input
stringlengths 912
558k
| output
stringlengths 234
2.18k
|
---|---|
Yth.
1. Direksi Perusahaan Asuransi Syariah;
2. Direksi Perusahaan Reasuransi Syariah;
3. Direksi Perusahaan Asuransi yang Memiliki Unit Syariah; dan
4. Direksi Perusahaan Reasuransi yang Memiliki Unit Syariah,
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 23 /SEOJK.05/2017
TENTANG
DASAR PENILAIAN ASET DALAM BENTUK INVESTASI DAN
BUKAN INVESTASI BAGI PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN
REASURANSI DENGAN PRINSIP SYARIAH
Sehubungan dengan amanat ketentuan Pasal 13 ayat (5), Pasal 24 ayat
(4), dan Pasal 33 ayat (5) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
72/POJK.05/2016 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan
Perusahaan Reasuransi dengan Prinsip Syariah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2016 Nomor 305, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5995), perlu untuk mengatur ketentuan pelaksanaan
mengenai dasar penilaian aset dalam bentuk investasi dan bukan investasi
bagi perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dengan prinsip syariah
dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud
dengan:
1. Perusahaan adalah perusahaan asuransi syariah, perusahaan
reasuransi syariah, dan unit syariah.
2. Perusahaan Asuransi Syariah adalah perusahaan asuransi umum
syariah dan perusahaan asuransi jiwa syariah, sebagaimana
- 2 -
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang
Perasuransian.
3. Unit Syariah adalah unit kerja di kantor pusat perusahaan asuransi
atau perusahaan reasuransi yang berfungsi sebagai kantor induk
dari kantor di luar kantor pusat yang menjalankan usaha
berdasarkan prinsip syariah.
4. Perusahaan Asuransi Umum Syariah adalah perusahaan yang
menjalankan usaha pengelolaan risiko berdasarkan prinsip syariah
guna saling menolong dan melindungi dengan memberikan
penggantian kepada peserta atau pemegang polis karena kerugian,
kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau
tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita
peserta atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang
tidak pasti.
5. Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah adalah perusahaan yang
menjalankan usaha pengelolaan risiko berdasarkan prinsip syariah
guna saling menolong dan melindungi dengan memberikan
pembayaran yang didasarkan pada meninggal atau hidupnya
peserta, atau pembayaran lain kepada peserta atau pihak lain yang
berhak pada waktu tertentu yang diatur dalam perjanjian, yang
besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil
pengelolaan dana.
6. Perusahaan Reasuransi Syariah adalah perusahaan yang
menyelenggarakan usaha pengelolaan risiko berdasarkan prinsip
syariah atas risiko yang dihadapi oleh Perusahaan Asuransi
Syariah, perusahaan penjaminan syariah, atau Perusahaan
Reasuransi Syariah lainnya, termasuk Unit Syariah dari
perusahaan reasuransi.
7. Medium Term Notes Syariah yang selanjutnya disebut MTN Syariah
adalah surat berharga syariah yang diterbitkan oleh perusahaan
dan memiliki jangka waktu satu sampai dengan lima tahun.
8. Bank Umum Syariah adalah bank syariah yang dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah.
- 3 -
9. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah yang selanjutnya disingkat BPRS
adalah bank pembiayaan rakyat syariah sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah.
II. DASAR PENILAIAN ATAS ASET DALAM BENTUK INVESTASI
PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI DENGAN
PRINSIP SYARIAH
Dasar penilaian jenis investasi adalah sebagai berikut:
1. deposito berjangka pada Bank Umum Syariah, unit usaha syariah
pada bank umum, atau BPRS, termasuk deposit on call dan
deposito yang berjangka waktu kurang dari atau sama dengan 1
(satu) bulan berdasarkan nilai nominal;
2.
sertifikat deposito pada Bank Umum Syariah atau unit usaha
syariah pada bank umum berdasarkan nilai tunai;
3. saham syariah:
a. dalam hal saham syariah aktif diperdagangkan di bursa efek,
berdasarkan nilai pasar dengan menggunakan informasi harga
penutupan terakhir di bursa efek tempat saham syariah
tersebut tercatat dan diperdagangkan; atau
b. dalam hal saham syariah tidak aktif diperdagangkan di bursa
efek, berdasarkan nilai wajar yang ditetapkan oleh lembaga
penilaian harga efek yang telah memperoleh izin usaha dari
Otoritas Jasa Keuangan atau lembaga penilaian harga efek yang
telah diakui secara internasional;
4. sukuk atau obligasi syariah yang tercatat di bursa efek berdasarkan
nilai wajar yang ditetapkan oleh lembaga penilaian harga efek yang
telah memperoleh izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan atau
lembaga penilaian harga efek yang telah diakui secara internasional;
5. MTN Syariah berdasarkan nilai wajar yang ditetapkan oleh lembaga
penilaian harga efek yang telah memperoleh izin usaha dari Otoritas
Jasa Keuangan atau lembaga penilaian harga efek yang telah diakui
secara internasional. Dalam hal tidak terdapat nilai wajar dari
lembaga penilaian harga efek yang telah memperoleh izin usaha dari
Otoritas Jasa Keuangan atau lembaga penilaian harga efek yang
- 4 -
telah diakui secara internasional maka menggunakan nilai dari
penilai yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan;
6. surat berharga syariah yang diterbitkan oleh negara Republik
Indonesia berdasarkan nilai wajar yang ditetapkan oleh lembaga
penilaian harga efek yang telah memperoleh izin usaha dari Otoritas
Jasa Keuangan atau lembaga penilaian harga efek yang diakui
secara internasional;
7. surat berharga syariah yang diterbitkan oleh negara selain Negara
Republik Indonesia berdasarkan nilai wajar yang ditetapkan oleh
lembaga penilaian harga efek yang diakui secara internasional;
8. surat berharga syariah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia
berdasarkan nilai pasar;
9. surat berharga syariah yang diterbitkan oleh lembaga multinasional
yang Negara Republik Indonesia menjadi salah satu anggota atau
pemegang sahamnya berdasarkan nilai wajar yang ditetapkan oleh
lembaga penilaian harga efek yang diakui secara internasional;
10. reksa dana syariah berdasarkan:
a. nilai aktiva bersih; atau
b.
nilai pasar dengan menggunakan informasi harga penutupan
terakhir di bursa efek dimana reksa dana syariah tersebut
diperdagangkan, bagi reksa dana syariah jenis exchange traded
fund (ETF);
11. efek beragun aset syariah berdasarkan nilai pasar dengan
menggunakan informasi harga penutupan terakhir di bursa efek di
Indonesia, untuk efek beragun aset yang tercatat di bursa efek di
Indonesia. Dalam hal tidak terdapat nilai pasar tersebut penilaian
menggunakan nilai wajar yang ditetapkan oleh lembaga penilaian
harga efek yang telah memperoleh izin usaha dari Otoritas Jasa
Keuangan atau lembaga penilaian harga efek yang telah diakui
secara internasional;
12. dana investasi real estat syariah berbentuk kontrak investasi
kolektif berdasarkan:
a.
nilai pasar, untuk dana investasi real estat syariah berbentuk
kontrak investasi kolektif yang diperdagangkan di bursa efek.
Dalam hal dana investasi real estat syariah berbentuk kontrak
- 5 -
investasi kolektif tidak aktif diperdagangkan di bursa efek,
berdasarkan nilai wajar yang ditetapkan oleh lembaga
penilaian harga efek yang telah memperoleh izin usaha dari
Otoritas Jasa Keuangan atau lembaga penilaian harga efek
yang telah diakui secara internasional; atau
b.
nilai aktiva bersih, untuk dana investasi real estat syariah
berbentuk kontrak investasi kolektif yang tidak
diperdagangkan di bursa efek;
13. transaksi surat berharga syariah melalui repurchase agreement
(REPO) berdasarkan biaya perolehan efek yang diamortisasi dengan
tingkat imbal hasil efektif (amortized cost);
14. pembiayaan syariah melalui mekanisme kerja sama dengan pihak
lain dalam bentuk kerja sama pemberian pembiayaan syariah
(executing) berdasarkan nilai sisa pinjaman;
15. emas murni berdasarkan nilai pasar;
16. penyertaan langsung pada perusahaan yang sahamnya tidak
tercatat di bursa efek dinilai berdasarkan nilai ekuitas;
17. tanah, bangunan dengan hak strata (strata title), atau tanah dengan
bangunan, untuk investasi berdasarkan nilai yang ditetapkan
penilai yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan atau nilai jual
objek pajak (NJOP) dalam hal tidak dilakukan penilaian oleh
lembaga penilai; dan/atau
18. pembiayaan syariah dengan hak tanggungan berdasarkan nilai sisa
pinjaman.
III. DASAR PENILAIAN ATAS ASET DALAM BENTUK BUKAN INVESTASI
PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI DENGAN
PRINSIP SYARIAH
Dasar penilaian atas aset dalam bentuk bukan investasi adalah sebagai
berikut:
1. kas dan bank berdasarkan nilai nominal;
2. tagihan kontribusi tabarru’ penutupan langsung, termasuk tagihan
kontribusi koasuransi yang menjadi bagian Perusahaan
berdasarkan nilai sisa tagihan;
3. tagihan ujrah penutupan langsung, termasuk tagihan kontribusi
- 6 -
koasuransi yang menjadi bagian Perusahaan berdasarkan nilai sisa
tagihan;
4. tagihan kontribusi reasuransi berdasarkan nilai sisa tagihan;
5. tagihan ujrah reasuransi berdasarkan nilai sisa tagihan;
6. aset reasuransi tabarru’ dan tanahud yang bersumber dari nilai
estimasi pemulihan klaim atas porsi pertanggungan ulang,
berdasarkan nilai penyisihan kontribusi, penyisihan kontribusi
yang belum merupakan pendapatan, dan/atau estimasi
liabilitas klaim bagian reasuransi yang dihitung secara
konsisten berdasarkan syarat dan ketentuan dari kontrak
reasuransinya. Dalam hal terdapat indikasi gagal bayar oleh
Pihak penanggung ulang, jumlah aset reasuransi harus
disesuaikan dengan membentuk beban piutang tak tertagih (bad
debt expense);
7. aset reasuransi Dana Perusahaan yang bersumber dari perjanjian
kontrak jangka panjang (longterm contract) program reasuransi
dukungan modal (capital oriented reinsurance) berdasarkan nilai
sisa aset reasuransi. Dalam hal terdapat indikasi gagal bayar oleh
pihak yang memberikan program reasuransi dukungan modal,
jumlah aset reasuransi disesuaikan dengan membentuk beban
piutang tak tertagih (bad debt expense);
8. tagihan klaim koasuransi berdasarkan nilai sisa tagihan;
9. tagihan klaim reasuransi berdasarkan nilai sisa tagihan;
10. tagihan investasi berdasarkan nilai tagihan;
11. tagihan hasil investasi berdasarkan nilai sisa tagihan;
12. bangunan dengan hak strata (strata title) atau tanah dengan
bangunan, untuk dipakai sendiri berdasarkan nilai yang ditetapkan
oleh lembaga penilai yang terdaftar pada instansi yang berwenang
atau berdasarkan nilai jual objek pajak (NJOP) dalam hal tidak
dilakukan penilaian oleh lembaga penilai; dan/atau
13. biaya akuisisi yang ditangguhkan atau deferred acquisition cost
(DAC) berdasarkan nilai sisa DAC setelah diamortisasi secara
proporsional untuk setiap periode pelaporan keuangan dengan
jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak periode
pembentukan DAC.
- 7 -
IV. DASAR PENILAIAN ATAS ASET DALAM BENTUK INVESTASI DAN BUKAN
INVESTASI YANG BERSUMBER DARI DANA INVESTASI PESERTA
1. Ketentuan dasar penilaian atas aset dalam bentuk investasi dan
bukan investasi yang bersumber dari dana investasi peserta dihitung
berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Romawi II dan
Romawi III.
2. Ketentuan dasar penilaian atas tagihan kontribusi dana investasi
peserta penutupan langsung dihitung berdasarkan nilai sisa
tagihan.
V. KETENTUAN PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku
pada tanggal 1 Juli 2017.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 13 Juni 2017
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS
PERASURANSIAN, DANA PENSIUN,
LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN
LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
FIRDAUS DJAELANI
Salinan ini sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 23/SEOJK.05/2017 </reg_id>
<reg_title> DASAR PENILAIAN ASET DALAM BENTUK INVESTASI DAN BUKAN INVESTASI BAGI PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI DENGAN PRINSIP SYARIAH </reg_title>
<set_date> 13 Juni 2017 </set_date>
<effective_date> 1 Juli 2017 </effective_date>
<related_reg> '72/POJK.05/2016 | Pasal 13 ayat (5), Pasal 24 ayat (4), dan Pasal 33 ayat (5)' </related_reg>
|
Yth.
Direksi Bank Umum Konvensional
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 27 /SEOJK.03/2016
TENTANG
KEGIATAN USAHA BANK UMUM BERDASARKAN MODAL INTI
Sehubungan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 6/POJK.03/2016 tentang Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor
Berdasarkan Modal Inti Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2016 Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5842)
dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 18/POJK.03/2016 tentang
Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2016 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5861),
perlu untuk mengatur pelaksanaan mengenai Kegiatan Usaha Bank Umum
Berdasarkan Modal Inti dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai
berikut:
I. KETENTUAN UMUM
1. Kegiatan Usaha yang dapat dilakukan oleh Bank Umum
dikelompokkan berdasarkan Modal Inti, yang selanjutnya disebut
Bank Umum berdasarkan Kegiatan Usaha (BUKU). Pengelompokan
Bank Umum berdasarkan Kegiatan Usaha dimaksud terdiri dari 4
(empat) BUKU. Semakin tinggi Modal Inti Bank, semakin tinggi BUKU
Bank dan semakin luas cakupan Kegiatan Usaha yang dapat
dilakukan oleh Bank.
2. Pelaksanaan Kegiatan Usaha Bank Umum dilakukan dengan
menerbitkan produk maupun melaksanakan aktivitas tertentu untuk
memenuhi kebutuhan nasabah.
3. Dalam ...
- 2 -
3. Dalam menerbitkan produk dan/atau melaksanakan aktivitas, Bank
perlu memiliki modal yang cukup untuk mendukung penerbitan
produk dan/atau pelaksanaan aktivitasnya, serta menerapkan
manajemen risiko yang memadai untuk memitigasi risiko yang
ditimbulkan oleh produk dan/atau aktivitas tersebut.
II. KEGIATAN USAHA BANK UMUM
A. Kegiatan Usaha Bank Umum
1. Kegiatan Usaha Bank Umum meliputi penerbitan produk
dan/atau pelaksanaan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan
nasabah.
2. Produk Bank adalah instrumen keuangan yang diterbitkan oleh
Bank. Produk dimaksud adalah produk yang diciptakan,
diterbitkan, dan/atau dikembangkan oleh Bank yang terkait
dengan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana.
3.
Aktivitas Bank adalah jasa yang disediakan oleh Bank kepada
nasabah.
4. Kegiatan Usaha Bank yang meliputi produk dan/atau aktivitas
dikelompokkan:
a. penghimpunan dana, yang terdiri dari produk dan/atau
aktivitas berupa:
1) giro, tabungan atau deposito;
2) penerbitan sertifikat deposito;
3) pinjaman yang diterima;
4) penerbitan surat utang termasuk surat utang dengan
fitur ekuitas;
5) sekuritisasi aset; dan
6) produk dan/atau aktivitas penghimpunan dana
lainnya yang lazim dilakukan oleh Bank sepanjang
tidak bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan;
b. penyaluran dana, yang terdiri dari produk dan/atau
aktivitas berupa:
1) kredit termasuk kredit sindikasi;
2) anjak piutang;
3) pembelian ...
- 3 -
3) pembelian surat berharga berupa surat berharga
korporasi, Surat Berharga Negara (SBN) atau Sertifikat
Bank Indonesia (SBI);
4) penempatan pada Bank Indonesia;
5) penempatan pada Bank lain;
6) penerbitan bank garansi; dan
7) produk dan/atau aktivitas penyaluran dana lainnya
yang lazim dilakukan oleh Bank sepanjang tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
c. pembiayaan perdagangan (trade finance), yang terdiri dari
aktivitas berupa:
1) pembiayaan transaksi dalam negeri dengan Surat
Kredit Berdokumen Dalam Negeri (SKBDN);
2) pembiayaan ekspor impor dengan menggunakan Letter
of Credit (L/C);
3) pembiayaan ekspor impor tanpa menggunakan Letter
of Credit (L/C); dan
4) jasa atau layanan pembiayaan perdagangan lainnya
yang lazim dilakukan oleh Bank Umum sepanjang
tidak bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan;
d. kegiatan treasury, yang terdiri dari produk dan/atau
aktivitas berupa:
1) jual beli Uang Kertas Asing (Bank Notes);
2) transaksi tunai valuta asing berupa transaksi tod, tom,
dan spot;
3) transaksi derivatif yang bersifat plain vanilla, antara
lain forward, swap, atau option dengan fitur,
karakteristik dan underlying asset yang tergolong
sederhana;
4) transaksi derivatif kompleks, antara lain transaksi
forward, swap, atau option yang bersifat kompleks,
structured products, dan credit derivative; dan
5) transaksi valuta asing dan derivatif lainnya yang lazim
dilakukan oleh Bank sepanjang tidak bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan;
e. kegiatan ...
- 4 -
e. kegiatan keagenan dan kerjasama, yang terdiri dari
aktivitas berupa:
1) agen penjual reksa dana;
2) agen penjual SBN;
3) bancassurance model bisnis referensi, distribusi, dan
integrasi;
4) payment point; dan
5)
aktivitas keagenan atau kerjasama lainnya yang lazim
dilakukan oleh Bank sepanjang tidak bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan;
f. kegiatan sistem pembayaran dan electronic banking, yang
terdiri dari produk dan/atau aktivitas berupa:
1) penyelenggara kliring;
2) penyelenggara penyelesaian akhir transaksi antar
Bank (settlement);
3) penyelenggara transfer dana;
4) penyelenggara alat pembayaran dengan menggunakan
kartu;
5) penyelenggara uang elektronik (electronic money);
6) phone banking;
7) Short Message Services (SMS) banking;
8) mobile banking;
9)
internet banking; dan
10) produk dan/atau aktivitas sistem pembayaran dan
electronic banking lainnya yang lazim dilakukan oleh
Bank sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan;
g.
jasa atau layanan lain, yang terdiri dari aktivitas berupa:
1) penyediaan safe deposit box;
2) penerbitan traveller’s cheque;
3) pembayaran gaji karyawan secara massal (payroll);
4) pengelolaan kas (cash management);
5) Layanan Nasabah Prima (LNP);
6) kustodian;
7) wali amanat;
8) penitipan dengan pengelolaan (trust); dan
9) jasa ...
- 5 -
9) jasa atau layanan lainnya yang lazim dilakukan oleh
Bank sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan.
5. Bank yang melakukan kegiatan usaha sebagaimana pada
angka 4 dalam valuta asing terlebih dahulu memperoleh
persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan untuk melakukan
kegiatan dalam valuta asing.
6. Selain dapat melakukan kegiatan usaha sebagaimana pada
angka 4, Bank dapat melakukan:
a. kegiatan penyertaan modal, berupa penanaman dana Bank
dalam bentuk saham pada perusahaan yang bergerak di
bidang keuangan, termasuk penanaman dalam bentuk
surat utang konversi (convertible bonds) dengan opsi saham
(equity options) yang bersifat mandatory atau jenis transaksi
tertentu yang berakibat Bank memiliki atau akan memiliki
saham pada perusahaan yang bergerak di bidang
keuangan; dan/atau
b. kegiatan penyertaan modal sementara dalam rangka
penyelamatan kredit berupa penyertaan modal oleh Bank
pada perusahaan debitur untuk mengatasi kegagalan kredit
(debt to equity swap) sebagaimana diatur dalam ketentuan
mengenai penyertaan modal Bank.
7.
Definisi atau karakteristik umum produk dan/atau aktivitas
sebagaimana pada angka 4 mengacu pada Lampiran I.
B. Cakupan Kegiatan Usaha Bank Umum Menurut BUKU
1. Cakupan Kegiatan Usaha yang dapat dilakukan Bank pada
masing-masing BUKU:
a. BUKU 1 dapat melakukan Kegiatan Usaha dalam Rupiah
berupa kegiatan penghimpunan dana dan kegiatan
penyaluran dana berupa produk dan/atau aktivitas dasar,
kegiatan pembiayaan perdagangan (trade finance), kegiatan
keagenan dan kerjasama dengan cakupan terbatas,
kegiatan sistem pembayaran dan electronic banking dengan
cakupan terbatas, dan penyediaan jasa atau layanan
lainnya. Bank juga dapat melakukan kegiatan penyertaan
modal sementara dalam rangka penyelamatan kredit dan
kegiatan sebagai Pedagang Valuta Asing (PVA).
b. BUKU ...
- 6 -
b. BUKU 2 dapat melakukan Kegiatan Usaha dalam Rupiah
dan valuta asing yang meliputi kegiatan penghimpunan
dana, kegiatan penyaluran dana dengan cakupan yang
lebih luas, kegiatan pembiayaan perdagangan (trade
finance), kegiatan treasury secara terbatas, kegiatan sistem
pembayaran dan electronic banking dengan cakupan lebih
luas, kegiatan keagenan dan kerjasama dengan cakupan
lebih luas, dan penyediaan jasa atau layanan lainnya. Bank
juga dapat melakukan kegiatan penyertaan modal pada
lembaga keuangan di Indonesia dan kegiatan penyertaan
modal sementara dalam rangka penyelamatan kredit.
c. BUKU 3 dapat melakukan seluruh Kegiatan Usaha baik
dalam Rupiah maupun valuta asing serta dapat melakukan
penyertaan modal pada lembaga keuangan di Indonesia
dan/atau di luar negeri terbatas pada wilayah regional Asia.
d. BUKU 4 dapat melakukan seluruh Kegiatan Usaha baik
dalam Rupiah maupun valuta asing serta dapat melakukan
penyertaan modal pada lembaga keuangan dengan jumlah
lebih besar dari BUKU 3 di Indonesia dan/atau seluruh
wilayah di luar negeri.
2. Cakupan Kegiatan Usaha yang dapat dilakukan oleh Bank
sesuai dengan BUKU mengacu pada Lampiran II.
III. PENERBITAN PRODUK DAN/ATAU PELAKSANAAN AKTIVITAS BANK
UMUM
A. Ketentuan Umum
Bank dapat menerbitkan produk dan/atau melaksanakan aktivitas
sebagaimana pada butir II.A.4 sebagai berikut:
1. penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas yang
merupakan produk dan/atau aktivitas yang diperkenankan pada
masing-masing BUKU;
2. rencana penerbitan produk yang belum pernah diterbitkan
dan/atau rencana pelaksanaan aktivitas yang belum pernah
dilaksanakan sebelumnya dicantumkan dalam rencana bisnis
Bank untuk tahun yang sama dengan rencana penerbitan
produk dan/atau rencana pelaksanaan aktivitas tersebut;
3. penerbitan ...
- 7 -
3. penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas yang
merupakan produk dan/atau aktivitas dasar tidak memerlukan
persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan;
4. penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas baru yang
bukan merupakan produk dan/atau aktivitas dasar dan/atau
memiliki risiko serta kompleksitas tinggi, terlebih dahulu
memperoleh persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan; dan
5. Bank menerapkan manajemen risiko yang memadai untuk
memitigasi risiko yang ditimbulkan oleh penerbitan produk
dan/atau pelaksanaan aktivitas sesuai Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan mengenai penerapan manajemen risiko bagi bank
umum.
Rincian mengenai produk dan/atau aktivitas sebagaimana dalam
angka 1, angka 3, dan angka 4 mengacu pada Lampiran II.
B. Produk dan/atau Aktivitas Baru
1. Produk dan/atau aktivitas baru merupakan produk dan/atau
aktivitas Bank yang memenuhi kriteria berikut:
a. tidak pernah diterbitkan atau dilaksanakan sebelumnya
oleh Bank; atau
b. merupakan pengembangan, kombinasi atau variasi dari
produk dan/atau aktivitas yang telah diterbitkan atau
dilaksanakan sebelumnya oleh Bank yang menyebabkan
perubahan atau peningkatan profil risiko produk dan/atau
aktivitas yang telah diterbitkan sebelumnya. Pengembangan
yang menyebabkan perubahan atau peningkatan profil
risiko produk dan/atau aktivitas yang telah diterbitkan
dan/atau dilaksanakan sebelumnya antara lain:
1) pengembangan, kombinasi atau variasi dari produk
yang telah diterbitkan dan/atau dilaksanakan
sebelumnya oleh Bank, misalnya:
a) penerbitan surat utang dengan fitur yang berbeda
dari surat utang sebelumnya, seperti penerbitan
surat utang dengan fitur opsi konversi menjadi
saham; atau
b) penerbitan structured product dengan struktur,
fitur, karakteristik, imbal hasil, jangka waktu
dan/atau ...
- 8 -
dan/atau underlying asset yang berbeda dengan
produk sebelumnya; dan/atau
2) pengembangan dari aktivitas kerjasama yang telah
dilaksanakan sebelumnya oleh Bank, misalnya
aktivitas bancassurance model bisnis referensi
dikembangkan menjadi model bisnis distribusi atau
integrasi sehingga mengakibatkan perubahan pada
profil risiko aktivitas tersebut.
2. Produk dan/atau aktivitas baru yang tidak memerlukan
persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana
dimaksud pada butir A.3 antara lain meliputi:
a. penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas dasar,
berupa:
1) penghimpunan dana dalam bentuk giro, tabungan,
deposito, sertifikat deposito, dan pinjaman yang
diterima;
2) penyaluran dana dalam bentuk kredit, pembelian surat
berharga, penempatan pada Bank Indonesia, dan
penempatan pada Bank lain; dan
3)
trade finance, transaksi derivatif yang bersifat plain
vanilla, dan aktivitas pemindahan dana (transfer);
b. pengembangan dari produk dan/atau aktivitas dasar yang
pernah diterbitkan atau dilaksanakan sebelumnya oleh
Bank;
c.
aktivitas penjualan produk yang diterbitkan oleh
Pemerintah Republik Indonesia, misalnya aktivitas agen
penjual SBN;
d. penanaman dana dalam rangka investasi, misalnya
pembelian reksa dana pendapatan tetap dan pembelian
surat berharga; dan
e. penyaluran dan penghimpunan dana dalam rangka
pengelolaan likuiditas, antara lain penempatan antar Bank
dan penerimaan pinjaman antar Bank.
3. Produk dan/atau aktivitas baru yang wajib terlebih dahulu
memperoleh persetujuan Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana
pada butir A.4 adalah produk dan/atau aktivitas yang bukan
merupakan cakupan produk dan/atau aktivitas dasar dan/atau
memiliki ...
- 9 -
memiliki risiko serta kompleksitas yang tinggi, antara lain
meliputi:
a. penghimpunan dana berupa penerbitan surat utang, surat
utang yang memiliki fitur ekuitas, dan sekuritisasi aset;
b.
aktivitas treasury berupa penerbitan derivative kompleks,
structured product atau credit derivative;
c. keagenan dan kerjasama berupa aktivitas bancassurance
dan reksa dana;
d. kegiatan sistem pembayaran antara lain berupa
penyelenggara kliring, penyelenggara alat pembayaran
dengan menggunakan kartu dan penyelenggara uang
elektronik (electronic money), phone banking, SMS banking,
mobile banking, dan internet banking; dan
e.
jasa atau layanan lain seperti kustodian, wali amanat, dan
trust.
4. Rencana penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas
baru yang dicantumkan dalam rencana bisnis Bank
menggunakan format sebagaimana dimaksud pada Lampiran III
huruf A, yang paling sedikit memuat informasi dan penjelasan:
a. jenis dan deskripsi umum produk dan/atau aktivitas baru;
b. waktu penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas
baru;
c. tujuan penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas
baru;
d. keterkaitan produk dan/atau aktivitas baru dengan strategi
bisnis Bank;
e.
f.
risiko atas penerbitan produk dan/atau pelaksanaan
aktivitas baru; dan
mitigasi risiko atas penerbitan produk dan/atau
pelaksanaan aktivitas baru.
5. Dalam rangka penerbitan produk dan/atau pelaksanaan
aktivitas yang wajib terlebih dahulu memperoleh persetujuan
Otoritas Jasa Keuangan, Bank mengajukan surat permohonan
persetujuan penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas
baru kepada Otoritas Jasa Keuangan yang disertai dengan
dokumen pendukung yang paling sedikit memuat informasi dan
penjelasan:
a. informasi ...
- 10 -
a. informasi umum mengenai produk dan/atau aktivitas baru
meliputi antara lain nama produk dan/atau jenis aktivitas,
rencana waktu penerbitan produk dan/atau pelaksanaan
aktivitas, target pasar dan/atau nasabah, rencana atau
target nilai transaksi dalam 1 (satu) tahun pertama,
informasi mengenai skim atau fitur produk yang akan
diterbitkan atau penjelasan mengenai aktivitas yang akan
dilaksanakan;
b. manfaat dan biaya bagi Bank;
c. manfaat dan risiko bagi nasabah;
d. prosedur pelaksanaan (standard operating procedures),
organisasi dan kewenangan untuk menerbitkan produk
dan/atau melaksanakan aktivitas baru;
e. rencana kebijakan dan prosedur terkait dengan penerapan
program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan
Terorisme (APU dan PPT);
f.
identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian
terhadap risiko yang melekat pada produk dan/atau
aktivitas baru;
g.
hasil analisis aspek hukum dan aspek kepatuhan atas
produk dan/atau aktivitas baru;
h. dokumen atau konsep dokumen dalam rangka transparansi
kepada nasabah yang terkait dengan penerbitan produk
dan/atau pelaksanaan aktivitas yang meliputi antara lain
perjanjian antara Bank dengan nasabah atau pihak lain,
brosur, leaflet, prospektus, dan/atau formulir aplikasi;
i.
sistem informasi akuntansi termasuk penjelasan singkat
mengenai keterkaitan sistem informasi akuntansi tersebut
dengan sistem informasi akuntansi Bank secara
menyeluruh, dan/atau sistem pencatatan administrasi;
j. dokumen yang menyatakan bahwa Bank telah memperoleh
persetujuan atau izin dari otoritas terkait, dalam hal produk
dan/atau aktivitas Bank memerlukan persetujuan dari
otoritas tersebut. Dalam hal dokumen dimaksud belum
diterbitkan, Bank dapat menyampaikan fotokopi bukti
permohonan persetujuan atau izin kepada otoritas terkait.
Selanjutnya
setelah otoritas
terkait
menerbitkan
persetujuan ...
- 11 -
persetujuan atau izin, Bank menyampaikan kepada
Otoritas Jasa Keuangan sebagai kelengkapan dokumen;
dan
k. kesiapan dan hasil uji coba Bank (jika ada) atas produk
dan/atau aktivitas baru.
Informasi dan penjelasan dalam dokumen pendukung
permohonan persetujuan rencana penerbitan produk dan/atau
pelaksanaan aktivitas baru berpedoman pada Lampiran III.B.
6. Permohonan persetujuan penerbitan produk dan/atau
pelaksanaan aktivitas baru sebagaimana pada angka 5
disampaikan paling lambat 60 (enam puluh) hari sebelum
penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas baru.
7. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau
penolakan penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas
baru paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah seluruh
persyaratan dipenuhi dan dokumen permohonan diterima secara
lengkap oleh Otoritas Jasa Keuangan.
8. Dalam hal masih diperlukan tambahan dokumen dan/atau
penjelasan berkenaan dengan evaluasi yang dilakukan oleh
Otoritas Jasa Keuangan dalam memberikan persetujuan batas
waktu 60 (enam puluh) hari dihitung sejak Bank melengkapi
dokumen dan/atau memberikan penjelasan yang diminta oleh
Otoritas Jasa Keuangan.
9. Dalam hal produk dan/atau aktivitas baru tersebut harus
mendapat persetujuan atau izin dari otoritas
terkait
sebagaimana diatur pada butir 5.j, penerbitan produk dan/atau
pelaksanaan aktivitas baru tersebut dapat dilakukan dalam hal
Bank telah memperoleh persetujuan atau izin dari Otoritas Jasa
Keuangan dan otoritas terkait.
10. Bank harus menerbitkan produk dan/atau melaksanakan
aktivitas baru paling lambat 6 (enam) bulan sejak persetujuan
diberikan oleh Otoritas Jasa Keuangan. Apabila dalam jangka
waktu 6 (enam) bulan sejak persetujuan diberikan oleh Otoritas
Jasa Keuangan, Bank tidak menerbitkan produk dan/atau
melaksanakan aktivitas baru, persetujuan Otoritas Jasa
Keuangan menjadi tidak berlaku.
11. Dalam ...
- 12 -
11. Dalam hal persetujuan Otoritas Jasa Keuangan sudah tidak
berlaku sebagaimana dimaksud pada angka 10 namun Bank
tetap akan menerbitkan produk dan/atau melaksanakan
aktivitas baru, Bank menyampaikan kembali permohonan
persetujuan penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas
baru kepada Otoritas Jasa Keuangan.
12. Bank menyampaikan laporan realisasi penerbitan produk
dan/atau pelaksanaan aktivitas baru paling lambat 7 (tujuh)
hari kerja setelah produk diterbitkan dan/atau aktivitas baru
dilaksanakan.
13. Realisasi penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas
baru dihitung sejak tanggal produk dan/atau aktivitas tersebut
sudah dapat dibeli atau dimanfaatkan oleh nasabah. Laporan
realisasi penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas
baru paling sedikit memuat informasi dan penjelasan:
a. jenis dan nama produk dan/atau aktivitas baru;
b. tanggal penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas
baru; dan
c. kesesuaian produk yang diterbitkan atau aktivitas baru
yang dilaksanakan dengan produk dan/atau aktivitas yang
telah disetujui oleh Otoritas Jasa Keuangan.
IV. PERLAKUAN TERHADAP BANK UMUM YANG MENGALAMI PENURUNAN
MODAL INTI
1. Bank yang mengalami penurunan Modal Inti sehingga menjadi tidak
sesuai dengan persyaratan Modal Inti Minimum sesuai BUKU selama
3 (tiga) bulan berturut-turut, menyampaikan:
a. rencana tindak (action plan) dalam rangka pemenuhan
persyaratan Modal Inti sesuai BUKU; atau
b. rencana tindak (action plan) dalam rangka penyesuaian Kegiatan
Usaha yang tidak sesuai dengan BUKU.
2. Rencana tindak (action plan) pemenuhan Modal Inti sesuai BUKU
paling sedikit menguraikan:
a. penyebab penurunan Modal Inti;
b. mekanisme dan tahapan pemenuhan Modal Inti; dan
c. hal lain yang perlu diinformasikan kepada Otoritas Jasa
Keuangan.
3. Rencana ...
- 13 -
3. Rencana tindak (action plan) penyesuaian Kegiatan Usaha yang tidak
sesuai dengan BUKU paling sedikit menguraikan:
a. produk dan/atau aktivitas yang harus dihentikan serta nilai
nominal (outstanding) dan sisa jangka waktu terlama untuk
produk dan/atau aktivitas yang harus dihentikan;
b. rencana waktu penyelesaian akhir produk dan/atau aktivitas
yang tidak sesuai;
c. rencana komunikasi atau pemberitahuan kepada nasabah atau
stakeholders mengenai penghentian produk dan/atau aktivitas;
d. hal lain yang perlu diinformasikan kepada Otoritas Jasa
Keuangan.
4. Rencana tindak (action plan) sebagaimana dimaksud dalam angka 2
dan angka 3 disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling
lambat pada bulan keempat sejak terjadinya penurunan Modal Inti
sehingga menyebabkan tidak sesuai dengan persyaratan Modal Inti
sesuai BUKU, dengan alamat:
a. Departemen Pengawasan Bank terkait, bagi Bank yang
berkantor pusat atau kantor cabang dari bank yang
berkedudukan di luar negeri yang berada di wilayah DKI
Jakarta; atau
b. Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor Otoritas
Jasa Keuangan setempat sesuai wilayah tempat kedudukan
kantor pusat Bank.
5. Bank menyelesaikan rencana tindak (action plan) pemenuhan Modal
Inti sebagaimana pada angka 2 paling lambat 1 (satu) tahun sejak
rencana tindak (action plan) disetujui oleh Otoritas Jasa Keuangan.
6. Bank yang tidak mampu memenuhi rencana tindak (action plan)
pemenuhan Modal Inti dalam waktu 1 (satu) tahun sejak rencana
tindak (action plan) disetujui oleh Otoritas Jasa Keuangan, harus
menyampaikan rencana tindak (action plan) penyesuaian Kegiatan
Usaha yang tidak sesuai dengan BUKU sebagaimana dimaksud pada
angka 3.
7. Bank harus menyelesaikan rencana tindak (action plan) penyesuaian
Kegiatan Usaha sebagaimana pada angka 3 sampai dengan
berakhirnya sisa jangka waktu perjanjian produk dan/atau aktivitas
yang tidak sesuai dengan BUKU. Dalam hal sisa jangka waktu
perjanjian produk dan/atau aktivitas lebih dari 3 (tiga) tahun, Bank
harus ...
- 14 -
harus menyelesaikan penghentian produk dan/atau aktivitas
dimaksud paling lambat 3 (tiga) tahun sejak rencana tindak (action
plan) disetujui oleh Otoritas Jasa Keuangan.
8. Bank yang telah memperoleh persetujuan atas rencana tindak (action
plan) pemenuhan persyaratan Modal Inti sesuai BUKU yang diajukan
kepada Otoritas Jasa Keuangan:
a.
tetap dapat melaksanakan Kegiatan Usaha yang telah dilakukan
meskipun tidak sesuai dengan cakupan Kegiatan Usaha yang
diperkenankan pada BUKU, termasuk melakukan transaksi
baru dengan nasabah, sepanjang memenuhi tahapan
pemenuhan Modal Inti yang telah disetujui Otoritas Jasa
Keuangan; atau
b.
tidak diperkenankan melakukan transaksi baru dengan nasabah
sampai dengan terpenuhinya Modal Inti minimum menurut
BUKU, dalam hal terdapat pelanggaran terhadap tahapan
pemenuhan Modal Inti yang telah disetujui Otoritas Jasa
Keuangan.
9. Bank yang mengajukan rencana tindak (action plan) penyesuaian
Kegiatan Usaha tidak diperbolehkan menawarkan, menjual dan/atau
melakukan perjanjian atau transaksi baru atas produk dan/atau
aktivitas yang harus dihentikan mulai bulan keempat sejak
terjadinya penurunan Modal Inti sehingga menyebabkan tidak sesuai
dengan persyaratan Modal Inti berdasarkan BUKU.
10. Ketentuan pada angka 1 tidak berlaku untuk Bank yang mengalami
penurunan Modal Inti selama 3 (tiga) bulan berturut-turut termasuk
Bank dalam penanganan atau penyelamatan oleh Lembaga Penjamin
Simpanan (LPS), dalam hal mendapatkan persetujuan dari Otoritas
Jasa Keuangan untuk melakukan Kegiatan Usaha tertentu dengan
pertimbangan stabilitas sistem keuangan dan/atau mendorong
perkembangan perekonomian nasional.
V. TINDAK LANJUT PENGAWASAN
1. Otoritas Jasa Keuangan dapat memerintahkan Bank untuk
menghentikan penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas
dalam hal berdasarkan evaluasi Otoritas Jasa Keuangan:
a. produk yang diterbitkan atau aktivitas yang dilaksanakan:
1) tidak ...
- 15 -
1) tidak sesuai dengan rencana penerbitan produk dan/atau
aktivitas yang diajukan kepada Otoritas Jasa Keuangan;
2) berpotensi menimbulkan kerugian yang signifikan terhadap
kondisi keuangan Bank;
3) berpotensi meningkatkan risiko hukum atau reputasi Bank
secara signifikan karena adanya pengaduan atau tuntutan
dari nasabah; dan/atau
4) tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
dan/atau
b. Bank tidak menerapkan manajemen risiko yang memadai atas
produk yang diterbitkan dan/atau aktivitas yang dilaksanakan.
Penghentian tersebut dapat bersifat sementara maupun permanen
berdasarkan penilaian Otoritas Jasa Keuangan atas penyimpangan
yang terjadi.
2. Bank yang diperintahkan untuk menghentikan penerbitan produk
dan/atau pelaksanaan aktivitas sebagaimana pada angka 1:
a. harus segera menghentikan penawaran, penjualan dan/atau
perjanjian atau transaksi baru atas produk dan/atau aktivitas
yang harus dihentikan; dan
b. menyampaikan rencana tindak (action plan) kepada Otoritas
Jasa Keuangan atas penyelesaian kewajiban kepada nasabah
terkait produk yang telah diterbitkan dan/atau aktivitas yang
telah dilaksanakan paling lambat 1 (satu) bulan sejak Bank
diperintahkan untuk menghentikan penerbitan produk
dan/atau pelaksanaan aktivitas.
VI. KETENTUAN LAIN-LAIN
1. Dalam memberikan persetujuan atau penolakan atas produk
dan/atau aktivitas tertentu, Otoritas Jasa Keuangan akan
mempertimbangkan kepentingan nasional terkait dengan dampak
penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas antara lain untuk
mendukung stabilitas sistem keuangan dan/atau mendorong
perkembangan perekonomian nasional termasuk untuk penerbitan
produk dan/atau pelaksanaan aktivitas Bank dalam penanganan
atau penyelamatan oleh LPS.
2. Bank tidak diperbolehkan memasarkan produk dan/atau
melaksanakan aktivitas yang belum mendapatkan persetujuan
Otoritas ...
- 16 -
Otoritas Jasa Keuangan dan/atau tidak tercatat dalam pembukuan
atau administrasi Bank.
3. Dalam hal penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas Bank
telah diatur secara khusus dalam ketentuan Otoritas Jasa Keuangan
dan/atau ketentuan yang dikeluarkan oleh otoritas terkait lainnya
seperti ketentuan mengenai structured product, agen penjual SBN,
agen penjual reksa dana, aktivitas bancassurance, penitipan dengan
pengelolaan (trust), pelaksana sistem pembayaran, alat pembayaran
dengan menggunakan kartu, dan penerapan manajemen risiko dalam
penggunaan teknologi informasi, penerbitan produk dan/atau
pelaksanaan aktivitas dimaksud juga mengacu pada ketentuan
Otoritas Jasa Keuangan dan/atau ketentuan otoritas terkait lain
yang mengatur secara khusus mengenai hal tersebut.
4. Lampiran I sampai dengan Lampiran III merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
VII. KETENTUAN PERALIHAN
1. Bank yang sebelum tanggal 8 Maret 2013 telah melakukan Kegiatan
Usaha yang tidak sesuai dengan BUKU namun telah memperoleh
persetujuan dari otoritas terkait atas rencana tindak (action plan)
pemenuhan Modal Inti atau rencana tindak (action plan) penyesuaian
Kegiatan Usaha yang diajukan oleh Bank, melakukan penambahan
modal dan/atau menyesuaikan Kegiatan Usaha:
a. paling lambat akhir bulan Juni 2016; atau
b. paling lambat akhir bulan Juni 2018 bagi Bank yang dimiliki
oleh Pemerintah Daerah.
2. Bank yang mengajukan rencana tindak (action plan) pemenuhan
Modal Inti sebagaimana pada angka 1:
a. tetap dapat melaksanakan Kegiatan Usaha yang telah dilakukan
meskipun tidak sesuai dengan cakupan Kegiatan Usaha yang
diperkenankan pada BUKU Bank termasuk melakukan
transaksi baru dengan nasabah, sepanjang memenuhi tahapan
pemenuhan Modal Inti yang telah disetujui otoritas terkait;
b. tidak diperkenankan melakukan transaksi baru dengan nasabah
sampai dengan terpenuhinya Modal Inti minimum menurut
BUKU, dalam hal terdapat pelanggaran terhadap tahapan
pemenuhan Modal Inti yang telah disetujui otoritas terkait.
c. Bank ...
- 17 -
c. Bank yang mengajukan rencana penyesuaian Kegiatan Usaha
tidak diperbolehkan menawarkan, menjual, dan/atau
melakukan perjanjian atau transaksi baru atas produk
dan/atau aktivitas yang harus dihentikan.
3. Bagi Bank yang telah menerbitkan produk dan/atau melaksanakan
aktivitas yang berdasarkan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini
wajib memperoleh persetujuan Otoritas Jasa Keuangan, tetap dapat
menyelenggarakan produk dan/atau aktivitas tersebut tanpa harus
mengajukan permohonan persetujuan kepada Otoritas Jasa
Keuangan, sepanjang merupakan cakupan produk dan/atau
aktivitas yang diperkenankan menurut BUKU Bank.
4. Kewajiban penyampaian rencana tindak (action plan) pemenuhan
Modal Inti atau rencana tindak (action plan) penyesuaian Kegiatan
Usaha tidak berlaku bagi Bank yang pada posisi akhir Desember
2012 tidak memenuhi persyaratan Modal Inti minimum sesuai BUKU
namun mendapatkan persetujuan dari otoritas terkait untuk tetap
dapat melakukan Kegiatan Usaha tertentu berdasarkan
pertimbangan stabilitas sistem keuangan dan/atau mendorong
perkembangan perekonomian nasional, termasuk Bank yang dalam
penanganan atau penyelamatan oleh LPS.
VIII. KETENTUAN PENUTUP
Dengan berlakunya Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini, maka Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 15/6/DPNP tanggal 8 Maret 2013 perihal
Kegiatan Usaha Bank Umum Berdasarkan Modal Inti dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku
pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 14 Juli 2016
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN
OTORITAS JASA KEUANGAN,
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
ttd
NELSON TAMPUBOLON
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 7/SEOJK.03/2016 </reg_id>
<reg_title> STANDAR PELAKSANAAN FUNGSI AUDIT INTERN BANK PERKREDITAN RAKYAT </reg_title>
<set_date> 10 Maret 2016 </set_date>
<effective_date> 10 Maret 2016 </effective_date>
<related_reg> '4/POJK.03/2015' </related_reg>
|
Yth.
1. Manajer Investasi;
2. Agen Penjual Efek Reksa Dana;
3. Bank Kustodian;
4. Asosiasi Pengelola Reksa Dana Indonesia; dan
5. Asosiasi Bank Kustodian Indonesia;
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 1/SEOJK.04/2015
TENTANG
PROSEDUR PENYELESAIAN KESALAHAN PENGHITUNGAN
NILAI AKTIVA BERSIH REKSA DANA
Penghitungan Nilai Aktiva Bersih Reksa Dana sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Nomor IV.A.3, Lampiran Keputusan Ketua
Badan Pengawas Pasar Modal Nomor: KEP-13/PM/2002 tanggal
14 Agustus 2002 tentang Pedoman Pengelolaan Reksa Dana Berbentuk
Perseroan, Peraturan Nomor IV.B.1, Lampiran Keputusan Ketua Badan
Pengawas
Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor:
KEP-552/BL/2010 tanggal 30 Desember 2010 tentang Pedoman
Pengelolaan Reksa Dana Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif, dan
Peraturan Nomor IV.C.2, Lampiran Keputusan Ketua Badan Pengawas
Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor: KEP-367/BL/2012 tanggal
9 Juli 2012 tentang Nilai Pasar Wajar Dari Efek Dalam Portofolio Reksa
Dana, dalam pelaksanaannya dapat terjadi kesalahan penghitungan yang
mengakibatkan Nilai Aktiva Bersih per saham atau Unit Penyertaan Reksa
Dana sebagai dasar pembelian maupun penjualan kembali saham atau
Unit Penyertaan Reksa Dana tidak sesuai dengan Nilai Aktiva Bersih per
saham atau Unit Penyertaan Reksa Dana sebenarnya.
Sehubungan dengan hal tersebut, perlu mengatur ketentuan
mengenai prosedur penyelesaian kesalahan penghitungan Nilai Aktiva
Bersih per saham atau Unit Penyertaan Reksa Dana dalam Surat Edaran
Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN…
-2-
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud
dengan:
1. Manajer Investasi adalah Pihak yang kegiatan usahanya mengelola
Portofolio Efek untuk para nasabah atau mengelola portofolio
investasi kolektif untuk sekelompok nasabah, kecuali perusahaan
asuransi, dana pensiun, dan bank yang melakukan sendiri
kegiatan usahanya berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
2. Bank Kustodian adalah Bank Umum yang telah mendapat
persetujuan Otoritas Jasa Keuangan sebagai Bank Kustodian.
3. Unit Penyertaan adalah satuan ukuran yang menunjukkan bagian
kepentingan setiap Pihak dalam portofolio investasi kolektif.
4. Nilai Aktiva Bersih adalah nilai pasar yang wajar dari suatu Efek
dan kekayaan lain dari Reksa Dana dikurangi seluruh
kewajibannya.
II. KESALAHAN PENGHITUNGAN NILAI AKTIVA BERSIH REKSA DANA
1. Manajer Investasi dan Bank Kustodian wajib memiliki kebijakan
dan prosedur standar operasi untuk mendeteksi, mencegah, dan
memperbaiki kesalahan penghitungan Nilai Aktiva Bersih Reksa
Dana.
2. Dalam hal Manajer Investasi mengetahui adanya kesalahan
penghitungan Nilai Aktiva Bersih Reksa Dana, Manajer Investasi
wajib
segera menyampaikan pemberitahuan
kesalahan
penghitungan Nilai Aktiva Bersih Reksa Dana kepada Bank
Kustodian dengan tembusan kepada Otoritas Jasa Keuangan
paling lambat pukul 24.00 WIB pada hari diketahuinya kesalahan
penghitungan.
3. Dalam hal Bank Kustodian mengetahui adanya kesalahan
penghitungan Nilai Aktiva Bersih Reksa Dana, Bank Kustodian
wajib segera menyampaikan laporan kesalahan penghitungan Nilai
Aktiva Bersih Reksa Dana kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan
tembusan kepada Manajer Investasi paling lambat pukul 24.00
WIB pada hari kerja berikutnya sejak Bank Kustodian mengetahui
adanya kesalahan penghitungan Nilai Aktiva Bersih Reksa Dana.
4. Laporan…
-3-
4. Laporan kesalahan penghitungan Nilai Aktiva Bersih Reksa Dana
sebagaimana dimaksud pada angka 3 wajib dibuat sesuai dengan
Format Laporan Kesalahan Penghitungan Nilai Aktiva Bersih Reksa
Dana sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan ini.
5. Tembusan pemberitahuan kesalahan penghitungan Nilai Aktiva
Bersih Reksa Dana sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan
laporan kesalahan penghitungan Nilai Aktiva Bersih Reksa Dana
sebagaimana dimaksud pada angka 3 wajib disampaikan melalui
surat elektronik kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan alamat
pelaporanrd@ojk.go.id.
III. REVISI PENGHITUNGAN NILAI AKTIVA BERSIH PER SAHAM ATAU
UNIT PENYERTAAN REKSA DANA
1. Bank Kustodian yang mengetahui adanya kesalahan penghitungan
Nilai Aktiva Bersih per saham atau Unit Penyertaan Reksa Dana
wajib:
a. melakukan revisi penghitungan Nilai Aktiva Bersih per saham
atau Unit Penyertaan Reksa Dana; dan
b. menyampaikan revisi penghitungan Nilai Aktiva Bersih per
saham atau Unit Penyertaan Reksa Dana dalam laporan Reksa
Dana sesuai format dan tata cara yang terdapat dalam
lampiran Peraturan Nomor X.D.1, Lampiran Keputusan Ketua
Badan Pengawas Pasar Modal Nomor: KEP-06/PM/2004
tanggal 9 Februari 2004 tentang Laporan Reksa Dana,
paling lambat pukul 24.00 WIB pada hari kerja berikutnya sejak
diketahuinya kesalahan penghitungan, dengan tembusan kepada
Manajer Investasi.
2. Dalam hal kesalahan penghitungan Nilai Aktiva Bersih harian
Reksa Dana sebagaimana dimaksud pada angka 1 terjadi lebih dari
1 (satu) hari, Bank Kustodian wajib:
a. menghitung akumulasi revisi penghitungan Nilai Aktiva Bersih
harian yang merupakan akumulasi selisih dari Nilai Aktiva
Bersih per saham atau Unit Penyertaan Reksa Dana yang salah
dengan Nilai Aktiva Bersih per saham atau Unit Penyertaan
Reksa Dana yang telah direvisi; dan
b. menyampaikan…
-4-
b. menyampaikan laporan akumulasi revisi penghitungan Nilai
Aktiva Bersih harian kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan
tembusan kepada Manajer Investasi sesuai dengan Format
Laporan Kesalahan Penghitungan Nilai Aktiva Bersih Reksa
Dana sebagaimana dimaksud dalam Lampiran yang merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan ini,
paling lambat pukul 24.00 WIB pada hari kerja berikutnya sejak
diketahuinya kesalahan penghitungan.
IV. PENGHITUNGAN DAN PENYELESAIAN PEMBAYARAN KOMPENSASI
1. Dalam hal diketahui terdapat kesalahan penghitungan Nilai Aktiva
Bersih per saham atau Unit Penyertaan Reksa Dana, Bank
Kustodian wajib melakukan penghitungan nilai kompensasi per
saham atau Unit Penyertaan Reksa Dana.
2. Bank Kustodian wajib memberitahukan kesalahan penghitungan
Nilai Aktiva Bersih per saham atau Unit Penyertaan Reksa Dana
beserta nilai kompensasinya kepada seluruh pemegang saham
atau Unit Penyertaan Reksa Dana yang melakukan transaksi pada
waktu terjadinya kesalahan penghitungan Nilai Aktiva Bersih per
saham atau Unit Penyertaan Reksa Dana yang mengalami
kerugian.
3. Dalam hal Reksa Dana dan/atau pemegang saham atau Unit
Penyertaan Reksa Dana mengalami kerugian akibat dari kesalahan
penghitungan Nilai Aktiva Bersih per saham atau Unit Penyertaan
Reksa Dana, kompensasi wajib dibayarkan kepada pihak-pihak
yang dirugikan tersebut.
4. Dana kompensasi sebagaimana dimaksud pada angka 3
ditanggung dan menjadi kewajiban pihak yang menyebabkan
terjadinya kesalahan penghitungan Nilai Aktiva Bersih per saham
atau Unit Penyertaan Reksa Dana dan dibayarkan melalui Bank
Kustodian paling lambat 7 (tujuh) hari bursa sejak diketahuinya
kesalahan penghitungan Nilai Aktiva Bersih per saham atau Unit
Penyertaan Reksa Dana.
5. Manajer Investasi dan/atau Bank Kustodian dilarang
membebankan kepada Reksa Dana dan pemegang saham atau
Unit Penyertaan Reksa Dana seluruh biaya-biaya yang timbul
terkait…
-5-
terkait pembayaran kompensasi akibat kesalahan penghitungan
Nilai Aktiva Bersih per saham atau Unit Penyertaan Reksa Dana.
6. Bank Kustodian wajib menyampaikan laporan penghitungan dan
penyelesaian pembayaran kompensasi akibat kesalahan
penghitungan Nilai Aktiva Bersih per saham atau Unit Penyertaan
Reksa Dana kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan tembusan
kepada Manajer Investasi paling lambat 2 (dua) hari bursa sejak
diselesaikannya pembayaran kompensasi kepada Reksa Dana dan
pemegang saham atau Unit Penyertaan Reksa Dana.
7. Laporan penghitungan dan penyelesaian pembayaran kompensasi
wajib dibuat sesuai dengan Format Laporan Penghitungan dan
Penyelesaian Pembayaran Kompensasi sebagaimana tercantum
dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
8. Laporan penghitungan dan penyelesaian pembayaran kompensasi
wajib disampaikan melalui surat elektronik kepada Otoritas Jasa
Keuangan dengan alamat pelaporanrd@ojk.go.id.
V. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai
berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum I
Departemen Hukum,
Ttd.
NURHAIDA
Sudarmaji
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 21 Januari 2015
KEPALA EKSEKUTIF
PENGAWAS PASAR MODAL,
Ttd.
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 1/SEOJK.04/2015 </reg_id>
<reg_title> PROSEDUR PENYELESAIAN KESALAHAN PENGHITUNGAN NILAI AKTIVA BERSIH REKSA DANA </reg_title>
<set_date> 21 Januari 2015 </set_date>
<effective_date> 21 Januari 2015 </effective_date>
<related_reg> 'KEP-552/BL/2010|KEP-BAPEPAM-LK/2010 | Lampiran Peraturan Nomor IV.B.1', 'KEP-13/PM/2002|KEP-BAPEPAM/2002 | Lampiran Peraturan Nomor IV.A.3', 'KEP-367/BL/2012|KEP-BAPEPAM-LK/2012 | Lampiran Peraturan Nomor IV.C.2' </related_reg>
|
Yth.
Direksi Bank Perkreditan Rakyat
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 45 /SEOJK.03/2017
TENTANG
KEGIATAN USAHA DAN WILAYAH JARINGAN KANTOR
BANK PERKREDITAN RAKYAT BERDASARKAN MODAL INTI
Sehubungan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
12/POJK.03/2016 tentang Kegiatan Usaha dan Wilayah Jaringan Kantor Bank
Perkreditan Rakyat Berdasarkan Modal Inti (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2016 Nomor 34, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5849), selanjutnya disebut POJK Kegiatan Usaha dan
Wilayah Jaringan Kantor BPR Berdasarkan Modal Inti, perlu untuk mengatur
pelaksanaan mengenai kegiatan usaha dan wilayah jaringan kantor Bank
Perkreditan Rakyat (BPR) berdasarkan modal inti dalam Surat Edaran Otoritas
Jasa Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
1. Kegiatan Usaha yang dapat dilakukan oleh BPR dikelompokkan
menurut Modal Inti BPR berdasarkan Kegiatan Usaha (BPRKU).
Pengelompokan BPR berdasarkan Kegiatan Usaha dimaksud terdiri
dari 3 (tiga) BPRKU. Semakin tinggi Modal Inti BPR, Kegiatan Usaha
yang dapat dilakukan oleh BPR akan semakin bervariasi.
2. Ketersediaan Modal Inti BPR juga merupakan salah satu faktor
pendukung Pembukaan Jaringan Kantor. Semakin tinggi Modal Inti
BPR, jumlah dan wilayah Jaringan Kantor yang dapat dibuka oleh
BPR akan lebih banyak dan lebih luas.
3. Selain Modal Inti, untuk mendukung pelaksanaan Kegiatan Usaha
dan Pembukaan Jaringan Kantor, BPR juga harus menerapkan
manajemen risiko yang memadai untuk memitigasi risiko yang
- 2 -
ditimbulkan oleh pelaksanaan Kegiatan Usaha dan/atau Pembukaan
Jaringan Kantor tersebut.
4. Penataan Kegiatan Usaha dan Pembukaan Jaringan Kantor
dilakukan agar pelayanan yang diberikan oleh BPR kepada
masyarakat di wilayahnya dapat lebih optimal sesuai dengan
kemampuan permodalan yang dimiliki BPR serta sebagai upaya
untuk meningkatkan daya saing BPR.
5. BPR yang dikelompokkan dalam BPRKU tertentu dapat mengalami
penurunan Modal Inti sehingga menjadi kelompok BPRKU yang lebih
rendah. BPR dikelompokkan dalam BPRKU yang lebih rendah dalam
hal Modal Inti BPR mengalami penurunan selama 6 (enam) bulan
berturut-turut sehingga tidak memenuhi persyaratan jumlah Modal
Inti pada BPRKU semula.
6. BPR dikelompokkan dalam BPRKU yang lebih rendah sebagaimana
dimaksud pada angka 5 dalam hal:
a. BPRKU 3 mengalami penurunan Modal Inti sehingga menjadi
kelompok BPRKU 2 atau kelompok BPRKU 1;
b. BPRKU 2 mengalami penurunan Modal Inti sehingga menjadi
kelompok BPRKU 1; dan
c. BPRKU 1 yang mengalami penurunan Modal Inti menjadi kurang
dari Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).
II. KEGIATAN USAHA BPR
1. Jenis Kegiatan Usaha BPR
Kegiatan Usaha yang dapat dilakukan oleh BPR adalah:
a. Penghimpunan dana
BPR melakukan penghimpunan dana dalam bentuk:
1) Deposito berjangka
BPR menyediakan produk simpanan yang penarikannya
hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan
perjanjian antara nasabah penyimpan dengan BPR.
2) Tabungan
BPR menyediakan produk simpanan yang penarikannya
hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang
disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro,
dan/atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu.
- 3 -
3) Bentuk lainnya yang dipersamakan dengan deposito
berjangka dan/atau tabungan
BPR menyediakan produk penghimpunan dana dalam
bentuk lain yang dipersamakan dengan deposito berjangka
dan/atau tabungan. Penyebutan “bentuk lainnya yang
dipersamakan” dimaksudkan untuk menampung
kemungkinan BPR menyediakan produk simpanan yang
menyerupai deposito berjangka atau tabungan tetapi bukan
giro atau simpanan lain yang dapat ditarik dengan cek.
4) Pinjaman diterima
BPR dapat menerima semua bentuk pinjaman yang
diterima baik dari bank lain ataupun pihak ketiga bukan
bank dan berasal dari dalam negeri.
b. Penyaluran dana
BPR melakukan pemberian kredit kepada pihak lain berupa
penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan
itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-
meminjam antara BPR dengan pihak lain yang mewajibkan
pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu
tertentu dengan pemberian bunga.
Penyaluran dana dilakukan kepada debitur berdasarkan
domisili, lokasi usaha, dan/atau lokasi kerja pada wilayah
sesuai dengan cakupan wilayah dan jaringan kantor yang
diperkenankan bagi BPRKU dengan mempertimbangkan
kemampuan BPR dalam melakukan proses pemberian kredit
termasuk pelaksanaan pemantauan atas pemberian kredit
tersebut.
c. Penempatan dana
BPR melakukan penempatan dana kepada pihak lain dalam
bentuk:
1)
giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, dan/atau
tabungan pada bank umum dan bank umum syariah;
2) deposito berjangka dan/atau tabungan pada BPR dan Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS); dan
3) Sertifikat Bank Indonesia.
- 4 -
d. Kegiatan usaha penukaran valuta asing
1) BPR melakukan kegiatan usaha penukaran valuta asing
dengan melakukan kegiatan jual beli uang kertas asing
(banknotes) dan pembelian cek pelawat (traveller’s cheque)
yang telah memenuhi ketentuan dan persyaratan,
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan mengenai pedagang valuta asing.
2) Persetujuan kegiatan usaha penukaran valuta asing yang
diberikan kepada kantor pusat BPR berlaku pula bagi
kantor cabang BPR yang bersangkutan.
3) BPR yang akan melakukan kegiatan usaha penukaran
valuta asing di Jaringan Kantor selain kantor pusat harus:
a) mencantumkan rencana pelaksanaan kegiatan usaha
penukaran valuta asing oleh kantor BPR dalam
Rencana Bisnis BPR; dan
b) menyampaikan
laporan mengenai
rencana
pelaksanaan kegiatan usaha penukaran valuta asing
paling lama 30 (tiga puluh) hari sebelum pelaksanaan
kegiatan usaha penukaran valuta asing disertai dengan
rencana kesiapan operasional.
4) Dalam melaksanakan kegiatan usaha penukaran valuta
asing, BPR perlu memperhitungkan saldo harian pos aset –
kas dalam valuta asing dalam jumlah sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan mengenai pedagang valuta asing.
e. Kegiatan layanan keuangan tanpa kantor dalam rangka
keuangan inklusif (Laku Pandai)
Kegiatan Laku Pandai adalah kegiatan menyediakan layanan
perbankan dan/atau layanan keuangan lainnya yang dilakukan
tidak melalui jaringan kantor namun melalui kerja sama dengan
pihak lain dan perlu didukung dengan penggunaan sarana
teknologi informasi, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
Otoritas Jasa Keuangan mengenai Laku Pandai. BPR dapat
bertindak sebagai penyelenggara kegiatan Laku Pandai atau
agen yang bekerja sama dengan bank penyelenggara Laku
Pandai sesuai dengan kelompok BPRKU berdasarkan modal inti.
- 5 -
f. Penyediaan layanan Electronic Banking
BPR menyediakan layanan Electronic Banking, antara lain
berupa:
1) Phone banking
BPR menyediakan layanan bagi nasabah untuk melakukan
transaksi perbankan melalui telepon dengan menghubungi
nomor layanan BPR.
2) SMS banking
BPR menyediakan layanan informasi atau transaksi
perbankan yang dapat diakses langsung melalui telepon
seluler dengan menggunakan media Short Message Service
(SMS).
3) Mobile banking
BPR menyediakan layanan bagi nasabah untuk melakukan
transaksi perbankan melalui telepon seluler.
4)
Internet banking
BPR menyediakan layanan bagi nasabah untuk melakukan
transaksi perbankan melalui jaringan internet, bagi BPR
yang menjadi bank penyelenggara Laku Pandai.
g. Pembayaran gaji bagi nasabah BPR
BPR menyediakan layanan kepada nasabah untuk melakukan
pembayaran gaji (payroll) secara massal kepada pegawai yang
menjadi nasabah BPR.
h. Kerja sama transfer dana yang terbatas pada penerimaan atas
pengiriman uang dari luar negeri
BPR melakukan kegiatan kerja sama transfer dana yang terbatas
pada penerimaan atas pengiriman uang (incoming transfer) dari
luar negeri dengan bank umum dan/atau badan usaha
berbadan hukum Indonesia bukan bank yang menyelenggarakan
kegiatan transfer dana, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan mengenai transfer dana.
Pembayaran dana kepada penerima (beneficiary) hanya dapat
dilakukan dalam mata uang rupiah dan BPR tidak menanggung
risiko kurs. Dalam perjanjian kerja sama antara BPR dengan
bank umum dan/atau badan usaha berbadan hukum Indonesia
bukan bank harus memuat kesepakatan mengenai batas waktu
bagi bank umum dan/atau badan usaha berbadan hukum
- 6 -
Indonesia bukan bank untuk mengganti dana yang telah
dibayarkan BPR kepada penerima (beneficiary).
i. Penerbit Kartu Automated Teller Machine (ATM)
BPR menerbitkan alat pembayaran dengan menggunakan kartu
yang dapat digunakan untuk melakukan penarikan tunai
dan/atau pemindahan dana sehingga kewajiban pemegang kartu
dipenuhi seketika dengan mengurangi secara langsung
simpanan pemegang kartu pada BPR, sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai alat
pembayaran dengan menggunakan kartu.
j. Penerbit Kartu Debet
BPR menerbitkan alat pembayaran dengan menggunakan kartu
yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas
kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi, termasuk
transaksi pembelanjaan, sehingga kewajiban pemegang kartu
dipenuhi seketika dengan mengurangi secara langsung
simpanan pemegang kartu pada BPR, sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai alat
pembayaran dengan menggunakan kartu.
k. Penerbit Uang Elektronik atau pemasaran Uang Elektronik dari
penerbit lain
BPR dapat bertindak sebagai penerbit Uang Elektronik atau
bertindak sebagai pihak yang bekerja sama dengan penerbit
Uang Elektronik untuk memasarkan Uang Elektronik.
l. Pemindahan dana baik untuk kepentingan sendiri maupun
kepentingan nasabah melalui rekening BPR di bank umum
BPR bertindak sebagai penyedia layanan pemindahan dana
melalui rekening BPR di bank umum yang menyelenggarakan
kegiatan penyelesaian akhir (settlement), sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai
transfer dana.
m. Kerja sama dengan perusahaan asuransi untuk mereferensikan
produk asuransi kepada nasabah yang terkait dengan produk
BPR
BPR mereferensikan produk asuransi yang menjadi persyaratan
untuk memperoleh suatu produk BPR kepada nasabah.
Persyaratan keberadaan produk asuransi tersebut dimaksudkan
- 7 -
untuk kepentingan dan perlindungan kepada BPR atas risiko
terkait dengan produk yang diterbitkan atau jasa yang
dilaksanakan oleh BPR kepada nasabah. Dalam hal ini, pada
hakikatnya produk asuransi yang dilakukan melalui perjanjian
antara nasabah dengan perusahaan asuransi juga untuk
melindungi debitur sebagai pihak tertanggung meskipun dalam
polis dicantumkan banker’s clause karena BPR sebagai penerima
manfaat.
Contoh produk BPR yang mensyaratkan keberadaan asuransi
adalah:
1) Kredit pemilikan rumah yang disertai kewajiban asuransi
kebakaran terhadap rumah atau bangunan dan asuransi
jiwa terhadap nasabah peminjam (debitur).
2) Kredit kendaraan bermotor yang disertai kewajiban
asuransi kerugian terhadap kendaraan bermotor.
3) Kredit kepada pegawai atau pensiunan yang disertai
kewajiban asuransi jiwa terhadap nasabah peminjam
(debitur).
Untuk mengakomodasi nasabah BPR dalam memilih produk
asuransi yang diwajibkan, BPR harus menawarkan pilihan
produk asuransi dari paling sedikit 3 (tiga) perusahaan asuransi
mitra BPR yang salah satunya dapat merupakan pihak terkait
BPR. Definisi pihak terkait mengacu pada ketentuan Otoritas
Jasa Keuangan mengenai batas maksimum pemberian kredit
BPR.
Produk asuransi yang direferensikan terbatas hanya merupakan
produk asuransi yang bersifat proteksi atau perlindungan, serta
produk asuransi tersebut merupakan persyaratan untuk
memperoleh suatu produk BPR bagi nasabah.
n. Penerimaan titipan dana dalam rangka pelayanan jasa
pembayaran tagihan
BPR dapat menerima titipan dana dalam rangka pelayanan jasa
pembayaran tagihan seperti pembayaran tagihan listrik, telepon,
air, dan pajak.
Penjelasan Kegiatan Usaha sebagaimana dimaksud pada angka 1
tercantum pada Lampiran I yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
- 8 -
2. Kegiatan Usaha BPR Berdasarkan BPRKU
Kegiatan Usaha yang dapat dilakukan oleh BPR sebagaimana
dimaksud pada angka 1 dikelompokkan menurut kemampuan Modal
Inti BPR dengan tujuan agar BPR dapat fokus pada Kegiatan Usaha
serta penyediaan produk dan layanan yang sesuai dengan
kemampuan permodalan. Dengan demikian BPR diharapkan dapat
berkembang dan berperan optimal serta mampu mengelola risiko
menurut BPRKU. Jenis Kegiatan Usaha yang dapat dilakukan pada
masing-masing BPRKU sebagaimana tercantum pada Lampiran II
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas
Jasa Keuangan ini.
3. Kegiatan Usaha Baru
a. Kegiatan Usaha baru bagi BPR merupakan kegiatan usaha baru
dan/atau kegiatan pendukung baru dalam hal memenuhi
kriteria:
1) tidak pernah dilaksanakan sebelumnya oleh BPR yang
bersangkutan; atau
2) telah dilaksanakan sebelumnya oleh BPR yang
bersangkutan, namun dilakukan pengembangan yang
mengubah risiko tertentu atau seluruh risiko BPR yang
bersangkutan.
b. Pengembangan Kegiatan Usaha BPR sebagaimana dimaksud
pada huruf a angka 2) merupakan pengembangan antara lain
terhadap fitur dan kerja sama terkait pelaksanaan Kegiatan
Usaha dan/atau kegiatan pendukung yang sebelumnya telah
dilakukan oleh BPR yang bersangkutan.
Contoh:
1) BPR dalam kelompok BPRKU 2 yang melakukan kegiatan
usaha sebagai penerbit Kartu ATM menambah fitur layanan
yang disediakan bagi pengguna Kartu ATM, misalnya dapat
melakukan pembayaran tagihan listrik.
2) BPR dalam kelompok BPRKU 3 yang melakukan kegiatan
usaha sebagai penerbit Kartu Debet menambah merchant
yang menggunakan Kartu ATM BPR sebagai alat
pembayaran.
3) BPR dalam kelompok BPRKU 1 yang telah melakukan
kegiatan usaha
sebagai
penerbit Kartu ATM
- 9 -
mengembangkan kerja sama dengan bank umum dalam hal
pemanfaatan jaringan ATM.
c. BPR dapat melaksanakan Kegiatan Usaha baru apabila:
1) rencana pelaksanaan Kegiatan Usaha yang memerlukan
izin dan/atau persetujuan Otoritas Jasa Keuangan
dan/atau otoritas terkait; dan
2) rencana pelaksanaan Kegiatan Usaha yang harus
dilaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan,
telah dicantumkan dalam Rencana Bisnis BPR yang telah
disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan, sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Otoritas Jasa Keuangan mengenai
rencana bisnis BPR dan BPRS.
III. KEGIATAN USAHA YANG WAJIB MEMPEROLEH IZIN DAN/ATAU
PERSETUJUAN
1. Kegiatan Usaha yang Wajib Memperoleh Izin dan/atau Persetujuan
Kegiatan Usaha BPR yang wajib memperoleh izin dan/atau
persetujuan terlebih dahulu sebelum dilaksanakan oleh BPR
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) POJK Kegiatan Usaha
dan Wilayah Jaringan Kantor BPR Berdasarkan Modal Inti adalah
sebagai berikut:
a. Kegiatan Usaha yang wajib memperoleh persetujuan dari
Otoritas Jasa Keuangan, yaitu:
1) penghimpunan dana dalam bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan bentuk simpanan berupa deposito
berjangka dan/atau tabungan;
2) kegiatan usaha penukaran valuta asing;
3) kegiatan sebagai penyelenggara layanan keuangan tanpa
kantor dalam rangka keuangan inklusif (Laku Pandai); dan
4) kegiatan kerja sama dalam rangka transfer dana yang
terbatas pada penerimaan atas pengiriman uang dari luar
negeri.
b. Kegiatan Usaha yang wajib memperoleh persetujuan dari
Otoritas Jasa Keuangan dan izin dari otoritas terkait sesuai
dengan tugas dan wewenang yang dimiliki masing-masing
lembaga, yaitu:
- 10 -
1) penyediaan layanan Electronic Banking, berupa phone
banking, SMS banking, mobile banking, dan internet banking
dalam hal terkait dengan penyelenggara jasa sistem
pembayaran. Pengajuan permohonan izin dan/atau
persetujuan dilakukan untuk masing-masing jenis layanan
Electronic Banking;
2) kegiatan sebagai penerbit Kartu ATM;
3) kegiatan sebagai penerbit Kartu Debet; dan
4) kegiatan sebagai penerbit Uang Elektronik.
2. Mekanisme Permohonan Izin dan/atau Persetujuan Kegiatan Usaha
BPR
a. BPR yang mengajukan permohonan pelaksanaan Kegiatan
Usaha sebagaimana dimaksud pada angka 1 harus memenuhi
persyaratan:
1) rencana pelaksanaan Kegiatan Usaha baru telah
dicantumkan dalam rencana bisnis BPR;
2) tingkat kesehatan tergolong sehat selama 12 (dua belas)
bulan terakhir;
3) memiliki rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum
(KPMM) paling sedikit 12% (dua belas persen) selama 6
(enam) bulan terakhir;
4) memiliki rasio Non-Performing Loan (NPL) gross paling tinggi
5% (lima persen) selama 6 (enam) bulan terakhir;
5) tidak dalam keadaaan rugi baik tahun lalu maupun tahun
berjalan. Yang dimaksud dengan tidak dalam keadaan rugi
adalah BPR tidak mengalami rugi pada posisi laporan
keuangan tahun lalu dan pada setiap bulan selama tahun
berjalan;
6) memiliki teknologi informasi yang memadai, yaitu BPR
mampu melakukan pembukuan pada saat transaksi
berlangsung (real-time), disertai dengan mekanisme
pengamanan mulai dari sistem, data, dan jaringan, serta
terdapat mekanisme pemantauan dan evaluasi terhadap
sarana teknologi informasi untuk penyelenggaraan layanan
kepada nasabah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
Otoritas Jasa Keuangan mengenai standar penyelenggaraan
teknologi informasi bagi BPR dan BPRS;
- 11 -
7) memenuhi kesiapan operasional berupa kelengkapan
organisasi dan sumber daya manusia dengan kompetensi
yang memadai mengenai teknologi informasi yang
dibuktikan antara lain melalui pendidikan formal,
pengalaman bekerja, dan/atau pelatihan terkait teknologi
informasi yang pernah diikuti, serta sarana layanan dan
pengaduan nasabah dilengkapi dengan dokumen sistem
dan prosedur kerja pengaduan nasabah dan bukti
pengumuman kepada nasabah;
8) menerapkan manajemen risiko yang mengacu pada
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penerapan
manajemen risiko bagi BPR sesuai dengan tahap
penerapannya dan dengan jenis risiko paling sedikit berupa
risiko kredit, risiko operasional, risiko kepatuhan, dan
risiko likuiditas; dan
9) tidak terdapat pelanggaran ketentuan terkait dengan BPR,
yaitu pelanggaran atas ketentuan:
a) larangan rangkap jabatan dan hubungan keluarga
atau semenda serta kewajiban minimum jumlah
anggota direksi dan anggota dewan komisaris;
b) kewajiban BPR memiliki paling sedikit 1 (satu)
pemegang saham dengan persentase kepemilikan
saham paling sedikit 25% (dua puluh lima persen);
c) kewajiban pemenuhan modal inti minimum; dan/atau
d) pelanggaran lain yang menurut penilaian Otoritas Jasa
Keuangan akan berdampak signifikan pada kinerja
keuangan BPR yang membahayakan kelangsungan
usahanya.
b. Pengajuan permohonan pelaksanaan Kegiatan Usaha
sebagaimana dimaksud pada huruf a harus dilengkapi dengan
dokumen sebagaimana dicantumkan dalam ketentuan Otoritas
Jasa Keuangan mengenai rencana bisnis BPR dan BPRS yang
paling sedikit memuat informasi dan penjelasan mengenai:
1)
jenis dan deskripsi umum Kegiatan Usaha baru, antara
lain:
a) nama produk dan fitur atau fungsi yang ditawarkan;
dan
- 12 -
b) informasi mengenai skema Kegiatan Usaha yang akan
dilaksanakan;
2) waktu pelaksanaan Kegiatan Usaha baru, yaitu tanggal
pertama kali Kegiatan Usaha diluncurkan kepada nasabah;
3) tujuan Kegiatan Usaha baru, antara lain segmen nasabah
dan manfaat yang diharapkan atas pelaksanaan Kegiatan
Usaha baru bagi nasabah;
4) keterkaitan Kegiatan Usaha baru dengan strategi bisnis
BPR, berisi penjelasan mengenai:
a) dukungan dan manfaat pelaksanaan Kegiatan Usaha
baru terhadap peningkatan kinerja dan pencapaian
target bisnis BPR sebagaimana tercantum dalam
Rencana Bisnis BPR; dan
b)
analisis bisnis paling singkat 2 (dua) tahun pertama
termasuk target nilai transaksi dan biaya atas
pelaksanaan Kegiatan Usaha baru bagi BPR;
5)
risiko atas pelaksanaan Kegiatan Usaha baru, meliputi hasil
analisis dari identifikasi, pengukuran, dan pemantauan
paling sedikit terhadap risiko kredit, risiko operasional,
risiko kepatuhan, dan risiko likuiditas;
6) mitigasi risiko atas pelaksanaan Kegiatan Usaha baru, yang
mencakup upaya atau kebijakan pengendalian atas risiko
yang akan timbul dari pelaksanaan Kegiatan Usaha baru;
dan
7) dokumen pendukung lain terkait kesiapan pelaksanaan
Kegiatan Usaha apabila diperlukan, antara lain:
a) kebijakan dan prosedur terkait dengan penerapan
program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan
Pendanaan Terorisme (APU dan PPT);
b) bukti kesiapan operasional, antara lain terkait dengan
prosedur pelaksanaan (standard operating procedures)
dan penyediaan infrastruktur pendukung;
c) bukti kesiapan perjanjian kerja sama dengan pihak
ketiga atau rekanan, bagi Kegiatan Usaha yang
melibatkan pihak ketiga;
d) sistem informasi akuntansi termasuk penjelasan
singkat mengenai keterkaitan sistem informasi
- 13 -
akuntansi tersebut dengan sistem informasi akuntansi
BPR secara menyeluruh;
e) struktur organisasi dan ketersediaan serta kesiapan
sumber daya manusia yang menangani Kegiatan
Usaha yang diajukan;
f) dokumen atau konsep dokumen yang mendukung
aspek transparansi dalam pemberian informasi kepada
nasabah mengenai pelaksanaan Kegiatan Usaha baru
yang meliputi antara lain perjanjian antara BPR
dengan nasabah atau pihak lain, brosur, leaflet,
warkat, dan/atau formulir aplikasi; atau
g) dokumen kesiapan infrastruktur teknologi informasi,
terkait dengan penyelenggaraan Kegiatan Usaha yang
didukung dengan teknologi informasi, yang mengacu
pada ketentuan Otoritas Jasa Keuangan mengenai
standar penyelenggaraan teknologi informasi bagi BPR
dan BPRS.
Pengajuan permohonan di atas dilengkapi dengan bukti
pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada huruf a.
Dalam hal diperlukan, Otoritas Jasa Keuangan meminta
informasi dan/atau dokumen pendukung lainnya terkait
permohonan Kegiatan Usaha dimaksud.
c. Pengajuan permohonan rencana pelaksanaan Kegiatan Usaha
baru sebagaimana dimaksud pada huruf a disampaikan oleh
BPR kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan menggunakan
contoh surat permohonan dan checklist dokumen pengajuan
permohonan sebagaimana Lampiran III.1 yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan ini.
d. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atas
permohonan rencana pelaksanaan Kegiatan Usaha sebagaimana
dimaksud pada huruf c paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja
sejak permohonan berikut dokumen yang dipersyaratkan
diterima secara lengkap. Jangka waktu tersebut tidak termasuk
waktu yang diberikan kepada BPR untuk melengkapi,
menambah,
dan/atau memperbaiki dokumen yang
dipersyaratkan untuk pengajuan permohonan.
- 14 -
e.
Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau
penolakan atas permohonan rencana pelaksanaan Kegiatan
Usaha berdasarkan:
1) penelitian pemenuhan persyaratan; dan
2) penelitian atas kelengkapan dokumen.
f. Dalam hal dokumen permohonan rencana pelaksanaan Kegiatan
Usaha yang disampaikan dinilai belum lengkap, BPR harus
melengkapi kekurangan dokumen paling lama 10 (sepuluh) hari
kerja sejak tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan
yang menyatakan bahwa dokumen permohonan belum lengkap.
g. Dalam hal dokumen permohonan rencana pelaksanaan Kegiatan
Usaha yang disampaikan oleh BPR dinilai telah lengkap, Otoritas
Jasa Keuangan menyampaikan surat pemberitahuan kepada
BPR yang menyatakan bahwa dokumen permohonan rencana
pelaksanaan Kegiatan Usaha telah lengkap.
h. Bagi BPR yang mengajukan permohonan pelaksanaan Kegiatan
Usaha sebagai:
1) penerbit Kartu ATM;
2) penerbit Kartu Debet;
3) penerbit Uang Elektronik; dan
4) penyedia layanan Electronic Banking terkait dengan
penyelenggara jasa sistem pembayaran,
pelaksanaan Kegiatan Usaha dimaksud dapat dilakukan dalam
hal BPR telah memperoleh izin dari otoritas terkait.
i.
Batas waktu pelaksanaan Kegiatan Usaha yang membutuhkan
perizinan dari otoritas terkait mengacu pada ketentuan
peraturan perundang-undangan mengenai masing-masing jenis
Kegiatan Usaha yang diatur oleh otoritas terkait.
j. BPR diberikan waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal
persetujuan Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud
pada huruf e untuk:
1) mengajukan kepada otoritas terkait dalam hal Kegiatan
Usaha tersebut memerlukan izin dari otoritas dimaksud
dengan tembusan kepada Otoritas Jasa Keuangan;
2) melaksanakan Kegiatan Usaha dalam hal Kegiatan Usaha
tersebut dapat dilakukan berdasarkan persetujuan Otoritas
Jasa Keuangan.
- 15 -
k. Dalam hal selama jangka waktu 6 (enam) bulan sebagaimana
dimaksud pada huruf j BPR tidak mengajukan izin kepada
otoritas terkait dan/atau tidak melaksanakan Kegiatan Usaha
yang telah memperoleh persetujuan Otoritas Jasa Keuangan,
persetujuan Otoritas Jasa Keuangan dinyatakan tidak berlaku.
l. Dalam hal selama jangka waktu 6 (enam) bulan sebagaimana
dimaksud pada huruf j atau selama proses perizinan di otoritas
terkait kinerja BPR menurun sehingga tidak memenuhi
persyaratan pelaksanaan Kegiatan Usaha, Otoritas Jasa
Keuangan berwenang untuk membatalkan surat persetujuan
yang telah disampaikan.
m. Dalam hal surat persetujuan Otoritas Jasa Keuangan
dinyatakan tidak berlaku atau batal sebagaimana dimaksud
pada huruf k dan huruf l, namun BPR tetap berencana
melaksanakan Kegiatan Usaha yang diajukan, BPR harus
menyampaikan kembali permohonan rencana pelaksanaan
Kegiatan Usaha baru kepada Otoritas Jasa Keuangan.
n. BPR yang melakukan Kegiatan Usaha sebagaimana dimaksud
pada angka 1 harus menyampaikan Laporan Realisasi
Pelaksanaan Kegiatan Usaha paling lama 10 (sepuluh) hari kerja
sejak tanggal pelaksanaan Kegiatan Usaha dengan
menggunakan format sebagaimana Lampiran III.2 yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas
Jasa Keuangan ini.
o. Dalam hal Kegiatan Usaha BPR memerlukan izin dari otoritas
terkait sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf b, Laporan
Realisasi Pelaksanaan Kegiatan Usaha sebagaimana dimaksud
pada huruf n harus disertai dengan fotokopi dokumen atau
surat izin pelaksanaan Kegiatan Usaha dari otoritas dimaksud.
p. Realisasi pelaksanaan Kegiatan Usaha dihitung sejak tanggal
peluncuran Kegiatan Usaha tersebut kepada nasabah. Laporan
Realisasi Pelaksanaan Kegiatan Usaha paling sedikit memuat
informasi dan penjelasan:
1) jenis dan nama Kegiatan Usaha;
2) tanggal peluncuran Kegiatan Usaha; dan
- 16 -
3) kesesuaian Kegiatan Usaha yang dilaksanakan dengan
Kegiatan Usaha yang telah disetujui oleh Otoritas Jasa
Keuangan.
IV. KEGIATAN USAHA YANG WAJIB DILAPORKAN
1. Kegiatan Usaha yang Wajib Dilaporkan kepada Otoritas Jasa
Keuangan
Kegiatan Usaha yang wajib dilaporkan oleh BPR kepada Otoritas Jasa
Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) POJK
Kegiatan Usaha dan Wilayah Jaringan Kantor BPR Berdasarkan
Modal Inti adalah sebagai berikut:
a. kegiatan agen layanan keuangan tanpa kantor dalam rangka
keuangan inklusif (Laku Pandai);
b. layanan pembayaran gaji bagi nasabah BPR;
c. kegiatan pemasaran Uang Elektronik dari penerbit lain;
d. pemindahan dana baik untuk kepentingan sendiri maupun
kepentingan nasabah melalui rekening BPR di bank umum;
e. kegiatan kerja sama dengan perusahaan asuransi untuk
mereferensikan produk asuransi kepada nasabah yang terkait
dengan produk BPR; dan
f. menerima titipan dana dalam rangka pelayanan jasa
pembayaran tagihan seperti pembayaran tagihan listrik, telepon,
air, dan pajak.
2. Mekanisme Penyampaian Laporan Kegiatan Usaha yang Wajib
Dilaporkan
a. BPR yang melakukan Kegiatan Usaha sebagaimana dimaksud
pada angka 1 menyampaikan laporan pelaksanaan Kegiatan
Usaha dengan melampirkan dokumen pendukung yang paling
sedikit memuat informasi dan penjelasan mengenai:
1) jenis dan deskripsi umum Kegiatan Usaha baru antara lain:
a) nama produk dan fitur atau fungsi yang ditawarkan;
dan
b) informasi mengenai skema Kegiatan Usaha yang akan
dilaksanakan;
2) waktu pelaksanaan Kegiatan Usaha baru, yaitu tanggal
pertama kali Kegiatan Usaha diluncurkan kepada nasabah;
- 17 -
3) tujuan Kegiatan Usaha baru, antara lain target yang
diharapkan dari pelaksanaan Kegiatan Usaha sebagaimana
tercantum dalam Rencana Bisnis BPR;
4) keterkaitan Kegiatan Usaha baru dengan strategi bisnis
BPR, antara lain dukungan dan manfaat pelaksanaan
Kegiatan Usaha; dan
5) dokumen atau informasi pendukung lain,
terkait
pelaksanaan Kegiatan Usaha baru, antara lain dokumen
kerja sama dengan pihak ketiga dan prosedur operasional
(standard operating procedures), dalam hal diperlukan.
b. Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada huruf a
disampaikan oleh BPR kepada Otoritas Jasa Keuangan paling
lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal pelaksanaan Kegiatan
Usaha dengan menggunakan format sebagaimana Lampiran IV
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran
Otoritas Jasa Keuangan ini.
c. Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan menemukan penyimpangan
atas pelaksanaan Kegiatan Usaha baru sebagaimana dimaksud
pada angka 1, Otoritas Jasa Keuangan berwenang meminta
kepada BPR untuk melakukan penyesuaian atau penghentian
terhadap pelaksanaan Kegiatan Usaha tersebut.
V. TATA CARA PELAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA PENUKARAN
VALUTA ASING
1. BPR yang melakukan kegiatan usaha penukaran valuta asing harus
menyampaikan laporan berkala kegiatan usaha penukaran valuta
asing secara triwulanan kepada Otoritas Jasa Keuangan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai
pedagang valuta asing.
2. Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1
dilakukan paling lambat akhir bulan berikutnya setelah akhir bulan
ke-3 (tiga) dari triwulan yang bersangkutan. Yang dimaksud akhir
triwulan adalah akhir bulan Maret, bulan Juni, bulan September,
dan bulan Desember. Dalam hal tanggal akhir bulan berikutnya
adalah hari Sabtu, Minggu, atau hari libur, laporan disampaikan
paling lambat pada 1 (satu) hari kerja berikutnya.
- 18 -
3. Kantor pusat BPR yang melakukan kegiatan usaha penukaran valuta
asing harus menyampaikan laporan berkala kegiatan usaha
penukaran valuta asing kepada Otoritas Jasa Keuangan, sebagai
berikut:
a. Kantor pusat BPR menyampaikan laporan kegiatan usaha
penukaran valuta asing yang meliputi laporan transaksi
penjualan dan pembelian uang kertas asing (banknotes) serta
pembelian cek pelawat (traveller’s cheque), sesuai format pada
Lampiran V.1 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
b. Laporan kegiatan usaha penukaran valuta asing yang
disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan merupakan
laporan kegiatan usaha penukaran valuta asing secara
konsolidasi yang meliputi laporan kantor pusat dan seluruh
kantor cabang.
c. Penyusunan laporan kegiatan usaha penukaran valuta asing
mengacu pada Lampiran V.2 yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
4. Selain laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1, kantor pusat
BPR yang melakukan kegiatan usaha penukaran valuta asing
menyampaikan laporan transaksi keuangan mencurigakan serta
laporan transaksi keuangan tunai sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan mengenai APU dan PPT.
5. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dibuat secara lengkap,
benar, dan akurat dengan membubuhkan stempel BPR, serta
disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan secara luring (offline)
dalam bentuk hardcopy dan softcopy dengan surat pengantar yang
ditandatangani oleh Direksi BPR.
VI. PENGHENTIAN KEGIATAN USAHA ATAS PERMINTAAN OTORITAS JASA
KEUANGAN
1. Otoritas Jasa Keuangan berwenang meminta kepada BPR untuk
menghentikan Kegiatan Usaha dalam waktu yang ditetapkan oleh
Otoritas Jasa Keuangan, baik bersifat sementara maupun permanen
berdasarkan penilaian Otoritas Jasa Keuangan atas penyimpangan
yang terjadi:
- 19 -
a. Kegiatan Usaha yang dilakukan:
1) tidak sesuai dengan rencana Kegiatan Usaha yang diajukan
kepada Otoritas Jasa Keuangan;
2) berpotensi menimbulkan kerugian yang signifikan terhadap
kondisi keuangan BPR;
3) berpotensi meningkatkan risiko reputasi BPR secara
signifikan karena adanya pengaduan atau tuntutan dari
nasabah; dan/atau
4) tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan seperti
pelanggaran terhadap ketentuan Otoritas Jasa Keuangan
berupa penghentian sementara sebagian kegiatan usaha
BPR sebagaimana diatur dalam POJK Kegiatan Usaha dan
Wilayah Jaringan Kantor BPR Berdasarkan Modal Inti;
dan/atau
b. BPR tidak menerapkan manajemen risiko yang memadai atas
Kegiatan Usaha yang dilaksanakan.
2. BPR yang diperintahkan untuk menghentikan Kegiatan Usaha
sebagaimana dimaksud pada angka 1 harus segera menghentikan
penawaran, penjualan, dan/atau perjanjian atau transaksi baru atas
Kegiatan Usaha yang harus dihentikan.
3. Dalam hal BPR diperintahkan untuk menghentikan Kegiatan Usaha
secara permanen, selain melakukan penghentian sebagaimana
dimaksud pada angka 2, BPR menyampaikan rencana tindak (action
plan) kepada Otoritas Jasa Keuangan atas penyelesaian kewajiban
kepada nasabah terkait Kegiatan Usaha yang telah dilaksanakan
paling lama 1 (satu) bulan sejak BPR diperintahkan untuk
menghentikan Kegiatan Usaha.
4. Prosedur dan tata cara penghentian Kegiatan Usaha mengacu pada
ketentuan peraturan perundang-undangan terkait yang berlaku
termasuk bagi Kegiatan Usaha BPR yang memerlukan izin dari
otoritas terkait sebagaimana dimaksud pada butir III.1.b.
VII. PENGHENTIAN KEGIATAN USAHA PENUKARAN VALUTA ASING OLEH
BPR
1. BPR dapat menghentikan seluruh kegiatan usaha penukaran valuta
asing di kantor pusat dan di kantor lainnya dengan terlebih dahulu
menyampaikan rencana penghentian kegiatan usaha penukaran
- 20 -
valuta asing kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lama 30 (tiga
puluh) hari sebelum tanggal penghentian kegiatan usaha penukaran
valuta asing, sebagaimana Lampiran VI.1 yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
2. Permohonan rencana penghentian kegiatan usaha penukaran valuta
asing BPR sebagaimana dimaksud pada angka 1 disertai dengan
dokumen:
a. alasan penghentian; dan
b. pernyataan yang ditandatangani oleh Direksi BPR bahwa
seluruh aset (uang kertas asing dan cek pelawat) terkait kegiatan
usaha penukaran valuta asing yang dilaksanakan sebelum
tanggal penghentian telah diselesaikan dan sepenuhnya menjadi
tanggung jawab BPR.
3. Otoritas Jasa Keuangan menyampaikan persetujuan penghentian
kegiatan usaha penukaran valuta asing BPR paling lama 30 (tiga
puluh) hari setelah permohonan penghentian kegiatan usaha
penukaran valuta asing BPR diterima secara lengkap.
4. Pelaksanaan penghentian kegiatan usaha penukaran valuta asing
BPR sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilaporkan oleh BPR
kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja
sejak tanggal pelaksanaan penghentian kegiatan usaha penukaran
valuta asing BPR, sebagaimana Lampiran VI.2 yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan
ini.
5. Penghentian kegiatan usaha penukaran valuta asing BPR pada 1
(satu) atau lebih kantor BPR dilaporkan oleh kantor pusat BPR
kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja
setelah tanggal pelaksanaan penghentian kegiatan usaha penukaran
valuta asing di kantor BPR disertai alasan penghentian, sebagaimana
Lampiran VI.3 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat
Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
VIII. WILAYAH JARINGAN KANTOR BPR
1. Ruang Lingkup
a. Jaringan Kantor dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini
adalah kantor BPR yang meliputi kantor cabang, kantor kas,
kegiatan pelayanan kas, dan perangkat perbankan elektronis
- 21 -
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Otoritas Jasa
Keuangan mengenai BPR.
b. Pembukaan Jaringan Kantor dalam Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan ini adalah pembukaan Jaringan Kantor BPR termasuk
pembukaan kantor yang berasal dari pemindahan alamat atau
perubahan status kantor BPR.
2. Batas Wilayah dan Pemindahan Alamat Jaringan Kantor
a. Batas Wilayah Jaringan Kantor dan Jumlah Kantor Cabang
sesuai Kelompok BPRKU
1) BPRKU 1
a) BPRKU 1 hanya dapat melakukan Pembukaan
Jaringan Kantor BPR dalam 1 (satu) wilayah
kabupaten atau kota yang sama dengan kabupaten
atau kota lokasi kantor pusat BPR. Jumlah kantor
cabang yang dapat dimiliki paling banyak 20 (dua
puluh) kantor, meliputi kantor cabang yang telah ada
maupun yang akan dibuka oleh BPR.
Contoh:
BPR
“A”
dengan
modal inti
sebesar
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) yang
berkantor pusat di Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa
Barat, telah memiliki 5 (lima) kantor cabang. BPR “A”
dapat melakukan pembukaan kantor cabang baru
paling banyak 15 (lima belas) kantor di wilayah
Kabupaten Cirebon.
b) BPRKU 1 yang telah memenuhi Modal Inti paling
sedikit Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah) dapat
melakukan Pembukaan Jaringan Kantor BPR di
kabupaten atau kota yang sama dengan lokasi kantor
pusat BPR dan/atau kabupaten atau kota yang
berbatasan langsung dengan kabupaten atau kota
lokasi kantor pusat BPR, dalam 1 (satu) wilayah
provinsi yang sama. Jumlah kantor cabang yang dapat
dimiliki paling banyak 30 (tiga puluh) kantor meliputi
kantor cabang yang telah ada maupun yang akan
dibuka oleh BPR.
- 22 -
Contoh:
(1) BPR “B”
dengan modal
inti
sebesar
Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah) yang
berkantor pusat di Kabupaten Sidoarjo, Provinsi
Jawa Timur, telah memiliki 10 (sepuluh) kantor
cabang. BPR “B” dapat melakukan pembukaan
kantor cabang baru paling banyak 20 (dua puluh)
kantor di Kabupaten Sidoarjo, Kota Surabaya,
Kabupaten
Gresik, Kabupaten
(2) BPR “C”
dan/atau Kabupaten Pasuruan.
dengan modal
inti
Mojokerto,
sebesar
Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah) yang
berkantor pusat di Kota Magelang, Provinsi Jawa
Tengah, telah memiliki 7 (tujuh) kantor cabang.
BPR “C” dapat melakukan pembukaan kantor
cabang baru paling banyak 23 (dua puluh tiga)
kantor di Kota Magelang dan Kabupaten
Magelang.
2) BPRKU 2
BPRKU 2 hanya dapat melakukan Pembukaan Jaringan
Kantor BPR di kabupaten atau kota yang sama dengan
lokasi kantor pusat BPR dan/atau kabupaten atau kota
yang berbatasan langsung baik dengan daratan ataupun
wilayah laut dengan kabupaten atau kota lokasi kantor
pusat BPR, dalam 1 (satu) wilayah provinsi yang sama.
Jumlah kantor cabang yang dapat dimiliki paling banyak 40
(empat puluh) kantor, meliputi kantor cabang yang telah
ada maupun yang akan dibuka oleh BPR.
Contoh:
a) BPR
“D”
dengan modal
inti
sebesar
Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah)
yang berkantor pusat di Kota Batu, Provinsi Jawa
Timur, telah memiliki 14 (empat belas) kantor cabang.
BPR “D” dapat melakukan pembukaan kantor cabang
baru paling banyak 26 (dua puluh enam) kantor di
wilayah Kota Batu, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten
- 23 -
Pasuruan, dan/atau Kabupaten Malang di Provinsi
Jawa Timur.
b) BPR
“E”
dengan modal inti
sebesar
Rp45.000.000.000,00 (empat puluh lima miliar rupiah)
yang berkantor pusat di Kota Batam, Provinsi
Kepulauan Riau, telah memiliki 16 (enam belas) kantor
cabang. BPR “E” dapat melakukan pembukaan kantor
cabang baru paling banyak 24 (dua puluh empat)
kantor di wilayah Kota Batam, Kabupaten Karimun,
Kabupaten Lingga, Kabupaten Bintan dan/atau
Kabupaten Tanjungpinang yang wilayahnya dipisahkan
laut di Provinsi Kepulauan Riau.
3) BPRKU 3
BPRKU 3 dapat melakukan Pembukaan Jaringan Kantor
BPR di provinsi lokasi kantor pusat BPR dan di kabupaten
atau kota pada provinsi lain yang berbatasan langsung
dengan provinsi lokasi kantor pusat BPR. Jumlah kantor
cabang yang dapat dimiliki paling banyak 70 (tujuh puluh)
kantor meliputi kantor cabang yang telah ada maupun yang
akan dibuka oleh BPR. Kantor cabang BPRKU 3 yang dapat
dibuka di provinsi lain paling banyak 20% (dua puluh
persen) dari jumlah kantor cabang yang dimiliki.
Dalam hal lokasi kabupaten atau kota pada provinsi lain
yang berbatasan langsung dengan provinsi lokasi kantor
pusat BPR dipisahkan oleh wilayah laut, pembukaan kantor
cabang BPR dapat dilakukan dengan mempertimbangkan
jarak antara daratan kabupaten atau kota pada provinsi
lain yang menjadi lokasi kantor cabang yang akan dibuka
dengan daratan provinsi lokasi kantor pusat BPR paling
jauh dua kali batas daerah di laut, sebagaimana diatur
dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri mengenai pedoman
penegasan batas daerah. Berdasarkan Peraturan Menteri
Dalam Negeri yang berlaku pada saat Surat Edaran Otoritas
Jasa Keuangan ini diterbitkan, penentuan batas daerah di
laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke
arah perairan kepulauan paling jauh 12 (dua belas) mil laut
untuk provinsi. Oleh karena itu, BPR dapat melakukan
- 24 -
Pembukaan Jaringan Kantor apabila jarak antara daratan
kedua provinsi yang dipisahkan oleh wilayah laut paling
jauh 24 (dua puluh empat) mil laut.
Contoh:
a) BPR
“F”
dengan modal
inti
sebesar
Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) yang
berkantor pusat di Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa
Tengah, telah memiliki 25 (dua puluh lima) kantor
cabang di seluruh kabupaten dan kota di Provinsi
Jawa Tengah. Dalam hal BPR “F” akan melakukan
pembukaan kantor cabang baru, jumlah dan wilayah
kantor cabang yang dapat dibuka paling banyak:
(1) 45 (empat puluh lima) kantor cabang baru di
seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Jawa
Tengah; atau
(2) 5 (lima) kantor cabang baru di kabupaten atau
kota pada provinsi lain yang berbatasan langsung
dengan provinsi lokasi kantor pusat BPR.
Kabupaten atau kota pada provinsi lain yang
berbatasan langsung dengan provinsi lokasi kantor
pusat BPR “F” adalah:
i. Kabupaten Sleman, Kabupaten Kulonprogo, dan
Kabupaten Gunung Kidul di Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta;
ii. Kabupaten Cirebon, Kabupaten Kuningan,
Kabupaten Ciamis, dan Kota Banjar di Provinsi
Jawa Barat; dan
iii. Kabupaten Tuban, Kabupaten Bojonegoro,
Kabupaten Ngawi, Kabupaten Magetan,
Kabupaten Ponorogo, dan Kabupaten Pacitan di
Provinsi Jawa Timur.
b) BPR “G” dengan modal inti Rp450.000.000.000,00
(empat ratus lima puluh miliar rupiah) yang berkantor
pusat di Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur, telah
memiliki 30 (tiga puluh) kantor cabang di seluruh
kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Timur dan 5
(lima) kantor cabang di Provinsi Jawa Tengah. Dalam
- 25 -
hal BPR “G” akan melakukan pembukaan kantor
cabang baru, jumlah dan wilayah kantor cabang yang
dapat dibuka paling banyak:
(1) 35 (tiga puluh lima) kantor cabang baru di
seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Jawa
Timur; atau
(2) 2 (dua) kantor cabang baru di kabupaten atau
kota pada provinsi lain yang berbatasan langsung
dengan provinsi lokasi kantor pusat BPR.
Kabupaten atau kota pada provinsi lain yang
berbatasan langsung dengan provinsi lokasi kantor
pusat BPR “G” adalah:
i. kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang
berbatasan daratan, yaitu Kabupaten Rembang,
Kabupaten Blora, Kabupaten Grobogan,
Kabupaten Sragen, Kabupaten Karanganyar, dan
Kabupaten Wonogiri; dan
ii. kabupaten di Provinsi Bali yang berbatasan laut
(Selat Bali) dengan jarak kurang dari 24 (dua
puluh empat) mil laut yaitu Kabupaten Buleleng
dan Kabupaten Jembrana.
b. Pemindahan Alamat Jaringan Kantor
Pemindahan alamat terhadap Jaringan Kantor BPRKU 1 dan
BPRKU 2 yang telah ada sebelum berlakunya POJK Kegiatan
Usaha dan Wilayah Jaringan Kantor BPR Berdasarkan Modal
Inti dapat dilakukan pada kabupaten atau kota yang sama
dengan Jaringan Kantor yang melakukan pemindahan alamat,
atau sebagaimana diatur dalam Pasal 13 dan Pasal 14 POJK
Kegiatan Usaha dan Wilayah Jaringan Kantor BPR Berdasarkan
Modal Inti.
Contoh:
1) BPR “H” dengan modal inti Rp5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah) berkantor pusat di Kota Blitar dan telah memiliki 1
(satu) kantor cabang di Kabupaten Blitar sebelum
berlakunya POJK Kegiatan Usaha dan Wilayah Jaringan
Kantor BPR Berdasarkan Modal Inti. BPR “H” dapat
melakukan pemindahan alamat kantor pusat di Kota Kediri
- 26 -
atau melakukan pemindahan alamat kantor cabang di
Kabupaten Blitar atau ke Kota Blitar.
2) BPR “I” dengan modal inti Rp16.000.000.000,00 (enam
belas miliar rupiah) berkantor pusat di Kabupaten
Kebumen dan telah memiliki kantor cabang di Kabupaten
Purworejo sebelum berlakunya POJK Kegiatan Usaha dan
Wilayah Jaringan Kantor BPR Berdasarkan Modal Inti. BPR
“I” dapat melakukan pemindahan alamat kantor cabang di
Kabupaten Purworejo atau ke Kabupaten Kebumen atau
kabupaten yang berbatasan langsung dengan kantor pusat
yaitu Kabupaten Cilacap, Kabupaten Banjarnegara,
Kabupaten Wonosobo, dan Kabupaten Banyumas.
3. Penetapan Jumlah Kantor Cabang BPR
Otoritas Jasa Keuangan berwenang menetapkan jumlah kantor
cabang individual BPR yang berbeda dengan jumlah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13, Pasal 14, dan Pasal 15 POJK Kegiatan
Usaha dan Wilayah Jaringan Kantor BPR Berdasarkan Modal Inti
termasuk jarak Pembukaan Jaringan Kantor pada provinsi lain yang
dipisahkan oleh daratan atau wilayah laut yang berbeda dengan jarak
sebagaimana dimaksud pada butir 2.a.3) menurut pertimbangan
tertentu yang didasarkan pada:
a. kemampuan rentang kendali;
b. persaingan yang sehat, perluasan akses keuangan bagi
masyarakat berpenghasilan rendah dan produktif (financial
inclusion);
c. upaya pemerataan pembangunan di daerah; dan/atau
d. pengembangan kegiatan usaha individual kantor cabang BPR ke
depan sehingga BPR dapat berkembang dan beroperasi secara
berkesinambungan.
4. Pemekaran Wilayah
Dalam hal terjadi pemekaran wilayah yang menyebabkan kantor
cabang dan kantor pusat BPR berada di wilayah provinsi yang
berbeda, Jaringan Kantor BPR tetap dapat beroperasi di wilayah
semula kecuali BPR mengalami perubahan kelompok BPRKU yang
lebih rendah yang mengakibatkan penyesuaian terhadap wilayah
Jaringan Kantor.
- 27 -
Contoh:
BPR “J” dengan modal inti Rp35.000.000.000,00 (tiga puluh lima
miliar rupiah) berkantor pusat di Kota X, Provinsi Sulawesi Selatan,
dan memiliki kantor cabang di Kabupaten Z yang merupakan
kabupaten hasil pemekaran dan berada di Provinsi Sulawesi Barat.
Jaringan Kantor BPR “J” tetap dapat beroperasi di Kabupaten Z,
Provinsi Sulawesi Barat, kecuali BPR “J” mengalami penurunan
modal inti menjadi BPRKU 1.
5. Jaringan Kantor BPR Hasil Penggabungan dan Peleburan
a. Jaringan Kantor BPR yang pada saat berlakunya POJK Kegiatan
Usaha dan Wilayah Jaringan Kantor BPR Berdasarkan Modal
Inti berlokasi di luar wilayah yang diperkenankan menurut
BPRKU tetap dapat beroperasi tanpa harus menyesuaikan
wilayah, kecuali BPR mengalami penurunan kelompok BPRKU
yang lebih rendah. Jumlah Jaringan Kantor yang tetap dapat
beroperasi setelah terjadinya penggabungan atau peleburan
disesuaikan berdasarkan analisis bisnis BPR hasil
penggabungan atau peleburan tersebut.
b. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf a berlaku pula
bagi Jaringan Kantor BPR hasil penggabungan atau peleburan
sepanjang berlokasi pada provinsi yang sama, sebagai berikut:
1) Dalam hal BPR hasil penggabungan atau peleburan
termasuk dalam kelompok BPRKU 1, jaringan kantor yang
telah ada sebelum berlakunya POJK Kegiatan Usaha dan
Wilayah Jaringan Kantor BPR Berdasarkan Modal Inti dan
berlokasi di luar wilayah yang diperkenankan menurut
BPRKU tetap dapat beroperasi tanpa harus melakukan
relokasi atau penutupan sepanjang BPR hasil
penggabungan atau peleburan memenuhi persyaratan
modal inti minimum sesuai dengan tahapan mengacu pada
ketentuan Otoritas Jasa Keuangan mengenai kewajiban
penyediaan modal minimum dan pemenuhan modal inti
minimum BPR.
2) Dalam hal BPR hasil penggabungan atau peleburan
termasuk dalam kelompok BPRKU 2, jaringan kantor yang
telah ada sebelum berlakunya POJK Kegiatan Usaha dan
Wilayah Jaringan Kantor BPR Berdasarkan Modal Inti dan
- 28 -
berlokasi di luar wilayah yang diperkenankan menurut
BPRKU tetap dapat beroperasi tanpa harus melakukan
relokasi atau penutupan sepanjang BPR hasil
penggabungan atau peleburan tidak mengalami penurunan
kelompok BPRKU.
Contoh:
1) BPR “K” dalam kelompok BPRKU 1 yang berkantor pusat di
Kabupaten Limapuluh Kota, Provinsi Sumatera Barat, dan
memiliki kantor cabang di Kabupaten Limapuluh Kota
melakukan peleburan dengan BPR “L” dalam kelompok
BPRKU 1 yang berkantor pusat di Kota Pariaman dan
memiliki kantor cabang di Kabupaten Padangpariaman.
Hasil peleburan kedua BPR tersebut adalah BPR “M” dalam
kelompok BPRKU 1 yang berkantor pusat di Kabupaten
Limapuluh Kota. Kantor cabang yang dimiliki BPR “K” dan
BPR “L” sebelum berlakunya POJK Kegiatan Usaha dan
Wilayah Jaringan Kantor BPR Berdasarkan Modal Inti tetap
dapat beroperasi di wilayah kabupaten semula sebagai
kantor cabang BPR “M” sekalipun berada di beberapa
wilayah kabupaten yang berbeda.
2) BPR “N” dalam kelompok BPRKU 2 yang berkantor pusat di
Kota Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur, dan memiliki
kantor cabang di Kabupaten Timor Tengah Selatan
melakukan penggabungan dengan BPR “O” dalam kelompok
BPRKU 2 yang berkantor pusat di Kabupaten Sumba Timur
dan memiliki kantor cabang di kabupaten yang sama. Hasil
penggabungan kedua BPR tersebut berkantor pusat di Kota
Kupang. Dalam hal BPR “O” menjadi kantor cabang BPR
hasil penggabungan, kantor cabang BPR “N” di Kabupaten
Timor Tengah Selatan dan kantor cabang BPR “O” di
Kabupaten Sumba Timur yang berdiri sebelum berlakunya
POJK Kegiatan Usaha dan Wilayah Jaringan Kantor BPR
Berdasarkan Modal Inti dan akan dipertahankan sebagai
kantor cabang, kedua kantor cabang BPR hasil
penggabungan tetap dapat beroperasi di Kabupaten Timor
Tengah Selatan dan Kabupaten Sumba Timur sekalipun
- 29 -
kedua wilayah tersebut bukan merupakan kabupaten atau
kota yang berbatasan langsung.
c. Beberapa BPR yang berlokasi di provinsi yang berbeda dapat
melakukan penggabungan atau peleburan menjadi satu BPR
dengan batasan wilayah Jaringan Kantor pada provinsi lokasi
kantor pusat dan di kabupaten atau kota pada provinsi lain yang
berbatasan langsung dengan provinsi lokasi kantor pusat BPR,
sepanjang BPR hasil penggabungan atau peleburan memenuhi
jumlah Modal Inti kelompok BPRKU 3.
IX. PERLAKUAN TERHADAP BPR YANG MENGALAMI PENURUNAN MODAL
INTI
1. Pemenuhan Persyaratan Jumlah Modal Inti pada BPRKU Semula
a. BPR yang mengalami penurunan Modal Inti selama 6 (enam)
bulan berturut-turut sehingga tidak memenuhi persyaratan
Modal Inti BPRKU semula dan harus dikelompokkan ke dalam
BPRKU yang lebih rendah, menyampaikan rencana tindak
(action plan) dalam rangka pemenuhan persyaratan jumlah
Modal Inti pada BPRKU semula kepada Otoritas Jasa Keuangan,
paling lambat akhir bulan ke-8 sejak terjadinya penurunan
Modal Inti. Rencana tindak (action plan) dalam rangka
pemenuhan persyaratan jumlah Modal Inti pada BPRKU semula
sebagaimana format Lampiran VII.1 yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
Contoh:
BPR “P” dalam kelompok BPRKU 2 dengan Modal Inti
Rp15.500.000.000,00 (lima belas miliar lima ratus juta rupiah)
mengalami penurunan Modal Inti menjadi Rp14.000.000.000,00
(empat belas miliar rupiah) selama 6 (enam) bulan berturut-
turut sejak bulan Juli sampai dengan bulan Desember, sehingga
BPR “P” wajib menyampaikan rencana tindak (action plan) dalam
rangka pemenuhan persyaratan jumlah Modal Inti BPRKU 2
paling lambat pada akhir bulan Februari tahun berikutnya.
b. Rencana tindak (action plan) dalam rangka pemenuhan
persyaratan jumlah Modal Inti pada BPRKU semula
sebagaimana dimaksud pada huruf a paling sedikit
menguraikan:
- 30 -
1) penyebab penurunan Modal Inti; dan
2) upaya atau langkah konkret dan tahapan pemenuhan
persyaratan jumlah Modal Inti sesuai BPRKU semula;
dan/atau
3) hal lain yang perlu diinformasikan kepada Otoritas Jasa
Keuangan.
c. Dalam rangka pemberian persetujuan, Otoritas Jasa Keuangan
melakukan penelitian terhadap dokumen rencana tindak (action
plan) yang disampaikan dan menilai kewajaran rencana tindak
(action plan) dalam rangka pemenuhan persyaratan jumlah
Modal Inti pada BPRKU semula sebagaimana dimaksud pada
huruf b.
d. Otoritas Jasa Keuangan menyampaikan surat persetujuan atas
penyampaian rencana tindak (action plan) paling lama 10
(sepuluh) hari kerja sejak rencana tindak (action plan) diterima
oleh Otoritas Jasa Keuangan. Jangka waktu tersebut tidak
termasuk waktu yang diberikan kepada BPR untuk melengkapi
atau memperbaiki rencana tindak.
e. Dalam hal rencana tindak (action plan) dalam rangka
pemenuhan persyaratan jumlah Modal Inti pada BPRKU semula
yang disampaikan oleh BPR:
1)
dinilai perlu diperbaiki, Otoritas Jasa Keuangan dapat
meminta BPR untuk melakukan penyesuaian rencana
tindak (action plan) paling lama 5 (lima) hari kerja sejak
tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan; atau
2)
disetujui oleh Otoritas Jasa Keuangan, BPR melaksanakan
penyelesaian rencana tindak (action plan) paling lama 1
(satu) tahun sejak tanggal surat persetujuan Otoritas Jasa
Keuangan.
f. BPR menyampaikan laporan realisasi pemenuhan persyaratan
jumlah Modal Inti pada BPRKU semula kepada Otoritas Jasa
Keuangan secara triwulanan.
g. BPR yang telah memperoleh persetujuan atas rencana tindak
(action plan) sebagaimana dimaksud pada huruf e angka 2):
1) tetap dapat melakukan Kegiatan Usaha yang telah
dilakukan, termasuk melakukan transaksi baru dengan
nasabah, sepanjang BPR dapat merealisasikan tahapan
- 31 -
pemenuhan Modal Inti sebagaimana dimuat dalam rencana
tindak (action plan); atau
2) tidak diperkenankan melakukan penawaran, penjualan,
dan/atau perjanjian atau transaksi baru dengan nasabah
termasuk pembukaan Jaringan Kantor sampai dengan
terpenuhinya Modal Inti semula, dalam hal BPR tidak dapat
melaksanakan tahapan pemenuhan Modal Inti sebagaimana
dimuat dalam rencana tindak (action plan).
Contoh:
BPR “Q” dalam kelompok BPRKU 2 yang melakukan
Kegiatan Usaha sebagai penerbit Kartu ATM atau penerbit
Uang Elektronik, mengalami penurunan modal inti menjadi
BPRKU 1 sejak Januari 2018. Dalam hal BPR “Q” tidak
dapat melaksanakan tahapan pemenuhan Modal Inti
sebagaimana rencana tindak (action plan) yang telah
disetujui oleh Otoritas Jasa Keuangan, BPR “Q” harus
melakukan penghentian penerbitan Kartu ATM atau Uang
Elektronik baru kepada nasabah pada periode triwulan
berikutnya.
h. BPR yang tidak menyampaikan rencana tindak (action plan)
pemenuhan persyaratan jumlah Modal Inti pada BPRKU semula
hingga jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf a
terlampaui, menyesuaikan seluruh Kegiatan Usaha dan/atau
Wilayah Jaringan Kantor dengan Kegiatan Usaha dan/atau
Wilayah Jaringan Kantor BPRKU sesuai tingkat yang lebih
rendah.
2. Penyesuaian Kegiatan Usaha dan/atau Wilayah Jaringan Kantor
a. BPR wajib menyesuaikan seluruh Kegiatan Usaha dan/atau
Wilayah Jaringan Kantor sesuai tingkat yang lebih rendah dalam
hal BPR tidak dapat menyelesaikan rencana tindak (action plan)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (5) POJK Kegiatan
Usaha dan Wilayah Jaringan Kantor BPR Berdasarkan Modal
Inti.
b. BPR dikelompokkan dalam BPRKU yang lebih rendah dalam hal
memenuhi kondisi sebagaimana dimaksud dalam romawi I
angka 6.
- 32 -
c. Penyesuaian Kegiatan Usaha dan/atau wilayah Jaringan Kantor
dengan BPRKU yang lebih rendah berlaku pula bagi:
1) BPRKU 1 yang mengalami penurunan Modal Inti menjadi
kurang dari Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah)
sehingga tidak memenuhi persyaratan sebagai penerbit
Kartu ATM dan jumlah Jaringan Kantor yang dibuka
menjadi paling banyak 20 (dua puluh) kantor cabang; dan
2) BPRKU 3 yang mengalami penurunan Modal Inti menjadi
kurang dari Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah)
sehingga tidak memenuhi persyaratan untuk melaksanakan
Kegiatan Usaha sebagai penyelenggara Laku Pandai.
d. Otoritas Jasa Keuangan menyampaikan surat pemberitahuan
kepada BPR yang tidak dapat menyelesaikan rencana tindak
(action plan) pemenuhan persyaratan jumlah Modal Inti pada
BPRKU semula setelah batas waktu penyelesaian rencana tindak
(action plan) tersebut terlampaui untuk segera menyesuaikan
seluruh Kegiatan Usaha dan/atau wilayah Jaringan Kantor
dengan kegiatan BPRKU sesuai tingkat yang lebih rendah.
e.
Otoritas Jasa Keuangan dapat meminta kepada BPR untuk
menyampaikan rencana penyesuaian Kegiatan Usaha dan/atau
wilayah Jaringan Kantor paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal
surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana
dimaksud pada huruf d.
f.
Penyesuaian Kegiatan Usaha dan/atau wilayah Jaringan Kantor
sebagaimana dimaksud pada huruf e dilakukan dalam jangka
waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak batas akhir pelaksanaan
rencana tindak (action plan) pemenuhan persyaratan jumlah
Modal Inti pada BPRKU semula.
g. Penyesuaian Kegiatan Usaha sebagaimana dimaksud dalam
huruf f adalah penghentian Kegiatan Usaha yang diperkenankan
untuk BPRKU sebelum mengalami penurunan Modal Inti.
Sementara itu, penyesuaian wilayah Jaringan Kantor BPR
adalah penutupan atau pemindahan kantor cabang sehingga
memenuhi jumlah kantor cabang dan wilayah Jaringan Kantor
yang diperkenankan bagi BPRKU setelah mengalami penurunan
Modal Inti.
- 33 -
h. Penyesuaian Kegiatan Usaha selama jangka waktu sebagaimana
dimaksud pada huruf f dilakukan oleh BPR dengan cara
menghentikan penawaran, penjualan, dan/atau perjanjian atau
transaksi baru atas Kegiatan Usaha yang diperkenankan untuk
dilakukan oleh BPRKU sebelum mengalami penurunan Modal
Inti.
Contoh:
BPR “R” dalam kelompok BPRKU 3 yang melakukan Kegiatan
Usaha dalam bentuk kegiatan sebagai penerbit Kartu ATM atau
penyediaan layanan Electronic Banking, mengalami penurunan
Modal Inti menjadi BPRKU 2 sejak Januari 2018. Dalam hal BPR
“R” tidak dapat melaksanakan penyelesaian rencana tindak
(action plan) pemenuhan Modal Inti pada BPRKU semula sampai
dengan akhir Agustus 2019 maka sejak awal September 2019
BPR “R” harus melakukan penghentian penawaran baru Kartu
ATM dan pemberian layanan Kartu ATM atau Electronic Banking
termasuk kepada nasabah existing dan menyampaikan laporan
penyesuaian Kegiatan Usaha paling lama akhir Agustus 2020.
i. Dalam hal BPR melakukan penambahan modal disetor selama
jangka waktu penyesuaian Kegiatan Usaha dan/atau wilayah
Jaringan Kantor, proses penghentian Kegiatan Usaha dan/atau
penutupan Jaringan Kantor BPR tetap dilakukan. Dalam hal
berdasarkan penambahan modal disetor tersebut BPR telah
memenuhi persyaratan Modal Inti pada BPRKU semula atau
lebih tinggi dan BPR akan melakukan Kegiatan Usaha yang telah
dihentikan atau membuka Jaringan Kantor yang telah ditutup
tersebut, BPR harus mengajukan kembali permohonan
persetujuan atau perizinan Kegiatan Usaha dan/atau
pembukaan Jaringan Kantor setelah proses penghentian
dan/atau penutupan tersebut selesai dilakukan dan dilaporkan
kepada Otoritas Jasa Keuangan.
j.
Prosedur dan tata cara penghentian Kegiatan Usaha mengacu
pada ketentuan peraturan perundang-undangan terkait
termasuk bagi Kegiatan Usaha BPR yang memerlukan izin dari
otoritas terkait. Dalam hal perizinan Kegiatan Usaha yang harus
disesuaikan oleh BPR merupakan kewenangan otoritas atau
lembaga lain, BPR memberitahukan kepada otoritas atau
- 34 -
lembaga tersebut mengenai surat pemberitahuan Otoritas Jasa
Keuangan tentang penghentian Kegiatan Usaha dengan
tembusan kepada Otoritas Jasa Keuangan.
k. Selama jangka waktu penyesuaian sebagaimana dimaksud pada
huruf f, BPR melakukan proses penutupan atau pemindahan
kantor cabang sehingga memenuhi jumlah kantor cabang dan
wilayah Jaringan Kantor yang diperkenankan bagi BPRKU
setelah mengalami penurunan Modal Inti BPR.
Contoh:
BPR “T” dalam kelompok BPRKU 3 yang memiliki 45 (empat
puluh lima) kantor cabang dengan wilayah Jaringan Kantor
hingga kabupaten atau kota yang berbatasan langsung dengan
provinsi lokasi kantor pusat, mengalami penurunan Modal Inti
menjadi BPRKU yang lebih rendah sejak Januari 2018. Dalam
hal BPR “T” tidak dapat melaksanakan penyelesaian rencana
tindak (action plan) pemenuhan Modal Inti sampai akhir Agustus
2019, sejak awal September 2019 BPR “T” harus melakukan
penutupan atau pemindahan kantor cabang sehingga sesuai
dengan jumlah dan wilayah Jaringan Kantor BPRKU setelah
mengalami penurunan Modal Inti.
l. Tata cara dan mekanisme penyesuaian dan penutupan Jaringan
Kantor sebagaimana dimaksud pada huruf k mengacu pada
ketentuan Otoritas Jasa Keuangan mengenai BPR.
m. Setelah jangka waktu penyesuaian Kegiatan Usaha dan/atau
wilayah Jaringan Kantor yang tidak sesuai dengan BPRKU
berakhir, BPR menyampaikan laporan realisasi penyesuaian
Kegiatan Usaha dan/atau wilayah Jaringan Kantor yang paling
sedikit memuat:
1) Kegiatan Usaha
a) Kegiatan Usaha yang dihentikan disertai informasi
antara lain mengenai nilai nominal (outstanding),
jumlah nasabah atau pengguna layanan, sisa jangka
waktu terlama (apabila ada) dari masing-masing
Kegiatan Usaha yang dihentikan;
b) waktu penyelesaian akhir Kegiatan Usaha yang tidak
sesuai dengan kelompok BPRKU; dan
- 35 -
c) bukti komunikasi atau pemberitahuan kepada
nasabah atau stakeholders mengenai penghentian
Kegiatan Usaha, berupa surat atau pengumuman yang
memuat informasi dan langkah yang dapat dilakukan
nasabah atau masyarakat terkait Kegiatan Usaha yang
dihentikan; dan/atau
d) hal lain yang perlu diinformasikan kepada Otoritas
Jasa Keuangan.
2) Jaringan Kantor
a) penyesuaian wilayah Jaringan Kantor sesuai dengan
kelompok BPRKU yang lebih rendah;
b) penutupan kantor cabang sesuai dengan jumlah
kantor cabang yang diperkenankan bagi kelompok
BPRKU yang lebih rendah;
c) penyesuaian terhadap Jaringan Kantor lain yang
menginduk pada kantor cabang dimaksud;
d) waktu pelaksanaan penyesuaian dan/atau penutupan
Jaringan Kantor yang tidak sesuai dengan BPRKU; dan
e) bukti komunikasi atau pemberitahuan kepada
nasabah atau stakeholders mengenai penyesuaian
wilayah dan penutupan Jaringan Kantor, berupa surat
atau pengumuman yang memuat informasi dan
langkah yang dapat dilakukan nasabah atau
masyarakat terkait penutupan Jaringan Kantor;
dan/atau
f) hal lain yang perlu diinformasikan kepada Otoritas
Jasa Keuangan.
Format laporan realisasi penyesuaian Kegiatan Usaha
dan/atau wilayah Jaringan Kantor sebagaimana Lampiran VII.2
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran
Otoritas Jasa Keuangan ini.
X. PENGAJUAN PERMOHONAN, LAPORAN, DAN RENCANA TINDAK
(ACTION PLAN)
Permohonan persetujuan pelaksanaan Kegiatan Usaha, laporan
pelaksanaan Kegiatan Usaha, dan penyampaian rencana tindak (action
plan) ditujukan kepada:
- 36 -
1. Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan, bagi BPR yang berkantor
pusat di wilayah kerja Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan;
atau
2. Kantor Otoritas Jasa Keuangan, bagi BPR yang berkantor pusat di
wilayah kerja Kantor Otoritas Jasa Keuangan.
XI. PENUTUP
Pada saat Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku, Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 9/38/DPBPR perihal Tata Cara Perizinan
dan Pelaporan bagi Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Perkreditan
Rakyat Syariah yang Melakukan Kegiatan Usaha sebagai Pedagang
Valuta Asing dinyatakan tidak berlaku bagi BPR.
Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai
berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 19 Juli 2017
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN
OTORITAS JASA KEUANGAN,
Salinan sesuai dengan aslinya,
Direktur Hukum I
Departemen Hukum,
ttd
Yuliana
Salinan ini sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
ttd
NELSON TAMPUBOLON
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 45/SEOJK.03/2017 </reg_id>
<reg_title> KEGIATAN USAHA DAN WILAYAH JARINGAN KANTOR BANK PERKREDITAN RAKYAT BERDASARKAN MODAL INTI </reg_title>
<set_date> 19 Juli 2017 </set_date>
<effective_date> 19 Juli 2017 </effective_date>
<replaced_reg> '9/38/DPBPR|SE-BI' </replaced_reg>
<related_reg> '12/POJK.03/2016' </related_reg>
|
-1-
Yth.
Direksi/Pengurus Pelaku Usaha Jasa Keuangan, baik yang melaksanakan
kegiatan usahanya secara konvensional maupun secara syariah,
di Tempat.
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 2/SEOJK.07/2014
TENTANG
PELAYANAN DAN PENYELESAIAN PENGADUAN KONSUMEN
PADA PELAKU USAHA JASA KEUANGAN
Sehubungan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
01/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan, perlu
untuk mengatur ketentuan mengenai pelayanan dan penyelesaian pengaduan
Konsumen pada Pelaku Usaha Jasa Keuangan dengan ketentuan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan:
1. Penanganan Pengaduan adalah pelayanan dan penyelesaian pengaduan
di sektor jasa keuangan.
2. Pelaku Usaha Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat PUJK, adalah
Bank Umum, Bank Perkreditan Rakyat, Perusahaan Efek, Penasihat
Investasi, Bank Kustodian, Dana Pensiun, Perusahaan Asuransi,
Perusahaan Reasuransi, Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Gadai, dan
Perusahaan Penjaminan, baik yang melaksanakan kegiatan usahanya
secara konvensional maupun secara syariah.
3. Direksi:
a. bagi PUJK yang merupakan badan hukum yang berbentuk Perseroan
Terbatas adalah direksi sebagaimana dimaksud dalam undang-
undang mengenai perseroan terbatas;
b. bagi PUJK yang merupakan badan hukum yang berbentuk
Perusahaan Daerah adalah direksi sebagaimana dimaksud dalam
undang-undang mengenai perusahaan daerah;
c. bagi ...
-2-
c. bagi PUJK yang merupakan badan hukum yang berbentuk Koperasi
adalah pengurus sebagaimana dimaksud dalam undang-undang
tentang perkoperasian; dan
d. bagi PUJK yang merupakan badan hukum yang berbentuk Dana
Pensiun adalah pengurus sebagaimana dimaksud dalam undang-
undang tentang dana pensiun;
e. bagi kantor cabang bank asing adalah pimpinan kantor cabang bank
asing.
4. Konsumen adalah pihak-pihak yang menempatkan dananya dan/atau
memanfaatkan pelayanan yang tersedia di Lembaga Jasa Keuangan
antara lain nasabah pada Perbankan, pemodal di Pasar Modal, pemegang
polis pada Perasuransian, dan peserta pada Dana Pensiun, berdasarkan
peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
II. MEKANISME PELAYANAN DAN PENYELESAIAN PENGADUAN KONSUMEN
1. Pengaduan adalah ungkapan ketidakpuasan Konsumen yang disebabkan
oleh adanya kerugian dan/atau potensi kerugian finansial pada
Konsumen yang diduga karena kesalahan atau kelalaian Lembaga Jasa
Keuangan.
2. PUJK wajib melayani dan menyelesaikan adanya pengaduan Konsumen
sebelum pengaduan tersebut disampaikan kepada pihak lain.
3. PUJK wajib segera menindaklanjuti dan menyelesaikan pengaduan
paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja setelah tanggal penerimaan
pengaduan.
4. Dalam hal terdapat kondisi tertentu, PUJK dapat memperpanjang jangka
waktu sampai dengan paling lama 20 (dua puluh) hari kerja berikutnya.
5. Kondisi tertentu sebagaimana dimaksud pada angka 4 adalah:
a. kantor PUJK yang menerima pengaduan tidak sama dengan kantor
PUJK tempat terjadinya permasalahan yang diadukan dan terdapat
kendala komunikasi di antara kedua kantor PUJK tersebut;
b. transaksi keuangan yang diadukan oleh Konsumen memerlukan
penelitian khusus terhadap dokumen-dokumen PUJK; dan/atau
c. terdapat hal-hal lain di luar kendali PUJK seperti adanya keterlibatan
pihak ketiga di luar PUJK dalam transaksi keuangan yang dilakukan
oleh Konsumen.
6. Perpanjangan jangka waktu penyelesaian pengaduan sebagaimana
dimaksud pada angka 4 wajib diberitahukan secara tertulis kepada
Konsumen yang mengajukan pengaduan sebelum jangka waktu
sebagaimana dimaksud pada angka 3 berakhir.
7. PUJK ...
-3-
7. PUJK harus mempunyai prosedur pelayanan dan penyelesaian
pengaduan yang sekurang-kurangnya mencakup hal-hal sebagai
berikut :
a. penerapan prinsip aksesibilitas, independensi, keadilan, efisiensi,
dan efektifitas;
b. pelaksanaan penerimaan pengaduan Konsumen melalui berbagai
cara antara lain tatap muka, email dan surat namun tidak termasuk
pengaduan yang dilakukan melalui pemberitaan di media massa;
c. PUJK wajib segera menindaklanjuti dan menyelesaikan pengaduan
paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja sebagaimana dimaksud pada
angka 3;
d. dalam hal terdapat kondisi tertentu, PUJK dapat memperpanjang
jangka waktu sampai dengan paling lama 20 (dua puluh) hari kerja
berikutnya sebagaimana dimaksud pada angka 4;
e. Kondisi tertentu sebagaimana dimaksud pada huruf d mengikuti
ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 5;
f. Tatacara komunikasi kepada Konsumen paling kurang mencakup :
1) prosedur pelayanan dan penyelesaian pengaduan dalam format
yang mudah dimengerti dan mudah diakses oleh Konsumen; dan
2) penawaran penyelesaian jika dari hasil analisa dan evaluasi yang
dilakukan oleh PUJK terjadinya pengaduan disebabkan kesalahan
dari PUJK.
g. merahasiakan informasi mengenai Konsumen yang melakukan
pengaduan kepada pihak manapun, kecuali:
1) kepada Otoritas Jasa Keuangan;
2) dalam rangka penyelesaian pengaduan;
3) diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan; dan/atau
4) atas persetujuan Konsumen.
8. PUJK wajib memberikan pelayanan dan penyelesaian pengaduan,
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. memberikan perlakuan yang seimbang dan objektif kepada setiap
pengaduan;
b. memberikan kesempatan yang memadai kepada Konsumen untuk
menjelaskan materi pengaduan;
c. memberikan kesempatan kepada pihak lain yang mempunyai
kepentingan terhadap pengaduan, untuk memberikan penjelasan
dalam penyelesaian pengaduan (jika ada).
9. PUJK dilarang memungut biaya atas pelayanan dan penyelesaian
pengaduan.
10. PUJK wajib mengadministrasikan pelayanan dan penyelesaian
pengaduan. Pengadministrasian wajib memuat informasi paling kurang:
a. identitas ...
-4-
a. identitas Konsumen;
b. materi pengaduan; dan
c. tindakan yang telah dilakukan untuk menyelesaikan pengaduan.
11. PUJK menyediakan informasi mengenai status pengaduan Konsumen
melalui berbagai sarana komunikasi yang disediakan oleh PUJK antara
lain melalui website, surat, email atau telepon.
12. PUJK dan Konsumen dapat memantau perkembangan status
Penanganan Pengaduan yang disampaikan oleh Konsumen kepada
Otoritas Jasa Keuangan melalui Sistem Pelayanan Konsumen
Terintegrasi Sektor Jasa Keuangan.
13. Otoritas Jasa Keuangan dapat meminta atau mengakses status
perkembangan Penanganan Pengaduan yang disampaikan oleh
Konsumen kepada PUJK.
III. PENYELESAIAN PENGADUAN BERUPA PERNYATAAN MAAF ATAU
MENAWARKAN GANTI RUGI (REDRESS/REMEDY)
PUJK dapat melakukan penyelesaian pengaduan berupa pernyataan maaf
atau menawarkan ganti rugi (redress/remedy) kepada Konsumen dengan
ketentuan sebagai berikut:
1. Mengingat “pernyataan maaf” merupakan perbuatan kedua belah pihak
antara PUJK dan Konsumen maka tata cara pemberian “pernyataan
maaf” dibuat berdasarkan kesepakatan. Dalam hal tidak terdapat
kesepakatan antara PUJK dan Konsumen maka “pernyataan maaf”
dilakukan secara tertulis.
2. Yang dapat diberikan ganti rugi adalah kerugian yang terjadi karena
aspek finansial. Ganti rugi sebagaimana dimaksud, harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. terdapat pengaduan yang mengandung tuntutan ganti rugi yang
berkaitan dengan aspek finansial;
b. pengaduan Konsumen yang diajukan adalah benar, setelah PUJK
melakukan penelitian;
c. adanya ketidaksesuaian antara perjanjian produk dan/atau layanan
dengan produk dan/atau layanan yang diterima;
d. adanya kerugian material;
e. Konsumen telah memenuhi kewajibannya.
3. Mekanisme pengajuan ganti rugi harus memenuhi sebagai berikut:
a. mengajukan permohonan ganti rugi dengan disertai kronologis
kejadian bahwa penjelasan mengenai produk dan/atau pemanfaatan
layanan yang tidak sesuai yang disertai dengan bukti-bukti;
b. permohonan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak diketahuinya
produk dan/atau layanan yang tidak sesuai dengan perjanjian;
c. permohonan diajukan dengan surat permohonan dan dapat
diwakilkan dengan melampirkan surat kuasa;
d. ganti ...
-5-
d. ganti kerugian hanya yang berdampak langsung terhadap Konsumen
dan paling banyak sebesar nilai kerugian yang dialami oleh
Konsumen.
IV. PENYELESAIAN PENGADUAN MELALUI LEMBAGA ALTERNATIF
PENYELESAIAN SENGKETA
1. Pengaduan Konsumen wajib diselesaikan terlebih dahulu oleh PUJK.
2. Dalam hal tidak tercapai kesepakatan penyelesaian Pengaduan
sebagaimana dimaksud pada angka 1, Konsumen dan PUJK dapat
melakukan penyelesaian Sengketa di luar pengadilan atau melalui
pengadilan.
3. Penyelesaian Sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada
angka 2 dilakukan melalui Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa
yang dimuat dalam Daftar Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa
yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan.
4. PUJK wajib melaksanakan putusan Lembaga Alternatif Penyelesaian
Sengketa.
5. Pengaturan mengenai Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di
Sektor Jasa Keuangan akan diatur lebih lanjut oleh Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan.
V. PEMBENTUKAN UNIT KERJA ATAU PENUNJUKAN PEJABAT YANG
MELAKUKAN FUNGSI PELAYANAN DAN PENYELESAIAN PENGADUAN
KONSUMEN
1. Direksi memutuskan pelaksanaan fungsi pelayanan dan penyelesaian
pengaduan melalui pembentukan unit kerja atau dengan menunjuk
anggota Direksi, atau pejabat setingkat di bawah Direksi yang
menjalankan fungsi tersebut.
2. Penetapan pembentukan unit kerja atau pejabat sebagaimana dimaksud
pada angka 1 dilakukan dengan pertimbangan antara lain :
a. jenis produk dan/atau layanan yang ditawarkan;
b. jenis, jumlah, dan penyebaran Konsumen, baik Konsumen ritel
maupun korporasi;
c. nilai transaksi yang dilakukannya; dan
d. struktur organisasi dan penyebaran kegiatan operasional termasuk
penyebaran secara geografis.
3. Unit kerja atau pejabat yang ditunjuk menjalankan fungsi pelayanan dan
penyelesaian pengaduan Konsumen bertanggung jawab kepada Direksi.
4. Unit kerja atau pejabat yang ditunjuk menjalankan fungsi pelayanan dan
penyelesaian pengaduan Konsumen wajib bersifat independen, dan
memiliki akses kepada fungsi lainnya yang terkait dengan bidang
tugasnya untuk melayani dan menyelesaikan pengaduan.
5. Pegawai ...
-6-
5. Pegawai pada unit kerja, atau Pejabat yang ditunjuk melakukan
pelayanan dan penyelesaian pengaduan memiliki paling kurang:
a. pengetahuan mengenai jenis produk dan/atau layanan yang
disediakan atau diterbitkan oleh PUJK;
b. pengalaman di bidang pelayanan Konsumen;
c. kewenangan untuk membuat keputusan terhadap pelayanan dan
penyelesaian pengaduan.
6. Dalam hal pengaduan Konsumen melibatkan pegawai pada unit kerja,
anggota Direksi, atau pejabat setingkat di bawah Direksi yang
melakukan fungsi pelayanan dan penyelesaian pengaduan, maka PUJK
wajib menunjuk pegawai lain pada unit kerja yang melakukan pelayanan
dan penyelesaian pengaduan, anggota Direksi, atau pejabat setingkat di
bawah Direksi yang lain untuk melayani dan menyelesaikan pengaduan
dimaksud.
VI. SUMBER DAYA MANUSIA DAN PELATIHAN
1. Dalam rangka pelaksanaan fungsi pelayanan dan penyelesaian
pengaduan Konsumen dan mempertimbangkan aspek manajemen risiko,
PUJK wajib melakukan pelatihan. Dalam menentukan peserta pelatihan,
PUJK mengutamakan karyawan yang tugas sehari-harinya memenuhi
kriteria sebagai berikut:
a. berhadapan langsung dengan Konsumen (front liner);
b. melakukan pengawasan pelaksanaan pelayanan dan penyelesaian
pengaduan Konsumen; atau
c. terkait dengan penyusunan pelaporan kepada Otoritas Jasa
Keuangan.
2. Karyawan yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada angka 1
wajib mendapatkan pelatihan secara berkala, sedangkan karyawan
lainnya wajib mendapatkan pelatihan paling kurang 1 (satu) kali dalam
masa kerjanya. Khusus bagi karyawan yang berhadapan langsung
dengan Konsumen (front liner) wajib mendapatkan pelatihan sebelum
penempatan.
3. Untuk mengetahui tingkat pemahaman karyawan dan kesesuaian materi
pelatihan, PUJK wajib melakukan evaluasi terhadap setiap pelatihan
yang telah diselenggarakan. PUJK melakukan tindak lanjut dari hasil
evaluasi pelatihan melalui penyempurnaan materi dan metode pelatihan.
VII. PENGENDALIAN INTERNAL
1. Untuk meminimalkan potensi risiko yang dihadapi PUJK, sistem
pengendalian internal wajib mampu secara tepat waktu mendeteksi
kelemahan dan penyimpangan yang terjadi dalam pelayanan dan
penyelesaian pengaduan Konsumen.
2. Pengendalian ...
-7-
2. Pengendalian internal dalam rangka penerapan pelayanan dan
penyelesaian pengaduan Konsumen dilaksanakan oleh satuan kerja yang
melaksanakan fungsi audit internal dengan kewenangan paling kurang
mencakup:
a. melakukan uji kepatuhan terhadap kebijakan dan prosedur melalui
penggunaan sample testing dari beberapa jasa, produk, dan
Konsumen dengan pendekatan berdasarkan risiko untuk
mendapatkan gambaran efektifitas penerapan kebijakan dan
prosedur perlindungan Konsumen;
b. menyusun program dan prosedur audit berbasis risiko dengan
prioritas audit pada satuan kerja atau kantor cabang yang tergolong
memiliki kompleksitas usaha yang tinggi;
c. melakukan penilaian atas kecukupan proses yang berlaku di PUJK
dalam pelayanan dan penyelesaian pengaduan Konsumen; dan
d. melakukan analisis dan evaluasi terhadap pengaduan untuk
mengurangi penyebab terjadinya pengaduan.
VIII. PELAPORAN PELAYANAN DAN PENYELESAIAN PENGADUAN
1. Pengaduan yang dilaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan adalah
ketidakpuasan Konsumen yang memuat kerugian finansial dan adanya
sengketa antara PUJK dengan Konsumen.
2. Konsumen dapat menyampaikan pengaduan kepada Otoritas Jasa
Keuangan baik secara fisik melalui media yang telah disediakan maupun
disampaikan secara elektronik melalui Sistem Pelayanan Konsumen
Terintegrasi Sektor Jasa Keuangan.
3. PUJK wajib melaporkan secara berkala adanya pengaduan dan tindak
lanjut pelayanan dan penyelesaian pengaduan dimaksud kepada Otoritas
Jasa Keuangan, dalam hal ini Kepala Eksekutif yang melakukan
pengawasan atas kegiatan PUJK, dengan tembusan kepada Anggota
Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen.
4. Laporan PUJK kepada Otoritas Jasa Keuangan dilakukan secara manual
yaitu melalui pengiriman laporan secara fisik dan disampaikan secara
elektronik melalui Sistem Pelayanan Konsumen Terintegrasi Sektor Jasa
Keuangan.
5. Laporan disampaikan secara berkala setiap 3 (tiga) bulan (Maret, Juni,
September, dan Desember) dan disampaikan paling lambat pada tanggal
10 (sepuluh) bulan berikutnya. Apabila tanggal 10 (sepuluh) jatuh pada
hari libur, maka penyampaian laporan dimaksud dilakukan pada hari
kerja pertama setelah hari libur dimaksud.
6. PUJK dinyatakan tidak menyampaikan laporan apabila penyampaian
laporan pengaduan, penanganan dan penyelesaian pengaduan melebihi
jangka waktu 3 (tiga) bulan berturut-turut sejak akhir batas waktu
penyampaian laporan.
7. Pengenaan ...
-8-
7. Pengenaan sanksi kewajiban membayar atas keterlambatan dan/atau
tidak disampaikannya laporan pengaduan, penanganan dan
penyelesaian Pengaduan tidak menghapuskan kewajiban PUJK untuk
menyampaikan laporan tersebut.
8. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 3 adalah sebagaimana
terlampir yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran
ini.
IX. KETENTUAN PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku
pada tanggal 6 Agustus 2014.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 14 Februari 2014
ANGGOTA DEWAN KOMISIONER
BIDANG EDUKASI DAN PERLINDUNGAN
KONSUMEN,
Ttd.
KUSUMANINGTUTI S. SOETIONO
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 2/SEOJK.07/2014 </reg_id>
<reg_title> PELAYANAN DAN PENYELESAIAN PENGADUAN KONSUMEN PADA PELAKU USAHA JASA KEUANGAN </reg_title>
<set_date> 14 Februari 2014 </set_date>
<effective_date> 6 Agustus 2014 </effective_date>
<related_reg> '01/POJK.07/2013' </related_reg>
|
OK/89
Yth.
Perusahaan Asuransi Umum dan Perusahaan Reasuransi; dan
2. Perusahaan Asuransi Jiwa
di Indonesia
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 2/SEOJK.05/2013
TENTANG
BENTUK DAN SUSUNAN LAPORAN KEUANGAN SERTA BENTUK DAN SUSUNAN
PENGUMUMAN RINGKASAN LAPORAN KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI DAN
PERUSAHAAN REASURANSI
Schubungan dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 53/PMK.010/2012
tentang Keschatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi,
perlu untuk mengatur bentuk dan susunan laporan keuangan serta bentuk dan
susunan pengumuman ringkasan laporan keuangan perusahaan asuransi dan
perusahaan reasuransi dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Asuransi Jiwa.
2. Perusahaan Asuransi Jiwa adalah perusahaan asuransi jiwa sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang tentang Usaha Perasuransian.
3. Perusahaan Asuransi Umum adalah perusahaan asuransi kerugian
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Usaha Perasuransian.
4. Perusahaan Reasuransi adalah perusahaan reasuransi sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang tentang Usaha Perasuransian.
5. Laporan Keuangan adalah bentuk dan susunan laporan keuangan yang
diperuntukkan bagi Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.
6. Pengumuman Ringkasan Laporan Keuangan adalah bentuk dan susunan
pengumuman ringkasan laporan keuangan yang diperuntukkan bagi
Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.
II. BENTUK ...
End of Page 1
II. BENTUK DAN SUSUNAN LAPORAN KEUANGAN
Bentuk dan susunan Laporan Keuangan triwulanan, Laporan Keuangan tahunan,
dan Laporan Keuangan bulanan bagi Perusahaan Asuransi dan Perusahaan
Reasuransi yang tidak memenuhi ketentuan tingkat solvabilitas, adalah sebagai
berikut
1. untuk Perusahaan Asuransi Umum dan Perusahaan Reasuransi, sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran I Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini;
2. untuk Perusahaan Asuransi Jiwa, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini; dan
3. untuk Perusahaan Asuransi Jiwa yang memasarkan produk asuransi yang
dikaitkan dengan investasi, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III Surat
Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini;
yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan ini.
III. BENTUK DAN SUSUNAN PENGUMUMAN RINGKASAN LAPORAN KEUANGAN
Bentuk dan susunan Pengumuman Ringkasan Laporan Keuangan tahunan dan
bentuk dan susunan Pengumuman Ringkasan Laporan Keuangan triwulanan bagi
Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi, adalah sebagai berikut:
1. untuk Perusahaan Asuransi Umum dan Perusahaan Reasuransi, sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran IV Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini;
2. untuk Perusahaan Asuransi Jiwa, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran V
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini; dan
3. untuk Perusahaan Asuransi Jiwa yang memasarkan produk asuransi yang
dikaitkan dengan investasi, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran VI Surat
Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini;
yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan ini.
IV. PENYAMPAIAN LAPORAN KEUANGAN
1. Penyampaian Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam angka romawi
Il dilakukan dalam bentuk hasil cetak computer (hard copu) dan bentuk
elektronik.
End of Page 2
2. Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam angka romawi II wajib
ditandatangani oleh direksi.
V. PERNYATAAN AUDITOR INDEPENDEN
Laporan Keuangan tahunan yang disampaikan Perusahaan Asuransi dan
Perusahaan Reasuransi harus disertai dengan peryataan auditor independen
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (4) Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 53/PMK.010/2012.
VI. KETENTUAN LAIN-LAIN
Ringkasan Laporan Keuangan ini tidak berlaku bagi Perusahaan Asuransi dan
Perusahaan Reasuransi yang menyelenggarakan seluruh usahanya dengan prinsip
syariah atau bagi unit syariah dari Perusahaan Asuransi dan Perusahaan
Reasuransi yang menyelenggarakan sebagian usahanya dengan prinsip syariah.
VII. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku untuk
Laporan Keuangan triwulan III tahun 2013 dan selanjutnya.
Agar setiap orang mengetahui, memerintahkan pengumuman Surat Edaran
Otoritas Jasa Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 27 Agustus 2013
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS
INDUSTRI KEUANGAN NON BANK
OTORITAS JASA KEUANGAN,
Salinan sesuai dengan aslinya, Ttd.
Salinan sesuai dengan aslinya,
Kepala Bagian Bantuan Hukum
Otoritas Jasa Kcuangan, FIRDAUS DJAELANI
Otoritas Jasa Kcuangan,
1
Mufli Asmawidjaja
End of Page 3
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 2/SEOJK.05/2013 </reg_id>
<reg_title> BENTUK DAN SUSUNAN LAPORAN KEUANGAN SERTA BENTUK DAN SUSUNAN PENGUMUMAN RINGKASAN LAPORAN KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI </reg_title>
<set_date> 27 Agustus 2013 </set_date>
<effective_date> untuk Laporan Keuangan triwulan III tahun 2013 dan selanjutnya </effective_date>
<related_reg> '53/PMK.010/2012|PER-MENKEU/2012' </related_reg>
|
Yth.
1. Direksi Perusahaan Asuransi;
2. Direksi Perusahaan Reasuransi;
3. Direksi Perusahaan Asuransi Syariah; dan
4. Direksi Perusahaan Reasuransi Syariah,
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 26 /SEOJK.05/2017
TENTANG
PERSETUJUAN PENEMPATAN INVESTASI DAN
BUKAN INVESTASI PADA PERUSAHAAN ASURANSI,
PERUSAHAAN REASURANSI, PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH, DAN
PERUSAHAAN REASURANSI SYARIAH
Sehubungan dengan amanat ketentuan:
1. Pasal 12 ayat (5) dan Pasal 17 ayat (3) Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 71/POJK.05/2016 tentang Kesehatan Keuangan
Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 304, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5994);
2. Pasal 20 ayat (5) dan Pasal 24 ayat (4) Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 72/POJK.05/2016 tentang Kesehatan Keuangan
Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dengan Prinsip
Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor
305, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5995),
perlu diatur ketentuan mengenai persetujuan:
1. penempatan investasi yang melebihi batasan; dan
2. penempatan atas aset yang diperkenankan dalam bentuk bukan
investasi pada:
- 2 -
a. aset reasuransi yang bersumber dari perjanjian kontrak
jangka panjang (longterm contract) program reasuransi
dukungan modal (capital oriented reinsurance); atau
b. biaya akuisisi yang ditangguhkan (deferred acquisition cost),
bagi perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, perusahaan
asuransi syariah, dan perusahaan reasuransi syariah dalam Surat
Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud
dengan:
1. Perusahaan adalah perusahaan asuransi, perusahaan
reasuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan
reasuransi syariah, perusahaan asuransi yang memiliki unit
syariah, dan perusahaan reasuransi yang memiliki unit
syariah.
2. Pihak adalah orang atau badan usaha, baik yang berbentuk
badan hukum maupun yang tidak berbentuk badan hukum
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2014 tentang Perasuransian.
3. Pihak Yang Terafiliasi adalah Pihak yang memiliki
hubungan dengan satu atau lebih Pihak lain, sedemikian
rupa sehingga salah satu Pihak dapat mempengaruhi
pengelolaan atau kebijakan dari Pihak yang lain atau
sebaliknya.
4. Produk Asuransi Yang Dikaitkan Dengan Investasi yang
selanjutnya disebut PAYDI adalah produk asuransi yang
paling sedikit memberikan perlindungan terhadap risiko
kematian dan memberikan manfaat yang mengacu pada
hasil investasi dari kumpulan dana yang khusus dibentuk
untuk produk asuransi baik yang dinyatakan dalam bentuk
unit maupun bukan unit.
5.
Investee adalah Pihak tempat Perusahaan menempatkan
investasi.
6. Tingkat Solvabilitas adalah selisih antara jumlah aset yang
diperkenankan dikurangi dengan jumlah liabilitas.
- 3 -
II. PENEMPATAN
INVESTASI
YANG
WAJIB MENDAPAT
PERSETUJUAN DARI OTORITAS JASA KEUANGAN
Perusahaan harus mendapat persetujuan dari Otoritas Jasa
Keuangan apabila Perusahaan akan melakukan penempatan
investasi yang melebihi batasan. Adapun jenis investasi yang
dimaksud adalah penempatan seluruh investasi pada:
1. penyertaan langsung (saham yang tidak tercatat di bursa
efek) pada lembaga jasa keuangan yang telah mendapat izin
dari Otoritas Jasa Keuangan yang melebihi 10% (sepuluh
persen) dari jumlah investasi;
2. Pihak Yang Terafiliasi dengan Perusahaan yang melebihi
25% (dua puluh lima persen) dari jumlah investasi;
dan/atau
3. Pihak atau beberapa Pihak Yang Terafiliasi namun Pihak
tersebut tidak terafiliasi dengan Perusahaan yang melebihi
25% (dua puluh lima persen) dari jumlah investasi.
III. TATA CARA PENGAJUAN DAN PERSETUJUAN PENEMPATAN
INVESTASI YANG WAJIB MENDAPAT PERSETUJUAN OTORITAS
JASA KEUANGAN
1. Perusahaan mengajukan permohonan kepada Otoritas Jasa
Keuangan untuk memperoleh persetujuan atas penempatan
investasi Perusahaan yang melebihi batasan pada:
a. penyertaan langsung (saham yang tidak tercatat di
bursa efek) pada lembaga jasa keuangan yang telah
mendapat izin dari Otoritas Jasa Keuangan;
b. Pihak Yang Terafiliasi dengan Perusahaan; dan/atau
c. Pihak atau beberapa Pihak Yang Terafiliasi namun
Pihak tersebut tidak terafiliasi dengan Perusahaan.
2. Permohonan persetujuan atas penempatan investasi yang
melebihi batasan pada penyertaan langsung sebagaimana
dimaksud pada angka 1 huruf a disertai dokumen yang
paling sedikit memuat:
a.
latar
belakang
atau
pertimbangan
melakukan penyertaan langsung melebihi batasan;
Perusahaan
- 4 -
b. kondisi dan proyeksi keuangan Perusahaan termasuk
proyeksi kecukupan permodalan sebelum dan sesudah
penempatan investasi;
c.
hasil analisis profil risiko Perusahaan, sebelum dan
sesudah penempatan investasi, baik secara individual
maupun konsolidasi;
d. sumber pendanaan Perusahaan untuk melakukan
penempatan investasi;
e. surat pernyataan direksi atau yang setara dari
Perusahaan yang menyatakan bahwa penempatan
investasi yang dilakukan adalah dalam rangka investasi
jangka panjang dan tidak dimaksudkan untuk jual beli
saham;
f.
sistem pengendalian internal yang dimiliki oleh
Perusahaan berupa standar prosedur operasional atau
dokumen lainnya yang berkaitan dengan pengendalian
internal
Perusahaan
penyertaan langsung;
g.
hasil analisis mengenai profil Investee, termasuk
dukungan dan manfaat Investee tersebut terhadap
perkembangan Perusahaan;
h. laporan keuangan tahun terakhir yang telah diaudit
dan laporan keuangan 3 (tiga) bulan terakhir, serta
proyeksi keuangan 3 (tiga) tahun ke depan dari
Investee;
i.
j.
struktur kepemilikan dan kepengurusan terakhir
Investee;
perjanjian dan/atau konsep perjanjian:
1) antar pemegang saham Investee; dan/atau
2) antara Perusahaan dengan pemegang saham
Investee yang menjual saham kepada Perusahaan;
dan
k. fotokopi akta pendirian badan hukum dan anggaran
dasar Investee.
3.
Dalam hal Investee merupakan perusahaan yang didirikan
belum mencapai 1 (satu) tahun periode laporan keuangan,
terhadap
investasi
pada
- 5 -
dokumen sebagaimana pada angka 2 huruf h tidak
diperlukan namun Perusahaan harus menyampaikan
dokumen lainnya sebagai berikut:
a. tujuan pendirian Perusahaan;
b. studi kelayakan mengenai perkiraan usaha (business
forecasting) dan peluang pasar Investee; dan
c. dokumentasi pemberian izin usaha Investee dari
Otoritas Jasa Keuangan.
4. Permohonan persetujuan atas penempatan investasi yang
melebihi batasan pada Pihak Yang Terafiliasi dengan
Perusahaan sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf b
dan Pihak atau beberapa Pihak Yang Terafiliasi namun
Pihak tersebut
tidak
terafiliasi dengan Perusahaan
sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf c disertai
dokumen yang paling sedikit memuat:
a. kondisi dan proyeksi keuangan Perusahaan termasuk
proyeksi kecukupan permodalan 1 (satu) tahun
sebelum dan 3 (tiga) tahun sesudah penempatan
investasi;
b.
hasil analisis profil risiko Perusahaan, sebelum dan
sesudah penempatan investasi, baik secara individual
maupun konsolidasi;
c. sistem pengendalian internal yang dimiliki oleh
Perusahaan berupa standar prosedur operasional atau
dokumen lainnya yang berkaitan dengan pengendalian
internal Perusahaan terhadap investasi pada Pihak
Yang Terafiliasi dengan Perusahaan dan/atau Pihak
atau beberapa Pihak Yang Terafiliasi namun Pihak
tersebut tidak terafiliasi dengan Perusahaan; dan
d. daftar jenis investasi yang ditempatkan pada Pihak
Yang Terafiliasi dengan Perusahaan dan/atau Pihak
atau beberapa Pihak Yang Terafiliasi namun Pihak
tersebut tidak terafiliasi dengan Perusahaan sebelum
dan sesudah penempatan investasi beserta komposisi
dan nominalnya.
- 6 -
5. Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada angka 2,
angka 3, dan/atau angka 4, apabila dianggap perlu,
Otoritas Jasa Keuangan dapat meminta agar Perusahaan
menyampaikan hasil uji tuntas (due dilligence) dan/atau
dokumen pendukung lainnya.
6. Perusahaan harus menyampaikan surat pernyataan yang
menjamin kebenaran dokumen dan data sebagaimana
dimaksud pada angka 2, angka 3, dan/atau angka 4 yang
disampaikan dalam rangka permohonan persetujuan
penempatan investasi.
7. Otoritas
Jasa Keuangan memberikan
persetujuan,
permintaan kelengkapan dokumen, atau penolakan atas
permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dalam
jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak
permohonan diterima.
8. Dalam hal terdapat permintaan kelengkapan dokumen oleh
Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud pada angka
7, Perusahaan harus menyampaikan kelengkapan dokumen
paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal surat
permintaan kelengkapan dokumen dari Otoritas Jasa
Keuangan.
9. Apabila dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak
tanggal
surat
permintaan
kelengkapan
dokumen
sebagaimana dimaksud pada angka 8, Otoritas Jasa
Keuangan belum menerima tanggapan atas permintaan
kelengkapan dokumen dimaksud, Perusahaan dianggap
membatalkan permohonan sebagaimana dimaksud pada
angka 1.
10. Dalam hal Perusahaan telah menyampaikan kelengkapan
dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 8, Otoritas
Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan
terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada angka
1.
11. Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada angka
1 disetujui, Otoritas Jasa Keuangan menyampaikan surat
persetujuan kepada Perusahaan.
- 7 -
12. Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan menolak permohonan
sebagaimana dimaksud pada angka 1, penolakan harus
dilakukan secara tertulis dengan disertai alasannya.
13. Apabila dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal
persetujuan diberikan oleh Otoritas Jasa Keuangan,
Perusahaan tidak merealisasikan penempatan investasi
maka persetujuan Otoritas Jasa Keuangan menjadi tidak
berlaku.
14. Perusahaan harus menyampaikan laporan
realisasi
penempatan investasi paling lama 7 (tujuh) hari kerja
setelah penempatan investasi dilakukan.
15. Otoritas Jasa Keuangan dapat mencabut persetujuan atau
memerintahkan Perusahaan untuk menunda penempatan
investasi sebagaimana dimaksud pada angka 1 apabila
sebelum pelaksanaan realisasi penempatan investasi
tersebut terdapat perubahan struktur kepemilikan dan/atau
kepengurusan, penurunan kondisi keuangan Perusahaan
dan/atau adanya keputusan instansi
berpengaruh terhadap Perusahaan.
IV. ASET YANG DIPERKENANKAN DALAM BENTUK BUKAN
INVESTASI YANG WAJIB MENDAPAT PERSETUJUAN DARI
OTORITAS JASA KEUANGAN
Perusahaan harus mendapat persetujuan dari Otoritas Jasa
Keuangan apabila Perusahaan akan menggunakan aset yang
diperkenankan dalam bentuk bukan investasi yaitu untuk jenis
dan ketentuan sebagai berikut:
1. aset yang bersumber dari perjanjian kontrak jangka
panjang (longterm contract) program reasuransi dukungan
modal (capital oriented reinsurance), dengan ketentuan:
a. hanya untuk setiap PAYDI baru yang biaya akusisinya
dibayarkan terlebih dahulu oleh Perusahaan (back end
loading); dan
b. Perusahaan yang telah mengakui aset yang timbul dari
perjanjian program reasuransi dukungan modal (capital
oriented reinsurance) untuk satu PAYDI maka tidak
terkait yang
- 8 -
diperkenankan mengakui aset biaya akuisisi yang
ditangguhkan (deferred acquisition cost) atas PAYDI
yang sama; dan/atau
2. biaya akuisisi yang ditangguhkan (deferred acquisition cost),
dengan ketentuan:
a. hanya dapat dilakukan untuk PAYDI yang biaya
akuisisinya
dibayarkan
terlebih
Perusahaan (back-end loading); dan
b. Perusahan yang telah mengakui aset biaya akuisisi
yang
ditangguhkan
atas PAYDI maka tidak
diperkenankan mengakui aset yang timbul dari
perjanjian program reasuransi dukungan modal (capital
oriented reinsurance) untuk satu produk PAYDI yang
sama.
V. TATA CARA PENGAJUAN DAN PERSETUJUAN ASET YANG
DIPERKENANKAN DALAM BENTUK BUKAN INVESTASI YANG
WAJIB MENDAPAT PERSETUJUAN OTORITAS JASA KEUANGAN
1. Perusahaan mengajukan permohonan kepada Otoritas Jasa
Keuangan untuk memperoleh persetujuan atas:
a. aset yang bersumber dari perjanjian kontrak jangka
panjang (longterm contract)
dukungan modal (capital
dan/atau
program reasuransi
oriented reinsurance);
b. biaya akuisisi yang ditangguhkan (deferred acquisition
cost).
2. Permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a
disertai dokumen yang paling sedikit memuat:
a. konsep perjanjian kontrak jangka panjang (longterm
contract) program reasuransi dukungan modal (capital
oriented reinsurance) beserta mekanisme implementasi
dari perjanjian tersebut yang paling sedikit memuat:
1)
risiko asuransi yang terkait dengan polis yang
direasuransikan dialihkan kepada perusahaan
reasuransi, perusahaan reasuransi syariah, atau
unit syariah dari perusahaan reasuransi;
dahulu
oleh
- 9 -
2) kemungkinan yang wajar bahwa sejak tanggal
mulainya pertanggungan, perusahaan reasuransi,
perusahaan reasuransi syariah, atau unit syariah
dari perusahaan reasuransi dapat mengalami
kerugian berdasarkan syarat dan ketentuan
perjanjian; dan
3) kondisi yang menyebabkan terjadinya pengalihan
risiko asuransi yang signifikan;
b.
hasil analisis perhitungan Tingkat Solvabilitas sebelum
transaksi dan proyeksi setelah berlakunya perjanjian;
dan
c.
hasil analisis aktuaris terhadap proyeksi kinerja produk
asuransi yang akan didukung modal reasuransi
termasuk proyeksi Tingkat Solvabilitas
setelah
berlakunya perjanjian termasuk dampak produk yang
didukung perjanjian reasuransi terhadap solvabilitas
atau modal.
3. Permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf b
disertai dokumen yang paling sedikit memuat:
a.
hasil analisis perhitungan Tingkat Solvabilitas sebelum
pembentukan biaya akuisisi yang ditangguhkan dan
proyeksi setelah pembentukan biaya akuisisi yang
ditangguhkan; dan
b.
hasil analisis aktuaris Perusahaan terhadap proyeksi
kinerja produk asuransi yang akan dilakukan
pembentukan biaya akuisisi yang ditangguhkan.
4. Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada angka
2 dan/atau angka 3, apabila dianggap perlu, Otoritas Jasa
Keuangan dapat meminta agar Perusahaan menyampaikan
dokumen pendukung lainnya.
5. Otoritas
Jasa Keuangan memberikan
persetujuan,
permintaan kelengkapan dokumen, atau penolakan atas
permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dalam
jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak
permohonan diterima.
- 10 -
6. Dalam hal terdapat permintaan kelengkapan dokumen oleh
Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud pada angka
5, Perusahaan harus menyampaikan kelengkapan dokumen
paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal surat
permintaan kelengkapan dokumen dari Otoritas Jasa
Keuangan.
7. Apabila dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak
tanggal surat permintaan kelengkapan dokumen sebagaimana
dimaksud pada angka 6, Otoritas Jasa Keuangan belum
menerima tanggapan atas permintaan kelengkapan dokumen
dimaksud, Perusahaan dianggap membatalkan permohonan
sebagaimana dimaksud pada angka 1.
8. Dalam hal Perusahaan telah menyampaikan kelengkapan
dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 6, Otoritas Jasa
Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan terhadap
permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1.
9. Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1
disetujui, Otoritas Jasa Keuangan menyampaikan surat
persetujuan kepada Perusahaan.
10. Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan menolak permohonan
sebagaimana dimaksud angka 1, penolakan harus dilakukan
secara tertulis dengan disertai alasannya.
11. Apabila dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal
persetujuan diberikan oleh Otoritas Jasa Keuangan,
Perusahaan tidak merealisasikan program sebagaimana angka
1 huruf a atau huruf b maka persetujuan Otoritas Jasa
Keuangan menjadi tidak berlaku.
12. Perusahaan harus menyampaikan laporan realisasi program
paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah program dilakukan.
13. Otoritas Jasa Keuangan dapat mencabut persetujuan atau
memerintahkan Perusahaan untuk menunda program
sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a atau b apabila
sebelum pelaksanaan realisasi program tersebut terdapat
perubahan struktur kepemilikan dan kepengurusan,
penurunan kondisi keuangan Perusahaan, atau keputusan
instansi terkait yang berpengaruh terhadap Perusahaan.
- 11 -
VI. KETENTUAN PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini
mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 13 Juni 2017
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS
PERASURANSIAN, DANA PENSIUN,
LEMBAGA
LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
FIRDAUS DJAELANI
Salinan ini sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
PEMBIAYAAN, DAN
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 26/SEOJK.05/2017 </reg_id>
<reg_title> PERSETUJUAN PENEMPATAN INVESTASI DAN BUKAN INVESTASI PADA PERUSAHAAN ASURANSI, PERUSAHAAN REASURANSI, PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH, DAN PERUSAHAAN REASURANSI SYARIAH </reg_title>
<set_date> 13 Juni 2017 </set_date>
<effective_date> 13 Juni 2017 </effective_date>
<related_reg> '71/POJK.05/2016 | Pasal 12 ayat (5) dan Pasal 17 ayat (3)', '72/POJK.05/2016 | Pasal 20 ayat (5) dan Pasal 24 ayat (4)' </related_reg>
|
Yth.
1. Direksi Perusahaan Asuransi; dan
2. Direksi Perusahaan Asuransi Syariah,
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 32 /SEOJK.05/2016
TENTANG
SALURAN PEMASARAN PRODUK ASURANSI
MELALUI KERJA SAMA DENGAN BANK
(BANCASSURANCE)
Sehubungan dengan amanat ketentuan Pasal 45 ayat (3) Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan Nomor 23/POJK.05/2015 tentang Produk Asuransi dan
Pemasaran Produk Asuransi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2015 Nomor 287, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5770), perlu untuk mengatur lebih lanjut mengenai saluran pemasaran produk
asuransi melalui kerja sama dengan bank (bancassurance) dalam Surat Edaran
Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
1. Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud
dengan:
a. Perusahaan adalah perusahaan asuransi dan perusahaan
asuransi syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian.
b. Bank adalah:
1) Bank sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998; dan
2) Bank Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 1998 tentang Perbankan Syariah.
- 2 -
c. Bancassurance adalah aktivitas kerja sama antara Perusahaan
dengan Bank dalam rangka memasarkan produk asuransi
melalui Bank.
d. Produk Asuransi adalah:
1) program yang menjanjikan perlindungan terhadap 1 (satu)
jenis atau lebih risiko yang dapat diasuransikan yang
timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti dengan
memberikan penggantian kepada pemegang polis,
tertanggung, atau peserta karena kerugian, kerusakan,
biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung
jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita
pemegang polis, tertanggung, atau peserta, atau pemberian
jaminan pemenuhan kewajiban pihak yang dijamin kepada
pihak yang lain apabila pihak yang dijamin tersebut tidak
dapat memenuhi kewajibannya;
2) program yang menjanjikan perlindungan terhadap 1 (satu)
jenis atau lebih risiko yang terkait dengan meninggalnya
seseorang yang dipertanggungkan, hidup dan meninggalnya
seseorang yang dipertanggungkan, atau anuitas asuransi
jiwa;
3) program yang menjanjikan perlindungan terhadap 1 (satu)
jenis atau lebih risiko yang terkait dengan keadaan
kesehatan fisik seseorang atau menurunnya kondisi
kesehatan seseorang yang dipertanggungkan; dan/atau
4) program yang menjanjikan perlindungan terhadap 1 (satu)
jenis atau lebih risiko dengan memberikan penggantian
atau pembayaran kepada pemegang polis, tertanggung,
atau peserta atau pihak lain yang berhak dalam hal terjadi
kecelakaan.
e. Produk Asuransi Yang Dikaitkan Dengan Investasi yang
selanjutnya disebut PAYDI adalah Produk Asuransi yang paling
sedikit memberikan perlindungan terhadap risiko kematian dan
memberikan manfaat yang mengacu pada hasil investasi dari
kumpulan dana yang khusus dibentuk untuk Produk Asuransi
baik yang dinyatakan dalam bentuk unit maupun bukan unit.
f.
Polis Asuransi adalah akta perjanjian asuransi atau dokumen
lain yang dipersamakan dengan akta perjanjian asuransi, serta
- 3 -
dokumen lain yang merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan dengan perjanjian asuransi, yang dibuat secara
tertulis dan memuat perjanjian antara pihak Perusahaan dan
calon pemegang polis, tertanggung, atau peserta.
g. Rencana Bisnis adalah rencana bisnis sebagaimana dimaksud
dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor
15/SEOJK.05/2014 tentang Rencana Korporasi dan Rencana
Bisnis Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
Perusahaan Reasuransi, dan Perusahaan Reasuransi Syariah.
h. Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK adalah
Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
2. Surat Edaran OJK ini mengatur Perusahaan yang melakukan
pemasaran Produk Asuransi melalui Bancassurance.
II. PERSYARATAN PERUSAHAAN YANG AKAN MEMASARKAN PRODUK
ASURANSI MELALUI BANCASSURANCE
A. PERSYARATAN UMUM
1. Kerja sama antara Perusahaan dan Bank dikategorikan sebagai
Bancassurance apabila mekanisme kerja sama tersebut
menggunakan salah satu dari ketiga model bisnis sebagai
berikut:
a. Referensi
Dalam model bisnis ini, Bank berperan hanya
mereferensikan atau merekomendasikan suatu Produk
Asuransi kepada calon pemegang polis, tertanggung, atau
peserta. Model bisnis referensi dapat dibedakan menjadi:
1) Referensi dalam rangka produk Bank
Dalam model bisnis ini Bank mereferensikan atau
merekomendasikan Produk Asuransi kepada nasabah
Bank yang akan menjadi calon tertanggung atau
peserta, yang merupakan persyaratan untuk
memperoleh suatu produk perbankan.
2) Referensi tidak dalam rangka produk Bank
Dalam model bisnis ini Bank mereferensikan atau
merekomendasikan Produk Asuransi kepada calon
pemegang polis, tertanggung, atau peserta, yang tidak
- 4 -
menjadi persyaratan untuk memperoleh suatu produk
perbankan.
b. Kerja Sama Distribusi
Dalam model bisnis ini Bank berperan memasarkan Produk
Asuransi dengan cara memberikan penjelasan mengenai
Produk Asuransi tersebut secara langsung kepada calon
pemegang polis, tertanggung, atau peserta.
c.
Integrasi Produk
Dalam model bisnis ini Bank berperan memasarkan Produk
Asuransi kepada calon pemegang polis, tertanggung, atau
peserta dengan cara modifikasi dan/atau menggabungkan
Produk Asuransi dengan produk perbankan (bundled
product). Peran Bank tidak hanya meneruskan dan
memberikan penjelasan atas Produk Asuransi kepada calon
pemegang polis, tertanggung, atau peserta, tetapi juga
menindaklanjuti aplikasi atas bundled product termasuk
yang terkait dengan Produk Asuransi kepada Perusahaan.
2. Kerja sama antara Perusahaan dan Bank tidak dapat
dikategorikan sebagai Bancassurance dalam hal:
a. Bank sebagai tertanggung atau peserta; dan/atau
b.
risiko yang diasuransikan adalah aset Bank atau pegawai
Bank.
3. Perusahaan yang akan memasarkan Produk Asuransi melalui
Bancassurance harus:
a. memenuhi ketentuan tingkat kesehatan keuangan;
b. tidak sedang dikenai sanksi administratif;
c.
terlebih dahulu mencantumkan rencana kerja sama
Bancassurance tersebut dalam Rencana Bisnis Perusahaan
tahun yang sama dengan tahun rencana pelaksanaan kerja
sama Bancassurance; dan
d.
terlebih dahulu memperoleh surat pencatatan atau surat
persetujuan atas Produk Asuransi dimaksud dari OJK.
4. Perusahaan yang memasarkan Produk Asuransi melalui
Bancassurance harus terlebih dahulu memperoleh surat
persetujuan Bancassurance dari OJK.
- 5 -
5. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf b tidak
berlaku dalam hal permohonan persetujuan Bancassurance
sebagaimana dimaksud pada angka 4 merupakan salah satu
upaya untuk dapat dicabutnya sanksi administratif yang dikenai
kepada Perusahaan karena belum memperoleh surat
persetujuan Bancassurance.
6. Rencana Bisnis sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf c
tunduk dan mengacu pada Surat Edaran OJK Nomor
15/SEOJK.05/2014 tentang Rencana Korporasi dan Rencana
Bisnis Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
Perusahaan Reasuransi, dan Perusahaan Reasuransi Syariah.
B. PERSYARATAN DAN KRITERIA YANG HARUS DIPENUHI DALAM
MASING-MASING MODEL BISNIS BANCASSURANCE
1. Perusahaan harus memastikan kesesuaian jenis Produk
Asuransi yang akan dipasarkan dengan pemilihan model bisnis
Bancassurance.
2. Kerja sama Bancassurance dikategorikan dalam model bisnis
referensi dalam rangka produk Bank apabila memenuhi kriteria
sebagai berikut:
a. Produk Asuransi yang dipasarkan hanya memberikan
manfaat proteksi/perlindungan; dan
b. pemasaran Produk Asuransi tersebut dimaksudkan untuk
kepentingan dan perlindungan Bank atas risiko terkait
dengan produk perbankan yang diterbitkan atau jasa yang
dilaksanakan oleh Bank kepada calon tertanggung atau
peserta.
3. Kerja sama Bancassurance dikategorikan dalam model bisnis
referensi tidak dalam rangka produk Bank apabila mekanisme
pemasaran Produk Asuransi dilakukan oleh Bank hanya sebatas
mereferensikan atau merekomendasikan Produk Asuransi
tersebut dengan alternatif mekanisme sebagai berikut:
a. penerusan brosur, leaflet, dan/atau hal-hal sejenis yang
memuat penawaran, informasi, dan/atau penjelasan dari
Perusahaan atas suatu Produk Asuransi yang akan
ditawarkan kepada calon pemegang polis, tertanggung, atau
peserta, baik secara tatap muka maupun melalui surat dan
media elektronik, termasuk menggunakan situs web Bank;
- 6 -
b. penyediaan ruangan di dalam lingkungan kantor Bank yang
dapat digunakan oleh Perusahaan dalam rangka pemasaran
Produk Asuransi (in-branch sales) kepada calon pemegang
polis, tertanggung, atau peserta; dan/atau
c. penyediaan data nasabah Bank yang dapat digunakan oleh
Perusahaan dalam rangka pemasaran Produk Asuransi.
4. Perusahaan yang menggunakan ruangan yang disediakan di
dalam lingkungan kantor Bank untuk memasarkan Produk
Asuransi (in-branch sales) sebagaimana dimaksud pada angka 3
huruf b, harus:
a. menunjukkan nama Perusahaan secara jelas pada
ruangan/counter/meja yang digunakan; dan
b. pegawai Perusahaan yang melakukan pemasaran pada
ruangan/counter/meja tersebut harus tetap menggunakan
identitas pegawai Perusahaan.
5. Penggunaan data nasabah Bank dalam rangka pemasaran
Produk Asuransi sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf c,
harus tetap memenuhi peraturan OJK mengenai perlindungan
konsumen sektor jasa keuangan, peraturan perundang-
undangan di bidang perbankan yang terkait dengan persyaratan
dan tata cara pemberian perintah atau izin tertulis membuka
rahasia Bank, dan ketentuan mengenai penggunaan data pribadi
nasabah Bank.
6. Kerja sama Bancassurance dikategorikan dalam model bisnis
kerja sama distribusi apabila mekanisme pemasaran Produk
Asuransi dilakukan oleh Bank dengan cara memberikan
penjelasan Produk Asuransi kepada calon pemegang polis,
tertanggung, atau peserta melalui alternatif sebagai berikut:
a. tatap muka dengan calon pemegang polis, tertanggung,
atau peserta; dan/atau
b. sarana komunikasi jarak jauh (telemarketing), termasuk
melalui surat, media elektronik, dan situs web Bank.
7. PAYDI yang dipasarkan melalui Bancassurance model bisnis
kerja sama distribusi terbatas hanya untuk PAYDI yang memiliki
strategi investasi pasar uang dan/atau strategi investasi
pendapatan tetap.
- 7 -
8. Kerja sama Bancassurance dikategorikan dalam model bisnis
integrasi produk apabila Bank secara aktif melakukan
pemasaran Produk Asuransi yang digabungkan dengan produk
perbankan (bundled product) melalui alternatif sebagai berikut:
a. tatap muka dengan calon pemegang polis, tertanggung,
atau peserta; dan/atau
b. sarana komunikasi jarak jauh (telemarketing), termasuk
melalui surat, media elektronik, dan situs web Bank.
9. Produk Asuransi yang yang digabungkan dengan produk
perbankan (bundled product) dan dipasarkan melalui
Bancassurance model bisnis integrasi produk sebagaimana
dimaksud pada angka 8, harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
a. dapat dipisahkan dengan produk yang menjadi risiko Bank
sehingga risiko Produk Asuransi dan risiko produk
perbankan dapat diidentifikasi, diukur, dipantau, dan
dikendalikan;
b. memiliki karakteristik hanya memberikan proteksi/
perlindungan;
c. memiliki nama produk yang mencerminkan bahwa produk
tersebut merupakan gabungan Produk Asuransi dan
produk perbankan; dan
d. masa asuransi paling sedikit harus sama dengan jangka
waktu produk perbankan.
10. Dalam hal model bisnis yang digunakan adalah kerja sama
distribusi atau integrasi produk, Perusahaan harus memiliki dan
menyimpan dokumen yang dapat membuktikan bahwa pegawai
Bank yang memasarkan Produk Asuransi telah:
a. memiliki sertifikasi keagenan asuransi yang dikeluarkan
oleh asosiasi terkait; dan
b. memperoleh pelatihan mengenai Produk Asuransi yang
akan dipasarkan.
11. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 10 huruf a tidak
berlaku untuk pemasaran Produk Asuransi mikro.
12. Dalam hal Produk Asuransi yang dipasarkan melalui
Bancassurance adalah PAYDI, Perusahaan harus memenuhi
- 8 -
persyaratan terkait PAYDI sebagaimana diatur dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang perasuransian.
C. PENYUSUNAN PERJANJIAN BANCASSURANCE
1. Perusahaan dan Bank dapat membuat satu atau lebih perjanjian
Bancassurance.
2. Setiap perjanjian Bancassurance hanya dapat memuat secara
spesifik 1 (satu) model bisnis untuk 1 (satu) Produk Asuransi
atau 1 (satu) bundled product yang dipasarkan.
3. Perjanjian Bancassurance harus disusun dengan menggunakan
bahasa Indonesia.
4. Dalam hal perjanjian Bancassurance disusun menggunakan
bahasa Indonesia dan bahasa asing secara berdampingan,
perjanjian Bancassurance harus mencantumkan klausula yang
menyatakan bahwa bahasa yang dijadikan acuan dalam hal
terjadi sengketa atau perbedaan pendapat adalah bahasa
Indonesia.
5. Dalam perjanjian kerja sama Bancassurance khusus untuk
model bisnis referensi dalam rangka produk Bank, tidak
terdapat ketentuan yang dapat diartikan bahwa Perusahaan
hanya akan memasarkan Produk Asuransi dengan Bank secara
eksklusif.
6. Perjanjian Bancassurance harus memuat paling sedikit hal
sebagai berikut:
a. kejelasan hak dan kewajiban masing-masing pihak,
terutama adanya klausula yang menyatakan tanggung
jawab masing-masing pihak dalam melakukan
Bancassurance, antara lain sebagai berikut:
1) untuk model bisnis referensi dan/atau kerja sama
distribusi, Perusahaan menanggung risiko atas Produk
Asuransi yang dipasarkan; atau
2) untuk model bisnis integrasi produk, Perusahaan
bertanggung jawab atas risiko dari Produk Asuransi
dan Bank bertanggung jawab atas risiko dari produk
perbankan;
b. klausula khusus terkait dengan model bisnis dan/atau fitur
khusus PAYDI untuk model bisnis kerja sama distribusi,
yaitu antara lain Perusahaan harus mencatat dan
- 9 -
mengelola secara khusus aset dan liabilitas Perusahaan
yang bersumber dari investasi PAYDI;
c. model bisnis yang digunakan, dan Produk Asuransi atau
bundled product yang dipasarkan;
d. jangka waktu perjanjian;
e. pengambilan keputusan underwriting dan keputusan klaim
sepenuhnya menjadi kewenangan Perusahaan;
f.
prosedur penutupan asuransi, dan pembayaran premi atau
kontribusi;
g. prosedur penyelesaian dan pembayaran klaim;
h. klausula yang mengatur mengenai besaran komisi yang
diberikan Perusahaan kepada Bank dalam rangka
Bancassurance;
i.
kejelasan tanggung jawab masing-masing pihak dalam
melaksanakan kewajiban Anti Pencucian Uang –
Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU-PPT);
j.
klausula yang memuat kondisi yang menyebabkan
berakhirnya perjanjian kerja sama, termasuk berakhirnya
kerja sama akibat salah satu pihak baik Perusahaan atau
Bank dicabut izin usahanya oleh OJK;
k. kejelasan penyelesaian hak dan kewajiban masing-masing
pihak, termasuk kewajiban kepada pemegang polis,
tertanggung, atau peserta, dan/atau penerima manfaat
apabila perjanjian kerja sama berakhir, baik karena
berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja sama maupun
karena memenuhi kondisi yang menyebabkan berakhirnya
kerja sama sebagaimana dimaksud pada huruf j;
l.
kejelasan batas tanggung jawab masing-masing pihak pada
setiap Produk Asuransi yang dipasarkan apabila terjadi
perselisihan dengan pemegang polis, tertanggung, atau
peserta; dan
m. kewajiban para pihak untuk menjaga kerahasiaan data
nasabah.
III. TATA CARA PERMOHONAN PERSETUJUAN BANCASSURANCE
1. Permohonan untuk memperoleh surat persetujuan Bancassurance
sebagaimana dimaksud dalam romawi II huruf A angka 4
- 10 -
disampaikan kepada OJK dengan melampirkan dokumen sebagai
berikut:
a. formulir permohonan persetujuan Bancassurance sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini;
b. draft perjanjian Bancassurance yang telah diparaf para pihak;
c. copy surat persetujuan/pencatatan Produk Asuransi;
d. ringkasan informasi Produk Asuransi; dan
e. contoh brosur, media pemasaran, atau surat permohonan
asuransi yang mencantumkan informasi mengenai komisi yang
diberikan kepada pihak Bank.
2. Dalam hal kerja sama Bancassurance yang digunakan adalah model
bisnis kerja sama distribusi atau integrasi produk, selain
kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 1,
Perusahaan harus menyampaikan dokumen yang membuktikan
bahwa pegawai Bank telah memperoleh:
a.
sertifikasi keagenan asuransi yang dikeluarkan oleh asosiasi
terkait; dan
b. pelatihan mengenai Produk Asuransi yang akan dipasarkan.
3. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf a tidak
berlaku untuk pemasaran Produk Asuransi mikro.
4. Permohonan untuk memperoleh surat persetujuan Bancassurance
sebagaimana dimaksud pada angka 1 diajukan secara online oleh
Perusahaan.
5. Permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 4 diajukan dengan
mengunggah (upload) seluruh dokumen persyaratan persetujuan
Bancassurance melalui sistem perizinan dan registrasi terintegrasi
OJK.
6. Perusahaan harus berkoordinasi dengan Bank dalam rangka proses
pengunggahan (upload) seluruh dokumen sebagaimana dimaksud
pada angka 5 sehingga proses pengunggahan (upload) oleh
Perusahaan dan Bank tersebut dapat dilakukan pada hari kerja yang
sama atau dalam selang waktu paling lama 2 (dua) hari kerja sejak
salah satu pihak yang akan melakukan kerjasama Bancassurance
melakukan registrasi dalam sistem perizinan dan registrasi
terintegrasi OJK.
- 11 -
7. Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 6 tidak
terpenuhi, permohonan untuk memperoleh surat persetujuan
Bancassurance akan dinyatakan batal secara otomatis oleh sistem
perizinan dan registrasi terintegrasi OJK.
8. OJK melakukan analisis seluruh dokumen yang telah diunggah
sebagaimana dimaksud pada angka 5, dengan memperhatikan dan
mempertimbangkan hal sebagai berikut:
a. kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
Surat Edaran OJK ini; dan
b. kesesuaian dengan seluruh ketentuan terkait pemasaran Produk
Asuransi, kesehatan, dan penyelenggaraan usaha Perusahaan.
9. Dalam hal dokumen yang dilampirkan belum sesuai dengan
ketentuan atau berdasarkan penilaian OJK Perusahaan dinyatakan
belum memenuhi ketentuan untuk melakukan kerja sama
Bancassurance, OJK menyampaikan pemberitahuan penolakan
permohonan persetujuan Bancassurance kepada Perusahaan dengan
disertai alasan penolakan.
10. Dalam hal OJK menolak permohonan persetujuan Bancassurance
sebagaimana dimaksud pada angka 9, Perusahaan dapat
mengajukan kembali permohonan persetujuan Bancassurance
dengan melakukan pengajuan permohonan ulang secara online
sebagaimana dimaksud pada angka 4.
11. Dalam hal dokumen telah sesuai dengan ketentuan peraturan yang
berlaku dan berdasarkan penilaian OJK Perusahaan dinyatakan
telah memenuhi ketentuan untuk melakukan kerja sama
Bancassurance, OJK memberikan surat persetujuan Bancassurance
kepada Perusahaan.
12. Pemberitahuan penolakan permohonan persetujuan Bancassurance
sebagaimana dimaksud pada angka 9 atau surat persetujuan
Bancassurance sebagaimana dimaksud pada angka 11, disampaikan
oleh OJK dalam jangka waktu paling lama 19 (sembilan belas) hari
kerja sejak Perusahaan menerima pemberitahuan penyampaian
permohonan persetujuan Bancassurance dari sistem perizinan dan
registrasi terintegrasi OJK.
13. Permohonan persetujuan Bancassurance yang disampaikan kepada
OJK secara online setelah pukul 17.00 WIB dianggap diterima OJK
pada hari kerja berikutnya.
- 12 -
14. Dalam hal terjadi gangguan teknis sistem perizinan dan registrasi
terintegrasi OJK pada saat penyampaian permohonan persetujuan
Bancassurance, permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 4
disampaikan kepada OJK secara offline.
15. Permohonan persetujuan Bancassurance secara offline, harus
disampaikan oleh Perusahaan dalam bentuk data elektronik dengan
menggunakan media berupa compact disc (CD) atau media
penyimpanan data elektronik lainnya.
16. Perusahaan menyampaikan permohonan persetujuan Bancassurance
secara offline ditujukan kepada:
a. untuk pemasaran Produk Asuransi konvensional:
Otoritas Jasa Keuangan
u.p. Direktur Kelembagaan dan Produk IKNB
Gedung Menara Merdeka
Mailing Room Lantai 12
Jl. Budi Kemuliaan I No.2
Jakarta Pusat
b. untuk pemasaran Produk Asuransi dengan prinsip syariah:
Otoritas Jasa Keuangan
u.p. Direktur IKNB Syariah
Gedung Menara Merdeka
Mailing Room Lantai 12
Jl. Budi Kemuliaan I No.2
Jakarta Pusat
17. Penyampaian permohonan persetujuan Bancassurance secara offline
dapat dilakukan dengan salah satu cara sebagai berikut:
a. diserahkan langsung ke kantor OJK; atau
b. dikirim melalui perusahaan jasa pengiriman,
sesuai dengan alamat kantor OJK sebagaimana dimaksud pada
angka 16.
18. Apabila gangguan teknis sebagaimana dimaksud pada angka 14
dialami oleh OJK, OJK mengumumkan melalui situs web OJK pada
hari yang sama saat terjadinya gangguan teknis beserta mekanisme
pemrosesan permohonan persetujuan Bancassurance.
19. Perusahaan dinyatakan telah menyampaikan permohonan
persetujuan Bancassurance dengan ketentuan sebagai berikut:
- 13 -
a. untuk penyampaian secara online melalui sistem perizinan dan
registrasi terintegrasi OJK, dibuktikan dengan pemberitahuan
dari OJK yang diterbitkan oleh sistem perizinan dan registrasi
terintegrasi OJK dimaksud; atau
b. untuk penyampaian secara offline, dibuktikan dengan:
1) surat tanda terima dari OJK, apabila permohonan
disertakan langsung ke kantor OJK sebagaimana dimaksud
pada angka 17 huruf a; atau
2) tanda terima pengiriman dari perusahaan jasa pengiriman,
apabila permohonan dikirim melalui perusahaan jasa
pengiriman sebagaimana dimaksud pada angka 17 huruf b.
20. Dalam hal terdapat perubahan alamat kantor OJK untuk
penyampaian permohonan persetujuan Bancassurance sebagaimana
dimaksud pada angka 16, OJK akan menyampaikan pemberitahuan
mengenai perubahan alamat melalui surat atau pengumuman.
21. Perusahaan harus menyimpan seluruh berkas permohonan
persetujuan Bancassurance untuk jangka waktu sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dapat
menunjukkan berkas permohonan dimaksud apabila dibutuhkan
sewaktu-waktu.
IV. MANAJEMEN RISIKO PERUSAHAAN DALAM RANGKA BANCASSURANCE
1. Perusahaan bertanggung jawab atas Produk Asuransi yang
dipasarkan melalui Bancassurance.
2. Perusahaan memiliki kewenangan sepenuhnya atas proses
pengambilan keputusan underwriting dan verifikasi keputusan klaim
sesuai dengan syarat dan ketentuan Produk Asuransi yang
dipasarkan.
3. Perusahaan yang melakukan Bancassurance bertanggung jawab atas
semua tindakan Bank yang berkaitan dengan pemasaran Produk
Asuransi melalui Bancassurance dimaksud.
4. Perusahaan harus memastikan bahwa Bank yang melakukan
Bancassurance mematuhi ketentuan
mengenai
manajemen risiko bagi Bank yang melakukan Bancassurance.
5. Perusahaan harus memastikan bahwa perolehan data dan/atau
informasi pribadi calon pemegang polis, tertanggung, atau peserta
penerapan
- 14 -
dari Bank telah memperoleh persetujuan tertulis dari calon pemegang
polis, tertanggung, atau peserta.
6. OJK dapat memerintahkan Perusahaan menghentikan
Bancassurance dalam hal OJK menilai Bancassurance yang
dilaksanakan:
a. tidak sesuai dengan perjanjian Bancasurance;
b. tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku; dan/atau
c. berdampak negatif terhadap kesehatan keuangan Perusahaan.
7. Perusahaan harus mengakhiri kerja sama sebelum berakhirnya
perjanjian atau tidak memperpanjang kerja sama apabila:
a. Bank tidak memenuhi kewajiban sebagaimana diatur dalam
perjanjian Bancassurance, misalnya tidak meneruskan
pembayaran premi atau kontribusi yang dibayarkan pemegang
polis, tertanggung, atau peserta; dan/atau
b. OJK telah memerintahkan Perusahaan untuk mengakhiri kerja
sama Bancassurance sebagaimana diatur pada angka 6.
V. ASPEK PERLINDUNGAN KONSUMEN
1. Dalam hal Bancassurance melalui model bisnis kerja sama distribusi
dan integrasi produk, Perusahaan harus memastikan bahwa sebelum
penutupan atas Produk Asuransi calon pemegang polis, tertanggung,
atau peserta telah memperoleh penjelasan secara lengkap mengenai
manfaat dan biaya Produk Asuransi yang ditawarkan oleh Bank.
2. Dalam hal Produk Asuransi yang dipasarkan melalui Bancassurance
merupakan PAYDI, Perusahaan harus memastikan bahwa sebelum
penutupan atas Produk Asuransi calon pemegang polis, tertanggung,
atau peserta telah memperoleh penjelasan secara lengkap mengenai
manfaat, biaya, dan risiko Produk Asuransi yang ditawarkan oleh
Bank.
3. Dalam hal pemasaran Produk Asuransi dilakukan secara tatap muka,
kepastian bahwa calon pemegang polis, tertanggung, atau peserta
telah memperoleh penjelasan sebagaimana dimaksud pada angka 1
dan angka 2, harus dituangkan dalam surat pernyataan bahwa calon
pemegang polis, tertanggung, atau peserta telah memperoleh
penjelasan dan memahami manfaat, biaya, dan risiko Produk
Asuransi yang ditawarkan oleh Bank.
- 15 -
4. Surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada angka 3 harus dibuat
dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing berdampingan
dengan bahasa Indonesia dan ditandatangani oleh calon pemegang
polis, tertanggung, atau peserta dengan menggunakan tanda tangan
basah.
5. Dalam hal pemasaran Produk Asuransi dilakukan melalui
komunikasi jarak jauh seperti telepon, bentuk kepastian bahwa calon
pemegang polis, tertanggung, atau peserta telah memperoleh
penjelasan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2, harus
berupa rekaman suara, dokumen, dan/atau bukti lain yang
menyatakan bahwa calon pemegang polis, tertanggung, atau peserta
telah memahami seluruh penjelasan tersebut.
6. Perusahaan harus memastikan bahwa sebelum terjadi penutupan
asuransi, calon pemegang polis, tertanggung, atau peserta telah
memperoleh informasi mengenai biaya yang harus dibayar, termasuk
transparansi informasi mengenai komisi yang diberikan oleh
Perusahaan kepada Bank dalam rangka Bancassurance.
7.
Informasi mengenai transparansi biaya yang harus dibayar
sebagaimana dimaksud pada angka 6, harus dituangkan dalam
media pemasaran dan/atau surat permohonan asuransi.
8. Perusahaan harus memastikan bahwa dalam media pemasaran
terdapat pernyataan bahwa Produk Asuransi yang dipasarkan bukan
merupakan tanggung jawab Bank dan tidak termasuk dalam
cakupan program penjaminan oleh Lembaga Penjamin Simpanan.
9. Perusahaan harus menerbitkan ikhtisar polis, sertifikat polis
asuransi, atau tanda bukti kepesertaan bagi masing-masing
pemegang polis, tertanggung, atau peserta.
10. Dalam hal model bisnis yang digunakan adalah integrasi produk,
ikhtisar polis, sertifikat polis asuransi, atau tanda bukti kepesertaan
dapat dicetak oleh Bank.
11. Dalam ikhtisar polis, sertifikat polis asuransi, atau tanda bukti
kepesertaan sebagaimana dimaksud dalam angka 9 harus
dinyatakan secara jelas bahwa risiko asuransi menjadi tanggung
jawab Perusahaan.
12. Ikhtisar polis, sertifikat polis asuransi, atau tanda bukti kepesertaan
sebagaimana dimaksud pada angka 9 dan angka 10 harus
- 16 -
disampaikan kepada calon pemegang polis, tertanggung, atau
peserta.
13. Perusahaan harus memastikan bahwa ikhtisar polis, sertifikat polis
asuransi, atau tanda bukti kepesertaan telah diterima oleh calon
pemegang polis, tertanggung, atau peserta.
14. Perusahaan harus memastikan bahwa Bank senantiasa menjaga
kecukupan jumlah pegawai yang memiliki sertifikasi keagenan di
setiap kantor yang melakukan Bancassurance.
VI. PENUTUP
1. Surat persetujuan Bancassurance yang telah diterbitkan oleh OJK
sebelum Surat Edaran OJK ini mulai berlaku, dinyatakan tetap
berlaku.
2. Proses permohonan persetujuan Bancassurance yang telah diajukan
kepada OJK dan belum selesai pada saat Surat Edaran OJK ini
ditetapkan, diproses sesuai ketentuan yang berlaku saat permohonan
diajukan Perusahaan.
3. Ketentuan dalam Surat Edaran OJK ini mulai berlaku pada tanggal 1
September 2016.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 30 Agustus 2016
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS
PERASURANSIAN, DANA PENSIUN,
LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN
LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN,
Salinan sesuai dengan aslinya
Kepala Departemen Hukum
ttd
Sudarmaji
ttd
FIRDAUS DJAELANI
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 32/SEOJK.05/2016 </reg_id>
<reg_title> SALURAN PEMASARAN PRODUK ASURANSI MELALUI KERJA SAMA DENGAN BANK (BANCASSURANCE) </reg_title>
<set_date> 30 Agustus 2016 </set_date>
<effective_date> 1 September 2016 </effective_date>
<related_reg> '23/POJK.05/2015 | Pasal 45 ayat (3)' </related_reg>
|
Yth.
Direksi Bank Perkreditan Rakyat
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 16/SEOJK.03/2015
TENTANG
BANK PERKREDITAN RAKYAT
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor: 20/POJK.03/2014 tentang Bank Perkreditan Rakyat (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 351 Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5629), selanjutnya disebut POJK
tentang BPR, Otoritas Jasa Keuangan perlu mengatur ketentuan
pelaksanaan mengenai Bank Perkreditan Rakyat dalam Surat Edaran
Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
1. Pengajuan permohonan izin, pengajuan rencana dan/atau
penyampaian laporan kepada Dewan Komisioner Otoritas Jasa
Keuangan dan/atau Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana diatur
dalam POJK tentang BPR menggunakan format lampiran yang
ditetapkan dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Surat Edaran ini.
2. Dalam hal format permohonan izin, pengajuan rencana dan/atau
penyampaian laporan tidak diatur secara khusus dalam Surat
Edaran ini maka format tersebut diserahkan kepada masing-
masing Bank Perkreditan Rakyat, selanjutnya disebut BPR.
3. Pengaturan mengenai kegiatan layanan dengan menggunakan
kartu Automated Teller Machine (ATM) dan/atau kartu debet selain
mengacu pada POJK tentang BPR, tunduk pada ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan kegiatan alat
pembayaran dengan menggunakan kartu dan peraturan
pelaksanaannya.
II. PENDIRIAN ...
- 2 -
II. PENDIRIAN BANK PERKREDITAN RAKYAT
1. Pemenuhan persyaratan modal disetor minimum untuk pendirian
BPR, diatur berdasarkan tempat kedudukan BPR yang dibagi
dalam 4 (empat) zona yaitu:
a. Zona 1 dengan modal disetor minimum Rp14.000.000.000,00
(empat belas miliar rupiah);
b. Zona 2 dengan modal disetor minimum Rp8.000.000.000,00
(delapan miliar rupiah);
c. Zona 3 dengan modal disetor minimum Rp6.000.000.000,00
(enam miliar rupiah); dan
d. Zona 4 dengan modal disetor minimum Rp4.000.000.000,00
(empat miliar rupiah).
Daftar nama kabupaten atau kota pada zona 1 sampai dengan
zona 4 terdapat pada Lampiran I yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
2. Dengan pertimbangan tertentu, Otoritas Jasa Keuangan
berwenang menetapkan jumlah modal disetor di atas jumlah
minimum sebagaimana dimaksud pada angka 1.
Penetapan jumlah modal disetor yang lebih tinggi didasarkan pada
pertimbangan antara lain kelangsungan pengembangan kegiatan
usaha BPR ke depan sehingga dapat beroperasi secara
berkesinambungan. Kelangsungan pengembangan kegiatan usaha
BPR ke depan dimaksud antara lain ditetapkan berdasarkan
penilaian terhadap perkembangan dan kemajuan daerah, potensi
ekonomi, perkembangan harga barang dan jasa, jumlah dan
tingkat persaingan antara lembaga keuangan bank dan non bank,
jumlah penduduk, dan luas wilayah.
Penetapan jumlah modal disetor yang lebih tinggi tersebut tidak
melampaui jumlah modal disetor minimum pada zona yang
setingkat lebih tinggi.
Contoh:
Calon pemegang saham berencana mendirikan sebuah BPR yang
berlokasi di zona 4 dengan persyaratan modal disetor minimum
sebesar Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah). Dengan
mempertimbangkan ...
- 3 -
mempertimbangkan kondisi kelangsungan dan pengembangan
kegiatan usaha BPR di wilayah pendirian BPR, Otoritas Jasa
Keuangan berwenang menetapkan persyaratan jumlah modal
disetor lebih tinggi dari Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah)
namun tidak melampaui jumlah modal disetor minimum pada zona
3 yaitu sebesar Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).
3. Atas inisiatif calon pemegang saham, penyetoran modal dapat
dilakukan melebihi jumlah modal disetor sebagaimana dimaksud
pada angka 1 dan angka 2.
4. Dalam hal terjadi pemekaran wilayah, persyaratan modal disetor
minimum untuk mendirikan BPR mengacu pada jumlah modal
disetor minimum pada zona asal sebelum terjadi pemekaran
wilayah.
Contoh:
Sesuai Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan yang berlaku saat
ini, Kabupaten X merupakan salah satu kabupaten atau kota yang
berada di zona 2 dengan modal disetor minimum sebesar
Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah). Seiring dengan
perkembangan dan potensi ekonomi Kabupaten X, dengan
mengacu pada Undang-Undang mengenai pemerintahan daerah,
Kabupaten X dipisahkan menjadi 2 (dua) kabupaten yaitu
Kabupaten X dan Kabupaten Y. Mengingat Kabupaten Y
merupakan kabupaten baru sehingga belum tercantum dalam
salah satu daftar zona pada Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan,
setiap pendirian BPR di wilayah Kabupaten Y mengacu pada
jumlah modal disetor minimum Kabupaten X sebesar
Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).
5. Dalam hal terdapat kabupaten atau kota yang bukan berasal dari
hasil pemekaran wilayah dan belum tercantum dalam daftar nama
kabupaten atau kota sesuai zona sebagaimana pada Lampiran I,
jumlah modal disetor minimum pada kabupaten atau kota tersebut
adalah sebesar jumlah modal disetor minimum pada zona
kabupaten atau kota terdekat dengan persyaratan modal disetor
minimum yang terbesar.
6. Kantor ...
- 4 -
6. Kantor Pusat BPR yang akan berpindah ke zona yang memiliki
persyaratan modal disetor pendirian BPR yang lebih tinggi dari
zona kantor pusat BPR semula, harus memenuhi persyaratan
modal disetor pendirian BPR di zona lokasi pemindahan alamat
kantor pusat dimaksud.
Contoh:
BPR X semula berkantor pusat di Kabupaten Cirebon yang
termasuk dalam zona 2 dan memiliki persyaratan modal disetor
dalam rangka pendirian BPR sebesar Rp8.000.000.000,00 (delapan
miliar rupiah). Apabila BPR X akan memindahkan kantor pusatnya
ke Kota Bandung yang termasuk dalam zona 1, BPR X wajib
menambah modal disetor menjadi minimal
sebesar
Rp14.000.000.000,00 (empat belas miliar rupiah) sesuai dengan
persyaratan modal disetor dalam rangka pendirian BPR di zona 1.
III. PERIZINAN BANK PERKREDITAN RAKYAT
A. Persetujuan Prinsip
1. Permohonan untuk mendapatkan persetujuan prinsip dalam
rangka pendirian BPR disampaikan secara tertulis kepada
Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan u.p. Departemen
Perizinan dan Informasi Perbankan dengan tembusan kepada
Kantor Regional atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan sesuai
dengan lokasi tempat kedudukan BPR disertai dengan
dokumen pendukung.
2. Permohonan untuk mendapatkan persetujuan prinsip
sebagaimana dimaksud pada angka 1, diajukan paling sedikit
oleh salah satu calon Pemegang Saham Pengendali, yang
selanjutnya disingkat PSP, yang memiliki saham paling sedikit
25% (dua puluh lima perseratus), disertai dengan:
a. rancangan akta pendirian badan hukum, termasuk
rancangan anggaran dasar yang paling sedikit memuat:
1) nama dan tempat kedudukan;
2) kegiatan usaha sebagai BPR;
3) permodalan ...
- 5 -
3) permodalan, antara lain mencantumkan klausula
bahwa setiap penambahan modal disetor dengan
persetujuan Otoritas Jasa Keuangan;
4) kepemilikan, antara lain mencantumkan klausula
bahwa perubahan kepemilikan saham karena
pengalihan saham yang mengakibatkan perubahan
dan/atau mengakibatkan terjadinya PSP BPR, dan/atau
penggantian dan/atau penambahan pemilik baik yang
mengakibatkan atau tidak mengakibatkan perubahan
PSP BPR dengan persetujuan Otoritas Jasa Keuangan;
dan
5) wewenang, tanggung jawab, masa jabatan serta tata
cara pengangkatan, penggantian, pemberhentian,
pengunduran diri anggota Direksi dan anggota Dewan
Komisaris termasuk persyaratan bahwa pengangkatan
calon anggota Direksi dan calon anggota Dewan
Komisaris dengan persetujuan Otoritas Jasa Keuangan;
b. data kepemilikan berupa daftar calon pemegang saham
berikut rincian besarnya masing-masing kepemilikan
saham bagi BPR yang berbadan hukum Perseroan Terbatas
atau Perusahaan Daerah atau daftar calon anggota berikut
rincian jumlah simpanan pokok dan simpanan wajib bagi
BPR yang berbadan hukum Koperasi, dengan dilampiri:
1) dokumen yang menyatakan identitas masing-masing
calon pemegang saham atau calon anggota berupa:
a) fotokopi tanda pengenal, berupa Kartu Tanda
Penduduk yang masih berlaku;
b) daftar riwayat hidup, sebagaimana Lampiran II.1;
c) pasfoto terakhir ukuran 4x6 cm; dan
d) fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak calon pemegang
saham atau calon anggota;
2) daftar isian, khusus bagi calon PSP, sebagaimana
Lampiran II.2;
3) surat ...
- 6 -
3) surat pernyataan bermeterai cukup dari masing-masing
calon pemegang saham atau calon anggota, bahwa
setoran modal:
a) tidak berasal dari pinjaman atau fasilitas
pembiayaan dalam bentuk apapun dari Bank
dan/atau pihak lain; dan/atau
b) tidak berasal dari dan untuk tujuan pencucian
uang;
4) surat pernyataan bermeterai cukup dari masing-masing
calon pemegang saham atau calon anggota yang
menyatakan bahwa yang bersangkutan:
a) bersedia untuk mematuhi ketentuan dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku khususnya di
bidang perbankan;
b) bersedia untuk melakukan upaya-upaya yang
diperlukan apabila BPR menghadapi kesulitan
permodalan maupun likuiditas dalam menjalankan
kegiatan usahanya;
c) tidak pernah dihukum karena terbukti melakukan
Tindak Pidana Tertentu yang telah diputus oleh
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap dalam waktu 20 (dua puluh) tahun sebelum
tanggal pengajuan permohonan;
d) tidak sedang dalam pengenaan sanksi untuk
dilarang menjadi pemegang saham, anggota Direksi,
anggota Dewan Komisaris, dan/atau Pejabat
Eksekutif bank;
e) tidak pernah dinyatakan pailit dan/atau tidak
pernah menjadi pemegang saham, anggota Direksi
atau anggota Dewan Komisaris yang dinyatakan
bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan
pailit berdasarkan ketetapan pengadilan dalam
waktu 5 (lima) tahun terakhir sebelum tanggal
pengajuan permohonan;
f) tidak memiliki kredit dan/atau pembiayaan macet
dan/atau hutang jatuh tempo yang bermasalah;
g) tidak ...
- 7 -
g) tidak melakukan pengalihan kepemilikan saham
pada BPR dalam jangka waktu tertentu, kecuali
berdasarkan keputusan Otoritas Jasa Keuangan;
h) bersedia untuk melakukan penguatan permodalan,
apabila menurut penilaian Otoritas Jasa Keuangan
diperlukan; dan
i) tidak sedang menjalani proses hukum dan/atau
sedang menjalani proses uji kemampuan dan
kepatutan pada suatu bank;
5) komitmen tertulis masing-masing calon pemegang
saham atau calon anggota yang menyatakan bahwa
yang bersangkutan bersedia untuk:
a) tidak melakukan dan/atau mengulangi perbuatan
dan/atau tindakan yang merupakan cakupan uji
kemampuan dan kepatutan sebagaimana diatur
dalam ketentuan mengenai uji kemampuan dan
kepatutan BPR;
b) tidak melakukan kegiatan-kegiatan tertentu yang
diperkirakan memperburuk kondisi keuangan dan
non keuangan BPR;
c) tidak menerima penyediaan dana dan/atau fasilitas
apapun yang tidak wajar dari BPR; dan
d) melaksanakan arah dan strategi pengembangan BPR
yang sehat, yang mengutamakan pembiayaan
kepada Usaha Mikro Kecil (UMK) yang produktif
untuk masyarakat setempat;
6) Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak masing-
masing calon pemegang saham atau calon anggota;
7) salinan akta pendirian badan hukum, termasuk
anggaran dasar berikut perubahan-perubahan yang
telah mendapat pengesahan dari instansi yang
berwenang sesuai ketentuan yang berlaku, kecuali bagi
Pemerintah Daerah;
8) dokumen ...
- 8 -
8) dokumen yang menyatakan identitas dari seluruh
anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris, bagi
badan hukum Perseroan Terbatas atau susunan
pengurus bagi badan hukum koperasi berupa:
a) fotokopi tanda pengenal, berupa Kartu Tanda
Penduduk yang masih berlaku;
b) daftar riwayat hidup, sebagaimana Lampiran II.1;
c) pasfoto terakhir ukuran 4x6 cm;
d) fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak badan hukum
dan pengurus.
Dalam hal calon pemegang saham adalah Pemerintah
Daerah, dokumen yang menyatakan identitas
merupakan dokumen Kepala Daerah atau pihak yang
ditunjuk untuk mewakili Pemerintah Daerah;
9) data kepemilikan berupa daftar pemegang saham
berikut rincian besarnya masing-masing kepemilikan
saham bagi badan hukum Perseroan Terbatas atau
rekapitulasi simpanan pokok dan simpanan wajib
masing-masing anggota bagi badan hukum Koperasi;
10) daftar isian, khusus bagi calon PSP berbentuk badan
hukum, sebagaimana Lampiran II.3;
11) laporan keuangan 2 (dua) tahun terakhir sebelum
tanggal surat permohonan yang meliputi neraca, laba-
rugi, laporan arus kas, laporan perubahan ekuitas, dan
catatan atas laporan keuangan, kecuali bagi Pemerintah
Daerah;
12) laporan keuangan badan hukum yang diaudit oleh
Akuntan Publik dengan posisi paling lama pada akhir
tahun sebelum tanggal surat permohonan persetujuan
prinsip, bagi badan hukum yang mempunyai
penyertaan sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah) atau lebih, kecuali bagi Pemerintah Daerah;
13) proyeksi keuangan badan hukum untuk jangka waktu
paling singkat 3 (tiga) tahun, yang disusun oleh
konsultan ...
- 9 -
konsultan independen, dalam hal badan hukum
tersebut merupakan calon PSP BPR, kecuali Pemerintah
Daerah;
14) surat pernyataan bermeterai cukup dari seluruh
anggota
Direksi
atau anggota Dewan
Komisaris/pengurus badan hukum yang bersangkutan
bahwa dana yang digunakan untuk pembelian saham:
a) tidak berasal dari pinjaman atau fasilitas
pembiayaan dalam bentuk apapun dari bank
dan/atau pihak lain; dan/atau
b) tidak berasal dari dan untuk pencucian uang.
Dalam hal calon pemegang saham BPR adalah
Pemerintah Daerah, surat pernyataan digantikan
dengan Surat Keputusan Kepala Daerah yang
menyatakan bahwa sumber dana setoran modal telah
dianggarkan dalam APBD dan telah disahkan oleh
DPRD setempat;
15) surat pernyataan badan hukum bermeterai cukup yang
ditandatangani oleh seluruh anggota Direksi dan
anggota Dewan Komisaris, yang paling sedikit memuat:
a) bersedia untuk mematuhi ketentuan dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku khususnya di
bidang perbankan;
b) bersedia untuk melakukan upaya-upaya yang
diperlukan apabila BPR menghadapi kesulitan
permodalan maupun likuiditas dalam menjalankan
kegiatan usahanya;
c) tidak melakukan pengalihan kepemilikan saham
pada BPR dalam jangka waktu tertentu, kecuali
berdasarkan keputusan Otoritas Jasa Keuangan;
d) bersedia untuk melakukan penguatan permodalan,
apabila menurut Otoritas Jasa Keuangan
diperlukan;
e) tidak memiliki kredit dan/atau pembiayaan macet
dan/atau hutang jatuh tempo yang bermasalah;
f) tidak ...
- 10 -
f) tidak sedang menjalani proses hukum dan/atau
proses uji kemampuan dan kepatutan pada suatu
bank;
16) surat pernyataan bermeterai cukup dari masing-masing
anggota Direksi dan masing-masing anggota Dewan
Komisaris, dalam hal badan hukum tersebut
merupakan calon pemegang saham atau calon anggota,
yang paling sedikit memuat:
a) bersedia untuk mematuhi ketentuan dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku khususnya di
bidang perbankan;
b) tidak pernah dihukum karena terbukti melakukan
Tindak Pidana Tertentu yang telah diputus oleh
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap dalam waktu 20 (dua puluh) tahun sebelum
tanggal surat permohonan, dan tidak sedang dalam
masa pengenaan sanksi untuk dilarang menjadi
pemegang saham bank;
c) tidak pernah dinyatakan pailit dan/atau tidak
pernah menjadi pemegang saham, anggota Direksi
atau anggota Dewan Komisaris yang dinyatakan
bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan
pailit berdasarkan ketetapan pengadilan dalam
waktu 5 (lima) tahun terakhir sebelum tanggal
pengajuan permohonan;
d) tidak memiliki kredit dan/atau pembiayaan macet
dan/atau hutang jatuh tempo yang bermasalah;
e) tidak sedang menjalani proses hukum dan/atau
proses uji kemampuan dan kepatutan pada suatu
bank;
17) surat pernyataan bermeterai cukup dari PSP Terakhir,
selanjutnya disingkat PSPT, dari calon PSP yaitu:
a) surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada
angka 4), dalam hal PSPT adalah perorangan;
b) surat ...
- 11 -
b) surat pernyataan badan hukum yang ditandatangani
oleh seluruh anggota Direksi dan anggota Dewan
Komisaris/pengurus sebagaimana pada angka 15),
dalam hal PSPT yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa
Keuangan adalah badan hukum selain Pemerintah
Daerah;
18) dalam hal pengendali BPR berbentuk badan hukum,
surat pernyataan bermeterai cukup diwakili oleh
seluruh anggota Direksi dan anggota Dewan
Komisaris/pengurus yang paling sedikit memuat:
a) bersedia untuk mematuhi ketentuan dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku khususnya di
bidang perbankan;
b) bersedia untuk melakukan upaya-upaya yang
diperlukan apabila BPR menghadapi kesulitan
permodalan maupun likuiditas dalam menjalankan
kegiatan usahanya;
c) tidak pernah dinyatakan pailit berdasarkan
ketetapan pengadilan dalam waktu 5 (lima) tahun
terakhir sebelum tanggal pengajuan permohonan;
d) tidak memiliki kredit macet dan/atau hutang jatuh
tempo yang bermasalah;
e) tidak melakukan pengalihan kepemilikan saham
pada BPR dalam jangka waktu tertentu, kecuali
berdasarkan keputusan Otoritas Jasa Keuangan;
f) bersedia untuk melakukan penguatan permodalan,
apabila menurut penilaian Otoritas Jasa Keuangan
diperlukan;
g) tidak sedang menjalani proses hukum dan/atau
proses uji kemampuan dan kepatutan pada suatu
bank;
19) dalam hal pengendali BPR berbentuk perorangan, surat
pernyataan bermeterai cukup paling sedikit memuat:
a) bersedia untuk mematuhi ketentuan dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku khususnya di
bidang perbankan;
b) tidak ...
- 12 -
b) tidak pernah dihukum karena terbukti melakukan
Tindak Pidana Tertentu yang telah diputus oleh
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap dalam waktu 20 (dua puluh) tahun sebelum
tanggal pengajuan permohonan;
c) tidak sedang dalam pengenaan sanksi untuk
dilarang menjadi pemegang saham, anggota Direksi,
anggota Dewan Komisaris, dan/atau Pejabat
Eksekutif Bank;
d) tidak pernah dinyatakan pailit dan/atau tidak
pernah menjadi pemegang saham, anggota Direksi
atau anggota Dewan Komisaris yang dinyatakan
bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan
pailit berdasarkan ketetapan pengadilan dalam
waktu 5 (lima) tahun terakhir sebelum tanggal
pengajuan permohonan;
e) tidak memiliki kredit macet dan/atau hutang jatuh
tempo yang bermasalah;
f) tidak melakukan pengalihan kepemilikan saham
pada BPR dalam jangka waktu tertentu, kecuali
berdasarkan keputusan Otoritas Jasa Keuangan;
g) bersedia melakukan penguatan permodalan, apabila
menurut penilaian Otoritas Jasa Keuangan
diperlukan;
h) tidak sedang menjalani proses hukum dan/atau
proses uji kemampuan dan kepatutan pada suatu
bank;
20) komitmen tertulis badan hukum yang ditandatangani
oleh seluruh anggota Direksi dan anggota Dewan
Komisaris/pengurus yang paling sedikit memuat:
a) tidak melakukan dan/atau mengulangi perbuatan
dan/atau tindakan yang merupakan cakupan uji
kemampuan dan kepatutan sebagaimana diatur
dalam ketentuan mengenai uji kemampuan dan
kepatutan BPR;
b) tidak ...
- 13 -
b) tidak melakukan kegiatan tertentu yang diperkirakan
memperburuk kondisi keuangan dan non keuangan
BPR;
c) tidak menerima penyediaan dana dan/atau fasilitas
apapun yang tidak wajar dari BPR;
21) komitmen tertulis dari PSPT yang menyatakan bersedia
untuk melaksanakan rencana arah dan strategi
pengembangan BPR yang sehat, yang mengutamakan
pembiayaan kepada Usaha Mikro Kecil (UMK) yang
produktif untuk masyarakat setempat;
22) seluruh struktur kelompok usaha yang terkait dengan
BPR dan badan hukum pengendali BPR sampai dengan
PSPT, kecuali bagi Pemerintah Daerah;
23) surat pernyataan bermeterai cukup dari pengurus
badan hukum yang menyatakan bahwa yang
bersangkutan telah menyampaikan informasi secara
benar dan lengkap mengenai struktur kelompok BPR
sampai dengan pemilik terakhir, dalam hal badan
hukum tersebut merupakan calon PSP BPR;
24) surat pernyataan bemeterai cukup dari calon PSP
mengenai kesediaan untuk memberikan data dan
informasi yang terkait dengan struktur kelompok usaha
kepada Otoritas Jasa Keuangan dalam rangka
pengawasan;
25) dokumen rencana arah dan strategi pengembangan BPR
selama paling sedikit 3 (tiga) tahun ke depan sejak BPR
beroperasi sebagai pedoman untuk pengembangan BPR
yang sehat, yang mencakup juga pengembangan
ekonomi regional yang mengutamakan pembiayaan
kepada Usaha Mikro Kecil (UMK) yang produktif dengan
mempertimbangkan potensi wilayah serta ditujukan
untuk masyarakat setempat.
Dalam hal calon pemegang saham atau calon anggota
merupakan perorangan, calon PSP yang mengajukan
permohonan persetujuan prinsip menyampaikan dokumen
data ...
- 14 -
data kepemilikan berupa daftar calon pemegang saham
atau daftar calon anggota dengan dilampiri dokumen
pendukung sebagaimana pada angka 1) sampai dengan
angka 6) dan angka 25).
Dalam hal calon pemegang saham atau calon anggota
berbentuk badan hukum, calon PSP yang mengajukan
permohonan persetujuan prinsip menyampaikan dokumen
data kepemilikan berupa daftar calon pemegang saham
atau daftar calon anggota dilampiri dokumen pendukung
sebagaimana pada angka 7) sampai dengan angka 25);
c. daftar calon anggota Direksi atau calon anggota Dewan
Komisaris, disertai dengan:
1) daftar susunan anggota Direksi atau anggota Dewan
Komisaris BPR;
2) dokumen yang menyatakan identitas masing-masing
calon anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris
berupa:
a. fotokopi tanda pengenal, berupa Kartu Tanda
Penduduk yang masih berlaku;
b. daftar riwayat hidup, sebagaimana Lampiran II.1;
c. pasfoto terakhir ukuran 4x6 cm; dan
d. daftar silsilah keluarga dalam hubungan sampai
dengan derajat kedua atau semenda;
3) contoh tanda tangan dan paraf masing-masing calon
anggota Direksi dan calon anggota Dewan Komisaris;
4) surat pernyataan bermeterai cukup dari masing-masing
calon anggota Direksi yang menyatakan bahwa yang
bersangkutan:
a. bersedia untuk mematuhi ketentuan dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku khususnya di
bidang perbankan;
b. tidak pernah dihukum karena terbukti melakukan
Tindak Pidana Tertentu yang telah diputus oleh
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap ...
- 15 -
tetap dalam waktu 20 (dua puluh) tahun terakhir
sebelum tanggal pengajuan permohonan;
c. tidak sedang dalam pengenaan sanksi untuk
dilarang menjadi pemegang saham, anggota Direksi,
anggota Dewan Komisaris, dan/atau Pejabat
Eksekutif Bank;
d. tidak memiliki kredit dan/atau pembiayaan macet;
e. tidak pernah dinyatakan pailit dan tidak pernah
menjadi pemegang saham, Direksi atau Dewan
Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan
suatu perseroan dinyatakan pailit berdasarkan
ketetapan pengadilan dalam waktu 5 (lima) tahun
terakhir sebelum tanggal pengajuan permohonan;
f. tidak merangkap jabatan pada bank dan/atau,
perusahaan non bank, dan/atau lembaga lain;
g. memenuhi ketentuan yang mengatur mayoritas
anggota Direksi tidak memiliki hubungan keluarga
atau semenda sampai dengan derajat kedua dengan
sesama anggota Direksi atau anggota Dewan
Komisaris; dan
h. tidak sedang menjalani proses hukum dan/atau
proses uji kemampuan dan kepatutan pada suatu
bank;
5) fotokopi ijazah pendidikan terakhir minimal diploma tiga
yang dilegalisasi oleh lembaga yang berwenang, bagi
calon anggota Direksi;
6) surat keterangan/bukti tertulis mengenai pengetahuan
di bidang perbankan yang memadai dan relevan dengan
jabatannya, bagi calon anggota Direksi;
7) surat keterangan/bukti tertulis mengenai pengalaman
dan keahlian di bidang perbankan dan/atau lembaga
jasa keuangan non perbankan paling singkat selama
2 (dua) tahun, bagi calon anggota Direksi;
8) surat ...
- 16 -
8) surat keterangan/bukti tertulis mengenai pengetahuan
di bidang perbankan yang memadai dan relevan dengan
jabatannya dan/atau pengalaman di bidang perbankan
dan/atau lembaga jasa keuangan non perbankan, bagi
calon anggota Dewan Komisaris;
9) surat pernyataan bermeterai cukup dari masing-masing
calon anggota Dewan Komisaris yang menyatakan
bahwa yang bersangkutan:
a) bersedia untuk mematuhi ketentuan dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku khususnya di
bidang perbankan;
b) tidak pernah dihukum karena terbukti melakukan
Tindak Pidana Tertentu yang telah diputus oleh
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap dalam waktu 20 (dua puluh) tahun terakhir
sebelum tanggal surat permohonan;
c) tidak sedang dalam pengenaan sanksi untuk
dilarang menjadi pemegang saham, anggota Direksi,
anggota Dewan Komisaris, dan/atau Pejabat
Eksekutif Bank;
d) tidak memiliki kredit dan/atau pembiayaan macet;
e) tidak pernah dinyatakan pailit dan tidak pernah
menjadi pemegang saham, Direksi atau Dewan
Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan
suatu perseroan dinyatakan pailit berdasarkan
ketetapan pengadilan dalam waktu 5 (lima) tahun
terakhir sebelum tanggal pengajuan permohonan;
f) tidak merangkap jabatan sebagai:
i. anggota Dewan Komisaris melebihi yang
diperkenankan dalam ketentuan yang berlaku;
dan/atau
ii. anggota Direksi atau Pejabat Eksekutif pada BPR,
BPRS, dan/atau Bank Umum;
g) memenuhi ...
- 17 -
g) memenuhi ketentuan yang mengatur mayoritas
anggota Dewan Komisaris tidak memiliki hubungan
keluarga atau semenda sampai dengan derajat
kedua dengan sesama anggota Dewan Komisaris
atau anggota Direksi;
h) tidak sedang menjalani proses hukum dan/atau
proses uji kemampuan dan kepatutan pada suatu
bank; dan
i) bagi anggota Dewan Komisaris bersedia untuk
mempresentasikan hasil pengawasan terhadap BPR
apabila diminta oleh Otoritas Jasa Keuangan;
10) fotokopi sertifikat kelulusan yang masih berlaku dari
Lembaga Sertifikasi Profesi, bagi calon anggota Direksi
dan calon anggota Dewan Komisaris;
d. rencana struktur organisasi dan jumlah personalia;
e. Studi kelayakan pendirian BPR, yang meliputi penilaian
terhadap:
1) aspek pasar;
2) aspek strategi bisnis;
3) aspek organisasi dan infrastruktur;
4) aspek modal; dan
5) aspek keuangan.
Studi kelayakan yang meliputi penilaian pada aspek
sebagaimana dimaksud pada angka 1) sampai dengan
angka 5) mengacu pada pedoman penyusunan studi
kelayakan dalam rangka pendirian bank perkreditan rakyat
sebagaimana pada Lampiran II.4;
f. rencana sistem dan prosedur kerja;
g. bukti setoran modal sebesar paling sedikit 50% (lima puluh
perseratus) dari modal disetor sebagaimana dimaksud pada
butir II.1., butir II.2., dan/atau butir II.3., dalam bentuk
fotokopi bilyet deposito di Bank Umum di Indonesia atas
nama “Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan q.q.
(nama calon PSP BPR)” dengan keterangan untuk pendirian
BPR ...
- 18 -
BPR yang bersangkutan dan pencairannya hanya dapat
dilakukan setelah mendapatkan persetujuan tertulis dari
Otoritas Jasa Keuangan;
h. surat pernyataan dari calon pemegang saham bagi BPR
yang berbadan hukum Perseroan Terbatas atau Perusahaan
Daerah atau dari calon anggota bagi BPR yang berbadan
hukum Koperasi, bahwa setoran modal sebagaimana
dimaksud pada huruf g:
1) tidak berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan
dalam bentuk apapun dari Bank dan/atau pihak lain;
dan/atau
2) tidak berasal dari dan untuk pencucian uang.
Dalam hal calon pemegang saham BPR adalah Pemerintah
Daerah, surat pernyataan digantikan dengan Surat
Keputusan Kepala Daerah yang menyatakan bahwa sumber
dana setoran modal telah dianggarkan dalam APBD dan
telah disahkan oleh DPRD setempat;
i. Daftar BPR dan/atau lembaga keuangan lain yang dimiliki
oleh calon PSP BPR, disertai dengan laporan keuangan pada
setiap BPR atau lembaga keuangan tersebut yang
menunjukkan bahwa BPR dan/atau lembaga keuangan lain
yang dimiliki oleh calon PSP BPR:
1) tidak dalam keadaaan rugi; dan
2) memiliki rasio permodalan, likuiditas, dan rentabilitas
yang sehat mengacu pada standar penilaian yang
berlaku bagi masing-masing lembaga keuangan
dimaksud;
j. bukti lunas pembayaran biaya perizinan dalam rangka
pendirian BPR kepada Otoritas Jasa Keuangan.
3. Ketentuan yang mengatur mayoritas anggota Direksi tidak
memiliki hubungan keluarga atau semenda sampai dengan
derajat kedua dengan sesama anggota Direksi atau anggota
Dewan Komisaris sebagaimana pada butir 2.c.4)g) dan/atau
ketentuan ...
- 19 -
ketentuan yang mengatur mayoritas anggota Dewan Komisaris
tidak memiliki hubungan keluarga atau semenda sampai
dengan derajat kedua dengan sesama anggota Dewan
Komisaris atau anggota Direksi sebagaimana pada butir
2.c.9)g), meliputi:
a. orang tua kandung/tiri/angkat;
b. saudara kandung/tiri/angkat beserta suami atau istrinya;
c. anak kandung/tiri/angkat;
d. kakek/nenek kandung/tiri/angkat;
e. cucu kandung/tiri/angkat;
f. saudara kandung/tiri/angkat dari orang tua beserta suami
atau istrinya;
g. suami/istri;
h. mertua;
i. besan;
j. suami/istri dari anak kandung/tiri/angkat;
k. kakek/nenek dari suami/istri;
l. suami/istri dari cucu kandung/tiri/angkat;
m. saudara kandung/tiri/angkat dari suami/istri berserta
suami atau istrinya.
4. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau
penolakan atas permohonan persetujuan prinsip yang diajukan
sebagaimana dimaksud pada angka 1 paling lama 40 (empat
puluh) hari kerja sejak permohonan berikut dokumen yang
dipersyaratkan diterima secara lengkap.
Jangka waktu tersebut tidak termasuk waktu yang diberikan
kepada pemohon untuk melengkapi atau menambah atau
memperbaiki dokumen yang dipersyaratkan dalam rangka
mengajukan persetujuan prinsip.
5. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau
penolakan atas permohonan persetujuan prinsip sebagaimana
dimaksud pada angka 4 berdasarkan:
a. penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen;
b. penilaian terhadap studi kelayakan pendirian BPR;
c. uji ...
- 20 -
c. uji kemampuan dan kepatutan melalui penelitian
administratif dan wawancara terhadap calon PSP, calon
anggota Direksi, dan calon anggota Dewan Komisaris,
sesuai dengan ketentuan mengenai uji kemampuan dan
kepatutan BPR;
d. pemeriksaan setoran modal; dan
e. penelitian terhadap kinerja keuangan BPR dan/atau
lembaga keuangan lain yang berada dalam kepemilikan PSP
yang sama.
6. Penelitian kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud pada
butir 5.a. mencakup:
a. kelengkapan isi dan format dokumen sesuai dengan
checklist persyaratan pengajuan permohonan persetujuan
prinsip pendirian BPR sebagaimana pada Lampiran II.5;
b. penelitian terhadap calon pemegang saham, calon anggota
Direksi dan calon anggota Dewan Komisaris dalam Daftar
Tidak Lulus dan Daftar Kredit Macet; dan
c. Studi kelayakan pendirian BPR sebagaimana pada
Lampiran II.4.
7. Guna memastikan kelengkapan dokumen yang disampaikan,
pemohon harus melakukan pengecekan dengan menggunakan
checklist kelengkapan persyaratan dokumen sebagaimana pada
Lampiran II.5 yang ditandatangani oleh salah satu calon PSP.
8. Dalam hal dokumen permohonan persetujuan prinsip yang
disampaikan dinilai telah lengkap sesuai dengan checklist
sebagaimana dimaksud pada butir 6.a., Otoritas Jasa
Keuangan menyampaikan surat pemberitahuan kepada
pemohon bahwa dokumen permohonan pendirian BPR telah
lengkap, sehingga proses pemberian persetujuan atau
penolakan persetujuan prinsip mulai berjalan terhitung sejak
tanggal surat pemberitahuan tersebut.
9. Dalam hal dokumen permohonan persetujuan prinsip yang
disampaikan dinilai belum lengkap sesuai dengan checklist
sebagaimana dimaksud pada butir 6.a., Otoritas Jasa
Keuangan ...
- 21 -
Keuangan memberitahukan kepada pemohon untuk
melengkapi kekurangan dokumen paling lama 20 (dua puluh)
hari kerja sejak tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa
Keuangan.
10. Dalam hal pemohon tidak dapat melengkapi kekurangan
dokumen dalam batas waktu 20 (dua puluh) hari kerja
sebagaimana dimaksud pada angka 9, permohonan
persetujuan prinsip pendirian BPR dinyatakan ditolak.
11. Dalam hal pemohon telah memenuhi kekurangan dokumen
dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada angka 9 dan
berdasarkan penilaian Otoritas Jasa Keuangan dokumen yang
disampaikan pemohon telah lengkap, proses persetujuan atau
penolakan persetujuan prinsip mulai berjalan terhitung sejak
tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan.
12. Dalam rangka melakukan proses penilaian dan penelitian atas
kebenaran dokumen terkait proses sebagaimana dimaksud
pada butir 5.b. sampai dengan butir 5.e., Otoritas Jasa
Keuangan dapat meminta tambahan atau perbaikan dokumen
kepada pemohon terkait dengan proses tersebut.
13. Tambahan atau perbaikan dokumen sebagaimana dimaksud
pada angka 12 disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan
paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal surat
pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan.
14. Dalam hal pemohon tidak dapat melengkapi kekurangan
dokumen dalam batas waktu 30 (tiga puluh) hari kerja
sebagaimana dimaksud pada angka 13 permohonan
persetujuan prinsip dinyatakan ditolak.
15. Selain melakukan penilaian terhadap kelengkapan dan
kebenaran dokumen sebagaimana dimaksud pada butir 5.a.
sampai dengan butir 5.d., Otoritas Jasa Keuangan melakukan
penelitian terhadap kinerja keuangan BPR dan/atau lembaga
keuangan lain yang berada dalam kepemilikan PSP yang sama.
16. Penelitian ...
- 22 -
16. Penelitian terhadap kinerja keuangan BPR dan/atau lembaga
keuangan lain sebagaimana dimaksud pada angka 15 antara
lain memenuhi kriteria:
a. tidak dalam keadaan rugi; dan
b. memiliki rasio permodalan, likuiditas, dan rentabilitas yang
sehat mengacu pada standar penilaian yang berlaku bagi
masing-masing lembaga keuangan dimaksud.
17. Calon Pemegang Saham yang mengajukan permohonan
pendirian BPR harus melakukan presentasi dan memberikan
penjelasan kepada Otoritas Jasa Keuangan mengenai studi
kelayakan pendirian BPR, sumber dana, rencana, dan tujuan
pendirian serta kemampuan keuangan dalam rangka
memelihara solvabilitas dan pertumbuhan BPR.
18. Dalam hal permohonan persetujuan prinsip pendirian BPR
ditolak, pemohon dapat mengajukan kembali permohonan
persetujuan prinsip pendirian BPR dengan melakukan
pembayaran biaya perizinan.
Mekanisme pembayaran biaya perizinan dalam rangka
pendirian BPR mengacu pada ketentuan mengenai tata cara
pungutan Otoritas Jasa Keuangan.
B. Izin Usaha
1. Permohonan untuk mendapatkan persetujuan izin usaha
untuk melakukan kegiatan usaha BPR disampaikan secara
tertulis oleh Direksi BPR kepada Dewan Komisioner Otoritas
Jasa Keuangan u.p. Departemen Perizinan dan Informasi
Perbankan dengan tembusan kepada Kantor Regional atau
Kantor Otoritas Jasa Keuangan sesuai dengan lokasi pendirian
BPR disertai dengan dokumen pendukung.
2. Permohonan untuk mendapatkan persetujuan izin usaha BPR
sebagaimana dimaksud pada angka 1, diajukan oleh Direksi
BPR kepada Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan paling
lambat 1 (satu) tahun sejak tanggal persetujuan prinsip
diberikan, disertai dengan:
a. akta ...
- 23 -
a. akta pendirian badan hukum, yang memuat anggaran dasar
badan hukum yang telah disahkan oleh instansi yang
berwenang;
b. data kepemilikan berupa daftar calon pemegang saham
berikut rincian besarnya masing-masing kepemilikan
saham, bagi BPR yang berbadan hukum Perseroan Terbatas
atau Perusahaan Daerah, daftar calon anggota berikut
rincian jumlah simpanan pokok dan simpanan wajib
masing-masing anggota, bagi calon BPR yang berbadan
hukum Koperasi, yang masing-masing disertai dengan
dokumen sebagaimana dimaksud pada butir III.A.2.b.,
dalam hal terjadi perubahan;
c. daftar susunan calon anggota Direksi dan calon anggota
Dewan Komisaris BPR disertai dengan dokumen
sebagaimana dimaksud pada butir III.A.2.c., dalam hal
terjadi perubahan;
d. susunan organisasi serta sistem dan prosedur kerja,
termasuk susunan personalia, yang paling sedikit meliputi:
1) manajemen sumber daya manusia antara lain mengenai
kebijakan tata tertib pegawai, kepangkatan, remunerasi,
promosi, kesejahteraan pegawai, pelatihan dan
pengembangan kompetensi;
2) uraian tugas dan tanggung jawab Direksi, Dewan
Komisaris, Pejabat Eksekutif, dan pegawai;
3) fungsi audit internal;
4) pengelolaan kas;
5) penempatan dana dan pemberian kredit;
6) penghimpunan dana;
7) pembukuan;
8) pengelolaan dan penyimpanan dokumen; dan
9) pengelolaan teknologi informasi;
e. bukti pelunasan modal disetor sebagaimana dimaksud pada
butir II.1., butir II.2., atau butir II.3., dalam bentuk fotokopi
bilyet deposito pada Bank Umum di Indonesia atas nama
“Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan q.q. (nama
calon ...
- 24 -
calon PSP BPR)” dengan keterangan untuk pendirian BPR
yang bersangkutan dan pencairannya hanya dapat
dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Otoritas Jasa
Keuangan;
f. surat pernyataan dari pemegang saham bagi BPR yang
berbadan hukum Perseroan Terbatas atau Perusahaan
Daerah atau dari calon anggota bagi BPR yang berbadan
hukum Koperasi, bahwa setoran modal sebagaimana
dimaksud pada huruf e:
1) tidak berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan
dalam bentuk apapun dari bank dan/atau pihak lain;
dan/atau
2) tidak berasal dari dan untuk pencucian uang.
Dalam hal pemegang saham BPR adalah Pemerintah
Daerah, surat pernyataan digantikan dengan Surat
Keputusan Kepala Daerah yang menyatakan bahwa sumber
dana setoran modal telah dianggarkan dalam APBD dan
telah disahkan oleh DPRD setempat;
g. bukti kesiapan operasional, yang paling sedikit mencakup:
1) daftar aset tetap dan inventaris;
2) bukti penguasaan gedung kantor berupa bukti
kepemilikan atau perjanjian sewa-menyewa gedung
kantor yang didukung oleh bukti kepemilikan dari pihak
yang menyewakan;
3) foto gedung kantor, tata letak ruangan, dan sarana
pengamanan gedung kantor yang memadai;
4) contoh formulir atau warkat yang akan digunakan
untuk operasional BPR; dan
5) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
3. Untuk keperluan penelitian terhadap kinerja keuangan BPR
dan/atau lembaga keuangan lain, permohonan untuk
mendapatkan izin usaha BPR harus disertai dengan dokumen
daftar BPR dan/atau lembaga keuangan lain yang dimiliki oleh
calon PSP BPR, disertai dengan laporan keuangan posisi terkini
pada ...
- 25 -
pada setiap BPR atau lembaga keuangan tersebut yang
menunjukkan bahwa BPR dan/atau lembaga keuangan lain
yang dimiliki oleh calon PSP BPR:
a. tidak dalam keadaan rugi; dan
b. memiliki rasio permodalan, likuiditas, dan rentabilitas yang
sehat mengacu pada standar penilaian yang berlaku bagi
masing-masing lembaga keuangan dimaksud.
4. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau
penolakan atas permohonan izin usaha yang diajukan
sebagaimana dimaksud pada angka 1 paling lama 40 (empat
puluh) hari kerja sejak permohonan berikut dokumen yang
dipersyaratkan diterima secara lengkap.
5. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau
penolakan atas permohonan izin usaha sebagaimana dimaksud
pada angka 4 berdasarkan:
a. penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen;
b. uji kemampuan dan kepatutan melalui penelitian
administratif dan wawancara terhadap calon PSP, calon
anggota Direksi, dan calon anggota Dewan Komisaris,
dalam hal terdapat penggantian atas calon yang diajukan
sebelumnya;
c. pemeriksaan atas pelunasan setoran modal; dan
d. penelitian terhadap kinerja keuangan BPR dan/atau
lembaga keuangan lain yang berada dalam kepemilikan PSP
yang sama berdasarkan laporan keuangan terkini.
6. Dalam melakukan proses penilaian dan penelitian kebenaran
dokumen, Otoritas Jasa Keuangan melakukan pemeriksaan
untuk memastikan kesiapan operasional BPR.
7. Penelitian kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud pada
butir 5.a. mencakup:
a. kelengkapan isi dan format dokumen sesuai dengan
checklist persyaratan pengajuan permohonan izin usaha
pendirian BPR sebagaimana pada Lampiran II.6; dan
b. penelitian ...
- 26 -
b. penelitian terhadap calon pemegang saham, calon anggota
Direksi, dan calon anggota Dewan Komisaris dalam Daftar
Tidak Lulus dan Daftar Kredit Macet.
8. Guna memastikan kelengkapan dokumen yang disampaikan,
BPR harus melakukan pengecekan dengan menggunakan
checklist kelengkapan persyaratan dokumen sebagaimana pada
Lampiran II.6 yang ditandatangani oleh Direksi BPR.
9. Dalam hal dokumen permohonan izin usaha yang disampaikan
dinilai telah lengkap sesuai dengan checklist sebagaimana
dimaksud pada butir 7.a., Otoritas Jasa Keuangan
menyampaikan surat pemberitahuan kepada pemohon bahwa
dokumen permohonan pendirian BPR telah lengkap, sehingga
proses persetujuan atau penolakan izin usaha mulai berjalan
terhitung sejak tanggal surat pemberitahuan tersebut.
10. Dalam hal dokumen permohonan izin usaha yang disampaikan
dinilai belum lengkap sesuai dengan checklist sebagaimana
dimaksud pada butir 7.a., Otoritas Jasa Keuangan
memberitahukan kepada pemohon untuk melengkapi
kekurangan dokumen paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja
sejak tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan.
11. Dalam hal pemohon tidak dapat melengkapi kekurangan
dokumen dalam batas waktu 30 (tiga puluh) hari kerja
sebagaimana dimaksud pada angka 10, permohonan izin usaha
dinyatakan ditolak dan persetujuan prinsip yang telah
diberikan oleh Otoritas Jasa Keuangan dinyatakan batal dan
tidak berlaku.
12. Dalam hal pemohon telah memenuhi kekurangan dokumen
dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada angka 10 dan
berdasarkan penilaian Otoritas Jasa Keuangan dokumen yang
disampaikan pemohon telah lengkap, proses persetujuan atau
penolakan izin usaha mulai berjalan terhitung sejak tanggal
surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan.
13. Dalam ...
- 27 -
13. Dalam rangka melakukan proses penilaian dan penelitian atas
kebenaran dokumen terkait proses sebagaimana dimaksud
butir 5.b. sampai dengan butir 5.d., Otoritas Jasa Keuangan
dapat meminta tambahan atau perbaikan dokumen kepada
pemohon terkait dengan proses tersebut.
14. Tambahan atau perbaikan dokumen dimaksud disampaikan
kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lama 40 (empat puluh)
hari kerja sejak tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa
Keuangan.
15. Dalam hal pemohon tidak dapat melengkapi kekurangan
dokumen dalam batas waktu 40 (empat puluh) hari kerja
sebagaimana dimaksud pada angka 14, permohonan izin usaha
dinyatakan ditolak dan persetujuan prinsip yang telah
diberikan oleh Otoritas Jasa Keuangan dinyatakan batal dan
tidak berlaku.
16. Selain melakukan penilaian terhadap kelengkapan dan
kebenaran dokumen sebagaimana dimaksud pada butir 5.a.
sampai dengan butir 5.c., Otoritas Jasa Keuangan melakukan
penelitian terhadap kinerja keuangan BPR dan/atau lembaga
keuangan lain yang berada dalam kepemilikan PSP yang sama.
17. Penelitian terhadap kinerja keuangan BPR dan/atau lembaga
keuangan lain sebagaimana dimaksud pada angka 16, antara
lain memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. tidak dalam keadaan rugi; dan
b. memiliki rasio permodalan, likuiditas, dan rentabilitas yang
sehat mengacu pada standar penilaian yang berlaku bagi
masing-masing lembaga keuangan dimaksud.
18. Pihak yang telah memperoleh izin usaha mengajukan
permohonan persetujuan pencairan deposito dalam rangka
pendirian BPR kepada Otoritas Jasa Keuangan.
19. Dalam hal berdasarkan penelitian atas kelengkapan dan
kebenaran dokumen permohonan izin usaha BPR ditolak,
pemohon dapat mengajukan kembali permohonan pendirian
BPR dengan melakukan pembayaran biaya perizinan.
IV. KEPEMILIKAN ...
- 28 -
IV. KEPEMILIKAN DAN PERUBAHAN MODAL BANK PERKREDITAN
RAKYAT
A. Persentase Minimal Kepemilikan Saham
1. Kewajiban BPR untuk memiliki paling sedikit 1 (satu) Pemegang
Saham dengan persentase kepemilikan saham paling sedikit
25% (dua puluh lima perseratus) mengacu pada kriteria
mengenai PSP yang diatur dalam ketentuan mengenai uji
kemampuan dan kepatutan BPR.
2. BPR yang telah memperoleh izin usaha namun belum
memenuhi kewajiban memiliki 1 (satu) pemegang saham
dengan persentase kepemilikan saham sekurang-kurangnya
25% (dua puluh lima perseratus) harus memenuhi ketentuan
dimaksud paling lambat pada tanggal 31 Desember 2017.
3. Permohonan pendirian BPR setelah berlakunya POJK tentang
BPR diajukan dengan pemenuhan ketentuan memiliki paling
sedikit 1 (satu) pemegang saham dengan persentase
kepemilikan saham paling sedikit 25% (dua puluh lima
perseratus).
4. Bagi pihak yang telah mendapatkan persetujuan prinsip
pendirian BPR sebelum tanggal 1 Januari 2015 namun belum
memiliki 1 (satu) pemegang saham dengan persentase
kepemilikan saham sekurang-kurangnya 25% (dua puluh lima
perseratus) harus memenuhi ketentuan dimaksud paling
lambat pada tanggal 31 Desember 2017.
5. BPR sebagaimana dimaksud pada angka 2 menyusun rencana
pemenuhan kewajiban memiliki 1 (satu) pemegang saham
dengan persentase kepemilikan saham sekurang-kurangnya
25% (dua puluh lima perseratus) yang dituangkan dalam
bentuk rencana tindak (action plan) dengan persetujuan Rapat
Umum Pemegang Saham, yang selanjutnya disingkat dengan
RUPS, dan disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling
lama 6 (enam) bulan sejak berlakunya ketentuan ini.
6. Bagi ...
- 29 -
6. Bagi pihak yang mengajukan permohonan izin usaha pendirian
BPR sebelum berlakunya POJK tentang BPR dan memperoleh
izin usaha setelah berlakunya POJK tentang BPR namun belum
memiliki 1 (satu) pemegang saham dengan persentase
kepemilikan saham sekurang-kurangnya 25% (dua puluh lima
perseratus), menyusun rencana pemenuhan kewajiban tersebut
yang dituangkan dalam bentuk rencana tindak (action plan)
dengan persetujuan RUPS dan disampaikan kepada Otoritas
Jasa Keuangan paling lama 6 (enam) bulan sejak pihak
tersebut memperoleh izin usaha BPR.
7. Laporan pencapaian atas rencana pemenuhan ketentuan bagi
BPR sebagaimana dimaksud pada angka 5 dan angka 6
disampaikan bersamaan dengan laporan pelaksanaan rencana
kerja BPR hingga batas waktu pemenuhan kewajiban
sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan angka 4.
8. Action plan sebagaimana pada angka 5 dan angka 6
disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan alamat:
a. Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan setempat sesuai
dengan lokasi kantor pusat BPR; atau
b. Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat sesuai dengan
lokasi kantor pusat BPR.
B. Kepemilikan BPR oleh Badan Hukum
1. Kepemilikan BPR oleh badan hukum Perseroan Terbatas,
Perusahaan Daerah atau Koperasi paling banyak sebesar modal
sendiri bersih badan hukum yang bersangkutan.
2. Penghitungan modal sendiri bersih dalam kepemilikan BPR
sebagaimana pada angka 1 adalah:
a. bagi badan hukum Perseroan Terbatas atau Perusahaan
Daerah modal sendiri bersih merupakan penjumlahan dari
modal disetor, cadangan, dan laba dikurangi penyertaan
dan kerugian; dan
b. bagi badan hukum Koperasi modal sendiri bersih
merupakan penjumlahan dari simpanan pokok, simpanan
wajib, dana cadangan, dan hibah dikurangi penyertaan dan
kerugian.
3. Penyertaan ...
- 30 -
3. Penyertaan sebagaimana dimaksud pada angka 2 merupakan
penanaman dana suatu badan hukum atau perusahaan dalam
bentuk saham baik dalam rupiah maupun valuta asing pada
suatu badan usaha untuk tujuan investasi jangka panjang dan
tidak dimaksudkan untuk diperjualbelikan. Penyertaan
tersebut dapat dilakukan secara langsung atau melalui pasar
modal.
4. Kepemilikan BPR oleh badan hukum selain Perseroan Terbatas,
Perusahaan Daerah atau Koperasi paling tinggi sebesar jumlah
yang diperkenankan bagi badan hukum tersebut sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, misalnya:
a. bagi badan hukum yayasan mengacu pada Undang-Undang
mengenai Yayasan; dan
b. bagi badan hukum dana pensiun mengacu pada peraturan
Otoritas Jasa Keuangan mengenai investasi dana pensiun.
5. Perhitungan kepemilikan sebagaimana dimaksud pada angka 2
dilakukan baik pada awal pendirian BPR maupun pada saat
dilakukan penambahan modal disetor oleh badan hukum.
6. Dalam rangka melakukan perhitungan kepemilikan BPR oleh
badan hukum, BPR menyampaikan laporan keuangan tahunan
yang disusun oleh badan hukum tersebut pada saat
melakukan penambahan modal disetor dengan posisi laporan
pada akhir bulan sebelumnya.
7. Dalam hal badan hukum memiliki saham BPR paling rendah
sebesar 25% (dua puluh lima perseratus),
selain
menyampaikan laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada
angka 6, BPR menyampaikan laporan keuangan tahunan
badan hukum yang disusun sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku kepada Otoritas Jasa
Keuangan secara rutin paling lambat pada akhir bulan Juni
setelah tahun posisi laporan.
C. Penambahan ...
- 31 -
C. Penambahan Modal Disetor
1. Pemegang saham atau calon pemegang saham mengajukan
permohonan persetujuan penambahan modal disetor melalui
BPR kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan melampirkan:
a. bukti setoran modal dalam bentuk bilyet deposito pada
Bank Umum di Indonesia atas nama “Dewan Komisioner
Otoritas Jasa Keuangan q.q. (nama BPR)” dengan
keterangan nama penyetor tambahan modal dan
keterangan bahwa pencairan deposito tersebut hanya dapat
dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Otoritas Jasa
Keuangan dan/atau dalam bentuk bilyet deposito pada BPR
yang bersangkutan atas nama “Dewan Komisioner Otoritas
Jasa Keuangan q.q. (nama pemegang saham penyetor)”
dengan keterangan bahwa pencairan deposito tersebut
hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan dari
Otoritas Jasa Keuangan, dengan dilampiri:
1) bukti pembukuan setoran modal berupa jurnal yaitu:
a) penempatan pada bank lain pada sisi aset neraca
dan Dana Setoran Modal (DSM) kewajiban pada sisi
kewajiban neraca BPR dalam hal penempatan
tambahan setoran modal dalam bentuk deposito di
Bank Umum; dan/atau
b) kas atau penempatan pada bank lain pada sisi aset
neraca dan simpanan (deposito) pada sisi kewajiban
neraca BPR dalam penempatan tambahan setoran
modal dalam bentuk deposito pada BPR
bersangkutan;
2) neraca BPR sebelum dan sesudah setoran modal;
3) dokumen pendukung terkait dengan aliran dana setoran
modal;
b. dokumen persyaratan calon pemegang saham atau calon
PSP sebagaimana dimaksud pada butir III.A.2.b., dalam hal
penambahan modal disetor menyebabkan terjadinya
pemegang saham atau PSP baru;
c. dokumen berupa:
1) risalah RUPS;
2) Laporan ...
- 32 -
2) Laporan Keuangan posisi akhir tahun sebelumnya yang
telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik bagi BPR
dengan aset di atas Rp10.000.000.000,00 (sepuluh
miliar rupiah) atau neraca intern bagi BPR dengan aset
di bawah atau sama dengan Rp10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah);
3) bukti pembukuan setoran modal berupa jurnal
pembagian dividen serta neraca BPR sebelum dan
sesudah pembagian dividen; dan
4) bukti pembayaran pajak atas dividen,
dalam hal penambahan modal disetor berasal dari hasil
pembagian dividen BPR.
2. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau
penolakan atas permohonan penambahan modal disetor
sebagaimana dimaksud pada angka 1 paling lama 20 (dua
puluh) hari kerja sejak permohonan berikut dokumen yang
dipersyaratkan diterima secara lengkap.
3. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau
penolakan atas penambahan modal disetor berdasarkan:
a. penelitian atas kelengkapan dokumen;
b. pemeriksaan setoran modal;
c. uji kemampuan dan kepatutan terhadap calon PSP dalam
hal penambahan modal disetor tersebut mengakibatkan
terjadinya PSP;
d. penelitian terhadap persyaratan calon Pemegang Saham
dalam hal penambahan modal disetor mengakibatkan
terjadinya Pemegang Saham baru; dan
e. penelitian terhadap kinerja keuangan BPR dan/atau
lembaga keuangan lain yang dimiliki oleh calon pemegang
saham pengendali.
4. Penelitian kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud pada
butir 3.a. mencakup:
a. kelengkapan isi dan format dokumen sesuai dengan
checklist persyaratan pengajuan permohonan penambahan
modal disetor BPR sebagaimana pada Lampiran II.7; dan
b. penelitian ...
- 33 -
b. penelitian terhadap pemegang saham dan/atau calon
pemegang saham dalam Daftar Tidak Lulus dan Daftar
Kredit Macet.
5. Guna memastikan kelengkapan dokumen yang disampaikan,
BPR harus melakukan pengecekan dengan menggunakan
checklist kelengkapan persyaratan dokumen sebagaimana pada
Lampiran II.7 yang ditandatangani oleh Direksi BPR.
6. Dalam hal dokumen permohonan penambahan modal disetor
yang disampaikan oleh BPR dinilai telah lengkap sesuai dengan
checklist sebagaimana pada butir 4.a., Otoritas Jasa Keuangan
menyampaikan surat pemberitahuan kepada BPR bahwa
dokumen permohonan penambahan modal disetor BPR telah
lengkap, sehingga proses pemberian persetujuan atau
penolakan penambahan modal disetor mulai berjalan terhitung
sejak tanggal surat pemberitahuan tersebut.
7. Dalam hal dokumen permohonan penambahan modal disetor
yang disampaikan oleh BPR dinilai belum lengkap sesuai
dengan checklist sebagaimana pada butir 4.a., Otoritas Jasa
Keuangan memberitahukan kepada BPR untuk melengkapi
kekurangan dokumen paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak
tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan.
8. Dalam hal BPR telah memenuhi kekurangan dokumen dalam
batas waktu sebagaimana dimaksud pada angka 7 dan
berdasarkan penilaian Otoritas Jasa Keuangan dokumen yang
disampaikan oleh BPR telah lengkap, proses persetujuan atau
penolakan penambahan modal disetor mulai berjalan terhitung
sejak tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan.
9. Dalam hal BPR tidak dapat melengkapi kekurangan dokumen
dalam batas waktu 10 (sepuluh) hari kerja sebagaimana
dimaksud pada angka 7, permohonan penambahan modal
disetor BPR dinyatakan tidak dapat diproses dan BPR dapat
mengajukan permohonan ulang.
10. Dalam rangka melakukan proses penilaian dan penelitian atas
kebenaran dokumen terkait dengan proses pada butir 3.b.
sampai ...
- 34 -
sampai dengan butir 3.e., Otoritas Jasa Keuangan dapat
meminta tambahan atau perbaikan dokumen kepada BPR
dalam rangka pelaksanaan proses tersebut.
11. Tambahan atau perbaikan dokumen sebagaimana dimaksud
pada angka 10 disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan
paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal surat
pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan.
12. Dalam hal BPR tidak dapat melengkapi kekurangan dokumen
dalam batas waktu 10 (sepuluh) hari kerja sebagaimana
dimaksud pada angka 11, permohonan penambahan modal
disetor BPR dinyatakan tidak dapat diproses dan BPR dapat
mengajukan permohonan ulang.
13. Penambahan modal disetor oleh BPR diakui sebagai dana
setoran modal dan diperhitungkan dalam perhitungan modal
inti sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai kewajiban
penyediaan modal minimum BPR setelah persetujuan Otoritas
Jasa Keuangan atas permohonan penambahan modal disetor.
14. RUPS untuk menyetujui penambahan modal disetor
diselenggarakan paling lama 60 (enam puluh) hari kerja sejak
tanggal persetujuan Otoritas Jasa Keuangan.
15. Dalam hal jangka waktu 60 (enam puluh) hari kerja tersebut
berakhir dan BPR belum menyelenggarakan RUPS, persetujuan
Otoritas Jasa Keuangan batal dan dinyatakan tidak berlaku,
dan BPR dapat mengajukan permohonan pencairan deposito.
16. BPR melaporkan pelaksanaan penambahan modal disetor yang
telah disetujui dalam RUPS kepada Otoritas Jasa Keuangan
paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah pelaksanaan RUPS
dengan melampirkan risalah RUPS dan dokumen pendukung
lainnya dalam hal diperlukan.
17. BPR melaporkan penerimaan pemberitahuan perubahan
anggaran dasar atau keputusan mengenai persetujuan
perubahan anggaran dasar dari instansi yang berwenang
kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lama 10 (sepuluh) hari
kerja sejak tanggal surat penerimaan pemberitahuan
perubahan ...
- 35 -
perubahan anggaran dasar, atau keputusan mengenai
persetujuan perubahan anggaran dasar dari instansi yang
berwenang.
18. Pelaporan sebagaimana pada angka 17 disertai dengan
permohonan persetujuan pencairan deposito kepada Otoritas
Jasa Keuangan untuk dicatat sebagai modal disetor
sebagaimana pada Lampiran II.18.
D. Perubahan Kepemilikan Saham yang Disebabkan oleh Pengalihan
Saham yang Mengakibatkan Perubahan dan/atau Mengakibatkan
Terjadinya PSP BPR, dan/atau Penggantian dan/atau Penambahan
Pemilik yang Mengakibatkan atau Tidak Mengakibatkan
Perubahan PSP BPR
1. Direksi BPR menyampaikan permohonan persetujuan
perubahan kepemilikan yang disebabkan oleh pengalihan
saham yang mengakibatkan perubahan dan/atau
mengakibatkan terjadinya PSP BPR, dan/atau penggantian
dan/atau penambahan pemilik baik yang mengakibatkan atau
tidak mengakibatkan perubahan PSP BPR kepada Otoritas Jasa
Keuangan dengan melampirkan:
a. bukti setoran modal dalam bentuk bilyet deposito pada
Bank Umum atau BPR yang bersangkutan dalam hal
terdapat penambahan modal disetor berupa, antara lain:
1) fotokopi bilyet deposito setoran modal;
2) bukti pembukuan setoran modal;
3) dokumen pendukung terkait dengan aliran dana setoran
modal;
b. bukti pengalihan saham;
c. dokumen persyaratan calon pemegang saham atau calon
PSP sebagaimana dimaksud pada butir III.A.2.b., dalam hal
perubahan kepemilikan saham mengakibatkan terjadinya
PSP dan/atau disebabkan oleh penambahan pemilik;
d. dokumen persyaratan akuisisi dalam hal pengalihan saham
yang disebabkan oleh akuisisi sehingga mengakibatkan
beralihnya pengendalian;
e. risalah ...
- 36 -
e. risalah RUPS yang menyatakan persetujuan pembayaran
dividen untuk disetorkan kembali menjadi tambahan modal
disetor disertai dengan bukti pemotongan pajak atas
dividen.
2. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau
penolakan atas permohonan perubahan kepemilikan saham
sebagaimana dimaksud pada angka 1 paling lama 20 (dua
puluh) hari kerja sejak permohonan berikut dokumen yang
dipersyaratkan diterima secara lengkap.
3. Dalam rangka melakukan persetujuan atau penolakan atas
permohonan perubahan kepemilikan saham, Otoritas Jasa
Keuangan melakukan:
a. penelitian atas kelengkapan dokumen;
b. pemeriksaan setoran modal;
c. uji kemampuan dan kepatutan terhadap calon PSP dalam
hal penambahan modal disetor tersebut mengakibatkan
terjadinya PSP;
d. penelitian terhadap persyaratan calon Pemegang Saham
dalam hal penambahan modal disetor mengakibatkan
terjadinya Pemegang Saham baru; dan
e. penelitian terhadap kinerja keuangan BPR dan/atau
lembaga keuangan lain yang dimiliki oleh calon PSP.
4. Penelitian kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud pada
butir 3.a. mencakup:
a. kelengkapan isi dan format dokumen sesuai dengan
checklist persyaratan pengajuan permohonan persetujuan
perubahan kepemilikan saham BPR sebagaimana pada
Lampiran II.8; dan
b. penelitian terhadap calon pemegang saham, calon anggota
Direksi dan calon anggota Dewan Komisaris dalam Daftar
Tidak Lulus dan Daftar Kredit Macet.
5. Guna memastikan kelengkapan dokumen yang disampaikan,
BPR harus melakukan pengecekan dengan menggunakan
checklist kelengkapan persyaratan dokumen sebagaimana pada
Lampiran II.8 yang ditandatangani oleh Direksi BPR.
6. Dalam ...
- 37 -
6. Dalam hal dokumen permohonan persetujuan perubahan
kepemilikan saham yang disampaikan oleh BPR dinilai telah
lengkap sesuai dengan checklist sebagaimana pada butir 4.a.,
Otoritas Jasa Keuangan menyampaikan surat pemberitahuan
kepada BPR bahwa dokumen permohonan perubahan
kepemilikan saham BPR telah lengkap, sehingga proses
persetujuan atau penolakan perubahan kepemilikan saham
mulai berjalan terhitung sejak tanggal surat pemberitahuan
tersebut.
7. Dalam hal dokumen permohonan persetujuan perubahan
kepemilikan saham yang disampaikan oleh BPR dinilai belum
lengkap sesuai dengan checklist sebagaimana pada butir 4.a.,
Otoritas Jasa Keuangan memberitahukan kepada BPR untuk
melengkapi kekurangan dokumen paling lama 10 (sepuluh)
hari kerja sejak tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa
Keuangan.
8. Dalam hal BPR telah memenuhi kekurangan dokumen dalam
batas waktu sebagaimana dimaksud pada angka 7 dan
berdasarkan penilaian Otoritas Jasa Keuangan dokumen yang
disampaikan oleh BPR telah lengkap, proses permohonan
perubahan
persetujuan atau penolakan perubahan
kepemilikan saham mulai berjalan terhitung sejak tanggal
surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan.
9. Dalam rangka melakukan proses penilaian dan penelitian atas
kebenaran dokumen terkait dengan proses pada butir 3.b.
sampai dengan butir 3.e., Otoritas Jasa Keuangan dapat
meminta tambahan atau perbaikan dokumen kepada BPR
dalam rangka pelaksanaan proses tersebut.
10. Tambahan atau perbaikan dokumen sebagaimana dimaksud
pada angka 9 disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan
paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal surat
pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan.
11. Pelaporan ...
- 38 -
11. Pelaporan perubahan kepemilikan saham kepada Otoritas Jasa
Keuangan dilakukan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja
setelah perubahan kepemilikan saham disetujui oleh RUPS,
dengan melampirkan risalah RUPS.
12. BPR yang telah memperoleh persetujuan perubahan komposisi
kepemilikan saham yang disertai dengan penambahan modal
disetor mengajukan permohonan persetujuan pencairan
deposito kepada Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana pada
Lampiran II.18.
E. Perubahan Komposisi Kepemilikan Saham yang Tidak
Mengakibatkan Penggantian dan/atau Penambahan PSP serta
Tidak Diakibatkan oleh Penambahan Modal Disetor
1. BPR menyampaikan laporan perubahan komposisi kepemilikan
saham yang tidak mengakibatkan penggantian dan/atau
penambahan PSP serta tidak diakibatkan oleh penambahan
modal disetor kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan
melampirkan:
a. risalah RUPS yang menyetujui perubahan komposisi
kepemilikan saham; dan
b. data kepemilikan berupa:
1) daftar pemegang saham berikut rincian besarnya
masing-masing kepemilikan saham, bagi BPR yang
berbadan hukum Perseroan Terbatas atau Perusahaan
Daerah; atau
2) daftar anggota berikut jumlah simpanan pokok dan
simpanan wajib, bagi BPR yang berbadan hukum
Koperasi.
2. Data kepemilikan sebagaimana dimaksud pada butir 1.b.
dilengkapi dengan:
a. bukti pengalihan saham;
b. dokumen pendukung terkait dengan sumber dana yang
digunakan untuk melakukan pengambilalihan saham;
c. surat ...
- 39 -
c. surat pernyataan bahwa sumber dana pembelian saham:
1) tidak berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan
dalam bentuk apapun dari Bank dan/atau pihak lain;
dan/atau
2) tidak berasal dari dan untuk tujuan pencucian uang.
Dalam hal calon pemegang saham BPR adalah Pemerintah
Daerah, surat pernyataan digantikan dengan Surat Keputusan
Kepala Daerah yang menyatakan bahwa sumber dana setoran
modal telah dianggarkan dalam APBD dan telah disahkan oleh
DPRD setempat.
F. Perubahan Anggaran Dasar
1. Tata cara perubahan anggaran dasar BPR karena perubahan
kepemilikan, penambahan modal disetor, dan/atau
perubahan modal dasar tunduk kepada ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
2. Dalam hal BPR berbadan hukum Perseroan Terbatas, bukti
pemberitahuan atau persetujuan perubahan anggaran dasar
yang disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan berupa:
a. surat penerimaan pemberitahuan perubahan anggaran
dasar dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia dalam hal perubahan kepemilikan
dan/atau penambahan modal disetor tidak
menyebabkan perubahan modal dasar pada anggaran
dasar; atau
b. keputusan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia mengenai persetujuan perubahan
anggaran dasar dalam hal terdapat perubahan modal
dasar pada anggaran dasar.
3. Dalam hal BPR berbadan hukum Perusahaan Daerah atau
Koperasi, bukti pemberitahuan atau persetujuan perubahan
anggaran dasar yang disampaikan kepada Otoritas Jasa
Keuangan sesuai dengan Peraturan Daerah atau ketentuan
mengenai badan hukum Koperasi.
V. ANGGOTA ...
- 40 -
V. ANGGOTA DIREKSI, DEWAN KOMISARIS, DAN PEJABAT EKSEKUTIF
A. Persetujuan Terhadap Calon Anggota Direksi dan/atau Calon
Anggota Dewan Komisaris
1. BPR mengajukan permohonan persetujuan calon anggota
Direksi dan/atau calon anggota Dewan Komisaris kepada
Otoritas Jasa Keuangan dengan melampirkan dokumen
sebagaimana diatur pada butir III.A.2.c.
2. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau
penolakan atas pengajuan calon anggota Direksi dan/atau
calon anggota Dewan Komisaris paling lama 30 (tiga puluh)
hari sejak permohonan berikut dokumen yang dipersyaratkan
diterima secara lengkap.
3. Dalam rangka memberikan persetujuan atau penolakan atas
permohonan persetujuan calon anggota Direksi dan/atau calon
anggota Dewan Komisaris sebagaimana dimaksud pada
angka 2, Otoritas Jasa Keuangan melakukan uji kemampuan
dan kepatutan, yang meliputi:
a. penelitian administratif; dan
b. wawancara.
4. Penelitian administratif sebagaimana dimaksud pada angka 3
huruf a mencakup:
a. kelengkapan isi dan format dokumen sesuai dengan
checklist persyaratan permohonan persetujuan calon
anggota Direksi dan/atau calon anggota Dewan Komisaris
BPR sebagaimana pada Lampiran II.9 dan/atau Lampiran
II.10; dan
b. penilaian pemenuhan persyaratan integritas, kompetensi
dan reputasi keuangan.
5. Dalam hal dokumen permohonan persetujuan calon anggota
Direksi dan/atau calon anggota Dewan Komisaris yang
disampaikan oleh BPR dinilai telah lengkap sesuai dengan
checklist sebagaimana pada butir 4.a., Otoritas Jasa Keuangan
menyampaikan surat pemberitahuan kepada BPR bahwa
dokumen ...
- 41 -
dokumen permohonan persetujuan calon anggota Direksi
dan/atau calon anggota Dewan Komisaris BPR telah lengkap,
sehingga proses persetujuan atau penolakan permohonan
persetujuan calon anggota Direksi dan/atau calon anggota
Dewan Komisaris mulai berjalan terhitung sejak tanggal surat
pemberitahuan tersebut.
6. Dalam hal dokumen permohonan persetujuan calon anggota
Direksi dan/atau calon anggota Dewan Komisaris yang
disampaikan oleh BPR dinilai belum lengkap sesuai dengan
checklist sebagaimana pada butir 4.a., Otoritas Jasa Keuangan
memberitahukan kepada BPR untuk melengkapi kekurangan
dokumen paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal
surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan.
7. Dalam hal BPR telah memenuhi kekurangan dokumen dalam
batas waktu sebagaimana dimaksud pada angka 6 dan
berdasarkan penilaian Otoritas Jasa Keuangan dokumen yang
disampaikan oleh BPR telah lengkap, proses pemberian
persetujuan atau penolakan atas permohonan persetujuan
calon anggota Direksi dan/atau calon anggota Dewan
Komisaris mulai berjalan terhitung sejak tanggal surat
pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan.
8. Dalam rangka melakukan proses penilaian pemenuhan
persyaratan sebagaimana dimaksud pada butir 4.b., Otoritas
Jasa Keuangan berwenang meminta tambahan atau perbaikan
dokumen kepada BPR.
9. Tambahan atau perbaikan dokumen sebagaimana dimaksud
pada angka 8 disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan
paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal surat
pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan.
10. Dalam hal berdasarkan hasil penelitian administratif
sebagaimana dimaksud pada angka 4, permohonan BPR untuk
memperoleh persetujuan atas calon anggota Direksi dan/atau
calon anggota Dewan Komisaris:
a. belum ...
- 42 -
a. belum memenuhi persyaratan dokumen administrasi yang
ditetapkan dan telah diminta untuk melengkapi dalam
jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja namun tidak
menyampaikan dokumen sesuai yang ditetapkan; dan/atau
b. tidak memenuhi persyaratan integritas, kompetensi dan
reputasi keuangan,
Otoritas Jasa Keuangan memberitahukan kepada BPR bahwa
permohonan persetujuan calon anggota Direksi dan/atau calon
anggota Dewan Komisaris tidak dapat diproses lebih lanjut.
11. Dalam hal permohonan BPR untuk memperoleh persetujuan
atas calon anggota Direksi dan/atau calon anggota Dewan
Komisaris dinilai telah memenuhi persyaratan administratif,
proses persetujuan dilanjutkan dengan wawancara terhadap
calon anggota Direksi dan/atau calon anggota Dewan
Komisaris.
12. Dalam hal berdasarkan hasil wawancara, calon anggota Direksi
dan/atau calon anggota Dewan Komisaris dinilai memenuhi
persyaratan menjadi calon anggota Direksi dan/atau calon
anggota Dewan Komisaris, calon anggota Direksi dan/atau
calon anggota Dewan Komisaris dinyatakan Lulus dalam
bentuk penetapan hasil uji kemampuan dan kepatutan.
13. Dalam hal berdasarkan hasil wawancara, calon anggota Direksi
dan/atau calon anggota Dewan Komisaris dinilai tidak
memenuhi persyaratan menjadi calon anggota Direksi
dan/atau calon anggota Dewan Komisaris, calon anggota
Direksi dan/atau calon anggota Dewan Komisaris dinyatakan
Tidak Lulus dalam bentuk penetapan hasil uji kemampuan dan
kepatutan.
14. RUPS untuk mengangkat calon anggota Direksi dan/atau calon
anggota Dewan Komisaris diselenggarakan paling lama 90
(sembilan puluh) hari sejak tanggal persetujuan Otoritas Jasa
Keuangan.
15. Dalam ...
- 43 -
15. Dalam hal jangka waktu 90 (sembilan puluh) hari tersebut
berakhir dan BPR belum menyelenggarakan RUPS, persetujuan
Otoritas Jasa Keuangan dan penetapan hasil uji kemampuan
dan kepatutan batal dan dinyatakan tidak berlaku.
16. Pengangkatan calon anggota Direksi dan/atau calon anggota
Dewan Komisaris oleh RUPS belum efektif sebelum mendapat
persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan. Pengangkatan calon
anggota Direksi dan/atau calon anggota Dewan Komisaris
dilaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lama 10
(sepuluh) hari kerja sejak tanggal efektif pengangkatan anggota
Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris disertai dengan
risalah RUPS.
17. Dalam hal BPR berbadan hukum Perseroan Terbatas, BPR
memberitahukan perubahan anggota Direksi dan/atau anggota
Dewan Komisaris kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia untuk dicatat dalam daftar perseroan sebagaimana
ketentuan yang mengatur mengenai perseroan terbatas dan
menyampaikan bukti pemberitahuan perubahan dimaksud
kepada Otoritas Jasa Keuangan.
B. Pemenuhan kekurangan jumlah minimal anggota Direksi dan/atau
anggota Dewan Komisaris
1. Dalam hal terdapat anggota Direksi dan/atau anggota Dewan
Komisaris yang diberhentikan oleh RUPS, mengundurkan diri,
meninggal dunia, atau dilarang menjadi anggota Direksi
dan/atau anggota Dewan Komisaris oleh Otoritas Jasa
Keuangan sehingga mengakibatkan tidak terpenuhinya jumlah
minimum anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris,
BPR wajib memiliki anggota Direksi dan/atau anggota Dewan
Komisaris pengganti paling lama 120 (seratus dua puluh) hari
kerja sejak tanggal jabatan Direksi dan/atau Dewan Komisaris
tersebut mengalami kekosongan.
2. Jangka waktu selama 120 (seratus dua puluh) hari kerja
sebagaimana dimaksud pada angka 1 termasuk dalam cakupan
proses pengajuan calon anggota Direksi dan/atau calon
anggota ...
- 44 -
anggota Dewan Komisaris oleh BPR, uji kemampuan dan
kepatutan hingga pengangkatan anggota Direksi dan/atau
anggota Dewan Komisaris tersebut oleh RUPS.
3. Pengenaan sanksi terhadap pelanggaran jumlah minimum
anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris dikenakan
kepada BPR setelah berakhirnya jangka waktu 120 (seratus
dua puluh) hari kerja sebagaimana dimaksud pada angka 2.
C. Pengangkatan Kembali Anggota Direksi Dan/Atau Anggota Dewan
Komisaris
1. Pengangkatan kembali anggota Direksi dan/atau anggota
Dewan Komisaris oleh RUPS harus dilakukan paling lambat
pada tanggal berakhirnya masa jabatan anggota Direksi
dan/atau anggota Dewan Komisaris serta dilaporkan kepada
Otoritas Jasa Keuangan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak
tanggal RUPS.
2. Laporan pengangkatan kembali anggota Direksi dan/atau
anggota Dewan Komisaris kepada Otoritas Jasa Keuangan
sebagaimana dimaksud pada angka 1 disertai dengan
dokumen:
a. risalah RUPS yang menyetujui pengangkatan kembali
anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris; dan
b. bukti persetujuan perubahan anggaran dasar dan/atau
penerimaan pelaporan atas pengangkatan kembali anggota
Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris.
3. Otoritas Jasa Keuangan melakukan pengecekan terhadap
anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris dalam
Daftar Kredit Macet.
4. Dalam hal berdasarkan hasil pengecekan sebagaimana
dimaksud pada angka 3, anggota Direksi dan/atau anggota
Dewan Komisaris memiliki kredit macet dan/atau pembiayaan
macet, anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris
yang bersangkutan harus menyelesaikan kredit macet
dan/atau pembiayaan macet dimaksud sesuai dengan jangka
waktu yang ditetapkan.
5. Dalam ...
- 45 -
5. Dalam hal anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris
tidak dapat menyelesaikan kredit macet dan/atau pembiayaan
macet, Otoritas Jasa Keuangan akan melakukan tindak lanjut
sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai uji kemampuan
dan kepatutan BPR.
D. Perubahan Anggota Direksi dan/atau Anggota Dewan Komisaris
1. Tata cara perubahan anggaran dasar BPR karena perubahan
anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris tunduk
kepada ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
2. BPR berbadan hukum Perseroan Terbatas menyampaikan bukti
perubahan anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris
kepada Otoritas Jasa Keuangan berupa surat penerimaan
pemberitahuan perubahan data perseroan, surat penerimaan
pemberitahuan perubahan anggaran dasar, atau keputusan
mengenai persetujuan perubahan anggaran dasar dari Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
3. Dalam hal BPR berbadan hukum Perusahaan Daerah atau
Koperasi, perubahan anggaran dasar dan pelaporan atau
persetujuannya dilakukan sesuai Peraturan Daerah atau
ketentuan mengenai badan hukum Koperasi yang berlaku.
4. BPR menyampaikan laporan perubahan anggota Direksi
dan/atau anggota Dewan Komisaris sebagaimana dimaksud
pada angka 1 kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lama 10
(sepuluh) hari kerja setelah perubahan kepengurusan yang
dilampiri dengan bukti sebagaimana dimaksud pada angka 2
atau angka 3 dari instansi yang berwenang sesuai ketentuan
dan perundang-undangan yang berlaku.
E. Pemenuhan Persyaratan Anggota Direksi dan Anggota Dewan
Komisaris
1. Untuk memenuhi struktur anggota Direksi dan anggota Dewan
Komisaris yang terdiri dari paling sedikit Direktur Utama dan
Direktur serta Komisaris Utama dan Komisaris, Direksi atau
Dewan ...
- 46 -
Dewan Komisaris yang akan menduduki jabatan sebagai
Direktur Utama atau Komisaris Utama mengikuti tata cara
yang diatur dalam ketentuan mengenai uji kemampuan dan
kepatutan BPR.
2. Anggota Direksi yang memiliki saham baik secara sendiri-
sendiri maupun bersama-sama sebesar 25% (dua puluh lima
perseratus) atau lebih dari modal disetor pada Bank dan/atau
menjadi pemegang saham mayoritas di lembaga jasa keuangan
non Bank harus melakukan:
a. pengalihan seluruh atau sebagian kepemilikan saham; atau
b. melepaskan jabatan sebagai anggota Direksi.
3. BPR yang melakukan pelanggaraan atas ketentuan:
a. jumlah dan struktur anggota Direksi dan/atau anggota
Dewan Komisaris;
b. kewajiban anggota Direksi dan/atau anggota Dewan
Komisaris memiliki sertifikat kelulusan;
c. jangka waktu pemenuhan jumlah minimum anggota Direksi
dan/atau anggota Dewan Komisaris dalam hal terdapat
kekurangan karena berhenti, mengundurkan diri,
meninggal dunia atau dilarang menjadi anggota Direksi
dan/atau anggota Dewan Komisaris oleh Otoritas Jasa
Keuangan;
d. larangan hubungan keluarga atau semenda dengan sesama
dan/atau dengan anggota Direksi dan/atau anggota Dewan
Komisaris;
e. larangan terhadap Direksi memiliki saham secara sendiri-
sendiri maupun bersama-sama sebesar 25% (dua puluh
lima perseratus) atau lebih dari modal disetor pada Bank
dan/atau menjadi pemegang saham mayoritas di lembaga
jasa keuangan non Bank; dan
f. larangan merangkap jabatan bagi anggota Direksi dan
anggota Dewan Komisaris,
dikenakan sanksi antara lain berupa larangan pembukaan
jaringan kantor dan kegiatan Pedagang Valuta Asing dan/atau
penghentian sementara sebagian kegiatan operasional BPR.
4. Dalam ...
- 47 -
4. Dalam hal BPR dikenakan sanksi larangan pembukaan
jaringan kantor dan kegiatan Pedagang Valuta Asing, BPR tidak
diperkenankan untuk mengajukan pembukaan jaringan kantor
berupa Kantor Cabang, Kantor Kas dan Kegiatan Pelayanan
Kas, serta mengajukan izin kegiatan sebagai Pedagang Valuta
Asing.
5. Dalam hal BPR dikenakan sanksi berupa penghentian
sementara sebagian kegiatan operasional BPR, larangan
dimaksud antara lain sebagai berikut:
a. melakukan kegiatan penghimpunan dana;
b. melakukan kegiatan penyaluran dana; dan/atau
c. melakukan kegiatan Pedagang Valuta Asing,
pada Kantor Pusat dan/atau Kantor Cabang BPR.
6. Kegiatan penghimpunan dana yang dilarang sebagaimana
pada butir 5.a. adalah penghimpunan dana dan/atau transaksi
yang terkait dengan dana dalam bentuk tabungan dan/atau
deposito yang sumber dananya berasal dari:
a. fresh money, berupa setoran tunai dan/atau melalui
transfer ke rekening BPR di Bank lain, kecuali untuk
angsuran atau pelunasan kredit atau pembayaran
kewajiban kepada BPR;
b. pemindahbukuan pada BPR tersebut selain dari:
1) akun tabungan dan/atau deposito atas nama yang
sama;
2) akun biaya dalam rangka pembayaran gaji pengurus
dan karyawan BPR yang bersangkutan ke akun
tabungan.
7. Kegiatan penyaluran dana yang dilarang sebagaimana
pada butir 5.b. adalah penyaluran kredit baru, termasuk
penambahan plafon kredit atau realisasi terhadap komitmen
penyaluran kredit, kecuali penyaluran kredit dalam rangka
restrukturisasi kredit.
8. Dalam hal BPR dikenakan sanksi penghentian sementara
sebagian kegiatan operasional, BPR melakukan langkah-
langkah sebagai berikut:
a. mengumumkan ...
- 48 -
a. mengumumkan penghentian sementara sebagian kegiatan
operasional BPR kepada masyarakat pada tanggal yang
sama dengan tanggal surat pemberitahuan dari Otoritas
Jasa Keuangan mengenai penghentian sementara sebagian
kegiatan operasional BPR. Pengumuman tersebut dilakukan
dalam surat kabar harian lokal atau pada papan
pengumuman di seluruh kantor BPR, yang paling sedikit
memuat hal-hal sebagai berikut:
1) informasi mengenai kegiatan operasional yang
dihentikan sementara sebagaimana dimaksud pada
butir 5.a. sampai dengan butir 5.c.;
2) tata cara penyelesaian hak dan kewajiban kepada
nasabah apabila terdapat nasabah yang akan
menghentikan hubungan usaha dengan BPR; dan
3) tata cara pembayaran angsuran kredit;
b. melaporkan pelaksanaan penghentian sementara sebagian
kegiatan operasional BPR kepada Otoritas Jasa Keuangan
paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal
penghentian sementara sebagian kegiatan operasional BPR,
disertai dengan bukti pengumuman penghentian sementara
sebagian kegiatan operasional BPR;
c. BPR yang telah menjalani sanksi tetap harus memenuhi
ketentuan:
1) jumlah dan struktur anggota Direksi dan/atau anggota
Dewan Komisaris;
2) sertifikasi kelulusan dari Lembaga Sertifikasi Profesi
bagi anggota Direksi dan/atau anggota Dewan
Komisaris;
3) anggota Direksi tidak memiliki hubungan keluarga atau
semenda sampai dengan derajat kedua dengan sesama
anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris;
4) anggota Dewan Komisaris tidak memiliki hubungan
keluarga atau semenda sampai dengan derajat kedua
dengan sesama anggota Dewan Komisaris dan/atau
anggota Direksi;
5) anggota ...
- 49 -
5) anggota Direksi baik secara sendiri-sendiri atau
bersama-sama tidak memiliki saham sebesar 25% (dua
puluh lima perseratus) atau lebih;
6) anggota Direksi tidak merangkap jabatan pada Bank,
perusahaan non Bank dan/atau lembaga lain; dan
7) anggota Dewan Komisaris tidak merangkap jabatan
sebagai anggota Direksi atau Pejabat Eksekutif pada
BPR dan/atau Bank Umum yang menjalankan kegiatan
usaha secara konvensional maupun berdasarkan
prinsip syariah.
d. BPR yang telah menjalani sanksi dan telah memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud pada butir c.1) sampai
dengan butir c.7) dapat melakukan kembali sebagian
kegiatan operasional yang telah dihentikan sementara
dengan prosedur sebagai berikut:
1) BPR melaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan
mengenai pemenuhan ketentuan dimaksud.
2) Otoritas Jasa Keuangan melakukan penelitian atas
laporan BPR untuk memastikan pemenuhan ketentuan
dimaksud.
3) Dalam hal berdasarkan penelitian sebagaimana
dimaksud pada angka 2) BPR telah memenuhi
ketentuan dimaksud, Otoritas Jasa Keuangan
menyampaikan surat kepada BPR untuk dapat
melakukan kembali sebagian kegiatan operasional BPR
yang dihentikan sementara.
4) Dalam waktu paling lama 5 (lima) hari kerja setelah
melakukan kegiatan operasional kembali, BPR:
a) melaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan; dan
b) menyampaikan pengumuman kepada masyarakat
dalam surat kabar harian lokal atau pada papan
pengumuman di seluruh kantor BPR,
mengenai pelaksanaan kembali sebagian kegiatan
operasional BPR yang dihentikan sementara.
F. Persyaratan ...
- 50 -
F. Persyaratan Lulus Ujian Sertifikasi
1. Dalam hal calon anggota Direksi dan/atau calon anggota
Dewan Komisaris telah lulus ujian sertifikasi profesi Direksi
atau Komisaris BPR namun yang bersangkutan belum
menerima sertifikat kelulusan dari Lembaga Sertifikasi Profesi,
Surat Keputusan Hasil Uji Kompetensi yang diterbitkan oleh
Lembaga Sertifikasi Profesi berlaku sebagai bukti sementara
pemenuhan kewajiban memiliki sertifikat kelulusan.
2. Dalam hal sertifikat kelulusan telah diterima oleh yang
bersangkutan, fotokopi sertifikat tersebut harus segera
disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan
menunjukkan sertifikat asli.
3. Khusus calon anggota Dewan Komisaris yang telah memiliki
sertifikat kelulusan direksi BPR dan masih berlaku, dapat
diberlakukan sebagai dokumen sertifikasi bagi calon Anggota
Dewan Komisaris.
G. Larangan Menjadi Anggota Direksi dan/atau Anggota Dewan
Komisaris
1. Anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris dilarang
menjadi pengurus BPR apabila:
a. anggota Direksi tidak memiliki pendidikan formal paling
rendah setingkat diploma tiga;
b. anggota Direksi tidak memiliki sertifikat kelulusan yang
masih berlaku yang dikeluarkan oleh Lembaga Sertifikasi
Profesi;
c. mayoritas anggota Direksi memiliki hubungan keluarga
atau semenda sampai dengan derajat kedua dengan sesama
anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris;
d. anggota Direksi baik secara sendiri-sendiri maupun
bersama-sama memiliki saham sebesar 25% (dua puluh
lima perseratus) atau lebih dari modal disetor pada Bank
dan/atau menjadi pemegang saham mayoritas di lembaga
jasa keuangan non Bank;
e. anggota ...
- 51 -
e. anggota Direksi merangkap jabatan pada Bank, perusahaan
non Bank dan/atau lembaga lain, kecuali sebagai pengurus
asosiasi industri BPR dan/atau lembaga pendidikan dalam
rangka peningkatan kompetensi sumber daya manusia BPR
sepanjang tidak mengganggu pelaksanaan tugas sebagai
Direksi BPR;
f. anggota Dewan Komisaris tidak memiliki sertifikat
kelulusan yang masih berlaku dari Lembaga Sertifikasi
Profesi;
g. anggota Dewan Komisaris merangkap jabatan sebagai
anggota Direksi atau Pejabat Eksekutif pada BPR, BPRS,
dan/atau Bank Umum;
h. mayoritas anggota Dewan Komisaris memiliki hubungan
keluarga atau semenda sampai dengan derajat kedua
dengan sesama anggota Dewan Komisaris atau anggota
Direksi;
i. dikenakan sanksi Tidak Lulus Uji Kemampuan dan
Kepatutan,
wajib mengundurkan diri paling lama 10 (sepuluh) hari kerja
sejak tanggal surat pemberitahuan dari Otoritas Jasa
Keuangan.
2. Pihak-pihak yang dilarang menjadi anggota Direksi dan/atau
anggota Dewan Komisaris sebagaimana dimaksud pada
angka 1 tidak diperkenankan melakukan tugas operasional
BPR dan/atau kegiatan lain yang mempunyai pengaruh
terhadap kebijakan dan kondisi keuangan BPR sejak tanggal
surat pemberitahuan dari Otoritas Jasa Keuangan.
3. Dalam hal pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada angka 1
tidak bersedia mengundurkan diri maka:
a. BPR menyelenggarakan RUPS dalam waktu paling lama 20
(dua puluh) hari kerja sejak berakhirnya jangka waktu
sebagaimana dimaksud pada
memberhentikan yang bersangkutan;
angka 1
untuk
b. Otoritas ...
- 52 -
b. Otoritas Jasa Keuangan tidak mengakui segala hubungan
hukum yang dilakukan pihak-pihak sebagaimana pada
angka 1; dan
c. segala tindakan yang dilakukan oleh pihak-pihak tersebut
merupakan tanggung jawab pribadi yang bersangkutan.
4. Dalam hal RUPS sebagaimana dimaksud pada butir 3.a. tidak
dapat diselenggarakan, Otoritas Jasa Keuangan dapat
menunjuk dan mengangkat pengganti sementara pihak-pihak
tersebut sampai RUPS mengangkat pengganti tetap dengan
persetujuan Otoritas Jasa Keuangan.
H. Laporan Pengangkatan Pejabat Eksekutif
1. Laporan BPR mengenai pengangkatan Pejabat Eksekutif
kepada Otoritas Jasa Keuangan disertai dengan:
a. dokumen berupa fotokopi surat pengangkatan atau surat
perjanjian kerja setiap Pejabat Eksekutif, dan dilengkapi
dengan surat kuasa khusus bagi pemimpin Cabang;
b. pasfoto terakhir ukuran 4x6 cm;
c. fotokopi Kartu Tanda Penduduk yang masih berlaku;
d. riwayat hidup; dan
e. contoh tanda tangan dan paraf.
2. Laporan sebagaimana pada angka 1 disampaikan kepada
Otoritas Jasa Keuangan paling lama 10 (sepuluh) hari sejak
tanggal setiap Pejabat dimaksud menjalankan tugas dan fungsi
sebagai Pejabat Eksekutif berdasarkan tanggal efektif
pengangkatan sebagai Pejabat Eksekutif yang tercantum dalam
surat pengangkatan.
VI. PEMBUKAAN KANTOR DAN KEGIATAN PELAYANAN KAS BANK
PERKREDITAN RAKYAT
A. Pembukaan Kantor Cabang
1. Otoritas Jasa Keuangan memberikan izin pembukaan Kantor
Cabang dalam 2 (dua) tahap yaitu:
a. persetujuan prinsip pembukaan Kantor Cabang, yaitu
persetujuan untuk melakukan persiapan pembukaan
Kantor Cabang; dan
b. izin ...
- 53 -
b. izin operasional Kantor Cabang, yaitu izin membuka Kantor
Cabang setelah persiapan sebagaimana dimaksud pada
huruf a selesai dilakukan.
2. BPR hanya dapat melakukan pembukaan kantor dalam wilayah
provinsi yang sama dengan provinsi kantor pusat BPR. Khusus
untuk wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Kabupaten
atau Kota Bogor, Kota Depok, Kabupaten atau Kota Tangerang,
Kota Tangerang Selatan, Kabupaten atau Kota Bekasi
dinyatakan sebagai 1 (satu) wilayah provinsi untuk keperluan
perizinan pembukaan kantor cabang. Pengelompokan wilayah
tersebut berlaku pula bagi pembukaan kantor cabang BPR
sebagai akibat merger atau konsolidasi.
3. Dalam hal terjadi pemekaran wilayah yang menyebabkan
kantor cabang dan kantor pusat BPR berada di wilayah
provinsi yang berbeda, BPR wajib:
a. menutup atau memindahkan kantor cabang BPR; atau
b. memindahkan kantor pusat BPR,
ke dalam wilayah provinsi yang sama.
4. Persetujuan prinsip pembukaan kantor cabang dilakukan
sebagai berikut:
a. BPR mengajukan permohonan persetujuan prinsip
sebagaimana dimaksud pada butir 1.a. kepada Otoritas
Jasa Keuangan dengan melampirkan studi kelayakan
pembukaan Kantor Cabang dengan mengacu pada pedoman
penyusunan studi kelayakan dalam rangka pembukaan
Kantor Cabang sebagaimana pada Lampiran II.11.
b. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau
penolakan atas permohonan persetujuan prinsip
pembukaan Kantor Cabang paling lama 20 (dua puluh) hari
kerja sejak permohonan berikut dokumen yang
dipersyaratkan diterima oleh Otoritas Jasa Keuangan
secara lengkap.
c. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau
penolakan atas permohonan persetujuan prinsip
sebagaimana dimaksud pada huruf b berdasarkan:
1) penelitian ...
- 54 -
1) penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen
serta pemenuhan persyaratan berupa:
a) rencana pembukaan Kantor Cabang telah
dicantumkan dalam rencana kerja tahunan BPR;
b) tingkat kesehatan tergolong sehat selama 12 (dua
belas) bulan terakhir;
c) rasio kewajiban penyediaan modal minimum (KPMM)
paling sedikit 12% (dua belas perseratus) selama 6
(enam) bulan terakhir;
d) rasio kredit non lancar atau non performing loan
(NPL) gross paling tinggi 5% (lima perseratus) selama
6 (enam) bulan terakhir;
e) tidak dalam keadaan rugi baik tahun lalu maupun
tahun berjalan dalam 1 (satu) tahun terakhir
sebelum pengajuan pembukaan Kantor Cabang
dimaksud;
f) memiliki teknologi informasi yang memadai.
Teknologi informasi tersebut paling sedikit berupa
sistem core banking untuk memproses transaksi
perbankan sehari-hari, termasuk pengkinian
transaksi ke catatan keuangan secara elektronis dan
terintegrasi untuk Kantor Pusat dan Kantor Cabang
BPR. Dengan demikian, BPR harus memiliki sistem
aplikasi dan/atau sarana komputer, telekomunikasi,
dan sarana elektronis lainnya yang digunakan dalam
pengolahan data keuangan dan/atau pelayanan jasa
perbankan termasuk pencatatan kegiatan usaha
BPR secara online sehingga mampu menghasilkan
laporan keuangan secara gabungan pada hari yang
sama;
g) kelengkapan organisasi dan infrastruktur pada
Kantor Cabang yang akan dibuka; dan
h) tidak terdapat pelanggaran ketentuan terkait dengan
BPR;
2) penilaian terhadap studi kelayakan pembukaan Kantor
Cabang.
d. Perhitungan ...
- 55 -
d. Perhitungan jangka waktu proses persetujuan atau
penolakan persetujuan prinsip sebagaimana dimaksud
pada huruf b dihitung sejak tanggal surat Otoritas Jasa
Keuangan yang memberitahukan bahwa dokumen yang
dipersyaratkan telah diterima secara lengkap.
e. Dalam hal dokumen studi kelayakan pembukaan Kantor
Cabang dinilai belum memadai, Otoritas Jasa Keuangan
memberitahukan kepada BPR untuk memperbaiki studi
kelayakan pembukaan Kantor Cabang paling lama 20 (dua
puluh) hari kerja sejak tanggal surat pemberitahuan
Otoritas Jasa Keuangan.
f. Dalam hal BPR tidak menyampaikan perbaikan studi
kelayakan pembukaan Kantor Cabang dalam batas waktu
20 (dua puluh) hari kerja sebagaimana dimaksud pada
huruf e, permohonan persetujuan prinsip pembukaan
Kantor Cabang dinyatakan ditolak.
5. Izin Operasional Kantor Cabang dilakukan sebagai berikut:
a. BPR mengajukan permohonan untuk memperoleh izin
operasional sebagaimana dimaksud pada butir 1.b. kepada
Otoritas Jasa Keuangan paling lama 80 (delapan puluh)
hari kerja terhitung sejak tanggal surat persetujuan prinsip
pembukaan Kantor Cabang, dengan melampirkan bukti
kesiapan operasional dalam rangka pembukaan Kantor
Cabang serta rencana penghimpunan dan penyaluran dana
Kantor Cabang paling kurang selama 12 (dua belas) bulan
beserta penjelasannya sesuai checklist persyaratan
pengajuan permohonan izin operasional pembukaan Kantor
Cabang sebagaimana pada Lampiran II.12.
b. Guna memastikan kelengkapan dokumen yang
disampaikan, BPR harus melakukan pengecekan dengan
menggunakan checklist kelengkapan persyaratan dokumen
yang ditandatangani oleh Direksi BPR.
c. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau
penolakan atas permohonan izin operasional pembukaan
Kantor Cabang paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak
permohonan berikut dokumen yang dipersyaratkan
diterima secara lengkap.
d. Dalam ...
- 56 -
d. Dalam hal dokumen permohonan izin operasional
pembukaan Kantor Cabang yang disampaikan dinilai telah
lengkap sesuai dengan checklist sebagaimana dimaksud
pada huruf b, Otoritas Jasa Keuangan menyampaikan surat
pemberitahuan kepada BPR bahwa dokumen permohonan
izin operasional pembukaan Kantor Cabang telah lengkap,
sehingga proses persetujuan atau penolakan izin
operasional mulai berjalan terhitung sejak tanggal surat
pemberitahuan tersebut.
e. Dalam hal dokumen permohonan izin operasional
pembukaan Kantor Cabang yang disampaikan dinilai belum
lengkap sesuai dengan checklist sebagaimana dimaksud
pada huruf b, Otoritas Jasa Keuangan memberitahukan
kepada BPR untuk melengkapi kekurangan dokumen paling
lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal surat
pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan.
f. Dalam hal BPR tidak dapat melengkapi kekurangan
dokumen dalam batas waktu 10 (sepuluh) hari kerja
sebagaimana dimaksud pada huruf e, permohonan izin
operasional pembukaan Kantor Cabang dinyatakan ditolak
dan persetujuan prinsip pembukaan Kantor Cabang yang
telah diberikan oleh Otoritas Jasa Keuangan dinyatakan
batal dan tidak berlaku.
g. Dalam hal BPR telah memenuhi kekurangan dokumen
dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada huruf e
dan berdasarkan penilaian Otoritas Jasa Keuangan
dokumen yang disampaikan oleh BPR telah lengkap, proses
persetujuan atau penolakan izin operasional pembukaan
Kantor Cabang mulai berjalan terhitung sejak tanggal surat
pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan.
h. BPR yang telah memperoleh izin operasional Kantor Cabang
wajib melakukan kegiatan usaha pada Kantor Cabang
dimaksud paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak
tanggal izin diberikan dan melaporkan pelaksanaan
pembukaan Kantor Cabang kepada Otoritas Jasa Keuangan
paling ...
- 57 -
paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal
pembukaan dengan menggunakan format surat sesuai
dengan Lampiran III.17 yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
B. Pembukaan Kantor Kas
1. Pembukaan Kantor Kas BPR hanya dapat dilakukan dalam
wilayah kabupaten atau kota yang sama dengan kantor pusat
atau Kantor Cabang induknya.
2. Kantor Kas berfungsi secara terbatas sebagai sarana
pembayaran dan penyetoran dalam rangka pelayanan yang
terkait dengan kegiatan penyediaan dana (misalnya pencairan
kredit kepada nasabah) dan/atau penghimpunan dana dari
nasabah. Kantor Kas tidak berwenang untuk melakukan
analisis dan membuat keputusan dalam proses penyediaan
dana atau pemberian kredit kepada nasabah.
3. Kegiatan yang dapat dilakukan oleh Kantor Kas BPR meliputi
kegiatan sebagai berikut:
a. menerima setoran dalam rangka pembukaan rekening
tabungan atau deposito;
b. menerima angsuran kredit;
c. menerima setoran tabungan nasabah;
d. melayani penarikan tabungan bagi nasabah sesuai dengan
kewenangan yang diberikan oleh kantor induknya;
e. menerima titipan dana dalam rangka pelayanan jasa
pembayaran tagihan seperti pembayaran tagihan listrik,
telepon, air dan lainnya;
f. menerima permohonan kredit; dan
g. hanya melakukan pencairan kredit setelah melalui proses
analisa hingga persetujuan kredit yang dilakukan oleh
kantor induknya.
4. Kantor Kas tidak diperkenankan melakukan kegiatan
pelayanan kas selain yang disebut pada angka 3.
5. Laporan keuangan Kantor Kas wajib digabungkan dengan
laporan keuangan kantor induknya pada hari kerja yang sama.
6. Kantor ...
- 58 -
6. Kantor Kas tidak diperkenankan menyimpan uang kas
melampaui jam kerja Kantor Kas yang bersangkutan dan saldo
uang kas disetorkan ke kantor induk Kantor Kas dimaksud
pada hari kerja yang sama.
7. Rencana pembukaan Kantor Kas yang diajukan oleh BPR
kepada Otoritas Jasa Keuangan mengacu pada format
Lampiran II.13 dilampiri dengan dokumen pendukung sebagai
berikut:
a. struktur organisasi dan personalia;
b. kesiapan gedung, peralatan kantor dan tata letak ruangan
beserta foto bagian dalam dan luar gedung;
c. surat keterangan domisili usaha;
d. bukti kepemilikan atau dokumen penguasaan atas gedung
kantor antara lain berupa hak atas tanah atau surat
perjanjian sewa;
e. bukti pembayaran sewa atau pajak sewa (dalam hal gedung
diperoleh dengan sewa);
f. daftar aset tetap dan inventaris yang akan ditempatkan di
Kantor Kas; dan
g. dokumen yang menunjukkan kesiapan teknologi sistem
informasi yang memadai yaitu dokumen yang menunjukkan
kemampuan Kantor Kas untuk menggabungkan laporan
keuangan Kantor Kas ke dalam laporan keuangan kantor
induknya pada hari yang sama.
8. Otoritas Jasa Keuangan memberikan penegasan atas
pengajuan rencana pembukaan Kantor Kas paling lama 20 (dua
puluh) hari kerja sejak pengajuan rencana pembukaan Kantor
Kas diterima oleh Otoritas Jasa Keuangan.
9. Otoritas Jasa Keuangan memberikan penegasan atas
pengajuan rencana pembukaan Kantor Kas sebagaimana
dimaksud pada angka 8 berdasarkan:
a. penelitian atas kelengkapan dokumen; dan
b. penelitian pemenuhan persyaratan serta kebenaran
dokumen.
10. Dalam ...
- 59 -
10. Dalam hal dokumen pengajuan rencana pembukaan Kantor
Kas yang disampaikan oleh BPR dinilai telah lengkap, Otoritas
Jasa Keuangan menyampaikan surat pemberitahuan kepada
BPR bahwa dokumen pengajuan rencana pembukaan Kantor
Kas BPR telah lengkap, sehingga proses pemberian penegasan
atas rencana pembukaan Kantor Kas BPR mulai berjalan
terhitung sejak tanggal surat pemberitahuan tersebut.
11. Dalam hal dokumen pengajuan rencana pembukaan Kantor
Kas yang disampaikan oleh BPR dinilai belum lengkap, Otoritas
Jasa Keuangan memberitahukan kepada BPR untuk
melengkapi kekurangan dokumen paling lama 10 (sepuluh)
hari kerja sejak tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa
Keuangan.
12. Dalam hal BPR telah memenuhi kekurangan dokumen dalam
batas waktu sebagaimana dimaksud pada angka 11 dan
berdasarkan penilaian Otoritas Jasa Keuangan dokumen yang
disampaikan oleh BPR telah lengkap, proses pemberian
penegasan atas rencana pembukaan Kantor Kas BPR mulai
berjalan terhitung sejak tanggal surat pemberitahuan Otoritas
Jasa Keuangan.
13. Dalam rangka melakukan proses penilaian dan penelitian
pemenuhan persyaratan dan kebenaran dokumen terkait
dengan proses pada butir 9.b., Otoritas Jasa Keuangan dapat
meminta tambahan atau perbaikan dokumen kepada BPR
dalam rangka pelaksanaan proses tersebut.
14. Tambahan atau perbaikan dokumen sebagaimana dimaksud
pada angka 13 disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan
paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak tanggal surat
pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan.
15. BPR melakukan pembukaan Kantor Kas paling lama 20 (dua
puluh) hari kerja sejak tanggal penegasan dari Otoritas Jasa
Keuangan diberikan dan melaporkan pelaksanaan pembukaan
Kantor ...
- 60 -
Kantor Kas kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lama 10
(sepuluh) hari kerja sejak tanggal pembukaan Kantor Kas
dengan menggunakan format surat sesuai dengan
Lampiran III.18 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
C. Kegiatan Kas Keliling dan Payment Point
1. Kegiatan Kas Keliling yang dapat dilakukan oleh BPR meliputi
kegiatan sebagai berikut:
1. menerima angsuran kredit;
2. menerima setoran tabungan nasabah;
3. melayani penarikan tabungan bagi nasabah sesuai dengan
kewenangan yang diberikan oleh kantor induknya; dan
4. menerima titipan dana dalam rangka pelayanan jasa
pembayaran tagihan seperti pembayaran tagihan listrik,
telepon, air, dan lainnya.
2. Kegiatan Payment Point merupakan pelayanan transaksi yang
dilakukan oleh BPR berdasarkan perjanjian kerja sama dengan
pihak ketiga yaitu sebagai berikut:
a. menerima angsuran kredit;
b. menerima setoran tabungan nasabah;
c. melayani penarikan tabungan bagi nasabah sesuai dengan
kewenangan yang diberikan oleh kantor induknya;
d. menerima titipan dana dalam rangka pelayanan jasa
pembayaran tagihan seperti pembayaran tagihan listrik,
telepon, air, dan lainnya; dan/atau
e. pembayaran gaji pegawai/karyawan.
3. BPR tidak diperkenankan melakukan kegiatan selain yang
diperkenankan dalam Kegiatan Kas Keliling dan Payment Point
sebagaimana disebutkan pada angka 1 dan angka 2.
4. Kegiatan Kas Keliling dan Payment Point hanya dapat dilakukan
setelah dipenuhinya persyaratan paling sedikit sebagai berikut:
a. rencana kegiatan Kas Keliling dan Payment Point telah
dicantumkan dalam rencana kerja tahunan BPR; dan
b. BPR ...
- 61 -
b. BPR mampu menggabungkan transaksi keuangan kegiatan
Kas Keliling dan Payment Point ke dalam laporan keuangan
kantor induknya pada hari kerja yang sama.
D. Kegiatan Pameran
1. Kegiatan pameran dilakukan dalam rangka promosi dan tidak
bersifat permanen. Persyaratan untuk dapat melakukan
kegiatan pameran adalah sebagai berikut:
1. dilakukan dalam jangka waktu kurang dari 30 (tiga puluh)
hari;
2. kegiatan pameran dimaksud dilaporkan kepada Otoritas
Jasa Keuangan paling lama 3 (tiga) hari kerja sebelum
pelaksanaan kegiatan;
3. terdapat mekanisme untuk meyakinkan nasabah bahwa
penerima titipan adalah orang yang memiliki otorisasi; dan
4. tersedianya kebijakan dan prosedur internal termasuk
mekanisme pencatatan transaksi yang dilakukan selama
kegiatan pameran.
2. Layanan yang dapat dilakukan BPR dalam kegiatan pameran
adalah sebagai berikut:
a. mempromosikan produk BPR yang bersangkutan;
b. melayani pembukaan rekening baru; dan
c. menerima setoran paling banyak sebesar jumlah minimal
yang dipersyaratkan untuk pembukaan rekening baru.
3. BPR dilarang melakukan kegiatan selain sebagaimana pada
angka 2.
E. Pelaksanaan Kegiatan Operasional Pada Hari dan Waktu Tertentu
Di Luar Hari dan Jam Kerja Operasional, serta Pada Hari Libur
Nasional
1. BPR harus menetapkan hari dan jam kerja operasional kantor
BPR.
2. Kantor BPR dapat melakukan kegiatan operasional pada hari
dan waktu tertentu di luar hari dan jam kerja operasional, serta
pada hari libur nasional.
3. Dalam ...
- 62 -
3. Dalam hal BPR akan melakukan kegiatan operasional
sebagaimana dimaksud pada angka 2, BPR harus memenuhi
hal-hal sebagai berikut:
a. menyampaikan laporan rencana BPR dan/atau sebagian
kantor BPR untuk melakukan kegiatan operasional pada
hari dan waktu tertentu di luar hari dan jam kerja
operasional, serta pada hari libur nasional kepada Otoritas
Jas Keuangan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sebelum
pelaksanaan kegiatan operasional; dan
b. memiliki core banking system yang mampu memproses
transaksi kegiatan operasional secara elektronis dan
terintegrasi.
VII. KEGIATAN LAYANAN DENGAN MENGGUNAKAN KARTU
AUTOMATED TELLER MACHINE DAN/ATAU KARTU DEBET
A. Kesiapan Teknologi Informasi dalam Kegiatan Layanan BPR
dengan Menggunakan Kartu Automated Teller Machine dan/atau
Kartu Debet
1. Kegiatan layanan dengan menggunakan kartu Automated
Teller Machine, selanjutnya disingkat ATM, dan/atau kartu
debet selain tunduk kepada peraturan Otoritas Jasa
Keuangan mengenai BPR dan peraturan pelaksanaannya
juga tunduk kepada ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai penyelenggaraan kegiatan alat
pembayaran dengan menggunakan kartu dan peraturan
pelaksanaannya.
2. Kartu ATM merupakan alat pembayaran dengan
menggunakan kartu sebagaimana diatur dalam ketentuan
Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan
kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu dan
peraturan pelaksanaannya.
3. Kartu Debet merupakan alat pembayaran dengan
menggunakan kartu sebagaimana diatur dalam ketentuan
Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan,
kegiatan ...
- 63 -
kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu dan
peraturan pelaksanaannya.
4. Dalam rangka penyelenggaraan kegiatan layanan dengan
menggunakan kartu ATM dan/atau kartu debet, BPR harus
memiliki teknologi informasi yang memadai. Teknologi
informasi yang memadai dalam penyelenggaraan kegiatan
ATM dan/atau kartu debet termasuk dalam hal ini memiliki
sistem yang mampu melakukan pembukuan transaksi pada
saat transaksi berlangsung (real time), disertai dengan
mekanisme pengamanan mulai dari sistem, data, dan
jaringan, serta adanya mekanisme pemantauan dan evaluasi
terhadap sarana teknologi informasi untuk penyelenggaraan
layanan kepada nasabah.
5. Sarana teknologi informasi sebagaimana dimaksud pada
angka 4 paling kurang menerapkan prinsip-prinsip
pengendalian pengamanan data nasabah dan transaksi,
sebagai berikut:
a. Kebijakan dan prosedur teknologi informasi, yang
mencakup prinsip:
1) kerahasiaan (confidentiality), yaitu memastikan bahwa
metode dan prosedur yang dimilikinya dapat
melindungi kerahasiaan data nasabah;
2) integritas (integrity), yaitu memastikan bahwa metode
dan prosedur yang dimilikinya mampu melindungi
data sehingga menjadi akurat, handal, konsisten, dan
terbukti kebenarannya agar terhindar dari kesalahan,
kecurangan, manipulasi, penyalahgunaan, dan
perusakan data;
3) ketersediaan
(availability),
yaitu memastikan
ketersediaan sistem secara berkesinambungan.
4) keaslian (authentication), yaitu harus dapat menguji
keaslian identitas nasabah untuk memastikan bahwa
transaksi keuangan dilakukan oleh nasabah yang
berhak;
5) pencegahan ...
- 64 -
5) pencegahan terjadinya penyangkalan transaksi yang
telah dilakukan (non repudiation), yaitu BPR harus
menyusun, menetapkan, dan melaksanakan prosedur
yang dapat memastikan bahwa transaksi yang telah
dilakukan nasabah tidak dapat diingkari dan dapat
dipertanggungjawabkan;
6) pemisahan tugas dan tanggung jawab (segregation of
duties), yaitu harus memastikan bahwa terdapat
pemisahan tugas dan tanggung jawab pihak-pihak
yang terkait dengan penggunaan sistem, database,
dan aplikasi. Pihak-pihak yang terkait antara lain
Bank Penyelenggara, Agen, dan nasabah;
7) pengendalian otorisasi dalam sistem, database, dan
aplikasi (authorization of control), yaitu harus
memastikan adanya pengendalian terhadap hak akses
dan otorisasi yang tepat terhadap sistem, database,
dan aplikasi yang digunakannya. Seluruh arsip dan
data yang bersifat rahasia hanya dapat diakses oleh
pihak yang telah memiliki otorisasi serta harus
dipelihara secara aman dan dilindungi dari
kemungkinan diketahui atau dimodifikasi oleh pihak
yang tidak berwenang;
8) pemeliharaan jejak audit (maintenance of audit trails),
yaitu harus memastikan tersedianya log transaksi
dan memelihara log tersebut sesuai dengan kebijakan
retensi data BPR dan ketentuan perundangan yang
berlaku guna tersedianya jejak audit yang jelas
sehingga dapat digunakan untuk membantu
pembuktian dan penyelesaian perselisihan serta
pendeteksian usaha penyusupan pada sistem. BPR
harus menganalisis dan mengevaluasi fungsi jejak
audit secara berkala.
b. Kebijakan dan prosedur internal untuk sistem dan
sumber daya manusia yang paling kurang mencakup:
1) Peran ...
- 65 -
1) Peran dan tanggung jawab manajemen dalam
melakukan pengawasan yang efektif terhadap risiko
yang terkait dengan penyelenggaraan kartu ATM
dan/atau kartu debet, termasuk penetapan
akuntabilitas, kebijakan, dan proses pengendalian
untuk mengelola risiko penyelenggaraan kartu ATM
dan/atau kartu debet.
2) Memastikan terdapat sumber daya manusia yang
terlibat dalam penyelenggaraan kartu ATM dan/atau
kartu debet cukup memadai dan berkualitas serta
memperoleh pendidikan dan pelatihan yang
diperlukan secara berkelanjutan sehingga dapat
mengikuti perkembangan teknologi informasi.
3) Adanya Call Center yang berfungsi untuk menerima
laporan atau keluhan yang disampaikan oleh nasabah
dan/atau pengguna kartu ATM dan/atau kartu debet.
c. Adanya Business Continuity Plan, selanjutnya disingkat
BCP, yang dapat menjaga kelangsungan kegiatan
pelayanan kas berupa kartu ATM dan/atau kartu debet.
BCP tersebut meliputi tindakan preventif maupun
contingency plan (termasuk penyediaan sarana back up)
apabila terjadi kondisi darurat atau gangguan yang
mengakibatkan sistem utama penyelenggara kartu ATM
dan/atau Automated Deposit Machine, selanjutnya
disingkat ADM, tidak dapat digunakan. Suatu dokumen
tertulis yang memuat rangkaian kegiatan yang terencana
dan terkoordinir mengenai langkah-langkah pengurangan
risiko, penanganan dampak gangguan atau bencana, dan
proses pemulihan agar kegiatan operasional BPR dan
pelayanan kepada nasabah tetap dapat berjalan. Rencana
tindak tertulis tersebut melibatkan seluruh sumber daya
teknologi informasi termasuk sumber daya manusia yang
mendukung fungsi bisnis dan kegiatan operasional yang
kritikal bagi BPR.
B. Penyediaan ...
- 66 -
B. Penyediaan Layanan dengan Menggunakan Kartu ATM dan/atau
Kartu Debet
1. Dalam penyediaan layanan dengan menggunakan kartu ATM
dan/atau kartu debet baik yang dikelola sendiri oleh BPR
maupun diselenggarakan melalui kerjasama dengan jaringan
bersama ATM dan/atau Bank Umum, BPR harus bertindak
sebagai penerbit kartu ATM dan/atau kartu debet.
2. Kegiatan layanan dengan menggunakan kartu ATM dan/atau
kartu debet yang menggunakan Perangkat Perbankan
Elektronis, selanjutnya disingkat PPE, yang dikelola sendiri
oleh BPR, hanya dapat dilakukan dalam wilayah Provinsi
yang sama dengan kantor pusat BPR. Wilayah Daerah
Khusus Ibukota Jakarta, Kabupaten atau Kota Bogor, Kota
Depok, Kabupaten atau Kota Tangerang, Kota Tangerang
Selatan dan Kabupaten atau Kota Bekasi dinyatakan sebagai
satu wilayah provinsi untuk keperluan perizinan kegiatan
layanan dengan menggunakan kartu ATM dan/atau kartu
debet yang diselenggarakan dengan menggunakan PPE yang
dikelola sendiri oleh BPR.
3. PPE yang dikelola sendiri oleh BPR baik yang dimiliki sendiri
maupun secara sewa hanya diperkenankan berada di
wilayah provinsi yang sama dengan kantor pusat BPR.
4. Kegiatan layanan dengan menggunakan kartu ATM dan/atau
kartu debet melalui kerjasama dengan jaringan bersama
ATM dan/atau Bank Umum dapat dilakukan sampai ke luar
wilayah provinsi tempat kedudukan kantor pusat BPR.
5. Dalam hal BPR melakukan kerjasama sebagaimana
dimaksud pada angka 4 dan menggunakan PPE yang
dikelola sendiri oleh BPR, keberadaan PPE yang dikelola
sendiri oleh BPR tidak diperkenankan berada di luar wilayah
provinsi tempat kedudukan kantor pusat BPR yang
bersangkutan.
C. Perizinan ...
- 67 -
C. Perizinan Layanan Kartu ATM dan/atau Kartu Debet BPR
1. BPR yang akan bertindak sebagai penerbit kartu ATM
dan/atau kartu debet wajib terlebih dahulu memperoleh
persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan dengan format
permohonan sebagaimana Lampiran II.14.
2. BPR menyampaikan permohonan untuk mendapatkan
persetujuan dalam rangka melakukan kegiatan layanan
dengan menggunakan kartu ATM dan/atau kartu debet
kepada Otoritas Jasa Keuangan secara tertulis. Permohonan
tersebut paling kurang memuat informasi tentang jenis
kegiatan APMK, rencana waktu dimulainya kegiatan layanan,
dan nama produk yang akan digunakan, disertai dengan
dokumen:
a. hasil analisis bisnis 1 (satu) tahun ke depan atas
penyelenggaraan kegiatan APMK; dan
b. teknologi informasi yang memadai sebagaimana pada
butir A.4.
3. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau
penolakan atas permohonan untuk melakukan kegiatan
layanan dengan menggunakan kartu ATM dan/atau kartu
debet sebagaimana dimaksud pada angka 1 paling lama 20
(dua puluh) hari kerja sejak permohonan berikut dokumen
yang dipersyaratkan diterima secara lengkap.
4. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau
penolakan atas permohonan untuk melakukan kegiatan
layanan dengan menggunakan kartu ATM dan/atau kartu
debet sebagaimana dimaksud pada angka 3 berdasarkan:
a. penelitian atas kelengkapan dokumen; dan
b. penelitian pemenuhan persyaratan dan kebenaran
dokumen berupa:
1) rencana kegiatan layanan dengan menggunakan
kartu ATM dan/atau kartu Debet dalam rencana
kerja tahunan BPR;
2) tingkat ...
- 68 -
2) tingkat kesehatan tergolong sehat selama 12 (dua
belas) bulan terakhir;
3) tidak dalam keadaan rugi dalam 1 (satu) tahun
terakhir;
4) teknologi informasi memadai; dan
5) tidak terdapat pelanggaran ketentuan terkait dengan
BPR.
5. Penelitian kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud
pada butir 4.a. yaitu penelitian terhadap kelengkapan
dokumen sesuai dengan checklist persyaratan pengajuan
permohonan untuk melakukan kegiatan layanan dengan
menggunakan kartu ATM dan/atau kartu debet sebagaimana
pada Lampiran II.15;
6. Guna memastikan kelengkapan dokumen yang disampaikan,
pemohon harus melakukan pengecekan dengan
menggunakan checklist kelengkapan persyaratan dokumen
sebagaimana pada Lampiran II.15 yang ditandatangani oleh
direksi BPR.
7. Dalam hal dokumen permohonan persetujuan prinsip yang
disampaikan dinilai telah lengkap sesuai dengan checklist
sebagaimana pada Lampiran II.15, Otoritas Jasa Keuangan
menyampaikan surat pemberitahuan kepada pemohon
bahwa dokumen permohonan untuk melakukan kegiatan
layanan dengan menggunakan kartu ATM dan/atau kartu
debet telah lengkap, sehingga proses pemberian persetujuan
atau penolakan persetujuan prinsip mulai berjalan terhitung
sejak tanggal surat pemberitahuan tersebut.
8. Dalam hal dokumen permohonan persetujuan untuk
melakukan kegiatan layanan dengan menggunakan kartu
ATM dan/atau kartu debet yang disampaikan oleh BPR
dinilai belum lengkap sesuai dengan checklist sebagaimana
pada
Lampiran
II.15, Otoritas Jasa Keuangan
memberitahukan kepada BPR untuk melengkapi kekurangan
dokumen paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal
surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan.
9. Dalam ...
- 69 -
9. Dalam hal BPR telah memenuhi kekurangan dokumen dalam
batas waktu sebagaimana dimaksud pada angka 8 dan
berdasarkan penilaian Otoritas Jasa Keuangan dokumen
yang disampaikan oleh BPR telah lengkap, proses
persetujuan atau penolakan atas permohonan untuk
melakukan kegiatan layanan dengan menggunakan kartu
ATM dan/atau kartu debet mulai berjalan terhitung sejak
tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan.
10. Dalam rangka melakukan proses penilaian dan penelitian
pemenuhan persyaratan dan kebenaran dokumen terkait
dengan proses pada butir 4.b., Otoritas Jasa Keuangan dapat
meminta tambahan atau perbaikan dokumen kepada BPR
dalam rangka pelaksanaan proses tersebut.
11. Tambahan atau perbaikan dokumen sebagaimana dimaksud
pada angka 10 disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan
paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak tanggal surat
pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan.
12. Dalam hal BPR telah memperoleh persetujuan dari Otoritas
Jasa Keuangan untuk bertindak sebagai penerbit kartu ATM
dan/atau kartu debet, BPR mengajukan permohonan izin
sebagai penerbit kartu ATM dan/atau kartu debet kepada
Bank Indonesia sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang
diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai APMK dan
peraturan pelaksanaannya.
VIII. TATA CARA PERMOHONAN PERSETUJUAN PENETAPAN IZIN
USAHA DALAM RANGKA PERUBAHAN NAMA BPR DAN BENTUK
BADAN HUKUM
A. Penetapan Izin Usaha Dalam Rangka Perubahan Nama BPR
1. BPR mengajukan permohonan persetujuan penetapan izin
usaha BPR dengan menggunakan nama baru kepada
Otoritas Jasa Keuangan dengan menyertakan:
a. alasan perubahan nama BPR;
b. salinan akta perubahan anggaran dasar;
c. bukti ...
- 70 -
c. bukti persetujuan atas perubahan anggaran dasar dari
instansi yang berwenang; dan
d. contoh formulir atau warkat yang akan digunakan BPR
dengan nama yang baru.
2. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau
penolakan atas permohonan persetujuan penetapan izin
usaha BPR dengan menggunakan nama baru sebagaimana
dimaksud pada angka 1 paling lama 20 (dua puluh) hari
kerja sejak permohonan berikut dokumen yang
dipersyaratkan diterima secara lengkap.
3. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atas
penetapan izin usaha BPR dengan menggunakan nama baru
sebagaimana dimaksud pada angka 2 dalam bentuk Surat
Keputusan.
4. Dalam rangka memberikan persetujuan atau penolakan atas
permohonan penetapan izin usaha BPR dengan
menggunakan nama baru sebagaimana dimaksud pada
angka 2, Otoritas Jasa Keuangan melakukan:
a. penelitian atas kelengkapan dokumen; dan
b. penelitian atas kebenaran dokumen.
5. Dalam hal dokumen permohonan persetujuan penetapan izin
usaha BPR dengan menggunakan nama baru yang
disampaikan oleh BPR dinilai telah lengkap, Otoritas Jasa
Keuangan menyampaikan surat pemberitahuan kepada BPR
yang menyatakan bahwa dokumen permohonan penetapan
izin usaha BPR dengan menggunakan nama baru telah
lengkap, Otoritas Jasa Keuangan mulai memproses
permohonan persetujuan penetapan izin usaha BPR dengan
menggunakan nama baru terhitung sejak tanggal surat
pemberitahuan tersebut.
6. Dalam hal dokumen permohonan persetujuan penetapan izin
usaha BPR dengan menggunakan nama baru yang
disampaikan oleh BPR dinilai belum lengkap, Otoritas Jasa
Keuangan ...
- 71 -
Keuangan memberitahukan kepada BPR untuk melengkapi
kekurangan dokumen paling lama 10 (sepuluh) hari kerja
sejak tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan.
7. Dalam hal BPR telah memenuhi kekurangan dokumen dalam
batas waktu sebagaimana dimaksud pada angka 6 dan
berdasarkan penilaian Otoritas Jasa Keuangan dokumen
yang disampaikan oleh BPR telah lengkap, Otoritas Jasa
Keuangan memberitahukan kelengkapan data terkait, dan
mulai memproses atas permohonan persetujuan penetapan
izin usaha BPR dengan menggunakan nama baru terhitung
sejak tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan.
8. BPR yang telah memperoleh persetujuan penetapan izin
usaha BPR dengan menggunakan nama baru, harus
melakukan hal-hal sebagai berikut:
a. mengumumkan perubahan nama kepada masyarakat
dalam surat kabar harian lokal atau pada papan
pengumuman di seluruh kantor BPR yang bersangkutan
paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak tanggal
persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan dan
menyampaikan bukti pengumuman dimaksud paling
lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal pengumuman;
b. melakukan penyesuaian penulisan nama pada papan
nama, dokumen, formulir, dan warkat sesuai nama baru
BPR yang telah disetujui oleh Otoritas Jasa Keuangan
paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak persetujuan
penetapan penggunaan izin usaha BPR dengan nama
baru;
c. menggunakan formulir dan warkat dengan nama baru
untuk kegiatan operasional BPR paling lama 20 (dua
puluh) hari kerja sejak persetujuan penetapan
penggunaan izin usaha BPR dengan nama baru dari
Otoritas Jasa Keuangan; dan
d. menyampaikan berita acara pemusnahan formulir dan
warkat BPR dengan nama lama yang belum digunakan
paling ...
- 72 -
paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak persetujuan
penetapan penggunaan izin usaha BPR dengan nama
baru.
9. Surat pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada
angka 1 harus ditandatangani oleh 1 (satu) orang anggota
Direksi bersama-sama dengan 1 (satu) orang anggota Dewan
Komisaris.
