarif Premi atau Kontribusi, biaya akuisisi diperhitungkan dari tarif Premi atau Kontribusi setelah potongan tarif Premi atau Kontribusi. VIII. LAIN-LAIN 1. Ketentuan mengenai tarif Premi atau Kontribusi dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini berlaku untuk pemasaran produk Asuransi Harta Benda dan Asuransi Kendaraan Bermotor yang dipasarkan langsung oleh Perusahaan maupun melalui pihak ketiga. 2. Ketentuan mengenai tarif Premi atau Kontribusi dalam Lampiran Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini tidak berlaku untuk produk asuransi mikro. IX. PENUTUP 1. Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. 2. Pada saat Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku: a. Peraturan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor PER-07/BL/2012 tentang Referensi Unsur Premi Murni serta Unsur Biaya Administrasi dan Biaya Umum Lainnya Pada Lini Usaha Asuransi Kendaraan Bermotor Tahun 2013; dan b. Surat Edaran Nomor SE-06/D.05/2013 tentang Penetapan Tarif Premi serta Ketentuan Biaya Akuisisi pada Lini Usaha Asuransi Kendaraan Bermotor dan Harta Benda serta Jenis Risiko Khusus Meliputi Banjir, Gempa Bumi, Letusan Gunung Berapi, dan Tsunami Tahun 2014, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. 3. Agar ... - 16 - 3. Agar setiap orang mengetahui, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 30 Juni 2015 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERASURANSIAN, DANA PENSIUN, LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA OTORITAS JASA KEUANGAN, Ttd. Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum I Departemen Hukum, Ttd.td. Sudarmaji BERITA NEGARA TAHUN FIRDAUS DJAELANI NOMOR
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 21/SEOJK.05/2015 </reg_id> <reg_title> PENETAPAN TARIF PREMI ATAU KONTRIBUSI PADA LINI USAHA ASURANSI HARTA BENDA DAN ASURANSI KENDARAAN BERMOTOR TAHUN 2015 </reg_title> <set_date> 30 Juni 2015 </set_date> <effective_date> 30 Juni 2015 </effective_date> <replaced_reg> 'PER-07/BL/2012|PERTA-BAPEPAM-LK/2012', 'SE-06/D.05/2013|SE/2013' </replaced_reg> <related_reg> '2/POJK.05/2015 | Pasal 5 ayat (5)' </related_reg>
Yth. 1. Bank Umum Syariah; dan 2. Bank Umum Konvensional yang memiliki Unit Usaha Syariah di tempat SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 10/SEOJK.03/2014 TENTANG PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 8/POJK.03/2014 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5544), Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/23/PBI/2011 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 103, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5247), dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/6/PBI/2006 tentang Penerapan Manajemen Risiko secara Konsolidasi bagi Bank yang Melakukan Pengendalian terhadap Perusahaan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4602), perlu diatur ketentuan mengenai Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. UMUM 1. Meningkatnya inovasi dalam produk, jasa, dan aktivitas perbankan syariah berpengaruh pada peningkatan kompleksitas usaha dan Profil Risiko Bank yang apabila tidak diimbangi dengan penerapan Manajemen Risiko yang memadai dapat menimbulkan berbagai permasalahan mendasar pada Bank maupun terhadap sistem keuangan secara keseluruhan. 2. Agar Bank mampu mengidentifikasi permasalahan lebih dini, melakukan tindak lanjut perbaikan yang sesuai dan lebih cepat, serta menerapkan … - 2 - menerapkan prinsip Good Corporate Governance dan Manajemen Risiko yang lebih baik maka Otoritas Jasa Keuangan menyempurnakan sistem penilaian Tingkat Kesehatan Bank. 3. Pada prinsipnya tingkat kesehatan, pengelolaan Bank, dan kelangsungan usaha Bank merupakan tanggung jawab sepenuhnya dari manajemen Bank. Oleh karena itu, Bank wajib memelihara, memperbaiki, dan meningkatkan tingkat kesehatannya dengan menerapkan prinsip kehati-hatian dan Manajemen Risiko dalam melaksanakan kegiatan usahanya termasuk melakukan penilaian sendiri (self assessment) secara berkala terhadap tingkat kesehatannya dan mengambil langkah-langkah perbaikan secara efektif. Di lain pihak, Otoritas Jasa Keuangan mengevaluasi, menilai Tingkat Kesehatan Bank, dan melakukan tindakan pengawasan yang diperlukan dalam rangka menjaga stabilitas sistem perbankan dan keuangan. II. PRINSIP-PRINSIP UMUM PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH Manajemen Bank perlu memperhatikan prinsip-prinsip umum berikut ini sebagai landasan dalam menilai Tingkat Kesehatan Bank. 1. Berorientasi Risiko Penilaian tingkat kesehatan didasarkan pada Risiko-Risiko Bank dan dampak yang ditimbulkan pada kinerja Bank secara keseluruhan. Hal ini dilakukan dengan cara mengidentifikasi faktor internal maupun eksternal yang dapat meningkatkan Risiko atau mempengaruhi kinerja keuangan Bank pada saat ini dan di masa yang akan datang. Dengan demikian, Bank diharapkan mampu mendeteksi secara lebih dini akar permasalahan Bank dan mengambil langkah-langkah pencegahan serta perbaikan secara efektif dan efisien. 2. Proporsionalitas Penggunaan parameter/indikator dalam tiap faktor penilaian Tingkat Kesehatan Bank dilakukan dengan memperhatikan karakteristik dan kompleksitas usaha Bank. Parameter/indikator penilaian Tingkat Kesehatan Bank dalam Surat Edaran ini merupakan standar minimum yang wajib digunakan dalam menilai Tingkat Kesehatan Bank. Namun demikian, Bank dapat menggunakan parameter/indikator tambahan yang sesuai dengan karakteristik dan kompleksitas usahanya dalam menilai … - 3 - menilai Tingkat Kesehatan Bank sehingga dapat mencerminkan kondisi Bank dengan lebih baik. 3. Materialitas dan Signifikansi Bank perlu memperhatikan materialitas dan signifikansi faktor penilaian Tingkat Kesehatan Bank yaitu Profil Risiko, Good Corporate Governance, Rentabilitas, dan Permodalan serta signifikansi parameter/indikator penilaian pada masing-masing faktor dalam menyimpulkan hasil penilaian dan menetapkan peringkat faktor. Penentuan materialitas dan signifikansi tersebut didasarkan pada analisis yang didukung oleh data dan informasi yang memadai mengenai Risiko dan kinerja keuangan Bank. 4. Komprehensif dan Terstruktur Proses penilaian dilakukan secara menyeluruh dan sistematis serta difokuskan pada permasalahan utama Bank. Analisis dilakukan secara terintegrasi dengan mempertimbangkan keterkaitan antar Risiko dan antar faktor penilaian Tingkat Kesehatan Bank serta Perusahaan Anak yang wajib dikonsolidasikan. Analisis harus didukung oleh fakta-fakta pokok dan rasio-rasio yang relevan untuk menunjukkan tingkat, trend, dan tingkat permasalahan yang dihadapi oleh Bank. III. TATA CARA PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK Sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor ....../POJK.03/2014 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, Bank wajib melakukan penilaian sendiri Tingkat Kesehatan Bank dengan pendekatan Risk-based Bank Rating (RBBR). Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Syariah dilakukan secara individual maupun konsolidasi, sedangkan penilaian Tingkat Kesehatan Unit Usaha Syariah dilakukan secara individual, dengan tata cara sebagai berikut: 1. Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah Secara Individual Penilaian Tingkat Kesehatan Bank secara individual untuk Bank Umum Syariah mencakup penilaian terhadap faktor-faktor: Profil Risiko, Good Corporate Governance, Rentabilitas, dan Permodalan, sedangkan untuk Unit Usaha Syariah hanya mencakup faktor Profil Risiko. a. Penilaian … - 4 - a. Penilaian Faktor Profil Risiko Penilaian faktor Profil Risiko merupakan penilaian terhadap Risiko inheren dan kualitas penerapan Manajemen Risiko dalam aktivitas operasional Bank. Risiko yang wajib dinilai terdiri atas 10 (sepuluh) jenis Risiko yaitu Risiko Kredit, Risiko Pasar, Risiko Likuiditas, Risiko Operasional, Risiko Hukum, Risiko Stratejik, Risiko Kepatuhan, Risiko Reputasi, Risiko Imbal Hasil, dan Risiko Investasi. Dalam menilai Profil Risiko, Bank wajib pula memperhatikan cakupan penerapan Manajemen Risiko sebagaimana diatur dalam ketentuan yang berlaku mengenai penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. 1) Penilaian Risiko Inheren Penilaian Risiko inheren merupakan penilaian atas Risiko yang melekat pada kegiatan bisnis Bank, baik yang dapat dikuantifikasikan maupun yang tidak, yang berpotensi mempengaruhi posisi keuangan Bank. Karakteristik Risiko inheren Bank ditentukan oleh faktor internal maupun eksternal, antara lain strategi bisnis, karakteristik bisnis, kompleksitas produk dan aktivitas Bank, industri dimana Bank melakukan kegiatan usaha, serta kondisi makro ekonomi. Penilaian atas Risiko inheren dilakukan dengan memperhatikan parameter/indikator yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Penetapan tingkat Risiko inheren atas masing-masing jenis Risiko mengacu pada prinsip-prinsip umum penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. Penetapan tingkat Risiko inheren untuk masing-masing jenis Risiko dikategorikan ke dalam 5 (lima) peringkat yakni peringkat 1 (low), peringkat 2 (low to moderate), peringkat 3 (moderate), peringkat 4 (moderate to high), dan peringkat 5 (high). Berikut ini adalah beberapa parameter/indikator minimum yang wajib menjadi acuan Bank dalam menilai Risiko inheren. Bank dapat menambah parameter/indikator lain yang relevan dengan … - 5 - dengan karakteristik dan kompleksitas usaha Bank dengan memperhatikan prinsip proporsionalitas. a) Risiko Kredit Risiko Kredit adalah Risiko akibat kegagalan nasabah atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada Bank sesuai dengan perjanjian yang disepakati. Risiko Kredit pada umumnya melekat pada seluruh aktivitas penanaman dana yang dilakukan oleh Bank yang kinerjanya bergantung pada kinerja pihak lawan (counterparty), penerbit (issuer) atau kinerja peminjam dana (borrower). Risiko Kredit juga dapat diakibatkan oleh terkonsentrasinya penyediaan dana pada debitur, wilayah geografis, produk, jenis pembiayaan, atau lapangan usaha tertentu. Risiko ini lazim disebut Risiko konsentrasi pembiayaan dan wajib diperhitungkan pula dalam penilaian Risiko inheren. Dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Kredit, parameter/indikator yang digunakan adalah: (i) komposisi portofolio aset dan tingkat konsentrasi; (ii) kualitas penyediaan dana dan kecukupan pencadangan; (iii) strategi penyediaan dana dan sumber timbulnya penyediaan dana; dan (iv) faktor eksternal. Bank dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Kredit menggunakan parameter/indikator Risiko inheren dengan berpedoman pada Lampiran I.1.a. b) Risiko Pasar Risiko Pasar adalah Risiko pada posisi neraca dan rekening administratif akibat perubahan harga pasar, antara lain Risiko berupa perubahan nilai dari aset yang dapat diperdagangkan atau disewakan. Risiko Pasar meliputi antara lain Risiko benchmark suku bunga (benchmark interest rate risk), Risiko nilai tukar, Risiko ekuitas, dan Risiko komoditas. Penerapan Manajemen Risiko untuk Risiko ekuitas dan Risiko komoditas wajib diterapkan oleh Bank yang melakukan konsolidasi dengan Perusahaan Anak. Dalam … - 6 - Dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Pasar, parameter/indikator yang digunakan adalah: (i) volume dan komposisi portofolio; (ii) potensi kerugian (potential loss) dari Risiko benchmark suku bunga dalam banking book; dan (iii) strategi dan kebijakan bisnis. Bank dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Pasar menggunakan parameter/indikator Risiko inheren dengan berpedoman pada Lampiran I.1.b. c) Risiko Likuiditas Risiko Likuiditas adalah Risiko akibat ketidakmampuan Bank untuk memenuhi kewajiban yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas dan/atau aset likuid berkualitas tinggi yang dapat diagunkan, tanpa mengganggu aktivitas dan kondisi keuangan Bank. Risiko ini disebut juga Risiko Likuiditas pendanaan (funding liquidity risk). Risiko Likuiditas juga dapat disebabkan oleh ketidakmampuan Bank melikuidasi aset tanpa terkena diskon yang material karena tidak adanya pasar aktif atau adanya gangguan pasar (market disruption) yang parah. Risiko ini disebut sebagai Risiko Likuiditas pasar (market liquidity risk). Dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Likuiditas, parameter yang digunakan adalah: (i) komposisi dari aset, kewajiban, dan transaksi rekening administratif; (ii) konsentrasi dari aset dan kewajiban; (iii) kerentanan pada kebutuhan pendanaan; dan (iv) akses pada sumber- sumber pendanaan. Bank dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Likuiditas menggunakan parameter/indikator Risiko inheren dengan berpedoman pada Lampiran I.1.c. d) Risiko Operasional Risiko Operasional adalah Risiko kerugian yang diakibatkan oleh proses internal yang kurang memadai, kegagalan proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, dan/atau adanya kejadian eksternal yang mempengaruhi operasional Bank. Sumber … - 7 - Sumber Risiko Operasional dapat disebabkan antara lain oleh sumber daya manusia, proses, sistem, dan kejadian eksternal. Dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Operasional, parameter/indikator yang digunakan adalah: (i) karakteristik dan kompleksitas bisnis; (ii) sumber daya manusia; (iii) teknologi informasi dan infrastruktur pendukung; (iv) fraud, baik internal maupun eksternal; dan (v) kejadian eksternal. Bank dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Operasional menggunakan parameter/indikator Risiko inheren dengan berpedoman pada Lampiran I.1.d. e) Risiko Hukum Risiko Hukum adalah Risiko yang timbul akibat tuntutan hukum dan/atau kelemahan aspek yuridis. Risiko ini juga dapat timbul antara lain karena ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mendasari atau kelemahan perikatan, seperti tidak dipenuhinya syarat sahnya perjanjian atau agunan yang tidak memadai. Dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Hukum, parameter/indikator yang digunakan adalah: (i) faktor litigasi; (ii) faktor kelemahan perikatan; dan (iii) faktor ketiadaan/perubahan peraturan perundang-undangan. Bank dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Hukum menggunakan parameter/indikator Risiko inheren dengan berpedoman pada Lampiran I.1.e. f) Risiko Stratejik Risiko Stratejik adalah Risiko akibat ketidaktepatan dalam pengambilan dan/atau pelaksanaan suatu keputusan stratejik serta kegagalan dalam mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis. Sumber Risiko Stratejik antara lain dapat berasal dari kelemahan dalam proses formulasi strategi dan ketidaktepatan dalam perumusan strategi, ketidaktepatan dalam implementasi strategi, dan kegagalan mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis. Dalam … - 8 - Dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Stratejik, parameter/indikator yang digunakan adalah: (i) kesesuaian strategi dengan kondisi lingkungan bisnis; (ii) strategi berisiko tinggi dan strategi berisiko rendah; (iii) posisi bisnis Bank; dan (iv) pencapaian rencana bisnis Bank. Bank dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Stratejik menggunakan parameter/indikator Risiko inheren dengan berpedoman pada Lampiran I.1.f. g) Risiko Kepatuhan Risiko Kepatuhan adalah Risiko akibat Bank tidak mematuhi dan/atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku, serta prinsip syariah. Sumber Risiko Kepatuhan antara lain dapat disebabkan oleh kurangnya pemahaman atau kesadaran hukum terhadap ketentuan, prinsip syariah, maupun standar bisnis yang berlaku umum. Dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Kepatuhan, parameter/indikator yang digunakan adalah: (i) jenis dan signifikansi pelanggaran yang dilakukan; (ii) frekuensi pelanggaran yang dilakukan atau track record ketidakpatuhan Bank; dan (iii) pelanggaran terhadap ketentuan atau standar bisnis yang berlaku umum untuk transaksi keuangan tertentu. Bank dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Kepatuhan menggunakan parameter/indikator Risiko inheren dengan berpedoman pada Lampiran I.1.g. h) Risiko Reputasi Risiko Reputasi adalah Risiko akibat menurunnya tingkat kepercayaan stakeholder yang bersumber dari persepsi negatif terhadap Bank. Salah satu pendekatan yang digunakan dalam mengkategorikan sumber Risiko Reputasi bersifat tidak langsung (below the line) dan bersifat langsung (above the line). Dalam … - 9 - Dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Reputasi, parameter/indikator yang digunakan adalah: (i) pengaruh reputasi negatif dari pemilik Bank dan perusahaan terkait; (ii) pelanggaran etika bisnis termasuk etika bisnis syariah; (iii) kompleksitas produk dan kerjasama bisnis Bank; (iv) frekuensi, materialitas, dan eksposur pemberitaan negatif Bank; dan (v) frekuensi dan materialitas keluhan nasabah. Bank dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Reputasi menggunakan parameter/indikator Risiko inheren dengan berpedoman pada Lampiran I.1.h. i) Risiko Imbal Hasil Risiko Imbal Hasil (Rate of Return Risk) adalah Risiko akibat perubahan tingkat imbal hasil yang dibayarkan Bank kepada nasabah, karena terjadi perubahan tingkat imbal hasil yang diterima Bank dari penyaluran dana, yang dapat mempengaruhi perilaku nasabah dana pihak ketiga Bank. Dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Imbal Hasil, parameter/indikator yang digunakan adalah: (i) komposisi dana pihak ketiga; (ii) strategi dan kinerja bank dalam menghasilkan laba/pendapatan; dan (iii) perilaku nasabah dana pihak ketiga. Bank dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Imbal Hasil menggunakan parameter/indikator Risiko inheren dengan berpedoman pada Lampiran I.1.i. j) Risiko Investasi Risiko Investasi (Equity Investment Risk) adalah Risiko akibat Bank ikut menanggung kerugian usaha nasabah yang dibiayai dalam pembiayaan berbasis bagi hasil baik yang menggunakan metode net revenue sharing maupun yang menggunakan metode profit and loss sharing. Dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Investasi, parameter/indikator yang digunakan adalah: (i) komposisi dan tingkat konsentrasi pembiayaan berbasis bagi hasil; (ii) kualitas pembiayaan berbasis bagi hasil; dan … - 10 - dan (iii) faktor eksternal. Bank dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Investasi menggunakan parameter/indikator Risiko inheren dengan berpedoman pada Lampiran I.1.j. 2) Penilaian Kualitas Penerapan Manajemen Risiko Penilaian kualitas penerapan Manajemen Risiko mencerminkan penilaian terhadap kecukupan sistem pengendalian Risiko yang mencakup seluruh pilar penerapan Manajemen Risiko dan bertujuan untuk mengevaluasi efektivitas penerapan Manajemen Risiko Bank sesuai prinsip- prinsip sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. Penerapan Manajemen Risiko Bank sangat bervariasi menurut skala, kompleksitas, dan tingkat Risiko yang dapat ditoleransi oleh Bank. Dengan demikian, dalam menilai kualitas penerapan Manajemen Risiko perlu memperhatikan karakteristik dan kompleksitas usaha Bank. Penilaian kualitas penerapan Manajemen Risiko merupakan penilaian terhadap 4 (empat) aspek yang saling terkait yaitu: (i) tata kelola Risiko; (ii) kerangka Manajemen Risiko; (iii) proses Manajemen Risiko, kecukupan sumber daya manusia, dan kecukupan sistem informasi manajemen; serta (iv) kecukupan sistem pengendalian Risiko, dengan memperhatikan karakteristik dan kompleksitas usaha Bank. Penilaian kualitas penerapan Manajemen Risiko tersebut dilakukan secara terintegrasi sebagai berikut: a) Tata Kelola Risiko Tata kelola Risiko mencakup evaluasi terhadap: (i) perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance); dan (ii) kecukupan pengawasan aktif oleh Dewan Komisaris, Direksi, dan Dewan Pengawas Syariah termasuk pelaksanaan kewenangan dan tanggung jawab Dewan Komisaris, Direksi, dan Dewan Pengawas Syariah. b) Kerangka Manajemen Risiko Kerangka … - 11 - Kerangka Manajemen Risiko mencakup evaluasi terhadap: (i) strategi Manajemen Risiko yang searah dengan tingkat Risiko yang akan diambil dan toleransi Risiko; (ii) kecukupan perangkat organisasi dalam mendukung terlaksananya Manajemen Risiko secara efektif termasuk kejelasan wewenang dan tanggung jawab; dan (iii) kecukupan kebijakan, prosedur dan penetapan limit. c) Proses Manajemen Risiko, Kecukupan Sumber Daya Manusia, dan Kecukupan Sistem Informasi Manajemen Proses Manajemen Risiko, kecukupan Sumber Daya Manusia, dan kecukupan sistem informasi Manajemen Risiko mencakup evaluasi terhadap: (i) proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian Risiko; (ii) kecukupan sistem informasi Manajemen Risiko; dan (iii) kecukupan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia dalam mendukung efektivitas proses Manajemen Risiko. d) Kecukupan Sistem Pengendalian Risiko Kecukupan sistem pengendalian Risiko mencakup evaluasi terhadap: (i) kecukupan sistem pengendalian intern dan (ii) kecukupan kaji ulang oleh pihak independen (independent review) dalam Bank baik oleh Satuan Kerja Manajemen Risiko maupun oleh Satuan Kerja Audit Intern. Kaji ulang oleh Satuan Kerja Manajemen Risiko antara lain mencakup metode, asumsi, dan variabel yang digunakan untuk mengukur dan menetapkan limit Risiko, sedangkan kaji ulang oleh Satuan Kerja Audit Intern antara lain mencakup keandalan kerangka Manajemen Risiko dan penerapan Manajemen Risiko oleh unit bisnis dan/atau unit pendukung. Penilaian dilakukan terhadap 10 (sepuluh) jenis kualitas penerapan Manajemen Risiko Risiko yaitu Risiko Kredit, Risiko Pasar, Risiko Likuiditas, Risiko Operasional, Risiko Hukum, Risiko Stratejik, Risiko … - 12 - Risiko Kepatuhan, Risiko Reputasi, Risiko Imbal Hasil, dan Risiko Investasi. Tingkat kualitas penerapan Manajemen Risiko untuk masing-masing Risiko dikategorikan dalam 5 (lima) peringkat yakni peringkat 1 (strong), peringkat 2 (satisfactory), peringkat 3 (fair), peringkat 4 (marginal), dan peringkat 5 (unsatisfactory). 3) Penetapan Peringkat Risiko Peringkat Risiko ditetapkan berdasarkan penilaian atas peringkat Risiko inheren dan peringkat kualitas penerapan Manajemen Risiko dari masing-masing Risiko. Penetapan peringkat Risiko inheren untuk masing-masing Risiko berpedoman pada Lampiran III.2.2.a, III.2.3.a, III.2.4.a, III.2.5.a, III.2.6.a, III.2.7.a, III.2.8.a, dan III.2.9.a, III.2.10.a, dan III.2.11.a. Penetapan peringkat kualitas penerapan Manajemen Risiko untuk masing-masing Risiko berpedoman pada Lampiran III.2.2.b, III.2.3.b, III.2.4.b, III.2.5.b, III.2.6.b, III.2.7.b, III.2.8.b, III.2.9.b, III.2.10.b, dan III.2.11.b. 4) Penetapan Peringkat Faktor Profil Risiko Penetapan peringkat faktor Profil Risiko dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: a) Penetapan peringkat Risiko dari masing-masing Risiko, dengan mengacu pada angka 3); b) Penetapan peringkat Risiko inheren komposit dan peringkat kualitas penerapan Manajemen Risiko komposit, dengan memperhatikan signifikansi masing- masing Risiko terhadap Profil Risiko secara keseluruhan; c) Penetapan peringkat faktor Profil Risiko atas hasil penetapan peringkat Risiko sebagaimana dimaksud pada huruf a) dan peringkat Risiko inheren komposit dan peringkat kualitas penerapan Manajemen Risiko komposit sebagaimana dimaksud pada huruf b) berdasarkan hasil analisis secara komprehensif dan terstruktur, dengan memperhatikan signifikansi masing- masing Risiko terhadap Profil Risiko secara keseluruhan. Penetapan ... - 13 - Penetapan peringkat faktor Profil Risiko terdiri dari 5 (lima) peringkat yaitu peringkat 1, peringkat 2, peringkat 3, peringkat 4, dan peringkat 5. Urutan peringkat faktor Profil Risiko yang lebih kecil mencerminkan semakin rendahnya Risiko yang dihadapi Bank. Penetapan peringkat faktor Profil Risiko dilakukan dengan berpedoman pada Lampiran III.2 b. Penilaian Faktor Good Corporate Governance (GCG) 1) Penilaian faktor Good Corporate Governance bagi Bank Umum Syariah merupakan penilaian terhadap kualitas manajemen bank atas pelaksanaan 5 (lima) prinsip Good Corporate Governance yaitu transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, profesional, dan kewajaran. Prinsip- prinsip Good Corporate Governance dan fokus penilaian terhadap pelaksanaan prinsip-prinsip Good Corporate Governance tersebut berpedoman pada ketentuan Good Corporate Governancey ang berlaku bagi Bank Umum Syariah dengan memperhatikan karakteristik dan kompleksitas usaha bank. 2) Bank Umum Syariah dalam menilai peringkat faktor Good Corporate Governance menggunakan parameter/indikator dengan berpedoman pada Lampiran I.2. 3) Dalam rangka memastikan penerapan 5 (lima) prinsip Good Corporate Governance sebagaimana dimaksud dalam angka 1), Bank Umum Syariah harus melakukan penilaian sendiri (self assessment) secara berkala yang paling kurang meliputi 11 (sebelas) faktor penilaian pelaksanaan Good Corporate Governance sebagaimana diatur dalam ketentuan Good Corporate Governance yang berlaku bagi Bank Umum Syariah sebagai berikut: a) Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris; b) Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi; c) Kelengkapan dan pelaksanaan tugas Komite; d) Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah; e) Pelaksanaan prinsip syariah dalam kegiatan penghimpunan… - 14 - penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa; f) Penanganan benturan kepentingan; g) Penerapan fungsi kepatuhan; h) Penerapan fungsi audit intern; i) Penerapan fungsi audit ekstern; j) Batas Maksimum Penyaluran Dana (BMPD); dan k) Transparansi kondisi keuangan dan non keuangan BUS, laporan pelaksanaan Good Corporate Governance serta pelaporan internal. 4) Penetapan peringkat faktor Good Corporate Governance dilakukan berdasarkan analisis atas: (i) pelaksanaan prinsip- prinsip Good Corporate Governance sebagaimana dimaksud pada angka 1); (ii) kecukupan tata kelola (governance) atas struktur, proses, dan hasil penerapan Good Corporate Governance pada bank; dan (iii) informasi lain yang terkait dengan Good Corporate Governance yang didasarkan pada data dan informasi yang relevan. 5) Penetapan peringkat faktor Good Corporate Governance dikategorikan dalam 5 (lima) peringkat yakni peringkat 1, peringkat 2, peringkat 3, peringkat 4, dan peringkat 5. Urutan peringkat faktor Good Corporate Governance yang lebih kecil mencerminkan penerapan Good Corporate Governance yang lebih baik. Penetapan peringkat faktor Good Corporate Governance dilakukan dengan berpedoman pada Lampiran III.3. 6) Bank Umum Syariah melakukan penilaian sendiri (self assessment) pelaksanaan Good Corporate Governance secara berkala sesuai dengan periode penilaian Tingkat Kesehatan Bank dan apabila diperlukan sewaktu-waktu Bank Umum Syariah wajib melakukan pengkinian atas penilaian sendiri (self assessment) pelaksanaan Good Corporate Governance sebagaimana diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. Penilaian sendiri (self assessment) pelaksanaan Good Corporate Governance dilakukan dengan menyusun ... - 15 - menyusun analisis kecukupan dan efektivitas pelaksanaan prinsip Good Corporate Governance yang dituangkan dalam Kertas Kerja Penilaian Sendiri (Self Assessment) Pelaksanaan Good Corporate Governance sebagaimana dimaksud pada Lampiran II, dengan langkah-langkah sebagai berikut: a) mengumpulkan data dan informasi yang relevan untuk menilai kecukupan dan efektivitas pelaksanaan prinsip- prinsip Good Corporate Governance, seperti data kepengurusan, kepemilikan, struktur kelompok usaha, risalah rapat Dewan Komisaris, Direksi, Dewan Pengawas Syariah dan Komite, serta laporan-laporan antara lain laporan tahunan, laporan khusus Direktur yang membawahkan Fungsi Kepatuhan, laporan yang berkaitan dengan tugas SKAI, laporan akuntan publik khususnya komentar mengenai keandalan sistem pengendalian intern bank, laporan hasil penilaian sendiri (self assessment) Tingkat Kesehatan Bank, laporan rencana bisnis dan realisasinya, laporan Dewan Komisaris, laporan hasil pengawasan Dewan Pengawas Syariah, dan laporan lain yang terkait dengan penerapan prinsip Good Corporate Governance lainnya; b) menilai kecukupan dan efektivitas pelaksanaan prinsip- prinsip Good Corporate Governance yang dilakukan secara komprehensif dan terstruktur atas ketiga aspek governance, yaitu governance structure, governance process, dan governance outcome, dengan memperhatikan prinsip signifikansi atau materialitas; dan c) menyimpulkan faktor positif dan negatif dari masing- masing aspek governance. 6) Dalam menyimpulkan faktor-faktor positif dan faktor-faktor negatif ketiga aspek governance tersebut, perlu diperhatikan antara lain sebagai berikut: a) Penilaian perlu difokuskan pada substansi penerapan Good Corporate Governance dan bukan hanya pada pemenuhan persyaratan formal prosedural (normatif). Dalam penilaian Good Corporate Governance ini juga perlu … - 16 - perlu memperhatikan antara lain apakah kebijakan dan prosedur tersebut telah diimplementasikan dengan baik. Dengan demikian, dalam melakukan penilaian pelaksanaan Good Corporate Governance, Bank Umum Syariah tidak hanya menjawab pertanyaan dengan jawaban ya/tidak namun perlu mengungkapkan substansi dari jawaban tersebut. Sebagai contoh, dalam melakukan penilaian terhadap pemenuhan kelengkapan organ pada struktur organisasi Bank Umum Syariah, perlu dinilai juga apakah organ tersebut telah berfungsi sebagaimana mestinya. b) Penilaian pada governance structure, governance process dan governance outcome harus merupakan satu rangkaian penilaian yang terintegrasi, komprehensif, dan terstruktur sehingga kesimpulan hasil penilaian governance outcome mencerminkan sejauh mana penerapan governance process dan dukungan yang memadai dari governance structure, yang perlu diuji dan dibuktikan lebih lanjut. Contoh, terdapat permasalahan pada governance structure yaitu tidak adanya Direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan. Dengan tidak adanya Direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan tersebut mengakibatkan timbulnya kelemahan pada governance process dalam penerapan fungsi kepatuhan bank yaitu tidak adanya tindakan pencegahan terhadap kebijakan dan/atau keputusan Direksi bank di bidang pembiayaan yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku. Selanjutnya adanya kelemahan pada governance process tersebut berdampak pada governance outcome berupa terjadinya pelanggaran ketentuan Batas Maksimum Penyaluran Dana (BMPD). c) Penilaian pada governance outcome selain mencakup aspek kualitatif juga meliputi aspek kuantitatif, antara lain: (1) kinerja bank seperti rentabilitas, efisiensi, dan permodalan … - 17 - permodalan; (2) peningkatan/penurunan kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku dan penyelesaian permasalahan yang dihadapi bank seperti fraud, pelanggaran Batas Maksimum Penyaluran Dana (BMPD), pelanggaran ketentuan terkait laporan bank kepada Otoritas Jasa Keuangan. Dalam hal ini Bank Umum Syariah harus memperhatikan apakah pelanggaran tersebut terjadi secara berulang dan/atau materialitas/signifikansi permasalahan tersebut terhadap kinerja bank baik saat ini maupun di masa mendatang. Selain itu, Bank Umum Syariah juga perlu memperhatikan bahwa penilaian tersebut telah mencakup tindak lanjut yang perlu dilakukan oleh bank untuk mengatasi permasalahan saat ini dan mengantisipasi timbulnya permasalahan di masa mendatang. d) Dalam penetapan Peringkat Faktor Good Corporate Governance, Bank Umum Syariah harus memperhatikan kesesuaiannya dengan tingkat signifikansi permasalahan yang dihadapi sebagaimana hasil kesimpulan yang diperoleh dalam penilaian pelaksanaan Good Corporate Governance Bank Umum Syariah. e) Penilaian pada governance structure, governance process, dan governance outcome harus didukung oleh data/informasi dan dokumen yang memadai. 7) Berdasarkan Kertas Kerja Penilaian Sendiri (Self Assessment) Pelaksanaan Good Corporate Governance di atas, Bank Umum Syariah membuat kesimpulan hasil penilaian sendiri (self assessment) pelaksanaan Good Corporate Governance dan menetapkan Peringkat Faktor Good Corporate Governance dengan mengacu pada Matriks Peringkat Faktor Good Corporate Governance sebagaimana dimaksud pada Lampiran III.3. Dalam melakukan penilaian pelaksanaan Good Corporate Governance… - 18 - Governance, Bank Umum Syariah harus memperhatikan penilaian Kualitas Penerapan Manajemen Risiko dalam rangka penilaian Profil Risiko, mengingat faktor Good Corporate Governance secara umum memiliki keterkaitan dengan Kualitas Penerapan Manajemen Risiko. Pada umumnya, pelaksanaan Good Corporate Governance yang baik akan memastikan manajemen risiko yang baik sebagaimana tercermin pada penilaian Kualitas Penerapan Manajemen Risiko. 8) Selanjutnya Bank Umum Syariah membuat Penilaian Faktor Good Corporate Governance sebagaimana dimaksud pada Lampiran IV.4, yang paling kurang meliputi: a) Peringkat Faktor Good Corporate Governance dan Definisi Peringkat; dan b) Analisis faktor Good Corporate Governance antara lain terdiri dari: (1) identifikasi permasalahan berupa kelemahan dan penyebabnya (root caused); dan (2) kekuatan pelaksanaan Good Corporate Governance. Dalam hal berdasarkan hasil penilaian sendiri (self assessment) pelaksanaan Good Corporate Governance diperoleh Peringkat Faktor Good Corporate Governance adalah 3, 4 atau 5 maka Bank Umum Syariah wajib menyusun dan menyampaikan action plan yang memuat langkah-langkah perbaikan secara komprehensif dan sistematis beserta target waktu pelaksanaannya kepada Otoritas Jasa Keuangan. 9) Penilaian Faktor Good Corporate Governance sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IV.4 wajib ditandatangani oleh Direksi Bank Umum Syariah. 10) Bank Umum Syariah menyampaikan Penilaian Faktor Good Corporate Governance baik secara individual maupun secara konsolidasi sebagaimana Lampiran IV.4 kepada Otoritas Jasa Keuangan, yang dilengkapi dengan Kertas Kerja Penilaian Sendiri (Self Assessment) Pelaksanaan Good Corporate Governance sebagaimana Lampiran II, sebagai bagian dari hasil penilaian sendiri (self assessment) Tingkat Kesehatan Bank … - 19 - Bank Umum Syariah. 11) Otoritas Jasa Keuangan melakukan penilaian atau evaluasi terhadap hasil penilaian sendiri (self assessment) pelaksanaan Good Corporate Governance yang disampaikan oleh Bank Umum Syariah. Apabila terdapat perbedaan hasil penilaian sendiri (self assessment) pelaksanaan Good Corporate Governance Bank Umum Syariah yang material, yaitu mengakibatkan hasil Peringkat Faktor Good Corporate Governance yang berbeda dengan hasil penilaian atau evaluasi yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan maka Bank Umum Syariah harus melakukan revisi terhadap hasil penilaian sendiri (self assessment) pelaksanaan Good Corporate Governance sesuai dengan hasil kesepakatan dalam prudential meeting. Dalam hal masih terdapat perbedaan hasil penilaian pelaksanaan Good Corporate Governance maka yang berlaku adalah hasil penilaian yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan. 12) Selain itu, apabila hasil penilaian Peringkat Faktor Good Corporate Governance oleh Otoritas Jasa Keuangan tergolong Peringkat 3, 4 atau 5 maka Otoritas Jasa Keuangan dapat meminta Bank Umum Syariah untuk menyampaikan rencana tindak (action plan) yang memuat langkah-langkah perbaikan secara komprehensif dan sistematis beserta target waktu pelaksanaannya. 13) Dalam hal diperlukan, Otoritas Jasa Keuangan dapat meminta Bank Umum Syariah untuk menyesuaikan action plan yang telah disampaikan oleh Bank Umum Syariah. 14) Rencana tindak (action plan) disampaikan sesuai dengan tata cara penyampaian sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. Namun demikian, Bank Umum Syariah dapat menyampaikan rencana tindak (action plan) lebih awal, bersamaan dengan penyampaian Laporan Hasil Penilaian Faktor Good Corporate Governance. 15) Laporan pelaksanaan rencana tindak (action plan) Good Corporate Governance berikut waktu penyelesaian dan kendala … - 20 - kendala/hambatan penyelesaiannya (apabila ada) disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan mengacu pada tata cara penyampaian laporan pelaksanaan rencana tindak (action plan) sebagaimana dimaksud dalam ketentuan mengenai penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. 16) Dokumen yang terkait dengan penilaian sendiri (self assessment) pelaksanaan Good Corporate Governance antara lain Kertas Kerja Penilaian Sendiri (Self Assessment) Pelaksanaan Good Corporate Governance dan Laporan Hasil Penilaian Faktor Good Corporate Governance harus ditatausahakan dengan baik. c. Penilaian Faktor Rentabilitas 1) Penilaian faktor Rentabilitas meliputi evaluasi terhadap kinerja Rentabilitas, sumber-sumber Rentabilitas, kesinambungan (sustainability) Rentabilitas, manajemen Rentabilitas, dan pelaksanaan fungsi sosial. Penilaian dilakukan dengan mempertimbangkan tingkat, trend, struktur, stabilitas Rentabilitas Bank Umum Syariah, dan perbandingan kinerja Bank Umum Syariah dengan kinerja peer group¸ baik melalui analisis aspek kuantitatif maupun kualitatif. Dalam menentukan peer group, Bank Umum Syariah perlu memperhatikan skala bisnis, karakteristik, dan/atau kompleksitas usaha Bank Umum Syariah serta ketersediaan data dan informasi yang dimiliki. Bank Umum Syariah dalam menilai faktor Rentabilitas menggunakan parameter/indikator dengan berpedoman pada Lampiran I.3. 2) Penetapan peringkat faktor Rentabilitas dilakukan berdasarkan analisis yang komprehensif dan terstruktur terhadap parameter/indikator Rentabilitas sebagaimana dimaksud pada angka 1) dengan memperhatikan signifikansi masing-masing parameter/indikator serta mempertimbangkan permasalahan lain yang mempengaruhi Rentabilitas Bank Umum Syariah. 3) Penetapan … - 21 - 3) Penetapan peringkat faktor Rentabilitas dikategorikan dalam 5 (lima) peringkat yakni peringkat 1, peringkat 2, peringkat 3, peringkat 4, dan peringkat 5. Urutan peringkat faktor Rentabilitas yang lebih kecil mencerminkan kondisi Rentabilitas Bank Umum Syariah yang lebih baik. Penetapan peringkat faktor Rentabilitas dilakukan dengan berpedoman pada Lampiran III.4. d. Penilaian Faktor Permodalan 1) Penilaian faktor Permodalan meliputi evaluasi terhadap kecukupan modal dan kecukupan pengelolaan Permodalan. Dalam melakukan perhitungan Permodalan, Bank Umum Syariah mengacu pada ketentuan yang berlaku mengenai kewajiban penyediaan modal minimum bagi Bank Umum Syariah. Selain itu, dalam melakukan penilaian kecukupan modal, Bank Umum Syariah juga harus mengaitkan kecukupan modal dengan Profil Risiko. Semakin tinggi Risiko, semakin besar modal yang harus disediakan untuk mengantisipasi Risiko tersebut. 2) Dalam melakukan penilaian, Bank Umum Syariah perlu mempertimbangkan tingkat, trend, struktur, dan stabilitas Permodalan dengan memperhatikan kinerja peer group serta kecukupan manajemen Permodalan Bank Umum Syariah. Penilaian dilakukan dengan menggunakan parameter/indikator kuantitatif maupun kualitatif. Dalam menentukan peer group, Bank Umum Syariah perlu memperhatikan skala bisnis, karakteristik, dan/atau kompleksitas usaha Bank Umum Syariah serta ketersediaan data dan informasi yang dimiliki. 3) Parameter/indikator dalam menilai Permodalan meliputi: a) Kecukupan modal Penilaian kecukupan modal Bank Umum Syariah perlu dilakukan secara komprehensif, minimal mencakup: (1) Tingkat, trend, dan komposisi modal; (2) Rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum dengan memperhitungkan Risiko Kredit, Risiko Pasar, dan Risiko Operasional dengan menacu kepada … - 22 - kepada ketentuan yang berlaku mengenai kewajiban penyediaan modal minimum bagi Bank Umum Syariah; dan (3) Kecukupan modal dikaitkan dengan Profil Risiko. b) Pengelolaan Permodalan Analisis terhadap pengelolaan Permodalan Bank Umum Syariah meliputi manajemen Permodalan dan kemampuan akses Permodalan. Bank Umum Syariah dalam menilai faktor Permodalan menggunakan parameter/indikator dengan berpedoman pada Lampiran I.4. 4) Faktor Permodalan ditetapkan berdasarkan analisis yang komprehensif dan terstruktur terhadap parameter/indikator Permodalan sebagaimana dimaksud pada angka 3) dengan memperhatikan signifikansi masing-masing parameter/ indikator serta mempertimbangkan permasalahan lain yang mempengaruhi Permodalan Bank Umum Syariah. 5) Penetapan peringkat faktor Permodalan dikategorikan dalam 5 (lima) peringkat yakni peringkat 1, peringkat 2, peringkat 3, peringkat 4, dan peringkat 5. Urutan peringkat faktor Permodalan yang lebih kecil mencerminkan kondisi pemodalan yang lebih baik. Penetapan peringkat faktor Permodalan dilakukan dengan berpedoman pada Lampiran III.5. e. Penilaian Peringkat Komposit Tingkat Kesehatan Bank 1) Peringkat Komposit Tingkat Kesehatan Bank ditetapkan berdasarkan analisis secara komprehensif dan terstruktur terhadap peringkat setiap faktor dan dengan memperhatikan prinsip-prinsip umum penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum. Dalam melakukan analisis secara komprehensif, Bank juga perlu mempertimbangkan kemampuan Bank dalam menghadapi perubahan kondisi eksternal yang signifikan. 2) Penetapan Peringkat Komposit dikategorikan dalam 5 (lima) Peringkat Komposit yakni Peringkat Komposit 1 (PK-1), Peringkat Komposit 2 (PK-2), Peringkat Komposit 3 (PK-3), Peringkat Komposit 4 (PK-4), dan Peringkat Komposit 5 (PK-5). Urutan … - 23 - Urutan Peringkat Komposit yang lebih kecil mencerminkan kondisi Bank yang lebih sehat. Peringkat Komposit ditetapkan dengan berpedoman pada Lampiran III.1. 3) Otoritas Jasa Keuangan berwenang menurunkan Peringkat Komposit Tingkat Kesehatan Bank dalam hal ditemukan permasalahan atau pelanggaran yang secara signifikan akan mempengaruhi operasional dan/atau kelangsungan usaha Bank. Contoh permasalahan atau pelanggaran yang berpengaruh signifikan antara lain rekayasa termasuk window dressing dan perselisihan intern manajemen, yang mempengaruhi operasional dan/atau kelangsungan usaha Bank. 2. Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Syariah Secara Konsolidasi a. Bank Umum Syariah yang melakukan Pengendalian terhadap Perusahaan Anak wajib melakukan penilaian Tingkat Kesehatan Bank secara konsolidasi. Penilaian Tingkat Kesehatan Bank secara konsolidasi mencakup penilaian terhadap faktor-faktor: Profil Risiko, Good Corporate Governance, Rentabilitas, dan Permodalan. b. Penetapan Perusahaan Anak yang wajib dikonsolidasikan mengacu pada ketentuan yang berlaku mengenai penerapan Manajemen Risiko secara konsolidasi bagi Bank yang melakukan Pengendalian terhadap Perusahaan Anak. Dalam melakukan penilaian secara konsolidasi, Bank wajib memperhatikan: (i) materialitas atau signifikansi pangsa Perusahaan Anak terhadap pangsa atau kinerja Bank secara konsolidasi; dan/atau (ii) signifikansi permasalahan Perusahaan Anak terhadap Profil Risiko, Good Corporate Governance, Rentabilitas, dan Permodalan Bank secara konsolidasi. c. Penetapan materialitas atau signifikansi pangsa Perusahaan Anak dapat ditentukan melalui perbandingan total aset Perusahaan Anak terhadap total aset Bank secara konsolidasi, atau signifikansi pos-pos tertentu dalam laporan keuangan Perusahaan Anak yang mempengaruhi kinerja Bank secara konsolidasi seperti Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR), rentabilitas, dan modal. Penetapan signifikansi permasalahan Perusahaan Anak antara lain mempertimbangkan permasalahan yang terdapat pada Perusahaan Anak … - 24 - Anak dan dampaknya terhadap kinerja atau kondisi Bank secara konsolidasi. Contoh: permasalahan terkait dengan bisnis Perusahaan Anak yang dapat berdampak pada Risiko Reputasi, Risiko Kredit, atau Risiko Likuiditas Bank secara konsolidasi, permasalahan pada tata kelola, atau kelemahan pada penerapan Manajemen Risiko Perusahaan Anak. d. Parameter/indikator yang digunakan dalam penilaian Tingkat Kesehatan Bank secara individual dapat digunakan oleh Bank pada saat menilai Tingkat Kesehatan Bank secara konsolidasi. Parameter/indikator tersebut dapat dilengkapi dengan parameter/indikator lain sepanjang relevan dengan skala usaha, karakteristik, dan kompleksitas usaha Bank secara konsolidasi. e. Penilaian tingkat kesehatan secara konsolidasi untuk Bank Umum Syariah yang mengendalikan Perusahaan Anak berupa perusahaan asuransi dilakukan dengan memperhitungkan faktor- faktor kualitatif dan kuantitatif yang relevan, antara lain pemenuhan kecukupan modal perusahaan asuransi sesuai persyaratan otoritas yang berwenang dan dampak Risiko yang dianggap signifikan atau material yang mempengaruhi Profil Risiko dan kinerja keuangan Bank secara konsolidasi. f. Dalam menilai Tingkat Kesehatan Bank secara konsolidasi, mekanisme penetapan peringkat serta kategorisasi peringkat setiap faktor penilaian dan penetapan peringkat komposit Tingkat Kesehatan Bank secara konsolidasi berpedoman pada tata cara penilaian Tingkat Kesehatan Bank secara individual sebagaimana dimaksud dalam butir III.1. g. Penilaian dan penetapan faktor Profil Risiko secara konsolidasi dilakukan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1) Analisis dilakukan terhadap Risiko-Risiko Perusahaan Anak yang dianggap signifikan atau material mempengaruhi Profil Risiko Bank secara konsolidasi. 2) Signifikansi atau materialitas Risiko Perusahaan Anak antara lain dapat dinilai dari skala usaha, karakteristik, dan kompleksitas bisnis Perusahaan Anak, Risiko yang ditimbulkan oleh aktivitas usaha Perusahaan Anak, dan dampak yang ditimbulkan terhadap Profil Risiko Bank secara konsolidasi … - 25 - konsolidasi. 3) Penetapan peringkat Risiko inheren, kualitas penerapan Manajemen Risiko, dan tingkat Risiko Bank Umum Syariah secara konsolidasi dilakukan dengan memperhitungkan dampak yang ditimbulkan oleh Risiko Perusahaan Anak. 4) Penetapan peringkat faktor Profil Risiko Bank secara konsolidasi dilakukan dengan memperhitungkan dampak seluruh Risiko Perusahaan Anak terhadap Profil Risiko Bank Umum Syariah secara konsolidasi. h. Penilaian dan penetapan peringkat faktor Good Corporate Governance secara konsolidasi dilakukan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1) Penilaian dilakukan terhadap permasalahan penerapan Good Corporate Governance Perusahaan Anak yang dianggap berdampak signifikan pada Good Corporate Governance Bank secara konsolidasi. 2) Faktor-faktor penilaian Good Corporate Governance Perusahaan Anak yang digunakan untuk penilaian pelaksanaan prinsip- prinsip Good Corporate Governance secara konsolidasi ditetapkan dengan memperhatikan karakteristik usaha Perusahaan Anak serta didukung oleh data dan informasi yang memadai. 3) Penetapan peringkat faktor Good Corporate Governance Bank Umum Syariah secara konsolidasi dilakukan dengan mempertimbangkan dampak penerapan Good Corporate Governance Perusahaan Anak. i. Penilaian dan penetapan peringkat faktor Rentabilitas dan faktor Permodalan secara konsolidasi dilakukan berdasarkan analisis secara komprehensif dan terstruktur terhadap parameter/indikator Rentabilitas dan Permodalan tertentu yang dihasilkan dari laporan keuangan secara konsolidasi dan informasi keuangan lainnya, dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1) Penilaian dilakukan terhadap kinerja Rentabilitas dan Permodalan Perusahaan Anak yang dianggap berdampak signifikan pada Rentabilitas dan Permodalan Bank Umum Syariah secara konsolidasi. 2) Penilaian … - 26 - 2) Penilaian dilakukan dengan mengacu pada parameter/ indikator tertentu yang berlaku pada Bank secara individual sepanjang didukung oleh data atau informasi yang memadai. Dalam melakukan penilaian, Bank Umum Syariah dapat menambahkan parameter/indikator yang relevan dengan skala, karakteristik, dan kompleksitas Perusahaan Anak. 3) Penetapan peringkat faktor Rentabilitas dan faktor Permodalan Bank Umum Syariah secara konsolidasi dilakukan dengan mempertimbangkan dampak kinerja Rentabilitas dan Permodalan Perusahaan Anak. IV. TINDAK LANJUT PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN 1. Direksi, Dewan Komisaris, dan/atau pemegang saham pengendali Bank wajib menyampaikan rencana tindak (action plan) kepada Otoritas Jasa Keuangan yang memuat langkah-langkah perbaikan yang wajib dilaksanakan oleh Bank dalam rangka mengatasi permasalahan signifikan yang dihadapi beserta target waktu penyelesaiannya, apabila hasil penilaian Tingkat Kesehatan Bank menunjukkan: a. salah satu atau lebih peringkat faktor Tingkat Kesehatan Bank ditetapkan 4 atau 5; b. peringkat komposit Tingkat Kesehatan Bank ditetapkan 4 atau 5; dan/atau c. peringkat komposit Tingkat Kesehatan Bank ditetapkan 3, namun terdapat permasalahan signifikan yang perlu diatasi agar tidak mengganggu kelangsungan usaha Bank. 2. Rencana tindak (action plan) sebagaimana dimaksud pada angka 1 antara lain meliputi tindakan untuk: a. memperbaiki penerapan Manajemen Risiko Bank dengan langkah- langkah perbaikan yang nyata dan target waktu penyelesaiannya. Sebagai contoh, pada Bank dengan tingkat Risiko Kredit yang tinggi, Bank dapat menurunkan tingkat Risiko Kredit tersebut dengan memperbaiki kelemahan dalam kualitas penerapan Manajemen Risiko Kredit dan/atau menurunkan eksposur Risiko Kredit inheren; b. memperbaiki penerapan Good Corporate Governance dengan langkah-langkah perbaikan yang nyata dan target waktu penyelesaiannya… - 27 - penyelesaiannya; c. memperbaiki kinerja keuangan Bank antara lain peningkatan efisiensi apabila Bank mengalami permasalahan Rentabilitas; dan/atau d. menambah modal secara tunai dari pemegang saham Bank dan/atau pihak lainnya apabila Bank mengalami permasalahan kekurangan Permodalan. Bank wajib melaporkan hasil tindak lanjut pelaksanaan rencana tindak (action plan) kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah target waktu penyelesaian rencana tindakan dan/atau 10 (sepuluh) hari kerja setelah akhir bulan dan dilakukan secara bulanan apabila terdapat permasalahan signifikan sehingga penyelesaian rencana tindakan tersebut tidak dapat dilakukan secara tepat waktu. Otoritas Jasa Keuangan dapat meminta Bank untuk memperbaiki rencana tindakan tersebut apabila diperlukan. Dalam hal batas waktu penyampaian rencana tindak (action plan) atas hasil self assessment jatuh pada hari libur maka rencana tindak (action plan) atas hasil self assessment Tingkat Kesehatan Bank disampaikan pada hari kerja berikutnya. V. PELAPORAN 1. Bank wajib menyampaikan hasil penilaian sendiri atas Tingkat Kesehatan Bank secara individual kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat tanggal 31 Juli untuk penilaian Tingkat Kesehatan Bank posisi akhir bulan Juni dan tanggal 31 Januari untuk penilaian Tingkat Kesehatan Bank posisi akhir bulan Desember. 2. Bank Umum Syariah yang mengendalikan Perusahaan Anak wajib menyampaikan hasil penilaian sendiri atas Tingkat Kesehatan Bank secara konsolidasi kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat tanggal 15 Agustus untuk penilaian Tingkat Kesehatan Bank posisi akhir bulan Juni dan paling lambat tanggal 15 Februari untuk penilaian Tingkat Kesehatan Bank posisi akhir bulan Desember. 3. Dalam hal batas waktu penyampaian hasil self assessment Tingkat Kesehatan Bank jatuh pada hari libur maka hasil self assessment Tingkat Kesehatan Bank disampaikan pada hari kerja berikutnya. 4. Bank wajib segera melakukan pengkinian atas penilaian sendiri Tingkat Kesehatan … - 28 - Kesehatan Bank dan menyampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan antara lain dalam hal kondisi keuangan Bank memburuk, Bank menghadapi permasalahan seperti Risiko Likuiditas atau Permodalan, atau kondisi lainnya yang menurut Otoritas Jasa Keuangan perlu dilakukan pengkinian penilaian Tingkat Kesehatan Bank. 5. Laporan penilaian sendiri atas Tingkat Kesehatan Bank dan/atau pengkinian atas laporan penilaian sendiri atas Tingkat Kesehatan Bank disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan, dengan alamat: a. Departemen Perbankan Syariah, Menara Radius Prawiro, Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Otoritas Jasa Keuangan; atau b. Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Otoritas Jasa Keuangan. 5. Laporan penilaian sendiri atas Tingkat Kesehatan Bank disampaikan dengan menggunakan format laporan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IV. VI. LAIN-LAIN Lampiran I, Lampiran II, Lampiran III, dan Lampiran IV merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. VII. PENUTUP Dengan berlakunya Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini maka: a. Surat Edaran Bank Indonesia No.9/24/DPbS tanggal 30 Oktober 2007 perihal Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah dinyatakan tidak berlaku. b. Huruf F tentang Self Asessment Pelaksanaan GCG angka 3, angka 4, angka 5, angka 6, angka 7, angka 8, angka 9, angka 10, dan angka 11 dalam Surat Edaran Bank Indonesia No.12/13/DPbS tanggal 30 April 2010 perihal Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah dinyatakan tidak berlaku bagi Bank Umum Syariah. Penilaian Tingkat Kesehatan Bank dalam ketentuan ini secara efektif dilaksanakan … - 29 - dilaksanakan sejak tanggal 1 Juli 2014 yaitu untuk penilaian Tingkat Kesehatan Bank posisi akhir bulan Juni 2014. Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 11 Juni 2014 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN, Ttd. NELSON TAMPUBOLON BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 51 SALINAN SESUAI DENGAN ASLINYA DIREKTUR HUKUM I DEPARTEMEN HUKUM, Ttd.td. Tini Kustini LAMPIRAN I SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 10/SEOJK.03/2014 TENTANG PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH - 2 - MATRIKS PARAMETER/INDIKATOR PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK LAMPIRAN I.1 : Penilaian Faktor Profil Risiko LAMPIRAN I.1.a : Penilaian Risiko Kredit LAMPIRAN I.1.b : Penilaian Risiko Pasar LAMPIRAN I.1.c : Penilaian Risiko Likuiditas LAMPIRAN I.1.d : Penilaian Risiko Operasional LAMPIRAN I.1.e : Penilaian Risiko Hukum LAMPIRAN I.1.f : Penilaian Risiko Stratejik LAMPIRAN I.1.g : Penilaian Risiko Kepatuhan LAMPIRAN I.1.h : Penilaian Risiko Reputasi LAMPIRAN I.1.i : Penilaian Risiko Imbal Hasil LAMPIRAN I.1.j : Penilaian Risiko Investasi LAMPIRAN I.2 LAMPIRAN I.3 LAMPIRAN I.4 : Penilaian Faktor Good Corporate Governance : Penilaian Faktor Rentabilitas : Penilaian Faktor Permodalan - 3 - LAMPIRAN I.1 SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR ......./SEOJK.03/2014 TENTANG PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH PENILAIAN FAKTOR PROFIL RISIKO - 4 - LAMPIRAN I.1.a Matriks Parameter/Indikator Penilaian Risiko Kredit A. Risiko Inheren*) No. Parameter 1. Komposisi Portofolio Aset termasuk jenis akad yang digunakan dan Tingkat Konsentrasi a. Indikator Pembiayaan kepada Debitur Inti Total Pembiayaan Keterangan 1) Pembiayaan kepada Debitur Inti meliputi pembiayaan kepada pihak ketiga bukan Bank baik debitur individual maupun grup diluar pihak terkait dengan kriteria sebagai berikut: a) bagi Bank yang memiliki total aset kurang dari atau sama dengan Rp1 triliun meliputi pembiayaan kepada 10 debitur besar b) bagi Bank yang memiliki total aset lebih besar dari Rp1 triliun namun lebih kecil atau sama dengan Rp10 triliun meliputi pembiayaan kepada 15 debitur/grup besar c) bagi Bank yang memiliki total aset lebih besar dari Rp10 triliun meliputi pembiayaan kepada 25 debitur/grup besar 2) Total Pembiayaan adalah pembiayaan kepada pihak ketiga bukan Bank. b. Pembiayaan per Sektor Ekonomi Total Pembiayaan 1) Pembiayaan per Sektor Ekonomi adalah pembiayaan kepada Bank dan pihak ketiga bukan Bank per kategori sektor ekonomi sebagaimana diatur dalam ketentuan yang berlaku mengenai Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. 2) Total Pembiayaan adalah pembiayaan kepada Bank dan pihak ketiga bukan Bank. A. Risiko... - 5 - A. Risiko Inheren*) No. Parameter Indikator c. Pembiayaan per Kategori Portofolio Total Pembiayaan Keterangan 1) Pembiayaan per Kategori Portofolio adalah Pembiayaan kepada Bank dan pihak ketiga bukan Bank berdasarkan kategori portofolio sebagaimana diatur dalam ketentuan yang berlaku mengenai Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. 2) Total Pembiayaan adalah pembiayaan kepada Bank dan pihak ketiga bukan Bank. d. Pembiayaan per Kategori Akad (Utang Piutang dan Bagi Hasil) Total Pembiayaan 1) Pembiayaan per Kategori Akad Utang Piutang adalah Pembiayaan kepada pihak ketiga bukan Bank yang mempergunakan akad Jual Beli (murabahah, istishna, dan salam), Pinjaman (qardh), dan Sewa (ijarah). 2) Pembiayaan per Kategori Akad Bagi Hasil adalah Pembiayaan kepada pihak ketiga bukan Bank yang mempergunakan akad bagi hasil (mudharabah dan musyarakah termasuk mudharabah mutanaqisah) 3) Total Pembiayaan adalah pembiayaan kepada pihak ketiga bukan bank. 2. Kualitas Penyediaan Dana dan Kecukupan Pencadangan a. Aset dan TRA Kualitas Rendah Total Aset Gross dan TRA 1) Aset Kualitas Rendah adalah seluruh aktiva Bank baik produktif maupun non produktif yang memiliki kualitas dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan, dan macet sesuai ketentuan yang berlaku mengenai Kualitas Aktiva/Aset, termasuk pembiayaan direstrukturisasi kualitas lancar, AYDA kualitas lancar, properti terbengkalai kualitas lancar, dan penyertaan modal sementara kualitas lancar. A. Risiko... - 6 - A. Risiko Inheren*) No. Parameter Indikator Keterangan 2) Transaksi Rekening Administratif (TRA) terdiri dari irrevocable LC, garansi yang diberikan, dan kelonggaran tarik (komitmen). 3) TRA Kualitas Rendah adalah TRA yang memiliki kualitas dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan, dan macet sesuai ketentuan yang berlaku mengenai Penilaian Kualitas Aktiva/Aset Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. 4) Total Aset Gross adalah total aset secara gross yang terdiri dari total aset, total CKPN, dan PPA non produktif. 5) Perhitungan CKPN dan PPA berpedoman pada ketentuan dan standar akuntansi yang berlaku. b. Aset dan TRA Bermasalah (Total Aset Gross dan TRA) Kualitas Rendah 1) Aset Bermasalah adalah seluruh aktiva Bank baik produktif maupun non produktif yang memiliki kualitas kurang lancar, diragukan, dan macet sesuai ketentuan yang berlaku mengenai Kualitas Aktiva/Aset. 2) TRA Bermasalah adalah TRA yang memiliki kualitas kurang lancar, diragukan, dan macet sesuai ketentuan yang berlaku mengenai Penilaian Kualitas Aktiva/Aset Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. 3) Total Aset Gross Kualitas Rendah adalah total aset secara gross yang terdiri dari total aset, total CKPN, dan PPA non produktif yang memiliki kualitas dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan, dan macet, termasuk pembiayaan direstrukturisasi kualitas lancar, AYDA kualitas lancar, A. Risiko... - 7 - A. Risiko Inheren*) No. Parameter Indikator Keterangan properti terbengkalai kualitas lancar, dan penyertaan modal sementara kualitas lancar. 4) TRA Kualitas Rendah adalah TRA yang memiliki kualitas dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan, dan macet sesuai ketentuan yang berlaku mengenai Penilaian Kualitas Aktiva/Aset Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. c. Pembiayaan Kualitas Rendah Total Pembiayaan 1) Pembiayaan Kualitas Rendah adalah seluruh pembiayaan kepada pihak ketiga bukan Bank yang memiliki kualitas dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan, dan macet, termasuk pembiayaan direstrukturisasi kualitas lancar. 2) Total Pembiayaan adalah pembiayaan kepada pihak ketiga bukan Bank. d. Pembiayaan Bermasalah Total Pembiayaan 1) Pembiayaan Bermasalah adalah pembiayaan kepada pihak ketiga bukan Bank yang tergolong kurang lancar, diragukan, dan macet. 2) Total Pembiayaan adalah pembiayaan kepada pihak ketiga bukan Bank. e. Pembiayaan Bermasalah dikurangi CKPN Pembiayaan Bermasalah Total Pembiayaan setelah dikurangi CKPN 1) Pembiayaan Bermasalah adalah pembiayaan kepada pihak ketiga bukan Bank yang tergolong kurang lancar, diragukan, dan macet. 2) CKPN Pembiayaan Bermasalah adalah Cadangan Kerugian Penurunan Nilai untuk pembiayaan yang tergolong kurang A. Risiko... - 8 - A. Risiko Inheren*) No. Parameter Indikator Keterangan lancar, diragukan, dan macet. 3) Perhitungan CKPN berpedoman pada ketentuan dan standar akuntansi yang berlaku. 4) Total Pembiayaan adalah pembiayaan kepada pihak ketiga bukan Bank. f. Pembiayaan Bermasalah per Sektor Ekonomi Total Pembiayaan Bermasalah 1) Pembiayaan Bermasalah per Sektor Ekonomi adalah pembiayaan kepada pihak ketiga bukan Bank per kategori sektor ekonomi sebagaimana diatur dalam ketentuan yang berlaku mengenai Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah yang tergolong kurang lancar, diragukan, dan macet per sektor ekonomi. 2) Total Pembiayaan Bermasalah adalah pembiayaan kepada pihak ketiga bukan Bank yang tergolong kurang lancar, diragukan, dan macet per sektor ekonomi. g. Total Pembiayaan yang Direstrukturisasi Total Pembiayaan 1) Total Pembiayaan yang Direstrukturisasi adalah total pembiayaan kepada pihak ketiga bukan Bank yang direstrukturisasi termasuk pembiayaan dengan kualitas lancar dan dalam perhatian khusus sebagaimana diatur dalam ketentuan yang berlaku mengenai restrukturisasi. 2) Total pembiayaan adalah pembiayaan kepada pihak ketiga bukan Bank A. Risiko... - 9 - A. Risiko Inheren*) No. Parameter Indikator h. Pembiayaan yang Direstrukturisasi dengan Kualitas Lancar dan Dalam Perhatian Khusus Total Pembiayaan yang Direstrukturisasi Keterangan 1) Total Pembiayaan yang Direstrukturisasi dengan Kualitas Lancar dan Dalam Perhatian Khusus adalah total pembiayaan kepada pihak ketiga bukan Bank yang direstrukturisasi dengan kualitas lancar dan dalam perhatian khusus sebagaimana diatur dalam ketentuan yang berlaku mengenai restrukturisasi. 2) Total Pembiayaan yang Direstrukturisasi adalah pembiayaan kepada pihak ketiga bukan Bank yang direstrukturisasi. i. Aset yang Diambil Alih Total Aset 1) Aset yang Diambil Alih sesuai dengan ketentuan yang berlaku mengenai Kualitas Aktiva/Aset. 2) Total Aset adalah total aset dalam Laporan Posisi Keuangan sebagaimana tertera pada Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. j. CKPN atas Aset Produktif Neraca + PPA atas Aset Produktif TRA PPA Wajib Dibentuk atas Aset Produktif Neraca dan TRA k. Seluruh CKPN dan PPA yang telah dibentuk Aset dan TRA dengan Kualitas Rendah 1) Perhitungan CKPN berpedoman pada ketentuan dan standar akuntansi yang berlaku. 2) Perhitungan PPA wajib bentuk atas aset produktif neraca dan TRA berpedoman pada ketentuan yang berlaku mengenai Kualitas Aktiva/Aset. 1) Perhitungan CKPN berpedoman pada ketentuan dan standar akuntansi yang berlaku. 2) Perhitungan PPA wajib bentuk berpedoman pada ketentuan yang berlaku mengenai Kualitas Aktiva/Aset. 3) Aset Kualitas Rendah adalah seluruh aktiva Bank baik A. Risiko... - 10 - A. Risiko Inheren*) No. Parameter Indikator Keterangan produktif maupun non produktif yang memiliki kualitas dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan, dan macet sesuai ketentuan yang berlaku mengenai Kualitas Aktiva/Aset, termasuk pembiayaan direstrukturisasi kualitas lancar, AYDA kualitas lancar, properti terbengkalai kualitas lancar, dan penyertaan modal sementara kualitas lancar. 4) TRA Kualitas Rendah adalah TRA yang memiliki kualitas dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan, dan macet sesuai ketentuan yang berlaku mengenai Penilaian Kualitas Aktiva/Aset Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. l. Seluruh CKPN dan PPA yang telah dibentuk Aset Produktif Neraca, Aset Produktif TRA dan Aset Non Produktif dengan Kualitas Rendah 1) Perhitungan CKPN berpedoman pada ketentuan dan standar akuntansi yang berlaku. 2) Perhitungan PPA wajib bentuk berpedoman pada ketentuan yang berlaku mengenai Kualitas Aktiva/Aset. 3) Aset Produktif Neraca, Aset Produktif TRA dan Aset Non Produktif dengan Kualitas Rendah adalah aset produktif neraca, aset produktif TRA dan aset non produktif yang memiliki kualitas dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan, dan macet sesuai ketentuan yang berlaku mengenai Kualitas Aktiva/Aset. A. Risiko... - 11 - A. Risiko Inheren*) No. Parameter Indikator m. CKPN atas Pembiayaan Total Pembiayaan Keterangan 1) CKPN atas pembiayaan adalah CKPN yang dibentuk atas pembiayaan yang diberikan kepada pihak ketiga bukan Bank. 2) Total Pembiayaan adalah pembiayaan kepada pihak ketiga bukan Bank. n. Aset Produktif Kualitas Rendah (Earning Asset at Risk) Aset Produktif (Earning Asset) 1) Aset Produktif Kualitas Rendah adalah aset produktif yang yang dikelompokkan berdasarkan kualitasnya dan dibobot dengan nilai prosentase tertentu (Bobot pengkalian : DPK = 5%; KL = 15%; D = 50% dan M = 100%). 2) Aset Produktif adalah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang berlaku mengenai Penilaian Kualitas Aktiva/Aset Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. 3. Strategi Penyediaan Dana dan Sumber Timbulnya Penyediaan Dana c. Signifikansi penyediaan dana yang dilakukan oleh Bank secara tidak langsung a. Proses penyediaan dana, tingkat kompetisi, dan tingkat pertumbuhan aset b. Strategi dan produk baru - Dalam hal ini yang dimaksud strategi dan produk baru adalah perubahan strategi penyediaan dana Bank atau pemasaran produk baru yang berpotensi meningkatkan eksposur Risiko Kredit di Bank. Penyediaan dana yang dilakukan oleh Bank secara tidak langsung meliputi antara lain penyediaan dana bekerjasama dengan pihak ketiga atau pembelian pembiayaan dari Bank/lembaga keuangan lainnya. A. Risiko... - 12 - A. Risiko Inheren*) No. Parameter Indikator 4. Faktor Eksternal Perubahan kondisi ekonomi, perubahan teknologi, ataupun regulasi Cukup jelas. yang mempengaruhi tingkat imbal hasil, nilai tukar, siklus usaha debitur, dan berdampak pada kemampuan debitur untuk membayar kembali kewajibannya. Keterangan B. Kualitas... - 13 - B. Kualitas Penerapan Manajemen Risiko 1 Tata Kelola Risiko (Risk Governance) mencakup evaluasi terhadap: (i) perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) dan (ii) kecukupan pengawasan aktif oleh Dewan Komisaris dan Direksi termasuk pelaksanaan kewenangan dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi. 2 Kerangka Manajemen Risiko mencakup evaluasi terhadap: (i) strategi Manajemen Risiko yang searah dengan tingkat Risiko yang akan diambil dan toleransi Risiko; (ii) kecukupan perangkat organisasi dalam mendukung terlaksananya Manajemen Risiko secara efektif termasuk kejelasan wewenang dan tanggung jawab; dan (iii) kecukupan kebijakan, prosedur dan penetapan limit. 3 Proses Manajemen Risiko, Sistem Informasi, dan Sumber Daya Manusia mencakup evaluasi terhadap: (i) proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian Risiko; (ii) kecukupan sistem informasi Manajemen Risiko; dan (iii) kecukupan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia dalam mendukung efektivitas proses manajemen Risiko. 4 Sistem Pengendalian Risiko mencakup evaluasi terhadap: (i) kecukupan Sistem Pengendalian Intern dan (ii) kecukupan kaji ulang oleh pihak independen (independent review) dalam Bank baik oleh Satuan Kerja Manajemen Risiko (SKMR) maupun oleh Satuan Kerja Audit Intern (SKAI). *) Merupakan parameter/indikator minimal dan Bank dapat menambah parameter/indikator lainnya sesuai dengan karakteristik dan kompleksitas usaha Bank. Penilaian dilakukan per posisi dan trend selama 12 bulan terakhir untuk parameter/indikator yang bersifat kuantitatif. Dalam menilai Tingkat Kesehatan Bank secara Konsolidasi dapat menggunakan paramater/indikator penilaian Tingkat Kesehatan Bank secara individual, yang wajib disesuaikan dengan skala, karakteristik dan kompleksitas usaha Perusahaan Anak. LAMPIRAN... - 14 - LAMPIRAN I.1.b Matriks Parameter/Indikator Penilaian Risiko Pasar A. Risiko Inheren*) No. Parameter 1. Penilaian Volume dan Komposisi Portofolio a. Indikator Aset Trading dan Tagihan Forward Total Aset Keterangan 1) Aset Trading adalah surat berharga yang dimiliki dengan kategori pengukuran diperdagangkan (trading). 2) Tagihan Forward adalah tagihan yang diperoleh dari keuntungan Mark to Market (MTM) dari transaksi forward. 3) Total Aset adalah total aset dalam Laporan Posisi Keuangan sebagaimana tertera pada Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. b. Kewajiban Trading dan Kewajiban Forward Total Liabilitas dan Ekuitas 1) Kewajiban Trading adalah surat berharga yang diterbitkan dengan kategori pengukuran diperdagangkan (trading). 2) Kewajiban Forward adalah kewajiban yang diakibatkan dari kerugian (MTM) dari transaksi forward. 3) Total Liabilitas dan Ekuitas adalah liabilitas dan ekuitas bank dalam Laporan Posisi Keuangan sebagaimana tertera pada Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. c. Potensi keuntungan/kerugian dari Aset Trading dan Tagihan Forward Pendapatan Operasional 1) Potensi Keuntungan/Kerugian dari aset keuangan adalah total keuntungan/kerugian (net) dari: a) peningkatan/penurunan nilai wajar (MTM) surat berharga; b) peningkatan/penurunan nilai wajar (MTM) aset keuangan lain; A. Risiko... - 15 - A. Risiko Inheren*) No. Parameter Indikator Keterangan c) kewajiban keuangan penurunan/ peningkatan nilai wajar (MTM); dan d) perubahan nilai wajar (MTM) pada forward dan lainnya. 2) Pendapatan Operasional adalah seluruh pendapatan yang diperoleh Bank dari kegiatan operasionalnya. d. Potensi keuntungan/kerugian dari Aset Forward Pendapatan Operasional 1) Potensi Keuntungan/Kerugian dari aset keuangan adalah total keuntungan/kerugian (net) dari: a) peningkatan/penurunan nilai wajar (MTM) surat berharga; b) peningkatan/penurunan nilai wajar (MTM) aset keuangan lain; c) kewajiban keuangan penurunan/ peningkatan nilai wajar (MTM); dan d) perubahan nilai wajar (MTM) pada forward dan lainnya. 2) Pendapatan Operasional adalah seluruh pendapatan yang diperoleh Bank dari kegiatan operasionalnya. e. Total Forward Total Aset 1) Total Forward adalah seluruh transaksi forward yang dimiliki oleh Bank. 2) Total Aset adalah total aset dalam Laporan Posisi Keuangan sebagaimana tertera pada Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. f. PDN Total Modal 1) Posisi Devisa Neto (PDN) adalah angka yang merupakan penjumlahan dari nilai absolut untuk jumlah dari: A. Risiko... - 16 - A. Risiko Inheren*) No. Parameter Indikator Keterangan a) selisih bersih aktiva dan pasiva dalam neraca untuk setiap valuta asing; dan b) selisih bersih tagihan dan kewajiban baik yang merupakan komitmen maupun kontijensi dalam rekening administratif untuk setiap valas yang seluruhnya dinyatakan dalam rupiah dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku mengenai Posisi Devisa Neto. 2) Total Modal adalah total modal sesuai dengan ketentuan yang berlaku mengenai Posisi Devisa Neto. g. PDN dalam Valuta Utama (USD) Total Modal 1) Posisi Devisa Neto (PDN) dalam valuta utama adalah angka yang merupakan penjumlahan dari nilai absolut untuk jumlah dari: a) selisih bersih aktiva dan pasiva dalam neraca untuk setiap valuta asing; dan b) selisih bersih tagihan dan kewajiban baik yang merupakan komitmen maupun kontijensi dalam rekening administratif untuk setiap valas yang seluruhnya dinyatakan dalam valuta utama (USD) sesuai dengan ketentuan yang berlaku mengenai Posisi Devisa Neto. 2) Total Modal adalah total modal sesuai dengan ketentuan yang berlaku mengenai Posisi Devisa Neto. h. Ekuitas Kategori AFS Total Modal 1) Ekuitas Kategori Available for Sale (AFS) adalah penyertaan dengan kriteria metode penyertaan diukur pada nilai wajar A. Risiko... - 17 - A. Risiko Inheren*) No. Parameter Indikator Keterangan melalui ekuitas, tujuan penyertaan dalam rangka restrukturisasi dan lainnya, golongan emiten selain perusahaan asuransi, dan bagian penyertaan kurang dari 50%. 2) Total Modal adalah total modal sesuai dengan ketentuan yang berlaku mengenai Posisi Devisa Neto. i. Ekuitas dalam Rangka Restrukturisasi Pembiayaan Total Modal j. Kewajiban Keuangan Jangka Panjang dengan Tingkat Imbalan Tetap Aset Keuangan Jangka Panjang dengan Tingkat Imbalan Tetap 1) Ekuitas dalam Rangka Restrukturisasi Pembiayaan adalah penyertaan yang ditujuan penyertaan dalam rangka restrukturisasi pembiayaan 2) Total Modal adalah total modal sesuai dengan ketentuan yang berlaku mengenai Posisi Devisa Neto. 1) Kewajiban Keuangan Jangka Panjang dengan Tingkat Imbalan Tetap adalah kewajiban keuangan dengan tingkat imbalan tetap jangka panjang (sisa jatuh tempo satu tahun atau lebih). 2) Aset Keuangan Jangka Panjang dengan Tingkat Imbalan Tetap adalah asset keuangan dengan tingkat imbalan tetap jangka panjang (sisa jatuh tempo satu tahun atau lebih). 2. Potensi Kerugian (Potential Loss) dari risiko Benchmark Suku Bunga dalam Banking Book (BRBB) Eksposur BRBB Berdasarkan Gap Report (Perspektif Pendapatan dan perspektif Nilai Ekonomis) Gap report adalah laporan yang menyajikan pos-pos aset, kewajiban, dan rekening administratif yang bersifat sensitif terhadap perubahan benchmark suku bunga untuk dipetakan ke dalam skala waktu tertentu. Pemetaan dilakukan berdasarkan sisa waktu jatuh tempo untuk instrumen dengan akad imbal hasil tetap dan A. Risiko... - 18 - A. Risiko Inheren*) No. Parameter Indikator Keterangan berdasarkan sisa waktu hingga penyesuaian imbal hasil berikutnya untuk instrumen dengan akad imbal hasil mengambang (volatile). Adapun format gap report disusun oleh Bank baik secara kontraktual ataupun dengan memperhitungkan aspek perilaku (behavioural) dari penyesuaian imbal hasil aset maupun kewajiban Bank. Gap report dapat digunakan oleh Bank dalam mengukur eksposur BRBB baik dari perspektif pendapatan (earnings perspective) maupun perspektif nilai ekonomis (economic value perspective). Selanjutnya Bank harus memastikan pendapatan imbal hasil serta modal yang dimilikinya mampu untuk menyerap potensi kerugian akibat eksposur BRBB. Potensi Kerugian (Unrealized Loss) Surat Berharga kategori AFS Total Modal 3. Strategi dan Kebijakan Bisnis 3.1 Strategi Trading a. Karakteristik Trading 1) Potensi Kerugian (Unrealized Loss) Surat Berharga dengan kategori portofolio (AFS/Available for Sale); 2) Total Modal adalah total modal sesuai dengan ketentuan yang berlaku mengenai Posisi Devisa Neto. Aktivitas trading Bank pada umumnya dapat dibedakan menjadi aktivitas transaksi untuk kepentingan sendiri (proprietary trading), dalam rangka pembentukan pasar (market making), atau atas permintaan nasabah maupun kegitaan perantaraan (brokering) yang memiliki tingkat Risiko inheren berbeda. b. Posisi Pasar Bank dalam Industri Posisi Bank pada pasar dapat dibedakan menjadi pemain besar A. Risiko... - 19 - A. Risiko Inheren*) No. Parameter Indikator c. Kompleksitas Trading Produk/Instrumen Keterangan atau aktif (market player/market maker), atau pemain kecil (niche player). Analisis terhadap kompleksitas produk yang dimiliki Bank saat ini maupun yang direncanakan akan diterbitkan, apakah tergolong instrumen kompleks atau bersifat sederhana (plain vanilla) seperti instrumen pendapatan tetap (fixed income securities). d. Karakteristik nasabah 3.2 Strategi Bisnis terkait risiko Benchmark Suku Bunga dalam Banking Book a. Karakteristik aktivitas bisnis yang berdampak pada risiko benchmark suku bunga dalam banking book dan karakteristik nasabah utama Bank. b. Posisi pasar Bank dalam industri c. Karakteristik nasabah Analisis apakah nasabah utama Bank berupa perusahaan besar, Bank, atau nasabah individual dalam kaitannya dengan sensitivitas terhadap perubahan faktor pasar. Analisis bisnis utama, produk dengan fitur opsi, struktur pendanaan, dan signifikansi pendapatan bagi hasil yang sensifif terhadap perubahan suku bunga. Analisis posisi pasar Bank khususnya dalam persaingan dana murah (tabungan dan giro). Analisis karakteristik nasabah utama Bank dan sensitivitasnya terhadap perubahan suku bunga. B. Kualitas... - 20 - B. Kualitas Penerapan Manajemen Risiko 1 Tata Kelola Risiko (Risk Governance) mencakup evaluasi terhadap: (i) perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) dan (ii) kecukupan pengawasan aktif oleh Dewan Komisaris dan Direksi termasuk pelaksanaan kewenangan dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi. 2 Kerangka Manajemen Risiko mencakup evaluasi terhadap: (i) strategi Manajemen Risiko yang searah dengan tingkat Risiko yang akan diambil dan toleransi Risiko; (ii) kecukupan perangkat organisasi dalam mendukung terlaksananya Manajemen Risiko secara efektif termasuk kejelasan wewenang dan tanggung jawab; dan (iii) kecukupan kebijakan, prosedur dan penetapan limit. 3 Proses Manajemen Risiko, Sistem Informasi, dan Sumber Daya Manusia mencakup evaluasi terhadap: (i) proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian Risiko; (ii) kecukupan sistem informasi Manajemen Risiko; dan (iii) kecukupan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia dalam mendukung efektivitas proses manajemen Risiko. 4 Sistem Pengendalian Risiko mencakup evaluasi terhadap: (i) kecukupan Sistem Pengendalian Intern dan (ii) kecukupan kaji ulang oleh pihak independen (independent review) dalam Bank baik oleh Satuan Kerja Manajemen Risiko (SKMR) maupun oleh Satuan Kerja Audit Intern (SKAI). *) Merupakan parameter/indikator minimal dan Bank dapat menambah parameter/indikator lainnya sesuai dengan karakteristik dan kompleksitas usaha Bank. Penilaian dilakukan per posisi dan trend selama 12 bulan terakhir untuk parameter/indikator yang bersifat kuantitatif. Dalam menilai Tingkat Kesehatan Bank secara Konsolidasi dapat menggunakan paramater/indikator penilaian Tingkat Kesehatan Bank secara individual, yang wajib disesuaikan dengan skala, karakteristik dan kompleksitas usaha Perusahaan Anak. LAMPIRAN... - 21 - LAMPIRAN I.1.c Matriks Parameter/Indikator Penilaian Risiko Likuiditas A. Risiko Inheren*) No. Parameter 1. Komposisi dari Aset, Kewajiban, dan Transaksi Rekening Administratif a. Indikator Total Aset Likuid Total Aset Keterangan 1) Total Aset Likuid adalah Total Aset Likuid Primer dan Aset Likuid Sekunder. 2) Aset Likuid Primer adalah aset yang sangat likuid untuk memenuhi kebutuhan likuiditas atas penarikan dana pihak ketiga dan kewajiban jatuh tempo, yang terdiri dari: a) Kas; b) Penempatan pada Bank Indonesia; c) Penempatan pada bank lain; d) Surat berharga kategori tersedia untuk dijual (Available for Sale/AFS) atau trading; dan e) Seluruh surat berharga pemerintah (government sukuk) kategori trading dan AFS yang memiliki kualitas tinggi, diperdagangkan pada pasar aktif, dan memiliki sisa jatuh waktu 1 tahun atau kurang. 3) Aset Likuid Sekunder adalah sejumlah aset likuid dengan kualitas lebih rendah untuk memenuhi kebutuhan likuiditas atas penarikan dana pihak ketiga dan kewajiban jatuh tempo, yang terdiri dari: a) surat berharga pemerintah (government sukuk) kategori trading dan AFS dengan kualitas baik, diperdagangkan pada pasar aktif, dan memiliki sisa jatuh waktu lebih dari 1 tahun tapi kurang dari 5 tahun; b) surat berharga pemerintah (government sukuk) kategori HTM dan memiliki sisa jatuh waktu sampai dengan 1 tahun; dan c) surat berharga pemerintah (government sukuk) kategori trading dan AFS dan memiliki sisa jatuh waktu lebih dari 5 tahun, dengan nilai haircut 25%. A. Risiko... - 22 - A. Risiko Inheren*) No. Parameter Indikator Keterangan 4) Total Aset adalah total aset dalam Laporan Posisi Keuangan sebagaimana tertera pada Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. b. Total Aset Likuid Pendanaan Jangka Pendek c. Aktiva Jangka Pendek Kewajiban Jangka Pendek 1) Total Aset Likuid adalah Total Aset Likuid Primer dan Aset Likuid Sekunder. 2) Pendanaan Jangka Pendek adalah seluruh dana pihak ketiga yang tidak memiliki jatuh tempo dan/atau dana pihak ketiga yang memiliki jatuh tempo 1 tahun atau kurang. 1) Aktiva Jangka Pendek adalah aktiva likuid kurang dari 3 bulan selain kas, penempatan pada BI (SBIS) dan SBSN dalam laporan maturity profile sebagaimana dimaksud dalam Laporan Berkala Bank Umum Syariah. 2) Kewajiban Jangka Pendek adalah kewajiban likuid kurang dari 3 bulan selain kas, penempatan pada BI (SBIS) dan SBSN dalam laporan maturity profile sebagaimana dimaksud dalam Laporan Berkala Bank Umum Syariah. d. Total Aset likuid Pendanaan Non Inti 1) Total Aset Likuid adalah Total Aset Likuid Primer dan Aset Likuid Sekunder. 2) Pendanaan Non Inti (Non Core Funding) adalah pendanaan yang menurut Bank relatif tidak stabil atau cenderung tidak mengendap di Bank baik dalam situasi normal maupun krisis, meliputi: a) dana pihak ketiga yang jumlahnya di atas Rp 2 milyar; b) seluruh transaksi antar Bank; dan c) seluruh pinjaman (borrowing) tetapi tidak termasuk pinjaman subordinasi yang termasuk komponen modal. e. Aset Likuid Primer Pendanaan Non Inti Jangka Pendek 1) Aset Likuid Primer adalah aset yang sangat likuid untuk memenuhi kebutuhan likuiditas atas penarikan dana pihak ketiga dan kewajiban jatuh tempo, yang terdiri dari: A. Risiko... - 23 - A. Risiko Inheren*) No. Parameter Indikator Keterangan a) Kas; b) Penempatan pada Bank Indonesia; c) Penempatan pada bank lain; d) Surat berharga kategori tersedia untuk dijual (Available for Sale/AFS) atau trading; dan 2) Seluruh surat berharga pemerintah (government sukuk) kategori trading dan AFS yang memiliki kualitas tinggi, diperdagangkan pada pasar aktif, dan memiliki sisa jatuh waktu 1 tahun atau kurang. 3) Pendanaan Non Inti (Non Core Funding) jangka pendek adalah pendanaan yang menurut Bank relatif tidak stabil atau cenderung tidak mengendap di Bank baik dalam situasi normal maupun krisis, meliputi: a) dana pihak ketiga yang jumlahnya di atas Rp 2 milyar; b) seluruh transaksi antar Bank; dan c) seluruh pinjaman (borrowing) tetapi tidak termasuk pinjaman subordinasi yang termasuk komponen modal dengan jangka waktu kurang dari 1 tahun. f. Pendanaan Non Inti Total Pendanaan 1) Pendanaan Non Inti (Non Core Funding) adalah pendanaan yang menurut Bank relatif tidak stabil atau cenderung tidak mengendap di Bank baik dalam situasi normal maupun krisis, meliputi: a) dana pihak ketiga yang jumlahnya di atas Rp 2 milyar; b) seluruh transaksi antar Bank; dan c) seluruh pinjaman (borrowing) tetapi tidak termasuk pinjaman subordinasi yang termasuk komponen modal. 2) Total Pendanaan adalah seluruh sumber dana yang diperoleh oleh Bank baik berupa dana pihak ketiga maupun pinjaman yang diterima. A. Risiko... - 24 - A. Risiko Inheren*) No. Parameter Indikator Keterangan g. Pendanaan Non Inti – Total Aset Likuid Total Aset – Aset Likuid 1) Pendanaan Non Inti (Non Core Funding) adalah pendanaan yang menurut Bank relatif tidak stabil atau cenderung tidak mengendap di Bank baik dalam situasi normal maupun krisis, meliputi: a) dana pihak ketiga yang jumlahnya di atas Rp 2 milyar; b) seluruh transaksi antar Bank; dan c) seluruh pinjaman (borrowing) tetapi tidak termasuk pinjaman subordinasi yang termasuk komponen modal. 2) Total Aset Likuid adalah Total Aset Likuid Primer dan Aset Likuid Sekunder. 3) Total Aset adalah total aset dalam Laporan Posisi Keuangan sebagaimana tertera pada Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. Rasio digunakan untuk menilai ketergantungan Bank pada Pendanaan Non Inti. h. DPK yang dijamin LPS DPK i. Signifikansi Transaksi Rekening Administratif (kewajiban komitmen dan kontinjensi) 2. Konsentrasi dari aset dan Kewajiban a. Konsentrasi asset 1) DPK yang dijamin LPS adalah dana pihak ketiga yang nominalnya kurang dari Rp2 milyar dan dijamin oleh LPS. 2) DPK adalah seluruh dana pihak ketiga. Kewajiban komitmen dan kontinjen merupakan kewajiban komitmen dan kontinjensi yang terdapat dalam Transaksi Rekening Administratif sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. Konsentrasi pada aset tertentu atau penyediaan dana pada sektor yang tidak dikuasai Bank dapat mengganggu posisi likuiditas apabila terjadi default. b. Konsentrasi kewajiban Konsentrasi pada sumber dana yang cenderung sensitif terhadap perubahan imbal hasil sehingga dapat menimbulkan masalah pada posisi likuiditas Bank apabila terjadi penarikan dana dalam jumlah besar. A. Risiko... - 25 - A. Risiko Inheren*) No. Parameter 3. Kerentanan pada Kebutuhan Pendanaan 4. Akses pada Sumber- Sumber Pendanaan Indikator Keterangan Kerentanan Bank pada kebutuhan pendanaan dan kemampuan Bank untuk memenuhi kebutuhan pendanaan tersebut. Kemampuan memperoleh Bank sumber- sumber pendanaan pada kondisi normal maupun krisis. Indikator penilaian kebutuhan pendanaan Bank pada situasi normal maupun krisis dan kemampuan Bank untuk memenuhi kebutuhan pendanaan tersebut, antara lain melalui analisa laporan maturity profile, cash flow projections, dan stress test. Penilaian antara lain difokuskan pada reputasi Bank untuk mempertahankan sumber- sumber pendanaan, kondisi lini pembiayaan (financing lines), kinerja akses kepada sumber-sumber pendanaan, dan dukungan perusahaan induk atau intra group. B. Kualitas... - 26 - B. Kualitas Penerapan Manajemen Risiko 1 Tata Kelola Risiko (Risk Governance) mencakup evaluasi terhadap: (i) perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) dan (ii) kecukupan pengawasan aktif oleh Dewan Komisaris dan Direksi termasuk pelaksanaan kewenangan dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi. 2 Kerangka Manajemen Risiko mencakup evaluasi terhadap: (i) strategi Manajemen Risiko yang searah dengan tingkat Risiko yang akan diambil dan toleransi Risiko; (ii) kecukupan perangkat organisasi dalam mendukung terlaksananya Manajemen Risiko secara efektif termasuk kejelasan wewenang dan tanggung jawab; dan (iii) kecukupan kebijakan, prosedur dan penetapan limit. 3 Proses Manajemen Risiko, Sistem Informasi, dan Sumber Daya Manusia mencakup evaluasi terhadap: (i) proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian Risiko; (ii) kecukupan sistem informasi Manajemen Risiko; dan (iii) kecukupan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia dalam mendukung efektivitas proses manajemen Risiko. 4 Sistem Pengendalian Risiko mencakup evaluasi terhadap: (i) kecukupan Sistem Pengendalian Intern dan (ii) kecukupan kaji ulang oleh pihak independen (independent review) dalam Bank baik oleh Satuan Kerja Manajemen Risiko (SKMR) maupun oleh Satuan Kerja Audit Intern (SKAI). *) Merupakan parameter/indikator minimal dan Bank dapat menambah parameter/indikator lainnya sesuai dengan karakteristik dan kompleksitas usaha Bank. Penilaian dilakukan per posisi dan trend selama 12 bulan terakhir untuk parameter/indikator yang bersifat kuantitatif. Dalam menilai Tingkat Kesehatan Bank secara Konsolidasi dapat menggunakan paramater/indikator penilaian Tingkat Kesehatan Bank secara individual, yang wajib disesuaikan dengan skala, karakteristik dan kompleksitas usaha Perusahaan Anak. LAMPIRAN... - 27 - LAMPIRAN I.1.d Matriks Parameter/Indikator Penilaian Risiko Operasional A. Risiko Inheren*) No. Parameter 1. Karakteristik dan Kompleksitas Bisnis 2. Sumber Daya Manusia 3. Teknologi Informasi dan Infrastruktur Pendukung Indikator a. Skala usaha dan struktur organisasi Bank b. Kompleksitas proses bisnis dan keragaman produk/jasa c. Corporate action dan pengembangan bisnis baru d. Outsourcing a. Penerapan Manajemen Sumber Daya Manusia b. Kegagalan karena Faktor Manusia (Human Error) a. Kompleksitas Teknologi Informasi b. Perubahan Sistem TI c. Kerentanan Sistem TI terhadap ancaman dan serangan TI d. Maturity Sistem TI e. Kegagalan Sistem TI f. Keandalan Infrastruktur Pendukung 4. Fraud a. Fraud Internal b. Fraud Eksternal Penilaian fraud dilakukan terhadap frekuensi/materialitas fraud yang telah terjadi pada periode penilaian sebelumnya, termasuk potensi fraud yang dapat timbul dari kelemahan pada A. Risiko... Manajemen sumber daya manusia yang tidak efektif dapat mengakibatkan potensi timbulnya gangguan/kerugian operasional Bank. Teknologi informasi yang sudah tidak memadai atau kurang mendukung kegiatan operasional Bank dan/atau pengelolaan yang tidak efektif dan efisien dapat menyebabkan timbulnya kerugian bagi Bank. Keterangan Tingginya kompleksitas bisnis dan tingkat keragaman produk Bank akan menimbulkan kerumitan dan variasi proses kerja baik secara manual maupun otomasi sehingga berpotensi menimbulkan terjadinya gangguan/kerugian operasional. - 28 - A. Risiko Inheren*) No. 5. Kejadian Eksternal Parameter Indikator Frekuensi dan materialitas kejadian eksternal yang berdampak terhadap kegiatan operasional Bank Keterangan aspek bisnis, SDM, teknologi informasi dan kejadian eksternal. Kejadian eksternal tersebut misalnya terorisme, kriminalitas, pandemik dan bencana alam Lokasi dan kondisi geografis Bank. B. Kualitas... - 29 - B. Kualitas Penerapan Manajemen Risiko 1 Tata Kelola Risiko (Risk Governance) mencakup evaluasi terhadap: (i) perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) dan (ii) kecukupan pengawasan aktif oleh Dewan Komisaris dan Direksi termasuk pelaksanaan kewenangan dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi. 2 Kerangka Manajemen Risiko mencakup evaluasi terhadap: (i) strategi Manajemen Risiko yang searah dengan tingkat Risiko yang akan diambil dan toleransi Risiko; (ii) kecukupan perangkat organisasi dalam mendukung terlaksananya Manajemen Risiko secara efektif termasuk kejelasan wewenang dan tanggung jawab; dan (iii) kecukupan kebijakan, prosedur dan penetapan limit. 3 Proses Manajemen Risiko, Sistem Informasi, dan Sumber Daya Manusia mencakup evaluasi terhadap: (i) proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian Risiko; (ii) kecukupan sistem informasi Manajemen Risiko; dan (iii) kecukupan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia dalam mendukung efektivitas proses manajemen Risiko. 4 Sistem Pengendalian Risiko mencakup evaluasi terhadap: (i) kecukupan Sistem Pengendalian Intern dan (ii) kecukupan kaji ulang oleh pihak independen (independent review) dalam Bank baik oleh Satuan Kerja Manajemen Risiko (SKMR) maupun oleh Satuan Kerja Audit Intern (SKAI). *) Merupakan parameter/indikator minimal dan Bank dapat menambah parameter/indikator lainnya sesuai dengan karakteristik dan kompleksitas usaha Bank. Penilaian dilakukan per posisi dan trend selama 12 bulan terakhir untuk parameter/indikator yang bersifat kuantitatif. Dalam menilai Tingkat Kesehatan Bank secara Konsolidasi dapat menggunakan paramater/indikator penilaian Tingkat Kesehatan Bank secara individual, yang wajib disesuaikan dengan skala, karakteristik dan kompleksitas usaha Perusahaan Anak. LAMPIRAN... - 30 - LAMPIRAN I.1.e Matriks Parameter/Indikator Penilaian Risiko Hukum A. Risiko Inheren*) No. Parameter 1. Faktor Litigasi Indikator a. Besarnya nominal tuntutan atau gugatan yang diajukan atau estimasi kerugian yang mungkin dialami oleh Bank akibat dari gugatan dibandingkan dengan modal Bank. b. Besarnya kerugian yang dialami oleh Bank karena suatu putusan dari pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap dibandingkan dengan modal Bank. c. Dasar dari gugatan yang terjadi dan pihak yang tergugat/menggugat Bank dalam suatu gugatan yang diajukan serta tindakan dari manajemen atas suatu gugatan yang diajukan. d. Kemungkinan timbulnya gugatan yang serupa karena adanya standar perjanjian yang sama dan estimasi total kerugian yang mungkin timbul dibandingkan dengan modal Bank. 2. Faktor Kelemahan Perikatan a. Tidak terpenuhinya syarat sahnya perjanjian. b. Terdapat kelemahan klausula perjanjian dan/atau tidak terpenuhinya persyaratan yang telah disepakati. Kelemahan perikatan yang dilakukan oleh Bank merupakan sumber terjadinya permasalahan atau sengketa di kemudian hari yang dapat menimbulkan potensi Risiko Hukum bagi Bank. A. Risiko... Keterangan Litigasi dapat terjadi karena adanya gugatan atau tuntutan dari pihak ketiga kepada Bank maupun gugatan atau tuntutan yang diajukan kepada pihak ketiga baik melalui pengadilan maupun diluar pengadilan. Gugatan atau tuntutan tersebut pada dasarnya menimbulkan biaya yang dapat merugikan kondisi Bank. - 31 - A. Risiko Inheren*) No. Parameter Indikator c. Pemahaman para pihak terkait dengan perjanjian, terutama mengenai Risiko-risiko yang ada dalam suatu transaksi yang kompleks dan menggunakan istilah-istilah yang sulit dipahami atau tidak lazim bagi masyarakat umum. d. Tidak dapat dilaksanakannya suatu perjanjian baik untuk keseluruhan maupun sebagian. e. Ketidakcukupan dokumen pendukung terkait perjanjian yang dilakukan oleh Bank dengan pihak ketiga. f. Pengkinian dan review dari penggunaan standar perjanjian oleh Bank dan/atau pihak independen. g. Penggunaan pilihan hukum atas perjanjian yang diadakan oleh Bank dan juga penggunaan forum penyelesaian sengketa. 3. Faktor Ketiadaan/Perubahan Perundang-Undangan a. Jumlah dan nilai nominal dari total produk Bank yang belum diatur oleh peraturan perundang-undangan secara jelas dan produk tersebut cenderung memiliki tingkat kompleksitas yang tinggi, dibandingkan dengan modal yang dimiliki Bank. Ketiadaan peraturan perundang-undangan terutama atas produk yang dimiliki Bank atau transaksi yang dilakukan Bank akan mengakibatkan produk tersebut menjadi sengketa dikemudian harinya sehingga berpotensi menimbulkan Risiko Hukum. Keterangan A. Risiko... - 32 - A. Risiko Inheren*) No. Parameter Indikator b. Penggunaan standar perjanjian yang belum dikinikan walaupun telah ada perubahan best practice atau peraturan perundang- undangan. B. Kualitas Penerapan Manajemen Risiko 1 Tata Kelola Risiko (Risk Governance) mencakup evaluasi terhadap: (i) perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) dan (ii) kecukupan pengawasan aktif oleh Dewan Komisaris dan Direksi termasuk pelaksanaan kewenangan dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi. 2 Kerangka Manajemen Risiko mencakup evaluasi terhadap: (i) strategi Manajemen Risiko yang searah dengan tingkat Risiko yang akan diambil dan toleransi Risiko; (ii) kecukupan perangkat organisasi dalam mendukung terlaksananya Manajemen Risiko secara efektif termasuk kejelasan wewenang dan tanggung jawab; dan (iii) kecukupan kebijakan, prosedur dan penetapan limit. 3 Proses Manajemen Risiko, Sistem Informasi, dan Sumber Daya Manusia mencakup evaluasi terhadap: (i) proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian Risiko; (ii) kecukupan sistem informasi Manajemen Risiko; dan (iii) kecukupan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia dalam mendukung efektivitas proses manajemen Risiko. 4 Sistem Pengendalian Risiko mencakup evaluasi terhadap: (i) kecukupan Sistem Pengendalian Intern dan (ii) kecukupan kaji ulang oleh pihak independen (independent review) dalam Bank baik oleh Satuan Kerja Manajemen Risiko (SKMR) maupun oleh Satuan Kerja Audit Intern (SKAI). *) Merupakan parameter/indikator minimal dan Bank dapat menambah parameter/indikator lainnya sesuai dengan karakteristik dan kompleksitas usaha Bank. Penilaian dilakukan per posisi dan trend selama 12 bulan terakhir untuk parameter/indikator yang bersifat kuantitatif. Dalam... Keterangan - 33 - Dalam menilai Tingkat Kesehatan Bank secara Konsolidasi dapat menggunakan paramater/indikator penilaian Tingkat Kesehatan Bank secara individual, yang wajib disesuaikan dengan skala, karakteristik dan kompleksitas usaha Perusahaan Anak. LAMPIRAN... - 34 - LAMPIRAN I.1.f Matriks Parameter/Indikator Penilaian Risiko Stratejik A. Risiko Inheren*) No. Parameter 1. Kesesuaian Strategi dengan Kondisi Lingkungan Bisnis Indikator Penetapan tujuan stratejik mempertimbangkan faktor internal dan eksternal bisnis Bank: a. Faktor internal, antara lain: 1) Visi, misi, dan arah bisnis yang ingin dicapai Bank; 2) Kultur organisasi, terutama apabila penetapan tujuan stratejik mensyaratkan perubahan struktur organisasi dan penyesuaian proses bisnis; 3) Faktor kemampuan organisasi yang mencakup antara lain sumber daya manusia, infrastruktur, dan sistem informasi manajemen; dan 4) Tingkat toleransi Risiko yaitu tingkat kemampuan keuangan Bank menyerap Risiko. b. Faktor eksternal, antara lain: 1) Kondisi makroekonomi; 2) Perkembangan teknologi; dan 3) Tingkat persaingan usaha. 2. Strategi Berisiko Tinggi dan Strategi Tingkat Risiko inheren ditimbulkan oleh pilihan strategi Bank. A. Risiko... Keterangan Penilaian parameter antara lain untuk mengukur apakah penetapan tujuan stratejik oleh Direksi didukung dengan kondisi internal maupun eksternal dari lingkungan bisnis Bank. - 35 - A. Risiko Inheren*) No. Parameter Indikator Berisiko Rendah a. Strategi berisiko rendah adalah strategi di mana Bank melakukan kegiatan usaha pada pangsa pasar dan nasabah yang telah dikenal sebelumnya atau menyediakan produk yang bersifat tradisional sehingga tingkat pertumbuhan usaha cenderung stabil dan dapat diprediksi. b. Strategi berisiko tinggi adalah strategi di mana Bank berencana masuk dalam area bisnis baru, baik pangsa pasar, produk atau jasa, atau nabasah baru. 3. Posisi Bisnis Bank Penilaian antara lain didasarkan pada: a. Pasar di mana Bank melaksanakan kegiatan usaha; b. Kompetitor dan keunggulan kompetitif; c. Efisiensi dalam melaksanakan kegiatan usaha; d. Diversifikasi kegiatan usaha dan cakupan wilayah operasional; dan e. Kondisi makro ekonomi dan dampaknya pada kondisi Bank. 4. Pencapaian Rencana Bisnis Bank (RBB) Realisasi RBB dibandingkan dengan RBB. Tujuan penilaian antara lain untuk mengukur seberapa besar deviasi realisasi RBB dibandingkan dengan rencana stratejik Bank. B. Kualitas... Seberapa besar tingkat keberhasilan/kegagalan Bank dalam mencapai tujuan dapat dinilai berdasarkan posisi Bank di pasar dan keunggulan kompetitif yang dimiliki, baik terhadap peer group maupun industri perbankan secara keseluruhan. Keterangan - 36 - B. Kualitas Penerapan Manajemen Risiko 1 Tata Kelola Risiko (Risk Governance) mencakup evaluasi terhadap: (i) perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) dan (ii) kecukupan pengawasan aktif oleh Dewan Komisaris dan Direksi termasuk pelaksanaan kewenangan dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi. 2 Kerangka Manajemen Risiko mencakup evaluasi terhadap: (i) strategi Manajemen Risiko yang searah dengan tingkat Risiko yang akan diambil dan toleransi Risiko; (ii) kecukupan perangkat organisasi dalam mendukung terlaksananya Manajemen Risiko secara efektif termasuk kejelasan wewenang dan tanggung jawab; dan (iii) kecukupan kebijakan, prosedur dan penetapan limit. 3 Proses Manajemen Risiko, Sistem Informasi, dan Sumber Daya Manusia mencakup evaluasi terhadap: (i) proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian Risiko; (ii) kecukupan sistem informasi Manajemen Risiko; dan (iii) kecukupan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia dalam mendukung efektivitas proses manajemen Risiko. 4 Sistem Pengendalian Risiko mencakup evaluasi terhadap: (i) kecukupan Sistem Pengendalian Intern dan (ii) kecukupan kaji ulang oleh pihak independen (independent review) dalam Bank baik oleh Satuan Kerja Manajemen Risiko (SKMR) maupun oleh Satuan Kerja Audit Intern (SKAI). *) Merupakan parameter/indikator minimal dan Bank dapat menambah parameter/indikator lainnya sesuai dengan karakteristik dan kompleksitas usaha Bank. Penilaian dilakukan per posisi dan trend selama 12 bulan terakhir untuk parameter/indikator yang bersifat kuantitatif. Dalam menilai Tingkat Kesehatan Bank secara Konsolidasi dapat menggunakan paramater/indikator penilaian Tingkat Kesehatan Bank secara individual, yang wajib disesuaikan dengan skala, karakteristik dan kompleksitas usaha Perusahaan Anak. LAMPIRAN... - 37 - LAMPIRAN I.1.g Matriks Parameter/Indikator Penilaian Risiko Kepatuhan A. Risiko Inheren*) No. 1. Jenis dan Signifikansi Pelanggaran yang Dilakukan Parameter Indikator a. Jenis pelanggaran atau ketidakpatuhan yang dilakukan oleh Bank. b. Jenis pelanggaran atau ketidakpatuhan atas penerapan prinsip syariah yang dilakukan oleh Bank baik berdasarkan temuan DPS maupun otoritas. c. Jumlah sanksi denda kewajiban membayar yang dikenakan kepada Bank dari otoritas. 2. Frekuensi Pelanggaran yang Dilakukan atau Track Record Ketidakpatuhan Bank 3. Pelanggaran Terhadap Ketentuan atau Standar Bisnis yang Berlaku Umum untuk a. Jenis dan frekuensi pelanggaran yang sama yang ditemukan setiap tahunnya dalam 3 tahun terakhir. b. Signifikansi tindak lanjut Bank atas temuan tersebut. Frekuensi pelanggaran atas ketentuan pada transaksi keuangan tertentu karena tidak sesuai dengan standar yang berlaku umum. Keterangan  Cakupan pelanggaran merupakan pelanggaran terhadap ketentuan yang berlaku dan komitmen kepada Otoritas Jasa Keuangan termasuk sanksi yang dikenakan atas pelanggaran yang dilakukan oleh Bank.  Pelanggaran atau ketidakpatuhan atas penerapan prinsip syariah diantaranya adalah pelanggaran antara lain atas fatwa yang diterbitkan oleh DSN ataupun standar-standar lainnya yang berlaku secara umum pada sektor keuangan syariah. Frekuensi lebih bersifat historis dengan melihat trend kepatuhan Bank selama 3 tahun terakhir untuk mengetahui apakah jenis pelanggaran yang dilakukan berulang ataukah memang atas kesalahan tersebut tidak dilakukan perbaikan signifikan oleh Bank. Sebagai contoh adalah pelanggaran terhadap antara lain UCP, ICC ataupun standar-standar lainnya yang berlaku secara umum pada sektor keuangan. A. Risiko... - 38 - A. Risiko Inheren*) No. Transaksi Keuangan Tertentu B. Kualitas Penerapan Manajemen Risiko 1 Tata Kelola Risiko (Risk Governance) mencakup evaluasi terhadap: (i) perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) dan (ii) kecukupan pengawasan aktif oleh Dewan Komisaris, Direksi, dan Dewan Pengawas Syariah termasuk pelaksanaan kewenangan dan tanggung jawab Dewan Komisaris, Direksi, dan Dewan Pengawas Syariah. 2 Kerangka Manajemen Risiko mencakup evaluasi terhadap: (i) strategi Manajemen Risiko yang searah dengan tingkat Risiko yang akan diambil dan toleransi Risiko; (ii) kecukupan perangkat organisasi dalam mendukung terlaksananya Manajemen Risiko secara efektif termasuk kejelasan wewenang dan tanggung jawab; dan (iii) kecukupan kebijakan, prosedur dan penetapan limit. 3 Proses Manajemen Risiko, Sistem Informasi, dan Sumber Daya Manusia mencakup evaluasi terhadap: (i) proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian Risiko; (ii) kecukupan sistem informasi Manajemen Risiko; dan (iii) kecukupan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia dalam mendukung efektivitas proses manajemen Risiko. 4 Sistem Pengendalian Risiko mencakup evaluasi terhadap: (i) kecukupan Sistem Pengendalian Intern dan (ii) kecukupan kaji ulang oleh pihak independen (independent review) dalam Bank baik oleh Satuan Kerja Manajemen Risiko (SKMR) maupun oleh Satuan Kerja Audit Intern (SKAI). *) Merupakan parameter/indikator minimal dan Bank dapat menambah parameter/indikator lainnya sesuai dengan karakteristik dan kompleksitas usaha Bank. Penilaian dilakukan per posisi dan trend selama 12 bulan terakhir untuk parameter/indikator yang bersifat kuantitatif. Dalam menilai Tingkat Kesehatan Bank secara Konsolidasi dapat menggunakan paramater/indikator penilaian Tingkat Kesehatan Bank secara individual, yang wajib disesuaikan dengan skala, karakteristik dan kompleksitas usaha Perusahaan Anak. LAMPIRAN... Parameter Indikator Keterangan - 39 - LAMPIRAN I.1.h Matriks Parameter/Indikator Penilaian Risiko Reputasi A. Risiko Inheren*) No. Parameter 1. Pengaruh Reputasi Negatif dari Pemilik Bank dan Perusahaan Terkait 2. Pelanggaran Etika Bisnis Indikator a. Kredibilitas pemilik dan perusahaan terkait. b. Kejadian reputasi (reputational event) pada pemilik dan perusahaan terkait. Pelanggaran etika terlihat antara lain melalui: a. transparansi informasi keuangan; dan b. kerjasama bisnis dengan stakeholders lainnya. c. penerapan prinsip syariah 3. Kompleksitas Produk dan Kerjasama Bisnis Bank 4. Frekuensi, Materialitas, dan Eksposur Pemberitaan Negatif Bank a. Jumlah dan tingkat penggunaan nasabah atas produk Bank yang kompleks. b. Jumlah dan materialitas kerjasama Bank dengan mitra bisnis. a. Frekuensi dan materialitas pemberitaan. b. Jenis media dan ruang lingkup pemberitaan. Produk yang kompleks dan kerjasama dengan mitra bisnis dapat terekspos pada Risiko Reputasi apabila terdapat kesalahpahaman penggunaan produk/jasa atau pemberitaan negatif pada mitra bisnis, antara lain pada produk bancassurance dan reksadana. Frekuensi, jenis media, dan materialitas pemberitaan negatif Bank, meliputi juga pengurus Bank, yang diukur selama periode penilaian. Keterangan Pengaruh reputasi/berita negatif dari pemilik Bank dan/atau perusahaan terkait dengan Bank merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan peningkatan Risiko Reputasi pada Bank. Dalam hal ini yang perlu diperhatikan apabila Bank melakukan pelanggaran terhadap etika/norma-norma bisnis yang berlaku secara umum. A. Risiko... - 40 - A. Risiko Inheren*) No. Parameter Indikator 5. Frekuensi dan Materialitas Keluhan Nasabah B. Kualitas Penerapan Manajemen Risiko 1 Tata Kelola Risiko (Risk Governance) mencakup evaluasi terhadap: (i) perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) dan (ii) kecukupan pengawasan aktif oleh Dewan Komisaris dan Direksi termasuk pelaksanaan kewenangan dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi. 2 Kerangka Manajemen Risiko mencakup evaluasi terhadap: (i) strategi Manajemen Risiko yang searah dengan tingkat Risiko yang akan diambil dan toleransi Risiko; (ii) kecukupan perangkat organisasi dalam mendukung terlaksananya Manajemen Risiko secara efektif termasuk kejelasan wewenang dan tanggung jawab; dan (iii) kecukupan kebijakan, prosedur dan penetapan limit. 3 Proses Manajemen Risiko, Sistem Informasi, dan Sumber Daya Manusia mencakup evaluasi terhadap: (i) proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian Risiko; (ii) kecukupan sistem informasi Manajemen Risiko; dan (iii) kecukupan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia dalam mendukung efektivitas proses manajemen Risiko. 4 Sistem Pengendalian Risiko mencakup evaluasi terhadap: (i) kecukupan Sistem Pengendalian Intern dan (ii) kecukupan kaji ulang oleh pihak independen (independent review) dalam Bank baik oleh Satuan Kerja Manajemen Risiko (SKMR) maupun oleh Satuan Kerja Audit Intern (SKAI). *) Merupakan parameter/indikator minimal dan Bank dapat menambah parameter/indikator lainnya sesuai dengan karakteristik dan kompleksitas usaha Bank. Penilaian dilakukan per posisi dan trend selama 12 bulan terakhir untuk parameter/indikator yang bersifat kuantitatif. Dalam menilai Tingkat Kesehatan Bank secara Konsolidasi dapat menggunakan paramater/indikator penilaian Tingkat Kesehatan Bank secara individual, yang wajib disesuaikan dengan skala, karakteristik dan kompleksitas usaha Perusahaan Anak. LAMPIRAN... a. Frekuensi keluhan nasabah. b. Materialitas keluhan nasabah. Keterangan Keluhan nasabah diukur selama periode penilaian. - 41 - LAMPIRAN I.1.i Matriks Parameter/Indikator Penilaian Risiko Imbal Hasil A. Risiko Inheren*) No. Parameter 1. Komposisi Dana Pihak Ketiga Indikator Non Core Deposit Total Dana Pihak Ketiga Keterangan 1) Non Core Deposit adalah giro, tabungan, dan deposito yang tidak dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (nominal lebih besar dari Rp 2 miliar). 2) Total Dana Pihak Ketiga adalah seluruh dana pihak ketiga bukan bank berupa giro, tabungan, dan deposito. 2. Strategi dan Kinerja Bank Dalam Menghasilkan Laba/Pendapatan a. Pembiayaan Berbasis Utang Piutang Pembiayaan Berbasis Bagi Hasil 1) Pembiayaan Berbasis Utang Piutang adalah pembiayaan kepada Bank dan pihak ketiga bukan Bank yang memiliki imbal hasil yang tetap antara lain murabahah, istishna, dan ijarah (termasuk musyarakah mutanaqisah). 2) Pembiayaan Berbasis Bagi Hasil adalah pembiayaan kepada Bank dan pihak ketiga bukan Bank yang memiliki imbal hasil yang volatile antara lain mudharabah dan musyarakah. b. Pembiayaan Bermasalah Total Pembiayaan 1) Pembiayaan Bermasalah adalah pembiayaan kepada pihak ketiga bukan Bank yang memiliki kualitas kurang lancar, diragukan, dan macet. 2) Total Pembiayaan adalah pembiayaan kepada pihak ketiga bukan Bank. c. Laba Sebelum Pajak Rata-rata Total Aset 1) Laba sebelum pajak adalah laba sebagaimana tercatat dalam laba rugi Bank tahun berjalan yang disetahunkan. Contoh: Untuk posisi bulan Juni akumulasi laba per posisi Juni dihitung dengan cara dibagi 6 dan dikalikan dengan 12. A. Risiko... - 42 - A. Risiko Inheren*) No. Parameter Indikator Keterangan 2) Rata-rata Total Aset adalah rata-rata total aset dalam Laporan Posisi Keuangan sebagaimana tertera pada Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. Contoh: Untuk posisi bulan bulan Juni dihitung dengan cara penjumlahan total aset posisi Januari sampai dengan Juni dibagi dengan 6. 3. Perilaku Nasabah Dana Pihak Ketiga a. Korelasi antara Tingkat Imbalan Deposito Mudharabah dengan Tingkat Bunga Deposito b. Realisasi Bagi Hasil Deposito Bank sesuai dengan Jangka Waktu terhadap Bagi Hasil Deposito/Bunga dari Bank Syariah Lainnya /Bank Konvensional c. Realisasi Bagi Hasil Deposito Bank terhadap Instrumen Lainnya Mengetahui hubungan antara tingkat bunga Bank Konvensional dengan imbal hasil yang diberikan Bank Syariah kepada nasabah untuk deposito 1 bulan. Membandingkan bagi hasil yang diberikan oleh Bank atas deposito untuk setiap jangka waktu terhadap bagi hasil yang diberikan oleh Bank Syariah lainnya atau Bank Konvensional atas instrumen yang sama. Membandingkan bagi hasil yang diberikan oleh Bank atas deposito untuk setiap jangka waktu terhadap bagi hasil yang diberikan oleh instrumen lainnya (sukuk, reksadana dan obligasi). B. Kualitas... - 43 - B. Kualitas Penerapan Manajemen Risiko 1 Tata Kelola Risiko (Risk Governance) mencakup evaluasi terhadap: (i) perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) dan (ii) kecukupan pengawasan aktif oleh Dewan Komisaris dan Direksi termasuk pelaksanaan kewenangan dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi. 2 Kerangka Manajemen Risiko mencakup evaluasi terhadap: (i) strategi Manajemen Risiko yang searah dengan tingkat Risiko yang akan diambil dan toleransi Risiko; (ii) kecukupan perangkat organisasi dalam mendukung terlaksananya Manajemen Risiko secara efektif termasuk kejelasan wewenang dan tanggung jawab; dan (iii) kecukupan kebijakan, prosedur dan penetapan limit. 3 Proses Manajemen Risiko, Sistem Informasi, dan Sumber Daya Manusia mencakup evaluasi terhadap: (i) proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian Risiko; (ii) kecukupan sistem informasi Manajemen Risiko; dan (iii) kecukupan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia dalam mendukung efektivitas proses manajemen Risiko. 4 Sistem Pengendalian Risiko mencakup evaluasi terhadap: (i) kecukupan Sistem Pengendalian Intern dan (ii) kecukupan kaji ulang oleh pihak independen (independent review) dalam Bank baik oleh Satuan Kerja Manajemen Risiko (SKMR) maupun oleh Satuan Kerja Audit Intern (SKAI). *) Merupakan parameter/indikator minimal dan Bank dapat menambah parameter/indikator lainnya sesuai dengan karakteristik dan kompleksitas usaha Bank. Penilaian dilakukan per posisi dan trend selama 12 bulan terakhir untuk parameter/indikator yang bersifat kuantitatif. Dalam menilai Tingkat Kesehatan Bank secara Konsolidasi dapat menggunakan paramater/indikator penilaian Tingkat Kesehatan Bank secara individual, yang wajib disesuaikan dengan skala, karakteristik dan kompleksitas usaha Perusahaan Anak. LAMPIRAN... - 44 - LAMPIRAN I.1.j Matriks Parameter/Indikator Penilaian Risiko Investasi A. Risiko Inheren*) No. Parameter 1. Komposisi dan Tingkat Konsentrasi Pembiayaan Berbasis Bagi Hasil b. Pembiayaan Berbasis Bagi Hasil per Sektor Ekonomi Total Pembiayaan a. Indikator Total Pembiayaan Berbasis Bagi Hasil Total Pembiayaan Keterangan 1) Total Pembiayaan Berbasis Bagi Hasil adalah seluruh pembiayaan kepada pihak ketiga bukan Bank dengan akad bagi hasil (misalnya mudharabah dan musyarakah) baik yang menggunakan metode profit and loss sharing maupun revenue sharing. 2) Total Pembiayaan adalah pembiayaan kepada pihak ketiga bukan Bank. 1) Pembiayaan Berbasis Bagi Hasil per Sektor Ekonomi adalah seluruh pembiayaan kepada Bank dan pihak ketiga bukan Bank dengan akad bagi hasil per kategori sektor ekonomi sebagaimana diatur dalam ketentuan yang berlaku mengenai Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. 2) Total Pembiayaan adalah pembiayaan kepada Bank dan pihak ketiga bukan Bank. 2. Kualitas Pembiayaan Berbasis Bagi Hasil a. Pembiayaan Berbasis Bagi Hasil Kualitas Rendah Total Pembiayaan 1) Pembiayaan Berbasis Bagi Hasil Kualitas Rendah adalah seluruh pembiayaan kepada pihak ketiga bukan Bank dengan akad bagi hasil yang memiliki kualitas dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan, dan macet sesuai ketentuan yang berlaku mengenai Kualitas Aktiva/Aset, termasuk A. Risiko... - 45 - A. Risiko Inheren*) No. Parameter Indikator Keterangan yang direstrukturisasi kualitas lancar. 2) Total Pembiayaan adalah pembiayaan kepada pihak ketiga bukan Bank. b. Pembiayaan Berbasis Bagi Hasil Bermasalah Total Pembiayaan 1) Pembiayaan Berbasis Bagi Hasil Bermasalah adalah seluruh pembiayaan kepada pihak ketiga bukan Bank dengan akad bagi hasil yang memiliki kualitas kurang lancar, diragukan, dan macet sesuai ketentuan yang berlaku mengenai Kualitas Aktiva/Aset. 2) Total Pembiayaan adalah pembiayaan kepada pihak ketiga bukan Bank. c. Pembiayaan Berbasis Bagi Hasil Bermasalah per Sektor Ekonomi Pembiayaan Berbasis Bagi Hasil per Sektor Ekonomi 1) Pembiayaan Berbasis Bagi Hasil Bermasalah per Sektor Ekonomi adalah seluruh pembiayaan kepada pihak ketiga bukan Bank dengan akad bagi hasil yang memiliki kualitas kurang lancar, diragukan, dan macet sesuai ketentuan yang berlaku mengenai Kualitas Aktiva/Aset per kategori sektor ekonomi. 2) Pembiayaan Berbasis Bagi Hasil per Sektor Ekonomi adalah seluruh pembiayaan kepada pihak ketiga bukan Bank dengan akad bagi hasil per kategori sektor ekonomi sebagaimana diatur dalam ketentuan yang berlaku mengenai Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. A. Risiko... - 46 - A. Risiko Inheren*) No. Parameter Indikator d. Potensi Kerugian (CKPN Mudharabah dan Musyarakah) Total Pembiayaan Berbasis Bagi Hasil Keterangan 1) Potensi Kerugian (CKPN Mudharabah dan Musyarakah) adalah CKPN yang dibentuk atas pembiayaan kepada pihak ketiga bukan Bank dengan akad bagi hasil, misalnya mudharabah dan musyarakah. 2) Total Pembiayaan Berbasis Bagi Hasil adalah seluruh pembiayaan kepada pihak ketiga bukan Bank dengan akad bagi hasil. 3. Faktor Eksternal Perubahan kondisi ekonomi, perubahan teknologi, ataupun regulasi yang mempengaruhi usaha nasabah dan berdampak pada kemampuan nasabah untuk menghasilkan pendapatan. Cukup jelas. B. Kualitas Penerapan Manajemen Risiko 1 Tata Kelola Risiko (Risk Governance) mencakup evaluasi terhadap: (i) perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) dan (ii) kecukupan pengawasan aktif oleh Dewan Komisaris dan Direksi termasuk pelaksanaan kewenangan dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi. 2 Kerangka Manajemen Risiko mencakup evaluasi terhadap: (i) strategi Manajemen Risiko yang searah dengan tingkat Risiko yang akan diambil dan toleransi Risiko; (ii) kecukupan perangkat organisasi dalam mendukung terlaksananya Manajemen Risiko secara efektif termasuk kejelasan wewenang dan tanggung jawab; dan (iii) kecukupan kebijakan, prosedur dan penetapan limit. 3 Proses Manajemen Risiko, Sistem Informasi, dan Sumber Daya Manusia mencakup evaluasi terhadap: (i) proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian Risiko; (ii) kecukupan sistem informasi Manajemen Risiko; dan (iii) kecukupan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia dalam mendukung efektivitas proses manajemen Risiko. 4 Sistem Pengendalian Risiko mencakup evaluasi terhadap: (i) kecukupan Sistem Pengendalian Intern dan (ii) kecukupan kaji ulang A. Risiko... - 47 - A. Risiko Inheren*) No. Parameter Indikator Keterangan oleh pihak independen (independent review) dalam Bank baik oleh Satuan Kerja Manajemen Risiko (SKMR) maupun oleh Satuan Kerja Audit Intern (SKAI). *) Merupakan parameter/indikator minimal dan Bank dapat menambah parameter/indikator lainnya sesuai dengan karakteristik dan kompleksitas usaha Bank. Penilaian dilakukan per posisi dan trend selama 12 bulan terakhir untuk parameter/indikator yang bersifat kuantitatif. Dalam menilai Tingkat Kesehatan Bank secara Konsolidasi dapat menggunakan paramater/indikator penilaian Tingkat Kesehatan Bank secara individual, yang wajib disesuaikan dengan skala, karakteristik dan kompleksitas usaha Perusahaan Anak. LAMPIRAN... - 48 - LAMPIRAN 1.2 Matriks Parameter/Indikator Penilaian Faktor Good Corporate Governance Penilaian Faktor Good Corporate Governance Keterangan Proses penilaian Good Corporate Governance yang berlandaskan pada 5 (lima) prinsip dasar sebagaimana diatur dalam ketentuan Good Corporate Governance yang berlaku bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, dalam penilaian TKS-RBBR Syariah dinilai dalam suatu governance system yang terdiri dari 3 (tiga) aspek governance, yaitu governance structure, governance process, dan governance outcome. Parameter/Indikator penilaian faktor Good Corporate Governance terhadap pelaksanaan prinsip-prinsip Good Corporate Governance mengacu kepada ketentuan Good Corporate Governance yang berlaku bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah dengan memperhatikan karakteristik dan kompleksitas usaha Bank. Hasil pelaksanaan prinsip-prinsip Good Corporate Governance Bank sebagaimana diatur dalam ketentuan yang berlaku mengenai Good Corporate Governance bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah hanya merupakan salah satu sumber penilaian peringkat faktor Good Corporate Governance Bank dalam penilaian Tingkat Kesehatan Bank. LAMPIRAN... - 49 - LAMPIRAN 1.3 Matriks Parameter/Indikator Penilaian Faktor Rentabilitas No. Parameter 1. Kinerja Bank dalam Menghasilkan Laba (Rentabilitas) Indikator a. Return on Asset (ROA) Laba Sebelum Pajak Rata-rata Total Aset Keterangan 1) Laba Sebelum Pajak adalah laba sebagaimana tercatat dalam laba rugi Bank tahun berjalan sebagaimana diatur dalam ketentuan yang berlaku mengenai Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, yang disetahunkan. Contoh: Untuk posisi bulan Juni akumulasi laba perposisi Juni dihitung dengan cara dibagi 6 dan dikalikan dengan 12. 2) Rata-rata Total Aset adalah rata-rata total aset dalam Laporan Posisi Keuangan sebagaimana tertera pada Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. Contoh: Untuk posisi bulan bulan Juni dihitung dengan cara penjumlahan total aset posisi Januari sampai dengan Juni dibagi dengan 6. b. Net Operation Margin (NOM) Pendapatan Penyaluran Dana Setelah Bagi Hasil – Beban Operasional Rata-rata Aktiva Produktif 1) Pendapatan Penyaluran Dana Setelah Bagi Hasil adalah pendapatan penyaluran dana setelah dikurangi beban bagi hasil dan beban operasional (disetahunkan). Pendapatan penyaluran dana meliputi seluruh pendapatan dari penyaluran dana, sedangkan beban bagi hasil meliputi seluruh beban bagi hasil dari penghimpunan dana. 2) Beban Operasional adalah beban operasional termasuk beban bagi hasil dan bonus (disetahunkan). 3) Aktiva... - 50 - No. Parameter Indikator Keterangan 3) Aktiva produktif yang diperhitungkan adalah aset yang menghasilkan bagi hasil, imbalan, dan bonus baik di neraca maupun pada TRA. Rata-rata aktiva produktif. Contoh: Untuk posisi bulan Juni dihitung dengan cara penjumlahan total aset produktif posisi Januari sampai dengan Juni dibagi dengan 6. c. Net Imbalan (NI) Pendapatan Penyaluran Dana Setelah Bagi Hasil – (Imbalan dan Bonus) Rata-rata Total Aktiva Produktif 1) Pendapatan Penyaluran Dana Setelah Bagi Hasil – (Imbalan dan Bonus) adalah pendapatan penyaluran dana setelah dikurangi beban imbal hasil, imbalan, dan bonus (disetahunkan). Pendapatan penyaluran dana meliputi seluruh pendapatan dari penyaluran dana, sedangkan beban imbal hasil meliputi seluruh beban bagi hasil, imbalan, dan bonus dari penghimpunan dana. 2) Aktiva produktif yang diperhitungkan adalah aset yang menghasilkan bagi hasil, imbalan, dan bonus baik di neraca maupun pada TRA. Rata-rata aktiva produktif. Contoh: Untuk posisi bulan Juni dihitung dengan cara penjumlahan total aset produktif posisi Januari sampai dengan Juni dibagi dengan 6. d. Kinerja Komponen Laba (Rentabilitas) Aktual terhadap Rencana Bisnis Bank (RBB) Kinerja pada komponen laba (rentabilitas) yang meliputi antara lain pendapatan operasional, beban operasional, pendapatan non operasional, beban non operasional, dan laba bersih dibandingkan dengan rencana bisnis Bank. e. Kemampuan Komponen Laba Kemampuan Komponen Laba (Rentabilitas) dalam Meningkatkan (Rentabilitas)... - 51 - No. Parameter 2. Sumber-sumber yang Mendukung Rentabilitas Indikator (Rentabilitas) dalam Meningkatkan Permodalan a. Pendapatan Penyaluran Dana Setelah Bagi Hasil – (Imbalan dan Bonus) Rata-rata Total Aset Keterangan Permodalan adalah kemampuan Bank dalam meningkatkan permodalan baik secara internal maupun eksternal. 1) Pendapatan Penyaluran Dana Setelah Bagi Hasil, Imbalan dan Bonus adalah pendapatan penyaluran dana setelah dikurangi beban imbal hasil, imbalan, dan bonus (disetahunkan). Pendapatan penyaluran dana meliputi seluruh pendapatan dari penyaluran dana, sedangkan beban imbal hasil meliputi seluruh beban bagi hasil, imbalan, dan bonus dari penghimpunan dana. 2) Rata-rata Total Aset adalah rata-rata total aset dalam Laporan Posisi Keuangan sebagaimana tertera pada Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. Contoh: Untuk posisi bulan bulan Juni dihitung dengan cara penjumlahan total aset posisi Januari sampai dengan Juni dibagi dengan 6. b. Pendapatan Operasional lainnya Rata-rata Total Aset 1) Pendapatan Operasional lainnya adalah pendapatan operasional lainnya disetahunkan. 2) Rata-rata Total Aset adalah rata-rata total aset dalam Laporan Posisi Keuangan sebagaimana tertera pada Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. Contoh: Untuk posisi bulan bulan Juni dihitung dengan cara penjumlahan total aset posisi Januari sampai dengan Juni dibagi dengan 6. c. Beban... - 52 - No. Parameter c. Indikator Beban Overhead Rata-rata Total Aset Keterangan 1) Beban overhead adalah seluruh biaya-biaya operasional yang bukan merupakan beban bagi hasil (disetahunkan) meliputi biaya: a) Penyusutan/amortisasi aset; b) Biaya tenaga kerja; c) Pendidikan dan pelatihan; d) Premi asuransi; e) Kerugian karena Risiko Operasional; f) Penelitian dan pengembangan; g) Sewa; h) Promosi; i) Pajak-pajak (tidak termasuk pajak penghasilan); j) Pemeliharan dan perbaikan; k) Barang dan jasa; dan l) Lainnya. 2) Rata-rata Total Aset adalah rata-rata total aset dalam Laporan Posisi Keuangan sebagaimana tertera pada Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. Contoh: Untuk posisi bulan bulan Juni dihitung dengan cara penjumlahan total aset posisi Januari sampai dengan Juni dibagi dengan 6. d. Beban Pencadangan Rata-rata Total Aset 1) Beban Pencadangan adalah seluruh biaya-biaya yang dikeluarkan untuk pencadangan berupa kerugian Penurunan Nilai Aset Keuangan & PPA Non Produktif (disetahunkan). 2) Rata-rata Total Aset adalah rata-rata total aset dalam Laporan Posisi... - 53 - No. Parameter Indikator Keterangan Posisi Keuangan sebagaimana tertera pada Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. Contoh: Untuk posisi bulan bulan Juni dihitung dengan cara penjumlahan total aset posisi Januari sampai dengan Juni dibagi dengan 6. e. 3. Stabilitas komponen- komponen yang mendukung Rentabilitas Beban Operasional Pendapatan Operasional a. Core ROA = Primary Core Net Income - Operating Discretionary Items Rata-rata Total Aset 1) Beban Operasional adalah beban operasional termasuk beban bagi hasil dan bonus (disetahunkan). 2) Pendapatan Operasional adalah pendapatan penyaluran dana. 1) Primary Core Net Income adalah primary core Income dikurangi dengan primary core expense (disetahunkan). 2) Primary Core Income adalah pendapatan penyaluran dana setelah bagi hasil, imbalan dan bonus ditambah dengan fee based income (disetahunkan). 3) Primary Core Expense adalah beban overhead yakni beban operasional selain beban bagi hasil, imbalan dan bonus dan kerugian penurunan nilai (disetahunkan). 4) Operating Discretionary Items adalah kerugian penurunan nilai (disetahunkan). 5) Rata-rata Total Aset adalah rata-rata total aset dalam Laporan Posisi Keuangan sebagaimana tertera pada Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. Contoh: Untuk posisi bulan bulan Juni dihitung dengan cara penjumlahan total aset posisi Januari sampai dengan Juni dibagi dengan 6. b. Prospek... - 54 - No. Parameter 4. Manajemen Rentabilitas 5. Pelaksanaan Fungsi Sosial oleh Bank Indikator b. Prospek rentabilitas di masa datang Kemampuan Bank dalam mengelola rentabilitas Peran Bank dalam melaksanakan fungsi sosial Cukup jelas. Cukup jelas. Untuk menilai peran Bank dalam melaksanakan fungsi sosialnya melalui penerimaan dan penyaluran dana zakat dan penerimaan dan penyaluran dana kebajikan. *) Merupakan parameter/indikator minimal dan Bank dapat menambah parameter/indikator lainnya sesuai dengan karakteristik dan kompleksitas usaha Bank. Penilaian dilakukan per posisi dan trend selama 12 bulan terakhir untuk parameter/indikator yang bersifat kuantitatif. Dalam menilai Tingkat Kesehatan Bank secara Konsolidasi dapat menggunakan paramater/indikator penilaian Tingkat Kesehatan Bank secara individual, yang wajib disesuaikan dengan skala, karakteristik dan kompleksitas usaha Perusahaan Anak. Keterangan LAMPIRAN... - 55 - LAMPIRAN 1.4 Matriks Parameter/Indikator Penilaian Faktor Permodalan No. Parameter 1. Kecukupan modal Bank Indikator a. Rasio Kecukupan Modal: 1) Modal ATMR Keterangan a) Perhitungan modal dan Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) berpedoman pada ketentuan yang berlaku mengenai Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum Berdasarkan prinsip syariah. b) Rasio dihitung per posisi penilaian termasuk memperhatikan trend KPMM. 2) 3) Modal Inti (Tier 1) ATMR Modal Inti Total Modal Perhitungan modal inti berpedoman pada ketentuan yang berlaku mengenai Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum Berdasarkan prinsip syariah. a) Perhitungan modal inti berpedoman pada ketentuan yang berlaku mengenai Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum Berdasarkan prinsip syariah. b) Total Modal adalah modal sesuai dengan ketentuan yang berlaku mengenai Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum Berdasarkan prinsip syariah. 4) Critized Assets (Kualitas Rendah) – CKPN (Kualitas Rendah) Modal Inti + Cadangan Umum a) Critized Assets adalah aset produktif neraca dengan kualitas rendah yaitu aset produktif yang memiliki kualitas dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan, dan macet sesuai ketentuan yang berlaku mengenai Kualitas Aktiva/Aset, termasuk pembiayaan direstrukturisasi kualitas lancar, AYDA kualitas lancar, properti terbengkalai kualitas lancar, dan penyertaan... - 56 - No. Parameter Indikator Keterangan penyertaan modal sementara kualitas lancar. b) CKPN Kualitas Rendah adalah Cadangan Kerugian Penurunan Nilai untuk pembiayaan yang tergolong dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan, dan macet, termasuk CKPN untuk pembiayaan direstrukturisasi kualitas lancar, AYDA kualitas lancar, properti terbengkalai kualitas lancar, dan penyertaan modal sementara kualitas lancar. c) Perhitungan Modal Inti dan Cadangan Umum berpedoman pada ketentuan yang berlaku mengenai Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum Berdasarkan prinsip syariah. 5) Aset Produktif Bermasalah – CKPN Aset Produktif Bermasalah Modal Inti + Cadangan Umum a) Aset Produktif adalah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang berlaku mengenai Penilaian Kualitas Aktiva/Aset Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah b) Aset Produktif Bermasalah adalah aset produktif dengan kualitas kurang lancar, diragukan, dan macet. c) Perhitungan CKPN berpedoman pada ketentuan dan standar akuntansi yang berlaku. d) CKPN Aset Produktif Bermasalah adalah CKPN yang dibentuk atas aset produktif dengan kualitas kurang lancar, diragukan, dan macet. e) Perhitungan Modal Inti dan Cadangan Umum berpedoman pada ketentuan yang berlaku mengenai Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum Berdasarkan prinsip syariah. 6) Aset Kualitas Rendah – CKPN untuk Aset Kualitas Rendah Modal Inti + Cadangan Umum a) Aset Kualitas Rendah adalah seluruh aktiva Bank baik produktif maupun non produktif yang memiliki kualitas dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan, dan macet sesuai ketentuan... - 57 - No. Parameter Indikator Keterangan ketentuan yang berlaku mengenai Kualitas Aktiva/Aset, termasuk pembiayaan direstrukturisasi kualitas lancar, AYDA kualitas lancar, properti terbengkalai kualitas lancar, dan penyertaan modal sementara kualitas lancar. b) Perhitungan CKPN berpedoman pada ketentuan dan standar akuntansi yang berlaku. c) CKPN untuk Aset Kualitas Rendah adalah CKPN yang dibentuk atas aset dengan kualitas dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan, dan macet, termasuk CKPN untuk pembiayaan direstrukturisasi kualitas lancar, AYDA kualitas lancar, properti terbengkalai kualitas lancar, dan penyertaan modal sementara kualitas lancar. d) Perhitungan Modal Inti dan Cadangan Umum berpedoman pada ketentuan yang berlaku mengenai Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum Berdasarkan prinsip syariah. b. Kecukupan modal Bank untuk mengantisipasi potensi kerugian sesuai profil Risiko. 2. Pengelolaan permodalan a. Manajemen permodalan Bank. b. Kemampuan akses permodalan yang dilihat dari sumber internal dan sumber eksternal. Penilaian kecukupan modal Bank untuk mengantisipasi potensi kerugian sesuai profil Risiko dilakukan dengan memperhatikan antara lain: (i) Risiko inheren, (ii) kualitas penerapan Manajemen Risiko; (iii) tingkat Risiko; dan (iv) peringkat profil Risiko Bank baik secara individual maupun konsolidasi. Hal ini meliputi pemahaman Dewan Komisaris dan Direksi; kebijakan dan prosedur pengelolaan modal; perencanaan modal; penilaian kecukupan modal; dan kaji ulang independen. 1) Akses modal dari sumber internal antara lain berasal dari kinerja rentabilitas yang mendukung permodalan. 2) Akses modal dari sumber eksternal antara lain berasal dari pasar... - 58 - No. Parameter Indikator Keterangan pasar modal (primary market) dan perusahaan induk. *) Merupakan parameter/indikator minimal dan Bank dapat menambah parameter/indikator lainnya sesuai dengan karakteristik dan kompleksitas usaha Bank. Penilaian dilakukan per posisi dan trend selama 12 bulan terakhir untuk parameter/indikator yang bersifat kuantitatif. Dalam menilai Tingkat Kesehatan Bank secara Konsolidasi dapat menggunakan paramater/indikator penilaian Tingkat Kesehatan Bank secara individual, yang wajib disesuaikan dengan skala, karakteristik dan kompleksitas usaha Perusahaan Anak. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 11 Juni 2014 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN, Ttd. Salinan sesuai dengan aslinya DIREKTUR HUKUM 1 DEPARTEMEN HUKUM, Ttd. TINI KUSTINI NELSON TAMPUBOLON LAMPIRAN II SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 10/SEOJK.03/2014 TENTANG PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH - 2 - KERTAS KERJA PENILAIAN SENDIRI (SELF ASSESSMENT) PELAKSANAAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE Tujuan 1. Penilaian governance structure bertujuan untuk menilai kecukupan struktur dan infrastruktur tata kelola Bank agar proses pelaksanaan prinsip Good Corporate Governance menghasilkan outcome yang sesuai dengan harapan stakeholders Bank. Yang termasuk dalam struktur tata kelola Bank adalah Komisaris, Direksi, Komite, Dewan Pengawas Syariah, dan satuan kerja pada Bank. Adapun yang termasuk infrastruktur tata kelola Bank antara lain adalah kebijakan dan prosedur Bank, sistem informasi manajemen serta tugas pokok dan fungsi (tupoksi) masing- masing struktur organisasi. 2. Penilaian governance process bertujuan untuk menilai efektivitas proses pelaksanaan prinsip Good Corporate Governance yang didukung oleh kecukupan struktur dan infrastruktur tata kelola Bank sehingga menghasilkan outcome yang sesuai dengan harapan stakeholders Bank. 3. Penilaian governance outcome bertujuan untuk menilai kualitas outcome yang memenuhi harapan stakeholders Bank yang merupakan hasil proses pelaksanaan prinsip Good Corporate Governance yang didukung oleh kecukupan struktur dan infrastruktur tata kelola Bank. Yang termasuk dalam outcome mencakup aspek kualitatif dan aspek kuantitatif, antara lain yaitu: - kecukupan transparansi laporan; - kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan; - kepatuhan terhadap prinsip syariah; - perlindungan konsumen; - obyektivitas dalam melakukan assessment/audit; - kinerja Bank seperti rentabilitas, efisiensi, dan permodalan; dan/atau - peningkatan/penurunan kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku dan penyelesaian permasalahan yang dihadapi Bank seperti fraud, pelanggaran Batas Maksimum Penyediaan Dana (BMPD), pelanggaran ketentuan terkait laporan Bank kepada Otoritas Jasa Keuangan. 1. Pelaksanaan... - 3 - No Kriteria/Indikator 1. Pelaksanaan Tugas dan Tanggung Jawab Dewan Komisaris A. Governance Structure 1) Jumlah anggota Dewan Komisaris paling kurang 3 (tiga) orang dan paling banyak sama dengan jumlah anggota Direksi. 2) Paling kurang 1 (satu) orang anggota Dewan Komisaris berdomisili di Indonesia. 3) Paling kurang 50% (lima puluh persen) dari jumlah anggota Dewan Komisaris adalah Komisaris Independen. 4) Dewan Komisaris tidak memiliki rangkap jabatan kecuali terhadap hal-hal yang telah ditetapkan dalam ketentuan yang berlaku tentang Pelaksanaan Governance bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, yaitu hanya merangkap jabatan sebagai: a) anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau Pejabat Eksekutif pada 1 (satu) lembaga/perusahaan bukan lembaga keuangan; b) anggota Dewan Komisaris atau Direksi yang melaksanakan fungsi pengawasan pada 1 (satu) perusahaan anak lembaga keuangan bukan Bank yang dimiliki oleh Bank; c) anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau Pejabat Eksekutif pada 1 (satu) perusahaan yang merupakan pemegang saham Bank; atau d) pejabat pada paling banyak 3 (tiga) lembaga nirlaba. 5) Komisaris Independen dapat merangkap jabatan sebagai Ketua Komite paling banyak pada 2 (dua)... Analisis Good Corporate - 4 - No Kriteria/Indikator (dua) Komite pada Bank yang sama. 6) Mayoritas anggota Dewan Komisaris tidak saling memiliki hubungan keluarga sampai dengan derajat kedua dengan sesama anggota Dewan Komisaris dan/atau anggota Direksi. 7) Dewan Komisaris telah memiliki pedoman dan tata tertib kerja yang telah mencantumkan antara lain pengaturan etika kerja, waktu kerja, dan rapat. 8) Seluruh anggota Dewan Komisaris memiliki integritas, kompetensi, dan reputasi keuangan yang memadai. 9) Anggota Dewan Komisaris independen yang berasal dari mantan anggota Direksi yang berasal dari Bank yang bersangkutan dan tidak melakukan fungsi pengawasan yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen telah menjalani masa tunggu (cooling off) paling kurang selama 6 (enam) bulan. 10) Seluruh Komisaris Independen tidak ada yang memiliki hubungan keuangan, kepengurusan, kepemilikan saham, dan/atau hubungan keluarga dengan Pemegang Saham Pengendali, anggota Dewan Komisaris lainnya, dan/atau anggota Direksi atau hubungan keuangan dan/atau hubungan kepemilikan saham dengan Bank, yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen. 11) Seluruh anggota Dewan Komisaris telah lulus fit and proper test dan telah memperoleh surat persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan. 12) Anggota Dewan Komisaris memiliki kompetensi yang memadai dan relevan dengan jabatannya untuk menjalankan tugas dan tanggung jawabnya... Analisis - 5 - No Kriteria/Indikator jawabnya serta mampu mengimplementasikan kompetensi yang dimilikinya dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya. 13) Anggota Dewan Komisaris memiliki kemauan dan kemampuan untuk melakukan pembelajaran secara berkelanjutan dalam rangka peningkatan pengetahuan tentang perbankan dan perkembangan terkini terkait bidang keuangan/lainnya yang mendukung pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya. 14) Komposisi Dewan Komisaris tidak memenuhi ketentuan karena adanya intervensi pemilik. B. Governance Process 1) Pengangkatan dan/atau penggantian anggota Dewan Komisaris telah memperhatikan rekomendasi Komite Nominasi atau Komite Remunerasi dan Nominasi dan memperoleh persetujuan dari RUPS. 2) Dewan Komisaris telah melaksanakan tugasnya untuk memastikan terselenggaranya pelaksanaan prinsip-prinsip Good Corporate Governance dalam setiap kegiatan usaha Bank pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi. 3) Dewan Komisaris telah melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi secara berkala maupun sewaktu-waktu, serta memberikan nasihat kepada Direksi. 4) Dalam rangka melakukan tugas pengawasan, Komisaris telah mengarahkan, memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kebijakan strategis Bank. 5) Dewan Komisaris telah menyetujui, mengevaluasi kebijakan Manajemen Risiko dan strategi... Analisis - 6 - No Kriteria/Indikator strategi Manajemen Risiko paling kurang 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun atau dalam frekuensi yang lebih sering dalam hal terdapat perubahan faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan usaha Bank secara signifikan. 6) Dewan Komisaris mengevaluasi pertanggung jawaban Direksi dan memberikan arahan perbaikan atas pelaksanaan Manajemen Risiko secara berkala. Evaluasi dilakukan dalam rangka memastikan bahwa Direksi mengelola aktivitas dan Risiko-Risiko Bank secara efektif. 7) Dewan Komisaris menyetujui dan mengawasi Rencana Bisnis Bank dan rencana korporasi. 8) Dewan Komisaris tidak terlibat dalam pengambilan keputusan kegiatan operasional Bank, kecuali pengambilan keputusan untuk pemberian pembiayaan kepada Direksi sepanjang ditetapkan dalam Anggaran Dasar Bank dan/atau RUPS. 9) Dewan Komisaris telah memastikan bahwa Direksi telah menindaklanjuti temuan audit dan rekomendasi dari Satuan Kerja Audit Intern (SKAI) Bank, auditor eksternal, hasil pengawasan Otoritas Jasa Keuangan, hasil pengawasan Dewan Pengawas Syariah, dan/atau hasil pengawasan otoritas lainnya. 10) Dewan Komisaris memberitahukan secara tertulis kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak ditemukan pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang keuangan dan perbankan, dan keadaan atau perkiraan keadaan yang dapat membahayakan kelangsungan usaha Bank. 11) Dewan Komisaris telah melaksanakan tugas dan tanggung jawab secara independen. 12) Dewan... Analisis - 7 - No Kriteria/Indikator 12) Dewan Komisaris telah membentuk Komite Audit, Komite Pemantau Risiko, serta Komite Remunerasi dan Nominasi. 13) Pengangkatan anggota Komite telah dilakukan Direksi berdasarkan keputusan rapat Dewan Komisaris. 14) Dewan Komisaris telah memastikan bahwa Komite yang dibentuk telah menjalankan tugasnya secara efektif. 15) Dewan Komisaris telah menyediakan waktu yang cukup untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara optimal. 16) Rapat Dewan Komisaris membahas permasalahan sesuai dengan agenda rapat dan diselenggarakan secara berkala, paling kurang 1 (satu) kali dalam 2 (dua) bulan. 17) Pengambilan keputusan rapat Dewan Komisaris telah dilakukan berdasarkan musyawarah mufakat atau suara terbanyak dalam hal tidak terjadi musyawarah mufakat. 18) Anggota Dewan Komisaris tidak memanfaatkan Bank untuk kepentingan pribadi, keluarga, dan/atau pihak lain yang dapat mengurangi aset atau mengurangi keuntungan Bank. 19) Anggota Dewan Komisaris tidak mengambil dan/atau menerima keuntungan pribadi dari Bank selain remunerasi dan fasilitas lainnya yang ditetapkan RUPS. 20) Pemilik melakukan intervensi terhadap pelaksanaan tugas Dewan Komisaris yang menyebabkan kegiatan operasional Bank terganggu sehingga berdampak pada berkurangnya aset Bank dan/atau berkurangnya keuntungan Bank. Analisis C. Governance... - 8 - No Kriteria/Indikator C. Governance Outcome 1) Hasil rapat Dewan Komisaris telah dituangkan dalam risalah rapat dan didokumentasikan dengan baik, termasuk dissenting opinions secara jelas. 2) Hasil rapat Dewan Komisaris telah dibagikan kepada seluruh anggota Dewan Komisaris dan pihak yang terkait. 3) Hasil rapat Dewan Komisaris merupakan rekomendasi dan/atau arahan yang dapat diimplementasikan oleh RUPS dan/atau Direksi. 4) Dalam laporan pelaksanaan Good Corporate Governance, seluruh anggota Dewan Komisaris telah mengungkapkan paling kurang: a) kepemilikan sahamnya yang mencapai 5% (lima persen) atau lebih pada Bank yang bersangkutan maupun pada bank dan perusahaan lain yang berkedudukan di dalam dan di luar negeri; b) hubungan keuangan dan hubungan keluarga dengan Pemegang Saham Pengendali, anggota Dewan Komisaris lainnya, dan/atau anggota Direksi Bank; c) rangkap jabatan pada perusahaan atau lembaga lain; dan d) remunerasi dan fasilitas lain. 5) Pelaksanaan pengawasan aktif terhadap pelaksanaan kebijakan dan strategi Manajemen Risiko telah dilakukan oleh Dewan Komisaris secara efektif. 6) Peningkatan pengetahuan, keahlian, dan kemampuan anggota Dewan Komisaris dalam pengawasan Bank yang ditunjukkan antara lain dengan peningkatan kinerja Bank, penyelesaian permasalahan... Analisis pengungkapan - 9 - No Kriteria/Indikator permasalahan yang dihadapi Bank, dan pencapaian hasil sesuai ekspektasi pemangku kepentingan (stakeholders). Peningkatan budaya pembelajaran secara berkelanjutan dalam rangka peningkatan pengetahuan tentang perbankan dan perkembangan terkini terkait keuangan/lainnya bidang yang mendukung pelaksanaan tugas dan tanggung jawab anggota Dewan Komisaris. 7) Kegiatan operasional Bank terganggu dan/atau memberikan keuntungan yang tidak wajar kepada pemilik yang berdampak pada berkurangnya aset Bank dan/atau berkurangnya keuntungan Bank, akibat intervensi pemilik terhadap komposisi dan/atau pelaksanaan tugas Dewan Komisaris. 8) Bank telah menerapkan Manajemen Risiko secara efektif, yang disesuaikan dengan tujuan, kebijakan usaha, ukuran, serta kemampuan Bank. 2. Pelaksanaan Tugas dan Tanggung Jawab Direksi A. Governance Structure 1) Jumlah anggota Direksi paling kurang 3 (tiga) orang. 2) Seluruh anggota Direksi telah berdomisili di Indonesia. 3) Mayoritas anggota Direksi wajib memiliki pengalaman paling kurang 4 (empat) tahun dengan jabatan paling rendah sebagai Pejabat Eksekutif di industri perbankan dan paling kurang 1 (satu) tahun diantaranya menjabat paling rendah sebagai Pejabat Eksekutif pada Bank. 4) Direksi... Analisis - 10 - No Kriteria/Indikator 4) Direksi tidak memiliki rangkap jabatan sebagai Komisaris, Direksi atau Pejabat Eksekutif pada bank, perusahaan dan/atau lembaga lain kecuali terhadap hal-hal yang telah ditetapkan dalam ketentuan yang berlaku tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah yaitu menjadi Dewan Komisaris dalam rangka melaksanakan tugas pengawasan atas penyertaan pada perusahaan anak bukan Bank yang dikendalikan oleh Bank dan/atau menduduki jabatan pada 2 (dua) lembaga nirlaba. 5) Anggota Direksi baik secara sendiri-sendiri atau bersama-sama tidak memiliki saham melebihi 25% (dua puluh lima persen) dari modal disetor pada perusahaan lain. 6) Mayoritas anggota Direksi tidak saling memiliki hubungan keluarga sampai dengan derajat kedua dengan sesama anggota Direksi, dan/atau dengan anggota Dewan Komisaris. 7) Direksi telah memiliki pedoman dan tata tertib kerja yang mencantumkan antara lain pengaturan etika kerja, waktu kerja, dan rapat. 8) Direksi tidak menggunakan penasehat perorangan dan/atau jasa profesional sebagai konsultan kecuali untuk proyek yang bersifat khusus, telah didasari oleh kontrak yang jelas meliputi lingkup kerja, tanggung jawab, jangka waktu pekerjaan, dan biaya, serta konsultan merupakan Pihak Independen yang memiliki kualifikasi untuk mengerjakan proyek yang bersifat khusus. 9) Seluruh anggota Direksi memiliki integritas, kompetensi, dan reputasi keuangan yang memadai... Analisis - 11 - No memadai. 10) Presiden Direktur atau Direktur Utama, berasal dari pihak yang independen terhadap Pemegang Saham Pengendali, yaitu tidak memiliki hubungan keuangan, kepemilikan saham, dan hubungan keluarga. 11) Seluruh anggota Direksi telah lulus fit and proper test dan telah memperoleh surat persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan. 12) Anggota Direksi memiliki kompetensi yang memadai dan relevan dengan jabatannya untuk menjalankan tugas dan tanggung jawabnya serta mampu mengimplementasikan kompetensi yang dimilikinya dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya. 13) Anggota Direksi memiliki kemauan dan kemampuan untuk melakukan pembelajaran secara berkelanjutan dalam rangka peningkatan pengetahuan tentang perbankan dan perkembangan terkini terkait bidang keuangan/lainnya yang mendukung pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya. 14) Anggota Direksi membudayakan pembelajaran secara berkelanjutan dalam rangka peningkatan pengetahuan tentang perbankan dan perkembangan terkini terkait bidang keuangan/lainnya yang mendukung pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi. 15) Komposisi Direksi tidak memenuhi ketentuan karena adanya intervensi pemilik. B. Governance Process 1) Pengangkatan dan/atau penggantian anggota Direksi telah memperhatikan rekomendasi Komite Nominasi atau Komite Remunerasi dan Nominasi... Kriteria/Indikator Analisis kepengurusan, - 12 - No Kriteria/Indikator Nominasi dan memperoleh persetujuan dari RUPS. 2) Direksi telah mengangkat anggota Komite, didasarkan pada keputusan rapat Dewan Komisaris. 3) Anggota Direksi tidak memberikan kuasa umum kepada pihak lain yang mengakibatkan pengalihan tugas dan fungsi Direksi. 4) Direksi bertanggung jawab penuh atas pelaksanaan kepengurusan Bank berdasarkan prinsip kehati-hatian dan prinsip syariah. 5) Direksi mengelola Bank sesuai kewenangan dan tanggung jawabnya sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar dan peraturan perundang- undangan yang berlaku. 6) Direksi telah melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara independen terhadap pemegang saham. 7) Direksi telah melaksanakan prinsip-prinsip Good Corporate Governance dalam setiap kegiatan usaha Bank pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi. 8) Direksi telah menindaklanjuti temuan audit dan rekomendasi dari SKAI, auditor eksternal, dan hasil pengawasan Otoritas Jasa Keuangan, hasil pengawasan Dewan Pengawas Syariah, dan/atau hasil pengawasan otoritas lain. 9) Direksi telah menyediakan data dan informasi yang akurat, relevan, dan tepat waktu kepada Dewan Komisaris dan Dewan Pengawas Syariah. 10) Pengambilan keputusan rapat Direksi telah dilakukan berdasarkan musyawarah mufakat atau suara terbanyak dalam hal tidak terjadi musyawarah mufakat. 11) Setiap... Analisis - 13 - No Kriteria/Indikator 11) Setiap keputusan rapat yang diambil Direksi dapat diimplementasikan dan sesuai dengan kebijakan, pedoman, serta tata tertib kerja yang berlaku. 12) Direksi telah menetapkan kebijakan dan keputusan strategis melalui mekanisme rapat Direksi. 13) Direksi tidak memanfaatkan Bank untuk kepentingan pribadi, keluarga, dan/atau pihak lain yang dapat mengurangi aset atau mengurangi keuntungan Bank. 14) Direksi tidak mengambil dan/atau menerima keuntungan pribadi dari Bank selain remunerasi dan fasilitas lainnya yang ditetapkan RUPS. 15) Pemilik melakukan intervensi terhadap pelaksanaan tugas Direksi yang menyebabkan kegiatan operasional Bank terganggu sehingga berdampak pada berkurangnya aset Bank dan/atau berkurangnya keuntungan Bank. 16) Direksi telah menyusun kebijakan Manajemen Risiko dan strategi kerangka Manajemen Risiko secara tertulis dan komprehensif dengan memperhatikan tingkat Risiko yang diambil dan toleransi Risiko terhadap kecukupan permodalan. Setelah mendapatkan persetujuan dari Dewan Komisaris, maka Direksi menetapkan kebijakan, strategi, dan kerangka Manajemen Risiko paling kurang 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun atau dalam frekuensi yang lebih sering dalam hal terdapat perubahan faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan usaha Bank secara signifikan. 17) Direksi telah menyusun, menetapkan, dan mengkinikan prosedur dan alat untuk mengindentifikasi... Analisis - 14 - No Kriteria/Indikator mengidentifikasi, mengukur, memonitor, dan mengendalikan Risiko. 18) Direksi telah mengevaluasi dan/atau mengkinikan kebijakan strategi dan kerangka Manajemen Risiko paling kurang 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun atau dalam frekuensi yang lebih sering dalam hal terdapat perubahan faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan usaha Bank, eksposur Risiko dan/atau Profil Risiko secara signifikan. 19) Direksi bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan Manajemen Risiko dan eksposur Risiko yang diambil oleh Bank secara keseluruhan. 20) Direksi telah menyusun dan menetapkan mekanisme persetujuan transaksi, termasuk yang melampaui limit dan kewenangan untuk setiap jenjang jabatan. 21) Direksi telah mengevaluasi dan memutuskan transaksi yang memerlukan persetujuan Direksi. 22) Direksi telah mengembangkan budaya Manajemen Risiko pada seluruh jenjang organisasi. 23) Direksi telah memastikan bahwa fungsi Manajemen Risiko telah beroperasi secara independen. 24) Rencana Bisnis Bank telah disusun secara realistis, komprehensif, terukur (achievable) dengan memperhatikan prinsip kehati-hatian dan responsif terhadap perubahan internal dan eksternal. 25) Direksi telah mengkomunikasikan rencana bisnis Bank kepada pemegang saham Bank dan seluruh jenjang organisasi yang ada pada Bank. C. Governance... Analisis - 15 - No Kriteria/Indikator C. Governance Outcome 1) Direksi telah mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada pemegang saham melalui RUPS. 2) Pertanggungjawaban Direksi atas pelaksanaan tugasnya diterima oleh pemegang saham melalui RUPS. 3) Direksi telah mengungkapkan kebijakan- kebijakan Bank yang bersifat strategis di bidang kepegawaian kepada pegawai dengan media yang mudah diakses pegawai. 4) Direksi telah mengkomunikasikan kepada pegawai mengenai arah bisnis bank dalam rangka pencapaian misi dan visi bank. 5) Hasil rapat Direksi telah dituangkan dalam risalah rapat dan didokumentasikan dengan baik, termasuk pengungkapan dissenting opinion secara jelas. 6) Dalam laporan pelaksanaan Good Corporate Governance, seluruh anggota Direksi telah mengungkapkan paling kurang: a) kepemilikan saham yang mencapai 5% (lima persen) atau lebih pada Bank yang bersangkutan maupun pada Bank dan perusahaan lain yang berkedudukan di dalam dan di luar negeri; b) hubungan keuangan dan hubungan keluarga dengan Pemegang Saham Pengendali, anggota Dewan Komisaris, dan/atau anggota Direksi lainnya Bank; dan c) renumerasi dan fasilitas lainnya. 7) Peningkatan pengetahuan, keahlian, dan kemampuan anggota Direksi dalam pengelolaan Bank yang ditunjukkan antara lain dengan peningkatan kinerja Bank, penyelesaian permasalahan... Analisis - 16 - No Kriteria/Indikator permasalahan yang dihadapi Bank, dan pencapaian hasil sesuai ekspektasi stakeholders. 8) Peningkatan pengetahuan, keahlian, dan kemampuan dari seluruh karyawan Bank pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi yang ditunjukkan antara lain dengan peningkatan kinerja individu sesuai tugas dan tanggung jawabnya. 9) Peningkatan budaya pembelajaran secara berkelanjutan dalam rangka peningkatan pengetahuan perkembangan terkini terkait bidang keuangan/lainnya yang mendukung pelaksanaan tugas dan tanggungjawabnya pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi yang ditunjukkan antara lain dengan peningkatan keikutsertaan karyawan Bank dalam sertifikasi perbankan dan/atau pendidikan/pelatihan dalam rangka pengembangan kualitas individu. 10) Pelaksanaan pengawasan secara aktif terhadap pelaksanaan kebijakan dan strategi Manajemen Risiko telah dilakukan oleh Direksi dengan efektif. 11) Kegiatan operasional Bank terganggu dan/atau memberikan keuntungan yang tidak wajar kepada pemilik yang berdampak pada berkurangnya aset Bank dan/atau berkurangnya keuntungan Bank, akibat intervensi pemilik terhadap komposisi dan/atau pelaksanaan tugas Direksi. 12) Bank telah menerapkan Manajemen Risiko secara efektif, yang disesuaikan dengan tujuan, kebijakan usaha, ukuran, serta kemampuan Bank. 13) Rencana... Analisis tentang perbankan dan - 17 - No Kriteria/Indikator 13) Rencana Bisnis Bank telah disusun atas kajian yang komprehensif dengan memperhatikan peluang bisnis dan kekuatan yang dimiliki Bank serta mengidentifikasikan kelemahan dan ancaman (SWOT analysis) 14) Rencana Bisnis Bank telah menggambarkan pertumbuhan Bank yang berkesinambungan. 3. Kelengkapan dan Pelaksanaan Tugas Komite A. Governance Structure 1) Komite Audit a) Anggota Komite Audit paling kurang terdiri dari seorang Komisaris Independen, seorang Pihak Independen yang ahli di bidang akuntansi keuangan, dan seorang Pihak Independen yang ahli di bidang perbankan syariah. b) Komite Audit diketuai oleh Komisaris Independen. c) Mayoritas anggota Komisaris yang menjadi anggota Komite Audit merupakan Komisaris Independen. d) Anggota Komite Audit memiliki integritas dan reputasi keuangan yang baik. 2) Komite Pemantau Risiko a) Anggota Komite Pemantau Risiko paling kurang terdiri dari seorang Komisaris Independen, seorang Pihak Independen yang ahli di bidang perbankan syariah, dan seorang Pihak Independen yang ahli di bidang Manajemen Risiko. b) Komite Pemantau Risiko diketuai oleh Komisaris Independen. c) Mayoritas anggota Dewan Komisaris yang menjadi anggota Komite Pemantau Risiko merupakan... Analisis - 18 - No Kriteria/Indikator merupakan Komisaris Independen. d) Anggota Komite Pemantau Risiko memiliki integritas dan reputasi keuangan yang baik. 3) Komite Remunerasi dan Nominasi a) Anggota Komite Remunerasi dan Nominasi paling kurang terdiri dari 2 (dua) orang Komisaris Independen dan seorang Pejabat Eksekutif yang membawahi sumber daya manusia. b) Pejabat Eksekutif harus memiliki pengetahuan dan mengetahui ketentuan sistem remunerasi dan/atau nominasi serta succession plan Bank. c) Komite Remunerasi dan Nominasi diketuai oleh Komisaris Independen. d) Mayoritas anggota Komisaris yang menjadi anggota Komite Remunerasi dan Nominasi merupakan Komisaris Independen e) Apabila Bank membentuk Komite tersebut secara terpisah, maka: (1) Pejabat Eksekutif anggota Komite Remunerasi harus pengetahuan mengenai remunerasi Bank; dan (2) Pejabat Eksekutif anggota Komite Nominasi harus memiliki pengetahuan tentang sistem nominasi dan succession plan Bank. 4) Anggota Komite Audit, Komite Pemantau Risiko, serta Komite Renumerasi dan Nominasi bukan merupakan anggota Direksi Bank yang sama maupun Bank lain. 5) Rangkap jabatan Pihak Independen pada Bank yang sama, Bank lain dan/atau perusahaan lain telah memperhatikan kriteria independensi, kriteria... memiliki sistem Analisis - 19 - No Kriteria/Indikator kriteria keahlian, mampu menjaga rahasia Bank, kode etik, dan pelaksanaan tugas dan tanggung jawab sebagai anggota Komite. 6) Seluruh Pihak Independen anggota Komite tidak memiliki hubungan keuangan, kepengurusan, kepemilikan saham, dan/atau hubungan keluarga dengan Pemegang Saham Pengendali, anggota Dewan Komisaris, dan/atau anggota Direksi atau hubungan keuangan dan/atau hubungan kepemilikan saham dengan Bank, yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen. 7) Seluruh Pihak Independen yang berasal dari mantan anggota Direksi yang berasal dari Bank yang bersangkutan dan tidak melakukan fungsi pengawasan yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen telah menjalani masa tunggu (cooling off) paling kurang selama 6 (enam) bulan. 8) Rapat Komite Audit dan Komite Pemantau Risiko paling kurang dihadiri 51% (lima puluh satu persen) dari jumlah anggota termasuk Komisaris Independen dan Pihak Independen. 9) Rapat Komite Remunerasi dan Nominasi, paling kurang dihadiri 51% (lima puluh satu persen) dari jumlah anggota termasuk seorang Komisaris Independen dan Pejabat Eksekutif. 10) Komposisi Komite tidak memenuhi ketentuan karena adanya intervensi pemilik. B. Governance Process 1) Komite Audit Untuk memberikan rekomendasi kepada Dewan Komisaris: a) Komite Audit telah memantau dan mengevaluasi perencanaan dan pelaksanaan audit... Analisis - 20 - No Kriteria/Indikator audit serta memantau tindak lanjut hasil audit dalam rangka menilai kecukupan pengendalian intern termasuk kecukupan proses pelaporan keuangan. b) Komite Audit telah melakukan review terhadap: (1) pelaksanaan tugas SKAI; (2) kesesuaian pelaksanaan audit oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) dengan standar audit yang berlaku; (3) kesesuaian laporan keuangan dengan standar akuntansi yang berlaku; dan (4) pelaksanaan tindak lanjut oleh Direksi atas hasil temuan SKAI, Akuntan Publik, hasil pengawasan Otoritas Jasa Keuangan dan/atau hasil pengawasan Dewan Pengawas Syariah. c) Komite Audit telah memberikan rekomendasi penunjukan Akuntan Publik dan KAP kepada Dewan Komisaris. 2) Komite Pemantau Risiko Untuk memberikan rekomendasi kepada Dewan Komisaris: a) Komite Pemantau Risiko mengevaluasi kebijakan dan pelaksanaan Manajemen Risiko; b) Komite Pemantau Risiko memantau dan mengevaluasi pelaksanaan tugas Komite Manajemen Risiko dan Satuan Kerja Manajemen Risiko (SKMR). 3) Komite Remunerasi dan Nominasi Untuk memberikan rekomendasi kepada Dewan Komisaris: a) Komite Remunerasi telah mengevaluasi kebijakan remunerasi bagi: (1) Dewan... Analisis - 21 - No Kriteria/Indikator (1) Dewan Komisaris, Direksi, dan Dewan Pengawas Syariah dan telah disampaikan kepada RUPS; (2) Pejabat Eksekutif dan pegawai dan telah disampaikan kepada Direksi. b) Terkait dengan kebijakan nominasi, Komite telah menyusun sistem, serta prosedur pemilihan dan/atau penggantian anggota Dewan Komisaris, Direksi, dan Dewan Pengawas Syariah untuk disampaikan kepada RUPS. c) Komite Nominasi, telah memberikan rekomendasi calon anggota Dewan Komisaris, Direksi, dan/atau Dewan Pengawas Syariah untuk disampaikan kepada RUPS. d) Komite Nominasi, telah memberikan rekomendasi calon Pihak Independen yang dapat menjadi anggota Komite kepada Dewan Komisaris. 4) Rapat Komite diselenggarakan sesuai kebutuhan Bank. 5) Keputusan rapat diambil berdasarkan musyawarah mufakat atau suara terbanyak dalam hal tidak terjadi musyawarah mufakat. 6) Hasil rapat Komite merupakan rekomendasi yang dapat dimanfaatkan secara optimal oleh Dewan Komisaris. 7) Pemilik melakukan intervensi terhadap pelaksanaan tugas Komite, seperti misalnya terkait rekomendasi pemberian remunerasi yang tidak wajar kepada pihak terkait pemilik, rekomendasi calon Dewan Komisaris/Direksi yang tidak sesuai dengan prosedur pemilihan dan/atau penggantian yang telah ditetapkan. C. Governance... Analisis - 22 - No Kriteria/Indikator C. Governance Outcome 1) Hasil rapat Komite telah dituangkan dalam risalah rapat dan didokumentasikan dengan baik, termasuk pengungkapan dissenting opinions secara jelas. 2) Masing-masing Komite telah melaksanakan fungsinya sesuai ketentuan yang berlaku seperti misalnya pemberian rekomendasi sesuai tugasnya kepada Dewan Komisaris. 4. Pelaksanaan Tugas dan Tanggung Jawab Dewan Pengawas Syariah A. Governance Structure 1) Jumlah anggota Dewan Pengawas Syariah paling kurang 2 (dua) orang atau paling banyak 50% (lima puluh persen) dari jumlah anggota Direksi. 2) Anggota Dewan Pengawas Syariah tidak memiliki rangkap jabatan sebagai anggota Dewan Pengawas Syariah kecuali yang telah ditetapkan dalam ketentuan yang berlaku tentang Pelaksanaan Governance bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, yaitu paling banyak pada 4 (empat) lembaga keuangan syariah lain. 3) Dewan Pengawas Syariah telah mendapatkan fasilitas yang layak antara lain ruang kerja, telepon, dan lemari arsip. 4) Dewan Pengawas Syariah telah memiliki paling kurang 1 (satu) orang pegawai untuk mendukung pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya. 5) Bank wajib mengajukan calon anggota Dewan Pengawas Syariah untuk memperoleh persetujuan Otoritas Jasa Keuangan sebelum menduduki... Analisis Good Corporate - 23 - No Kriteria/Indikator menduduki jabatannya. 6) Pengangkatan anggota Dewan Pengawas Syariah oleh RUPS berlaku efektif setelah mendapat persetujuan Otoritas Jasa Keuangan. 7) Pengajuan calon anggota Dewan Pengawas Syariah kepada Otoritas Jasa Keuangan dilakukan setelah mendapat rekomendasi Majelis Ulama Indonesia. 8) Seluruh anggota Dewan Pengawas Syariah memiliki integritas, kompetensi, dan reputasi keuangan yang memadai. B. Governance Process 1) Pengangkatan dan/atau penggantian anggota Dewan Pengawas Syariah telah memperhatikan rekomendasi Komite Nominasi atau Komite Remunerasi dan Nominasi dan memperoleh persetujuan dari RUPS. 2) Dewan Pengawas Syariah telah melaksanakan tugas dan tanggung jawab sesuai dengan prinsip-prinsip Good Corporate Governance. 3) Dalam rangka melakukan tugas dan tanggung jawabnya, Dewan Pengawas Syariah telah memberikan nasihat dan saran kepada Direksi serta mengawasi kegiatan Bank agar sesuai dengan prinsip syariah. 4) Dewan Pengawas Syariah telah melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang meliputi antara lain: a) menilai dan memastikan pemenuhan prinsip syariah atas pedoman operasional dan produk yang dikeluarkan Bank; b) mengawasi proses pengembangan produk baru Bank agar sesuai dengan fatwa Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia; c) meminta fatwa kepada Dewan Syariah Nasional... Analisis - 24 - No Kriteria/Indikator Nasional – Majelis Ulama Indonesia untuk produk baru Bank yang belum ada fatwanya; d) melakukan review secara berkala atas pemenuhan prinsip syariah terhadap mekanisme penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa Bank; dan e) meminta data dan informasi terkait dengan aspek syariah dari satuan kerja Bank dalam rangka pelaksanaan tugasnya. 5) Anggota Dewan Pengawas Syariah telah menyediakan waktu yang cukup untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara optimal. 6) Rapat Dewan Pengawas Syariah telah diselenggarakan paling kurang 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan. 7) Pengambilan keputusan rapat Dewan Pengawas Syariah telah dilakukan berdasarkan musyawarah mufakat. 8) Seluruh keputusan Dewan Pengawas Syariah yang dituangkan dalam risalah rapat merupakan keputusan bersama seluruh anggota Dewan Pengawas Syariah. 9) Anggota Dewan Pengawas Syariah tidak memanfaatkan Bank untuk kepentingan pribadi, keluarga dan/atau pihak lain yang dapat mengurangi aset atau mengurangi keuntungan Bank. 10) Anggota Dewan Pengawas Syariah tidak mengambil dan/atau menerima keuntungan pribadi dari Bank selain remunerasi dan fasilitas lainnya yang ditetapkan RUPS. 11) Anggota Dewan Pengawas Syariah tidak melakukan... Analisis - 25 - No Kriteria/Indikator melakukan rangkap jabatan sebagai konsultan di seluruh Bank. C. Governance Outcome 1) Hasil rapat Dewan Pengawas Syariah dituangkan dalam risalah rapat dan didokumentasikan dengan baik, termasuk pengungkapan dissenting opinions secara jelas. 2) Dewan Pengawas Syariah telah menyampaikan Laporan Hasil Pengawasan Dewan Pengawas Syariah secara semesteran. 3) Laporan Hasil Pengawasan Dewan Pengawas Syariah telah disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 2 (dua) bulan setelah periode semester dimaksud berakhir. 4) Dalam laporan pelaksanaan Good Corporate Governance, seluruh anggota Dewan Pengawas Syariah paling kurang telah mengungkapkan: a) rangkap jabatan sebagai Dewan Pengawas Syariah pada lembaga keuangan syariah lain. b) remunerasi dan fasilitas lain 5) Peningkatan pengetahuan, keahlian, dan kemampuan anggota Dewan Pengawas Syariah dalam pengawasan kesesuaian kegiatan Bank dengan prinsip syariah yang ditunjukkan antara lain dengan peningkatan kinerja Bank melalui penurunan pelanggaran terhadap prinsip syariah dan penyelesaian permasalahan yang terkait dengan pelanggaran terhadap prinsip syariah. 5. Pelaksanaan prinsip syariah dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa A. Governance Structure 1) Bank... Analisis - 26 - No Kriteria/Indikator 1) Bank telah memiliki anggota Dewan Pengawas Syariah dalam jumlah yang cukup dan kompetensi yang memadai. 2) Bank telah memiliki paling kurang 1 (satu) orang personil di fungsi kepatuhan yang memiliki pengetahuan dan/atau pemahaman tentang operasional perbankan syariah. 3) Bank telah memiliki paling kurang 1 (satu) orang personil di fungsi audit intern yang memiliki pengetahuan dan/atau pemahaman tentang operasional perbankan syariah. 4) Bank memiliki fungsi pengembangan produk yang independen terhadap unit bisnis (fungsi penghimpunan dana, penyaluran dana, dan pelayanan jasa). 5) Sumber daya manusia di fungsi pengembangan produk memiliki pengetahuan dan/atau pemahaman mengenai prinsip syariah dan produk perbankan secara umum. 6) Sumber daya manusia di unit bisnis (penghimpunan dana, penyaluran dana, dan pelayanan jasa) memiliki Analisis pengetahuan dan/atau pemahaman mengenai produk perbankan syariah yang akan dijualnya. B. Governance Process 1) Proses pengembangan produk baru telah memperhatikan fatwa Dewan Syariah Nasional dan telah mendapat pendapat syariah dari Dewan Pengawas Syariah 2) Pelaksanaan kegiatan penghimpunan dana, penyaluran dana, dan pelayanan jasa Bank telah sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia dan pendapat syariah dari Dewan Pengawas Syariah. C. Governance... - 27 - No Kriteria/Indikator C. Governance Outcome 1) Produk yang dimiliki oleh Bank telah sesuai dengan Fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia dan telah dilengkapi dengan pendapat syariah dari Dewan Pengawas Syariah. 2) Prosedur pelaksanaan (Standard Operating Procedures/SOP) dalam penghimpunan dana, penyaluran dana, dan pelayanan jasa telah sesuai dengan prinsip syariah. 3) Laporan Hasil Pengawasan Dewan Pengawas Syariah telah disampaikan secara semesteran 4) Laporan hasil audit intern terkait pelaksanaan pemenuhan prinsip syariah telah disampaikan kepada Dewan Pengawas Syariah. 6. Penanganan Benturan Kepentingan A. Governance Structure Bank memiliki kebijakan, sistem dan prosedur penyelesaian mengenai: 1) benturan kepentingan yang mengikat setiap pengurus dan pegawai Bank; 2) administrasi, dokumentasi dan pengungkapan benturan kepentingan dimaksud dalam Risalah Rapat. B. Governance Process Dalam hal terjadi benturan kepentingan, anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, dan Pejabat Eksekutif tidak mengambil tindakan yang dapat mengurangi aset Bank atau mengurangi keuntungan Bank. C. Governance Outcome 1) Benturan kepentingan yang dapat mengurangi aset Bank atau mengurangi keuntungan Bank telah diungkapkan dalam setiap keputusan dan telah... Analisis - 28 - No Kriteria/Indikator telah terdokumentasi dengan baik. 2) Kegiatan operasional bank bebas dari intervensi pemilik/pihak terkait/pihak lainnya yang dapat menimbulkan benturan kepentingan yang dapat merugikan Bank atau mengurangi keuntungan Bank. 3) Bank berhasil menyelesaikan benturan kepentingan yang terjadi. 7. Penerapan Fungsi Kepatuhan Bank A. Governance Structure 1) Satuan kerja kepatuhan independen terhadap satuan kerja operasional. 2) Pengangkatan, pemberhentian dan/atau pengunduran diri Direktur yang membawahkan Fungsi Kepatuhan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 3) Bank telah menyediakan sumber daya manusia yang berkualitas pada satuan kerja Kepatuhan untuk menyelesaikan tugas secara efektif. B. Governance Process 1) Direktur yang membawahkan Fungsi Kepatuhan bertugas dan bertanggung jawab antara lain: a) memastikan kepatuhan Bank terhadap ketentuan dan Analisis peraturan perundang- undangan yang berlaku, dengan cara: (1) menetapkan langkah-langkah yang diperlukan dengan memperhatikan prinsip kehati-hatian; (2) memantau dan menjaga agar kegiatan usaha Bank tidak menyimpang dari ketentuan; (3) memantau dan menjaga kepatuhan Bank terhadap seluruh perjanjian dan komitmen... - 29 - No Kriteria/Indikator komitmen yang dibuat oleh Bank kepada Otoritas Jasa Keuangan dan lembaga otoritas yang berwenang; b) menyampaikan laporan pelaksanaan tugas dan tanggung jawab paling kurang secara triwulanan kepada Direktur Utama dengan tembusan kepada Dewan Komisaris atau pihak yang berwenang sesuai struktur organisasi Bank; c) merumuskan strategi guna mendorong terciptanya Budaya Kepatuhan Bank; d) mengusulkan kebijakan kepatuhan atau prinsip-prinsip kepatuhan yang akan ditetapkan oleh Direksi; e) menetapkan sistem dan prosedur kepatuhan yang akan digunakan untuk menyusun ketentuan dan pedoman internal Bank; f) memastikan bahwa seluruh kebijakan, ketentuan, sistem, dan prosedur, serta kegiatan usaha yang dilakukan Bank telah sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku; g) meminimalkan Risiko Kepatuhan Bank; h) melakukan tindakan pencegahan agar kebijakan dan/atau keputusan yang diambil Direksi Bank tidak menyimpang dari ketentuan dan peraturan perundang- undangan yang berlaku; i) melakukan tugas-tugas lainnya yang terkait dengan Fungsi Kepatuhan. 