B. Perubahan Bentuk Badan Hukum
1. Pemberian izin perubahan bentuk badan hukum dilakukan
dalam 2 (dua) tahap:
a. persetujuan prinsip; dan
b. persetujuan pengalihan izin usaha.
2. BPR mengajukan persetujuan prinsip perubahan bentuk
badan hukum sebagaimana dimaksud pada butir 1.a.,
dengan melampirkan:
a. notulen RUPS yang sekurang-kurangnya memuat
persetujuan:
1) perubahan bentuk badan hukum baru dan
pembubaran badan hukum lama;
2) pengalihan seluruh hak dan kewajiban dari badan
hukum lama kepada badan hukum baru;
3) susunan anggota Direksi dan/atau anggota Dewan
Komisaris pada badan hukum baru; dan
4) daftar pemegang saham badan hukum baru.
Dalam hal terjadi penggantian atau perubahan susunan
anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris,
penambahan modal dan/atau perubahan PSP dari badan
hukum lama menjadi badan hukum baru, proses
persetujuan atas perubahan dimaksud dilakukan sesuai
ketentuan mengenai uji kemampuan dan kepatutan BPR.
b. alasan perubahan bentuk badan hukum BPR;
c. rancangan akta pendirian badan hukum baru yang
memuat anggaran dasar;
d. rencana ...
- 73 -
d. rencana pengalihan seluruh hak dan kewajiban dari
badan hukum lama menjadi badan hukum baru;
e. data kepemilikan berupa:
a) daftar calon pemegang saham berikut rincian
besarnya masing-masing kepemilikan saham, bagi
BPR yang berbadan hukum Perseroan Terbatas atau
Perusahaan Daerah;
b) daftar calon anggota berikut rincian jumlah simpanan
pokok dan simpanan wajib bagi BPR yang berbadan
hukum koperasi.
f. daftar calon anggota Direksi dan calon anggota Dewan
Komisaris.
3. Persetujuan atau penolakan atas permohonan persetujuan
prinsip perubahan bentuk badan hukum sebagaimana
dimaksud pada butir 1.a. diberikan paling lama 20 (dua
puluh) hari kerja sejak permohonan berikut dokumen yang
dipersyaratkan diterima secara lengkap.
4. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau
penolakan atas permohonan persetujuan prinsip perubahan
bentuk badan hukum sebagaimana dimaksud pada angka 3
berdasarkan:
a. penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen;
dan
b. penilaian terhadap calon PSP, calon anggota Direksi
dan/atau calon anggota Dewan Komisaris sesuai
ketentuan mengenai uji kemampuan dan kepatutan BPR,
dalam hal terjadi penggantian atau perubahan.
5. Dalam hal dokumen permohonan persetujuan prinsip
perubahan bentuk badan hukum yang disampaikan oleh
BPR dinilai telah lengkap, Otoritas Jasa Keuangan
menyampaikan surat pemberitahuan kepada BPR bahwa
dokumen permohonan prinsip perubahan bentuk badan
hukum telah lengkap. Otoritas Jasa Keuangan mulai
memproses ...
- 74 -
memproses persetujuan atau penolakan persetujuan prinsip
perubahan bentuk badan hukum terhitung sejak tanggal
surat pemberitahuan tersebut.
6. Dalam hal dokumen permohonan persetujuan prinsip
perubahan bentuk badan hukum yang disampaikan oleh
BPR dinilai belum lengkap, Otoritas Jasa Keuangan
memberitahukan kepada BPR untuk melengkapi kekurangan
dokumen paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal
surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan.
7. Dalam hal BPR telah memenuhi kekurangan dokumen dalam
batas waktu sebagaimana dimaksud pada angka 6 dan
berdasarkan penilaian Otoritas Jasa Keuangan dokumen
yang disampaikan oleh BPR telah lengkap, Otoritas Jasa
Keuangan memberitahukan kelengkapan data tersebut dan
mulai memproses atas permohonan persetujuan prinsip
perubahan bentuk badan hukum terhitung sejak tanggal
surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan mengenai
kelengkapan dokumen yang disampaikan oleh BPR kepada
Otoritas Jasa Keuangan.
8. Dalam rangka mengajukan permohonan untuk mengalihkan
izin usaha sebagaimana dimaksud pada butir 1.b. dari badan
hukum lama menjadi badan hukum baru, BPR
menyampaikan surat pengajuan permohonan dengan
melampirkan dokumen:
a. salinan akta pendirian badan hukum baru yang memuat
anggaran dasar yang telah disahkan oleh instansi
berwenang;
b. data kepemilikan berupa:
1) daftar calon pemegang saham berikut rincian
besarnya masing-masing kepemilikan saham, bagi
BPR yang berbadan hukum Perseroan Terbatas atau
Perusahaan Daerah;
2) daftar ...
- 75 -
2) daftar calon anggota berikut rincian jumlah simpanan
pokok dan simpanan wajib bagi BPR yang berbadan
hukum koperasi,
dalam hal terjadi perubahan.
c. daftar calon anggota Direksi dan calon anggota Dewan
Komisaris, dalam hal terjadi penggantian;
d. salinan akta berita acara yang dinotariilkan mengenai
pengalihan seluruh hak dan kewajiban dari badan
hukum lama kepada badan hukum baru; dan
e. risalah atau notulen RUPS sebagaimana dimaksud pada
butir 2.a. atau perubahannya dalam hal terdapat
perubahan keputusan RUPS.
Selain dokumen di atas, BPR menyampaikan contoh formulir
atau warkat yang akan digunakan dengan badan hukum
baru.
9. Surat pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada
angka 8 harus ditandatangani oleh 1 (satu) orang anggota
Direksi bersama-sama dengan 1 (satu) orang anggota Dewan
Komisaris.
10. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau
penolakan atas permohonan pengalihan izin usaha dari
badan hukum lama kepada badan hukum baru sebagaimana
dimaksud pada angka 8 paling lama 20 (dua puluh) hari
kerja sejak permohonan berikut dokumen yang
dipersyaratkan diterima secara lengkap.
11. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atas
permohonan pengalihan izin usaha dari badan hukum lama
kepada badan hukum baru sebagaimana dimaksud pada
angka 10 dalam bentuk Surat Keputusan.
12. Dalam rangka memberikan persetujuan atau penolakan atas
permohonan pengalihan izin usaha dari badan hukum lama
kepada badan hukum baru sebagaimana dimaksud pada
angka 10, Otoritas Jasa Keuangan melakukan:
a. penelitian ...
- 76 -
a. penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen;
dan
b. penilaian terhadap calon PSP, calon anggota Direksi
dan/atau calon anggota Dewan Komisaris sesuai
ketentuan mengenai uji kemampuan dan kepatutan
BPR, dalam hal terjadi penggantian atau perubahan.
13. Dalam hal dokumen permohonan persetujuan pengalihan
izin usaha dari badan hukum lama kepada badan hukum
baru yang disampaikan oleh BPR dinilai telah lengkap
Otoritas Jasa Keuangan menyampaikan surat
pemberitahuan kepada BPR bahwa dokumen permohonan
persetujuan pengalihan izin usaha dari badan hukum lama
kepada badan hukum baru telah lengkap, sehingga proses
persetujuan atau penolakan pengalihan izin usaha dari
badan hukum lama kepada badan hukum baru mulai
berjalan terhitung sejak tanggal surat pemberitahuan
tersebut.
14. Dalam hal dokumen permohonan persetujuan pengalihan
izin usaha dari badan hukum lama kepada badan hukum
baru yang disampaikan oleh BPR dinilai belum lengkap,
Otoritas Jasa Keuangan memberitahukan kepada BPR untuk
melengkapi kekurangan dokumen paling lama 10 (sepuluh)
hari kerja sejak tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa
Keuangan.
15. Dalam hal BPR telah memenuhi kekurangan dokumen dalam
batas waktu sebagaimana dimaksud pada angka 14 dan
berdasarkan penilaian Otoritas Jasa Keuangan dokumen
yang disampaikan oleh BPR telah lengkap, proses
persetujuan atau penolakan permohonan persetujuan
pengalihan izin usaha dari badan hukum lama kepada badan
hukum baru mulai berjalan terhitung sejak tanggal surat
pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan.
16. BPR ...
- 77 -
16. BPR yang telah memperoleh persetujuan pengalihan izin
usaha dari badan hukum lama kepada badan hukum baru
melakukan hal sebagai berikut:
a. mengalihkan seluruh hak dan kewajiban dari badan
hukum lama kepada badan hukum baru sesuai dengan
akta berita acara sebagaimana yang dimaksud pada
butir 8.d.;
b. mengumumkan perubahan bentuk badan hukum kepada
masyarakat dalam surat kabar harian lokal atau pada
papan pengumuman di seluruh kantor BPR yang
bersangkutan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak
tanggal pemberian persetujuan dari Otoritas Jasa
Keuangan serta menyampaikan bukti pengumuman
dimaksud paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak
tanggal pengumuman;
c. mengganti penulisan nama pada papan nama, dokumen,
formulir, dan warkat sesuai bentuk badan hukum baru
BPR yang telah disetujui oleh Otoritas Jasa Keuangan
paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak persetujuan
atas permohonan pengalihan izin usaha dari badan
hukum lama kepada badan hukum baru;
d. menggunakan formulir dan warkat dengan bentuk badan
hukum baru untuk kegiatan operasional BPR paling lama
20 (dua puluh) hari kerja sejak persetujuan atas
permohonan pengalihan izin usaha dari badan hukum
lama kepada badan hukum baru dari Otoritas Jasa
Keuangan;
e. menyampaikan berita acara pemusnahan formulir atau
warkat BPR dengan bentuk badan hukum lama yang
belum digunakan paling lama 20 (dua puluh) hari kerja
sejak persetujuan atas permohonan pengalihan izin
usaha dari badan hukum lama kepada badan hukum
baru;
f. menyampaikan ...
- 78 -
f. menyampaikan bukti pembubaran badan hukum lama
kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lama 20 (dua
puluh) hari kerja sejak persetujuan dari instansi yang
berwenang; dan
g. tata cara pembubaran badan hukum lama dan
pencabutan dari daftar perusahaan dilakukan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
IX. PENUTUPAN KANTOR CABANG
1. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan
atas permohonan penutupan Kantor Cabang BPR.
2. Permohonan persetujuan penutupan Kantor Cabang diajukan oleh
BPR kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan menyampaikan
alasan penutupan dan dokumen sebagai berikut:
a. bukti pengumuman rencana penutupan Kantor Cabang
termasuk rencana penyelesaian aset dan kewajiban;
b. bukti penyelesaian seluruh kewajiban kepada nasabah serta
pihak-pihak lain terkait dengan penutupan Kantor Cabang
antara lain berupa dokumen pelunasan kewajiban kepada
nasabah atau pengalihan administrasi nasabah Kantor Cabang
kepada Kantor Cabang lainnya atau Bank lain dengan
persetujuan nasabah;
c. bukti penjualan/pencairan seluruh aset valuta asing menjadi
mata uang Rupiah apabila Kantor Cabang BPR melakukan
kegiatan usaha sebagai Pedagang Valuta Asing;
d. neraca Kantor Cabang yang menunjukkan seluruh kewajiban
Kantor Cabang kepada nasabah dan pihak lain telah
diselesaikan;
e. surat pernyataan seluruh anggota Direksi BPR bahwa BPR
telah menyelesaikan seluruh kewajibannya kepada nasabah
dan pihak lain yang terkait dengan penutupan Kantor Cabang
BPR dan apabila terdapat tuntutan di kemudian hari menjadi
tanggung jawab BPR; dan
f. surat ...
- 79 -
f. surat pernyataan seluruh anggota Direksi BPR bahwa BPR
telah melakukan penjualan/pencairan seluruh aset valuta
asing.
3. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan
atas permohonan penutupan kantor cabang sebagaimana
dimaksud pada angka 1 paling lama 10 (sepuluh) hari kerja
setelah:
a. permohonan berikut dokumen yang dipersyaratkan pada butir
2.a. sampai dengan butir 2.f. diterima secara lengkap; dan
b. seluruh kewajiban telah diselesaikan berdasarkan hasil
pemeriksaan.
4. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan
atas permohonan penutupan kantor cabang sebagaimana
dimaksud pada angka 3 berdasarkan:
a. penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen; dan
b. pemeriksaan terhadap penyelesaian kewajiban sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
5. Dalam hal dokumen permohonan persetujuan penutupan kantor
cabang yang disampaikan oleh BPR dinilai telah lengkap, Otoritas
Jasa Keuangan menyampaikan surat pemberitahuan kepada BPR
bahwa dokumen permohonan persetujuan penutupan kantor
cabang telah lengkap, sehingga proses persetujuan atau penolakan
penutupan kantor cabang mulai berjalan terhitung sejak tanggal
surat pemberitahuan tersebut.
6. Dalam hal dokumen permohonan persetujuan penutupan kantor
cabang yang disampaikan oleh BPR dinilai belum lengkap, Otoritas
Jasa Keuangan memberitahukan kepada BPR untuk melengkapi
kekurangan dokumen paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak
tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan.
7. Dalam hal BPR telah memenuhi kekurangan dokumen dalam batas
waktu sebagaimana dimaksud pada angka 6 dan berdasarkan
penelitian Otoritas Jasa Keuangan dokumen yang disampaikan
oleh BPR telah lengkap, Otoritas Jasa Keuangan memberitahukan
kelengkapan ...
- 80 -
kelengkapan dokumen tersebut, dan mulai memproses
permohonan penutupan kantor cabang BPR terhitung sejak
tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan.
8. Dalam hal permohonan penutupan Kantor Cabang telah mendapat
persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan, BPR wajib:
a. mengumumkan penutupan Kantor Cabang kepada masyarakat
dalam surat kabar harian lokal atau pada papan pengumuman
di seluruh kantor BPR yang bersangkutan paling lama 10
(sepuluh) hari kerja sejak tanggal persetujuan dari Otoritas
Jasa Keuangan;
b. melaksanakan penutupan Kantor Cabang paling lama 20 (dua
puluh) hari kerja sejak tanggal persetujuan dari Otoritas Jasa
Keuangan; dan
c. menyampaikan laporan pelaksanaan penutupan Kantor
Cabang paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal
pelaksanaan penutupan disertai dengan bukti pengumuman.
X. PENYAMPAIAN PERMOHONAN IZIN DAN FORMAT PELAPORAN
A. Pengajuan Permohonan Izin, Pelaporan Rencana Kegiatan Tertentu
BPR, dan Penyampaian Berbagai Laporan
1. Penyampaian permohonan izin pendirian BPR diajukan kepada
Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan melalui
Departemen Perizinan dan Informasi Perbankan dilakukan
dalam 2 (dua) tahap:
a. Permohonan Persetujuan Prinsip Pendirian BPR,
menggunakan format sebagaimana tercantum dalam
Lampiran II.16; dan
b. Permohonan Izin Usaha BPR, menggunakan format
sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.17.
2. Penyampaian permohonan izin selain pendirian BPR yang
diajukan kepada Otoritas Jasa Keuangan meliputi:
a. Permohonan Persetujuan
Pencairan
Deposito,
menggunakan format sebagaimana tercantum dalam
Lampiran II.18;
b. Permohonan ...
- 81 -
b. Permohonan Persetujuan Penambahan Modal Disetor,
menggunakan format sebagaimana tercantum dalam
Lampiran II.19;
c. Permohonan Persetujuan Perubahan Kepemilikan Saham,
menggunakan format sebagaimana tercantum dalam
Lampiran II.20;
d. Permohonan Persetujuan Calon Anggota Direksi dan/atau
Calon Anggota Dewan Komisaris BPR, menggunakan format
sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.21;
e. Permohonan Persetujuan Prinsip Pembukaan Kantor
Cabang, menggunakan format sebagaimana tercantum
dalam Lampiran II.22;
f. Permohonan Izin Operasional Kantor Cabang,
menggunakan format sebagaimana tercantum dalam
Lampiran II.23;
g. Permohonan Persetujuan Kegiatan Layanan dengan
Menggunakan Kartu ATM dan/atau Kartu Debet Sebagai
Penerbit menggunakan format sebagaimana tercantum
dalam Lampiran II.14;
h. Permohonan Persetujuan Prinsip Pemindahan Alamat
Kantor Pusat/Kantor Cabang keluar wilayah Kabupaten
atau Kota atau Provinsi, menggunakan format sebagaimana
tercantum dalam Lampiran II.24;
i. Permohonan Izin Efektif Pemindahan Alamat Kantor Pusat
ke Luar wilayah Kabupaten atau Kota atau Provinsi,
menggunakan format sebagaimana tercantum dalam
Lampiran II.25;
j. Permohonan Izin Efektif Pemindahan Alamat Kantor
Pusat/Kantor Cabang dalam Wilayah Kabupaten atau Kota
yang Sama, menggunakan format sebagaimana tercantum
dalam Lampiran II.26;
k. Permohonan Penetapan Penggunaan Izin Usaha yang
Dimiliki BPR dengan Nama yang Baru, menggunakan
format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.27;
l. Permohonan ...
- 82 -
l. Permohonan Persetujuan Prinsip Perubahan Bentuk Badan
Hukum, menggunakan format sebagaimana tercantum
dalam Lampiran II.28;
m. Permohonan Pengalihan Izin Usaha BPR dari Badan Hukum
Lama kepada Badan Hukum Baru, menggunakan format
sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.29;
n. Permohonan Persetujuan Penutupan Kantor Cabang,
menggunakan format sebagaimana tercantum dalam
Lampiran II.30;
o. Permohonan Persetujuan Persiapan Pencabutan Izin Usaha
Atas Permintaan Pemegang Saham, menggunakan format
sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.31; dan
p. Permohonan Pencabutan Izin Usaha oleh Pemegang Saham,
menggunakan format sebagaimana tercantum dalam
Lampiran II.32.
3. Pengajuan pelaporan rencana kegiatan tertentu BPR kepada
Otoritas Jasa Keuangan meliputi:
a. Rencana Pembukaan Kantor Kas, menggunakan format
sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.13;
b. Rencana Melakukan Kegiatan Operasional di Luar Hari
Kerja Operasional dan Pada Hari Libur Nasional,
menggunakan format sebagaimana tercantum dalam
Lampiran II.33;
c. Rencana Pemindahan Alamat Kantor Kas, menggunakan
format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.34;
d. Rencana Penutupan Kantor Kas/Kegiatan Pelayanan Kas
BPR, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam
Lampiran II.35; dan
e. Rencana Penutupan Sementara Kantor BPR di Luar Hari
Libur Resmi, menggunakan format sebagaimana tercantum
dalam Lampiran II.36.
4. Penyampaian ...
- 83 -
4. Penyampaian laporan kepada Otoritas Jasa Keuangan meliputi:
a. Laporan terkait kelembagaan BPR terdiri dari:
1) Laporan Pelaksanaan Kegiatan Usaha BPR,
menggunakan format sebagaimana tercantum dalam
Lampiran III.1;
2) Laporan Keuangan Pemegang Saham Pengendali,
menggunakan format sebagaimana tercantum dalam
Lampiran III.2;
3) Laporan Pelaksanaan Penambahan Modal Disetor
menggunakan format sebagaimana tercantum dalam
Lampiran III.3;
4) Penyampaian Dokumen Penerimaan Pemberitahuan/
Pengesahan Perubahan Anggaran Dasar dari Instansi
yang Berwenang karena Perubahan Modal Disetor,
menggunakan format sebagaimana tercantum dalam
Lampiran III.4;
5) Laporan Perubahan Kepemilikan Saham, menggunakan
format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III.5;
6) Penyampaian Dokumen Penerimaan Pemberitahuan/
Pengesahan Perubahan Anggaran Dasar dari Instansi
yang Berwenang karena Perubahan Kepemilikan Saham,
menggunakan format sebagaimana tercantum dalam
Lampiran III.6;
7) Laporan Perubahan Komposisi Kepemilikan Saham,
menggunakan format sebagaimana tercantum dalam
Lampiran III.7;
8) Penyampaian Dokumen Penerimaan Pemberitahuan/
Pengesahan Perubahan Anggaran Dasar dari Instansi
yang Berwenang karena Perubahan Komposisi
Kepemilikan Saham, menggunakan format sebagaimana
tercantum dalam Lampiran III.8;
9) Laporan Perubahan Modal Dasar BPR, menggunakan
format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III.9;
b. Laporan ...
- 84 -
b. Laporan terkait anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris
dan/atau Pejabat Eksekutif BPR meliputi:
1) Laporan Pengangkatan Anggota Direksi dan/atau
Anggota Dewan Komisaris BPR, menggunakan format
sebagaimana tercantum dalam Lampiran III.10;
2) Laporan Pengunduran Diri Anggota Direksi dan/atau
Anggota Dewan Komisaris BPR, menggunakan format
sebagaimana tercantum dalam Lampiran III.11;
3) Laporan Pemberhentian Anggota Direksi dan/atau
Anggota Dewan Komisaris BPR, menggunakan format
sebagaimana tercantum dalam Lampiran III.12;
4) Laporan Anggota Direksi dan/atau Anggota Dewan
Komisaris BPR yang Meninggal Dunia, menggunakan
format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III.13;
5) Laporan Pengangkatan Kembali Anggota Direksi
dan/atau Anggota Dewan Komisaris BPR, menggunakan
format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III.14;
6) Laporan Pengangkatan/Menjalankan Fungsi Sebagai
Pejabat Eksekutif BPR, menggunakan format
sebagaimana tercantum dalam Lampiran III.15;
7) Laporan Pemberhentian Pejabat Eksekutif BPR,
menggunakan format sebagaimana tercantum dalam
Lampiran III.16;
c. Laporan terkait jaringan kantor dan kegiatan layanan alat
pembayaran dengan menggunakan kartu meliputi:
1) Laporan Pelaksanaan Pembukaan Kantor Cabang,
menggunakan format sebagaimana tercantum dalam
Lampiran III.17;
2) Laporan Pelaksanaan Pembukaan Kantor Kas,
menggunakan format sebagaimana tercantum dalam
Lampiran III.18;
3) Laporan Kegiatan Kas Keliling/Payment Point,
menggunakan format sebagaimana tercantum dalam
Lampiran III.19;
4) Laporan ...
- 85 -
4) Laporan Pelaksanaan Kegiatan Layanan dengan
Menggunakan Kartu ATM dan/atau Kartu Debet,
menggunakan format sebagaimana tercantum dalam
Lampiran III.20;
5) Laporan Pelaksanaan Pemindahan Alamat Kantor
Pusat/Kantor Cabang, menggunakan format
sebagaimana tercantum dalam Lampiran III.21;
6) Laporan Pemindahan Alamat Kantor Kas, menggunakan
format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III.22;
7) Laporan Pemindahan Alamat Payment Point dan Lokasi
Perangkat ATM dan/atau ADM, menggunakan format
sebagaimana tercantum dalam Lampiran III.23;
8) Laporan Pengumuman Perubahan Nama BPR,
menggunakan format sebagaimana tercantum dalam
Lampiran III.24;
9) Laporan Pelaksanaan Pengumuman Perubahan Bentuk
Badan Hukum Baru BPR, menggunakan format
sebagaimana tercantum dalam Lampiran III.25;
10) Laporan Pelaksanaan Penutupan Kantor Cabang,
menggunakan format sebagaimana tercantum dalam
Lampiran III.26;
11) Laporan Penutupan Kantor Kas/Kegiatan Pelayanan Kas
BPR, menggunakan format sebagaimana tercantum
dalam Lampiran III.27;
12) Laporan Pengumuman Penutupan Sementara Kantor
BPR Diluar Hari Libur Resmi, menggunakan format
sebagaimana tercantum dalam Lampiran III.28; dan
13) Laporan Pelaksanaan Penutupan dan Pembukaan
Kembali Kantor, menggunakan format sebagaimana
tercantum dalam Lampiran III.29.
2. Batas waktu penyampaian laporan oleh BPR dibuktikan
sebagai berikut:
a. berdasarkan stempel pos atau tanda terima jasa ekspedisi
apabila laporan dikirim melalui kantor pos atau perusahaan
jasa ekspedisi; dan
b. berdasarkan ...
- 86 -
b. berdasarkan tanggal penerimaan laporan oleh Otoritas Jasa
Keuangan apabila laporan disampaikan secara langsung.
B. Pengajuan Permohonan Izin, Pelaporan Rencana Kegiatan Tertentu
BPR, dan Penyampaian Laporan Terkait BPR
1. Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan telah menyediakan sistem
perizinan secara elektronis, pengajuan permohonan izin,
pelaporan rencana kegiatan tertentu BPR, dan penyampaian
laporan terkait BPR disampaikan dengan mekanisme dan tata
cara sebagaimana diatur dalam ketentuan yang mengatur
mengenai sistem perizinan secara elektronis.
2. Bukti pengajuan permohonan izin, penyampaian rencana
kegiatan tertentu BPR, dan penyampaian laporan terkait BPR
sebagaimana dimaksud pada angka 1 diatur lebih lanjut
dalam ketentuan yang mengatur mengenai sistem perizinan
secara elektronis.
XI. FORMAT PENGUMUMAN DAN LAPORAN PELAKSANAAN DALAM
RANGKA PENGENAAN SANKSI
Pengumuman dan Laporan Pelaksanaan Penutupan Kantor Cabang
dan Kantor Kas BPR serta Penghentian Kegiatan Pelayanan Kas dan
kegiatan usaha sebagai Pedagang Valuta Asing karena sanksi atas
pelanggaran ketentuan jumlah anggota Direksi dan/atau anggota
Dewan Komisaris BPR diatur sebagai berikut:
1. Pengumuman Penutupan Kantor Cabang/Kantor Kas BPR dan
Penghentian Kegiatan Pelayanan Kas Kantor/kegiatan usaha
sebagai Pedagang Valuta Asing, menggunakan format sebagaimana
tercantum dalam Lampiran III.30;
2. Laporan Pelaksanaan Penutupan Kantor Cabang/Kantor Kas dan
Penghentian Kegiatan Pelayanan Kas/Kegiatan Usaha sebagai
Pedagang Valuta Asing, menggunakan format sebagaimana
tercantum dalam Lampiran III.31;
3. Laporan ...
- 87 -
3. Laporan Penyelesaian Kewajiban atas penutupan Kantor Cabang
dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam
Lampiran III.32. Laporan ini dilampiri dengan surat pernyataan
seluruh anggota Direksi mengenai penyelesaian seluruh kewajiban,
menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran
III.33; dan
4. Laporan Penjualan/Pencairan aset valuta asing ke dalam mata
uang Rupiah bagi BPR yang mempunyai kegiatan usaha sebagai
Pedagang Valuta Asing dengan menggunakan format sebagaimana
tercantum dalam Lampiran III.34 Laporan ini dilampiri dengan
surat pernyataan seluruh anggota Direksi mengenai
penjualan/pencairan seluruh aset valuta asing, menggunakan
format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III.35.
XII. ALAMAT PENGAJUAN PERMOHONAN IZIN, PELAPORAN RENCANA
KEGIATAN TERTENTU BPR, DAN PENYAMPAIAN LAPORAN
TERKAIT BPR
1. Permohonan pendirian BPR ditujukan kepada:
a. Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan u.p. Departemen
Perizinan dan Informasi Perbankan, Otoritas Jasa Keuangan,
Jl. M. H. Thamrin No.2 Jakarta 10350, dengan tembusan
kepada Kantor Regional Pengawasan Bank 1, bagi BPR yang
akan didirikan di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta
Raya, Kabupaten atau Kota Bogor, Depok, Tangerang,
Tangerang Selatan, Bekasi, dan Banten.
b. Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan u.p. Departemen
Perizinan dan Informasi Perbankan, Otoritas Jasa Keuangan,
Jl. M. H. Thamrin No.2 Jakarta 10350, dengan tembusan
kepada Kantor Regional atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan
setempat bagi BPR yang akan didirikan di luar wilayah
sebagaimana dimaksud pada huruf a, dengan mengacu
kepada pembagian wilayah kerja Kantor Otoritas Jasa
Keuangan pada Lampiran IV.
c. Dalam ...
- 88 -
c. Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan telah menyediakan
sistem perizinan secara elektronis, pengajuan permohonan
persetujuan prinsip pendirian BPR dan izin usaha BPR
diajukan kepada Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan
dengan mengacu pada mekanisme dan tata cara
sebagaimana diatur dalam ketentuan yang mengatur
mengenai perizinan secara elektronis.
2. Permohonan izin selain pendirian BPR ditujukan kepada:
a. Kantor Regional atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan
setempat dengan mengacu kepada pembagian wilayah kerja
Kantor Regional atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan pada
Lampiran IV.
b. Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan telah menyediakan
sistem perizinan secara elektronis, pengajuan permohonan
izin selain pendirian BPR diajukan kepada Dewan
Komisioner Otoritas Jasa Keuangan dengan mengacu pada
mekanisme dan tata cara sebagaimana dalam ketentuan
yang mengatur mengenai perizinan secara elektronis.
3. Pelaporan rencana kegiatan tertentu BPR dan penyampaian
laporan terkait BPR
a. Pelaporan rencana kegiatan tertentu BPR dan penyampaian
laporan terkait BPR ditujukan kepada Otoritas Jasa
Keuangan u.p. Kantor Regional atau Kantor Otoritas Jasa
Keuangan setempat, dengan mengacu kepada pembagian
wilayah kerja Kantor Otoritas Jasa Keuangan pada
Lampiran IV.
b. Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan telah menyediakan
sistem perizinan secara elektronis, penyampaian laporan
rencana kegiatan tertentu BPR dan laporan terkait BPR
diajukan kepada Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan
dengan mengacu pada mekanisme dan tata cara
sebagaimana dalam ketentuan yang mengatur mengenai
perizinan secara elektronis.
XIII. PENUTUP ...
- 89 -
XIII. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai
berlaku pada tanggal ditetapkan.
Dengan berlakunya Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini maka
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/31/DKBU tanggal
12 Desember 2006 dan Nomor 12/33/DKBU tanggal 1 Desember
2010 perihal Bank Perkreditan Rakyat dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 25 Mei 2015
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN
OTORITAS JASA KEUANGAN,
Ttd.
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum I
Departemen Hukum,
Ttd.
Ttd.
Sudarmaji
NELSON TAMPUBOLON
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 45 TANGGAL 5
JUNI 2015
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 16/SEOJK.03/2015 </reg_id>
<reg_title> BANK PERKREDITAN RAKYAT </reg_title>
<set_date> 25 Mei 2015 </set_date>
<effective_date> 25 Mei 2015 </effective_date>
<replaced_reg> '12/33/DKBU|SE-BI/2010', '8/31/DKBU|SE-BI/2006' </replaced_reg>
<related_reg> '20/POJK.03/2014' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi V Huruf E Angka 3', 'Romawi V Huruf E Angka 4', 'Romawi V Huruf E Angka 5' </penalty_list>
|
Yth.
Direksi Bank Perkreditan Rakyat
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 52 /SEOJK.03/2016
TENTANG
RENCANA BISNIS BANK PERKREDITAN RAKYAT
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 37/POJK.03/2016 tentang Rencana Bisnis Bank Perkreditan Rakyat
dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2016 Nomor 258, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5955), selanjutnya disebut dengan POJK Rencana Bisnis BPR dan
BPRS, Otoritas Jasa Keuangan perlu mengatur ketentuan pelaksanaan
mengenai Rencana Bisnis BPR dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan
sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
1. Dalam rangka mencapai tujuan usaha sesuai dengan visi dan misi
yang telah ditetapkan, BPR perlu menyusun Rencana Bisnis dengan
memperhatikan faktor eksternal dan internal yang dapat
memengaruhi kelangsungan usaha BPR, prinsip kehati-hatian, dan
asas perbankan yang sehat. Rencana Bisnis harus disusun secara
matang, realistis dan komprehensif, sehingga dapat digunakan
sebagai dasar untuk memberikan arah kebijakan dalam
melaksanakan kegiatan usaha untuk mencapai visi dan misi BPR.
2. Rencana Bisnis adalah dokumen tertulis yang menggambarkan
rencana pengembangan dan kegiatan usaha BPR dalam jangka waktu
tertentu serta strategi untuk merealisasikan rencana tersebut sesuai
target dan waktu yang ditetapkan.
- 2 -
3. Rencana Bisnis yang disusun oleh BPR sebagaimana dimaksud pada
angka 2 mencakup rencana jangka pendek, jangka menengah,
dan/atau rencana strategis jangka panjang.
Yang dimaksud dengan rencana jangka pendek adalah rencana
kegiatan usaha BPR dalam periode 1 (satu) tahun.
Yang dimaksud dengan rencana jangka menengah adalah rencana
kegiatan usaha BPR dalam periode 3 (tiga) tahun.
Yang dimaksud dengan rencana strategis jangka panjang adalah
rencana kegiatan usaha BPR dalam periode 5 (lima) tahun, dengan
cakupan antara lain berupa arah kebijakan pengembangan dan
penguatan permodalan, teknologi informasi dan sumber daya
manusia.
Rencana jangka pendek dan jangka menengah harus disusun dengan
mempertimbangkan rencana strategis jangka panjang dalam periode
5 (lima) tahun yang ditetapkan oleh BPR.
4. Dengan mempertimbangkan perbedaan kapasitas permodalan yang
memengaruhi kompleksitas kegiatan usaha dan batasan wilayah
jaringan kantor BPR, jangka waktu proyeksi dan perencanaan
beberapa cakupan materi dalam penyusunan Rencana Bisnis BPR
dibedakan berdasarkan modal inti, yaitu:
a. BPR dengan modal inti kurang dari Rp50.000.000.000,00 (lima
puluh miliar rupiah); dan
b. BPR dengan modal inti paling sedikit Rp50.000.000.000,00 (lima
puluh miliar rupiah).
Pembedaan tersebut ditujukan agar setiap BPR dapat berkembang
dan berkontribusi optimal menurut kelompok permodalannya.
5. Perhitungan hari yang dimaksud dalam POJK Rencana Bisnis BPR
dan BPRS terkait penyampaian Rencana Bisnis dan penyesuaiannya,
perubahan Rencana Bisnis, dan Laporan Realisasi Rencana Bisnis
adalah hari kalender.
6. Perhitungan hari yang dimaksud dalam POJK Rencana Bisnis BPR
dan BPRS terkait penyampaian Laporan Pengawasan Rencana Bisnis
adalah hari kerja.
- 3 -
II. CAKUPAN DAN PENYUSUNAN RENCANA BISNIS
Sesuai dengan Pasal 6 POJK Rencana Bisnis BPR dan BPRS, Rencana
Bisnis BPR paling sedikit meliputi ringkasan eksekutif, strategi bisnis dan
kebijakan, proyeksi laporan keuangan, target rasio-rasio dan pos-pos
keuangan, rencana penghimpunan dana, rencana penyaluran dana,
rencana permodalan, rencana pengembangan organisasi, teknologi
informasi dan Sumber Daya Manusia (SDM), rencana pelaksanaan
kegiatan usaha baru, rencana pengembangan dan/atau perubahan
jaringan kantor, dan informasi lainnya.
1. Ringkasan Eksekutif
Ringkasan eksekutif paling sedikit meliputi rencana dan langkah-
langkah strategis yang akan ditempuh oleh BPR, indikator keuangan
utama, serta target jangka pendek dan jangka menengah, sebagai
berikut:
a. Rencana dan Langkah-langkah Strategis
Rencana dan langkah-langkah strategis yang akan ditempuh
oleh BPR dijelaskan dalam jangka pendek untuk periode 1 (satu)
tahun, jangka menengah untuk periode 3 (tiga) tahun, dan
rencana strategis jangka panjang untuk periode 5 (lima) tahun.
b.
Indikator Keuangan Utama
Indikator keuangan utama paling sedikit meliputi kinerja BPR
dan proyeksi dari faktor permodalan, kualitas aset, rentabilitas,
dan likuiditas sesuai dengan penilaian tingkat kesehatan BPR,
sebagai berikut:
1) BPR yang memiliki modal inti
Rp50.000.000.000,00 (lima puluh
miliar
menyampaikan kinerja BPR:
a)
kurang dari
rupiah)
posisi aktual akhir bulan Oktober tahun penyusunan
Rencana Bisnis BPR;
b) proyeksi akhir bulan Desember tahun penyusunan
Rencana Bisnis BPR; dan
c) proyeksi 1 (satu) tahun ke depan yang disajikan secara
semesteran,
dari faktor permodalan, kualitas aset, rentabilitas, dan
likuiditas sesuai dengan penilaian tingkat kesehatan BPR.
- 4 -
Format tabel indikator keuangan utama Rencana Bisnis
BPR tahun 2018 untuk BPR dengan modal inti kurang dari
Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) paling
sedikit sebagai berikut:
Tabel Indikator Keuangan Utama:
(dalam persen)
No.
Indikator Keuangan Utama
1 Rasio KPMM
2 Rasio Modal Inti
3 Rasio
Kinerja
Okt
2017
Aset Produktif yang
Diklasifikasikan terhadap Aset Produktif
4 Rasio PPAP terhadap PPAP yang Wajib
Dibentuk
5 Rasio Non Performing Loan
a. Gross
b. Netto
6 Rasio Kredit terhadap Total Aset Produktif
7 Rasio Return On Assets (ROA)
8 Rasio Net Interest Margin (NIM)
9 Rasio Biaya Operasional
Pendapatan Operasional
10 Cash Ratio (CR)
11 Loan to Deposit Ratio (LDR)
12 Rasio kredit UMKM terhadap total kredit
2) BPR yang memiliki modal inti paling sedikit
Rp50.000.000.000,00 (lima puluh
miliar
menyampaikan kinerja BPR:
a)
terhadap
Proyeksi
Des
2017
Tahun 2018
Jun
Des
rupiah)
posisi aktual akhir bulan Oktober tahun penyusunan
Rencana Bisnis BPR;
b) proyeksi akhir bulan Desember tahun penyusunan
Rencana Bisnis BPR;
c) proyeksi 1 (satu) tahun ke depan yang disajikan secara
semesteran; dan
d) proyeksi akhir tahun kedua dan ketiga yang disajikan
secara tahunan,
dari faktor permodalan, kualitas aset, rentabilitas, dan
likuiditas sesuai dengan penilaian tingkat kesehatan BPR.
Format tabel indikator keuangan utama Rencana Bisnis
BPR tahun 2018 untuk BPR dengan modal inti paling
sedikit Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah),
paling sedikit sebagai berikut:
- 5 -
Tabel Indikator Keuangan Utama:
(dalam persen)
No.
Indikator Keuangan Utama
1 Rasio KPMM
2 Rasio Modal Inti
3 Rasio Aset Produktif yang
Diklasifikasikan terhadap Aset
Produktif
4 Rasio PPAP terhadap PPAP
yang Wajib Dibentuk
5 Rasio Non Performing Loan
a. Gross
b. Netto
6 Rasio Kredit terhadap Total Aset
Produktif (%)
7 Rasio Return On Assets
8 Rasio Net Interest Margin
9 Rasio Biaya Operasional terhadap
Pendapatan Operasional
10 Cash Ratio
11 Loan to Deposit Ratio
12 Rasio kredit UMKM terhadap total
kredit
c. Target Jangka Pendek dan Jangka Menengah
Target jangka pendek adalah target kegiatan usaha BPR selama
1 (satu) tahun ke depan, paling sedikit meliputi penurunan Non
Performing Loan (NPL), peningkatan fungsi intermediasi, dan
peningkatan efisiensi.
Target jangka menengah adalah target kegiatan usaha BPR
selama 3 (tiga) tahun ke depan, paling sedikit meliputi upaya
penguatan permodalan, serta penerapan tata kelola dan
manajemen risiko BPR yang mengacu pada peraturan Otoritas
Jasa Keuangan mengenai tata kelola dan manajemen risiko bagi
BPR.
Format penyajian Ringkasan Eksekutif mengacu pada:
a. Lampiran I.1 : Ringkasan Eksekutif - Rencana dan
Langkah-Langkah Strategis
b. Lampiran I.2 : Ringkasan Eksekutif
-
Indikator
Keuangan Utama (Bagi BPR dengan
modal inti kurang dari Rp50 miliar)
c. Lampiran I.3 : Ringkasan Eksekutif
-
Indikator
Keuangan Utama (Bagi BPR dengan
modal inti paling sedikit Rp50 miliar)
d. Lampiran I.4 : Ringkasan Eksekutif - Target Jangka
Pendek dan Jangka Menengah
Kinerja
Okt
2017
Proyeksi
Des
2017
Tahun
2018
Jun Des
Des
2019
Des
2020
- 6 -
2. Strategi Bisnis dan Kebijakan
Bagian ini berisi penjelasan mengenai strategi bisnis dan kebijakan
yang paling sedikit memuat visi dan misi BPR, arah kebijakan BPR,
kebijakan tata kelola dan manajemen risiko BPR, analisis posisi BPR
dalam persaingan usaha berdasarkan aset dan/atau lokasi, strategi
penyaluran kredit kepada debitur menurut jenis usaha yang
mencakup usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah, serta
strategi pengembangan bisnis, sebagai berikut:
a. Visi dan Misi BPR
Visi adalah tujuan yang ingin dicapai BPR dalam jangka
menengah atau jangka panjang.
Misi adalah pernyataan yang digunakan untuk menggambarkan
tujuan dari BPR.
Visi dan misi BPR disusun untuk jangka waktu 5 (lima) tahun
dan disampaikan oleh BPR setiap tahun. Visi dan misi BPR
tahun 2018 sampai dengan tahun 2023 disampaikan pertama
kali pada 15 Desember 2017 dalam Rencana Bisnis BPR tahun
2018.
b. Arah Kebijakan BPR
Arah kebijakan BPR dijelaskan dalam jangka pendek untuk
periode 1 (satu) tahun, jangka menengah untuk periode 3 (tiga)
tahun, dan rencana strategis jangka panjang untuk periode 5
(lima) tahun meliputi informasi umum kebijakan BPR yang
ditetapkan oleh manajemen dalam pengembangan usaha BPR di
waktu yang akan datang.
c. Kebijakan Tata Kelola dan Manajemen Risiko BPR
Uraian mengenai kebijakan tata kelola dan manajemen risiko
BPR meliputi informasi mengenai langkah-langkah dalam
menerapkan manajemen risiko dan kebijakan dalam
melaksanakan tata kelola, termasuk kebijakan remunerasi yang
meliputi pemberian gaji, bonus dan fasilitas lain kepada Direksi
dan Dewan Komisaris.
- 7 -
d. Analisis Posisi BPR dalam Persaingan Usaha Berdasarkan Aset
dan/atau Lokasi
Untuk melakukan analisis posisi, BPR dapat menggunakan
analisis SWOT yaitu Strength (Kekuatan), Weakness
(Kelemahan), Opportunity (Peluang), dan Threat (Ancaman) dalam
menghadapi persaingan usaha dengan BPR dan/atau lembaga
keuangan lain.
Untuk melakukan analisis posisi dalam persaingan usaha
berdasarkan lokasi, BPR dapat menggunakan batasan wilayah
kabupaten, kota dan/atau provinsi.
e.
Strategi Penyaluran Kredit Berdasarkan Jenis Usaha
Strategi untuk merealisasikan rencana penyaluran kredit
dikelompokan berdasarkan jenis usaha yaitu strategi penyaluran
kredit kepada usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah
yang mengacu pada kriteria usaha berdasarkan undang-undang
mengenai usaha mikro, kecil, dan menengah.
f. Strategi Pengembangan Bisnis
Uraian mengenai strategi pengembangan bisnis antara lain
memuat informasi langkah-langkah strategis untuk mencapai
tujuan usaha BPR yang telah ditetapkan, termasuk penjelasan
mengenai strategi pengembangan organisasi dan teknologi
informasi, dan strategi untuk mengantisipasi perubahan kondisi
eksternal.
Format penyajian strategi bisnis dan kebijakan mengacu pada
Lampiran II.
3. Proyeksi Laporan Keuangan
Proyeksi laporan keuangan paling sedikit meliputi proyeksi neraca
dan proyeksi laba rugi, serta alasan atau pertimbangan mengenai
penetapan target dalam penyusunan proyeksi, sebagai berikut:
a. BPR yang memiliki modal inti kurang dari Rp50.000.000.000,00
(lima puluh miliar rupiah)
Proyeksi laporan keuangan yang dijelaskan untuk:
1)
posisi aktual akhir bulan Oktober tahun penyusunan
Rencana Bisnis BPR;
2) proyeksi akhir bulan Desember tahun penyusunan Rencana
Bisnis BPR; dan
- 8 -
3) proyeksi 1 (satu) tahun ke depan yang disajikan secara
semesteran.
Format penyajian proyeksi laporan keuangan mengacu pada:
1) Lampiran III.1
: Proyeksi Neraca
2) Lampiran IV.1 : Proyeksi Laba Rugi
b. BPR yang memiliki modal inti paling sedikit
Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah)
Proyeksi laporan keuangan yang dijelaskan untuk:
1)
posisi aktual akhir bulan Oktober tahun penyusunan
Rencana Bisnis BPR;
2) proyeksi akhir bulan Desember tahun penyusunan Rencana
Bisnis BPR;
3) proyeksi 1 (satu) tahun ke depan yang disajikan secara
semesteran; dan
4) proyeksi akhir tahun kedua dan ketiga yang disajikan
secara tahunan.
Format penyajian proyeksi laporan keuangan mengacu pada:
1) Lampiran III.2
2) Lampiran IV.2
: Proyeksi Neraca
: Proyeksi Laba Rugi
4. Target Rasio-Rasio dan Pos-Pos Keuangan
Target rasio-rasio dan pos-pos keuangan paling sedikit meliputi
target rasio keuangan pokok dan target rasio pos-pos tertentu
lainnya, serta alasan atau pertimbangan mengenai penetapan target.
Target rasio keuangan pokok meliputi rasio-rasio yang paling sedikit
dapat memberikan informasi untuk penilaian kondisi permodalan,
kualitas aset, rentabilitas dan likuiditas yang mengacu pada
ketentuan mengenai penilaian tingkat kesehatan BPR.
Target rasio pos-pos tertentu lainnya paling sedikit meliputi target
beberapa rasio terkait kredit usaha mikro, usaha kecil dan usaha
menengah terhadap total kredit, rasio dana pendidikan dan pelatihan
terhadap total beban tenaga kerja tahun sebelumnya, rasio realisasi
dana pendidikan dan pelatihan terhadap total dana pendidikan dan
pelatihan yang dianggarkan, dan rasio agunan yang diambil alih
terhadap total kredit.
a. BPR yang memiliki modal inti kurang dari Rp50.000.000.000,00
(lima puluh miliar rupiah)
- 9 -
Target rasio-rasio dan pos-pos keuangan yang disajikan untuk:
1)
2)
3)
posisi aktual akhir bulan Oktober tahun penyusunan
Rencana Bisnis BPR;
target akhir bulan Desember tahun penyusunan Rencana
Bisnis BPR; dan
target 1 (satu) tahun ke depan yang disajikan secara
semesteran.
Format penyajian rasio-rasio dan pos-pos keuangan mengacu
pada Lampiran V.1.
b. BPR yang memiliki modal inti paling sedikit
Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah)
Target rasio-rasio dan pos-pos keuangan yang disajikan untuk:
1)
2)
3)
4)
posisi aktual akhir bulan Oktober tahun penyusunan
Rencana Bisnis BPR;
target akhir bulan Desember tahun penyusunan Rencana
Bisnis BPR;
target 1 (satu) tahun ke depan yang disajikan secara
semesteran; dan
target akhir tahun kedua dan ketiga yang disajikan secara
tahunan.
Format penyajian target rasio-rasio dan pos-pos keuangan
mengacu pada Lampiran V.2.
Formula perhitungan rasio-rasio dan pos-pos keuangan mengacu
pada Lampiran V.3.
5. Rencana Penghimpunan Dana
Rencana penghimpunan dana paling sedikit meliputi:
a. rencana penghimpunan dana pihak ketiga meliputi rencana
penghimpunan tabungan dan deposito baik dari pihak terkait
maupun pihak tidak terkait, serta informasi mengenai penabung
dan deposan inti; dan
b. rencana pendanaan lainnya meliputi antara lain pinjaman dari
bank lain termasuk linkage program dan/atau pinjaman yang
tidak berasal dari bank.
Rencana tersebut mencerminkan posisi penghimpunan dana untuk:
a.
posisi aktual akhir bulan Oktober tahun penyusunan Rencana
Bisnis BPR;
- 10 -
b. proyeksi akhir bulan Desember tahun penyusunan rencana
bisnis BPR; dan
c. proyeksi 1 (satu) tahun ke depan yang disajikan secara
semesteran.
Dalam bagian ini diuraikan juga mengenai alasan atau pertimbangan
yang digunakan dalam menyusun rencana dimaksud serta strategi
BPR untuk merealisasikan rencana tersebut.
Informasi mengenai penabung inti merupakan informasi mengenai 25
(dua puluh lima) data penabung terbesar, sementara deposan inti
merupakan informasi mengenai 25 (dua puluh lima) data deposan
terbesar.
Format penyajian rencana penghimpunan dana mengacu pada:
a. Lampiran VI
b. Lampiran VII : Rencana Pendanaan Lainnya
6. Rencana Penyaluran Dana
Rencana penyaluran dana paling sedikit meliputi:
a. rencana penyaluran dana kepada pihak terkait
Pihak terkait adalah pihak terkait sebagaimana diatur dalam
ketentuan mengenai batas maksimum pemberian kredit BPR.
Format penyajian rencana penyaluran dana kepada pihak terkait
mengacu pada Lampiran VIII.1.
b. rencana penempatan pada bank lain
Penempatan pada bank lain dalam bentuk:
1)
: Rencana Penghimpunan Dana Pihak Ketiga
giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, dan/atau
tabungan pada bank umum dan/atau bank umum syariah;
dan/atau
2) deposito berjangka, dan/atau tabungan pada BPR dan/atau
BPRS.
Format penyajian rencana penempatan pada bank lain mengacu
pada Lampiran VIII.2.
c. rencana penyaluran kredit kepada bank lain
Informasi mengenai rencana penyaluran kredit kepada bank lain
dapat disajikan secara individu bank maupun secara kumulatif.
Format penyajian rencana penyaluran kredit kepada bank lain
mengacu pada Lampiran VIII.3.
- 11 -
d. rencana penyaluran kredit kepada debitur inti
Debitur inti merupakan debitur individual atau debitur grup
yang masuk dalam kategori 25 (dua puluh lima) debitur terbesar
pada BPR di luar pihak terkait.
Format penyajian rencana penyaluran kredit kepada debitur inti
mengacu pada Lampiran VIII.4.
e. rencana penyaluran kredit berdasarkan sektor ekonomi yang
menjadi prioritas dalam penyaluran kredit
Rencana penyaluran kredit disajikan berdasarkan sektor
ekonomi yang menjadi prioritas dalam penyaluran kredit BPR.
Sektor ekonomi tersebut paling banyak 5 (lima) sektor ekonomi
dengan persentase penyaluran kredit terbesar dari total
portofolio penyaluran kredit BPR. Rincian sektor ekonomi adalah
sebagaimana diatur dalam Pedoman Penyusunan Laporan
Bulanan BPR.
Format penyajian rencana penyaluran kredit berdasarkan sektor
ekonomi yang menjadi prioritas mengacu pada Lampiran VIII.5.
f.
rencana penyaluran kredit berdasarkan jenis penggunaan
Rencana penyaluran kredit disajikan berdasarkan jenis
penggunaan yang meliputi kredit modal kerja, kredit investasi,
dan kredit konsumsi sebagaimana diatur dalam Pedoman
Penyusunan Laporan Bulanan BPR.
Format penyajian rencana penyaluran kredit berdasarkan jenis
penggunaan mengacu pada Lampiran VIII.6.
g.
rencana penyaluran kredit berdasarkan jenis usaha
Pengelompokan jenis usaha yang meliputi usaha mikro, usaha
kecil, dan usaha menengah mengacu pada kriteria usaha
berdasarkan undang-undang mengenai usaha mikro, kecil dan
menengah.
Format penyajian rencana penyaluran kredit berdasarkan jenis
usaha mengacu pada Lampiran VIII.7.
Rencana tersebut mencerminkan posisi penyaluran dana untuk:
a.
posisi aktual akhir bulan Oktober tahun penyusunan
Rencana Bisnis BPR;
b. proyeksi akhir bulan Desember tahun penyusunan Rencana
Bisnis BPR; dan
- 12 -
c. proyeksi 1 (satu) tahun ke depan yang disajikan secara
semesteran.
Dalam bagian ini diuraikan juga mengenai alasan atau
pertimbangan yang digunakan dalam menyusun rencana
dimaksud serta strategi BPR untuk merealisasikan rencana
tersebut.
7. Rencana Permodalan
Rencana permodalan paling sedikit meliputi rencana pemenuhan
rasio kewajiban penyediaan modal minimum dan rasio modal inti,
rencana pemenuhan modal inti minimum, dan rencana perubahan
modal, sebagai berikut:
a. Rencana Pemenuhan Rasio Kewajiban Penyediaan Modal
Minimum (KPMM) dan Rasio Modal Inti
Rencana KPMM paling sedikit meliputi rencana modal, rencana
Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR), dan rencana rasio
KPMM yang dijelaskan untuk:
1)
posisi aktual akhir bulan Oktober tahun penyusunan
Rencana Bisnis BPR;
2) rencana akhir bulan Desember tahun penyusunan Rencana
Bisnis BPR;
3) rencana 1 (satu) tahun ke depan yang disajikan secara
semesteran; dan
4) rencana akhir tahun kedua dan ketiga yang disajikan
secara tahunan.
Rencana pemenuhan rasio KPMM dan rasio modal inti mengacu
pada peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai kewajiban
penyediaan modal minimum dan pemenuhan modal inti
minimum BPR.
Rencana pemenuhan rasio KPMM dalam Rencana Bisnis BPR
tahun 2018 sampai dengan tanggal berlaku perhitungan rasio
KPMM dan rasio modal inti sebagaimana diatur dalam peraturan
Otoritas Jasa Keuangan mengenai kewajiban penyediaan modal
minimum dan pemenuhan modal inti minimum BPR disusun
dengan menggunakan perhitungan yang mengacu pada
ketentuan mengenai kewajiban penyediaan modal minimum
sebagaimana diatur dalam PBI No.8/18/PBI/2006 tanggal 5
- 13 -
Oktober 2006 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum
Bank Perkreditan Rakyat.
Format penyajian rencana pemenuhan rasio KPMM untuk
Rencana Bisnis tahun 2018 sampai dengan tanggal berlaku
peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai kewajiban
penyediaan modal minimum dan pemenuhan modal inti
minimum BPR mengacu pada Lampiran IX.1.
Format penyajian rencana pemenuhan rasio KPMM untuk
Rencana Bisnis sejak tahun berlaku peraturan Otoritas Jasa
Keuangan mengenai kewajiban penyediaan modal minimum dan
pemenuhan modal inti minimum BPR mengacu pada Lampiran
IX.2.
b. Rencana Pemenuhan Modal Inti Minimum
Rencana pemenuhan modal inti minimum ditujukan bagi BPR
yang belum memenuhi kewajiban pemenuhan modal inti
minimum sebagaimana diatur dalam peraturan Otoritas Jasa
Keuangan mengenai kewajiban penyediaan modal minimum dan
pemenuhan modal inti minimum Bank Perkreditan Rakyat.
Dalam bagian ini diuraikan juga mengenai alasan atau
pertimbangan yang digunakan dalam menyusun rencana
dimaksud serta strategi BPR untuk merealisasikan rencana
tersebut.
Rencana pemenuhan modal inti minimum tersebut disajikan
untuk:
1)
posisi aktual akhir bulan Oktober tahun penyusunan
Rencana Bisnis BPR;
2) rencana akhir bulan Desember tahun penyusunan Rencana
Bisnis BPR;
3) rencana 1 (satu) tahun ke depan yang disajikan secara
semesteran; dan
4) rencana akhir tahun kedua, ketiga, keempat, dan kelima
yang disajikan secara tahunan.
Format penyajian rencana pemenuhan modal inti minimum
mengacu pada Lampiran IX.3.
- 14 -
c. Rencana Penambahan Modal
Rencana penambahan modal merupakan proyeksi penambahan
modal selama 3 (tiga) tahun mendatang baik terkait struktur
maupun jumlah modal.
Rencana penambahan modal meliputi rencana penambahan
modal dari pemegang saham lama (existing shareholders) dan
rencana penambahan modal lainnya. Rencana tersebut
dijelaskan untuk:
1)
posisi aktual akhir bulan Oktober penyusunan Rencana
Bisnis BPR;
2) rencana akhir bulan Desember pada tahun penyusunan
Rencana Bisnis BPR;
3) rencana 1 (satu) tahun ke depan yang disajikan secara
semesteran; dan
4) rencana akhir tahun kedua dan ketiga yang disajikan
secara tahunan.
Format penyajian rencana penambahan modal mengacu pada
Lampiran IX.4.
8. Rencana Pengembangan Organisasi, Teknologi Informasi, dan
Sumber Daya Manusia (SDM)
Pada bagian ini diuraikan informasi mengenai struktur organisasi
dan jumlah SDM terkini, rencana pengembangan organisasi,
teknologi informasi dan SDM yang sedang berlangsung, maupun
rencana pengembangan organisasi, teknologi informasi, dan SDM
lainnya paling sedikit selama 1 (satu) tahun ke depan yang antara
lain memuat:
a. Rencana Pengembangan Organisasi
Rencana pengembangan organisasi antara lain meliputi rencana
pembentukan atau perubahan satuan kerja dan/atau komite
yang disesuaikan dengan ukuran dan kompleksitas usaha BPR
dengan mengacu pada peraturan Otoritas Jasa Keuangan
mengenai penerapan tata kelola dan manajemen risiko bagi BPR.
Format penyajian rencana pengembangan organisasi mengacu
pada Lampiran X.
b. Rencana Pengembangan dan Pengadaan Teknologi Informasi
yang Bersifat Mendasar
- 15 -
Rencana pengembangan dan pengadaan teknologi informasi
yang bersifat mendasar antara lain perubahan secara signifikan
terhadap konfigurasi teknologi informasi atau aplikasi inti
perbankan, pengadaan aplikasi inti perbankan baru, kerja sama
dengan penyedia jasa teknologi informasi, serta pengembangan
dan pengadaan teknologi informasi mendasar lainnya yang
dapat menambah dan/atau meningkatkan risiko BPR atau
BPRS.
Format penyajian rencana pengembangan dan pengadaan
teknologi informasi yang bersifat mendasar mengacu pada
Lampiran XI.
c. Rencana Pengembangan SDM
Rencana pengembangan SDM antara lain meliputi pemenuhan
SDM pada BPR, rencana kebutuhan pendidikan dan pelatihan
SDM, termasuk rencana biaya/anggaran pendidikan dan
pelatihan sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai
kewajiban penyediaan dana pendidikan dan pelatihan untuk
pengembangan sumber daya manusia BPR.
Format penyajian rencana pengembangan SDM mengacu pada
Lampiran XII.
d. Rencana Pemanfaatan Tenaga Kerja Alih Daya
Alih daya adalah penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan
kepada perusahaan penyedia jasa melalui perjanjian
pemborongan pekerjaan dan/atau melalui perjanjian penyediaan
jasa tenaga kerja.
Rencana pemanfaatan tenaga kerja alih daya antara lain
rencana pemanfaatan tenaga kerja di luar tenaga kerja tetap,
yang meliputi jumlah maupun bidang kerja penugasan.
Format penyajian rencana pemanfaatan tenaga kerja alih daya
mengacu pada Lampiran XIII.
9. Rencana Pelaksanaan Kegiatan Usaha Baru
Rencana pelaksanaan kegiatan usaha baru yang wajib dicantumkan
di Rencana Bisnis BPR paling sedikit meliputi:
a. rencana pelaksanaan kegiatan usaha yang memerlukan
persetujuan Otoritas Jasa Keuangan; dan
b. rencana pelaksanaan kegiatan usaha yang harus dilaporkan
kepada Otoritas Jasa Keuangan.
- 16 -
Pada bagian ini diuraikan mengenai rencana pelaksanaan kegiatan
usaha baru paling sedikit untuk periode 1 (satu) tahun ke depan.
Rencana pelaksanaan kegiatan usaha baru yang wajib dicantumkan
dalam Rencana Bisnis BPR adalah kegiatan usaha baru atau
pendukung kegiatan usaha baru yang memenuhi kriteria:
a. tidak pernah dilaksanakan sebelumnya oleh BPR yang
bersangkutan; atau
b. telah dilaksanakan sebelumnya oleh BPR yang bersangkutan,
namun dilakukan pengembangan yang mengubah risiko tertentu
atau seluruh risiko BPR yang bersangkutan,
sebagaimana diatur dalam peraturan Otoritas Jasa Keuangan
mengenai kegiatan usaha dan wilayah jaringan kantor BPR
berdasarkan modal inti.
Format penyajian rencana Pelaksanaan Kegiatan Usaha Baru
mengacu pada Lampiran XIV.1 dan Lampiran XIV.2
10. Rencana Pengembangan dan/atau Perubahan Jaringan Kantor
Rencana pengembangan dan/atau perubahan jaringan kantor paling
sedikit meliputi:
a. rencana pemindahan alamat kantor pusat;
b. rencana pembukaan, pemindahan alamat dan/atau penutupan
kantor cabang dan/atau kantor kas;
c. rencana pelaksanaan kegiatan pelayanan kas dan rencana
penutupan kegiatan pelayanan kas berupa kas keliling, payment
point, dan perangkat perbankan elektronis; dan
d.
rencana pemindahan payment point dan lokasi perangkat
Automated Teller Machine dan/atau Automated Deposit Machine.
Pengertian kantor cabang, kantor kas, dan kegiatan pelayanan kas
berupa kas keliling, payment point, dan perangkat perbankan
elektronis mengacu pada peraturan Otoritas Jasa Keuangan
mengenai BPR.
Rencana tersebut disajikan untuk periode 1 (satu) tahun ke depan.
Format penyajian rencana pengembangan dan/atau perubahan
jaringan kantor mengacu pada Lampiran XV.
- 17 -
11. Informasi Lainnya
Informasi lainnya meliputi informasi yang diperkirakan memengaruhi
kegiatan usaha BPR, namun belum disebutkan dalam cakupan
Rencana Bisnis antara lain langkah-langkah penyelesaian kredit
bermasalah termasuk dengan cara pengambilalihan agunan
dan/atau penghapusbukuan, penyelesaian Agunan Yang Diambil
Alih (AYDA) dan hapus buku, serta laporan BPR sebagai
Penyelenggara Layanan Keuangan Tanpa Kantor dalam Rangka
Keuangan Inklusif (Laku Pandai).
Format penyajian informasi lainnya mengacu pada Lampiran XVI.
III. PERUBAHAN RENCANA BISNIS
1. Otoritas Jasa Keuangan berwenang meminta BPR untuk melakukan
penyesuaian terhadap Rencana Bisnis yang disampaikan oleh BPR,
apabila:
a. Rencana Bisnis dinilai belum memenuhi cakupan Rencana
Bisnis sebagaimana diatur dalam POJK Rencana Bisnis BPR dan
BPRS; dan/atau
b. proyeksi, target atau rencana yang disampaikan dalam Rencana
Bisnis dinilai tidak realistis, sebagai contoh:
1) Proyeksi kredit yang tinggi tanpa diimbangi dengan
kemampuan pendanaan dan jumlah sumber daya manusia
yang memadai.
2) Rencana investasi berupa pembelian aset tetap dalam
jumlah besar tanpa memperhatikan rentabilitas BPR.
2. BPR hanya dapat melakukan perubahan terhadap Rencana Bisnis,
apabila:
a. terdapat faktor eksternal dan internal yang secara signifikan
memengaruhi operasional BPR;
Yang dimaksud dengan faktor eksternal antara lain adalah
kondisi perekonomian, perkembangan sosial dan politik, serta
perkembangan teknologi.
Contoh:
Penurunan pertumbuhan ekonomi daerah yang menyebabkan
permintaan kredit pada sektor perdagangan yang menjadi
prioritas penyaluran kredit BPR mengalami penurunan sehingga
dapat memengaruhi kemampuan membayar debitur di sektor
- 18 -
tersebut. Berdasarkan kondisi tersebut, BPR dapat mengubah
prioritas penyaluran kredit pada sektor lainnya yang selanjutnya
strategi tersebut dituangkan dalam perubahan Rencana Bisnis.
Yang dimaksud dengan faktor internal antara lain adalah
kondisi keuangan, manajemen, dan perubahan kepemilikan.
Contoh:
Terjadi perubahan kepemilikan BPR yang menyebabkan
terjadinya perubahan strategi bisnis BPR, sehingga BPR perlu
melakukan perubahan Rencana Bisnis.
b. berdasarkan pertimbangan Otoritas Jasa Keuangan terdapat
faktor yang secara signifikan memengaruhi kinerja BPR, antara
lain meliputi permasalahan solvabilitas, likuiditas, dan/atau
permasalahan eksternal yang secara signifikan berdampak pada
kinerja BPR.
IV. LAPORAN REALISASI DAN PENGAWASAN RENCANA BISNIS
1. Sesuai dengan Pasal 21 ayat (1) POJK Rencana Bisnis BPR dan
BPRS, Laporan Realisasi Rencana Bisnis wajib disampaikan BPR
secara semesteran, yaitu posisi akhir bulan Juni dan Desember.
Laporan dimaksud meliputi:
a. pencapaian Rencana Bisnis yaitu perbandingan antara rencana
dengan realisasi;
b. penjelasan mengenai penyebab dan kendala terjadinya
perbedaan antara rencana dengan realisasi Rencana Bisnis; dan
c. upaya tindak lanjut yang telah dan akan dilakukan untuk
memperbaiki pencapaian realisasi Rencana Bisnis.
Penjelasan mengenai realisasi Rencana Bisnis tersebut paling sedikit
meliputi:
a. strategi bisnis dan kebijakan;
b.
c. realisasi penghimpunan dana;
d. realisasi penyaluran dana;
e.
realisasi kinerja keuangan pada neraca, laba rugi, serta rasio-
rasio dan pos-pos keuangan;
realisasi pemenuhan rasio Kewajiban Penyediaan Modal
Minimum, pemenuhan modal inti minimum, dan rencana
penambahan modal;
- 19 -
f.
realisasi pengembangan organisasi, teknologi informasi, dan
SDM;
g. realisasi pelaksanaan kegiatan usaha baru;
h. realisasi pengembangan dan/atau perubahan jaringan kantor;
dan
i.
realisasi informasi lainnya.
Format penyajian Laporan Realisasi Rencana Bisnis mengacu pada
Lampiran XVII.1.
Format penyajian realisasi kinerja keuangan pada neraca, laba rugi,
serta rasio-rasio dan pos-pos keuangan sebagaimana dimaksud pada
huruf b mengacu pada Lampiran XVII.2, XVII.3, dan XVII.4.
Format pengisian realisasi informasi lainnya sebagaimana dimaksud
pada huruf i mengacu pada Lampiran XVII.5.
2. Sesuai dengan Pasal 5 POJK Rencana Bisnis BPR dan BPRS, Dewan
Komisaris wajib melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan
Rencana Bisnis. Hasil pengawasan tersebut selanjutnya dituangkan
dalam Laporan Pengawasan Rencana Bisnis sebagaimana diwajibkan
dalam Pasal 22 ayat (1) POJK Rencana Bisnis BPR dan BPRS.
Cakupan dalam laporan yang disusun Dewan Komisaris tersebut
paling sedikit meliputi penilaian mengenai:
a. pelaksanaan Rencana Bisnis berupa penilaian aspek kuantitatif
maupun kualitatif terhadap realisasi Rencana Bisnis;
b. faktor-faktor yang memengaruhi kinerja BPR antara lain faktor
permodalan, kualitas aset, rentabilitas, dan likuiditas yang
mengacu pada ketentuan mengenai penilaian tingkat kesehatan
BPR;
c. penerapan tata kelola dan manajemen risiko BPR; dan
d. upaya memperbaiki kinerja BPR, dalam hal hasil penilaian
sebagaimana dimaksud pada huruf b di atas terjadi penurunan
kinerja.
Penilaian Dewan Komisaris pada huruf a sampai dengan huruf d
dapat dilengkapi pula dengan penilaian atas faktor-faktor eksternal
yang memengaruhi operasional BPR.
Dalam kaitan dengan tugas Dewan Komisaris ini, BPR harus memiliki
mekanisme internal dalam rangka penyusunan Laporan Pengawasan
Rencana Bisnis tersebut di atas.
- 20 -
Format penyajian Laporan Pengawasan Rencana Bisnis mengacu
pada Lampiran XVIII.
V. FORMAT SURAT PENGANTAR
Penyampaian Rencana Bisnis secara offline, surat pengantar penyampaian
perubahan/penyesuaian Rencana Bisnis secara offline, surat pengantar
penyampaian Laporan Realisasi Rencana Bisnis secara offline, dan surat
pengantar penyampaian Laporan Pengawasan Rencana Bisnis mengacu
pada Lampiran XIX.
VI. PENYAMPAIAN LAPORAN
1. Jangka Waktu
Mengacu pada Pasal 24 ayat (1), Pasal 24 ayat (2), Pasal 25 ayat (1)
dan Pasal 25 ayat (2) POJK Rencana Bisnis BPR dan BPRS, BPR
dinyatakan terlambat menyampaikan Rencana Bisnis, penyesuaian
Rencana Bisnis, Laporan Realisasi Rencana Bisnis, dan/atau
Laporan Pengawasan Rencana Bisnis, apabila:
a. BPR menyampaikan Rencana Bisnis melewati batas waktu
penyampaian sampai dengan 30 (tiga puluh) hari setelah akhir
batas waktu penyampaian Rencana Bisnis;
b. BPR menyampaikan penyesuaian Rencana Bisnis melewati batas
waktu penyampaian sampai dengan 20 (dua puluh) hari setelah
akhir batas waktu penyampaian penyesuaian Rencana Bisnis;
c. BPR menyampaikan Laporan Realisasi Rencana Bisnis melewati
batas waktu penyampaian sampai dengan 30 (tiga puluh) hari
setelah akhir batas waktu penyampaian Laporan Realisasi
Rencana Bisnis; dan/atau
d. BPR menyampaikan Laporan Pengawasan Rencana Bisnis
melewati batas waktu penyampaian sampai dengan paling lama
30 (tiga puluh) hari kerja setelah akhir batas waktu
penyampaian Laporan Pengawasan Rencana Bisnis.
Mengacu pada Pasal 24 ayat (3) dan Pasal 25 ayat (3) POJK Rencana
Bisnis BPR dan BPRS, BPR dinyatakan tidak menyampaikan
Rencana Bisnis, penyesuaian Rencana Bisnis, Laporan Realisasi
Rencana Bisnis, dan/atau Laporan Pengawasan Rencana Bisnis
apabila sampai dengan berakhirnya batas waktu keterlambatan, BPR
belum menyampaikan laporan dimaksud.
- 21 -
2. Penyampaian Laporan Secara Offline
a. Dalam hal BPR menyampaikan Rencana Bisnis, penyesuaian
Rencana Bisnis, perubahan Rencana Bisnis, dan Laporan
Realisasi Rencana Bisnis secara offline, penyampaian dimaksud
dapat dilakukan dengan menggunakan media perekam data
elektronik (antara lain compact disk, flashdisk atau media
perekam data elektronik lainnya) disampaikan kepada Otoritas
Jasa Keuangan sesuai dengan wilayah kantor pusat BPR.
b. Dalam hal terjadi kerusakan media perekam data elektronik
yang diterima oleh Otoritas Jasa Keuangan secara offline, BPR
menyampaikan ulang media perekam data elektronik tersebut.
c. BPR menyampaikan Laporan Pengawasan Rencana Bisnis secara
offline kepada Otoritas Jasa Keuangan dalam bentuk hardcopy
(hasil cetak), dan softcopy berupa media perekam data
elektronik.
VII. LAIN-LAIN
Lampiran dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini merupakan
format untuk menyusun Rencana Bisnis, Laporan Realisasi Rencana
Bisnis, dan Laporan Pengawasan Rencana Bisnis sejak tahun 2018.
Lampiran dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan
ini.
VIII. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku
pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 23 Desember 2016
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN
OTORITAS JASA KEUANGAN,
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
ttd
NELSON TAMPUBOLON
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 52/SEOJK.03/2016 </reg_id>
<reg_title> RENCANA BISNIS BANK PERKREDITAN RAKYAT </reg_title>
<set_date> 23 Desember 2016 </set_date>
<effective_date> 23 Desember 2016 </effective_date>
<related_reg> '37/POJK.03/2016' </related_reg>
|
Yth.
Direksi atau yang setara pada Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 3/SEOJK.05/2015
TENTANG
PENILAIAN TINGKAT RISIKO
PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI
Sehubungan dengan amanat ketentuan Pasal 5 ayat (4), Pasal 7 ayat (3),
dan Pasal 8 ayat (6) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
10/POJK.05/2014 tentang Penilaian Tingkat Risiko Lembaga Jasa Keuangan
Non-Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 197,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5575), perlu untuk
mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai penilaian tingkat risiko, format
dan tata cara penyampaian laporan hasil penilaian tingkat risiko, serta format
dan tata cara penyampaian rencana tindak lanjut atas penilaian tingkat risiko
bagi perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dalam Surat Edaran
Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
1. Perusahaan Asuransi adalah perusahaan asuransi sebagaimana
dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang
perasuransian, tidak termasuk perusahaan asuransi yang seluruh
kegiatan usahanya dijalankan berdasarkan prinsip syariah.
2. Perusahaan Reasuransi adalah perusahaan yang menyelenggarakan
usaha reasuransi sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-
undangan di bidang perasuransian, tidak termasuk perusahaan
reasuransi yang seluruh kegiatan usahanya dijalankan berdasarkan
prinsip syariah.
3. Otoritas ...
- 2 -
3. Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah
lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain,
yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan,
pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa
Keuangan.
II. PEDOMAN PENILAIAN TINGKAT RISIKO DAN PENYUSUNAN LAPORAN
HASIL PENILAIAN TINGKAT RISIKO
1. Penilaian tingkat risiko Perusahaan Asuransi dan Perusahaan
Reasuransi dilakukan dengan memperhatikan materialitas dan
signifikansi suatu area risiko terhadap total risiko Perusahaan Asuransi
dan Perusahaan Reasuransi.
2. Penilaian tingkat risiko Perusahaan Asuransi dan Perusahaan
Reasuransi dilakukan dengan memperhitungkan riwayat risiko yang
pernah terjadi dan probabilitas terjadinya suatu risiko di masa yang
akan datang.
3. Penilaian tingkat risiko Perusahaan Asuransi dan Perusahaan
Reasuransi disusun sesuai pedoman sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran
OJK ini.
4. Laporan Hasil Penilaian Tingkat Risiko harus disusun dan
ditandatangani oleh direktur atau yang setara yang membawahkan
fungsi manajemen risiko dan diketahui oleh direktur utama atau yang
setara.
5. Laporan Hasil Penilaian Tingkat Risiko Perusahaan Asuransi dan
Perusahaan Reasuransi harus disusun sesuai format sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Surat Edaran OJK ini.
III. PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA TINDAK LANJUT ATAS PENILAIAN
TINGKAT RISIKO
1. Rencana tindak lanjut atas penilaian tingkat risiko ditandatangani oleh
direksi atau yang setara.
2. Rencana tindak lanjut atas penilaian tingkat risiko Perusahaan Asuransi
dan Perusahaan Reasuransi disusun sesuai format sebagaimana
dimaksud ...
- 3 -
dimaksud dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Surat Edaran OJK ini.
IV. TATA CARA PENYAMPAIAN LAPORAN HASIL PENILAIAN TINGKAT RISIKO
DAN RENCANA TINDAK LANJUT ATAS PENILAIAN TINGKAT RISIKO
1. Laporan hasil penilaian tingkat risiko dan rencana tindak lanjut atas
penilaian tingkat risiko disampaikan kepada OJK secara online melalui
sistem jaringan komunikasi data OJK.
2. Dalam hal sistem jaringan komunikasi data OJK belum tersedia, laporan
hasil penilaian tingkat risiko dan rencana tindak lanjut atas penilaian
tingkat risiko disampaikan secara online melalui surat elektronik (email)
resmi Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dengan
melampirkan softcopy laporan hasil penilaian tingkat risiko dan rencana
tindak lanjut atas penilaian tingkat risiko dalam format spreadsheet ke
rbs.asuransi@ojk.go.id.
3. Dalam hal OJK mengalami gangguan teknis pada saat batas waktu
penyampaian laporan hasil penilaian tingkat risiko atau rencana tindak
lanjut atas penilaian tingkat risiko sehingga:
a. Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi tidak dapat
menyampaikan laporan hasil penilaian tingkat risiko atau rencana
tindak lanjut atas penilaian tingkat risiko secara online sebagaimana
dimaksud pada angka 1 atau angka 2; dan/atau
b. OJK tidak dapat menerima laporan hasil penilaian tingkat risiko atau
rencana tindak lanjut atas penilaian tingkat risiko secara online
sebagaimana dimaksud pada angka 1 atau angka 2,
OJK mengumumkan secara tertulis kepada Perusahaan Asuransi dan
Perusahaan Reasuransi pada hari yang sama setelah terjadinya
gangguan teknis serta Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi
wajib menyampaikan softcopy laporan hasil penilaian tingkat risiko atau
rencana tindak lanjut atas penilaian tingkat risiko dalam format
spreadsheet secara offline paling lambat pada hari kerja berikutnya.
4. Dalam hal terjadi gangguan teknis sebagaimana dimaksud pada angka 3,
Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi menyampaikan
softcopy laporan hasil penilaian tingkat risiko dan rencana tindak lanjut
atas penilaian tingkat risiko dalam format spreadsheet secara offline
sebagaimana dimaksud pada angka 3, melalui surat yang ditandatangani
oleh direksi atau yang setara dan ditujukan kepada:
Otoritas ...
- 4 -
Otoritas Jasa Keuangan
u.p. Direktur Pengawasan Asuransi dan BPJS Kesehatan
Gedung Sumitro Djojohadikusumo
Jl. Lapangan Banteng Timur No. 2—4
Jakarta 10710
5. Penyampaian softcopy laporan hasil penilaian tingkat risiko dan rencana
tindak lanjut atas penilaian tingkat risiko dalam format spreadsheet
secara offline sebagaimana dimaksud pada angka 3 dapat dilakukan
dengan salah satu cara sebagai berikut:
a. diserahkan langsung ke kantor OJK sebagaimana dimaksud pada
angka 4;
b. dikirim melalui kantor pos secara tercatat; atau
c. dikirim melalui perusahaan jasa pengiriman/titipan.
6. Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dinyatakan telah
menyampaikan laporan hasil penilaian tingkat risiko dan rencana tindak
lanjut atas penilaian tingkat risiko dengan ketentuan sebagai berikut:
a. untuk penyampaian secara online melalui sistem jaringan komunikasi
data OJK, dibuktikan dengan tanda terima dari OJK;
b. untuk penyampaian secara online melalui email, dibuktikan dengan
email tanda terima dari OJK; atau
c. untuk penyampaian secara offline, dibuktikan dengan:
1) surat tanda terima dari OJK, apabila laporan diserahkan langsung
ke kantor OJK sebagaimana dimaksud pada angka 4; atau
2) tanda terima pengiriman dari kantor pos atau perusahaan jasa
pengiriman/titipan, apabila laporan dikirim melalui kantor pos
atau perusahaan jasa pengiriman/titipan.
V. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku
pada tanggal ditetapkan.
Agar ...
- 5 -
Agar setiap orang mengetahui, memerintahkan pengumuman Surat Edaran
Otoritas Jasa Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 29 Januari 2015
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS
PERASURANSIAN, DANA PENSIUN,
LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN
LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN,
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum I
Departemen Hukum,
Ttd.
Ttd.
Sudarmaji
FIRDAUS DJAELANI
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 11 TANGGAL 6
FEBRUARI 2015
Ttd.
LAMPIRAN I
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 3/SEOJK.05/2015
TENTANG
PENILAIAN TINGKAT RISIKO
PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI
- 1 -
PEDOMAN PENILAIAN TINGKAT RISIKO
PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI
DAFTAR ISI
BAB I: PENDAHULUAN ......................................................................2
A. Pengertian dan Skala Penilaian Tingkat Risiko........................ 2
B. Tujuan Pedoman Penilaian Tingkat Risiko .............................. 3
C. Prinsip Umum Penilaian Tingkat Risiko ................................. 3
BAB II: PROSES PERHITUNGAN TINGKAT RISIKO ............................5
A. Gambaran Umum Perhitungan Tingkat Risiko ........................ 5
B. Penilaian Risiko Bawaan......................................................... 5
C. Penilaian Manajemen dan Pengendalian ................................. 6
D. Penentuan Nilai Risiko Bersih................................................. 6
E. Penentuan Nilai Risiko Dukungan Dana (Permodalan) ............ 8
F. Penentuan Nilai Risiko Keseluruhan ....................................... 8
BAB III: PENILAIAN TINGKAT RISIKO PER JENIS RISIKO.................11
A. Risiko Kepengurusan .............................................................. 11
B. Risiko Tata Kelola ................................................................... 13
C. Risiko Strategi ........................................................................ 15
D. Risiko Operasional.................................................................. 18
E. Risiko Aset dan Liabilitas........................................................ 23
F. Risiko Asuransi ...................................................................... 26
G. Risiko Dukungan Dana (Permodalan) ..................................... 36
CONTOH PERHITUNGAN TINGKAT RISIKO PERUSAHAAN
ASURANSI JIWA ...............................................................................37
CONTOH PERHITUNGAN TINGKAT RISIKO PERUSAHAAN
ASURANSI UMUM DAN REASURANSI ................................................39
- 2 -
BAB I
PENDAHULUAN
A. PENGERTIAN DAN SKALA PENILAIAN TINGKAT RISIKO
Dalam kegiatan penyelenggaraan usaha, perusahaan menghadapi berbagai
risiko yang dapat mengakibatkan tidak tercapainya tujuan perusahaan.
Perusahaan perlu menerapkan manajemen risiko untuk meminimalkan
risiko yang dihadapi. Salah satu bagian dari manajemen risiko adalah
melakukan pengukuran dan penilaian risiko. Tujuan dari penilaian risiko
adalah menentukan probabilitas perusahaan akan mengalami kegagalan.
Kegiatan penilaian risiko hendaknya dilakukan secara berkelanjutan dan
selalu dilakukan pemutakhiran secara berkala oleh perusahaan. Sesuai
dengan ketentuan, perusahaan wajib menyampaikan hasil penilaian risiko
kepada OJK paling kurang satu kali dalam setahun.
Probabilitas perusahaan akan mengalami kegagalan dicerminkan dalam
nilai risiko dan tingkat risiko. Tingkat risiko dikelompokkan menjadi lima
level yaitu rendah, sedang-rendah, sedang-tinggi, tinggi, dan sangat tinggi.
Adapun nilai risiko memiliki rentang nilai 0 s.d. 4. Semakin tinggi nilai
risiko maka semakin besar kemungkinan perusahaan akan mengalami
kegagalan. Sebaliknya apabila nilai risiko semakin rendah maka
kemungkinan kegagalan perusahaan juga semakin kecil. Nilai risiko dan
tingkat risiko dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1
Nilai Risiko dan Tingkat Risiko
Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi
Nilai Risiko
(NR)
0 < NR < 1
Tingkat Risiko
Rendah
Penjelasan
Probabilitas kegagalan perusahaan
dalam memenuhi kewajibannya relatif
rendah. Perusahaan diindikasikan
sangat sehat dan memiliki kemampuan
untuk memenuhi kewajibannya kepada
pemegang polis/tertanggung.
1 < NR < 1,5 Sedang Rendah Probabilitas kegagalan perusahaan
- 3 -
Nilai Risiko
(NR)
Tingkat Risiko
Penjelasan
dalam memenuhi kewajibannya berada
di tingkat sedang ke arah rendah. Secara
umum perusahaan sehat, tetapi terdapat
potensi kegagalan untuk memenuhi
kewajibannya kepada pemegang
polis/tertanggung.
1,5 < NR < 2 Sedang Tinggi
Probabilitas kegagalan perusahaan
dalam memenuhi kewajibannya berada
di tingkat sedang ke arah tinggi. Secara
umum perusahaan kurang sehat dan
terdapat potensi kegagalan yang cukup
kecil untuk memenuhi kewajibannya
kepada pemegang polis/tertanggung.
2 < NR < 3
Tinggi
Probabilitas kegagalan perusahaan
dalam memenuhi kewajibannya berada
di tingkat tinggi. Secara umum
Perusahaan tidak sehat dan memiliki
potensi kegagalan yang cukup besar
dalam memenuhi kewajiban kepada
pemegang polis/tertanggung.
3 < NR < 4
Sangat Tinggi
Probabilitas kegagalan perusahaan
dalam memenuhi kewajibannya berada
di tingkat sangat tinggi. Secara umum
perusahaan tidak sehat dan memiliki
potensi kegagalan yang sangat besar
dalam memenuhi kewajiban kepada
pemegang polis/tertanggung.
B. TUJUAN PEDOMAN PENILAIAN TINGKAT RISIKO
Pedoman ini bertujuan untuk memberikan pedoman bagi manajemen
perusahaan dalam melakukan penilaian tingkat risiko perusahaan.
C. PRINSIP UMUM PENILAIAN TINGKAT RISIKO
Manajemen perusahaan perlu memperhatikan prinsip umum sebagai
berikut:
- 4 -
1. Berbasis risiko
Penilaian tingkat risiko dilakukan dengan mengidentifikasi berbagai
faktor yang dapat mempengaruhi probabilitas kegagalan perusahaan
untuk mencapai tujuannya.
2. Materialitas
Perusahaan perlu memperhatikan materialitas dan signifikansi risiko
bawaan dan manajemen pengendalian dari setiap jenis risiko yang ada.
Penentuan materialitas dan signifikansi tersebut didasarkan pada data
dan informasi yang memadai mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
tingkat risiko perusahaan.
3. Komprehensif
Proses penilaian tingkat risiko dilakukan terhadap seluruh area risiko
perusahaan melalui analisis yang terstruktur dan terintegrasi.
- 5 -
BAB II
PROSES PERHITUNGAN TINGKAT RISIKO
A. GAMBARAN UMUM PERHITUNGAN TINGKAT RISIKO
Perhitungan tingkat risiko didasarkan pada faktor-faktor sebagai berikut:
1. Risiko bawaan, yaitu seluruh risiko yang melekat dalam setiap jenis
kegiatan perusahaan;
2. Manajemen dan pengendalian, yaitu hal-hal yang dapat dilakukan oleh
direksi dan dewan komisaris atau yang setara untuk meminimalkan
tingkat risiko bawaan; dan
3. Dukungan dana (permodalan), yaitu pendanaan atau permodalan yang
tersedia yang menggambarkan kemampuan perusahaan untuk
memenuhi kewajibannya dan mempertahankan usahanya.
Kerangka kerja sistem penilaian risiko dapat digambarkan sebagai berikut:
Strategi
Operasional
Aset dan
Liabilitas
Manajemen &
Pengendalian
Asuransi
Kepengurusan
Risiko Bersih
Tata Kelola
Nilai Risiko
Keseluruhan
Dukungan
Dana
Risiko Bawaan
B. PENILAIAN RISIKO BAWAAN
Risiko bawaan adalah risiko yang melekat dalam kegiatan perusahaan,
tanpa mempertimbangkan aspek manajemen dan pengendalian yang
dilakukan oleh perusahaan tersebut. Seluruh risiko bawaan yang memiliki
pengaruh terhadap kemampuan perusahaan untuk memenuhi
kewajibannya, terutama secara keuangan, masuk dalam ukuran risiko
bawaan ini.
- 6 -
Risiko bawaan perusahaan sangat dipengaruhi oleh karakteristik dan
kompleksitas perusahaan, lini bisnis perusahaan, dan jenis produk yang
dijual. Risiko bawaan juga dipengaruhi oleh kegiatan operasional
perusahaan. Semakin beragam dan tinggi volume kegiatan operasional,
semakin tinggi risiko bawaan perusahaan. Adapun profil risiko perusahaan
menentukan seberapa besar tingkat risiko bawaan yang siap diterima
dengan pertimbangan dukungan dana yang dibutuhkan.
Penilaian risiko bawaan perusahaan dilakukan secara terpisah dari
manajemen dan pengendalian yang dilakukan untuk mengurangi risiko
tersebut. Dengan kata lain, dalam penilaian risiko bawaan ini, pengurus
hanya menilai risiko yang mungkin akan muncul dalam penyelenggaraan
suatu perusahaan tanpa memperhatikan apakah risiko tersebut benar-
benar terjadi atau tidak terjadi karena adanya manajemen dan
pengendalian risiko yang kuat.
C. PENILAIAN MANAJEMEN DAN PENGENDALIAN
Aspek manajemen dan pengendalian mengacu pada bagaimana cara
perusahaan mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan
risiko bawaannya. Dalam praktik, hal ini dilakukan melalui serangkaian
kebijakan dan prosedur, sistem yang diaplikasikan, praktik-praktik
administrasi, dan pengawasan yang diterapkan.
Penilaian manajemen dan pengendalian dimaksudkan untuk menilai
mekanisme atau sistem manajemen dan pengendalian untuk setiap risiko
bawaan yang terekspos kepada perusahaan. Aspek yang diperhitungkan
dalam penilaian ini antara lain kepedulian manajemen terhadap risiko serta
sistem pengendalian yang dimilikinya termasuk kerangka manajemen risiko
yang dimiliki dan diterapkan perusahaan. Hasil penilaian manajemen dan
pengendalian akan menjadi faktor pengurang risiko bawaan untuk menjadi
risiko bersih.
D. PENENTUAN NILAI RISIKO BERSIH
Penentuan nilai risiko bersih dilakukan untuk dua tahap yaitu pengukuran
nilai risiko bersih untuk setiap jenis risiko dan pengukuran total nilai risiko
bersih.
1. Pengukuran nilai risiko bersih untuk setiap jenis risiko
Nilai risiko bersih pada dasarnya merupakan nilai risiko bawaan setelah
memperhitungkan manajemen dan pengendalian. Nilai risiko bersih
- 7 -
secara matematis dihitung dengan menggunakan nilai rata-rata dari nilai
risiko bawaan ditambah nilai manajemen dan pengendalian.
Risiko Bersih = (Risiko Bawaan + Manajemen dan Pengendalian)
2
Perhitungan risiko bersih di atas dilakukan untuk risiko operasional,
risiko aset dan liabilitas, risiko asuransi, dan risiko strategi. Risiko tata
kelola dan kepengurusan merupakan nilai risiko bersih dan tidak ada
pengurang dari manajemen dan pengendalian.
2. Pengukuran total nilai risiko bersih
Setelah nilai risiko bersih diperoleh untuk semua jenis risiko, maka
dilakukan pengukuran total nilai risiko bersih dengan melakukan
pembobotan untuk setiap jenis risiko. Bobot untuk setiap jenis risiko
disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 2
Bobot Risiko
No
Jenis Risiko
1 Kepengurusan
2 Tata Kelola
3 Strategi
4 Operasional
5 Aset dan Liabilitas
6 Asuransi
TOTAL
Catatan :
1. Perusahaan Asuransi Jiwa
2. Perusahaan Asuransi Umum dan Perusahaan Reasuransi
Total nilai risiko bersih dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Total Nilai Risiko Bersih =√∑ NR4
4
6
𝑖=1
𝑖 x Boboti
i adalah jenis risiko sebagaimana tercantum pada tabel 2.
Bobot (%)
PAJ1
10
15
15
15
20
25
100
Bobot (%)
PAU2
10
10
15
15
20
30
100
- 8 -
E. PENENTUAN NILAI RISIKO DUKUNGAN DANA (PERMODALAN)
Nilai risiko dukungan dana mencerminkan kemampuan perusahaan dalam
menyerap kerugian-kerugian yang tidak terduga yang berasal dari
pengelolaan aset dan liabilitas perusahaan. Dalam menentukan dukungan
dana, perusahaan mempertimbangkan aspek kemampuan permodalan dan
tambahan permodalan.
Nilai risiko dukungan dana dihitung dengan melakukan pembobotan atas
aspek kemampuan permodalan dan tambahan permodalan. Pembobotan
kedua aspek tersebut berbeda untuk asuransi jiwa dan asuransi umum.
Dengan mempertimbangkan karakter klaim yang berfluktuatif untuk
asuransi umum, bobot kemampuan permodalan asuransi umum lebih
besar dari asuransi jiwa. Pembobotan kemampuan permodalan dan
tambahan permodalan dilakukan sesuai dengan tabel berikut:
Tabel 3
Bobot Risiko Dukungan Dana (Permodalan)
No
Komponen
1 Kemampuan Pendanaan
(Permodalan)
2 Tambahan Pendanaan
(Permodalan)
TOTAL
Catatan :
1. Perusahaan Asuransi Jiwa
2. Perusahaan Asuransi Umum dan Perusahaan Reasuransi
Total Nilai Risiko Dukungan Dana (Permodalan) =√∑ NR4
2
4
𝑖=1
𝑖 x Boboti
i adalah komponen dukungan dana sebagaimana tercantum pada tabel 3.
F. PENENTUAN NILAI RISIKO KESELURUHAN
Nilai risiko keseluruhan mencerminkan probabilitas kegagalan perusahaan
secara menyeluruh. Nilai risiko keseluruhan dihitung berdasarkan total
nilai risiko bersih dengan memperhitungkan risiko dukungan dana atau
permodalan perusahaan.
Bobot (%)
PAJ1
50
50
100
Bobot (%)
PAU2
55
45
100
- 9 -
Bobot untuk menghitung nilai risiko keseluruhan Perusahaan Asuransi
adalah sebagai berikut:
Tabel 4
Bobot Total Nilai Risiko Bersih dan Nilai Risiko Dukungan Dana
(Permodalan)
No
Komponen
1 Total Nilai Risiko
Bersih
2 Nilai Risiko Dukungan
Dana (Permodalan)
TOTAL
Catatan :
1. Perusahaan Asuransi Jiwa
2. Perusahaan Asuransi Umum dan Perusahaan Reasuransi
Selanjutnya nilai risiko keseluruhan dihitung dengan cara menjumlahkan
dan membobot total nilai risiko bersih dengan nilai risiko dukungan dana
dengan rumus sebagai berikut:
NRK = √(TNRB4 x BobotTNRB) + (NRDD4x BobotNRDD )
4
Bobot (%)
PAJ1
60
40
100
Bobot (%)
PAU2
50
50
100
NRK = Nilai Risiko Keseluruhan
TNRB = Total Nilai Risiko Bersih
NRDD = Nilai Risiko Dukungan Dana
- 10 -
Secara lengkap, formula perhitungan Nilai Risiko Keseluruhan disajikan
dalam tabel berikut:
Tabel 5
Penilaian Risiko
Jenis Risiko
1. Kepengurusan
2. Tata Kelola
3. Strategi
4. Operasional
5. Aset dan Liabilitas
6. Asuransi
Total Nilai Risiko Bersih
1. Kemampuan Permodalan
2. Tambahan Permodalan
Dukungan Dana (Permodalan)
1. Total Nilai Risiko Bersih
2. Nilai Risiko Dukungan
Dana (Permodalan)
Nilai Risiko Keseluruhan
(0-4)
(0-4)
(0-4)
(0-4)
(0-4)
(0-4)
(0-4)
(0-4)
Risiko
Bawaan
(RB)
Manajemen &
Pengendalian
(MP)
Bobot
Risiko
Bersih
(0-4)
(0-4)
(0-4)
(0-4)
(0-4)
(0-4)
(0-4)
(0-4)
(0-4)
(0-4)
Risiko (%)
PAU PAJ
10
10
15
15
20
30
10
15
15
15
20
25
100 100
55
45
50
50
100 100
50
60
50
40
(0-4) 100 100
PAU: Perusahaan Asuransi Umum dan Perusahaan Reasuransi
PAJ: Perusahaan Asuransi Jiwa
- 11 -
BAB III
PENILAIAN TINGKAT RISIKO PER JENIS RISIKO
Bab ini memberikan pedoman bagi perusahaan dalam melakukan penilaian
tingkat risiko per jenis risiko. Jenis risiko yang terdapat pada Perusahaan
Asuransi dan Perusahaan Reasuransi adalah risiko kepengurusan, risiko tata
kelola, risiko strategi, risiko operasional, risiko aset dan liabilitas, risiko
asuransi, dan risiko dukungan dana (permodalan).
A. RISIKO KEPENGURUSAN
Risiko kepengurusan adalah risiko kegagalan perusahaan dalam mencapai
tujuan perusahaan akibat kegagalan perusahaan dalam memelihara
komposisi terbaik pengurus yang memiliki kompetensi dan integritas yang
tinggi. Yang dimaksud pengurus dalam pedoman ini meliputi direksi dan
dewan komisaris atau yang setara. Risiko yang muncul dari kepengurusan
akan berpengaruh terhadap kemampuan perusahaan dalam memenuhi
kewajibannya kepada pemegang polis, tertanggung, dan para stakeholder
lainnya.
Topik yang dinilai dalam risiko ini adalah sebagai berikut:
1) Penunjukan dan pemberhentian
Dalam topik ini area yang dinilai antara lain prosedur dan legalitas
dokumen terkait dengan penunjukkan dan pemberhentian tersebut.
2) Komposisi dan proporsi
Hal-hal yang harus dinilai antara lain kesesuaian jumlah dan komposisi
pengurus dan kejelasan struktur dan uraian jabatannya.
3) Kompetensi dan integritas
Dalam topik ini, area yang dinilai antara lain hasil uji kemampuan dan
kepatutan, pengalaman kerja, pendidikan dan pelatihan, serta prilaku
pengurus.
4) Kepemimpinan
Dalam kepemimpinan area yang dinilai antara lain visi dan misi serta
karakteristik dari pengurus.
- 12 -
Berikut adalah indikasi umum risiko kepengurusan untuk setiap rentang
nilai risiko:
1. Indikasi Perusahaan dengan Risiko Kepengurusan Rendah
(0 < NR ≤ 1)
a. Penunjukan dan pemberhentian pengurus sangat memadai.
b. Komposisi dan proporsi pengurus telah mencukupi dan sesuai dengan
kebutuhan perusahaan.
c. Kompetensi dan integritas pengurus sangat memadai dan menunjang
tugas dan wewenang pengurus.
d. Kepemimpinan pengurus sangat baik.
2. Indikasi Perusahaan dengan Risiko Kepengurusan Sedang Rendah
(1 < NR ≤ 1,5)
a. Penunjukan dan pemberhentian pengurus dilakukan memadai.
b. Komposisi dan proporsional pengurus telah mencukupi, namun
terdapat indikasi kurang sesuai dengan kebutuhan perusahaan.
c. Kompetensi dan integritas pengurus memadai dan menunjang tugas
dan wewenang pengurus.
d. Kepemimpinan pengurus baik.
3. Indikasi Perusahaan dengan Risiko Kepengurusan Sedang Tinggi
(1,5 < NR ≤ 2)
a. Penunjukan dan pemberhentian pengurus dilakukan kurang
memadai.
b. Komposisi dan proporsional pengurus kurang mencukupi.
c. Kompetensi dan integritas pengurus kurang memadai dan kurang
menunjang tugas dan wewenang pengurus.
d. Kepemimpinan pengurus cukup.
4. Indikasi Perusahaan dengan Risiko Kepengurusan Tinggi (2 < NR ≤ 3)
a. Penunjukan dan pemberhentian pengurus dilakukan dengan proses
dan dokumentasi tidak memadai.
b. Komposisi dan proporsional pengurus tidak mencukupi.
c. Kompetensi dan integritas pengurus tidak memadai dan tidak
menunjang tugas dan wewenang pengurus.
d. Kepemimpinan pengurus kurang baik.
5. Indikasi Perusahaan dengan Risiko Kepengurusan Sangat Tinggi
(3 < NR ≤ 4)
a. Penunjukan dan pemberhentian pengurus dilakukan dengan proses
dan dokumentasi sangat tidak memadai.
- 13 -
b. Komposisi dan proporsional pengurus sangat tidak mencukupi
kebutuhan perusahaan.
c. Kompetensi dan integritas pengurus sangat tidak memadai dan
menghambat terlaksananya tugas dan wewenang pengurus.
d. Kepemimpinan pengurus tidak baik.
B. RISIKO TATA KELOLA
Risiko tata kelola adalah potensi kegagalan dalam pelaksanaan tata kelola
yang baik (good governance), ketidaktepatan gaya manajemen, lingkungan
pengendalian, dan perilaku dari setiap pihak yang terlibat langsung atau
tidak langsung dengan perusahaan.
Topik yang dinilai dalam risiko ini adalah sebagai berikut:
1) Pedoman tata kelola
Area yang harus dinilai antara lain ketersediaan dan kelengkapan
pedoman tata kelola, proses penyusunan pedoman tata kelola,
penerapan pedoman tata kelola, dan evaluasi penerapan pedoman tata
kelola.
2) Keterbukaan (transparansi)
Dalam topik ini yang dinilai antara lain keterbukaan dalam proses
pengambilan keputusan, dan keterbukaan dalam pengungkapan dan
penyediaan informasi yang relevan mengenai perusahaan.
3) Akuntabilitas
Hal-hal yang harus dinilai antara lain penetapan fungsi, kegiatan dan
tugas, pedoman prilaku, sistem pendeteksian awal, penghargaan dan
hukuman, serta struktur pengendalian internal.
4) Responsibilitas
Dalam topik ini, hal-hal yang perlu dinilai antara lain tanggung jawab
kepada tertanggung dan pemegang polis, tanggung jawab kepada
pemegang saham, dan tanggung jawab sosial.
5) Independensi
Area yang harus dinilai antara lain ada tidaknya benturan kepentingan
(conflict of interest) dan intervensi pemegang saham atau yang setara,
dewan komisaris atau yang setara, dan/atau pihak lain.
- 14 -
6) Kewajaran dan kesetaraan
Dalam topik ini, hal-hal yang harus dinilai antara lain kerja sama
dengan mitra bisnis, perlakuan terhadap tertanggung dan pemegang
polis, dan perlakuan terhadap karyawan.
7) Manajemen risiko
Hal-hal yang harus dievaluasi untuk topik ini antara lain ketersediaan
pedoman manajemen risiko, unit pengendalian manajemen risiko, dan
penerapan manajemen risiko.
Berikut adalah indikasi umum risiko tata kelola untuk setiap rentang nilai
risiko:
1. Kriteria Perusahaan dengan Risiko Tata Kelola Rendah
(0 < NR ≤ 1)
a. Pedoman tata kelola yang dimiliki perusahaan sangat memadai.
b. Perusahaan melaksanakan prinsip keterbukaan dengan sangat baik.
c. Perusahaan melaksanakan prinsip akuntabilitas dengan sangat baik.
d. Perusahaan melaksanakan prinsip tanggung jawab dengan sangat baik.
e. Perusahaan melaksanakan prinsip independensi dengan sangat baik.
f. Perusahaan melaksanakan prinsip kewajaran dan kesetaraan dengan
sangat baik.
g. Perusahaan melaksanakan prinsip manajemen risiko dengan sangat
baik.
2. Kriteria Perusahaan dengan Risiko Tata Kelola Sedang Rendah
(1 < NR ≤ 1,5)
a. Pedoman tata kelola yang dimiliki perusahaan memadai.
b. Perusahaan melaksanakan prinsip keterbukaan dengan baik.
c. Perusahaan melaksanakan prinsip akuntabilitas dengan baik.
d. Perusahaan melaksanakan prinsip tanggung jawab dengan baik.
e. Perusahaan melaksanakan prinsip independensi dengan baik.
f. Perusahaan melaksanakan prinsip kewajaran dan kesetaraan dengan
baik.
g. Perusahaan melaksanakan prinsip manajemen risiko dengan baik.
3. Kriteria Perusahaan dengan Risiko Tata Kelola Sedang Tinggi
(1,5 < NR ≤ 2)
a. Pedoman tata kelola yang dimiliki perusahaan cukup memadai.
b. Perusahaan melaksanakan prinsip keterbukaan dengan cukup baik.
c. Perusahaan melaksanakan prinsip akuntabilitas dengan cukup baik.
- 15 -
d. Perusahaan melaksanakan prinsip tanggung jawab dengan cukup baik.
e. Perusahaan melaksanakan prinsip independensi dengan cukup baik.
f. Perusahaan melaksanakan prinsip kewajaran dan kesetaraan dengan
cukup baik.
g. Perusahaan melaksanakan prinsip manajemen risiko dengan cukup
baik.
4. Kriteria perusahaan dengan Risiko Tata Kelola Tinggi (2 < NR ≤ 3)
a. Pedoman tata kelola yang dimiliki perusahaan kurang memadai.
b. Perusahaan melaksanakan prinsip keterbukaan dengan kurang baik.
c. Perusahaan melaksanakan prinsip akuntabilitas dengan kurang baik.
d. Perusahaan melaksanakan prinsip tanggung jawab dengan kurang
baik.
e. Perusahaan melaksanakan prinsip independensi dengan kurang baik.
f. Perusahaan melaksanakan prinsip kewajaran dan kesetaraan dengan
kurang baik.
g. Perusahaan melaksanakan prinsip manajemen risiko dengan kurang
baik.
5. Kriteria Perusahaan dengan Risiko Tata Kelola Sangat Tinggi
(3 < NR ≤ 4)
a. Pedoman tata kelola perusahaan tidak tersedia atau cenderung tidak
memadai.
b. Perusahaan tidak melaksanaan prinsip keterbukaan kepada
stakeholder perusahaan.
c. Perusahaan tidak melaksanakan prinsip akuntabilitas dalam
penyelenggaraan perusahaan.
d. Perusahaan tidak melaksanakan prinsip responsibilitas dalam
penyelenggaraan perusahaan.
e. Perusahaan tidak melaksanakan prinsip independensi dalam
penyelenggaraan perusahaan.
f. Perusahaan tidak melaksanakan prinsip kewajaran dan kesetaraan
dalam penyelenggaraan perusahaan.
g. Perusahaan tidak melaksanakan prinsip manajemen risiko dalam
penyelenggaraan perusahaan.
C. RISIKO STRATEGI
Risiko strategi adalah potensi kegagalan perusahaan dalam merealisasikan
kewajiban kepada pemegang polis/tertanggung/nasabah
akibat
- 16 -
ketidaklayakan atau kegagalan dalam melakukan perencanaan, penetapan
dan pelaksanaan strategi, pengambilan keputusan bisnis yang tepat,
dan/atau kurang responsifnya perusahaan terhadap perubahan eksternal.
Penilaian risiko strategi terdiri dari penilaian risiko bawaan dan penilaian
manajemen pengendalian.
Topik yang dinilai dalam risiko bawaan dari risiko strategi adalah sebagai
berikut:
1) Kesesuaian strategi dengan kondisi lingkungan bisnis
Dalam topik ini, hal-hal yang perlu dinilai antara lain kesesuaian visi,
misi, dan arah bisnis perusahaan, kesiapan perusahaan secara internal
dalam mengembangkan bisnis, dan pertimbangan faktor eksternal dalam
pengembangan bisnis perusahaan.
2) Posisi strategis (strategic position) perusahaan
Hal yang perlu dinilai adalah kecukupan analisis kompetitor, kesiapan
perusahaan dalam menghadapi perubahan ekonomi secara makro, risiko
reputasi, dan rencana diversifikasi yang akan dilakukan perusahaan.
Topik yang dinilai dalam manajemen dan pengendalian adalah sebagai
berikut:
1) Proses penyusunan dan penetapan strategi
Dalam topik ini, hal-hal yang perlu dinilai antara lain evaluasi terhadap
perumusan tingkat risiko yang akan diambil dan toleransi risiko yang
dapat diterima, dan pengawasan aktif dewan komisaris dan direksi atau
yang setara.
2) Penerapan rencana strategi
Hal ini antara lain dapat dinilai dari pemahaman direksi atau yang
setara dan pejabat satu tingkat di bawahnya serta indikator keberhasilan
(key performance indicator).
Berikut adalah indikasi umum risiko strategi untuk setiap rentang nilai
risiko pada risiko bawaan maupun manajemen dan pengendalian:
RISIKO BAWAAN
1. Indikasi Risiko Strategi Perusahaan dengan Risiko Bawaan Rendah
(0 < NR ≤ 1)
- 17 -
a. Strategi yang dimiliki dan dijalankan perusahaan sangat sesuai
dengan kondisi lingkungannya.
b. Kebijakan perusahaan yang diterapkan sangat sesuai dengan posisi
strategis perusahaan.
2. Indikasi Risiko Strategi Perusahaan dengan Risiko Bawaan Sedang
Rendah (1 < NR ≤ 1,5)
a. Strategi yang dimiliki dan dijalankan perusahaan sesuai dengan
kondisi lingkungannya.
b. Kebijakan perusahaan yang diterapkan sesuai dengan posisi strategis
perusahaan.
3. Indikasi Risiko Strategi Perusahaan dengan Risiko Bawaan Sedang
Tinggi (1,5 < NR ≤ 2)
a. Strategi yang dimiliki dan dijalankan perusahaan cukup sesuai
dengan kondisi lingkungannya.
b. Kebijakan perusahaan yang diterapkan cukup sesuai dengan posisi
strategis perusahaan.
4. Indikasi Risiko Strategi Perusahaan dengan Risiko Bawaan Tinggi
(2 < NR ≤ 3)
a. Strategi yang dimiliki dan dijalankan perusahaan kurang sesuai
dengan kondisi lingkungannya.
b. Kebijakan perusahaan yang diterapkan kurang sesuai dengan posisi
strategis perusahaan.
5. Indikasi Risiko Strategi Perusahaan dengan Risiko Bawaan Sangat
Tinggi (3 < NR ≤ 4)
a. Strategi yang dimiliki dan dijalankan perusahaan tidak sesuai dengan
kondisi lingkungannya.
b. Kebijakan perusahaan yang diterapkan tidak sesuai dengan posisi
strategis perusahaan.
MANAJEMEN DAN PENGENDALIAN
1. Indikasi Perusahaan dengan Manajemen dan Pengendalian atas
Risiko Strategi Sangat Kuat (0 < MP ≤ 1)
a. Proses penyusunan dan penetapan strategi yang dibuat perusahaan
dengan sangat baik.
b. Penerapan rencana strategi perusahaan dilakukan dengan sangat
baik.
- 18 -
2. Indikasi Perusahaan dengan Manajemen dan Pengendalian atas
Risiko Strategi Kuat (1 < MP ≤ 1,5)
a. Proses penyusunan dan penetapan strategi yang dibuat perusahaan
dengan baik.
b. Penerapan rencana strategi perusahaan dilakukan dengan baik.
3. Indikasi Perusahaan dengan Manajemen dan Pengendalian atas
Risiko Strategi Cukup (1,5 < MP ≤ 2)
a. Proses penyusunan dan penetapan strategi yang dibuat perusahaan
cukup baik.
b. Penerapan rencana strategi dilakukan perusahaan dengan cukup baik.
4. Indikasi Perusahaan dengan Manajemen dan Pengendalian atas
Risiko Strategi Lemah (2 < MP ≤ 3)
a. Proses penyusunan dan penetapan strategi yang dibuat perusahaan
kurang baik.
b. Penerapan rencana strategi dilakukan perusahaan dengan kurang
baik.
5. Indikasi Perusahaan dengan Manajemen dan Pengendalian atas
Risiko Strategi Sangat Lemah (3 < MP ≤ 4)
a. Perusahaan tidak memiliki strategi dalam menjalankan bisnisnya.
b. Tidak ada rencana strategi yang dibuat perusahaan.
D. RISIKO OPERASIONAL
Risiko operasional adalah potensi kegagalan perusahaan dalam
merealisasikan kewajiban kepada tertanggung dan pemegang polis sebagai
akibat ketidaklayakan atau kegagalan proses internal, manusia, sistem
teknologi informasi, dan/atau adanya kejadian-kejadian yang berasal dari
luar lingkungan perusahaan.
Penilaian risiko operasional terdiri dari penilaian risiko bawaan dan
penilaian manajemen dan pengendalian.
Topik yang dinilai dalam risiko bawaan dari risiko operasional adalah
sebagai berikut:
1) Kompleksitas perusahaan
Hal-hal yang harus dinilai pada topik ini antara lain ukuran dan
struktur organisasi, sumber daya manusia, volume dan beban kerja, aksi
- 19 -
korporasi (corporate action) dan pengembangan bisnis baru, dan sumber
dan lini usaha atau produk yang dipasarkan.
2) Sistem dan teknologi informasi
Hal-hal yang harus dinilai antara lain keandalan sistem teknologi
informasi, perubahan sistem dan teknologi informasi, dan infrastruktur.
3) Kecurangan dan permasalahan hukum
Dalam topik ini, area yang harus dinilai antara lain riwayat kecurangan
intern dan permasalahan hukum dengan konsumen.
4) Gangguan terhadap bisnis perusahaan
Hal-hal yang harus dinilai antara lain frekuensi dan materialitas
kejadian eksternal, lokasi dan kondisi geografis perusahaan, dan
penggunaan jasa pihak ketiga.
Topik yang dinilai dalam manajemen dan pengendalian adalah sebagai
berikut:
1) Kebijakan dan prosedur
Hal-hal yang harus diperhatikan antara lain perumusan kebijakan dan
proses pengambilan keputusan, standar prosedur dan operasi (SOP),
komunikasi dan dokumentasi kebijakan, dan manajemen risiko.
2) Kegiatan administrasi
Dalam topik ini, hal-hal yang harus diperhatikan antara lain siklus
penganggaran dan rencana kegiatan, administrasi konsumen,
pencatatan, pembukuan, dan pelaporan transaksi, serta arsip dan
dokumentasi.
3) Pengelolaan sistem dan teknologi informasi
Dalam topik ini, area yang harus dinilai antara lain pengelolaan sistem
dan teknologi informasi beserta infrastruktur, cetak biru (blueprint) dan
manajemen perubahan aplikasi, manajemen keamanan data, basis data
(database) dan manajemen informasi, dan prosedur back up dan disaster
recovery plan.
4) Pencegahan kecurangan dan permasalahan hukum
Area yang harus dinilai antara lain struktur pengendalian internal dan
pengawasan dari dewan komisaris atau yang setara.
5) Manajemen sumber daya manusia
Area yang harus dinilai antara lain perencanaan dan strategi sumber
daya manusia, proses perekrutan, pengembangan karir, penggajian, dan
imbalan kerja, dan peremajaan dan penggantian pegawai.
- 20 -
6) Manajemen penggunaan jasa pihak ketiga
Dalam topik ini, area yang dinilai antara lain kebijakan penggunaan jasa
pihak ketiga, penunjukan penyediaan jasa, pelaporan dan
pertanggungjawaban, serta pengendalian atas biaya penggunaan jasa
pihak ketiga.
Berikut adalah indikasi umum risiko operasional untuk setiap rentang nilai
risiko pada risiko bawaan maupun manajemen dan pengendalian:
RISIKO BAWAAN
1. Indikasi Risiko Operasional Perusahaan dengan Risiko Bawaan
Rendah (0 < NR ≤ 1)
a. Perusahaan memiliki struktur organisasi, sumber daya manusia,
volume dan beban kerja dengan tingkat kompleksitas sangat rendah.
b. Perusahaan memiliki sistem teknologi dan informasi yang sangat
memadai yang mampu mendukung penyelenggaraan perusahaan.
c. Perusahaan tidak pernah memiliki riwayat terjadinya kecurangan
intern atau mengalami permasalahan hukum dengan tertanggung,
pemegang polis atau pihak lain.
d. Perusahaan tidak memiliki gangguan dalam penyelenggaraan
perusahaan.
2. Indikasi Risiko Operasional Perusahaan dengan Risiko Bawaan
Sedang Rendah (1 < NR ≤ 1,5)
a. Perusahaan memiliki struktur organisasi, sumber daya manusia,
volume dan beban kerja dengan tingkat kompleksitas rendah.
b. Perusahaan memiliki sistem teknologi dan informasi yang memadai
yang mampu mendukung penyelenggaraan perusahaan.
c. Perusahaan hampir tidak pernah memiliki riwayat kecurangan intern
atau mengalami permasalahan hukum dengan tertanggung, pemegang
polis atau pihak lain.
d. Terdapat sedikit gangguan yang terjadi pada perusahaan.
3. Indikasi Risiko Operasional Perusahaan dengan Risiko Bawaan
Sedang Tinggi (1,5 < NR ≤ 2)
a. Perusahaan memiliki struktur organisasi, sumber daya manusia,
volume dan beban kerja dengan tingkat kompleksitas cukup.
b. Perusahaan memiliki sistem teknologi dan informasi yang kurang
memadai dan mampu mendukung penyelenggaraan perusahaan.
- 21 -
c. Perusahaan jarang mengalami riwayat kecurangan intern atau
mengalami permasalahan hukum dengan tertanggung, pemegang polis
atau pihak lain.
d. Gangguan yang terjadi pada perusahaan cukup signifikan.
4. Indikasi Risiko Operasional Perusahaan dengan Risiko Bawaan
Tinggi (2 < NR ≤ 3)
a. Perusahaan memiliki struktur organisasi, sumber daya manusia,
volume dan beban kerja dengan tingkat kompleksitas tinggi.
b. Perusahaan memiliki sistem teknologi dan informasi yang tidak
memadai.
c. Perusahaan cukup sering mengalami riwayat kecurangan intern atau
mengalami permasalahan hukum dengan tertanggung, pemegang polis
atau pihak lain.
d. Gangguan yang terjadi pada perusahaan signifikan.
5. Indikasi Risiko Operasional Perusahaan dengan Risiko Bawaan
Sangat Tinggi (3 < NR ≤ 4)
a. Perusahaan memiliki struktur organisasi, sumber daya manusia,
volume dan beban kerja dengan tingkat kompleksitas sangat tinggi.
b. Perusahaan memiliki sistem teknologi dan informasi yang sangat tidak
memadai.
c. Perusahaan sering mengalami riwayat kecurangan intern atau
mengalami permasalahan hukum dengan tertanggung, pemegang polis
atau pihak lain.
d. Gangguan yang terjadi pada perusahaan sangat signifikan.
MANAJEMEN DAN PENGENDALIAN
1. Indikasi Perusahaan dengan Manajemen dan Pengendalian atas
Risiko Operasional Sangat Kuat (0 < MP ≤ 1)
a. Kebijakan dan prosedur perusahaan sangat memadai.
b. Kegiatan administrasi perusahaan sangat baik.
c. Pengelolaan sistem dan teknologi informasi perusahaan sangat baik.
d. Mekanisme dan kebijakan perusahaan untuk mencegah terjadinya
kecurangan intern dan permasalahan hukum sangat baik.
e. Manajemen sumber daya manusia di perusahaan sangat baik.
f. Pengelolaan jasa pihak ketiga di perusahaan sangat baik.
- 22 -
2. Indikasi Perusahaan dengan Manajemen dan Pengendalian atas
Risiko Operasional Kuat (1 < MP ≤ 1,5)
a. Kebijakan dan prosedur perusahaan memadai.
b. Kegiatan administrasi perusahaan baik.
c. Pengelolaan sistem dan teknologi informasi perusahaan baik.
d. Mekanisme dan kebijakan perusahaan untuk mencegah terjadinya
kecurangan intern dan permasalahan hukum baik.
e. Manajemen sumber daya manusia di perusahaan baik.
f. Pengelolaan jasa pihak ketiga di perusahaan baik.
3. Indikasi Perusahaan dengan Manajemen dan Pengendalian atas
Risiko Operasional Cukup (1,5 < MP ≤ 2)
a. Kebijakan dan prosedur perusahaan memadai tetapi terdapat
beberapa hal yang perlu diperbaiki.
b. Kegiatan administrasi perusahaan cukup baik tetapi terdapat
beberapa hal yang perlu diperbaiki.
c. Pengelolaan sistem dan teknologi informasi perusahaan cukup baik
tetapi terdapat beberapa hal yang perlu diperbaiki.
d. Mekanisme dan kebijakan perusahaan untuk mencegah terjadinya
kecurangan intern dan permasalahan hukum cukup baik tetapi
terdapat beberapa hal yang perlu diperbaiki.
e. Manajemen sumber daya manusia di perusahaan cukup baik tetapi
terdapat beberapa hal yang perlu diperbaiki.
f. Pengelolaan jasa pihak ketiga di perusahaan cukup baik tetapi
terdapat beberapa hal yang perlu diperbaiki.
4. Indikasi Perusahaan dengan Manajemen dan Pengendalian atas
Risiko Operasional Lemah (2 < MP ≤ 3)
a. Kebijakan dan prosedur perusahaan tidak memadai.
b. Kegiatan administrasi perusahaan buruk.
c. Pengelolaan sistem dan teknologi informasi perusahaan tidak baik.
d. Mekanisme dan kebijakan perusahaan untuk mencegah terjadinya
kecurangan intern dan permasalahan hukum tidak baik.
e. Manajemen sumber daya manusia di perusahaan tidak baik.
f. Pengelolaan jasa pihak ketiga di perusahaan buruk.
5. Indikasi Perusahaan dengan Manajemen dan Pengendalian atas
Risiko Operasional Sangat Lemah (3 < MP ≤ 4)
a. Kebijakan dan prosedur perusahaan sangat tidak memadai.
b. Kegiatan administrasi perusahaan sangat buruk.
- 23 -
c. Tidak terdapat pengelolaan sistem dan teknologi informasi
perusahaan.
d. Tidak terdapat mekanisme dan kebijakan perusahaan untuk
mencegah terjadinya kecurangan intern dan permasalahan hukum.
e. Tidak terdapat manajemen sumber daya manusia di perusahaan.
f. Pengelolaan jasa pihak ketiga di perusahaan sangat buruk.
E. RISIKO ASET DAN LIABILITAS
Risiko aset dan liabilitas adalah risiko yang terjadi karena adanya potensi
kegagalan dalam pengelolaan aset dan pengelolaan liabilitas Perusahaan
Asuransi dan Perusahaan Reasuransi, yang menimbulkan kekurangan dana
dalam pemenuhan kewajiban Perusahaan Asuransi kepada pemegang polis
atau kewajiban reasuradur kepada perusahaan yang mereasuransikan
(ceding companies).
Penilaian risiko aset dan liabilitas terdiri dari penilaian risiko bawaan dan
penilaian manajemen dan pengendalian.
Topik yang dinilai dalam risiko bawaan dari risiko aset dan liabilitas adalah
sebagai berikut:
1) Pengelolaan aset
Hal-hal yang dinilai pada topik ini antara lain penilaian aset, pengelolaan
aset investasi (termasuk tujuan dan gaya investasi) dan non-investasi,
dan perhitungan harga unit.
2) Pengelolaan liabilitas
Hal-hal yang dinilai pada topik ini antara lain penggunaan metode dan
asumsi dalam pembentukan cadangan teknis, perbedaan antara beban
klaim yang terjadi dan beban klaim yang diperkirakan, dan penilaian
liabilitas yang mempunyai risiko nilai tukar.
3) Ketidaksesuaian antara aset dan liabilitas
Dalam penilaian topik ini, area yang harus dinilai antara lain
ketidaksesuaian jatuh tempo/durasi antara aset dan liabilitas,
ketidaksesuaian antara aset dan liabilitas dalam mata uang asing
(currency gap), dan tingkat likuiditas.
- 24 -
Topik yang dinilai dalam manajemen dan pengendalian adalah sebagai
berikut:
1) Kepedulian dari direksi
Hal-hal yang dinilai pada topik ini antara lain kepedulian direksi atau
yang setara akan tujuan pengelolaan aset dan liabilitas.
2) Pengelolaan risiko aset dan liabilitas
Hal-hal yang dinilai pada topik ini antara lain pemantauan tingkat
solvabilitas dan kecukupan modal, pemantauan pengelolaan aset, dan
liabilitas dari sisi aktuaria, dan pengelolaan aset dan liabilitas pada saat
melakukan desain produk.
3) Pengelolaan risiko investasi
Hal-hal yang dinilai pada topik ini antara lain penetapan tujuan
investasi, penetapan dan pengkajian strategi investasi, dan pemantauan
alokasi aset.
4) Pengendalian dalam melakukan valuasi aset
Hal-hal yang dinilai pada topik ini antara lain kebijakan valuasi,
penilaian independen, dan keahlian sumber daya manusia.
Berikut adalah indikasi umum risiko aset dan liabilitas untuk setiap rentang
nilai risiko pada risiko bawaan maupun manajemen dan pengendalian:
RISIKO BAWAAN
1. Indikasi Risiko Aset dan Liabilitas Perusahaan dengan Risiko Bawaan
Rendah (0 < NR ≤ 1)
a. Perusahaan melakukan pengelolaan aset dengan sangat baik.
b. Perusahaan melakukan pengelolaan liabilitas sangat baik.
c. Kesesuaian aset dan liabilitas sangat memadai.
2. Indikasi Risiko Aset dan Liabilitas Perusahaan dengan Risiko Bawaan
Sedang Rendah (1 < NR ≤ 1,5)
a. Perusahaan melakukan pengelolaan aset dengan baik.
b. Perusahaan melakukan pengelolaan liabilitas dengan baik.
c. Kesesuaian aset dan liabilitas memadai.
3. Indikasi Risiko Aset dan Liabilitas Perusahaan dengan Risiko Bawaan
Sedang Tinggi (1,5 < NR ≤ 2)
a. Perusahaan melakukan pengelolaan aset dengan kurang baik.
b. Perusahaan melakukan pengelolaan liabilitas dengan kurang baik.
c. Kesesuaian aset dan liabilitas kurang memadai.
- 25 -
4. Indikasi Risiko Aset dan Liabilitas Perusahaan dengan Risiko Bawaan
Tinggi (2 < NR ≤ 3)
a. Perusahaan melakukan pengelolaan aset dengan buruk.
b. Perusahaan melakukan pengelolaan liabilitas dengan buruk.
c. Kesesuaian aset dan liabilitas tidak memadai.
5. Indikasi Risiko Aset dan Liabilitas Perusahaan dengan Risiko Bawaan
Sangat Tinggi (3 < NR ≤ 4)
a. Perusahaan melakukan pengelolaan aset dengan sangat buruk.
b. Perusahaan melakukan pengelolaan liabilitas dengan sangat buruk.
c. Kesesuaian aset dan liabilitas sangat tidak memadai.
MANAJEMEN DAN PENGENDALIAN
1. Indikasi Perusahaan dengan Manajemen dan Pengendalian atas
Risiko Aset dan Liabilitas Sangat Kuat (0 < MP ≤ 1)
a. Direksi dan dewan komisaris atau yang setara memiliki kepedulian
yang sangat tinggi terhadap tujuan pengelolaan aset dan liabilitas.
b. Perusahaan memiliki pengelolaan aset dan liabilitas yang sangat
memadai.
c. Perusahaan melakukan pengelolaan risiko investasi dengan sangat
baik.
d. Perusahaan memiliki pengendalian yang sangat kuat dalam
melakukan valuasi aset.
2. Indikasi Perusahaan dengan Manajemen dan Pengendalian atas
Risiko Aset dan Liabilitas Kuat (1 < MP ≤ 1,5)
a. Direksi dan dewan komisaris atau yang setara memiliki kepedulian
yang tinggi terhadap tujuan pengelolaan aset dan liabilitas.
b. Perusahaan memiliki pengelolaan aset dan liabilitas yang memadai.
c. Perusahaan melakukan pengelolaan risiko investasi dengan baik.
d. Perusahaan memiliki pengendalian yang kuat dalam melakukan
valuasi aset.
3. Indikasi Perusahaan dengan Manajemen dan Pengendalian atas
Risiko Aset dan Liabilitas Cukup (1,5 < MP ≤ 2)
a. Direksi dan dewan komisaris atau yang setara memiliki kepedulian
yang cukup terhadap tujuan pengelolaan aset dan liabilitas.
b. Perusahaan memiliki pengelolaan aset dan liabilitas yang cukup
tetapi terdapat beberapa hal yang perlu diperbaiki.
- 26 -
c. Perusahaan melakukan pengelolaan risiko investasi dengan cukup
tetapi terdapat beberapa hal yang perlu diperbaiki.
d. Perusahaan memiliki pengendalian yang cukup kuat dalam
melakukan valuasi aset.
4. Indikasi Perusahaan dengan Manajemen dan Pengendalian atas
Risiko Aset dan Liabilitas Lemah (2 < MP ≤ 3)
a. Direksi dan dewan komisaris atau yang setara memiliki kepedulian
yang kurang terhadap tujuan pengelolaan aset dan liabilitas.
b. Perusahaan memiliki pengelolaan aset dan liabilitas yang tidak
memadai.
c. Perusahaan melakukan pengelolaan risiko investasi dengan buruk.
d. Perusahaan memiliki pengendalian yang lemah dalam melakukan
valuasi aset.
5. Indikasi Perusahaan dengan Manajemen dan Pengendalian atas
Risiko Aset dan Liabilitas Sangat Lemah (3 < MP ≤ 4)
a. Direksi dan dewan komisaris atau yang setara tidak memiliki
kepedulian terhadap tujuan pengelolaan aset dan liabilitas.
b. Perusahaan memiliki pengelolaan aset dan liabilitas yang sangat tidak
memadai.
c. Perusahaan melakukan pengelolaan risiko investasi dengan sangat
buruk.
d. Perusahaan memiliki pengendalian yang sangat lemah dalam
melakukan valuasi aset.
F. RISIKO ASURANSI
Risiko asuransi adalah potensi kegagalan Perusahaan Asuransi dan
Perusahaan Reasuransi untuk memenuhi kewajiban kepada tertanggung
dan pemegang polis sebagai akibat dari ketidakcukupan proses seleksi risiko
(underwriting), penetapan premi (pricing), penggunaan reasuransi, dan/atau
penanganan klaim.
Penilaian risiko asuransi terdiri dari penilaian risiko bawaan dan penilaian
manajemen dan pengendalian.
Penilaian risiko asuransi dibedakan untuk perusahaan asuransi jiwa dan
perusahaan asuransi umum serta Perusahaan Reasuransi.
- 27 -
F.1 RISIKO ASURANSI JIWA
Topik yang dinilai dalam risiko bawaan dari risiko asuransi adalah
sebagai berikut:
1) Dominasi Risiko Asuransi terhadap Keseluruhan Lini Usaha
Hal-hal yang dinilai pada topik ini antara lain porsi risiko proteksi
asuransi dan porsi investasi.
2) Bauran Risiko Produk dan Jenis Manfaat
Hal-hal yang dinilai pada topik ini antara lain aspek jenis risiko yang
ditanggung, cara pembayaran manfaat, jenis sumber pertanggungan,
dan jenis produk.
3) Struktur Reasuransi
Hal-hal yang dinilai pada topik ini antara lain porsi risiko yang
direasuransikan, jenis dan program reasuransi, perusahaan
penanggung ulang, dan konsentrasi reasuransi.
Topik yang dinilai dalam manajemen dan pengendalian dari risiko
asuransi adalah sebagai berikut:
1) Pemahaman direksi atau yang setara
Hal-hal yang dinilai pada topik ini antara lain pemahaman atas risiko
asuransi dan pemantauan risiko asuransi.
2) Desain produk
Hal-hal yang dinilai pada topik ini antara lain kebijakan dan prosedur
untuk pengembangan produk, lini usaha/jenis produk, proses
persetujuan produk, penilaian risiko produk, modifikasi produk,
ketentuan polis (policy-wording), dan persyaratan reasuransi.
3) Penetapan Premi
Hal-hal yang dinilai pada topik ini antara lain kebijakan dan prosedur
penetapan premi, asumsi aktuaria, estimasi klaim (biaya klaim),
tingkat keuntungan/kerugian, tujuan dan hasil investasi,
reasuransi,dan reviu tarif premi.
4) Underwriting
Hal-hal yang dinilai pada topik ini antara lain struktur fungsi
underwriting, infrastruktur underwriting, prosedur dan proses
underwriting, produk asuransi kumpulan, pendelegasian wewenang,
kepatuhan terhadap kebijakan dan prosedur, monitoring portofolio,
kualitas data, pertimbangan reasuransi dalam proses underwriting,
dan pelatihan.
- 28 -
5) Valuasi liabilitas
Hal-hal yang dinilai pada topik ini antara lain laporan valuasi
liabilitas, laporan kondisi keuangan, dan integritas data.
6) Reasuransi
Hal-hal yang dinilai pada topik ini antara lain struktur program
reasuransi, struktur fungsi reasuransi, pengelolaan reasuransi,
dokumentasi reasuransi, financial reinsurance, dan perusahaan
reasuransi yang menjadi rekanan.
7) Klaim
Hal-hal yang dinilai pada topik ini antara lain struktur fungsi
penanganan klaim, kebijakan dan prosedur klaim, proses penanganan
klaim, sumber daya manusia, sistem dan kualitas data, pemantauan
portofolio, dan reasuransi.
8) Distribusi produk
Hal-hal yang dinilai pada topik ini antara lain pemilihan jenis jalur
distribusi, sistem pemasaran dan e-business, perjanjian kerjasama,
konflik jalur distribusi, struktur komisi, dan mis-selling.
9) Reviu oleh Pihak Independen
Hal-hal yang dinilai pada topik ini antara lain pendapat auditor
internal dan/atau eksternal dan pengawasan fungsi manajemen risiko.
Berikut adalah indikasi umum risiko asuransi bagi asuransi jiwa untuk
setiap rentang nilai risiko pada risiko bawaan maupun manajemen dan
pengendalian:
RISIKO BAWAAN
1. Indikasi Risiko Asuransi Perusahaan Asuransi Jiwa dengan Risiko
Bawaan Rendah (0 < NR ≤ 1)
a. Perusahaan memiliki dominasi risiko asuransi yang sangat rendah
dibandingkan keseluruhan lini usaha.
b. Perusahaan memiliki bauran risiko produk dan jenis manfaat yang
sangat baik.
c. Perusahaan memiliki struktur reasuransi yang sangat memadai.
2. Indikasi Risiko Asuransi Perusahaan Asuransi Jiwa dengan Risiko
Bawaan Sedang Rendah (1 < NR ≤ 1,5)
a. Perusahaan memiliki dominasi risiko asuransi yang rendah
dibandingkan keseluruhan lini usaha.
- 29 -
b. Perusahaan memiliki bauran risiko produk dan jenis manfaat yang
baik.
c. Perusahaan memiliki struktur reasuransi yang memadai.
3. Indikasi Risiko Asuransi Perusahaan Asuransi Jiwa dengan Risiko
Bawaan Sedang Tinggi (1,5 < NR ≤ 2)
a. Perusahaan memiliki dominasi risiko asuransi yang cukup rendah
dibandingkan keseluruhan lini usaha.
b. Perusahaan memiliki bauran risiko produk dan jenis manfaat yang
cukup baik.
c. Perusahaan memiliki struktur reasuransi yang kurang memadai.
4. Indikasi Risiko Asuransi Perusahaan Asuransi Jiwa dengan Risiko
Bawaan Tinggi (2 < NR ≤ 3)
a. Perusahaan memiliki dominasi risiko asuransi yang tinggi
dibandingkan keseluruhan lini usaha.
b. Perusahaan memiliki bauran risiko produk dan jenis manfaat yang
kurang baik.
c. Perusahaan memiliki struktur reasuransi yang tidak memadai.
5. Indikasi Risiko Asuransi Perusahaan Asuransi Jiwa dengan Risiko
Bawaan Sangat Tinggi (3 < NR ≤ 4)
a. Perusahaan memiliki dominasi risiko asuransi yang sangat tinggi
dibandingkan keseluruhan lini usaha.
b. Perusahaan memiliki bauran risiko produk dan jenis manfaat yang
buruk.
c. Perusahaan memiliki struktur reasuransi yang sangat tidak
memadai.
MANAJEMEN DAN PENGENDALIAN
1. Indikasi Perusahaan Asuransi Jiwa Dengan Manajemen dan
Pengendalian atas Risiko Asuransi Sangat Kuat (0 < MP ≤ 1)
a. Pemahaman direksi atau yang mengenai risiko asuransi sangat
baik.
b. Proses desain produk asuransi dilakukan dengan sangat baik.
c. Penetapan premi asuransi dilakukan dengan sangat baik.
d. Proses underwriting perusahaan dilakukan dengan sangat baik.
e. Proses valuasi liabilitas dilakukan dengan sangat baik.
f. Struktur dan proses reasuransi dilakukan dengan sangat baik.
g. Penanganan klaim dilakukan dengan sangat baik.
- 30 -
h. Proses distribusi produk asuransi dilakukan dengan sangat baik.
i. Pelaksanaan reviu oleh pihak independen dilakukan dengan sangat
baik.
2. Indikasi Perusahaan Asuransi Jiwa Dengan Manajemen dan
Pengendalian atas Risiko Asuransi Kuat (1 < MP ≤ 1,5)
a. Pemahaman direksi atau yang setara mengenai risiko asuransi baik.
b. Proses desain produk asuransi dilakukan dengan baik.
c. Penetapan premi asuransi dilakukan dengan baik.
d. Proses underwriting perusahaan dilakukan dengan baik.
e. Proses valuasi liabilitas dilakukan dengan baik.
f. Struktur dan proses reasuransi dilakukan dengan baik.
g. Penanganan klaim dilakukan dengan baik.
h. Proses distribusi produk asuransi dilakukan dengan baik.
i. Pelaksanaan reviu oleh pihak independen dilakukan dengan baik.
3. Indikasi Perusahaan Asuransi Jiwa Dengan Manajemen dan
Pengendalian atas Risiko Asuransi Cukup (1,5 < MP ≤ 2)
a. Pemahaman direksi atau yang setara mengenai risiko asuransi
cukup baik.
b. Proses desain produk asuransi dilakukan dengan cukup baik.
c. Penetapan premi asuransi dilakukan dengan cukup baik.
d. Proses underwriting perusahaan dilakukan dengan cukup baik.
e. Proses valuasi liabilitas dilakukan dengan cukup baik.
f. Struktur dan proses reasuransi dilakukan dengan cukup baik.
g. Penanganan klaim dilakukan dengan cukup baik.
h. Proses distribusi produk asuransi dilakukan dengan cukup baik.
i. Pelaksanaan reviu oleh pihak independen dilakukan dengan cukup
baik.
4. Indikasi Perusahaan Asuransi Jiwa Dengan Manajemen dan
Pengendalian atas Risiko Asuransi Lemah (2 < MP ≤ 3)
a. Pemahaman direksi atau yang setara mengenai risiko asuransi tidak
baik.
b. Proses desain produk asuransi dilakukan dengan tidak baik.
c. Penetapan premi asuransi dilakukan dengan tidak baik.
d. Proses underwriting perusahaan dilakukan dengan tidak baik.
e. Proses valuasi liabilitas dilakukan dengan tidak baik.
f. Struktur dan proses reasuransi dilakukan dengan tidak baik.
g. Penanganan klaim dilakukan dengan tidak baik.
- 31 -
h. Proses distribusi produk asuransi dilakukan dengan tidak baik.
i. Pelaksanaan reviu oleh pihak independen dilakukan dengan tidak
baik.
5. Indikasi Perusahaan Asuransi Jiwa Dengan Manajemen dan
Pengendalian atas Risiko Asuransi Sangat Lemah (3 < MP ≤ 4)
a. Pemahaman direksi atau yang setara mengenai risiko asuransi
sangat tidak baik.
b. Proses desain produk asuransi dilakukan dengan sangat tidak baik.
c. Penetapan premi asuransi dilakukan dengan sangat tidak baik.
d. Proses underwriting perusahaan dilakukan dengan sangat tidak
baik.
e. Proses valuasi liabilitas dilakukan dengan sangat tidak baik.
f. Struktur dan proses reasuransi dilakukan dengan sangat tidak baik.
g. Penanganan klaim dilakukan dengan sangat tidak baik.
h. Proses distribusi produk asuransi dilakukan dengan sangat tidak
baik.
i. Pelaksanaan reviu oleh pihak independen dilakukan dengan sangat
tidak baik.
F.2 RISIKO ASURANSI UMUM DAN REASURANSI
Topik yang dinilai dalam risiko bawaan dari risiko asuransi adalah
sebagai berikut:
1. Sifat bisnis asuransi
Hal-hal yang dinilai pada topik ini antara lain produk short-tail versus
long-tail, pertanggungan jangka pendek dan pertanggungan jangka
panjang, dan tingkat hazard dari bisnis yang ditanggung.
2. Komposisi dan diversifikasi portofolio bisnis
Hal-hal yang dinilai pada topik ini antara lain diversifikasi bisnis dan
segmentasi pasar.
3. Struktur reasuransi
Hal-hal yang dinilai pada topik ini antara lain porsi risiko yang
direasuransikan, jenis dan program reasuransi, perusahaan
penanggung ulang, dan konsentrasi reasuransi.
Topik yang dinilai dalam manajemen dan pengendalian dari risiko
asuransi adalah sebagai berikut:
- 32 -
1. Pemahaman direksi atau yang setara
Hal-hal yang dinilai pada topik ini antara lain pemahaman atas isu-isu
risiko asuransi dan pemantauan risiko asuransi.
2. Desain produk
Hal-hal yang dinilai pada topik ini antara lain kebijakan dan prosedur
dalam pengembangan produk, lini usaha/jenis produk, proses
persetujuan produk, penilaian atas risiko produk, modifikasi produk,
ketentuan polis (policy wording), dan persyaratan reasuransi.
3. Penetapan premi
Hal-hal yang dinilai pada topik ini antara lain kebijakan dan prosedur
penetapan premi, estimasi klaim (biaya klaim), tingkat hasil investasi,
asumsi biaya-biaya dan komisi, kualitas data profil risiko, tingkat
keuntungan, analisis kondisi pasar dan pesaing, reasuransi, reviu tarif
premi, dan perubahan tarif premi.
4. Underwriting
Hal-hal yang dinilai pada topik ini antara lain kebijakan dan prosedur
underwriting, struktur fungsi underwriting, infrastruktur underwriting,
pendelegasian wewenang, manual underwriting, kepatuhan terhadap
kebijakan dan prosedur, monitoring portofolio, kualitas data, dan
pertimbangan reasuransi dalam underwriting.
5. Valuasi liabilitas
Hal-hal yang dinilai pada topik ini antara lain laporan valuasi
liabilitas, laporan kondisi keuangan, dan integritas data.
6. Reasuransi
Hal-hal yang dinilai pada topik ini antara lain struktur program
reasuransi, struktur fungsi reasuransi, manajemen reasuransi,
dokumentasi reasuransi, financial reinsurance, dan perusahaan
reasuransi yang menjadi rekanan.
7. Klaim
Hal-hal yang dinilai pada topik ini antara lain struktur fungsi
penanganan klaim, kebijakan dan prosedur klaim, proses penanganan
klaim, sumber daya manusia, sistem dan kualitas data, pemantauan
portofolio, kebocoran klaim (claim leakage), reasuransi, dan
kecurangan (fraud) klaim.
- 33 -
8. Distribusi Produk
Hal-hal yang dinilai pada topik ini antara lain pemilihan jenis jalur
distribusi, sistem pemasaran dan e-business, perjanjian kerjasama,
konflik jalur ditribusi, struktur komisi, dan mis-selling.
9. Reviu oleh Pihak Independen
Hal-hal yang dinilai pada topik ini antara lain pendapat auditor
internal dan/atau eksternal dan pengawasan fungsi manajemen risiko.
RISIKO BAWAAN
1. Indikasi Risiko Asuransi Perusahaan Asuransi Umum dan
Reasuransi dengan Risiko Bawaan Rendah (0 < NR ≤ 1)
a. Perusahaan memiliki produk dan bisnis asuransi yang berisiko
sangat rendah.
b. Perusahaan memiliki komposisi dan diversifikasi portofolio bisnis
yang sangat baik.
c. Perusahaan memiliki struktur reasuransi yang sangat baik.
2. Indikasi Risiko Asuransi Perusahaan Asuransi Umum dan
Reasuransi dengan Risiko Bawaan Sedang Rendah (1 < NR ≤ 1,5)
a. Perusahaan memiliki produk dan bisnis asuransi yang berisiko
rendah.
b. Perusahaan memiliki komposisi dan diversifikasi portofolio bisnis
yang baik.
c. Perusahaan memiliki struktur reasuransi yang baik
3. Indikasi Risiko Asuransi Perusahaan Asuransi Umum dan
Reasuransi dengan Risiko Bawaan Sedang Tinggi (1,5 < NR ≤ 2)
a. Perusahaan memiliki produk dan bisnis asuransi yang berisiko
cukup rendah.
b. Perusahaan memiliki komposisi dan diversifikasi portofolio bisnis
yang kurang baik.
c. Perusahaan memiliki struktur reasuransi yang kurang baik.
4. Indikasi Risiko Asuransi Perusahaan Asuransi Umum dan
Reasuransi dengan Risiko Bawaan Tinggi (2 < NR ≤ 3)
a. Perusahaan memiliki produk dan bisnis asuransi yang berisiko
tinggi.
b. Perusahaan memiliki komposisi dan diversifikasi portofolio bisnis
yang tidak baik.
c. Perusahaan memiliki struktur reasuransi yang buruk.
- 34 -
5. Indikasi Risiko Asuransi Perusahaan Asuransi Umum dan
Reasuransi dengan Risiko Bawaan Sangat Tinggi (3 < NR ≤ 4)
a. Perusahaan memiliki produk dan bisnis asuransi yang berisiko
sangat tinggi.
b. Perusahaan memiliki komposisi dan diversifikasi portofolio bisnis
yang sangat tidak baik.
c. Perusahaan memiliki struktur reasuransi yang sangat buruk.
MANAJEMEN DAN PENGENDALIAN
1. Indikasi Perusahaan Asuransi Umum dan Reasuransi Dengan
Manajemen dan Pengendalian atas Risiko Asuransi Sangat Kuat
(0 < MP ≤ 1)
a. Pemahaman direksi atau yang setara mengenai risiko asuransi
sangat baik.
b. Proses desain produk asuransi dilakukan dengan sangat baik.
c. Penetapan premi asuransi dilakukan dengan sangat baik.
d. Proses underwriting perusahaan dilakukan dengan sangat baik.
e. Proses valuasi liabilitas dilakukan dengan sangat baik.
f. Struktur dan proses reasuransi dilakukan dengan sangat baik.
g. Penanganan klaim dilakukan dengan sangat baik.
h. Proses distribusi produk asuransi dilakukan dengan sangat baik.
i. Pelaksanaan reviu oleh pihak independen dilakukan dengan sangat
baik.
2. Indikasi Perusahaan Asuransi Umum dan Reasuransi Dengan
Manajemen dan Pengendalian atas Risiko Asuransi Kuat
(1 < MP ≤ 1,5)
a. Pemahaman direksi atau yang setara mengenai risiko asuransi baik.
b. Proses desain produk asuransi dilakukan dengan baik.
c. Penetapan premi asuransi dilakukan dengan baik.
d. Proses underwriting perusahaan dilakukan dengan baik.
e. Proses valuasi liabilitas dilakukan dengan baik.
f. Struktur dan proses reasuransi dilakukan dengan baik.
g. Penanganan klaim dilakukan dengan baik.
h. Proses distribusi produk asuransi dilakukan dengan baik.
i. Pelaksanaan reviu oleh pihak independen dilakukan dengan baik.
- 35 -
3. Indikasi Perusahaan Asuransi Umum dan Reasuransi Dengan
Manajemen dan Pengendalian atas Risiko Asuransi Cukup
(1,5 < MP ≤ 2)
a. Pemahaman direksi atau yang setara mengenai risiko asuransi
cukup baik.
b. Proses desain produk asuransi dilakukan dengan cukup baik.
c. Penetapan premi asuransi dilakukan dengan cukup baik.
d. Proses underwriting perusahaan dilakukan dengan cukup baik.
e. Proses valuasi liabilitas dilakukan dengan cukup baik.
f. Struktur dan proses reasuransi dilakukan dengan cukup baik.
g. Penanganan klaim dilakukan dengan cukup baik.
h. Proses distribusi produk asuransi dilakukan dengan cukup baik.
i. Pelaksanaan reviu oleh pihak independen dilakukan dengan cukup
baik.
4. Indikasi Perusahaan Asuransi Umum dan Reasuransi Dengan
Manajemen dan Pengendalian atas Risiko Asuransi Lemah
(2 < MP ≤ 3)
a. Pemahaman direksi atau yang setara mengenai risiko asuransi tidak
baik.
b. Proses desain produk asuransi dilakukan dengan tidak baik.
c. Penetapan premi asuransi dilakukan dengan tidak baik.
d. Proses underwriting perusahaan dilakukan dengan tidak baik.
e. Proses valuasi liabilitas dilakukan dengan tidak baik.
f. Struktur dan proses reasuransi dilakukan dengan tidak baik.
g. Penanganan klaim dilakukan dengan tidak baik.
h. Proses distribusi produk asuransi dilakukan dengan tidak baik.
i. Pelaksanaan reviu oleh pihak independen dilakukan dengan tidak
baik.
5. Indikasi Perusahaan Asuransi Umum dan Reasuransi Dengan
Manajemen dan Pengendalian atas Risiko Asuransi Sangat Lemah
(3 < MP ≤ 4)
a. Pemahaman direksi atau yang setara mengenai risiko asuransi
sangat tidak baik.
b. Proses desain produk asuransi dilakukan dengan sangat tidak baik.
c. Penetapan premi asuransi dilakukan dengan sangat tidak baik.
d. Proses underwriting perusahaan dilakukan dengan sangat tidak
baik.
- 36 -
e. Proses valuasi liabilitas dilakukan dengan sangat tidak baik.
f. Struktur dan proses reasuransi dilakukan dengan sangat tidak baik.
g. Penanganan klaim dilakukan dengan sangat tidak baik.
h. Proses distribusi produk asuransi dilakukan dengan sangat tidak
baik.
i. Pelaksanaan reviu oleh pihak independen dilakukan dengan sangat
tidak baik.
G. RISIKO DUKUNGAN DANA (PERMODALAN)
Permodalan perusahaan menggambarkan kemampuan perusahaan dalam
menyerap kerugian-kerugian tak terduga yang disebabkan oleh antara lain
meningkatnya rasio klaim di luar perkiraan, hasil investasi yang buruk,
ataupun hal tak terduga lainnya.
Topik yang dinilai dalam risiko ini adalah sebagai berikut:
1) Kemampuan Pendanaan (Permodalan)
Hal-hal yang dinilai pada topik ini antara lain nilai nominal ekuitas saat
ini, rasio pencapaian tingkat solvabilitas, dan target modal.
2) Tambahan Pendanaan (Permodalan)
Hal-hal yang dinilai pada topik ini antara lain profitabilitas dan sumber
tambahan modal.
Berikut adalah indikasi umum risiko dukungan dana (permodalan) untuk
setiap rentang nilai risiko:
1. Indikasi Perusahaan dengan Kekuatan Modal Sangat Kuat (0 < NR ≤ 1)
a. Kemampuan pendanaan perusahaan sangat kuat.
b. Tambahan pendanaan perusahaan sangat tinggi.
2. Indikasi Perusahaan dengan Kekuatan Modal Kuat (1 < NR ≤ 1,5)
a. Kemampuan pendanaan perusahaan kuat.
b. Tambahan pendanaan perusahaan tinggi.
3. Indikasi Perusahaan dengan Kekuatan Modal Cukup (1,5 < NR ≤ 2)
a. Kemampuan pendanaan perusahaan cukup.
b. Tambahan pendanaan perusahaan cukup.
4. Indikasi Perusahaan dengan Kekuatan Modal Lemah (2 < NR ≤ 3)
a. Kemampuan pendanaan perusahaan lemah.
b. Tambahan pendanaan perusahaan rendah.
- 37 -
5. Indikasi Perusahaan dengan Risiko Kekuatan Modal Sangat Lemah
(3 < NR < 4)
a. Kemampuan pendanaan perusahaan sangat lemah.
b. Tambahan pendanaan perusahaan sangat rendah.
Contoh Perhitungan Tingkat Risiko Perusahaan Asuransi Jiwa
Jenis Risiko
Nilai Risiko
(C)
1. Kepengurusan
2. Tata Kelola
3. Strategi
3.1 Risiko Bawaan (A)
3.2 Manajemen &
Pengendalian (B)
4. Operasional
4.1 Risiko Bawaan
4.2 Manajemen &
Pengendalian
5. Aset dan Liabilitas
5.1 Risiko Bawaan
5.2 Manajemen &
Pengendalian
6. Asuransi
6.1 Risiko Bawaan
6.2 Manajemen &
Pengendalian
Total Nilai Risiko Bersih (G)
Dukungan Dana (Permodalan)
a. Kemampuan Pendanaan
(Permodalan)
b. Tambahan Pendanaan
(Permodalan)
1,2
1,3
Total Nilai Risiko Dukungan Dana (Permodalan) (I)
50%
50%
(H) 100%
2,0
1,8
(F) 100%
24,33
2,22
1,04
1,43
2,47
1,25
1,1
2,1
3,0
2,9
3,1
1,9
25%
3,26
20%
16,20
2,4
1,5
1,6
15%
0,98
1,5
1,6
2,0
Bobot
(D)
10%
15%
15%
Nilai Risiko
Bersih
(E)
0,51
0,98
2,17
- 38 -
Bobot Nilai Risiko Bersih dan Dukungan Dana = 60%, 40%
Nilai Risiko Keseluruhan (J)
Tingkat Risiko
Keterangan:
A: nilai risiko bawaan
B: nilai manajemen & pengendalian
C: nilai pengujian risiko = (A+B)/2
D: bobot risiko
E: nilai gabungan risiko = C4 x D
F: jumlah nilai gabungan = ∑ 𝐸
G: total nilai risiko bersih = √𝐹
4
H: jumlah nilai gabungan pendanaan
I: total nilai risiko dukungan dana =
√𝐻
4
J: nilai risiko keseluruhan
= √(G4x60%) + (I4x40%)
4
1,98
Sedang-
Tinggi
- 39 -
Contoh Perhitungan Tingkat Risiko Perusahaan Asuransi Umum dan
Reasuransi
Jenis Risiko
1. Kepengurusan
2. Tata Kelola
3. Strategi
3.1 Risiko Bawaan (A)
3.2 Manajemen &
Pengendalian (B)
4. Operasional
4.1 Risiko Bawaan
4.2 Manajemen &
Pengendalian
5. Aset dan Liabilitas
5.1 Risiko Bawaan
5.2 Manajemen &
Pengendalian
6. Asuransi
6.1 Risiko Bawaan
6.2 Manajemen &
Pengendalian
Total Nilai Risiko Bersih (G)
Dukungan Dana (Permodalan)
a. Kemampuan Pendanaan
(Permodalan)
b. Tambahan Pendanaan
(Permodalan)
Total Nilai Risiko Dukungan Dana (I)
Bobot Nilai Risiko Bersih dan Dukungan Dana = 50%, 50%
Nilai Risiko Keseluruhan (J)
Tingkat Risiko
1,2
1,3
55%
45%
(H) 100%
2,0
1,8
(F) 100%
24,66
2,22
1,14
1,29
2,43
1,25
1,91
Sedang-
Tinggi
1,1
2,1
3,0
2,9
3,1
1,9
30%
3,91
20%
16,20
2,4
1,5
1,6
15%
0,98
Nilai Risiko
(C)
1,5
1,6
2,0
Bobot
(D)
10%
10%
15%
Nilai Risiko
Bersih
(E)
0,51
0,66
2,17
- 40 -
Keterangan:
A: nilai risiko bawaan
B: nilai manajemen & pengendalian
C: nilai pengujian risiko = (A+B)/2
D: bobot risiko
E: nilai gabungan risiko = C4 x D
F: jumlah nilai gabungan=∑ 𝐸
G: total nilai risiko bersih = √𝐹
4
H: jumlah nilai gabungan pendanaan
I: total nilai risiko dukungan dana =
√𝐻
4
J: nilai risiko keseluruhan =
= √(G4x50%) + (I4x50%)
4
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 29 Januari 2015
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS
PERASURANSIAN, DANA PENSIUN,
LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN
LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN,
Ttd.
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum I
Departemen Hukum,
FIRDAUS DJAELANI
Ttd.
Ttd.
Sudarmaji
LAMPIRAN II
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 3/SEOJK.05/2015
TENTANG
PENILAIAN TINGKAT RISIKO
PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI
- 1 -
Laporan Hasil Penilaian Tingkat Risiko
Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi
Nama Perusahaan
Jenis Usaha
Tanggal Penilaian
Tanggal Laporan
A. Informasi Umum
Pemegang Saham atau yang setara :
Nama
:
: (1) Jiwa (2) Umum (3) Reasuransi
:
:
Nilai Kepemilikan
Persentase
Kepemilikan
Direksi atau yang setara
Nama
:
Jabatan
Masa Jabatan
Dewan Komisaris atau yang setara :
Nama
Jabatan
Masa Jabatan
Informasi Keuangan Per Tanggal Penilaian
Uraian
Nilai (Rupiah)*
Aset
Investasi
- 2 -
Uraian
Utang
Cadangan Teknis
Premi Bruto**
Klaim Bruto**
Jumlah Tingkat Solvabilitas
Jumlah Modal Minimum Berbasis Risiko (MMBR)
Rasio Pencapaian Solvabilitas (%)
Jumlah Pemegang Polis (orang)
*kecuali untuk rasio pencapaian tingkat solvabilitas dan jumlah pemegang polis
**Untuk periode satu tahun terakhir sejak tanggal penilaian
Nilai (Rupiah)*
B. Ikhtisar Penilaian Tingkat Risiko
Jenis Risiko
1. Kepengurusan
2. Tata Kelola
3. Strategi
3.1 Risiko Bawaan
3.2 Manajemen dan
Pengendalian
4. Operasional
4.1 Risiko Bawaan
4.2 Manajemen dan
Pengendalian
5. Aset dan Liabilitas
5.1 Risiko Bawaan
5.2 Manajemen dan
Pengendalian
6. Asuransi
6.1 Risiko Bawaan
6.2 Manajemen dan
Pengendalian
Nilai
Risiko
Bobot
Risiko
Bersih
- 3 -
Jenis Risiko
Nilai
Risiko
Total Nilai Risiko Bersih
1. Kemampuan Pendanaan (Permodalan)
2. Tambahan Pendanaan (Permodalan)
Dukungan Dana (Permodalan)
1. Total Nilai Risiko Bersih
2. Total Nilai Risiko Dukungan Dana (Permodalan)
Nilai Risiko Keseluruhan
Tingkat Risiko
Bobot
Risiko
Bersih
C. Deskripsi Risiko
Deskripsi Umum
Deskripsi per Jenis Risiko
Risiko Kepengurusan
Nilai Risiko: ... Tingkat Risiko: ...
Keterangan:
Risiko Tata Kelola
Keterangan:
Nilai Risiko: ... Tingkat Risiko: ...
- 4 -
Risiko Strategi
Risiko Bawaan
Keterangan:
Manajemen dan Pengendalian
Keterangan:
Risiko Operasional
Risiko Bawaan
Keterangan:
Manajemen dan Pengendalian
Keterangan:
Risiko Aset dan Liabilitas
Risiko Bawaan
Keterangan:
Manajemen dan Pengendalian
Keterangan:
Risiko Asuransi
Risiko Bawaan
Keterangan:
Manajemen dan Pengendalian
Keterangan:
Risiko Dukungan Dana
(Permodalan)
Kemampuan Pendanaan
(Permodalan)
Keterangan:
Nilai:
Nilai:
Nilai:
Nilai Risiko: ... Tingkat Risiko: ...
Nilai:
Nilai Risiko: ... Tingkat Risiko: ...
Nilai:
Nilai Risiko: ... Tingkat Risiko: ...
Nilai:
Nilai Risiko: ... Tingkat Risiko: ...
Nilai:
Nilai:
Nilai Risiko: ... Tingkat Risiko: ...
Nilai:
Tambahan Pendanaan (Permodalan) Nilai:
Keterangan:
- 5 -
Mengetahui,
Nama:
Jabatan:
Disusun oleh:
Nama:
Jabatan:
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 29 Januari 2015
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS
PERASURANSIAN, DANA PENSIUN,
LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN
LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN,
Ttd.
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum I
Departemen Hukum,
FIRDAUS DJAELANI
Ttd.
Ttd.
Sudarmaji
LAMPIRAN III
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 3/SEOJK.05/2015
TENTANG
PENILAIAN TINGKAT RISIKO
PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI
- 1 -
RENCANA TINDAK LANJUT ATAS PENILAIAN TINGKAT RISIKO
PERUSAHAAN ASURANSI/REASURANSI
1. Nama
2. Jenis Usaha
:
: (1) Jiwa
(2) Umum
(3) Reasuransi
3. Tanggal Penilaian Tingkat
Risiko
4. Tanggal Laporan
5. Tingkat Risiko:
7. Jenis
Risiko
8. Penyebab
Risiko
:
:
6. Nilai Risiko :
9. Rencana Tindak
Lanjut
10. Target
Waktu
11. PIC
Disusun oleh
12. Nama
14. Jabatan
Mengetahui
15. Nama
17. Jabatan
:
:
13. Tanda Tangan
:
:
16. Tanda Tangan
- 2 -
Pedoman Pengisian:
1. Diisi nama Perusahaan Asuransi atau Reasuransi.
2. Diisi jenis Perusahaan Asuransi atau Reasuransi dengan memilih salah
satu dari daftar yang ada.
3. Diisi tanggal penilaian tingkat risiko yang menjadi dasar rencana tindak
lanjut.
4. Diisi tanggal laporan penilaian tingkat risiko ditandatangani.
5. Diisi tingkat risiko Perusahaan Asuransi atau Reasuransi sesuai hasil
penilaian tingkat risiko sebagaimana dimaksud pada angka 3.
6. Diisi nilai risiko Perusahaan Asuransi atau Reasuransi sesuai hasil
penilaian tingkat risiko sebagaimana dimaksud pada angka 3.
7. Diisi jenis risiko sebagaimana dimaksud dalam POJK nomor
10/POJK.05/2014 tentang Penilaian Tingkat Risiko Lembaga Jasa
Keuangan Non-Bank.
8. Diisi penyebab risiko.
9. Diisi rencana berbagai langkah tindak lanjut yang akan dilakukan untuk
menurunkan tingkat risiko untuk setiap jenis area risiko.
10. Diisi target waktu pelaksanaan tindak lanjut yang akan dilakukan untuk
setiap langkah tindak lanjut, dapat berupa tanggal penyelesaian tindak
lanjut atau tanggal dimulai dan selesainya tindak lanjut apabila target
waktu dimulainya tindak lanjut tidak segera setelah rencana tindak lanjut
disusun.
11. Diisi unit yang bertanggung jawab untuk melaksanakan tindak lanjut.
12. Diisi nama pejabat yang menyusun rencana tindak lanjut penilaian tingkat
risiko Perusahaan Asuransi atau Reasuransi.
13. Diisi tanda tangan pejabat yang menyusun rencana tindak lanjut.
14. Diisi nama jabatan dari pejabat yang menyusun rencana tindak lanjut
penilaian tingkat risiko Perusahaan Asuransi atau Reasuransi.
15. Diisi nama direksi atau yang setara pada Perusahaan Asuransi atau
Reasuransi yang menangani manajemen risiko Perusahaan Asuransi atau
Reasuransi.
16. Diisi tanda tangan direksi atau yang setara pada Perusahaan Asuransi atau
Reasuransi yang menangani manajemen risiko.
- 3 -
17. Diisi nama jabatan dari direksi atau yang setara pada Perusahaan Asuransi
atau Reasuransi yang menangani manajemen risiko Perusahaan Asuransi
atau Reasuransi.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 29 Januari 2015
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS
PERASURANSIAN, DANA PENSIUN,
LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN
LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN,
Ttd.
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum I
Departemen Hukum,
FIRDAUS DJAELANI
Ttd.
Ttd.
Sudarmaji
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 3/SEOJK.05/2015 </reg_id>
<reg_title> PENILAIAN TINGKAT RISIKO PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI </reg_title>
<set_date> 29 Januari 2015 </set_date>
<effective_date> 29 Januari 2015 </effective_date>
<related_reg> '10/POJK.05/2014 | Pasal 5 ayat (4), Pasal 7 ayat (3), dan Pasal 8 ayat (6)' </related_reg>
|
Yth.
Direksi Bank Umum
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 34 /SEOJK.03/2017
TENTANG
TRANSPARANSI INFORMASI SUKU BUNGA DASAR KREDIT
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 6/POJK.03/2015 tentang Transparansi dan Publikasi Laporan Bank
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 74, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5687) sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 32/POJK.03/2016 tentang
Perubahan atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 6/POJK.03/2015
tentang Transparansi dan Publikasi Laporan Bank (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2016 Nomor 170, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5917) dan ketentuan peraturan perundang-undangan
mengenai transparansi informasi produk bank dan penggunaan data pribadi
nasabah, serta dengan beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan
dan pengawasan jasa keuangan di sektor perbankan dari Bank Indonesia ke
Otoritas Jasa Keuangan, perlu untuk mengatur kembali pelaksanaan tentang
transparansi informasi suku bunga dasar kredit dalam Surat Edaran Otoritas
Jasa Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
1. Pemilihan produk Bank oleh nasabah pada umumnya didasarkan
pada pertimbangan mengenai manfaat, biaya, dan risiko dari produk
yang ditawarkan oleh Bank tersebut. Hal ini menjadi sangat relevan
khususnya untuk produk Bank berupa kredit mengingat kredit
merupakan salah satu produk utama perbankan yang dimanfaatkan
oleh masyarakat luas. Oleh karena itu, transparansi informasi
mengenai Suku Bunga Dasar Kredit (prime lending rate), yang
- 2 -
selanjutnya disingkat SBDK, sangat diperlukan untuk memberikan
kejelasan kepada nasabah dan memudahkan nasabah dalam menilai
manfaat dan biaya atas kredit yang ditawarkan Bank.
2. Penerapan transparansi informasi mengenai SBDK juga merupakan
salah satu upaya untuk meningkatkan tata kelola dan mendorong
persaingan yang sehat dalam industri perbankan antara lain melalui
terciptanya disiplin pasar (market discipline) yang lebih baik.
3. SBDK diperlukan sebagai indikator besaran suku bunga kredit yang
akan dikenakan kepada nasabah yang mengajukan kredit kepada
Bank. Oleh karena itu, SBDK harus mencakup semua segmen kredit
yang ditawarkan oleh Bank kepada nasabah yaitu segmen kredit
korporasi, kredit ritel, kredit mikro, dan kredit konsumsi (Kredit
Pemilikan Rumah/KPR dan non-KPR).