2) Penunjukan Direktur yang membawahkan Fungsi Kepatuhan telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 3) Direksi telah: a) menyetujui kebijakan kepatuhan Bank dalam... Analisis - 30 - No Kriteria/Indikator b) bertanggung dalam bentuk dokumen formal tentang fungsi kepatuhan yang efektif; jawab Analisis untuk mengkomunikasikan seluruh kebijakan, pedoman, sistem dan prosedur ke seluruh jenjang organisasi terkait; c) bertanggung jawab untuk menciptakan fungsi kepatuhan yang efektif dan permanen sebagai bagian dari kebijakan kepatuhan Bank secara keseluruhan. 4) Satuan kerja kepatuhan bertugas dan bertanggung jawab antara lain: a) membuat langkah-langkah dalam rangka mendukung terciptanya Budaya Kepatuhan pada seluruh kegiatan usaha Bank pada setiap jenjang organisasi; b) melakukan identifikasi, pengukuran, monitoring, dan pengendalian terhadap Risiko Kepatuhan dengan mengacu pada peraturan yang berlaku Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah; c) menilai dan mengevaluasi efektivitas, kecukupan, dan kesesuaian kebijakan, ketentuan, sistem maupun prosedur yang dimiliki oleh Bank dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; d) melakukan review dan/atau merekomendasikan pengkinian dan penyempurnaan kebijakan, ketentuan, sistem maupun prosedur yang dimiliki oleh Bank agar sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku; e) melakukan upaya-upaya untuk memastikan bahwa... mengenai - 31 - No Kriteria/Indikator bahwa kebijakan, ketentuan, sistem dan prosedur, serta kegiatan usaha Bank telah sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundangan-undangan yang berlaku; f) melakukan tugas-tugas lainnya yang terkait dengan Fungsi Kepatuhan. C. Governance Outcome 1) Bank telah menyampaikan laporan pokok pelaksanaan tugas Direktur yang membawahkan Fungsi Kepatuhan dan laporan khusus kepada Otoritas Jasa Keuangan dan pihak terkait. 2) Cakupan laporan pelaksanaan tugas Direktur yang membawahkan Fungsi Kepatuhan tersebut telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 3) Bank berhasil menurunkan tingkat pelanggaran terhadap ketentuan yang berlaku. 4) Bank berhasil membangun budaya kepatuhan dalam pengambilan keputusan dan dalam kegiatan operasional bank. 8. Penerapan Fungsi Audit Intern A. Governance Structure 1) Struktur organisasi SKAI Bank telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 2) Bank memiliki Standar Pelaksanaan Fungsi Audit Intern Bank (Sistem Pengendalian dan Fungsi Audit Internal), dengan: a) menyusun Piagam Audit Intern (Internal Audit Charter); b) membentuk SKAI; c) menyusun panduan audit intern. 3) Kelembagaan SKAI independen terhadap satuan kerja operasional. 4) Bank... Analisis - 32 - No Kriteria/Indikator 4) Bank menyediakan sumber daya yang berkualitas pada SKAI untuk menyelesaikan tugas secara efektif. B. Governance Process 1) Direksi bertanggung jawab atas: a) terciptanya struktur pengendalian intern, dan menjamin terselenggaranya fungsi audit intern Bank dalam setiap tingkatan manajemen; b) tindak lanjut temuan audit intern Bank sesuai dengan kebijakan dan arahan Dewan Komisaris. 2) Bank menerapkan fungsi audit intern secara efektif pada seluruh aspek dan unsur kegiatan yang secara langsung diperkirakan dapat mempengaruhi kepentingan Bank dan masyarakat. 3) Bank melakukan kaji ulang secara berkala atas efektifitas pelaksanaan kerja SKAI dan kepatuhannya terhadap Sistem Pengendalian dan Fungsi Audit Internal oleh pihak eksternal setiap tiga tahun. 4) Rencana pemeriksaan SKAI Bank, kecukupan ruang lingkup pemeriksaan serta kedalaman pemeriksaan telah memadai. 5) Tidak terdapat penyimpangan dalam realisasi atas rencana pemeriksaan SKAI Bank. 6) Bank merencanakan dan merealisasikan peningkatan mutu keterampilan sumber daya manusia secara berkala dan berkelanjutan. 7) SKAI telah melakukan fungsi pengawasan secara independen dengan cakupan tugas yang memadai dan sesuai dengan rencana, pelaksanaan maupun pemantauan hasil audit. 8) SKAI telah melaksanakan tugas sekurang- kurangnya... Analisis - 33 - No Kriteria/Indikator kurangnya meliputi penilaian: a) kecukupan Sistem Pengendalian Intern Bank; b) efektivitas Sistem Pengendalian Intern Bank; c) kualitas kinerja. 9) SKAI telah melaporkan seluruh temuan hasil pemeriksaan sesuai ketentuan yang berlaku. 10) SKAI telah memantau, menganalisis dan melaporkan perkembangan tindak lanjut perbaikan yang dilakukan auditee. 11) SKAI telah menyusun dan mengkinikan pedoman kerja serta sistem dan prosedur untuk melaksanakan tugas bagi auditor intern secara berkala sesuai ketentuan dan perundangan yang berlaku. C. Governance Outcome 1) Direksi bertanggung jawab atas tersedianya laporan kegiatan pelaksanaan fungsi audit intern Bank kepada RUPS. 2) Temuan-temuan pemeriksaan SKAI telah ditindaklanjuti dan tidak terjadi temuan yang berulang. 3) SKAI bertindak obyektif dalam melakukan audit. 4) Fungsi audit intern telah dilaksanakan secara memadai dengan memperhatikan antara lain: a) Program audit telah mencakup keseluruhan unit kerja yang pelaksanaannya mempertimbangkan tingkat risiko pada masing-masing unit kerja. b) Program audit dan ruang lingkup audit telah memadai sesuai dengan prinsip- prinsip Sistem Pengendalian dan Fungsi Audit Internal antara lain terpenuhinya independensi, objektivitas, tidak ada pembatasan... Analisis - 34 - No Kriteria/Indikator pembatasan dalam cakupan dan ruang lingkup audit intern. c) Terpenuhinya jumlah dan kualitas auditor intern. 9. Penerapan Fungsi Audit Ekstern A. Governance Structure Penugasan audit kepada Akuntan Publik dan KAP sekurang-kurangnya memenuhi aspek-aspek: 1) kapasitas KAP yang ditunjuk; 2) legalitas perjanjian kerja; 3) ruang lingkup audit; 4) standar profesional akuntan publik; dan 5) komunikasi Otoritas Jasa Keuangan dengan KAP dimaksud. B. Governance Process 1) Dalam pelaksanaan audit laporan keuangan Bank, Bank menunjuk Akuntan Publik dan KAP yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan. 2) Penunjukan Akuntan Publik dan KAP yang sama oleh Bank telah sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3) Penunjukan Akuntan Publik dan KAP terlebih dahulu memperoleh persetujuan RUPS berdasarkan rekomendasi dari Komite Audit melalui Dewan Komisaris. 4) Akuntan Publik dan KAP yang ditunjuk, mampu bekerja secara independen, memenuhi standar profesional akuntan publik dan perjanjian kerja serta ruang lingkup audit yang ditetapkan. 5) Akuntan Publik telah melakukan komunikasi dengan Otoritas Jasa Keuangan mengenai kondisi Bank yang diaudit dalam rangka persiapan dan pelaksanaan audit. 6) Akuntan Publik telah melaksanakan audit secara... Analisis - 35 - No Kriteria/Indikator secara independen dan profesional. 7) Akuntan Publik telah melaporkan hasil audit dan Management Letter kepada Otoritas Jasa Keuangan. C. Governance Outcome 1) Hasil audit dan management letter telah menggambarkan permasalahan bank yang signifikan dan disampaikan secara tepat waktu kepada Otoritas Jasa Keuangan oleh KAP yang ditunjuk. 2) Cakupan hasil audit paling kurang sesuai dengan ruang lingkup audit sebagaimana diatur dalam ketentuan yang berlaku. 3) Auditor bertindak obyektif dalam melakukan audit. 10. Batas Maksimum Penyaluran Dana A. Governance Structure Bank telah memiliki kebijakan, sistem dan prosedur tertulis yang memadai untuk penyediaan dana kepada pihak terkait dan penyediaan dana besar, berikut monitoring dan penyelesaian masalahnya. B. Governance Process 1) Bank telah secara berkala mengevaluasi dan mengkinikan kebijakan, sistem dan prosedur dimaksud agar disesuaikan dengan ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku. 2) Terdapat proses yang memadai untuk memastikan penyediaan dana kepada pihak terkait dan penyediaan dana dalam jumlah besar telah sesuai dengan prinsip kehati-hatian. 3) Pengambilan keputusan dalam penyediaan dana diputuskan manajemen secara independen tanpa intervensi dari pihak terkait dan... Analisis - 36 - No Kriteria/Indikator dan/atau pihak lainnya. C. Governance Outcome 1) Penerapan penyediaan dana oleh Bank kepada pihak terkait dan/atau penyediaan dana besar telah: a) memenuhi ketentuan yang berlaku tentang Batas Maksimum Penyaluran Dana (BMPD) dan memperhatikan prinsip kehati-hatian maupun perundang-undangan yang berlaku; b) memperhatikan kemampuan permodalan dan penyebaran/diversifikasi portofolio penyediaan dana. 2) Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1) telah disampaikan secara berkala kepada Otoritas Jasa Keuangan secara tepat waktu. 11. Transparansi Kondisi Keuangan dan Non Keuangan, Laporan Pelaksanaan Good Corporate Governance dan Pelaporan Internal A. Governance Structure 1) Bank memiliki kebijakan dan prosedur mengenai tata cara pelaksanaan transparansi kondisi keuangan dan non keuangan. 2) Bank wajib menyusun Laporan Pelaksanaan Good Corporate Governance pada setiap akhir tahun buku dengan cakupan sesuai ketentuan yang berlaku. 3) Tersedianya pelaporan internal yang lengkap, akurat, dan tepat waktu yang didukung oleh SIM yang memadai. 4) Terdapat sistem informasi yang handal yang didukung oleh sumber daya manusia yang kompeten dan security system Teknologli Informasi (TI) yang memadai. B. Governance... Analisis - 37 - No Kriteria/Indikator B. Governance Process 1) Bank telah mentransparansikan kondisi keuangan dan non-keuangan kepada stakeholders termasuk mengumumkan Laporan Keuangan Publikasi triwulanan dan melaporkannya kepada Otoritas Jasa Keuangan atau stakeholders sesuai ketentuan yang berlaku. 2) Bank mentransparansikan informasi produk Bank sesuai ketentuan yang berlaku tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah, antara lain: a) informasi secara tertulis mengenai produk Bank yang memenuhi persyaratan minimal sebagaimana ditentukan; b) Petugas Bank (Customer Service dan Marketing) telah menjelaskan informasi- informasi produk kepada nasabah; c) informasi produk yang disampaikan sesuai dengan kondisi yang sebenarnya; d) Bank telah menyampaikan kepada nasabah jika terdapat perubahan-perubahan informasi produk; e) informasi-informasi produk dapat terbaca dengan jelas dan dapat dimengerti; f) Bank memiliki layanan informasi produk yang dapat diperoleh dengan mudah oleh masyarakat; g) Bank telah menjelaskan tujuan dan konsekuensi penyebaran data pribadi tersebut kepada nasabah; h) nasabah yang data disebarluaskan pribadinya telah memberikan persetujuan atas pemberian data pribadinya tersebut. 3) Bank... Analisis - 38 - No Kriteria/Indikator 3) Bank mentransparansikan tata cara pengaduan nasabah dan penyelesaian sengketa kepada nasabah sesuai ketentuan yang berlaku tentang Pengaduan Nasabah dan Mediasi Perbankan. 4) Bank menyusun dan menyajikan laporan dengan tata cara, jenis dan cakupan sebagaimana diatur dalam ketentuan yang berlaku tentang Transparansi Kondisi Keuangan. 5) Bank telah menyusun Laporan Pelaksanaan Good Corporate Governance dengan isi dan cakupan sekurang-kurangnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 6) Dalam hal Laporan Pelaksanaan Good Corporate Governance tidak sesuai dengan kondisi Bank yang sebenarnya, Bank segera menyampaikan revisi secara lengkap kepada Otoritas Jasa Keuangan, dan bagi Bank yang telah memiliki homepage wajib mempublikasikannya pula pada homepage Bank. 7) Dalam hal terdapat perbedaan Peringkat Faktor Good Corporate Governance dalam hasil penilaian (self assessment) pada Laporan Pelaksanaan Good Corporate Governance Bank dengan hasil penilaian pelaksanaan Good Corporate Governance oleh Otoritas Jasa Keuangan, Bank: a) Paling kurang melakukan revisi terhadap Peringkat Faktor Good Corporate Governance dan Definisi Peringkat hasil penilaian (self assessment) dimaksud kepada publik melalui Laporan Keuangan Publikasi pada periode yang terdekat; b) Segera menyampaikan revisi hasil penilaian (self assessment) Good Corporate Governance Bank... Analisis - 39 - No Kriteria/Indikator Bank secara lengkap kepada Otoritas Jasa Keuangan, dan bagi Bank yang telah memiliki homepage Analisis wajib mempublikasikannya pula pada homepage Bank. C. Governance Outcome 1) Laporan Tahunan telah disampaikan Bank secara lengkap dan tepat waktu kepada pemegang saham dan sekurang-kurangnya kepada: a) Otoritas Jasa Keuangan; b) Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI); c) Lembaga Pemeringkat di Indonesia; d) Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas); e) 1 (satu) lembaga penelitian di bidang ekonomi dan keuangan; f) 1 (satu) majalah ekonomi dan keuangan. 2) Transparansi laporan telah dilakukan secara tepat waktu dengan cakupan sesuai ketentuan pada homepage Bank, meliputi: a) Laporan Tahunan (keuangan dan non- keuangan); b) Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan sekurang-kurangnya dalam 1 (satu) surat kabar berbahasa Indonesia yang memiliki peredaran luas di tempat kedudukan kantor pusat Bank. 3) Laporan Pelaksanaan Good Corporate Governance telah mencerminkan kondisi Bank yang sebenarnya atau sesuai hasil penilaian (self assessment) Bank yang paling kurang mencakup: a) Kesimpulan Umum dari hasil self assessment... - 40 - No Kriteria/Indikator assessment atas pelaksanaan Good Corporate Governance Bank; b) kepemilikan saham, hubungan keuangan, hubungan keluarga, dan rangkap jabatan anggota Dewan Komisaris; c) kepemilikan saham, hubungan keuangan, dan hubungan keluarga anggota Direksi; d) rangkap jabatan sebagai anggota Dewan Pengawas Syariah pada lembaga keuangan syariah lainnya; e) struktur komite, keanggotaan komite, dan keahlian anggota komite; f) daftar konsultan, penasihat atau yang dipersamakan dengan itu yang digunakan oleh Bank; g) kebijakan remunerasi dan fasilitas lainnya bagi anggota Dewan Komisaris, Direksi, dan Dewan Pengawas Syariah; h) rasio gaji tertinggi dan gaji terendah; i) frekuensi rapat Dewan Komisaris; j) frekuensi rapat Dewan Pengawas Syariah; k) jumlah penyimpangan (internal fraud) yang terjadi dan upaya penyelesaian oleh Bank; l) jumlah permasalahan hukum dan penyelesaian oleh Bank; m) transaksi yang mengandung benturan kepentingan; n) buy back shares dan/atau buy back obligasi Bank; o) penyaluran dana untuk kegiatan sosial baik jumlah maupun pihak penerima dana; dan p) pendapatan non halal dan penggunaannya. 4) Laporan Pelaksanaan Analisis Good Corporate Governance telah disampaikan secara lengkap dan tepat waktu, kepada pemegang saham dan kepada... - 41 - No Kriteria/Indikator kepada: a) Otoritas Jasa Keuangan; b) Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI); c) Lembaga Pemeringkat di Indonesia; d) Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas); e) 1 (satu) lembaga penelitian di bidang ekonomi dan keuangan; f) 1 (satu) majalah ekonomi dan keuangan. 5) Laporan pelaksanaan Good Corporate Governance telah disajikan dalam homepage secara tepat waktu. 6) Mediasi dalam rangka penyelesaian pengaduan nasabah Bank dilaksanakan dengan baik. 7) Bank menerapkan transparansi informasi mengenai produk dan penggunaan data pribadi nasabah. Kesimpulan: Berdasarkan analisis terhadap seluruh kriteria/indikator penilaian tersebut di atas, disimpulkan bahwa: A. Governance Structure - Faktor-faktor positif aspek governance structure Bank adalah .... - Faktor-faktor negatif aspek governance structure Bank adalah .... B. Governance Process - Faktor-faktor positif aspek governance process Bank adalah .... - Faktor-faktor negatif aspek governance process Bank adalah .... C. Governance Outcome - Faktor-faktor positif aspek governance outcome Bank adalah .... - Faktor-faktor negatif aspek governance outcome Bank adalah .... Analisis berkualitas... Ditetapkan... - 42 - Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 11 Juni 2014 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN, Ttd. NELSON TAMPUBOLON Salinan sesuai dengan aslinya DIREKTUR HUKUM 1 DEPARTEMEN HUKUM, Ttd. TINI KUSTINI LAMPIRAN III SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 10/SEOJK.03/2014 TENTANG PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH -2- PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK LAMPIRAN III.1 LAMPIRAN III.2 LAMPIRAN III.2.1 LAMPIRAN III.2.2.a LAMPIRAN III.2.2.b LAMPIRAN III.2.3.a LAMPIRAN III.2.4.a LAMPIRAN III.2.4.b LAMPIRAN III.2.5.a LAMPIRAN III.2.5.b LAMPIRAN III.2.6.a LAMPIRAN III.2.6.b LAMPIRAN III.2.7.a LAMPIRAN III.2.7.b LAMPIRAN III.2.8.a LAMPIRAN III.2.8.b LAMPIRAN III.2.9.a LAMPIRAN III.2.9.b : Matriks Peringkat Komposit Tingkat Kesehatan Bank : Matriks Peringkat Faktor Profil Risiko : Matriks Penetapan Peringkat Risiko : Matriks Penetapan Peringkat Risiko Inheren Untuk Risiko Kredit : Matriks Penetapan Peringkat Kualitas Penerapan Manajemen Risiko Untuk Risiko Kredit : Matriks Penetapan Peringkat Risiko Inheren Untuk Risiko Pasar LAMPIRAN III.2.3.b : Matriks Penetapan Peringkat Kualitas Penerapan Manajemen Risiko Untuk Risiko Pasar : Matriks Penetapan Peringkat Risiko Inheren Untuk Risiko Likuiditas : Matriks Penetapan Peringkat Kualitas Penerapan Manajemen Risiko Untuk Risiko Likuiditas : Matriks Penetapan Peringkat Risiko Inheren Untuk Risiko Operasional : Matriks Penetapan Peringkat Kualitas Penerapan Manajemen Risiko Untuk Risiko Operasional : Matriks Penetapan Peringkat Risiko Inheren Untuk Risiko Hukum : Matriks Penetapan Peringkat Kualitas Penerapan Manajemen Risiko Untuk Risiko Hukum : Matriks Penetapan Peringkat Risiko Inheren Untuk Risiko Stratejik : Matriks Penetapan Peringkat Kualitas Penerapan Manajemen Risiko Untuk Risiko Stratejik : Matriks Penetapan Peringkat Risiko Inheren Untuk Risiko Kepatuhan : Matriks Penetapan Peringkat Kualitas Penerapan Manajemen Risiko Untuk Risiko Kepatuhan : Matriks Penetapan Peringkat Risiko Inheren Untuk Risiko Reputasi : Matriks Penetapan Peringkat Kualitas Penerapan Manajemen Risiko Untuk Risiko Reputasi LAMPIRAN III.2.10.a : Matriks Penetapan Peringkat Risiko Inheren Untuk Risiko Imbal Hasil LAMPIRAN III.2.10.b : Matriks Penetapan Peringkat Kualitas Penerapan Manajemen Risiko Untuk Risiko Imbal Hasil LAMPIRAN III.2.11.a : Matriks Penetapan Peringkat Risiko Inheren Untuk Risiko Investasi LAMPIRAN III.2.11.b : Matriks Penetapan Peringkat Kualitas Penerapan Manajemen Risiko Untuk Risiko Investasi LAMPIRAN III.3 LAMPIRAN III.4 LAMPIRAN III.5 : Matriks Peringkat Faktor Good Corporate Governance : Matriks Peringkat Faktor Rentabilitas : Matriks Peringkat Faktor Permodalan LAMPIRAN... -3- LAMPIRAN III.1 Matriks Peringkat Komposit Tingkat Kesehatan Bank Peringkat Penjelasan PK 1 Mencerminkan kondisi Bank yang secara umum sangat sehat sehingga dinilai sangat mampu menghadapi pengaruh negatif yang signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan faktor eksternal lainnya tercermin dari peringkat faktor-faktor penilaian, antara lain profil Risiko, penerapan prinsip Good Corporate Governance, rentabilitas, dan permodalan yang secara umum sangat baik. Apabila terdapat kelemahan maka secara umum kelemahan tersebut tidak signifikan. PK 2 Mencerminkan kondisi Bank yang secara umum sehat, sehingga dinilai mampu menghadapi pengaruh negatif yang signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan faktor eksternal lainnya lainnya tercermin dari peringkat faktor-faktor penilaian, antara lain profil Risiko, penerapan Good Corporate Governance, rentabilitas, dan permodalan yang secara umum baik. Apabila terdapat kelemahan maka secara umum kelemahan tersebut kurang signifikan. PK 3 Mencerminkan kondisi Bank yang secara umum cukup sehat sehingga dinilai cukup mampu menghadapi pengaruh negatif yang signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan faktor eksternal lainnya tercermin dari peringkat faktor-faktor penilaian, antara lain profil Risiko, penerapan Good Corporate Governance, rentabilitas, dan permodalan yang secara umum cukup baik. Apabila terdapat kelemahan maka secara umum kelemahan tersebut cukup signifikan dan apabila tidak berhasil diatasi dengan baik oleh manajemen dapat mengganggu kelangsungan usaha Bank. PK 4 Mencerminkan kondisi Bank yang secara umum kurang sehat, sehingga dinilai kurang mampu menghadapi pengaruh negatif yang signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan faktor eksternal lainnya tercermin dari peringkat faktor-faktor penilaian, antara lain profil Risiko, penerapan Good Corporate Governance, rentabilitas, dan permodalan yang secara umum kurang baik. Terdapat... -4- Terdapat kelemahan yang secara umum signifikan dan tidak dapat diatasi dengan baik oleh manajemen serta mengganggu kelangsungan usaha Bank. PK 5 Mencerminkan kondisi Bank yang secara umum tidak sehat, sehingga dinilai tidak mampu menghadapi pengaruh negatif yang signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan faktor eksternal lainnya tercermin dari peringkat faktor-faktor penilaian, antara lain profil Risiko, penerapan Good Corporate Governance, rentabilitas, dan permodalan yang secara umum kurang baik. Terdapat kelemahan yang secara umum sangat signifikan sehingga untuk mengatasinya dibutuhkan dukungan dana dari pemegang saham atau sumber dana dari pihak lain untuk memperkuat kondisi keuangan Bank. *) Berlaku untuk penilaian tingkat kesehatan Bank secara individual dan konsolidasi LAMPIRAN... -5- LAMPIRAN III.2 Peringkat 1 Matriks Peringkat Faktor Profil Risiko Definisi Profil Risiko Bank yang termasuk dalam peringkat ini pada umumnya memiliki karakteristik antara lain sebagai berikut:  Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari Risiko inheren komposit tergolong sangat rendah selama periode waktu tertentu di masa datang.  Kualitas penerapan Manajemen Risiko secara komposit sangat memadai. Meskipun terdapat kelemahan minor, tetapi kelemahan tersebut dapat diabaikan. 2 Profil Risiko Bank yang termasuk dalam peringkat ini pada umumnya memiliki karakteristik antara lain sebagai berikut:  Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari Risiko inheren komposit tergolong rendah selama periode waktu tertentu di masa datang.  Kualitas penerapan Manajemen Risiko secara komposit memadai. Meskipun terdapat kelemahan minor, tetapi kelemahan tersebut perlu mendapatkan perhatian manajemen. 3 Profil Risiko Bank yang termasuk dalam peringkat ini pada umumnya memiliki karakteristik antara lain sebagai berikut:  Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari Risiko inheren komposit tergolong cukup tinggi selama periode waktu tertentu di masa datang.  Kualitas penerapan Manajemen Risiko secara komposit cukup memadai. Meskipun persyaratan minimum terpenuhi, terdapat beberapa kelemahan yang membutuhkan perhatian manajemen dan perbaikan. 4 Profil Risiko Bank yang termasuk dalam peringkat ini pada umumnya memiliki karakteristik antara lain sebagai berikut:  Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan Bank... -6- Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari Risiko inheren komposit tergolong tinggi selama periode waktu tertentu di masa datang.  Kualitas penerapan Manajemen Risiko secara komposit kurang memadai. Terdapat kelemahan signifikan pada berbagai aspek Manajemen Risiko yang membutuhkan tindakan korektif segera. 5 Profil Risiko Bank yang termasuk dalam peringkat ini pada umumnya memiliki karakteristik antara lain sebagai berikut:  Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari Risiko inheren komposit tergolong sangat tinggi selama periode waktu tertentu di masa datang.  Kualitas penerapan manajemen Risiko secara komposit tidak memadai. Terdapat kelemahan signifikan pada berbagai aspek manajemen Risiko di mana tindakan penyelesaiannya di luar kemampuan manajemen. LAMPIRAN... -7- LAMPIRAN III.2.1 Matriks Penetapan Peringkat Risiko Peringkat Risiko merupakan kesimpulan akhir atas Risiko Bank setelah mempertimbangkan mitigasi yang dilakukan melalui penerapan manajemen Risiko. Untuk menentukan peringkat Risiko, Bank dapat mengacu pada matriks peringkat Risiko berikut ini. Matriks ini pada dasarnya memetakan peringkat Risiko yang dihasilkan dari kombinasi antara Risiko inheren dan kualitas penerapan manajemen Risiko. LAMPIRAN... -8- LAMPIRAN III.2.2.a Peringkat Low (1) Matriks Penetapan Peringkat Risiko Inheren Untuk Risiko Kredit Definisi Peringkat Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi bank dari Risiko Kredit tergolong sangat rendah selama periode waktu tertentu di masa datang. Contoh karakteristik bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Portofolio penyediaan dana didominasi eksposur kredit/pembiayaan yang sangat rendah.  Eksposur penyediaan dana terdiversifikasi sangat baik.  Penyediaan dana memiliki kualitas yang sangat baik.  Strategi penyediaan dana atau business model bank tergolong stabil.  Portofolio penyediaan dana relatif tidak terpengaruh dengan perubahan faktor eksternal. Low to Moderate (2) Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari Risiko Kredit tergolong rendah selama periode waktu tertentu di masa datang. Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Portofolio penyediaan dana kredit/pembiayaan yang rendah. didominasi eksposur  Eksposur penyediaan dana terdiversifikasi baik.  Penyediaan dana memiliki kualitas yang baik.  Strategi penyediaan dana atau business model relatif stabil.  Portofolio penyediaan dana kurang terpengaruh dengan perubahan faktor eksternal. Moderate (3) Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari Risiko Kredit tergolong cukup tinggi selama periode waktu tertentu di masa datang. Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Portofolio penyediaan dana didominasi oleh eksposur kredit/pembiayaan yang moderat.  Terdapat konsentrasi penyediaan dana yang cukup signifikan.  Penyediaan dana memiliki kualitas yang cukup baik.  Strategi penyediaan dana atau business model secara umum cukup stabil.  Portofolio penyediaan dana cukup terpengaruh dengan perubahan faktor eksternal. Moderate... -9- Peringkat Definisi Peringkat Moderate to High (4) Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari Risiko Kredit tergolong tinggi selama periode waktu tertentu di masa datang. Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Portofolio penyediaan dana didominasi oleh eksposur kredit/pembiayaan yang tinggi.  Terdapat konsentrasi penyediaan dana yang signifikan.  Penyediaan dana memiliki kualitas yang kurang baik.  Terdapat perubahan signifikan pada strategi penyediaan dana atau business model.  Portofolio penyediaan dana terpengaruh dengan perubahan faktor eksternal. High (5) Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari Risiko Kredit tergolong sangat tinggi selama periode waktu tertentu di masa datang. Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Portofolio penyediaan dana didominasi oleh eksposur kredit/pembiayaan yang sangat tinggi.  Terdapat konsentrasi penyediaan dana yang sangat signifikan.  Penyediaan dana memiliki kualitas yang buruk.  Terdapat perubahan sangat signifikan pada strategi penyediaan dana atau business model.  Portofolio penyediaan dana sangat terpengaruh dengan perubahan faktor eksternal. LAMPIRAN... -10- LAMPIRAN III.2.2.b Matriks Penetapan Peringkat Kualitas Penerapan Manajemen Risiko Untuk Risiko Kredit Peringkat Strong (1) Definisi Peringkat Kualitas penerapan manajemen Risiko Kredit sangat memadai. Meskipun terdapat kelemahan minor, tetapi kelemahan tersebut tidak signifikan sehingga dapat diabaikan. Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) kredit sangat memadai dan telah sejalan dengan sasaran strategis dan strategi bisnis Bank secara keseluruhan.  Dewan Komisaris dan Direksi memiliki awareness dan pemahaman yang sangat baik mengenai manajemen Risiko Kredit.  Budaya manajemen Risiko Kredit sangat kuat dan telah diinternalisasikan dengan sangat baik pada selurul level organisasi.  Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi secara keseluruhan sangat memadai.  Fungsi manajemen Risiko Kredit independen, memiliki tugas dan tanggung jawab yang jelas, dan telah berjalan dengan sangat baik.  Delegasi kewenangan dikendalikan dan dipantau secara berkala, dan telah berjalan dengan sangat baik.  Strategi perkreditan sangat baik dan sangat sejalan dengan tingkat Risiko yang akan diambil dan toleransi Risiko Kredit.  Kebijakan, prosedur, dan limit Risiko Kredit sangat memadai dan tersedia untuk seluruh area manajemen Risiko Kredit, sejalan dengan penerapan, dan dipahami dengan baik oleh pegawai.  Proses manajemen Risiko Kredit sangat memadai dalam mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan Risiko Kredit.  Proses penyediaan dana secara umum sangat memadai mulai dari proses underwriting hingga penanganan aset bermasalah.  Sistem pemeringkatan Risiko Kredit (credit risk grading) sangat baik, diterapkan secara konsisten, dan dipahami dengan baik oleh pegawai. Terdapat fungsi kaji ulang pembiayaan (financing review) yang independen dan berjalan dengan baik. Sistem... -11- Peringkat Definisi Peringkat  Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko Kredit sangat baik sehingga menghasilkan pelaporan Risiko Kredit yang komprehensif dan terintegrasi kepada Dewan Komisaris dan Direksi.  Secara umum sumber daya manusia sangat memadai baik dari sisi kuantitas maupun kompetensi pada fungsi manajemen Risiko Kredit.  Sistem pengendalian intern sangat efektif dalam mendukung pelaksanaan manajemen Risiko Kredit.  Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review) oleh satuan kerja audit internal dan fungsi yang melakukan kaji ulang independen sangat memadai baik dari sisi metodologi, frekuensi, maupun pelaporan kepada Dewan Komisaris dan Direksi.  Secara umum tidak terdapat kelemahan yang signifikan berdasarkan hasil kaji ulang independen.  Tindak lanjut atas kaji ulang independen telah dilaksanakan dengan sangat memadai. Satisfactory (2) Kualitas penerapan manajemen Risiko Kredit memadai. Meskipun terdapat beberapa kelemahan minor, tetapi kelemahan tersebut dapat diselesaikan pada aktivitas bisnis normal. Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) memadai dan telah sejalan dengan sasaran strategis dan strategi bisnis Bank secara keseluruhan.  Dewan Komisaris dan Direksi memiliki awareness dan pemahaman yang baik mengenai manajemen Risiko Kredit.  Budaya manajemen Risiko Kredit kuat dan telah diinternalisasikan dengan sangat baik pada selurul level organisasi.  Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi secara keseluruhan memadai. Terdapat beberapa kelemahan tetapi tidak signifikan dan dapat diperbaiki dengan segera.  Fungsi manajemen Risiko Kredit independen, memiliki tugas dan tanggung jawab yang jelas, dan telah berjalan dengan baik. Terdapat kelemahan minor, tetapi dapat diselesaikan pada aktivitas bisnis normal.  Delegasi kewenangan dikendalikan dan dipantau secara berkala, dan telah berjalan dengan baik.  Strategi perkreditan baik dan sejalan dengan tingkat Risiko yang akan diambil dan toleransi Risiko Kredit.  Kebijakan, prosedur, dan limit Risiko Kredit memadai dan tersedia... -12- Peringkat Definisi Peringkat tersedia untuk seluruh area manajemen Risiko Kredit, sejalan dengan penerapan, dan dipahami dengan baik oleh pegawai.  Proses manajemen Risiko Kredit memadai dalam mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan Risiko Kredit.  Proses penyediaan dana baik. Terdapat kelemahan minor pada satu atau lebih aspek penyediaan dana tetapi dapat diperbaiki dengan mudah.  Sistem pemeringkatan Risiko Kredit (credit risk grading) baik, diterapkan secara konsisten dan dipahami oleh pegawai. Fungsi kaji ulang pembiayaan (financing review) independen. Terdapat kelemahan minor yang tidak mengganggu proses secara keseluruhan.  Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko Kredit baik termasuk pelaporan Risiko Kredit kepada Dewan Komisaris dan Direksi. Terdapat kelemahan minor tetapi dapat diperbaiki dengan mudah.  Sumber daya manusia memadai baik dari sisi kuantitas maupun kompetensi pada fungsi manajemen Risiko Kredit.  Sistem pengendalian intern efektif dalam mendukung pelaksanaan manajemen Risiko Kredit.  Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review) oleh satuan kerja audit internal dan fungsi yang melakukan kaji ulang independen memadai baik dari sisi metodologi, frekuensi, maupun pelaporan kepada Dewan Komisaris dan Direksi.  Terdapat kelemahan tetapi tidak signifikan berdasarkan hasil kaji ulang independen.  Tindak lanjut atas kaji ulang independen telah dilaksanakan dengan memadai. Fair (3) Kualitas penerapan manajemen Risiko Kredit cukup memadai. Meskipun persyaratan minimum terpenuhi, terdapat beberapa kelemahan yang membutuhkan perhatian manajemen. Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) cukup memadai tetapi tidak selalu sejalan dengan sasaran strategis dan strategi bisnis Bank secara keseluruhan.  Dewan Komisaris dan Direksi memiliki awareness dan pemahaman yang cukup baik mengenai manajemen Risiko Kredit.  Budaya manajemen Risiko Kredit cukup kuat dan telah diinternalisasikan... -13- Peringkat Definisi Peringkat diinternalisasikan dengan cukup baik tetapi belum selalu dilaksanakan secara konsisten.  Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi secara keseluruhan cukup memadai. Terdapat beberapa kelemahan pada beberapa aspek penilaian yang perlu mendapat perhatian manajemen.  Fungsi manajemen Risiko Kredit telah berjalan cukup baik, tetapi terdapat beberapa kelemahan cukup signifikan yang perlu segera diselesaikan oleh manajemen.  Delegasi kewenangan cukup baik, tetapi pengendalian dan pemantauan tidak selalu dilaksanakan dengan baik.  Strategi perkreditan cukup sejalan dengan tingkat Risiko yang akan diambil dan toleransi Risiko Kredit.  Kebijakan, prosedur, dan limit Risiko Kredit cukup memadai tetapi tidak selalu konsisten dengan penerapan dan/atau tidak dipahami dengan baik oleh pegawai.  Proses manajemen Risiko Kredit cukup memadai dalam mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan Risiko Kredit.  Proses penyediaan dana cukup baik. Terdapat kelemahan pada satu atau lebih aspek penyediaan dana yang perlu mendapat perhatian manajemen.  Sistem pemeringkatan Risiko Kredit (credit risk grading) dan fungsi kaji ulang pembiayaan (financing review) cukup baik, tetapi terdapat beberapa kelemahan yang perlu mendapat perhatian manajemen.  Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko Kredit memenuhi ekspektasi minimum tetapi terdapat beberapa kelemahan termasuk pelaporan Risiko Kredit kepada Dewan Komisaris dan Direksi yang membutuhkan perhatian manajemen.  Sumber daya manusia cukup memadai baik dari sisi kuantitas maupun kompetensi pada fungsi manajemen Risiko Kredit.  Sistem pengendalian intern cukup efektif dalam mendukung pelaksanaan manajemen Risiko Kredit.  Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review) oleh satuan kerja audit internal dan fungsi yang melakukan kaji ulang independen cukup memadai. Terdapat beberapa kelemahan pada metodologi, frekuensi, dan/atau pelaporan kepada Dewan Komisaris dan Direksi yang membutuhkan perhatian manajemen.  Terdapat kelemahan yang cukup signifikan berdasarkan hasil kaji ulang independen.  Tindak lanjut atas kaji ulang independen telah dilaksanakan dengan cukup memadai. Marginal... -14- Peringkat Definisi Peringkat Marginal (4) Kualitas penerapan manajemen Risiko Kredit kurang memadai. Terdapat kelemahan signifikan pada berbagai aspek manajemen Risiko Kredit yang membutuhkan tindakan korektif segera. Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) kurang memadai tetapi dan tidak sejalan dengan sasaran strategis dan strategi bisnis Bank secara keseluruhan.  Kelemahan signifikan pada awareness dan pemahaman Dewan Komisaris dan Direksi mengenai manajemen Risiko Kredit.  Budaya manajemen Risiko Kredit kurang kuat dan belum diinternalisasikan pada setiap level satuan kerja.  Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi secara keseluruhan kurang memadai. Terdapat kelemahan pada beberapa aspek penilaian yang membutuhkan perbaikan segera.  Kelemahan signifikan pada fungsi manajemen Risiko Kredit yang membutuhkan perbaikan segera.  Delegasi kewenangan lemah dan tidak dikendalikan dan dipantau dengan baik.  Strategi perkreditan kurang sejalan dengan tingkat Risiko yang akan diambil dan toleransi Risiko Kredit.  Kelemahan signifikan pada kebijakan, prosedur, dan limit Risiko Kredit.  Proses manajemen Risiko Kredit kurang memadai dalam mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan Risiko Kredit.  Proses penyediaan dana kurang baik. Terdapat kelemahan pada satu atau lebih aspek penyediaan dana yang perlu perbaikan segera.  Sistem pemeringkatan Risiko Kredit (credit risk grading) dan kaji ulang pembiayaan (financing review) kurang baik. Terdapat beberapa kelemahan yang perlu perbaikan segera.  Kelemahan signifikan pada Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko Kredit termasuk pelaporan Risiko kepada Dewan Komisaris dan Direksi yang membutuhkan perbaikan segera.  Sumber daya manusia kurang memadai dari segi kuantitas maupun kompetensi pada fungsi manajemen Risiko Kredit.  Sistem pengendalian intern kurang efektif dalam mendukung pelaksanaan manajemen Risiko Kredit.  Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review) oleh... -15- Peringkat Definisi Peringkat oleh satuan kerja audit internal dan fungsi yang melakukan kaji ulang independen kurang memadai. Terdapat kelemahan pada metodologi, frekuensi, dan/atau pelaporan kepada Dewan Komisaris dan Direksi yang membutuhkan perbaikan segera.  Terdapat kelemahan yang signifikan berdasarkan hasil kaji ulang independen yang membutuhkan perbaikan segera.  Tindak lanjut atas kaji ulang independen kurang memadai. Unsatisfactory (5) Kualitas penerapan manajemen Risiko Kredit tidak memadai. Terdapat kelemahan signifikan pada berbagai aspek manajemen Risiko Kredit di mana tindakan penyelesaiannya di luar kemampuan manajemen. Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) kurang memadai tetapi dan tidak sejalan dengan sasaran strategis dan strategi bisnis Bank secara keseluruhan.  Awareness dan pemahaman Dewan Komisaris dan Direksi sangat lemah mengenai manajemen Risiko Kredit.  Kelemahan signifikan pada awareness dan pemahaman Dewan Komisaris dan Direksi mengenai manajemen Risiko Kredit.  Budaya manajemen Risiko Kredit kurang kuat dan belum diinternalisasikan pada setiap level satuan kerja.  Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi secara keseluruhan kurang memadai. Terdapat kelemahan pada beberapa aspek penilaian yang membutuhkan perbaikan segera.  Kelemahan signifikan pada fungsi manajemen Risiko Kredit yang membutuhkan perbaikan segera.  Delegasi kewenangan lemah dan tidak dikendalikan dan dipantau dengan baik.  Strategi perkreditan kurang sejalan dengan tingkat Risiko yang akan diambil dan toleransi Risiko Kredit.  Kelemahan signifikan pada kebijakan, prosedur, dan limit Risiko Kredit.  Proses manajemen Risiko Kredit kurang memadai dalam mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan Risiko Kredit.  Proses penyediaan dana kurang baik. Terdapat kelemahan pada satu atau lebih aspek penyediaan dana yang perlu perbaikan segera.  Sistem pemeringkatan Risiko Kredit (credit risk grading) dan fungsi kaji ulang pembiayaan (financing review) kurang baik... -16- Peringkat Definisi Peringkat baik. Terdapat beberapa kelemahan yang perlu perbaikan segera.  Kelemahan signifikan pada Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko Kredit termasuk pelaporan Risiko kepada Dewan Komisaris dan Direksi yang membutuhkan perbaikan segera.  Sumber daya manusia kurang memadai dari segi kuantitas maupun kompetensi pada fungsi manajemen Risiko Kredit.  Sistem pengendalian intern kurang efektif dalam mendukung pelaksanaan manajemen Risiko Kredit.  Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review) oleh satuan kerja audit internal dan fungsi yang melakukan kaji ulang independen kurang memadai. Terdapat kelemahan pada metodologi, frekuensi, dan/atau pelaporan kepada Dewan Komisaris dan Direksi yang membutuhkan perbaikan segera.  Terdapat kelemahan yang signifikan berdasarkan hasil kaji ulang independen yang membutuhkan perbaikan segera.  Tindak lanjut atas kaji ulang independen kurang memadai. LAMPIRAN... -17- LAMPIRAN III.2.3.a Peringkat Low (1) Matriks Penetapan Peringkat Risiko Inheren Untuk Risiko Pasar Definisi Peringkat Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi bank dari Risiko Pasar tergolong sangat rendah selama periode waktu tertentu di masa datang. Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Eksposur Risiko Pasar dari trading tidak signifikan.  Sebagian besar posisi trading book saling tutup dengan Risiko repricing yang minimal.  Posisi nilai tukar seluruhnya saling tutup atau lindung nilai (completely matched/ hedged).  Struktur aset dan kewajiban bank tidak sensitif terhadap perubahan benchmark suku bunga, hal ini tercermin dari repricing gap aset dan kewajiban yang sangat minimal dampaknya terhadap pendapatan penyaluran pembiayaan bank maupun terhadap modal.  Portofolio bank didominasi oleh instrumen keuangan yang kurang kompleks.  Aktivitas trading umumnya untuk memenuhi kebutuhan nasabah (customer accommodation). Low to Moderate (2) Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi bank dari Risiko Pasar tergolong rendah selama periode waktu tertentu di masa datang. Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Eksposur Risiko Pasar dari trading kurang signifikan.  Terdapat kesenjangan (mismatch) posisi trading book tetapi kurang signifikan.  Sebagian besar posisi nilai tukar dapat saling tutup atau lindung nilai.  Struktur aset dan kewajiban bank kurang sensitif terhadap perubahan benchmark suku bunga, hal ini tercermin dari repricing gap aset dan kewajiban yang minimal dampaknya terhadap pendapatan penyaluran pembiayaan bank maupun terhadap modal.  Portofolio bank didominasi oleh instrumen keuangan yang cukup kompleks.  Aktivitas trading umumnya untuk memenuhi kebutuhan nasabah (customer accommodation). Moderate (3) Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi bank dari Risiko Pasar... -18- Peringkat Definisi Peringkat Pasar cukup tinggi selama periode waktu tertentu di masa datang. Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Eksposur Risiko Pasar dari trading cukup signifikan.  Terdapat mismatch posisi trading book dalam jumlah cukup signifikan.  Terdapat eksposur nilai tukar dalam jumlah cukup signifikan.  Struktur aset dan kewajiban bank cukup sensitif terhadap perubahan benchmark suku bunga, hal ini tercermin dari repricing gap aset dan kewajiban yang cukup signifikan dampaknya terhadap pendapatan penyaluran pembiayaan bank maupun terhadap modal.  Portofilio bank didominasi oleh instrumen keuangan yang cukup kompleks.  Terdapat aktivitas trading atas rekening sendiri (proprietary trading) atau pembentukan pasar (market making) tetapi tidak signifikan. Moderate to High (4) Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi bank dari Risiko Pasar tinggi selama periode waktu tertentu di masa datang. Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Eksposur Risiko Pasar dari trading signifikan.  Terdapat mismatch posisi trading book dalam jumlah signifikan.  Eksposur nilai tukar signifikan.  Struktur aset dan kewajiban bank sensitif terhadap perubahan benchmark suku bunga, hal ini tercermin dari repricing gap aset dan kewajiban yang signifikan dampaknya terhadap pendapatan penyaluran pembiayaan bank maupun terhadap modal.  Portofolio bank didominasi oleh instrumen keuangan yang kompleks.  Terdapat aktivitas trading atas rekening sendiri (proprietary trading) atau pembentukan pasar (market making) yang cukup signifikan. High (5) Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi bank dari Risiko Pasar sangat tinggi selama periode waktu tertentu di masa datang. Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Eksposur Risiko Pasar dari trading sangat signifikan. Mismatch... -19- Peringkat Definisi Peringkat  Mismatch posisi trading book sangat signifikan.  Eksposur nilai tukar sangat signifikan.  Struktur aset dan kewajiban bank sensitif terhadap perubahan benchmark suku bunga, hal ini tercermin dari repricing gap aset dan kewajiban yang sangat signifikan apabila dibandingkan dengan pendapatan penyaluran pembiayaan bank maupun kemampuan modal dalam menyerap potensi kerugian.  Portofolio bank didominasi oleh instrumen keuangan yang sangat kompleks.  Aktivitas trading bank didominasi transaksi atas rekening sendiri (proprietary trading) dan pembentukan pasar (market making). LAMPIRAN... -20- LAMPIRAN III.2.3.b Matriks Penetapan Peringkat Kualitas Manajemen Risiko Untuk Risiko Pasar Peringkat Definisi Peringkat Strong (1) Kualitas penerapan manajemen Risiko Pasar sangat memadai. Meskipun terdapat kelemahan minor, tetapi kelemahan tersebut tidak signifikan sehingga dapat diabaikan. Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Dewan Komisaris dan Direksi memiliki awareness dan pemahaman yang sangat baik mengenai manajemen Risiko Pasar.  Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) sangat memadai dan telah sejalan dengan sasaran strategis dan bisnis bank secara keseluruhan.  Budaya manajemen Risiko Pasar sangat kuat dan telah diinternalisasikan dengan sangat baik pada seluruh level organisasi.  Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi secara keseluruhan sangat memadai.  Fungsi manajemen Risiko Pasar termasuk komite terkait independen, memiliki tugas dan tanggung jawab yang jelas, dan telah berjalan dengan sangat baik.  Delegasi kewenangan dikendalikan dan dipantau secara berkala, dan telah berjalan dengan sangat baik.  Strategi Risiko Pasar termasuk strategi trading dan pengelolaan posisi banking book sangat memadai.  Kebijakan, prosedur, dan limit Risiko Pasar sangat memadai dan tersedia untuk seluruh area manajemen Risiko Pasar, sejalan dengan penerapan, dan dipahami dengan baik oleh staf.  Proses manajemen Risiko Pasar sangat memadai dalam mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan Risiko Pasar.  Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko Pasar sangat baik sehingga menghasilkan laporan Risiko Pasar yang komprehensif dan terintegrasi kepada Dewan Komisaris dan Direksi.  Secara umum sumber daya manusia sangat memadai dari segi kuantitas maupun kompetensi pada fungsi manajemen Risiko Pasar.  Sistem pengendalian intern sangat efektif dalam mendukung pelaksanaan manajemen Risiko Pasar.  Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review) oleh satuan kerja audit internal dan fungsi yang melakukan... -21- Peringkat Definisi Peringkat melakukan kaji ulang independen sangat memadai baik dari sisi metodologi, frekuensi, maupun pelaporan kepada Dewan Komisaris dan Direksi.  Secara umum tidak terdapat kelemahan yang signifikan berdasarkan hasil kaji ulang independen Satisfactory (2) Kualitas penerapan manajemen Risiko Likuiditas memadai meskipun terdapat beberapa kelemahan minor, tetapi kelemahan tersebut dapat diselesaikan pada aktivitas bisnis normal. Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Dewan Komisaris dan Direksi memiliki awareness dan pemahaman yang baik mengenai manajemen Risiko Pasar.  Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) memadai dan telah sejalan dengan sasaran strategis dan bisnis bank secara keseluruhan.  Budaya manajemen Risiko Pasar kuat dan telah diinternalisasi-kan dengan baik pada seluruh level organisasi.  Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi secara keseluruhan memadai. Terdapat beberapa kelemahan tetapi tidak signifikan dan dapat diperbaiki dengan segera  Fungsi manajemen Risiko Pasar termasuk komite terkait independen, memiliki tugas dan tanggung jawab yang jelas, dan telah berjalan dengan baik. Terdapat kelemahan minor tetapi dapat diselesaikan pada aktivitas bisnis normal.  Delegasi kewenangan dikendalikan dan dipantau secara berkala, dan telah berjalan dengan baik.  Strategi Risiko Pasar termasuk strategi trading dan pengelolaan posisi banking book memadai  Kebijakan, prosedur, dan limit Risiko Pasar memadai dan tersedia untuk seluruh area manajemen Risiko Pasar, sejalan dengan penerapan, dan dipahami dengan baik oleh staf.  Proses manajemen Risiko Pasar memadai dalam mengidentifika-si, mengukur, memantau, dan mengendalikan Risiko Pasar. Sistem... -22- Peringkat Definisi Peringkat  Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko Pasar baik sehingga menghasilkan laporan Risiko Pasar yang komprehensif dan terintegrasi kepada Dewan Komisaris dan Direksi.  Secara umum sumber daya manusia memadai dari segi kuantitas maupun kompetensi pada fungsi manajemen Risiko Pasar.  Sistem pengendalian intern efektif dalam mendukung pelaksanaan manajemen Risiko Pasar.  Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review) oleh satuan kerja audit internal dan fungsi yang melakukan kaji ulang independen memadai baik dari sisi metodologi, frekuensi, maupun pelaporan kepada Dewan Komisaris dan Direksi.  Terdapat kelemahan tetapi tidak signifikan berdasarkan hasil kaji ulang independen.  Tindak lanjut atas kaji ulang independen telah dilaksanakan dengan memadai. Fair (3) Kualitas penerapan manajemen Risiko Likuiditas cukup memadai. Meskipun persyaratan minimum terpenuhi, terdapat beberapa kelemahan yang membutuhkan perhatian manajemen. Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Dewan Komisaris dan Direksi memiliki awareness dan pemahaman yang cukup baik mengenai manajemen Risiko Pasar.  Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) cukup memadai dan telah sejalan dengan sasaran strategis dan bisnis bank secara keseluruhan.  Budaya manajemen Risiko Pasar cukup kuat dan telah diinternalisasi-kan dengan baik pada seluruh level organisasi.  Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi secara keseluruhan cukup memadai. Terdapat kelemahan pada beberapa aspek penilaian yang perlu mendapat perhatian manajemen.  Fungsi manajemen Risiko Pasar termasuk komite terkait independen, memiliki tugas dan tanggung jawab yang jelas, dan telah berjalan dengan cukup baik, tetapi terdapat beberapa kelemahan yang perlu mendapat perhatian manajemen.  Delegasi kewenangan cukup baik, tetapi pengendalian dan pemantauan tidak selalu dilaksanakan dengan baik Strategi... -23- Peringkat Definisi Peringkat  Strategi pengelolaan Risiko Pasar termasuk strategi trading dan pengelolaan posisi banking book cukup memadai.  Kebijakan, prosedur, dan limit Risiko Pasar cukup memadai dan tersedia untuk seluruh area manajemen Risiko Pasar, sejalan dengan penerapan, dan dipahami dengan baik oleh staf.  Proses manajemen Risiko Pasar cukup memadai dalam mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan Risiko Pasar.  Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko Pasar memenuhi ekspektasi minimum tetapi terdapat beberapa kelemahan termasuk pelaporan kepada Dewan Komisaris dan Direksi yang membutuhkan perhatian manajemen.  Secara umum sumber daya manusia cukup memadai dari segi kuantitas maupun kompetensi pada fungsi manajemen Risiko Pasar.  Sistem pengendalian intern cukup efektif dalam mendukung pelaksanaan manajemen Risiko Pasar.  Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review) oleh satuan kerja audit internal dan fungsi yang melakukan kaji ulang independen cukup memadai. Terdapat beberapa kelemahan pada metodologi, frekuensi, maupun pelaporan kepada Dewan Komisaris dan Direksi yang membutuhkan perhatian manajemen.  Terdapat kelemahan yang cukup signifikan berdasarkan hasil kaji ulang independen.  Tindak lanjut atas kaji ulang independen telah dilaksanakan dengan cukup memadai. Marginal (4) Kualitas penerapan manajemen Risiko Likuiditas kurang memadai. Terdapat kelemahan signifikan pada berbagai aspek manajemen Risiko Likuiditas yang membutuhkan tindakan perbaikan segera. Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Kelemahan signifikan pada awereness dan pemahaman Dewan Komisaris dan Direksi memiliki awareness mengenai manajemen Risiko Pasar.  Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) kurang memadai dan tidak sejalan dengan sasaran strategis dan bisnis bank secara keseluruhan.  Budaya manajemen Risiko Pasar kurang kuat dan belum diinternalisasikan dengan baik pada seluruh level organisasi... -24- Peringkat Definisi Peringkat organisasi.  Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi secara keseluruhan kurang memadai. Terdapat beberapa kelemahan pada beberapa aspek penilaian yang perlu mendapat perhatian manajemen.  Kelemahan signifikan pada fungsi manajemen Risiko Pasar yang membutuhkan perbaikan segera.  Delegasi kewenangan lemah dan tidak dikendalikan dan dipantau dengan baik.  Strategi pengelolaan Risiko Pasar kurang memadai. Terdapat kelemahan pada aspek-aspek pengelolaan likuiditas yang membutuhkan perbaikan segera.  Kelemahan signifikan pada kebijakan, prosedur, dan limit Risiko Pasar.  Proses manajemen Risiko Pasar kurang memadai dalam mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan Risiko Pasar.  Kelemahan signifikan pada Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko Pasar termasuk pelaporan kepada Dewan Komisaris dan Direksi yang membutuhkan perbaikan segera.  Sumber daya manusia kurang memadai dari segi kuantitas maupun kompetensi pada fungsi manajemen Risiko Pasar.  Terdapat kelemahan yang signifikan berdasarkan hasil kaji ulang independen yang membutuhkan tindakan perbaikan segera.  Tindak lanjut atas kaji ulang independen kurang memadai. Unsatisfactory Unstatisfactory (5) Kualitas penerapan manajemen Risiko Likuiditas tidak memadai. Terdapat kelemahan signifikan pada berbagai aspek manajemen Risiko Likuiditas di mana tindakan penyelesaiannya di luar kemampuan manajemen Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Awereness dan pemahaman Dewan Komisaris dan Direksi sangat lemah mengenai manajemen Risiko Pasar.  Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) tidak memadai dan tidak terdapat kaitan dengan sasaran strategis dan bisnis bank secara keseluruhan.  Budaya manajemen Risiko Pasar tidak kuat atau belum ada sama sekali.  Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi tidak memadai. Terdapat... -25- Peringkat Definisi Peringkat Terdapat beberapa kelemahan pada hampir seluruh aspek penilaian yang tindakan penyelesaian-nya di luar kemampuan bank.  Kelemahan signifikan pada fungsi manajemen Risiko Pasar yang membutuhkan perbaikan fundamental.  Delegasi kewenangan sangat lemah atau tidak ada.  Strategi pengelolaan Risiko Pasar tidak memadai.Terdapat kelemahan pada hampur seluruh aspek pengelolaan Risiko Pasar yang membutuhkan perbaikan segera.  Kelemahan sangat signifikan pada kebijakan, prosedur, dan limit Risiko Pasar.  Proses manajemen Risiko Pasar tidak memadai dalam mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan Risiko Pasar.  Kelemahan fundamental pada Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko Likuiditas. Pelaporan Risiko Likuiditas kepada Dewan Komisaris dan Direksi sangat tidak memadai.  Sumber daya manusia tidak memadai dari segi kuantitas maupun kompetensi pada fungsi manajemen Risiko Pasar.  Sistem pengendalian intern tidak efektif dalam mendukung pelaksanaan manajemen Risiko Pasar.  Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review) oleh satuan kerja audit internal dan fungsi yang melakukan kaji ulang independen tidak memadai. Terdapat kelemahan yang sangat signifikan pada metodologi, frekuensi, maupun pelaporan kepada Dewan Komisaris dan Direksi yang membutuhkan perbaikan fundamental.  Terdapat kelemahan yang sangat signifikan berdasarkan hasil kaji ulang independen di mana tindakan perbaikannya di luar kemampuan manajemen.  Tindak lanjut atas kaji ulang independen tidak memadai atau tidak ada. LAMPIRAN... -26- LAMPIRAN III.2.4.a Matriks Penetapan Peringkat Risiko Inheren Untuk Risiko Likuiditas Peringkat Definisi Peringkat Low (1) Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari Risiko Likuiditas tergolong sangat rendah selama periode waktu tertentu di masa datang. Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Bank memiliki aset likuid berkualitas tinggi yang sangat memadai untuk menutup kewajiban jatuh waktu.  Sumber pendanaan yang berupa pendanaan tidak stabil (volatile) tidak signifikan.  Volume transaksi rekening administratif dan/atau komitmen pendanaan intra group tidak signifikan.  Konsentrasi pada sumber pendanaan yang tidak stabil (volatile) tidak signfikan.  Bank sangat mampu memenuhi kewajiban dan kebutuhan arus kas pada kondisi normal maupun pada skenario krisis.  Arus kas yang berasal dari aset dan kewajiban dapat saling tutup dengan sangat baik.  Akses pada sumber pendanaan sangat memadai dibuktikan oleh reputasi Bank yang sangat baik, stand by financing sangat memadai dan terdapat komitmen/dukungan likuiditas dari perusahaan induk/intra grup. Low to Moderate (2) Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari Risiko Likuiditas tergolong rendah selama periode waktu tertentu di masa datang. Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Bank memiliki aset likuid berkualitas tinggi yang memadai untuk menutup kewajiban jatuh waktu.  Sumber pendanaan yang berupa pendanaan tidak stabil (volatile) kurang signifikan.  Volume transaksi rekening administratif dan/atau komitmen pendanaan intra grup kurang signifikan.  Konsentrasi pada sumber pendanaan yang tidak stabil (volatile) kurang signfikan.  Bank mampu memenuhi kewajiban dan kebutuhan arus kas pada kondisi normal maupun pada skenario krisis.  Arus kas yang berasal dari aset dan kewajiban dapat saling tutup... -27- Peringkat Definisi Peringkat tutup dengan baik.  Akses pada sumber pendanaan memadai dibuktikan oleh reputasi Bank yang baik, stand by financing memadai dan terdapat komitmen/dukungan likuiditas dari perusahaan induk/intra grup. Moderate (3) Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari Risiko Likuiditas tergolong cukup tinggi selama periode waktu tertentu di masa datang. Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Aset likuid Bank cukup memadai untuk menutup kewajiban jatuh waktu.  Sumber pendanaan yang berupa pendanaan tidak stabil (volatile) cukup signifikan.  Volume transaksi rekening administratif dan/atau komitmen pendanaan intra grup cukup signifikan.  Konsentrasi pada sumber pendanaan yang tidak stabil (volatile) cukup signfikan.  Bank cukup mampu memenuhi kewajiban dan kebutuhan arus kas pada kondisi normal maupun pada skenario krisis.  Arus kas yang berasal dari aset dan kewajiban dapat saling tutup dengan cukup baik.  Akses pada sumber pendanaan cukup memadai dibuktikan oleh reputasi Bank yang cukup baik, stand by financing cukup memadai dan terdapat komitmen/dukungan likuiditas dari perusahaan induk/intra grup. Moderate to High (4) Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari Risiko Likuiditas tergolong tinggi selama periode waktu tertentu di masa datang. Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Terdapat concerns atas kualitas aset likuid Bank dan kemampuan aset likuid untuk menutup kewajiban jatuh waktu.  Sumber pendanaan yang berupa pendanaan tidak stabil (volatile) signifikan.  Transaksi rekening administratif dan/atau komitmen pendanaan intra grup signifikan.  Konsentrasi pada sumber pendanaan yang tidak stabil (volatile) signfikan.  Bank kurang mampu memenuhi kewajiban dan kebutuhan arus kas pada kondisi normal maupun pada skenario krisis... -28- Peringkat Definisi Peringkat krisis.  Kesenjangan (mismatches) arus kas pada berbagai skala waktu signifikan.  Akses pada sumber pendanaan kurang memadai karena reputasi Bank yang kurang baik, stand by financing terbatas dan tidak terdapat komitmen/dukungan likuiditas dari perusahaan induk/intra grup. High (5) Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari Risiko Likuiditas tergolong sangat tinggi selama periode waktu tertentu di masa datang. Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Kualitas aset likuid buruk, dan volume aset likuid sangat memadai untuk memenuhi kewajiban jatuh waktu.  Sumber pendanaan yang berupa pendanaan tidak stabil (volatile) sangat signifikan.  Transaksi rekening administratif dan/atau komitmen pendanaan intra grup signifikan.  Konsentrasi pada sumber pendanaan yang tidak stabil (volatile) sangat signfikan.  Bank tidak mampu memenuhi kewajiban dan kebutuhan arus kas pada kondisi normal maupun pada skenario krisis.  Arus kas tidak dapat saling tutup pada hampir seluruh waktu signifikan.  Akses pada sumber pendanaan kurang memadai karena reputasi Bank memburuk, stand by financing tidak tersedia dan tidak terdapat komitmen/dukungan likuiditas dari perusahaan induk/intra grup. LAMPIRAN... -29- LAMPIRAN III.2.4.b Matriks Penetapan Peringkat Kualitas Penerapan Manajemen Risiko Untuk Risiko Likuiditas Peringkat Strong (1) Definisi Peringkat Kualitas manajemen Risiko Likuiditas sangat memadai. Meskipun terdapat kelemahan minor, tetapi kelemahan tersebut tidak signifikan sehingga dapat diabaikan. Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) sangat memadai dan telah sejalan dengan sasaran strategis dan strategi bisnis Bank secara keseluruhan.  Dewan Komisaris dan Direksi memiliki awareness dan pemahaman yang sangat baik mengenai manajemen Risiko Likuiditas.  Budaya manajemen Risiko Likuiditas sangat kuat dan telah diinternalisasikan dengan sangat baik pada seluruh level organisasi.  Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi secara keseluruhan sangat memadai.  Fungsi manajemen Risiko Likuiditas termasuk ALCO dan Komite terkait lainnya independen, memiliki tugas dan tanggung jawab yang jelas, dan telah berjalan dengan sangat baik.  Delegasi kewenangan dikendalikan dan dipantau secara berkala, dan telah berjalan dengan sangat baik.  Strategi pengelolaan likuiditas sangat memadai, mencakup antara lain strategi pendanaan, strategi pengelolaan posisi dan Risiko Likuiditas intrahari, manajemen posisi dan Risiko Likuiditas intragroup, manajemen aset likuid berkualitas tinggi sebagai agunan, dan rencana pendanaan darurat (Contingency Funding Plan/CFP).  Kebijakan, prosedur, dan limit Risiko Likuiditas sangat memadai dan tersedia untuk seluruh area manajemen Risiko Likuiditas, sejalan dengan penerapan, dan dipahami dengan baik oleh pegawai.  Proses manajemen Risiko Likuiditas sangat memadai dalam mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan Risiko Likuiditas.  Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko Likuiditas sangat baik sehingga menghasilkan laporan Risiko Likuiditas yang komprehensif dan terintegrasi kepada Dewan Komisaris dan Direksi. Secara... -30- Peringkat Definisi Peringkat  Secara umum sumber daya manusia sangat memadai dari segi kuantitas maupun kompetensi pada fungsi manajemen Risiko Likuiditas.  Sistem pengendalian intern sangat efektif dalam mendukung pelaksanaan manajemen Risiko Likuiditas.  Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review) oleh satuan kerja audit internal dan fungsi yang melakukan kaji ulang independen sangat memadai baik dari sisi metodologi, frekuensi, maupun pelaporan kepada Dewan Komisaris dan Direksi.  Secara umum tidak terdapat kelemahan yang signifikan berdasarkan hasil review independen.  Tindak lanjut atas kaji ulang independen telah dilaksanakan dengan sangat memadai. Satisfactory (2) Kualitas manajemen Risiko Likuiditas memadai. Terdapat beberapa kelemahan minor, tetapi kelemahan tersebut dapat diselesaikan pada aktivitas bisnis normal. Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) memadai dan telah sejalan dengan sasaran strategis dan strategi bisnis Bank secara keseluruhan.  Dewan Komisaris dan Direksi memiliki awareness dan pemahaman yang baik mengenai manajemen Risiko Likuiditas.  Budaya manajemen Risiko Likuiditas kuat dan telah diinternalisasikan dengan baik pada seluruh level organisasi.  Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi secara umum memadai. Terdapat beberapa kelemahan tetapi tidak signifikan dan dapat diperbaiki dengan segera.  Fungsi manajemen Risiko Likuiditas termasuk ALCO dan Komite terkait lainnya independen, memiliki tugas dan tanggung jawab yang jelas, dan telah berjalan dengan baik. Terdapat kelemahan minor tetapi dapat diselesaikan pada aktivitas bisnis normal.  Delegasi kewenangan dikendalikan dan dipantau secara berkala, dan telah berjalan dengan baik.  Strategi pengelolaan likuiditas memadai, mencakup antara lain strategi pendanaan, strategi pengelolaan posisi dan Risiko Likuiditas intrahari, manajemen posisi dan Risiko Likuiditas intragroup, manajemen aset likuid berkualitas tinggi sebagai agunan, dan rencana pendanaan darurat (Contingency Funding Plan/CFP). Kebijakan... -31- Peringkat Definisi Peringkat  Kebijakan, prosedur, dan limit Risiko Likuiditas memadai dan tersedia untuk seluruh area manajemen Risiko Likuiditas, sejalan dengan penerapan, dan dipahami dengan baik oleh pegawai.  Proses manajemen Risiko Likuiditas memadai dalam mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan Risiko Likuiditas.  Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko Likuiditas baik sehingga menghasilkan laporan Risiko Likuiditas yang komprehensif dan terintegrasi kepada Dewan Komisaris dan Direksi.  Secara umum sumber daya manusia memadai dari segi kuantitas maupun kompetensi pada fungsi manajemen Risiko Likuiditas.  Sistem pengendalian intern efektif dalam mendukung pelaksanaan manajemen Risiko Likuiditas.  Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review) oleh satuan kerja audit internal dan fungsi yang melakukan kaji ulang independen memadai baik dari sisi metodologi, frekuensi, maupun pelaporan kepada Dewan Komisaris dan Direksi.  Terdapat kelemahan tetapi tidak signifikan berdasarkan hasil kaji ulang independen.  Tindak lanjut atas kaji ulang independen telah dilaksanakan dengan memadai. Fair (3) Kualitas manajemen Risiko Likuiditas cukup memadai. Meskipun persyaratan minimum terpenuhi, terdapat beberapa kelemahan yang membutuhkan perhatian manajemen. Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) cukup memadai dan telah sejalan dengan sasaran strategis dan strategi bisnis Bank secara keseluruhan.  Dewan Komisaris dan Direksi memiliki awareness dan pemahaman yang cukup baik mengenai manajemen Risiko Likuiditas.  Budaya manajemen Risiko Likuiditas cukup kuat dan telah diinternalisasikan dengan cukup baik pada seluruh level organisasi.  Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi secara cukup memadai. Terdapat kelemanahan pada beberapa aspek penilaian yang perlu mendapat perhatian manajemen.  Fungsi manajemen Risiko Likuiditas termasuk ALCO dan Komite... -32- Peringkat Definisi Peringkat Komite terkait lainnya independen, memiliki tugas dan tanggung jawab yang jelas, dan telah berjalan dengan cukup baik, tetapi terdapat beberapa kelemahan yang perlu mendapat perhatian manajemen.  Delegasi kewenangan cukup baik, tetapi pengendalian dan pemantauan tidak selalu dilaksanakan dengan baik.  Strategi pengelolaan likuiditas cukup memadai. Terdapat beberapa kelemahan pada satu atau lebih aspek pengelolaan likuiditas yang perlu mendapat perhatian manajemen.  Kebijakan, prosedur, dan limit Risiko Likuiditas cukup memadai tetapi tidak selalu konsisten dengan penerapan.  Proses manajemen Risiko Likuiditas cukup memadai dalam mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan Risiko likuiditas.  Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko Likuiditas memenuhi ekspektasi minimum tetapi terdapat beberapa kelemahan termasuk pelaporan kepada Dewan Komisaris dan Direksi yang membutuhkan perhatian manajemen.  Secara umum sumber daya manusia cukup memadai dari segi kuantitas maupun kompetensi pada fungsi manajemen Risiko Likuiditas.  Sistem pengendalian intern cukup efektif dalam mendukung pelaksanaan manajemen Risiko Likuiditas.  Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review) oleh satuan kerja audit internal dan fungsi yang melakukan kaji ulang independen cukup memadai. Terdapat beberapa kelemahan pada metodologi, frekuensi, maupun pelaporan kepada Dewan Komisaris dan Direksi yang membutuhkan perhatian manajemen.  Terdapat kelemahan yang cukup signifikan berdasarkan hasil kaji ulang independen.  Tindak lanjut atas kaji ulang independen telah dilaksanakan dengan cukup memadai. Marginal (4) Kualitas manajemen Risiko Likuiditas kurang memadai. Terdapat kelemahan signifikan pada berbagai aspek manajemen Risiko Kredit yang membutuhkan tindakan korektif segera. Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) kurang memadai dan tidak sejalan dengan sasaran strategis dan strategi bisnis Bank secara keseluruhan.  Kelemahan signifikan pada awareness dan pemahaman Dewan... -33- Peringkat Definisi Peringkat Dewan Komisaris dan Direksi mengenai manajemen Risiko Likuiditas.  Budaya manajemen Risiko Likuiditas kurang kuat dan belum diinternalisasikan dengan baik pada setiap level satuan kerja.  Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi secara keseluruhan kurang memadai. Terdapat beberapa kelemahan pada beberapa aspek penilaian yang segera diperbaiki.  Kelemahan signifikan pada fungsi manajemen Risiko Likuiditas yang membutuhkan perbaikan segera.  Delegasi kewenangan lemah dan tidak dikendalikan dan dipantau dengan baik.  Strategi pengelolaan likuiditas kurang memadai. Terdapat kelemahan pada aspek-aspek pengelolaan likuiditas yang membutuhkan perbaikan segera.  Kelemahan signfikan pada kebijakan, prosedur, dan limit Risiko Likuiditas.  Proses manajemen Risiko Likuiditas kurang memadai dalam mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan Risiko Likuiditas.  Kelemahan signifikan pada Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko Likuiditas termasuk pelaporan kepada Dewan Komisaris dan Direksi yang membutuhkan perbaikan segera.  Sumber daya manusia kurang memadai dari segi kuantitas maupun kompetensi pada fungsi manajemen Risiko Likuiditas.  Sistem pengendalian intern kurang efektif dalam mendukung pelaksanaan manajemen Risiko Likuiditas.  Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review) oleh satuan kerja audit internal dan fungsi yang melakukan kaji ulang independen kurang memadai. Terdapat kelemahan pada metodologi, frekuensi, maupun pelaporan kepada Dewan Komisaris dan Direksi yang membutuhkan perbaikan segera.  Terdapat kelemahan yang signifikan berdasarkan hasil kaji ulang independen yang membutuhkan tindakan perbaikan segera.  Tindak lanjut atas kaji ulang independen kurang memadai. Unstatisfactory (5) Unsatisfactory Kualitas manajemen Risiko Kredit tidak memadai. Terdapat kelemahan signifikan pada berbagai aspek manajemen Risiko Kredit di mana tindakan penyelesaiannya di luar kemampuan manajemen. Contoh... -34- Peringkat Definisi Peringkat Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) tidak memadai dan tidak terdapat kaitan dengan sasaran strategis dan strategi bisnis Bank secara keseluruhan.  Awareness dan pemahaman Dewan Komisaris dan Direksi sangat lemah mengenai manajemen Risiko Likuiditas.  Budaya manajemen Risiko Likuiditas tidak kuat atau belum ada sama sekali.  Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi tidak memadai. Terdapat kelemahan yang signifikan pada hampir seluruh aspek penilaian yang tindakan penyelesaiannya di luar kemampuan Bank.  Kelemahan signifikan pada fungsi manajemen Risiko Likuiditas yang membutuhkan perbaikan fundamental.  Delegasi kewenangan sangat lemah atau tidak ada.  Strategi pengelolaan likuiditas tidak memadai. Terdapat kelemahan pada hampir seluruh aspek pengelolaan likuiditas yang membutuhkan perbaikan segera.  Kelemahan sangat signfikan pada kebijakan, prosedur, dan limit Risiko Likuiditas.  Proses manajemen Risiko Likuiditas tidak memadai dalam mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan Risiko Likuiditas.  Kelemahan fundamental pada Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko Likuiditas. Pelaporan Risiko Likuiditas kepada Dewan Komisaris dan Direksi sangat tidak memadai.  Sumber daya manusia tidak memadai dari segi kuantitas maupun kompetensi pada fungsi manajemen Risiko Likuiditas.  Sistem pengendalian intern tidak efektif dalam mendukung pelaksanaan manajemen Risiko Likuiditas.  Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review) oleh satuan kerja audit internal dan fungsi yang melakukan kaji ulang independen tidak memadai. Terdapat kelemahan pada metodologi, frekuensi, maupun pelaporan kepada Dewan Komisaris dan Direksi yang membutuhkan perbaikan fundamental.  Terdapat kelemahan yang sangat signifikan berdasarkan hasil kaji ulang independen di mana tindakan perbaikannya di luar kemampuan manajemen.  Tindak lanjut atas kaji ulang independen tidak memadai atau... -35- Peringkat Definisi Peringkat atau tidak ada. LAMPIRAN... -36- LAMPIRAN III.2.5.a Matriks Penetapan Peringkat Risiko Inheren Untuk Risiko Operasional Peringkat Definisi Peringkat Low (1) Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari Risiko Operasional tergolong sangat rendah selama periode waktu tertentu di masa datang. Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Bisnis Bank memiliki karakteristik yang sangat sederhana. Produk dan jasa tidak bervariasi, mekanisme bisnis sangat sederhana, volume transaksi rendah, struktur organisasi tidak kompleks, tidak terdapat aksi korporasi yang signnifikan, dan penggunaan jasa alih daya sangat minimal.  Sumber daya manusia sangat memadai, baik dari sisi kecukupan kuantitas maupun kualitas SDM. Data historis kerugian akibat kesalahan manusia tidak signifikan.  Teknologi Informasi (TI) sangat matang (mature) dan tidak terdapat perubahan signifikan dalam sistem TI. Kerentanan TI terhadap gangguan/serangan sangat rendah.Infrastuktur pendukung sangat andal dalam mendukung bisnis Bank.  Frekuensi dan materialitas fraud internal dan eksternal sangat rendah dan kerugian yang disebabkan tidak signifikan dibandingkan dengan volume transaksi/ pendapatan Bank.  Ancaman gangguan bisnis sebagai akibat dari kejadian eksternal sangat rendah. Low to Moderate (2) Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari Risiko Operasional rendah selama periode waktu tertentu di masa datang. Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Bisnis Bank memiliki karakteristik yang sangat sederhana. Produk dan jasa relatif kurang bervariasi, mekanisme bisnis sederhana, volume transaksi relatif rendah, struktur organisasi kurang kompleks, aksi korporasi kurang signnifikan, dan penggunaan jasa alih daya minimal.  Sumber daya manusia memadai, baik dari sisi kecukupan kuantitas maupun kualitas SDM. Data historis kerugian akibat kesalahan manusia kurang signifikan.  Teknologi Informasi (TI) relatif sudah matang (mature) dan tidak terdapat perubahan signifikan dalam sistem TI. Kerentanan... -37- Peringkat Definisi Peringkat Kerentanan TI terhadap gangguan/serangan rendah. Infrastuktur pendukung andal dalam mendukung bisnis Bank.  Frekuensi dan materialitas fraud internal dan eksternal rendah dan kerugian yang disebabkan kurang signifikan dibandingkan dengan volume transaksi/ pendapatan Bank.  Ancaman gangguan bisnis sebagai akibat dari kejadian eksternal rendah. Moderate (3) Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari Risiko Operasional tergolong cukup tinggi selama periode waktu tertentu di masa datang. Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Bisnis Bank memiliki karakteristik yang cukup kompleks. Produk dan jasa cukup bervariasi, mekanisme bisnis cukup kompleks, volume transaksi cukup tinggi, struktur organisasi cukup kompleks, aksi korporasi cukup signnifikan, dan penggunaan jasa alih daya cukup signifikan.  Sumber daya manusia cukup memadai, baik dari sisi kecukupan kuantitas maupun kualitas SDM. Data historis kerugian akibat kesalahan manusia cukup signifikan.  Teknologi informasi menuju proses kematangan dan dapat terjadi perubahan signfikan dalam sistem TI. TI cukup rentan terhadap gangguan/serangan. pendukung cukup andal dalam mendukung bisnis Bank.  Frekuensi dan materialitas fraud internal dan eksternalcukup tinggi dan kerugian yang disebabkan cukup signifikan dibandingkan dengan volume transaksi/ pendapatan Bank.  Ancaman gangguan bisnis sebagai akibat dari kejadian eksternal cukup tinggi. Moderate to High (4) Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari Risiko Operasional tergolong tinggi selama periode waktu tertentu di masa datang. Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Bisnis Bank memiliki karakteristik yang kompleks. Produk dan jasa bervariasi, mekanisme bisnis kompleks, volume transaksi tinggi, struktur organisasi kompleks, aksi korporasi signifikan, dan penggunaan jasa alih daya signifikan.  Sumber daya manusia memadai, baik dari sisi kecukupan kuantitas... Infrastuktur -38- Peringkat Definisi Peringkat kuantitas maupun kualitas SDM. Data historis kerugian akibat kesalahan manusia signifikan.  Teknologi informasi belum matang dan terjadi perubahan signfikan dalam sistem TI. TI rentan terhadap gangguan/serangan. Infrastuktur pendukung kurang andal dalam mendukung bisnis Bank.  Frekuensi dan materialitas fraud internal dan eksternal tinggi dan kerugian yang disebabkan signifikan dibandingkan dengan volume transaksi/ pendapatan Bank.  Ancaman gangguan bisnis sebagai akibat dari kejadian eksternal tinggi. High (5) Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari Risiko Operasional tergolong sangat tinggi selama periode waktu tertentu di masa datang. Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Bisnis Bank memiliki karakteristik yang sangat kompleks. Produk dan jasa sangat bervariasi, mekanisme bisnis sangat kompleks, volume transaksi sangat tinggi, struktur organisasi sangat kompleks, aksi korporasi signifikan, dan penggunaan jasa alih daya sangat tinggi.  Sumber daya manusia tidak memadai, baik dari sisi kecukupan kuantitas maupun kualitas SDM. Data historis kerugian akibat kesalahan manusia sangat signifikan.  Teknologi informasi belum matang dan terjadi perubahan signfikan dalam sistem TI. TI sangat rentan terhadap gangguan/serangan. Infrastuktur pendukung tidak andal dalam mendukung bisnis Bank.  Frekuensi dan materialitas fraud internal dan eksternal sangat tinggi dan kerugian yang disebabkan sangat signifikan dibandingkan dengan volume transaksi/ pendapatan Bank.  Ancaman gangguan bisnis sebagai akibat dari kejadian eksternal sangat tinggi. LAMPIRAN... -39- LAMPIRAN III.2.5.b Matriks Penetapan Peringkat Kualitas Penerapan Manajemen Risiko Untuk Risiko Operasional Peringkat Strong (1) Definisi Peringkat Kualitas manajemen Risiko Operasional sangat memadai. Meskipun terdapat kelemahan minor, tetapi kelemahan tersebut tidak signifikan sehingga dapat diabaikan. Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) sangat memadai dan telah sejalan dengan sasaran strategis dan strategi bisnis Bank secara keseluruhan.  Dewan Komisaris dan Direksi memiliki awareness dan pemahaman yang sangat baik mengenai manajemen Risiko Operasional.  Budaya manajemen Risiko Operasional sangat kuat dan telah diinternalisasikan dengan sangat baik pada seluruh level organisasi.  Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi secara keseluruhan sangat memadai.  Fungsi manjemen Risiko Operasional independen, memiliki tugas dan tanggung jawab yang jelas, dan telah berjalan dengan sangat baik.  Delegasi kewenangan telah berjalan dengan sangat baik.  Strategi Risiko Operasional sangat sejalan dengan tingkat Risiko yang akan diambil dan toleransi Risiko Operasional.  Kebijakan, prosedur, dan limit Risiko Operasional sangat memadai dan tersedia untuk seluruh area manajemen Risiko Operasional, sejalan dengan penerapan, dan dipahami dengan baik oleh pegawai.  Proses manajemen Risiko Operasional sangat memadai dalam mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan Risiko Operasional.  Business Continuity Management sangat andal dan sangat teruji.  Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko Operasional sangat baik, sehingga menghasilkan Laporan Risiko Operasional yang komprehensif dan terintegrasi kepada Dewan Komisaris dan Direksi.  Secara umum sumber daya manusia sangat memadai dari segi kuantitas maupun kompetensi pada fungsi manajemen Risiko Operasional.  Sistem pengendalian intern sangat efektif dalam mendukung... -40- Peringkat Definisi Peringkat mendukung pelaksanaan manajemen Risiko Operasional.  Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review) oleh satuan kerja audit internal dan fungsi yang melakukan kaji ulang independen sangat memadai baik dari sisi metodologi, frekuensi, maupun pelaporan kepada Dewan Komisaris dan Direksi.  Secara umum tidak terdapat kelemahan yang signifikan berdasarkan hasil kaji ulang independen.  Tindak lanjut atas kaji ulang independen telah dilaksanakan dengan sangat memadai. Satisfactory (2) Kualitas manajemen Risiko Operasional memadai. Meskipun terdapat beberapa kelemahan minor, tetapi kelemahan tersebut dapat diselesaikan pada aktivitas bisnis normal. Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) memadai dan telah sejalan dengan sasaran strategis dan strategi bisnis Bank secara keseluruhan.  Dewan Komisaris dan Direksi memiliki awareness dan pemahaman yang baik mengenai manajemen Risiko Operasional.  Budaya manajemen Risiko Operasional kuat dan telah diinternalisasikan dengan baik pada seluruh level organisasi.  Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi secara umum memadai.Terdapat beberapa kelemahan tetapi tidak signifikan dan dapat diperbaiki dengan segera.  Fungsi manjemen Risiko Operasional independen, memiliki tugas dan tanggung jawab yang jelas, dan telah berjalan dengan baik. Terdapat kelemahan minor, tetapi dapat diselesaikan pada aktivitas bisnis normal.  Delegasi kewenangan telah berjalan dengan baik.  Strategi Risiko Operasional sejalan dengan tingkat Risiko yang akan diambil dan toleransi Risiko Operasional.  Kebijakan, prosedur, dan limit Risiko Operasional memadai dan tersedia untuk seluruh area manajemen Risiko Operasional, sejalan dengan penerapan, dan dipahami dengan baik oleh pegawai meskipun terdapat kelemahan minor.  Proses manajemen Risiko Operasional memadai dalam mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan Risiko Operasional.  Business Continuity Management andal dan teruji. Sistem... -41- Peringkat Definisi Peringkat  Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko Operasional baik termasuk pelaporan Risiko Operasional kepada Dewan Komisaris dan Direksi. Terdapat kelemahan minor tetapi dapat diperbaiki dengan mudah.  Sumber daya manusia memadai, baik dari segi kuantitas maupun kompetensi pada fungsi manajemen Risiko Operasional.  Sistem pengendalian intern efektif dalam mendukung pelaksanaan manajemen Risiko Operasional.  Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review) oleh satuan kerja audit internal dan fungsi yang melakukan kaji ulang independen memadai baik dari sisi metodologi, frekuensi, maupun pelaporan kepada Dewan Komisaris dan Direksi.  Terdapat kelemahan tetapi tidak signifikan berdasarkan hasil kaji ulang independen.  Tindak lanjut atas kaji ulang independen telah dilaksanakan dengan memadai. Fair (3) Kualitas manajemen Risiko Operasional cukup memadai. Meskipun persyaratan minimum terpenuhi, terdapat beberapa kelemahan yang membutuhkan perhatian manajemen. Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) cukup memadai tetapi tidak selalu sejalan dengan sasaran strategis dan strategi bisnis Bank secara keseluruhan.  Dewan Komisaris dan Direksi memiliki awareness dan pemahaman yang cukup baik mengenai manajemen Risiko Operasional.  Budaya manajemen Risiko Operasional cukup kuat dan telah diinternalisasikan dengan cukup baik tetapi belum selalu dilaksanakan secara konsisten.  Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi secara umum cukup memadai.  Fungsi manajemen Risiko Operasional cukup baik, tetapi terdapat beberapa kelemahan yang perlu mendapat perhatian manajemen.  Delegasi kewenangan telah berjalan dengan cukup baik.  Strategi Risiko Operasional cukup sejalan dengan tingkat Risiko yang akan diambil dan toleransi Risiko Operasional.  Kebijakan, prosedur, dan limit Risiko Operasional cukup memadai tetapi tidak selalu konsisten dengan penerapan. Proses... -42- Peringkat Definisi Peringkat  Proses manajemen Risiko Operasional cukup memadai dalam mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan Risiko Operasional.  Business Continuity Management cukup andal.  Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko memenuhi ekspektasi minimum tetapi terdapat beberapa kelemahan termasuk pelaporan kepada Dewan Komisaris dan Direksi yang membutuhkan perhatian manajemen.  Secara umum sumber daya manusia cukup memadai dari segi kuantitas maupun kompetensi pada fungsi manajemen Risiko Operasional.  Sistem pengendalian intern cukup efektif dalam mendukung pelaksanaan manajemen Risiko Operasional.  Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review) oleh satuan kerja audit internal dan fungsi yang melakukan kaji ulang independen cukup memadai. Terdapat beberapa kelemahan pada metodologi, frekuensi, dan/atau pelaporan kepada Dewan Komisaris dan Direksi yang membutuhkan perhatian manajemen.  Terdapat kelemahan yang cukup signifikan berdasarkan hasil kaji ulang independen yang membutuhkan perhatian manajemen.  Tindak lanjut atas kaji ulang independen telah dilaksanakan dengan cukup memadai. Marginal (4) Kualitas manajemen Risiko Operasional kurang memadai.Terdapat kelemahan signifikan pada berbagai aspek manajemen Risiko Operasional yang membutuhkan tindakan perbaikan segera. Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) kurang memadai dan tidak sejalan dengan sasaran strategis dan strategi bisnis Bank secara keseluruhan.  Kelemahan signifikan pada awareness dan pemahaman Dewan Komisaris dan Direksi mengenai manajemen Risiko Operasional.  Budaya manajemen Risiko Operasional kurang kuat dan belum diinternalisasikan dengan baik pada setiap level satuan kerja.  Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi secara umum kurang memadai. Terdapat kelemahan pada berbagai aspek penilaian yang membutuhkan perbaikan segera.  Kelemahan signifikan pada fungsi manajemen Risiko Operasional yang membutuhkan perbaikan segera. Delegasi... -43- Peringkat Definisi Peringkat  Delegasi kewenangan lemah.  Strategi Risiko Operasional kurang sejalan dengan tingkat Risiko yang akan diambil dan toleransi Risiko Operasional.  Kelemahan signifikan pada kebijakan, prosedur, dan limit Risiko Operasional.  Proses manajemen Risiko Operasional kurang memadai dalam mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan Risiko Operasional.  Business Continuity Management kurang andal.  Kelemahan signifikan pada Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko Operasional termasuk pelaporan kepada Dewan Komisaris dan Direksi yang membutuhkan perbaikan segera.  Sumber daya manusia kurang memadai dari segi kuantitas maupun kompetensi pada fungsi manajemen Risiko Operasional.  Sistem pengendalian intern kurang efektif dalam mendukung pelaksanaan manajemen Risiko Operasional.  Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review) oleh satuan kerja audit internal dan fungsi yang melakukan kaji ulang independen kurang memadai. Terdapat kelemahan pada metodologi, frekuensi, dan/atau pelaporan kepada Dewan Komisaris dan Direksi yang membutuhkan perbaikan segera.  Terdapat kelemahan yang signifikan berdasarkan hasil kaji ulang independen yang membutuhkan tindakan perbaikan segera.  Tindak lanjut atas kaji ulang independen kurang memadai. Unstatisfactory (5) Unsatisfactory Kualitas manajemen Risiko Operasional tidak memadai. Terdapat kelemahan signifikan pada berbagai aspek Manajemen Risiko operiasonal di mana tindakan penyelesaiannya di luar kemampuan manajemen. Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) tidak memadai dan tidak terdapat kaitan dengan sasaran strategis dan strategi bisnis Bank secara keseluruhan.  Awareness dan pemahaman Dewan Komisaris dan Direksi sangat lemah mengenai manajemen Risiko Operasional.  Budaya manajemen Risiko Operasional tidak kuat atau belum ada sama sekali. Pelaksanaan... -44- Peringkat Definisi Peringkat  Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi tidak memadai. Terdapat kelemahan signifikan pada hampir seluruh aspek penilaian dan tindakan penyelesaiannya di luar kemampuan Bank.  Kelemahan signifikan pada fungsi manajemen Risiko Operasional yang membutuhkan perbaikan fundamental.  Delegasi kewenangan sangat lemah.  Strategi Risiko Operasional tidak sejalan dengan tingkat Risiko yang akan diambil dan toleransi Risiko Operasional.  Kelemahan sangat signifikan pada kebijakan, prosedur, dan limit Risiko Operasional.  Proses manajemen Risiko Operasional tidak memadai dalam mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan Risiko Operasional.  Business Continuity Management tidak andal.  Kelemahan fundamental pada Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko Operasional.  Sumber daya manusia tidak memadai dari segi kuantitas maupun kompetensi pada fungsi manajemen Risiko Operasional.  Sistem pengendalian intern tidak efektif dalam mendukung pelaksanaan manajemen Risiko Operasional.  Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review) oleh satuan kerja audit internal dan fungsi yang melakukan kaji ulang independen tidak memadai. Terdapat kelemahan pada metodologi, frekuensi, dan/atau pelaporan kepada Dewan Komisaris dan Direksi yang membutuhkan perbaikan fundamental.  Terdapat kelemahan yang sangat signifikan berdasarkan hasil kaji ulang independen yang membutuhkan tindakan perbaikan segera.  Tindak lanjut atas kaji ulang independen tidak memadai atau tidak ada. LAMPIRAN... -45- LAMPIRAN III.2.6.a Matriks Penetapan Peringkat Risiko Inheren Untuk Risiko Hukum Peringkat Definisi Peringkat Low (1) Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari Risiko Hukum tergolong sangat rendah selama periode waktu tertentu di masa datang. Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Tidak terdapat proses litigasi yang terjadi pada Bank atau ada proses litigasi tetapi frekuensi dan/atau dampak finansial gugatannya tidak signifikan mengganggu kondisi keuangan Bank serta tidak berdampak besar terhadap reputasi Bank.  Perjanjian yang dibuat oleh Bank telah sangat memadai.  Seluruh aktivitas dan produk Bank telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Low to Moderate (2) Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari Risiko Hukum tergolong rendah selama periode waktu tertentu di masa datang. Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Terdapat proses litigasi tetapi frekuensi dan/atau dampak finansial gugatannya kurang signifikan mengganggu kondisi keuangan Bank serta kurang berdampak besar terhadap reputasi Bank.  Perjanjian yang dibuat oleh Bank memadai.  Terdapat aktivitas dan produk yang belum diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan jumlah yang tidak signifikan. Moderate (3) Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari Risiko Hukum tergolong cukup tinggi selama periode waktu tertentu di masa datang. Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Terdapat proses litigasi yang terjadi pada Bank namun frekuensi dan/atau dampak finansial gugatannya cukup signifikan sehingga kurang mengganggu kondisi keuangan Bank namun memiliki kemungkinan munculnya Risiko Reputasi bagi Bank;.  Perjanjian yang dibuat oleh Bank cukup memadai.  Terdapat aktivitas dan produk yang belum diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan jumlah... -46- Peringkat Definisi Peringkat jumlah yang cukup signifikan. Moderate to High (4) Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari Risiko Hukum tergolong tinggi selama periode waktu tertentu di masa datang. Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Terdapat proses litigasi yang terjadi pada Bank dan frekuensi dan/atau dampak finansial gugatannya signifikan sehingga apabila Bank mengalami kekalahan, ganti rugi atas gugatan tersebut dapat mengganggu kondisi keuangan Bank serta berdampak besar terhadap reputasi Bank.  Perjanjian yang dibuat oleh Bank kurang memadai.  Terdapat aktivitas dan produk yang belum diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan jumlah yang signifikan. High (5) Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari Risiko Hukum tergolong sangat tinggi selama periode waktu tertentu di masa datang. Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Terdapat proses litigasi terhadap Bank oleh nasabah/debitur Bank dalam frekuensi dan/atau dampak finansial yang sangat signifikan sehingga apabila Bank dikalahkan dalam putusan pengadilan, kondisi tersebut dapat mempengaruhi kondisi usaha Bank secara signifikan.  Perjanjian yang dibuat oleh Bank tidak memadai.  Terdapat aktivitas dan produk yang belum diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan jumlah yang sangat signifikan. LAMPIRAN... -47- LAMPIRAN III.2.6.b Matriks Penetapan Peringkat Kualitas Penerapan Manajemen Risiko Untuk Risiko Hukum Peringkat Strong (1) Definisi Peringkat Kualitas penerapan manajemen Risiko Hukum sangat memadai. Meskipun terdapat kelemahan minor, tetapi kelemahan tersebut tidak signifikan sehingga dapat diabaikan. Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) sangat memadai dan telah sejalan dengan sasaran strategis dan strategi bisnis Bank secara keseluruhan.  Dewan Komisaris dan Direksi memiliki awareness dan pemahaman yang sangat baik mengenai manajemen Risiko Hukum.  Budaya manajemen Risiko Hukum sangat kuat dan telah diinternalisasikan dengan sangat baik pada seluruh level organisasi.  Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi secara keseluruhan sangat memadai.  Fungsi manajemen Risiko Hukum independen, memiliki tugas dan tanggung jawab yang jelas, dan telah berjalan dengan sangat baik.  Delegasi kewenangan dikendalikan dan dipantau secara berkala, dan telah berjalan dengan sangat baik.  Strategi Risiko Hukum sangat sejalan dengan tingkat Risiko yang akan diambil dan toleransi Risiko.  Kebijakan dan prosedur manajemen Risiko Hukum sangat memadai dan tersedia untuk seluruh area manajemen Risiko Hukum, sejalan dengan penerapan, dan dipahami dengan baik oleh pegawai.  Proses manajemen Risiko Hukum sangat memadai dalam mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan Risiko Hukum.  Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko Hukum sangat baik sehingga menghasilkan Laporan Risiko Hukum yang komprehensif dan terintegrasi kepada Dewan Komisaris dan Direksi.  Secara umum sumber daya manusia sangat memadai dari segi kuantitas maupun kompetensi pada fungsi manajemen Risiko Hukum.  Sistem pengendalian intern sangat efektif dalam mendukung pelaksanaan Manajemen Risiko. Pelaksanaan... -48- Peringkat Definisi Peringkat  Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review) oleh satuan kerja audit internal dan fungsi yang melakukan kaji ulang independen sangat memadai baik dari sisi metodologi, frekuensi, maupun pelaporan kepada Dewan Komisaris dan Direksi.  Secara umum tidak terdapat kelemahan yang signifikan berdasarkan hasil review independen.  Tindak lanjut atas kaji ulang independen telah dilaksanakan dengan sangat memadai. Satisfactory (2) Kualitas penerapan manajemen Risiko Hukum memadai meskipun terdapat beberapa kelemahan minor, tetapi kelemahan tersebut dapat diselesaikan pada aktivitas bisnis normal. Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) memadai dan telah sejalan dengan sasaran strategis dan strategi bisnis Bank secara keseluruhan.  Dewan Komisaris dan Direksi memiliki awareness dan pemahaman yang baik mengenai manajemen Risiko Hukum.  Budaya manajemen Risiko Hukum kuat dan telah diinternalisasikan dengan baik pada seluruh level organisasi.  Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi secara umum memadai. Terdapat beberapa kelemahan tetapi tidak signifikan dan dapat diperbaiki dengan segera.  Fungsi manajemen Risiko Hukum memiliki tugas dan tanggung jawab yang jelas dan telah berjalan dengan baik. Terdapat kelemahan minor, tetapi dapat diselesaikan pada aktivitas bisnis normal.  Delegasi kewenangan dikendalikan dan dipantau secara berkala, dan telah berjalan dengan baik.  Strategi Risiko Hukum sejalan dengan tingkat Risiko yang akan diambil dan toleransi Risiko.  Kebijakan dan prosedur manajemen Risiko Hukum memadai dan tersedia untuk seluruh area manajemen Risiko Hukum, sejalan dengan penerapan, dan dipahami dengan baik oleh pegawai meskipun terdapat kelemahan minor.  Proses manajemen Risiko Hukum memadai dalam mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan Risiko Hukum.  Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko Hukum baik termasuk... -49- Peringkat Definisi Peringkat termasuk pelaporan Risiko Hukum kepada Dewan Komisaris dan Direksi. Terdapat kelemahan minor tetapi dapat diperbaiki dengan mudah.  Sumber daya manusia memadai baik dari sisi kuantitas maupun kompetensi pada fungsi manajemen Risiko Hukum.  Sistem pengendalian intern efektif dalam mendukung pelaksanaan Manajemen Risiko.  Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review) oleh satuan kerja audit internal dan fungsi yang melakukan kaji ulang independen memadai baik dari sisi metodologi, frekuensi, maupun pelaporan kepada Dewan Komisaris dan Direksi.  Terdapat kelemahan tetapi tidak signifikan berdasarkan hasil review independen.  Tindak lanjut atas kaji ulang independen telah dilaksanakan dengan memadai. Fair (3) Kualitas penerapan manajemen Risiko Hukum cukup memadai. Meskipun persyaratan minimum terpenuhi, terdapat beberapa kelemahan yang membutuhkan perhatian manajemen. Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) cukup memadai tetapi tidak selalu sejalan dengan sasaran strategis dan strategi bisnis Bank secara keseluruhan.  Dewan Komisaris dan Direksi memiliki awareness dan pemahaman yang cukup baik mengenai manajemen Risiko Hukum.  Budaya manajemen Risiko Hukum cukup kuat dan telah diinternalisasikan dengan cukup baik tetapi belum selalu dilaksanakan secara konsisten.  Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi secara umum cukup memadai. Terdapat kelemahan pada beberapa aspek penilaian yang perlu mendapat perhatian manajemen.  Fungsi manajemen Risiko Hukum cukup baik, tetapi terdapat beberapa kelemahan yang perlu mendapat perhatian manajemen.  Delegasi kewenangan cukup baik, tetapi pengendalian dan pemantauan tidak selalu dilaksanakan dengan baik.  Strategi Risiko Hukum cukup sejalan dengan tingkat Risiko yang akan diambil dan toleransi Risiko.  Kebijakan dan prosedur manajemen Risiko Hukum cukup... -50- Peringkat Definisi Peringkat cukup memadai tetapi tidak selalu konsisten dengan penerapan.  Proses manajemen Risiko Hukum cukup memadai dalam mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan Risiko Hukum.  Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko Hukum memenuhi ekspektasi minimum tetapi terdapat beberapa kelemahan termasuk pelaporan kepada Dewan Komisaris dan Direksi yang membutuhkan perhatian manajemen.  Secara umum sumber daya manusia cukup memadai baik dari sisi kuantitas maupun kompetensi pada fungsi manajemen Risiko Hukum.  Sistem pengendalian intern cukup efektif dalam mendukung pelaksanaan Manajemen Risiko.  Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review) oleh satuan kerja audit internal dan fungsi yang melakukan kaji ulang independen cukup memadai. Terdapat beberapa kelemahan pada metodologi, frekuensi, dan/atau pelaporan kepada Dewan Komisaris dan Direksi yang membutuhkan perhatian manajemen.  Terdapat kelemahan yang cukup signifikan berdasarkan hasil review independen yang membutuhkan perhatian manajemen.  Tindak lanjut atas kaji ulang independen telah dilaksanakan dengan cukup memadai. Marginal (4) Kualitas penerapan manajemen Risiko Hukum kurang memadai. Terdapat kelemahan signifikan pada berbagai aspek manajemen Risiko Hukum yang membutuhkan tindakan korektif segera. Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) kurang memadai dan tidak sejalan dengan sasaran strategis dan strategi bisnis Bank secara keseluruhan.  Kelemahan signifikan pada awareness dan pemahaman Dewan Komisaris dan Direksi mengenai manajemen Risiko Hukum.  Budaya manajemen Risiko Hukum kurang kuat dan belum diinternalisasikan dengan baik pada setiap level satuan kerja.  Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi secara umum kurang memadai. Terdapat kelemahan pada berbagai aspek penilaian yang membutuhkan perbaikan segera.  Kelemahan signifikan pada fungsi manajemen Risiko Hukum... -51- Peringkat Definisi Peringkat Hukum yang membutuhkan perbaikan segera.  Delegasi kewenangan lemah dan tidak dikendalikan dan dipantau dengan baik.  Strategi Risiko Hukum kurang sejalan dengan tingkat Risiko yang akan diambil dan toleransi Risiko.  Kelemahan signifikan pada kebijakan, prosedur, dan limit Risiko Hukum.  Proses manajemen Risiko Hukum kurang memadai dalam mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan Risiko Hukum.  Kelemahan signifikan pada Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko Hukum termasuk pelaporan kepada Dewan Komisaris dan Direksi yang membutuhkan perbaikan segera.  Sumber daya manusia kurang memadai dari segi kuantitas maupun kompetensi pada fungsi manjemen Risiko Hukum.  Sistem pengendalian intern kurang efektif dalam mendukung pelaksanaan Manajemen Risiko.  Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review) oleh satuan kerja audit internal dan fungsi yang melakukan kaji ulang independen kurang memadai. Terdapat kelemahan pada metodologi, frekuensi, dan/atau pelaporan kepada Dewan Komisaris dan Direksi yang membutuhkan perbaikan segera.  Terdapat kelemahan yang signifikan berdasarkan hasil review independen yang membutuhkan tindakan perbaikan segera.  Tindak lanjut atas kaji ulang independen kurang memadai. Unsatisfactory Unstatisfactory (5) Kualitas penerapan manajemen Risiko Hukum tidak memadai. Terdapat kelemahan signifikan pada berbagai aspek manajemen Risiko Hukum di mana tindakan penyelesaiannya di luar kemampuan manajemen. Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) tidak memadai dan tidak terdapat kaitan dengan dengan sasaran strategis dan strategi bisnis Bank secara keseluruhan.  Awareness dan pemahaman Dewan Komisaris dan Direksi sangat lemah mengenai manajemen Risiko Hukum.  Budaya manajemen Risiko Hukum tidak kuat atau belum ada... -52- Peringkat Definisi Peringkat ada sama sekali.  Kelemahan signifikan pada fungsi manajemen Risiko Hukum yang membutuhkan perbaikan fundamental.  Delegasi kewenangan sangat lemah atau tidak ada.  Strategi Risiko Hukum tidak sejalan dengan tingkat Risiko yang akan diambil dan toleransi Risiko.  Proses manajemen Risiko Hukum tidak memadai dalam mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan Risiko Hukum.  Kelemahan fundamental pada Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko Hukum. Pelaporan Risiko Hukum kepada Dewan Komisaris dan Direksi sangat tidak memadai.  Sumber daya manusia tidak memadai dari segi kuantitas maupun kompetensi pada fungsi manjemen Risiko Hukum.  Sistem pengendalian intern tidak efektif dalam mendukung pelaksanaan Manajemen Risiko.  Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review) oleh satuan kerja audit internal dan fungsi yang melakukan kaji ulang independen kurang memadai. Terdapat kelemahan pada metodologi, frekuensi, dan/atau pelaporan kepada Dewan Komisaris dan Direksi yang membutuhkan perbaikan fundamental.  Terdapat kelemahan yang sangat signifikan berdasarkan hasil review independen di mana tindakan perbaikannya di luar kemampuan manajemen.  Tindak lanjut atas kaji ulang independen tidak memadai. LAMPIRAN... -53- LAMPIRAN III.2.7.a Matriks Penetapan Tingkat Risiko Inheren Untuk Risiko Stratejik Peringkat Definisi Peringkat Low (1) Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari Risiko Stratejik tergolong sangat rendah selama periode waktu tertentu di masa datang. Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Strategi Bank tergolong konservatif atau berisiko rendah.  Produk/kegiatan usaha Bank tergolong stabil, tidak kompleks, dan terdiversifikasi.  Bank melanjutkan strategi yang telah ada dengan tingkat keberhasilan strategi yang tinggi.  Bank memiliki keunggulan kompetitif yang stabil, dan tidak terdapat ancaman dari kompetitor.  Pencapaian rencana bisnis Bank sangat memadai. Low to Moderate (2) Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari Risiko Stratejik tergolong rendah selama periode waktu tertentu di masa datang. Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Strategi Bank berisiko rendah namun dengan tren meningkat.  Produk/kegiatan usaha Bank tergolong tidak kompleks dan terdiversifikasi.  Bank melanjutkan strategi yang sama atau memiliki beberapa strategi baru namun masih dalam core bisnis dan kompetensi Bank.  Bank memiliki keunggulan kompetitif dan ancaman kompetitor tergolong minor.  Pencapaian rencana bisnis Bank memadai. Moderate (3) Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari Risiko Stratejik tergolong cukup tinggi selama periode waktu tertentu di masa datang. Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Strategi Bank tergolong berisiko moderat.  Produk/kegiatan usaha Bank secara umum terdiversifikasi, namun terdapat beberapa yang tergolong kompleks.  Tingkat keberhasilan strategi Bank tergolong moderat karena terdapat ancaman dari kompetitor.  Bank memiliki keunggulan kompetitif yang moderat dan terdapat... -54- Peringkat Definisi Peringkat terdapat ancaman dari kompetitor.  Pencapaian rencana bisnis Bank cukup memadai. Moderate to High (4) Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari Risiko Stratejik tergolong tinggi selama periode waktu tertentu di masa datang. Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Strategi Bank tergolong berisiko moderat namun dengan trend meningkat.  Beberapa produk/kegiatan usaha Bank terkonsentrasi dan tergolong kompleks.  Bank menerapkan strategi untuk memasuki bisnis/pasar baru dengan tingkat keberhasilan yang belum dapat dipastikan.  Bank kurang memiliki keunggulan kompetitif, atau terdapat ancaman signifikan dari kompetitor.  Pencapaian rencana bisnis Bank kurang memadai. High (5) Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari Risiko Stratejik tergolong sangat tinggi selama periode waktu tertentu di masa datang. Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Strategi Bank tergolong berisiko tinggi.  Produk/kegiatan usaha sangat terkonsentrasi dan tergolong kompleks.  Mayoritas strategi Bank beralih kepada area yang berbeda yang bukan merupakan lini bisnis utama dan kompetensi Bank.  Bank tidak memiliki keunggulan kompetitif, dan terdapat ancaman sangat signifikan dari kompetitor.  Pencapaian rencana bisnis Bank tidak memadai. LAMPIRAN... -55- LAMPIRAN III.2.7.b Matriks Penetapan Peringkat Kualitas Penerapan Manajemen Risiko Untuk Risiko Stratejik Peringkat Strong (1) Definisi Peringkat Kualitas penerapan manajemen Risiko Stratejik sangat memadai. Meskipun terdapat kelemahan minor, tetapi kelemahan tersebut tidak signifikan sehingga dapat diabaikan. Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) sangat memadai dan telah sejalan dengan sasaran strategis dan strategi bisnis Bank secara keseluruhan.  Dewan Komisaris dan Dewan Direksi memiliki awareness dan pemahaman yang sangat baik mengenai manajemen Risiko Stratejik, sumber Risiko Stratejik dan tingkat Risiko Stratejik di Bank.  Budaya manajemen Risiko Stratejik sangat kuat dan telah diinternalisasikan dengan sangat baik pada seluruh level organisasi.  Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi secara keseluruhan sangat memadai.  Fungsi manajemen Risiko Stratejik independen, memiliki tugas dan tanggung jawab yang jelas, dan telah berjalan dengan sangat baik.  Delegasi kewenangan dikendalikan dan dipantau secara berkala, dan telah berjalan dengan sangat baik.  Kebijakan dan prosedur manajemen Risiko Stratejik sangat memadai dan tersedia untuk seluruh area manajemen Risiko Stratejik, sejalan dengan penerapan, dan dipahami dengan baik oleh pegawai.  Proses manajemen Risiko Stratejik sangat memadai dalam mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan Risiko Stratejik.  Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko Stratejik sangat baik sehingga menghasilkan Laporan Risiko Stratejik yang komprehensif dan terintegrasi kepada Dewan Komisaris dan Direksi.  Secara umum sumber daya manusia sangat memadai dari segi kuantitas maupun kompetensi pada fungsi manajemen Risiko Stratejik.  Sistem pengendalian intern sangat efektif dalam mendukung pelaksanaan Manajemen Risiko.  Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review) oleh... -56- Peringkat Definisi Peringkat oleh satuan kerja audit internal dan fungsi yang melakukan kaji ulang independen sangat memadai baik dari sisi metodologi, frekuensi, maupun pelaporan kepada Dewan Komisaris dan Direksi.  Secara umum tidak terdapat kelemahan yang signifikan berdasarkan hasil review independen.  Tindak lanjut atas kaji ulang independen telah dilaksanakan dengan sangat memadai. Satisfactory (2) Kualitas penerapan manajemen Risiko Stratejik memadai meskipun terdapat beberapa kelemahan minor, tetapi kelemahan tersebut dapat diselesaikan pada aktivitas bisnis normal. Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) memadai dan telah sejalan dengan sasaran strategis dan strategi bisnis Bank secara keseluruhan.  Dewan Komisaris dan Direksi memiliki awareness dan pemahaman yang baik mengenai manajemen Risiko Stratejik.  Budaya manajemen Risiko Stratejik kuat dan telah diinternalisasikan dengan baik pada seluruh level organisasi.  Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi secara umum memadai. Terdapat beberapa kelemahan tetapi tidak signifikan dan dapat diperbaiki dengan segera.  Fungsi manajemen Risiko Stratejik memiliki tugas dan tanggung jawab yang jelas dan telah berjalan dengan baik. Terdapat kelemahan minor, tetapi dapat diselesaikan pada aktivitas bisnis normal.  Delegasi kewenangan dikendalikan dan dipantau secara berkala, dan telah berjalan dengan baik.  Kebijakan dan prosedur manajemen Risiko Stratejik memadai dan tersedia untuk seluruh area manajemen Risiko Stratejik, sejalan dengan penerapan, dan dipahami dengan baik oleh pegawai meskipun terdapat kelemahan minor.  Proses manajemen Risiko Stratejik memadai dalam mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan Risiko Stratejik.  Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko Stratejik baik termasuk pelaporan Risiko Stratejik kepada Dewan Komisaris dan Direksi. Terdapat kelemahan minor tetapi dapat diperbaiki dengan mudah. Sumber... -57- Peringkat Definisi Peringkat  Sumber daya manusia memadai baik dari sisi kuantitas maupun kompetensi pada fungsi manajemen Risiko Stratejik.  Sistem pengendalian intern efektif dalam mendukung pelaksanaan Manajemen Risiko.  Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review) oleh satuan kerja audit internal dan fungsi yang melakukan kaji ulang independen memadai baik dari sisi metodologi, frekuensi, maupun pelaporan kepada Dewan Komisaris dan Direksi.  Terdapat kelemahan tetapi tidak signifikan berdasarkan hasil review independen.  Tindak lanjut atas kaji ulang independen telah dilaksanakan dengan memadai. Fair (3) Kualitas penerapan manajemen Risiko Stratejik cukup memadai. Meskipun persyaratan minimum terpenuhi, terdapat beberapa kelemahan yang membutuhkan perhatian manajemen. Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) cukup memadai tetapi tidak selalu sejalan dengan sasaran strategis dan strategi bisnis Bank secara keseluruhan.  Dewan Komisaris dan Direksi memiliki awareness dan pemahaman yang cukup baik mengenai manajemen Risiko Stratejik.  Budaya manajemen Risiko Stratejik cukup kuat dan telah diinternalisasikan dengan cukup baik tetapi belum selalu dilaksanakan secara konsisten.  Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi secara umum cukup memadai. Terdapat kelemahan pada beberapa aspek penilaian yang perlu mendapat perhatian manajemen.  Fungsi manajemen Risiko Stratejik cukup baik, tetapi terdapat beberapa kelemahan yang perlu mendapat perhatian manajemen.  Delegasi kewenangan cukup baik, tetapi pengendalian dan pemantauan tidak selalu dilaksanakan dengan baik.  Kebijakan dan prosedur manajemen Risiko Stratejik cukup memadai tetapi tidak selalu konsisten dengan penerapan.  Fungsi manajemen Risiko Stratejik cukup baik, tetapi terdapat beberapa kelemahan yang perlu mendapat perhatian... -58- Peringkat Definisi Peringkat perhatian manajemen.  Delegasi kewenangan cukup baik, tetapi pengendalian dan pemantauan tidak selalu dilaksanakan dengan baik.  Kebijakan dan prosedur manajemen Risiko Stratejik cukup memadai tetapi tidak selalu konsisten dengan penerapan.  Proses manajemen Risiko Stratejik cukup memadai dalam mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan Risiko Hukum.  Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko Stratejik memenuhi ekspektasi minimum tetapi terdapat beberapa kelemahan termasuk pelaporan kepada Dewan Komisaris dan Direksi yang membutuhkan perhatian manajemen.  Secara umum sumber daya manusia cukup memadai baik dari sisi kuantitas maupun kompetensi pada fungsi manajemen Risiko Stratejik.  Sistem pengendalian intern cukup efektif dalam mendukung pelaksanaan Manajemen Risiko.  Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review) oleh satuan kerja audit internal dan fungsi yang melakukan kaji ulang independen cukup memadai. Terdapat beberapa kelemahan pada metodologi, frekuensi, dan/atau pelaporan kepada Dewan Komisaris dan Direksi yang membutuhkan perhatian manajemen.  Terdapat kelemahan yang cukup signifikan berdasarkan hasil review independen yang membutuhkan perhatian manajemen.  Tindak lanjut atas kaji ulang independen telah dilaksanakan dengan cukup memadai. Marginal (4) Kualitas penerapan manajemen Risiko Stratejik kurang memadai. Terdapat kelemahan signifikan pada berbagai aspek manajemen Risiko Stratejik yang membutuhkan tindakan korektif segera. Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) kurang memadai dan tidak sejalan dengan sasaran strategis dan strategi bisnis Bank secara keseluruhan.  Kelemahan signifikan pada awareness dan pemahaman Dewan Komisaris dan Direksi mengenai manajemen Risiko Stratejik.  Budaya manajemen Risiko Stratejik kurang kuat dan belum diinternalisasikan dengan baik pada setiap level satuan... -59- Peringkat Definisi Peringkat satuan kerja.  Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi secara umum kurang memadai. Terdapat kelemahan pada berbagai aspek penilaian yang membutuhkan perbaikan segera.  Kelemahan signifikan pada fungsi manajemen Risiko Stratejik yang membutuhkan perbaikan segera.  Delegasi kewenangan lemah dan tidak dikendalikan dan dipantau dengan baik.  Kelemahan signifikan pada kebijakan, prosedur, dan limit Risiko Stratejik.  Proses manajemen Risiko Stratejik kurang memadai dalam mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan Risiko Stratejik.  Kelemahan signifikan pada Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko Stratejik termasuk pelaporan kepada Dewan Komisaris dan Direksi yang membutuhkan perbaikan segera.  Sumber daya manusia kurang memadai dari segi kuantitas maupun kompetensi pada fungsi manjemen Risiko Stratejik.  Sistem pengendalian intern kurang efektif dalam mendukung pelaksanaan Manajemen Risiko.  Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review) oleh satuan kerja audit internal dan fungsi yang melakukan kaji ulang independen kurang memadai. Terdapat kelemahan pada metodologi, frekuensi, dan/atau pelaporan kepada Dewan Komisaris dan Direksi yang membutuhkan perbaikan segera.  Terdapat kelemahan yang signifikan berdasarkan hasil review independen yang membutuhkan tindakan perbaikan segera.  Tindak lanjut atas kaji ulang independen kurang memadai. Unstatisfactory (5) Unsatisfactory Kualitas penerapan manajemen Risiko Stratejik tidak memadai. Terdapat kelemahan signifikan pada berbagai aspek manajemen Risiko Stratejik di mana tindakan penyelesaiannya di luar kemampuan manajemen. Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) tidak memadai dan tidak terdapat kaitan dengan dengan sasaran strategis dan strategi bisnis Bank secara keseluruhan. Awareness... -60- Peringkat Definisi Peringkat  Awareness dan pemahaman Dewan Komisaris dan Direksi sangat lemah mengenai manajemen Risiko Stratejik.  Budaya manajemen Risiko Stratejik tidak kuat atau belum ada sama sekali.  Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi tidak memadai. Terdapat kelemahan yang signifikan pada hampir seluruh aspek penilaian dan tindakan dan penyelesaiannya di luar kemampuan Bank.  Kelemahan signifikan pada fungsi manajemen Risiko Stratejik yang membutuhkan perbaikan fundamental.  Delegasi kewenangan sangat lemah atau tidak ada.  Kelemahan sangat signifikan pada kebijakan, prosedur, dan limit Risiko Stratejik.  Proses manajemen Risiko Stratejik tidak memadai dalam mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan Risiko Stratejik.  Kelemahan fundamental pada Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko Stratejik.  Sumber daya manusia tidak memadai dari segi kuantitas maupun kompetensi pada fungsi manjemen Risiko Stratejik.  Sistem pengendalian intern tidak efektif dalam mendukung pelaksanaan Manajemen Risiko.  Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review) oleh satuan kerja audit internal dan fungsi yang melakukan kaji ulang independen kurang memadai. Terdapat kelemahan pada metodologi, frekuensi, dan/atau pelaporan kepada Dewan Komisaris dan Direksi yang membutuhkan perbaikan fundamental.  Terdapat kelemahan yang sangat signifikan berdasarkan hasil review independen di mana tindakan perbaikannya di luar kemampuan manajemen.  Tindak lanjut atas kaji ulang independen tidak memadai atau tidak ada. LAMPIRAN... -61- LAMPIRAN III.2.8.a Matriks Penetapan Peringkat Risiko Inheren Untuk Risiko Kepatuhan Peringkat Definisi Peringkat Low (1) Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari Risiko Kepatuhan tergolong sangat rendah selama periode waktu tertentu di masa datang. Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Tidak terdapat pelanggaran ketentuan.  Tidak terdapat pelanggaran prinsip syariah atas operasional penghimpunan dan penyediaan dana serta pelayanan jasa.  Track record kepatuhan Bank selama ini sangat baik.  Bank telah menerapkan hampir seluruh standar keuangan dan kode etik yang berlaku. Low to Moderate (2) Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari Risiko Kepatuhan tergolong rendah selama periode waktu tertentu di masa datang. Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Terdapat pelanggaran ketentuan yang relatif minor dan dapat segera diperbaiki oleh Bank.  Terdapat pelanggaran prinsip syariah yang relatif minor atas operasional penghimpunan dan penyediaan dana serta pelayanan jasa.  Track record kepatuhan Bank selama ini baik.  Bank telah menerapkan hampir seluruh standar keuangan dan kode etik yang berlaku. Moderate (3) Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari Risiko Kepatuhan tergolong cukup tinggi selama periode waktu tertentu di masa datang. Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Terdapat pelanggaran ketentuan yang cukup signifikan dan membutuhkan perhatian manajemen.  Terdapat pelanggaran prinsip syariah yang cukup signifikan atas operasional penghimpunan dan penyediaan dana serta pelayanan jasa.  Track record kepatuhan Bank selama ini cukup baik.  Terdapat pelanggaran minor pada standar keuangan dan kode etik yang berlaku. Moderate... -62- Peringkat Definisi Peringkat Moderate to High (4) Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari Risiko Kepatuhan tergolong tinggi selama periode waktu tertentu di masa datang. Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Terdapat pelanggaran ketentuan yang signifikan dan membutuhkan tindakan perbaikan segera.  Terdapat pelanggaran prinsip syariah yang signifikan atas operasional penghimpunan dan penyediaan dana serta pelayanan jasa.  Track record kepatuhan Bank selama ini kurang baik.  Terdapat pelanggaran signifikan pada standar keuangan dan kode etik yang berlaku. High (5) Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari Risiko Kepatuhan tergolong sangat tinggi selama periode waktu tertentu di masa datang. Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Terdapat pelanggaran ketentuan yang sangat signifikan dan membutuhkan tindakan perbaikan segera.  Terdapat pelanggaran prinsip syariah yang sangat signifikan atas operasional penghimpunan dan penyediaan dana serta pelayanan jasa.  Track record kepatuhan Bank selama ini tidak baik.  Terdapat pelanggaran sangat signifikan pada standar keuangan dan kode etik yang berlaku. LAMPIRAN... -63- LAMPIRAN III.2.8.b Matriks Penetapan Peringkat Kualitas Penerapan Manajemen Risiko Untuk Risiko Kepatuhan Peringkat Strong (1) Definisi Peringkat Kualitas penerapan manajemen Risiko Kepatuhan sangat memadai. Meskipun terdapat kelemahan minor, tetapi kelemahan tersebut tidak signifikan sehingga dapat diabaikan. Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Dewan Komisaris, Direksi, dan Dewan Pengawas Syariah memiliki awareness dan pemahaman yang sangat baik mengenai manajemen Risiko Kepatuhan.  Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) sangat memadai dan telah sejalan dengan sasaran strategis dan strategi bisnis Bank secara keseluruhan.  Budaya manajemen Risiko Kepatuhan sangat kuat dan telah diinternalisasikan dengan sangat baik pada seluruh level organisasi.  Pelaksanaan tugas Komisaris, Direksi, dan Dewan Pengawas Syariah secara keseluruhan sangat memadai.  Fungsi manajemen Risiko Kepatuhan independen, memiliki tugas dan tanggung jawab yang jelas, dan telah berjalan dengan sangat baik.  Delegasi kewenangan dikendalikan dan dipantau secara berkala, dan telah berjalan dengan sangat baik.  Strategi Risiko Kepatuhan sangat sejalan dengan tingkat Risiko yang akan diambil dan toleransi Risiko.  Kebijakan dan prosedur manajemen Risiko Kepatuhan sangat memadai dan tersedia untuk seluruh area manajemen Risiko Kepatuhan, sejalan dengan penerapan, dan dipahami dengan baik oleh pegawai.  Proses manajemen Risiko Kepatuhan sangat memadai dalam mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan Risiko Kepatuhan.  Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko Kepatuhan sangat baik sehingga menghasilkan Laporan Risiko Kepatuhan yang komprehensif dan terintegrasi kepada Komisaris, Direksi, dan Dewan Pengawas Syariah.  Secara umum sumber daya manusia sangat memadai dari segi kuantitas maupun kompetensi pada fungsi manajemen Risiko Kepatuhan.  Sistem pengendalian intern sangat efektif dalam mendukung pelaksanaan Manajemen Risiko. Pelaksanaan... -64- Peringkat Definisi Peringkat  Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review) oleh satuan kerja audit internal dan fungsi yang melakukan kaji ulang independen sangat memadai baik dari sisi metodologi, frekuensi, maupun pelaporan kepada Dewan Komisaris, Direksi, dan Dewan Pengawas Syariah.  Secara umum tidak terdapat kelemahan yang signifikan berdasarkan hasil review independen.  Tindak lanjut atas kaji ulang independen telah dilaksanakan dengan sangat memadai. Satisfactory (2) Kualitas penerapan manajemen Risiko Kepatuhan memadai meskipun terdapat beberapa kelemahan minor, tetapi kelemahan tersebut dapat diselesaikan pada aktivitas bisnis normal. Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Dewan Komisaris, Direksi, dan Dewan Pengawas Syariah memiliki awareness dan pemahaman yang baik mengenai manajemen Risiko Kepatuhan.  Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) memadai dan telah sejalan dengan sasaran strategis dan strategi bisnis Bank secara keseluruhan.  Budaya manajemen Risiko Kepatuhan kuat dan telah diinternalisasikan dengan baik pada seluruh level organisasi.  Pelaksanaan tugas Komisaris, Direksi, dan Dewan Pengawas Syariah secara umum memadai. Terdapat beberapa kelemahan tetapi tidak signifikan dan dapat diperbaiki dengan segera.  Fungsi manajemen Risiko Kepatuhan memiliki tugas dan tanggung jawab yang jelas dan telah berjalan dengan baik. Terdapat kelemahan minor, tetapi dapat diselesaikan pada aktivitas bisnis normal.  Delegasi kewenangan dikendalikan dan dipantau secara berkala, dan telah berjalan dengan baik.  Strategi Risiko Kepatuhan sejalan dengan tingkat Risiko yang akan diambil dan toleransi Risiko.  Kebijakan dan prosedur manajemen Risiko Kepatuhan memadai dan tersedia untuk seluruh area manajemen Risiko Kepatuhan, sejalan dengan penerapan, dan dipahami dengan baik oleh pegawai meskipun terdapat kelemahan minor.  Proses manajemen Risiko Kepatuhan memadai dalam mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan Risiko Kepatuhan. Sistem... -65- Peringkat Definisi Peringkat  Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko Kepatuhan baik termasuk pelaporan Risiko Kepatuhan kepada Dewan Komisaris, Direksi, dan Dewan Pengawas Syariah. Terdapat kelemahan minor tetapi dapat diperbaiki dengan mudah.  Sumber daya manusia memadai baik dari sisi kuantitas maupun kompetensi pada fungsi manajemen Risiko Kepatuhan.  Sistem pengendalian intern efektif dalam mendukung pelaksanaan Manajemen Risiko.  Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review) oleh satuan kerja audit internal dan fungsi yang melakukan kaji ulang independen memadai baik dari sisi metodologi, frekuensi, maupun pelaporan kepada Dewan Komisaris, Direksi, dan Dewan Pengawas Syariah.  Terdapat kelemahan tetapi tidak signifikan berdasarkan hasil review independen.  Tindak lanjut atas kaji ulang independen telah dilaksanakan dengan memadai. Fair (3) Kualitas penerapan manajemen Risiko Kepatuhan cukup memadai. Meskipun persyaratan minimum terpenuhi, terdapat beberapa kelemahan yang membutuhkan perhatian manajemen. Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Dewan Komisaris, Direksi, dan Dewan Pengawas Syariah memiliki awareness dan pemahaman yang cukup baik mengenai manajemen Risiko Kepatuhan.  Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) cukup memadai tetapi tidak selalu sejalan dengan sasaran strategis dan strategi bisnis Bank secara keseluruhan.  Budaya manajemen Risiko Kepatuhan cukup kuat dan telah diinternalisasikan dengan cukup baik tetapi belum selalu dilaksanakan secara konsisten.  Pelaksanaan tugas Komisaris, Direksi, dan Dewan Pengawas Syariah secara umum cukup memadai. Terdapat kelemahan pada beberapa aspek penilaian yang perlu mendapat perhatian manajemen.  Fungsi manajemen Risiko Kepatuhan cukup baik, tetapi terdapat beberapa kelemahan yang perlu mendapat perhatian manajemen.  Delegasi kewenangan cukup baik, tetapi pengendalian dan pemantauan tidak selalu dilaksanakan dengan baik.  Strategi Risiko Kepatuhan cukup sejalan dengan tingkat Risiko... -66- Peringkat Definisi Peringkat Risiko yang akan diambil dan toleransi Risiko.  Kebijakan dan prosedur manajemen Risiko Kepatuhan cukup memadai tetapi tidak selalu konsisten dengan penerapan.  Proses manajemen Risiko Kepatuhan cukup memadai dalam mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan Risiko Hukum.  Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko Kepatuhan memenuhi ekspektasi minimum tetapi terdapat beberapa kelemahan termasuk pelaporan kepada Dewan Komisaris, Direksi, dan Dewan Pengawas Syariah yang membutuhkan perhatian manajemen.  Secara umum sumber daya manusia cukup memadai baik dari sisi kuantitas maupun kompetensi pada fungsi manajemen Risiko Kepatuhan.  Sistem pengendalian intern cukup efektif dalam mendukung pelaksanaan Manajemen Risiko.  Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review) oleh satuan kerja audit internal dan fungsi yang melakukan kaji ulang independen cukup memadai. Terdapat beberapa kelemahan pada metodologi, frekuensi, dan/atau pelaporan kepada Dewan Komisaris, Direksi, dan Dewan Pengawas Syariah yang membutuhkan perhatian manajemen.  Terdapat kelemahan yang cukup signifikan berdasarkan hasil review independen yang membutuhkan perhatian manajemen.  Tindak lanjut atas kaji ulang independen telah dilaksanakan dengan cukup memadai. Marginal (4) Kualitas penerapan manajemen Risiko Kepatuhan kurang memadai. Terdapat kelemahan signifikan pada berbagai aspek manajemen Risiko Kepatuhan yang membutuhkan tindakan korektif segera. Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Kelemahan signifikan pada awareness dan pemahaman Dewan Komisaris, Direksi, dan Dewan Pengawas Syariah mengenai manajemen Risiko Kepatuhan.  Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) kurang memadai dan tidak sejalan dengan sasaran strategis dan strategi bisnis Bank secara keseluruhan.  Budaya manajemen Risiko Kepatuhan kurang kuat dan belum diinternalisasikan dengan baik pada setiap level satuan kerja. Pelaksanaan... -67- Peringkat Definisi Peringkat  Pelaksanaan tugas Komisaris, Direksi, dan Dewan Pengawas Syariah secara umum kurang memadai. Terdapat kelemahan pada berbagai aspek penilaian yang membutuhkan perbaikan segera.  Kelemahan signifikan pada fungsi manajemen Risiko Kepatuhan yang membutuhkan perbaikan segera.  Delegasi kewenangan lemah dan tidak dikendalikan dan dipantau dengan baik.  Strategi Risiko Kepatuhan kurang sejalan dengan tingkat Risiko yang akan diambil dan toleransi Risiko.  Kelemahan signifikan pada kebijakan, prosedur, dan limit Risiko Kepatuhan.  Proses manajemen Risiko Kepatuhan kurang memadai dalam mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan Risiko Kepatuhan.  Kelemahan signifikan pada Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko Kepatuhan termasuk pelaporan kepada Dewan Komisaris, Direksi, dan Dewan Pengawas Syariah yang membutuhkan perbaikan segera.  Sumber daya manusia kurang memadai dari segi kuantitas maupun kompetensi pada fungsi manajemen Risiko Kepatuhan.  Sistem pengendalian intern kurang efektif dalam mendukung pelaksanaan Manajemen Risiko.  Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review) oleh satuan kerja audit internal dan fungsi yang melakukan kaji ulang independen kurang memadai. Terdapat kelemahan pada metodologi, frekuensi, dan/atau pelaporan kepada Dewan Komisaris, Direksi, dan Dewan Pengawas Syariah yang membutuhkan perbaikan segera.  Terdapat kelemahan yang signifikan berdasarkan hasil review independen yang membutuhkan tindakan perbaikan segera.  Tindak lanjut atas kaji ulang independen kurang memadai. Unstatisfactory (5) Unsatisfactory Kualitas penerapan manajemen Risiko Kepatuhan tidak memadai. Terdapat kelemahan signifikan pada berbagai aspek manajemen Risiko Kepatuhan di mana tindakan penyelesaiannya di luar kemampuan manajemen. Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Awareness dan pemahaman Dewan Komisaris, Direksi, dan Dewan Pengawas Syariah sangat lemah mengenai manajemen Risiko Kepatuhan. Perumusan... -68- Peringkat Definisi Peringkat  Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) tidak memadai dan tidak terdapat kaitan dengan dengan sasaran strategis dan strategi bisnis Bank secara keseluruhan.  Budaya manajemen Risiko Kepatuhan tidak kuat.  Kelemahan signifikan pada fungsi manajemen Risiko Kepatuhan yang membutuhkan perbaikan fundamental.  Delegasi kewenangan sangat lemah.  Strategi Risiko Kepatuhan tidak sejalan dengan tingkat Risiko yang akan diambil dan toleransi Risiko.  Proses manajemen Risiko Kepatuhan tidak memadai dalam mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan Risiko Kepatuhan.  Kelemahan fundamental pada Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko Kepatuhan. Pelaporan Risiko Kepatuhan kepada Dewan Komisaris, Direksi, dan Dewan Pengawas Syariah sangat tidak memadai.  Sumber daya manusia tidak memadai dari segi kuantitas maupun kompetensi pada fungsi manjemen Risiko Kepatuhan.  Sistem pengendalian intern tidak efektif dalam mendukung pelaksanaan Manajemen Risiko.  Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review) oleh satuan kerja audit internal dan fungsi yang melakukan kaji ulang independen kurang memadai. Terdapat kelemahan pada metodologi, frekuensi, dan/atau pelaporan kepada Dewan Komisaris, Direksi, dan Dewan Pengawas Syariah yang membutuhkan perbaikan fundamental.  Terdapat kelemahan yang sangat signifikan berdasarkan hasil review independen di mana tindakan perbaikannya di luar kemampuan manajemen.  Tindak lanjut atas kaji ulang independen tidak memadai atau tidak ada. LAMPIRAN... -69- LAMPIRAN III.2.9.a Matriks Penetapan Peringkat Risiko Inheren Untuk Risiko Reputasi Peringkat Definisi Peringkat Low (1) Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari Risiko Reputasi tergolong sangat rendah selama periode waktu tertentu di masa datang. Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Secara umum tidak terdapat pengaruh reputasi negatif dari pemilik Bank dan perusahaan terkait, bahkan diharapkan pemilik Bank dan perusahaan terkait dapat memberikan pengaruh sangat positif tehadap reputasi Bank.  Pelanggaran atau potensi pelanggaran sangat minim atas etika bisnis. Bank memiliki reputasi sebagai perusahaan yang sangat menjunjung tinggi etika bisnis.  Produk Bank tidak kompleks dan mudah dipahami oleh nasabah.  Kerjasama bisnis yang dilakukan dengan mitra bisnis jumlahnya sangat minimal.  Frekuensi pemberitaan negatif terhadap Bank sangat minimal, pemberitaan negatif sifatnya sangat tidak material, dan ruang lingkup pemberitaan terbatas.  Frekuensi penyampaian keluhan nasabah sangat minimal dan sangat tidak material. Low to Moderate (2) Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari Risiko Reputasi tergolong rendah selama periode waktu tertentu di masa datang. Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Terdapat pengaruh reputasi negatif dari pemilik Bank dan perusahaan terkait namun skala pengaruhnya kecil dan dapat dimitigasi dengan baik.  Pelanggaran/potensi pelanggaran etika bisnis minimal dan Bank memiliki reputasi sebagai perusahaan yang menjunjung tinggi etika bisnis.  Produk Bank sederhana sehingga relatif tidak membutuhkan pemahaman khusus nasabah.  Kerjasama bisnis yang dilakukan dengan mitra bisnis jumlahnya minimal.  Frekuensi pemberitaan negatif terhadap Bank minimal, pemberitaan negatif sifatnya tidak material, dan ruang lingkup pemberitaan yang kecil relatif terhadap skala Bank.  Frekuensi penyampaian keluhan yang minimal dan tidak material... -70- Peringkat Definisi Peringkat material. Moderate (3) Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari Risiko Reputasi tergolong cukup tinggi selama periode waktu tertentu di masa datang. Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Terdapat pengaruh reputasi negatif dari pemilik Bank dan perusahaan terkait walaupun skala pengaruh cukup besar namun masih dapat dikendalikan.  Terjadi pelanggaran/potensi pelanggaran etika bisnis namun skala pengaruhnya cukup signifikan dan dapat membutuhkan perhatian manajemen.  Produk Bank cukup kompleks sehingga pada tingkat tertentu membutuhkan pemahaman khusus nasabah.  Kerjasama bisnis yang dilakukan dengan mitra bisnis jumlahnya cukup banyak.  Frekuensi pemberitaan negatif terhadap Bank cukup banyak, pemberitaan negatif sifatnya cukup material, dan ruang lingkup pemberitaan yang cukup luas terhadap skala Bank.  Frekuensi penyampaian keluhan cukup banyak dan cukup material. Moderate to High (4) Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari Risiko Reputasi tergolong tinggi selama periode waktu tertentu di masa datang. Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Terdapat pengaruh reputasi negatif dari pemilik Bank dan perusahaan terkait dengan skala pengaruh yang material dan membutuhkan perhatian khusus manajemen.  Terjadi pelanggaran/potensi pelanggaran etika bisnis dengan skala pengaruh material dan membutuhkan perhatian secara khusus.  Produk Bank kompleks sehingga membutuhkan pemahaman khusus nasabah.  Kerjasama bisnis yang dilakukan dengan mitra bisnis jumlahnya material.  Frekuensi pemberitaan negatif terhadap Bank banyak, pemberitaan negatif sifatnya material, dan ruang lingkup pemberitaan yang besar relatif terhadap skala Bank.  Frekuensi penyampaian keluhan yang banyak dan material. High (5) Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan Bank... -71- Peringkat Definisi Peringkat Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari Risiko Reputasi tergolong sangat tinggi selama periode waktu tertentu di masa datang. Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Terdapat pengaruh reputasi negatif dari pemilik Bank dan perusahaan terkait dengan skala pengaruh yang sangat material dan membutuhkan tindak lanjut dan manajemen dengan segera.  Terjadi pelanggaran/potensi pelanggaran etika bisnis dengan skala sangat material dan membutuhkan lanjut dan manajemen dengan segera.  Produk Bank sangat kompleks sehingga sangat membutuhkan pemahaman khusus nasabah.  Kerjasama bisnis yang dilakukan dengan mitra bisnis jumlahnya material.  Frekuensi pemberitaan negatif terhadap Bank sangat banyak, pemberitaan negatif sifatnya sangat material, dan ruang lingkup pemberitaan yang sangat besar relatif terhadap skala Bank.  Frekuensi penyampaian keluhan yang sangat tinggi dan sangat material. LAMPIRAN... -72- LAMPIRAN III.2.9.b Matriks Penetapan Peringkat Kualitas Penerapan Manajemen Risiko Untuk Risiko Reputasi Peringkat Strong (1) Definisi Peringkat Kualitas penerapan manajemen Risiko Reputasi sangat memadai. Meskipun terdapat kelemahan minor, tetapi kelemahan tersebut tidak signifikan sehingga dapat diabaikan. Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Dewan Komisaris dan Direksi memiliki awareness dan pemahaman yang sangat baik mengenai manajemen Risiko Reputasi.  Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) sangat memadai dan telah sejalan dengan sasaran strategis dan strategi bisnis Bank secara keseluruhan.  Budaya manajemen Risiko Reputasi sangat kuat dan telah diinternalisasikan dengan sangat baik pada seluruh level organisasi.  Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi secara keseluruhan sangat memadai.  Fungsi manajemen Risiko Reputasi independen, memiliki tugas dan tanggung jawab yang jelas, dan telah berjalan dengan sangat baik.  Delegasi kewenangan dikendalikan dan dipantau secara berkala, dan telah berjalan dengan sangat baik.  Strategi Risiko Reputasi sangat sejalan dengan tingkat Risiko yang akan diambil dan toleransi Risiko.  Kebijakan dan prosedur manajemen Risiko Reputasi sangat memadai dan tersedia untuk seluruh area manajemen Risiko Reputasi, sejalan dengan penerapan, dan dipahami dengan baik oleh pegawai.  Proses manajemen Risiko Reputasi sangat memadai dalam mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan Risiko Reputasi.  Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko Reputasi sangat baik sehingga menghasilkan Laporan Risiko Reputasi yang komprehensif dan terintegrasi kepada Dewan Komisaris dan Direksi.  Secara umum sumber daya manusia sangat memadai dari segi kuantitas maupun kompetensi pada fungsi manajemen Risiko Reputasi.  Sistem pengendalian intern sangat efektif dalam mendukung pelaksanaan Manajemen Risiko. Pelaksanaan... -73- Peringkat Definisi Peringkat  Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review) oleh satuan kerja audit internal dan fungsi yang melakukan kaji ulang independen sangat memadai baik dari sisi metodologi, frekuensi, maupun pelaporan kepada Dewan Komisaris dan Direksi.  Secara umum tidak terdapat kelemahan yang signifikan berdasarkan hasil review independen.  Tindak lanjut atas kaji ulang independen telah dilaksanakan dengan sangat memadai. Satisfactory (2) Kualitas penerapan manajemen Risiko Reputasi memadai meskipun terdapat beberapa kelemahan minor, tetapi kelemahan tersebut dapat diselesaikan pada aktivitas bisnis normal. Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Dewan Komisaris dan Direksi memiliki awareness dan pemahaman yang baik mengenai manajemen Risiko Reputasi.  Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) memadai dan telah sejalan dengan sasaran strategis dan strategi bisnis Bank secara keseluruhan.  Budaya manajemen Risiko Reputasi kuat dan telah diinternalisasikan dengan baik pada seluruh level organisasi.  Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi secara umum memadai. Terdapat beberapa kelemahan tetapi tidak signifikan dan dapat diperbaiki dengan segera.  Fungsi manajemen Risiko Reputasi memiliki tugas dan tanggung jawab yang jelas dan telah berjalan dengan baik. Terdapat kelemahan minor, tetapi dapat diselesaikan pada aktivitas bisnis normal.  Delegasi kewenangan dikendalikan dan dipantau secara berkala, dan telah berjalan dengan baik.  Strategi Risiko Reputasi sejalan dengan tingkat Risiko yang akan diambil dan toleransi Risiko.  Kebijakan dan prosedur manajemen Risiko Reputasi memadai dan tersedia untuk seluruh area manajemen Risiko Reputasi, sejalan dengan penerapan, dan dipahami dengan baik oleh pegawai meskipun terdapat kelemahan minor.  Proses manajemen Risiko Reputasi memadai dalam mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan Risiko Reputasi.  Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko Reputasi baik termasuk... -74- Peringkat Definisi Peringkat termasuk pelaporan Risiko Reputasi kepada Dewan Komisaris dan Direksi. Terdapat kelemahan minor tetapi dapat diperbaiki dengan mudah.  Sumber daya manusia memadai baik dari sisi kuantitas maupun kompetensi pada fungsi manajemen Risiko Reputasi.  Sistem pengendalian intern efektif dalam mendukung pelaksanaan Manajemen Risiko.  Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review) oleh satuan kerja audit internal dan fungsi yang melakukan kaji ulang independen memadai baik dari sisi metodologi, frekuensi, maupun pelaporan kepada Dewan Komisaris dan Direksi.  Terdapat kelemahan tetapi tidak signifikan berdasarkan hasil review independen.  Tindak lanjut atas kaji ulang independen telah dilaksanakan dengan memadai. Fair (3) Kualitas penerapan manajemen Risiko Reputasi cukup memadai. Meskipun persyaratan minimum terpenuhi, terdapat beberapa kelemahan yang membutuhkan perhatian manajemen. Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Dewan Komisaris dan Direksi memiliki awareness dan pemahaman yang cukup baik mengenai manajemen Risiko Reputasi.  Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) cukup memadai tetapi tidak selalu sejalan dengan sasaran strategis dan strategi bisnis Bank secara keseluruhan.  Budaya manajemen Risiko Reputasi cukup kuat dan telah diinternalisasikan dengan cukup baik tetapi belum selalu dilaksanakan secara konsisten.  Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi secara umum cukup memadai. Terdapat kelemahan pada beberapa aspek penilaian yang perlu mendapat perhatian manajemen.  Fungsi manajemen Risiko Reputasi cukup baik, tetapi terdapat beberapa kelemahan yang perlu mendapat perhatian manajemen.  Delegasi kewenangan cukup baik, tetapi pengendalian dan pemantauan tidak selalu dilaksanakan dengan baik.  Strategi Risiko Reputasi cukup sejalan dengan tingkat Risiko yang akan diambil dan toleransi Risiko.  Kebijakan dan prosedur manajemen Risiko Reputasi cukup... -75- Peringkat Definisi Peringkat cukup memadai tetapi tidak selalu konsisten dengan penerapan.  Proses manajemen Risiko Reputasi cukup memadai dalam mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan Risiko Reputasi.  Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko memenuhi ekspektasi minimum tetapi terdapat beberapa kelemahan termasuk pelaporan kepada Dewan Komisaris dan Direksi yang membutuhkan perhatian manajemen.  Secara umum sumber daya manusia cukup memadai baik dari sisi kuantitas maupun kompetensi pada fungsi manajemen Risiko Reputasi.  Sistem pengendalian intern cukup efektif dalam mendukung pelaksanaan Manajemen Risiko.  Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review) oleh satuan kerja audit internal dan fungsi yang melakukan kaji ulang independen cukup memadai. Terdapat beberapa kelemahan pada metodologi, frekuensi, dan/atau pelaporan kepada Dewan Komisaris dan Direksi yang membutuhkan perhatian manajemen.  Terdapat kelemahan yang cukup signifikan berdasarkan hasil review independen yang membutuhkan perhatian manajemen.  Tindak lanjut atas kaji ulang independen telah dilaksanakan dengan cukup memadai. Marginal (4) Kualitas penerapan manajemen Risiko Reputasi kurang memadai. Terdapat kelemahan signifikan pada berbagai aspek manajemen Risiko Reputasi yang membutuhkan tindakan korektif segera. Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Kelemahan signifikan pada awareness dan pemahaman Dewan Komisaris dan Direksi mengenai manajemen Risiko Reputasi.  Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) kurang memadai dan tidak sejalan dengan sasaran strategis dan strategi bisnis Bank secara keseluruhan.  Budaya manajemen Risiko Reputasi kurang kuat dan belum diinternalisasikan dengan baik pada setiap level satuan kerja.  Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi secara umum kurang memadai. Terdapat kelemahan pada berbagai aspek penilaian yang membutuhkan perbaikan segera.  Kelemahan signifikan pada fungsi manajemen Risiko Reputasi... -76- Peringkat Definisi Peringkat Reputasi yang membutuhkan perbaikan segera.  Delegasi kewenangan lemah dan tidak dikendalikan dan dipantau dengan baik.  Strategi Risiko Reputasi kurang sejalan dengan tingkat Risiko yang akan diambil dan toleransi Risiko.  Kelemahan signifikan pada kebijakan, prosedur, dan limit Risiko Reputasi.  Proses manajemen Risiko Reputasi kurang memadai dalam mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan Risiko Reputasi.  Kelemahan signifikan pada Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko Reputasi termasuk pelaporan kepada Dewan Komisaris dan Direksi yang membutuhkan perbaikan segera.  Sumber daya manusia kurang memadai dari segi kuantitas maupun kompetensi pada fungsi manajemen Risiko Reputasi.  Sistem pengendalian intern kurang efektif dalam mendukung pelaksanaan Manajemen Risiko.  Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review) oleh satuan kerja audit internal dan fungsi yang melakukan kaji ulang independen kurang memadai. Terdapat kelemahan pada metodologi, frekuensi, dan/atau pelaporan kepada Dewan Komisaris dan Direksi yang membutuhkan perbaikan segera.  Terdapat kelemahan yang signifikan berdasarkan hasil review independen yang membutuhkan tindakan perbaikan segera.  Tindak lanjut atas kaji ulang independen kurang memadai. Unsatisfactory Unstatisfactory (5) Kualitas penerapan manajemen Risiko Reputasi tidak memadai. Terdapat kelemahan signifikan pada berbagai aspek manajemen Risiko Reputasi di mana tindakan penyelesaiannya di luar kemampuan manajemen. Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Awareness dan pemahaman Dewan Komisaris dan Direksi sangat lemah mengenai manajemen Risiko Reputasi.  Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) tidak memadai dan tidak terdapat kaitan dengan dengan sasaran strategis dan strategi bisnis Bank secara keseluruhan.  Budaya manajemen Risiko Reputasi tidak kuat atau belum... -77- Peringkat Definisi Peringkat belum ada sama sekali.  Kelemahan signifikan pada fungsi manajemen Risiko Reputasi yang membutuhkan perbaikan fundamental.  Delegasi kewenangan sangat lemah atau tidak ada.  Strategi Risiko Reputasi tidak sejalan dengan tingkat Risiko yang akan diambil dan toleransi Risiko.  Proses manajemen Risiko Reputasi tidak memadai dalam mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan Risiko Reputasi.  Kelemahan fundamental pada Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko Reputasi. Pelaporan Risiko Reputasi kepada Dewan Komisaris dan Direksi sangat tidak memadai.  Sumber daya manusia tidak memadai dari segi kuantitas maupun kompetensi pada fungsi manjemen Risiko Reputasi.  Sistem pengendalian intern tidak efektif dalam mendukung pelaksanaan Manajemen Risiko.  Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review) oleh satuan kerja audit internal dan fungsi yang melakukan kaji ulang independen kurang memadai. Terdapat kelemahan pada metodologi, frekuensi, dan/atau pelaporan kepada Dewan Komisaris dan Direksi yang membutuhkan perbaikan fundamental.  Terdapat kelemahan yang sangat signifikan berdasarkan hasil review independen di mana tindakan perbaikannya di luar kemampuan manajemen.  Tindak lanjut atas kaji ulang independen tidak memadai atau tidak ada. LAMPIRAN... -78- LAMPIRAN III.2.10.a Matriks Penetapan Peringkat Risiko Inheren Untuk Risiko Imbal Hasil Peringkat Definisi Peringkat Low (1) Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi bank dari Risiko Imbal Hasil tergolong sangat rendah selama periode waktu tertentu di masa datang. Contoh karakteristik bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Pengelolaan sumber dana atas investor yang memiliki risiko imbal hasil tinggi telah dilakukan dengan sangat baik.  Portofolio penyediaan dana didominasi eksposur yang memiliki imbal hasil tinggi dan mempunyai risiko yang termitigasi dengan sangat baik.  Eksposur penyediaan dana terdiversifikasi sangat signifikan ke akad yang memiliki imbal hasil pasti dan tetap.  Penyediaan dana memiliki kualitas yang sangat baik.  Strategi penyediaan dana atau business model bank tergolong stabil.  Portofolio penyediaan dana relatif tidak terpengaruh dengan perubahan faktor eksternal. Low to Moderate (2) Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi bank dari Risiko Investasi tergolong rendah selama periode waktu tertentu di masa datang. Contoh karakteristik bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Pengelolaan sumber dana atas investor yang memiliki risiko imbal hasil tinggi telah dilakukan dengan baik.  Portofolio penyediaan dana didominasi eksposur yang memiliki imbal hasil relatif tinggi dan mempunyai risiko yang termitigasi dengan baik.  Eksposur penyediaan dana terdiversifikasi relatif signifikan ke akad yang memiliki imbal hasil pasti dan tetap.  Penyediaan dana memiliki kualitas yang baik.  Strategi penyediaan dana atau business model bank tergolong relatif stabil.  Portofolio penyediaan dana relatif kurang terpengaruh terpengaruh dengan perubahan faktor eksternal. Moderate (3) Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi bank dari Risiko Investasi tergolong cukup tinggi selama periode waktu tertentu di masa datang. Contoh karakteristik bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut: Pengelolaan... -79- Peringkat Definisi Peringkat  Pengelolaan sumber dana atas investor yang memiliki risiko imbal hasil tinggi telah dilakukan dengan cukup baik.  Portofolio penyediaan dana didominasi eksposur yang memiliki imbal hasil cukup tinggi dan mempunyai risiko yang termitigasi dengan cukup baik.  Eksposur penyediaan dana terdiversifikasi cukup siginifikan ke akad yang memiliki imbal hasil pasti dan tetap.  Penyediaan dana memiliki kualitas yang cukup baik.  Strategi penyediaan dana atau business model bank tergolong cukup stabil.  Portofolio penyediaan dana relatif cukup terpengaruh dengan perubahan faktor eksternal. Moderate to High (4) Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi bank dari Risiko Imbal Hasil tergolong tinggi selama periode waktu tertentu di masa datang. Contoh karakteristik bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Pegelolaan sumber dana atas investor yang memiliki risiko imbal hasil tinggi telah dilakukan dengan kurang baik.  Portofolio penyediaan dana didominasi eksposur yang memiliki imbal hasil relatif rendah dan mempunyai risiko yang termitigasi dengan kurang baik.  Eksposur penyediaan dana kurang terdiversifikasi ke akad yang memiliki imbal hasil pasti dan tetap.  Penyediaan dana memiliki kualitas yang kurang baik.  Terdapat perubahan signifikan pada strategi penyediaan dana atau business model.  Portofolio penyediaan dana terpengaruh terpengaruh dengan perubahan faktor eksternal. High (5) Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi bank dari Risiko Imbal Hasil tergolong sangat tinggi selama periode waktu tertentu di masa datang. Contoh karakteristik bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Pengelolaan sumber dana atas investor yang memiliki risiko imbal hasil tinggi telah dilakukan dengan tidak baik.  Portofolio penyediaan dana didominasi eksposur yang memiliki imbal hasil rendah dan mempunyai risiko yang termitigasi dengan tidak baik.  Eksposur penyediaan dana tidak terdiversifikasi ke akad yang memiliki imbal hasil pasti dan tetap.  Penyediaan dana memiliki kualitas yang tidak baik. Terdapat... -80- Peringkat Definisi Peringkat  Terdapat perubahan sangat signifikan pada strategi penyediaan dana atau business model.  Portofolio penyediaan dana sangat terpengaruh terpengaruh dengan perubahan faktor eksternal. LAMPIRAN... -81- LAMPIRAN III.2.10.b Matriks Penetapan Peringkat Kualitas Penerapan Manajemen Risiko Untuk Risiko Imbal Hasil Peringkat Strong (1) Definisi Peringkat Kualitas penerapan manajemen Risiko Imbal Hasil sangat memadai. Meskipun terdapat kelemahan minor, tetapi kelemahan tersebut tidak signifikan sehingga dapat diabaikan. Contoh karakteristik bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Strategi pengelolaan sumber dana atas investor yang memiliki risiko imbal hasil tinggi telah dilakukan dengan sangat baik.  Strategi penyediaan dana kepada portofolio yang mengandung imbal hasil tinggi dan terdiversifikasi serta memiliki kualitas yang sangat baik.  Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) imbal hasil sangat memadai dan telah sejalan dengan sasaran strategis dan strategi bisnis bank secara keseluruhan.  Dewan Komisaris dan Direksi memiliki awareness dan pemahaman yang sangat baik mengenai manajemen Risiko Imbal Hasil.  Budaya manajemen Risiko Imbal Hasil sangat kuat dan telah diinternalisasikan dengan sangat baik pada seluruh tingkatan organisasi.  Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi secara keseluruhan sangat memadai.  Fungsi manajemen Risiko Imbal Hasil independen, memiliki tugas dan tanggung jawab yang jelas, dan telah berjalan dengan sangat baik.  Delegasi kewenangan dikendalikan dan dipantau secara berkala, dan telah berjalan dengan sangat baik.  Strategi pembiayaan sangat baik dan sangat sejalan dengan tingkat Risiko yang akan diambil dan toleransi Risiko Imbal Hasil.  Kebijakan, prosedur, dan limit Risiko Imbal Hasil sangat memadai dan tersedia untuk seluruh area manajemen Risiko Imbal Hasil, sejalan dengan penerapan, dan dipahami dengan baik oleh pegawai.  Proses manajemen Risiko Imbal Hasil sangat memadai dalam mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan Risiko Imbal Hasil.  Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko Imbal Hasil sangat baik sehingga menghasilkan pelaporan Risiko Investasi... -82- Peringkat Definisi Peringkat Investasi yang komprehensif dan terintegrasi kepada Dewan Komisaris dan Direksi.  Secara umum Sumber Daya Manusia (SDM) sangat memadai baik dari sisi kuantitas maupun kompetensi pada fungsi manajemen Risiko Imbal Hasil.  Sistem pengendalian intern sangat efektif dalam mendukung pelaksanaan manajemen Risiko Imbal Hasil.  Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review) oleh Satuan Kerja Audit Internal dan fungsi yang melakukan kaji ulang independen sangat memadai baik dari sisi metodologi, frekuensi, maupun pelaporan kepada Dewan Komisaris dan Direksi.  Secara umum tidak terdapat kelemahan yang signifikan berdasarkan hasil kaji ulang independen.  Tindak lanjut atas kaji ulang independen telah dilaksanakan dengan sangat memadai. Satisfactory (2) Kualitas penerapan manajemen Risiko Imbal Hasil memadai. Meskipun terdapat beberapa kelemahan minor, tetapi kelemahan tersebut dapat diselesaikan pada aktivitas bisnis normal. Contoh karakteristik bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Strategi pengelolaan sumber dana atas investor yang memiliki risiko imbal hasil tinggi telah dilakukan dengan baik.  Strategi penyediaan dana kepada portofolio yang mengandung imbal hasil relatif tinggi dan relatif terdiversifikasi serta memiliki kualitas yang baik.  Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) memadai dan telah sejalan dengan sasaran strategis dan strategi bisnis bank secara keseluruhan.  Dewan Komisaris dan Direksi memiliki awareness dan pemahaman yang baik mengenai manajemen Risiko Imbal Hasil.  Budaya manajemen Risiko Imbal Hasil kuat dan telah diinternalisasikan dengan sangat baik pada seluruh tingkatan organisasi.  Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi secara keseluruhan memadai. Terdapat beberapa kelemahan tetapi tidak signifikan dan dapat diperbaiki dengan segera.  Fungsi manajemen Risiko Imbal Hasil independen, memiliki tugas dan tanggung jawab yang jelas, dan telah berjalan dengan baik.Terdapat kelemahan minor, tetapi dapat... -83- Peringkat Definisi Peringkat dapat diselesaikan pada aktivitas bisnis normal.  Delegasi kewenangan dikendalikan dan dipantau secara berkala, dan telah berjalan dengan baik.  Strategi pembiayaan baik dan sejalan dengan tingkat Risiko yang akan diambil dan toleransi Risiko Imbal Hasil.  Kebijakan, prosedur, dan limit Risiko Imbal Hasil memadai dan tersedia untuk seluruh area manajemen Risiko Imbal Hasil, sejalan dengan penerapan, dan dipahami dengan baik oleh pegawai.  Proses manajemen Risiko Imbal Hasil memadai dalam mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan Risiko Imbal Hasil.  Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko Imbal Hasil baik termasuk pelaporan Risiko Imbal Hasil kepada Dewan Komisaris dan Direksi. Terdapat kelemahan minor tetapi dapat diperbaiki dengan mudah.  Sumber Daya Manusia (SDM) memadai baik dari sisi kuantitas maupun kompetensi pada fungsi manajemen Risiko Imbal Hasil.  Sistem pengendalian intern efektif dalam mendukung pelaksanaan manajemen Risiko Imbal Hasil.  Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review) oleh Satuan Kerja Audit Internal dan fungsi yang melakukan kaji ulang independen memadai baik dari sisi metodologi, frekuensi, maupun pelaporan kepada Dewan Komisaris dan Direksi.  Terdapat kelemahan tetapi tidak signifikan berdasarkan hasil kaji ulang independen.  Tindak lanjut atas kaji ulang independen telah dilaksanakan dengan memadai. Fair (3) Kualitas penerapan manajemen Risiko Imbal Hasil cukup memadai. Meskipun persyaratan minimum terpenuhi, terdapat beberapa kelemahan yang membutuhkan perhatian manajemen. Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Strategi pengelolaan sumber dana atas investor yang memiliki risiko imbal hasil tinggi telah dilakukan dengan cukup baik.  Strategi Penyediaan dana kepada portofolio yang mengandung imbal hasil cukup tinggi dan cukup terdiversifikasi serta memiliki kualitas yang cukup baik.  Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) cukup memadai... -84- Peringkat Definisi Peringkat memadai tetapi tidak selalu sejalan dengan sasaran strategis dan strategi bisnis bank secara keseluruhan.  Dewan Komisaris dan Direksi memiliki awareness dan pemahaman yang cukup baik mengenai manajemen Risiko Imbal Hasil.  Budaya manajemen Risiko Imbal Hasil cukup kuat dan telah diinternalisasikan dengan cukup baik tetapi belum selalu dilaksanakan secara konsisten.  Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi secara keseluruhan cukup memadai. Terdapat beberapa kelemahan pada beberapa aspek penilaian yang perlu mendapat perhatian manajemen.  Fungsi manajemen Risiko Imbal Hasil telah berjalan cukup baik, tetapi terdapat beberapa kelemahan cukup signifikan yang perlu segera diselesaikan oleh manajemen.  Delegasi kewenangan cukup baik, tetapi pengendalian dan pemantauan tidak selalu dilaksanakan dengan baik.  Strategi pembiayaan cukup sejalan dengan tingkat Risiko yang akan diambil dan toleransi Risiko Imbal Hasil.  Kebijakan, prosedur, dan limit Risiko Imbal Hasil cukup memadai tetapi tidak selalu konsisten dengan penerapan dan/atau tidak dipahami dengan baik oleh pegawai.  Proses manajemen Risiko Imbal Hasil cukup memadai dalam mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan Risiko Imbal Hasil.  Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko Imbal Hasil memenuhi ekspektasi minimum tetapi terdapat beberapa kelemahan termasuk pelaporan Risiko Imbal Hasil kepada Dewan Komisaris dan Direksi yang membutuhkan perhatian manajemen.  Sumber Daya Manusia (SDM) cukup memadai baik dari sisi kuantitas maupun kompetensi pada fungsi manajemen Risiko Imbal Hasil.  Sistem pengendalian intern cukup efektif dalam mendukung pelaksanaan manajemen Risiko Imbal Hasil.  Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review) oleh Satuan Kerja Audit Internal dan fungsi yang melakukan kaji ulang independen cukup memadai. Terdapat beberapa kelemahan pada metodologi, frekuensi, dan/atau pelaporan kepada Dewan Komisaris dan Direksi yang membutuhkan perhatian manajemen.  Terdapat kelemahan yang cukup signifikan berdasarkan hasil kaji ulang independen. Tindak... -85- Peringkat Definisi Peringkat  Tindak lanjut atas kaji ulang independen telah dilaksanakan dengan cukup memadai. Marginal (4) Kualitas penerapan manajemen Risiko Imbal Hasil kurang memadai. Terdapat kelemahan signifikan pada berbagai aspek manajemen Risiko Imbal Hasil yang membutuhkan tindakan korektif segera. Contoh karakteristik bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Strategi pengelolaan sumber dana atas investor yang memiliki risiko imbal hasil tinggi telah dilakukan dengan kurang baik.  Strategi penyediaan dana kepada portofolio yang mengandung imbal hasil rendah dan kurang terdiversifikasi serta memiliki kualitas yang kurang baik.  Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) kurang memadai tetapi dan tidak sejalan dengan sasaran strategis dan strategi bisnis bank secara keseluruhan.  Kelemahan signifikan pada awareness dan pemahaman Dewan Komisaris dan Direksi mengenai manajemen Risiko Imbal Hasil.  Budaya manajemen Risiko Imbal Hasil kurang kuat dan belum diinternalisasikan pada setiap tingkatan satuan kerja.  Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi secara keseluruhan kurang memadai. Terdapat kelemahan pada beberapa aspek penilaian yang membutuhkan perbaikan segera.  Kelemahan signifikan pada fungsi manajemen Risiko Imbal Hasil yang membutuhkan perbaikan segera.  Delegasi kewenangan lemah dan tidak dikendalikan dan dipantau dengan baik.  Strategi pembiayaan kurang sejalan dengan tingkat Risiko yang akan diambil dan toleransi Risiko Imbal Hasil.  Kelemahan signifikan pada kebijakan, prosedur, dan limit Risiko Imbal Hasil.  Proses manajemen Risiko Imbal Hasil kurang memadai dalam mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan Risiko Imbal Hasil.  Kelemahan signifikan pada Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko Imbal Hasil termasuk pelaporan Risiko kepada Dewan Komisaris dan Direksi yang membutuhkan perbaikan segera.  Sumber Daya Manusia (SDM) kurang memadai dari segi kuantitas... -86- Peringkat Definisi Peringkat kuantitas maupun kompetensi pada fungsi manajemen Risiko Imbal Hasil.  Sistem pengendalian intern kurang efektif dalam mendukung pelaksanaan manajemen Risiko Imbal Hasil.  Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review) oleh Satuan Kerja Audit Internal dan fungsi yang melakukan kaji ulang independen kurang memadai. Terdapat kelemahan pada metodologi, frekuensi, dan/atau pelaporan kepada Dewan Komisaris dan Direksi yang membutuhkan perbaikan segera.  Terdapat kelemahan yang signifikan berdasarkan hasil kaji ulang independen yang membutuhkan perbaikan segera.  Tindak lanjut atas kaji ulang independen kurang memadai. Unsatisfactory Unstatisfactory (5) Kualitas penerapan manajemen Risiko Imbal Hasil tidak memadai. Terdapat kelemahan signifikan pada berbagai aspek manajemen Risiko Imbal Hasil di mana tindakan penyelesaiannya di luar kemampuan manajemen. Contoh karakteristik bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Strategi pengelolaan sumber dana atas investor yang memiliki risiko imbal hasil tinggi telah dilakukan dengan tidak baik.  Strategi penyediaan dana kepada portofolio yang mengandung imbal hasil rendah dan tidak terdiversifikasi serta memiliki kualitas yang tidak baik.  Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) kurang memadai tetapi dan tidak sejalan dengan sasaran strategis dan strategi bisnis bank secara keseluruhan.  Kelemahan signifikan pada awareness dan pemahaman Dewan Komisaris dan Direksi mengenai manajemen Risiko Imbal Hasil.  Budaya manajemen Risiko Imbal Hasil kurang kuat dan belum diinternalisasikan pada setiap tingkatan satuan kerja.  Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi secara keseluruhan kurang memadai. Terdapat kelemahan pada beberapa aspek penilaian yang membutuhkan perbaikan segera.  Kelemahan signifikan pada fungsi manajemen Risiko Imbal Hasil yang membutuhkan perbaikan segera.  Delegasi kewenangan lemah dan tidak dikendalikan dan dipantau dengan baik. Strategi... -87- Peringkat Definisi Peringkat  Strategi pembiayaan kurang sejalan dengan tingkat Risiko yang akan diambil dan toleransi Risiko Imbal Hasil.  Kelemahan signifikan pada kebijakan, prosedur, dan limit Risiko Imbal Hasil.  Proses manajemen Risiko Imbal Hasil kurang memadai dalam mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan Risiko Imbal Hasil.  Kelemahan signifikan pada Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko Imbal Hasil termasuk pelaporan Risiko kepada Dewan Komisaris dan Direksi yang membutuhkan perbaikan segera.  Sumber Daya Manusia (SDM) kurang memadai dari segi kuantitas maupun kompetensi pada fungsi manajemen Risiko Imbal Hasil.  Sistem pengendalian intern kurang efektif dalam mendukung pelaksanaan manajemen Risiko Imbal Hasil.  Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review) oleh Satuan Kerja Audit Internal dan fungsi yang melakukan kaji ulang independen kurang memadai. Terdapat kelemahan pada metodologi, frekuensi, dan/atau pelaporan kepada Dewan Komisaris dan Direksi yang membutuhkan perbaikan segera.  Terdapat kelemahan yang signifikan berdasarkan hasil kaji ulang independen yang membutuhkan perbaikan segera.  Tindak lanjut atas kaji ulang independen kurang memadai. LAMPIRAN... -88- LAMPIRAN III.2.11.a Matriks Penetapan Peringkat Risiko Inheren Untuk Risiko Investasi Peringkat Definisi Peringkat Low (1) Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi bank dari Risiko Investasi tergolong sangat rendah selama periode waktu tertentu di masa datang. Contoh karakteristik bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Portofolio penyediaan dana yang berbasis bagi hasil (akad mudharabah dan musyarakah) sangat kecil.  Penyediaan dana berbasis bagi hasil (akad mudharabah dan musyarakah) memiliki kualitas yang sangat baik.  Strategi penyediaan dana atau business model bank ke akad yang berbasis bagi hasil diberikan kepada nasabah yang mempunyai track record yang sangat baik di bank dan ke bisnis nasabah yang dikuasai oleh bank serta memiliki risiko yang sangat rendah.  Portofolio penyediaan dana berbasis bagi hasil relatif tidak terpengaruh dengan perubahan faktor eksternal. Low to Moderate (2) Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi bank dari Risiko Investasi tergolong rendah selama periode waktu tertentu di masa datang. Contoh karakteristik bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Portofolio penyediaan dana yang berbasis bagi hasil (akad mudharabah dan musyarakah) kecil.  