II. SUKU BUNGA DASAR KREDIT
1. SBDK merupakan suku bunga terendah yang mencerminkan
kewajaran biaya yang dikeluarkan oleh Bank termasuk ekspektasi
keuntungan yang akan diperoleh. Selanjutnya SBDK digunakan
sebagai dasar bagi Bank dalam menetapkan suku bunga kredit yang
akan dikenakan kepada nasabah.
2. SBDK dihitung secara per tahun dalam bentuk persentase (%) yang
penghitungannya dilakukan berdasarkan 3 (tiga) komponen yaitu:
a. Harga Pokok Dana untuk Kredit (HPDK) yang timbul dari
kegiatan penghimpunan dana;
b. biaya overhead yang dikeluarkan Bank berupa beban
operasional bukan bunga yang dikeluarkan untuk kegiatan
penghimpunan dana dan penyaluran kredit termasuk biaya
pajak yang harus dibayar; dan
c. margin keuntungan (profit margin) yang ditetapkan Bank dalam
kegiatan penyaluran kredit.
3. Penghitungan SBDK sebagaimana dimaksud dalam angka 2 berlaku
untuk jenis kredit:
a. kredit korporasi;
b.
kredit ritel;
c. kredit mikro; dan
d. kredit konsumsi (KPR dan non-KPR).
- 3 -
4. Penggolongan kredit korporasi, kredit ritel, dan kredit konsumsi (KPR
dan non-KPR) dilakukan berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh
Bank, sedangkan penggolongan kredit mikro berpedoman pada
definisi usaha mikro sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
mengenai usaha mikro, kecil, dan menengah.
5. Penghitungan SBDK dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini
hanya berlaku untuk kredit yang diberikan dalam mata uang Rupiah.
6. Penghitungan SBDK sebagaimana dimaksud dalam angka 2, tidak
termasuk komponen estimasi premi risiko, yang merupakan
penilaian Bank terhadap prospek pelunasan kredit oleh calon
debitur, baik debitur individual maupun kelompok debitur, yang
antara lain mempertimbangkan kondisi keuangan, jangka waktu
kredit, dan prospek usaha.
7. Suku bunga kredit sebagaimana dimaksud dalam angka 1
merupakan penjumlahan SBDK dengan estimasi premi risiko.
III. PELAPORAN DAN PUBLIKASI SBDK
A. Pelaporan SBDK
1. Laporan SBDK disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan
secara bulanan untuk posisi akhir bulan.
2. Laporan SBDK memuat:
a. rincian penghitungan masing-masing komponen SBDK
sebagaimana dimaksud dalam butir II.2;
b. jenis kredit sebagaimana dimaksud dalam butir II.3;
c. komponen estimasi premi risiko sebagaimana dimaksud
dalam butir II.6; dan
d. suku bunga kredit sebagaimana dimaksud dalam
butir II.7.
3. Pelaporan SBDK disampaikan secara daring (online) melalui
sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan. Dalam hal
penyampaian laporan melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa
Keuangan belum dapat dilakukan, Bank menyampaikan laporan
secara daring (online) dengan mengacu pada ketentuan
peraturan perundang-undangan mengenai laporan berkala bank
umum.
- 4 -
B. Publikasi Laporan SBDK
1. Publikasi laporan SBDK dilakukan melalui:
a. papan pengumuman di setiap kantor Bank;
b. halaman utama situs web Bank; dan
c. surat kabar harian cetak berbahasa Indonesia yang
memiliki peredaran luas.
2. Publikasi SBDK sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a dan
butir 1.b dilakukan setiap saat, sedangkan publikasi SBDK
sebagaimana dimaksud dalam butir 1.c dilakukan paling lama
7 (tujuh) hari kerja setelah akhir bulan Maret, bulan Juni, bulan
September, dan bulan Desember untuk posisi SBDK akhir bulan
tersebut.
3. SBDK yang dipublikasikan oleh Bank sebagaimana dimaksud
dalam butir 1.a dan butir 1.b adalah SBDK yang berlaku pada
saat dipublikasikan.
4. Dalam mempublikasikan SBDK, Bank harus mencantumkan
kalimat sebagai berikut:
a. “Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) digunakan sebagai dasar
penetapan suku bunga kredit yang akan dikenakan oleh
Bank kepada nasabah. SBDK belum memperhitungkan
komponen estimasi premi risiko yang besarnya tergantung
dari penilaian Bank terhadap risiko untuk masing-masing
debitur atau kelompok debitur. Dengan demikian, besarnya
suku bunga kredit yang dikenakan kepada debitur belum
tentu sama dengan SBDK”; dan
b. “Dalam kredit konsumsi non-KPR tidak termasuk
penyaluran dana melalui kartu kredit dan Kredit Tanpa
Agunan (KTA)”.
5. Selain mencantumkan kalimat sebagaimana dimaksud dalam
angka 4, untuk publikasi yang dilakukan melalui surat kabar
sebagaimana dimaksud dalam butir 1.c, Bank harus
mencantumkan kalimat sebagai berikut:
“Informasi SBDK yang berlaku setiap saat dapat dilihat pada
publikasi di setiap kantor Bank dan/atau situs web Bank”.
6. SBDK dipublikasikan kepada masyarakat dalam bentuk angka
akhir dari hasil penghitungan komponen SBDK sebagaimana
dimaksud dalam butir A.2.a dan butir A.2.b dengan format
- 5 -
publikasi yang berpedoman pada Lampiran yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan ini.
Bank harus memberikan informasi mengenai SBDK dan suku
bunga kredit dalam surat pemberitahuan persetujuan kredit
(offering letter) atau dokumen lain kepada calon debitur sebelum
penandatanganan perjanjian kredit.
IV. PENUTUP
Pada saat Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku, Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 15/1/DPNP perihal Transparansi
Informasi Suku Bunga Dasar Kredit dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku
pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 7 Juli 2017
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN
OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
NELSON TAMPUBOLON
Salinan ini sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 34/SEOJK.03/2017 </reg_id>
<reg_title> TRANSPARANSI INFORMASI SUKU BUNGA DASAR KREDIT </reg_title>
<set_date> 7 Juli 2017 </set_date>
<effective_date> 7 Juli 2017 </effective_date>
<replaced_reg> '15/1/DPNP|SE-BI' </replaced_reg>
<related_reg> '6/POJK.03/2015', '32/POJK.03/2016' </related_reg>
|
Yth.
1. Direksi Bank Umum Syariah; dan
2. Direksi Bank Umum Konvensional yang Memiliki Unit Usaha Syariah,
di Tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 49 /SEOJK.03/2017
TENTANG
TATA CARA PENERBITAN SERTIFIKAT DEPOSITO SYARIAH
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 10/POJK.03/2015 tentang Penerbitan Sertifikat Deposito oleh Bank
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 164, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5718), yang selanjutnya disebut
POJK Sertifikat Deposito, perlu untuk mengatur pelaksanaan mengenai tata
cara penerbitan Sertifikat Deposito berdasarkan Prinsip Syariah dalam Surat
Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
1. Prinsip Syariah adalah Prinsip Syariah sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
2.
Sertifikat Deposito berdasarkan Prinsip Syariah, yang selanjutnya
disebut Sertifikat Deposito Syariah, adalah simpanan dalam bentuk
deposito berdasarkan Prinsip Syariah yang sertifikat bukti
penyimpanannya dapat dipindahtangankan.
3.
Sertifikat Deposito Syariah dapat diterbitkan dalam bentuk warkat
atau tanpa warkat (scripless).
4. Sesuai Pasal 2 ayat (2) POJK Sertifikat Deposito, Sertifikat Deposito
Syariah dalam bentuk warkat wajib bersifat atas pengganti (aan
order), yaitu kemampuan pemegang Sertifikat Deposito Syariah
dalam bentuk warkat untuk memindahtangankan sertifikat bukti
penyimpanannya kepada pihak lain dengan cara menandatangani
pada lembar Sertifikat Deposito Syariah (endosemen) sehingga pihak
yang ditunjuk terakhir berhak menerima pembayaran dari Bank yang
- 2 -
menerbitkan pada saat Sertifikat Deposito Syariah dalam bentuk
warkat jatuh tempo.
Dalam hal terjadi perubahan kepemilikan maka pemilik Sertifikat
Deposito Syariah yang baru harus melapor kepada Bank. Pelaporan
kepada Bank bertujuan untuk penatausahaan kepemilikan Sertifikat
Deposito Syariah di Bank dalam rangka distribusi bagi hasil dan
pencairan Sertifikat Deposito Syariah kepada pemilik Sertifikat
Deposito Syariah.
5.
Sertifikat Deposito Syariah dalam bentuk tanpa warkat merupakan
Sertifikat Deposito Syariah yang penatausahaan kepemilikannya
dilakukan oleh Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian (LPP).
6. Sesuai Pasal 2 ayat (3) POJK Sertifikat Deposito, Sertifikat Deposito
Syariah dalam bentuk tanpa warkat wajib diidentifikasi
kepemilikannya oleh Bank pada pencatatan di LPP.
7. Penerbitan Sertifikat Deposito Syariah memerlukan pengaturan
mengenai persyaratan dan karakteristik Sertifikat Deposito Syariah,
persyaratan penerbitan Sertifikat Deposito Syariah, tata cara
permohonan persetujuan penerbitan Sertifikat Deposito Syariah
dalam bentuk tanpa warkat, bukti penerbitan Sertifikat Deposito
Syariah, penerapan program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan
Pendanaan Terorisme (APU dan PPT), manajemen risiko,
perlindungan nasabah, dan pelaporan transaksi Sertifikat Deposito
Syariah.
II. PERSYARATAN DAN KARAKTERISTIK SERTIFIKAT DEPOSITO SYARIAH
1.
Sertifikat Deposito Syariah menggunakan akad mudharabah, baik
akad mudharabah mutlaqah atau akad mudharabah muqayyadah.
2. Persyaratan Sertifikat Deposito Syariah
a. Bank bertindak sebagai pengelola dana dan nasabah bertindak
sebagai pemilik dana.
b. Dalam hal Sertifikat Deposito Syariah menggunakan akad
mudharabah mutlaqah, Bank tidak dibatasi untuk menggunakan
dana nasabah dalam aktivitas penyaluran dana sepanjang tidak
bertentangan dengan Prinsip Syariah.
c. Dalam hal Sertifikat Deposito Syariah menggunakan akad
mudharabah muqayyadah, nasabah selaku pemilik dana
memberikan persyaratan dan batasan tertentu kepada Bank
- 3 -
antara lain mengenai tempat, cara, dan/atau obyek investasi
yang dinyatakan secara jelas dalam perjanjian.
d. Bank dan nasabah melakukan pembagian keuntungan dalam
bentuk nisbah yang disepakati dan dituangkan dalam akad
penerbitan Sertifikat Deposito Syariah.
e. Bank dapat mengurangi nisbah keuntungan nasabah sepanjang
mendapat persetujuan nasabah.
f.
Bagi hasil harus berasal dari kegiatan usaha yang didanai oleh
Sertifikat Deposito Syariah, baik kegiatan usaha yang memiliki
imbal hasil tetap maupun yang memiliki imbal hasil tidak tetap,
sesuai dengan akad.
g. Mekanisme bagi hasil dilakukan berdasarkan kesepakatan
antara Bank dengan nasabah sesuai dengan Prinsip Syariah.
h. Penerbitan Sertifikat Deposito Syariah tidak boleh menggunakan
mekanisme bunga, termasuk mekanisme diskonto.
i. Bank dan nasabah menuangkan kesepakatan atas pembukaan
dan penggunaan produk Sertifikat Deposito Syariah dalam
bentuk perjanjian tertulis, menggunakan formulir, atau bentuk
lain yang dapat dipersamakan dengan itu.
j. Bank harus mengembalikan dana kepada nasabah (pemilik
terakhir yang tercatat pada Bank) pada saat jatuh tempo.
k. Bank memiliki sistem pencatatan dan pengadministrasian
rekening yang memadai.
3. Karakteristik Sertifikat Deposito Syariah
a. Bank dapat menetapkan target nasabah yaitu perorangan
dan/atau nonperorangan. Nasabah nonperorangan dapat berupa
lembaga keuangan syariah, lembaga keuangan konvensional,
atau lembaga lain.
b. Bank menetapkan jangka waktu Sertifikat Deposito Syariah
paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh
enam) bulan.
c. Bank menetapkan nominal Sertifikat Deposito Syariah paling
sedikit Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau
ekuivalennya dalam valuta asing.
d. Bank dapat memotong zakat atau infak bagi hasil yang diterima
nasabah sesuai permintaan nasabah pada perjanjian Sertifikat
Deposito Syariah.
- 4 -
4.
Sertifikat Deposito Syariah dipindahtangankan setelah dana
Sertifikat Deposito Syariah digunakan dalam kegiatan usaha penerbit
Sertifikat Deposito Syariah.
5.
Sertifikat Deposito Syariah dapat dipindahtangankan sebelum jatuh
tempo.
6. Transaksi pemindahtanganan Sertifikat Deposito Syariah dilakukan
dengan menggunakan akad jual beli (bai') dengan harga yang
disepakati. Dalam hal tertentu, pemindahtanganan Sertifikat
Deposito Syariah dapat dilakukan antara lain karena warisan dan
hibah yang didukung dengan surat pernyataan kesesuaian syariah
dari Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia.
7.
Sertifikat Deposito Syariah dapat diperdagangkan secara repurchase
agreement (repo) berdasarkan Prinsip Syariah di pasar sekunder.
III. PERSYARATAN PENERBITAN SERTIFIKAT DEPOSITO SYARIAH
A. Sertifikat Deposito dalam Bentuk Warkat
1. Bank dapat menerbitkan Sertifikat Deposito Syariah dalam
bentuk warkat dalam mata uang rupiah dan/atau valuta asing
tanpa terlebih dahulu mendapat persetujuan dari Otoritas Jasa
Keuangan.
2. Bank yang dapat menerbitkan Sertifikat Deposito Syariah dalam
bentuk warkat dalam valuta asing sebagaimana dimaksud pada
angka 1 adalah Bank yang telah memperoleh persetujuan untuk
melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing sesuai Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan mengenai kegiatan usaha dan jaringan
kantor berdasarkan modal inti bank dan Surat Edaran Otoritas
Jasa Keuangan mengenai produk dan aktivitas bank umum
syariah dan unit usaha syariah.
B. Sertifikat Deposito Syariah dalam Bentuk Tanpa Warkat
1. Bank dapat menerbitkan Sertifikat Deposito Syariah dalam
bentuk tanpa warkat dalam mata uang rupiah dan/atau valuta
asing.
2. Sesuai Pasal 3 ayat (2) POJK Sertifikat Deposito, Bank yang
menerbitkan Sertifikat Deposito Syariah dalam bentuk tanpa
warkat wajib mendapat persetujuan dari Otoritas Jasa
Keuangan.
- 5 -
3. Sesuai Pasal 3 ayat (3) POJK Sertifikat Deposito, persetujuan
dari Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud pada angka
2 diperlukan untuk Sertifikat Deposito Syariah dalam bentuk
tanpa warkat yang pertama kali diterbitkan oleh Bank untuk
seluruh jenis mata uang.
4. Bank yang dapat menerbitkan Sertifikat Deposito Syariah dalam
bentuk tanpa warkat dalam valuta asing sebagaimana dimaksud
pada angka 1 adalah Bank yang telah memperoleh persetujuan
untuk melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing sesuai
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai kegiatan usaha
dan jaringan kantor berdasarkan modal inti bank dan Surat
Edaran Otoritas Jasa Keuangan mengenai produk dan aktivitas
bank umum syariah dan unit usaha syariah.
IV. TATA CARA PERMOHONAN PERSETUJUAN PENERBITAN SERTIFIKAT
DEPOSITO SYARIAH DALAM BENTUK TANPA WARKAT
1. Bank harus mencantumkan rencana penerbitan Sertifikat Deposito
Syariah dalam rencana bisnis Bank yang paling sedikit memuat
informasi:
a. deskripsi umum;
b. rencana waktu penerbitan;
c. tujuan penerbitan;
d. strategi bisnis dan manfaat bagi Bank;
e. risiko yang mungkin timbul; dan
f.
mitigasi risiko atas penerbitan.
2. Bank mengajukan surat permohonan persetujuan penerbitan
Sertifikat Deposito Syariah yang disertai dengan dokumen
pendukung yang paling sedikit memuat informasi:
a. rencana waktu penerbitan;
b. informasi mengenai fitur atau karakteristik:
1) jangka waktu Sertifikat Deposito Syariah;
2) jenis mata uang dalam rupiah dan/atau valuta asing;
3) target nilai nominal sesuai mata uang yang digunakan;
4) nisbah bagi hasil; dan
5) target pasar dan/atau nasabah;
c. manfaat dan biaya bagi Bank;
d. manfaat dan risiko bagi nasabah;
- 6 -
e. prosedur pelaksanaan (standard operating procedures) dan
kewenangan termasuk sistem pemantauan dalam
mengidentifikasi perubahan kepemilikan dan pencairan
Sertifikat Deposito Syariah;
f.
g.
kebijakan dan prosedur terkait dengan penerapan program APU
dan PPT;
hasil identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian
terhadap risiko, baik bagi Bank maupun bagi nasabah;
h. hasil analisis aspek hukum dan kepatuhan;
i.
opini syariah dari dewan pengawas syariah;
j.
sistem informasi akuntansi termasuk penjelasan singkat
mengenai keterkaitan sistem informasi akuntansi dengan sistem
akuntansi Bank secara keseluruhan, dan/atau sistem
pencatatan administrasi;
k. transparansi dan edukasi kepada nasabah, antara lain mengenai
cara memiliki Sertifikat Deposito Syariah serta hak dan
kewajiban nasabah;
l. kesiapan operasional meliputi sumber daya manusia dan
kesiapan teknologi informasi;
m. dokumen terkait:
1) perjanjian kerjasama antara Bank yang menerbitkan
Sertifikat Deposito Syariah dengan LPP;
2) kesiapan teknologi informasi Bank termasuk memastikan
Bank dapat mengakses data kepemilikan Sertifikat Deposito
Syariah terkini pada sistem LPP; dan
3) prosedur menjaga kerahasiaan data nasabah atas
penatausahaan di Bank dan LPP dengan memperhatikan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
dan
n. konsep akad atau perjanjian atau formulir aplikasi yang
dilampiri dengan pendapat dari satuan kerja yang membidangi
hukum yang menyatakan bahwa konsep akad atau perjanjian
atau formulir aplikasi telah sesuai dengan ketentuan.
3. Bank mengajukan permohonan persetujuan penerbitan Sertifikat
Deposito Syariah kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lama 60
(enam puluh) hari sebelum target waktu Bank mengajukan
permohonan pencatatan Sertifikat Deposito Syariah dalam bentuk
- 7 -
tanpa warkat pada sistem LPP, dengan disertai dokumen pendukung
sebagaimana dimaksud pada angka 2.
Contoh:
Bank A memiliki target waktu mengajukan permohonan pencatatan
Sertifikat Deposito Syariah dalam bentuk tanpa warkat pada sistem
LPP pada tanggal 3 November 2017 sehingga Bank A harus
mengajukan permohonan persetujuan kepada Otoritas Jasa
Keuangan paling lambat pada tanggal 4 September 2017.
4. Bank melakukan perjanjian kerjasama dalam pencatatan
kepemilikan Sertifikat Deposito Syariah dengan LPP yang paling
sedikit memuat:
a. klausula bahwa LPP bertanggung jawab untuk menyediakan
sistem yang digunakan dalam mencatat dan memantau
perubahan kepemilikan serta melakukan distribusi bagi hasil,
dan melakukan pencairan Sertifikat Deposito Syariah kepada
nasabah;
b. klausula bahwa LPP menjamin daftar pemegang Sertifikat
Deposito Syariah yang disampaikan kepada Bank yang
menerbitkan Sertifikat Deposito Syariah baik dalam bentuk
informasi elektronik, dokumen elektronik, dan/atau hasil
cetaknya sesuai dengan pencatatan dan pemindahbukuan
Sertifikat Deposito Syariah pada LPP;
c. klausula bahwa pencatatan dilakukan oleh LPP untuk dan atas
nama Bank;
d. klausula bahwa Bank menyatakan nama dalam daftar pemegang
Sertifikat Deposito Syariah yang diterbitkan oleh LPP adalah
pemilik Sertifikat Deposito Syariah yang sah;
e. jangka waktu pelaksanaan kerjasama dan mekanisme
perpanjangannya;
f.
syarat dan tata cara perubahan perjanjian;
g. kondisi dan tata cara penghentian perjanjian;
h. kerahasiaan data pemegang Sertifikat Deposito Syariah; dan
i.
klausula mengenai keadaan kahar (force majeure) dan
penyelesaian sengketa.
5. Permohonan persetujuan penerbitan Sertifikat Deposito Syariah
dalam bentuk tanpa warkat, disampaikan kepada Otoritas Jasa
Keuangan dengan alamat:
- 8 -
a. Departemen Perbankan Syariah, bagi Bank yang berkantor
pusat di wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta;
b. Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor Otoritas
Jasa Keuangan setempat sesuai wilayah tempat kedudukan
kantor pusat Bank; atau
c. secara online dalam hal sarana penyampaian perizinan secara
online telah tersedia.
V. BUKTI PENERBITAN SERTIFIKAT DEPOSITO SYARIAH
A. Sertifikat Deposito Syariah dalam Bentuk Warkat
Sertifikat Deposito Syariah dalam bentuk warkat paling sedikit
memuat:
1. tanda tangan pejabat Bank yang berwenang;
2. pada halaman depan paling sedikit memuat informasi:
a. frasa “SERTIFIKAT DEPOSITO SYARIAH” dan “DAPAT
DIPINDAHTANGANKAN” yang ditulis dalam huruf kapital
dan berukuran besar;
b. nomor seri warkat dan nomor rekening dalam
penatausahaan di Bank;
c. nama Bank, jenis jaringan kantor Bank, dan lokasi kantor
Bank yang menerbitkan Sertifikat Deposito Syariah;
d. nilai nominal sesuai mata uang yang digunakan;
e. tanggal dan tempat penerbitan;
f.
tanggal jatuh tempo;
g. nisbah bagi hasil;
h. tanggal pembayaran bagi hasil;
i.
j.
kegiatan usaha yang diinvestasikan (apabila menggunakan
akad mudharabah muqayyadah); dan
pernyataan Bank yang menerbitkan Sertifikat Deposito
Syariah untuk membayar sejumlah nilai nominal Sertifikat
Deposito Syariah pada tanggal yang ditetapkan dan
bertempat di jaringan kantor Bank yang menerbitkan
Sertifikat Deposito Syariah yang ditunjuk;
- 9 -
3. pada halaman belakang paling sedikit memuat:
a. klausula bahwa Sertifikat Deposito Syariah adalah
simpanan dalam bentuk deposito yang sertifikat bukti
penyimpanannya dapat dipindahtangankan;
b. klausula bahwa Sertifikat Deposito Syariah dijamin
sepanjang memenuhi ketentuan penjaminan Lembaga
Penjamin Simpanan;
c. klausula bahwa Bank dapat mengurangi nisbah
keuntungan nasabah sepanjang mendapat persetujuan
nasabah;
d. klausula bahwa pencairan Sertifikat Deposito Syariah
dilakukan pada tanggal jatuh tempo atau sesudah jatuh
tempo dengan menyerahkan kembali warkat Sertifikat
Deposito Syariah oleh pemilik terakhir yang tercatat di
Bank atau yang dikuasakan;
e. klausula dalam hal terjadi perubahan kepemilikan maka
pemilik Sertifikat Deposito Syariah yang baru harus
melapor kepada Bank dengan membawa warkat Sertifikat
Deposito Syariah disertai dengan identitas diri dan nomor
rekening bank untuk pembayaran bagi hasil setiap
bulannya dan pembayaran pokok pada saat jatuh tempo,
serta fotokopi dokumen identitas pemilik Sertifikat Deposito
Syariah sebelumnya;
f.
informasi mengenai pihak Bank yang dapat dihubungi oleh
pemegang Sertifikat Deposito Syariah; dan
g. lembar untuk melakukan endosemen dengan contoh
sebagai berikut:
1. Nama:
Nomor identitas diri:
Tanda tangan:
2. Nama:
Nomor identitas diri:
Tanda tangan:
3. Nama:
Nomor identitas diri:
Tanda tangan:
4. Nama:
Nomor identitas diri:
Tanda tangan:
- 10 -
B. Sertifikat Deposito Syariah dalam Bentuk Tanpa Warkat
1. Bukti penerbitan dan/atau pencatatan Sertifikat Deposito
Syariah dalam bentuk tanpa warkat pada LPP, paling sedikit
memuat:
a. nama Bank yang menerbitkan Sertifikat Deposito Syariah;
b. lokasi kantor Bank yang menerbitkan Sertifikat Deposito
Syariah;
c. data riwayat dokumen hukum pendirian Bank atau
anggaran dasar berikut perubahannya;
d. nomor seri Sertifikat Deposito Syariah;
e. nominal Sertifikat Deposito Syariah;
f.
nisbah bagi hasil;
g. tanggal pembayaran bagi hasil;
h. kegiatan usaha yang diinvestasikan (apabila menggunakan
akad mudharabah muqayyadah);
i.
tanggal jatuh tempo Sertifikat Deposito Syariah;
j. nama agen penjual atau arranger;
k. pernyataan bahwa bukti penerbitan dan/atau pencatatan
Sertifikat Deposito Syariah dalam bentuk tanpa warkat
yang didaftarkan pada LPP, diterbitkan atas nama LPP dan
untuk kepentingan pemegang rekening LPP, yang
selanjutnya untuk kepentingan pemegang Sertifikat
Deposito Syariah; dan
l. tanda tangan pejabat Bank.
2. Bukti penerbitan dan/atau pencatatan Sertifikat Deposito
Syariah dalam bentuk tanpa warkat harus didaftarkan dan
dicatatkan pada sistem LPP.
3. Bank membuat daftar rekapitulasi distribusi Sertifikat Deposito
Syariah dalam bentuk tanpa warkat dari nasabah yang berhak
untuk dicatatkan dalam sistem LPP.
VI. PENERAPAN PROGRAM ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHAN
PENDANAAN TERORISME
Dalam melakukan kegiatan penerbitan dan transaksi pemindahtanganan
Sertifikat Deposito Syariah, sesuai Pasal 12 POJK Sertifikat Deposito,
Bank wajib menerapkan program APU dan PPT sebagaimana diatur dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai APU dan PPT.
- 11 -
Disamping itu, pada kegiatan penerbitan dan transaksi Sertifikat Deposito
Syariah harus memperhatikan pelaporan transaksi keuangan
mencurigakan.
VII. MANAJEMEN RISIKO
Bank yang menerbitkan dan melakukan transaksi Sertifikat Deposito
Syariah harus menerapkan manajemen risiko secara efektif dengan
mengacu pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penerapan
manajemen risiko bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah,
paling sedikit mencakup:
1. pengawasan aktif direksi, dewan komisaris, dan dewan pengawas
syariah;
2. kecukupan kebijakan dan prosedur manajemen risiko serta
penetapan limit risiko;
3. kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan
pengendalian risiko serta sistem informasi manajemen risiko; dan
4. sistem pengendalian intern yang menyeluruh.
VIII. PERLINDUNGAN NASABAH
Bank yang menerbitkan Sertifikat Deposito Syariah harus menerapkan
prinsip perlindungan konsumen sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan mengenai perlindungan konsumen sektor jasa keuangan,
antara lain:
1. menyediakan dan menyampaikan informasi mengenai Sertifikat
Deposito Syariah kepada nasabah secara transparan, paling sedikit
memuat:
a. hak dan kewajiban nasabah, antara lain:
1) hak untuk memindahtangankan Sertifikat Deposito Syariah
kepada pihak lain;
2) kewajiban bagi pemilik pertama untuk memiliki rekening
pada Bank yang menerbitkan Sertifikat Deposito Syariah
dalam bentuk warkat; dan
3) kewajiban untuk membuka rekening khusus sebelum
nasabah memiliki Sertifikat Deposito Syariah dalam bentuk
tanpa warkat;
b. manfaat, risiko, dan biaya;
c. nisbah bagi hasil;
- 12 -
d. pembayaran nominal Sertifikat Deposito Syariah pada saat jatuh
tempo dan bagi hasil;
e.
syarat dan ketentuan, termasuk syarat Sertifikat Deposito
Syariah agar memenuhi klausula penjaminan oleh Lembaga
Penjamin Simpanan; dan
f. hukum yang berlaku yaitu hukum Indonesia;
2. menggunakan kata, istilah, frasa, dan/atau kalimat yang sederhana
dalam Bahasa Indonesia yang mudah dimengerti dalam dokumen
Sertifikat Deposito Syariah.
IX. P ELAPORAN TRANSAKSI SERTIFIKAT DEPOSITO SYARIAH
1. Bank harus melakukan pelaporan transaksi Sertifikat Deposito
Syariah dengan mengacu pada ketentuan peraturan perundang-
undangan mengenai laporan stabilitas moneter dan sistem keuangan
bulanan bank umum syariah dan unit usaha syariah, antara lain:
a.
Sertifikat Deposito Syariah yang dimiliki oleh nasabah bukan
bank dicatat dan dilaporkan dalam daftar rincian dana investasi;
dan
b.
Sertifikat Deposito Syariah yang dimiliki oleh bank dicatat dan
dilaporkan dalam daftar rincian liabilitas kepada bank lain.
2. Dalam hal Sertifikat Deposito Syariah belum terdapat dalam Laporan
Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan Bank Umum
Syariah dan Unit Usaha Syariah maka Bank harus melakukan
pelaporan transaksi Sertifikat Deposito Syariah sebagai berikut:
a.
Sertifikat Deposito Syariah yang dimiliki oleh nasabah bukan
bank dicatat dan dilaporkan sebagai “lain-lain” dalam daftar
rincian rupa-rupa liabilitas; dan
b.
Sertifikat Deposito Syariah yang dimiliki oleh bank dicatat dan
dilaporkan sebagai “lainnya” dalam daftar rincian liabilitas
kepada bank lain.
- 13 -
X. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku
pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 18 September 2017
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN,
OTORITAS JASA KEUANGAN
ttd
HERU KRISTIYANA
Salinan ini sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 49/SEOJK.03/2017 </reg_id>
<reg_title> TATA CARA PENERBITAN SERTIFIKAT DEPOSITO SYARIAH </reg_title>
<set_date> 18 September 2017 </set_date>
<effective_date> 18 September 2017 </effective_date>
<related_reg> '10/POJK.03/2015' </related_reg>
|
-*-*
Yth.
1. Direksi Perusahaan Asuransi Umum Syariah;
2. Direksi Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah;
3. Direksi Perusahaan Asuransi yang Menyelenggarakan Sebagian Usahanya
Berdasarkan Prinsip Syariah,
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 18 /SEOJK.05/2016
TENTANG
PELAPORAN PRODUK ASURANSI BAGI PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH
DAN PERUSAHAAN ASURANSI YANG MENYELENGGARAKAN SEBAGIAN
USAHANYA BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH
Sehubungan dengan amanat ketentuan Pasal 44 Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 23/POJK.05/2015 tentang Produk Asuransi dan Pemasaran
Produk Asuransi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor
287, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5770), perlu
untuk mengatur lebih lanjut mengenai tata cara, bentuk, dan format pelaporan
produk asuransi dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
1. Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud
dengan:
a. Produk Asuransi adalah:
1) program yang menjanjikan perlindungan terhadap 1 (satu)
jenis atau lebih risiko yang dapat diasuransikan yang
timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti dengan
memberikan penggantian kepada pemegang polis,
tertanggung, atau peserta karena kerugian, kerusakan,
biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung
jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita
pemegang polis, tertanggung, atau peserta, atau pemberian
jaminan pemenuhan kewajiban pihak yang dijamin kepada
- 2 -
pihak yang lain apabila pihak yang dijamin tersebut tidak
dapat memenuhi kewajibannya;
2) program yang menjanjikan perlindungan terhadap 1 (satu)
jenis atau lebih risiko yang terkait dengan meninggalnya
seseorang yang dipertanggungkan, hidup dan meninggalnya
seseorang yang dipertanggungkan, atau anuitas asuransi
jiwa;
3) program yang menjanjikan perlindungan terhadap 1 (satu)
jenis atau lebih risiko yang terkait dengan keadaan
kesehatan fisik seseorang atau menurunnya kondisi
kesehatan seseorang yang dipertanggungkan; dan/atau
4) program yang menjanjikan perlindungan terhadap 1 (satu)
jenis atau lebih risiko dengan memberikan penggantian
atau pembayaran kepada pemegang polis, tertanggung,
atau peserta atau pihak lain yang berhak dalam hal terjadi
kecelakaan.
b. Produk Asuransi Yang Dikaitkan Dengan Investasi yang
selanjutnya disebut PAYDI adalah Produk Asuransi yang paling
sedikit memberikan perlindungan terhadap risiko kematian dan
memberikan manfaat yang mengacu pada hasil investasi dari
kumpulan dana yang khusus dibentuk untuk Produk Asuransi
baik yang dinyatakan dalam bentuk unit maupun bukan unit.
c. Produk Asuransi Bersama adalah Produk Asuransi yang
dirancang untuk dipasarkan dan ditanggung atau dikelola
risikonya oleh 2 (dua) atau lebih perusahaan asuransi.
d. Produk Asuransi Standar adalah Produk Asuransi yang
memenuhi kriteria sebagaimana diatur dalam Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan Nomor 23/POJK.05/2015 tentang Produk
Asuransi dan Pemasaran Produk Asuransi.
e. Produk Asuransi Mikro adalah Produk Asuransi yang didesain
untuk memberikan perlindungan atas risiko keuangan yang
dihadapi masyarakat berpenghasilan rendah.
f.
Polis Asuransi adalah akta perjanjian asuransi atau dokumen
lain yang dipersamakan dengan akta perjanjian asuransi, serta
dokumen lain yang merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan dengan perjanjian asuransi, yang dibuat secara
- 3 -
tertulis dan memuat perjanjian antara pihak perusahaan
asuransi dan pemegang polis.
g. Kontribusi adalah sejumlah uang yang ditetapkan oleh
perusahaan asuransi syariah dan disetujui oleh pemegang polis
untuk dibayarkan berdasarkan perjanjian asuransi syariah
untuk memperoleh manfaat dari dana tabarru’ dan/atau dana
investasi peserta dan untuk membayar biaya pengelolaan atau
sejumlah uang yang ditetapkan berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang mendasari program
asuransi wajib untuk memperoleh manfaat.
h. Perusahaan Asuransi Syariah adalah perusahaan asuransi
umum syariah dan perusahaan asuransi jiwa syariah.
i. Perusahaan Asuransi Umum Syariah adalah perusahaan yang
menyelenggarakan usaha asuransi umum syariah sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang
Perasuransian.
j. Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah adalah perusahaan yang
menyelenggarakan usaha asuransi jiwa syariah sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang
Perasuransian.
k. Direksi adalah:
1) bagi Perusahaan Asuransi Syariah dan perusahaan
asuransi yang menyelenggarakan sebagian usahanya
berdasarkan prinsip syariah yang berbentuk badan hukum
perseroan terbatas adalah direksi sebagaimana dimaksud
dalam peraturan perundang-undangan mengenai perseroan
terbatas;
2) bagi Perusahaan Asuransi Syariah dan perusahaan
asuransi yang menyelenggarakan sebagian usahanya
berdasarkan prinsip syariah yang berbentuk badan hukum
koperasi adalah pengurus sebagaimana dimaksud dalam
undang-undang mengenai perkoperasian; atau
3) bagi Perusahaan Asuransi Syariah dan perusahaan
asuransi yang menyelenggarakan sebagian usahanya
berdasarkan prinsip syariah yang berbentuk badan hukum
usaha bersama adalah direksi sebagaimana dimaksud
dalam anggaran dasar perusahaan.
- 4 -
l.
Aktuaris Perusahaan adalah aktuaris yang ditunjuk dan
merupakan karyawan Perusahaan Asuransi Syariah atau
perusahaan asuransi yang menyelenggarakan sebagian
usahanya berdasarkan prinsip syariah.
m. Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK adalah
Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
2. Surat Edaran OJK ini mengatur tata cara, bentuk, dan format
pelaporan Produk Asuransi bagi:
a. Perusahaan Asuransi Syariah; dan
b. perusahaan asuransi yang menyelenggarakan sebagian
usahanya berdasarkan prinsip syariah, dalam rangka pelaporan
Produk Asuransi dengan prinsip syariah.
II. BENTUK DAN FORMAT PELAPORAN PERSETUJUAN PRODUK ASURANSI
1. Produk Asuransi yang wajib dilaporkan oleh Perusahaan Asuransi
Syariah dan perusahaan asuransi yang menyelenggarakan sebagian
usahanya berdasarkan prinsip syariah kepada OJK untuk
memperoleh surat persetujuan adalah:
a. Produk Asuransi baru yang belum pernah dipasarkan selain
Produk Asuransi Standar; dan
b. Produk Asuransi baru selain Produk Asuransi Standar yang
sudah pernah dipasarkan yang mengalami perubahan meliputi:
1)
risiko yang ditanggung termasuk pengecualian atau
pembatasan penyebab risiko yang ditanggung;
2) rumusan Kontribusi;
3) perubahan kategori risiko;
4) asumsi yang terkait dengan pembentukan rumusan
Kontribusi; dan/atau
5) metode perhitungan nilai tunai.
2. Pelaporan Produk Asuransi untuk memperoleh surat persetujuan
sebagaimana dimaksud pada angka 1 harus dilengkapi dengan
dokumen sebagai berikut:
a. formulir pelaporan persetujuan Produk Asuransi baru;
b. proyeksi pendapatan Kontribusi dan pengeluaran yang dikaitkan
dengan pemasaran Produk Asuransi baru untuk jangka waktu 3
(tiga) tahun;
- 5 -
c. deskripsi Produk Asuransi baru;
d. spesimen Polis Asuransi; dan
e. surat pernyataan dewan pengawas syariah.
3. Selain kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 2,
pelaporan Produk Asuransi baru yang berupa Produk Asuransi
Bersama dilengkapi pula dengan dokumen:
a. perjanjian tertulis, apabila Produk Asuransi Bersama tersebut
merupakan Produk Asuransi baru sebagaimana dimaksud pada
angka 1 huruf a; atau
b. surat persetujuan atau surat pencatatan terakhir Produk
Asuransi Bersama, apabila Produk Asuransi Bersama tersebut
merupakan Produk Asuransi baru sebagaimana dimaksud pada
angka 1 huruf b.
4. Formulir pelaporan persetujuan Produk Asuransi baru sebagaimana
dimaksud pada angka 2 huruf a harus disusun sesuai dengan
bentuk dan format sebagai berikut:
a. untuk Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah dan perusahaan
asuransi jiwa yang menyelenggarakan sebagian usahanya
berdasarkan prinsip syariah, yang melaporkan Produk Asuransi
selain PAYDI dan Produk Asuransi Bersama sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran I;
b. untuk Perusahaan Asuransi Umum Syariah dan perusahaan
asuransi umum yang menyelenggarakan sebagian usahanya
berdasarkan prinsip syariah, yang melaporkan Produk Asuransi
selain PAYDI, dan Produk Asuransi Bersama sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran II;
c. untuk Perusahaan Asuransi Syariah dan perusahaan asuransi
yang menyelenggarakan sebagian usahanya berdasarkan prinsip
syariah, yang melaporkan PAYDI sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran III; atau
d. untuk Perusahaan Asuransi Syariah dan perusahaan asuransi
yang menyelenggarakan sebagian usahanya berdasarkan prinsip
syariah, yang melaporkan Produk Asuransi Bersama
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IV,
yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran
OJK ini.
- 6 -
5. Perusahaan Asuransi Syariah dan perusahaan asuransi yang
menyelenggarakan sebagaian usahanya berdasarkan prinsip syariah
harus menyampaikan lebih dari 1 (satu) formulir pelaporan
persetujuan Produk Asuransi baru sebagaimana dimaksud pada
angka 4 dalam hal:
a. pelaporan PAYDI yang merupakan Produk Asuransi Bersama
dengan menggunakan formulir sebagaimana dimaksud pada
angka 4 huruf c dan huruf d; atau
b. pelaporan Produk Asuransi selain huruf a yang membutuhkan
kombinasi formulir sebagaimana dimaksud pada angka 4 sesuai
dengan karakteristik Produk Asuransi yang dilaporkan.
6. Deskripsi Produk Asuransi sebagaimana dimaksud pada angka 2
huruf c harus disusun sesuai dengan bentuk dan format
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran V yang merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini.
7. Surat pernyataan dewan pengawas syariah sebagaimana dimaksud
pada angka 2 huruf e harus disusun sesuai dengan bentuk dan
format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran VI yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran
OJK ini.
III. BENTUK DAN FORMAT PELAPORAN PENCATATAN PRODUK ASURANSI
1. Produk Asuransi yang wajib dilaporkan oleh Perusahaan Asuransi
Syariah dan Perusahaan Asuransi yang menyelenggarakan sebagian
usahanya berdasarkan prinsip syariah kepada OJK untuk
memperoleh surat pencatatan adalah:
a. Produk Asuransi baru yang berupa Produk Asuransi Standar; dan
b. Produk Asuransi yang telah dipasarkan yang mengalami
perubahan selain perubahan sebagaimana dimaksud dalam
romawi II angka 1 huruf b dengan ketentuan:
1) Produk Asuransi dimaksud dipasarkan kepada tertanggung
orang perorangan; atau
2) Produk Asuransi dimaksud dipasarkan kepada tertanggung
selain orang perorangan, yang pernah dihentikan
pemasarannya.
- 7 -
2. Pelaporan Produk Asuransi baru yang berupa Produk Asuransi
Standar sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a harus
dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut:
a. formulir pelaporan pencatatan Produk Asuransi baru;
b. deskripsi Produk Asuransi baru;
c. surat pernyataan dewan pengawas syariah; dan
d. perjanjian
tertulis, khusus untuk Produk Asuransi
Bersama.
3. Formulir pelaporan pencatatan Produk Asuransi baru sebagaimana
dimaksud pada angka 2 huruf a harus disusun sesuai dengan
bentuk dan format sebagai berikut:
a. untuk Perusahaan Asuransi Syariah dan perusahaan asuransi
yang menyelenggarakan sebagian usahanya berdasarkan prinsip
syariah, yang melaporkan Produk Asuransi Standar selain
Produk Asuransi Bersama sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran VII; atau
b. untuk Perusahaan Asuransi Syariah dan perusahaan asuransi
yang menyelenggarakan sebagian usahanya berdasarkan prinsip
syariah, yang melaporkan Produk Asuransi Standar yang
merupakan Produk Asuransi Bersama sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran VIII.
yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran
OJK ini.
4. Pelaporan pencatatan Produk Asuransi yang telah dipasarkan yang
mengalami perubahan sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf b
harus dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut:
a. formulir pelaporan pencatatan perubahan Produk Asuransi;
b. surat persetujuan atau surat pencatatan terakhir atas
Produk Asuransi atau Produk Asuransi Bersama sebelum
perubahan;
c. deskripsi Produk Asuransi;
d. matriks perbandingan Produk Asuransi sebelum dan sesudah
perubahan; dan
e. spesimen Polis Asuransi setelah perubahan, khusus untuk
Produk Asuransi selain Produk Asuransi Standar.
- 8 -
5. Formulir pelaporan pencatatan perubahan Produk Asuransi
sebagaimana dimaksud pada angka 4 huruf a harus disusun sesuai
dengan bentuk dan format sebagai berikut:
a. untuk Perusahaan Asuransi Syariah dan perusahaan asuransi
yang menyelenggarakan sebagian usahanya berdasarkan prinsip
syariah, yang melaporkan perubahan Produk Asuransi selain
Produk Asuransi Bersama sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran IX; atau
b. untuk Perusahaan Asuransi Syariah dan perusahaan asuransi
yang menyelenggarakan sebagian usahanya berdasarkan prinsip
syariah, yang melaporkan perubahan Produk Asuransi Bersama
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran X,
yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran
OJK ini.
6. Deskripsi Produk Asuransi sebagaimana dimaksud pada angka 2
huruf b dan angka 4 huruf c harus disusun sesuai dengan bentuk
dan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran V yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK
ini.
IV. TATA CARA PENYAMPAIAN LAPORAN PRODUK ASURANSI
1. Perusahaan Asuransi Syariah dan perusahaan asuransi yang
menyelenggarakan sebagian usahanya berdasarkan prinsip syariah
wajib melaporkan Produk Asuransi kepada OJK sesuai bentuk dan
format sebagaimana dimaksud dalam lampiran Surat Edaran OJK
ini.
2. Laporan Produk Asuransi sebagaimana dimaksud pada angka 1,
disampaikan kepada OJK secara online melalui sistem jaringan
komunikasi data OJK.
3. Dalam hal sistem jaringan komunikasi data OJK sebagaimana
dimaksud pada angka 2 belum tersedia atau terjadi gangguan teknis
pada saat penyampaian laporan Produk Asuransi, laporan Produk
Asuransi sebagaimana dimaksud pada angka 1, disampaikan kepada
OJK secara offline.
4. Laporan Produk Asuransi secara offline sebagaimana dimaksud pada
angka 3, harus disampaikan dalam bentuk data elektronik melalui
compact disc (CD) atau media penyimpanan data elektronik lainnya,
- 9 -
dan khusus bagian A.I dan/atau B.I dari deskripsi Produk Asuransi
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran V yang merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini disusun dalam
format spreadsheet.
5. Apabila gangguan teknis sebagaimana dimaksud pada angka 3
dialami oleh OJK, OJK mengumumkan melalui situs web OJK pada
hari yang sama saat terjadinya gangguan teknis.
6. Penyampaian laporan Produk Asuransi sebagaimana dimaksud pada
angka 2 dan angka 3, dilengkapi surat pengantar yang
ditandatangani oleh:
a. Direksi; atau
b. Direksi dari Perusahaan Asuransi Syariah dan perusahaan
asuransi
yang menyelenggarakan sebagian usahanya
berdasarkan prinsip syariah yang ditunjuk menjadi ketua dalam
pemasaran Produk Asuransi Bersama.
7. Penyampaian laporan Produk Asuransi secara offline sebagaimana
dimaksud pada angka 3 ditujukan kepada:
Otoritas Jasa Keuangan
u.p. Direktur IKNB Syariah
Gedung Menara Merdeka
Mailing Room Lantai 12
Jl. Budi Kemuliaan I No.2
Jakarta Pusat
8. Penyampaian pelaporan Produk Asuransi secara offline sebagaimana
dimaksud pada angka 3 dapat dilakukan dengan salah satu cara
sebagai berikut:
a. diserahkan langsung ke kantor OJK;
b. dikirim melalui kantor pos tercatat; atau
c. dikirim melalui perusahaan jasa pengiriman,
sesuai dengan alamat sebagaimana dimaksud pada angka 7.
9. Perusahaan Asuransi Syariah dan perusahaan asuransi yang
menyelenggarakan sebagian usahanya berdasarkan prinsip syariah
dinyatakan telah menyampaikan laporan Produk Asuransi dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. untuk penyampaian secara online melalui sistem jaringan
komunikasi data OJK, dibuktikan dengan tanda terima dari
OJK; atau
- 10 -
b. untuk penyampaian secara offline, dibuktikan dengan:
1) surat tanda terima dari OJK, apabila laporan disertakan
langsung ke kantor OJK sebagaimana dimaksud pada
angka 8 huruf a; atau
2) tanda terima pengiriman dari kantor pos atau perusahaan
jasa pengiriman, apabila laporan dikirim melalui kantor pos
atau perusahaan jasa pengiriman sebagaimana dimaksud
pada angka 8 huruf b dan huruf c.
10. Dalam hal terdapat perubahan alamat kantor OJK untuk
penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada angka 7, OJK
akan menyampaikan pemberitahuan mengenai perubahan alamat
melalui surat atau pengumuman.
V. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran OJK ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 1 Juni 2016
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS
PERASURANSIAN, DANA PENSIUN,
LEMBAGA
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
PEMBIAYAAN, DAN
LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
FIRDAUS DJAELANI
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 18/SEOJK.05/2016 </reg_id>
<reg_title> PELAPORAN PRODUK ASURANSI BAGI PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH DAN PERUSAHAAN ASURANSI YANG MENYELENGGARAKAN SEBAGIAN USAHANYA BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH </reg_title>
<set_date> 1 Juni 2016 </set_date>
<effective_date> 1 Juni 2016 </effective_date>
<related_reg> '23/POJK.05/2015 | Pasal 44' </related_reg>
|
Yth.
1. Direksi Bank Umum Konvensional; dan
2. Direksi Bank Umum Syariah,
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 33/SEOJK.03/2017
TENTANG
PERSYARATAN BANK UMUM UNTUK MELAKUKAN
KEGIATAN USAHA DALAM VALUTA ASING
Sehubungan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 6/POJK.03/2016 tentang Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor
Berdasarkan Modal Inti Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016
Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5842),
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 18/POJK.03/2016 tentang Penerapan
Manajemen Risiko bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2016 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5861), Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 65/POJK.03/2016
tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha
Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 298,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5988), dan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 24/POJK.03/2015 tentang Produk dan Aktivitas
Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 289, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5771), serta sehubungan dengan beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang
pengaturan dan pengawasan jasa keuangan di sektor perbankan dari Bank
Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan, perlu untuk mengatur pelaksanaan
mengenai persyaratan bank umum untuk melakukan kegiatan usaha dalam
valuta asing dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut:
- 2 -
I. KETENTUAN UMUM
1. Kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh Bank Umum dikelompokkan
berdasarkan Modal Inti yang dimiliki, yang selanjutnya disebut Bank
Umum berdasarkan Kegiatan Usaha (BUKU). Pengelompokan Bank
Umum berdasarkan Kegiatan Usaha dimaksud terdiri dari 4 (empat)
BUKU, yaitu BUKU 1, BUKU 2, BUKU 3, dan BUKU 4.
2. Kegiatan Usaha dalam valuta asing hanya dapat dilakukan oleh Bank
yang termasuk dalam kelompok BUKU 2, BUKU 3, dan BUKU 4. Bank
yang termasuk kelompok BUKU 1 hanya dapat melakukan kegiatan
sebagai Pedagang Valuta Asing (PVA).
3. Bank yang termasuk dalam kelompok BUKU 2, BUKU 3, dan BUKU 4
dapat melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing sepanjang telah
memperoleh persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan.
4. Bank yang memperoleh persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan untuk
melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing disebut juga sebagai
bank yang melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing.
5. Dalam rangka penerapan prinsip kehati-hatian dan aspek pengawasan
terhadap Kegiatan Usaha dalam valuta asing yang dilakukan Bank,
Otoritas Jasa Keuangan menetapkan persyaratan bagi Bank untuk
melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing dalam Surat Edaran
Otoritas Jasa Keuangan ini.
II. KEGIATAN USAHA DALAM VALUTA ASING
1. Kegiatan Usaha dalam valuta asing merupakan seluruh Kegiatan Usaha
Bank yang meliputi penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas
dalam valuta asing.
2. Cakupan Kegiatan Usaha dalam valuta asing mengacu pada Kegiatan
Usaha yang dapat dilakukan untuk masing-masing BUKU sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur
mengenai kegiatan usaha dan jaringan kantor berdasarkan modal inti
bank.
3. Dalam hal bank yang telah mendapatkan persetujuan untuk melakukan
Kegiatan Usaha dalam valuta asing akan menawarkan produk dan/atau
aktivitas yang memiliki Risiko dan kompleksitas yang tinggi maka Bank
harus memperoleh persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan sebelum
melakukan penerbitan produk dan/atau aktivitas tersebut. Contoh
produk dan/atau aktivitas yang memiliki Risiko dan/atau kompleksitas
- 3 -
yang tinggi antara lain structured product dan produk keuangan luar
negeri (offshore product).
III. PERSYARATAN DAN PERSETUJUAN KEGIATAN USAHA DALAM VALUTA
ASING
A. Persyaratan untuk Melakukan Kegiatan Usaha dalam Valuta Asing
1. Bank yang mengajukan permohonan untuk melakukan Kegiatan
Usaha dalam valuta asing harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
a. tingkat kesehatan Bank dengan peringkat komposit 1 (satu) atau
peringkat komposit 2 (dua) selama 18 (delapan belas) bulan
terakhir;
b. memiliki Modal Inti paling sedikit Rp1.000.000.000.000,00 (satu
triliun rupiah); dan
c. memenuhi rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM)
sesuai profil Risiko untuk penilaian KPMM terakhir sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang
mengatur mengenai kewajiban penyediaan modal minimum bank
umum dan ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur
mengenai kewajiban penyediaan modal minimum bank umum
syariah, dengan persyaratan dalam hal KPMM sesuai profil Risiko
kurang dari 10% (sepuluh persen) maka KPMM ditetapkan paling
sedikit 10% (sepuluh persen).
2. Kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri dapat
melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing sepanjang telah
memenuhi persyaratan Modal Inti sebagaimana dimaksud dalam
angka 1.b yang berasal dari dana usaha yang telah dialokasikan
sebagai Capital Equivalency Maintained Assets (CEMA) sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur
mengenai kewajiban penyediaan modal minimum bank umum.
3. Unit Usaha Syariah (UUS) dapat mengajukan permohonan untuk
melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing sepanjang Bank
Umum Konvensional (BUK) yang menjadi induk telah mendapat
persetujuan untuk melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing.
- 4 -
B. Pengajuan Permohonan untuk Melakukan Kegiatan Usaha dalam Valuta
Asing
1. Bank yang akan melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing
harus mencantumkan rencana dimaksud dalam Rencana Bisnis
Bank (RBB) untuk tahun yang sama dengan tahun pengajuan
permohonan.
2. Rencana Kegiatan Usaha dalam valuta asing yang tercantum pada
RBB paling sedikit memuat:
a. tujuan dan manfaat Kegiatan Usaha dalam valuta asing bagi
Bank, yang antara lain meliputi:
1) hasil penilaian singkat terhadap peluang pasar atas Kegiatan
Usaha dalam valuta asing dan potensi permintaan produk
dan/atau aktivitas dalam valuta asing yang mendukung
perkembangan bisnis para nasabah Bank; dan
2) strategi Bank dalam mengembangkan Kegiatan Usaha dalam
valuta asing untuk mendukung bisnis Bank secara umum;
b. cakupan Kegiatan Usaha dalam valuta asing, termasuk
penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas baru yang
akan dilakukan Bank; dan
c. penjelasan singkat mengenai struktur organisasi, sumber daya
manusia, dan sistem informasi yang akan dipersiapkan dalam
rangka pelaksanaan Kegiatan Usaha dalam valuta asing.
3. Bank yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
butir A.1 dan butir B.1 dapat mengajukan permohonan untuk
melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing kepada Otoritas Jasa
Keuangan disertai dengan:
a. dokumen pendukung terkait persiapan Bank dalam rangka
pelaksanaan Kegiatan Usaha dalam valuta asing paling sedikit
meliputi:
1) studi kelayakan usaha (feasibility study) Kegiatan Usaha
dalam valuta asing, antara lain seperti potensi ekonomi,
peluang pasar (penghimpunan dana dan penyaluran dana),
tingkat persaingan antar bank, dan proyeksi pertumbuhan
neraca terkait dengan produk dan/atau aktivitas dalam valuta
asing selama 12 (dua belas) bulan;
2) kesiapan penerapan manajemen risiko atas Kegiatan Usaha
dalam valuta asing dengan mengacu pada ketentuan Otoritas
- 5 -
Jasa Keuangan yang mengatur mengenai penerapan
manajemen risiko bagi bank umum atau ketentuan Otoritas
Jasa Keuangan yang mengatur mengenai penerapan
manajemen risiko bagi bank umum syariah dan unit usaha
syariah;
3) prosedur pelaksanaan (standard operating procedure);
4) kesiapan struktur organisasi, sumber daya manusia, dan
sistem informasi yang digunakan;
5) rencana penerapan program Anti Pencucian Uang dan
Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU PPT); dan
6) kesiapan hubungan korespondensi dengan bank di luar
negeri; dan
b. daftar kantor cabang Bank yang akan melakukan Kegiatan Usaha
dalam valuta asing.
4. Pengajuan permohonan untuk melakukan Kegiatan Usaha dalam
valuta asing bagi UUS sebagaimana dimaksud dalam butir A.3
dilakukan dengan mengacu pada ketentuan peraturan perundang-
undangan mengenai unit usaha syariah.
5. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan
atas permohonan Bank untuk melakukan Kegiatan Usaha dalam
valuta asing paling lama 60 (enam puluh) hari setelah seluruh
persyaratan dipenuhi dan dokumen permohonan diterima secara
lengkap oleh Otoritas Jasa Keuangan.
6. Dalam hal masih diperlukan tambahan dokumen dan/atau
penjelasan berkenaan dengan evaluasi yang dilakukan oleh Otoritas
Jasa Keuangan dalam proses memberikan persetujuan, batas waktu
60 (enam puluh) hari dihitung sejak Bank melengkapi dokumen
dan/atau memberikan penjelasan yang diminta oleh Otoritas Jasa
Keuangan.
7. Bank yang telah mendapatkan persetujuan untuk melakukan
Kegiatan Usaha dalam valuta asing harus melaksanakan Kegiatan
Usaha dalam valuta asing paling lama 6 (enam) bulan sejak
persetujuan diberikan. Apabila dalam jangka waktu 6 (enam) bulan
sejak persetujuan diberikan oleh Otoritas Jasa Keuangan, Bank tidak
melaksanakan Kegiatan Usaha dalam valuta asing, persetujuan
Otoritas Jasa Keuangan menjadi tidak berlaku.
- 6 -
8. Dalam hal persetujuan Otoritas Jasa Keuangan sudah tidak berlaku
sebagaimana dimaksud dalam angka 7 namun Bank tetap akan
melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing, Bank harus
menyampaikan kembali permohonan persetujuan untuk melakukan
Kegiatan Usaha dalam valuta asing kepada Otoritas Jasa Keuangan.
IV. PENURUNAN MODAL INTI DAN PENCABUTAN PERSETUJUAN OTORITAS
JASA KEUANGAN ATAS KEGIATAN USAHA DALAM VALUTA ASING
A. Penurunan Modal Inti Bank
1. Bank yang mengalami penurunan Modal Inti sehingga menjadi tidak
sesuai dengan persyaratan Modal Inti untuk melakukan Kegiatan
Usaha dalam valuta asing sebagaimana dimaksud dalam butir
III.A.1.b selama 3 (tiga) bulan berturut-turut, menyampaikan rencana
tindak (action plan) dalam rangka:
a. pemenuhan persyaratan Modal Inti; atau
b. penyesuaian Kegiatan Usaha dalam valuta asing.
2. Rencana tindak (action plan) sebagaimana dimaksud dalam angka 1
disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat pada
bulan keempat sejak terjadinya penurunan Modal Inti.
Contoh:
Bank “X” melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing. Pada posisi
bulan Agustus 2017, modal inti Bank “X” adalah sebesar
Rp1.050.000.000.000,00 (satu triliun lima puluh miliar rupiah). Pada
posisi bulan September, bulan Oktober, dan bulan November 2017,
modal inti Bank “X” mengalami penurunan menjadi sebagai berikut:
Bulan
Modal Inti
September
Oktober
November
Rp980.000.000.000,00
Rp995.000.000.000,00
Rp960.000.000.000,00
Dengan demikian, rencana tindak (action plan) Bank “X” sudah harus
diterima oleh Otoritas Jasa Keuangan paling lambat akhir
bulan Desember 2017.
3. Rencana tindak (action plan) dalam rangka pemenuhan persyaratan
Modal Inti sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a paling sedikit
menjelaskan:
a. penyebab penurunan Modal Inti;
- 7 -
b. upaya yang akan dilakukan terkait mekanisme dan tahapan
untuk pemenuhan Modal Inti; dan
c. hal lain yang perlu diinformasikan kepada Otoritas Jasa
Keuangan.
4. Rencana tindak (action plan) dalam rangka penyesuaian Kegiatan
Usaha dalam valuta asing sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b
paling sedikit menjelaskan:
a. daftar produk dan/atau aktivitas dalam valuta asing yang harus
dihentikan termasuk nilai nominal (outstanding) dan sisa jangka
waktu;
b. rencana tahapan penurunan eksposur valuta asing serta waktu
penyelesaian akhir Kegiatan Usaha dalam valuta asing, baik
secara agregat maupun untuk masing-masing produk dan/atau
aktivitas dalam valuta asing;
c. rencana komunikasi atau pemberitahuan kepada nasabah
dan/atau pemangku kepentingan (stakeholders) mengenai
penghentian Kegiatan Usaha dalam valuta asing; dan
d. hal lain yang perlu diinformasikan kepada Otoritas Jasa
Keuangan.
5. Penyelesaian Kegiatan Usaha dalam valuta asing sebagaimana
dimaksud dalam butir 4.b dapat disesuaikan dengan sisa jangka
waktu masing-masing produk dan/atau aktivitas dalam valuta asing
dengan batas waktu paling lama 3 (tiga) tahun.
Contoh :
Pada tanggal 1 Desember 2017, rencana tindak (action plan)
penyelesaian kegiatan usaha dalam valuta asing pada Bank “X” telah
disetujui dengan batas waktu penyelesaian sampai dengan
tanggal 30 November 2020. Salah satu rencana tindak (action plan)
terhadap penyelesaian kredit valuta asing yang diberikan kepada
PT “Y” dengan jatuh tempo pada bulan Maret 2022 adalah target
bahwa pada awal tahun 2020 kredit tersebut telah dialihkan kepada
Bank lain.
6. Bank harus menyelesaikan rencana tindak (action plan) dalam rangka
pemenuhan persyaratan Modal Inti sebagaimana dimaksud dalam
angka 3 paling lama 1 (satu) tahun sejak rencana tindak (action plan)
disetujui oleh Otoritas Jasa Keuangan.
- 8 -
7. Bank yang telah memperoleh persetujuan atas rencana tindak (action
plan) dalam rangka pemenuhan persyaratan Modal Inti sebagaimana
dimaksud dalam angka 3 maka:
a. Bank dapat melaksanakan Kegiatan Usaha dalam valuta asing
termasuk melakukan transaksi baru dengan nasabah, sepanjang
memenuhi tahapan pemenuhan Modal Inti yang telah disetujui
Otoritas Jasa Keuangan; atau
b. Bank tidak diperkenankan melakukan transaksi baru sampai
dengan terpenuhinya persyaratan Modal Inti sebagaimana
dimaksud dalam butir III.A.1.b dalam hal terjadi pelanggaran
terhadap tahapan pemenuhan Modal Inti yang telah disetujui
Otoritas Jasa Keuangan.
8. Bank yang tidak dapat memenuhi rencana tindak (action plan) dalam
rangka pemenuhan persyaratan Modal Inti sebagaimana dimaksud
dalam angka 3 dalam waktu 1 (satu) tahun sejak rencana tindak
(action plan) disetujui oleh Otoritas Jasa Keuangan harus
menyampaikan rencana tindak (action plan) dalam rangka
penyesuaian Kegiatan Usaha dalam valuta asing sebagaimana
dimaksud dalam angka 4.
9. Bank yang mengajukan rencana tindak (action plan) dalam rangka
penyesuaian Kegiatan Usaha dalam valuta asing sebagaimana
dimaksud dalam angka 4 tidak diperkenankan melakukan transaksi
baru dalam valuta asing.
10. Transaksi baru sebagaimana dimaksud dalam angka 7 dan angka 9
meliputi:
a. penerimaan nasabah baru; dan/atau
b. kontrak baru untuk seluruh produk dan/atau aktivitas dalam
valuta asing.
11. Bank sebagaimana dimaksud dalam angka 9 dapat melakukan
kontrak baru dalam rangka penghimpunan dana sepanjang
diperlukan dalam rangka penyelesaian sisa outstanding (kewajiban,
komitmen, dan/atau kontinjen) dalam valuta asing dengan tetap
memperhatikan tahapan penurunan eksposur dan jangka waktu
penyelesaian Kegiatan Usaha dalam valuta asing sebagaimana
dimaksud dalam butir 4.b dan angka 5, serta kepatuhan terhadap
ketentuan lain seperti ketentuan peraturan perundang-undangan
mengenai posisi devisa neto.
- 9 -
Contoh :
Pada tanggal 3 Januari 2017, Bank “A” menyetujui pemberian kredit
investasi dalam valas kepada PT “B” dengan plafon sebesar
USD150.000 (seratus lima puluh ribu dolar Amerika). Dikarenakan
Bank “A” mengalami penurunan modal inti tiga bulan berturut-turut,
Bank “A” mengajukan rencana tindak (action plan) dalam rangka
penyesuaian Kegiatan Usaha dalam valuta asing yang disetujui oleh
Otoritas Jasa Keuangan pada tanggal 3 Oktober 2017. Sampai
dengan tanggal tersebut PT “B” telah melakukan penarikan atas
fasilitas kredit tersebut sebesar USD100.000 (seratus ribu dolar
Amerika). Dengan demikian, Bank “A” masih memiliki komitmen
kepada PT “B” berupa sisa kelonggaran tarik kredit valas sebesar
USD50.000 (lima puluh ribu dolar Amerika) yang rencana
penarikannya diajukan PT “B” pada tanggal 18 November 2017.
Dengan mempertimbangkan kondisi likuiditas valas yang hanya
tersedia sebesar USD30.000 (tiga puluh ribu dolar Amerika),
Bank “A” memutuskan untuk memenuhi kekurangan dana valuta
asing sebesar USD20.000 (dua puluh ribu dolar Amerika) dengan
menggunakan sumber dana pihak ketiga dalam rangka memenuhi
komitmen terhadap PT “B”.
B. Pencabutan Persetujuan Kegiatan Usaha dalam Valuta Asing
1. Bank menyampaikan laporan realisasi rencana tindak (action plan)
dalam rangka penyesuaian Kegiatan Usaha dalam valuta asing paling
lama 7 (tujuh) hari sejak berakhirnya jangka waktu rencana tindak
(action plan).
2. Otoritas Jasa Keuangan mencabut persetujuan untuk melakukan
Kegiatan Usaha dalam valuta asing apabila jangka waktu rencana
tindak (action plan) dalam rangka penyesuaian Kegiatan Usaha dalam
valuta asing telah berakhir.
V. PERLAKUAN TERHADAP BANK YANG MELAKUKAN PENGGABUNGAN,
PELEBURAN, KONVERSI, DAN PEMISAHAN (SPIN OFF)
1. Dalam hal terjadi penggabungan atau peleburan antara 2 (dua) Bank
atau lebih, Bank hasil penggabungan atau peleburan tetap dapat
melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing dalam hal:
- 10 -
a. paling sedikit terdapat 1 (satu) Bank yang melakukan penggabungan
atau peleburan telah memperoleh persetujuan untuk melakukan
Kegiatan Usaha dalam valuta asing sebelum penggabungan atau
peleburan dilakukan;
b. Bank hasil penggabungan atau peleburan telah memenuhi
persyaratan Modal Inti sebagaimana dimaksud dalam butir III.A.1.b;
dan
c. Bank hasil penggabungan atau peleburan memberitahukan kepada
Otoritas Jasa Keuangan dan mendapatkan penegasan dari Otoritas
Jasa Keuangan mengenai rencana penggunaan persetujuan untuk
melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing yang telah dimiliki
oleh salah satu bank peserta penggabungan atau peleburan.
2. Dalam hal terjadi perubahan kegiatan usaha (konversi) BUK menjadi
Bank Umum Syariah (BUS) dan BUK dimaksud telah memperoleh
persetujuan untuk melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing
sebelum konversi dilakukan, Bank hasil konversi tetap dapat melakukan
Kegiatan Usaha dalam valuta asing dengan memberitahukan kepada
Otoritas Jasa Keuangan dan mendapatkan penegasan dari Otoritas Jasa
Keuangan.
3. Dalam hal UUS melakukan pemisahan (spin off) dari BUK yang menjadi
induknya, diatur sebagai berikut:
a. Dalam hal UUS yang telah memperoleh persetujuan untuk
melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing melakukan
pemisahan (spin off) menjadi BUS maka BUS hasil pemisahan (spin
off) tetap dapat melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing
sepanjang telah memenuhi persyaratan Modal Inti sebagaimana
dimaksud dalam butir III.A.1.b dan telah memberitahukan kepada
Otoritas Jasa Keuangan serta mendapatkan penegasan dari Otoritas
Jasa Keuangan.
b. Dalam hal UUS yang telah memperoleh persetujuan untuk
melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing melakukan
pemisahan (spin off) dan pada saat yang sama bergabung dengan
BUS atau BUK yang melakukan perubahan kegiatan usaha (konversi)
menjadi BUS maka BUS dimaksud dapat melakukan Kegiatan Usaha
dalam valuta asing sepanjang telah memenuhi persyaratan Modal Inti
sebagaimana dimaksud dalam butir III.A.1.b dan telah
- 11 -
memberitahukan kepada Otoritas Jasa Keuangan serta mendapatkan
penegasan dari Otoritas Jasa Keuangan.
VI. KETENTUAN LAIN – LAIN
1. Perubahan daftar kantor cabang Bank yang akan melakukan Kegiatan
Usaha dalam valuta asing harus dilaporkan kepada Otoritas Jasa
Keuangan.
2. Pengajuan permohonan untuk melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta
asing sebagaimana dimaksud dalam butir III.B.3 dan pemberitahuan
untuk melanjutkan Kegiatan Usaha dalam valuta asing sebagaimana
dimaksud dalam butir V, disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan
dengan alamat sebagai berikut:
a. Bank Umum Konvensional
1) Departemen Pengawasan Bank terkait, bagi BUK yang berkantor
pusat atau kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar
negeri yang berada di wilayah Provinsi DKI Jakarta; atau
2) Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor Otoritas
Jasa Keuangan setempat sesuai wilayah tempat kedudukan
kantor pusat Bank.
b. Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah
1) Departemen Perbankan Syariah bagi BUS dan UUS yang
berkantor pusat di wilayah Provinsi DKI Jakarta; atau
2) Kantor Regional atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat
bagi BUS dan UUS yang berkantor pusat di luar wilayah Provinsi
DKI Jakarta.
3. Pengajuan rencana tindak (action plan) sebagaimana dimaksud dalam
butir IV.A.1 serta laporan perubahan daftar kantor cabang Bank yang
akan melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing sebagaimana
dimaksud dalam angka 1, disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan
dengan alamat sebagai berikut:
a. Bank Umum Konvensional
1) Departemen Pengawasan Bank terkait, bagi BUK yang berkantor
pusat atau kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar
negeri yang berada di wilayah Provinsi DKI Jakarta; atau
2) Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor Otoritas
Jasa Keuangan setempat sesuai wilayah tempat kedudukan
kantor pusat Bank.
- 12 -
b. Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah
1) Departemen Perbankan Syariah bagi BUS dan UUS yang
berkantor pusat di wilayah Provinsi DKI Jakarta; atau
2) Kantor Regional atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat
bagi BUS dan UUS yang berkantor pusat di luar wilayah Provinsi
DKI Jakarta.
VII. KETENTUAN PERALIHAN
1. Dalam hal Bank yang dimiliki Pemerintah Daerah telah memiliki izin
sebagai bank yang melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing namun
belum memenuhi kewajiban pemenuhan modal inti minimum yaitu
sebesar Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah), wajib mengajukan
rencana tindak (action plan) untuk menyesuaikan Kegiatan Usaha atau
meningkatkan Modal Inti paling lambat akhir bulan Juni 2018
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
mengenai Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor Berdasarkan Modal Inti
Bank.
2. Bank sebagaimana dimaksud dalam angka 1 yang tidak dapat memenuhi
persyaratan Modal Inti atau yang memilih untuk menyesuaikan Kegiatan
Usaha dalam valuta asing, dapat melakukan kegiatan sebagai PVA
sepanjang mendapatkan persetujuan sebagai PVA dari Otoritas Jasa
Keuangan.
VIII. PENUTUP
Pada saat Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku, Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 15/27/DPNP perihal Persyaratan Bank
Umum untuk Melakukan Kegiatan Usaha dalam Valuta Asing dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
- 13 -
Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku
pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 7 Juli 2017
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN
OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
NELSON TAMPUBOLON
Salinan ini sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 3/SEOJK.03/2017 </reg_id>
<reg_title> PERUBAHAN KEGIATAN USAHA BANK PERKREDITAN RAKYAT MENJADI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH </reg_title>
<set_date> 3 Januari 2017 </set_date>
<effective_date> 3 Januari 2017 </effective_date>
<replaced_reg> '11/25/DPbS|SE-BI' </replaced_reg>
<related_reg> '64/POJK.03/2016' </related_reg>
|
-1-
Yth.
Direksi atau Pengurus Pelaku Usaha Jasa Keuangan,
di Tempat.
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 14/SEOJK.07/2014
TENTANG
KERAHASIAAN DAN KEAMANAN DATA DAN/ATAU INFORMASI PRIBADI
KONSUMEN
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 118, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5431), maka perlu diatur ketentuan
mengenai petunjuk pelaksanaan penerapan prinsip Kerahasiaan Dan Keamanan
Data Dan/Atau Informasi Pribadi Konsumen sebagaimana diatur dalam Pasal 2
huruf d, Pasal 31 dan Pasal 49 dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan
sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan:
1. Data dan/atau Informasi Pribadi Konsumen adalah data dan/atau
informasi, yang mencakup sebagai berikut:
a. perseorangan:
1) nama;
2) alamat;
3) tanggal lahir dan/atau umur;
4) nomor telepon; dan/atau
5) nama ibu kandung.
b. korporasi:
1) nama;
2) alamat ...
-2-
2) alamat;
3) nomor telepon;
4) susunan direksi dan komisaris termasuk dokumen identitas
berupa Kartu Tanda Penduduk/paspor/ijin tinggal; dan/atau
5) susunan pemegang saham.
2. Pelaku Usaha Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat PUJK, adalah
Bank Umum, Bank Perkreditan Rakyat, Perusahaan Efek, Penasihat
Investasi, Bank Kustodian, Dana Pensiun, Perusahaan Asuransi,
Perusahaan Reasuransi, Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Gadai, dan
Perusahaan Penjaminan, baik yang melaksanakan kegiatan usahanya
secara konvensional maupun secara syariah.
3. Konsumen adalah pihak-pihak yang menempatkan dananya dan/atau
memanfaatkan pelayanan yang tersedia di PUJK antara lain nasabah
pada Perbankan, pemodal pada Pasar Modal, pemegang polis pada
Perasuransian, dan peserta pada Dana Pensiun, berdasarkan peraturan
perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
II. PERLINDUNGAN DATA DAN/ATAU INFORMASI PRIBADI KONSUMEN
1. PUJK dilarang dengan cara apapun, memberikan data dan/atau
informasi pribadi mengenai Konsumennya kepada pihak ketiga.
2. Larangan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dikecualikan dalam hal:
a. Konsumen memberikan persetujuan tertulis; dan/atau
b. diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan.
3. Dalam hal Konsumen memberikan persetujuan tertulis sebagaimana
dimaksud pada angka 2 huruf a, PUJK dapat memberikan Data
dan/atau Informasi Pribadi Konsumen dengan kewajiban memastikan
pihak ketiga dimaksud tidak memberikan dan/atau menggunakan Data
dan/atau Informasi Pribadi Konsumen untuk tujuan selain yang
disepakati antara PUJK dengan pihak ketiga.
4. Tata cara persetujuan tertulis dari Konsumen dapat dinyatakan dalam
bentuk antara lain:
a. pilihan setuju atau tidak setuju; atau
b. memberikan tanda persetujuan.
dalam dokumen dan/atau perjanjian produk dan/atau layanan.
5. Dalam hal PUJK yang memperoleh data dan/atau informasi pribadi
seseorang dan/atau sekelompok orang dari pihak lain dan PUJK akan
menggunakan data dan/atau informasi tersebut untuk melaksanakan
kegiatannya, PUJK wajib memiliki pernyataan tertulis bahwa pihak lain
dimaksud ...
-3-
dimaksud telah memperoleh persetujuan tertulis dari seseorang
dan/atau sekelompok orang tersebut untuk memberikan data dan/atau
informasi pribadi dimaksud kepada pihak manapun termasuk PUJK.
6. PUJK wajib menetapkan kebijakan dan prosedur tertulis mengenai
penggunaan Data dan/atau Informasi Pribadi Konsumen yang paling
kurang memuat:
a. menjelaskan secara tertulis dan/atau lisan kepada Konsumen
mengenai tujuan dan konsekuensi dari pemberian persetujuan
tertulis serta pemberian dan/atau penyebarluasan Data dan/atau
Informasi Pribadi Konsumen sebagaimana dimaksud pada angka 2
huruf a; dan
b. meminta persetujuan tertulis dari Konsumen dalam hal PUJK akan
memberikan dan/atau menyebarluaskan Data dan/atau Informasi
Pribadi Konsumen kepada pihak ketiga untuk tujuan apapun, kecuali
ditetapkan lain dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
7. Kebijakan dan prosedur tertulis sebagaimana dimaksud pada angka 6
wajib dituangkan dalam standar prosedur operasional mengenai
penggunaan Data dan/atau Informasi Pribadi Konsumen sebagai
berikut:
a. pejabat dan/atau petugas PUJK menjelaskan secara tertulis
dan/atau lisan mengenai tujuan dan konsekuensi dari persetujuan
tertulis dari Konsumen terkait dengan pemberian dan/atau
penyebarluasan Data dan/atau Informasi Pribadi Konsumen bahwa:
1) hanya akan digunakan untuk kepentingan internal PUJK
dan/atau sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan; dan/atau
2) akan diberikan dan/atau disebarluaskan kepada pihak lain atas
persetujuan tertulis Konsumen.
b. dalam hal akan memberikan dan menyebarluaskan kepada pihak
lain, maka pejabat dan/atau petugas PUJK:
1) memberikan penjelasan kepada Konsumen mengenai tujuan dan
konsekuensi dari pemberian dan/atau penyebarluasan Data
dan/atau Informasi Pribadi Konsumen; dan
2) menyampaikan pernyataan tertulis bahwa PUJK telah
mendapatkan persetujuan tertulis dari Konsumen.
c. pejabat dan/atau petugas PUJK meminta persetujuan tertulis dari
Konsumen sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 4.
III. KETENTUAN ...
-4-
III. KETENTUAN LAIN – LAIN
Pada saat berlakunya Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini, PUJK yang
melakukan penyesuaian terhadap klausula dalam dokumen dan/atau
perjanjian produk dan/atau layanan yang mengatur mengenai penggunaan
Data dan/atau Informasi Pribadi Konsumen sesuai dengan ketentuan dalam
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini, membuat action plan yang
disetujui oleh Bidang Pengawasan dari masing-masing PUJK terkait.
IV. KETENTUAN PERALIHAN
1. Setiap klausula dalam dokumen dan/atau perjanjian produk dan/atau
layanan yang mengatur mengenai penggunaan Data dan/atau Informasi
Pribadi Konsumen yang telah ada sebelum berlakunya Surat Edaran
Otoritas Jasa Keuangan ini, wajib disesuaikan dengan ketentuan dalam
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
2. PUJK wajib menyampaikan pemberitahuan penyesuaian klausula
sebagaimana dimaksud pada angka 1 kepada Konsumen.
3. PUJK wajib mengirimkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada
angka 2 sejak berlakunya Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini
melalui sarana komunikasi yang dapat diakses oleh Konsumen atau yang
telah disepakati sebelumnya dengan Konsumen.
V. KETENTUAN PENUTUP
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 20 Agustus 2014
ANGGOTA DEWAN KOMISIONER BIDANG
EDUKASI DAN PERLINDUNGAN
KONSUMEN,
Ttd.
KUSUMANINGTUTI S. SOETIONO
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 14/SEOJK.07/2014 </reg_id>
<reg_title> KERAHASIAAN DAN KEAMANAN DATA DAN/ATAU INFORMASI PRIBADI KONSUMEN </reg_title>
<set_date> 20 Agustus 2014 </set_date>
<effective_date> 20 Agustus 2014 </effective_date>
<related_reg> '1/POJK.07/2013' </related_reg>
|
-1-
Yth.
1. Direksi Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai
Manajer Investasi;
2. Pengurus Asosiasi yang mewadahi Wakil Manajer Investasi;
3. Pengurus Lembaga Pendidikan Khusus di bidang Pasar Modal; dan
4. Wakil Manajer Investasi,
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 55 /SEOJK.04/2016
TENTANG
PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN BERKELANJUTAN
BAGI WAKIL MANAJER INVESTASI
Sehubungan dengan ketentuan Pasal 16 Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 25/POJK.04/2014 tentang Perizinan Wakil Manajer
Investasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 360,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5634), perlu mengatur
ketentuan mengenai Penyelenggaraan Program Pendidikan Berkelanjutan bagi
Wakil Manajer Investasi dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai
berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan
Program Pendidikan Berkelanjutan yang selanjutnya disingkat PPL adalah
suatu bentuk program kegiatan peningkatan pengetahuan dan
kemampuan secara berkelanjutan bagi Wakil Manajer Investasi secara
sistematis dan terukur.
II. PENYELENGGARA PROGRAM PENDIDIKAN BERKELANJUTAN
1. Pihak yang dapat menjadi penyelenggara PPL yaitu:
-2-
a. asosiasi yang mewadahi Wakil Manajer Investasi yang telah
mendapatkan pengakuan dari Otoritas Jasa Keuangan; dan
b. pihak lain, yaitu Lembaga Pendidikan Khusus di bidang Pasar
Modal sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-
undangan di sektor Pasar Modal yang mengatur mengenai tata
cara permohonan pengakuan sertifikat keahlian Wakil
Perusahaan Efek oleh lembaga pendidikan khusus di bidang
Pasar Modal, yang telah mendapatkan pengakuan dari Otoritas
Jasa Keuangan sebagai penyelenggara PPL.
2. Penyelenggara PPL sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dapat
bekerja sama dengan pihak lain dalam rangka pelaksanaan PPL
dengan ketentuan tanggung jawab penyelenggaraan tetap berada
pada penyelenggara PPL.
III. PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN BERKELANJUTAN
1. PPL dapat dilakukan dalam bentuk tatap muka atau selain tatap
muka.
2. PPL yang dilakukan dalam bentuk tatap muka dapat berupa:
a. pelatihan;
b. lokakarya;
c. diskusi panel;
d. seminar;
e. konferensi; atau
f.
simposium.
3. PPL yang dilakukan dalam bentuk selain tatap muka dapat berupa:
a. penulisan artikel, makalah, atau buku dengan materi yang
ditentukan oleh pihak penyelenggara PPL dan dipublikasikan;
b.
riset profesional atau studi terhadap bidang yang ditentukan
oleh pihak penyelenggara PPL;
c. pelatihan melalui media elektronik (online) yang ditentukan oleh
pihak penyelenggara PPL, misalnya melalui layanan webinar
(web-based seminar); atau
-3-
d. menjadi pengajar dalam pelatihan, lokakarya, diskusi panel,
seminar, konferensi, atau simposium terkait bidang yang
ditentukan oleh pihak penyelenggara PPL.
4. Dalam hal PPL dalam bentuk selain tatap muka dilakukan berupa
pelatihan melalui media elektronik sebagaimana dimaksud dalam
angka 3 huruf c, penyelenggara PPL wajib memastikan adanya
evaluasi dalam proses pelatihan tersebut dalam bentuk soal ujian
yang terkait dengan materi pelatihan dimaksud.
5. Pemegang Izin Wakil Manajer Investasi dianggap telah memenuhi
kewajiban PPL apabila:
a.
telah mengikuti 1 (satu) PPL dalam bentuk tatap muka dengan
total durasi paling sedikit 360 (tiga ratus enam puluh) menit
efektif; atau
b. telah mengikuti PPL dalam bentuk selain tatap muka yang
setara dengan pelaksanaan PPL dalam bentuk tatap muka
dengan total durasi paling sedikit 360 (tiga ratus enam puluh)
menit efektif dan telah mendapatkan penilaian atas pemenuhan
kewajiban PPL dalam bentuk selain tatap muka dari
penyelenggara PPL,
setiap 1 (satu) periode perpanjangan izin Wakil Manajer Investasi.
6. Tata cara pelaksanaan PPL secara tatap muka dan selain tatap muka
diatur oleh penyelenggara PPL.
7. Penyelenggaraan PPL wajib:
a. dilaksanakan sesuai dengan prosedur operasi standar tentang
penyelenggaraan PPL; dan
b. didukung sarana dan prasarana yang memadai.
IV. PERSYARATAN DAN TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN
PENGAKUAN PIHAK LAIN SEBAGAI PENYELENGGARA PROGRAM
PENDIDIKAN BERKELANJUTAN
1. Permohonan untuk mendapat pengakuan sebagai penyelenggara PPL
diajukan oleh pihak lain sebagaimana dimaksud dalam angka II
angka 1 huruf b dalam bentuk dokumen cetak kepada Otoritas Jasa
Keuangan sesuai dengan format surat Permohonan Pengakuan
-4-
Sebagai Penyelenggara Program Pendidikan Berkelanjutan Wakil
Manajer Investasi sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas
Jasa Keuangan ini dan wajib disertai kelengkapan dokumen sebagai
berikut:
a. prosedur operasi standar pelaksanaan PPL bagi pemegang izin
Wakil Manajer Investasi;
b. rencana PPL bagi pemegang izin Wakil Manajer Investasi; dan
c. pernyataan tidak pernah dicabut hak penyelenggaraan PPL
dan/atau penyelenggaraan pendidikan/pelatihan lainnya
khusus bidang Pasar Modal dalam 6 (enam) bulan terakhir.
2. Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan telah menyediakan sistem
elektronik permohonan untuk mendapat pengakuan sebagai
penyelenggara PPL, permohonan dimaksud dapat diajukan melalui
sistem elektronik tersebut.
3. Pengakuan sebagai penyelenggara PPL diberikan Otoritas Jasa
Keuangan paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja sejak diterimanya
permohonan untuk mendapat pengakuan sebagai penyelenggara PPL
secara lengkap.
4. Dalam hal permohonan untuk mendapat pengakuan sebagai
penyelenggara PPL pada saat diterima tidak memenuhi syarat, paling
lambat 20 (dua puluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan,
Otoritas Jasa Keuangan memberikan surat pemberitahuan kepada
pemohon yang menyatakan:
a. permohonan belum memenuhi persyaratan; atau
b. permohonan ditolak karena tidak memenuhi persyaratan.
5. Dalam hal permohonan untuk mendapat pengakuan sebagai
penyelenggara PPL belum memenuhi persyaratan, pemohon wajib
melengkapi kekurangan yang dipersyaratkan dalam surat
pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam angka 4 huruf a
paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja setelah tanggal surat
pemberitahuan.
-5-
6. Penyampaian perubahan dokumen, tambahan informasi, dan/atau
kelengkapan kekurangan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
angka 5 dianggap telah diterima oleh Otoritas Jasa Keuangan pada
tanggal diterimanya perubahan dokumen, tambahan informasi,
dan/atau kelengkapan kekurangan persyaratan tersebut.
7. Sejak diterimanya perubahan dokumen, tambahan informasi,
dan/atau kelengkapan kekurangan persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam angka 6, permohonan pengakuan sebagai
penyelenggara PPL dianggap baru diterima oleh Otoritas Jasa
Keuangan dan diproses sebagaimana dimaksud dalam angka 3.
8. Pemohon yang tidak melengkapi kekurangan yang dipersyaratkan
dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam angka 5 dianggap
membatalkan permohonan untuk mendapat pengakuan sebagai
penyelenggara PPL yang sudah diajukan kepada Otoritas Jasa
Keuangan.
V. KEWAJIBAN PENYELENGGARA DAN PESERTA PROGRAM PENDIDIKAN
BERKELANJUTAN
1. Penyelenggara PPL wajib membuat rencana penyelenggaraan PPL
setiap tahunnya.
2. Rencana tahunan penyelenggaraan PPL wajib disampaikan kepada
Otoritas Jasa Keuangan paling lambat pada setiap tanggal
12 Januari sesuai dengan format Rencana Tahunan Penyelenggaraan
Program Pendidikan Berkelanjutan sebagaimana tercantum dalam
Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat
Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
3. Otoritas Jasa Keuangan dapat meminta penyelenggara PPL untuk
melakukan penyesuaian terhadap rencana tahunan penyelenggaraan
PPL yang telah disampaikan, termasuk tetapi tidak terbatas pada
silabus atau materi PPL.
4. Penyelenggara PPL wajib membuat laporan penyelenggaraan PPL
secara periodik.
5. Laporan penyelenggaraan PPL wajib disampaikan kepada Otoritas
Jasa Keuangan paling lambat pada setiap tanggal 12 Januari dan
12 Juli sesuai dengan format Laporan Penyelenggaraan Program
-6-
Pendidikan Berkelanjutan dan format Laporan Daftar Sertifikat
Program Pendidikan Berkelanjutan Yang Diterbitkan sebagaimana
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini, disertai
dengan dokumen pendukung berupa bukti kehadiran peserta PPL
(tatap muka) dan dokumen pendukung lainnya bagi peserta PPL
selain tatap muka.
6. Laporan penyelenggaraan PPL sebagaimana dimaksud dalam angka
4 harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. untuk PPL dalam bentuk tatap muka, paling sedikit memuat:
1) nama institusi atau lembaga penyelenggara PPL;
2) tempat dan waktu kegiatan;
3) silabus atau materi PPL;
4) daftar hadir atau absensi peserta PPL; dan
5) nama serta nomor dan tanggal Surat Keputusan Izin Wakil
Manajer Investasi yang menjadi peserta PPL; serta
b. untuk PPL dalam bentuk selain tatap muka, paling sedikit
memuat:
1) nama institusi atau lembaga penyelenggara PPL;
2) nama serta nomor dan tanggal Surat Keputusan Izin Wakil
Manajer Investasi yang menjadi peserta PPL; dan
3) laporan pemenuhan PPL.
7. Dalam hal batas akhir waktu penyampaian rencana tahunan
sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dan penyampaian laporan
penyelenggaraan PPL sebagaimana dimaksud dalam angka 5 jatuh
pada hari libur, rencana tahunan dan laporan tersebut disampaikan
pada 1 (satu) hari kerja berikutnya.
8. Rencana tahunan penyelenggaraan PPL sebagaimana dimaksud
dalam angka 2 dan laporan penyelenggaraan PPL sebagaimana
dimaksud dalam angka 5 disampaikan kepada Otoritas Jasa
Keuangan dalam bentuk dokumen cetak dan dapat pula disiapkan
-7-
dalam format digital dengan menggunakan media digital cakram
padat (compact disk) atau lainnya.
9. Orang perseorangan yang memiliki izin Wakil Manajer Investasi yang
telah mengikuti kegiatan PPL wajib menyampaikan laporan kepada
Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 14 (empat belas) hari
terhitung sejak yang bersangkutan selesai mengikuti program
tersebut sesuai format Laporan Partisipasi Program Pendidikan
Berkelanjutan sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas
Jasa Keuangan ini.
10. Dalam hal batas akhir waktu penyampaian laporan sebagaimana
dimaksud dalam angka 9 jatuh pada hari libur, laporan tersebut
disampaikan pada 1 (satu) hari kerja berikutnya.
11. Dalam hal orang perseorangan yang memiliki izin Wakil Manajer
Investasi menyampaikan Laporan Partisipasi Program Pendidikan
Berkelanjutan melewati batas waktu sebagaimana dimaksud dalam
angka 10, penghitungan jumlah hari keterlambatan atas
penyampaian laporan dihitung sejak hari pertama setelah batas
akhir waktu penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam
angka 10.
12. Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan telah menyediakan sistem
elektronik bagi penyampaian rencana tahunan penyelenggaraan PPL,
laporan penyelenggaraan PPL, dan laporan partisipasi PPL
sebagaimana dimaksud dalam angka 2, angka 5, dan angka 9,
rencana tahunan dan laporan tersebut wajib disampaikan melalui
sistem elektronik.
VI. PEMERIKSAAN ATAS PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN
BERKELANJUTAN
Otoritas Jasa Keuangan berwenang melakukan pemeriksaan terhadap
penyelenggaraan PPL.
VII. PENCABUTAN PENGAKUAN PIHAK LAIN SEBAGAI PENYELENGGARA
PROGRAM PENDIDIKAN BERKELANJUTAN
1. Surat pengakuan pihak lain sebagai penyelenggara PPL menjadi
tidak berlaku apabila:
-8-
a. badan hukum pihak lain tersebut bubar; dan/atau
b. status badan hukum dari pihak lain tersebut dicabut oleh
instansi yang berwenang.
2. Otoritas Jasa Keuangan dapat mencabut surat pengakuan pihak lain
sebagai penyelenggara PPL apabila terdapat hal sebagai berikut:
a. pihak lain sebagai penyelenggara PPL mengembalikan surat
pengakuan yang dimilikinya;
b. kantor pihak lain sebagai penyelenggara PPL tidak ditemukan;
c. pihak lain sebagai penyelenggara PPL membatalkan atau
menunda jadwal penyelenggaraan PPL yang mengakibatkan
pemegang izin Wakil Manajer Investasi tidak dapat
menyampaikan dokumen pendidikan berkelanjutan dalam
pengajuan permohonan perpanjangan izin; dan/atau
d. pihak lain sebagai penyelenggara PPL telah menerima 3 (tiga)
kali surat peringatan namun dalam waktu 1 (satu) bulan sejak
diterbitkannya surat peringatan ketiga tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana tercantum dalam isi surat peringatan
tersebut.
3. Pengembalian surat pengakuan sebagaimana dimaksud dalam angka
2 huruf a wajib disertai dokumen sebagai berikut:
a. keterangan mengenai alasan pengembalian surat pengakuan
tersebut;
b. surat pengakuan sebagai pihak lain sebagai penyelenggara PPL
oleh Otoritas Jasa Keuangan; dan
c. surat pernyataan pertanggungjawaban pihak lain sebagai
penyelenggara PPL atas kewajibannya kepada pihak ketiga.
4. Dalam hal pencabutan surat pengakuan pihak lain sebagai
penyelenggara PPL disebabkan karena ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam angka 2 huruf b, huruf c, dan huruf d, pihak lain
sebagai penyelenggara PPL wajib menyelesaikan kewajibannya
kepada pihak ketiga.
5. Tidak berlakunya surat pengakuan pihak lain sebagai penyelenggara
PPL sebagaimana dimaksud dalam angka 1 serta pencabutan surat
-9-
pengakuan pihak lain sebagai penyelenggara PPL sebagaimana
dimaksud dalam angka 2 dapat diumumkan oleh Otoritas Jasa
Keuangan melalui media massa.
VIII. KETENTUAN LAIN-LAIN
Asosiasi atau pihak lain yang diakui oleh Otoritas Jasa Keuangan sebagai
penyelenggara PPL wajib:
1. mencatat pemegang izin Wakil Manajer Investasi yang mendaftar
untuk mengikuti pendidikan berkelanjutan; dan
2. memberikan bukti pendaftaran kepada pemegang izin Wakil Manajer
Investasi yang mendaftar untuk mengikuti pendidikan berkelanjutan,
untuk PPL dalam bentuk tatap muka dan selain tatap muka berupa
layanan webinar (web-based seminar) yang diselenggarakan oleh
penyelenggara PPL.
IX. KETENTUAN PERALIHAN
1. Pelatihan, lokakarya, diskusi panel, seminar, konferensi atau
simposium yang diselenggarakan oleh asosiasi yang mewadahi Wakil
Manajer Investasi sebelum diterbitkannya Surat Edaran Otoritas
Jasa Keuangan ini dapat diperhitungkan sebagai kredit dalam
pemenuhan kewajiban PPL WMI.
2. Kewajiban untuk menyampaikan dokumen telah mengikuti
pendidikan berkelanjutan dalam pengajuan permohonan
perpanjangan izin Wakil Manajer Investasi dikecualikan jika:
a. belum terlaksananya PPL yang dilaksanakan oleh asosiasi atau
pihak lain yang diakui oleh Otoritas Jasa Keuangan; dan/atau
b. pemegang izin Wakil Manajer Investasi yang mengajukan
permohonan perpanjangan izin telah mendaftar untuk
mengikuti PPL, namun asosiasi atau pihak lain yang
menyelenggarakan PPL membatalkan atau menunda jadwal
penyelenggaraan PPL yang mengakibatkan pemegang izin Wakil
Manajer Investasi tidak dapat menyampaikan dokumen
pendidikan berkelanjutan dalam pengajuan permohonan
perpanjangan izin, untuk PPL dalam bentuk tatap muka dan
-10-
selain tatap muka berupa layanan webinar (web-based seminar)
yang diselenggarakan oleh penyelenggara PPL.
3. Pemegang izin Wakil Manajer Investasi yang tidak mengikuti PPL
karena kondisi sebagaimana dimaksud dalam angka 1 huruf b, wajib
menyampaikan bukti pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam
angka VIII pada saat permohonan pengajuan perpanjangan izin
Wakil Manajer Investasi.
4. Kewajiban penyampaian rencana tahunan penyelenggaraan PPL
kepada Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam angka
V angka 2, tidak berlaku dalam hal penyelenggara PPL baru diakui
oleh Otoritas Jasa Keuangan setelah tanggal 12 Januari.
5. Dalam hal penyelenggara PPL mendapatkan pengakuan setelah
tanggal 12 Januari, kewajiban penyampaian rencana tahunan
penyelenggaraan PPL kepada Otoritas Jasa Keuangan disampaikan
paling lama 3 (tiga) bulan sebelum penyelenggaraan PPL dimulai.
X. KETENTUAN PENUTUP
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 30 Desember 2016
KEPALA EKSEKUTIF
PENGAWAS PASAR MODAL,
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
ttd
NURHAIDA
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 55/SEOJK.04/2016 </reg_id>
<reg_title> PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN BERKELANJUTAN BAGI WAKIL MANAJER INVESTASI </reg_title>
<set_date> 30 Desember 2016 </set_date>
<effective_date> 30 Desember 2016 </effective_date>
<related_reg> '25/POJK.04/2014 | Pasal 16' </related_reg>
|
Yth.
Direksi Bank Umum Konvensional
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 26 /SEOJK.03/2016
TENTANG
KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM SESUAI PROFIL RISIKO DAN
PEMENUHAN CAPITAL EQUIVALENCY MAINTAINED ASSETS
Sehubungan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
11/POJK.03/2016 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 25, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5848), perlu untuk mengatur
ketentuan pelaksanaan mengenai Kewajiban Penyediaan Modal Minimum
Sesuai Profil Risiko dan Pemenuhan Capital Equivalency Maintained Assets
dalam suatu Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
1. Kewajiban Bank untuk menyediakan modal minimum sesuai profil
risiko selain bertujuan untuk mengantisipasi potensi kerugian yang
antara lain timbul dari Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) yang
telah memperhitungkan Risiko Kredit, Risiko Pasar, dan Risiko
Operasional, juga untuk mengantisipasi potensi kerugian pada masa
mendatang dari risiko-risiko yang belum sepenuhnya diperhitungkan
dalam ATMR, antara lain risiko konsentrasi, risiko likuiditas, risiko
suku bunga pada banking book (interest rate risk in banking book),
risiko hukum, risiko kepatuhan, risiko reputasi, dan risiko stratejik,
serta untuk mengantisipasi dampak penerapan skenario stress testing
terhadap kecukupan modal Bank.
2. Dalam memenuhi kewajiban penyediaan modal minimum sesuai profil
risiko, baik secara individu maupun konsolidasi dengan Perusahaan
Anak, Bank wajib memiliki dan menerapkan proses perhitungan
kecukupan ...
- 2 -
kecukupan modal secara internal atau Internal Capital Adequacy
Assessment Process (ICAAP) sebagaimana dimaksud dalam Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan mengenai kewajiban penyediaan modal
minimum bank umum.
3. Kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri, selain
wajib menyediakan modal minimum sesuai profil risiko, juga wajib
memenuhi Capital Equivalency Maintained Assets (CEMA) minimum
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
mengenai kewajiban penyediaan modal minimum bank umum, untuk
memperkuat permodalan dalam rangka memelihara stabilitas sistem
keuangan secara umum dan sektor perbankan secara khusus.
II. KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM SESUAI PROFIL RISIKO
A. Internal Capital Adequacy Assessment Process (ICAAP)
1.
ICAAP adalah proses yang dilakukan Bank untuk menetapkan
kecukupan modal sesuai dengan profil risiko Bank dan penetapan
strategi untuk memelihara tingkat permodalan.
2. Komponen ICAAP paling sedikit mencakup:
a. Pengawasan aktif Direksi dan Dewan Komisaris, paling
sedikit mencakup:
1) Direksi dan Dewan Komisaris bertanggung jawab:
a) memahami sifat dan tingkat risiko yang dihadapi
oleh Bank, menilai kecukupan kualitas manajemen
risiko, dan mengaitkan tingkat risiko dengan
kecukupan modal yang dimiliki Bank untuk
mengantisipasi risiko-risiko yang dihadapi dan
untuk mendukung rencana bisnis serta rencana
strategis Bank pada masa mendatang; dan
b) memastikan terlaksananya ICAAP secara konsisten
dan terintegrasi dalam aktivitas operasional Bank.
2) Direksi berwenang dan bertanggung jawab paling
sedikit:
a) menyusun kebijakan, strategi, dan prosedur
pengelolaan modal sesuai dengan ukuran,
karakteristik, kompleksitas usaha, dan tingkat
risiko Bank serta memastikan Bank senantiasa
memelihara ...
- 3 -
memelihara tingkat permodalan yang memadai
untuk mengantisipasi risiko-risiko Bank;
b) mengembangkan kerangka untuk menilai tingkat
risiko yang dihadapi Bank dan proses yang
mengaitkan tingkat risiko dengan kebutuhan
modal;
c) memastikan bahwa rencana strategis Bank
mencakup strategi pengelolaan modal yang
menggambarkan kebutuhan modal, antisipasi
belanja modal (capital expenditure), target
permodalan yang ingin dicapai, dan sumber
permodalan yang diharapkan; dan
d) memastikan strategi, kebijakan, dan prosedur
pengelolaan modal dikomunikasikan dan
dilaksanakan secara menyeluruh (bank-wide).
3) Dewan Komisaris berwenang dan bertanggung jawab
paling sedikit:
a) menyetujui kebijakan, strategi, dan prosedur
pengelolaan modal Bank;
b) melakukan kaji ulang terhadap kualitas dan
efektivitas pengelolaan modal yang dilakukan oleh
Direksi; dan
c) melakukan evaluasi berkala terhadap kualitas dan
efektivitas kebijakan, strategi, dan prosedur
pengelolaan modal serta melakukan penyesuaian
dalam hal diperlukan.
b. Penilaian kecukupan modal, paling sedikit mencakup:
1) kebijakan dan prosedur yang memadai untuk
memastikan seluruh risiko telah diidentifikasi, diukur,
dan dilaporkan secara berkala kepada Direksi dan
Dewan Komisaris. Jenis risiko dan faktor-faktor yang
dipertimbangkan dalam penilaian setiap risiko mengacu
pada ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur
mengenai penilaian tingkat kesehatan Bank, sedangkan
untuk penerapan manajemen risiko seperti proses
identifikasi dan pengukuran mengacu pada
ketentuan ...
- 4 -
ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur
mengenai penerapan manajemen risiko bagi Bank;
2) metode dan proses dalam melakukan penilaian
kecukupan permodalan dengan mengaitkan tingkat
risiko dengan tingkat permodalan yang dibutuhkan
untuk menyerap potensi kerugian dari risiko dimaksud;
3) penyesuaian metode dan asumsi yang digunakan dalam
hal terjadi perubahan pada rencana bisnis, profil risiko,
dan faktor eksternal; dan
4) dokumentasi hasil pengukuran risiko dan perhitungan
tingkat permodalan yang dibutuhkan, termasuk metode
dan asumsi yang digunakan.
c. Pemantauan dan pelaporan, paling sedikit mencakup:
1) sistem informasi yang memadai untuk memantau dan
melaporkan eksposur risiko serta mengukur dampak
perubahan profil risiko terhadap kebutuhan modal
Bank; dan
2)
laporan profil risiko dan tingkat permodalan yang
disampaikan secara berkala kepada Direksi dan Dewan
Komisaris, yang digunakan oleh Direksi untuk:
a) mengevaluasi tingkat risiko, kecenderungan (trend)
pergerakan risiko, dan dampak yang ditimbulkan
terhadap tingkat permodalan;
b) mengevaluasi kewajaran metode serta sensitivitas
dan kewajaran asumsi yang digunakan dalam
pengukuran tingkat risiko dan penilaian
kecukupan modal Bank;
c) menetapkan ketersediaan modal Bank yang
memadai sesuai profil risiko; dan
d) mengukur estimasi kebutuhan modal pada masa
mendatang berdasarkan hasil penilaian profil
risiko terkini dan melakukan penyesuaian rencana
strategis Bank dalam hal diperlukan.
d. Pengendalian internal, paling sedikit mencakup:
1) sistem pengendalian intern yang memadai untuk
memastikan keandalan dari ICAAP yang diterapkan;
dan
2) kaji ...
- 5 -
2) kaji ulang ICAAP secara berkala paling sedikit 1 (satu)
tahun sekali dan sewaktu-waktu sesuai kebutuhan
Bank, untuk memastikan keandalan, akurasi, dan
kewajaran dari proses dimaksud. Proses kaji ulang
dilakukan oleh pihak internal Bank yang memiliki
kompetensi yang memadai dan independen terhadap
proses penetapan kecukupan modal. Cakupan kaji
ulang ICAAP paling sedikit:
a) kesesuaian proses penilaian kecukupan modal
dengan ukuran, karakteristik, dan kompleksitas
usaha Bank;
b) akurasi dan kelengkapan data yang digunakan
dalam proses penilaian kecukupan modal;
c) kewajaran metode dan asumsi yang digunakan
dalam proses penilaian kecukupan modal; dan
d) kewajaran skenario stress testing yang digunakan
dalam proses penilaian kecukupan modal.
B. Supervisory Review and Evaluation Process (SREP)
1. SREP adalah proses kaji ulang yang dilakukan oleh Otoritas Jasa
Keuangan atas hasil ICAAP Bank.
2. SREP meliputi penilaian terhadap kecukupan:
a. pengawasan aktif Direksi dan Dewan Komisaris;
b. penilaian kecukupan modal;
c. pemantauan dan pelaporan; dan
d. pengendalian internal.
C. Perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Sesuai Profil
Risiko
1. Bank menyediakan modal minimum sesuai profil risiko, baik
secara individu maupun secara konsolidasi dengan Perusahaan
Anak.
2. Penyediaan modal minimum ditetapkan paling rendah:
a. 8% (delapan persen) dari ATMR, untuk Bank dengan profil
risiko Peringkat 1;
b. 9% ...
- 6 -
b. 9% (sembilan persen) sampai dengan kurang dari 10%
(sepuluh persen) dari ATMR, untuk Bank dengan profil risiko
Peringkat 2;
c. 10% (sepuluh persen) sampai dengan kurang dari 11%
(sebelas persen) dari ATMR, untuk Bank dengan profil risiko
Peringkat 3; atau
d. 11% (sebelas persen) sampai dengan 14% (empat belas
persen) dari ATMR, untuk Bank dengan profil Risiko
Peringkat 4 atau Peringkat 5.
3. Total ATMR merupakan penjumlahan dari ATMR untuk Risiko
Kredit, ATMR untuk Risiko Pasar, dan ATMR untuk Risiko
Operasional.
4. Otoritas Jasa Keuangan berwenang menetapkan modal minimum
lebih besar dari modal minimum sebagaimana pada angka 2,
dalam hal Otoritas Jasa Keuangan menilai Bank menghadapi
potensi kerugian yang membutuhkan modal lebih besar.
5. Beberapa ilustrasi perhitungan modal minimum sesuai profil
risiko sebagai berikut:
Ilustrasi 1:
Bank A memiliki total modal sebesar Rp130 miliar dan total ATMR
sebesar Rp1.300 miliar sehingga rasio KPMM Bank A adalah
sebesar 10%. Bank A memiliki profil risiko dengan Peringkat 2.
Berdasarkan hasil ICAAP dan perhitungan Otoritas Jasa
Keuangan, Bank A perlu menyediakan modal minimum sesuai
profil risiko sebesar 9% dari ATMR.
Dengan demikian, Bank A wajib menyediakan modal minimum
sesuai profil risiko sebesar 9% dari Rp1.300 miliar atau sebesar
Rp117 miliar.
Dengan rasio KPMM Bank A sebesar 10% maka dalam hal ini
Bank A telah memenuhi persyaratan minimum rasio KPMM
sesuai profil risiko sebesar 9%.
Ilustrasi 2:
Bank B memiliki total modal sebesar Rp900 miliar dan total ATMR
sebesar Rp9.000 miliar sehingga rasio KPMM Bank B adalah 10%.
Bank B memiliki profil risiko dengan Peringkat 3. Berdasarkan
hasil ICAAP, Bank B memerlukan modal minimum sebesar 10%
dari ATMR, namun berdasarkan hasil penilaian Otoritas Jasa
Keuangan ...
- 7 -
Keuangan, Bank B memerlukan modal minimum sebesar 11%,
antara lain karena terdapat potensi kerugian yang membutuhkan
modal lebih besar.
Dengan demikian, Bank B wajib menyediakan modal minimum
sesuai profil risiko sebesar 11% dari Rp9.000 miliar atau sebesar
Rp990 miliar.
Dengan rasio KPMM Bank B sebesar 10% maka Bank B tidak
memenuhi persyaratan minimum rasio KPMM sesuai profil risiko
yaitu sebesar 11%. Bank B memerlukan tambahan modal paling
sedikit sebesar Rp990 miliar dikurangi Rp900 miliar atau sebesar
Rp90 miliar.
D. Pelaporan
1. Bank menyampaikan laporan penilaian kecukupan modal
minimum sesuai profil risiko kepada Otoritas Jasa Keuangan
dengan mengacu pada format sebagaimana Lampiran I paling
sedikit setiap semester untuk posisi akhir bulan Juni dan posisi
akhir bulan Desember.
Laporan tersebut disampaikan bersamaan dengan penyampaian
hasil self-assessment tingkat kesehatan bank sesuai ketentuan
Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai penilaian
tingkat kesehatan Bank.
2. Laporan sebagaimana pada angka 1 disampaikan kepada:
a. Departemen Pengawasan Bank terkait, bagi Bank yang
berkantor pusat atau kantor cabang dari bank yang
berkedudukan di luar negeri yang berada di wilayah Daerah
Khusus Ibukota Jakarta; atau
b. Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor
Otoritas Jasa Keuangan setempat sesuai wilayah tempat
kedudukan kantor pusat Bank.
III. PEMENUHAN CAPITAL EQUIVALENCY MAINTAINED ASSETS
1. Capital Equivalency Maintained Assets (CEMA) adalah alokasi dana
usaha kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri yang
wajib ditempatkan pada aset keuangan dalam jumlah dan persyaratan
tertentu, sebagaimana diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa
Jasa ...
- 8 -
Keuangan mengenai kewajiban penyediaan modal minimum bank
umum.
2. Aset keuangan yang digunakan sebagai CEMA harus bebas dari klaim
pihak manapun yang dibuktikan antara lain dengan surat pernyataan
dari kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri yang
disusun dengan format sebagaimana tercantum pada Lampiran II.
3. CEMA minimum ditetapkan sebesar 8% (delapan persen) dari total
kewajiban bank yang berkedudukan di luar negeri setiap bulan dan
paling sedikit sebesar Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah).
4. Pemenuhan CEMA minimum sebagaimana pada angka 3 dilakukan:
a. sampai dengan posisi bulan November 2017, CEMA minimum
ditetapkan sebesar 8% (delapan persen) dari total kewajiban
kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri pada
setiap bulan; dan
b. mulai posisi bulan Desember 2017, CEMA minimum ditetapkan
8% (delapan persen) dari total kewajiban kantor cabang dari bank
yang berkedudukan di luar negeri pada setiap bulan dan paling
sedikit sebesar Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah).
5. Laporan pemenuhan CEMA minimum disampaikan setiap bulan paling
lambat tanggal 8 pada bulan berikutnya setelah akhir bulan laporan.
Contoh:
Laporan pemenuhan CEMA bulan Mei 2016 disampaikan paling
lambat pada tanggal 8 Juni 2016.
6. Laporan pemenuhan CEMA minimum sebagaimana pada angka 5
disampaikan kepada Departemen Pengawasan Bank terkait, bagi
kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri yang
berada di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
7. Laporan pemenuhan CEMA disusun dengan berpedoman pada
Lampiran III.
IV. KETENTUAN LAIN-LAIN
Lampiran I sampai dengan Lampiran III merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
V. KETENTUAN PENUTUP
Pada saat Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku, Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 14/37/DPNP tanggal 27 Desember 2012
perihal ...
- 9 -
perihal Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Sesuai Profil Risiko dan
Pemenuhan Capital Equivalency Maintained Assets (CEMA) dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku
pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 14 Juli 2016
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN
OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
NELSON TAMPUBOLON
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 26/SEOJK.03/2016 </reg_id>
<reg_title> KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM SESUAI PROFIL RISIKO DAN PEMENUHAN CAPITAL EQUIVALENCY MAINTAINED ASSETS </reg_title>
<set_date> 14 Juli 2016 </set_date>
<effective_date> 14 Juli 2016 </effective_date>
<replaced_reg> '14/37/DPNP|SE-BI/2012' </replaced_reg>
<related_reg> '11/POJK.03/2016' </related_reg>
|
Yth.
Direksi Bank Perkreditan Rakyat
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 40 /SEOJK.03/2017
TENTANG
PENETAPAN PENGGUNAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN BAGI
BANK PERKREDITAN RAKYAT
Sehubungan dengan
Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan
Nomor 48/POJK.03/2017 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank
Perkreditan Rakyat yang selanjutnya disingkat POJK TKK BPR (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 154, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 6097), serta sehubungan dengan beralihnya
fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan jasa keuangan di
sektor perbankan dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan, perlu untuk
mengatur kembali ketentuan pelaksanaan mengenai penetapan penggunaan
standar akuntansi keuangan bagi BPR dalam Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
1. Dalam rangka peningkatan transparansi kondisi keuangan BPR dan
penyusunan laporan keuangan yang relevan, komprehensif, andal,
dan dapat diperbandingkan, BPR menyusun dan menyajikan laporan
keuangan berdasarkan standar akuntansi keuangan yang berlaku
bagi BPR.
-2-
2. Laporan keuangan yang wajib disusun oleh BPR sebagaimana
dimaksud pada angka 1 adalah laporan keuangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) POJK TKK BPR.
3. Standar akuntansi keuangan yang digunakan perbankan saat ini
adalah Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 50 Instrumen
Keuangan: Penyajian dan Pengungkapan (PSAK 50) dan Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan 55 Instrumen Keuangan: Pengakuan
dan Pengukuran (PSAK 55). Namun, penerapan PSAK 50 dan PSAK
55 tidak sesuai dengan karakteristik operasional BPR dan
mengakibatkan timbulnya biaya yang besar bagi BPR dibandingkan
dengan manfaat yang diperoleh. Oleh karena itu BPR memerlukan
standar akuntansi keuangan yang sesuai dengan karakteristik
operasional BPR.
4. Sehubungan dengan angka 3 tersebut di atas, BPR menggunakan
Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik
(SAK ETAP) yang diterbitkan oleh Dewan Standar Akuntansi
Keuangan-Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK-IAI). Hal ini sejalan
dengan pemanfaatan SAK ETAP yang dapat diberlakukan bagi entitas
yang memiliki akuntabilitas publik signifikan, sepanjang otoritas
berwenang mengatur penggunaan SAK ETAP dimaksud.
5. Berdasarkan hal tersebut di atas, standar akuntansi keuangan bagi
BPR menggunakan SAK ETAP.
6. Dengan diberlakukannya SAK ETAP sebagai standar akuntansi
keuangan yang berlaku bagi BPR, pedoman akuntansi atas transaksi
keuangan BPR menggunakan Pedoman Akuntansi Bank Perkreditan
Rakyat (PA BPR).
II. PENUTUP
Pada saat Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku, Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 11/37/DKBU perihal Penetapan
Penggunaan Standar Akuntansi Keuangan bagi Bank Perkreditan Rakyat
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
-3-
Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku
pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 19 Juli 2017
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN
OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
NELSON TAMPUBOLON
Salinan ini sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 40/SEOJK.03/2017 </reg_id>
<reg_title> PENETAPAN PENGGUNAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT </reg_title>
<set_date> 19 Juli 2017 </set_date>
<effective_date> 19 Juli 2017 </effective_date>
<replaced_reg> '11/37/DKBU|SE-BI' </replaced_reg>
<related_reg> '48/POJK.03/2017' </related_reg>
|
-1-
Yth.
Wakil Manajer Investasi
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR.116 /SEOJK.04/2016..
TENTANG
PENGAKUAN TERHADAP ASOSIASI WAKIL MANAJER INVESTASI
Dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 19 ayat (3) Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 25/POJK.04/2014 tentang Perizinan Wakil
Manajer Investasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
360, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5634), perlu
mengatur mengenai pengakuan terhadap asosiasi Wakil Manajer Investasi
dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan:
1. Manajer Investasi adalah Pihak yang kegiatan usahanya mengelola
Portofolio Efek untuk para nasabah atau mengelola portofolio
investasi kolektif untuk sekelompok nasabah, kecuali Perusahaan
Asuransi, Dana Pensiun, dan Bank yang melakukan sendiri kegiatan
usahanya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
2. Wakil Manajer Investasi adalah orang perseorangan yang bertindak
mewakili kepentingan Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan
usaha sebagai Manajer Investasi.
3.
Izin orang perseorangan sebagai Wakil Manajer Investasi, yang
selanjutnya disebut Izin Wakil Manajer Investasi, adalah izin yang
diberikan oleh Otoritas Jasa Keuangan kepada orang perseorangan
-2-
untuk bertindak mewakili kepentingan Perusahaan Efek yang
melakukan kegiatan usaha sebagai Manajer Investasi.
4. Asosiasi Wakil Manajer Investasi, yang selanjutnya disebut Asosiasi
adalah badan hukum berbentuk perkumpulan yang beranggotakan
pemegang Izin Wakil Manajer Investasi.
5. Anggota Asosiasi, yang selanjutnya disebut Anggota adalah orang
perseorangan yang memiliki izin Wakil Manajer Investasi dari
Otoritas Jasa Keuangan dan mempunyai hak dan kewajiban sesuai
dengan anggaran dasar, anggaran rumah tangga, dan peraturan
internal Asosiasi.
II. PERSYARATAN ASOSIASI UNTUK MENDAPAT PENGAKUAN DARI
OTORITAS JASA KEUANGAN
Untuk mendapat pengakuan Otoritas Jasa Keuangan, Asosiasi wajib
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. telah mendapatkan pengesahan sebagai badan hukum perkumpulan
dari instansi Pemerintah yang berwenang;
2. memiliki Anggota paling sedikit 500 (lima ratus) orang pada saat
pengajuan kepada Otoritas Jasa Keuangan;
3. memiliki kode etik Asosiasi;
4. memiliki struktur organisasi Asosiasi;
5. memiliki susunan pengurus yang merupakan pemegang Izin Wakil
Manajer Investasi, paling sedikit terdiri dari ketua atau sebutan lain,
sekretaris atau sebutan lain, dan bendahara atau sebutan lain;
6. memiliki komite kerja yang bertanggung jawab paling sedikit atas
fungsi:
a) pengkajian dan pengembangan;
b) pengawasan etik; dan
c) pelaksanaan kegiatan Asosiasi;
7. memiliki prosedur operasi standar pelaksanaan kegiatan Asosiasi,
paling sedikit meliputi:
a) pelaksanaan pendidikan berkelanjutan bagi pemegang Izin
Wakil Manajer Investasi; dan
-3-
b) pelaksanaan pendidikan dan/atau pelatihan lainnya dalam
rangka peningkatan kompetensi Wakil Manajer Investasi;
8. memiliki peraturan keanggotaan yang paling sedikit memuat:
a) persyaratan dan prosedur penerimaan Anggota;
b) batasan keanggotaan pada Asosiasi sejenis dimana Anggota
hanya dapat menjadi anggota 1 (satu) Asosiasi;
c) hak dan kewajiban Anggota;
d) kepengurusan dan keanggotaan Asosiasi;
e) pendanaan kegiatan Asosiasi;
f)
biaya keanggotaan; dan
g) sanksi;
9. memiliki rencana kegiatan Asosiasi, paling sedikit:
a) program pendidikan berkelanjutan bagi pemegang Izin Wakil
Manajer Investasi; dan
b) rencana penyelenggaraan pendidikan dan/atau pelatihan
lainnya dalam rangka peningkatan kompetensi Wakil Manajer
Investasi;
10. memiliki sistem pengendalian internal yang memadai, paling sedikit:
a) sistem pengawasan terhadap risiko benturan kepentingan dalam
pelaksanaan tugas dan fungsi Asosiasi;
b) sistem pengawasan terhadap Anggota dalam menjalankan kode
etik; dan
c) sistem pengawasan dalam rangka pelaksanaan evaluasi secara
berkala dan berkesinambungan atas pelaksanaan kegiatan
Asosiasi;
11. memiliki database Anggota yang paling sedikit memuat:
a) nama;
b) alamat;
c) nomor Izin Wakil Manajer Investasi;
d) tempat bekerja (jika ada); dan
-4-
e) nomor telepon; dan
12. memiliki atau menguasai sarana dan prasarana yang memadai,
paling sedikit terdiri dari:
a) bangunan atau ruangan sebagai lokasi kantor Asosiasi; dan
b) sarana penunjang lainnya seperti komputer, telepon dan fax.
III. TATA CARA PERMOHONAN PENGAKUAN ASOSIASI
1. Permohonan untuk mendapat pengakuan sebagai Asosiasi diajukan
oleh pemohon dalam bentuk dokumen cetak kepada Otoritas Jasa
Keuangan sesuai dengan format surat Permohonan Pengakuan
Asosiasi Wakil Manajer Investasi sebagaimana tercantum dalam
Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat
Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
2. Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan telah menyediakan sistem
elektronik, permohonan untuk mendapat pengakuan sebagai
Asosiasi dapat diajukan melalui sistem elektronik tersebut.
3. Permohonan untuk mendapat pengakuan sebagai Asosiasi
sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2 harus disertai
kelengkapan dokumen sebagai berikut:
a.
fotokopi dokumen pengesahan Asosiasi sebagai badan hukum
berbentuk perkumpulan dari instansi Pemerintah yang
berwenang;
b. data pemegang Izin Wakil Manajer Investasi sebagai Anggota
paling sedikit 500 (lima ratus) orang pada saat pengajuan
kepada Otoritas Jasa Keuangan sesuai dengan format Data
Pemegang Izin Wakil Manajer Investasi Sebagai Anggota Asosiasi
Wakil Manajer Investasi sebagaimana tercantum dalam
Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat
Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini;
c. salinan kode etik Asosiasi;
d. struktur organisasi Asosiasi serta susunan pengurus dan
komite kerja Asosiasi yang dilengkapi dengan dokumen:
1) daftar riwayat hidup terbaru yang telah ditandatangani;
-5-
2) fotokopi Kartu Tanda Penduduk atau Paspor yang masih
berlaku;
3) fotokopi Izin Wakil Manajer Investasi yang masih berlaku;
4) pasfoto berwarna terbaru ukuran 4x6 cm dengan latar
belakang berwarna merah sebanyak 1 (satu) lembar; dan
5) pernyataan integritas sesuai dengan format Surat
Pernyataan Integritas sebagaimana tercantum dalam
Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini,
untuk masing-masing pengurus dan pimpinan komite kerja
Asosiasi;
e. prosedur operasi standar pelaksanaan kegiatan Asosiasi, paling
sedikit meliputi:
1) pelaksanaan pendidikan berkelanjutan bagi pemegang Izin
Wakil Manajer Investasi; dan
2) pelaksanaan pendidikan dan/atau pelatihan lainnya dalam
rangka peningkatan kompetensi Wakil Manajer Investasi;
f.
salinan peraturan keanggotaan Asosiasi;
g. rencana kegiatan Asosiasi, paling sedikit:
1) program pendidikan berkelanjutan bagi pemegang Izin
Wakil Manajer Investasi; dan
2) rencana penyelenggaraan pendidikan dan/atau pelatihan
lainnya dalam rangka peningkatan kompetensi Wakil
Manajer Investasi;
h. dokumen terkait sistem pengendalian internal yang memadai,
paling sedikit:
1) sistem pengawasan terhadap risiko benturan kepentingan
dalam pelaksanaan tugas dan fungsi Asosiasi;
2) sistem pengawasan terhadap Anggota dalam menjalankan
kode etik; dan
-6-
3) sistem pengawasan dalam rangka pelaksanaan evaluasi
secara berkala dan berkesinambungan atas pelaksanaan
kegiatan Asosiasi;
i. dokumen terkait database Anggota;
j.
surat keterangan domisili dari pengelola gedung atau instansi
berwenang; dan
k. fotokopi bukti kepemilikan atau perjanjian sewa atas kantor
Asosiasi.
4. Dalam hal permohonan untuk mendapat pengakuan diajukan oleh
pemohon dalam bentuk dokumen cetak kepada Otoritas Jasa
Keuangan sebagaimana dimaksud pada angka 1, dokumen
permohonan untuk mendapat pengakuan sebagai Asosiasi
sebagaimana dimaksud pada angka 3 wajib pula disiapkan dalam
format digital dan disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan
dengan menggunakan media digital cakram padat (compact disc) atau
lainnya.
5. Dalam rangka memproses permohonan pengakuan sebagai Asosiasi,
Otoritas Jasa Keuangan melakukan penelaahan atas kelengkapan
dokumen permohonan.
6. Dalam rangka menilai kesiapan pemohon sebagai Asosiasi, Otoritas
Jasa Keuangan berwenang:
a. melakukan pemeriksaan di kantor Asosiasi;
b. meminta Asosiasi untuk memaparkan rencana kegiatan
Asosiasi; dan/atau
c. meminta data dan informasi yang dibutuhkan.
7. Pengakuan Asosiasi diberikan Otoritas Jasa Keuangan paling lambat
20 (dua puluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan pengakuan
Asosiasi yang memenuhi syarat.
8. Dalam hal permohonan untuk mendapat pengakuan sebagai Asosiasi
pada saat diterima tidak memenuhi syarat, paling lambat 20 (dua
puluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan Otoritas Jasa
Keuangan memberikan surat pemberitahuan kepada pemohon yang
menyatakan:
-7-
a. permohonan belum memenuhi persyaratan; atau
b. permohonan ditolak karena tidak memenuhi persyaratan.
9. Dalam hal permohonan untuk mendapat pengakuan sebagai Asosiasi
belum memenuhi persyaratan, pemohon wajib melengkapi
kekurangan yang dipersyaratkan dalam surat pemberitahuan
sebagaimana dimaksud pada angka 8 huruf a paling lambat 20 (dua
puluh) hari kerja setelah tanggal surat pemberitahuan.
10. Penyampaian perubahan dokumen, tambahan informasi, dan/atau
kelengkapan kekurangan persyaratan sebagaimana dimaksud pada
angka 9 dianggap telah diterima oleh Otoritas Jasa Keuangan pada
tanggal diterimanya perubahan dokumen, tambahan informasi,
dan/atau kelengkapan kekurangan persyaratan tersebut.
11. Sejak diterimanya perubahan dokumen, tambahan informasi,
dan/atau kelengkapan kekurangan persyaratan sebagaimana
dimaksud pada angka 10, permohonan pengakuan sebagai Asosiasi
dianggap baru diterima oleh Otoritas Jasa Keuangan dan diproses
sebagaimana dimaksud pada angka 7.
12. Pemohon yang tidak melengkapi kekurangan yang dipersyaratkan
dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada angka 9 dianggap
membatalkan permohonan untuk mendapat pengakuan sebagai
Asosiasi yang sudah diajukan kepada Otoritas Jasa Keuangan.
IV. TUGAS, WEWENANG, DAN LARANGAN ASOSIASI
1. Asosiasi yang telah mendapat pengakuan dari Otoritas Jasa
Keuangan mempunyai tugas dan wewenang:
a. menyelenggarakan pendidikan berkelanjutan bagi pemegang Izin
Wakil Manajer Investasi sesuai dengan kurikulum yang telah
ditetapkan;
b. menyelenggarakan pendidikan dan/atau pelatihan lainnya
dalam rangka peningkatan kompetensi Wakil Manajer Investasi;
c. menetapkan peraturan keanggotaan Asosiasi;
d. menegakkan kode etik bagi Anggota;
e. melakukan pengawasan terhadap Anggota dalam menjalankan
profesi sebagai Wakil Manajer Investasi dan memastikan
-8-
Anggota mematuhi peraturan keanggotaan Asosiasi serta kode
etik Anggota;
f. melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala setiap
6 (enam) bulan sekali terhadap pelaksanaan kegiatan Asosiasi;
g. melakukan pembaharuan database Anggota secara berkala
setiap 1 (satu) bulan sekali;
h. memiliki situs web dengan nama domain Indonesia yang berisi
informasi umum Asosiasi yang dapat diakses masyarakat; dan
i. menetapkan hal lain yang menunjang kegiatan Asosiasi.
2. Penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud pada angka 1
huruf a dan huruf b dapat dilakukan sendiri oleh Asosiasi atau
bekerja sama dengan pihak lain.
3. Asosiasi bertanggung jawab secara penuh terhadap penyelenggaraan
pendidikan bagi pemegang Izin Wakil Manajer Investasi dan
pendidikan dan/atau pelatihan lainnya dalam rangka peningkatan
kompetensi Wakil Manajer Investasi yang dilakukan oleh pihak lain
yang melakukan kerja sama dengan Asosiasi.
4. Asosiasi yang telah mendapat pengakuan dari Otoritas Jasa
Keuangan dilarang:
a. memberikan perlakuan yang berbeda kepada anggotanya;
dan/atau
b. melakukan tindakan diluar tugas dan kewenangannya
sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan ini, anggaran dasar, anggaran rumah tangga, dan
peraturan internal Asosiasi.
V. SUMBER PENDANAAN
1. Dalam rangka menunjang kegiatannya, Asosiasi dapat memperoleh
pendanaan dari:
a. biaya pendaftaran dan iuran rutin keanggotaan;
b. biaya pendidikan berkelanjutan bagi pemegang Izin Wakil
Manajer Investasi;
-9-
c. biaya penyelenggaraan pendidikan dan/atau pelatihan lainnya
dalam rangka peningkatan kompetensi Wakil Manajer Investasi,
seperti lokakarya, seminar dan/atau pelatihan (training) terkait
industri pengelolaan investasi; dan
d. sumber lain sepanjang
ditetapkan dalam anggaran
dasar/anggaran rumah tangga atau disepakati oleh Anggota.
2. Asosiasi wajib membuat laporan pertanggungjawaban keuangan
kepada Anggota paling sedikit 1 (satu) tahun sekali.
VI. PELAPORAN
1.
Asosiasi yang telah mendapat pengakuan dari Otoritas Jasa
Keuangan wajib menyampaikan laporan kepada Otoritas Jasa
Keuangan:
a. laporan rencana kegiatan dan anggaran tahunan, paling lambat
pada setiap tanggal 15 Desember tahun sebelumnya sesuai
dengan format Laporan Rencana Kegiatan Dan Anggaran
Tahunan sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas
Jasa Keuangan ini;
b. laporan realisasi pelaksanaan kegiatan tengah tahunan, paling
lambat pada setiap tanggal 12 Januari dan 12 Juli sesuai
dengan format Laporan Realisasi Pelaksanaan Kegiatan Tengah
Tahunan sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas
Jasa Keuangan ini;
c. laporan penerimaan dan/atau pemberhentian Anggota, paling
lambat pada setiap tanggal 12 Januari dan 12 Juli sesuai
dengan format Laporan Tengah Tahunan Penerimaan dan/atau
Pemberhentian Anggota Asosiasi Wakil Manajer Investasi
sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan ini; dan
d. laporan perubahan anggaran dasar dan/atau susunan
kepengurusan Asosiasi, paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak
terjadinya perubahan (jika ada).
-10-
2. Dalam hal batas akhir waktu penyampaian laporan sebagaimana
dimaksud pada angka 1 huruf a, huruf b, dan huruf c jatuh pada
hari libur, laporan tersebut disampaikan paling lambat pada 1 (satu)
hari kerja berikutnya.
VII. PENCABUTAN PENGAKUAN ASOSIASI
1. Surat pengakuan sebagai Asosiasi menjadi tidak berlaku apabila:
a. badan hukum pihak yang melakukan kegiatan sebagai Asosiasi
yang mewadahi Wakil Manajer Investasi bubar; dan/atau
b. status badan hukum dari Asosiasi dicabut oleh instansi yang
berwenang.
2. Otoritas Jasa Keuangan dapat mencabut surat pengakuan Asosiasi
apabila terdapat hal sebagai berikut:
a. Asosiasi mengembalikan surat pengakuan Asosiasi yang
dimilikinya;
b. kantor Asosiasi tidak ditemukan;
c.
Asosiasi melakukan pelanggaran atas Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 25/POJK.04/2014 tentang Perizinan Wakil
Manajer Investasi dan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini;
d. Asosiasi tidak melaksanakan tugas selama 12 (dua belas) bulan
berturut-turut;
e.
Asosiasi telah menerima 3 (tiga) kali surat peringatan namun
dalam waktu 1 (satu) bulan sejak diterbitkannya surat
peringatan ketiga tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
tercantum dalam isi surat peringatan tersebut; dan/atau
f.
tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada
angka II.
3. Dalam hal pencabutan surat pengakuan Asosiasi disebabkan karena
Asosiasi mengembalikan surat pengakuan sebagaimana dimaksud
pada angka 2 huruf a, Asosiasi wajib mengajukan surat permohonan
pengembalian surat pengakuan sebagai Asosiasi kepada Otoritas
Jasa Keuangan dengan disertai dokumen sebagai berikut:
-11-
a. keterangan mengenai alasan pengembalian surat pengakuan
tersebut;
b. surat pengakuan sebagai Asosiasi oleh Otoritas Jasa Keuangan;
dan
c. surat pernyataan pertanggungjawaban dari pengurus Asosiasi
atas kewajiban Asosiasi kepada pihak ketiga dan/atau Anggota.
4. Dalam hal pencabutan surat pengakuan Asosiasi disebabkan karena
Asosiasi melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada angka
2 huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f, Asosiasi wajib
menyelesaikan kewajibannya kepada Anggota dan/atau pihak ketiga.
5. Tidak berlakunya surat pengakuan Asosiasi sebagaimana dimaksud
pada angka 1 dan pencabutan surat pengakuan Asosiasi
sebagaimana dimaksud pada angka 2 dapat diumumkan oleh
Otoritas Jasa Keuangan melalui media massa.
VIII. KETENTUAN PERALIHAN
Pemegang Izin Wakil Manajer Investasi yang masa berlaku izinnya akan
berakhir kurang dari 3 (tiga) bulan setelah terdapat Asosiasi yang telah
mendapat pengakuan dari Otoritas Jasa Keuangan, dikecualikan dari
kewajiban penyampaian dokumen fotokopi kartu Anggota Asosiasi yang
mewadahi Wakil Manajer Investasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10 ayat (3) huruf g Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
25/POJK.04/2014 tentang Perizinan Wakil Manajer Investasi.
IX. KETENTUAN PENUTUP
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
NURHAIDA
Yuliana
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 20 Mei 2016
KEPALA EKSEKUTIF
PENGAWAS PASAR MODAL,
ttd
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 16/SEOJK.04/2016 </reg_id>
<reg_title> PENGAKUAN TERHADAP ASOSIASI WAKIL MANAJER INVESTASI </reg_title>
<set_date> 20 Mei 2016 </set_date>
<effective_date> 20 Mei 2016 </effective_date>
<related_reg> '25/POJK.04/2014 | Pasal 19 ayat (3)' </related_reg>
|
Yth.
1. Direksi Perusahaan Asuransi Syariah; dan
2. Direksi Perusahaan Reasuransi Syariah,
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 25/SEOJK.05/2015
TENTANG
PENILAIAN INVESTASI SURAT BERHARGA SYARIAH DAN PERHITUNGAN
DANA UNTUK MENGANTISIPASI RISIKO KEGAGALAN PENGELOLAAN
KEKAYAAN DAN/ATAU KEWAJIBAN PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH
DAN PERUSAHAAN REASURANSI SYARIAH
Sehubungan dengan amanat Pasal 7 Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 11/PMK.010/2011 tentang Kesehatan Keuangan Usaha Asuransi
dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah dan memperhatikan
Peraturan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
Nomor PER-07/BL/2011 tentang Pedoman Perhitungan Jumlah Dana
Yang Diperlukan Untuk Mengantisipasi Risiko Kerugian Pengelolan Dana
Tabarru’ dan Perhitungan Jumlah Dana Yang Harus Disediakan
Perusahaan Untuk Mengantisipasi Risiko Kerugian Yang Mungkin Timbul
Dalam Penyelenggaraan Usaha Asuransi dan Usaha Reasuransi dengan
Prinsip Syariah, perlu untuk mengatur mengenai penyesuaian perhitungan
penilaian investasi surat berharga syariah yang meliputi sukuk atau
obligasi syariah, surat berharga syariah negara, surat berharga syariah
yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, surat berharga syariah yang
diterbitkan oleh negara selain Negara Republik Indonesia, dan surat
berharga syariah yang diterbitkan oleh lembaga multinasional yang Negara
Republik Indonesia menjadi salah satu anggota atau pemegang sahamnya,
serta penyesuaian dana untuk mengantisipasi risiko kegagalan
pengelolaan kekayaan dan/atau kewajiban yang digunakan dalam
perhitungan tingkat solvabilitas perusahaan asuransi syariah dan
perusahaan reasuransi syariah dalam Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN ...
- 2 -
I. KETENTUAN UMUM
1. Bahwa dampak dari kondisi keuangan global saat ini telah
mengakibatkan nilai pasar dari investasi surat berharga syariah
yang dimiliki perusahaan asuransi syariah dan perusahaan
reasuransi syariah menunjukkan nilai yang tidak wajar.
2. Bahwa dampak dari kondisi keuangan global saat ini telah
mengakibatkan penurunan tingkat solvabilitas perusahaan
asuransi syariah dan perusahaan reasuransi syariah kurang dari
tingkat solvabilitas yang dipersyaratkan dalam Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 11/PMK.010/2011 tentang Kesehatan Keuangan
Usaha Asuransi dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah.
3. Sehubungan dengan butir 1 dan/atau butir 2 perlu diberikan
stimulus bagi perusahaan asuransi syariah dan perusahaan
reasuransi syariah dalam penilaian investasi surat berharga syariah
agar mencerminkan nilai yang wajar, serta penyesuaian dana untuk
mengantisipasi risiko kegagalan pengelolaan kekayaan dan/atau
kewajiban yang diperhitungkan dalam perhitungan tingkat
solvabilitas.
II. PENILAIAN SURAT BERHARGA SYARIAH
1. Perusahaan asuransi syariah dan perusahaan reasuransi syariah
dapat melakukan penilaian surat berharga syariah dengan
menggunakan nilai perolehan diamortisasi.
2. Dalam hal perusahaan asuransi syariah dan perusahaan
reasuransi syariah melakukan penilaian surat berharga syariah
sebagaimana dimaksud pada butir 1, maka penilaian surat
berharga syariah tersebut berlaku bagi seluruh surat berharga
syariah yang dimiliki perusahaan asuransi syariah dan perusahaan
reasuransi syariah.
III. PENYESUAIAN PERHITUNGAN DANA UNTUK MENGANTISIPASI
RISIKO KEGAGALAN PENGELOLAAN KEKAYAAN DAN/ATAU
KEWAJIBAN
1. Jumlah dana yang diperhitungkan dalam mengantisipasi risiko
kegagalan pengelolaan kekayaan dan/atau kewajiban dalam
perhitungan tingkat solvabilitas paling rendah 50% (lima puluh
persen) ...
- 3 -
persen) dari perhitungan dana yang diperhitungkan dalam
mengantisipasi risiko kegagalan pengelolaan kekayaan dan/atau
kewajiban sebagaimana diatur dalam Peraturan Ketua Badan
Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor PER-
07/BL/2011 tentang Pedoman Perhitungan Jumlah Dana Yang
Diperlukan Untuk Mengantisipasi Risiko Kerugian Pengelolan Dana
Tabarru’ dan Perhitungan Jumlah Dana Yang Harus Disediakan
Perusahaan Untuk Mengantisipasi Risiko Kerugian Yang Mungkin
Timbul Dalam Penyelenggaraan Usaha Asuransi dan Usaha
Reasuransi dengan Prinsip Syariah.
2. Persentase dana yang diperhitungkan dalam mengantisipasi risiko
kegagalan pengelolaan kekayaan dan/atau kewajiban yang
diperhitungkan
dalam
perhitungan
tingkat
solvabilitas
sebagaimana dimaksud pada butir 1, disesuaikan sampai dengan
tingkat solvabilitas dana tabarru’ perusahaan asuransi syariah
dan perusahaan reasuransi syariah mencapai paling tinggi 30%
(tiga puluh persen).
IV. PENERAPAN PENILAIAN SURAT BERHARGA SYARIAH DAN
PENYESUAIAN PERHITUNGAN DANA UNTUK MENGANTISIPASI
RISIKO KEGAGALAN PENGELOLAAN KEKAYAAN DAN/ATAU
KEWAJIBAN
1. Perusahaan asuransi syariah dan perusahaan reasuransi syariah
yang memenuhi kondisi sebagaimana dimaksud pada angka romawi
I butir 1 dan butir 2 dapat menerapkan ketentuan angka romawi II
dan/atau angka romawi III.
2. Dalam hal perusahaan asuransi syariah dan perusahaan reasuransi
syariah telah melakukan penilaian sebagaimana dimaksud pada
angka romawi II dan berdasarkan penilaian tersebut tingkat
solvabilitas sudah memenuhi ketentuan dalam dalam Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.010/2011 tentang Kesehatan
Keuangan Usaha Asuransi dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip
Syariah, maka ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka
romawi III menjadi tidak berlaku.
V. PENUTUP ...
- 4 -
V. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai
berlaku pada tanggal ditetapkan sampai dengan tanggal dicabutnya
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Agustus 2015
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS
PERASURANSIAN, DANA PENSIUN,
LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN
LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN,
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
FIRDAUS DJAELANI
Sudarmaji
ttd
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 25/SEOJK.05/2015 </reg_id>
<reg_title> PENILAIAN INVESTASI SURAT BERHARGA SYARIAH DAN PERHITUNGAN DANA UNTUK MENGANTISIPASI RISIKO KEGAGALAN PENGELOLAAN KEKAYAAN DAN/ATAU KEWAJIBAN PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH DAN PERUSAHAAN REASURANSI SYARIAH </reg_title>
<set_date> 31 Agustus 2015 </set_date>
<effective_date> 31 Agustus 2015 </effective_date>
<related_reg> 'PER-07/BL/2011|PERTA-BAPEPAM-LK/2011', '11/PMK.010/2011|PER-MENKEU/2011 | Pasal 7' </related_reg>
|
Yth.
Direksi dan Dewan Komisaris Emiten atau Perusahaan Publik
di tempat
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 30 /SEOJK.04/2016
TENTANG
BENTUK DAN ISI LAPORAN TAHUNAN
EMITEN ATAU PERUSAHAAN PUBLIK
Dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 6 Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 29/POJK.04/2016 tentang Laporan Tahunan Emiten atau
Perusahaan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016
Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5911),
perlu mengatur bentuk dan isi Laporan Tahunan dalam Surat Edaran Otoritas
Jasa Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
1. Laporan Tahunan Emiten atau Perusahaan Publik merupakan sumber
informasi penting bagi investor atau pemegang saham sebagai salah
satu dasar pertimbangan dalam pengambilan keputusan investasi dan
sarana pengawasan terhadap Emiten atau Perusahaan Publik.
2. Seiring dengan perkembangan Pasar Modal dan meningkatnya
kebutuhan investor atau pemegang saham atas keterbukaan
informasi, Direksi dan Dewan Komisaris dituntut untuk meningkatkan
kualitas keterbukaan informasi melalui Laporan Tahunan Emiten atau
Perusahaan Publik.
3. Laporan Tahunan yang disusun secara teratur dan informatif dapat
memberikan kemudahan bagi investor atau pemegang saham dalam
memperoleh informasi yang dibutuhkan.
4. Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini merupakan pedoman bagi
Emiten atau Perusahaan Publik yang wajib diterapkan dalam
menyusun Laporan Tahunan.
-2-
II. BENTUK LAPORAN TAHUNAN
1. Laporan Tahunan disajikan dalam bentuk dokumen cetak dan salinan
dokumen elektronik.
2. Laporan Tahunan yang disajikan dalam bentuk dokumen cetak,
dicetak pada kertas yang berwarna terang, berkualitas baik,
berukuran A4, dijilid, dan dapat diperbanyak dengan kualitas yang
baik.
3. Laporan Tahunan yang disajikan dalam bentuk salinan dokumen
elektronik merupakan Laporan Tahunan yang dikonversi dalam format
pdf.
III. ISI LAPORAN TAHUNAN
1. Ketentuan Umum
a. Laporan Tahunan paling sedikit memuat informasi mengenai:
1)
ikhtisar data keuangan penting;
2) informasi saham (jika ada);
3) laporan Direksi;
4) laporan Dewan Komisaris;
5) profil Emiten atau Perusahaan Publik;
6) analisis dan pembahasan manajemen;
7) tata kelola Emiten atau Perusahaan Publik;
8) tanggung jawab sosial dan lingkungan Emiten atau
Perusahaan Publik;
9) laporan keuangan tahunan yang telah diaudit; dan
10) surat pernyataan anggota Direksi dan anggota Dewan
Komisaris tentang tanggung jawab atas Laporan Tahunan;
b. Laporan Tahunan dapat menyajikan informasi berupa gambar,
grafik, tabel, dan/atau diagram dengan mencantumkan judul
dan/atau keterangan yang jelas, sehingga mudah dibaca dan
dipahami;
2. Uraian Isi Laporan Tahunan
a.
Ikhtisar Data Keuangan Penting
Ikhtisar Data Keuangan Penting memuat informasi keuangan
yang disajikan dalam bentuk perbandingan selama 3 (tiga) tahun
buku atau sejak memulai usahanya jika Emiten atau Perusahaan
Publik tersebut menjalankan kegiatan usahanya kurang dari 3
(tiga) tahun, paling sedikit memuat:
-3-
1) pendapatan/penjualan;
2) laba bruto;
3) laba (rugi);
4) jumlah laba (rugi) yang dapat diatribusikan kepada pemilik
entitas induk dan kepentingan non pengendali;
5) total laba (rugi) komprehensif;
6) jumlah laba (rugi) komprehensif yang dapat diatribusikan
kepada pemilik entitas induk dan kepentingan non
pengendali;
7) laba (rugi) per saham;
8) jumlah aset;
9) jumlah liabilitas;
10) jumlah ekuitas;
11) rasio laba (rugi) terhadap jumlah aset;
12) rasio laba (rugi) terhadap ekuitas;
13) rasio laba (rugi) terhadap pendapatan/penjualan;
14) rasio lancar;
15) rasio liabilitas terhadap ekuitas;
16) rasio liabilitas terhadap jumlah aset; dan
17) informasi dan rasio keuangan lainnya yang relevan dengan
Emiten atau Perusahaan Publik dan jenis industrinya;
b.
Informasi Saham
Informasi saham (jika ada) paling sedikit memuat:
1) saham yang telah diterbitkan untuk setiap masa triwulan
(jika ada) yang disajikan dalam bentuk perbandingan selama
2 (dua) tahun buku terakhir, paling sedikit meliputi:
a) jumlah saham yang beredar;
b)
kapitalisasi pasar berdasarkan harga pada Bursa Efek
tempat saham dicatatkan;
c) harga saham tertinggi, terendah, dan penutupan
berdasarkan harga pada Bursa Efek tempat saham
dicatatkan; dan
d) volume perdagangan pada Bursa Efek tempat saham
dicatatkan;
Informasi pada huruf a) diungkapkan oleh Emiten yang
merupakan Perusahaan Terbuka yang sahamnya tercatat
-4-
maupun tidak tercatat di Bursa Efek;
Informasi pada huruf b), huruf c), dan huruf d) hanya
diungkapkan jika Emiten merupakan Perusahaan Terbuka
dan sahamnya tercatat di Bursa Efek;
2) dalam hal terjadi aksi korporasi, seperti pemecahan saham
(stock split), penggabungan saham (reverse stock), dividen
saham, saham bonus, dan perubahan nilai nominal saham,
informasi saham sebagaimana dimaksud pada angka 1)
ditambahkan penjelasan paling sedikit mengenai:
a) tanggal pelaksanaan aksi korporasi;
b)
rasio pemecahan saham (stock split), penggabungan
saham (reverse stock), dividen saham, saham bonus,
dan perubahan nilai nominal saham;
c) jumlah saham beredar sebelum dan sesudah aksi
korporasi; dan
d) harga saham sebelum dan sesudah aksi korporasi;
3) dalam hal terjadi penghentian sementara perdagangan
saham (suspension), dan/atau penghapusan pencatatan
saham (delisting) dalam tahun buku, Emiten atau
Perusahaan Publik menjelaskan alasan penghentian
sementara perdagangan saham (suspension) dan/atau
penghapusan pencatatan saham (delisting) tersebut; dan
4) dalam hal penghentian sementara perdagangan saham
(suspension) dan/atau penghapusan pencatatan saham
(delisting) sebagaimana dimaksud pada angka 3) masih
berlangsung hingga akhir periode Laporan Tahunan, Emiten
atau Perusahaan Publik menjelaskan tindakan yang
dilakukan untuk menyelesaikan penghentian sementara
perdagangan saham (suspension) dan/atau penghapusan
pencatatan saham (delisting) tersebut;
c. Laporan Direksi
Laporan Direksi paling sedikit memuat:
1) uraian singkat mengenai kinerja Emiten atau Perusahaan
Publik, paling sedikit meliputi:
a)
strategi dan kebijakan strategis Emiten atau
Perusahaan Publik;
-5-
b) perbandingan antara hasil yang dicapai dengan yang
ditargetkan; dan
c) kendala yang dihadapi Emiten atau Perusahaan Publik;
2) gambaran tentang prospek usaha;
3) penerapan tata kelola Emiten atau Perusahaan Publik; dan
4) perubahan komposisi anggota Direksi dan alasan
perubahannya (jika ada);
d. Laporan Dewan Komisaris
Laporan Dewan Komisaris paling sedikit memuat:
1) penilaian terhadap kinerja Direksi mengenai pengelolaan
Emiten atau Perusahaan Publik;
2) pengawasan terhadap implementasi strategi Emiten atau
Perusahaan Publik;
3) pandangan atas prospek usaha Emiten atau Perusahaan
Publik yang disusun oleh Direksi;
4) pandangan atas penerapan tata kelola Emiten atau
Perusahaan Publik;
5) perubahan komposisi anggota Dewan Komisaris dan alasan
perubahannya (jika ada); dan
6) frekuensi dan cara pemberian nasihat kepada anggota
Direksi;
e.
Profil Emiten atau Perusahaan Publik
Profil Emiten atau Perusahaan Publik paling sedikit memuat:
1) nama Emiten atau Perusahaan Publik termasuk apabila
terdapat perubahan nama, alasan perubahan, dan tanggal
efektif perubahan nama pada tahun buku;
2) akses terhadap Emiten atau Perusahaan Publik termasuk
kantor cabang atau kantor perwakilan yang memungkinkan
masyarakat dapat memperoleh informasi mengenai Emiten
atau Perusahaan Publik, meliputi:
a) alamat;
b) nomor telepon;
c) nomor faksimile;
d) alamat surat elektronik; dan
e) alamat Situs Web;
-6-
3) riwayat singkat Emiten atau Perusahaan Publik;
4) visi dan misi Emiten atau Perusahaan Publik;
5) kegiatan usaha menurut anggaran dasar terakhir, kegiatan
usaha yang dijalankan pada tahun buku, serta jenis barang
dan/atau jasa yang dihasilkan;
6) struktur organisasi Emiten atau Perusahaan Publik dalam
bentuk bagan, paling sedikit sampai dengan struktur
1 (satu) tingkat di bawah Direksi, disertai dengan nama dan
jabatan;
7) profil Direksi, paling sedikit memuat:
a) nama dan jabatan yang sesuai dengan tugas dan
tanggung jawab;
b) foto terbaru;
c)
usia;
d) kewarganegaraan;
e) riwayat pendidikan;
f)
riwayat jabatan, meliputi informasi:
(1) dasar hukum penunjukan sebagai anggota Direksi
pada Emiten atau Perusahaan Publik yang
bersangkutan;
(2) rangkap jabatan, baik sebagai anggota Direksi,
anggota Dewan Komisaris, dan/atau anggota
komite serta jabatan lainnya (jika ada); dan
(3) pengalaman kerja beserta periode waktunya baik di
dalam maupun di luar Emiten atau Perusahaan
Publik;
g) pendidikan dan/atau pelatihan yang telah diikuti
anggota Direksi dalam meningkatkan kompetensi dalam
tahun buku (jika ada); dan
h) hubungan Afiliasi dengan anggota Direksi lainnya,
anggota Dewan Komisaris, dan pemegang saham utama
(jika ada) meliputi nama pihak yang terafiliasi;
8) profil Dewan Komisaris, paling sedikit memuat:
a) nama;
b) foto terbaru;
c)
usia;
-7-
d) kewarganegaraan;
e) riwayat pendidikan;
f)
riwayat jabatan, meliputi informasi:
(1) dasar hukum penunjukan sebagai anggota Dewan
Komisaris yang bukan merupakan Komisaris
Independen pada Emiten atau Perusahaan Publik
yang bersangkutan;
(2) dasar hukum penunjukan pertama kali sebagai
anggota Dewan Komisaris yang merupakan
Komisaris Independen pada Emiten atau
Perusahaan Publik yang bersangkutan;
(3) rangkap jabatan, baik sebagai anggota Dewan
Komisaris, anggota Direksi, dan/atau anggota
komite serta jabatan lainnya (jika ada); dan
(4) pengalaman kerja beserta periode waktunya baik di
dalam maupun di luar Emiten atau Perusahaan
Publik;
g) pendidikan dan/atau pelatihan yang telah diikuti
anggota Dewan Komisaris dalam meningkatkan
kompetensi dalam tahun buku (jika ada);
h) hubungan Afiliasi dengan anggota Dewan Komisaris
lainnya dan pemegang saham utama (jika ada) meliputi
nama pihak yang terafiliasi; dan
i)
pernyataan independensi Komisaris Independen dalam
hal Komisaris Independen telah menjabat lebih dari 2
(dua) periode (jika ada);
9) dalam hal terdapat perubahan susunan anggota Direksi
dan/atau anggota Dewan Komisaris yang terjadi setelah
tahun buku berakhir sampai dengan batas waktu
penyampaian Laporan Tahunan, susunan yang
dicantumkan dalam Laporan Tahunan adalah susunan
anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris yang
terakhir dan sebelumnya;
10) jumlah karyawan dan deskripsi sebaran tingkat pendidikan
dan usia karyawan dalam tahun buku;
-8-
11) nama pemegang saham dan persentase kepemilikan pada
akhir tahun buku, yang terdiri dari:
a) pemegang saham yang memiliki 5% (lima persen) atau
lebih saham Emiten atau Perusahaan Publik;
b) anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris yang
memiliki saham Emiten atau Perusahaan Publik; dan
c) kelompok pemegang saham masyarakat, yaitu
kelompok pemegang saham yang masing-masing
memiliki kurang dari 5% (lima persen) saham Emiten
atau Perusahaan Publik;
12) jumlah pemegang saham dan persentase kepemilikan per
akhir tahun buku berdasarkan klasifikasi:
a) kepemilikan institusi lokal;
b) kepemilikan institusi asing;
c) kepemilikan individu lokal; dan
d) kepemilikan individu asing;
13) informasi mengenai pemegang saham utama dan pengendali
Emiten atau Perusahaan Publik, baik langsung maupun
tidak langsung, sampai kepada pemilik individu, yang
disajikan dalam bentuk skema atau bagan;
14) nama entitas anak, perusahaan asosiasi, perusahaan
ventura bersama dimana Emiten atau Perusahaan Publik
memiliki pengendalian bersama entitas, beserta persentase
kepemilikan saham, bidang usaha, total aset, dan status
operasi Emiten atau Perusahaan Publik tersebut (jika ada);
Untuk entitas anak, ditambahkan informasi mengenai
alamat entitas anak tersebut;
15) kronologi pencatatan saham, jumlah saham, nilai nominal,
dan harga penawaran dari awal pencatatan hingga akhir
tahun buku serta nama Bursa Efek dimana saham Emiten
atau Perusahaan Publik dicatatkan (jika ada);
16) kronologi pencatatan Efek lainnya selain Efek sebagaimana
dimaksud pada angka 15), yang paling sedikit memuat nama
Efek, tahun penerbitan, tanggal jatuh tempo, nilai
penawaran, dan peringkat Efek (jika ada);
-9-
17) nama dan alamat lembaga dan/atau profesi penunjang pasar
modal;
18) dalam hal terdapat profesi penunjang pasar modal yang
memberikan jasa secara berkala kepada Emiten atau
Perusahaan Publik, diungkapkan informasi mengenai jasa
yang diberikan, komisi (fee), dan periode penugasan; dan
19) penghargaan dan/atau sertifikasi yang diterima Emiten atau
Perusahaan Publik baik yang berskala nasional maupun
internasional dalam tahun buku terakhir (jika ada), yang
memuat:
a) nama penghargaan dan/atau sertifikasi;
b) badan atau lembaga yang memberikan; dan
c) masa berlaku penghargaan dan/atau sertifikasi (jika
ada);
f. Analisis dan Pembahasan Manajemen
Analisis dan pembahasan manajemen memuat analisis dan
pembahasan mengenai laporan keuangan dan informasi penting
lainnya dengan penekanan pada perubahan material yang terjadi
dalam tahun buku, yaitu paling sedikit memuat:
1) tinjauan operasi per segmen operasi sesuai dengan jenis
industri Emiten atau Perusahaan Publik, paling sedikit
mengenai:
a) produksi, yang meliputi proses, kapasitas, dan
perkembangannya;
b) pendapatan/penjualan; dan
c)
profitabilitas;
2) kinerja
keuangan komprehensif yang mencakup
perbandingan kinerja keuangan dalam 2 (dua) tahun buku
terakhir, penjelasan tentang penyebab adanya perubahan
dan dampak perubahan tersebut, paling sedikit mengenai:
a) aset lancar, aset tidak lancar, dan total aset;
b)
c)
liabilitas jangka pendek, liabilitas jangka panjang, dan
total liabilitas;
ekuitas;
d) pendapatan/penjualan, beban, laba (rugi), penghasilan
komprehensif lain, dan total laba (rugi) komprehensif;
-10-
dan
e) arus kas;
3) kemampuan membayar utang dengan menyajikan
perhitungan rasio yang relevan;
4) tingkat kolektibilitas piutang Emiten atau Perusahaan Publik
dengan menyajikan perhitungan rasio yang relevan;
5) struktur modal (capital structure) dan kebijakan manajemen
atas struktur modal (capital structure) tersebut disertai dasar
penentuan kebijakan dimaksud;
6) bahasan mengenai ikatan yang material untuk investasi
barang modal dengan penjelasan paling sedikit meliputi:
a) tujuan dari ikatan tersebut;
b) sumber dana yang diharapkan untuk memenuhi ikatan
tersebut;
c) mata uang yang menjadi denominasi; dan
d) langkah yang direncanakan Emiten atau Perusahaan
Publik untuk melindungi risiko dari posisi mata uang
asing yang terkait;
7) bahasan mengenai investasi barang modal yang
direalisasikan dalam tahun buku terakhir, paling sedikit
meliputi:
a) jenis investasi barang modal;
b) tujuan investasi barang modal; dan
c) nilai investasi barang modal yang dikeluarkan;
8) informasi dan fakta material yang terjadi setelah tanggal
laporan akuntan (jika ada);
9) prospek usaha dari Emiten atau Perusahaan Publik
dikaitkan dengan kondisi industri, ekonomi secara umum
dan pasar internasional disertai data pendukung kuantitatif
dari sumber data yang layak dipercaya;
10) perbandingan antara target/proyeksi pada awal tahun buku
dengan hasil yang dicapai (realisasi), mengenai:
a) pendapatan/penjualan;
b)
laba (rugi);
c) struktur modal (capital structure); atau
d) hal lainnya yang dianggap penting bagi Emiten atau
-11-
Perusahaan Publik;
11) target/proyeksi yang ingin dicapai Emiten atau Perusahaan
Publik untuk 1 (satu) tahun mendatang, mengenai:
a) pendapatan/penjualan;
b)
laba (rugi);
c) struktur modal (capital structure);
d) kebijakan dividen; atau
e)
hal lainnya yang dianggap penting bagi Emiten atau
Perusahaan Publik;
12) aspek pemasaran atas barang dan/atau jasa Emiten atau
Perusahaan Publik, paling sedikit mengenai strategi
pemasaran dan pangsa pasar;
13) uraian mengenai dividen selama 2 (dua) tahun buku terakhir
(jika ada), paling sedikit:
a) kebijakan dividen;
b) tanggal pembayaran dividen kas dan/atau tanggal
distribusi dividen non kas;
c) jumlah dividen per saham (kas dan/atau non kas); dan
d) jumlah dividen per tahun yang dibayar;
14) realisasi penggunaan dana hasil Penawaran Umum, dengan
ketentuan:
a) dalam hal selama tahun buku, Emiten memiliki
kewajiban menyampaikan laporan realisasi penggunaan
dana, maka diungkapkan realisasi penggunaan dana
hasil Penawaran Umum secara kumulatif sampai
dengan akhir tahun buku; dan
b) dalam hal terdapat perubahan penggunaan dana
sebagaimana diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan tentang Laporan Realisasi Penggunaan Dana
Hasil Penawaran Umum, maka Emiten menjelaskan
perubahan tersebut;
15) informasi material (jika ada), antara lain mengenai investasi,
ekspansi, divestasi, penggabungan/peleburan usaha,
akuisisi, restrukturisasi utang/modal, transaksi Afiliasi, dan
transaksi yang mengandung benturan kepentingan, yang
terjadi pada tahun buku, antara lain memuat:
-12-
a) tanggal, nilai, dan objek transaksi;
b) nama pihak yang melakukan transaksi;
c) sifat hubungan Afiliasi (jika ada);
d) penjelasan mengenai kewajaran transaksi; dan
e) pemenuhan ketentuan terkait;
16) perubahan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berpengaruh signifikan terhadap Emiten atau Perusahaan
Publik dan dampaknya terhadap laporan keuangan (jika
ada); dan
17) perubahan kebijakan akuntansi, alasan dan dampaknya
terhadap laporan keuangan (jika ada);
g. Tata Kelola Emiten atau Perusahaan Publik
Tata kelola Emiten atau Perusahaan Publik paling sedikit memuat
uraian singkat mengenai:
1) Direksi, mencakup antara lain:
a) tugas dan tanggung jawab masing-masing anggota
Direksi;
b) pernyataan bahwa Direksi memiliki pedoman atau
piagam (charter) Direksi;
c) prosedur, dasar penetapan, struktur, dan besarnya
remunerasi masing-masing anggota Direksi, serta
hubungan antara remunerasi dengan kinerja Emiten
atau Perusahaan Publik;
d) kebijakan dan pelaksanaan tentang frekuensi rapat
Direksi, termasuk rapat bersama Dewan Komisaris, dan
tingkat kehadiran anggota Direksi dalam rapat tersebut;
e)
informasi mengenai keputusan RUPS 1 (satu) tahun
sebelumnya, meliputi:
(1) keputusan RUPS yang direalisasikan pada tahun
buku; dan
(2) alasan dalam hal terdapat keputusan yang belum
direalisasikan;
f)
informasi mengenai keputusan RUPS pada tahun buku,
meliputi:
(1) keputusan RUPS yang direalisasikan pada tahun
buku; dan
-13-
(2) alasan dalam hal terdapat keputusan yang belum
direalisasikan; dan
g)
penilaian terhadap kinerja komite yang mendukung
pelaksanaan tugas Direksi;
2) Dewan Komisaris, mencakup antara lain:
a) tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris;
b) pernyataan bahwa Dewan Komisaris memiliki pedoman
atau piagam (charter) Dewan Komisaris;
c) prosedur, dasar penetapan, struktur, dan besarnya
remunerasi masing-masing anggota Dewan Komisaris;
d) kebijakan dan pelaksanaan tentang frekuensi rapat
Dewan Komisaris, termasuk rapat bersama Direksi, dan
tingkat kehadiran anggota Dewan Komisaris dalam
rapat tersebut;
e) kebijakan Emiten atau Perusahaan Publik tentang
penilaian terhadap kinerja anggota Direksi dan anggota
Dewan Komisaris dan pelaksanaannya, paling sedikit
meliputi:
(1) prosedur pelaksanaan penilaian kinerja;
(2) kriteria yang digunakan; dan
(3) pihak yang melakukan penilaian;
f)
penilaian terhadap kinerja komite yang mendukung
pelaksanaan tugas Dewan Komisaris; dan
g) dalam hal Dewan Komisaris tidak membentuk Komite
Nominasi dan Remunerasi, dimuat informasi paling
sedikit mengenai:
(1) alasan tidak dibentuknya komite; dan
(2) prosedur nominasi dan remunerasi yang dilakukan
dalam tahun buku;
3) Dewan Pengawas Syariah, bagi Emiten atau Perusahaan
Publik yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip syariah sebagaimana tertuang dalam anggaran
dasar, paling sedikit memuat:
a) nama;
b) tugas dan tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah;
dan
-14-
c)
frekuensi dan cara pemberian nasihat dan saran serta
pengawasan pemenuhan Prinsip Syariah di Pasar Modal
terhadap Emiten atau Perusahaan Publik;
4) Komite Audit, mencakup antara lain:
a) nama dan jabatannya dalam keanggotaan komite;
b)
usia;
c) kewarganegaraan;
d) riwayat pendidikan;
e) riwayat jabatan, meliputi informasi:
(1) dasar hukum penunjukan sebagai anggota komite;
(2) rangkap jabatan, baik sebagai anggota Dewan
Komisaris, anggota Direksi, dan/atau anggota
komite serta jabatan lainnya (jika ada); dan
(3) pengalaman kerja beserta periode waktunya baik di
dalam maupun di luar Emiten atau Perusahaan
Publik;
f) periode dan masa jabatan anggota Komite Audit;
g) pernyataan independensi Komite Audit;
h) kebijakan dan pelaksanaan tentang frekuensi rapat
Komite Audit dan tingkat kehadiran anggota Komite
Audit dalam rapat tersebut;
i)
j)
pendidikan dan/atau pelatihan yang telah diikuti dalam
tahun buku (jika ada); dan
pelaksanaan kegiatan Komite Audit pada tahun buku
sesuai dengan yang dicantumkan dalam pedoman atau
piagam (charter) Komite Audit;
5) komite lain yang dimiliki Emiten atau Perusahaan Publik
dalam rangka mendukung fungsi dan tugas Direksi
dan/atau Dewan Komisaris, seperti Komite Nominasi dan
Remunerasi, mencakup antara lain:
a) nama dan jabatannya dalam keanggotaan komite;
b)
usia;
c) kewarganegaraan;
d) riwayat pendidikan;
e) riwayat jabatan, meliputi informasi:
-15-
(1) dasar hukum penunjukan sebagai anggota komite;
(2) rangkap jabatan, baik sebagai anggota Dewan
Komisaris, anggota Direksi, dan/atau anggota
komite serta jabatan lainnya (jika ada); dan
(3) pengalaman kerja beserta periode waktunya baik di
dalam maupun di luar Emiten atau Perusahaan
Publik;
f) periode dan masa jabatan anggota komite;
g) uraian tugas dan tanggung jawab;
h) pernyataan bahwa telah memiliki pedoman atau piagam
(charter) komite;
i) pernyataan independensi komite;
j)
kebijakan dan pelaksanaan tentang frekuensi rapat
komite dan tingkat kehadiran anggota komite dalam
rapat tersebut;
k) pendidikan dan/atau pelatihan yang telah diikuti dalam
tahun buku (jika ada); dan
l)
uraian singkat pelaksanaan kegiatan komite pada tahun
buku;
6) Sekretaris Perusahaan, mencakup antara lain:
a) nama;
b)
domisili;
c) riwayat jabatan, meliputi informasi:
(1) dasar hukum penunjukan sebagai Sekretaris
Perusahaan; dan
(2) pengalaman kerja beserta periode waktunya baik di
dalam maupun di luar Emiten atau Perusahaan
Publik;
d) riwayat pendidikan;
e) pendidikan dan/atau pelatihan yang diikuti dalam
tahun buku; dan
f)
uraian singkat pelaksanaan tugas Sekretaris
Perusahaan pada tahun buku;
7) Unit Audit Internal, mencakup antara lain:
a) nama kepala Unit Audit Internal;
b) riwayat jabatan, meliputi informasi:
-16-
(1) dasar hukum penunjukan sebagai kepala Unit
Audit Internal; dan
(2) pengalaman kerja beserta periode waktunya baik di
dalam maupun di luar Emiten atau Perusahaan
Publik;
c)
kualifikasi atau sertifikasi sebagai profesi audit internal
(jika ada);
d) pendidikan dan/atau pelatihan yang diikuti dalam
tahun buku;
e) struktur dan kedudukan Unit Audit Internal;
f) uraian tugas dan tanggung jawab;
g) pernyataan bahwa telah memiliki pedoman atau piagam
(charter) Unit Audit Internal; dan
h) uraian singkat pelaksanaan tugas Unit Audit Internal
pada tahun buku;
8) uraian mengenai sistem pengendalian internal (internal
control) yang diterapkan oleh Emiten atau Perusahaan
Publik, paling sedikit mengenai:
a) pengendalian keuangan dan operasional, serta
kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan
lainnya; dan
b) tinjauan atas efektivitas sistem pengendalian internal;
9) sistem manajemen risiko yang diterapkan oleh Emiten atau
Perusahaan Publik, paling sedikit mengenai:
a) gambaran umum mengenai sistem manajemen risiko
Emiten atau Perusahaan Publik;
b) jenis risiko dan cara pengelolaannya; dan
c) tinjauan atas efektivitas sistem manajemen risiko
Emiten atau Perusahaan Publik;
10) perkara penting yang dihadapi oleh Emiten atau Perusahaan
Publik, entitas anak, anggota Direksi dan anggota Dewan
Komisaris (jika ada), antara lain meliputi:
a) pokok perkara/gugatan;
b) status penyelesaian perkara/gugatan; dan
c) pengaruhnya terhadap kondisi Emiten atau Perusahaan
Publik;
-17-
11) informasi tentang sanksi administratif yang dikenakan
kepada Emiten atau Perusahaan Publik, anggota Dewan
Komisaris dan Direksi, oleh otoritas Pasar Modal dan otoritas
lainnya pada tahun buku (jika ada);
12) informasi mengenai kode etik Emiten atau Perusahaan
Publik meliputi:
a) pokok-pokok kode etik;
b) bentuk sosialisasi kode etik dan upaya penegakannya;
dan
c) pernyataan bahwa kode etik berlaku bagi anggota
Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan karyawan
Emiten atau Perusahaan Publik;
13) informasi mengenai budaya perusahaan (corporate culture)
atau nilai-nilai perusahaan (jika ada);
14) uraian mengenai program kepemilikan saham oleh karyawan
dan/atau manajemen yang dilaksanakan Emiten atau
Perusahaan Publik (jika ada), antara lain mengenai:
a) jumlah saham dan/atau opsi;
b) jangka waktu pelaksanaan;
c) persyaratan karyawan dan/atau manajemen yang
berhak; dan
d) harga pelaksanaan;
15) uraian mengenai sistem pelaporan pelanggaran
(whistleblowing system) di Emiten atau Perusahaan Publik
(jika ada), antara lain meliputi:
a) cara penyampaian laporan pelanggaran;
b) perlindungan bagi pelapor;
c) penanganan pengaduan;
d) pihak yang mengelola pengaduan; dan
e)
hasil dari penanganan pengaduan, paling sedikit
meliputi:
(1) jumlah pengaduan yang masuk dan diproses dalam
tahun buku; dan
(2) tindak lanjut pengaduan;
16) penerapan atas Pedoman Tata Kelola Perusahaan Terbuka
bagi Emiten yang menerbitkan Efek Bersifat Ekuitas atau
-18-
Perusahaan Publik, meliputi:
a) pernyataan mengenai rekomendasi yang telah
dilaksanakan; dan/atau
b) penjelasan atas rekomendasi yang belum dilaksanakan,
disertai alasan dan alternatif pelaksanaannya (jika ada);
h. Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Emiten atau Perusahaan
Publik
1)
Informasi mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan
Emiten atau Perusahaan Publik meliputi kebijakan, jenis
program, dan biaya yang dikeluarkan, antara lain terkait
aspek:
a) lingkungan hidup, antara lain:
(1) penggunaan material dan energi yang ramah
lingkungan dan dapat didaur ulang;
(2) sistem pengolahan limbah Emiten atau
Perusahaan Publik;
(3) mekanisme pengaduan masalah lingkungan; dan
(4) sertifikasi di bidang lingkungan yang dimiliki;
b) praktik ketenagakerjaan, kesehatan, dan keselamatan
kerja, antara lain:
(1) kesetaraan gender dan kesempatan kerja;
(2) sarana dan keselamatan kerja;
(3) tingkat perpindahan (turnover) karyawan;
(4) tingkat kecelakaan kerja;
(5) pendidikan dan/atau pelatihan;
(6) remunerasi; dan
(7) mekanisme pengaduan masalah ketenagakerjaan;
c) pengembangan sosial dan kemasyarakatan, antara lain:
(1) penggunaan tenaga kerja lokal;
(2) pemberdayaan masyarakat sekitar Emiten atau
Perusahaan Publik antara lain melalui penggunaan
bahan baku yang dihasilkan oleh masyarakat atau
pemberian edukasi;
(3) perbaikan sarana dan prasarana sosial;
(4) bentuk donasi lainnya; dan
-19-
(5) komunikasi mengenai kebijakan dan prosedur anti
korupsi di Emiten atau Perusahaan Publik, serta
pelatihan mengenai anti korupsi (jika ada);
d) tanggung jawab barang dan/atau jasa, antara lain:
(1) kesehatan dan keselamatan konsumen;
(2) informasi barang dan/atau jasa; dan
(3) sarana, jumlah, dan penanggulangan atas
pengaduan konsumen.