Penyediaan dana berbasis bagi hasil (akad mudharabah dan musyarakah) memiliki kualitas yang baik.  Strategi penyediaan dana atau business model bank ke akad yang berbasis bagi hasil diberikan kepada nasabah yang mempunyai track record yang baik di bank dan ke bisnis nasabah yang dikuasai oleh bank serta memiliki risiko yang rendah.  Portofolio penyediaan dana berbasis bagi hasil kurang terpengaruh dengan perubahan faktor eksternal. Moderate (3) Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi bank dari Risiko Investasi tergolong cukup tinggi selama periode waktu tertentu di masa datang. Contoh karakteristik bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Portofolio penyediaan dana yang berbasis bagi hasil (akad mudharabah dan musyarakah) cukup signifikan. Penyediaan... -89- Peringkat Definisi Peringkat  Penyediaan dana berbasis bagi hasil (akad mudharabah dan musyarakah) memiliki kualitas yang cukup baik.  Strategi penyediaan dana atau business model bank ke akad yang berbasis bagi hasil diberikan kepada nasabah yang mempunyai track record yang cukup baik di bank dan kebisnis nasabah yang dikuasai oleh bank serta memiliki risiko yang sedang.  Portofolio penyediaan dana berbasis bagi hasil cukup terpengaruh dengan perubahan faktor eksternal. Moderate to High (4) Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi bank dari Risiko Investasi tergolong tinggi selama periode waktu tertentu di masa datang. Contoh karakteristik bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Portofolio penyediaan dana yang berbasis bagi hasil (akad mudharabah dan musyarakah) signifikan.  Penyediaan dana berbasis bagi hasil (akad mudharabah dan musyarakah) memiliki kualitas yang kurang baik.  Strategi penyediaan dana atau business model bank ke akad yang berbasis bagi hasil diberikan kepada nasabah yang mempunyai track record yang kurang baik di bank dan ke bisnis nasabah yang kurang dikuasai oleh bank serta memiliki risiko yang cukup tinggi.  Portofolio penyediaan dana berbasis bagi hasil terpengaruh dengan perubahan faktor eksternal. High (5) Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi bank dari Risiko Investasi tergolong sangat tinggi selama periode waktu tertentu di masa datang. Contoh karakteristik bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Portofolio penyediaan dana yang berbasis bagi hasil (akad mudharabah dan musyarakah) sangat signifikan.  Penyediaan dana berbasis bagi hasil (akad mudharabah dan musyarakah) memiliki kualitas yang tidak baik.  Strategi penyediaan dana atau business model bank ke akad yang berbasis bagi hasil diberikan kepada nasabah yang mempunyai track record yang tidak baik di bank dan ke bisnis nasabah yang tidak dikuasai oleh bank serta memiliki risiko yang sangat sangat tinggi.  Portofolio penyediaan dana berbasis bagi hasil sangat terpengaruh dengan perubahan faktor eksternal. LAMPIRAN... -90- LAMPIRAN III.2.11.b Matriks Penetapan Peringkat Kualitas Penerapan Manajemen Risiko Untuk Risiko Investasi Peringkat Strong (1) Definisi Peringkat Kualitas penerapan manajemen Risiko Investasi sangat memadai. Meskipun terdapat kelemahan minor, tetapi kelemahan tersebut tidak signifikan sehingga dapat diabaikan. Contoh karakteristik bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) investasi sangat memadai dan telah sejalan dengan sasaran strategis dan strategi bisnis bank secara keseluruhan.  Dewan Komisaris dan Direksi memiliki awareness dan pemahaman yang sangat baik mengenai manajemen Risiko Investasi.  Budaya manajemen Risiko Investasi sangat kuat dan telah diinternalisasikan dengan sangat baik pada seluruh tingkatan organisasi.  Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi secara keseluruhan sangat memadai.  Fungsi manajemen Risiko Investasi independen, memiliki tugas dan tanggung jawab yang jelas, dan telah berjalan dengan sangat baik.  Delegasi kewenangan dikendalikan dan dipantau secara berkala, dan telah berjalan dengan sangat baik.  Strategi pembiayaan sangat baik dan sangat sejalan dengan tingkat Risiko yang akan diambil dan toleransi Risiko Investasi.  Kebijakan, prosedur, dan limit Risiko Investasi sangat memadai dan tersedia untuk seluruh area manajemen Risiko Investasi, sejalan dengan penerapan, dan dipahami dengan baik oleh pegawai.  Proses manajemen Risiko Investasi sangat memadai dalam mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan Risiko Investasi.  Proses penyediaan dana secara umum sangat memadai mulai dari proses underwriting hingga penanganan aset bermasalah.  Sistem pemeringkatan Risiko Investasi (investment risk grading) sangat baik, diterapkan secara konsisten, dan dipahami dengan baik oleh pegawai. Terdapat fungsi kaji ulang pembiayaan (financing review) yang independen dan berjalan dengan baik. Sistem... -91- Peringkat Definisi Peringkat  Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko Investasi sangat baik sehingga menghasilkan pelaporan Risiko Investasi yang komprehensif dan terintegrasi kepada Dewan Komisaris dan Direksi.  Secara umum Sumber Daya Manusia (SDM) sangat memadai baik dari sisi kuantitas maupun kompetensi pada fungsi manajemen Risiko Investasi.  Sistem pengendalian intern sangat efektif dalam mendukung pelaksanaan manajemen Risiko Investasi.  Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review) oleh Satuan Kerja Audit Internal dan fungsi yang melakukan kaji ulang independen sangat memadai baik dari sisi metodologi, frekuensi, maupun pelaporan kepada Dewan Komisaris dan Direksi.  Secara umum tidak terdapat kelemahan yang signifikan berdasarkan hasil kaji ulang independen.  Tindak lanjut atas kaji ulang independen telah dilaksanakan dengan sangat memadai. Satisfasctory... -92- Peringkat Definisi Peringkat Satisfactory (2) Kualitas penerapan manajemen Risiko Investasi memadai. Meskipun terdapat beberapa kelemahan minor, tetapi kelemahan tersebut dapat diselesaikan pada aktivitas bisnis normal. Contoh karakteristik bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) memadai dan telah sejalan dengan sasaran strategis dan strategi bisnis bank secara keseluruhan.  Dewan Komisaris dan Direksi memiliki awareness dan pemahaman yang baik mengenai manajemen Risiko Investasi.  Budaya manajemen Risiko Investasi kuat dan telah diinternalisasikan dengan sangat baik pada seluruh tingkatan organisasi.  Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi secara keseluruhan memadai. Terdapat beberapa kelemahan tetapi tidak signifikan dan dapat diperbaiki dengan segera.  Fungsi manajemen Risiko Investasi independen, memiliki tugas dan tanggung jawab yang jelas, dan telah berjalan dengan baik. Terdapat kelemahan minor, tetapi dapat diselesaikan pada aktivitas bisnis normal.  Delegasi kewenangan dikendalikan dan dipantau secara berkala, dan telah berjalan dengan baik.  Strategi pembiayaan baik dan sejalan dengan tingkat Risiko yang akan diambil dan toleransi Risiko Investasi.  Kebijakan, prosedur, dan limit Risiko Investasi memadai dan tersedia untuk seluruh area manajemen Risiko Investasi, sejalan dengan penerapan, dan dipahami dengan baik oleh pegawai.  Proses manajemen Risiko Investasi memadai dalam mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan Risiko Investasi.  Proses penyediaan dana baik. Terdapat kelemahan minor pada satu atau lebih aspek penyediaan dana tetapi dapat diperbaiki dengan mudah.  Sistem pemeringkatan Risiko Investasi (investment risk grading) baik, diterapkan secara konsisten dan dipahami oleh pegawai. Fungsi kaji ulang pembiayaan (financing review) independen. Terdapat kelemahan minor yang tidak mengganggu proses secara keseluruhan.  Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko Investasi baik termasuk pelaporan Risiko Investasi kepada Dewan Komisaris... -93- Peringkat Definisi Peringkat Komisaris dan Direksi. Terdapat kelemahan minor tetapi dapat diperbaiki dengan mudah.  Sumber Daya Manusia (SDM) memadai baik dari sisi kuantitas maupun kompetensi pada fungsi manajemen Risiko Investasi.  Sistem pengendalian intern efektif dalam mendukung pelaksanaan manajemen Risiko Investasi.  Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review) oleh Satuan Kerja Audit Internal dan fungsi yang melakukan kaji ulang independen memadai baik dari sisi metodologi, frekuensi, maupun pelaporan kepada Dewan Komisaris dan Direksi.  Terdapat kelemahan tetapi tidak signifikan berdasarkan hasil kaji ulang independen.  Tindak lanjut atas kaji ulang independen telah dilaksanakan dengan memadai. Fair... -94- Peringkat Definisi Peringkat Fair (3) Kualitas penerapan manajemen Risiko Investasi cukup memadai. Meskipun persyaratan minimum terpenuhi, terdapat beberapa kelemahan yang membutuhkan perhatian manajemen. Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) cukup memadai tetapi tidak selalu sejalan dengan sasaran strategis dan strategi bisnis bank secara keseluruhan.  Dewan Komisaris dan Direksi memiliki awareness dan pemahaman yang cukup baik mengenai manajemen Risiko Investasi.  Budaya manajemen Risiko Investasi cukup kuat dan telah diinternalisasikan dengan cukup baik tetapi belum selalu dilaksanakan secara konsisten.  Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi secara keseluruhan cukup memadai. Terdapat beberapa kelemahan pada beberapa aspek penilaian yang perlu mendapat perhatian manajemen.  Fungsi manajemen Risiko Investasi telah berjalan cukup baik, tetapi terdapat beberapa kelemahan cukup signifikan yang perlu segera diselesaikan oleh manajemen.  Delegasi kewenangan cukup baik, tetapi pengendalian dan pemantauan tidak selalu dilaksanakan dengan baik.  Strategi pembiayaan cukup sejalan dengan tingkat Risiko yang akan diambil dan toleransi Risiko Investasi.  Kebijakan, prosedur, dan limit Risiko Investasi cukup memadai tetapi tidak selalu konsisten dengan penerapan dan/atau tidak dipahami dengan baik oleh pegawai.  Proses manajemen Risiko Investasi cukup memadai dalam mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan Risiko Investasi.  Proses penyediaan dana cukup baik. Terdapat kelemahan pada satu atau lebih aspek penyediaan dana yang perlu mendapat perhatian manajemen.  Sistem pemeringkatan Risiko Investasi (investment risk grading) dan fungsi kaji ulang pembiayaan (financing review) cukup baik, tetapi terdapat beberapa kelemahan yang perlu mendapat perhatian manajemen.  Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko Investasi memenuhi ekspektasi minimum tetapi terdapat beberapa kelemahan termasuk pelaporan Risiko Investasi kepada Dewan Komisaris dan Direksi yang membutuhkan perhatian... -95- Peringkat Definisi Peringkat perhatian manajemen.  Sumber Daya Manusia (SDM) cukup memadai baik dari sisi kuantitas maupun kompetensi pada fungsi manajemen Risiko Investasi.  Sistem pengendalian intern cukup efektif dalam mendukung pelaksanaan manajemen Risiko Investasi.  Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review) oleh Satuan Kerja Audit Internal dan fungsi yang melakukan kaji ulang independen cukup memadai. Terdapat beberapa kelemahan pada metodologi, frekuensi, dan/atau pelaporan kepada Dewan Komisaris dan Direksi yang membutuhkan perhatian manajemen.  Terdapat kelemahan yang cukup signifikan berdasarkan hasil kaji ulang independen.  Tindak lanjut atas kaji ulang independen telah dilaksanakan dengan cukup memadai. Kualitas... -96- Peringkat Definisi Peringkat Marginal (4) Kualitas penerapan manajemen Risiko Investasi kurang memadai. Terdapat kelemahan signifikan pada berbagai aspek manajemen Risiko Investasi yang membutuhkan tindakan korektif segera. Contoh karakteristik bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) kurang memadai tetapi dan tidak sejalan dengan sasaran strategis dan strategi bisnis bank secara keseluruhan.  Kelemahan signifikan pada awareness dan pemahaman Dewan Komisaris dan Direksi mengenai manajemen Risiko Investasi.  Budaya manajemen Risiko Investasi kurang kuat dan belum diinternalisasikan pada setiap tingkatan satuan kerja.  Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi secara keseluruhan kurang memadai. Terdapat kelemahan pada beberapa aspek penilaian yang membutuhkan perbaikan segera.  Kelemahan signifikan pada fungsi manajemen Risiko Investasi yang membutuhkan perbaikan segera.  Delegasi kewenangan lemah dan tidak dikendalikan dan dipantau dengan baik.  Strategi pembiayaan kurang sejalan dengan tingkat Risiko yang akan diambil dan toleransi Risiko Investasi.  Kelemahan signifikan pada kebijakan, prosedur, dan limit Risiko Investasi.  Proses manajemen Risiko Investasi kurang memadai dalam mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan Risiko Investasi.  Proses penyediaan dana kurang baik. Terdapat kelemahan pada satu atau lebih aspek penyediaan dana yang perlu perbaikan segera.  Sistem pemeringkatan Risiko Investasi (investment risk grading) dan kaji ulang pembiayaan (financing review) kurang baik. Terdapat beberapa kelemahan yang perlu perbaikan segera.  Kelemahan signifikan pada Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko Investasi termasuk pelaporan Risiko kepada Dewan Komisaris dan Direksi yang membutuhkan perbaikan segera.  Sumber Daya Manusia (SDM) kurang memadai dari segi kuantitas maupun kompetensi pada fungsi manajemen Risiko Investasi. Sistem... -97- Peringkat Definisi Peringkat  Sistem pengendalian intern kurang efektif dalam mendukung pelaksanaan manajemen Risiko Investasi.  Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review) oleh Satuan Kerja Audit Internal dan fungsi yang melakukan kaji ulang independen kurang memadai. Terdapat kelemahan pada metodologi, frekuensi, dan/atau pelaporan kepada Dewan Komisaris dan Direksi yang membutuhkan perbaikan segera.  Terdapat kelemahan yang signifikan berdasarkan hasil kaji ulang independen yang membutuhkan perbaikan segera.  Tindak lanjut atas kaji ulang independen kurang memadai. Unsatisfactory... -98- Peringkat Definisi Peringkat Unsatisfactory (5) Kualitas penerapan manajemen Risiko Investasi tidak memadai. Terdapat kelemahan signifikan pada berbagai aspek manajemen Risiko Investasi di mana tindakan penyelesaiannya di luar kemampuan manajemen. Contoh karakteristik bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain sebagai berikut:  Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) kurang memadai tetapi dan tidak sejalan dengan sasaran strategis dan strategi bisnis bank secara keseluruhan.  Kelemahan signifikan pada awareness dan pemahaman Dewan Komisaris dan Direksi mengenai manajemen Risiko Investasi.  Budaya manajemen Risiko Investasi kurang kuat dan belum diinternalisasikan pada setiap tingkatan satuan kerja.  Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi secara keseluruhan kurang memadai. Terdapat kelemahan pada beberapa aspek penilaian yang membutuhkan perbaikan segera.  Kelemahan signifikan pada fungsi manajemen Risiko Investasi yang membutuhkan perbaikan segera.  Delegasi kewenangan lemah dan tidak dikendalikan dan dipantau dengan baik.  Strategi pembiayaan kurang sejalan dengan tingkat Risiko yang akan diambil dan toleransi Risiko Investasi.  Kelemahan signifikan pada kebijakan, prosedur, dan limit Risiko Investasi.  Proses manajemen Risiko Investasi kurang memadai dalam mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan Risiko Investasi.  Proses penyediaan dana kurang baik. Terdapat kelemahan pada satu atau lebih aspek penyediaan dana yang perlu perbaikan segera.  Sistem pemeringkatan Risiko Investasi (investment risk grading) dan fungsi kaji ulang pembiayaan (financing review) kurang baik. Terdapat beberapa kelemahan yang perlu perbaikan segera.  Kelemahan signifikan pada Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko Investasi termasuk pelaporan Risiko kepada Dewan Komisaris dan Direksi yang membutuhkan perbaikan segera.  Sumber Daya Manusia (SDM) kurang memadai dari segi kuantitas maupun kompetensi pada fungsi manajemen Risiko Investasi. Sistem... -99- Peringkat Definisi Peringkat  Sistem pengendalian intern kurang efektif dalam mendukung pelaksanaan manajemen Risiko Investasi.  Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review) oleh Satuan Kerja Audit Internal dan fungsi yang melakukan kaji ulang independen kurang memadai. Terdapat kelemahan pada metodologi, frekuensi, dan/atau pelaporan kepada Dewan Komisaris dan Direksi yang membutuhkan perbaikan segera.  Terdapat kelemahan yang signifikan berdasarkan hasil kaji ulang independen yang membutuhkan perbaikan segera.  Tindak lanjut atas kaji ulang independen kurang memadai. LAMPIRAN... -100- LAMPIRAN III.3 Matriks Peringkat Faktor Good Corporate Governance Peringkat 1 Definisi Mencerminkan Manajemen Bank telah melakukan penerapan Good Corporate Governance yang secara umum sangat baik. Hal ini tercermin dari penerapan atas prinsip-prinsip Good Corporate Governance yang sangat memadai. Apabila terdapat kelemahan dalam penerapan prinsip Good Corporate Governance maka secara umum kelemahan tersebut tidak signifikan dan dapat segera dilakukan perbaikan oleh manajemen Bank. 2 Mencerminkan Manajemen Bank telah melakukan penerapan Good Corporate Governance yang secara umum baik. Hal ini tercermin dari penerapan atas prinsip-prinsip Good Corporate Governance yang memadai. Apabila terdapat kelemahan dalam penerapan prinsip Good Corporate Governance maka secara umum kelemahan tersebut kurang signifikan dan dapat diselesaikan dengan tindakan normal oleh manajemen Bank. 3 Mencerminkan Manajemen Bank telah melakukan penerapan Good Corporate Governance yang secara umum cukup baik. Hal ini tercermin dari penerapan atas prinsip-prinsip Good Corporate Governance yang cukup memadai. Apabila terdapat kelemahan dalam penerapan prinsip Good Corporate Governance maka secara umum kelemahan tersebut cukup signifikan dan memerlukan perhatian yang cukup dari manajemen Bank. 4 Mencerminkan Manajemen Bank telah melakukan penerapan Good Corporate Governance yang secara umum kurang baik. Hal ini tercermin dari penerapan atas prinsip-prinsip Good Corporate Governance yang kurang memadai. Terdapat kelemahan dalam penerapan prinsip Good Corporate Governance maka secara umum kelemahan tersebut signifikan dan memerlukan perbaikan yang menyeluruh oleh manajemen Bank. 5 Mencerminkan Manajemen Bank telah melakukan penerapan Good Corporate Governance yang secara umum tidak baik. Hal ini tercermin... -101- tercermin dari penerapan atas prinsip-prinsip Good Corporate Governance yang tidak memadai. Kelemahan dalam penerapan prinsip Good Corporate Governance maka secara umum kelemahan tersebut sangat signifikan dan sulit untuk diperbaiki oleh manajemen Bank. LAMPIRAN... -102- LAMPIRAN III.4 Matriks Peringkat Faktor Rentabilitas Peringkat 1 Definisi Rentabilitas sangat memadai, laba melebihi target dan mendukung pertumbuhan permodalan Bank. Bank yang termasuk dalam peringkat ini memenuhi seluruh atau sebagian besar dari contoh karakteristik berikut:  Kinerja Bank dalam menghasilkan laba (rentabilitas) sangat memadai.  Sumber utama rentabilitas yang berasal dari core earnings sangat dominan.  Komponen-komponen yang mendukung core earnings sangat stabil.  Kemampuan laba dalam meningkatkan permodalan dan prospek laba di masa datang sangat tinggi.  Pelaksanaan fungsi sosial Bank dilaksanakan dengan sangat baik dan signifikan. 2 Rentabilitas memadai, laba melebihi target dan mendukung pertumbuhan permodalan Bank. Bank yang termasuk dalam peringkat ini memenuhi seluruh atau sebagian besar dari contoh karakteristik berikut:  Kinerja Bank dalam menghasilkan laba (rentabilitas) memadai.  Sumber utama rentabilitas yang berasal dari core earnings dominan.  Komponen-komponen yang mendukung core earnings stabil.  Kemampuan laba dalam meningkatkan permodalan dan prospek laba di masa datang tinggi.  Pelaksanaan fungsi sosial Bank dilaksanakan dengan baik dan cukup signifikan. 3 Rentabilitas cukup memadai, laba memenuhi target, namun terdapat tekanan terhadap kinerja laba yang dapat menyebabkan penurunan laba namun cukup dapat mendukung pertumbuhan permodalan Bank. Bank... -103- Peringkat Definisi Bank yang termasuk dalam peringkat ini memenuhi seluruh atau sebagian besar dari contoh karakteristik berikut:  Kinerja Bank dalam menghasilkan laba (rentabilitas) cukup memadai.  Sumber utama rentabilitas berasal dari core earnings cukup dominan namun terdapatpengaruh yang cukup besar dari non core earnings.  Komponen-komponen yang mendukung core earnings cukup stabil.  Kemampuan laba dalam meningkatkan permodalan dan prospek laba di masa datang cukup baik.  Pelaksanaan fungsi sosial Bank dilaksanakan dengan cukup baik. 4 Rentabilitas kurang memadai, laba tidak memenuhi target, dan diperkirakan akan tetap seperti kondisi tersebut di masa datang sehingga kurang dapat mendukung pertumbuhan permodalan Bank dan kelangsungan usaha Bank. Bank yang termasuk dalam peringkat ini memenuhi seluruh atau sebagian besar dari contoh karakteristik berikut:  Kinerja Bank dalam menghasilkan laba (rentabilitas) tidak memadai atau Bank mengalami kerugian.  Sumber utama rentabilitas berasal dari non core earnings.  Komponen-komponen yang mendukung core earnings kurang stabil.  Kemampuan laba dalam meningkatkan permodalan dan prospek laba di masa datang kurang baik atau bahkan dapat berpengaruh negatif terhadap permodalan Bank.  Pelaksanaan fungsi sosial Bank yang dilaksanakan kurang memadai/kurang baik. 5 Rentabilitas tidak memadai, Laba tidak memenuhi target dan tidak dapat diandalkan serta memerlukan peningkatan kinerja laba segera untuk memastikan kelangsungan usaha Bank. Bank yang termasuk dalam peringkat ini memenuhi seluruh atau sebagian besar dari contoh karakteristik berikut: Bank... -104- Peringkat Definisi  Bank mengalami kerugian yang signifikan.  Sumber utama rentabilitas berasal dari non core earnings.  Komponen-komponen yang mendukung core earnings tidak stabil.  Kerugian Bank mempengaruhi permodalan secara signifikan.  Pelaksanaan fungsi sosial Bank belum dilaksanakan. LAMPIRAN... -105- LAMPIRAN III.5 Matriks Peringkat Faktor Permodalan Peringkat 1 Definisi Bank memiliki kualitas dan kecukupan permodalan yang sangat memadai relatif terhadap profil Risikonya, yang disertai dengan pengelolaan permodalan yang sangat kuat sesuai dengan karakteristik, skala usaha, dan kompleksitas usaha Bank. Bank yang termasuk dalam peringkat ini memenuhi seluruh atau sebagian besar dari contoh karakteristik berikut:  Bank memiliki tingkat permodalan yang sangat memadai, sangat mampu mengantisipasi seluruh Risiko yang dihadapi, dan mendukung ekspansi usaha Bank ke depan.  Kualitas komponen permodalan pada umumnya sangat baik, permanen, dapat menyerap kerugian.  Bank telah melakukan stress test dengan hasil yang dapat menutup seluruh Risiko yang dihadapi dengan sangat memadai.  Bank memiliki manajemen permodalan yang sangat baik dan/atau memiliki proses penilaian kecukupan modal yang sangat baik sesuai dengan strategi dan tujuan bisnis serta kompleksitas usaha dan skala Bank.  Bank memiliki akses sumber permodalan yang sangat baik dan/atau memiliki dukungan permodalan dari kelompok usaha atau perusahaan induk. 2 Bank memiliki kualitas dan kecukupan permodalan yang memadai relatif terhadap profil Risikonya, yang disertai dengan pengelolaan permodalan yang kuat sesuai dengan karakteristik, skala usaha, dan kompleksitas usaha Bank. Bank yang termasuk dalam peringkat ini memenuhi seluruh atau sebagian besar dari contoh karakteristik berikut:  Bank memiliki tingkat permodalan yang memadai dan dapat mengantisipasi hampir seluruh Risiko yang dihadapi.  Kualitas komponen permodalan pada umumnya baik, permanen... -106- Peringkat Definisi permanen, dapat menyerap kerugian.  Bank telah melakukan stress test dengan hasil yang dapat menutup seluruh Risiko yang dihadapi dengan memadai.  Bank memiliki manajemen permodalan yang baik dan/atau memiliki proses penilaian kecukupan modal yang baik.  Bank memiliki akses sumber permodalan yang baik dan/atau terdapat dukungan permodalan dari kelompok usaha atau perusahaan induk. 3 Bank memiliki kualitas dan kecukupan permodalan yang cukup memadai relatif terhadap profil Risikonya, yang disertai dengan pengelolaan permodalan yang cukup kuat sesuai dengan karakteristik, skala usaha, dan kompleksitas usaha Bank. Bank yang termasuk dalam peringkat ini memenuhi seluruh atau sebagian besar dari contoh karakteristik berikut:  Bank memiliki tingkat permodalan yang cukup memadai, dan cukup mampu mengantisipasi Risiko yang dihadapi.  Kualitas komponen permodalan pada umumnya cukup baik, cukup permanen, dan cukup dapat menyerap kerugian.  Bank telah melakukan stress test dengan hasil yang dapat menutup seluruh Risiko yang dihadapi dengan cukup memadai.  Bank memiliki manajemen permodalan yang cukup baik dan/atau memiliki proses penilaian kecukupan modal yang cukup baik.  Bank memiliki akses sumber permodalan yang cukup baik, namun dukungan dari grup usaha atau perusahaan induk dilakukan tidak secara eksplisit. 4 Bank memiliki kualitas dan kecukupan permodalan yang kurang memadai relatif terhadap profil Risikonya, yang disertai dengan pengelolaan permodalan yang lemah dibandingkan dengan karakteristik, skala usaha, dan kompleksitas usaha Bank. Bank yang termasuk dalam peringkat ini memenuhi seluruh atau sebagian besar dari contoh karakteristik berikut:  Bank memiliki tingkat permodalan yang kurang memadai dan tidak... -107- Peringkat Definisi tidak dapat mengantisipasi seluruh Risiko yang dihadapi.  Kualitas komponen permodalan pada umumnya kurang baik, kurang permanen, dan kurang dapat menyerap kerugian.  Bank telah melakukan stress test dengan hasil yang kurang dapat menutup seluruh Risiko yang dihadapi.  Bank memiliki manajemen permodalan yang kurang baik dan/atau memiliki proses penilaian kecukupan modal yang kurang baik.  Bank kurang mampu melakukan akses pada sumber-sumber permodalan, dan tidak terdapat dukungan dari grup usaha atau perusahaan induk. 5 Bank memiliki kualitas dan kecukupan permodalan yang tidak memadai relatif terhadap profil Risikonya, yang disertai dengan pengelolaan permodalan yang sangat lemah dibandingkan dengan karakteristik, skala usaha, dan kompleksitas usaha Bank. Bank yang termasuk dalam peringkat ini memenuhi seluruh atau sebagian besar dari contoh karakteristik berikut:  Bank memiliki tingkat permodalan yang tidak memadai, sehingga Bank harus menambah modal untuk mengantisipasi seluruh Risiko yang dihadapi saat kondisi normal dan krisis.  Kualitas instrumen permodalan pada umumnya tidak baik, tidak permanen, dan tidak dapat menyerap kerugian.  Bank telah melakukan stress test dengan hasil yang tidak dapat menutup seluruh Risiko yang dihadapi.  Bank memiliki manajemen permodalan yang tidak baik dan/atau memiliki proses penilaian kecukupan modal yang tidak baik.  Bank tidak mampu melakukan akses pada sumber-sumber permodalan, dan tidak terdapat dukungan dari grup usaha atau perusahaan induk. Ditetapkan... -108- Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 11 Juni 2014 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN, Ttd. NELSON TAMPUBOLON Salinan sesuai dengan aslinya DIREKTUR HUKUM 1 DEPARTEMEN HUKUM, Ttd. TINI KUSTINI LAMPIRAN IV SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 10/SEOJK.03/2014 TENTANG PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH - 2 - LAPORAN HASIL PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK Lampiran IV.1 : Laporan Hasil Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Lampiran IV.2 : Penilaian Faktor Profil Risiko Lampiran IV.3 : Penilaian Analisis Risiko Lampiran IV.4 : Penilaian Faktor Good Corporate Governance Lampiran IV.5 : Penilaian Faktor Rentabilitas Lampiran IV.6 : Penilaian Faktor Permodalan LAMPIRAN... - 3 - LAMPIRAN IV.1 LAPORAN HASIL PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK (RISK BASED BANK RATING) Nama Bank : Posisi : Peringkat No Faktor-Faktor Penilaian Individu 1 Profil Risiko 2 Good Corporate Governance 3 Rentabilitas 4 Permodalan Peringkat TKB Berdasarkan Risiko *) Dalam hal Bank memiliki perusahaan anak yang wajib dikonsolidasikan Analisis Analisis mengenai kondisi Bank secara keseluruhan yang tercermin dari keempat faktor penilaian Tingkat Kesehatan Bank (TKB) berdasarkan Risiko.  Analisis profil Risiko yang mencakup Risiko inheren, kualitas penerapan Manajemen Risiko, dan tingkat Risiko untuk masing-masing Risiko serta tingkat peringkat Risiko  Analisis mengenai penerapan Good Corporate Governance  Analisis mengenai Rentabilitas  Analisis mengenai Permodalan Dalam hal Bank memiliki perusahaan anak yang wajib dikonsolidasikan, Bank wajib memperhitungkan dampak Risiko, pelaksanaan Good Corporate Governance, dan kinerja rentabilitas serta permodalan perusahaan anak terhadap profil Risiko dan kinerja keuangan Bank dengan mempertimbangkan signifikansi dan materialitas perusahaan anak dan atau signifikasi permasalahan perusahaan anak. Tanggal: Tanggal: Disiapkan Oleh: Disetujui oleh: Konsolidasi*) LAMPIRAN... - 4 - LAMPIRAN IV.2 PENILAIAN FAKTOR PROFIL RISIKO Nama Bank : Posisi : INDIVIDU Profil Risiko Peringkat Risiko Inheren Peringkat Kualitas Penerapan Manajeme n Risiko Risiko Kredit Risiko Pasar Risiko Likuiditas Risiko Operasional Risiko Hukum Risiko Stratejik Risiko Kepatuhan Risiko Reputasi Risiko Imbal Hasil Risiko Investasi Peringkat Komposit Peringkat Risiko Peringkat Risiko Inheren KONSOLIDASI Peringkat Kualitas Penerapan Manajeme n Risiko Peringkat Risiko Peringkat Profil Risiko Peringkat Profil Risiko Uraian... - 5 - Analisis Uraian mengenai kesimpulan profil Risiko Bank secara keseluruhan meliputi penilaian atas Risiko inheren dan kualitas penerapan Manajemen Risiko, dengan fokus analisis pada eksposur Risiko yang signifikan dan material pada Bank. Sebagai contoh, Risiko Kredit umumnya merupakan Risiko yang paling dominan pada aktivitas Bank, sehingga memiliki signifikansi yang lebih tinggi dibandingkan dengan Risiko-Risiko lainnya. Dengan demikian, peringkat profil Risiko Bank akan lebih banyak dipengaruhi oleh peringkat Risiko Kredit sebagai Risiko paling dominan pada Bank, dan setelahnya oleh Risiko-Risiko lainnya yang dianggap signifikan, misalnya Risiko Pasar, Risiko Likuiditas, dan/atau Risiko Operasional. Dalam hal Bank memiliki perusahaan anak yang wajib dikonsolidasikan, Bank memperhitungkan dampak Risiko perusahaan anak terhadap profil Risiko Bank dengan mempertimbangkan signifikansi dan materialitas perusahaan anak dan atau signifikasi permasalahan perusahaan anak. LAMPIRAN... - 6 - LAMPIRAN IV.3 PENILAIAN ANALISIS RISIKO ………….*) Nama Bank : Posisi : Analisis Peringkat Risiko: Kesimpulan akhir mengenai tingkat Risiko Bank yang mencakup tingkat Risiko inheren dan kualitas penerapan Manajemen Risiko sehingga dapat menggambarkan tingkat Risiko Bank. Risiko Inheren: Uraian mengenai penilaian Risiko inheren berdasarkan analisis terhadap faktor penilaian dengan menggunakan baik indikator kuantitatif maupun kualitatif sehingga dapat menggambarkan tingkat Risiko inheren Bank. Kualitas Penerapan Manajemen Risiko: Analisis terhadap Kualitas Penerapan Manajemen Risiko terdiri dari tata kelola Risiko; kerangka manajemen Risiko; proses Manajemen Risiko, SDM, dan MIS; dan pengendalian Risiko. *) Kertas kerja ini digunakan untuk mendukung analisis atas Risiko-Risiko pada Bank, meliputi Risiko Kredit, Risiko Pasar, Risiko Likuiditas, Risiko Operasional, Risiko Hukum, Risiko Stratejik, Risiko Kepatuhan, Risiko Reputasi, Risiko Imbal Hasil, dan Risiko Investasi. LAMPIRAN... - 7 - LAMPIRAN IV.4 PENILAIAN FAKTOR GOOD CORPORATE GOVERNANCE Nama Bank : Posisi : Peringkat Individual Konsolidasi Analisis Uraian mengenai kesimpulan atas penilaian pelaksanaan Good Corporate Governance Bank dengan mempertimbangkan faktor-faktor penilaian Good Corporate Governance secara komprehensif dan terstruktur, mencakup baik governance structure, governance process dan governance outcome. Dalam uraian ini paling kurang menjelaskan pula mengenai identifikasi permasalahan berupa kelemahan dan penyebabnya (root caused) dan kekuatan pelaksanaan Good Corporate Governance. Dalam hal Bank memiliki Perusahaan Anak yang wajib dikonsolidasikan, maka:  Penilaian dilakukan terhadap permasalahan penerapan Good Corporate Governance Perusahaan Anak yang dianggap berdampak signifikan pada Good Corporate Governance Bank secara konsolidasi.  Faktor-faktor penilaian Good Corporate Governance Perusahaan Anak yang digunakan untuk penilaian pelaksanaan prinsip-prinsip Good Corporate Governance secara konsolidasi ditetapkan dengan memperhatikan karakteristik usaha Perusahaan Anak serta didukung oleh data dan informasi yang memadai.  Penetapan peringkat Good Corporate Governance Bank secara konsolidasi dilakukan dengan mempertimbangkan dampak penerapan Good Corporate Governance Perusahaan Anak. Definisi Peringkat LAMPIRAN... - 8 - LAMPIRAN IV.5 PENILAIAN FAKTOR RENTABILITAS Nama Bank : Posisi : Peringkat Rentabilitas Analisis Individual Konsolidasi Kesimpulan akhir mengenai kinerja rentabilitas Bank dengan mempertimbangkan faktor-faktor penilaian rentabilitas. Dalam hal Bank memiliki perusahaan anak yang wajib dikonsolidasikan, Bank memperhitungkan dampak kinerja rentabilitas perusahaan anak pada rentabilitas Bank secara keseluruhan dengan mempertimbangkan signfikansi dan materialitas perusahaan anak. LAMPIRAN... - 9 - LAMPIRAN IV.6 PENILAIAN FAKTOR PERMODALAN Nama Bank : Posisi : Peringkat Permodalan Analisis Individual Konsolidasi Kesimpulan akhir mengenai kinerja permodalan Bank dengan mempertimbangkan faktor-faktor penilaian permodalan. Dalam hal Bank memiliki perusahaan anak yang wajib dikonsolidasikan, Bank memperhitungkan dampak kinerja permodalan perusahaan anak pada permodalan Bank secara keseluruhan dengan mempertimbangkan signfikansi dan materialitas perusahaan anak. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 11 Juni 2014 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN, Ttd. NELSON TAMPUBOLON Salinan sesuai dengan aslinya DIREKTUR HUKUM 1 DEPARTEMEN HUKUM, Ttd. TINI KUSTINI
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 10/SEOJK.03/2014 </reg_id> <reg_title> PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH </reg_title> <set_date> 11 Juni 2014 </set_date> <effective_date> 11 Juni 2014 </effective_date> <replaced_reg> '12/13/DPbS|SE-BI/2010 | Huruf F angka 3, angka 4, angka 5, angka 6, angka 7, angka 8, angka 9, angka 10, dan angka 11', '9/24/DPbS|SE-BI/2007' </replaced_reg> <related_reg> '13/23/PBI/2011', '8/POJK.03/2014', '8/6/PBI/2006' </related_reg>
Yth. Direksi Bank Perkreditan Rakyat di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 41 /SEOJK.03/2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN KREDIT BANK PERKREDITAN RAKYAT Sehubungan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 49/POJK.03/2017 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Perkreditan Rakyat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 155, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6098) yang selanjutnya disingkat POJK BMPK BPR dan sehubungan dengan beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan jasa keuangan di sektor perbankan dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan, perlu untuk mengatur kembali ketentuan pelaksanaan mengenai Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Perkreditan Rakyat dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM 1. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dalam menyediakan dana perlu memperhatikan prinsip kehati-hatian antara lain dengan penyebaran portofolio Penyediaan Dana yang diberikan agar risiko Penyediaan Dana tersebut tidak terpusat pada Peminjam atau kelompok Peminjam tertentu. 2. Dalam rangka pemantauan Penyediaan Dana, BPR menyampaikan laporan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) secara berkala kepada Otoritas Jasa Keuangan. 3. Pelaporan BMPK disampaikan oleh kantor pusat BPR secara daring (online) yang mencakup data kantor pusat dan data seluruh kantor cabang BPR. - 2 - II. PERHITUNGAN BMPK 1. BMPK untuk Kredit Perhitungan BMPK untuk Kredit dilakukan berdasarkan baki debet seluruh Kredit yang diterima oleh debitur yang bersangkutan, termasuk pemberian Kredit atas nama debitur lain yang digunakan untuk keuntungan debitur yang bersangkutan. Untuk Kredit dalam bentuk rekening koran, perhitungan BMPK dilakukan berdasarkan baki debet tertinggi pada bulan laporan. 2. BMPK untuk Penempatan Dana Antar Bank dalam Bentuk Tabungan Perhitungan BMPK untuk Penempatan Dana Antar Bank dalam bentuk tabungan dilakukan berdasarkan saldo tertinggi pada bulan laporan. 3. BMPK untuk Penempatan Dana Antar Bank dalam Bentuk Deposito Perhitungan BMPK untuk Penempatan Dana Antar Bank dalam bentuk deposito dilakukan berdasarkan jumlah nominal sebagaimana tercantum dalam seluruh bilyet deposito pada BPR yang sama. 4. BMPK untuk Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait Perhitungan BMPK untuk Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait dilakukan berdasarkan jumlah seluruh baki debet Kredit Pihak Terkait dan seluruh nominal atau baki debet Penempatan Dana Antar Bank (tabungan, deposito, dan Kredit) kepada seluruh BPR lain Pihak Terkait sebesar 10% (sepuluh persen) dari Modal BPR. 5. BMPK untuk Penempatan Dana Antar Bank pada BPR lain Pihak Tidak Terkait Perhitungan BMPK untuk Penempatan Dana Antar Bank pada BPR lain Pihak Tidak Terkait dilakukan berdasarkan jumlah seluruh nominal atau baki debet Penempatan Dana Antar Bank (tabungan, deposito, dan Kredit) pada masing-masing BPR Pihak Tidak Terkait sebesar 20% (dua puluh persen) dari Modal BPR. - 3 - 6. Penyediaan Dana dalam Bentuk Kredit kepada Satu atau Lebih Peminjam Pihak Tidak Terkait yang Merupakan Bagian dari Kelompok Peminjam Pihak Tidak Terkait Perhitungan BMPK untuk Penyediaan Dana dalam bentuk Kredit kepada satu atau lebih Peminjam Pihak Tidak Terkait yang merupakan bagian dari kelompok Peminjam Pihak Tidak Terkait dihitung berdasarkan pemberian Kredit kepada masing-masing Peminjam dan pemberian Kredit kepada satu kelompok Peminjam Pihak Tidak Terkait. BMPK pemberian Kredit kepada satu kelompok Peminjam Pihak Tidak Terkait sebesar 30% (tiga puluh persen) dari Modal BPR. III. PELANGGARAN BMPK 1. BPR dinyatakan melakukan pelanggaran BMPK dalam hal terdapat selisih lebih antara persentase Penyediaan Dana pada saat direalisasikan terhadap Modal BPR dengan BMPK yang diperkenankan. BPR tetap dinilai melanggar BMPK selama Pelanggaran BMPK tersebut belum diselesaikan. 2. Modal BPR yang digunakan dalam perhitungan BMPK adalah jumlah Modal Inti dan Modal Pelengkap sebagaimana diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai kewajiban penyediaan Modal minimum dan pemenuhan Modal inti minimum BPR pada posisi bulan terakhir sebelum realisasi Penyediaan Dana. 3. Dalam hal terdapat Pelanggaran BMPK berupa Penyediaan Dana dalam bentuk Kredit kepada satu atau lebih Peminjam Pihak Tidak Terkait yang merupakan bagian dari kelompok Peminjam Pihak Tidak Terkait, Pelanggaran BMPK dihitung berdasarkan penjumlahan pelanggaran atas pemberian Kredit kepada masing-masing Peminjam dan pelanggaran pemberian Kredit kepada satu kelompok Peminjam Pihak Tidak Terkait. 4. Contoh Perhitungan BMPK: a. Kredit dengan angsuran yang pencairannya dilakukan secara sekaligus BPR ”X” memberikan fasilitas Kredit dengan pembayaran angsuran kepada debitur A (Pihak Tidak Terkait) yang pencairannya dilakukan secara sekaligus dengan kondisi sebagai berikut: 1) Modal BPR: a) Per akhir Juni 2017 sebesar Rp1.500.000.000,00 (satu - 4 - miliar lima ratus juta rupiah). b) Per akhir Juli 2017 sebesar Rp1.400.000.000,00 (satu miliar empat ratus juta rupiah). 2) BMPK Pihak Tidak Terkait: 20% a) Bulan Juli 2017 sebesar Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). (= 20% x Rp1.500.000.000). b) Bulan Agustus 2017 sebesar Rp280.000.000,00 (dua ratus delapan puluh juta rupiah). (= 20% x Rp1.400.000.000,00). 3) Fasilitas Kredit 4) Jangka waktu Realisasi Kredit : Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah). : 18 (delapan belas) bulan. 5) Tanggal akad Kredit : 14 Juli 2017. 6) 7) Baki debet : a) Per akhir Juli 2017 sebesar Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah). b) Per akhir Agustus 2017 sebesar Rp350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah). Perhitungan BMPK 1) Bulan Juli 2017 Berdasarkan persentase atas baki debet pada saat realisasi atau pencairan Kredit Modal BPR per debitur akhir A Juni : Pencairan Kredit sekaligus pada tanggal 14 Juli 2017. yaitu sebesar Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) terhadap 2017 sebesar Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah) dikurangi dengan persentase BMPK Pihak Tidak Terkait (20%), diperoleh hasil sebagai berikut: (Rp400.000.000,00 /Rp1.500.000.000,00 x 100%) – 20% = 6,67% Dengan demikian terdapat pelanggaran BMPK sebesar 6,67% (enam koma enam tujuh persen). 2) Bulan Agustus 2017 Berdasarkan persentase atas baki debet debitur A pada akhir Agustus 2017 yaitu sebesar Rp350.000.000,00 (tiga ratus - 5 - lima puluh juta rupiah) terhadap Modal BPR per akhir Juli 2017 sebesar Rp1.400.000.000,00 (satu miliar empat ratus juta rupiah) dikurangi dengan persentase BMPK Pihak Tidak Terkait (20%), diperoleh hasil sebagai berikut: (Rp350.000.000,00/Rp1.400.000.000,00 x 100%) – 20% = 5% Dengan demikian terdapat pelanggaran BMPK sebesar 5% (lima persen). b. Kredit yang pencairannya dilakukan secara bertahap BPR ”Y” memberikan fasilitas Kredit kepada debitur B (Pihak Terkait) yang pencairannya dilakukan secara bertahap dengan kondisi sebagai berikut: 1) Modal BPR: a) Per akhir Juli 2017 sebesar Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). b) Per akhir Agustus 2017 sebesar Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah). 2) BMPK Pihak Terkait: 10% a) Bulan Agustus 2017 sebesar Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). (= 10% x Rp2.000.000.000,00). b) Bulan September 2017 sebesar Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah). (= 10% x Rp1.500.000.000,00). 3) Fasilitas Kredit 4) Jangka waktu 5) Tanggal akad Kredit 6) Realisasi Kredit : Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). : 24 (dua puluh empat) bulan. : 8 Agustus 2017. : Pencairan Kredit secara bertahap a) Pencairan tahap I, tanggal 8 Agustus 2017: Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). b) Pencairan tahap II, tanggal 8 September 2017: Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) - 6 - Perhitungan BMPK 1) Bulan Agustus 2017 Berdasarkan persentase atas baki debet pada saat realisasi atau pencairan Kredit debitur B tahap I sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) terhadap Modal BPR per akhir Juli 2017 sebesar Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dikurangi dengan persentase BMPK Pihak Terkait (10%), diperoleh hasil sebagai berikut: (Rp100.000.000,00/Rp2.000.000.000,00 x 100%) – 10% = -5% Dengan demikian tidak terdapat pelanggaran BMPK. 2) Bulan September 2017 Dengan adanya realisasi atau pencairan Kredit debitur B tahap II sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) sehingga baki debet menjadi sebesar Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) maka persentase atas baki debet tersebut terhadap Modal BPR per akhir Agustus 2017 sebesar Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah) dikurangi dengan persentase BMPK Pihak Terkait (10%), diperoleh hasil sebagai berikut: (Rp200.000.000,00/Rp1.500.000.000,00 x 100%) – 10% = 3,33% Dengan demikian terdapat pelanggaran BMPK sebesar 3,33% (tiga koma tiga tiga persen). c. Kredit dengan fasilitas rekening koran BPR ”Y” memberikan fasilitas Kredit rekening koran kepada debitur C (Pihak Tidak Terkait) dengan kondisi sebagai berikut: 1) Modal BPR: per 2) BMPK Pihak Tidak Terkait Rp1.800.000.000,00 (satu miliar delapan ratus juta rupiah). : 20% atau sebesar Rp360.000.000 (tiga ratus enam puluh juta rupiah). (= 20% x Rp1.800.000.000,00). 3) Fasilitas Kredit 4) Jangka waktu : Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah). : 12 (dua belas) bulan. akhir Agustus 2017 sebesar - 7 - 5) Tanggal akad Kredit 6) Realisasi baki debet Pencairan Tanggal 8 September 2017 15 September 2017 28 September 2017 29 September 2017 Rp15.000.000,- Rp385.000.000,- Rp35.000.000,- Rp400.000.000,- Rp5.000.000,- Rp365.000.000,- : 5 September 2017. : pada bulan September 2017. Penyetoran Rp370.000.000,- Saldo Debet Rp370.000.000,- Perhitungan Pelanggaran BMPK Perhitungan BMPK didasarkan pada persentase atas baki debet tertinggi pada bulan yang bersangkutan (September 2017) yaitu sebesar Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) terhadap Modal BPR per akhir Agustus 2017 sebesar Rp1.800.000.000,00 (satu miliar delapan ratus juta rupiah) dikurangi dengan persentase BMPK Pihak Tidak Terkait (20%), dengan perhitungan sebagai berikut: (Rp400.000.000,00/Rp1.800.000.000,00 x 100%) – 20% = 2,22% Dengan demikian terdapat Pelanggaran BMPK sebesar 2,22% (dua koma dua dua persen). d. Pemberian Kredit yang secara individu Peminjam tidak melebihi BMPK namun secara kelompok Peminjam melebihi BMPK BPR “X” memberikan fasilitas Kredit kepada debitur A (Pihak Tidak Terkait) dan debitur PT B (PT B menjamin Kredit yang diberikan oleh BPR “X” kepada debitur A) yang pencairannya dilakukan secara sekaligus dengan kondisi sebagai berikut: 1) Modal BPR : Per akhir September 2017 sebesar Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). - 8 - 2) BMPK Pihak Tidak Terkait: a) Individu Peminjam: 20% atau Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). (= 20% x Rp3.000.000.000,00). b) Kelompok Peminjam: 30% atau 3) Rp900.000.000,00 (sembilan ratus juta rupiah). (= 30% x Rp3.000.000.000,00). Fasilitas Kredit : a) Debitur A sebesar sebesar sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). b) Debitur PT B sebesar Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). 4) Jangka waktu : Masing-masing 24 (dua puluh empat) bulan. 5) Tanggal akad Kredit : a) Debitur A, tanggal 16 Oktober 2017. b) Debitur PT B sebesar Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). 6) Realisasi kredit : Pencairan dilakukan sekaligus a) Debitur A, tanggal 16 Oktober 2017. b) Debitur PT B, tanggal 20 Oktober 2017. Perhitungan Pelanggaran BMPK 1) BMPK Individu Peminjam a) Pemberian Kredit BPR ”X” kepada debitur A sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak melanggar BMPK dengan perhitungan sebagai berikut: (Rp500.000.000,00/Rp3.000.000.000,00 x 100%) – 20% = -3,34%. b) Pemberian kredit BPR ”X” kepada debitur PT B sebesar Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) - 9 - tidak melanggar BMPK dengan perhitungan sebagai berikut: (Rp600.000.000,00/Rp3.000.000.000,00 x 100%) – 20% = 0%. 2) BMPK Kelompok Peminjam Mengingat debitur A dan PT B memenuhi kriteria kelompok Peminjam, perhitungan BMPK juga dihitung berdasarkan baki debet kelompok Peminjam yaitu sebesar Rp1.100.000.000,00 (satu miliar seratus juta rupiah) (Rp500.000.000,00 + Rp600.000.000,00). BMPK kelompok Peminjam Pihak Tidak Terkait yaitu 30%. Perhitungan BMPK kelompok Peminjam tersebut sebagai berikut: (Rp1.100.000.000,00/Rp3.000.000.000,00 x 100%) – 30% = 6,67%. Dengan demikian terdapat Pelanggaran BMPK kelompok Peminjam Pihak Tidak Terkait sebesar 6,67% (enam koma enam tujuh persen). Berdasarkan perhitungan angka 1) dan angka 2) di atas, pemberian Kredit kepada masing-masing Peminjam yaitu debitur A dan PT B tidak melanggar BMPK namun secara kelompok Peminjam melanggar BMPK sebesar 6,67% (enam koma enam tujuh persen). e. Pemberian Kredit dan Penempatan Dana Antar Bank pada BPR lain yang secara individu Peminjam melebihi BMPK namun secara kelompok Peminjam tidak melebihi BMPK BPR ”Y” menempatkan dananya pada BPR ”Z” dan memberikan fasilitas Kredit kepada debitur PT A (Pihak Tidak Terkait yang memiliki saham BPR ”Z” sebesar 40%) dengan kondisi sebagai berikut: 1) Modal BPR: Per akhir 2) BMPK Pihak Tidak Terkait: a) Individu Peminjam: Oktober 2017 sebesar Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). 20% atau Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). (= 20% x Rp5.000.000.000,00) sebesar - 10 - b) Kelompok Peminjam: 30% atau sebesar Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah) (= 30% x Rp5.000.000.000,00). 3) Penyediaan Dana BPR ”Y” pada BPR ”Z” berupa: a) Deposito: Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), jangka waktu 3 (tiga) bulan (10 November 2017 sampai dengan 10 Februari 2018). b) Kredit: rupiah). 4) BPR ”Y” memberikan Kredit kepada debitur PT A sebesar Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah). 5) Jangka waktu 6) Tanggal akad Kredit : 36 (tiga puluh enam) bulan. : a) BPR “Z”, November 2017. b) Debitur PT A, tanggal 10 November 2017. 7) Realisasi Kredit : Pencairan dilakukan sekaligus a) BPR “Z” pada tanggal 3 November 2017. b) Debitur PT A pada tanggal 10 November 2017. Perhitungan BMPK: 1) BMPK Individu Peminjam a) Penempatan Dana Antar Bank BPR ”Y” pada BPR ”Z” berupa deposito sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan Kredit sebesar Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah), sehingga jumlah Penempatan Dana Antar Bank sebesar Rp1.200.000.000,00 (satu miliar dua ratus juta rupiah). BMPK Penempatan Dana Antar Bank pada BPR lain yaitu sebesar 20%. Perhitungan BMPK Penempatan Dana Antar Bank tersebut sebagai berikut: (Rp1.200.000.000,00/Rp5.000.000.000,00 x 100%) – 20% = 4%. b) Pemberian Kredit BPR ”Y” kepada debitur PT A sebesar Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) tidak tanggal 3 Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta - 11 - melanggar BMPK dengan perhitungan sebagai berikut: (Rp800.000.000,00/Rp5.000.000.000,00 x 100%) – 20% = -4%. 2) BMPK Kelompok Peminjam Mengingat debitur PT A dan BPR ”Z” memenuhi kriteria kelompok Peminjam, perhitungan BMPK juga dihitung berdasarkan kelompok Peminjam. Berdasarkan perhitungan, BMPK kelompok Peminjam tidak melanggar BMPK karena secara keseluruhan jumlah baki debet dalam bentuk Kredit masing-masing kepada debitur PT A Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah) dan BPR ”Z” Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) yaitu sebesar Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah), tidak melebihi BMPK kelompok Peminjam Pihak Tidak Terkait yaitu paling tinggi 30%, dengan perhitungan sebagai berikut: (Rp1.500.000.000,00/Rp5.000.000.000,00 x 100%) – 30% = 0%. Berdasarkan perhitungan di atas, maka: 1) Penempatan dana BPR ”Y” pada BPR ”Z” melanggar BMPK untuk Penempatan Dana Antar Bank pada BPR lain sebesar 4% (empat persen). 2) Pemberian Kredit BPR ”Y” kepada debitur PT A tidak melanggar BMPK. Pemberian Kredit kepada BPR ”Z” dan debitur PT A sebagai kelompok Peminjam Pihak Tidak Terkait juga tidak melanggar BMPK. f. Pemberian Kredit yang secara individu dan kelompok Peminjam melebihi BMPK BPR ”B” memberikan fasilitas Kredit kepada debitur Pihak Tidak Terkait PT X dan PT Y. PT X dan PT Y dimiliki oleh Sdr. S dengan kepemilikan saham pada masing-masing PT tersebut 50%. Pencairan Kredit dilakukan sekaligus dengan kondisi sebagai berikut: 1) Modal BPR: Per akhir November Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah). 2017 sebesar - 12 - 2) BMPK Pihak Tidak Terkait: a) Individu Peminjam: 20% atau Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah). (= 20% x Rp4.000.000.000,00). b) Kelompok Peminjam: 30% atau sebesar Rp1.200.000.000,00 (satu miliar dua ratus juta rupiah). (= 30% x Rp4.000.000.000,00). 3) Fasilitas Kredit : a) Debitur PT X sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). b) Debitur PT Y sebesar Rp900.000.000,00 (sembilan rupiah). ratus 4) Jangka waktu 5) Tanggal akad Kredit sebesar juta : Masing-masing 48 (empat puluh delapan) bulan. : a) Debitur PT X, tanggal 7 Desember 2017. b) Debitur PT Y, tanggal 15 Desember 2017. 6) Realisasi Kredit : Pencairan dilakukan sekaligus a) Debitur PT X, tanggal 7 Desember 2017. b) Debitur PT Y, tanggal 15 Desember 2017. Perhitungan Pelanggaran BMPK 1) BMPK Individu Peminjam a) Pemberian Kredit BPR ”B” kepada debitur PT X sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) melanggar BMPK dengan perhitungan sebagai berikut: (Rp1.000.000.000,00/Rp4.000.000.000 x 100%) – 20% = 5%. b) Pemberian Kredit BPR ”B” kepada debitur PT Y sebesar Rp900.000.000,00 (sembilan ratus juta rupiah) melanggar BMPK dengan perhitungan sebagai berikut: (Rp900.000.000,00/Rp4.000.000.000 x 100%) – 20% = 2,5%. - 13 - 2) BMPK Kelompok Peminjam Mengingat debitur PT X dan PT Y memenuhi kriteria kelompok Peminjam Pihak Tidak Terkait, perhitungan BMPK juga dihitung berdasarkan kelompok Peminjam yaitu sebesar Rp1.900.000.000,00 (satu miliar sembilan ratus juta rupiah) (Rp1.000.000.000,00 + Rp900.000.000,00). BMPK kelompok Peminjam Pihak Tidak Terkait yaitu 30%. Perhitungan BMPK kelompok Peminjam tersebut sebagai berikut: (Rp1.900.000.000,00/Rp4.000.000.000,00 x 100%) – 30% = 17,5%. Berdasarkan perhitungan di atas, maka: 1) Pemberian Kredit BPR ”B” kepada debitur PT X secara individu melanggar BMPK sebesar 5% (lima persen). 2) Pemberian Kredit BPR ”B” kepada debitur PT Y secara individu melanggar BMPK sebesar 2,5% (dua koma lima persen). 3) Pemberian kredit BPR ”B” kepada debitur PT X dan PT Y sebagai kelompok Peminjam Pihak Tidak Terkait melanggar BMPK kelompok Peminjam Pihak Tidak Terkait sebesar 17,5% (tujuh belas koma lima persen). Dengan demikian persentase jumlah keseluruhan pelanggaran BMPK yang dilakukan oleh BPR ”B” adalah 25% (dua puluh lima persen). g. Penempatan Dana Antar Bank pada BPR lain dalam bentuk deposito BPR ”Y” menempatkan dananya dalam bentuk deposito pada BPR ”Z” dengan kondisi sebagai berikut: 1) Modal BPR ”Y”: a) Per akhir Agustus 2017 sebesar Rp4.900.000.000,00 (empat miliar sembilan ratus juta rupiah). b) Per akhir September 2017 sebesar Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). - 14 - 2) BMPK Penempatan Dana Antar Bank pada BPR lain : 20% (dua puluh persen) a) Bulan September 2017 sebesar Rp980.000.000,00 (sembilan ratus delapan puluh juta rupiah) (= 20% x Rp4.900.000.000,00). b) Bulan Oktober 2017 sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) (= 20% x Rp5.000.000.000,00). 3) Penyediaan Dana BPR ”Y” pada BPR ”Z” berupa: a) Deposito I : Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah) dengan jangka waktu 3 (tiga) bulan (10 Juli 2017 sampai dengan 10 Oktober 2017). b) Deposito II : Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dengan jangka waktu 1 (satu) bulan (2 Oktober 2017 sampai dengan 2 November 2017). Perhitungan Pelanggaran BMPK 1) Bulan September 2017 Berdasarkan persentase atas jumlah nominal sebagaimana tercantum dalam bilyet deposito I sebesar Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah) terhadap Modal BPR per akhir Agustus 2017 sebesar Rp4.900.000.000,00 (empat miliar sembilan ratus juta rupiah) dikurangi dengan persentase BMPK Penempatan Dana Antar Bank pada BPR lain Pihak Tidak Terkait (20%), diperoleh hasil sebagai berikut: (Rp700.000.000,00/Rp4.900.000.000,00 x 100%) – 20% = -5,71% Dengan demikian tidak terdapat pelanggaran BMPK. 2) Bulan Oktober 2017 Dengan adanya penempatan deposito II sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) pada tanggal 2 Oktober 2017, jumlah seluruh penempatan deposito pada BPR ”Z” pada tanggal tersebut menjadi sebesar Rp1.200.000.000,00 (satu miliar dua ratus juta rupiah). Dengan demikian persentase atas nominal Penempatan Dana Antar Bank tersebut terhadap Modal BPR per akhir September 2017 sebesar Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dikurangi dengan persentase BMPK Penempatan - 15 - Dana Antar Bank pada BPR lain Pihak Tidak Terkait (20%), diperoleh hasil sebagai berikut: (Rp1.200.000.000,00/Rp5.000.000.000,00 x 100%) – 20% = 4% Dengan demikian terdapat pelanggaran BMPK sebesar 4% (empat persen). 5. Berdasarkan contoh perhitungan BMPK sebagaimana dimaksud pada Romawi III angka 4 khususnya untuk huruf a, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f, selain melanggar BMPK, BPR juga melanggar Pasal 3 ayat (1) POJK BMPK BPR yang menyatakan bahwa BPR dilarang membuat Perjanjian Kredit yang mewajibkan BPR untuk menyediakan dana yang akan mengakibatkan terjadinya Pelanggaran BMPK. IV. PELAMPAUAN BMPK 1. Penyediaan Dana oleh BPR dikategorikan sebagai Pelampauan BMPK dalam hal terjadi selisih lebih antara persentase Penyediaan Dana yang telah direalisasikan terhadap Modal BPR pada saat tanggal laporan dengan BMPK yang diperkenankan dan tidak termasuk Pelanggaran BMPK. 2. Pelampauan BMPK dapat disebabkan oleh penurunan Modal BPR, penggabungan usaha (merger), peleburan usaha (konsolidasi), pengambilalihan usaha (akuisisi), perubahan struktur kepemilikan dan/atau perubahan kepengurusan yang menyebabkan perubahan Pihak Terkait dan/atau kelompok Peminjam, dan/atau perubahan ketentuan. 3. Contoh perhitungan Pelampauan BMPK karena penurunan Modal BPR ”X” memberikan fasilitas Kredit dengan pembayaran angsuran kepada debitur A (Pihak Tidak Terkait) yang pencairannya dilakukan secara sekaligus dengan kondisi sebagai berikut: a. Modal BPR: 1) Per akhir Agustus 2017 sebesar Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah). 2) Per akhir September 2017 sebesar Rp1.200.000.000,00 (satu miliar dua ratus juta rupiah). - 16 - b. BMPK Pihak Tidak Terkait: 20% (dua puluh persen) 1) Bulan September 2017 sebesar Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). (= 20% x Rp1.500.000.000,00). 2) Bulan Oktober 2017 sebesar Rp240.000.000,00 (dua ratus empat puluh juta rupiah). (= 20% x Rp1.200.000.000,00). c. Fasilitas Kredit d. Jangka waktu Realisasi Kredit : : e. Tanggal akad Kredit : f. : g. Baki debet : 1) Per akhir September 2017 sebesar Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). 2) Per akhir Oktober 2017 sebesar Rp285.000.000,00 (dua ratus delapan puluh lima juta rupiah). Perhitungan Pelampauan BMPK a. Bulan September 2017 Berdasarkan persentase atas baki debet pada saat realisasi kredit debitur A yaitu sebesar Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) terhadap Modal BPR per akhir Agustus 2017 sebesar Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah) dikurangi dengan persentase BMPK Pihak Tidak Terkait (20% (dua puluh persen)), diperoleh hasil sebagai berikut: (Rp300.000.000,00/Rp1.500.000.000,00 x 100%) – 20% = 0% Tidak terdapat pelanggaran BMPK. b. Bulan Oktober 2017 Berdasarkan persentase atas baki debet debitur A pada akhir Oktober 2017 yaitu sebesar Rp285.000.000,00 (dua ratus delapan puluh lima juta rupiah) terhadap Modal BPR per akhir September 2017 sebesar Rp1.200.000.000,00 (satu miliar dua ratus juta rupiah) dikurangi dengan persentase BMPK Pihak Tidak Terkait (20% (dua puluh persen)), diperoleh hasil sebagai berikut: (Rp285.000.000,00 /Rp1.200.000.000,00 x 100%) – 20% = 3,75% Dengan demikian terdapat pelampauan BMPK sebesar 3,75% (tiga Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). 18 (delapan belas) bulan. 15 September 2017. Pencairan Kredit sekaligus pada tanggal 21 September 2017. - 17 - koma tujuh lima persen). V. PENYAMPAIAN LAPORAN BMPK DAN/ATAU KOREKSI LAPORAN BMPK 1. BPR menyampaikan laporan BMPK kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat tanggal 14 pada bulan berikutnya setelah berakhirnya bulan laporan: a. Secara daring (online) melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan sesuai dengan format dan ketentuan yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan. b. Secara daring (online) melalui aplikasi Laporan Berkala BPR sebagaimana diatur dalam ketentuan yang mengatur mengenai laporan bulanan BPR, dalam hal penyampaian laporan BMPK melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a belum dapat dilakukan. 2. BPR menyampaikan koreksi laporan BMPK kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat tanggal 20 pada bulan berikutnya setelah berakhirnya bulan laporan: a. Secara daring (online) melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan sesuai dengan format dan ketentuan yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan. b. Secara daring (online) melalui aplikasi Laporan Berkala BPR sebagaimana diatur dalam ketentuan yang mengatur mengenai laporan bulanan BPR, dalam hal penyampaian koreksi laporan BMPK melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a belum dapat dilakukan. 3. Dalam hal laporan disampaikan melewati batas waktu sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2, BPR dinyatakan terlambat menyampaikan laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK. 4. Penyampaian laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK secara daring (online) dilakukan sampai dengan akhir bulan laporan. Laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK secara daring (online) tersebut dapat disampaikan pada hari libur. 5. Dalam hal BPR tidak menyampaikan laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK sampai dengan akhir bulan laporan, BPR dinyatakan tidak menyampaikan laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK. 6. Dalam hal penyampaian laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK dilakukan setelah berakhirnya bulan laporan, laporan tersebut - 18 - hanya dapat disampaikan secara luring (offline). Penyampaian laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK secara luring (offline) dilakukan dalam bentuk cakram digital (compact disk) atau media perekam data elektronik lainnya disertai hasil validasi yang telah ditandatangani oleh penanggung jawab dan disampaikan kepada: a. Otoritas Jasa Keuangan u.p Kantor Regional atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan yang mewilayahi Kantor Pusat BPR; atau b. Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang mengatur mengenai laporan bulanan BPR dengan tembusan kepada Otoritas Jasa Keuangan, dalam hal penyampaian laporan melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan belum dapat dilakukan. 7. Dalam hal terjadi kerusakan cakram digital (compact disk) atau media perekam data elektronik lainnya yang telah diterima secara luring (offline) oleh Otoritas Jasa Keuangan atau Bank Indonesia dalam hal penyampaian laporan melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan belum dapat dilakukan, BPR pelapor menyampaikan ulang cakram digital (compact disk) atau media perekam data elektronik lain setelah diminta oleh Otoritas Jasa Keuangan atau oleh Bank Indonesia. 8. Apabila tanggal 14 atau tanggal 20 jatuh pada hari libur, BPR yang menyampaikan laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK secara luring (offline) harus menyampaikan laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK pada hari kerja sebelumnya. 9. Hari libur yang terkait dengan penyampaian laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK sebagaimana dimaksud pada angka 8 secara luring (offline) adalah hari Sabtu, hari Minggu, atau hari libur yang ditetapkan oleh Pemerintah. VI. FORMAT DAN TATA CARA PENYUSUNAN LAPORAN BMPK DAN/ATAU KOREKSI LAPORAN BMPK 1. Format dan tata cara penyusunan laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK mengacu pada Lampiran I tentang Pedoman Penyusunan Laporan BMPK BPR, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 2. Prosedur pengoperasian aplikasi laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK diatur dalam Lampiran II tentang Petunjuk Teknis Aplikasi Data Entry Laporan BMPK BPR dan Lampiran III tentang - 19 - Petunjuk Teknis Aplikasi Web BPR Laporan BMPK BPR, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. VII. SARANA DAN PERSIAPAN PELAPORAN Dalam rangka penyusunan dan penyampaian laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK, BPR perlu melakukan persiapan dan menyediakan sarana sebagai berikut: 1. Komputer yang memenuhi konfigurasi minimal perangkat keras dan perangkat lunak sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 2 tentang Petunjuk Teknis Aplikasi Data Entry Laporan BMPK BPR dan Lampiran 3 tentang Petunjuk Teknis Aplikasi Web BPR Laporan BMPK BPR. 2. BPR menunjuk: a. Pegawai yang ditugaskan (petugas) untuk mengoperasikan aplikasi dan melakukan verifikasi laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK. b. Pejabat atau pegawai BPR yang bertanggung jawab (penanggung jawab) untuk melakukan verifikasi ulang dalam rangka meyakini kebenaran laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK serta menyampaikan laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK kepada Otoritas Jasa Keuangan. 3. Nama petugas dan penanggung jawab sebagaimana dimaksud pada angka 2 termasuk dalam hal terdapat perubahan, harus disampaikan kepada: a. Otoritas Jasa Keuangan u.p. Kantor Regional atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan yang membawahkan wilayah kantor pusat BPR; atau b. Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang mengatur mengenai laporan bulanan BPR dengan tembusan kepada Otoritas Jasa Keuangan, dalam hal penyampaian laporan melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan belum dapat dilakukan. 4. BPR menyusun pedoman tertulis tentang sistem dan prosedur penyusunan dan penyampaian laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK dengan mengacu pada Lampiran 1 tentang Pedoman Penyusunan Laporan BMPK BPR, Lampiran 2 tentang Petunjuk Teknis Aplikasi Data Entry Laporan BMPK BPR, dan Lampiran 3 tentang - 20 - Petunjuk Teknis Aplikasi Web BPR Laporan BMPK BPR yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 5. BPR memiliki: a. sistem pengamanan yang memadai terhadap sarana komputer, aplikasi, dan data laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK; dan b. rekam cadang (back up) data laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK yang ditatausahakan dengan baik. VIII. ALAMAT PENYAMPAIAN LAPORAN 1. Laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan: a. secara daring (online) melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan sesuai dengan format dan ketentuan yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan; atau b. secara daring (online) melalui aplikasi Laporan Berkala BPR sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai laporan bulanan BPR, dalam hal penyampaian laporan melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a belum dapat dilakukan. 2. BPR pelapor yang berkedudukan di wilayah yang belum memiliki fasilitas jaringan ekstranet atau mengalami keadaan kahar (force majeure), laporan disampaikan secara luring (offline) kepada: a. Otoritas Jasa Keuangan u.p. Kantor Regional atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan yang membawahkan wilayah kantor pusat BPR; atau b. Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang mengatur mengenai laporan bulanan BPR dengan tembusan kepada Otoritas Jasa Keuangan, dalam hal penyampaian laporan melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan belum dapat dilakukan. 3. Dalam hal terjadi masalah atau gangguan pada jaringan ekstranet, BPR pelapor menyampaikan laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK secara luring (offline) kepada: a. Otoritas Jasa Keuangan u.p. Kantor Regional atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan yang membawahkan wilayah kantor - 21 - pusat BPR; atau b. Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang mengatur mengenai laporan bulanan BPR dengan tembusan kepada Otoritas Jasa Keuangan, dalam hal penyampaian laporan melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan belum dapat dilakukan. 4. Penyampaian nama petugas, penanggung jawab, dan nomor telepon yang digunakan untuk menyampaikan laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK serta perubahan nama dan nomor telepon tersebut ditujukan kepada: a. Otoritas Jasa Keuangan u.p. Kantor Regional atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan yang membawahkan wilayah kantor pusat BPR; atau b. Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang mengatur mengenai laporan bulanan BPR dengan tembusan kepada Otoritas Jasa Keuangan, dalam hal penyampaian laporan melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan belum dapat dilakukan. IX. TATA CARA PEMBAYARAN SANKSI ADMINISTRATIF BERUPA DENDA Pembayaran sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 POJK BMPK BPR mengacu pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai tata cara penagihan sanksi administratif berupa denda di sektor jasa keuangan. Dalam hal penyampaian laporan secara daring (online) melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan belum dapat dilakukan, pembayaran sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (4) dan Pasal 28 ayat (5) POJK BMPK BPR mengacu pada ketentuan yang mengatur mengenai laporan bulanan BPR. - 22 - X. PENUTUP Pada saat Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku, Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/21/DKBU perihal Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Perkreditan Rakyat dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 19 Juli 2017 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN OTORITAS JASA KEUANGAN, ttd NELSON TAMPUBOLON Salinan ini sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 41/SEOJK.03/2017 </reg_id> <reg_title> BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN KREDIT BANK PERKREDITAN RAKYAT </reg_title> <set_date> 19 Juli 2017 </set_date> <effective_date> 19 Juli 2017 </effective_date> <replaced_reg> '11/21/DKBU|SE-BI' </replaced_reg> <related_reg> '49/POJK.03/2017' </related_reg>
- 1 - Yth. 1. Direksi Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek; 2. Pengurus Asosiasi yang mewadahi Wakil Penjamin Emisi Efek dan/atau Wakil Perantara Pedagang Efek; 3. Pengurus Lembaga Pendidikan Khusus di bidang Pasar Modal; 4. Pimpinan Perguruan Tinggi; dan 5. Wakil Penjamin Emisi Efek dan Wakil Perantara Pedagang Efek; di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 45 /SEOJK.04/2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN BERKELANJUTAN BAGI WAKIL PENJAMIN EMISI EFEK DAN WAKIL PERANTARA PEDAGANG EFEK Sehubungan dengan ketentuan Pasal 16 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 27/POJK.04/2014 tentang Perizinan Wakil Penjamin Emisi Efek dan Wakil Perantara Pedagang Efek (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 362, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5636), perlu mengatur ketentuan mengenai Penyelenggaraan Program Pendidikan Berkelanjutan bagi Wakil Penjamin Emisi Efek dan Wakil Perantara Pedagang Efek dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan Program Pendidikan Berkelanjutan yang selanjutnya disingkat PPL adalah suatu bentuk program kegiatan peningkatan pengetahuan dan kemampuan secara berkelanjutan bagi Wakil Penjamin Emisi Efek dan Wakil Perantara Pedagang Efek secara sistematis dan terukur. - 2 - II. PENYELENGGARA PROGRAM PENDIDIKAN BERKELANJUTAN 1. Pihak yang dapat menjadi penyelenggara PPL yaitu: a. Asosiasi yang mewadahi Wakil Penjamin Emisi Efek dan Wakil Perantara Pedagang Efek yang telah mendapatkan pengakuan dari Otoritas Jasa Keuangan; dan b. Pihak lain, yaitu: 1) Lembaga Pendidikan Khusus di bidang Pasar Modal sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang- undangan di sektor Pasar Modal yang mengatur mengenai tata cara permohonan pengakuan sertifikat keahlian Wakil Perusahaan Efek oleh lembaga pendidikan khusus di bidang Pasar Modal; 2) Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek atau Perantara Pedagang Efek; dan 3) Perguruan Tinggi atau Program Studi dengan Peringkat Akreditasi paling rendah B, yang telah mendapatkan pengakuan dari Otoritas Jasa Keuangan sebagai penyelenggara PPL. 2. Penyelenggara PPL sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dapat bekerja sama dengan pihak lain dalam rangka pelaksanaan PPL dengan ketentuan tanggung jawab penyelenggaraan tetap berada pada penyelenggara PPL. III. PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN BERKELANJUTAN 1. PPL dapat dilakukan dalam bentuk tatap muka atau selain tatap muka. 2. PPL yang dilakukan dalam bentuk tatap muka dapat berupa: a. pelatihan; b. lokakarya; c. diskusi panel; d. seminar; e. konferensi; atau - 3 - f. simposium. 3. PPL yang dilakukan dalam bentuk selain tatap muka dapat berupa: a. penulisan artikel, makalah, atau buku dengan materi yang ditentukan oleh pihak penyelenggara PPL dan dipublikasikan; b. riset profesional atau studi terhadap bidang yang ditentukan oleh pihak penyelenggara PPL; c. pelatihan melalui media elektronik (online) yang ditentukan oleh pihak penyelenggara PPL, misalnya melalui layanan webinar (web-based seminar); atau d. menjadi pengajar dalam pelatihan, lokakarya, diskusi panel, seminar, konferensi, atau simposium terkait bidang yang ditentukan oleh pihak penyelenggara PPL. 4. Dalam hal PPL dalam bentuk selain tatap muka dilakukan berupa pelatihan melalui media elektronik sebagaimana dimaksud dalam angka 3 huruf c, penyelenggara PPL wajib memastikan adanya evaluasi dalam proses pelatihan tersebut dalam bentuk soal ujian yang terkait dengan materi pelatihan dimaksud. 5. Pemegang Izin Wakil Penjamin Emisi Efek dan/atau Wakil Perantara Pedagang Efek dianggap telah memenuhi kewajiban PPL apabila: a. telah mengikuti 1 (satu) PPL dalam bentuk tatap muka dengan total durasi paling sedikit 360 (tiga ratus enam puluh) menit efektif; atau b. telah mengikuti PPL dalam bentuk selain tatap muka yang setara dengan pelaksanaan PPL dalam bentuk tatap muka dengan total durasi paling sedikit 360 (tiga ratus enam puluh) menit efektif dan telah mendapatkan penilaian atas pemenuhan kewajiban PPL dalam bentuk selain tatap muka dari penyelenggara PPL, setiap 1 (satu) periode perpanjangan izin Wakil Penjamin Emisi Efek dan/atau Wakil Perantara Pedagang Efek. 6. Tata cara pelaksanaan PPL secara tatap muka dan selain tatap muka diatur oleh penyelenggara PPL. - 4 - 7. Penyelenggaraan PPL wajib: a. dilaksanakan sesuai dengan prosedur operasi standar tentang penyelenggaraan PPL; dan b. didukung sarana dan prasarana yang memadai. IV. PERSYARATAN DAN TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN PENGAKUAN PIHAK LAIN SEBAGAI PENYELENGGARA PROGRAM PENDIDIKAN BERKELANJUTAN 1. Permohonan untuk mendapat pengakuan sebagai penyelenggara PPL diajukan oleh pihak lain sebagaimana dimaksud dalam angka II angka 1 huruf b dalam bentuk dokumen cetak kepada Otoritas Jasa Keuangan sesuai dengan format surat Permohonan Pengakuan sebagai Penyelenggara Program Pendidikan Berkelanjutan Wakil Penjamin Emisi Efek dan/atau Wakil Perantara Pedagang Efek sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini dan wajib disertai kelengkapan dokumen sebagai berikut: a. prosedur operasi standar pelaksanaan PPL bagi pemegang Izin Wakil Penjamin Emisi Efek dan/atau Wakil Perantara Pedagang Efek; b. rencana PPL bagi pemegang Izin Wakil Penjamin Emisi Efek dan/atau Wakil Perantara Pedagang Efek; dan c. pernyataan tidak pernah dicabut hak penyelenggaraan PPL dan/atau penyelenggaraan pendidikan/pelatihan lainnya khusus bidang Pasar Modal dalam 6 (enam) bulan terakhir. 2. Permohonan untuk mendapat pengakuan penyelenggara PPL yang diajukan oleh Perguruan Tinggi atau Program Studi sebagaimana dimaksud dalam angka II angka 1 huruf b angka 3) wajib disertai fotokopi dokumen yang menunjukkan peringkat akreditasi Institusi Perguruan Tinggi atau Program Studi yang masih berlaku dan diterbitkan oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi. 3. Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan telah menyediakan sistem elektronik permohonan untuk mendapat pengakuan sebagai - 5 - penyelenggara PPL, permohonan dimaksud dapat diajukan melalui sistem elektronik tersebut. 4. Pengakuan sebagai penyelenggara PPL diberikan Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan untuk mendapat pengakuan sebagai penyelenggara PPL secara lengkap. 5. Dalam hal permohonan untuk mendapat pengakuan sebagai penyelenggara PPL pada saat diterima tidak memenuhi syarat, paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan, Otoritas Jasa Keuangan memberikan surat pemberitahuan kepada pemohon yang menyatakan: a. permohonan belum memenuhi persyaratan; atau b. permohonan ditolak karena tidak memenuhi persyaratan. 6. Dalam hal permohonan untuk mendapat pengakuan sebagai penyelenggara PPL belum memenuhi persyaratan, pemohon wajib melengkapi kekurangan yang dipersyaratkan dalam surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam angka 5 huruf a paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja setelah tanggal surat pemberitahuan. 7. Penyampaian perubahan dokumen, tambahan informasi, dan/atau kelengkapan kekurangan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 6 dianggap telah diterima oleh Otoritas Jasa Keuangan pada tanggal diterimanya perubahan dokumen, tambahan informasi, dan/atau kelengkapan kekurangan persyaratan tersebut. 8. Sejak diterimanya perubahan dokumen, tambahan informasi, dan/atau kelengkapan kekurangan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 7, permohonan pengakuan sebagai penyelenggara PPL dianggap baru diterima oleh Otoritas Jasa Keuangan dan diproses sebagaimana dimaksud dalam angka 4. 9. Pemohon yang tidak melengkapi kekurangan yang dipersyaratkan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam angka 6 dianggap membatalkan permohonan untuk mendapat pengakuan sebagai penyelenggara PPL yang sudah diajukan kepada Otoritas Jasa Keuangan. - 6 - V. KEWAJIBAN PENYELENGGARA DAN PESERTA PROGRAM PENDIDIKAN BERKELANJUTAN 1. Penyelenggara PPL wajib membuat rencana PPL setiap tahunnya. 2. Rencana tahunan penyelenggaraan PPL wajib disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat pada setiap tanggal 12 Januari sesuai dengan format Rencana Tahunan Penyelenggaraan PPL sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 3. Otoritas Jasa Keuangan dapat meminta penyelenggara PPL untuk melakukan penyesuaian terhadap rencana tahunan penyelenggaraan PPL yang telah disampaikan, termasuk tetapi tidak terbatas pada silabus atau materi PPL. 4. Penyelenggara PPL wajib membuat laporan penyelenggaraan PPL secara periodik. 5. Laporan penyelenggaraan PPL wajib disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat pada setiap tanggal 12 Januari dan 12 Juli sesuai dengan format Laporan Penyelenggaraan Program Pendidikan Berkelanjutan dan format Laporan Daftar Sertifikat Program Pendidikan Berkelanjutan Yang Diterbitkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini, disertai dengan dokumen pendukung berupa bukti kehadiran peserta PPL (tatap muka) dan dokumen pendukung lainnya bagi peserta PPL selain tatap muka. 6. Laporan penyelenggaraan PPL sebagaimana dimaksud dalam angka 5 harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: a. untuk PPL dalam bentuk tatap muka, paling sedikit memuat: 1) nama institusi atau lembaga penyelenggara PPL; 2) tempat dan waktu kegiatan; 3) silabus atau materi PPL; 4) daftar hadir atau absensi peserta PPL; dan - 7 - 5) nama serta nomor dan tanggal Surat Keputusan Izin Wakil Penjamin Emisi Efek dan/atau Wakil Perantara Pedagang Efek yang menjadi peserta PPL; serta b. untuk PPL dalam bentuk selain tatap muka, paling sedikit memuat: 1) nama institusi atau lembaga penyelenggara PPL; 2) nama serta nomor dan tanggal Surat Keputusan Izin Wakil Penjamin Emisi Efek dan/atau Wakil Perantara Pedagang Efek yang menjadi peserta PPL; dan 3) laporan pemenuhan PPL. 7. Dalam hal batas akhir waktu penyampaian rencana tahunan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dan penyampaian laporan penyelenggaraan PPL sebagaimana dimaksud dalam angka 5 jatuh pada hari libur, rencana tahunan dan laporan tersebut disampaikan pada 1 (satu) hari kerja berikutnya. 8. Rencana tahunan penyelenggaraan PPL sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dan laporan penyelenggaraan PPL sebagaimana dimaksud dalam angka 5 disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan dalam bentuk dokumen cetak dan dapat pula disiapkan dalam format digital dengan menggunakan media digital cakram padat (compact disk) atau lainnya. 9. Orang perseorangan yang memiliki izin Wakil Penjamin Emisi Efek dan/atau Wakil Perantara Pedagang Efek yang telah mengikuti kegiatan PPL wajib menyampaikan laporan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak yang bersangkutan selesai mengikuti program tersebut sesuai dengan format Laporan Partisipasi Program Pendidikan Berkelanjutan sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 10. Dalam hal batas akhir waktu penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 9 jatuh pada hari libur, laporan tersebut disampaikan pada 1 (satu) hari kerja berikutnya. - 8 - 11. Dalam hal orang perseorangan yang memiliki izin Wakil Penjamin Emisi Efek dan/atau Wakil Perantara Pedagang Efek menyampaikan Laporan Partisipasi Program Pendidikan Berkelanjutan melewati batas waktu sebagaimana dimaksud dalam angka 10, penghitungan jumlah hari keterlambatan atas penyampaian laporan dihitung sejak hari pertama setelah batas akhir waktu penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 10. 12. Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan telah menyediakan sistem elektronik bagi penyampaian rencana tahunan penyelenggaraan PPL, laporan penyelenggaraan PPL, dan laporan partisipasi PPL sebagaimana dimaksud dalam angka 2, angka 5, dan angka 9, rencana tahunan dan laporan tersebut wajib disampaikan melalui sistem elektronik. VI. PEMERIKSAAN ATAS PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN BERKELANJUTAN Otoritas Jasa Keuangan berwenang melakukan pemeriksaan terhadap penyelenggaraan PPL. VII. PENCABUTAN PENGAKUAN PIHAK LAIN SEBAGAI PENYELENGGARA PROGRAM PENDIDIKAN BERKELANJUTAN 1. Dalam hal pihak lain sebagai penyelenggara PPL adalah Lembaga Pendidikan Khusus di bidang Pasar Modal, Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek, dan Perguruan Tinggi Swasta, surat pengakuan pihak lain sebagai penyelenggara PPL menjadi tidak berlaku apabila: a. badan hukum pihak lain tersebut bubar; dan/atau b. status badan hukum dari pihak lain tersebut dicabut oleh instansi yang berwenang. 2. Dalam hal pihak lain sebagai penyelenggara PPL adalah Perguruan Tinggi Negeri, surat pengakuan pihak lain sebagai penyelenggara PPL menjadi tidak berlaku apabila Perguruan Tinggi Negeri tersebut dibubarkan oleh Pemerintah. - 9 - 3. Dalam hal pihak lain sebagai penyelenggara PPL adalah Program Studi dari suatu Perguruan Tinggi, surat pengakuan pihak lain sebagai penyelenggara PPL menjadi tidak berlaku apabila Program Studi dimaksud dibubarkan atau Perguruan Tinggi yang membawahi Program Studi dimaksud bubar. 4. Otoritas Jasa Keuangan dapat mencabut surat pengakuan pihak lain sebagai penyelenggara PPL apabila terdapat hal sebagai berikut: a. pihak lain sebagai penyelenggara PPL mengembalikan surat pengakuan yang dimilikinya; b. kantor pihak lain sebagai penyelenggara PPL tidak ditemukan; c. pihak lain sebagai penyelenggara PPL membatalkan atau menunda jadwal penyelenggaraan PPL yang mengakibatkan pemegang izin Wakil Penjamin Emisi Efek dan/atau Wakil Perantara Pedagang Efek tidak dapat menyampaikan dokumen pendidikan berkelanjutan dalam pengajuan permohonan perpanjangan izin; dan/atau d. pihak lain sebagai penyelenggara PPL telah menerima 3 (tiga) kali surat peringatan namun dalam waktu 1 (satu) bulan sejak diterbitkannya surat peringatan ketiga tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam isi surat peringatan tersebut. 5. Pengembalian surat pengakuan sebagaimana dimaksud dalam angka 4 huruf a wajib disertai dokumen sebagai berikut: a. keterangan mengenai alasan pengembalian surat pengakuan tersebut; b. surat pengakuan sebagai pihak lain sebagai penyelenggara PPL oleh Otoritas Jasa Keuangan; dan c. surat pernyataan pertanggungjawaban pihak lain sebagai penyelenggara PPL atas kewajibannya kepada pihak ketiga. 6. Dalam hal pencabutan surat pengakuan pihak lain sebagai penyelenggara PPL disebabkan karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 4 huruf b, huruf c, dan huruf d, pihak lain - 10 - sebagai penyelenggara PPL wajib menyelesaikan kewajibannya kepada pihak ketiga. 7. Tidak berlakunya surat pengakuan pihak lain sebagai penyelenggara PPL sebagaimana dimaksud dalam angka 1, angka 2, dan angka 3 serta pencabutan surat pengakuan pihak lain sebagai penyelenggara PPL sebagaimana dimaksud dalam angka 4 dapat diumumkan oleh Otoritas Jasa Keuangan melalui media massa. VIII. KETENTUAN LAIN-LAIN Asosiasi atau pihak lain yang diakui oleh Otoritas Jasa Keuangan sebagai penyelenggara PPL wajib: 1. mencatat Pemegang Izin Wakil Penjamin Emisi Efek dan/atau Wakil Perantara Pedagang Efek yang mendaftar untuk mengikuti pendidikan berkelanjutan; dan 2. memberikan bukti pendaftaran kepada Pemegang Izin Wakil Penjamin Emisi Efek dan/atau Wakil Perantara Pedagang Efek yang mendaftar untuk mengikuti pendidikan berkelanjutan, untuk PPL dalam bentuk tatap muka dan selain tatap muka berupa layanan webinar (web-based seminar) yang diselenggarakan oleh penyelenggara PPL. IX. KETENTUAN PERALIHAN 1. Kewajiban untuk menyampaikan dokumen telah mengikuti pendidikan berkelanjutan dalam pengajuan permohonan perpanjangan izin Wakil Penjamin Emisi Efek dan/atau Wakil Perantara Pedagang Efek dikecualikan jika: a. Belum terlaksananya PPL yang dilaksanakan oleh asosiasi atau pihak lain yang diakui oleh Otoritas Jasa Keuangan; dan/atau b. Pemegang Izin Wakil Penjamin Emisi Efek dan/atau Wakil Perantara Pedagang Efek yang mengajukan permohonan perpanjangan izin telah mendaftar untuk mengikuti PPL, namun asosiasi atau pihak lain yang menyelenggarakan PPL membatalkan atau menunda jadwal penyelenggaraan PPL yang mengakibatkan pemegang izin Wakil Penjamin Emisi Efek dan/atau Wakil Perantara Pedagang Efek tidak dapat - 11 - menyampaikan dokumen pendidikan berkelanjutan dalam pengajuan permohonan perpanjangan izin, untuk PPL dalam bentuk tatap muka, dan selain tatap muka berupa layanan webinar (web-based seminar) yang diselenggarakan oleh penyelenggara PPL. 2. Pemegang izin Wakil Penjamin Emisi Efek dan/atau Wakil Perantara Pedagang Efek yang tidak mengikuti PPL karena kondisi sebagaimana dimaksud dalam angka 1 huruf b, wajib menyampaikan bukti pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam angka VIII pada saat permohonan pengajuan perpanjangan izin Wakil Penjamin Emisi Efek dan/atau Wakil Perantara Pedagang Efek. 3. Kewajiban penyampaian rencana tahunan penyelenggaraan PPL kepada Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam angka V angka 2, tidak berlaku dalam hal penyelenggara PPL baru diakui oleh Otoritas Jasa Keuangan setelah tanggal 12 Januari. 4. Dalam hal penyelenggara PPL mendapatkan pengakuan setelah tanggal 12 Januari, kewajiban penyampaian rencana tahunan penyelenggaraan PPL kepada Otoritas Jasa Keuangan disampaikan paling lama 3 (tiga) bulan sebelum penyelenggaraan PPL dimulai. X. KETENTUAN PENUTUP Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 28 November 2016 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PASAR MODAL, ttd ttd Yuliana NURHAIDA
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 45/SEOJK.04/2016 </reg_id> <reg_title> PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN BERKELANJUTAN BAGI WAKIL PENJAMIN EMISI EFEK DAN WAKIL PERANTARA PEDAGANG EFEK </reg_title> <set_date> 28 November 2016 </set_date> <effective_date> 28 November 2016 </effective_date> <related_reg> '27/POJK.04/2014 | Pasal 16' </related_reg>
Yth. Direksi Emiten dan Perusahaan Publik di tempat SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 6/SEOJK.04/2014 TENTANG TATA CARA PENYAMPAIAN LAPORAN SECARA ELEKTRONIK OLEH EMITEN ATAU PERUSAHAAN PUBLIK Dalam rangka meningkatkan efektivitas dan efisiensi penyampaian laporan oleh Emiten atau Perusahaan Publik kepada Otoritas Jasa Keuangan serta memperhatikan Peraturan Nomor II.A.3, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam Nomor Kep-41/PM/1997 tanggal 26 Desember 1997 tentang Surat, Laporan Dan Dokumen Lain Yang Dikirim Kepada Bapepam dan Peraturan Nomor II.A.4, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor Kep-496/BL/2012 tanggal 14 September 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem Pelayanan Elektronik, perlu diatur ketentuan mengenai tata cara penyampaian laporan secara elektronik oleh Emiten atau Perusahaan Publik kepada Otoritas Jasa Keuangan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM 1. Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. 2. Laporan yang dimaksud dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini meliputi laporan, keterbukaan informasi, atau penyampaian dokumen yang disampaikan oleh Emiten atau Perusahaan Publik kepada OJK sebagaimana ditentukan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 3. Dengan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini, OJK menerapkan dan memberlakukan sistem penyampaian laporan secara elektronik oleh Emiten atau Perusahaan Publik kepada OJK melalui Sistem Pelaporan Elektronik Emiten atau Perusahaan Publik yang selanjutnya disingkat SPE. 4. Untuk menggunakan SPE, Emiten atau Perusahaan Publik perlu menyediakan perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), dan jaringan internet yang memadai dengan spesifikasi komputer dan aplikasi sebagaimana terdapat pada petunjuk pengguna (user manual) Emiten atau Perusahaan Publik yang dapat diunduh melalui laman OJK dengan alamat https://spe.ojk.go.id. II. JENIS-JENIS LAPORAN Laporan yang diwajibkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang Pasar Modal yang disampaikan kepada OJK adalah sebagai berikut: 1. Peraturan Nomor X.M.1, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor: Kep-82/PM/1996 tanggal 17 Januari 1996 tentang Keterbukaan Informasi Pemegang Saham Tertentu, yaitu laporan kepemilikan dan setiap perubahan kepemilikan saham Emiten atau Perusahaan Publik; 2. Peraturan… -2- 2. Peraturan Nomor IX.I.1, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam Nomor: Kep-60/PM/1996 tanggal 17 Januari 1996 tentang Rencana Dan Pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham, yaitu penyampaian agenda Rapat Umum Pemegang Saham dan hasil Rapat Umum Pemegang Saham; 3. Peraturan Nomor IX.I.4, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam Nomor: Kep-63/PM/1996 tanggal 17 Januari 1996 tentang Pembentukan Sekretaris Perusahaan, yaitu laporan pembentukan Sekretaris Perusahaan (Corporate Secretary); 4. Peraturan Nomor X.K.1, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam Nomor: Kep-86/PM/1996 tanggal 24 Januari 1996 tentang Keterbukaan Informasi Yang Harus Segera Diumumkan Kepada Publik, yaitu laporan keterbukaan informasi yang harus segera diumumkan kepada publik; 5. Peraturan Nomor X.K.5, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam Nomor: Kep-46/PM/1998 tanggal 14 Agustus 1998 tentang Keterbukaan Informasi Bagi Emiten atau Perusahaan Publik Yang Dimohonkan Pernyataan Pailit, yaitu: a. laporan mengenai keadaan gagal atau tidak mampu menghindari kegagalan untuk membayar kewajiban Emiten atau Perusahaan Publik terhadap pemberi pinjaman yang tidak terafiliasi; b. laporan mengenai Emiten atau Perusahaan Publik yang dimohonkan penyataan pailit; dan c. laporan permohonan pernyataan pailit kepada Pengadilan terhadap Emiten atau Perusahaan Publik oleh Pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal; 6. Peraturan Nomor X.K.4, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam Nomor: Kep-27/PM/2003 tanggal 17 Juli 2003 tentang Laporan Realisasi Penggunaan Dana Hasil Penawaran Umum, yaitu laporan realisasi penggunaan dana hasil Penawaran Umum; 7. Peraturan Nomor IX.D.5, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam Nomor: Kep-35/PM/2003 tanggal 30 September 2003 tentang Saham Bonus, yaitu: a. laporan penjatahan Saham Bonus/Dividen Saham; b. laporan pembagian Saham Bonus/Dividen Saham; dan c. keterbukaan informasi rencana pembagian Saham Bonus/Dividen Saham; 8. Peraturan Nomor IX.I.7, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor: Kep-496/BL/2008 tanggal 28 November 2008 tentang Pembentukan Dan Pedoman Penyusunan Piagam Unit Audit Internal, yaitu laporan pengangkatan, penggantian, atau pemberhentian kepala Unit Audit Internal; 9. Peraturan Nomor IX.E.1, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor: Kep-412/BL/2009 tanggal 25 November 2009 tentang Transaksi Afiliasi dan Benturan Kepentingan Transaksi Tertentu, yaitu laporan transaksi afiliasi dan benturan kepentingan transaksi tertentu; 10. Peraturan Nomor IX.D.4, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor: Kep- 429/BL/2009 tanggal 9 Desember 2009 tentang Penambahan Modal Tanpa Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu, yaitu: a. keterbukaan informasi mengenai waktu pelaksanaan penambahan modal; dan b. laporan hasil pelaksanaan penambahan modal; 11. Peraturan… -3- 11. Peraturan Nomor XI.B.2, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor: Kep-105/BL/2010 tanggal 13 April 2010 tentang Pembelian Kembali Saham Yang Dikeluarkan Oleh Emiten Atau Perusahaan Publik, yaitu: a. laporan hasil pembelian kembali saham (buy back); b. laporan pengalihan saham hasil buy back; c. bukti pengumuman di surat kabar; dan d. keterbukaan informasi terkait pelaksanaan buy back; 12. Peraturan Nomor X.K.2, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor: KEP-346/BL/2011 tanggal 5 Juli 2011 tentang Kewajiban Penyampaian Laporan Keuangan Berkala Emiten atau Perusahaan Publik, yaitu Laporan Keuangan Tahunan dan Laporan Keuangan Tengah Tahunan; 13. Peraturan Nomor IX.E.2, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor: Kep-614/BL/2011 tanggal 28 November 2011 tentang Transaksi Material dan Perubahan Kegiatan Usaha Utama, yaitu laporan Transaksi Material dan perubahan Kegiatan Usaha Utama; 14. Peraturan Nomor X.K.6, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor: Kep-431/BL/2012 tanggal 1 Agustus 2012 tentang Penyampaian Laporan Tahunan Emiten atau Perusahaan Publik, yaitu Laporan Tahunan; 15. Peraturan Nomor IX.I.5, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor: Kep-643/BL/2012 tanggal 7 Desember 2012 tentang Pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit, yaitu laporan pengangkatan dan pemberhentian Komite Audit; dan 16. Peraturan Nomor IX.C.11, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor: Kep-712/BL/2012 tanggal 26 Desember 2012 tentang Pemeringkatan Efek Bersifat Utang Dan/Atau Sukuk, yaitu: a. laporan hasil pemeringkatan atas Efek Bersifat Utang dan/atau Sukuk; dan b. bukti pengumuman di surat kabar. III. TATA CARA PELAPORAN 1. Emiten atau Perusahaan Publik dapat menyampaikan laporan secara elektronik kepada OJK melalui SPE sebagaimana yang tersedia di laman OJK dengan alamat https://spe.ojk.go.id. 2. Emiten atau Perusahaan Publik hanya dapat menyampaikan laporan secara elektronik kepada OJK melalui SPE setelah mendapatkan hak akses berupa user id dan password dari OJK. 3. Emiten atau Perusahaan Publik harus membaca dan mematuhi prosedur dan tata cara penggunaan SPE yang dapat diunduh di laman OJK dengan alamat https://spe.ojk.go.id. 4. Laporan yang disampaikan Emiten atau Perusahaan Publik melalui SPE harus sama dengan yang termuat dalam dokumen dalam bentuk asli tercetak (hard copy) yang disampaikan kepada OJK. 5. Dalam hal terdapat perbedaan data dan/atau informasi antara dokumen dalam bentuk asli tercetak (hard copy) dengan laporan secara elektronik yang disampaikan melalui SPE maka yang berlaku adalah dokumen dalam bentuk asli tercetak (hard copy) yang diterima oleh OJK. 6. Dalam hal terdapat kesalahan atau kekeliruan dalam menyampaikan laporan secara elektronik, Emiten atau Perusahaan Publik dapat menyampaikan kembali… -4- kembali laporan dimaksud dengan memberikan tambahan perihal revisi atas laporan melalui SPE. 7. Emiten atau Perusahaan Publik bertanggung jawab penuh atas penggunaan dan penyalahgunaan SPE. 8. Laporan yang disampaikan oleh Emiten atau Perusahaan Publik melalui SPE bersifat final sepanjang tidak ada perbedaan dengan dokumen dalam bentuk asli tercetak (hard copy) yang disampaikan kepada OJK. 9. Penyampaian laporan secara elektronik oleh Emiten atau Perusahaan Publik melalui SPE ini tidak menghapuskan kewajiban Emiten atau Perusahaan Publik untuk menyampaikan laporan dalam bentuk asli tercetak (hardcopy). 10. Bukti penerimaan penyampaian laporan oleh Emiten atau Perusahaan Publik yang diakui OJK adalah: a. tanda bukti elektronik yang dikeluarkan oleh SPE melalui surat elektronik (e-mail) pemberitahuan penerimaan laporan oleh OJK kepada Emiten atau Perusahaan Publik, dalam hal penyampaian laporan dilakukan secara elektronik; dan b. stempel Tata Usaha Persuratan OJK, dalam hal penyampaian laporan dilakukan dalam bentuk asli tercetak (hard copy). 11. Penghitungan ketepatan dan keterlambatan penyampaian laporan oleh Emiten atau Perusahaan Publik kepada OJK yang menyampaikan laporan baik secara elektronik maupun dalam bentuk asli tercetak (hard copy) sebagaimana dimaksud pada angka 10 didasarkan pada laporan yang lebih dahulu diterima oleh OJK. 12. Laporan secara elektronik yang disampaikan oleh Emiten atau Perusahaan Publik dianggap telah diterima OJK apabila Emiten atau Perusahaan Publik telah menerima notifikasi berupa tanda bukti elektronik yang dikeluarkan oleh SPE melalui surat elektronik (e-mail) pemberitahuan penerimaan pelaporan oleh OJK kepada Emiten atau Perusahaan Publik. 13. Pada saat Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku sampai dengan SPE beroperasi secara penuh, Emiten atau Perusahaan Publik harus melakukan uji coba penyampaian laporan secara elektronik melalui SPE. Dalam masa pelaksanaan uji coba tersebut, laporan yang diakui OJK adalah laporan yang dikirimkan dalam bentuk asli tercetak (hard copy). 14. Emiten atau Perusahaan Publik dapat menyampaikan laporan secara elektronik melalui SPE secara penuh sejak tanggal 1 Juni 2014. IV. PENUTUP Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum I, Departemen Hukum Ttd. Tini Kustini Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 24 April 2014 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PASAR MODAL, Ttd. NURHAIDA
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 6/SEOJK.04/2014 </reg_id> <reg_title> TATA CARA PENYAMPAIAN LAPORAN SECARA ELEKTRONIK OLEH EMITEN ATAU PERUSAHAAN PUBLIK </reg_title> <set_date> 24 April 2014 </set_date> <effective_date> 24 April 2014 </effective_date> <related_reg> 'KEP-496/BL/2012|KEPTA-BAPEPAM-LK/2012 | Lampiran Peraturan Nomor II.A.4', 'KEP-41/PM/1997|KEPTA-BAPEPAM/1997 | Lampiran Peraturan Nomor II.A.3' </related_reg>
Yth. 1. Direksi Perusahaan Pembiayaan Syariah; dan 2. Direksi Perusahaan Pembiayaan yang mempunyai Unit Usaha Syariah, di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 20/SEOJK.05/2015 TENTANG BESARAN UANG MUKA (DOWN PAYMENT/URBUN) PEMBIAYAAN KENDARAAN BERMOTOR UNTUK PEMBIAYAAN SYARIAH Otoritas Jasa Keuangan Nomor Sehubungan dengan amanat ketentuan Pasal 12 ayat (3) Peraturan 31/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Pembiayaan Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 366, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5640), perlu untuk mengatur mengenai perubahan besaran uang muka (down payment/urbun) pembiayaan kendaraan bermotor untuk pembiayaan syariah dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang dan/atau jasa. 2. Perusahaan Pembiayaan Syariah adalah Perusahaan Pembiayaan yang seluruh kegiatan usahanya melakukan pembiayaan syariah. 3. Pembiayaan Syariah adalah penyaluran pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah. 4. Prinsip ... - 2 - 4. Prinsip Syariah adalah ketentuan hukum Islam berdasarkan fatwa dan/atau pernyataan kesesuaian syariah dari Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia. 5. Unit Usaha Syariah yang selanjutnya disingkat UUS adalah unit kerja dari kantor pusat Perusahaan Pembiayaan yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor yang melaksanakan Pembiayaan Syariah. 6. Perusahaan Syariah adalah Perusahaan Pembiayaan Syariah dan UUS. 7. Pembiayaan Jual Beli adalah pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang melalui transaksi jual beli sesuai dengan perjanjian pembiayaan syariah yang disepakati oleh para pihak. 8. Perjanjian Pembiayaan Syariah adalah kesepakatan tertulis antara Perusahaan Syariah dengan pihak lain yang memuat adanya hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak sesuai dengan Prinsip Syariah. 9. Uang Muka (Down Payment/Urbun) Pembiayaan Kendaraan Bermotor adalah pembayaran di muka atau uang muka secara tunai yang sumber dananya berasal dari konsumen (self financing) dalam rangka Pembiayaan Jual Beli untuk kendaraan bermotor. 10. Konsumen adalah perusahaan atau orang perseorangan yang melakukan Perjanjian Pembiayaan Syariah dengan Perusahaan Syariah terkait dengan kegiatan usaha Perusahaan Syariah. 11. Aset Produktif Bermasalah adalah aset produktif dengan kualitas kurang lancar, diragukan, dan/atau macet atas Pembiayaan Jual Beli untuk kendaraan bermotor, dengan tidak memperhitungkan cadangan penyisihan penghapusan aset produktif. 12. Rasio Aset Produktif Bermasalah adalah perbandingan antara Aset Produktif Bermasalah dengan total aset produktif atas Pembiayaan Jual Beli untuk kendaraan bermotor. II. BESARAN ... - 3 - II. BESARAN UANG MUKA (DOWN PAYMENT/URBUN) PEMBIAYAAN KENDARAAN BERMOTOR BAGI PERUSAHAAN SYARIAH 1. Perusahaan Syariah yang mempunyai nilai Rasio Aset Produktif Bermasalah lebih rendah atau sama dengan 5% (lima persen) wajib menerapkan ketentuan besaran Uang Muka (Down Payment/Urbun) Pembiayaan Kendaraan Bermotor kepada Konsumen, dengan ketentuan: a. bagi kendaraan bermotor roda dua atau tiga, paling rendah 10% (sepuluh persen) dari harga jual kendaraan yang bersangkutan; b. bagi kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan untuk tujuan produktif, paling rendah 15% (lima belas persen) dari harga jual kendaraan yang bersangkutan; atau c. bagi kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan untuk tujuan non-produktif, paling rendah 20% (dua puluh persen) dari harga jual kendaraan yang bersangkutan. 2. Perusahaan Syariah yang mempunyai nilai Rasio Aset Produktif Bermasalah lebih tinggi dari 5% (lima persen) wajib menerapkan ketentuan besaran Uang Muka (Down Payment/Urbun) Pembiayaan Kendaraan Bermotor kepada Konsumen, dengan ketentuan: a. bagi kendaraan bermotor roda dua atau tiga, paling rendah 15% (lima belas persen) dari harga jual kendaraan yang bersangkutan; b. bagi kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan untuk tujuan produktif, paling rendah 20% (dua puluh persen) dari harga jual kendaraan yang bersangkutan; atau c. bagi kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan untuk tujuan non-produktif, paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari harga jual kendaraan yang bersangkutan. III. BESARAN ... - 4 - III. BESARAN UANG MUKA (DOWN PAYMENT/URBUN) PEMBIAYAAN KENDARAAN BERMOTOR BAGI UUS YANG MEMILIKI NILAI PIUTANG PEMBIAYAAN JUAL BELI UNTUK KENDARAAN BERMOTOR LEBIH TINGGI DARI 50% (LIMA PULUH PERSEN) DARI TOTAL PIUTANG PEMBIAYAAN UNTUK KENDARAAN BERMOTOR PERUSAHAAN PEMBIAYAAN INDUKNYA 1. UUS yang memiliki nilai piutang Pembiayaan Jual Beli untuk kendaraan bermotor lebih tinggi dari 50% (lima puluh persen) dari total piutang pembiayaan untuk kendaraan bermotor Perusahaan Pembiayaan induknya wajib menerapkan ketentuan besaran Uang Muka (Down Payment/Urbun) Pembiayaan Kendaraan Bermotor kepada Konsumen, dengan ketentuan: a. bagi kendaraan bermotor roda dua atau tiga, paling rendah 15% (lima belas persen) dari harga jual kendaraan yang bersangkutan; b. bagi kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan untuk tujuan produktif, paling rendah 15% (lima belas persen) dari harga jual kendaraan yang bersangkutan; atau c. bagi kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan untuk tujuan non-produktif, paling rendah 20% (dua puluh persen) dari harga jual kendaraan yang bersangkutan. 2. Dalam hal UUS memiliki nilai Rasio Aset Produktif Bermasalah lebih tinggi dari 5% (lima persen) namun memiliki nilai piutang Pembiayaan Jual Beli untuk kendaraan bermotor lebih tinggi dari 50% (lima puluh persen) dari total piutang pembiayaan untuk kendaraan bermotor Perusahaan Pembiayaan induknya, besaran Uang Muka (Down Payment/Urbun) Pembiayaan Kendaraan Bermotor mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka romawi II butir 2. 3. Dalam hal UUS memiliki nilai Rasio Aset Produktif Bermasalah lebih rendah dari 5% (lima persen) namun memiliki nilai piutang Pembiayaan Jual Beli untuk kendaraan bermotor lebih tinggi dari 50% (lima puluh persen) dari total piutang pembiayaan untuk kendaraan ... - 5 - kendaraan bermotor Perusahaan Pembiayaan induknya, besaran Uang Muka (Down Payment/Urbun) Pembiayaan Kendaraan Bermotor mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud pada butir 1. IV. JANGKA WAKTU PEMBERLAKUAN BESARAN UANG MUKA (DOWN PAYMENT/URBUN) PEMBIAYAAN KENDARAAN BERMOTOR 1. Penerapan besaran Uang Muka (Down Payment/Urbun) Pembiayaan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam angka romawi II dan/atau angka romawi III dihitung berdasarkan laporan bulanan per 30 Juni dan 31 Desember. 2. Penerapan besaran Uang Muka (Down Payment/Urbun) Pembiayaan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada butir 1 mulai berlaku pada tanggal 1 Agustus atau 1 Februari untuk jangka waktu 6 (enam) bulan berikutnya. Contoh: Apabila laporan bulanan Perusahaan Syariah per 30 Juni 2015 memiliki nilai Aset Produktif Bermasalah lebih tinggi dari 5% (lima persen), maka Perusahaan Syariah tersebut menerapkan ketentuan Uang Muka (Down Payment/Urbun) Pembiayaan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam angka romawi II butir 2. Penerapan besaran Uang Muka (Down Payment/Urbun) Pembiayaan Kendaraan Bermotor dimaksud berlaku mulai tanggal 1 Agustus 2015 sampai dengan 31 Januari 2016. Apabila laporan bulanan UUS per 31 Desember 2015 Rasio Aset Produktif Bermasalah UUS dimaksud masih lebih tinggi dari 5% (lima persen) dan memiliki nilai piutang Pembiayaan Jual Beli untuk kendaraan bermotor lebih tinggi dari 50% (lima puluh persen) dari total piutang pembiayaan untuk kendaraan bermotor Perusahaan Pembiayaan induknya, maka UUS tersebut tetap menerapkan ketentuan besaran Payment/Urbun) Pembiayaan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam angka romawi II butir 2. Penerapan besaran Uang Muka (Down Payment/Urbun) Pembiayaan Kendaraan Bermotor dimaksud berlaku mulai tanggal 1 Februari 2016 sampai dengan 31 Juli 2016. V. TATA ... Uang Muka (Down - 6 - V. TATA CARA PERHITUNGAN BESARAN UANG MUKA (DOWN PAYMENT/URBUN) PEMBIAYAAN KENDARAAN BERMOTOR 1. Perhitungan besaran Uang Muka (Down Payment/Urbun) Pembiayaan Kendaraan Bermotor dilakukan terhadap harga jual kendaraan setelah dikurangi potongan harga (discount) dan potongan lainnya. Contoh: Harga motor: Rp10.000.000,00 Potongan harga (discount) dan potongan lainnya yang diberikan: Rp500.000,00 Harga jual kendaraan: Rp10.000.000,00 – Rp500.000,00 = Rp9.500.000,00 Uang Muka (Down Payment/Urbun) Pembiayaan Kendaraan Bermotor yang harus dikenakan dan dibayar tunai sekaligus adalah 10% x Rp9.500.000,00 = Rp950.000,00 2. Perhitungan besaran Uang Muka (Down Payment/Urbun) Pembiayaan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada butir 1 tidak termasuk angsuran pertama, biaya survei, provisi, asuransi, penjaminan, fidusia, notaris, atau biaya lainnya. Contoh 1 (biaya asuransi, penjaminan, atau biaya lainnya yang dibayar tunai oleh Konsumen): Harga motor: Rp10.000.000,00 Potongan harga (discount) dan potongan lainnya yang diberikan: Rp500.000,00 Biaya asuransi, penjaminan, atau biaya lainnya yang dibayarkan oleh Konsumen secara tunai: Rp1.000.000,00 Harga jual kendaraan: Rp10.000.000,00 – Rp500.000,00 = Rp9.500.000,00 Uang Muka (Down Payment/Urbun) Pembiayaan Kendaraan Bermotor yang harus dikenakan dan dibayar tunai sekaligus adalah 10% x Rp9.500.000,00 = Rp950.000,00 Biaya yang dibayar oleh Konsumen secara tunai sekaligus (bila biaya asuransi, penjaminan, atau biaya lainnya yang dibayar tunai oleh ... - 7 - oleh Konsumen) = uang muka (Rp950.000,00) + biaya asuransi, penjaminan, atau biaya lainnya (Rp1.000.000,00) Rp1.950.000,00 Total pembiayaan oleh Perusahaan Pembiayaan kepada Konsumen = harga jual kendaraan (Rp9.500.000,00) – uang muka (Rp950.000,00) = Rp8.550.000,00 Contoh 2 (biaya asuransi, penjaminan, atau biaya lainnya tidak dibayar tunai (angsuran) oleh Konsumen): Harga motor: Rp10.000.000,00 Potongan harga (discount) dan potongan lainnya yang diberikan: Rp500.000,00 Biaya asuransi, penjaminan, atau biaya lainnya: Rp1.000.000,00 Harga jual kendaraan: Rp10.000.000,00 – Rp500.000,00 = Rp9.500.000,00 Uang Muka (Down Payment/Urbun) Pembiayaan Kendaraan Bermotor yang harus dikenakan adalah 10% x Rp9.500.000,00 = Rp950.000,00 Biaya yang dibayar oleh Konsumen bila biaya asuransi, penjaminan, atau biaya lainnya tidak dibayar tunai oleh Konsumen atau dibayar secara angsuran = uang muka (Rp950.000,00) Total pembiayaan oleh Perusahaan Pembiayaan kepada Konsumen = biaya asuransi, penjaminan, atau biaya lainnya (Rp1.000.000,00) + harga pembiayaan kendaraan bermotor (Rp8.550.000,00) = Rp9.550.000,00 VI. PENEGAKAN KEPATUHAN DAN SANKSI Perusahaan Syariah yang tidak memenuhi ketentuan besaran Uang Muka (Down Payment/Urbun) Pembiayaan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini dikenakan ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 55 dan Pasal 57 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Pembiayaan Syariah. = VII. PENUTUP ... - 8 - VII. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 30 Juni 2015 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERASURANSIAN, DANA PENSIUN, LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA OTORITAS JASA KEUANGAN, Ttd. Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum I Departemen Hukum, BERITA NEGARA TAHUN Ttd.Ttd. Sudarmaji FIRDAUS DJAELANI NOMOR
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 20/SEOJK.05/2015 </reg_id> <reg_title> BESARAN UANG MUKA (DOWN PAYMENT/URBUN) PEMBIAYAAN KENDARAAN BERMOTOR UNTUK PEMBIAYAAN SYARIAH </reg_title> <set_date> 30 Juni 2015 </set_date> <effective_date> 30 Juni 2015 </effective_date> <related_reg> '31/POJK.05/2014 | Pasal 12 ayat (3)' </related_reg>
Yth. 1. Direksi PT Penyelenggara Program Perlindungan Investor Efek Indonesia; 2. Direksi Perusahaan Efek; 3. Direksi Bank Kustodian; 4. Direksi PT Bursa Efek Indonesia; 5. Direksi PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia; dan 6. Direksi PT Kustodian Sentral Efek Indonesia di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 18/SEOJK.04/2013 TENTANG KRITERIA PERNYATAAN TERTULIS OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DAN TATA CARA PENENTUAN NILAI ASET PEMODAL YANG HILANG, DALAM RANGKA PENGGUNAAN DANA PERLINDUNGAN PEMODAL Sehubungan dengan ketentuan angka 18 dan angka 20 Peraturan Nomor VI.A.4 tentang Dana Perlindungan Pemodal, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor Kep-715/BL/2012 tanggal 28 Desember 2012 serta memperhatikan ketentuan Pasal 70 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, perlu untuk mengatur pelaksanaan mengenai kriteria pernyataan tertulis oleh Otoritas Jasa Keuangan dan tata cara penentuan nilai aset pemodal yang hilang, dalam rangka penggunaan Dana Perlindungan Pemodal dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM 1. Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: a. Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. b. Pernyataan Tertulis adalah surat yang diterbitkan oleh OJK kepada Penyelenggara Dana Perlindungan Pemodal yang menyatakan bahwa: 1) terdapat kehilangan Aset Pemodal; 2) Kustodian... -2- 2) Kustodian tidak memiliki kemampuan untuk mengembalikan Aset Pemodal yang hilang; dan 3) Bagi Kustodian berupa Perantara Pedagang Efek yang mengadministrasikan Efek dinyatakan tidak dapat melanjutkan kegiatan usahanya dan dipertimbangkan izin usahanya dicabut oleh OJK; atau 4) Bagi Bank Kustodian dinyatakan tidak dapat melanjutkan kegiatan usahanya sebagai Bank Kustodian dan dipertimbangkan persetujuan Bank Umum sebagai Kustodian dibatalkan oleh OJK. c. Aset Pemodal adalah Efek dan harta lain yang berkaitan dengan Efek, dan/atau dana milik Pemodal yang dititipkan pada Kustodian. d. Dana Perlindungan Pemodal adalah kumpulan dana yang dibentuk untuk melindungi Pemodal dari hilangnya Aset Pemodal. e. Pemodal adalah nasabah dari Perantara Pedagang Efek yang mengadministrasikan rekening Efek nasabah dan Bank Kustodian. f. Penyelenggara Dana Perlindungan Pemodal, yang selanjutnya disingkat PDPP, adalah Perseroan yang telah mendapatkan izin usaha dari OJK untuk menyelenggarakan dan mengelola Dana Perlindungan Pemodal. 2. Penanganan klaim Pemodal oleh PDPP dilakukan setelah diterbitkannya pernyataan tertulis oleh OJK. 3. Ketentuan mengenai tata cara penerbitan Pernyataan Tertulis diatur dengan Surat Edaran Dewan Komisioner OJK. II. KRITERIA PERNYATAAN TERTULIS 1. Kriteria Pernyataan Tertulis adalah kriteria dari unsur Pernyataan Tertulis sebagaimana dimaksud dalam angka 17 huruf a peraturan Nomor VI.A.4 yang harus terpenuhi dalam menerbitkan Pernyataan Tertulis. 2. Kriteria dari unsur kehilangan Aset Pemodal adalah: a. Efek Pemodal yang ada di Sub Rekening Efek di Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian tidak menunjukkan jenis yang sama dan/atau menunjukkan jumlah yang lebih sedikit dari yang seharusnya dimiliki oleh Pemodal; dan/atau b. dana yang tercatat di Rekening Dana Nasabah pada bank atas nama Pemodal lebih sedikit dari yang seharusnya dimiliki oleh Pemodal. 3. Terpenuhi... -3- 3. Terpenuhi atau tidaknya kriteria sebagaimana dimaksud pada angka 2 harus berdasarkan hasil pemeriksaan yang didukung dengan bukti yang tersedia, termasuk tetapi tidak terbatas pada: a. laporan rekening Efek dan konfirmasi yang dikirim oleh Kustodian kepada Pemodal; b. buku dan catatan milik Kustodian, dengan ketentuan: 1) buku dan catatan Kustodian harus dalam bentuk yang ditentukan dalam peraturan OJK; dan 2) buku dan catatan Kustodian harus didukung oleh sistem pengendalian interen sebagaimana ditentukan dalam peraturan OJK; c. buku dan catatan milik Pemodal; d. rekaman pembicaraan antara wakil Kustodian dengan Pemodal; e. pernyataan dan pengumuman resmi Emiten; f. catatan dan dokumen milik Kustodian lain, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, Lembaga Kliring dan Penjaminan dan Bursa Efek; g. catatan rekening Bank; dan/atau h. kesaksian dari Pihak tertentu. 4. Kriteria dari unsur Kustodian tidak memiliki kemampuan untuk mengembalikan Aset Pemodal yang hilang adalah: a. kondisi keuangan Kustodian tidak dapat memenuhi kewajiban untuk mengembalikan Aset Pemodal; atau b. kondisi keuangan Kustodian tidak dapat memenuhi kewajiban untuk mengembalikan Aset Pemodal dan Kustodian tidak mampu untuk memenuhi komitmen mengembalikan Aset Pemodal yang hilang. 5. Kriteria dari unsur terkait Kustodian berupa Perantara Pedagang Efek yang mengadministrasikan Efek dinyatakan tidak dapat melanjutkan kegiatan usahanya dan dipertimbangkan izin usahanya dicabut oleh OJK adalah kondisi dimana berdasarkan hasil pengawasan OJK, Kustodian tidak dapat menjalankan fungsinya dan izin usahanya patut dan layak dicabut. 6. Kriteria dari unsur terkait Kustodian berupa Bank Kustodian dinyatakan tidak dapat melanjutkan kegiatan usahanya dan dipertimbangkan persetujuan Bank Umum sebagai Kustodian dibatalkan oleh OJK adalah kondisi dimana berdasarkan hasil pengawasan OJK, Bank Kustodian tidak dapat menjalankan fungsinya dan persetujuannya patut dan layak dibatalkan. III. TATA... -4- III. TATA CARA PENENTUAN NILAI ASET PEMODAL YANG HILANG 1. Tim verifikasi klaim yang dibentuk PDPP wajib menentukan nilai Aset Pemodal yang hilang untuk dilaporkan kepada komite klaim. 2. Tim verifikasi klaim menentukan nilai Aset Pemodal yang hilang berdasarkan hal-hal sebagai berikut: a. Jika Aset Pemodal yang hilang berupa Efek, penetapan nilai Aset Pemodal adalah sebagai berikut: 1) Apabila Efek tersebut adalah Efek bersifat Ekuitas dan/atau Efek lain yang tercatat di Bursa Efek selain Efek bersifat utang dan/atau sukuk, penetapan nilainya ditentukan berdasarkan jumlah Efek yang hilang dikalikan dengan harga rata-rata dari harga penutupan (closing price) Efek pada hari bursa dan terdapat transaksi atas Efek tersebut dalam periode 6 (enam) bulan terakhir sebelum tanggal penerbitan Pernyataan Tertulis. 2) Apabila Efek sebagaimana dimaksud pada angka 1) tidak terdapat transaksi dalam periode 6 bulan terakhir sebelum tanggal penerbitan Pernyataan Tertulis, penetapan nilainya ditentukan berdasarkan metode perhitungan harga wajar Efek yang ditetapkan oleh PDPP. 3) Apabila Efek adalah Efek bersifat utang dan/atau sukuk dan Lembaga Penilai Harga Efek menerbitkan harga pasar wajarnya, penetapan nilainya ditentukan berdasarkan jumlah Efek yang hilang dikalikan dengan harga rata-rata dari harga pasar wajar yang ditetapkan oleh Lembaga Penilai Harga Efek dalam periode 6 (enam) bulan terakhir sebelum tanggal penerbitan Pernyataan Tertulis. 4) Apabila Efek sebagaimana dimaksud pada angka 3) yang harga pasar wajarnya tidak diterbitkan oleh Lembaga Penilai Harga Efek, penetapan nilainya ditentukan berdasarkan harga pasar wajar yang ditetapkan oleh PDPP. 5) Jika Aset Pemodal yang hilang berupa Efek selain Efek sebagaimana dimaksud pada angka 1) dan angka 3), penetapan nilainya ditentukan berdasarkan metode perhitungan harga wajar Efek yang ditetapkan oleh PDPP. b. Dalam hal terdapat Aset Pemodal yang hilang berupa dana, maka penetapan nilainya adalah sebesar jumlah dana yang hilang. 3. Pembayaran... -5- 3. Pembayaran ganti rugi dengan menggunakan Dana Perlindungan Pemodal dapat dilakukan terhadap hilangnya Aset Pemodal yang terjadi sejak Kustodian menjadi anggota Dana Perlindungan Pemodal. IV.PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahui, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 31 Desember 2013 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PASAR MODAL ttd NURHAIDA Salinan sesuai dengan aslinya Kepala Bagian Bantuan Hukum Direktorat Hukum, ttd Mufli Asmawidjaja
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 18/SEOJK.04/2013 </reg_id> <reg_title> KRITERIA PERNYATAAN TERTULIS OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DAN TATA CARA PENENTUAN NILAI ASET PEMODAL YANG HILANG, DALAM RANGKA PENGGUNAAN DANA PERLINDUNGAN PEMODAL </reg_title> <set_date> 31 Desember 2013 </set_date> <effective_date> 31 Desember 2013 </effective_date> <related_reg> '21/UU/2011 | Pasal 70', 'KEP-715/BL/2012|KEPTA-BAPEPAM-LK/2012 | Lampiran Peraturan Nomor VI.A.4 angka 18 dan angka 20' </related_reg>
Yth. 1. Direksi Perusahaan Asuransi; 2. Direksi Perusahaan Reasuransi; 3. Direksi Perusahaan Asuransi Syariah; dan 4. Direksi Perusahaan Reasuransi Syariah, di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 29 /SEOJK.05/2017 TENTANG LAPORAN AKTUARIS TAHUNAN PERUSAHAAN ASURANSI, PERUSAHAAN REASURANSI, PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH, DAN PERUSAHAAN REASURANSI SYARIAH Sehubungan dengan amanat ketentuan: 1. Pasal 44 ayat (8) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 71/POJK.05/2016 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 304, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5994); dan 2. Pasal 45 ayat (8) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 72/POJK.05/2016 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dengan Prinsip Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 305, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5995), perlu untuk mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai bentuk dan susunan laporan aktuaris tahunan perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, perusahaan asuransi syariah, dan perusahaan reasuransi syariah dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: - 2 - I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Perusahaan adalah perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi syariah, perusahaan asuransi yang memiliki unit perusahaan reasuransi yang memiliki unit syariah. 2. Liabilitas adalah kewajiban sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang perasuransian. II. BENTUK DAN SUSUNAN LAPORAN AKTUARIS TAHUNAN 1. Laporan aktuaris tahunan Perusahaan disusun sesuai dengan bentuk dan susunan sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 2. Bagi perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi yang memiliki unit syariah, pernyataan, analisis, pendapat, dan rekomendasi yang dicantumkan dalam laporan aktuaris termasuk juga untuk unit syariah. 3. Laporan aktuaris sebagaimana dimaksud pada angka 1 mutatis mutandis berlaku bagi perusahaan asuransi umum atau perusahaan asuransi umum syariah yang laporan aktuarisnya masih ditandatangani pegawai Perusahaan yang memiliki sertifikat analis asuransi umum (certified non-life analyst) dari Persatuan Aktuaris Indonesia atau konsultan aktuaria yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan dan tidak terafiliasi dengan Perusahaan yang berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2017. III. KETENTUAN PENUTUP 1. Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2017. 2. Pada saat Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku, Peraturan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor PER-10/BL/2012 tentang Laporan syariah, atau - 3 - Aktuaris Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 13 Juni 2017 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERASURANSIAN, DANA PENSIUN, LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA OTORITAS JASA KEUANGAN, ttd FIRDAUS DJAELANI Salinan ini sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 29/SEOJK.05/2017 </reg_id> <reg_title> LAPORAN AKTUARIS TAHUNAN PERUSAHAAN ASURANSI, PERUSAHAAN REASURANSI, PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH, DAN PERUSAHAAN REASURANSI SYARIAH </reg_title> <set_date> 13 Juni 2017 </set_date> <effective_date> 1 Juli 2017 </effective_date> <replaced_reg> 'PER-10/BL/2012|PERTA-BAPEPAM-LK/2012' </replaced_reg> <related_reg> '71/POJK.05/2016 | Pasal 44 Ayat (8)', '72/POJK.05/2016 | Pasal 45 Ayat (8)' </related_reg>
Yth. 1. Direksi Perusahaan Asuransi Syariah; 2. Direksi Perusahaan Reasuransi Syariah; 3. Direksi Perusahaan Asuransi yang Memiliki Unit Syariah; dan 4. Direksi Perusahaan Reasuransi yang Memiliki Unit Syariah, di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 28 /SEOJK.05/2017 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN TEKNIS BAGI PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI DENGAN PRINSIP SYARIAH Sehubungan dengan amanat ketentuan Pasal 29 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 72/POJK.05/2016 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dengan Prinsip Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 305, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5995), perlu untuk mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai pedoman pembentukan penyisihan teknis bagi perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dengan prinsip syariah dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Perusahaan adalah perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi syariah, dan unit syariah. 2. Perusahaan Asuransi Syariah adalah perusahaan asuransi umum syariah dan perusahaan asuransi jiwa syariah, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian. 3. Unit Syariah adalah unit kerja di kantor pusat perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor di luar kantor pusat yang menjalankan usaha - 2 - berdasarkan prinsip syariah. 4. Perusahaan Asuransi Umum Syariah adalah perusahaan yang menyelenggarakan usaha pengelolaan risiko berdasarkan prinsip syariah guna saling menolong dan melindungi dengan memberikan penggantian kepada peserta atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita peserta atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti. 5. Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah adalah perusahaan yang menyelenggarakan usaha pengelolaan risiko berdasarkan prinsip syariah guna saling menolong dan melindungi dengan memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggal atau hidupnya peserta, atau pembayaran lain kepada peserta atau pihak lain yang berhak pada waktu tertentu yang diatur dalam perjanjian, yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana. 6. Perusahaan Reasuransi Syariah adalah perusahaan yang menyelenggarakan usaha pengelolaan risiko berdasarkan prinsip syariah atas risiko yang dihadapi oleh Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan penjaminan syariah, atau Perusahaan Reasuransi Syariah lainnya, termasuk Unit Syariah dari perusahaan reasuransi. 7. Dana Tabarru’ adalah kumpulan dana yang berasal dari kontribusi para pemegang polis atau peserta, yang mekanisme penggunaannya sesuai dengan perjanjian asuransi syariah atau perjanjian reasuransi syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian. 8. Dana Tanahud adalah kumpulan dana yang berasal dari kontribusi para pemegang polis atau peserta anuitas program pensiun syariah, qardh dari dana perusahaan, dan/atau Dana Tanahud dari reasuransi atas produk anuitas program pensiun syariah, beserta hasil investasinya, yang penggunaannya sesuai dengan perjanjian anuitas syariah untuk program pensiun atau perjanjian reasuransi syariah atas anuitas syariah untuk program pensiun. 9. Dana Perusahaan adalah kumpulan dana yang dikelola Perusahaan, selain Dana Tabarru’, Dana Tanahud, dan dana - 3 - investasi peserta. 10. Penyisihan Teknis Dana Tabarru’ dan Dana Tanahud adalah dana yang disisihkan dalam Dana Tabarru’ dan Dana Tanahud untuk memenuhi kewajiban kepada pemegang polis atau peserta yang terkait dengan Dana Tabarru’ dan Dana Tanahud. 11. Penyisihan Teknis Dana Perusahaan adalah dana yang disisihkan dalam Dana Perusahaan untuk memenuhi biaya yang akan dikeluarkan untuk jangka waktu yang belum dijalani atau yang akan dikeluarkan di masa yang akan datang dan/atau manfaat yang dijanjikan dalam polis yang akan dibayarkan dari Dana Perusahaan. 12. Iuran Tabarru’ dan Tanahud adalah bagian dari kontribusi yang dialokasikan untuk Dana Tabarru’ dan Dana Tanahud. 13. Produk Asuransi Yang Dikaitkan Dengan Investasi yang selanjutnya disebut PAYDI adalah produk asuransi yang paling sedikit memberikan perlindungan terhadap risiko kematian dan memberikan manfaat yang mengacu pada hasil investasi dari kumpulan dana yang khusus dibentuk untuk produk asuransi baik yang dinyatakan dalam bentuk unit maupun bukan unit. 14. Penyisihan Atas Kontribusi Tabarru’ Yang Belum Merupakan Pendapatan atau Hak (unearned premium reserve) yang selanjutnya disingkat PAKTYBMP adalah sejumlah dana yang harus dibentuk untuk menggambarkan bagian dari kontribusi yang masa asuransinya belum dijalani. 15. Penyisihan Atas Risiko Yang Belum Dijalani (unexpired risk reserve) yang selanjutnya disingkat PARYBD adalah estimasi pembayaran klaim yang akan terjadi selama masa pertanggungan di masa depan yang timbul dari polis yang aktif pada tanggal pembentukan penyisihan teknis termasuk biaya pemeliharaan dan penanganan klaim pada sisa masa pertanggungan. II. PEMBENTUKAN PENYISIHAN TEKNIS 1. Pembentukan Penyisihan Teknis Dana Tabarru’ dan Dana Tanahud bagi Perusahaan meliputi penyisihan kontribusi tabarru’ dan tanahud, penyisihan kontribusi tabarru’ yang belum menjadi pendapatan atau hak penyisihan klaim, dan penyisihan atas risiko bencana (catastrophic reserve). - 4 - 2. Pembentukan Penyisihan Teknis Dana Perusahaan bagi Perusahaan meliputi penyisihan ujrah dan penyisihan atas PAYDI yang memberikan garansi atas pokok investasi. 3. Pembentukan Penyisihan Teknis Dana Perusahaan dihitung berdasarkan pedoman pembentukan penyisihan teknis sebagaimana dimaksud dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. III. KETENTUAN PENUTUP 1. Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2017. 2. Pada saat Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 10/SEOJK.05/2015 tentang Pedoman Pembentukan Penyisihan Kontribusi dan Metode Perhitungan Penyisihan Klaim pada Usaha Asuransi Syariah atau Usaha Reasuransi Syariah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 13 Juni 2017 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERASURANSIAN, DANA PENSIUN, LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA OTORITAS JASA KEUANGAN, ttd FIRDAUS DJAELANI Salinan ini sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 28/SEOJK.05/2017 </reg_id> <reg_title> PEDOMAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN TEKNIS BAGI PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI DENGAN PRINSIP SYARIAH </reg_title> <set_date> 13 Juni 2017 </set_date> <effective_date> 1 Juli 2017 </effective_date> <replaced_reg> '10/SEOJK.05/2015' </replaced_reg> <related_reg> '72/POJK.05/2016 | Pasal 29' </related_reg>
Yth: 1. Direksi Bank Umum Syariah; dan 2. Direksi Bank Umum Konvensional yang Memiliki Unit Usaha Syariah di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 18/SEOJK.03/2015 TENTANG TRANSPARANSI DAN PUBLIKASI LAPORAN BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 6/POJK.03/2015 Tentang Transparansi dan Publikasi Laporan Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5687), perlu mengatur ketentuan mengenai transparansi dan publikasi laporan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. UMUM 1. Sesuai Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah, Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah diwajibkan menyampaikan segala keterangan dan penjelasan mengenai usahanya kepada Bank Indonesia menurut tata cara yang ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia. 2. Sesuai Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, sejak tanggal 31 Desember 2013, fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan beralih dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan. 3. Bank adalah Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS). 4. Laporan Publikasi disusun antara lain untuk memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja atau hasil usaha Bank, informasi keuangan lainnya serta informasi kualitatif kepada berbagai pihak yang berkepentingan dengan perkembangan usaha Bank. Seluruh informasi... -2- informasi tersebut diharapkan dapat meningkatkan transparansi kondisi keuangan Bank kepada publik dan menjaga kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan syariah. 5. Jenis Laporan Publikasi adalah Laporan Publikasi Bulanan, Laporan Publikasi Triwulanan, Laporan Publikasi Tahunan, dan Laporan Publikasi Lain. Khusus untuk UUS, jenis laporan publikasi adalah Laporan Publikasi Triwulanan dan informasi umum yang disampaikan dalam Laporan Tahunan Bank Umum Konvensional yang Memiliki UUS. 6. Agar informasi dalam Laporan Publikasi yang disampaikan dapat diperbandingkan, format dan ruang lingkup penyajian mengacu pada ketentuan dan pedoman yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan, standar akuntansi keuangan yang relevan untuk industri perbankan syariah, Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI), dan standar internasional yang relevan mengenai pengungkapan risiko dan permodalan Bank. 7. Format Laporan Publikasi merupakan standar minimal yang harus dipenuhi oleh Bank. Apabila terdapat akun yang jumlahnya material dan tidak terdapat dalam format tersebut, Bank dapat menyajikan akun tersebut secara tersendiri sedangkan akun yang jumlahnya tidak material dapat digabungkan dengan akun lain yang sejenis. 8. Akun-akun yang memiliki saldo nihil dalam format laporan harus dicantumkan dengan memberi garis pendek (-) pada akun yang bersangkutan kecuali ditetapkan secara khusus dalam Lampiran. 9. Laporan Posisi Keuangan (Neraca) merupakan laporan posisi aset, liabilitas, dan ekuitas Bank per posisi akhir periode laporan sedangkan Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain merupakan laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif Bank secara kumulatif sejak awal Tahun Buku sampai dengan akhir posisi periode laporan. 10. Laporan Publikasi disusun dalam Bahasa Indonesia dan angka- angka yang disajikan dalam jutaan Rupiah. II. LAPORAN PUBLIKASI BULANAN 1. Pedoman Umum a. Laporan Publikasi Bulanan disajikan oleh BUS secara individu dan disusun setiap bulan. b. Laporan... -3- b. Laporan Publikasi Bulanan diumumkan kepada masyarakat pada Situs Web BUS dan disampaikan oleh BUS kepada Otoritas Jasa Keuangan secara online melalui sistem Laporan Kantor Pusat Bank Umum (LKPBU), dalam hal sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan belum tersedia. 2. Ruang Lingkup Laporan Publikasi Bulanan Laporan Publikasi Bulanan meliputi laporan keuangan bulanan yang paling sedikit terdiri atas: a. Laporan Posisi Keuangan (Neraca); b. Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain; dan c. Laporan Komitmen dan Kontinjensi. 3. BUS dalam menyusun Laporan Publikasi Bulanan mengacu pada Pedoman Penyusunan Laporan Publikasi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah – angka I Pedoman Penyusunan Laporan Publikasi Bulanan Bank Umum Syariah yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. III. LAPORAN PUBLIKASI TRIWULANAN 1. Bank Umum Syariah a. Pedoman Umum 1) Laporan keuangan pada Laporan Publikasi Triwulanan disajikan secara individu dan konsolidasian dengan Entitas Anak yang disusun untuk posisi akhir bulan Maret, Juni, September, dan Desember. 2) BUS yang tidak memiliki Entitas Anak, kolom konsolidasian dapat ditiadakan. 3) Laporan keuangan pada Laporan Publikasi Triwulanan disajikan dalam bentuk perbandingan sesuai standar akuntansi keuangan. 4) Apabila terdapat perlakuan akuntansi yang baru berlaku dalam posisi laporan, penyajian posisi pembanding mengacu pada standar akuntansi keuangan mengenai kebijakan akuntansi, perubahan estimasi akuntansi, dan kesalahan. 5) Nama pemegang saham yang dicantumkan dalam pengisian pemilik BUS pada format Laporan Publikasi Triwulanan adalah perorangan atau entitas yang memiliki saham sebesar 5% (lima perseratus) atau lebih dari modal BUS, baik melalui atau tidak melalui Pasar Modal. 6) Laporan... -4- 6) Laporan keuangan posisi akhir bulan Desember yang dipublikasikan secara triwulanan wajib diaudit oleh Akuntan Publik. Dalam penyajian laporan keuangan dicantumkan nama Kantor Akuntan Publik, nama Akuntan Publik yang bertanggung jawab (partner in charge), dan opini yang diberikan. 7) Laporan Publikasi Triwulanan diumumkan pada surat kabar harian berbahasa Indonesia yang memiliki peredaran luas dan pada Situs Web BUS, dan disampaikan oleh BUS kepada Otoritas Jasa Keuangan secara online melalui sistem Laporan Kantor Pusat Bank Umum (LKPBU), dalam hal sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan belum tersedia. b. Ruang Lingkup Laporan Publikasi Triwulanan Laporan yang disajikan dalam Laporan Publikasi Triwulanan paling sedikit meliputi: 1) Laporan keuangan, yang terdiri atas: a) Laporan Posisi Keuangan (Neraca); b) Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain; dan c) Laporan Komitmen dan Kontinjensi. 2) Informasi kinerja keuangan, yang terdiri atas: a) Perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM); b) Jumlah dan kualitas aset produktif serta Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN), yang paling sedikit memberikan informasi pengelompokan: (1) Instrumen keuangan; (2) Penyediaan dana kepada pihak terkait; (3) Pembiayaan kepada nasabah Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM); (4) Pembiayaan yang memerlukan perhatian khusus (antara lain pembiayaan yang direstrukturisasi dan pembiayaan properti); dan (5) Penyisihan Penghapusan Aset (PPA) yang wajib dibentuk berdasarkan instrumen keuangan. c) Rasio keuangan yang paling sedikit meliputi: (1) Rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM); (2) Return on Asset (ROA); (3) Return... -5- (3) Return on Equity (ROE); (4) Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO); (5) Persentase Pelanggaran dan Pelampauan Batas Maksimum Penyaluran Dana (BMPD); dan (6) Rasio Posisi Devisa Neto (PDN). d) Transaksi Spot dan Forward; 3) Informasi komposisi pemegang saham dan susunan pengurus. 4) Laporan Distribusi Bagi Hasil. Khusus untuk posisi Juni dan Desember, selain laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1), angka 2), angka 3), dan angka 4) ditambah dengan laporan sebagai berikut: 1) Laporan Sumber dan Penyaluran Dana Zakat; 2) Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan; dan 3) Laporan Perubahan Dana Investasi Terikat, apabila ada. c. BUS dalam menyusun Laporan Publikasi Triwulanan mengacu pada Pedoman Penyusunan Laporan Publikasi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah – angka II Pedoman Penyusunan Laporan Publikasi Triwulanan Bank Umum Syariah yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. d. BUS yang merupakan bagian dari kelompok usaha, menambahkan informasi mengenai: 1) Laporan Publikasi Triwulanan untuk posisi akhir bulan Juni dan Desember, yang meliputi: a) Laporan keuangan konsolidasian Entitas Induk yang meliputi laporan keuangan seluruh entitas dalam kelompok usaha di bidang keuangan; atau b) Laporan keuangan konsolidasian Entitas Induk yang meliputi laporan keuangan seluruh entitas dalam kelompok usaha di bidang keuangan dan non keuangan. 2) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada angka 1) paling sedikit terdiri atas: a) Laporan Posisi Keuangan (Neraca); b) Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain; c) Laporan Perubahan Ekuitas; dan d) Laporan Komitmen dan Kontinjensi. Laporan... -6- Laporan Perubahan Ekuitas serta Laporan Komitmen dan Kontinjensi hanya dilaporkan apabila ada. 3) Format Neraca serta Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain Entitas Induk untuk posisi akhir bulan Desember disesuaikan dengan Neraca serta Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain yang disajikan dalam laporan keuangan auditan. e. Laporan tertentu yang disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan secara triwulanan 1) BUS menyampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan laporan mengenai: a) Transaksi antara BUS dengan Pihak-Pihak Berelasi, paling sedikit meliputi: (1) nama pihak yang memiliki hubungan atau relasi dengan BUS; (2) hubungan keterkaitan dengan BUS; (3) jenis transaksi; (4) jumlah atau nominal transaksi; dan (5) kualitas aset produktif untuk transaksi penyediaan dana. b) Pemberian penyediaan dana, komitmen maupun fasilitas lain yang dapat dipersamakan dengan itu dari setiap entitas yang berada dalam satu kelompok usaha dengan BUS kepada nasabah yang telah memperoleh penyediaan dana dari BUS, bagi BUS yang merupakan bagian dari kelompok usaha, yang paling sedikit meliputi: (1) nama nasabah; (2) jumlah dan kualitas penyediaan dana yang diberikan oleh BUS; (3) nama kelompok usaha pemberi penyediaan dana serta hubungan keterkaitan dengan BUS; dan (4) jenis penyediaan dana dan jumlah penyediaan dana yang diberikan oleh kelompok usaha. 2. Unit Usaha Syariah a. Pedoman Umum 1) Laporan keuangan pada Laporan Publikasi Triwulanan disajikan secara individu yang disusun untuk posisi akhir bulan Maret, Juni, September, dan Desember. 2) Laporan... -7- 2) Laporan keuangan pada Laporan Publikasi Triwulanan disajikan dalam bentuk perbandingan sesuai standar akuntansi keuangan. 3) Apabila terdapat perlakuan akuntansi yang baru berlaku dalam posisi laporan, penyajian posisi pembanding mengacu pada standar akuntansi keuangan mengenai kebijakan akuntansi, perubahan estimasi akuntansi, dan kesalahan. 4) Laporan Publikasi Triwulanan ditandatangani oleh Direktur yang membawahkan UUS dan 1 (satu) orang Dewan Pengawas Syariah. 5) Laporan Publikasi Triwulanan diumumkan pada surat kabar harian berbahasa Indonesia yang memiliki peredaran luas dan pada Situs Web Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS, dan disampaikan oleh UUS kepada Otoritas Jasa Keuangan secara online melalui sistem Laporan Kantor Pusat Bank Umum (LKPBU), dalam hal sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan belum tersedia. b. Ruang Lingkup Laporan Publikasi Triwulanan Laporan yang disajikan dalam Laporan Publikasi Triwulanan paling sedikit meliputi: 1) Laporan keuangan, yang terdiri atas: a) Laporan Posisi Keuangan (Neraca); b) Laporan Laba Rugi; dan c) Laporan Komitmen dan Kontinjensi; 2) Rasio keuangan yang paling sedikit meliputi: a) Total aset UUS terhadap total aset Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS; b) Return on Asset (ROA); 3) Laporan Distribusi Bagi Hasil. Khusus untuk posisi Juni dan Desember, selain laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1), angka 2), dan angka 3), ditambah dengan: 1) Laporan Sumber dan Penyaluran Dana Zakat; 2) Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan; dan 3) Laporan Perubahan Dana Investasi Terikat, apabila ada. c. UUS dalam menyusun Laporan Publikasi Triwulanan mengacu pada Pedoman Penyusunan Laporan Publikasi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah - angka III Pedoman Penyusunan... -8- Penyusunan Laporan Publikasi Triwulanan Unit Usaha Syariah yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. IV. LAPORAN PUBLIKASI TAHUNAN 1. Bank Umum Syariah a. Pedoman Umum 1) Laporan keuangan pada Laporan Publikasi Tahunan disajikan secara individu dan konsolidasian dengan Entitas Anak yang disusun untuk 1 (satu) Tahun Buku. 2) BUS yang tidak memiliki Entitas Anak, kolom konsolidasian dapat ditiadakan. 3) Laporan keuangan pada Laporan Publikasi Tahunan disajikan dalam bentuk perbandingan sesuai standar akuntansi keuangan. 4) Apabila terdapat perlakuan akuntansi yang baru berlaku dalam posisi laporan, penyajian posisi pembanding mengacu pada standar akuntansi keuangan mengenai kebijakan akuntansi, perubahan estimasi akuntansi, dan kesalahan. 5) Laporan Publikasi Tahunan harus disusun dalam Bahasa Indonesia. Apabila Laporan Publikasi Tahunan dibuat dalam Bahasa Indonesia dan bahasa lain, baik dalam dokumen yang sama maupun terpisah, Laporan Publikasi Tahunan harus memuat informasi yang sama. 6) Laporan keuangan pada Laporan Publikasi Tahunan wajib diaudit oleh Akuntan Publik. Dalam penyajian laporan keuangan dicantumkan nama Kantor Akuntan Publik, nama Akuntan Publik yang bertanggung jawab (partner in charge), dan opini yang diberikan. 7) Laporan Publikasi Tahunan diumumkan pada Situs Web BUS dan disampaikan oleh BUS kepada Otoritas Jasa Keuangan. b. Ruang Lingkup Laporan Publikasi Tahunan 1) Informasi Umum Informasi Umum dalam laporan tahunan paling sedikit meliputi: a) kepengurusan, yang meliputi susunan anggota Direksi, Dewan Komisaris, Dewan Pengawas Syariah, dan Pejabat Eksekutif... -9- Eksekutif beserta jabatan dan ringkasan riwayat hidupnya; b) rincian kepemilikan saham yaitu nama pemilik atau pemegang saham dan persentase kepemilikan saham; c) perkembangan usaha dan kelompok usaha BUS, yang memuat data mengenai: (1) ikhtisar data keuangan penting, yang paling sedikit meliputi pendapatan penyaluran dana bersih, laba operasional, laba sebelum pajak, laba bersih, laba bersih per saham, aset produktif, dana pihak ketiga, pinjaman diterima, total biaya dana (cost of fund), modal sendiri, jumlah lembar saham yang ditempatkan dan disetor; dan (2) Informasi kinerja dan rasio keuangan sebagaimana dimaksud dalam Laporan Publikasi Triwulanan. d) strategi dan kebijakan yang ditetapkan oleh manajemen BUS; e) laporan manajemen yang memuat informasi mengenai pengelolaan BUS, paling sedikit meliputi: (1) struktur organisasi; (2) aktivitas utama; (3) teknologi informasi; (4) jenis produk dan jasa yang ditawarkan, termasuk penyaluran pembiayaan kepada nasabah Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM); (5) realisasi bagi hasil/imbalan dan metode perhitungan distribusi bagi hasil; (6) perkembangan perekonomian dan target pasar; (7) jaringan kerja dan mitra usaha baik di dalam dan/atau di luar negeri; (8) jumlah, jenis, dan lokasi kantor; (9) kepemilikan Direksi, Dewan Komisaris, dan pemegang saham dalam kelompok usaha BUS; (10) perubahan-perubahan penting yang terjadi pada BUS dan kelompok usaha BUS dalam tahun yang bersangkutan; (11) hal-hal penting yang diperkirakan terjadi di masa mendatang; dan (12) sumber... -10- (12) sumber daya manusia, meliputi jumlah, tingkat pendidikan, pelatihan, dan pengembangan sumber daya manusia. 2) Laporan Keuangan Tahunan a) Laporan keuangan individual, terdiri atas: (1) Laporan Posisi Keuangan (Neraca); (2) Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain; (3) Laporan Perubahan Ekuitas; (4) Laporan Arus Kas; (5) Catatan atas Laporan Keuangan, termasuk informasi mengenai komitmen dan kontinjensi. b) Laporan keuangan konsolidasian bagi BUS yang memiliki Entitas Anak, paling sedikit terdiri atas: (1) Laporan Posisi Keuangan (Neraca); (2) Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain; (3) Laporan Perubahan Ekuitas; dan (4) Laporan Komitmen dan Kontijensi. c) Laporan keuangan bagi BUS yang merupakan bagian dari kelompok usaha. (1) Bank yang merupakan bagian dari kelompok usaha menambahkan informasi mengenai: (a) Laporan Keuangan Konsolidasian Entitas Induk yang meliputi Laporan Keuangan seluruh entitas dalam kelompok usaha di bidang keuangan; atau (b) Laporan Keuangan Konsolidasian Entitas Induk yang meliputi Laporan Keuangan seluruh entitas dalam kelompok usaha di bidang keuangan dan non keuangan. (2) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada angka (1), paling sedikit terdiri atas: (a) Laporan Posisi Keuangan (Neraca); (b) Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain; (c) Laporan Perubahan Ekuitas; dan (d) Laporan Komitmen dan Kontinjensi. 3) Informasi... -11- 3) Informasi kinerja keuangan, terdiri atas: a) Perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM); b) Jumlah dan kualitas aset produktif serta Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN), yang paling sedikit memberikan informasi pengelompokan: (1) instrumen keuangan; (2) penyediaan dana kepada pihak terkait; (3) pembiayaan kepada nasabah Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM); (4) pembiayaan yang memerlukan perhatian khusus (antara lain pembiayaan yang direstrukturisasi dan pembiayaan properti); dan (5) Penyisihan Penghapusan Aset (PPA) yang wajib dibentuk berdasarkan instrumen keuangan. c) Rasio keuangan, paling sedikit meliputi: (1) Rasio Kewajiban Pemenuhan Modal Minimum (KPMM); (2) Return on Asset (ROA); (3) Return on Equity (ROE); (4) Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO); (5) Persentase Pelanggaran dan Pelampauan Batas Maksimum Penyaluran Dana (BMPD); dan (6) Rasio Posisi Devisi Neto (PDN). d) Transaksi Spot dan Forward; e) Laporan Distribusi Bagi Hasil; f) Laporan Sumber dan Penyaluran Dana Zakat; g) Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan; dan h) Laporan Perubahan Dana Investasi Terikat, apabila ada. 4) Pengungkapan permodalan dan praktek manajemen risiko yang diterapkan BUS, paling sedikit meliputi uraian jenis risiko, potensi kerugian yang dihadapi BUS, dan mitigasi risiko, sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai permodalan dan manajemen risiko. 5) Pengungkapan khusus bagi BUS yang merupakan bagian dari suatu kelompok usaha dan/atau memiliki Entitas Anak, yang paling sedikit terdiri dari informasi sebagai berikut: a) Struktur... -12- a) Struktur kelompok usaha BUS, yang paling sedikit terdiri atas: (1) struktur kelompok usaha BUS, yang disajikan mulai dari BUS, Entitas Anak, Perusahaan Terelasi, Entitas Induk di bidang keuangan, dan/atau Entitas Induk sampai dengan pemegang saham pengendali terakhir (ultimate shareholder); (2) struktur keterkaitan kepengurusan dalam kelompok usaha BUS; dan (3) pemegang saham yang bertindak atas nama pemegang saham lain (shareholders acting in concert). Pengertian pemegang saham yang bertindak atas nama pemegang saham lain adalah pemegang saham perorangan atau entitas yang memiliki tujuan bersama yaitu mengendalikan BUS, berdasarkan atau tidak berdasarkan suatu perjanjian. b) Transaksi antara BUS dengan Pihak-Pihak Berelasi dalam kelompok usaha BUS, memperhatikan hal-hal: (1) informasi transaksi dengan Pihak-Pihak Berelasi disajikan baik yang dilakukan BUS maupun yang dilakukan oleh setiap entitas di dalam kelompok usaha BUS yang bergerak di bidang keuangan; (2) Pihak-Pihak Berelasi adalah pihak-pihak sebagaimana diatur dalam standar akuntansi keuangan; (3) jenis transaksi dengan Pihak-Pihak Berelasi, antara lain: (a) kepemilikan silang (cross shareholdings); (b) transaksi dari suatu kelompok usaha yang bertindak untuk kepentingan kelompok usaha yang lain; (c) pengelolaan likuiditas jangka pendek dalam kelompok usaha; (d) penyediaan dana yang diberikan atau diterima oleh entitas lain dalam satu kelompok usaha; (e) eksposur kepada pemegang saham mayoritas antara lain dalam bentuk pinjaman, komitmen dan kontinjensi; dan (f) pembelian... -13- (f) pembelian, penjualan dan/atau penyewaan aset dengan entitas lain dalam suatu kelompok usaha, termasuk yang dilakukan dengan repurchase agreement. c) Transaksi dengan Pihak-Pihak Berelasi yang dilakukan oleh setiap entitas di dalam kelompok usaha BUS yang bergerak di bidang keuangan; d) Penyediaan dana, komitmen maupun fasilitas lain yang dapat dipersamakan dengan itu dari setiap entitas yang berada dalam satu kelompok usaha dengan BUS kepada nasabah dan/atau pihak-pihak yang telah memperoleh penyediaan dana dari BUS; dan e) Pengungkapan mengenai permodalan, jenis risiko, potensi kerugian dan manajemen risiko sebagaimana dimaksud dalam angka 4) secara konsolidasi. 6) Pengungkapan lain sesuai standar akuntansi keuangan, apabila belum tercakup dalam angka 1) sampai dengan angka 5). 7) Opini dari Akuntan Publik Opini dari Akuntan Publik antara lain memuat pendapat atas laporan keuangan tahunan sebagaimana dimaksud pada angka 2). c. Format dan pedoman pengisian untuk: 1) Laporan Posisi Keuangan (Neraca); 2) Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain; 3) Laporan Komitmen dan Kontinjensi; 4) Laporan Perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM); 5) Laporan Kualitas Aset Produktif dan Informasi Lainnya; 6) Laporan Perhitungan Rasio Keuangan; 7) Laporan Transaksi Spot dan Forward; 8) Laporan Distribusi Bagi Hasil; 9) Laporan Sumber dan Penyaluran Dana Zakat; 10) Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan; dan 11) Laporan Perubahan Dana Investasi Terikat, apabila ada, mengikuti format dan pedoman pengisian Laporan Publikasi Triwulanan. BUS dapat melakukan penyesuaian yang diperlukan atas... -14- atas format laporan angka 1), angka 2), dan angka 3) sesuai dengan hasil laporan audit oleh Akuntan Publik. d. Laporan tertentu yang disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan secara tahunan BUS yang merupakan bagian dari suatu kelompok usaha dan/atau BUS yang memiliki Entitas Anak menyampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan laporan tertentu mengenai: 1) Laporan tahunan Entitas Induk yang meliputi seluruh entitas dalam kelompok usaha di bidang keuangan atau laporan tahunan Entitas Induk yang meliputi seluruh entitas dalam kelompok usaha di bidang keuangan dan non keuangan; 2) Laporan tahunan Pemegang Saham langsung yang memiliki saham mayoritas atau laporan tahunan entitas yang melakukan Pengendalian langsung kepada BUS; dan 3) Laporan tahunan Entitas Anak. 2. Unit Usaha Syariah UUS menyajikan informasi kegiatan UUS pada Laporan Tahunan Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS paling sedikit meliputi: a. sasaran, strategi dan kebijakan manajemen yang digunakan dalam pengembangan UUS; b. perkembangan usaha UUS, yaitu penyaluran dana beserta komposisinya, laba bersih, Return on Asset (ROA), Non Performing Financing (NPF), sumber dana beserta komposisinya, jumlah aset, dan informasi lainnya yang relevan; c. jenis produk dan jasa yang ditawarkan; d. tanggung jawab sosial perusahaan; dan e. realisasi bagi hasil/imbalan dan metode penghitungan distribusi bagi hasil. V. PENGUMUMAN DAN PENYAMPAIAN LAPORAN 1. Dalam hal Bank mengalami gangguan teknis atau terjadi keadaan memaksa (force majeur) pada batas akhir waktu pengumuman pada Situs Web BUS atau Situs Web Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS, Bank menyampaikan surat pemberitahuan secara tertulis disertai bukti dan dokumen pendukung dan ditandatangani oleh Pejabat yang berwenang serta disampaikan pada hari yang sama dengan... -15- dengan saat terjadinya gangguan teknis kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan alamat: a. Direktorat Pengawasan Bank Syariah, Komplek Perkantoran Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat Otoritas Jasa Keuangan; atau b. Kantor Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor Regional setempat bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja kantor pusat Otoritas Jasa Keuangan. 2. Untuk: a. bukti pengumuman Laporan Publikasi Triwulanan pada surat kabar berupa guntingan surat kabar atau fotokopinya, Laporan Publikasi Tahunan dan laporan tertentu dalam publikasi triwulanan maupun tahunan untuk BUS; b. bukti pengumuman Laporan Publikasi Triwulanan pada surat kabar berupa guntingan surat kabar atau fotokopinya dan Laporan Publikasi Tahunan untuk UUS; disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan alamat: a. Direktorat Pengawasan Bank Syariah, Komplek Perkantoran Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat Otoritas Jasa Keuangan; atau b. Kantor Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor Regional setempat bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja kantor pusat Otoritas Jasa Keuangan. VI. PENUTUP Pada saat Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku, Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/56/DPbS tanggal 9 Desember 2005 perihal Laporan Tahunan, Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan dan Bulanan serta Laporan tertentu dari Bank yang disampaikan kepada Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/11/DPbS tanggal 7 Maret 2006 perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/56/DPbS tanggal 9 Desember 2005 perihal Laporan Tahunan, Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan dan Bulanan serta Laporan Tertentu dari Bank yang Disampaikan kepada Bank Indonesia, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan... -16- Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 8 Juni 2015 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN OTORITAS JASA KEUANGAN, Ttd. Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum I Departemen Hukum, Ttd.. Ttd. Sudarmaji NELSON TAMPUBOLON BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 49 TANGGAL 19 JUNI 2015
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 18/SEOJK.03/2015 </reg_id> <reg_title> TRANSPARANSI DAN PUBLIKASI LAPORAN BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH </reg_title> <set_date> 8 Juni 2015 </set_date> <effective_date> 8 Juni 2015 </effective_date> <replaced_reg> '8/11/DPbS|SE-BI/2006', '7/56/DPbS|SE-BI/2005' </replaced_reg> <related_reg> '6/POJK.03/2015' </related_reg>
Yth. Pihak yang akan mengajukan permohonan pencatatan sebagai Penyelenggara Inovasi Keuangan Digital di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 /SEOJK.02/2019 TENTANG MEKANISME PENCATATAN PENYELENGGARA INOVASI KEUANGAN DIGITAL Sehubungan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 13/POJK.02/2018 tentang Inovasi Keuangan Digital di Sektor Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 135, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6238), perlu untuk mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai Mekanisme Pencatatan Penyelenggara Inovasi Keuangan Digital di Sektor Jasa Keuangan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Inovasi Keuangan Digital yang selanjutnya disingkat IKD adalah aktivitas pembaruan proses bisnis, model bisnis, dan instrumen keuangan yang memberikan nilai tambah baru di sektor jasa keuangan dengan melibatkan ekosistem digital. 2. Penyelenggara adalah setiap pihak yang menyelenggarakan IKD. 3. Klaster adalah kelompok Penyelenggara yang memiliki model bisnis sejenis, yang pengelompokannya ditentukan oleh Otoritas Jasa Keuangan dengan mempertimbangkan dinamika pasar. 4. Regulatory Sandbox adalah mekanisme pengujian yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan untuk menilai keandalan proses bisnis, model bisnis, instrumen keuangan, dan tata kelola Penyelenggara. – 2 – 5. Forum Panel adalah forum yang terdiri dari perwakilan berbagai satuan kerja di lingkungan Otoritas Jasa Keuangan yang relevan dengan IKD. II. KEWAJIBAN PENCATATAN 1. Penyelenggara IKD wajib mengajukan permohonan pencatatan inovasinya kepada Otoritas Jasa Keuangan. 2. Kewajiban permohonan pencatatan sebagaimana dimaksud pada angka 1 diatas dikecualikan bagi Penyelenggara yang telah terdaftar dan/atau telah memperoleh izin dari Otoritas Jasa Keuangan. III. TATA CARA PERMOHONAN PENCATATAN 1. Penyelenggara menyampaikan permohonan pencatatan kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan melampirkan dokumen sebagai berikut: a. formulir permohonan pencatatan Penyelenggara; b. salinan akta pendirian badan hukum Penyelenggara beserta identitas kelengkapan data pengurus; c. penjelasan singkat secara tertulis mengenai produk/jasa, yang paling sedikit meliputi: 1) flowchart model bisnis dan proses bisnis; 2) skala usaha dan cakupan pasar; dan 3) maket aplikasi; d. rencana bisnis dalam kurun waktu 1 (satu) sampai dengan 3 (tiga) tahun ke depan, yang paling sedikit meliputi: 1) target pasar; 2) edukasi dan perlindungan konsumen; 3) rencana pengembangan bisnis mencakup strategi bisnis, sumber daya manusia dan organisasi, infrastruktur dan teknologi, permodalan; dan 4) proyeksi laporan keuangan; e. Data dan informasi lainnya yang terkait dengan kegiatan IKD, yang meliputi namun tidak terbatas pada: 1) formulir rekap dokumen permohonan pencatatan dengan format tercantum dalam Lampiran 1 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini; – 3 – 2) strategi manajemen risiko dengan format tercantum dalam Lampiran 2 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini; 3) memiliki pusat data dan/atau pusat pemulihan bencana; dan 4) alamat surat elektronik dan nomor telepon perwakilan dari Penyelenggara yang bisa dihubungi. 2. Dalam hal diperlukan untuk mendukung mekanisme pencatatan Penyelenggara, Otoritas Jasa Keuangan berwenang meminta tambahan dokumen kepada Penyelenggara. 3. Penyelenggara menyampaikan permohonan pencatatan sebagaimana dimaksud pada angka 1 kepada Otoritas Jasa Keuangan melalui sistem elektronik Otoritas Jasa Keuangan. 4. Dokumen permohonan pencatatan yang disampaikan melalui sistem elektronik Otoritas Jasa Keuangan merupakan hasil pindai (scan) berwarna atas dokumen asli. 5. Dalam hal sistem elektronik Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud pada angka 3 belum tersedia dan/atau mengalami gangguan, penyampaian permohonan pencatatan disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan secara manual. 6. Penyelenggara menyampaikan permohonan pencatatan sebagaimana dimaksud pada angka 5 dalam bentuk data elektronik berupa hasil pindai (scan) berwarna atas dokumen asli yang disimpan dalam media penyimpanan data elektronik. 7. Penyelenggara harus menyimpan dokumen asli permohonan pencatatan yang disampaikan melalui sistem elektronik Otoritas Jasa Keuangan dalam jangka waktu paling singkat 5 (lima) tahun untuk memastikan kebenaran dokumen permohonan. 8. Otoritas Jasa Keuangan dapat meminta Penyelenggara untuk menunjukkan dokumen asli permohonan pencatatan yang telah disampaikan oleh Penyelenggara melalui sistem elektronik Otoritas Jasa Keuangan. 9. Penyelenggara dinyatakan telah menyampaikan permohonan pencatatan dengan ketentuan sebagai berikut: a. untuk penyampaian melalui sistem elektronik Otoritas Jasa Keuangan, dibuktikan dengan tanda terima dari sistem elektronik Otoritas Jasa Keuangan; atau – 4 – b. untuk penyampaian secara manual, dibuktikan dengan: 1) surat tanda terima dari Otoritas Jasa Keuangan, apabila permohonan diserahkan langsung ke kantor Otoritas Jasa Keuangan; atau 2) tanda terima pengiriman dari perusahaan jasa pengiriman, apabila permohonan dikirim melalui perusahaan jasa pengiriman. IV. PROSES PENCATATAN 1. Otoritas Jasa Keuangan melakukan pengecekan kelengkapan dokumen permohonan pencatatan Penyelenggara. 2. Dalam hal berdasarkan hasil pengecekan kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 1 terdapat kekurangan dokumen, Otoritas Jasa Keuangan memberitahukan kepada Penyelenggara untuk melengkapi kekurangan dokumen dimaksud melalui sistem elektronik Otoritas Jasa Keuangan. 3. Penyelenggara menyampaikan kekurangan dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 2, melalui sistem elektronik Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak tanggal pemberitahuan kekurangan dokumen. 4. Dalam hal Penyelenggara tidak melengkapi kekurangan dokumen hingga batas waktu sebagaimana dimaksud pada angka 3 maka permohonan pencatatan dinyatakan batal. 5. Dalam hal dokumen yang disampaikan Penyelenggara telah lengkap, Otoritas Jasa Keuangan akan memberikan Surat Keterangan dalam Proses Pencatatan IKD. 6. Dalam hal sistem elektronik Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud pada angka 2 belum tersedia atau mengalami gangguan, permintaan dan/atau penyampaian kelengkapan dokumen dari dan/atau kepada Otoritas Jasa Keuangan disampaikan melalui surat elektronik. 7. Otoritas Jasa Keuangan melakukan verifikasi kebenaran dokumen permohonan pencatatan Penyelenggara yang dinyatakan lengkap. 8. Verifikasi sebagaimana dimaksud pada angka 7 dilakukan antara lain dengan cara pengecekan legalitas dokumen, pengecekan kebenaran domisili, dan pengecekan lainnya yang dibutuhkan oleh Otoritas Jasa Keuangan. – 5 – 9. Dalam hal dokumen yang disampaikan Penyelenggara tidak dapat diverifikasi kebenarannya dan telah dilakukan klarifikasi dengan Penyelenggara maka proses pencatatan dihentikan. 10. Pemimpin satuan kerja yang melaksanakan fungsi IKD menyampaikan informasi penghentian proses pencatatan sebagaimana dimaksud pada angka 9 melalui surat penetapan kepada Penyelenggara. V. PERSETUJUAN PERMOHONAN PENCATATAN 1. Otoritas Jasa Keuangan melakukan penelitian lebih lanjut terhadap permohonan pencatatan Penyelenggara melalui Forum Panel. 2. Penelitian sebagaimana dimaksud pada angka 1 meliputi pemenuhan kriteria IKD, pemetaan model bisnis (klaster) Penyelenggara, dan penetapan sebagai objek Regulatory Sandbox. 3. Penyelenggara dengan model bisnis sejenis akan dikelompokkan ke dalam 1 (satu) Klaster. 4. Dalam hal penelitian dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada angka 1 telah sesuai dengan kriteria IKD, Otoritas Jasa Keuangan memberikan status tercatat kepada Penyelenggara. 5. Status tercatat sebagaimana dimaksud pada angka 4 diberikan oleh Otoritas Jasa Keuangan melalui Surat Penetapan yang ditandatangani oleh pemimpin satuan kerja yang melaksanakan fungsi IKD. 6. Penyelenggara yang telah memperoleh status tercatat dapat menjalin kerjasama dengan Lembaga Jasa Keuangan. 7. Apabila dari hasil penelitian dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada angka 1 tidak sesuai dengan kriteria IKD, Otoritas Jasa Keuangan mengirimkan surat pemberitahuan kepada Penyelenggara yang bersangkutan. 8. Penyelenggara yang telah tercatat di Otoritas Jasa Keuangan untuk selanjutnya mengikuti proses Regulatory Sandbox. 9. Penetapan Penyelenggara yang masuk Regulatory Sandbox diatur lebih lanjut dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan tentang Regulatory Sandbox. 10. Daftar Penyelenggara yang telah mendapatkan status tercatat dipublikasikan di laman Otoritas Jasa Keuangan. – 6 – VI. PEMANTAUAN DAN PELAPORAN 1. Otoritas Jasa Keuangan melakukan pemantauan terhadap Penyelenggara yang telah mendapatkan status tercatat. 2. Penyelenggara yang telah mendapatkan status tercatat wajib menyampaikan laporan kinerja secara self-assessment kepada Otoritas Jasa Keuangan. 3. Laporan kinerja sebagaimana dimaksud pada angka 2 disampaikan secara berkala setiap triwulanan, paling lambat pada setiap tanggal 15 bulan berikutnya dari periode triwulanan dimaksud. 4. Otoritas Jasa Keuangan dapat meminta Penyelenggara untuk melakukan penyesuaian terhadap laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 yang telah disampaikan, termasuk tetapi tidak terbatas pada isi laporan. 5. Laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan melalui sistem elektronik Otoritas Jasa Keuangan. 6. Dalam hal sistem elektronik Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud pada angka 5 belum tersedia atau mengalami gangguan, penyampaian laporan kepada Otoritas Jasa Keuangan disampaikan melalui surat elektronik. 7. Penyelenggara yang model bisnisnya sedang diuji coba dalam Regulatory Sandbox, kewajiban pelaporannya mengikuti ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan tentang Regulatory Sandbox. VII. PENCABUTAN STATUS PENCATATAN 1. Status tercatat sebagai Penyelenggara menjadi tidak berlaku apabila: a. telah diterbitkan peraturan lain yang mengatur kegiatan Penyelenggara; dan/atau b. Penyelenggara terbukti melakukan tindak pidana atau dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. 2. Otoritas Jasa Keuangan dapat mencabut status tercatat Penyelenggara apabila terdapat hal sebagai berikut: a. Penyelenggara melakukan perubahan terkait model bisnis, proses bisnis, kelembagaan, dan operasional IKD yang dimiliki; – 7 – b. Penyelenggara mengembalikan surat penetapan atas status tercatat yang dimilikinya; c. Penyelenggara melakukan pelanggaran ketentuan peraturan yang berlaku di Otoritas Jasa Keuangan; dan/atau d. Penyelenggara dinyatakan dengan status tidak direkomendasikan pada hasil final Regulatory Sandbox. 3. Dalam hal status tercatat sebagai Penyelenggara tidak berlaku disebabkan karena ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2, Penyelenggara menyelesaikan kewajibannya kepada konsumen dan/atau pihak ketiga lainnya. 4. Dalam hal pencabutan status tercatat sebagai Penyelenggara disebabkan karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 huruf a, Penyelenggara dapat mengajukan kembali permohonan pencatatan kepada Otoritas Jasa Keuangan sepanjang telah melakukan penyelesaian kewajiban sebagaimana dimaksud pada angka 3. 5. Dalam hal pencabutan status tercatat Penyelenggara disebabkan karena Penyelenggara mengembalikan surat penetapan atas status tercatat sebagaimana dimaksud dalam angka 2 huruf b, Penyelenggara mengajukan surat permohonan pengembalian surat penetapan atas status tercatat sebagai Penyelenggara kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan disertai dokumen sebagai berikut: a. keterangan mengenai alasan pengembalian surat penetapan atas status tercatat; b. surat pernyataan penutupan usaha; c. surat pernyataan pertanggungjawaban dari Direksi Penyelenggara atas kewajiban Penyelenggara kepada konsumen dan/atau pihak ketiga lainnya; dan d. daftar hak dan kewajiban yang masih berlangsung. 6. Terhadap Penyelenggara yang permohonan pencabutan status tercatatnya disetujui oleh Otoritas Jasa Keuangan, akan diumumkan di laman resmi Otoritas Jasa Keuangan. VIII. KETENTUAN LAIN-LAIN 1. Komunikasi dengan Otoritas Jasa Keuangan terkait permohonan pencatatan disampaikan melalui OJKInfinity@ojk.go.id. surat elektronik ke – 8 – 2. Penyelenggara melaporkan setiap perubahan atas produk, layanan, teknologi, dan/atau model bisnisnya kepada Otoritas Jasa Keuangan. IX. KETENTUAN PERALIHAN 1. Penyelenggara yang sedang dalam proses pencatatan sebelum berlakunya Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini harus memenuhi ketentuan yang diatur dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 2. Penyelenggara yang telah memperoleh status tercatat sebelum berlakunya Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini harus menyesuaikan syarat-syarat Penyelenggara yang memiliki status tercatat dengan ketentuan yang diatur dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. X. KETENTUAN PENUTUP Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 5 November 2019 WAKIL KETUA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd NURHAIDA Salinan ini sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana LAMPIRAN 1 SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 /SEOJK.02/2019 TENTANG MEKANISME PENCATATAN INOVASI KEUANGAN DIGITAL - 2 - Formulir Rekap Dokumen Permohonan Pencatatan Inovasi Keuangan Digital Sesuai POJK No.13/POJK.02/2018 1. Informasi terkait Profil Perusahaan a. Nama Usaha: b. Alamat dan No. Telepon: c. Email dan website perusahaan: d. Badan Hukum Perusahaan (coret yang tidak perlu) PT / Koperasi e. Apakah perusahaan saudara telah terdaftar di OJK ataupun institusi lainnya? Jika ya, pilihlah salah satu lisensi yang relevan dibawah ini: 1. Bank Indonesia 2. Otoritas Jasa Keuangan 3. Lainnya, sebutkan……………. 4. Belum Terdaftar 2. Informasi tentang proses bisnis Berikan gambaran singkat mengenai usaha saudara, yaitu antara lain yang mendeskripsikan inovasi dan proses bisnis saudara. a. Siapa target konsumen saudara? b. Siapa saja investor/pemodal bagi konsumen Saudara (jika bisnis Saudara membiayai konsumen)? c. Apa produk/jasa yang saudara tawarkan kepada konsumen dan bagaimana caranya? d. Bagaimana proses bisnis Saudara? e. Partner/bisnis lain yang bekerja sama dengan Saudara (jika ada)? f. Bagaimana bentuk kerjasama dengan partner Saudara (B2B)? (berikan contoh) g. Apakah inovasi Saudara sudah berjalan? Bila ya, berapa user yang dimiliki dan berapa total transaksi yang sudah dilakukan? Jika belum, mohon jelaskan timeline Saudara kapan perkiraan inovasi tersebut akan dijalankan. h. Apakah inovasi Saudara telah memiliki maket/ contoh aplikasi/ web? i. Dalam cluster apa Saudara mengklasifikasikan inovasi tersebut? (Contoh: P2P Lending, Aggregator, Credit Scoring, Financial Distress, Financial Planner, Investment Planner, InsurTech, dll.) 3. Jelaskan dampak positif dan risiko kegiatan usaha. a. Inovasi yang berpotensi untuk memberikan dampak positif kepada masyarakat. b. Kegiatan usaha yang mendukung UMKM di Indonesia. c. Sebutkan kegiatan usaha Saudara yang mendukung inklusi keuangan dan literasi keuangan (jika ada). d. Manfaat yang diperoleh konsumen karena inovasi Saudara. e. Risiko yang terkait dengan inovasi Saudara, termasuk dengan konsumen, dan rencana Saudara untuk mengurangi risiko tersebut. Checklist No Uraian 1 Penyelenggara berbentuk badan hukum perseroan terbatas atau koperasi Ya/tidak Hardcopy Softcopy Keterangan - 3 - 2 Penyelenggara mengelola portofolio atau exposure 3 Formulir Pencatatan 4 Salinan akta pendirian dan perubahan badan hukum Penyelenggara beserta identitas kelengkapan data pengurus. 5 Penjelasan secara tertulis mengenai produk a. flowchart model dan proses bisnis b. skala usaha dan cakupan pasar c. maket aplikasi 6 Data dan informasi lainnya yang terkait kegiatan IKD yang memuat strategi manajemen risiko 7 Rencana bisnis 1-3 tahun kedepan a. target pasar b. edukasi d. proyeksi keuangan dan perlindungan konsumen c. rencana pengembangan bisnis laporan Permohonan Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 5 November 2019 WAKIL KETUA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA ttd NURHAIDA Salinan ini sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana LAMPIRAN 2 SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 /SEOJK.02/2019 TENTANG MEKANISME PENCATATAN INOVASI KEUANGAN DIGITAL - 2 - Nama Platform No. Deskripsi Produk Singkat Jenis Risiko STRATEGI MANAJEMEN RISIKO PENYELENGGARA INOVASI KEUANGAN DIGITAL : : (sesuai POJK 13/2018) 1 Risiko Strategis 2 Risiko Operasional Sistemik 3 Risiko Operasional Individual 4 Risiko Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme 5 Risiko Perlindungan Data Konsumen 6 Risiko Penggunaan Jasa Pihak Ketiga 7 Risiko Siber 8 Risiko Likuiditas * Jika tidak ada, tuliskan "N/A" Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 5 November 2019 Salinan ini sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana WAKIL KETUA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd NURHAIDA Identifikasi Risiko (*) Mitigasi Risiko (*) Status Mitigasi (Sudah Berjalan / Rencana)
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 20/SEOJK.02/2019 </reg_id> <reg_title> MEKANISME PENCATATAN PENYELENGGARA INOVASI KEUANGAN DIGITAL </reg_title> <set_date> 5 November 2019 </set_date> <effective_date> 5 November 2019 </effective_date> <related_reg> '13/POJK.02/2018' </related_reg>
Yth. 1. Direksi Perusahaan Asuransi Umum, Perusahaan Asuransi Jiwa, dan Perusahaan Reasuransi; 2. Direksi Perusahaan Asuransi Umum Syariah, Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah, dan Perusahaan Reasuransi Syariah; 3. Direksi Perusahaan Pialang Asuransi dan Perusahaan Pialang Reasuransi; 4. Direksi Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi; 5. Pengurus Dana Pensiun; 6. Pengurus Dana Pensiun Syariah; 7. Direksi Perusahaan Pembiayaan; dan 8. Direksi Perusahaan Pembiayaan Syariah, di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 10 /SEOJK.05/2016 TENTANG PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DAN LAPORAN HASIL PENILAIAN SENDIRI PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI LEMBAGA JASA KEUANGAN NON-BANK Sehubungan dengan amanat ketentuan Pasal 5 ayat (3) dan Pasal 6 ayat (5) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2015 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5682), perlu untuk mengatur lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan pedoman penerapan manajemen risiko serta bentuk, susunan, dan tata cara penyampaian laporan hasil penilaian sendiri penerapan manajemen risiko bagi lembaga jasa keuangan non-bank sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank, yang selanjutnya disingkat LJKNB, adalah lembaga yang melaksanakan kegiatan di sektor - 2 - perasuransian, dana pensiun, dan lembaga pembiayaan, yang meliputi: a. perusahaan asuransi umum, perusahaan asuransi jiwa, dan perusahaan reasuransi, termasuk yang menyelenggarakan seluruh atau sebagian usahanya dengan prinsip syariah sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai perasuransian; b. perusahaan pialang asuransi, perusahaan pialang reasuransi, dan perusahaan penilai kerugian asuransi sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai perasuransian; c. dana pensiun, termasuk yang menyelenggarakan seluruh atau sebagian usahanya dengan prinsip syariah sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai dana pensiun; d. perusahaan pembiayaan, termasuk yang menyelenggarakan seluruh atau sebagian usahanya berdasarkan prinsip syariah sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai lembaga pembiayaan. 2. Direksi: a. bagi perusahaan asuransi umum, perusahaan asuransi jiwa, perusahaan reasuransi, perusahaan pialang asuransi, perusahaan pialang reasuransi, perusahaan penilai kerugian asuransi, atau perusahaan pembiayaan, termasuk yang menyelenggarakan seluruh atau sebagian usahanya berdasarkan prinsip syariah, yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas adalah direksi sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai perseroan terbatas; b. bagi perusahaan asuransi umum, perusahaan asuransi jiwa, perusahaan reasuransi, perusahaan pialang asuransi, perusahaan pialang reasuransi, perusahaan penilai kerugian asuransi, atau perusahaan pembiayaan, termasuk yang menyelenggarakan seluruh atau sebagian usahanya berdasarkan prinsip syariah, yang berbentuk badan hukum koperasi adalah pengurus sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang- undangan mengenai perkoperasian; - 3 - c. bagi dana pensiun termasuk yang menyelenggarakan seluruh atau sebagian usahanya berdasarkan prinsip syariah adalah pengurus dan/atau pelaksana tugas pengurus sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai dana pensiun; atau d. bagi perusahaan asuransi umum, perusahaan asuransi jiwa, perusahaan reasuransi, perusahaan pialang asuransi, perusahaan pialang reasuransi, perusahaan penilai kerugian asuransi, termasuk yang menyelenggarakan seluruh atau sebagian usahanya berdasarkan prinsip syariah, yang berbentuk badan hukum usaha bersama adalah direksi sebagaimana dimaksud dalam anggaran dasar perusahaan. 3. Dewan Komisaris: a. bagi perusahaan asuransi umum, perusahaan asuransi jiwa, perusahaan reasuransi, perusahaan pialang asuransi, perusahaan pialang reasuransi, perusahaan penilai kerugian asuransi, atau perusahaan pembiayaan, termasuk yang menyelenggarakan seluruh atau sebagian usahanya berdasarkan prinsip syariah, yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas adalah dewan komisaris sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai perseroan terbatas; b. bagi perusahaan asuransi umum, perusahaan asuransi jiwa, perusahaan reasuransi, perusahaan pialang asuransi, perusahaan pialang reasuransi, perusahaan penilai kerugian asuransi, atau perusahaan pembiayaan, termasuk yang menyelenggarakan seluruh atau sebagian usahanya berdasarkan prinsip syariah, yang berbentuk badan hukum koperasi adalah pengawas sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang- undangan mengenai perkoperasian; c. bagi dana pensiun termasuk yang menyelenggarakan seluruh atau sebagian usahanya berdasarkan prinsip syariah adalah dewan pengawas sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai dana pensiun; atau d. bagi perusahaan asuransi umum, perusahaan asuransi jiwa, perusahaan reasuransi, perusahaan pialang asuransi, perusahaan pialang reasuransi, perusahaan penilai kerugian asuransi, termasuk yang menyelenggarakan seluruh atau - 4 - sebagian usahanya berdasarkan prinsip syariah, yang berbentuk badan hukum usaha bersama adalah dewan komisaris sebagaimana dimaksud dalam anggaran dasar perusahaan. 4. Risiko adalah potensi terjadinya suatu peristiwa yang dapat menimbulkan kerugian bagi LJKNB. 5. Risiko Strategi adalah Risiko yang muncul akibat kegagalan penetapan strategi yang tepat dalam rangka pencapaian sasaran dan target utama LJKNB. 6. Risiko Operasional adalah Risiko yang muncul sebagai akibat ketidaklayakan atau kegagalan proses internal, manusia, sistem teknologi informasi dan/atau adanya kejadian yang berasal dari luar lingkungan LJKNB. 7. Risiko Aset dan Liabilitas adalah Risiko yang muncul sebagai akibat kegagalan pengelolaan aset dan liabilitas LJKNB. 8. Risiko Kepengurusan adalah Risiko yang muncul sebagai akibat kegagalan LJKNB dalam memelihara komposisi terbaik pengurusnya, yaitu Direksi dan Dewan Komisaris yang memiliki kompetensi dan integritas yang tinggi. 9. Risiko Tata Kelola adalah Risiko yang muncul karena adanya potensi kegagalan dalam pelaksanaan tata kelola yang baik (good governance) LJKNB, ketidaktepatan gaya manajemen, lingkungan pengendalian, dan perilaku dari setiap pihak yang terlibat langsung atau tidak langsung dengan LJKNB. 10. Risiko Dukungan Dana adalah Risiko yang muncul akibat ketidakcukupan dana/modal yang ada pada LJKNB, termasuk kurangnya akses tambahan dana/modal dalam menghadapi kerugian atau kebutuhan dana/modal yang tidak terduga. 11. Risiko Asuransi adalah Risiko kegagalan perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi untuk memenuhi kewajiban kepada tertanggung dan pemegang polis sebagai akibat dari ketidakcukupan proses seleksi Risiko (underwriting), penetapan premi (pricing), penggunaan reasuransi, dan/atau penanganan klaim. 12. Risiko Pembiayaan adalah Risiko yang muncul akibat kegagalan debitur dan/atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada perusahaan pembiayaan. - 5 - 13. Manajemen Risiko adalah serangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan Risiko yang timbul dari kegiatan usaha LJKNB. 14. Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang independen, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai otoritas jasa keuangan. II. TATA CARA PENYUSUNAN PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI LJKNB 1. Pedoman penerapan Manajemen Risiko LJKNB merupakan pedoman yang berfungsi sebagai standar penerapan Manajemen Risiko yang wajib dimiliki oleh LJKNB untuk memastikan seluruh risiko atau potensi risiko diukur dan dikendalikan dengan benar. 2. Pedoman penerapan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud pada angka 1, memuat paling sedikit: a. penerapan Manajemen Risiko secara umum paling sedikit mencakup: 1) pengawasan aktif Direksi dan Dewan Komisaris; 2) kecukupan kebijakan, prosedur, dan penetapan limit Risiko; 3) kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian Risiko; 4) sistem informasi Manajemen Risiko; dan 5) sistem pengendalian intern yang menyeluruh. b. penerapan Manajemen Risiko untuk setiap jenis Risiko sesuai jenis LJKNB sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Peraturan OJK Nomor 1/POJK.05/2015 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi LJKNB. 3. Dalam hal LJKNB berada dalam konglomerasi keuangan dan seluruh anggota konglomerasi keuangan tersebut adalah LJKNB, penerapan Manajemen Risiko untuk setiap jenis Risiko sesuai jenis LJKNB sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Peraturan OJK Nomor 1/POJK.05/2015 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi LJKNB. 4. Pedoman penerapan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud pada angka 1, disusun dan ditandatangani oleh Direksi dan diketahui oleh Dewan Komisaris. - 6 - 5. Penyusunan pedoman penerapan Manajemen Risiko setiap jenis LJKNB adalah sebagai berikut: a. untuk perusahaan asuransi umum, perusahaan asuransi jiwa, dan perusahaan reasuransi, tidak termasuk yang menyelenggarakan seluruh usahanya berdasarkan prinsip syariah, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I; b. untuk perusahaan pialang asuransi, perusahaan pialang reasuransi, dan perusahaan penilai kerugian asuransi, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III; c. untuk dana pensiun, tidak termasuk yang menyelenggarakan seluruh usahanya berdasarkan prinsip syariah, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran V; d. untuk perusahaan pembiayaan, tidak termasuk yang menyelenggarakan seluruh usahanya berdasarkan prinsip syariah, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran VII; dan e. untuk perusahaan asuransi umum, perusahaan asuransi jiwa, perusahaan reasuransi, dana pensiun, dan perusahaan pembiayaan yang menyelenggarakan seluruh atau sebagian usahanya berdasarkan prinsip syariah, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IX, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini. 6. Dalam hal LJKNB telah memiliki pedoman penerapan Manajemen Risiko namun belum sesuai dengan pedoman penerapan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud dalam lampiran Surat Edaran OJK ini, LJKNB harus menyesuaikan pedoman penerapan Manajemen Risiko dimaksud dengan pedoman penerapan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud dalam lampiran Surat Edaran OJK ini. 7. Dalam rangka penerapan Manajemen Risiko yang efektif LJKNB harus melakukan langkah-langkah persiapan, pengembangan dan/atau penyempurnaan yang paling sedikit mencakup hal-hal sebagai berikut: a. melaksanakan diagnosis dan analisis mengenai organisasi, kebijakan, prosedur, dan pedoman serta pengembangan sistem yang terkait dengan penerapan Manajemen Risiko; b. melakukan sosialisasi pedoman penerapan Manajemen Risiko kepada pegawai agar memahami praktik Manajemen Risiko, dan - 7 - mengembangkan budaya Risiko (risk culture) kepada seluruh pegawai pada setiap tingkatan organisasi LJKNB; c. memastikan bahwa satuan kerja yang mempunyai fungsi sebagai pemantau Risiko atau auditor internal ikut serta memantau dalam proses penyusunan pedoman penerapan Manajemen Risiko dan penerapan Manajemen Risiko tersebut. III. BENTUK DAN SUSUNAN LAPORAN HASIL PENILAIAN SENDIRI (SELF ASSESSMENT) PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO 1. Laporan hasil penilaian sendiri (self assessment) penerapan Manajemen Risiko memuat paling sedikit: a. b. c. informasi umum LJKNB; informasi keuangan per tanggal penilaian; ikhtisar penilaian sendiri (self assessment) atas penerapan Manajemen Risiko; dan d. deskripsi penilaian sendiri (self assessment) atas penerapan Manajemen Risiko untuk setiap jenis risiko. 2. Laporan hasil penilaian sendiri (self assessment) penerapan Manajemen Risiko disusun dan ditandatangani oleh Direktur yang membawahkan fungsi Manajemen Risiko dan diketahui oleh Dewan Komisaris. 3. Dalam hal penyampaian laporan hasil penilaian sendiri (self assessment) penerapan Manajemen Risiko dilakukan secara bersamaan dengan penyampaian laporan hasil penilaian tingkat risiko sebagaimana dimaksud dalam Peraturan OJK Nomor 10/POJK.05/2014 tentang Penilaian Tingkat Risiko Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank, maka laporan hasil penilaian sendiri (self assessment) penerapan Manajemen Risiko tidak perlu memuat substansi sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a dan huruf b. 4. Bentuk dan susunan laporan hasil penilaian sendiri (self assessment) penerapan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud pada angka 1 adalah sebagai berikut: a. untuk perusahaan asuransi umum, perusahaan asuransi jiwa, dan perusahaan reasuransi, tidak termasuk yang menyelenggarakan seluruh usahanya berdasarkan prinsip syariah, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II; - 8 - b. untuk perusahaan pialang asuransi, perusahaan pialang reasuransi, dan perusahaan penilai kerugian asuransi, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IV; c. untuk dana pensiun, tidak termasuk yang menyelenggarakan seluruh usahanya berdasarkan prinsip syariah, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran VI; d. untuk perusahaan pembiayaan, tidak termasuk yang menyelenggarakan seluruh usahanya berdasarkan prinsip syariah, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran VIII; dan e. untuk perusahaan asuransi umum, perusahaan asuransi jiwa, perusahaan reasuransi, dana pensiun, dan perusahaan pembiayaan yang menyelenggarakan seluruh atau sebagian usahanya berdasarkan prinsip syariah, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran X, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini. IV. TATA CARA PENYAMPAIAN LAPORAN HASIL PENILAIAN SENDIRI (SELF ASSESSMENT) PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO 1. LJKNB harus menyampaikan laporan hasil penilaian sendiri (self assessment) penerapan Manajemen Risiko kepada OJK secara online melalui sistem jaringan komunikasi data OJK. 2. Dalam hal sistem jaringan komunikasi data OJK belum tersedia, laporan hasil penilaian sendiri (self assessment) penerapan Manajemen Risiko disampaikan secara online melalui surat elektronik (email) resmi LJKNB dengan melampirkan softcopy laporan hasil penilaian sendiri (self assessment) penerapan Manajemen Risiko ke alamat email sebagai berikut: a. mr.asuransi@ojk.go.id untuk perusahaan asuransi umum, perusahaan asuransi jiwa, dan perusahaan reasuransi, tidak termasuk yang menyelenggarakan seluruh usahanya berdasarkan prinsip syariah; b. mr.penunjang@ojk.go.id untuk perusahaan pialang asuransi, perusahaan pialang reasuransi, dan perusahaan penilai kerugian asuransi; - 9 - c. mr.dapen@ojk.go.id untuk dana pensiun, tidak termasuk yang menyelenggarakan seluruh usahanya berdasarkan prinsip syariah; d. mr.pembiayaan@ojk.go.id untuk perusahaan pembiayaan, tidak termasuk yang menyelenggarakan seluruh usahanya berdasarkan prinsip syariah; dan e. mr.iknb.syariah@ojk.go.id untuk perusahaan asuransi umum, perusahaan asuransi jiwa, perusahaan reasuransi, dana pensiun, dan perusahaan pembiayaan yang menyelenggarakan seluruh atau sebagian usahanya berdasarkan prinsip syariah. 3. Dalam hal OJK mengalami gangguan teknis pada saat batas waktu penyampaian laporan hasil penilaian sendiri (self assessment) penerapan Manajemen Risiko sehingga: a. LJKNB tidak dapat menyampaikan laporan hasil penilaian sendiri (self assessment) penerapan Manajemen Risiko secara online sebagaimana dimaksud pada angka 1 atau angka 2; dan/atau b. OJK tidak dapat menerima laporan hasil penilaian sendiri (self assessment) penerapan Manajemen Risiko secara online sebagaimana dimaksud pada angka 1 atau angka 2, OJK mengumumkan secara tertulis kepada LJKNB pada hari yang sama saat terjadinya gangguan teknis. 4. Dalam hal terjadi gangguan teknis sebagaimana dimaksud pada angka 3, penyampaian laporan hasil penilaian sendiri (self assessment) penerapan Manajemen Risiko dilakukan dalam bentuk hasil cetak komputer (hardcopy) paling lambat pada hari kerja berikutnya. 5. Penyampaian laporan hasil penilaian sendiri (self assessment) penerapan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud pada angka 4 dilakukan melalui surat yang ditandatangani oleh Direksi. 6. Penyampaian laporan hasil penilaian sendiri (self assessment) penerapan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud pada angka 4 dilakukan dengan salah satu cara sebagai berikut: a. diserahkan langsung ke kantor OJK; b. dikirim melalui kantor pos secara tercatat; atau c. dikirim melalui perusahaan jasa pengiriman/titipan. 7. LJKNB dinyatakan telah menyampaikan laporan hasil penilaian sendiri (self assessment) penerapan Manajemen Risiko dengan ketentuan sebagai berikut: - 10 - a. untuk penyampaian secara online melalui sistem jaringan komunikasi data OJK, dibuktikan dengan tanda terima dari OJK; b. untuk penyampaian secara online melalui email, dibuktikan dengan email tanda terima dari OJK; atau c. untuk penyampaian melalui surat, dibuktikan dengan: 1) surat tanda terima dari OJK, apabila laporan hasil penilaian sendiri (self assessment) penerapan Manajemen Risiko diserahkan langsung ke kantor OJK sebagaimana dimaksud pada angka 6 huruf a; atau 2) tanda terima pengiriman dari kantor pos atau perusahaan jasa pengiriman/titipan, apabila laporan dikirim melalui kantor pos atau perusahaan jasa pengiriman/titipan sebagaimana dimaksud pada angka 6 huruf b dan huruf c. V. PENUTUP 1. Ketentuan dalam Surat Edaran OJK ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. 2. Laporan hasil penilaian sendiri (self assessment) penerapan Manajemen Risiko disampaikan pertama kali kepada OJK tahun 2017 untuk periode tahun 2016. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 14 April 2016 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERASURANSIAN, DANA PENSIUN, LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA OTORITAS JASA KEUANGAN, Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana ttd FIRDAUS DJAELANI
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 10/SEOJK.05/2016 </reg_id> <reg_title> PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DAN LAPORAN HASIL PENILAIAN SENDIRI PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI LEMBAGA JASA KEUANGAN NON-BANK </reg_title> <set_date> 14 April 2016 </set_date> <effective_date> 14 April 2016 </effective_date> <related_reg> '1/POJK.05/2015 | Pasal 5 ayat (3) dan Pasal 6 ayat (5)' </related_reg>
Yth. Pengurus Dana Pensiun di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 2 /SEOJK.05/2015 TENTANG PENILAIAN TINGKAT RISIKO DANA PENSIUN Sehubungan dengan amanat ketentuan Pasal 5 ayat (4), Pasal 7 ayat (3), dan Pasal 8 ayat (6) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 10/POJK.05/2014 tentang Penilaian Tingkat Risiko Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 197, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5575), perlu untuk mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai penilaian tingkat risiko, format dan tata cara penyampaian laporan hasil penilaian tingkat risiko, serta format dan tata cara penyampaian rencana tindak lanjut atas penilaian tingkat risiko bagi dana pensiun dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM 1. Dana Pensiun adalah dana pensiun sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang dana pensiun, tidak termasuk dana pensiun yang seluruh kegiatan usahanya dijalankan berdasarkan prinsip syariah. 2. Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. II. PEDOMAN ... - 2 - II. PEDOMAN PENILAIAN TINGKAT RISIKO DAN PENYUSUNAN LAPORAN HASIL PENILAIAN TINGKAT RISIKO 1. Penilaian tingkat risiko Dana Pensiun dilakukan dengan memperhatikan materialitas dan signifikansi suatu area risiko terhadap total risiko Dana Pensiun. 2. Penilaian tingkat risiko Dana Pensiun dilakukan dengan memperhitungkan riwayat risiko yang pernah terjadi dan probabilitas terjadinya suatu risiko di masa yang akan datang. 3. Penilaian tingkat risiko untuk setiap jenis Dana Pensiun disusun sesuai pedoman sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini. 4. Laporan Hasil Penilaian Tingkat Risiko harus disusun dan ditandatangani oleh pengurus yang membawahkan fungsi manajemen risiko dan diketahui oleh ketua pengurus. 5. Laporan Hasil Penilaian Tingkat Risiko untuk Dana Pensiun harus disusun sesuai format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini. III. PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA TINDAK LANJUT ATAS PENILAIAN TINGKAT RISIKO 1. Rencana tindak lanjut atas penilaian tingkat risiko ditandatangani oleh pengurus. 2. Rencana tindak lanjut atas penilaian tingkat risiko Dana Pensiun disusun sesuai format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini. IV. TATA CARA PENYAMPAIAN LAPORAN HASIL PENILAIAN TINGKAT RISIKO DAN RENCANA TINDAK LANJUT ATAS PENILAIAN TINGKAT RISIKO 1. Laporan hasil penilaian tingkat risiko dan rencana tindak lanjut atas penilaian tingkat risiko disampaikan kepada OJK secara online melalui sistem jaringan komunikasi data OJK. 2. Dalam hal sistem jaringan komunikasi data OJK belum tersedia, laporan hasil penilaian tingkat risiko dan rencana tindak lanjut atas penilaian tingkat risiko disampaikan secara online melalui surat elektronik (email) resmi Dana Pensiun dengan melampirkan softcopy laporan hasil penilaian tingkat risiko dan rencana tindak lanjut atas penilaian ... - 3 - penilaian tingkat risiko dalam format rbs.dapen@ojk.go.id. spreadsheet ke 3. Dalam hal OJK mengalami gangguan teknis pada saat batas waktu penyampaian laporan hasil penilaian tingkat risiko atau rencana tindak lanjut atas penilaian tingkat risiko sehingga: a. Dana Pensiun tidak dapat menyampaikan laporan hasil penilaian tingkat risiko atau rencana tindak lanjut atas penilaian tingkat risiko secara online sebagaimana dimaksud pada angka 1 atau angka 2; dan/atau b. OJK tidak dapat menerima laporan hasil penilaian tingkat risiko atau rencana tindak lanjut atas penilaian tingkat risiko secara online sebagaimana dimaksud pada angka 1 atau angka 2, OJK mengumumkan secara tertulis kepada Dana Pensiun pada hari yang sama setelah terjadinya gangguan teknis dan Dana Pensiun wajib menyampaikan softcopy laporan hasil penilaian tingkat risiko atau rencana tindak lanjut atas penilaian tingkat risiko dalam format spreadsheet secara offline paling lambat pada hari kerja berikutnya. 4. Dalam hal terjadi gangguan teknis sebagaimana dimaksud pada angka 3, Dana Pensiun menyampaikan softcopy laporan hasil penilaian tingkat risiko dan rencana tindak lanjut atas penilaian tingkat risiko dalam format spreadsheet secara offline sebagaimana dimaksud pada angka 3, melalui surat yang ditandatangani oleh pengurus dan ditujukan kepada: Otoritas Jasa Keuangan u.p. Direktur Pengawasan Dana Pensiun dan BPJS Ketenagakerjaan Gedung Sumitro Djojohadikusumo Jl. Lapangan Banteng Timur No. 2—4 Jakarta 10710 5. Penyampaian softcopy laporan hasil penilaian tingkat risiko dan rencana tindak lanjut atas penilaian tingkat risiko dalam format spreadsheet secara offline sebagaimana dimaksud pada angka 3, dapat dilakukan dengan salah satu cara sebagai berikut: a. diserahkan langsung ke kantor OJK sebagaimana dimaksud pada angka 4; b. dikirim melalui kantor pos secara tercatat; atau c. dikirim melalui perusahaan jasa pengiriman/titipan. 6. Dana ... - 4 - 6. Dana Pensiun dinyatakan telah menyampaikan laporan hasil penilaian tingkat risiko dan rencana tindak lanjut atas penilaian tingkat risiko dengan ketentuan sebagai berikut: a. untuk penyampaian secara online melalui sistem jaringan komunikasi data OJK, dibuktikan dengan tanda terima dari OJK; b. untuk penyampaian secara online melalui email, dibuktikan dengan email tanda terima dari OJK; atau c. untuk penyampaian secara offline, dibuktikan dengan: 1) surat tanda terima dari OJK, apabila laporan diserahkan langsung ke kantor OJK sebagaimana dimaksud pada angka 4; atau 2) tanda terima pengiriman dari kantor pos atau perusahaan jasa pengiriman/titipan, apabila laporan dikirim melalui kantor pos atau perusahaan jasa pengiriman/titipan. V. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahui, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum I Departemen Hukum, Ttd. Ttd. Sudarmaji FIRDAUS DJAELANI BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 10 TANGGAL 3 FEBRUARI2015 Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 29 Januari 2015 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERASURANSIAN, DANA PENSIUN, LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA OTORITAS JASA KEUANGAN, LAMPIRAN I SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 2 /SEOJK.05/2015 TENTANG PENILAIAN TINGKAT RISIKO DANA PENSIUN - 1 - PEDOMAN PENILAIAN TINGKAT RISIKO DANA PENSIUN DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN .......................................................................2 A. Pengertian dan Skala Penilaian Tingkat Risiko........................ 2 B. Tujuan Pedoman Penilaian Tingkat Risiko .............................. 3 C. Prinsip Umum Penilaian Tingkat Risiko .................................. 3 BAB II : PROSES PERHITUNGAN TINGKAT RISIKO ...........................5 A. Gambaran Umum Perhitungan Tingkat Risiko ........................ 5 B. Penilaian Risiko Bawaan......................................................... 5 C. Penilaian Manajemen dan Pengendalian ................................. 6 D. Penentuan Nilai Risiko Bersih................................................. 6 E. Penentuan Nilai Risiko Dukungan Dana ................................ 8 F. Penentuan Nilai Risiko Keseluruhan ...................................... 8 BAB III : PENILAIAN TINGKAT RISIKO PER JENIS RISIKO................11 A. Risiko Kepengurusan .............................................................. 11 B. Risiko Tata Kelola ................................................................... 13 C. Risiko Strategi ........................................................................ 16 D. Risiko Operasional ................................................................. 18 E. Risiko Aset dan Liabilitas ....................................................... 23 F. Risiko Dukungan Dana .......................................................... 27 Contoh Perhitungan Tingkat Risiko Dana Pensiun (DPPK PPMP)……..29 Contoh Perhitungan Tingkat Risiko Dana Pensiun (DPPK PPIP).....….30 Contoh Perhitungan Tingkat Risiko Dana Pensiun (DPLK)…………..….31 - 2 - BAB I PENDAHULUAN A. PENGERTIAN DAN SKALA PENILAIAN TINGKAT RISIKO Dalam kegiatan penyelenggaraan usaha, Dana Pensiun menghadapi berbagai risiko yang dapat mengakibatkan tidak tercapainya tujuan Dana Pensiun. Dana Pensiun perlu menerapkan manajemen risiko untuk meminimalkan risiko yang dihadapi. Salah satu bagian dari manajemen risiko adalah melakukan pengukuran dan penilaian risiko. Tujuan dari penilaian risiko adalah menentukan probabilitas Dana Pensiun akan mengalami kegagalan. Kegiatan penilaian risiko hendaknya dilakukan secara berkelanjutan dan selalu dilakukan pemutakhiran secara berkala oleh Dana Pensiun. Sesuai dengan ketentuan, Dana Pensiun wajib menyampaikan hasil penilaian risiko Dana Pensiun kepada OJK paling kurang satu kali dalam setahun. Probabilitas Dana Pensiun akan mengalami kegagalan dicerminkan dalam nilai risiko dan tingkat risiko. Tingkat risiko dikelompokkan menjadi lima level yaitu rendah, sedang-rendah, sedang-tinggi, tinggi, dan sangat tinggi. Adapun nilai risiko memiliki rentang nilai 0 s.d. 4. Semakin tinggi nilai risiko, maka semakin besar kemungkinan Dana Pensiun akan mengalami kegagalan. Sebaliknya, apabila nilai risiko semakin rendah maka kemungkinan Dana Pensiun mengalami kegagalan juga semakin kecil. Nilai risiko dan tingkat risiko dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Nilai Risiko dan Tingkat Risiko Nilai Risiko (NR) 0 < NR ≤ 1 Tingkat Risiko Rendah Penjelasan Probabilitas kegagalan Dana Pensiun dalam memenuhi kewajibannya relatif rendah. Dana Pensiun diindikasikan sangat sehat dan memiliki kemampuan untuk memenuhi kewajibannya kepada peserta. 1 < NR ≤ 1,5 Sedang Rendah Probabilitas kegagalan Dana Pensiun - 3 - Nilai Risiko (NR) Tingkat Risiko Penjelasan dalam memenuhi kewajibannya berada di tingkat sedang ke arah rendah. Secara umum Dana Pensiun sehat tetapi terdapat potensi kegagalan untuk memenuhi kewajibannya kepada peserta. 1,5 < NR ≤ 2 Sedang Tinggi Probabilitas kegagalan Dana Pensiun dalam memenuhi kewajibannya berada di tingkat sedang ke arah tinggi. Secara umum Dana Pensiun kurang sehat dan terdapat potensi kegagalan yang cukup kecil untuk memenuhi kewajibannya kepada peserta. 2 < NR ≤ 3 Tinggi Probabilitas kegagalan Dana Pensiun dalam memenuhi kewajibannya berada di tingkat tinggi. Secara umum Dana Pensiun tidak sehat dan memiliki potensi kegagalan yang cukup besar dalam memenuhi kewajiban kepada peserta. 3 < NR ≤ 4 Sangat Tinggi Probabilitas kegagalan Dana Pensiun dalam memenuhi kewajibannya berada di tingkat sangat tinggi. Secara umum Dana Pensiun tidak sehat dan memiliki potensi kegagalan yang sangat besar dalam memenuhi kewajiban kepada peserta. B. TUJUAN PEDOMAN PENILAIAN TINGKAT RISIKO Pedoman ini bertujuan untuk memberikan pedoman bagi pengurus Dana Pensiun dalam melakukan penilaian tingkat risiko Dana Pensiun. C. PRINSIP UMUM PENILAIAN TINGKAT RISIKO Manajemen Dana Pensiun perlu memperhatikan prinsip umum sebagai berikut: - 4 - 1. Berbasis risiko Penilaian tingkat risiko dilakukan dengan mengidentifikasi berbagai faktor yang dapat mempengaruhi probabilitas kegagalan Dana Pensiun untuk mencapai tujuannya. 2. Materialitas Dana Pensiun perlu memperhatikan materialitas dan signifikansi risiko bawaan dan manajemen pengendalian dari setiap jenis risiko yang ada. Penentuan materialitas dan signifikansi tersebut didasarkan pada data dan informasi yang memadai mengenai faktor yang mempengaruhi tingkat risiko Dana Pensiun. 3. Komprehensif Proses penilaian tingkat risiko dilakukan terhadap seluruh area risiko Dana Pensiun melalui analisis yang terstruktur dan terintegrasi. - 5 - BAB II PROSES PERHITUNGAN TINGKAT RISIKO A. GAMBARAN UMUM PERHITUNGAN TINGKAT RISIKO Perhitungan tingkat risiko didasarkan pada faktor sebagai berikut: 1. Risiko bawaan, yaitu seluruh risiko yang melekat dalam setiap jenis kegiatan Dana Pensiun; 2. Manajemen dan pengendalian, yaitu hal-hal yang dapat dilakukan oleh pengurus dan dewan pengawas untuk meminimalkan tingkat risiko bawaan; dan 3. Dukungan dana, yaitu pendanaan yang tersedia yang menggambarkan kemampuan Dana Pensiun untuk memenuhi kewajibannya dan mempertahankan usahanya. Kerangka kerja sistem penilaian risiko dapat digambarkan sebagai berikut: Strategi Operasional Aset dan Liabilitas Kepengurusan Risiko Bersih Tata Kelola Dukungan Dana Nilai Risiko Keseluruhan Manajemen & Pengendalian Risiko Bawaan B. PENILAIAN RISIKO BAWAAN Risiko bawaan adalah risiko yang melekat dalam kegiatan Dana Pensiun, tanpa mempertimbangkan aspek manajemen dan pengendalian yang dilakukan oleh Dana Pensiun tersebut. Seluruh risiko bawaan yang memiliki pengaruh terhadap kemampuan Dana Pensiun untuk memenuhi kewajibannya, terutama secara keuangan, masuk dalam ukuran risiko bawaan ini. Risiko bawaan Dana Pensiun sangat dipengaruhi oleh karakteristik dan kompleksitas Dana Pensiun, jenis Dana Pensiun, dan jenis program - 6 - pensiun. Risiko bawaan juga dipengaruhi oleh kegiatan operasional Dana Pensiun. Semakin beragam dan tinggi volume kegiatan operasional, semakin tinggi risiko bawaan Dana Pensiun. Adapun profil risiko Dana Pensiun menentukan seberapa besar tingkat risiko bawaan yang siap diterima dengan pertimbangan dukungan dana yang dibutuhkan. Penilaian risiko bawaan Dana Pensiun dilakukan secara terpisah dari manajemen dan pengendalian yang dilakukan untuk mengurangi risiko tersebut. Dengan kata lain, dalam penilaian risiko bawaan ini, pengurus hanya menilai risiko yang mungkin akan muncul dalam penyelenggaraan suatu Dana Pensiun tanpa memperhatikan apakah risiko tersebut benar- benar terjadi atau tidak terjadi karena adanya manajemen dan pengendalian risiko yang kuat. C. PENILAIAN MANAJEMEN DAN PENGENDALIAN Aspek manajemen dan pengendalian mengacu pada bagaimana cara Dana Pensiun mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan risiko bawaannya. Dalam praktik, hal ini dilakukan melalui serangkaian kebijakan dan prosedur, sistem yang diaplikasikan, praktik administrasi dan pengawasan yang diterapkan. Penilaian manajemen dan pengendalian dimaksudkan untuk menilai mekanisme atau sistem manajemen dan pengendalian untuk setiap risiko bawaan yang terekspos kepada Dana Pensiun. Aspek yang diperhitungkan dalam penilaian ini antara lain kepedulian manajemen terhadap risiko serta sistem pengendalian yang dimilikinya termasuk kerangka manajemen risiko yang dimiliki dan diterapkan dana pensiun. Hasil penilaian manajemen dan pengendalian akan menjadi faktor pengurang risiko bawaan untuk menjadi risiko bersih. D. PENENTUAN NILAI RISIKO BERSIH Penentuan nilai risiko bersih dilakukan untuk dua tahap yaitu pengukuran risiko bersih untuk setiap jenis risiko dan pengukuran total nilai risiko bersih. 1. Pengukuran nilai risiko bersih untuk setiap jenis risiko Nilai risiko bersih pada dasarnya merupakan nilai risiko bawaan setelah memperhitungkan manajemen dan pengendalian. Nilai risiko tersebut adalah rata-rata nilai risiko bawaan dan nilai manajemen dan pengembalian. - 7 - Risiko Bersih = (Risiko Bawaan + Manajemen dan Pengendalian) 2 Perhitungan risiko bersih di atas dilakukan untuk risiko strategi, risiko operasional, dan risiko aset dan liabilitas. Risiko tata kelola dan kepengurusan merupakan nilai risiko bersih dan tidak ada pengurang dari manajemen dan pengendalian. 2. Pengukuran total nilai risiko bersih Setelah nilai risiko bersih diperoleh untuk semua jenis risiko, maka dilakukan pengukuran total nilai risiko bersih dengan melakukan pembobotan untuk setiap jenis risiko. Bobot untuk setiap jenis risiko disajikan dalam tabel berikut: Tabel 2 Bobot Risiko No Jenis Risiko 1 Kepengurusan 2 Tata kelola 3 Strategi 4 Operasional 5 Aset dan Liabilitas TOTAL Bobot (%) PPMP1 15 15 15 25 30 100 Bobot (%) PPIP2 15 20 10 25 30 100 Bobot (%) DPLK3 15 20 10 25 30 100 Catatan : 1. Program Pensiun Manfaat Pasti 2. Dana Pensiun Pemberi Kerja Program Pensiun Iuran Pasti 3. Dana Pensiun Lembaga Keuangan Total nilai risiko bersih dihitung dengan rumus sebagai berikut: Total nilai risiko bersih = 4 5 NR x Bobot i i 1 4 i  i adalah jenis risiko sebagaimana tercantum pada tabel 2. - 8 - E. PENENTUAN NILAI RISIKO DUKUNGAN DANA Nilai dukungan dana mencerminkan kemampuan Dana Pensiun dalam memenuhi kewajibannya. Dalam menentukan dukungan dana, Dana Pensiun mempertimbangkan aspek kemampuan pendanaan dan sumber penambahan dana. Nilai risiko dukungan dana dihitung dengan melakukan pembobotan atas aspek kemampuan pendanaan dan sumber penambahan dana. Pembobotan kedua aspek tersebut berbeda untuk Dana Pensiun yang menyelenggarakan Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP) dan Dana Pensiun Pemberi Kerja yang menyelenggarakan Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP) maupun Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK). Pembobotan kemampuan pendanaan dan sumber penambahan dana dilakukan sesuai dengan tabel berikut: Tabel 3 Bobot Risiko Dukungan Dana No Komponen 1 Kemampuan Pendanaan 2 Tambahan Pendanaan TOTAL Bobot (%) PPMP 50 50 100 2 Total nilai risiko Dukungan Dana = 4 NR xBobot i i 1 4 i  i adalah komponen dukungan dana sebagaimana tercantum pada tabel 3. F. PENENTUAN NILAI RISIKO KESELURUHAN Nilai risiko keseluruhan mencerminkan probabilitas kegagalan Dana Pensiun secara menyeluruh. Nilai risiko keseluruhan dihitung berdasarkan total nilai risiko bersih dengan memperhitungkan dukungan dana. Bobot (%) DPPK PPIP 10 90 100 Bobot (%) DPLK 0 0 0 - 9 - Bobot untuk menghitung nilai risiko keseluruhan Dana Pensiun adalah: Tabel 4 Bobot Risiko Keseluruhan No Komponen 1 Total Nilai Risiko Bersih 2 Nilai Risiko Dukungan Dana TOTAL Bobot (%) PPMP 50 50 100 Bobot (%) DPPK PPIP 60 40 100 Bobot (%) DPLK 100 0 100 selanjutnya nilai risiko keseluruhan dihitung dengan cara menjumlahkan dan membobot total nilai risiko bersih dengan nilai risiko dukungan dana dengan rumus sebagai berikut: NRK= 4 (TNRB4 xbobot TNRB) (NRDD4  xbobot NRDD ) NRK = Nilai risiko keseluruhan TNRB = Total Nilai Risiko Bersih NRDD = Nilai Risiko Dukungan Dana Secara lengkap, formula perhitungan nilai risiko keseluruhan disajikan dalam tabel berikut: Tabel 5 Penilaian Risiko Jenis Risiko 1. Kepengurusan 2. Tata Kelola 3. Strategi 4. Operasional 5. Aset dan Liabilitas 1. Kemampuan Pendanaan 2. Tambahan (0-4) (0-4) (0-4) Total Nilai Risiko Bersih (0-4) (0-4) (0-4) (0-4) (0-4) Risiko Bawaan (RB) Manajemen & Pengendalian (MP) Risiko Bersih (0-4) (0-4) (0-4) (0-4) (0-4) Bobot Risiko (%) DPPK PPMP 15 15 15 25 30 DPPK PPIP 15 20 10 25 30 15 20 10 25 30 100 100 100 50 50 10 90 0 0 DPLK - 10 - Jenis Risiko Pendanaan Dukungan Dana 1. Total Nilai Risiko Bersih 2. Nilai Risiko Dukungan Dana Nilai Risiko Keseluruhan (0-4) (0-4) 100 100 50 50 60 40 0 100 0 (0-4) 100 100 100 Risiko Bawaan (RB) Manajemen & Pengendalian (MP) Risiko Bersih Bobot Risiko (%) DPPK PPMP DPPK PPIP DPLK - 11 - BAB III PENILAIAN TINGKAT RISIKO PER JENIS RISIKO Bab ini memberikan pedoman bagi Dana Pensiun dalam melakukan penilaian tingkat risiko per jenis risiko. Jenis risiko yang terdapat pada Dana Pensiun adalah risiko kepengurusan, risiko tata kelola, risiko strategi, risiko operasional, risiko aset dan liabilitas, dan risiko dukungan dana. A. RISIKO KEPENGURUSAN Risiko kepengurusan adalah risiko kegagalan Dana Pensiun dalam mencapai tujuan Dana Pensiun akibat kegagalan Dana Pensiun dalam memelihara komposisi terbaik pengurus yang memiliki kompetensi dan integritas yang tinggi. Yang dimaksud pengurus dalam pedoman ini meliputi pengurus dan dewan pengawas. Risiko yang muncul dari kepengurusan akan berpengaruh terhadap kemampuan Dana Pensiun dalam memenuhi kewajibannya kepada peserta dan stakeholder lainnya. Topik yang dinilai dalam risiko ini adalah sebagai berikut: 1) Penunjukan dan pemberhentian Dalam topik ini area yang dinilai antara lain prosedur dan legalitas dokumen terkait dengan penunjukan dan pemberhentian tersebut. 2) Komposisi dan proporsi Dalam topik ini area yang dinilai antara lain kesesuaian jumlah dan komposisi pengurus dan kejelasan struktur dan uraian jabatannya. 3) Kompetensi dan integritas Dalam topik ini area yang dinilai antara lain hasil uji kemampuan dan kepatutan, pengalaman kerja, pendidikan dan pelatihan, serta perilaku pengurus. 4) Kepemimpinan Dalam topik ini area yang dinilai antara lain visi dan misi serta karakteristik dari pengurus. Berikut adalah indikasi umum risiko kepengurusan untuk setiap rentang nilai risiko: 1. Indikasi Dana Pensiun dengan Risiko Kepengurusan Rendah (0 < NR ≤ 1) a. Penunjukan dan/atau pemberhentian pengurus sangat memadai. - 12 - b. Komposisi dan proporsi pengurus telah mencukupi dan sesuai dengan kebutuhan Dana Pensiun. c. Kompetensi dan integritas pengurus sangat memadai dan menunjang tugas dan wewenang pengurus. d. Kepemimpinan pengurus sangat baik. 2. Indikasi Dana Pensiun dengan Risiko Kepengurusan Sedang Rendah (1 < NR ≤ 1,5) a. Penunjukan dan/atau pemberhentian pengurus memadai. b. Komposisi dan proporsi Pengurus telah mencukupi, namun terdapat indikasi kurang sesuai dengan kebutuhan Dana Pensiun. c. Kompetensi dan integritas pengurus memadai dan menunjang tugas dan wewenang pengurus. d. Kepemimpinan pengurus baik. 3. Indikasi Dana Pensiun dengan Risiko Kepengurusan Sedang Tinggi (1,5 < NR ≤ 2) a. Penunjukan dan/atau pemberhentian pengurus dilakukan kurang memadai. b. Komposisi dan proporsi pengurus kurang mencukupi. c. Kompetensi dan integritas pengurus kurang memadai dan kurang menunjang tugas dan wewenang pengurus. d. Kepemimpinan pengurus cukup. 4. Indikasi Dana Pensiun dengan Risiko Kepengurusan Tinggi (2 < NR ≤ 3) a. Penunjukan dan/atau pemberhentian pengurus dilakukan dengan proses dan dokumentasi tidak memadai. b. Komposisi dan proporsi pengurus tidak mencukupi. c. Kompetensi dan integritas pengurus tidak memadai dan tidak menunjang tugas dan wewenang pengurus. d. Kepemimpinan pengurus kurang baik. 5. Indikasi Dana Pensiun dengan Risiko Kepengurusan Sangat Tinggi (3 < NR ≤ 4) a. Penunjukan dan/atau pemberhentian pengurus dilakukan dengan proses dan dokumentasi sangat tidak memadai. b. Komposisi dan proporsi pengurus sangat tidak mencukupi kebutuhan Dana Pensiun. c. Kompetensi dan integritas pengurus sangat tidak memadai dan menghambat terlaksananya tugas dan wewenang pengurus. - 13 - d. Kepemimpinan pengurus tidak baik. B. RISIKO TATA KELOLA Risiko tata kelola adalah potensi kegagalan dalam pelaksanaan tata kelola yang baik (good governance), ketidaktepatan gaya manajemen, lingkungan pengendalian, dan perilaku dari setiap pihak yang terlibat langsung atau tidak langsung dengan Dana Pensiun. Topik yang dinilai dalam risiko ini adalah sebagai berikut: 1) Pedoman tata kelola Hal-hal yang dinilai dalam topik ini antara lain ketersediaan dan kelengkapan pedoman tata kelola, proses penyusunan tata kelola, penerapan pedoman tata kelola dan evaluasi penerapan pedoman tata kelola. 2) Keterbukaan (transparansi) Hal-hal yang dinilai dalam topik ini antara lain keterbukaan dalam proses pengambilan keputusan, dan keterbukaan dalam pengungkapan dan penyediaan informasi yang relevan mengenai Dana Pensiun. 3) Akuntabilitas Hal-hal yang harus dinilai antara lain penetapan fungsi, kegiatan dan tugas, pedoman prilaku, sistem pendeteksian awal, penghargaan dan hukuman, serta struktur pengendalian internal. 4) Responsibilitas Dalam topik ini, hal-hal yang perlu dinilai antara lain tanggung jawab kepada peserta, tanggung jawab kepada pemberi kerja dan/atau pemegang saham dari pemberi kerja, dan tanggung jawab sosial. 5) Independensi Area yang harus dinilai antara lain ada tidaknya benturan kepentingan (conflict of interest) dan intervensi pendiri, dewan pengawas, atau pihak lain. 6) Kewajaran dan kesetaraan Dalam topik ini, hal-hal yang harus dinilai antara lain kerja sama dengan mitra bisnis, perlakuan terhadap peserta, dan perlakuan terhadap karyawan. 7) Manajemen risiko Hal-hal yang harus dievaluasi untuk topik ini antara lain ketersediaan pedoman manajemen risiko, unit pengendalian manajemen risiko, dan penerapan manajemen risiko. - 14 - Berikut adalah indikasi umum risiko tata kelola untuk setiap rentang nilai risiko: 1. Indikasi Dana Pensiun dengan Risiko Tata Kelola Sangat Baik (Rendah) (0 < NR ≤ 1) a. Pedoman Tata Kelola yang dimiliki Dana Pensiun sangat memadai. b. Dana Pensiun melaksanakan prinsip keterbukaan dengan sangat baik. c. Dana Pensiun melaksanakan prinsip akuntabilitas dengan sangat baik. d. Dana Pensiun melaksanakan prinsip tanggung jawab dengan sangat baik. e. Dana Pensiun melaksanakan prinsip independensi dengan sangat baik. f. Dana Pensiun melaksanakan prinsip kewajaran dan kesetaraan dengan sangat baik. g. Dana Pensiun melaksanakan prinsip manajemen risiko dengan sangat baik. 2. Indikasi Dana Pensiun dengan Risiko Tata Kelola Baik (Sedang Rendah) (1 < NR ≤ 1,5) a. Pedoman Tata Kelola yang dimiliki Dana Pensiun memadai b. Dana Pensiun melaksanakan prinsip keterbukaan dengan baik. c. Dana Pensiun melaksanakan prinsip akuntabilitas dengan baik. d. Dana Pensiun melaksanakan prinsip tanggung jawab dengan baik. e. Dana Pensiun melaksanakan prinsip independensi dengan baik. f. Dana Pensiun melaksanakan prinsip kewajaran dan kesetaraan dengan baik. g. Dana Pensiun melaksanakan prinsip manajemen risiko dengan baik. 3. Indikasi Dana Pensiun dengan Risiko Tata Kelola Cukup Baik (Sedang Tinggi) (1,5 < NR ≤ 2) a. Pedoman Tata Kelola yang dimiliki Dana Pensiun cukup memadai. b. Dana Pensiun melaksanakan prinsip keterbukaan dengan cukup baik. c. Dana Pensiun melaksanakan prinsip akuntabilitas dengan cukup baik. d. Dana Pensiun melaksanakan prinsip tanggung jawab dengan cukup baik. - 15 - e. Dana Pensiun melaksanakan prinsip independensi dengan cukup baik. f. Dana Pensiun melaksanakan prinsip kewajaran dan kesetaraan dengan cukup baik. g. Dana Pensiun melaksanakan prinsip manajemen risiko dengan cukup baik. 4. Indikasi Dana Pensiun dengan Risiko Tata Kelola Kurang Baik (Tinggi) (2 < NR ≤ 3) a. Pedoman Tata Kelola yang dimiliki Dana Pensiun kurang memadai. b. Dana Pensiun melaksanakan prinsip keterbukaan dengan kurang baik c. Dana Pensiun melaksanakan prinsip akuntabilitas dengan kurang baik. d. Dana Pensiun melaksanakan prinsip tanggung jawab dengan kurang baik. e. Dana Pensiun melaksanakan prinsip independensi dengan kurang baik. f. Dana Pensiun melaksanakan prinsip kewajaran dan kesetaraan dengan kurang baik. g. Dana Pensiun melaksanakan prinsip manajemen risiko dengan kurang baik. 5. Indikasi Dana Pensiun dengan Risiko Tata Kelola Buruk (Sangat Tinggi) (3 < NR ≤ 4) a. Pedoman tata kelola Dana Pensiun tidak tersedia atau cenderung tidak memadai. b. Dana Pensiun tidak melaksanakan prinsip keterbukaan kepada stakeholder dana pensiun. c. Dana Pensiun tidak melaksanakan prinsip akuntabilitas dalam penyelenggaraan dana pensiun. d. Dana Pensiun tidak melaksanakan prinsip responsibilitas dalam penyelenggaraan dana pensiun. e. Dana Pensiun tidak melaksanakan prinsip independensi dalam penyelenggaraan dana pensiun. f. Dana Pensiun tidak melaksanakan prinsip kewajaran dan kesetaraan dalam penyelenggaraan dana pensiun. g. Dana Pensiun tidak melaksanakan prinsip manajemen risiko dalam penyelenggaraan dana pensiun. - 16 - C. RISIKO STRATEGI Risiko strategi adalah potensi kegagalan Dana Pensiun dalam merealisasikan kewajiban kepada peserta akibat ketidaklayakan atau kegagalan dalam melakukan perencanaan, penetapan dan pelaksanaan strategi, pengambilan keputusan yang tepat, dan/atau kurang responsifnya Dana Pensiun terhadap perubahan eksternal. Penilaian risiko strategi terdiri dari penilaian risiko bawaan dan penilaian manajemen pengendalian. Topik yang dinilai dalam risiko bawaan dari risiko strategi adalah sebagai berikut: 1) Kesesuaian strategi dengan kondisi lingkungan bisnis Dalam topik ini, hal-hal yang perlu dinilai antara lain kesesuaian visi, misi, dan arah bisnis Dana Pensiun (DPLK), kesesuaian desain program Dana Pensiun dengan kondisi lingkungan Dana Pensiun, dan kesesuaian strategi Dana Pensiun dengan desain program Dana Pensiun. 2) Posisi strategis (strategic position) Dana Pensiun (DPLK) Hal yang perlu dinilai antara lain kecukupan analisis kompetitor, kesiapan Dana Pensiun dalam menghadapi perubahan ekonomi secara makro, risiko reputasi, dan rencana diversifikasi yang akan dilakukan Dana Pensiun. Topik yang dinilai dalam manajemen dan pengendalian adalah sebagai berikut: 1) Proses penyusunan dan penetapan strategi Dalam topik ini, hal-hal yang perlu dinilai antara lain perumusan tingkat risiko yang akan diambil dan toleransi risiko yang dapat diterima, keterlibatan pihak terkait dalam penyusunan desain dan strategi Dana Pensiun, dan pengawasan aktif dewan pengawas dan pengurus. 2) Penerapan rencana strategi. Hal ini antara lain dapat dinilai dari pemahaman pendiri, pengurus, dan dewan pengawas Dana Pensiun, pemahaman pejabat satu tingkat di bawah pengurus, dan dari indikator keberhasilan (key performance indicator). - 17 - Berikut adalah indikasi umum risiko strategi untuk setiap rentang nilai risiko pada risiko bawaan maupun manajemen dan pengendalian: RISIKO BAWAAN 1. Indikasi Risiko Strategi Dana Pensiun dengan Risiko Bawaan Rendah (0 < NR ≤ 1) a. Strategi yang dimiliki dan dijalankan Dana Pensiun sangat sesuai dengan kondisi lingkungannya. b. Kebijakan Dana Pensiun yang diterapkan sangat sesuai dengan posisi strategis Dana Pensiun. 2. Indikasi Risiko Strategi Dana Pensiun dengan Risiko Bawaan Sedang Rendah (1 < NR ≤ 1,5) a. Strategi yang dimiliki dan dijalankan Dana Pensiun sesuai dengan kondisi lingkungannya. b. Kebijakan Dana Pensiun yang diterapkan sesuai dengan posisi strategis Dana Pensiun. 3. Indikasi Risiko Strategi Dana Pensiun dengan Risiko Bawaan Sedang Tinggi (1,5 < NR ≤ 2) a. Strategi yang dimiliki dan dijalankan Dana Pensiun cukup sesuai dengan kondisi lingkungannya. b. Kebijakan Dana Pensiun yang diterapkan cukup sesuai dengan posisi strategis Dana Pensiun. 4. Indikasi Risiko Strategi Dana Pensiun dengan Risiko Bawaan Tinggi (2 < NR ≤ 3) a. Strategi yang dimiliki dan dijalankan Dana Pensiun kurang sesuai dengan kondisi lingkungannya. b. Kebijakan Dana Pensiun yang diterapkan kurang sesuai dengan posisi strategis Dana Pensiun. 5. Indikasi Risiko Strategi Dana Pensiun dengan Risiko Bawaan Sangat Tinggi (3 < NR ≤ 4) a. Strategi yang dimiliki dan dijalankan Dana Pensiun tidak sesuai dengan kondisi lingkungannya. b. Kebijakan Dana Pensiun yang diterapkan tidak sesuai dengan posisi strategis Dana Pensiun. - 18 - MANAJEMEN DAN PENGENDALIAN 1. Indikasi Dana Pensiun dengan Manajemen dan Pengendalian atas Risiko Strategi Sangat Kuat (0 < MP ≤ 1) a. Proses penyusunan dan penetapan strategi yang dibuat Dana Pensiun sangat baik. b. Penerapan rencana strategi Dana Pensiun dilakukan dengan sangat baik. 2. Indikasi Dana Pensiun dengan Manajemen dan Pengendalian atas Risiko Strategi Kuat (1 < MP ≤ 1,5) a. Proses penyusunan dan penetapan strategi yang dibuat Dana Pensiun baik. b. Penerapan rencana strategi Dana Pensiun dilakukan dengan baik. 3. Indikasi Dana Pensiun dengan Manajemen dan Pengendalian atas Risiko Strategi Cukup (1,5 < MP ≤ 2) a. Proses penyusunan dan penetapan strategi yang dibuat Dana Pensiun cukup baik. b. Penerapan rencana strategi dilakukan Dana Pensiun dengan cukup baik. 4. Indikasi Dana Pensiun dengan Manajemen dan Pengendalian atas Risiko Strategi Lemah (2 < MP ≤ 3) a. Proses penyusunan dan penetapan strategi yang dibuat Dana Pensiun kurang baik. b. Penerapan rencana strategi dilakukan Dana Pensiun dengan kurang baik. 5. Indikasi Dana Pensiun dengan Manajemen dan Pengendalian atas Risiko Strategi Sangat Lemah (3 < MP ≤ 4) a. Dana Pensiun tidak memiliki strategi dalam menjalankan bisnisnya. b. Tidak ada rencana strategi yang dibuat Dana Pensiun. D. RISIKO OPERASIONAL Risiko operasional adalah potensi kegagalan Dana Pensiun dalam merealisasikan kewajiban kepada peserta sebagai akibat ketidaklayakan atau kegagalan proses internal, manusia, sistem teknologi informasi, dan/atau adanya kejadian yang berasal dari luar lingkungan industri. Penilaian risiko operasional terdiri dari penilaian risiko bawaan dan penilaian manajemen dan pengendalian. - 19 - Topik yang dinilai dalam risiko bawaan dari risiko operasional adalah sebagai berikut: 1) Kompleksitas Dana Pensiun Hal-hal yang harus dinilai pada topik ini antara lain ukuran dan struktur organisasi, sumber daya manusia, volume dan beban kerja, aksi korporasi (corporate action) dan pengembangan bisnis baru (DPLK). 2) Sistem dan teknologi informasi Hal-hal yang harus dinilai antara lain keandalan sistem teknologi informasi, perubahan sistem dan teknologi informasi, dan infrastruktur. 3) Kecurangan dan permasalahan hukum Dalam topik ini, area yang harus dinilai antara lain riwayat kecurangan intern Dana Pensiun dan permasalahan hukum dengan peserta. 4) Gangguan terhadap Dana Pensiun Hal-hal yang harus dinilai antara lain frekuensi dan materialitas kejadian eksternal, lokasi dan kondisi geografis Dana Pensiun, dan penggunaan jasa pihak ketiga. Topik yang dinilai dalam manajemen dan pengendalian adalah sebagai berikut: 1) Kebijakan dan prosedur Hal-hal yang harus diperhatikan antara lain perumusan kebijakan dan proses pengambilan keputusan, standar prosedur dan operasi (SOP), komunikasi dan dokumentasi kebijakan, dan manajemen risiko. 2) Kegiatan administrasi Dalam topik ini, hal-hal yang harus diperhatikan antara lain siklus penganggaran dan rencana kegiatan, administrasi peserta, pencatatan, pembukuan, dan pelaporan transaksi, serta arsip dan dokumentasi. 3) Pengelolaan sistem dan teknologi informasi Dalam topik ini, area yang harus dinilai antara lain pengelolaan sistem dan teknologi informasi beserta infrastruktur, cetak biru (blueprint) dan manajemen perubahan aplikasi, manajemen keamanan data, basis data (database) dan manajemen informasi, dan prosedur back up dan disaster recovery plan. 4) Pencegahan kecurangan dan permasalahan hukum Area yang harus dinilai antara lain struktur pengendalian intern dan pengawasan dari komite audit/dewan pengawas. - 20 - 5) Manajemen sumber daya manusia Area yang harus dinilai antara lain perencanaan dan strategi sumber daya manusia, proses perekrutan, pengembangan karir, penggajian, dan imbalan kerja, dan peremejaan dan penggantian pegawai. 6) Manajemen penggunaan jasa pihak ketiga Dalam topik ini, area yang dinilai antara lain kebijakan penggunaan jasa pihak ketiga, penunjukan penyediaan jasa, pelaporan dan pertanggungjawaban, serta pengendalian atas biaya penggunaan jasa pihak ketiga. Berikut adalah indikasi umum risiko operasional untuk setiap rentang nilai risiko pada risiko bawaan maupun manajemen dan pengendalian: RISIKO BAWAAN 1. Indikasi Risiko Operasional Dana Pensiun dengan Risiko Bawaan Rendah (0 < NR ≤ 1) a. Dana Pensiun memiliki struktur organisasi, sumber daya manusia, volume, dan beban kerja dengan tingkat kompleksitas sangat rendah. b. Dana Pensiun memiliki sistem dan teknologi informasi sangat memadai yang mampu mendukung penyelenggaraan Dana Pensiun. c. Dana Pensiun tidak pernah memiliki riwayat kecurangan intern atau mengalami permasalahan hukum dengan peserta. d. Dana Pensiun tidak memiliki gangguan di dalam penyelenggaraan Dana Pensiun. 2. Indikasi Risiko Operasional Dana Pensiun dengan Risiko Bawaan Sedang Rendah (1 < NR ≤ 1,5) a. Dana Pensiun memiliki struktur organisasi, sumber daya manusia, volume, dan beban kerja dengan tingkat kompleksitas rendah. b. Dana Pensiun memiliki sistem teknologi dan informasi yang memadai yang mampu mendukung penyelenggaraan Dana Pensiun. c. Dana Pensiun hampir tidak pernah memiliki riwayat kecurangan intern atau mengalami permasalahan hukum dengan peserta. d. Terdapat sedikit gangguan yang terjadi pada Dana Pensiun. 3. Indikasi Risiko Operasional Dana Pensiun dengan Risiko Bawaan Sedang Tinggi (1,5 < NR ≤ 2) a. Dana Pensiun memiliki struktur organisasi, sumber daya manusia, volume, dan beban kerja dengan tingkat kompleksitas cukup. - 21 - b. Dana Pensiun memiliki sistem teknologi dan informasi yang kurang memadai yang mampu mendukung penyelenggaraan Dana Pensiun. c. Dana Pensiun jarang memiliki riwayat kecurangan intern atau mengalami permasalahan hukum dengan peserta. d. Gangguan yang terjadi pada Dana Pensiun cukup signifikan. 4. Indikasi Risiko Operasional Dana Pensiun dengan Risiko Bawaan Tinggi (2 < NR ≤ 3) a. Dana Pensiun memiliki struktur organisasi, sumber daya manusia, volume, dan beban kerja dengan tingkat kompleksitas tinggi. b. Dana Pensiun memiliki sistem teknologi dan informasi yang tidak memadai. c. Dana Pensiun cukup sering memiliki riwayat kecurangan intern atau mengalami permasalahan hukum dengan peserta. d. Gangguan yang terjadi pada Dana Pensiun signifikan. 5. Indikasi Risiko Operasional Dana Pensiun dengan Risiko Bawaan Sangat Tinggi (3 < NR ≤ 4) a. Dana Pensiun memiliki struktur organisasi, sumber daya manusia, volume, dan beban kerja dengan tingkat kompleksitas sangat tinggi. b. Dana Pensiun memiliki sistem teknologi dan informasi yang sangat tidak memadai. c. Dana Pensiun sering memiliki riwayat kecurangan intern atau mengalami permasalahan hukum dengan peserta. d. Gangguan yang terjadi pada Dana Pensiun sangat signifikan. MANAJEMEN DAN PENGENDALIAN 1. Indikasi Dana Pensiun dengan Manajemen dan Pengendalian Sangat Kuat (0 < MP ≤ 1) a. Kebijakan dan Prosedur Operasi Standar (SOP) di Dana Pensiun sangat memadai. b. Kegiatan administrasi Dana Pensiun sangat baik. c. Pengelolaan sistem dan teknologi informasi Dana Pensiun sangat baik. d. Mekanisme dan kebijakan Dana Pensiun untuk mencegah terjadinya kecurangan intern dan permasalahan hukum dengan peserta sangat baik. e. Manajemen sumber daya manusia di Dana Pensiun sangat baik. f. Pengelolaan jasa pihak ketiga di Dana Pensiun sangat baik. - 22 - 2. Indikasi Dana Pensiun dengan Manajemen dan Pengendalian Kuat (1 < MP ≤ 1,5) a. Kebijakan dan Prosedur Operasi Standar (SOP) di Dana Pensiun memadai. b. Kegiatan administrasi Dana Pensiun baik. c. Pengelolaan sistem dan teknologi informasi Dana Pensiun baik. d. Mekanisme dan kebijakan Dana Pensiun untuk mencegah terjadinya kecurangan intern dan permasalahan hukum dengan peserta baik. e. Manajemen sumber daya manusia di Dana Pensiun baik. f. Pengelolaan jasa pihak ketiga di Dana Pensiun baik. 3. Indikasi Dana Pensiun dengan Manajemen dan Pengendalian Cukup (1,5 < MP ≤ 2) a. Kebijakan dan Prosedur Operasi Standar (SOP) di Dana Pensiun memadai tetapi terdapat beberapa hal yang perlu diperbaiki. b. Kegiatan administrasi Dana Pensiun cukup baik tetapi terdapat beberapa hal yang perlu diperbaiki. c. Pengelolaan sistem dan teknologi informasi Dana Pensiun cukup baik tetapi terdapat beberapa hal yang perlu diperbaiki. d. Mekanisme dan kebijakan Dana Pensiun untuk mencegah terjadinya kecurangan intern dan permasalahan hukum dengan peserta cukup baik tetapi terdapat beberapa hal yang perlu diperbaiki. e. Manajemen sumber daya manusia di Dana Pensiun cukup baik tetapi terdapat beberapa hal yang perlu diperbaiki. f. Pengelolaan jasa pihak ketiga di Dana Pensiun cukup baik tetapi terdapat beberapa hal yang perlu diperbaiki. 4. Indikasi Dana Pensiun dengan Manajemen dan Pengendalian Lemah (2 < MP ≤ 3) a. Kebijakan dan Prosedur Operasi Standar (SOP) Dana Pensiun tidak memadai. b. Kegiatan administrasi Dana Pensiun buruk. c. Pengelolaan sistem dan teknologi informasi Dana Pensiun tidak baik. d. Mekanisme dan kebijakan Dana Pensiun untuk mencegah terjadinya kecurangan intern dan permasalahan hukum dengan peserta tidak baik. e. Manajemen sumber daya manusia di Dana Pensiun tidak baik. f. Pengelolaan jasa pihak ketiga di Dana Pensiun buruk. - 23 - 5. Indikasi Dana Pensiun dengan Manajemen dan Pengendalian Sangat Lemah (3 < MP ≤ 4) a. Kebijakan dan Prosedur Operasi Standar (SOP) di Dana Pensiun sangat tidak memadai. b. Administrasi Dana Pensiun sangat buruk. c. Tidak terdapat pengelolaan sistem dan teknologi informasi Dana Pensiun. d. Tidak terdapat mekanisme dan kebijakan Dana Pensiun untuk mencegah terjadinya kecurangan intern dan permasalahan hukum. e. Tidak terdapat manajemen sumber daya manusia di Dana Pensiun. f. Pengelolaan jasa pihak ketiga sangat buruk. E. RISIKO ASET DAN LIABILITAS Risiko aset dan liabilitas adalah risiko yang terjadi karena adanya potensi kegagalan dalam pengelolaan aset dan liabilitas Dana Pensiun yang menimbulkan kekurangan dana dalam pemenuhan kewajiban peserta. Pengelolaan aset dan liabilitas merupakan salah satu kegiatan Dana Pensiun. Ketersediaan aset yang likuid dan sehat untuk membayar kewajiban jangka pendek dan jangka panjang merupakan salah satu tujuan penyelenggaraan Dana Pensiun. Penilaian risiko operasional terdiri dari penilaian risiko bawaan dan penilaian manajemen dan pengendalian. Topik yang dinilai dalam risiko bawaan dari risiko aset dan liabilitas adalah sebagai berikut: 1) Pengelolaan aset Hal-hal yang dinilai dalam topik ini antara lain tingkat keandalan dan kesulitan valuasi aset, kompleksitas struktur investasi, tujuan investasi, gaya investasi, strategi investasi, alokasi aset, risiko gagal bayar, investasi pada pihak terafiliasi, dan risiko legal aset. 2) Pengelolaan liabilitas Hal-hal yang dinilai dalam topik ini antara lain kewajaran asumsi yang digunakan aktuaris (PPMP), kesesuaian dasar perhitungan aktuaris dengan peraturan dana pensiun (PPMP), dan kesesuaian perhitungan kewajiban manfaat pensiun dengan ketentuan (PPIP). - 24 - 3) Ketidaksesuaian antara aset dan liabilitas Hal-hal yang dinilai dalam topik ini antara lain ketidaksesuaian jatuh tempo/durasi aset dan liabilitas, ketidaksesuaian antara aset dan liabilitas dalam mata uang asing (currency gap), dan tingkat likuiditas. Topik yang dinilai dalam manajemen dan pengendalian yang dapat dilakukan Dana Pensiun adalah sebagai berikut: 1) Kepedulian dari pengurus Hal-hal yang dinilai dalam topik ini antara lain kepedulian akan tujuan pengelolaan kekayaan, kepedulian terhadap isu risiko aset, dan proses pelaporan. 2) Pengelolaan risiko aset dan liabilitas Hal-hal yang dinilai dalam topik ini antara lain manajemen risiko pengelolaan aset dan liabilitas, pengelolaan risiko likuiditas, dan pemantauan dari sisi aktuaris (PPMP). 3) Pengelolaan risiko investasi Hal-hal yang dinilai dalam topik ini antara lain penetapan tujuan investasi, penetapan dan pengkajian strategi investasi, pemantauan alokasi aset, batasan, dan penyeimbangan kembali, keahlian (expertise), pemilihan dan pemantauan manajer investasi, proses due diligence untuk investasi yang tidak tercatat di bursa, proses pemilihan investasi– pemilihan surat berharga, proses benchmarking dan pengukuran kinerja, analisis risiko, objektivitas pengambilan keputusan investasi, strategi investasi-tingkat hasil investasi yang diharapkan dan tingkat risiko yang dikehendaki (risk appetite), dan diversifikasi. 4) Pengendalian dalam melakukan penilaian aset Hal-hal yang dinilai antara lain kebijakan valuasi, penilaian independen, keahlian sumber daya manusia, rekonsiliasi, frekuensi, dan otomasi. Berikut adalah indikasi umum risiko aset dan liabilitas untuk setiap rentang nilai risiko pada risiko bawaan maupun manajemen dan pengendalian: RISIKO BAWAAN 1. Indikasi Risiko Aset dan Liabilitas Dana Pensiun dengan Risiko Bawaan Rendah (0 < NR ≤ 1) a. Pengelolaaan aset Dana Pensiun dilakukan dengan sangat baik. b. Pengelolaan liabilitas Dana Pensiun sangat baik. c. Kesesuaian aset dan liabilitas sangat memadai. - 25 - 2. Indikasi Risiko Aset dan Liabilitas Dana Pensiun dengan Risiko Bawaan Sedang Rendah (1 < NR ≤ 1,5) a. Pengelolaan aset Dana Pensiun dilakukan dengan baik. b. Pengelolaan liabilitas Dana pensiun baik. c. Kesesuaian aset dan liabilitas memadai. 3. Indikasi Risiko Aset dan Liabilitas Dana Pensiun dengan Risiko Bawaan Sedang Tinggi (1,5 < NR ≤ 2) a. Pengelolaan aset Dana Pensiun dilakukan dengan kurang baik. b. Pengelolaan liabilitas Dana pensiun kurang baik. c. Kesesuaian aset dan liabilitas kurang memadai. 4. Indikasi Risiko Aset dan Liabilitas Dana Pensiun dengan Risiko Bawaan Tinggi (2 < NR ≤ 3) a. Pengelolaan aset Dana Pensiun dilakukan dengan buruk. b. Pengelolaan liabilitas Dana pensiun buruk. c. Kesesuaian aset dan liabilitas tidak memadai. 5. Indikasi Risiko Aset dan Liabilitas Dana Pensiun dengan Risiko Bawaan Sangat Tinggi (3 < NR ≤ 4) a. Pengelolaan aset Dana Pensiun dilakukan dengan sangat buruk. b. Pengelolaan liabilitas Dana pensiun sangat buruk. c. Kesesuaian aset dan liabilitas sangat tidak memadai. MANAJEMEN DAN PENGENDALIAN 1. Indikasi Dana Pensiun dengan Manajemen dan Pengendalian Sangat Kuat (0 < MP ≤ 1) a. Pengurus memiliki kepedulian sangat tinggi terhadap tujuan pengelolaan aset dan liabilitas. b. Dana Pensiun memiliki pengelolaan risiko aset dan liabilitas sangat memadai. c. Dana Pensiun telah melakukan pengelolaan risiko investasi dengan sangat baik. d. Dana Pensiun memiliki pengendalian yang sangat kuat dalam melakukan valuasi aset. 2. Indikasi Dana Pensiun dengan Manajemen dan Pengendalian Kuat (1 < MP ≤ 1,5) a. Pengurus memiliki kepedulian tinggi terhadap tujuan pengelolaan aset dan liabilitas. - 26 - b. Dana Pensiun memiliki pengelolaan risiko aset dan liabilitas memadai. c. Dana Pensiun telah melakukan pengelolaan risiko investasi dengan baik. d. Dana Pensiun memiliki pengendalian yang kuat dalam melakukan valuasi aset. 3. Indikasi Dana Pensiun dengan Manajemen dan Pengendalian Cukup (1,5 < NR ≤ 2) a. Pengurus memiliki kepedulian cukup terhadap tujuan pengelolaan aset dan liabilitas. b. Dana Pensiun memiliki pengelolaan risiko aset dan liabilitas cukup tetapi terdapat beberapa hal yang perlu diperbaiki. c. Dana Pensiun telah melakukan pengelolaan risiko investasi dengan cukup namun terdapat beberapa hal yang perlu diperbaiki. d. Dana Pensiun memiliki pengendalian yang cukup dalam melakukan valuasi aset namun terdapat beberapa hal yang perlu diperbaiki. 4. Indikasi Dana Pensiun dengan Manajemen dan Pengendalian Lemah (2 < NR ≤ 3) a. Pengurus memiliki kepedulian yang kurang terhadap tujuan pengelolaan aset dan liabilitas. b. Dana Pensiun memiliki pengelolaan risiko aset dan liabilitas kurang memadai. c. Dana Pensiun telah melakukan pengelolaan risiko investasi dengan buruk. d. Dana Pensiun memiliki pengendalian yang lemah dalam melakukan valuasi aset. 5. Indikasi Dana Pensiun dengan Manajemen dan Pengendalian Sangat Lemah (3 < NR ≤ 4) a. Pengurus tidak memiliki kepedulian terhadap tujuan pengelolaan aset dan liabilitas. b. Dana Pensiun memiliki pengelolaan risiko aset dan liabilitas tidak memadai. c. Dana Pensiun telah melakukan pengelolaan risiko investasi dengan sangat buruk. d. Dana Pensiun memiliki pengendalian yang sangat lemah dalam melakukan valuasi aset. - 27 - F. RISIKO DUKUNGAN DANA Dukungan dana merupakan gambaran kemampuan Dana Pensiun dalam memenuhi kewajibannya kepada peserta sampai dengan berakhirnya penyelenggaraan Dana Pensiun. Topik yang dinilai dalam risiko ini adalah sebagai berikut: 1) Kemampuan Pendanaan Hal-hal yang dinilai antara lain menyangkut penetapan kekayaan untuk pendanaan, kualitas pendanaan, rasio pendanaan, rasio solvabilitas (untuk PPMP) termasuk di dalamnya analisis surplus/defisit, atau persentase kewajiban manfaat pensiun terhadap aset (PPIP). 2) Tambahan Pendanaan Hal-hal yang dinilai antara lain kondisi keuangan pemberi kerja, prospek usaha pemberi kerja, komitmen dan kepedulian pemberi kerja terhadap Dana Pensiun, dan mekanisme iuran ke Dana Pensiun, yang dilihat dari aspek metode penagihan iuran, penetapan iuran jatuh tempo, penerimaan iuran dan penetapan sanksi denda atas keterlambatan iuran (bila ada), serta kemampulabaan Dana Pensiun. Berikut adalah indikasi umum risiko dukungan dana untuk setiap rentang nilai risiko: 1. Indikasi Dana Pensiun dengan Risiko Pendanaan Rendah (0 < NR ≤ 1) a. Kemampuan pendanaan Dana Pensiun sangat memadai. b. Tambahan pendanaan Dana Pensiun sangat kuat. 2. Indikasi Dana Pensiun dengan Risiko Pendanaan Sedang Rendah (1 < NR ≤ 1,5) a. Kemampuan pendanaan Dana Pensiun memadai. b. Tambahan pendanaan Dana Pensiun kuat. 3. Indikasi Dana Pensiun dengan Risiko Pendanaan Sedang Tinggi (1,5 < NR ≤ 2) a. Kemampuan pendanaan Dana Pensiun kurang memadai. b. Tambahan pendanaan Dana Pensiun kurang kuat. 4. Indikasi Dana Pensiun dengan Risiko Pendanaan Tinggi (2 < NR ≤ 3) a. Kemampuan pendanaan Dana Pensiun tidak memadai. b. Tambahan pendanaan Dana Pensiun tidak kuat. - 28 - 5. Indikasi Dana Pensiun dengan Risiko Pendanaan Sangat Tinggi (3 < NR ≤ 4) a. Kemampuan pendanaan Dana Pensiun sangat tidak memadai. b. Tambahan pendanaan Dana Pensiun sangat tidak kuat. - 29 - Contoh Perhitungan Tingkat Risiko Dana Pensiun (DPPK PPMP) Jenis Risiko 1. Kepengurusan 2. Tata Kelola 3. Strategi 3.1 Risiko Bawaan (A) 2,9 3.2 Manajemen & Pengendalian (B) 2,5 4. Operasional 4.1 Risiko Bawaan 4.2 Manajemen & Pengendalian 5. Aset dan Liabilitas 5.1 Risiko Bawaan 5.2 Manajemen & Pengendalian Total Nilai Risiko Bersih (F) Dukungan Dana a. Kemampuan Pendanaan Dana Pensiun b. Tambahan Pendanaan Total Nilai Risiko Dukungan Dana (G) Bobot Nilai Risiko Bersih dan Dukungan Dana = 50% :50% Nilai Risiko Keseluruhan (H) Kategori Risiko Dana Pensiun Keterangan: A: nilai risiko bawaan B: nilai manajemen & pengendalian C: nilai risiko = (A+B)/2 D: bobot risiko DPPK PPMP E: nilai risiko bersih= C4 * D F: Total Nilai Risiko Bersih = 4 5 C xDi i1 4 i G:Total Nilai Risiko Dukungan Dana = 4 2 C xDi i1 4 i H: Nilai Risiko Keseluruhan = 50%) 4 (F x 4 50%) (G x 4  0,9 1,3 50% 50% 100% 1,20 1,60 Sedang- Tinggi 1,1 1,6 1,7 2,9 0,5 100% 1,83 0,33 1,43 30% 2,51 1,4 25% 0,83 Nilai Risiko (C) 0,5 0,6 2,7 Bobot (D) 15% 15% 15% Nilai Risiko Bersih (E) 0,01 0,02 7,97 - 30 - Contoh Perhitungan Tingkat Risiko Dana Pensiun (DPPK PPIP) Jenis Risiko 1. Kepengurusan 2. Tata Kelola 3. Strategi 3.1 Risiko Bawaan (A) 2,3 3.2 Manajemen & Pengendalian (B) 2,1 4. Operasional 4.1 Risiko Bawaan 4.2 Manajemen & Pengendalian 5. Aset dan Liabilitas 5.1 Risiko Bawaan 5.2 Manajemen & Pengendalian Total Nilai Risiko Bersih (F) Dukungan Dana a. Kemampuan Pendanaan Dana Pensiun b. Tambahan Pendanaan Total Nilai Risiko Dukungan Dana (G) Bobot Nilai Risiko Bersih dan Dukungan Dana = 60% :40% Nilai Risiko Keseluruhan (H) Kategori Risiko Dana Pensiun Keterangan: A: nilai risiko bawaan B: nilai manajemen & pengendalian C: nilai risiko = (A+B)/2 D: bobot risiko DPPK PPIP E: nilai risiko bersih= C4 * D F: Total Nilai Risiko Bersih = 4 5 C xDi i1 4 i G: Total Nilai Risiko Dukungan Dana = 4 2 C xDi i1 4 i H: Nilai Risiko Keseluruhan = 40%) 4 (F x 4 60%) (G x 4  0,3 1,6 10% 90% 100% 1,60 2,10 Tinggi 1,7 1,6 2,3 2,6 1,9 100% 2,27 0,00 5,90 30% 7,69 1,7 25% 1,85 Nilai Risiko (C) 2,8 2,3 2,2 Bobot (D) 15% 20% 10% Nilai Risiko Bersih (E) 9,22 5,60 2,34 - 31 - Contoh Perhitungan Tingkat Risiko Dana Pensiun (DPLK) Jenis Risiko 1. Kepengurusan 2. Tata Kelola 3. Strategi 3.1 Risiko Bawaan (A) 3.2 Manajemen & Pengendalian (B) 4. Operasional 4.1 Risiko Bawaan 4.2 Manajemen & Pengendalian 5. Aset dan Liabilitas 5.1 Risiko Bawaan 5.2 Manajemen & Pengendalian Total Nilai Risiko Bersih (F) Dukungan Dana a. Kemampuan Pendanaan Dana Pensiun b. Tambahan Pendanaan Total Nilai Risiko Dukungan Dana Bobot Nilai Risiko Bersih dan Dukungan Dana = 100% : 0% Nilai Risiko Keseluruhan (G) Kategori Risiko Dana Pensiun Keterangan: A: nilai risiko bawaan B: nilai manajemen & pengendalian C: nilai risiko = (A+B)/2 F : Total Nilai Risiko Bersih = 4 5 C xDi i1 4 i 0,48 Rendah - - 0% 0% 0% 0,6 0,3 0,5 0,2 0,8 100% 0,48 30% 0,02 0,5 0,2 0,5 25% 0,01 Nilai Risiko (C) 0,6 0,3 0,4 Bobot (D) 15% 20% 10% Nilai Risiko Bersih (E) 0,02 0,00 0,02 - - - - - 32 - D: bobot risiko DPLK E: nilai risiko bersih= C4 * D G: Nilai Risiko Keseluruhan = ) 4 ( 4 F Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 29 Januari 2015 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERASURANSIAN, DANA PENSIUN, LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA OTORITAS JASA KEUANGAN, Ttd. Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum I Departemen Hukum, Ttd. Sudarmaji FIRDAUS DJAELANI LAMPIRAN II SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 2/SEOJK.05/2015 TENTANG PENILAIAN TINGKAT RISIKO DANA PENSIUN - 1 - Laporan Hasil Penilaian Tingkat Risiko Dana Pensiun Nama Dana Pensiun Jenis Tanggal Penilaian Tanggal Laporan : : (1) DPPK PPMP (2) DPPK PPIP (3) DPLK : : A. Informasi Umum Pendiri dan Mitra Pendiri Nama : Keterangan Jumlah Peserta Pengurus Nama : Jabatan Masa Jabatan Dewan Pengawas : Nama Jabatan/Perwakilan Masa Jabatan Informasi Keuangan Per Tanggal Penilaian Uraian Aset Neto Investasi Piutang Iuran Normal Nilai (Rupiah) Rasio per Aset Neto - 2 - Piutang Iuran Tambahan Piutang Lainnya Aset Lain-lain Hasil Usaha* Rasio Pendanaan (PPMP) Rasio Solvabilitas (PPMP) Return on Investment (ROI)* Jumlah Peserta *Untuk periode satu tahun terakhir sejak tanggal penilaian B. Ikhtisar Penilaian Tingkat Risiko Jenis Risiko Nilai Risiko 1. Kepengurusan 2. Tata Kelola 3. Strategi 3.1 Risiko Bawaan 3.2 Manajemen dan Pengendalian 4. Operasional 4.1 Risiko Bawaan 4.2 Manajemen dan Pengendalian 5. Aset dan Liabilitas 5.1 Risiko Bawaan 5.2 Manajemen dan Pengendalian Total Nilai Risiko Bersih 1. Kemampuan Pendanaan 2. Tambahan Pendanaan Total Nilai Risiko Dukungan Dana 1. Total Nilai Risiko Bersih 2. Total Nilai Risiko Dukungan Dana Nilai Risiko Tingkat Risiko Bobot Risiko Bersih - 3 - C. Deskripsi Risiko Deskripsi Umum Deskripsi per Jenis Risiko Risiko Kepengurusan Nilai Risiko: .... Tingkat Risiko: ... Keterangan: Risiko Tata Kelola Keterangan: Risiko Strategi Risiko Bawaan Keterangan: Manajemen dan Pengendalian Keterangan: Risiko Operasional Risiko Bawaan Keterangan: Manajemen dan Pengendalian Keterangan: Nilai: Nilai Risiko:... Tingkat Risiko: ... Nilai Risiko:... Tingkat Risiko: ... Nilai: Nilai: Nilai Risiko:... Tingkat Risiko: ... Nilai: - 4 - Risiko Aset dan Liabilitas Risiko Bawaan Nilai Risiko:... Tingkat Risiko: ... Nilai: Keterangan: Manajemen dan Pengendalian Keterangan: Risiko Dukungan Dana Kemampuan Pendanaan Keterangan: Tambahan Pendanaan Keterangan: Mengetahui, Nama: Jabatan: Disusun oleh: Nama: Jabatan: Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 29 Januari 2015 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERASURANSIAN, DANA PENSIUN, LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA OTORITAS JASA KEUANGAN, Nilai: Nilai :... Tingkat Risiko: ... Nilai: Nilai: Ttd. Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum I Departemen Hukum, Ttd. Sudarmaji FIRDAUS DJAELANI LAMPIRAN III SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 2/SEOJK.05/2015 TENTANG PENILAIAN TINGKAT RISIKO DANA PENSIUN - 1 - RENCANA TINDAK LANJUT ATAS PENILAIAN TINGKAT RISIKO DANA PENSIUN 1. Nama 2. Jenis : : (1) DPPK PPMP (2) DPPK PPIP (3) DPLK 3. Tanggal Penilaian Tingkat Risiko : 4. Tanggal Laporan 5. Tingkat Risiko: : 6. Nilai Risiko : 7. Jenis Risiko 8. Penyebab Risiko 9. Rencana Tindak Lanjut 10. Target Waktu 11. PIC Disusun oleh 12. Nama 14. Jabatan Mengetahui 15. Nama 17. Jabatan : : 13. Tanda Tangan : : 16. Tanda Tangan Pedoman Pengisian: 1. Diisi nama Dana Pensiun. 2. Diisi jenis Dana Pensiun dengan memilih salah satu dari daftar yang ada. 3. Diisi tanggal penilaian tingkat risiko yang menjadi dasar rencana tindak lanjut. 4. Diisi tanggal laporan penilaian tingkat risiko ditandatangani. 5. Diisi tingkat risiko Dana Pensiun sesuai hasil penilaian tingkat risiko sebagaimana dimaksud pada angka 3. 6. Diisi nilai risiko Dana Pensiun sesuai hasil penilaian tingkat risiko sebagaimana dimaksud pada angka 3. - 2 - 7. Diisi jenis risiko sebagaimana dimaksud dalam POJK nomor 10/POJK.05/2014 tentang Penilaian Tingkat Risiko Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank. 8. Diisi penyebab risiko. 9. Diisi rencana berbagai langkah tindak lanjut yang akan dilakukan untuk menurunkan tingkat risiko untuk setiap jenis area risiko. 10. Diisi target waktu pelaksanaan tindak lanjut yang akan dilakukan untuk setiap langkah tindak lanjut, dapat berupa tanggal penyelesaian tindak lanjut atau tanggal dimulai dan selesainya tindak lanjut apabila target waktu dimulainya tindak lanjut tidak segera setelah rencana tindak lanjut disusun. 11. Diisi unit yang bertanggung jawab untuk melaksanakan tindak lanjut. 12. Diisi nama pejabat yang menyusun rencana tindak lanjut penilaian tingkat risiko Dana Pensiun. 13. Diisi tanda tangan pejabat yang menyusun rencana tindak lanjut penilaian tingkat risiko Dana Pensiun. 14. Diisi nama jabatan dari pejabat yang menyusun rencana tindak lanjut penilaian tingkat risiko Dana Pensiun. 15. Diisi nama pengurus Dana Pensiun yang menangani manajemen risiko Dana Pensiun. 16. Diisi tanda tangan pengurus Dana Pensiun yang menangani manajemen risiko Dana Pensiun. 17. Diisi nama jabatan dari pengurus Dana Pensiun yang menangani manajemen risiko Dana Pensiun. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 29 Januari 2015 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERASURANSIAN, DANA PENSIUN, LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA OTORITAS JASA KEUANGAN, Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum I Departemen Hukum, Ttd.. Sudarmaji FIRDAUS DJAELANI Ttd.
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 2/SEOJK.05/2015 </reg_id> <reg_title> PENILAIAN TINGKAT RISIKO DANA PENSIUN </reg_title> <set_date> 29 Januari 2015 </set_date> <effective_date> 29 Januari 2015 </effective_date> <related_reg> '10/POJK.05/2014 | Pasal 5 ayat (4), Pasal 7 ayat (3), dan Pasal 8 ayat (6)' </related_reg>
Yth. Direksi atau yang setara pada Perusahaan Pembiayaan di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 26 /SEOJK.05/2019 TENTANG PERUBAHAN ATAS SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 3/SEOJK.05/2016 TENTANG LAPORAN BULANAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN Sehubungan dengan amanat Pasal 2 ayat (6), Pasal 4 ayat (6), dan Pasal 10 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 3/POJK.05/2013 tentang Laporan Bulanan Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5443) dan mengingat adanya tambahan informasi yang diperlukan terkait dengan penerapan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 35/POJK.05/2018 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 260, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6286), diperlukan perubahan terhadap Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 3/SEOJK.05/2016 tentang Laporan Bulanan Perusahaan Pembiayaan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. Beberapa ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 3/SEOJK.05/2016 tentang Laporan Bulanan Perusahaan Pembiayaan diubah sebagai berikut: 1. Ketentuan angka 1 Romawi I diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 1. Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan barang dan/atau jasa. 2. Ketentuan angka 4 Romawi V diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 4. Penyampaian Laporan Bulanan dilakukan secara dalam jaringan (online) melalui sistem jaringan komunikasi data OJK. - 2 - 3. Ketentuan angka 5 Romawi V diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 5. Dalam hal terjadi gangguan teknis pada saat batas waktu penyampaian Laporan Bulanan sehingga: a. Perusahaan Pembiayaan tidak dapat menyampaikan Laporan Bulanan secara dalam jaringan (online); dan/atau b. OJK tidak dapat menerima Laporan Bulanan secara dalam jaringan (online), maka Perusahaan Pembiayaan wajib menyampaikan Laporan Bulanan secara luar jaringan (offline) paling lambat pada hari kerja berikutnya dalam bentuk salinan elektronik (soft file) disertai dengan bukti validasi dan dikirimkan kepada OJK melalui surat yang ditandatangani oleh direksi dan ditujukan kepada: Otoritas Jasa Keuangan u.p. Direktur Statistik dan Informasi IKNB Gedung Wisma Mulia 2 Lantai 11 Jalan Jenderal Gatot Subroto Kav. 40, Jakarta, 12710 4. Ketentuan angka 7 Romawi V diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 7. Penyampaian Laporan Bulanan secara luar jaringan (offline) sebagaimana dimaksud pada angka 5 dapat dilakukan dengan salah satu cara sebagai berikut: a. diserahkan langsung ke kantor OJK; atau b. dikirim melalui perusahaan jasa pengiriman, sesuai dengan alamat sebagaimana dimaksud pada angka 5. 5. Ketentuan angka 8 Romawi V diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 8. Penyampaian Laporan Bulanan secara luar jaringan (offline) disampaikan kepada OJK pada hari kerja dan jam kerja OJK. 6. Ketentuan Romawi V angka 9 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: - 3 - 9. Perusahaan Pembiayaan dinyatakan telah menyampaikan Laporan Bulanan dengan ketentuan sebagai berikut: a. untuk penyampaian secara dalam jaringan (online) melalui sistem jaringan komunikasi data OJK dibuktikan dengan tanda terima dari sistem jaringan komunikasi data OJK; atau b. untuk penyampaian secara luar jaringan (offline), dibuktikan dengan tanda terima dari OJK. 7. Ketentuan angka 10 Romawi V diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 10. Pertanyaan yang berkaitan dengan penyampaian Laporan Bulanan dapat disampaikan kepada: Helpdesk OJK Gedung Wisma Mulia 2 Lantai 19 Jalan Jenderal Gatot Subroto Kav. 40, Jakarta, 12710 Telepon: 021-29600000 ekstensi 7000 Surat elektronik (email): helpdesk@ojk.go.id 8. Ketentuan angka 1 Romawi VII diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 1. Kewajiban Perusaaan Pembiayaan untuk menyampaikan Laporan Bulanan sesuai dengan bentuk, susunan, dan tata cara penyampaian yang diatur dalam Surat Edaran OJK ini dimulai untuk periode laporan bulan Juni 2020, yang disampaikan dengan waktu penyampaian sebagaimana dimaksud dalam Romawi III. 9. Ketentuan angka 2 Romawi VII diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 2. Perusahaan Pembiayaan harus melakukan uji coba penyampaian Laporan Bulanan sesuai dengan bentuk, susunan, dan tata cara penyampaian Laporan Bulanan sebagaimana diatur dalam Surat Edaran OJK ini untuk periode laporan bulan Maret 2020 sampai dengan periode laporan bulan Mei 2020. 10. Lampiran I diubah sehingga berbunyi sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini. - 4 - 11. Lampiran II diubah sehingga berbunyi sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini. 12. Lampiran III diubah sehingga berbunyi sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini. 13. Lampiran IV diubah sehingga berbunyi sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini. II. Surat Edaran OJK ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juni 2020. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 4 Desember 2019 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERASURANSIAN, DANA PENSIUN, LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA OTORITAS JASA KEUANGAN, ttd RISWINANDI Salinan ini sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana - 0 - LAMPIRAN I SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 26 /SEOJK.05/2019 TENTANG PERUBAHAN ATAS SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 3/SEOJK.05/2016 TENTANG LAPORAN BULANAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN - 1 - BENTUK, SUSUNAN, DAN PEDOMAN PENYUSUNAN LAPORAN BULANAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DAFTAR ISI BAB I : PENJELASAN UMUM A. Tujuan Pelaporan B. Asas Pelaporan C. Penyajian Transaksi Valuta Asing D. Pengisian Formulir Laporan BAB II : PENJELASAN UMUM KOLOM DAFTAR RINCIAN A. Jenis Valuta B. Tingkat Bunga/ Margin/Bagi Hasil/Imbal Jasa C. Kualitas D. Golongan Penerbit/Tertarik E. Golongan Pembeli F. Golongan Debitur G. Golongan Kreditur H. Hubungan Dengan Perusahaan Pembiayaan I. Jangka Waktu J. Saldo Piutang Pembiayaan (Outstanding Principal) Pokok BAB III K. Saldo Piutang Pembiayaan (Outstanding Principal) Neto : PROFIL PERUSAHAAN PEMBIAYAAN A. Formulir 0000 - Profil Perusahaan Pembiayaan B. Formulir 0010 - Rincian Izin Usaha C. Formulir 0020 - Rincian Kantor Cabang D. Formulir 0025 - Rincian Kantor Selain Kantor Cabang E. Formulir 0030 - Rincian Pemegang Saham dan Pemegang Saham Derajat Kedua F. Formulir 0035 - Rincian Kepengurusan G. Formulir 0036 - Rincian Pihak Terkait H. Formulir 0041 - Rincian Tenaga Kerja Berdasarkan Tingkat Pendidikan I. Formulir 0043 - Rincian Tenaga Kerja Berdasarkan Fungsi 3 3 3 4 4 5 5 5 5 6 6 6 6 6 8 8 8 9 9 16 17 19 22 26 28 31 35 - 2 - J. Formulir 0046 - Rincian Tenaga Kerja Asing BAB IV : LAPORAN KEUANGAN BULANAN PEMBIAYAAN PERUSAHAAN 41 A. Formulir 1100 - Laporan Posisi Keuangan B. Formulir 1110 - Rekening Administratif C. Formulir 1200 - Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain D. Formulir 1300 - Laporan Arus Kas E. Formulir 2100 - Rincian Pembiayaan yang Diberikan 41 65 70 85 96 F. Formulir 2200 - Rincian Surat Berharga yang Dimiliki 110 G. Formulir 2300 - Rincian Penyertaan Modal H. Formulir 2490 - Rincian Rupa-Rupa Aset 115 118 I. Formulir 2550 - Rincian Pinjaman/Pendanaan yang Diterima J. Formulir 2600 - Rincian Surat Berharga yang Diterbitkan K. Formulir 2790 - Rincian Rupa-Rupa Liabilitas L. Formulir 3010 - Rincian Instrumen Derivatif untuk Lindung Nilai M. Formulir 3020 - Rincian Penyaluran Kerja Sama Pembiayaan Porsi Pihak Ketiga N. Formulir 5310 - Laporan Analisis Kesesuaian Aset dan Liabilitas 119 124 129 131 135 139 38 - 3 - BAB I PENJELASAN UMUM A. TUJUAN PELAPORAN Laporan Bulanan yang disusun menurut sistematika yang ditetapkan dalam Lampiran ini dimaksudkan untuk mengumpulkan dan menyusun data statistik Perusahaan Pembiayaan secara individual maupun gabungan dalam rangka: 1. pengaturan dan pengawasan Perusahaan Pembiayaan; 2. pembentukan statistik untuk keperluan analisis industri Perusahaan Pembiayaan; dan 3. pemenuhan keperluan internal Perusahaan Pembiayaan. Untuk mencapai tujuan tersebut, Perusahaan Pembiayaan wajib menyampaikan laporan secara benar, lengkap, dan sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan. B. ASAS PELAPORAN Dalam sistem pelaporan ini dianut asas sebagai berikut: 1. Dasar penyusunan Penyusunan Laporan Bulanan didasarkan pada ketentuan yang ditetapkan oleh OJK dan Pernyataan Standar Akuntasi Keuangan (PSAK) serta Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan (ISAK). Akuntansi transaksi Perusahaan Pembiayaan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan standar akuntansi yang berlaku di Indonesia. 2. Pemisahan antara laporan posisi keuangan dan rekening administratif Semua pos yang merupakan aset, liabilitas, dan modal Perusahaan Pembiayaan dilaporkan dalam laporan posisi keuangan. Pos-pos yang masih merupakan komitmen dan kontijensi serta catatan-catatan lainnya dilaporkan dalam rekening administratif. 3. Pemisahan transaksi dengan Bank dan Pemerintah Pusat Dalam sistem pelaporan ini dianut prinsip pemisahan transaksi baik antara Perusahaan Pembiayaan dengan Bank, maupun antara Perusahaan Pembiayaan dengan Pemerintah Pusat. Bank adalah sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundangan- undangan tentang perbankan. - 4 - 4. Pemisahan penduduk (resident) dan bukan penduduk (nonresident) Dalam sistem laporan ini dianut prinsip pemisahan transaksi yang dilakukan antara Perusahaan Pembiayaan dengan penduduk (resident) dan bukan penduduk (nonresident). a. Penduduk (resident) Penduduk (resident) adalah perseorangan, badan, lembaga, dan perusahaan yang berdomisili di Indonesia lebih dari satu tahun dan kegiatan utamanya (center of interest) melakukan konsumsi, produksi, dan transaksi ekonomi lainnya di Indonesia, termasuk perwakilan-perwakilan Republik Indonesia di luar negeri beserta anggota stafnya yang berstatus diplomatik. b. Bukan Penduduk (nonresident) Bukan penduduk (nonresident) adalah perseorangan, badan, lembaga, dan perusahaan yang tidak berdomisili di Indonesia atau berdomisili di Indonesia paling lama satu tahun dan kegiatan utamanya (center of interest) tidak di Indonesia, termasuk perwakilan negara asing di Indonesia beserta anggota stafnya yang berstatus diplomatik. C. PENYAJIAN TRANSAKSI VALUTA ASING Laporan keuangan harus disajikan dalam mata uang rupiah. Aset, liabilitas, modal, dan rekening administratif dalam valuta asing, yang selanjutnya disebut valas, yang dimiliki Perusahaan Pembiayaan harus dikonversikan ke dalam rupiah dengan menggunakan Kurs Tengah Bank Indonesia yang berlaku pada akhir periode laporan. Kurs tengah adalah kurs jual ditambah kurs beli dibagi dua. D. PENGISIAN FORMULIR LAPORAN Pengisian formulir laporan dilakukan dengan cara memasukkan data secara otomatis dalam bentuk alfanumerik dengan menggunakan program data entry dan seluruh laporan keuangan disajikan dalam satuan Rupiah penuh kecuali dinyatakan lain dalam satuan valas penuh, contoh 123000000000. - 5 - BAB II PENJELASAN UMUM KOLOM DAFTAR RINCIAN A. JENIS VALUTA Jenis valuta adalah jenis mata uang yang digunakan dalam melakukan transaksi antara Perusahaan Pembiayaan pelapor dengan pihak lain. Dalam hal transaksi yang diperjanjikan menggunakan valas (sebagaimana tercantum dalam akad perjanjian) namun realisasinya dalam rupiah, transaksi tersebut diperlakukan sebagai transaksi dalam valas. B. TINGKAT BUNGA/MARGIN/BAGI HASIL/IMBAL JASA Tingkat bunga adalah tingkat harga dari suatu pembiayaan yang dilakukan oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor. Apabila dalam satu rekening diberikan beberapa tingkat bunga, kolom tingkat bunga diisi tingkat bunga tertinggi. Untuk tingkat bunga diisi dengan dua angka di belakang koma, contoh tingkat bunga 12,5% ditulis 12.50. Untuk jenis transaksi yang tidak diberikan bunga, kolom tingkat bunga dikosongkan. Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang dilaksanakan oleh Perusahaan Pembiayaan yang memiliki unit usaha syariah menggunakan frasa margin/bagi hasil/imbal jasa. Margin/bagi hasil/imbal jasa adalah nilai atau persentase pendapatan atas pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah, dengan ketentuan sebagai berikut: 1. jika kegiatan pembiayaan jual beli, maka pelapor menggunakan pilihan margin; 2. 3. jika kegiatan pembiayaan investasi syariah, maka pelapor menggunakan pilihan bagi hasil; atau jika kegiatan pembiayaan jasa, maka pelapor menggunakan pilihan imbal jasa. Apabila dalam satu rekening diberikan beberapa margin/bagi hasil/imbal jasa, kolom nilai diisi nilai tertinggi. Untuk margin/bagi hasil/imbal jasa diisi dengan dua angka di belakang koma, contoh margin/bagi hasil/imbal jasa 12,50% ditulis 12.50. Untuk jenis transaksi yang tidak diberikan margin/bagi hasil/imbal jasa, kolom nilai dikosongkan. Kolom nilai diisi sebagai berikut: 1. jika pilihan margin, maka kolom nilai diisi nominal margin; 2. jika pilihan bagi hasil, maka kolom nilai diisi persentase bagi hasil; atau 3. jika pilihan imbal jasa, maka kolom nilai diisi nominal imbal jasa. - 6 - C. KUALITAS Kualitas adalah kualitas piutang pembiayaan yang dinilai dengan kriteria sesuai dengan Peraturan OJK tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan, dengan penggolongan kualitas sebagai berikut: 1. Lancar 2. Dalam Perhatian Khusus 3. Kurang Lancar 4. Diragukan 5. Macet D. GOLONGAN PENERBIT/TERTARIK Golongan penerbit/tertarik adalah kategori pihak ketiga yang menerbitkan dan/atau bertanggung jawab terhadap pelunasan surat berharga yang dimiliki Perusahaan Pembiayaan pelapor. E. GOLONGAN PEMBELI Golongan pembeli adalah kategori pihak ketiga yang membeli surat berharga yang diterbitkan oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor. Dalam hal surat berharga yang diterbitkan oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor adalah atas unjuk, golongan pembeli adalah pihak yang pertama kali membeli surat berharga tersebut pada saat diterbitkan. F. GOLONGAN DEBITUR Golongan debitur adalah kategori pihak yang menerima fasilitas pembiayaan dari Perusahaan Pembiayaan pelapor atau pihak yang memiliki kewajiban kepada Perusahaan Pembiayaan pelapor. G. GOLONGAN KREDITUR Golongan kreditur adalah kategori pihak yang memberikan pinjaman dana untuk kegiatan usaha pembiayaan kepada Perusahaan Pembiayaan pelapor. H. HUBUNGAN DENGAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN Hubungan dengan Perusahaan Pembiayaan adalah status keterkaitan antara Perusahaan Pembiayaan pelapor dengan pihak yang melakukan transaksi dengan Perusahaan Pembiayaan pelapor. 1. Terkait dengan Perusahaan Pembiayaan Pihak yang Terkait dengan Perusahaan Pembiayaan adalah: a. orang perseorangan atau badan usaha yang merupakan pengendali Perusahaan Pembiayaan pelapor; b. badan usaha di mana Perusahaan Pembiayaan pelapor bertindak sebagai pengendali; - 7 - c. orang perseorangan atau badan usaha yang bertindak sebagai Pengendali dari badan usaha sebagaimana dimaksud pada huruf b; d. badan usaha yang pengendaliannya dilakukan oleh: 1) orang perseorangan dan/atau badan usaha sebagaimana dimaksud pada huruf a; atau 2) orang perseorangan dan/atau badan usaha sebagaimana dimaksud pada huruf c; e. dewan komisaris atau direksi Perusahaan Pembiayaan pelapor; f. pihak yang mempunyai hubungan keluarga sampai dengan derajat kedua, baik horizontal maupun vertikal: 1) dari orang perseorangan yang merupakan pengendali Perusahaan Pembiayaan pelapor sebagaimana dimaksud pada huruf a; dan/atau 2) dari dewan komisaris atau direksi pada Perusahaan Pembiayaan pelapor sebagaimana dimaksud pada huruf e; g. dewan komisaris atau direksi pada badan usaha sebagaimana dimaksud pada huruf a, sampai dengan huruf d; h. badan usaha yang dewan komisaris atau anggota direksi merupakan: 1) dewan komisaris atau direksi pada Perusahaan Pembiayaan pelapor; atau 2) dewan komisaris atau direksi pada badan usaha sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf d; i. badan usaha di mana: 1) dewan komisaris atau direksi Perusahaan Pembiayaan pelapor sebagaimana dimaksud pada huruf e bertindak sebagai pengendali; atau 2) dewan komisaris atau direksi dari pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf d, bertindak sebagai pengendali; dan j. badan usaha yang memiliki ketergantungan keuangan (financial interdependence) dengan Perusahaan Pembiayaan pelapor dan/atau pihak sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf i. 2. Tidak Terkait Dengan Perusahaan Pembiayaan - 8 - I. JANGKA WAKTU Tidak terkait dengan Perusahaan Pembiayaan adalah pihak-pihak yang tidak memiliki keterkaitan dengan Perusahaan Pembiayaan pelapor sebagaimana disebutkan pada angka 1 Jangka waktu adalah jangka waktu yang diperjanjikan sebagaimana tercantum dalam perjanjian atau kontrak pembiayaan. 1. Tanggal Mulai yaitu tanggal, bulan, dan tahun dimulainya perjanjian atau kontrak. 2. Tanggal Jatuh Tempo yaitu tanggal, bulan, dan tahun berakhirnya perjanjian atau kontrak. J. SALDO PIUTANG PEMBIAYAAN (OUTSTANDING PRINCIPAL) POKOK Saldo piutang pembiayaan (outstanding principal) pokok adalah total tagihan dikurangi dengan: 1. pendapatan bunga yang belum diakui (unearned interest income) atau pendapatan yang ditangguhkan (unearned revenue) bagi pembiayaan syariah; dan 2. pendapatan dan biaya lainnya sehubungan transaksi pembiayaan yang diamortisasi. K. PIUTANG PEMBIAYAAN (OUTSTANDING PRINCIPAL) NETO Saldo piutang pembiayaan (outstanding principal) neto adalah saldo piutang pembiayaan pokok dikurangi dengan cadangan penyisihan penghapusan saldo piutang pembiayaan. - 9 - BAB III PROFIL PERUSAHAAN PEMBIAYAAN A. FORMULIR 0000: PROFIL PERUSAHAAN PEMBIAYAAN 1. BENTUK FORMULIR 0000 (PROFIL PERUSAHAAN PEMBIAYAAN) Formulir 0000 (Profil Perusahaan Pembiayaan) disusun sesuai format sebagai berikut: INFORMASI PERUSAHAAN 1) Nama Sebutan/Singkatan Perusahaan Pembiayaan 2) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) 3) Single Investor Identification (SID) 4) Status Kepemilikan Perusahaan Pembiayaan 5) Bentuk Badan Hukum 6) Jenis Kegiatan Usaha Syariah yang Dilakukan 7) Status Perusahaan Pembiayaan 8) Tanggal Pendirian 9) Jenis Kegiatan Usaha yang Dilakukan ALAMAT PERUSAHAAN 10) Alamat Lengkap 11) Lokasi Kabupaten/Kota 12) Kode Pos 13) Nomor Telepon 14) Status Kepemilikan Gedung 15) Alamat Situs Web 16) Alamat Surat Elektronik (Email) JUMLAH KANTOR PELAYANAN 17) Jumlah Kantor Cabang 18) Jumlah Kantor Selain Kantor Cabang JUMLAH TENAGA KERJA 19) Jumlah Tenaga Kerja Kantor Pusat 20) Jumlah Tenaga Kerja Kantor Cabang 21) Jumlah Tenaga Kerja Kantor Selain Kantor Cabang PETUGAS PENYUSUN DAN ANGGOTA DIREKSI PENANGGUNG JAWAB 22) Petugas Penyusun Laporan a) Nama Lengkap - 10 - b) Jabatan c) Nomor Telepon d) Alamat Surat Elektronik (Email) 23) Anggota Direksi Penanggung Jawab Laporan a) Nama Lengkap b) Jabatan c) Nomor Telepon d) Alamat Surat Elektronik (Email) - 11 - 2. PENJELASAN FORMULIR 0000 (PROFIL PERUSAHAAN PEMBIAYAAN) Formulir 0000 (Profil Perusahaan Pembiayaan) berisi seluruh informasi mengenai profil Perusahaan Pembiayaan pelapor. a. Informasi Perusahaan 1) Nama Sebutan/Singkatan Perusahaan Pembiayaan Pos ini diisi dengan nama sebutan atau singkatan Perusahaan Pembiayaan pelapor, misalnya Dina Finance untuk Dina Persada Multi Finance, PT, Tbk. 2) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Pos ini diisi dengan NPWP Perusahaan Pembiayaan pelapor. 3) Single Investor Identification (SID) Pos ini diisi dengan nomor tunggal identitas investor pasar modal Indonesia yang diterbitkan oleh Kustodian Sentral Efek Indonesia. 4) Status Kepemilikan Perusahaan Pembiayaan Pos ini diisi dengan status kepemilikan Perusahaan Pembiayaan pelapor, yaitu: a) Perusahaan Milik Negara Pos ini diisi dalam hal Perusahaan Pembiayaan pelapor dimiliki oleh negara baik melalui penyertaan modal oleh pemerintah pusat maupun penyertaan modal oleh pemerintah daerah. b) Perusahaan Swasta Nasional Pos ini diisi dalam hal Perusahaan Pembiayaan pelapor tidak dimiliki oleh negara serta tidak terdapat penyertaan baik secara langsung maupun tidak langsung oleh pihak asing. c) Perusahaan Swasta Patungan Pos ini diisi dalam hal terdapat adanya penyertaan baik langsung maupun tidak langsung oleh pihak asing pada Perusahaan Pembiayaan pelapor. 5) Bentuk Badan Hukum Pos ini diisi dengan bentuk badan hukum yaitu: a) Perseroan Terbatas b) Koperasi - 12 - 6) Jenis Kegiatan Usaha Syariah Yang Dilakukan a) Unit Usaha Syariah Unit usaha syariah adalah Perusahaan Pembiayaan pelapor yang mempunyai unit usaha syariah. b) Tidak Ada Kegiatan Syariah Tidak ada kegiatan syariah adalah Perusahaan Pembiayaan pelapor yang sepenuhnya melakukan pembiayaan tidak berdasarkan prinsip syariah. 7) Status Perusahaan Pembiayaan a) Tertutup/Terbatas Pos ini diisi dengan status perseroan terbatas, yang selanjutnya disebut perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas serta peraturan pelaksanaannya. b) Terbuka Pos ini diisi dengan status perseroan terbuka adalah perseroan publik atau perseroan yang melakukan penawaran umum saham, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. 8) Tanggal Pendirian Pos ini diisi dengan tanggal, bulan, dan tahun pendirian Perusahaan Pembiayaan pelapor. 9) Jenis Kegiatan Usaha Yang Dilakukan Pos ini diisi dengan jenis kegiatan usaha sesuai dengan izin usaha yang diberikan, yaitu: a) Pembiayaan Investasi b) Pembiayaan Modal Kerja c) Pembiayaan Multiguna d) Kegiatan Usaha Pembiayaan Lain Berdasarkan Persetujuan OJK e) Sewa Operasi (Operating Lease) dan/atau Kegiatan Berbasis Imbal Jasa - 13 - f) Pembiayaan Investasi (Syariah) g) Pembiayaan Jual Beli h) Pembiayaan Jasa b. Alamat Perusahaan 10) Alamat Lengkap Pos ini diisi dengan alamat lengkap sesuai domisili kantor pusat Perusahaan Pembiayaan pelapor. 11) Lokasi Kabupaten/Kota Pos ini diisi dengan lokasi kabupaten/kota. 12) Kode Pos Pos ini diisi dengan nomor kode pos domisili kantor pusat Perusahaan Pembiayaan pelapor. 13) Nomor Telepon Pos ini diisi dengan nomor telepon perusahaan diawali dengan kode area wilayah. 14) Status Kepemilikan Gedung Pos ini diisi dengan status kepemilikan gedung kantor pusat Perusahaan Pembiayaan pelapor, yaitu: a) milik sendiri b) sewa; atau c) status kepemilikan lainnya Alamat Situs WebPos ini diisi dengan alamat situs web Perusahaan Pembiayaan pelapor. 15) Alamat Surat Elektronik (Email) Pos ini diisi dengan alamat surat elektronik (email) Perusahaan Pembiayaan pelapor. c. Jumlah Kantor Pelayanan 16) Jumlah Kantor Cabang Pos ini diisi dengan jumlah kantor cabang Perusahaan Pembiayaan pelapor. Jumlah kantor cabang ini harus dirinci pada Formulir 0020 (Rincian Kantor Cabang). 17) Jumlah Kantor Selain Kantor Cabang Pos ini diisi dengan jumlah kantor selain kantor cabang Perusahaan Pembiayaan pelapor. Jumlah kantor selain kantor cabang ini harus dirinci pada Formulir 0025 (Rincian Kantor Selain Kantor Cabang). - 14 - d. Jumlah Tenaga Kerja 18) Jumlah Tenaga Kerja Kantor Pusat Pos ini diisi dengan banyaknya tenaga kerja baik tenaga kerja tetap, kontrak maupun outsourcing di kantor pusat sesuai dengan kolom jenis kelamin dan harus dirinci pada Formulir 0041 (Rincian Tenaga Kerja Berdasarkan Tingkat Pendidikan). 19) Jumlah Tenaga Kerja Kantor Cabang Pos ini diisi dengan banyaknya tenaga kerja baik tenaga kerja tetap, kontrak maupun outsourcing di kantor cabang sesuai dengan kolom jenis kelamin dan harus dirinci pada Formulir 0041 (Rincian Tenaga Kerja Berdasarkan Tingkat Pendidikan). 20) Jumlah Tenaga Kerja Kantor Selain Kantor Cabang Pos ini diisi dengan banyaknya tenaga kerja baik tenaga kerja tetap, kontrak maupun outsourcing di kantor selain kantor cabang sesuai dengan kolom jenis kelamin dan harus dirinci pada Formulir 0041 (Rincian Tenaga Kerja Berdasarkan Tingkat Pendidikan). e. Petugas Penyusun dan Anggota Direksi Penanggung Jawab 21) Petugas Penyusun Laporan Pos ini diisi dengan data lengkap personil Perusahaan Pembiayaan pelapor yang bertindak sebagai petugas penyusun laporan. a) Nama Lengkap Pos ini diisi dengan nama lengkap petugas penyusun laporan. b) Jabatan Pos ini diisi dengan jabatan petugas penyusun laporan. c) Nomor Telepon Pos ini diisi dengan nomor telepon bagian/divisi/unit kerja petugas penyusun laporan. d) Alamat Surat Elektronik (Email) Pos ini diisi dengan alamat email petugas penyusun laporan. - 15 - 22) Anggota Direksi Penanggung Jawab Laporan Pos ini diisi dengan data lengkap anggota direksi yang bertindak sebagai penanggung jawab laporan. a) Nama Lengkap Pos ini diisi dengan nama lengkap anggota direksi penanggung jawab laporan. b) Jabatan Pos ini diisi dengan dengan jabatan anggota direksi penanggung jawab laporan. c) Nomor Telepon Pos ini diisi dengan nomor telepon bagian/divisi/unit kerja anggota direksi penanggung jawab laporan. d) Alamat Surat Elektronik (Email) Pos ini diisi dengan alamat email anggota direksi penanggung jawab laporan. - 16 - B. FORMULIR 0010: RINCIAN IZIN USAHA 1. BENTUK FORMULIR 0010 (RINCIAN IZIN USAHA) Formulir 0010 (Rincian Izin Usaha) disusun sesuai format sebagai berikut: (1) (2) Nomor Izin Usaha Tanggal Izin Usaha (3) Jenis Perizinan (4) Keterangan 2. PENJELASAN FORMULIR 0010 (RINCIAN IZIN USAHA) Formulir 0010 (Rincian Izin Usaha) berisi seluruh informasi mengenai Rincian Izin Usaha yang dimiliki oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor. (1) Nomor Izin Usaha Pos ini diisi dengan nomor Surat Keputusan Menteri Keuangan atau Keputusan Dewan Komisioner OJK tentang perizinan usaha Perusahaan Pembiayaan pelapor dan perubahannya. (2) Tanggal Izin Usaha Pos ini diisi dengan tanggal, bulan, dan tahun Surat Keputusan Menteri Keuangan atau Keputusan Dewan Komisioner OJK tentang perizinan usaha Perusahaan Pembiayaan pelapor dan perubahannya. (3) Jenis Perizinan Pos ini diisi dengan jenis perizinan yang ditetapkan oleh OJK dan/atau Menteri Keuangan, yaitu:   izin pendirian pertama peningkatan kegiatan usaha  perubahan nama   izin usaha unit usaha syariah izin usaha lainnya (4) Keterangan Pos ini diisi dengan penjelasan atas jenis perizinan Perusahaan Pembiayaan pelapor. Contoh: Dalam hal perubahan nama diisi perubahan nama dari PT Dina Persada Multi Finance menjadi PT Karya Persada Multi Finance. - 17 - C. FORMULIR 0020: RINCIAN KANTOR CABANG 1. BENTUK FORMULIR 0020 (RINCIAN KANTOR CABANG) Formulir 0020 (Rincian Kantor Cabang) disusun sesuai format sebagai berikut: (1) Nomor Izin Kantor Cabang (2) Tanggal Izin Kantor Cabang Alamat (3) Lokasi Kecamatan Kabupaten/ Kota Kode Pos (4) (5) Nomor Telp Jumlah Tenaga Kerja (6) Nama Kepala Cabang - 18 - 2. PENJELASAN FORMULIR 0020 (RINCIAN KANTOR CABANG) Formulir 0020 (Rincian Kantor Cabang) berisi informasi kantor cabang Perusahaan Pembiayaan pelapor termasuk kantor cabang unit syariah dari Perusahaan Pembiayaan pelapor yang telah memperoleh izin dari Menteri Keuangan atau OJK. (1) Nomor Izin Kantor Cabang Pos ini diisi dengan nomor Surat Keputusan Menteri Keuangan atau Surat Keputusan Dewan Komisioner OJK tentang pemberian izin pembukaan kantor cabang. (2) Tanggal Izin Kantor Cabang Pos ini diisi dengan tanggal, bulan, dan tahun dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Keuangan atau Surat Keputusan Dewan Komisioner OJK tentang pemberian izin pembukaan kantor cabang. (3) Lokasi  Alamat Pos ini diisi dengan alamat lengkap kantor cabang sesuai dengan alamat lengkap kantor cabang yang telah dilaporkan kepada Menteri Keuangan atau OJK.  Kecamatan Pos ini diisi dengan nama kecamatan domisili kantor cabang.  Kabupaten/Kota Pos ini diisi dengan lokasi kabupaten/kota.  Kode Pos Pos ini diisi dengan nomor kode pos domisili kantor cabang. (4) Nomor Telepon Pos ini diisi dengan kode area dan nomor telepon masing-masing kantor cabang. (5) Jumlah Tenaga Kerja Pos ini diisi dengan jumlah tenaga kerja yang berada di kantor cabang Perusahaan Pembiayaan pelapor termasuk kepala kantor cabang, tenaga kerja tetap, tenaga kerja kontrak, dan tenaga kerja outsourcing. (6) Nama Kepala Cabang Pos ini diisi dengan nama kepala cabang masing-masing kantor cabang. - 19 - D. FORMULIR 0025: RINCIAN KANTOR SELAIN KANTOR CABANG 1. BENTUK FORMULIR 0025 (RINCIAN KANTOR SELAIN KANTOR CABANG) Formulir 0025 (Rincian Kantor Selain Kantor Cabang) disusun sesuai format sebagai berikut: (1) Jenis Kantor (2) (3) Nomor Surat Pencatatan Tanggal Surat Pencatatan (4) Lokasi Alamat Kecamatan Kabupaten/Kota Kode Pos (5) (6) (7) Nomor Telepon Jumlah Tenaga Kerja Nama Penanggung Jawab Kantor - 20 - 2. PENJELASAN FORMULIR 0025 (RINCIAN KANTOR SELAIN KANTOR CABANG) Formulir 0025 (Rincian Kantor Selain Kantor Cabang) berisi informasi kantor selain kantor cabang Perusahaan Pembiayaan pelapor yang telah dilaporkan ke OJK. (1) Jenis Kantor Pos ini diisi dengan nama sebutan kantor selain kantor cabang Perusahaan Pembiayaan, antara lain point of payment, sales point, kantor perwakilan, dan kantor cabang pembantu. (2) Nomor Surat Pencatatan Pos ini diisi dengan nomor surat dari OJK perihal pencatatan pembukaan kantor selain kantor cabang Perusahaan Pembiayaan pelapor. (3) Tanggal Surat Pencatatan Pos ini diisi dengan tanggal surat dari OJK perihal pencatatan pembukaan kantor selain kantor cabang Perusahaan Pembiayaan pelapor. (4) Lokasi  Alamat Pos ini diisi dengan alamat lengkap kantor selain kantor cabang Perusahaan Pembiayaan pelapor.   Kecamatan Pos ini diisi dengan nama kecamatan domisili kantor selain kantor cabang Perusahaan Pembiayaan pelapor. Kabupaten/Kota Pos ini diisi dengan lokasi kabupaten/kota.  Kode Pos Pos ini diisi dengan nomor kode pos domisili kantor selain kantor cabang Perusahaan Pembiayaan pelapor. (5) Nomor Telepon Pos ini diisi dengan kode area dan nomor telepon masing-masing kantor selain kantor cabang Perusahaan Pembiayaan pelapor. (6) Jumlah Tenaga Kerja Pos ini diisi dengan jumlah tenaga kerja yang berada di kantor selain kantor cabang Perusahaan Pembiayaan pelapor termasuk penanggung jawab kantor selain kantor cabang tersebut, tenaga kerja tetap, tenaga kerja kontrak, dan tenaga kerja outsourcing. - 21 - (7) Nama Penanggung Jawab Kantor Pos ini diisi dengan nama penanggung jawab masing-masing kantor selain kantor cabang Perusahaan Pembiayaan pelapor. - 22 - E. FORMULIR 0030: RINCIAN PEMEGANG SAHAM DAN PEMEGANG SAHAM DERAJAT KEDUA 1. BENTUK FORMULIR 0030 (RINCIAN PEMEGANG SAHAM DAN PEMEGANG SAHAM DERAJAT KEDUA) Formulir 0030 (Rincian Pemegang Saham dan Pemegang Saham Derajat Kedua) disusun sesuai format sebagai berikut: (1) Nama Pemegang Saham (2) Golongan Pemegang Saham (3) (4) Negara Asal Bentuk Badan Hukum Pemegang Saham (5) Status Pemegang Saham (6) Ekuitas Pemegang Saham (dalam Rp) (7) Persentase Kepemilikan Asing Secara Langsung/ Tidak Langsung (8) (9) Kepemilikan Saham Nilai (dalam Rp) Persentase (%) Informasi Kepengurusan Pemegang Saham Badan Hukum Nama Pengurus Jabatan Pengurus Negara Asal (10) Informasi Pemegang Saham Derajat Kedua Nilai Nama Pemegang Saham Derajat Kedua Golongan Pemegang Saham Derajat Kedua Negara Asal Pemegang Saham Derajat Kedua Kepemilikan Saham Pemegang Saham Derajat Kedua Persentase Kepemilikan Saham Pemegang Saham Derajat Kedua - 23 - 2. PENJELASAN FORMULIR 0030 (RINCIAN PEMEGANG SAHAM DAN PEMEGANG SAHAM DERAJAT KEDUA) Formulir 0030 (Rincian Pemegang Saham dan Pemegang Saham Derajat Kedua) berisi rincian pemegang saham baik perorangan maupun berbentuk badan hukum pada Perusahaan Pembiayaan pelapor, informasi pengurus pemegang saham Perusahaan Pembiayaan pelapor dan informasi pemegang saham derajat kedua. (1) Nama Pemegang Saham Pos ini diisi dengan nama lengkap pemegang saham. (2) Golongan Pemegang Saham Pos ini diisi dengan Golongan Pemilik. (3) Negara Asal Pos ini diisi dengan negara asal pemegang saham. (4) Bentuk Badan Hukum Pemegang Saham Pos ini diisi dengan bentuk badan hukum atau perseorangan pemegang saham Perusahaan Pembiayaan pelapor, yaitu:     perseroan terbatas koperasi yayasan dana pensiun  badan hukum Indonesia lainnya    pemerintah pusat pemerintah daerah perseorangan  badan hukum asing (5) Status Pemegang Saham Pos ini diisi dengan status pemegang saham, yaitu:   pemegang saham pengendali pemegang saham non pengendali (6) Ekuitas Pemegang Saham Pos ini diisi dengan nilai ekuitas dari pemegang saham yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas, koperasi, yayasan, dana pensiun, badan hukum Indonesia lainnya, pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan badan hukum asing berdasarkan laporan audit. - 24 - (7) Persentase Kepemilikan Asing secara Langsung atau Tidak Langsung Pos ini diisi dengan informasi mengenai persentase kepemilikan asing bagi pemegang saham yang berbentuk badan hukum pada Perusahaan Pembiayaan pelapor. Bagi pemegang saham perseorangan warga negara Indonesia, maka pos ini diisi nol persen. Bagi pemegang saham berbentuk badan hukum Indonesia, pos ini diisi dengan persentase kepemilikan asing dalam badan hukum dimaksud baik secara langsung maupun tidak langsung. (8) Kepemilikan Saham  Nilai Pos ini diisi dengan nilai nominal modal disetor Perusahaan Pembiayaan pelapor yang dimiliki pemegang saham. Total nilai ini harus sama dengan nilai nominal modal disetor di Formulir 1100 (Laporan Posisi Keuangan).  Persentase Pos ini diisi dengan nilai persentase kepemilikan dengan format desimal 2 (dua) angka di belakang koma. (9) Informasi Kepengurusan Pemegang Saham Badan Hukum  Nama Pengurus Pos ini diisi dengan nama pengurus dan pengawas pemegang saham Perusahaan Pembiayaan pelapor yang berbentuk badan hukum.  Jabatan Pos ini diisi dengan jabatan pengurus dan pengawas pemegang saham Perusahaan Pembiayaan pelapor yang berbentuk badan hukum, yaitu: - - - - - - komisaris utama komisaris komisaris independen dewan pengawas syariah direktur utama direktur Bagi pemegang saham selain berbentuk badan hukum perseroan terbatas pengawas disetarakan dengan komisaris dan pengurus disetarakan dengan anggota direksi. - 25 -  Negara Asal Pos ini diisi dengan negara asal pengurus dan pengawas pemegang saham. (10) Informasi Pemegang Saham Derajat Kedua  Nama Pemegang Saham Derajat Kedua Pos ini diisi dengan nama lengkap pemegang saham derajat kedua (pemegang saham pada pemegang saham Perusahaan Pembiayaan pelapor).  Golongan Pemegang Saham Derajat Kedua Pos ini diisi dengan sandi golongan pemegang saham derajat kedua.  Negara Asal Pemegang Saham Derajat Kedua Pos ini diisi dengan negara asal pemegang saham derajat kedua.  Nilai Kepemilikan Saham Pemegang Saham Derajat Kedua Pos ini diisi dengan nilai nominal modal disetor pemegang saham Perusahaan Pembiayaan pelapor yang dimiliki pemegang saham derajat kedua.  Persentase Kepemilikan Saham Pemegang Saham Derajat Kedua Pos ini diisi dengan nilai nominal modal disetor dalam bentuk persentase pemegang saham Perusahaan Pembiayaan pelapor yang dimiliki pemegang saham derajat kedua. - 26 - F. FORMULIR 0035: RINCIAN KEPENGURUSAN 1. BENTUK FORMULIR 0035 (RINCIAN KEPENGURUSAN) Formulir 0035 (Rincian Kepengurusan) disusun sesuai format sebagai berikut: (1) Nama (2) Nomor Identitas (3) Kewarganegaraan (4) Jabatan (5) Domisili (6) (7) Nomor Akta Pengangkatan Tanggal Akta (8) Tanggal Mulai Menjabat Nomor Surat Keputusan (9) Informasi Persetujuan Penilaian Kemampuan dan Kepatutan Tanggal Surat Keputusan 2. PENJELASAN FORMULIR 0035 (RINCIAN KEPENGURUSAN) Formulir 0035 (Rincian Kepengurusan) berisi informasi kepengurusan Perusahaan Pembiayaan pelapor yang terdiri dari anggota dewan komisaris dan anggota direksi untuk Perusahaan Pembiayaan yang berbadan hukum perseroan terbatas, atau pengawas dan pengurus untuk Perusahaan Pembiayaan pelapor yang berbadan hukum koperasi termasuk Dewan Pengawas Syariah bagi Perusahaan Pembiayaan yang melakukan kegiatan usaha syariah. (1) Nama Pos ini diisi dengan nama-nama pengurus dan pengawas Perusahaan Pembiayaan pelapor. (2) Nomor Identitas Pos ini diisi dengan nomor identitas berupa nomor induk kependudukan, KITAS, dan/atau paspor dari pengurus dan pengawas Perusahaan Pembiayaan pelapor. (3) Kewarganegaraan Pos ini diisi dengan kewarganegaraan pengurus dan pengawas Perusahaan Pembiayaan pelapor. (4) Jabatan Pos ini diisi dengan jabatan pengurus dan pengawas Perusahaan Pembiayaan pelapor, yaitu: - 27 -       Komisaris Utama Komisaris Komisaris Independen Dewan Pengawas Syariah Direktur Utama Direktur Bagi Perusahaan Pembiayaan berbadan hukum koperasi, pengawas disetarakan dengan anggota dewan komisaris dan pengurus disetarakan dengan anggota direksi. (5) Domisili Pos ini diisi dengan lokasi kabupaten/kota tempat pengurus dan pengawas Perusahaan Pembiayaan pelapor berdomisili. (6) Nomor Akta Pengangkatan Pos ini diisi dengan nomor akta pengangkatan anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, dan/atau anggota dewan pengawas syariah. (7) Tanggal Akta Pos ini diisi dengan tanggal akta pengangkatan anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, dan/atau anggota dewan pengawas syariah. (8) Tanggal Mulai Menjabat Pos ini diisi dengan tanggal, bulan, dan tahun mulai menjabat masing-masing pengurus dan pengawas Perusahaan Pembiayaan pelapor sesuai dengan akta rapat umum pemegang saham atau yang setara yang menyetujui pengangkatan pengurus dan pengawas. (9) Informasi Persetujuan Penilaian Kemampuan dan Kepatutan  Nomor Surat Keputusan Pos ini diisi dengan Nomor Surat Keputusan Penetapan Hasil Penilaian Kemampuan dan Kepatutan, misalnya KEP- 123/D.05/2015.  Tanggal Surat Keputusan Pos ini diisi dengan tanggal, bulan, dan tahun dikeluarkannya surat keputusan. - 28 - G. FORMULIR 0036: RINCIAN PIHAK TERKAIT 1. BENTUK FORMULIR 0036 (RINCIAN PIHAK TERKAIT) Formulir 0036 (Rincian Pihak Terkait) disusun sesuai format sebagai berikut: (1) Nama Pihak Terkait (2) (3) Golongan Lokasi Negara (4) Hubungan Pihak Terkait Sandi A-J - 29 - 2. PENJELASAN FORMULIR 0036 (RINCIAN PIHAK TERKAIT) Formulir 0036 (Rincian Pihak Terkait) berisi rincian pihak terkait Perusahaan Pembiayaan pelapor. (1) Nama Pihak Terkait Pos ini diisi dengan nama lengkap pihak terkait. (2) Golongan Pos ini diisi dengan golongan pihak terkait. (3) Lokasi Negara Pos ini diisi dengan lokasi negara tempat kedudukan pihak terkait. (4) Hubungan Pihak Terkait Pos ini diisi dengan menggunakan sandi huruf A sampai dengan huruf J yang menunjukan hubungan pihak terkait dengan Perusahaan Pembiayaan pelapor sebagai berikut: Sandi huruf A sampai dengan huruf J: A. Orang perseorangan atau badan usaha yang merupakan pengendali Perusahaan Pembiayaan pelapor. B. Badan usaha di mana Perusahaan Pembiayaan pelapor bertindak sebagai pengendali. C. Orang perseorangan atau badan usaha yang bertindak sebagai pengendali dari badan usaha sebagaimana dimaksud dalam huruf B. D. Badan usaha yang pengendaliannya dilakukan oleh: 1) orang perseorangan dan/atau badan usaha sebagaimana dimaksud dalam huruf A; atau 2) orang perseorangan dan/atau badan usaha sebagaimana dimaksud dalam huruf C. E. Dewan komisaris atau direksi Perusahaan Pembiayaan pelapor. F. Pihak yang mempunyai hubungan keluarga sampai dengan derajat kedua, baik horizontal maupun vertikal: 1) dari orang perseorangan yang merupakan pengendali Perusahaan Pembiayaan pelapor dimaksud dalam huruf A; dan/atau 2) dari dewan komisaris atau direksi pada Perusahaan Pembiayaan pelapor sebagaimana dimaksud pada huruf E. sebagaimana - 30 - G. Dewan komisaris atau direksi pada badan usaha sebagaimana dimaksud dalam huruf A sampai dengan huruf D. H. Badan usaha yang dewan komisaris atau direksi merupakan: 1) dewan komisaris atau direksi pada Perusahaan Pembiayaan pelapor; atau 2) dewan komisaris atau direksi pada badan usaha sebagaimana dimaksud dalam huruf A sampai dengan huruf D. I. Badan usaha di mana: 1) dewan komisaris atau direksi Perusahaan Pembiayaan pelapor sebagaimana dimaksud huruf E bertindak sebagai pengendali; atau 2) dewan komisaris atau direksi dari pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf A sampai dengan huruf D bertindak sebagai pengendali. J. Badan usaha yang memiliki ketergantungan keuangan (financial interdependence) dengan Perusahaan Pembiayaan pelapor dan/atau pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf A sampai dengan huruf I. - 31 - H. FORMULIR 0041: RINCIAN TENAGA KERJA BERDASARKAN TINGKAT PENDIDIKAN 1. BENTUK FORMULIR 0041 (RINCIAN TENAGA KERJA BERDASARKAN TINGKAT PENDIDIKAN) Formulir 0041 (Rincian Tenaga Kerja Berdasarkan Tingkat Pendidikan) disusun sesuai format sebagai berikut: Tingkat Pendidikan 1. Kantor Pusat a. Tingkat Pendidik an Lainnya di bawah SMA b. SMA c. Diploma d. Sarjana e. Pasca Sarjana 2. Kantor Cabang a. Tingkat Pendidik an Lainnya di bawah SMA b. SMA c. Diploma d. Sarjana e. Pasca Sarjana 3. Kantor Selain Kantor Cabang a. Tingkat Pendidik an Lainnya di bawah SMA Tenaga Kerja Tetap Tenaga Kerja Kontrak Tenaga Kerja Outsourcing Total Tenaga Kerja L P Total L P Total L P Total L P Total - 32 - Tingkat Pendidikan b. SMA c. Diploma d. Sarjana e. Pasca Sarjana Jumlah Tenaga Kerja Tetap Tenaga Kerja Kontrak Tenaga Kerja Outsourcing Total Tenaga Kerja L P Total L P Total L P Total L P Total - 33 - 2. PENJELASAN FORMULIR 0041 (RINCIAN TINGKAT PENDIDIKAN TENAGA KERJA) Formulir 0041 (Rincian Tingkat Pendidikan Tenaga Kerja) berisi rincian jumlah tenaga kerja pada masing–masing kategori tingkat pendidikan tenaga kerja di kantor pusat, kantor cabang, dan kantor selain kantor cabang Perusahaan Pembiayaan pelapor. 1) Tingkat Pendidikan 1. Kantor Pusat a. Tingkat Pendidikan Lainnya di bawah SMA b. SMA c. Diploma d. Sarjana e. Pasca Sarjana Dalam hal terdapat tenaga kerja dari Perusahaan Pembiayaan pelapor dengan tingkat pendidikan strata 2 atau strata 3, maka diisi pada kolom Pasca Sarjana. 2. Kantor Cabang a. Tingkat Pendidikan Lainnya di bawah SMA b. SMA c. Diploma d. Sarjana e. Pasca Sarjana Dalam hal terdapat tenaga kerja dari Perusahaan Pembiayaan pelapor dengan tingkat pendidikan strata 2 atau strata 3, maka diisi pada kolom Pasca Sarjana. 3. Kantor Selain Kantor Cabang a. Tingkat Pendidikan Lainnya di bawah SMA b. SMA c. Diploma d. Sarjana e. Pasca Sarjana Dalam hal terdapat tenaga kerja dari Perusahaan Pembiayaan pelapor dengan tingkat pendidikan strata 2 atau strata 3, maka diisi pada kolom Pasca Sarjana. - 34 - 2) Tenaga Kerja Tetap Pos ini diisi dengan jumlah tenaga kerja tetap yang berada di kantor pusat, kantor cabang, dan kantor selain kantor cabang berdasarkan tingkat pendidikan. a. Laki-laki b. Perempuan c. Total 3) Tenaga Kerja Kontrak Pos ini diisi dengan jumlah tenaga kerja kontrak yang berada di kantor pusat, kantor cabang, dan kantor selain kantor cabang berdasarkan tingkat pendidikan. a. Laki-laki b. Perempuan c. Total 4) Tenaga Kerja Outsourcing Pos ini diisi dengan jumlah tenaga kerja outsourcing yang berada di kantor pusat, kantor cabang, dan kantor selain kantor cabang berdasarkan tingkat pendidikan. a. Laki-laki b. Perempuan c. Total - 35 - I. FORMULIR 0043: RINCIAN TENAGA KERJA BERDASARKAN FUNGSI 1. BENTUK FORMULIR 0043 (RINCIAN TENAGA KERJA BERDASARKAN FUNGSI) Formulir 0043 (Rincian Tenaga Kerja Berdasarkan Fungsi) disusun sesuai format sebagai berikut: (1) (2) Tenaga Manajerial sampai satu level di bawah Anggota Direksi Fungsi Tenaga Kerja Tetap 1. Pemasaran 2. Analisis Kelayakan Pembiayaan 3. Penagihan 4. Human Resource (HR) dan General Affair (GA) 5. Administrasi dan Pembukuan 6. Manajemen Risiko 7. Audit Internal 8. Legal 9. Teknologi Informasi (IT) 10. Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme 11. Satuan Kerja Lainnya Jumlah Tenaga Kerja Kontrak Tenaga Kerja Outsourcing (3) Staf dan Lainnya Tenaga Kerja Tetap Tenaga Kerja Tenaga Kerja Kontrak Outsourcing Total Keterangan Rangkap Jabatan (4 (5) - 36 - 2. PENJELASAN FORMULIR 0043 (RINCIAN TENAGA KERJA BERDASARKAN FUNGSI) Formulir 0043 (Rincian Tenaga Kerja Berdasarkan Fungsi) berisi jumlah tenaga kerja yang dimiliki perusahaan berdasarkan satuan kerja baik di kantor pusat, kantor cabang, dan kantor selain kantor cabang Perusahaan Pembiayaan pelapor sesuai dengan masing– masing status tenaga kerja, termasuk tenaga kerja pada unit usaha syariah Perusahaan Pembiayaan pelapor. (1) Fungsi 1. Pemasaran 2. Analisis Kelayakan Pembiayaan 3. Penagihan 4. Human Resource (HR) dan General Affair (GA) 5. Administrasi dan Pembukuan 6. Manajemen Risiko 7. Audit Internal 8. Legal 9. Teknologi Informasi (IT) 10. Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme 11. Satuan Kerja Lainnya (2) Tenaga Manajerial sampai satu level di bawah Anggota Direksi Pos ini diisi dengan jumlah tenaga kerja yang merupakan level manajerial sampai dengan satu level di bawah anggota direksi berdasarkan satuan kerja untuk masing-masing status tenaga kerja:    Tenaga Kerja Tetap Tenaga Kerja Kontrak Tenaga Kerja Outsourcing (3) Staf dan Lainnya Pos ini diisi dengan jumlah tenaga kerja yang merupakan level staf dan lainnya berdasarkan satuan kerja untuk masing-masing status tenaga kerja:    Tenaga Kerja Tetap Tenaga Kerja Kontrak Tenaga Kerja Outsourcing - 37 - (4) Total Tenaga Kerja Pos ini diisi dengan jumlah total tenaga kerja yang merupakan level manajerial sampai dengan satu level di bawah anggota Direksi berdasarkan fungsi:  Tenaga Manajerial Sampai Satu Level di Bawah Anggota Direksi  Staf dan Tingkat Tenaga Kerja Lainnya (5) Keterangan Rangkap Jabatan Pos ini diisi dengan perangkapan fungsi yang dilakukan oleh tenaga kerja Perusahaan Pembiayaan pelapor. Dalam rangka pengisian laporan, maka satu orang tenaga kerja hanya bisa masuk ke dalam satu fungsi meskipun dalam praktiknya menangani beberapa fungsi. - 38 - J. FORMULIR 0046: RINCIAN TENAGA KERJA ASING 1. BENTUK FORMULIR 0046 (RINCIAN TENAGA KERJA ASING) Formulir 0046 (Rincian Tenaga Kerja Asing) disusun sesuai format sebagai berikut: (1) (2) Nomor Nama Identitas Kewarganegaraan Jabatan (3) (4) (5) Bidang Spesialisasi (6) Domisili (7) (8) Nomor Izin Kerja Tanggal Izin Kerja (9) Awal Masa Laku Izin Kerja (10) Akhir Masa Laku Izin Kerja - 39 - 2. PENJELASAN FORMULIR 0046 (RINCIAN TENAGA KERJA ASING) Formulir 0046 (Rincian Tenaga Kerja Asing) berisi rincian tenaga kerja asing Perusahaan Pembiayaan pelapor. (1) Nama Pos ini diisi dengan nama tenaga kerja asing Perusahaan Pembiayaan pelapor. (2) Nomor Identitas Pos ini diisi dengan nomor identitas berupa nomor induk kependudukan, KITAS, dan/atau paspor dari pengurus dan pengawas Perusahaan Pembiayaan pelapor. (3) Kewarganegaraan Pos ini diisi dengan kewanegaraan tenaga kerja asing. (4) Jabatan Pos ini diisi dengan kategori jabatan tenaga kerja asing pada Perusahaan Pembiayaan pelapor. Jabatan tenaga kerja asing meliputi:   tenaga ahli dengan level jabatan satu tingkat di bawah direksi; penasihat; atau konsultan (5) Bidang Spesialisasi Pos ini diisi dengan bidang spesialisasi dari tenaga kerja asing pada Perusahaan Pembiayaan pelapor. Bidang spesialisasi antara lain bidang pengelolaan portofolio investasi, manajemen risiko, teknologi informasi, dan sebagainya. (6) Domisili Pos ini diisi dengan domisili tenaga kerja asing. (7) Nomor Izin Kerja Pos ini diisi dengan nomor surat keputusan izin kerja dari tenaga kerja asing yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang. (8) Tanggal Izin Kerja Pos ini diisi dengan tanggal surat keputusan izin kerja dari tenaga kerja asing yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang. (9) Awal Masa Laku Izin Kerja Pos ini diisi dengan informasi mengenai awal masa berlaku dari izin kerja tenaga kerja asing. - 40 - (10) Akhir Masa Laku Izin Kerja Pos ini diisi dengan informasi mengenai akhir masa berlaku dari izin kerja tenaga kerja asing. - 41 - BAB IV LAPORAN KEUANGAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN A. FORMULIR 1100: LAPORAN POSISI KEUANGAN 1. BENTUK FORMULIR 1100 (LAPORAN POSISI KEUANGAN) Formulir 1100 (Laporan Posisi Keuangan) disusun sesuai format sebagai berikut: ASET No. Pos-pos Rp Valas Jumlah 1. Kas dan Setara Kas a. Kas b. Simpanan pada Bank Dalam Negeri 1) Giro 2) Simpanan Lainnya c. Simpanan pada Bank Luar Negeri 1) Giro 2) Simpanan Lainnya 2. Aset Tagihan Derivatif 3. Piutang Pembiayaan Neto Piutang Pembiayaan Konvensional: a. Piutang Pembiayaan Investasi Neto 1) Piutang Pembiayaan Investasi Bruto 2) Pendapatan Bunga yang Belum Diakui (unearned interest income) 3) Pendapatan dan Biaya Lainnya sehubungan Transaksi Pembiayaan yang Diamortisasi 4) Cadangan Penyisihan Piutang Pembiayaan Investasi b. Piutang Pembiayaan Modal Kerja Neto 1) Piutang Pembiayaan Modal Kerja Bruto 2) Pendapatan Bunga yang Belum Diakui (unearned interest income) - 42 - No. Pos-pos 3) Pendapatan dan Biaya Lainnya sehubungan Transaksi Pembiayaan yang Diamortisasi 4) Cadangan Penyisihan Piutang Pembiayaan Modal Kerja c. Piutang Pembiayaan Multiguna Neto 1) Piutang Pembiayaan Multiguna Bruto 2) Pendapatan Bunga yang Belum Diakui (unearned interest income) 3) Pendapatan dan Biaya Lainnya sehubungan Transaksi Pembiayaan yang Diamortisasi 4) Cadangan Penyisihan Piutang Pembiayaan Multiguna d. Piutang Pembiayaan Lainnya Berdasarkan Persetujuan OJK Neto 1) Piutang Pembiayaan Lainnya Bruto 2) Pendapatan Bunga yang Belum Diakui (unearned interest income) 3) Pendapatan dan Biaya Lainnya sehubungan Transaksi Pembiayaan yang Diamortisasi 4) Cadangan Penyisihan Piutang Pembiayaan Lainnya Piutang Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah : a. Piutang Pembiayaan Jual Beli Berdasarkan Prinsip Syariah Neto 1) Piutang Pembiayaan Jual Beli Berdasarkan Prinsip Syariah Bruto 2) Pendapatan Bunga yang Belum Diakui (unearned interest income) 3) Pendapatan dan Biaya Lainnya sehubungan Transaksi Pembiayaan yang Diamortisasi 4) Cadangan Penyisihan Piutang Pembiayaan Jual Beli Berdasarkan Prinsip Syariah Rp Valas Jumlah - 43 - No. Pos-pos b. Piutang Pembiayaan Investasi Berdasarkan Prinsip Syariah Neto 1) Piutang Pembiayaan Investasi Berdasarkan Prinsip Syariah Bruto 2) Pendapatan Pembiayaan Investasi Tangguhan 3) Pendapatan dan Biaya Lainnya sehubungan Transaksi Pembiayaan yang Diamortisasi 4) Cadangan Penyisihan Piutang Pembiayaan Investasi Berdasarkan Prinsip Syariah c. Piutang Pembiayaan Jasa Berdasarkan Prinsip Syariah Neto 1) Piutang Pembiayaan Jasa Berdasarkan Prinsip Syariah Bruto 2) Pendapatan Pembiayaan Jasa Tangguhan 3) Pendapatan dan Biaya Lainnya sehubungan Transaksi Pembiayaan yang Diamortisasi 4) Cadangan Penyisihan Piutang Pembiayaan Jasa Berdasarkan Prinsip Syariah 4. Penyertaan Modal a. Penyertaan Modal Pada Bank b. Penyertaan Modal Pada Perusahaan Jasa Keuangan Lainnya c. Penyertaan Modal Pada Perusahaan Bukan Jasa Keuangan 5. 6. Investasi dalam Surat Berharga Aset yang Disewaoperasikan (Operating Lease) Neto a. Aset yang Disewaoperasikan b. Akumulasi penyusutan Aset yang Disewaoperasikan 7. Aset Tetap dan Inventaris Neto a. Aset tetap dan inventaris b. Akumulasi penyusutan Aset tetap Rp Valas Jumlah - 44 - No. Pos-pos dan Inventaris 8. Aset Pajak Tangguhan 9. Rupa-Rupa Aset Total Aset LIABILITAS DAN EKUITAS No. Rp Valas Jumlah Pos-pos Rp Valas Jumlah 1. Liabilitas Segera a. Liabilitas Kepada Bank b. Liabilitas Kepada Perusahaan Jasa Keuangan Lainnya c. Liabilitas Kepada Perusahaan Bukan Jasa Keuangan d. Liabilitas Segera Lainnya 2. Liabilitas Derivatif 3. Utang Pajak 4. Pinjaman yang Diterima a. Pinjaman yang Diterima Dalam Negeri 1) Pinjaman yang Diterima dari Bank 2) Pinjaman yang Diterima dari Lembaga Jasa Keuangan Nonbank 3) Pinjaman yang Diterima Lainnya b. Pinjaman yang Diterima dari Luar Negeri 1) Pinjaman yang Diterima dari Bank 2) Pinjaman yang Diterima dari Lembaga Jasa Keuangan Nonbank 3) Pinjaman yang Diterima Lainnya 5. Surat Berharga yang Diterbitkan 6. Liabilitas Pajak Tangguhan 7. Pinjaman Subordinasi a. Pinjaman Subordinasi Dalam Negeri b. Pinjaman Subordinasi Luar Negeri 8. Rupa-Rupa Liabilitas - 45 - No. Pos-pos 9. Modal a. Modal Disetor 1) Modal Dasar 2) Modal yang belum Disetor b. Simpanan Pokok dan Simpanan Wajib 1) Simpanan Pokok 2) Simpanan Wajib c. Tambahan Modal Disetor 1) Agio 2) Biaya Emisi Efek Ekuitas 3) Modal Hibah 4) Tambahan Modal Disetor Lainnya d. Disagio e. Modal Saham yang Diperoleh Kembali f. Selisih Nilai Transaksi Restrukturisasi Entitas Sepengendali 10. Cadangan a. Cadangan Umum b. Cadangan Tujuan 11. Saldo Laba (Rugi) Yang Ditahan 12. Laba (Rugi) Bersih Setelah Pajak 13. Komponen Ekuitas Lainnya a. Saldo Komponen Ekuitas Lainnya 1) Saldo Keuntungan (Kerugian) Akibat Perubahan dalam Surplus Revaluasi Aset Tetap 2) Saldo Keuntungan (Kerugian) Akibat Selisih Kurs Karena Penjabaran Laporan Keuangan Dalam Mata Uang Asing 3) Saldo Keuntungan (Kerugian) Akibat Pengukuran Kembali Aset Keuangan Tersedia Untuk Dijual 4) Saldo Keuntungan (Kerugian) Akibat Bagian Efektif Instrumen Keuangan Lindung Nilai dalam Rangka Lindung Nilai Arus Kas 5) Saldo Keuntungan (Kerugian) atas Komponen Ekuitas Lainnya Sesuai Prinsip Standar Rp Valas Jumlah - 46 - No. Pos-pos Akuntansi Keuangan b. Keuntungan (Kerugian) Komperehensif Lainnya Periode Berjalan Total Liabilitas dan Ekuitas Rp Valas Jumlah - 47 - 2. PENJELASAN FORMULIR 1100 (LAPORAN POSISI KEUANGAN) Formulir 1100 (Laporan Posisi Keuangan) berisi laporan bulanan Perusahaan Pembiayaan pelapor yang memberikan penjelasan rincian atas posisi aset dan posisi liabilitas dan ekuitas.  ASET 1. Kas dan Setara Kas Pos ini dirinci: a. Kas Pos ini diisi dengan jumlah uang kartal yang ada dalam kas berupa uang kertas dan uang logam, yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia yang menjadi alat pembayaran yang sah di Indonesia. Termasuk pula dalam pengertian kas adalah uang kertas dan uang logam asing yang masih berlaku milik Perusahaan Pembiayaan pelapor. Commemorative coin dan commemorative note yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dilaporkan pada pos Rupa-rupa Aset. b. Simpanan Pada Bank Dalam Negeri Pos ini diisi dengan semua jenis simpanan Perusahaan Pembiayaan pelapor pada bank di Indonesia, baik dalam rupiah maupun valas. Pos ini tidak boleh dikompensasi dengan pos bank pada pos-pos Liabilitas. Pos ini dirinci: 1) Giro Pos ini diisi dengan jumlah simpanan Perusahaan Pembiayaan pelapor dalam bentuk giro pada bank umum di Indonesia. 2) Simpanan Lainnya Pos ini diisi dengan jumlah simpanan Perusahaan Pembiayaan pelapor selain giro antara lain dalam bentuk tabungan, deposito berjangka, deposit on call, dan simpanan lainnya yang sejenis pada bank umum, bank umum syariah, bank perkreditan rakyat, dan/atau bank pembiayaan rakyat syariah di Indonesia. - 48 - c. Simpanan Pada Bank Luar Negeri Pos ini diisi dengan semua jenis simpanan Perusahaan Pembiayaan pelapor pada bank di luar negeri. Pos ini dirinci: 1) Giro Pos ini diisi dengan simpanan Perusahaan Pembiayaan pelapor dalam bentuk giro pada bank di luar negeri. 2) Simpanan Lainnya Pos ini diisi dengan simpanan Perusahaan Pembiayaan pelapor dalam bentuk tabungan, deposito berjangka, deposit on call, dan simpanan lainnya yang sejenis pada bank di luar negeri. 2. Aset Tagihan Derivatif Pos ini diisi dengan semua aset tagihan yang merupakan potensi keuntungan yang timbul dari selisih positif antara nilai kontrak dengan nilai wajar dari suatu transaksi derivatif pada tanggal laporan. Transaksi derivatif ini hanya untuk kegiatan lindung nilai. Pos ini harus dirinci pada formulir 3010 (Daftar Rincian Aset Derivatif Untuk Lindung Nilai). 3. Piutang Pembiayaan Neto Pos ini diisi dengan jumlah piutang pembiayaan yang berasal dari kegiatan utama Perusahaan Pembiayaan pelapor baik yang dilakukan secara konvensional meliputi Pembiayaan Investasi, Pembiayaan Modal Kerja, Pembiayaan Multiguna, dan Pembiayaan Lainnya berdasarkan persetujuan OJK, maupun dilakukan berdasarkan prinsip syariah meliputi Pembiayaan Jual Beli, Pembiayaan Investasi (syariah) dan Pembiayaan Jasa, yang dicatat sebesar nilai neto. Pos ini dirinci: Piutang Pembiayaan Konvensional yang terdiri dari: a. Piutang Pembiayaan Investasi Neto Pos ini diisi dengan nilai piutang pembiayaan investasi setelah dikurangi dengan pendapatan bunga yang belum diakui (unearned interest income), pendapatan - 49 - dan biaya lainnya sehubungan transaksi pembiayaan yang diamortisasi, cadangan penyisihan penghapusan piutang pembiayaan. 1) Piutang Pembiayaan Investasi Bruto Pos ini diisi dengan nilai Piutang Pembiayaan Investasi bruto setelah dikurangi dengan pendapatan bunga yang belum diakui (unearned interest income) dan pendapatan dan biaya lainnya sehubungan transaksi pembiayaan yang diamortisasi. 2) Pendapatan Bunga yang Belum Diakui (unearned interest income) Pos ini diisi dengan pendapatan bunga yang belum diakui (unearned interest income) oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor untuk Piutang Pembiayaan Investasi. 3) Pendapatan dan Biaya Lainnya sehubungan Transaksi Pembiayaan yang Diamortisasi Pos ini diisi dengan pendapatan dan biaya lainnya sehubungan transaksi pembiayaan yang diamortisasi oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor untuk Piutang Pembiayaan Investasi. 4) Cadangan Penyisihan Piutang Pembiayaan Investasi Pos ini diisi dengan nilai cadangan penyisihan penghapusan yang telah dibentuk oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor untuk Piutang Pembiayaan Investasi. b. Piutang Pembiayaan Modal Kerja Neto Pos ini diisi dengan nilai Pembiayaan Modal Kerja setelah dikurangi dengan pendapatan bunga yang belum diakui (unearned interest income), pendapatan dan biaya lainnya sehubungan transaksi pembiayaan yang diamortisasi, dan cadangan penyisihan penghapusan piutang pembiayaan. - 50 - 1) Piutang Pembiayaan Modal Kerja Bruto Pos ini diisi dengan nilai Piutang Pembiayaan Modal Kerja bruto setelah dikurangi dengan pendapatan bunga yang belum diakui (unearned interest income) dan pendapatan dan biaya lainnya sehubungan transaksi pembiayaan yang diamortisasi. 2) Pendapatan Bunga yang Belum Diakui (unearned interest income) Pos ini diisi dengan pendapatan bunga yang belum diakui (unearned interest income) oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor untuk Piutang Pembiayaan Modal Kerja. 3) Pendapatan dan Biaya Lainnya sehubungan Transaksi Pembiayaan yang Diamortisasi Pos ini diisi dengan pendapatan dan biaya lainnya sehubungan transaksi pembiayaan yang diamortisasi oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor untuk Piutang Pembiayaan Modal Kerja. 4) Cadangan Penyisihan Piutang Pembiayaan Modal Kerja Pos ini diisi dengan nilai cadangan penyisihan penghapusan yang telah dibentuk oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor untuk Piutang Pembiayaan Modal Kerja. c. Piutang Pembiayaan Multiguna Neto Pos ini diisi dengan nilai Pembiayaan Multiguna setelah dikurangi dengan pendapatan bunga yang belum diakui (unearned interest income), pendapatan dan biaya lainnya sehubungan transaksi pembiayaan yang diamortisasi, dan dikurangi dengan cadangan penyisihan penghapusan piutang pembiayaan. 1) Piutang Pembiayaan Multiguna Bruto Pos ini diisi dengan nilai Piutang Pembiayaan Multiguna bruto setelah dikurangi dengan pendapatan bunga yang belum diakui (unearned interest income) dan pendapatan dan biaya lainnya - 51 - sehubungan transaksi diamortisasi. pembiayaan yang 2) Pendapatan Bunga yang Belum Diakui (unearned interest income) Pos ini diisi dengan pendapatan bunga yang belum diakui (unearned interest income) oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor untuk Piutang Pembiayaan Multiguna. 3) Pendapatan dan Biaya Lainnya sehubungan Transaksi Pembiayaan yang Diamortisasi Pos ini diisi dengan pendapatan dan biaya lainnya sehubungan transaksi pembiayaan yang diamortisasi oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor untuk Piutang Pembiayaan Multiguna. 4) Cadangan Penyisihan Piutang Pembiayaan Multiguna Pos ini diisi dengan nilai cadangan penyisihan penghapusan yang telah dibentuk oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor untuk Piutang Pembiayaan Multiguna. d. Piutang Pembiayaan Lainnya Berdasarkan Persetujuan OJK Neto Pos ini diisi dengan nilai Pembiayaan Lainnya Berdasarkan Persetujuan OJK setelah dikurangi dengan pendapatan bunga yang belum diakui (unearned interest income), pendapatan dan biaya lainnya sehubungan transaksi pembiayaan yang diamortisasi, dan cadangan penyisihan penghapusan piutang pembiayaan. 1) Piutang Pembiayaan Lainnya Bruto Pos ini diisi dengan nilai Piutang Pembiayaan Lainnya bruto setelah dikurangi dengan pendapatan bunga yang belum diakui (unearned interest income) dan pendapatan dan biaya lainnya sehubungan transaksi pembiayaan yang diamortisasi. - 52 - 2) Pendapatan Bunga yang Belum Diakui (unearned interest income) Pos ini diisi dengan pendapatan bunga yang belum diakui (unearned interest income) oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor untuk Piutang Pembiayaan Lainnya. 3) Pendapatan dan Biaya Lainnya sehubungan Transaksi Pembiayaan yang Diamortisasi Pos ini diisi dengan pendapatan dan biaya lainnya sehubungan transaksi pembiayaan yang diamortisasi oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor untuk Piutang Pembiayaan Lainnya. 4) Cadangan Penyisihan Piutang Pembiayaan Lainnya Pos ini diisi dengan nilai cadangan penyisihan penghapusan piutang pembiayaan lainnya yang telah dibentuk oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor untuk Piutang Pembiayaan Lainnya. Piutang Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah terdiri dari: a. Piutang Pembiayaan Jual Beli Berdasarkan Prinsip Syariah Neto Pos ini diisi dengan nilai Pembiayaan Jual Beli Berdasarkan Prinsip Syariah setelah dikurangi dengan pendapatan margin yang belum diakui, pendapatan dan biaya lainnya sehubungan transaksi pembiayaan yang diamortisasi, dan cadangan penyisihan penghapusan piutang pembiayaan. 1) Piutang Pembiayaan Jual Beli Berdasarkan Prinsip Syariah Bruto Pos ini diisi dengan nilai Pembiayaan Jual Beli Berdasarkan Prinsip Syariah setelah dikurangi dengan pendapatan margin yang belum diakui, dan pendapatan dan biaya lainnya sehubungan transaksi pembiayaan yang diamortisasi. - 53 - 2) Pendapatan Pembiayaan Jual Beli Tangguhan Pos ini diisi dengan dengan jumlah pendapatan yang telah disepakati dengan konsumen tetapi belum diakui oleh perusahaan. 3) Pendapatan dan Biaya Lainnya sehubungan Transaksi Pembiayaan yang Diamortisasi Pos ini diisi dengan pendapatan dan biaya lainnya sehubungan transaksi pembiayaan yang diamortisasi oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor untuk Piutang Pembiayaan Jual Beli Berdasarkan Prinsip Syariah. 4) Cadangan Penyisihan Piutang Pembiayaan Jual Beli Berdasarkan Prinsip Syariah Pos ini diisi dengan nilai cadangan penyisihan penghapusan yang telah dilakukan oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor untuk Piutang Pembiayaan Jual Beli Berdasarkan Prinsip Syariah. b. Piutang Pembiayaan Investasi Berdasarkan Prinsip Syariah Neto Pos ini diisi dengan nilai Pembiayaan Investasi Berdasarkan Prinsip Syariah setelah dikurangi dengan pendapatan margin yang belum diakui, dan pendapatan dan biaya lainnya sehubungan transaksi pembiayaan yang diamortisasi, dan cadangan penyisihan penghapusan piutang pembiayaan. 1) Piutang Pembiayaan Investasi Berdasarkan Prinsip Syariah Bruto Pos ini diisi dengan nilai Pembiayaan Investasi Berdasarkan Prinsip Syariah setelah dikurangi dengan pendapatan margin yang belum diakui, dan pendapatan dan biaya lainnya sehubungan transaksi pembiayaan yang diamortisasi. - 54 - 2) Pendapatan Pembiayaan Investasi Tangguhan Pos ini diisi dengan dengan jumlah pendapatan yang telah disepakati dengan konsumen tetapi belum diakui oleh perusahaan. 3) Pendapatan dan Biaya Lainnya sehubungan Transaksi Pembiayaan yang Diamortisasi Pos ini diisi dengan pendapatan dan biaya lainnya sehubungan transaksi pembiayaan yang diamortisasi oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor untuk Piutang Pembiayaan Investasi Berdasarkan Prinsip Syariah. 4) Cadangan Penyisihan Piutang Pembiayaan Investasi Berdasarkan Prinsip Syariah Pos ini diisi dengan nilai cadangan penyisihan penghapusan yang telah dibentuk oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor untuk Piutang Pembiayaan Investasi Berdasarkan Prinsip Syariah. c. Piutang Pembiayaan Jasa Berdasarkan Prinsip Syariah Neto Pos ini diisi dengan nilai Pembiayaan Jasa Berdasarkan Prinsip Syariah setelah dikurangi dengan pendapatan margin yang belum diakui, dan pendapatan dan biaya lainnya sehubungan transaksi pembiayaan yang diamortisasi, dan cadangan penyisihan penghapusan piutang pembiayaan. 1) Piutang Pembiayaan Jasa Berdasarkan Prinsip Syariah Bruto Pos ini diisi dengan nilai Pembiayaan Jasa Berdasarkan Prinsip Syariah setelah dikurangi dengan pendapatan margin yang belum diakui, dan pendapatan dan biaya lainnya sehubungan transaksi pembiayaan yang diamortisasi. 2) Pendapatan Pembiayaan Jasa Tangguhan Pos ini diisi dengan dengan jumlah pendapatan yang telah disepakati dengan konsumen tetapi belum diakui oleh perusahaan. - 55 - 3) Pendapatan dan Biaya Lainnya sehubungan Transaksi Pembiayaan yang Diamortisasi Pos ini diisi dengan pendapatan dan biaya lainnya sehubungan transaksi pembiayaan yang diamortisasi oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor untuk Piutang Pembiayaan Jasa Berdasarkan Prinsip Syariah. 4) Cadangan Penyisihan Piutang Pembiayaan Jasa Berdasarkan Prinsip Syariah Pos ini diisi dengan nilai cadangan penyisihan penghapusan yang telah Perusahaan Pembiayaan pelapor untuk Piutang Pembiayaan Jasa Berdasarkan Prinsip Syariah. Pos-pos Piutang Pembiayaan ini harus dirinci pada Formulir 2100 (Rincian Pembiayaan Yang Diberikan). 4. Penyertaan Modal Pos ini diisi dengan jumlah penyertaan modal dalam bentuk saham oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor pada perusahaan di sektor jasa keuangan dan perusahaan di sektor non jasa keuangan selain perusahaan baik dalam rupiah maupun valas pada bank. Saham yang dimiliki dalam rangka penyertaan tidak untuk diperjualbelikan. Penyertaan Modal pada sektor jasa keuangan terdiri: a. Penyertaan Modal Pada Bank Pos ini diisi dengan jumlah penyertaan modal Perusahaan Pembiayaan pelapor pada bank. Bank adalah sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai perbankan yang berlaku. b. Penyertaan Modal Pada Perusahaan Jasa Keuangan Lainnya Pos ini diisi dengan jumlah penyertaan Perusahaan Pembiayaan pelapor pada perusahaan di sektor keuangan selain bank. Termasuk dalam subpos ini antara lain Perusahaan Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Perusahaan Penjaminan, Perusahaan dibentuk oleh - 56 - Asuransi, dan Dana Pensiun serta Perusahaan sekuritas. c. Penyertaan Modal Pada Perusahaan Bukan Jasa Keuangan Pos ini diisi dengan jumlah penyertaan Perusahaan Pembiayaan pelapor pada perusahaan selain sektor keuangan. Pos ini harus dirinci pada Formulir 2300 (Rincian Penyertaan Modal). 5. Investasi dalam Surat Berharga Pos ini mencakup semua investasi Perusahaan Pembiayaan pelapor pada surat berharga, di luar penyertaan dalam bentuk saham. Nilai surat berharga tersebut disajikan sesuai dengan ketentuan standar akuntansi yang berlaku. Pos ini harus dirinci pada Formulir 2200 (Rincian Surat Berharga Yang Dimiliki). 6. Aset yang Disewaoperasikan (Operating Lease) Neto Pos ini dirinci: a. Aset yang Disewaoperasikan Pos ini mencakup nilai Aset yang di sewa operasikan (operating lease). Transaksi sewa operasikan dikelompokan sebagai aset yang di sewa operasikan apabila tidak memenuhi kriteria sewa pembiayaan sesuai dengan ketentuan standar akuntansi yang berlaku. b. Akumulasi Penyusutan Aset yang disewaoperasikan Pos ini mencakup jumlah penyusutan atas aset yang di sewa operasikan (operating lease) sampai dengan tanggal laporan. 7. Aset Tetap dan Inventaris Neto Pos ini dirinci: a. Aset Tetap dan Inventaris Pos ini mencakup Aset tetap dan inventaris yang dimiliki Perusahaan Pembiayaan pelapor. b. Akumulasi Penyusutan Aset Tetap dan Inventaris - 57 - Pos ini mencakup jumlah penyusutan aset tetap dan inventaris sampai dengan tanggal laporan. 8. Aset Pajak Tangguhan Pos ini mencakup jumlah Aset pajak tangguhan yang diakui oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor pada akhir periode laporan yang diukur dengan tarif pajak yang berlaku terhadap seluruh perbedaan temporer yang boleh dikurangkan (deductible temporary differences) dan atau saldo rugi fiskal, sepanjang besar kemungkinan dapat dimanfaatkan untuk mengurangi laba fiskal pada masa mendatang. Pos ini disajikan di laporan posisi keuangan berdasarkan kompensasi (offset) dengan pos liabilitas pajak tangguhan. 9. Rupa-rupa Aset Pos ini mencakup saldo aset yang tidak dapat dimasukkan atau digolongkan ke dalam pos 1 (satu) sampai dengan 9 (sembilan) di atas, antara lain biaya-biaya yang dibayar dimuka. Pos ini harus dirinci pada Formulir 2490 (Rincian Rupa- Rupa Aset).  LIABILITAS DAN EKUITAS 1. Liabilitas Segera Pos ini mencakup liabilitas jangka pendek Perusahaan Pembiayaan pelapor kepada pihak ketiga yang berjangka waktu tidak lebih dari 30 (tiga puluh) hari. Termasuk ke dalam pos ini antara lain utang yang berkaitan dengan program pensiun karyawan dan premi asuransi Perusahaan Pembiayaan pelapor. Pos ini dirinci: a. Liabilitas Kepada Bank Pos ini mencakup liabilitas segera Perusahaan Pembiayaan pelapor pada bank seperti utang bunga pinjaman. Yang dimaksud dengan bank adalah sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang- undangan mengenai perbankan yang berlaku. Subpos ini tidak boleh dikompensasikan dengan pos bank pada pos-pos Aset. - 58 - b. Liabilitas Kepada Perusahaan Jasa Keuangan Lainnya Pos ini mencakup liabilitas segera Perusahaan Pembiayaan pelapor pada perusahaan di sektor keuangan selain bank. Termasuk dalam subpos ini adalah perusahaan pembiayaan, perusahaan modal ventura, perusahaan penjaminan, perusahaan asuransi, dana pensiun, perusahaan sekuritas, dan perusahaan jasa keuangan lainnya. c. Liabilitas Kepada Perusahaan Bukan Jasa Keuangan Pos ini mencakup liabilitas segera Perusahaan Pembiayaan pelapor pada perusahaan selain sektor keuangan. d. Liabilitas Segera Lainnya Pos ini mencakup liabilitas segera Perusahaan Pembiayaan pelapor selain pada huruf a, huruf b, dan huruf c. 2. Liabilitas Derivatif Pos ini mencakup semua liabilitas yang merupakan potensi kerugian yang timbul dari selisih antara nilai kontrak dengan nilai wajar dari suatu transaksi derivatif pada tanggal laporan. 3. Utang Pajak Pos ini mencakup seluruh liabilitas pajak Perusahaan Pembiayaan pelapor yang belum dibayar berkaitan dengan ketentuan perpajakan yang berlaku di Indonesia. 4. Pinjaman yang Diterima Pos ini mencakup pinjaman yang diterima oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor dalam rupiah atau valas dari dalam negeri maupun luar negeri. Pos ini dirinci: a. Pinjaman yang Diterima Dalam Negeri Pos ini mencakup pinjaman yang diterima oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor dalam rupiah maupun valas dari dalam negeri atau penduduk. 1) Pinjaman yang Diterima Dari Bank Pos ini mencakup pinjaman yang diterima oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor dalam rupiah - 59 - maupun valas dari bank yang melakukan kegiatan operasional di Indonesia. Subpos ini tidak boleh dikompensasikan dengan pos bank pada pos-pos Aset. 2) Pinjaman yang Diterima Dari Lembaga Jasa Keuangan Nonbank Pos ini mencakup pinjaman yang diterima oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor dalam rupiah maupun valas dari Lembaga Jasa Keuangan Nonbank yang melakukan kegiatan operasional di Indonesia. 3) Pinjaman yang Diterima Lainnya Pos ini mencakup pinjaman yang diterima Perusahaan Pembiayaan pelapor dalam rupiah maupun valas dari pihak ketiga non jasa keuangan yang beroperasi di Indonesia. b. Pinjaman yang Diterima Dari Luar Negeri Pos ini mencakup pinjaman yang diterima oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor dalam rupiah maupun valas dari luar negeri atau bukan penduduk (non resident). 1) Pinjaman yang Diterima Dari Bank Pos ini mencakup pinjaman yang diterima oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor dalam rupiah maupun valas dari bank yang melakukan kegiatan operasional di luar Indonesia. 2) Pinjaman yang Diterima Dari Lembaga Jasa Keuangan Nonbank Pos ini mencakup pinjaman yang diterima oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor dalam rupiah maupun valas dari Lembaga Jasa Keuangan Nonbank yang melakukan kegiatan operasional di luar Indonesia. 3) Pinjaman yang Diterima Lainnya Pos ini mencakup pinjaman yang diterima Perusahaan Pembiayaan pelapor dalam rupiah - 60 - maupun valas dari pihak ketiga non-jasa keuangan di luar negeri atau bukan penduduk (non resident). Pos–pos ini harus dirinci pada Formulir 2550 (Rincian Pinjaman/Pendanaan Yang Diterima). 5. Surat Berharga yang Diterbitkan Pos ini mencakup nilai seluruh surat berharga selain saham yang diterbitkan oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor di dalam maupun luar negeri dalam rangka memperoleh tambahan dana dari masyarakat antara lain melalui penerbitan obligasi dan medium term notes (MTN). Pos ini harus dirinci pada Formulir 2600 (Rincian Surat Berharga yang Diterbitkan). 6. Liabilitas Pajak Tangguhan Pos ini mencakup jumlah liabilitas pajak tangguhan yang diakui oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor pada akhir periode laporan yang dihitung dengan tarif pajak yang berlaku bagi seluruh perbedaan temporer kena pajak (taxable temporary differences). Pos ini disajikan di laporan posisi keuangan berdasarkan kompensasi (offset) dengan pos Aset Pajak Tangguhan. 7. Pinjaman Subordinasi Pos ini mencakup pinjaman yang diterima oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor dengan syarat sebagai berikut:   paling singkat berjangka waktu 5 (lima) tahun dalam hal terjadi likuidasi, hak tagih berlaku paling akhir dari segala pinjaman yang ada  dituangkan dalam bentuk perjanjian akta notariil antara Perusahaan Pembiayaan pelapor dengan pemberi pinjaman. Pos ini dirinci: a. Pinjaman Subordinasi Dalam Negeri Pos ini mencakup pinjaman subordinasi yang diterima oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor dalam rupiah maupun valas penduduk/resident. b. Pinjaman Subordinasi Luar Negeri dari dalam negeri atau - 61 - Pos ini mencakup pinjaman subordinasi yang diterima oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor dalam rupiah maupun valas dari luar negeri atau bukan penduduk/non resident. Pos ini harus dirinci pada Formulir 2550 (Rincian Pinjaman/Pendanaan yang Diterima). 8. Rupa-rupa Liabilitas Pos ini mencakup saldo liabilitas lainnya yang tidak dapat dimasukkan atau digolongkan ke dalam pos pada angka 1 sampai dengan angka 7 di atas. Pos ini harus dirinci pada Formulir 2790 (Rincian Rupa- Rupa Liabilitas). 9. Modal a. Modal Disetor Pos ini mencakup nilai modal Perusahaan Pembiayaan pelapor yang sudah disetor penuh oleh pemegang saham Perusahaan Pembiayaan pelapor yang berbadan hukum perseroan terbatas. Pos ini dirinci: 1) Modal Dasar Pos ini mencakup jumlah modal dasar pada Perusahaan Pembiayaan pelapor. 2) Modal Yang Belum Disetor Pos ini mencakup jumlah modal yang belum disetor pada Perusahaan Pembiayaan pelapor. b. Simpanan Pokok dan Simpanan Wajib Pos ini dirinci: 1) Simpanan Pokok Pos ini mencakup nilai simpanan pokok yang telah disetor oleh anggota pada Perusahaan Pembiayaan pelapor yang berbadan hukum Koperasi. 2) Simpanan Wajib Pos ini mencakup nilai simpanan wajib yang telah disetor oleh anggota pada Perusahaan Pembiayaan pelapor yang berbadan hukum Koperasi. - 62 - c. Tambahan Modal Disetor 1) Agio Pos ini mencakup selisih lebih setoran modal yang diterima oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor sebagai akibat harga saham yang melebihi nilai nominalnya. 2) Biaya Emisi Efek Ekuitas Pos ini mencakup biaya yang dikeluarkan oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor pada saat menerbitkan saham. 3) Modal Hibah Pos ini mencakup nilai modal hibah yang diterima Perusahaan Pembiayaan pelapor. 4) Tambahan Modal Disetor Lainnya Pos ini mencakup tambahan modal disetor selain angka 1), angka 2), angka 3), angka 4), dan angka 5) sesuai dengan ketentuan standar akuntansi yang berlaku. d. Disagio Pos ini mencakup selisih kurang setoran modal sebagai akibat harga saham lebih rendah dari nilai nominalnya. e. Modal Saham yang Diperoleh Kembali Pos ini mencakup jumlah modal saham yang diperoleh kembali oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor. f. Selisih Nilai Transaksi Restrukturisasi Entitas Sepengendali Pos ini mencakup selisih antara harga pengalihan dengan nilai buku setiap transaksi restrukturisasi antara entitas sepengendali sesuai dengan ketentuan standar akuntansi yang berlaku. 10. Cadangan Pos ini mencakup cadangan-cadangan yang dibentuk menurut ketentuan anggaran dasar dan/atau keputusan pemilik/rapat pemegang saham. Dalam pengertian ini meliputi: - 63 - a. Cadangan Umum Pos ini mencakup cadangan yang dibentuk dari penyisihan laba yang ditahan atau laba bersih setelah dikurangi pajak. b. Cadangan Tujuan Pos ini mencakup bagian laba setelah dikurangi pajak yang disisihkan untuk tujuan tertentu. 11. Saldo Laba (Rugi) yang Ditahan Pos ini mencakup saldo laba (rugi) yang ditahan (ditanggung) oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor pada posisi periode awal tahun laporan. 12. Laba (Rugi) Bersih Setelah Pajak Pos ini mencakup laba (rugi) Perusahaan Pembiayaan pelapor selama periode akuntansi, mulai dari awal tahun sampai dengan tanggal laporan. 13. Komponen Ekuitas Lainnya Pos ini mencakup komponen ekuitas Perusahaan Pembiayaan pelapor yang berasal dari transaksi komprehensif. Pos ini dirinci: a. Saldo Komponen Ekuitas Lainnya Pos ini dirinci: 1) Saldo Keuntungan (Kerugian) Akibat Perubahan dalam Surplus Revaluasi Aset Tetap Pos ini mencakup saldo keuntungan (kerugian) akibat perubahan dalam surplus revaluasi aset tetap oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor pada posisi periode awal tahun laporan. 2) Saldo Keuntungan (Kerugian) Akibat Selisih Kurs Karena Penjabaran Laporan Keuangan Dalam Mata Uang Asing. Pos ini mencakup saldo keuntungan (kerugian) akibat selisih kurs karena penjabaran laporan keuangan dalam mata uang asing oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor pada posisi periode awal tahun laporan. - 64 - 3) Saldo Keuntungan (Kerugian) Akibat Pengukuran Kembali Aset Keuangan Tersedia untuk Dijual Pos ini mencakup saldo keuntungan (kerugian) akibat pengukuran kembali aset keuangan tersedia untuk dijual oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor pada posisi periode awal tahun laporan. 4) Saldo Keuntungan (Kerugian) Akibat Bagian Efektif Instrumen Keuangan Lindung Nilai dalam Rangka Lindung Nilai Arus Kas. Pos ini mencakup saldo keuntungan (kerugian) akibat bagian efektif instrumen keuangan lindung nilai dalam rangka lindung nilai arus kas oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor pada posisi periode awal tahun laporan. 5) Saldo Keuntungan (Kerugian) atas Komponen Ekuitas Lainnya Sesuai Prinsip Standar Akuntansi Keuangan. Pos ini mencakup saldo keuntungan (kerugian) atas komponen ekuitas lainnya sesuai ketentuan standar akuntansi yang berlaku oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor pada posisi periode awal tahun laporan. b. Keuntungan (Kerugian) Komprehensif Lainnya Periode Berjalan Pos ini mencakup keuntungan (kerugian) pendapatan komprehensif lainnya income/OCI) oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor selama periode akuntansi, mulai dari awal tahun sampai dengan tanggal laporan. Nilai pos ini harus sama dengan pos Keuntungan (Kerugian) Pendapatan Komprehensif Lainnya dalam Formulir 1200 (Laporan Laba Rugi Dan Penghasilan Komprehensif Lain). (other comprehensive - 65 - A. FORMULIR 1110: REKENING ADMINISTRATIF 1. BENTUK FORMULIR 1110 (REKENING ADMINISTRATIF) Formulir 1110 (Rekening Administratif) disusun sesuai format sebagai berikut: No Pos-pos 1 Fasilitas Pinjaman yang Belum Ditarik a. Dalam Negeri 1) Bank 2) Lembaga Jasa Keuangan Nonbank 3) Lainnya b. Luar Negeri 1) Bank 2) Lembaga Jasa Keuangan Nonbank 3) Lainnya 2 Fasilitas Pembiayaan kepada Debitur yang Belum Ditarik 3 Penerbitan Surat Sanggup Bayar a. Penerbitan Surat Sanggup Bayar di Dalam Negeri b. Penerbitan Surat Sanggup Bayar di Luar Negeri 4 Penyaluran Pembiayaan Bersama Porsi Pihak Ketiga a. Kegiatan Pembiayaan Penerusan (Channeling) b. Kegiatan Pembiayaan Bersama (Joint Financing) 5. Instrumen Derivatif untuk Lindung Nilai a. Interest Rate Swap b. Currency Swap c. Cross Currency Swap d. Forward e. Option f. Future g. Lainnya 6 Rekening Administratif Lainnya a. Piutang Pembiayaan Hapus Buku b. Piutang Pembiayaan Hapus Buku yang Berhasil Ditagih Rupiah Valas Jumlah - 66 - No Pos-pos c. Piutang Pembiayaan Hapus Tagih d. Pembiayaan Alihan dengan Pengelolaan Penagihan Jumlah Rupiah Valas Jumlah - 67 - 2. PENJELASAN FORMULIR 1110 (REKENING ADMINISTRATIF) Formulir 1110 (Rekening Administratif) berisi rekening transaksi yang belum efektif menimbulkan perubahan aset dan liabilitas serta beberapa catatan penting lainnya. Rekening administratif dalam valas dijabarkan ke dalam rupiah dengan menggunakan kurs tengah valas yang dikeluarkan Bank Indonesia pada akhir periode laporan. Rekening administratif terdiri atas: 1. Fasilitas Pinjaman yang Belum Ditarik Pos ini diisi dengan fasilitas pinjaman yang diperoleh dari dalam maupun luar negeri yang tidak dapat dibatalkan (committed) namun belum ditarik oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor. Rekening ini dirinci: a. Dalam Negeri 1) Bank 2) Lembaga Jasa Keuangan Nonbank 3) Lainnya b. Luar Negeri 1) Bank 2) Lembaga Jasa Keuangan Nonbank 3) Lainnya 2. Fasilitas Pembiayaan kepada Debitur yang Belum Ditarik Pos ini diisi dengan fasilitas pembiayaan yang disediakan oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor kepada Debitur yang tidak dapat dibatalkan (committed) namun belum ditarik. 3. Penerbitan Surat Sanggup Bayar Pos ini diisi dengan nilai nominal surat sanggup bayar yang diterbitkan oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor sebagai jaminan atas utang kepada bank yang menjadi krediturnya. Rekening ini dirinci: a. Penerbitan Surat Sanggup Bayar di Dalam Negeri b. Penerbitan Surat Sanggup Bayar di Luar Negeri 4. Penyaluran Pembiayaan Bersama Porsi Pihak Ketiga Penyaluran pembiayaan ini dilakukan dalam bentuk: a. Kegiatan Pembiayaan Penerusan (Channeling) Rekening ini mencakup besaran total piutang pembiayaan channeling. - 68 - Channeling dalam pos ini adalah apabila dana untuk pembiayaan dimaksud seluruhnya berasal dari kreditur seperti bank, Perusahaan Pembiayaan lainnya atau perusahaan pembiayaan sekunder perumahan dan risiko yang timbul dari aktivitas ini berada pada kreditur. Adapun Perusahaan Pembiayaan pelapor dalam hal ini hanya bertindak sebagai pengelola dan memperoleh imbalan atau fee dari pengelolaan dana tersebut. b. Kegiatan Pembiayaan Bersama (Joint Financing) Rekening ini mencakup besaran total piutang pembiayaan yang menjadi porsi kreditur seperti bank, Perusahaan Pembiayaan lainnya atau perusahaan pembiayaan sekunder perumahan. Joint financing dalam pos ini adalah apabila sumber dana untuk pembiayaan dimaksud berasal dari Perusahaan Pembiayaan pelapor maupun dari kreditur. Pos ini dirinci pada Formulir 3020 (Rincian Penyaluran Kerja Sama Pembiayaan Porsi Pihak Ketiga). 5. Instrumen Derivatif untuk Lindung Nilai Rekening ini mencakup aset derivatif yang dimiliki Perusahaan Pembiayaan pelapor sehubungan dengan lindung nilai yang dilakukan untuk pokok pinjaman, suku bunga pinjaman, dan/atau jangka waktu pembayaran. Rekening ini dirinci: a. Interest Rate Swap b. Currency Swap c. Cross Currency Swap d. Forward e. Option f. Future g. Lainnya Pos ini dirinci pada Formulir 3010 (Rincian Instrumen Derivatif untuk Lindung Nilai). 6. Rekening Administratif Lainnya Rekening ini mencakup informasi rekening administratif lain selain angka 1 sampai dengan angka 5. Rekening ini dirinci: - 69 - a. Piutang Pembiayaan Hapus Buku Rekening ini mencakup nilai piutang pembiayaan yang telah dihapusbukukan oleh Perusahaaan Pembiayaan pelapor namun belum dihapustagihkan oleh Perusahaan Pembiayaan. b. Piutang Pembiayaan Hapus Buku yang Berhasil Ditagih Rekening ini mencakup nilai piutang pembiayaan yang telah dihapusbukukan namun berhasil ditagih kembali oleh Perusahaaan Pembiayaan pelapor. c. Piutang Pembiayaan Hapus Tagih Rekening ini mencakup nilai piutang pembiayaan yang telah dihapustagihkan oleh Perusahaaan Pembiayaan pelapor. d. Pembiayaan Alihan dengan Pengelolaan Penagihan Rekening ini mencakup nilai piutang pembiayaan yang telah dialihkan melalui mekanisme jual beli yang diikuti dengan pengelolaan penagihan Pembiayaan pelapor. oleh Perusahaan - 70 - B. FORMULIR 1200: LAPORAN LABA RUGI DAN PENGHASILAN KOMPREHENSIF LAIN 1. BENTUK FORMULIR 1200 (LAPORAN LABA RUGI DAN PENGHASILAN KOMPREHENSIF LAIN) Formulir 1200 (Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain) disusun sesuai format sebagai berikut: Pos-pos I. PENDAPATAN 1. Pendapatan Operasional a. Pendapatan Kegiatan Operasi 1) Pendapatan Bunga dari Kegiatan Pembiayaan Konvensional a) Pembiayaan Investasi (1) Sewa Pembiayaan (2) Jual dan Sewa-Balik (3) Anjak Piutang dengan Pemberian Jaminan Dari Penjual Piutang (4) Anjak Piutang tanpa Pemberian Jaminan dari Penjual Piutang; (5) Pembelian dengan Pembayaran Secara Angsuran (6) Pembiayaan Proyek (7) Pembiayaan Infrastruktur (8) Cara Pembiayaan dengan Persetujuan OJK b) Pembiayaan Modal Kerja (1) Jual dan Sewa-Balik (2) Anjak Piutang dengan Pemberian Jaminan dari Penjual Piutang (3) Anjak Piutang tanpa Pemberian Jaminan dari Penjual Piutang (4) Fasilitas Modal Usaha (5) Cara Pembiayaan dengan Persetujuan OJK c) Pembiayaan Multiguna (1) Sewa Pembiayaan Rp Valas Jumlah - 71 - Pos-pos Rp Valas Jumlah (2) Pembelian dengan Pembayaran secara Angsuran (3) Fasilitas Dana (4) Cara Pembiayaan Lain dengan Persetujuan OJK d) Kegiatan Usaha Pembiayaan Lainnya berdasarkan Persetujuan OJK 2) Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah a) Pendapatan Bagi Hasil dari Kegiatan Pembiayaan Investasi b) Pendapatan Margin dari Kegiatan Pembiayaan Jual Beli c) Pendapatan Imbal Jasa dari Pembiayaan Jasa 3) Pendapatan dari Kegiatan Pembiayaan Penerusan (Channeling) b. Pendapatan Operasional Lain terkait Pembiayaan 1) Pendapatan Administrasi 2) Pendapatan Provisi 3) Pendapatan Denda 4) Diskon Asuransi 5) Pendapatan Operasional Lain Terkait Pembiayaan Lainnya c. Pendapatan Operasional Tidak Terkait Pembiayaan 1) Pendapatan dari Sewa Operasi 2) Pendapatan dari Kegiatan Berbasis Fee a) Pemasaran Produk Reksadana b) Pemasaran Produk Asuransi c) Pemasaran Produk Lainnya 3) Pendapatan Operasional Lainnya Tidak Terkait Pembiayaan 2. Pendapatan Non Operasional a. Pendapatan Bunga/Jasa Giro b. Pendapatan Non Operasional Lainnya II. BEBAN - 72 - Pos-pos Rp Valas Jumlah 1. Beban Operasional a. Beban Bunga 1) Beban Bunga dari Pinjaman yang Diterima 2) Beban Bunga dari Surat Berharga yang Diterbitkan 3) Beban Bagi Hasil atas Pendanaan yang Diterima Berdasarkan Prinsip Syariah b. Beban Premiatas Transaksi Swap c. Beban Premi Asuransi d. Beban Tenaga Kerja 1) Beban Gaji, Upah, dan Tunjangan 2) Beban Pengembangan dan Pelatihan Tenaga Kerja 3) Beban Tenaga Kerja Lainnya e. Beban Pemasaran 1) Beban Insentif Pihak Ketiga 2) Beban Pemasaran Lainnya f. Beban Penyisihan/Penyusutan 1) Beban Penyisihan Piutang Ragu- ragu: a) Beban Operasional Pembiayaan Investasi b) Beban Pembiayaan Modal Kerja c) Beban Pembiayaan Multiguna d) Beban Pembiayaan Konvensional Lainnya Berdasarkan Persetujuan OJK e) Beban Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah 2) Beban Penyusutan Aset Tetap yang di Sewa Operasikan 3) Beban Penyusutan Aset Tetap dan Inventaris g. Beban Sewa h. Beban Pemeliharaan dan Perbaikan i. Beban Administrasi dan Umum j. Beban Operasional Lainnya 2. Beban Non Operasional III. LABA (RUGI) SEBELUM PAJAK - 73 - Pos-pos Rp Valas Jumlah IV. TAKSIRAN PAJAK PENGHASILAN 1. Pajak Tahun Berjalan 2. Pendapatan (Beban) Pajak Tangguhan V. LABA (RUGI) SETELAH PAJAK VI. KEUNTUNGAN (KERUGIAN) PENDAPATAN KOMPREHENSIF LAINNYA 1. Keuntungan (Kerugian) Akibat Perubahan dalam Surplus Revaluasi Aset Tetap 2. Selisih Kurs Karena Penjabaran Laporan Keuangan dalam Mata Uang Asing 3. Keuntungan (Kerugian) Akibat Pengukuran Kembali Aset Keuangan Tersedia untuk Dijual 4. Keuntungan (Kerugian) Akibat Bagian Efektif Instrumen Keuangan Lindung Nilai dalam Rangka Lindung Nilai Arus Kas 5. Keuntungan (Kerugian) atas Komponen Ekuitas Lainnya Sesuai Prinsip Standar Akuntansi Keuangan VII. LABA (RUGI) BERSIH KOMPREHENSIF TAHUN BERJALAN - 74 - 2. PENJELASAN FORMULIR 1200 (LAPORAN LABA RUGI DAN PENGHASILAN KOMPREHENSIF LAIN) Formulir 1200 (Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain) ini berisi angka kumulatif sejak awal tahun buku Perusahaan Pembiayaan pelapor sampai dengan tanggal laporan. Adapun tata cara pengisian laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain dirinci sebagai berikut: I. PENDAPATAN 1. Pendapatan Operasional Pos ini mencakup semua pendapatan dari kegiatan utama Perusahaan Pembiayaan pelapor. a. Pendapatan Kegiatan Operasi Pos ini mencakup semua pendapatan yang diperoleh Perusahaan Pembiayaan pelapor dari kegiatan pembiayaan investasi, pembiayaan modal kerja, pembiayaan multiguna, dan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. 