2) Dalam hal Emiten atau Perusahaan Publik menyajikan
informasi mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan
sebagaimana dimaksud pada angka 1) pada laporan
tersendiri seperti laporan tanggung jawab sosial dan
lingkungan atau laporan keberlanjutan (sustainability
report), Emiten atau Perusahaan Publik dikecualikan untuk
mengungkapkan informasi mengenai tanggung jawab sosial
dan lingkungan dalam Laporan Tahunan; dan
3) Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 2) disampaikan
kepada Otoritas Jasa Keuangan bersamaan dengan
penyampaian Laporan Tahunan;
i. Laporan Keuangan Tahunan yang Telah Diaudit
Laporan keuangan tahunan yang dimuat dalam Laporan Tahunan
disusun sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia
dan telah diaudit oleh Akuntan. Laporan keuangan dimaksud
memuat pernyataan mengenai pertanggungjawaban atas laporan
keuangan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-
undangan di sektor Pasar Modal yang mengatur mengenai
tanggung jawab Direksi atas laporan keuangan atau peraturan
perundang-undangan di sektor Pasar Modal yang mengatur
mengenai laporan berkala Perusahaan Efek dalam hal Emiten
merupakan Perusahaan Efek; dan
j.
Surat Pernyataan Anggota Direksi dan Anggota Dewan Komisaris
tentang Tanggung Jawab atas Laporan Tahunan
Surat pernyataan anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris
tentang tanggung jawab atas Laporan Tahunan disusun sesuai
dengan format Surat Pernyataan Anggota Direksi dan Anggota
Dewan Komisaris tentang Tanggung Jawab atas Laporan
-20-
Tahunan sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas
Jasa Keuangan ini.
IV. PENUTUP
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.
Ditetapkan di
pada tanggal 3 Agustus 2016
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS
PASAR MODAL,
ttd
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
NURHAIDA
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 30/SEOJK.04/2016 </reg_id>
<reg_title> BENTUK DAN ISI LAPORAN TAHUNAN EMITEN ATAU PERUSAHAAN PUBLIK </reg_title>
<set_date> 3 Agustus 2016 </set_date>
<effective_date> 3 Agustus 2016 </effective_date>
<related_reg> '29/POJK.04/2016 | Pasal 6' </related_reg>
|
Yth.
1. Direksi Bank Umum Syariah; dan
2. Direksi Bank Umum Konvensional yang Memiliki Unit Usaha Syariah,
di Tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 10 /SEOJK.03/2017
TENTANG
TRANSPARANSI DAN PUBLIKASI LAPORAN BANK UMUM SYARIAH
DAN UNIT USAHA SYARIAH
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
6/POJK.03/2015 tentang Transparansi dan Publikasi Laporan Bank (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5687), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 32/POJK.03/2016 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2016 Nomor 170, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5917), perlu untuk mengatur pelaksanaan ketentuan mengenai
Transparansi dan Publikasi Laporan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah
dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
1. Bank adalah Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS).
2. Laporan Publikasi terdiri dari Laporan Publikasi Bulanan, Laporan
Publikasi Triwulanan, Laporan Publikasi Tahunan, dan Laporan
Publikasi Lain. Khusus untuk UUS, Laporan Publikasi terdiri dari
Laporan Publikasi Triwulanan dan informasi umum yang disampaikan
dalam Laporan Tahunan Bank Umum Konvensional yang Memiliki UUS.
- 2 -
3. Laporan Publikasi disusun antara lain untuk memberikan informasi
mengenai posisi keuangan, kinerja atau hasil usaha Bank, informasi
keuangan lainnya serta informasi kualitatif kepada berbagai pihak yang
berkepentingan dengan perkembangan usaha Bank. Seluruh informasi
tersebut diharapkan dapat meningkatkan transparansi kondisi
keuangan Bank kepada publik dan menjaga kepercayaan masyarakat
terhadap lembaga perbankan syariah.
4. Laporan Posisi Keuangan (Neraca) merupakan laporan posisi aset,
liabilitas, dan ekuitas Bank per posisi akhir periode laporan. Sementara
itu, Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain merupakan
laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif Bank secara kumulatif
sejak awal Tahun Buku sampai dengan akhir posisi periode laporan.
5. Agar dapat diperbandingkan, format dan ruang lingkup Laporan
Publikasi disajikan dengan mengacu pada ketentuan yang ditetapkan
oleh Otoritas Jasa Keuangan, standar akuntansi keuangan yang relevan
untuk industri perbankan syariah, Pedoman Akuntansi Perbankan
Syariah Indonesia (PAPSI), dan standar internasional yang relevan
mengenai pengungkapan risiko, kecukupan likuiditas, dan permodalan
Bank.
6. Laporan Publikasi disusun dalam Bahasa Indonesia dan disajikan sesuai
format laporan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Surat Edaran
Otoritas Jasa Keuangan ini.
7. Format Laporan Publikasi merupakan standar minimum yang harus
dipenuhi oleh Bank. Dalam hal terdapat akun yang jumlahnya material
dan tidak terdapat dalam format tersebut, Bank dapat menyajikan akun
tersebut secara tersendiri, sedangkan akun yang jumlahnya tidak
material dapat digabungkan dengan akun lain yang sejenis.
8. Akun yang memiliki saldo nihil dalam format laporan harus dicantumkan
dengan memberi garis pendek (-) pada akun yang bersangkutan kecuali
ditetapkan secara khusus dalam Lampiran.
II. LAPORAN PUBLIKASI BULANAN
1. Pedoman Umum
a. Laporan Publikasi Bulanan disajikan oleh BUS secara individu dan
disusun setiap bulan.
b. Laporan Publikasi Bulanan diumumkan kepada masyarakat pada
Situs Web BUS dan disampaikan oleh BUS kepada Otoritas Jasa
- 3 -
Keuangan secara online melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa
Keuangan. Dalam hal penyampaian laporan melalui sistem
pelaporan Otoritas Jasa Keuangan belum dapat dilakukan, laporan
disampaikan melalui sistem Laporan Kantor Pusat Bank Umum
(LKPBU).
2. Ruang Lingkup Laporan Publikasi Bulanan
Laporan Publikasi Bulanan meliputi laporan keuangan bulanan yang
paling sedikit terdiri atas:
a. Laporan Posisi Keuangan (Neraca);
b. Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain; dan
c. Laporan Komitmen dan Kontinjensi.
3. BUS dalam menyusun Laporan Publikasi Bulanan mengacu pada
Pedoman Penyusunan Laporan Publikasi Bank Umum Syariah dan Unit
Usaha Syariah – Laporan Publikasi Bulanan Bank Umum Syariah yang
merupakan lampiran dan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
III. LAPORAN PUBLIKASI TRIWULANAN
1. Bank Umum Syariah
a. Pedoman Umum
1) Laporan keuangan pada Laporan Publikasi Triwulanan
disajikan secara individu dan konsolidasi dengan Entitas Anak
yang disusun untuk posisi akhir bulan Maret, Juni, September,
dan Desember.
2) BUS yang tidak memiliki Entitas Anak, kolom konsolidasian
dapat ditiadakan.
3) Laporan keuangan pada Laporan Publikasi Triwulanan
disajikan dalam bentuk perbandingan sesuai standar
akuntansi keuangan.
4) Apabila terdapat perlakuan akuntansi yang baru berlaku dalam
posisi laporan, penyajian posisi pembanding mengacu pada
standar akuntansi keuangan mengenai kebijakan akuntansi,
perubahan estimasi akuntansi, dan kesalahan.
5) Nama pemegang saham dan persentase kepemilikan saham
yang dicantumkan dalam pengisian pemilik BUS pada format
Laporan Publikasi Triwulanan adalah perorangan atau entitas
yang memiliki saham sebesar 5% (lima persen) atau lebih dari
- 4 -
modal BUS, baik yang diperoleh melalui maupun tidak melalui
Pasar Modal.
6) Laporan keuangan pada Laporan Publikasi Triwulanan posisi
akhir bulan Desember diaudit oleh Akuntan Publik yang
terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan. Dalam penyajian laporan
keuangan dicantumkan nama Kantor Akuntan Publik, nama
Akuntan Publik yang bertanggung jawab (partner in charge),
dan opini yang diberikan.
7) Laporan Publikasi Triwulanan diumumkan pada surat kabar
harian berbahasa Indonesia yang memiliki peredaran luas dan
pada Situs Web BUS, serta disampaikan oleh BUS kepada
Otoritas Jasa Keuangan secara online melalui sistem pelaporan
Otoritas Jasa Keuangan. Dalam hal penyampaian laporan
melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan belum dapat
dilakukan, laporan disampaikan melalui LKPBU.
b. Ruang Lingkup Laporan Publikasi Triwulanan
Laporan Publikasi Triwulanan mencakup:
1)
laporan keuangan, meliputi:
a) Laporan Posisi Keuangan (Neraca);
b) Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain;
dan
c) Laporan Komitmen dan Kontinjensi.
2)
informasi kinerja keuangan, meliputi:
a) perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum
(KPMM);
b)
jumlah dan kualitas aset produktif serta Cadangan
Kerugian Penurunan Nilai (CKPN), yang paling sedikit
memberikan informasi berdasarkan pengelompokan:
(1) instrumen keuangan;
(2) penyediaan dana kepada Pihak Terkait;
(3) pembiayaan kepada nasabah Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah (UMKM);
(4) pembiayaan yang memerlukan perhatian khusus
(antara lain pembiayaan yang direstrukturisasi dan
pembiayaan properti); dan
(5) Penyisihan Penghapusan Aset (PPA) yang wajib
dibentuk berdasarkan instrumen keuangan.
- 5 -
c)
rasio keuangan yang paling sedikit mencakup:
(1) rasio KPMM;
(2) Return on Asset (ROA);
(3) Return on Equity (ROE);
(4) rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan
Operasional (BOPO);
d)
(5) persentase pelanggaran dan pelampauan Batas
Maksimum Penyaluran Dana (BMPD); dan
(6) rasio Posisi Devisa Neto (PDN).
transaksi spot dan forward;
e) Laporan Distribusi Bagi Hasil;
f)
Laporan Sumber dan Penyaluran Dana Zakat, khusus
untuk posisi Juni dan Desember;
g) Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan,
khusus untuk posisi Juni dan Desember;
h) Laporan Perubahan Dana Investasi Terikat, khusus untuk
posisi Juni dan Desember, apabila ada;
3)
informasi susunan dan komposisi Pemegang Saham, susunan
Direksi dan Dewan Komisaris, serta susunan Dewan Pengawas
Syariah;
4)
informasi kuantitatif eksposur risiko yang dihadapi BUS untuk
posisi Juni, paling sedikit mencakup:
a) Pengungkapan Risiko Kredit
(1) Pengungkapan umum, meliputi:
(a) pengungkapan Tagihan Bersih Berdasarkan
Wilayah;
(b) pengungkapan Tagihan Bersih Berdasarkan Sisa
Jangka Waktu Kontrak;
(c) pengungkapan Tagihan Bersih Berdasarkan
Sektor Ekonomi;
(d) pengungkapan Tagihan dan Pencadangan
Berdasarkan Wilayah;
(e) pengungkapan Tagihan dan Pencadangan
Berdasarkan Sektor Ekonomi; dan
(f) pengungkapan Rincian Mutasi CKPN.
(2) Pengungkapan Risiko Kredit dengan menggunakan
Pendekatan Standar, meliputi:
- 6 -
(a) pengungkapan Tagihan Bersih Berdasarkan
Kategori Portofolio dan Skala Peringkat; dan
(b) pengungkapan Risiko Kredit Pihak Lawan
(Counterparty Credit Risk), antara lain terdiri dari
Tagihan Bersih yang berasal dari eksposur:
i.
transaksi lindung nilai syariah over the
counter;
ii. transaksi repurchase agreement (repo); dan
iii. transaksi reverse repo,
sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai
pedoman perhitungan Aset Tertimbang Menurut
Risiko (ATMR) untuk Risiko Kredit dengan
menggunakan Pendekatan Standar bagi BUS.
(3) Pengungkapan mitigasi Risiko Kredit dengan
menggunakan Pendekatan Standar, meliputi:
(a) pengungkapan Tagihan Bersih Berdasarkan
Bobot Risiko setelah memperhitungkan dampak
mitigasi Risiko Kredit; dan
(b) pengungkapan Tagihan Bersih dan Teknik
Mitigasi Risiko Kredit.
(4) Pengungkapan Sekuritisasi Aset, meliputi:
(a) Pengungkapan Transaksi Sekuritisasi Aset; dan
(b) Pengungkapan Ringkasan Aktivitas Transaksi
Sekuritisasi Aset dalam hal BUS Bertindak
sebagai Kreditur Asal.
(5) Pengungkapan Perhitungan ATMR untuk Risiko
Kredit dengan menggunakan Pendekatan Standar.
b) Pengungkapan Risiko Pasar
Pengungkapan Risiko Pasar dengan menggunakan Metode
Standar mengacu pada ketentuan mengenai perhitungan
ATMR untuk Risiko Pasar dengan menggunakan Metode
Standar bagi BUS.
c) Pengungkapan Risiko Likuiditas
(1) Pengungkapan Profil Maturitas Rupiah; dan
(2) Pengungkapan Profil Maturitas Valuta Asing.
d) Pengungkapan Risiko Operasional
- 7 -
Perhitungan Risiko Operasional mengacu pada ketentuan
mengenai perhitungan ATMR untuk Risiko Operasional
dengan menggunakan Pendekatan Indikator Dasar (PID)
bagi BUS.
c. Pengungkapan Permodalan sesuai dengan Kerangka Basel III
1) Bank Umum berdasarkan Kegiatan Usaha (BUKU) 3 dan BUKU
4, menambahkan informasi mengenai pengungkapan
permodalan pada Laporan Publikasi Triwulanan, sesuai dengan
dokumen Composition of Capital Disclosure Requirements yang
diterbitkan oleh Basel Committee on Banking Supervision
(BCBS).
2) Tujuan pengungkapan permodalan sesuai kerangka Basel III
adalah untuk meningkatkan transparansi pengungkapan
komponen permodalan dan meningkatkan konsistensi
pengungkapan permodalan antarnegara sehingga mudah
diperbandingkan.
3) Pengungkapan permodalan disajikan pada Situs Web BUS,
dalam satu tautan khusus, misalnya dengan judul:
“Pengungkapan Permodalan sesuai kerangka Basel III”.
4) Pengungkapan permodalan sesuai kerangka Basel III paling
sedikit mencakup:
a) Bagian 1: Perhitungan Permodalan, yang mengacu pada
Format Standar yang disediakan dalam dokumen BCBS;
b) Bagian 2: Rekonsiliasi Permodalan antara Neraca dengan
Format Standar sebagaimana dimaksud dalam Bagian 1;
dan
c) Bagian 3: Rincian Fitur Instrumen Permodalan.
d. BUS dalam menyusun Laporan Publikasi Triwulanan mengacu pada
Pedoman Penyusunan Laporan Publikasi Bank Umum Syariah dan
Unit Usaha Syariah – Laporan Publikasi Triwulanan Bank Umum
Syariah yang merupakan lampiran dan sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
e. Penambahan Pengungkapan Informasi bagi BUS yang Merupakan
Bagian dari Suatu Kelompok Usaha
1) BUS menambahkan informasi pada Laporan Publikasi
Triwulanan untuk posisi akhir bulan Juni dan Desember
mengenai:
- 8 -
a) Laporan keuangan konsolidasian Entitas Induk yang
meliputi laporan keuangan seluruh entitas dalam
kelompok usaha di bidang keuangan; atau
b) Laporan keuangan konsolidasian Entitas Induk yang
meliputi laporan keuangan seluruh entitas dalam
kelompok usaha di bidang keuangan dan non keuangan,
dalam hal tidak terdapat laporan keuangan konsolidasian
sebagaimana dimaksud pada huruf a).
2) Laporan keuangan konsolidasian Entitas Induk sebagaimana
dimaksud pada butir 1) a) atau butir 1) b) paling sedikit
mencakup:
a) Laporan Posisi Keuangan (Neraca);
b) Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain;
c) Laporan Perubahan Ekuitas; dan
d) Laporan Komitmen dan Kontinjensi.
Laporan Perubahan Ekuitas serta Laporan Komitmen dan
Kontinjensi sebagaimana dimaksud pada huruf c) dan huruf d)
disajikan apabila ada.
3) Format Neraca serta Laporan Laba Rugi dan Penghasilan
Komprehensif Lain Entitas Induk untuk posisi akhir bulan
Desember disesuaikan dengan Neraca serta Laporan Laba Rugi
dan Penghasilan Komprehensif Lain yang disajikan dalam
laporan keuangan auditan.
f. Laporan tertentu yang disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan
secara triwulanan
BUS menyampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan laporan
mengenai:
1) Transaksi antara BUS dengan Pihak-Pihak Berelasi, paling
sedikit mencakup:
a) nama pihak yang memiliki hubungan atau relasi dengan
BUS;
b) hubungan keterkaitan dengan BUS;
c)
jenis transaksi;
d) jumlah atau nominal transaksi; dan
e) kualitas aset produktif untuk transaksi penyediaan dana.
2) Bagi BUS yang merupakan bagian dari suatu kelompok usaha,
menambahkan pengungkapan laporan penyediaan dana,
- 9 -
komitmen maupun fasilitas lain yang dapat dipersamakan
dengan itu dari setiap entitas yang berada dalam satu kelompok
usaha dengan BUS kepada nasabah dan/atau pihak-pihak
yang telah memperoleh penyediaan dana dari BUS, paling
sedikit mencakup:
a) nama nasabah dan/atau pihak-pihak yang telah
memperoleh penyediaan dana dari BUS;
b)
jenis, jumlah dan kualitas penyediaan dana yang
diberikan oleh BUS;
c) nama kelompok usaha pemberi penyediaan dana serta
hubungan keterkaitan dengan BUS; dan
d)
jenis penyediaan dana dan jumlah penyediaan dana yang
diberikan oleh kelompok usaha.
2. Unit Usaha Syariah
a. Pedoman Umum
1) Laporan keuangan pada Laporan Publikasi Triwulanan
disajikan secara individu yang disusun untuk posisi akhir
bulan Maret, Juni, September, dan Desember.
2) Laporan keuangan pada Laporan Publikasi Triwulanan
disajikan dalam bentuk perbandingan sesuai standar
akuntansi keuangan.
3) Apabila terdapat perlakuan akuntansi yang baru berlaku dalam
posisi laporan, penyajian posisi pembanding mengacu pada
standar akuntansi keuangan mengenai kebijakan akuntansi,
perubahan estimasi akuntansi, dan kesalahan.
4) Laporan Publikasi Triwulanan ditandatangani oleh Direktur
yang membawahkan UUS dan 1 (satu) orang anggota Dewan
Pengawas Syariah.
5) Laporan Publikasi Triwulanan diumumkan pada surat kabar
harian berbahasa Indonesia yang memiliki peredaran luas dan
pada Situs Web Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS,
dan disampaikan oleh UUS kepada Otoritas Jasa Keuangan
secara online melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan.
Dalam hal penyampaian laporan melalui sistem pelaporan
Otoritas Jasa Keuangan belum dapat dilakukan, laporan
disampaikan melalui sistem LKPBU.
b. Ruang Lingkup Laporan Publikasi Triwulanan
- 10 -
Laporan Publikasi Triwulanan mencakup:
1) Laporan keuangan, meliputi:
a) Laporan Posisi Keuangan (Neraca);
b) Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain;
dan
c) Laporan Komitmen dan Kontinjensi.
2) Rasio keuangan, paling sedikit mencakup:
a)
b) ROA.
3) Laporan Distribusi Bagi Hasil.
Khusus untuk posisi Juni dan Desember, selain laporan
sebagaimana dimaksud pada angka 1) sampai dengan angka 3),
ditambah dengan:
1) Laporan Sumber dan Penyaluran Dana Zakat;
2) Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan; dan
3) Laporan Perubahan Dana Investasi Terikat, apabila ada.
c. UUS dalam menyusun Laporan Publikasi Triwulanan mengacu pada
Pedoman Penyusunan Laporan Publikasi Bank Umum Syariah dan
Unit Usaha Syariah - Laporan Publikasi Triwulanan Unit Usaha
Syariah yang merupakan lampiran dan sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
IV. LAPORAN PUBLIKASI TAHUNAN
1. Bank Umum Syariah
a. Pedoman Umum
1) Laporan keuangan pada Laporan Publikasi Tahunan disajikan
secara individu dan konsolidasi dengan Entitas Anak yang
disusun untuk 1 (satu) Tahun Buku.
2) BUS yang tidak memiliki Entitas Anak, kolom konsolidasian
dapat ditiadakan.
3) Laporan keuangan pada Laporan Publikasi Tahunan disajikan
dalam bentuk perbandingan sesuai standar akuntansi
keuangan.
4) Apabila terdapat perlakuan akuntansi yang baru berlaku dalam
posisi laporan, penyajian posisi pembanding mengacu pada
total aset UUS terhadap total aset Bank Umum
Konvensional yang memiliki UUS; dan
- 11 -
standar akuntansi keuangan mengenai kebijakan akuntansi,
perubahan estimasi akuntansi, dan kesalahan.
5) Laporan Publikasi Tahunan harus disusun dalam Bahasa
Indonesia. Dalam hal Laporan Publikasi Tahunan disusun
dalam Bahasa Indonesia dan bahasa asing, baik dalam
dokumen yang sama maupun terpisah, Laporan Publikasi
Tahunan harus memuat informasi yang sama. Dalam hal
terdapat perbedaan penafsiran informasi dalam bahasa asing
dengan informasi dalam Bahasa Indonesia pada Laporan
Publikasi Tahunan, informasi yang digunakan sebagai acuan
adalah informasi dalam Bahasa Indonesia.
6) Laporan keuangan pada Laporan Publikasi Tahunan diaudit
oleh Akuntan Publik. Dalam penyajian laporan keuangan
dicantumkan nama Kantor Akuntan Publik, nama Akuntan
Publik yang bertanggung jawab (partner in charge), dan opini
yang diberikan.
7) Laporan Publikasi Tahunan diumumkan pada Situs Web BUS
dan disampaikan oleh BUS kepada Otoritas Jasa Keuangan.
b. Ruang Lingkup Laporan Publikasi Tahunan
Laporan Publikasi Tahunan meliputi:
1) Informasi Umum
Informasi Umum dalam Laporan Publikasi Tahunan paling
sedikit meliputi:
a) susunan Direksi, Dewan Komisaris, Dewan Pengawas
Syariah, dan Pejabat Eksekutif beserta jabatan dan
ringkasan riwayat hidupnya;
b) susunan dan komposisi Pemegang Saham yaitu nama
pemegang saham dan persentase kepemilikan saham;
c) perkembangan usaha BUS dan kelompok usaha BUS,
yang memuat data mengenai:
(1) ikhtisar data keuangan penting, paling sedikit
meliputi pendapatan penyaluran dana bersih, laba
operasional, laba sebelum pajak, laba bersih, laba
bersih per saham, aset produktif, dana pihak ketiga,
pinjaman diterima, total biaya dana (cost of fund),
modal sendiri, jumlah lembar dan nilai nominal
saham yang ditempatkan dan disetor; dan
- 12 -
(2) informasi kinerja keuangan sebagaimana dimaksud
dalam butir III.1.b.2).
d) strategi dan kebijakan yang ditetapkan oleh manajemen
BUS;
e) laporan manajemen yang memuat informasi mengenai
pengelolaan BUS, paling sedikit mencakup:
(1) struktur organisasi;
(2) aktivitas utama;
(3) teknologi informasi;
(4) jenis produk dan jasa yang ditawarkan, termasuk
penyaluran pembiayaan kepada nasabah UMKM;
(5) realisasi tingkat bagi hasil/imbalan dan metode
perhitungan distribusi bagi hasil;
(6) perkembangan perekonomian dan target pasar;
(7) jaringan kerja dan mitra usaha di dalam dan/atau di
luar negeri;
(8) jumlah, jenis, dan lokasi kantor;
(9) kepemilikan Direksi, Dewan Komisaris, dan
pemegang saham dalam kelompok usaha BUS;
(10) sumber daya manusia, meliputi jumlah, tingkat
pendidikan, pelatihan, dan pengembangan sumber
daya manusia.
(11) perubahan-perubahan penting yang terjadi pada BUS
dan kelompok usaha BUS dalam tahun yang
bersangkutan; dan
(12) hal-hal penting yang diperkirakan terjadi pada masa
mendatang.
2) Laporan Keuangan Tahunan
a) Laporan keuangan, paling sedikit mencakup:
(1) Laporan Posisi Keuangan (Neraca);
(2) Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif
Lain;
(3) Laporan Perubahan Ekuitas;
(4) Laporan Arus Kas; dan
(5) Catatan atas Laporan Keuangan, termasuk informasi
mengenai komitmen dan kontinjensi.
- 13 -
b) Penambahan Pengungkapan Informasi bagi BUS yang
Merupakan Bagian dari Suatu Kelompok Usaha.
(1) Bank menambahkan informasi pada Laporan
Publikasi Tahunan mengenai:
(a) Laporan Keuangan Konsolidasian Entitas Induk
yang meliputi laporan keuangan seluruh entitas
dalam kelompok usaha di bidang keuangan; atau
(b) Laporan Keuangan Konsolidasian Entitas Induk
yang meliputi laporan keuangan seluruh entitas
dalam kelompok usaha di bidang keuangan dan
non keuangan, dalam hal tidak terdapat laporan
keuangan konsolidasian sebagaimana dimaksud
dalam huruf (a).
(2) Laporan keuangan konsolidasian Entitas Induk
sebagaimana dimaksud dalam angka (1), paling
sedikit terdiri atas:
(a) Laporan Posisi Keuangan (Neraca);
(b) Laporan Laba Rugi dan Penghasilan
Komprehensif Lain;
(c) Laporan Perubahan Ekuitas; dan
(d) Laporan Komitmen dan Kontinjensi.
c) Opini dari Akuntan Publik yang memuat pendapat atas
laporan keuangan tahunan.
3)
Informasi kinerja keuangan, meliputi:
a) perhitungan KPMM;
b) jumlah dan kualitas aset produktif serta CKPN, yang
paling sedikit memberikan informasi berdasarkan
pengelompokan:
(1) instrumen keuangan;
(2) penyediaan dana kepada Pihak Terkait;
(3) pembiayaan kepada nasabah UMKM;
(4) pembiayaan yang memerlukan perhatian khusus
(antara lain pembiayaan yang direstrukturisasi dan
pembiayaan properti); dan
(5) PPA yang wajib dibentuk berdasarkan instrumen
keuangan.
c)
rasio keuangan, paling sedikit mencakup:
- 14 -
(1) rasio KPMM;
(2) ROA;
(3) ROE;
(4) rasio BOPO;
(5) persentase Pelanggaran dan Pelampauan BMPD; dan
(6) rasio PDN.
d) transaksi spot dan forward;
e) Laporan Distribusi Bagi Hasil;
f) Laporan Sumber dan Penyaluran Dana Zakat;
g) Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan; dan
h) Laporan Perubahan Dana Investasi Terikat, apabila ada.
4) Pengungkapan permodalan dan praktik manajemen risiko
a) Pengungkapan permodalan dan praktik manajemen risiko
yang diterapkan BUS paling sedikit meliputi uraian jenis
risiko, potensi kerugian yang dihadapi BUS, dan mitigasi
risiko sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang
mengatur mengenai permodalan dan manajemen risiko.
b) Tujuan pengungkapan permodalan, pengungkapan
eksposur risiko dan penerapan manajemen risiko adalah
untuk meningkatkan transparansi kepada masyarakat
sehingga masyarakat dapat menilai kecukupan
permodalan BUS dan profil risiko BUS.
c) BUS memiliki kebijakan tertulis yang disetujui oleh
Direksi, antara lain mengenai cakupan pengungkapan dan
pengendalian intern dalam proses pengungkapan.
d) Pengungkapan permodalan dan praktik manajemen risiko,
paling sedikit mencakup:
(1) pengungkapan permodalan, terdiri atas:
(a) pengungkapan kualitatif mengenai:
i.
struktur permodalan yang memuat
penjelasan mengenai instrumen modal yang
diterbitkan oleh BUS antara lain:
karakteristik, jangka waktu instrumen, fitur
opsi beli, fitur step-up, tingkat imbal hasil,
dan peringkat, apabila tersedia; dan
ii. kecukupan permodalan yang berisi
penjelasan mengenai pendekatan yang
- 15 -
digunakan BUS dalam menilai kecukupan
modal untuk mendukung aktivitas yang
dilakukan, baik saat ini maupun yang akan
datang.
(b) pengungkapan kuantitatif mengenai struktur
permodalan BUS.
(2) pengungkapan eksposur risiko dan penerapan
manajemen risiko, paling sedikit mencakup:
(a) pengungkapan mengenai penerapan manajemen
risiko BUS secara umum, yang terdiri atas
informasi mengenai:
i. pengawasan aktif
Direksi,
Dewan
Komisaris, dan Dewan Pengawas Syariah;
ii. kecukupan kebijakan dan prosedur
manajemen risiko, serta penetapan limit
risiko;
iii. kecukupan proses identifikasi, pengukuran,
pemantauan, dan pengendalian risiko, serta
sistem informasi manajemen risiko; dan
iv. sistem pengendalian intern yang
menyeluruh.
(b) pengungkapan mengenai eksposur risiko dan
penerapan manajemen risiko BUS secara
khusus, yang terdiri atas:
i.
Risiko Kredit;
ii. Risiko Pasar;
iii. Risiko Likuiditas;
iv. Risiko Operasional;
v. Risiko Hukum;
vi. Risiko Reputasi;
vii. Risiko Stratejik;
viii. Risiko Kepatuhan;
ix. Risiko Imbal Hasil; dan
x. Risiko Investasi.
(c) pengungkapan Risiko Kredit sebagaimana
dimaksud dalam butir (b) i, meliputi:
i. pengungkapan umum, terdiri atas:
- 16 -
i) pengungkapan kualitatif:
(i) informasi mengenai penerapan
manajemen risiko untuk Risiko
Kredit, termasuk organisasi
manajemen Risiko Kredit, strategi
manajemen Risiko Kredit untuk
aktivitas yang memiliki eksposur
Risiko Kredit yang signifikan,
kebijakan pengelolaan risiko
konsentrasi pembiayaan, serta
mekanisme pengukuran dan
pengendalian Risiko Kredit;
(ii) definisi tagihan yang telah jatuh
tempo dan tagihan yang
mengalami penurunan nilai
(impairment); dan
(iii) penjelasan mengenai pendekatan
yang
digunakan
untuk
pembentukan CKPN individual
dan kolektif, serta metode statistik
yang
digunakan
perhitungan CKPN.
ii) pengungkapan kuantitatif
yang
cakupannya sebagaimana dimaksud
dalam butir III.1.b.4) a) (1).
ii. pengungkapan Risiko Kredit dengan
Pendekatan Standar, terdiri atas:
i) pengungkapan kualitatif:
(i) informasi mengenai kebijakan
penggunaan peringkat dalam
perhitungan ATMR untuk Risiko
Kredit;
(ii) kategori
portofolio
menggunakan peringkat;
(iii) lembaga pemeringkat yang
digunakan; dan
yang
dalam
- 17 -
(iv) pengungkapan Risiko Kredit
pihak lawan (counterparty credit
risk), termasuk:
jenis instrumen mitigasi yang
lazim
diterima atau
diserahkan oleh BUS;
metodologi
perhitungan
kecukupan modal secara
intern terkait counterparty
credit risk secara internal
BUS; dan
metodologi penentuan credit
limit
terkait counterparty
credit risk sebagaimana
diatur dalam ketentuan
mengenai
penerapan
manajemen risiko bagi BUS
dan UUS.
ii) pengungkapan kuantitatif
yang
cakupannya sebagaimana dimaksud
dalam butir III.1.b.4) a) (2).
iii. pengungkapan mitigasi Risiko Kredit
dengan menggunakan Pendekatan Standar,
terdiri atas:
i) pengungkapan kualitatif:
(i) informasi mengenai kebijakan
BUS untuk jenis agunan utama
yang diterima;
(ii) kebijakan, prosedur, dan proses
untuk menilai dan mengelola
agunan;
(iii) pihak-pihak utama pemberi
jaminan atau garansi dan
kelayakan
kredit
(creditworthiness) dari pihak-
pihak tersebut; dan
- 18 -
(iv) informasi tingkat konsentrasi
yang
ditimbulkan
dari
penggunaan teknik mitigasi Risiko
Kredit.
ii) pengungkapan kuantitatif
yang
cakupannya sebagaimana dimaksud
dalam butir III.1.b.4) a) (3).
iv. pengungkapan sekuritisasi aset, terdiri
atas:
i) pengungkapan kualitatif:
(i) pengungkapan umum manajemen
risiko, meliputi hal-hal seperti
tujuan BUS melakukan aktivitas
sekuritisasi aset, efektivitas
aktivitas sekuritisasi aset yang
dilakukan untuk memindahkan
Risiko Kredit dari BUS kepada
pihak lain atas transaksi yang
menjadi
underlying
aktivitas
sekuritisasi aset, fungsi yang
dijalankan BUS dalam aktivitas
sekuritisasi aset, dan penjelasan
mengenai keterlibatan BUS dalam
setiap fungsi;
(ii) ringkasan kebijakan akuntansi
untuk aktivitas sekuritisasi aset,
antara lain transaksi yang
diperlakukan sebagai penjualan
atau pendanaan, pengakuan
keuntungan dari aktivitas
sekuritisasi, dan asumsi yang
digunakan untuk menilai ada
tidaknya
berkelanjutan dari aktivitas
sekuritisasi, termasuk perubahan
dari periode sebelumnya dan
keterlibatan
- 19 -
dampak dari perubahan tersebut;
dan
(iii) nama lembaga pemeringkat yang
digunakan dalam aktivitas
sekuritisasi aset dan eksposur
sekuritisasi aset yang diperingkat
oleh lembaga pemeringkat
dimaksud.
ii) pengungkapan kuantitatif
yang
cakupannya sebagaimana dimaksud
dalam butir III.1.b.4) a) (4).
v. pengungkapan kuantitatif perhitungan
ATMR untuk Risiko Kredit dengan
menggunakan
Pendekatan
Standar
sebagaimana dimaksud dalam butir III.1.b.
4) a) (5).
(d) Pengungkapan Risiko Pasar sebagaimana
dimaksud dalam butir
(b)
Pengungkapan kualitatif:
i)
menggunakan Metode Standar, meliputi:
i.
informasi mengenai penerapan
manajemen risiko termasuk:
(i) organisasi manajemen Risiko
Pasar;
(ii) pengelolaan portofolio
trading
book dan banking book, serta
metodologi
valuasi yang
digunakan; dan
(iii) mekanisme pengukuran Risiko
Pasar untuk keperluan
pemantauan risiko secara
periodik maupun untuk
perhitungan kecukupan modal,
baik pada trading book maupun
banking book;
ii dengan
- 20 -
ii)
portofolio trading book dan banking
book yang diperhitungkan dalam
KPMM; dan
iii) langkah-langkah dan rencana dalam
mengantisipasi Risiko Pasar atas
transaksi
valuta
asing karena
perubahan kurs termasuk penjelasan
mengenai semua penyediaan dana dan
ikatan tanpa proteksi atau lindung
nilai syariah.
ii. Pengungkapan kuantitatif sebagaimana
dimaksud dalam butir III.1.b.4) b).
(e) Pengungkapan Risiko Likuiditas sebagaimana
dimaksud dalam butir (b) iii, meliputi:
i. Pengungkapan kualitatif
mengenai
informasi penerapan manajemen risiko
untuk Risiko Likuiditas, termasuk:
i)
organisasi manajemen Risiko
Likuiditas;
ii)
strategi pendanaan;
iii) teknik mitigasi risiko likuiditas
termasuk indikator peringatan dini
permasalahan likuiditas dan rencana
pendanaan darurat; dan
iv) mekanisme pengukuran dan stress
testing serta pengendalian Risiko
Likuiditas;
ii. Pengungkapan kuantitatif yang cakupannya
sebagaimana dimaksud dalam butir
III.1.b.4) c).
(f) Pengungkapan Risiko Operasional sebagaimana
dimaksud dalam butir (b) iv, meliputi:
i. Pengungkapan kualitatif
mengenai
informasi penerapan manajemen risiko
untuk Risiko Operasional, termasuk:
i)
organisasi manajemen Risiko
Operasional;
- 21 -
ii) mekanisme yang digunakan BUS
untuk mengidentifikasi dan mengukur
Risiko Operasional; dan
iii) mekanisme untuk memitigasi Risiko
Operasional.
ii. Pengungkapan kuantitatif sebagaimana
dimaksud dalam butir III.1.b.4) d).
(g) Pengungkapan Risiko Hukum sebagaimana
dimaksud dalam butir (b) v, memuat
pengungkapan kualitatif mengenai penerapan
manajemen risiko untuk Risiko Hukum,
termasuk:
i. organisasi manajemen Risiko Hukum; dan
ii. mekanisme pengendalian Risiko Hukum.
(h) Pengungkapan Risiko Reputasi sebagaimana
dimaksud dalam butir (b)
vi memuat
pengungkapan kualitatif mengenai penerapan
manajemen risiko untuk Risiko Reputasi,
termasuk:
i.
organisasi manajemen Risiko Reputasi,
termasuk pelaksanaan manajemen risiko
untuk Risiko Reputasi oleh unit-unit terkait
(Corporate Secretary, Humas, dan unit
bisnis terkait);
ii. kebijakan dan mekanisme dalam rangka
meningkatkan kualitas pelayanan kepada
nasabah dan pemangku kepentingan
(stakeholder) lainnya untuk mengendalikan
Risiko Reputasi; dan
iii. pengelolaan Risiko Reputasi pada saat
krisis.
(i) Pengungkapan Risiko Stratejik sebagaimana
dimaksud dalam butir (b)
vii memuat
pengungkapan kualitatif mengenai penerapan
manajemen risiko untuk Risiko Stratejik,
termasuk:
i. organisasi manajemen Risiko Stratejik;
- 22 -
ii. kebijakan yang memungkinkan BUS untuk
dapat mengidentifikasi dan merespon
perubahan lingkungan bisnis, baik ekstern
maupun intern; dan
iii. mekanisme untuk mengukur kemajuan
yang dicapai dari rencana bisnis yang
ditetapkan.
(j) Pengungkapan Risiko Kepatuhan sebagaimana
dimaksud dalam butir (b)
viii memuat
pengungkapan kualitatif mengenai penerapan
manajemen risiko untuk Risiko Kepatuhan,
termasuk:
i.
organisasi manajemen Risiko Kepatuhan;
ii. strategi manajemen risiko dan efektivitas
penerapan manajemen risiko untuk Risiko
Kepatuhan, terutama dalam rangka
memastikan penyusunan kebijakan dan
prosedur telah sesuai dengan standar yang
berlaku secara umum, ketentuan, dan/atau
peraturan perundang-undangan; dan
iii. mekanisme pemantauan dan pengendalian
Risiko Kepatuhan.
(k) Pengungkapan Risiko Imbal Hasil sebagaimana
dimaksud dalam butir (b)
pengungkapan kualitatif mengenai penerapan
manajemen risiko untuk Risiko Imbal Hasil,
termasuk:
i. organisasi manajemen Risiko Imbal Hasil;
ii. strategi dalam menghasilkan laba atau
pendapatan; dan
iii. mekanisme pemantauan dan pengendalian
Risiko Imbal Hasil.
(l) Pengungkapan Risiko Investasi sebagaimana
dimaksud dalam butir (b) x yang memuat
pengungkapan kualitatif mengenai penerapan
manajemen risiko untuk Risiko Investasi,
termasuk:
ix memuat
- 23 -
i. organisasi manajemen Risiko Investasi;
ii. strategi menjaga kualitas pembiayaan
berbasis bagi hasil; dan
iii. mekanisme pemantauan dan pengendalian
Risiko Investasi.
e) Dalam hal terdapat perubahan informasi yang cenderung
bersifat cepat (prone to rapid change) antara lain terkait
perubahan kondisi ekonomi, teknologi, regulasi, dan
kebijakan intern BUS/kelompok usaha, BUS harus
mengungkapkan eksposur risiko dan hal terkait lainnya
yang diterapkan BUS sebagaimana dimaksud dalam butir
IV.1.b.4)d)(2) dalam Situs Web BUS secara triwulanan.
5) Pengungkapan khusus bagi BUS yang merupakan bagian dari
suatu kelompok usaha dan/atau memiliki Entitas Anak, yang
paling sedikit memuat informasi sebagai berikut:
a) Struktur kelompok usaha BUS yang meliputi:
(1) struktur kelompok usaha BUS, yang antara lain
terdiri dari BUS, Entitas Anak, Perusahaan Terelasi,
Entitas Induk sampai dengan ultimate shareholder;
(2) struktur keterkaitan kepengurusan dalam kelompok
usaha BUS; dan
(3) pemegang saham yang bertindak atas nama
pemegang saham lain (shareholders acting in concert).
Pengertian pemegang saham yang bertindak atas
nama pemegang saham lain adalah pemegang saham
perorangan atau entitas yang memiliki tujuan
bersama yaitu mengendalikan BUS, berdasarkan
atau tidak berdasarkan suatu perjanjian.
b) Transaksi antara BUS dengan Pihak-Pihak Berelasi dalam
kelompok usaha BUS, memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
(1) informasi transaksi dengan Pihak-Pihak Berelasi,
baik yang dilakukan BUS maupun yang dilakukan
oleh setiap entitas di dalam kelompok usaha BUS
yang bergerak di bidang keuangan;
- 24 -
(2) Pihak-Pihak Berelasi adalah pihak-pihak
sebagaimana diatur dalam standar akuntansi
keuangan;
(3) jenis transaksi dengan Pihak-Pihak Berelasi, antara
lain:
(a) kepemilikan silang (cross shareholdings);
(b) transaksi dari suatu kelompok usaha yang
bertindak untuk kepentingan kelompok usaha
yang lain;
(c) pengelolaan likuiditas jangka pendek dalam
kelompok usaha;
(d) penyediaan dana yang diberikan atau diterima
oleh entitas lain dalam satu kelompok usaha;
(e) eksposur kepada Pemegang Saham mayoritas
antara lain dalam bentuk pinjaman, komitmen
dan kontinjensi; dan
(f) pembelian, penjualan dan/atau penyewaan aset
dengan entitas lain dalam suatu kelompok
usaha, termasuk yang dilakukan dengan repo.
c) Transaksi dengan Pihak-Pihak Berelasi yang dilakukan
oleh setiap entitas dalam kelompok usaha BUS yang
bergerak di bidang keuangan;
d) Penyediaan dana, komitmen maupun fasilitas lain yang
dapat dipersamakan dengan itu dari setiap entitas yang
berada dalam satu kelompok usaha dengan BUS kepada
nasabah dan/atau pihak-pihak yang telah memperoleh
penyediaan dana dari BUS;
e) Pengungkapan secara konsolidasi mengenai permodalan
dan praktik manajemen risiko yang diterapkan BUS,
paling sedikit meliputi uraian jenis risiko, potensi kerugian
yang dihadapi BUS, dan mitigasi risiko sebagaimana
dimaksud dalam butir IV.1.b.4); dan
f) Adanya larangan, batasan dan/atau hambatan signifikan
lainnya untuk melakukan transfer dana atau dalam
rangka pemenuhan modal yang dipersyaratkan oleh
Otoritas (regulatory capital) antara BUS dengan entitas lain
dalam satu kelompok usaha.
- 25 -
6) Pengungkapan lain sesuai standar akuntansi keuangan,
apabila belum tercakup dalam angka 1) sampai dengan angka
5).
c. BUS dalam menyusun Laporan Publikasi Tahunan mengacu pada
Pedoman Penyusunan Laporan Publikasi Tahunan Bank Umum
Syariah dan Unit Usaha Syariah - Laporan Publikasi Tahunan Bank
Umum Syariah yang merupakan lampiran dan sebagai bagian yang
tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa keuangan ini.
d. Laporan Tertentu yang Disampaikan kepada Otoritas Jasa
Keuangan secara Tahunan
BUS yang merupakan bagian dari suatu kelompok usaha dan/atau
BUS yang memiliki Entitas Anak menyampaikan kepada Otoritas
Jasa Keuangan Laporan Tertentu mengenai:
1) Laporan tahunan Entitas Induk yang meliputi:
a)
laporan tahunan seluruh entitas dalam kelompok usaha
di bidang keuangan; atau
b) laporan tahunan seluruh entitas dalam kelompok usaha
di bidang keuangan dan non keuangan, dalam hal tidak
terdapat laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a).
Dalam hal Entitas Induk tidak memiliki laporan tahunan
tersebut, BUS menyampaikan laporan keuangan konsolidasian
tahunan Entitas Induk yang meliputi seluruh entitas dalam
kelompok usaha di bidang keuangan atau laporan keuangan
konsolidasian tahunan Entitas Induk yang meliputi seluruh
entitas dalam kelompok usaha di bidang keuangan dan non
keuangan, yang telah diaudit oleh Akuntan Publik.
2) Laporan tahunan Pemegang Saham langsung yang memiliki
saham mayoritas atau laporan tahunan entitas yang
melakukan Pengendalian langsung kepada BUS
Dalam hal Pemegang Saham langsung atau entitas yang
melakukan Pengendalian langsung tidak memiliki laporan
tahunan tersebut, BUS wajib menyampaikan laporan tertentu
berupa laporan keuangan tahunan Pemegang Saham langsung
atau entitas yang melakukan Pengendalian langsung yang telah
diaudit oleh Akuntan Publik.
3) Laporan tahunan Entitas Anak.
- 26 -
Dalam hal Entitas Anak tidak memiliki laporan tahunan
tersebut, Bank wajib menyampaikan laporan tertentu berupa
laporan keuangan tahunan Entitas Anak yang telah diaudit
oleh Akuntan Publik.
2. Unit Usaha Syariah
UUS menyajikan informasi kegiatan UUS pada Laporan Tahunan Bank
Umum Konvensional yang memiliki UUS paling sedikit meliputi:
a. strategi dan kebijakan yang ditetapkan oleh manajemen dalam
pengembangan UUS;
b. laporan manajemen yang memuat informasi mengenai pengelolaan
UUS;
c. perkembangan usaha UUS, yaitu penyaluran dana beserta
komposisinya, laba bersih, ROA, Non Performing Financing (NPF),
Financing to Deposit Ratio (FDR), sumber dana beserta
komposisinya, jumlah aset, dan informasi lainnya yang relevan;
d. jenis produk dan jasa yang ditawarkan;
e. tanggung jawab sosial perusahaan; dan
f.
realisasi tingkat bagi hasil/imbalan dan metode penghitungan
distribusi bagi hasil.
V. LAPORAN PUBLIKASI LAIN - LAPORAN INFORMASI DAN/ATAU FAKTA
MATERIAL
1. Laporan Informasi dan/atau Fakta Material adalah laporan yang
memuat informasi dan/atau fakta penting dan relevan mengenai
peristiwa, kejadian, atau fakta yang dapat memengaruhi keputusan
pihak-pihak yang berkepentingan atas informasi dan/atau fakta
tersebut.
2. Pengumuman Laporan Informasi dan/atau Fakta Material pada Situs
Web BUS memuat hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Isi Laporan
pada Pedoman Penyusunan Laporan Publikasi Bank Umum Syariah-
Laporan Informasi dan/atau Fakta Material.
3. BUS dalam menyusun Laporan Informasi dan/atau Fakta Material yang
akan disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan, mengacu pada
Pedoman Penyusunan Laporan Publikasi Bank Umum Syariah dan Unit
Usaha Syariah - Laporan Informasi dan/atau Fakta Material yang
merupakan lampiran dan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
- 27 -
VI. PENGUMUMAN DAN PENYAMPAIAN LAPORAN
1. Untuk:
a. bukti pengumuman Laporan Publikasi Triwulanan pada surat kabar
berupa guntingan surat kabar atau fotokopinya, Laporan Publikasi
Tahunan, dan laporan tertentu yang disampaikan secara triwulanan
maupun tahunan, serta Laporan Informasi dan/atau Fakta Material
untuk BUS;
b. bukti pengumuman Laporan Publikasi Triwulanan pada surat kabar
berupa guntingan surat kabar atau fotokopinya dan Laporan
Publikasi Tahunan untuk UUS;
disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan alamat:
a. Departemen Perbankan Syariah, bagi Bank yang berkantor pusat di
wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; atau
b. Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor Otoritas Jasa
Keuangan setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
2. Laporan Informasi dan/atau Fakta Material disampaikan kepada Kepala
Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta
dengan tembusan kepada:
a. Departemen Perbankan Syariah, bagi Bank yang berkantor pusat di
wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; atau
b. Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor Otoritas Jasa
Keuangan setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
3. Dalam hal Bank mengalami gangguan teknis atau terjadi keadaan
memaksa (force majeur) pada batas akhir waktu pengumuman pada Situs
Web BUS atau Situs Web Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS,
pada hari yang sama dengan saat terjadinya gangguan teknis Bank
menyampaikan surat pemberitahuan secara tertulis disertai bukti dan
dokumen pendukung yang ditandatangani oleh Pejabat yang berwenang
kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan alamat:
a. Departemen Perbankan Syariah, bagi Bank yang berkantor pusat di
wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; atau
b. Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor Otoritas Jasa
Keuangan setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
- 28 -
VII. PENUTUP
Pada saat Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku, Surat
Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 18/SEOJK.03/2015 tentang
Transparansi dan Publikasi Laporan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha
Syariah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku
pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 24 Februari 2017
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN,
OTORITAS JASA KEUANGAN
ttd
NELSON TAMPUBOLON
Salinan ini sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 10/SEOJK.03/2017 </reg_id>
<reg_title> TRANSPARANSI DAN PUBLIKASI LAPORAN BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH </reg_title>
<set_date> 24 Februari 2017 </set_date>
<effective_date> 24 Februari 2017 </effective_date>
<replaced_reg> '18/SEOJK.03/2015' </replaced_reg>
<related_reg> '6/POJK.03/2015', '32/POJK.03/2016' </related_reg>
|
Yth.
1. Direksi bank umum;
2. Direksi perusahaan efek; dan
3. Direksi perusahaan asuransi jiwa,
yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional maupun
berdasarkan prinsip syariah.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 16 /SEOJK.03/2017
TENTANG
PENYAMPAIAN INFORMASI NASABAH ASING TERKAIT PERPAJAKAN
DALAM RANGKA PERTUKARAN INFORMASI SECARA OTOMATIS
ANTARNEGARA DENGAN MENGGUNAKAN STANDAR PELAPORAN BERSAMA
(COMMON REPORTING STANDARD)
Sehubungan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 25/POJK.03/2015 tentang Penyampaian Informasi Nasabah Asing
Terkait Perpajakan kepada Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 291, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5773) selanjutnya disebut POJK
Penyampaian Informasi Nasabah Asing, dan Competent Authority Agreement
(CAA) yang ditandatangani oleh Pemerintah Indonesia, baik secara bilateral
maupun multilateral, dan dalam rangka penerapan pertukaran informasi
secara otomatis antarnegara (Automatic Exchange of Information/AEOI) dengan
menggunakan Common Reporting Standard, perlu untuk mengatur pelaksanaan
mengenai penyampaian informasi nasabah asing terkait perpajakan dalam
rangka pertukaran informasi secara otomatis antarnegara dengan
menggunakan Common Reporting Standard dalam Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan sebagai berikut:
- 2 -
I. KETENTUAN UMUM
1. Common Reporting Standard yang selanjutnya disingkat CRS adalah
standar pertukaran informasi keuangan secara otomatis untuk
kepentingan perpajakan termasuk penjelasan (commentaries) yang
disusun oleh Organisation for Economic Cooperation and Development
(OECD) bersama dengan negara anggota Kelompok 20 (Group of
Twenty atau G20).
2. Lembaga Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat LJK adalah LJK
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun
2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
3. LJK Pelapor adalah LJK yang memiliki kewajiban pelaporan informasi
Nasabah Asing terkait perpajakan kepada otoritas pajak Indonesia,
sesuai dengan kriteria sebagaimana dimaksud dalam CAA CRS.
4. LJK Bukan Pelapor adalah LJK yang dikecualikan dari kewajiban
pelaporan informasi Nasabah Asing terkait perpajakan kepada
otoritas pajak Indonesia, sesuai dengan kriteria sebagaimana
dimaksud dalam CAA CRS.
5. Participating Jurisdiction adalah suatu negara mitra atau yurisdiksi
mitra yang dipublikasikan dalam suatu daftar yang diterbitkan oleh
otoritas pajak Indonesia dan akan memberikan informasi Nasabah
Asing terkait perpajakan.
6. Reportable Jurisdiction adalah suatu negara mitra atau yurisdiksi
mitra yang dipublikasikan dalam suatu daftar yang diterbitkan oleh
otoritas pajak Indonesia dan memiliki kewajiban untuk saling
memberikan informasi Nasabah Asing terkait perpajakan.
7. Participating Jurisdiction Indicia adalah indikator yang digunakan
untuk mengidentifikasi bahwa Nasabah Asing berasal dari
Participating Jurisdiction.
8. Controlling Person adalah pemilik manfaat (beneficial owner)
sebagaimana dimaksud dalam peraturan Otoritas Jasa Keuangan
yang mengatur mengenai penerapan program anti pencucian uang
dan pencegahan pendanaan terorisme bagi sektor jasa keuangan.
9. Reportable Person yang selanjutnya disebut sebagai Pihak yang
Dilaporkan adalah Nasabah Asing dan/atau Controlling Person yang
berasal dari Reportable Jurisdiction.
- 3 -
10. Reportable Account yang selanjutnya disebut sebagai Rekening yang
Wajib Dilaporkan adalah:
a. rekening pada Bank;
b.
polis asuransi pada Perusahaan Asuransi Jiwa dan Perusahaan
Asuransi Jiwa Syariah; dan/atau
c. nomor sub rekening efek pada Perusahan Efek dan Bank
Kustodian;
yang dimiliki satu atau lebih Pihak yang Dilaporkan.
11. Determination Date yang selanjutnya disebut sebagai Tanggal
Penentuan adalah tanggal sebagaimana ditentukan dalam CAA CRS
sebagai acuan bagi LJK Pelapor untuk mengklasifikasikan nasabah
dalam rangka mengidentifikasi dan melaporkan Rekening yang Wajib
Dilaporkan, yaitu tanggal 1 Juli 2017, atau tanggal lain yang akan
disepakati oleh Indonesia dan negara mitra atau yurisdiksi mitra
yang merujuk pada suatu daftar Determination Date yang
dipublikasikan oleh otoritas pajak Indonesia.
II. LJK PELAPOR
LJK Pelapor terdiri atas:
1. Bank Umum adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
tentang Perbankan termasuk kantor cabang dari bank yang
berkedudukan di luar negeri, dan Bank Umum Syariah sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah;
2. Perusahaan Efek adalah Pihak yang melakukan kegiatan usaha
sebagai Penjamin Emisi Efek, Perantara Pedagang Efek, dan/atau
Manajer Investasi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal;
3. Bank Kustodian adalah Bank Umum yang telah mendapat
persetujuan Otoritas Jasa Keuangan sebagai Bank Kustodian; dan
4. Perusahaan Asuransi Jiwa dan Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah
adalah perusahaan asuransi yang menyelenggarakan usaha asuransi
jiwa atau usaha asuransi jiwa syariah sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian.
- 4 -
III. NASABAH ASING
1. Kriteria Nasabah Asing berdasarkan LJK Pelapor:
a. bagi Bank Umum, yaitu nasabah perorangan atau perusahaan
yang berasal dari Participating Jurisdiction dan memenuhi
kriteria Nasabah Asing yang memiliki rekening dan/atau
menggunakan jasa di Bank Umum sebagaimana dimaksud
dalam Romawi II sampai dengan Romawi V Lampiran I yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas
Jasa Keuangan ini;
b. bagi Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha:
1) sebagai Penjamin Emisi Efek, adalah Nasabah Asing yang
berasal dari Participating Jurisdiction, baik perorangan
maupun perusahaan, yang menggunakan jasa Penjamin
Emisi Efek;
2) sebagai Perantara Pedagang Efek, adalah Nasabah Asing
yang berasal dari Participating Jurisdiction, baik perorangan
maupun perusahaan, yang menggunakan jasa Perantara
Pedagang Efek; dan/atau
3) sebagai Manajer Investasi, adalah Nasabah Asing yang
berasal dari Participating Jurisdiction, baik perorangan
maupun perusahaan, yang berinvestasi pada produk
investasi yang dikelola oleh Manajer Investasi;
sebagaimana dimaksud dalam Romawi II sampai dengan
Romawi V Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini;
c.
bagi Bank Kustodian, adalah Nasabah Asing yang berasal dari
Participating Jurisdiction, baik perorangan maupun perusahaan,
yang menginvestasikan dana dan/atau Efeknya untuk dikelola
oleh Manajer Investasi untuk kepentingan nasabah secara
individual yang merupakan nasabah langsung Bank Kustodian
sebagaimana dimaksud dalam Romawi II sampai dengan
Romawi V Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini; dan/atau
d. bagi Perusahaan Asuransi Jiwa dan Perusahaan Asuransi Jiwa
Syariah, adalah Nasabah Asing yang berasal dari Participating
Jurisdiction, baik perorangan maupun perusahaan, yang menjadi
pemegang polis atau peserta sebagaimana dimaksud dalam
- 5 -
Romawi II sampai dengan Romawi V Lampiran I yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas
Jasa Keuangan ini.
2.
Identifikasi terhadap Nasabah LJK Pelapor
Proses identifikasi untuk Nasabah LJK Pelapor dilakukan dengan
mengacu pada Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
3. Pernyataan Persetujuan, Instruksi atau Pemberian Kuasa
Dalam hal Nasabah Asing setuju untuk memberikan informasi terkait
perpajakan kepada otoritas pajak Indonesia untuk disampaikan
kepada otoritas pajak Participating Jurisdiction, Nasabah Asing
menyampaikan pernyataan persetujuan, instruksi atau pemberian
kuasa secara tertulis dan sukarela kepada LJK Pelapor, yang paling
sedikit memuat:
a. Bagi Nasabah Asing Perorangan:
1) Nama nasabah;
2) Jenis dan nomor dokumen identitas antara lain berupa
paspor, Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) atau Kartu Izin
Tinggal Tetap (KITAP);
3) Tempat dan tanggal lahir nasabah;
4) Alamat domisili dan/atau alamat korespondensi nasabah;
5) Negara mitra atau yurisdiksi mitra domisili nasabah;
6) Persetujuan, instruksi atau pemberian kuasa secara tertulis
dan sukarela terhadap pembukaan dan/atau penyerahan
data dan informasi termasuk data dan informasi terkait
perpajakan yang bersangkutan kepada otoritas pajak
Indonesia untuk dapat disampaikan kepada otoritas pajak
Participating Jurisdiction sesuai CAA CRS;
7) Tempat dan tanggal penandatanganan pernyataan
persetujuan;
8) Tanda tangan nasabah; dan
9) Tax Identification Number (TIN) nasabah, jika ada.
b. Bagi Nasabah Asing Perusahaan:
1) Nama perusahaan sesuai anggaran dasar;
2) Anggaran dasar perusahaan dan nomor tanda daftar
perusahaan atau surat domisili perusahaan;
- 6 -
3) Alamat
domisili dan/atau alamat korespondensi
perusahaan;
4) Negara mitra atau yurisdiksi mitra domisili nasabah untuk
kepentingan perpajakan;
5) Nama Controlling Person perusahaan;
6) Jenis dan nomor identitas Controlling Person;
7) Tempat dan tanggal lahir Controlling Person;
8) Alamat domisili dan/atau alamat korespondensi Controlling
Person;
9) Negara mitra atau yurisdiksi mitra domisili Controlling
Person untuk kepentingan perpajakan Controlling Person;
10) Persetujuan, instruksi atau pemberian kuasa secara tertulis
dan sukarela terhadap pembukaan dan/atau penyerahan
data dan informasi termasuk data dan informasi terkait
perpajakan yang bersangkutan kepada otoritas pajak
Indonesia untuk dapat disampaikan kepada otoritas pajak
Participating Jurisdiction berdasarkan CAA CRS;
11) Tempat dan tanggal penandatanganan pernyataan
persetujuan;
12) Tanda tangan nasabah; dan
13) TIN nasabah dan/atau Controlling Person, jika ada.
4. Penjelasan Konsekuensi kepada Nasabah oleh LJK Pelapor
a. Berdasarkan Pasal 5 POJK Penyampaian Informasi Nasabah
Asing, dalam hal Nasabah Asing tidak bersedia menyampaikan
pernyataan persetujuan, instruksi atau pemberian kuasa secara
tertulis dan sukarela, LJK wajib:
1) menjelaskan konsekuensi bagi Nasabah Asing apabila tidak
bersedia memberikan informasi sesuai Perjanjian
Pertukaran Informasi secara Otomatis;
2) meminta Nasabah Asing menyampaikan pernyataan
keberatan secara tertulis; dan
3) tidak melayani transaksi baru terkait rekening atau polis
Nasabah Asing tersebut.
b. LJK memastikan bahwa Nasabah Asing telah memahami
penjelasan mengenai konsekuensi apabila tidak bersedia
menyampaikan pernyataan persetujuan, instruksi atau
pemberian kuasa secara tertulis dan sukarela.
- 7 -
c. Penyampaian penjelasan mengenai konsekuensi sebagaimana
dimaksud dalam huruf b dilakukan sesuai dengan prosedur
intern LJK.
5. Pernyataan Keberatan
Dalam hal Nasabah Asing tidak bersedia memberikan pernyataan
persetujuan, instruksi, atau pemberian kuasa secara tertulis dan
sukarela sebagaimana dimaksud pada angka 4, LJK Pelapor meminta
pernyataan keberatan kepada nasabah, yang paling sedikit memuat:
a. Bagi Nasabah Asing Perorangan:
1) Nama nasabah;
2) Nomor rekening/nomor sub rekening efek/nomor polis;
3) Klausul bahwa yang bertanda tangan dalam pernyataan
keberatan telah memahami
konsekuensi atas
ketidaksediaan yang bersangkutan untuk memberikan data
dan informasi terkait perpajakan kepada otoritas;
4) Tempat dan tanggal penandatanganan pernyataan
keberatan; dan
5) Tanda tangan nasabah.
b. Bagi Nasabah Asing Perusahaan:
1) Nama perusahaan sesuai anggaran dasar;
2) Nomor rekening/nomor sub rekening efek/nomor polis;
3) Klausul bahwa yang bertanda tangan dalam pernyataan
keberatan telah memahami konsekuensi atas
ketidaksediaan yang bersangkutan untuk memberikan data
dan informasi terkait perpajakan kepada otoritas;
4) Tempat dan tanggal penandatanganan pernyataan
keberatan; dan
5) Tanda tangan nasabah.
IV. PELAPORAN
1. Pelaksanaan Pelaporan Rekening yang Wajib Dilaporkan
a. LJK Pelapor melaporkan Rekening yang Wajib Dilaporkan pada
tahun-tahun berikutnya sepanjang Nasabah Asing merupakan
Pihak yang Dilaporkan.
b. LJK Pelapor menyampaikan informasi Pihak yang Dilaporkan
melalui sistem penyampaian informasi nasabah asing Otoritas
Jasa Keuangan setelah mendapatkan pernyataan persetujuan,
- 8 -
instruksi atau pemberian kuasa secara tertulis dan sukarela dari
Pihak yang Dilaporkan.
c.
Informasi yang disampaikan adalah:
1)
2)
Informasi LJK Pelapor yang paling sedikit memuat nama
dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) LJK Pelapor;
Informasi Nasabah Asing yang paling sedikit memuat:
a) Bagi Nasabah Perorangan:
i. Nama nasabah;
ii. Tempat dan tanggal lahir nasabah;
iii. Alamat domisili dan/atau alamat korespondensi
nasabah;
iv. Negara mitra atau yurisdiksi mitra domisili
nasabah untuk kepentingan perpajakan; dan
v. TIN nasabah, jika ada.
b) Bagi Nasabah Perusahaan:
i. Nama perusahaan sesuai anggaran dasar;
ii. Alamat domisili dan/atau alamat korespondensi
perusahaan;
iii. Negara mitra atau yurisdiksi mitra domisili
perusahaan untuk kepentingan perpajakan;
iv. Nama Controlling Person;
v. Tempat dan tanggal lahir Controlling Person;
vi. Alamat domisili dan/atau alamat korespondensi
Controlling Person;
vii. Negara mitra atau yurisdiksi mitra domisili
Controlling Person untuk kepentingan perpajakan;
dan
viii. TIN nasabah dan/atau Controlling Person, jika
ada.
3)
Informasi keuangan Nasabah Asing yang dilaporkan paling
sedikit memuat:
a) nomor Rekening yang Wajib Dilaporkan;
b) saldo atau nilai rekening dalam hal kontrak asuransi
termasuk nilai tunai kontrak asuransi, nilai anuitas
atau surrender value pada akhir tahun kalender;
c) penghasilan dalam Rekening yang Wajib Dilaporkan
berupa:
- 9 -
i.
untuk rekening efek, yaitu:
(a) jumlah bunga, dividen dan/atau penghasilan
lainnya yang dihasilkan oleh aset yang
berada dalam rekening efek yang dibayarkan
atau dikreditkan ke dalam rekening selama
tahun kalender; dan/atau
(b) jumlah yang diperoleh dari penjualan atau
penjualan kembali (redemption) atas efek
yang dibayarkan atau dikreditkan ke
rekening selama tahun kalender dalam hal
LJK bertindak sebagai kustodian, broker,
nominee, atau agen bagi nasabah.
ii. untuk rekening simpanan, yaitu jumlah bunga
yang dibayarkan atau dikreditkan ke rekening
simpanan selama tahun kalender;
d)
total jumlah yang dibayarkan atau dikreditkan kepada
Nasabah Asing, untuk jenis Rekening yang Wajib
Dilaporkan selain yang dimaksud dalam huruf b); dan
e)
informasi Rekening yang Wajib Dilaporkan yang telah
ditutup sebelum akhir periode laporan, dilaporkan
dengan saldo nihil dan keterangan tutup.
d. LJK Pelapor harus menginformasikan keterangan mengenai jenis
mata uang yang digunakan untuk setiap nominal yang
dilaporkan.
e. Dalam hal LJK Pelapor tidak memiliki informasi TIN atau tanggal
lahir dari Pihak yang Dilaporkan sebelum Tanggal Penentuan,
LJK Pelapor tetap mengupayakan pengumpulan informasi
tersebut selama 2 (dua) tahun setelah teridentifikasi sebagai
Pihak yang Dilaporkan.
2. Pelaksanaan Pelaporan
Rekening Tak Terdokumentasi
(Undocumented Account)
a. LJK Pelapor melaporkan rekening tak terdokumentasi
(undocumented account) pada tahun-tahun berikutnya sepanjang
Nasabah Asing merupakan Pihak yang Dilaporkan.
b. LJK Pelapor menyampaikan informasi Pihak yang Dilaporkan
melalui sistem penyampaian informasi nasabah asing Otoritas
Jasa Keuangan setelah mendapatkan pernyataan persetujuan,
- 10 -
instruksi atau pemberian kuasa secara tertulis dan sukarela dari
Pihak yang Dilaporkan.
3. Pelaksanaan Pelaporan oleh LJK Pelapor yang Menjadi Selling Agent
dan/atau Kustodian
a. Sesuai dengan Pasal 9 POJK Penyampaian Informasi Nasabah
Asing, LJK dapat mendelegasikan pelaksanaan kewajiban
pelaporan kepada LJK lain yang menjadi selling agent dan/atau
kustodian.
b. Dalam hal selling agent dan/atau kustodian yang menerima
pendelegasian merupakan LJK Pelapor, selain memenuhi
kewajiban sebagai LJK Pelapor, juga harus melaporkan
informasi terkait perpajakan dari nasabah LJK yang
mendelegasikan kewajiban pelaporan.
4. Mekanisme dan Waktu Pelaporan
a.
Informasi Pihak yang Dilaporkan sebagaimana dimaksud dalam
Romawi IV angka 1 huruf c disampaikan oleh LJK Pelapor
kepada Otoritas Jasa Keuangan melalui sistem penyampaian
informasi nasabah asing.
b. Pelaporan informasi keuangan dalam sistem penyampaian
informasi nasabah asing dilakukan untuk setiap rekening yang
dimiliki oleh Pihak yang Dilaporkan.
c. Berdasarkan CAA CRS multilateral, penyampaian Informasi
Pihak yang Dilaporkan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dilakukan paling lambat tanggal 1 Agustus setiap tahun, untuk
posisi akhir bulan Desember tahun sebelumnya.
d. Berdasarkan CAA bilateral, penyampaian Informasi Pihak yang
Dilaporkan sebagaimana dimaksud dalam huruf a untuk posisi
akhir bulan Desember, dilakukan pada tiap tahun berikutnya
paling lambat 60 (enam puluh) hari sebelum batas waktu
pelaporan yang disepakati dalam CAA bilateral.
e. Jika batas waktu pelaporan Informasi Pihak yang Dilaporkan
sebagaimana dimaksud dalam huruf c dan huruf d jatuh pada
hari libur maka pelaporan dilakukan pada hari kerja berikutnya.
f.
Pelaporan informasi Pihak yang Dilaporkan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a oleh LJK Pelapor dilakukan untuk
pertama kali pada tahun 2018 berdasarkan CAA multilateral,
atau pada tahun tertentu yang disepakati dalam CAA bilateral.
- 11 -
5. Laporan Nihil
Dalam hal pada tahun berjalan LJK Pelapor tidak memiliki Rekening
yang Wajib Dilaporkan, LJK Pelapor menyampaikan laporan nihil
melalui sistem informasi penyampaian nasabah asing.
6. Pejabat Penanggung Jawab dan Petugas Pelaksana Pelaporan
a. LJK Pelapor menunjuk pejabat penanggung jawab dengan
tingkatan jabatan yang disesuaikan dengan ketentuan intern
dan kompleksitas usaha LJK Pelapor.
b. Pejabat penanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam huruf
a dapat dirangkap oleh pejabat yang membawahkan fungsi lain
di LJK Pelapor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang mengatur mengenai larangan rangkap jabatan.
c. Pejabat penanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam huruf
a dapat menunjuk petugas pelaksana pelaporan.
d. Sebelum akun sistem penyampaian informasi nasabah asing
dapat diaktivasi, LJK Pelapor menyampaikan informasi
mengenai identitas pejabat penanggung jawab dan/atau petugas
pelaksana pelaporan kepada:
1) Departemen Perizinan dan Informasi Perbankan c.q.
Direktorat Informasi Perbankan, dalam hal LJK Pelapor
berbentuk Bank Umum;
2) Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non Bank
(IKNB) 1B c.q. Direktorat Statistik dan Informasi IKNB,
dalam hal LJK Pelapor berbentuk Perusahaan Asuransi
Jiwa atau Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah; atau
3) Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A c.q. Direktorat
Pengelolaan Investasi, dalam hal LJK Pelapor berbentuk
Perusahaan Efek atau Bank Kustodian.
e. Dalam hal terjadi penggantian pejabat penanggung jawab
dan/atau petugas pelaksana pelaporan, LJK Pelapor harus
menyampaikan informasi mengenai identitas pejabat
penanggung jawab dan/atau petugas pelaksana pelaporan yang
baru.
- 12 -
V. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku
pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 6 April 2017
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN
OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
NELSON TAMPUBOLON
Salinan ini sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 16/SEOJK.03/2017 </reg_id>
<reg_title> PENYAMPAIAN INFORMASI NASABAH ASING TERKAIT PERPAJAKAN DALAM RANGKA PERTUKARAN INFORMASI SECARA OTOMATIS ANTARNEGARA DENGAN MENGGUNAKAN STANDAR PELAPORAN BERSAMA (COMMON REPORTING STANDARD) </reg_title>
<set_date> 6 April 2017 </set_date>
<effective_date> 6 April 2017 </effective_date>
<related_reg> '25/POJK.03/2015' </related_reg>
|
Yth.
1. Direksi Perusahaan Asuransi Umum; dan
2. Direksi Perusahaan Asuransi Umum Syariah,
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 28 /SEOJK.05/2015
TENTANG
PELAPORAN DATA RISIKO ASURANSI
Sehubungan dengan amanat ketentuan Pasal 3 ayat (9) Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 2/POJK.05/2015 tentang Pemeliharaan dan
Pelaporan Data Risiko Asuransi serta Penerapan Tarif Premi dan Kontribusi
untuk Lini Usaha Asuransi Harta Benda dan Asuransi Kendaraan Bermotor
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 71, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5684), perlu untuk mengatur
lebih lanjut mengenai bentuk, susunan, dan tata cara penyampaian laporan
data risiko asuransi dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai
berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan:
1. Perusahaan adalah perusahaan yang menyelenggarakan usaha
asuransi umum dan/atau usaha asuransi umum syariah sebagaimana
dimaksud dalam undang-undang mengenai perasuransian.
2. Data Risiko Asuransi adalah data transaksi asuransi termasuk data
profil risiko dan kerugian asuransi serta biaya administrasi dan biaya
umum lainnya.
3. Penanggung Jawab Data adalah pejabat Perusahaan yang bertugas
sebagai Person in-charge (PIC) dalam proses penyampaian Data Risiko
Asuransi kepada Otoritas Jasa Keuangan.
4. Otoritas ...
- 2 -
4. Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK, adalah
lembaga yang independen, yang mempunyai fungsi, tugas, dan
wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan
sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai Otoritas Jasa
Keuangan.
II. BENTUK DAN SUSUNAN LAPORAN DATA RISIKO ASURANSI
1. Laporan Data Risiko Asuransi pada lini usaha asuransi harta benda
terdiri dari:
a. pernyataan direksi atau yang setara dan aktuaris atau tenaga ahli
Perusahaan yang menyatakan bahwa Perusahaan telah menyajikan
data dengan benar;
b. laporan data profil risiko asuransi harta benda; dan
c. laporan data klaim asuransi harta benda.
2. Laporan Data Risiko Asuransi pada lini usaha asuransi kendaraan
bermotor terdiri dari:
a. laporan pernyataan direksi atau yang setara dan aktuaris atau tenaga
ahli Perusahaan yang menyatakan bahwa Perusahaan telah
menyajikan data dengan benar;
b. laporan data pertanggungan;
c. laporan data klaim;
d. laporan rekapitulasi data pertanggungan;
e. laporan rekapitulasi data klaim;
f. laporan analisis premi/kontribusi;
g. laporan analisis klaim; dan
h. laporan analisis surplus underwriting.
3. Bentuk dan susunan laporan Data Risiko Asuransi bagi Perusahaan
adalah sebagai berikut:
a. untuk Perusahaan yang memasarkan produk pada lini usaha
asuransi harta benda sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I; dan
b. untuk Perusahaan yang memasarkan produk pada lini usaha
asuransi kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran III,
yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK
ini.
4. Pedoman ...
- 3 -
4. Pedoman pengisian laporan Data Risiko Asuransi pada lini usaha:
a. asuransi harta benda sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II; dan
b. asuransi kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran IV,
yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini.
III. TATA CARA PENYAMPAIAN LAPORAN DATA RISIKO ASURANSI
1. Perusahaan yang memasarkan produk pada lini usaha asuransi harta
benda dan/atau lini usaha asuransi kendaraan bermotor menyampaikan
laporan Data Risiko Asuransi sesuai bentuk dan susunan sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran I dan/atau Lampiran III yang merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini.
2. Laporan Data Risiko Asuransi sebagaimana dimaksud pada butir 1
disajikan berdasarkan tahun underwriting dan disampaikan paling
lambat tanggal 30 April.
3. Laporan Data Risiko Asuransi sebagaimana dimaksud pada butir 1
dilengkapi dengan surat pengantar yang ditandatangani oleh direksi
Perusahaan atau yang setara yang antara lain memuat:
a. penyampaian laporan Data Risiko Asuransi pada lini usaha asuransi
harta benda dan/atau lini usaha kendaraan bermotor; dan
b. nama Penanggung Jawab Data berkaitan dengan laporan Data Risiko
Asuransi pada lini usaha asuransi harta benda dan/atau lini usaha
kendaraan bermotor disertai dengan nomor telepon dan alamat email
yang bersangkutan.
4. Laporan Data Risiko Asuransi sebagaimana dimaksud pada butir 1
disampaikan kepada OJK secara online melalui sistem jaringan
komunikasi data OJK.
5. Dalam hal sistem jaringan komunikasi data OJK sebagaimana dimaksud
pada butir 4 belum tersedia atau terjadi gangguan teknis pada saat batas
waktu penyampaian laporan Data Risiko Asuransi, Perusahaan wajib
menyampaikan laporan Data Risiko Asuransi secara offline melalui surat
yang ditandatangani oleh direksi atau yang setara dan aktuaris atau
tenaga ahli Perusahaan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. dalam bentuk data elektronik melalui compact disc (CD) atau media
penyimpanan data elektronik lainnya; dan
b. dalam ...
b. asuransi ...
- 4 -
b. dalam format spreadsheet.
6. Apabila terjadi gangguan teknis pada saat batas waktu penyampaian
laporan Data Risiko Asuransi sebagaimana dimaksud pada butir 5,
Perusahaan wajib menyampaikan laporan Data Risiko Asuransi paling
lambat pada hari kerja berikutnya setelah terjadinya gangguan teknis.
7. Apabila gangguan teknis sebagaimana dimaksud pada butir 5 dialami
oleh OJK, OJK mengumumkan secara tertulis kepada Perusahaan pada
hari yang sama setelah terjadinya gangguan teknis.
8. Penyampaian laporan Data Risiko Asuransi secara offline sebagaimana
dimaksud pada butir 5 ditujukan kepada:
Otoritas Jasa Keuangan
u.p. Direktorat Statistik dan Informasi IKNB
Gedung Menara Merdeka
Mailing Room Lantai 12
Jl. Budi Kemuliaan I No. 2
Jakarta Pusat
9. Penyampaian laporan Data Risiko Asuransi secara offline sebagaimana
dimaksud pada butir 5 dapat dilakukan dengan salah satu cara sebagai
berikut:
a. diserahkan langsung ke kantor OJK sebagaimana dimaksud pada
butir 8;
b. dikirim melalui kantor pos secara tercatat; atau
c. dikirim melalui perusahaan jasa pengiriman/titipan.
10. Perusahaan dinyatakan telah menyampaikan laporan Data Risiko
Asuransi dengan ketentuan sebagai berikut:
a. untuk penyampaian secara online melalui sistem jaringan
komunikasi data OJK, dibuktikan dengan tanda terima dari OJK;
b. untuk penyampaian secara offline, dibuktikan dengan:
1) surat tanda terima dari OJK, apabila laporan diserahkan
langsung ke kantor OJK sebagaimana dimaksud pada butir 8;
atau
2) tanda terima pengiriman dari kantor pos atau perusahaan jasa
pengiriman/titipan, apabila laporan dikirim melalui kantor pos
atau perusahaan jasa pengiriman/titipan.
11) Dalam ...
- 5 -
11. Dalam hal terdapat perubahan alamat kantor OJK untuk penyampaian
laporan sebagaimana dimaksud pada butir 8, OJK akan menyampaikan
pemberitahuan mengenai perubahan alamat melalui surat atau
pengumuman.
IV. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran OJK ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta,
pada tanggal 28 September 2015
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS
PERASURANSIAN, DANA PENSIUN,
LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN
LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN,
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
FIRDAUS DJAELANI
ttd
Sudarmaji
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 28/SEOJK.05/2015 </reg_id>
<reg_title> PELAPORAN DATA RISIKO ASURANSI </reg_title>
<set_date> 28 September 2015 </set_date>
<effective_date> 28 September 2015 </effective_date>
<related_reg> '2/POJK.05/2015 | Pasal 3 ayat (9)' </related_reg>
|
Yth.
Direksi Perusahaan Pergadaian
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 52 /SEOJK.05/2017
TENTANG
PENYELENGGARAAN USAHA PERUSAHAAN PERGADAIAN YANG
MENYELENGGARAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL
Sehubungan dengan amanat ketentuan Pasal 13 ayat (5), Pasal 17 ayat
(3), Pasal 21 ayat (2), Pasal 22 ayat (4), dan Pasal 27 ayat (3) Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan Nomor 31/POJK.05/2016 tentang Usaha Pergadaian
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 152, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5913), perlu untuk mengatur
ketentuan pelaksanaan mengenai penyelenggaraan usaha perusahaan
pergadaian yang menyelenggarakan kegiatan usaha secara konvensional dalam
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
1. Usaha Pergadaian adalah segala usaha menyangkut pemberian
pinjaman dengan jaminan barang bergerak, jasa titipan, jasa
taksiran, dan/atau jasa lainnya, termasuk yang diselenggarakan
berdasarkan prinsip syariah.
2. Usaha Pergadaian Konvensional adalah Usaha Pergadaian yang
diselenggarakan secara konvensional.
3. Perusahaan Pergadaian adalah perusahaan pergadaian swasta dan
perusahaan pergadaian pemerintah yang diatur dan diawasi oleh
Otoritas Jasa Keuangan.
4. Perusahaan adalah Perusahaan Pergadaian yang menyelenggarakan
kegiatan usaha secara konvensional.
-2-
5. Direksi:
a. bagi Perusahaan Pergadaian yang berbentuk badan hukum
perseroan terbatas adalah direksi sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas; atau
b. bagi Perusahaan Pergadaian yang berbentuk badan hukum
koperasi adalah pengurus sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
6. Surat Bukti Gadai adalah surat tanda bukti perjanjian pinjam
meminjam uang dengan jaminan yang ditandatangani oleh
Perusahaan Pergadaian dan nasabah.
7. Uang Pinjaman adalah uang yang dipinjamkan oleh Perusahaan
Pergadaian kepada nasabah.
8. Barang Jaminan adalah setiap barang bergerak yang dijadikan
jaminan oleh nasabah kepada Perusahaan Pergadaian.
9. Uang Kelebihan adalah selisih lebih dari hasil penjualan Barang
Jaminan dikurangi dengan jumlah Uang Pinjaman, bunga/jasa
simpan, biaya untuk melelang, dan biaya menyelamatkan barang
tersebut.
10. Hari adalah hari kerja.
11. Nasabah adalah orang perseorangan atau badan usaha yang
menerima Uang Pinjaman dengan jaminan berupa Barang Jaminan
dan/atau memanfaatkan layanan lainnya yang tersedia di
Perusahaan Pergadaian.
II. KEGIATAN LAIN YANG TIDAK TERKAIT USAHA PERGADAIAN
KONVENSIONAL YANG MEMBERIKAN PENDAPATAN BERDASARKAN
KOMISI (FEE BASED INCOME)
1. Perusahaan dapat melakukan kegiatan lain yang tidak terkait Usaha
Pergadaian Konvensional yang memberikan pendapatan berdasarkan
komisi (fee based income) sepanjang tidak bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan di bidang jasa keuangan.
2. Kegiatan lain yang tidak terkait Usaha Pergadaian Konvensional yang
memberikan pendapatan berdasarkan komisi (fee based income)
sebagaimana dimaksud pada angka 1 antara lain:
a. pemasaran produk dari lembaga jasa keuangan yang telah
mendapat izin dari Otoritas Jasa Keuangan;
-3-
b. agen layanan keuangan tanpa kantor dalam rangka keuangan
inklusif; dan/atau
c. agen jasa pengiriman uang (remittance).
3. Pendapatan Perusahaan dari kegiatan lain yang tidak terkait Usaha
Pergadaian Konvensional yang memberikan pendapatan berdasarkan
komisi (fee based income) paling tinggi sebesar 20% (dua puluh
persen) dari total aset Perusahaan.
Total aset yang digunakan untuk menghitung pendapatan
berdasarkan komisi (fee based income) diperoleh dari neraca laporan
berkala terakhir Perusahaan dan tidak termasuk neraca anak
Perusahaan (non-konsolidasi).
III. KEGIATAN USAHA LAIN PERUSAHAAN DENGAN PERSETUJUAN
OTORITAS JASA KEUANGAN
A. KRITERIA KEGIATAN USAHA LAIN PERUSAHAAN DENGAN
PERSETUJUAN OTORITAS JASA KEUANGAN
1. Perusahaan dapat melakukan kegiatan usaha lain dengan
persetujuan Otoritas Jasa Keuangan.
2.
Kriteria kegiatan usaha lain sebagaimana dimaksud pada angka
1 dilakukan dalam rangka:
a. penugasan pemerintah;
b. pengembangan produk Usaha Pergadaian Konvensional;
dan/atau
c. kerja sama dalam rangka perolehan bisnis.
3. Pengembangan produk Usaha Pergadaian Konvensional
sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf b dilakukan dengan
mengubah atau memodifikasi fitur produk Usaha Pergadaian
Konvensional sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
4. Kerja sama dalam rangka perolehan bisnis sebagaimana
dimaksud pada angka 2 huruf c dilakukan dengan memenuhi
ketentuan:
a. dituangkan dalam perjanjian kerja sama tertulis;
b.
c.
tidak bertujuan untuk melakukan penguasaan pasar; dan
tidak memiliki benturan kepentingan dengan pihak yang
melakukan kerja sama dengan Perusahaan.
5. Permohonan persetujuan kegiatan usaha lain dengan kriteria
kerja sama dalam rangka perolehan bisnis sebagaimana
-4-
dimaksud pada angka 2 huruf c dapat dilakukan 1 (satu) kali
sepanjang skema kerja sama tidak berbeda meskipun kerja
sama dilakukan dengan pihak yang berbeda.
B. PERSYARATAN PERMOHONAN PERSETUJUAN KEGIATAN USAHA
LAIN PERUSAHAAN
1. Perusahaan yang akan melakukan kegiatan usaha lain
sebagaimana dimaksud dalam huruf A angka 1 harus memenuhi
persyaratan tidak sedang dikenakan sanksi oleh Otoritas Jasa
Keuangan.
2. Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada angka 1,
Perusahaan yang akan melakukan kegiatan usaha lain harus
memiliki:
a. sumber daya manusia yang memadai untuk melakukan
kegiatan usaha lain:
Sebagai contoh, Perusahaan yang akan menerima barang
XYZ harus memiliki penaksir yang dapat menaksir nilai
ekonomis barang XYZ tersebut;
b. infrastruktur yang memadai untuk melakukan kegiatan
usaha lain;
c. metode penyelenggaraan kegiatan usaha lain (standard
operating procedure); dan
d. kondisi keuangan tidak merugi pada laporan berkala
terakhir.
C. PERMOHONAN PERSETUJUAN KEGIATAN USAHA LAIN
PERUSAHAAN
1. Permohonan persetujuan kegiatan usaha lain disampaikan
kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan disertai dokumen yang
berisi uraian paling sedikit mengenai:
a. kegiatan usaha lain yang akan dilakukan, termasuk
prosedur dan skema kegiatan usaha lain yang akan
dilakukan;
b. draf perjanjian yang akan digunakan;
c. hak dan kewajiban para pihak;
d.
analisis prospek kegiatan usaha lain yang akan dilakukan;
dan
-5-
e.
mitigasi risiko atas kegiatan usaha lain yang akan
dilakukan.
2. Penyampaian permohonan persetujuan kegiatan usaha lain
kepada Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud pada
angka 1 harus menggunakan:
a. format 1 sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran
Otoritas Jasa Keuangan ini, yang ditujukan kepada Kepala
Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun,
Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan
Lainnya u.p. Direktur Kelembagaan dan Produk IKNB, bagi
Perusahaan yang kantor pusatnya berkedudukan di wilayah
DKI Jakarta dan Banten; atau
b. format 2 sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran
Otoritas Jasa Keuangan ini, yang ditujukan kepada Kepala
Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun,
Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan
Lainnya u.p. Kepala Otoritas Jasa Keuangan Regional atau
Kepala Otoritas Jasa Keuangan sesuai dengan lokasi kantor
pusat Perusahaan dengan tembusan kepada Direktur
Kelembagaan dan Produk IKNB, bagi Perusahaan yang
kantor pusatnya berkedudukan di luar wilayah DKI Jakarta
dan Banten.
3. Penyampaian permohonan persetujuan kegiatan usaha lain
kepada Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud pada
angka 2 dilengkapi formulir sebagaimana tercantum dalam
format 3 Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
4. Penyampaian permohonan persetujuan kegiatan usaha lain
sebagaimana dimaksud pada angka 2 mengacu pada tata cara
penyampaian sesuai dengan ketentuan dalam Surat Edaran
Otoritas Jasa Keuangan ini.
D. PEMBERIAN PERSETUJUAN KEGIATAN USAHA LAIN PERUSAHAAN
1. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau
penolakan atas permohonan persetujuan kegiatan usaha lain
-6-
paling lama 20 (dua puluh) Hari sejak dokumen permohonan
persetujuan kegiatan usaha lain diterima secara lengkap dan
sesuai dengan persyaratan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan ini.
2. Jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) Hari sebagaimana
dimaksud pada angka 1 tidak termasuk waktu yang diberikan
kepada Perusahaan untuk melengkapi, menambah, dan/atau
memperbaiki dokumen yang dipersyaratkan.
3. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau
penolakan atas permohonan persetujuan kegiatan usaha lain
sebagaimana dimaksud pada angka 1 berdasarkan:
a. penelitian atas kelengkapan dan kesesuaian dokumen;
b.
analisis kegiatan usaha yang akan dilakukan, termasuk
prosedur dan skema kegiatan usaha lain yang akan
dilakukan;
c. analisis draf perjanjian yang akan digunakan;
d. analisis atas hak dan kewajiban para pihak;
e.
f.
analisis prospek kegiatan usaha lain yang akan dilakukan;
dan
analisis mitigasi risiko atas kegiatan usaha lain yang akan
dilakukan.
4. Apabila diperlukan, Otoritas Jasa Keuangan dapat meminta
keterangan lebih lanjut kepada Perusahaan mengenai kegiatan
usaha lain yang diajukan.
5.
Penelitian atas kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud
pada angka 3 huruf a mencakup kelengkapan isi dan format
dokumen sesuai dengan format 1 atau format 2 persyaratan
pengajuan permohonan persetujuan kegiatan usaha lain
Perusahaan sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas
Jasa Keuangan ini.
6. Dalam hal dokumen permohonan persetujuan kegiatan usaha
lain yang disampaikan dinilai telah lengkap dan kegiatan usaha
lain yang diajukan dinilai layak, Otoritas Jasa Keuangan
memberikan surat persetujuan kegiatan usaha lain yang dapat
dijalankan oleh Perusahaan.
-7-
7. Dalam hal dokumen permohonan persetujuan kegiatan usaha
lain yang disampaikan dinilai belum lengkap, Otoritas Jasa
Keuangan menyampaikan surat permintaan kelengkapan
dokumen kepada Perusahaan.
8. Perusahaan harus menyampaikan kelengkapan kekurangan
dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 7 paling lambat
20 (dua puluh) Hari sejak tanggal surat permintaan kelengkapan
dokumen dari Otoritas Jasa Keuangan.
9. Dalam hal Perusahaan tidak dapat melengkapi kekurangan
dokumen dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada
angka 8 maka permohonan persetujuan kegiatan usaha lain
Perusahaan dinyatakan batal.
10. Perusahaan yang permohonan persetujuan kegiatan usaha
lainnya dinyatakan batal oleh Otoritas Jasa Keuangan
sebagaimana dimaksud pada angka 9 dapat menyampaikan
kembali permohonan persetujuan kegiatan usaha lain kepada
Otoritas Jasa Keuangan.
11. Dalam hal Perusahaan telah memenuhi kekurangan dokumen
dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada angka 8 dan
berdasarkan penilaian dari Otoritas Jasa Keuangan dokumen
permohonan persetujuan kegiatan usaha lain yang disampaikan
dinilai telah lengkap dan kegiatan usaha lain yang diajukan
dinilai layak, Otoritas Jasa Keuangan memberikan surat
persetujuan kegiatan usaha lain yang dapat dijalankan oleh
Perusahaan.
12. Otoritas Jasa Keuangan dapat menolak permohonan
persetujuan kegiatan usaha lain apabila penilaian terhadap
kegiatan usaha lain yang diajukan dinilai tidak layak meskipun
dokumen permohonan persetujuan kegiatan usaha lain yang
disampaikan telah lengkap dan sesuai dengan persyaratan
dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
E. PENYELENGGARAAN KEGIATAN USAHA LAIN PERUSAHAAN
1. Perusahaan harus menyelenggarakan kegiatan usaha lain paling
lama 20 (dua puluh) Hari sejak tanggal surat persetujuan
kegiatan usaha lain dari Otoritas Jasa Keuangan.
-8-
2. Perusahaan harus menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan
usaha lain sebagaimana dimaksud pada angka 1 kepada
Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 15 (lima belas) Hari sejak
tanggal dimulainya kegiatan usaha lain.
3. Penyampaian laporan pelaksanaan kegiatan usaha lain
sebagaimana dimaksud pada angka 2 harus menggunakan:
a. format 4 sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran
Otoritas Jasa Keuangan ini, yang ditujukan kepada Kepala
Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun,
Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan
Lainnya u.p. Direktur Kelembagaan dan Produk IKNB, bagi
Perusahaan yang kantor pusatnya berkedudukan di
wilayah DKI Jakarta dan Banten; atau
b. format 5 sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran
Otoritas Jasa Keuangan ini, yang ditujukan kepada Kepala
Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun,
Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan
Lainnya u.p. Kepala Otoritas Jasa Keuangan Regional atau
Kepala Otoritas Jasa Keuangan sesuai dengan lokasi kantor
pusat Perusahaan dengan tembusan kepada Direktur
Kelembagaan dan Produk IKNB, bagi Perusahaan yang
kantor pusatnya berkedudukan di luar wilayah DKI Jakarta
dan Banten,
dan dilampiri dengan:
a. fotokopi perjanjian; dan
b. formulir sebagaimana tercantum dalam format 6 Lampiran
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat
Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
4. Penyampaian laporan pelaksanaan kegiatan usaha lain
sebagaimana dimaksud pada angka 3 mengacu pada tata cara
penyampaian yang sesuai dengan ketentuan dalam Surat
Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
-9-
F. TATA CARA PENYAMPAIAN PERMOHONAN PERSETUJUAN
KEGIATAN USAHA LAIN DAN LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN
USAHA LAIN
1. Penyampaian permohonan persetujuan kegiatan usaha lain
sebagaimana dimaksud pada huruf C angka 4 dan laporan
pelaksanaan kegiatan usaha lain sebagaimana dimaksud pada
huruf E angka 4 disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan
secara dalam jaringan (online) melalui sistem jaringan
komunikasi data Otoritas Jasa Keuangan.
2. Dalam hal sistem jaringan komunikasi data Otoritas Jasa
Keuangan sebagaimana dimaksud pada angka 1 belum tersedia
atau terjadi gangguan teknis pada saat penyampaian
permohonan persetujuan kegiatan usaha lain atau laporan
pelaksanaan kegiatan usaha lain maka permohonan persetujuan
kegiatan usaha lain atau laporan pelaksanaan kegiatan usaha
lain dimaksud disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan
secara luar jaringan (offline) dengan salah satu cara sebagai
berikut:
a. diserahkan langsung kepada Otoritas Jasa Keuangan;
atau
b. dikirim melalui perusahaan jasa pengiriman.
3. Dalam hal terjadi gangguan teknis sebagaimana dimaksud pada
angka 2, Otoritas Jasa Keuangan mengumumkan terjadinya
gangguan teknis dimaksud melalui situs web Otoritas Jasa
Keuangan.
4. Permohonan persetujuan kegiatan usaha lain atau laporan
pelaksanaan kegiatan usaha lain sebagaimana dimaksud pada
angka 2 harus disampaikan dalam bentuk cetak (hardcopy) atau
dalam bentuk data elektronik dengan menggunakan media
berupa compact disc (CD) atau media penyimpanan data
elektronik lainnya.
5. Dalam hal gangguan teknis telah berhasil diatasi dan sistem
jaringan komunikasi data Otoritas Jasa Keuangan telah kembali
normal maka permohonan persetujuan kegiatan usaha lain
atau laporan pelaksanaan kegiatan usaha lain disampaikan
kembali secara online.
-10-
6. Penyampaian permohonan persetujuan kegiatan usaha lain atau
laporan pelaksanaan kegiatan usaha lain sebagaimana
dimaksud pada angka 2 harus dilengkapi surat pengantar dalam
bentuk cetak (hardcopy) yang ditandatangani oleh Direksi
Perusahaan dan disampaikan secara tertulis oleh Direksi
Perusahaan.
7. Perusahaan dinyatakan telah menyampaikan permohonan
kegiatan usaha lain atau laporan pelaksanaan kegiatan usaha
lain dengan ketentuan sebagai berikut:
a. untuk penyampaian secara online melalui sistem jaringan
komunikasi data Otoritas Jasa Keuangan, dibuktikan
dengan tanda terima dari Otoritas Jasa Keuangan; atau
b. untuk penyampaian secara offline, dibuktikan dengan:
1) surat tanda terima dari Otoritas Jasa Keuangan,
apabila laporan diserahkan langsung sebagaimana
dimaksud pada angka 2 huruf a; atau
2) tanda terima pengiriman dari perusahaan jasa
pengiriman, apabila laporan dikirim melalui
perusahaan jasa pengiriman sebagaimana dimaksud
pada angka 2 huruf b.
IV. BARANG JAMINAN
A. KRITERIA BARANG JAMINAN
1.
Kriteria barang yang dapat diterima sebagai Barang Jaminan
ditetapkan dalam pedoman Perusahaan.
2. Pedoman Perusahaan yang memuat kriteria Barang Jaminan
yang dapat diterima sebagaimana dimaksud pada angka 1
disusun sesuai dengan ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas
Jasa Keuangan ini.
3.
Kriteria barang yang dapat diterima sebagai Barang Jaminan
sebagaimana dimaksud pada angka 1 meliputi:
a. memiliki nilai ekonomis; dan
b. tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-
undangan.
4. Barang yang dapat diterima sebagai Barang Jaminan
sebagaimana dimaksud pada angka 3 antara lain:
a. barang perhiasan seperti emas, intan, permata, dan berlian;
-11-
b. kendaraan seperti mobil, sepeda motor, dan sepeda;
c. barang rumah tangga seperti perabotan rumah tangga,
gerabah, dan peralatan elektronik;
d. mesin yang dapat dipindahkan seperti traktor, pompa air,
generator, dan gergaji mesin (chainsaw);
e.
f.
tekstil seperti bahan pakaian, kain, sarung, sprei, dan
permadani/ambal;
aksesoris seperti jam tangan, tas, dompet, topi, sepatu, dan
kaca mata; dan/atau
g. surat berharga, surat bukti kepemilikan, surat penting, dan
surat lainnya yang mempunyai nilai ekonomis.
5. Perusahaan tidak dapat menerima Barang Jaminan dengan
kriteria antara lain:
a. barang milik pemerintah seperti perlengkapan Tentara
Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Negara Republik
Indonesia (POLRI);
b. barang yang mudah busuk, susut, dan/atau kadaluarsa,
seperti makanan, minuman, dan obat-obatan;
c. barang yang berbahaya dan mudah terbakar seperti korek
api, mercon (petasan), mesiu, bensin, minyak tanah, tabung
berisi gas, dan senjata api;
d. barang yang dilarang peredarannya seperti narkoba (ganja,
opium, heroin, sabu, dan sejenisnya); dan/atau
e. barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan dilarang untuk diperdagangkan.
B. KEAMANAN DAN KESELAMATAN BARANG JAMINAN
1. Dalam menjaga keamanan dan keselamatan Barang Jaminan,
Perusahaan harus mengacu pada pedoman Perusahaan sesuai
dengan ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan
ini.
2. Dalam menjaga keamanan dan keselamatan Barang Jaminan,
Perusahaan harus menjaga kebersihan dan melakukan
perawatan secara berkala terhadap Barang Jaminan sesuai
dengan karakteristik Barang Jaminan.
-12-
C. PERSYARATAN TEMPAT PENYIMPANAN BARANG JAMINAN
1. Persyaratan tempat penyimpanan Barang Jaminan ditetapkan
berdasarkan jenis Barang Jaminan sebagai berikut:
a. barang perhiasan seperti emas, intan, permata, dan berlian;
aksesoris seperti jam tangan, tas, dompet, topi, sepatu, dan
kaca mata; dan surat berharga, surat bukti kepemilikan,
surat penting, serta surat lainnya yang mempunyai nilai
ekonomis harus disimpan di ruangan tempat penyimpanan
(kluis) dan/atau lemari besi;
b. kendaraan seperti mobil, sepeda motor, dan sepeda dapat
disimpan di gedung dan/atau di luar gedung dengan
dilengkapi atap pelindung dan/atau penutup (cover)
kendaraan, dengan mempertimbangkan kerahasiaan
identitas Barang Jaminan; dan
c. barang rumah tangga seperti perabotan rumah tangga,
gerabah, dan peralatan elektronik; mesin yang dapat
dipindahkan seperti traktor, pompa air, generator, dan
gergaji mesin (chainsaw); dan tekstil seperti bahan pakaian,
kain, sarung, sprei, serta permadani/ambal harus disimpan
di gudang.
2. Tempat penyimpanan Barang Jaminan sebagaimana dimaksud
pada angka 1 huruf a dapat berupa ruangan yang dibuat dengan
memenuhi standar minimum keamanan dan keselamatan yang
memiliki paling sedikit:
a. struktur bangunan yang tidak mudah diruntuhkan,
dihancurkan, dan didobrak;
b. tembok keliling yang dibangun secara permanen;
c. pintu berupa pintu besi dengan menggunakan kunci
kombinasi; dan
d. sekat pembatas berupa dinding yang memisahkan tempat
penyimpanan Barang Jaminan dan tempat pelayanan
Nasabah, dalam hal tempat penyimpanan Barang Jaminan
berada di lokasi yang sama dengan tempat pelayanan
Nasabah.
3. Tempat penyimpanan Barang Jaminan sebagaimana dimaksud
pada angka 1 huruf b dan c dapat berupa ruangan yang dibuat
dengan memenuhi standar minimum tingkat keamanan dan
-13-
keselamatan yang mencakup paling sedikit yaitu dapat
melindungi Barang Jaminan dari bahaya cuaca dan risiko
pencurian.
4. Barang Jaminan sebagaimana dimaksud pada angka 1 sebelum
disimpan di ruangan tempat penyimpanan (kluis) dan/atau
lemari besi, harus terlebih dahulu ditempatkan dalam kantong
atau kotak dan harus dilengkapi pengamanan tambahan berupa
segel atau tanda pengaman.
5. Penyegelan Barang Jaminan dilakukan dengan cara meletakkan
atau menempelkan segel atau tanda pengaman pada kantong
atau kotak tempat penyimpanan Barang Jaminan.
6. Segel atau tanda pengaman sebagaimana dimaksud pada angka
5 dapat terbuat dari kertas, plastik, logam, lak, dan/atau bahan
lainnya dengan bentuk tertentu berupa lembaran, pita, kunci,
kancing, dan/atau bentuk lainnya yang dapat dilengkapi dengan
piranti elektronik.
7. Segel atau tanda pengaman sebagaimana dimaksud pada angka
5 terdiri dari:
a.
segel atau tanda pengaman kertas berupa lembaran kertas
berperekat atau tidak, dengan tanda atau lambang
Perusahaan dan nomor tanda terdaftar atau izin usaha dari
Otoritas Jasa Keuangan, dengan bentuk, warna, dan
ukuran tertentu yang ditetapkan Perusahaan;
b. segel atau tanda pengaman berupa jepitan kantong yang
terbuat dari aluminium yang jenis dan bentuknya
ditetapkan oleh Perusahaan;
c.
segel atau tanda pengaman berupa pita yang terbuat dari
kertas atau plastik berperekat atau tidak, dengan tanda
atau lambang Perusahaan dan nomor tanda terdaftar atau
izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan, dengan bentuk,
warna, dan ukuran tertentu yang ditetapkan Perusahaan;
atau
d. segel atau tanda pengaman elektronik berupa barcode yang
terbuat dari kertas, pita, kancing, kunci, atau bentuk
lainnya yang tercetak barcode secara permanen.
8. Dalam rangka memenuhi standar tingkat keamanan dan
keselamatan Barang Jaminan, Perusahaan paling sedikit
-14-
menggunakan 2 (dua) kombinasi perlengkapan keamanan
sebagai berikut:
a. kunci tambahan;
b. alarm monitoring system;
c. closed circuit television (CCTV);
d. door contact; dan/atau
e. panic button.
9. Tempat penyimpanan Barang Jaminan sebagaimana dimaksud
pada angka 1 harus dilengkapi dengan tenaga pengamanan
sesuai dengan standar tenaga pengamanan berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
10. Dalam rangka perlindungan terhadap Barang Jaminan,
Perusahaan harus mengasuransikan Barang Jaminan paling
sedikit terhadap risiko kebongkaran dan kebakaran.
11. Perusahaan dapat menggunakan:
a. 1 (satu) tempat penyimpanan untuk menyimpan Barang
Jaminan yang berasal dari beberapa unit layanan (outlet)
(sistem clustering); atau
b. tempat penyimpanan Barang Jaminan yang disediakan oleh
pihak lain (outsourcing).
12. Penggunaan tempat penyimpanan Barang Jaminan sebagaimana
dimaksud pada angka 11 harus:
a. diatur dalam pedoman Perusahaan sesuai dengan
ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini;
dan
b. memenuhi standar tingkat keamanan dan keselamatan
Barang Jaminan sebagaimana diatur dalam Surat Edaran
Otoritas Jasa Keuangan ini.
13. Dalam mengelola tempat penyimpanan Barang Jaminan,
Perusahaan harus mengacu pada pedoman Perusahaan sesuai
dengan ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan
ini.
14. Dalam hal tempat penyimpanan Barang Jaminan berada di luar
unit layanan (outlet), Perusahaan harus memenuhi standar
tingkat keamanan dan keselamatan Barang Jaminan
sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan ini.
-15-
D. PERSYARATAN TEMPAT PENYIMPANAN JASA TITIPAN BARANG
BERHARGA
1. Perusahaan yang menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan
jasa titipan barang berharga sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 ayat (1) huruf c Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 31/POJK.05/2016 tentang Usaha Pergadaian harus
memenuhi persyaratan tempat penyimpanan jasa titipan barang
berharga.
2. Persyaratan tempat penyimpanan jasa titipan barang berharga
mengacu pada ketentuan mengenai persyaratan tempat
penyimpanan Barang Jaminan sebagaimana dimaksud dalam
huruf C.
V. NILAI MINIMUM PERBANDINGAN UANG PINJAMAN DAN NILAI TAKSIRAN
BARANG JAMINAN
1. Perusahaan wajib memenuhi nilai minimum perbandingan antara
Uang Pinjaman dan nilai taksiran Barang Jaminan dalam
memberikan Uang Pinjaman kepada Nasabah, kecuali apabila
Nasabah menyatakan secara tertulis menghendaki Uang Pinjaman
yang lebih rendah.
2. Perbandingan nilai minimum antara Uang Pinjaman dan nilai
taksiran Barang Jaminan sebagaimana dimaksud pada angka 1
ditetapkan sebagai berikut:
a. untuk Barang Jaminan berupa barang perhiasan, Uang
Pinjaman yang diberikan kepada Nasabah paling rendah 75%
(tujuh puluh lima persen) dari nilai taksiran Barang Jaminan
yang bersangkutan;
Sebagai contoh:
1) Barang Jaminan berupa emas 5 gram.
2)
Nilai taksiran Barang Jaminan emas = Rp2.000.000,00 (dua
juta rupiah).
3) Uang Pinjaman yang diberikan oleh Perusahaan kepada
Nasabah paling sedikit = 75% x Rp2.000.000,00 =
Rp1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah).
b. untuk Barang Jaminan berupa kendaraan bermotor, Uang
Pinjaman yang diberikan kepada Nasabah paling rendah 70%
-16-
(tujuh puluh persen) dari nilai taksiran Barang Jaminan yang
bersangkutan;
Sebagai contoh:
1) Barang Jaminan berupa motor.
2)
Nilai taksiran Barang Jaminan motor = Rp7.000.000,00
(tujuh juta rupiah).
3) Uang Pinjaman yang diberikan oleh Perusahaan kepada
Nasabah paling sedikit = 70% x Rp7.000.000,00 =
Rp4.900.000,00 (empat juta sembilan ratus ribu rupiah).
c. untuk Barang Jaminan berupa peralatan elektronik, Uang
Pinjaman yang diberikan kepada Nasabah paling rendah 60%
(enam puluh persen) dari nilai taksiran Barang Jaminan yang
bersangkutan;
Sebagai contoh:
1) Barang Jaminan berupa telepon genggam.
2)
Nilai taksiran Barang Jaminan telepon genggam =
Rp4.000.000,00 (empat juta rupiah).
3) Uang Pinjaman yang diberikan oleh Perusahaan kepada
Nasabah paling sedikit = 60% x Rp4.000.000,00 =
Rp2.400.000,00 (dua juta empat ratus ribu rupiah).
d. untuk Barang Jaminan selain Barang Jaminan sebagaimana
dimaksud huruf a, huruf b, dan huruf c, Uang Pinjaman yang
diberikan kepada Nasabah paling rendah 50% (lima puluh
persen) dari nilai taksiran Barang Jaminan yang bersangkutan.
Sebagai contoh:
1) Barang Jaminan berupa kompor.
2)
Nilai taksiran Barang Jaminan berupa kompor =
Rp300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah).
3) Uang Pinjaman yang diberikan oleh Perusahaan kepada
Nasabah paling sedikit = 50% x Rp300.000,00 =
Rp150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah).
3. Dalam hal Nasabah sepakat, Perusahaan dapat memberikan Uang
Pinjaman lebih rendah dari nilai minimum perbandingan Uang
Pinjaman dengan nilai taksiran Barang Jaminan sebagaimana
dimaksud pada angka 2.
Sebagai contoh, Budi menggadaikan kendaraan bermotornya di
Perusahaan. Perusahaan menaksir kendaraan bermotor Budi sebesar
-17-
Rp8.000.000,00 (delapan juta rupiah). Sesuai ketentuan dalam Surat
Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini, Perusahaan harus memberikan
Uang Pinjaman kepada Budi paling rendah sebesar 70% (tujuh puluh
persen) dari nilai taksiran dengan jumlah nominal sebesar
Rp5.600.000,00 (lima juta enam ratus ribu rupiah). Namun karena
satu dan lain hal, Budi hanya membutuhkan uang sebesar
Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan menyampaikan kebutuhannya
tersebut kepada Perusahaan. Mengingat Nasabah menginginkan
Uang Pinjaman yang lebih rendah dari Uang Pinjaman yang
ditetapkan Perusahaan dan Perusahaan menyetujui, Perusahaan
dapat memberikan Uang Pinjaman kepada Budi yang lebih rendah
dari Uang Pinjaman yang telah ditetapkan.
4. Kesepakatan Nasabah untuk menerima Uang Pinjaman yang lebih
rendah dari nilai minimum sebagaimana dimaksud angka 3 harus
dicatat dalam Surat Bukti Gadai yang ditandatangani Nasabah yang
bersangkutan.
5. Dalam memberikan Uang Pinjaman, Perusahaan harus mengacu
pada pedoman Perusahaan mengenai nilai minimum pemberian Uang
Pinjaman berdasarkan perbandingan Uang Pinjaman dengan nilai
taksiran Barang Jaminan sesuai ketentuan dalam Surat Edaran
Otoritas Jasa Keuangan ini.
VI. TATA CARA PENGEMBALIAN UANG KELEBIHAN
1. Perusahaan wajib mengembalikan Uang Kelebihan dari hasil
penjualan Barang Jaminan dengan cara lelang atau berdasarkan
kuasa menjual kepada Nasabah.
2. Dalam rangka pengembalian Uang Kelebihan, Perusahaan harus
memberitahukan nominal Uang Kelebihan kepada Nasabah paling
lama 10 (sepuluh) Hari setelah penjualan Barang Jaminan atau
proses lelang dengan dilampiri keterangan berupa:
a. nomor Surat Bukti Gadai;
b. nominal Uang Pinjaman;
c. sewa modal;
d.
e.
f.
hasil penjualan lelang atau penjualan Barang Jaminan;
biaya;
tata cara pengambilan Uang Kelebihan; dan
g. informasi jangka waktu Uang Kelebihan dinyatakan kadaluarsa.
-18-
3. Pemberitahuan kepada Nasabah sebagaimana dimaksud pada angka
2 harus dilakukan melalui papan pengumuman di unit layanan
(outlet) tempat Nasabah menggadaikan yang mudah dibaca oleh
Nasabah dan ditempatkan selama paling singkat 20 (dua puluh) Hari.
4. Selain pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada angka 3,
Perusahaan dapat menyampaikan pemberitahuan melalui:
a. surat yang dikirimkan langsung ke alamat Nasabah atau
dikirimkan melalui perusahaan jasa pengiriman; dan/atau
b. media lainnya seperti telepon, short message service (SMS), atau
email.
5. Pengembalian Uang Kelebihan dapat dilakukan oleh Perusahaan
kepada Nasabah secara:
a.
tunai; atau
b. non-tunai, yang dilakukan dengan cara mengirimkan nominal
Uang Kelebihan ke rekening Nasabah.
6. Pengembalian Uang Kelebihan secara non-tunai sebagaimana
dimaksud pada angka 5 huruf b dilakukan paling lambat 20 (dua
puluh) Hari sejak pengumuman sebagaimana dimaksud pada angka
3.
7. Biaya pemberitahuan dan pengiriman Uang Kelebihan kepada
Nasabah dapat diperhitungkan sebagai pengurang dari Uang
Kelebihan yang dikembalikan kepada Nasabah.
8. Pengenaan biaya pemberitahuan dan pengiriman Uang Kelebihan
oleh Perusahaan sebagaimana dimaksud pada angka 7 harus dimuat
di dalam Surat Bukti Gadai.
9. Perusahaan harus mengadministrasikan seluruh Uang Kelebihan
sesuai nomor urut Surat Bukti Gadai dari Barang Jaminan yang
dilelang atau dijual atas kuasa Nasabah pada periode tertentu.
10. Perusahaan harus mengadministrasikan pengembalian Uang
Kelebihan yang telah dikembalikan kepada Nasabah.
11. Dalam rangka pemberitahuan dan pengembalian Uang Kelebihan
kepada Nasabah, Perusahaan harus mengacu pada pedoman
Perusahaan sesuai dengan ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas
Jasa Keuangan ini.
12. Uang Kelebihan dinyatakan kadaluarsa apabila telah melebihi jangka
waktu 1 (satu) tahun sejak tanggal pemberitahuan kepada Nasabah
sebagaimana dimaksud pada angka 3.
-19-
13. Dalam hal Nasabah menginginkan jangka waktu yang berbeda dari
jangka waktu sebagaimana dimaksud pada angka 12, Perusahaan
harus menyepakati jangka waktu yang diinginkan Nasabah.
Sebagai contoh, Putra menggadaikan jam tangan di Perusahaan.
Pada saat pengisian Surat Bukti Gadai, Putra menginginkan jangka
waktu Uang Kelebihan dinyatakan kadaluarsa apabila telah melebihi
jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal pemberitahuan kepada
Nasabah melalui papan pengumuman di unit layanan (outlet). Sesuai
ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini,
Perusahaan harus menyepakati jangka waktu yang diinginkan Putra.
14. Dalam hal Uang Kelebihan tidak dapat dikembalikan kepada
Nasabah atau kadaluarsa, Uang Kelebihan dapat disalurkan kepada
dana kepedulian sosial atau sejenisnya, sesuai kesepakatan dengan
Nasabah yang dicantumkan dalam Surat Bukti Gadai.
VII. PEDOMAN PENYELENGGARAAN KEGIATAN USAHA PERGADAIAN
KONVENSIONAL
1. Perusahaan harus menyusun dan melaksanakan pedoman
Perusahaan dalam menyelenggarakan kegiatan Usaha Pergadaian
Konvensional.
2. Pedoman sebagaimana dimaksud pada angka 1 memuat:
a.
kriteria barang yang dapat diterima sebagai Barang Jaminan
sebagaimana dimaksud pada romawi IV huruf A angka 3, yang
paling sedikit memuat:
1) barang yang dapat diterima; dan
2)
spesifikasi atau kriteria barang yang dapat diterima;
b. keamanan dan keselamatan Barang Jaminan sebagaimana
dimaksud pada romawi IV huruf B angka 1, yang paling sedikit
memuat:
1) administrasi Barang Jaminan;
2) mekanisme perawatan secara berkala Barang Jaminan;
3) mekanisme pengambilan Barang Jaminan pelunasan;
4) mekanisme penanganan Barang Jaminan yang rusak,
hilang, dan/atau bermasalah;
5) mekanisme penanganan Barang Jaminan dalam proses
lelang; dan
6) mekanisme pengambilan Barang Jaminan lelang;
-20-
c. pengelolaan tempat penyimpanan Barang Jaminan sebagaimana
dimaksud pada romawi IV huruf C angka 13, yang paling sedikit
memuat tentang:
1) mekanisme penyimpanan Barang Jaminan;
2) mekanisme pengamanan Barang Jaminan yang disimpan di
unit layanan (outlet);
3) mekanisme penggunaan tempat penyimpanan Barang
Jaminan, dalam hal Perusahaan menggunakan 1 (satu)
tempat penyimpanan untuk menyimpan Barang Jaminan
yang berasal dari beberapa unit layanan (outlet) (sistem
clustering) sebagaimana dimaksud pada romawi IV huruf C
angka 11 huruf a;
4) mekanisme pengamanan Barang Jaminan ketika Barang
Jaminan dibawa dari unit layanan (outlet) ke tempat
penyimpanan Barang Jaminan yang disediakan oleh pihak
lain (outsourcing), dalam hal Perusahaan menggunakan
tempat penyimpanan Barang Jaminan yang disediakan oleh
pihak lain (outsourcing) sebagaimana dimaksud pada
romawi IV huruf C angka 11 huruf b;
5) mekanisme akses ke tempat penyimpanan Barang
Jaminan;
6) mekanisme pemantauan stock opname Barang Jaminan
pada tempat penyimpanan;
7) larangan penggunaan tempat penyimpanan selain untuk
Barang Jaminan; dan
8) mekanisme pengamanan oleh tenaga pengamanan;
d.
nilai minimum pemberian Uang Pinjaman berdasarkan
perbandingan Uang Pinjaman dengan nilai taksiran Barang
Jaminan sebagaimana dimaksud pada romawi V angka 5, yang
paling sedikit memuat tentang:
1) tata cara perhitungan penaksiran Barang Jaminan;
2) tata cara perhitungan besaran Uang Pinjaman; dan
3) besaran nilai taksiran minimal dan maksimal; dan
e. mekanisme pemberitahuan dan pengembalian Uang Kelebihan
sebagaimana dimaksud pada romawi VI angka 11, yang paling
sedikit memuat tentang:
1) mekanisme pemberitahuan kepada Nasabah;
-21-
2) mekanisme pengembalian Uang Kelebihan kepada Nasabah;
dan
3) administrasi Uang Kelebihan.
3. Perusahaan dapat menerapkan mekanisme penilaian kembali
(review) terhadap pedoman Perusahaan sebagaimana dimaksud pada
angka 1 dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi dan
kemampuan Perusahaan.
VIII. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku
pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 28 September 2017
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS
PERASURANSIAN, DANA PENSIUN,
LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN
LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
RISWINANDI
Salinan ini sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 52/SEOJK.05/2017 </reg_id>
<reg_title> PENYELENGGARAAN USAHA PERUSAHAAN PERGADAIAN YANG MENYELENGGARAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL </reg_title>
<set_date> 28 September 2017 </set_date>
<effective_date> 28 September 2017 </effective_date>
<related_reg> '31/POJK.05/2016 | Pasal 13 ayat (5), Pasal 17 ayat (3), Pasal 21 ayat (2), Pasal 22 ayat (4), dan Pasal 27 ayat (3)' </related_reg>
|
Yth.
1. Direksi Perusahaan Asuransi;
2. Direksi Perusahan Asuransi Syariah;
3. Direksi Perusahaan Reasuransi; dan
4. Direksi Perusahaan Reasuransi Syariah,
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 46 /SEOJK.05/2017
TENTANG
PENGENDALIAN FRAUD, PENERAPAN STRATEGI ANTI FRAUD, DAN
LAPORAN STRATEGI ANTI FRAUD BAGI PERUSAHAAN ASURANSI,
PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH, PERUSAHAAN REASURANSI,
PERUSAHAAN REASURANSI SYARIAH, ATAU UNIT SYARIAH
Sehubungan dengan amanat ketentuan Pasal 72 ayat (5), Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 69/POJK.5/2016 tentang Penyelenggaraan
Usaha Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan
Reasuransi, dan Perusahaan Reasuransi Syariah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2016 Nomor 302, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5992), perlu untuk mengatur ketentuan pelaksanaan
mengenai pengendalian fraud, penerapan strategi anti fraud, dan laporan
strategi anti fraud bagi perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah,
perusahaan reasuransi, perusahaan reasuransi syariah, atau unit syariah
dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan:
1. Perusahaan adalah perusahaan asuransi, perusahaan asuransi
syariah, perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransi syariah.
2. Unit Syariah adalah unit kerja di kantor pusat perusahaan asuransi
atau perusahaan reasuransi yang berfungsi sebagi kantor induk dari
kantor di luar kantor pusat yang menjalankan usaha berdasarkan
prinsip syariah.
- 2 -
3. Fraud adalah tindakan penyimpangan atau pembiaran yang sengaja
dilakukan untuk mengelabui, menipu, atau memanipulasi
Perusahaan atau Unit Syariah, pemegang polis, tertanggung, peserta,
atau pihak lain, sehingga Perusahaan, Unit Syariah, pemegang polis,
tertanggung, peserta, atau pihak lain menderita kerugian dan/atau
pelaku Fraud memperoleh keuntungan keuangan baik secara
langsung maupun tidak langsung.
4. Strategi Anti Fraud adalah strategi Perusahaan atau Unit Syariah
dalam mengendalikan Fraud yang dirancang dengan mengacu pada
proses terjadinya Fraud dengan memperhatikan karakteristik dari
potensi Fraud yang komprehensif dan diimplementasikan dalam
bentuk sistem pengendalian Fraud.
II. PENGENDALIAN FRAUD
1. Dalam rangka mengendalikan risiko terjadinya Fraud, Perusahaan
atau Unit Syariah wajib melaksanakan fungsi pengendalian Fraud
dan menerapkan Strategi Anti Fraud.
2. Fungsi pengendalian Fraud sebagaimana dimaksud pada angka 1
meliputi aspek sebagai berikut:
a. pengawasan aktif manajemen paling sedikit meliputi:
1) pengendalian Fraud secara menyeluruh yang dilakukan
oleh direksi atau yang setara dalam pelaksanaan tugas,
wewenang, dan tanggung jawab;
2) tugas, wewenang, dan tanggung jawab direksi atau yang
setara sebagaimana dimaksud pada angka 1) dalam
melakukan pengendalian Fraud secara umum mencakup:
a) pengembangan budaya dan kepedulian terhadap anti
Fraud pada seluruh jenjang organisasi, sebagai contoh
dengan mendeklarasikan ketentuan anti Fraud;
b) penyusunan dan pengawasan penerapan kode etik
dalam pencegahan Fraud bagi seluruh jenjang
organisasi Perusahaan atau Unit Syariah;
c) penyusunan dan pengawasan penerapan Strategi Anti
Fraud;
d) pengembangan kualitas sumber daya manusia,
khususnya yang terkait dengan peningkatan
awareness dan pengendalian Fraud;
- 3 -
e) pemantauan dan evaluasi atas kejadian Fraud serta
penetapan tindak lanjut; dan
f) pengembangan saluran komunikasi yang efektif di
internal Perusahaan atau Unit Syariah agar seluruh
jenjang organisasi Perusahaan atau Unit Syariah
memahami dan mematuhi kebijakan dan prosedur
yang berlaku termasuk kebijakan dalam rangka
pengendalian Fraud; dan
3) dewan komisaris atau yang setara bertanggung jawab
untuk memantau secara berkala atas pengendalian Fraud.
b. organisasi dan pertanggungjawaban paling sedikit meliputi:
1) Perusahaan atau Unit Syariah membentuk unit atau fungsi
yang bertugas menangani pengendalian Fraud dalam
organisasi Perusahaan atau Unit Syariah.
2) pembentukan unit atau fungsi sebagaimana dimaksud pada
angka 1) paling sedikit memenuhi kriteria sebagai berikut:
a) struktur organisasi disesuaikan dengan karakteristik
dan kompleksitas kegiatan usaha Perusahaan atau
Unit Syariah;
b) penetapan uraian tugas dan tanggung jawab yang
jelas;
c) pertanggungjawaban unit atau fungsi tersebut
langsung kepada direksi atau yang setara serta
hubungan komunikasi dan pelaporan secara langsung
kepada dewan komisaris atau yang setara; dan
d) pelaksanaan tugas pada unit atau fungsi tersebut
dilakukan oleh sumber daya manusia yang memiliki
kompetensi, integritas, dan independensi, serta
didukung dengan pertanggungjawaban yang jelas.
c. pengendalian dan pemantauan paling sedikit meliputi:
1) dalam rangka meningkatkan efektifitas sistem pengendalian
internal, Perusahaan atau Unit Syariah melakukan
pengendalian dan pemantauan Fraud.
2)
langkah-langkah dalam pengendalian dan pemantauan
Fraud sebagaimana dimaksud pada angka 1) paling sedikit
sebagai berikut:
- 4 -
a) penetapan kebijakan dan prosedur pengendalian yang
khusus ditujukan dalam rangka penerapan strategi
anti Fraud;
b) pengendalian melalui kaji ulang baik oleh manajemen
(top level review) maupun kaji ulang operasional
(functional review) oleh audit internal atas pelaksanaan
Strategi Anti Fraud;
c) pengendalian di bidang sumber daya manusia yang
ditujukan untuk peningkatan efektivitas pelaksanaan
tugas dan pengendalian Fraud, misalnya kebijakan
rotasi, kebijakan mutasi, cuti wajib, dan aktivitas
sosial atau gathering;
d) penetapan pemisahan fungsi dalam pelaksanaan
aktivitas Perusahaan atau Unit Syariah pada seluruh
jenjang organisasi, misalnya pemisahan fungsi antara
bagian yang melakukan proses akseptasi, klaim, dan
keuangan dengan tujuan agar setiap pihak yang terkait
dalam aktivitas tersebut tidak memiliki peluang untuk
melakukan dan menyembunyikan Fraud;
e) pengendalian sistem informasi yang mendukung
pengolahan, penyimpanan, dan pengamanan data
secara elektronik untuk mencegah potensi terjadinya
Fraud. Pengendalian sistem informasi ini perlu disertai
dengan tersedianya sistem akuntansi untuk menjamin
penggunaan data yang akurat dan konsisten dalam
pencatatan dan pelaporan keuangan Perusahaan atau
Unit Syariah paling sedikit dengan melakukan
rekonsiliasi atau verifikasi data secara berkala; dan
f)
pengendalian lain dalam rangka pengendalian Fraud
seperti pengendalian aset fisik dan dokumentasi.
d. edukasi dan pelatihan paling sedikit meliputi:
1) Perusahaan atau Unit Syariah harus melakukan edukasi
dan pelatihan bagi pegawai yang terlibat dalam penerapan
Strategi Anti Fraud.
a) edukasi dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada
angka 1) paling sedikit meliputi:
- 5 -
edukasi dan pelatihan mengenai kebijakan anti Fraud
yang dimiliki Perusahaan atau Unit Syariah, sebagai
contoh edukasi dan pelatihan bagi pegawai mengenai
prosedur
pelaksanaan kebijakan anti
Fraud,
metodologi pendeteksian Fraud, dan tata cara
pelaporan temuan kejadian Fraud; dan
b) tahapan dan waktu penyelengaraan paling sedikit 1
(satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
2) edukasi dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada angka
1) disesuaikan dengan kebutuhan Perusahaan atau Unit
Syariah dan kompleksitas organisasi bisnis Perusahaan
atau Unit Syariah.
III. PENERAPAN STRATEGI ANTI FRAUD
1. Dalam rangka melaksanakan aspek pengendalian dan pemantauan
Fraud sebagaimana dimaksud dalam romawi II angka 2 huruf c,
Perusahaan atau Unit Syariah wajib menerapkan strategi anti Fraud
yang meliputi:
a. pencegahan;
b.
c.
deteksi;
investigasi, pelaporan, dan sanksi; dan
d. pemantauan, evaluasi, dan tindak lanjut.
2. Langkah pencegahan dalam rangka mengurangi kemungkinan risiko
terjadinya Fraud, paling sedikit mencakup:
a.
anti Fraud awareness paling sedikit meliputi:
1) penyusunan dan sosialisasi anti Fraud statement
Contohnya kebijakan zero tolerance terhadap Fraud;
2) program employee awareness
Contohnya penyelenggaraan seminar atau diskusi terkait
anti Fraud, training, publikasi mengenai pemahaman
terhadap bentuk Fraud, transparansi hasil investigasi, dan
tindak lanjut terhadap Fraud yang dilakukan secara
berkesinambungan; dan
3) program customer awareness
Contohnya pembuatan brosur anti Fraud, penjelasan tertulis
maupun melalui sarana lainnya untuk meningkatkan
- 6 -
kepedulian dan kewaspadaan pemegang polis, tertanggung,
atau peserta terhadap kemungkinan terjadinya Fraud.
b.
identifikasi kerawanan paling sedikit meliputi:
1) melakukan proses identifikasi, analisis, dan menilai setiap
aktivitas Perusahaan atau Unit Syariah yang berpotensi
merugikan Perusahaan atau Unit Syariah;
2) mendokumentasikan dan menginformasikan hasil
identifikasi kepada pihak yang berkepentingan dalam
Perusahaan atau Unit Syariah; dan
3) melakukan pengkinian informasi terutama terhadap
aktivitas yang dinilai berisiko tinggi terjadinya Fraud.
c. know your employee paling sedikit meliputi:
1) sistem dan prosedur rekruitmen yang efektif. Melalui sistem
ini diharapkan dapat diperoleh gambaran mengenai rekam
jejak calon karyawan (pre employee screening) secara
lengkap dan akurat;
2) sistem seleksi yang dilengkapi kualifikasi yang tepat dengan
mempertimbangkan risiko, serta ditetapkan secara obyektif
dan transparan. Sistem tersebut harus menjangkau
pelaksanaan promosi maupun mutasi, termasuk
penempatan pada posisi yang memiliki risiko tinggi
terhadap Fraud; dan
3) kebijakan mengenali karyawan antara lain pengenalan dan
pemantauan karakter, perilaku, dan gaya hidup karyawan.
3. Deteksi merupakan kegiatan dalam rangka mengidentifikasi dan
menemukan kejadian Fraud yang paling sedikit mencakup:
a. kebijakan dan mekanisme whistleblowing yang dirumuskan
secara jelas, mudah dimengerti, dan dapat diimplementasikan
secara efektif yang paling sedikit meliputi:
1) perlindungan kepada whistleblower serta menjamin
kerahasiaan identitas pelapor dan laporan Fraud yang
disampaikan;
2) menyusun ketentuan internal terkait pengaduan Fraud
dengan mengacu pada ketentuan peraturan perundang-
undangan; dan
3) menyusun sistem pelaporan Fraud yang memuat paling
sedikit mengenai:
- 7 -
a) tata cara pelaporan;
b) sarana;
c) pihak yang bertanggung jawab untuk menangani
pelaporan; dan
d) mekanisme tindak lanjut terhadap kejadian Fraud
yang dilaporkan;
b. kebijakan dan mekanisme audit yang dilakukan paling sedikit
pada unit bisnis yang berisiko tinggi atau rawan terhadap
terjadinya Fraud; dan
c. kebijakan dan mekanisme surveillance system yang dilakukan
oleh pihak independen dan/atau pihak internal Perusahaan
atau Unit Syariah. Surveillance system merupakan kegiatan
untuk memantau dan menguji efektifitas kebijakan anti Fraud
yang dilakukan tanpa diketahui atau disadari oleh pihak yang
diuji atau diperiksa.
4. Dalam melaksanakan kegiatan investigasi, pelaporan, dan sanksi,
Perusahaan atau Unit Syariah harus memiliki paling sedikit hal-hal
sebagai berikut:
a. standar investigasi Perusahaan atau Unit Syariah meliputi:
1) penentuan pihak yang berwenang melaksanakan investigasi
dengan memperhatikan independensi dan kompetensi yang
dibutuhkan; dan
2) mekanisme pelaksanaan investigasi dalam rangka
menindaklanjuti hasil deteksi dengan tetap menjaga
kerahasiaan informasi yang diperoleh;
b. mekanisme pelaporan kejadian Fraud kepada internal
Perusahaan atau Unit Syariah maupun kepada Otoritas Jasa
Keuangan; dan
c. kebijakan sanksi untuk memberikan efek jera bagi pelaku Fraud
pada Perusahaan atau Unit Syariah harus diterapkan secara
transparan dan konsisten yang paling sedikit meliputi:
1) mekanisme pengenaan sanksi; dan
2) pihak yang berwenang mengenakan sanksi.
5. Kegiatan pemantauan, evaluasi, dan tindak lanjut kejadian Fraud
terdiri dari:
- 8 -
a. melakukan pemantauan terhadap tindak lanjut kejadian Fraud
dengan memperhatikan ketentuan internal Perusahaan atau
Unit Syariah dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. memelihara data kejadian Fraud (Fraud profiling) guna
mendukung pelaksanaan evaluasi yang paling sedikit mencakup
data dan informasi mengenai jenis Fraud, tanggal terjadinya
Fraud, divisi/bagian terjadinya Fraud, pihak yang terlibat,
jabatan, kerugian dalam rupiah, tindakan Perusahaan atau Unit
Syariah, kelemahan/penyebab terjadinya Fraud, tindak lanjut/
perbaikan, dan kronologis kejadian Fraud.
c. mekanisme tindak lanjut untuk menghindari kejadian Fraud
terulang kembali paling sedikit meliputi langkah untuk:
1) memperbaiki kelemahan; dan
2) memperkuat sistem pengendalian internal Perusahaan atau
Unit Syariah.
6. Penerapan Strategi Anti Fraud dituangkan dalam 1 (satu) pedoman
yang merupakan acuan bagi Perusahaan atau Unit Syariah untuk
menerapkan Strategi Anti Fraud.
7. Penerapan Strategi Anti Fraud dilakukan terhadap pihak yang terlibat
dalam kegiatan usaha perasuransian paling sedikit meliputi:
a. pemegang polis, tertanggung, atau peserta
tindakan penyimpangan yang dilakukan oleh pemegang polis,
tertanggung, atau peserta baik dalam proses permohonan polis
maupun proses pengajuan klaim;
b. perusahaan penunjang usaha asuransi seperti perusahaan
pialang asuransi, perusahaan pialang reasuransi, agen, dan
perusahaan penilai kerugian
tindakan penyimpangan yang dilakukan oleh perusahaan
penunjang usaha asuransi terhadap Perusahaan atau Unit
Syariah serta pemegang polis, tertanggung, atau peserta;
c.
internal Perusahaan atau Unit Syariah
tindakan penyimpangan yang dilakukan oleh internal
Perusahaan atau Unit Syariah dengan bekerja sendiri maupun
melakukan kolusi dengan pihak internal atau eksternal
Perusahaan atau Unit Syariah; dan
d. pihak lain yang berhubungan dengan Perusahaan atau Unit
Syariah.
- 9 -
8. Dalam menyusun pedoman Strategi Anti Fraud, Perusahaan atau
Unit Syariah memperhatikan paling sedikit hal-hal sebagai berikut:
a. kondisi lingkungan internal dan eksternal;
b. kompleksitas kegiatan usaha;
c. potensi, jenis, dan risiko Fraud; dan
d. kecukupan sumber daya yang dibutuhkan.
9. Penerapan Strategi Anti Fraud sebagaimana dimaksud pada angka 1
merupakan bagian dari penerapan manajemen risiko, khususnya
yang meliputi aspek sistem pengendalian internal.
IV. PELAPORAN
1. Perusahaan atau Unit Syariah wajib menyampaikan laporan Strategi
Anti Fraud kepada Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut:
a. laporan penerapan Strategi Anti Fraud mengikuti Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan mengenai laporan berkala perusahaan
perasuransian.
b. laporan setiap Fraud yang diperkirakan berdampak negatif
secara signifikan terhadap Perusahaan atau Unit Syariah,
pemegang polis, tertanggung, peserta dan/atau perusahaan
ceding termasuk yang berpotensi menjadi perhatian publik,
paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak manajemen perusahaan
menandatangani dokumen pelaporan Fraud.
c.
laporan sebagaimana dimaksud pada huruf b paling sedikit
memuat:
1) nama pelaku;
2) bentuk atau jenis penyimpangan;
3) tempat kejadian;
4) informasi singkat mengenai modus; dan
5) indikasi kerugian.
2. Penyampaian laporan Strategi Anti Fraud dilakukan sebagai berikut:
a. untuk perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi:
Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank
Otoritas Jasa Keuangan
Up. Direktur Pengawasan Asuransi dan BPJS Kesehatan.
b. untuk perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi yang
memiliki Unit Syariah:
- 10 -
1) Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank
Otoritas Jasa Keuangan
Up. Direktur Pengawasan Asuransi dan BPJS Kesehatan;
dan
2) Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank
Otoritas Jasa Keuangan
Up. Direktur IKNB Syariah.
c. untuk perusahaan asuransi syariah dan perusahaan reasuransi
syariah:
Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank
Otoritas Jasa Keuangan
Up. Direktur IKNB Syariah.
3. Penyampaian laporan Strategi Anti Fraud dilakukan secara online
melalui sistem jaringan komunikasi data Otoritas Jasa Keuangan.
4. Dalam hal sistem jaringan komunikasi data Otoritas Jasa Keuangan
belum tersedia, Perusahaan atau Unit Syariah menyampaikan
laporan Strategi Anti Fraud secara online melalui alamat email yang
ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan.
5. Alamat email Perusahaan atau Unit Syariah yang digunakan untuk
menyampaikan laporan Strategi Anti Fraud harus dilaporkan secara
tertulis kepada Otoritas Jasa Keuangan.
V. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku
sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 25 Agustus 2017
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS
PERASURANSIAN, DANA PENSIUN,
LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN
LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN,
Salinan ini sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
ttd
RISWINANDI
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 46/SEOJK.05/2017 </reg_id>
<reg_title> PENGENDALIAN FRAUD, PENERAPAN STRATEGI ANTI FRAUD, DAN LAPORAN STRATEGI ANTI FRAUD BAGI PERUSAHAAN ASURANSI, PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH, PERUSAHAAN REASURANSI, PERUSAHAAN REASURANSI SYARIAH, ATAU UNIT SYARIAH </reg_title>
<set_date> 25 Agustus 2017 </set_date>
<effective_date> 25 Agustus 2017 </effective_date>
<related_reg> '69/POJK.5/2016 | Pasal 72 ayat (5)' </related_reg>
|
Yth.
1. Direksi Bank Umum Konvensional; dan
2. Direksi Bank Umum Syariah,
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 42 /SEOJK.03/2017
TENTANG
PEMANFAATAN TENAGA KERJA ASING DAN
PROGRAM ALIH PENGETAHUAN DI SEKTOR PERBANKAN
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 37/POJK.03/2017 tentang Pemanfaatan Tenaga Kerja Asing dan
Program Alih Pengetahuan di Sektor Perbankan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2017 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 6086) yang selanjutnya disebut POJK Pemanfaatan TKA,
serta sehubungan dengan beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan
dan pengawasan jasa keuangan di sektor perbankan dari Bank Indonesia ke
Otoritas Jasa Keuangan, perlu untuk mengatur kembali pelaksanaan mengenai
pemanfaatan Tenaga Kerja Asing dan program alih pengetahuan di sektor
perbankan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
1. Pemanfaatan Tenaga Kerja Asing (TKA) bagi Bank dimungkinkan
dengan mempertimbangkan pesatnya perkembangan pengetahuan
dan teknologi yang mempengaruhi produk dan jasa di sektor
perbankan, sehingga diperlukan tenaga kerja dengan keahlian
khusus yang belum dapat dipenuhi oleh pasar Tenaga Kerja
Indonesia.
2. Dalam pemanfaatan TKA oleh Bank, selain harus mengikuti
Undang-Undang mengenai perbankan atau Undang-Undang
mengenai perbankan syariah dan ketentuan pelaksanaan yang
dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan, Bank harus mengikuti
- 2 -
ketentuan ketenagakerjaan yang dikeluarkan oleh instansi yang
menangani bidang ketenagakerjaan serta instansi terkait lain.
3. Bank dapat memanfaatkan TKA pada bidang tugas dan posisi jabatan
tertentu. Posisi jabatan tertentu tersebut disesuaikan berdasarkan
sifat kepemilikan saham Bank oleh pihak asing, yang digolongkan
menjadi 4 (empat) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 sampai
dengan Pasal 15 POJK Pemanfaatan TKA.
4. Pemanfaatan TKA tersebut harus diikuti dengan upaya peningkatan
kualitas sumber daya manusia di bidang perbankan termasuk
melalui program alih pengetahuan (transfer of knowledge) dari TKA
kepada tenaga pendamping.
5. Tenaga pendamping adalah Tenaga Kerja Indonesia yang ditunjuk
untuk mendampingi dan/atau membantu TKA, menerima alih
pengetahuan (transfer of knowledge) secara langsung, dan
dipersiapkan sebagai calon pengganti TKA.
II. BIDANG TUGAS
1. Otoritas Jasa Keuangan menetapkan bidang tugas tertentu yang
dapat diisi oleh TKA dengan mempertimbangkan kebutuhan industri
perbankan serta ketersediaan dan kemampuan Tenaga Kerja
Indonesia.
2. Bidang tugas yang dapat diisi oleh TKA ditetapkan sebagai berikut:
a. Tresuri (Treasury)
Bidang tugas tresuri (treasury) meliputi tugas-tugas yang antara
lain berkaitan dengan pengaturan dan pengelolaan aset dan
liabilitas Bank untuk mengoptimalkan keuntungan, pengelolaan
likuiditas, posisi devisa neto, dan penjualan produk tresuri
(treasury) secara langsung maupun tidak langsung.
b. Manajemen Risiko
Bidang tugas manajemen risiko meliputi tugas-tugas yang
antara lain berkaitan dengan pengelolaan dan mitigasi risiko.
c. Teknologi Informasi
Bidang tugas teknologi informasi meliputi tugas-tugas yang
antara lain berkaitan dengan pengelolaan proses administrasi
dari transaksi perbankan, pengelolaan data nasabah,
pengembangan jaringan, pengembangan sistem, perencanaan
dan reengineering proses operasional perbankan, pengelolaan
- 3 -
fasilitas pendukung perbankan, dan pengelolaan produk-produk
electronic banking, dengan menggunakan sarana teknologi
informasi.
d. Kredit atau Pembiayaan
Bidang tugas kredit atau pembiayaan meliputi tugas-tugas yang
antara lain berkaitan dengan penyaluran kredit atau
pembiayaan oleh Bank, terutama untuk bidang penyaluran
kredit atau pembiayaan yang belum banyak dikuasai oleh
Tenaga Kerja Indonesia.
e. Hubungan Investor (Investor Relation) atau Hubungan Nasabah
(Customer Relation)
Bidang tugas hubungan investor (investor relation) atau
hubungan nasabah (customer relation) meliputi tugas-tugas yang
antara lain berkaitan dengan strategi dan upaya untuk
memperoleh dan membina relasi yang berkualitas dengan
nasabah dalam rangka mendapatkan peluang bisnis dari
nasabah (existing) maupun calon nasabah melalui pelayanan
dan penjualan produk perbankan.
f. Pemasaran
Bidang tugas pemasaran meliputi tugas-tugas yang antara lain
berkaitan dengan upaya memasarkan produk dan jasa
perbankan, baik dalam rangka penghimpunan dana maupun
penyaluran dana.
g. Keuangan
Bidang tugas keuangan meliputi tugas-tugas yang antara lain
berkaitan dengan aspek akuntansi keuangan, akuntansi
manajemen, pelaporan keuangan, perpajakan, perencanaan
keuangan, dan strategi keuangan.
III. PEMANFAATAN TKA
1. Sesuai dengan POJK Pemanfaatan TKA, Bank yang akan
memanfaatkan TKA dalam kegiatan usahanya wajib menyampaikan
rencana pemanfaatan TKA kepada Otoritas Jasa Keuangan dalam
Rencana Bisnis Bank.
2. Rencana pemanfaatan TKA sebagaimana dimaksud dalam angka 1
dicantumkan dalam Rencana Bisnis Bank pada bagian rencana
pengembangan organisasi dan sumber daya manusia. Hal-hal yang
- 4 -
dicantumkan dalam rencana pengembangan sumber daya manusia
antara lain:
a. alasan pemanfaatan TKA serta alasan tidak atau belum
menggunakan Tenaga Kerja Indonesia;
b. bidang tugas dan posisi atau jabatan yang akan diisi yang
meliputi ruang lingkup pekerjaan dan kompetensi yang
dibutuhkan;
c. rencana jumlah kebutuhan;
d. jangka waktu pemanfaatan;
e. nama tenaga pendamping; dan
f. rencana program alih pengetahuan (transfer of knowledge):
1) rencana pelatihan untuk tenaga pendamping; dan
2) rencana pelatihan oleh TKA.
3. Pada saat Bank akan melakukan realisasi pemanfaatan TKA, Bank
mengikuti prosedur sebagai berikut:
a. Dalam Hal TKA Merupakan Calon Direksi, Calon Dewan
Komisaris, Calon Pimpinan Kantor Cabang dari Bank yang
Berkedudukan di Luar Negeri, atau Calon Pemimpin Kantor
Perwakilan
1) Bank mengajukan permohonan persetujuan pemanfaatan
TKA sebagai Direksi, Dewan Komisaris, Pimpinan Kantor
Cabang dari Bank yang Berkedudukan di Luar Negeri atau
Pemimpin Kantor Perwakilan dengan mengikuti tata cara
atau prosedur dan persyaratan sebagaimana diatur dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai
penilaian kemampuan dan kepatutan serta memenuhi
persyaratan sesuai ketentuan terkait lain.
2) Penyampaian persyaratan dokumen Kartu Izin Tinggal
Terbatas (KITAS) dan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja
Asing (IMTA) sebagaimana diatur dalam persyaratan
dokumen administrasi bagi calon Direksi, calon Dewan
Komisaris, Pimpinan Kantor Cabang dari Bank yang
Berkedudukan di Luar Negeri, atau Pemimpin Kantor
Perwakilan dalam ketentuan terkait, dapat dilaksanakan
pada saat penyampaian laporan pengangkatan TKA kepada
Otoritas Jasa Keuangan.
- 5 -
b. Dalam Hal TKA Merupakan Calon Pejabat Eksekutif
1) Bank mengajukan permohonan persetujuan penggunaan
TKA sebagai Pejabat Eksekutif kepada Otoritas Jasa
Keuangan dengan dilampiri dokumen administratif sebagai
berikut:
a) 1 (satu) buah pas foto 1 (satu) bulan terakhir ukuran
4x6 cm;
b)
fotokopi paspor;
c) riwayat hidup;
d)
fotokopi surat keterangan pengalaman kerja dari
perusahaan sebelumnya dan sertifikat keahlian,
profesi, pendidikan atau pelatihan;
e)
f)
fotokopi konsep kontrak kerja atau surat penugasan
dari Bank; dan
contoh tanda tangan dan paraf.
2) Prosedur penilaian atas calon Pejabat Eksekutif dilakukan
oleh Otoritas Jasa Keuangan melalui penelitian atas
kelengkapan dan kebenaran dokumen administratif yang
disampaikan Bank dan informasi lain. Dalam hal dianggap
perlu, Otoritas Jasa Keuangan melakukan wawancara
untuk meminta konfirmasi dan/atau menggali informasi
lebih mendalam.
3) Sesuai dengan POJK Pemanfaatan TKA, pengangkatan
Pejabat Eksekutif wajib dilaporkan oleh Bank kepada
Otoritas Jasa Keuangan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja
setelah tanggal pengangkatan efektif, dilampiri dengan:
a)
fotokopi kontrak kerja; dan
b) fotokopi KITAS dan IMTA yang dikeluarkan oleh
instansi yang berwenang.
4) Permohonan dan pelaporan pemanfaatan TKA sebagai
Pejabat Eksekutif disampaikan oleh Bank kepada Otoritas
Jasa Keuangan dengan alamat:
a) Departemen Pengawasan Bank terkait atau
Departemen Perbankan Syariah, bagi Bank yang
berkantor pusat atau kantor cabang dari bank yang
berkedudukan di luar negeri yang berada di wilayah
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; atau
- 6 -
b) Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor
Otoritas Jasa Keuangan setempat sesuai wilayah
tempat kedudukan kantor pusat Bank.
c. Pelaporan Pemanfaatan Calon Tenaga Ahli atau Konsultan
1) Pelaporan pemanfaatan Tenaga Ahli atau Konsultan
disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lama
10 (sepuluh) hari kerja setelah pengangkatan Tenaga Ahli
atau Konsultan oleh Bank, dengan mencantumkan alasan
pemanfaatan TKA, disertai dengan dokumen administrasi
sebagai berikut:
a) 1 (satu) buah pas foto 1 (satu) bulan terakhir ukuran
4x6 cm;
b)
fotokopi paspor;
c) riwayat hidup;
d)
fotokopi kontrak kerja;
e) contoh tanda tangan dan paraf;
f)
g)
fotokopi bukti atau keterangan tentang Kualifikasi
Keahlian;
fotokopi KITAS dan IMTA yang dikeluarkan oleh
instansi yang berwenang; dan
h) surat pernyataan tidak merangkap jabatan.
2) Pelaporan pemanfaatan TKA sebagai Tenaga Ahli atau
Konsultan sebagaimana dimaksud dalam angka 1)
disampaikan oleh Bank kepada Otoritas Jasa Keuangan
dengan alamat:
a) Departemen Pengawasan Bank terkait atau
Departemen Perbankan Syariah, bagi Bank yang
berkantor pusat atau kantor cabang dari bank yang
berkedudukan di luar negeri yang berada di wilayah
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; atau
b) Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor
Otoritas Jasa Keuangan setempat sesuai wilayah
tempat kedudukan kantor pusat Bank.
3) Jabatan Tenaga Ahli atau Konsultan merupakan jabatan
perorangan, yaitu jabatan yang diisi oleh TKA secara
individu karena kemampuan teknis atau individu yang
mendapat penugasan dari perusahaan konsultansi sesuai
- 7 -
bidang tugas yang dibutuhkan. Dengan demikian, jabatan
Tenaga Ahli atau Konsultan merupakan jabatan yang diisi
untuk jangka waktu terbatas untuk membantu Bank
menangani masalah operasional yang baru atau yang untuk
sementara belum dapat diatasi sendiri oleh Bank. Jabatan
tersebut berada di luar struktur organisasi Bank, dan yang
bersangkutan hanya berkewajiban untuk memberikan
pendapat dan/atau melakukan pekerjaan tertentu sesuai
kemampuan teknis yang dibutuhkan. Tenaga Ahli atau
Konsultan tidak mempunyai kewenangan untuk
menetapkan kebijakan yang berpengaruh pada Bank.
4) Otoritas Jasa Keuangan dapat memerintahkan Bank untuk
membatalkan dan/atau menghentikan pengangkatan TKA
sebagai Tenaga Ahli atau Konsultan dalam hal yang
bersangkutan tidak memenuhi ketentuan Otoritas Jasa
Keuangan.
4. Sesuai dengan POJK Pemanfaatan TKA, kantor cabang dari bank
yang berkedudukan di luar negeri yang akan memanfaatkan TKA
sebagai pimpinan kantor cabang wajib memenuhi persyaratan yang
salah satunya adalah diantara anggota Pimpinan Kantor Cabang dari
Bank yang Berkedudukan di Luar Negeri paling sedikit terdapat
1 (satu) orang pejabat yang berkewarganegaraan Indonesia.
Kewajiban tersebut telah dipenuhi oleh Bank dalam hal Bank telah
menunjuk Tenaga Kerja Indonesia sebagai pejabat pimpinan Bank
yang membawahi bidang tugas personalia dan bidang tugas
kepatuhan.
5. Bank yang akan memperpanjang jangka waktu pemanfaatan TKA
harus mengikuti prosedur sebagai berikut:
a. Menyampaikan permohonan perpanjangan jangka waktu
pemanfaatan TKA beserta alasan perpanjangan kepada Otoritas
Jasa Keuangan yang ditujukan kepada:
1) Departemen Pengawasan Bank terkait atau Departemen
Perbankan Syariah, bagi Bank yang berkantor pusat atau
kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri
yang berada di wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota
Jakarta; atau
- 8 -
2) Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor
Otoritas Jasa Keuangan setempat sesuai wilayah tempat
kedudukan kantor pusat Bank,
paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sebelum berakhirnya
jangka waktu kontrak atau masa kerja TKA.
b. Menyampaikan dokumen administrasi yang terkini, sebagai
berikut:
1)
2)
3)
fotokopi paspor;
fotokopi kontrak kerja atau penunjukan kerja;
fotokopi KITAS dan IMTA dari instansi yang berwenang; dan
4) laporan realisasi pelaksanaan alih pengetahuan (transfer of
knowledge).
6. Salah satu persyaratan dalam pemanfaatan TKA sebagai Pejabat
Eksekutif dan Tenaga Ahli atau Konsultan oleh Bank adalah
kemampuan penggunaan bahasa Indonesia secara memadai dalam
waktu paling lama 1 (satu) tahun setelah yang bersangkutan
menduduki jabatan dimaksud. Dengan penguasaan bahasa
Indonesia secara memadai diharapkan TKA dimaksud dapat
berkomunikasi secara baik dengan Tenaga Kerja Indonesia sehingga
dapat memperlancar proses alih pengetahuan (transfer of knowledge).
Pemenuhan penguasaan bahasa Indonesia ditunjukkan antara lain
dengan cara menyampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan
sertifikat uji kemahiran berbahasa Indonesia sesuai tingkat
kemampuan yang dapat dicapai oleh masing-masing TKA, yang
dikeluarkan oleh otoritas yang berwenang, atau bukti penguasaan
berbahasa Indonesia lain yang dikeluarkan oleh lembaga pendidikan
atau kursus bahasa Indonesia yang terdaftar di instansi yang
berwenang.
7. Sesuai dengan POJK Pemanfaatan TKA, pada setiap akhir tahun,
Bank wajib melaporkan realisasi pemanfaatan TKA (Direksi, Dewan
Komisaris, Pejabat Eksekutif dan/atau Tenaga Ahli atau Konsultan),
serta realisasi pelatihan dan alih pengetahuan (transfer of knowledge)
yang telah dilaksanakan (Pejabat Eksekutif dan/atau Tenaga Ahli
atau Konsultan) dalam Laporan Realisasi Rencana Bisnis Bank.
Dalam laporan tersebut, paling sedikit dicantumkan hal-hal sebagai
berikut:
a. nama TKA;
- 9 -
b. bidang tugas TKA;
c.
posisi atau jabatan TKA;
d. nama pendamping;
e. hasil evaluasi terhadap pendamping;
f.
pendidikan atau pelatihan kepada tenaga pendamping; dan
g. lembaga penyelenggara pendidikan atau pelatihan.
8. Otoritas Jasa Keuangan dapat membatalkan persetujuan
pemanfaatan TKA yang telah diberikan, dalam hal dikemudian hari
ditemukan antara lain:
a. informasi atau dokumen yang diberikan Bank tidak benar atau
palsu;
b. yang bersangkutan dinyatakan bersalah melakukan tindak
pidana yang telah memperoleh keputusan hukum tetap; atau
c. TKA atau Bank tidak memenuhi kewajiban sebagaimana diatur
dalam POJK Pemanfaatan TKA setelah persetujuan diberikan
oleh Otoritas Jasa Keuangan.
9. Dalam hal diperlukan, Bank dapat mengajukan permohonan kepada
Otoritas Jasa Keuangan untuk meminta pengecualian atas
pemanfaatan TKA di luar bidang tugas yang telah ditetapkan dalam
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan dan/atau meminta
pengecualian atas jabatan tertentu selain jabatan yang telah
ditetapkan dalam POJK Pemanfaatan TKA.
10. Otoritas Jasa Keuangan akan mempertimbangkan permohonan
sebagaimana dimaksud dalam angka 9 dengan memperhatikan,
antara lain:
a. kebutuhan Bank;
b. ketersediaan dan kemampuan Tenaga Kerja Indonesia;
c. pemenuhan kriteria yang dipersyaratkan dalam POJK
Pemanfaatan TKA;
d. upaya-upaya yang telah dilakukan oleh Bank dalam mencari
Tenaga Kerja Indonesia untuk memenuhi kebutuhan tersebut;
dan/atau
e. upaya-upaya Bank dalam meningkatkan kemampuan dan
keahlian Tenaga Kerja Indonesia di internal Bank, termasuk
misalnya program peningkatan kemampuan sumber daya
manusia dalam bentuk pengiriman Tenaga Kerja Indonesia
- 10 -
untuk ditempatkan di kantor pusat atau kantor cabang Bank
atau kelompok usahanya di luar negeri.
11. Salah satu kriteria yang dipersyaratkan dalam POJK Pemanfaatan
TKA sebagaimana dimaksud dalam butir 10.c. antara lain dalam hal
TKA tidak dimanfaatkan maka Bank akan menghadapi risiko
kerugian yang cukup signifikan atau berkurangnya potensi
keuntungan baik secara finansial maupun non-finansial. Hal ini
dapat terjadi misalnya dalam penggunaan TKA sebagai Tenaga Ahli
untuk mengatasi kerusakan sarana teknologi sistem informasi Bank
karena Tenaga Ahli dimaksud tidak tersedia di Indonesia. Sementara
dalam hal kerusakan tidak segera diatasi, Bank akan menghadapi
risiko kerugian yang cukup signifikan baik secara finansial maupun
non-finansial, seperti berkurangnya jumlah nasabah atau hilangnya
kepercayaan nasabah karena teknologi sistem informasi yang sering
bermasalah.