1) Pendapatan Bunga Dari Kegiatan Pembiayaan Konvensional a) Pembiayaan Investasi (1) Sewa Pembiayaan Pos ini mencakup pendapatan bunga dari kegiatan pembiayaan investasi dengan cara sewa pembiayaan (2) Jual dan Sewa-Balik Pos ini mencakup pendapatan bunga dari kegiatan pembiayaan investasi dengan cara jual dan sewa balik (3) Anjak Piutang dengan Pemberian Jaminan Dari Penjual Piutang Pos ini mencakup pendapatan diskon dari kegiatan pembiayaan investasi dengan cara Anjak Piutang dengan Pemberian Jaminan Dari Penjual Piutang. (4) Anjak Piutang tanpa Pemberian Jaminan dari Penjual Piutang; - 75 - Pos ini mencakup pendapatan diskon dari kegiatan pembiayaan investasi dengan cara Anjak Piutang tanpa Pemberian Jaminan Dari Penjual Piutang.. (5) Pembelian dengan Pembayaran Secara Angsuran Pos ini mencakup pendapatan bunga dari kegiatan pembiayaan investasi dengan cara pembelian dengan pembayaran secara angsuran. (6) Pembiayaan Proyek Pos ini mencakup pendapatan bunga dari kegiatan pembiayaan investasi dengan cara pembiayaan proyek. (7) Pembiayaan Infrastruktur Pos ini mencakup pendapatan bunga dari kegiatan pembiayaan investasi dengan cara pembiayaan infrastruktur. (8) Cara Pembiayaan dengan Persetujuan OJK Pos ini mencakup pendapatan bunga dari kegiatan pembiayaan investasi dengan cara lain yang disetujui oleh OJK. b) Pembiayaan Modal Kerja (1) Jual dan Sewa-Balik (Sale and Leaseback) Pos ini mencakup pendapatan bunga dari kegiatan pembiayaan modal kerja dengan cara jual dan sewa balik (2) Anjak Piutang dengan Pemberian Jaminan dari Penjual Piutang Pos ini mencakup pendapatan diskon dari kegiatan pembiayaan modal kerja dengan cara anjak piutang dengan - 76 - Pemberian Jaminan dari Penjual Piutang. (3) Anjak Piutang tanpa Pemberian Jaminan dari Penjual Piutang Pos ini mencakup pendapatan diskon dari kegiatan pembiayaan modal kerja dengan cara anjak piutang tanpa Pemberian Jaminan dari Penjual Piutang. (4) Fasilitas Modal Usaha Pos ini mencakup pendapatan bunga dari kegiatan pembiayaan modal kerja dengan cara fasilitas modal usaha. (5) Cara Pembiayaan dengan persetujuan OJK Pos ini mencakup pendapatan bunga dari kegiatan pembiayaan modal kerja dengan cara lain yang disetujui oleh OJK. c) Pembiayaan Multiguna (1) Sewa Pembiayaan Pos ini mencakup pendapatan bunga dari kegiatan pembiayaan multiguna dengan cara sewa pembiayaan (2) Pembelian dengan Pembayaran Secara Angsuran Pos ini mencakup pendapatan bunga dari kegiatan pembiayaan multiguna dengan cara pembelian dengan pembayaran secara angsuran. (3) Fasilitas Dana Pos ini mencakup pendapatan bunga dari kegiatan fasilitas dana. (4) Cara Pembiayaan persetujuan OJK lain dengan - 77 - Pos ini mencakup pendapatan bunga dari kegiatan pembiayaan multiguna dengan cara lain yang disetujui OJK. d) Kegiatan Usaha Pembiayaan Lainnya berdasarkan Persetujuan OJK Pos ini mencakup pendapatan bunga dari kegiatan Pembiayaan Lainnya berdasarkan persetujuan OJK. 2) Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah a) Pendapatan Bagi Hasil dari Kegiatan Pembiayaan Investasi Pos ini mencakup pendapatan bagi hasil dari kegiatan pembiayaan investasi dengan prinsip syariah. b) Pendapatan Margin dari Kegiatan Pembiayaan Jual Beli Pos ini mencakup pendapatan margin dari kegiatan pembiayaan jual beli dengan prinsip syariah. c) Pendapatan Imbal Jasa dari Pembiayaan Jasa Pos ini mencakup pendapatan imbal jasa dari kegiatan pembiayaan jasa dengan prinsip syariah. 3) Pendapatan dari Kegiatan Pembiayaan Penerusan (Channeling) Pos ini mencakup jumlah fee yang diperoleh dari pengelolaan dana yang berasal dari pihak lawan transaksi channeling Perusahaan Pembiayaan di mana risiko yang timbul dari kegiatan ini berada pada pemilik dana. b. Pendapatan Operasional Lain Terkait Pembiayaan Pos ini mencakup Pendapatan Operasional Lain terkait kegiatan usaha Perusahaan Pembiayaan pelapor antara lain pendapatan administrasi, pendapatan provisi, pendapatan denda, dan pendapatan operasional lain terkait kegiatan usaha Perusahaan Pembiayaan pelapor lainnya. - 78 - 1) Pendapatan Administrasi Pos ini mencakup biaya yang dibebankan ke Debitur atas penggunaan fasilitas pembiayaan dari Perusahaan Pembiayaan pelapor. 2) Pendapatan Provisi Pos ini mencakup biaya provisi yang dibebankan ke Debitur. 3) Pendapatan Denda Pos ini mencakup biaya denda yang dibebankan ke Debitur. 4) Diskon Asuransi Pos ini mencakup pendapatan yang diperoleh Perusahaan Pembiayaan pelapor dalam bentuk diskon asuransi yang diperoleh dalam rangka penyaluran pembiayaan. 5) Pendapatan Operasional Lain Terkait Pembiayaan Lainnya Pos ini mencakup pendapatan operasional lain yang diterima oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor dalam rangka penyaluran pembiayaan selain pada pos 1) sampai dengan pos 4) di atas. c. Pendapatan Operasional Tidak Terkait Pembiayaan 1) Pendapatan dari Sewa Operasi Pos ini mencakup pendapatan yang diterima Perusahaan Pembiayaan pelapor dari kegiatan Sewa Operasi. 2) Pendapatan dari Kegiatan Berbasis Fee 1. Pemasaran Produk Reksadana Pos ini mencakup pendapatan yang diterima Perusahaan Pembiayaan pelapor kegiatan Pemasaran Produk Reksadana. 2. Pemasaran Produk Asuransi dari - 79 - Pos ini mencakup pendapatan yang diterima Perusahaan Pembiayaan pelapor kegiatan Pemasaran Produk Asuransi. 3. Pemasaran Produk Lainnya Pos ini mencakup pendapatan yang diterima Perusahaan Pembiayaan pelapor kegiatan Pemasaran Produk Lainnya. 3) Pendapatan Operasional Lainnya Tidak Terkait Pembiayaan Pos ini mencakup pendapatan operasional lainnya yang diterima Perusahaan Pembiayaan pelapor sehubungan dengan pelaksanaan kegiatan usahanya. 2. Pendapatan Non-Operasional Pos ini mencakup pendapatan dari kegiatan selain kegiatan utama Perusahaan Pembiayaan pelapor. a. Pendapatan Bunga/Jasa Giro Pos ini mencakup pendapatan bunga/jasa giro dalam rupiah dan valas dari penempatan yang dilakukan oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor dalam bentuk aset lancar misalnya giro, tabungan, dan deposito pada bank. b. Pendapatan Non-Operasional Lainnya Pos ini mencakup pendapatan non operasional selain pendapatan bunga dan jasa giro. II. BEBAN 1. Beban Operasional Pos ini mencakup biaya yang timbul dari kegiatan operasional Perusahaan Pembiayaan pelapor. a. Beban Bunga Pos ini mencakup biaya yang timbul dari kegiatan operasional Perusahaan Pembiayaan pelapor. 1) Beban Bunga dari Pinjaman yang diterima Pos ini mencakup biaya bunga dari pinjaman yang diterima. 2) Beban Bunga dari Surat Berharga yang Diterbitkan dari dari - 80 - Pos ini mencakup biaya bunga dari surat berharga yang diterbitkan. 3) Beban Bagi Hasil atas Pendanaan yang Diterima Berdasarkan Prinsip Syariah Pos ini mencakup biaya bagi hasil atas pendanaan yang diterima berdasarkan prinsip syariah. b. Beban Premi atas Transaksi Swap Pos ini mencakup beban yang dibayarkan dalam rangka transaksi swap. c. Beban Premi Asuransi Pos ini mencakup biaya yang dibayarkan untuk keperluan pertanggungan, misalnya pembayaran premi asuransi kerugian aset tetap. d. Beban Tenaga Kerja 1) Beban Gaji, Upah, dan Tunjangan Pos ini mencakup beban gaji pokok, upah, beserta tunjangan yang dibayarkan kepada anggota direksi, anggota dewan komisaris dan karyawan Perusahaan Pembiayaan pelapor yang berstatus pegawai tetap maupun tidak tetap, sebelum dikurangi dengan pajak penghasilan dan potong- potongan. Termasuk pula dalam subpos ini adalah honorarium, uang lembur, dan perawatan kesejahteraan. 2) Beban Pengembangan dan Pelatihan Tenaga Kerja Pos ini mencakup beban yang dikeluarkan Perusahaan Pembiayaan pelapor pengembangan dan pelatihan tenaga kerja. 3) Beban Tenaga Kerja Lainnya Pos ini mencakup beban yang dikeluarkan Perusahaan Pembiayaan pelapor terkait tenaga kerja selain yang termasuk dalam subpos gaji, upah, dan tunjangan dan pengembangan pelatihan tenaga kerja. untuk - 81 - e. Beban Pemasaran Pos ini mencakup beban yang dikeluarkan Perusahaan Pembiayaan terkait kegiatan pemasaran yang dilakukan yang terdiri dari: 1) Beban Insentif Pihak Ketiga Biaya Insentif Pihak Ketiga meliputi seluruh jenis pembayaran kepada pihak ketiga maupun kepada pegawai pihak ketiga termasuk juga pembayaran komisi kepada penyedia barang dan/atau jasa yang dibayarkan secara tunai, insentif pencapaian target, biaya wisata pihak ketiga, biaya promosi bersama, pajak penghasilan, dan/atau pengeluaran lain terkait dengan akuisisi pembiayaan yang dibayarkan kepada pihak ketiga 2) Beban Pemasaran Lainnya Biaya Pemasaran Lainnya meliputi biaya pemasaran selain biaya insentif pihak ketiga. f. Beban Penyisihan/Penyusutan 1) Beban Penyisihan Piutang Ragu-ragu Pos ini mencakup biaya penyisihan piutang ragu- ragu atas piutang pembiayaan. a) Beban Operasional Pembiayaan Investasi Pos ini mencakup biaya penyisihan piutang ragu-ragu atas piutang pembiayaan Pembiayaan Investasi. b) Beban Pembiayaan Modal Kerja Pos ini mencakup biaya penyisihan piutang ragu-ragu atas piutang pembiayaan Modal Kerja. c) Beban Pembiayaan Multiguna Pos ini mencakup biaya penyisihan piutang ragu-ragu atas piutang pembiayaan Multiguna. d) Beban Pembiayaan Konvensional Lainnya Berdasarkan Persetujuan OJK - 82 - Pos ini mencakup biaya penyisihan piutang ragu-ragu atas piutang pembiayaan Konvensional Lainnya Berdasarkan Izin OJK. e) Beban Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah Pos ini mencakup biaya penyisihan piutang ragu-ragu atas berdasarkan prinsip Syariah. 2) Beban Penyusutan Aset Tetap yang di Sewa Operasikan Pos ini mencakup biaya penyusutan aset yang disewaoperasikan. 3) Beban Penyusutan Aset Tetap dan Inventaris Pos ini mencakup biaya penyusutan Aset tetap dan inventaris. g. Beban Sewa Pos ini mencakup sewa yang dibayarkan oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor, misalnya sewa kantor, sewa rumah/gedung dan sewa alat-alat. h. Beban Pemeliharaan dan Perbaikan Pos ini mencakup biaya yang dikeluarkan oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor untuk pemeliharaan dan/atau perbaikan aset tetap, inventaris kantor, dan lain-lain. i. Beban Administrasi dan Umum Pos ini mencakup biaya untuk pemakaian barang- barang/jasa-jasa, seperti biaya penerangan, air, telepon, telegram, dan alat-alat kantor. j. Beban Operasional Lainnya Pos ini mencakup biaya-biaya selain dari pos huruf a sampai dengan pos huruf i di atas. 2. Beban Non Operasional Pos ini mencakup beban yang dikeluarkan oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor selain untuk kegiatan utama Perusahaan Pembiayaan. kegiatan Pembiayaan - 83 - III. LABA (RUGI) SEBELUM PAJAK Pos ini mencakup jumlah pendapatan dikurangi jumlah beban Perusahaan Pembiayaan pelapor sebelum dikurangi dengan pajak. IV. TAKSIRAN PAJAK PENGHASILAN 1. Pajak Tahun Berjalan Pos ini mencakup taksiran beban pajak penghasilan yang dihitung secara progresif dari laba periode tahun berjalan sampai dengan tanggal laporan. 2. Pendapatan (Beban) Pajak Tangguhan Pos ini mencakup besarnya pendapatan (beban) pajak tangguhan terkait dengan besarnya aset (liabilitas) pajak tangguhan yang diakui untuk periode tahun berjalan sampai dengan tanggal laporan. V. LABA (RUGI) BERSIH SETELAH PAJAK Pos ini mencakup laba (rugi) setelah dikurangi taksiran pajak penghasilan yang meliputi pajak tahun berjalan dan pendapatan (beban) pajak tangguhkan yang diakui untuk periode tahun berjalan sampai dengan tanggal laporan. VI. KEUNTUNGAN (KERUGIAN) PENDAPATAN KOMPREHENSIF LAINNYA Pos ini mencakup keuntungan (kerugian) pendapatan komprehensif lainnya (other comprehensive income/OCI) oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor selama periode akuntansi, mulai dari awal tahun sampai dengan tanggal laporan. Pos ini dirinci: 1. Keuntungan (Kerugian) Akibat Perubahan dalam Surplus Revaluasi Aset Tetap Pos ini mencakup besarnya keuntungan atau kerugian bersih terkait dengan revaluasi aset tetap yang diakui untuk periode tahun berjalan sampai dengan tanggal laporan. Pos ini disajikan di laporan laba rugi berdasarkan kompensasi (offset) dengan pos kerugian. 2. Selisih Kurs Karena Penjabaran Laporan Keuangan dalam Mata Uang Asing Pos ini mencakup besarnya keuntungan atau kerugian bersih terkait dengan selisih kurs penjabaran laporan - 84 - keuangan dalam mata uang asing yang diakui untuk periode tahun berjalan sampai dengan tanggal laporan. Pos ini disajikan di laporan laba rugi berdasarkan kompensasi (offset) dengan pos kerugian. 3. Keuntungan (Kerugian) Akibat Pengukuran Kembali Aset Keuangan Tersedia untuk Dijual Pos ini mencakup besarnya keuntungan atau kerugian bersih terkait dengan aset keuangan tersedia untuk dijual yang diakui untuk periode tahun berjalan sampai dengan tanggal laporan. Pos ini disajikan di laporan laba rugi berdasarkan kompensasi (offset) dengan pos kerugian. 4. Keuntungan (Kerugian) Akibat Bagian Efektif Instrumen Keuangan Lindung Nilai dalam Rangka Lindung Nilai Arus Kas Pos ini mencakup besarnya keuntungan atau kerugian bersih terkait dengan lindung nilai arus kas yang diakui untuk periode tahun berjalan sampai dengan tanggal laporan. Pos ini disajikan di laporan laba rugi berdasarkan kompensasi (offset) dengan pos kerugian. 5. Keuntungan (Kerugian) atas Komponen Ekuitas Lainnya Sesuai Prinsip Standar Akuntansi Keuangan Pos ini mencakup besarnya keuntungan atau kerugian bersih selain dari pos 1 sampai dengan pos 4 di atas. Pos ini disajikan di laporan laba (rugi) berdasarkan kompensasi (offset) dengan pos kerugian. VII. LABA (RUGI) BERSIH KOMPREHENSIF TAHUN BERJALAN Pos ini mencakup nilai laba (rugi) bersih setelah pajak ditambah keuntungan (kerugian) pendapatan komprehensif lainnya. - 85 - C. FORMULIR 1300: LAPORAN ARUS KAS 1. BENTUK FORMULIR 1300 (LAPORAN ARUS KAS) Formulir 1300 (Laporan Arus Kas) disusun sesuai format sebagai berikut: Pos-pos I. Arus Kas Bersih dari Kegiatan Operasi 1. Arus Kas Masuk dari Kegiatan Operasi a. Arus Kas Masuk dari Pembiayaan Investasi b. Arus Kas Masuk dari Pembiayaan Modal Kerja c. Arus Kas Masuk dari Pembiayaan Multiguna d. Arus Kas Masuk dari Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah e. Arus Kas Masuk dari Pembiayaan Lain Berdasarkan Persetujuan OJK f. Arus Kas Masuk dari Kegiatan Berbasis Fee g. Arus Kas Masuk dari Kegiatan Sewa Operasi h. Arus Kas Masuk dari Kegiatan Pembiayaan (Channeling) Penerusan i. Arus Kas Masuk dari Kegiatan Pembiayaan Bersama Financing) (Joint j. Arus Kas Masuk dari Surat Berharga yang Ditujukan untuk Diperjualbelikan k. Arus Kas Masuk dari Pendapatan Kegiatan Operasi Lainnya 2. Arus Kas Keluar untuk Kegiatan Operasi a. Arus Kas Keluar untuk Kegiatan Pembiayaan Investasi Rp Valas Jumlah - 86 - Pos-pos Rp Valas Jumlah b. Arus Kas Keluar untuk Kegiatan Pembiayaan Modal Kerja c. Arus Kas Keluar untuk Kegiatan Pembiayaan Multiguna d. Arus Kas Keluar untuk Kegiatan Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah e. Arus Kas Keluar untuk Kegiatan Pembiayaan Lain Berdasarkan Persetujuan OJK f. Arus Kas Keluar Pembayaran Bunga untuk g. Arus Kas Keluar untuk Beban Umum Dan Administrasi h. Arus Kas Keluar untuk Pajak Penghasilan i. Arus Kas Keluar untuk Kegiatan Pembiayaan (Channeling) Penerusan j. Arus Kas Keluar untuk Kegiatan Pembiayaan Bersama Financing) k. Arus Kas Keluar untuk Surat Berharga Yang Ditujukan Untuk Diperjualbelikan l. Arus Kas Keluar untuk Pembayaran Kegiatan Operasi Lainnya II. Arus Kas bersih dari Kegiatan Investasi 1. Arus Kas Masuk dari Kegiatan Investasi a. Arus Kas Masuk dari Pelepasan Anak Perusahaan b. Arus Kas Masuk dari Penjualan Tanah, Bangunan, dan Peralatan c. Arus Kas Masuk dari Penjualan Surat Berharga yang Tidak (Joint - 87 - Pos-pos Rp Valas Jumlah Diperjualbelikan d. Arus Kas Masuk dari Dividen e. Arus Kas Masuk dari Penerimaan Bunga Kegiatan Investasi f. Arus Kas Masuk dari Kegiatan Investasi Lainnya 2. Arus Kas Keluar untuk Kegiatan Investasi a. Arus Kas Keluar Untuk Perolehan atas Anak Perusahaan b. Arus Kas Keluar untuk Pembelian Tanah, Bangunan, dan Peralatan c. Arus Kas Keluar untuk Perolehan Surat Berharga d. Arus Kas Keluar untuk Kegiatan Investasi Lainnya III. Arus Kas Bersih dari Kegiatan Pendanaan 1. Arus Kas Masuk dari Kegiatan Pendanaan a. Arus Kas Masuk dari Pinjaman dan Penerbitan Surat Berharga b. Arus Kas Masuk dari Pendanaan Lainnya c. Arus Kas Masuk dari Penerbitan Modal Saham 2. Arus Kas Keluar untuk Kegiatan Pendanaan a. Arus Kas Keluar untuk Pembayaran Pokok Pinjaman dan Surat Berharga yang Diterbitkan b. Arus Kas Keluar untuk Pendanaan Lainnya c. Arus Kas Keluar untuk Penarikan Kembali Modal Perusahaan (Treasury Stock) d. Arus Kas Keluar Pembayaran Dividen untuk - 88 - Pos-pos Rp Valas Jumlah IV. Surplus (Defisit) pada Kas dan Setara Kas Akibat Perubahan Kurs V. Kenaikan (Penurunan) Bersih Kas dan Setara Kas VI. Kas dan Setara Kas pada Awal Periode VII. Kas dan Setara Kas pada Akhir Periode - 89 - 2. PENJELASAN FORMULIR 1300: LAPORAN ARUS KAS Formulir 1300 (Laporan Arus Kas) ini berisi laporan keuangan yang menggunakan dasar pergerakan kas dalam pembuatannya. Semua pos yang ada dalam laporan arus kas dibuat dan dihitung berdasarkan keterlibatan kas dan setara kas di dalamnya dari awal tahun laporan sampai dengan tanggal laporan. Hal ini berlaku bagi pos penerimaan maupun pengeluaran. Pada kolom valas, arus kas dan setara kas dipisahkan berdasarkan kelompok transaksi yang mempengaruhi giro Perusahaan Pembiayaan pelapor pada bank luar negeri dan transaksi dengan pihak selain bank luar negeri. I. Arus Kas Bersih dari Kegiatan Operasi 1. Arus Kas Masuk dari Kegiatan Operasi a. Arus Kas Masuk dari Pembiayaan Investasi Pos ini memuat semua penerimaan dari pembiayaan investasi seperti pembayaran pokok, bunga maupun denda keterlambatan angsuran dari nasabah serta semua penerimaan lain yang berasal dari aktifitas pembiayaan investasi. b. Arus Kas Masuk dari Pembiayaan Modal Kerja Pos ini memuat semua penerimaan dari pembiayaan investasi seperti pembayaran pokok, bunga maupun denda keterlambatan angsuran dari nasabah serta semua penerimaan lain yang berasal dari aktifitas pembiayaan Modal Kerja. c. Arus Kas Masuk dari Pembiayaan Multiguna Pos ini memuat semua penerimaan dari pembiayaan investasi seperti pembayaran pokok, bunga maupun denda keterlambatan angsuran dari nasabah serta semua penerimaan lain yang berasal dari aktifitas pembiayaan multiguna. d. Arus Kas Masuk dari Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah Pos ini memuat semua penerimaan dari pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah seperti pembayaran pokok, bagi hasil/fee serta semua penerimaan lain yang berasal dari aktifitas pembiayaan - 90 - barang, pembiayaan investasi, dan pembiayaan jasa yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah. e. Arus Kas Masuk dari Pembiayaan Lain Berdasarkan Persetujuan OJK Pos ini memuat semua penerimaan dari kegiatan pembiayaan lain berdasarkan persetujuan OJK seperti pembayaran pokok, bunga maupun denda keterlambatan angsuran dari nasabah serta semua penerimaan lain yang berasal dari aktifitas pembiayaan lain berdasarkan persetujuan OJK. f. Arus Kas Masuk dari Kegiatan Berbasis Fee Pos ini memuat semua penerimaan dari kegiatan berbasis fee seperti dari fee dari pemasaran produk jasa keuangan antara lain reksadana, asuransi mikro, serta semua penerimaan lain yang berasal dari kegiatan yang berbasis fee. g. Arus Kas Masuk dari Kegiatan Sewa Operasi Pos ini memuat semua penerimaan dari aktivitas sewa operasi seperti pembayaran sewa maupun denda keterlambatan pembayaran sewa dari penyewa serta semua penerimaan lain yang berasal dari aktifitas kegiatan sewa operasi. h. Arus Kas Masuk dari Kegiatan Pembiayaan Penerusan (Channeling) Pos ini berisi semua penerimaan neto yang berasal dari kegiatan penyaluran pembiayaan bersama antara lain fee channeling dan biaya administrasi. i. Arus Kas Masuk dari Kegiatan Pembiayaan Bersama (Joint Financing) Pos ini berisi semua penerimaan neto yang berasal dari kegiatan pembiayaan bersama antara lain fee joint financing dan biaya administrasi. j. Arus Kas Masuk dari Surat Berharga yang Ditujukan untuk Diperjualbelikan Pos ini berisi semua penerimaan yang berasal dari penjualan atas surat berharga yang ditujukan untuk - 91 - diperjualbelikan yang dimiliki oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor. k. Arus Kas Masuk dari Pendapatan Kegiatan Operasi Lainnya Pos ini berisi semua penerimaan yang tidak berasal dari kegiatan utama di atas. Pos ini dapat bersumber dari penerimaan piutang yang telah dihapuskan, pendapatan administrasi serta bunga yang tidak berasal dari debitur dalam bentuk kas serta pendapatan lain yang tidak berasal dari kegiatan utama. 2. Arus Kas Keluar untuk Kegiatan Operasi a. Arus Kas Keluar untuk Kegiatan Pembiayaan Investasi Pos ini berisi semua pembayaran yang dilakukan yang berhubungan dengan kegiatan pembiayaan investasi berdasarkan cara-cara pembiayaan yang digunakan oleh perusahaan seperti pengeluaran kas untuk membayar objek pembiayaan. b. Arus Kas Keluar untuk Kegiatan Pembiayaan Modal Kerja Pos ini berisi semua pembayaran yang dilakukan yang berhubungan dengan kegiatan pembiayaan modal kerja berdasarkan cara atau skema pembiayaan yang digunakan oleh perusahaan. c. Arus Kas Keluar untuk Kegiatan Pembiayaan Multiguna Pos ini berisi semua pembayaran yang dilakukan yang berhubungan dengan kegiatan pembiayaan Multiguna berdasarkan cara pembiayaan yang digunakan oleh perusahaan seperti pengeluaran kas untuk membayar objek pembiayaan. d. Arus Kas Keluar untuk Kegiatan Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah Pos ini berisi semua pengeluaran dari kegiatan kegiatan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. e. Arus Kas Keluar untuk Kegiatan Pembiayaan Lain Berdasarkan Persetujuan OJK - 92 - Pos ini berisi semua pembayaran yang dilakukan yang berhubungan dengan kegiatan pembiayaan lain berdasarkan persetujuan OJK. f. Arus Kas Keluar untuk Pembayaran Bunga Pos ini berisi semua pengeluaran yang terjadi akibat pembayaran bunga untuk pinjaman yang digunakan. g. Arus Kas Keluar untuk Beban Umum dan Administrasi Pos ini berisi semua beban gaji karyawan, beban sewa gedung perusahaan, beban listrik dan telepon, premi asuransi serta pembayaran anuitas lainnya, serta beban administrasi lain yang tidak berasal dari kegiatan utama perusahaan. h. Arus Kas Keluar untuk Pajak Penghasilan Pos ini khusus digunakan untuk mencatat pembayaran pajak penghasilan perusahaan pada periode laporan. i. Arus Kas Keluar untuk Kegiatan Pembiayaan Penerusan (Channeling) Pos ini digunakan untuk mencatat pengeluaran yang terjadi dari kegiatan pembiayaan penerusan (channeling). j. Arus Kas Keluar untuk Kegiatan Pembiayaan Bersama (Joint Financing) Pos ini digunakan untuk mencatat pengeluaran yang terjadi dari kegiatan Pembiayaan Bersama (Joint Financing). k. Arus Kas Keluar untuk Surat Berharga yang Ditujukan untuk Diperjualbelikan Pos Ini digunakan untuk mencatat pembayaran untuk membeli surat berharga yang ditujukan untuk diperjualbelikan. l. Arus Kas Keluar untuk Pembayaran Kegiatan Operasi Lainnya Pos ini berisi semua pengeluaran yang terjadi dari kegiatan operasi lainnya dan belum tercakup dalam pos-pos sebelumnya. - 93 - II. Arus Kas Bersih Dari Kegiatan Investasi 1. Arus Kas Masuk dari Kegiatan Investasi a. Arus Kas Masuk dari Pelepasan Anak Perusahaan Pos ini berisi hasil pelepasan anak perusahaan yang melibatkan kas dan pendapatan lain yang terkait. b. Arus Kas Masuk dari Penjualan Tanah, Bangunan, dan Peralatan Pos ini berisi penerimaan kas dari hasil penjualan tanah, bangunan, dan peralatan. Jika dalam penjualan tersebut terjadi pengeluaran untuk beban administrasi dan beban-beban lain yang harus ditanggung perusahaan, maka pos ini berisi neto pendapatan dari penjualan tanah setelah dikurangi dengan beban- beban yang harus dibayar perusahaan. c. Arus Kas Masuk dari Penjualan Surat Berharga Yang Tidak Diperjualbelikan Dalam hal Perusahaan Pembiayaan pelapor menjual kembali surat berharga berjangka panjang yang tidak dimaksudkan untuk diperjualbelikan maka hasil penjualan tersebut harus dilaporkan di dalam pos penerimaan kas ini secara neto setelah dikurangi dengan semua biaya yang harus dibayarkan sehubungan dengan transaksi tersebut. d. Arus Kas Masuk dari Dividen Pos ini berisi penerimaan kas dari pendapatan dividen hasil investasi Perusahaan Pembiayaan pelapor pada saham perusahaan lain. e. Arus Kas Masuk dari Penerimaan Bunga Kegiatan Investasi Pos ini berisi penerimaan kas dari pendapatan bunga hasil kegiatan investasi Perusahaan Pembiayaan pelapor. f. Arus Kas Masuk dari Kegiatan Investasi Lainnya Pos ini berisi penerimaan kas dari aktivitas investasi lainnya yang tidak termasuk dalam pos-pos tersebut di atas. - 94 - 2. Arus Kas Keluar untuk Kegiatan Investasi a. Arus Kas Keluar untuk Perolehan atas Anak Perusahaan Pos ini berisi pengeluaran kas untuk perolehan kepemilikan atas anak perusahaan. b. Arus Kas Keluar untuk Pembelian Tanah, Bangunan, dan Peralatan Pos ini berisi pengeluaran kas untuk transaksi pembelian tanah, bangunan, dan peralatan. c. Arus Kas Keluar untuk Perolehan Surat Berharga Pos ini berisi pengeluaran kas untuk kegiatan investasi yang dilakukan dalam rangka transaksi perolehan surat berharga. Jika dalam transaksi ini Perusahaan Pembiayaan pelapor melakukan pembayaran kas untuk beban lainnya, maka pos ini harus dicatat secara neto dengan cara biaya perolehan dikurangi beban lain yang dikeluarkan untuk memperolehnya. d. Arus Kas Keluar untuk Kegiatan Investasi Lainnya Pos ini berisi pengeluaran kas untuk kegiatan investasi lainnya yang tidak termasuk dalam pos-pos tersebut di atas. III. Arus Kas Bersih Dari Kegiatan Pendanaan 1. Arus Kas Masuk dari Kegiatan Pendanaan a. Arus Kas Masuk dari Pinjaman dan Penerbitan Surat Berharga Pos ini berisi penerimaan kas dari penerimaan pinjaman dan hasil penerbitan/penjualan surat berharga Perusahaan Pembiayaan pelapor. Pinjaman subordinasi yang diterima oleh Perusahaan Pembiayaan termasuk dalam kategori pinjaman yang diterima oleh Perusahaan Pembiayaan. b. Arus Kas Masuk dari Pendanaan Lainnya Pos ini berisi penerimaan kas dari hasil pinjaman bank, nonbank, atau badan lainnya yang diperoleh oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor. c. Arus Kas Masuk dari Penerbitan Modal Saham - 95 - Pos ini berisi penerimaan kas dari hasil penerbitan/penjualan modal saham Perusahaan Pembiayaan pelapor. 2. Arus Kas Keluar untuk Kegiatan Pendanaan a. Arus Kas Keluar untuk Pembayaran Pokok Pinjaman dan Surat Berharga yang Diterbitkan Pos ini berisi pengeluaran kas untuk membayar kembali pokok pinjaman termasuk pinjaman subordinasi dan surat berharga yang diterbitkan kepada kreditur dan/atau investor. b. Arus Kas Keluar untuk Pendanaan Lainnya Pos ini berisi semua pengeluaran kas untuk aktivitas pendanaan yang tidak termasuk dalam pos-pos di atas. c. Arus Kas Keluar untuk Penarikan Kembali Modal Perusahaan (Treasury Stock) Pos ini berisi pengeluaran kas untuk transaksi penarikan kembali modal saham Perusahaan Pembiayaan pelapor. d. Arus Kas Keluar untuk Pembayaran Dividen Pos ini berisi pengeluaran kas untuk pembayaran dividen kepada para pemegang saham Perusahaan Pembiayaan pelapor. IV. Surplus (Defisit) pada Kas dan Setara Kas Akibat Perubahan Kurs Pos ini berisi jumlah perubahan kas dan setara kas akibat kurs valas selama periode tahun laporan sampai dengan tanggal laporan. V. Kenaikan (Penurunan) Bersih Kas dan Setara Kas Pos ini berisi jumlah kenaikan atau penurunan bersih kas dan setara kas selama periode tahun laporan sampai dengan tanggal laporan. VI. Kas dan Setara Kas pada Awal Periode Pos ini berisi jumlah posisi kas dan setara kas pada awal periode tahun laporan Perusahaan Pembiayaan pelapor. VII. Kas dan Setara Kas pada Akhir Periode Pos ini berisi jumlah posisi kas dan setara kas pada akhir periode tanggal laporan Perusahaan Pembiayaan pelapor. - 96 - D. FORMULIR 2100: RINCIAN PEMBIAYAAN YANG DIBERIKAN 1. BENTUK FORMULIR 2100 (RINCIAN PEMBIAYAAN YANG DIBERIKAN) Formulir 2100 (Rincian Pembiayaan yang Diberikan) disusun sesuai format sebagai berikut: (1) Nomor Debitur (2) Nama Debitur Kelompok Debitur (3) Nama (4) Kategori Usaha Debitur (5) Kategori Usaha Keuangan Berkelanjutan (6) Golongan Debitur (7) Status Keterkaitan (8) Sektor Lokasi Ekonomi Lapangan Usaha Kabupaten/ Kota Proyek Nomor Kontrak Jenis Pembiayaan (9) (10) (11) (12) (13) (14) Jangka Waktu Skema Tujuan Pembiayaan Pembiayaan Tanggal Mulai Tanggal Jatuh Tempo Nilai Awal Pembiayaan Dalam Nilai Mata Uang Asal Dalam Ekuivalen Rupiah Dalam Nilai Mata Uang Asal Dalam Ekuivalen Rupiah (15) (16) Tagihan Piutang Pembiayaan Bruto (17) Tagihan Piutang Pembiayaan Pokok (18) Porsi Perusahaan Pada Pembiayaan Bersama - 97 - (19) (20) Jenis Valuta Simpanan Jaminan/ Uang Muka (21) Pihak Lawan Kerjasama Pembiayaan Bersama (Joint Financing) (22) Biaya Insentif Akuisisi Pembiayaan kepada Pihak Ketiga (23) Tingkat Bunga/ Margin/ Bagi Hasil/ Imbal Jasa Jenis Nilai Tingkat (24) Bunga/Bagi Hasil/Margin Yang Ditangguhkan Dalam Ekuivalen Rupiah Dalam Nilai Mata Uang Asal (25) (26) Pendapatan Administrasi Pendapatan Provisi (27) Kualitas Tanggal (28) Angsuran Ke- Jenis Angsuran (29) Pembayaran Angsuran Terakhir Barang/Jasa yang dibiayai Nilai Nilai Barang/Jasa yang dibiayai (30) (31) Agunan Yang Diperhitungkan Nomor Jenis Identitas Agunan Agunan Nilai Jenis Agunan Sertifikat Kepemilikan Sertifikat Pengikatan Sertifikat Pengikatan Agunan Nomor Nomor Tanggal Sertifikat (32) Posisi Penyimpanan Sertifikat Agunan (33) Cadangan Kerugian Penurunan Nilai Metode Aset Baik Aset Kurang Baik Aset Tidak Baik - 98 - (34) (35) Proporsi Penjaminan Kredit atau Asuransi Kredit Nama Perusahaan Asuransi Jangka Waktu Asuransi Premi oleh Debitur Diskon Premi Asuransi (36) (37) (38) - 99 - 2. PENJELASAN FORMULIR 2100 (RINCIAN PEMBIAYAAN YANG DIBERIKAN) Formulir 2100 (Rincian Pembiayaan yang Diberikan) ini berisi rincian setiap kegiatan pembiayaan, baik itu pembiayaan investasi, pembiayaan modal kerja, pembiayaan multiguna, maupun pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, pada hakikatnya harus diisikan ke dalam rincian pembiayaan sesuai dengan periode laporan. Debitur yang menerima fasilitas pembiayaan selain kriteria tersebut di atas tidak boleh digabungkan dengan debitur lainnya. Dengan demikian setiap kolom wajib diisi sandi bersangkutan dengan penjelasan sebagai berikut: (1) Nomor Debitur Pos ini diisi dengan nomor kode unik masing-masing debitur yang menerima fasilitas pembiayaan dari Perusahaan Pembiayaan pelapor. Nomor Debitur dapat menggunakan nomor identifikasi debitur yang disampaikan dalam sistem layanan informasi keuangan. (2) Nama Debitur Pos ini diisi dengan nama pihak-pihak yang menerima fasilitas pembiayaan dari Perusahaan Pembiayaan pelapor. (3) Nama Kelompok Debitur Pos ini diisi dengan grup debitur. (4) Kategori Usaha Debitur Pos ini diisi dengan kategori usaha debitur berdasarkan skala bisnis debitur yang dibagi dengan kategori sebagai berikut:  Usaha Besar Usaha besar adalah usaha yang memenuhi kriteria sebagai berikut:  memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau  memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).  Usaha Menengah Berdasarkan ketentuan pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, - 100 - yang termasuk dalam usaha menengah yaitu usaha yang memenuhi kriteria sebagai berikut:   memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).  Usaha Kecil Berdasarkan ketentuan pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, yang termasuk dalam usaha kecil yaitu usaha yang memenuhi kriteria sebagai berikut:   memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).  Usaha Mikro Berdasarkan ketentuan pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, yang termasuk dalam usaha mikro yaitu usaha yang memenuhi kriteria sebagai berikut:  memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau   memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). Lainnya/ Non Produktif Lainnya/Non Produktif adalah debitur yang tidak memiliki usaha produktif atau untuk tujuan konsumtif. - 101 - (5) Kategori Usaha Keuangan Berkelanjutan Pos ini diisi dengan kategori usaha Debitur yang memenuhi kriteria keuangan berkelanjutan sebagaimana diatur dalam Peraturan OJK mengenai penerapan keuangan berkelanjutan bagi lembaga jasa keuangan. (6) Golongan Debitur Pos ini diisi dengan kategori debitur. (7) Status Keterkaitan Pos ini diisi dengan hubungan dengan Perusahaan Pembiayaan.  Terkait dengan Perusahaan Pembiayaan Terkait dengan Perusahaan Pembiayaan adalah pihak yang menerima fasilitas pembiayaan dari Perusahaan Pembiayaan pelapor yang terkait dengan Perusahaan Pembiayaan pelapor.  Tidak Terkait dengan Perusahaan Pembiayaan Tidak terkait dengan Perusahaan Pembiayaan adalah pihak yang menerima fasilitas pembiayaan dari Perusahaan Pembiayaan pelapor yang tidak terkait dengan Perusahaan Pembiayaan pelapor. (8) Sektor Ekonomi Lapangan Usaha Pos ini diisi dengan klasifikasi baku mengenai kegiatan ekonomi yang terdapat di Indonesia. Dalam hal pembiayaan digunakan untuk membiayai lebih dari satu jenis kegiatan ekonomi yang tidak dapat dipisah-pisahkan, cara penggolongannya dititikberatkan kepada sektor ekonomi yang diutamakan (sektor yang paling besar menerima fasilitas pembiayaan). (9) Lokasi Kabupaten/Kota Proyek Pos ini diisi dengan lokasi tempat kegiatan proyek/barang yang dibiayai berada/digunakan. (10) Nomor Kontrak Pos ini diisi dengan nomor urut perjanjian pembiayaan yang digunakan dalam kontrak perjanjian oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor. (11) Jenis Pembiayaan Pos ini diiisi dengan jenis pembiayaan, yaitu:  Pembiayaan Investasi - 102 - Pembiayaan investasi adalah pembiayaan barang modal beserta jasa yang diperlukan untuk aktivitas usaha/investasi, rehabilitasi, modernisasi, ekspansi atau relokasi tempat usaha/investasi yang diberikan kepada debitur.  Pembiayaan Modal Kerja Pembiayaan modal kerja adalah pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan pengeluaran yang habis dalam satu siklus aktivitas usaha debitur.  Pembiayaan Multiguna Pembiayaan multiguna adalah pembiayaan untuk pengadaan barang dan/atau jasa yang diperlukan oleh debitur untuk pemakaian/konsumsi dan bukan untuk keperluan usaha (aktivitas produktif) dalam jangka waktu yang diperjanjikan.  Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah Pembiayaan syariah adalah penyaluran pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah.  Pembiayaan Jual Beli Pembiayaan jual beli adalah pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang melalui transaksi jual beli sesuai.  Pembiayaan Jasa Pembiayaan jasa adalah pemberian/penyediaan jasa baik dalam bentuk pemberian manfaat atas suatu barang, pemberian pinjaman (dana talangan) dan/atau pemberian pelayanan dengan dan/atau tanpa pembayaran imbal jasa (ujrah) sesuai dengan perjanjian pembiayaan syariah yang disepakati oleh para pihak. (12) Skema Pembiayaan Pos ini diisi dengan skema yang digunakan oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor dalam mengikat kontrak perjanjian dengan debitur sebagaimana diatur dalam Peraturan OJK mengenai penyelenggaraan usaha perusahaan pembiayaan. Skema pembiayaan tersebut meliputi:   Sewa Pembiayaan (Finance Lease) Jual dan Sewa Balik (Sale and Leaseback) - 103 -         Anjak Piutang dengan Pemberian Jaminan dari Penjual Piutang Anjak Piutang tanpa Pemberian Jaminan dari Penjual Piutang Pembelian dengan Pembayaran Secara Angsuran Pembiayaan Proyek Pembiayaan Infrastruktur Fasilitas Modal Usaha Fasilitas Dana Cara Pembiayaan dengan persetujuan OJK (13) Tujuan Pembiayaan Pos ini diisi dengan tujuan pembiayaan yang dilakukan oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor dalam mengikat kontrak perjanjian dengan debitur sebagaimana diatur dalam Peraturan OJK mengenai penyelenggaraan usaha perusahaan pembiayaan. Tujuan pembiayaan tersebut meliputi:   Pembiayaan produktif Pembiayaan konsumtif (14) Jangka Waktu  Tanggal Mulai Pos ini diisi dengan tanggal dimulainya kontrak sebagaimana tercantum dalam perjanjian pembiayaan.  Tanggal Jatuh Tempo Pos ini diisi dengan tanggal berakhirnya kontrak sebagaimana tercantum dalam perjanjian pembiayaan. (15) Nilai Awal Pembiayaan Pos ini diisi dengan nilai pembiayaan barang dan/atau jasa yang secara riil dikeluarkan oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor pada awal kontrak ditandatangani. Nilai pada kolom ini diisi nilai pembiayaan awal yang jumlahnya tetap selama periode kontrak. Nilai dalam pos ini diisi dalam rupiah. (16) Tagihan Piutang Pembiayaan Bruto  Dalam Nilai Mata Uang Asal Pos ini diisi dengan total tagihan piutang pembiayaan bruto termasuk bunga yang ditangguhkan, dalam mata uang asal - 104 - selain rupiah. Apabila jenis valuta adalah 360 (Rupiah), maka nilai dalam kolom ini dapat dikosongkan.  Dalam Ekuivalen Rupiah Pos ini diisi dengan total tagihan piutang pembiayaan bruto termasuk bunga yang ditangguhkan, dalam mata uang selain rupiah setelah dikonversi menjadi rupiah menggunakan kurs tengah Bank Indonesia. (17) Tagihan Piutang Pembiayaan Pokok  Dalam Nilai Mata Uang Asal Pos ini diisi dengan nilai piutang pembiayaan pokok dalam mata uang asal selain rupiah. Apabila jenis valuta adalah rupiah, maka nilai dalam kolom ini dapat dikosongkan.  Dalam Ekuivalen Rupiah Pos ini diisi dengan nilai piutang pembiayaan pokok dalam mata uang selain rupiah setelah dikonversi menjadi rupiah menggunakan kurs tengah Bank Indonesia. (18) Porsi Perusahaan Pada Pembiayaan Bersama Pos ini diisi dengan persentase porsi piutang pembiayaan yang menjadi milik Perusahaan Pembiayaan pelapor apabila perusahaan melakukan pembiayaan bersama (joint financing). Apabila Perusahaan Pembiayaan pelapor menggunakan dana sendiri atau pinjaman executing, maka Perusahaan Pembiayaan pelapor tidak perlu mengisi kolom ini. (19) Jenis Valuta Pos ini diisi dengan jenis mata uang yang digunakan dalam perjanjian pembiayaan. (20) Simpanan Jaminan/ Uang Muka Pos ini diisi dengan jumlah uang yang diterima oleh lessor dari lessee pada awal masa sewa pembiayaan investasi sebagai jaminan untuk kelancaran pembayaran pembiayaan. Uang muka adalah jumlah uang yang diterima oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor dari debitur pada awal masa kontrak sebagai pembayaran awal pembiayaan, tidak termasuk pembayaran biaya asuransi, penjaminan, atau biaya lainnya dari debitur. Nilai dalam pos ini diisi dalam rupiah. - 105 - (21) Pihak Lawan Kerjasama Pembiayaan Bersama (Joint Financing) Pos ini diisi dengan nama pihak counterparty yang melakukan kerja sama pembiayaan bersama (joing financing) dengan Perusahaan Pembiayaan pelapor. (22) Biaya Insentif Akuisisi Pembiayaan kepada Pihak Ketiga Pos ini diisi dengan seluruh nilai pembayaran biaya insentif akuisisi yang dibayarkan Perusahaan Pembiayaan pelapor kepada pihak ketiga yang terkait dengan perolehan bisnis. (23) Tingkat Bunga/ Margin/ Bagi Hasil/ Imbal Jasa  Jenis Pos ini diisi dengan tipe suku bunga sesuai dengan kesepakatan para pihak yang tercantum di dalam kontrak perjanjian dalam bentuk: - floating interest rate - fix interest rate - margin - nisbah bagi hasil - imbal jasa  Nilai Pos ini diisi dengan nilai nominal pendapatan bunga, margin atau nilai nominal imbal jasa yang disepakati oleh para pihak yang tercantum di dalam kontrak bagi kegiatan pembiayaan jual beli dan pembiayaan jasa.  Tingkat Pos ini diisi dengan persentase tingkat bunga atau diskonto dalam 1 tahun (per annum) sebagaimana tercantum dalam perjanjian pembiayaan. Bagi kegiatan pembiayaan investasi syariah, pos ini diisi dengan persentase bagi hasil dalam 1 tahun (per annum) sebagaimana tercantum dalam perjanjian pembiayaan. (24) Bunga/Bagi Hasil/Margin Yang Ditangguhkan  Dalam Nilai Mata Uang Asal Pos ini diisi dengan nilai bunga yang ditangguhkan dalam mata uang asal selain rupiah. Apabila jenis valuta adalah rupiah, maka nilai dalam kolom ini dapat dikosongkan. - 106 -  Dalam Ekuivalen Rupiah Pos ini diisi dengan nilai bunga yang ditangguhkan dalam mata uang selain rupiah setelah dikonversi menjadi rupiah menggunakan kurs tengah Bank Indonesia. Termasuk dalam bunga yang ditangguhkan adalah pendapatan dan biaya lainnya yang diamortisasi sehubungan transaksi pembiayaan. (25) Pendapatan Administrasi Pos ini diisi dengan jumlah nominal pendapatan administrasi yang diterima oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor dari debitur. (26) Pendapatan Provisi Pos ini diisi dengan jumlah nominal pendapatan provisi yang diterima oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor dari debitur sehubungan dengan pembiayaan yang diberikan atau diterima. (27) Kualitas Pos ini diisi dengan kualitas piutang pembiayaan yang dinilai dengan kriteria sesuai dengan aturan penggolongan kualitas aset produktif Perusahaan Pembiayaan pelapor mengikuti Peraturan OJK mengenai penyelenggaraan usaha perusahaan pembiayaan, yaitu:  Lancar     Dalam Perhatian Khusus Kurang Lancar Diragukan Macet (28) Pembayaran Angsuran Terakhir Pos ini diisi dengan dengan rincian pembayaran angsuran terakhir atas pokok pembiayaan dan/atau bunga yang dibayarkan debitur kepada Perusahaan Pembiayaan pelapor.  Tanggal Pos ini diisi dengan tanggal, bulan, dan tahun pembayaran pokok dan/atau bunga terakhir.  Angsuran Ke- Pos ini diisi dengan informasi mengenai periode angsuran keberapa.  Nilai Angsuran - 107 - Pos ini diisi dengan jumlah nominal angsuran setiap bulan. (29) Barang/Jasa yang dibiayai  Jenis Pos ini diisi dengan kategori barang/jasa yang dibiayai oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor sesuai dengan kebutuan debitur. Rincian jenis barang/jasa yang dibiayai dikelompokkan sebagaimana berikut: a. b. c. d. Barang produktif dan turunannya Barang infrastruktur dan turunannya Barang konsumsi dan turunannya Jasa  Nilai Barang/Jasa yang dibiayai Pos ini diisi dengan nilai barang/jasa yang dibiayai oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor pada awal kontrak. Nilai ini diisi dalam rupiah dan selalu sama sepanjang kontrak. (30) Agunan Yang Diperhitungkan  Nomor Identitas Agunan Pos ini diisi dengan nomor atau kode dari barang yang dijadikan sebagai agunan.  Jenis Agunan Pos ini diisi dengan jenis barang yang digunakan sebagai jaminan pembiayaan, sebagaimana pengelompokan berikut: - Barang Produktif - Barang Konsumsi - Simpanan Berjangka - Logam Mulia - Surat Berharga - Jaminan  Nilai Agunan Pos ini diisi dengan nilai dalam rupiah atas setiap barang yang diagunkan. Diisi dengan nilai yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang piutang pembiayaan, sesuai dengan ketentuan dalam Surat Edaran OJK mengenai tingkat kesehatan keuangan Perusahaan Pembiayaan. - 108 - (31) Sertifikat Pengikatan Agunan Pos ini diisi dengan informasi mengenai sertifikat pengikatan agunan berupa:     Jenis Jenis pengikatan agunan dapat berupa fidusia, hak tanggungan, dan/atau hipotik. Nomor Sertifikat Kepemilikan Nomor Sertifikat Pengikatan Tanggal Sertifikat Pengikatan (32) Posisi Penyimpanan Sertifikat Agunan Pos ini diisi dengan lokasi tempat penyimpanan sertifikat agunan, dapat diisi dengan lokasi kantor cabang, kantor perwakilan, kantor pusat, dan/atau kantor lembaga penitipan (kustodian). (33) Cadangan Kerugian Penurunan Nilai  Metode Pos ini diisi dengan metode pembentukan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai yaitu secara: - -  individual; kolektif. Aset Baik Pos ini diisi dengan nilai penyisihan yang dibentuk atas penurunan aset yang memiliki risiko pembiayaan rendah dan tidak mengalami peningkatan risiko pembiayaan.  Aset Kurang Baik Pos ini diisi dengan nilai penyisihan yang dibentuk atas penurunan aset yang mengalami kenaikan risiko pembiayaan secara signifikan dibandingkan sejak tanggal awal aset tersebut diperoleh.  Aset Tidak Baik Pos ini diisi dengan nilai penyisihan yang dibentuk atas penurunan aset yang mengalami pemburukan risiko pembiayaan dibanding sejak tanggal awal aset tersebut diperoleh. - 109 - (34) Proporsi Penjaminan Kredit atau Asuransi Kredit Pos ini diisi dengan proporsi piutang pembiayaan yang mendapatkan mitigasi risiko berupa penjaminan kredit atau asuransi kredit, dengan nilai antara 0%-100%. Dalam hal piutang pembiayaan tidak mendapatkan penjaminan kredit atau asuransi kredit maka pos ini diisi 0%. (35) Nama Perusahaan Asuransi Pos ini diisi dengan nama perusahaan asuransi yang memberikan pertanggungan asuransi terhadap barang yang dijadikan agunan. (36) Jangka Waktu Asuransi Pos ini diisi dengan jumlah bulan lamanya pertanggungan asuransi terhadap barang yang dijadikan agunan. (37) Premi oleh Debitur Pos ini diisi dengan jumlah premi asuransi yang dibayarkan oleh debitur kepada perusahaan asuransi. (38) Diskon Premi Asuransi Pos ini diisi dengan jumlah nominal diskon premi asuransi yang diberikan oleh perusahaan asuransi kepada Perusahaan Pembiayaan pelapor. - 110 - E. FORMULIR 2200: RINCIAN SURAT BERHARGA YANG DIMILIKI 1. BENTUK FORMULIR 2200 (Rincian Surat Berharga yang Dimiliki) Formulir 2200 (Rincian Surat Berharga yang Dimiliki) disusun sesuai format sebagai berikut: (1) (2) Nomor Surat Berharga Jenis Surat Berharga Tanggal Mulai (3) Jatuh Tempo Tanggal Jatuh Tempo Tujuan Kepemilikan Jenis Nilai Tingkat (4) (5) Suku Bunga (6) (7) Saldo Akhir Nilai Jenis Valuta dalam Mata Uang Asal Status Nilai Rupiah Nama Negara Golongan Keterkaitan (8) Perusahaan Penerbit (9) (10) Lembaga Pemeringkat (11) Peringkat Surat Berharga (12) Tanggal Pemeringkatan - 111 - 2. PENJELASAN 2200 (RINCIAN SURAT BERHARGA YANG DIMILIKI) Formulir 2200 (Rincian Surat Berharga yang Dimiliki) ini berisi posisi investasi jangka pendek dan investasi jangka panjang dalam bentuk surat berharga yang dimiliki Perusahaan Pembiayaan pelapor dalam rupiah dan valas yang diterbitkan oleh pihak lain. Dalam pos ini tidak termasuk penyertaan dalam bentuk saham. (1) Nomor Surat Berharga Pos ini diisi dengan nomor dari surat berharga yang dimiliki atau kode dari surat berharga yang dimiliki sesuai dengan registrasi di Kustodian Sentra Efek Indonesia (KSEI). (2) Jenis Surat Berharga Pos ini diisi dengan jenis surat berharga yang dimiliki Perusahaan Pembiayaan pelapor dalam rupiah dan valas, yaitu:  Sertifikat Bank Indonesia (SBI)    Promes/Aksep Wesel Surat Berharga Komersial (CP)  Medium Term Notes (MTN)   Saham         Reksadana Obligasi Sertifikat Deposito Surat Perbendaharaan Negara (SPN) Wesel ekspor Obligasi Negara (ON) Obligasi Ritel Indonesia (ORI) Surat Berharga Lainnya (3) Jatuh Tempo  Tanggal Mulai Pos ini diisi dengan tanggal, bulan, dan tahun penerbitan surat berharga.  Tanggal Jatuh Tempo Pos ini diisi dengan tanggal, bulan, dan tahun jatuh tempo surat berharga. Floating Rates Notes (FRN) - 112 - Untuk surat berharga yang tidak memiliki jangka waktu, misalnya saham, maupun surat berharga yang sudah jatuh waktu, tidak perlu diisi atau dikosongkan. (4) Tujuan Kepemilikan Pos ini diisi dengan sandi tujuan kepemilikan sesuai dengan ketentuan standar akuntansi yang berlaku (5) Suku Bunga  Jenis Pos ini diisi dengan jenis bunga yang ditetapkan atas surat berharga yang ditetapkan oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor, yaitu floating atau fix.  Nilai Pos ini diisi dengan nilai nominal margin atau nilai nominal imbal jasa yang disepakati oleh para pihak yang tercantum didalam kontrak.  Tingkat Pos ini diisi dengan persentase tingkat bunga yang diperjanjikan dalam satu tahun (per annum). Surat berharga yang tidak memiliki tingkat bunga tidak perlu diisi atau dikosongkan. (6) Jenis Valuta Pos ini diisi dengan jenis mata uang pada surat berharga yang dimiliki. (7) Saldo Akhir Pos ini diisi dengan nilai surat berharga pada akhir periode laporan, berdasarkan penilaian kualitas aset produktif dengan penggolongan kualitas lancar, dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan, atau macet. Saldo Akhir harus sama dengan pos investasi dalam surat berharga pada Formulir 1100 (Laporan Posisi Keuangan).  Nilai dalam Mata Uang Asal Nilai dalam mata uang asal adalah nilai surat berharga yang dimiliki dalam valas sesuai dengan negara penerbit surat berharga dan dicatat sesuai dengan nominal pada laporan posisi keuangan berdasarkan ketentuan standar akuntansi yang berlaku. - 113 -  Nilai Rupiah Nilai rupiah adalah nilai surat berharga yang dimiliki dalam rupiah dan hasil konversi surat berharga dalam valas yang dimiliki ke dalam rupiah berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia saat pencatatan dilakukan serta dicatat sesuai dengan nominal pada laporan posisi keuangan berdasarkan ketentuan standar akuntansi yang berlaku. (8) Perusahaan Penerbit  Nama Pos ini diisi dengan nama perusahaan yang menerbitkan surat berharga.  Negara Pos ini diisi dengan negara yang menerbitkan surat berharga.  Golongan Pos ini diisi dengan pihak-pihak yang menerbitkan surat berharga (9) Status Keterkaitan Pos ini diisi dengan hubungan dengan Perusahaan Pembiayaan.  Terkait Dengan Perusahaan Pembiayaan Terkait dengan Perusahaan Pembiayaan adalah pihak-pihak yang memiliki hubungan terkait dengan Perusahaan Pembiayaan pelapor.  Tidak Terkait Dengan Perusahaan Pembiayaan Tidak terkait dengan Perusahaan Pembiayaan adalah pihak- pihak yang tidak memiliki hubungan terkait dengan Perusahaan Pembiayaan pelapor. (10) Lembaga Pemeringkat Pos ini diisi dengan nama dari lembaga pemeringkat yang terdaftar di OJK, yang melakukan pemeringkatan atas surat berharga yang dimiliki oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor. (11) Peringkat Surat Berharga Pos ini diisi dengan peringkat atas surat berharga yang dimiliki oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor. - 114 - (12) Tanggal Pemeringkat Pos ini diisi dengan tanggal dilakukannya pemeringkatan surat berharga oleh Lembaga Pemeringkat atas surat berharga yang dimiliki oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor. - 115 - F. FORMULIR 2300: RINCIAN PENYERTAAN MODAL 1. BENTUK FORMULIR 2300 (RINCIAN PENYERTAAN MODAL) Formulir 2300 (Rincian Penyertaan Modal) disusun sesuai format sebagai berikut: (1) Nama Perusahaan (2) Golongan Perusahaan (3) Status Keter- kaitan (4) Negara (5) Tanggal Mulai (6) Persentase Bagian Penyertaan (7) (8) Jenis Mata Uang Dalam Nilai Mata Uang Asal Nilai Penyertaan Awal Dalam Ekuivalen Rupiah (9) Dalam Nilai Mata Uang Asal Nilai Penyertaan Modal Dalam Ekuivalen Rupiah - 116 - 2. PENJELASAN FORMULIR 2300 (RINCIAN PENYERTAAN MODAL) Formulir 2300 (Rincian Penyertaan Modal) ini berisi rincian kegiatan penyertaan modal yang dilakukan oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor. (1) Nama Perusahaan Pos ini diisi dengan nama perusahaan yang menerima penyertaan modal dari Perusahaan Pembiayaan pelapor. (2) Golongan Perusahaan Pos ini diisi dengan klasifikasi/golongan perusahaan yang menerima penyertaan modal dari Perusahaan Pembiayaan pelapor. (3) Status Keterkaitan Pos ini diisi dengan hubungan dengan Perusahaan Pembiayaan.  Terkait Dengan Perusahaan Pembiayaan Terkait dengan Perusahaan Pembiayaan adalah pihak yang menerima penyertaan modal dari perusahaan pembiayaan pelapor yang terkait dengan Perusahaan Pembiayaan pelapor.  Tidak Terkait Dengan Perusahaan Pembiayaan Tidak terkait dengan Perusahaan Pembiayaan adalah pihak yang menerima penyertaan modal dari perusahaan pembiayaan pelapor yang tidak terkait dengan Perusahaan Pembiayaan pelapor. Penjelasan mengenai Hubungan dengan Perusahaan Pembiayaan dapat dilihat pada Bab II tentang Penjelasan Umum Kolom Rincian. (4) Negara Pos ini diisi dengan negara asal sumber penyertaan modal. (5) Tanggal Mulai Pos ini diisi dengan waktu pelaksanaan penyertaan modal. (6) Persentase Bagian Penyertaan Pos ini diisi dengan persentase penyertaan modal yang dilakukan oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor pada perusahaan yang menerima penyertaan modal (investee company). - 117 - (7) Jenis Mata Uang Pos ini diisi dengan jenis mata uang yang digunakan dalam penyertaan modal. (8) Nilai Penyertaan Awal Pos ini diisi dengan nilai penyertaan awal:  Dalam Nilai Mata Uang Asal Apabila jumlah nilai penyertaan awal dalam mata uang Rupiah.  Dalam Ekuivalen Rupiah Apabila jumlah nilai penyertaan awal dalam mata uang dari negara asal selain Rupiah. (9) Nilai Penyertaan Modal Pos ini diisi dengan jumlah nilai penyertaan modal yang diklasifikasikan dalam nilai valas dan dalam ekuivalen Rupiah:  Dalam Nilai Mata Uang Asal Apabila jumlah nilai penyertaan Modal dalam mata uang dari negara asal selain Rupiah. Apabila jenis valuta adalah Rupiah, maka nilai dalam kolom ini dapat dikosongkan.  Dalam Ekuivalen Rupiah Apabila jumlah nilai penyertaan modal dalam mata uang dari negara asal selain Rupiah setelah dikonversi menjadi rupiah menggunakan kurs tengah Bank Indonesia atau nilai piutang pembiayaan (outstanding piutang) bruto dalam mata uang rupiah. - 118 - G. FORMULIR 2490: RINCIAN RUPA-RUPA ASET 1. BENTUK FORMULIR Formulir 2490 (Rincian Rupa-rupa Aset) disusun sesuai format sebagai berikut: (1) (2) Jenis Jenis Valuta (3) Nominal 2. PENJELASAN FORMULIR 2490 (RINCIAN RUPA-RUPA ASET) Formulir 2490 (Rincian Rupa-Rupa Aset) ini berisi rincian aset yang tidak dapat digolongkan ke dalam salah satu dari pos di atas. (1) Jenis Pos ini diisi dengan jenis rupa-rupa aset yang dimiliki oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor yang dapat berupa antara lain:  Biaya Dibayar Dimuka Pos ini diisi dengan biaya yang digunakan sebagai pembayaran diawali atas sejumlah beban tertentu.  Biaya Yang Ditangguhkan Pos ini diisi dengan biaya yang telah terjadi atau ditangguhkan karena manfatnya dapat dirasakan pada periode mendatang.  Uang Muka Pajak Pos ini diisi dengan jumlah pajak penghasilan yang telah dibayarkan oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor tetapi belum menjadi beban periode akuntansi yang bersangkutan.  Pinjaman Pegawai Pos ini diisi dengan nilai pinjaman yang diberikan Perusahaan Pembiayaan pelapor kepada pegawai.  Rupa-rupa Aset Lainnya Pos ini mencakup rupa-rupa aset lain selain poin di atas. (2) Jenis Valuta Pos ini diisi dengan jenis mata uang yang digunakan. (3) Nominal Pos ini diisi dengan nilai dari jenis rupa-rupa aset yang dimiliki oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor. - 119 - H. FORMULIR 2550: RINCIAN PINJAMAN/PENDANAAN YANG DITERIMA 1. BENTUK FORMULIR 2550 (RINCIAN PENDANAAN YANG DITERIMA) Formulir 2550 (Rincian Pinjaman/Pendanaan yang Diterima) disusun sesuai format sebagai berikut: (1) (2) Nomor Kontrak Jenis Pinjaman (3) Jenis Valuta (4) Tanggal Mulai (5) Tanggal Jatuh Tempo (6) Jenis Bunga /Bagi Hasil/ Imbal Hasil (7) Tingkat Bunga (8) (9) Plafon Pinjaman/ Pendanaan Dalam Mata Uang Asal Dalam Ekuivalen Rupiah Pinjaman/ Pendanaan Awal Dalam Mata Uang Asal Dalam Ekuivalen Rupiah Dalam Mata Uang Asal (10) Saldo Pinjaman/ Pendanaan Dalam Ekuivalen Rupiah (11) (12) (13) Nama Kreditur Golongan Kreditur Status Keterkaitan (14) Negara Kreditur - 120 - 2. PENJELASAN FORMULIR 2550 (RINCIAN PINJAMAN/PENDANAAN YANG DITERIMA) Formulir 2550 (Rincian Pinjaman/Pendanaan yang Diterima) ini berisi rincian pinjaman atau pendanaan yang diterima Perusahaan Pembiayaan pelapor. (1) Nomor Kontrak Pos ini diisi dengan nomor perjanjian pinjaman atau pendanaan. (2) Jenis Pinjaman Pos ini diisi dengan jenis pinjaman atau pendanaan yang diterima, yaitu:  Sindikasi Pinjaman sindikasi adalah pinjaman atau pendanaan yang diterima oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor dari 2 (dua) pemberi pinjaman atau pendanaan (kreditur) atau lebih, baik secara langsung maupun melalui jasa penghubung/perantara. Pengisian untuk kolom Nama Kreditur dan kolom Negara Asal mengikuti asas dominasi berdasarkan nama kreditur yang mempunyai porsi terbesar dalam pemberian pinjaman atau pendanaan.  Bilateral Pinjaman bilateral adalah pinjaman atau pendanaan yang diterima oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor dari 1 (satu) kreditur.  Multilateral Pinjaman multilateral adalah pinjaman atau pendanaan yang diterima oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor dari lembaga-lembaga keuangan internasional, seperti IFC dan ADB.  Subordinasi Pinjaman subordinasi adalah pinjaman atau pendanaan yang diterima oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor dengan syarat sebagaimana dimuat dalam Penjelasan pos-pos laporan posisi keuangan liabilitas dan ekuitas pada pos pinjaman subordinasi. (3) Jenis Valuta Pos ini diisi dengan jenis mata uang yang digunakan dalam perjanjian. - 121 - (4) Tanggal Mulai Pos ini diisi dengan tanggal dimulainya pinjaman atau pendanaan yang diterima Perusahaan Pembiayaan pelapor dari pihak kreditur sebagaimana tercantum dalam perjanjian. (5) Tanggal Jatuh Tempo Pos ini diisi dengan tanggal berakhirnya pinjaman atau pendanaan yang diterima Perusahaan Pembiayaan pelapor dari pihak kreditur sebagaimana tercantum dalam perjanjian. (6) Jenis Bunga/Bagi Hasil/Imbal Hasil Pos ini diisi dengan jenis bunga/bagi hasil/imbal hasil dari pinjaman yang diperoleh.  Floating  Fix (7) Tingkat Bunga Pos ini diisi dengan persentase bunga efektif pertahun (per annum) yang dibebankan oleh kreditur kepada Perusahaan Pembiayaan pelapor. (8) Plafon Pinjaman/Pendanaan Pos ini diisi dengan jumlah maksimum pinjaman atau pendanaan yang diterima oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor sebagaimana tercantum dalam perjanjian.  Dalam Mata Uang Asal Nilai mata uang asal adalah nilai plafon pinjaman atau pendanaan yang dimiliki dalam valas sesuai dengan negara pemberi pinjaman atau pendanaan dan dicatat sesuai dengan nominal pada laporan posisi keuangan berdasarkan standar akuntansi yang berlaku.  Dalam Ekuivalen Rupiah Dalam ekuivalen rupiah adalah nilai plafon pinjaman atau pendanaan yang dimiliki dalam rupiah dan hasil konversi plafon pinjaman atau pendanaan dalam valas yang dimiliki ke dalam rupiah berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia saat pencatatan dilakukan serta dicatat sesuai dengan nominal pada laporan posisi keuangan berdasarkan standar akuntansi yang berlaku. - 122 - (9) Pinjaman/Pendanaan Awal Pos ini diisi dengan jumlah pinjaman atau pendanaan yang diterima oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor pada penerimaan awal setelah terjadi persetujuan perjanjian.  Dalam Mata Uang Asal Nilai mata uang asal adalah nilai pinjaman atau pendanaan awal yang dimiliki dalam valas sesuai dengan negara pemberi pinjaman atau pendanaan dan dicatat sesuai dengan nominal pada laporan posisi keuangan berdasarkan ketentuan standar akuntansi yang berlaku.  Dalam Ekuivalen Rupiah Dalam ekuivalen rupiah adalah nilai pinjaman atau pendanaan awal yang dimiliki dalam rupiah dan hasil konversi plafon pinjaman atau pendanaan dalam valas yang dimiliki ke dalam rupiah berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia saat pencatatan dilakukan serta dicatat sesuai dengan nominal pada laporan posisi keuangan berdasarkan ketentuan standar akuntansi yang berlaku. (10) Saldo Pinjaman/Pendanaan Pos ini diisi dengan sisa pinjaman atau pendanaan Perusahaan Pembiayaan pelapor pada akhir periode laporan.  Dalam Mata Uang Asal Dalam nilai mata uang asal adalah nilai saldo pinjaman atau pendanaan yang dimiliki dalam valas sesuai dengan negara pemberi pinjaman atau pendanaan dan dicatat sesuai dengan nominal pada laporan posisi keuangan berdasarkan ketentuan standar akuntansi yang berlaku.  Dalam Ekuivalen Rupiah Dalam Ekuivalen rupiah adalah nilai saldo pinjaman atau pendanaan yang dimiliki dalam rupiah dan hasil konversi plafon pinjaman atau pendanaan dalam valas yang dimiliki ke dalam rupiah berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia saat pencatatan dilakukan serta dicatat sesuai dengan nominal pada laporan posisi keuangan berdasarkan ketentuan standar akuntansi yang berlaku. - 123 - (11) Nama Kreditur Pos ini diisi dengan nama pihak-pihak yang memberikan pinjaman atau pendanaan kepada Perusahaan Pembiayaan pelapor. Dalam hal Perusahaan Pembiayaan pelapor mempunyai lebih dari 1 (satu) rekening pinjaman atau pendanaan dengan kreditur yang sama, kolom nama kreditur untuk setiap transaksi tetap diisi nama kreditur yang bersangkutan sesuai banyaknya akad perjanjian. (12) Golongan Kreditur Pos ini diisi dengan golongan pihak-pihak yang memberikan pinjaman atau pendanaan untuk kegiatan usaha pembiayaan kepada Perusahaan Pembiayaan pelapor. Pos ini diisi dengan golongan kreditur. (13) Status Keterkaitan Pos ini diisi dengan status keterkaitan kreditur dengan Perusahaan Pembiayaan, yaitu:  Terkait dengan Perusahaan Pembiayaan Terkait dengan Perusahaan Pembiayaan adalah pihak yang memberikan fasilitas pinjaman atau pendanaan kepada Perusahaan Pembiayaan pelapor yang terkait dengan Perusahaan Pembiayaan.  Tidak Terkait dengan Perusahaan Pembiayaan Tidak terkait dengan Perusahaan Pembiayaan adalah pihak yang memberikan fasilitas pinjaman atau pendanaan kepada Perusahaan Pembiayaan pelapor yang tidak terkait dengan Perusahaan Pembiayaan pelapor. Penjelasan mengenai hubungan dengan Perusahaan Pembiayaan pelapor dapat dilihat pada Bab II tentang Penjelasan Umum Kolom Daftar Rincian. (14) Negara Kreditur Pos ini diisi dengan negara domisili kreditur. - 124 - I. FORMULIR 2600: RINCIAN SURAT BERHARGA YANG DITERBITKAN 1. BENTUK FORMULIR Formulir 2600 (Rincian Surat Berharga yang Diterbitkan) disusun sesuai format sebagai berikut: (1) Nomor Surat Berharga (2) Jenis Surat Berharga Tanggal Mulai (3) Jangka Waktu Tanggal Jatuh Tempo (4) Suku Bunga Jenis Tingkat Bunga (5) Nilai Nominal Surat Berharga Dalam Mata Uang Asal Dalam Ekuivalen Rupiah (6) (7) Saldo Surat Berharga yang Diterbitkan Jenis Valuta Dalam Mata Uang Asal Nama Dalam Ekuivalen Rupiah Kreditur Status Keterkaitan Golongan Pembeli (8) (9) (10) (11) (12) Lokasi Negara Tanggal Terdaftar KSEI (13) Nomor Pendaftaran KSEI (14) Nama Wali Amanat (15) (16) (17) Lembaga Pemeringkat (18) Peringkat Surat Berharga (19) Tanggal Pemeringkatan - 125 - 2. PENJELASAN FORMULIR 2600 (RINCIAN SURAT BERHARGA YANG DITERBITKAN) Formulir 2600 (Surat Berharga yang Diterbitkan) ini berisi laporan posisi surat berharga baik atas nama maupun atas unjuk yang diterbitkan oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor baik dalam rupiah maupun valas yang dibeli oleh pihak ketiga. Untuk surat berharga yang diterbitkan atas unjuk, kolom Golongan Pembeli diisi pembeli (investor) pertama pada saat surat berharga diterbitkan. Surat berharga yang telah diterbitkan dan kemudian dibeli kembali oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor di pasar sekunder, tidak boleh dilaporkan pada daftar rincian surat berharga yang dimiliki, melainkan harus mengurangi outstanding surat berharga yang diterbitkan tersebut. (1) Nomor Surat Berharga Pos ini diisi dengan nomor kontrak surat berharga yang diterbitkan oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor atau kode dari surat berharga yang diterbitkan sesuai dengan registrasi di Kustodian Sentra Efek Indonesia (KSEI). (2) Jenis Surat Berharga Pos ini diisi dengan jenis surat berharga yang diterbitkan oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor, yaitu:  Medium Term Notes (MTN) Medium Term Notes (MTN) adalah surat pengakuan utang berjangka menengah dengan jangka waktu 1 sampai dengan 3 tahun yang diterbitkan oleh Perusahaan Pembiayaan terdaftar kepada pemegang Medium Term Notes (MTN) dengan kewajiban membayar kupon (tingkat bunga) secara bertahap sesuai dengan jadwal pembayaran bunga Medium Term Notes (MTN) kepada pemegang Medium Term Notes (MTN) dan membayar kembali seluruh utang pokok pada saat jatuh tempo.  Obligasi Obligasi adalah surat pengakuan utang berjangka waktu di atas 1 (satu) tahun yang diterbitkan oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor dengan kewajiban membayar kupon (tingkat bunga) secara berkala kepada pemegang obligasi - 126 - dan membayar kembali seluruh utang pokok pada saat jatuh tempo. (3) Jangka Waktu Pos ini diisi dengan jangka waktu mulai dan jatuh tempo surat berharga yang diterbitkan oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor, yaitu:  Tanggal Mulai Tanggal mulai adalah tanggal dimulainya penerbitan surat berharga sebagaimana tercantum dalam surat berharga.  Tanggal Jatuh Tempo Tanggal jatuh tempo adalah tanggal jatuh tempo surat berharga yang diterbitkan sebagaimana tercantum dalam surat berharga. (4) Suku Bunga Pos ini diisi dengan jenis dan tingat bunga surat berharga yang diterbitkan, yaitu:  Jenis Tipe bunga adalah jenis bunga jenis bunga yang ditetapkan atas surat berharga yang ditetapkan oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor, yaitu floating atau fix.  Tingkat Bunga Tingkat bunga adalah persentase tingkat bunga yang diperjanjikan dalam satu tahun (per annum) yang tercantum pada surat berharga yang diterbitkan. (5) Nilai Nominal Surat Berharga Pos ini diisi dengan nilai nominal surat berharga yang diterbitkan oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor dalam ribuan rupiah.  Dalam Mata Uang Asal Pos ini diisi nilai nominal saldo surat berharga yang dimiliki kreditur dan dicatat dalam nilai valas dalam hal kreditur bukan Warga Negara Indonesia atau Badan Hukum Indonesia. Apabila jenis valuta adalah rupiah, nilai dalam valas diisi dengan angka nol.  Dalam Ekuivalen Rupiah Pos ini diisi nilai nominal surat berharga yang diterbitkan yang dimiliki oleh kreditur dan dicatat berdasarkan dalam - 127 - satuan rupiah pada akhir periode laporan dalam valas yang diekuivalenkan dengan rupiah. (6) Jenis Valuta Pos ini diisi dengan jenis mata uang yang digunakan dalam penerbitan surat berharga. (7) Saldo Surat Berharga yang Diterbitkan Pos ini diisi dengan saldo pinjaman, yaitu:  Dalam Mata Uang Asal Saldo pinjaman dalam nilai mata uang asal adalah sisa pinjaman Perusahaan Pembiayaan pelapor pada akhir periode laporan dalam valas. Apabila jenis valuta adalah rupiah, nilai dalam valas diisi dengan angka nol.  Dalam Ekuivalen Rupiah Saldo pinjaman dalam ekuivalen rupiah adalah sisa pinjaman Perusahaan Pembiayaan pelapor pada akhir periode laporan dalam rupiah atau dalam valas yang diekuivalenkan dengan rupiah. (8) Nama Kreditur Pos ini diisi dengan nama pihak yang membeli atau memiliki surat berharga yang diterbitkan oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor. (9) Status Keterkaitan Pos ini diisi dengan hubungan dengan Perusahaan Pembiayaan.  Terkait Dengan Perusahaan Pembiayaan Terkait dengan Perusahaan Pembiayaan adalah pihak-pihak yang memiliki hubungan terkait dengan Perusahaan Pembiayaan pelapor.  Tidak Terkait Dengan Perusahaan Pembiayaan Tidak terkait dengan Perusahaan Pembiayaan adalah pihak- pihak yang tidak memiliki hubungan terkait dengan Perusahaan Pembiayaan pelapor. (10) Golongan Pembeli Pos ini diisi dengan golongan pihak yang membeli atau memiliki surat berharga yang diterbitkan oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor. - 128 - (11) Lokasi Negara Pos ini diisi dengan negara asal pembeli atau pemegang surat berharga yang diterbitkan oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor. (12) Tanggal Terdaftar KSEI Pos ini diisi dengan tanggal Perusahaan Pembiayaan pelapor terdaftar di Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI). (13) Nomor Pendaftaran KSEI Pos ini diisi dengan nomor pendaftaran Perusahaan Pembiayaan pelapor terdaftar di Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI). (14) Nama Wali Amanat Pos ini diisi dengan nama wali amanat dari Perusahaan Pembiayaan pelapor. (15) Lembaga Pemeringkat Pos ini diisi dengan nama dari lembaga pemeringkat yang terdaftar di OJK, yang melakukan pemeringkatan atas surat berharga yang diterbitkan oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor. (16) Peringkat Surat Berharga Pos ini diisi dengan peringkat atas surat berharga yang diterbitkan oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor. (17) Tanggal Pemeringkat Pos ini diisi dengan tanggal dilakukannya pemeringkatan surat berharga oleh Lembaga Pemeringkat atas surat berharga yang diterbitkan oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor. - 129 - J. FORMULIR 2790: RINCIAN RUPA-RUPA LIABILITAS 1. BENTUK FORMULIR 2790 (RINCIAN RUPA-RUPA LIABILITAS) Formulir 2790 (Rincian Rupa-Rupa Liabilitas) disusun sesuai format sebagai berikut: (1) (2) Jenis Jenis Valuta (3) Nominal 2. PENJELASAN FORMULIR 2790 (RINCIAN RUPA-RUPA LIABILITAS) Formulir 2790 (Rincian Rupa-Rupa Liabilitas) berisi rincian liabilitas yang tidak dapat digolongkan ke dalam salah satu dari pos di atas. (1) Jenis Pos ini diisi dengan jenis rincian rupa-rupa liabilitas yang dimiliki oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor yang dapat berupa antara lain:  Beban bunga/imbal hasil/bagi hasil/imbal jasa yang harus dibayar Pos ini mencakup total beban bunga,imbal hasil, bagi hasil, imbal jasa pinjaman atau pendanaan yang harus dibayar oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor.  Utang gaji Pos ini mencakup utang gaji yang harus dibayar oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor.  Dividen yang belum dibayar Pos ini mencakup utang dividen yang harus dibayar oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor.  Pendapatan yang ditangguhkan Pos ini mencakup total pendapatan yang ditangguhkan oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor.  Liabilitas pajak penghasilan Pos ini mencakup pajak penghasilan yang harus dibayar oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor.  Liabilitas imbalan kerja Pos ini mencakup liabilitas imbalan kerja Perusahaan Pembiayaan pelapor kepada pegawai.  Utang asuransi - 130 - Pos ini mencakup utang asuransi yang belum dibayar oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor.  Utang dealer pos ini mencakup utang dealer yang belum dibayar oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor.  Rupa-rupa liabilitas lainnya Pos ini mencakup rupa-rupa liabilitas lain selain poin di atas. (2) Jenis Valuta Pos ini diisi dengan jenis mata uang yang digunakan. (3) Nominal Pos ini diisi dengan nilai dari rupa-rupa liabilitas yang dimiliki oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor. - 131 - K. FORMULIR 3010: RINCIAN INSTRUMEN DERIVATIF UNTUK LINDUNG NILAI 1. BENTUK FORMULIR 3010 (RINCIAN INSTRUMEN DERIVATIF UNTUK LINDUNG NILAI) Formulir 3010 (Rincian Instrumen Derivatif untuk Lindung Nilai) disusun sesuai format sebagai berikut: (1) (2) Underlying Transaksi Pinjaman Nominal Nomor Kontrak Nomor Kontrak Instrumen Derivatif Jenis Instrumen Derivatif Jenis Valuta Tanggal Mulai Tanggal Jatuh Tempo (3) (4) (5) Jangka Waktu (6) (7) Nominal Instrumen Derivatif untuk Lindung Nilai Dalam Nilai Mata Uang Asal Dalam Ekuivalen Rupiah Nama Golongan Asal Negara Rincian Counterparty - 132 - 2. PENJELASAN FORMULIR 3010 (RINCIAN INSTRUMEN DERIVATIF UNTUK LINDUNG NILAI) Formulir 3010 (Daftar Rincian Aset Derivatif Untuk Lindung Nilai Syariah) berisi daftar rincian instrumen derivatif yang dimiliki Perusahaan Pembiayaan pelapor dalam rupiah maupun valas sebagai instrumen lindung nilai. Setiap instrumen derivatif yang dimiliki Perusahaan Pembiayaan pelapor menjadi instrumen lindung nilai dalam setiap transaksi pinjaman yang dilakukan oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor. (1) Underlying Transaksi Pinjaman Pos ini diisi dengan underlying transaksi pinjaman, yaitu:  Nomor Kontrak Nomor kontrak adalah nomor kontrak pinjaman dalam valas yang diterima oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor yang menjadi dasar kepemilikan aset derivatif yang dimiliki Perusahaan Pembiayaan pelapor dalam rangka lindung nilai.  Nominal Nominal adalah jumlah pinjaman dalam valas yang diterima oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor yang menjadi dasar kepemilikan aset derivatif yang dimiliki Perusahaan Pembiayaan pelapor dalam rangka lindung nilai. (2) Nomor Kontrak Instrumen Derivatif Pos ini diisi dengan nomor kontrak instrumen derivatif yang dimiliki Perusahaan Pembiayaan pelapor dalam rangka lindung nilai dari transaksi pinjaman yang dilakukan oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor. (3) Jenis Instrumen Derivatif Pos ini diisi dengan jenis instrumen derivatif yang dipilih Perusahaan Pembiayaan pelapor dalam rangka lindung nilai atas transaksi pinjaman dalam valas yang diterima.     Interest rate swap Currency swap Cross currency swap Forward  Option - 133 -  Jenis instrumen derivatif lainnya (4) Jenis Valuta Pos ini diisi dengan jenis valuta dari instrumen derivatif yang dipilih Perusahaan Pembiayaan pelapor dalam rangka lindung nilai atas transaksi pinjaman yang diterima. (5) Jangka Waktu Pos ini diisi dengan jangka waktu mulai dan jatuh tempo kontrak lindung nilai, yaitu:  Tanggal Mulai Pos ini diisi dengan tanggal mulai berlakunya transaksi instrumen derivatif antara Perusahaan Pembiayaan pelapor dengan counterparty.  Tanggal Jatuh Tempo Pos ini diisi dengan tanggal berakhirnya transaksi instrumen derivatif antara Perusahaan Pembiayaan pelapor dengan counterparty. (6) Nominal Instrumen Derivatif untuk Lindung Nilai Pos ini diisi dengan nominal kontrak lindung nilai, yaitu:  Dalam Nilai Mata Uang Asal Pos ini diisi dengan nilai nominal instrumen derivatif dalam bentuk mata uang asal antara Perusahaan Pembiayaan pelapor dengan counterparty.  Dalam Ekuivalen Rupiah Dalam ekuivalen rupiah adalah hasil ekuivalen dalam rupiah dari nilai nominal instrumen derivatif antara Perusahaan Pembiayaan pelapor dengan counterparty. (7) Rincian Counterparty Pos ini diisi dengan nama, golongan, dan asal negara counterparty, yaitu:  Nama Nama adalah lembaga/perusahaan counterparty penyedia instrumen derivatif yang digunakan Perusahaan Pembiayaan pelapor dalam rangka lindung nilai.  Golongan Golongan adalah sektor usaha lembaga/perusahaan counterparty penyedia instrumen derivatif yang digunakan - 134 - Perusahaan Pembiayaan pelapor dalam rangka lindung nilai. Pos ini diisi dengan golongan.  Asal Negara Asal negara adalah negara counterparty penyedia instrumen derivatif yang digunakan Perusahaan Pembiayaan pelapor dalam rangka lindung nilai. - 135 - L. FORMULIR 3020: RINCIAN PENYALURAN KERJA SAMA PEMBIAYAAN PORSI PIHAK KETIGA 1. BENTUK FORMULIR 3020 (RINCIAN PENYALURAN KERJA SAMA PEMBIAYAAN PORSI PIHAK KETIGA) Formulir 3020 (Rincian Penyaluran Kerja Sama Pembiayaan Porsi Pihak Ketiga) disusun sesuai format sebagai berikut: (1) (2) Nomor Kontrak Jenis Kerja Sama Pembiayaan Tanggal Mulai (3) Jangka Waktu Tanggal Jatuh Tempo Jenis Valuta (4) (5) Porsi Perusahaan Pembiayaan (%) (6) (7) Saldo Outstanding Principles Plafon Dalam Nilai Mata Uang Asal Penyaluran Pembiayaan Bersama Dalam Ekui- valen Rupiah Dalam Nilai Mata Uang Asal Dalam Ekui- valen Rupiah Nama Kreditur Golongan Kreditur Status Keter- kaitan Negara Asal (8) (9) (10) (11) - 136 - 2. PENJELASAN FORMULIR 3020 (RINCIAN PENYALURAN KERJA SAMA PEMBIAYAAN PORSI PIHAK KETIGA) Formulir 3020 (Rincian Penyaluran Kerjasama Pembiayaan Bersama Porsi Pihak Ketiga) ini berisi rincian penyaluran pembiayaan dari hasil kerjasama Perusahaan Pembiayaan pelapor dengan pihak lain baik dalam bentuk channeling maupun joint financing. (1) Nomor Kontrak Pos ini diisi dengan nomor kontrak yang digunakan dalam perjanjian channeling atau joint financing antara Perusahaan Pembiayaan pelapor dengan pihak ketiga. (2) Jenis Kerja Sama Pembiayaan Pos ini diisi dengan jenis kerja sama pembiayaan yang dilakukan dengan kreditur baik channeling maupun joint financing.  Channeling Channeling dalam pos ini adalah apabila dana untuk pembiayaan dimaksud seluruhnya berasal dari kreditur (bank, Perusahaan Pembiayaan lainnya atau perusahaan pembiayaan sekunder perumahan) dan risiko yang timbul dari aktifitas ini berada pada pemilik dana. Adapun Perusahaan Pembiayaan pelapor dalam hal ini hanya bertindak sebagai pengelola dan memperoleh imbalan atau fee dari pengelolaan dana tersebut.  Joint Financing Joint Financing dalam pos ini adalah apabila sumber dana untuk pembiayaan dimaksud berasal dari Perusahaan Pembiayaan pelapor maupun dari kreditur (bank, Perusahaan Pembiayaan lainnya atau perusahaan pembiayaan sekunder perumahan). (3) Jangka Waktu  Tanggal Mulai Pos ini diisi dengan tanggal, bulan, dan tahun dimulainya penyaluran pembiayaan channeling atau joint financing dari pihak kreditur (bank, Perusahaan Pembiayaan lainnya atau perusahaan pembiayaan sekunder perumahan) kepada Perusahaan Pembiayaan pelapor sebagaimana tercantum dalam perjanjian penyaluran pembiayaan channeling atau joint financing. - 137 -  Tanggal Jatuh Tempo Pos ini diisi dengan tanggal, bulan, dan tahun masa berakhirnya perjanjian penyaluran pembiayaan channeling atau joint financing dari pihak kreditur (bank, Perusahaan Pembiayaan lainnya kepada Perusahaan Pembiayaan pelapor sebagaimana tercantum dalam perjanjian penyaluran pembiayaan channeling atau joint financing. (4) Jenis Valuta Pos ini diisi dengan jenis mata uang yang digunakan dalam perjanjian penyaluran pembiayaan channeling atau joint financing. (5) Porsi Perusahaan Pembiayaan Pos ini diisi dengan besaran porsi pembiayaan/persentase Perusahaan Pembiayaan pelapor sebagaimana tercantum dalam perjanjian penyaluran pembiayaan bersama. (6) Plafon  Dalam Nilai Mata Uang Asal Pos ini diisi dengan jumlah maksimum penyaluran pembiayaan channeling atau joint financing oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor sebagaimana tercantum dalam perjanjian penyaluran pembiayaan bersama dalam mata uang asal.  Dalam Ekuivalen Rupiah Pos ini diisi dengan jumlah maksimum penyaluran pembiayaan channeling atau joint financing oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor sebagaimana tercantum dalam perjanjian penyaluran pembiayaan bersama dalam ekuivalen rupiah. (7) Saldo Outstanding Principles Penyaluran Pembiayaan Bersama  Dalam Nilai Mata Uang Asal Pos ini diisi dengan jumlah outstanding principles penyaluran piutang pembiayaan yang merupakan porsi kreditur dalam mata uang asal.  Dalam Ekuivalen Rupiah Pos ini diisi dengan jumlah outstanding principles penyaluran piutang pembiayaan yang merupakan porsi kreditur dalam ekuivalen rupiah. - 138 - (8) Nama Kreditur Pos ini diisi dengan nama setiap kreditur Perusahaan Pembiayaan pelapor pada akhir periode laporan. Dalam hal Perusahaan Pembiayaan pelapor mempunyai lebih dari satu rekening pembiayaan channeling atau joint financing dengan kreditur yang sama, kolom nama kreditur untuk setiap transaksi tetap diisi nama kreditur yang bersangkutan sesuai banyaknya akad perjanjian. (9) Golongan Kreditur Pos ini diisi dengan pihak yang memberikan pembiayaan channeling atau joint financing kepada Perusahaan Pembiayaan pelapor. (10) Status Keterkaitan Pos ini diisi dengan hubungan dengan Perusahaan Pembiayaan.  Terkait dengan Perusahaan Pembiayaan Terkait dengan Perusahaan Pembiayaan adalah pihak yang memberikan pembiayaan channeling atau joint financing kepada perusahaan yang terkait dengan Perusahaan Pembiayaan pelapor.  Tidak Terkait dengan Perusahaan Pembiayaan (11) Tidak terkait dengan Perusahaan Pembiayaan adalah pihak yang memberikan pembiayaan channeling atau joint financing kepada perusahaan yang tidak terkait dengan Perusahaan Pembiayaan pelapor. (12) Negara Asal Pos ini diisi dengan negara domisili kreditur. - 139 - B. FORMULIR 5310 : LAPORAN ANALISIS KESESUAIAN ASET DAN LIABILITAS 1. BENTUK FORMULIR 5310 (LAPORAN ANALISIS KESESUAIAN ASET DAN LIABILITAS) Formulir 5310 (Laporan Analisis Kesesuaian Aset dan Liabilitas) disusun sesuai format sebagai berikut: Rupiah Valas Total Pos-pos ≤3 Bulan I. ASET A. Aset Pembiayaan 1. Pembiayaan Investasi a. Sewa Pembiayaan b. Jual dan Sewa Balik c. Anjak Piutang dengan Pemberian Jaminan Dari Penjual Piutang d. Anjak Piutang tanpa Pemberian Jaminan dan Penjual Piutang >3-≤6 Bulan Jatuh Tempo Sampai Dengan >6 Bulan - ≤1 Tahun >1-≤5 Tahun > 5- ≤10 Tahun >10 Tahun Jumlah ≤3 Bulan >3-≤6 Bulan Jatuh Tempo Sampai Dengan >6 Bulan -≤1 Tahun >1-≤5 Tahun >5- ≤10 Tahun >10 Tahun Jumlah - 140 - Rupiah Pos-pos ≤3 Bulan e. Pembelian dengan Pembayaran Secara Angsuran f. Pembiayaan Proyek g. Pembiayaan Infrastruktur h. Cara Pembiayaan dengan Persetujuan OJK i. Cadangan Piutang Investasi 2. Pembiayaan Modal Kerja a. Jual Dan Sewa Balik (Sale And Leaseback) b. Anjak Piutang dengan Pemberian >3-≤6 Bulan Jatuh Tempo Sampai Dengan >6 Bulan - ≤1 Tahun >1-≤5 Tahun > 5- ≤10 Tahun >10 Tahun Jumlah ≤3 Bulan >3-≤6 Bulan Valas Total Jatuh Tempo Sampai Dengan >6 Bulan -≤1 Tahun >1-≤5 Tahun >5- ≤10 Tahun >10 Tahun Jumlah - 141 - Rupiah Pos-pos ≤3 Bulan Jaminan Dari Penjual Piutang c. Anjak Piutang tanpa Pemberian Jaminan Dari Penjual Piutang d. Fasilitas Modal Usaha e. Cara Pembiayaan dengan Persetujuan OJK f. Cadangan Piutang Modal Kerja 3. Pembiayaan Multiguna a. Sewa Pembiayaan b. Pembelian dengan Pembayaran >3-≤6 Bulan Jatuh Tempo Sampai Dengan >6 Bulan - ≤1 Tahun >1-≤5 Tahun > 5- ≤10 Tahun >10 Tahun Jumlah ≤3 Bulan >3-≤6 Bulan Valas Total Jatuh Tempo Sampai Dengan >6 Bulan -≤1 Tahun >1-≤5 Tahun >5- ≤10 Tahun >10 Tahun Jumlah - 142 - Rupiah Pos-pos ≤3 Bulan Secara Angsuran c. Fasilitas Dana d. Cara Pembiayaan dengan persetujuan OJK e. Cadangan Piutang Pembiayaan Multiguna 4. Kegiatan Usaha Pembiayaan Lain Berdasarkan Persetujuan OJK a. Piutang Pembiayaan Lainnya berdasarkan Persetujuan OJK b. Cadangan Piutang >3-≤6 Bulan Jatuh Tempo Sampai Dengan >6 Bulan - ≤1 Tahun >1-≤5 Tahun > 5- ≤10 Tahun >10 Tahun Jumlah ≤3 Bulan >3-≤6 Bulan Valas Total Jatuh Tempo Sampai Dengan >6 Bulan -≤1 Tahun >1-≤5 Tahun >5- ≤10 Tahun >10 Tahun Jumlah - 143 - Rupiah Pos-pos ≤3 Bulan Pembiayaan Lainnya Berdasarkan Persetujuan OJK B. Aset Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah 1. Permbiayaan Jual Beli a. Piutang Pembiayaan Jual Beli b. Cadangan Piutang Pembiayaan Jual Beli 2. Permbiayaan Investasi a. Piutang Pembiayaan Investas b. Cadangan Piutang Pembiayaan Investasi >3-≤6 Bulan Jatuh Tempo Sampai Dengan >6 Bulan - ≤1 Tahun >1-≤5 Tahun > 5- ≤10 Tahun >10 Tahun Jumlah ≤3 Bulan >3-≤6 Bulan Valas Total Jatuh Tempo Sampai Dengan >6 Bulan -≤1 Tahun >1-≤5 Tahun >5- ≤10 Tahun >10 Tahun Jumlah - 144 - Rupiah Pos-pos ≤3 Bulan 3. Permbiayaan Jasa a. Piutang Pembiayaan Jasa b. Cadangan Piutang Pembiayaan Jasa C. Aset Non Pembiayaan II. LIABILITAS A. Pinjaman yang diterima B. Surat Berharga yang diterbitkan C. Liabilitas Selain Pinjaman dan Surat Berharga Yang Diterbitkan >3-≤6 Bulan Jatuh Tempo Sampai Dengan >6 Bulan - ≤1 Tahun >1-≤5 Tahun > 5- ≤10 Tahun >10 Tahun Jumlah ≤3 Bulan >3-≤6 Bulan Valas Total Jatuh Tempo Sampai Dengan >6 Bulan -≤1 Tahun >1-≤5 Tahun >5- ≤10 Tahun >10 Tahun Jumlah - 145 - 2. PENJELASAN FORMULIR 5310 (LAPORAN ANALISIS KESESUAIAN ASET DAN LIABILITAS) Formulir 5310 (Laporan Analisis Kesesuaian Aset dan Liabilitas) ini berisi nilai aset dan liabilitas Perusahaan Pembiayaan pelapor berdasarkan umur sampai jatuh tempo yang dibagi menjadi <3 bulan, 3 – 6 bulan, 6 bulan – 1 tahun, 1 – 5 tahun, 5 – 10 tahun, dan di atas 10 tahun. I. Aset Pos ini mencakup total aset berdasarkan masing-masing kategori umur dalam mata uang baik dalam bentuk rupiah dan/atau valas. Pos ini terdiri dari penjumlahan piutang pembiayaan neto, piutang pembiayaan berdasarkan prinsip syariah neto, dan aset non piutang pembiayaan. Nilai Aset harus sama dengan pos Jumlah Aset pada Formulir 1100 (Laporan Posisi Keuangan). A. Aset Pembiayaan Pos ini mencakup total piutang pembiayaan neto berdasarkan masing-masing kategori umur piutang dalam mata uang baik dalam bentuk rupiah dan/atau valas. Pos ini terdiri dari penjumlahan umur pembiayaan investasi, pembiayaan modal kerja, dan pembiayaan multi guna. Nilai piutang pembiayaan neto harus sama dengan pos Piutang Pembiayaan Neto pada neraca laporan posisi keuangan Laporan Posisi Keuangan Bulanan. 1. Pembiayaan Investasi Pos ini mencakup total pembiayaan investasi neto berdasarkan masing-masing kategori umur piutang dalam mata uang baik dalam bentuk rupiah dan/atau valas. Pos ini terdiri dari penjumlahan masing–masing pembiayaaan, pokok sewa jual dan sewa balik, anjak piutang dengan pemberian jaminan dari penjual piutang, pembelian dengan pembayaran secara angsuran, pembiayaan proyek, pembiayaan infrastruktur, cara pembiayaan dengan Persetujuan - 146 - OJK berdasarkan masing-masing umur piutang setelah dikurangi setelah kategori Cadangan Piutang Pembiayaan Investasi. Pokok adalah outstanding principles pendapatan yang ditangguhkan revenue). dikurangi (unearned 2. Pembiayaan Modal Kerja Pos ini mencakup total pembiayaan modal kerja neto berdasarkan masing-masing kategori umur piutang dalam mata uang baik dalam bentuk rupiah dan/atau valas. Pos ini terdiri dari penjumlahan pokok atas jual dan sewa balik, anjak piutang dengan pemberian jaminan dari penjual piutang, anjak piutang tanpa pemberian jaminan dari penjual piutang, fasilitas modal usaha dan cara pembiayaan dengan persetujuan OJK berdasarkan masing-masing kategori umur piutang setelah dikurangi pembiayaan modal kerja. cadangan piutang 3. Pembiayaan Multiguna Pos ini mencakup total pembiayaan multiguna berdasarkan masing-masing kategori umur piutang dalam mata uang baik dalam bentuk rupiah dan/atau valas. Pos ini terdiri dari penjumlahan dengan pembayaran secara angsuran, pokok sewa pembiayaan, pembelian cara pembiayaan dengan persetujuan OJK berdasarkan masing-masing kategori umur piutang setelah dikurangi cadangan piutang pembiayaan multiguna. 4. Pembiayaan Lain Berdasarkan Persetujuan OJK Pembiayaan Lainnya Berdasarkan Persetujuan OJK berdasarkan masing-masing kategori umur piutang dalam mata uang baik dalam bentuk rupiah dan/atau valas. Pos ini adalah nilai pokok pembiayaan lainnya berdasarkan persetujuan OJK berdasarkan masing-masing kategori umur - 147 - piutang setelah dikurangi cadangan piutang pembiayaan lainnya berdasarkan persetujuan OJK. B. Aset Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah Pos ini mencakup umur total aset pembiayaan berdasarkan prinsip syariah sesuai dengan mata uang, apakah dalam bentuk rupiah dan/atau valas. Pos ini terdiri dari penjumlahan umur pembiayaan investasi, pembiayaan jual beli, pembiayaan jasa, dan cadangan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. 1. Pembiayaan Jual Beli Pos ini mencakup total pembiayaan jual beli neto berdasarkan masing-masing kategori umur piutang setelah dikurangi cadangan piutang pembiayaan jual beli dalam bentuk mata uang rupiah dan/atau valas. 2. Pembiayaan Investasi Pos ini mencakup total pembiayaan investasi neto berdasarkan masing-masing kategori umur piutang setelah dikurangi cadangan piutang pembiayaan investasi dalam bentuk mata uang rupiah dan/atau valas. 3. Pembiayaan Jasa Pos ini mencakup total pembiayaan jasa neto berdasarkan masing-masing kategori umur piutang setelah dikurangi cadangan piutang pembiayaan jasa dalam bentuk mata uang rupiah dan/atau valas. C. Aset Non Pembiayaan Pos ini mencakup umur total aset non pembiayaan sesuai dengan mata uang, apakah dalam bentuk rupiah dan/atau valas. II. Liabilitas Pos ini mencakup umur total liabilitas sesuai dengan mata uang, dalam bentuk rupiah dan/atau valas sesuai dengan klasifikasi umur. Pos ini terdiri dari - 148 - penjumlahan pinjaman yang diterima, surat berharga yang diterbitkan, dan liabilitas selain pinjaman dan surat berharga yang diterbitkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 4 Desember 2019 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERASURANSIAN, DANA PENSIUN, LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA OTORITAS JASA KEUANGAN, ttd RISWINANDI Salinan ini sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana LAMPIRAN II SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 26 /SEOJK.05/2019 TENTANG PERUBAHAN ATAS SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 3/SEOJK.05/2016 TENTANG LAPORAN BULANAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN -1- FORMAT SURAT PERMOHONAN PERUBAHAN ANGGOTA DIREKSI YANG BERTANGGUNG JAWAB ATAS LAPORAN BULANAN DAN PETUGAS PENYUSUN LAPORAN BULANAN KOP SURAT PERUSAHAAN Nomor : Tanggal : Lampiran : Perihal : Permohonan Perubahan Anggota Direksi yang Bertanggung Jawab atas Laporan Bulanan dan/atau Petugas Penyusun Laporan Bulanan Kepada Yth. Otoritas Jasa Keuangan u.p. Direktorat Statistik dan Informasi IKNB Gedung Wisma Mulia 2 Lantai 11 Jalan Jenderal Gatot Subroto Kav. 40 Jakarta, 12710 Menunjuk Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 3/SEOJK.05/2016 tentang Laporan Bulanan Perusahaan Pembiayaan sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor ....., dengan ini kami untuk dan atas nama: Perusahaan : ______________________________________ Sandi Perusahaan : ______________________________________ mengajukan permohonan untuk: 1. perubahan anggota direksi yang bertanggung jawab atas laporan bulanan; dan/atau 2. perubahan petugas penyusun laporan bulanan, dengan perubahan sebagai berikut: Jabatan Keterangan Anggota Direksi Penanggung Jawab Nama Petugas Jabatan di Perusahaan Pembiayaan Email Telepon Nama Sebelum Setelah -2- Penyusun Jabatan di Perusahaan Pembiayaan Email Telepon Demikian permohonan ini kami sampaikan dan atas perhatian Bapak/Ibu kami ucapkan terima kasih. Hormat kami, Direksi PT/Koperasi *) Tanda tangan, nama, dan cap basah ( *) coret yang tidak perlu ) Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 4 Desember 2019 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERASURANSIAN, DANA PENSIUN, LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA OTORITAS JASA KEUANGAN, ttd RISWINANDI Salinan ini sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana LAMPIRAN III SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 26 /SEOJK.05/2019 TENTANG PERUBAHAN ATAS SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 3/SEOJK.05/2016 TENTANG LAPORAN BULANAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN -1- FORMAT SURAT PERMOHONAN KODE PENGGUNA (USER ID) DAN KATA SANDI (PASSWORD) APLIKASI LAPORAN BULANAN KOP SURAT PERUSAHAAN Nomor : Tanggal : Lampiran : Perihal : Permohonan Kode Pengguna (User ID) dan Kata Sandi (Password) Aplikasi Laporan Bulanan Kepada Yth. Otoritas Jasa Keuangan u.p. Direktorat Statistik dan Informasi IKNB Gedung Wisma Mulia 2 Lantai 11 Jalan Jenderal Gatot Subroto Kav. 40 Jakarta, 12710 Menunjuk Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 3/SEOJK.05/2016 tentang Laporan Bulanan Perusahaan Pembiayaan sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor ....., dengan ini kami untuk dan atas nama: Perusahaan : ______________________________________ Sandi Perusahaan : ______________________________________ mengajukan permohonan untuk memperoleh kode pengguna (user ID) dan kata sandi (password) pengiriman Laporan Bulanan dengan nama petugas penyusun Laporan Bulanan sebagai berikut: Nama Jabatan Email Telepon : ______________________________________ : ______________________________________ : ______________________________________ : ______________________________________ Demikian permohonan ini kami sampaikan, dan atas perhatian Bapak/Ibu kami ucapkan terima kasih. Hormat kami, Direksi PT/Koperasi *) -2- Tanda tangan, nama, dan cap basah ( *) coret yang tidak perlu ) Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 4 Desember 2019 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERASURANSIAN, DANA PENSIUN, LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA OTORITAS JASA KEUANGAN, ttd RISWINANDI Salinan ini sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana LAMPIRAN IV SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 26 /SEOJK.05/2019 TENTANG PERUBAHAN ATAS SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 3/SEOJK.05/2016 TENTANG LAPORAN BULANAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN - 1 - FORMAT SURAT PERMOHONAN PERUBAHAN KODE PENGGUNA (USER ID) DAN KATA SANDI (PASSWORD) LAPORAN BULANAN KOP SURAT PERUSAHAAN Nomor : Tanggal : Lampiran : Perihal : Permohonan Perubahan Kode Pengguna (User ID) dan Kata Sandi (Password) Aplikasi Laporan Bulanan Kepada Yth. Otoritas Jasa Keuangan u.p. Direktorat Statistik dan Informasi IKNB Gedung Wisma Mulia 2 Lantai 11 Jalan Jenderal Gatot Subroto Kav. 40 Jakarta, 12710 Menunjuk Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 3/SEOJK.05/2016 tentang Laporan Bulanan Perusahaan Pembiayaan sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor ....., dengan ini kami untuk dan atas nama: Perusahaan : ______________________________________ Sandi Perusahaan : ______________________________________ mengajukan permohonan perubahan kode pengguna (user ID) dan kata sandi (password) pengiriman Laporan Bulanan dengan nama petugas penyusun Laporan Bulanan sebagai berikut: Nama Jabatan Email Telepon : ______________________________________ : ______________________________________ : ______________________________________ : ______________________________________ Demikian permohonan ini kami sampaikan dan atas perhatian Bapak/Ibu kami ucapkan terima kasih. Hormat kami, Direksi PT/Koperasi *) - 2 - Tanda tangan, nama, dan cap basah ( *) coret yang tidak perlu ) Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 4 Desember 2019 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERASURANSIAN, DANA PENSIUN, LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA OTORITAS JASA KEUANGAN, ttd RISWINANDI Salinan ini sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 26/SEOJK.05/2019 </reg_id> <reg_title> PERUBAHAN ATAS SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 3/SEOJK.05/2016 TENTANG LAPORAN BULANAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN </reg_title> <set_date> 4 Desember 2019 </set_date> <effective_date> 1 Juni 2020 </effective_date> <changed_reg> '3/SEOJK.05/2016' </changed_reg> <related_reg> '3/POJK.05/2013 | Pasal 2 ayat (6), Pasal 4 ayat (6), dan Pasal 10', '3/SEOJK.05/2016', '35/POJK.05/2018' </related_reg>
Yth. 1. Direksi Perusahaan Asuransi; 2. Direksi Perusahaan Asuransi Syariah; 3. Direksi Perusahaan Reasuransi; dan 4. Direksi Perusahaan Reasuransi Syariah, di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 44 /SEOJK.05/2016 TENTANG KRITERIA PENUNJUKAN DAN PENETAPAN PENGGUNAAN PENGELOLA STATUTER SERTA PENGAKHIRAN DAN PENGGANTIAN PENGELOLA STATUTER BAGI PERUSAHAAN ASURANSI, PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH, PERUSAHAAN REASURANSI, DAN PERUSAHAAN REASURANSI SYARIAH Sehubungan dengan amanat Pasal 2 ayat (6) dan Pasal 12 ayat (3) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 41/POJK.05/2015 tentang Tata Cara Penetapan Pengelola Statuter pada Lembaga Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 368, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5808), perlu untuk mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai kriteria penunjukan dan penetapan penggunaan pengelola statuter serta pengakhiran dan penggantian pengelola statuter bagi perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransi syariah dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM 1. Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK adalah Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. 2. Pengelola Statuter adalah orang perseorangan atau badan hukum yang ditetapkan OJK untuk melaksanakan kewenangan OJK sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian. - 2 - 3. Perusahaan adalah perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransi syariah. 4. Perusahaan Asuransi adalah perusahaan asuransi umum dan perusahaan asuransi jiwa sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian. 5. Perusahaan Asuransi Syariah adalah perusahaan asuransi umum syariah dan perusahaan asuransi jiwa syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian. 6. Perusahaan Reasuransi adalah perusahaan yang menyelenggarakan usaha jasa pertanggungan ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh Perusahaan Asuransi, perusahaan penjaminan, atau Perusahaan Reasuransi lainnya. 7. Perusahaan Reasuransi Syariah adalah perusahaan yang menyelenggarakan usaha pengelolaan risiko berdasarkan prinsip syariah atas risiko yang dihadapi oleh Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan penjaminan syariah, atau Perusahaan Reasuransi Syariah lainnya. 8. Dewan Komisioner adalah dewan komisioner sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. 9. Rapat Umum Pemegang Saham yang selanjutnya disingkat RUPS adalah rapat umum pemegang saham sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas bagi Perusahaan yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas atau yang setara dengan RUPS bagi Perusahaan yang berbentuk badan hukum koperasi atau usaha bersama. 10. Pemegang Saham adalah pemegang saham sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas bagi Perusahaan berbentuk badan hukum perseroan terbatas atau yang setara dengan Pemegang Saham bagi Perusahaan yang berbentuk badan hukum koperasi atau usaha bersama. 11. Direksi adalah organ Perusahaan yang melakukan fungsi pengurusan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas bagi Perusahaan berbentuk badan hukum perseroan terbatas atau yang setara dengan Direksi bagi Perusahaan yang berbentuk badan hukum koperasi atau usaha bersama. - 3 - 12. Dewan Komisaris adalah organ Perusahaan yang melakukan fungsi pengawasan dan pemberian nasihat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas bagi Perusahaan yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas atau yang setara dengan Dewan Komisaris bagi Perusahaan yang berbentuk badan hukum koperasi atau usaha bersama. 13. Dewan Pengawas Syariah adalah bagian dari organ Perusahaan yang menyelenggarakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, yang melakukan fungsi pengawasan atas penyelenggaraan usaha asuransi atau usaha reasuransi agar sesuai dengan prinsip syariah. 14. Konsumen adalah konsumen sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. II. KRITERIA PENUNJUKAN DAN PENETAPAN PENGGUNAAN PENGELOLA STATUTER 1. OJK dapat melakukan penunjukan dan penetapan penggunaan Pengelola Statuter dalam hal: a. kondisi keuangan Perusahaan dapat membahayakan kepentingan Konsumen, sektor jasa keuangan, dan/atau Pemegang Saham; b. penyelenggaraan kegiatan usaha Perusahaan tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; c. Perusahaan telah dikenai sanksi pembatasan kegiatan usaha; d. Perusahaan dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk memfasilitasi dan/atau melakukan tindak pidana di sektor jasa keuangan; e. Pemegang Saham, Direksi, Dewan Komisaris, dan/atau Dewan Pengawas Syariah Perusahaan diduga melakukan tindak pidana di sektor jasa keuangan yang dapat mengganggu operasional pada Perusahaan yang bersangkutan; f. Direksi, Dewan Komisaris, dan/atau Dewan Pengawas Syariah Perusahaan dinilai tidak mampu mengatasi permasalahan yang terjadi di Perusahaan; dan/atau g. Perusahaan tidak memenuhi perintah tertulis untuk mengganti Direksi, Dewan Komisaris, dan/atau Dewan Pengawas Syariah. 2. Kondisi keuangan Perusahaan dinilai dapat membahayakan kepentingan Konsumen, sektor jasa keuangan, dan/atau Pemegang - 4 - Saham sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a di atas, apabila antara lain memenuhi hal-hal sebagai berikut: a. b. rasio pencapaian solvabilitas di bawah 100% (seratus persen); rasio kecukupan investasi di bawah 100% (seratus persen); dan/atau c. ekuitas di bawah minimum jumlah yang dipersyaratkan. 3. Penyelenggaraan kegiatan usaha Perusahaan dinilai tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf b apabila antara lain: a. melakukan kegiatan usaha yang tidak sesuai dengan izin usaha yang diberikan oleh OJK; dan/atau b. menempatkan investasi pada jenis dan/atau jumlah investasi yang dilarang berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perasuransian. 4. Perusahaan telah dikenai sanksi pembatasan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf c yang menurut penilaian OJK dapat mengakibatkan kegagalan Perusahaan dalam memenuhi kewajibannya kepada Konsumen, pemegang polis, dan/atau pihak lainnya. 5. Perusahaan dinilai dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk memfasilitasi dan/atau melakukan tindak pidana di sektor jasa keuangan sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf d apabila antara lain Perusahaan digunakan menjadi sarana atau target untuk pencucian uang dan/atau pendanaan terorisme. 6. Direksi, Dewan Komisaris, Dewan Pengawas Syariah, dan/atau Pemegang Saham diduga melakukan tindak pidana di sektor jasa keuangan yang dapat mengganggu operasional Perusahaan yang bersangkutan sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf e apabila antara lain potensi kerugian Perusahaan akibat tindak pidana dimaksud dinilai material. 7. Direksi, Dewan Komisaris, dan/atau Dewan Pengawas Syariah Perusahaan dinilai tidak mampu mengatasi permasalahan yang terjadi di Perusahaan sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf f apabila antara lain yang bersangkutan tidak mampu melaksanakan dan/atau menyelesaikan sebagian atau seluruh rencana penyehatan keuangan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang- - 5 - undangan mengenai kesehatan keuangan Perusahaan sesuai jangka waktu yang ditetapkan. 8. Perusahaan dinilai tidak memenuhi perintah tertulis untuk mengganti Direksi, Dewan Komisaris, dan/atau Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf g apabila antara lain dalam jangka waktu yang ditetapkan tidak berhasil melakukan penggantian Direksi, Dewan Komisaris, dan/atau Dewan Pengawas Syariah yang memenuhi kriteria sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. III. PIHAK YANG DITUNJUK SEBAGAI PENGELOLA STATUTER 1. OJK menunjuk orang perseorangan atau badan hukum sebagai Pengelola Statuter. 2. Orang perseorangan yang dapat menjadi Pengelola Statuter sebagaimana dimaksud pada angka 1 harus cakap melakukan perbuatan hukum dan tidak memiliki benturan kepentingan dengan Perusahaan yang akan dikelola, Pemegang Saham, Direksi, Dewan Komisaris, dan/atau Dewan Pengawas Syariah dari Perusahaan yang akan dikelola, dengan ketentuan: a. memiliki pengetahuan, pengalaman, dan/atau keahlian yang relevan, antara lain di bidang akuntansi, hukum, aktuaria, teknologi dan informatika, atau merupakan ahli atau profesi lain yang berhubungan dengan perasuransian; dan/atau b. memiliki pengalaman dalam pengelolaan, penyehatan, dan/atau restrukturisasi perusahaan. 3. Dalam hal yang ditunjuk sebagai Pengelola Statuter adalah orang perseorangan yang berfungsi sebagai Direksi, Dewan Komisaris, dan/atau Dewan Pengawas Syariah, jumlah Pengelola Statuter yang ditunjuk disesuaikan dengan kebutuhan Perusahaan. 4. Orang perseorangan atau badan hukum yang ditunjuk sebagai Pengelola Statuter dapat bekerja sama dengan pihak lain dalam rangka menjalankan tugas dan wewenangnya. 5. Badan hukum yang dapat menjadi Pengelola Statuter sebagaimana dimaksud pada angka 1, tidak memiliki benturan kepentingan dengan Pemegang Saham, Direksi, Dewan Komisaris, dan/atau Dewan Pengawas Syariah dari Perusahaan yang akan dikelola. - 6 - 6. Benturan kepentingan sebagaimana dimaksud pada angka 2 adalah keadaan dimana terdapat konflik antara kepentingan ekonomis Pengelola Statuter dan kepentingan ekonomis Perusahaan, Pemegang Saham, anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan/atau anggota Dewan Pengawas Syariah dari Perusahaan. 7. Benturan kepentingan sebagaimana dimaksud pada angka 5 adalah keadaan dimana terdapat konflik antara kepentingan ekonomis Pengelola Statuter dan kepentingan ekonomis Pemegang Saham, anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan/atau anggota Dewan Pengawas Syariah dari Perusahaan. 8. Dalam hal Pengelola Statuter berbentuk badan hukum, pihak yang ditugaskan untuk menjalankan fungsi, tugas, dan wewenang Pengelola Statuter harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan dengan terlebih dahulu mendapat persetujuan OJK. IV. TATA CARA PENUNJUKAN DAN PENETAPAN PENGGUNAAN PENGELOLA STATUTER 1. Penunjukan dan penetapan penggunaan Pengelola Statuter dilakukan oleh Dewan Komisioner berdasarkan usulan dari Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya. 2. Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya menetapkan keputusan penunjukan dan penetapan penggunaan Pengelola Statuter yang telah disetujui Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud pada angka 1. 3. Penggunaan Pengelola Statuter berlaku sejak tanggal penetapan keputusan yang ditandatangani oleh Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya. V. RENCANA KERJA DAN ANGGARAN BIAYA PENGELOLA STATUTER 1. Pengelola Statuter menyusun rencana kerja dan anggaran biaya dalam rangka pelaksanaan tugas sebagai Pengelola Statuter. 2. Rencana kerja dan anggaran biaya sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dilaporkan kepada OJK untuk disetujui paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal penunjukan dan penetapan penggunaan Pengelola Statuter. - 7 - VI. PENGAKHIRAN DAN PENGGANTIAN PENGELOLA STATUTER 1. Penggunaan Pengelola Statuter pada Perusahaan berakhir apabila: a. OJK memutuskan penggunaan Pengelola Statuter tidak diperlukan lagi; atau b. Perusahaan telah dicabut izin usahanya. 2. Penggunaan Pengelola Statuter tidak diperlukan lagi sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a, apabila antara lain: a. OJK menilai bahwa kondisi keuangan Perusahaan telah sehat; b. OJK menilai bahwa Pengelola Statuter telah berhasil mengatasi permasalahan yang terjadi di Perusahaan dan/atau menyelesaikan seluruh rencana penyehatan keuangan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang- undangan mengenai kesehatan keuangan Perusahaan; dan/atau c. jangka waktu atau masa tugas penggunaan Pengelola Statuter telah berakhir dan permasalahan Perusahaan belum dapat diselesaikan. 3. Pencabutan izin usaha Perusahaan sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf b, antara lain dikarenakan Perusahaan tersebut dinilai tidak dapat diselamatkan. 4. Pengakhiran penggunaan Pengelola Statuter pada Perusahaan yang telah dicabut izin usahanya sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf b berlaku sejak terbentuknya tim likuidasi. 5. Perusahaan yang telah dicabut izin usahanya sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf b selanjutnya dilakukan proses likuidasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pembubaran, likuidasi, dan kepailitan Perusahaan. 6. OJK berwenang untuk melakukan penggantian Pengelola Statuter apabila antara lain Pengelola Statuter: a. melakukan kecurangan, tidak jujur, lalai, tidak mampu, dan/atau tidak mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perasuransian; b. tidak mampu menyelesaikan permasalahan yang ada pada Perusahaan; c. tidak mematuhi perintah tertulis dari OJK; dan/atau d. mengundurkan diri. 7. Pengakhiran dan/atau penggantian Pengelola Statuter dilakukan oleh Dewan Komisioner berdasarkan usulan dari Kepala Eksekutif - 8 - Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya. 8. Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya melakukan pengakhiran dan/atau penggantian Pengelola Statuter setelah memperoleh persetujuan pengakhiran dan penggantian Pengelola Statuter oleh Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud pada angka 7. 9. Pengakhiran dan penggantian Pengelola Statuter berlaku sejak tanggal penetapan keputusan yang ditandatangani oleh Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya. 10. Pengelola Statuter menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada OJK melalui Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya. VII. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran OJK ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 4 Oktober 2016 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERASURANSIAN, DANA PENSIUN, LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA OTORITAS JASA KEUANGAN, Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana ttd FIRDAUS DJAELANI
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 44/SEOJK.05/2016 </reg_id> <reg_title> KRITERIA PENUNJUKAN DAN PENETAPAN PENGGUNAAN PENGELOLA STATUTER SERTA PENGAKHIRAN DAN PENGGANTIAN PENGELOLA STATUTER BAGI PERUSAHAAN ASURANSI, PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH, PERUSAHAAN REASURANSI, DAN PERUSAHAAN REASURANSI SYARIAH </reg_title> <set_date> 4 Oktober 2016 </set_date> <effective_date> 4 Oktober 2016 </effective_date> <related_reg> '41/POJK.05/2015 | Pasal 2 ayat (6) dan Pasal 12 ayat (3)' </related_reg>
Yth. 1. Lembaga Jasa Keuangan; 2. Orang Perseorangan Yang Melakukan Kegiatan Di Sektor Jasa Keuangan; dan 3. Badan Yang Melakukan Kegiatan Di Sektor Jasa Keuangan di tempat. SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 4/SEOJK.02/2014 TENTANG MEKANISME PEMBAYARAN PUNGUTAN OTORITAS JASA KEUANGAN Sehubungan dengan telah diundangkannya Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2014 tentang Pungutan Oleh Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5504), Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 3/POJK.02/2014 tanggal 1 April 2014 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pungutan oleh Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5521) dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 4/POJK.04/2014 tanggal 1 April 2014 tentang Tata Cara Penagihan Sanksi Administratif Berupa Denda di Sektor Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5522), perlu diatur ketentuan mengenai mekanisme pembayaran kewajiban pungutan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. 2. Pungutan... - 2 - 2. Pungutan adalah sejumlah uang yang wajib dibayar oleh pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah tentang Pungutan oleh Otoritas Jasa Keuangan. 3. Pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan yang selanjutnya disingkat Pihak adalah lembaga jasa keuangan dan/atau orang perseorangan atau badan yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan. 4. Wajib Bayar adalah Pihak yang wajib membayar Pungutan kepada OJK. 5. Sistem Informasi Penerimaan OJK, yang selanjutnya disingkat SIPO, adalah sistem yang digunakan untuk menerima, dan mengadministrasikan Pungutan OJK secara transparan dan akuntabel. 6. Surat Setoran adalah dokumen yang diterbitkan oleh SIPO yang berisi antara lain nomor referensi setoran yang bersifat unik, dan jumlah yang harus disetor oleh Wajib Bayar. 7. Nomor Referensi Setoran, yang selanjutnya disingkat NRS adalah kode referensi setoran berupa angka-angka yang bersifat unik yang terdapat pada Surat Setoran untuk setiap transaksi pembayaran. II. REGISTRASI SIPO 1. Untuk melaksanakan kewajiban pembayaran pungutan, Wajib Bayar harus melakukan registrasi ke SIPO. 2. Tata cara registrasi SIPO berpedoman pada manual SIPO sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. III. FORMULIR ELEKTRONIK DALAM RANGKA PEMBAYARAN PUNGUTAN 1. Formulir elektronik digunakan untuk melakukan pembayaran Pungutan kepada OJK. 2. Pengisian formulir elektronik dilakukan melalui SIPO. 3. Formulir... - 3 - 3. Formulir elektronik yang telah diisi dapat dicetak sebagai Surat Setoran yang dapat dibawa ke Bank sebagai slip setoran. 4. Tata cara pengisian formulir elektronik dan pencetakan Surat Setoran berpedoman pada manual SIPO sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. IV. TATA CARA PEMBAYARAN PUNGUTAN BAGI SEKTOR PASAR MODAL, PERASURANSIAN, DANA PENSIUN, LEMBAGA PEMBIAYAAN, BANK PERKREDITAN RAKYAT, BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH, DAN LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA 1. Wajib Bayar bagi sektor Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, Bank Perkreditan Rakyat, Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, Dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya melakukan penyetoran Pungutan ke rekening OJK di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. 2. Penyetoran sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan dengan cara: a. Penyetoran langsung dengan menggunakan Surat Setoran sebagai slip setoran pada jaringan pelayanan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk meliputi kantor cabang, kantor cabang pembantu, kantor kas, unit, dan teras pada PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. b. Penyetoran langsung dengan mencantumkan NRS melalui electronic channel PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk meliputi internet banking, Automatic Teller Machine (ATM), cash management system, dan mobile banking. c. Pemindahbukuan atau transfer dengan mencantumkan NRS dari rekening Wajib Bayar di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau bank lain ke rekening OJK di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. 3. Pembayaran pungutan berlaku efektif pada tanggal dicatatnya penerimaan pembayaran Pungutan di rekening OJK. 4. Wajib... - 4 - 4. Wajib Bayar menyimpan bukti setoran berupa Surat Setoran yang telah divalidasi PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, Slip ATM, bukti pembayaran internet banking, bukti pembayaran cash management system, bukti pembayaran mobile banking, bukti pemindahbukuan atau bukti transfer sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf a, huruf b, atau huruf c. V. TATA CARA PEMBAYARAN PUNGUTAN BAGI BANK UMUM 1. Wajib Bayar bagi bank umum melakukan penyetoran Pungutan ke rekening OJK di Bank Indonesia. 2. Penyetoran sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan dengan pemindahbukuan, kliring atau Real Time Gross Settlement (RTGS) bagi Bank Umum Konvensional, Bank Umum Syariah, Kantor Cabang dan Kantor Perwakilan dari Bank yang berkedudukan di luar negeri dengan mencantumkan NRS ke rekening OJK di Bank Indonesia. 3. Segala biaya yang timbul terkait pembayaran pungutan ditanggung oleh Wajib Bayar. luar... 4. Pembayaran pungutan berlaku efektif pada tanggal dicatatnya penerimaan pembayaran pungutan di rekening OJK. 5. Wajib Bayar menyimpan bukti pemindahbukuan sebagaimana dimaksud pada angka 2 sebagai bukti pembayaran. VI. PENYAMPAIAN INFORMASI PEMBAYARAN 1. Wajib Bayar dianggap telah menyampaikan informasi pembayaran apabila telah mengisi formulir secara elektronik dengan lengkap dan benar serta pembayaran telah diterima dan divalidasi oleh bank. 2. Informasi pembayaran pungutan yang telah dilakukan oleh Wajib Bayar dapat dilihat melalui SIPO. VII. KONTINJENSI 1. Dalam hal SIPO tidak dapat digunakan berdasarkan pengumuman dari OJK, sedangkan kewajiban pembayaran jatuh tempo kurang dari 24 (dua puluh empat)... - 5 - (dua puluh empat) jam sehingga tidak dapat menerbitkan Surat Setoran, maka Wajib Bayar melakukan pembayaran secara manual. 2. Tata cara pembayaran secara manual adalah sebagai berikut: a. Wajib Bayar mengisi formulir Surat Setoran manual. b. Surat Setoran manual sebagaimana dimaksud pada huruf a diperoleh dengan menghubungi kantor OJK setempat atau Bank yang ditunjuk OJK. c. Wajib Bayar bagi sektor Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, Bank Perkreditan Rakyat, Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, Dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya melakukan pembayaran secara langsung ke unit pelayanan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Pembiayaan... d. Wajib Bayar bagi Bank Umum melakukan pemindahbukuan, Real Time Gross Settlement (RTGS) atau kliring ke rekening OJK di Bank Indonesia. e. Wajib Bayar wajib segera menyampaikan Surat Setoran manual sebagaimana dimaksud pada huruf a disertai bukti pembayaran ke kantor regional, kantor OJK setempat atau Direktorat Pengelolaan Keuangan c.q. Bagian Penerimaan di kantor pusat OJK. VIII. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 1 April 2014 WAKIL KETUA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, Ttd. RAHMAT WALUYANTO
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 4/SEOJK.02/2014 </reg_id> <reg_title> MEKANISME PEMBAYARAN PUNGUTAN OTORITAS JASA KEUANGAN </reg_title> <set_date> 1 April 2014 </set_date> <effective_date> 1 April 2014 </effective_date> <related_reg> '11/PP/2014', '3/POJK.02/2014', '4/POJK.04/2014' </related_reg>
Yth. 1. Direksi Bank Umum Konvensional; dan 2. Direksi Bank Umum Syariah, di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 33 /SEOJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO PADA BANK YANG MELAKUKAN AKTIVITAS KERJA SAMA PEMASARAN DENGAN PERUSAHAAN ASURANSI (BANCASSURANCE) Sehubungan dengan semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat atas produk asuransi, yang diikuti dengan peningkatan pemasaran produk asuransi melalui aktivitas kerja sama pemasaran antara perusahaan asuransi dengan Bank (bancassurance), dan dengan melihat perkembangan yang terjadi maka diperlukan pengaturan lebih lanjut mengenai bancassurance. Pengaturan ini diperlukan mengingat selain memberikan manfaat, aktivitas bancassurance juga berpotensi menimbulkan berbagai Risiko bagi Bank, terutama Risiko Hukum dan Risiko Reputasi. Untuk itu, dalam rangka mendukung perkembangan pasar keuangan, meningkatkan penerapan Manajemen Risiko oleh Bank, melindungi kepentingan nasabah Bank, dan sejalan dengan ketentuan yang mengatur hal- hal yang terkait dengan pemasaran produk asuransi melalui kerja sama dengan Bank (bancassurance), serta sebagai pelaksanaan dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 18/POJK.03/2016 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5861) dan ketentuan yang mengatur mengenai penerapan manajemen risiko bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah, dipandang perlu untuk mengatur ketentuan mengenai Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Aktivitas Kerja Sama Pemasaran dengan Perusahaan Asuransi (Bancassurance) dalam suatu Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN ... - 2 - I. KETENTUAN UMUM 1. Yang dimaksud dengan aktivitas kerja sama pemasaran antara Bank dengan perusahaan asuransi yang selanjutnya disebut bancassurance dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini adalah aktivitas kerja sama antara Bank dengan perusahaan asuransi dalam rangka memasarkan produk asuransi melalui Bank. 2. Aktivitas bancassurance diklasifikasikan dalam 3 (tiga) model bisnis sebagai berikut: a. Referensi Referensi merupakan suatu aktivitas kerja sama pemasaran produk asuransi, dengan Bank berperan hanya mereferensikan atau merekomendasikan suatu produk asuransi kepada nasabah. Peran Bank dalam melakukan pemasaran terbatas sebagai perantara dalam meneruskan informasi produk asuransi dari perusahaan asuransi mitra Bank kepada nasabah atau menyediakan akses kepada perusahaan asuransi untuk menawarkan produk asuransi kepada nasabah. Aktivitas referensi dapat dibedakan sebagai berikut: 1) Referensi dalam Rangka Produk Bank Bank mereferensikan atau merekomendasikan produk asuransi yang menjadi persyaratan untuk memperoleh suatu produk perbankan kepada nasabah. Persyaratan keberadaan produk asuransi tersebut dimaksudkan untuk kepentingan dan perlindungan kepada Bank atas Risiko terkait dengan produk yang diterbitkan atau jasa yang dilaksanakan oleh Bank kepada nasabah. Dalam hal ini, pada hakikatnya produk asuransi juga untuk melindungi debitur sebagai pihak tertanggung meskipun dalam polis dicantumkan banker’s clause karena Bank sebagai penerima manfaat. Contoh produk Bank yang mempersyaratkan keberadaan asuransi adalah: a) Kredit atau pembiayaan pemilikan rumah yang disertai kewajiban asuransi kebakaran terhadap rumah atau bangunan yang dibiayai oleh Bank serta asuransi jiwa terhadap nasabah peminjam (debitur). b) Kredit ... - 3 - b) Kredit atau pembiayaan kendaraan bermotor yang disertai kewajiban asuransi kerugian terhadap kendaraan bermotor yang dibiayai oleh Bank. c) Kredit atau pembiayaan kepada pegawai atau pensiunan yang disertai kewajiban asuransi jiwa terhadap nasabah peminjam (debitur). 2) Referensi Tidak dalam Rangka Produk Bank Bank mereferensikan produk asuransi yang tidak menjadi persyaratan untuk memperoleh suatu produk perbankan kepada nasabah. Aktivitas bancassurance dengan model ini dapat dilakukan melalui: a) Penerusan brosur, leaflet, dan/atau hal-hal sejenis oleh Bank yang memuat penawaran, informasi, dan/atau penjelasan dari perusahaan asuransi mitra Bank atas suatu produk asuransi kepada nasabah Bank, baik secara tatap muka maupun melalui surat dan media elektronik, termasuk menggunakan situs web Bank. Dalam hal nasabah memerlukan informasi lebih lanjut atau bermaksud membeli produk asuransi yang direferensikan melalui pemasaran tersebut, Bank harus mengarahkan nasabah kepada perusahaan asuransi mitra Bank. b) Penyediaan ruangan oleh Bank di dalam lingkungan kantor Bank yang dapat digunakan oleh perusahaan asuransi mitra Bank dalam rangka pemasaran produk asuransi (in-branch sales) kepada nasabah. c) Penyediaan data nasabah oleh Bank yang dapat digunakan oleh perusahaan asuransi mitra Bank dalam rangka pemasaran produk asuransi dengan mematuhi ketentuan dan prinsip penerapan Manajemen Risiko dalam rangka Bancassurance terkait penggunaan data nasabah. b. Kerja Sama Distribusi Kerja sama distribusi merupakan suatu aktivitas kerja sama pemasaran produk asuransi, dimana Bank berperan memasarkan produk asuransi dengan cara memberikan penjelasan ... - 4 - penjelasan mengenai produk asuransi secara langsung kepada nasabah. Penjelasan dari Bank dapat dilakukan melalui tatap muka dengan nasabah dan/atau dengan menggunakan sarana komunikasi (telemarketing), termasuk melalui surat, media elektronik, dan situs web Bank. Peran Bank tidak hanya sebagai perantara dalam meneruskan informasi produk asuransi dari perusahaan asuransi mitra Bank kepada nasabah tetapi Bank juga memberikan penjelasan secara langsung yang terkait dengan produk asuransi seperti karakteristik, manfaat, dan Risiko dari produk yang dipasarkan serta meneruskan minat atau permintaan pembelian produk asuransi dari nasabah kepada perusahaan asuransi mitra Bank. c. Integrasi Produk Integrasi produk merupakan suatu aktivitas kerja sama pemasaran produk asuransi, dimana Bank berperan memasarkan produk asuransi kepada nasabah dengan cara melakukan modifikasi dan/atau menggabungkan produk asuransi dan produk Bank. Aktivitas bancassurance dengan model ini dilakukan oleh Bank dengan cara menawarkan atau menjual bundled product kepada nasabah melalui tatap muka dan/atau dengan menggunakan sarana komunikasi (telemarketing), termasuk melalui surat, media elektronik, dan situs web Bank. Dengan demikian, peran Bank tidak hanya meneruskan dan memberikan penjelasan yang terkait dengan produk asuransi kepada nasabah, tetapi juga menindaklanjuti aplikasi nasabah atas bundled product, termasuk yang terkait dengan produk asuransi kepada perusahaan asuransi mitra Bank. 3. Bank yang melakukan bancassurance harus mematuhi ketentuan terkait di bidang perbankan dan perasuransian, antara lain ketentuan perbankan yang terkait dengan manajemen risiko, rahasia bank, transparansi informasi produk, dan ketentuan perasuransian terutama yang terkait dengan bancassurance. 4. Dalam melakukan bancassurance, Bank tidak diperkenankan menanggung atau turut menanggung Risiko yang timbul dari produk asuransi yang ditawarkan. Segala Risiko dari produk asuransi menjadi tanggungan perusahaan asuransi mitra Bank. 5. Dalam ... - 5 - 5. Dalam melakukan bancassurance, Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah hanya dapat melakukan kerja sama dengan perusahaan asuransi syariah. 6. Bank yang melakukan bancassurance hanya dibolehkan memasarkan produk asuransi yang dinyatakan dalam perjanjian kerja sama antara Bank dan perusahaan asuransi mitra Bank. 7. Produk asuransi yang dinyatakan dalam perjanjian kerja sama adalah produk yang telah tercatat dan memperoleh persetujuan untuk dipasarkan melalui bancassurance dari Otoritas Jasa Keuangan. II. PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DALAM RANGKA BANCASSURANCE A. Umum 1. Bank yang melakukan bancassurance menerapkan Manajemen Risiko sesuai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum, ketentuan yang mengatur mengenai penerapan manajemen risiko bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah, dan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini, mengingat Bank menghadapi berbagai Risiko yang melekat pada aktivitas tersebut, terutama Risiko Hukum dan Risiko Reputasi. 2. Bank menyusun kebijakan dan prosedur secara tertulis mengenai bancassurance dengan berpedoman pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum, ketentuan yang mengatur mengenai penerapan manajemen risiko bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah, dan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. B. Penerapan Manajemen Risiko dalam Beberapa Aspek Utama pada Bancassurance 1. Penetapan Perusahaan Asuransi yang Menjadi Mitra Bank Bank melakukan penilaian terhadap perusahaan asuransi yang menjadi mitra Bank dalam bancassurance dengan memenuhi paling sedikit hal-hal sebagai berikut: a. Bank memastikan perusahaan asuransi yang dijadikan mitra Bank adalah perusahaan asuransi yang memiliki tingkat solvabilitas paling sedikit sesuai dengan ketentuan yang ... - 6 - yang mengatur mengenai kesehatan keuangan perusahaan asuransi dan perusahaan asuransi syariah; b. Bank memantau, menganalisa, dan mengevaluasi kinerja dan/atau reputasi perusahaan asuransi mitra Bank secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun atau sewaktu-waktu dalam hal terjadi perubahan kondisi kinerja dan/atau reputasi perusahaan asuransi mitra Bank yang diketahui melalui berbagai sumber informasi; c. Bank mengakhiri kerja sama sebelum berakhirnya perjanjian atau tidak memperpanjang kerja sama dalam hal: 1) perusahaan asuransi mitra Bank tidak lagi memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada huruf a; 2) perusahaan asuransi mitra Bank mengalami penurunan reputasi yang secara signifikan akan mempengaruhi profil Risiko Bank; dan/atau 3) Otoritas Jasa Keuangan telah memerintahkan Bank untuk menghentikan kerja sama bancassurance berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan Otoritas Jasa Keuangan; d. dalam hal Bank mengakhiri kerja sama sebagaimana dimaksud pada huruf c, Bank: 1) menghentikan pemasaran produk asuransi yang dimuat dalam perjanjian kerja sama dimaksud; dan 2) menginformasikan kelanjutan penyelesaian hak dan kewajiban nasabah sehubungan dengan produk asuransi yang telah dipasarkan; e. dalam hal produk yang dipasarkan berupa Produk Asuransi Yang Dikaitkan Dengan Investasi (PAYDI) antara lain unit link, Bank memastikan bahwa perusahaan asuransi mitra Bank memenuhi persyaratan: 1) telah memenuhi persyaratan terkait PAYDI sebagaimana diatur dalam ketentuan dan peraturan perundang-undangan di bidang perasuransian; 2) mencatat dan mengelola secara khusus kekayaan dan kewajiban perusahaan asuransi mitra Bank yang bersumber dari investasi PAYDI; dan 3) melaksanakan ... - 7 - 3) melaksanakan hal-hal lain yang diperlukan agar dana investasi yang dipercayakan oleh nasabah dikelola secara optimal, profesional, dan independen. 2. Penyusunan Perjanjian Kerja Sama a. Perjanjian kerja sama dalam rangka bancassurance antara Bank dengan perusahaan asuransi mitra Bank, disusun dengan menggunakan Bahasa Indonesia. b. Dalam hal perjanjian kerja sama dalam rangka bancassurance disusun berdampingan antara Bahasa Indonesia dan bahasa asing, perjanjian harus mencantumkan klausula yang menyatakan bahwa bahasa yang dijadikan acuan dalam hal terjadi sengketa atau perbedaan pendapat adalah Bahasa Indonesia. c. Setiap perjanjian bancassurance hanya dapat memuat secara spesifik 1 (satu) model bisnis untuk 1 (satu) produk asuransi atau 1 (satu) bundled product yang dipasarkan. d. Perjanjian kerja sama dalam rangka bancassurance paling sedikit memuat: 1) kejelasan hak dan kewajiban masing-masing pihak, terutama adanya klausula yang menyatakan tanggung jawab masing-masing pihak dalam melakukan bancassurance, antara lain: a) untuk model bisnis referensi dan/atau kerja sama distribusi, Bank tidak menanggung Risiko atas produk asuransi yang dijual; dan b) untuk model bisnis integrasi produk, Bank hanya bertanggung jawab sebatas Risiko dari produk Bank; 2) klausula khusus terkait dengan model bisnis dan/atau fitur khusus produk asuransi untuk model bisnis kerja sama distribusi terkait PAYDI, antara lain perusahaan asuransi mitra Bank harus mencatat dan mengelola secara khusus aset dan liabilitas perusahaan asuransi yang bersumber dari investasi PAYDI; 3) model bisnis yang digunakan dan produk asuransi atau bundled product yang dipasarkan; jangka waktu perjanjian; 4) 5) klausula ... - 8 - 5) klausula yang menyatakan bahwa pengambilan keputusan underwriting wewenang perusahaan asuransi; 6) prosedur penutupan asuransi dan pembayaran premi; 7) prosedur penyelesaian dan pembayaran klaim; 8) klausula yang mengatur mengenai besaran komisi yang diterima oleh Bank dari perusahaan asuransi dalam rangka bancassurance; 9) kejelasan tanggung jawab masing-masing pihak dalam melaksanakan kewajiban Customer Due Diligence (CDD) dengan mengacu pada ketentuan yang mengatur mengenai anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme; 10) penetapan klausula yang memuat kondisi yang menyebabkan berakhirnya perjanjian kerja sama, termasuk klausula yang memungkinkan Bank menghentikan kerja sama sebelum jangka waktu perjanjian kerja sama berakhir sebagaimana dimaksud dalam butir 1.d. atau atas perintah Otoritas Jasa Keuangan untuk menghentikan bancassurance; 11) kejelasan penyelesaian hak dan kewajiban masing- masing pihak, termasuk kewajiban kepada nasabah sebagai pihak tertanggung dan/atau pihak penerima manfaat, apabila perjanjian kerja sama berakhir, baik karena jangka waktu perjanjian kerja sama berakhir maupun karena kerja sama dihentikan sebagaimana dimaksud pada angka 10); 12) kejelasan batas tanggung jawab masing-masing pihak pada setiap produk yang dipasarkan dalam hal terjadi perselisihan dengan nasabah; dan 13) kewajiban para pihak untuk menjaga kerahasiaan data nasabah. 3. Penggunaan Data Nasabah a. Dalam menggunakan data nasabah, Bank harus memenuhi ketentuan: 1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang ... sepenuhnya menjadi - 9 - Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, dan ketentuan yang mengatur mengenai persyaratan dan tata cara pemberian perintah atau izin tertulis membuka rahasia bank. 2) Ketentuan yang mengatur mengenai transparansi informasi produk bank dan penggunaan data pribadi nasabah. 3) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan. Berdasarkan ketentuan di atas, dalam melakukan bancassurance, Bank hanya dapat memberikan data pribadi nasabah kepada perusahaan asuransi mitra Bank sepanjang telah terdapat persetujuan tertulis dari nasabah. b. Dalam melakukan bancassurance, Bank dan perusahaan asuransi mitra Bank menerapkan prinsip CDD dengan mengacu pada ketentuan yang mengatur mengenai anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme. 4. Penerapan Prinsip Perlindungan Nasabah a. Dalam melakukan bancassurance, Bank menerapkan prinsip-prinsip transparansi dengan menjelaskan secara lisan dan tertulis kepada nasabah antara lain sebagai berikut: 1) asuransi yang dipasarkan bukan merupakan produk dan tanggung jawab Bank serta tidak termasuk dalam cakupan program penjaminan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai lembaga penjamin simpanan, meskipun terdapat logo dan/atau atribut Bank dalam dokumen pemasaran yang digunakan dalam model bisnis kerja sama distribusi dan integrasi produk; 2) penggunaan logo dan/atau atribut Bank dalam dokumen pemasaran yang digunakan dalam model bisnis kerja sama distribusi dan integrasi produk sebagaimana dimaksud pada angka 1) hanya bertujuan ... - 10 - bertujuan untuk menunjukkan adanya kerja sama antara Bank dengan perusahaan asuransi mitra Bank; dan 3) karakteristik asuransi mencakup antara lain fitur, akad, Risiko, manfaat, biaya-biaya asuransi, persyaratan kepesertaan, dan prosedur klaim oleh nasabah. b. Bank harus memastikan bahwa logo dan atribut Bank tidak dicantumkan dalam polis asuransi. c. Untuk asuransi yang bersifat kolektif, setiap nasabah harus memperoleh tanda kepesertaan. Dalam hal tanda kepesertaan diterbitkan oleh Bank, tanda kepesertaan tersebut harus menyatakan secara jelas bahwa Risiko asuransi menjadi tanggung jawab perusahaan asuransi. d. Bank harus transparan kepada nasabah mengenai biaya yang harus dibayar, termasuk jika dalam premi asuransi yang harus dibayar terdapat perhitungan komponen biaya lain seperti biaya provisi, biaya administrasi, dan/atau komisi yang diberikan perusahaan asuransi mitra Bank kepada Bank dalam rangka bancassurance. Informasi mengenai biaya yang harus dibayar dituangkan dalam media pemasaran. e. Khusus untuk bancassurance melalui model bisnis kerja sama distribusi dan integrasi produk: 1) Bank harus memastikan bahwa nasabah telah memahami penjelasan mengenai manfaat dan Risiko produk baik yang dilakukan secara lisan maupun tertulis sebagaimana tercantum dalam dokumen pemasaran atau penawaran. 2) Pernyataan nasabah bahwa nasabah telah memahami manfaat dan Risiko produk sebagaimana dimaksud pada angka 1) harus dituangkan dalam dokumen tertulis yang terpisah, dibuat dalam Bahasa Indonesia, dan ditandatangani oleh nasabah dengan menggunakan tanda tangan basah. 3) Bank ... - 11 - 3) Bank harus memastikan bahwa pihak nasabah yang menandatangani dokumen tertulis merupakan pihak yang berwenang menandatangani. f. Bank harus memastikan bahwa produk asuransi yang dipasarkan telah memenuhi peraturan perundang- undangan di bidang perasuransian antara lain: 1) kriteria produk dan/atau persyaratan produk; dan 2) kewajiban pelaporan produk. g. Otoritas Jasa Keuangan dapat memerintahkan Bank untuk menghentikan bancassurance dalam hal berdasarkan evaluasi Otoritas Jasa Keuangan, bancassurance yang dilaksanakan: 1) tidak sesuai dengan rencana pelaksanaan aktivitas baru berupa bancassurance yang dilaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan atau persetujuan bancassurance dan/atau pencatatan produk asuransi dari Otoritas Jasa Keuangan; 2) berpotensi berdampak negatif terhadap kinerja Bank; dan/atau 3) tidak sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan. h. Sejak Bank diperintahkan menghentikan bancassurance sebagaimana dimaksud pada huruf g, Bank: 1) menghentikan pemasaran atas produk bancassurance dimaksud; dan 2) bertanggung jawab kepada nasabah sebatas kewajiban Bank sesuai perjanjian antara Bank dengan perusahaan asuransi mitra Bank. C. Penerapan Manajemen Risiko pada Setiap Model Bisnis Bancassurance 1. Referensi Selain penerapan Manajemen Risiko dalam beberapa aspek utama bancassurance sebagaimana dimaksud dalam butir II.B, Bank harus memenuhi beberapa persyaratan tertentu pada model bisnis Referensi sebagai berikut: a. Dalam ... - 12 - a. Dalam melakukan model bisnis berupa referensi dalam rangka produk Bank sebagaimana dimaksud dalam butir I.2.a.1): 1) Untuk mengakomodasi kebebasan nasabah Bank dalam memilih produk asuransi yang diwajibkan, Bank harus menawarkan pilihan produk asuransi dari paling sedikit 3 (tiga) perusahaan asuransi mitra Bank yang salah satu diantaranya dapat merupakan Pihak Terkait Bank. Definisi Pihak Terkait mengacu pada ketentuan yang mengatur mengenai batas maksimum pemberian kredit. 2) Produk asuransi yang direferensikan terbatas hanya merupakan produk asuransi yang bersifat proteksi atau perlindungan, serta produk asuransi tersebut merupakan persyaratan untuk memperoleh suatu produk perbankan bagi nasabah. b. Dalam melakukan model bisnis berupa referensi tidak dalam rangka produk Bank sebagaimana dimaksud dalam butir I.2.a.2) yang dilakukan antara lain melalui in-branch sales sebagaimana dimaksud dalam butir I.2.a.2)b) maka: 1) perusahaan asuransi mitra Bank yang menggunakan ruangan, counter atau meja yang disediakan Bank harus tetap menunjukkan nama perusahaan asuransi mitra Bank secara jelas pada ruangan, counter atau meja yang digunakan; 2) pegawai asuransi yang melakukan pemasaran pada ruangan, counter atau meja tersebut harus tetap menggunakan identitas pegawai perusahaan asuransi mitra Bank dan tidak diperkenankan memakai seragam yang sama dengan pegawai Bank. 2. Kerja Sama Distribusi Selain penerapan Manajemen Risiko dalam beberapa aspek utama bancassurance sebagaimana dimaksud dalam butir II.B., Bank harus memenuhi beberapa persyaratan tertentu pada model bisnis kerja sama distribusi sebagai berikut: a. Bank harus memiliki unit kerja khusus bancassurance atau pejabat yang ditunjuk khusus untuk bertanggung jawab atas ... - 13 - atas bancassurance di Bank, dengan cakupan tugas melakukan pengembangan, pemasaran, dan pengelolaan bancassurance. b. Pegawai Bank yang menangani bancassurance memenuhi kualifikasi antara lain: 1) memiliki sertifikat keagenan yang dikeluarkan oleh asosiasi terkait; dan 2) telah memperoleh pelatihan mengenai produk asuransi yang akan dipasarkan. Ketentuan ini tidak berlaku untuk pemasaran produk asuransi mikro. c. Pegawai pemasaran atau customer service Bank dapat melakukan penawaran awal produk asuransi dalam bancassurance namun penjelasan lengkap atas produk asuransi tersebut dan tindak lanjut penawaran harus dilakukan oleh pegawai Bank yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada huruf b. d. Tanggung jawab Bank terbatas pada penawaran produk asuransi, sedangkan proses underwriting, penerbitan polis, perubahan polis, klaim, dan perbuatan lain yang terkait dengan produk asuransi dilaksanakan dan merupakan tanggung jawab dari perusahaan asuransi mitra Bank. e. Bank hanya diperkenankan melakukan kerja sama distribusi terkait dengan: 1) produk asuransi yang bersifat proteksi atau perlindungan; dan/atau 2) PAYDI. f. Bank yang melakukan kerja sama distribusi PAYDI sebagaimana dimaksud dalam butir e.2) harus memenuhi persyaratan: 1) memiliki unit kerja khusus bancassurance; 2) mencantumkan klausula dalam perjanjian kerja sama yang menyatakan bahwa perusahaan asuransi mitra Bank bertanggung jawab secara penuh atas pengelolaan dana investasi PAYDI; 3) menyatakan secara jelas bahwa pengelolaan dana investasi PAYDI dilakukan dan merupakan tanggung ... - 14 - tanggung jawab perusahaan asuransi dalam dokumen yang memberikan penjelasan manfaat dan Risiko PAYDI sebagaimana dimaksud dalam butir B.4.e.1); 4) produk yang dipasarkan terbatas pada PAYDI yang memiliki strategi investasi pasar uang dan/atau strategi investasi pendapatan tetap sesuai ketentuan mengenai PAYDI yang diatur Otoritas Jasa Keuangan; 5) kegiatan pemasaran PAYDI harus dilakukan oleh pegawai Bank; dan 6) selain memiliki kualifikasi sebagaimana dimaksud dalam huruf b, pegawai Bank yang menangani PAYDI harus memiliki keahlian dan sertifikat keagenan khusus PAYDI. g. Bank harus menjaga kecukupan jumlah pegawai yang memiliki sertifikat keagenan di setiap kantor yang melakukan bancassurance. 3. Integrasi Produk Selain penerapan Manajemen Risiko dalam beberapa aspek utama bancassurance sebagaimana dimaksud dalam butir II.B, Bank harus memenuhi beberapa persyaratan tertentu pada model bisnis integrasi produk sebagai berikut: a. Bundled product yang dipasarkan harus dapat dipisahkan atas bagian produk yang menjadi Risiko Bank dan bagian produk yang menjadi Risiko perusahaan asuransi mitra Bank sehingga Risiko masing-masing dapat diidentifikasi, diukur, dipantau, dan dikendalikan. b. Bank hanya diperkenankan melakukan integrasi produk terkait dengan produk asuransi yang bersifat proteksi atau perlindungan. c. Dalam hal pemasaran dilakukan menggunakan sarana komunikasi seperti melalui surat, media elektronik, dan situs web Bank, sarana komunikasi hanya digunakan sebagai media pengenalan awal mengenai bundled product dan proses selanjutnya harus melalui tatap muka dengan nasabah untuk penjelasan lebih lanjut. d. Bank ... - 15 - d. Bank menjelaskan kepada nasabah secara lisan dan tertulis atas bagian produk yang menjadi Risiko Bank dan bagian yang menjadi risiko perusahaan asuransi mitra Bank, hak dan kewajiban Bank, hak dan kewajiban perusahaan asuransi mitra Bank, serta hak dan kewajiban nasabah. e. Setiap nasabah harus mendapatkan tanda bukti kepesertaan dalam hal nasabah diikutsertakan dalam produk asuransi kolektif sebagaimana dimaksud dalam butir II.B.4.c. f. Bank membentuk unit kerja khusus bancassurance dengan tugas melakukan pengembangan, pemasaran, dan pengelolaan bundled product. Dalam hal Bank melakukan bancassurance dengan model bisnis referensi dan/atau kerja sama distribusi, unit kerja ini sekaligus menangani bancassurance dalam bentuk model bisnis referensi dan/atau kerja sama distribusi. g. Pejabat dan/atau pegawai yang tergabung dalam unit kerja khusus bancassurance harus memenuhi kualifikasi antara lain: 1) memiliki sertifikat keagenan yang dikeluarkan oleh asosiasi terkait; dan 2) telah memperoleh pelatihan mengenai asuransi yang akan dipasarkan. Ketentuan ini tidak berlaku untuk pemasaran produk asuransi mikro. h. Masa pertanggungan asuransi paling sedikit harus sama dengan jangka waktu produk yang dibeli oleh nasabah. i. Bank harus menjaga kecukupan jumlah pegawai yang memiliki sertifikat keagenan di setiap kantor yang melakukan bancassurance. j. Nama produk yang merupakan bundled product harus mencerminkan bahwa produk tersebut merupakan gabungan produk Bank dan produk asuransi. III. PELAPORAN ... - 16 - III. PELAPORAN A. Laporan Aktivitas Baru Bancassurance 1. Bank yang pertama kali melakukan bancassurance harus mencantumkan rencana bancassurance sebagai aktivitas baru dalam Rencana Bisnis Bank tahun yang sama dengan tahun rencana pelaksanaan aktivitas. Kewajiban menyusun Rencana Bisnis Bank mengacu pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai Rencana Bisnis Bank. Format pencantuman laporan aktivitas baru berupa bancassurance dalam Rencana Bisnis Bank mengacu pada Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 2. Bank yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada angka 1 atau telah melaksanakan bancassurance, menyampaikan laporan untuk setiap pelaksanaan bancassurance yang memenuhi kriteria aktivitas baru kepada Otoritas Jasa Keuangan, yang terdiri dari: a. Laporan Rencana Pelaksanaan Aktivitas Baru berupa Bancassurance; dan b. Laporan Realisasi Pelaksanaan Aktivitas Baru berupa Bancassurance. 3. Aktivitas berupa bancassurance ditetapkan sebagai aktivitas baru dalam hal memenuhi kriteria: a. Bank sebelumnya tidak pernah melakukan bancassurance; atau b. Bank sebelumnya telah melakukan bancassurance namun dilakukan pengembangan yang mengubah atau meningkatkan Risiko tertentu bagi Bank terkait dengan bancassurance yang dilakukan, antara lain perubahan model bisnis, perubahan perusahaan asuransi mitra, perubahan premi, perubahan manfaat, perubahan jangka waktu, perubahan nama produk, perubahan syarat, dan perubahan lain yang memerlukan persetujuan dari dan/atau pelaporan kepada Otoritas Jasa Keuangan terkait dengan produk asuransi yang ditawarkan. 4. Penyampaian ... - 17 - 4. Penyampaian Laporan Rencana Pelaksanaan Aktivitas Baru berupa Bancassurance sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf a dilakukan sebagai berikut: a. Laporan Rencana Pelaksanaan Aktivitas Baru berupa Bancassurance disampaikan dengan format pada Lampiran II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini dan paling sedikit memuat dokumen dengan informasi dan penjelasan mengenai: 1) informasi umum yang antara lain memuat tujuan, gambaran nasabah potensial, analisis kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats/SWOT) bancassurance, produk asuransi yang dipasarkan, serta model bisnis yang akan dilaksanakan; 2) penilaian dan analisis solvabilitas serta perizinan perusahaan asuransi mitra Bank; 3) analisis manfaat dan biaya (cost and benefit analysis); 4) analisis manfaat dan Risiko bagi nasabah; 5) Manajemen Risiko yang meliputi identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian terhadap Risiko yang melekat atas aktivitas bancassurance; 6) prosedur pelaksanaan (standard operating procedure/SOP), organisasi, dan kewenangan pelaksanaan bancassurance dengan memperhatikan ketentuan yang mengatur mengenai penerapan manajemen risiko; 7) kesiapan unit kerja khusus bancassurance dan/atau pejabat yang bertanggung jawab atas bancassurance serta kesiapan sumber daya manusia pemasaran bancassurance; 8) analisis aspek hukum dan aspek kepatuhan terkait bancassurance; 9) kesiapan sistem informasi Bank terkait bancassurance; 10) kebijakan dan prosedur terkait dengan penerapan program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU dan PPT); 11) dokumen ... - 18 - 11) dokumen yang terkait dengan aktivitas berupa bancassurance antara lain konsep perjanjian kerja sama dengan perusahaan asuransi mitra Bank; 12) dokumen dalam rangka transparansi kepada nasabah antara lain brosur, leaflet dan/atau formulir aplikasi; dan 13) Form daftar pemenuhan persyaratan (compliance check list) kelengkapan dokumen Laporan Rencana Pelaksanaan Aktivitas Baru Berupa Bancassurance sebagaimana dimaksud pada angka 1) sampai dengan angka 12) yang disertai dengan pernyataan dari direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan dan direktur yang membawahkan fungsi manajemen risiko, bahwa: a) data dan/atau informasi yang disampaikan Bank terkait dengan Laporan Rencana Pelaksanaan Aktivitas Baru Berupa Bancassurance telah memenuhi ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini; b) isi dari data dan/atau informasi yang disampaikan adalah benar dan sesuai dengan fakta yang sesungguhnya; dan c) dalam hal dikemudian hari diketahui data dan/atau informasi yang disampaikan tidak memenuhi ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini dan/atau tidak benar dan/atau tidak sesuai dengan fakta yang sesungguhnya maka Bank bersedia dikenakan sanksi sesuai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum atau ketentuan yang mengatur mengenai penerapan manajemen risiko bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah. b. Dalam hal dokumen yang dilampirkan belum sesuai dengan ketentuan atau berdasarkan penilaian Otoritas Jasa Keuangan, Bank dinyatakan belum memenuhi ketentuan untuk melakukan kerjasama bancassurance, Otoritas ... - 19 - Otoritas Jasa Keuangan menyampaikan pemberitahuan penolakan atas rencana pelaksanaan aktivitas baru berupa bancassurance kepada Bank dengan disertai alasan penolakan. c. Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan menolak rencana pelaksanaan aktivitas baru berupa bancassurance sebagaimana dimaksud pada huruf b, Bank dapat melakukan pengajuan ulang rencana pelaksanaan aktivitas baru berupa bancassurance sesuai ketentuan Otoritas Jasa Keuangan. d. Dalam hal dokumen telah sesuai ketentuan dan berdasarkan penilaian Otoritas Jasa Keuangan Bank dinyatakan memenuhi ketentuan untuk melakukan kerja sama bancassurance, Otoritas Jasa Keuangan memberikan surat persetujuan bancassurance kepada Bank. e. Pemberitahuan penolakan atas rencana pelaksanaan aktivitas baru berupa bancassurance sebagaimana dimaksud pada huruf b atau surat persetujuan bancassurance sebagaimana dimaksud pada huruf d, disampaikan oleh Otoritas Jasa Keuangan dalam jangka waktu paling lama 19 (sembilan belas) hari kerja sejak Bank menerima pemberitahuan penyampaian laporan rencana pelaksanaan aktivitas baru berupa bancassurance dari Otoritas Jasa Keuangan. f. Bank dapat melaksanakan bancassurance setelah menerima persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan. 5. Dalam hal Bank belum melakukan aktivitas bancassurance setelah melampaui jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal surat persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan maka surat persetujuan dinyatakan tidak berlaku dan Bank harus menyampaikan kembali Laporan Rencana Pelaksanaan Aktivitas Baru berupa Bancassurance sesuai Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 6. Laporan Realisasi Pelaksanaan Aktivitas Baru berupa Bancassurance sebagaimana dimaksud dalam butir 2.b disampaikan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah pelaksanaan aktivitas bancassurance. Laporan ... - 20 - Laporan Realisasi Pelaksanaan Aktivitas Baru berupa Bancassurance paling sedikit memuat informasi dan penjelasan mengenai: a. nama dan jenis produk serta model bisnis yang dilakukan; b. tanggal pelaksanaan aktivitas baru yaitu tanggal produk asuransi pertama kali mulai dipasarkan dan dapat dimanfaatkan oleh nasabah; dan c. kesesuaian aktivitas bancassurance yang dilaksanakan dengan Laporan Rencana Pelaksanaan Aktivitas Baru berupa Bancassurance yang telah disampaikan. 7. Bank dinyatakan telah merealisasikan aktivitas bancassurance pada saat Bank sudah memasarkan produk asuransi dan fungsi Bank dalam bancassurance sudah dapat dimanfaatkan oleh nasabah. B. Laporan Berkala Bancassurance 1. Bank yang melakukan bancassurance menyusun Laporan Berkala Bancassurance setiap akhir bulan. 2. Laporan Berkala Bancassurance sebagaimana dimaksud pada angka 1 disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan secara triwulanan dengan menggunakan format sesuai Lampiran III yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 3. Penyampaian Laporan Berkala Bancassurance sebagaimana dimaksud pada angka 2 dilakukan paling lambat 15 (lima belas) hari setelah akhir bulan ke-3 (tiga) dari triwulan yang bersangkutan. Yang dimaksud akhir triwulan adalah akhir bulan Maret, bulan Juni, bulan September, dan bulan Desember. Dalam hal tanggal 15 (lima belas) adalah hari libur maka laporan disampaikan paling lambat pada 1 (satu) hari kerja berikutnya. C. Penyampaian Laporan 1. Laporan Rencana Pelaksanaan Aktivitas Baru berupa Bancassurance a. Laporan Rencana Pelaksanaan Aktivitas Baru berupa Bancassurance disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan secara online dengan mengunggah (upload) seluruh ... - 21 - seluruh dokumen sebagaimana dimaksud dalam butir III.A.4.b melalui sistem perizinan dan registrasi terintegrasi Otoritas Jasa Keuangan. b. Bank harus berkoordinasi dengan perusahaan asuransi dalam proses pengunggahan (upload) seluruh dokumen sebagaimana dimaksud pada huruf a sehingga proses pengunggahan (upload) dapat dilakukan pada hari yang sama atau dalam selang waktu paling lama 2 (dua) hari sejak salah satu pihak yang akan melakukan bancassurance melakukan registrasi dalam sistem perizinan dan registrasi terintegrasi Otoritas Jasa Keuangan. c. Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf b tidak terpenuhi maka registrasi dinyatakan batal secara otomatis oleh sistem perizinan dan registrasi terintegrasi Otoritas Jasa Keuangan. d. Laporan Rencana Pelaksanaan Aktivitas Baru berupa Bancassurance yang disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan secara online setelah pukul 17.00 Waktu Indonesia bagian Barat (WIB) dianggap diterima oleh Otoritas Jasa Keuangan pada hari kerja berikutnya. e. Dalam hal terjadi gangguan teknis pada sistem perizinan dan registrasi terintegrasi Otoritas Jasa Keuangan pada saat penyampaian rencana pelaksanaan aktivitas baru berupa bancassurance maka rencana pelaksanaan aktivitas baru berupa bancassurance disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan secara offline dalam bentuk data elektronik dengan menggunakan media berupa Compact Disc (CD) atau media penyimpanan data elektronik lainnya, yang disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan alamat: 1) Departemen Pengawasan Bank terkait atau Departemen Perbankan Syariah bagi Bank yang berkantor pusat atau kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri yang berada di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta; atau 2) Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat bagi bank yang berkantor ... - 22 - berkantor pusat di luar wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta. f. Dalam hal gangguan teknis sebagaimana dimaksud pada huruf e dialami oleh Otoritas Jasa Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan mengumumkan melalui situs web Otoritas Jasa Keuangan pada hari yang sama saat terjadinya gangguan teknis beserta mekanisme pemrosesan Laporan Pelaksanaan Aktivitas Baru berupa Bancassurance. g. Bank dinyatakan telah menyampaikan Laporan Rencana Pelaksanaan Aktivitas Baru berupa Bancassurance dengan ketentuan sebagai berikut: 1) untuk penyampaian secara online melalui sistem jaringan komunikasi data Otoritas Jasa Keuangan, dibuktikan dengan pemberitahuan dari Otoritas Jasa Keuangan yang diterbitkan oleh sistem perizinan dan registrasi terintegrasi Otoritas Jasa Keuangan; atau 2) untuk penyampaian secara offline, dibuktikan dengan surat tanda terima dari Otoritas Jasa Keuangan atau tanda terima pengiriman dari perusahaan jasa pengiriman. h. Bank harus menyimpan seluruh dokumen Laporan Rencana Pelaksanaan Aktivitas Baru berupa Bancassurance untuk jangka waktu sesuai ketentuan dan peraturan perundang-undangan serta dapat menunjukkan dokumen dimaksud apabila diperlukan sewaktu-waktu oleh Otoritas Jasa Keuangan. 2. Laporan Realisasi Pelaksanaan Aktivitas Baru berupa Bancassurance Laporan Realisasi Pelaksanaan Aktivitas Baru berupa Bancassurance disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan alamat: a. Departemen Pengawasan Bank terkait atau Departemen Perbankan Syariah, bagi Bank yang berkantor pusat atau kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri yang berada di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta; atau b. Kantor ... - 23 - b. Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat bagi bank yang berkantor pusat di luar wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 3. Laporan Berkala Bancassurance a. Laporan Berkala Bancassurance disampaikan secara online melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan. b. Dalam hal penyampaian laporan melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan belum dapat dilakukan, Bank menyampaikan laporan secara online melalui sistem Laporan Kantor Pusat Bank Umum (LKPBU) dengan mengacu pada ketentuan yang mengatur mengenai LKPBU. IV. TATA CARA PENGENAAN SANKSI 1. Pelanggaran atas penerapan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud dalam angka II Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini dikenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 18/POJK.03/2016 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum atau ketentuan yang mengatur mengenai penerapan manajemen risiko bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah. 2. Pelanggaran atas kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud dalam butir III.A.4, dan butir III.A.6 dikenakan sanksi terkait pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 18/POJK.03/2016 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum atau Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 24/POJK.03/2015 tentang Produk dan Aktivitas Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah. V. KETENTUAN PERALIHAN 1. Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 September 2016. 2. Penyampaian Laporan Rencana Pelaksanaan Aktivitas Baru berupa Bancassurance yang telah diajukan kepada Otoritas Jasa Keuangan dan masih dalam proses pada saat Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini ditetapkan, diproses sesuai ketentuan yang berlaku saat laporan disampaikan. VI. PENUTUP ... - 24 - VI. PENUTUP Dengan berlakunya Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini maka Surat Edaran Bank Indonesia No. 12/35/DPNP tanggal 23 Desember 2010 perihal Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Aktivitas Kerja sama Pemasaran dengan Perusahaan Asuransi (Bancassurance) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 1 September 2016 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN OTORITAS JASA KEUANGAN, ttd NELSON TAMPUBOLON Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 33/SEOJK.03/2016 </reg_id> <reg_title> PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO PADA BANK YANG MELAKUKAN AKTIVITAS KERJA SAMA PEMASARAN DENGAN PERUSAHAAN ASURANSI (BANCASSURANCE) </reg_title> <set_date> 1 September 2016 </set_date> <effective_date> 1 September 2016 </effective_date> <replaced_reg> '12/35/DPNP|SE-BI/2010' </replaced_reg> <related_reg> '18/POJK.03/2016' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi IV' </penalty_list>
Yth. Direksi atau yang setara pada Perusahaan Pembiayaan di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 3/SEOJK.05/2016 TENTANG LAPORAN BULANAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN Sehubungan dengan amanat Pasal 2 ayat (6), Pasal 4 ayat (6), dan Pasal 10 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 3/POJK.05/2013 tentang Laporan Bulanan Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5443), perlu untuk mengatur ketentuan mengenai laporan bulanan bagi perusahaan pembiayaan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM 1. Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang dan/atau jasa. 2. Laporan Bulanan Perusahaan Pembiayaan yang selanjutnya disebut Laporan Bulanan adalah laporan keuangan yang disusun oleh Perusahaan Pembiayaan untuk kepentingan Otoritas Jasa Keuangan, yang meliputi periode tanggal 1 sampai dengan akhir bulan yang bersangkutan dan disajikan serta disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan sesuai format dan tata cara yang ditentukan oleh Otoritas Jasa Keuangan. 3. Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK adalah lembaga yang independen yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. -2- II. BENTUK DAN SUSUNAN LAPORAN BULANAN 1. Laporan Bulanan terdiri atas: a. laporan posisi keuangan; b. laporan laba rugi komprehensif; c. laporan arus kas; d. laporan analisis kesesuaian aset dan liabilitas; dan e. laporan lain. 2. Bentuk, susunan, dan pedoman penyusunan Laporan Bulanan adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini. 3. Bagi Perusahaan Pembiayaan yang memiliki unit usaha syariah, selain menyampaikan Laporan Bulanan sesuai bentuk, susunan, dan pedoman penyusunan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Surat Edaran OJK ini, unit usaha syariah dari Perusahaan Pembiayaan tersebut juga wajib menyampaikan Laporan Bulanan sesuai dengan bentuk, susunan, dan pedoman penyusunan yang diatur dalam Surat Edaran OJK mengenai laporan bulanan perusahaan pembiayaan syariah dan unit usaha syariah dari Perusahaan Pembiayaan. III. WAKTU PENYAMPAIAN LAPORAN BULANAN 1. Perusahaan Pembiayaan wajib menyampaikan Laporan Bulanan kepada OJK paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. 2. Dalam hal tanggal 10 sebagaimana dimaksud pada angka 1 jatuh pada hari libur, maka Laporan Bulanan wajib disampaikan pada hari kerja berikutnya. 3. Dalam hal tanggal penyampaian Laporan Bulanan sebagaimana dimaksud pada angka 1 atau angka 2 jatuh pada hari libur nasional atau libur bersama, maka OJK berwenang menetapkan tanggal jatuh tempo penyampaian Laporan Bulanan. IV. ANGGOTA DIREKSI PENANGGUNG JAWAB DAN PETUGAS PENYUSUN LAPORAN BULANAN 1. Perusahaan Pembiayaan menunjuk anggota direksi atau pejabat yang setara pada Perusahaan Pembiayaan yang bertanggung jawab atas penyusunan dan penyajian Laporan Bulanan. -3- 2. Anggota direksi atau pejabat sebagaimana dimaksud pada angka 1 menunjuk petugas penyusun untuk menyusun, memverifikasi dan menyampaikan Laporan Bulanan. 3. Perusahaan Pembiayaan harus melaporkan perubahan anggota direksi atau pejabat sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan/atau petugas penyusun sebagaimana dimaksud pada angka 2 kepada OJK sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini. V. TATA CARA PENYAMPAIAN 1. Dalam menyampaikan Laporan Bulanan, petugas penyusun sebagaimana dimaksud dalam angka romawi IV angka 2 harus memiliki kode pengguna (user ID) dan kata sandi (password). 2. Untuk memperoleh kode pengguna (user ID) dan kata sandi (password) sebagaimana dimaksud pada angka 1, anggota direksi atau yang setara pada Perusahaan Pembiayaan harus menyampaikan permohonan sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini. 3. Dalam hal Perusahaan Pembiayaan melakukan perubahan petugas penyusun sebagaimana dimaksud dalam angka romawi IV angka 3, Perusahaan Pembiayaan harus menyampaikan permohonan untuk memperoleh dan/atau mengubah kode pengguna (user ID) dan kata sandi (password) sebagaimana dimaksud pada angka 2 sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini. 4. Penyampaian Laporan Bulanan dilakukan secara online melalui sistem jaringan komunikasi data OJK, yaitu Sistem Informasi Laporan Bulanan Perusahaan Pembiayaan (SIPP). 5. Dalam hal sistem jaringan komunikasi data OJK sebagaimana dimaksud dalam angka 4 mengalami permasalahan teknis atau Perusahaan Pembiayaan mengalami gangguan sehingga tidak dapat menyampaikan Laporan Bulanan secara online, maka Laporan Bulanan disampaikan secara offline dalam bentuk soft file disertai -4- dengan bukti validasi dan dikirimkan kepada OJK melalui surat yang ditandatangani oleh direksi dan ditujukan kepada: Otoritas Jasa Keuangan u.p. Direktur Statistik dan Informasi IKNB Gedung Menara Merdeka Lantai 22 Jl. Budi Kemuliaan I Nomor 2, Jakarta, 10110. 6. Dalam hal terdapat perubahan alamat kantor OJK sebagaimana dimaksud pada angka 5, OJK akan menyampaikan perubahan alamat tersebut melalui surat atau pengumuman. 7. Penyampaian Laporan Bulanan secara offline sebagaimana dimaksud pada angka 5 dapat dilakukan dengan salah satu cara sebagai berikut: a. diserahkan langsung ke kantor OJK sebagaimana dimaksud pada angka 5; b. dikirim melalui kantor pos secara tercatat; atau c. dikirim melalui perusahaan jasa pengiriman/titipan. 8. Penyampaian Laporan Bulanan secara offline disampaikan kepada OJK pada hari kerja dan jam kerja OJK. 9. Perusahaan Pembiayaan dinyatakan telah menyampaikan Laporan Bulanan dengan ketentuan sebagai berikut: a. untuk penyampaian secara online melalui sistem jaringan komunikasi data OJK dibuktikan dengan tanda terima dari sistem jaringan komunikasi data OJK; atau b. untuk penyampaian secara offline, dibuktikan dengan: 1) surat tanda terima dari OJK, apabila laporan diserahkan langsung ke kantor OJK; atau 2) tanda terima pengiriman dari kantor pos atau perusahaan jasa pengiriman/titipan, apabila laporan dikirim melalui kantor pos atau perusahaan jasa pengiriman/titipan. 10. Pertanyaan yang berkaitan dengan penyampaian Laporan Bulanan dapat disampaikan kepada: Helpdesk OJK Jalan Budi Kemuliaan I Nomor 2, Jakarta, 10110 Telp 021-29600000 ext.7000 email : Helpdesk@ojk.go.id -5- VI. KETENTUAN SANKSI 1. Sanksi administratif berupa teguran tertulis pertama sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (3) Peraturan OJK Nomor 3/POJK.05/2013 tentang Laporan Bulanan Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank ditetapkan dengan jangka waktu pemenuhan kewajiban penyampaian Laporan Bulanan paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender sejak ditetapkannya sanksi administratif berupa teguran tertulis pertama. 2. Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada angka 1 kewajiban penyampaian Laporan Bulanan belum dipenuhi, OJK menetapkan sanksi administratif berupa teguran tertulis kedua sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (4) Peraturan OJK Nomor 3/POJK.05/2013 tentang Laporan Bulanan Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank, dengan jangka waktu pemenuhan kewajiban penyampaian Laporan Bulanan paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender sejak ditetapkannya sanksi administratif berupa teguran tertulis kedua. 3. Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada angka 2 kewajiban penyampaian Laporan Bulanan belum dipenuhi, OJK menetapkan sanksi administratif berupa teguran tertulis ketiga sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (4) Peraturan OJK Nomor 3/POJK.05/2013 tentang Laporan Bulanan Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank, dengan jangka waktu pemenuhan kewajiban penyampaian Laporan Bulanan paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender sejak ditetapkannya sanksi administratif berupa teguran tertulis ketiga. VII. PENUTUP 1. Kewajiban Perusahaan Pembiayaan untuk menyampaikan Laporan Bulanan sesuai dengan bentuk, susunan, dan tata cara penyampaian yang diatur dalam Surat Edaran OJK ini dimulai untuk periode laporan bulan Juni 2016 yang disampaikan sesuai dengan waktu penyampaian sebagaimana diatur dalam angka romawi III. 2. Dengan ditetapkannya Surat Edaran OJK ini, kewajiban Perusahaan Pembiayaan untuk menyampaikan Laporan Bulanan sampai dengan -6- periode laporan bulan Mei 2016 tetap dilakukan sesuai dengan bentuk, susunan, dan tata cara penyampaian laporan sebagaimana diatur dalam Surat Edaran OJK Nomor 6/SEOJK.05/2013 tentang Laporan Bulanan Perusahaan Pembiayaan. 3. Dengan berlakunya Surat Edaran OJK ini, maka Surat Edaran OJK Nomor 6/SEOJK.05/2013 tentang Laporan Bulanan Perusahaan Pembiayaan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. 4. Surat Edaran OJK ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juni 2016. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 3 Maret 2016 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERASURANSIAN, DANA PENSIUN, LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA OTORITAS JASA KEUANGAN, ttd FIRDAUS DJAELANI Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 3/SEOJK.05/2016 </reg_id> <reg_title> LAPORAN BULANAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN </reg_title> <set_date> 3 Maret 2016 </set_date> <effective_date> 1 Juni 2016 </effective_date> <replaced_reg> '6/SEOJK.05/2013' </replaced_reg> <related_reg> '3/POJK.05/2013 | Pasal 2 ayat (6), Pasal 4 ayat (6), dan Pasal 10' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi VI' </penalty_list>
- Yth. Direksi Perusahaan Efek yang Melakukan Kegiatan Usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 55 /SEOJK.04/2017 TENTANG LAPORAN PENERAPAN TATA KELOLA PERUSAHAAN EFEK YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SEBAGAI PENJAMIN EMISI EFEK DAN PERANTARA PEDAGANG EFEK Dalam rangka pelaksanaan amanat ketentuan Pasal 55 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 57/POJK.04/2017 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan Efek yang Melakukan Kegiatan Usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan Perantara Pedagang Efek (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 211, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6126), perlu untuk mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai Laporan Penerapan Tata Kelola Perusahaan Efek yang Melakukan Kegiatan Usaha Sebagai Penjamin Emisi Efek dan Perantara Pedagang Efek, dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Perusahaan Efek sebagai salah satu Lembaga Jasa Keuangan, mendukung eksistensi industri pasar modal Indonesia khususnya dalam mengembangkan perdagangan, pelayanan, dan produk baru. Perusahaan Efek juga memiliki pengaruh terhadap arus perputaran dana dan informasi, mendukung sistem dan aktivitas Bursa Efek sebagai bagian dari Pasar Modal dan sebagai unit usaha, serta meningkatkan kegiatan investasi di Pasar Modal untuk menunjang perekonomian nasional. Oleh sebab itu, diperlukan Tata Kelola berdasarkan kepada prinsip Tata Kelola untuk dapat meningkatkan peran Perusahaan Efek dalam industri -2- keuangan di Indonesia. Lebih jauh, melalui penerapan Tata Kelola, Perusahaan Efek dapat bertahan dalam menghadapi berbagai macam krisis dan tumbuh secara berkelanjutan. Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Perusahaan Efek adalah Pihak yang melakukan kegiatan usaha sebagai penjamin emisi Efek, perantara pedagang Efek, dan/atau Manajer Investasi. 2. Penjamin Emisi Efek adalah Pihak yang membuat kontrak dengan Emiten untuk melakukan Penawaran Umum bagi kepentingan Emiten dengan atau tanpa kewajiban untuk membeli sisa Efek yang tidak terjual. 3. Perantara Pedagang Efek adalah Pihak yang melakukan kegiatan usaha jual beli Efek untuk kepentingan sendiri atau Pihak lain. 4. Anggota Bursa Efek adalah Perantara Pedagang Efek yang telah memperoleh izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan dan mempunyai hak untuk mempergunakan sistem dan atau sarana bursa efek sesuai dengan peraturan bursa efek. 5. Bursa Efek adalah Pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan/atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli Efek Pihak lain dengan tujuan memperdagangkan Efek di antara mereka. 6. Tata Kelola Perusahaan Efek Yang Baik yang selanjutnya disebut Tata Kelola adalah tata kelola Perusahaan Efek yang menerapkan prinsip keterbukaan (transparency), akuntabilitas (accountability), pertanggungjawaban (responsibility), independensi (independency), dan kewajaran (fairness). 7. Rapat Umum Pemegang Saham yang selanjutnya disingkat RUPS adalah organ Perusahaan Efek yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai perseroan terbatas dan/atau anggaran dasar Perusahaan Efek. 8. Direksi adalah organ Perusahaan Efek yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perusahaan Efek untuk kepentingan Perusahaan Efek, sesuai dengan maksud dan tujuan Perusahaan Efek serta mewakili Perusahaan Efek, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. -3- 9. Dewan Komisaris adalah organ Perusahaan Efek yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi. 10. Akuntan Publik adalah seseorang yang telah memperoleh izin untuk memberikan jasa sebagaimana diatur dalam peraturan perundang- undangan mengenai akuntan publik dan terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan. 11. Kantor Akuntan Publik, yang selanjutnya disingkat KAP, adalah badan usaha yang didirikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan mendapatkan izin usaha berdasarkan Undang-Undang mengenai Akuntan Publik. 12. Rencana Bisnis adalah dokumen tertulis yang menggambarkan rencana kegiatan usaha Perusahaan Efek dalam jangka waktu 1 (satu) tahun, termasuk rencana untuk meningkatkan kinerja usaha, serta strategi untuk merealisasikan rencana tersebut sesuai dengan target dan waktu yang ditetapkan, dengan tetap memperhatikan pemenuhan ketentuan kehati-hatian dan penerapan manajemen risiko. 13. Situs Web adalah kumpulan halaman web yang memuat informasi atau data yang dapat diakses melalui suatu sistem jaringan internet. 14. Pemangku Kepentingan (stakeholders) adalah seluruh pihak yang memiliki kepentingan secara langsung atau tidak langsung terhadap kegiatan usaha Penjamin Emisi Efek dan Perantara Pedagang Efek. 15. Afiliasi adalah: a. hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertikal; b. hubungan antara Pihak dengan pegawai, direktur, atau komisaris dari Pihak tersebut; c. hubungan antara 2 (dua) perusahaan di mana terdapat satu atau lebih anggota Direksi atau Dewan Komisaris yang sama; d. hubungan antara perusahaan dan Pihak, baik langsung maupun tidak langsung, mengendalikan atau dikendalikan oleh perusahaan tersebut; e. hubungan antara 2 (dua) perusahaan yang dikendalikan, baik langsung maupun tidak langsung, oleh Pihak yang sama; atau f. hubungan antara perusahaan dan pemegang saham utama. -4- 16. Peringkat Komposit adalah peringkat akhir hasil penilaian sendiri (self assessment). 17. Lembaga Jasa Keuangan adalah lembaga yang melaksanakan kegiatan di sektor Perbankan, Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya. 18. Komisaris Independen adalah anggota Dewan Komisaris yang berasal dari luar Perusahaan Efek dan memenuhi persyaratan sebagai Komisaris Independen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 57/POJK.04/2017 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan Efek yang Melakukan Kegiatan Usaha Sebagai Penjamin Emisi Efek dan Perantara Pedagang Efek. II. TATA KELOLA PERUSAHAAN EFEK 1. Penerapan Tata Kelola Perusahaan Efek berdasarkan pada 5 (lima) prinsip Tata Kelola sebagai berikut: a. Keterbukaan (transparency) yaitu keterbukaan dalam proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam pengungkapan dan penyediaan informasi yang material dan relevan mengenai kegiatan perusahaan. b. Akuntabilitas (accountability) yaitu kejelasan fungsi, struktur, sistem, dan pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan berjalan secara transparan, wajar, efektif, dan efisien. c. Pertanggungjawaban (responsibility) yaitu kesesuaian (kepatuhan) pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan. d. Independensi (independency) yaitu suatu keadaan di mana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. e. Kewajaran (fairness) yaitu keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak Pemangku Kepentingan yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan. 2. Perusahaan Efek yang wajib memenuhi ketentuan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini adalah Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek yang merupakan Anggota Bursa Efek. -5- III. LAPORAN PENERAPAN TATA KELOLA Laporan penerapan Tata Kelola, paling sedikit meliputi: a. transparansi; b. hasil penilaian sendiri (self assessment) atas penerapan Tata Kelola yang terdiri atas penilaian kertas kerja dan Peringkat Komposit sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini; dan c. rencana tindak (action plan) sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini, bagi Perusahaan Efek yang memperoleh Peringkat Komposit 4 atau 5. IV. TRANSPARANSI Transparansi sebagaimana dimaksud dalam angka III huruf a, paling sedikit meliputi: 1. Pengungkapan bentuk penerapan Tata Kelola yaitu: a. Komitmen pemegang saham dan RUPS, paling sedikit meliputi: 1) nomor dan tanggal surat persetujuan Otoritas Jasa Keuangan terkait penilaian kemampuan dan kepatutan pemegang saham; 2) tanggal pemanggilan dan tanggal pelaksanaan RUPS; dan 3) keputusan RUPS. b. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi, paling sedikit meliputi: 1) jumlah, nama, jabatan, nomor dan tanggal surat persetujuan Otoritas Jasa Keuangan terkait penilaian kemampuan dan kepatutan anggota Direksi, tanggal pengangkatan oleh RUPS, masa jabatan, kewarganegaraan, domisili, izin wakil Perusahaan Efek yang dimiliki, riwayat kerja dalam 5 (lima) tahun terakhir, pendidikan terakhir, dan gelar profesi; 2) tugas dan tanggung jawab masing-masing anggota Direksi; 3) rangkap jabatan anggota Direksi (jika ada); 4) pendidikan dan/atau pelatihan yang telah diikuti terkait dengan peningkatan pengetahuan dan pemahaman dalam rangka membantu pelaksanaan tugas anggota Direksi; -6- 5) kebijakan dan pelaksanaan rapat Direksi termasuk jumlah rapat yang diselenggarakan dalam 1 (satu) tahun dan kehadiran masing-masing anggota Direksi di setiap rapat; 6) pelaksanaan kegiatan yang merupakan rekomendasi dari Dewan Komisaris dan/atau hasil pengawasan Otoritas Jasa Keuangan; dan 7) tindak lanjut terhadap hal yang memerlukan perhatian Direksi atas rekomendasi fungsi manajemen risiko dan fungsi kepatuhan dan audit internal. c. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris, paling sedikit meliputi: 1) jumlah, nama, jabatan, nomor dan tanggal surat persetujuan Otoritas Jasa Keuangan terkait penilaian kemampuan dan kepatutan anggota Dewan Komisaris, tanggal pengangkatan oleh RUPS, masa jabatan, kewarganegaraan, domisili, izin wakil Perusahaan Efek yang dimiliki, riwayat kerja dalam 5 (lima) tahun terakhir, pendidikan terakhir, dan gelar profesi; 2) tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris; 3) rangkap jabatan anggota Dewan Komisaris (jika ada); 4) pendidikan dan/atau pelatihan yang telah diikuti terkait dengan peningkatan pengetahuan dan pemahaman dalam rangka membantu pelaksanaan tugas anggota Dewan Komisaris; 5) kebijakan dan pelaksanaan rapat Dewan Komisaris termasuk jumlah rapat yang diselenggarakan dalam 1 (satu) tahun dan kehadiran masing-masing anggota Dewan Komisaris di setiap rapat; 6) rekomendasi yang diberikan Dewan Komisaris kepada Direksi; 7) pelaksanaan tugas Komisaris Independen; dan 8) daftar indikasi pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan di Sektor Jasa Keuangan yang dilaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan (jika ada). -7- d. Kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite (jika ada) yang dibentuk oleh Direksi dan/atau Dewan Komisaris, paling sedikit meliputi: 1) struktur, keanggotaan, keahlian, dan pernyataan independensi anggota komite; 2) tugas dan tanggung jawab komite; 3) kebijakan dan pelaksanaan rapat komite termasuk jumlah rapat yang diselenggarakan dalam 1 (satu) tahun dan kehadiran masing-masing anggota komite di setiap rapat; 4) program kerja komite dan realisasinya; dan 5) piagam (charter) komite. e. Remunerasi Direksi dan Dewan Komisaris, paling sedikit meliputi: 1) Paket atau kebijakan remunerasi yang ditetapkan dalam RUPS (jika ada), paling sedikit meliputi: a. gaji; b. honorarium; c. insentif; dan/atau d. tunjangan yang bersifat tetap dan/atau variabel. 2) Besarnya remunerasi Direksi dan Dewan Komisaris serta hubungan antara remunerasi dengan kinerja Perusahaan Efek dalam 1 (satu) tahun. f. Etika bisnis, paling sedikit meliputi: 1) uraian singkat pelaksanaan tugas unit kerja khusus atau pejabat sebagai penanggung jawab penerapan program anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme yang di dalamnya mencakup prinsip mengenal nasabah Perusahaan Efek; 2) pokok-pokok kode etik Perusahaan Efek yang berlaku bagi seluruh anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan karyawan atau pegawai, serta pendukung organ; 3) pelaksanaan sosialisasi kode etik dan upaya penegakannya; dan 4) pokok-pokok pedoman yang mengikat setiap anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris Perusahaan Efek. -8- g. Pengendalian Internal paling sedikit meliputi: 1) Fungsi manajemen risiko, paling sedikit meliputi: a) unit kerja, anggota Direksi atau pejabat setingkat di bawah Direksi yang menjalankan fungsi manajemen risiko; b) uraian singkat kebijakan manajemen risiko termasuk strategi, kerangka, dan prosedur, serta penetapan limit risiko (risk appetite) dan toleransi risiko (risk tolerance); c) jenis risiko dan mitigasi risiko; dan d) laporan hasil pelaksanaan tugas fungsi manajemen risiko. 2) Fungsi kepatuhan dan audit internal, paling sedikit meliputi: a) Kepatuhan: (1) unit kerja, anggota Direksi atau pejabat setingkat di bawah Direksi yang menjalankan fungsi kepatuhan; (2) pokok-pokok pakta (charter) yang secara tertulis mengikat unit kerja, anggota Direksi atau pejabat setingkat di bawah Direksi yang menjalankan fungsi kepatuhan dan fungsi-fungsi lain di Perusahaan Efek; dan (3) laporan hasil pelaksanaan tugas fungsi kepatuhan. b) Audit internal: (1) ruang lingkup pekerjaan audit internal; (2) struktur atau kedudukan satuan kerja fungsi audit internal; (3) pernyataan independensi fungsi audit internal; (4) pokok-pokok piagam (charter) audit internal; dan (5) laporan hasil pelaksanaan tugas fungsi audit internal. h. Kebijakan sistem pelaporan pelanggaran dan pengaduan nasabah, memuat informasi paling sedikit: 1) pokok-pokok kebijakan pelaporan pelanggaran dan pengaduan nasabah Perusahaan Efek; -9- 2) uraian singkat pelaksanaan kebijakan sistem pelaporan pelanggaran dan penanganan pengaduan nasabah oleh unit kerja atau fungsi yang bertanggung jawab; dan 3) i. j. hasil evaluasi Direksi dan Dewan Komisaris terhadap kebijakan pelaporan pelanggaran dan pengaduan nasabah. Alamat Situs Web. Auditor eksternal, memuat informasi paling sedikit: 1) efektivitas pelaksanaan tugas auditor eksternal, antara lain mengenai komentar atau catatan auditor eksternal atas penyediaan data yang diperlukan bagi auditor eksternal, sehingga memungkinkan auditor eksternal memberikan pendapatnya tentang kewajaran, ketaatan, dan kesesuaian laporan keuangan Perusahaan Efek dengan standar audit yang berlaku; dan 2) KAP dan Akuntan Publik yang melakukan audit laporan keuangan Perusahaan Efek selama 5 (lima) tahun terakhir. 2. Kepemilikan saham anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris baik secara langsung maupun tidak langsung yang meliputi jenis dan jumlah lembar saham pada: a. Perusahaan Efek yang bersangkutan; b. Perusahaan Efek lain; dan c. Lembaga Jasa Keuangan selain Perusahaan Efek. 3. Hubungan keuangan dan/atau hubungan keluarga anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris dengan anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris lain, dan/atau pemegang saham Perusahaan Efek. 4. Jenis, jumlah, dan upaya penyelesaian penyimpangan internal terkait keuangan yang dilakukan oleh anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan pegawai (jika ada), paling sedikit meliputi: a. penyimpangan internal yang telah diselesaikan; b. penyimpangan internal yang sedang dalam proses penyelesaian di internal perusahaan; c. penyimpangan internal yang belum diupayakan penyelesaiannya; dan d. penyimpangan internal yang telah ditindaklanjuti melalui proses hukum. -10- 5. Jenis, jumlah, dan upaya penyelesaian permasalahan hukum baik hukum perdata maupun hukum pidana dan telah diajukan melalui proses hukum (jika ada), paling sedikit meliputi: a. permasalahan hukum perdata dan/atau hukum pidana yang dihadapi dan telah selesai (telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap); dan b. permasalahan hukum perdata dan/atau hukum pidana yang dihadapi dan masih dalam proses penyelesaian. 6. Benturan kepentingan dan/atau transaksi dengan pihak Afiliasi yang terjadi paling sedikit mencakup nama dan jabatan pihak yang memiliki benturan kepentingan dan/atau transaksi dengan pihak Afiliasi, sifat hubungan Afiliasi, nama dan jabatan pengambil keputusan, jenis transaksi, nilai transaksi, dan keterangan. 7. Pengungkapan hal penting lainnya, paling sedikit meliputi: a. pengunduran diri atau pemberhentian anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris; dan b. fungsi perusahaan yang dialihdayakan kepada pihak lain (outsourcing) (jika ada). V. PENILAIAN SENDIRI (SELF ASSESSMENT) ATAS PENERAPAN TATA KELOLA 1. Penilaian sendiri (self assessment) sebagaimana dimaksud dalam angka III huruf b digunakan sebagai tolok ukur untuk menilai sejauh mana Perusahaan Efek menerapkan Tata Kelola berdasarkan prinsip Tata Kelola. Perusahaan Efek harus melakukan penilaian sendiri (self assessment) secara terstruktur dan komprehensif terhadap kecukupan pelaksanaan Tata Kelola, sehingga Perusahaan Efek dapat segera mengambil langkah strategis untuk memperbaiki kelemahan terkait dengan Tata Kelola di perusahaannya. 2. Perusahaan Efek melakukan penilaian sendiri (self assessment) atas penerapan Tata Kelola setiap 1 (satu) tahun 1 (satu) kali untuk periode bulan Januari sampai dengan bulan Desember. 3. Penilaian sendiri (self assessment) dilakukan terhadap bentuk- bentuk penerapan Tata Kelola sebagaimana diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penerapan Tata Kelola Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan Perantara Pedagang Efek serta peraturan perundang-undangan mengenai Perusahaan Efek yang dikembangkan menjadi 12 (dua -11- belas) faktor penilaian Tata Kelola, sebagai berikut: a. pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi; b. pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris; c. kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite (jika ada); d. benturan kepentingan dan transaksi dengan pihak Afiliasi; e. fungsi manajemen risiko; f. fungsi kepatuhan; g. fungsi audit internal; h. auditor eksternal; i. j. k. etika bisnis; dan l. keterbukaan informasi; Rencana Bisnis; sistem pelaporan pelanggaran dan sistem pengaduan nasabah. 4. Penilaian sendiri (self assessment) dituangkan dalam kertas kerja yang berisi sekumpulan pertanyaan untuk menilai kualitas penerapan Tata Kelola. 5. Pertanyaan yang terdapat dalam kertas kerja sebagaimana dimaksud dalam angka 4, diintegrasikan menjadi 3 (tiga) aspek penilaian Tata Kelola, yaitu: a. penilaian struktur Tata Kelola, yang bertujuan untuk melihat kecukupan struktur dan infrastruktur Tata Kelola agar proses pelaksanaan prinsip Tata Kelola menghasilkan keluaran yang sesuai dengan harapan Pemangku Kepentingan Perusahaan Efek. Yang termasuk dalam struktur Tata Kelola adalah Direksi, Dewan Komisaris, satuan kerja, komite, dan fungsi pada Perusahaan Efek. Adapun yang termasuk infrastruktur Tata Kelola adalah kebijakan dan prosedur Perusahaan Efek dan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) masing-masing jabatan dalam organisasi; b. penilaian proses Tata Kelola bertujuan untuk menilai efektivitas proses pelaksanaan prinsip Tata Kelola yang didukung oleh kecukupan struktur dan infrastruktur Tata Kelola sehingga menghasilkan keluaran yang sesuai dengan harapan Pemangku Kepentingan Perusahaan Efek; dan c. penilaian keluaran Tata Kelola bertujuan untuk menilai kualitas keluaran Tata Kelola yang memenuhi harapan Pemangku Kepentingan Perusahaan Efek yang merupakan hasil proses -12- pelaksanaan prinsip Tata Kelola yang didukung oleh kecukupan struktur dan infrastruktur Tata Kelola. 6. Kriteria penilaian pada struktur Tata Kelola, proses Tata Kelola, dan keluaran Tata Kelola, saling memiliki keterkaitan, sebagai contoh terdapat permasalahan pada struktur Tata Kelola seperti tidak terdapat anggota Direksi yang membawahi fungsi kepatuhan, sehingga mengakibatkan timbulnya kelemahan pada proses Tata Kelola dalam penerapan fungsi kepatuhan yaitu tidak terdapat tindakan pencegahan terhadap kebijakan dan/atau keputusan Direksi yang menyimpang dari ketentuan. Selanjutnya kelemahan pada proses Tata Kelola tersebut akan berdampak pada keluaran Tata Kelola berupa terjadinya pelanggaran terhadap ketentuan. Perusahaan Efek harus memperhatikan apakah pelanggaran tersebut terjadi secara berulang, materialitas, dan signifikansi pelanggaran tersebut terhadap Perusahaan Efek baik saat ini maupun di masa mendatang. 7. Perusahaan Efek harus mempersiapkan data dan informasi yang dijadikan dasar untuk menyusun analisis kecukupan dan efektivitas penerapan prinsip Tata Kelola dan didokumentasikan dengan baik. Data dan informasi sebagaimana dimaksud mencakup seluruh laporan dan dokumen yang diungkapkan dalam angka III dan angka IV. 8. Penilaian sendiri (self assessment) Tata Kelola dilakukan dengan menggunakan 2 (dua) tipe pertanyaan, yakni dikotomi (pertanyaan dengan jawaban Ya atau Tidak) dan diskrit (pertanyaan dengan jawaban berupa jenjang dari Sangat Baik sampai Tidak Baik). Nilai untuk masing-masing jawaban adalah sebagai berikut: Tipe Pertanyaan Dikotomi: a. tanda centang (√) pada kolom Ya bernilai 1: apabila indikator telah sepenuhnya diterapkan atau dipenuhi. b. tanda centang (√) pada kolom Tidak bernilai 0: apabila indikator sepenuhnya tidak diterapkan atau dipenuhi Tipe Pertanyaan Diskrit: a. tanda centang (√) pada kolom SB (Sangat Baik) bernilai 1: apabila indikator telah sepenuhnya diterapkan atau dipenuhi. -13- b. tanda centang (√) pada kolom B (Baik) bernilai 0,75: apabila indikator sebagian besar telah diterapkan atau dipenuhi. c. tanda centang (√) pada kolom CB (Cukup Baik) bernilai 0,5: apabila indikator sebagian telah diterapkan atau dipenuhi. d. tanda centang (√) pada kolom KB (Kurang Baik) bernilai 0,25: apabila indikator sebagian besar belum diterapkan atau dipenuhi. e. tanda centang (√) pada kolom TB (Tidak Baik) bernilai 0: apabila indikator sepenuhnya tidak diterapkan atau dipenuhi. 9. Kolom keterangan pada kertas kerja harus diisi dengan alasan, dasar penerapan, atau informasi tambahan lain yang harus diungkapkan untuk mendukung jawaban pada indikator faktor penilaian. 10. Untuk mendapatkan nilai dari masing-masing faktor, Perusahaan Efek menggunakan rumus sebagai berikut: 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐹𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 = ∑ 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑘𝑎𝑡𝑜𝑟 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑘𝑎𝑡𝑜𝑟 Keterangan: Nilai Faktor × 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 × 100 : Hasil pembagian dari jumlah nilai indikator terhadap jumlah indikator dan dikalikan dengan bobot setiap faktor yang telah ditentukan pada Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. Nilai Indikator : Jumlah indikator yang dipenuhi oleh Perusahaan Efek dalam setiap faktor penilaian. Total Indikator Bobot faktor : Jumlah seluruh indikator dalam setiap faktor penilaian. : Nilai bobot pada setiap faktor penilaian yang ditetapkan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. Sebagai contoh: Menghitung nilai faktor dari pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi (Struktur: 9, Proses: 16, dan Keluaran: 5) Perusahaan Efek A menjawab sebagai berikut: a. Struktur: Dari 9 indikator, Perusahaan Efek memberikan jawaban YA di 7 indikator, dan jawaban TIDAK di 2 indikator. -14- b. Proses: Dari 16 indikator, Perusahaan Efek memberikan jawaban SANGAT BAIK di 8 indikator, CUKUP BAIK di 2 indikator, dan jawaban YA di 6 indikator. c. Keluaran: Dari 5 indikator, Perusahaan Efek memberikan jawaban SANGAT BAIK di 3 indikator, dan jawaban KURANG BAIK di 2 indikator. Maka perhitungannya adalah sebagai berikut: Nilai Faktor = = 17 Dengan demikian, nilai faktor Tata Kelola dari pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi adalah sebesar 17,00. 11. Bobot setiap faktor ditetapkan sebagaimana tabel berikut: Faktor No. 1. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi 2. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris 3. Kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite 4. Benturan kepentingan dan transaksi dengan pihak Afiliasi 5. Fungsi manajemen risiko 6. Fungsi kepatuhan 7. Fungsi audit internal 8. Auditor eksternal 9. Keterbukaan informasi 10. Rencana bisnis 11. Etika bisnis 12. Sistem pelaporan pelanggaran dan sistem pengaduan nasabah Total Bobot (%) 20 20 2,5 10 7,5 7,5 7,5 2,5 5 7,5 5 5 100 12. Setelah menentukan nilai setiap faktor penilaian Tata Kelola, Perusahaan Efek menjumlahkan seluruh nilai sehingga mendapatkan nilai akhir, sebagaimana dijelaskan dalam tabel di bawah: ∑{[(1x7)+(0x2)]+[(1x8)+(0,5x2)+(1x6)]+[(1x3)+(0,25x2)]} 30 x 20% x 100 -15- Nilai 90 – 100 Peringkat Komposit Definisi Peringkat 1 Tata kelola diimplementasikan dengan sangat baik di mana seluruh atau hampir seluruh indikator Tata Kelola telah dipenuhi. 77 – 89 Peringkat 2 Tata kelola diimplementasikan dengan baik di mana sebagian besar indikator Tata Kelola telah dipenuhi. 64 – 76 Peringkat 3 Tata kelola diimplementasikan dengan cukup baik di mana sebagian indikator Tata Kelola telah dipenuhi. 51 – 63 Peringkat 4 Tata kelola diimplementasikan dengan kurang baik di mana sebagian besar indikator Tata Kelola tidak dipenuhi. ≤ 50 Peringkat 5 Tata kelola diimplementasikan dengan tidak baik di mana hampir seluruh indikator Tata Kelola tidak dipenuhi. 13. Dalam hal hasil penilaian sendiri (self assessment) penerapan Tata Kelola diperoleh Peringkat Komposit faktor Tata Kelola adalah 4 atau 5, maka Perusahaan Efek harus menyusun dan menyampaikan rencana tindak (action plan) yang memuat langkah perbaikan secara komprehensif dan sistematis beserta target waktu pelaksanaannya kepada Otoritas Jasa Keuangan. 14. Otoritas Jasa Keuangan melakukan evaluasi atas hasil penilaian sendiri (self assessment) yang dilakukan oleh Perusahaan Efek. Apabila terdapat perbedaan antara Peringkat Komposit hasil penilaian sendiri (self assessment) dengan hasil penilaian atau evaluasi yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan, maka Perusahaan Efek harus melakukan revisi terhadap hasil penilaian sendiri (self assessment) penerapan Tata Kelola. 15. Apabila hasil penilaian peringkat faktor Tata Kelola oleh Otoritas Jasa Keuangan memperoleh Peringkat Komposit 4 atau 5, maka Otoritas Jasa Keuangan dapat meminta Perusahaan Efek untuk menyampaikan rencana tindak (action plan) yang memuat langkah -16- perbaikan secara komprehensif dan sistematis beserta target waktu pelaksanaannya. VI. RENCANA TINDAK (ACTION PLAN) 1. Rencana tindak (action plan) sebagaimana dimaksud dalam angka III huruf c, disusun dalam rangka meningkatkan atau menyempurnakan penerapan Tata Kelola sebagai tindak lanjut atas hasil penilaian sendiri (self assessment). Rencana tindak (action plan) dimaksud meliputi tindakan korektif (corrective action) yang diperlukan, target atau waktu penyelesaian, dan kendala atau hambatan penyelesaiannya apabila masih terdapat kekurangan dalam penerapan Tata Kelola. 2. Perusahaan Efek harus menyampaikan laporan pelaksanaan rencana tindak (action plan), paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah target waktu penyelesaian rencana tindak (action plan). 3. Otoritas Jasa Keuangan dapat melakukan evaluasi terhadap rencana tindak (action plan) yang telah disampaikan oleh Perusahaan Efek sebagaimana dimaksud dalam angka 1. Dalam hal diperlukan, Otoritas Jasa Keuangan dapat meminta Perusahaan Efek untuk melakukan penyesuaian rencana tindak (action plan) dan menyampaikan kembali penyesuaian rencana tindak (action plan) tersebut kepada Otoritas Jasa Keuangan untuk dievaluasi. VII. TATA CARA PENYAMPAIAN LAPORAN PENERAPAN TATA KELOLA 1. Perusahaan Efek menyampaikan laporan penerapan Tata Kelola yang telah ditandatangani oleh Direktur Utama dan Komisaris Utama, dengan ketentuan sebagai berikut: a. surat pengantar penyampaian laporan penerapan Tata Kelola yang ditandatangani oleh Direktur Utama disampaikan dalam bentuk dokumen cetak (hardcopy); dan b. isi laporan penerapan Tata Kelola disampaikan dalam bentuk dokumen cetak (hardcopy) dan dokumen elektronik (softcopy). 2. Laporan penerapan Tata Kelola sebagaimana dimaksud dalam angka 1 disampaikan secara lengkap kepada: Otoritas Jasa Keuangan u.p. Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A -17- VIII. PENUTUP Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 6 Desember 2017 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PASAR MODAL, ttd HOESEN Salinan ini sesuai dengan aslinya Deputi Direktur Hukum 1 selaku Plh. Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Wiwit Puspasari -1- LAMPIRAN I SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 55 /SEOJK.04/2017 TENTANG LAPORAN PENERAPAN TATA KELOLA PERUSAHAAN EFEK YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SEBAGAI PENJAMIN EMISI EFEK DAN PERANTARA PEDAGANG EFEK - 2 - KERTAS KERJA PENILAIAN SENDIRI (SELF ASSESSMENT) LAPORAN PENERAPAN TATA KELOLA PERUSAHAAN EFEK YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SEBAGAI PENJAMIN EMISI EFEK DAN PERANTARA PEDAGANG EFEK No. I. Kriteria/Indikator Pelaksanaan Tugas dan Tanggung Jawab Direksi A. Struktur Tata Kelola 1. Jumlah anggota Direksi paling sedikit 2 (dua) orang. 2. Seluruh anggota Direksi telah memiliki izin perseorangan sebagai Wakil Penjamin Emisi Efek dan/atau Wakil Perantara Pedagang Efek. 3. Seluruh anggota Direksi memenuhi persyaratan integritas, reputasi keuangan, serta kompetensi dan keahlian di bidang Pasar Modal (telah lulus Penilaian kemampuan dan kepatutan atau fit and proper test) 4. Seluruh anggota Direksi diangkat melalui RUPS termasuk perpanjangan masa jabatan Direksi. a Ya b Penilaian c d e Tidak Keterangan Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak - 3 - No. Kriteria/Indikator 5. Penentuan jumlah dan komposisi Direksi memperhatikan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan, kondisi Perusahaan Efek, keberagaman pengetahuan, pengalaman dan/atau keahlian yang dibutuhkan, dan efektivitas dalam pengambilan keputusan. 6. 7. Seluruh anggota Direksi berdomisili di Indonesia. Anggota Direksi baik secara sendiri-sendiri atau bersama-sama tidak memiliki saham melebihi 20% (dua puluh persen) dari modal disetor pada Perusahaan Efek lain. 8. Mayoritas anggota Direksi tidak saling memiliki hubungan keuangan dan/atau hubungan keluarga sampai dengan derajat kedua dengan sesama anggota Direksi, dan/atau dengan anggota Dewan Komisaris dan/atau pemegang saham Perusahaan Ya Tidak Penilaian Keterangan Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak - 4 - No. Kriteria/Indikator Efek. 9. Perusahaan Efek memiliki pedoman yang mengikat seluruh anggota Direksi. B. Proses Tata Kelola 10. Anggota Direksi mampu mengimplementasikan kompetensi yang dimiliki dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya. 11. Direksi melaksanakan pengurusan dengan itikad baik, kehati-hatian dan penuh tanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, anggaran dasar, dan pedoman Direksi serta bertindak secara independen untuk kepentingan Perusahaan Efek. 12. Anggota Direksi tidak memberikan kuasa umum kepada pihak lain yang mengakibatkan pengalihan tugas dan fungsi day to day Direksi. SB B CB KB TB Ya a b c d Tidak e Penilaian Keterangan SB B CB KB TB Ya Tidak - 5 - No. Kriteria/Indikator 13. Direksi memastikan Tata Kelola diterapkan secara efektif pada Perusahaan Efek. 14. Direksi membentuk komite dan/atau unit pendukung Direksi dalam rangka mendukung efektivitas pelaksanaan tugas dan memastikan komite dan/atau unit pendukung tersebut menjalankan tugasnya secara efektif. 15. Direksi menindaklanjuti hasil pengawasan Dewan Komisaris dan hasil pengawasan Otoritas Jasa Keuangan. 16. Direksi menyediakan data dan informasi yang akurat, relevan, dan tepat waktu kepada Dewan Komisaris. 17. Direksi menetapkan kebijakan dan keputusan strategis melalui mekanisme rapat Direksi. 18. Direksi mengadakan rapat paling sedikit 1 (satu) kali setiap 2 (dua) bulan. SB B Penilaian CB KB TB Keterangan SB B CB KB TB SB B CB KB TB SB B CB KB TB SB Ya B CB KB TB Tidak - 6 - No. Kriteria/Indikator 19. Anggota Direksi menghadiri paling sedikit 75% (tujuh puluh lima persen) dari jumlah keseluruhan rapat Direksi dalam setahun, baik hadir secara fisik maupun melalui telekonferensi. 20. Pengambilan keputusan rapat Direksi dilakukan berdasarkan musyawarah mufakat, dalam hal tidak tercapai musyawarah mufakat pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan suara terbanyak, atau sesuai ketentuan yang berlaku. 21. Setiap keputusan rapat yang diambil Direksi dapat diimplementasikan dan sesuai dengan kebijakan, pedoman, serta tata tertib kerja yang berlaku. 22. Anggota Direksi mengikuti program pendidikan berkelanjutan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 2 (dua) tahun terakhir. Penilaian Keterangan Ya Tidak SB B CB KB TB SB B CB KB TB Ya Tidak - 7 - No. Kriteria/Indikator 23. Anggota Direksi tidak menyalahgunakan wewenangnya untuk kepentingan pribadi, keluarga, dan/atau pihak lain. 24. Anggota Direksi tidak mengambil dan/atau menerima keuntungan pribadi dari kegiatan Perusahaan Efek baik secara langsung maupun tidak langsung selain penghasilan yang sah dan fasilitas lainnya yang ditetapkan RUPS. 25. Remunerasi Direksi memperhatikan: a. remunerasi yang berlaku pada industri dan skala usaha Perusahaan Efek. b. tugas, tanggung jawab, dan wewenang anggota Direksi dikaitkan dengan pencapaian tujuan dan kinerja Perusahaan Efek baik dalam jangka pendek ataupun dalam jangka panjang. Ya Penilaian Tidak Keterangan Ya Tidak SB B CB KB TB - 8 - No. Kriteria/Indikator c. target kinerja atau kinerja masing- masing anggota Direksi. d. keseimbangan tunjangan antara yang bersifat tetap dan bersifat variabel. C. Keluaran Tata Kelola 26. Direksi a mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada pemegang saham melalui RUPS. 27. Hasil rapat Direksi dituangkan dalam risalah rapat dan didokumentasikan dengan baik termasuk pengungkapan secara jelas dissenting opinions yang terjadi dalam rapat Direksi. 28. Hasil rapat Direksi dibagikan kepada seluruh anggota Direksi. 29. Peningkatan pengetahuan, keahlian, dan kemampuan anggota Direksi dalam pengelolaan Perusahaan Efek yang ditunjukkan antara lain melalui SB B CB KB TB b c d e Penilaian Keterangan SB B CB KB TB SB B CB KB TB SB B CB KB TB - 9 - No. Kriteria/Indikator peningkatan kinerja Perusahaan Efek, penyelesaian permasalahan yang dihadapi Perusahaan Efek, dan/atau pencapaian hasil sesuai ekspektasi Kepentingan. Pemangku 30. Dalam laporan penerapan Tata Kelola, seluruh anggota Direksi mengungkapkan paling sedikit: a. uraian tugas dan tanggung jawab anggota Direksi. b. kepemilikan saham pada Perusahaan Efek yang bersangkutan, Perusahaan Efek lain, dan Lembaga Jasa Keuangan selain Perusahaan Efek. c. hubungan keuangan dan hubungan keluarga dengan anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi lainnya dan/atau Pemegang Saham Pengendali Perusahaan Efek. telah SB B CB KB TB Penilaian Keterangan - 10 - No. Kriteria/Indikator d. total remunerasi dan fasilitas lain yang ditetapkan oleh RUPS. Hasil Penilaian II. Pelaksanaan Tugas dan Tanggung Jawab Dewan Komisaris A. Struktur Tata Kelola 1. Seluruh anggota Dewan Komisaris memenuhi persayaratan integritas, reputasi keuangan, serta kompetensi dan keahlian di bidang Pasar Modal (telah lulus Penilaian kemampuan dan kepatutan/fit and proper test). 2. Seluruh anggota Dewan Komisaris diangkat melalui RUPS termasuk perpanjangan masa jabatan Dewan Komisaris. 3. Jumlah anggota Dewan Komisaris Perusahaan Efek paling sedikit 1 (satu) orang. 4. Penentuan jumlah dan komposisi Dewan Penilaian Keterangan a x 1 b x 0,75 c x 0,5 d x 0,25 e x 0 a b c d e Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak - 11 - No. Kriteria/Indikator Komisaris memperhatikan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai perizinan Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan Perantara Pedagang Efek, kondisi Perusahaan Efek, keberagaman pengetahuan, pengalaman dan/atau keahlian yang dibutuhkan, efektivitas dalam pengawasan, dan pemberian nasihat kepada Direksi. 5. Jumlah anggota Dewan Komisaris Perusahaan Efek tidak melebihi jumlah anggota Direksi. 6. 7. Memiliki Komisaris Independen. Mayoritas anggota Dewan Komisaris tidak saling memiliki hubungan keuangan dan/atau hubungan keluarga sampai dengan derajat kedua dengan sesama anggota Dewan Komisaris, dan/atau dengan Ya Ya Tidak Tidak Penilaian Keterangan Ya Tidak - 12 - No. Kriteria/Indikator anggota Direksi dan/atau pemegang saham Perusahaan Efek. 8. Perusahaan Efek memiliki pedoman yang mengikat seluruh anggota Dewan Komisaris. B. Proses Tata Kelola 9. Anggota Dewan Komisaris mampu mengimplementasikan kompetensi yang dimilikinya dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya. 10. Dewan Komisaris memperoleh data dan informasi yang lengkap, akurat, terkini, dan tepat waktu dari Direksi. Komisaris 11. Dewan melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi secara berkala maupun sewaktu-waktu dan dilakukan secara independen. 12. Dewan Komisaris memberikan nasihat kepada Direksi dan dilakukan secara SB B CB KB TB SB B CB KB TB Ya a b c d Tidak e Penilaian Keterangan SB B CB KB TB SB B CB KB TB - 13 - No. Kriteria/Indikator independen. 13. Dewan Komisaris memastikan bahwa Direksi telah menindaklanjuti hasil pengawasan Dewan Komisaris dan hasil pengawasan Otoritas Jasa Keuangan. 14. Dalam hal Dewan Komisaris ikut mengambil keputusan mengenai hal-hal yang ditetapkan dalam anggaran dasar dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan, pengambilan keputusan dimaksud dilakukan dalam fungsinya sebagai pengawas dan pemberi nasihat kepada Direksi. Sebagai contoh: Dewan Komisaris tidak terlibat dalam pengambilan keputusan kegiatan operasional Perusahaan Efek, kecuali dalam hal penyediaan dana kepada pihak terkait dan hal-hal lain yang ditetapkan dalam anggaran dasar SB B CB KB TB Penilaian Keterangan SB B CB KB TB - 14 - No. Kriteria/Indikator Perusahaan Efek dan/atau peraturan perundangan yang berlaku dalam rangka melaksanakan fungsi pengawasan. 15. Dalam rangka melakukan tugas pengawasan, Dewan Komisaris telah mengarahkan, memantau, dan mengevaluasi pelaksanaan kebijakan strategis Perusahaan Efek. 16. Dewan Komisaris membentuk komite untuk membantu tugas Dewan Komisaris dan memastikan komite tersebut menjalankan tugasnya secara efektif. 17. Dalam melaksanakan fungsi audit, Dewan Komisaris melalui Komisaris Independen melakukan penelaahan atas: a. SB B CB KB TB Penilaian Keterangan SB B CB KB TB SB informasi keuangan yang akan dikeluarkan Perusahaan Efek kepada publik dan/atau pihak otoritas. b. independensi, ruang lingkup B CB KB TB - 15 - No. Kriteria/Indikator penugasan, dan biaya sebagai dasar pada penunjukan Akuntan Publik. c. rencana dan pelaksanaan audit oleh Akuntan Publik. d. pelaksanaan fungsi manajemen risiko dan fungsi kepatuhan dan audit internal Perusahaan Efek. 18. Dewan Komisaris melakukan pengawasan atas terselenggaranya penerapan Tata Kelola. 19. Dewan Komisaris melaksanakan rapat Dewan Komisaris dengan mengundang Direksi dalam hal terdapat temuan indikasi pelanggaran peraturan perundang- undangan di sektor jasa keuangan. 20. Dewan Komisaris mengadakan rapat paling kurang 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan. 21. Anggota Dewan Komisaris menghadiri paling sedikit 75% (tujuh puluh lima persen) dari SB B CB KB TB Penilaian Keterangan SB B CB KB TB Ya Tidak Ya Tidak - 16 - No. Kriteria/Indikator jumlah keseluruhan rapat Dewan Komisaris dalam setahun, baik hadir secara fisik maupun melalui telekonferensi. 22. Pengambilan keputusan rapat Dewan Komisaris dilakukan berdasarkan musyawarah mufakat, dalam hal tidak tercapai musyawarah mufakat pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan suara terbanyak, atau sesuai dengan ketentuan. 23. Setiap keputusan rapat yang diambil Dewan Komisaris dapat diimplementasikan dan sesuai dengan kebijakan, pedoman, serta tata tertib kerja yang berlaku. 24. Anggota Dewan Komisaris mengikuti program pendidikan berkelanjutan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 2 (dua) tahun terakhir. 25. Anggota Dewan Komisaris tidak menyalahgunakan wewenangnya untuk SB B CB KB TB Penilaian Keterangan SB B CB KB TB Ya Tidak Ya Tidak - 17 - No. Kriteria/Indikator kepentingan pribadi, keluarga, dan/atau pihak lain. 26. Anggota Dewan Komisaris tidak mengambil dan/atau menerima keuntungan pribadi dari kegiatan Perusahaan Efek baik secara langsung maupun tidak langsung selain penghasilan yang sah dan fasilitas lainnya yang ditetapkan RUPS. 27. Remunerasi memperhatikan: a. Dewan Komisaris SB remunerasi yang berlaku pada industri dan skala usaha Perusahaan Efek; b. tugas, tanggung jawab, dan wewenang anggota Dewan Komisaris dikaitkan dengan pencapaian tujuan dan kinerja Perusahaan Efek baik dalam jangka pendek ataupun dalam jangka panjang; B CB KB TB Penilaian Keterangan Ya Tidak - 18 - No. Kriteria/Indikator c. target kinerja atau kinerja masing- masing anggota Dewan Komisaris; dan d. keseimbangan tunjangan antara yang bersifat tetap dan bersifat variabel. 28. Dewan Komisaris menyediakan waktu yang cukup untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara optimal. C. Keluaran Tata Kelola 29. Dewan Komisaris mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada pemegang saham melalui RUPS. 30. Hasil rapat Dewan Komisaris dituangkan dalam risalah rapat dan didokumentasikan dengan baik termasuk pengungkapan secara jelas dissenting opinions yang terjadi dalam rapat Dewan Komisaris. 31. Hasil rapat Dewan Komisaris dibagikan kepada seluruh anggota Dewan Komisaris. 32. Peningkatan pengetahuan, keahlian, dan SB a SB B b B CB c CB KB d KB TB e TB Penilaian Keterangan SB B CB KB TB SB SB B B CB CB KB KB TB TB - 19 - No. Kriteria/Indikator kemampuan anggota Dewan Komisaris dalam pengelolaan Perusahaan Efek yang ditunjukkan antara lain melalui peningkatan kinerja Perusahaan Efek, penyelesaian permasalahan yang dihadapi Perusahaan Efek, dan/atau pencapaian hasil sesuai ekspektasi Pemangku Kepentingan. 33. Dalam laporan penerapan Tata Kelola, anggota Dewan Komisaris mengungkapkan paling sedikit: a. uraian tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris; b. kepemilikan saham pada Perusahaan Efek yang bersangkutan, Perusahaan Efek lain, dan Lembaga Jasa Keuangan selain Perusahaan Efek; c. hubungan keuangan dan hubungan keluarga dengan anggota Dewan Komisaris lainnya, anggota Direksi, telah SB B CB KB TB Penilaian Keterangan - 20 - No. Kriteria/Indikator dan/atau d. pemegang Perusahaan Efek; dan total remunerasi dan fasilitas lain yang ditetapkan oleh RUPS. Hasil Penilaian III. Kelengkapan dan Pelaksanaan Tugas Komite (Jika Ada) A. Struktur Tata Kelola 1. saham Penilaian Keterangan a x 1 b x 0,75 c x 0,5 d x 0,25 e x 0 a Perusahaan Efek memiliki komite untuk menunjang pelaksanaan tugas Direksi dan/atau Dewan Komisaris. 2. 3. 4. Struktur komite terdiri dari 1 (satu) orang ketua dan 2 (dua) anggota. Setiap anggota komite memiliki keahlian dalam pelaksanaan tugas. Komite memiliki piagam (charter) yang digunakan sebagai acuan dalam melakukan tugas dan tanggung jawabnya. 5. Seluruh anggota komite memiliki integritas, Ya Ya Ya Ya Ya b c d e Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak - 21 - No. Kriteria/Indikator akhlak dan moral yang baik. 6. Anggota komite yang merupakan pihak independen tidak memiliki hubungan keuangan, kepengurusan, Direksi kepemilikan saham dan/atau hubungan keluarga dengan Dewan Komisaris, dan/atau Pemegang Saham Pengendali atau hubungan dengan Perusahaan Efek, yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen. 7. Anggota komite yang merupakan pihak independen yang berasal dari anggota Direksi, Ya Tidak Penilaian Keterangan anggota Dewan Komisioner, dan/atau pegawai Perusahaan Efek yang bersangkutan telah menjalani masa tunggu (cooling off) paling sedikit selama 6 (enam) bulan. 8. Tidak ada intervensi pemegang saham dalam menentukan komposisi komite. Ya Tidak Ya Tidak - 22 - No. Kriteria/Indikator B. Proses Tata Kelola 9. a Rapat komite diselenggarakan sesuai dengan tata cara yang tercantum dalam piagam (charter) komite. Rapat dimaksud dihadiri oleh mayoritas anggota komite. 10. Pengambilan keputusan rapat komite dilakukan berdasarkan mufakat, dalam hal musyawarah mufakat tidak musyawarah tercapai pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan suara terbanyak, atau sesuai ketentuan yang berlaku. 11. Hasil rapat komite merupakan rekomendasi yang dapat dimanfaatkan secara optimal oleh Direksi atau Dewan Komisaris. C. Keluaran Tata Kelola 12. Hasil rapat komite dituangkan dalam risalah rapat dan didokumentasikan dengan baik termasuk pengungkapan secara jelas SB B CB KB TB SB B CB KB TB SB b B Penilaian c CB d KB e TB Keterangan SB B CB KB TB - 23 - No. Kriteria/Indikator dissenting opinions yang terjadi dalam rapat komite. 13. Setiap komite telah memberikan rekomendasi kepada Direksi atau Dewan Komisaris terkait tugas dan tanggung jawabnya. 14. Setiap komite mengungkapkan dalam laporan penerapan Tata Kelola, paling sedikit: a. uraian tugas dan tanggung jawab; b. pengungkapan independensi; dan c. pengungkapan kebijakan frekuensi rapat dan tingkat kehadiran anggota komite dalam rapat tersebut. Hasil Penilaian IV. Benturan Kepentingan dan Transaksi dengan Pihak Afiliasi A. Struktur Tata Kelola 1. Perusahaan Efek memiliki kebijakan, sistem, SB B CB KB TB Penilaian Keterangan SB B CB KB TB a x 1 b x 0,75 c x 0,5 d x 0,25 e x 0 a Ya b c d e Tidak - 24 - No. Kriteria/Indikator dan/atau prosedur mengenai benturan kepentingan yang mengikat setiap anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan pegawai Perusahaan Efek sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 2. Perusahaan Efek memiliki kebijakan, sistem, dan/atau prosedur mengenai transaksi dengan pihak Afiliasi (pribadi Pemegang Saham, anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, karyawan/pegawai, dan/atau pihak terkait dengan Perusahaan Efek) sesuai dengan 3. ketentuan perundang-undangan. Perusahaan Efek memiliki kebijakan, sistem, dan/atau prosedur mengenai administrasi, dokumentasi, dan pengungkapan benturan kepentingan. 4. Perusahaan Efek memiliki kebijakan, sistem, dan/atau prosedur mengenai administrasi, Ya Tidak Penilaian Keterangan Ya Tidak peraturan Ya Tidak - 25 - No. Kriteria/Indikator dokumentasi, dan pengungkapan transaksi dengan pihak Afiliasi. B. Proses Tata Kelola 5. Dalam hal terjadi benturan kepentingan, anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan pegawai bertindak sesuai dengan kebijakan, sistem dan/atau prosedur yang dimiliki. 6. Kegiatan operasional Perusahaan Efek bebas dari intervensi pemegang saham/pihak terkait lainnya yang dapat menimbulkan benturan kepentingan yang merugikan atau mengurangi keuntungan Perusahaan Efek. 7. Direksi melakukan tindak lanjut terkait pelanggaran kebijakan benturan SB kepentingan dan/atau kebijakan transaksi dengan pihak Afiliasi. 8. Direksi melakukan evaluasi dan pengkinian kebijakan benturan kepentingan dan SB B CB KB TB B CB KB TB a b c d e Penilaian Keterangan SB B CB KB TB SB B CB KB TB - 26 - No. Kriteria/Indikator kebijakan transaksi dengan pihak Afiliasi. 9. Dewan Komisaris melakukan pengawasan atas efektivitas pelaksanaan kebijakan benturan kepentingan dan kebijakan transaksi dengan pihak Afiliasi secara berkala. 10. Dewan Komisaris memberikan rekomendasi perbaikan dalam meningkatkan efektivitas pelaksanaan kebijakan benturan kepentingan dan kebijakan transaksi dengan pihak Afiliasi. C. Keluaran Tata Kelola 11. Hasil penanganan benturan kepentingan diungkapkan dan terdokumentasi dengan baik. 12. Hasil penanganan transaksi dengan pihak Afiliasi diungkapkan dan terdokumentasi dengan baik. 13. Tidak terdapat pelanggaran atas kebijakan a SB b B c CB d KB e TB Penilaian Keterangan SB B CB KB TB SB B CB KB TB SB Ya B CB KB TB Tidak - 27 - No. Kriteria/Indikator benturan kepentingan. 14. Tidak terdapat pelanggaran atas kebijakan transaksi dengan pihak Afiliasi. Hasil Penilaian V. Fungsi Manajemen Risiko A. Struktur Tata Kelola 1. Perusahaan Efek memiliki kebijakan manajemen risiko termasuk strategi, kerangka, dan prosedur manajemen risiko yang mencakup identifikasi, diversifikasi, pengukuran, pemantauan, pengendalian, risk appetite, risk tolerance, dan mitigasi risiko. 2. Memiliki struktur organisasi yang memadai untuk mendukung fungsi manajemen risiko. 3. Terdapat sumber daya yang berkualitas pada satuan kerja manajemen risiko untuk menyelesaikan tugas secara efektif. melaksanakan 4. Pegawai yang Ya Tidak a x 1 b x 0,75 c x 0,5 d x 0,25 e x 0 a b c d e Penilaian Keterangan Ya Tidak SB SB fungsi Ya B B CB CB KB KB TB TB Tidak - 28 - No. Kriteria/Indikator 5. manajemen risiko tidak merangkap untuk melaksanakan fungsi lainnya kecuali diatur dalam peraturan perundang-undangan. melaksanakan Pegawai yang Penilaian Keterangan fungsi manajemen risiko memiliki izin Wakil Perantara Pedagang Efek dan melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara independen. B. Proses Tata Kelola Pelaksanaan fungsi manajemen risiko paling sedikit mencakup: 6. membantu Direksi dan/atau penyempurnaan atas penyusunan kebijakan termasuk strategi, kerangka, dan prosedur manajemen risiko. 7. merumuskan strategi guna mendorong budaya manajemen risiko. 8. memastikan pelaksanaan kegiatan usaha Perusahaan Efek sesuai dengan kebijakan SB SB B B CB CB KB KB TB TB SB B CB KB TB Ya Tidak a b c d e - 29 - No. Kriteria/Indikator manajemen risiko. 9. mengidentifikasi potensi maupun risiko signifikan yang memiliki dampak terhadap keberhasilan pencapaian tujuan Perusahaan Efek. 10. menyusun sekaligus melaksanakan langkah antisipasi maupun usaha untuk mengurangi risiko signifikan sesuai dengan kebijakan manajemen risiko. 11. melakukan identifikasi terhadap hal-hal lain terkait manajemen risiko yang memerlukan perhatian Direksi. 12. mengembangkan sumber daya manusia secara berkala dan berkelanjutan. Direksi bertugas dan bertanggung jawab antara lain: 13. menyusun kebijakan manajemen risiko. 14. memastikan pelaksanaan kebijakan termasuk strategi, kerangka, dan prosedur SB B CB KB TB Penilaian Keterangan SB B CB KB TB SB SB B B CB CB KB KB TB TB Ya Tidak SB B CB KB TB - 30 - No. Kriteria/Indikator manajemen risiko dilakukan secara efektif. 15. menindaklanjuti identifikasi hal-hal yang berhubungan dengan manajemen risiko yang memerlukan perhatian Direksi. 16. memastikan fungsi manajemen risiko telah diterapkan secara independen. Sebagai contoh, terdapat pemisahan fungsi antara fungsi manajemen risiko yang melakukan identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko dengan satuan kerja yang melakukan dan menyelesaikan transaksi. 17. memastikan struktur organisasi, infrastruktur, dan sumber daya memadai untuk mendukung fungsi manajemen risiko. 18. meningkatkan budaya manajemen risiko Perusahaan Efek. Dewan Komisaris bertugas dan bertanggung jawab antara lain: SB SB B B CB CB KB KB TB TB SB B CB KB TB Penilaian Keterangan SB B CB KB TB - 31 - No. Kriteria/Indikator 19. menyetujui kebijakan manajemen risiko termasuk strategi dan kerangka manajemen risiko yang ditetapkan sesuai dengan tingkat risiko yang diambil (risk appetite) dan toleransi risiko (risk tolerance). 20. melakukan pengawasan secara aktif atas efektivitas pelaksanaan fungsi manajemen risiko termasuk kebijakan manajemen risiko. 21. memastikan bahwa Direksi menindaklanjuti identifikasi hal-hal yang berhubungan dengan manajemen risiko yang memerlukan perhatian Direksi. 22. mengevaluasi dan memberikan rekomendasi perbaikan atas pelaksanaan fungsi dan kebijakan manajemen risiko. C. Keluaran Tata Kelola 23. Tidak terdapat potensi maupun risiko signifikan yang tidak diatasi. 24. Hasil pelaksanaan fungsi manajemen risiko Penilaian Keterangan SB B CB KB TB SB B CB KB TB SB B CB KB TB SB a Ya SB B CB KB B b CB c KB d TB e Tidak TB - 32 - No. Kriteria/Indikator mampu memberi arah bagi Perusahaan Efek dalam melihat pengaruh-pengaruh yang mungkin timbul baik secara jangka pendek dan jangka panjang. 25. Perusahaan Efek tidak melakukan aktivitas bisnis permodalan untuk menyerap risiko kerugian. 26. Tindak lanjut atas hal-hal yang berhubungan dengan manajemen risiko yang memerlukan perhatian Direksi telah dilaksanakan. 27. Terdapat evaluasi oleh Direksi dan Dewan Komisaris atas manajemen risiko. 28. Laporan atas pelaksanaan fungsi manajemen risiko disampaikan kepada Direksi dan ditembuskan kepada Dewan Komisaris, yakni: a. b. laporan insidental; dan laporan berkala minimal 1 (satu) kali SB B CB KB TB pelaksanaan fungsi SB B CB KB TB yang melampaui kemampuan Ya Tidak Penilaian Keterangan SB B CB KB TB - 33 - No. Kriteria/Indikator dalam setahun. Hasil Penilaian VI. Fungsi Kepatuhan A. Struktur Tata Kelola 1. Memiliki kebijakan kepatuhan yang mencakup prosedur atau tata cara pelaksanaannya. 2. Memiliki pakta (charter) yang secara tertulis mengikat unit kerja, anggota Direksi, atau pejabat setingkat di bawah Direksi yang menjalankan fungsi kepatuhan dan fungsi- fungsi lain di Perusahaan Efek. 3. Memiliki struktur organisasi yang memadai untuk mendukung fungsi kepatuhan. 4. Terdapat sumber daya yang berkualitas pada satuan kerja 5. Pegawai yang kepatuhan menyelesaikan tugas secara efektif. melaksanakan kepatuhan tidak merangkap untuk fungsi untuk Ya Tidak a x 1 b x 0,75 c x 0,5 d x 0,25 a b c d e x 0 e Penilaian Keterangan Ya Tidak SB SB Ya B B CB CB KB KB TB TB Tidak - 34 - No. Kriteria/Indikator melaksanakan fungsi lainnya kecuali diatur dalam peraturan perundang-undangan. 6. Pegawai yang melakukan kegiatan sebagai pejabat yang membawahkan fungsi kepatuhan memiliki izin Wakil Perantara Pedagang Efek. B. Proses Tata Kelola Pelaksanaan fungsi kepatuhan paling kurang mencakup: 1. membantu Direksi dan/atau kepatuhan. 2. merumuskan strategi guna mendorong budaya kepatuhan. 3. menilai dan mengevaluasi kecukupan dan kesesuaian kebijakan kepatuhan dengan peraturan perundang-undangan. 4. memastikan kegiatan usaha Perusahaan Efek dilakukan berdasarkan kebijakan SB SB SB B B B CB CB CB KB KB KB TB TB TB penyempurnaan atas penyusunan kebijakan Ya Tidak a b c d e Ya Tidak Penilaian Keterangan - 35 - No. Kriteria/Indikator kepatuhan yang dimiliki dan peraturan perundang-undangan. 5. melakukan identifikasi hal-hal yang berhubungan dengan kepatuhan yang memerlukan perhatian Direksi. 6. tata cara pengangkatan, pemberhentian dan/atau pengunduran diri pegawai dan anggota Direksi yang menjalankan fungsi kepatuhan sesuai dengan ketentuan Otoritas Jasa Keuangan. 7. mengembangkan sumber daya manusia secara berkala dan berkelanjutan. Direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan bertugas dan bertanggung jawab antara lain: 8. berperan aktif dalam proses penyusunan dan/atau evaluasi rekomendasi atas kebijakan kepatuhan. 9. memastikan pelaksanaan fungsi kepatuhan dilakukan secara efektif. SB B CB KB TB serta memberikan SB B CB KB TB SB B CB KB TB Penilaian Keterangan Ya Tidak SB B CB KB TB - 36 - No. Kriteria/Indikator 10. memantau dan menjaga kepatuhan Perusahaan Efek terhadap peraturan perundang-undangan dan seluruh perjanjian dan komitmen yang dibuat oleh Perusahaan Efek. 11. meningkatkan Perusahaan Efek. Direksi bertugas dan bertanggung jawab antara lain: 12. menyusun kebijakan kepatuhan. 13. menindaklanjuti identifikasi hal-hal yang berhubungan dengan kepatuhan yang memerlukan perhatian Direksi. struktur 14. memastikan organisasi, infrastruktur, dan sumber daya memadai untuk mendukung fungsi kepatuhan. Dewan Komisaris bertugas dan bertanggung jawab antara lain: 15. menyetujui kebijakan kepatuhan. SB B CB KB TB budaya kepatuhan SB B CB KB TB Penilaian Keterangan SB B CB KB TB Ya Tidak SB B CB KB TB SB B CB KB TB - 37 - No. Kriteria/Indikator 16. melakukan pengawasan atas efektivitas pelaksanaan fungsi kepatuhan termasuk kebijakan kepatuhan. 17. memastikan bahwa Direksi menindaklanjuti identifikasi hal-hal yang berhubungan dengan kepatuhan yang memerlukan perhatian Direksi. 18. mengevaluasi dan memberikan rekomendasi perbaikan atas pelaksanaan fungsi dan kebijakan kepatuhan. C. Keluaran Tata Kelola 19. Perusahaan Efek berhasil menurunkan jumlah dan tingkat pelanggaran terhadap ketentuan yang berlaku. 20. Tindak lanjut atas hal-hal yang berhubungan dengan kepatuhan yang memerlukan perhatian Direksi telah dilaksanakan. 21. Terdapat evaluasi oleh Direksi dan Dewan Komisaris terhadap pelaksanaan fungsi SB B Penilaian CB KB TB Keterangan SB B CB KB TB SB a SB B b B CB c CB KB d KB TB e TB SB SB B B CB CB KB KB TB TB - 38 - No. Kriteria/Indikator kepatuhan. 22. Laporan atas pelaksanaan fungsi kepatuhan disampaikan kepada Direksi dan SB ditembuskan kepada Dewan Komisaris, yakni: a. b. laporan insidental; dan laporan berkala minimal 1 (satu) kali dalam setahun. Hasil Penilaian VII. Fungsi Audit Internal A. Struktur Tata Kelola 1. 2. Perusahaan Efek memiliki piagam (charter) audit internal yang memuat prosedur atau tata cara pelaksanaannya. Perusahaan Efek memiliki struktur organisasi yang memadai untuk mendukung fungsi audit internal. 3. Terdapat sumber daya yang berkualitas pada satuan kerja audit internal untuk SB SB B B CB CB KB KB TB TB a x 1 b x 0,75 c x 0,5 d x 0,25 a Ya b c d e x 0 e Tidak B CB KB TB Penilaian Keterangan - 39 - No. Kriteria/Indikator menyelesaikan tugas secara efektif. 4. Fungsi audit internal independen terhadap satuan kerja operasional. B. Proses Tata Kelola Pelaksanaan fungsi audit internal paling kurang mencakup: 5. membantu Direksi atas penyusunan dan/atau penyempurnaan piagam (charter) audit internal secara berkala sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. 6. melaksanakan program pemeriksaan/audit internal baik insidental maupun berkala secara independen, objektif, dan tidak membatasi cakupan dan ruang lingkup audit. 7. memastikan pelaksanaan kegiatan usaha Perusahaan Efek sesuai dengan piagam (charter) audit internal yang dimiliki. 8. melakukan kaji ulang secara berkala atas Ya Tidak Ya a b c d Tidak e Penilaian Keterangan SB B CB KB TB SB SB B B CB CB KB KB TB TB - 40 - No. Kriteria/Indikator efektivitas pelaksanaan kerja audit internal dan kepatuhannya terhadap Standar Pelaksanaan fungsi audit Perusahaan Efek oleh pihak eksternal setiap 3 (tiga) tahun. 9. melakukan identifikasi hal-hal yang berhubungan dengan audit internal yang memerlukan perhatian Direksi. 10. mengembangkan sumber daya manusia secara berkala dan berkelanjutan. 11. melakukan penilaian terhadap: a. kecukupan b. sistem pengendalian internal Perusahaan Efek; efektivitas sistem pengendalian internal Perusahaan Efek; dan c. kualitas kinerja Perusahaan Efek. 12. melaporkan kepada Direksi seluruh temuan hasil pemeriksaan sesuai ketentuan yang berlaku. Ya Tidak SB SB SB B B B CB CB CB KB KB KB TB TB TB Penilaian Keterangan internal - 41 - No. Kriteria/Indikator 13. memantau, menganalisis, dan melaporkan perkembangan tindak lanjut perbaikan yang dilakukan auditee. Direksi bertugas dan bertanggung jawab antara lain: 14. menyusun dan menetapkan piagam (charter) audit internal. 15. memastikan pelaksanaan fungsi dan piagam (charter) audit internal dilakukan secara efektif. 16. menindaklanjuti identifikasi hal-hal yang berhubungan dengan audit internal yang memerlukan perhatian Direksi. struktur 17. memastikan organisasi, infrastruktur, dan sumber daya memadai untuk mendukung fungsi audit internal. Dewan Komisaris bertugas dan bertanggung jawab antara lain: 18. menyetujui piagam (charter) audit internal. SB B CB KB TB SB B Penilaian CB KB TB Keterangan Ya Tidak SB B CB KB TB SB B CB KB TB Ya Tidak - 42 - No. Kriteria/Indikator 19. melakukan pengawasan secara aktif atas efektivitas pelaksanaan fungsi audit internal termasuk piagam (charter) audit internal. 20. memastikan bahwa Direksi menindaklanjuti identifikasi hal-hal yang berhubungan dengan audit internal yang memerlukan perhatian Direksi. 21. mengevaluasi dan memberikan rekomendasi perbaikan atas pelaksanaan fungsi dan piagam (charter) audit internal. C. Keluaran Tata Kelola 22. Tidak terjadi 23. Tidak temuan berulang atas pemeriksaan audit internal. terdapat penyimpangan dalam realisasi atas rencana pemeriksaan audit internal Perusahaan Efek. 24. Tindak lanjut atas hal-hal yang berhubungan dengan audit internal yang memerlukan perhatian Direksi telah dilaksanakan. Ya Tidak SB B Penilaian CB KB TB Keterangan SB B CB KB TB SB a Ya B b CB c KB d TB e Tidak SB B CB KB TB - 43 - No. Kriteria/Indikator 25. Terdapat evaluasi oleh Direksi dan Dewan Komisaris terhadap pelaksanaan fungsi audit internal. 26. Laporan atas pelaksanaan fungsi audit internal disampaikan kepada Direksi dan ditembuskan kepada Dewan Komisaris, yakni: a. b. laporan insidental; dan laporan berkala minimal 1 (satu) kali dalam setahun. Hasil Penilaian VIII. . Auditor Eksternal A. Struktur Tata Kelola 1. Terdapat auditor eksternal yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan untuk melakukan audit atas laporan keuangan Perusahaan Efek. 2. Penugasan audit kepada Akuntan Publik (AP) dan Kantor Akuntan Publik (KAP) paling a x 1 b x 0,75 c x 0,5 d x 0,25 a Ya b c d e x 0 e Tidak Ya Penilaian Tidak Keterangan SB B CB KB TB Ya Tidak - 44 - No. Kriteria/Indikator sedikit memenuhi aspek: a. b. kapasitas AP dan KAP yang ditunjuk; legalitas perjanjian kerja; c. ruang lingkup audit; dan d. Standar Profesional Akuntan Publik. B. Proses Tata Kelola 3. 4. a Penunjukan auditor eksternal terlebih dahulu memperoleh persetujuan RUPS. Auditor eksternal yang ditunjuk, mampu bekerja secara independen, memenuhi Standar Profesional Akuntan Publik dan perjanjian kerja serta ruang lingkup audit yang ditetapkan. 5. Direksi menindaklanjuti temuan dan rekomendasi dari auditor eksternal. 6. Dewan Komisaris memastikan bahwa Direksi menindaklanjuti temuan dan rekomendasi dari auditor eksternal. 7. Perusahaan Efek menyampaikan laporan Ya b c d e Tidak Penilaian Keterangan SB B CB KB TB SB SB Ya B B CB CB KB KB TB TB Tidak - 45 - No. Kriteria/Indikator keuangan yang telah diaudit oleh auditor eksternal yang ditunjuk kepada Otoritas Jasa Keuangan. C. Keluaran Tata Kelola 8. a Auditor eksternal bertindak objektif sehingga hasil audit dan management letter telah menggambarkan kondisi Perusahaan Efek. 9. Cakupan hasil audit paling kurang sesuai dengan ruang lingkup audit sebagaimana diatur dalam ketentuan yang berlaku. Hasil Penilaian IX. Keterbukaan Informasi A. Struktur Tata Kelola 1. SB b B c CB d KB e TB Penilaian Keterangan SB B CB KB a x 1 b x 0,75 c x 0,5 d x 0,25 a Perusahaan Efek memiliki kebijakan dan prosedur mengenai tata cara pelaporan terkait kondisi keuangan dan non-keuangan. 2. Perusahaan Efek memiliki sistem informasi yang andal yang didukung oleh sumber daya manusia yang kompeten untuk menyusun Ya b c d TB e x 0 e Tidak SB B CB KB TB - 46 - No. Kriteria/Indikator laporan keuangan dan non-keuangan 3. Perusahaan Efek memiliki situs web yang memuat informasi paling sedikit meliputi: informasi umum; a. b. c. informasi bagi nasabah; dan informasi Tata Kelola. B. Proses Tata Kelola 4. a Perusahaan Efek menyampaikan laporan keuangan dan non-keuangan kepada Otoritas Jasa Keuangan dan/atau Pemangku Kepentingan lainnya ketentuan. 5. Perusahaan Efek menyampaikan informasi produk kepada nasabah sesuai ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai perlindungan konsumen sektor jasa keuangan, antara lain: a. informasi secara tertulis mengenai produk Perusahaan Efek yang sesuai dengan b c d e Penilaian Keterangan Ya Tidak SB B CB KB TB SB B CB KB TB - 47 - No. Kriteria/Indikator memenuhi persyaratan sebagaimana ditentukan; b. petugas Perusahaan Efek (Customer Service dan Marketing) menjelaskan c. produk kepada nasabah; informasi produk yang disampaikan sesuai dengan sebenarnya; d. Perusahaan kepada nasabah Efek menyampaikan jika perubahan-perubahan produk; e. terdapat informasi informasi-informasi produk dapat terbaca dengan jelas dan dapat dimengerti; dan f. Perusahaan Efek memiliki layanan informasi produk yang dapat diperoleh dengan mudah oleh masyarakat. kondisi yang telah informasi-informasi minimal Penilaian Keterangan - 48 - No. Kriteria/Indikator 6. Perusahaan Efek menyampaikan informasi tata cara pengaduan nasabah dan penyelesaian sengketa kepada nasabah sesuai ketentuan Otoritas Jasa Keuangan tentang Pengaduan Nasabah dan Mediasi pasar modal. 7. Perusahaan Efek melakukan pengkinian dan validasi informasi secara berkala pada situs web. C. Keluaran Tata Kelola 8. Laporan keuangan dan non-keuangan telah disampaikan secara lengkap dan tepat waktu kepada Otoritas Jasa Keuangan dan/atau Pemangku Kepentingan lainnya, meliputi: laporan Keuangan Berkala; laporan Kegiatan; a. b. c. d. laporan Akuntan atas Modal Kerja Bersih Disesuaikan Tahunan; dan laporan penerapan Tata Kelola. Ya Tidak Penilaian Keterangan Ya Tidak a SB b B c CB d KB e TB - 49 - No. Kriteria/Indikator 9. Produk yang diterbitkan, tata cara pengaduan nasabah, dan penyelesaian sengketa telah disampaikan kepada nasabah Perusahaan Efek. 10. Informasi yang terdapat dalam situs web Perusahaan Efek merupakan informasi yang akurat dan terkini. Hasil Penilaian X. Rencana Bisnis A. Struktur Tata Kelola 1. SB B CB KB TB Penilaian Keterangan SB B CB KB a x 1 b x 0,75 c x 0,5 d x 0,25 a Perusahaan Efek memiliki Rencana Bisnis yang realistis, berkesinambungan. 2. Rencana Bisnis paling sedikit memuat: a. penetapan sasaran Perusahaan Efek yang harus dicapai dalam jangka waktu 1 (satu) tahun; strategi b. pencapaian Perusahaan Efek; dan sasaran Ya Tidak terukur, dan Ya b c d TB e x 0 e Tidak - 50 - No. Kriteria/Indikator c. proyeksi keuangan 1 (satu) tahun ke depan. 3. Rencana Bisnis Perusahaan Efek didukung sepenuhnya oleh Pemegang Saham, antara lain dapat dilihat dari komitmen dan upaya Pemegang Saham untuk memperkuat permodalan Perusahaan Efek. B. Proses Tata Kelola 4. a. b. Perusahaan Efek menyusun Rencana Bisnis dengan memperhatikan: rencana strategis Perusahaan Efek; faktor internal dan eksternal yang dapat mempengaruhi kelangsungan usaha Perusahaan Efek; c. prinsip kehati-hatian; dan d. penerapan manajemen risiko. 5. Rencana Bisnis disusun oleh Direksi dan disetujui oleh Dewan Komisaris atau RUPS sebagaimana ditentukan dalam anggaran Ya Tidak Penilaian Keterangan SB B CB KB TB a SB b B c CB d KB e TB - 51 - No. Kriteria/Indikator dasar. 6. Direksi memastikan pelaksanaan atas Rencana Bisnis Perusahaan Efek. 7. Dewan Komisaris melaksanakan pengawasan atas pelaksanaan Rencana Bisnis. C. Keluaran Tata Kelola 8. Rencana Bisnis beserta realisasinya telah disosialisasikan Direksi kepada seluruh pegawai/karyawan. 9. Tidak terdapat deviasi yang signifikan antara Rencana Bisnis dengan realisasi. 10. Realisasi Rencana Bisnis berdampak pada pertumbuhan kinerja Perusahaan Efek. Hasil Penilaian XI. Etika Bisnis Perusahaan Efek A. Struktur Tata Kelola 1. SB a Ya SB SB B B CB CB KB KB a x 1 b x 0,75 c x 0,5 d x 0,25 a Perusahaan Efek memiliki kebijakan, sistem, dan prosedur prinsip mengenal nasabah Ya b c d B b CB c KB d TB e Tidak TB TB e x 0 e Tidak SB B CB KB TB Penilaian Keterangan - 52 - No. Kriteria/Indikator sesuai ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme di Sektor Jasa Keuangan. 2. Perusahaan Efek memiliki unit kerja khusus atau pejabat sebagai penanggung jawab penerapan program anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme yang di dalamnya mencakup penerapan prinsip mengenal nasabah. 3. Unit kerja khusus atau pejabat sebagai penanggung jawab penerapan program anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme memiliki kemampuan yang memadai dan kewenangan untuk mengakses seluruh data nasabah dan informasi lainnya yang terkait. 4. Perusahaan Efek memiliki kode etik yang disusun oleh Direksi dan Dewan Komisaris, Ya Tidak Penilaian Keterangan Ya Tidak SB B CB KB TB - 53 - No. Kriteria/Indikator berlaku bagi seluruh seluruh anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan karyawan/pegawai, serta pendukung organ yang dimiliki Perusahaan Efek yang paling sedikit memuat: a. nilai-nilai perusahaan; b. prinsip pelaksanaan tugas Direksi, Dewan Komisaris, karyawan/pegawai, dan/atau pendukung organ yang dimiliki Perusahaan Efek wajib dilakukan dengan itikad baik, penuh tanggung jawab, dan kehati-hatian; c. penanganan pelanggaran kode etik; d. akuntabilitas pengenaan pelanggaran kode etik; dan e. kebijakan Perusahaan Efek terkait benturan kepentingan. B. Proses Tata Kelola 5. a Direksi memastikan bahwa prinsip mengenal SB b B c CB d KB e TB sanksi Penilaian Keterangan - 54 - No. Kriteria/Indikator nasabah yang diterapkan melalui program anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme dilaksanakan sesuai dengan kebijakan dan prosedur penerapan program anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme. 6. Direksi memastikan bahwa karyawan yang melakukan pengawasan pelaksanaan 7. penerapan prinsip mengenal nasabah yang diterapkan melalui program anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme telah mendapatkan pelatihan secara berkala. Unit khusus atau pejabat sebagai penanggung jawab penerapan program anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme melakukan identifikasi, verifikasi, pemantauan, dan evaluasi menyeluruh terhadap nasabah. 8. Kode etik disosialisasikan kepada seluruh SB B CB KB TB SB B CB KB TB Penilaian Keterangan Ya Tidak - 55 - No. Kriteria/Indikator karyawan/pegawai Perusahaan Efek. 9. Dalam hal terdapat dugaan pelanggaran kode etik, Direksi, Dewan Komisaris, karyawan/pegawai, dan/atau pendukung organ yang dimiliki Perusahaan Efek melaporkan melalui sistem pelaporan pelanggaran. C. Keluaran Tata Kelola 10. Seluruh karyawan Perusahaan Efek telah menerapkan program anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme termasuk prinsip mengenal nasabah dan mematuhi kode etik. 11. Seluruh pelanggaran kode etik ditangani dengan baik. telah Ya 12. Hasil pemantauan dan evaluasi penerapan program anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme termasuk prinsip mengenal nasabah Tidak Ya Tidak Penilaian Keterangan a b c d e SB B CB KB TB SB B CB KB TB - 56 - No. Kriteria/Indikator didokumentasikan dengan baik. Hasil Penilaian XII. . Sistem Pelaporan Pelanggaran Dan Sistem Pengaduan Nasabah A. Struktur Tata Kelola 1. Perusahaan Efek memiliki kebijakan sistem pelaporan pelanggaran. 2. Kebijakan sistem pelaporan pelanggaran, paling sedikit memuat: sistematika a. b. c. pelanggaran; jenis dilaporkan; cara proses pelanggaran penyampaian pelanggaran; d. perlindungan dan kerahasiaan pelapor; e. penanganan pelaporan pelanggaran. f. pihak yang mengelola penanganan jaminan pelaporan yang dapat laporan Penilaian a x 1 b x 0,75 c x 0,5 d x 0,25 e x 0 Keterangan a Ya Ya b c d e Tidak Tidak - 57 - No. Kriteria/Indikator laporan pelanggaran; g. hasil penanganan dan tindak lanjut laporan pelanggaran; dan h. evaluasi secara berkala oleh Direksi dan Dewan Komisaris terhadap kebijakan sistem pelanggaran. 3. 4. Perusahaan Efek memiliki penanganan pengaduan nasabah. Kebijakan penanganan pengaduan nasabah, paling sedikit memuat: sistematika a. nasabah; b. jangka waktu penanganan pengaduan; c. penanganan pangaduan; d. unit kerja atau pihak yang mengelola penanganan pengaduan; e. hasil penanganan dan tindak lanjut pengaduan; dan proses pengaduan Ya Tidak kebijakan Ya Tidak pelaporan Penilaian Keterangan - 58 - No. Kriteria/Indikator f. evaluasi secara berkala oleh Direksi dan Dewan Komisaris terhadap kebijakan penanganan pengaduan nasabah. 5. Perusahaan Efek memiliki unit kerja atau penanggungjawab terhadap pelaksanaan sistem pelaporan Proses Tata Kelola 6. pelanggaran penanganan pengaduan nasabah. a Unit kerja atau penanggungjawab terhadap pelaksanaan sistem pelaporan pelanggaran dan penanganan pengaduan nasabah bertindak secara independen. 7. Dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Direksi, Dewan Komisaris, dan/atau pegawai/karyawan Perusahaan Efek SB ditangani dengan objektif dan tepat waktu sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan. B CB KB TB SB b B c CB d KB e TB dan Ya Tidak Penilaian Keterangan - 59 - No. Kriteria/Indikator 8. Pengaduan nasabah ditangani dengan objektif dan tepat waktu sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan. C. Keluaran Tata Kelola 9. Perusahaan Efek mendokumentasikan dan memelihara catatan atas: a. pelanggaran yang dilakukan oleh Direksi, Dewan Komisaris, dan/atau pegawai/karyawan Perusahaan Efek. b. pengaduan nasabah. c. d. langkah-langkah yang telah dan akan diambil. SB status penyelesaian atas pelanggaran yang dilakukan oleh Direksi, Dewan Komisaris, dan/atau pegawai/karyawan Perusahaan Efek. e. status penyelesaian atas pengaduan nasabah. 10. Mediasi dalam rangka penyelesaian SB B CB KB TB B CB KB TB SB a B b Penilaian CB c KB d TB e Keterangan - 60 - No. Kriteria/Indikator pengaduan nasabah dilaksanakan dengan baik. Hasil Penilaian Penilaian Keterangan a x 1 b x 0,75 c x 0,5 d x 0,25 Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 6 Desember 2017 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PASAR MODAL, ttd Salinan ini sesuai dengan aslinya Deputi Direktur Direktorat Hukum 1 selaku Plh. Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Wiwit Puspasari HOESEN e x 0 LAMPIRAN II SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 55 /SEOJK.04/2017 TENTANG LAPORAN PENERAPAN TATA KELOLA PERUSAHAAN EFEK YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SEBAGAI PENJAMIN EMISI EFEK DAN PERANTARA PEDAGANG EFEK - 2 - RENCANA TINDAK (ACTION PLAN) No. 1. 2. 3. Dst. Tindakan Korektif Target Penyelesaian Kendala Penyelesaian Keterangan Menyetujui, ......, ..............................20........ Direktur Utama Perusahaan Efek Komisaris Utama Perusahaan Efek ................................................... (nama jelas dan tanda tangan) .................................................... (nama jelas dan tanda tangan) Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 6 Desember 2017 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PASAR MODAL, Salinan ini sesuai dengan aslinya Deputi Direktur Direktorat Hukum 1 selaku Plh. Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Wiwit Puspasari ttd HOESEN
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 55/SEOJK.04/2017 </reg_id> <reg_title> LAPORAN PENERAPAN TATA KELOLA PERUSAHAAN EFEK YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SEBAGAI PENJAMIN EMISI EFEK DAN PERANTARA PEDAGANG EFEK </reg_title> <set_date> 6 Desember 2017 </set_date> <effective_date> 6 Desember 2017 </effective_date> <related_reg> '57/POJK.04/2017 | Pasal 55' </related_reg>
Yth. 1. Direksi Bank Umum Syariah; dan 2. Direksi Bank Umum Konvensional yang memiliki Unit Usaha Syariah; di tempat. SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 36/SEOJK.03/2015 TENTANG PRODUK DAN AKTIVITAS BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 24/POJK.03/2015 Tentang Produk dan Aktivitas Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 289, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5771) dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/26/PBI/2012 Tentang Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor Berdasarkan Modal Inti Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 286, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5384), perlu diatur ketentuan pelaksanaan mengenai Produk dan Aktivitas Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. UMUM 1. Kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS), yang selanjutnya disebut Bank, dikelompokkan berdasarkan modal inti, yang selanjutnya disebut Bank Umum berdasarkan Kegiatan Usaha (BUKU). Pengelompokan Bank berdasarkan kegiatan usaha dimaksud terdiri dari 4 (empat) BUKU. Semakin tinggi modal inti Bank, maka semakin tinggi BUKU Bank dan semakin luas cakupan kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh Bank. Pengelompokan BUKU untuk UUS didasarkan pada modal inti Bank Umum Konvensional yang menjadi induknya. Klasifikasi BUKU mengacu pada ketentuan yang mengatur mengenai kegiatan usaha dan jaringan kantor berdasarkan modal inti bank. 2. Pelaksanaan... - 2 - 2. Pelaksanaan kegiatan usaha Bank dilakukan antara lain dengan menerbitkan Produk dan/atau melaksanakan Aktivitas tertentu untuk memenuhi kebutuhan Bank dan/atau nasabah. 3. Dalam menerbitkan Produk dan/atau melaksanakan Aktivitas, Bank perlu menerapkan Prinsip Syariah, prinsip kehati-hatian, dan prinsip perlindungan nasabah. Selain itu, Bank perlu memiliki modal yang cukup untuk mendukung penerbitan Produk dan/atau pelaksanaan Aktivitas serta menerapkan manajemen risiko yang memadai untuk memitigasi risiko yang ditimbulkan oleh Produk dan/atau Aktivitas tersebut. II. KEGIATAN USAHA BANK BERDASARKAN BUKU 1. Kegiatan usaha Bank yang meliputi Produk dan Aktivitas dikelompokkan sebagai berikut: a. Penghimpunan dana Kegiatan penghimpunan dana meliputi: 1) simpanan (giro, tabungan); 2) investasi (giro, tabungan, deposito); 3) penerbitan sertifikat deposito syariah; 4) pembiayaan yang diterima; 5) penerbitan surat berharga syariah termasuk surat berharga syariah dengan fitur ekuitas; 6) sekuritisasi aset; dan 7) kegiatan penghimpunan dana lainnya yang lazim dilakukan oleh Bank sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan Prinsip Syariah. b. Penyaluran dana Kegiatan penyaluran dana meliputi: 1) pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah, musyarakah, musyarakah mutanaqisah), prinsip sewa- menyewa (ijarah, ijarah muntahiya bittamlik, multijasa), prinsip jual beli (murabahah, istishna, salam), dan prinsip pinjam-meminjam (qardh) pembiayaan sindikasi; termasuk dalam bentuk 2) pembiayaan ulang (refinancing); 3) pengalihan utang atau pembiayaan; 4) anjak piutang syariah; 5) pembelian... - 3 - 5) pembelian surat berharga syariah; 6) penempatan pada Bank Indonesia; 7) penempatan pada bank lain; dan 8) kegiatan penyaluran dana lainnya yang lazim dilakukan oleh Bank sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan Prinsip Syariah. c. Pembiayaan perdagangan (trade finance) Kegiatan pembiayaan perdagangan (trade finance) meliputi: 1) pembiayaan perdagangan melalui penerbitan dan penerimaan Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri (SKBDN); 2) pembiayaan ekspor impor dengan menggunakan Letter of Credit (L/C); 3) pembiayaan ekspor impor tanpa menggunakan L/C; dan 4) kegiatan pembiayaan perdagangan (trade finance) lainnya yang lazim dilakukan oleh Bank sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan Prinsip Syariah. d. Kegiatan treasury Kegiatan treasury meliputi: 1) jual beli uang kertas asing (banknotes); 2) transaksi tunai valuta asing yaitu transaksi spot; 3) transaksi lindung nilai atas nilai tukar berdasarkan Prinsip Syariah; dan 4) kegiatan treasury lainnya yang lazim dilakukan oleh Bank sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang- undangan dan Prinsip Syariah. e. Kegiatan keagenan dan kerjasama Kegiatan keagenan dan kerjasama meliputi: 1) agen penjual efek reksa dana syariah; 2) agen penjual surat berharga syariah yang diterbitkan Pemerintah; 3) kerjasama pemasaran dengan perusahaan asuransi syariah (bancassurance) model bisnis referensi, distribusi, dan integrasi; 4) payment point; dan 5) kegiatan... - 4 - 5) kegiatan keagenan atau kerjasama lainnya yang lazim dilakukan oleh Bank sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan Prinsip Syariah. f. Kegiatan sistem pembayaran dan electronic banking Kegiatan sistem pembayaran dan electronic banking meliputi: 1) penyelenggara kliring; 2) penyelenggara penyelesaian akhir transaksi antar Bank (settlement); 3) penyelenggara transfer dana; 4) penyelenggara alat pembayaran dengan menggunakan kartu antara lain kartu Anjungan Tunai Mandiri (ATM), kartu debet, dan kartu pembiayaan (sharia card); 5) penyelenggara uang elektronik (e-money); 6) phone banking; 7) sms banking; 8) mobile banking; 9) internet banking; dan 10) kegiatan sistem pembayaran dan electronic banking lainnya yang lazim dilakukan oleh Bank sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan Prinsip Syariah. g. Kegiatan lainnya Kegiatan berupa aktivitas lainnya meliputi: 1) penyediaan Safe Deposit Box (SDB); 2) Traveller’s Cheque (TC); 3) pembayaran gaji karyawan secara massal (payroll); 4) pengelolaan kas (cash management); 5) Layanan Nasabah Prima (LNP); 6) kustodian; 7) wali amanat; 8) penitipan dengan pengelolaan (trust); 9) virtual account; 10) cash pick up and delivery; 11) agen penampungan (escrow agent); 12) bank garansi; 13) Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif (Laku Pandai); dan 14) kegiatan... - 5 - 14) kegiatan lainnya yang lazim dilakukan oleh Bank sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan Prinsip Syariah. 2. Selain dapat melakukan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada angka 1, Bank dapat melakukan: a. kegiatan penyertaan modal Kegiatan penyertaan modal hanya dapat dilakukan oleh BUS. Penyertaan modal adalah penanaman dana BUS dalam bentuk saham pada bank syariah dan perusahaan di bidang keuangan lainnya yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah sebagaimana diatur dalam peraturan perundang- undangan, termasuk penanaman dalam bentuk surat investasi konversi wajib (mandatory convertible sukuk) atau jenis transaksi tertentu yang berakibat BUS memiliki atau akan memiliki saham pada perusahaan yang bergerak di bidang keuangan yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah. b. kegiatan penyertaan modal sementara dalam rangka penyelamatan pembiayaan Kegiatan berupa penyertaan modal sementara oleh Bank pada perusahaan nasabah untuk mengatasi kegagalan pembiayaan (debt to equity swap) sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai penyertaan modal Bank. 3. Bank dapat melakukan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada angka 1 dalam valuta asing sepanjang telah memperoleh persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan. III. KRITERIA PRODUK DAN AKTIVITAS BARU Produk dan/atau Aktivitas baru merupakan Produk dan/atau Aktivitas yang memenuhi kriteria sebagai berikut: a. belum pernah diterbitkan atau dilaksanakan sebelumnya oleh Bank yang bersangkutan; atau b. telah diterbitkan atau dilaksanakan sebelumnya oleh Bank namun dilakukan pengembangan fitur atau karakteristik. Yang dimaksud dengan pengembangan fitur atau karakteristik antara lain penambahan dan/atau penggantian fitur atau karakteristik yang menyebabkan perubahan atau peningkatan profil risiko Produk dan/atau Aktivitas yang telah diterbitkan sebelumnya. Contoh... - 6 - Contoh Produk yang mengalami pengembangan fitur atau karakteristik tapi tidak menyebabkan perubahan atau peningkatan profil risiko adalah Produk tabungan berjangka yang mengalami perubahan jangka waktu dan/atau perubahan nominal. Contoh Produk atau Aktivitas yang mengalami pengembangan fitur atau karakteristik dan menyebabkan perubahan atau peningkatan profil risiko antara lain: 1. Pembiayaan dengan akad musyarakah mutanaqisah untuk objek yang sebelumnya ready stock menjadi ready stock dan inden. 2. Pengembangan dari Aktivitas kerjasama yang telah dilaksanakan sebelumnya oleh Bank, misalnya Aktivitas pemasaran dengan perusahaan asuransi syariah (bancassurance) model bisnis referensi dikembangkan menjadi model bisnis distribusi atau integrasi sehingga mengakibatkan perubahan pada profil risiko Aktivitas tersebut. IV. PENCANTUMAN RENCANA PENERBITAN PRODUK DAN/ATAU PELAKSANAAN AKTIVITAS BARU DALAM RENCANA BISNIS BANK Rencana penerbitan Produk dan/atau pelaksanaan Aktivitas baru yang dicantumkan dalam rencana bisnis Bank paling sedikit memuat informasi dan penjelasan sebagai berikut: 1. jenis dan deskripsi umum Produk dan/atau Aktivitas baru; 2. waktu penerbitan Produk dan/atau pelaksanaan Aktivitas baru; 3. tujuan atau manfaat penerbitan Produk dan/atau pelaksanaan Aktivitas baru; 4. keterkaitan Produk dan/atau Aktivitas baru dengan strategi bisnis Bank; 5. risiko atas penerbitan Produk dan/atau pelaksanaan Aktivitas baru; dan 6. mitigasi risiko atas penerbitan Produk dan/atau pelaksanaan Aktivitas baru. Pencantuman rencana penerbitan Produk dan/atau pelaksanaan Aktivitas baru menggunakan format sebagaimana dimaksud pada Lampiran I. V. RUANG... - 7 - V. RUANG LINGKUP KEBIJAKAN DAN PROSEDUR DALAM RANGKA PENGELOLAAN RISIKO Ruang lingkup kebijakan dan prosedur dalam rangka pengelolaan risiko Produk dan/atau Aktivitas baru paling sedikit mencakup: 1. Identifikasi seluruh risiko yang terkait dengan Produk dan/atau Aktivitas baru; 2. Analisis aspek hukum dan aspek kepatuhan untuk Produk dan/atau Aktivitas baru; 3. Sistem dan prosedur operasional serta kewenangan dalam pengelolaan Produk dan/atau Aktivitas baru; 4. Sistem informasi akuntansi untuk Produk dan/atau Aktivitas baru; 5. Masa uji coba metode pengukuran dan pemantauan risiko terhadap Produk dan/atau Aktivitas baru, dalam hal Produk dan/atau Aktivitas baru memiliki risiko tinggi. VI. PERIZINAN PRODUK DAN/ATAU AKTIVITAS BARU 1. Bank wajib memperoleh persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan untuk menerbitkan Produk dan/atau melaksanakan Aktivitas baru apabila Produk dan/atau Aktivitas baru tidak tercantum dalam kodifikasi Produk dan Aktivitas Bank. Produk dan/atau Aktivitas tersebut harus sesuai dengan klasifikasi BUKU dan telah tercantum dalam rencana bisnis Bank apabila Produk dan/atau Aktivitas tersebut belum pernah diterbitkan atau dilaksanakan sebelumnya oleh Bank. 2. Bank menerbitkan Produk dan/atau melaksanakan Aktivitas baru tanpa persetujuan Otoritas Jasa Keuangan dalam hal Produk dan/atau Aktivitas baru telah: a. tercantum dalam kodifikasi Produk dan Aktivitas Bank; b. tercantum dalam rencana bisnis Bank; c. sesuai dengan klasifikasi BUKU; dan d. didukung dengan kesiapan operasional yang memadai. 3. Pencantuman Produk dan/atau Aktivitas baru dalam rencana bisnis Bank sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf b berlaku untuk Produk dan/atau Aktivitas baru karena memenuhi kriteria belum pernah diterbitkan atau dilaksanakan sebelumnya oleh Bank. 4. Definisi... - 8 - 4. Definisi atau karakteristik umum Produk dan Aktivitas Bank sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2 mengacu pada Lampiran II. 5. Cakupan Produk dan Aktivitas Bank pada masing-masing BUKU mengacu pada Lampiran III. 6. Kodifikasi Produk dan Aktivitas Bank mengacu pada Lampiran IV. VII. PERMOHONAN PERSETUJUAN PENERBITAN PRODUK DAN/ATAU PELAKSANAAN AKTIVITAS BARU Permohonan persetujuan penerbitan Produk dan/atau pelaksanaan Aktivitas baru diajukan oleh Bank kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sebelum penerbitan Produk dan/atau pelaksanaan Aktivitas baru dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran V.1 disertai dengan dokumen pendukung yang paling sedikit memuat informasi dan penjelasan sebagai berikut: 1. penjelasan umum mengenai Produk dan/atau Aktivitas baru meliputi: a. jenis dan nama Produk dan/atau Aktivitas baru; b. rencana waktu penerbitan Produk dan/atau pelaksanaan Aktivitas baru; dan c. informasi mengenai fitur atau karakteristik Produk yang akan diterbitkan dan/atau Aktivitas yang akan dilaksanakan; 2. manfaat dan biaya bagi Bank; 3. manfaat dan risiko bagi nasabah; 4. standar operasional prosedur yang memuat antara lain definisi dan skema; ketentuan yang terkait; karakteristik; target pasar atau nasabah; alur proses (flowchart), unit kerja dan petugas yang terkait; prosedur pelaksanaan sesuai alur proses; jurnal pembukuan; kebijakan dalam rangka transparansi dan perlindungan nasabah; dan penanganan nasabah bermasalah (dalam hal merupakan Produk pembiayaan); 5. rencana kebijakan dan prosedur terkait dengan penerapan program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU dan PPT); 6. identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian terhadap risiko yang melekat pada Produk dan/atau Aktivitas baru; 7. hasil... - 9 - 7. hasil analisis aspek hukum dan aspek kepatuhan atas Produk dan/atau Aktivitas baru; 8. sistem informasi akuntansi termasuk penjelasan singkat mengenai keterkaitan sistem informasi akuntansi tersebut dengan sistem informasi akuntansi Bank secara menyeluruh, dan/atau sistem pencatatan administrasi; 9. opini syariah dari Dewan Pengawas Syariah (DPS) terkait Produk dan/atau Aktivitas baru paling sedikit meliputi: a. Produk dan/atau Aktivitas baru mendasarkan pada fatwa Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI); b. kesesuaian Produk dan/atau Aktivitas baru dengan fatwa DSN- MUI paling sedikit mencakup: 1) akad yang digunakan dan pemenuhan unsur-unsur dalam akad yang digunakan; 2) obyek transaksi dan tujuan penggunaan; 3) kesesuaian penetapan bonus/nisbah bagi hasil/margin/ujrah/fee dengan akad yang digunakan, termasuk dalam hal diperlukan kaji ulang (review) terhadap nisbah bagi hasil/margin/ujrah (untuk produk penyaluran dana); 4) penetapan biaya administrasi; dan 5) penetapan hadiah, denda/sanksi dan/atau ganti rugi, potongan, pelunasan dipercepat, dan perlakuan terhadap agunan, apabila ada; c. standar operasional prosedur Produk dan/atau Aktivitas baru terkait dengan pemenuhan Prinsip Syariah; dan d. hasil kaji ulang terhadap konsep akad/perjanjian/formulir aplikasi Produk dan/atau Aktivitas baru terkait dengan pemenuhan Prinsip Syariah. 10. konsep akad/perjanjian/formulir aplikasi paling sedikit meliputi: a. identitas para pihak; b. akad yang digunakan; c. uraian secara rinci dan jelas mengenai nilai dan objek perjanjian; d. hak dan kewajiban para pihak; e. mekanisme pelaksanaan akad; f. jangka waktu; g. bonus/nisbah bagi hasil/margin/ujrah/fee; h. objek... - 10 - h. objek jaminan, apabila ada; i. rincian biaya yang terkait; j. mekanisme perselisihan/sengketa; k. dalam perjanjian memuat pernyataan: “Perjanjian ini telah disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan termasuk ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan”, dilampiri dengan pendapat dari satuan kerja yang membidangi hukum yang menyatakan bahwa konsep akad/perjanjian/formulir aplikasi telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku; dan 11. kesiapan operasional meliputi sumber daya manusia dan kesiapan teknologi informasi. Opini syariah dari DPS sebagaimana dimaksud pada angka 9 menggunakan contoh format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran V.2. VIII. LAPORAN REALISASI PENERBITAN PRODUK DAN/ATAU PELAKSANAAN AKTIVITAS BARU 1. Laporan realisasi penerbitan Produk dan/atau pelaksanaan Aktivitas baru yang telah mendapat persetujuan Otoritas Jasa Keuangan disampaikan oleh Bank kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah penerbitan Produk dan/atau pelaksanaan Aktivitas baru dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran V.3 disertai dengan dokumen pendukung berupa penjelasan mengenai kesesuaian Produk baru yang diterbitkan atau Aktivitas baru yang dilaksanakan dengan Produk dan/atau Aktivitas baru yang telah disetujui oleh Otoritas Jasa Keuangan. 2. Laporan realisasi penerbitan Produk dan/atau pelaksanaan Aktivitas baru yang tidak memerlukan persetujuan Otoritas Jasa Keuangan disampaikan oleh Bank kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah penerbitan Produk dan/atau pelaksanaan Aktivitas baru dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran V.4 disertai dengan dokumen pendukung sebagai berikut: a. ringkasan umum mengenai Produk dan/atau Aktivitas baru paling sedikit meliputi: 1) jenis... penyelesaian perselisihan apabila terjadi - 11 - 1) jenis dan nama Produk dan/atau Aktivitas baru; 2) tanggal penerbitan Produk dan/atau pelaksanaan Aktivitas baru; 3) kesesuaian Produk baru yang diterbitkan dan/atau Aktivitas baru yang dilaksanakan dengan: a) klasifikasi BUKU; dan b) Kodifikasi Produk dan Aktivitas Bank; 4) manfaat dan biaya bagi Bank; 5) manfaat dan risiko bagi nasabah; 6) target pasar atau nasabah; 7) karakteristik Produk dan/atau Aktivitas; 8) alur proses (flowchart) dan prosedur pelaksanaan sesuai alur proses Produk dan/atau Aktivitas; 9) jurnal pembukuan; 10) kebijakan dalam rangka transparansi dan perlindungan nasabah; dan 11) penanganan nasabah bermasalah (dalam hal merupakan Produk pembiayaan); b. standar operasional prosedur yang memuat antara lain definisi dan skema; ketentuan yang terkait; karakteristik; target pasar atau nasabah; alur proses (flowchart), unit kerja dan petugas yang terkait; prosedur pelaksanaan sesuai alur proses; jurnal pembukuan; kebijakan dalam rangka transparansi dan perlindungan nasabah; dan penanganan nasabah bermasalah (dalam hal merupakan Produk pembiayaan); dan 3. Realisasi penerbitan Produk dan/atau pelaksanaan Aktivitas baru dihitung sejak tanggal Produk dan/atau Aktivitas tersebut sudah dapat dibeli atau dimanfaatkan oleh nasabah. IX. LAPORAN RENCANA PENGHENTIAN PRODUK DAN/ATAU AKTIVITAS BANK Laporan rencana penghentian Produk dan/atau Aktivitas Bank disampaikan oleh Bank kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sebelum pelaksanaan penghentian Produk dan/atau Aktivitas Bank dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran V.5 disertai dengan dokumen pendukung paling sedikit memuat: 1. alasan... - 12 - 1. alasan penghentian; 2. surat pernyataan Direksi mengenai tanggung jawab atas keputusan penghentian; dan 3. penjelasan mengenai langkah-langkah yang akan ditempuh dalam rangka penyelesaian atau pengalihan seluruh kewajiban kepada nasabah dan pihak lainnya. X. LAPORAN REALISASI PENGHENTIAN PRODUK DAN/ATAU AKTIVITAS ATAS INISIATIF BANK Laporan realisasi penghentian Produk dan/atau Aktivitas Bank disampaikan oleh Bank kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah penghentian Produk dan/atau Aktivitas Bank mengacu pada format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran V.6 disertai dengan dokumen pendukung paling sedikit memuat penjelasan mengenai langkah-langkah yang telah dilakukan dalam rangka penyelesaian atau pengalihan seluruh kewajiban kepada nasabah dan pihak lainnya. XI. LAPORAN REALISASI PENGHENTIAN SEMENTARA, LAPORAN PENYEMPURNAAN, DAN LAPORAN REALISASI PENERBITAN KEMBALI PRODUK DAN/ATAU PELAKSANAAN KEMBALI AKTIVITAS BANK ATAS PERINTAH OTORITAS JASA KEUANGAN 1. Laporan realisasi penghentian sementara Produk dan/atau Aktivitas Bank atas perintah Otoritas Jasa Keuangan disampaikan oleh Bank kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah penghentian Produk dan/atau Aktivitas Bank dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran V.7. 2. Laporan penyempurnaan Produk dan/atau Aktivitas atas penghentian sementara disampaikan oleh Bank kepada Otoritas Jasa Keuangan sesuai jangka waktu yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran V.8. 3. Laporan realisasi penerbitan kembali Produk dan/atau pelaksanaan kembali Aktivitas Bank karena Otoritas Jasa Keuangan telah mencabut penghentian sementara disampaikan oleh Bank kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah penerbitan... - 13 - penerbitan kembali Produk dan/atau pelaksanaan kembali Aktivitas dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran V.9. XII. LAPORAN REALISASI PENGHENTIAN PERMANEN DAN LAPORAN RENCANA TINDAK PRODUK DAN/ATAU AKTIVITAS BANK ATAS PERINTAH OTORITAS JASA KEUANGAN 1. Laporan realisasi penghentian permanen Produk dan/atau Aktivitas Bank atas perintah Otoritas Jasa Keuangan disampaikan oleh Bank kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah penghentian Produk dan/atau Aktivitas Bank dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran V.10. 2. Laporan rencana tindak atas penghentian permanen Produk dan/atau Aktivitas Bank disampaikan oleh Bank kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja setelah tanggal surat penghentian Produk dan/atau Aktivitas dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran V.11. XIII. PENYAMPAIAN PENGAJUAN PERSETUJUAN DAN/ATAU PENYAMPAIAN LAPORAN 1. Permohonan persetujuan dan/atau penyampaian laporan disampaikan oleh Bank kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan alamat sebagai berikut: a. Departemen Perbankan Syariah, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek), serta Provinsi Banten; atau b. Kantor Regional atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek), serta Provinsi Banten. 2. Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan telah menyediakan sistem perizinan secara elektronik, pengajuan permohonan persetujuan dan/atau penyampaian laporan disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan mengacu pada mekanisme dan tata cara sebagaimana dalam ketentuan yang mengatur mengenai perizinan secara elektronik. XIV. LAIN-LAIN... - 14 - XIV. LAIN-LAIN Lampiran I, Lampiran II, Lampiran III, Lampiran IV, dan Lampiran V merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. XV. PENUTUP Pada saat Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku: 1. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/31/DPbS tanggal 7 Oktober 2008 perihal Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah; 2. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/7/DPbS tanggal 29 Februari 2012 perihal Produk Qardh Beragun Emas Bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah; dan 3. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/16/DPbS tanggal 31 Mei 2012 perihal Produk Pembiayaan Kepemilikan Emas Bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku bagi BUS dan UUS. Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 21 Desember 2015 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN OTORITAS JASA KEUANGAN, ttd NELSON TAMPUBOLON Salinan Sesuai Dengan Aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Sudarmaji LAMPIRAN I SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 36/SEOJK.03/2015 TENTANG PRODUK DAN AKTIVITAS BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH - 2 - RENCANA PENERBITAN PRODUK DAN/ATAU PELAKSANAAN AKTIVITAS BARU BANK : TAHUN : No. Jenis dan Nama Produk dan/atau Aktivitas Baru1) Rencana Waktu Penerbitan Produk dan/atau Pelaksanaan Aktivitas Baru Tujuan Penerbitan Produk dan/atau Pelaksanaan Aktivitas Baru Bagi Bank Bagi Nasabah Keterkaitan Produk dan/atau Aktivitas Baru dengan Strategi Bank2) Deskripsi Umum Produk dan/atau Aktivitas Baru2) Risiko yang mungkin timbul dari Penerbitan Produk dan/atau Aktivitas Baru2) Rencana Mitigasi Risiko 1) contoh penghimpunan dana – deposito mudharabah, penyaluran dana – pembiayaan musyarakah mutanaqisah, keagenan dan kerjasama – bancassurance, sistem pembayaran dan electronic banking – internet banking. 2) penjelasan yang lebih rinci dapat disertakan dalam lembaran terpisah. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 21 Desember 2015 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN OTORITAS JASA KEUANGAN, Salinan Sesuai Dengan Aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Sudarmaji ttd NELSON TAMPUBOLON LAMPIRAN II SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 36/SEOJK.03/2015 TENTANG PRODUK DAN AKTIVITAS BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH - 2 - DEFINISI ATAU KARAKTERISTIK UMUM PRODUK DAN AKTIVITAS BANK No. Produk dan Aktivitas 1. PENGHIMPUNAN DANA a. Simpanan (Wadi’ah) 1) Giro 2) Tabungan b. Investasi (Mudharabah) 1) Giro 2) Tabungan 3) Deposito c. Sertifikat syariah 1) Tanpa (scripless) 2) Dalam bentuk warkat d. Pinjaman/pembiayaan yang diterima Pinjaman atau pembiayaan yang diterima dari bank atau pihak ketiga bukan bank yang dapat berasal dari dalam negeri (domestik) atau dari luar negeri dalam bentuk rupiah... deposito warkat Definisi atau Karakteristik Umum Simpanan nasabah pada Bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan perintah pemindahbukuan. Simpanan dana nasabah pada Bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan/atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu. Investasi dana nasabah pada Bank yang penarikannya dapat dilakukan sesuai kesepakatan dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan perintah pemindahbukuan. Investasi dana nasabah pada Bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan/atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu. Investasi dana nasabah pada Bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu yang disepakati berdasarkan akad antara nasabah penyimpan dan Bank. Simpanan dalam bentuk deposito yang berdasarkan Prinsip Syariah yang sertifikat bukti penyimpanannya dapat dipindahtangankan dengan syarat-syarat tertentu. - 3 - No. Produk dan Aktivitas Definisi atau Karakteristik Umum rupiah dan/atau valuta asing. Untuk pinjaman luar negeri jangka panjang, Bank harus terlebih dahulu memperoleh persetujuan masuk pasar dari Bank Indonesia. e. Penerbitan surat berharga syariah f. Penerbitan surat berharga syariah yang memiliki fitur ekuitas g. Sekuritisasi aset h. Penghimpunan dana lainnya 2. PENYALURAN DANA a. Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil 1) Pembiayaan Mudharabah 2) Pembiayaan Musyarakah 3) Pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah (MMQ) Surat berharga syariah yang diterbitkan oleh Bank baik yang diperjualbelikan di pasar uang maupun di pasar modal, misalnya Medium Term Notes (MTN) dan sukuk korporasi. Surat berharga syariah atau pinjaman yang memiliki fitur ekuitas antara lain berupa surat berharga syariah konversi (convertible securities), yaitu suatu jenis surat berharga syariah yang dapat dikonversikan menjadi saham dari penerbit surat berharga syariah dan biasanya pada rasio pertukaran yang sudah ditentukan terlebih dahulu pada penerbitan surat berharga syariah tersebut. Penerbitan surat berharga syariah oleh penerbit efek beragun aset yang didasarkan pada pengalihan aset keuangan dari nasabah pembiayaan asal yang diikuti dengan pembayaran yang berasal dari hasil penjualan efek beragun aset kepada pemodal. Cukup jelas. Penyediaan dana untuk kerja sama usaha antara dua pihak dimana pemilik dana menyediakan seluruh dana, sedangkan pengelola dana bertindak selaku pengelola, dan keuntungan dibagi di antara mereka sesuai dengan nisbah yang disepakati. Penyediaan dana untuk kerja sama usaha tertentu yang masing-masing pihak memberikan porsi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan akan dibagi sesuai dengan nisbah yang disepakati, sedangkan kerugian ditanggung sesuai dengan porsi dana masing-masing. Pembiayaan musyarakah yang kepemilikan aset (barang) atau modal salah satu pihak (syarik) berkurang disebabkan pembelian secara bertahap oleh pihak lainnya. b. Pembiayaan... - 4 - No. Produk dan Aktivitas b. Pembiayaan berdasarkan prinsip sewa menyewa 1) Pembiayaan Ijarah 2) Pembiayaan 3) Pembiayaan Multijasa Ijarah Muntahiyah Bittamlik (IMBT) Ijarah 4) Pembiayaan pengurusan haji c. Pembiayaan berdasarkan prinsip jual beli 1) Pembiayaan Murabahah 2) Pembiayaan Kepemilikan Emas (PKE) Definisi atau Karakteristik Umum Penyediaan dana dalam rangka pemindahan hak guna/manfaat atas suatu aset dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah) tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan aset itu sendiri. Penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa dengan opsi pemindahan kepemilikan barang. Penyediaan dana dalam rangka pemindahan manfaat atas jasa dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah). Pembiayaan yang diberikan Bank untuk nasabah dalam rangka keperluan ibadah haji. Penyediaan dana atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu untuk transaksi jual beli barang sebesar harga pokok ditambah margin berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank dengan nasabah yang mewajibkan nasabah untuk melunasi hutang/kewajibannya. Pembiayaan untuk kepemilikan emas. 3) Pembiayaan Istishna’ Penyediaan dana atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu untuk transaksi jual beli barang dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan atau pembeli dan penjual atau pembuat. 4) Pembiayaan Salam Penyediaan dana atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu untuk jual beli barang pesanan dengan pengiriman barang di kemudian hari oleh penjual dan pelunasannya dilakukan oleh pembeli pada saat akad disepakati sesuai dengan syarat-syarat tertentu. d. Pembiayaan... - 5 - No. Produk dan Aktivitas d. Pembiayaan berdasarkan prinsip pinjam meminjam 1) Pembiayaan Qardh 2) Pembiayaan Qardh Beragun Emas e. Pembiayaan sindikasi Penyediaan dana atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara peminjam dan pihak yang meminjamkan yang mewajibkan peminjam melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu. Pembiayaan qardh dengan agunan berupa emas yang diikat dengan akad rahn, dimana emas yang diagunkan disimpan dan dipelihara oleh Bank selama jangka waktu tertentu dengan membayar biaya penyimpanan dan pemeliharaan atas emas sebagai objek rahn. Pemberian pembiayaan bersama antara sesama Bank atau antara Bank dengan bank konvensional kepada satu nasabah, yang jumlah pembiayaannya terlalu besar apabila diberikan oleh satu Bank saja. Dalam suatu perjanjian pembiayaan sindikasi, Bank dapat bertindak antara lain sebagai arranger, underwriter, agen, atau partisipan. f. Pembiayaan (refinancing) ulang g. Pengalihan utang atau pembiayaan h. Anjak piutang syariah i. Pembelian berharga syariah j. Penempatan pada Bank Indonesia surat Pemberian fasilitas pembiayaan bagi nasabah yang telah memiliki aset sepenuhnya atau nasabah yang belum melunasi pembiayaan sebelumnya. Pemindahan utang nasabah dari lembaga keuangan konvensional ke Bank dan/atau pemindahan pembiayaan nasabah dari lembaga keuangan syariah ke Bank. Pengalihan penyelesaian piutang atau tagihan jangka pendek dari nasabah yang memiliki piutang atau tagihan kepada Bank yang kemudian menagih piutang tersebut kepada pihak yang berutang atau pihak yang ditunjuk oleh pihak yang berutang sesuai Prinsip Syariah. Pembelian surat berharga syariah baik yang diterbitkan oleh pemerintah, Bank Indonesia, atau korporasi. Tagihan atau penempatan dana Bank pada Bank Indonesia dalam bentuk giro, transaksi dalam rangka operasi pasar terbuka syariah, fasilitas penempatan Bank peserta Pasar Uang Antar Bank Syariah (PUAS) pada Bank Indonesia dan jenis tagihan atau penempatan Bank lainnya pada Bank Indonesia. k. Penempatan... Definisi atau Karakteristik Umum - 6 - No. Produk dan Aktivitas k. Penempatan pada Bank lain Definisi atau Karakteristik Umum Penanaman dana Bank pada bank lain dalam bentuk giro, tabungan, deposito, sertifikat deposito syariah, dan penanaman dana lainnya yang sejenis berdasarkan Prinsip Syariah termasuk PUAS mengacu pada ketentuan yang mengatur mengenai PUAS. l. Penyaluran dana lainnya Cukup jelas 3. PEMBIAYAAN PERDAGANGAN (TRADE FINANCE) a. Pembiayaan dengan SKBDN 1) Penerbitan dan Pembiayaan dengan SKBDN: Janji tertulis berdasarkan permintaan tertulis pemohon (applicant) yang mengikat Bank pembuka (issuing bank) untuk: a. melakukan pembayaran kepada penerima atau ordernya, atau mengaksep dan membayar wesel yang ditarik oleh penerima; b. memberi kuasa kepada bank lain untuk melakukan pembayaran kepada penerima, mengaksep dan membayar wesel yang ditarik oleh penerima; atau c. memberi kuasa kepada bank lain untuk menegosiasi wesel yang ditarik oleh penerima, atas penyerahan dokumen sepanjang persyaratan dan kondisi SKBDN dipenuhi. 2) Penerimaan dan Pembiayaan dengan SKBDN: Surat pernyataan akan membayar kepada penerima SKBDN yang diterbitkan oleh bank penerbit untuk memfasilitasi perdagangan dengan pemenuhan persyaratan tertentu sesuai dengan Prinsip Syariah. b. Pembiayaan impor dengan Letter of Credit (L/C) c. Pembiayaan ekspor dengan Letter of Credit (L/C) Surat pernyataan akan membayar kepada eksportir (beneficiary) yang diterbitkan oleh Bank (issuing bank) atas permintaan importir dengan pemenuhan persyaratan tertentu. Surat pernyataan akan membayar kepada eksportir yang diterbitkan oleh Bank penerbit untuk memfasilitasi perdagangan ekspor dengan pemenuhan persyaratan tertentu sesuai dengan Prinsip Syariah. d. Pembiyaan ekspor/impor Penyediaan fasilitas pembiayaan oleh Bank kepada nasabah untuk ekspor-impor tanpa... - 7 - No. Produk dan Aktivitas tanpa Letter of Credit (L/C) e. Pembiayaan perdagangan (trade finance) lainnya 4. TREASURY a. Jual beli uang kertas asing (banknotes) b. Transaksi valuta asing (spot) c. Transaksi lindung nilai syariah atas nilai tukar 1) Transaksi tukar sederhana 2) Transaksi kompleks 3) Transaksi syariah d. Treasury lainnya Cukup jelas. 5. KEGIATAN VALUTA ASING Cukup jelas. 6. PENYERTAAN MODAL Penanaman dana Bank dalam bentuk saham pada perusahaan yang bergerak di bidang keuangan syariah, termasuk penanaman dana dalam bentuk surat berharga syariah yang dapat dikonversi menjadi saham (convertible securities) atau jenis... lindung nilai syariah atas nilai tukar - melalui bursa komoditi Transaksi lindung nilai dengan skema berupa rangkaian transaksi jual beli komoditi dalam mata uang rupiah yang diikuti dengan jual beli komoditi dalam mata uang asing serta penyelesaiannya berupa serah terima mata uang pada saat jatuh tempo. lindung nilai syariah atas nilai tukar - Transaksi lindung nilai dengan skema berupa rangkaian transaksi spot dan forward agreement yang diikuti dengan transaksi spot pada saat jatuh tempo serta penyelesaiannya berupa serah terima mata uang. lindung nilai syariah atas nilai - tanpa L/C. Cukup jelas. Kegiatan penjualan atau pembelian banknotes atau Uang Kertas Asing (UKA). Perjanjian jual/beli valuta asing secara tunai dengan penyerahan atau penyelesaian transaksi tidak lebih dari 2 (dua) hari kerja. Transaksi lindung nilai dengan skema forward agreement yang diikuti dengan transaksi spot pada saat jatuh tempo serta penyelesaiannya berupa serah terima mata uang. Definisi atau Karakteristik Umum - 8 - No. Produk dan Aktivitas Definisi atau Karakteristik Umum jenis transaksi tertentu berdasarkan Prinsip Syariah yang berakibat Bank memiliki atau akan memiliki saham pada perusahaan yang bergerak di bidang keuangan syariah. 7. PENYERTAAN SEMENTARA 8. KEAGENAN MODAL DAN KERJASAMA a. Agen penjual efek reksa dana syariah Aktivitas Bank dalam rangka mewakili perusahaan efek sebagai manajer investasi untuk menjual efek reksa dana syariah yang dilaksanakan oleh pegawai Bank yang memiliki izin wakil agen penjual reksa dana syariah untuk menjual efek reksa dana syariah. Bank yang akan bertindak sebagai agen penjual reksa dana syariah wajib terlebih dahulu memperoleh izin sebagai sebagai Agen Penjual Reksa Dana (APERD). b. Agen penjual surat berharga syariah yang diterbitkan pemerintah c. Bancassurance bisnis referensi model Bank bertindak sebagai agen penjualan surat berharga syariah yang diterbitkan oleh pemerintah kepada nasabahnya, antara lain penjualan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dan Surat Perbendaharaan Negara (SPN) Syariah. Aktivitas kerjasama pemasaran produk asuransi syariah dengan Bank berperan hanya mereferensikan atau merekomendasikan suatu produk asuransi syariah kepada nasabah. Peran Bank dalam melakukan pemasaran terbatas sebagai perantara dalam meneruskan informasi produk asuransi syariah dari perusahaan asuransi mitra Bank kepada nasabah atau menyediakan akses kepada perusahaan asuransi untuk menawarkan produk asuransi syariah kepada nasabah. d. Bancassurance bisnis distribusi model Aktivitas kerjasama pemasaran produk asuransi dengan Bank berperan memasarkan produk asuransi dengan cara memberikan penjelasan mengenai produk asuransi tersebut secara langsung kepada nasabah. Penjelasan dari Bank dapat dilakukan melalui tatap muka dengan nasabah dan/atau dengan menggunakan sarana komunikasi (telemarketing), termasuk melalui surat, media elektronik, dan situs Bank. e. Bancassurance bisnis integrasi model Aktivitas kerjasama pemasaran produk asuransi dengan Bank berperan memasarkan produk asuransi kepada nasabah dengan cara melakukan modifikasi dan/atau... Penyertaan modal oleh Bank dalam bentuk saham pada perusahaan nasabah untuk mengatasi kegagalan pembiayaan. - 9 - No. Produk dan Aktivitas Definisi atau Karakteristik Umum dan/atau menggabungkan produk asuransi dengan produk Bank. Aktivitas kerjasama pemasaran ini dilakukan oleh Bank dengan cara menawarkan atau menjual bundled product kepada nasabah melalui tatap muka dan/atau dengan menggunakan sarana komunikasi, termasuk melalui surat, media elektronik, dan situs Bank. Dengan demikian, peran Bank tidak hanya meneruskan dan memberikan penjelasan yang terkait dengan produk asuransi kepada nasabah, tetapi juga menindaklanjuti aplikasi nasabah atas bundled product, termasuk yang terkait dengan produk asuransi kepada perusahaan asuransi mitra Bank. f. Payment point g. Keagenan dan kerjasama lainnya 9. SISTEM PEMBAYARAN DAN ELECTRONIC BANKING a. Penyelenggara kliring b. Penyelenggara penyelesaian akhir transaksi antar bank (settlement) c. Penyelenggara transfer dana d. Penyelenggara alat pembayaran dengan menggunakan kartu selain kartu pembiayaan (sharia card) Aktivitas kerjasama Bank dengan pihak ketiga dalam rangka penerimaan tagihan melalui setoran tunai maupun non tunai, antara lain untuk penerimaan pembayaran tagihan listrik, air, telepon, telepon seluler, dan tagihan jasa internet. Cukup jelas. Penyelenggaraan pertukaran data keuangan elektronik dan/atau warkat antar peserta kliring baik atas nama peserta maupun atas nama nasabah yang perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu. Kegiatan pendebetan dan pengkreditan rekening giro Bank di Bank Indonesia yang dilakukan berdasarkan perhitungan hak dan kewajiban masing-masing bank yang timbul dalam penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI). Rangkaian kegiatan yang dimulai dengan perintah dari pengirim asal yang bertujuan memindahkan sejumlah dana kepada penerima yang disebutkan dalam perintah transfer dana sampai dengan diterimanya dana oleh penerima. Penyelenggara Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK) berupa kartu Anjungan Tunai Mandiri (ATM) dan/atau kartu debet. e. Penyelenggara... - 10 - No. Produk dan Aktivitas e. Penyelenggara alat pembayaran dengan menggunakan pembiayaan (sharia card) f. Penyelenggara uang elektronik (e-money) Penyelenggara alat pembayaran yang memenuhi unsur-unsur sebagai berikut: a. diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor terlebih dahulu oleh pemegang kepada penerbit; b. nilai uang disimpan secara elektronik dalam suatu media seperti server atau chip; c. digunakan sebagai alat pembayaran kepada pedagang yang bukan merupakan penerbit uang elektronik tersebut; dan d. nilai uang elektronik yang disetor oleh pemegang dan dikelola oleh penerbit bukan merupakan simpanan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai perbankan. g. Phone banking h. SMS banking i. Mobile banking j. Internet banking k. Sistem pembayaran dan electronic lainnya 10. KEGIATAN LAINNYA a. Safe Deposit Box (SDB) b. Traveller’s Cheque (TC) c. Payroll Jasa penyewaan kotak penyimpanan harta atau surat berharga dalam ruang khasanah Bank. Penerbitan cek perjalanan yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran. Layanan kepada nasabah untuk melakukan pembayaran gaji kepada pegawai/karyawan secara massal. d. Cash... banking Layanan untuk bertransaksi perbankan melalui telepon dengan menghubungi nomor layanan pada Bank. Layanan informasi atau transaksi perbankan yang dapat diakses langsung melalui telepon seluler dengan menggunakan media SMS. Layanan untuk melakukan transaksi perbankan melalui telepon seluler. Layanan untuk melakukan transaksi perbankan melalui jaringan internet. Cukup jelas. kartu Definisi atau Karakteristik Umum Penyelenggara Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK) berupa kartu pembiayaan (sharia card). - 11 - No. Produk dan Aktivitas d. Cash management Definisi atau Karakteristik Umum Jasa/layanan pengelolaan kas yang diberikan kepada nasabah yang memiliki simpanan pada Bank, di mana setiap transaksi harus berdasarkan perintah nasabah. Contoh jasa/layanan cash management antara lain pendebetan atau pemindahbukuan rekening nasabah dalam rangka pembayaran tagihan atau kewajiban, transfer/pemindahbukuan dana dari satu rekening ke rekening lain milik nasabah, konsolidasi (pooling) atau distribusi dana dari kantor-kantor cabang/jaringan operasional perusahaan, dan jasa pembayaran gaji karyawan secara massal (payroll). Dalam kegiatan cash management, Bank hanya diperkenankan untuk bertindak sebagai pihak yang melakukan pembayaran (paying agent) berdasarkan perintah nasabah dan tidak bertindak sebagai agen investasi (investment agent) dana. e. Layanan Nasabah Prima (LNP) h. Kustodian Layanan terkait produk dan/atau aktivitas dengan keistimewaan tertentu bagi nasabah prima. Penitipan kolektif surat berharga (efek) seperti saham atau obligasi serta melaksanakan tugas administrasi seperti menagih hasil penjualan, menerima dividen, mengumpulkan informasi mengenai perusahaan acuan seperti misalnya rapat umum pemegang saham tahunan, menyelesaikan transaksi penjualan dan pembelian, melaksanakan transaksi dalam valuta asing apabila diperlukan, serta menyajikan laporan atas seluruh Aktivitasnya sebagai kustodian kepada kliennya. Bank yang akan bertindak sebagai Kustodian wajib terlebih dahulu memperoleh persetujuan Otoritas Jasa Keuangan. i. Wali Amanat Jasa/layanan yang diberikan kepada para pemegang efek bersifat hutang atau sukuk (investor) untuk menjadi wakil investor dalam penerbitan suatu efek bersifat hutang atau sukuk tersebut. Sebagai wakil investor, Bank selaku Wali Amanat turut serta dalam proses penerbitan sukuk dan memonitoring kewajiban emiten terhadap ketentuan yang ada dalam perjanjian perwaliamanatan hingga sukuk tersebut lunas. Bank yang akan bertindak sebagai Wali Amanat wajib terlebih dahulu terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan untuk mendapatkan Surat Tanda Terdaftar sebagai Wali Amanat. j. Virtual... - 12 - No. Produk dan Aktivitas j. Virtual Account (VA) k. Cash pick up and delivery l. Agen penampungan (escrow agent) m. Bank Garansi n. Penitipan dengan pengelolaan (trust) Definisi atau Karakteristik Umum Layanan yang diberikan Bank kepada nasabah berupa fasilitas identifikasi penerimaan pembayaran tagihan yang dimiliki nasabah kepada pihak lawan (counterparty) nasabah. Layanan penjemputan atau pengantaran uang tunai dari dan ke lokasi nasabah. Layanan jasa yang diberikan oleh Bank yang bertindak sebagai agen penampungan (escrow agent) untuk melaksanakan hak dan kewajiban yang ditetapkan dalam perjanjian agen penampungan (escrow agent). Kesanggupan tertulis yang diberikan oleh Bank kepada pihak penerima jaminan bahwa Bank akan membayar sejumlah uang kepadanya pada waktu tertentu jika pihak terjamin tidak dapat memenuhi kewajibannya. Trust adalah kegiatan penitipan dengan pengelolaan. Dalam kegiatan penitipan dengan pengelolaan terdapat 3 (tiga) pihak yang terlibat yaitu (i) settlor sebagai pihak penitip yang memiliki harta/dana dan memberikan kewenangan untuk mengelola dana kepada trustee; (ii) trustee (dalam hal ini Bank) sebagai pihak yang diberi kewenangan oleh settlor/penitip untuk mengelola harta/dana guna kepentingan penerima manfaat yaitu beneficiary; dan (iii) beneficiary sebagai pihak penerima manfaat dari harta/dana tersebut. Kegiatan trust mencakup kegiatan antara lain sebagai (i) agen pembayar (paying agent); (ii) agen investasi (investment agent) dana berdasarkan Prinsip Syariah; dan/atau (iii) agen pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah. o. Laku Pandai Kegiatan menyediakan layanan perbankan syariah dan/atau layanan keuangan syariah lainnya yang dilakukan tidak melalui jaringan kantor, namun melalui kerja sama dengan pihak lain dan perlu didukung dengan penggunaan sarana teknologi informasi. p. Kegiatan... - 13 - No. Produk dan Aktivitas p. Kegiatan lainnya Cukup jelas. Definisi atau Karakteristik Umum Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 21 Desember 2015 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN OTORITAS JASA KEUANGAN, ttd NELSON TAMPUBOLON Salinan Sesuai Dengan Aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Sudarmaji LAMPIRAN III SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 36/SEOJK.03/2015 TENTANG PRODUK DAN AKTIVITAS BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH - 2 - PRODUK DAN AKTIVITAS BUS DAN UUS BERDASARKAN KELOMPOK KEGIATAN USAHA No. Produk/Aktivitas 1. PENGHIMPUNAN DANA a. Simpanan (Wadi’ah) 1) Giro 2) Tabungan b. Investasi (Mudharabah) 1) Giro 2) Tabungan 3) Deposito c. Sertifikat deposito syariah 1) Tanpa warkat (scripless) 2) Dalam bentuk warkat d. Pinjaman/pembiayaan yang diterimaa) e. Penerbitan surat berharga syariahb) f. Penerbitan surat berharga syariah yang memiliki fitur ekuitas b) g. Sekuritisasi aset b) h. Penghimpunan dana lainnya 1) Diluar huruf a sampai dengan huruf g. 2) Huruf a sampai dengan huruf... Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Persetujuan Tanpa persetujuan Persetujuan Persetujuan Dilarang Persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Persetujuan Tanpa persetujuan Persetujuan Persetujuan Persetujuan Persetujuan Persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa Persetujuan Tanpa Persetujuan Tanpa Persetujuan Tanpa Persetujuan Persetujuan Persetujuan Persetujuan Persetujuan Dilarang Persetujuan Persetujuan BUKU 1 BUKU 2 BUKU 3 BUKU 4 - 3 - No. Produk/Aktivitas huruf g dengan keterangan persetujuan” tidak sesuai dengan Kodifikasi Produk dan Aktivitas Bank. 2. PENYALURAN DANA a. Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil 1) Pembiayaan Mudharabah 2) Pembiayaan Musyarakah 3) Pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah (MMQ) b. Pembiayaan berdasarkan prinsip sewa menyewa 1) Pembiayaan Ijarah 2) Pembiayaan 3) Pembiayaan Multijasa Tanpa Persetujuan Tanpa Persetujuan Tanpa Persetujuan Tanpa Persetujuan Tanpa Persetujuan Tanpa Persetujuan Tanpa Persetujuan Tanpa Persetujuan Tanpa Persetujuan Tanpa Persetujuan Tanpa Persetujuan Tanpa Persetujuan “tanpa namun BUKU 1 BUKU 2 BUKU 3 BUKU 4 Tanpa Persetujuan Ijarah Tanpa Persetujuan Muntahiyah Bittamlik (IMBT) Ijarah 4) Pembiayaan pengurusan haji Tanpa Persetujuan Tanpa Persetujuan Tanpa Persetujuan Tanpa Persetujuan Tanpa Persetujuan Tanpa Persetujuan Tanpa Persetujuan Tanpa Persetujuan c. Pembiayaan berdasarkan prinsip jual beli 1) Pembiayaan Murabahah Tanpa Persetujuan Tanpa Persetujuan Tanpa Persetujuan Tanpa Persetujuan 2) Pembiayaan... Tanpa Persetujuan Tanpa Persetujuan Tanpa Persetujuan Tanpa Persetujuan Tanpa Persetujuan Tanpa Persetujuan - 4 - No. Produk/Aktivitas 2) Pembiayaan Kepemilikan Emas (PKE) 3) Pembiayaan Istishna’ 4) Pembiayaan Salam d. Pembiayaan berdasarkan prinsip pinjam meminjam 1) Pembiayaan Qardh 2) Pembiayaan Beragun Emas e. Pembiayaan sindikasi f. Pembiayaan (refinancing) g. Pengalihan utang atau pembiayaan h. Anjak piutang syariah i. Pembelian surat berharga syariah j. Penempatan pada Bank Indonesia l. Penyaluran dana lainnya 1) Diluar huruf a sampai dengan huruf k 2) Huruf a sampai dengan huruf k namun tidak sesuai dengan Kodifikasi Tanpa persetujuan (partisipan) ulang Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan k. Penempatan pada bank lain Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Persetujuan Persetujuan Persetujuan Persetujuan BUKU 1 Tanpa Persetujuan Tanpa Persetujuan Tanpa Persetujuan Qardh Tanpa Persetujuan Tanpa Persetujuan BUKU 2 Tanpa Persetujuan Tanpa Persetujuan Tanpa Persetujuan Tanpa Persetujuan Tanpa Persetujuan BUKU 3 Tanpa Persetujuan Tanpa Persetujuan Tanpa Persetujuan Tanpa Persetujuan Tanpa Persetujuan BUKU 4 Tanpa Persetujuan Tanpa Persetujuan Tanpa Persetujuan Tanpa Persetujuan Tanpa Persetujuan Produk... - 5 - No. Produk/Aktivitas Produk dan Aktivitas Bank. 3. PEMBIAYAAN PERDAGANGAN (TRADE FINANCE) a. Pembiayaan dengan SKBDN b. Pembiayaan impor dengan Letter of Credit (L/C) c. Pembiayaan ekspor dengan Letter of Credit (L/C) d. Pembiayaan ekspor-impor tanpa Letter of Credit (L/C) e. Pembiayaan perdagangan (trade finance) lainnya 1) Diluar huruf a sampai dengan huruf d 2) Huruf a sampai dengan huruf d keterangan persetujuan” 4. TREASURY a. Jual beli uang kertas asing (banknotes) b. Transaksi valuta asing (spot) Persetujuan sebagai PVA Dilarang Tanpa persetujuanc) Tanpa persetujuanc) Tanpa persetujuanc) Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan tidak sesuai dengan Kodifikasi Produk dan Aktivitas Bank. dengan “tanpa namun Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Dilarang Dilarang Dilarang Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Persetujuan Persetujuan Persetujuan BUKU 1 BUKU 2 BUKU 3 BUKU 4 c. Transaksi... - 6 - No. Produk/Aktivitas c. Transaksi lindung nilai syariah atas nilai tukar 1) Transaksi lindung nilai syariah atas nilai tukar - sederhana 2) Transaksi lindung nilai syariah atas nilai tukar - kompleks 3) Transaksi lindung nilai syariah atas nilai tukar - melalui bursa komoditi syariah d. Treasury lainnya 1) Di luar huruf a sampai dengan huruf c 2) Huruf a sampai dengan huruf c dengan keterangan persetujuan” tidak sesuai dengan Kodifikasi Produk dan Aktivitas Bank. 5. KEGIATAN VALUTA ASING c) 6. PENYERTAAN MODAL 7. PENYERTAAN SEMENTARA Persetujuan (Hanya sebagai PVA) Dilarang Persetujuan 15% dari modal Persetujuan 25% dari modal Persetujuan 35% dari modal MODAL Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Persetujuan Persetujuan Persetujuan “tanpa namun BUKU 1 Dilarang Dilarang Dilarang BUKU 2 Tanpa persetujuan Persetujuan Persetujuan BUKU 3 BUKU 4 Tanpa persetujuan Persetujuan Persetujuan Tanpa persetujuan Persetujuan Persetujuan Dilarang Persetujuan Persetujuan Persetujuan 8. KEAGENAN... - 7 - No. Produk/Aktivitas 8. KEAGENAN DAN KERJASAMA a. Agen penjual efek reksa dana syariah b. Agen penjual surat berharga syariah yang diterbitkan pemerintah c. Bancassurance model bisnis referensi d. Bancassurance model bisnis distribusi e. Bancassurance model bisnis integrasi f. Payment point g. Keagenan dan kerjasama lainnya 1) Di luar huruf a sampai dengan huruf f 2) Huruf a sampai dengan huruf f keterangan persetujuan” dengan “tanpa namun tidak sesuai dengan Kodifikasi Produk dan Aktivitas Bank. Dilarang Persetujuan Persetujuan Persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Persetujuan Dilarang Dilarang Persetujuan Persetujuan Persetujuan Persetujuan Persetujuan Persetujuan Persetujuan Persetujuan Persetujuan Persetujuan Persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Persetujuan Persetujuan BUKU 1 BUKU 2 BUKU 3 BUKU 4 9. SISTEM... - 8 - No. 9. Produk/Aktivitas SISTEM PEMBAYARAN DAN ELECTRONIC BANKING a. Penyelenggara kliring d) b. Penyelenggara penyelesaian akhir transaksi antar bank (settlement) d) c. Penyelenggara dana d) d. Penyelenggara pembayaran e. Penyelenggara pembayaran menggunakan f. Penyelenggara g. Phone banking e) h. SMS banking e) transfer alat dengan menggunakan kartu selain kartu pembiayaan (sharia card)d) alat dengan kartu pembiayaan (sharia card)d) uang elektronik (e-money) d) Persetujuan Persetujuan Persetujuan i. Mobile banking e) j. Internet banking e) k. Sistem pembayaran d) dan Persetujuan Dilarangf) Persetujuan Persetujuan Persetujuan Persetujuan Persetujuan Persetujuan Persetujuan Persetujuan Persetujuan Persetujuan Persetujuan Persetujuan Persetujuan Persetujuan Persetujuan Persetujuan Persetujuan Persetujuan Persetujuan electronic... Dilarang Persetujuan Persetujuan Persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Persetujuan Persetujuan Persetujuan Persetujuan Persetujuan Persetujuan Persetujuan Persetujuan Persetujuan Persetujuan Persetujuan Persetujuan BUKU 1 BUKU 2 BUKU 3 BUKU 4 - 9 - No. Produk/Aktivitas electronic banking lainnya 1) Diluar huruf a sampai dengan huruf j. 2) Diluar huruf a sampai dengan huruf j dengan keterangan persetujuan” “tanpa namun tidak sesuai dengan Kodifikasi Produk dan Aktivitas Bank. 10. KEGIATAN LAINNYA a. Safe Deposit Box (SDB) b. Traveller’s Cheque (TC) c. Payroll d. Cash management e. Layanan Nasabah Prima (LNP) h. Kustodianb) i. Wali amanat b) j. Virtual Account (VA) k. Cash pick up and delivery Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Dilarang g) Persetujuan Dilarang Dilarang Persetujuan Persetujuan Dilarang Dilarang Persetujuan Persetujuan Persetujuan Persetujuan Persetujuan Persetujuan Persetujuan Persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan BUKU 1 BUKU 2 BUKU 3 BUKU 4 l. Agen... - 10 - No. Produk/Aktivitas l. Agen n. Penitipan pengelolaan (trust) o. Laku Pandai p. Kegiatan lainnya 1) Diluar huruf a sampai dengan huruf o. 2) Huruf a sampai dengan huruf o keterangan persetujuan” tidak sesuai dengan Kodifikasi Produk dan Aktivitas Bank. Keterangan: a) b) c) d) e) dengan “tanpa namun Persetujuan Persetujuan Persetujuan Persetujuan penampungan (escrow agent) m. Bank Garansi dengan BUKU 1 BUKU 2 BUKU 3 BUKU 4 Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Dilarang Dilarang Persetujuan Persetujuan Persetujuan Persetujuan Persetujuan Persetujuan : Pinjaman luar negeri jangka panjang harus memperoleh izin masuk pasar dari Bank Indonesia : Persetujuan mengacu pada ketentuan perundang-undangan pasar modal termasuk ketentuan di bidang pasar modal. : Bank dapat melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing sepanjang telah memperoleh persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan. : Bank wajib memperoleh izin pelaksanaan dari Bank Indonesia setelah mendapatkan persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan. : Dalam hal bank umum konvensional induk UUS telah memiliki persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan maka UUS hanya perlu melaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan menunjuk persetujuan yang telah dimiliki oleh... - 11 - oleh bank umum konvensional induk UUS. f) g) : Kecuali apabila dilakukan melalui kerja sama dengan bank lain. : Kecuali cash management berupa jasa/layanan pembayaran gaji pegawai secara massal (payroll). Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 21 Desember 2015 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN OTORITAS JASA KEUANGAN, ttd Salinan Sesuai Dengan Aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Sudarmaji NELSON TAMPUBOLON LAMPIRAN V SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 36/SEOJK.03/2015 TENTANG PRODUK DAN AKTIVITAS BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH - 2 - Lampiran V.1 Nomor Lampiran Kepada Otoritas Jasa Keuangan Up. 1) Perihal : Permohonan Persetujuan Penerbitan Produk/Pelaksanaan Aktivitas2) Baru Assalamu’alaikum Wr. Wb. Sehubungan dengan perihal tersebut di atas, dengan ini kami mengajukan permohonan persetujuan penerbitan Produk/pelaksanaan Aktivitas2) baru dengan rincian sebagai berikut: 1. Jenis Produk/Aktivitas2) : ……………………………………………… 2. Nama Produk/Aktivitas2) : ……………………………………………… 3. Rencana penerbitan Produk/pelaksanaan Aktivitas2) : ………. Sebagai bahan pertimbangan, bersama ini kami sampaikan dokumen pendukung yang dipersyaratkan sebagaimana checklist terlampir. Apabila terdapat pertanyaan atau hal-hal lainnya terkait surat permohonan ini, Saudara dapat menghubungi pegawai kami yaitu ………melalui telepon…….atau email…….. Demikian permohonan ini kami sampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. : .................... : .................... (Tempat), (Tanggal, Bulan, Tahun) DIREKSI BANK Tembusan: Departemen Perbankan Syariah3) 1) Departemen Perbankan Syariah, Kantor Regional, atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat yang mewilayahi BUS atau UUS bersangkutan. 2) Coret yang tidak perlu. 3) Dalam hal merupakan permohonan persetujuan Produk baru dan BUS atau UUS berada diluar wilayah kerja Departemen Perbankan Syariah. CHECKLIST... - 3 - CHECKLIST DOKUMEN DALAM RANGKA PERMOHONAN PERSETUJUAN PRODUK/AKTIVITAS1) BARU No. 1. Dokumen Penjelasan umum mengenai Produk/Aktivitas1) baru. a. jenis dan nama Produk/Aktivitas1) baru; b. rencana waktu penerbitan Produk/ pelaksanaan Aktivitas1) baru; dan c. informasi mengenai fitur atau karakteristik Produk yang akan diterbitkan/Aktivitas yang akan dilaksanakan1). 2. Manfaat dan biaya bagi Bank. 3. Manfaat dan risiko bagi nasabah. 4. Standar operasional prosedur yang memuat antara lain definisi dan skema; ketentuan yang terkait; karakteristik; target pasar atau nasabah; alur proses (flowchart), unit kerja dan petugas yang terkait; prosedur pelaksanaan sesuai alur proses; jurnal pembukuan; kebijakan dalam rangka transparansi dan perlindungan nasabah; dan penanganan nasabah bermasalah (dalam hal merupakan Produk pembiayaan). 5. 6. Rencana kebijakan dan prosedur terkait dengan penerapan program APU dan PPT. Identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian terhadap risiko yang melekat pada Produk/Aktivitas1) baru. 7. Hasil analisis aspek hukum dan aspek kepatuhan atas Produk/Aktivitas1) baru. 8. Opini syariah dari DPS terkait Produk/Aktivitas1) baru (terlampir). 9. Konsep akad/perjanjian/formulir aplikasi yang dilampiri dengan pendapat dari satuan kerja yang membidangi hukum yang menyatakan bahwa konsep akad/perjanjian/formulir aplikasi telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 10. Kesiapan operasional meliputi sumber daya manusia dan kesiapan teknologi informasi. Check Keterangan Demikian... - 4 - Demikian checklist ini telah disusun secara benar dan lengkap untuk disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan dalam rangka permohonan persetujuan Produk/Aktivitas1) baru. (Tempat), (Tanggal, Bulan,Tahun) DIREKSI BANK 1) Coret yang tidak perlu. Lampiran... - 5 - Lampiran V.2 OPINI SYARIAH DEWAN PENGAWAS SYARIAH (DPS) Nama Produk/Aktivitas1) Baru: ……………………… No Keterangan 1. Produk/Aktivitas1) baru mendasarkan pada fatwa DSN-MUI 2. Kesesuaian Produk/Aktivitas1) baru dengan fatwa DSN-MUI paling sedikit meliputi: a. akad yang digunakan dan pemenuhan unsur-unsur dalam akad yang digunakan; b. obyek transaksi dan tujuan penggunaan; c. kesesuaian penetapan bonus/nisbah bagi hasil/margin/ujrah/fee dengan akad yang digunakan, termasuk dalam hal diperlukan kaji ulang (review) terhadap nisbah bagi hasil/margin/ujrah (untuk produk penyaluran dana); d. penetapan biaya administrasi; dan e. penetapan hadiah, denda/sanksi dan/atau ganti rugi, potongan, pelunasan dipercepat, dan perlakuan terhadap agunan, apabila ada. 3. Standar operasional prosedur Produk/Aktivitas1) baru terkait dengan pemenuhan Prinsip Syariah. 4. Hasil kaji ulang terhadap konsep akad/perjanjian/formulir aplikasi Produk/Aktivitas1) baru terkait dengan pemenuhan Prinsip Syariah. Kesimpulan : …………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………… …………………………………………………… (Tempat), (Tanggal, Bulan, Tahun) (Dewan Pengawas Syariah) (Dewan Pengawas Syariah) Opini 1) coret yang tidak perlu Lampiran... - 6 - Lampiran V.3 Nomor : .................... (Tempat), (Tanggal, Bulan, Tahun) Lampiran : .................... Kepada Otoritas Jasa Keuangan Up. 1) Perihal : Laporan Realisasi Penerbitan Produk/Pelaksanaan Aktivitas2) Baru Assalamu’alaikum Wr. Wb. Sehubungan dengan surat persetujuan Otoritas Jasa Keuangan Nomor ...... tanggal ..... Hal ....., bersama ini kami laporkan bahwa telah dilaksanakan penerbitan Produk/pelaksanaan Aktivitas2) baru sebagai berikut: 1. Jenis Produk/Aktivitas2) 2. Nama Produk/Aktivitas2) 3. Tanggal penerbitan Produk/pelaksanaan Aktivitas2) : ……....................................... : ……....................................... : …………… Untuk melengkapi laporan ini, terlampir kami sampaikan dokumen pendukung berupa penjelasan mengenai kesesuaian Produk baru yang diterbitkan/Aktivitas baru yang dilaksanakan2) dengan Produk/Aktivitas2) baru yang telah disetujui oleh Otoritas Jasa Keuangan. Demikian laporan ini kami sampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. DIREKSI BANK 1) Departemen Perbankan Syariah, Kantor Regional, atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat yang mewilayahi BUS atau UUS bersangkutan. 2) Coret yang tidak perlu. Lampiran... - 7 - Lampiran V.4 Nomor : .................... (Tempat), (Tanggal, Bulan, Tahun) Lampiran : .................... Kepada Otoritas Jasa Keuangan Up. 1) Perihal : Laporan Realisasi Penerbitan Produk/Pelaksanaan Aktivitas2) Baru Assalamu’alaikum Wr. Wb. Sehubungan dengan perihal tersebut diatas, bersama ini kami laporkan bahwa telah dilaksanakan penerbitan Produk/pelaksanaan Aktivitas2) baru sebagai berikut: 1. Jenis Produk/Aktivitas2) 2. Nama Produk/Aktivitas2) 3. Tanggal penerbitan Produk/pelaksanaan Aktivitas2) : ……....................................... : ……....................................... : …………… Untuk melengkapi laporan ini, bersama ini kami sampaikan dokumen pendukung yang dipersyaratkan sebagaimana checklist terlampir. Demikian laporan ini kami sampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. DIREKSI BANK 1) Departemen Perbankan Syariah, Kantor Regional, atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat yang mewilayahi BUS atau UUS bersangkutan. 2) Coret yang tidak perlu. CHECKLIST... - 8 - CHECKLIST DOKUMEN DALAM RANGKA REALISASI PENERBITAN PRODUK/PELAKSANAAN AKTIVITAS1) BARU No. Dokumen 1. Ringkasan umum paling sedikit meliputi: a. jenis dan nama Produk/Aktivitas1) baru; b. tanggal penerbitan Produk/pelaksanaan Aktivitas1) baru; c. kesesuaian Produk baru yang diterbitkan atau Aktivitas1) baru yang dilaksanakan dengan: d. klasifikasi BUKU; e. Kodifikasi Produk dan Aktivitas Bank; f. manfaat dan biaya bagi Bank; g. manfaat dan risiko bagi nasabah; h. target pasar atau nasabah; i. karakteristik Produk/Aktivitas1); j. alur proses (flowchart) dan prosedur pelaksanaan sesuai alur proses Produk atau Aktivitas; k. jurnal pembukuan; l. kebijakan dalam rangka transparansi dan perlindungan nasabah; dan m. penanganan nasabah bermasalah (dalam hal merupakan Produk pembiayaan). 2. Standar operasional prosedur yang memuat antara lain definisi dan skema; ketentuan yang terkait; karakteristik; target pasar atau nasabah; alur proses (flowchart), unit kerja dan petugas yang terkait; prosedur pelaksanaan sesuai alur proses; jurnal pembukuan; kebijakan dalam rangka transparansi dan perlindungan nasabah; dan penanganan nasabah bermasalah (dalam hal merupakan Produk pembiayaan). Demikian... Check Keterangan - 9 - Demikian checklist ini telah disusun secara benar dan lengkap untuk disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan dalam rangka laporan realisasi penerbitan Produk/pelaksanaan Aktivitas1) baru. (Tempat), (Tanggal, Bulan, Tahun) DIREKSI BANK 1) Coret yang tidak perlu. Lampiran... - 10 - Lampiran V.5 Nomor : .................... (Tempat), (Tanggal, Bulan, Tahun) Lampiran : .................... Kepada Otoritas Jasa Keuangan Up. 1) Perihal : Laporan Rencana Penghentian Produk/Aktivitas2) Assalamu’alaikum Wr. Wb. Sehubungan dengan perihal tersebut di atas, dengan ini kami sampaikan laporan rencana penghentian Produk/Aktivitas2) sebagai berikut: 1. Jenis Produk/Aktivitas2) 2. Nama Produk/Aktivitas2) : …….................................................. : ……................................................. 3. Rencana tanggal penghentian : ……………………………………………… Sebagai bahan pertimbangan, bersama ini kami sampaikan dokumen pendukung yang dipersyaratkan sebagaimana checklist terlampir. Demikian laporan ini kami sampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih. Wassalamu’alaikum Wr. Wb DIREKSI BANK 1) Departemen Perbankan Syariah, Kantor Regional, atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat yang mewilayahi BUS atau UUS bersangkutan. 2) Coret yang tidak perlu. CHECKLIST... - 11 - CHECKLIST DOKUMEN DALAM RANGKA RENCANA PENGHENTIAN PRODUK/AKTIVITAS1) No. 1. 2. Dokumen Alasan penghentian. Surat pernyataan Direksi mengenai tanggung jawab atas penghentian. 3. Penjelasan mengenai langkah-langkah yang akan ditempuh dalam rangka penyelesaian atau pengalihan seluruh kewajiban kepada nasabah dan pihak lainnya. Demikian checklist ini telah disusun secara benar dan lengkap untuk disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan dalam rangka laporan rencana penghentian Produk/Aktivitas1). (Tempat), (Tanggal, Bulan, Tahun) keputusan Check Keterangan DIREKSI BANK 1) Coret yang tidak perlu. Lampiran... - 12 - Lampiran V.6 Nomor : .................... (Tempat), (Tanggal, Bulan, Tahun) Lampiran : .................... Kepada Otoritas Jasa Keuangan Up. 1) Perihal : Laporan Realisasi Penghentian Produk/Aktivitas2) Assalamu’alaikum Wr. Wb. Sehubungan dengan surat Otoritas Jasa Keuangan Nomor ...... tanggal ..... Hal .....2)/Sehubungan dengan surat kami Nomor ...... tanggal ..... Perihal .....3)4), dengan ini kami laporkan bahwa kami telah melaksanakan penghentian Produk/Aktivitas4) sebagai berikut: 1. Jenis Produk/Aktivitas4) : ……........................................................... 2. Nama Produk/Aktivitas4) : ……........................................................... 3. Tanggal penghentian Produk/Aktivitas4) : ……………………………… Untuk melengkapi laporan ini, bersama ini kami sampaikan dokumen pendukung yang memuat penjelasan mengenai langkah-langkah yang telah dilakukan dalam rangka penyelesaian atau pengalihan seluruh kewajiban kepada nasabah dan pihak lainnya. Demikian laporan ini kami sampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. DIREKSI BANK 1) Departemen Perbankan Syariah, Kantor Regional, atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat yang mewilayahi BUS atau UUS bersangkutan. 2) dalam hal Otoritas Jasa Keuangan memberikan penegasan. 3) dalam hal Otoritas Jasa Keuangan tidak memberikan penegasan. 4) Coret yang tidak perlu. Lampiran... - 13 - Lampiran V.7 Nomor : .................... (Tempat), (Tanggal, Bulan, Tahun) Lampiran : .................... Kepada Otoritas Jasa Keuangan Up. 1) Perihal : Laporan Realisasi Penghentian Sementara Produk/Aktivitas2) Assalamu’alaikum Wr. Wb. Sehubungan dengan surat Otoritas Jasa Keuangan Nomor ...... tanggal ..... Hal ...., dengan ini kami laporkan bahwa kami telah melaksanakan penghentian sementara Produk/Aktivitas2) sebagai berikut: 1. Jenis Produk/Aktivitas2) : ……........................................................... 2. Nama Produk/Aktivitas2) : ……........................................................... 3. Tanggal penghentian sementara Produk/Aktivitas2) : ……………………. Demikian laporan ini kami sampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. DIREKSI BANK 1) Departemen Perbankan Syariah, Kantor Regional, atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat yang mewilayahi BUS atau UUS bersangkutan. 2) Coret yang tidak perlu. Lampiran... - 14 - Lampiran V.8 Nomor : .................... (Tempat), (Tanggal, Bulan, Tahun) Lampiran : .................... Kepada Otoritas Jasa Keuangan Up. 1) Perihal : Laporan Penyempurnaan Produk/Aktivitas2) Assalamu’alaikum Wr. Wb. Sehubungan dengan surat Otoritas Jasa Keuangan Nomor ...... tanggal ..... Hal .... dan surat kami Nomor ...... tanggal ..... perihal Laporan Realisasi Penghentian Sementara Produk/Aktivitas2, dengan ini kami laporkan bahwa kami telah menyempurnakan Produk ..... /Aktivitas2) ...... sesuai dengan permintaan Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana terlampir. Demikian laporan ini kami sampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. DIREKSI BANK 1) Departemen Perbankan Syariah, Kantor Regional, atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat yang mewilayahi BUS atau UUS bersangkutan. 2) Coret yang tidak perlu. Lampiran... - 15 - Lampiran V.9 Nomor : .................... (Tempat), (Tanggal, Bulan, Tahun) Lampiran : .................... Kepada Otoritas Jasa Keuangan Up. 1) Perihal : Laporan Realisasi Penerbitan Kembali Produk/Pelaksanaan Kembali Aktivitas2) Assalamu’alaikum Wr. Wb. Sehubungan dengan surat Otoritas Jasa Keuangan Nomor .......... tanggal ........ Hal............, bersama ini kami laporkan bahwa telah dilaksanakan penerbitan kembali Produk/pelaksanaan kembali Aktivitas2) sebagai berikut: 1. Jenis Produk/Aktivitas2) 2. Nama Produk/Aktivitas2) : ……....................................... : ……....................................... 3. Tanggal penerbitan kembali Produk/pelaksanaan kembali Aktivitas2): .. Demikian laporan ini kami sampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. DIREKSI BANK 1) Departemen Perbankan Syariah, Kantor Regional, atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat yang mewilayahi BUS atau UUS bersangkutan. 2) Coret yang tidak perlu. Lampiran... - 16 - Lampiran V.10 Nomor : .................... (Tempat), (Tanggal, Bulan, Tahun) Lampiran : .................... Kepada Otoritas Jasa Keuangan Up. 1) Perihal : Laporan Realisasi Penghentian Permanen Produk/Aktivitas2) Assalamu’alaikum Wr. Wb. Sehubungan dengan surat Otoritas Jasa Keuangan Nomor ...... tanggal ..... Hal ....., dengan ini kami laporkan bahwa kami telah melaksanakan penghentian permanen Produk/Aktivitas2) sebagai berikut: 1. Jenis Produk/Aktivitas2) : ……........................................................... 2. Nama Produk/Aktivitas2) : ……........................................................... 3. Tanggal penghentian permanen Produk/Aktivitas2) : …………………….. Demikian laporan ini kami sampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. DIREKSI BANK 1) Departemen Perbankan Syariah, Kantor Regional, atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat yang mewilayahi BUS atau UUS bersangkutan. 2) Coret yang tidak perlu. Lampiran... - 17 - Lampiran V.11 Nomor : .................... (Tempat), (Tanggal, Bulan, Tahun) Lampiran : .................... Kepada Otoritas Jasa Keuangan Up. 1) Perihal : Laporan Rencana Tindak Penghentian Produk/Aktivitas2) Assalamu’alaikum Wr. Wb. Sehubungan dengan surat Otoritas Jasa Keuangan Nomor .... tanggal .... Hal ...., terlampir kami sampaikan rencana tindak atas penghentian permanen Produk ......../Aktivitas .........2) yang telah dilaksanakan pada tanggal .......... Demikian laporan kami sampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. DIREKSI BANK 1) Departemen Perbankan Syariah, Kantor Regional, atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat yang mewilayahi BUS atau UUS bersangkutan. 2) Coret yang tidak perlu. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 21 Desember 2015 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN OTORITAS JASA KEUANGAN, ttd NELSON TAMPUBOLON Salinan Sesuai Dengan Aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Sudarmaji
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 6/SEOJK.03/2015 </reg_id> <reg_title> LAYANAN KEUANGAN TANPA KANTOR DALAM RANGKA KEUANGAN INKLUSIF OLEH BANK </reg_title> <set_date> 6 Februari 2015 </set_date> <effective_date> 6 Februari 2015 </effective_date> <related_reg> '19/POJK.03/2014' </related_reg>
Yth. Direksi dan Dewan Komisaris Perusahaan Terbuka di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 32 /SEOJK.04/2015 TENTANG PEDOMAN TATA KELOLA PERUSAHAAN TERBUKA Sehubungan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 21/POJK.04/2015 tentang Penerapan Pedoman Tata Kelola Perusahaan Terbuka (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 276, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5765), perlu mengatur Pedoman Tata Kelola Perusahaan Terbuka dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM 1. Perusahaan Terbuka wajib menerapkan Pedoman Tata Kelola Perusahaan Terbuka dan/atau menjelaskan alasan tidak diterapkannya Pedoman Tata Kelola Perusahaan Terbuka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) Pasal 2 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 21/POJK.04/2015 tentang Penerapan Pedoman Tata Kelola Perusahaan Terbuka. 2. Pedoman Tata Kelola Perusahaan Terbuka adalah sebagaimana termuat dalam Lampiran Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini, yang disusun dengan mengacu pada tata kelola perusahaan yang baik sesuai dengan praktik internasional yang patut diteladani dan memperhatikan sektor dan industri serta ukuran dan kompleksitas Perusahaan Terbuka. II. ASPEK... -2- II. ASPEK, PRINSIP, DAN REKOMENDASI TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK 1. Pedoman Tata Kelola Perusahaan Terbuka yang selanjutnya disebut Pedoman Tata Kelola, memuat praktik tata kelola perusahaan yang baik sesuai dengan praktik internasional yang patut diteladani dan belum diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor Pasar Modal. 2. Pedoman Tata Kelola sebagaimana dimaksud pada angka 1 mencakup 5 (lima) aspek, 8 (delapan) prinsip tata kelola perusahaan yang baik, serta 25 (dua puluh lima) rekomendasi penerapan aspek dan prinsip tata kelola perusahaan yang baik, sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 3. Lima aspek tata Kelola Perusahaan Terbuka sebagaimana dimaksud pada angka 2 meliputi: a. Hubungan Perusahaan Terbuka dengan Pemegang Saham Dalam Menjamin Hak-Hak Pemegang Saham; b. Fungsi dan Peran Dewan Komisaris; c. Fungsi dan Peran Direksi; d. Partisipasi Pemangku Kepentingan; dan e. Keterbukaan Informasi. 4. Prinsip tata kelola perusahaan yang baik dalam Pedoman Tata Kelola adalah konsep dasar tata kelola perusahaan yang baik, sesuai dengan praktik internasional yang patut diteladani. 5. Rekomendasi penerapan aspek dan prinsip tata kelola perusahaan yang baik dalam Pedoman Tata Kelola adalah standar penerapan aspek dan prinsip tata kelola perusahaan yang baik, yang diharapkan dapat diterapkan oleh Perusahaan Terbuka untuk mengimplementasikan prinsip tata kelola. III. PENERAPAN PEDOMAN TATA KELOLA PERUSAHAAN TERBUKA 1. Penerapan Pedoman Tata Kelola oleh Perusahaan Terbuka dilakukan melalui pendekatan “Terapkan atau Jelaskan” (Comply or Explain). Dengan pendekatan “Terapkan atau Jelaskan” (Comply or Explain), Perusahaan Terbuka direkomendasikan melaksanakan rekomendasi penerapan... -3- penerapan aspek dan prinsip tata kelola perusahaan yang baik. Dalam hal Perusahaan Terbuka belum melaksanakan rekomendasi tersebut, Perusahaan Terbuka wajib menjelaskan alasannya dan alternatif pelaksanaannya (jika ada). 2. Dalam melaksanakan rekomendasi dari masing-masing aspek dan prinsip tata kelola perusahaan yang baik dalam Pedoman Tata Kelola, Perusahaan Terbuka harus memperhatikan kondisi Perusahaan Terbuka, mempertimbangkan kepentingan penerapan tata kelola yang baik sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan kegiatan usaha dalam sektor dan industrinya serta ukuran dan kompleksitas Perusahaan Terbuka, dan mendorong kinerja Perusahaan Terbuka tersebut sehingga Perusahaan Terbuka dapat melaksanakan aspek dan prinsip tata kelola yang baik dengan cara melaksanakan rekomendasi atau menentukan cara lain yang terbaik menurut Perusahaan Terbuka. 3. Dalam hal rekomendasi dalam Pedoman Tata Kelola untuk melaksanakan aspek dan prinsip Pedoman Tata Kelola dimaksud sesuai dengan kondisi atau kebutuhan Perusahaan Terbuka, maka Perusahaan Terbuka direkomendasikan untuk melaksanakan rekomendasi dimaksud. Namun jika rekomendasi dalam Pedoman Tata Kelola tidak sesuai dengan kondisi Perusahaan Terbuka sehingga rekomendasi dimaksud tidak dilaksanakan oleh Perusahaan Terbuka, maka Perusahaan Terbuka wajib menjelaskan alasan tidak dilaksanakan rekomendasi penerapan aspek dan prinsip dalam Pedoman Tata Kelola atau mengungkapkan cara lain dalam menerapkan aspek dan prinsip Pedoman Tata Kelola dimaksud. 4. Dalam memberikan penjelasan tidak dilaksanakannya rekomendasi penerapan aspek dan prinsip tata kelola dalam Pedoman Tata Kelola dan/atau penjelasan alasan penggunaan cara lain dalam menerapkan aspek dan prinsip tata kelola dalam Pedoman Tata Kelola sebagaimana dimaksud pada angka 3, Perusahaan Terbuka harus memastikan bahwa penjelasan yang diberikan cukup jelas, informatif, dan memadai sehingga investor dan pemangku kepentingan lainnya mengerti alasan Perusahaan Terbuka: a. tidak... -4- a. tidak dilaksanakannya rekomendasi penerapan aspek dan prinsip tata kelola dalam Pedoman Tata Kelola; dan/atau b. menggunakan cara lain dalam menerapkan aspek dan prinsip tata kelola dalam Pedoman Tata Kelola. IV. PENUTUP Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 17 November 2015 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PASAR MODAL, ttd Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Sudarmaji NURHAIDA
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 32/SEOJK.04/2015 </reg_id> <reg_title> PEDOMAN TATA KELOLA PERUSAHAAN TERBUKA </reg_title> <set_date> 17 November 2015 </set_date> <effective_date> 17 November 2015 </effective_date> <related_reg> '21/POJK.04/2015' </related_reg>
Yth. 1. Direksi Bank Umum Konvensional; dan 2. Direksi Bank Umum Syariah; di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 11 /SEOJK.03/2017 TENTANG PRINSIP KEHATI-HATIAN BAGI BANK UMUM YANG MELAKUKAN PENYERAHAN SEBAGIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN KEPADA PIHAK LAIN Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 9/POJK.03/2016 tentang Prinsip Kehati-hatian Bagi Bank Umum Yang Melakukan Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Pihak Lain (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5845), perlu untuk mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai Prinsip Kehati-hatian Bagi Bank Umum Yang Melakukan Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Pihak Lain dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM 1. Dengan semakin kompleks dan semakin beragam kegiatan usaha Bank serta semakin tinggi tingkat persaingan di pasar keuangan, Bank dituntut untuk berkonsentrasi pada kegiatan dan pekerjaan pokok. Oleh karena itu, dalam hal diperlukan Bank dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan penunjang kepada pihak lain (Alih Daya). 2. Dalam melakukan Alih Daya, Bank perlu memperhatikan risiko yang dapat timbul dari pelaksanaan Alih Daya, antara lain risiko operasional, risiko kepatuhan, risiko hukum, dan risiko reputasi. Oleh karena itu, Bank wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko yang memadai atas pelaksanaan Alih Daya, - 2 - sebagaimana diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 9/POJK.03/2016 tentang Prinsip Kehati-hatian Bagi Bank Umum Yang Melakukan Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Pihak Lain, yang selanjutnya disebut POJK Alih Daya. 3. Penerapan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko atas pelaksanaan Alih Daya oleh Bank meliputi: a. melakukan analisa dan penilaian Perusahaan Penyedia Jasa (PPJ) dengan baik untuk memastikan bahwa PPJ yang dipilih memiliki kinerja keuangan dan reputasi yang baik, sumber daya manusia, sarana dan prasarana, serta pengalaman yang memadai agar pekerjaan yang dilakukan Alih Daya dapat dilaksanakan dengan baik; b. menyusun perjanjian Alih Daya dengan PPJ sesuai dengan cakupan minimum perjanjian yang dipersyaratkan dalam POJK Alih Daya; c. menerapkan manajemen risiko secara efektif atas pelaksanaan Alih Daya, termasuk melaksanakan pengawasan secara berkala atas pelaksanaan pekerjaan oleh PPJ dan melakukan tindakan perbaikan secara dini dan efektif atas permasalahan yang timbul; d. memenuhi peraturan perundang-undangan; dan e. melakukan upaya dalam rangka memberikan perlindungan hak dan kepentingan nasabah. 4. Pelaksanaan Alih Daya tidak menghilangkan tanggung jawab Bank dalam memberikan perlindungan terhadap hak dan kepentingan nasabah atas pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan Alih Daya kepada PPJ. Oleh karena itu, Bank harus memastikan bahwa kualitas dan tata cara pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan Alih Daya sesuai dengan ukuran dan standar yang ditetapkan dalam perjanjian, antara lain dengan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pekerjaan oleh PPJ secara berkala dan melakukan langkah perbaikan dengan segera dan efektif atas permasalahan yang teridentifikasi, sehingga pelaksanaan pekerjaan tetap berjalan dengan baik dan kepentingan nasabah terlindungi. 5. Selain memperhatikan ketentuan ini, pelaksanaan Alih Daya juga mengacu pada ketentuan lain yang mengatur pelaksanaan Alih Daya pada pekerjaan tertentu secara lebih spesifik, antara lain ketentuan - 3 - yang mengatur mengenai penerapan manajemen risiko dalam penggunaan teknologi informasi, pelaksanaan fungsi audit intern Bank, penerapan tata kelola bagi Bank atau pelaksanaan good corporate governance bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah, penyelenggaraan kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu, penyelenggaraan pemrosesan transaksi pembayaran, dan penyelenggara jasa pengolahan uang rupiah. II. PERSYARATAN DAN TATA CARA PELAKSANAAN ALIH DAYA 1. Pekerjaan yang dapat dilakukan Alih Daya adalah pekerjaan yang bersifat penunjang, baik pada alur kegiatan usaha maupun pada alur kegiatan pendukung usaha Bank, dengan penjelasan sebagai berikut: a. Kegiatan usaha Bank adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 serta Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Kegiatan usaha Bank antara lain penghimpunan dana dari masyarakat, pemberian kredit atau pembiayaan, serta membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabah. b. Kegiatan pendukung usaha Bank adalah kegiatan yang dilakukan Bank selain kegiatan usaha Bank, antara lain kegiatan yang terkait dengan sumber daya manusia, manajemen risiko, kepatuhan, internal audit, akunting dan keuangan, teknologi informasi, logistik, dan pengamanan. c. Alur adalah serangkaian pekerjaan dari awal sampai akhir dari suatu kegiatan usaha atau kegiatan pendukung usaha Bank, misalnya alur kegiatan pemberian kredit atau pembiayaan mencakup pekerjaan pemasaran, analisis kelayakan, persetujuan, pencairan, pemantauan, dan penagihan kredit atau pembiayaan. d. Pekerjaan pokok adalah pekerjaan yang harus ada dalam alur kegiatan usaha atau alur kegiatan pendukung usaha Bank sehingga dalam hal pekerjaan tersebut tidak ada maka kegiatan dimaksud akan sangat terganggu atau tidak terlaksana sebagaimana mestinya. - 4 - Contoh pekerjaan pokok antara lain sebagai berikut: 1) Pada alur kegiatan usaha Bank, misalnya dalam kegiatan pemberian kredit atau pembiayaan antara lain pekerjaan sebagai account officer, pekerjaan sebagai analis kelayakan kredit atau pembiayaan, dan pekerjaan untuk memberikan persetujuan kredit atau pembiayaan, sedangkan pada alur kegiatan penghimpunan dana antara lain pekerjaan layanan pelanggan (customer service), customer relation, dan teller. 2) Pada alur kegiatan pendukung usaha Bank, misalnya dalam kegiatan manajemen risiko antara lain pekerjaan analis risiko, pada alur pengembangan organisasi dan pengelolaan sumber daya manusia antara lain pekerjaan perencanaan dan pengembangan organisasi serta perencanaan sumber daya manusia, dan pada alur kegiatan pengendalian internal antara lain pekerjaan audit internal. Contoh pekerjaan pokok dan penjelasannya sebagaimana pada Lampiran I.A. yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. e. Pekerjaan penunjang adalah pekerjaan yang tidak harus ada dalam alur kegiatan usaha atau alur kegiatan pendukung usaha Bank sehingga dalam hal pekerjaan tersebut tidak ada, kegiatan dimaksud masih dapat terlaksana tanpa gangguan yang berarti. Contoh pekerjaan penunjang antara lain sebagai berikut: 1) Pada alur kegiatan usaha Bank, misalnya alur kegiatan pemberian kredit atau pembiayaan antara lain pekerjaan petugas pusat layanan telepon (call center) atau operator telepon, pemasaran melalui telepon (telemarketing), pemasaran langsung (direct sales) atau wakil pemasaran (sales representative), dan penagihan kredit atau pembiayaan, pada alur kegiatan perkasan misalnya pekerjaan jasa pengelolaan kas Bank. 2) Pada alur kegiatan pendukung usaha antara lain pekerjaan yang dilakukan oleh sekretaris, agendaris, resepsionis, petugas kebersihan, petugas keamanan, pramubakti, kurir, penginput data, dan pengemudi. - 5 - 2. Untuk menentukan suatu pekerjaan memenuhi kriteria pekerjaan penunjang, Bank melakukan pengujian dengan menggunakan kriteria paling sedikit sebagai berikut: a. Berisiko rendah yaitu pekerjaan yang apabila terjadi kegagalan tidak akan mengganggu aktivitas operasional Bank secara signifikan. b. Tidak memerlukan kualifikasi kompetensi yang tinggi di bidang perbankan yaitu pekerjaan yang umumnya tidak memerlukan kualifikasi kompetensi yang tinggi baik pendidikan formal maupun pengetahuan atau pengalaman di bidang perbankan. Namun demikian, Bank harus tetap mewajibkan PPJ untuk menyediakan jasa tenaga kerja dengan kualifikasi kompetensi yang memenuhi persyaratan pekerjaan yang dilakukan Alih Daya. Bank dapat mensyaratkan kualifikasi kompetensi tertentu untuk bidang pekerjaan yang spesifik dan membutuhkan keahlian khusus yang tidak selalu dapat dipenuhi oleh pegawai tetap, misalnya untuk pekerjaan penunjang terkait teknologi informasi, pengamanan, penagihan, dan pengelolaan kas. c. Tidak terkait langsung dengan proses pengambilan keputusan yang mempengaruhi operasional Bank yaitu pekerjaan yang tidak memuat aspek analisis, pertimbangan, dan/atau pengambilan keputusan yang mempengaruhi operasional Bank. Pekerjaan penunjang yang sesuai dengan kriteria pada huruf a, huruf b, dan huruf c, antara lain pekerjaan petugas pusat layanan telepon (call center) atau operator telepon, pemasaran melalui telepon (telemarketing) atau penginput data karena potensi kerugian yang ditimbulkan akibat tidak berjalannya pekerjaan tersebut relatif rendah dan tidak mengganggu operasional Bank secara signifikan, tidak membutuhkan kompetensi yang tinggi di bidang perbankan, dan tidak terkait langsung dengan proses pengambilan keputusan yang mempengaruhi operasional Bank. Contoh pekerjaan penunjang dan penjelasannya sebagaimana pada Lampiran I.B. yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. - 6 - 3. Bank dapat melakukan Alih Daya kepada PPJ yang telah memperoleh izin dari instansi yang berwenang untuk menyediakan jasa tenaga kerja atau untuk menyediakan jasa di bidang tertentu. 4. Penyerahan pekerjaan kepada PPJ dapat dilakukan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan dan/atau perjanjian penyediaan jasa tenaga kerja, yaitu sebagai berikut: a. Perjanjian pemborongan pekerjaan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini adalah perjanjian kerja antara Bank dengan PPJ untuk melakukan pemborongan pekerjaan tertentu dengan lebih menekankan standar hasil dari pekerjaan yang diborongkan. Sebagai contoh dalam perjanjian pemborongan pekerjaan pemasaran produk Bank, Bank memberikan target kepada PPJ mengenai jumlah calon nasabah yang harus diperoleh dalam jangka waktu tertentu. b. Perjanjian penyediaan jasa tenaga kerja dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini adalah perjanjian kerja antara Bank dengan PPJ untuk menyediakan tenaga kerja dengan kualifikasi tertentu dalam rangka pelaksanaan pekerjaan tertentu. Sebagai contoh dalam perjanjian penyediaan tenaga kerja pemasaran produk Bank, Bank menetapkan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk melaksanakan pemasaran dan menetapkan tingkat pendidikan paling rendah tenaga pemasaran tersebut. 5. Bank hanya dapat melakukan perjanjian Alih Daya dengan PPJ berbadan hukum Indonesia yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT) atau Koperasi. 6. Untuk memastikan pemenuhan persyaratan dalam rangka pemilihan PPJ, Bank melakukan penelitian dokumen, analisis, dan penilaian terhadap persyaratan PPJ. Kedalaman dan intensitas analisis dan penilaian dapat disesuaikan dengan skala dan kompleksitas pekerjaan yang dilakukan Alih Daya. Sebagai contoh, analisis dan penilaian terhadap PPJ pekerjaan pemasaran atau penagihan kredit atau pembiayaan harus lebih dalam dibandingkan dengan analisis dan penilaian terhadap PPJ pekerjaan pramubakti atau petugas kebersihan. 7. Dalam menyusun perjanjian Alih Daya, Bank dapat mempertimbangkan kesesuaian pencantuman klausula minimum - 7 - dalam perjanjian Alih Daya sebagaimana diatur dalam POJK Alih Daya. Contoh klausula minimum antara lain klausula kesediaan PPJ untuk memberikan akses pemeriksaan oleh Otoritas Jasa Keuangan dan/atau otoritas lain yang berwenang serta klausula kewajiban para pihak untuk melindungi hak dan kepentingan nasabah Bank. Klausula minimum tersebut lebih sesuai untuk perjanjian Alih Daya bagi pekerjaan penunjang pada alur kegiatan usaha Bank, antara lain pemasaran, penagihan kredit atau pembiayaan, dan pengelolaan kas Bank. 8. Dalam hal terdapat pekerjaan yang dilakukan Alih Daya dipersyaratkan memiliki sertifikasi dari lembaga yang telah memperoleh izin dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi atau pelatihan khusus terkait dengan pekerjaan tertentu, seperti pekerjaan pengamanan, Bank harus mensyaratkan pemenuhan sertifikasi atau pelatihan khusus tersebut oleh PPJ dalam perjanjian Alih Daya. III. PENYERAHAN PEKERJAAN YANG TIDAK MENJADI CAKUPAN ALIH DAYA 1. Penyerahan pekerjaan yang tidak menjadi cakupan Alih Daya sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini adalah: a. penyerahan pekerjaan kepada kantor pusat atau kantor wilayah Bank yang berkedudukan di luar negeri, perusahaan induk, dan entitas lain dalam satu kelompok usaha Bank di dalam maupun di luar negeri; b. penyerahan pekerjaan jasa konsultansi atau keahlian khusus; dan c. penyerahan pekerjaan jasa pemeliharaan barang dan gedung. 2. Penyerahan pekerjaan kepada kantor pusat atau kantor wilayah Bank yang berkedudukan di luar negeri, perusahaan induk, dan entitas lain dalam satu kelompok usaha Bank di dalam maupun di luar negeri sebagaimana dalam butir 1.a. tetap tunduk pada ketentuan dan peraturan perundang-undangan, antara lain ketentuan yang mengatur mengenai penerapan manajemen risiko dalam penggunaan teknologi informasi oleh Bank, pelaksanaan fungsi audit intern Bank, penerapan tata kelola bagi Bank, - 8 - pelaksanaan good corporate governance bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah, dan alat pembayaran dengan menggunakan kartu, serta dengan memperhatikan kesesuaian dan kewajaran penyerahan pekerjaan dimaksud. Contoh penyerahan pekerjaan kepada kantor pusat atau kantor wilayah Bank yang berkedudukan di luar negeri, perusahaan induk, dan/atau entitas lain dalam satu kelompok usaha yang bukan merupakan cakupan ketentuan Alih Daya antara lain: a. pekerjaan yang dilakukan sebagai bentuk pengawasan kantor pusat atau kantor wilayah Bank yang berkedudukan di luar negeri, atau perusahaan induk, misalnya pengawasan limit risiko pasar dan risiko kredit; b. pekerjaan yang tidak dapat dilakukan oleh kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri atau perusahaan anak Bank karena kurangnya keahlian pada bidang tertentu dan bersifat konsultansi, misalnya kaji ulang atas model pengukuran risiko dan tenaga auditor yang memiliki keahlian pada bidang tertentu (seperti bidang teknologi informasi); dan/atau c. pekerjaan yang merupakan bagian dari proses bisnis Bank yang dilakukan di kantor pusat atau kantor wilayah Bank yang berkedudukan di luar negeri, perusahaan induk, atau entitas lain dalam satu kelompok usaha Bank, misalnya rekonsiliasi laporan keuangan dan pemrosesan gaji. 3. Contoh penyerahan pekerjaan jasa konsultansi atau keahlian khusus sebagaimana dalam butir 1.b. antara lain jasa konsultan hukum, jasa notaris, jasa penilai independen (appraisal), dan akuntan publik. 4. Contoh penyerahan pekerjaan jasa pemeliharaan barang dan gedung sebagaimana dalam butir 1.c. antara lain pemeliharaan mesin pendingin ruangan (Air Conditioner/AC), mesin fotokopi, komputer dan printer, serta jasa pemeliharaan gedung kantor Bank. IV. PRINSIP KEHATI-HATIAN DAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DALAM ALIH DAYA PEKERJAAN PENAGIHAN KREDIT ATAU PEMBIAYAAN DAN PENGELOLAAN KAS A. Pekerjaan Penagihan Kredit atau Pembiayaan 1. Cakupan penagihan kredit atau pembiayaan dalam ketentuan ini adalah penagihan kredit atau pembiayaan secara umum, - 9 - termasuk penagihan kredit atau pembiayaan kepemilikan rumah, kredit atau pembiayaan kendaraan bermotor, kredit atau pembiayaan tanpa agunan, dan kartu kredit atau kartu pembiayaan (sharia card). 2. Pekerjaan penagihan kredit atau pembiayaan yang dapat dilakukan Alih Daya adalah pekerjaan penagihan kredit atau pembiayaan dengan kualitas “Macet” sesuai ketentuan yang mengatur mengenai penilaian kualitas aset bank umum dan ketentuan Otoritas Jasa Keuangan mengenai Penilaian Kualitas Aset Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. 3. Perjanjian kerjasama Alih Daya penagihan kredit atau pembiayaan antara Bank dan PPJ harus dilakukan secara tertulis dalam bentuk perjanjian penyediaan jasa tenaga kerja. 4. Dalam Alih Daya penagihan kredit atau pembiayaan, Bank harus memiliki dan menerapkan kebijakan dan prosedur tertulis mengenai penagihan kredit atau pembiayaan, antara lain: a. menginformasikan kepada debitur dalam hal penagihan atas kewajiban debitur telah diserahkan kepada PPJ; b. memastikan bahwa penagihan kredit atau pembiayaan oleh PPJ dilakukan dengan cara yang tidak melanggar hukum; c. menyusun etika penagihan kredit atau pembiayaan yang dituangkan dalam perjanjian Alih Daya; d. memastikan bahwa tenaga penagihan telah memperoleh pelatihan yang memadai terkait dengan tugas penagihan dan etika penagihan sesuai ketentuan; e. menatausahakan identitas setiap tenaga penagih; dan f. memastikan bahwa dalam melakukan penagihan, PPJ mematuhi pokok-pokok etika penagihan kredit atau pembiayaan yang dimuat dalam perjanjian Alih Daya, antara lain: 1) penagihan dilarang dilakukan dengan menggunakan cara ancaman, kekerasan dan/atau tindakan yang bersifat mempermalukan debitur; 2) penagihan dilarang dilakukan dengan menggunakan tekanan secara fisik maupun verbal; 3) penagihan dilarang dilakukan kepada pihak selain debitur; - 10 - 4) penagihan menggunakan sarana komunikasi dilarang dilakukan secara terus menerus yang bersifat mengganggu; 5) penagihan hanya dapat dilakukan pada pukul 08.00 sampai dengan pukul 20.00 waktu wilayah domisili debitur; 6) penagihan di luar waktu sebagaimana pada angka 5) hanya dapat dilakukan atas dasar persetujuan dan/atau perjanjian dengan debitur; 7) petugas penagih diwajibkan menggunakan kartu identitas resmi yang dikeluarkan oleh Bank, yang dilengkapi dengan foto diri yang bersangkutan; dan 8) penagihan hanya dapat dilakukan di tempat alamat penagihan atau domisili debitur. g. Bank harus memastikan bahwa PPJ juga mematuhi etika penagihan yang ditetapkan oleh asosiasi. 5. Dalam hal diperlukan pemanggilan debitur untuk menghadiri pertemuan dengan petugas penagih, Bank paling sedikit harus memperhatikan: a. pertemuan dilakukan di kantor Bank; b. c. pihak Bank hadir dalam pertemuan; dan d. seluruh pembicaraan dalam pertemuan direkam dan dibuat berita acara yang diketahui oleh pihak Bank. B. Pengelolaan Kas 1. Pengelolaan kas adalah serangkaian pekerjaan yang dilakukan oleh PPJ untuk mengelola fisik uang tunai milik Bank (baik dalam mata uang Rupiah maupun mata uang asing) antara lain berupa: a. distribusi (pengantaran dan/atau pengambilan) uang tunai berikut pengawalan (cash distribution); b. penghitungan, penyortiran, dan pengemasan uang tunai (cash processing); c. penyimpanan uang tunai di khazanah (cash in save); dan/atau ruang pertemuan dilengkapi dengan Closed Circuit Television (CCTV); - 11 - d. pengisian automated teller machine (ATM) dengan uang tunai dan/atau pengambilan uang tunai dari cash deposit machine (CDM) berikut pemantauan ATM dan/atau CDM. 2. Dalam melakukan Alih Daya pengelolaan kas, Bank hanya dapat melakukan perjanjian Alih Daya dengan PPJ yang memenuhi persyaratan: a. berbadan hukum Indonesia yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT); b. memiliki izin operasional yang masih berlaku dari instansi yang berwenang sebagai perusahaan jasa kawal angkut uang tunai dan barang berharga; c. memiliki prosedur operasional standar (standard operating procedures) keamanan dalam pengelolaan kas; d. memiliki kinerja keuangan yang baik yang penilaiannya didasarkan pada modal, likuiditas, dan profitabilitas PPJ; e. memiliki reputasi yang baik yang penilaiannya didasarkan pada rekam jejak (track record) dan kepatuhan PPJ terhadap ketentuan dan/atau peraturan perundang- undangan serta perjanjian Alih Daya yang dilakukan sebelumnya; f. memiliki pengalaman yang cukup yang dinilai berdasarkan pengalaman perusahaan dan/atau manajemen perusahaan dalam menangani pekerjaan yang dilakukan Alih Daya; g. memiliki sumber daya manusia dengan kuantitas dan kualitas yang dapat mendukung pelaksanaan pengelolaan kas Bank. Khusus bagi PPJ yang pekerjaannya terkait langsung dengan penghitungan, penyortiran, dan pengemasan uang tunai (cash processing), harus memiliki sumber daya manusia yang mempunyai keahlian untuk mengenali ciri-ciri keaslian uang Rupiah, keahlian memilah antara uang Rupiah layak edar dengan uang Rupiah tidak layak edar, keahlian mengoperasikan mesin hitung uang dan mesin sortir uang Rupiah; dan h. memiliki mesin hitung uang dan mesin sortir uang yang dapat mendeteksi keaslian fisik uang, memiliki khazanah untuk menyimpan uang tunai Rupiah, dan memiliki - 12 - infrastruktur dan sarana angkutan yang memenuhi persyaratan standar keamanan. 3. Kewajiban PPJ memiliki rencana kontinjensi (contingency plan) yang dituangkan dalam perjanjian Alih Daya pengelolaan kas Bank, antara lain menjamin dan mengasuransikan seluruh uang tunai milik Bank yang berada dalam pengelolaan PPJ tersebut. 4. Kesediaan PPJ untuk memberikan akses pemeriksaan kepada Otoritas Jasa Keuangan dan/atau otoritas lain yang berwenang bersama dengan Bank dalam hal diperlukan, yang dituangkan dalam perjanjian Alih Daya pengelolaan kas Bank, antara lain kewajiban PPJ pengelolaan kas Bank untuk: a. memberikan data dan informasi kepada Otoritas Jasa Keuangan dan/atau otoritas lain yang berwenang baik secara langsung maupun melalui Bank terkait sumber daya manusia, serta sarana dan prasarana yang digunakan dalam melaksanakan pekerjaan; dan b. memberikan akses kepada Otoritas Jasa Keuangan dan/atau otoritas lain yang berwenang untuk melakukan pemeriksaan terhadap kegiatan operasional PPJ pengelolaan kas Bank, antara lain pemeriksaan standarisasi kualitas sortasi, kecukupan sarana dan prasarana, sistem pengamanan, dan kualitas sumber daya manusia yang melakukan pengolahan fisik uang Rupiah. 5. Dalam rangka melaksanakan pengendalian intern yang efektif atas Alih Daya pengelolaan kas Bank, Bank melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pekerjaan oleh PPJ, yang paling sedikit mencakup: a. pengawasan terhadap akurasi perhitungan dan kualitas sortasi hasil pekerjaan PPJ; dan b. memastikan bahwa PPJ menindaklanjuti rekomendasi yang diberikan oleh Otoritas Jasa Keuangan dan/atau otoritas lain yang berwenang dari hasil pengawasan terhadap kegiatan operasional PPJ. - 13 - V. PELAPORAN A. Laporan Alih Daya 1. Bank yang melakukan Alih Daya menyusun laporan Alih Daya, yang terdiri dari: a. Laporan Rencana Alih Daya, Perubahan dan/atau Penambahan Rencana Alih Daya; dan b. Laporan Alih Daya yang Bermasalah. 2. Laporan Rencana Alih Daya, Perubahan dan/atau Penambahan Rencana Alih Daya sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a. disusun sebagai berikut: a. Laporan Rencana Alih Daya memuat rencana Alih Daya atas pekerjaan yang belum pernah dilakukan Alih Daya. Adapun Laporan Perubahan dan/atau Penambahan Rencana Alih Daya memuat perubahan cakupan pekerjaan yang sudah dilakukan Alih Daya dan/atau penambahan pekerjaan yang akan dilakukan Alih Daya. Contoh perubahan cakupan pekerjaan yang sudah dilakukan Alih Daya adalah Bank pada tahun berjalan merencanakan untuk menambah cakupan pekerjaan Alih Daya pemasaran dari pemasaran kartu kredit atau kartu pembiayaan (sharia card) menjadi pemasaran kartu kredit atau kartu pembiayaan (sharia card) dan kredit atau pembiayaan tanpa agunan. Contoh penambahan rencana Alih Daya yang akan dilakukan adalah Bank pada tahun berjalan merencanakan melakukan Alih Daya pemasaran kartu kredit atau kartu pembiayaan (sharia card) yang sebelumnya tidak dimuat dalam Laporan Rencana Alih Daya. Tidak termasuk dalam laporan Rencana Alih Daya, Perubahan dan/atau Penambahan Rencana Alih Daya adalah perpanjangan PPJ dan penggantian PPJ atas pekerjaan yang telah dilakukan Alih Daya. b. Laporan Rencana Alih Daya untuk 1 (satu) tahun ke depan disampaikan paling lambat setiap tanggal 31 Desember. Adapun Laporan Perubahan dan/atau Penambahan Rencana Alih Daya disampaikan paling lambat setiap tanggal 30 Juni tahun berjalan. Laporan Rencana Alih - 14 - Daya, Perubahan dan/atau Penambahan Rencana Alih Daya disampaikan dengan menggunakan format pelaporan sebagaimana pada Lampiran II.A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. c. Laporan Rencana Alih Daya, Perubahan dan/atau Penambahan Rencana Alih Daya paling sedikit memuat informasi mengenai: 1) jenis pekerjaan yang dilakukan Alih Daya; 2) gambaran umum dan cakupan pekerjaan; 3) jenis perjanjian Alih Daya; 4) perkiraan jumlah tenaga kerja Alih Daya yang dibutuhkan; 5) jangka waktu perjanjian; 6) tujuan Alih Daya; 7) analisis perkiraan biaya dan manfaat; dan 8) analisis risiko dan mitigasi risiko. d. Bank yang tidak memiliki rencana untuk melakukan Alih Daya sebagaimana dijelaskan pada huruf a tetap harus menyampaikan Laporan Rencana Alih Daya dengan menuliskan Nihil paling lambat setiap tanggal 31 Desember. 3. Laporan Alih Daya yang Bermasalah sebagaimana dalam butir 1.b. disusun sebagai berikut: a. Laporan Alih Daya yang Bermasalah memuat gambaran permasalahan Alih Daya, antara lain permasalahan yang dihadapi oleh Bank dan PPJ yang berpotensi meningkatkan risiko Bank secara signifikan dan/atau akan mengganggu kelangsungan pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan Alih Daya. Contoh permasalahan Alih Daya antara lain pelanggaran ketentuan dan peraturan perundang-undangan, pelanggaran perjanjian, gugatan, pengaduan nasabah, pemogokan karyawan, dan perselisihan intern pada PPJ baik antar manajemen maupun antara manajemen dengan karyawan. b. Laporan Alih Daya yang Bermasalah sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b. disampaikan paling - 15 - lama 7 (tujuh) hari kerja setelah diketahuinya permasalahan, dengan menggunakan format pelaporan sebagaimana pada Lampiran II.B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 4. Laporan Alih Daya yang Bermasalah paling sedikit memuat informasi mengenai: a. jenis pekerjaan yang dilakukan Alih Daya; b. nama PPJ; c. gambaran permasalahan yang terjadi; dan d. langkah yang dilakukan oleh Bank untuk mengatasi permasalahan yang terjadi. 5. Dalam menetapkan langkah untuk mengatasi permasalahan Alih Daya, Bank harus memastikan bahwa pekerjaan yang dilakukan Alih Daya tetap terlaksana dengan baik walaupun terjadi permasalahan pada Alih Daya. B. Penyampaian Laporan Laporan sebagaimana pada huruf A disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan alamat: a. Departemen Pengawasan Bank terkait atau Departemen Perbankan Syariah, bagi Bank yang berkantor pusat atau kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri yang berada di wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; atau b. Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat sesuai wilayah tempat kedudukan kantor pusat bank. - 16 - VI. PENUTUP Pada saat Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/20/DPNP tanggal 27 Juni 2012 perihal Prinsip Kehati-hatian Bagi Bank Umum Yang Melakukan Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Pihak Lain dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 17 Maret 2017 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN OTORITAS JASA KEUANGAN, ttd NELSON TAMPUBOLON Salinan ini sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 11/SEOJK.03/2017 </reg_id> <reg_title> PRINSIP KEHATI-HATIAN BAGI BANK UMUM YANG MELAKUKAN PENYERAHAN SEBAGIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN KEPADA PIHAK LAIN </reg_title> <set_date> 17 Maret 2017 </set_date> <effective_date> 17 Maret 2017 </effective_date> <replaced_reg> '14/20/DPNP|SE-BI/2012' </replaced_reg> <related_reg> '9/POJK.03/2016' </related_reg>