12. Jangka waktu pemanfaatan TKA untuk jabatan tertentu selain
jabatan yang telah ditetapkan dalam POJK Pemanfaatan TKA,
sebagaimana dimaksud dalam angka 9 adalah paling lama 1 (satu)
tahun.
Jangka waktu tersebut dapat diperpanjang paling banyak 2 (dua)
kali, masing-masing paling lama 1 (satu) tahun. Dalam hal ini, Bank
harus menyampaikan permohonan terlebih dahulu kepada Otoritas
Jasa Keuangan untuk memperoleh persetujuan perpanjangan. Dalam
hal Bank telah merencanakan sejak awal untuk memanfaatkan TKA
melebihi jangka waktu 1 (satu) tahun, pada saat Bank
menyampaikan permohonan pengecualian atas jabatan tertentu
dimaksud, dapat disertai pula dengan permohonan persetujuan
untuk perpanjangan yang pertama kalinya paling lama 1 (satu)
tahun.
Ketentuan tersebut tidak meniadakan kewajiban Bank untuk tetap
memenuhi tata cara dan prosedur perizinan sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan yang diatur oleh instansi yang
menangani bidang ketenagakerjaan serta instansi terkait lain.
13. Permohonan pengecualian pemanfaatan TKA sesuai bidang tugas
sebagaimana dimaksud dalam angka 9 dan jangka waktu
pemanfaatan TKA sebagaimana dimaksud dalam angka 12 diajukan
oleh Bank kepada Otoritas Jasa Keuangan yang ditujukan kepada:
- 11 -
a. Departemen Pengawasan Bank terkait atau Departemen
Perbankan Syariah, bagi Bank yang berkantor pusat atau kantor
cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri yang berada
di wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; atau
b. Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor Otoritas
Jasa Keuangan setempat sesuai wilayah tempat kedudukan
kantor pusat Bank.
14. Permohonan pengecualian pemanfaatan TKA sesuai bidang tugas
sebagaimana dimaksud dalam angka 9 dilampiri dengan dokumen
administrasi sebagai berikut:
a. alasan permohonan pengecualian dan/atau perpanjangan;
b. bagi Pejabat Eksekutif, dokumen sebagaimana dipersyaratkan
dalam butir 3.b.1); dan/atau
c.
bagi Tenaga Ahli atau Konsultan, dokumen sebagaimana
dipersyaratkan dalam butir 3.c.1).
IV. PELAKSANAAN PROGRAM ALIH PENGETAHUAN (TRANSFER OF
KNOWLEDGE)
1. Sesuai dengan POJK Pemanfaatan TKA, Bank yang menggunakan
TKA sebagai Pejabat Eksekutif, Tenaga Ahli atau Konsultan,
dan/atau jabatan lain berdasarkan persetujuan Otoritas Jasa
Keuangan, wajib menunjuk paling sedikit 2 (dua) orang Tenaga Kerja
Indonesia sebagai tenaga pendamping selama menjalankan tugas,
melakukan pendidikan dan pelatihan kerja bagi tenaga pendamping
sesuai dengan kualifikasi jabatan yang diduduki oleh TKA, dan
menjamin terlaksananya pelatihan atau pengajaran oleh TKA
terutama kepada pegawai Bank. Selain kepada pegawai Bank,
pelatihan dan pengajaran juga dapat dilakukan kepada pelajar,
mahasiswa, dan/atau masyarakat umum.
2. Pelaksanaan alih pengetahuan (transfer of knowledge) dilakukan
melalui pelatihan atau pengajaran oleh TKA terutama kepada
pegawai Bank. Pelaksanaan pelatihan atau pengajaran dapat
dilakukan melalui seminar, pelatihan (training), kursus pendek,
perkuliahan, atau program alih pengetahuan (transfer of knowledge)
lain melalui tatap muka secara langsung dengan peserta pelatihan
atau pengajaran. Pelatihan atau pengajaran dapat diselenggarakan
oleh pihak intern maupun pihak ekstern Bank.
- 12 -
Pelaksanaan kegiatan pelatihan atau pengajaran dilaporkan dalam
Laporan Realisasi Rencana Bisnis Bank yang paling sedikit meliputi:
a. nama TKA;
b. waktu dan lokasi pelaksanaan kegiatan;
c. jumlah peserta;
d. jangka waktu kegiatan;
e. materi kegiatan; dan
f.
foto kegiatan.
Untuk keperluan pemeriksaan oleh Otoritas Jasa Keuangan, Bank
harus menatausahakan dokumen terkait dengan pelatihan tersebut,
termasuk mengenai hardcopy dan softcopy materi pelatihan, foto-foto
kegiatan, daftar hadir peserta, dan informasi atau bukti pendukung
lain mengenai realisasi kegiatan pelatihan.
3. Bank harus memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan
terkait pengembangan sumber daya manusia di bidang perbankan.
Pemenuhan ketentuan tersebut dapat menjadi salah satu
pertimbangan Otoritas Jasa Keuangan dalam memberikan
persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 16
POJK Pemanfaatan TKA.
V. PENUTUP
Pada saat Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku, Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 9/27/DPNP perihal Pelaksanaan
Pemanfaatan Tenaga Kerja Asing dan Program Alih Pengetahuan di Sektor
Perbankan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
- 13 -
Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku
pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 19 Juli 2017
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN
OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
NELSON TAMPUBOLON
Salinan ini sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 2/SEOJK.03/2017 </reg_id>
<reg_title> PERUBAHAN KEGIATAN USAHA BANK UMUM KONVENSIONAL MENJADI BANK UMUM SYARIAH </reg_title>
<set_date> 3 Januari 2017 </set_date>
<effective_date> 3 Januari 2017 </effective_date>
<replaced_reg> '11/24/DPbS|SE-BI' </replaced_reg>
<related_reg> '64/POJK.03/2016' </related_reg>
|
-1-
Yth.
Direksi/Pengurus Pelaku Usaha Jasa Keuangan, baik yang melaksanakan
kegiatan usahanya secara konvensional maupun secara syariah,
di Tempat.
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 1/SEOJK.07/2014
PELAKSANAAN EDUKASI DALAM RANGKA MENINGKATKAN LITERASI
KEUANGAN KEPADA KONSUMEN DAN/ATAU MASYARAKAT
Sehubungan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
01/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan, perlu
untuk mengatur ketentuan mengenai pelaksanaan Edukasi dalam rangka
meningkatkan literasi keuangan kepada Konsumen dan/atau masyarakat dalam
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan:
1. Edukasi adalah penambahan pengetahuan dan kemampuan seseorang
melalui teknik praktik belajar atau instruksi, dengan tujuan untuk
mengingat fakta atau kondisi nyata, dengan cara memberi dorongan
terhadap pengarahan diri, aktif memberikan informasi-informasi atau ide
baru.
2. Literasi Keuangan adalah kemampuan untuk memahami pengetahuan
serta keterampilan untuk mengelola sumber daya keuangan untuk
mencapai kesejahteraan.
3. Pelaku Usaha Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat PUJK, adalah
Bank Umum, Bank Perkreditan Rakyat, Perusahaan Efek, Penasihat
Investasi, Bank Kustodian, Dana Pensiun, Perusahaan Asuransi,
Perusahaan Reasuransi, Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Gadai, dan
Perusahaan Penjaminan, baik yang melaksanakan kegiatan usahanya
secara konvensional maupun secara syariah.
4. Rencana Bisnis adalah dokumen tertulis yang menggambarkan rencana
kegiatan usaha PUJK jangka pendek (satu tahun) termasuk rencana
untuk meningkatkan kinerja usaha, serta strategi untuk merealisasikan
rencana tersebut sesuai dengan target dan waktu yang ditetapkan,
dengan…
-2-
dengan tetap memperhatikan pemenuhan ketentuan kehati-hatian dan
penerapan manajemen risiko.
5. Direksi:
a. bagi PUJK yang merupakan badan hukum yang berbentuk Perseroan
Terbatas adalah direksi sebagaimana dimaksud dalam undang-
undang mengenai perseroan terbatas;
b. bagi PUJK yang merupakan badan hukum yang berbentuk
Perusahaan Daerah adalah direksi sebagaimana dimaksud dalam
undang-undang mengenai perusahaan daerah;
c. bagi PUJK yang merupakan badan hukum yang berbentuk Koperasi
adalah pengurus sebagaimana dimaksud dalam undang-undang
tentang perkoperasian; dan
d. bagi PUJK yang merupakan badan hukum yang berbentuk Dana
Pensiun adalah pengurus sebagaimana dimaksud dalam undang-
undang tentang dana pensiun;
e. bagi kantor cabang bank asing adalah pimpinan kantor cabang bank
asing.
6. Konsumen adalah pihak-pihak yang menempatkan dananya dan/atau
memanfaatkan pelayanan yang tersedia di Lembaga Jasa Keuangan
antara lain nasabah pada Perbankan, pemodal di Pasar Modal, pemegang
polis pada Perasuransian, dan peserta pada Dana Pensiun, berdasarkan
peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
II. CAKUPAN RENCANA EDUKASI
1. PUJK wajib menyelenggarakan Edukasi dalam rangka meningkatkan
literasi keuangan kepada Konsumen dan/atau masyarakat.
2. Rencana penyelenggaraan dimaksud pada angka 1 wajib disusun dalam
program tahunan yang dilaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan.
3. Rencana Edukasi paling kurang meliputi:
a. penetapan program kerja Edukasi sesuai dengan sasaran, strategi
dan kebijakan PUJK;
b. evaluasi pelaksanaan rencana Edukasi periode sebelumnya;
c. penetapan kebutuhan biaya dan asumsi yang digunakan dalam
penyusunan rencana Edukasi.
4. Penetapan program kerja Edukasi sebagaimana dimaksud pada angka 3
huruf a mengacu pada program implementasi Strategi Nasional Literasi
Keuangan Indonesia, yang akan disusun bersama oleh Bidang Edukasi
dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan dengan PUJK
setiap tahun.
5. Evaluasi …
-3-
5. Evaluasi pelaksanaan rencana Edukasi periode sebelumnya sebagaimana
dimaksud pada angka 3 huruf b paling kurang memuat:
a. perbandingan rencana Edukasi sebelumnya dengan realisasi pada
setiap tahun;
b. pencapaian tujuan yang telah ditetapkan dan hal-hal yang belum
tercapai (jika ada) termasuk penjelasannya;
c. pelaksanaan strategi dan kebijakan yang telah ditetapkan; dan
d. kendala yang dihadapi dan upaya-upaya pemecahan masalah yang
dilakukan.
6. Asumsi yang digunakan dalam penyusunan rencana Edukasi PUJK
sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf c paling kurang memuat:
a. asumsi makro yang meliputi antara lain pertumbuhan rata-rata
bisnis disetiap sektor dan tingkat Literasi Keuangan di masing-
masing sektor yang terkait; dan
b. asumsi mikro meliputi faktor yang mempengaruhi kegiatan
operasional PUJK yang berasal dari internal termasuk alokasi biaya
dan pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social
Responsibility/CSR).
III. PELAKSANAAN EDUKASI
1. Pelaksanaan Edukasi berdasarkan kepada prinsip-prinsip sebagai
berikut :
a. Inklusif
Yang dimaksud dengan inklusif adalah Literasi Keuangan harus
mencakup semua golongan masyarakat.
b. Sistematis dan terukur
Yang dimaksud dengan sistematis dan terukur adalah Literasi
Keuangan disampaikan secara terprogram, mudah dipahami,
sederhana, dan pencapaiannya dapat diukur.
c. Kemudahan akses
Yang dimaksud dengan kemudahan akses adalah layanan dan
informasi keuangan tersebar luas di seluruh wilayah Indonesia dan
mudah diakses.
d. Kolaborasi
Yang dimaksud dengan kolaborasi adalah melibatkan seluruh
pemangku kepentingan
mengimplementasikan Literasi Keuangan.
2. Pelaksanaan Edukasi yang dilakukan secara sistematis dan terukur
sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf b adalah kegiatan Edukasi
yang terencana dan dampaknya dapat diukur dari kegiatan yang
dilakukan. Pengukuran dampak kegiatan dapat dilakukan antara lain
dengan …
secara bersama-sama dalam
-4-
dengan cara misalnya melakukan survei pemahaman terhadap
penyampaian Edukasi yang sudah dilakukan.
3. Kemudahan akses terhadap materi dan substansi Edukasi yang
dilakukan oleh PUJK sebagaimana yang dimaksud pada angka 1 huruf c
adalah penggunaan sarana Edukasi yang dapat menjangkau masyarakat
luas, misalnya ketersediaan informasi Edukasi dan simulasi terhadap
manfaat dan perhitungan biaya yang diakses melalui website atau bahan
cetakan yang tersedia disetiap kantor cabang dari PUJK.
4. Pelaksanaan Edukasi kepada Konsumen dan/atau masyarakat
disesuaikan dengan kemampuan dari PUJK. Penyelenggaraan rencana
Edukasi dapat dilakukan secara sendiri maupun secara bersama-sama
sebagaimana yang dimaksud pada angka 1 huruf d.
5. Pelaksanaan Edukasi tidak mencakup pemasaran produk dan/atau
layanan jasa keuangan yang ditawarkan oleh PUJK. Edukasi
dititikberatkan untuk menginformasikan fitur dasar produk dan/atau
layanan jasa keuangan termasuk memberikan pengetahuan dan
keterampilan terkait dengan manfaat, biaya dan risiko.
6. Kegiatan yang berupa pemberian bantuan sosial yang bersifat charity
dapat merupakan pelaksanaan Edukasi apabila kegiatan tersebut
dilakukan berkesinambungan dan dilaksanakan monitoring secara
berkala.
IV. PENYUSUNAN, PENYAMPAIAN DAN PERUBAHAN RENCANA EDUKASI
1. Penyampaian rencana Edukasi digabungkan dengan penyampaian
Rencana Bisnis PUJK.
2. Dalam hal PUJK tidak memiliki Rencana Bisnis maka rencana Edukasi
dapat disampaikan secara terpisah.
3. Direksi wajib menyampaikan rencana Edukasi kepada Otoritas Jasa
Keuangan cq. Bidang Pengawasan dengan tembusan Bidang Edukasi dan
Perlindungan Konsumen paling lambat pada tanggal 30 November
sebelum tahun Rencana Bisnis dimulai.
4. Otoritas Jasa Keuangan dapat meminta PUJK untuk melakukan
penyesuaian terhadap rencana Edukasi yang disampaikan apabila
rencana Edukasi tersebut belum memenuhi ketentuan dalam Surat
Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
5. Penyampaian penyesuaian terhadap rencana Edukasi sebagaimana
dimaksud pada angka 4 dilakukan paling lama 15 (lima belas) hari kerja
setelah tanggal surat Otoritas Jasa Keuangan.
6. PUJK hanya dapat melakukan perubahan terhadap rencana Edukasi 1
(satu) kali untuk satu periode pelaporan, paling lambat pada akhir bulan
Juni tahun berjalan.
7. Perubahan …
-5-
7. Perubahan rencana Edukasi sebagaimana dimaksud pada angka 6 dapat
dilakukan secara terpisah dengan penyesuaian Rencana Bisnis.
8. Perubahan rencana Edukasi disampaikan paling lambat 30 (tigapuluh)
hari kerja sebelum pelaksanaan perubahan rencana Edukasi.
V. LAPORAN PELAKSANAAN EDUKASI
1. Direksi wajib menyampaikan laporan pelaksanaan Edukasi kepada
Otoritas Jasa Keuangan, paling lambat setiap tanggal 30 bulan Januari
tahun berikutnya.
2. Laporan disampaikan kepada Bidang Edukasi dan Perlindungan
Konsumen Otoritas Jasa Keuangan dengan tembusan Bidang Pengawas
sesuai dengan industri masing-masing.
3. Laporan pelaksanaan Edukasi paling kurang memuat:
a. Sasaran;
b. Program Literasi Keuangan;
c. Tujuan;
d. Bentuk aktivitas;
e. Frekuensi; dan
f. Kota.
4. Laporan pelaksanaan Edukasi dan tata cara pengisian laporan
pelaksanaan Edukasi adalah sesuai format dalam Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan ini.
VI. KETENTUAN PERALIHAN
PUJK wajib menyampaikan rencana Edukasi untuk pertama kalinya paling
lambat pada tanggal 31 Agustus 2014 yang mencakup pelaksanaan kegiatan
Edukasi yang dimulai sejak tanggal 1 Januari 2014 sampai dengan tanggal
31 Desember 2014.
VII. KETENTUAN PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku
pada tanggal 6 Agustus 2014.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan …
-6-
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 14 Februari 2014
ANGGOTA DEWAN KOMISIONER
BIDANG EDUKASI DAN PERLINDUNGAN
KONSUMEN,
Ttd.
KUSUMANINGTUTI S. SOETIONO
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 1/SEOJK.07/2014 </reg_id>
<reg_title> PELAKSANAAN EDUKASI DALAM RANGKA MENINGKATKAN LITERASI KEUANGAN KEPADA KONSUMEN DAN/ATAU MASYARAKAT </reg_title>
<set_date> 14 Februari 2014 </set_date>
<effective_date> 6 Agustus 2014 </effective_date>
<related_reg> '01/POJK.07/2013' </related_reg>
|
Yth.
1. Direksi Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Manajer
Investasi;
2. Asosiasi Pengelola Reksa Dana Indonesia; dan
3. Asosiasi Manajer Investasi Indonesia,
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 50 /SEOJK.04/2016
PENGAKUAN TERHADAP ASOSIASI MANAJER INVESTASI
Dalam rangka pelaksanaan Pasal 3 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 43/POJK.04/2015 tentang Pedoman Perilaku Manajer Investasi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 370, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5810), perlu mengatur mengenai
pengakuan terhadap asosiasi Manajer Investasi dalam Surat Edaran Otoritas
Jasa Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan:
1. Manajer Investasi adalah Pihak yang kegiatan usahanya mengelola
Portofolio Efek untuk para nasabah atau mengelola portofolio
investasi kolektif untuk sekelompok nasabah, kecuali Perusahaan
Asuransi, Dana Pensiun, dan Bank yang melakukan sendiri kegiatan
usahanya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
2.
Izin Usaha Sebagai Manajer Investasi, yang selanjutnya disebut Izin
Manajer Investasi, adalah izin yang diberikan oleh Otoritas Jasa
Keuangan kepada Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha
sebagai Manajer Investasi.
-2-
3. Asosiasi Manajer Investasi, yang selanjutnya disebut Asosiasi, adalah
badan hukum berbentuk perkumpulan yang beranggotakan Manajer
Investasi.
4. Anggota Asosiasi, yang selanjutnya disebut Anggota, adalah
Perusahaan Efek yang telah memperoleh izin usaha sebagai Manajer
Investasi dari Otoritas Jasa Keuangan dan mempunyai hak dan
kewajiban sesuai dengan anggaran dasar, anggaran rumah tangga,
dan peraturan internal Asosiasi.
II. PERSYARATAN ASOSIASI UNTUK MENDAPAT PENGAKUAN DARI
OTORITAS JASA KEUANGAN
Untuk mendapat pengakuan Otoritas Jasa Keuangan, Asosiasi wajib
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. telah mendapatkan pengesahan sebagai badan hukum perkumpulan
dari instansi Pemerintah yang berwenang;
2. memiliki Anggota paling sedikit 1/3 (satu per tiga) dari jumlah
seluruh pemegang Izin Manajer Investasi;
3. memiliki kode etik Asosiasi;
4. memiliki struktur organisasi dan susunan pengurus paling sedikit
terdiri dari ketua atau sebutan lain, sekretaris atau sebutan lain,
bendahara atau sebutan lain, dan komite kerja atau sebutan lain;
5. memiliki komite kerja yang bertanggung jawab paling sedikit atas
fungsi:
a. pengkajian dan pengembangan;
b. pengawasan etik; dan
c. pelaksanaan kegiatan Asosiasi;
6. memiliki prosedur operasi standar pelaksanaan kegiatan Asosiasi,
paling sedikit meliputi:
a. penegakan kode etik;
b. pembuatan dan penegakan peraturan Asosiasi;
c. alur penerapan sanksi bagi Anggota; dan
d. pengambilan keputusan;
7. memiliki peraturan keanggotaan yang paling sedikit memuat:
a. persyaratan dan prosedur penerimaan Anggota;
-3-
b. batasan keanggotaan pada Asosiasi sejenis dimana Anggota
hanya dapat menjadi anggota 1 (satu) Asosiasi;
c. hak dan kewajiban Anggota;
d. kepengurusan dan keanggotaan Asosiasi;
e. pendanaan kegiatan Asosiasi;
f. biaya keanggotaan; dan
g.
sanksi;
8. memiliki rencana kegiatan Asosiasi;
9. memiliki database Anggota, yang paling sedikit memuat:
a. nama Manajer Investasi;
b. alamat;
c. nomor Izin Manajer Investasi; dan
d. nomor telepon; dan
10. memiliki atau menguasai sarana dan prasarana yang memadai,
paling sedikit terdiri dari:
a. bangunan atau ruangan sebagai lokasi kantor Asosiasi;
b. sarana elektronik untuk Asosiasi, seperti email yang dapat
diakses oleh Anggota; dan
c.
fasilitas layanan Anggota yang berfungsi untuk melakukan
koordinasi dan komunikasi antara Asosiasi dengan Anggota.
III. TATA CARA PERMOHONAN PENGAKUAN ASOSIASI
1. Permohonan untuk mendapat pengakuan sebagai Asosiasi diajukan
oleh pemohon dalam bentuk dokumen cetak kepada Otoritas Jasa
Keuangan sesuai dengan format surat Permohonan Pengakuan
Asosiasi Manajer Investasi sebagaimana tercantum dalam Lampiran
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas
Jasa Keuangan ini.
2. Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan telah menyediakan sistem
elektronik, permohonan untuk mendapat pengakuan sebagai Asosiasi
dapat diajukan melalui sistem elektronik tersebut.
-4-
3. Permohonan untuk mendapat pengakuan sebagai Asosiasi
sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2 harus disertai
kelengkapan dokumen sebagai berikut:
a. fotokopi dokumen pengesahan Asosiasi sebagai badan hukum
berbentuk perkumpulan dari instansi Pemerintah yang
berwenang;
b. data pemegang Izin Manajer Investasi sebagai Anggota paling
sedikit 1/3 (satu per tiga) dari jumlah seluruh pemegang Izin
Manajer Investasi sesuai dengan format Data Pemegang Izin
Manajer Investasi Sebagai Anggota Asosiasi Manajer Investasi
sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan ini;
c. salinan kode etik Asosiasi;
d. struktur organisasi Asosiasi serta susunan pengurus dan komite
kerja Asosiasi yang dilengkapi dengan dokumen:
1) daftar riwayat hidup terbaru yang telah ditandatangani;
2) fotokopi Kartu Tanda Penduduk atau Paspor yang masih
berlaku;
3) pasfoto berwarna terbaru ukuran 4x6 cm dengan latar
belakang berwarna merah sebanyak 1 (satu) lembar; dan
4) pernyataan integritas sesuai dengan format Surat
Pernyataan Integritas sebagaimana tercantum dalam
Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini,
untuk masing-masing pengurus dan pimpinan komite kerja
Asosiasi;
e. prosedur operasi standar pelaksanaan kegiatan Asosiasi, paling
sedikit meliputi:
1) penegakan kode etik;
2) pembuatan dan penegakan peraturan Asosiasi;
3) alur penerapan sanksi bagi Anggota; dan
4) pengambilan keputusan;
-5-
f.
salinan peraturan keanggotaan Asosiasi;
g. rencana kegiatan Asosiasi;
h. dokumen terkait database Anggota;
i.
j.
surat keterangan domisili dari pengelola gedung atau instansi
berwenang (jika ada); dan
fotokopi bukti kepemilikan atau perjanjian sewa atas kantor
Asosiasi (jika ada).
4. Dalam hal permohonan untuk mendapat pengakuan diajukan oleh
pemohon dalam bentuk dokumen cetak kepada Otoritas Jasa
Keuangan sebagaimana dimaksud pada angka 1, dokumen
permohonan untuk mendapat pengakuan sebagai Asosiasi
sebagaimana dimaksud pada angka 3 wajib pula disiapkan dalam
format digital dan disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan
dengan menggunakan media digital cakram padat (compact disk) atau
lainnya.
5. Dalam rangka memproses permohonan pengakuan sebagai Asosiasi,
Otoritas Jasa Keuangan melakukan penelaahan atas kelengkapan
dokumen permohonan.
6. Dalam rangka menilai kesiapan pemohon sebagai Asosiasi, Otoritas
Jasa Keuangan berwenang:
a. melakukan pemeriksaan di kantor Asosiasi;
b. meminta Asosiasi untuk memaparkan rencana kegiatan
Asosiasi; dan/atau
c. meminta data dan informasi yang dibutuhkan.
7. Pengakuan Asosiasi diberikan Otoritas Jasa Keuangan paling lambat
20 (dua puluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan pengakuan
Asosiasi yang memenuhi syarat.
8. Dalam hal permohonan untuk mendapat pengakuan sebagai Asosiasi
pada saat diterima tidak memenuhi syarat, paling lambat 20 (dua
puluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan, Otoritas Jasa
Keuangan memberikan surat pemberitahuan kepada pemohon yang
menyatakan:
a. permohonan belum memenuhi persyaratan; atau
b. permohonan ditolak karena tidak memenuhi persyaratan.
-6-
9. Dalam hal permohonan untuk mendapat pengakuan sebagai Asosiasi
belum memenuhi persyaratan, pemohon wajib melengkapi
kekurangan yang dipersyaratkan dalam surat pemberitahuan
sebagaimana dimaksud pada angka 8 huruf a paling lambat 20 (dua
puluh) hari kerja setelah tanggal surat pemberitahuan.
10. Penyampaian perubahan dokumen, tambahan informasi, dan/atau
kelengkapan kekurangan persyaratan sebagaimana dimaksud pada
angka 9 dianggap telah diterima oleh Otoritas Jasa Keuangan pada
tanggal diterimanya perubahan dokumen, tambahan informasi,
dan/atau kelengkapan kekurangan persyaratan tersebut.
11. Sejak diterimanya perubahan dokumen, tambahan informasi,
dan/atau kelengkapan kekurangan persyaratan sebagaimana
dimaksud pada angka 10, permohonan pengakuan sebagai Asosiasi
dianggap baru diterima oleh Otoritas Jasa Keuangan dan diproses
sebagaimana dimaksud pada angka 7.
12. Pemohon yang tidak melengkapi kekurangan yang dipersyaratkan
dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada angka 9 dianggap
membatalkan permohonan untuk mendapat pengakuan sebagai
Asosiasi yang sudah diajukan kepada Otoritas Jasa Keuangan.
IV. TUGAS, WEWENANG, DAN LARANGAN ASOSIASI
1. Asosiasi yang telah mendapat pengakuan dari Otoritas Jasa Keuangan
mempunyai tugas dan wewenang:
a. menetapkan peraturan keanggotaan Asosiasi;
b. menetapkan dan menegakkan kode etik bagi Anggota;
c. menetapkan sanksi bagi Anggota dalam hal ditemukan adanya
pelanggaran atas kode etik Anggota dan peraturan internal
Asosiasi;
d. melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala setiap
1 (satu) tahun sekali terhadap pelaksanaan kegiatan Asosiasi;
e. melakukan pembaharuan database Anggota sesegera mungkin
jika terdapat perubahan data Anggota;
f.
memiliki situs web dengan nama domain Indonesia yang berisi
informasi umum Asosiasi serta informasi mengenai anggota dan
kegiatan Asosiasi, yang dapat diakses masyarakat; dan
g. menetapkan hal lain yang menunjang kegiatan Asosiasi.
-7-
2. Asosiasi yang telah mendapat pengakuan dari Otoritas Jasa Keuangan
dilarang:
a. memberikan perlakuan yang berbeda kepada anggotanya;
dan/atau
b. melakukan tindakan yang bertentangan dengan tugas dan
kewenangannya sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran
Otoritas Jasa Keuangan ini, anggaran dasar, anggaran rumah
tangga, dan/atau peraturan internal Asosiasi.
V. SUMBER PENDANAAN
1. Dalam rangka menunjang kegiatannya, Asosiasi dapat memperoleh
pendanaan dari:
a. biaya pendaftaran dan iuran rutin keanggotaan; dan
b. sumber lain sepanjang ditetapkan dalam anggaran dasar,
anggaran rumah tangga, dan/atau peraturan internal Asosiasi,
yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan.
2. Asosiasi wajib membuat laporan pertanggungjawaban keuangan
kepada Anggota setiap 1 (satu) periode kepengurusan.
VI. PELAPORAN
1. Asosiasi yang telah mendapat pengakuan dari Otoritas Jasa Keuangan
wajib menyampaikan laporan kepada Otoritas Jasa Keuangan:
a. laporan kegiatan tahunan, paling lambat pada setiap tanggal
12 Januari, sesuai dengan format Laporan Kegiatan Tahunan,
sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan ini;
b. laporan penerimaan dan pemberhentian Anggota, paling lambat
7 (tujuh) hari kerja sejak terjadinya penerimaan dan/atau
pemberhentian Anggota sesuai dengan format Laporan
Penerimaan dan Pemberhentian Anggota Asosiasi Manajer
Investasi sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas
Jasa Keuangan ini (jika ada);
c. laporan perubahan alamat kantor Asosiasi, paling lambat
7 (tujuh) hari kerja sejak terjadinya perubahan (jika ada);
-8-
d. laporan perubahan anggaran dasar, anggaran rumah tangga,
susunan kepengurusan Asosiasi dan/atau komite kerja, paling
lambat 30 (tiga puluh) hari sejak terjadinya perubahan (jika ada);
dan
e. laporan penetapan sanksi yang telah ditetapkan oleh Asosiasi
kepada Anggota paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak
penetapan sanksi oleh Asosiasi (jika ada).
2. Dalam hal batas waktu penyampaian laporan sebagaimana dimaksud
pada angka 1 huruf a dan huruf d jatuh pada hari libur, laporan
tersebut disampaikan paling lambat pada 1 (satu) hari kerja
berikutnya.
VII. PENCABUTAN PENGAKUAN ASOSIASI
1. Surat pengakuan sebagai Asosiasi menjadi tidak berlaku apabila:
a. badan hukum Asosiasi yang mewadahi Manajer Investasi bubar;
dan/atau
b. status badan hukum dari Asosiasi dicabut oleh instansi
Pemerintah yang berwenang.
2. Otoritas Jasa Keuangan dapat mencabut surat pengakuan Asosiasi
apabila terdapat hal sebagai berikut:
a. Asosiasi mengembalikan surat pengakuan Asosiasi yang
dimilikinya;
b. kantor Asosiasi tidak ditemukan;
c. Asosiasi melakukan pelanggaran atas Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan ini;
d. Asosiasi telah menerima 3 (tiga) kali surat peringatan namun
dalam waktu 1 (satu) bulan sejak diterbitkannya surat
peringatan ketiga tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
tercantum dalam isi surat peringatan tersebut; dan/atau
e. tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada angka
II.
3. Dalam hal Asosiasi mengembalikan surat pengakuan sebagaimana
dimaksud pada angka 2 huruf a, Asosiasi wajib mengajukan surat
permohonan pengembalian surat pengakuan sebagai Asosiasi kepada
Otoritas Jasa Keuangan dengan disertai dokumen sebagai berikut:
-9-
a. keterangan mengenai alasan pengembalian surat pengakuan
tersebut;
b. surat pengakuan sebagai Asosiasi oleh Otoritas Jasa Keuangan;
c. surat pernyataan pertanggungjawaban dari pengurus Asosiasi
atas kewajiban Asosiasi kepada pihak ketiga dan/atau Anggota;
dan
d. surat keputusan hasil rapat anggota yang menyetujui
pengembalian surat pengakuan sebagai Asosiasi oleh Otoritas
Jasa Keuangan.
4. Dalam hal pencabutan surat pengakuan Asosiasi disebabkan karena
Asosiasi melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada angka
2 huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, Asosiasi wajib menyelesaikan
kewajibannya kepada Anggota dan/atau pihak ketiga.
5. Tidak berlakunya surat pengakuan Asosiasi sebagaimana dimaksud
pada angka 1 dan pencabutan surat pengakuan Asosiasi sebagaimana
dimaksud pada angka 2 dapat diumumkan oleh Otoritas Jasa
Keuangan melalui media massa.
VIII. KETENTUAN PENUTUP
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 19 Desember 2016
KEPALA EKSEKUTIF
PENGAWAS PASAR MODAL,
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
ttd
NURHAIDA
LAMPIRAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 50 /SEOJK.04/2016
TENTANG
PENGAKUAN TERHADAP ASOSIASI MANAJER INVESTASI
-2-
PERMOHONAN PENGAKUAN ASOSIASI MANAJER INVESTASI
Nomor
: .....................
Lampiran : .....................
Perihal
: Permohonan Pengakuan
Asosiasi Manajer Investasi
Kepada
Yth. Kepala Eksekutif
Pengawas Pasar Modal
Otoritas Jasa Keuangan
di Jakarta
Bersama ini kami mengajukan permohonan pengakuan Asosiasi Manajer
Investasi. Sebagai bahan pertimbangan, kami sampaikan data sebagai berikut:
1. Nama Asosiasi
2. Alamat lengkap
: ..........................................................
: ..........................................................
..........................................................
(Nama Jalan dan Nomor)
....................................... - □□□□□
(Kota dan Kode Pos)
3. Nomor telepon
4. Nomor dan tanggal akta
pendirian berikut perubahan
anggaran dasar
5. Nomor
pengesahan/
dan
tanggal
persetujuan/
pemberitahuan dari Menteri
yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang hukum
dan hak asasi manusia
Melengkapi permohonan ini kami lampirkan dokumen sebagai berikut:
a. fotokopi dokumen pengesahan Asosiasi sebagai badan hukum berbentuk
perkumpulan dari instansi Pemerintah yang berwenang;
b. data pemegang Izin Manajer Investasi sebagai anggota Asosiasi;
c. salinan kode etik Asosiasi;
: ..........................................................
: ..........................................................
...., ................ 20....
: ..........................................................
-3-
d. struktur organisasi Asosiasi serta susunan pengurus dan komite kerja
Asosiasi yang memuat:
1. daftar riwayat hidup terbaru yang telah ditandatangani;
2. fotokopi Kartu Tanda Penduduk atau Paspor yang masih berlaku;
3. pasfoto berwarna terbaru ukuran 4x6 cm dengan latar belakang
berwarna merah sebanyak 1 (satu) lembar; dan
4. pernyataan integritas;
untuk masing-masing pengurus dan pimpinan komite kerja Asosiasi.
e. prosedur operasi standar pelaksanaan kegiatan Asosiasi, paling sedikit
meliputi:
1. penegakan kode etik;
2. pembuatan dan penegakan peraturan Asosiasi;
3. alur penerapan sanksi bagi Anggota; dan
4. pengambilan keputusan;
f. salinan peraturan keanggotaan Asosiasi;
g. rencana kegiatan Asosiasi;
h. dokumen terkait database Anggota;
i.
j.
surat keterangan domisili dari pengelola gedung atau instansi berwenang
(jika ada); dan
fotokopi bukti kepemilikan atau perjanjian sewa atas kantor Asosiasi (jika
ada).
Demikian permohonan ini kami ajukan dan atas perhatiannya kami
ucapkan terima kasih.
Ketua Asosiasi,
Meterai 6000
……………………………………....
(nama jelas dan tanda tangan)
-4-
DATA PEMEGANG IZIN MANAJER INVESTASI
SEBAGAI ANGGOTA ASOSIASI MANAJER INVESTASI
Per: (tanggal/bulan/tahun)
Nama
No.
Pemegang Izin
Manajer
Investasi
Alamat
Manajer
Investasi
Nomor Telp
Manajer
Investasi
Izin Manajer Investasi
Nomor
Surat
Keputusan
Tanggal
Surat
Keputusan
.........., ...................... 20.....
(tempat dan tanggal)
Ketua Asosiasi,
……………………………………....
(nama jelas dan tanda tangan)
-5-
SURAT PERNYATAAN INTEGRITAS
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama
Jabatan
Alamat Lengkap
: .................................................................................
: (ketua/ sekretaris/ bendahara/ lainnya* .................)
: .................................................................................
(nama jalan dan nomor)
......................... - □□□□□
(kota dan kode pos)
Nomor Telepon
: .................................................................................
dengan ini menyatakan bahwa saya:
a. memiliki akhlak dan moral yang baik;
b. cakap/tidak cakap*) melakukan perbuatan hukum;
c. pernah/tidak pernah*) melakukan perbuatan tercela dan/atau dihukum
karena terbukti melakukan tindak pidana di bidang jasa keuangan;
d. pernah/tidak pernah*) dikenakan sanksi pencabutan izin, pembatalan
persetujuan, dan/atau pembatalan pendaftaran oleh Otoritas Jasa
Keuangan selama 3 (tiga) tahun terakhir;
e. pernah/tidak pernah*) dinyatakan pailit atau menjadi pengurus yang
dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perusahaan dinyatakan pailit;
dan
f.
memiliki komitmen yang tinggi untuk mematuhi peraturan perundang-
undangan.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya agar dapat
dipergunakan sebagaimana mestinya.
.........., ...................... 20.....
(tempat dan tanggal)
Pemohon,
Meterai 6000
……………………………………....
(nama jelas dan tanda tangan)
Keterangan:
*) coret yang tidak perlu
-6-
LAPORAN KEGIATAN TAHUNAN
TAHUN....
Nomor
: ....................
………., …………………20…
Lampiran : ....................
Perihal
: Laporan Kegiatan Tahunan Tahun.......
Kepada
Yth. Kepala Eksekutif
Pengawas Pasar Modal
Up. Direktur Pengelolaan Investasi
di Jakarta
Nama Asosiasi : ................................
Kegiatan tahunan tahun .......... adalah sebagai berikut:
No
Rencana Kegiatan
Periode Pelaksanaan
Ketua Asosiasi,
……………………………………....
(nama jelas dan tanda tangan)
-7-
LAPORAN PENERIMAAN ANGGOTA ASOSIASI MANAJER INVESTASI
Nomor
: ....................
Lampiran : ....................
Perihal
: Laporan Penerimaan Anggota
Asosiasi Manajer Investasi
Kepada
Yth. Kepala Eksekutif
Pengawas Pasar Modal
Up. Direktur Pengelolaan Investasi
di Jakarta
Nama Asosiasi : ................................
Penerimaan anggota Asosiasi Manajer Investasi per tanggal .......... adalah
sebagai berikut:
Penerimaan Anggota
Asosiasi Manajer Investasi
Izin Manajer Investasi
No.
Nama
Nomor Surat
Keputusan
Tanggal Surat
Keputusan
Tanggal
menjadi
Anggota
…….., ……….………20…
Ketua Asosiasi,
……………………………………....
(nama jelas dan tanda tangan)
-8-
LAPORAN PEMBERHENTIAN ANGGOTA ASOSIASI MANAJER INVESTASI
Nomor
: ....................
Lampiran : ....................
Perihal
: Laporan Pemberhentian Anggota
Asosiasi Manajer Investasi
Kepada
Yth. Kepala Eksekutif
Pengawas Pasar Modal
Up. Direktur Pengelolaan Investasi
di Jakarta
Nama Asosiasi : ................................
Pemberhentian anggota Asosiasi Manajer Investasi per tanggal .......... adalah
sebagai berikut:
Pemberhentian Anggota
Asosiasi Manajer Investasi
Izin Manajer Investasi
No.
Nama
Nomor Surat
Keputusan
Tanggal Surat
Keputusan
Tanggal
Berhenti
sebagai
Anggota
………., …………………20…
Ketua Asosiasi,
……………………………………....
(nama jelas dan tanda tangan)
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 19 Desember 2016
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
KEPALA EKSEKUTIF
PENGAWAS PASAR MODAL,
ttd
NURHAIDA
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 50/SEOJK.04/2016 </reg_id>
<reg_title> PENGAKUAN TERHADAP ASOSIASI MANAJER INVESTASI </reg_title>
<set_date> 19 Desember 2016 </set_date>
<effective_date> 19 Desember 2016 </effective_date>
<related_reg> '43/POJK.04/2015 | Pasal 3' </related_reg>
|
Yth.
1. Direksi Perusahaan Asuransi Umum;
2. Direksi Perusahan Asuransi Umum Syariah;
3. Direksi Perusahan Asuransi Jiwa;
4. Direksi Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah;
5. Direksi Perusahaan Reasuransi; dan
6. Direksi Perusahaan Reasuransi Syariah,
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 17 /SEOJK.05/2017
TENTANG
LAPORAN PELAKSANAAN PENEMPATAN REASURANSI/RETROSESI
Sehubungan dengan amanat ketentuan Pasal 33 Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 14/POJK.5/2015 tentang Retensi Sendiri dan Dukungan
Reasuransi Dalam Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015
Nomor 265, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5754),
perlu untuk mengatur lebih lanjut mengenai bentuk, susunan dan tata cara
penyampaian laporan pelaksanaan penempatan reasuransi/retrosesi, dalam
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan:
1. Perusahaan adalah perusahaan asuransi, perusahaan asuransi
syariah, perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransi syariah.
2. Perusahaan Asuransi adalah perusahaan asuransi umum dan
perusahaan asuransi jiwa sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian.
3. Perusahaan Asuransi Syariah adalah perusahaan asuransi umum
syariah dan perusahaan asuransi jiwa syariah sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian.
-2-
4. Perusahaan
Asuransi Umum adalah
perusahaan yang
5. Perusahaan
menyelenggarakan usaha asuransi umum dan/atau usaha reasuransi
untuk risiko Perusahaan Asuransi Umum lain sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian.
perusahaan
Asuransi
Jiwa
adalah
yang
menyelenggarakan usaha asuransi jiwa sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian.
6. Perusahaan Asuransi Umum Syariah adalah perusahaan yang
menyelenggarakan usaha asuransi umum syariah dan/atau usaha
reasuransi syariah untuk risiko Perusahaan Asuransi Umum Syariah
lain sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2014 tentang Perasuransian, dan/atau Perusahaan Asuransi Umum
yang menyelenggarakan sebagian usahanya dengan prinsip syariah.
7. Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah adalah perusahaan yang
menyelenggarakan usaha asuransi jiwa syariah sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang
Perasuransian, dan/atau Perusahaan Asuransi Jiwa yang
menyelenggarakan sebagian usahanya dengan prinsip syariah.
8. Perusahaan Reasuransi adalah perusahaan yang menyelenggarakan
usaha reasuransi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian.
9. Perusahaan Reasuransi Syariah adalah perusahaan yang
menyelenggarakan usaha reasuransi syariah sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian,
dan/atau Perusahaan Reasuransi yang menyelenggarakan sebagian
usahanya dengan prinsip syariah.
10. Reasuradur adalah Perusahaan Reasuransi, Perusahaan Reasuransi
Syariah, Perusahaan Asuransi Umum, atau Perusahaan Asuransi
Umum Syariah yang menerima pertanggungan ulang dari ceding
company.
II. BENTUK, SUSUNAN DAN TATA CARA PENGISIAN LAPORAN
PELAKSANAAN PENEMPATAN REASURANSI/RETROSESI
1. Laporan pelaksanaan penempatan reasuransi/retrosesi bagi
Perusahaan terdiri atas:
-3-
a. laporan pelaksanaan reasuransi/retrosesi seluruh lini usaha
asuransi; dan
b. laporan pelaksanaan reasuransi/retrosesi masing-masing lini
usaha asuransi.
2. Laporan pelaksanaan penempatan reasuransi/retrosesi sebagaimana
dimaksud pada angka 1 disajikan dengan menggunakan data untuk
periode 1 (satu) tahun, dari bulan Januari sampai dengan Desember.
3. Bagi Perusahaan yang baru beroperasi kurang dari 1 (satu) tahun,
periode data yang disajikan dalam laporan pelaksanaan penempatan
reasuransi/retrosesi dimulai sejak tanggal Perusahaan mendapatkan
izin usaha.
4. Bentuk dan susunan laporan
pelaksanaan penempatan
reasuransi/retrosesi bagi Perusahaan Asuransi Umum dan
Perusahaan Reasuransi adalah sebagaimana tercantum dalam
Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat
Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
5. Bentuk dan susunan laporan
pelaksanaan penempatan
reasuransi/retrosesi bagi Perusahaan Asuransi Umum Syariah dan
Perusahaan Reasuransi Syariah adalah sebagaimana tercantum
dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
6. Bentuk dan susunan laporan
pelaksanaan penempatan
reasuransi/retrosesi bagi Perusahaan Asuransi Jiwa adalah
sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
7. Bentuk dan susunan laporan
pelaksanaan penempatan
reasuransi/retrosesi bagi Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah adalah
sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
III. TATA CARA PENYAMPAIAN LAPORAN PELAKSANAAN PENEMPATAN
REASURANSI/RETROSESI
1. Perusahaan setiap tahun wajib menyampaikan laporan pelaksanaan
penempatan reasuransi/retrosesi kepada Otoritas Jasa Keuangan
sesuai bentuk dan susunan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I
sampai dengan Lampiran IV yang merupakan bagian tidak
-4-
terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini paling
lambat tanggal 30 April tahun berikutnya.
2. Penyampaian laporan pelaksanaan penempatan reasuransi/retrosesi
kepada Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud pada angka
1, untuk pertama kali disampaikan paling lambat tanggal 30 April
2017.
3. Apabila batas akhir penyampaian laporan pelaksanaan penempatan
reasuransi/retrosesi sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka
2 jatuh pada hari libur, batas akhir penyampaian laporan adalah hari
kerja pertama berikutnya.
4. Penyampaian laporan pelaksanaan penempatan reasuransi/retrosesi
kepada Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud pada angka
1, dilakukan secara online melalui sistem jaringan komunikasi data
Otoritas Jasa Keuangan.
5. Dalam hal sistem jaringan komunikasi data Otoritas Jasa Keuangan
sebagaimana dimaksud pada angka 4 belum tersedia atau terjadi
gangguan teknis yang dialami oleh Otoritas Jasa Keuangan pada saat
batas waktu penyampaian laporan pelaksanaan penempatan
reasuransi/retrosesi,
laporan
pelaksanaan
penempatan
reasuransi/retrosesi dimaksud disampaikan secara offline dalam
bentuk data elektronik melalui compact disc (CD) atau media
penyimpanan data elektronik lainnya.
6. Apabila gangguan teknis yang dialami oleh Otoritas Jasa Keuangan
terjadi pada saat batas waktu penyampaian laporan pelaksanaan
penempatan reasuransi/retrosesi sebagaimana dimaksud pada angka
1,
laporan
pelaksanaan
penempatan
reasuransi/retrosesi
disampaikan paling lambat pada hari kerja pertama berikutnya
setelah terjadinya gangguan teknis.
7. Apabila gangguan teknis sebagaimana dimaksud pada angka 5
dialami oleh Otoritas Jasa Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan
mengumumkan melalui situs web Otoritas Jasa Keuangan pada hari
yang sama saat terjadinya gangguan teknis.
8. Penyampaian laporan pelaksanaan penempatan reasuransi/retrosesi
secara offline dalam bentuk data elektronik sebagaimana dimaksud
pada angka 5, dilengkapi surat pengantar yang ditandatangani oleh
direksi Perusahaan atau yang setara dan disusun dalam format
spreadsheet.
-5-
9. Laporan pelaksanaan penempatan reasuransi/retrosesi sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran I sampai dengan Lampiran IV yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini,
harus ditandatangani oleh direksi Perusahaan atau yang setara yang
membawahkan bidang reasuransi/retrosesi.
10. Penyampaian laporan pelaksanaan penempatan reasuransi/retrosesi
secara offline sebagaimana dimaksud pada angka 5 ditujukan kepada:
Otoritas Jasa Keuangan
a. bagi Perusahaan Asuransi Umum, Perusahaan Asuransi Jiwa,
Perusahaan Reasuransi:
u.p. Direktorat Pengawasan Asuransi dan BPJS Kesehatan
Gedung Menara Merdeka
Mailing Room Lantai 12
Jl. Budi Kemuliaan I No.2
Jakarta Pusat
b. bagi Perusahaan Asuransi Umum Syariah,
Perusahaan
Asuransi Jiwa Syariah, Perusahaan Reasuransi Syariah:
u.p. Direktorat IKNB Syariah
Gedung Menara Merdeka
Mailing Room Lantai 12
Jl. Budi Kemuliaan I No.2
Jakarta Pusat
11. Penyampaian laporan pelaksanaan penempatan reasuransi/retrosesi
secara offline sebagaimana dimaksud pada angka 5 dapat dilakukan
dengan salah satu cara sebagai berikut:
a. diserahkan langsung ke kantor Otoritas Jasa Keuangan; atau
b. dikirim melalui perusahaan jasa pengiriman,
sesuai dengan alamat kantor Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana
dimaksud pada angka 10.
12. Perusahaan dinyatakan telah menyampaikan laporan pelaksanaan
penempatan reasuransi/retrosesi dengan ketentuan sebagai berikut:
a. untuk penyampaian secara online melalui sistem jaringan
komunikasi data Otoritas Jasa Keuangan, dibuktikan dengan
tanda terima dari Otoritas Jasa Keuangan; atau
b. untuk penyampaian secara offline, dibuktikan dengan:
1) surat tanda terima dari Otoritas Jasa Keuangan, apabila
laporan disertakan langsung ke kantor Otoritas Jasa
-6-
Keuangan sebagaimana dimaksud pada angka 11 huruf a;
atau
2) tanda terima pengiriman dari perusahaan jasa pengiriman,
apabila laporan dikirim melalui perusahaan jasa pengiriman
sebagaimana dimaksud pada angka 11 huruf b.
13. Dalam hal terdapat perubahan alamat kantor Otoritas Jasa Keuangan
untuk penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada angka 10,
Otoritas Jasa Keuangan akan menyampaikan pemberitahuan
mengenai perubahan alamat melalui surat atau pengumuman.
IV. KETENTUAN LAIN-LAIN
Dalam hal Perusahaan belum memiliki data untuk dicantumkan dalam
kolom uang pertanggungan sebagaimana dimaksud pada setiap lembar
(sheet) dalam Lampiran I sampai dengan Lampiran IV yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini,
Perusahaan dapat tidak melengkapi kolom uang pertanggungan tersebut
untuk
penyampaian
laporan
pelaksanaan
penempatan
reasuransi/retrosesi pertama kali (periode pelaporan tahun 2016).
V. PENUTUP
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 17 April 2017
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS
PERASURANSIAN, DANA PENSIUN,
LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN
LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
FIRDAUS DJAELANI
Salinan ini sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 17/SEOJK.05/2017 </reg_id>
<reg_title> LAPORAN PELAKSANAAN PENEMPATAN REASURANSI/RETROSESI </reg_title>
<set_date> 17 April 2017 </set_date>
<effective_date> 17 April 2017 </effective_date>
<related_reg> '14/POJK.5/2015 | Pasal 33' </related_reg>
|
Z`
Yth.
1. Direksi Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai
Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek;
2. Direksi Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai
Manajer Investasi; dan
3. Direksi Bank Umum yang menjalankan fungsi Kustodian,
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 47 /SEOJK.04/2017
TENTANG
PENERAPAN PROGRAM ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHAN
PENDANAAN TERORISME DI SEKTOR PASAR MODAL
Dalam rangka pelaksanaan amanat Pasal 68 Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 12/POJK.01/2017 tentang Penerapan Program Anti
Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme di Sektor Jasa
Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 57,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6035), perlu mengatur
ketentuan pelaksanaan mengenai penerapan program anti pencucian uang
dan pencegahan pendanaan terorisme di sektor pasar modal dalam Surat
Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
1. Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud
dengan:
a. Penyedia Jasa Keuangan di Sektor Pasar Modal yang
selanjutnya disebut PJK di Sektor Pasar Modal adalah
perusahaan efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai
penjamin emisi efek, perantara pedagang efek, dan/atau
manajer investasi, serta bank umum yang menjalankan fungsi
kustodian sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang pasar modal.
-2-
b. Pencucian Uang adalah pencucian uang sebagaimana dimaksud
dalam
c. Pendanaan Terorisme adalah
pendanaan
Undang-Undang mengenai pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana Pencucian Uang.
terorisme
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Pendanaan
Terorisme.
d. Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme
yang selanjutnya disingkat APU dan PPT adalah upaya
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Pencucian Uang
dan Pendanaan Terorisme.
e. Direksi bagi PJK di sektor Pasar Modal adalah Direksi
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai
perseroan terbatas.
f. Dewan Komisaris bagi PJK di sektor Pasar Modal adalah Dewan
Komisaris sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
mengenai perseroan terbatas.
2. PJK di Sektor Pasar Modal sangat rentan terhadap kemungkinan
digunakan sebagai media Pencucian Uang dan Pendanaan
Terorisme, PJK di Sektor Pasar Modal dimungkinkan menjadi pintu
masuk harta kekayaan yang merupakan hasil tindak pidana atau
merupakan pendanaan kegiatan terorisme ke dalam sistem
keuangan yang selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan
pelaku kejahatan. Misalnya untuk pelaku Pencucian Uang, harta
kekayaan tersebut dapat ditarik kembali sebagai harta kekayaan
yang seolah-olah sah dan tidak lagi dapat dilacak asal-usulnya.
Sedangkan untuk pelaku Pendanaan Terorisme, harta kekayaan
tersebut dapat digunakan untuk membiayai kegiatan terorisme.
3. Semakin berkembangnya kompleksitas produk dan layanan jasa
keuangan termasuk pemasarannya (multi channel marketing), serta
semakin meningkatnya penggunaan teknologi informasi pada
industri jasa keuangan, mengakibatkan semakin tinggi risiko PJK di
Sektor Pasar Modal digunakan sebagai sarana Pencucian Uang
dan/atau Pendanaan Terorisme.
4. Dalam kaitan tersebut perlu adanya peningkatan kualitas penerapan
program APU dan PPT yang didasarkan pada pendekatan berbasis
risiko (risk based approach) sesuai dengan prinsip-prinsip umum
-3-
yang berlaku secara internasional, serta sejalan dengan penilaian
risiko nasional (national risk assessment/NRA) dan penilaian risiko
sektoral (sectoral risk assessment/SRA).
5. Penerapan program APU dan PPT berbasis risiko paling sedikit
meliputi:
a. pengawasan aktif Direksi dan Dewan Komisaris;
b. kebijakan dan prosedur;
c. pengendalian internal;
d. sistem manajemen informasi; dan
e. sumber daya manusia dan pelatihan.
6. Gambaran Umum Tindak Pidana Pencucian Uang
a. Tindak pidana Pencucian Uang (TPPU) adalah perbuatan
menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan,
menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa ke
luar negeri, menukarkan, atau perbuatan lainnya atas harta
kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil
tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan atau
menyamarkan asal-usul harta kekayaan sehingga seolah-olah
menjadi harta kekayaan yang sah.
b. Pada dasarnya proses Pencucian Uang dapat dikelompokkan ke
dalam 3 (tiga) tahap kegiatan yang meliputi:
1) penempatan (placement), yaitu upaya menempatkan uang
tunai yang berasal dari tindak pidana ke dalam sistem
keuangan (financial system);
2) transfer (layering), yaitu upaya untuk mentransfer harta
kekayaan yang berasal dari tindak pidana (dirty money)
yang telah berhasil ditempatkan pada PJK (terutama bank)
sebagai hasil upaya penempatan (placement) ke PJK yang
lain. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan jejak sumber
dana hasil tindak pidana melalui beberapa lapis (layer)
transaksi keuangan; dan/atau
3) penggunaan harta kekayaan (integration), yaitu upaya
menggunakan harta kekayaan yang berasal dari tindak
pidana yang telah berhasil masuk ke dalam sistem
keuangan melalui penempatan atau transfer sehingga
seolah-olah menjadi harta kekayaan sah (clean money),
untuk kegiatan bisnis yang sah atau untuk membiayai
-4-
kembali kegiatan kejahatan.
c. Beberapa metode, teknis, skema, dan instrumen dalam
Pencucian Uang, seperti:
1) penukaran mata uang/konversi uang tunai, yaitu teknik
yang digunakan untuk membantu penyelundupan ke
yurisdiksi lain atau untuk memanfaatkan rendahnya
persyaratan pelaporan pada jasa penyedia jasa pertukaran
mata uang untuk meminimalkan risiko terdeteksi,
contohnya melakukan pembelian cek perjalanan untuk
membawa nilai ke yurisdiksi lainnya;
2) pembawaan uang tunai/penyelundupan mata uang, yaitu
teknik yang dilakukan untuk menyembunyikan
perpindahan dari mata uang untuk menghindari transaksi
atau mengukur pelaporan uang tunai;
3) structuring, yaitu upaya untuk menghindari pelaporan
dengan memecah-mecah transaksi sehingga jumlah
transaksi menjadi lebih kecil namun dengan frekuensi
yang tinggi;
4) smurfing, yaitu metode yang dilakukan dengan
menggunakan beberapa rekening atas nama individu yang
berbeda-beda untuk kepentingan satu orang tertentu;
5) underground banking atau alternatif jasa pengiriman uang,
yaitu kegiatan pengiriman uang melalui mekanisme jalur
informal yang dilakukan atas dasar kepercayaan.
Seringkali mekanisme ini bekerja secara paralel dengan
sektor perbankan tradisional dan kemungkinan melanggar
hukum di beberapa yurisdiksi. Teknik ini dimanfaatkan
oleh pelaku Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme
untuk memindahkan nilai uang tanpa terdeteksi dan
untuk mengaburkan identitas yang mengendalikan uang
tersebut;
6) Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme berbasis
perdagangan, yaitu teknik yang mencakup manipulasi
faktur dan menggunakan rute jalur keuangan dan
komoditas untuk menghindari transparansi hukum dan
keuangan;
-5-
7) mingling, yaitu teknik dengan menggunakan cara
mencampurkan atau menggabungkan hasil kejahatan
dengan hasil usaha bisnis yang sah dengan tujuan untuk
mengaburkan sumber dana;
8) penggunaan jasa profesional, yaitu teknik dengan
menggunakan pihak ketiga, dalam hal ini yaitu jasa
profesional seperti advokat, notaris, perencana keuangan,
akuntan, dan akuntan publik. Hal tersebut dilakukan
dengan tujuan untuk mengaburkan identitas penerima
manfaat dan sumber dana hasil kejahatan;
9) penggunaan perusahaan boneka (shell company), yaitu
sebuah teknik yang dilakukan dengan mendirikan
perusahaan secara formal berdasarkan aturan hukum
yang berlaku. Namun, dalam praktiknya perusahaan
tersebut tidak digunakan untuk melakukan kegiatan
usaha. Perusahaan boneka tersebut didirikan hanya untuk
melakukan transaksi fiktif atau menyimpan aset pihak
pendiri atau orang lain. Selain itu, teknik tersebut
bertujuan untuk mengaburkan identitas orang yang
mengendalikan dana dan memanfaatkan persyaratan
pelaporan yang relatif rendah;
10) penggunaan transfer kawat (wire transfer), yaitu teknik
yang bertujuan untuk melakukan transfer dana secara
elektronik antara lembaga keuangan dan sering kali ke
yurisdiksi lain untuk menghindari deteksi dan penyitaan
aset;
11) teknologi pembayaran baru (new payment technologies),
yaitu teknik yang menggunakan teknologi pembayaran
yang baru muncul untuk Pencucian Uang dan Pendanaan
Terorisme, contohnya sistem pembayaran dan pengiriman
uang berbasis telepon seluler (ponsel);
12) penggunaan identitas palsu, yaitu transaksi yang
dilakukan dengan menggunakan identitas palsu sebagai
upaya untuk mempersulit terlacaknya identitas dan
pendeteksian keberadaan pelaku Pencucian Uang. Dalam
perkembangannya, tren penggunaan identitas palsu
menunjukan peningkatan yang cukup signifikan melalui
-6-
berbagai cara, di antaranya, melakukan penipuan melalui
penggunaan identitas palsu dalam proses pembukaan
rekening;
13) penggunaan nama orang lain (nominee), wali amanat,
anggota keluarga, dan pihak ketiga, yaitu teknik yang biasa
digunakan untuk mengaburkan identitas orang yang
mengendalikan dana hasil kejahatan;
14) pembelian aset atau barang mewah (properti, kendaraan,
dan lain-lain), yaitu menginvestasikan hasil kejahatan ke
dalam bentuk aset/barang yang memiliki nilai tawar tinggi.
Hal tersebut bertujuan untuk mengambil keuntungan dari
mengurangi persyaratan pelaporan dengan maksud
mengaburkan sumber dana hasil kejahatan;
15) pertukaran barang (barter), yaitu menghindari penggunaan
dana tunai atau instrumen keuangan sehingga tidak dapat
terdeteksi oleh sistem keuangan dalam pengukuran rezim
anti Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme.
Contohnya, pertukaran secara langsung antara heroin
dengan emas batangan;
16) u turn, yaitu upaya untuk mengaburkan asal-usul hasil
kejahatan dengan memutarbalikkan transaksi untuk
kemudian dikembalikan ke rekening asalnya;
17) cuckoo smurfing, yaitu upaya mengaburkan asal-usul
sumber dana dengan mengirimkan dana dari hasil
kejahatannya melalui rekening pihak ketiga yang
menunggu kiriman dana dari luar negeri dan tidak
menyadari bahwa dana yang diterimanya tersebut
merupakan proceed of crime; dan/atau
18) penggunaan pihak ketiga, yaitu transaksi yang dilakukan
dengan menggunakan identitas pihak ketiga dengan tujuan
menghindari terdeteksinya identitas dari pihak yang
sebenarnya merupakan pemilik dana hasil tindak pidana.
7. Gambaran Umum Tindak Pidana Pendanaan Terorisme
a. Setiap aksi terorisme yang dilakukan di Indonesia pada
dasarnya membutuhkan dukungan, baik dalam bentuk
persenjataan (senjata api, tajam, dan peledak), tempat tinggal,
kendaraan untuk mobilisasi, fasilitas perang, dan penyediaan
-7-
kebutuhan anggota yang kesemuanya dapat diartikan sebagai
pendanaan berdasarkan definisi dana dalam Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pendanaan Terorisme. Dalam tindak pidana
kejahatan terorisme, uang atau dana diperuntukan sebagai
sarana untuk melakukan aksi dan bukan sebagai sasaran yang
ingin dicari sehingga berbagai cara akan dilakukan oleh para
pelaku untuk mendapatkan dana baik secara sah maupun
dengan aksi kejahatan. Dana yang terkumpul dipergunakan
untuk mendapatkan persenjataan, membeli bahan peledak,
membangun jaringan atau perekrutan anggota, pelatihan
perang, mobilisasi anggota dari atau ke suatu tempat demi
terlaksananya aksi teror.
b. Tindak pidana Pendanaan Terorisme (TPPT) adalah penggunaan
harta kekayaan secara langsung atau tidak langsung untuk
kegiatan terorisme, organisasi teroris, atau teroris. Pendanaan
terorisme pada dasarnya merupakan jenis tindak pidana yang
berbeda dari TPPU, namun demikian keduanya mengandung
kesamaan yaitu menggunakan jasa keuangan sebagai sarana
untuk melakukan suatu tindak pidana.
c. Berbeda dengan TPPU yang tujuannya untuk menyamarkan
asal-usul harta kekayaan, tujuan TPPT adalah membantu
kegiatan terorisme, baik dengan harta kekayaan yang
merupakan hasil dari suatu tindak pidana ataupun dari harta
kekayaan yang diperoleh secara sah. Untuk mencegah PJK di
Sektor Pasar Modal digunakan sebagai sarana TPPT, PJK di
Sektor Pasar Modal perlu menerapkan program APU dan PPT
secara memadai.
d. Beberapa modus Pendanaan Terorisme yang banyak digunakan
oleh pelaku Pendanaan Terorisme adalah:
1) pendanaan dalam negeri melalui sumbangan ke yayasan
menggunakan instrumen uang tunai yang digunakan
untuk pengelolaan jaringan teroris;
2) pendanaan dalam negeri melalui penyalahgunaan dana
yayasan menggunakan instrumen uang tunai yang
digunakan untuk pengelolaan jaringan teroris;
3) pendanaan dalam negeri melalui berdagang/usaha
-8-
(barang/jasa) menggunakan instrumen uang tunai yang
digunakan untuk pengelolaan jaringan teroris;
4) pendanaan dalam negeri melalui tindakan kriminal
menggunakan instrumen uang tunai yang digunakan
untuk pengelolaan jaringan teroris; dan/atau
5) pendanaan dalam negeri melalui penyalahgunaan dana
yayasan untuk membuka kegiatan usaha baru
(barang/jasa) yang hasilnya untuk pengelolaan jaringan
teroris.
Modus tersebut merupakan modus Pendanaan Terorisme
berisiko tinggi.
II. PROGRAM APU DAN PPT BERBASIS RISIKO (RISK BASED APPROACH)
1. Kewajiban Penerapan Program APU dan PPT Berbasis Risiko
a. PJK di Sektor Pasar Modal wajib menerapkan program APU dan
PPT berbasis risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
sampai dengan Pasal 5 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 12/POJK.01/2017 tentang Penerapan Program Anti
Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme di
Sektor Jasa Keuangan.
b. Dalam penerapan program APU dan PPT berbasis risiko, PJK di
Sektor Pasar Modal harus merujuk dan mempertimbangkan
risiko sebagaimana yang tercantum dalam NRA dan SRA.
Adapun risiko yang tercantum dalam NRA dan SRA tersebut
dapat berkembang dan mengalami perubahan. Oleh karena itu,
penerapan program APU dan PPT yang dimiliki PJK di Sektor
Pasar Modal harus responsif terhadap perubahan risiko
tersebut.
2. Konsep Risiko
a. Definisi Risiko
Risiko secara sederhana dapat dilihat sebagai kombinasi
peluang yang mungkin terjadi dan tingkat kerusakan atau
kerugian yang mungkin dihasilkan dari suatu peristiwa. Dalam
konteks Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme, risiko
diartikan:
1) Pada tingkat nasional adalah suatu ancaman dan
kerentanan yang disebabkan oleh Pencucian Uang dan
-9-
Pendanaan Terorisme yang membahayakan sistem
keuangan nasional serta keselamatan dan keamanan
nasional.
2) Pada tingkat PJK di Sektor Pasar Modal adalah suatu
ancaman dan kerentanan yang menempatkan PJK di
Sektor Pasar Modal digunakan sebagai sarana Pencucian
Uang dan Pendanaan Terorisme.
Adapun definisi ancaman dapat diartikan berupa pihak atau
objek yang dapat menyebabkan kerugian. Dalam konteks
Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme, ancaman dapat
berupa pelaku tindakan kriminal, fasilitator (pihak yang
membantu pelaksanaan tindakan kriminal), dana para pelaku
kejahatan, atau bahkan kelompok teroris.
Sementara kerentanan adalah unsur kegiatan usaha yang dapat
dimanfaatkan oleh ancaman yang telah teridentifikasi. Dalam
konteks TPPU dan TPPT kerentanan dapat berupa pengendalian
internal yang lemah dari PJK di Sektor Pasar Modal ataupun
penawaran produk atau jasa yang berisiko tinggi.
Dalam menilai risiko PJK di Sektor Pasar Modal juga
mempertimbangkan dampak risiko tersebut, dimana dampak
suatu risiko dilihat dari tingkat kerusakan dan kerugian yang
serius yang timbul jika terdapat TPPU dan TPPT yang material.
b. Manajemen Risiko
Manajemen risiko merupakan suatu proses yang dilakukan
untuk membantu dalam pengambilan keputusan. Dalam
kaitannya dengan Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme,
manajemen risiko dimaksud mencakup pemahaman terhadap
risiko Pencucian Uang dan risiko Pendanaan Terorisme,
penilaian atas kedua risiko tersebut, serta pengembangan
metode untuk mengelola dan memitigasi risiko yang telah
diidentifikasi.
Dalam menerapkan manajemen risiko atas risiko Pencucian
Uang dan Pendanaan Terorisme, PJK di Sektor Pasar Modal
dapat mengembangkan metode manajemen risiko sesuai
dengan karakteristik PJK di Sektor Pasar Modal dengan tetap
mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang
mengatur mengenai APU PPT.
-10-
c.
Risiko Bawaan (Inherent Risk) dan Risiko Residual (Residual
Risk)
Dalam melakukan penilaian risiko, penting untuk membedakan
antara risiko bawaan dan risiko residual. Risiko bawaan adalah
risiko yang melekat pada suatu peristiwa atau keadaan yang
telah ada sebelum penerapan tindakan pengendalian. Risiko
bawaan ini terkait dengan kegiatan usaha dan nasabah PJK di
Sektor Pasar Modal. Pada sisi lain, risiko residual adalah tingkat
risiko yang tersisa setelah implementasi langkah mitigasi risiko
dan pengendalian.
d. Pendekatan Berbasis Risiko
Dalam konteks Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme,
pendekatan berbasis risiko adalah suatu proses yang meliputi
hal sebagai berikut:
1) Penilaian risiko yang mencakup 4 (empat) faktor risiko,
yaitu:
a) nasabah;
b) negara atau area geografis;
c) produk, jasa, atau transaksi; dan
d)
jaringan distribusi (delivery channels).
2) Mengelola dan memitigasi risiko yang dilakukan melalui
penerapan pelaksanaan pengendalian internal dan langkah
yang sesuai dengan risiko yang telah diidentifikasi.
3) Melakukan pemantauan atas nasabah, transaksi, dan
hubungan bisnis sesuai dengan tingkat risiko yang telah
dinilai.
Dalam melakukan penilaian, pengelolaan dan mitigasi risiko
Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme, PJK di Sektor Pasar
Modal perlu memahami bahwa kegiatan penilaian dan mitigasi
tersebut bukanlah sesuatu yang statis. Risiko yang telah
diidentifikasi dapat berubah sejalan dengan perkembangan
produk baru atau ancaman baru sehingga harus dilakukan
pengkinian penilaian risiko secara berkala sesuai dengan
kebutuhan dan penilaian risiko PJK di Sektor Pasar Modal.
-11-
3. Siklus Pendekatan Berbasis Risiko
a. Dalam melakukan pendekatan berbasis risiko (risk based
approach), PJK di Sektor Pasar Modal harus melakukan 6
(enam) langkah kegiatan sebagai berikut:
1) melakukan identifikasi, pemahaman, dan penilaian
terhadap risiko bawaan;
2) menetapkan toleransi risiko;
3) menyusun langkah pengurangan dan pengendalian risiko;
4) melakukan evaluasi atas risiko residual;
5) menerapkan pendekatan berbasis risiko; dan
6) melakukan peninjauan dan evaluasi atas pendekatan
berbasis risiko yang telah dimiliki.
b. Alur siklus pendekatan berbasis risiko (risk based approach)
sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan ini.
4. Langkah Pendekatan Berbasis Risiko
a.
Identifikasi, pemahaman dan penilaian terhadap risiko bawaan
1) Dalam melakukan identifikasi risiko bawaan, PJK di
Sektor Pasar Modal harus mempertimbangkan kerentanan
PJK di Sektor Pasar Modal untuk digunakan sebagai
sarana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme.
Langkah awal PJK di Sektor Pasar Modal dalam melakukan
penilaian risiko yaitu dengan memahami kegiatan usaha
PJK secara keseluruhan dengan perspektif yang luas.
Pemahaman tersebut akan memungkinkan PJK di Sektor
Pasar Modal untuk mempertimbangkan di mana risiko
terjadi, apakah risiko terjadi pada kegiatan usaha,
nasabah, atau produk tertentu.
2) PJK di Sektor Pasar Modal harus mempertimbangkan
unsur yang memicu timbulnya risiko baik dari sisi
nasabah, geografis/negara/yurisdiksi, produk, jasa, atau
transaksi, dan jaringan distribusi (delivery channels).
Jumlah aktual atas risiko yang diinventarisasi oleh PJK di
Sektor Pasar Modal akan bervariasi bergantung pada
kegiatan usaha PJK di Sektor Pasar Modal, dan produk
atau jasa yang ditawarkan.
-12-
3) Risiko Nasabah
PJK di Sektor Pasar Modal harus memperhatikan risiko
yang mungkin timbul dari nasabah. Untuk itu, PJK di
Sektor Pasar Modal perlu mengategorikan nasabah
berdasarkan tingkat risiko. Pengategorian tersebut dapat
mengacu pada klasifikasi risiko yang ditetapkan oleh PJK
di Sektor Pasar Modal, sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan dan standar internasional yang
berlaku.
Beberapa kategori nasabah yang aktivitasnya dapat
diindikasikan memiliki risiko tinggi antara lain:
a) nasabah yang melakukan hubungan usaha atau
transaksi yang tidak wajar atau tidak sesuai dengan
profil nasabah, seperti:
(1) jarak geografis yang signifikan dan tidak dapat
dijelaskan antara tempat tinggal atau lokasi
bisnis nasabah dengan lokasi di mana transaksi
dilakukan; dan
(2) nasabah yang melakukan transaksi dengan pola
dan nilai transaksi yang jauh berbeda dengan
yang biasa dilakukan;
b) nasabah korporasi yang struktur kepemilikannya
kompleks dan menimbulkan kesulitan untuk
diidentifikasi siapa yang menjadi pemilik manfaat
(beneficial owner), pemilik akhir (ultimate owner) atau
pengendali akhir (ultimate controller) dari korporasi;
c) nasabah yang termasuk dalam kategori orang yang
populer secara politis (politically exposed person) yang
selanjutnya disingkat PEP, termasuk anggota
keluarga atau pihak yang terkait (close associates) dari
PEP;
d) nasabah yang pemilik manfaatnya (beneficial owner)
tidak diketahui; dan
e) nasabah yang tidak bersedia memberikan data dan
informasi dalam proses identifikasi atau nasabah yang
memberikan informasi yang sangat minim atau
informasi yang patut diduga sebagai informasi fiktif.
-13-
4) Risiko Negara atau Area Geografis
Risiko negara atau risiko area geografis bersama dengan
faktor risiko lainnya, menyediakan informasi yang sangat
bermanfaat untuk penilaian risiko Pencucian Uang dan
Pendanaan Terorisme. Dalam melakukan penilaian risiko,
PJK di Sektor Pasar Modal harus mengidentifikasi unsur
risiko tinggi terkait dengan lokasi geografis, baik lokasi
geografis PJK di Sektor Pasar Modal maupun lokasi
geografis nasabah atau lokasi tempat terjadinya hubungan
usaha, dan dampaknya pada keseluruhan risiko.
Risiko Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme pada
kegiatan usaha PJK di Sektor Pasar Modal meningkat
apabila:
a) dana diterima dari atau dikirim ke negara/yurisdiksi
yang berisiko tinggi; atau
b) nasabah memiliki hubungan yang signifikan dengan
negara/yurisdiksi berisiko tinggi.
Risiko yang terkait dengan domisili, kewarganegaraan,
atau transaksi harus dinilai sebagai bagian dari risiko
bawaan dari nasabah PJK di Sektor Pasar Modal.
Indikator yang menentukan suatu negara atau wilayah
geografis berisiko tinggi terhadap Pencucian Uang dan
Pendanaan Terorisme seperti:
a) yurisdiksi yang oleh organisasi yang melakukan
mutual assessment terhadap suatu negara (seperti:
Financial Action Task Force on Money Laundering
(FATF), Asia Pacific Group on Money Laundering (APG),
Caribbean Financial Action Task Force (CFATF),
Committee of Experts on the Evaluation of Anti-Money
Laundering Measures and the Financing of Terrorism
(MONEYVAL), Eastern and Southern Africa Anti-Money
Laundering Group (ESAAMLG), The Eurasian Group on
Combating Money Laundering and Financing of
Terrorism (EAG), The Grupo de Accion Financiera de
Sudamerica (GAFISUD), Intergovernmental Anti-Money
Laundering Group in Africa (GIABA) atau Middle East &
North Africa Financial Action Task Force (MENAFATF))
-14-
diidentifikasi sebagai yurisdiksi yang tidak secara
memadai melaksanakan Rekomendasi FATF;
b) negara yang diidentifikasi sebagai yang tidak
cooperative atau Tax Haven oleh Organization for
Economic Cooperation and Development (OECD);
c) negara yang memiliki tingkat tata kelola (good
governance) yang rendah sebagaimana ditentukan
oleh World Bank;
d) negara yang memiliki tingkat risiko korupsi yang
tinggi sebagaimana diidentifikasi dalam Transparancy
International Corruption Perception Index;
e) negara yang diketahui secara luas sebagai tempat
penghasil dan pusat perdagangan narkoba;
f) negara yang dikenakan sanksi, embargo, atau yang
serupa, antara lain oleh PBB; atau
g) negara atau yurisdiksi yang diidentifikasi oleh
lembaga yang dipercaya, sebagai penyandang dana
atau mendukung kegiatan terorisme, atau yang
membolehkan kegiatan organisasi teroris di
negaranya.
5) Risiko Produk/Jasa/Transaksi
Penilaian risiko secara keseluruhan juga harus
mengikutsertakan penentuan risiko potensial yang muncul
dari berbagai produk atau jasa yang ditawarkan oleh PJK
di Sektor Pasar Modal, hal berikut dapat meningkatkan
profil risiko produk atau jasa:
a) Produk atau jasa yang menawarkan keleluasaan
dalam penarikan dengan biaya tertentu seperti
layanan pinjam-meminjam dana nasabah yang dapat
diambil sewaktu-waktu, transaksi pembelian atau
penjualan unit penyertaan reksa dana yang tidak
dibatasi dan dapat diambil sewaktu-waktu.
b) Produk atau jasa yang memiliki nilai kas yang tinggi.
c) Penerimaan pembayaran dari pihak ketiga yang tidak
dikenal atau tidak ada hubungan,
seperti
penyelesaian pembayaran transaksi efek langsung ke
rekening perusahaan.
-15-
d) Transaksi menggunakan online trading.
e) Penerimaan pembayaran dengan menggunakan
pembayaran tunai seperti penyetoran tunai pada saat
margin call.
6) Risiko Jaringan Distribusi (delivery channels)
Jaringan distribusi merupakan media yang digunakan
untuk memperoleh suatu produk atau jasa, atau media
yang digunakan untuk melakukan suatu transaksi.
Jaringan distribusi harus dipertimbangkan sebagai risiko
transaksi. Jaringan distribusi, yang memungkinkan
adanya transaksi tanpa pertemuan langsung (non face to
face), memiliki risiko bawaan yang lebih tinggi.
Beberapa jaringan distribusi dapat digunakan tanpa
pertemuan langsung (face to face), misalnya internet atau
telepon, dan dapat diakses 24 (dua puluh empat) jam per
hari, 7 (tujuh) hari dalam seminggu, dari manapun. Hal ini
dapat digunakan untuk mengaburkan identitas
sebenarnya dari nasabah atau pemilik manfaat (beneficial
owner) sehingga memiliki risiko yang lebih tinggi. Meskipun
beberapa jaringan distribusi telah lazim digunakan
misalnya online trading, hal tersebut tetap perlu
dipertimbangkan sebagai bagian dari faktor yang dapat
menyebabkan risiko nasabah atau risiko produk menjadi
lebih tinggi.
Beberapa indikator yang dapat menyebabkan jaringan
distribusi berisiko tinggi, antara lain:
a)
transaksi tanpa pertemuan langsung;
b) penggunaan agen; dan/atau
c) pembelian produk atau jasa secara online.
7) Risiko Relevan lainnya
Faktor lain yang relevan yang dapat memberikan dampak
pada risiko Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme,
seperti:
a)
tren tipologi, metode, teknik, dan skema Pencucian
Uang dan Pendanaan Terorisme; dan
b) model bisnis PJK di Sektor Pasar Modal.
-16-
PJK di Sektor Pasar Modal perlu mempertimbangkan model
bisnis, skala usaha, jumlah cabang, dan jumlah karyawan
yang dimiliki oleh PJK dimaksud sebagai faktor risiko
bawaan dalam internal PJK di Sektor Pasar Modal.
8) Penskoran (scoring) Penilaian Risiko
a) Setelah melakukan identifikasi dan dokumentasi
risiko bawaan, PJK di Sektor Pasar Modal perlu
memberikan level pada setiap risiko.
b) Skala risiko perlu disusun, disesuaikan dengan skala
bisnis dan jenis usaha PJK di Sektor Pasar Modal.
c) Usaha dengan skala bisnis kecil yang melakukan
transaksi sederhana dapat mengategorikan risiko
dalam 2 (dua) kategori rendah dan tinggi.
d) Untuk kegiatan usaha bisnis dengan skala bisnis lebih
besar diharapkan dapat mengategorikan risiko dalam
beberapa level, misalnya menengah, menengah-tinggi
(medium-high), atau tinggi (high).
9) Untuk membantu PJK di Sektor Pasar Modal melakukan
penilaian risiko, PJK di Sektor Pasar Modal dapat
menggunakan matriks kemungkinan dan dampak
sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas
Jasa Keuangan ini.
10) Dalam melakukan tahapan identifikasi dari risiko bawaan,
PJK di Sektor Pasar Modal harus mampu menjelaskan
seluruh penilaian risiko yang telah dilakukan oleh PJK di
Sektor Pasar Modal dengan alasan dan pertimbangannya.
PJK di Sektor Pasar Modal dapat menyediakan informasi
yang telah terdokumentasi yang menunjukkan bahwa PJK
di Sektor Pasar Modal telah memperhatikan indikator-
indikator yang berisiko tinggi dalam penilaian risikonya.
b. Menetapkan Toleransi Risiko
1) Toleransi risiko merupakan tingkat dan jenis risiko yang
secara maksimum ditetapkan oleh PJK di Sektor Pasar
Modal. Toleransi risiko merupakan penjabaran dari tingkat
risiko yang akan diambil (risk appetite). Toleransi risiko
-17-
adalah komponen penting dari manajemen risiko yang
efektif.
2) Sebelum mempertimbangkan mitigasi risiko, PJK di Sektor
Pasar Modal harus menetapkan toleransi risiko.
3) Pada saat mempertimbangkan ancaman, konsep toleransi
risiko akan membuat PJK di Sektor Pasar Modal mampu
untuk menentukan tingkat ancaman terpapar risiko yang
dapat ditoleransi oleh PJK di Sektor Pasar Modal.
4) Dalam menetapkan toleransi risiko, PJK di Sektor Pasar
Modal perlu mempertimbangkan kategori risiko di bawah
ini, yaitu:
a)
b)
risiko regulator (regulatory risk);
risiko reputasi (reputational risk);
c) risiko hukum (legal risk); dan
d)
risiko keuangan (financial risk).
c. Menyusun Langkah Pengurangan dan Pengendalian Risiko
1)
Mitigasi risiko adalah penerapan pengendalian internal
untuk membatasi risiko Pencucian Uang dan Pendanaan
Terorisme yang telah diidentifikasi dalam melakukan
penilaian risiko.
2)
Mitigasi risiko akan membantu kegiatan usaha PJK di
Sektor Pasar Modal tetap berada dalam batas toleransi
risiko yang telah ditetapkan. Dalam hal hasil penilaian
risiko menunjukan bahwa PJK di Sektor Pasar Modal
memiliki tingkat risiko tinggi, PJK di Sektor Pasar Modal
harus mengembangkan strategi mitigasi risiko secara
tertulis berupa kebijakan dan prosedur untuk memitigasi
risiko tinggi tersebut dan menerapkannya pada area atau
hubungan usaha yang berisiko tinggi sebagaimana yang
telah diidentifikasi.
3) Pengendalian internal dan mitigasi risiko yang tinggi
didasarkan pada toleransi risiko dan penerimaan risiko
(risk appetite). Diharapkan pengendalian internal dan
mitigasi risiko akan sepadan dengan risiko yang telah
diidentifikasi oleh PJK di Sektor Pasar Modal.
4) Dalam semua situasi, kegiatan usaha PJK di Sektor Pasar
Modal harus mempertimbangkan pengendalian internal
-18-
yang akan berpengaruh dalam memitigasi keseluruhan
risiko yang telah diidentifikasi.
5) Dalam penilaian risiko, semua area berisiko tinggi yang
telah diidentifikasi harus dimitigasi dengan pengendalian
internal atau langkah lain, serta didokumentasikan dengan
baik.
6) Untuk semua nasabah dan hubungan usaha, PJK di Sektor
Pasar Modal harus:
a) melakukan pemantauan terhadap seluruh hubungan
usaha; dan
b) mendokumentasikan informasi terkait dan langkah-
langkah yang telah dilakukan.
7) Untuk nasabah dan hubungan usaha yang berisiko tinggi,
PJK di Sektor Pasar Modal harus:
a) melakukan pemantauan yang lebih sering terhadap
hubungan usaha tersebut; dan
b) mengambil langkah yang lebih ketat dalam
melakukan identifikasi dan pengkinian data.
8) Dengan adanya kegiatan mitigasi risiko, diharapkan PJK di
Sektor Pasar Modal dapat:
a) melakukan pengkinian dan penatausahaan terhadap
informasi nasabah dan penerima manfaat (beneficial
owner);
b) menetapkan dan melaksanakan kegiatan pemantauan
berkelanjutan pada setiap tingkatan hubungan usaha
PJK di Sektor Pasar Modal (bagi nasabah berisiko
rendah dilakukan secara periodik dan bagi nasabah
berisiko tinggi dilakukan lebih sering);
c) melaksanakan mitigasi terhadap area berisiko tinggi.
Strategi mitigasi risiko ini harus tercantum dalam
kebijakan dan prosedur; dan
d) menerapkan prosedur pengendalian internal secara
konsisten.
9) PJK di Sektor Pasar Modal juga harus dapat menunjukkan
kepada Otoritas Jasa Keuangan bahwa langkah mitigasi
tersebut telah dilaksanakan secara efektif, misalnya
ditunjukkan melalui audit internal.
-19-
d. Melakukan Evaluasi atas Risiko Residual
1) Risiko residual merupakan risiko yang tersisa setelah
penerapan pengendalian internal dan mitigasi risiko.
2) PJK di Sektor Pasar Modal perlu memperhatikan bahwa
seketat apapun mitigasi risiko dan manajemen risiko yang
dimiliki oleh PJK di Sektor Pasar Modal, PJK di Sektor
Pasar Modal tetap memiliki risiko residual yang harus
dikelola secara baik.
3) Jenis Risiko residual harus sesuai dengan jenis toleransi
risiko yang telah ditetapkan.
4) PJK di Sektor Pasar Modal harus memastikan bahwa
tingkat risiko residual tidak lebih besar dari tingkat
toleransi risiko yang telah ditetapkan PJK di Sektor Pasar
Modal.
5) Dalam hal risiko residual masih lebih besar daripada
toleransi risiko, atau dalam hal pengendalian internal dan
mitigasi terhadap area berisiko tinggi tidak memadai, PJK
di Sektor Pasar Modal wajib kembali melakukan langkah
pengurangan dan pengendalian risiko sebagaimana
dimaksud dalam huruf c dan meningkatkan level atau
kuantitas dari langkah mitigasi yang telah ditetapkan.
6) Ciri risiko residual adalah:
a) Risiko telah ditoleransi/diterima
Dalam risiko ini, risiko tetap ada meskipun telah
ditoleransi. Penerimaan terhadap risiko yang
ditoleransi diartikan bahwa tidak ada keuntungan
dalam usaha mengurangi risiko. Namun demikian,
risiko yang ditoleransi tersebut dapat meningkat dari
waktu ke waktu, misalnya ketika terdapat produk
baru atau ketika terjadi ancaman baru Pencucian
Uang dan Pendanaan Terorisme.
b) Risiko telah dimitigasi
Dalam risiko ini, risiko tetap ada meskipun telah
dimitigasi. Risiko ini telah dikurangi, namun tetap
tidak dapat dihilangkan. Dalam praktiknya,
pengendalian internal yang telah ditetapkan mungkin
tidak dapat diterapkan, misalnya sistem pemantauan
-20-
atau proses pemantauan transaksi gagal, sehingga
menyebabkan beberapa transaksi tidak dilaporkan.
7) Dengan adanya kegiatan evaluasi terhadap risiko residual,
diharapkan PJK di Sektor Pasar Modal dapat:
a) melakukan evaluasi terhadap risiko residual yang
dimiliki; dan
b) PJK di Sektor Pasar Modal perlu menyesuaikan
tingkat risiko yang dimiliki dengan risiko yang
ditoleransi/diterima.
e. Menerapkan Pendekatan Berbasis Risiko
1) Setelah PJK di Sektor Pasar Modal melakukan penilaian
risiko, PJK di Sektor Pasar Modal harus menerapkan
pendekatan berbasis risiko terhadap kegiatan/aktivitas
usaha sehari-hari. Walaupun telah menggunakan
pendekatan berbasis risiko, kewajiban yang ada seperti
identifikasi, verifikasi, dan pemantauan, tetap perlu
dilakukan sebagai persyaratan minimum.
2) Pendekatan berbasis risiko yang dimiliki PJK di Sektor
Pasar Modal perlu didokumentasikan dalam bentuk
kebijakan dan prosedur untuk menunjukan tingkat
kepatuhan PJK di Sektor Pasar Modal.
3) Kebijakan dan prosedur terkait pendekatan berbasis risiko
harus dikomunikasikan, dipahami, dan dipatuhi oleh
semua pegawai, khususnya pegawai yang melakukan
identifikasi dan penatausahaan data dan informasi
nasabah serta pelaporan transaksi kepada otoritas terkait.
4) Kebijakan dan prosedur terkait pendekatan berbasis risiko
harus memenuhi persyaratan minimal sebagai berikut:
a)
identifikasi nasabah;
b) penilaian risiko;
c) tindakan khusus terhadap area berisiko tinggi;
d) penatausahaan; dan
e) pelaporan.
5) PJK di Sektor Pasar Modal perlu melakukan pemantauan
secara berkala terhadap seluruh hubungan usaha yang
dilakukan, dan terhadap hubungan usaha yang berisiko
tinggi terhadap Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme.
-21-
6) PJK di Sektor Pasar Modal menerapkan langkah khusus
yang lebih ketat terhadap nasabah atau hubungan usaha
yang berisiko tinggi.
7) PJK di Sektor Pasar Modal perlu memperhatikan bahwa
dalam manajemen risiko dan mitigasi risiko dibutuhkan
kepemimpinan dan keterlibatan pejabat senior.
8) Pejabat senior bertanggung jawab dalam pengambilan
keputusan terkait kebijakan, prosedur, dan proses
pengendalian internal dan mitigasi risiko Pencucian Uang
dan Pendanaan Terorisme dalam kegiatan/aktivitas usaha
yang dimiliki PJK di Sektor Pasar Modal.
9) Dengan adanya pendekatan berbasis risiko, diharapkan
PJK di Sektor Pasar Modal dapat:
a) memastikan bahwa penilaian risiko yang telah
dilakukan menggambarkan proses pendekatan
berbasis risiko, frekuensi pemantauan nasabah yang
berisiko rendah dan berisiko tinggi, dan juga
menggambarkan langkah pengendalian internal yang
diberlakukan untuk mengurangi risiko tinggi yang
telah diidentifikasi;
b) menerapkan pendekatan berbasis risiko;
c) melakukan pengkinian data dan informasi terhadap
nasabah dan penerima manfaat (beneficial owner);
d) melakukan pemantauan terhadap seluruh hubungan
usaha yang dimiliki;
e) melakukan pemantauan yang lebih sering terhadap
hubungan usaha yang berisiko tinggi terkait
Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme;
f) melakukan langkah tertentu terhadap nasabah
berisiko tinggi; dan/atau
g) melibatkan pejabat senior dalam menghadapi situasi
atau area berisiko tinggi (misalnya untuk PEP,
pemberian persetujuan melakukan hubungan usaha
diberikan oleh pejabat senior).
f.
Peninjauan dan evaluasi atas Pendekatan Berbasis Risiko yang
telah dimiliki
-22-
1) Penilaian risiko yang dimiliki oleh PJK di Sektor Pasar
Modal harus ditinjau berdasarkan kebutuhan untuk
menguji efektivitas dari kepatuhan penerapan program anti
Pencucian Uang dan pencegahan Pendanaan Terorisme,
yang meliputi:
a) kebijakan dan prosedur;
b) penilaian risiko terkait Pencucian Uang dan
Pendanaan Terorisme; dan
c) program pelatihan sumber daya manusia (bagi
karyawan dan pejabat senior).
2) Dalam hal terhadap perubahan struktur kegiatan usaha
dan adanya penawaran atas produk dan jasa baru,
pengkinian atas penilaian risiko harus dilakukan untuk
kebijakan dan prosedur, langkah mitigasi dan
pengendalian internal.
3) Peninjauan atas penilaian risiko terkait Pencucian Uang
dan Pendanaan Terorisme harus mencakup seluruh unsur
termasuk kebijakan dan prosedur terhadap penilaian
risiko, mitigasi risiko dan pemantauan berkelanjutan yang
lebih intensif.
4) peninjauan dapat membantu dalam mengevaluasi
kebutuhan untuk menyempurnakan kebijakan dan
prosedur yang ada, atau untuk pembentukan kebijakan
dan prosedur yang baru.
5) Risiko yang telah diidentifikasi dapat berubah atau
berkembang pada saat ada produk dan ancaman baru
terhadap kegiatan usaha. Pada akhirnya, prosedur
peninjauan dimaksud akan mempengaruhi efektivitas dari
pelaksanaan pendekatan berbasis risiko.
6) Dengan adanya peninjauan pada pendekatan berbasis
risiko, diharapkan PJK di Sektor Pasar Modal dapat:
a) melakukan peninjauan sesuai dengan kebutuhan PJK
atau dalam hal terdapat perubahan model bisnis,
akuisisi portofolio baru dan sebagainya;
b) menghasilkan tinjauan yang mencakup kepatuhan
kebijakan dan prosedur, penilaian risiko terhadap
Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme, dan
-23-
program pelatihan untuk menguji efektivitas
pendekatan berbasis risiko;
c) melakukan penatausahaan terhadap proses
peninjauan dan melaporkan kepada pejabat senior;
dan
d) melakukan penatausahaan hasil peninjauan bersama
dengan penetapan langkah yang bersifat korektif
untuk ditindaklanjuti.
III. PENGAWASAN AKTIF DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS
Pengawasan aktif Direksi dan Dewan Komisaris sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 dan Pasal 7 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
12/POJK.01/2017 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan
Pencegahan Pendanaan Terorisme di Sektor Jasa Keuangan dilaksanakan
dengan cara sebagai berikut:
1. Pengawasan aktif Direksi
a. Direksi bertanggung jawab atas kebijakan, pengawasan, serta
prosedur pengelolaan dan mitigasi risiko Pencucian Uang dan
Pendanaan Terorisme.
b. Direksi memberikan persetujuan yang bersifat teknis atas
kebijakan, pengawasan, serta prosedur pengelolaan dan
mitigasi risiko Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme yang
berkaitan dengan teknis pelaksanaan tugas Direksi.
c. Dalam mendukung efektivitas penerapan program APU dan PPT,
Direksi harus:
1) memiliki pemahaman yang memadai mengenai risiko
Pencucian Uang dan Pendanaan Teroris yang melekat pada
seluruh aktivitas operasional PJK di Sektor Pasar Modal
sehingga Direksi mampu mengambil tindakan yang
diperlukan sesuai dengan profil risiko PJK di Sektor Pasar
Modal;
2) menyusun kebijakan dan prosedur tertulis terkait
penerapan program APU dan PPT untuk diusulkan kepada
Dewan Komisaris yang paling sedikit memuat:
a)
latar belakang penyusunan kebijakan dan prosedur
tertulis;
-24-
b) struktur, tugas, wewenang dan tanggung jawab
satuan kerja atau penanggung jawab penerapan
program APU dan PPT;
c) kebijakan dan prosedur penerapan progam APU dan
PPT;
d) pengawasan atas penerapan program APU dan PPT;
dan
e)
rencana pengendalian internal atas hasil pengawasan;
3) memberikan arahan yang jelas atas kebijakan,
pengawasan, serta prosedur pengelolaan dan mitigasi
risiko Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme;
4) membentuk unit kerja khusus (UKK) dan/atau menunjuk
pejabat yang bertanggung jawab atas penerapan program
APU dan PPT;
5) memantau pelaksanaan tugas unit kerja khusus dan/atau
pejabat yang bertanggung jawab atas penerapan program
APU dan PPT; dan
6) memastikan bahwa kebijakan dan prosedur tertulis
mengenai penerapan program APU dan PPT dapat
diterapkan dalam berbagai situasi terutama responsif
terhadap perubahan dan pengembangan produk, jasa dan
teknologi di sektor jasa keuangan serta mampu untuk
mendeteksi modus Pencucian Uang dan Pendanaan
Terorisme.
2. Pengawasan Aktif Dewan Komisaris
a. Dewan Komisaris bertanggung jawab atas kebijakan,
pengawasan, serta prosedur pengelolaan dan mitigasi risiko
Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme.
b. Dewan Komisaris memberikan persetujuan yang bersifat
strategis atas kebijakan, pengawasan, serta prosedur
pengelolaan dan mitigasi risiko Pencucian Uang dan Pendanaan
Terorisme yang berkaitan dengan kebijakan, pengawasan, dan
prosedur yang sifatnya signifikan dan mendasar dalam
penerapan program APU dan PPT.
c. Dalam mendukung efektivitas penerapan program APU dan PPT,
Dewan Komisaris harus:
1) memiliki pemahaman terkait risiko yang dihadapi PJK di
-25-
Sektor Pasar Modal terutama risiko nasabah, risiko negara
atau geografis, risiko produk atau jasa, dan risiko jaringan
distribusi (delivery channels);
2) memberikan persetujuan atas kebijakan dan prosedur
tertulis mengenai penerapan program APU dan PPT yang
diusulkan oleh Direksi;
3) melakukan pengawasan atas pelaksanaan tugas Direksi
dalam penerapan program APU dan PPT;
4) memastikan struktur organisasi memadai untuk
penerapan program APU dan PPT; dan
5) mengagendakan pembahasan program penerapan APU dan
PPT dalam rapat Dewan Komisaris dengan Direksi.
3. Penanggung Jawab Penerapan Program APU dan PPT
a. Berdasarkan pertimbangan beban tugas operasional dan
kompleksitas usaha, PJK di Sektor Pasar Modal membentuk
UKK dan/atau menunjuk pejabat penanggung jawab penerapan
program APU dan PPT di kantor pusat dan/atau di kantor
cabang.
b. Dalam menjalankan tugasnya, UKK dan/atau pejabat
penanggung jawab penerapan program APU dan PPT, melapor
dan bertanggung jawab kepada anggota Direksi yang
membawahkan fungsi kepatuhan atau salah satu anggota
Direksi yang terkait dengan penerapan program APU dan PPT.
c. Agar tugas UKK dan/atau pejabat penanggung jawab penerapan
program APU dan PPT dapat dilaksanakan dengan baik, PJK di
Sektor Pasar Modal harus memiliki mekanisme kerja yang
memadai, serta dilaksanakan oleh setiap unit kerja terkait
dengan memperhatikan ketentuan anti tipping off dan
kerahasiaan informasi.
d. UKK dan/atau pejabat penanggung jawab penerapan program
APU dan PPT memenuhi kriteria:
1) independen terhadap kegiatan yang dimonitor;
2) mampu memberikan informasi yang dibutuhkan oleh
Direksi untuk memperoleh gambaran tentang kondisi PJK
di Sektor Pasar Modal terkait dengan manajemen risiko dan
kepatuhan; dan
3) memiliki akses yang tepat dan tidak dibatasi untuk
-26-
dokumen identifikasi nasabah, rekening terdaftar, catatan
akuntansi lain, dan informasi terkait lainnya.
e. UKK paling sedikit terdiri dari 1 (satu) orang yang bertindak
sebagai pimpinan dan 1 (satu) orang yang bertindak sebagai
pelaksana.
f. Dalam hal PJK di Sektor Pasar Modal menunjuk pejabat
penanggung jawab penerapan program APU dan PPT di kantor
pusat, maka pejabat penanggung jawab dilakukan oleh pejabat
atau pegawai paling rendah setingkat di bawah Direksi.
g. Dalam hal PJK di Sektor Pasar Modal menunjuk pejabat
penanggung jawab penerapan program APU dan PPT di kantor
cabang, maka pejabat penanggung jawab dilakukan oleh
pejabat atau pegawai paling rendah setingkat dengan penyelia
(supervisor).
h. Untuk kantor cabang yang hanya terdapat unit kerja yang
berhubungan dengan nasabah maka pejabat dan/atau pegawai
penanggung jawab penerapan program APU dan PPT dapat:
1) berasal dari unit kerja dan/atau pejabat penanggung jawab
penerapan program APU dan PPT dari kantor cabang
lainnya; atau
2) berasal dari kantor pusat apabila seluruh hubungan usaha
dan transaksi nasabah di kantor cabang dikontrol
sepenuhnya oleh kantor pusat.
4. UKK dan/atau pejabat penanggung jawab penerapan program APU
dan PPT di kantor cabang dapat dibantu oleh kepala kantor cabang
dalam penerapan program APU dan PPT.
IV. KEBIJAKAN DAN PROSEDUR
1. Identifikasi dan Verifikasi Calon Nasabah, Nasabah, dan Pemilik
Manfaat (beneficial owner)
a. Kebijakan Uji Tuntas Nasabah (Customer Due Dilligence/CDD)
1)
Uji tuntas nasabah (Customer Due Dilligence/CDD)
merupakan kegiatan berupa identifikasi, verifikasi, dan
pemantauan yang dilakukan PJK di Sektor Pasar Modal
untuk memastikan bahwa transaksi tersebut sesuai
dengan profil calon nasabah atau nasabah. CDD
dimaksudkan untuk mendapatkan informasi terkini
-27-
mengenai profil nasabah berdasarkan pendekatan berbasis
risiko untuk memastikan kesesuaian antara profil nasabah
dengan transaksi yang dilakukan. CDD dapat dilakukan
baik terhadap seluruh informasi maupun hanya terhadap
sebagian informasi.
2) PJK di Sektor Pasar Modal harus melakukan prosedur CDD
pada saat:
a) melakukan hubungan usaha dengan calon nasabah,
misalnya pada saat pembukaan rekening efek.
b) terdapat transaksi keuangan dengan mata uang
rupiah dan/atau mata uang asing yang nilainya paling
sedikit atau setara dengan Rp100.000.000,00 (seratus
juta rupiah).
Contoh:
Nasabah umum (walk in customer) yang melakukan
pemesanan efek di pasar perdana paling sedikit senilai
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
c) terdapat indikasi transaksi keuangan mencurigakan
yang terkait dengan Pencucian Uang dan/atau
Pendanaan Terorisme, misalnya transaksi yang
memenuhi salah satu kriteria dari transaksi keuangan
mencurigakan namun masih perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut untuk memastikan apakah
transaksi tersebut tergolong sebagai transaksi
keuangan mencurigakan yang harus dilaporkan
kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan (PPATK).
d) PJK di Sektor Pasar Modal meragukan kebenaran
informasi yang diberikan oleh nasabah, penerima
kuasa, dan/atau pemilik manfaat (beneficial owner).
Contoh: penerima kuasa adalah individual yang tidak
memiliki hubungan afiliasi atau hubungan kerja sama
sekali dengan pemilik manfaat (beneficial owner). PJK
di Sektor Pasar Modal dapat melakukan konfirmasi
terkait kebenaran atas kewenangan pihak yang
mewakili atau bertindak untuk dan atas nama pemilik
manfaat (beneficial owner).
-28-
b. Kebijakan dan Prosedur Penerimaan dan Identifikasi Calon
Nasabah
PJK di Sektor Pasar Modal harus memiliki kebijakan tentang
penerimaan dan identifikasi calon nasabah yang paling sedikit
mencakup hal sebagai berikut:
1) permintaan informasi mengenai calon nasabah;
2) permintaan salinan atau rekaman dari dokumen identitas
nasabah yaitu Kartu Tanda Penduduk (KTP) bagi nasabah
yang memiliki KTP berdasarkan Undang-Undang mengenai
administrasi kependudukan atau dokumen lain yang dapat
menunjukan nomor induk kependudukan (NIK) bagi
nasabah yang belum memiliki KTP;
3) penelitian atas kebenaran dokumen pendukung identitas
calon nasabah;
4) permintaan kartu identitas lebih dari satu yang
dikeluarkan pihak yang berwenang, jika terdapat keraguan
terhadap kartu identitas yang ada;
5) apabila diperlukan dapat dilakukan wawancara dengan
calon nasabah untuk memperoleh keyakinan atas
kebenaran informasi, bukti identitas, dan dokumen
pendukung calon nasabah;
6) larangan untuk membuka atau memelihara rekening
anonim atau rekening yang menggunakan nama fiktif;
7) pertemuan langsung (face to face) dengan calon nasabah
pada awal melakukan hubungan usaha dalam rangka
meyakini kebenaran identitas calon nasabah;
8) kewaspadaan terhadap transaksi atau hubungan usaha
dengan calon nasabah yang berasal atau terkait dengan
negara yang belum memadai dalam melaksanakan
rekomendasi Financial Action Task Force (FATF); dan
9) penyelesaian proses verifikasi identitas calon nasabah dan
pemilik manfaat (beneficial owner) dilakukan sebelum
membina hubungan usaha dengan calon nasabah.
c. Kebijakan dan Prosedur Identifikasi Pemilik Manfaat (beneficial
owner)
1) Dalam hal calon nasabah mewakili pemilik manfaat
(beneficial owner) untuk membuka hubungan usaha atau
-29-
melakukan transaksi, PJK di Sektor Pasar Modal harus
melakukan prosedur CDD terhadap pemilik manfaat
(beneficial owner) yang sama ketatnya dengan prosedur
CDD bagi calon nasabah.
2) Dalam hal pemilik manfaat (beneficial owner) tergolong
sebagai PEP maka prosedur yang diterapkan adalah
prosedur CDD yang lebih ketat atau uji tuntas lanjut
(enhanced due dilligence/EDD).
3) Dalam melakukan identifikasi terhadap calon nasabah
korporasi, PJK di Sektor Pasar Modal harus menetapkan
pemilik manfaat (beneficial owner).
4) Bagi pemilik manfaat (beneficial owner) berupa lembaga
pemerintahan, instansi pemerintah, atau perusahaan yang
terdaftar di bursa efek (listing), kewajiban penyampaian
dokumen dan/atau identitas pengendali akhir tidak perlu
dilakukan. Yang termasuk pengertian perusahaan yang
terdaftar di bursa efek adalah:
a) nasabah perusahaan yang merupakan anak
perusahaan (subsidiary) dari perusahaan yang
terdaftar di bursa efek, dimana kepemilikan
perusahaan induk adalah mayoritas; dan/atau
b) nasabah perusahaan yang bukan merupakan
perusahaan yang terdaftar di bursa efek namun
kebijakan internal perusahaan tersebut meharuskan
adanya paparan publik (public expose) yang
memaparkan kepada publik untuk menjelaskan
mengenai kinerja perusahaan tersebut sebagaimana
yang berlaku pada perusahaan yang terdaftar di bursa
efek.
5) Pengecualian terhadap kewajiban penyampaian dokumen
dan/atau identitas pengendali akhir pemilik manfaat
(beneficial owner) harus didokumentasikan.
6) Dalam hal PJK di Sektor Pasar Modal meragukan atau
tidak dapat meyakini identitas pemilik manfaat (beneficial
owner), PJK di Sektor Pasar Modal harus menolak untuk
melakukan hubungan usaha atau transaksi dengan calon
nasabah.
-30-
7) Terhadap calon nasabah atau pemilik manfaat (beneficial
owner) yang hubungan usaha atau transaksinya ditolak,
PJK di Sektor Pasar Modal harus memperoleh paling sedikit
informasi nama, nomor identitas, alamat, dan tempat
tanggal lahir sesuai dengan salinan dokumen identitas
yang diperoleh PJK di Sektor Pasar Modal untuk
kepentingan pelaporan laporan transaksi keuangan
mencurigakan (LTKM).
d.
Verifikasi Calon Nasabah, Nasabah, dan Penerima Manfaat
(beneficial owner).
1) PJK di Sektor Pasar Modal harus meneliti kebenaran
informasi yang disampaikan oleh calon nasabah, nasabah,
dan pemilik manfaat (beneficial owner) dengan melakukan
verifikasi terhadap dokumen pendukung berdasarkan
dokumen dan/atau sumber independen lainnya serta
memastikan kekinian informasi tersebut.
2) Dalam rangka meyakini kebenaran identitas calon
nasabah, nasabah, dan pemilik manfaat (beneficial owner)
verifikasi dilakukan dengan:
a) pertemuan langsung (face to face) dengan calon
nasabah, nasabah, dan pemilik manfaat (beneficial
owner) pada awal melakukan hubungan usaha;
b) melakukan wawancara dengan calon nasabah,
nasabah, dan pemilik manfaat apabila diperlukan;
c) mencocokkan kesesuaian profil calon nasabah,
nasabah, dan pemilik manfaat dengan foto diri yang
tercantum dalam kartu identitas;
d) mencocokan kesesuaian tanda tangan, cap jempol,
atau sidik jari dengan dokumen identitas atau
dokumen lainnya yang mencantumkan tanda tangan,
cap jempol, atau sidik jari. Dokumen lainnya antara
lain surat pernyataan calon nasabah, nasabah, dan
pemilik manfaat, kartu keluarga, atau kartu kredit;
e) meminta kepada calon nasabah, nasabah, dan pemilik
manfaat untuk memberikan lebih dari satu dokumen
identitas yang dikeluarkan oleh pihak yang berwenang
-31-
apabila timbul keraguan terhadap kartu identitas
yang ada;
f) menatausahakan salinan dokumen kartu identitas
setelah dilakukan pencocokan dengan dokumen asli
yang sah;
g) melakukan pengecekan silang untuk memastikan
adanya konsistensi dari berbagai informasi yang
disampaikan oleh calon nasabah, nasabah, dan
pemilik manfaat. Pengecekan silang dilakukan dengan
cara, antara lain:
(1) menghubungi calon nasabah, nasabah, dan
pemilik manfaat melalui telepon (rumah atau
kantor);
(2) menghubungi pejabat sumber daya manusia
tempat calon nasabah, nasabah, dan pemilik
manfaat bekerja apabila pekerjaan calon
nasabah, nasabah, dan pemilik manfaat adalah
karyawan suatu perusahaan atau instansi;
(3) melakukan konfirmasi atas penghasilan calon
nasabah, nasabah, dan pemilik manfaat dengan
mensyaratkan rekening koran dari bank lainnya;
atau
(4) melakukan analisis informasi geografis untuk
melihat kondisi hutan melalui teknologi remote
sensing terhadap calon nasabah, nasabah, dan
pemilik manfaat perusahaan yang bergerak di
bidang kehutanan;
h) memastikan bahwa calon nasabah, nasabah, dan
pemilik manfaat tidak memiliki rekam jejak negatif
dengan melakukan verifikasi identitas calon nasabah,
nasabah dan pemilik manfaat menggunakan sumber
independen lainnya antara lain sebagai berikut:
(1) daftar teroris dan/atau daftar terduga teroris dan
organisasi
teroris yang diterbitkan oleh
Kepolisian Negara Republik Indonesia;
(2) daftar hitam nasional (DHN); atau
-32-
(3) data lainnya yang dimiliki PJK di Sektor Pasar
Modal, identitas pemberi kerja dari calon
nasabah, nasabah, dan pemilik manfaat,
rekening telepon, dan rekening listrik; dan/atau
i) memastikan adanya kemungkinan hal-hal yang tidak
wajar atau mencurigakan.
3)
Verifikasi melalui pertemuan langsung (face to face),
sebagaimana dimaksud pada angka 2) huruf a), dengan
calon nasabah, nasabah dan pemilik manfaat pada awal
melakukan hubungan usaha dapat digantikan dengan
verifikasi melalui sarana elektronik, dengan persyaratan
sebagai berikut:
a) what you have, yaitu dokumen identitas yang dimiliki
oleh calon nasabah yaitu Kartu Tanda Penduduk (KTP)
elektronik; dan
b) what you are, yaitu data biometrik antara lain dalam
bentuk sidik jari milik calon nasabah, nasabah, dan
pemilik manfaat (beneficial owner).
4) Proses verifikasi identitas calon nasabah, nasabah, dan
pemilik manfaat (beneficial owner) harus diselesaikan
sebelum membina hubungan usaha dengan calon
nasabah, nasabah dan pemilik manfaat (beneficial owner).
5) Dalam kondisi tertentu, proses verifikasi dapat
diselesaikan kemudian setelah dilakukannya hubungan
usaha.
6) Kondisi tertentu sebagaimana dimaksud pada angka 5)
yaitu:
a) kelengkapan dokumen tidak dapat dipenuhi pada saat
hubungan usaha akan dilakukan misalnya karena
dokumen masih dalam proses pengurusan. Untuk itu,
calon nasabah, nasabah, dan pemilik manfaat
(beneficial owner) dapat menyampaikan dokumen
setelah melakukan hubungan usaha, dengan jangka
waktu sebagaimana yang ditetapkan oleh PJK di
Sektor Pasar Modal; dan/atau
-33-
b) apabila tingkat risiko calon nasabah, nasabah, dan
pemilik manfaat (beneficial owner) perorangan
tergolong rendah.
e. Uji Tuntas Lanjut (Enhanced Due Diligence/EDD)
1) Dalam hal PJK di Sektor Pasar Modal menilai nasabah
berisiko tinggi maka PJK di Sektor Pasar Modal
menerapkan kadar CDD yang lebih tinggi berupa EDD
terhadap Nasabah yang bersangkutan.
2) EDD sebagaimana dimaksud pada angka 1) dilaksanakan
dengan melakukan verifikasi informasi calon nasabah,
nasabah, dan pemilik manfaat (beneficial owner),
didasarkan pada kebenaran informasi, kebenaran sumber
informasi, dan jenis informasi terkait.
3)
Verifikasi informasi dalam pelaksanaan EDD sebagaimana
dimaksud pada angka 2) dapat dilakukan antara lain
dengan cara:
a) mencari informasi tambahan tentang nasabah
bersangkutan dan melakukan pengkinian atas data
identitas nasabah atau pemilik manfaat (beneficial
owner);
b) mencari informasi tambahan tentang sifat peruntukan
dari hubungan bisnis tersebut;
c) mencari informasi tambahan mengenai sumber dana
atau sumber kekayaan nasabah tersebut;
d) mencari infromasi tambahan mengenai alasan dari
transaksi yang dimaksud atau yang dilakukan;
e) meminta persetujuan dari pejabat senior untuk
memulai atau meneruskan hubungan bisnis tersebut;
dan/atau
f) melakukan pemantauan yang semakin diperketat
terhadap hubungan bisnis tersebut, yaitu dengan
menambah jumlah dan waktu pengawas yang dipakai,
dan memiliki pola transaksi yang memerlukan
pemeriksaan lebih lanjut.
4) PJK di Sektor Pasar Modal menatausahakan dokumen
terkait EDD serta melakukan pengkinian atas data
nasabah secara berkala atau sesuai dengan kebutuhan
-34-
dan kompleksitas PJK di Sektor Pasar Modal.
f. Dalam melaksanakan hubungan usaha dengan calon nasabah,
nasabah dan pemilik manfaat (beneficial owner) yang mendapat
perlakuan EDD, PJK di Sektor Pasar Modal harus menunjuk
pejabat senior sebagai penanggung jawab atas hubungan usaha
dengan calon nasabah, nasabah, dan pemilik manfaat
(beneficial owner) tesebut.
g. CDD sederhana (Simplified CDD)
1) PJK di Sektor Pasar Modal harus mendokumentasikan
Nasabah yang mendapat perlakuan CDD sederhana dalam
daftar yang memuat informasi mengenai alasan penetapan
risiko sehingga digolongkan sebagai risiko rendah.
2) Nasabah yang telah mendapatkan perlakuan CDD
sederhana (simplified CDD) harus dikeluarkan dari daftar
nasabah CDD sederhana (simplified CDD) apabila
memenuhi kriteria sebagai berikut:
a) diindikasikan terkait dengan Pencucian Uang atau
Pendanaan Terorisme; atau
b) tidak lagi memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 40 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 12/POJK.01/2017 tentang Penerapan Program
Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan
Terorisme di Sektor Jasa Keuangan.
3) Nasabah yang dikeluarkan dari daftar nasabah CDD
sederhana sebagaimana dimaksud pada angka 2),
nasabah tersebut harus:
a) dilakukan CDD atau EDD sesuai dengan tingkat risiko
nasabah terkini; dan/atau
b) dilaporkan dalam LTKM apabila transaksi
diindikasikan terkait dengan Pencucian Uang atau
Pendanaan Terorisme.
h. CDD oleh Pihak Ketiga
1) PJK di Sektor Pasar Modal dapat menggunakan hasil CDD
yang telah dilakukan oleh pihak ketiga terhadap calon
nasabahnya yang telah menjadi nasabah pada pihak ketiga
tersebut. Pihak ketiga dimaksud telah mempunyai
hubungan usaha dengan nasabah yang bersifat
-35-
independen dari hubungan usaha yang dilakukan antara
nasabah dengan PJK di Sektor Pasar Modal yang
menggunakan hasil CDD pihak ketiga, dan pihak ketiga
tersebut menerapkan prosedur CDD sendiri.
2) Pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada angka 1) adalah
sebagai berikut:
a) PJK di sektor perbankan dan di sektor industri
keuangan non bank, misalnya apabila perusahaan
efek menerima nasabah yang merupakan nasabah
bank, perusahaan efek dapat menggunakan hasil
CDD yang telah dilakukan oleh bank dimaksud
sepanjang perusahaan efek telah menandatangani
kerjasama CDD pihak ketiga dengan bank tersebut
dan perusahaan efek dapat sesegera mungkin
mendapatkan informasi dan salinan dokumen
pendukung apabila perusahaan efek membutuhkan
dalam rangka penerapan program APU dan PPT.
b) Lembaga keuangan dan penyedia barang dan/atau
jasa dan profesi tertentu yang memiliki prosedur CDD
dan tunduk pada pengawasan dari otoritas berwenang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Contoh dari lembaga keuangan yaitu penyelenggara
kegiatan usaha penukaran valuta asing bukan bank
(money changer) dan penyelenggara kegiatan usaha
pengiriman uang. Perusahaan efek tetap harus
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada
huruf a).
3) Dalam hal PJK di Sektor Pasar Modal menggunakan hasil
CDD yang telah dilakukan oleh pihak ketiga, PJK di Sektor
Pasar Modal wajib melaksanakan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2) Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 12/POJK.01/2017 tentang Penerapan
Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan
Terorisme di Sektor Jasa Keuangan yaitu pelaksanaan
CDD oleh pihak ketiga hanya terbatas pada tahap
identifikasi dan verifikasi nasabah sedangkan tahap
-36-
pemantauan transaksi dan pengkinian data nasabah tetap
dilakukan oleh PJK di Sektor Pasar Modal.
4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 1), angka
2), dan angka 3) tidak berlaku untuk hubungan keagenan.
Dalam hal PJK di Sektor Pasar Modal menggunakan agen
dalam menerapkan prosedur CDD, penerapan prosedur
CDD dimaksud dilakukan oleh agen untuk dan atas nama
PJK di Sektor Pasar Modal yang mendelegasikan.
Hasil CDD yang dilakukan oleh agen sebagaimana
dimaksud diserahkan kepada PJK di Sektor Pasar Modal
yang mendelegasikan.
Sebagai contoh, dalam hal Manajer Investasi menggunakan
agen penjual efek reksa dana (APERD) dalam memasarkan
produk reksa dana, penerapan CDD dilakukan oleh APERD
untuk dan atas nama Manajer Investasi sesuai dengan
prosedur yang ditetapkan oleh Manajer Investasi, dan di
bawah pengawasan Manajer Investasi.
2. Penolakan dan Penutupan Hubungan Usaha
a. Penolakan Hubungan Usaha
1) PJK di Sektor Pasar Modal wajib melakukan penolakan
hubungan usaha dengan calon nasabah dalam hal:
a) calon nasabah ingin melakukan transaksi namun
calon nasabah tidak bersedia memberikan informasi
dan/atau melengkapi dokumen yang dipersyaratkan
PJK di Sektor Pasar Modal sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 28
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
12/POJK.01/2017 tentang Penerapan Program Anti
Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan
Terorisme di Sektor Jasa Keuangan; dan/atau
b) calon nasabah memberikan informasi dan/atau
dokumen yang tidak sesuai atau patut diduga sebagai
dokumen palsu atau informasi yang diragukan
kebenarannya.
2) PJK di Sektor Pasar Modal harus mendokumentasikan
calon nasabah yang terkena penolakan hubungan usaha
sebagaimana dimaksud pada angka 1) dalam daftar
-37-
tersendiri.
b. Penutupan Hubungan Usaha
1) PJK di Sektor Pasar Modal melakukan penutupan
hubungan usaha dengan calon nasabah atau nasabah
dalam hal:
a) calon nasabah atau nasabah tidak bersedia
memberikan informasi dan/atau melengkapi
dokumen yang dipersyaratkan PJK di Sektor Pasar
Modal;
b) calon nasabah atau nasabah memberikan informasi
dan/atau dokumen yang tidak sesuai atau patut
diduga sebagai dokumen palsu atau informasi yang
diragukan kebenarannya;
c) sumber dana transaksi yang dimiliki calon nasabah
atau nasabah diketahui dan/atau patut diduga
berasal dari hasil tindak pidana; dan
d) calon nasabah atau nasabah tercatat dalam daftar
teroris dan/atau daftar terduga teroris dan organisasi
teroris.
2) PJK di Sektor Pasar Modal harus memberitahukan secara
tertulis kepada nasabah mengenai penutupan hubungan
usaha tersebut.
3) Pemberitahuan tertulis dapat dilakukan dengan
penyampaian surat yang ditujukan kepada nasabah sesuai
dengan alamat yang tercantum dalam database PJK di
Sektor Pasar Modal atau diumumkan melalui media cetak,
media elektronik, maupun media lainnya.
4) Apabila setelah dilakukan pemberitahuan tertulis,
nasabah tidak mengambil sisa dana yang tersimpan di PJK
di Sektor Pasar Modal, maka penyelesaian terhadap sisa
dana nasabah tersebut dilakukan sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan, antara lain dengan
menyerahkan sisa dana ke Balai Harta Peninggalan. Dalam
hal penutupan hubungan usaha terkait dengan transaksi
transfer dana, maka prosedur penutupan hubungan usaha
dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang mengatur mengenai transfer dana.
-38-
5) PJK di Sektor Pasar Modal harus mendokumentasikan
calon nasabah atau nasabah yang terkena penutupan
hubungan usaha sebagaimana dimaksud pada angka 1)
dalam daftar tersendiri.
3. Pemantauan dan Pengkinian
a. Pemantauan
1) Tingkat dan sifat pemantauan yang dilakukan oleh PJK di
Sektor Pasar Modal akan begantung pada skala usaha
perusahaan, tingkat risiko Pencucian Uang dan Pendanaan
Terorisme yang dimiliki PJK di Sektor Pasar Modal, dan
jenis kegiatan usaha perusahaan.
2) PJK di Sektor Pasar Modal harus melakukan kegiatan
pemantauan yang paling sedikit:
a) dilakukan secara berkesinambungan untuk
mengidentifikasi kesesuaian antara transaksi
nasabah dengan profil nasabah dan menatausahakan
dokumen tersebut, terutama terhadap hubungan
usaha atau transaksi dengan nasabah dan/atau PJK
di Sektor Pasar Modal dari negara dengan program
APU dan PPT kurang memadai;
b) melakukan analisis terhadap seluruh transaksi yang
tidak sesuai dengan profil nasabah; dan
c)
apabila diperlukan, meminta informasi tentang latar
belakang dan tujuan transaksi terhadap transaksi
yang tidak sesuai dengan profil nasabah, dengan
memperhatikan ketentuan anti tipping off
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
mengenai pencegahan dan pemberantasan TPPU.
3) Kegiatan pemantauan profil dan transaksi nasabah
dilakukan secara berkesinambungan meliputi kegiatan:
a) memastikan kelengkapan informasi dan dokumen
nasabah;
b) meneliti kesesuaian antara profil transaksi dengan
profil nasabah; dan
c)
meneliti kemiripan atau kesamaan nama dengan
nama yang tercantum dalam:
(1) database daftar teroris;
-39-
(2) daftar terduga teroris dan organisasi teroris;
(3) nama tersangka atau terdakwa yang
dipublikasikan dalam media massa atau oleh
otoritas yang berwenang; dan
(4) daftar hitam nasional (DHN).
4) Sumber informasi yang dapat digunakan untuk memantau
nasabah yang ditetapkan sebagai status tersangka atau
terdakwa dapat diperoleh antara lain melalui:
a) database yang dikeluarkan oleh pihak berwenang
seperti PPATK; atau
b) media massa, seperti koran, majalah, televisi, dan
internet.
5) PJK di Sektor Pasar Modal harus melakukan klasifikasi
terkait transaksi dan nasabah yang membutuhkan
pemantauan khusus. Pemantauan terhadap rekening
nasabah harus dipantau lebih ketat apabila terdapat
nasabah berisiko tinggi.
6) Seluruh kegiatan pemantauan didokumentasikan dengan
baik dalam bentuk tertulis baik melalui dokumen formal
seperti memo, nota, atau catatan maupun melalui
dokumen informal seperti korespondensi melalui surat
elektronik (email).
b. Pengkinian Data
1) PJK di Sektor Pasar Modal harus menerapkan prosedur
CDD terhadap nasabahnya dalam rangka pengkinian data,
untuk mengkinikan materialitas data dan risiko. CDD
tersebut dapat dilakukan dengan mempertimbangkan
waktu pelaksanaan CDD sebelumnya dan kecukupan data
yang diperoleh.
2) PJK di Sektor Pasar Modal harus melakukan pengkinian
data terhadap informasi dan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan OJK mengenai APU dan PPT
serta menatausahakannya.
3) PJK di Sektor Pasar Modal harus memastikan bahwa
dokumen, data, atau informasi yang dihimpun dalam
proses CDD selalu diperbarui dan relevan dengan
melakukan pemeriksaan kembali terhadap data yang ada,
-40-
khususnya yang terkait dengan nasabah berisiko tinggi.
4) PJK di Sektor Pasar Modal harus mengkinikan data
nasabah yang dimiliki agar identifikasi dan pemantauan
transaksi keuangan yang mencurigakan dapat berjalan
efektif.
5) Pengkinian data nasabah dilakukan dengan menggunakan
pendekatan berdasarkan risiko yang mencakup pengkinian
profil nasabah dan transaksinya. Dalam hal sumber daya
yang dimiliki PJK di Sektor Pasar Modal terbatas, kegiatan
pengkinian data dilakukan dengan skala prioritas.
6) Parameter untuk menetapkan skala prioritas sebagaimana
dimaksud pada angka 5) antara lain:
a) tingkat risiko nasabah tinggi;
b) transaksi dengan jumlah yang signifikan dan/atau
menyimpang dari profil transaksi atau profil nasabah
(red flag);
c) terdapat perubahan saldo yang nilainya signifikan;
dan/atau
d) informasi yang ada pada customer identification file
(CIF) belum sesuai dengan Peraturan OJK mengenai
APU dan PPT.
7) Pengkinian data dilakukan secara berkala sesuai dengan
kebutuhan dan kompleksitas PJK di Sektor Pasar Modal
dan didasarkan pada tingkat risiko nasabah atau
transaksi.
8) Pelaksanaan pengkinian data terhadap nasabah yang
tercantum dalam laporan rencana pengkinian data dapat
dilakukan antara lain pada saat:
a) pembukaan hubungan usaha tambahan;
b) perpanjangan penggunaan produk atau jasa PJK di
Sektor Pasar Modal;
c) penggantian dokumen data dan identitas nasabah;
atau
d) penutupan hubungan usaha.
9) Seluruh kegiatan pengkinian data harus
diadministrasikan.
-41-
4. Dalam hal nasabah yang akan dilakukan pengkinian data telah
menjadi nasabah sebelum berlakunya Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 12/POJK.01/2017 tentang Penerapan Program
Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme di
Sektor Jasa Keuangan, PJK di Sektor Pasar Modal harus
memberitahukan secara tertulis kepada nasabah dimaksud
mengenai keharusan PJK di Sektor Pasar Modal untuk menolak
transaksi, membatalkan transaksi, dan/atau menutup hubungan
usaha sebagaimana tercantum pada angka IV angka 2.
5. Pemeliharaan data yang akurat terkait dengan transaksi,
penatausahaan proses CDD, dan penatausahaan kebijakan dan
prosedur paling sedikit memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. pendokumentasian data nasabah diklasifikasikan sesuai
dengan tingkat risiko nasabah;
b. dokumen yang ditatausahakan paling sedikit mencakup:
1) salinan atau rekaman dari dokumen identitas nasabah
yaitu Kartu Tanda Penduduk (KTP) bagi nasabah yang
memiliki KTP berdasarkan Undang-Undang mengenai
administrasi kependudukan atau dokumen lain yang dapat
menunjukan nomor induk kependudukan (NIK) bagi
nasabah yang belum memiliki KTP;
2) berkas terkait proses CDD dan EDD, termasuk hasil
analisis yang dilakukan; dan
3) informasi transaksi yang antara lain meliputi jenis dan
jumlah mata uang yang digunakan, tanggal perintah
transaksi, asal dan tujuan transaksi, serta nomor rekening
yang terkait dengan transaksi;
c.
jangka waktu penatausahaan dokumen adalah sebagai berikut:
1) dokumen yang terkait dengan data nasabah dengan jangka
waktu paling sedikit 5 (lima) tahun sejak:
a) berakhirnya hubungan usaha dengan nasabah;
dan/atau
b) ditemukannya ketidaksesuaian transaksi dengan
tujuan ekonomis dan/atau tujuan usaha;
2) dokumen yang terkait dengan transaksi keuangan nasabah
dengan jangka waktu sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang mengenai dokumen perusahaan;
-42-
d. PJK di Sektor Pasar Modal harus memastikan bahwa seluruh
dokumen baik yang terkait dengan data nasabah maupun
dokumen yang terkait dengan transaksi nasabah dapat
disediakan setiap saat untuk kebutuhan otoritas yang
berwenang.
6. Pelaporan kepada Pejabat Senior, Direksi, dan Dewan Komisaris
terkait Penerapan Program APU dan PPT
a. Dalam hal proses CDD menunjukkan adanya calon nasabah
atau nasabah yang dikategorikan berisiko tinggi maka pegawai
PJK di Sektor Pasar Modal yang melaksanakan CDD
melaporkan kepada pejabat senior. Pejabat senior bertanggung
jawab terhadap penerimaan dan/atau penolakan hubungan
usaha dengan calon nasabah dan nasabah yang berisiko tinggi.
b. Dalam hal pejabat senior menyetujui hubungan usaha dengan
nasabah berisiko tinggi, pejabat senior bertanggung jawab
dalam memantau transaksi nasabah berisiko tinggi.
c. Pejabat senior harus melaporkan kepada Direksi yang
membawahkan fungsi penerapan program APU dan PPT terkait
jumlah calon nasabah atau nasabah yang berisiko tinggi
termasuk jumlah nasabah berisiko tinggi yang ditolak, diterima,
atau dilakukan penutupan hubungan usaha.
d. Direksi harus memberikan arahan atas laporan yang
disampaikan pejabat senior dan menetapkan langkah mitigasi
risiko.
e.
Direksi melaporkan kepada Dewan Komisaris terkait hasil
pemantauan atas penerapan program APU dan PPT secara
keseluruhan sebagaimana kebijakan dan prosedur tertulis yang
telah ditetapkan PJK.
f.
Direksi dapat mengusulkan pengkinian kebijakan dan prosedur
dalam hal terdapat perkembangan risiko yang perlu dimitigasi
oleh PJK di Sektor Pasar Modal, yang belum tercantum dalam
kebijakan dan prosedur tertulis.
V. PENGENDALIAN INTERNAL
1. Pelaksanaan pengendalian internal dalam rangka penerapan
program APU dan PPT dilaksanakan oleh penanggung jawab
kepatuhan atau satuan kerja audit internal (SKAI).
-43-
2. Sistem pengendalian internal yang efektif sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 57 ayat (1) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
12/POJK.01/2017 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang
dan Pencegahan Pendanaan Terorisme di Sektor Jasa Keuangan,
harus mampu mendeteksi kelemahan dan penyimpangan dari
penerapan program APU dan PPT.
3. Dalam rangka pelaksanaan pengendalian internal yang efektif
sebagaimana dimaksud pada Pasal 57 ayat (2) Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan Nomor 12/POJK.01/2017 tentang Penerapan
Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme
di Sektor Jasa Keuangan, PJK di Sektor Pasar Modal harus memiliki
kerangka pengendalian internal yang meliputi:
a. penunjukan UKK dan/atau pejabat yang bertanggung jawab
dalam mengelola penerapan program APU dan PPT;
b. pemantauan khusus terhadap kegiatan operasional yang
berpotensi berisiko tinggi baik dari nasabah, produk ataupun
wilayah geografis termasuk terhadap hal yang dinilai rentan,
dan berpotensi berkaitan dengan transaksi yang mencurigakan,
dan/atau hal yang atas saran dan informasi dari asosiasi
industri atau regulator dan penegakan hukum perlu mendapat
perhatian khusus;
c. penyampaian informasi yang cepat dan tepat dalam hal terdapat
indikasi dan/atau dugaan terkait TPPU dan TPPT, inisiatif
kepatuhan, kekurangan terkait kepatuhan, tindakan korektif
diambil, dan laporan aktivitas yang mencurigakan;
d. penerapan kebijakan, prosedur dan kontrol atas uji tuntas
nasabah (CDD);
e. penyediaan kontrol yang memadai bagi nasabah, transaksi dan
produk yang berisiko tinggi, seperti batasan transaksi atau
persetujuan manajemen; dan
f. pengujian terhadap keefektifan dari pelaksanaan program APU
dan PPT dengan mengambil contoh secara acak (random
sampling) dan melakukan pendokumentasian atas pengujian
yang dilakukan.
-44-
VI. SISTEM INFORMASI MANAJEMEN
1. Sistem informasi yang dapat mengidentifikasi, menganalisis,
memantau, dan menyediakan laporan secara efektif mengenai
karakteristik transaksi yang dilakukan oleh nasabah PJK di Sektor
Pasar Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1)
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12/POJK.01/2017
tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan
Pendanaan Terorisme di Sektor Jasa Keuangan, paling sedikit
memiliki kriteria sebagai berikut:
a. dapat menyimpan data dan informasi nasabah yang akurat,
lengkap, dan terkini. Data dan informasi dimaksud wajib
digunakan sebagai salah satu parameter dalam melakukan
pemantauan transaksi nasabah;
b. dapat menyediakan informasi rincian orang, bidang usaha, dan
negara yang memenuhi kriteria area berisiko tinggi dan wajib
dilakukan pengkinian secara reguler;
c. dapat mengidentifikasi transaksi keuangan yang mencurigakan
dengan menggunakan parameter yang disesuaikan secara
berkala dan memperhatikan kompleksitas usaha, volume
transaksi, dan risiko yang dimiliki PJK di Sektor Pasar Modal;
d. dapat menyediakan laporan secara efektif mengenai
karakteristik transaksi yang dilakukan oleh nasabah; dan
e. dapat memungkinkan PJK di Sektor Pasar Modal untuk
menelusuri setiap transaksi (individual transaction), baik untuk
keperluan internal dan/atau OJK, maupun dalam kaitannya
dengan kasus peradilan.
2. PJK di Sektor Pasar Modal wajib memiliki dan memelihara profil
nasabah secara terpadu (single customer identification file). Single
customer identification file dimaksud berupa nomor tunggal identitas
pemodal (single investor identification/SID) yang disediakan oleh
Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian.
3. PJK di Sektor Pasar Modal wajib memastikan pemantauan transaksi
nasabah dengan menggunakan sistem informasi dapat terlaksana
secara efektif dan berkesinambungan.
4. PJK di Sektor Pasar Modal wajib memastikan keamanan dan
keandalan sistem informasi.
-45-
5. PJK di Sektor Pasar Modal wajib memiliki mekanisme atau prosedur
operasional standar berkaitan dengan penggunaan sistem informasi
termasuk menetapkan batasan akses bagi setiap pengguna sistem
informasi.
6. Kebijakan dan prosedur tertulis yang dimiliki PJK di Sektor Pasar
Modal harus mempertimbangkan faktor teknologi informasi yang
berpotensi disalahgunakan oleh pelaku Pencucian Uang atau
Pendanaan Terorisme, seperti: pembukaan rekening melalui internet,
wesel atau perintah transfer dana melalui fax atau telepon, dan
transaksi elektronik lainnya.
VII. SUMBER DAYA MANUSIA DAN PELATIHAN
1. Sumber Daya Manusia
Dalam rangka pencegahan penggunaan PJK di Sektor Pasar Modal
sebagai media atau tujuan Pencucian Uang dan Pendanaan
Terorisme, PJK di Sektor Pasar Modal harus melakukan:
a. prosedur penyaringan (pre-employee screening) pada saat
penerimaan calon karyawan baru sebagai bagian dari
penerapan know your employee (KYE), dengan ketentuan
sebagai berikut:
1) metode screening yang disesuaikan dengan kebutuhan,
kompleksitas usaha, dan profil risiko PJK di Sektor Pasar
Modal; dan
2) metode screening sebagaimana dimaksud pada angka 1),
antara lain:
a) mengharuskan calon karyawan membuat surat
pernyataan tidak pernah melakukan perbuatan
tercela dan/atau menyerahkan surat keterangan
catatan kepolisian (SKCK);
b) melakukan verifikasi identitas dan pendidikan formal
terakhir yang telah diperoleh calon karyawan;
c) memastikan rekam jejak (track record) calon
karyawan; dan
d) melakukan penelitian profil calon karyawan melalui
media informasi lainnya;
b. pengenalan dan pemantauan profil karyawan antara lain
mencakup perilaku dan gaya hidup karyawan, antara lain:
-46-
1) melakukan verifikasi pemantauan dan verifikasi terhadap
karyawan yang mengalami perubahan gaya hidup yang
cukup signifikan;
2) memastikan bahwa karyawan telah memahami dan
menaati kode etik karyawan (staff code of conduct); dan
3) mengevaluasi karyawan yang bertanggung jawab pada
aktivitas yang tergolong berisiko tinggi yaitu memiliki akses
pada data PJK di Sektor Pasar Modal dan berhadapan
dengan calon nasabah atau nasabah; dan
c. prosedur penyaringan (pre-employee screening), pengenalan dan
pemantauan terhadap profil karyawan dituangkan dalam
kebijakan know your employee yang berpedoman pada
ketentuan yang mengatur mengenai penerapan strategi anti
fraud.
2. Pelatihan
PJK di Sektor Pasar Modal wajib menyelenggarakan pelatihan terkait
penerapan program APU dan PPT yang dilakukan secara
berkesinambungan sesuai kebutuhan, kompleksitas usaha, dan
penilaian risiko PJK di Sektor Pasar Modal dengan cara sebagai
berikut:
a. peserta pelatihan:
1) PJK di Sektor Pasar Modal harus memberikan pelatihan
mengenai penerapan program APU dan PPT kepada
seluruh karyawan.
2) Dalam menentukan peserta pelatihan, PJK di Sektor Pasar
Modal mengutamakan karyawan yang tugas sehari-harinya
memenuhi kriteria antara lain sebagai berikut:
a) berhadapan langsung dengan nasabah (pelayanan
nasabah);
b) melakukan pengawasan pelaksanaan penerapan
program APU dan PPT; atau
c)
terkait dengan penyusunan pelaporan kepada PPATK
dan OJK.
3) Karyawan yang melakukan pengawasan pelaksanaan
penerapan program APU dan PPT harus mendapatkan
pelatihan secara berkala, sedangkan karyawan lainnya
harus mendapatkan pelatihan paling sedikit 1 (satu) kali
-47-
dalam masa kerjanya. Karyawan yang berhadapan
langsung dengan nasabah (front liner) harus mendapatkan
pelatihan sebelum penempatan.
b. Metode Pelatihan
1) Pelatihan dapat dilakukan secara elektronik (online base)
maupun melalui tatap muka.
2) Pelatihan secara elektronik (online base) dapat
menggunakan media e-learning baik yang disediakan oleh
otoritas berwenang seperti PPATK atau yang disediakan
secara mandiri oleh PJK di Sektor Pasar Modal.
3) Pelatihan melalui tatap muka dilakukan secara interaktif
(misal workshop) atau tatap muka satu arah (misal
seminar).
c. Topik Pelatihan
Topik pelatihan paling sedikit mengenai:
1) implementasi peraturan perundang-undangan yang terkait
dengan program APU dan PPT;
2) teknik, metode, dan tipologi Pencucian Uang atau
Pendanaan Terorisme termasuk tren dan perkembangan
profil risiko produk PJK di Sektor Pasar Modal; dan
3) kebijakan dan prosedur penerapan program APU dan PPT
serta peran dan tanggung jawab pegawai dalam mencegah
dan memberantas Pencucian Uang atau Pendanaan
Terorisme, termasuk konsekuensi apabila karyawan
melakukan tipping off.
Kedalaman topik pelatihan disesuaikan dengan kebutuhan PJK
di Sektor Pasar Modal dan kesesuaian dengan tugas dan
tanggung jawab karyawan.
d. Evaluasi pelatihan
1) Untuk mengetahui tingkat pemahaman karyawan dan
kesesuaian materi pelatihan, PJK di Sektor Pasar Modal
harus melakukan evaluasi terhadap pelatihan yang telah
diselenggarakan.
2) Evaluasi dapat dilakukan secara langsung melalui
wawancara atau secara tidak langsung melalui tes.
-48-
3) PJK di Sektor Pasar Modal harus melakukan upaya tindak
lanjut dari hasil evaluasi pelatihan melalui
penyempurnaan materi dan metode pelatihan.
VIII. PELAPORAN
1. Pelaporan rencana kegiatan pengkinian data dan laporan realisasi
pengkinian data dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a.
laporan ditujukan kepada:
1) Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A, Otoritas
Jasa Keuangan, bagi perusahaan efek.
2) Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2B, Otoritas
Jasa Keuangan, bagi bank kustodian.
b.
isi laporan disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan dalam
bentuk dokumen cetak dan dapat pula disiapkan dalam format
digital dengan menggunakan media digital cakram padat
(compact disk).
c.
laporan sesuai dengan format sebagaimana dimuat dalam
Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
2. Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan telah menyediakan sistem
elektronik, pelaporan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dapat
disampaikan melalui sistem elektronik tersebut.
IX. PENUTUP
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 6 September 2017
KEPALA EKSEKUTIF
PENGAWAS PASAR MODAL
OTORITAS JASA KEUANGAN,
Salinan ini sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
ttd
HOESEN
- 1 -
LAMPIRAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 47 /SEOJK.04/2017
TENTANG
PENERAPAN PROGRAM ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHAN
PENDANAAN TERORISME DI SEKTOR PASAR MODAL
- 1 -
SIKLUS PENDEKATAN BERBASIS RISIKO (RISK BASED APPROACH)
Risiko Jaringan Distribusi
Media yang digunakan untuk
memperoleh atau menawarkan barang
dan jasa, apakah secara langsung,
melalui agen dan/atau secara online
- 2 -
PEMISAHAN RISIKO YANG TERKAIT DENGAN KEGIATAN USAHA PJK DI
SEKTOR PASAR MODAL
A. Tabel berikut menyajikan beberapa contoh faktor risiko yang mungkin
dihadapi oleh PJK di Sektor Pasar Modal sebagai bagian dari penilaian
risiko yang berhubungan dengan kegiatan usaha PJK di Sektor Pasar
Modal. Tabel tersebut juga memaparkan alasan-alasan rasional yang
dapat membantu PJK di Sektor Pasar Modal untuk membedakan setiap
peringkat risiko.
B. PJK di Sektor Pasar Modal dapat memutuskan skala risiko yang ingin
digunakan oleh PJK di Sektor Pasar Modal. Pedoman ini tidak mewajibkan
PJK di Sektor Pasar Modal untuk menentukan skala risiko tinggi,
menengah, dan rendah. PJK di Sektor Pasar Modal dapat menggunakan
skala tinggi dan rendah saja sesuai dengan kegiatan usaha, kebutuhan,
dan kompleksitas PJK di Sektor Pasar Modal.
C. Perlu diketahui bahwa penggunaan tabel ini bukan merupakan penerapan
Pendekatan Berbasis Risiko karena penerapan pendekatan berbasis risiko
harus memenuhi siklus Risk Based Approach. Tabel ini membantu PJK di
Sektor Pasar Modal dalam melakukan penilaian risiko atas kegiatan usaha
PJK di Sektor Pasar Modal, namun tidak mempertimbangkan risiko
nasabah.
D. Tabel risiko ini menyajikan contoh risiko bawaan (inherent risk) yang
belum dimitigasi,
E. Mitigasi risiko diperlukan bagi risiko-risiko yang dikategorikan tinggi.
TABEL CONTOH PEMISAHAN RISIKO
Faktor
Produk atau
Jasa-
Transaksi
Elektronik
contoh:
online trading
Rendah
PJK di Sektor
Pasar Modal tidak
menyediakan
layanan transaksi
elektronik.
contoh: online
trading
Menengah
PJK di Sektor
Pasar Modal
memiliki beberapa
layanan transaksi
elektronik.
contoh: online
trading namun
hanya untuk
Tinggi
PJK di Sektor Pasar
Modal menawarkan
beragam layanan
transaksi
elektronik.
contoh: online
trading
- 3 -
Faktor
Rendah
Menengah
produk dan
layanan tertentu.
PJK di Sektor
Pasar Modal
memiliki batasan
untuk penggunaan
layanan transaksi
elektronik
Struktur
Kepemilikan
PJK di Sektor
Pasar Modal
dimiliki oleh
BUMN
Geografi-
Wilayah
berdasarkan
tingkat risiko
TPPU dan
TPPT
PJK di Sektor
Pasar Modal
berlokasi di
wilayah yang
memiliki tingkat
risiko TPPU dan
TPPT yang
rendah.
PJK di Sektor
Pasar Modal
dimiliki oleh swasta
Kantor Pusat atau
beberapa kantor
cabang atau kantor
di luar kantor
cabang PJK di
Sektor Pasar Modal
berada di wilayah
yang memiliki
tingkat risiko TPPU
dan TPPT
menengah atau
sedang.
Geografi-
negara
berisiko tinggi
PJK di Sektor
Pasar Modal tidak
memiliki
hubungan usaha
dengan negara
berisiko tinggi.
PJK di Sektor
Pasar Modal
memiliki hubungan
usaha dengan
negara berisiko
tinggi dengan
volume transaksi
menengah atau
sedang.
PJK di Sektor Pasar
Modal memiliki
hubungan usaha
dengan negara
berisiko tinggi
dengan volume
transaksi tinggi.
PJK di Sektor Pasar
Modal dimiliki oleh
Asing
Kantor Pusat atau
beberapa kantor
cabang atau kantor
di luar kantor
cabang PJK berada
di wilayah yang
memiliki tingkat
risiko TPPU dan
TPPT yang tinggi.
Tinggi
- 4 -
Beberapa indikator dalam tabel di atas bersifat samar atau membutuhkan
penjelasan lebih lanjut seperti penggunaan kata beberapa atau signifikan.
PJK di Sektor Pasar Modal dapat mengintepretasikan hal tersebut sesuai
dengan skala kegiatan usaha PJK di Sektor Pasar Modal.
- 5 -
MATRIKS KEMUNGKINAN DAN DAMPAK (LIKELIHOOD AND IMPACT MATRIX)
A. Dalam melakukan identifikasi risiko, salah satu alat bantu yang dapat
digunakan oleh PJK di Sektor Pasar Modal ialah matriks kemungkinan
dan dampak (likelihood and impact matrix). Matriks tersebut membantu
PJK di Sektor Pasar Modal dalam menetapkan seberapa besar upaya
atau pemantauan yang perlu dilakukan untuk mengidentifikasi risiko
bawaan (inherent risk). Perlu diperhatikan bahwa matriks tersebut hanya
merupakan contoh. PJK di Sektor Pasar Modal dapat menggunakan alat
bantu lain atau bentuk matriks lain yang sesuai dengan skala usaha,
kebutuhan, dan kompleksitas PJK di Sektor Pasar Modal sehingga
benar-benar dapat menggambarkan risiko yang dihadapi PJK di Sektor
Pasar Modal.
1. Kemungkinan (likelihood)
Kemungkinan (likelihood) atas risiko pencucian uang dan pendanaan
terorisme (berupa ancaman dan kerentanan) terjadi dalam kegiatan
usaha PJK di Sektor Pasar Modal. Peluang terjadi risiko ialah
kemungkinan (likelihood) itu sendiri. PJK di Sektor Pasar Modal perlu
memahami kemungkinan (likelihood) risiko yang telah teridentifikasi
benar-benar terjadi. Kemungkinan (likelihood) merujuk pada tingkat
risiko yang telah diidentifikasi sebagai bagian dari penilaian risiko.
Dalam hal ini PJK di Sektor Pasar Modal dapat menggunakan skala
risiko yang pada umumnya digunakan yaitu:
Peringkat Kemungkinan (Likelihood) risiko pencucian uang dan
pendanaan terorisme
Tinggi
Kemungkinan risiko pencucian uang dan pendanaan
terorisme terjadi.
Menengah Kemungkinan terjadinya risiko dapat diterima.
Rendah
Tidak terdapat kemungkinan terjadinya risiko.
2. Dampak (Impact)
Dampak dalam hal ini merujuk pada tingkat keseriusan atau
konsekuensi dari suatu kerusakan atau kerugian yang terjadi apabila
terjadi risiko.
Timbulnya dampak (impact) bergantung pada kondisi internal PJK di
Sektor Pasar Modal. Dampak (impact) atas terjadinya risiko pencucian
uang dan pendanaan terorisme dapat dilihat dari berbagai sudut
pandang, antara lain:
- 6 -
a. Risiko reputasi dan dampaknya terhadap kegiatan usaha PJK di
Sektor Pasar Modal;
b. Dampak regulasi;
c. Kerugian finansial bagi PJK di Sektor Pasar Modal; dan/atau
d. Risiko hukum.
Dampak (impact) atas terjadinya risiko pencucian uang dan
pendanaan terorisme akan sangat spesifik untuk setiap PJK di Sektor
Pasar Modal, oleh karena itu hanya PJK di Sektor Pasar Modal yang
dapat menentukan dampak (impact) atas risiko yang terjadi.
Skala yang digunakan untuk menghitung dampak (impact) tidak jauh
berbeda dengan skala dalam menghitung kemungkinan (likelihood).
Peringkat
Konsekuensi atas risiko pencucian uang dan
pendanaan terorisme
Tinggi
Menengah
Rendah
Risiko memiliki konsekuensi yang berat.
Risiko memiliki konsekuensi yang moderat.
Risiko memiliki konsekuensi yang kecil atau tidak
signifikan.
B. Matriks kemungkinan (likelihood) dan dampak (impact) akan membantu
PJK di Sektor Pasar Modal untuk memutuskan hal yang perlu dilakukan
dengan mempertimbangkan risiko secara keseluruhan. Seperti yang
telah disebutkan sebelumnya, pendekatan berbasis risiko merupakan
proses yang memungkinkan PJK di Sektor Pasar Modal untuk
menerapkan langkah-langkah yang sepadan dengan risiko yang
teridentifikasi sebagai bagian dari penilaian risiko.
Setiap kotak dalam matriks menunjukan sumber daya yang dibutuhkan
untuk melakukan:
Action (contoh: risiko perlu segera ditindaklanjuti)
Effort (contoh: tingkat upaya dalam melakukan mitigasi risiko)
Monitoring (contoh: tingkat pemantauan yang perlu dilakukan PJK di
Sektor Pasar Modal)
- 7 -
C. Cara membaca matriks prioritas
1. Kotak 6
Kondisi pada kotak 6 menunjukan kemungkinan dan dampak
terjadinya risiko pencucian uang dan pendanaan terorisme rendah
sehingga PJK di Sektor Pasar Modal tidak perlu mengambil tindakan,
upaya atau pemantauan khusus.
2. Kotak 3
Kondisi pada kotak 3 menunjukan bahwa PJK di Sektor Pasar Modal
perlu mengalokasikan sumber daya untuk melakukan tindakan,
upaya dan pemantauan. Terdapat kemungkinan terjadinya risiko
pencucian uang dan pendanaan terorisme dengan dampak yang
dapat dikategorikan moderat. Untuk itu, PJK di Sektor Pasar Modal
perlu memperhatikan seluruh kegiatan usaha dan hubungan usaha
yang ada, sehingga tidak menimbulkan peningkatan risiko (tidak
berubah menjadi kotak 2 atau kotak 1).
- 8 -
3. Kotak 1
Kondisi pada kotak 1 menunjukan bahwa kemungkinan terjadinya
risiko pencucian uang dan pendanaan terorisme sangat tinggi
termasuk besarnya dampak atas risiko tersebut. Pada kondisi
tersebut dibutuhkan sumber daya yang lebih banyak, tindakan
khusus, upaya khusus, serta pemantauan berkala untuk
meminimalisasi risiko tersebut.
- 9 -
LAPORAN RENCANA PENGKINIAN DATA
(Nama PJK di Sektor Pasar Modal)
Posisi .....
Jumlah SID
No
(a)
Jenis Nasabah dan
Tingkat Risiko
(b)
1 Nasabah orang perseorangan
a. Risiko Tinggi
b. Risiko Menengah
c. Risiko Rendah
2 Nasabah Korporasi
a. Non Usaha Mikro dan Kecil
1) Risiko Tinggi
2) Risiko Menengah
3) Risiko Rendah
b. Usaha Mikro dan Kecil
1) Risiko Tinggi
2) Risiko Menengah
3) Risiko Rendah
c. Penyedia Jasa Keuangan
1) Risiko Tinggi
2) Risiko Menengah
SID yang
akan
Dikinikan
(c)
% terhadap
jumlah
seluruh
SID
(d)
Informasi
yang akan
Dikinikan
(e)
Metode/Strategi
(f)
Persentase
Pemenuhan SID
yang telah dikinikan
(g)
- 10 -
Jumlah SID
No
(a)
Jenis Nasabah dan
Tingkat Risiko
(b)
3) Risiko Rendah
d. Yayasan
1) Risiko Tinggi
2) Risiko Menengah
3) Risiko Rendah
e. Selain perusahaan dan
yayasan (berbadan hukum
maupun tidak berbadan
hukum)
1) Risiko Tinggi
2) Risiko Menengah
3) Risiko Rendah
3 Lembaga Negara, Instansi
Pemerintah,
lembaga
internasional, dan perwakilan
negara asing
a. Risiko Tinggi
b. Risiko Menengah
c. Risiko Rendah
SID yang
akan
Dikinikan
(c)
% terhadap
jumlah
seluruh
SID
(d)
Informasi
yang akan
Dikinikan
(e)
Metode/Strategi
(f)
Persentase
Pemenuhan SID
yang telah dikinikan
(g)
- 11 -
Keterangan:
(a) Diisi dengan nomor
(b) Sesuai Kolom
(c) Diisi dengan rencana jumlah SID yang akan dikinikan untuk 1 (satu) tahun berikutnya
(d) Diisi dalam persentase
(e) Informasi dapat diisi lebih dari satu, seperti pengkinian alamat tempat tinggal atau pekerjaan.
(f) Metode atau strategi dapat diisi lebih dari satu, seperti korespondensi melalui surat atau surat elektronik.
(g) Target waktu disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi masing-masing PJK di Sektor Pasar Modal, misalnya secara
triwulanan.
- 12 -
LAPORAN REALISASI PENGKINIAN DATA
(Nama PJK di Sektor Pasar Modal)
Posisi ......
No
(a)
Jenis Nasabah dan Tingkat
Risiko
(b)
1 Nasabah Perorangan
a. Risiko Tinggi
b. Risiko Menengah
c. Risiko Rendah
2 Nasabah Korporasi
a. Usaha Mikro dan Kecil
1) Risiko Tinggi
2) Risiko Menengah
3) Risiko Rendah
b. Non Usaha Mikro dan Kecil
1) Risiko Tinggi
2) Risiko Menengah
3) Risiko Rendah
c. Penyedia Jasa Keuangan
1) Risiko Tinggi
2) Risiko Menengah
3) Risiko Rendah
d. Yayasan
Target
(c)
Perkembangan
Realisasi
(d)
Deviasi (%)
(e)
Kendala
(f)
Upaya yang akan
Dilakukan
(g)
- 13 -
No
(a)
Jenis Nasabah dan Tingkat
Risiko
(b)
1) Risiko Tinggi
2) Risiko Menengah
3) Risiko Rendah
e. Selain perusahaan dan
yayasan (berbadan hukum
maupun tidak berbadan
hukum)
1) Risiko Tinggi
2) Risiko Menengah
3) Risiko Rendah
3 Lembaga Negara, Instansi
Pemerinah,
Lembaga
Internasional, dan Perwakilan
Negara Asing
a. Risiko Tinggi
b. Risiko Menengah
c. Risiko Rendah
Keterangan:
(a) Diisi dengan nomor
(b) Sesuai Kolom
(c) Diisi dengan target jumlah SID yang dikinikan
Target
(c)
Perkembangan
Realisasi
(d)
Deviasi (%)
(e)
Kendala
(f)
Upaya yang akan
Dilakukan
(g)
- 14 -
(d) Diisi dengan realisasi jumlah SID yang dikinikan
(e) Diisi dengan selisih persentase antara target jumlah SID yang dikinikan (c) dengan realisasi jumlah SID yang dikinikan (d).
(f) Kendala dapat diisi lebih dari satu.
(g) Diisi dengan upaya untuk mengatasi kendala dan dapat lebih dari satu.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 6 September 2017
KEPALA EKSEKUTIF
PENGAWAS PASAR MODAL,
ttd
HOESEN
Salinan ini sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 47/SEOJK.04/2017 </reg_id>
<reg_title> PENERAPAN PROGRAM ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME DI SEKTOR PASAR MODAL </reg_title>
<set_date> 6 September 2017 </set_date>
<effective_date> 6 September 2017 </effective_date>
<related_reg> '12/POJK.01/2017 | Pasal 68' </related_reg>
|
Yth.
Direksi Bank
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 39 /SEOJK.03/2016
TENTANG
PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN BAGI CALON PEMEGANG SAHAM
PENGENDALI, CALON ANGGOTA DIREKSI, DAN CALON ANGGOTA DEWAN
KOMISARIS BANK
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 27/POJK.03/2016 tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan bagi
Pihak Utama Lembaga Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2016 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5098, selanjutnya disebut dengan POJK Penilaian Kemampuan dan
Kepatutan, perlu untuk mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai penilaian
kemampuan dan kepatutan bagi calon pemegang saham pengendali, calon
anggota direksi, dan calon anggota dewan komisaris bank, sebagai berikut:
I. UMUM
1. Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini, selanjutnya
disingkat SE OJK, yang dimaksud dengan:
a. Bank adalah Bank Umum, Bank Umum Syariah, Bank
Perkreditan Rakyat, dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah;
b. Bank Umum yang selanjutnya disebut BUK adalah bank umum
yang menjalankan kegiatan usaha secara konvensional
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, termasuk kantor
cabang dan kantor perwakilan dari bank yang berkedudukan di
luar negeri;
c. Bank Umum Syariah yang selanjutnya disingkat BUS adalah
bank umum syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah,
termasuk...
-2-
termasuk kantor perwakilan dari bank yang berkedudukan di
luar negeri;
d. Bank Perkreditan Rakyat yang selanjutnya disingkat BPR
adalah bank perkreditan rakyat sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998;
e. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah yang selanjutnya disingkat
BPRS adalah bank pembiayaan rakyat syariah sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008
tentang Perbankan Syariah;
f.
Unit Usaha Syariah yang selanjutnya disingkat UUS adalah unit
usaha syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah;
g. Pihak Utama adalah pihak utama sebagaimana dimaksud dalam
POJK Penilaian Kemampuan dan Kepatutan.
h. Pemegang Saham Pengendali bagi Bank yang selanjutnya
disingkat PSP adalah badan hukum, orang perseorangan
dan/atau kelompok usaha yang:
1) memiliki saham perusahaan atau Bank sebesar 25% (dua
puluh lima persen) atau lebih dari jumlah saham yang
dikeluarkan dan mempunyai hak suara; atau
2) memiliki saham perusahaan atau Bank kurang dari 25%
(dua puluh lima persen) dari jumlah saham yang
dikeluarkan dan mempunyai hak suara namun yang
bersangkutan dapat dibuktikan telah melakukan
pengendalian perusahaan atau Bank, baik secara langsung
maupun tidak langsung.
i.
Pengendalian adalah suatu tindakan yang bertujuan untuk
mempengaruhi pengelolaan dan/atau kebijakan perusahaan,
termasuk Bank, dengan cara apapun, baik secara langsung
maupun tidak langsung.
Pengendalian terhadap Bank dapat dilakukan dengan cara-cara,
antara lain sebagai berikut:
1) memiliki secara sendiri atau bersama-sama 25% (dua
puluh lima persen) atau lebih saham Bank;
2) secara...
-3-
2) secara langsung menjalankan pengelolaan dan/atau
mempengaruhi kebijakan Bank;
3) memiliki hak opsi atau hak lainnya untuk memiliki saham
yang apabila digunakan akan menyebabkan pihak tersebut
memiliki dan/atau mengendalikan secara sendiri atau
bersama-sama 25% (dua puluh lima persen) atau lebih
saham Bank;
4) melakukan kerjasama atau tindakan yang sejalan untuk
mencapai tujuan bersama dalam mengendalikan Bank
(acting in concert) dengan atau tanpa perjanjian tertulis
dengan pihak lain, sehingga secara bersama-sama memiliki
dan/atau mengendalikan 25% (dua puluh lima persen)
atau lebih saham Bank, baik langsung maupun tidak
langsung dengan atau tanpa perjanjian tertulis;
5) melakukan kerjasama atau tindakan yang sejalan untuk
mencapai tujuan bersama dalam mengendalikan Bank
(acting in concert) dengan atau tanpa perjanjian tertulis
dengan pihak lain, sehingga secara bersama-sama
mempunyai hak opsi atau hak lainnya untuk memiliki
saham, yang apabila hak tersebut dilaksanakan
menyebabkan pihak-pihak tersebut memiliki dan/atau
mengendalikan secara bersama-sama 25% (dua puluh lima
persen) atau lebih saham Bank;
6) mengendalikan satu atau lebih perusahaan lain yang
secara keseluruhan memiliki dan/atau mengendalikan
secara bersama-sama 25% (dua puluh lima persen) atau
lebih saham Bank;
7) mempunyai kewenangan
menentukan
dan/atau
memberhentikan anggota Direksi, anggota Dewan
Komisaris, dan Dewan Pengawas Syariah Bank;
8) secara tidak langsung memengaruhi atau menjalankan
pengelolaan dan/atau kebijakan Bank;
9) melakukan Pengendalian terhadap perusahaan induk;
dan/atau
10) melakukan Pengendalian terhadap pihak yang melakukan
Pengendalian sebagaimana dimaksud pada angka 1)
sampai dengan angka 9).
Dalam...
-4-
Dalam menghitung jumlah saham yang dimiliki dan/atau
dikendalikan secara bersama-sama oleh pihak-pihak yang
melakukan Pengendalian terhadap Bank, termasuk:
1) saham Bank yang dimiliki oleh pihak lain yang hak
suaranya dapat digunakan atau dikendalikan oleh
pengendali Bank;
2) saham Bank yang dimiliki oleh perusahaan yang
dikendalikan oleh pengendali Bank;
3) saham Bank yang dimiliki oleh pihak terafiliasi dari
pengendali Bank;
Yang dimaksud dengan pihak terafiliasi dari pengendali
Bank adalah:
a) anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, atau yang
setara atau kuasanya, pejabat, atau karyawan
perusahaan pengendali Bank;
b) pengurus, pengawas, pengelola atau kuasanya,
pejabat atau karyawan perusahaan pengendali Bank,
khusus bagi perusahaan yang berbadan hukum
koperasi;
c) pihak yang memberikan jasa kepada perusahaan
pengendali Bank, antara lain akuntan publik, penilai,
konsultan hukum dan konsultan lain yang terbukti
dikendalikan oleh pengendali Bank;
d) pihak yang mempunyai hubungan keluarga dengan
pengendali Bank baik karena perkawinan maupun
karena keturunan sampai dengan derajat kedua baik
secara horizontal maupun vertikal, termasuk besan;
e) pihak yang menurut penilaian Otoritas Jasa Keuangan
turut serta memengaruhi pengelolaan perusahaan
pengendali Bank, antara lain pemegang saham dan
keluarganya, keluarga direksi, keluarga komisaris,
keluarga pengawas, dan keluarga pengurus.
4) saham Bank yang dimiliki oleh anak perusahaan dari
perusahaan yang dikendalikan oleh pengendali Bank;
5) saham Bank yang dimiliki oleh pihak lain untuk
(kepentingan)
pengendali Bank (saham nominee)
berdasarkan...
-5-
berdasarkan atau tidak berdasarkan suatu perjanjian
tertentu;
6) saham Bank yang dimiliki oleh pihak lain yang
pemindahtanganannya memerlukan persetujuan dari
pengendali Bank;
7) saham Bank lainnya selain saham sebagaimana dimaksud
pada angka 1) sampai dengan angka 6) yang dikendalikan
oleh pengendali Bank.
j.
Rapat Umum Pemegang Saham Bank yang selanjutnya
disingkat RUPS:
1) bagi Bank berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas
adalah RUPS sebagaimana dimaksudkan dalam undang-
undang mengenai perseroan terbatas;
2) bagi Bank berbentuk badan hukum Perusahaan Perseroan
Daerah atau Perusahaan Umum Daerah adalah RUPS
sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai
pemerintahan daerah;
3) bagi Bank berbentuk badan hukum Koperasi adalah Rapat
Anggota sebagaimana dimaksud dalam undang-undang
mengenai perkoperasian.
k. Direksi:
1) bagi Bank berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas
adalah direksi sebagaimana dimaksud dalam undang-
undang mengenai perseroan terbatas;
2) bagi Bank berbentuk badan hukum Perusahaan Perseroan
Daerah atau Perusahaan Umum Daerah adalah direksi
sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai
pemerintahan daerah;
3) bagi Bank berbentuk badan hukum Koperasi adalah
pengurus sebagaimana dimaksud dalam undang-undang
mengenai perkoperasian;
4) bagi kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar
negeri adalah pimpinan kantor cabang dari bank yang
berkedudukan di luar negeri yakni pemimpin kantor
cabang dan pejabat satu tingkat di bawah pemimpin kantor
cabang;
5) bagi...