Yth. 1. Direksi atau yang setara pada Perusahaan Pembiayaan Syariah; dan 2. Direksi atau yang setara pada Perusahaan Pembiayaan yang mempunyai Unit Usaha Syariah, di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 4/SEOJK.05/2016 TENTANG LAPORAN BULANAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DARI PERUSAHAAN PEMBIAYAAN Sehubungan dengan amanat Pasal 2 ayat (6), Pasal 4 ayat (6), dan Pasal 10 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 3/POJK.05/2013 tentang Laporan Bulanan Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5443), perlu untuk mengatur ketentuan mengenai laporan bulanan bagi perusahaan pembiayan syariah dan unit usaha syariah dari perusahaan pembiayaan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM 1. Perusahaan Syariah adalah perusahaan pembiayaan syariah dan unit usaha syariah dari perusahaan pembiayaan. 2. Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang dan/atau jasa. 3. Perusahaan Pembiayaan Syariah adalah Perusahaan Pembiayaan yang seluruh kegiatan usahanya melakukan pembiayaan syariah. 4. Unit Usaha Syariah yang selanjutnya disingkat UUS adalah unit kerja dari kantor pusat Perusahaan Pembiayaan yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor yang melaksanakan pembiayaan syariah. Perusahaan Pembiayaan Syariah yang 5. Laporan Bulanan selanjutnya disebut Laporan Bulanan adalah laporan keuangan yang disusun oleh Perusahaan Pembiayaan Syariah dan UUS untuk -2- kepentingan Otoritas Jasa Keuangan, yang meliputi periode tanggal 1 sampai dengan akhir bulan yang bersangkutan dan disajikan serta disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan sesuai format dan tata cara yang ditentukan oleh Otoritas Jasa Keuangan. 6. Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK adalah lembaga yang independen yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. II. BENTUK DAN SUSUNAN LAPORAN BULANAN 1. Laporan Bulanan terdiri atas: a. laporan posisi keuangan; b. laporan laba rugi komprehensif; c. laporan arus kas; d. laporan analisis kesesuaian aset dan liabilitas; dan e. laporan lain. 2. Bentuk, susunan, dan pedoman penyusunan Laporan Bulanan adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini. III. WAKTU PENYAMPAIAN LAPORAN BULANAN 1. Perusahaan Syariah wajib menyampaikan Laporan Bulanan kepada OJK paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. 2. Dalam hal tanggal 10 sebagaimana dimaksud pada angka 1 jatuh pada hari libur, maka Laporan Bulanan wajib disampaikan pada hari kerja berikutnya. 3. Dalam hal tanggal penyampaian Laporan Bulanan sebagaimana dimaksud pada angka 1 atau angka 2 jatuh pada hari libur nasional atau libur bersama, maka OJK berwenang menetapkan tanggal jatuh tempo penyampaian Laporan Bulanan. IV. ANGGOTA DIREKSI PENANGGUNG JAWAB DAN PETUGAS PENYUSUN LAPORAN BULANAN 1. Perusahaan Pembiayaan Syariah atau Perusahaan Pembiayaan yang memiliki UUS menunjuk anggota direksi atau pejabat yang setara -3- pada Perusahaan Pembiayaan Syariah atau Perusahaan Pembiayaan yang memiliki UUS yang bertanggung jawab atas penyusunan dan penyajian Laporan Bulanan. 2. Anggota direksi atau pejabat sebagaimana dimaksud pada angka 1 menunjuk petugas penyusun untuk menyusun, memverifikasi dan menyampaikan Laporan Bulanan. 3. Perusahaan Pembiayaan Syariah atau Perusahaan Pembiayaan yang memiliki UUS harus melaporkan perubahan anggota direksi atau pejabat sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan/atau petugas penyusun sebagaimana dimaksud pada angka 2 kepada OJK sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini. V. TATA CARA PENYAMPAIAN 1. Dalam menyampaikan Laporan Bulanan, petugas penyusun sebagaimana dimaksud dalam angka romawi IV angka 2 harus memiliki kode pengguna (user ID) dan kata sandi (password). 2. Untuk memperoleh kode pengguna (user ID) dan kata sandi (password) sebagaimana dimaksud pada angka 1, direksi atau yang setara pada Perusahaan Pembiayaan Syariah atau direksi Perusahaan Pembiayaan yang memiliki UUS harus menyampaikan permohonan sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini. 3. Dalam hal Perusahaan Pembiayaan Syariah atau Perusahaan Pembiayaan yang memiliki UUS melakukan perubahan petugas penyusun sebagaimana dimaksud dalam angka romawi IV angka 3 harus menyampaikan permohonan untuk memperoleh dan/atau mengubah kode pengguna (user ID) dan kata sandi (password) pengiriman sebagaimana dimaksud pada angka 2 sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini. -4- 4. Penyampaian Laporan Bulanan dilakukan secara online melalui sistem jaringan komunikasi data OJK, yaitu Sistem Informasi Laporan Bulanan Perusahaan Pembiayaan (SIPP). 5. Dalam hal sistem jaringan komunikasi data OJK sebagaimana dimaksud dalam angka 4 mengalami permasalahan teknis atau Perusahaan Pembiayaan mengalami gangguan sehingga tidak dapat menyampaikan Laporan Bulanan secara online, maka Laporan Bulanan disampaikan secara offline dalam bentuk soft file disertai dengan bukti validasi dan dikirimkan kepada OJK melalui surat yang ditandatangani oleh direksi dan ditujukan kepada: Otoritas Jasa Keuangan u.p. Direktur Statistik dan Informasi IKNB Gedung Menara Merdeka Lantai 22 Jl. Budi Kemuliaan I Nomor 2, Jakarta, 10110. 6. Dalam hal terdapat perubahan alamat kantor OJK sebagaimana dimaksud pada angka 5, OJK akan menyampaikan perubahan alamat tersebut melalui surat atau pengumuman. 7. Penyampaian Laporan Bulanan secara offline sebagaimana dimaksud pada angka 5 dapat dilakukan dengan salah satu cara sebagai berikut: a. diserahkan langsung ke kantor OJK sebagaimana dimaksud pada angka 5; b. dikirim melalui kantor pos secara tercatat; atau c. dikirim melalui perusahaan jasa pengiriman/titipan. 8. Penyampaian Laporan Bulanan secara offline disampaikan kepada OJK pada hari kerja dan jam kerja OJK. 9. Perusahaan Syariah dinyatakan telah menyampaikan Laporan Bulanan dengan ketentuan sebagai berikut: a. untuk penyampaian secara online melalui sistem jaringan komunikasi data OJK dibuktikan dengan tanda terima dari sistem jaringan komunikasi data OJK; atau b. untuk penyampaian secara offline, dibuktikan dengan: 1) surat tanda terima dari OJK, apabila laporan diserahkan langsung ke kantor OJK; atau -5- 2) tanda terima pengiriman dari kantor pos atau perusahaan jasa pengiriman/titipan, apabila laporan dikirim melalui kantor pos atau perusahaan jasa pengiriman/titipan. 10. Pertanyaan yang berkaitan dengan penyampaian Laporan Bulanan dapat disampaikan kepada: Helpdesk OJK Jalan Budi Kemuliaan I Nomor 2, Jakarta, 10110 Telp 021-29600000 ext.7000 email : Helpdesk@ojk.go.id VI. KETENTUAN SANKSI 1. Sanksi administratif berupa teguran tertulis pertama sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (3) Peraturan OJK Nomor 3/POJK.05/2013 tentang Laporan Bulanan Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank ditetapkan dengan jangka waktu pemenuhan kewajiban penyampaian Laporan Bulanan paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender sejak ditetapkannya sanksi administratif berupa teguran tertulis pertama. 2. Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada angka 1 kewajiban penyampaian Laporan Bulanan belum dipenuhi, OJK menetapkan sanksi administratif berupa teguran tertulis kedua sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (4) Peraturan OJK Nomor 3/POJK.05/2013 tentang Laporan Bulanan Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank, dengan jangka waktu pemenuhan kewajiban penyampaian Laporan Bulanan paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender sejak ditetapkannya sanksi administratif berupa teguran tertulis kedua. 3. Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada angka 2 kewajiban penyampaian Laporan Bulanan belum dipenuhi, OJK menetapkan sanksi administratif berupa teguran tertulis ketiga sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (4) Peraturan OJK Nomor 3/POJK.05/2013 tentang Laporan Bulanan Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank, dengan jangka waktu pemenuhan kewajiban penyampaian Laporan Bulanan paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender sejak ditetapkannya sanksi administratif berupa teguran tertulis ketiga. -6- VII. PENUTUP 1. Kewajiban Perusahaan Syariah untuk menyampaikan Laporan Bulanan sesuai dengan bentuk, susunan, dan tata cara penyampaian yang diatur dalam Surat Edaran OJK ini dimulai untuk periode laporan bulan Juni 2016 yang disampaikan sesuai dengan waktu penyampaian sebagaimana diatur dalam angka romawi III. 2. Dengan ditetapkannya Surat Edaran OJK ini, kewajiban Perusahaan Syariah untuk menyampaikan Laporan Bulanan sampai dengan periode laporan bulan Mei 2016 tetap dilakukan sesuai dengan bentuk, susunan, dan tata cara penyampaian laporan sebagaimana diatur dalam Surat Edaran OJK Nomor 6/SEOJK.05/2013 tentang Laporan Bulanan Perusahaan Pembiayaan. 3. Dengan berlakunya Surat Edaran OJK ini, maka Surat Edaran OJK Nomor 6/SEOJK.05/2013 tentang Laporan Bulanan Perusahaan Pembiayaan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. 4. Surat Edaran OJK ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juni 2016. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 3 Maret 2016 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERASURANSIAN, DANA PENSIUN, LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA OTORITAS JASA KEUANGAN, ttd FIRDAUS DJAELANI Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 4/SEOJK.05/2016 </reg_id> <reg_title> LAPORAN BULANAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DARI PERUSAHAAN PEMBIAYAAN </reg_title> <set_date> 3 Maret 2016 </set_date> <effective_date> 1 Juni 2016 </effective_date> <replaced_reg> '6/SEOJK.05/2013' </replaced_reg> <related_reg> '3/POJK.05/2013 | Pasal 2 ayat (6), Pasal 4 ayat (6), dan Pasal 10' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi VI' </penalty_list>
Yth. Pengurus Dana Pensiun di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 12 /SEOJK.05/2016 TENTANG PERSYARATAN PENGETAHUAN DI BIDANG DANA PENSIUN SERTA TATA CARA PEMENUHANNYA BAGI PENGURUS DANA PENSIUN PEMBERI KERJA DAN PELAKSANA TUGAS PENGURUS DANA PENSIUN LEMBAGA KEUANGAN Sehubungan dengan amanat ketentuan Pasal 3 ayat (3) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 15/POJK.05/2016 tentang Persyaratan Pengurus dan Dewan Pengawas Dana Pensiun Pemberi Kerja dan Pelaksana Tugas Pengurus Dana Pensiun Lembaga Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5854), perlu untuk mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai persyaratan pengetahuan di bidang dana pensiun serta tata cara pemenuhannya bagi pengurus dana pensiun pemberi kerja dan pelaksana tugas pengurus dana pensiun lembaga keuangan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM 1. Dana Pensiun adalah badan hukum yang mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan manfaat pensiun. 2. Dana Pensiun Pemberi Kerja adalah Dana Pensiun yang dibentuk oleh orang atau badan yang mempekerjakan karyawan, selaku pendiri, untuk menyelenggarakan program pensiun manfaat pasti atau program pensiun iuran pasti, bagi kepentingan sebagian atau seluruh karyawannya sebagai peserta, dan yang menimbulkan kewajiban terhadap pemberi kerja. 3. Dana Pensiun Lembaga Keuangan adalah Dana Pensiun yang dibentuk oleh bank atau perusahaan asuransi jiwa untuk menyelenggarakan program pensiun iuran pasti bagi perorangan, - 2 - baik karyawan maupun pekerja mandiri yang terpisah dari dana pensiun pemberi kerja bagi karyawan bank atau perusahaan asuransi jiwa yang bersangkutan. 4. Pengurus adalah pengurus Dana Pensiun Pemberi Kerja. 5. Pelaksana Tugas Pengurus adalah pejabat dari pendiri Dana Pensiun Lembaga Keuangan yang ditugaskan untuk melaksanakan kegiatan operasional Dana Pensiun Lembaga Keuangan. 6. Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK adalah Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. II. PENGUASAAN PENGETAHUAN DASAR 1. Setiap orang yang ditunjuk menjadi Pengurus atau Pelaksana Tugas Pengurus harus menguasai pengetahuan di bidang Dana Pensiun. 2. Pengetahuan di bidang Dana Pensiun sebagaimana dimaksud pada angka 1 meliputi pengetahuan dasar dan pengetahuan lanjutan. 3. Penguasaan pengetahuan dasar di bidang Dana Pensiun sebagaimana dimaksud pada angka 2, dibuktikan dengan kelulusan yang bersangkutan dari ujian pengetahuan dasar di bidang Dana Pensiun sebelum tanggal penunjukan yang bersangkutan sebagai Pengurus atau Pelaksana Tugas Pengurus. 4. Ujian pengetahuan dasar di bidang Dana Pensiun sebagaimana dimaksud pada angka 3 diselenggarakan oleh Lembaga Standar Profesi Dana Pensiun yang dibentuk bersama oleh Asosiasi Dana Pensiun Indonesia dan Asosiasi Dana Pensiun Lembaga Keuangan. 5. Lembaga sebagaimana dimaksud angka 4 memberikan sertifikat tanda lulus ujian pengetahuan dasar di bidang Dana Pensiun kepada peserta ujian yang lulus. 6. Lembaga sebagaimana dimaksud pada angka 4 harus memastikan bahwa: a. perencanaan dan penyelenggaraan ujian pengetahuan dasar di bidang Dana Pensiun serta penetapan hasilnya dilakukan secara tertib dan jujur; - 3 - b. biaya yang dibebankan kepada peserta semata-mata untuk keperluan yang wajar bagi penyelenggaraan ujian pengetahuan dasar di bidang Dana Pensiun; dan c. soal-soal ujian pengetahuan dasar di bidang Dana Pensiun dibuat dengan mengacu pada kriteria pengetahuan dasar di bidang Dana Pensiun sebagaimana diuraikan dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini dan memiliki bobot yang wajar untuk memastikan bahwa peserta yang dinyatakan lulus telah menguasai pengetahuan dasar di bidang Dana Pensiun. 7. Lembaga sebagaimana dimaksud pada angka 4 harus membuat panduan ujian pengetahuan dasar di bidang Dana Pensiun, yang paling sedikit memuat: a. tata cara pendaftaran dan pelaksanaan ujian; b. cakupan materi yang diujikan; c. referensi yang dapat digunakan sebagai acuan belajar; dan d. tata cara penilaian kelulusan. III. PENINGKATAN PENGETAHUAN DASAR 1. Untuk memenuhi ketentuan Pasal 3 Peraturan OJK Nomor 15/POJK.05/2016 tentang Persyaratan Pengurus dan Dewan Pengawas Dana Pensiun Pemberi Kerja dan Pelaksana Tugas Pengurus Dana Pensiun Lembaga Keuangan, Pengurus dan Pelaksana Tugas Pengurus yang telah lulus ujian pengetahuan dasar harus meningkatkan pengetahuannya di bidang Dana Pensiun secara berkelanjutan. 2. Materi peningkatan pengetahuan di bidang Dana Pensiun secara berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada angka 1 meliputi investasi, akuntansi, manajemen risiko, dan aktuaria. 3. Kewajiban untuk meningkatkan pengetahuan di bidang Dana Pensiun secara berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dipenuhi Pengurus dan Pelaksana Tugas Pengurus dengan melakukan kegiatan yang bertema relevan dengan penyelenggaraan Dana Pensiun yang berupa: a. mengikuti seminar, workshop, atau kegiatan lain yang sejenis; - 4 - b. mengikuti kursus, pelatihan, atau program pendidikan sejenis; atau c. menulis makalah, artikel, atau karya tulis lain yang dipublikasikan, atau bertindak sebagai pembicara dalam kegiatan-kegiatan sebagaimana dimaksud pada huruf a atau pengajar atau instruktur dalam kegiatan-kegiatan sebagaimana dimaksud pada huruf b. 4. Kegiatan sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf a dan huruf b diselenggarakan oleh pihak lain selain Lembaga sebagaimana dimaksud dalam angka romawi II angka 4. 5. Untuk setiap pelaksanaan kegiatan peningkatan pengetahuan di bidang Dana Pensiun secara berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada angka 2, Pengurus dan Pelaksana Tugas Pengurus memperoleh angka kredit tertentu. 6. Angka kredit sebagaimana dimaksud pada angka 5 ditentukan dengan paling sedikit memperhitungkan: a. frekuensi dan jam kehadiran atau jam latihan dalam kegiatan sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf a dan huruf b; b. kualitas materi dan peranan yang bersangkutan dalam kegiatan sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf c; dan c. skala kegiatan atau publikasi. 7. Kriteria, tata cara, dan ketentuan lain yang berkaitan dengan pengakuan kegiatan peningkatan pengetahuan di bidang Dana Pensiun secara berkelanjutan serta metode penetapan angka kredit sebagaimana dimaksud pada angka 3 dan angka 5 disusun dan ditetapkan Lembaga sebagaimana dimaksud dalam angka romawi II angka 4. 8. Pengurus dan Pelaksana Tugas Pengurus untuk tiap tahun harus memperoleh akumulasi angka kredit tertentu yang ditetapkan oleh Lembaga sebagaimana dimaksud dalam angka romawi II angka 4. 9. Pengurus dan Pelaksana Tugas Pengurus yang telah lulus ujian pengetahuan dasar di bidang Dana Pensiun namun tidak memenuhi ketentuan mengenai peningkatan pengetahuan di bidang Dana Pensiun secara berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada angka 1 sampai dengan angka 8 selama 2 (dua) tahun berturut-turut harus mengikuti kembali dan lulus ujian pengetahuan dasar. - 5 - IV. LEMBAGA STANDAR PROFESI DANA PENSIUN 1. Lembaga sebagaimana dimaksud dalam angka romawi II angka 4 harus menyusun kode etik bagi pengelolanya untuk menjamin independensi dan kredibilitas lembaga. 2. Paling lambat 1 (satu) bulan setelah pelaksanaan ujian pengetahuan dasar di bidang Dana Pensiun, Lembaga sebagaimana dimaksud dalam angka romawi II angka 4 harus menyampaikan nama-nama peserta yang lulus kepada Direktur Kelembagaan dan Produk IKNB. 3. Lembaga sebagaimana dimaksud dalam angka romawi II angka 4 harus menyampaikan kepada Direktur Kelembagaan dan Produk IKNB setiap tahun, paling lambat tanggal 31 Maret tahun berikutnya, nama-nama Pengurus Dana Pensiun Pemberi Kerja dan Pelaksana Tugas Pengurus Dana Pensiun Lembaga Keuangan yang telah memenuhi persyaratan akumulasi angka kredit dalam tahun yang dilaporkan. 4. Lembaga sebagaimana dimaksud dalam angka romawi II angka 4 harus menyampaikan kepada Direktur Kelembagaan dan Produk IKNB setiap 6 (enam) bulan, paling lambat tanggal 31 Maret dan 30 September: a. laporan pelaksanaan ujian pengetahuan dasar di bidang Dana Pensiun yang paling sedikit memuat: 1) jumlah peserta ujian dan jumlah yang dinyatakan lulus; 2) biaya yang dibebankan kepada peserta ujian; 3) materi yang diujikan; dan 4) standar kelulusan. b. laporan kegiatan peningkatan pengetahuan di bidang Dana Pensiun secara berkelanjutan yang paling sedikit memuat: 1) kegiatan-kegiatan yang diakui sebagai kegiatan peningkatan pengetahuan di bidang Dana Pensiun; 2) lembaga pelaksana kegiatan yang diakui; 3) tanggal pelaksanaan kegiatan; 4) angka kredit untuk setiap kegiatan; dan 5) akumulasi angka kredit yang harus diperoleh Pengurus dan Pelaksana Tugas Pengurus. - 6 - 5. Lembaga sebagaimana dimaksud dalam angka romawi II angka 4, atas permintaan peserta ujian pengetahuan dasar di bidang Dana Pensiun, harus menyediakan informasi yang relevan mengenai penyelenggaraan ujian termasuk yang berkaitan dengan hal-hal sebagaimana diatur dalam angka romawi II angka 6 huruf a, huruf b, dan huruf c kepada para peserta ujian apabila diminta. V. KETENTUAN LAIN-LAIN Direktur Kelembagaan dan Produk IKNB dapat memberikan arahan agar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka romawi II angka 6 dan angka 7, angka romawi III angka 5, dan angka romawi IV angka 1 sampai dengan angka 5, dapat dipenuhi Lembaga sebagaimana dimaksud dalam angka romawi II angka 4. VI. PENUTUP Dengan ditetapkannya Surat Edaran OJK ini, ketentuan mengenai persyaratan pengetahuan di bidang Dana Pensiun serta tata cara pemenuhannya bagi Pengurus dan Pelaksana Tugas Pengurus tunduk pada Surat Edaran OJK ini. Ketentuan dalam Surat Edaran OJK ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 18 April 2016 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERASURANSIAN, DANA PENSIUN, LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA OTORITAS JASA KEUANGAN, Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana ttd FIRDAUS DJAELANI
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 12/SEOJK.05/2016 </reg_id> <reg_title> PERSYARATAN PENGETAHUAN DI BIDANG DANA PENSIUN SERTA TATA CARA PEMENUHANNYA BAGI PENGURUS DANA PENSIUN PEMBERI KERJA DAN PELAKSANA TUGAS PENGURUS DANA PENSIUN LEMBAGA KEUANGAN </reg_title> <set_date> 18 April 2016 </set_date> <effective_date> 18 April 2016 </effective_date> <related_reg> '15/POJK.05/2016 | Pasal 3 ayat (3)' </related_reg>
Yth. Pengurus Dana Pensiun di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23 /SEOJK.05/2016 TENTANG PENCABUTAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 26/SEOJK.05/2015 TENTANG PENILAIAN INVESTASI SURAT BERHARGA BAGI DANA PENSIUN Sehubungan dengan Pasal 2 ayat (3) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 3/POJK.05/2015 tentang Investasi Dana Pensiun dan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 26/SEOJK.05/2015 tanggal 31 Agustus 2015 tentang Penilaian Investasi Surat Berharga bagi Dana Pensiun, selanjutnya disebut SEOJK Nomor 26/SEOJK.05/2015, serta memperhatikan kondisi perekonomian dan pasar saat ini, perlu menetapkan pencabutan SEOJK Nomor 26/SEOJK.05/2015 dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM 1. Berdasarkan SEOJK Nomor 26/SEOJK.05/2015 telah ditetapkan penilaian investasi surat berharga yang dimiliki dana pensiun agar menunjukkan nilai yang wajar sebagai dampak dari kondisi keuangan global yang mengakibatkan nilai pasar dari investasi surat berharga menunjukkan nilai yang tidak wajar. 2. Bahwa kondisi keuangan global dan perkembangan perekonomian Indonesia saat ini mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang positif, yang tercermin dari indikator pasar: a. b. Nilai suku bunga Bank Indonesia sejak bulan Desember 2015 terus mengalami penurunan dan stabil. c. Country Rate atas Indonesia sejak bulan Oktober 2015 terus menguat dan stabil. Nilai tukar mata uang rupiah terhadap mata uang dollar Amerika Serikat sejak bulan Oktober 2015 terus menguat dan stabil. - 2 - d. Indeks Harga Saham Gabungan sejak bulan Oktober 2015 mengalami peningkatan dan terus menunjukkan tren kenaikan. 3. Bahwa berdasarkan kondisi dan perkembangan sebagaimana dimaksud pada angka 2, maka kondisi keuangan global sudah menunjukkan nilai yang wajar bagi pasar investasi surat berharga. 4. Bahwa berdasarkan angka 3, maka penetapan kondisi ketidakwajaran pasar sebagai kondisi keuangan global yang telah mengakibatkan nilai pasar dari investasi surat berharga yang dimiliki dana pensiun menunjukkan nilai yang tidak wajar dalam SEOJK Nomor 26/SEOJK.05/2015 sebagai dasar bagi dana pensiun melakukan perhitungan atas surat berharga yang dimilikinya perlu untuk dicabut. II. PENETAPAN PENCABUTAN SEOJK NOMOR 26/SEOJK.05/2015 Berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam romawi I, maka SEOJK Nomor 26/SEOJK.05/2015 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. III. PENUTUP Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 27 Juni 2016 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERASURANSIAN, DANA PENSIUN, LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA OTORITAS JASA KEUANGAN, Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana ttd FIRDAUS DJAELANI
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 23/SEOJK.05/2016 </reg_id> <reg_title> PENCABUTAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 26/SEOJK.05/2015 TENTANG PENILAIAN INVESTASI SURAT BERHARGA BAGI DANA PENSIUN </reg_title> <set_date> 27 Juni 2016 </set_date> <effective_date> 27 Juni 2016 </effective_date> <replaced_reg> '26/SEOJK.05/2015' </replaced_reg> <related_reg> '3/POJK.05/2015 | Pasal 2 ayat (3)', '26/SEOJK.05/2015' </related_reg>
Yth. Direksi Perusahaan Pergadaian di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 51 /SEOJK.05/2017 TENTANG PENDAFTARAN, PERIZINAN USAHA, DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN PERGADAIAN Sehubungan dengan pelaksanaan pendaftaran pelaku usaha pergadaian dan tata cara penyampaian permohonan persetujuan dan pelaporan lainnya, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 ayat (9) dan Pasal 12 ayat (2) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31/POJK.05/2016 tentang Usaha Pergadaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 152, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5913), perlu untuk mengatur mengenai pendaftaran, perizinan usaha, dan kelembagaan perusahaan pergadaian dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Usaha Pergadaian adalah segala usaha menyangkut pemberian pinjaman dengan jaminan barang bergerak, jasa titipan, jasa taksiran, dan/atau jasa lainnya, termasuk yang diselenggarakan berdasarkan prinsip syariah. 2. Perusahaan Pergadaian adalah perusahaan pergadaian swasta dan perusahaan pergadaian pemerintah yang diatur dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan. 3. Perusahaan Pergadaian Swasta adalah badan hukum yang melakukan Usaha Pergadaian. - 2 - 4. Prinsip Syariah adalah ketentuan hukum Islam berdasarkan fatwa dan/atau pernyataan kesesuaian syariah dari Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia. 5. Direksi: a. bagi Perusahaan Pergadaian yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas adalah direksi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas; atau b. bagi Perusahaan Pergadaian yang berbentuk badan hukum koperasi adalah pengurus sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. 6. Dewan Komisaris: a. bagi Perusahaan Pergadaian yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas adalah dewan komisaris sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas; atau b. bagi Perusahaan Pergadaian yang berbentuk badan hukum koperasi adalah pengawas sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. 7. Dewan Pengawas Syariah yang selanjutnya disingkat DPS adalah bagian dari organ Perusahaan Pergadaian yang mempunyai tugas dan fungsi pengawasan terhadap penyelenggaraan kegiatan usaha agar sesuai dengan Prinsip Syariah. 8. Modal Disetor: a. bagi Perusahaan Pergadaian yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas adalah modal disetor sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas; atau b. bagi Perusahaan Pergadaian yang berbentuk badan hukum koperasi adalah simpanan pokok dan simpanan wajib sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. 9. Barang Jaminan adalah setiap barang bergerak yang dijadikan jaminan oleh nasabah kepada Perusahaan Pergadaian. 10. Penaksir adalah orang yang memiliki sertifikat keahlian untuk melakukan penaksiran atas nilai Barang Jaminan dalam transaksi gadai. - 3 - 11. Nasabah adalah orang perseorangan atau badan usaha yang menerima uang pinjaman dengan jaminan berupa Barang Jaminan dan/atau memanfaatkan layanan lainnya yang tersedia di Perusahaan Pergadaian. 12. Hari adalah hari kerja. II. PENDAFTARAN PELAKU USAHA PERGADAIAN, IZIN USAHA PERUSAHAAN PERGADAIAN SWASTA, PERSETUJUAN, DAN PELAPORAN PERUSAHAAN PERGADAIAN A. PERSYARATAN PENDAFTARAN PELAKU USAHA PERGADAIAN, IZIN USAHA PERUSAHAAN PERGADAIAN SWASTA, PEMBUKAAN UNIT LAYANAN (OUTLET), DAN PEMINDAHAN ALAMAT UNIT LAYANAN (OUTLET) 1. Permohonan pendaftaran pelaku Usaha Pergadaian dan izin usaha Perusahaan Pergadaian Swasta disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan menggunakan format dan disertai dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31/POJK.05/2016 tentang Usaha Pergadaian. 2. Daftar riwayat hidup sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31/POJK.05/2016 tentang Usaha Pergadaian menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 3. Perusahaan Pergadaian Swasta yang akan membuka unit layanan (outlet) harus memenuhi persyaratan yang terdiri atas: a. memiliki paling sedikit 1 (satu) orang Penaksir pada setiap unit layanan (outlet); b. memiliki tempat penyimpanan Barang Jaminan; dan c. tidak dalam pengenaan sanksi oleh Otoritas Jasa Keuangan. 4. Tempat penyimpanan Barang Jaminan sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf b dapat dilakukan di tempat penyimpanan yang dimiliki oleh Perusahaan Pergadaian Swasta dan tidak harus berlokasi sama dengan kedudukan unit layanan (outlet). - 4 - 5. Perusahaan Pergadaian Swasta hanya dapat melakukan pembukaan unit layanan (outlet) di dalam lingkup wilayah usaha provinsi atau lingkup wilayah usaha kabupaten/kota sesuai dengan persetujuan izin usaha yang dimiliki. Sebagai contoh: a. kantor pusat Perusahaan Pergadaian Swasta dengan lingkup wilayah usaha provinsi yang berlokasi di provinsi Jawa Tengah dapat membuka unit layanan (outlet) di kabupaten/kota yang berada di provinsi Jawa Tengah. b. kantor pusat Perusahaan Pergadaian Swasta dengan lingkup wilayah usaha kabupaten/kota yang berlokasi di kota Surakarta dapat membuka unit layanan (outlet) di kota Surakarta. 6. Dalam hal terjadi pemekaran wilayah yang menyebabkan unit layanan (outlet) berada di lingkup wilayah usaha provinsi atau lingkup wilayah usaha kabupaten/kota yang berbeda dengan kantor pusat, unit layanan (outlet) tetap dapat beroperasi dan/atau melakukan pemindahan alamat unit layanan (outlet) ke wilayah hasil pemekaran dimaksud. Sebagai contoh, Perusahaan Pergadaian Swasta yang mempunyai izin usaha di lingkup wilayah provinsi Sumatera Utara memiliki unit layanan (outlet) di kabupaten Balige. Namun setelah terjadi pemekaran wilayah yang menyebabkan kabupaten Balige menjadi provinsi Tapanuli, unit layanan (outlet) di kabupaten Balige tetap dapat beroperasi dan/atau melakukan pemindahan alamat unit layanan (outlet) ke provinsi Tapanuli. 7. Perusahaan Pergadaian Swasta yang akan melakukan pemindahan alamat unit layanan (outlet) harus terlebih dahulu memberikan informasi kepada Nasabah mengenai pemindahan lokasi dan alamat unit layanan (outlet). 8. Pemberian informasi kepada Nasabah mengenai pemindahan lokasi dan alamat unit layanan (outlet) sebagaimana dimaksud pada angka 7 dilakukan melalui pencantuman dalam papan pengumuman di kantor Perusahaan Pergadaian Swasta. - 5 - B. TATA CARA PENDAFTARAN PELAKU USAHA PERGADAIAN, IZIN USAHA PERUSAHAAN PERGADAIAN SWASTA, PERSETUJUAN, DAN PELAPORAN PERUSAHAAN PERGADAIAN 1. Permohonan pendaftaran pelaku Usaha Pergadaian, permohonan izin usaha Perusahaan Pergadaian Swasta, permohonan persetujuan, dan pelaporan Perusahaan Pergadaian disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan secara dalam jaringan (online) melalui sistem jaringan komunikasi data Otoritas Jasa Keuangan. 2. Jenis permohonan persetujuan sebagaimana dimaksud pada angka 1 meliputi: a. permohonan persetujuan Perusahaan Pergadaian untuk menyelenggarakan sebagian kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah; dan b. permohonan persetujuan pembubaran atau perubahan kegiatan usaha, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) dan Pasal 52 ayat (2) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31/POJK.05/2016 tentang Usaha Pergadaian. 3. Jenis pelaporan sebagaimana dimaksud pada angka 1 meliputi: a. pelaporan pelaksanaan kegiatan usaha Perusahaan Pergadaian Swasta; b. pelaporan pembukaan unit layanan (outlet); c. pelaporan pemindahan alamat unit layanan (outlet); d. pelaporan perubahan Modal Disetor; e. pelaporan perubahan alamat kantor pusat; f. pelaporan perubahan nama Perusahaan Pergadaian; g. pelaporan pelaksanaan penggabungan atau peleburan; h. pelaporan pelaksanaan pengambilalihan; i. pelaporan pemisahan; j. pelaporan kepailitan Perusahaan Pergadaian; atau k. pelaporan pelaksanaan pembubaran atau perubahan kegiatan usaha, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2), Pasal 12 ayat (2), Pasal 32 ayat (1), Pasal 33 ayat (1), Pasal 34 ayat (1), Pasal 36 ayat (1), Pasal 37 ayat (1), Pasal 38 ayat (1), Pasal - 6 - 51 ayat (1), dan Pasal 52 ayat (3) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Pergadaian. Nomor 31/POJK.05/2016 tentang Usaha 4. Pelaporan pembukaan unit layanan (outlet) sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf b disampaikan paling lama 10 (sepuluh) Hari sejak tanggal pembukaan unit layanan (outlet) dengan melampirkan bukti kepemilikan atau penguasaan gedung. 5. Pelaporan pemindahan alamat unit layanan (outlet) sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf c disampaikan paling lama 10 (sepuluh) Hari sejak tanggal pemindahan alamat unit layanan (outlet) dengan melampirkan: a. bukti kepemilikan atau penguasaan gedung; dan b. bukti penyampaian informasi pindah alamat pada Nasabah. 6. Penyampaian permohonan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada angka 1 disampaikan dengan menggunakan format dan disertai dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31/POJK.05/2016 tentang Usaha Pergadaian, kecuali untuk penyampaian pelaporan sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf b dan c. 7. Penyampaian pelaporan sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf b dan c disampaikan dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 8. Penyampaian permohonan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilengkapi formulir dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 9. Dalam hal sistem jaringan komunikasi data Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud pada angka 1 belum tersedia atau terjadi gangguan teknis pada saat penyampaian permohonan maka permohonan pendaftaran pelaku Usaha Pergadaian, permohonan izin usaha Perusahaan Pergadaian - 7 - Swasta, permohonan persetujuan, dan pelaporan Perusahaan Pergadaian disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan secara luar jaringan (offline) dengan salah satu cara sebagai berikut: a. diserahkan langsung kepada Otoritas Jasa Keuangan; atau b. dikirim melalui perusahaan jasa pengiriman. 10. Dalam hal terjadi gangguan teknis sebagaimana dimaksud pada angka 9, Otoritas Jasa Keuangan mengumumkan terjadinya gangguan teknis dimaksud melalui situs web Otoritas Jasa Keuangan. 11. Permohonan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada angka 9 harus disampaikan dalam bentuk cetak (hardcopy) atau dalam bentuk data elektronik dengan menggunakan media berupa compact disc (CD) atau media penyimpanan data elektronik lainnya. 12. Dalam hal gangguan teknis telah berhasil diatasi dan sistem jaringan komunikasi data Otoritas Jasa Keuangan telah kembali normal maka permohonan pendaftaran pelaku Usaha Pergadaian, permohonan izin usaha Perusahaan Pergadaian Swasta, permohonan persetujuan, dan pelaporan Perusahaan Pergadaian disampaikan kembali secara online. 13. Penyampaian permohonan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada angka 9 dilengkapi surat pengantar dalam bentuk cetak (hardcopy) yang ditandatangani oleh Direksi Perusahaan Pergadaian. 14. Permohonan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada angka 9 disampaikan secara tertulis kepada: a. Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya u.p. Direktur Kelembagaan dan Produk IKNB melalui Kantor Otoritas Jasa Keuangan Regional atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan sesuai dengan tempat kedudukan kantor pusat, bagi Perusahaan Pergadaian yang menyelenggarakan kegiatan usaha secara konvensional yang kantor pusatnya berkedudukan di luar wilayah DKI Jakarta dan Banten; - 8 - b. Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya u.p. Direktur Kelembagaan dan Produk IKNB, bagi Perusahaan Pergadaian yang menyelenggarakan kegiatan usaha secara konvensional yang kantor pusatnya berkedudukan di wilayah DKI Jakarta dan Banten; c. Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya u.p. Direktur IKNB Syariah melalui Kantor Otoritas Jasa Keuangan Regional atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan sesuai dengan tempat kedudukan kantor pusat, bagi Perusahaan Pergadaian yang menyelenggarakan seluruh kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah yang kantor pusatnya berkedudukan di luar wilayah DKI Jakarta dan Banten; atau d. Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya u.p. Direktur IKNB Syariah, bagi Perusahaan Pergadaian yang menyelenggarakan seluruh kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah yang kantor pusatnya berkedudukan di wilayah DKI Jakarta dan Banten. 15. Perusahaan Pergadaian dinyatakan telah menyampaikan permohonan pendaftaran pelaku Usaha Pergadaian, permohonan izin usaha Perusahaan Pergadaian Swasta, permohonan persetujuan, dan pelaporan Perusahaan Pergadaian dengan ketentuan sebagai berikut: a. untuk penyampaian secara online melalui sistem jaringan komunikasi data Otoritas Jasa Keuangan, dibuktikan dengan tanda terima dari Otoritas Jasa Keuangan; atau b. untuk penyampaian secara offline, dibuktikan dengan: 1) surat tanda terima dari Otoritas Jasa Keuangan, apabila laporan diserahkan langsung sebagaimana dimaksud pada angka 9 huruf a; atau 2) tanda terima pengiriman dari perusahaan jasa pengiriman, apabila laporan dikirim melalui perusahaan jasa pengiriman sebagaimana dimaksud pada angka 9 huruf b. - 9 - C. PEMBERIAN PERSETUJUAN PENDAFTARAN PELAKU USAHA PERGADAIAN 1. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atas permohonan pendaftaran paling lama 10 (sepuluh) Hari sejak diterimanya dokumen permohonan pendaftaran secara lengkap dan sesuai dengan persyaratan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31/POJK.05/2016 tentang Usaha Pergadaian. 2. Jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) Hari sebagaimana dimaksud pada angka 1 tidak termasuk waktu yang diberikan kepada pemohon untuk melengkapi, menambah, atau memperbaiki dokumen yang dipersyaratkan. 3. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atas permohonan pendaftaran oleh pelaku Usaha Pergadaian berdasarkan penelitian atas kelengkapan dan kesesuaian dokumen. 4. Penelitian atas kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 3 mencakup kelengkapan isi dan format dokumen sesuai dengan formulir persyaratan pengajuan permohonan pendaftaran. 5. Penelitian yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud pada angka 4 tidak terbatas pada penelitian atas kelengkapan dokumen namun juga dapat melakukan pemanggilan para pihak atau melakukan wawancara langsung terhadap pihak yang memberikan tanda tangan/persetujuan pada dokumen yang diterima oleh Otoritas Jasa Keuangan. 6. Otoritas Jasa Keuangan menetapkan pendaftaran pelaku Usaha Pergadaian berupa tanda bukti terdaftar. 7. Tanda bukti terdaftar sebagaimana dimaksud pada angka 6 merupakan surat yang menerangkan bahwa pelaku Usaha Pergadaian telah terdaftar pada Otoritas Jasa Keuangan, sebagai: a. pelaku Usaha Pergadaian, bagi yang menjalankan kegiatan usaha secara konvensional; atau b. pelaku Usaha Pergadaian syariah, bagi yang menjalankan seluruh kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah. - 10 - D. PEMBERIAN PERSETUJUAN IZIN USAHA PERUSAHAAN PERGADAIAN SWASTA 1. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan izin usaha paling lama 10 (sepuluh) Hari sejak permohonan izin usaha dan dokumen diterima secara lengkap serta sesuai dengan persyaratan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31/POJK.05/2016 tentang Usaha Pergadaian. 2. Jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) Hari sebagaimana dimaksud pada angka 1 tidak termasuk waktu yang diberikan kepada pemohon untuk melengkapi, menambah, atau memperbaiki dokumen yang dipersyaratkan. 3. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan izin usaha sebagaimana dimaksud pada angka 1 berdasarkan: a. penelitian atas kelengkapan dan kesesuaian dokumen; b. analisis kelayakan atas rencana kerja untuk 1 (satu) tahun pertama; c. analisis pemenuhan ketentuan peraturan perundang- undangan terkait Usaha Pergadaian; d. pemeriksaan setoran modal; dan e. pemenuhan kewajiban penilaian kemampuan dan kepatutan bagi pemegang saham pengendali, Direksi, Dewan Komisaris, dan DPS sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 4. Apabila diperlukan, untuk memastikan kesesuaian dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf a, Otoritas Jasa Keuangan dapat melakukan verifikasi lapangan terhadap Perusahaan Pergadaian Swasta. 5. Penelitian atas kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf a mencakup kelengkapan isi dan format dokumen sesuai dengan formulir persyaratan pengajuan permohonan izin usaha Perusahaan Pergadaian Swasta. 6. Otoritas Jasa Keuangan menyampaikan surat pernyataan lengkap atau permintaan kelengkapan dokumen kepada pemohon paling lama 10 (sepuluh) Hari setelah permohonan diterima. - 11 - 7. Dalam hal dokumen permohonan izin usaha Perusahaan Pergadaian Swasta yang disampaikan dinilai telah lengkap sesuai dengan formulir, Otoritas Jasa Keuangan menyampaikan surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada angka 6 kepada pemohon bahwa dokumen permohonan izin usaha Perusahaan Pergadaian Swasta telah lengkap. 8. Dalam hal surat permohonan izin usaha dan dokumen yang disampaikan oleh Perusahaan Pergadaian Swasta dinilai belum lengkap, Otoritas Jasa Keuangan menyampaikan surat permintaan kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 6 kepada Perusahaan Pergadaian Swasta. 9. Perusahaan Pergadaian Swasta harus menyampaikan kelengkapan kekurangan dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 8 paling lama 10 (sepuluh) Hari sejak tanggal surat permintaan kelengkapan dokumen dari Otoritas Jasa Keuangan. 10. Dalam hal Perusahaan Pergadaian Swasta tidak dapat melengkapi kekurangan dokumen dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada angka 9, maka permohonan izin usaha Perusahaan Pergadaian Swasta dinyatakan batal oleh Otoritas Jasa Keuangan disertai dengan surat pemberitahuan dari Otoritas Jasa Keuangan. 11. Dalam hal Perusahaan Pergadaian Swasta telah memenuhi kekurangan dokumen dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada angka 9 dan berdasarkan penilaian Otoritas Jasa Keuangan dokumen yang disampaikan pemohon telah lengkap, proses persetujuan izin usaha Perusahaan Pergadaian Swasta mulai berjalan terhitung sejak tanggal surat pernyataan Otoritas Jasa Keuangan yang menyatakan dokumen telah lengkap. 12. Otoritas Jasa Keuangan menetapkan keputusan pemberian izin usaha sesuai lingkup wilayah usaha sebagai: a. Perusahaan Pergadaian Swasta, bagi Perusahaan Pergadaian Swasta yang menjalankan kegiatan usaha secara konvensional; atau b. Perusahaan Pergadaian Swasta syariah, bagi Perusahaan Pergadaian Swasta yang menjalankan seluruh kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah. - 12 - III. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 28 September 2017 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERASURANSIAN, DANA PENSIUN, LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA OTORITAS JASA KEUANGAN, ttd RISWINANDI Salinan ini sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 51/SEOJK.05/2017 </reg_id> <reg_title> PENDAFTARAN, PERIZINAN USAHA, DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN PERGADAIAN </reg_title> <set_date> 28 September 2017 </set_date> <effective_date> 28 September 2017 </effective_date> <related_reg> '31/POJK.05/2016 | Pasal 9 ayat (9) dan Pasal 12 ayat (2)' </related_reg>
Yth. Direksi Perusahaan Pembiayaan di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 1 /SEOJK.05/2016 TENTANG TINGKAT KESEHATAN KEUANGAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN Sesuai dengan amanat ketentuan Pasal 25 ayat (3), Pasal 26 ayat (4), Pasal 29 ayat (7), Pasal 32 ayat (6), Pasal 34 ayat (3), dan Pasal 35 ayat (2) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 364, Tambahan Lembaran Negara 5638), perlu untuk mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai tingkat kesehatan keuangan bagi perusahaan pembiayaan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM 1. Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang dan/atau jasa. 2. Tingkat Kesehatan Keuangan adalah hasil penilaian kondisi Perusahaan Pembiayaan terhadap risiko permodalan, likuiditas, aset, operasional dan kinerja Perusahaan Pembiayaan. 3. Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK adalah lembaga yang independen sebagaimana dimaksud dalam undang- undang mengenai Otoritas Jasa Keuangan. II. PENGUKURAN TINGKAT KESEHATAN KEUANGAN 1. Perusahaan Pembiayaan wajib setiap waktu memenuhi persyaratan Tingkat Kesehatan Keuangan dengan kondisi minimum sehat. 2. Pengukuran rasio Tingkat Kesehatan Keuangan sebagaimana dimaksud pada angka 1 meliputi: a. rasio permodalan; - 2 - b. kualitas piutang pembiayaan; c. d. rentabilitas; dan likuiditas. III. TATA CARA PERHITUNGAN RASIO PERMODALAN 1. Perusahaan Pembiayaan wajib memenuhi rasio permodalan paling sedikit sebesar 10% (sepuluh persen). 2. Rasio permodalan Perusahaan Pembiayaan merupakan perbandingan antara modal yang disesuaikan dengan aset yang disesuaikan. 3. Modal yang disesuaikan sebagaimana dimaksud pada angka 2 adalah penjumlahan komponen permodalan sebagai berikut: a. bagi Perusahaan Pembiayaan berbentuk badan hukum perseroan terbatas sebesar penjumlahan dari: 1) ekuitas yang disesuaikan yang terdiri dari: a) modal disetor; b) tambahan modal disetor, yaitu penjumlahan dari: (1) agio/disagio saham; (2) biaya emisi efek ekuitas; dan (3) lainnya sesuai dengan prinsip standar akuntansi keuangan; c) selisih nilai transaksi restrukturisasi entitas sepengendali; d) saldo laba/rugi; e) sebesar 50% (lima puluh persen) dari laba/rugi tahun berjalan setelah dikurangi pajak; saham tresuri (treasury stock); dan f) g) komponen ekuitas lainnya, yaitu penjumlahan dari: (1) perubahan dalam surplus revaluasi; (2) selisih kurs karena penjabaran laporan keuangan dalam mata uang asing; (3) keuntungan dan kerugian dari pengukuran kembali aset keuangan tersedia untuk dijual; (4) bagian efektif dari keuntungan dan kerugian instrumen keuangan lindung nilai dalam rangka lindung nilai arus kas; dan - 3 - (5) komponen ekuitas lainnya sesuai prinsip standar akuntansi keuangan, dengan memperhitungkan faktor pengurang berupa: a) perhitungan pajak tangguhan (deferred tax); b) goodwill; c) aset tidak berwujud lainnya; dan d) seluruh penyertaan modal pada perusahaan anak; 2) pinjaman subordinasi paling tinggi 50% (lima puluh persen) dari modal disetor dengan memenuhi kriteria sebagai berikut: a) paling singkat berjangka waktu 5 (lima) tahun; b) dalam hal terjadi likuidasi, hak tagih berlaku paling akhir dari segala pinjaman yang ada; dan c) dituangkan dalam bentuk perjanjian akta notariil antara Perusahaan Pembiayaan dengan pemberi pinjaman. Contoh:  PT ABC Finance mempunyai modal disetor sebesar Rp100.000.000.000,00 dan pinjaman subordinasi sebesar Rp25.000.000.000,00. Maka, besaran pinjaman subordinasi yang dapat ditambahkan dalam perhitungan ekuitas disesuaikan adalah sebesar Rp25.000.000.000,00.  PT XYZ Finance mempunyai modal disetor sebesar Rp100.000.000.000,00 dan pinjaman subordinasi sebesar Rp75.000.000.000,00. Maka, besaran pinjaman subordinasi yang dapat ditambahkan dalam perhitungan ekuitas disesuaikan adalah paling tinggi sebesar 50% dari Rp100.000.000.000,00 atau sebesar Rp50.000.000.000,00. b. bagi Perusahaan Pembiayaan berbentuk badan hukum koperasi sebesar penjumlahan dari simpanan pokok, simpanan wajib, dana cadangan, hibah, dan sisa hasil usaha yang belum dibagikan. 4. Aset yang disesuaikan sebagaimana dimaksud pada angka 2, merupakan aset Perusahaan Pembiayaan dikalikan dengan bobot - 4 - risiko aset sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini. 5. Dalam perhitungan aset yang disesuaikan, dasar penilaian nilai nominal piutang pembiayaan adalah outstanding pokok pembiayaan (outstanding principal) dikurangi dengan cadangan yang telah dibentuk. Outstanding pokok pembiayaan (outstanding principal) adalah total tagihan dikurangi dengan: a. pendapatan bunga yang belum diakui (unearned interest income); dan b. pendapatan dan biaya lainnya sehubungan transaksi pembiayaan yang diamortisasi. IV. KUALITAS PIUTANG PEMBIAYAAN 1. Perusahaan Pembiayaan wajib menjaga kualitas piutang pembiayaan. 2. Piutang pembiayaan yang dikategorikan sebagai piutang pembiayaan bermasalah (non performing financing) terdiri atas piutang pembiayaan dengan kualitas kurang lancar, diragukan, dan macet. 3. Nilai piutang pembiayaan dengan kategori kualitas piutang pembiayaan bermasalah (non performing financing) sebagaimana dimaksud pada angka 2 setelah dikurangi cadangan penyisihan penghapusan piutang pembiayaan wajib paling tinggi sebesar 5% (lima persen) dari total piutang pembiayaan. 4. Nilai piutang pembiayaan sebagaimana dimaksud pada angka 3 dihitung berdasarkan outstanding pokok pembiayaan (outstanding principal) yaitu total tagihan dikurangi dengan: a. pendapatan bunga yang belum diakui (unearned interest income); dan b. pendapatan dan biaya lainnya sehubungan transaksi pembiayaan yang diamortisasi. 5. Penilaian kualitas piutang pembiayaan ditetapkan menjadi: a. lancar; b. dalam perhatian khusus; c. kurang lancar; d. diragukan; atau - 5 - e. macet. 6. Penilaian kualitas piutang pembiayaan sebagaimana dimaksud pada angka 5 ditetapkan berdasarkan faktor ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga. 7. Penilaian kualitas piutang pembiayaan sebagaimana dimaksud pada angka 5 dikategorikan sebagai berikut: a. lancar apabila tidak terdapat keterlambatan atau terdapat keterlambatan pembayaran pokok dan/atau bunga sampai dengan 30 (tiga puluh) hari kalender; b. dalam perhatian khusus apabila terdapat keterlambatan pembayaran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 30 (tiga puluh) hari kalender sampai dengan 90 (sembilan puluh) hari kalender; c. kurang lancar apabila terdapat keterlambatan pembayaran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 90 (sembilan puluh) hari kalender sampai dengan 120 (seratus dua puluh) hari kalender; d. diragukan apabila terdapat keterlambatan pembayaran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 120 (seratus dua puluh) hari kalender sampai dengan 180 (seratus delapan puluh) hari kalender; atau e. macet apabila terdapat keterlambatan pembayaran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 180 (seratus delapan puluh) hari kalender. 8. Selain faktor ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga sebagaimana dimaksud pada angka 6, penilaian kualitas piutang pembiayaan untuk pembiayaan investasi dan pembiayaan modal kerja dengan nilai pembiayaan pada saat penandatanganan perjanjian sebesar Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) atau lebih, dapat juga ditetapkan dengan mempertimbangkan faktor: a. kemampuan membayar debitur; b. kinerja keuangan (financial performance) debitur; dan c. prospek usaha debitur. 9. Penilaian terhadap kemampuan membayar debitur sebagaimana dimaksud pada angka 8 huruf a meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut: a. ketersediaan dan keakuratan informasi keuangan debitur; - 6 - b. kelengkapan dokumentasi pembiayaan; c. kepatuhan terhadap perjanjian pembiayaan; d. kesesuaian penggunaan dana; dan e. kewajaran sumber pembayaran kewajiban. 10. Penilaian terhadap kinerja keuangan (financial performance) debitur sebagaimana dimaksud pada angka 8 huruf b meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut: a. perolehan laba; b. struktur permodalan; c. arus kas; dan d. sensitivitas terhadap risiko pasar. 11. Penilaian terhadap prospek usaha debitur sebagaimana dimaksud pada angka 8 huruf c meliputi komponen-komponen sebagai berikut: a. potensi pertumbuhan usaha; b. kondisi pasar dan posisi debitur dalam persaingan; c. kualitas manajemen dan permasalahan tenaga kerja; d. dukungan dari grup atau afiliasi; dan e. upaya yang dilakukan debitur dalam rangka memelihara lingkungan hidup. 12. Pedoman penilaian kualitas piutang pembiayaan sebagaimana dimaksud pada angka 8, angka 9, angka 10, dan angka 11 dilakukan berdasarkan pedoman penilaian kualitas piutang pembiayaan sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini. 13. Kertas kerja penilaian kualitas piutang pembiayaan sebagaimana dimaksud pada angka 8, angka 9, angka 10, dan angka 11 harus dilakukan dengan menggunakan formulir penilaian sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini dan dilengkapi dengan dokumen pendukung penilaian kualitas piutang pembiayaan. 14. Perusahaan Pembiayaan dapat melakukan restrukturisasi untuk debitur yang mengalami kesulitan pembayaran pokok dan/atau bunga namun masih memiliki kemampuan membayar dan prospek usaha yang baik. - 7 - 15. Penilaian kualitas piutang pembiayaan untuk pembiayaan investasi dan pembiayaan modal kerja senilai Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) atau lebih yang direstrukturisasi sebagaimana dimaksud pada angka 14 berlaku ketentuan sebagai berikut: a. paling tinggi sama dengan kualitas piutang pembiayaan sebelum dilakukan restrukturisasi pembiayaan, sepanjang debitur belum memenuhi kewajiban pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga secara berturut-turut selama 3 (tiga) kali periode sesuai waktu yang diperjanjikan; b. dapat meningkat paling tinggi 1 (satu) tingkat dari kualitas pembiayaan sebelum dilakukan restrukturisasi, setelah debitur memenuhi kewajiban pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga secara berturut-turut selama 3 (tiga) kali periode sebagaimana dimaksud pada huruf a; c. kualitas piutang pembiayaan yang direstrukturisasi dapat ditetapkan berdasarkan faktor penilaian sebagaimana dimaksud pada angka 8, dalam hal pelaksanaan restrukturisasi pembiayaan tidak didukung dengan analisis dan dokumentasi yang memadai; dan d. berdasarkan faktor penilaian sebagaimana dimaksud pada angka 8: 1) setelah penetapan kualitas piutang pembiayaan sebagaimana dimaksud pada huruf b; atau 2) dalam hal debitur tidak memenuhi syarat-syarat dan/atau kewajiban pembayaran dalam perjanjian restrukturisasi pembiayaan, baik selama maupun setelah 3 (tiga) kali periode kewajiban pembayaran sesuai waktu yang diperjanjikan. 16. Kualitas piutang pembiayaan tambahan sebagai bagian dari paket restrukturisasi pembiayaan sebagaimana dimaksud pada angka 15 ditetapkan sama dengan kualitas piutang pembiayaan yang direstrukturisasi. 17. Penilaian kualitas piutang pembiayaan dalam rangka restrukturisasi sebagaimana dimaksud pada angka 15 harus disertai dan dilengkapi dengan dokumen pendukung penilaian kualitas piutang pembiayaan. - 8 - 18. Dalam hal terdapat perbedaan antara penilaian kualitas piutang pembiayaan oleh Perusahaan Pembiayaan dengan OJK, kualitas piutang pembiayaan yang berlaku adalah yang ditetapkan oleh OJK. 19. Perusahaan Pembiayaan wajib melakukan penyesuaian kualitas piutang pembiayaan dengan penilaian kualitas piutang pembiayaan yang ditetapkan oleh OJK sebagaimana dimaksud pada angka 18 dalam laporan-laporan yang disampaikan kepada OJK. 20. Jenis agunan yang dapat diperhitungkan dalam perhitungan cadangan penyisihan penghapusan piutang pembiayaan adalah sebagai berikut: a. agunan tunai berupa: 1) deposito di bank, simpanan jaminan (security deposit), dan/atau emas; 2) Sertifikat Bank Indonesia, Sertifikat Bank Indonesia Syariah, Surat Utang Negara, sukuk, dan/atau surat berharga lainnya yang diterbitkan oleh pemerintah atau Bank Indonesia; dan/atau 3) jaminan pemerintah dan pemerintah asing yang termasuk dalam kategori yang layak untuk investasi (investment grade); b. efek yang dicatatkan di bursa efek atau efek yang termasuk dalam kategori yang layak untuk investasi (investment grade) dari lembaga pemeringkat yang diakui oleh OJK; c. kendaraan bermotor, alat berat, dan persediaan; d. resi gudang; e. mesin dan/atau elektronik yang merupakan satu kesatuan dengan tanah; f. mesin dan/atau elektronik yang tidak menjadi satu kesatuan dengan tanah; g. pesawat udara atau kapal laut dengan ukuran di atas 20 (dua puluh) meter kubik; dan h. tanah, rumah, rumah susun, rumah komersial, dan gedung perkantoran. - 9 - 21. Piutang yang menjadi underlying transaksi anjak piutang dapat diperhitungkan sebagai pengurang dalam perhitungan cadangan penyisihan penghapusan piutang pembiayaan. 22. Objek pembiayaan dalam skema sewa pembiayaan (finance lease) atau jual dan sewa balik (sale and lease back) dapat diperhitungkan sebagai pengurang dalam perhitungan cadangan penyisihan penghapusan piutang pembiayaan. 23. Agunan tunai sebagaimana dimaksud pada angka 20 huruf a angka 1) dan angka 2) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. hanya dapat dicairkan dengan persetujuan Perusahaan Pembiayaan (diblokir dan dilengkapi dengan surat kuasa); b. jangka waktu pemblokiran paling singkat sama dengan jangka waktu piutang pembiayaan; dan c. memiliki pengikatan hukum yang kuat dan dapat dieksekusi (legally enforceable). 24. Agunan tunai sebagaimana dimaksud pada angka 20 huruf a angka 3) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. bersifat tanpa syarat (unconditional) dan tidak dapat dibatalkan (irrevocable); b. harus dapat dicairkan paling lama 5 (lima) hari kerja sejak diajukannya klaim, termasuk pencairan sebagian untuk membayar tunggakan angsuran pokok atau bunga; dan c. mempunyai jangka waktu paling singkat sama dengan jangka waktu pembiayaan. 25. Agunan sebagaimana dimaksud pada angka 20 dilengkapi dengan dokumen hukum yang sah. 26. Agunan sebagaimana dimaksud pada angka 20 huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, dan huruf h, harus: a. diikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku untuk memberikan hak preferensi bagi Perusahaan Pembiayaan antara lain hak tanggungan, hipotek, fidusia, atau gadai; dan b. dilindungi asuransi atas objek pembiayaan dengan klausula yang memberikan hak kepada Perusahaan Pembiayaan untuk menerima uang pertanggungan dalam hal terjadi pembayaran klaim dan memiliki jangka waktu - 10 - pertanggungan asuransi paling singkat sama dengan jangka waktu pembiayaan. 27. Perusahaan asuransi yang memberikan perlindungan asuransi terhadap agunan sebagaimana dimaksud pada angka 26 huruf b wajib memenuhi syarat sebagai berikut: a. memiliki izin usaha dari OJK; dan b. tidak dalam pengenaan sanksi pembatasan kegiatan usaha atau pembekuan kegiatan usaha dari OJK. 28. Piutang yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang dalam perhitungan cadangan penyisihan penghapusan piutang pembiayaan sebagaimana dimaksud pada angka 22 harus memenuhi persyaratan: a. untuk transaksi anjak piutang dengan jaminan (factoring with recourse), perjanjian anjak piutang harus diikat dengan akta notariil; atau b. untuk transaksi anjak piutang tanpa jaminan (factoring without recourse) harus disertai dengan surat pengakuan utang debitur yang diikat dengan akta notariil. 29. Tata cara perhitungan nilai agunan sebagai pengurang cadangan penyisihan penghapusan piutang pembiayaan ditetapkan sebagai berikut: a. deposito di bank, setoran jaminan, Sertifikat Bank Indonesia, Sertifikat Bank Indonesia Syariah ditetapkan sebesar nilai nominal; b. emas ditetapkan sebesar nilai pasar; c. Surat Utang Negara, sukuk, dan/atau surat berharga lainnya yang diterbitkan oleh pemerintah atau Bank Indonesia ditetapkan sebesar nilai pasar atau dalam hal tidak ada nilai pasar ditetapkan berdasarkan nilai wajar (fair value); d. efek yang dicatatkan di bursa efek atau efek yang termasuk dalam kategori yang layak untuk investasi (investment grade) dari lembaga pemeringkat yang diakui oleh OJK, ditetapkan paling tinggi sebesar 50% (lima puluh persen) dari nilai pasar efek; e. jaminan pemerintah dan pemerintah asing yang termasuk dalam kategori yang layak untuk investasi (investment - 11 - grade) f. ditetapkan penjaminan; tanah, rumah, rumah susun, rumah komersial, dan gedung perkantoran ditetapkan paling tinggi sebesar nilai penilaian independen, nilai penilaian internal, nilai transaksi jual beli, atau nilai jual objek pajak; g. pesawat udara, kapal laut, kendaraan bermotor, alat berat, persediaan, dan resi gudang, mesin dan/atau elektronik yang dianggap sebagai satu kesatuan dengan tanah, dan mesin dan/atau elektronik yang tidak menjadi satu kesatuan dengan tanah ditetapkan paling tinggi sebesar: 1) 100% (seratus persen) dari nilai penilaian independen, nilai penilaian internal atau nilai transaksi jual beli, apabila: a) penilaian independen atau transaksi jual beli dilakukan dalam 12 (dua belas) bulan terakhir; atau b) penilaian internal, dilakukan dalam 6 (enam) bulan terakhir; 2) 80% (delapan puluh persen) dari nilai penilaian independen, nilai penilaian internal, atau nilai transaksi jual beli, apabila: a) penilaian independen atau transaksi jual beli dilakukan lebih dari 12 (dua belas) bulan namun belum melampaui 24 (dua puluh empat) bulan; atau b) penilaian internal dilakukan lebih dari 6 (enam) bulan namun belum melampaui 12 (dua belas) bulan; 3) 60% (enam puluh persen) dari nilai penilaian independen, nilai penilaian internal, atau nilai transaksi jual beli, apabila: a) penilaian independen atau transaksi jual beli dilakukan lebih dari 24 (dua puluh empat) bulan namun belum melampaui 36 (tiga puluh enam) bulan; atau b) penilaian internal dilakukan lebih dari 12 (dua belas) bulan namun belum melampaui 18 (delapan belas) bulan; paling tinggi sebesar nilai - 12 - 4) 40% (empat puluh persen) dari nilai penilaian independen, nilai penilaian internal, atau nilai transaksi jual beli, apabila: a) penilaian independen atau transaksi jual beli dilakukan lebih dari 36 (tiga puluh enam) bulan namun belum melampaui 48 (empat puluh delapan) bulan; atau b) penilaian internal dilakukan lebih dari 18 (delapan belas) bulan namun belum melampaui 24 (dua puluh empat) bulan; 5) 20% (dua puluh persen) dari nilai penilaian independen, nilai penilaian internal, atau nilai transaksi jual beli, apabila: a) penilaian independen atau transaksi jual beli dilakukan lebih dari 48 (empat puluh delapan) bulan namun belum melampaui 60 (enam puluh) bulan; atau b) penilaian internal dilakukan lebih dari 24 (dua puluh empat) bulan namun belum melampaui 30 (tiga puluh) bulan; 6) 0% (nol persen) dari nilai penilaian independen, nilai penilaian internal, atau nilai transaksi jual beli, apabila: a) penilaian independen atau transaksi jual beli dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) bulan; atau b) penilaian internal dilakukan lebih dari 30 (tiga puluh) bulan; 30. Nilai piutang yang menjadi dasar (underlying) transaksi anjak piutang yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang dalam perhitungan cadangan penyisihan penghapusan piutang pembiayaan ditetapkan sebesar: a. untuk transaksi anjak piutang dengan jaminan (factoring with recourse) sebesar nilai piutang yang dijamin; atau b. untuk transaksi anjak piutang tanpa jaminan (factoring without recourse) sebesar nilai pengakuan utang oleh debitur. 31. Nilai objek pembiayaan sewa pembiayaan (finance lease) atau jual dan sewa balik (sale and lease back) yang dapat diperhitungkan - 13 - sebagai pengurang dalam perhitungan cadangan penyisihan penghapusan piutang pembiayaan ditetapkan sebesar: a. 100% (seratus persen) dari nilai penilaian independen, nilai penilaian internal, atau nilai transaksi jual beli, apabila: 1) penilaian independen atau transaksi jual beli dilakukan dalam 12 (dua belas) bulan terakhir; atau 2) penilaian internal dilakukan dalam 6 (enam) bulan terakhir; b. 80% (delapan puluh persen) dari nilai penilaian independen, nilai penilaian internal, atau nilai transaksi jual beli, apabila: 1) penilaian independen atau transaksi jual beli dilakukan lebih dari 12 (dua belas) bulan namun belum melampaui 24 (dua puluh empat) bulan; atau 2) penilaian internal dilakukan lebih dari 6 (enam) bulan namun belum melampaui 12 (dua belas) bulan; c. 60% (enam puluh persen) dari nilai penilaian independen, nilai penilaian internal, atau nilai transaksi jual beli, apabila: 1) penilaian independen atau transaksi jual beli dilakukan lebih dari 24 (dua puluh empat) bulan namun belum melampaui 36 (tiga puluh enam) bulan; atau 2) penilaian internal dilakukan lebih dari 12 (dua belas) bulan namun belum melampaui 18 (delapan belas) bulan; d. 40% (empat puluh persen) dari nilai penilaian independen, nilai penilaian internal, atau nilai transaksi jual beli, apabila: 1) penilaian independen atau transaksi jual beli dilakukan lebih dari 36 (tiga puluh enam) bulan namun belum melampaui 48 (empat puluh delapan) bulan; atau 2) penilaian internal dilakukan lebih dari 18 (delapan belas) bulan namun belum melampaui 24 (dua puluh empat) bulan; e. 20% (dua puluh persen) dari nilai penilaian independen, nilai penilaian internal, atau nilai transaksi jual beli, apabila: 1) penilaian independen atau transaksi jual beli dilakukan lebih dari 48 (empat puluh delapan) bulan namun belum melampaui 60 (enam puluh) bulan; atau - 14 - 2) penilaian internal dilakukan lebih dari 24 (dua puluh empat) bulan namun belum melampaui 30 (tiga puluh) bulan; f. 0% (nol persen) dari nilai penilaian independen, nilai penilaian internal, atau nilai transaksi jual beli, apabila: 1) penilaian independen atau transaksi jual beli dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) bulan; atau 2) penilaian internal dilakukan lebih dari 30 (tiga puluh) bulan; 32. Untuk piutang pembiayaan dengan nilai Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) atau lebih dan mempunyai agunan sebagaimana dimaksud pada angka 29 huruf g atau merupakan objek sewa pembiayaan (finance lease) atau jual dan sewa balik (sale and lease back) sebagaimana dimaksud pada angka 31, penilaian atas agunan, atau objek pembiayaan sewa pembiayaan (finance lease) atau jual dan sewa balik (sale and lease back) yang akan digunakan sebagai pengurang dalam perhitungan cadangan penyisihan penghapusan piutang dilakukan oleh penilai independen. Dalam hal tidak terdapat penilaian independen, Perusahaan Pembiayaan dapat menggunakan nilai transaksi jual beli sebagai dasar penilaian dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 29 huruf g dan angka 31. 33. Untuk piutang pembiayaan dengan nilai kurang dari Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan mempunyai agunan sebagaimana dimaksud pada angka 29 huruf g atau merupakan objek sewa pembiayaan (finance lease) atau jual dan sewa balik (sale and lease back) sebagaimana dimaksud pada angka 31, penilaian atas agunan, atau objek pembiayaan sewa pembiayaan (finance lease) atau jual dan sewa balik (sale and lease back) yang akan digunakan sebagai pengurang dalam perhitungan cadangan penyisihan penghapusan piutang dapat dilakukan oleh penilai independen atau penilaian internal. Dalam hal tidak terdapat penilaian independen atau penilaian internal, Perusahaan Pembiayaan dapat menggunakan nilai transaksi jual beli sebagai dasar penilaian dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 29 huruf g dan angka 31. - 15 - 34. Dalam rangka penghitungan a’ gunan, Perusahaan Pembiayaan harus memiliki dan melaksanakan pedoman penentuan dasar penilaian agunan atau objek sewa pembiayaan (finance lease) atau jual dan sewa balik (sale and lease back) sebagaimana dimaksud pada angka 29 dan angka 31. 35. Perusahaan Pembiayaan harus melakukan penilaian kembali atas perhitungan cadangan penyisihan penghapusan piutang pembiayaan paling sedikit 6 (enam) bulan sekali untuk posisi bulan Juni dan Desember. 36. OJK berwenang untuk melakukan perhitungan kembali atas nilai agunan yang telah dikurangkan atau hal-hal yang dapat mengurangi pencadangan dalam perhitungan cadangan penyisihan penghapusan piutang pembiayaan. 37. Perusahaan Pembiayaan harus menyampaikan pemberitahuan kepada debitur terkait dengan pengembalian agunan atau dokumen-dokumen terkait dengan agunan paling lambat 1 (satu) bulan sejak tanggal pelunasan piutang pembiayaan. 38. Tata cara perhitungan cadangan dilakukan dengan menghitung selisih antara saldo piutang pembiayaan dengan nilai agunan dengan memperhitungkan persentase perhitungan cadangan sesuai dengan kualitas piutang pembiayaan, dengan contoh perhitungan sebagai berikut: Contoh 1: Pada awal Januari 2016, debitur A mendapatkan pembiayaan multiguna dari PT ABC Finance dengan nominal Rp70.000.000,00 dengan agunan berupa kendaraan bermotor dengan harga transaksi jual beli senilai Rp100.000.000,00. Pada akhir bulan Juni 2019, sisa saldo piutang pembiayaan debitur A adalah sebesar Rp50.000.000,00 dan debitur A tidak melakukan pembayaran selama 9 bulan (kualitas macet). Perusahaan belum pernah melakukan penilaian kembali atas nilai agunan yang dimaksud. Berdasarkan ketentuan, dasar penilaian agunan yang digunakan dalam perhitungan pencadangan adalah 40% dari nilai transaksi jual beli dikarenakan tanggal perhitungan dilakukan 40 bulan sejak tanggal transaksi jual beli. Adapun nilai agunan yang dapat - 16 - diakui sebagai pengurang pencadangan adalah sebesar Rp100.000.000,00 x 40% = Rp40.000.000,00. Dengan demikian, pencadangan penyisihan piutang pembiayaan adalah sebesar 100% x (saldo piutang-agunan yang dapat diperhitungkan)= 100% x (Rp50.000.000,00 - Rp40.000.000,00) = Rp10.000.000,00 Contoh 2: Pada awal Januari 2016, debitur A mendapatkan pembiayaan multiguna dari PT ABC Finance dengan nominal Rp70.000.000,00 dengan agunan berupa kendaraan bermotor dengan harga transaksi jual beli senilai Rp100.000.000,00. Pada akhir bulan Juni 2019, sisa saldo piutang pembiayaan debitur A adalah sebesar Rp30.000.000,00 dan debitur A tidak melakukan pembayaran selama 9 bulan (kualitas macet). Perusahaan belum pernah melakukan penilaian kembali atas nilai agunan yang dimaksud. Berdasarkan ketentuan, dasar penilaian agunan yang digunakan dalam perhitungan pencadangan adalah 40% dari nilai transaksi jual beli dikarenakan tanggal perhitungan dilakukan 40 bulan sejak tanggal transaksi jual beli. Adapun nilai agunan yang dapat diakui sebagai pengurang pencadangan adalah sebesar Rp100.000.000,00 x 40% = Rp40.000.000,00. Namun demikian, dikarenakan saldo piutang pembiayaan lebih besar dibandingkan nilai agunan, maka nilai agunan yang dapat diperhitungkan maksimal hanya sebesar saldo piutang pembiayaan yaitu Rp30.000.000,00. Dengan demikian, pencadangan penyisihan piutang pembiayaan adalah sebesar 100% x (saldo piutang-agunan yang dapat diperhitungkan) = 100% x (Rp30.000.000,00 - Rp30.000.000,00) = Rp0,00. V. TATA CARA PENILAIAN TERHADAP FAKTOR RENTABILITAS 1. Penilaian terhadap kemampuan Perusahaan Pembiayaan dalam menghasilkan laba terdiri dari beberapa rasio yaitu: a. Return on Asset - 17 - Rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan Perusahaan Pembiayaan dalam menghasilkan laba dari aset yang digunakan untuk mendukung operasional dan permodalan Perusahaan Pembiayaan. b. Return on Equity Rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan Perusahaan Pembiayaan untuk menghasilkan laba dari ekuitas. c. Beban operasional terhadap pendapatan operasional Rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan Perusahaan Pembiayaan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan Perusahaan Pembiayaan melaksanakan kegiatan operasionalnya. d. Net Interest Margin Rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan Perusahaan Pembiayaan dalam mengelola pembiayaan untuk menghasilkan pendapatan bunga bersih. 2. Perhitungan rasio rentabilitas ditetapkan sebagai berikut: a. Return on Asset 1) Return on Asset dihitung dari perbandingan antara laba atau rugi sebelum pajak terhadap total aset. 2) Untuk perhitungan laba atau rugi sebelum pajak menggunakan perhitungan yang disetahunkan. Sebagai contoh untuk posisi laporan bulan Maret maka cara perhitungannya adalah sebagai berikut: (laba atau rugi sebelum pajak per posisi Maret/3) x 12. 3) Laba atau rugi sebelum pajak per posisi bulan pelaporan dihitung berdasarkan jumlah pendapatan dikurangi jumlah beban sebelum dikurangi taksiran pajak penghasilan. 4) Untuk perhitungan total aset menggunakan rata-rata aset sepanjang tahun. Sebagai contoh untuk posisi laporan bulan Maret maka cara perhitungannya adalah sebagai berikut: (Penjumlahan total aset dari Januari s.d Maret)/3. dalam piutang - 18 - b. Return on Equity 1) Return on Equity dihitung dari perbandingan laba bersih terhadap ekuitas. 2) Untuk perhitungan laba atau rugi bersih menggunakan perhitungan yang disetahunkan. Sebagai contoh untuk posisi laporan bulan Maret maka cara perhitungannya adalah sebagai berikut: (laba atau rugi bersih per posisi Maret/3) x 12. 3) Laba atau rugi bersih per posisi bulan pelaporan dihitung berdasarkan jumlah pendapatan dikurangi jumlah beban setelah dikurangi taksiran pajak penghasilan. 4) Untuk perhitungan total ekuitas menggunakan rata-rata ekuitas sepanjang tahun. Sebagai contoh untuk posisi laporan bulan Maret maka cara perhitungannya adalah sebagai berikut: (penjumlahan total ekuitas Januari s.d Maret)/3. c. Beban operasional terhadap pendapatan operasional 1) Beban operasional terhadap pendapatan operasional dihitung dari perbandingan antara beban operasional terhadap pendapatan operasional Pembiayaan. Perusahaan 2) Rincian akun pendapatan operasional dan beban operasional dalam perhitungan rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional mengacu kepada Surat Edaran OJK mengenai laporan bulanan Perusahaan Pembiayaan. 3) Dalam rangka menjaga efisiensi pengelolaan Perusahaan Pembiayaan khususnya yang terkait dengan akuisisi pembiayaan, biaya insentif yang dapat diberikan oleh Perusahaan Pembiayaan kepada pihak ketiga dibatasi berdasarkan persentase tertentu dari pendapatan yang akan diterima terkait dengan pembiayaan. Pendapatan yang akan diterima terkait dengan pembiayaan terdiri dari: a) pendapatan bunga sebelum memperhitungkan cost of fund; - 19 - b) pendapatan asuransi; c) pendapatan administrasi; dan d) pendapatan provisi. 4) Pengeluaran biaya insentif pihak ketiga terkait akuisisi pembiayaan per perjanjian pembiayaan dibatasi sebesar 15% (lima belas persen) dari nilai pendapatan yang terkait dengan pembiayaan, sudah termasuk pajak penghasilan pihak ketiga di dalamnya. 5) Pengeluaran biaya insentif pihak ketiga terkait akuisisi pembiayaan secara total dibatasi sebesar 20% (dua puluh persen) dari nilai pendapatan yang terkait dengan pembiayaan, sudah termasuk pajak penghasilan pihak ketiga di dalamnya. 6) Biaya insentif pihak ketiga terkait akuisisi pembiayaan meliputi seluruh jenis pembayaran kepada pihak ketiga maupun pegawai pihak ketiga termasuk juga komisi, insentif, biaya wisata pihak ketiga, biaya promosi bersama dengan pihak ketiga sebagai contoh biaya pembelian aksesoris tambahan kendaraan bermotor, biaya promosi pengiriman kendaraan, dan pengeluaran lain terkait dengan akuisisi pembiayaan yang dibayarkan kepada pihak ketiga. 7) Contoh pembatasan biaya insentif berdasarkan penyaluran pembiayaan per perjanjian pembiayaan, sebagaimana diatur pada angka 5), yaitu: a) PT XYZ Finance menyalurkan pembiayaan kendaraan bermotor kepada seorang debitur dalam satu perjanjian pembiayaan dengan harga Rp100.000.000,00. b) Melalui penyaluran pembiayaan tersebut, PT XYZ Finance mendapatkan pendapatan sebagai berikut: (1) pendapatan bunga sebesar Rp43.000.000,00; (2) diskon asuransi sebesar Rp15.000.000,00; (3) pendapatan administrasi Rp1.000.000,00; dan (4) pendapatan provisi sebesar Rp1.000.000,00. sebesar - 20 - c) Dengan demikian, biaya insentif pihak ketiga terkait akuisisi pembiayaan yang dapat diberikan atas penyaluran pembiayaan kepada debitur tersebut adalah sebesar = (15% x (Rp43.000.000,00 + Rp15.000.000,00 + Rp1.000.000,00 Rp1.000.000,00))= Rp9.000.000,00. d) Total biaya insentif tersebut telah memperhitungkan komisi, insentif, pajak penghasilan pihak ketiga, dan pengeluaran lain terkait dengan akuisisi pembiayaan yang dibayarkan kepada pihak ketiga. 8) Contoh pembatasan biaya insentif berdasarkan total sebagaimana diatur pada angka 6), yaitu: a) Berdasarkan Laporan Bulanan Perusahaan Pembiayaan bulan Januari 2016, PT XYZ Finance memiliki struktur laporan laba rugi dengan rincian antara lain sebagai berikut: (1) pendapatan bunga sebesar Rp80.000.000,00; (2) diskon asuransi sebesar Rp20.000.000,00; (3) pendapatan administrasi Rp10.000.000,00; dan (4) pendapatan provisi sebesar Rp10.000.000,00. b) Dengan demikian, total biaya insentif pihak ketiga terkait akuisisi pembiayaan yang dapat diberikan adalah sebesar = (20% x (Rp80.000.000.000,00 + Rp20.000.000.000,00 + Rp10.000.000.000,00 + Rp10.000.000.000,00))= Rp24.000.000.000,00. c) Total biaya insentif tersebut telah memperhitungkan komisi, insentif, pajak penghasilan pihak ketiga, biaya wisata pihak ketiga, biaya promosi bersama dengan pihak ketiga, dan pengeluaran lain terkait dengan akuisisi pembiayaan yang dibayarkan kepada pihak ketiga. d. Net Interest Margin 1) Net Interest Margin didapatkan dari perbandingan antara pendapatan bunga bersih terhadap rata-rata piutang pembiayaan. Pendapatan bunga bersih diperoleh dari hasil pengurangan pendapatan bunga oleh beban bunga. sebesar + - 21 - 2) Untuk perhitungan pendapatan bunga menggunakan perhitungan yang disetahunkan. Sebagai contoh untuk posisi laporan bulan Maret maka cara perhitungannya adalah sebagai berikut: (Pendapatan Bunga per posisi Maret/3) x 12. 3) Untuk perhitungan beban bunga menggunakan perhitungan yang disetahunkan. Sebagai contoh untuk posisi laporan bulan Maret maka cara perhitungannya adalah sebagai berikut: (Beban Bunga per posisi Maret/3) x 12. 4) Untuk perhitungan total piutang pembiayaan menggunakan rata-rata piutang pembiayaan sepanjang tahun. Sebagai contoh untuk posisi laporan bulan Maret maka cara perhitungannya adalah sebagai berikut: (Penjumlahan Total Piutang Pembiayaan Januari s.d Maret)/3. 3. Penilaian terhadap faktor rentabilitas dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Penilaian rasio Return on Asset adalah sebagai berikut: 1) 2) Nilai 1 apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki Return on Asset 2% (dua persen) atau lebih. Nilai 2 apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki Return on Asset dari 1% (satu persen) sampai dengan kurang dari 2% (dua persen). 3) Nilai 3 apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki Return on Asset dari 0% (nol persen) sampai dengan kurang dari 1% (satu persen). 4) Nilai 4 apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki memiliki Return on Asset kurang dari 0% (nol persen). b. Penilaian faktor Return on Equity adalah sebagai berikut: 1) 2) Nilai 1 apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki Return on Equity 6% (enam persen) atau lebih. Nilai 2 apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki Return on Equity dari 3% (tiga persen) sampai dengan kurang dari 6% (enam persen). - 22 - 3) Nilai 3 apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki Return on Equity dari 0% (nol persen) sampai dengan kurang dari 3% (tiga persen). 4) Nilai 4 apabila memiliki Return on Equity kurang dari 0% (nol persen). c. Penilaian faktor rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional adalah sebagai berikut: 1) Nilai 1 apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional kurang dari 70% (tujuh puluh persen). 2) Nilai 2 apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional dari 70% (tujuh puluh persen) sampai dengan kurang dari 80% (delapan puluh persen). 3) Nilai 3 apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional dari 80% (delapan puluh persen) sampai dengan kurang dari 90% (sembilan puluh persen). 4) Nilai 4 apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki memiliki rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional 90% (sembilan puluh persen) atau lebih. d. Penilaian faktor Net Interest Margin adalah sebagai berikut: 1) 2) Nilai 1 apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki rasio Net Interest Margin 6% (enam persen) atau lebih. Nilai 2 apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki rasio Net Interest Margin dari 4% (empat persen) sampai dengan kurang dari 6% (enam persen). 3) Nilai 3 apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki rasio Net Interest Margin dari 2% (dua persen) sampai dengan kurang dari 4% (empat persen). 4) Nilai 4 apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki memiliki rasio Net Interest Margin kurang dari 2% (dua persen). e. Untuk menentukan nilai komposit faktor rentabilitas digunakan metode rata-rata tertimbang dari 4 rasio rentabilitas dengan bobot masing-masing 25% (dua puluh lima persen). - 23 - VI. TATA CARA PENILAIAN LIKUIDITAS 1. Penilaian terhadap tingkat ketersesuaian antara aset lancar dan liabilitas lancar ditetapkan menjadi: a. Current Ratio Rasio yang digunakan untuk menilai kemampuan Perusahaan Pembiayaan untuk melunasi kewajiban jangka pendeknya. Semakin tinggi current ratio maka semakin tinggi kemampuan Perusahaan Pembiayaan untuk melunasi kewajiban jangka pendeknya. b. Cash Ratio Rasio yang digunakan untuk menilai kemampuan Perusahaan Pembiayaan dalam membayar kewajiban dari kas dan surat berharga. Semakin tinggi cash ratio maka semakin tinggi kemampuan Perusahaan Pembiayaan dalam membayar kewajiban dari kas dan surat berharga. Komponen surat berharga Perusahaan Pembiayaan antara lain terdiri dari cek, bilyet giro, dan promissory note. 2. Perhitungan rasio likuiditas ditetapkan sebagai berikut: a. Current Ratio 1) Current Ratio dihitung dari nilai aset lancar dibagi dengan nilai liabilitas lancar. 2) Aset lancar Perusahaan Pembiayaan terdiri dari kas dan setara kas, bank, tagihan derivatif, investasi jangka pendek dalam surat berharga, piutang pembiayaan kurang dari satu tahun, biaya dibayar di muka, piutang lain-lain dengan jatuh tempo kurang dari satu tahun. 3) Liabilitas lancar terdiri atas kewajiban yang segera dapat dibayar, kewajiban derivatif, hutang pajak, pinjaman yang akan jatuh tempo kurang dari 1 tahun, dan kewajiban lainnya yang akan jatuh tempo kurang dari 1 tahun. b. Cash Ratio Cash Ratio dihitung dari nilai kas ditambah surat berharga dibagi liabilitas lancar. Cara perhitungan kewajiban lancar sama dengan cara perhitungan liabilitas lancar di current ratio. - 24 - 3. Penilaian faktor likuiditas dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Penilaian current ratio adalah sebagai berikut: 1) Nilai 1 apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki current ratio 150% (seratus lima puluh persen) atau lebih. 2) Nilai 2 apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki current ratio dari 125% (seratus dua puluh lima persen) sampai dengan kurang dari 150% (seratus lima puluh persen). 3) Nilai 3 apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki current ratio dari 100% (seratus persen) sampai dengan kurang dari 125% (seratus dua puluh lima persen). 4) Nilai 4 apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki current ratio kurang dari 100% (seratus persen). b. Penilaian cash ratio adalah sebagai berikut: 1) 2) Nilai 1 apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki cash ratio 3% (tiga persen) atau lebih. Nilai 2 apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki cash ratio dari 2% (dua persen) sampai dengan kurang dari 3% (tiga persen). 3) Nilai 3 apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki cash ratio dari 1% (satu persen) sampai dengan kurang dari 2% (dua persen). 4) Nilai 4 apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki cash ratio dari 0% (nol persen) sampai dengan kurang dari 1% (satu persen). c. Untuk menentukan nilai komposit faktor likuiditas digunakan metode rata-rata tertimbang dari 2 rasio likuiditas dengan bobot masing-masing 50% (lima puluh persen). VII. TATA CARA PENGUKURAN TINGKAT KESEHATAN KEUANGAN Penilaian Tingkat Kesehatan Keuangan Perusahaan Pembiayaan dilakukan dalam beberapa tahap sebagai berikut: 1. Tahap penilaian dan/atau penetapan nilai setiap rasio. Penilaian atas setiap rasio dilakukan secara kuantitatif untuk rasio - 25 - keuangan dengan berpedoman pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka romawi III, angka romawi IV, angka romawi V, dan angka romawi VI. 2. Tahap penetapan nilai masing-masing faktor rasio permodalan, kualitas piutang pembiayaan, rentabilitas, dan likuiditas, yang ditetapkan berdasarkan ketentuan sebagai berikut: a. Penilaian faktor rasio permodalan: 1) 2) Nilai 1 apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki rasio permodalan sebesar 15% (lima belas persen) atau lebih; Nilai 2 apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki rasio permodalan dari 12,5% (dua belas koma lima persen) sampai dengan kurang dari 15% (lima belas persen); 3) Nilai 3 apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki rasio permodalan dari 10% (sepuluh persen) sampai dengan kurang dari 12,5% (dua belas koma lima persen); atau 4) Nilai 4 apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki rasio permodalan kurang dari 10% (sepuluh persen). b. Penilaian faktor rasio kualitas piutang pembiayaan: 1) Nilai 1 apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki jumlah piutang pembiayaan bermasalah (non performing financing) dari 0% (nol persen) sampai dengan kurang dari 2% (dua persen); 2) Nilai 2 apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki jumlah piutang pembiayaan bermasalah (non performing financing) dari 2% (dua persen) sampai dengan kurang dari 3% (tiga persen); 3) Nilai 3 apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki jumlah piutang pembiayaan bermasalah (non performing financing) dari 3% (tiga persen) sampai dengan kurang dari 4% (empat persen); atau 4) Nilai 4 apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki jumlah piutang pembiayaan bermasalah (non performing financing) 4% (empat persen) atau lebih. c. Penilaian faktor rentabilitas: 1) Nilai 1 apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki nilai komposit faktor rentabilitas dari 1 (satu) sampai dengan kurang dari 1,75 (satu koma tujuh puluh lima); - 26 - 2) Nilai 2 apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki nilai komposit faktor rentabilitas dari 1,75 (satu koma tujuh puluh lima) sampai dengan kurang dari 2,5 (dua koma lima); 3) Nilai 3 apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki nilai komposit faktor rentabilitas dari 2,5 (dua koma lima) sampai dengan kurang dari 3,25 (tiga koma dua puluh lima); atau 4) Nilai 4 apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki nilai komposit faktor rentabilitas dari 3,25 (tiga koma dua puluh lima) sampai dengan 4 (empat). d. Penilaian faktor likuiditas: 1) Nilai 1 apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki nilai komposit faktor likuiditas dari 1(satu) sampai dengan kurang dari 1,75 (satu koma tujuh puluh lima); 2) Nilai 2 apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki nilai komposit faktor likuiditas dari 1,75 (satu koma tujuh puluh lima) sampai dengan kurang dari 2,5 (dua koma lima); 3) Nilai 3 apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki nilai komposit faktor likuiditas dari 2,5 (dua koma lima) sampai dengan kurang dari 3,25 (tiga koma dua puluh lima); atau 4) Nilai 4 apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki nilai komposit faktor likuiditas dari 3,25 (tiga koma dua puluh lima) sampai dengan 4 (empat). 3. Berdasarkan nilai masing-masing faktor rasio permodalan, kualitas piutang pembiayaan, rentabilitas, dan likuiditas sebagaimana dimaksud pada angka 2, selanjutnya ditetapkan nilai Tingkat Kesehatan Keuangan melalui pembobotan atas nilai peringkat faktor sebagai berikut : a. rasio permodalan, dengan bobot 30% (tiga puluh persen); b. kualitas aset, dengan bobot 40% (empat puluh persen); c. rentabilitas, dengan bobot 20% (dua puluh persen); dan d. likuiditas, dengan bobot 10% (sepuluh persen). - 27 - 4. Berdasarkan nilai Tingkat Kesehatan Keuangan sebagaimana diatur angka 3, Tingkat Kesehatan Keuangan ditetapkan dengan memperhatikan kriteria sebagai berikut: a. sangat sehat apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki nilai Tingkat Kesehatan Keuangan dari 1 (satu) sampai dengan kurang dari 1,75 (satu koma tujuh puluh lima); b. sehat apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki nilai Tingkat Kesehatan Keuangan dari 1,75 (satu koma tujuh puluh lima) sampai dengan kurang dari 2,5 (dua koma lima); c. kurang sehat apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki nilai Tingkat Kesehatan Keuangan dari 2,5 (dua koma lima) sampai dengan kurang dari 3,25 (tiga koma dua puluh lima); dan d. tidak sehat apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki Tingkat Kesehatan Keuangan dari 3,25 (tiga koma dua puluh lima) sampai dengan 4 (empat). 5. Penilaian rasio keuangan oleh Perusahaan Pembiayaan didokumentasikan dalam format kertas kerja sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini. VIII. VERIFIKASI DAN VALIDASI OLEH OJK 1. OJK dapat melakukan verifikasi dan validasi atas kebenaran dan kewajaran data yang menjadi dasar perhitungan faktor pengukuran Tingkat Kesehatan Keuangan yang disusun oleh Perusahaan Pembiayaan. 2. Dalam hal terdapat perbedaan antara Tingkat Kesehatan Keuangan yang disusun oleh Perusahaan Pembiayaan dengan Tingkat Kesehatan Keuangan hasil verifikasi dan validasi OJK, Tingkat Kesehatan Keuangan yang berlaku adalah Tingkat Kesehatan Keuangan yang ditetapkan oleh OJK. IX. KETENTUAN PERALIHAN Agunan yang telah diperoleh oleh Perusahaan Pembiayaan sebelum ditetapkannya Surat Edaran OJK ini, dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka romawi IV angka 23, angka 24, angka 25, angka 26, angka 27, dan angka 28. - 28 - X. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran OJK ini mulai berlaku pada tanggal tanggal 1 Juli 2016. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 23 Februari 2016 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERASURANSIAN, DANA PENSIUN, LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA OTORITAS JASA KEUANGAN, Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana ttd FIRDAUS DJAELANI
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 1/SEOJK.05/2016 </reg_id> <reg_title> TINGKAT KESEHATAN KEUANGAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN </reg_title> <set_date> 23 Februari 2016 </set_date> <effective_date> 1 Juli 2016 </effective_date> <related_reg> '29/POJK.05/2014 | Pasal 25 ayat (3), Pasal 26 ayat (4), Pasal 29 ayat (7), Pasal 32 ayat (6), Pasal 34 ayat (3), dan Pasal 35 ayat (2)' </related_reg>
Yth. 1. Direksi Perusahaan Asuransi Umum; dan 2. Direksi Perusahaan Asuransi Jiwa, di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 13/SEOJK.05/2016 TENTANG PELAPORAN PRODUK ASURANSI BAGI PERUSAHAAN ASURANSI Sehubungan dengan amanat ketentuan Pasal 44 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 23/POJK.05/2015 tentang Produk Asuransi dan Pemasaran Produk Asuransi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 287, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5770), perlu untuk mengatur lebih lanjut mengenai tata cara, bentuk, dan format pelaporan produk asuransi dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Produk Asuransi adalah: a. program yang menjanjikan perlindungan terhadap 1 (satu) jenis atau lebih risiko yang dapat diasuransikan yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti dengan memberikan penggantian kepada pemegang polis, tertanggung, atau peserta karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita pemegang polis, tertanggung, atau peserta, atau pemberian jaminan pemenuhan kewajiban pihak yang dijamin kepada pihak yang lain apabila pihak yang dijamin tersebut tidak dapat memenuhi kewajibannya; b. program yang menjanjikan perlindungan terhadap 1 (satu) jenis atau lebih risiko yang terkait dengan meninggalnya seseorang - 2 - yang dipertanggungkan, hidup dan meninggalnya seseorang yang dipertanggungkan, atau anuitas asuransi jiwa; c. program yang menjanjikan perlindungan terhadap 1 (satu) jenis atau lebih risiko yang terkait dengan keadaan kesehatan fisik seseorang atau menurunnya kondisi kesehatan seseorang yang dipertanggungkan; dan/atau d. program yang menjanjikan perlindungan terhadap 1 (satu) jenis atau lebih risiko dengan memberikan penggantian atau pembayaran kepada pemegang polis, tertanggung, atau peserta atau pihak lain yang berhak dalam hal terjadi kecelakaan. 2. Produk Asuransi Yang Dikaitkan Dengan Investasi yang selanjutnya disebut PAYDI adalah Produk Asuransi yang paling sedikit memberikan perlindungan terhadap risiko kematian dan memberikan manfaat yang mengacu pada hasil investasi dari kumpulan dana yang khusus dibentuk untuk Produk Asuransi baik yang dinyatakan dalam bentuk unit maupun bukan unit. 3. Produk Asuransi Bersama adalah Produk Asuransi yang dirancang untuk dipasarkan dan ditanggung atau dikelola risikonya oleh 2 (dua) atau lebih perusahaan asuransi. 4. Produk Asuransi Standar adalah Produk Asuransi yang memenuhi kriteria sebagaimana diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 23/POJK.05/2015 tentang Produk Asuransi dan Pemasaran Produk Asuransi. 5. Produk Asuransi Mikro adalah Produk Asuransi yang didesain untuk memberikan perlindungan atas risiko keuangan yang dihadapi masyarakat berpenghasilan rendah. 6. Polis Asuransi adalah akta perjanjian asuransi atau dokumen lain yang dipersamakan dengan akta perjanjian asuransi, serta dokumen lain yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan perjanjian asuransi, yang dibuat secara tertulis dan memuat perjanjian antara pihak perusahaan asuransi dan pemegang polis. 7. Premi adalah sejumlah uang yang ditetapkan oleh perusahaan asuransi dan disetujui oleh pemegang polis untuk dibayarkan berdasarkan perjanjian asuransi atau sejumlah uang yang ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan - 3 - yang mendasari program asuransi wajib untuk memperoleh manfaat. 8. Perusahaan Asuransi adalah perusahaan asuransi umum dan perusahaan asuransi jiwa. 9. Perusahaan Asuransi Umum adalah perusahaan yang menyelenggarakan usaha asuransi umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian. 10. Perusahaan Asuransi Jiwa adalah perusahaan yang menyelenggarakan usaha asuransi jiwa sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian. 11. Direksi: a. bagi Perusahaan Asuransi Umum dan Perusahaan Asuransi Jiwa yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas adalah direksi sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai perseroan terbatas; b. bagi Perusahaan Asuransi Umum dan Perusahaan Asuransi Jiwa yang berbentuk badan hukum koperasi adalah pengurus sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai perkoperasian; atau c. bagi Perusahaan Asuransi Umum dan Perusahaan Asuransi Jiwa yang berbentuk badan hukum usaha bersama adalah direksi sebagaimana dimaksud dalam anggaran dasar perusahaan. 12. Aktuaris Perusahaan adalah aktuaris yang ditunjuk dan merupakan karyawan Perusahaan Asuransi. 13. Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK adalah Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. II. BENTUK DAN FORMAT PELAPORAN PERSETUJUAN PRODUK ASURANSI 1. Produk Asuransi yang wajib dilaporkan kepada OJK untuk memperoleh surat persetujuan adalah: a. Produk Asuransi baru yang belum pernah dipasarkan selain Produk Asuransi Standar; dan - 4 - b. Produk Asuransi baru selain Produk Asuransi Standar yang sudah pernah dipasarkan yang mengalami perubahan meliputi: 1) risiko yang ditanggung termasuk pengecualian atau pembatasan penyebab risiko yang ditanggung; 2) rumusan Premi; 3) perubahan kategori risiko; 4) asumsi yang terkait dengan pembentukan rumusan Premi; dan/atau 5) metode perhitungan nilai tunai. 2. Pelaporan Produk Asuransi untuk memperoleh surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada angka 1 harus dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut: a. formulir pelaporan persetujuan Produk Asuransi baru; b. proyeksi pendapatan Premi dan pengeluaran yang dikaitkan dengan pemasaran Produk Asuransi baru untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun; c. deskripsi Produk Asuransi baru; dan d. spesimen Polis Asuransi. 3. Selain kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 2, pelaporan Produk Asuransi baru yang berupa Produk Asuransi Bersama dilengkapi pula dengan dokumen: a. perjanjian tertulis, apabila Produk Asuransi Bersama tersebut merupakan Produk Asuransi baru sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a; atau b. surat persetujuan atau surat pencatatan terakhir Produk Asuransi Bersama, apabila Produk Asuransi Bersama tersebut merupakan Produk Asuransi baru sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf b. 4. Formulir pelaporan persetujuan Produk Asuransi baru sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf a harus disusun sesuai dengan bentuk dan format sebagai berikut: a. untuk Perusahaan Asuransi Jiwa yang melaporkan Produk Asuransi selain PAYDI dan Produk Asuransi Bersama sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I; - 5 - b. untuk Perusahaan Asuransi Umum yang melaporkan Produk Asuransi selain PAYDI, Produk Asuransi Bersama, dan Produk Asuransi kredit dan/atau suretyship sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II; c. untuk Perusahaan Asuransi yang melaporkan PAYDI sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III; d. untuk Perusahaan Asuransi yang melaporkan Produk Asuransi Bersama sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IV; atau e. untuk Perusahaan Asuransi Umum yang melaporkan Produk Asuransi kredit dan/atau suretyship sebagaimana dimaksud dalam Lampiran V, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini. 5. Perusahaan Asuransi harus menyampaikan lebih dari 1 (satu) formulir pelaporan persetujuan Produk Asuransi baru sebagaimana dimaksud pada angka 4 dalam hal: a. pelaporan PAYDI yang merupakan Produk Asuransi Bersama dengan menggunakan formulir sebagaimana dimaksud pada angka 4 huruf c dan huruf d; b. pelaporan Produk Asuransi kredit dan/atau suretyship yang merupakan Produk Asuransi Bersama dengan menggunakan formulir sebagaimana dimaksud pada angka 4 huruf d dan huruf e; atau c. pelaporan Produk Asuransi selain huruf a dan huruf b membutuhkan kombinasi formulir sebagaimana dimaksud pada angka 4 sesuai dengan karakteristik Produk Asuransi yang dilaporkan. 6. Deskripsi Produk Asuransi sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf c harus disusun sesuai dengan bentuk dan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran VI yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini. III. BENTUK DAN FORMAT PELAPORAN PENCATATAN PRODUK ASURANSI 1. Produk Asuransi yang wajib dilaporkan kepada OJK untuk memperoleh surat pencatatan adalah: a. Produk Asuransi baru yang berupa Produk Asuransi Standar; dan - 6 - b. Produk Asuransi yang telah dipasarkan yang mengalami perubahan selain perubahan sebagaimana dimaksud dalam romawi II angka 1 huruf b dengan ketentuan: 1) Produk Asuransi dimaksud dipasarkan kepada tertanggung orang perorangan; atau 2) Produk Asuransi dimaksud dipasarkan kepada tertanggung selain orang perorangan, yang pernah dihentikan pemasarannya. 2. Pelaporan Produk Asuransi baru yang berupa Produk Asuransi Standar sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a harus dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut: a. formulir pelaporan pencatatan Produk Asuransi baru; b. deskripsi Produk Asuransi baru; dan c. perjanjian tertulis, khusus untuk Produk Asuransi Bersama. 3. Formulir pelaporan pencatatan Produk Asuransi baru sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf a harus disusun sesuai dengan bentuk dan format sebagai berikut: a. untuk Perusahaan Asuransi yang melaporkan Produk Asuransi Standar selain Produk Asuransi Bersama, dan Produk Asuransi kredit dan/atau suretyship sebagaimana dimaksud dalam Lampiran VII; b. untuk Perusahaan Asuransi yang melaporkan Produk Asuransi Standar yang merupakan Produk Asuransi Bersama sebagaimana dimaksud dalam Lampiran VIII; atau c. Perusahaan Asuransi Umum yang melaporkan Produk Asuransi Standar yang merupakan Produk Asuransi suretyship sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IX, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini. 4. Perusahaan Asuransi harus menyampaikan lebih dari 1 (satu) formulir pelaporan pencatatan Produk Asuransi baru sebagaimana dimaksud pada angka 3 dalam hal: a. pelaporan Produk Asuransi Standar yang merupakan Produk Asuransi suretyship dan Produk Asuransi Bersama dengan menggunakan formulir sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf b dan huruf c; - 7 - b. pelaporan Produk Asuransi Standar selain huruf a membutuhkan kombinasi formulir sebagaimana dimaksud pada angka 3 sesuai dengan dilaporkan. 5. Pelaporan pencatatan Produk Asuransi yang telah dipasarkan yang mengalami perubahan sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf b harus dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut: a. formulir pelaporan pencatatan perubahan Produk Asuransi; b. surat persetujuan atau surat pencatatan terakhir atas Produk Asuransi atau Produk Asuransi Bersama sebelum perubahan; c. deskripsi Produk Asuransi; d. matriks perbandingan Produk Asuransi sebelum dan sesudah perubahan; dan e. spesimen Polis Asuransi setelah perubahan, khusus untuk Produk Asuransi selain Produk Asuransi Standar. 6. Formulir pelaporan pencatatan perubahan Produk Asuransi sebagaimana dimaksud pada angka 5 huruf a harus disusun sesuai dengan bentuk dan format sebagai berikut: a. untuk Perusahaan Asuransi yang melaporkan perubahan Produk Asuransi selain Produk Asuransi Bersama sebagaimana dimaksud dalam Lampiran X; atau b. untuk Perusahaan Asuransi yang melaporkan perubahan Produk Asuransi Bersama sebagaimana dimaksud dalam Lampiran XI, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini. 7. Deskripsi Produk Asuransi sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf b dan angka 5 huruf c harus disusun sesuai dengan bentuk dan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran VI yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini. IV. TATA CARA PENYAMPAIAN LAPORAN PRODUK ASURANSI 1. Perusahaan Asuransi wajib melaporkan Produk Asuransi kepada OJK sesuai bentuk dan format sebagaimana dimaksud dalam lampiran Surat Edaran OJK ini. karakteristik Produk Asuransi yang - 8 - 2. Laporan Produk Asuransi sebagaimana dimaksud pada angka 1, disampaikan kepada OJK secara online melalui sistem jaringan komunikasi data OJK. 3. Dalam hal sistem jaringan komunikasi data OJK sebagaimana dimaksud pada angka 2 belum tersedia atau terjadi gangguan teknis pada saat penyampaian laporan Produk Asuransi, laporan Produk Asuransi sebagaimana dimaksud pada angka 1, disampaikan kepada OJK secara offline. 4. Laporan Produk Asuransi secara offline sebagaimana dimaksud pada angka 3, harus disampaikan dalam bentuk data elektronik melalui compact disc (CD) atau media penyimpanan data elektronik lainnya, dan khusus bagian A.I dan/atau B.I dari deskripsi Produk Asuransi sebagaimana dimaksud dalam Lampiran VI yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini disusun dalam format spreadsheet. 5. Apabila gangguan teknis sebagaimana dimaksud pada angka 3 dialami oleh OJK, OJK mengumumkan melalui situs web OJK pada hari yang sama saat terjadinya gangguan teknis. 6. Penyampaian laporan Produk Asuransi sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan angka 3, dilengkapi surat pengantar yang ditandatangani oleh: a. Direksi Perusahaan Asuransi; atau b. Direksi dari Perusahaan Asuransi yang ditunjuk menjadi ketua dalam pemasaran Produk Asuransi Bersama. 7. Penyampaian laporan Produk Asuransi secara offline sebagaimana dimaksud pada angka 3 ditujukan kepada: Otoritas Jasa Keuangan u.p. Direktur Kelembagaan dan Produk IKNB Gedung Menara Merdeka Mailing Room Lantai 12 Jl. Budi Kemuliaan I No.2 Jakarta Pusat 8. Penyampaian pelaporan Produk Asuransi secara offline sebagaimana dimaksud pada angka 3 dapat dilakukan dengan salah satu cara sebagai berikut: a. diserahkan langsung ke kantor OJK; b. dikirim melalui kantor pos tercatat; atau - 9 - c. dikirim melalui perusahaan jasa pengiriman, sesuai dengan alamat sebagaimana dimaksud pada angka 7. 9. Perusahaan Asuransi dinyatakan telah menyampaikan laporan Produk Asuransi dengan ketentuan sebagai berikut: a. untuk penyampaian secara online melalui sistem jaringan komunikasi data OJK, dibuktikan dengan tanda terima dari OJK; atau b. untuk penyampaian secara offline, dibuktikan dengan: 1) surat tanda terima dari OJK, apabila laporan disertakan langsung ke kantor OJK sebagaimana dimaksud pada angka 8 huruf a; atau 2) tanda terima pengiriman dari kantor pos atau perusahaan jasa pengiriman, apabila laporan dikirim melalui kantor pos atau perusahaan jasa pengiriman sebagaimana dimaksud pada angka 8 huruf b dan huruf c. 10. Dalam hal terdapat perubahan alamat kantor OJK untuk penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada angka 7, OJK akan menyampaikan pemberitahuan mengenai perubahan alamat melalui surat atau pengumuman. V. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran OJK ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 22 April 2016 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERASURANSIAN, DANA PENSIUN, LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA OTORITAS JASA KEUANGAN, ttd FIRDAUS DJAELANI
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 13/SEOJK.05/2016 </reg_id> <reg_title> PELAPORAN PRODUK ASURANSI BAGI PERUSAHAAN ASURANSI </reg_title> <set_date> 22 April 2016 </set_date> <effective_date> 22 April 2016 </effective_date> <related_reg> '23/POJK.05/2015 | Pasal 44' </related_reg>
Yth. Badan Kredit Desa di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 19 /SEOJK.03/2016 TENTANG PEMENUHAN KETENTUAN BANK PERKREDITAN RAKYAT DAN TRANSFORMASI BADAN KREDIT DESA YANG DIBERIKAN STATUS SEBAGAI BANK PERKREDITAN RAKYAT Sehubungan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 10/POJK.03/2016 tentang Pemenuhan Ketentuan Bank Perkreditan Rakyat dan Transformasi Badan Kredit Desa yang Diberikan Status sebagai Bank Perkreditan Rakyat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 24), selanjutnya disebut POJK tentang BKD, Otoritas Jasa Keuangan perlu untuk mengatur pelaksanaan mengenai Badan Kredit Desa dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM 1. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, Badan Kredit Desa (BKD) diberikan status sebagai Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dengan memenuhi persyaratan dan tata cara yang ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah. 2. Sebagai BPR, BKD wajib memenuhi ketentuan mengenai BPR yang mencakup antara lain kelembagaan, prinsip kehati-hatian, pelaporan dan transparansi keuangan, serta penerapan standar akuntansi bagi BPR. 3. Dalam praktiknya tidak semua BKD mampu memenuhi ketentuan BPR dikarenakan BKD tidak memiliki status badan hukum serta memiliki karakteristik unik yaitu manajemen pengelolaan yang sederhana dan waktu operasional tidak setiap hari kerja. Status badan ... -2- badan hukum dan keunikan BKD membuat BKD dikecualikan dalam setiap ketentuan yang berlaku bagi BPR. 4. Dalam rangka memenuhi seluruh ketentuan BPR sebagaimana dimaksud di atas, BKD perlu diberikan tahapan pencapaian dengan waktu yang terukur yang dituangkan dalam rencana tindak (action plan). 5. Namun demikian, bagi BKD yang berdasarkan pertimbangannya tidak dapat memenuhi ketentuan BPR dapat memilih untuk mengubah (transformasi) kegiatan usaha menjadi Lembaga Keuangan Mikro (LKM) atau mengubah badan usaha menjadi Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) atau unit usaha dari BUM Desa yang dituangkan dalam rencana tindak. 6. Rencana tindak sebagaimana dimaksud pada angka 4 dan angka 5 disusun dengan tahapan yang sistematis dan disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 31 Desember 2016 dan revisi rencana tindak paling lambat 31 Desember 2017 kecuali atas permintaan Otoritas Jasa Keuangan. II. PEMENUHAN KETENTUAN BPR BKD wajib memenuhi ketentuan BPR mencakup antara lain kelembagaan, prinsip kehati-hatian, pelaporan dan transparansi keuangan, serta penerapan standar akuntansi bagi BPR. Pemenuhan ketentuan BPR tersebut dilaksanakan melalui langkah-langkah yang mengacu pada ketentuan sebagai berikut: A. Kelembagaan BKD sebagai BPR melakukan pemenuhan ketentuan mengenai kelembagaan BPR yang antara lain mengacu pada: 1. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 20/POJK.03/2014 tentang Bank Perkreditan Rakyat yang selanjutnya disebut POJK tentang BPR serta Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 16/SEOJK.03/2015 tentang Bank Perkreditan Rakyat yang selanjutnya disebut SEOJK tentang BPR yaitu: a. Bentuk Badan Hukum Pembentukan badan hukum BPR oleh BKD yaitu dapat berupa Perseroan Terbatas (PT), Koperasi, Perusahaan Umum ... -3- Umum Daerah atau Perusahaan Perseroan Daerah. Tata cara pembentukan badan hukum tersebut sebagai berikut: 1) bagi BKD yang memilih untuk berbadan hukum Perseroan Terbatas, pembentukan badan hukum Perseroan Terbatas tersebut mengacu pada Undang- Undang mengenai Perseroan Terbatas; 2) bagi BKD yang memilih untuk berbadan hukum: a) Perusahaan Umum Daerah, pembentukan badan hukum Perusahaan Umum Daerah tersebut mengacu pada Undang-Undang mengenai Pemerintahan Daerah; b) Perusahaan Perseroan Daerah, pembentukan badan hukum Perusahaan Perseroan Daerah tersebut, mengacu pada: (1) Undang-Undang mengenai Pemerintahan Daerah; dan (2) Undang-Undang mengenai Perseroan Terbatas; 3) bagi BKD yang memilih untuk berbadan hukum Koperasi, pembentukan badan hukum Koperasi tersebut mengacu pada Undang-Undang mengenai Perkoperasian. Dalam rangka pembentukan badan hukum tersebut di atas, selain mengacu pada POJK dan SEOJK tentang BPR serta ketentuan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada angka 1), 2) dan 3) di atas, pemenuhan persyaratan badan hukum BPR oleh BKD juga mengikuti mekanisme sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan ketentuan pelaksanaan lainnya. b. Anggota Direksi dan Anggota Dewan Komisaris 1) Anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris masing- masing paling sedikit berjumlah 2 (dua) orang. 2) Salah satu anggota Direksi BPR membawahkan fungsi kepatuhan. 3) Calon anggota Direksi dan calon anggota Dewan Komisaris BPR wajib memperoleh persetujuan dari Otoritas ... -4- Otoritas Jasa Keuangan sebelum menjalankan tugas dan fungsi dalam jabatannya. 4) Persyaratan dan tata cara untuk memperoleh persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan bagi calon anggota Direksi dan calon anggota Dewan Komisaris mengacu pada POJK dan SEOJK tentang BPR dan ketentuan mengenai penilaian kemampuan dan kepatutan bagi pihak utama lembaga jasa keuangan, khususnya bagi BPR antara lain sebagai berikut: a) Anggota Direksi harus memiliki: (1) pendidikan formal paling rendah setingkat diploma tiga; (2) pengetahuan di bidang perbankan yang memadai dan relevan dengan jabatannya; (3) pengalaman dan keahlian di bidang perbankan dan/atau lembaga jasa keuangan non-perbankan; (4) kemampuan untuk melakukan pengelolaan strategis dalam rangka pengembangan BPR yang sehat; (5) sertifikat kelulusan yang masih berlaku yang dikeluarkan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi; dan (6) kemampuan untuk memenuhi persyaratan integritas, kompetensi, dan reputasi keuangan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan penilaian kemampuan dan kepatutan bagi pihak utama lembaga jasa keuangan, khususnya bagi BPR. b) Anggota Dewan Komisaris harus memiliki: (1) pengetahuan di bidang perbankan yang memadai dan relevan dengan jabatannya dan/atau pengalaman di bidang perbankan dan/atau lembaga jasa keuangan non- perbankan; (2) sertifikat ... -5- (2) sertifikat kelulusan yang masih berlaku yang dikeluarkan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi; dan (3) kemampuan untuk memenuhi persyaratan integritas, kompetensi, dan reputasi keuangan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan penilaian kemampuan dan kepatutan bagi pihak utama lembaga jasa keuangan, khususnya bagi BPR. 5) Permohonan untuk memperoleh persetujuan calon anggota Direksi dan/atau calon anggota Dewan Komisaris diajukan melalui surat kepada Otoritas Jasa Keuangan. Contoh surat permohonan sebagaimana Lampiran I.1. 6) Surat permohonan untuk memperoleh persetujuan calon anggota Direksi sebagaimana dimaksud pada angka 4) diajukan dengan melampirkan dokumen pendukung sebagaimana Lampiran I.2, yaitu: a) daftar susunan anggota Direksi; b) dokumen yang menyatakan identitas masing- masing calon anggota Direksi berupa: (1) fotokopi tanda pengenal, berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang masih berlaku; (2) daftar riwayat hidup; (3) pas foto terakhir ukuran 4x6 cm; dan (4) daftar silsilah keluarga dalam hubungan sampai dengan derajat kedua atau semenda; c) contoh tanda tangan dan paraf masing-masing calon anggota Direksi; d) surat pernyataan bermeterai cukup dari masing- masing calon anggota Direksi yang menyatakan bahwa yang bersangkutan: (1) bersedia untuk mematuhi ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku khususnya di bidang perbankan; (2) tidak pernah dihukum karena terbukti melakukan Tindak Pidana Tertentu yang telah ... -6- telah diputus oleh pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam waktu 20 (dua puluh) tahun terakhir sebelum tanggal pengajuan permohonan; (3) tidak sedang dalam pengenaan sanksi dilarang menjadi pemegang saham, anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan/atau Pejabat Eksekutif Lembaga Keuangan; (4) tidak memiliki kredit dan/atau pembiayaan macet; (5) tidak pernah dinyatakan pailit dan tidak pernah menjadi pemegang saham, Direksi atau Dewan Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit berdasarkan ketetapan pengadilan dalam waktu 5 (lima) tahun terakhir sebelum tanggal pengajuan permohonan; (6) tidak merangkap jabatan pada bank, perusahaan non-bank, dan/atau lembaga lain; (7) memenuhi ketentuan yang mengatur mayoritas anggota Direksi tidak memiliki hubungan keluarga atau semenda sampai dengan derajat kedua dengan sesama anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris; dan (8) tidak sedang menjalani proses hukum dan/atau proses penilaian kemampuan dan kepatutan pada suatu bank. e) fotokopi ijazah pendidikan terakhir minimal diploma tiga yang dilegalisasi oleh lembaga yang berwenang; f) surat keterangan/bukti tertulis mengenai pengetahuan di bidang perbankan yang memadai dan relevan dengan jabatannya; g) surat ... -7- g) surat keterangan/bukti tertulis mengenai pengalaman dan keahlian di bidang perbankan dan/atau lembaga jasa keuangan non-perbankan paling singkat selama 2 (dua) tahun; dan h) fotokopi sertifikat kelulusan yang masih berlaku dari Lembaga Sertifikasi Profesi. 7) Permohonan untuk memperoleh persetujuan calon anggota Dewan Komisaris sebagaimana dimaksud pada angka 4) diajukan dengan melampirkan dokumen pendukung sebagaimana Lampiran I.3 yaitu: a) daftar susunan anggota Dewan Komisaris BPR; b) dokumen yang menyatakan identitas masing- masing calon anggota Dewan Komisaris berupa: (1) fotokopi tanda pengenal, berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang masih berlaku; (2) daftar riwayat hidup; (3) pas foto terakhir ukuran 4x6 cm; dan (4) daftar silsilah keluarga dalam hubungan sampai dengan derajat kedua atau semenda; c) contoh tanda tangan dan paraf masing-masing calon anggota Dewan Komisaris; d) surat keterangan/bukti tertulis mengenai pengetahuan di bidang perbankan yang memadai dan relevan dengan jabatannya dan/atau pengalaman di bidang perbankan dan/atau lembaga jasa keuangan non-perbankan, bagi calon anggota Dewan Komisaris; e) surat pernyataan bermeterai cukup dari masing- masing calon anggota Dewan Komisaris yang menyatakan bahwa yang bersangkutan: (1) bersedia untuk mematuhi ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku khususnya di bidang perbankan; dan (2) tidak pernah dihukum karena terbukti melakukan Tindak Pidana Tertentu yang telah diputus oleh pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam waktu ... -8- waktu 20 (dua puluh) tahun terakhir sebelum tanggal pengajuan permohonan; f) tidak sedang dalam pengenaan sanksi dilarang menjadi pemegang saham, anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan/atau Pejabat Eksekutif Lembaga Keuangan; g) tidak memiliki kredit dan/atau pembiayaan macet; h) tidak pernah dinyatakan pailit dan tidak pernah menjadi pemegang saham, Direksi atau Dewan Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit berdasarkan ketetapan pengadilan dalam waktu 5 (lima) tahun terakhir sebelum tanggal pengajuan permohonan; i) tidak merangkap jabatan sebagai: (1) anggota Dewan Komisaris melebihi yang diperkenankan dalam ketentuan yang berlaku; dan/atau (2) anggota Direksi atau Pejabat Eksekutif pada BPR, BPRS, dan/atau Bank Umum; j) memenuhi ketentuan yang mengatur mayoritas anggota Dewan Komisaris tidak memiliki hubungan keluarga atau semenda sampai dengan derajat kedua dengan sesama anggota Dewan Komisaris atau anggota Direksi; k) tidak sedang menjalani proses hukum dan/atau proses penilaian kemampuan dan kepatutan pada suatu bank; l) bersedia untuk mempresentasikan hasil pengawasan terhadap BPR apabila diminta oleh Otoritas Jasa Keuangan; dan m) fotokopi sertifikat kelulusan yang masih berlaku dari Lembaga Sertifikasi Profesi. 2. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 4/POJK.03/2015 tentang Penerapan Tata Kelola bagi Bank Perkreditan Rakyat serta Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 5/SEOJK.03/2016 ... -9- 5/SEOJK.03/2016 tentang Penerapan Tata Kelola bagi Bank Perkreditan Rakyat, Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 6/SEOJK.03/2016 tentang Penerapan Fungsi Kepatuhan bagi Bank Perkreditan Rakyat, dan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 7/SEOJK.03/2016 tentang Standar Pelaksanaan Fungsi Audit Intern Bank Perkreditan Rakyat yaitu: a. Tata Kelola adalah tata kelola BPR yang menerapkan prinsip-prinsip keterbukaan (transparency), akuntabilitas (accountability), pertanggungjawaban (responsibility), independensi (independency), dan kewajaran (fairness). b. BPR wajib menerapkan Tata Kelola dalam setiap kegiatan usahanya pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi yang diwujudkan paling sedikit dalam bentuk sebagai berikut: 1) pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi; 2) pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris; 3) kelengkapan dan pelaksanaan tugas atau fungsi komite; 4) penanganan benturan kepentingan; 5) penerapan fungsi kepatuhan, audit intern, dan audit ekstern; 6) penerapan manajemen risiko, termasuk sistem pengendalian intern; 7) batas maksimum pemberian kredit; 8) rencana bisnis BPR; dan 9) transparansi kondisi keuangan dan non-keuangan. c. Penerapan fungsi kepatuhan BPR dalam struktur organisasi meliputi kewajiban bagi BPR untuk: 1) membentuk satuan kerja kepatuhan (compliance unit) yang independen terhadap satuan kerja operasional; atau 2) menunjuk Pejabat Eksekutif yang independen terhadap operasional BPR untuk melaksanakan fungsi kepatuhan. d. Penerapan fungsi audit intern bagi BPR antara lain mencakup: 1) pemenuhan ... -10- 1) pemenuhan struktur organisasi, pedoman standar pelaksanaan fungsi audit intern, dan laporan terkait pelaksanaan fungsi audit intern; 2) kewajiban untuk membentuk Satuan Kerja Audit Intern (SKAI) atau menunjuk 1 (satu) orang Pejabat Eksekutif yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan fungsi audit intern, sesuai dengan kebutuhan dan kompleksitas operasional usaha BPR. 3. Peraturan perundang-undangan lain terkait kelembagaan BPR yaitu antara lain: a. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998; b. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian; c. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas; d. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah; e. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa; f. Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/9/PBI/2012 tentang Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) Bank Perkreditan Rakyat atau ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai penilaian kemampuan dan kepatutan bagi pihak utama lembaga jasa keuangan; g. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/36/DKBU perihal Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) Bank Perkreditan Rakyat atau perubahannya; h. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/45/DPNP Perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/36/DKBU perihal Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/45/DPNP atau perubahannya; i. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 44/POJK.03/2015 tentang Sertifikasi Profesi bagi Direksi dan ... -11- dan Dewan Komisaris Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah; j. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12/POJK.03/2016 tentang Kegiatan Usaha dan Wilayah Jaringan Kantor Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Modal Inti; k. Surat Keputusan Direksi BI Nomor 31/60/KEP/DIR tanggal 9 Juli 1998 tentang Rencana Kerja dan Laporan Pelaksanaan Rencana Kerja BPR atau ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai Rencana Bisnis BPR. B. Prinsip Kehati-Hatian Sebagai lembaga kepercayaan yang mengelola dana masyarakat, dalam melakukan kegiatan usaha BKD wajib memenuhi prinsip kehati-hatian BPR yang antara lain: 1. Penerapan Manajemen Risiko Pemenuhan ketentuan Manajemen Risiko BPR oleh BKD mengacu pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 13/POJK.03/2015 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Perkreditan Rakyat beserta ketentuan pelaksanaannya yang antara lain mengatur hal sebagai berikut: a. Manajemen Risiko adalah serangkaian metodologi dan prosedur yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko yang timbul dari seluruh kegiatan usaha BPR. b. BPR wajib menerapkan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud pada huruf a paling sedikit meliputi: 1) Pengawasan Direksi dan Dewan Komisaris. 2) Kecukupan kebijakan, prosedur, dan limit yaitu: a) kebijakan Manajemen Risiko; b) prosedur Manajemen Risiko; dan c) penetapan limit risiko. 3) Kecukupan proses dan sistem yaitu: a) proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko; dan b) sistem informasi Manajemen Risiko. 4) Sistem pengendalian intern yang menyeluruh. c. Risiko ... -12- c. Risiko yang harus dikelola dalam penerapan Manajemen Risiko meliputi: 1) Risiko kredit yaitu risiko akibat kegagalan debitur dan/atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada BPR; 2) Risiko operasional yaitu risiko yang antara lain disebabkan adanya ketidakcukupan dan/atau tidak berfungsinya proses intern, kesalahan sumber daya manusia, kegagalan sistem, dan/atau adanya masalah ekstern yang memengaruhi operasional BPR; 3) Risiko kepatuhan yaitu risiko akibat BPR tidak mematuhi dan/atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan lain termasuk risiko akibat kelemahan aspek hukum; 4) Risiko likuiditas yaitu risiko akibat ketidakmampuan BPR untuk memenuhi kewajiban yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas dan/atau aset likuid berkualitas tinggi yang dapat diagunkan, tanpa mengganggu aktivitas dan/atau kondisi keuangan BPR; 5) Risiko reputasi yaitu risiko akibat menurunnya tingkat kepercayaan pemangku kepentingan yang bersumber dari persepsi negatif mengenai BPR; dan 6) Risiko strategis yaitu risiko akibat ketidaktepatan BPR dalam pengambilan dan/atau pelaksanaan suatu keputusan strategis serta kegagalan BPR dalam mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis. 2. Kewajiban Penyediaan Modal Minimum dan Pemenuhan Modal Inti Pemenuhan ketentuan mengenai Kewajiban Penyediaan Modal Minimum dan Pemenuhan Modal Inti Minimum BPR oleh BKD mengacu pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 5/POJK.03/2015 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum dan Pemenuhan Modal Inti Minimum BPR serta Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 8/SEOJK.03/2016 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum dan Pemenuhan Modal ... -13- Modal Inti Minimum BPR yang antara lain mengatur hal sebagai berikut: a. Kewajiban Penyediaan Modal Minimum yang selanjutnya disingkat KPMM adalah rasio modal terhadap Aset Tertimbang Menurut Risiko yang wajib disediakan oleh BPR. Aset Tertimbang Menurut Risiko yang selanjutnya disingkat ATMR adalah jumlah aset neraca BKD yang diberikan bobot sesuai dengan kadar risiko yang melekat pada setiap pos aset sesuai ketentuan. b. BKD sebagai BPR wajib menyediakan modal minimum yang dihitung dengan menggunakan rasio KPMM paling rendah sebesar 12% (dua belas persen) dari ATMR. c. BKD sebagai BPR wajib menyediakan modal inti paling rendah 8% (delapan persen) dari ATMR. d. BKD sebagai BPR wajib memiliki modal inti minimum sebesar Rp6.000.000.000,00 (enam milyar rupiah) dengan ketentuan: 1) BKD Rp3.000.000.000,00 (tiga milyar rupiah) wajib memenuhi modal inti minimum sebesar Rp3.000.000.000,00 (tiga milyar rupiah) paling lambat pada tanggal 31 Desember 2019. 2) BKD sebagaimana dimaksud pada angka 1) wajib memenuhi modal inti minimum sebesar Rp6.000.000.000,00 (enam milyar rupiah) paling lambat pada tanggal 31 Desember 2024. 3) BKD dengan modal inti paling sedikit sebesar Rp3.000.000.000,00 (tiga milyar rupiah) namun kurang dari Rp6.000.000.000,00 (enam milyar rupiah), wajib memenuhi modal inti minimum sebesar Rp6.000.000.000,00 (enam milyar rupiah) paling lambat pada tanggal 31 Desember 2019. e. Pemenuhan kewajiban modal inti minimum sebagaimana dimaksud pada huruf d dilakukan antara lain melalui pertumbuhan laba, penambahan modal disetor, Penyatuan BKD atau Pengalihan BKD. 3. Kualitas ... dengan modal inti kurang dari -14- 3. Kualitas Aktiva Produktif BPR Pemenuhan ketentuan mengenai Kualitas Aktiva Produktif (KAP) BPR oleh BKD mengacu pada Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/19/PBI/2006 tentang Kualitas Aktiva Produktif dan Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/26/PBI/2011 beserta ketentuan pelaksanaan atau perubahannya yang antara lain mengatur hal sebagai berikut: a. Aktiva Produktif adalah penyediaan dana dalam Rupiah untuk memperoleh penghasilan, dalam bentuk Kredit, Sertifikat Bank Indonesia dan Penempatan Dana Antar Bank. b. Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif, yang selanjutnya disebut PPAP, adalah cadangan yang harus dibentuk sebesar persentase tertentu dari baki debet (saldo) berdasarkan penggolongan Kualitas Aktiva Produktif. c. Kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Kredit ditetapkan dalam 4 (empat) golongan, yaitu Lancar, Kurang Lancar, Diragukan dan Macet. d. Kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia ditetapkan Lancar. e. Kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Penempatan Dana Antar Bank ditetapkan dalam 3 (tiga) golongan yaitu Lancar, Kurang Lancar, dan Macet. f. BPR wajib membentuk PPAP berupa PPAP umum dan PPAP khusus. g. PPAP sebagaimana dimaksud pada huruf f ditetapkan paling kurang sebesar: 1) 0,5% (nol koma lima persen) dari Aktiva Produktif yang memiliki kualitas Lancar; 2) 10% (sepuluh persen) dari Aktiva Produktif dengan kualitas Kurang Lancar setelah dikurangi dengan nilai agunan; 3) 50% (lima puluh persen) dari Aktiva Produktif dengan kualitas Diragukan setelah dikurangi dengan nilai agunan; dan 4) 100% ... -15- 4) 100% (seratus persen) dari Aktiva Produktif dengan kualitas Macet setelah dikurangi dengan nilai agunan. 4. Batas Maksimum Pemberian Kredit BPR Pemenuhan ketentuan mengenai Penerapan Batas Maksimum Pemberian Kredit BPR oleh BKD mengacu pada ketentuan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/13/PBI/2009 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Perkreditan Rakyat dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/21/DKBU tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Perkreditan Rakyat beserta ketentuan pelaksanaan atau perubahannya yang antara lain mengatur hal sebagai berikut: a. Batas Maksimum Pemberian Kredit yang selanjutnya disebut dengan BMPK adalah persentase maksimum realisasi penyediaan dana yang diperkenankan terhadap modal. b. Penyediaan Dana adalah penanaman dana dalam bentuk kredit dan/atau penempatan dana antar bank. c. Penyediaan Dana kepada seluruh Pihak Terkait ditetapkan paling tinggi 10% (sepuluh persen) dari Modal. d. Penyediaan Dana dalam bentuk Penempatan Dana Antar Bank kepada BPR/BKD lain yang merupakan Pihak Tidak Terkait ditetapkan paling tinggi 20% (dua puluh persen) dari Modal. e. Penyediaan Dana dalam bentuk Kredit kepada 1 (satu) Peminjam Pihak Tidak Terkait ditetapkan paling tinggi 20% (dua puluh persen) dari Modal. f. Penyediaan Dana dalam bentuk Kredit kepada 1 (satu) kelompok Peminjam Pihak Tidak Terkait ditetapkan paling tinggi 30% (tiga puluh persen) dari Modal. g. BKD dilarang memberikan Penyediaan Dana yang mengakibatkan Pelanggaran BMPK pada huruf c sampai dengan huruf f di atas. 5. Penilaian Tingkat Kesehatan BPR wajib memelihara tingkat kesehatan agar selalu dalam kondisi baik. Dalam memelihara tingkat kesehatan, BPR wajib melakukan penilaian tingkat kesehatan BPR setiap bulan. Penilaian tersebut mengacu pada Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia ... -16- Indonesia Nomor 30/12/KEP/DIR tentang Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat atau ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai penilaian tingkat kesehatan BPR. C. Pelaporan dan Transparansi Keuangan Dalam rangka penerapan tata kelola (good governance), BKD sebagai BPR wajib menyampaikan dan mengumumkan laporan keuangan dalam bentuk neraca, laporan laba rugi, dan penjelasannya, serta laporan berkala lainnya yang disusun sesuai dengan standar akuntansi serta pedoman pencatatan dan pelaporan yang berlaku bagi BPR dalam waktu dan bentuk yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan. Laporan yang wajib disampaikan oleh BKD sebagai BPR kepada Otoritas Jasa Keuangan dan diumumkan kepada masyarakat, antara lain: 1. Laporan Bulanan BKD sebagai BPR wajib menyusun dan menyampaikan Laporan Bulanan mengacu pada Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/51/PBI/2005 tentang Laporan Bulanan Bank Perkreditan Rakyat dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/20/DKBU perihal Laporan Bulanan Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/39/DKBU yang antara lain ditetapkan sebagai berikut: a. Laporan Bulanan BPR, selanjutnya disebut Laporan Bulanan, adalah laporan keuangan yang disusun dan disajikan menurut sistematika yang ditentukan oleh Bank Indonesia dalam format dan definisi yang seragam serta dilaporkan dengan menggunakan sandi dan angka. b. BPR Pelapor wajib menyusun dan menyampaikan Laporan Bulanan kepada Bank Indonesia/Otoritas Jasa Keuangan secara online setiap bulan secara benar, lengkap, dan tepat waktu mencakup seluruh aspek keuangan yaitu neraca, rekening administratif, daftar rincian dari pos-pos tertentu neraca dengan mengacu pedoman penyusunan Laporan Bulanan yang diatur oleh Bank Indonesia. c. Laporan Bulanan sebagaimana dimaksud pada huruf b wajib disampaikan oleh BPR paling lambat tanggal 14 (empat ... -17- (empat belas) pada bulan berikutnya setelah berakhirnya bulan laporan yang bersangkutan. 2. Laporan Rencana Kerja dan Pelaksanaan Rencana Kerja BKD sebagai BPR wajib menyusun dan menyampaikan Laporan Rencana Kerja dan Realisasi Rencana Kerja mengacu pada Surat Keputusan Direksi BI Nomor 31/60/KEP/DIR tanggal 9 Juli 1998 tentang Rencana Kerja dan Laporan Pelaksanaan Rencana Kerja BPR atau ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai Rencana Bisnis BPR yang antara lain ditetapkan sebagai berikut: a. Laporan Rencana Kerja 1) Rencana Kerja adalah dokumen tertulis yang menggambarkan rencana kegiatan usaha BPR dalam jangka waktu tertentu, termasuk rencana untuk meningkatkan kinerja usaha, serta strategi untuk merealisasikan rencana tersebut sesuai dengan target dan waktu yang ditetapkan, dengan tetap memperhatikan pemenuhan ketentuan kehati-hatian dan penerapan manajemen risiko. 2) Rencana Kerja tersebut wajib disusun secara realistis dan sekurang-kurangnya memuat: a) rencana penghimpunan dan penyaluran dana yang disertai dengan penjelasan mengenai upaya- upaya yang akan dilakukan untuk mencapai target yang ditetapkan; b) proyeksi neraca dan perhitungan laba rugi yang dirinci dalam 2 (dua) semester; c) rencana pengembangan sumber daya manusia; dan d) upaya yang akan dilakukan untuk memperbaiki/ meningkatkan kinerja BPR. b. Laporan Pelaksanaan Rencana Kerja 1) Laporan Pelaksanaan Rencana Kerja atau Laporan Realisasi Rencana Bisnis adalah laporan dari Direksi BPR mengenai realisasi Rencana Kerja/Rencana Bisnis BPR sampai dengan periode tertentu. 2) Laporan ... -18- 2) Laporan Pelaksanaan Pengawasan oleh Dewan Komisaris atau Laporan Pengawasan Rencana Bisnis adalah laporan dari Dewan Komisaris BPR mengenai hasil pengawasan yang bersangkutan terhadap pelaksanaan Rencana Kerja/Rencana Bisnis sampai dengan periode tertentu. 3) Laporan Pelaksanaan Rencana Kerja atau Laporan Realisasi Rencana Bisnis dimaksud antara lain memuat: a) Penilaian terhadap pelaksanaan Rencana Kerja yang disertai dengan penjelasan mengenai faktor- faktor yang memengaruhi pencapaian target; dan b) Uraian mengenai permasalahan yang dapat mengganggu kelancaran operasional BPR serta upaya yang telah dan akan dilakukan untuk mengatasinya. 3. Laporan Keuangan Publikasi dan Laporan Keuangan Tahunan BKD sebagai BPR wajib menyusun dan mengumumkan Laporan Keuangan Publikasi dan Laporan Keuangan Tahunan mengacu pada Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/3/PBI/2013 tanggal 21 Mei 2013 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank Perkreditan Rakyat beserta ketentuan pelaksanaannya yang antara lain ditetapkan sebagai berikut: a. Laporan Keuangan Publikasi 1) Laporan Keuangan Publikasi adalah laporan keuangan BPR yang disusun berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku bagi BPR dan dipublikasikan setiap triwulan sesuai dengan ketentuan Otoritas Jasa Keuangan; 2) BKD sebagai BPR wajib mengumumkan Laporan Keuangan Publikasi triwulanan untuk posisi akhir bulan Maret, Juni, September dan Desember sesuai dengan bentuk dan tata cara yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan; 3) Laporan Keuangan Publikasi untuk posisi bulan Desember disusun berdasarkan Laporan Keuangan Tahunan; 4) Laporan ... -19- 4) Laporan Keuangan Publikasi tersebut paling sedikit memuat: a) laporan keuangan yang terdiri dari Neraca, Laporan Laba Rugi, Laporan Komitmen dan Kontinjensi; b) informasi lainnya terdiri dari: (1) Kualitas Aktiva Produktif (KAP) untuk penempatan pada bank lain, kredit yang diberikan, baik kepada pihak terkait maupun pihak tidak terkait. (2) rasio keuangan, yang terdiri dari Kewajiban Penyediaan Modal Minimum, Non-Performing Loans (NPL) dan Penyisihan Penghapusan, Aktiva Produktif, Return on Asset (ROA) dan Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO), Cash Ratio, dan Loan to Deposit Ratio (LDR). (3) Susunan Pengurus dan komposisi Pemegang Saham, termasuk Pengendali. 5) Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan sebagaimana dimaksud pada angka 2) wajib disajikan dalam bentuk perbandingan dengan Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan tahun sebelumnya; 6) BKD sebagai BPR yang mempunyai total aset lebih kecil dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) wajib mengumumkan Laporan Keuangan Publikasi posisi akhir bulan Maret, Juni, September, dan Desember pada surat kabar lokal atau menempelkannya pada papan pengumuman atau media lainnya yang mudah dibaca oleh publik; 7) BKD sebagai BPR yang mempunyai total aset lebih besar dari atau sama dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) wajib: a) mengumumkan Laporan Keuangan Publikasi posisi akhir bulan Maret, Juni, dan September dalam surat kabar harian lokal atau menempelkannya ... Pemegang Saham -20- menempelkannya pada papan pengumuman atau media lainnya yang mudah dibaca oleh publik; dan b) mengumumkan Laporan Keuangan Publikasi posisi akhir bulan Desember dalam surat kabar harian lokal dan menempelkannya pada papan pengumuman atau media lainnya yang mudah dibaca oleh publik. 8) Pengumuman Laporan Keuangan Publikasi sebagaimana dimaksud pada angka 6) dan 7) wajib dilakukan paling lambat: a) akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya bulan laporan untuk Laporan Keuangan Publikasi posisi akhir bulan Maret, Juni, dan September; dan b) akhir bulan keempat tahun berikutnya setelah berakhirnya bulan laporan untuk Laporan Keuangan Publikasi posisi akhir bulan Desember. b. Laporan Keuangan Tahunan 1) Laporan Keuangan Tahunan adalah laporan keuangan akhir tahun BPR yang disusun berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku bagi BPR. 2) BKD sebagai BPR wajib menyusun dan menyajikan laporan keuangan tahunan dengan bentuk dan cakupan sebagaimana ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan yang terdiri dari Neraca, Laporan Laba Rugi, Laporan Perubahan Ekuitas, Laporan Arus Kas, dan catatan atas laporan keuangan, termasuk informasi tentang Komitmen dan Kontinjensi. 3) Laporan Keuangan Tahunan sebagaimana dimaksud pada huruf b wajib disusun untuk 1 (satu) Tahun Buku dan disajikan dengan perbandingan 1 (satu) Tahun Buku sebelumnya. 4) Bagi BPR yang mempunyai total aset lebih besar dari atau sama dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah), Laporan Keuangan Tahunan yang disampaikan dalam Laporan Tahunan wajib diaudit terlebih dahulu oleh Akuntan Publik. D. Rencana ... -21- D. Rencana Tindak dan Laporan Perkembangan Realisasi Rencana Tindak dalam Rangka Pemenuhan Ketentuan BPR Dalam rangka pemenuhan ketentuan BPR tersebut di atas, BKD menyusun dan menyampaikan rencana tindak serta melaporkan perkembangan realisasi rencana tindak dalam rangka pemenuhan ketentuan BPR sebagai berikut: 1. Rencana Tindak a. Rencana tindak memuat paling sedikit: 1) rencana pembentukan badan hukum yaitu dengan memilih salah satu bentuk badan hukum berupa Perseroan Terbatas, Koperasi, Perusahaan Umum Daerah atau Perusahaan Perseroan Daerah. Dalam rangka pembentukan badan hukum tersebut, harus ditetapkan terlebih dahulu kepemilikan BKD. 2) rencana pengangkatan anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris. Calon anggota Direksi dan calon anggota Dewan Komisaris yang diusulkan harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada butir II.A.1.b tersebut di atas yang antara lain memenuhi persyaratan integritas, kompetensi dan reputasi keuangan; 3) rencana pemenuhan modal inti BPR sebesar Rp6.000.000.000,00 (enam milyar rupiah) dengan ketentuan: a) BKD dengan modal inti kurang dari Rp3.000.000.000,00 (tiga milyar rupiah) wajib memenuhi modal inti minimum sebesar Rp3.000.000.000,00 (tiga milyar rupiah) paling lambat pada tanggal 31 Desember 2019. b) BKD sebagaimana dimaksud pada huruf a) wajib memenuhi modal inti minimum sebesar Rp6.000.000.000,00 (enam milyar rupiah) paling lambat pada tanggal 31 Desember 2024. c) BKD dengan modal inti paling sedikit sebesar Rp3.000.000.000,00 (tiga milyar rupiah) namun kurang dari Rp6.000.000.000,00 (enam milyar rupiah), wajib memenuhi modal inti minimum sebesar ... -22- sebesar Rp6.000.000.000,00 (enam milyar rupiah) paling lambat pada tanggal 31 Desember 2019. Perhitungan modal inti dimaksud mengacu pada Peraturan Ootoritas Jasa Keuangan Nomor 5/POJK.03/2015 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum dan Pemenuhan Modal Inti Minimum BPR yang antara lain terdiri dari modal disetor, cadangan tambahan modal yaitu agio, dana setoran modal, modal sumbangan, cadangan umum, cadangan tujuan, laba tahun-tahun lalu, dan laba tahun berjalan serta diperhitungkan dengan perhitungan pajak tangguhan (deferred tax), goodwill, disagio, agunan yang diambil alih yang telah melampaui jangka waktu 1 (satu) tahun sejak pengambilalihan sebesar nilai yang tercatat pada neraca BPR, rugi tahun-tahun lalu, dan rugi tahun berjalan; 4) rencana pemenuhan infrastruktur termasuk teknologi informasi untuk mendukung kegiatan operasional dan pelaporan, misalnya pemenuhan infrastruktur termasuk teknologi informasi untuk mendukung kegiatan operasional dan pelaporan, penyediaan aplikasi laporan, sambungan telepon yang memungkinkan koneksi ke jaringan extranet atau virtual private network Bank Indonesia/Otoritas Jasa Keuangan termasuk kebutuhan sumber daya manusia yang diperlukan untuk pengoperasian aplikasi dan penyusunan laporan tersebut serta sistem dan prosedur kerja BPR; 5) rencana hari kerja operasional, yaitu penerapan hari kerja operasional menjadi paling sedikit 5 (lima) hari dalam 1 (satu) minggu atau dari hari Senin sampai Jumat (kecuali hari libur nasional). Apabila BKD beroperasi di luar hari kerja yang telah ditentukan, BKD wajib melaporkannya kepada Otoritas Jasa Keuangan; 6) rencana Penyatuan BKD atau Pengalihan BKD yang dimuat dalam rencana tindak, dalam hal berdasarkan pertimbangan ... -23- pertimbangan BKD harus melakukan Penyatuan BKD atau Pengalihan BKD untuk dapat memenuhi ketentuan BPR. b. Rencana tersebut harus dilengkapi dengan langkah-langkah yang akan dilakukan terkait pemenuhan ketentuan BPR tersebut, serta target waktu pelaksanannya dengan batas waktu paling lambat tanggal 31 Desember 2019. c. Otoritas Jasa Keuangan dapat meminta BKD melakukan revisi rencana tindak yang disampaikan oleh BKD tersebut di atas apabila menurut penilaian Otoritas Jasa Keuangan langkah-langkah dan/atau target waktu penyelesaian tidak sejalan dengan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini atau tidak mungkin dicapai. d. Rencana tindak pemenuhan ketentuan BPR diajukan kepada Otoritas Jasa Keuangan. Contoh surat dan format rencana tindak sebagaimana Lampiran II.1. 2. Laporan Perkembangan Realisasi Rencana Tindak a. BKD wajib melaksanakan rencana tindak yang telah disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud pada angka 1. b. BKD wajib menyampaikan Laporan Perkembangan Realisasi Rencana Tindak untuk pemenuhan ketentuan BPR disertai dengan bukti/dokumen pendukungnya kepada Otoritas Jasa Keuangan setiap 6 (enam) bulan sekali untuk periode laporan yang berakhir pada tanggal 30 Juni dan 31 Desember. Laporan untuk periode 30 Juni disampaikan paling lambat pada tanggal 31 Juli pada tahun yang sama dan untuk periode 31 Desember disampaikan paling lambat pada tanggal 31 Januari tahun berikutnya. Apabila tanggal tersebut merupakan hari libur, maka laporan disampaikan pada hari kerja berikutnya. c. Laporan perkembangan realisasi rencana tindak sebagaimana dimaksud pada huruf b untuk pertama kali yaitu periode 30 Juni 2017 yang disampaikan paling lambat tanggal 31 Juli 2017. d. Laporan perkembangan realisasi rencana tindak pemenuhan ketentuan BPR diajukan kepada Otoritas Jasa Keuangan ... -24- Keuangan. Contoh surat dan contoh laporan sebagaimana Lampiran II.2. 3. Pengajuan Permohonan Pengalihan Izin Usaha BKD yang telah memperoleh persetujuan anggaran dasar pembentukan badan hukum dari instansi yang berwenang, wajib mengajukan permohonan pengalihan izin usaha kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan dilampiri: a. akta pendirian badan hukum yang memuat anggaran dasar yang telah disahkan oleh instansi berwenang; b. data kepemilikan yang terdiri dari: 1) daftar pemegang saham berikut rincian besarnya masing-masing kepemilikan saham oleh BKD yang memilih berbadan hukum Perseroan Terbatas atau Perusahaan Perseroan Daerah; atau 2) daftar anggota berikut rincian jumlah simpanan pokok dan simpanan wajib oleh BKD yang memilih berbadan hukum Koperasi; c. daftar anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris; d. rencana struktur organisasi dan jumlah personalia; dan e. rencana sistem dan prosedur kerja. Contoh surat permohonan pengalihan izin usaha sebagaimana Lampiran II.3. III. PENYATUAN BKD DAN PENGALIHAN BKD Dalam rangka pemenuhan ketentuan BPR sebagaimana dimaksud pada angka II di atas, BKD dapat melakukan Penyatuan BKD atau Pengalihan BKD. Penyatuan BKD dan Pengalihan BKD tersebut harus terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan. A. Penyatuan BKD Penyatuan BKD dapat dilakukan dalam 2 (dua) cara, yaitu melalui proses penggabungan atau proses peleburan. 1. Penyatuan BKD melalui Proses Penggabungan Penyatuan BKD melalui proses penggabungan adalah proses penggabungan 1 (satu) BKD atau lebih ke dalam BPR milik Pemerintah Daerah yang mengakibatkan beralihnya aset dan kewajiban BKD dengan membubarkan BKD yang melakukan penggabungan ... -25- penggabungan tanpa proses pemberesan. Tata cara untuk melakukan Penyatuan BKD melalui proses penggabungan tersebut di atas adalah sebagai berikut: a. Kebijakan Penyatuan BKD melalui proses penggabungan disepakati melalui musyawarah desa dan selanjutnya ditetapkan dalam Peraturan Desa; b. Masing-masing Pelaksana Operasional BKD dan direksi BPR milik Pemerintah Daerah yang akan melakukan penggabungan, secara bersama-sama menyusun rancangan penggabungan BKD yang memuat paling sedikit: 1) nama dan tempat kedudukan BKD dan BPR milik Pemerintah Daerah yang penggabungan; 2) alasan dan penjelasan masing-masing Pelaksana Operasional BKD dan direksi BPR milik Pemerintah Daerah yang akan melakukan penggabungan; 3) tata cara konversi kepemilikan dari masing-masing BKD dan BPR milik Pemerintah Daerah yang akan melakukan penggabungan; 4) rancangan perubahan anggaran dasar BPR milik Pemerintah Daerah setelah penggabungan; 5) rencana kerja BPR milik Pemerintah Daerah setelah penggabungan selama 12 (dua belas) bulan termasuk tingkat kesehatannya; 6) rencana status kantor-kantor BKD dan BPR milik Pemerintah Daerah setelah penggabungan; 7) nama dan tempat kedudukan BPR hasil penggabungan BKD; 8) nama pemegang saham atau pemilik BKD, calon anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris BPR milik Pemerintah Daerah hasil penggabungan BKD. 9) penegasan dari BPR milik Pemerintah Daerah mengenai kesediaan untuk menerima pengalihan hak dan kewajiban dari BKD yang melakukan penggabungan; dan akan melakukan 10) hal ... -26- 10) hal-hal lain yang perlu diketahui oleh masing-masing pemilik BKD dan pemegang saham BPR milik Pemerintah Daerah, antara lain: a) perkiraan neraca BPR milik Pemerintah Daerah hasil penggabungan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku; b) cara penyelesaian status karyawan BKD yang akan melakukan penggabungan; c) cara penyelesaian hak dan kewajiban BKD yang akan melakukan penggabungan, kepada debitur dan kreditur; d) cara penyelesaian hak-hak pemilik minoritas, apabila ada; e) perkiraan jangka waktu pelaksanaan penggabungan; dan f) laporan mengenai kondisi dan permasalahan selama tahun buku berjalan yang memengaruhi kegiatan BPR milik Pemerintah Daerah setelah penggabungan. c. Rancangan penggabungan BKD sebagaimana dimaksud dalam huruf b harus mendapat persetujuan dari masing- masing Dewan Pengawas BKD dan Dewan Komisaris BPR milik Pemerintah Daerah dan selanjutnya disusun konsep akta penggabungan; d. Pelaksana Operasional BKD dan anggota Direksi BPR milik Pemerintah Daerah yang akan melakukan penggabungan mengumumkan ringkasan rancangan penggabungan sebagaimana dimaksud pada huruf b yang paling sedikit memuat: 1) nama dan tempat kedudukan BKD dan BPR milik Pemerintah Daerah yang akan melakukan penggabungan; 2) rencana status kantor BKD dan BPR milik Pemerintah Daerah hasil penggabungan; dan 3) nama pemilik/pemegang saham, calon anggota Direksi dan calon anggota Dewan Komisaris BPR milik Pemerintah Daerah hasil penggabungan. e. Pengumuman ... -27- e. Pengumuman sebagaimana dimaksud pada huruf d dilakukan dengan menempelkan pada papan pengumuman di kantor masing-masing BKD dan kantor BPR milik Pemerintah Daerah sebelum pelaksanaan musyawarah desa dan Rapat Umum Pemegang Saham dalam rangka persetujuan rancangan penggabungan BKD dan konsep akta penggabungan sebagaimana dimaksud dalam huruf g; Apabila terdapat keberatan atas penggabungan f. BKD oleh kreditur pelaksanaan dan/atau pemilik/pemegang saham minoritas dari BKD atau BPR milik Pemerintah Daerah, diselesaikan dalam musyawarah desa dan/atau Rapat Umum Pemegang Saham dalam rangka persetujuan rancangan penggabungan BKD dan konsep akta penggabungan; g. Selama penyelesaian keberatan oleh kreditur dan/atau pemilik/pemegang saham minoritas BKD atau BPR milik Pemerintah Daerah atas pelaksanaan proses penggabungan sebagaimana dimaksud pada huruf f belum tercapai, penggabungan BKD tidak dapat dilaksanakan; h. Rancangan penggabungan BKD dan konsep akta penggabungan sebagaimana dimaksud pada huruf b dan huruf c dimintakan persetujuan musyawarah desa dan Peraturan Daerah/Rapat Umum Pemegang Saham masing- masing BKD atau BPR milik Pemerintah Daerah yang akan melakukan penggabungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; i. Konsep akta penggabungan yang telah disetujui oleh musyawarah desa dan Rapat Umum Pemegang Saham sebagaimana dimaksud pada huruf h dituangkan dalam akta penggabungan dan akta perubahan anggaran dasar BPR milik Pemerintah Daerah hasil penggabungan yang telah dinotariilkan; j. Permohonan untuk memperoleh persetujuan penggabungan BKD dan pencabutan izin usaha BKD diajukan kepada Otoritas Jasa Keuangan oleh: 1) Ketua Pelaksana Operasional dari salah satu BKD; dan 2) direksi ... -28- 2) direksi BPR milik Pemerintah Daerah yang akan menerima penggabungan BKD, disampaikan setelah musyawarah desa dan Rapat Umum Pemegang Saham BPR milik Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada huruf h; k. Permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf j diajukan kepada Otoritas Jasa Keuangan. Contoh surat permohonan sebagaimana Lampiran III.1 dan disertai dengan dokumen: 1) rancangan penggabungan BKD sebagaimana dimaksud pada huruf b di atas; 2) persetujuan para pemilik BKD yang melakukan penggabungan BKD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku antara lain berupa notulen musyawarah desa/pemilik masing- masing BKD yang menyetujui rancangan dan konsep akta penggabungan BKD sebagaimana dimaksud pada huruf h; 3) rancangan neraca dan laporan laba rugi BPR hasil penggabungan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku; 4) akta penggabungan dan akta perubahan anggaran dasar BPR hasil penggabungan sebagaimana dimaksud pada huruf i; 5) bukti l. pengumuman ringkasan rancangan penggabungan sebagaimana dimaksud pada huruf e; Persetujuan atau penolakan atas permohonan izin penggabungan diberikan secara tertulis oleh Otoritas Jasa Keuangan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan berikut dokumen persyaratan diterima secara lengkap. m. Dalam memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan izin penggabungan sebagaimana dimaksud pada huruf l, Otoritas Jasa Keuangan melakukan: 1) Penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen; dan 2) Penilaian kemampuan dan kepatutan, dalam hal terdapat penggantian atau penambahan terhadap susunan ... -29- susunan anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan Pemegang Saham Pengendali pada BPR milik Pemerintah Daerah hasil penggabungan. n. Dalam hal permohonan izin penggabungan yang disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan dinilai belum lengkap atau diperlukan tambahan/perbaikan dokumen dalam melakukan penelitian terhadap permohonan BKD, maka: 1) Otoritas Jasa Keuangan berwenang meminta kepada BKD dan/atau BPR milik Pemerintah Daerah pemohon untuk melengkapi atau tambahan/perbaikan dokumen; 2) apabila BKD dan/atau BPR milik Pemerintah Daerah pemohon tidak melengkapi atau menyampaikan tambahan/perbaikan dokumen yang diminta dan telah menerima 3 (tiga) kali surat teguran dari Otoritas Jasa Keuangan untuk menyampaikan tambahan/perbaikan dokumen dimaksud dengan masa berlaku masing- masing surat teguran 15 (lima belas) hari kerja, maka permohonan persetujuan dinyatakan ditolak; dan penggabungan BKD 3) waktu yang diberikan kepada BKD dan/atau BPR milik Pemerintah Daerah untuk melengkapi atau menyampaikan tambahan/perbaikan dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 1), tidak termasuk dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja untuk menyelesaikan seluruh proses perizinan sampai dikeluarkannya persetujuan atau penolakan permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf l. o. Persetujuan izin penggabungan sebagaimana dimaksud pada huruf l, berlaku: 1) bagi BPR yang berbadan hukum Perseroan Terbatas atau Perusahaan Perseroan Daerah sejak: a) b) menyampaikan tanggal persetujuan perubahan Anggaran Dasar BPR oleh Menteri Hukum dan HAM; atau tanggal pemberitahuan perubahan Anggaran Dasar BPR oleh Menteri Hukum dan HAM apabila perubahan ... -30- perubahan Anggaran Dasar BPR tidak memerlukan persetujuan Menteri Hukum dan HAM. 2) bagi BPR yang berbadan hukum Perusahaan Umum Daerah, sejak tanggal berlakunya Peraturan Daerah yang menyetujui perubahan anggaran dasar; 2. Penyatuan BKD melalui Proses Peleburan Penyatuan BKD melalui proses peleburan adalah proses peleburan 2 (dua) BKD atau lebih menjadi 1 (satu) BPR tanpa proses pemberesan. Tata cara untuk melakukan Penyatuan BKD melalui proses peleburan tersebut di atas adalah sebagai berikut: a. Kebijakan Penyatuan BKD melalui proses peleburan disepakati melalui musyawarah desa dan selanjutnya ditetapkan dalam Peraturan Desa dan Peraturan Daerah. b. Masing-masing Pelaksana Operasional BKD yang akan melakukan peleburan secara bersama-sama menyusun rancangan peleburan BKD yang memuat paling sedikit: 1) nama dan tempat kedudukan BKD yang akan melakukan peleburan; 2) alasan dan penjelasan masing-masing Pelaksana Operasional BKD yang akan melakukan peleburan; 3) tata cara konversi kepemilikan dari masing-masing BKD yang akan melakukan peleburan; 4) rancangan anggaran dasar BPR hasil peleburan; 5) rencana kerja BPR hasil peleburan selama 12 (dua belas) bulan pertama; 6) rencana status kantor BKD setelah peleburan; 7) nama dan tempat kedudukan BPR hasil peleburan BKD; 8) nama pemegang saham atau pemilik, calon anggota Direksi, dan calon anggota Dewan Komisaris hasil peleburan; dan 9) hal-hal lain yang perlu diketahui oleh masing-masing pemilik BKD, antara lain: a) perkiraan ... -31- a) perkiraan neraca dan laporan laba rugi BPR hasil peleburan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku; b) cara penyelesaian status karyawan/pengurus BKD yang akan melakukan peleburan; c) cara penyelesaian hak dan kewajiban BKD kepada debitur dan kreditur; d) cara penyelesaian hak-hak pemilik minoritas, apabila ada; e) perkiraan jangka waktu pelaksanaan peleburan; dan f) laporan mengenai kondisi dan permasalahan masing-masing BKD selama tahun buku berjalan yang memengaruhi kegiatan BPR. c. Rancangan peleburan BKD sebagaimana dimaksud pada huruf b harus mendapat persetujuan dari masing-masing Dewan Pengawas BKD dan selanjutnya disusun konsep akta peleburan; d. Pelaksana Operasional BKD yang akan melakukan peleburan wajib mengumumkan ringkasan rancangan peleburan sebagaimana dimaksud pada huruf b yang paling sedikit memuat: 1) nama dan tempat kedudukan BKD yang akan melakukan peleburan; 2) rencana status kantor BKD hasil peleburan; dan 3) nama pemilik/pemegang saham, calon anggota Direksi dan calon anggota Dewan Komisaris BPR hasil peleburan. e. Pengumuman sebagaimana dimaksud pada huruf d dilakukan dengan menempelkan pada papan pengumuman di kantor masing-masing BKD sebelum musyawarah desa dalam rangka persetujuan rancangan peleburan BKD dan konsep akta peleburan; f. Apabila terdapat keberatan atas pelaksanaan peleburan BKD oleh kreditur atau pemilik/pemegang saham minoritas BKD dapat diselesaikan dalam musyawarah desa dalam rangka ... -32- rangka persetujuan rancangan peleburan BKD dan konsep akta peleburan; g. Selama penyelesaian keberatan atas pelaksanaan peleburan BKD oleh kreditur dan/atau pemilik/pemegang saham minoritas BKD sebagaimana dimaksud pada huruf f belum tercapai, Penyatuan BKD melalui proses peleburan tidak dapat dilaksanakan; h. Rancangan peleburan BKD dan konsep akta peleburan sebagaimana dimaksud pada huruf b dan huruf c dimintakan persetujuan musyawarah desa dan pemilik masing-masing BKD yang akan melakukan peleburan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; i. Konsep akta peleburan yang telah disetujui oleh musyawarah desa sebagaimana dimaksud pada huruf h dituangkan dalam akta peleburan dan akta pendirian BPR hasil peleburan yang telah dinotariilkan; j. Permohonan untuk memperoleh persetujuan peleburan BKD dan pencabutan izin usaha BKD diajukan kepada Otoritas Jasa Keuangan oleh Ketua Pelaksana Operasional dari salah satu BKD yang akan melakukan peleburan setelah musyawarah desa sebagaimana dimaksud pada huruf h. k. Permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf j diajukan kepada Otoritas Jasa Keuangan. Contoh surat permohonan sebagaimana Lampiran III.2 dan dilampiri dengan dokumen: 1) rancangan peleburan BKD sebagaimana dimaksud pada huruf b di atas. 2) persetujuan para pemilik BKD yang melakukan Peleburan BKD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku antara lain berupa notulen musyawarah desa/pemilik masing-masing BKD yang menyetujui rancangan dan konsep akta peleburan BKD sebagaimana dimaksud pada huruf h; 3) rancangan neraca dan laporan laba rugi BPR hasil peleburan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku; 4) akta ... -33- 4) akta peleburan dan akta pendirian BPR hasil peleburan sebagaimana dimaksud pada huruf i; 5) bukti pengumuman ringkasan rancangan peleburan sebagaimana dimaksud pada huruf e; l. Persetujuan atau penolakan atas permohonan izin peleburan diberikan secara tertulis dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja setelah permohonan beserta dokumen diterima secara lengkap. m. Dalam memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan izin peleburan sebagaimana dimaksud pada huruf l, Otoritas Jasa Keuangan melakukan: 1) Penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen; 2) Penilaian kemampuan dan kepatutan terhadap calon Direksi, calon Dewan Komisaris, dan Pemegang Saham Pengendali BPR hasil peleburan. n. Dalam hal permohonan izin peleburan yang disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan dinilai belum lengkap atau diperlukan tambahan/perbaikan dokumen dalam melakukan penelitian terhadap permohonan BKD, maka: 1) Otoritas Jasa Keuangan berwenang meminta kepada BKD untuk melengkapi atau menyampaikan tambahan/perbaikan dokumen; 2) apabila BKD pemohon tidak melengkapi atau menyampaikan tambahan/perbaikan dokumen yang diminta dan telah menerima 3 (tiga) kali surat teguran dari Otoritas Jasa Keuangan untuk menyampaikan tambahan/perbaikan dokumen dimaksud dengan masa berlaku masing-masing surat teguran 15 (lima belas) hari kerja, maka permohonan persetujuan peleburan BKD dinyatakan ditolak; dan 3) waktu yang diberikan untuk melengkapi atau menyampaikan tambahan/perbaikan dokumen pada angka 1) tidak termasuk dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja untuk menyelesaikan seluruh proses perizinan sampai dikeluarkannya persetujuan atau penolakan permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf l. o. Izin ... -34- o. Izin peleburan sebagaimana dimaksud pada huruf l berlaku: 1) bagi BPR yang berbadan hukum Perseroan Terbatas dan Perusahaan Perseroan Daerah, sejak tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri Hukum dan HAM mengenai pengesahan akta pendirian BPR; 2) bagi BPR yang berbadan hukum Perusahaan Umum Daerah, sejak tanggal berlakunya Peraturan Daerah yang menetapkan/mengesahkan akta pendirian; atau 3) bagi BPR yang berbadan hukum Koperasi, sejak tanggal pengesahan akta pendirian oleh instansi yang berwenang. 