-6-
5) bagi kantor perwakilan dari bank yang berkedudukan di
luar negeri adalah pemimpin Kantor Perwakilan dari bank
yang berkedudukan di luar negeri.
l. Dewan Komisaris:
1) bagi Bank berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas
adalah komisaris sebagaimana dimaksud dalam undang-
undang mengenai perseroan terbatas;
2) bagi Bank berbentuk badan hukum Perusahaan Perseroan
Daerah adalah komisaris sebagaimana dimaksud dalam
undang-undang mengenai pemerintahan daerah;
3) bagi Bank berbentuk badan hukum Perusahaan Umum
Daerah adalah pengawas sebagaimana dimaksud dalam
undang-undang mengenai pemerintahan daerah;
4) bagi Bank berbentuk badan hukum Koperasi adalah
pengawas sebagaimana dimaksud dalam undang-undang
mengenai perkoperasian.
m. Pejabat Eksekutif adalah:
1) pejabat yang bertanggung jawab langsung kepada anggota
Direksi atau mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap kebijakan dan/atau operasional Bank, antara lain
kepala divisi, kepala kantor wilayah, kepala kantor cabang,
kepala kantor fungsional yang kedudukannya paling
rendah setara dengan kepala kantor cabang, kepala satuan
kerja manajemen risiko, kepala satuan kerja kepatuhan,
dan kepala satuan kerja audit intern dan/atau pejabat
lainnya yang setara untuk BUK dan BUS;
2) pejabat yang bertanggung jawab langsung kepada Direksi
atau mempunyai pengaruh terhadap kebijakan dan/atau
operasional Bank, antara lain pemimpin kantor cabang,
kepala divisi, kepala bagian, manajer dan/atau pejabat
lainnya yang setara untuk BPR dan BPRS.
n. Daftar Tidak Lulus yang selanjutnya disingkat DTL adalah
daftar yang ditatausahakan oleh Otoritas Jasa Keuangan yang
memuat pihak–pihak yang dilarang untuk menjadi pemegang
saham, Pemegang Saham Pengendali, anggota Direksi, anggota
Dewan Komisaris dan Pejabat Eksekutif pada perbankan
berdasarkan...
-7-
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengatur
mengenai uji/penilaian kemampuan dan kepatutan.
2. Penilaian kemampuan dan kepatutan merupakan proses untuk
menilai/menguji pemenuhan persyaratan kemampuan dan
kepatutan dalam rangka pemberian persetujuan oleh Otoritas Jasa
Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, terhadap pihak yang
akan mengendalikan Bank melalui kepemilikan dan/atau
pengelolaan Bank yang meliputi calon PSP, calon anggota Direksi,
dan calon anggota Dewan Komisaris Bank. Dengan demikian calon
PSP, calon anggota Direksi, dan calon anggota Dewan Komisaris
Bank hanya dapat menjalankan tindakan, tugas, dan fungsinya
setelah memperoleh persetujuan dari OJK.
II. PIHAK YANG WAJIB MENGIKUTI PENILAIAN KEMAMPUAN DAN
KEPATUTAN
Penilaian kemampuan dan kepatutan bagi Bank dilakukan oleh OJK
terhadap i). calon PSP, ii). calon anggota Direksi, dan iii). calon anggota
Dewan Komisaris.
1. Calon PSP meliputi:
a. orang dan/atau badan hukum yang melakukan pembelian,
menerima hibah, menerima hak waris atau bentuk lain
pengalihan hak atas saham Bank sehingga yang bersangkutan
memenuhi kriteria PSP;
b. pemegang saham Bank yang tidak tergolong sebagai PSP (non
PSP) yang melakukan penambahan setoran modal, melakukan
pembelian saham Bank, menerima hibah saham Bank,
menerima hak waris, atau bentuk lain pengalihan hak atas
saham Bank, sehingga mengakibatkan yang bersangkutan
memenuhi kriteria PSP;
c. non PSP namun menurut OJK dinilai melakukan Pengendalian
Bank;
d. orang dan/atau badan hukum yang digolongkan sebagai
pengendali Bank karena adanya perubahan struktur kelompok
usaha Bank;
e. orang dan/atau badan hukum yang akan menjadi PSP pada
Bank hasil penggabungan (merger);
f. orang...
-8-
f.
orang dan/atau badan hukum yang akan menjadi PSP Bank
hasil peleburan (konsolidasi);
g. orang dan/atau badan hukum yang akan menjadi PSP pada
Bank yang akan didirikan.
2. Calon anggota Direksi atau calon anggota Dewan Komisaris meliputi:
a. orang yang belum pernah menjadi anggota Direksi atau anggota
Dewan Komisaris Bank, yang dicalonkan menjadi anggota
Direksi atau anggota Dewan Komisaris Bank;
b. orang yang sedang menjabat sebagai anggota Direksi atau
anggota Dewan Komisaris Bank, yang dicalonkan menjadi
anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris pada Bank
lainnya;
c. orang yang pernah menjabat sebagai anggota Direksi dan/atau
anggota Dewan Komisaris Bank, yang dicalonkan menjadi
anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris pada Bank yang
sama atau pada Bank lainnya;
d. anggota Dewan Komisaris Bank yang dicalonkan menjadi
anggota Direksi pada Bank yang sama;
e. anggota Dewan Komisaris Bank yang dicalonkan menjadi
Komisaris Independen pada Bank yang sama;
f.
anggota Direksi Bank yang dicalonkan menjadi Direktur yang
membawahkan Fungsi Kepatuhan pada Bank yang sama;
g. anggota Direksi Bank yang dicalonkan menjadi anggota Dewan
Komisaris pada Bank yang sama;
h. anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris Bank yang
dicalonkan ke jabatan yang lebih tinggi pada Bank yang sama,
meliputi:
1) anggota Dewan Komisaris yang akan diangkat menjadi
komisaris utama/wakil komisaris utama atau yang setara
dengan itu pada Bank yang sama;
2) anggota Direksi yang akan diangkat menjadi direktur
utama/wakil direktur utama atau yang setara dengan itu
pada Bank yang sama;
i.
orang yang dicalonkan menjadi anggota Direksi atau anggota
Dewan Komisaris pada Bank hasil penggabungan yang berasal
dari Bank yang menggabungkan (merger);
j. orang...
-9-
j.
orang yang dicalonkan menjadi anggota Direksi atau anggota
Dewan Komisaris pada Bank hasil penggabungan yang berasal
dari Bank yang menerima penggabungan (surviving bank)
termasuk perpanjangan jabatan;
k. orang yang dicalonkan menjadi anggota Direksi atau anggota
Dewan Komisaris Bank hasil peleburan yang berasal dari Bank
yang melakukan peleburan;
l.
orang yang dicalonkan menjadi pemimpin kantor perwakilan
dari bank yang berkedudukan di luar negeri;
m. orang yang dicalonkan menjadi pimpinan kantor cabang dari
bank yang berkedudukan di luar negeri;
n. orang yang akan menjadi anggota Direksi atau anggota Dewan
Komisaris BUS atau BPRS hasil perubahan kegiatan usaha yang
berasal dari Bank Umum yang melakukan perubahan kegiatan
usaha menjadi BUS atau BPR yang melakukan perubahan
kegiatan usaha menjadi BPRS (konversi).
3. Penilaian kemampuan dan kepatutan tidak dilakukan terhadap
perpanjangan jabatan bagi anggota Direksi dan anggota Dewan
Komisaris, kecuali perpanjangan jabatan sebagaimana dimaksud
pada angka 2 huruf j.
4. Perpanjangan jabatan anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris
sebagaimana dimaksud pada angka 3 dilaporkan kepada OJK
disertai dengan keputusan RUPS yang menetapkan perpanjangan
jabatan dimaksud.
III. FAKTOR PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN
Faktor yang dinilai dalam penilaian kemampuan dan kepatutan meliputi:
1.
Integritas bagi calon PSP, calon anggota Direksi, atau calon anggota
Dewan Komisaris.
Calon wajib memenuhi persyaratan integritas sebagaimana diatur
dalam Pasal 4 dan Pasal 5 POJK Penilaian Kemampuan dan
Kepatutan.
a. Terkait dengan persyaratan integritas berupa cakap melakukan
perbuatan hukum, pengertian cakap melakukan perbuatan
hukum mengacu kepada Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata.
b. Terkait...
-10-
b. Terkait dengan persyaratan integritas berupa memiliki
komitmen untuk mematuhi peraturan perundang-undangan,
bagi calon yang pernah dilarang untuk menjadi Pihak Utama
harus memiliki komitmen untuk tidak melakukan dan/atau
mengulangi perbuatan dan/atau tindakan yang menyebabkan
yang bersangkutan termasuk sebagai pihak yang dilarang
untuk menjadi Pihak Utama.
c. Terkait dengan persyaratan integritas berupa memiliki
komitmen terhadap pengembangan LJK yang sehat, calon PSP
harus menyampaikan:
1) rencana calon PSP terhadap pengembangan operasional
Bank yang sehat, yang paling sedikit memuat arah dan
strategi pengembangan Bank, dan rencana penguatan
permodalan Bank untuk jangka waktu paling singkat 3
(tiga) tahun.
2) pernyataan tertulis yang berisi komitmen untuk tidak
melakukan pengalihan saham Bank yang dimilikinya dalam
jangka waktu tertentu.
d. Terkait dengan persyaratan integritas berupa tidak termasuk
sebagai pihak yang dilarang untuk menjadi Pihak Utama antara
lain calon tidak tercantum dalam DTL.
2. Reputasi keuangan bagi calon anggota Direksi atau calon anggota
Dewan Komisaris.
Calon anggota Direksi atau calon anggota Dewan Komisaris harus
memenuhi persyaratan reputasi keuangan sebagaimana diatur
dalam Pasal 4 dan Pasal 6 POJK Penilaian Kemampuan dan
Kepatutan.
3. Kelayakan keuangan bagi calon PSP
Calon PSP wajib memenuhi persyaratan kelayakan keuangan
sebagaimana diatur dalam Pasal 4 dan Pasal 7 POJK Penilaian
Kemampuan dan Kepatutan.
a. Terkait dengan persyaratan kelayakan keuangan berupa
memiliki reputasi keuangan maka calon PSP harus memenuhi
persyaratan:
1) tidak memiliki kredit dan/atau pembiayaan macet; dan
2) tidak...
-11-
2) tidak pernah dinyatakan pailit dan/atau tidak pernah
menjadi pemegang saham, anggota Direksi, atau anggota
dewan komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan
suatu perseroan dinyatakan pailit berdasarkan ketetapan
pengadilan dalam waktu 5 (lima) tahun terakhir sebelum
dicalonkan;
b. Terkait dengan persyaratan kelayakan keuangan berupa
memiliki kemampuan keuangan yang dapat mendukung
perkembangan bisnis Bank, yang antara lain berdasarkan:
1)
analisis kemampuan keuangan pada saat pengajuan dan
proyeksinya untuk jangka waktu paling singkat 3 (tiga)
tahun yang disusun oleh konsultan independen bagi calon
PSP Bank berupa badan hukum;
2)
analisis kemampuan keuangan yang dilakukan antara lain
melalui analisis dokumen perpajakan bagi calon PSP
perorangan.
Termasuk dalam kriteria memiliki kemampuan keuangan yang
dapat mendukung perkembangan bisnis Bank adalah tidak
memiliki hutang jatuh tempo dan bermasalah.
Yang dimaksud dengan hutang jatuh tempo dan bermasalah
adalah hutang yang telah jatuh tempo dan/atau tidak
memenuhi persyaratan untuk dilakukan restrukturisasi.
Dalam pengertian memiliki hutang jatuh tempo dan bermasalah
adalah apabila calon PSP:
1) mempunyai hutang jatuh tempo dan bermasalah; dan/atau
2) merupakan pengendali, anggota Direksi (pengurus), atau
anggota Dewan Komisaris (pengawas) dari badan hukum
yang mempunyai hutang jatuh tempo dan bermasalah;
baik dalam industri perbankan maupun di luar industri
perbankan.
c. Terkait dengan persyaratan kelayakan keuangan berupa
memiliki komitmen untuk melakukan upaya-upaya yang
diperlukan apabila Bank menghadapi kesulitan keuangan, yang
dimaksud dengan upaya-upaya yang diperlukan adalah untuk
memberikan bantuan likuiditas kepada Bank, memperkuat
permodalan...
-12-
permodalan Bank, atau mencari investor lain dalam rangka
memperkuat likuiditas atau permodalan Bank.
4. Kompetensi bagi calon anggota Direksi dan calon anggota Dewan
Komisaris.
Calon anggota Direksi dan calon anggota Dewan Komisaris harus
memenuhi persyaratan kompetensi sebagaimana diatur dalam Pasal
4 dan Pasal 8 POJK Penilaian Kemampuan dan Kepatutan, yang
mencakup:
a. bagi calon anggota Direksi:
1) pengetahuan di bidang perbankan yang memadai dan
relevan dengan jabatannya.
Yang dimaksud dengan pengetahuan di bidang perbankan
antara lain:
a) bagi calon anggota Direksi BUK, pengetahuan tentang
peraturan dan operasional BUK termasuk pemahaman
mengenai manajemen risiko.
b) bagi calon anggota Direksi BUS, pengetahuan tentang
peraturan dan operasional perbankan syariah
termasuk pemahaman mengenai manajemen risiko.
c) bagi calon anggota Direksi BPR, pengetahuan tentang
peraturan dan operasional BPR termasuk pemahaman
mengenai manajemen risiko.
d) bagi calon anggota Direksi BPRS, pengetahuan tentang
peraturan dan operasional BPRS termasuk
pemahaman mengenai manajemen risiko.
e) bagi calon anggota Direksi BUK yang juga bertanggung
jawab terhadap UUS, maka pengetahuan di bidang
perbankan meliputi pengetahuan sebagaimana
dimaksud pada huruf a) dan huruf b).
2) Pengetahuan mengenai tugas dan tanggung jawab entitas
utama serta pemahaman mengenai kegiatan bisnis utama
dan risiko utama LJK dalam konglomerasi keuangan, bagi
calon Direksi yang akan menjabat pada Bank yang
ditunjuk sebagai entitas utama;
Penunjukan Bank sebagai entitas utama dan pengertian
mengenai konglomerasi keuangan mengacu kepada
peraturan...
-13-
peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengenai
penerapan tata kelola terintegrasi bagi konglomerasi
keuangan.
3) pengalaman dan keahlian di bidang perbankan dan/atau
bidang keuangan;
Yang dimaksud pengalaman dan keahlian di bidang
perbankan dan/atau bidang keuangan antara lain adalah
pengalaman dan keahlian di bidang operasional,
pemasaran, akuntansi, audit, pendanaan, perkreditan,
pasar uang, pasar modal, hukum atau pengalaman dan
keahlian di bidang pengawasan lembaga jasa keuangan.
Selain itu, persyaratan pengalaman dan keahlian di bidang
perbankan dan/atau bidang keuangan:
a) bagi anggota Direksi BUK harus mempertimbangkan
pemenuhan persyaratan bahwa mayoritas (lebih dari
50%) anggota Direksi harus memiliki pengalaman
dalam operasional Bank Umum paling singkat 5 (lima)
tahun paling rendah sebagai Pejabat Eksekutif;
Direksi BUS,
b) bagi calon
anggota
harus
mempertimbangkan:
(1) pemenuhan persyaratan bahwa mayoritas (lebih
dari 50%) anggota Direksi harus memiliki
pengalaman paling singkat 4 (empat) tahun
dengan jabatan paling rendah sebagai Pejabat
Eksekutif di industri perbankan dan paling
singkat 1 (satu) tahun diantaranya menjabat
paling rendah sebagai Pejabat Eksekutif pada
BUS dan/atau UUS.
(2) bagi BUS yang didirikan melalui proses
perubahan kegiatan usaha (konversi), komposisi
Direksi dalam 2 (dua) tahun pertama setelah
konversi paling sedikit 1 (satu) calon anggota
Direksi harus memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud pada butir (1).
(3) mayoritas anggota Direksi BUS hasil perubahan
kegiatan usaha (konversi) harus memenuhi
ketentuan...
-14-
ketentuan sebagaimana dimaksud pada butir (1)
paling lambat 2 (dua) tahun setelah izin
perubahan kegiatan usaha diberikan.
c) bagi anggota Direksi BPR, harus memiliki pengalaman
dan keahlian di bidang perbankan dan/atau lembaga
jasa keuangan non perbankan paling singkat 2 (dua)
tahun.
d) bagi anggota Direksi BPRS, harus mempertimbangkan
pemenuhan persyaratan bahwa mayoritas (paling
sedikit 50%) anggota Direksi harus memiliki
pengalaman operasional paling singkat:
(1) 2 (dua) tahun sebagai pejabat di bidang
pendanaan dan/atau pembiayaan di perbankan
syariah;
(2) 2 (dua) tahun sebagai pejabat di bidang
pendanaan dan/atau perkreditan di perbankan
konvensional dan memiliki pengetahuan di bidang
perbankan syariah; atau
(3) 3 (tiga) tahun sebagai direksi atau setingkat
dengan direksi di lembaga keuangan mikro
syariah.
4) kemampuan untuk melakukan pengelolaan strategis dalam
rangka pengembangan Bank yang sehat.
Yang dimaksud dengan kemampuan untuk melakukan
pengelolaan strategis antara lain memiliki kemampuan
untuk mengantisipasi perkembangan perekonomian,
keuangan dan perbankan, menginterpretasikan visi dan
misi Bank, serta analisis situasi industri perbankan. Bagi
anggota Direksi BPR, kemampuan untuk mengantisipasi
perkembangan perekonomian termasuk kemampuan untuk
menggali potensi perbankan daerah.
b. bagi calon anggota Dewan Komisaris:
Calon anggota Dewan Komisaris harus memiliki:
1) pengetahuan di bidang perbankan yang memadai dan
relevan dengan jabatannya; dan/atau
2) pengalaman di bidang perbankan dan/atau bidang
keuangan.
Yang...
-15-
Yang dimaksud dengan pengetahuan di bidang perbankan
antara lain:
1) bagi calon anggota Dewan Komisaris BUK, pengetahuan
tentang peraturan dan operasional BUK termasuk
pemahaman mengenai manajemen risiko.
2) bagi calon anggota Dewan Komisaris BUS, pengetahuan
tentang peraturan dan operasional perbankan syariah
termasuk pemahaman mengenai manajemen risiko.
3) bagi calon anggota Dewan Komisaris BPR, pengetahuan
tentang peraturan dan operasional BPR termasuk
pemahaman mengenai manajemen risiko.
4) bagi calon anggota Dewan Komisaris BPRS, pengetahuan
tentang peraturan dan operasional BPRS termasuk
pemahaman mengenai manajemen risiko.
Yang dimaksud pengalaman di bidang perbankan dan/atau
bidang keuangan antara lain adalah pengalaman di bidang
operasional, pemasaran, akuntansi, audit, pendanaan,
perkreditan, pasar uang, pasar modal, hukum atau pengalaman
di bidang pengawasan lembaga jasa keuangan.
Selain itu, bagi calon anggota Dewan Komisaris yang akan
menjabat pada Bank yang ditunjuk sebagai entitas utama juga
harus memiliki pengetahuan mengenai tugas dan tanggung
jawab entitas utama serta pemahaman mengenai kegiatan
bisnis utama dan risiko utama LJK dalam konglomerasi
keuangan. Penunjukan Bank sebagai entitas utama dan
pengertian mengenai konglomerasi keuangan mengacu kepada
peraturan OJK mengenai penerapan tata kelola terintegrasi bagi
konglomerasi keuangan.
Selain memenuhi persyaratan integritas, reputasi atau kelayakan
keuangan, dan kompetensi tersebut di atas, calon PSP, calon anggota
Direksi dan/atau calon anggota Dewan Komisaris juga harus memenuhi
persyaratan mengenai kepemilikan dan kepengurusan/pengelolaan Bank
sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
IV. PERSYARATAN...
-16-
IV. PERSYARATAN ADMINISTRATIF BAGI CALON PSP
1. Permohonan Bank untuk memperoleh persetujuan atas calon PSP
disampaikan oleh PSP/direksi badan hukum (dalam hal permohonan
izin pendirian bank) atau oleh anggota Direksi Bank (untuk Bank
yang telah memperoleh izin usaha) kepada OJK dilengkapi dengan
dokumen persyaratan administratif sebagaimana diatur dalam POJK
Penilaian Kemampuan dan Kepatutan dan ketentuan lain yang
mengatur mengenai persyaratan pemegang saham Bank, yaitu:
a. Ketentuan yang mengatur mengenai persyaratan dan tata cara
pembukaan kantor cabang, kantor cabang pembantu, dan
kantor perwakilan dari bank yang berkedudukan di luar negeri;
b. Ketentuan yang mengatur mengenai persyaratan dan tata cara
pembelian saham Bank;
c. Ketentuan yang mengatur mengenai persyaratan dan tata cara
penggabungan (merger),
pengambilalihan (akuisisi) Bank;
d. Ketentuan yang mengatur mengenai kelembagaan Bank;
e. Ketentuan yang mengatur mengenai perubahan kegiatan usaha
Bank Konvensional menjadi Bank Syariah;
f.
Ketentuan yang mengatur mengenai batas maksimum
kepemilikan saham Bank;
g. Ketentuan yang mengatur mengenai kepemilikan tunggal pada
perbankan Indonesia; dan
h. Ketentuan yang mengatur mengenai prinsip kehati-hatian
dalam penyertaan modal.
2. Rincian dokumen persyaratan administratif dimaksud paling sedikit
sebagaimana tercantum dalam:
a. Bagian Pertama Lampiran SEOJK ini, bagi calon PSP BUK.
b. Bagian Kedua Lampiran SEOJK ini, bagi calon PSP BPR.
c. Bagian Ketiga Lampiran SEOJK ini, bagi calon PSP BUS dan
BPRS.
V. PERSYARATAN ADMINISTRATIF BAGI CALON ANGGOTA DIREKSI
DAN CALON ANGGOTA DEWAN KOMISARIS
1. Permohonan Bank untuk memperoleh persetujuan atas calon
anggota Direksi dan calon anggota Dewan Komisaris disampaikan
oleh...
peleburan (konsolidasi), dan
-17-
oleh PSP/direksi badan hukum (dalam hal permohonan izin
pendirian bank) atau oleh anggota Direksi Bank (untuk Bank yang
telah memperoleh izin usaha) kepada OJK dilengkapi dengan
dokumen persyaratan administratif sebagaimana diatur dalam POJK
Penilaian Kemampuan dan Kepatutan dan ketentuan lain yang
mengatur mengenai persyaratan anggota Direksi, anggota Dewan
Komisaris, pimpinan kantor cabang atau pemimpin kantor
perwakilan dari bank yang berkedudukan di luar negeri, yaitu:
a. Ketentuan yang mengatur mengenai persyaratan dan tata cara
pembukaan kantor cabang, kantor cabang pembantu dan
kantor perwakilan dari bank yang berkedudukan di luar negeri;
b. Ketentuan yang mengatur mengenai pelaksanaan fungsi
kepatuhan Bank;
c. Ketentuan yang mengatur mengenai kelembagaan Bank;
d. Ketentuan yang mengatur mengenai pelaksanaan tata kelola
bagi Bank;
e. Ketentuan yang mengatur mengenai perubahan kegiatan usaha
Bank Konvensional menjadi Bank Syariah;
f.
Ketentuan yang mengatur mengenai penerapan tata kelola
terintegrasi bagi Bank;
g. Ketentuan yang mengatur mengenai sertifikasi manajemen
risiko bagi pengurus dan pejabat Bank; dan
h. Ketentuan yang mengatur mengenai penggunaan tenaga kerja
asing pada perbankan.
2. Rincian dokumen persyaratan administratif dimaksud paling sedikit
sebagaimana tercantum dalam:
a. Bagian Pertama Lampiran SEOJK ini, bagi calon anggota Direksi
dan calon anggota Dewan Komisaris BUK, termasuk calon
anggota Direksi BUK yang ditugaskan merangkap jabatan
sebagai Direktur Unit Usaha Syariah.
b. Bagian Kedua Lampiran SEOJK ini, bagi calon anggota Direksi
dan calon anggota Dewan Komisaris BPR.
c. Bagian Ketiga Lampiran SEOJK ini, bagi calon anggota Direksi
dan calon anggota Dewan Komisaris BUS dan BPRS, termasuk
Direksi BUK yang ditetapkan sejak awal akan menjabat sebagai
Direktur...
-18-
Direktur UUS dengan wewenang dan tanggung jawab hanya
untuk mengelola kegiatan usaha UUS.
VI. DOKUMEN PENDUKUNG ATAS DOKUMEN PERSYARATAN
ADMINISTRATIF
Dalam hal menurut penilaian OJK dianggap perlu, pemegang saham
untuk pendirian Bank baru atau anggota Direksi Bank untuk Bank yang
telah memperoleh izin usaha harus menyampaikan dokumen pendukung
atas dokumen persyaratan
administratif yang dipersyaratkan
sebagaimana dimaksud dalam angka IV dan angka V.
VII. PENYAMPAIAN DOKUMEN PERSYARATAN ADMINISTRATIF
1. Sebelum Bank menyampaikan dokumen persyaratan administratif
kepada Otoritas Jasa Keuangan dalam permohonan pencalonan,
Bank wajib terlebih dahulu menyusun daftar pemenuhan
persyaratan
(compliance checklist) dokumen persyaratan
administratif yang dilakukan oleh:
a. satuan kerja kepatuhan;
b. Pihak yang melaksanakan fungsi kepatuhan dalam hal Bank
belum diwajibkan memiliki satuan kerja kepatuhan; atau
c. PSP/direksi badan hukum dalam hal permohonan izin
pendirian Bank.
2. Daftar pemenuhan persyaratan (compliance checklist) tersebut di atas
disertai penjelasan yang menyatakan bahwa dokumen persyaratan
administratif yang disampaikan:
a. lengkap dan benar baik jumlah dan formatnya serta substansi
dokumen persyaratan administratif yang disampaikan telah
sesuai sebagaimana dipersyaratkan dalam SE OJK ini.
b. menyatakan bahwa persyaratan administratif berupa
“pernyataan” dan “daftar isian” benar telah diisi dan
ditandatangani oleh calon yg diajukan.
3. Dalam hal tidak terdapat Direktur yang membawahkan fungsi
kepatuhan atau Direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan
tidak dapat menjalankan tugasnya, maka daftar pemenuhan
persyaratan (compliance checklist) ditandatangai oleh pejabat
pengganti sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai Direktur
yang membawahkan fungsi kepatuhan.
4. Dalam...
-19-
4. Dalam hal Direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan
mempunyai benturan kepentingan dengan Bank, maka daftar
pemenuhan persyaratan (compliance checklist) ditandatangani oleh
anggota Direksi lainnya.
5. Dalam hal Bank belum diwajibkan memiliki Direktur yang
membawahkan fungsi kepatuhan maka daftar pemenuhan
persyaratan (compliance checklist) ditandatangani oleh anggota
Direksi lainnya.
6. Dalam hal proses penilaian kemampuan dan kepatutan dilakukan
pada saat permohonan izin pendirian bank maka daftar pemenuhan
persyaratan (compliance checklist) ditandatangani oleh pihak yang
mengajukan permohonan.
7. Daftar pemenuhan persyaratan (compliance checklist) disampaikan
bersamaan dengan penyampaian dokumen persyaratan administratif
calon yang diajukan.
VIII. TATA CARA PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN
1. Tata cara penilaian kemampuan dan kepatutan sebagaimana diatur
dalam Pasal 13 dan Pasal 16 POJK Penilaian Kemampuan dan
Kepatutan dilakukan melalui penilaian administratif.
2. Dalam rangka penilaian administratif terhadap calon PSP, calon PSP
melakukan pemaparan/presentasi paling sedikit mengenai:
a. rencana calon PSP terhadap pengembangan Bank yang akan
dimiliki paling singkat untuk 3 (tiga) tahun sejak dimiliki; dan
b.
strategi calon PSP dalam hal Bank yang akan dimiliki
mengalami kesulitan likuiditas/solvabilitas.
3. Dalam hal calon PSP berupa badan hukum maka:
a. penilaian kemampuan dan kepatutan terhadap badan hukum
tersebut dilakukan dengan menilai badan hukum yang
bersangkutan, anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris
badan hukum yang bersangkutan, dan pihak-pihak yang
berdasarkan penilaian Otoritas Jasa Keuangan merupakan
pemilik dan pengendali terakhir dari badan hukum tersebut
(ultimate shareholders).
b. Dalam hal ultimate shareholders adalah pemerintah negara lain,
dan hukum di negara yang bersangkutan tidak
memperbolehkan ultimate shareholders tersebut memberikan
data...
-20-
data dan dokumen, OJK menetapkan ultimate shareholders lain
yang secara langsung dikendalikan oleh pemerintah negara lain
tersebut berdasarkan dokumen pendukung yang sah sebagai
pengganti ultimate shareholders pemerintah negara lain
tersebut.
Yang dimaksud dengan dokumen pendukung yang sah antara
lain memuat penunjukan badan hukum lain yang dikendalikan
pemerintah negara lain sebagai ultimate shareholders untuk
dilakukan penilaian kemampuan dan kepatutan serta
penegasan bahwa hukum dari negara tersebut melarang
pemerintah dimaksud untuk memberikan data dan dokumen.
c.
Selain pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada huruf a dan
huruf b, OJK dapat menetapkan pihak lain yang berdasarkan
penilaian OJK melakukan Pengendalian, untuk menyampaikan
dokumen persyaratan administratif.
d. Pemaparan/presentasi dapat dilakukan oleh badan hukum
tersebut atau badan hukum lain dalam kelompok usahanya
atau ultimate shareholders.
e. Pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b,
dan huruf c harus mengikuti pemaparan/presentasi.
4. Bank harus terlebih dahulu melakukan penilaian pemenuhan
persyaratan integritas, reputasi keuangan, dan kompetensi terhadap
calon anggota Direksi dan/atau calon anggota Dewan Komisaris yang
akan diajukan. Penilaian paling sedikit mencakup:
a. penilaian rekam jejak termasuk sanksi yang pernah diberikan
Bank;
b. kepemilikan kredit/pembiayaan macet atau kepailitan;
c. latar belakang pendidikan baik formal maupun informal;
d. prestasi yang dicapai dalam pelaksanaan tugas;
e. kemampuan calon untuk menduduki posisi yang akan dijabat;
dan
f.
rangkap jabatan.
Penilaian dilakukan oleh komite nominasi sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan yang mengatur mengenai penerapan tata kelola
bagi perbankan. Hasil penilaian dimaksud disampaikan kepada OJK
pada saat pengajuan calon anggota Direksi dan/atau calon anggota
Dewan Komisaris.
Dalam...
-21-
Dalam hal Bank belum diwajibkan memiliki Komite Nominasi maka
penilaian dilakukan oleh satuan kerja kepatuhan atau fungsi
kepatuhan.
Dalam hal pencalonan anggota Direksi dan/atau anggota Dewan
Komisaris dilakukan pada saat permohonan izin pendirian bank
maka penilaian dilakukan oleh pihak yang mengajukan permohonan.
5. Dalam rangka penilaian administratif terhadap calon anggota Direksi
dan calon anggota Dewan Komisaris, OJK melakukan klarifikasi
kepada calon yang bersangkutan apabila:
a. Calon yang diajukan memiliki data atau informasi negatif yang
diperoleh OJK.
b. Calon yang diajukan belum mempunyai pengalaman yang
relevan pada perbankan Indonesia dengan mempertimbangkan
posisi jabatan serta ukuran dan kompleksitas Bank tempat yang
bersangkutan akan dicalonkan.
1) Bagi BUK, calon yang diajukan akan dilakukan klarifikasi
sebagaimana tercantum dalam tabel berikut:
Keterangan :
K : Diklarifikasi
T : Tidak Diklarifikasi
Yang dimaksud pernah menjabat sebagai anggota Direksi
BUK tidak termasuk pihak yang pernah menjabat sebagai
pemimpin kantor perwakilan dari bank yang berkedudukan
di luar negeri.
Yang...
-22-
Yang dimaksud pernah menjabat sebagai Pejabat Eksekutif
BUK dan BUS termasuk Pejabat Eksekutif pada kantor
cabang di luar negeri dari BUK dan BUS di Indonesia.
2) Bagi BUS, calon yang diajukan akan dilakukan klarifikasi
sebagaimana tercantum dalam tabel berikut:
a) Pihak yang mempunyai pengalaman di BUS yang akan
menjabat sebagai anggota Direksi atau anggota Dewan
Komisaris di BUS.
Keterangan :
K : Diklarifikasi
T : Tidak Diklarifikasi
b) Pihak...
b) Pihak yang mempunyai pengalaman di BUK yang akan
menjabat sebagai anggota Direksi atau anggota Dewan
Komisaris di BUS.
Keterangan :
K : Diklarifikasi
T : Tidak Diklarifikasi
Yang dimaksud memiliki pengalaman perbankan
syariah adalah pengalaman di industri perbankan
syariah dengan jabatan paling rendah sebagai Pejabat
Eksekutif.
Yang dimaksud pernah menjabat sebagai anggota
Direksi perbankan tidak termasuk pihak yang pernah
menjabat sebagai pemimpin kantor perwakilan dari
bank yang berkedudukan di luar negeri.
Yang...
-24-
Yang dimaksud pernah menjabat sebagai Pejabat
Eksekutif perbankan syariah termasuk Pejabat
Eksekutif pada kantor cabang di luar negeri dari BUS.
3) Bagi BPR, calon yang diajukan akan dilakukan klarifikasi
sebagaimana tercantum dalam tabel berikut:
a) Pihak yang mempunyai pengalaman di BPR/BPRS
yang akan menjabat sebagai anggota Direksi atau
anggota Dewan Komisaris di BPR.
Keterangan :
K : Diklarifikasi
T : Tidak Diklarifikasi
b) Pihak yang mempunyai pengalaman di BUK/BUS yang
akan menjabat sebagai anggota Direksi atau anggota
Dewan Komisaris di BPR.
Keterangan :
K : Diklarifikasi
T : Tidak Diklarifikasi
Yang...
-25-
Yang dimaksud pernah menjabat sebagai Pejabat
Eksekutif BUK dan BUS termasuk Pejabat Eksekutif
pada kantor cabang di luar negeri dari BUK dan BUS
di Indonesia.
4) Bagi BPRS, calon yang diajukan akan dilakukan klarifikasi
sebagaimana tercantum dalam tabel berikut:
a) Pihak yang mempunyai pengalaman di BPRS yang
akan menjabat sebagai anggota Direksi dan anggota
Dewan Komisaris di BPRS.
Keterangan :
K : Diklarifikasi
T : Tidak Diklarifikasi
b) Pihak yang mempunyai pengalaman di BUS yang akan
menjabat sebagai anggota Direksi dan anggota Dewan
Komisaris di BPRS.
Keterangan :
K : Diklarifikasi
T : Tidak Diklarifikasi
c) Pihak...
k...
-26-
c) Pihak yang mempunyai pengalaman di BPR yang akan
menjabat sebagai anggota Direksi dan anggota Dewan
Komisaris di BPRS.
Keterangan :
K : Diklarifikasi
T : Tidak Diklarifikasi
d) Pihak...
-27-
d) Pihak yang mempunyai pengalaman di BUK yang akan
menjabat sebagai anggota Direksi dan anggota Dewan
Komisaris di BPRS.
Yang dimaksud memiliki pengalaman syariah adalah
pengalaman sebagai pejabat di bidang pendanaan
dan/atau pembiayaan di perbankan syariah atau
sebagai Direksi atau setingkat Direksi di lembaga
keuangan mikro syariah.
Keterangan :
K : Diklarifikasi
T : Tidak Diklarifikasi
c. Calon yang diajukan pernah Tidak Disetujui OJK karena tidak
memenuhi persyaratan
kompetensi
dalam
kemampuan dan kepatutan terakhir sebelum pencalonan.
6. Jumlah calon anggota Direksi dan/atau calon anggota Dewan
Komisaris yang dapat diajukan dalam permohonan paling banyak
berjumlah 2 (dua) orang untuk setiap lowongan jabatan dan
penetapan calon yang diajukan telah sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
7. Penghentian Penilaian Kemampuan dan Kepatutan
a. OJK menghentikan penilaian kemampuan dan kepatutan calon
PSP, calon anggota Direksi, dan calon anggota Dewan Komisaris
apabila pada saat penilaian dilakukan calon tersebut:
1) sedang menjalani proses hukum;
2) sedang...
penilaian
-28-
2) sedang menjalani proses penilaian kemampuan dan
kepatutan pada suatu LJK; dan/atau
3) sedang dalam proses penilaian kembali karena terdapat
indikasi permasalahan integritas, kelayakan/reputasi
keuangan dan/atau kompetensi pada suatu LJK.
b. Yang dimaksud sedang menjalani proses hukum adalah apabila
calon PSP, calon anggota Direksi, atau calon anggota Dewan
Komisaris telah menyandang status tersangka atau terdakwa
dalam perkara pidana atau sedang menjalani proses peradilan
terkait kepailitan.
c. Yang dimaksud sedang menjalani proses penilaian kemampuan
dan kepatutan pada suatu LJK adalah apabila calon PSP, calon
anggota Direksi, atau calon anggota Dewan Komisaris sedang
diajukan sebagai calon PSP, calon anggota Direksi, atau calon
anggota Dewan Komisaris pada LJK lain.
OJK menghentikan penilaian kemampuan dan kepatutan
terhadap pencalonan selain pencalonan pertama yang diajukan
LJK kepada OJK.
d. Yang dimaksud dengan sedang dalam proses penilaian kembali
karena terdapat
indikasi
permasalahan integritas,
kelayakan/reputasi keuangan dan/atau kompetensi pada
suatu LJK adalah apabila calon PSP, calon anggota Direksi, atau
calon anggota Dewan Komisaris sedang dalam proses penilaian
kembali karena terdapat indikasi permasalahan integritas,
kelayakan/reputasi keuangan, dan/atau kompetensi dalam
kapasitas yang bersangkutan sebagai Pihak Utama.
OJK menghentikan penilaian kemampuan dan kepatutan
terhadap pencalonan yang bersangkutan yang diajukan LJK
kepada OJK.
e. OJK memberitahukan penghentian penilaian kemampuan dan
kepatutan kepada Bank yang mengajukan pencalonan.
f.
Calon PSP, calon anggota Direksi, dan calon anggota Dewan
Komisaris yang dihentikan penilaian kemampuan dan
kepatutan, dapat diajukan kembali kepada OJK untuk menjadi
calon PSP, calon anggota Direksi, dan calon anggota Dewan
Komisaris apabila yang bersangkutan telah selesai menjalani:
1) proses hukum yang dibuktikan dengan adanya:
a) Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3); atau
b) Putusan...
-29-
b) Putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap yang menyatakan bahwa yang
bersangkutan tidak bersalah;
c) Putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap yang menyatakan bahwa yang
bersangkutan tidak ditetapkan pailit; atau
2) proses penilaian kembali terkait permasalahan integritas,
kelayakan/reputasi keuangan, dan/atau kompetensi pada
suatu LJK namun tidak terbukti memiliki permasalahan
integritas, kelayakan/reputasi keuangan, dan/atau
kompetensi.
IX. HASIL PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN
1. OJK menetapkan hasil penilaian kemampuan dan kepatutan yaitu
Disetujui atau Tidak Disetujui.
2. Jangka waktu penetapan hasil penilaian kemampuan dan kepatutan
paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja setelah seluruh dokumen
permohonan diterima secara lengkap.
3. Dalam hal proses penilaian kemampuan dan kepatutan calon PSP,
calon anggota Direksi, atau calon anggota Dewan Komisaris
dilakukan pada saat permohonan izin pendirian, perubahan kegiatan
usaha bank konvensional menjadi bank syariah, penggabungan
dan/atau peleburan Bank, OJK memberikan penetapan hasil
penilaian kemampuan dan kepatutan dalam jangka waktu sesuai
dengan ketentuan yang mengatur mengenai pemberian izin
pendirian, perubahan kegiatan usaha bank konvensional menjadi
bank syariah, penggabungan dan/atau peleburan Bank.
4. Calon PSP, calon anggota Direksi, dan/atau calon anggota Dewan
Komisaris yang Disetujui OJK dinyatakan memenuhi persyaratan
untuk menjadi PSP, anggota Direksi, dan/atau anggota Dewan
Komisaris pada Bank yang mengajukan pencalonan.
5. RUPS mengangkat calon anggota Direksi atau calon anggota Dewan
Komisaris yang Disetujui OJK dalam jangka waktu sebagaimana
diatur dalam ketentuan yang mengatur mengenai kelembagaan bagi
BUK, BUS, BPR, dan BPRS.
6. Persetujuan dari OJK menjadi tidak berlaku apabila sampai dengan
jangka waktu sebagaimana dimaksud pada angka 5 berakhir, calon
anggota...
7 Cl
-30-
anggota Direksi dan/atau calon anggota Dewan Komisaris tidak
diangkat oleh RUPS.
7. Calon PSP, calon anggota Direksi, dan/atau calon anggota Dewan
Komisaris yang Tidak Disetujui OJK dinyatakan tidak memenuhi
persyaratan untuk menjadi PSP, anggota Direksi, dan/atau anggota
Dewan Komisaris pada Bank yang mengajukan pencalonan, dengan
ketentuan:
a. Calon anggota Direksi dan/atau calon anggota Dewan Komisaris
yang Tidak Disetujui OJK yang berasal dari peralihan jabatan
sebagaimana dimaksud pada butir II.2.d sampai dengan butir
II.2.h, yang bersangkutan masih dapat menjalankan tugas dan
fungsinya sebagai anggota Direksi, atau anggota Dewan
Komisaris pada Bank dimaksud sepanjang belum diberhentikan
dari jabatan sebelumnya sesuai dengan anggaran dasar Bank.
b. Calon anggota Direksi atau calon anggota Dewan Komisaris
yang Tidak Disetujui OJK yang berasal dari Pejabat Eksekutif
yang sedang menjabat pada Bank, yang bersangkutan masih
dapat menjalankan tugas dan fungsinya sebagai Pejabat
Eksekutif pada Bank dimaksud sepanjang belum diberhentikan
dari jabatan sebelumnya sesuai dengan anggaran dasar Bank.
8. Calon anggota Direksi atau calon anggota Dewan Komisaris yang
Tidak Disetujui OJK namun telah mendapat persetujuan dan
diangkat sebagai anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris
Bank sesuai keputusan RUPS maka Bank wajib menyelenggarakan
RUPS untuk membatalkan pengangkatan yang bersangkutan dalam
jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal ditetapkan
Tidak Disetujui.
9. Bank wajib melaporkan pembatalan pengangkatan calon anggota
Direksi dan/atau calon anggota Dewan Komisaris kepada OJK paling
lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah RUPS pembatalan
pengangkatan yang bersangkutan. Dalam hal tidak terdapat
peraturan yang mengatur mengenai pelaporan pembatalan
pengangkatan calon anggota Direksi atau calon anggota Dewan
Komisaris oleh RUPS, Bank wajib melaporkan paling lambat 7 (tujuh)
hari kerja setelah RUPS pembatalan pengangkatan calon anggota
Direksi atau calon anggota Dewan Komisaris.
10. Calon.
..
-31-
10. Calon PSP yang Tidak Disetujui OJK karena tidak memenuhi
persyaratan integritas namun telah memiliki saham Bank yang
mengajukan pencalonan, maka yang bersangkutan:
a. wajib mengalihkan seluruh kepemilikan sahamnya pada bank
yang bersangkutan dan tidak melakukan Pengendalian; dan
b. tidak dapat menjalankan hak selaku pemegang saham yaitu hak
untuk menghadiri, mengeluarkan suara, dan hak untuk
diperhitungkan dalam kuorum dalam RUPS serta hak menerima
dividen yang dibagikan.
Pengalihan kepemilikan saham calon PSP yang Tidak Disetujui OJK
dimaksud harus dilakukan paling lambat 1 (satu) tahun sejak
tanggal ditetapkan Tidak Disetujui.
11. Calon PSP yang Tidak Disetujui OJK karena tidak memenuhi
persyaratan kelayakan keuangan namun telah memiliki saham Bank
yang mengajukan pencalonan, maka yang bersangkutan:
a. wajib mengalihkan sebagian kepemilikan sahamnya pada bank
yang bersangkutan sehingga jumlah saham yang dimilikinya
kembali ke jumlah saham awal sebelum penambahan saham
yang menyebabkan yang bersangkutan menjadi calon PSP dan
tidak melakukan Pengendalian; dan
b. hanya dapat menjalankan hak selaku pemegang saham yaitu
hak untuk menghadiri, mengeluarkan suara, dan hak untuk
diperhitungkan dalam kuorum dalam RUPS serta hak menerima
dividen yang dibagikan sebesar jumlah saham awal sebelum
penambahan saham yang menyebabkan yang bersangkutan
menjadi calon PSP.
Pengalihan kepemilikan saham sebagaimana dimaksud pada huruf a
harus dilakukan paling lambat 1 (satu) tahun sejak tanggal
ditetapkan Tidak Disetujui. Dalam hal calon PSP tidak melakukan
pengalihan sebagian kepemilikan saham dalam jangka waktu
dimaksud maka yang bersangkutan tidak dapat menjalankan hak
selaku pemegang saham atas seluruh saham yang dimilikinya pada
bank yang bersangkutan sampai dengan yang bersangkutan
melakukan pengalihan sebagian kepemilikan saham.
12. Pengalihan kepemilikan saham sebagaimana dimaksud pada angka
10 dan angka 11 di atas dapat dilakukan melalui hibah maupun
melalui penjualan kepada pihak selain pihak yang memiliki
hubungan...
-32-
hubungan keluarga sampai dengan derajat kedua termasuk kepada
kelompok usahanya.
Yang dimaksud dengan hubungan keluarga sampai dengan derajat
kedua, meliputi:
a. Orang tua kandung/tiri/angkat;
b. Saudara kandung/tiri/angkat beserta suami atau istrinya;
c. Anak kandung/tiri/angkat;
d. Kakek/nenek kandung/tiri/angkat;
e. Cucu kandung/tiri/angkat;
f. Saudara kandung/tiri/angkat dari orang tua beserta suami
atau istrinya;
Suami/istri;
g.
h. Mertua;
i.
Besan;
j.
Suami/istri dari anak kandung/tiri/angkat;
k. Kakek/nenek dari suami/istri;
l.
Suami/istri dari cucu kandung/tiri/angkat;
m. Saudara kandung/tiri/angkat dari suami/istri beserta suami
atau istrinya.
Larangan pengalihan kepemilikan saham kepada pihak-pihak
sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf m tidak
berlaku untuk peralihan yang diakibatkan oleh pewarisan.
13. Bank wajib melaporkan pengalihan saham sebagaimana dimaksud
pada angka 10 dan angka 11 kepada OJK dengan mengacu kepada
ketentuan yang mengatur mengenai pelaporan perubahan anggaran
dasar terkait perubahan kepemilikan saham pada Bank.
X. PENGAJUAN KEMBALI CALON ANGGOTA DIREKSI ATAU CALON
ANGGOTA DEWAN KOMISARIS YANG DITETAPKAN TIDAK DISETUJUI
1. Calon anggota Direksi atau calon anggota Dewan Komisaris yang
ditetapkan Tidak Disetujui dapat dicalonkan kembali kepada OJK
paling cepat 6 (enam) bulan sejak tanggal penetapan Tidak Disetujui
dari OJK.
2. Calon anggota Direksi atau calon anggota Dewan Komisaris yang
Tidak Disetujui karena persyaratan kompetensi dapat dicalonkan
kembali sebelum 6 (enam) bulan apabila dicalonkan kembali pada:
a. bidang...
-33-
a. bidang jabatan yang berbeda pada jabatan yang setingkat atau
jabatan yang lebih rendah pada Bank yang sama.
Contoh 1:
Calon Direktur Keuangan pada Bank X yang Tidak Disetujui
OJK dapat dicalonkan kembali sebelum 6 (enam) bulan apabila
yang bersangkutan dicalonkan kembali menjadi calon Direktur
Kredit pada Bank X.
Contoh 2:
Calon Direktur Utama pada Bank Y yang Tidak Disetujui OJK
dapat dicalonkan kembali sebelum 6 (enam) bulan apabila yang
bersangkutan dicalonkan kembali menjadi Direktur Keuangan
pada Bank Y.
b. jabatan di Bank lain yang mempunyai ukuran dan kompleksitas
yang lebih rendah.
Ukuran dan kompleksitas Bank antara lain dicerminkan dalam
klasifikasi Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) atau Bank
Perkreditan Rakyat Kegiatan Usaha (BPRKU);
Contoh:
Calon Direksi pada Bank BPRKU 3 yang Tidak Disetujui OJK
dapat dicalonkan kembali sebelum 6 (enam) bulan apabila yang
bersangkutan dicalonkan kembali menjadi calon Direksi pada
Bank BPRKU 2 atau BPRKU 1.
c. jabatan di LJK selain Bank.
Contoh:
Calon Direksi pada BUS yang Tidak Disetujui OJK dapat
dicalonkan kembali sebelum 6 (enam) bulan apabila yang
bersangkutan dicalonkan kembali menjadi calon Direksi pada
Perusahaan Asuransi.
3. Pengajuan kembali calon sebagaimana dimaksud pada angka 2
huruf a dan huruf b dapat dilakukan paling cepat 1 (satu) bulan
sejak tanggal penetapan Tidak Disetujui.
4. Pengajuan kembali calon anggota Direksi atau calon anggota Dewan
Komisaris yang ditetapkan Tidak Disetujui karena persyaratan
kompetensi sebagaimana dimaksud pada angka 1 harus disertai
dokumen pendukung yang membuktikan bahwa calon yang diajukan
kembali telah melakukan peningkatan kompetensi.
XI. TATA...
XI TATA
-34-
XI. TATA CARA PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN BAGI CALON
ANGGOTA DIREKSI DAN ANGGOTA DEWAN KOMISARIS BANK
PERANTARA DAN BANK DALAM PENYELAMATAN/PENANGANAN
OLEH LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (LPS)
1. Bank Perantara adalah bank umum yang didirikan oleh Lembaga
Penjamin Simpanan untuk digunakan sebagai sarana resolusi
dengan menerima pengalihan sebagian atau seluruh aset dan/atau
kewajiban Bank yang ditangani Lembaga Penjamin Simpanan,
selanjutnya menjalankan kegiatan usaha perbankan, dan akan
dialihkan kepemilikannya kepada pihak lain.
2. Penilaian kemampuan dan kepatutan bagi Bank Perantara dan Bank
dalam penyelamatan/penanganan oleh LPS hanya dilakukan
terhadap calon anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris.
3. Penilaian kemampuan dan kepatutan bagi calon anggota Direksi
dan/atau anggota Dewan Komisaris Bank Perantara dilakukan pada
saat pengajuan izin usaha Bank Perantara.
4. Permohonan untuk memperoleh persetujuan OJK atas calon anggota
Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris Bank Perantara dan
Bank dalam penyelamatan/penanganan oleh LPS diajukan oleh LPS
kepada OJK.
5. Faktor yang dinilai dalam penilaian kemampuan dan kepatutan bagi
calon anggota Direksi dan/atau calon anggota Dewan Komisaris
Bank Perantara dan Bank dalam penyelamatan/penanganan oleh
LPS mengacu kepada Bab II POJK Penilaian Kemampuan dan
Kepatutan.
6. Persyaratan dokumen administratif calon anggota Direksi dan/atau
calon anggota Dewan Komisaris Bank Perantara dan Bank dalam
penyelamatan/penanganan oleh LPS yang harus disampaikan
mengacu kepada angka V dan angka VI SE OJK ini.
7. Tata cara penilaian kemampuan dan kepatutan calon anggota
Direksi dan/atau calon anggota Dewan Komisaris Bank Perantara
dan Bank dalam penyelamatan/penanganan oleh LPS dilakukan
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Penilaian administratif awal
Penilaian administratif awal dilakukan untuk mengetahui
apakah yang bersangkutan:
1) memiliki kredit dan/atau pembiayaan macet; dan
2) termasuk...
-35-
2) termasuk sebagai pihak yang dilarang untuk menjadi Pihak
Utama;
b. Penilaian administratif lanjutan
8. Calon anggota Direksi dan/atau calon anggota Dewan Komisaris
Bank Perantara dan Bank dalam penyelamatan/penanganan oleh
LPS yang memenuhi persyaratan berdasarkan hasil penilaian
administratif awal sebagaimana dimaksud pada angka 7 huruf a di
atas maka OJK memberikan persetujuan sementara sehingga yang
bersangkutan berwenang menjalankan tindakan, tugas, dan fungsi
sebagai anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris.
9. Calon anggota Direksi dan/atau calon anggota Dewan Komisaris
Bank Perantara dan Bank dalam penyelamatan/penanganan oleh
LPS yang tidak memenuhi persyaratan dalam penilaian administratif
awal sebagaimana dimaksud pada angka 7 huruf a di atas maka OJK
tidak memberikan persetujuan sementara dengan konsekuensi calon
anggota Direksi dan/atau calon anggota Dewan Komisaris Bank
Perantara dan Bank dalam penyelamatan/penanganan oleh LPS
dilarang melakukan tindakan, tugas dan fungsi sebagai anggota
Direksi atau anggota Dewan Komisaris.
10. LPS dapat menyampaikan kembali calon baru anggota Direksi
dan/atau calon baru anggota Dewan Komisaris Bank Perantara dan
Bank dalam penyelamatan/penanganan oleh LPS.
penilaian
11. OJK memberitahukan hasil
administratif awal
sebagaimana dimaksud pada angka 7 huruf a di atas secara tertulis
kepada LPS.
12. Bank Perantara atau Bank dalam penyelamatan/penanganan oleh
LPS wajib melengkapi seluruh persyaratan dokumen administratif
mengenai anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris yang
telah mendapat persetujuan sementara paling lambat 1 (satu) bulan
sejak tanggal persetujuan sementara dari OJK dalam rangka
penilaian administratif lanjutan.
13. Dalam rangka melakukan “penilaian administratif lanjutan”
sebagaimana dimaksud pada angka 7 huruf b:
a. bagi Bank Perantara berlaku ketentuan sebagaimana diatur
pada butir VIII.1, butir VIII.5, dan butir VIII.6 SE OJK ini.
b. bagi...
-36-
b. bagi Bank dalam penyelamatan/penanganan oleh LPS berlaku
ketentuan sebagaimana diatur pada angka VII dan butir VIII.1,
butir VIII.4, butir VIII.5, dan butir VIII.6 SE OJK ini.
14. OJK menetapkan hasil akhir penilaian kemampuan dan kepatutan
berdasarkan penilaian administrasif lanjutan
dimaksud pada angka 7 huruf b, menjadi:
a. Disetujui; atau
b. Tidak Disetujui.
15. Penetapan hasil akhir penilaian kemampuan dan kepatutan
dilakukan OJK paling lambat 6 (enam) bulan sejak tanggal
persetujuan sementara dan diberitahukan kepada LPS dan Bank
Perantara atau Bank dalam penyelamatan/penanganan oleh LPS.
16. Anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris Bank Perantara atau
Bank dalam penyelamatan/penanganan oleh LPS yang Disetujui
sebagaimana dimaksud pada angka 14 huruf a dapat melanjutkan
tindakan, tugas, dan fungsi sebagai anggota Direksi atau anggota
Dewan Komisaris Bank Perantara atau Bank dalam
penyelamatan/penanganan oleh LPS.
17. Anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris Bank Perantara atau
Bank dalam penyelamatan/penanganan oleh LPS yang Tidak
Disetujui sebagaimana dimaksud pada angka 14 huruf b maka:
a. persetujuan sementara yang telah diterbitkan menjadi tidak
berlaku;
b. anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris Bank Perantara
atau Bank dalam penyelamatan/penanganan oleh LPS dilarang
melakukan tindakan, tugas dan fungsi sebagai anggota Direksi
atau anggota Dewan Komisaris; dan
c. LPS wajib membatalkan pengangkatan yang bersangkutan
dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan;
terhitung sejak tanggal ditetapkan Tidak Disetujui.
XII. ALAMAT PENYAMPAIAN
Surat permohonan berikut dokumen sebagaimana dimaksud pada angka
IV, angka V, dan angka VI di atas:
1. Bagi BUK, disampaikan kepada:
Departemen Perizinan dan Informasi Perbankan, Otoritas Jasa
Keuangan dengan tembusan kepada:
a. Departemen...
sebagaimana
-37-
a. Departemen Pengawasan Bank atau Kantor Regional Otoritas
Jasa Keuangan di Jakarta, bagi Bank Umum yang berkantor
Pusat di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta; atau
b. Kantor Regional atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat,
bagi Bank Umum yang berkantor pusat di luar wilayah Daerah
Khusus Ibukota Jakarta.
2. Bagi BPR, disampaikan kepada:
a. Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta bagi BPR
yang berkantor Pusat di wilayah Daerah Khusus Ibukota
Jakarta;
b. Kantor Regional setempat bagi BPR yang berkantor pusat di
wilayah kerja Kantor Regional di luar wilayah Daerah Khusus
Ibukota Jakarta; atau
c. Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat bagi BPR yang
berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Otoritas Jasa Keuangan
di luar wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, dengan
tembusan kepada Kantor Regional setempat.
3. Bagi BUS dan BPRS, disampaikan kepada:
a. Departemen Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan, bagi
BUS dan BPRS yang berkantor pusat di wilayah Daerah Khusus
Ibukota Jakarta;
b. Departemen Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan, bagi
BUS yang berkantor pusat di luar wilayah Daerah Khusus
Ibukota Jakarta, dengan tembusan kepada Kantor Regional atau
Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat; atau
c. Kantor Regional atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat,
bagi BPRS yang berkantor pusat di luar wilayah Daerah Khusus
Ibukota Jakarta.
4. Bagi UUS, disampaikan kepada:
a. Departemen Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan, bagi
UUS yang mengajukan calon anggota Direksi BUK yang hanya
menjabat sebagai Direktur UUS dengan tembusan kepada
Departemen Perizinan dan Informasi Perbankan; atau
b. Departemen Perizinan dan Informasi Perbankan Otoritas Jasa
Keuangan, bagi UUS yang mengajukan calon anggota Direksi
BUK yang merangkap jabatan sebagai Direktur UUS dengan
tembusan kepada Departemen Perbankan Syariah;
Penyampaian...
-38-
Penyampaian permohonan dan/atau persyaratan dokumen
administratif dapat dilakukan melalui sarana elektronik dalam hal
ketentuan yang mengatur mengenai hal tersebut telah
diimplementasikan.
XIII. LAPORAN RENCANA PERUBAHAN STRUKTUR KELOMPOK USAHA
Laporan rencana perubahan struktur kelompok usaha sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 POJK Penilaian Kemampuan dan Kepatutan
mencakup seluruh pihak yang terkait dengan Bank dari segi
pengendalian sampai dengan ultimate shareholders.
Contoh pelaporan rencana perubahan struktur kelompok usaha adalah
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran SEOJK ini. Laporan rencana
perubahan struktur kelompok usaha disampaikan kepada Otoritas Jasa
Keuangan dengan alamat sebagaimana pada angka XII.
XIV. KETENTUAN LAIN-LAIN
1. Penjelasan status pemegang saham Bank dalam laporan yang
dipublikasikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf b POJK
Penilaian Kemampuan dan Kepatutan dicantumkan dalam Laporan
Publikasi Triwulanan dan Laporan Publikasi Tahunan.
2. Penilaian kemampuan dan kepatutan bagi calon PSP, calon anggota
Direksi, calon anggota Dewan Komisaris yang sedang dilakukan pada
saat berlakunya ketentuan ini, maka:
a. proses penilaian dan hasil penilaian tetap mengacu kepada
ketentuan Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/23/PBI/2010
tanggal 29 Desember 2010 tentang Uji Kemampuan dan
Kepatutan (Fit and Proper Test) bagi Bank Umum dan Peraturan
Bank Indonesia Nomor 14/9/PBI/2012 tanggal 26 Juli 2012
tentang Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test)
bagi Bank Perkreditan Rakyat serta Peraturan Bank Indonesia
Nomor 14/6/PBI/2012 tanggal 18 Juni 2012 tentang Uji
Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) bagi Bank
Syariah dan Unit Usaha Syariah; dan
b. konsekuensi hasil penilaian Kemampuan dan Kepatutan
mengacu kepada ketentuan dalam Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 27/POJK.03./2016 tentang Penilaian
Kemampuan dan Kepatutan bagi Pihak Utama Lembaga Jasa
Keuangan.
3. Ketentuan...
-39-
3. Ketentuan pelaksanaan dari:
a. Peraturan Bank Indonesia No 12/23/PBI/2010 tanggal 29
Desember 2010 tentang Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and
Proper Test);
b. Peraturan Bank Indonesia No.14/9/PBI/2012 tanggal 26 Juli
2012 tentang Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper
Test) Bank Perkreditan Rakyat; dan
c. Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/6/PBI/2012 tanggal 18
Juni 2012 tentang Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and
Proper Test) bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah;
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Surat Edaran
Otoritas Jasa Keuangan ini.
XV. PENUTUP
Ketentuan di dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai
berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 13 September 2016
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN
OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
NELSON TAMPUBOLON
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 39/SEOJK.03/2016 </reg_id>
<reg_title> PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN BAGI CALON PEMEGANG SAHAM PENGENDALI, CALON ANGGOTA DIREKSI, DAN CALON ANGGOTA DEWAN KOMISARIS BANK </reg_title>
<set_date> 13 September 2016 </set_date>
<effective_date> 13 September 2016 </effective_date>
<related_reg> '27/POJK.03/2016' </related_reg>
|
Yth.
Pengurus Dana Pensiun
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 26 /SEOJK.05/2015
TENTANG
PENILAIAN INVESTASI SURAT BERHARGA BAGI DANA PENSIUN
Sehubungan dengan amanat Pasal 2 ayat (3) Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 3/POJK.05/2015 tentang Investasi Dana Pensiun, perlu
untuk mengatur mengenai dasar penilaian investasi surat berharga yang
meliputi surat berharga yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, surat berharga
negara, dan obligasi korporasi yang tercatat di Bursa Efek di Indonesia,
termasuk juga surat berharga yang menggunakan prinsip syariah dalam Surat
Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
1. Bahwa dampak dari kondisi keuangan global saat ini telah
mengakibatkan nilai pasar dari investasi surat berharga menunjukkan
nilai yang tidak wajar dan mengakibatkan penurunan tingkat
solvabilitas dana pensiun menjadi kurang dari 100% (seratus persen).
2. Bahwa sehubungan dengan investasi surat berharga menunjukkan nilai
yang tidak wajar, perlu diberikan stimulus bagi Dana Pensiun dalam
penilaian investasi surat berharga agar mencerminkan nilai yang wajar.
II. PENILAIAN INVESTASI SURAT BERHARGA
Dana Pensiun dapat melakukan penilaian investasi surat berharga dengan
menggunakan nilai penebusan akhir tanpa harus didukung dengan
dokumen tertulis atau nilai perolehan diamortisasi.
III. PENERAPAN PENILAIAN INVESTASI SURAT BERHARGA
Dana Pensiun yang memenuhi kriteria pada angka romawi I butir 1 dapat
menerapkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka romawi II.
IV. PENUTUP ...
-2-
IV. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku
pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 agustus 2015
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS
PERASURANSIAN, DANA PENSIUN,
LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN
LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
FIRDAUS DJAELANI
ttd
Sudarmaji
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 26/SEOJK.05/2015 </reg_id>
<reg_title> PENILAIAN INVESTASI SURAT BERHARGA BAGI DANA PENSIUN </reg_title>
<set_date> 31 agustus 2015 </set_date>
<effective_date> 31 agustus 2015 </effective_date>
<related_reg> '3/POJK.05/2015 | Pasal 2 ayat (3)' </related_reg>
|
Yth.
Pengurus Dana Pensiun
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 11 /SEOJK.05/2016
TENTANG
BENTUK DAN SUSUNAN LAPORAN
TEKNIS DANA PENSIUN
Sehubungan dengan amanat Pasal 4 ayat (2) Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 17/POJK.05/2016 tentang Laporan Teknis Dana Pensiun
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 41, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5855) perlu untuk mengatur
format bentuk dan susunan laporan teknis dana pensiun dalam Surat Edaran
Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
1. Dana Pensiun adalah badan hukum yang mengelola dan menjalankan
program yang menjanjikan manfaat pensiun.
2. Laporan Teknis adalah laporan yang disampaikan oleh Dana Pensiun
kepada Otoritas Jasa Keuangan, yang menyajikan informasi
mengenai kepesertaan dan kegiatan operasional Dana Pensiun
selama 1 (satu) tahun.
3. Dana Pensiun Pemberi Kerja adalah Dana Pensiun yang
dibentuk oleh orang atau badan yang mempekerjakan karyawan,
selaku pendiri, untuk menyelenggarakan program pensiun
manfaat pasti atau program pensiun iuran pasti, bagi
kepentingan sebagian atau seluruh karyawannya sebagai
peserta, dan yang menimbulkan kewajiban terhadap pemberi
kerja.
- 2 -
4. Dana Pensiun Lembaga Keuangan adalah Dana Pensiun yang
dibentuk oleh bank atau perusahaan asuransi jiwa untuk
menyelenggarakan program pensiun iuran pasti bagi perorangan,
baik karyawan maupun pekerja mandiri yang terpisah dari dana
pensiun pemberi kerja bagi karyawan bank atau perusahaan asuransi
jiwa yang bersangkutan.
5. Direktorat Pengawasan Dana Pensiun dan BPJS Ketenagakerjaan
adalah Direktorat Pengawasan Dana Pensiun dan BPJS
Ketenagakerjaan pada Otoritas Jasa Keuangan.
6. Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK adalah
Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
II. BENTUK, SUSUNAN, SERTA FORMAT
1. Dana Pensiun harus menyusun Laporan Teknis sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 Peraturan OJK Nomor 17/POJK.05/2016
tentang Laporan Teknis Dana Pensiun, sesuai dengan jenis Dana
Pensiun dan karakteristik program yang diselenggarakannya.
2. Laporan Teknis sebagaimana dimaksud pada angka 1 harus dibuat
dalam bentuk dan disusun sesuai dengan format dan petunjuk
pengisian laporan dalam:
a. Lampiran I bagi Dana Pensiun Pemberi Kerja dengan program
pensiun manfaat pasti;
b. Lampiran II bagi Dana Pensiun Pemberi Kerja dengan program
pensiun iuran pasti; dan
c. Lampiran III bagi Dana Pensiun Lembaga Keuangan,
yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran
OJK ini.
3. Laporan Teknis dalam format digital sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (2) Peraturan OJK Nomor 17/POJK.05/2016 tentang
Laporan Teknis Dana Pensiun harus menggunakan format digital
yang disediakan oleh Direktorat Pengawasan Dana Pensiun dan BPJS
Ketenagakerjaan.
4. Format digital sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak boleh
diubah.
- 3 -
III. PENUTUP
Dengan ditetapkannya Surat Edaran OJK ini, ketentuan mengenai bentuk
dan susunan Laporan Teknis Dana Pensiun tunduk pada Surat Edaran
OJK ini.
Ketentuan dalam Surat Edaran OJK ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 18 April 2016
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS
PERASURANSIAN, DANA PENSIUN,
LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN
LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN,
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
FIRDAUS DJAELANI
ttd
Yuliana
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 11/SEOJK.05/2016 </reg_id>
<reg_title> BENTUK DAN SUSUNAN LAPORAN TEKNIS DANA PENSIUN </reg_title>
<set_date> 18 April 2016 </set_date>
<effective_date> 18 April 2016 </effective_date>
<related_reg> '17/POJK.05/2016 | Pasal 4 ayat (2)' </related_reg>
|
Yth.
Direksi Bank Umum Konvensional
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 34 /SEOJK.03/2016
TENTANG
PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
18/POJK.03/2016 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 53, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5861), Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 4/POJK.03/2016 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank
Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 16, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5840), dan ketentuan yang
mengatur mengenai penerapan manajemen risiko secara konsolidasi bagi Bank
yang melakukan pengendalian terhadap perusahaan anak, perlu untuk
mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai Penerapan Manajemen Risiko bagi
Bank Umum dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
1. Pedoman Standar Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum
merupakan acuan standar penerapan Manajemen Risiko bagi Bank.
2. Bank yang telah memiliki kebijakan, prosedur, dan/atau pedoman
penerapan Manajemen Risiko namun belum memenuhi standar
penerapan Manajemen Risiko, menyesuaikan dan menyempurnakan
dengan berpedoman pada Lampiran I Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan ini.
3. Penyempurnaan pedoman penerapan Manajemen Risiko sebagaimana
dimaksud pada angka 2 dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari
sejak Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini ditetapkan.
4. Bank ...
- 2 -
4. Bank dapat memperluas dan memperdalam Pedoman Standar
Penerapan Manajemen Risiko sesuai dengan kebutuhan Bank.
II. STANDAR PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO
1. Pedoman Standar Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum,
paling sedikit memuat:
a. Penerapan Manajemen Risiko Secara Umum, yang mencakup
mengenai pengawasan aktif Direksi dan Dewan Komisaris,
kecukupan kebijakan dan prosedur Manajemen Risiko serta
penetapan limit Risiko, kecukupan proses identifikasi,
pengukuran, pemantauan, dan pengendalian Risiko, serta sistem
informasi Manajemen Risiko dan sistem pengendalian intern yang
menyeluruh.
b. Penerapan Manajemen Risiko untuk Masing-masing Risiko, yang
mencakup penerapan Manajemen Risiko untuk masing-masing
Risiko yang meliputi 8 (delapan) Risiko yaitu Risiko Kredit, Risiko
Pasar, Risiko Likuiditas, Risiko Operasional, Risiko Hukum,
Risiko Reputasi, Risiko Stratejik, dan Risiko Kepatuhan.
c.
Penilaian Profil Risiko, yang mencakup penilaian terhadap Risiko
inheren dan penilaian terhadap kualitas penerapan Manajemen
Risiko yang mencerminkan sistem pengendalian Risiko (risk
control system), baik untuk Bank secara individu maupun untuk
Bank secara konsolidasi. Penilaian tersebut dilakukan terhadap 8
(delapan) Risiko yaitu Risiko Kredit, Risiko Pasar, Risiko
Likuiditas, Risiko Operasional, Risiko Hukum, Risiko Reputasi,
Risiko Stratejik, dan Risiko Kepatuhan. Dalam melakukan
penilaian profil Risiko, Bank mengacu pada ketentuan yang
mengatur mengenai penilaian tingkat kesehatan Bank Umum.
2. Dalam rangka menerapkan Manajemen Risiko, Bank membentuk
Komite Manajemen Risiko dan Satuan Kerja Manajemen Risiko, sesuai
dengan ukuran dan kompleksitas usaha Bank. Struktur Organisasi
Manajemen Risiko pada Bank dapat mengacu pada Lampiran II Surat
Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
3. Dalam rangka proses penerapan Manajemen Risiko, Bank dapat
menggunakan berbagai pendekatan pengukuran Risiko, baik dengan
metode standar seperti yang direkomendasikan oleh Basel Committee
on Banking Supervision pada Bank for International Settlements
maupun ...
- 3 -
maupun dengan metode pengukuran yang advanced (internal model).
Pengukuran dengan menggunakan internal model dimaksudkan untuk
antisipasi perkembangan operasi perbankan yang semakin kompleks
maupun antisipasi kebijakan perbankan pada masa mendatang.
Penerapan internal model memerlukan berbagai persyaratan minimum
baik kuantitatif maupun kualitatif agar hasil penilaian risiko dapat
lebih mencerminkan kondisi Bank yang sebenarnya. Untuk
kepentingan perhitungan Risiko Pasar yang terkait dengan
perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM), Bank
mengacu pada ketentuan yang berlaku.
4. Dalam rangka penerapan Manajemen Risiko yang efektif, Bank
melakukan langkah-langkah persiapan, pengembangan dan/atau
penyempurnaan yang diperlukan antara lain:
a. melaksanakan diagnosa dan analisa mengenai organisasi,
kebijakan, prosedur, dan pedoman serta pengembangan sistem
yang terkait dengan penerapan Manajemen Risiko;
b. menyusun rencana penyempurnaan sesuai dengan acuan dalam
Pedoman Standar Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum
dalam hal masih terdapat ketidaksesuaian antara pedoman intern
Bank dengan Pedoman Standar Penerapan Manajemen Risiko
Bagi Bank Umum;
c. melakukan sosialisasi pedoman penerapan Manajemen Risiko
kepada pegawai agar memahami praktek Manajemen Risiko, dan
mengembangkan budaya risiko (risk culture) kepada seluruh
pegawai pada setiap tingkatan organisasi Bank; dan
d. memastikan bahwa Satuan Kerja Audit Intern (SKAI) ikut serta
memantau dalam proses penyempurnaan pedoman Manajemen
Risiko dan penyusunan laporan profil risiko triwulanan.
III. PELAPORAN
Dalam rangka penerapan Manajemen Risiko, Bank menyampaikan laporan
sebagai berikut:
A. Laporan Profil Risiko
1. Bank menyampaikan laporan profil risiko baik secara individu
maupun secara konsolidasi kepada Otoritas Jasa Keuangan
secara triwulanan untuk posisi bulan Maret, bulan Juni,
bulan ...
- 4 -
bulan September, dan bulan Desember, yang disajikan secara
komparatif dengan posisi triwulan sebelumnya.
2. Format dan isi laporan profil risiko berpedoman pada Lampiran
III dan Lampiran IV Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
3. Laporan profil risiko yang disampaikan oleh Bank kepada Otoritas
Jasa Keuangan memuat substansi yang sama dengan laporan
profil risiko yang disampaikan oleh satuan kerja Manajemen
Risiko kepada direktur utama dan komite Manajemen Risiko.
4. Mekanisme penilaian profil risiko, penetapan tingkat risiko,
penetapan peringkat profil risiko serta penyampaian profil risiko
kepada Otoritas Jasa Keuangan mengacu pada ketentuan yang
mengatur mengenai penilaian tingkat kesehatan Bank Umum.
B. Laporan Produk dan Aktivitas Baru
Cakupan, format, dan cara penyampaian mengacu pada ketentuan
Otoritas Jasa Keuangan mengenai kegiatan usaha bank umum
berdasarkan modal inti.
C. Laporan Lain
1. Laporan Dalam Hal Terdapat Kondisi yang Berpotensi
Menimbulkan Kerugian yang Signifikan terhadap Kondisi
Keuangan Bank
Laporan tersebut bersifat insidentil yang disampaikan kepada
Otoritas Jasa Keuangan berdasarkan kondisi terkini Bank yang
memiliki eksposur tertentu dan hasil penilaian Otoritas Jasa
Keuangan terhadap Bank. Laporan disampaikan dalam hal
terdapat kondisi antara lain:
a. Bank telah ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan dalam
status Bank dalam pengawasan intensif atau Bank dalam
pengawasan khusus;
b. Bank memiliki eksposur Risiko Pasar dan Risiko Likuiditas
yang sangat signifikan; dan/atau
c. kondisi eksternal, yaitu pasar mengalami fluktuasi yang
sangat tajam dan cenderung tidak mampu dikendalikan oleh
Bank.
2. Laporan Lain terkait Penerapan Manajemen Risiko
a. Bank menyampaikan laporan lain terkait penerapan
Manajemen Risiko, antara lain laporan Manajemen Risiko
untuk ...
- 5 -
untuk Risiko Likuiditas dalam rangka pemantauan likuiditas
kepada Otoritas Jasa Keuangan, yang terdiri dari:
1)
Laporan Proyeksi Arus Kas baik dalam Rupiah maupun
valuta asing dalam rangka pengelolaan posisi likuiditas
dan Risiko Likuiditas harian sebagaimana dalam
Lampiran I Pedoman Standar Penerapan Manajemen
Risiko butir II.C.3.c.4).c).ii Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan ini; dan
2)
Laporan Profil Maturitas baik dalam Rupiah maupun
valuta asing dalam rangka mengukur Risiko Likuiditas
sebagaimana dalam Lampiran I Pedoman Standar
Penerapan Manajemen Risiko butir II.C.3.c.2).d).ii Surat
Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
b. Laporan Proyeksi Arus Kas sebagaimana dimaksud dalam
butir a.1) mencakup data proyeksi arus kas selama 1 (satu)
minggu berikutnya yang dipetakan secara harian. Laporan
tersebut disampaikan secara mingguan yaitu setiap hari
Jumat sesuai dengan format internal Bank. Dalam hal hari
Jumat jatuh pada hari libur maka laporan disampaikan pada
hari kerja sebelumnya.
Contoh:
Bank menyampaikan Laporan Proyeksi Arus Kas pada hari
Jumat tanggal 10 Juni 2016 yang mencakup proyeksi arus
kas hari Senin tanggal 13 Juni 2016 sampai dengan hari
Jumat tanggal 17 Juni 2016.
c. Format Laporan Proyeksi Arus Kas sebagaimana dimaksud
pada huruf b mencakup paling sedikit akun laporan posisi
keuangan (neraca) dan akun rekening administratif yang
memiliki transaksi yang signifikan sesuai dengan
karakteristik, kegiatan usaha, dan kompleksitas Bank serta
harus dilakukan secara konsisten. Otoritas Jasa Keuangan
dapat meminta Bank untuk menyesuaikan format Laporan
Proyeksi Arus Kas yang disampaikan kepada Otoritas Jasa
Keuangan.
Dalam hal Bank mengubah format Laporan Proyeksi Arus
Kas yang disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan,
Bank ...
- 6 -
Bank harus menginformasikan alasan perubahan tersebut
kepada Otoritas Jasa Keuangan.
d. Laporan Profil Maturitas sebagaimana dimaksud dalam butir
a.2) disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan secara
bulanan dengan cakupan dan format sesuai Lampiran V
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. Tata cara
penyampaian laporan Profil Maturitas dilakukan sesuai
dengan ketentuan yang mengatur mengenai laporan berkala
bank umum.
e. Laporan Proyeksi Arus Kas dan Laporan Profil Maturitas
disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan secara online
melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan. Dalam hal
penyampaian laporan melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa
Keuangan belum dapat dilakukan, Bank menyampaikan
laporan secara online sebagai berikut:
1)
2)
Laporan Proyeksi Arus Kas melalui Laporan Kantor
Pusat Bank Umum (LKPBU); dan
Laporan Profil Maturitas melalui Laporan Berkala Bank
Umum (LBBU).
f. Dalam kondisi tertentu Otoritas Jasa Keuangan dapat
meminta Bank untuk menyampaikan laporan yang terkait
dengan penerapan Manajemen Risiko untuk Risiko
Likuiditas di luar waktu yang ditetapkan dan/atau laporan
lain selain yang disampaikan secara berkala.
Contoh laporan lain selain yang disampaikan secara berkala
adalah laporan proyeksi arus kas dalam rangka pengukuran
Risiko sebagaimana dalam Lampiran I Pedoman Standar
Penerapan Manajemen Risiko butir II.C.3.c.2)d).iii dan
laporan stress testing sebagaimana dalam Lampiran I
Pedoman Standar Penerapan Manajemen Risiko butir
II.C.3.c.2)d).iv Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
3. Laporan Lain Terkait dengan Penerbitan Produk dan/atau
Pelaksanaan Aktivitas Tertentu
Laporan lain terkait dengan penerbitan produk dan/atau
pelaksanaan aktivitas tertentu, antara lain laporan pelaksanaan
aktivitas berkaitan dengan reksa dana dan laporan pelaksanaan
kerjasama pemasaran dengan perusahaan asuransi
(bancassurance) ...
- 7 -
(bancassurance). Cakupan, format, dan cara penyampaian
mengacu pada ketentuan yang berlaku.
IV. KETENTUAN LAIN-LAIN
1. Bank menerapkan Manajemen Risiko sesuai dengan tujuan, kebijakan
usaha, ukuran dan kompleksitas usaha, serta kemampuan Bank.
2. Lampiran-lampiran tersebut di atas merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
V. PENUTUP
Pada saat Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku, maka:
1. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/21/DPNP tanggal 29
September 2003 perihal Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank
Umum, dinyatakan tidak berlaku bagi Bank Umum Konvensional.
2. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/23/DPNP tanggal 25 Oktober
2011 perihal Perubahan atas Surat Edaran Nomor 5/21/DPNP perihal
Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum, dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada
tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 1 September 2016
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS
PERBANKAN OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
NELSON TAMPUBOLON
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 34/SEOJK.03/2016 </reg_id>
<reg_title> PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM </reg_title>
<set_date> 1 September 2016 </set_date>
<effective_date> 1 September 2016 </effective_date>
<replaced_reg> '5/21/DPNP|SE-BI/2003', '13/23/DPNP|SE-BI/2011' </replaced_reg>
<related_reg> '18/POJK.03/2016', '4/POJK.03/2016' </related_reg>
|
Yth.
Direksi Bank Umum Konvensional
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 40 /SEOJK.03/2016
TENTANG
PENERAPAN TATA KELOLA DALAM PEMBERIAN REMUNERASI
BAGI BANK UMUM
Sehubungan dengan
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 45/POJK.03/2015 tentang Penerapan Tata Kelola dalam Pemberian
Remunerasi bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 371, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5811), yang selanjutnya disebut dengan POJK Remunerasi, perlu untuk
mengatur ketentuan pelaksanaan penerapan tata kelola dalam pemberian
remunerasi bagi bank umum dalam suatu Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan
sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
1. Dalam rangka meningkatkan tata kelola dalam pemberian remunerasi,
sesuai Pasal 3 POJK Remunerasi, Bank wajib memiliki kebijakan
tertulis Remunerasi bagi Direksi, Dewan Komisaris, dan Pegawai
dengan tetap memperhatikan kepentingan pegawai, Bank, dan
pemangku kepentingan.
2. Peningkatan tata kelola dalam pemberian Remunerasi bertujuan
untuk menjaga kesehatan Bank secara individu melalui pencegahan
pengambilan risiko yang berlebihan (excessive risk taking) oleh
pengambil keputusan.
3. Remunerasi yang Bersifat Tetap adalah Remunerasi yang tidak
dikaitkan dengan kinerja dan risiko. Contoh Remunerasi yang Bersifat
Tetap antara lain gaji pokok, fasilitas, tunjangan perumahan,
tunjangan ...
- 2 -
tunjangan kesehatan, tunjangan pendidikan, tunjangan hari raya, dan
pensiun.
4. Remunerasi yang Bersifat Variabel adalah Remunerasi yang dikaitkan
dengan kinerja dan risiko. Contoh Remunerasi yang Bersifat Variabel
antara lain bonus atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan
bonus.
5. Sesuai Pasal 22 POJK Remunerasi, Bank wajib menetapkan pihak
yang menjadi material risk takers. Selanjutnya sesuai Pasal 23 POJK
Remunerasi, pembayaran Remunerasi yang Bersifat Variabel kepada
pihak yang menjadi material risk takers, yang selanjutnya disebut
MRT, wajib ditangguhkan Bank sebesar persentase tertentu.
6. Bank dapat menunda pembayaran Remunerasi yang Bersifat Variabel
yang ditangguhkan (Malus) atau menarik kembali Remunerasi yang
Bersifat Variabel yang sudah dibayarkan (Clawback) kepada pihak
yang menjadi material risk takers dalam kondisi tertentu.
II. KEBIJAKAN REMUNERASI
Bank wajib memiliki kebijakan tertulis untuk Remunerasi bagi Direksi,
Dewan Komisaris, dan Pegawai, baik untuk Remunerasi yang Bersifat Tetap
maupun untuk Remunerasi yang Bersifat Variabel.
A. Remunerasi yang Bersifat Tetap
1. Remunerasi yang Bersifat Tetap umumnya diberikan dalam
bentuk tunai yang dapat juga disertai dengan pemberian dalam
bentuk tidak tunai.
2. Dalam menetapkan kebijakan pemberian Remunerasi yang
Bersifat Tetap, sesuai Pasal 12 POJK Remunerasi, Bank wajib
paling sedikit memperhatikan skala usaha, kompleksitas usaha,
peer group, tingkat inflasi, kondisi dan kemampuan keuangan
serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
3. Bank harus memperhatikan perbedaan (gap) Remunerasi antar
tingkat jabatan sehingga dapat mengurangi potensi terjadinya
konflik internal dan risiko operasional seperti fraud atau risiko
operasional lain dalam menetapkan kebijakan pemberian
Remunerasi yang Bersifat Tetap.
B. Remunerasi ...
- 3 -
B. Remunerasi yang Bersifat Variabel
1. Remunerasi yang Bersifat Variabel dapat diberikan dalam bentuk
tunai dan/atau saham atau instrumen yang berbasis saham yang
diterbitkan Bank.
2. Dalam menetapkan kebijakan pemberian Remunerasi yang
Bersifat Variabel, sesuai Pasal 13 POJK Remunerasi, Bank wajib
memperhatikan skala usaha, kompleksitas usaha, peer group,
tingkat inflasi, kondisi dan kemampuan keuangan serta tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Penetapan kebijakan pemberian Remunerasi yang Bersifat
Variabel wajib mendorong dilakukannya prudent risk taking.
3. Dalam menetapkan risiko yang dikaitkan dengan Remunerasi
yang Bersifat Variabel, Bank memperhatikan risiko yang paling
berpengaruh dalam kegiatan usaha sebagai risiko utama
mengacu pada ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur
mengenai penerapan manajemen risiko bagi bank umum. Secara
umum terdapat 8 (delapan) risiko dalam kegiatan usaha Bank,
yaitu risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko
operasional, risiko hukum, risiko reputasi, risiko stratejik, dan
risiko kepatuhan.
Sebagai contoh, bagi Bank yang tidak fokus dalam melakukan
kegiatan derivatif namun fokus dalam penyaluran kredit maka
risiko kredit menjadi risiko yang paling berpengaruh untuk
dikaitkan dengan Remunerasi yang Bersifat Variabel. Bagi Bank
yang fokus usahanya dalam penyaluran kredit dan transaksi
derivatif maka risiko kredit dan risiko pasar menjadi risiko yang
paling berpengaruh untuk dikaitkan dengan Remunerasi yang
Bersifat Variabel.
4. Sesuai Pasal 17 POJK Remunerasi, Bank yang berstatus
perseroan terbuka (go public) wajib memberikan sebagian
Remunerasi yang Bersifat Variabel dalam bentuk saham atau
instrumen yang berbasis saham yang diterbitkan Bank yang
bersangkutan, dengan memperhatikan paling sedikit hal-hal
sebagai berikut:
a. pemberian Remunerasi yang Bersifat Variabel dalam bentuk
saham atau instrumen yang berbasis saham yang diterbitkan
Bank bersangkutan bagi Bank go public berlaku paling
kurang ...
- 4 -
kurang untuk seluruh Direksi, anggota Dewan Komisaris,
dan MRT; dan
b. persentase pemberian Remunerasi dalam bentuk saham
atau instrumen yang berbasis saham yang diterbitkan Bank
dapat diberikan berbeda pada setiap tingkat jabatan dengan
memperhatikan antara lain peran dan tanggung jawab yang
bersangkutan dalam pengelolaan Bank.
Contoh: untuk MRT diberikan sebesar 5% (lima persen),
anggota Direksi non MRT diberikan sebesar 4% (empat
persen), dan untuk anggota Dewan Komisaris non MRT
diberikan sebesar 3% (tiga persen) dari Remunerasi yang
Bersifat Variabel yang diterima oleh masing-masing.
Pemberian dalam bentuk saham atau instrumen yang berbasis
saham yang diterbitkan Bank yang bersangkutan diharapkan
dapat meningkatkan rasa memiliki (sense of belonging) terhadap
Bank.
5. Sesuai Pasal 19 POJK Remunerasi, dalam hal Bank mengalami
kerugian, Bank dapat tidak membagikan atau membagikan
Remunerasi yang Bersifat Variabel dengan nilai yang relatif kecil.
6. Yang dimaksud dengan “nilai yang relatif kecil” sebagaimana
dimaksud pada angka 5 adalah pemberian Remunerasi yang
Bersifat Variabel yang nilainya lebih kecil dibanding pada periode
terakhir Bank memperoleh laba atau ditetapkan lebih kecil sesuai
proporsi penurunan laba Bank.
7. Pemberian Remunerasi yang Bersifat Variabel sebagaimana
dimaksud pada angka 6 merupakan bentuk apresiasi bagi
beberapa orang yang mempunyai kinerja atau prestasi yang layak
diberikan Remunerasi yang Bersifat Variabel walaupun Bank
mengalami kerugian.
C. Komite Remunerasi
1. Ketentuan mengenai tata kelola dalam pemberian Remunerasi ini
pada dasarnya merupakan bagian dari pelaksanaan tata kelola
bagi bank umum. Dengan demikian maka ketentuan mengenai
remunerasi ini melengkapi peraturan tata kelola yang telah ada.
2. Sehubungan dengan angka 1 tersebut di atas maka keberadaan
Komite Remunerasi merupakan salah satu komite yang dibentuk
untuk membantu pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan
Komisaris ...
- 5 -
Komisaris khususnya dalam menerapkan tata kelola dalam
pemberian Remunerasi.
3. Komite Remunerasi dapat dibentuk terpisah dari Komite
Nominasi maupun digabung menjadi satu dengan Komite
Nominasi sebagai Komite Remunerasi dan Nominasi.
4. Keanggotaan Komite Remunerasi dan Nominasi adalah
sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai penerapan tata
kelola bagi bank umum. Adapun tugas dan tanggung jawab yang
terkait dengan kebijakan Remunerasi sebagaimana ditetapkan
dalam POJK Remunerasi, sedangkan terkait kebijakan Nominasi
sebagaimana diatur dalam ketentuan yang mengatur mengenai
penerapan tata kelola bagi bank umum.
III. MATERIAL RISK TAKERS
A. Penetapan Material Risk Takers oleh Bank
1. Sesuai Pasal 22 POJK Remunerasi, Bank wajib menetapkan pihak
yang menjadi MRT.
2. Penetapan MRT dapat dilakukan melalui 2 (dua) pendekatan,
yaitu:
a. Pendekatan Kualitatif
Melalui pendekatan kualitatif maka Direksi dan/atau
Pegawai yang karena tugas dan tanggung jawabnya
mengambil keputusan yang berdampak signifikan terhadap
profil risiko Bank ditetapkan sebagai MRT.
1) Dengan pendekatan kualitatif maka Direktur Utama
ditetapkan sebagai MRT karena yang bersangkutan
memiliki tugas dan tanggung jawab dalam mengambil
keputusan yang berdampak signifikan terhadap profil
risiko Bank.
2) Bank dapat menetapkan anggota Direksi lainnya atau
Pegawai sebagai MRT sesuai dengan profil risiko utama
Bank.
Sebagai contoh, Bank yang fokus kegiatan usahanya
pada kegiatan perkreditan dapat menetapkan sebagai
MRT:
a) Direktur yang membawahkan bidang perkreditan,
dan/atau
b) Pejabat ...
- 6 -
b) Pejabat lain di bidang perkreditan yang memiliki
tugas dan tanggung jawab dalam mengambil
keputusan yang berdampak signifikan terhadap
profil risiko Bank.
b. Pendekatan Kuantitatif
Melalui pendekatan kuantitatif maka Direksi, Dewan
Komisaris dan/atau Pegawai yang memperoleh Remunerasi
yang Bersifat Variabel dengan nilai yang besar dikategorikan
sebagai MRT.
1) Dengan pendekatan kuantitatif maka pihak yang tidak
termasuk dalam kategori MRT (non MRT) namun
memperoleh Remunerasi yang Bersifat Variabel sama
dengan atau lebih dari jumlah Remunerasi yang Bersifat
Variabel yang diterima oleh MRT maka ditetapkan
sebagai MRT, dengan memperhatikan:
a) perbandingan jumlah Remunerasi yang Bersifat
Variabel dilakukan antarjabatan yang setingkat.
Dalam hal pada jabatan yang setingkat tidak
terdapat MRT yang dapat menjadi pembanding
jumlah Remunerasi yang Bersifat Variabel yang
diterima maka dilakukan perbandingan dengan
Remunerasi yang Bersifat Variabel bagi MRT pada
jabatan yang lebih tinggi; dan
b) kinerja dari pihak non MRT, yaitu sama atau lebih
rendah dibandingkan dengan kinerja dari pihak
yang telah ditetapkan sebagai MRT.
Contoh:
Berdasarkan pendekatan kualitatif, Bank menetapkan:
i. Direktur Utama, Direktur Kredit, dan Direktur
Operasional sebagai MRT. Terhadap jabatan
tersebut, masing-masing memperoleh Remunerasi
yang Bersifat Variabel sebesar Rp10 miliar, Rp8
miliar, dan Rp7,5 miliar; dan
ii.
tidak terdapat Pejabat Eksekutif sebagai MRT.
Selanjutnya Bank juga memberikan Remunerasi yang
Bersifat Variabel kepada Pejabat Eksekutif yang
membawahkan ...
- 7 -
membawahkan bidang
perkreditan
sebesar
Rp7,5 miliar.
Berdasarkan pendekatan kuantitatif ini maka jumlah
Remunerasi yang Bersifat Variabel yang diterima oleh
Pejabat Eksekutif yang membawahkan bidang
perkreditan diperbandingkan dengan Remunerasi yang
Bersifat Variabel yang diterima oleh Direktur
Operasional. Pejabat Eksekutif yang membawahkan
bidang perkreditan akan ditetapkan sebagai MRT
sepanjang kinerja
Pejabat Eksekutif
yang
membawahkan bidang perkreditan sama atau lebih
rendah dibandingkan kinerja Direktur Operasional.
2) Disamping itu Bank juga dapat menambahkan metode
lain dalam penetapan MRT berdasarkan pendekatan
kuantitatif, antara lain melalui penetapan batasan
tertentu jumlah Remunerasi yang Bersifat Variabel.
Contoh:
Bank menetapkan 10 (sepuluh) orang penerima
Remunerasi yang Bersifat Variabel terbesar sebagai
MRT.
3. Bank dapat menggunakan metode kualitatif dan/atau kuantitatif
lain selain contoh tersebut di atas yang disesuaikan dengan
kondisi Bank pada saat pemberian Remunerasi yang Bersifat
Variabel sepanjang metode dimaksud tetap sejalan dengan
penerapan prudent risk taking.
B. Penangguhan Remunerasi yang Bersifat Variabel bagi Material Risk
Takers
Sesuai Pasal 23 POJK Remunerasi, Bank wajib menangguhkan
pembayaran Remunerasi yang Bersifat Variabel bagi MRT sebesar
persentase tertentu. Penangguhan Remunerasi yang Bersifat Variabel
untuk MRT tersebut dilakukan dengan memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
1. Besarnya persentase penangguhan dimaksud disesuaikan
dengan tingkat jabatan yaitu semakin tinggi tingkat jabatan maka
semakin besar persentase Remunerasi yang Bersifat Variabel
yang ditangguhkan.
2. Terhadap ...
- 8 -
2. Terhadap Remunerasi yang Bersifat Variabel yang ditangguhkan:
a. dalam bentuk tunai, tidak diberikan tambahan atau
pengurangan nominal uang termasuk yang disebabkan
adanya perubahan nilai waktu uang (time value of money);
dan/atau
b. dalam bentuk saham atau instrumen yang berbasis saham
yang diterbitkan Bank, tidak diberikan tambahan atau
pengurangan jumlah saham atau instrumen yang berbasis
saham yang diterbitkan Bank termasuk yang disebabkan
adanya perubahan nilai saham atau instrumen yang
berbasis saham yang diterbitkan Bank.
3. Dalam hal Remunerasi yang Bersifat Variabel diberikan dalam
bentuk tunai serta dalam bentuk saham atau instrumen yang
berbasis saham yang diterbitkan Bank maka penangguhan tidak
dapat dilakukan hanya untuk salah satu bentuk Remunerasi
yang Bersifat Variabel namun dilakukan terhadap semua bentuk
Remunerasi yang Bersifat Variabel tersebut.
4. Metode yang dapat digunakan Bank dalam menetapkan besarnya
penangguhan Remunerasi yang Bersifat Variabel bagi MRT antara
lain:
a. Membandingkan jumlah Remunerasi yang Bersifat Variabel
dari MRT dengan jumlah Remunerasi yang Bersifat Variabel
tertinggi dari non MRT pada jabatan yang setingkat.
Contoh: Sdr. X adalah seorang Pejabat Eksekutif yang
ditetapkan sebagai MRT, memperoleh Remunerasi yang
Bersifat Variabel 30% (tiga puluh persen) lebih besar
dibandingkan dengan jumlah Remunerasi yang Bersifat
Variabel tertinggi dari Pejabat Eksekutif non MRT. Dalam hal
ini Bank dapat menangguhkan kelebihan sebesar 30% (tiga
puluh persen) dari Remunerasi yang Bersifat Variabel bagi
Sdr. X.
Dalam hal Remunerasi yang Bersifat Variabel yang diterima
oleh Pegawai non MRT lebih tinggi dibandingkan dengan
Pegawai MRT yang antara lain disebabkan karena kinerja
Pegawai non MRT lebih baik maka metode ini tidak dapat
digunakan Bank sebagai metode dalam menetapkan
besarnya ...
- 9 -
besarnya penangguhan Remunerasi yang Bersifat Variabel
bagi MRT.
b. Membandingkan Remunerasi yang Bersifat Variabel dengan
total Remunerasi yang Bersifat Tetap selama 1 (satu) tahun
bagi MRT yang bersangkutan.
Contoh: total Remunerasi yang Bersifat Tetap yang diterima
Sdr. Y selaku MRT dalam 1 (satu) tahun adalah Rp1,2 miliar
sedangkan Remunerasi yang Bersifat Variabel yang diterima
atas kinerja yang bersangkutan pada tahun yang sama
adalah Rp1,5 miliar. Dalam hal ini Bank dapat
menangguhkan kelebihan Remunerasi yang Bersifat Variabel
atas Remunerasi yang Bersifat Tetap bagi Sdr. Y sebesar
Rp300 juta.
c. Berdasarkan persentase peningkatan laba Bank
dibandingkan laba Bank 1 (satu) tahun sebelumnya.
Contoh: Bank memperoleh peningkatan laba dibandingkan
tahun sebelumnya sebesar 20% (dua puluh persen). Dalam
hal ini Bank dapat menangguhkan 20% (dua puluh persen)
dari Remunerasi yang Bersifat Variabel bagi MRT.
Dalam hal Bank tidak mengalami peningkatan laba
dibandingkan laba periode tahun sebelumnya atau Bank
mengalami penurunan laba dibandingkan laba periode
tahun sebelumnya maka metode ini tidak dapat digunakan
Bank sebagai metode dalam menetapkan besarnya
penangguhan Remunerasi yang Bersifat Variabel bagi MRT.
5. Bank dapat menggunakan metode sebagaimana dimaksud pada
angka 4 atau dapat menggunakan metode lain yang disesuaikan
dengan kondisi Bank pada saat pemberian Remunerasi yang
Bersifat Variabel sepanjang metode dimaksud tetap sejalan
dengan penerapan prudent risk taking.
6. Bank harus menetapkan besarnya persentase Remunerasi yang
Bersifat Variabel yang akan ditangguhkan dalam jumlah yang
dapat menimbulkan dampak yang signifikan untuk mendorong
MRT menerapkan prudent risk taking.
C. Penundaan Pembayaran Remunerasi yang Bersifat Variabel yang
Ditangguhkan (Malus) atau Penarikan Kembali Remunerasi yang
Bersifat Variabel yang Sudah Dibayarkan (Clawback)
Sesuai ...
- 10 -
Sesuai Pasal 26 POJK Remunerasi, dalam kondisi tertentu yang telah
ditetapkan oleh Bank, Bank dapat menunda pembayaran Remunerasi
yang Bersifat Variabel yang ditangguhkan (Malus) atau menarik
kembali Remunerasi yang Bersifat Variabel yang sudah dibayarkan
(Clawback) kepada pihak yang ditetapkan menjadi MRT. Dalam
penerapan Malus dan/atau Clawback agar penerapannya dapat
dilakukan dengan baik dengan risiko yang seminimal mungkin, Bank
perlu memperhatikan paling sedikit hal-hal sebagai berikut:
1. Bank dapat menggunakan pengaturan Malus, Clawback atau
kombinasi antara Malus dan Clawback terhadap Remunerasi
yang Bersifat Variabel yang ditangguhkan bagi MRT. Pengaturan
tersebut dimuat dalam kebijakan tertulis Remunerasi Bank.
2. Pemilihan bentuk pengaturan Malus dan/atau Clawback
dilakukan secara cermat dengan mempertimbangkan kendala
yang mungkin akan dihadapi Bank dalam implementasi
kebijakan dimaksud, antara lain aspek hukum dan perpajakan.
3. Pengaturan Malus atau Clawback digunakan Bank dalam kondisi
tertentu, antara lain Bank mengalami kerugian, terjadinya risiko
yang berdampak negatif terhadap keuangan Bank, terjadi fraud
yang dilakukan oleh pihak yang menjadi MRT yang merugikan
Bank, atau kondisi lainnya yang ditetapkan oleh Bank.
4. Untuk memitigasi risiko hukum dan/atau risiko lainnya yang
mungkin timbul dalam penerapan Malus dan/atau Clawback
maka Bank perlu menetapkan kriteria yang jelas dan rinci.
5. Penerapan Malus dan Clawback dilakukan sebagai berikut:
a. Malus diterapkan terhadap Remunerasi yang Bersifat
Variabel yang masih ditangguhkan; dan
b. Clawback diterapkan terhadap Remunerasi yang Bersifat
Variabel yang sudah dibayarkan,
bagi anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris atau Pegawai
yang ditetapkan menjadi MRT baik yang masih bekerja maupun
yang sudah tidak bekerja di Bank tersebut.
6. Terhadap bagian Remunerasi yang Bersifat Variabel yang
dikenakan Malus dapat dibayarkan sebagian atau seluruhnya
kemudian atau tidak dibayarkan sama sekali. Oleh karena itu,
Bank perlu menetapkan kriteria Remunerasi yang Bersifat
Variabel ...
- 11 -
Variabel yang dikenakan Malus sudah dapat dibayarkan atau
tidak dapat dibayarkan.
7. Dalam penerapan Clawback, Bank perlu menetapkan metode
pengembalian Remunerasi yang Bersifat Variabel oleh MRT yang
dikenakan Clawback, baik terhadap MRT yang masih menjabat
atau sudah tidak menjabat pada Bank. Beberapa metode
pengembalian Remunerasi yang Bersifat Variabel yang dikenakan
Clawback oleh Bank, antara lain dengan cara:
a. MRT mengembalikan Remunerasi yang Bersifat Variabel
yang dikenakan Clawback; dan/atau
b. dilakukan pemotongan terhadap hak-hak yang akan
diterima seperti gaji dan/atau bonus.
IV. PENGUNGKAPAN
1. Sesuai Pasal 28 POJK Remunerasi, Bank wajib mengungkapkan
informasi kebijakan Remunerasi dalam laporan tahunan pelaksanaan
tata kelola sebagaimana diatur dalam ketentuan yang mengatur
mengenai penerapan tata kelola bagi bank umum.
2.
Informasi mengenai kebijakan Remunerasi sebagaimana dimaksud
pada angka 1 paling sedikit mencakup:
a. Komite Remunerasi yang meliputi:
1) nama anggota, komposisi, tugas, dan tanggung jawab;
2) jumlah rapat yang dilakukan; dan
3) Remunerasi yang telah dibayarkan kepada anggota Komite
Remunerasi selama 1 (satu) tahun;
b. proses penyusunan kebijakan Remunerasi yang meliputi:
1) tinjauan mengenai latar belakang dan tujuan kebijakan
Remunerasi;
2) pelaksanaan kaji ulang atas kebijakan Remunerasi pada
tahun sebelumnya, beserta perbaikannya; dan
3) mekanisme untuk memastikan bahwa Remunerasi bagi
Pegawai di unit kontrol bersifat independen dari unit kerja
yang diawasinya;
c. cakupan kebijakan Remunerasi dan implementasinya per unit
bisnis, per wilayah, dan pada perusahaan anak atau kantor
cabang yang berlokasi di luar negeri;
d. Remunerasi ...
- 12 -
d. Remunerasi dikaitkan dengan risiko yang meliputi:
1)
2)
jenis risiko utama (key risk) yang digunakan dalam
menerapkan Remunerasi;
kriteria untuk menentukan jenis risiko utama, termasuk
untuk risiko yang sulit diukur;
3) dampak penetapan risiko utama terhadap kebijakan
Remunerasi yang Bersifat Variabel, termasuk dampak
penetapan risiko utama terhadap kebijakan Remunerasi
yang Bersifat Tetap jika ada; dan
4) perubahan penentuan jenis risiko utama dibandingkan
dengan penentuan jenis risiko utama tahun lalu beserta
alasannya jika ada, termasuk perubahan kriteria yang
digunakan untuk menentukan jenis risiko utama selama
periode laporan beserta alasan dan dampak perubahan
terhadap Kebijakan Remunerasi;
e. pengukuran kinerja dikaitkan dengan Remunerasi yang meliputi:
1) tinjauan mengenai kebijakan Remunerasi yang dikaitkan
dengan penilaian kinerja;
2) metode dalam mengaitkan Remunerasi individu dengan
kinerja Bank, kinerja unit kerja, dan kinerja individu; dan
3) uraian mengenai metode yang digunakan Bank untuk
menyatakan bahwa kinerja yang disepakati tidak dapat
tercapai sehingga perlu dilakukan penyesuaian atas
Remunerasi serta besarnya penyesuaian Remunerasi jika
kondisi tersebut terjadi;
f.
penyesuaian Remunerasi dikaitkan dengan Kinerja dan Risiko
yang meliputi:
1) kebijakan mengenai Remunerasi yang Bersifat Variabel yang
ditangguhkan, besarannya, dan kriteria untuk menetapkan
besaran tersebut; dan
2) kebijakan Bank mengenai Remunerasi yang Bersifat Variabel
yang ditangguhkan yang ditunda pembayarannya (Malus),
atau ditarik kembali dalam hal sudah dibayarkan
(Clawback);
g. penyesuaian ...
- 13 -
g. penyesuaian Remunerasi dikaitkan dengan Kinerja dan Risiko
sebagaimana butir f.1) juga meliputi:
1) kebijakan pembayaran (vesting) atas penangguhan yang
dilakukan antara lain jangka waktu pembayaran; dan
2) pengungkapan faktor yang menentukan perbedaan
Remunerasi yang Bersifat Variabel yang ditangguhkan
diantara Pegawai atau kelompok Pegawai, jika ada;
h. nama konsultan ekstern dan tugas konsultan terkait kebijakan
Remunerasi, dalam hal Bank menggunakan jasa konsultan
ekstern;
i.
paket Remunerasi dan fasilitas yang diterima oleh Direksi dan
Dewan Komisaris mencakup struktur Remunerasi dan rincian
jumlah nominal, sebagaimana dalam tabel di bawah ini:
Jenis Remunerasi dan
Fasilitas
Gaji, bonus, tunjangan
rutin, tantiem, dan
fasilitas lainnya dalam
bentuk non natura
Fasilitas lain dalam
bentuk
natura
(perumahan, asuransi
kesehatan,
dan
sebagainya) yang:
a. dapat dimiliki;
b. tidak dapat dimiliki.
Total
Jumlah Diterima dalam 1 (Satu)
Tahun
Direksi
.............
Dewan Komisaris
Orang Juta Rp Orang Juta Rp
...........
...........
.............
...........
.............
...........
.............
...........
.............
...........
.............
j. paket Remunerasi yang dikelompokkan dalam tingkat
penghasilan yang diterima oleh Direksi dan anggota Dewan
Komisaris dalam 1 (satu) tahun, sebagaimana dalam tabel di
bawah ini:
Jumlah ...
- 14 -
Jumlah Remunerasi per Orang
dalam 1 (Satu) Tahun *)
Di atas Rp2 miliar
Di atas Rp1 miliar s.d. Rp2
miliar
Di atas Rp500 juta s.d. Rp1
miliar
Rp500 juta ke bawah
Jumlah
Direksi
...............
...............
...............
...............
Keterangan: *) yang diterima secara tunai
k. Remunerasi yang Bersifat Variabel, meliputi:
1) bentuk Remunerasi yang Bersifat Variabel beserta alasan
pemilihan bentuk tersebut; dan
2) penjelasan dalam hal terdapat perbedaan pemberian
Remunerasi yang Bersifat Variabel diantara para Direksi,
Dewan Komisaris dan/atau Pegawai, termasuk penjelasan
faktor-faktor yang menentukan perbedaan tersebut beserta
pertimbangan yang mendasarinya;
l.
jumlah Direksi, Dewan Komisaris, dan Pegawai yang menerima
Remunerasi yang Bersifat Variabel selama 1 (satu) tahun dan total
nominal sebagaimana dalam tabel di bawah ini:
Remunerasi
yang
Bersifat
Variabel
Total
Direksi
Jumlah Diterima dalam 1 (Satu) Tahun
Dewan Komisaris
Pegawai
Orang Juta Rp Orang Juta Rp Orang Juta Rp
...........
.............
..........
............
..........
............
Jumlah
Komisaris
...............
...............
...............
...............
m. jabatan dan jumlah pihak yang menjadi MRT;
n. shares option yang dimiliki Direksi, Dewan Komisaris, dan Pejabat
Eksekutif;
Yang dimaksud dengan “shares option” adalah opsi untuk
membeli saham oleh anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris,
dan/atau Pejabat Eksekutif yang dilakukan melalui penawaran
saham atau penawaran opsi saham dalam rangka pemberian
kompensasi yang diberikan kepada anggota Direksi, anggota
Dewan Komisaris, dan/atau Pejabat Eksekutif Bank, dan yang
telah ...
- 15 -
telah diputuskan dalam Rapat Umum Pemegang Saham dan/atau
Anggaran Dasar Bank.
Pengungkapan mengenai shares option paling kurang mencakup:
1) kebijakan dalam pemberian shares option;
2) jumlah saham yang telah dimiliki masing-masing Direksi,
Dewan Komisaris, dan Pejabat Eksekutif sebelum diberikan
shares option;
3) jumlah shares option yang diberikan;
4) jumlah shares option yang telah dieksekusi sampai dengan
akhir masa pelaporan;
5) harga opsi yang diberikan; dan
6) jangka waktu berlakunya eksekusi shares option.
Pengungkapan mengenai shares option sebagaimana dimaksud
pada angka 2) sampai dengan angka 6) dilakukan sebagaimana
dalam tabel di bawah ini:
Keterangan/Nama
Jumlah
Saham
yang
Dimiliki
(lembar
saham)
Direksi
Komisaris
Pejabat
Eksekutif
Total
o.
Jumlah Opsi
Yang
Diberikan
(lembar
saham)
(nama) ……….. ………..
(nama) ……….. ………..
……….. ………..
(total)
……….. ……….
………….. ……… ………..
rasio gaji tertinggi dan terendah, yang mencakup:
1) rasio gaji pegawai yang tertinggi dan terendah;
2) rasio gaji Direksi yang tertinggi dan terendah;
3) rasio gaji Dewan Komisaris yang tertinggi dan terendah; dan
4) rasio gaji Direksi tertinggi dan pegawai tertinggi.
Yang dimaksud dengan “gaji” adalah hak pegawai yang diterima
dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari
perusahaan atau pemberi kerja kepada pegawai yang ditetapkan
dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan
atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi
pegawai ...
Yang Telah
Dieksekusi
(lembar
saham)
………..
………..
………..
Harga
Opsi
(Rp)
Jangka
Waktu
……… ………..
……… ………..
……… ………..
- 16 -
pegawai dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa
yang telah dilakukan.
Gaji yang diperbandingkan dalam rasio gaji adalah imbalan yang
diterima oleh Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan pegawai per
bulan.
Yang dimaksud dengan “pegawai” dalam hal ini adalah pegawai
tetap Bank sampai dengan tingkat pegawai pelaksana;
p. jumlah penerima dan jumlah total Remunerasi yang Bersifat
Variabel yang dijamin tanpa syarat akan diberikan oleh Bank
kepada calon Direksi, calon Dewan Komisaris, dan/atau calon
Pegawai selama 1 (satu) tahun pertama bekerja;
q. jumlah Pegawai yang terkena pemutusan hubungan kerja dan
total nominal pesangon yang dibayarkan sebagaimana dalam
tabel di bawah ini:
Jumlah Nominal Pesangon yang
dibayarkan per Orang dalam 1 (Satu)
Tahun
Jumlah Pegawai
Di atas Rp1 miliar
Di atas Rp500 juta s.d. Rp1 miliar
Rp500 juta ke bawah
...............
...............
...............
r. jumlah total Remunerasi yang Bersifat Variabel yang
ditangguhkan, yang terdiri dari tunai dan/atau saham atau
instrumen yang berbasis saham yang diterbitkan Bank;
s. jumlah total Remunerasi yang Bersifat Variabel yang
ditangguhkan yang dibayarkan selama 1 (satu) tahun;
t.
rincian jumlah Remunerasi yang diberikan dalam 1 (satu) tahun
meliputi:
1) Remunerasi yang Bersifat Tetap maupun Remunerasi yang
Bersifat Variabel;
2) Remunerasi yang ditangguhkan dan tidak ditangguhkan;
dan
3) bentuk Remunerasi yang diberikan secara tunai dan/atau
saham atau instrumen yang berbasis saham yang diterbitkan
Bank,
sebagaimana dalam tabel di bawah ini:
A. Remunerasi ...
- 17 -
A. Remunerasi yang Bersifat Tetap*)
1. Tunai
Rp………..
2. Saham/instrumen
yang
berbasis saham yang
diterbitkan Bank
B. Remunerasi yang Bersifat Variabel*)
Tidak
1. Tunai
2. Saham/instrumen
yang
berbasis saham yang
diterbitkan Bank
Keterangan: *) Hanya untuk MRT dan diungkapkan dalam juta
rupiah
u. informasi kuantitatif mengenai:
1)
2)
3)
total sisa Remunerasi yang masih ditangguhkan baik yang
terekspos penyesuaian implisit maupun eksplisit;
total pengurangan Remunerasi yang disebabkan karena
penyesuaian eksplisit selama periode laporan; dan
total pengurangan Remunerasi yang disebabkan karena
penyesuaian implisit selama periode laporan,
sebagaimana dalam tabel di bawah ini:
Jenis Remunerasi
yang Bersifat
Variabel*)
1. Tunai
(dalam juta rupiah)
2. Saham/ Instrumen
yang
saham
diterbitkan Bank
(dalam
berbasis
yang
lembar
saham dan nominal
juta rupiah yang
merupakan
konversi
lembar
tersebut)
………..
Keterangan: *) Hanya untuk MRT
3. Penyajian ...
………..
………..
……….
Sisa yang
Masih
Ditangguhkan
………..
………..
Total Pengurangan Selama Periode
Laporan
Disebabkan
Penyesuaian
Eksplisit (A)
………..
………..
………..
Disebabkan
Penyesuaian
Implisit (B)
Total
(A)+(B)
……….
……….
Ditangguhkan
Rp………..
Rp………..
Ditangguhkan
Rp………..
Rp………..
Rp………..
dari
saham
- 18 -
3. Penyajian informasi tersebut di atas disampaikan dalam bentuk tabel
atau grafik, dan/atau perbandingan dengan periode laporan 1 (satu)
tahun sebelumnya. Dalam hal Bank menyajikan informasi dalam
bentuk tabel maka penyajian paling kurang mengacu pada tabel-tabel
sebagaimana dimaksud pada angka 2 tersebut di atas.
V. PENUTUP
1. Dengan berlakunya Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini maka
Bab IX. Transparansi Pelaksanaan GCG, huruf D, huruf E, dan
huruf F dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/15/DPNP
tanggal 29 April 2013 perihal Pelaksanaan Good Corporate Governance
bagi Bank Umum dinyatakan tidak berlaku bagi:
a. Bank Asing, Bank BUKU 3, dan Bank BUKU 4 sejak berlakunya
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini; dan
b. Bank BUKU 1 dan Bank BUKU 2 yang bukan merupakan Bank
Asing sejak tanggal 1 Januari 2017.
2. Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai
berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 26 September 2016
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN
OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
NELSON TAMPUBOLON
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 40/SEOJK.03/2016 </reg_id>
<reg_title> PENERAPAN TATA KELOLA DALAM PEMBERIAN REMUNERASI BAGI BANK UMUM </reg_title>
<set_date> 26 September 2016 </set_date>
<effective_date> 26 September 2016 </effective_date>
<replaced_reg> '15/15/DPNP|SE-BI/2013 | Bab IX huruf D, huruf E, dan huruf F' </replaced_reg>
<related_reg> '45/POJK.03/2015' </related_reg>
|
Yth.
Direksi Bank Perkreditan Rakyat
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 41 /SEOJK.03/2017
TENTANG
BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN KREDIT BANK PERKREDITAN RAKYAT
Sehubungan
dengan
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 49/POJK.03/2017 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank
Perkreditan Rakyat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017
Nomor 155, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6098) yang
selanjutnya disingkat POJK BMPK BPR dan sehubungan dengan beralihnya
fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan jasa keuangan di
sektor perbankan dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan, perlu untuk
mengatur kembali ketentuan pelaksanaan mengenai Batas Maksimum
Pemberian Kredit Bank Perkreditan Rakyat dalam Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
1. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dalam menyediakan dana perlu
memperhatikan prinsip kehati-hatian antara lain dengan penyebaran
portofolio Penyediaan Dana yang diberikan agar risiko Penyediaan
Dana tersebut tidak terpusat pada Peminjam atau kelompok Peminjam
tertentu.
2. Dalam rangka pemantauan Penyediaan Dana, BPR menyampaikan
laporan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) secara berkala
kepada Otoritas Jasa Keuangan.
3. Pelaporan BMPK disampaikan oleh kantor pusat BPR secara daring
(online) yang mencakup data kantor pusat dan data seluruh kantor
cabang BPR.
- 2 -
II. PERHITUNGAN BMPK
1. BMPK untuk Kredit
Perhitungan BMPK untuk Kredit dilakukan berdasarkan baki debet
seluruh Kredit yang diterima oleh debitur yang bersangkutan,
termasuk pemberian Kredit atas nama debitur lain yang digunakan
untuk keuntungan debitur yang bersangkutan. Untuk Kredit dalam
bentuk rekening koran, perhitungan BMPK dilakukan berdasarkan
baki debet tertinggi pada bulan laporan.
2. BMPK untuk Penempatan Dana Antar Bank dalam Bentuk Tabungan
Perhitungan BMPK untuk Penempatan Dana Antar Bank dalam
bentuk tabungan dilakukan berdasarkan saldo tertinggi pada bulan
laporan.
3. BMPK untuk Penempatan Dana Antar Bank dalam Bentuk Deposito
Perhitungan BMPK untuk Penempatan Dana Antar Bank dalam
bentuk deposito dilakukan berdasarkan jumlah nominal sebagaimana
tercantum dalam seluruh bilyet deposito pada BPR yang sama.
4. BMPK untuk Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait
Perhitungan BMPK untuk Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait
dilakukan berdasarkan jumlah seluruh baki debet Kredit Pihak Terkait
dan seluruh nominal atau baki debet Penempatan Dana Antar Bank
(tabungan, deposito, dan Kredit) kepada seluruh BPR lain Pihak
Terkait sebesar 10% (sepuluh persen) dari Modal BPR.
5. BMPK untuk Penempatan Dana Antar Bank pada BPR lain Pihak Tidak
Terkait
Perhitungan BMPK untuk Penempatan Dana Antar Bank pada BPR
lain Pihak Tidak Terkait dilakukan berdasarkan jumlah seluruh
nominal atau baki debet Penempatan Dana Antar Bank (tabungan,
deposito, dan Kredit) pada masing-masing BPR Pihak Tidak Terkait
sebesar 20% (dua puluh persen) dari Modal BPR.
- 3 -
6. Penyediaan Dana dalam Bentuk Kredit kepada Satu atau Lebih
Peminjam Pihak Tidak Terkait yang Merupakan Bagian dari Kelompok
Peminjam Pihak Tidak Terkait
Perhitungan BMPK untuk Penyediaan Dana dalam bentuk Kredit
kepada satu atau lebih Peminjam Pihak Tidak Terkait yang merupakan
bagian dari kelompok Peminjam Pihak Tidak Terkait dihitung
berdasarkan pemberian Kredit kepada masing-masing Peminjam dan
pemberian Kredit kepada satu kelompok Peminjam Pihak Tidak
Terkait. BMPK pemberian Kredit kepada satu kelompok Peminjam
Pihak Tidak Terkait sebesar 30% (tiga puluh persen) dari Modal BPR.
III. PELANGGARAN BMPK
1. BPR dinyatakan melakukan pelanggaran BMPK dalam hal terdapat
selisih lebih antara persentase Penyediaan Dana pada saat
direalisasikan terhadap Modal BPR dengan BMPK yang
diperkenankan. BPR tetap dinilai melanggar BMPK selama
Pelanggaran BMPK tersebut belum diselesaikan.
2. Modal BPR yang digunakan dalam perhitungan BMPK adalah jumlah
Modal Inti dan Modal Pelengkap sebagaimana diatur dalam Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan mengenai kewajiban penyediaan Modal
minimum dan pemenuhan Modal inti minimum BPR pada posisi bulan
terakhir sebelum realisasi Penyediaan Dana.
3. Dalam hal terdapat Pelanggaran BMPK berupa Penyediaan Dana
dalam bentuk Kredit kepada satu atau lebih Peminjam Pihak Tidak
Terkait yang merupakan bagian dari kelompok Peminjam Pihak Tidak
Terkait, Pelanggaran BMPK dihitung berdasarkan penjumlahan
pelanggaran atas pemberian Kredit kepada masing-masing Peminjam
dan pelanggaran pemberian Kredit kepada satu kelompok Peminjam
Pihak Tidak Terkait.
4. Contoh Perhitungan BMPK:
a. Kredit dengan angsuran yang pencairannya dilakukan secara
sekaligus
BPR ”X” memberikan fasilitas Kredit dengan pembayaran
angsuran kepada debitur A (Pihak Tidak Terkait) yang
pencairannya dilakukan secara sekaligus dengan kondisi sebagai
berikut:
1) Modal BPR:
a) Per akhir Juni 2017 sebesar Rp1.500.000.000,00 (satu
- 4 -
miliar lima ratus juta rupiah).
b) Per akhir Juli 2017 sebesar Rp1.400.000.000,00 (satu
miliar empat ratus juta rupiah).
2) BMPK Pihak Tidak Terkait: 20%
a) Bulan Juli 2017 sebesar Rp300.000.000,00 (tiga ratus
juta rupiah).
(= 20% x Rp1.500.000.000).
b) Bulan Agustus 2017 sebesar Rp280.000.000,00 (dua
ratus delapan puluh juta rupiah).
(= 20% x Rp1.400.000.000,00).
3)
Fasilitas Kredit
4) Jangka waktu
Realisasi Kredit
: Rp400.000.000,00 (empat ratus
juta rupiah).
: 18 (delapan belas) bulan.
5) Tanggal akad Kredit : 14 Juli 2017.
6)
7) Baki debet
:
a) Per akhir Juli 2017 sebesar Rp400.000.000,00 (empat
ratus juta rupiah).
b) Per akhir Agustus 2017 sebesar Rp350.000.000,00 (tiga
ratus lima puluh juta rupiah).
Perhitungan BMPK
1) Bulan Juli 2017
Berdasarkan persentase atas baki debet pada saat realisasi
atau
pencairan
Kredit
Modal BPR per
debitur
akhir
A
Juni
: Pencairan Kredit sekaligus pada
tanggal 14 Juli 2017.
yaitu
sebesar Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah)
terhadap
2017
sebesar Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta
rupiah) dikurangi dengan persentase BMPK Pihak Tidak
Terkait (20%), diperoleh hasil sebagai berikut:
(Rp400.000.000,00 /Rp1.500.000.000,00 x 100%) – 20%
= 6,67%
Dengan demikian terdapat pelanggaran BMPK sebesar 6,67%
(enam koma enam tujuh persen).
2) Bulan Agustus 2017
Berdasarkan persentase atas baki debet debitur A pada akhir
Agustus 2017 yaitu sebesar Rp350.000.000,00 (tiga ratus
- 5 -
lima puluh juta rupiah) terhadap Modal BPR per akhir Juli
2017 sebesar Rp1.400.000.000,00 (satu miliar empat ratus
juta
rupiah)
dikurangi
dengan
persentase
BMPK Pihak Tidak Terkait (20%), diperoleh hasil sebagai
berikut:
(Rp350.000.000,00/Rp1.400.000.000,00 x 100%) – 20%
= 5%
Dengan demikian terdapat pelanggaran BMPK sebesar 5%
(lima persen).
b. Kredit yang pencairannya dilakukan secara bertahap
BPR ”Y” memberikan fasilitas Kredit kepada debitur B (Pihak
Terkait) yang pencairannya dilakukan secara bertahap dengan
kondisi sebagai berikut:
1) Modal BPR:
a) Per akhir Juli 2017 sebesar Rp2.000.000.000,00 (dua
miliar rupiah).
b) Per akhir Agustus 2017 sebesar Rp1.500.000.000,00
(satu miliar lima ratus juta rupiah).
2) BMPK Pihak Terkait: 10%
a) Bulan Agustus 2017 sebesar Rp200.000.000,00 (dua
ratus juta rupiah).
(= 10% x Rp2.000.000.000,00).
b) Bulan September 2017 sebesar Rp150.000.000,00
(seratus lima puluh juta rupiah).
(= 10% x Rp1.500.000.000,00).
3)
Fasilitas Kredit
4) Jangka waktu
5) Tanggal akad Kredit
6) Realisasi Kredit
: Rp200.000.000,00 (dua ratus
juta rupiah).
: 24 (dua puluh empat) bulan.
: 8 Agustus 2017.
: Pencairan Kredit secara bertahap
a) Pencairan tahap I, tanggal 8 Agustus 2017:
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
b) Pencairan tahap II, tanggal 8 September 2017:
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
- 6 -
Perhitungan BMPK
1) Bulan Agustus 2017
Berdasarkan persentase atas baki debet pada saat realisasi
atau
pencairan
Kredit
debitur B tahap
I
sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) terhadap
Modal BPR per akhir Juli 2017 sebesar Rp2.000.000.000,00
(dua miliar rupiah) dikurangi dengan persentase BMPK Pihak
Terkait (10%), diperoleh hasil sebagai berikut:
(Rp100.000.000,00/Rp2.000.000.000,00 x 100%) – 10%
= -5%
Dengan demikian tidak terdapat pelanggaran BMPK.
2) Bulan September 2017
Dengan adanya realisasi atau pencairan Kredit debitur B
tahap II sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
sehingga baki debet menjadi sebesar Rp200.000.000,00 (dua
ratus juta rupiah) maka persentase atas baki debet tersebut
terhadap Modal BPR per akhir Agustus 2017 sebesar
Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah)
dikurangi
dengan
persentase
BMPK
Pihak
Terkait (10%), diperoleh hasil sebagai berikut:
(Rp200.000.000,00/Rp1.500.000.000,00 x 100%) – 10%
= 3,33%
Dengan demikian terdapat pelanggaran BMPK sebesar 3,33%
(tiga koma tiga tiga persen).
c.
Kredit dengan fasilitas rekening koran
BPR ”Y” memberikan fasilitas Kredit rekening koran kepada
debitur C (Pihak Tidak Terkait) dengan kondisi sebagai berikut:
1) Modal BPR:
per
2) BMPK Pihak Tidak
Terkait
Rp1.800.000.000,00 (satu miliar delapan ratus juta rupiah).
: 20% atau sebesar Rp360.000.000
(tiga ratus enam puluh juta
rupiah).
(= 20% x Rp1.800.000.000,00).
3)
Fasilitas Kredit
4) Jangka waktu
: Rp400.000.000,00 (empat ratus
juta rupiah).
: 12 (dua belas) bulan.
akhir Agustus 2017 sebesar
- 7 -
5) Tanggal akad Kredit
6) Realisasi baki debet
Pencairan
Tanggal
8 September
2017
15
September
2017
28
September
2017
29
September
2017
Rp15.000.000,- Rp385.000.000,-
Rp35.000.000,-
Rp400.000.000,-
Rp5.000.000,- Rp365.000.000,-
: 5 September 2017.
: pada bulan September 2017.
Penyetoran
Rp370.000.000,-
Saldo Debet
Rp370.000.000,-
Perhitungan Pelanggaran BMPK
Perhitungan BMPK didasarkan pada persentase atas baki debet
tertinggi pada bulan yang bersangkutan (September 2017) yaitu
sebesar Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) terhadap
Modal BPR per akhir Agustus 2017 sebesar Rp1.800.000.000,00
(satu miliar delapan ratus juta rupiah) dikurangi dengan
persentase BMPK Pihak Tidak Terkait (20%), dengan perhitungan
sebagai berikut:
(Rp400.000.000,00/Rp1.800.000.000,00 x 100%) – 20%
= 2,22%
Dengan demikian terdapat Pelanggaran BMPK sebesar 2,22% (dua
koma dua dua persen).
d. Pemberian Kredit yang secara individu Peminjam tidak melebihi
BMPK namun secara kelompok Peminjam melebihi BMPK
BPR “X” memberikan fasilitas Kredit kepada debitur A (Pihak
Tidak Terkait) dan debitur PT B (PT B menjamin Kredit yang
diberikan oleh BPR “X” kepada debitur A) yang pencairannya
dilakukan secara sekaligus dengan kondisi sebagai berikut:
1) Modal BPR : Per
akhir September 2017 sebesar
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
- 8 -
2) BMPK Pihak Tidak Terkait:
a)
Individu Peminjam:
20%
atau
Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
(= 20% x Rp3.000.000.000,00).
b) Kelompok Peminjam: 30%
atau
3)
Rp900.000.000,00 (sembilan ratus juta rupiah).
(= 30% x Rp3.000.000.000,00).
Fasilitas Kredit : a) Debitur
A
sebesar
sebesar
sebesar
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah).
b) Debitur
PT
B
sebesar
Rp600.000.000,00 (enam ratus
juta rupiah).
4) Jangka waktu : Masing-masing 24 (dua puluh empat)
bulan.
5) Tanggal akad
Kredit
: a) Debitur A, tanggal 16 Oktober
2017.
b) Debitur
PT
B
sebesar
Rp600.000.000,00 (enam ratus
juta rupiah).
6)
Realisasi kredit : Pencairan dilakukan sekaligus
a) Debitur A, tanggal 16 Oktober
2017.
b) Debitur PT B, tanggal 20 Oktober
2017.
Perhitungan Pelanggaran BMPK
1) BMPK Individu Peminjam
a) Pemberian Kredit BPR ”X” kepada debitur A
sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak
melanggar BMPK dengan perhitungan sebagai berikut:
(Rp500.000.000,00/Rp3.000.000.000,00 x 100%) – 20%
= -3,34%.
b) Pemberian kredit BPR ”X” kepada debitur PT B
sebesar Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah)
- 9 -
tidak melanggar BMPK dengan perhitungan sebagai
berikut:
(Rp600.000.000,00/Rp3.000.000.000,00 x 100%) – 20%
= 0%.
2) BMPK Kelompok Peminjam
Mengingat debitur A dan PT B memenuhi kriteria kelompok
Peminjam, perhitungan BMPK juga dihitung berdasarkan
baki
debet
kelompok
Peminjam
yaitu
sebesar Rp1.100.000.000,00 (satu miliar seratus juta rupiah)
(Rp500.000.000,00 + Rp600.000.000,00). BMPK kelompok
Peminjam Pihak Tidak Terkait yaitu 30%. Perhitungan BMPK
kelompok Peminjam tersebut sebagai berikut:
(Rp1.100.000.000,00/Rp3.000.000.000,00 x 100%) – 30%
= 6,67%.
Dengan demikian terdapat Pelanggaran BMPK kelompok
Peminjam Pihak Tidak Terkait sebesar 6,67% (enam koma
enam tujuh persen).
Berdasarkan perhitungan angka 1) dan angka 2) di atas,
pemberian Kredit kepada masing-masing Peminjam yaitu
debitur A dan PT B tidak melanggar BMPK namun secara
kelompok Peminjam melanggar BMPK sebesar 6,67% (enam
koma enam tujuh persen).
e. Pemberian Kredit dan Penempatan Dana Antar Bank pada BPR
lain yang secara individu Peminjam melebihi BMPK namun secara
kelompok Peminjam tidak melebihi BMPK
BPR ”Y” menempatkan dananya pada BPR ”Z” dan memberikan
fasilitas Kredit kepada debitur PT A (Pihak Tidak Terkait yang
memiliki saham BPR ”Z” sebesar 40%) dengan kondisi sebagai
berikut:
1) Modal BPR:
Per
akhir
2) BMPK Pihak Tidak Terkait:
a)
Individu Peminjam:
Oktober 2017 sebesar
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
20%
atau
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(= 20% x Rp5.000.000.000,00)
sebesar
- 10 -
b) Kelompok Peminjam: 30%
atau
sebesar
Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah)
(= 30% x Rp5.000.000.000,00).
3) Penyediaan Dana BPR ”Y” pada BPR ”Z” berupa:
a) Deposito: Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah),
jangka waktu 3 (tiga) bulan (10 November 2017 sampai
dengan 10 Februari 2018).
b) Kredit:
rupiah).
4) BPR ”Y” memberikan Kredit kepada debitur PT A sebesar
Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
5) Jangka waktu
6) Tanggal akad Kredit
: 36 (tiga puluh enam) bulan.
: a) BPR “Z”,
November 2017.
b) Debitur PT A, tanggal 10
November 2017.
7)
Realisasi Kredit
: Pencairan dilakukan sekaligus
a) BPR “Z” pada tanggal 3
November 2017.
b) Debitur PT A pada tanggal
10 November 2017.
Perhitungan BMPK:
1) BMPK Individu Peminjam
a) Penempatan Dana Antar Bank BPR ”Y” pada BPR ”Z”
berupa deposito sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah) dan Kredit sebesar Rp700.000.000,00
(tujuh ratus juta rupiah), sehingga jumlah Penempatan
Dana Antar Bank sebesar Rp1.200.000.000,00 (satu
miliar dua ratus juta rupiah). BMPK Penempatan Dana
Antar Bank pada BPR lain yaitu sebesar 20%.
Perhitungan BMPK Penempatan Dana Antar Bank
tersebut sebagai berikut:
(Rp1.200.000.000,00/Rp5.000.000.000,00 x 100%) –
20% = 4%.
b) Pemberian Kredit BPR ”Y” kepada debitur PT A sebesar
Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) tidak
tanggal 3
Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta
- 11 -
melanggar BMPK dengan perhitungan sebagai berikut:
(Rp800.000.000,00/Rp5.000.000.000,00 x 100%) – 20%
= -4%.
2) BMPK Kelompok Peminjam
Mengingat debitur PT A dan BPR ”Z” memenuhi kriteria
kelompok Peminjam, perhitungan BMPK juga dihitung
berdasarkan kelompok Peminjam. Berdasarkan perhitungan,
BMPK kelompok Peminjam tidak melanggar BMPK karena
secara keseluruhan jumlah baki debet dalam bentuk Kredit
masing-masing kepada debitur PT A Rp700.000.000,00
(tujuh ratus juta rupiah) dan BPR ”Z” Rp800.000.000,00
(delapan
ratus
juta
rupiah)
yaitu
sebesar
Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah),
tidak melebihi BMPK kelompok Peminjam Pihak Tidak
Terkait yaitu paling tinggi 30%, dengan perhitungan sebagai
berikut:
(Rp1.500.000.000,00/Rp5.000.000.000,00 x 100%) – 30%
= 0%.
Berdasarkan perhitungan di atas, maka:
1) Penempatan dana BPR ”Y” pada BPR ”Z” melanggar BMPK
untuk Penempatan Dana Antar Bank pada BPR lain
sebesar 4% (empat persen).
2) Pemberian Kredit BPR ”Y” kepada debitur PT A tidak
melanggar BMPK.
Pemberian Kredit kepada BPR ”Z” dan debitur PT A sebagai
kelompok Peminjam Pihak Tidak Terkait juga tidak melanggar
BMPK.
f. Pemberian Kredit yang secara individu dan kelompok Peminjam
melebihi BMPK
BPR ”B” memberikan fasilitas Kredit kepada debitur Pihak Tidak
Terkait PT X dan PT Y. PT X dan PT Y dimiliki oleh Sdr. S dengan
kepemilikan saham pada masing-masing PT tersebut 50%.
Pencairan Kredit dilakukan sekaligus dengan kondisi sebagai
berikut:
1) Modal BPR:
Per akhir November
Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
2017 sebesar
- 12 -
2) BMPK Pihak Tidak Terkait:
a)
Individu Peminjam:
20%
atau
Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
(= 20% x Rp4.000.000.000,00).
b) Kelompok Peminjam:
30%
atau
sebesar
Rp1.200.000.000,00 (satu miliar dua ratus juta rupiah).
(= 30% x Rp4.000.000.000,00).
3) Fasilitas Kredit
: a) Debitur PT X sebesar
Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).
b) Debitur PT Y sebesar
Rp900.000.000,00
(sembilan
rupiah).
ratus
4) Jangka waktu
5) Tanggal akad Kredit
sebesar
juta
: Masing-masing 48 (empat
puluh delapan) bulan.
: a) Debitur PT X, tanggal 7
Desember 2017.
b) Debitur PT Y, tanggal 15
Desember 2017.
6) Realisasi Kredit
: Pencairan dilakukan sekaligus
a) Debitur PT X, tanggal 7
Desember 2017.
b) Debitur PT Y, tanggal 15
Desember 2017.
Perhitungan Pelanggaran BMPK
1) BMPK Individu Peminjam
a) Pemberian Kredit BPR ”B” kepada debitur PT X sebesar
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) melanggar
BMPK dengan perhitungan sebagai berikut:
(Rp1.000.000.000,00/Rp4.000.000.000 x 100%) – 20%
= 5%.
b) Pemberian Kredit BPR ”B” kepada debitur PT Y sebesar
Rp900.000.000,00 (sembilan ratus juta rupiah)
melanggar BMPK dengan perhitungan sebagai berikut:
(Rp900.000.000,00/Rp4.000.000.000 x 100%) – 20%
= 2,5%.
- 13 -
2) BMPK Kelompok Peminjam
Mengingat debitur PT X dan PT Y memenuhi kriteria
kelompok Peminjam Pihak Tidak Terkait, perhitungan BMPK
juga dihitung berdasarkan kelompok Peminjam yaitu sebesar
Rp1.900.000.000,00 (satu miliar sembilan ratus juta rupiah)
(Rp1.000.000.000,00 + Rp900.000.000,00). BMPK kelompok
Peminjam Pihak Tidak Terkait yaitu 30%. Perhitungan BMPK
kelompok Peminjam tersebut sebagai berikut:
(Rp1.900.000.000,00/Rp4.000.000.000,00 x 100%) – 30%
= 17,5%.
Berdasarkan perhitungan di atas, maka:
1) Pemberian Kredit BPR ”B” kepada debitur PT X secara
individu melanggar BMPK sebesar 5% (lima persen).
2) Pemberian Kredit BPR ”B” kepada debitur PT Y secara
individu melanggar BMPK sebesar 2,5% (dua koma lima
persen).
3) Pemberian kredit BPR ”B” kepada debitur PT X dan PT Y
sebagai kelompok Peminjam Pihak Tidak Terkait melanggar
BMPK kelompok Peminjam Pihak Tidak Terkait
sebesar 17,5% (tujuh belas koma lima persen).
Dengan demikian persentase jumlah keseluruhan pelanggaran
BMPK yang dilakukan oleh BPR ”B” adalah 25% (dua puluh lima
persen).
g. Penempatan Dana Antar Bank pada BPR lain dalam bentuk
deposito
BPR ”Y” menempatkan dananya dalam bentuk deposito pada BPR
”Z” dengan kondisi sebagai berikut:
1) Modal BPR ”Y”:
a) Per akhir Agustus 2017 sebesar Rp4.900.000.000,00
(empat miliar sembilan ratus juta rupiah).
b) Per akhir September 2017 sebesar Rp5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah).
- 14 -
2) BMPK Penempatan Dana Antar Bank pada BPR lain : 20%
(dua puluh persen)
a) Bulan September 2017 sebesar Rp980.000.000,00
(sembilan ratus delapan puluh juta rupiah)
(= 20% x Rp4.900.000.000,00).
b) Bulan Oktober 2017 sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah)
(= 20% x Rp5.000.000.000,00).
3) Penyediaan Dana BPR ”Y” pada BPR ”Z” berupa:
a) Deposito I :
Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta
rupiah) dengan jangka waktu 3 (tiga) bulan
(10 Juli 2017 sampai dengan 10 Oktober 2017).
b) Deposito II :
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah) dengan jangka waktu 1 (satu) bulan
(2 Oktober 2017 sampai dengan 2 November 2017).
Perhitungan Pelanggaran BMPK
1) Bulan September 2017
Berdasarkan persentase atas jumlah nominal sebagaimana
tercantum dalam bilyet deposito I sebesar Rp700.000.000,00
(tujuh ratus juta rupiah) terhadap Modal BPR per akhir
Agustus 2017 sebesar Rp4.900.000.000,00 (empat miliar
sembilan ratus juta rupiah) dikurangi dengan persentase
BMPK Penempatan Dana Antar Bank pada BPR lain Pihak
Tidak Terkait (20%), diperoleh hasil sebagai berikut:
(Rp700.000.000,00/Rp4.900.000.000,00 x 100%) – 20%
= -5,71%
Dengan demikian tidak terdapat pelanggaran BMPK.
2) Bulan Oktober 2017
Dengan adanya penempatan deposito
II sebesar
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) pada
tanggal 2 Oktober 2017, jumlah seluruh penempatan
deposito pada BPR ”Z” pada tanggal tersebut menjadi sebesar
Rp1.200.000.000,00 (satu miliar dua ratus juta rupiah).
Dengan demikian persentase atas nominal Penempatan
Dana Antar Bank tersebut terhadap Modal BPR per akhir
September 2017 sebesar Rp5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah) dikurangi dengan persentase BMPK Penempatan
- 15 -
Dana Antar Bank pada BPR lain Pihak Tidak Terkait (20%),
diperoleh hasil sebagai berikut:
(Rp1.200.000.000,00/Rp5.000.000.000,00 x 100%) – 20%
= 4%
Dengan demikian terdapat pelanggaran BMPK sebesar 4%
(empat persen).
5. Berdasarkan contoh perhitungan BMPK sebagaimana dimaksud pada
Romawi III angka 4 khususnya untuk huruf a, huruf c, huruf d, huruf
e, dan huruf f, selain melanggar BMPK, BPR juga melanggar Pasal 3
ayat (1) POJK BMPK BPR yang menyatakan bahwa BPR dilarang
membuat Perjanjian Kredit yang mewajibkan BPR untuk menyediakan
dana yang akan mengakibatkan terjadinya Pelanggaran BMPK.
IV. PELAMPAUAN BMPK
1. Penyediaan Dana oleh BPR dikategorikan sebagai Pelampauan BMPK
dalam hal terjadi selisih lebih antara persentase Penyediaan Dana yang
telah direalisasikan terhadap Modal BPR pada saat tanggal laporan
dengan BMPK yang diperkenankan dan tidak termasuk Pelanggaran
BMPK.
2. Pelampauan BMPK dapat disebabkan oleh penurunan Modal BPR,
penggabungan usaha (merger), peleburan usaha (konsolidasi),
pengambilalihan usaha (akuisisi), perubahan struktur kepemilikan
dan/atau perubahan kepengurusan yang menyebabkan perubahan
Pihak Terkait dan/atau kelompok Peminjam, dan/atau perubahan
ketentuan.
3. Contoh perhitungan Pelampauan BMPK karena penurunan Modal
BPR ”X” memberikan fasilitas Kredit dengan pembayaran angsuran
kepada debitur A (Pihak Tidak Terkait) yang pencairannya dilakukan
secara sekaligus dengan kondisi sebagai berikut:
a. Modal BPR:
1) Per akhir Agustus 2017 sebesar Rp1.500.000.000,00 (satu
miliar lima ratus juta rupiah).
2) Per akhir September 2017 sebesar Rp1.200.000.000,00 (satu
miliar dua ratus juta rupiah).
- 16 -
b. BMPK Pihak Tidak Terkait: 20% (dua puluh persen)
1) Bulan September 2017 sebesar Rp300.000.000,00 (tiga ratus
juta rupiah).
(= 20% x Rp1.500.000.000,00).
2) Bulan Oktober 2017 sebesar Rp240.000.000,00 (dua ratus
empat puluh juta rupiah).
(= 20% x Rp1.200.000.000,00).
c.
Fasilitas Kredit
d. Jangka waktu
Realisasi Kredit
:
:
e. Tanggal akad Kredit :
f.
:
g. Baki debet
:
1) Per akhir September 2017 sebesar Rp300.000.000,00 (tiga
ratus juta rupiah).
2) Per akhir Oktober 2017 sebesar Rp285.000.000,00 (dua
ratus delapan puluh lima juta rupiah).
Perhitungan Pelampauan BMPK
a. Bulan September 2017
Berdasarkan persentase atas baki debet pada saat realisasi kredit
debitur A yaitu sebesar Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah)
terhadap Modal BPR per akhir Agustus 2017 sebesar
Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah) dikurangi
dengan persentase BMPK Pihak Tidak Terkait (20% (dua puluh
persen)), diperoleh hasil sebagai berikut:
(Rp300.000.000,00/Rp1.500.000.000,00 x 100%) – 20% = 0%
Tidak terdapat pelanggaran BMPK.
b. Bulan Oktober 2017
Berdasarkan persentase atas baki debet debitur A pada akhir
Oktober 2017 yaitu sebesar Rp285.000.000,00 (dua ratus delapan
puluh lima juta rupiah) terhadap Modal BPR per akhir September
2017 sebesar Rp1.200.000.000,00 (satu miliar dua ratus juta
rupiah) dikurangi dengan persentase BMPK Pihak Tidak Terkait
(20% (dua puluh persen)), diperoleh hasil sebagai berikut:
(Rp285.000.000,00 /Rp1.200.000.000,00 x 100%) – 20% = 3,75%
Dengan demikian terdapat pelampauan BMPK sebesar 3,75% (tiga
Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta
rupiah).
18 (delapan belas) bulan.
15 September 2017.
Pencairan Kredit sekaligus pada
tanggal 21 September 2017.
- 17 -
koma tujuh lima persen).
V. PENYAMPAIAN LAPORAN BMPK DAN/ATAU KOREKSI LAPORAN BMPK
1. BPR menyampaikan laporan BMPK kepada Otoritas Jasa Keuangan
paling lambat tanggal 14 pada bulan berikutnya setelah berakhirnya
bulan laporan:
a. Secara daring (online) melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa
Keuangan sesuai dengan format dan ketentuan yang ditetapkan
oleh Otoritas Jasa Keuangan.
b. Secara daring (online) melalui aplikasi Laporan Berkala BPR
sebagaimana diatur dalam ketentuan yang mengatur mengenai
laporan bulanan BPR, dalam hal penyampaian laporan BMPK
melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a belum dapat dilakukan.
2. BPR menyampaikan koreksi laporan BMPK kepada Otoritas Jasa
Keuangan paling lambat tanggal 20 pada bulan berikutnya setelah
berakhirnya bulan laporan:
a. Secara daring (online) melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa
Keuangan sesuai dengan format dan ketentuan yang ditetapkan
oleh Otoritas Jasa Keuangan.
b. Secara daring (online) melalui aplikasi Laporan Berkala BPR
sebagaimana diatur dalam ketentuan yang mengatur mengenai
laporan bulanan BPR, dalam hal penyampaian koreksi laporan
BMPK melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a belum dapat dilakukan.
3. Dalam hal laporan disampaikan melewati batas waktu sebagaimana
dimaksud pada angka 1 dan angka 2, BPR dinyatakan terlambat
menyampaikan laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK.
4. Penyampaian laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK secara
daring (online) dilakukan sampai dengan akhir bulan laporan. Laporan
BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK secara daring (online) tersebut
dapat disampaikan pada hari libur.
5. Dalam hal BPR tidak menyampaikan laporan BMPK dan/atau koreksi
laporan BMPK sampai dengan akhir bulan laporan, BPR dinyatakan
tidak menyampaikan laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK.
6. Dalam hal penyampaian laporan BMPK dan/atau koreksi laporan
BMPK dilakukan setelah berakhirnya bulan laporan, laporan tersebut
- 18 -
hanya dapat disampaikan secara luring (offline). Penyampaian laporan
BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK secara luring (offline)
dilakukan dalam bentuk cakram digital (compact disk) atau media
perekam data elektronik lainnya disertai hasil validasi yang telah
ditandatangani oleh penanggung jawab dan disampaikan kepada:
a. Otoritas Jasa Keuangan u.p Kantor Regional atau Kantor Otoritas
Jasa Keuangan yang mewilayahi Kantor Pusat BPR; atau
b. Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang
mengatur mengenai laporan bulanan BPR dengan tembusan
kepada Otoritas Jasa Keuangan, dalam hal penyampaian laporan
melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan belum dapat
dilakukan.
7. Dalam hal terjadi kerusakan cakram digital (compact disk) atau media
perekam data elektronik lainnya yang telah diterima secara luring
(offline) oleh Otoritas Jasa Keuangan atau Bank Indonesia dalam hal
penyampaian laporan melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa
Keuangan belum dapat dilakukan, BPR pelapor menyampaikan ulang
cakram digital (compact disk) atau media perekam data elektronik lain
setelah diminta oleh Otoritas Jasa Keuangan atau oleh Bank
Indonesia.
8. Apabila tanggal 14 atau tanggal 20 jatuh pada hari libur, BPR yang
menyampaikan laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK secara
luring (offline) harus menyampaikan laporan BMPK dan/atau koreksi
laporan BMPK pada hari kerja sebelumnya.
9. Hari libur yang terkait dengan penyampaian laporan BMPK dan/atau
koreksi laporan BMPK sebagaimana dimaksud pada angka 8 secara
luring (offline) adalah hari Sabtu, hari Minggu, atau hari libur yang
ditetapkan oleh Pemerintah.
VI. FORMAT DAN TATA CARA PENYUSUNAN LAPORAN BMPK DAN/ATAU
KOREKSI LAPORAN BMPK
1. Format dan tata cara penyusunan laporan BMPK dan/atau koreksi
laporan BMPK mengacu pada Lampiran I tentang Pedoman
Penyusunan Laporan BMPK BPR, yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
2. Prosedur pengoperasian aplikasi laporan BMPK dan/atau koreksi
laporan BMPK diatur dalam Lampiran II tentang Petunjuk Teknis
Aplikasi Data Entry Laporan BMPK BPR dan Lampiran III tentang
- 19 -
Petunjuk Teknis Aplikasi Web BPR Laporan BMPK BPR, yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan ini.
VII. SARANA DAN PERSIAPAN PELAPORAN
Dalam rangka penyusunan dan penyampaian laporan BMPK dan/atau
koreksi laporan BMPK, BPR perlu melakukan persiapan dan menyediakan
sarana sebagai berikut:
1. Komputer yang memenuhi konfigurasi minimal perangkat keras dan
perangkat lunak sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 2 tentang
Petunjuk Teknis Aplikasi Data Entry Laporan BMPK BPR dan Lampiran
3 tentang Petunjuk Teknis Aplikasi Web BPR Laporan BMPK BPR.
2. BPR menunjuk:
a. Pegawai yang ditugaskan (petugas) untuk mengoperasikan
aplikasi dan melakukan verifikasi laporan BMPK dan/atau
koreksi laporan BMPK.
b. Pejabat atau pegawai BPR yang bertanggung jawab (penanggung
jawab) untuk melakukan verifikasi ulang dalam rangka meyakini
kebenaran laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK serta
menyampaikan laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK
kepada Otoritas Jasa Keuangan.
3. Nama petugas dan penanggung jawab sebagaimana dimaksud pada
angka 2 termasuk dalam hal terdapat perubahan, harus disampaikan
kepada:
a. Otoritas Jasa Keuangan u.p. Kantor Regional atau Kantor
Otoritas Jasa Keuangan yang membawahkan wilayah kantor
pusat BPR; atau
b. Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang
mengatur mengenai laporan bulanan BPR dengan tembusan
kepada Otoritas Jasa Keuangan, dalam hal penyampaian laporan
melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan belum dapat
dilakukan.
4. BPR menyusun pedoman tertulis tentang sistem dan prosedur
penyusunan dan penyampaian laporan BMPK dan/atau koreksi
laporan BMPK dengan mengacu pada Lampiran 1 tentang Pedoman
Penyusunan Laporan BMPK BPR, Lampiran 2 tentang Petunjuk Teknis
Aplikasi Data Entry Laporan BMPK BPR, dan Lampiran 3 tentang
- 20 -
Petunjuk Teknis Aplikasi Web BPR Laporan BMPK BPR yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan ini.
5. BPR memiliki:
a. sistem pengamanan yang memadai terhadap sarana komputer,
aplikasi, dan data laporan BMPK dan/atau koreksi laporan
BMPK; dan
b. rekam cadang (back up) data laporan BMPK dan/atau koreksi
laporan BMPK yang ditatausahakan dengan baik.
VIII. ALAMAT PENYAMPAIAN LAPORAN
1. Laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK disampaikan kepada
Otoritas Jasa Keuangan:
a. secara daring (online) melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa
Keuangan sesuai dengan format dan ketentuan yang ditetapkan
oleh Otoritas Jasa Keuangan; atau
b. secara daring (online) melalui aplikasi Laporan Berkala BPR
sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai laporan bulanan
BPR, dalam hal penyampaian laporan melalui sistem pelaporan
Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
belum dapat dilakukan.
2. BPR pelapor yang berkedudukan di wilayah yang belum memiliki
fasilitas jaringan ekstranet atau mengalami keadaan kahar (force
majeure), laporan disampaikan secara luring (offline) kepada:
a. Otoritas Jasa Keuangan u.p. Kantor Regional atau Kantor
Otoritas Jasa Keuangan yang membawahkan wilayah kantor
pusat BPR; atau
b. Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang
mengatur mengenai laporan bulanan BPR dengan tembusan
kepada Otoritas Jasa Keuangan, dalam hal penyampaian laporan
melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan belum dapat
dilakukan.
3. Dalam hal terjadi masalah atau gangguan pada jaringan ekstranet,
BPR pelapor menyampaikan laporan BMPK dan/atau koreksi laporan
BMPK secara luring (offline) kepada:
a. Otoritas Jasa Keuangan u.p. Kantor Regional atau Kantor
Otoritas Jasa Keuangan yang membawahkan wilayah kantor
- 21 -
pusat BPR; atau
b. Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang
mengatur mengenai laporan bulanan BPR dengan tembusan
kepada Otoritas Jasa Keuangan, dalam hal penyampaian laporan
melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan belum dapat
dilakukan.
4. Penyampaian nama petugas, penanggung jawab, dan nomor telepon
yang digunakan untuk menyampaikan laporan BMPK dan/atau
koreksi laporan BMPK serta perubahan nama dan nomor telepon
tersebut ditujukan kepada:
a. Otoritas Jasa Keuangan u.p. Kantor Regional atau Kantor
Otoritas Jasa Keuangan yang membawahkan wilayah kantor
pusat BPR; atau
b. Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang
mengatur mengenai laporan bulanan BPR dengan tembusan
kepada Otoritas Jasa Keuangan, dalam hal penyampaian laporan
melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan belum dapat
dilakukan.
IX. TATA CARA PEMBAYARAN SANKSI ADMINISTRATIF BERUPA DENDA
Pembayaran sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 28 POJK BMPK BPR mengacu pada Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan mengenai tata cara penagihan sanksi administratif berupa denda
di sektor jasa keuangan. Dalam hal penyampaian laporan secara daring
(online) melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan belum dapat
dilakukan, pembayaran sanksi administratif berupa denda sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28 ayat (4) dan Pasal 28 ayat (5) POJK BMPK BPR
mengacu pada ketentuan yang mengatur mengenai laporan bulanan BPR.
- 22 -
X. PENUTUP
Pada saat Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku, Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 11/21/DKBU perihal Batas Maksimum
Pemberian Kredit Bank Perkreditan Rakyat dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku
pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 19 Juli 2017
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN
OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
NELSON TAMPUBOLON
Salinan ini sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 1/SEOJK.03/2017 </reg_id>
<reg_title> KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM DAN PEMENUHAN MODAL INTI MINIMUM BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH </reg_title>
<set_date> 3 Januari 2017 </set_date>
<effective_date> 3 Januari 2017 </effective_date>
<replaced_reg> '8/26/DPbS|SE-BI/2006', '9/14/DPbS|SE-BI/2007' </replaced_reg>
<related_reg> '66/POJK.03/2016' </related_reg>
|
Yth.
Direksi Bank Umum Konvensional
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 43 /SEOJK.03/2016
TENTANG
TRANSPARANSI DAN PUBLIKASI LAPORAN BANK UMUM KONVENSIONAL
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 6/POJK.03/2015 tentang Transparansi dan Publikasi Laporan Bank
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 74, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5687) sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 32/POJK.03/2016
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 170, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5917), perlu diatur kembali
ketentuan mengenai Transparansi dan Publikasi Laporan Bank Umum
Konvensional dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
1. Laporan Publikasi terdiri dari Laporan Publikasi Bulanan, Laporan
Publikasi Triwulanan, Laporan Publikasi Tahunan, dan Laporan
Publikasi Lain.
2. Laporan Publikasi disusun antara lain untuk memberikan informasi
mengenai posisi keuangan, kinerja atau hasil usaha Bank, informasi
keuangan lainnya serta informasi kualitatif kepada berbagai pihak
yang berkepentingan dengan perkembangan usaha Bank. Seluruh
informasi tersebut diharapkan dapat meningkatkan transparansi
kondisi keuangan Bank kepada publik dan menjaga kepercayaan
masyarakat terhadap lembaga perbankan.
3. Laporan Posisi Keuangan (Neraca) merupakan laporan posisi aset,
liabilitas, dan ekuitas Bank per posisi akhir periode laporan.
Sementara ...
- 2 -
Sementara itu, Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain
merupakan laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif Bank
secara kumulatif sejak awal Tahun Buku sampai dengan akhir posisi
periode laporan.
4. Agar dapat diperbandingkan, format dan ruang lingkup Laporan
Publikasi disajikan dengan mengacu pada ketentuan yang ditetapkan
oleh Otoritas Jasa Keuangan, standar akuntansi keuangan yang
relevan untuk industri perbankan, Pedoman Akuntansi Perbankan
Indonesia (PAPI), dan standar internasional yang relevan mengenai
pengungkapan risiko, kecukupan likuiditas, dan permodalan Bank.
5. Laporan Publikasi disusun dalam Bahasa Indonesia dan disajikan
sesuai format laporan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Surat
Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
6. Format Laporan Publikasi merupakan standar minimum yang harus
dipenuhi oleh Bank. Dalam hal terdapat akun yang jumlahnya
material dan tidak terdapat dalam format tersebut, Bank dapat
menyajikan akun tersebut secara tersendiri, sedangkan akun yang
jumlahnya tidak material dapat digabungkan dengan akun lain yang
sejenis.
7. Akun yang memiliki saldo nihil dalam format laporan harus
dicantumkan dengan memberi garis pendek (-) pada akun yang
bersangkutan kecuali ditetapkan secara khusus dalam Lampiran.
8. Bank Umum Konvensional yang memiliki kegiatan usaha berdasarkan
Prinsip Syariah (Unit Usaha Syariah) menyajikan Laporan Publikasi
sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini
dan menyajikan informasi keuangan Unit Usaha Syariah (UUS) sesuai
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan mengenai transparansi dan
publikasi laporan Bank Umum Syariah dan UUS.
II. LAPORAN PUBLIKASI BULANAN
1. Pedoman Umum
a. Laporan Publikasi Bulanan disajikan secara individu dan disusun
setiap bulan.
b. Laporan Publikasi Bulanan diumumkan kepada masyarakat pada
Situs Web Bank dan disampaikan oleh Bank kepada Otoritas Jasa
Keuangan secara online melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa
Keuangan ...
- 3 -
Keuangan. Dalam hal penyampaian laporan melalui sistem
pelaporan Otoritas Jasa Keuangan belum dapat dilakukan, laporan
disampaikan melalui sistem Laporan Kantor Pusat Bank Umum
(LKPBU).
2. Ruang Lingkup Laporan Publikasi Bulanan
Laporan Publikasi Bulanan meliputi laporan keuangan bulanan yang
paling sedikit terdiri atas:
a. Laporan Posisi Keuangan (Neraca);
b. Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain; dan
c. Laporan Komitmen dan Kontinjensi.
3. Bank dalam menyusun Laporan Publikasi Bulanan mengacu pada
Pedoman Penyusunan Laporan Publikasi Bank Umum Konvensional –
Laporan Publikasi Bulanan yang merupakan lampiran dan sebagai
bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan ini.
III. LAPORAN PUBLIKASI TRIWULANAN
1. Pedoman Umum
a. Laporan keuangan pada Laporan Publikasi Triwulanan disajikan
secara individu dan konsolidasi dengan Entitas Anak yang disusun
untuk posisi akhir bulan Maret, Juni, September, dan Desember.
b. Bank yang tidak memiliki Entitas Anak, kolom konsolidasian dapat
ditiadakan.
c. Laporan keuangan pada Laporan Publikasi Triwulanan disajikan
dalam bentuk perbandingan sesuai standar akuntansi keuangan.
d. Apabila terdapat perlakuan akuntansi yang baru berlaku dalam
posisi laporan, penyajian posisi pembanding mengacu pada
standar akuntansi keuangan mengenai kebijakan akuntansi,
perubahan estimasi akuntansi, dan kesalahan.
e. Nama Pemegang Saham dan persentase kepemilikan saham yang
dicantumkan pada Laporan Publikasi Triwulanan adalah
perorangan atau entitas yang memiliki saham sebesar 5% (lima
persen) atau lebih dari modal Bank, baik yang diperoleh melalui
maupun tidak melalui Pasar Modal.
f. Laporan keuangan pada Laporan Publikasi Triwulanan posisi akhir
bulan Desember diaudit oleh Akuntan Publik yang terdaftar di
Otoritas ...
- 4 -
Otoritas Jasa Keuangan. Dalam penyajian laporan keuangan
dicantumkan nama Kantor Akuntan Publik, nama Akuntan Publik
yang bertanggung jawab (partner in charge), dan opini yang
diberikan.
g. Laporan Publikasi Triwulanan diumumkan pada surat kabar
harian berbahasa Indonesia yang memiliki peredaran luas dan
pada Situs Web Bank, serta disampaikan oleh Bank kepada
Otoritas Jasa Keuangan secara online melalui sistem pelaporan
Otoritas Jasa Keuangan. Dalam hal penyampaian laporan melalui
sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan belum dapat dilakukan,
laporan disampaikan melalui sistem Laporan Kantor Pusat Bank
Umum (LKPBU).
2. Ruang Lingkup Laporan Publikasi Triwulanan
Laporan Publikasi Triwulanan mencakup:
a. Laporan keuangan, meliputi:
1) Laporan Posisi Keuangan (Neraca);
2) Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain; dan
3) Laporan Komitmen dan Kontinjensi.
b. Informasi kinerja keuangan, meliputi:
1) perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM);
2) jumlah dan kualitas aset produktif serta Cadangan Kerugian
Penurunan Nilai (CKPN) yang paling sedikit memberikan
informasi berdasarkan pengelompokan:
a) instrumen keuangan;
b) penyediaan dana kepada Pihak Terkait;
c) kredit kepada debitur Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
(UMKM);
d) kredit yang memerlukan perhatian khusus (antara lain
kredit yang direstrukturisasi dan kredit properti); dan
e) Penyisihan Penghapusan Aset (PPA) yang wajib dibentuk
berdasarkan instrumen keuangan.
3) rasio keuangan, paling sedikit mencakup:
a) rasio KPMM;
b) Return on Asset (ROA);
c) Return on Equity (ROE);
d) rasio ...
- 5 -
d) rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional
(BOPO);
e) persentase pelanggaran dan pelampauan Batas Maksimum
Pemberian Kredit (BMPK);
f) rasio Posisi Devisa Neto (PDN); dan
g) nilai Liquidity Coverage Ratio (LCR) secara individu dan
konsolidasi.
4) transaksi spot dan transaksi derivatif.
c. informasi susunan dan komposisi Pemegang Saham, serta
susunan Direksi dan Dewan Komisaris.
d. informasi kuantitatif eksposur risiko yang dihadapi Bank untuk
posisi akhir bulan Juni, paling sedikit mencakup:
1) Pengungkapan Risiko Kredit
a) Pengungkapan umum meliputi:
(1) pengungkapan Tagihan Bersih Berdasarkan Wilayah;
(2) pengungkapan Tagihan Bersih Berdasarkan Sisa Jangka
Waktu Kontrak;
(3) pengungkapan Tagihan Bersih Berdasarkan Sektor
Ekonomi;
(4) pengungkapan Tagihan dan Pencadangan Berdasarkan
Wilayah;
(5) pengungkapan Tagihan dan Pencadangan Berdasarkan
Sektor Ekonomi; dan
(6) pengungkapan Rincian Mutasi Cadangan Kerugian
Penurunan Nilai.
b) Pengungkapan Risiko Kredit dengan menggunakan
pendekatan standar meliputi:
(1) pengungkapan Tagihan Bersih Berdasarkan Kategori
Portofolio dan Skala Peringkat; dan
(2) pengungkapan Risiko Kredit Pihak Lawan (Counterparty
Credit Risk), antara lain terdiri dari tagihan bersih yang
berasal dari eksposur:
(a) transaksi derivatif over the counter;
(b) transaksi repo; dan
(c) transaksi reverse repo,
sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai
pedoman perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko
(ATMR) ...