3. Laporan Pelaksanaan Penyatuan BKD kepada Otoritas Jasa Keuangan a. BPR hasil Penyatuan BKD wajib melaporkan pelaksanaan Penyatuan BKD paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja setelah: 1) tanggal diterimanya persetujuan atau pemberitahuan perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf o; atau 2) tanggal diterimanya pengesahan akta pendirian BPR sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf o. b. Laporan pelaksanaan Penyatuan BKD sebagaimana dimaksud pada huruf a disampaikan melalui surat kepada Otoritas Jasa Keuangan. Contoh surat penyampaian laporan sebagaimana Lampiran III.3 dan disertai dengan dokumen: 1) fotokopi anggaran dasar atau akta pendirian BPR hasil Penyatuan BKD yang telah disetujui atau disahkan oleh instansi yang berwenang sebagaimana dimaksud pada huruf a; 2) susunan organisasi dan kepengurusan BPR hasil Penyatuan BKD, data Direksi dan Dewan Komisaris serta data pemegang saham atau pemilik BPR hasil Penyatuan BKD; 3) laporan ... -35- 3) laporan neraca dan laba rugi BPR hasil Penyatuan BKD; dan 4) alamat lengkap BPR hasil Penyatuan BKD. B. Pengalihan BKD Pengalihan BKD adalah pengambilalihan aset dan kewajiban 1 (satu) BKD atau lebih oleh Pemerintah Daerah yang belum memiliki BPR, diikuti dengan pembubaran BKD yang diambil alih tanpa proses pemberesan dan dilanjutkan dengan pendirian BPR baru. Pengalihan BKD dimaksud diajukan oleh Pemerintah Daerah kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan persyaratan dan tata cara sebagai berikut: 1. Rencana Pengalihan BKD tersebut telah dilengkapi dengan: a. Persetujuan pemilik BKD atau musyawarah desa; dan b. Peraturan Daerah mengenai rencana Pengalihan BKD; 2. Permohonan rencana Pengalihan BKD diajukan oleh Pemerintah Daerah kepada Otoritas Jasa Keuangan. Contoh format surat permohonan sebagaimana Lampiran III.4 dan disertai dengan dokumen: a. rancangan Pengalihan BKD yang memuat paling sedikit: 1) nama dan tempat kedudukan Pemerintah Daerah yang akan mengambil alih BKD; 2) jumlah dan nilai nominal aset dan kewajiban yang akan diambil alih beserta komposisi pemegang saham atau pemilik setelah dilakukan Pengalihan BKD; dan 3) rencana status kantor BKD hasil Pengalihan BKD. b. persetujuan para pemilik BKD yang melakukan Pengalihan BKD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan misalnya antara lain berupa surat atau notulen pemilik BKD atau musyawarah desa sebagaimana dimaksud pada butir 1.a; c. rancangan neraca dan laporan laba rugi setelah Pengalihan BKD yang disusun sesuai dengan standar akuntansi serta pedoman pencatatan dan pelaporan yang berlaku bagi BPR; dan d. rancangan pengumuman Pengalihan BKD yang paling sedikit memuat: 1) nama ... -36- 1) nama dan tempat kedudukan Pemerintah Daerah yang akan mengambil alih BKD; 2) rencana status kantor BKD yang akan diambil alih; 3) cara penyelesaian hak dan kewajiban BKD yang akan diambil alih, kepada debitur dan kreditur; dan 4) perkiraan jangka waktu pelaksanaan Pengalihan BKD; 3. Persetujuan atau penolakan atas pengajuan permohonan rencana Pengalihan BKD sebagaimana dimaksud pada angka 2 diberikan secara tertulis dalam jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak permohonan beserta dokumen diterima secara lengkap. 4. Dalam memberikan persetujuan atau penolakan secara tertulis atas pengajuan rencana Pengalihan BKD sebagaimana dimaksud pada angka 3, Otoritas Jasa Keuangan melakukan penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen; 5. Dalam hal berdasarkan penelitian Otoritas Jasa Keuangan pada angka 4 dokumen rencana Pengalihan BKD yang disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan tersebut dinyatakan belum lengkap, atau diperlukan tambahan/perbaikan dokumen dalam melakukan penelitian terhadap permohonan Pengalihan BKD, maka: a. Otoritas Jasa Keuangan berwenang meminta kepada Pemerintah Daerah sebagai pemohon untuk melengkapi atau menyampaikan tambahan/perbaikan dokumen; b. apabila Pemerintah Daerah tidak melengkapi atau menyampaikan tambahan/perbaikan dokumen yang diminta dan telah menerima 3 (tiga) kali surat teguran dari Otoritas Jasa Keuangan untuk menyampaikan tambahan/perbaikan dokumen dimaksud dengan masa berlaku masing-masing surat teguran 15 (lima belas) hari kerja, maka permohonan Pengalihan BKD dinyatakan ditolak; dan c. waktu yang diberikan untuk melengkapi atau menyampaikan tambahan/perbaikan dokumen sebagaimana dimaksud pada huruf a tidak termasuk dalam jangka waktu 20 (dua puluh) hari kerja untuk menyelesaikan ... -37- menyelesaikan seluruh proses persetujuan Pengalihan BKD sebagaimana dimaksud pada angka 3. 6. Pemerintah Daerah yang telah memperoleh persetujuan Pengalihan BKD mengajukan permohonan izin usaha BPR melalui surat kepada Otoritas Jasa Keuangan. Contoh surat sebagaimana Lampiran III.5 dan dilengkapi dengan bukti pemenuhan modal inti minimum sebagaimana dimaksud pada butir II.D.1.a.3) dan disertai dengan dokumen: a. akta pendirian badan hukum yang memuat anggaran dasar badan hukum yang telah disahkan oleh instansi yang berwenang yaitu; 1) dalam hal BPR yang akan didirikan berbadan hukum Perusahaan Umum Daerah, akta pendirian BPR dimaksud telah ditetapkan melalui Peraturan Daerah; dan 2) dalam hal BPR yang akan didirikan berbadan hukum Perusahaan Perseroan Daerah, akta pendirian BPR dimaksud telah memperoleh pengesahan melalui keputusan Menteri Hukum dan HAM. b. Peraturan Daerah mengenai pendirian BPR; c. bukti kesiapan operasional berupa dokumen antara lain: 1) daftar aset tetap dan inventaris; 2) foto bangunan kantor, tata letak ruangan, dan sarana pengamanan bangunan kantor yang memadai; dan 3) dokumen yang menunjukkan kesiapan teknologi sistem informasi berupa infrastruktur yang mendukung kegiatan operasional dan pelaporan, misalnya penyediaan komputer yang digunakan untuk menyusun laporan, penyediaan aplikasi laporan, sambungan telepon yang memungkinkan koneksi ke jaringan extranet atau virtual private network Bank Indonesia/Otoritas Jasa Keuangan termasuk kebutuhan sumber daya manusia yang diperlukan untuk pengoperasian aplikasi dan penyusunan laporan tersebut; d. data kepemilikan berupa daftar pemegang saham berikut rincian besarnya masing-masing kepemilikan saham kecuali ... -38- kecuali bagi BPR yang berbadan hukum Perusahaan Umum Daerah; e. calon anggota Direksi dan calon Dewan Komisaris yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada butir II.A.1.b. di atas; f. susunan organisasi serta sistem dan prosedur kerja, termasuk susunan personalia; dan g. surat keputusan Kepala Daerah yang menyatakan bahwa sumber dana setoran modal telah dianggarkan dalam APBD dan telah disahkan oleh DPRD setempat, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan mengenai kelembagaan BPR. IV. TRANSFORMASI BADAN KREDIT DESA BKD wajib memenuhi ketentuan BPR yang mencakup antara lain mengenai kelembagaan, prinsip kehati-hatian, pelaporan dan transparansi keuangan, serta penerapan standar akuntansi bagi BPR. Terkait dengan hal tersebut, berdasarkan POJK tentang BKD, setiap BKD wajib untuk memenuhi ketentuan BPR dengan batas waktu paling lambat tanggal 31 Desember 2019. Namun demikian, terhadap BKD yang berdasarkan pertimbangan tidak mampu untuk memenuhi ketentuan BPR dapat memilih untuk mengubah kegiatan usahanya menjadi Lembaga Keuangan Mikro yang selanjutnya disebut LKM atau Badan Usaha Milik Desa, yang selanjutnya disebut BUM Desa, atau unit usaha BUM Desa, dengan ketentuan dan tata cara sebagai berikut: A. Perubahan kegiatan usaha (transformasi) BKD menjadi LKM atau BUM Desa/unit usaha BUM Desa hanya dapat dilakukan dengan izin Otoritas Jasa Keuangan. B. Pengambilan keputusan mengenai transformasi BKD menjadi LKM atau BUM Desa/unit usaha BUM Desa harus dilakukan melalui rapat pemilik BKD atau musyawarah desa yang kemudian ditetapkan dalam Peraturan Desa dan/atau Peraturan Daerah. C. Dalam rangka transformasi menjadi LKM sebagaimana dimaksud pada huruf A, BKD dapat melakukan peleburan yaitu proses peleburan 2 (dua) BKD atau lebih menjadi 1 (satu) LKM tanpa proses pemberesan ... -39- pemberesan. Tata cara untuk melakukan peleburan BKD menjadi LKM adalah sebagai berikut: 1. Kebijakan peleburan BKD menjadi LKM disepakati melalui musyawarah desa dan selanjutnya ditetapkan dalam Peraturan Desa. 2. Masing-masing Pelaksana Operasional BKD yang akan melakukan peleburan secara bersama-sama menyusun rancangan peleburan BKD yang memuat paling sedikit: a. nama dan tempat kedudukan BKD yang akan melakukan peleburan; b. alasan dan penjelasan masing-masing Pelaksana Operasional BKD yang akan melakukan peleburan; c. tata cara konversi kepemilikan dari masing-masing BKD yang akan melakukan peleburan; d. rancangan anggaran dasar LKM hasil peleburan; e. rencana kerja LKM hasil peleburan selama 12 (dua belas) bulan pertama; f. rencana status kantor BKD setelah peleburan; g. nama dan tempat kedudukan LKM hasil peleburan BKD; h. data pemegang saham, calon anggota Direksi, dan calon anggota Dewan Komisaris LKM hasil peleburan; dan i. hal-hal lain yang perlu diketahui oleh masing-masing pemilik BKD, antara lain: 1) perkiraan neraca dan laporan laba rugi LKM hasil peleburan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku; 2) cara penyelesaian status karyawan/pengurus BKD yang akan melakukan peleburan; 3) cara penyelesaian hak dan kewajiban BKD kepada debitur dan kreditur; 4) cara penyelesaian hak-hak pemilik minoritas, apabila ada; 5) perkiraan jangka waktu pelaksanaan peleburan; dan 6) laporan mengenai kondisi dan permasalahan masing- masing BKD selama tahun buku berjalan yang memengaruhi kegiatan LKM. 3. Rancangan ... -40- 3. Rancangan peleburan BKD sebagaimana dimaksud pada angka 2 harus mendapat persetujuan dari masing-masing Dewan Pengawas BKD dan selanjutnya disusun konsep akta peleburan; 4. Pelaksana Operasional BKD yang akan melakukan peleburan wajib mengumumkan ringkasan rancangan peleburan sebagaimana dimaksud pada angka 2 yang paling sedikit memuat: a. nama dan tempat kedudukan BKD yang akan melakukan peleburan; b. rencana status kantor BKD hasil peleburan; dan c. data pemegang saham, calon anggota Direksi dan calon anggota Dewan Komisaris LKM hasil peleburan. 5. Pengumuman sebagaimana dimaksud pada angka 4 dilakukan dengan menempelkan pada papan pengumuman di kantor masing-masing BKD sebelum musyawarah desa dalam rangka persetujuan rancangan peleburan BKD dan konsep akta peleburan; 6. Apabila terdapat keberatan atas pelaksanaan peleburan BKD oleh kreditur atau pemilik/pemegang saham minoritas BKD dapat diselesaikan dalam musyawarah desa dalam rangka persetujuan rancangan peleburan BKD dan konsep akta peleburan; 7. Selama penyelesaian keberatan atas pelaksanaan peleburan BKD oleh kreditur dan/atau pemilik/pemegang saham minoritas BKD sebagaimana dimaksud pada angka 6 belum tercapai, peleburan BKD menjadi LKM tidak dapat dilaksanakan; 8. Rancangan peleburan BKD dan konsep akta peleburan sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan angka 3 dimintakan persetujuan musyawarah desa dan pemilik masing-masing BKD yang akan melakukan peleburan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; 9. Konsep akta peleburan yang telah disetujui oleh musyawarah desa sebagaimana dimaksud pada angka 8 dituangkan dalam akta peleburan dan akta pendirian LKM hasil peleburan yang telah dinotariilkan; 10. Permohonan untuk memperoleh persetujuan peleburan BKD dan pencabutan izin usaha BKD diajukan kepada Otoritas Jasa Keuangan ... -41- Keuangan oleh Ketua Pelaksana Operasional dari salah satu BKD yang akan melakukan peleburan setelah musyawarah desa sebagaimana dimaksud pada angka 8. 11. Permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 10 diajukan kepada Otoritas Jasa Keuangan. Contoh surat permohonan sebagaimana Lampiran IV.1 dan dilampiri dengan dokumen: a. rancangan peleburan BKD sebagaimana dimaksud pada angka 2 di atas. b. persetujuan para pemilik BKD yang melakukan peleburan BKD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku antara lain berupa notulen musyawarah desa/pemilik masing-masing BKD yang menyetujui rancangan dan konsep akta peleburan BKD sebagaimana dimaksud pada angka 8; c. rancangan neraca dan laporan laba rugi LKM hasil peleburan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku; d. akta peleburan dan akta pendirian badan hukum LKM hasil peleburan termasuk anggaran dasar sebagaimana dimaksud pada angka 9; e. bukti pengumuman ringkasan rancangan akta peleburan sebagaimana dimaksud pada angka 5; 12. Persetujuan atau penolakan atas permohonan izin peleburan diberikan secara tertulis dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja setelah permohonan beserta dokumen diterima secara lengkap. 13. Dalam memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan izin peleburan sebagaimana dimaksud pada angka 12, Otoritas Jasa Keuangan melakukan: a. penelitian atas kelengkapan dokumen; dan b. analisis pemenuhan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang LKM. 14. Dalam hal permohonan izin peleburan yang disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan dinilai belum lengkap atau diperlukan tambahan/perbaikan dokumen dalam melakukan penelitian terhadap permohonan BKD, maka: a. Otoritas ... -42- a. Otoritas Jasa Keuangan berwenang meminta kepada BKD untuk melengkapi tambahan/perbaikan dokumen; b. apabila BKD pemohon tidak melengkapi atau menyampaikan tambahan/perbaikan dokumen yang diminta dan telah menerima 3 (tiga) kali surat teguran dari Otoritas Jasa Keuangan untuk menyampaikan tambahan/perbaikan dokumen dimaksud dengan masa berlaku masing-masing surat teguran 15 (lima belas) hari kerja, maka permohonan persetujuan peleburan BKD dinyatakan ditolak; dan c. waktu yang diberikan untuk melengkapi atau menyampaikan tambahan/perbaikan dokumen pada angka 1) tidak termasuk dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja untuk menyelesaikan seluruh proses perizinan sampai dikeluarkannya persetujuan atau penolakan permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 12. 15. Izin peleburan sebagaimana dimaksud pada angka 12 berlaku: a. bagi LKM yang berbadan hukum Perseroan Terbatas sejak tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri Hukum dan HAM mengenai pengesahan akta pendirian LKM; dan b. bagi LKM yang berbadan hukum Koperasi, sejak pengesahan akta pendirian oleh instansi yang berwenang. D. Permohonan izin transformasi BKD menjadi LKM atau BUM Desa/ unit usaha BUM Desa kepada Otoritas Jasa Keuangan, diajukan oleh Ketua Pelaksana Operasional BKD atau salah satu Ketua Pelaksana Operasional BKD apabila terdapat beberapa BKD yang melakukan peleburan dan mengubah kegiatan usaha menjadi LKM atau mengubah badan usaha menjadi BUM Desa/unit usaha BUM Desa. Contoh surat permohonan sebagaimana Lampiran IV.2 dan disertai dengan: 1. dokumen persetujuan transformasi BKD berupa risalah rapat pemilik BKD atau musyawarah desa dan Peraturan Desa dan/atau Peraturan Daerah yang menyetujui rencana transformasi BKD menjadi LKM atau BUM Desa/unit usaha BUM Desa; dan 2. rencana tindak dalam rangka pelaksanaan transformasi BKD. atau menyampaikan E. Rencana ... -43- E. Rencana tindak transformasi BKD sebagaimana dimaksud pada huruf D.2 memuat paling sedikit: 1. Rencana tindak transformasi BKD menjadi LKM: a. Penetapan kegiatan usaha sebagai LKM. b. Pembentukan badan hukum yang sesuai dengan kegiatan usaha LKM. c. Pengangkatan Direksi dan Dewan Komisaris LKM dengan mengacu pada POJK Nomor 12/POJK.05/2014 sebagaimana telah diubah dengan POJK Nomor 61/POJK.05/2015 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Keuangan Mikro yang selanjutnya disebut POJK tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan LKM. d. Permohonan izin usaha BKD sebagai LKM dengan mengacu pada POJK tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan LKM yang antara lain memuat: 1) akta pendirian badan hukum termasuk anggaran dasar berikut perubahannya; 2) proyeksi laporan posisi keuangan dan laporan kinerja keuangan tahunan yang dimulai sejak LKM hasil transformasi BKD melakukan kegiatan operasional untuk 2 (dua) tahun pertama. 3) laporan keuangan tahunan yang paling sedikit terdiri dari laporan posisi keuangan dan laporan kinerja keuangan selama 2 (tahun) terakhir; 4) laporan posisi keuangan penutupan BKD dan laporan posisi keuangan pembukaan dari LKM hasil transformasi BKD; 5) daftar Pinjaman/Pembiayaan BKD selama 2 (dua) tahun terakhir; 6) data Direksi, Dewan Komisaris, pemegang saham, dan Dewan Pengawas Syariah (DPS) bagi LKM yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah; dan 7) surat rekomendasi pengangkatan DPS dari Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) bagi ... -44- bagi LKM yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah. e. Rencana peleburan BKD yang dimuat dalam rencana tindak, dalam hal berdasarkan pertimbangan BKD harus melakukan peleburan untuk dapat memenuhi ketentuan LKM. f. Pengajuan permohonan pencabutan izin usaha sebagai BPR. g. Contoh rencana tindak transformasi BKD menjadi LKM sebagaimana Lampiran IV.3 yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SEOJK ini. 2. Rencana tindak transformasi BKD menjadi BUM Desa atau unit usaha BUM Desa a. Rencana pendirian BUM Desa atau unit usaha BUM Desa; b. Pelaksanaan musyawarah desa dan penerbitan Peraturan Desa tentang pendirian BUM Desa atau unit usaha BUM Desa, yang memuat tempat dan kedudukan BUM Desa atau unit usaha BUM Desa dan organisasi pengelola BUM Desa atau unit usaha BUM Desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. c. Pengajuan permohonan pencabutan izin usaha sebagai BPR. d. Contoh rencana tindak transformasi BKD menjadi BUM Desa atau unit usaha BUM Desa sebagaimana Lampiran IV.4 yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SEOJK ini. 3. Rencana tindak sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2 harus dilengkapi dengan langkah yang akan dilakukan serta target waktu pelaksanannya dengan batas waktu paling lambat tanggal 31 Desember 2019. 4. Otoritas Jasa Keuangan dapat meminta BKD melakukan revisi/penyesuaian rencana tindak yang disampaikan oleh BKD tersebut di atas apabila menurut penilaian Otoritas Jasa Keuangan langkah-langkah dan/atau target waktu penyelesaian tidak sejalan dengan SEOJK ini atau tidak mungkin dicapai. F. BKD menyampaikan laporan perkembangan realisasi rencana tindak transformasi BKD menjadi LKM sebagaimana dimaksud pada huruf ... -45- huruf E.1 kepada Otoritas Jasa Keuangan. Contoh surat dan format laporan perkembangan realisasi rencana tindak sebagaimana Lampiran IV.5. G. BKD menyampaikan laporan perkembangan realisasi rencana tindak transformasi BKD menjadi BUM Desa atau unit usaha BUM Desa sebagaimana dimaksud pada huruf E.2 kepada Otoritas Jasa Keuangan. Contoh surat dan contoh laporan perkembangan realisasi rencana tindak sebagaimana Lampiran IV.6. H. BKD wajib menyampaikan laporan perkembangan realisasi rencana tindak transformasi setiap 6 (enam) bulan sekali untuk periode yang berakhir pada tanggal 30 Juni dan 31 Desember. V. PENGATURAN BKD DALAM MASA TRANSISI Sesuai ketentuan, untuk memenuhi ketentuan BPR atau memilih untuk mengubah kegiatan usaha (transformasi) menjadi LKM atau BUM Desa/unit usaha BUM Desa, BKD diberikan batas waktu paling lambat tanggal 31 Desember 2019. Sehubungan dengan hal tersebut, untuk mengisi kekosongan pengaturan sampai dengan 31 Desember 2019 tersebut, dibuat ketentuan bagi BKD selama masa transisi sebagai berikut: A. Permodalan Dalam rangka meningkatkan kemampuan BKD untuk menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi dan mendukung pengembangan BKD ke depan, BKD harus memiliki struktur permodalan yang kuat sehingga dapat mendukung upaya BKD untuk memenuhi ketentuan permodalan BPR pada 31 Desember 2019. Salah satu upaya untuk memperkuat struktur permodalan tersebut adalah melalui tambahan modal baru yang bersumber dari: 1. penyertaan oleh desa yang berasal dari kekayaan desa yang dipisahkan dengan mengacu pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa beserta peraturan pelaksanaannya; 2. sumbangan penduduk desa antara lain berasal dari tabungan atau simpanan masyarakat desa; dan/atau 3. sumber-sumber lain yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. B. Kepengurusan ... -46- B. Kepengurusan Sebagai BPR, BKD harus dikelola oleh Direksi dan Dewan Komisaris yang memenuhi persyaratan integritas, kompetensi dan reputasi keuangan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan penilaian kemampuan dan kepatutan bagi pihak utama lembaga jasa keuangan, khususnya bagi BPR yang mulai berlaku pada 31 Desember 2019. Namun demikian, selama masa transisi sampai dengan 31 Desember 2019, kepengurusan BKD sebagai berikut: 1. Kepengurusan BKD terdiri dari Pelaksana Operasional dan Dewan Pengawas, masing-masing paling sedikit 2 (dua) orang. 2. BKD tidak dapat memiliki struktur kepengurusan selain sebagaimana dimaksud pada angka 1. 3. Pelaksana Operasional dan Dewan Pengawas harus memiliki independensi dengan memerhatikan hal sebagai berikut: a. Pelaksana Operasional dan Dewan Pengawas dilarang menggunakan BKD untuk kepentingan pribadi, keluarga, dan/atau pihak lain yang dapat merugikan atau mengurangi keuntungan BKD. b. Pelaksana Operasional dan Dewan Pengawas dilarang mengambil dan/atau menerima keuntungan pribadi dari BKD, selain upah dan fasilitas lainnya yang ditetapkan oleh Pemilik BKD dengan memerhatikan kewajaran. 4. Selama Masa Transisi, pemilik BKD harus mengangkat pengurus sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan wajib membentuk struktur organisasi BKD yang terpisah dari struktur organisasi Pemerintahan Desa. 5. Susunan pengurus dan struktur organisasi sebagaimana dimaksud pada angka 1 untuk pertama kali wajib dilaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 31 Desember 2016 disertai dengan bukti pengangkatan dan fotokopi kartu identitas pengurus. 6. Perubahan susunan pengurus BKD wajib dilaporkan paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal berlakunya perubahan kepengurusan disertai dengan fotokopi dokumen pengangkatan, pemberhentian, dan/atau perubahan kepengurusan dan fotokopi kartu identitas pengurus yang baru. 7. Laporan ... -47- 7. Laporan susunan pengurus dan perubahannya serta struktur organisasi BKD sebagaimana dimaksud pada angka 3 dan angka 4 disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan. Contoh format surat dan laporan sebagaimana Lampiran V.1. C. Penerapan Prinsip Kehati-hatian BKD Sebagai BPR, BKD wajib menerapkan perinsip kehati-hatian dalam operasionalnya. Selama masa transisi, prinsip kehati-hatian yang harus senantiasa diterapkan oleh BKD sebagai berikut: 1. Aktiva Produktif BKD a. Kualitas Aktiva Produktif 1) Ketentuan Umum a) Aktiva Produktif adalah penyediaan dana BKD untuk memperoleh penghasilan, dalam bentuk kredit, pinjaman antar BKD, dan penempatan pada bank lain. b) Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antar BKD dengan pihak peminjam yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. c) Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif, yang selanjutnya disebut PPAP, adalah cadangan yang harus dibentuk sebesar persentase tertentu dari baki debet berdasarkan penggolongan kualitas Aktiva Produktif. 2) Kualitas Aktiva Produktif a) Kualitas Aktiva Produktif BKD ditetapkan dalam 4 (empat) golongan yang selanjutnya disebut Kolektibilitas Kredit, yaitu: Lancar, Kurang Lancar, Diragukan dan Macet. b) Penilaian terhadap Aktiva Produktif sebagaimana dimaksud pada huruf a) dilakukan berdasarkan ketepatan membayar dan/atau kemampuan membayar kewajiban oleh debitur. c) Masa ... -48- c) Masa angsuran kredit diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) yaitu: (1) mingguan (jangka waktu 1 minggu); (2) bulanan (jangka waktu 1 bulan) dan selapan (jangka waktu 35 hari); dan (3) musiman (jangka waktu 6 bulan). d) Kolektibilitas kredit (1) Angsuran Kredit Mingguan, kolektibilitas ditetapkan sebagai berikut: (a) Lancar, apabila tidak terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga atau terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga tidak lebih dari 4 (empat) kali angsuran dan Kredit belum jatuh tempo. (b) Kurang Lancar, apabila terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga lebih dari 4 (empat) kali sampai 12 (dua belas) kali angsuran atau kredit telah jatuh tempo tidak lebih dari 1 (satu) bulan. (c) Diragukan, apabila terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga lebih dari 12 (dua belas) kali dan tidak lebih dari 24 (dua puluh empat) kali angsuran atau Kredit telah jatuh tempo lebih dari 1 (satu) bulan tetapi tidak lebih dari 2 (dua) bulan. (d) Macet, apabila terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga lebih dari 24 (dua puluh empat) kali angsuran atau Kredit telah jatuh tempo lebih dari 2 (dua) bulan sejak jatuh tempo. (2) Angsuran Kredit Bulanan dan Selapan kolektibilitas kredit ditetapkan sebagai berikut: (a) Lancar ... -49- (a) Lancar, apabila tidak terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga; atau terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga tidak lebih dari 3 (tiga) kali angsuran dan Kredit belum jatuh tempo. (b) Kurang Lancar, apabila terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga lebih dari 3 (tiga) kali angsuran tetapi tidak lebih dari 6 (enam) kali angsuran; dan/atau Kredit telah jatuh tempo tidak lebih dari 1 (satu) bulan. (c) Diragukan, apabila terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga lebih dari 6 (enam) kali angsuran tetapi tidak lebih dari 12 (dua belas) kali angsuran; dan/atau Kredit telah jatuh tempo lebih dari 1 (satu) bulan tetapi tidak lebih dari 2 (dua) bulan. (d) Macet, apabila terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga lebih dari 12 (dua belas) kali angsuran atau kredit telah jatuh tempo lebih dari 2 (dua) bulan. (3) Angsuran Kredit Musiman, kolektibilitas kredit ditetapkan sebagai berikut: (a) Lancar, apabila Kredit belum jatuh tempo. (b) Kurang Lancar, apabila Kredit lewat jatuh tempo terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga tetapi tidak lebih dari 1 (satu) bulan. (c) Diragukan, apabila Kredit yang telah jatuh tempo terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga lebih dari 1 (satu) bulan tetapi tidak lebih dari 2 (dua) bulan. (d) Macet ... -50- (d) Macet, apabila Kredit yang telah lewat jatuh tempo terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga lebih dari 2 (dua) bulan. Dalam hal antara BKD dan debitur terdapat perjanjian mengenai tenggang waktu pembayaran (grace period), maka tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga dihitung setelah tenggang waktu dimaksud berakhir. b. Restrukturisasi Kredit 1) Restrukturisasi Kredit adalah upaya perbaikan yang dilakukan BPR dalam kegiatan perkreditan terhadap debitur yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya, yang dilakukan melalui: a) penjadwalan kembali, yaitu perubahan jadwal pembayaran kewajiban debitur atau jangka waktu; b) persyaratan kembali, yaitu perubahan sebagian atau seluruh persyaratan kredit yang tak terbatas pada perubahan jadwal pembayaran, jangka waktu, dan/atau persyaratan lainnya sepanjang tidak menyangkut perubahan maksimum plafon kredit; c) penataan kembali, yaitu perubahan persyaratan kredit yang menyangkut penambahan fasilitas kredit dan konversi seluruh atau sebagian tunggakan angsuran bunga menjadi pokok kredit baru yang dapat disertai dengan penjadwalan kembali dan/atau persyaratan kembali. 2) BKD dapat melakukan Restrukturisasi Kredit terhadap debitur yang memenuhi kriteria sebagai berikut: a) debitur mengalami kesulitan pembayaran pokok dan/atau bunga Kredit; dan b) debitur memiliki prospek usaha yang baik dan diperkirakan mampu memenuhi kewajiban setelah dilakukan restrukturisasi Kredit. 3) BKD ... -51- 3) BKD dilarang melakukan Restrukturisasi Kredit apabila bertujuan untuk menghindari: a) penurunan kualitas Kredit; b) peningkatan pembentukan PPAP. 4) Kualitas Kredit yang direstrukturisasi sebagai berikut: a) Setinggi-tingginya Kurang Lancar untuk kredit yang sebelum direstrukturisasi memiliki kualitas Diragukan atau Macet. b) Untuk kredit yang sebelum direstrukturisasi memiliki kualitas Lancar atau Kurang Lancar, maka kualitasnya tidak berubah. c. Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) 1) BKD wajib membentuk PPAP berupa PPAP Umum dan PPAP Khusus. 2) PPAP Umum ditetapkan paling kurang sebesar 0,5% (nol koma lima persen) dari Aktiva Produktif yang memiliki kualitas Lancar. 3) PPAP Khusus ditetapkan paling kurang sebesar: a) 10% (sepuluh persen) dari Aktiva Produktif dengan kualitas Kurang Lancar setelah dikurangi nilai agunan. b) 50% (lima puluh persen) dari nilai Aktiva Produktif dengan kualitas Diragukan setelah dikurangi nilai agunan. c) 100% (seratus persen) dari Aktiva Produktif dengan kualitas Macet setelah dikurangi dengan nilai agunan. 4) Kelebihan perhitungan PPAP karena perbaikan kualitas kredit yang direstrukturisasi, setelah diperhitungkan dengan kerugian yang timbul dari restrukturisasi kredit, hanya dapat diakui sebagai pendapatan apabila telah terdapat 3 (tiga) kali penerimaan angsuran pokok atas kredit yang direstrukturisasi. 2. Batas ... -52- 2. Batas Maksimum Pemberian Kredit BKD a. Batas Maksimum Pemberian Kredit BKD yang selanjutnya disebut dengan BMPK BKD adalah batas maksimum penyedian dana yang diperkenankan terhadap modal BKD. b. Modal BKD adalah jumlah aktiva (aset) BKD dikurangi dengan total kewajiban dan laba/rugi BKD. c. BMPK BKD ditetapkan sebagai berikut: 1) BKD dengan modal di bawah Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah), dapat memberikan kredit dengan plafon maksimum per orang sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) sesuai dengan jenis dan jangka waktu kredit yang berlaku. 2) BKD dengan modal Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) s.d. Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), dapat memberikan kredit dengan plafon maksimum per orang sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) sesuai dengan jenis dan jangka waktu kredit yang berlaku. 3) BKD dengan modal di atas Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), dapat memberikan kredit dengan plafon maksimum per orang sebesar Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) sesuai dengan jenis dan jangka waktu kredit yang berlaku. D. Laporan Keuangan dan Pengumuman Laporan Keuangan Dalam rangka memperoleh informasi mengenai kondisi keuangan dan kegiatan usaha BKD secara akurat, benar, dan tepat waktu serta dapat diperbandingkan dengan BKD lainnya, maka BKD wajib menyusun laporan keuangan kepada Otoritas Jasa Keuangan. Laporan Keuangan tersebut terdiri dari Neraca, Laba/Rugi, dan Kolektibilitas Pinjaman sebagai berikut: 1. Periode Penyusunan dan Penyampaian Laporan Keuangan kepada Otoritas Jasa Keuangan a. Laporan keuangan BKD selama masa transisi disusun secara triwulanan untuk periode yang berakhir pada tanggal 31 Maret, 30 Juni, 30 September, dan 31 Desember. b. Laporan tersebut wajib disampaikan paling lambat 1 (satu) bulan setelah berakhirnya periode laporan yaitu pada tanggal ... -53- tanggal 30 April untuk periode laporan yang berakhir 31 Maret, pada tanggal 31 Juli untuk periode laporan yang berakhir 30 Juni, pada tanggal 31 Oktober untuk periode laporan yang berakhir 30 September, dan pada tanggal 31 Januari tahun berikutnya untuk periode laporan yang berakhir pada 31 Desember. c. Apabila batas akhir tanggal penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada huruf b jatuh pada hari libur, maka laporan disampaikan pada hari kerja berikutnya. d. Khusus laporan keuangan berupa neraca, laba rugi, serta kolektabilitas pinjaman dan daftar rincian tabungan untuk periode yang berakhir pada tanggal 31 Maret, 30 Juni, 30 September, dan 31 Desember 2016 disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 1 (satu) tahun setelah berlakunya POJK tentang BKD atau tanggal 2 Februari 2017. 2. BKD yang tidak menyampaikan laporan keuangan berupa neraca dan laba rugi sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf d dinyatakan sebagai BKD yang tidak aktif beroperasi. 3. Format Laporan Keuangan Laporan keuangan BKD disusun dengan berpedoman pada format laporan sebagaimana Lampiran V.2 yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SEOJK ini. 4. Pengumuman a. BKD wajib mengumumkan laporan keuangan untuk periode laporan yang berakhir pada 31 Desember tersebut di atas dengan cara menempelkan pada papan pengumuman yang mudah diketahui atau dibaca oleh masyarakat di kantor BKD dan/atau kantor Desa tempat BKD berkedudukan. b. Pengumuman tersebut paling sedikit memuat: 1) laporan keuangan yang terdiri dari Neraca dan Laba/Rugi; 2) Kualitas Aktiva Produktif (KAP) untuk kredit yang diberikan dan penempatan pada bank lain. c. Pengumuman sebagaimana dimaksud pada huruf a dilakukan paling lambat tanggal 1 Februari tahun berikutnya. d. Pengumuman ... -54- d. Pengumuman laporan keuangan dan KAP BKD pertama kali untuk periode 31 Desember 2016 dilakukan paling lambat tanggal 1 Februari 2017. VI. PENCABUTAN IZIN USAHA BKD SEBAGAI BPR 1. Otoritas Jasa Keuangan mencabut izin usaha BKD dalam hal: a. Otoritas Jasa Keuangan menyetujui permohonan BKD untuk melakukan Penyatuan BKD. b. Otoritas Jasa Keuangan menyetujui permohonan BKD untuk diambil alih oleh Pemerintah Daerah. c. Otoritas Jasa Keuangan menyetujui permohonan BKD untuk mengubah kegiatan usahanya menjadi LKM atau BUM Desa/unit usaha BUM Desa. d. BKD atas inisiatif sendiri mengajukan permohonan pencabutan izin usaha apabila dengan pertimbangan tertentu tidak melanjutkan kegiatan usahanya sebagai BPR. e. BKD tidak dapat memenuhi ketentuan BPR atau tidak dapat melaksanakan rencana tindak sampai dengan tanggal 31 Desember 2019. f. BKD tidak aktif beroperasi, yaitu tidak menyampaikan informasi mengenai keaktifan BKD dan laporan keuangan BKD secara triwulanan selama 1 (satu) tahun untuk periode yang berakhir pada tanggal 31 Maret 2016, 30 Juni 2016, 30 September 2016, dan 31 Desember 2016. 2. Permohonan pencabutan izin usaha sebagai BPR sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf d di atas diajukan melalui surat kepada Otoritas Jasa Keuangan. Contoh surat permohonan sebagaimana Lampiran VI dan disertai dengan dokumen: a. Notulen hasil rapat pemilik BKD atau musyawarah desa; b. Alasan pencabutan izin usaha; c. Rancangan penyelesaian seluruh hak dan kewajiban BKD kepada nasabah, kreditur, karyawan, dan pihak-pihak terkait lainnya; d. Laporan keuangan terakhir; e. Bukti penyelesaian pajak dan kewajiban lainnya kepada negara, apabila ada; f. Bukti ... -55- f. Bukti pengumuman rencana pembubaran badan hukum dan rencana penyelesaian kewajiban BKD; dan g. Surat pernyataan bermeterai cukup dari pemilik BKD yang menyatakan bahwa seluruh kewajiban BKD telah diselesaikan dan apabila terdapat tuntutan di kemudian hari menjadi tanggung jawab pemilik BKD. VII. PEMBERESAN BKD YANG DICABUT IZIN USAHANYA SEBAGAI BPR 1. Pemilik BKD membentuk Tim Pemberesan untuk melakukan proses pemberesan kepada BKD yang dicabut izin usahanya apabila: a. BKD tidak dapat memenuhi ketentuan BPR paling lambat 31 Desember 2019. b. BKD tidak melaksanakan rencana tindak paling lambat 31 Desember 2019. c. BKD mengajukan permohonan pencabutan izin usaha sebagai BPR atas inisiatif BKD, sebagaimana dimaksud pada butir VI.1.d. 2. Tim Pemberesan dibentuk paling lambat 3 (tiga) bulan sejak tanggal pencabutan izin usaha. 3. Dengan terbentuknya Tim Pemberesan, wewenang dan tanggung jawab pengelolaan BKD Dalam Pemberesan menjadi wewenang dan tanggung jawab Tim Pemberesan. 4. Pelaksanaan Pemberesan BKD diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal Tim Pemberesan dibentuk. Apabila Tim Pemberesan tidak dapat terbentuk, Pemberesan BKD menjadi tanggung jawab pemilik BKD. 5. Pemberesan BKD dilakukan dengan cara: a. pencairan harta BKD melalui penjualan aset BKD; b. penagihan piutang kepada para Nasabah Debitur BKD; c. pembayaran kewajiban BKD kepada penyimpan dana dan/atau kreditur lainnya dari hasil pencairan harta dan/atau penagihan tersebut. Pembayaran kewajiban kepada para kreditur tersebut dilakukan setelah dikurangi dengan pembayaran gaji pegawai yang terutang, pembayaran gaji pengurus kecuali Ex-Officio Kepala Desa, biaya perkara di pengadilan, biaya lelang yang terutang, pajak yang terutang berupa pajak BKD dan pajak yang dipungut ... -56- dipungut oleh BKD selaku pemotong atau pemungut pajak, dan pembayaran biaya kantor; dan/atau d. penyerahan seluruh harta dan kewajiban BKD kepada pihak lain yang disetujui oleh pemilik BKD. 6. Segala biaya yang berkaitan dengan Pemberesan BKD menjadi beban harta kekayaan BKD Dalam Pemberesan dan dikeluarkan terlebih dahulu dari setiap hasil pencairan yang bersangkutan. 7. Apabila setelah proses Pemberesan BKD terdapat kelebihan harta, Tim Pemberesan menyerahkan kelebihan harta dimaksud kepada pemilik BKD. 8. Tagihan yang timbul setelah proses Pemberesan BKD menjadi tanggung jawab pemilik BKD. 9. Tim Pemberesan menyampaikan laporan pelaksanaan Pemberesan BKD kepada pemilik BKD dilampiri dengan dokumen sebagai berikut: a. Laporan Neraca Akhir; dan b. Dokumen terkait Pemberesan BKD. 10. Pemilik BKD menyampaikan laporan pelaksanaan Pemberesan BKD kepada Otoritas Jasa Keuangan. Contoh format surat penyampaian laporan sebagaimana Lampiran VII dan disertai dengan dokumen: a. Laporan Neraca Akhir; b. Surat pernyataan pemilik BKD bahwa telah melakukan penyelesaian kewajiban BKD kepada nasabah serta pihak-pihak lain sesuai ketentuan yang berlaku. Apabila di kemudian hari terdapat tuntutan dari nasabah dan pihak-pihak lain terkait dengan penyelesaian tagihan dan kewajiban tersebut maka hal tersebut menjadi tangung jawab pemilik BKD; dan c. Dokumen terkait pembubaran Tim Pemberesan. VIII. PENGAWASAN BKD 1. Pengawasan BKD dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan. Dalam rangka melakukan pengawasan, Otoritas Jasa Keuangan berwenang melakukan pemeriksaan terhadap BKD. Dalam melakukan pengawasan Otoritas Jasa Keuangan dapat melakukan koordinasi dengan instansi terkait antara lain Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi dan Kementerian Dalam Negeri. 2. Dalam ... -57- 2. Dalam rangka pemeriksaan, BKD wajib memberikan: a. keterangan dan data yang diminta; b. kesempatan untuk melihat semua pembukuan, dokumen, dan sarana fisik yang berkaitan dengan kegiatan usahanya; dan c. hal-hal lain yang diperlukan. 3. Otoritas Jasa Keuangan dapat menugaskan kepada pihak lain untuk dan atas nama Otoritas Jasa Keuangan melaksanakan pemeriksaaan BKD. 4. Pihak lain yang ditugaskan untuk melaksanakan pemeriksaan harus memenuhi persyaratan paling sedikit: a. wajib merahasiakan keterangan dan data yang diperoleh; b. bersedia untuk melaksanakan pemeriksaan BKD sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan dan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan; dan c. mempunyai pengetahuan dan pemahaman tentang operasional BKD. 5. Pemeriksaan oleh pihak lain dapat dilakukan sendiri atau bersama- sama dengan pemeriksa dari Otoritas Jasa Keuangan. 6. Pihak lain yang melaksanakan pemeriksaan BKD wajib melaporkan hasil pemeriksaan BKD kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 15 (lima belas) hari kerja setelah seluruh pemeriksaan selesai dilaksanakan. Otoritas Jasa Keuangan melakukan evaluasi atas pelaksanaan pemeriksaan BKD yang telah dilakukan oleh pihak lain yang ditugaskan. IX. ALAMAT KORESPONDENSI TERKAIT PERMOHONAN, PENYAMPAIAN LAPORAN, DAN LAIN-LAIN Penyampaian permohonan, penyampaian laporan, dan korespondensi lainnya disampaikan kepada alamat Kantor Regional atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat yang mewilayahi BKD bersangkutan sebagaimana Lampiran VIII. X. PENUTUP ... -58- X. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Demikian agar Saudara maklum. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 10 Juni 2016 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN OTORITAS JASA KEUANGAN, ttd NELSON TAMPUBOLON Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 19/SEOJK.03/2016 </reg_id> <reg_title> PEMENUHAN KETENTUAN BANK PERKREDITAN RAKYAT DAN TRANSFORMASI BADAN KREDIT DESA YANG DIBERIKAN STATUS SEBAGAI BANK PERKREDITAN RAKYAT </reg_title> <set_date> 10 Juni 2016 </set_date> <effective_date> 10 Juni 2016 </effective_date> <related_reg> '10/POJK.03/2016' </related_reg>
Yth. Direksi Emiten dan Perusahaan Publik di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 27/SEOJK.04/2015 TENTANG PERLAKUAN AKUNTANSI ATAS ASET MENARA TELEKOMUNIKASI YANG DISEWAKAN Sehubungan dengan Peraturan Nomor VIII.G.7, Lampiran Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor: KEP-347/BL/2012 tanggal 25 Juni 2012 tentang Penyajian dan Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten atau Perusahaan Publik juncto Pasal 69 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3608) dan dalam rangka menetapkan pedoman perlakuan akuntansi terhadap aset menara telekomunikasi yang disewakan, perlu diatur ketentuan mengenai perlakuan akuntansi atas aset menara telekomunikasi yang disewakan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM 1. Berdasarkan peraturan perundang-undangan di sektor Pasar Modal, diatur bahwa Emiten atau Perusahaan Publik mempunyai kewajiban penyampaian laporan keuangan kepada Otoritas Jasa Keuangan yang disusun sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan. 2. Standar Akuntansi Keuangan, yang selanjutnya disebut dengan SAK adalah Pernyataan dan Interpretasi yang dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) serta peraturan regulator pasar modal untuk entitas yang berada di bawah pengawasannya. 3. Terdapat perbedaan perlakuan akuntansi atas aset menara telekomunikasi Emiten atau Perusahaan Publik dan/atau entitas anaknya yang disewakan sehingga laporan keuangan Emiten... -2- Emiten atau Perusahaan Publik tersebut tidak dapat diperbandingkan. 4. Emiten atau Perusahaan Publik hanya dapat mengubah suatu kebijakan akuntansi apabila perubahan tersebut: 1) dipersyaratkan oleh suatu SAK; 2) diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan; atau 3) menghasilkan laporan keuangan yang memberikan informasi yang andal dan lebih relevan tentang dampak transaksi, peristiwa, atau kondisi lainnya terhadap posisi keuangan, kinerja keuangan, atau arus kas entitas. II. PERLAKUAN AKUNTANSI UNTUK ASET MENARA TELEKOMUNIKASI Aset menara telekomunikasi Emiten atau Perusahaan Publik dan/atau entitas anaknya yang disewakan harus diakui sebagai Properti Investasi. III. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku bagi penyusunan laporan keuangan untuk periode yang berakhir pada dan setelah tanggal 31 Desember 2015. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 1 September 2015 Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum, Ttd. Sudarmaji KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PASAR MODAL, Ttd. NURHAIDA
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 27/SEOJK.04/2015 </reg_id> <reg_title> PERLAKUAN AKUNTANSI ATAS ASET MENARA TELEKOMUNIKASI YANG DISEWAKAN </reg_title> <set_date> 1 September 2015 </set_date> <effective_date> mulai berlaku bagi penyusunan laporan keuangan untuk periode yang berakhir pada dan setelah tanggal 31 Desember 2015 </effective_date> <related_reg> 'KEP-347/BL/2012|KEPTA-BAPEPAM-LK/2012 | Lampiran Peraturan Nomor VIII.G.7', '8/UU/1995 | Pasal 69 ayat (2)' </related_reg>
- 1 - Yth. Direksi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 53 /SEOJK.03/2016 TENTANG RENCANA BISNIS BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 37/POJK.03/2016 tentang Rencana Bisnis Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 258, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5955), selanjutnya disebut dengan POJK Rencana Bisnis BPR dan BPRS, Otoritas Jasa Keuangan perlu mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai Rencana Bisnis BPRS dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM 1. Dalam rangka mencapai tujuan usaha sesuai dengan visi dan misi yang telah ditetapkan, BPRS perlu menyusun Rencana Bisnis dengan memperhatikan faktor eksternal dan internal yang dapat memengaruhi kelangsungan usaha BPRS, prinsip kehati-hatian, asas perbankan yang sehat, dan prinsip syariah. Rencana Bisnis harus disusun secara matang, realistis dan komprehensif sehingga dapat digunakan sebagai dasar untuk memberikan arah kebijakan dalam melaksanakan kegiatan usaha untuk mencapai visi dan misi BPRS. 2. Rencana Bisnis adalah dokumen tertulis yang menggambarkan rencana pengembangan dan kegiatan usaha BPRS dalam jangka waktu tertentu serta strategi untuk merealisasikan rencana tersebut sesuai target dan waktu yang ditetapkan. 3. Rencana Bisnis yang disusun oleh BPRS sebagaimana dimaksud pada angka 2 mencakup rencana jangka pendek, jangka menengah, dan/atau rencana strategis jangka panjang. Yang dimaksud dengan rencana jangka pendek adalah rencana - 2 - kegiatan usaha BPRS dalam periode 1 (satu) tahun. Yang dimaksud dengan rencana jangka menengah adalah rencana kegiatan usaha BPRS dalam periode 3 (tiga) tahun. Yang dimaksud dengan rencana strategis jangka panjang adalah rencana kegiatan usaha BPRS dalam periode 5 (lima) tahun, dengan cakupan antara lain berupa arah kebijakan pengembangan dan penguatan permodalan, teknologi informasi dan sumber daya manusia. Rencana jangka pendek dan jangka menengah harus disusun dengan mempertimbangkan rencana strategis jangka panjang dalam periode 5 (lima) tahun yang ditetapkan oleh BPRS. 4. Dengan mempertimbangkan perbedaan kapasitas permodalan yang memengaruhi kompleksitas kegiatan usaha dan batasan wilayah jaringan kantor BPRS, jangka waktu proyeksi dan perencanaan beberapa cakupan materi dalam penyusunan Rencana Bisnis BPRS dibedakan berdasarkan modal inti, yaitu: a. BPRS dengan modal inti kurang dari Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah); dan b. BPRS dengan modal inti paling sedikit Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah). Pembedaan tersebut ditujukan agar setiap BPRS dapat berkembang dan berkontribusi optimal menurut kelompok permodalannya. 5. Perhitungan hari yang dimaksud dalam POJK Rencana Bisnis BPR dan BPRS terkait penyampaian Rencana Bisnis dan penyesuaiannya, perubahan Rencana Bisnis, dan Laporan Realisasi Rencana Bisnis adalah hari kalender. 6. Perhitungan hari yang dimaksud dalam POJK Rencana Bisnis BPR dan BPRS terkait penyampaian Laporan Pengawasan Rencana Bisnis adalah hari kerja. II. CAKUPAN RENCANA BISNIS BPRS Sesuai dengan Pasal 6 POJK Rencana Bisnis BPR dan BPRS, Rencana Bisnis BPRS paling sedikit meliputi ringkasan eksekutif, strategi bisnis dan kebijakan, proyeksi laporan keuangan, target rasio-rasio dan pos-pos keuangan, rencana penghimpunan dana, rencana penyaluran dana, rencana permodalan, rencana pengembangan organisasi, teknologi informasi dan sumber daya manusia (SDM), rencana penerbitan produk - 3 - dan pelaksanaan aktivitas baru, rencana pengembangan dan/atau perubahan jaringan kantor, dan informasi lainnya. 1. Ringkasan Eksekutif Ringkasan eksekutif paling sedikit meliputi rencana dan langkah- langkah strategis yang akan ditempuh oleh BPRS, indikator keuangan utama, serta target jangka pendek dan jangka menengah, sebagai berikut: a. Rencana dan Langkah-langkah Strategis Rencana dan langkah-langkah strategis yang akan ditempuh oleh BPRS dijelaskan dalam jangka pendek untuk periode 1 (satu) tahun, jangka menengah untuk periode 3 (tiga) tahun, dan rencana strategis jangka panjang untuk periode 5 (lima) tahun. b. Indikator Keuangan Utama Indikator keuangan utama paling sedikit meliputi kinerja BPRS dan proyeksi dari faktor permodalan, kualitas aset, rentabilitas, dan likuiditas sesuai dengan penilaian tingkat kesehatan BPRS, sebagai berikut: 1) BPRS yang memiliki modal inti kurang dari Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) harus menyampaikan kinerja BPRS: a) posisi aktual akhir bulan Oktober tahun penyusunan Rencana Bisnis BPRS; b) proyeksi akhir bulan Desember tahun penyusunan Rencana Bisnis BPRS; dan c) proyeksi 1 (satu) tahun ke depan yang disajikan secara semesteran, dari faktor permodalan, kualitas aset, rentabilitas, dan likuiditas sesuai dengan penilaian tingkat kesehatan BPRS. Format tabel indikator keuangan utama Rencana Bisnis BPRS tahun 2018 untuk BPRS dengan modal inti kurang dari Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) paling sedikit sebagai berikut: - 4 - Tabel Indikator Keuangan Utama: (dalam persen) No Indikator Keuangan Utama 1 Rasio KPMM 2 Rasio Proyeksi Kecukupan Modal 3 Rasio Modal Inti 4 Rasio Kualitas Aset Produktif 5 Rasio Non Performing Financing (NPF) a. Gross b. Netto 6 Rasio Efisiensi Operasional (REO) 7 Rasio Aset yang Menghasilkan Pendapatan 8 Rasio Net Margin Operasional Utama 9 Rasio Return On Assets (ROA) 10 Cash Ratio (CR) 11 Rasio Short Term Mismatch (STM) 12 Rasio Net Imbalan (NI) 13 Financing to Deposit Ratio (FDR) 14 Rasio Pembiayaan UMKM terhadap Total Pembiayaan 2) BPRS yang memiliki modal inti paling sedikit Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) menyampaikan kinerja BPRS: a) posisi aktual akhir bulan Oktober tahun penyusunan Rencana Bisnis BPRS; b) proyeksi akhir bulan Desember tahun penyusunan Rencana Bisnis BPRS; c) proyeksi 1 (satu) tahun kedepan yang disajikan secara semesteran; dan d) proyeksi akhir tahun kedua dan ketiga yang disajikan secara tahunan, dari faktor permodalan, kualitas aset, rentabilitas, dan likuiditas sesuai dengan penilaian tingkat kesehatan BPRS. Format tabel indikator keuangan utama Rencana Bisnis BPRS tahun 2018 untuk BPRS dengan modal inti paling sedikit Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) paling sedikit sebagai berikut: Tabel Indikator Keuangan Utama: (dalam persen) No 1 2 3 4 Indikator Keuangan Utama Rasio KPMM Rasio Proyeksi Kecukupan Modal Rasio Modal Inti Rasio Kualitas Aset Produktif Aktual Okt 2017 Proyeksi Des 2017 Tahun 2018 Jun Des Des 2019 Des 2020 Kinerja Okt 2017 Proyeksi Des 2017 Tahun 2018 Jun Des - 5 - No 5 Indikator Keuangan Utama Rasio Non Performing Financing (NPF) a. Gross b. Netto 6 7 8 9 Rasio Efisiensi Operasi (REO) Rasio Aset yang Menghasilkan Pendapatan Rasio Net Margin Operasional Utama Rasio Return On Assets (ROA) 10 Cash Ratio (CR) 11 Rasio Short Term Mismatch (STM) 12 Rasio Net Imbalan (NI) 13 Financing to Deposit Ratio (FDR) 14 Rasio Pembiayaan UMKM terhadap Total Pembiayaan c. Target Jangka Pendek dan Jangka Menengah Target jangka pendek adalah target kegiatan usaha BPRS selama 1 (satu) tahun ke depan, paling sedikit meliputi penurunan Non Performing Financing (NPF), peningkatan fungsi intermediasi, dan peningkatan efisiensi. Target jangka menengah adalah target kegiatan usaha BPRS selama 3 (tiga) tahun ke depan, paling sedikit meliputi upaya penguatan permodalan, serta penerapan tata kelola dan manajemen risiko BPRS yang mengacu pada ketentuan mengenai tata kelola dan manajemen risiko bagi BPRS. Dalam hal belum terdapat ketentuan khusus yang mengatur mengenai penerapan tata kelola BPRS dan manajemen risiko BPRS, target penerapan tata kelola dan manajemen risiko mengacu pada ketentuan mengenai sistem penilaian tingkat kesehatan BPRS. Format penyajian Ringkasan Eksekutif mengacu pada: a. Lampiran I.1 : Ringkasan Eksekutif - Rencana dan Langkah-Langkah Strategis b. Lampiran I.2 : Ringkasan Eksekutif - Indikator Keuangan Utama (Bagi BPRS dengan modal inti kurang dari Rp50 miliar) c. Lampiran I.3 : Ringkasan Eksekutif - Indikator Keuangan Utama (Bagi BPRS dengan modal inti paling sedikit Rp50 miliar) Aktual Okt 2017 Proyeksi Des 2017 Tahun 2018 Jun Des Des 2019 Des 2020 - 6 - d. Lampiran I.4 : Ringkasan Eksekutif - Target Jangka Pendek dan Jangka Menengah 2. Strategi Bisnis dan Kebijakan Bagian ini berisi penjelasan mengenai strategi bisnis dan kebijakan yang paling sedikit memuat visi dan misi BPRS, arah kebijakan BPRS, kebijakan tata kelola dan manajemen risiko BPRS, analisis posisi BPRS dalam persaingan usaha berdasarkan aset dan/atau lokasi, strategi penyaluran pembiayaan kepada debitur menurut jenis usaha yang mencakup usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah, serta strategi pengembangan bisnis, sebagai berikut: a. Visi dan Misi BPRS Visi adalah tujuan yang ingin dicapai BPRS dalam jangka menengah atau jangka panjang. Misi adalah pernyataan yang digunakan untuk menggambarkan tujuan dari BPRS. Visi dan misi BPRS disusun untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan disampaikan oleh BPRS setiap tahun. Visi dan misi BPRS tahun 2018 sampai dengan tahun 2023 disampaikan pertama kali pada 15 Desember 2017 dalam Rencana Bisnis BPRS tahun 2018. b. Arah Kebijakan BPRS Arah kebijakan BPRS dijelaskan dalam jangka pendek untuk periode 1 (satu) tahun, jangka menengah untuk periode 3 (tiga) tahun, dan rencana strategis jangka panjang untuk periode 5 (lima) tahun meliputi informasi umum kebijakan BPRS yang ditetapkan oleh manajemen dalam pengembangan usaha BPRS di waktu yang akan datang, termasuk arah kebijakan dalam rangka penguatan penerapan prinsip-prinsip syariah. c. Kebijakan Tata Kelola dan Manajemen Risiko BPRS Uraian mengenai kebijakan tata kelola dan manajemen risiko BPRS meliputi informasi mengenai langkah-langkah dalam menerapkan manajemen risiko dan kebijakan dalam melaksanakan tata kelola, termasuk kebijakan remunerasi yang meliputi pemberian gaji, bonus dan fasilitas lain kepada Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas Syariah. Dalam hal belum terdapat ketentuan khusus yang mengatur mengenai kebijakan tata kelola BPRS dan manajemen risiko - 7 - BPRS, kebijakan tata kelola dan manajemen risiko BPRS mengacu pada ketentuan mengenai sistem penilaian tingkat kesehatan BPRS. d. Analisis Posisi BPRS dalam Persaingan Usaha Berdasarkan Aset dan/atau Lokasi Untuk melakukan analisis posisi, BPRS dapat menggunakan analisis SWOT yaitu Strength (Kekuatan), Weakness (Kelemahan), Opportunity (Peluang), dan Threat (Ancaman) dalam menghadapi persaingan usaha dengan BPRS dan/atau lembaga keuangan lain. Untuk melakukan analisis posisi dalam persaingan usaha berdasarkan lokasi, BPRS dapat menggunakan batasan wilayah kabupaten, kota dan/atau provinsi. e. Strategi Penyaluran Pembiayaan Berdasarkan Jenis Usaha Strategi untuk merealisasikan rencana penyaluran pembiayaan dikelompokan berdasarkan jenis usaha yaitu strategi penyaluran pembiayaan kepada usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah yang mengacu pada kriteria usaha berdasarkan undang-undang mengenai usaha mikro, kecil, dan menengah. f. Strategi Pengembangan Bisnis Uraian mengenai strategi pengembangan bisnis antara lain memuat informasi langkah-langkah strategis untuk mencapai tujuan usaha BPRS yang telah ditetapkan, termasuk penjelasan mengenai strategi pengembangan organisasi dan teknologi informasi, dan strategi untuk mengantisipasi perubahan kondisi eksternal. Format penyajian strategi bisnis dan kebijakan mengacu pada Lampiran II. 3. Proyeksi Laporan Keuangan Proyeksi laporan keuangan paling sedikit meliputi proyeksi neraca dan proyeksi laba rugi, serta alasan atau pertimbangan mengenai penetapan target dalam penyusunan proyeksi, sebagai berikut: a. BPRS yang memiliki modal inti kurang dari Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) Proyeksi laporan keuangan yang dijelaskan untuk: 1) posisi aktual akhir bulan Oktober tahun penyusunan Rencana Bisnis BPRS; - 8 - 2) proyeksi akhir bulan Desember tahun penyusunan Rencana Bisnis BPRS; dan 3) proyeksi 1 (satu) tahun ke depan yang disajikan secara semesteran. Format penyajian proyeksi laporan keuangan mengacu pada: 1) Lampiran III.1 : Proyeksi Neraca 2) Lampiran IV.1 : Proyeksi Laba Rugi b. BPRS yang memiliki modal inti paling Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) Proyeksi laporan keuangan yang dijelaskan untuk: 1) sedikit posisi aktual akhir bulan Oktober tahun penyusunan Rencana Bisnis BPRS; 2) proyeksi akhir bulan Desember tahun penyusunan Rencana Bisnis BPRS; 3) proyeksi 1 (satu) tahun ke depan yang disajikan secara semesteran; dan 4) proyeksi akhir tahun kedua dan ketiga yang disajikan secara tahunan. Format penyajian proyeksi laporan keuangan mengacu pada: 1) Lampiran III.2 : Proyeksi Neraca 2) Lampiran IV.2 : Proyeksi Laba Rugi 4. Target Rasio-Rasio dan Pos-Pos Keuangan Target rasio-rasio dan pos-pos keuangan paling sedikit meliputi target rasio keuangan pokok dan target rasio pos-pos tertentu lainnya, serta alasan atau pertimbangan mengenai penetapan target. Target rasio keuangan pokok meliputi rasio-rasio yang paling sedikit dapat memberikan informasi untuk penilaian kondisi permodalan, kualitas aset, rentabilitas dan likuiditas yang mengacu pada ketentuan mengenai sistem penilaian tingkat kesehatan BPRS. Target rasio pos-pos tertentu lainnya paling sedikit meliputi target beberapa rasio terkait pembiayaan usaha mikro, usaha kecil dan usaha menengah terhadap total pembiayaan, rasio dana pendidikan dan pelatihan terhadap total beban tenaga kerja tahun sebelumnya, rasio realisasi dana pendidikan dan pelatihan terhadap total dana pendidikan dan pelatihan yang dianggarkan, dan rasio agunan yang diambil alih terhadap total pembiayaan. - 9 - a. BPRS yang memiliki modal inti kurang dari Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) Target rasio-rasio dan pos-pos keuangan yang disajikan untuk: 1) posisi aktual akhir bulan Oktober tahun penyusunan Rencana Bisnis BPRS; 2) 3) target akhir bulan Desember tahun penyusunan Rencana Bisnis BPRS; dan target 1 (satu) tahun ke depan yang disajikan secara semesteran. Format penyajian target rasio-rasio dan pos-pos keuangan mengacu pada Lampiran V.1. b. BPRS yang memiliki modal inti paling sedikit Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) Target rasio-rasio dan pos-pos keuangan yang disajikan untuk: 1) 2) 3) 4) posisi aktual akhir bulan Oktober tahun penyusunan Rencana Bisnis BPRS; target akhir bulan Desember tahun penyusunan Rencana Bisnis BPRS; target 1 (satu) tahun ke depan yang disajikan secara semesteran; dan target akhir tahun kedua dan ketiga yang disajikan secara tahunan. Format penyajian target rasio-rasio dan pos-pos keuangan mengacu pada Lampiran V.2. Formula perhitungan rasio-rasio dan pos-pos keuangan mengacu pada Lampiran V.3. 5. Rencana Penghimpunan Dana Rencana penghimpunan dana paling sedikit meliputi: a. rencana penghimpunan dana pihak ketiga meliputi rencana penghimpunan tabungan dan deposito baik dari pihak terkait maupun pihak tidak terkait, serta informasi mengenai penabung dan deposan inti; dan b. rencana pendanaan lainnya meliputi antara lain pinjaman dari bank lain termasuk linkage program dan/atau pinjaman yang tidak berasal dari bank. - 10 - Rencana tersebut mencerminkan posisi penghimpunan dana untuk: a. posisi aktual akhir bulan Oktober tahun penyusunan Rencana Bisnis BPRS; b. proyeksi akhir bulan Desember tahun penyusunan rencana bisnis BPRS; dan c. proyeksi 1 (satu) tahun ke depan yang disajikan secara semesteran. Dalam bagian ini diuraikan juga mengenai alasan atau pertimbangan yang digunakan dalam menyusun rencana dimaksud serta strategi BPRS untuk merealisasikan rencana tersebut. Informasi mengenai penabung inti merupakan informasi mengenai 25 (dua puluh lima) data penabung terbesar, sementara deposan inti merupakan informasi mengenai 25 (dua puluh lima) data deposan terbesar. Format penyajian rencana penghimpunan dana mengacu pada: a. Lampiran VI b. Lampiran VII : Rencana Pendanaan Lainnya 6. Rencana Penyaluran Dana Rencana penyaluran dana paling sedikit meliputi: a. rencana penyaluran dana kepada pihak terkait Pihak terkait adalah pihak terkait sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai batas maksimum penyaluran dana BPRS. Format penyajian rencana penyaluran dana kepada pihak terkait mengacu pada Lampiran VIII.1. b. rencana penempatan pada bank lain Penempatan pada bank lain dalam bentuk: 1) giro dan/atau tabungan pada bank umum konvensional; 2) : Rencana Penghimpunan Dana Pihak Ketiga giro, tabungan, deposito, dan/atau sertifikat deposito syariah pada bank umum syariah dan unit usaha syariah; dan/atau 3) tabungan dan/atau deposito pada BPRS lain. Format penyajian rencana penempatan pada bank lain mengacu pada Lampiran VIII.2. c. rencana penyaluran pembiayaan kepada bank lain Informasi mengenai rencana penyaluran pembiayaan kepada bank lain dapat disajikan secara individu bank maupun secara kumulatif. - 11 - Format penyajian rencana penyaluran pembiayaan kepada bank lain mengacu pada Lampiran VIII.3. d. rencana penyaluran pembiayaan kepada debitur inti Debitur inti merupakan debitur individual atau debitur grup yang masuk dalam kategori 25 (dua puluh lima) debitur terbesar pada BPRS di luar pihak terkait. Format penyajian rencana penyaluran pembiayaan kepada debitur inti mengacu pada Lampiran VIII.4. e. rencana penyaluran pembiayaan berdasarkan sektor ekonomi yang menjadi prioritas dalam penyaluran pembiayaan Rencana penyaluran pembiayaan disajikan berdasarkan sektor ekonomi yang menjadi prioritas dalam penyaluran pembiayaan BPRS. Sektor ekonomi tersebut paling banyak 5 (lima) sektor ekonomi dengan persentase penyaluran pembiayaan terbesar dari total portofolio penyaluran pembiayaan BPRS. Rincian sektor ekonomi adalah sebagaimana diatur dalam Pedoman Penyusunan Laporan Bulanan BPRS. Format penyajian rencana penyaluran pembiayaan berdasarkan sektor ekonomi yang menjadi prioritas dalam penyaluran pembiayaan mengacu pada Lampiran VIII.5. f. rencana penyaluran pembiayaan berdasarkan jenis penggunaan Rencana penyaluran pembiayaan disajikan berdasarkan jenis penggunaan yang meliputi pembiayaan modal kerja, pembiayaan investasi, dan pembiayaan konsumsi sebagaimana diatur dalam Pedoman Penyusunan Laporan Bulanan BPRS. Format penyajian rencana penyaluran pembiayaan berdasarkan jenis penggunaan mengacu pada Lampiran VIII.6. g. rencana penyaluran pembiayaan berdasarkan jenis usaha Pengelompokan jenis usaha yang meliputi usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah mengacu pada kriteria usaha berdasarkan undang-undang mengenai usaha mikro, kecil dan menengah. Format penyajian rencana penyaluran pembiayaan berdasarkan jenis usaha mengacu pada Lampiran VIII.7. h. rencana penyaluran pembiayaan berdasarkan jenis akad Rencana penyaluran pembiayaan disajikan berdasarkan jenis akad yang meliputi piutang (murabahah, salam, istishna’, dan - 12 - qardh), pembiayaan (mudharabah, musyarakah, dan lainnya), dan sewa-menyewa (ijarah, ijarah muntahiyah bittamlik, dan multijasa). Format penyajian rencana penyaluran pembiayaan berdasarkan jenis penggunaan mengacu pada Lampiran VIII.8. Rencana tersebut mencerminkan posisi penyaluran dana untuk: a. posisi aktual akhir bulan Oktober tahun penyusunan Rencana Bisnis BPRS; b. proyeksi akhir bulan Desember tahun penyusunan Rencana Bisnis BPRS; dan c. proyeksi 1 (satu) tahun ke depan yang disajikan secara semesteran. Dalam bagian ini diuraikan juga mengenai alasan atau pertimbangan yang digunakan dalam menyusun rencana dimaksud serta strategi BPRS untuk merealisasikan rencana tersebut. 7. Rencana Permodalan Rencana permodalan paling sedikit meliputi rencana pemenuhan rasio kewajiban penyediaan modal minimum dan rasio modal inti, rencana pemenuhan modal inti minimum, dan rencana perubahan modal, sebagai berikut: a. Rencana Pemenuhan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) dan Rasio Modal Inti Rencana KPMM paling sedikit meliputi proyeksi modal, rencana Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR), dan rencana rasio KPMM yang dijelaskan untuk: 1) posisi aktual akhir bulan Oktober penyusunan Rencana Bisnis BPRS; 2) rencana akhir bulan Desember pada tahun penyusunan Rencana Bisnis BPRS; 3) rencana 1 (satu) tahun ke depan yang disajikan secara semesteran; dan 4) rencana akhir tahun kedua dan ketiga yang disajikan secara tahunan. Rencana pemenuhan rasio KPMM dan rasio modal inti mengacu pada ketentuan mengenai kewajiban penyediaan modal minimum dan pemenuhan modal inti minimum BPRS. Rencana pemenuhan rasio KPMM dalam Rencana Bisnis BPRS - 13 - tahun 2018 sampai dengan tanggal berlaku perhitungan rasio KPMM dan rasio modal inti sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai kewajiban penyediaan modal minimum dan pemenuhan modal inti minimum BPRS disusun dengan menggunakan perhitungan yang mengacu pada ketentuan mengenai kewajiban penyediaan modal minimum sebagaimana diatur dalam PBI No.8/22/PBI/2006 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah. Format penyajian rencana pemenuhan rasio KPMM untuk Rencana Bisnis tahun 2018 sampai dengan tanggal berlaku ketentuan mengenai kewajiban penyediaan modal minimum dan pemenuhan modal inti minimum BPRS mengacu pada Lampiran IX.1. Format penyajian rencana pemenuhan rasio KPMM dan rasio modal inti untuk Rencana Bisnis sejak tahun berlaku ketentuan mengenai kewajiban penyediaan modal minimum dan pemenuhan modal inti minimum BPRS mengacu pada Lampiran IX.2. b. Rencana Pemenuhan Modal Inti Minimum Rencana pemenuhan modal inti minimum ditujukan bagi BPRS yang belum memenuhi kewajiban pemenuhan modal inti minimum sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai kewajiban penyediaan modal minimum dan pemenuhan modal inti minimum BPRS. Dalam bagian ini diuraikan juga mengenai alasan atau pertimbangan yang digunakan dalam menyusun rencana dimaksud serta strategi BPRS untuk merealisasikan rencana tersebut. Rencana pemenuhan modal inti minimum tersebut disajikan untuk: 1) posisi aktual akhir bulan Oktober tahun penyusunan Rencana Bisnis BPRS; 2) rencana akhir bulan Desember tahun penyusunan Rencana Bisnis BPRS; 3) rencana 1 (satu) tahun ke depan yang disajikan secara semesteran; dan - 14 - 4) rencana akhir tahun kedua, ketiga, keempat, dan kelima yang disajikan secara tahunan. Format penyajian rencana pemenuhan modal inti minimum mengacu pada Lampiran IX.3. c. Rencana Penambahan Modal Rencana penambahan modal merupakan proyeksi penambahan modal selama 3 (tiga) tahun mendatang baik terkait struktur maupun jumlah modal. Rencana penambahan modal meliputi rencana penambahan modal dari pemegang saham lama (existing shareholders) dan rencana penambahan modal lainnya. Rencana tersebut dijelaskan untuk: 1) posisi aktual akhir bulan Oktober penyusunan Rencana Bisnis BPRS; 2) rencana akhir bulan Desember pada tahun penyusunan Rencana Bisnis BPRS; 3) rencana 1 (satu) tahun ke depan yang disajikan secara semesteran; dan 4) rencana akhir tahun kedua dan ketiga yang disajikan secara tahunan. Format penyajian rencana penambahan modal mengacu pada Lampiran IX.4. 8. Rencana Pengembangan Organisasi, Teknologi Informasi, dan Sumber Daya Manusia (SDM) Pada bagian ini diuraikan informasi mengenai struktur organisasi dan jumlah SDM terkini, rencana pengembangan organisasi, teknologi informasi dan SDM yang sedang berlangsung, maupun rencana pengembangan organisasi, teknologi informasi, dan SDM lainnya paling sedikit selama 1 (satu) tahun ke depan yang antara lain memuat: a. Rencana Pengembangan Organisasi Rencana pengembangan organisasi antara lain meliputi rencana pembentukan atau perubahan satuan kerja dan/atau komite yang disesuaikan dengan ukuran dan kompleksitas usaha BPRS. Format penyajian rencana pengembangan organisasi mengacu pada Lampiran X. - 15 - b. Rencana Pengembangan dan Pengadaan Teknologi Informasi yang Bersifat Mendasar Rencana pengembangan dan pengadaan teknologi informasi yang bersifat mendasar antara lain perubahan secara signifikan terhadap konfigurasi teknologi informasi atau aplikasi inti perbankan, pengadaan aplikasi inti perbankan baru, kerja sama dengan penyedia jasa teknologi informasi, serta pengembangan dan pengadaan teknologi informasi mendasar lainnya yang dapat menambah dan/atau meningkatkan risiko BPRS. Format penyajian rencana pengembangan dan pengadaan teknologi informasi yang bersifat mendasar mengacu pada Lampiran XI. c. Rencana Pengembangan SDM Rencana pengembangan SDM antara lain meliputi pemenuhan SDM pada BPRS, rencana kebutuhan pendidikan dan pelatihan SDM, termasuk rencana biaya/anggaran pendidikan dan pelatihan sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai kewajiban penyediaan dana pendidikan dan pelatihan untuk pengembangan sumber daya manusia BPRS. Format penyajian rencana pengembangan SDM mengacu pada Lampiran XII. d. Rencana Pemanfaatan Tenaga Kerja Alih Daya Alih daya adalah penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan penyedia jasa melalui perjanjian pemborongan pekerjaan dan/atau melalui perjanjian penyediaan jasa tenaga kerja. Rencana pemanfaatan tenaga kerja alih daya antara lain meliputi rencana pemanfaatan tenaga kerja di luar tenaga kerja tetap, yang meliputi jumlah maupun bidang kerja penugasan. Format penyajian rencana pemanfaatan tenaga kerja alih daya mengacu pada Lampiran XIII. 9. Rencana Penerbitan Produk dan Pelaksanaan Aktivitas Baru Rencana penerbitan produk dan pelaksanaan aktivitas baru meliputi: a. b. rencana penerbitan produk baru; dan rencana pelaksanaan aktivitas baru, paling sedikit untuk periode 1 (satu) tahun ke depan. Rencana penerbitan produk dan pelaksanaan aktivitas baru yang - 16 - wajib dicantumkan dalam Rencana Bisnis BPRS adalah produk dan aktivitas baru yang belum pernah diterbitkan atau dilaksanakan sebelumnya oleh BPRS yang bersangkutan sebagaimana diatur dalam peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai produk dan aktivitas bank syariah dan unit usaha syariah. Format penyajian rencana Penerbitan Produk dan Pelaksanaan Aktivitas Baru mengacu pada Lampiran XIV. 10. Rencana Pengembangan dan/atau Perubahan Jaringan Kantor Rencana pengembangan dan/atau perubahan jaringan kantor paling sedikit meliputi: a. rencana pemindahan alamat kantor pusat; b. rencana pembukaan, pemindahan alamat dan/atau penutupan kantor cabang dan/atau kantor kas; c. rencana pelaksanaan kegiatan pelayanan kas dan rencana penutupan kegiatan pelayanan kas berupa kas keliling, payment point, dan perangkat perbankan elektronis; dan d. rencana pemindahan payment point dan lokasi perangkat Automated Teller Machine dan/atau Automated Deposit Machine. Pengertian kantor cabang, kantor kas, dan kegiatan pelayanan kas berupa kas keliling, payment point, dan perangkat perbankan elektronis mengacu pada peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai BPRS. Rencana tersebut disajikan untuk periode 1 (satu) tahun ke depan. Format penyajian rencana pengembangan dan/atau perubahan jaringan kantor mengacu pada Lampiran XV. 11. Informasi Lainnya Informasi lainnya meliputi informasi yang diperkirakan memengaruhi kegiatan usaha BPRS, namun belum disebutkan dalam cakupan Rencana Bisnis antara lain langkah-langkah penyelesaian pembiayaan bermasalah termasuk dengan cara pengambilalihan agunan dan/atau penghapusbukuan, penyelesaian Agunan Yang Diambil Alih (AYDA) dan hapus buku, serta laporan BPRS sebagai Penyelenggara Layanan Keuangan Tanpa Kantor dalam Rangka Keuangan Inklusif (Laku Pandai). Format penyajian informasi lainnya mengacu pada Lampiran XVI. - 17 - III. PERUBAHAN RENCANA BISNIS 1. Otoritas Jasa Keuangan berwenang meminta BPRS untuk melakukan penyesuaian terhadap Rencana Bisnis yang disampaikan oleh BPRS, apabila: a. Rencana Bisnis dinilai belum memenuhi cakupan Rencana Bisnis sebagaimana diatur dalam POJK Rencana Bisnis BPR dan BPRS; dan/atau b. proyeksi, target atau rencana yang disampaikan dalam Rencana Bisnis dinilai tidak realistis, sebagai contoh: 1) Proyeksi pembiayaan yang tinggi tanpa diimbangi dengan kemampuan pendanaan dan jumlah sumber daya manusia yang memadai. 2) Rencana investasi berupa pembelian aset tetap dalam jumlah besar tanpa memperhatikan rentabilitas BPRS. 2. BPRS hanya dapat melakukan perubahan terhadap Rencana Bisnis, apabila: a. terdapat faktor eksternal dan internal yang secara signifikan memengaruhi operasional BPRS; Yang dimaksud dengan faktor eksternal antara lain adalah kondisi perekonomian, perkembangan sosial dan politik, serta perkembangan teknologi. Contoh: Penurunan pertumbuhan ekonomi daerah yang menyebabkan permintaan pembiayaan pada sektor perdagangan yang menjadi prioritas penyaluran pembiayaan BPRS mengalami penurunan sehingga dapat memengaruhi kemampuan membayar debitur di sektor tersebut. Berdasarkan kondisi tersebut, BPRS dapat mengubah prioritas penyaluran pembiayaan pada sektor lainnya yang selanjutnya strategi tersebut dituangkan dalam perubahan Rencana Bisnis. Yang dimaksud dengan faktor internal antara lain adalah kondisi keuangan, manajemen, dan perubahan kepemilikan. Contoh: Terjadi perubahan kepemilikan BPRS yang menyebabkan terjadinya perubahan strategi bisnis BPRS, sehingga BPRS perlu melakukan perubahan Rencana Bisnis. - 18 - b. berdasarkan pertimbangan Otoritas Jasa Keuangan terdapat faktor yang secara signifikan memengaruhi kinerja BPRS, antara lain meliputi permasalahan solvabilitas, likuiditas, dan/atau permasalahan eksternal yang secara signifikan berdampak pada kinerja BPRS. IV. LAPORAN REALISASI DAN PENGAWASAN RENCANA BISNIS 1. Sesuai dengan Pasal 21 ayat (1) POJK Rencana Bisnis BPR dan BPRS, Laporan Realisasi Rencana Bisnis wajib disampaikan BPRS secara semesteran, yaitu posisi akhir bulan Juni dan Desember. Laporan dimaksud meliputi: a. pencapaian Rencana Bisnis yaitu perbandingan antara rencana dengan realisasi; b. penjelasan mengenai penyebab dan kendala terjadinya perbedaan antara rencana dengan realisasi Rencana Bisnis; dan c. upaya tindak lanjut yang telah dan akan dilakukan untuk memperbaiki pencapaian realisasi Rencana Bisnis. Penjelasan mengenai realisasi Rencana Bisnis tersebut paling sedikit meliputi: a. strategi bisnis dan kebijakan; b. c. realisasi kinerja keuangan pada neraca, laba rugi, serta rasio- rasio dan pos-pos keuangan; realisasi penghimpunan dana; d. realisasi penyaluran dana; e. realisasi pemenuhan rasio kewajiban penyediaan modal minimum, pemenuhan modal inti minimum, dan rencana penambahan modal; f. realisasi pengembangan organisasi, teknologi informasi, dan SDM; g. realisasi penerbitan produk dan pelaksanaan aktivitas baru; h. realisasi pengembangan dan/atau perubahan jaringan kantor; dan i. realisasi informasi lainnya. Format penyajian Laporan Realisasi Rencana Bisnis mengacu pada Lampiran XVII.1. - 19 - Format penyajian realisasi kinerja keuangan pada neraca, laba rugi, serta rasio-rasio dan pos-pos keuangan sebagaimana dimaksud pada huruf b mengacu pada Lampiran XVII.2, XVII.3, dan XVII.4. Format pengisian realisasi informasi lainnya sebagaimana dimaksud pada huruf i mengacu pada Lampiran XVII.5. 2. Sesuai dengan Pasal 5 POJK Rencana Bisnis BPR dan BPRS, Dewan Komisaris wajib melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Rencana Bisnis. Hasil pengawasan tersebut selanjutnya dituangkan dalam Laporan Pengawasan Rencana Bisnis sebagaimana diwajibkan dalam Pasal 22 ayat (1) POJK Rencana Bisnis BPR dan BPRS. Cakupan dalam laporan yang disusun Dewan Komisaris tersebut paling sedikit meliputi penilaian mengenai: a. pelaksanaan Rencana Bisnis berupa penilaian aspek kuantitatif maupun kualitatif terhadap realisasi Rencana Bisnis; b. faktor-faktor yang memengaruhi kinerja BPRS antara lain faktor permodalan, kualitas aset, rentabilitas, dan likuiditas yang mengacu pada ketentuan mengenai penilaian tingkat kesehatan BPRS; c. penerapan tata kelola dan manajemen risiko BPRS; dan d. upaya memperbaiki kinerja BPRS, dalam hal hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada huruf b di atas terjadi penurunan kinerja. Penilaian Dewan Komisaris pada huruf a sampai dengan huruf d dapat dilengkapi pula dengan penilaian atas faktor-faktor eksternal yang memengaruhi operasional BPRS. Dalam kaitan dengan tugas Dewan Komisaris ini, BPRS harus memiliki mekanisme internal dalam rangka penyusunan Laporan Pengawasan Rencana Bisnis tersebut di atas. Format penyajian Laporan Pengawasan Rencana Bisnis mengacu pada Lampiran XVIII. V. FORMAT SURAT PENGANTAR Penyampaian Rencana Bisnis secara offline, surat pengantar penyampaian perubahan/penyesuaian Rencana Bisnis secara offline, surat pengantar penyampaian Laporan Realisasi Rencana Bisnis secara offline, dan surat pengantar penyampaian Laporan Pengawasan Rencana Bisnis mengacu pada Lampiran XIX. - 20 - VI. PENYAMPAIAN LAPORAN 1. Jangka Waktu Mengacu pada Pasal 24 ayat (1), Pasal 24 ayat (2), Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 25 ayat (2) POJK Rencana Bisnis BPR dan BPRS, BPRS dinyatakan terlambat menyampaikan Rencana Bisnis, penyesuaian Rencana Bisnis, Laporan Realisasi Rencana Bisnis, dan/atau Laporan Pengawasan Rencana Bisnis, apabila: a. BPRS menyampaikan Rencana Bisnis melewati batas waktu penyampaian sampai dengan 30 (tiga puluh) hari setelah akhir batas waktu penyampaian Rencana Bisnis; b. BPRS menyampaikan penyesuaian Rencana Bisnis melewati batas waktu penyampaian sampai dengan 20 (dua puluh) hari setelah akhir batas waktu penyampaian penyesuaian Rencana Bisnis; c. BPRS menyampaikan Laporan Realisasi Rencana Bisnis melewati batas waktu penyampaian sampai dengan 30 (tiga puluh) hari setelah akhir batas waktu penyampaian Laporan Realisasi Rencana Bisnis; dan/atau d. BPRS menyampaikan Laporan Pengawasan Rencana Bisnis melewati batas waktu penyampaian sampai dengan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja setelah akhir batas waktu penyampaian Laporan Pengawasan Rencana Bisnis. Mengacu pada Pasal 24 ayat (3) dan Pasal 25 ayat (3) POJK Rencana Bisnis BPR dan BPRS, BPRS dinyatakan tidak menyampaikan Rencana Bisnis, penyesuaian Rencana Bisnis, Laporan Realisasi Rencana Bisnis, dan/atau Laporan Pengawasan Rencana Bisnis apabila sampai dengan berakhirnya batas waktu keterlambatan, BPRS belum menyampaikan laporan dimaksud. 2. Penyampaian Laporan Secara Offline a. Dalam hal BPRS menyampaikan Rencana Bisnis, penyesuaian Rencana Bisnis, perubahan Rencana Bisnis, dan Laporan Realisasi Rencana Bisnis secara offline, penyampaian dimaksud dapat dilakukan dengan menggunakan media perekam data elektronik (antara lain compact disk, flashdisk atau media perekam data elektronik lainnya) disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan sesuai dengan wilayah kantor pusat BPRS. - 21 - b. Dalam hal terjadi kerusakan media perekam data elektronik yang diterima oleh Otoritas Jasa Keuangan secara offline, BPRS menyampaikan ulang media perekam data elektronik tersebut. c. BPRS menyampaikan Laporan Pengawasan Rencana Bisnis secara offline kepada Otoritas Jasa Keuangan dalam bentuk hardcopy (hasil cetak), dan softcopy berupa media perekam data elektronik. VII. LAIN-LAIN Lampiran dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini merupakan format untuk menyusun Rencana Bisnis, Laporan Realisasi Rencana Bisnis, dan Laporan Pengawasan Rencana Bisnis sejak tahun 2018. Lampiran dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. VIII. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 23 Desember 2016 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN OTORITAS JASA KEUANGAN, Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana ttd NELSON TAMPUBOLON
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 53/SEOJK.03/2016 </reg_id> <reg_title> RENCANA BISNIS BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH </reg_title> <set_date> 23 Desember 2016 </set_date> <effective_date> 23 Desember 2016 </effective_date> <related_reg> '37/POJK.03/2016' </related_reg>
- Yth. Direksi Perusahaan Efek yang Melakukan Kegiatan Usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 55 /SEOJK.04/2017 TENTANG LAPORAN PENERAPAN TATA KELOLA PERUSAHAAN EFEK YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SEBAGAI PENJAMIN EMISI EFEK DAN PERANTARA PEDAGANG EFEK Dalam rangka pelaksanaan amanat ketentuan Pasal 55 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 57/POJK.04/2017 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan Efek yang Melakukan Kegiatan Usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan Perantara Pedagang Efek (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 211, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6126), perlu untuk mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai Laporan Penerapan Tata Kelola Perusahaan Efek yang Melakukan Kegiatan Usaha Sebagai Penjamin Emisi Efek dan Perantara Pedagang Efek, dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Perusahaan Efek sebagai salah satu Lembaga Jasa Keuangan, mendukung eksistensi industri pasar modal Indonesia khususnya dalam mengembangkan perdagangan, pelayanan, dan produk baru. Perusahaan Efek juga memiliki pengaruh terhadap arus perputaran dana dan informasi, mendukung sistem dan aktivitas Bursa Efek sebagai bagian dari Pasar Modal dan sebagai unit usaha, serta meningkatkan kegiatan investasi di Pasar Modal untuk menunjang perekonomian nasional. Oleh sebab itu, diperlukan Tata Kelola berdasarkan kepada prinsip Tata Kelola untuk dapat meningkatkan peran Perusahaan Efek dalam industri -2- keuangan di Indonesia. Lebih jauh, melalui penerapan Tata Kelola, Perusahaan Efek dapat bertahan dalam menghadapi berbagai macam krisis dan tumbuh secara berkelanjutan. Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Perusahaan Efek adalah Pihak yang melakukan kegiatan usaha sebagai penjamin emisi Efek, perantara pedagang Efek, dan/atau Manajer Investasi. 2. Penjamin Emisi Efek adalah Pihak yang membuat kontrak dengan Emiten untuk melakukan Penawaran Umum bagi kepentingan Emiten dengan atau tanpa kewajiban untuk membeli sisa Efek yang tidak terjual. 3. Perantara Pedagang Efek adalah Pihak yang melakukan kegiatan usaha jual beli Efek untuk kepentingan sendiri atau Pihak lain. 4. Anggota Bursa Efek adalah Perantara Pedagang Efek yang telah memperoleh izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan dan mempunyai hak untuk mempergunakan sistem dan atau sarana bursa efek sesuai dengan peraturan bursa efek. 5. Bursa Efek adalah Pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan/atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli Efek Pihak lain dengan tujuan memperdagangkan Efek di antara mereka. 6. Tata Kelola Perusahaan Efek Yang Baik yang selanjutnya disebut Tata Kelola adalah tata kelola Perusahaan Efek yang menerapkan prinsip keterbukaan (transparency), akuntabilitas (accountability), pertanggungjawaban (responsibility), independensi (independency), dan kewajaran (fairness). 7. Rapat Umum Pemegang Saham yang selanjutnya disingkat RUPS adalah organ Perusahaan Efek yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai perseroan terbatas dan/atau anggaran dasar Perusahaan Efek. 8. Direksi adalah organ Perusahaan Efek yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perusahaan Efek untuk kepentingan Perusahaan Efek, sesuai dengan maksud dan tujuan Perusahaan Efek serta mewakili Perusahaan Efek, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. -3- 9. Dewan Komisaris adalah organ Perusahaan Efek yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi. 10. Akuntan Publik adalah seseorang yang telah memperoleh izin untuk memberikan jasa sebagaimana diatur dalam peraturan perundang- undangan mengenai akuntan publik dan terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan. 11. Kantor Akuntan Publik, yang selanjutnya disingkat KAP, adalah badan usaha yang didirikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan mendapatkan izin usaha berdasarkan Undang-Undang mengenai Akuntan Publik. 12. Rencana Bisnis adalah dokumen tertulis yang menggambarkan rencana kegiatan usaha Perusahaan Efek dalam jangka waktu 1 (satu) tahun, termasuk rencana untuk meningkatkan kinerja usaha, serta strategi untuk merealisasikan rencana tersebut sesuai dengan target dan waktu yang ditetapkan, dengan tetap memperhatikan pemenuhan ketentuan kehati-hatian dan penerapan manajemen risiko. 13. Situs Web adalah kumpulan halaman web yang memuat informasi atau data yang dapat diakses melalui suatu sistem jaringan internet. 14. Pemangku Kepentingan (stakeholders) adalah seluruh pihak yang memiliki kepentingan secara langsung atau tidak langsung terhadap kegiatan usaha Penjamin Emisi Efek dan Perantara Pedagang Efek. 15. Afiliasi adalah: a. hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertikal; b. hubungan antara Pihak dengan pegawai, direktur, atau komisaris dari Pihak tersebut; c. hubungan antara 2 (dua) perusahaan di mana terdapat satu atau lebih anggota Direksi atau Dewan Komisaris yang sama; d. hubungan antara perusahaan dan Pihak, baik langsung maupun tidak langsung, mengendalikan atau dikendalikan oleh perusahaan tersebut; e. hubungan antara 2 (dua) perusahaan yang dikendalikan, baik langsung maupun tidak langsung, oleh Pihak yang sama; atau f. hubungan antara perusahaan dan pemegang saham utama. -4- 16. Peringkat Komposit adalah peringkat akhir hasil penilaian sendiri (self assessment). 17. Lembaga Jasa Keuangan adalah lembaga yang melaksanakan kegiatan di sektor Perbankan, Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya. 18. Komisaris Independen adalah anggota Dewan Komisaris yang berasal dari luar Perusahaan Efek dan memenuhi persyaratan sebagai Komisaris Independen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 57/POJK.04/2017 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan Efek yang Melakukan Kegiatan Usaha Sebagai Penjamin Emisi Efek dan Perantara Pedagang Efek. II. TATA KELOLA PERUSAHAAN EFEK 1. Penerapan Tata Kelola Perusahaan Efek berdasarkan pada 5 (lima) prinsip Tata Kelola sebagai berikut: a. Keterbukaan (transparency) yaitu keterbukaan dalam proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam pengungkapan dan penyediaan informasi yang material dan relevan mengenai kegiatan perusahaan. b. Akuntabilitas (accountability) yaitu kejelasan fungsi, struktur, sistem, dan pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan berjalan secara transparan, wajar, efektif, dan efisien. c. Pertanggungjawaban (responsibility) yaitu kesesuaian (kepatuhan) pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan. d. Independensi (independency) yaitu suatu keadaan di mana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. e. Kewajaran (fairness) yaitu keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak Pemangku Kepentingan yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan. 2. Perusahaan Efek yang wajib memenuhi ketentuan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini adalah Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek yang merupakan Anggota Bursa Efek. -5- III. LAPORAN PENERAPAN TATA KELOLA Laporan penerapan Tata Kelola, paling sedikit meliputi: a. transparansi; b. hasil penilaian sendiri (self assessment) atas penerapan Tata Kelola yang terdiri atas penilaian kertas kerja dan Peringkat Komposit sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini; dan c. rencana tindak (action plan) sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini, bagi Perusahaan Efek yang memperoleh Peringkat Komposit 4 atau 5. IV. TRANSPARANSI Transparansi sebagaimana dimaksud dalam angka III huruf a, paling sedikit meliputi: 1. Pengungkapan bentuk penerapan Tata Kelola yaitu: a. Komitmen pemegang saham dan RUPS, paling sedikit meliputi: 1) nomor dan tanggal surat persetujuan Otoritas Jasa Keuangan terkait penilaian kemampuan dan kepatutan pemegang saham; 2) tanggal pemanggilan dan tanggal pelaksanaan RUPS; dan 3) keputusan RUPS. b. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi, paling sedikit meliputi: 1) jumlah, nama, jabatan, nomor dan tanggal surat persetujuan Otoritas Jasa Keuangan terkait penilaian kemampuan dan kepatutan anggota Direksi, tanggal pengangkatan oleh RUPS, masa jabatan, kewarganegaraan, domisili, izin wakil Perusahaan Efek yang dimiliki, riwayat kerja dalam 5 (lima) tahun terakhir, pendidikan terakhir, dan gelar profesi; 2) tugas dan tanggung jawab masing-masing anggota Direksi; 3) rangkap jabatan anggota Direksi (jika ada); 4) pendidikan dan/atau pelatihan yang telah diikuti terkait dengan peningkatan pengetahuan dan pemahaman dalam rangka membantu pelaksanaan tugas anggota Direksi; -6- 5) kebijakan dan pelaksanaan rapat Direksi termasuk jumlah rapat yang diselenggarakan dalam 1 (satu) tahun dan kehadiran masing-masing anggota Direksi di setiap rapat; 6) pelaksanaan kegiatan yang merupakan rekomendasi dari Dewan Komisaris dan/atau hasil pengawasan Otoritas Jasa Keuangan; dan 7) tindak lanjut terhadap hal yang memerlukan perhatian Direksi atas rekomendasi fungsi manajemen risiko dan fungsi kepatuhan dan audit internal. c. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris, paling sedikit meliputi: 1) jumlah, nama, jabatan, nomor dan tanggal surat persetujuan Otoritas Jasa Keuangan terkait penilaian kemampuan dan kepatutan anggota Dewan Komisaris, tanggal pengangkatan oleh RUPS, masa jabatan, kewarganegaraan, domisili, izin wakil Perusahaan Efek yang dimiliki, riwayat kerja dalam 5 (lima) tahun terakhir, pendidikan terakhir, dan gelar profesi; 2) tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris; 3) rangkap jabatan anggota Dewan Komisaris (jika ada); 4) pendidikan dan/atau pelatihan yang telah diikuti terkait dengan peningkatan pengetahuan dan pemahaman dalam rangka membantu pelaksanaan tugas anggota Dewan Komisaris; 5) kebijakan dan pelaksanaan rapat Dewan Komisaris termasuk jumlah rapat yang diselenggarakan dalam 1 (satu) tahun dan kehadiran masing-masing anggota Dewan Komisaris di setiap rapat; 6) rekomendasi yang diberikan Dewan Komisaris kepada Direksi; 7) pelaksanaan tugas Komisaris Independen; dan 8) daftar indikasi pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan di Sektor Jasa Keuangan yang dilaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan (jika ada). -7- d. Kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite (jika ada) yang dibentuk oleh Direksi dan/atau Dewan Komisaris, paling sedikit meliputi: 1) struktur, keanggotaan, keahlian, dan pernyataan independensi anggota komite; 2) tugas dan tanggung jawab komite; 3) kebijakan dan pelaksanaan rapat komite termasuk jumlah rapat yang diselenggarakan dalam 1 (satu) tahun dan kehadiran masing-masing anggota komite di setiap rapat; 4) program kerja komite dan realisasinya; dan 5) piagam (charter) komite. e. Remunerasi Direksi dan Dewan Komisaris, paling sedikit meliputi: 1) Paket atau kebijakan remunerasi yang ditetapkan dalam RUPS (jika ada), paling sedikit meliputi: a. gaji; b. honorarium; c. insentif; dan/atau d. tunjangan yang bersifat tetap dan/atau variabel. 2) Besarnya remunerasi Direksi dan Dewan Komisaris serta hubungan antara remunerasi dengan kinerja Perusahaan Efek dalam 1 (satu) tahun. f. Etika bisnis, paling sedikit meliputi: 1) uraian singkat pelaksanaan tugas unit kerja khusus atau pejabat sebagai penanggung jawab penerapan program anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme yang di dalamnya mencakup prinsip mengenal nasabah Perusahaan Efek; 2) pokok-pokok kode etik Perusahaan Efek yang berlaku bagi seluruh anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan karyawan atau pegawai, serta pendukung organ; 3) pelaksanaan sosialisasi kode etik dan upaya penegakannya; dan 4) pokok-pokok pedoman yang mengikat setiap anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris Perusahaan Efek. -8- g. Pengendalian Internal paling sedikit meliputi: 1) Fungsi manajemen risiko, paling sedikit meliputi: a) unit kerja, anggota Direksi atau pejabat setingkat di bawah Direksi yang menjalankan fungsi manajemen risiko; b) uraian singkat kebijakan manajemen risiko termasuk strategi, kerangka, dan prosedur, serta penetapan limit risiko (risk appetite) dan toleransi risiko (risk tolerance); c) jenis risiko dan mitigasi risiko; dan d) laporan hasil pelaksanaan tugas fungsi manajemen risiko. 2) Fungsi kepatuhan dan audit internal, paling sedikit meliputi: a) Kepatuhan: (1) unit kerja, anggota Direksi atau pejabat setingkat di bawah Direksi yang menjalankan fungsi kepatuhan; (2) pokok-pokok pakta (charter) yang secara tertulis mengikat unit kerja, anggota Direksi atau pejabat setingkat di bawah Direksi yang menjalankan fungsi kepatuhan dan fungsi-fungsi lain di Perusahaan Efek; dan (3) laporan hasil pelaksanaan tugas fungsi kepatuhan. b) Audit internal: (1) ruang lingkup pekerjaan audit internal; (2) struktur atau kedudukan satuan kerja fungsi audit internal; (3) pernyataan independensi fungsi audit internal; (4) pokok-pokok piagam (charter) audit internal; dan (5) laporan hasil pelaksanaan tugas fungsi audit internal. h. Kebijakan sistem pelaporan pelanggaran dan pengaduan nasabah, memuat informasi paling sedikit: 1) pokok-pokok kebijakan pelaporan pelanggaran dan pengaduan nasabah Perusahaan Efek; -9- 2) uraian singkat pelaksanaan kebijakan sistem pelaporan pelanggaran dan penanganan pengaduan nasabah oleh unit kerja atau fungsi yang bertanggung jawab; dan 3) i. j. hasil evaluasi Direksi dan Dewan Komisaris terhadap kebijakan pelaporan pelanggaran dan pengaduan nasabah. Alamat Situs Web. Auditor eksternal, memuat informasi paling sedikit: 1) efektivitas pelaksanaan tugas auditor eksternal, antara lain mengenai komentar atau catatan auditor eksternal atas penyediaan data yang diperlukan bagi auditor eksternal, sehingga memungkinkan auditor eksternal memberikan pendapatnya tentang kewajaran, ketaatan, dan kesesuaian laporan keuangan Perusahaan Efek dengan standar audit yang berlaku; dan 2) KAP dan Akuntan Publik yang melakukan audit laporan keuangan Perusahaan Efek selama 5 (lima) tahun terakhir. 2. Kepemilikan saham anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris baik secara langsung maupun tidak langsung yang meliputi jenis dan jumlah lembar saham pada: a. Perusahaan Efek yang bersangkutan; b. Perusahaan Efek lain; dan c. Lembaga Jasa Keuangan selain Perusahaan Efek. 3. Hubungan keuangan dan/atau hubungan keluarga anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris dengan anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris lain, dan/atau pemegang saham Perusahaan Efek. 4. Jenis, jumlah, dan upaya penyelesaian penyimpangan internal terkait keuangan yang dilakukan oleh anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan pegawai (jika ada), paling sedikit meliputi: a. penyimpangan internal yang telah diselesaikan; b. penyimpangan internal yang sedang dalam proses penyelesaian di internal perusahaan; c. penyimpangan internal yang belum diupayakan penyelesaiannya; dan d. penyimpangan internal yang telah ditindaklanjuti melalui proses hukum. -10- 5. Jenis, jumlah, dan upaya penyelesaian permasalahan hukum baik hukum perdata maupun hukum pidana dan telah diajukan melalui proses hukum (jika ada), paling sedikit meliputi: a. permasalahan hukum perdata dan/atau hukum pidana yang dihadapi dan telah selesai (telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap); dan b. permasalahan hukum perdata dan/atau hukum pidana yang dihadapi dan masih dalam proses penyelesaian. 6. Benturan kepentingan dan/atau transaksi dengan pihak Afiliasi yang terjadi paling sedikit mencakup nama dan jabatan pihak yang memiliki benturan kepentingan dan/atau transaksi dengan pihak Afiliasi, sifat hubungan Afiliasi, nama dan jabatan pengambil keputusan, jenis transaksi, nilai transaksi, dan keterangan. 7. Pengungkapan hal penting lainnya, paling sedikit meliputi: a. pengunduran diri atau pemberhentian anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris; dan b. fungsi perusahaan yang dialihdayakan kepada pihak lain (outsourcing) (jika ada). V. PENILAIAN SENDIRI (SELF ASSESSMENT) ATAS PENERAPAN TATA KELOLA 1. Penilaian sendiri (self assessment) sebagaimana dimaksud dalam angka III huruf b digunakan sebagai tolok ukur untuk menilai sejauh mana Perusahaan Efek menerapkan Tata Kelola berdasarkan prinsip Tata Kelola. Perusahaan Efek harus melakukan penilaian sendiri (self assessment) secara terstruktur dan komprehensif terhadap kecukupan pelaksanaan Tata Kelola, sehingga Perusahaan Efek dapat segera mengambil langkah strategis untuk memperbaiki kelemahan terkait dengan Tata Kelola di perusahaannya. 2. Perusahaan Efek melakukan penilaian sendiri (self assessment) atas penerapan Tata Kelola setiap 1 (satu) tahun 1 (satu) kali untuk periode bulan Januari sampai dengan bulan Desember. 3. Penilaian sendiri (self assessment) dilakukan terhadap bentuk- bentuk penerapan Tata Kelola sebagaimana diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penerapan Tata Kelola Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan Perantara Pedagang Efek serta peraturan perundang-undangan mengenai Perusahaan Efek yang dikembangkan menjadi 12 (dua -11- belas) faktor penilaian Tata Kelola, sebagai berikut: a. pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi; b. pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris; c. kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite (jika ada); d. benturan kepentingan dan transaksi dengan pihak Afiliasi; e. fungsi manajemen risiko; f. fungsi kepatuhan; g. fungsi audit internal; h. auditor eksternal; i. j. k. etika bisnis; dan l. keterbukaan informasi; Rencana Bisnis; sistem pelaporan pelanggaran dan sistem pengaduan nasabah. 4. Penilaian sendiri (self assessment) dituangkan dalam kertas kerja yang berisi sekumpulan pertanyaan untuk menilai kualitas penerapan Tata Kelola. 5. Pertanyaan yang terdapat dalam kertas kerja sebagaimana dimaksud dalam angka 4, diintegrasikan menjadi 3 (tiga) aspek penilaian Tata Kelola, yaitu: a. penilaian struktur Tata Kelola, yang bertujuan untuk melihat kecukupan struktur dan infrastruktur Tata Kelola agar proses pelaksanaan prinsip Tata Kelola menghasilkan keluaran yang sesuai dengan harapan Pemangku Kepentingan Perusahaan Efek. Yang termasuk dalam struktur Tata Kelola adalah Direksi, Dewan Komisaris, satuan kerja, komite, dan fungsi pada Perusahaan Efek. Adapun yang termasuk infrastruktur Tata Kelola adalah kebijakan dan prosedur Perusahaan Efek dan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) masing-masing jabatan dalam organisasi; b. penilaian proses Tata Kelola bertujuan untuk menilai efektivitas proses pelaksanaan prinsip Tata Kelola yang didukung oleh kecukupan struktur dan infrastruktur Tata Kelola sehingga menghasilkan keluaran yang sesuai dengan harapan Pemangku Kepentingan Perusahaan Efek; dan c. penilaian keluaran Tata Kelola bertujuan untuk menilai kualitas keluaran Tata Kelola yang memenuhi harapan Pemangku Kepentingan Perusahaan Efek yang merupakan hasil proses -12- pelaksanaan prinsip Tata Kelola yang didukung oleh kecukupan struktur dan infrastruktur Tata Kelola. 6. Kriteria penilaian pada struktur Tata Kelola, proses Tata Kelola, dan keluaran Tata Kelola, saling memiliki keterkaitan, sebagai contoh terdapat permasalahan pada struktur Tata Kelola seperti tidak terdapat anggota Direksi yang membawahi fungsi kepatuhan, sehingga mengakibatkan timbulnya kelemahan pada proses Tata Kelola dalam penerapan fungsi kepatuhan yaitu tidak terdapat tindakan pencegahan terhadap kebijakan dan/atau keputusan Direksi yang menyimpang dari ketentuan. Selanjutnya kelemahan pada proses Tata Kelola tersebut akan berdampak pada keluaran Tata Kelola berupa terjadinya pelanggaran terhadap ketentuan. Perusahaan Efek harus memperhatikan apakah pelanggaran tersebut terjadi secara berulang, materialitas, dan signifikansi pelanggaran tersebut terhadap Perusahaan Efek baik saat ini maupun di masa mendatang. 7. Perusahaan Efek harus mempersiapkan data dan informasi yang dijadikan dasar untuk menyusun analisis kecukupan dan efektivitas penerapan prinsip Tata Kelola dan didokumentasikan dengan baik. Data dan informasi sebagaimana dimaksud mencakup seluruh laporan dan dokumen yang diungkapkan dalam angka III dan angka IV. 8. Penilaian sendiri (self assessment) Tata Kelola dilakukan dengan menggunakan 2 (dua) tipe pertanyaan, yakni dikotomi (pertanyaan dengan jawaban Ya atau Tidak) dan diskrit (pertanyaan dengan jawaban berupa jenjang dari Sangat Baik sampai Tidak Baik). Nilai untuk masing-masing jawaban adalah sebagai berikut: Tipe Pertanyaan Dikotomi: a. tanda centang (√) pada kolom Ya bernilai 1: apabila indikator telah sepenuhnya diterapkan atau dipenuhi. b. tanda centang (√) pada kolom Tidak bernilai 0: apabila indikator sepenuhnya tidak diterapkan atau dipenuhi Tipe Pertanyaan Diskrit: a. tanda centang (√) pada kolom SB (Sangat Baik) bernilai 1: apabila indikator telah sepenuhnya diterapkan atau dipenuhi. -13- b. tanda centang (√) pada kolom B (Baik) bernilai 0,75: apabila indikator sebagian besar telah diterapkan atau dipenuhi. c. tanda centang (√) pada kolom CB (Cukup Baik) bernilai 0,5: apabila indikator sebagian telah diterapkan atau dipenuhi. d. tanda centang (√) pada kolom KB (Kurang Baik) bernilai 0,25: apabila indikator sebagian besar belum diterapkan atau dipenuhi. e. tanda centang (√) pada kolom TB (Tidak Baik) bernilai 0: apabila indikator sepenuhnya tidak diterapkan atau dipenuhi. 9. Kolom keterangan pada kertas kerja harus diisi dengan alasan, dasar penerapan, atau informasi tambahan lain yang harus diungkapkan untuk mendukung jawaban pada indikator faktor penilaian. 10. Untuk mendapatkan nilai dari masing-masing faktor, Perusahaan Efek menggunakan rumus sebagai berikut: 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐹𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 = ∑ 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑘𝑎𝑡𝑜𝑟 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑘𝑎𝑡𝑜𝑟 Keterangan: Nilai Faktor × 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 × 100 : Hasil pembagian dari jumlah nilai indikator terhadap jumlah indikator dan dikalikan dengan bobot setiap faktor yang telah ditentukan pada Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. Nilai Indikator : Jumlah indikator yang dipenuhi oleh Perusahaan Efek dalam setiap faktor penilaian. Total Indikator Bobot faktor : Jumlah seluruh indikator dalam setiap faktor penilaian. : Nilai bobot pada setiap faktor penilaian yang ditetapkan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. Sebagai contoh: Menghitung nilai faktor dari pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi (Struktur: 9, Proses: 16, dan Keluaran: 5) Perusahaan Efek A menjawab sebagai berikut: a. Struktur: Dari 9 indikator, Perusahaan Efek memberikan jawaban YA di 7 indikator, dan jawaban TIDAK di 2 indikator. -14- b. Proses: Dari 16 indikator, Perusahaan Efek memberikan jawaban SANGAT BAIK di 8 indikator, CUKUP BAIK di 2 indikator, dan jawaban YA di 6 indikator. c. Keluaran: Dari 5 indikator, Perusahaan Efek memberikan jawaban SANGAT BAIK di 3 indikator, dan jawaban KURANG BAIK di 2 indikator. Maka perhitungannya adalah sebagai berikut: Nilai Faktor = = 17 Dengan demikian, nilai faktor Tata Kelola dari pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi adalah sebesar 17,00. 11. Bobot setiap faktor ditetapkan sebagaimana tabel berikut: Faktor No. 1. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi 2. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris 3. Kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite 4. Benturan kepentingan dan transaksi dengan pihak Afiliasi 5. Fungsi manajemen risiko 6. Fungsi kepatuhan 7. Fungsi audit internal 8. Auditor eksternal 9. Keterbukaan informasi 10. Rencana bisnis 11. Etika bisnis 12. Sistem pelaporan pelanggaran dan sistem pengaduan nasabah Total Bobot (%) 20 20 2,5 10 7,5 7,5 7,5 2,5 5 7,5 5 5 100 12. Setelah menentukan nilai setiap faktor penilaian Tata Kelola, Perusahaan Efek menjumlahkan seluruh nilai sehingga mendapatkan nilai akhir, sebagaimana dijelaskan dalam tabel di bawah: ∑{[(1x7)+(0x2)]+[(1x8)+(0,5x2)+(1x6)]+[(1x3)+(0,25x2)]} 30 x 20% x 100 -15- Nilai 90 – 100 Peringkat Komposit Definisi Peringkat 1 Tata kelola diimplementasikan dengan sangat baik di mana seluruh atau hampir seluruh indikator Tata Kelola telah dipenuhi. 77 – 89 Peringkat 2 Tata kelola diimplementasikan dengan baik di mana sebagian besar indikator Tata Kelola telah dipenuhi. 64 – 76 Peringkat 3 Tata kelola diimplementasikan dengan cukup baik di mana sebagian indikator Tata Kelola telah dipenuhi. 51 – 63 Peringkat 4 Tata kelola diimplementasikan dengan kurang baik di mana sebagian besar indikator Tata Kelola tidak dipenuhi. ≤ 50 Peringkat 5 Tata kelola diimplementasikan dengan tidak baik di mana hampir seluruh indikator Tata Kelola tidak dipenuhi. 13. Dalam hal hasil penilaian sendiri (self assessment) penerapan Tata Kelola diperoleh Peringkat Komposit faktor Tata Kelola adalah 4 atau 5, maka Perusahaan Efek harus menyusun dan menyampaikan rencana tindak (action plan) yang memuat langkah perbaikan secara komprehensif dan sistematis beserta target waktu pelaksanaannya kepada Otoritas Jasa Keuangan. 14. Otoritas Jasa Keuangan melakukan evaluasi atas hasil penilaian sendiri (self assessment) yang dilakukan oleh Perusahaan Efek. Apabila terdapat perbedaan antara Peringkat Komposit hasil penilaian sendiri (self assessment) dengan hasil penilaian atau evaluasi yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan, maka Perusahaan Efek harus melakukan revisi terhadap hasil penilaian sendiri (self assessment) penerapan Tata Kelola. 15. Apabila hasil penilaian peringkat faktor Tata Kelola oleh Otoritas Jasa Keuangan memperoleh Peringkat Komposit 4 atau 5, maka Otoritas Jasa Keuangan dapat meminta Perusahaan Efek untuk menyampaikan rencana tindak (action plan) yang memuat langkah -16- perbaikan secara komprehensif dan sistematis beserta target waktu pelaksanaannya. VI. RENCANA TINDAK (ACTION PLAN) 1. Rencana tindak (action plan) sebagaimana dimaksud dalam angka III huruf c, disusun dalam rangka meningkatkan atau menyempurnakan penerapan Tata Kelola sebagai tindak lanjut atas hasil penilaian sendiri (self assessment). Rencana tindak (action plan) dimaksud meliputi tindakan korektif (corrective action) yang diperlukan, target atau waktu penyelesaian, dan kendala atau hambatan penyelesaiannya apabila masih terdapat kekurangan dalam penerapan Tata Kelola. 2. Perusahaan Efek harus menyampaikan laporan pelaksanaan rencana tindak (action plan), paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah target waktu penyelesaian rencana tindak (action plan). 3. Otoritas Jasa Keuangan dapat melakukan evaluasi terhadap rencana tindak (action plan) yang telah disampaikan oleh Perusahaan Efek sebagaimana dimaksud dalam angka 1. Dalam hal diperlukan, Otoritas Jasa Keuangan dapat meminta Perusahaan Efek untuk melakukan penyesuaian rencana tindak (action plan) dan menyampaikan kembali penyesuaian rencana tindak (action plan) tersebut kepada Otoritas Jasa Keuangan untuk dievaluasi. VII. TATA CARA PENYAMPAIAN LAPORAN PENERAPAN TATA KELOLA 1. Perusahaan Efek menyampaikan laporan penerapan Tata Kelola yang telah ditandatangani oleh Direktur Utama dan Komisaris Utama, dengan ketentuan sebagai berikut: a. surat pengantar penyampaian laporan penerapan Tata Kelola yang ditandatangani oleh Direktur Utama disampaikan dalam bentuk dokumen cetak (hardcopy); dan b. isi laporan penerapan Tata Kelola disampaikan dalam bentuk dokumen cetak (hardcopy) dan dokumen elektronik (softcopy). 2. Laporan penerapan Tata Kelola sebagaimana dimaksud dalam angka 1 disampaikan secara lengkap kepada: Otoritas Jasa Keuangan u.p. Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A -17- VIII. PENUTUP Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 6 Desember 2017 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PASAR MODAL, ttd HOESEN Salinan ini sesuai dengan aslinya Deputi Direktur Hukum 1 selaku Plh. Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Wiwit Puspasari -1- LAMPIRAN I SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 55 /SEOJK.04/2017 TENTANG LAPORAN PENERAPAN TATA KELOLA PERUSAHAAN EFEK YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SEBAGAI PENJAMIN EMISI EFEK DAN PERANTARA PEDAGANG EFEK - 2 - KERTAS KERJA PENILAIAN SENDIRI (SELF ASSESSMENT) LAPORAN PENERAPAN TATA KELOLA PERUSAHAAN EFEK YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SEBAGAI PENJAMIN EMISI EFEK DAN PERANTARA PEDAGANG EFEK No. I. Kriteria/Indikator Pelaksanaan Tugas dan Tanggung Jawab Direksi A. Struktur Tata Kelola 1. Jumlah anggota Direksi paling sedikit 2 (dua) orang. 2. Seluruh anggota Direksi telah memiliki izin perseorangan sebagai Wakil Penjamin Emisi Efek dan/atau Wakil Perantara Pedagang Efek. 3. Seluruh anggota Direksi memenuhi persyaratan integritas, reputasi keuangan, serta kompetensi dan keahlian di bidang Pasar Modal (telah lulus Penilaian kemampuan dan kepatutan atau fit and proper test) 4. Seluruh anggota Direksi diangkat melalui RUPS termasuk perpanjangan masa jabatan Direksi. a Ya b Penilaian c d e Tidak Keterangan Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak - 3 - No. Kriteria/Indikator 5. Penentuan jumlah dan komposisi Direksi memperhatikan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan, kondisi Perusahaan Efek, keberagaman pengetahuan, pengalaman dan/atau keahlian yang dibutuhkan, dan efektivitas dalam pengambilan keputusan. 6. 7. Seluruh anggota Direksi berdomisili di Indonesia. Anggota Direksi baik secara sendiri-sendiri atau bersama-sama tidak memiliki saham melebihi 20% (dua puluh persen) dari modal disetor pada Perusahaan Efek lain. 8. Mayoritas anggota Direksi tidak saling memiliki hubungan keuangan dan/atau hubungan keluarga sampai dengan derajat kedua dengan sesama anggota Direksi, dan/atau dengan anggota Dewan Komisaris dan/atau pemegang saham Perusahaan Ya Tidak Penilaian Keterangan Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak - 4 - No. Kriteria/Indikator Efek. 9. Perusahaan Efek memiliki pedoman yang mengikat seluruh anggota Direksi. B. Proses Tata Kelola 10. Anggota Direksi mampu mengimplementasikan kompetensi yang dimiliki dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya. 11. Direksi melaksanakan pengurusan dengan itikad baik, kehati-hatian dan penuh tanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, anggaran dasar, dan pedoman Direksi serta bertindak secara independen untuk kepentingan Perusahaan Efek. 12. Anggota Direksi tidak memberikan kuasa umum kepada pihak lain yang mengakibatkan pengalihan tugas dan fungsi day to day Direksi. SB B CB KB TB Ya a b c d Tidak e Penilaian Keterangan SB B CB KB TB Ya Tidak - 5 - No. Kriteria/Indikator 13. Direksi memastikan Tata Kelola diterapkan secara efektif pada Perusahaan Efek. 14. Direksi membentuk komite dan/atau unit pendukung Direksi dalam rangka mendukung efektivitas pelaksanaan tugas dan memastikan komite dan/atau unit pendukung tersebut menjalankan tugasnya secara efektif. 15. Direksi menindaklanjuti hasil pengawasan Dewan Komisaris dan hasil pengawasan Otoritas Jasa Keuangan. 16. Direksi menyediakan data dan informasi yang akurat, relevan, dan tepat waktu kepada Dewan Komisaris. 17. Direksi menetapkan kebijakan dan keputusan strategis melalui mekanisme rapat Direksi. 18. Direksi mengadakan rapat paling sedikit 1 (satu) kali setiap 2 (dua) bulan. SB B Penilaian CB KB TB Keterangan SB B CB KB TB SB B CB KB TB SB B CB KB TB SB Ya B CB KB TB Tidak - 6 - No. Kriteria/Indikator 19. Anggota Direksi menghadiri paling sedikit 75% (tujuh puluh lima persen) dari jumlah keseluruhan rapat Direksi dalam setahun, baik hadir secara fisik maupun melalui telekonferensi. 20. Pengambilan keputusan rapat Direksi dilakukan berdasarkan musyawarah mufakat, dalam hal tidak tercapai musyawarah mufakat pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan suara terbanyak, atau sesuai ketentuan yang berlaku. 21. Setiap keputusan rapat yang diambil Direksi dapat diimplementasikan dan sesuai dengan kebijakan, pedoman, serta tata tertib kerja yang berlaku. 22. Anggota Direksi mengikuti program pendidikan berkelanjutan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 2 (dua) tahun terakhir. Penilaian Keterangan Ya Tidak SB B CB KB TB SB B CB KB TB Ya Tidak - 7 - No. Kriteria/Indikator 23. Anggota Direksi tidak menyalahgunakan wewenangnya untuk kepentingan pribadi, keluarga, dan/atau pihak lain. 24. Anggota Direksi tidak mengambil dan/atau menerima keuntungan pribadi dari kegiatan Perusahaan Efek baik secara langsung maupun tidak langsung selain penghasilan yang sah dan fasilitas lainnya yang ditetapkan RUPS. 25. Remunerasi Direksi memperhatikan: a. remunerasi yang berlaku pada industri dan skala usaha Perusahaan Efek. b. tugas, tanggung jawab, dan wewenang anggota Direksi dikaitkan dengan pencapaian tujuan dan kinerja Perusahaan Efek baik dalam jangka pendek ataupun dalam jangka panjang. Ya Penilaian Tidak Keterangan Ya Tidak SB B CB KB TB - 8 - No. Kriteria/Indikator c. target kinerja atau kinerja masing- masing anggota Direksi. d. keseimbangan tunjangan antara yang bersifat tetap dan bersifat variabel. C. Keluaran Tata Kelola 26. Direksi a mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada pemegang saham melalui RUPS. 27. Hasil rapat Direksi dituangkan dalam risalah rapat dan didokumentasikan dengan baik termasuk pengungkapan secara jelas dissenting opinions yang terjadi dalam rapat Direksi. 28. Hasil rapat Direksi dibagikan kepada seluruh anggota Direksi. 29. Peningkatan pengetahuan, keahlian, dan kemampuan anggota Direksi dalam pengelolaan Perusahaan Efek yang ditunjukkan antara lain melalui SB B CB KB TB b c d e Penilaian Keterangan SB B CB KB TB SB B CB KB TB SB B CB KB TB - 9 - No. Kriteria/Indikator peningkatan kinerja Perusahaan Efek, penyelesaian permasalahan yang dihadapi Perusahaan Efek, dan/atau pencapaian hasil sesuai ekspektasi Kepentingan. Pemangku 30. Dalam laporan penerapan Tata Kelola, seluruh anggota Direksi mengungkapkan paling sedikit: a. uraian tugas dan tanggung jawab anggota Direksi. b. kepemilikan saham pada Perusahaan Efek yang bersangkutan, Perusahaan Efek lain, dan Lembaga Jasa Keuangan selain Perusahaan Efek. c. hubungan keuangan dan hubungan keluarga dengan anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi lainnya dan/atau Pemegang Saham Pengendali Perusahaan Efek. telah SB B CB KB TB Penilaian Keterangan - 10 - No. Kriteria/Indikator d. total remunerasi dan fasilitas lain yang ditetapkan oleh RUPS. Hasil Penilaian II. Pelaksanaan Tugas dan Tanggung Jawab Dewan Komisaris A. Struktur Tata Kelola 1. Seluruh anggota Dewan Komisaris memenuhi persayaratan integritas, reputasi keuangan, serta kompetensi dan keahlian di bidang Pasar Modal (telah lulus Penilaian kemampuan dan kepatutan/fit and proper test). 2. Seluruh anggota Dewan Komisaris diangkat melalui RUPS termasuk perpanjangan masa jabatan Dewan Komisaris. 3. Jumlah anggota Dewan Komisaris Perusahaan Efek paling sedikit 1 (satu) orang. 4. Penentuan jumlah dan komposisi Dewan Penilaian Keterangan a x 1 b x 0,75 c x 0,5 d x 0,25 e x 0 a b c d e Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak - 11 - No. Kriteria/Indikator Komisaris memperhatikan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai perizinan Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan Perantara Pedagang Efek, kondisi Perusahaan Efek, keberagaman pengetahuan, pengalaman dan/atau keahlian yang dibutuhkan, efektivitas dalam pengawasan, dan pemberian nasihat kepada Direksi. 5. Jumlah anggota Dewan Komisaris Perusahaan Efek tidak melebihi jumlah anggota Direksi. 6. 7. Memiliki Komisaris Independen. Mayoritas anggota Dewan Komisaris tidak saling memiliki hubungan keuangan dan/atau hubungan keluarga sampai dengan derajat kedua dengan sesama anggota Dewan Komisaris, dan/atau dengan Ya Ya Tidak Tidak Penilaian Keterangan Ya Tidak - 12 - No. Kriteria/Indikator anggota Direksi dan/atau pemegang saham Perusahaan Efek. 8. Perusahaan Efek memiliki pedoman yang mengikat seluruh anggota Dewan Komisaris. B. Proses Tata Kelola 9. Anggota Dewan Komisaris mampu mengimplementasikan kompetensi yang dimilikinya dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya. 10. Dewan Komisaris memperoleh data dan informasi yang lengkap, akurat, terkini, dan tepat waktu dari Direksi. Komisaris 11. Dewan melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi secara berkala maupun sewaktu-waktu dan dilakukan secara independen. 12. Dewan Komisaris memberikan nasihat kepada Direksi dan dilakukan secara SB B CB KB TB SB B CB KB TB Ya a b c d Tidak e Penilaian Keterangan SB B CB KB TB SB B CB KB TB - 13 - No. Kriteria/Indikator independen. 13. Dewan Komisaris memastikan bahwa Direksi telah menindaklanjuti hasil pengawasan Dewan Komisaris dan hasil pengawasan Otoritas Jasa Keuangan. 14. Dalam hal Dewan Komisaris ikut mengambil keputusan mengenai hal-hal yang ditetapkan dalam anggaran dasar dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan, pengambilan keputusan dimaksud dilakukan dalam fungsinya sebagai pengawas dan pemberi nasihat kepada Direksi. Sebagai contoh: Dewan Komisaris tidak terlibat dalam pengambilan keputusan kegiatan operasional Perusahaan Efek, kecuali dalam hal penyediaan dana kepada pihak terkait dan hal-hal lain yang ditetapkan dalam anggaran dasar SB B CB KB TB Penilaian Keterangan SB B CB KB TB - 14 - No. Kriteria/Indikator Perusahaan Efek dan/atau peraturan perundangan yang berlaku dalam rangka melaksanakan fungsi pengawasan. 15. Dalam rangka melakukan tugas pengawasan, Dewan Komisaris telah mengarahkan, memantau, dan mengevaluasi pelaksanaan kebijakan strategis Perusahaan Efek. 16. Dewan Komisaris membentuk komite untuk membantu tugas Dewan Komisaris dan memastikan komite tersebut menjalankan tugasnya secara efektif. 17. Dalam melaksanakan fungsi audit, Dewan Komisaris melalui Komisaris Independen melakukan penelaahan atas: a. SB B CB KB TB Penilaian Keterangan SB B CB KB TB SB informasi keuangan yang akan dikeluarkan Perusahaan Efek kepada publik dan/atau pihak otoritas. b. independensi, ruang lingkup B CB KB TB - 15 - No. Kriteria/Indikator penugasan, dan biaya sebagai dasar pada penunjukan Akuntan Publik. c. rencana dan pelaksanaan audit oleh Akuntan Publik. d. pelaksanaan fungsi manajemen risiko dan fungsi kepatuhan dan audit internal Perusahaan Efek. 18. Dewan Komisaris melakukan pengawasan atas terselenggaranya penerapan Tata Kelola. 19. Dewan Komisaris melaksanakan rapat Dewan Komisaris dengan mengundang Direksi dalam hal terdapat temuan indikasi pelanggaran peraturan perundang- undangan di sektor jasa keuangan. 20. Dewan Komisaris mengadakan rapat paling kurang 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan. 21. Anggota Dewan Komisaris menghadiri paling sedikit 75% (tujuh puluh lima persen) dari SB B CB KB TB Penilaian Keterangan SB B CB KB TB Ya Tidak Ya Tidak - 16 - No. Kriteria/Indikator jumlah keseluruhan rapat Dewan Komisaris dalam setahun, baik hadir secara fisik maupun melalui telekonferensi. 22. Pengambilan keputusan rapat Dewan Komisaris dilakukan berdasarkan musyawarah mufakat, dalam hal tidak tercapai musyawarah mufakat pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan suara terbanyak, atau sesuai dengan ketentuan. 23. Setiap keputusan rapat yang diambil Dewan Komisaris dapat diimplementasikan dan sesuai dengan kebijakan, pedoman, serta tata tertib kerja yang berlaku. 24. Anggota Dewan Komisaris mengikuti program pendidikan berkelanjutan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 2 (dua) tahun terakhir. 25. Anggota Dewan Komisaris tidak menyalahgunakan wewenangnya untuk SB B CB KB TB Penilaian Keterangan SB B CB KB TB Ya Tidak Ya Tidak - 17 - No. Kriteria/Indikator kepentingan pribadi, keluarga, dan/atau pihak lain. 26. Anggota Dewan Komisaris tidak mengambil dan/atau menerima keuntungan pribadi dari kegiatan Perusahaan Efek baik secara langsung maupun tidak langsung selain penghasilan yang sah dan fasilitas lainnya yang ditetapkan RUPS. 27. Remunerasi memperhatikan: a. Dewan Komisaris SB remunerasi yang berlaku pada industri dan skala usaha Perusahaan Efek; b. tugas, tanggung jawab, dan wewenang anggota Dewan Komisaris dikaitkan dengan pencapaian tujuan dan kinerja Perusahaan Efek baik dalam jangka pendek ataupun dalam jangka panjang; B CB KB TB Penilaian Keterangan Ya Tidak - 18 - No. Kriteria/Indikator c. target kinerja atau kinerja masing- masing anggota Dewan Komisaris; dan d. keseimbangan tunjangan antara yang bersifat tetap dan bersifat variabel. 28. Dewan Komisaris menyediakan waktu yang cukup untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara optimal. C. Keluaran Tata Kelola 29. Dewan Komisaris mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada pemegang saham melalui RUPS. 30. Hasil rapat Dewan Komisaris dituangkan dalam risalah rapat dan didokumentasikan dengan baik termasuk pengungkapan secara jelas dissenting opinions yang terjadi dalam rapat Dewan Komisaris. 31. Hasil rapat Dewan Komisaris dibagikan kepada seluruh anggota Dewan Komisaris. 32. Peningkatan pengetahuan, keahlian, dan SB a SB B b B CB c CB KB d KB TB e TB Penilaian Keterangan SB B CB KB TB SB SB B B CB CB KB KB TB TB - 19 - No. Kriteria/Indikator kemampuan anggota Dewan Komisaris dalam pengelolaan Perusahaan Efek yang ditunjukkan antara lain melalui peningkatan kinerja Perusahaan Efek, penyelesaian permasalahan yang dihadapi Perusahaan Efek, dan/atau pencapaian hasil sesuai ekspektasi Pemangku Kepentingan. 33. Dalam laporan penerapan Tata Kelola, anggota Dewan Komisaris mengungkapkan paling sedikit: a. uraian tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris; b. kepemilikan saham pada Perusahaan Efek yang bersangkutan, Perusahaan Efek lain, dan Lembaga Jasa Keuangan selain Perusahaan Efek; c. hubungan keuangan dan hubungan keluarga dengan anggota Dewan Komisaris lainnya, anggota Direksi, telah SB B CB KB TB Penilaian Keterangan - 20 - No. Kriteria/Indikator dan/atau d. pemegang Perusahaan Efek; dan total remunerasi dan fasilitas lain yang ditetapkan oleh RUPS. Hasil Penilaian III. Kelengkapan dan Pelaksanaan Tugas Komite (Jika Ada) A. Struktur Tata Kelola 1. saham Penilaian Keterangan a x 1 b x 0,75 c x 0,5 d x 0,25 e x 0 a Perusahaan Efek memiliki komite untuk menunjang pelaksanaan tugas Direksi dan/atau Dewan Komisaris. 2. 3. 4. Struktur komite terdiri dari 1 (satu) orang ketua dan 2 (dua) anggota. Setiap anggota komite memiliki keahlian dalam pelaksanaan tugas. Komite memiliki piagam (charter) yang digunakan sebagai acuan dalam melakukan tugas dan tanggung jawabnya. 5. Seluruh anggota komite memiliki integritas, Ya Ya Ya Ya Ya b c d e Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak - 21 - No. Kriteria/Indikator akhlak dan moral yang baik. 6. Anggota komite yang merupakan pihak independen tidak memiliki hubungan keuangan, kepengurusan, Direksi kepemilikan saham dan/atau hubungan keluarga dengan Dewan Komisaris, dan/atau Pemegang Saham Pengendali atau hubungan dengan Perusahaan Efek, yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen. 7. Anggota komite yang merupakan pihak independen yang berasal dari anggota Direksi, Ya Tidak Penilaian Keterangan anggota Dewan Komisioner, dan/atau pegawai Perusahaan Efek yang bersangkutan telah menjalani masa tunggu (cooling off) paling sedikit selama 6 (enam) bulan. 8. Tidak ada intervensi pemegang saham dalam menentukan komposisi komite. Ya Tidak Ya Tidak - 22 - No. Kriteria/Indikator B. Proses Tata Kelola 9. a Rapat komite diselenggarakan sesuai dengan tata cara yang tercantum dalam piagam (charter) komite. Rapat dimaksud dihadiri oleh mayoritas anggota komite. 10. Pengambilan keputusan rapat komite dilakukan berdasarkan mufakat, dalam hal musyawarah mufakat tidak musyawarah tercapai pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan suara terbanyak, atau sesuai ketentuan yang berlaku. 11. Hasil rapat komite merupakan rekomendasi yang dapat dimanfaatkan secara optimal oleh Direksi atau Dewan Komisaris. C. Keluaran Tata Kelola 12. Hasil rapat komite dituangkan dalam risalah rapat dan didokumentasikan dengan baik termasuk pengungkapan secara jelas SB B CB KB TB SB B CB KB TB SB b B Penilaian c CB d KB e TB Keterangan SB B CB KB TB - 23 - No. Kriteria/Indikator dissenting opinions yang terjadi dalam rapat komite. 13. Setiap komite telah memberikan rekomendasi kepada Direksi atau Dewan Komisaris terkait tugas dan tanggung jawabnya. 14. Setiap komite mengungkapkan dalam laporan penerapan Tata Kelola, paling sedikit: a. uraian tugas dan tanggung jawab; b. pengungkapan independensi; dan c. pengungkapan kebijakan frekuensi rapat dan tingkat kehadiran anggota komite dalam rapat tersebut. Hasil Penilaian IV. Benturan Kepentingan dan Transaksi dengan Pihak Afiliasi A. Struktur Tata Kelola 1. Perusahaan Efek memiliki kebijakan, sistem, SB B CB KB TB Penilaian Keterangan SB B CB KB TB a x 1 b x 0,75 c x 0,5 d x 0,25 e x 0 a Ya b c d e Tidak - 24 - No. Kriteria/Indikator dan/atau prosedur mengenai benturan kepentingan yang mengikat setiap anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan pegawai Perusahaan Efek sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 2. Perusahaan Efek memiliki kebijakan, sistem, dan/atau prosedur mengenai transaksi dengan pihak Afiliasi (pribadi Pemegang Saham, anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, karyawan/pegawai, dan/atau pihak terkait dengan Perusahaan Efek) sesuai dengan 3. ketentuan perundang-undangan. Perusahaan Efek memiliki kebijakan, sistem, dan/atau prosedur mengenai administrasi, dokumentasi, dan pengungkapan benturan kepentingan. 4. Perusahaan Efek memiliki kebijakan, sistem, dan/atau prosedur mengenai administrasi, Ya Tidak Penilaian Keterangan Ya Tidak peraturan Ya Tidak - 25 - No. Kriteria/Indikator dokumentasi, dan pengungkapan transaksi dengan pihak Afiliasi. B. Proses Tata Kelola 5. Dalam hal terjadi benturan kepentingan, anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan pegawai bertindak sesuai dengan kebijakan, sistem dan/atau prosedur yang dimiliki. 6. Kegiatan operasional Perusahaan Efek bebas dari intervensi pemegang saham/pihak terkait lainnya yang dapat menimbulkan benturan kepentingan yang merugikan atau mengurangi keuntungan Perusahaan Efek. 7. Direksi melakukan tindak lanjut terkait pelanggaran kebijakan benturan SB kepentingan dan/atau kebijakan transaksi dengan pihak Afiliasi. 8. Direksi melakukan evaluasi dan pengkinian kebijakan benturan kepentingan dan SB B CB KB TB B CB KB TB a b c d e Penilaian Keterangan SB B CB KB TB SB B CB KB TB - 26 - No. Kriteria/Indikator kebijakan transaksi dengan pihak Afiliasi. 9. Dewan Komisaris melakukan pengawasan atas efektivitas pelaksanaan kebijakan benturan kepentingan dan kebijakan transaksi dengan pihak Afiliasi secara berkala. 10. Dewan Komisaris memberikan rekomendasi perbaikan dalam meningkatkan efektivitas pelaksanaan kebijakan benturan kepentingan dan kebijakan transaksi dengan pihak Afiliasi. C. Keluaran Tata Kelola 11. Hasil penanganan benturan kepentingan diungkapkan dan terdokumentasi dengan baik. 12. Hasil penanganan transaksi dengan pihak Afiliasi diungkapkan dan terdokumentasi dengan baik. 13. Tidak terdapat pelanggaran atas kebijakan a SB b B c CB d KB e TB Penilaian Keterangan SB B CB KB TB SB B CB KB TB SB Ya B CB KB TB Tidak - 27 - No. Kriteria/Indikator benturan kepentingan. 14. Tidak terdapat pelanggaran atas kebijakan transaksi dengan pihak Afiliasi. Hasil Penilaian V. Fungsi Manajemen Risiko A. Struktur Tata Kelola 1. Perusahaan Efek memiliki kebijakan manajemen risiko termasuk strategi, kerangka, dan prosedur manajemen risiko yang mencakup identifikasi, diversifikasi, pengukuran, pemantauan, pengendalian, risk appetite, risk tolerance, dan mitigasi risiko. 2. Memiliki struktur organisasi yang memadai untuk mendukung fungsi manajemen risiko. 3. Terdapat sumber daya yang berkualitas pada satuan kerja manajemen risiko untuk menyelesaikan tugas secara efektif. melaksanakan 4. Pegawai yang Ya Tidak a x 1 b x 0,75 c x 0,5 d x 0,25 e x 0 a b c d e Penilaian Keterangan Ya Tidak SB SB fungsi Ya B B CB CB KB KB TB TB Tidak - 28 - No. Kriteria/Indikator 5. manajemen risiko tidak merangkap untuk melaksanakan fungsi lainnya kecuali diatur dalam peraturan perundang-undangan. melaksanakan Pegawai yang Penilaian Keterangan fungsi manajemen risiko memiliki izin Wakil Perantara Pedagang Efek dan melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara independen. B. Proses Tata Kelola Pelaksanaan fungsi manajemen risiko paling sedikit mencakup: 6. membantu Direksi dan/atau penyempurnaan atas penyusunan kebijakan termasuk strategi, kerangka, dan prosedur manajemen risiko. 7. merumuskan strategi guna mendorong budaya manajemen risiko. 8. memastikan pelaksanaan kegiatan usaha Perusahaan Efek sesuai dengan kebijakan SB SB B B CB CB KB KB TB TB SB B CB KB TB Ya Tidak a b c d e - 29 - No. Kriteria/Indikator manajemen risiko. 9. mengidentifikasi potensi maupun risiko signifikan yang memiliki dampak terhadap keberhasilan pencapaian tujuan Perusahaan Efek. 10. menyusun sekaligus melaksanakan langkah antisipasi maupun usaha untuk mengurangi risiko signifikan sesuai dengan kebijakan manajemen risiko. 11. melakukan identifikasi terhadap hal-hal lain terkait manajemen risiko yang memerlukan perhatian Direksi. 12. mengembangkan sumber daya manusia secara berkala dan berkelanjutan. Direksi bertugas dan bertanggung jawab antara lain: 13. menyusun kebijakan manajemen risiko. 14. memastikan pelaksanaan kebijakan termasuk strategi, kerangka, dan prosedur SB B CB KB TB Penilaian Keterangan SB B CB KB TB SB SB B B CB CB KB KB TB TB Ya Tidak SB B CB KB TB - 30 - No. Kriteria/Indikator manajemen risiko dilakukan secara efektif. 15. menindaklanjuti identifikasi hal-hal yang berhubungan dengan manajemen risiko yang memerlukan perhatian Direksi. 16. memastikan fungsi manajemen risiko telah diterapkan secara independen. Sebagai contoh, terdapat pemisahan fungsi antara fungsi manajemen risiko yang melakukan identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko dengan satuan kerja yang melakukan dan menyelesaikan transaksi. 17. memastikan struktur organisasi, infrastruktur, dan sumber daya memadai untuk mendukung fungsi manajemen risiko. 18. meningkatkan budaya manajemen risiko Perusahaan Efek. Dewan Komisaris bertugas dan bertanggung jawab antara lain: SB SB B B CB CB KB KB TB TB SB B CB KB TB Penilaian Keterangan SB B CB KB TB - 31 - No. Kriteria/Indikator 19. menyetujui kebijakan manajemen risiko termasuk strategi dan kerangka manajemen risiko yang ditetapkan sesuai dengan tingkat risiko yang diambil (risk appetite) dan toleransi risiko (risk tolerance). 20. melakukan pengawasan secara aktif atas efektivitas pelaksanaan fungsi manajemen risiko termasuk kebijakan manajemen risiko. 21. memastikan bahwa Direksi menindaklanjuti identifikasi hal-hal yang berhubungan dengan manajemen risiko yang memerlukan perhatian Direksi. 22. mengevaluasi dan memberikan rekomendasi perbaikan atas pelaksanaan fungsi dan kebijakan manajemen risiko. C. Keluaran Tata Kelola 23. Tidak terdapat potensi maupun risiko signifikan yang tidak diatasi. 24. Hasil pelaksanaan fungsi manajemen risiko Penilaian Keterangan SB B CB KB TB SB B CB KB TB SB B CB KB TB SB a Ya SB B CB KB B b CB c KB d TB e Tidak TB - 32 - No. Kriteria/Indikator mampu memberi arah bagi Perusahaan Efek dalam melihat pengaruh-pengaruh yang mungkin timbul baik secara jangka pendek dan jangka panjang. 25. Perusahaan Efek tidak melakukan aktivitas bisnis permodalan untuk menyerap risiko kerugian. 26. Tindak lanjut atas hal-hal yang berhubungan dengan manajemen risiko yang memerlukan perhatian Direksi telah dilaksanakan. 27. Terdapat evaluasi oleh Direksi dan Dewan Komisaris atas manajemen risiko. 28. Laporan atas pelaksanaan fungsi manajemen risiko disampaikan kepada Direksi dan ditembuskan kepada Dewan Komisaris, yakni: a. b. laporan insidental; dan laporan berkala minimal 1 (satu) kali SB B CB KB TB pelaksanaan fungsi SB B CB KB TB yang melampaui kemampuan Ya Tidak Penilaian Keterangan SB B CB KB TB - 33 - No. Kriteria/Indikator dalam setahun. Hasil Penilaian VI. Fungsi Kepatuhan A. Struktur Tata Kelola 1. Memiliki kebijakan kepatuhan yang mencakup prosedur atau tata cara pelaksanaannya. 2. Memiliki pakta (charter) yang secara tertulis mengikat unit kerja, anggota Direksi, atau pejabat setingkat di bawah Direksi yang menjalankan fungsi kepatuhan dan fungsi- fungsi lain di Perusahaan Efek. 3. Memiliki struktur organisasi yang memadai untuk mendukung fungsi kepatuhan. 4. Terdapat sumber daya yang berkualitas pada satuan kerja 5. Pegawai yang kepatuhan menyelesaikan tugas secara efektif. melaksanakan kepatuhan tidak merangkap untuk fungsi untuk Ya Tidak a x 1 b x 0,75 c x 0,5 d x 0,25 a b c d e x 0 e Penilaian Keterangan Ya Tidak SB SB Ya B B CB CB KB KB TB TB Tidak - 34 - No. Kriteria/Indikator melaksanakan fungsi lainnya kecuali diatur dalam peraturan perundang-undangan. 6. Pegawai yang melakukan kegiatan sebagai pejabat yang membawahkan fungsi kepatuhan memiliki izin Wakil Perantara Pedagang Efek. B. Proses Tata Kelola Pelaksanaan fungsi kepatuhan paling kurang mencakup: 1. membantu Direksi dan/atau kepatuhan. 2. merumuskan strategi guna mendorong budaya kepatuhan. 3. menilai dan mengevaluasi kecukupan dan kesesuaian kebijakan kepatuhan dengan peraturan perundang-undangan. 4. memastikan kegiatan usaha Perusahaan Efek dilakukan berdasarkan kebijakan SB SB SB B B B CB CB CB KB KB KB TB TB TB penyempurnaan atas penyusunan kebijakan Ya Tidak a b c d e Ya Tidak Penilaian Keterangan - 35 - No. Kriteria/Indikator kepatuhan yang dimiliki dan peraturan perundang-undangan. 5. melakukan identifikasi hal-hal yang berhubungan dengan kepatuhan yang memerlukan perhatian Direksi. 6. tata cara pengangkatan, pemberhentian dan/atau pengunduran diri pegawai dan anggota Direksi yang menjalankan fungsi kepatuhan sesuai dengan ketentuan Otoritas Jasa Keuangan. 7. mengembangkan sumber daya manusia secara berkala dan berkelanjutan. Direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan bertugas dan bertanggung jawab antara lain: 8. berperan aktif dalam proses penyusunan dan/atau evaluasi rekomendasi atas kebijakan kepatuhan. 9. memastikan pelaksanaan fungsi kepatuhan dilakukan secara efektif. SB B CB KB TB serta memberikan SB B CB KB TB SB B CB KB TB Penilaian Keterangan Ya Tidak SB B CB KB TB - 36 - No. Kriteria/Indikator 10. memantau dan menjaga kepatuhan Perusahaan Efek terhadap peraturan perundang-undangan dan seluruh perjanjian dan komitmen yang dibuat oleh Perusahaan Efek. 11. meningkatkan Perusahaan Efek. Direksi bertugas dan bertanggung jawab antara lain: 12. menyusun kebijakan kepatuhan. 13. menindaklanjuti identifikasi hal-hal yang berhubungan dengan kepatuhan yang memerlukan perhatian Direksi. struktur 14. memastikan organisasi, infrastruktur, dan sumber daya memadai untuk mendukung fungsi kepatuhan. Dewan Komisaris bertugas dan bertanggung jawab antara lain: 15. menyetujui kebijakan kepatuhan. SB B CB KB TB budaya kepatuhan SB B CB KB TB Penilaian Keterangan SB B CB KB TB Ya Tidak SB B CB KB TB SB B CB KB TB - 37 - No. Kriteria/Indikator 16. melakukan pengawasan atas efektivitas pelaksanaan fungsi kepatuhan termasuk kebijakan kepatuhan. 17. memastikan bahwa Direksi menindaklanjuti identifikasi hal-hal yang berhubungan dengan kepatuhan yang memerlukan perhatian Direksi. 18. mengevaluasi dan memberikan rekomendasi perbaikan atas pelaksanaan fungsi dan kebijakan kepatuhan. C. Keluaran Tata Kelola 19. Perusahaan Efek berhasil menurunkan jumlah dan tingkat pelanggaran terhadap ketentuan yang berlaku. 20. Tindak lanjut atas hal-hal yang berhubungan dengan kepatuhan yang memerlukan perhatian Direksi telah dilaksanakan. 21. Terdapat evaluasi oleh Direksi dan Dewan Komisaris terhadap pelaksanaan fungsi SB B Penilaian CB KB TB Keterangan SB B CB KB TB SB a SB B b B CB c CB KB d KB TB e TB SB SB B B CB CB KB KB TB TB - 38 - No. Kriteria/Indikator kepatuhan. 22. Laporan atas pelaksanaan fungsi kepatuhan disampaikan kepada Direksi dan SB ditembuskan kepada Dewan Komisaris, yakni: a. b. laporan insidental; dan laporan berkala minimal 1 (satu) kali dalam setahun. Hasil Penilaian VII. Fungsi Audit Internal A. Struktur Tata Kelola 1. 2. Perusahaan Efek memiliki piagam (charter) audit internal yang memuat prosedur atau tata cara pelaksanaannya. Perusahaan Efek memiliki struktur organisasi yang memadai untuk mendukung fungsi audit internal. 3. Terdapat sumber daya yang berkualitas pada satuan kerja audit internal untuk SB SB B B CB CB KB KB TB TB a x 1 b x 0,75 c x 0,5 d x 0,25 a Ya b c d e x 0 e Tidak B CB KB TB Penilaian Keterangan - 39 - No. Kriteria/Indikator menyelesaikan tugas secara efektif. 4. Fungsi audit internal independen terhadap satuan kerja operasional. B. Proses Tata Kelola Pelaksanaan fungsi audit internal paling kurang mencakup: 5. membantu Direksi atas penyusunan dan/atau penyempurnaan piagam (charter) audit internal secara berkala sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. 6. melaksanakan program pemeriksaan/audit internal baik insidental maupun berkala secara independen, objektif, dan tidak membatasi cakupan dan ruang lingkup audit. 7. memastikan pelaksanaan kegiatan usaha Perusahaan Efek sesuai dengan piagam (charter) audit internal yang dimiliki. 8. melakukan kaji ulang secara berkala atas Ya Tidak Ya a b c d Tidak e Penilaian Keterangan SB B CB KB TB SB SB B B CB CB KB KB TB TB - 40 - No. Kriteria/Indikator efektivitas pelaksanaan kerja audit internal dan kepatuhannya terhadap Standar Pelaksanaan fungsi audit Perusahaan Efek oleh pihak eksternal setiap 3 (tiga) tahun. 9. melakukan identifikasi hal-hal yang berhubungan dengan audit internal yang memerlukan perhatian Direksi. 10. mengembangkan sumber daya manusia secara berkala dan berkelanjutan. 11. melakukan penilaian terhadap: a. kecukupan b. sistem pengendalian internal Perusahaan Efek; efektivitas sistem pengendalian internal Perusahaan Efek; dan c. kualitas kinerja Perusahaan Efek. 12. melaporkan kepada Direksi seluruh temuan hasil pemeriksaan sesuai ketentuan yang berlaku. Ya Tidak SB SB SB B B B CB CB CB KB KB KB TB TB TB Penilaian Keterangan internal - 41 - No. Kriteria/Indikator 13. memantau, menganalisis, dan melaporkan perkembangan tindak lanjut perbaikan yang dilakukan auditee. Direksi bertugas dan bertanggung jawab antara lain: 14. menyusun dan menetapkan piagam (charter) audit internal. 15. memastikan pelaksanaan fungsi dan piagam (charter) audit internal dilakukan secara efektif. 16. menindaklanjuti identifikasi hal-hal yang berhubungan dengan audit internal yang memerlukan perhatian Direksi. struktur 17. memastikan organisasi, infrastruktur, dan sumber daya memadai untuk mendukung fungsi audit internal. Dewan Komisaris bertugas dan bertanggung jawab antara lain: 18. menyetujui piagam (charter) audit internal. SB B CB KB TB SB B Penilaian CB KB TB Keterangan Ya Tidak SB B CB KB TB SB B CB KB TB Ya Tidak - 42 - No. Kriteria/Indikator 19. melakukan pengawasan secara aktif atas efektivitas pelaksanaan fungsi audit internal termasuk piagam (charter) audit internal. 20. memastikan bahwa Direksi menindaklanjuti identifikasi hal-hal yang berhubungan dengan audit internal yang memerlukan perhatian Direksi. 21. mengevaluasi dan memberikan rekomendasi perbaikan atas pelaksanaan fungsi dan piagam (charter) audit internal. C. Keluaran Tata Kelola 22. Tidak terjadi 23. Tidak temuan berulang atas pemeriksaan audit internal. terdapat penyimpangan dalam realisasi atas rencana pemeriksaan audit internal Perusahaan Efek. 24. Tindak lanjut atas hal-hal yang berhubungan dengan audit internal yang memerlukan perhatian Direksi telah dilaksanakan. Ya Tidak SB B Penilaian CB KB TB Keterangan SB B CB KB TB SB a Ya B b CB c KB d TB e Tidak SB B CB KB TB - 43 - No. Kriteria/Indikator 25. Terdapat evaluasi oleh Direksi dan Dewan Komisaris terhadap pelaksanaan fungsi audit internal. 26. Laporan atas pelaksanaan fungsi audit internal disampaikan kepada Direksi dan ditembuskan kepada Dewan Komisaris, yakni: a. b. laporan insidental; dan laporan berkala minimal 1 (satu) kali dalam setahun. Hasil Penilaian VIII. . Auditor Eksternal A. Struktur Tata Kelola 1. Terdapat auditor eksternal yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan untuk melakukan audit atas laporan keuangan Perusahaan Efek. 2. Penugasan audit kepada Akuntan Publik (AP) dan Kantor Akuntan Publik (KAP) paling a x 1 b x 0,75 c x 0,5 d x 0,25 a Ya b c d e x 0 e Tidak Ya Penilaian Tidak Keterangan SB B CB KB TB Ya Tidak - 44 - No. Kriteria/Indikator sedikit memenuhi aspek: a. b. kapasitas AP dan KAP yang ditunjuk; legalitas perjanjian kerja; c. ruang lingkup audit; dan d. Standar Profesional Akuntan Publik. B. Proses Tata Kelola 3. 4. a Penunjukan auditor eksternal terlebih dahulu memperoleh persetujuan RUPS. Auditor eksternal yang ditunjuk, mampu bekerja secara independen, memenuhi Standar Profesional Akuntan Publik dan perjanjian kerja serta ruang lingkup audit yang ditetapkan. 5. Direksi menindaklanjuti temuan dan rekomendasi dari auditor eksternal. 6. Dewan Komisaris memastikan bahwa Direksi menindaklanjuti temuan dan rekomendasi dari auditor eksternal. 7. Perusahaan Efek menyampaikan laporan Ya b c d e Tidak Penilaian Keterangan SB B CB KB TB SB SB Ya B B CB CB KB KB TB TB Tidak - 45 - No. Kriteria/Indikator keuangan yang telah diaudit oleh auditor eksternal yang ditunjuk kepada Otoritas Jasa Keuangan. C. Keluaran Tata Kelola 8. a Auditor eksternal bertindak objektif sehingga hasil audit dan management letter telah menggambarkan kondisi Perusahaan Efek. 9. Cakupan hasil audit paling kurang sesuai dengan ruang lingkup audit sebagaimana diatur dalam ketentuan yang berlaku. Hasil Penilaian IX. Keterbukaan Informasi A. Struktur Tata Kelola 1. SB b B c CB d KB e TB Penilaian Keterangan SB B CB KB a x 1 b x 0,75 c x 0,5 d x 0,25 a Perusahaan Efek memiliki kebijakan dan prosedur mengenai tata cara pelaporan terkait kondisi keuangan dan non-keuangan. 2. Perusahaan Efek memiliki sistem informasi yang andal yang didukung oleh sumber daya manusia yang kompeten untuk menyusun Ya b c d TB e x 0 e Tidak SB B CB KB TB - 46 - No. Kriteria/Indikator laporan keuangan dan non-keuangan 3. Perusahaan Efek memiliki situs web yang memuat informasi paling sedikit meliputi: informasi umum; a. b. c. informasi bagi nasabah; dan informasi Tata Kelola. B. Proses Tata Kelola 4. a Perusahaan Efek menyampaikan laporan keuangan dan non-keuangan kepada Otoritas Jasa Keuangan dan/atau Pemangku Kepentingan lainnya ketentuan. 5. Perusahaan Efek menyampaikan informasi produk kepada nasabah sesuai ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai perlindungan konsumen sektor jasa keuangan, antara lain: a. informasi secara tertulis mengenai produk Perusahaan Efek yang sesuai dengan b c d e Penilaian Keterangan Ya Tidak SB B CB KB TB SB B CB KB TB - 47 - No. Kriteria/Indikator memenuhi persyaratan sebagaimana ditentukan; b. petugas Perusahaan Efek (Customer Service dan Marketing) menjelaskan c. produk kepada nasabah; informasi produk yang disampaikan sesuai dengan sebenarnya; d. Perusahaan kepada nasabah Efek menyampaikan jika perubahan-perubahan produk; e. terdapat informasi informasi-informasi produk dapat terbaca dengan jelas dan dapat dimengerti; dan f. Perusahaan Efek memiliki layanan informasi produk yang dapat diperoleh dengan mudah oleh masyarakat. kondisi yang telah informasi-informasi minimal Penilaian Keterangan - 48 - No. Kriteria/Indikator 6. Perusahaan Efek menyampaikan informasi tata cara pengaduan nasabah dan penyelesaian sengketa kepada nasabah sesuai ketentuan Otoritas Jasa Keuangan tentang Pengaduan Nasabah dan Mediasi pasar modal. 7. Perusahaan Efek melakukan pengkinian dan validasi informasi secara berkala pada situs web. C. Keluaran Tata Kelola 8. Laporan keuangan dan non-keuangan telah disampaikan secara lengkap dan tepat waktu kepada Otoritas Jasa Keuangan dan/atau Pemangku Kepentingan lainnya, meliputi: laporan Keuangan Berkala; laporan Kegiatan; a. b. c. d. laporan Akuntan atas Modal Kerja Bersih Disesuaikan Tahunan; dan laporan penerapan Tata Kelola. Ya Tidak Penilaian Keterangan Ya Tidak a SB b B c CB d KB e TB - 49 - No. Kriteria/Indikator 9. Produk yang diterbitkan, tata cara pengaduan nasabah, dan penyelesaian sengketa telah disampaikan kepada nasabah Perusahaan Efek. 10. Informasi yang terdapat dalam situs web Perusahaan Efek merupakan informasi yang akurat dan terkini. Hasil Penilaian X. Rencana Bisnis A. Struktur Tata Kelola 1. SB B CB KB TB Penilaian Keterangan SB B CB KB a x 1 b x 0,75 c x 0,5 d x 0,25 a Perusahaan Efek memiliki Rencana Bisnis yang realistis, berkesinambungan. 2. Rencana Bisnis paling sedikit memuat: a. penetapan sasaran Perusahaan Efek yang harus dicapai dalam jangka waktu 1 (satu) tahun; strategi b. pencapaian Perusahaan Efek; dan sasaran Ya Tidak terukur, dan Ya b c d TB e x 0 e Tidak - 50 - No. Kriteria/Indikator c. proyeksi keuangan 1 (satu) tahun ke depan. 3. Rencana Bisnis Perusahaan Efek didukung sepenuhnya oleh Pemegang Saham, antara lain dapat dilihat dari komitmen dan upaya Pemegang Saham untuk memperkuat permodalan Perusahaan Efek. B. Proses Tata Kelola 4. a. b. Perusahaan Efek menyusun Rencana Bisnis dengan memperhatikan: rencana strategis Perusahaan Efek; faktor internal dan eksternal yang dapat mempengaruhi kelangsungan usaha Perusahaan Efek; c. prinsip kehati-hatian; dan d. penerapan manajemen risiko. 5. Rencana Bisnis disusun oleh Direksi dan disetujui oleh Dewan Komisaris atau RUPS sebagaimana ditentukan dalam anggaran Ya Tidak Penilaian Keterangan SB B CB KB TB a SB b B c CB d KB e TB - 51 - No. Kriteria/Indikator dasar. 6. Direksi memastikan pelaksanaan atas Rencana Bisnis Perusahaan Efek. 7. Dewan Komisaris melaksanakan pengawasan atas pelaksanaan Rencana Bisnis. C. Keluaran Tata Kelola 8. Rencana Bisnis beserta realisasinya telah disosialisasikan Direksi kepada seluruh pegawai/karyawan. 9. Tidak terdapat deviasi yang signifikan antara Rencana Bisnis dengan realisasi. 10. Realisasi Rencana Bisnis berdampak pada pertumbuhan kinerja Perusahaan Efek. Hasil Penilaian XI. Etika Bisnis Perusahaan Efek A. Struktur Tata Kelola 1. SB a Ya SB SB B B CB CB KB KB a x 1 b x 0,75 c x 0,5 d x 0,25 a Perusahaan Efek memiliki kebijakan, sistem, dan prosedur prinsip mengenal nasabah Ya b c d B b CB c KB d TB e Tidak TB TB e x 0 e Tidak SB B CB KB TB Penilaian Keterangan - 52 - No. Kriteria/Indikator sesuai ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme di Sektor Jasa Keuangan. 2. Perusahaan Efek memiliki unit kerja khusus atau pejabat sebagai penanggung jawab penerapan program anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme yang di dalamnya mencakup penerapan prinsip mengenal nasabah. 3. Unit kerja khusus atau pejabat sebagai penanggung jawab penerapan program anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme memiliki kemampuan yang memadai dan kewenangan untuk mengakses seluruh data nasabah dan informasi lainnya yang terkait. 4. Perusahaan Efek memiliki kode etik yang disusun oleh Direksi dan Dewan Komisaris, Ya Tidak Penilaian Keterangan Ya Tidak SB B CB KB TB - 53 - No. Kriteria/Indikator berlaku bagi seluruh seluruh anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan karyawan/pegawai, serta pendukung organ yang dimiliki Perusahaan Efek yang paling sedikit memuat: a. nilai-nilai perusahaan; b. prinsip pelaksanaan tugas Direksi, Dewan Komisaris, karyawan/pegawai, dan/atau pendukung organ yang dimiliki Perusahaan Efek wajib dilakukan dengan itikad baik, penuh tanggung jawab, dan kehati-hatian; c. penanganan pelanggaran kode etik; d. akuntabilitas pengenaan pelanggaran kode etik; dan e. kebijakan Perusahaan Efek terkait benturan kepentingan. B. Proses Tata Kelola 5. a Direksi memastikan bahwa prinsip mengenal SB b B c CB d KB e TB sanksi Penilaian Keterangan - 54 - No. Kriteria/Indikator nasabah yang diterapkan melalui program anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme dilaksanakan sesuai dengan kebijakan dan prosedur penerapan program anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme. 6. Direksi memastikan bahwa karyawan yang melakukan pengawasan pelaksanaan 7. penerapan prinsip mengenal nasabah yang diterapkan melalui program anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme telah mendapatkan pelatihan secara berkala. Unit khusus atau pejabat sebagai penanggung jawab penerapan program anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme melakukan identifikasi, verifikasi, pemantauan, dan evaluasi menyeluruh terhadap nasabah. 8. Kode etik disosialisasikan kepada seluruh SB B CB KB TB SB B CB KB TB Penilaian Keterangan Ya Tidak - 55 - No. Kriteria/Indikator karyawan/pegawai Perusahaan Efek. 9. Dalam hal terdapat dugaan pelanggaran kode etik, Direksi, Dewan Komisaris, karyawan/pegawai, dan/atau pendukung organ yang dimiliki Perusahaan Efek melaporkan melalui sistem pelaporan pelanggaran. C. Keluaran Tata Kelola 10. Seluruh karyawan Perusahaan Efek telah menerapkan program anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme termasuk prinsip mengenal nasabah dan mematuhi kode etik. 11. Seluruh pelanggaran kode etik ditangani dengan baik. telah Ya 12. Hasil pemantauan dan evaluasi penerapan program anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme termasuk prinsip mengenal nasabah Tidak Ya Tidak Penilaian Keterangan a b c d e SB B CB KB TB SB B CB KB TB - 56 - No. Kriteria/Indikator didokumentasikan dengan baik. Hasil Penilaian XII. . Sistem Pelaporan Pelanggaran Dan Sistem Pengaduan Nasabah A. Struktur Tata Kelola 1. Perusahaan Efek memiliki kebijakan sistem pelaporan pelanggaran. 2. Kebijakan sistem pelaporan pelanggaran, paling sedikit memuat: sistematika a. b. c. pelanggaran; jenis dilaporkan; cara proses pelanggaran penyampaian pelanggaran; d. perlindungan dan kerahasiaan pelapor; e. penanganan pelaporan pelanggaran. f. pihak yang mengelola penanganan jaminan pelaporan yang dapat laporan Penilaian a x 1 b x 0,75 c x 0,5 d x 0,25 e x 0 Keterangan a Ya Ya b c d e Tidak Tidak - 57 - No. Kriteria/Indikator laporan pelanggaran; g. hasil penanganan dan tindak lanjut laporan pelanggaran; dan h. evaluasi secara berkala oleh Direksi dan Dewan Komisaris terhadap kebijakan sistem pelanggaran. 3. 4. Perusahaan Efek memiliki penanganan pengaduan nasabah. Kebijakan penanganan pengaduan nasabah, paling sedikit memuat: sistematika a. nasabah; b. jangka waktu penanganan pengaduan; c. penanganan pangaduan; d. unit kerja atau pihak yang mengelola penanganan pengaduan; e. hasil penanganan dan tindak lanjut pengaduan; dan proses pengaduan Ya Tidak kebijakan Ya Tidak pelaporan Penilaian Keterangan - 58 - No. Kriteria/Indikator f. evaluasi secara berkala oleh Direksi dan Dewan Komisaris terhadap kebijakan penanganan pengaduan nasabah. 5. Perusahaan Efek memiliki unit kerja atau penanggungjawab terhadap pelaksanaan sistem pelaporan Proses Tata Kelola 6. pelanggaran penanganan pengaduan nasabah. a Unit kerja atau penanggungjawab terhadap pelaksanaan sistem pelaporan pelanggaran dan penanganan pengaduan nasabah bertindak secara independen. 7. Dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Direksi, Dewan Komisaris, dan/atau pegawai/karyawan Perusahaan Efek SB ditangani dengan objektif dan tepat waktu sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan. B CB KB TB SB b B c CB d KB e TB dan Ya Tidak Penilaian Keterangan - 59 - No. Kriteria/Indikator 8. Pengaduan nasabah ditangani dengan objektif dan tepat waktu sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan. C. Keluaran Tata Kelola 9. Perusahaan Efek mendokumentasikan dan memelihara catatan atas: a. pelanggaran yang dilakukan oleh Direksi, Dewan Komisaris, dan/atau pegawai/karyawan Perusahaan Efek. b. pengaduan nasabah. c. d. langkah-langkah yang telah dan akan diambil. SB status penyelesaian atas pelanggaran yang dilakukan oleh Direksi, Dewan Komisaris, dan/atau pegawai/karyawan Perusahaan Efek. e. status penyelesaian atas pengaduan nasabah. 10. Mediasi dalam rangka penyelesaian SB B CB KB TB B CB KB TB SB a B b Penilaian CB c KB d TB e Keterangan - 60 - No. Kriteria/Indikator pengaduan nasabah dilaksanakan dengan baik. Hasil Penilaian Penilaian Keterangan a x 1 b x 0,75 c x 0,5 d x 0,25 Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 6 Desember 2017 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PASAR MODAL, ttd Salinan ini sesuai dengan aslinya Deputi Direktur Direktorat Hukum 1 selaku Plh. Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Wiwit Puspasari HOESEN e x 0 LAMPIRAN II SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 55 /SEOJK.04/2017 TENTANG LAPORAN PENERAPAN TATA KELOLA PERUSAHAAN EFEK YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SEBAGAI PENJAMIN EMISI EFEK DAN PERANTARA PEDAGANG EFEK - 2 - RENCANA TINDAK (ACTION PLAN) No. 1. 2. 3. Dst. Tindakan Korektif Target Penyelesaian Kendala Penyelesaian Keterangan Menyetujui, ......, ..............................20........ Direktur Utama Perusahaan Efek Komisaris Utama Perusahaan Efek ................................................... (nama jelas dan tanda tangan) .................................................... (nama jelas dan tanda tangan) Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 6 Desember 2017 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PASAR MODAL, Salinan ini sesuai dengan aslinya Deputi Direktur Direktorat Hukum 1 selaku Plh. Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Wiwit Puspasari ttd HOESEN
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 5/SEOJK.04/2017 </reg_id> <reg_title> PENCABUTAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 22/SEOJK.04/2015 TENTANG KONDISI LAIN SEBAGAI KONDISI PASAR YANG BERFLUKTUASI SECARA SIGNIFIKAN DALAM PELAKSANAAN PEMBELIAN KEMBALI SAHAM YANG DIKELUARKAN OLEH EMITEN ATAU PERUSAHAAN PUBLIK </reg_title> <set_date> 19 Januari 2017 </set_date> <effective_date> 19 Januari 2017 </effective_date> <replaced_reg> '22/SEOJK.04/2015' </replaced_reg> <related_reg> '2/POJK.04/2013', '22/SEOJK.04/2015' </related_reg>
Yth. Direksi Bank Umum Konvensional di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 26 /SEOJK.03/2016 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM SESUAI PROFIL RISIKO DAN PEMENUHAN CAPITAL EQUIVALENCY MAINTAINED ASSETS Sehubungan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/POJK.03/2016 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5848), perlu untuk mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Sesuai Profil Risiko dan Pemenuhan Capital Equivalency Maintained Assets dalam suatu Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM 1. Kewajiban Bank untuk menyediakan modal minimum sesuai profil risiko selain bertujuan untuk mengantisipasi potensi kerugian yang antara lain timbul dari Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) yang telah memperhitungkan Risiko Kredit, Risiko Pasar, dan Risiko Operasional, juga untuk mengantisipasi potensi kerugian pada masa mendatang dari risiko-risiko yang belum sepenuhnya diperhitungkan dalam ATMR, antara lain risiko konsentrasi, risiko likuiditas, risiko suku bunga pada banking book (interest rate risk in banking book), risiko hukum, risiko kepatuhan, risiko reputasi, dan risiko stratejik, serta untuk mengantisipasi dampak penerapan skenario stress testing terhadap kecukupan modal Bank. 2. Dalam memenuhi kewajiban penyediaan modal minimum sesuai profil risiko, baik secara individu maupun konsolidasi dengan Perusahaan Anak, Bank wajib memiliki dan menerapkan proses perhitungan kecukupan ... - 2 - kecukupan modal secara internal atau Internal Capital Adequacy Assessment Process (ICAAP) sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai kewajiban penyediaan modal minimum bank umum. 3. Kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri, selain wajib menyediakan modal minimum sesuai profil risiko, juga wajib memenuhi Capital Equivalency Maintained Assets (CEMA) minimum sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai kewajiban penyediaan modal minimum bank umum, untuk memperkuat permodalan dalam rangka memelihara stabilitas sistem keuangan secara umum dan sektor perbankan secara khusus. II. KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM SESUAI PROFIL RISIKO A. Internal Capital Adequacy Assessment Process (ICAAP) 1. ICAAP adalah proses yang dilakukan Bank untuk menetapkan kecukupan modal sesuai dengan profil risiko Bank dan penetapan strategi untuk memelihara tingkat permodalan. 2. Komponen ICAAP paling sedikit mencakup: a. Pengawasan aktif Direksi dan Dewan Komisaris, paling sedikit mencakup: 1) Direksi dan Dewan Komisaris bertanggung jawab: a) memahami sifat dan tingkat risiko yang dihadapi oleh Bank, menilai kecukupan kualitas manajemen risiko, dan mengaitkan tingkat risiko dengan kecukupan modal yang dimiliki Bank untuk mengantisipasi risiko-risiko yang dihadapi dan untuk mendukung rencana bisnis serta rencana strategis Bank pada masa mendatang; dan b) memastikan terlaksananya ICAAP secara konsisten dan terintegrasi dalam aktivitas operasional Bank. 2) Direksi berwenang dan bertanggung jawab paling sedikit: a) menyusun kebijakan, strategi, dan prosedur pengelolaan modal sesuai dengan ukuran, karakteristik, kompleksitas usaha, dan tingkat risiko Bank serta memastikan Bank senantiasa memelihara ... - 3 - memelihara tingkat permodalan yang memadai untuk mengantisipasi risiko-risiko Bank; b) mengembangkan kerangka untuk menilai tingkat risiko yang dihadapi Bank dan proses yang mengaitkan tingkat risiko dengan kebutuhan modal; c) memastikan bahwa rencana strategis Bank mencakup strategi pengelolaan modal yang menggambarkan kebutuhan modal, antisipasi belanja modal (capital expenditure), target permodalan yang ingin dicapai, dan sumber permodalan yang diharapkan; dan d) memastikan strategi, kebijakan, dan prosedur pengelolaan modal dikomunikasikan dan dilaksanakan secara menyeluruh (bank-wide). 3) Dewan Komisaris berwenang dan bertanggung jawab paling sedikit: a) menyetujui kebijakan, strategi, dan prosedur pengelolaan modal Bank; b) melakukan kaji ulang terhadap kualitas dan efektivitas pengelolaan modal yang dilakukan oleh Direksi; dan c) melakukan evaluasi berkala terhadap kualitas dan efektivitas kebijakan, strategi, dan prosedur pengelolaan modal serta melakukan penyesuaian dalam hal diperlukan. b. Penilaian kecukupan modal, paling sedikit mencakup: 1) kebijakan dan prosedur yang memadai untuk memastikan seluruh risiko telah diidentifikasi, diukur, dan dilaporkan secara berkala kepada Direksi dan Dewan Komisaris. Jenis risiko dan faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam penilaian setiap risiko mengacu pada ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai penilaian tingkat kesehatan Bank, sedangkan untuk penerapan manajemen risiko seperti proses identifikasi dan pengukuran mengacu pada ketentuan ... - 4 - ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai penerapan manajemen risiko bagi Bank; 2) metode dan proses dalam melakukan penilaian kecukupan permodalan dengan mengaitkan tingkat risiko dengan tingkat permodalan yang dibutuhkan untuk menyerap potensi kerugian dari risiko dimaksud; 3) penyesuaian metode dan asumsi yang digunakan dalam hal terjadi perubahan pada rencana bisnis, profil risiko, dan faktor eksternal; dan 4) dokumentasi hasil pengukuran risiko dan perhitungan tingkat permodalan yang dibutuhkan, termasuk metode dan asumsi yang digunakan. c. Pemantauan dan pelaporan, paling sedikit mencakup: 1) sistem informasi yang memadai untuk memantau dan melaporkan eksposur risiko serta mengukur dampak perubahan profil risiko terhadap kebutuhan modal Bank; dan 2) laporan profil risiko dan tingkat permodalan yang disampaikan secara berkala kepada Direksi dan Dewan Komisaris, yang digunakan oleh Direksi untuk: a) mengevaluasi tingkat risiko, kecenderungan (trend) pergerakan risiko, dan dampak yang ditimbulkan terhadap tingkat permodalan; b) mengevaluasi kewajaran metode serta sensitivitas dan kewajaran asumsi yang digunakan dalam pengukuran tingkat risiko dan penilaian kecukupan modal Bank; c) menetapkan ketersediaan modal Bank yang memadai sesuai profil risiko; dan d) mengukur estimasi kebutuhan modal pada masa mendatang berdasarkan hasil penilaian profil risiko terkini dan melakukan penyesuaian rencana strategis Bank dalam hal diperlukan. d. Pengendalian internal, paling sedikit mencakup: 1) sistem pengendalian intern yang memadai untuk memastikan keandalan dari ICAAP yang diterapkan; dan 2) kaji ... - 5 - 2) kaji ulang ICAAP secara berkala paling sedikit 1 (satu) tahun sekali dan sewaktu-waktu sesuai kebutuhan Bank, untuk memastikan keandalan, akurasi, dan kewajaran dari proses dimaksud. Proses kaji ulang dilakukan oleh pihak internal Bank yang memiliki kompetensi yang memadai dan independen terhadap proses penetapan kecukupan modal. Cakupan kaji ulang ICAAP paling sedikit: a) kesesuaian proses penilaian kecukupan modal dengan ukuran, karakteristik, dan kompleksitas usaha Bank; b) akurasi dan kelengkapan data yang digunakan dalam proses penilaian kecukupan modal; c) kewajaran metode dan asumsi yang digunakan dalam proses penilaian kecukupan modal; dan d) kewajaran skenario stress testing yang digunakan dalam proses penilaian kecukupan modal. B. Supervisory Review and Evaluation Process (SREP) 1. SREP adalah proses kaji ulang yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan atas hasil ICAAP Bank. 2. SREP meliputi penilaian terhadap kecukupan: a. pengawasan aktif Direksi dan Dewan Komisaris; b. penilaian kecukupan modal; c. pemantauan dan pelaporan; dan d. pengendalian internal. C. Perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Sesuai Profil Risiko 1. Bank menyediakan modal minimum sesuai profil risiko, baik secara individu maupun secara konsolidasi dengan Perusahaan Anak. 2. Penyediaan modal minimum ditetapkan paling rendah: a. 8% (delapan persen) dari ATMR, untuk Bank dengan profil risiko Peringkat 1; b. 9% ... - 6 - b. 9% (sembilan persen) sampai dengan kurang dari 10% (sepuluh persen) dari ATMR, untuk Bank dengan profil risiko Peringkat 2; c. 10% (sepuluh persen) sampai dengan kurang dari 11% (sebelas persen) dari ATMR, untuk Bank dengan profil risiko Peringkat 3; atau d. 11% (sebelas persen) sampai dengan 14% (empat belas persen) dari ATMR, untuk Bank dengan profil Risiko Peringkat 4 atau Peringkat 5. 3. Total ATMR merupakan penjumlahan dari ATMR untuk Risiko Kredit, ATMR untuk Risiko Pasar, dan ATMR untuk Risiko Operasional. 4. Otoritas Jasa Keuangan berwenang menetapkan modal minimum lebih besar dari modal minimum sebagaimana pada angka 2, dalam hal Otoritas Jasa Keuangan menilai Bank menghadapi potensi kerugian yang membutuhkan modal lebih besar. 5. Beberapa ilustrasi perhitungan modal minimum sesuai profil risiko sebagai berikut: Ilustrasi 1: Bank A memiliki total modal sebesar Rp130 miliar dan total ATMR sebesar Rp1.300 miliar sehingga rasio KPMM Bank A adalah sebesar 10%. Bank A memiliki profil risiko dengan Peringkat 2. Berdasarkan hasil ICAAP dan perhitungan Otoritas Jasa Keuangan, Bank A perlu menyediakan modal minimum sesuai profil risiko sebesar 9% dari ATMR. Dengan demikian, Bank A wajib menyediakan modal minimum sesuai profil risiko sebesar 9% dari Rp1.300 miliar atau sebesar Rp117 miliar. Dengan rasio KPMM Bank A sebesar 10% maka dalam hal ini Bank A telah memenuhi persyaratan minimum rasio KPMM sesuai profil risiko sebesar 9%. Ilustrasi 2: Bank B memiliki total modal sebesar Rp900 miliar dan total ATMR sebesar Rp9.000 miliar sehingga rasio KPMM Bank B adalah 10%. Bank B memiliki profil risiko dengan Peringkat 3. Berdasarkan hasil ICAAP, Bank B memerlukan modal minimum sebesar 10% dari ATMR, namun berdasarkan hasil penilaian Otoritas Jasa Keuangan ... - 7 - Keuangan, Bank B memerlukan modal minimum sebesar 11%, antara lain karena terdapat potensi kerugian yang membutuhkan modal lebih besar. Dengan demikian, Bank B wajib menyediakan modal minimum sesuai profil risiko sebesar 11% dari Rp9.000 miliar atau sebesar Rp990 miliar. Dengan rasio KPMM Bank B sebesar 10% maka Bank B tidak memenuhi persyaratan minimum rasio KPMM sesuai profil risiko yaitu sebesar 11%. Bank B memerlukan tambahan modal paling sedikit sebesar Rp990 miliar dikurangi Rp900 miliar atau sebesar Rp90 miliar. D. Pelaporan 1. Bank menyampaikan laporan penilaian kecukupan modal minimum sesuai profil risiko kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan mengacu pada format sebagaimana Lampiran I paling sedikit setiap semester untuk posisi akhir bulan Juni dan posisi akhir bulan Desember. Laporan tersebut disampaikan bersamaan dengan penyampaian hasil self-assessment tingkat kesehatan bank sesuai ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai penilaian tingkat kesehatan Bank. 2. Laporan sebagaimana pada angka 1 disampaikan kepada: a. Departemen Pengawasan Bank terkait, bagi Bank yang berkantor pusat atau kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri yang berada di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta; atau b. Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat sesuai wilayah tempat kedudukan kantor pusat Bank. III. PEMENUHAN CAPITAL EQUIVALENCY MAINTAINED ASSETS 1. Capital Equivalency Maintained Assets (CEMA) adalah alokasi dana usaha kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri yang wajib ditempatkan pada aset keuangan dalam jumlah dan persyaratan tertentu, sebagaimana diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Jasa ... - 8 - Keuangan mengenai kewajiban penyediaan modal minimum bank umum. 2. Aset keuangan yang digunakan sebagai CEMA harus bebas dari klaim pihak manapun yang dibuktikan antara lain dengan surat pernyataan dari kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri yang disusun dengan format sebagaimana tercantum pada Lampiran II. 3. CEMA minimum ditetapkan sebesar 8% (delapan persen) dari total kewajiban bank yang berkedudukan di luar negeri setiap bulan dan paling sedikit sebesar Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah). 4. Pemenuhan CEMA minimum sebagaimana pada angka 3 dilakukan: a. sampai dengan posisi bulan November 2017, CEMA minimum ditetapkan sebesar 8% (delapan persen) dari total kewajiban kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri pada setiap bulan; dan b. mulai posisi bulan Desember 2017, CEMA minimum ditetapkan 8% (delapan persen) dari total kewajiban kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri pada setiap bulan dan paling sedikit sebesar Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah). 5. Laporan pemenuhan CEMA minimum disampaikan setiap bulan paling lambat tanggal 8 pada bulan berikutnya setelah akhir bulan laporan. Contoh: Laporan pemenuhan CEMA bulan Mei 2016 disampaikan paling lambat pada tanggal 8 Juni 2016. 6. Laporan pemenuhan CEMA minimum sebagaimana pada angka 5 disampaikan kepada Departemen Pengawasan Bank terkait, bagi kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri yang berada di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 7. Laporan pemenuhan CEMA disusun dengan berpedoman pada Lampiran III. IV. KETENTUAN LAIN-LAIN Lampiran I sampai dengan Lampiran III merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. V. KETENTUAN PENUTUP Pada saat Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku, Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/37/DPNP tanggal 27 Desember 2012 perihal ... - 9 - perihal Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Sesuai Profil Risiko dan Pemenuhan Capital Equivalency Maintained Assets (CEMA) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 14 Juli 2016 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN OTORITAS JASA KEUANGAN, ttd NELSON TAMPUBOLON Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 6/SEOJK.03/2016 </reg_id> <reg_title> PENERAPAN FUNGSI KEPATUHAN BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT </reg_title> <set_date> 10 Maret 2016 </set_date> <effective_date> 10 Maret 2016 </effective_date> <related_reg> '4/POJK.03/2015' </related_reg>