- 6 -
(ATMR) untuk Risiko Kredit dengan menggunakan
pendekatan standar.
c) Pengungkapan mitigasi Risiko Kredit dengan menggunakan
pendekatan standar meliputi:
(1) pengungkapan Tagihan Bersih Berdasarkan Bobot
Risiko Setelah Memperhitungkan Dampak Mitigasi
Risiko Kredit; dan
(2) pengungkapan Tagihan Bersih dan Teknik Mitigasi
Risiko Kredit.
d) Pengungkapan sekuritisasi aset meliputi:
(1) pengungkapan Transaksi Sekuritisasi Aset; dan
(2) pengungkapan
Ringkasan Aktivitas Transaksi
Sekuritisasi Aset dalam hal Bank Bertindak sebagai
Kreditur Asal.
e) Pengungkapan Perhitungan ATMR untuk Risiko Kredit
dengan Menggunakan Pendekatan Standar.
2) Pengungkapan Risiko Pasar
a) Pengungkapan Risiko Pasar dengan Menggunakan Metode
Standar
Pengungkapan dimaksud sebagaimana diatur dalam
ketentuan mengenai pedoman penggunaan metode standar
dalam perhitungan KPMM Bank Umum dengan
memperhitungkan Risiko Pasar.
b) Pengungkapan Eksposur Interest Rate Risk in Banking Book
(IRRBB)
Pengungkapan eksposur IRRBB yaitu peningkatan atau
penurunan economic value dan earnings terhadap
pergerakan suku bunga berdasarkan format gap report yang
disusun Bank dalam rangka pemenuhan ketentuan
mengenai penilaian tingkat kesehatan Bank Umum dan
penerapan manajemen risiko bagi Bank Umum.
3) Pengungkapan Risiko Likuiditas
a) Pengungkapan Profil Maturitas Rupiah dan Valuta Asing;
dan
b) Pengungkapan ...
- 7 -
b) Pengungkapan Nilai LCR;
Pengungkapan dimaksud hanya berlaku bagi Bank yang
diwajibkan menyusun dan mempublikasikan laporan LCR
sebagaimana diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan mengenai kewajiban pemenuhan rasio
kecukupan likuiditas (liquidity coverage ratio) bagi Bank
Umum.
4) Pengungkapan Risiko Operasional
Perhitungan Risiko Operasional mengacu pada ketentuan
mengenai perhitungan ATMR untuk Risiko Operasional dengan
menggunakan Pendekatan Indikator Dasar (PID).
3. Pengungkapan Permodalan sesuai dengan Kerangka Basel III
a. Bank Umum berdasarkan Kegiatan Usaha (BUKU) 3 dan BUKU 4,
menambahkan informasi mengenai pengungkapan permodalan
pada Laporan Publikasi Triwulanan, sesuai dengan dokumen
Composition of Capital Disclosure Requirements yang diterbitkan
oleh Basel Committee on Banking Supervision (BCBS).
b. Tujuan pengungkapan permodalan sesuai kerangka Basel III
adalah untuk meningkatkan transparansi pengungkapan
komponen
permodalan dan meningkatkan konsistensi
pengungkapan permodalan antarnegara sehingga mudah
diperbandingkan.
c. Pengungkapan permodalan disajikan pada Situs Web Bank, dalam
satu tautan khusus, misalnya dengan judul: “Pengungkapan
Permodalan sesuai kerangka Basel III”.
d. Pengungkapan permodalan sesuai kerangka Basel III, paling
sedikit mencakup:
1) Bagian 1: Perhitungan Permodalan, yang mengacu pada Format
Standar yang disediakan dalam dokumen BCBS;
2) Bagian 2: Rekonsiliasi Permodalan antara Neraca dengan
Format Standar sebagaimana dimaksud dalam Bagian 1; dan
3) Bagian 3: Rincian Fitur Instrumen Permodalan.
4. Pengungkapan LCR sesuai dengan Kerangka Basel III
a. Bank yang diwajibkan menyusun dan mempublikasikan laporan
LCR sebagaimana diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
mengenai ...
- 8 -
mengenai kewajiban pemenuhan rasio kecukupan likuiditas
(liquidity coverage ratio) bagi Bank Umum, menambahkan
informasi mengenai pengungkapan LCR sesuai kerangka Basel III
pada Laporan Publikasi Triwulanan.
b. Tujuan pengungkapan LCR sesuai kerangka Basel III adalah untuk
memberikan informasi kepada para pelaku pasar mengenai kondisi
likuiditas bank, yang antara lain menunjukkan kecukupan
persediaan High Quality Liquid Asset (HQLA) yang dimiliki Bank
yang dapat dengan mudah dan segera dikonversi menjadi kas
dengan sedikit atau tanpa pengurangan nilai untuk memenuhi
kebutuhan likuiditas Bank dalam periode 30 (tiga puluh) hari
skenario stres.
c. Pengungkapan mengenai LCR, baik secara individu maupun secara
konsolidasi, mencakup:
1) Informasi kuantitatif LCR berupa Laporan Perhitungan
Kewajiban Pemenuhan Rasio Kecukupan Likuiditas (Liquidity
Coverage Ratio) Triwulanan; dan
2) Informasi kualitatif LCR berupa Analisis Perhitungan Kewajiban
Pemenuhan Rasio Kecukupan Likuiditas (Liquidity Coverage
Ratio) Triwulanan yang menjelaskan perhitungan dan nilai LCR
sebagaimana dimaksud pada angka 1).
d. Pengungkapan LCR disajikan pada Situs Web Bank dalam satu
tautan khusus, misalnya dengan judul: “Liquidity Coverage Ratio
(LCR)”.
5. Bank dalam menyusun Laporan Publikasi Triwulanan mengacu pada
Pedoman Penyusunan Laporan Publikasi Bank Umum Konvensional –
Laporan Publikasi Triwulanan yang merupakan lampiran dan sebagai
bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan ini.
6. Penambahan Pengungkapan Informasi bagi Bank yang Merupakan
Bagian dari Suatu Kelompok Usaha
a. Bank menambahkan informasi pada Laporan Publikasi Triwulanan
untuk posisi akhir bulan Juni dan Desember mengenai:
1) Laporan keuangan konsolidasian Entitas Induk yang meliputi
laporan keuangan seluruh entitas dalam kelompok usaha di
bidang keuangan; atau
2) Laporan ...
- 9 -
2) Laporan keuangan konsolidasian Entitas Induk yang meliputi
laporan keuangan seluruh entitas dalam kelompok usaha di
bidang keuangan dan non keuangan, dalam hal tidak terdapat
laporan keuangan konsolidasian sebagaimana dimaksud pada
angka 1).
b. Laporan keuangan konsolidasian Entitas Induk sebagaimana
dimaksud pada huruf a, paling sedikit mencakup:
1) Laporan Posisi Keuangan (Neraca);
2) Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain;
3) Laporan Perubahan Ekuitas; dan
4) Laporan Komitmen dan Kontinjensi.
Laporan Perubahan Ekuitas serta Laporan Komitmen dan
Kontinjensi sebagaimana dimaksud pada angka 3) dan angka 4)
disajikan apabila ada.
c. Format Neraca serta Laporan Laba Rugi dan Penghasilan
Komprehensif Lain Entitas Induk untuk posisi akhir bulan
Desember disesuaikan dengan Neraca serta Laporan Laba Rugi dan
Penghasilan Komprehensif Lain yang disajikan dalam laporan
keuangan auditan.
7. Laporan Tertentu yang Disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan
secara Triwulanan
Bank menyampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan laporan
mengenai:
a. Transaksi antara Bank dengan Pihak-Pihak Berelasi, paling sedikit
mencakup:
1) nama pihak yang memiliki hubungan atau relasi dengan Bank;
2) hubungan keterkaitan dengan Bank;
3) jenis transaksi;
4) jumlah atau nominal transaksi; dan
5) kualitas aset produktif untuk transaksi penyediaan dana.
b. Bagi Bank yang merupakan bagian dari suatu kelompok usaha,
menambahkan pengungkapan laporan penyediaan dana, komitmen
maupun fasilitas lain yang dapat dipersamakan dengan itu dari
setiap entitas yang berada dalam satu kelompok usaha dengan
Bank kepada debitur dan/atau pihak-pihak yang telah
memperoleh penyediaan dana dari Bank, paling sedikit mencakup:
1) nama ...
- 10 -
1) nama debitur dan/atau pihak-pihak yang telah memperoleh
penyediaan dana dari Bank;
2) jenis, jumlah dan kualitas penyediaan dana yang diberikan
oleh Bank;
3) nama kelompok usaha pemberi penyediaan dana serta
hubungan keterkaitan dengan Bank; dan
4) jenis penyediaan dana dan jumlah penyediaan dana yang
diberikan oleh kelompok usaha.
IV. LAPORAN PUBLIKASI TAHUNAN
1. Pedoman Umum
a. Laporan keuangan pada Laporan Publikasi Tahunan disajikan
secara individu dan konsolidasi dengan Entitas Anak yang disusun
untuk 1 (satu) Tahun Buku.
b. Bank yang tidak memiliki Entitas Anak, kolom konsolidasian dapat
ditiadakan.
c. Laporan keuangan pada Laporan Publikasi Tahunan disajikan
dalam bentuk perbandingan sesuai standar akuntansi keuangan.
d. Apabila terdapat perlakuan akuntansi yang baru berlaku dalam
posisi laporan, penyajian posisi pembanding mengacu pada
standar akuntansi keuangan mengenai kebijakan akuntansi,
perubahan estimasi akuntansi, dan kesalahan.
e. Laporan Publikasi Tahunan harus disusun dalam Bahasa
Indonesia. Dalam hal Laporan Publikasi Tahunan disusun dalam
Bahasa Indonesia dan bahasa asing, baik dalam dokumen yang
sama maupun terpisah, Laporan Publikasi Tahunan harus
memuat informasi yang sama. Dalam hal terdapat perbedaan
penafsiran informasi dalam bahasa asing dengan informasi dalam
Bahasa Indonesia pada Laporan Publikasi Tahunan, informasi
yang digunakan sebagai acuan adalah informasi dalam Bahasa
Indonesia.
f. Laporan keuangan pada Laporan Publikasi Tahunan diaudit oleh
Akuntan Publik. Dalam penyajian laporan keuangan dicantumkan
nama Kantor Akuntan Publik, nama Akuntan Publik yang
bertanggung jawab (partner in charge), dan opini yang diberikan.
g. Laporan ...
- 11 -
g. Laporan Publikasi Tahunan diumumkan pada Situs Web Bank dan
disampaikan oleh Bank kepada Otoritas Jasa Keuangan.
2. Ruang Lingkup Laporan Publikasi Tahunan
Laporan Publikasi Tahunan meliputi:
a. Informasi Umum
Informasi Umum dalam Laporan Publikasi Tahunan, paling sedikit
meliputi:
1) susunan Direksi, Dewan Komisaris, dan Pejabat Eksekutif
beserta jabatan, dan ringkasan riwayat hidupnya;
2) susunan dan komposisi Pemegang Saham, yaitu nama
Pemegang Saham dan persentase kepemilikan saham;
3) perkembangan usaha Bank dan kelompok usaha Bank,
termasuk apabila ada pengembangan usaha UUS, yang
memuat data mengenai:
a) ikhtisar data keuangan penting, paling sedikit meliputi
pendapatan bunga bersih, laba operasional, laba sebelum
pajak, laba bersih, laba bersih per saham, aset produktif,
dana pihak ketiga, pinjaman diterima, total biaya dana (cost
of fund), modal sendiri, jumlah lembar dan nilai nominal
saham yang ditempatkan dan disetor; dan
b) informasi kinerja keuangan yang cakupannya sebagaimana
dimaksud dalam butir III.2.b.
4) Strategi dan kebijakan yang ditetapkan oleh manajemen Bank,
termasuk untuk UUS apabila Bank memiliki UUS;
5) Laporan manajemen yang memuat informasi mengenai
pengelolaan Bank, termasuk untuk UUS apabila Bank memiliki
UUS, paling sedikit mencakup:
a) struktur organisasi;
b) aktivitas utama;
c) teknologi informasi;
d) jenis produk dan jasa yang ditawarkan, termasuk
penyaluran kredit kepada debitur Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah (UMKM);
e) tingkat suku bunga penghimpunan dan penyediaan dana;
f) perkembangan perekonomian dan target pasar;
g) jaringan ...
- 12 -
g) jaringan kerja dan mitra usaha di dalam dan/atau di luar
negeri;
h) jumlah, jenis, dan lokasi kantor;
i) kepemilikan Direksi, Dewan Komisaris, dan Pemegang
Saham dalam kelompok usaha Bank;
j) perubahan-perubahan penting yang terjadi pada Bank dan
kelompok usaha Bank dalam tahun yang bersangkutan;
k) hal-hal penting yang diperkirakan terjadi pada masa
mendatang; dan
l) sumber daya manusia meliputi jumlah, tingkat pendidikan,
pelatihan, dan pengembangan sumber daya manusia.
b. Laporan Keuangan Tahunan
1) Laporan keuangan, paling sedikit mencakup:
a) Laporan Posisi Keuangan (Neraca);
b) Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain;
c) Laporan Perubahan Ekuitas;
d) Laporan Arus Kas; dan
e) Catatan atas Laporan Keuangan, termasuk informasi
mengenai komitmen dan kontinjensi.
2) Penambahan Pengungkapan Informasi bagi Bank yang
Merupakan Bagian dari Suatu Kelompok Usaha
a) Bank menambahkan informasi pada Laporan Publikasi
Tahunan mengenai:
(1) Laporan keuangan konsolidasian Entitas Induk yang
meliputi laporan keuangan seluruh entitas dalam
kelompok usaha di bidang keuangan; atau
(2) Laporan keuangan konsolidasian Entitas Induk yang
meliputi laporan keuangan seluruh entitas dalam
kelompok usaha di bidang keuangan dan non
keuangan, dalam hal tidak terdapat laporan keuangan
konsolidasian sebagaimana dimaksud pada angka (1).
b) Laporan keuangan
konsolidasian Entitas Induk
sebagaimana dimaksud pada huruf a) paling sedikit terdiri
atas:
(1) Laporan Posisi Keuangan (Neraca);
(2) Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain;
(3) Laporan ...
- 13 -
(3) Laporan Perubahan Ekuitas; dan
(4) Laporan Komitmen dan Kontinjensi.
3) Opini dari Akuntan Publik yang memuat pendapat atas laporan
keuangan tahunan.
c. Informasi kinerja keuangan, meliputi:
1) perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM);
2) jumlah dan kualitas aset produktif serta Cadangan Kerugian
Penurunan Nilai (CKPN) yang paling sedikit memberikan
informasi berdasarkan pengelompokan:
a) instrumen keuangan;
b) penyediaan dana kepada Pihak Terkait;
c) kredit kepada debitur Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
(UMKM);
d) kredit yang memerlukan perhatian khusus (antara lain
kredit yang direstrukturisasi dan kredit properti); dan
e) Penyisihan Penghapusan Aset (PPA) yang wajib dibentuk
berdasarkan instrumen keuangan.
3) rasio keuangan, paling sedikit mencakup:
a) rasio KPMM;
b) Return on Asset (ROA);
c) Return on Equity (ROE);
d) rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional
(BOPO);
e) persentase pelanggaran dan pelampauan Batas Maksimum
Pemberian Kredit (BMPK);
f) rasio Posisi Devisa Neto (PDN); dan
g) nilai Liquidity Coverage Ratio (LCR) secara individu dan
konsolidasi.
4) transaksi spot dan transaksi derivatif.
d. Pengungkapan permodalan dan praktik manajemen risiko
1) Pengungkapan permodalan dan praktik manajemen risiko yang
diterapkan Bank paling sedikit meliputi uraian jenis risiko,
potensi kerugian yang dihadapi Bank, dan mitigasi risiko
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang mengatur
mengenai permodalan dan manajemen risiko.
2) Tujuan ...
- 14 -
2) Tujuan pengungkapan permodalan, pengungkapan eksposur
risiko dan penerapan manajemen risiko adalah untuk
meningkatkan transparansi kepada masyarakat sehingga
masyarakat dapat menilai kecukupan permodalan Bank dan
profil risiko Bank.
3) Bank memiliki kebijakan tertulis yang disetujui oleh Direksi,
antara lain mengenai cakupan pengungkapan dan
pengendalian intern dalam proses pengungkapan.
4) Pengungkapan permodalan dan praktik manajemen risiko,
paling sedikit mencakup:
a) Pengungkapan permodalan, terdiri atas:
(1) Pengungkapan kualitatif mengenai:
(a) struktur permodalan yang memuat penjelasan
mengenai instrumen modal yang diterbitkan oleh
Bank antara lain: karakteristik, jangka waktu
instrumen, fitur opsi beli, fitur step-up, tingkat imbal
hasil, dan peringkat, jika tersedia; dan
(b) kecukupan permodalan yang berisi penjelasan
mengenai pendekatan yang digunakan Bank dalam
menilai kecukupan modal untuk mendukung
aktivitas yang dilakukan, baik saat ini maupun yang
akan datang.
(2) Pengungkapan kuantitatif mengenai struktur
permodalan Bank.
b) Pengungkapan eksposur risiko dan penerapan manajemen
risiko, paling sedikit mencakup:
(1) Pengungkapan mengenai penerapan manajemen risiko
Bank secara umum yang terdiri atas informasi
mengenai:
(a) pengawasan aktif Direksi dan Dewan Komisaris;
(b) kecukupan kebijakan dan prosedur manajemen
risiko, serta penetapan limit risiko;
(c) kecukupan proses identifikasi, pengukuran,
pemantauan, dan pengendalian risiko, serta sistem
informasi manajemen risiko; dan
(d) sistem pengendalian intern yang menyeluruh.
(2) Pengungkapan ...
- 15 -
(2) Pengungkapan mengenai eksposur risiko dan penerapan
manajemen risiko Bank secara khusus yang terdiri atas:
(a) Risiko Kredit;
(b) Risiko Pasar;
(c) Risiko Likuiditas;
(d) Risiko Operasional;
(e) Risiko Hukum;
(f) Risiko Reputasi;
(g) Risiko Stratejik; dan
(h) Risiko Kepatuhan.
(3) Pengungkapan Risiko Kredit sebagaimana dimaksud
dalam butir IV.2.d.4).b).(2).(a) tersebut di atas, meliputi:
(a) pengungkapan umum, terdiri atas:
i. pengungkapan kualitatif:
i) informasi mengenai penerapan manajemen
risiko untuk Risiko Kredit, termasuk
organisasi manajemen Risiko Kredit, strategi
manajemen Risiko Kredit untuk aktivitas
yang memiliki eksposur Risiko Kredit yang
signifikan, kebijakan pengelolaan risiko
konsentrasi kredit, serta mekanisme
pengukuran dan pengendalian Risiko Kredit;
ii) definisi tagihan yang telah jatuh tempo dan
tagihan yang mengalami penurunan nilai
(impairment); dan
iii) penjelasan mengenai pendekatan yang
digunakan untuk pembentukan Cadangan
Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) individual
dan kolektif, serta metode statistik yang
digunakan dalam perhitungan CKPN.
ii. pengungkapan kuantitatif yang cakupannya
sebagaimana dimaksud pada butir III.2.d.1).a).
(b) pengungkapan ...
- 16 -
(b) pengungkapan Risiko Kredit dengan pendekatan
standar, terdiri atas:
i. pengungkapan kualitatif:
i) informasi mengenai kebijakan penggunaan
peringkat dalam perhitungan Aset
Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) untuk
Risiko Kredit;
ii) kategori portofolio yang menggunakan
peringkat;
iii) lembaga pemeringkat yang digunakan; dan
iv) pengungkapan Risiko Kredit pihak lawan
(counterparty credit risk), termasuk:
- jenis instrumen mitigasi yang lazim
diterima atau diserahkan oleh Bank;
- metodologi perhitungan kecukupan modal
secara intern terkait counterparty credit
risk secara intern Bank; dan
- metodologi penentuan credit limit terkait
counterparty credit risk sebagaimana
diatur dalam ketentuan mengenai
penerapan manajemen risiko bagi Bank
Umum.
ii. pengungkapan kuantitatif yang cakupannya
sebagaimana dimaksud pada butir III.2.d.1).b).
(c) pengungkapan mitigasi Risiko Kredit dengan
menggunakan pendekatan standar, terdiri atas:
i. pengungkapan kualitatif:
i)
informasi mengenai kebijakan Bank untuk
jenis agunan utama yang diterima;
ii) kebijakan, prosedur, dan proses untuk
menilai dan mengelola agunan;
iii) pihak-pihak utama pemberi jaminan atau
garansi dan kelayakan
kredit
(creditworthiness) dari pihak-pihak tersebut;
dan
iv) informasi ...
- 17 -
iv) informasi tingkat konsentrasi yang
ditimbulkan dari penggunaan teknik mitigasi
Risiko Kredit.
ii. pengungkapan kuantitatif yang cakupannya
sebagaimana dimaksud pada butir III.2.d.1).c).
(d) pengungkapan sekuritisasi aset, terdiri atas:
i. pengungkapan kualitatif:
i) pengungkapan umum manajemen risiko,
meliputi hal-hal seperti tujuan Bank
melakukan aktivitas sekuritisasi aset,
efektivitas aktivitas sekuritisasi aset yang
dilakukan untuk memindahkan Risiko Kredit
dari Bank kepada pihak lain atas transaksi
yang menjadi underlying aktivitas sekuritisasi
aset, fungsi yang dijalankan Bank dalam
aktivitas sekuritisasi aset, dan penjelasan
mengenai keterlibatan Bank dalam setiap
fungsi;
ii) ringkasan kebijakan akuntansi untuk
aktivitas sekuritisasi aset, antara lain
transaksi yang diperlakukan sebagai
penjualan atau pendanaan, pengakuan
keuntungan dari aktivitas sekuritisasi, dan
asumsi yang digunakan untuk menilai ada
tidaknya keterlibatan berkelanjutan dari
aktivitas sekuritisasi, termasuk perubahan
dari periode sebelumnya dan dampak dari
perubahan tersebut; dan
iii) nama lembaga pemeringkat yang digunakan
dalam aktivitas sekuritisasi aset dan
eksposur sekuritisasi aset yang diperingkat
oleh lembaga pemeringkat dimaksud.
ii. pengungkapan kuantitatif yang cakupannya
sebagaimana dimaksud pada butir III.2.d.1).d).
(e) pengungkapan ...
- 18 -
(e) pengungkapan kuantitatif perhitungan ATMR untuk
Risiko Kredit dengan menggunakan pendekatan
standar yang cakupannya sebagaimana dimaksud
pada butir III.2.d.1).e).
(4) Pengungkapan Risiko Pasar sebagaimana dimaksud
pada butir IV.2.d.4).b).(2).(b) tersebut di atas dengan
menggunakan metode standar, meliputi:
(a) Pengungkapan kualitatif:
i. informasi mengenai penerapan manajemen risiko
termasuk:
i) organisasi manajemen Risiko Pasar;
ii) pengelolaan portofolio trading book dan
banking book, serta metodologi valuasi yang
digunakan; dan
iii) mekanisme pengukuran Risiko Pasar untuk
keperluan pemantauan risiko secara periodik
maupun untuk perhitungan kecukupan
modal, baik pada trading book maupun
banking book.
ii. portofolio trading book dan banking book yang
diperhitungkan dalam KPMM;
iii. pengungkapan informasi mengenai Interest Rate
Risk in Banking Book (IRRBB), termasuk asumsi
yang digunakan dalam pemantauan IRRBB
seperti perilaku non maturity deposit dan
informasi
prepayment
serta frekuensi
pengukuran IRRBB sebagaimana diatur dalam
ketentuan mengenai penerapan manajemen
risiko bagi Bank Umum; dan
iv. langkah-langkah dan rencana dalam
mengantisipasi Risiko Pasar atas transaksi
valuta asing baik karena perubahan kurs
maupun fluktuasi suku bunga, termasuk
penjelasan mengenai semua penyediaan dana
dan ikatan tanpa proteksi atau lindung nilai,
serta utang yang suku bunganya berfluktuasi
atau yang tidak ditentukan terlebih dahulu.
(b) Pengungkapan ...
- 19 -
(b) Pengungkapan kuantitatif yang cakupannya
sebagaimana dimaksud pada butir III.2.d.2).
(5) Pengungkapan Risiko Likuiditas sebagaimana dimaksud
dalam butir IV.2.d.4).b).(2).(c) tersebut di atas, meliputi:
(a) Pengungkapan kualitatif:
i. informasi mengenai penerapan manajemen risiko
untuk Risiko Likuiditas, termasuk:
i) organisasi manajemen Risiko Likuiditas;
ii) strategi pendanaan;
iii) teknik mitigasi Risiko Likuiditas termasuk
indikator peringatan dini permasalahan
likuiditas, dan rencana pendanaan darurat;
dan
iv) mekanisme pengukuran dan stress testing
serta pengendalian Risiko Likuiditas;
ii. gambaran umum mengenai kondisi likuiditas
Bank berdasarkan perhitungan LCR selama
setahun, bagi Bank yang diwajibkan untuk
menyusun dan mempublikasikan laporan LCR
sebagaimana diatur dalam Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan mengenai kewajiban pemenuhan
rasio kecukupan likuiditas (liquidity coverage
ratio) bagi Bank Umum.
(b) Pengungkapan kuantitatif yang cakupannya
sebagaimana dimaksud pada butir III.2.d.3).
(6) Pengungkapan Risiko Operasional sebagaimana
dimaksud dalam butir IV.2.d.4).b).(2).(d) tersebut di
atas, meliputi:
(a) Pengungkapan kualitatif, meliputi informasi
mengenai penerapan manajemen risiko untuk Risiko
Operasional, termasuk:
i. organisasi manajemen Risiko Operasional;
ii. mekanisme yang digunakan Bank untuk
mengidentifikasi dan mengukur Risiko
Operasional; dan
iii. mekanisme untuk memitigasi
Operasional.
Risiko
(b) Pengungkapan ...
- 20 -
(b) Pengungkapan kuantitatif yang cakupannya
sebagaimana dimaksud pada butir III.2.d.4).
(7) Pengungkapan Risiko Hukum sebagaimana dimaksud
dalam butir IV.2.d.4).b).(2).(e) tersebut di atas memuat
pengungkapan kualitatif mengenai penerapan
manajemen risiko untuk Risiko Hukum, termasuk:
(a) organisasi manajemen Risiko Hukum; dan
(b) mekanisme pengendalian Risiko Hukum.
(8) Pengungkapan Risiko Reputasi sebagaimana dimaksud
dalam butir IV.2.d.4).b).(2).(f) tersebut di atas memuat
pengungkapan
kualitatif mengenai penerapan
manajemen risiko untuk Risiko Reputasi, termasuk:
(a) organisasi manajemen Risiko Reputasi, termasuk
pelaksanaan manajemen risiko untuk Risiko
Reputasi oleh unit-unit terkait (Corporate Secretary,
Humas, dan unit bisnis terkait);
(b) kebijakan dan mekanisme dalam rangka
meningkatkan kualitas pelayanan kepada nasabah
dan pemangku kepentingan (stakeholder) lainnya
untuk mengendalikan Risiko Reputasi; dan
(c) pengelolaan Risiko Reputasi pada saat krisis.
(9) Pengungkapan Risiko Stratejik sebagaimana dimaksud
dalam butir IV.2.d.4).b).(2).(g) tersebut di atas memuat
pengungkapan
kualitatif mengenai penerapan
manajemen risiko untuk Risiko Stratejik, termasuk:
(a) organisasi manajemen Risiko Stratejik;
(b) kebijakan yang memungkinkan Bank untuk dapat
mengidentifikasi dan merespon perubahan
lingkungan bisnis, baik ekstern maupun intern; dan
(c) mekanisme untuk mengukur kemajuan yang dicapai
dari rencana bisnis yang ditetapkan.
(10) Pengungkapan Risiko Kepatuhan sebagaimana
dimaksud dalam butir IV.2.d.4).b).(2).(h) tersebut di atas
memuat ...
- 21 -
memuat pengungkapan kualitatif mengenai penerapan
manajemen risiko untuk Risiko Kepatuhan, termasuk:
(a) organisasi manajemen Risiko Kepatuhan;
(b) strategi manajemen risiko dan efektivitas penerapan
manajemen risiko untuk Risiko Kepatuhan,
terutama dalam rangka memastikan penyusunan
kebijakan dan prosedur telah sesuai dengan standar
yang berlaku secara umum, ketentuan, dan/atau
peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan
(c) mekanisme pemantauan dan pengendalian Risiko
Kepatuhan.
5) Dalam hal terdapat perubahan informasi yang cenderung
bersifat cepat (prone to rapid change) antara lain terkait
perubahan kondisi ekonomi, teknologi, regulasi, dan kebijakan
intern Bank/kelompok usaha, Bank harus mengungkapkan
eksposur risiko dan hal terkait lainnya yang diterapkan Bank
sebagaimana dimaksud pada butir IV.2.d.4).b) dalam Situs Web
Bank secara triwulanan.
e. Pengungkapan khusus bagi Bank yang merupakan bagian dari
suatu kelompok usaha dan/atau memiliki Entitas Anak, paling
sedikit memuat informasi sebagai berikut:
1) Struktur kelompok usaha Bank yang meliputi:
a) struktur kelompok usaha Bank, yang antara lain terdiri dari
Bank, Entitas Anak, Perusahaan Terelasi, Entitas Induk
sampai dengan ultimate shareholder;
b) struktur keterkaitan kepengurusan dalam kelompok usaha
Bank; dan
c) Pemegang Saham yang bertindak atas nama Pemegang
Saham lain (shareholders acting in concert). Pengertian
Pemegang Saham yang bertindak atas nama Pemegang
Saham lain adalah Pemegang Saham perorangan atau
entitas yang memiliki tujuan bersama yaitu mengendalikan
Bank, berdasarkan atau tidak berdasarkan suatu
perjanjian.
2) Transaksi ...
- 22 -
2) Transaksi antara Bank dengan Pihak-Pihak Berelasi dalam
kelompok usaha Bank, memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a) informasi transaksi dengan Pihak-Pihak Berelasi, baik yang
dilakukan Bank maupun yang dilakukan oleh setiap entitas
di dalam kelompok usaha Bank yang bergerak di bidang
keuangan;
b) Pihak-Pihak Berelasi adalah pihak-pihak sebagaimana
diatur dalam standar akuntansi keuangan;
c) jenis transaksi dengan Pihak-Pihak Berelasi, antara lain:
(1) kepemilikan silang (cross shareholding);
(2) transaksi dari suatu kelompok usaha yang bertindak
untuk kepentingan kelompok usaha yang lain;
(3) pengelolaan likuiditas jangka pendek dalam kelompok
usaha;
(4) penyediaan dana yang diberikan atau diterima oleh
entitas lain dalam satu kelompok usaha;
(5) eksposur kepada Pemegang Saham mayoritas antara
lain dalam bentuk pinjaman, komitmen dan kontinjensi;
dan
(6) pembelian, penjualan dan/atau penyewaan aset dengan
entitas lain dalam suatu kelompok usaha, termasuk
yang dilakukan dengan repurchase agreement (repo).
3) Transaksi dengan Pihak-Pihak Berelasi yang dilakukan oleh
setiap entitas dalam kelompok usaha Bank yang bergerak di
bidang keuangan;
4) Penyediaan dana, komitmen maupun fasilitas lain yang dapat
dipersamakan dengan itu dari setiap entitas yang berada dalam
satu kelompok usaha dengan Bank kepada debitur dan/atau
pihak-pihak yang telah memperoleh penyediaan dana dari
Bank;
5) Pengungkapan secara konsolidasi mengenai permodalan dan
praktik manajemen risiko yang diterapkan Bank, paling sedikit
meliputi uraian jenis risiko, potensi kerugian yang dihadapi
Bank, dan mitigasi risiko sebagaimana dimaksud dalam butir
IV.2.d.; dan
6) Adanya ...
- 23 -
6) Adanya larangan, batasan dan/atau hambatan signifikan
lainnya untuk melakukan transfer dana atau dalam rangka
pemenuhan modal yang dipersyaratkan oleh Otoritas
(regulatory capital) antara Bank dengan entitas lain dalam satu
kelompok usaha.
f. Pengungkapan lain sesuai standar akuntansi keuangan, apabila
belum tercakup dalam huruf a sampai dengan huruf e.
3. Bank dalam menyusun Laporan Publikasi Tahunan mengacu pada
Pedoman Penyusunan Laporan Publikasi Bank Umum Konvensional –
Laporan Publikasi Tahunan (Laporan Tahunan) yang merupakan
lampiran dan sebagai bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran
Otoritas Jasa Keuangan ini.
4. Laporan Tertentu yang Disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan
secara Tahunan
Bank yang merupakan bagian dari suatu kelompok usaha dan/atau
Bank yang memiliki Entitas Anak menyampaikan kepada Otoritas
Jasa Keuangan laporan tertentu mengenai:
a. Laporan tahunan Entitas Induk yang meliputi:
1) laporan tahunan seluruh entitas dalam kelompok usaha di
bidang keuangan; atau
2) laporan tahunan seluruh entitas dalam kelompok usaha di
bidang keuangan dan non keuangan, dalam hal tidak terdapat
laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada angka 1).
Dalam hal Entitas Induk tidak memiliki laporan tahunan tersebut,
Bank menyampaikan laporan keuangan konsolidasian tahunan
Entitas Induk yang meliputi seluruh entitas dalam kelompok
usaha di bidang keuangan atau laporan keuangan konsolidasian
tahunan Entitas Induk yang meliputi seluruh entitas dalam
kelompok usaha di bidang keuangan dan non keuangan, yang
telah diaudit oleh Akuntan Publik.
b. Laporan tahunan Pemegang Saham langsung yang memiliki saham
mayoritas atau laporan tahunan entitas yang melakukan
Pengendalian langsung kepada Bank
Dalam hal Pemegang Saham langsung atau entitas yang
melakukan Pengendalian langsung tidak memiliki laporan tahunan
tersebut, Bank wajib menyampaikan laporan tertentu berupa
laporan keuangan tahunan Pemegang Saham langsung atau
entitas ...
- 24 -
entitas yang melakukan Pengendalian langsung yang telah diaudit
oleh Akuntan Publik.
c. Laporan tahunan Entitas Anak
Dalam hal Entitas Anak tidak memiliki laporan tahunan tersebut,
Bank wajib menyampaikan laporan tertentu berupa laporan
keuangan tahunan Entitas Anak yang telah diaudit oleh Akuntan
Publik.
d. Laporan tahunan kantor pusat, bagi kantor cabang dari Bank yang
berkedudukan di luar negeri.
V. LAPORAN PUBLIKASI LAIN
1. Laporan Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK)
a. Laporan SBDK adalah laporan yang menyajikan perhitungan suku
bunga dasar kredit yang antara lain mencakup harga pokok dana
untuk kredit, biaya overhead, dan marjin keuntungan (profit margin)
yang ditetapkan Bank dalam kegiatan perkreditan.
b. Pengaturan mengenai Laporan SBDK tercantum dalam ketentuan
mengenai transparansi informasi suku bunga dasar kredit.
2. Laporan Informasi dan/atau Fakta Material
a. Laporan Informasi dan/atau Fakta Material adalah laporan
yang memuat informasi dan/atau fakta penting dan relevan
mengenai peristiwa, kejadian, atau fakta yang dapat
mempengaruhi keputusan pihak-pihak yang berkepentingan atas
informasi dan/atau fakta tersebut.
b. Pengumuman Laporan Informasi dan/atau Fakta Material pada
Situs Web Bank memuat hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Isi
Laporan pada Pedoman Penyusunan Laporan Publikasi Bank
Umum Konvensional - Laporan Informasi dan/atau Fakta Material.
c. Bank dalam menyusun Laporan Informasi dan/atau Fakta Material
yang akan disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan, mengacu
pada Pedoman Penyusunan Laporan Publikasi Bank Umum
Konvensional - Laporan Informasi dan/atau Fakta Material yang
merupakan lampiran dan sebagai bagian tidak terpisahkan dari
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
VI. PENGUMUMAN ...
- 25 -
VI. PENGUMUMAN DAN PENYAMPAIAN LAPORAN
1. Bukti pengumuman Laporan Publikasi Triwulanan pada surat kabar
berupa guntingan surat kabar atau fotokopinya, Laporan Publikasi
Tahunan, dan laporan tertentu yang disampaikan secara triwulanan
maupun tahunan, disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan
dengan alamat:
a. Departemen Pengawasan Bank terkait atau Kantor Regional
Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta, bagi Bank yang berkantor
pusat atau kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar
negeri di wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; atau
b. Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor Otoritas Jasa
Keuangan setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di luar
wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
2. Laporan Informasi dan/atau Fakta Material disampaikan kepada
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan di
Jakarta dengan tembusan kepada:
a. Departemen Pengawasan Bank terkait atau Kantor Regional
Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta, bagi Bank yang berkantor
pusat atau kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar
negeri di wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; atau
b. Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor Otoritas Jasa
Keuangan setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di luar
wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
3. Dalam hal Bank mengalami gangguan teknis atau terjadi keadaan
memaksa (force majeur) pada batas akhir waktu pengumuman pada
Situs Web Bank, pada hari yang sama dengan saat terjadinya
gangguan teknis Bank menyampaikan surat pemberitahuan secara
tertulis disertai bukti dan dokumen pendukung yang ditandatangani
oleh Pejabat yang berwenang, kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan
alamat:
a. Departemen Pengawasan Bank terkait atau Kantor Regional
Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta, bagi Bank yang berkantor
pusat atau kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar
negeri di wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; atau
b. Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor Otoritas Jasa
Keuangan setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di luar
wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
VII. PENUTUP ...
- 26 -
VII. PENUTUP
Pada saat Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku, Surat
Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/SEOJK.03/2015 tentang
Transparansi dan Publikasi Laporan Bank Umum Konvensional dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku.
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 28 September 2016
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN
OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
NELSON TAMPUBOLON
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 43/SEOJK.03/2016 </reg_id>
<reg_title> TRANSPARANSI DAN PUBLIKASI LAPORAN BANK UMUM KONVENSIONAL </reg_title>
<set_date> 28 September 2016 </set_date>
<effective_date> 28 September 2016 </effective_date>
<replaced_reg> '11/SEOJK.03/2015' </replaced_reg>
<related_reg> '6/POJK.03/2015', '32/POJK.03/2016' </related_reg>
|
Yth.
1. Direksi Perusahaan Asuransi; dan
2. Direksi Perusahaan Reasuransi,
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR
24/SEOJK.05/2015
TENTANG
PENILAIAN INVESTASI SURAT UTANG DAN PENYESUAIAN
MODAL MINIMUM BERBASIS RISIKO BAGI
PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI
Sehubungan dengan amanat Pasal 5 ayat (2) Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 53/PMK.010/2012 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan
Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dan memperhatikan Peraturan Ketua
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor PER-
08/BL/2012 tentang Pedoman Perhitungan Modal Minimum Berbasis Risiko
bagi Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi, perlu untuk mengatur
mengenai penyesuaian perhitungan penilaian investasi surat utang yang
meliputi surat utang korporasi, sukuk korporasi, surat berharga yang
diterbitkan oleh Negara Republik Indonesia, surat berharga yang diterbitkan
oleh negara selain Negara Republik Indonesia, surat berharga yang diterbitkan
oleh Bank Indonesia, dan surat berharga yang diterbitkan oleh lembaga
multinasional yang Negara Republik Indonesia menjadi salah satu anggota atau
pemegang sahamnya, serta penyesuaian modal minimum berbasis risiko yang
digunakan dalam perhitungan tingkat solvabilitas bagi perusahaan asuransi
dan perusahaan reasuransi dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan
sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
1. Bahwa dampak dari kondisi keuangan global saat ini telah
mengakibatkan nilai pasar dari investasi surat utang yang dimiliki
perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi menunjukkan nilai
yang tidak wajar.
2. Bahwa ...
- 2 -
2. Bahwa dampak dari kondisi keuangan global saat ini telah
mengakibatkan penurunan tingkat solvabilitas perusahaan asuransi dan
perusahaan reasuransi kurang dari tingkat solvabilitas yang
dipersyaratkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
53/PMK.010/2012 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi
dan Perusahaan Reasuransi.
3. Sehubungan dengan butir 1 dan/atau butir 2 perlu diberikan stimulus
bagi perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dalam penilaian
investasi surat utang agar mencerminkan nilai yang wajar, serta
penyesuaian modal minimum berbasis risiko yang diperhitungkan
dalam perhitungan tingkat solvabilitas.
II. PENILAIAN SURAT UTANG
1. Perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dapat melakukan
penilaian surat utang dengan menggunakan nilai perolehan
diamortisasi.
2. Dalam hal perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi melakukan
penilaian surat utang sebagaimana dimaksud pada butir 1, maka
penilaian surat utang tersebut berlaku bagi seluruh surat utang yang
dimiliki perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi.
III. PENYESUAIAN MODAL MINIMUM BERBASIS RISIKO
1. Jumlah modal minimum berbasis risiko yang diperhitungkan dalam
perhitungan tingkat solvabilitas paling rendah 50% (lima puluh persen)
dari perhitungan modal minimum berbasis risiko sebagaimana diatur
dalam Peraturan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan Nomor PER-08/BL/2012 tentang Pedoman Perhitungan
Modal Minimum Berbasis Risiko bagi Perusahaan Asuransi dan
Perusahaan Reasuransi.
2. Persentase modal minimum berbasis risiko yang diperhitungkan dalam
perhitungan tingkat solvabilitas sebagaimana dimaksud pada butir 1,
disesuaikan sampai dengan tingkat solvabilitas perusahaan mencapai
paling tinggi 120% (seratus dua puluh persen).
IV. PENERAPAN ...
- 3 -
IV. PENERAPAN PENILAIAN SURAT UTANG SERTA PENYESUAIAN MODAL
MINIMUM BERBASIS RISIKO
1. Perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi yang memenuhi kondisi
sebagaimana dimaksud pada angka romawi I butir 1 dan butir 2 dapat
menerapkan ketentuan angka romawi II dan/atau angka romawi III.
2. Dalam hal perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi telah
melakukan penilaian sebagaimana dimaksud pada angka romawi II dan
berdasarkan penilaian tersebut tingkat solvabilitas sudah memenuhi
ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 53/PMK.010/2012
tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan
Reasuransi, maka ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka romawi
III menjadi tidak berlaku.
V. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku
pada tanggal ditetapkan sampai dengan tanggal dicabutnya Surat Edaran
Otoritas Jasa Keuangan ini.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Agustus 2015
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS
PERASURANSIAN, DANA PENSIUN,
LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN
LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Sudarmaji
FIRDAUS DJAELANI
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 4/SEOJK.05/2015 </reg_id>
<reg_title> PENILAIAN TINGKAT RISIKO PERUSAHAAN PEMBIAYAAN </reg_title>
<set_date> 29 Januari 2015 </set_date>
<effective_date> 29 Januari 2015 </effective_date>
<related_reg> '10/POJK.05/2014 | Pasal 5 ayat (4), Pasal 7 ayat (3) dan Pasal 8 ayat (6)' </related_reg>
|
Yth.
Direksi Bank Umum Konvensional
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 25 /SEOJK.03/2016
TENTANG
RENCANA BISNIS BANK UMUM
Sehubungan dengan
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 5/POJK.03/2016 tentang Rencana Bisnis Bank (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 17, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5841), perlu untuk mengatur ketentuan pelaksanaan
mengenai Rencana Bisnis Bank Umum dalam suatu Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
1. Dalam rangka mencapai tujuan usaha yang berpedoman kepada visi
dan misi yang telah ditetapkan, bank umum yang melaksanakan
kegiatan secara konvensional, selanjutnya disebut Bank Umum, perlu
menyusun Rencana Bisnis dengan memperhatikan faktor eksternal
dan internal, prinsip kehati-hatian, penerapan manajemen risiko, dan
asas perbankan yang sehat. Rencana Bisnis harus disusun secara
matang, realistis, dan komprehensif sehingga lebih mencerminkan
kompleksitas usaha dan dapat menjadi arah kebijakan serta
pengembangan usaha Bank Umum.
2. Agar penyusunan Rencana Bisnis dapat dilakukan secara
komprehensif, cakupan Rencana Bisnis Bank Umum yang memiliki
Unit Usaha Syariah (UUS) harus secara konsolidasi mencakup pula
Rencana Bisnis bagi UUS sebagai satu kesatuan. Rencana Bisnis
untuk UUS disusun sebagai bagian tersendiri dari Rencana Bisnis
Bank Umum.
3. Sejalan ...
- 2 -
3. Sejalan dengan penyusunan Rencana Bisnis secara komprehensif
sebagaimana pada angka 2, Laporan Realisasi Rencana Bisnis dan
Laporan Pengawasan Rencana Bisnis bagi Bank Umum yang memiliki
UUS juga harus secara konsolidasi mencakup laporan bagi UUS
sebagai satu kesatuan laporan.
4. Penyusunan Rencana Bisnis, Laporan Realisasi Rencana Bisnis, dan
Laporan Pengawasan Rencana Bisnis bagi UUS mengacu pada Surat
Edaran yang mengatur mengenai rencana bisnis bank umum syariah
dan unit usaha syariah.
II. CAKUPAN DAN PENYUSUNAN RENCANA BISNIS
Sesuai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai Rencana Bisnis Bank,
Rencana Bisnis Bank Umum paling sedikit mencakup ringkasan eksekutif,
kebijakan dan strategi manajemen, penerapan manajemen risiko dan
kinerja Bank Umum saat ini, proyeksi laporan keuangan beserta asumsi
yang digunakan, proyeksi rasio-rasio dan pos-pos tertentu lainnya, rencana
pendanaan, rencana penanaman dana, rencana penyertaan modal, rencana
permodalan, rencana pengembangan organisasi dan sumber daya manusia,
rencana penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas baru, rencana
pengembangan dan/atau perubahan jaringan kantor, dan informasi
lainnya. Cakupan Rencana Bisnis yang ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan
bersifat minimum sehingga Bank Umum dapat memperluas cakupan
tersebut sesuai dengan kebutuhan, dengan tetap memperhatikan hal-hal
sebagaimana pada angka I.
A. Ringkasan Eksekutif
Bagian ini berisi penjelasan umum, baik kuantitatif maupun kualitatif,
mengenai hasil yang telah dicapai pada tahun terakhir, antara lain
aspek permodalan, rentabilitas, penilaian risiko khususnya risiko
kredit, risiko pasar, dan risiko likuiditas, serta dana pihak ketiga, dan
rasio keuangan. Selain itu ringkasan eksekutif juga memuat target
usaha Bank Umum dalam jangka pendek (1 tahun) sampai dengan
jangka menengah (3 tahun).
Ringkasan eksekutif disusun sesuai dengan format yang ditetapkan
dan paling sedikit mencakup:
1. Visi ...
- 3 -
1. Visi dan Misi Bank
Bagian ini menguraikan visi dan misi yang menjadi tujuan Bank
Umum pada masa mendatang.
2. Arah Kebijakan Bank
Bagian ini memberikan penjelasan mengenai arah dan kebijakan
pengembangan usaha yang akan dilakukan Bank Umum baik
jangka pendek maupun jangka menengah.
3. Langkah-langkah Strategis yang Akan Ditempuh Bank
Bagian ini memberikan uraian mengenai langkah-langkah
strategis yang akan ditempuh Bank Umum untuk mencapai visi
dan misi Bank Umum sesuai dengan arah kebijakan Bank Umum
ke depan.
4.
Indikator Keuangan Utama
Bagian ini antara lain memuat posisi aktual (per posisi bulan
September tahun penyusunan Rencana Bisnis) maupun proyeksi.
Contoh tabel indikator keuangan utama Rencana Bisnis
tahun 2017 sebagai berikut:
Indikator
Rasio Kewajiban
Penyediaan Modal
Minimum (KPMM)
Rasio Modal Inti
terhadap Aset
Tertimbang
Menurut Risiko
(ATMR)
Rasio Modal Inti
Utama terhadap
ATMR
Rasio Modal Inti
terhadap Total
Aset
Return on Asset
(ROA)
Net Interest Margin
(NIM)
Beban Operasional
terhadap
Pendapatan
Operasional
(BOPO)
Indikator ...
Aktual
Sep
2016
Proyeksi
Des
2016
Tahun 2017
Mar Jun Sep Des
Des
2018
Des
2019
- 4 -
Indikator
Rasio Aset
Produktif
Bermasalah
terhadap Total
Aset Produktif
Rasio Cadangan
Kerugian
Penutupan Nilai
(CKPN) Aset
Keuangan
terhadap Aset
Produktif.
Rasio Non
Performing Loan
(NPL) Gross
Rasio NPL Nett
Rasio Kredit
terhadap Total
Aset Produktif
Rasio Kredit
kepada Usaha
Mikro, Kecil, dan
Menengah (UMKM)
terhadap Total
Kredit
Rasio Aset Trading,
Tagihan Spot dan
Derivatif, serta
Aset Fair Value
Option terhadap
Total Aset
Rasio Total Aset
Likuid terhadap
Pendanaan Jangka
Pendek
Loan to Deposit
Ratio (LDR)
5. Target Jangka Pendek dan Jangka Menengah
Bagian ini menguraikan target atau fokus kegiatan usaha Bank
Umum baik kuantitatif maupun kualitatif dalam jangka pendek
maupun jangka menengah, sesuai dengan visi dan misi Bank
Umum disertai dengan alasan pemilihan target, asumsi yang
digunakan, dan strategi untuk mencapai target.
Target ...
Aktual
Sep
2016
Proyeksi
Des
2016
Tahun 2017
Mar Jun Sep Des
Des
2018
Des
2019
- 5 -
Target jangka pendek, misalnya berupa target penurunan tingkat
NPL, peningkatan fungsi intermediasi, dan peningkatan efisiensi.
Sementara itu target jangka menengah, misalnya target
pengembangan perbankan syariah dan target penerapan tata
kelola.
B. Kebijakan dan Strategi Manajemen
Bagian ini berisi penjelasan mengenai kebijakan dan strategi
manajemen selama 1 (satu) tahun ke depan, yang paling sedikit
memuat:
1. analisis posisi Bank Umum dalam menghadapi persaingan usaha,
meliputi informasi mengenai posisi Bank Umum baik dalam
kelompok usaha yang sama maupun secara industri, termasuk
informasi mengenai permasalahan dan hambatan yang dialami
Bank Umum. Dalam melakukan analisa posisi, Bank
menggunakan pendekatan tertentu, paling sedikit berupa analisa
strengths, weaknesses, opportunities, dan threats (SWOT);
2. kebijakan manajemen (policy statements), meliputi informasi
umum kebijakan Bank Umum yang ditetapkan oleh manajemen
dalam pengembangan usaha Bank Umum pada waktu yang akan
datang;
3. kebijakan manajemen risiko dan kepatuhan, meliputi informasi
mengenai langkah-langkah dalam menerapkan manajemen risiko
yang disusun berdasarkan evaluasi atas profil risiko Bank Umum
dan upaya-upaya perbaikan yang akan ditempuh serta penjelasan
mengenai kebijakan dalam melaksanakan fungsi kepatuhan;
4. strategi pengembangan bisnis, antara lain memuat informasi
langkah-langkah strategis untuk mencapai tujuan usaha Bank
Umum yang telah ditetapkan, termasuk penjelasan mengenai
strategi pengembangan organisasi dan teknologi sistem informasi,
dan strategi untuk mengantisipasi perubahan kondisi eksternal;
dan
5. strategi pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) dan
kebijakan remunerasi (remuneration policies), paling sedikit
meliputi informasi mengenai kebijakan umum yang mengatur
mengenai pemberian gaji, bonus, dan fasilitas lain yang bersifat
keuangan ...
- 6 -
keuangan kepada Direksi dan Dewan Komisaris Bank Umum,
termasuk kepada pegawai.
C. Penerapan Manajemen Risiko dan Kinerja Bank Umum Saat Ini
Bagian ini berisi penjelasan baik kuantitatif maupun kualitatif,
mengenai kondisi Bank Umum pada saat penyusunan Rencana Bisnis
dan menyoroti hal-hal utama yang perlu mendapat perhatian atau
permasalahan yang dihadapi serta hasil yang telah dicapai Bank
Umum.
Bagian ini paling sedikit memuat uraian mengenai:
1. Penerapan Manajemen Risiko, termasuk profil risiko untuk
seluruh risiko
Uraian mengenai penerapan manajemen risiko meliputi evaluasi
dan hasil penerapan manajemen risiko untuk periode awal tahun
sampai dengan posisi akhir bulan September tahun penyusunan
Rencana Bisnis.
Uraian mengenai penilaian profil risiko meliputi informasi
penilaian Bank Umum mengenai tingkat dan tren untuk seluruh
risiko.
Tata cara penyusunan profil risiko dan evaluasi penerapan
manajemen risiko berpedoman pada ketentuan Otoritas Jasa
Keuangan yang mengatur mengenai penerapan manajemen risiko
bagi Bank dan ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur
mengenai tingkat kesehatan Bank.
Dalam uraian ini termasuk pula evaluasi mengenai efektivitas dan
hasil penerapan ketentuan dan peraturan perundang-undangan
yang mengatur mengenai Anti Pencucian Uang dan Pencegahan
Pendanaan Terorisme (APU dan PPT), dan yang mengatur
mengenai fungsi kepatuhan Bank.
Dalam penjelasan mengenai fungsi kepatuhan Bank Umum
dimuat rencana kerja kepatuhan untuk 1 (satu) tahun ke depan
mengacu pada ketentuan yang mengatur mengenai fungsi
kepatuhan Bank.
2. Penerapan Tata Kelola
Uraian mengenai penilaian penerapan tata kelola berpedoman
pada ketentuan yang mengatur mengenai penerapan tata kelola
bagi Bank.
3. Kinerja ...
- 7 -
3. Kinerja Keuangan, khususnya Permodalan (Capital) dan
Rentabilitas (Earnings)
Uraian mengenai kinerja keuangan Bank Umum termasuk hasil
pelaksanaan rencana tindak (action plan) dalam rangka
memperbaiki kinerja Bank Umum (jika ada) sebagaimana diatur
dalam ketentuan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penilaian
tingkat kesehatan Bank.
Uraian mengenai kinerja permodalan mencakup kecukupan dan
komposisi, serta kemampuan permodalan Bank Umum dalam
mengcover risiko terhadap aset bermasalah, kemampuan Bank
Umum untuk menambah modal dari laba operasional Bank
Umum, kemampuan permodalan Bank Umum untuk mendukung
pertumbuhan usaha, akses kepada sumber permodalan, dan
kemampuan pemegang saham untuk meningkatkan permodalan
Bank Umum.
Uraian mengenai kinerja rentabilitas Bank Umum mencakup
pencapaian Return on Asset (ROA), Return on Equity (ROE), Net
Interest Margin (NIM), perkembangan dan prospek laba
operasional, rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan
Operasional (BOPO), dan rasio beban operasional selain bunga
terhadap pendapatan kegiatan utama.
4. Realisasi Pemberian Kredit kepada Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah (UMKM)
Uraian mengenai realisasi pemberian kredit mencerminkan
peranan Bank Umum dalam mendukung perkembangan UMKM.
Pengelompokan UMKM mengacu pada kriteria usaha berdasarkan
Undang-Undang yang mengatur mengenai usaha mikro, kecil,
dan menengah.
5. Penerapan Kepatuhan terhadap Prinsip Syariah
Uraian mengenai kepatuhan terhadap prinsip syariah hanya
diberlakukan bagi Bank Umum yang memiliki UUS.
D. Proyeksi Laporan Keuangan
Bagian ini memuat informasi mengenai kondisi keuangan Bank Umum
posisi aktual (posisi akhir bulan September tahun penyusunan
Rencana Bank) dan proyeksi untuk periode 3 (tiga) tahun ke depan.
Proyeksi ...
- 8 -
Proyeksi tahun pertama disusun secara triwulanan sedangkan
proyeksi tahun kedua dan ketiga disusun secara tahunan (posisi akhir
tahun).
Dalam bagian ini diuraikan juga mengenai asumsi makro dan mikro
yang digunakan dalam menyusun proyeksi keuangan dimaksud.
Asumsi makro antara lain tingkat pertumbuhan ekonomi dan tingkat
inflasi, sedangkan asumsi mikro antara lain tingkat persaingan antar
bank, pertumbuhan kredit industri perbankan, serta tingkat bunga
kredit dan simpanan yang digunakan dalam menyusun Rencana
Bisnis.
Proyeksi laporan keuangan disusun dengan mengacu pada:
1. Lampiran I : Proyeksi Posisi Keuangan (Neraca)
2. Lampiran II : Proyeksi Laba Rugi
3. Lampiran III : Proyeksi Komitmen dan Kontinjensi
4. Lampiran IV : Asumsi Makro dan Mikro yang Digunakan
E. Proyeksi Rasio-Rasio dan Pos-Pos Tertentu Lainnya
Bagian ini memuat rasio keuangan dan rasio tertentu lainnya posisi
aktual (posisi akhir bulan September tahun penyusunan Rencana
Bisnis) dan proyeksi untuk periode 3 (tiga) tahun ke depan, sebagai
berikut:
1. Rasio Keuangan Pokok
Proyeksi rasio keuangan pokok meliputi rasio-rasio yang paling
sedikit dapat memberikan informasi penilaian atas kondisi
permodalan, rentabilitas, risiko kredit, risiko pasar, dan risiko
likuiditas. Proyeksi rasio-rasio tersebut antara lain rasio
Kewajiban Penyediaan Modal Minimum, rasio ROA, rasio NIM,
rasio Non Performing Loan (NPL), rasio aset likuid terhadap total
aset, Loan to Deposit Ratio (LDR), dan rasio aset trading, tagihan
spot dan derivatif, serta aset Fair Value Option terhadap total aset.
2. Pos-Pos Tertentu Lainnya
Proyeksi pos-pos tertentu lainnya meliputi proyeksi beberapa
rasio terkait kredit kepada UMKM, rasio dana pendidikan, dan
rasio aset tetap yang tidak digunakan dalam operasional Bank
Umum terhadap modal.
Selain ...
- 9 -
Selain itu dicantumkan pula pos-pos tertentu yang memberikan
informasi mengenai penghimpunan dana dan penyaluran dana.
Proyeksi ini disusun dengan mengacu pada Lampiran V.
F. Rencana Pendanaan
Bagian ini mencerminkan posisi penghimpunan dana posisi aktual
(posisi akhir bulan September tahun penyusunan Rencana Bisnis) dan
rencana penghimpunan dana untuk periode 1 (satu) tahun ke depan
secara triwulanan. Dalam bagian ini diuraikan juga mengenai asumsi
yang digunakan dalam menyusun rencana serta strategi Bank Umum
untuk merealisasikan rencana pendanaan.
Rencana pendanaan disusun dengan mengacu pada:
1. Lampiran VI : Rencana Penghimpunan Dana Pihak Ketiga
2. Lampiran VII : Rencana Penerbitan Surat Berharga
3. Lampiran VIII : Rencana Pendanaan Lainnya
G. Rencana Penanaman Dana
Bagian ini mencerminkan posisi penanaman dana posisi aktual (posisi
akhir bulan September tahun penyusunan Rencana Bisnis) dan
rencana penyaluran dana untuk periode 1 (satu) tahun ke depan
secara triwulanan yang antara lain memberikan informasi rencana
penyediaan dana kepada pihak terkait, dan rincian rencana pemberian
kredit, termasuk rencana pemberian kredit kepada kegiatan usaha
tertentu. Jenis kegiatan usaha tertentu yang dicantumkan dalam
rincian pemberian kredit mencerminkan fokus pemberian kredit Bank
Umum berdasarkan jenis kegiatan usaha yang diprioritaskan,
dan/atau signifikansi pangsa kredit maupun jumlah debitur.
Dalam bagian ini diuraikan juga mengenai asumsi yang digunakan
dalam menyusun rencana dimaksud serta strategi Bank Umum untuk
merealisasikan rencana penanaman dana.
Rencana penanaman dana ini disajikan dengan mengacu pada:
1. Lampiran IX
: Rencana Penyediaan Dana kepada Pihak
Terkait
2. Lampiran X.A.
: Rencana Pemberian Kredit kepada
Debitur Inti
3. Lampiran ...
- 10 -
3. Lampiran X.B.
: Rencana Pemberian Kredit berdasarkan
Kegiatan Usaha Tertentu
4. Lampiran X.C.1 : Rencana Pemberian Kredit berdasarkan
Sektor Ekonomi
5. Lampiran X.C.2 : Rencana Pemberian Kredit berdasarkan
Jenis Penggunaan
6. Lampiran X.C.3 : Rencana Pemberian Kredit berdasarkan
Provinsi
7. Lampiran X.D.1 : Rencana Pemberian Kredit kepada
UMKM berdasarkan Sektor Ekonomi
8. Lampiran X.D.2 : Rencana Pemberian Kredit kepada
UMKM berdasarkan Jenis Penggunaan
9. Lampiran X.D.3 : Rencana Pemberian Kredit kepada
UMKM berdasarkan Provinsi
10. Lampiran XI
11. Lampiran XII
: Rencana Penanaman Dana dalam
bentuk Surat Berharga
: Rencana Penanaman Dana Lainnya
H. Rencana Penyertaan Modal
Bagian ini mencerminkan posisi penyertaan modal posisi aktual (posisi
akhir bulan September tahun penyusunan Rencana Bisnis) dan
rencana penyertaan modal untuk periode 1 (satu) tahun ke depan
secara triwulanan yang paling sedikit meliputi bidang usaha,
perkiraan jumlah dana yang akan ditanamkan, dan persentase
kepemilikan termasuk aspek pengendalian, sebagaimana diatur dalam
ketentuan mengenai prinsip kehati-hatian dalam kegiatan penyertaan
modal.
Rencana penyertaan modal disusun dengan mengacu pada
Lampiran XIII.
I. Rencana Permodalan
Bagian ini paling sedikit meliputi:
1. Proyeksi Pemenuhan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum
(KPMM)
Proyeksi KPMM paling sedikit meliputi proyeksi modal, proyeksi
Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR), dan proyeksi rasio
KPMM selama 3 (tiga) tahun mendatang.
Proyeksi ...
- 11 -
Proyeksi pemenuhan KPMM ini disusun dengan mengacu pada
Lampiran XIV.A. untuk Bank selain kantor cabang dari bank yang
berkedudukan di luar negeri atau Lampiran XIV.B. untuk kantor
cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri.
2. Rencana Perubahan Modal
Rencana perubahan modal merupakan proyeksi perubahan
modal selama 3 (tiga) tahun mendatang baik terkait struktur
permodalan maupun jumlah modal.
Termasuk dalam rencana perubahan modal adalah rencana
penambahan modal dari pemegang saham lama (existing
shareholders), rencana Initial Public Offering (IPO), right issue,
penerbitan surat utang yang bersifat ekuitas, dan rencana
penambahan modal lainnya, serta uraian mengenai rencana
perubahan atau penggantian kepemilikan (jika ada).
Rencana perubahan modal disusun dengan mengacu pada
Lampiran XV.
J. Rencana Pengembangan Organisasi dan Sumber Daya Manusia (SDM)
Bagian ini menguraikan informasi mengenai struktur organisasi dan
kondisi SDM terkini, rencana pengembangan organisasi dan SDM yang
sedang berlangsung, maupun rencana pengembangan terkait SDM
lainnya paling sedikit selama 1 (satu) tahun ke depan yang antara lain
memuat:
1. Rencana Pengembangan Organisasi
Rencana pengembangan organisasi antara lain mencakup
rencana pembentukan atau perubahan satuan kerja dan/atau
komite, yang disesuaikan dengan kemampuan, ukuran, dan
kompleksitas usaha Bank Umum.
2. Rencana Pengembangan Sistem Informasi Manajemen
Rencana pengembangan sistem informasi manajemen antara lain
mencakup pengembangan teknologi informasi yang mendukung
sistem informasi untuk manajemen dan rencana pengembangan
sistem akuntansi, termasuk anggaran yang dialokasikan untuk
rencana pengembangan tersebut.
3. Rencana Pengembangan Sumber Daya Manusia
Rencana pengembangan SDM antara lain rencana kebutuhan
pendidikan dan pelatihan SDM, termasuk rencana biaya atau
anggaran ...
- 12 -
anggaran pendidikan dan pelatihan baik untuk pegawai, Direksi,
dan Komisaris Bank Umum, serta rencana pelaksanaan sertifikasi
manajemen risiko bagi pengurus dan pejabat tertentu.
4. Rencana Pemanfaatan Tenaga Kerja Asing dan Penggunaan
Tenaga Alih Daya (Outsourcing)
Rencana pemanfaatan tenaga kerja asing antara lain rencana
pemanfaatan tenaga kerja asing sebagaimana diatur dalam
ketentuan dan peraturan perundang-undangan.
Rencana penggunaan tenaga alih daya (outsourcing) yang
mengacu pada ketentuan dan peraturan perundang-undangan,
antara lain mencakup rencana jumlah yang akan digunakan dan
rencana penempatan tenaga alih daya (outsourcing).
Rencana Pemanfaatan Tenaga Kerja Asing disusun dengan
mengacu pada Lampiran XVI.
K. Rencana Penerbitan Produk dan/atau Pelaksanaan Aktivitas Baru
Rencana penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas baru
yang dicantumkan pada Rencana Bisnis adalah produk dan/atau
aktivitas baru yang tidak pernah diterbitkan atau dilaksanakan
sebelumnya oleh Bank Umum sebagaimana diatur dalam ketentuan
Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai penerapan
manajemen risiko bagi Bank dan kegiatan usaha berdasarkan modal
inti Bank. Pada bagian ini diuraikan mengenai rencana penerbitan
produk atau pelaksanaan aktivitas baru paling sedikit untuk periode
1 (satu) tahun ke depan.
Rencana Penerbitan Produk dan/atau Pelaksanaan Aktivitas Baru
disusun dengan mengacu pada Lampiran XVII.
L. Rencana Pengembangan dan/atau Perubahan Jaringan Kantor
Rencana pengembangan dan/atau perubahan jaringan kantor
meliputi rencana pembukaan, perubahan status, pemindahan alamat,
dan/atau penutupan yang meliputi kantor wilayah, kantor cabang,
kantor cabang pembantu, kantor fungsional, kantor kas, kegiatan
pelayanan kas, dan/atau kantor di luar negeri untuk periode 1 (satu)
tahun ke depan.
Informasi yang dimuat dalam rencana pengembangan dan/atau
perubahan jaringan kantor antara lain meliputi informasi mengenai
kantor ...
- 13 -
kantor induk, rencana waktu pelaksanaan, perkiraan investasi, lokasi,
dan keterangan lainnya.
Informasi mengenai lokasi untuk setiap jenis kantor, paling sedikit
mencantumkan lokasi kabupaten atau kota secara jelas, dan untuk
lokasi kantor yang berada di wilayah provinsi Daerah Khusus Ibukota
Jakarta paling sedikit mencantumkan nama kota administrasi atau
kabupaten administrasi. Khusus untuk kantor yang berlokasi di luar
negeri, mencantumkan nama kota dan negara.
Rencana pengembangan dan/atau perubahan jaringan kantor disusun
dengan mengacu pada Lampiran XVIII.
M. Informasi Lainnya
Informasi lainnya memuat rencana-rencana lain yang perlu diuraikan
(jika ada) namun tidak termasuk dalam cakupan Rencana Bisnis yang
telah ditetapkan pada huruf A sampai dengan huruf L, antara lain
langkah-langkah penyelesaian kredit yang bermasalah termasuk
agunan yang diambil alih (AYDA), aset tetap yang tidak digunakan
dalam operasional Bank, linkage program, dan/atau pengembangan
pelayanan Bank Umum.
Pengembangan pelayanan mencakup antara lain informasi rencana
pengembangan sarana atau media informasi kepada nasabah, rencana
pengembangan sarana elektronik untuk kebutuhan nasabah, rencana
upaya perlindungan nasabah, dan rencana penyelenggaraan layanan
keuangan tanpa kantor dalam rangka keuangan inklusif.
Cakupan informasi yang dimuat dalam rencana upaya perlindungan
nasabah meliputi antara lain rencana kegiatan edukasi dan rencana
peningkatan sistem pelayanan pengaduan nasabah.
Pengertian AYDA mengacu pada ketentuan yang mengatur mengenai
penilaian kualitas aset bank umum.
III. LAPORAN REALISASI RENCANA BISNIS DAN LAPORAN PENGAWASAN
RENCANA BISNIS
1. Sesuai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai Rencana Bisnis
Bank, Laporan Realisasi Rencana Bisnis disampaikan Bank Umum
secara triwulanan, yaitu untuk posisi bulan Maret, bulan Juni, bulan
September, dan bulan Desember. Laporan Realisasi Rencana Bisnis
paling sedikit mencakup:
a. penjelasan ...
- 14 -
a. penjelasan mengenai pencapaian Rencana Bisnis meliputi fokus,
dan prioritas pencapaian Rencana Bisnis serta perbandingan
antara rencana dengan realisasinya;
b. penjelasan mengenai deviasi atas realisasi Rencana Bisnis, seperti
penyebab dan kendala yang dihadapi;
c. tindak lanjut atau upaya yang akan dilakukan untuk
memperbaiki pencapaian realisasi Rencana Bisnis;
d. rasio keuangan dan pos-pos tertentu; dan
e. informasi lainnya, berisi penjelasan mengenai realisasi hal-hal
selain yang dijelaskan pada huruf a sampai dengan huruf d,
antara lain meliputi laporan realisasi perubahan jaringan kantor
dan laporan realisasi tenaga kerja asing.
Laporan Realisasi Rencana Bisnis secara umum disusun dengan
mengacu pada:
a. Lampiran XIX.A.
b. Lampiran XIX.B.
: Laporan Realisasi Rencana Bisnis
: Laporan Realisasi Rasio Keuangan dan
Pos-pos Tertentu
c. Lampiran XIX.C.
d Lampiran XIX.D.
: Laporan Realisasi Pengembangan
dan/atau Perubahan Jaringan Kantor
: Laporan Realisasi Pemanfaatan Tenaga
Kerja Asing dan Alih Pengetahuan
kepada Tenaga Pendamping
2. Sesuai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai Rencana Bisnis
Bank, Dewan Komisaris melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan Rencana Bisnis. Hasil pengawasan tersebut selanjutnya
dituangkan dalam Laporan Pengawasan Rencana Bisnis. Cakupan
dalam Laporan Pengawasan Rencana Bisnis yang disusun oleh Dewan
Komisaris paling sedikit meliputi penilaian mengenai:
a. pelaksanaan Rencana Bisnis berupa penilaian aspek kuantitatif
maupun kualitatif terhadap realisasi Rencana Bisnis;
b. faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja Bank Umum secara
umum, khususnya terkait faktor permodalan (capital),
rentabilitas (earnings), serta profil risiko Bank Umum terutama
risiko kredit, risiko pasar, dan risiko likuiditas;
c. upaya memperbaiki kinerja Bank Umum, dalam hal dari hasil
penilaian sebagaimana pada huruf b terjadi penurunan kinerja.
Penilaian ...
- 15 -
Penilaian Dewan Komisaris pada huruf a sampai dengan huruf c, dapat
dilengkapi pula dengan penilaian atas faktor-faktor eksternal yang
mempengaruhi operasional Bank Umum.
Dalam kaitan dengan tugas Dewan Komisaris, Bank Umum harus
memiliki mekanisme internal dalam rangka penyusunan Laporan
Pengawasan Rencana Bisnis.
Laporan Pengawasan Rencana Bisnis disusun dengan mengacu pada
Lampiran XX.
IV. JANGKA WAKTU PENYAMPAIAN LAPORAN
Mengacu pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai Rencana Bisnis
Bank, Bank Umum dinyatakan terlambat menyampaikan Rencana Bisnis,
penyesuaian Rencana Bisnis, Laporan Realisasi Rencana Bisnis, dan/atau
Laporan Pengawasan Rencana Bisnis, dalam hal:
1. Bank menyampaikan Rencana Bisnis, Laporan Realisasi Rencana
Bisnis, dan/atau Laporan Pengawasan Rencana Bisnis setelah batas
akhir waktu penyampaian sampai dengan paling lama 30 (tiga puluh)
hari kerja; dan/atau
2. Bank Umum menyampaikan penyesuaian Rencana Bisnis setelah
batas akhir waktu penyampaian sampai dengan paling lama 15 (lima
belas) hari kerja.
Bank Umum dinyatakan tidak menyampaikan Rencana Bisnis,
penyesuaian Rencana Bisnis, Laporan Realisasi Rencana Bisnis, dan/atau
Laporan Pengawasan Rencana Bisnis dalam hal sampai dengan
berakhirnya batas waktu keterlambatan, Bank Umum belum
menyampaikan laporan dimaksud.
V. KETENTUAN LAIN-LAIN
Lampiran dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini merupakan
contoh untuk menyusun Rencana Bisnis Tahun 2017. Untuk penyusunan
Rencana Bisnis periode berikutnya, pencantuman tahun hendaknya
disesuaikan.
Lampiran I sampai dengan Lampiran XX merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
VI. KETENTUAN ...
- 16 -
VI. KETENTUAN PENUTUP
Dengan berlakunya Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini maka Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 12/27/DPNP tanggal 25 Oktober 2010
perihal Rencana Bisnis Bank Umum, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku
pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 14 Juli 2016
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN
OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
NELSON TAMPUBOLON
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 25/SEOJK.03/2016 </reg_id>
<reg_title> RENCANA BISNIS BANK UMUM </reg_title>
<set_date> 14 Juli 2016 </set_date>
<effective_date> 14 Juli 2016 </effective_date>
<replaced_reg> '12/27/DPNP|SE-BI/2010' </replaced_reg>
<related_reg> '5/POJK.03/2016' </related_reg>
|
Yth.
1. Direksi Perusahaan Pembiayaan Syariah; dan
2. Direksi Perusahaan Pembiayaan yang mempunyai Unit Usaha Syariah,
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 2 /SEOJK.05/2016
TENTANG
TINGKAT KESEHATAN KEUANGAN PEMBIAYAAN SYARIAH
Sesuai dengan amanat ketentuan Pasal 20 ayat (4), Pasal 23 ayat (7), Pasal 26
ayat (6), Pasal 28 ayat (3), dan Pasal 29 ayat (2) Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 31/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha
Pembiayaan Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
366, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5640), perlu
untuk mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai tingkat kesehatan
keuangan bagi perusahaan pembiayaan syariah dan unit usaha syariah dalam
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
1. Perusahaan Syariah adalah perusahaan pembiayaan syariah dan unit
usaha syariah.
2. Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan
kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang dan/atau jasa.
3. Perusahaan Pembiayaan Syariah adalah Perusahaan Pembiayaan
yang seluruh kegiatan usahanya melakukan pembiayaan syariah.
4. Unit Usaha Syariah yang selanjutnya disingkat UUS adalah unit kerja
dari kantor pusat Perusahaan Pembiayaan yang berfungsi sebagai
kantor induk dari kantor yang melaksanakan pembiayaan syariah.
5. Pembiayaan Syariah adalah penyaluran pembiayaan yang dilakukan
berdasarkan prinsip syariah.
- 2 -
6. Prinsip Syariah adalah ketentuan hukum Islam berdasarkan fatwa
dan/atau pernyataan kesesuaian syariah dari Dewan Syariah
Nasional Majelis Ulama Indonesia.
7. Aset Produktif adalah semua aset yang dimiliki oleh Perusahaan
Syariah dengan maksud untuk memperoleh penghasilan dalam
bentuk Pembiayaan Syariah.
8. Tingkat Kesehatan Keuangan Pembiayaan Syariah adalah hasil
penilaian kondisi permodalan, likuiditas, kualitas Aset Produktif, dan
kinerja keuangan Perusahaan Syariah.
9. Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK adalah
lembaga yang independen sebagaimana dimaksud dalam undang-
undang mengenai Otoritas Jasa Keuangan.
II. PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN KEUANGAN
1. Perusahaan Syariah wajib setiap waktu memenuhi persyaratan
Tingkat Kesehatan Keuangan Pembiayaan Syariah.
2. Tingkat Kesehatan Keuangan Pembiayaan Syariah pada angka 1
meliputi:
a. rasio permodalan;
b. kualitas Aset Produktif;
c.
d.
rentabilitas; dan
likuiditas.
III. TATA CARA PERHITUNGAN RASIO PERMODALAN
1. Perusahaan Syariah wajib memenuhi rasio permodalan paling sedikit
sebesar 10% (sepuluh persen).
2. Rasio permodalan Perusahaan Syariah merupakan perbandingan
antara modal yang disesuaikan dengan aset yang disesuaikan.
3. Modal yang disesuaikan sebagaimana dimaksud pada angka 2
penjumlahan komponen permodalan sebagai berikut:
a. bagi Perusahaan Pembiayaan Syariah berbentuk hukum
perseroan terbatas sebesar penjumlahan dari:
1) ekuitas yang disesuaikan yang terdiri dari:
a) modal disetor;
b)
tambahan modal disetor, yaitu penjumlahan dari:
(1) agio/disagio saham;
(2) biaya emisi efek ekuitas; dan
- 3 -
(3) lainnya sesuai dengan prinsip standar akuntansi
keuangan;
c)
selisih nilai transaksi restrukturisasi entitas
sepengendali;
d) saldo laba/rugi;
e) sebesar 50% (lima puluh persen) dari laba/rugi tahun
berjalan setelah dikurangi pajak;
saham tresuri (treasury stock); dan
f)
g) komponen ekuitas lainnya, yaitu penjumlahan dari:
(1) perubahan dalam surplus revaluasi;
(2) selisih kurs karena penjabaran laporan keuangan
dalam mata uang asing;
(3) keuntungan dan kerugian dari pengukuran
kembali aset keuangan tersedia untuk dijual;
(4) bagian efektif dari keuntungan dan kerugian
instrumen keuangan lindung nilai dalam rangka
lindung nilai arus kas; dan
(5) komponen ekuitas lainnya sesuai prinsip standar
akuntansi keuangan,
dengan memperhitungkan faktor pengurang berupa:
a) perhitungan pajak tangguhan (deferred tax);
b) goodwill;
c) aset tidak berwujud lainnya; dan
d) seluruh penyertaan modal pada perusahaan anak;
2) pinjaman (qardh) subordinasi paling tinggi 50% (lima puluh
persen) dari modal disetor dengan memenuhi kriteria
sebagai berikut:
a) paling singkat berjangka waktu 5 (lima) tahun;
b) dalam hal terjadi likuidasi, hak tagih berlaku paling
akhir dari segala pinjaman yang ada; dan
c) dituangkan dalam bentuk perjanjian akta notariil
antara Perusahaan Pembiayaan dengan pemberi
pinjaman.
Contoh:
PT ABC Finance Syariah mempunyai modal disetor
sebesar Rp100.000.000.000,00 dan pinjaman (qardh)
subordinasi sebesar Rp25.000.000.000,00. Maka,
- 4 -
besaran pinjaman (qardh) subordinasi yang dapat
ditambahkan dalam perhitungan ekuitas disesuaikan
adalah sebesar Rp25.000.000.000,00.
PT XYZ Finance Syariah mempunyai modal disetor
sebesar Rp100.000.000.000,00 dan pinjaman (qardh)
subordinasi sebesar Rp75.000.000.000,00. Maka,
besaran pinjaman (qardh) subordinasi yang dapat
ditambahkan dalam perhitungan ekuitas disesuaikan
adalah sebesar Rp50.000.000.000,00.
b. bagi Perusahaan Pembiayaan Syariah berbentuk badan hukum
koperasi sebesar penjumlahan dari simpanan pokok, simpanan
wajib, dana cadangan, hibah, dan sisa hasil usaha yang belum
dibagikan.
c. bagi UUS sebesar penjumlahan dari:
1) ekuitas yang disesuaikan yang terdiri dari:
a) modal kerja;
b) saldo laba/rugi;
c) sebesar 50% (lima puluh persen) dari laba/rugi tahun
berjalan setelah dikurangi pajak; dan
d) komponen ekuitas lainnya, yaitu penjumlahan dari:
(1) perubahan dalam surplus revaluasi;
(2) selisih kurs karena penjabaran laporan keuangan
dalam mata uang asing;
(3) keuntungan dan/atau kerugian dari pengukuran
kembali aset keuangan tersedia untuk dijual;
(4) bagian efektif dari keuntungan dan kerugian
instrumen keuangan lindung nilai dalam rangka
lindung nilai arus kas; dan
(5) komponen ekuitas lainnya sesuai prinsip standar
akuntansi keuangan,
dengan memperhitungkan faktor pengurang berupa:
a) perhitungan pajak tangguhan (deferred tax); dan
b) aset tidak berwujud lainnya;
2) pinjaman (qardh) subordinasi sebesar 50% (lima puluh
persen) yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a) paling singkat berjangka waktu 5 (lima) tahun;
- 5 -
b) dalam hal terjadi likuidasi, hak tagih berlaku paling
akhir dari segala pinjaman yang ada; dan
c) dituangkan dalam bentuk perjanjian akta notariil
antara UUS dengan pemberi pinjaman,
dengan besaran paling tinggi 50% (lima puluh persen) dari
modal kerja UUS yang bersangkutan.
Contoh:
UUS PT ABC Finance mempunyai modal kerja sebesar
Rp100.000.000.000,00
dan pinjaman (qardh)
subordinasi sebesar Rp25.000.000.000,00. Maka,
besaran pinjaman (qardh) subordinasi yang dapat
ditambahkan dalam perhitungan ekuitas disesuaikan
adalah sebesar Rp25.000.000.000,00.
UUS PT XYZ Finance Syariah mempunyai modal kerja
sebesar Rp100.000.000.000,00 dan pinjaman (qardh)
subordinasi sebesar Rp75.000.000.000,00. Maka,
besaran pinjaman (qardh) subordinasi yang dapat
ditambahkan dalam perhitungan ekuitas disesuaikan
adalah sebesar Rp50.000.000.000,00.
4. Aset yang disesuaikan sebagaimana dimaksud pada angka 2,
merupakan aset Perusahaan Syariah dikalikan dengan bobot risiko
aset sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini.
5. Dalam perhitungan aset yang disesuaikan, dasar penilaian nilai
nominal Aset Produktif adalah outstanding Aset Produktif
(outstanding principal) dikurangi dengan cadangan yang telah
dibentuk. Outstanding Aset Produktif (outstanding principal) adalah
total tagihan, investasi, dan/atau tagihan jasa dikurangi dengan
pendapatan yang ditangguhkan dikurangi dengan:
a. pendapatan yang ditangguhkan (unearned revenue); dan
b. pendapatan dan biaya lainnya sehubungan transaksi
pembiayaan yang diamortisasi.
6. Pengukuran rasio permodalan didokumentasikan sesuai dengan
format kertas kerja sebagaimana tercantum dalam format 1 Lampiran
II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran
OJK ini.
- 6 -
IV. KUALITAS ASET PRODUKTIF
1. Perusahaan Syariah wajib setiap waktu mempertahankan rasio Aset
Produktif bermasalah setelah dikurangi cadangan penyisihan
penghapusan Aset Produktif paling tinggi sebesar 5% (lima persen)
dari total Aset Produktif.
2. Aset Produktif yang dikategorikan sebagai Aset Produktif bermasalah
terdiri atas Aset Produktif dengan kualitas kurang lancar, diragukan,
dan/atau macet.
3.
Nilai Aset Produktif dihitung berdasarkan outstanding Aset Produktif
(outstanding principal) yaitu total tagihan, investasi, atau tagihan jasa
dikurangi dengan:
a. pendapatan yang ditangguhkan (unearned revenue); dan
b. pendapatan dan biaya lainnya sehubungan transaksi
pembiayaan yang diamortisasi.
4. Penilaian kualitas Aset Produktif ditetapkan menjadi:
a.
lancar;
b. dalam perhatian khusus;
c. kurang lancar;
d. diragukan; atau
e. macet.
5. Penilaian kualitas Aset Produktif sebagaimana dimaksud pada angka
4 ditetapkan berdasarkan faktor ketepatan pembayaran pokok,
margin, hasil investasi/bagi hasil, dan/atau imbal jasa (ujrah).
6. Penilaian kualitas Aset Produktif sebagaimana dimaksud pada angka
4 dikategorikan sebagai berikut:
a. lancar apabila tidak terdapat keterlambatan atau terdapat
keterlambatan pembayaran pokok, margin, hasil investasi/bagi
hasil, dan/atau imbal jasa (ujrah) sampai dengan 30 (tiga puluh)
hari kalender;
b. dalam perhatian khusus apabila terdapat keterlambatan
pembayaran pokok, margin, hasil investasi/bagi hasil, dan/atau
imbal jasa (ujrah) yang telah melampaui 30 (tiga puluh) hari
kalender sampai dengan 90 (sembilan puluh) hari kalender;
c. kurang lancar apabila terdapat keterlambatan pembayaran
pokok, margin, hasil investasi/bagi hasil, dan/atau imbal jasa
(ujrah) yang telah melampaui 90 (sembilan puluh) hari kalender
sampai dengan 120 (seratus dua puluh) hari kalender;
- 7 -
d. diragukan apabila terdapat keterlambatan pembayaran pokok,
margin, hasil investasi/bagi hasil, dan/atau imbal jasa (ujrah)
yang telah melampaui 120 (seratus dua puluh) hari kalender
sampai dengan 180 (seratus delapan puluh) hari kalender; atau
e. macet apabila terdapat keterlambatan pembayaran pokok,
margin, hasil investasi/bagi hasil, dan/atau imbal jasa (ujrah)
yang telah melampaui 180 (seratus delapan puluh) hari
kalender.
7. Selain faktor ketepatan pembayaran pokok, margin, hasil
investasi/bagi hasil, dan/atau imbal jasa (ujrah) sebagaimana
dimaksud pada angka 5, penilaian kualitas Aset Produktif untuk
pembiayaan investasi dengan nilai pembiayaan pada saat
penandatanganan perjanjian sebesar Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar
rupiah) atau lebih, dapat juga ditetapkan dengan mempertimbangkan
faktor:
a. kemampuan membayar konsumen;
b. kinerja keuangan (financial performance) konsumen; dan
c. prospek usaha konsumen.
8. Penilaian terhadap kemampuan membayar konsumen sebagaimana
dimaksud pada angka 7 huruf a meliputi penilaian terhadap
komponen-komponen sebagai berikut:
a. ketersediaan dan keakuratan informasi keuangan konsumen;
b. kelengkapan dokumentasi Pembiayaan Syariah;
c. kepatuhan terhadap perjanjian Pembiayaan Syariah;
d. kesesuaian penggunaan dana Pembiayaan Syariah; dan
e. kewajaran sumber pembayaran kewajiban.
9. Penilaian terhadap kinerja keuangan (financial performance)
konsumen sebagaimana dimaksud pada angka 7 huruf b meliputi
penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
a. perolehan laba;
b. struktur permodalan;
c. arus kas; dan
d. sensitivitas terhadap risiko pasar.
10. Penilaian terhadap prospek usaha konsumen sebagaimana
dimaksud pada angka 7 huruf c meliputi komponen-komponen
sebagai berikut:
a. potensi pertumbuhan usaha;
- 8 -
b. kondisi pasar dan posisi konsumen dalam persaingan;
c. kualitas manajemen dan permasalahan tenaga kerja;
d. dukungan dari grup atau afiliasi; dan
e. upaya yang dilakukan konsumen dalam rangka memelihara
lingkungan hidup.
11. Pedoman penilaian kualitas Aset Produktif sebagaimana dimaksud
pada angka 7, angka 8, angka 9, dan angka 10 dilakukan
berdasarkan pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran III
yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran
OJK ini.
12. Kertas kerja penilaian kualitas Aset Produktif sebagaimana dimaksud
pada angka 7, angka 8, angka 9, dan angka 10 harus dilakukan
dengan menggunakan formulir penilaian sebagaimana tercantum
dalam Lampiran IV yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari Surat Edaran OJK ini dan dilengkapi dengan dokumen
pendukung penilaian kualitas Aset Produktif.
13. Perusahaan Syariah dapat melakukan restrukturisasi untuk
konsumen yang mengalami kesulitan pembayaran pokok, margin,
hasil investasi/bagi hasil, dan/atau imbal jasa (ujrah), namun masih
memiliki kemampuan membayar dan prospek usaha yang baik.
14. Penilaian kualitas Aset Produktif untuk pembiayaan senilai
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) atau lebih yang
direstrukturisasi sebagaimana dimaksud pada angka 13 berlaku
ketentuan sebagai berikut:
a. paling tinggi sama dengan kualitas Aset Produktif sebelum
dilakukan restrukturisasi pembiayaan, sepanjang konsumen
belum memenuhi kewajiban pembayaran angsuran pokok,
margin, hasil investasi/bagi hasil, dan/atau imbal jasa (ujrah)
secara berturut-turut selama 3 (tiga) kali periode sesuai waktu
yang diperjanjikan;
b. dapat meningkat paling tinggi 1 (satu) tingkat dari kualitas Aset
Produktif sebelum dilakukan restrukturisasi, setelah konsumen
memenuhi kewajiban pembayaran angsuran pokok, margin,
hasil investasi/bagi hasil, dan/atau imbal jasa (ujrah) secara
berturut-turut selama 3 (tiga) kali periode sebagaimana
dimaksud pada huruf a;
- 9 -
c.
kualitas Aset Produktif yang direstrukturisasi dapat ditetapkan
berdasarkan faktor penilaian sebagaimana dimaksud pada
angka 7, dalam hal pelaksanaan restrukturisasi pembiayaan
tidak didukung dengan analisis dan dokumentasi yang
memadai; dan
d. berdasarkan faktor penilaian sebagaimana dimaksud pada
angka 7:
1) setelah penetapan kualitas Aset Produktif sebagaimana
dimaksud pada huruf b; atau
2) dalam hal konsumen tidak memenuhi syarat-syarat
dan/atau kewajiban pembayaran dalam perjanjian
restrukturisasi pembiayaan, baik selama maupun setelah 3
(tiga) kali periode kewajiban pembayaran sesuai waktu yang
diperjanjikan.
15. Kualitas Aset Produktif tambahan sebagai bagian dari paket
restrukturisasi pembiayaan sebagaimana dimaksud pada angka 14
ditetapkan sama dengan kualitas
Aset Produktif yang
direstrukturisasi.
16. Penilaian kualitas Aset Produktif dalam rangka restrukturisasi
sebagaimana dimaksud pada angka 14 harus disertai dan dilengkapi
dengan dokumen pendukung penilaian kualitas Aset Produktif.
17. Dalam hal terdapat perbedaan antara penilaian kualitas Aset
Produktif oleh Perusahaan Syariah dengan OJK, kualitas Aset
Produktif yang berlaku adalah yang ditetapkan oleh OJK.
18. Perusahaan Syariah wajib melakukan penyesuaian kualitas Aset
Produktif sesuai dengan penilaian kualitas Aset Produktif yang
ditetapkan oleh OJK sebagaimana dimaksud pada angka 12 dalam
laporan yang disampaikan kepada OJK.
19. Jenis agunan yang dapat diperhitungkan dalam perhitungan
cadangan penyisihan penghapusan Aset Produktif adalah sebagai
berikut:
a. agunan tunai berupa:
1) deposito di bank, simpanan jaminan (security deposit)
dan/atau emas;
2) Sertifikat Bank Indonesia, Sertifikat Bank Indonesia
Syariah, Surat Utang Negara, sukuk, dan/atau surat
- 10 -
berharga lainnya yang diterbitkan pemerintah atau Bank
Indonesia; dan/atau
3) jaminan pemerintah dan pemerintah asing yang termasuk
dalam kategori yang layak untuk investasi (investment
grade);
b. efek yang dicatatkan di bursa efek atau efek yang termasuk
dalam kategori yang layak untuk investasi (investment grade)
dari lembaga pemeringkat yang diakui oleh OJK;
c. kendaraan bermotor, alat berat, dan persediaan;
d. resi gudang;
e. mesin dan/atau elektronik yang merupakan satu kesatuan
dengan tanah;
f. mesin dan/atau elektronik yang tidak menjadi satu kesatuan
dengan tanah;
g. pesawat udara atau kapal laut dengan ukuran di atas 20 (dua
puluh) meter kubik; dan
h. tanah, rumah, rumah susun, rumah komersial, dan gedung
perkantoran.
20. Objek ijarah muntahiya bitamlik dimana waad (hak opsi) telah
dilaksanakan dapat diperhitungkan sebagai pengurang dalam
perhitungan cadangan penyisihan penghapusan Aset Produktif.
21. Agunan tunai sebagaimana dimaksud pada angka 19 huruf a angka
1) dan angka 2) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. hanya dapat dicairkan dengan persetujuan Perusahaan Syariah
(diblokir dan dilengkapi dengan surat kuasa);
b. jangka waktu pemblokiran paling singkat sama dengan jangka
waktu pembiayaan; dan
c. memiliki pengikatan hukum yang kuat dan dapat dieksekusi
(legally enforceable).
22. Agunan tunai sebagaimana dimaksud pada angka 19 huruf a angka
3) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a.
bersifat tanpa syarat (unconditional) dan tidak dapat dibatalkan
(irrevocable);
b. harus dapat dicairkan paling lama 5 (lima) hari kerja sejak
diajukannya klaim, termasuk pencairan sebagian untuk
membayar tunggakan angsuran pokok, margin,
investasi/bagi hasil, dan/atau imbal jasa (ujrah); dan
hasil
- 11 -
c. mempunyai jangka waktu paling singkat sama dengan jangka
waktu pembiayaan.
23. Agunan sebagaimana dimaksud pada angka 19 dilengkapi dengan
dokumen hukum yang sah.
24. Agunan sebagaimana dimaksud pada angka 19 huruf b, huruf c,
huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, dan huruf h, harus:
a.
diikat sesuai dengan jaminan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk
memberikan hak preferensi bagi Perusahaan Syariah antara lain
hak tanggungan, hipotek, fidusia, atau gadai; dan
b. dilindungi oleh asuransi syariah atas objek pembiayaan dengan
klausula yang memberikan hak kepada Perusahaan Syariah
untuk menerima uang pertanggungan dalam hal terjadi
pembayaran klaim dan memiliki jangka waktu pertanggungan
asuransi paling singkat sama dengan jangka waktu Pembiayaan
Syariah.
25. Perusahaan asuransi yang memberikan perlindungan asuransi
syariah terhadap agunan sebagaimana dimaksud pada angka 24
huruf b wajib memenuhi syarat sebagai berikut:
a. memiliki izin usaha dari OJK; dan
b. tidak dalam pengenaan sanksi pembatasan kegiatan usaha atau
pembekuan kegiatan usaha dari OJK.
26. Tata cara perhitungan nilai agunan sebagai pengurang cadangan
penyisihan penghapusan Aset Produktif ditetapkan sebagai berikut:
a. deposito di bank, setoran jaminan, Sertifikat Bank Indonesia,
Sertifikat Bank Indonesia Syariah ditetapkan sebesar nilai
nominal;
b. emas ditetapkan sebesar nilai pasar;
c. Surat Utang Negara, sukuk, dan/atau surat berharga lainnya
yang diterbitkan oleh pemerintah atau Bank Indonesia
ditetapkan sebesar nilai pasar atau dalam hal tidak ada nilai
pasar ditetapkan berdasarkan nilai wajar (fair value);
d. efek yang dicatatkan di bursa efek atau efek yang termasuk
dalam kategori yang layak untuk investasi (investment grade),
ditetapkan paling tinggi sebesar 50% (lima puluh persen) dari
nilai pasar efek;
- 12 -
e. jaminan pemerintah dan pemerintah asing yang termasuk dalam
kategori yang layak untuk investasi (investment grade)
ditetapkan paling tinggi sebesar nilai penjaminan;
f.
tanah, rumah, rumah susun, rumah komersial, dan gedung
perkantoran, ditetapkan paling tinggi sebesar nilai penilaian
independen, nilai penilaian internal, nilai perolehan, atau nilai
jual objek pajak;
g. pesawat udara, kapal laut, kendaraan bermotor, alat berat,
persediaan, dan resi gudang, mesin dan/atau elektronik yang
dianggap sebagai satu kesatuan dengan tanah, dan mesin
dan/atau elektronik yang tidak menjadi satu kesatuan dengan
tanah ditetapkan paling tinggi sebesar:
1) 100% (seratus persen) dari nilai penilaian independen, nilai
penilaian internal, atau nilai transaksi jual beli, apabila:
a) penilaian independen atau transaksi jual beli
dilakukan dalam 12 (dua belas) bulan terakhir; atau
b) penilaian internal dilakukan dalam 6 (enam) bulan
terakhir;
2) 80% (delapan puluh persen) dari nilai penilaian independen,
nilai penilaian internal, atau nilai transaksi jual beli,
apabila:
a) penilaian independen atau transaksi jual beli
dilakukan lebih dari 12 (dua belas) bulan namun
belum melampaui 24 (dua puluh empat) bulan; atau
b) penilaian internal dilakukan lebih dari 6 (enam) bulan
namun belum melampaui 12 (dua belas) bulan;
3) 60% (enam puluh persen) dari nilai penilaian independen,
nilai penilaian internal, atau nilai transaksi jual beli,
apabila:
a) penilaian independen atau transaksi jual beli
dilakukan lebih dari 24 (dua puluh empat) bulan
namun belum melampaui 36 (tiga puluh enam) bulan;
atau
b) penilaian internal dilakukan lebih dari 12 (dua belas)
bulan namun belum melampaui 18 (delapan belas)
bulan;
- 13 -
4) 40% (empat puluh persen) dari nilai penilaian independen,
nilai penilaian internal, atau nilai transaksi jual beli,
apabila:
a) penilaian independen atau transaksi jual beli
dilakukan lebih dari 36 (tiga puluh enam) bulan
namun belum melampaui 48 (empat puluh delapan)
bulan; atau
b) penilaian internal dilakukan lebih dari 18 (delapan
belas) bulan namun belum melampaui 24 (dua puluh
empat) bulan;
5) 20% (dua puluh persen) dari nilai penilaian independen,
nilai penilaian internal, atau nilai transaksi jual beli,
apabila:
a) penilaian independen atau transaksi jual beli
dilakukan lebih dari 48 (empat puluh delapan) bulan
namun belum melampaui 60 (enam puluh) bulan; atau
b) penilaian internal dilakukan lebih dari 24 (dua puluh
empat) bulan namun belum melampaui 30 (tiga puluh)
bulan;
6) 0% (nol persen) dari nilai penilaian independen, nilai
penilaian internal, atau nilai transaksi jual beli, apabila:
a) penilaian independen atau transaksi jual beli
dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) bulan; atau
b) penilaian internal dilakukan lebih dari 30 (tiga puluh)
bulan.
27. Nilai objek ijarah muntahiya bitamlik dimana waad (hak opsi) telah
dilaksanakan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang dalam
perhitungan cadangan penyisihan penghapusan Aset Produktif
ditetapkan sebesar:
a. 100% (seratus persen) dari nilai penilaian independen, nilai
penilaian internal, atau nilai transaksi jual beli, apabila:
1) penilaian independen atau transaksi jual beli dilakukan
dalam 12 (dua belas) bulan terakhir; atau
2) penilaian internal dilakukan dalam 6 (enam) bulan terakhir;
b. 80% (delapan puluh persen) dari nilai penilaian independen,
nilai penilaian internal, atau nilai transaksi jual beli, apabila:
- 14 -
1) penilaian independen atau transaksi jual beli dilakukan
lebih dari 12 (dua belas) bulan namun belum melampaui 24
(dua puluh empat) bulan; atau
2) penilaian internal dilakukan lebih dari 6 (enam) bulan
namun belum melampaui 12 (dua belas) bulan;
c. 60% (enam puluh persen) dari nilai penilaian independen, nilai
penilaian internal, atau nilai transaksi jual beli, apabila:
1) penilaian independen atau transaksi jual beli dilakukan
lebih dari 24 (dua puluh empat) bulan namun belum
melampaui 36 (tiga puluh enam) bulan; atau
2) penilaian internal dilakukan lebih dari 12 (dua belas) bulan
namun belum melampaui 18 (delapan belas) bulan;
d. 40% (empat puluh persen) dari nilai penilaian independen, nilai
penilaian internal, atau nilai transaksi jual beli, apabila:
1) penilaian independen atau transaksi jual beli dilakukan
lebih dari 36 (tiga puluh enam) bulan namun belum
melampaui 48 (empat puluh delapan) bulan; atau
2) penilaian internal dilakukan lebih dari 18 (delapan belas)
bulan namun belum melampaui 24 (dua puluh empat)
bulan;
e. 20% (dua puluh persen) dari nilai penilaian independen, nilai
penilaian internal, atau nilai transaksi jual beli, apabila:
1) penilaian independen atau transaksi jual beli dilakukan
lebih dari 48 (empat puluh delapan) bulan namun belum
melampaui 60 (enam puluh) bulan; atau
2) penilaian internal dilakukan lebih dari 24 (dua puluh
empat) bulan namun belum melampaui 30 (tiga puluh)
bulan;
f. 0% (nol persen) dari nilai penilaian independen, nilai penilaian
internal, atau nilai transaksi jual beli, apabila:
1) penilaian independen atau transaksi jual beli dilakukan
lebih dari 60 (enam puluh) bulan; atau
2) penilaian internal dilakukan lebih dari 30 (tiga puluh)
bulan;
28. Untuk Aset Produktif dengan nilai Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar
rupiah) atau lebih dan mempunyai agunan sebagaimana dimaksud
pada angka 26 huruf g atau merupakan nilai objek ijarah muntahiya
- 15 -
bitamlik dimana waad (hak opsi) telah dilaksanakan sebagaimana
dimaksud pada angka 27, penilaian atas agunan atau objek ijarah
muntahiya bitamlik dimana waad (hak opsi) telah dilaksanakan yang
akan digunakan sebagai pengurang dalam perhitungan cadangan
penyisihan penghapusan Aset Produktif dilakukan oleh penilai
independen. Dalam hal tidak terdapat penilaian independen,
Perusahaan Syariah dapat menggunakan nilai transaksi jual beli
sebagai dasar penilaian agunan dengan memperhatikan ketentuan
sebagaimana dimaksud pada angka 26 huruf g dan angka 27.
29. Untuk Aset Produktif dengan nilai kurang dari Rp3.000.000.000,00
(tiga miliar rupiah) dan mempunyai agunan sebagaimana dimaksud
pada angka 26 huruf g atau merupakan nilai objek ijarah muntahiya
bitamlik dimana waad (hak opsi) telah dilaksanakan sebagaimana
dimaksud pada angka 27, penilaian atas agunan yang akan
digunakan sebagai pengurang dalam perhitungan cadangan
penyisihan penghapusan Aset Produktif dapat dilakukan oleh penilai
independen atau penilaian internal. Dalam hal tidak terdapat
penilaian independen atau penilaian internal, Perusahaan Syariah
dapat menggunakan nilai transaksi jual beli sebagai dasar penilaian
dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud pada
angka 26 huruf g dan angka 27.
30. Dalam rangka penghitungan agunan, Perusahaan Syariah harus
memiliki dan melaksanakan pedoman penentuan dasar penilaian
atau agunan atau nilai objek ijarah muntahiya bitamlik dimana waad
(hak opsi) telah dilaksanakan sebagaimana dimaksud pada angka 26
dan angka 27.
31. Perusahaan Syariah harus melakukan penilaian kembali atas
perhitungan cadangan penyisihan penghapusan Aset Produktif paling
sedikit 6 (enam) bulan sekali untuk posisi bulan Juni dan Desember.
32. OJK berwenang untuk melakukan perhitungan kembali atas nilai
agunan yang telah dikurangkan atau hal-hal yang dapat mengurangi
pencadangan dalam perhitungan cadangan penyisihan penghapusan
Aset Produktif.
33. Perusahaan Syariah harus menyampaikan pemberitahuan kepada
konsumen terkait dengan pengembalian agunan atau dokumen-
dokumen terkait dengan agunan paling lambat 1 (satu) bulan sejak
tanggal pelunasan Pembiayaan Syariah.
- 16 -
34. Pengukuran faktor kualitas Aset Produktif didokumentasikan sesuai
dengan format kertas kerja sebagaimana tercantum dalam format 2
Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat
Edaran OJK ini.
35. Tata cara perhitungan cadangan dilakukan dengan menghitung
selisih antara saldo Aset Produktif dengan nilai agunan dengan
memperhitungkan persentase perhitungan cadangan sesuai dengan
kualitas Aset Produktif, dengan contoh perhitungan sebagai berikut:
Contoh 1:
Pada awal Januari 2016, konsumen A mendapatkan Pembiayaan
Syariah (melalui pembiayaan jual beli) dari PT XYZ Finance Syariah
dengan nominal Rp70.000.000,00 dengan agunan berupa kendaraan
bermotor senilai Rp100.000.000,00 (merupakan harga perolehan).
Pada akhir bulan Juni 2019, sisa saldo Aset Produktif konsumen A
adalah sebesar Rp50.000.000,00 dan konsumen A tidak melakukan
pembayaran selama 9 bulan (kualitas macet). Perusahaan belum
pernah melakukan penilaian kembali atas nilai agunan dimaksud.
Berdasarkan ketentuan, dasar penilaian agunan yang digunakan
dalam perhitungan pencadangan adalah 40% dari nilai agunan (yaitu
senilai harga perolehan) dikarenakan tanggal perhitungan dilakukan
40 bulan sejak tanggal transaksi perolehan barang. Adapun nilai
agunan yang dapat diakui sebagai pengurang pencadangan adalah
sebesar Rp100.000.000,00 x 40% = Rp40.000.000,00.
Dengan demikian, cadangan penyisihan penghapusan Aset Produktif
adalah sebesar (besaran pencadangan berdasarkan kualitas Aset
Produktif) x (saldo Aset Produktif yang dapat diperhitungkan)= 100%
x (Rp50.000.000,00 - Rp40.000.000,00) = Rp10.000.000,00.
Contoh 2:
Pada awal Januari 2016, konsumen A mendapatkan Pembiayaan
Syariah (melalui pembiayaan jual beli) dari PT XYZ Finance Syariah
dengan nominal Rp70.000.000,00 dengan agunan berupa kendaraan
bermotor senilai Rp100.000.000,00 (merupakan harga perolehan).
Pada akhir bulan Juni 2019, sisa saldo Aset Produktif konsumen A
adalah sebesar Rp30.000.000,00 dan konsumen A tidak melakukan
pembayaran selama 9 bulan (kualitas macet). Perusahaan belum
pernah melakukan penilaian kembali atas nilai agunan yang dimaksud.
- 17 -
Berdasarkan ketentuan, dasar penilaian agunan yang digunakan
dalam perhitungan pencadangan adalah 40% dari nilai agunan (yaitu
senilai harga perolehan) dikarenakan tanggal perhitungan dilakukan
40 bulan sejak tanggal transaksi perolehan barang. Adapun nilai
agunan yang dapat diakui sebagai pengurang pencadangan adalah
sebesar Rp100.000.000,00 x 40% = Rp40.000.000,00.
Namun demikian, dikarenakan saldo Aset Produktif lebih besar
dibandingkan nilai agunan, maka nilai agunan yang dapat
diperhitungkan maksimal hanya sebesar saldo Aset Produktif yaitu
Rp30.000.000,00.
Dengan demikian, cadangan penyisihan penghapusan Aset Produktif
adalah sebesar (besaran pencadangan berdasarkan kualitas Aset
Produktif) x (saldo Aset Produktif yang dapat diperhitungkan) = 100%
x (Rp30.000.000,00 - Rp30.000.000,00) = Rp0,00.
V. TATA CARA PENILAIAN TERHADAP FAKTOR RENTABILITAS
1. Penilaian terhadap kemampuan Perusahaan Syariah dalam
menghasilkan laba terdiri dari beberapa rasio yaitu:
a. Return on Asset
Rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan
Perusahaan Syariah dalam menghasilkan laba dari aset yang
digunakan untuk mendukung operasional dan permodalan
Perusahaan Syariah.
b. Return on Equity
Rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan
Perusahaan Syariah untuk menghasilkan laba dari ekuitas, bagi
Perusahaan Pembiayaan Syariah atau modal kerja unit usaha
syariah, bagi UUS.
c. Beban operasional terhadap pendapatan operasional
Rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan
Perusahaan Syariah untuk mengukur tingkat efisiensi dan
kemampuan Perusahaan Syariah dalam melaksanakan kegiatan
operasionalnya.
d. Pendapatan Pembiayaan Syariah Bersih
Rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan
Perusahaan Syariah dalam mengelola Aset Produktif untuk
menghasilkan pendapatan operasional bersih.
- 18 -
2. Perhitungan rasio rentabilitas ditetapkan sebagai berikut:
a. Return on Asset
1) Return on Asset dihitung dari perbandingan antara laba
atau rugi sebelum pajak terhadap total aset.
2) Untuk perhitungan laba atau rugi sebelum pajak
menggunakan perhitungan yang disetahunkan. Sebagai
contoh untuk posisi laporan bulan Maret maka cara
perhitungannya adalah sebagai berikut:
(laba atau rugi sebelum pajak per posisi Maret/3) x 12.
3) Laba atau rugi sebelum pajak per posisi bulan pelaporan
dihitung berdasarkan jumlah pendapatan dikurangi jumlah
beban sebelum dikurangi taksiran pajak penghasilan.
4) Untuk perhitungan total aset menggunakan rata-rata aset
sepanjang tahun. Sebagai contoh untuk posisi laporan bulan
Maret maka cara perhitungannya adalah sebagai berikut:
(Penjumlahan total aset dari Januari s.d Maret)/3.
b. Return on Equity
1) Return on Equity dihitung dari perbandingan Laba Bersih
terhadap ekuitas.
2) Untuk perhitungan laba atau rugi bersih menggunakan
perhitungan yang disetahunkan. Sebagai contoh untuk
posisi laporan bulan Maret maka cara perhitungannya
adalah sebagai berikut:
(laba atau rugi bersih per posisi Maret/3) x 12.
3) Laba atau rugi bersih per posisi bulan pelaporan dihitung
berdasarkan jumlah pendapatan dikurangi jumlah beban
setelah dikurangi taksiran pajak penghasilan.
4) Untuk perhitungan total ekuitas menggunakan rata-rata
ekuitas sepanjang tahun. Sebagai contoh untuk posisi
laporan bulan Maret maka cara perhitungannya adalah
sebagai berikut:
(penjumlahan total ekuitas Januari s.d Maret)/3.
c. Beban operasional terhadap pendapatan operasional
1) Beban operasional terhadap pendapatan operasional
dihitung dari perbandingan antara beban operasional
terhadap pendapatan operasional Perusahaan Syariah.
- 19 -
2) Rincian akun pendapatan operasional dan beban
operasional dalam perhitungan rasio beban operasional
terhadap pendapatan operasional mengacu kepada Surat
Edaran OJK mengenai laporan bulanan Perusahaan
Pembiayaan.
3) Dalam rangka menjaga efisiensi pengelolaan Perusahaan
Syariah khususnya yang terkait dengan akuisisi
pembiayaan, biaya insentif yang dapat diberikan oleh
Perusahaan Syariah kepada pihak ketiga dibatasi
berdasarkan persentase tertentu dari pendapatan yang
akan diterima terkait dengan pembiayaan. Pendapatan yang
akan diterima terkait dengan pembiayaan terdiri dari:
a) pendapatan bagi hasil/margin/imbal jasa sebelum
memperhitungkan cost of fund;
b) pendapatan asuransi;
c) pendapatan administrasi; dan
d) pendapatan provisi.
4) Pengeluaran biaya insentif pihak ketiga terkait akuisisi
pembiayaan per perjanjian pembiayaan dibatasi sebesar
15% (lima belas persen) dari nilai pendapatan yang terkait
dengan pembiayaan, sudah termasuk pajak penghasilan
pihak ketiga di dalamnya.
5) Pengeluaran biaya insentif pihak ketiga terkait akuisisi
pembiayaan secara total dibatasi sebesar 20% (dua puluh
persen) dari nilai pendapatan yang terkait dengan
pembiayaan, sudah termasuk pajak penghasilan pihak
ketiga di dalamnya.
6) Biaya insentif pihak ketiga terkait akuisisi pembiayaan
meliputi seluruh jenis pembayaran kepada pihak ketiga
maupun pegawai pihak ketiga termasuk juga komisi,
insentif, biaya wisata pihak ketiga, biaya promosi bersama
dengan pihak ketiga sebagai contoh biaya pembelian
aksesoris tambahan kendaraan bermotor, biaya promosi
pengiriman kendaraan, dan pengeluaran lain terkait dengan
akuisisi pembiayaan yang dibayarkan kepada pihak
ketiga.
- 20 -
7) Contoh pembatasan biaya insentif berdasarkan penyaluran
Pembiayaan Syariah per
perjanjian pembiayaan,
sebagaimana diatur pada angka 5), yaitu:
a) PT ABC Finance Syariah menyalurkan pembiayaan
kendaraan bermotor kepada seorang konsumen dalam
satu perjanjian pembiayaan
Rp100.000.000,00.
dengan
harga
b) Melalui penyaluran pembiayaan tersebut, PT ABC
Finance Syariah mendapatkan pendapatan sebagai
berikut:
(1) pendapatan margin sebesar Rp43.000.000,00;
(2) diskon asuransi sebesar Rp15.000.000,00;
(3) pendapatan administrasi sebesar Rp1.000.000,00;
dan
(4) pendapatan provisi sebesar Rp1.000.000,00.
c) Dengan demikian, biaya insentif pihak ketiga terkait
akuisisi Pembiayaan Syariah yang dapat diberikan atas
penyaluran pembiayaan kepada konsumen tersebut
adalah sebesar = (15% x (Rp43.000.000,00 +
Rp15.000.000,00
+
Rp1.000.000,00
Rp1.000.000,00))= Rp9.000.000,00.
d) Total biaya insentif tersebut telah memperhitungkan
komisi, insentif, pajak penghasilan pihak ketiga, dan
pengeluaran lain terkait dengan akuisisi pembiayaan
yang dibayarkan kepada pihak ketiga.
8) Contoh pembatasan biaya insentif berdasarkan total
sebagaimana diatur pada angka 6), yaitu:
a) Berdasarkan Laporan Bulanan Perusahaan
Pembiayaan Syariah bulan Januari 2016, PT ABC
Finance Syariah memiliki struktur laporan laba rugi
dengan rincian antara lain sebagai berikut:
(1) pendapatan margin sebesar Rp80.000.000,00;
(2) diskon asuransi sebesar Rp20.000.000,00;
(3) pendapatan
administrasi
Rp10.000.000,00; dan
(4) pendapatan provisi sebesar Rp10.000.000,00.
+
sebesar
- 21 -
b) Dengan demikian, total biaya insentif pihak ketiga
terkait akuisisi Pembiayaan Syariah yang dapat
diberikan
adalah sebesar
=
(Rp80.000.000.000,00 + Rp20.000.000.000,00 +
Rp10.000.000.000,00
Rp24.000.000.000,00.
+ Rp10.000.000.000,00))=
c) Total biaya insentif tersebut telah memperhitungkan
komisi, insentif, pajak penghasilan pihak ketiga, biaya
wisata pihak ketiga, biaya promosi bersama dengan
pihak ketiga, dan pengeluaran lain terkait dengan
akuisisi pembiayaan yang dibayarkan kepada pihak
ketiga.
d. Pendapatan Pembiayaan Syariah bersih
1) Pendapatan Pembiayaan Syariah bersih didapatkan dari
perbandingan antara pendapatan operasional yang berasal
dari Pembiayaan Syariah meliputi margin, hasil
investasi/bagi hasil, dan/atau imbal jasa (ujrah) terhadap
rata-rata Aset Produktif. Pendapatan dari Pembiayaan
Syariah dimaksud diperoleh setelah dikurangi dengan
beban dari aktivitas pendanaan Perusahaan Syariah.
2) Untuk perhitungan pendapatan operasional yang berasal
dari Pembiayaan Syariah meliputi margin, hasil
investasi/bagi hasil, dan/atau imbal jasa (ujrah) dilakukan
dengan menggunakan perhitungan yang disetahunkan.
Sebagai contoh untuk posisi laporan bulan Maret maka
cara perhitungannya adalah sebagai berikut:
(Pendapatan Operasional per posisi Maret/3) x 12.
3) Untuk perhitungan beban perolehan pendanaan
menggunakan perhitungan yang disetahunkan. Sebagai
contoh untuk posisi laporan bulan Maret maka cara
perhitungannya adalah sebagai berikut:
(Beban perolehan pendanaan per posisi Maret/3) x 12.
4) Untuk perhitungan total Aset Produktif menggunakan rata-
rata Aset Produktif sepanjang tahun. Sebagai contoh untuk
posisi laporan bulan Maret maka cara perhitungannya
adalah sebagai berikut:
(Penjumlahan total Aset Produktif Januari s.d Maret)/3.
20%x
- 22 -
3. Penilaian terhadap faktor rentabilitas dilaksanakan dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. Penilaian rasio Return on Asset adalah sebagai berikut:
1)
2)
Nilai 1 apabila Perusahaan Syariah memiliki Return on
Asset 2% (dua persen) atau lebih.
Nilai 2 apabila Perusahaan Syariah memiliki Return on
Asset dari 1% (satu persen) sampai dengan kurang dari 2%
(dua persen).
3)
Nilai 3 apabila Perusahaan Syariah memiliki Return on
Asset dari 0% (nol persen) sampai dengan kurang dari 1%
(satu persen).
4)
Nilai 4 apabila Perusahaan Syariah memiliki Return on
Asset kurang dari 0% (nol persen).
b. Penilaian faktor Return on Equity adalah sebagai berikut:
1)
2)
Nilai 1 apabila Perusahaan Syariah memiliki Return on
Equity 6% (enam persen) atau lebih.
Nilai 2 apabila Perusahaan Syariah memiliki Return on
Equity dari 3% (tiga persen) sampai dengan kurang dari 6%
(enam persen).
3)
Nilai 3 apabila Perusahaan Syariah memiliki Return on
Equity dari 0% (nol persen) sampai dengan kurang dari 3%
(tiga persen).
4)
c.
Nilai 4 apabila Perusahaan Syariah memiliki Return on
Equity kurang dari 0% (nol persen).
Penilaian faktor rasio beban operasional terhadap pendapatan
operasional adalah sebagai berikut:
1)
Nilai 1 apabila Perusahaan Syariah memiliki rasio beban
operasional terhadap pendapatan operasional kurang dari
70% (tujuh puluh persen).
2)
Nilai 2 apabila Perusahaan Syariah memiliki rasio beban
operasional terhadap pendapatan operasional dari 70%
(tujuh puluh persen) sampai dengan kurang dari 80%
(delapan puluh persen).
3)
Nilai 3 apabila Perusahaan Syariah memiliki rasio beban
operasional terhadap pendapatan operasional dari 80%
(delapan puluh persen) sampai dengan kurang dari 90%
(sembilan puluh persen).
- 23 -
4)
Nilai 4 apabila Perusahaan Syariah memiliki rasio beban
operasional terhadap pendapatan operasional 90%
(sembilan puluh persen) atau lebih.
d. Penilaian faktor rasio pendapatan pembiayaan syariah bersih
adalah sebagai berikut:
1)
Nilai 1 apabila Perusahaan Syariah memiliki rasio
pendapatan pembiayaan syariah bersih 6% (enam persen)
atau lebih.
2)
Nilai 2 apabila Perusahaan Syariah memiliki rasio
pendapatan pembiayaan syariah bersih dari 4% (empat
persen) sampai dengan kurang dari 6% (enam persen).
3)
Nilai 3 apabila Perusahaan Syariah memiliki rasio
pendapatan pembiayaan syariah bersih dari 2% (dua
persen) sampai dengan kurang dari 4% (empat persen).
4)
Nilai 4 apabila Perusahaan Syariah memiliki rasio
pendapatan pembiayaan syariah bersih kurang dari 2%
(dua persen).
4. Perusahaan Syariah wajib memenuhi rasio rentabilitas dengan nilai
komposit paling tinggi sebesar 2,5 (dua koma lima). Nilai komposit
dihitung dengan menggunakan metode rata-rata tertimbang dari 4
rasio rentabilitas dengan bobot masing-masing 25% (dua puluh lima
persen).
5. Pengukuran faktor rentabilitas didokumentasikan sesuai dengan
format kertas kerja sebagaimana tercantum dalam format 3 Lampiran
II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran
OJK ini.
VI. TATA CARA PENILAIAN LIKUIDITAS
1. Penilaian terhadap tingkat ketersesuaian antara aset lancar dan
liabilitas lancar ditetapkan menjadi:
a. Current Ratio
Rasio yang digunakan untuk menilai kemampuan Perusahaan
Syariah untuk melunasi kewajiban jangka pendeknya. Semakin
tinggi current ratio maka semakin tinggi kemampuan Perusahaan
Syariah untuk melunasi kewajiban jangka pendeknya.
- 24 -
b. Cash Ratio
Rasio yang digunakan untuk menilai kemampuan Perusahaan
Syariah dalam membayar kewajiban dari kas dan surat
berharga. Semakin tinggi cash ratio maka semakin tinggi
kemampuan Perusahaan Syariah dalam membayar kewajiban
dari kas dan surat berharga. Komponen surat berharga
Perusahaan Syariah antara lain terdiri dari cek, bilyet giro, dan
promissory note.
2. Perhitungan rasio likuiditas ditetapkan sebagai berikut:
a. Current Ratio
1) Current ratio dihitung dari nilai aset lancar dibagi dengan
nilai liabilitas lancar.
2) Aset lancar Perusahaan Syariah terdiri dari kas dan setara
kas, bank, tagihan derivatif, investasi jangka pendek dalam
surat berharga, Aset Produktif kurang dari satu tahun,
biaya dibayar di muka, dan rupa-rupa aset yang dapat
diuangkan dengan jatuh tempo kurang dari satu tahun.
3)
Liabilitas lancar terdiri atas kewajiban yang segera dapat
dibayar, kewajiban derivatif, hutang pajak, pendanaan yang
akan jatuh tempo kurang dari 1 tahun, dan rupa-rupa
liabilitas yang akan jatuh tempo kurang dari 1 tahun.
b. Cash Ratio
Cash ratio dihitung dari nilai kas ditambah surat berharga dibagi
liabilitas lancar. Cara perhitungan kewajiban lancar sama
dengan cara perhitungan liabilitas lancar di current ratio.
3. Penilaian terhadap faktor likuiditas dilaksanakan dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. Penilaian current ratio adalah sebagai berikut:
1)
2)
Nilai 1 apabila Perusahaan Syariah memiliki current ratio
150% (seratus lima puluh persen) atau lebih.
Nilai 2 apabila Perusahaan Syariah memiliki current ratio
dari 125% (seratus dua puluh lima persen) sampai dengan
kurang dari 150% (seratus lima puluh persen).
3)
Nilai 3 apabila Perusahaan Syariah memiliki current ratio
dari 100% (seratus persen) sampai dengan kurang dari
125% (seratus dua puluh lima persen).
- 25 -
4)
Nilai 4 apabila Perusahaan Syariah memiliki current ratio
kurang dari 100% (seratus persen).
b. Penilaian cash ratio adalah sebagai berikut:
1)
2)
Nilai 1 apabila Perusahaan Syariah memiliki cash ratio 3%
(tiga persen) atau lebih.
Nilai 2 apabila Perusahaan Syariah memiliki cash ratio dari
2% (satu persen) sampai dengan kurang dari 3% (tiga
persen).
3)
Nilai 3 apabila Perusahaan Syariah memiliki cash ratio dari
1% (satu persen) sampai dengan kurang dari 2% (dua
persen).
4)
Nilai 4 apabila Perusahaan Syariah memiliki cash ratio dari
0% (nol persen) sampai dengan kurang dari 1% (satu
persen).
4. Perusahaan Syariah wajib memenuhi rasio likuiditas dengan nilai
komposit paling tinggi sebesar 2,5 (dua koma lima). Nilai komposit
dihitung dengan menggunakan metode rata-rata tertimbang dari nilai
setiap rasio likuiditas dengan bobot masing-masing 50% (lima puluh
persen).
5. Pengukuran faktor likuiditas didokumentasikan sesuai dengan
format kertas kerja sebagaimana tercantum dalam format 4 Lampiran
III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran
OJK ini.
VII. VERIFIKASI DAN VALIDASI OLEH OJK
1. OJK dapat melakukan verifikasi dan validasi atas kebenaran dan
kewajaran data yang menjadi dasar perhitungan faktor
pengukuran Tingkat Kesehatan Keuangan Pembiayaan Syariah
yang disusun oleh Perusahaan Syariah.
2. Dalam hal terdapat perbedaan antara Tingkat Kesehatan Keuangan
Pembiayaan Syariah yang disusun oleh Perusahaan Syariah
dengan Tingkat Kesehatan Keuangan Pembiayaan Syariah hasil
verifikasi dan validasi OJK, Tingkat Kesehatan Keuangan
Pembiayaan Syariah yang berlaku adalah Tingkat Kesehatan
Keuangan Pembiayaan Syariah yang ditetapkan oleh OJK.
- 26 -
VII. KETENTUAN PERALIHAN
Agunan yang telah diperoleh oleh Perusahaan Syariah sebelum
ditetapkannya Surat Edaran OJK ini, dikecualikan dari ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam angka romawi IV angka 21, angka 22,
angka 23, angka 24, dan angka 25.
VIII. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran OJK ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juli
2016.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 23 Februari 2016
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS
PERASURANSIAN, DANA PENSIUN,
LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN
LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN,
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
FIRDAUS DJAELANI
ttd
Yuliana
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 2/SEOJK.05/2016 </reg_id>
<reg_title> TINGKAT KESEHATAN KEUANGAN PEMBIAYAAN SYARIAH </reg_title>
<set_date> 23 Februari 2016 </set_date>
<effective_date> 1 Juli 2016 </effective_date>
<related_reg> '31/POJK.05/2014 | Pasal 20 ayat (4), Pasal 23 ayat (7), Pasal 26 ayat (6), Pasal 28 ayat (3), dan Pasal 29 ayat (2)' </related_reg>
|
****
Yth.
1. Direksi Perusahaan Asuransi Umum;
2. Direksi Perusahan Asuransi Umum Syariah;
3. Direksi Perusahan Asuransi Jiwa;
4. Direksi Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah;
5. Direksi Perusahaan Reasuransi; dan
6. Direksi Perusahaan Reasuransi Syariah,
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 31/SEOJK.05/2015
TENTANG
BATAS RETENSI SENDIRI, BESAR DUKUNGAN REASURANSI, DAN LAPORAN
PROGRAM REASURANSI/RETROSESI
Sehubungan dengan amanat ketentuan Pasal 3, Pasal 10 ayat (4), Pasal
18 ayat (4), dan Pasal 32 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
14/POJK.5/2015 tentang Retensi Sendiri dan Dukungan Reasuransi Dalam
Negeri
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 265,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5754), perlu untuk
mengatur batas retensi sendiri, besar minimum penempatan dukungan
reasuransi otomatis dan fakultatif secara prioritas kepada reasuradur dalam
negeri, serta bentuk, susunan dan tata cara penyampaian laporan program
reasuransi/retrosesi otomatis, dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan
sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan:
1. Perusahaan adalah perusahaan asuransi, perusahaan asuransi
syariah, perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransi syariah.
2. Perusahaan ...
- 2 -
2. Perusahaan Asuransi adalah perusahaan asuransi umum dan
perusahaan asuransi jiwa sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian.
3. Perusahaan Asuransi Syariah adalah perusahaan asuransi umum
syariah dan perusahaan asuransi jiwa syariah sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian.
4. Perusahaan Asuransi Umum adalah perusahaan yang
menyelenggarakan usaha asuransi umum, dan/atau usaha reasuransi
untuk risiko Perusahaan Asuransi Umum lain sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian.
5. Perusahaan Asuransi Jiwa adalah perusahaan yang menyelenggarakan
usaha asuransi jiwa sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian.
6. Perusahaan Asuransi Umum Syariah adalah perusahaan yang
menyelenggarakan usaha asuransi umum syariah dan/atau usaha
reasuransi syariah untuk risiko Perusahaan Asuransi Umum Syariah
lain sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2014 tentang Perasuransian dan/atau Perusahaan Asuransi Umum
yang menyelenggarakan sebagian usahanya dengan prinsip syariah.
7. Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah adalah perusahaan yang
menyelenggarakan usaha asuransi jiwa syariah sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang
Perasuransian dan/atau Perusahaan Asuransi Jiwa yang
menyelenggarakan sebagian usahanya dengan prinsip syariah.
8. Perusahaan Reasuransi adalah perusahaan yang menyelenggarakan
usaha reasuransi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian.
9. Perusahaan Reasuransi Syariah adalah perusahaan yang
menyelenggarakan usaha reasuransi syariah sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian
dan/atau Perusahaan Reasuransi yang menyelenggarakan sebagian
usahanya dengan prinsip syariah.
10. Otoritas ...
- 3 -
10.Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK adalah
Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
II. BATAS RETENSI SENDIRI
1. Perusahaan wajib memiliki dan menerapkan retensi sendiri untuk
setiap risiko yang dikelola.
2. Penerapan retensi sendiri sebagaimana dimaksud pada butir 1
dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. bagi Perusahan Asuransi dan Perusahan Reasuransi sesuai
dengan batas retensi sendiri sebagaimana tercantum dalam
Lampiran I Tabel 1.A; dan
b. bagi Perusahan Asuransi Syariah dan Perusahan Reasuransi
Syariah sesuai dengan batas retensi sendiri sebagaimana
tercantum dalam Lampiran I Tabel 1.B,
yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran
OJK ini.
III. BESARMINIMUMPENEMPATANDUKUNGANREASURANSIDALAMNEGERI
1. Besar minimum penempatan dukungan reasuransi otomatis secara
prioritas kepada reasuradur dalam negeri bagi Perusahan Asuransi
dan Perusahaan Asuransi Syariah adalah paling sedikit sebesar 25%
(dua puluh lima per seratus) dari kapasitas reasuransi otomatis dari
masing-masing lini usaha asuransi atau sejumlah sebagaimana
terlampir dalam Lampiran II Tabel 2.A yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dalam Surat Edaran OJK ini, yang mana yang lebih besar.
2. Besar minimum penempatan dukungan reasuransi fakultatif secara
prioritas kepada reasuradur dalam negeri bagi Perusahan Asuransi
dan Perusahaan Asuransi Syariah adalah paling sedikit sebesar 25%
(dua puluh lima per seratus) dari uang pertanggungan per risiko dari
masing-masing lini usaha asuransi atau sejumlah sebagaimana
terlampir dalam Lampiran II Tabel 2.B yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dalam Surat Edaran OJK ini, yang mana yang lebih besar.
IV. BENTUK ...
- 4 -
IV. BENTUK DAN SUSUNAN LAPORAN PROGRAM REASURANSI/RETROSESI
OTOMATIS
1. Laporan program reasuransi/retrosesi otomatis bagi Perusahaan
Asuransi Umum dan Perusahaan Reasuransi terdiri dari:
a. laporan program reasuransi/retrosesi otomatis seluruh lini usaha
asuransi;
b. laporan program reasuransi/retrosesi otomatis masing-masing lini
usaha asuransi;
c. proyeksi perhitungan surplus underwriting seluruh lini usaha;
d. proyeksi perhitungan surplus underwriting masing-masing lini
usaha; dan
e. bukti penolakan dukungan reasuransi otomatis dari reasuradur
dalam negeri (apabila ada).
2. Laporan program reasuransi/retrosesi otomatis bagi Perusahaan
Asuransi Umum Syariah dan Perusahaan Reasuransi Syariah terdiri
dari:
a. laporan program reasuransi/retrosesi otomatis seluruh lini usaha
asuransi;
b. laporan program reasuransi/retrosesi otomatis masing-masing lini
usaha asuransi;
c. proyeksi perhitungan surplus underwriting seluruh lini usaha;
d. proyeksi perhitungan surplus underwriting masing-masing lini
usaha; dan
e. bukti penolakan dukungan reasuransi otomatis dari reasuradur
dalam negeri (apabila ada).
3. Laporan program reasuransi otomatis bagi Perusahaan Asuransi Jiwa
dan Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah terdiri dari:
a. laporan program reasuransi otomatis seluruh lini usaha asuransi;
b. laporan program reasuransi otomatis masing-masing lini usaha
asuransi; dan
c. bukti penolakan dukungan reasuransi otomatis dari reasuradur
dalam negeri (apabila ada).
4. Bentuk ...
- 5 -
4. Bentuk dan susunan laporan program reasuransi/retrosesi otomatis
bagi Perusahaan Asuransi Umum dan Perusahaan Reasuransi adalah
sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini.
5. Bentuk dan susunan laporan program reasuransi/retrosesi otomatis
bagi Perusahaan Asuransi Umum Syariah dan Perusahaan Reasuransi
Syariah adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini
6. Bentuk dan susunan laporan program reasuransi otomatis bagi
Perusahaan Asuransi Jiwa dan Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah
adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini.
V. TATA CARA PENYAMPAIAN LAPORAN PROGRAM
REASURANSI/RETROSESI OTOMATIS
1. Perusahaan setiap tahun wajib menyampaikan laporan program
reasuransi/retrosesi otomatis kepada OJK sesuai bentuk dan susunan
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III, Lampiran IV, atau
Lampiran V yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat
Edaran OJK ini.
2. Laporan program reasuransi/retrosesi otomatis sebagaimana
dimaksud pada butir 1, disampaikan kepada OJK secara online
melalui sistem jaringan komunikasi data OJK.
3. Dalam hal sistem jaringan komunikasi data OJK sebagaimana
dimaksud pada butir 2 belum tersedia atau terjadi gangguan teknis
pada saat batas waktu penyampaian laporan program
reasuransi/retrosesi otomatis, Perusahaan wajib menyampaikan
laporan program reasuransi/retrosesi otomatis dimaksud secara offline
dalam bentuk data elektronik melalui compact disc (CD) atau media
penyimpanan data elektronik lainnya.
4. Apabila terjadi gangguan teknis pada saat batas waktu penyampaian
laporan program reasuransi/retrosesi otomatis sebagaimana dimaksud
pada butir 3, Perusahaan wajib menyampaikan laporan program
reasuransi/retrosesi otomatis paling lambat pada hari kerja pertama
berikutnya setelah terjadinya gangguan teknis.
5. Apabila ...
- 6 -
5. Apabila gangguan teknis sebagaimana dimaksud pada butir 4 dialami
oleh OJK, OJK mengumumkan secara tertulis kepada Perusahaan
pada hari yang sama setelah terjadinya gangguan teknis.
6. Penyampaian laporan program reasuransi/retrosesi otomatis secara
offline dalam bentuk data elektronik sebagaimana dimaksud pada
butir 3, dilengkapi surat pengantar yang ditandatangani oleh direksi
Perusahaan atau yang setara dan disusun dalam format spreadsheet.
7. Penyampaian laporan program reasuransi/retrosesi otomatis secara
offline sebagaimana dimaksud pada butir 6 ditujukan kepada:
Otoritas Jasa Keuangan
a. bagi Perusahaan Asuransi Umum, Perusahaan Asuransi Jiwa,
Perusahaan Reasuransi:
u.p. Direktorat Pengawasan Asuransi dan BPJS Kesehatan
Gedung Menara Merdeka
Mailing Room Lantai 12
Jl. Budi Kemuliaan I No.2
Jakarta Pusat
b. bagi Perusahaan Asuransi Umum Syariah, Perusahaan Asuransi
Jiwa Syariah, Perusahaan Reasuransi Syariah:
u.p Direktorat IKNB Syariah
Gedung Menara Merdeka
Mailing Room Lantai 12
Jl. Budi Kemuliaan I No.2
Jakarta Pusat
8. Penyampaian laporan program reasuransi/retrosesi otomatis secara
offline sebagaimana dimaksud pada butir 6 dapat dilakukan dengan
salah satu cara sebagai berikut:
a. diserahkan langsung ke kantor OJK sebagaimana dimaksud pada
butir 7;
b. dikirim melalui kantor pos tercatat; atau
c. dikirim melalui perusahaan jasa pengiriman/titipan.
9. Perusahaan ...
- 7 -
9. Perusahaan dinyatakan telah menyampaikan laporan program
reasuransi/retrosesi otomatis dengan ketentuan sebagai berikut:
a. untuk penyampaian secara online melalui sistem jaringan
komunikasi data OJK, dibuktikan dengan tanda terima dari OJK;
b. untuk penyampaian secara offline, dibuktikan dengan:
1) surat tanda terima dari OJK, apabila laporan disertakan
langsung ke kantor OJK sebagaimana dimaksud pada butir 8
huruf a; atau
2) tanda terima pengiriman dari kantor pos atau perusahaan jasa
pengiriman/titipan, apabila laporan dikirim melalui kantor pos
atau perusahaan jasa pengiriman/titipan sebagaimana
dimaksud pada butir 8 huruf b dan huruf c.
10. Dalam hal terdapat perubahan alamat kantor OJK untuk
penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada butir 8, OJK akan
menyampaikan pemberitahuan mengenai perubahan alamat melalui
surat atau pengumuman.
VI. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku
pada tanggal 1 Januari 2016.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS
PERASURANSIAN, DANA PENSIUN,
LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN
LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN,
16 November 2015
ttd
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Sudarmaji
FIRDAUS DJAELANI
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 31/SEOJK.05/2015 </reg_id>
<reg_title> BATAS RETENSI SENDIRI, BESAR DUKUNGAN REASURANSI, DAN LAPORAN PROGRAM REASURANSI/RETROSESI </reg_title>
<set_date> 16 November 2015 </set_date>
<effective_date> 1 Januari 2016 </effective_date>
<related_reg> '14/POJK.5/2015 | Pasal 3, Pasal 10 ayat (4), Pasal 18 ayat (4), dan Pasal 32' </related_reg>
|
Yth.
PT Jasa Raharja (Persero)
di Tempat
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 16/SEOJK.05/2013
TENTANG
LAPORAN BULANAN PT JASA RAHARJA (PERSERO)
Sehubungan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
3/POJK.05/2013 tanggal 12 September 2013 tentang Laporan
Bulanan Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 150, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5443), maka perlu diatur
ketentuan pelaksanaan mengenai laporan bulanan PT Jasa Raharja
(Persero) dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai
berikut:
I. KETENTUAN UMUM
1. Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK
adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur
tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan
wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan
penyidikan, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
2. Laporan Bulanan adalah laporan keuangan yang disusun oleh
lembaga jasa keuangan non bank untuk kepentingan OJK,
yang meliputi periode tanggal 1 sampai dengan akhir bulan
berjalan dan disampaikan sesuai format dan menurut tata
cara yang ditentukan oleh OJK.
II. BENTUK...
-2-
II. BENTUK DAN SUSUNAN LAPORAN BULANAN
Bentuk dan susunan Laporan Bulanan bagi PT Jasa Raharja
(Persero), adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari OJK ini.
III. WAKTU PENYAMPAIAN LAPORAN BULANAN
1. PT Jasa Raharja (Persero) wajib menyampaikan Laporan
Bulanan kepada OJK paling lambat tanggal 10 bulan
berikutnya.
2. Dalam hal tanggal 10 sebagaimana dimaksud pada angka 1
jatuh pada hari libur, maka Laporan Bulanan wajib
disampaikan pada hari kerja berikutnya.
IV. TATA CARA PENYAMPAIAN
1. Penyampaian Laporan Bulanan dilakukan secara online
melalui sistem jaringan komunikasi data OJK.
2. Dalam hal sistem jaringan komunikasi data OJK belum
tersedia maka Laporan Bulanan disampaikan secara online
melalui surat elektronik (email) resmi perusahaan dengan
melampirkan softcopy Laporan Bulanan dalam format
spreadsheet ke LB.ASOS@ojk.go.id
3. Dalam hal Laporan Bulanan disampaikan secara offline,
penyampaian dilakukan melalui surat yang ditandatangani
oleh paling sedikit satu anggota direksi dan ditujukan kepada:
Otoritas Jasa Keuangan
u.p. Direktur Pengawasan Perasuransian
Gedung Sumitro Djojohadikusumo Lantai 14
Jl. Lapangan Banteng Timur Nomor 2-4
Jakarta 10710
4. Penyampaian...
-3-
4. Penyampaian Laporan Bulanan secara offline sebagaimana
dimaksud pada angka 3 dapat dilakukan dengan salah satu
cara sebagai berikut:
a. diserahkan langsung ke kantor OJK;
b. dikirim melalui kantor pos secara tercatat; atau
c. dikirim melalui perusahaan jasa pengiriman/titipan.
5. PT Jasa Raharja (Persero) dinyatakan telah menyampaikan
Laporan Bulanan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. untuk penyampaian secara online melalui email, dibuktikan
dengan email tanda terima dari OJK,
b. untuk penyampaian secara offline, dibuktikan dengan:
1) surat tanda terima dari OJK, apabila laporan
diserahkan langsung ke kantor OJK; atau
2) tanda terima pengiriman dari kantor pos atau
perusahaan jasa pengiriman/titipan, apabila laporan
dikirim melalui kantor pos atau perusahaan jasa
pengiriman/titipan.
6. Dalam hal terdapat perubahan alamat surat elektronik (email)
OJK sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan/atau
perubahan alamat kantor OJK sebagaimana dimaksud pada
angka 3, OJK akan menyampaikan perubahan alamat melalui
surat atau pengumuman.
V. KETENTUAN SANKSI
1. OJK menetapkan sanksi administratif berupa teguran tertulis
pertama sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (3) Peraturan
OJK Nomor 3/POJK.05/2013 tentang Laporan Bulanan
Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank dengan jangka waktu
pemenuhan kewajiban penyampaian Laporan Bulanan paling
lama 30 (tiga puluh) hari sejak ditetapkannya sanksi
administratif berupa teguran tertulis pertama.
2. Apabila...
-4-
2. Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada
angka 1 kewajiban penyampaian Laporan Bulanan belum
dipenuhi, OJK menetapkan sanksi administratif berupa
teguran tertulis kedua sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat
(4) Peraturan OJK Nomor 3/POJK.05/2013 tentang Laporan
Bulanan Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank, dengan jangka
waktu pemenuhan kewajiban penyampaian Laporan Bulanan
paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak ditetapkannya sanksi
administratif berupa teguran tertulis kedua.
3. Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada
angka 2 kewajiban penyampaian Laporan Bulanan belum
dipenuhi, OJK menetapkan sanksi administratif berupa
teguran tertulis ketiga sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat
(4) Peraturan OJK Nomor 3/POJK.05/2013 tentang Laporan
Bulanan Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank, dengan jangka
waktu pemenuhan kewajiban penyampaian Laporan Bulanan
paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak ditetapkannya sanksi
administratif berupa teguran tertulis ketiga.
VI. KETENTUAN PERALIHAN
1. PT Jasa Raharja (Persero) wajib menyampaikan Laporan
Bulanan kepada OJK untuk periode laporan bulan September
2013 sampai dengan periode laporan bulan Agustus 2014
paling lambat akhir bulan berikutnya.
2. Dalam hal akhir bulan berikutnya sebagaimana dimaksud
pada angka 1 jatuh pada hari libur, maka Laporan Bulanan
wajib disampaikan pada hari kerja berikutnya.
3. Selama periode laporan bulan September 2013 sampai dengan
periode laporan bulan Agustus 2014, PT Jasa Raharja (Persero)
tidak diwajibkan untuk menyampaikan laporan bulan
September 2013, Desember 2013, Maret 2014, dan Juni 2014.
VII. PENUTUP...
-5-
VII. PENUTUP
Surat Edaran OJK ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran OJK ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 25 November 2013
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS IKNB
OTORITAS JASA KEUANGAN,
Ttd.
FIRDAUS DJAELANI
Salinan sesuai dengan aslinya
Kepala Bagian Bantuan Hukum
Direktorat Hukum
Ttd.
Mufli Asmawidjaja
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 16/SEOJK.05/2013 </reg_id>
<reg_title> LAPORAN BULANAN PT JASA RAHARJA (PERSERO) </reg_title>
<set_date> 25 November 2013 </set_date>
<effective_date> 25 November 2013 </effective_date>
<related_reg> '3/POJK.05/2013' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi V' </penalty_list>
|
Yth.
Direksi Perusahaan Pembiayaan
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 19/SEOJK.05/2015
TENTANG
BESARAN UANG MUKA (DOWN PAYMENT)
PEMBIAYAAN KENDARAAN BERMOTOR
BAGI PERUSAHAAN PEMBIAYAAN
Sehubungan dengan amanat ketentuan Pasal 17 ayat (3) Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29/POJK.05/2014 tentang
Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 364, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5638), perlu untuk mengatur mengenai
perubahan besaran uang muka (down payment) pembiayaan kendaraan
bermotor bagi perusahaan pembiayaan dalam Surat Edaran Otoritas
Jasa Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud
dengan:
1. Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan
kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang dan/atau jasa.
2. Pembiayaan Investasi adalah pembiayaan untuk pengadaan
barang-barang modal beserta jasa yang diperlukan untuk
aktivitas usaha/investasi, rehabilitasi, modernisasi, ekspansi atau
relokasi tempat usaha/investasi yang diberikan kepada debitur
dalam jangka waktu lebih dari 2 (dua) tahun.
3. Pembiayaan ...
- 2 -
3. Pembiayaan Multiguna adalah pembiayaan untuk pengadaan
barang dan/atau jasa yang diperlukan oleh debitur untuk
pemakaian/konsumsi dan bukan untuk keperluan usaha
(aktivitas produktif) dalam jangka waktu yang diperjanjikan.
4. Pembelian Dengan Pembayaran Secara Angsuran adalah kegiatan
pembiayaan dalam bentuk pengadaan barang dan/atau jasa yang
dibeli oleh debitur dari penyedia barang atau jasa dengan
pembayaran secara angsuran.
5. Uang Muka (Down Payment) Pembiayaan Kendaraan Bermotor
adalah pembayaran di muka atau uang muka secara tunai yang
sumber dananya berasal dari debitur (self financing) dalam rangka
pengadaan kendaraan bermotor dengan menggunakan cara
Pembelian Dengan Pembayaran Secara Angsuran.
6. Debitur adalah badan usaha atau orang perseorangan yang
menerima pembiayaan pengadaan barang dan/atau jasa dari
Perusahaan Pembiayaan.
7. Kualitas Piutang Pembiayaan Bermasalah (Non Performing
Financing) yang selanjutnya disingkat NPF adalah piutang
pembiayaan yang terdiri atas piutang pembiayaan dengan kualitas
kurang lancar, diragukan, dan macet untuk pembiayaan
kendaraan bermotor dengan cara Pembelian Dengan Pembayaran
Secara Angsuran, dengan tidak memperhitungkan cadangan
penyisihan penghapusan piutang pembiayaan.
8. Rasio Kualitas Piutang Pembiayaan Bermasalah (Non Performing
Financing) yang selanjutnya disebut Rasio NPF adalah
perbandingan antara NPF dengan total piutang pembiayaan untuk
kendaraan bermotor dengan cara Pembelian Dengan Pembayaran
Secara Angsuran.
II. BESARAN UANG MUKA (DOWN PAYMENT) PEMBIAYAAN
KENDARAAN BERMOTOR BAGI PERUSAHAAN PEMBIAYAAN
1. Perusahaan Pembiayaan yang mempunyai nilai Rasio NPF lebih
rendah atau sama dengan 5% (lima persen) wajib menerapkan
ketentuan besaran Uang Muka (Down Payment) Pembiayaan
Kendaraan ...
- 3 -
Kendaraan Bermotor kepada Debitur sebagai berikut:
a. bagi kendaraan bermotor roda dua atau tiga, paling rendah
15% (lima belas persen) dari harga jual kendaraan yang
bersangkutan;
b. bagi kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang
digunakan untuk Pembiayaan Investasi (tujuan produktif),
paling rendah 15% (lima belas persen) dari harga jual
kendaraan yang bersangkutan; atau
c. bagi kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang
digunakan untuk Pembiayaan Multiguna (tujuan non-
produktif), paling rendah 20% (dua puluh persen) dari harga
jual kendaraan yang bersangkutan.
2. Perusahaan Pembiayaan yang mempunyai nilai Rasio NPF lebih
tinggi dari 5% (lima persen) wajib menerapkan ketentuan besaran
Uang Muka (Down Payment) Pembiayaan Kendaraan Bermotor
kepada Debitur sebagai berikut:
a. bagi kendaraan bermotor roda dua atau tiga, paling rendah
20% (dua puluh persen) dari harga jual kendaraan yang
bersangkutan;
b. bagi kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang
digunakan untuk Pembiayaan Investasi (tujuan produktif),
paling rendah 20% (dua puluh persen) dari harga jual
kendaraan yang bersangkutan; atau
c. bagi kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang
digunakan untuk Pembiayaan Multiguna (tujuan non-
produktif), paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari
harga jual kendaraan yang bersangkutan.
III. JANGKA WAKTU PEMBERLAKUAN BESARAN UANG MUKA (DOWN
PAYMENT) PEMBIAYAAN KENDARAAN BERMOTOR
1. Penerapan besaran Uang Muka (Down Payment) Pembiayaan
Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam angka romawi
II dihitung berdasarkan laporan bulanan per 30 Juni dan 31
Desember.
2. Penerapan ...
- 4 -
2. Penerapan besaran Uang Muka (Down Payment) Pembiayaan
Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada butir 1 mulai
berlaku pada tanggal 1 Agustus atau 1 Februari untuk jangka
waktu 6 (enam) bulan berikutnya.
Contoh:
Apabila laporan bulanan Perusahaan Pembiayaan per 30 Juni
2015 memiliki nilai Rasio NPF lebih tinggi dari 5% (lima persen),
maka Perusahaan Pembiayaan tersebut menerapkan ketentuan
besaran Uang Muka (Down Payment) Pembiayaan Kendaraan
Bermotor sebagaimana dimaksud dalam angka romawi II butir 2.
Penerapan besaran Uang Muka (Down Payment) Pembiayaan
Kendaraan Bermotor dimaksud berlaku mulai tanggal 1 Agustus
2015 sampai dengan 31 Januari 2016.
Apabila laporan bulanan Perusahaan Pembiayaan per 31
Desember 2015 nilai Rasio NPF Perusahaan Pembiayaan
dimaksud masih lebih tinggi dari 5% (lima persen), maka
Perusahaan Pembiayaan tersebut tetap menerapkan ketentuan
besaran Uang Muka (Down Payment) Pembiayaan Kendaraan
Bermotor sebagaimana dimaksud dalam angka romawi II butir 2.
Penerapan besaran Uang Muka (Down Payment) Pembiayaan
Kendaraan Bermotor dimaksud berlaku mulai tanggal 1 Februari
2016 sampai dengan 31 Juli 2016.
Apabila laporan bulanan Perusahaan Pembiayaan per 30 Juni
2016 nilai rasio NPF Perusahaan Pembiayaan dimaksud sudah
lebih rendah dari 5% (lima persen), maka Perusahaan Pembiayaan
tersebut dapat menerapkan ketentuan besaran Uang Muka (Down
Payment) Pembiayaan Kendaraan Bermotor sebagaimana
dimaksud dalam angka romawi II butir 1. Penerapan besaran
Uang Muka (Down Payment) Pembiayaan Kendaraan Bermotor
dimaksud berlaku mulai tanggal 1 Agustus 2016 sampai dengan
31 Januari 2017.
IV. TATA CARA PERHITUNGAN BESARAN UANG MUKA (DOWN
PAYMENT) PEMBIAYAAN KENDARAAN BERMOTOR
1. Perhitungan besaran Uang Muka (Down Payment) Pembiayaan
Kendaraan ...
- 5 -
Kendaraan Bermotor dilakukan terhadap harga jual kendaraan
setelah dikurangi potongan harga (discount) dan potongan lainnya.
Contoh:
Harga motor: Rp10.000.000,00
Potongan harga (discount) dan potongan lainnya yang diberikan:
Rp500.000,00
Harga jual kendaraan: Rp10.000.000,00 – Rp500.000,00 =
Rp9.500.000,00
Uang Muka (Down Payment) Pembiayaan Kendaraan Bermotor
yang harus dikenakan dan dibayar tunai sekaligus adalah 15% x
Rp9.500.000,00 = Rp1.425.000,00
2. Perhitungan besaran Uang Muka (Down Payment) Pembiayaan
Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada butir 1 tidak
termasuk angsuran pertama, biaya survei, provisi, asuransi,
penjaminan, fidusia, notaris, atau biaya lainnya.
Contoh 1 (biaya asuransi, penjaminan, atau biaya lainnya yang
dibayar tunai oleh Debitur):
Harga motor: Rp10.000.000,00
Potongan harga (discount) dan potongan lainnya yang diberikan:
Rp500.000,00
Biaya asuransi, penjaminan, atau biaya lainnya yang dibayarkan
oleh Debitur secara tunai: Rp1.000.000,00
Harga jual kendaraan: Rp10.000.000,00 – Rp500.000,00 =
Rp9.500.000,00
Uang Muka (Down Payment) Pembiayaan Kendaraan Bermotor
yang harus dikenakan dan dibayar tunai sekaligus adalah 15% x
Rp9.500.000,00 = Rp1.425.000,00
Biaya yang dibayar oleh Debitur secara tunai sekaligus (biaya
asuransi, penjaminan, atau biaya lainnya yang dibayar tunai oleh
Debitur) = uang muka (Rp1.425.000,00) + biaya asuransi,
penjaminan,
atau biaya lainnya
(Rp1.000.000,00) =
Rp2.425.000,00
Total pembiayaan oleh Perusahaan Pembiayaan kepada Debitur =
harga ...
- 6 -
harga jual kendaraan (Rp9.500.000,00) – uang muka
(Rp1.425.000,00) = Rp8.075.000,00
Contoh 2 (biaya asuransi, penjaminan, atau biaya lainnya tidak
dibayar tunai (angsuran) oleh Debitur):
Harga motor: Rp10.000.000,00
Potongan harga (discount) dan potongan lainnya yang diberikan:
Rp500.000,00
Biaya asuransi, penjaminan, atau biaya lainnya: Rp1.000.000,00
Harga jual kendaraan: Rp10.000.000,00 – Rp500.000,00 =
Rp9.500.000,00
Uang Muka (Down Payment) Pembiayaan Kendaraan Bermotor
yang harus dikenakan adalah 15% x
Rp9.500.000,00 =
Rp1.425.000,00
Biaya yang dibayar oleh Debitur bila biaya asuransi, penjaminan,
atau biaya lainnya tidak bayar tunai oleh Debitur atau dibayar
secara angsuran = uang muka (Rp1.425.000,00)
Total pembiayaan oleh Perusahaan Pembiayaan kepada Debitur =
biaya asuransi, penjaminan, atau biaya lainnya (Rp1.000.000,00)
+ harga pembiayaan kendaraan bermotor (Rp8.075.000,00) =
Rp9.075.000,00
V. PENEGAKAN KEPATUHAN DAN SANKSI
Perusahaan Pembiayaan yang tidak memenuhi ketentuan besaran
Uang Muka (Down Payment) Pembiayaan Kendaraan Bermotor
sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan
ini dikenakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 dan
Pasal 63 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
29/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan
Pembiayaan.
VI. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai
berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar ...
- 7 -
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 30 Juni 2015
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS
PERASURANSIAN, DANA PENSIUN,
LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN
LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN,
Ttd.
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum I
Departemen Hukum,
BERITA NEGARA TAHUN
Ttd.
Sudarmaji
FIRDAUS DJAELANI
NOMOR
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 19/SEOJK.05/2015 </reg_id>
<reg_title> BESARAN UANG MUKA (DOWN PAYMENT) PEMBIAYAAN KENDARAAN BERMOTOR BAGI PERUSAHAAN PEMBIAYAAN </reg_title>
<set_date> 30 Juni 2015 </set_date>
<effective_date> 30 Juni 2015 </effective_date>
<related_reg> '29/POJK.05/2014 | Pasal 17 ayat (3)' </related_reg>
|
Yth.
Direksi atau Pengurus Lembaga Jasa Keuangan;
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 7 /SEOJK.07/2015
TENTANG
PEDOMAN PENILAIAN LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA
DI SEKTOR JASA KEUANGAN
Sehubungan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.07/2014 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor
Jasa Keuangan, perlu untuk mengatur ketentuan mengenai pedoman
penilaian Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa yang dapat dimuat dalam
Daftar Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan
dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan:
1. Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah
lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain,
yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan,
pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa
Keuangan.
2. Dewan Komisioner adalah pimpinan tertinggi OJK yang bersifat
kolektif dan kolegial.
3. Anggota...
- 2 -
3. Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan
Konsumen adalah seorang anggota Dewan Komisioner yang
membidangi edukasi dan perlindungan konsumen.
4. Deputi Komisioner Edukasi dan Perlindungan Konsumen adalah
satuan kerja yang melaksanakan fungsi edukasi dan perlindungan
konsumen.
5. Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga yang
melakukan penyelesaian sengketa di luar pengadilan.
6. Tim Penguji Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa, yang
selanjutnya disebut dengan Tim Penguji adalah tim yang melakukan
pengujian terhadap pemenuhan syarat-syarat Lembaga Alternatif
Penyelesaian Sengketa.
7. Daftar Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah kumpulan
Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa yang tidak bertentangan
dengan prinsip-prinsip yang ditetapkan oleh OJK.
8. Penilaian Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah kegiatan
yang dilaksanakan oleh OJK untuk memastikan bahwa Lembaga
Alternatif Penyelesaian Sengketa telah memenuhi syarat-syarat
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 1/POJK.07/2014 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian
Sengketa di Sektor Jasa Keuangan sebelum dapat dimuat dalam
Daftar Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa
Keuangan.
II. KEWENANGAN PENILAIAN LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN
SENGKETA
1. Daftar Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa ditetapkan oleh
OJK.
2. Penetapan Daftar Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa
dilakukan melalui Penilaian Lembaga Alternatif Penyelesaian
Sengketa.
3. Penilaian Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa dilakukan atas
inisiatif OJK, bukan atas permohonan Lembaga Alternatif
Penyelesaian Sengketa.
III. RUANG...
- 3 -
III. RUANG LINGKUP PENILAIAN LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN
SENGKETA
Ruang lingkup Penilaian Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa
meliputi:
1. sumber daya Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa;
2.
3. peraturan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa.
IV. TAHAPAN PENILAIAN LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN
SENGKETA
1. Penilaian Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa dilakukan
dengan tahapan sebagai berikut:
a.
analisis pendahuluan;
b. pengujian pemenuhan syarat-syarat Lembaga Alternatif
Penyelesaian Sengketa; dan
c. penetapan hasil penilaian.
2. Analisis pendahuluan sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a
dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Tahapan analisis pendahuluan meliputi:
1) permintaan dokumen dan/atau informasi kepada Lembaga
Alternatif Penyelesaian Sengketa;
2) verifikasi kepada Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa
(jika diperlukan);
3) pengolahan dokumen dan/atau informasi Lembaga
Alternatif Penyelesaian Sengketa; dan
4) perumusan hasil analisis atas dokumen dan/atau informasi
Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa.
b.
Verifikasi sebagaimana dimaksud pada huruf a butir 2) dapat
dilakukan dengan cara penyampaian kuesioner, kunjungan (on-
site visit), dan/atau wawancara dengan pengurus Lembaga
Alternatif Penyelesaian Sengketa dan/atau pihak lain yang
terkait.
jenis layanan penyelesaian sengketa Lembaga Alternatif
Penyelesaian Sengketa; dan
c. Dalam...
- 4 -
c. Dalam hal verifikasi dilakukan melalui kunjungan (on-site visit)
dan/atau wawancara sebagaimana dimaksud pada huruf b,
maka hasil verifikasi dituangkan dalam berita acara hasil
verifikasi yang ditandatangani oleh pejabat yang ditunjuk
sebagai koordinator kegiatan verifikasi dan 1 (satu) orang
pengurus atau pihak yang mewakili pengurus Lembaga
Alternatif Penyelesaian Sengketa dan/atau pihak lain yang
terkait.
3. Pengujian
pemenuhan syarat-syarat Lembaga Alternatif
Penyelesaian Sengketa sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf
b dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Dalam melakukan pengujian pemenuhan syarat-syarat
Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa, OJK membentuk
Tim Penguji dengan mempertimbangkan faktor kompetensi,
integritas, dan independensi.
b. Tim Penguji sebagaimana dimaksud pada huruf a berasal dari
internal dan eksternal OJK.
c. Tim Penguji yang berasal dari internal OJK harus memenuhi
kriteria sebagai berikut:
1) memiliki pengalaman atau pengetahuan mengenai
pengawasan lembaga jasa keuangan, penyelesaian sengketa,
dan/atau manajemen risiko; dan
2) menjabat paling rendah sebagai direktur atau setingkat
direktur.
d. Tim Penguji yang berasal dari eksternal OJK harus memenuhi
kriteria sebagai berikut:
1) memiliki pengalaman atau pengetahuan di bidang
penyelesaian sengketa di sektor jasa keuangan;
2) tidak sedang menjabat sebagai pengurus Lembaga Alternatif
Penyelesaian Sengketa; dan
3) tidak pernah dijatuhi sanksi pidana penjara 2 (dua) tahun
atau lebih, atau sebagai tersangka atau terdakwa dalam
perkara pidana ekonomi.
e. Tim...
- 5 -
e. Tim Penguji melakukan pengujian pemenuhan syarat-syarat
Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa berdasarkan hasil
analisis pendahuluan.
f. Tim Penguji merumuskan hasil pengujian pemenuhan syarat-
syarat Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa berdasarkan
pembobotan dan skala penilaian dari komponen syarat
Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa sebagaimana
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
4.
Nilai akhir pemenuhan syarat Lembaga Alternatif Penyelesaian
Sengketa adalah penjumlahan dari hasil perkalian nilai dan bobot
dari masing-masing sub syarat.
V. PENETAPAN HASIL PENILAIAN
1. Hasil Penilaian Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa
diklasifikasikan menjadi 2 (dua), yaitu:
a. memenuhi syarat; atau
b. belum memenuhi syarat.
2. Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa dinyatakan memenuhi
syarat apabila memperoleh nilai paling sedikit 75 (tujuh puluh lima)
dan tidak terdapat nilai 0 (nol) pada komponen syarat Lembaga
Alternatif Penyelesaian Sengketa.
3. Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa dinyatakan belum
memenuhi syarat apabila memperoleh nilai kurang dari 75 (tujuh
puluh lima) atau terdapat nilai 0 (nol) pada komponen syarat
Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa.
4. Dalam hal hasil Penilaian Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa
menyatakan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa belum
memenuhi syarat, maka OJK menyampaikan secara tertulis hasil
Penilaian Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa kepada
Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa dimaksud, dengan
menyebutkan syarat-syarat yang belum terpenuhi.
5. OJK dapat melakukan penilaian kembali terhadap Lembaga
Alternatif Penyelesaian Sengketa yang belum memenuhi syarat
sebagaimana...
- 6 -
sebagaimana dimaksud pada angka 4 setelah diperoleh informasi
tentang pemenuhan syarat oleh Lembaga Alternatif Penyelesaian
Sengketa dimaksud.
6.
Informasi sebagaimana dimaksud pada angka 5 dapat diperoleh
melalui pemberitahuan dari Lembaga Alternatif Penyelesaian
Sengketa dan/atau permintaan informasi oleh OJK.
7. Dalam hal hasil Penilaian Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa
menyatakan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa memenuhi
syarat, maka OJK menyampaikan secara tertulis hasil Penilaian
Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa kepada Lembaga
Alternatif Penyelesaian Sengketa dimaksud.
8. Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa yang telah memenuhi
syarat sebagaimana dimaksud pada angka 7 dimuat dalam Daftar
Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan
yang ditetapkan oleh Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi
dan Perlindungan Konsumen.
9. OJK mengumumkan Daftar Lembaga Alternatif Penyelesaian
Sengketa di Sektor Jasa Keuangan dalam situs OJK dan surat kabar
berperedaran nasional.
VI. PENUTUP
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 27 Februari 2015
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum I
Departemen Hukum,
Ttd.
Ttd.
Sudarmaji
KUSUMANINGTUTI S. SOETIONO
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 22 17 MARET 2015
ANGGOTA DEWAN KOMISIONER
BIDANG EDUKASI DAN
PERLINDUNGAN KONSUMEN
Ttd.
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 7/SEOJK.07/2015 </reg_id>
<reg_title> PEDOMAN PENILAIAN LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DI SEKTOR JASA KEUANGAN </reg_title>
<set_date> 27 Februari 2015 </set_date>
<effective_date> 27 Februari 2015 </effective_date>
<related_reg> '1/POJK.07/2014' </related_reg>
|
Yth.
1. Direksi Perusahaan Pembiayaan; dan
2. Direksi Perusahaan Pembiayaan Syariah,
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 15 /SEOJK.05/2016
TENTANG
LAPORAN PENERAPAN TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI
PERUSAHAAN PEMBIAYAAN
Sehubungan dengan amanat ketentuan Pasal 58 ayat (3) Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 30/POJK.05/2014 tentang Tata Kelola
Perusahaan Yang Baik Bagi Perusahaan Pembiayaan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 365, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5639), perlu untuk mengatur mengenai bentuk dan
susunan laporan penerapan tata kelola perusahaan yang baik bagi perusahaan
pembiayaan dan perusahaan pembiayaan syariah dalam Surat Edaran Otoritas
Jasa Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
1. Perusahaan adalah perusahaan pembiayaan dan perusahaan
pembiayaan syariah.
2. Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan
kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang dan/atau jasa.
3. Perusahaan Pembiayaan Syariah adalah Perusahaan Pembiayaan yang
seluruh kegiatan usahanya melakukan pembiayaan syariah.
4. Tata Kelola Perusahaan Yang Baik Bagi Perusahaan yang selanjutnya
disebut Tata Kelola Perusahaan Yang Baik adalah struktur dan proses
yang digunakan dan diterapkan organ Perusahaan untuk
meningkatkan pencapaian sasaran hasil usaha dan mengoptimalkan
nilai Perusahaan bagi seluruh pemangku kepentingan secara
akuntabel dan berlandaskan peraturan perundang-undangan serta
nilai-nilai etika.
- 2 -
5. Rapat Umum Pemegang Saham yang selanjutnya disingkat RUPS
adalah rapat umum pemegang saham sebagaimana dimaksud dalam
undang-undang mengenai perseroan terbatas bagi Perusahaan yang
berbentuk badan hukum perseroan terbatas atau yang setara dengan
RUPS bagi Perusahaan yang berbentuk badan hukum koperasi.
6. Direksi:
a. bagi Perusahaan berbentuk badan hukum perseroan terbatas
adalah direksi sebagaimana dimaksud dalam undang-undang
mengenai perseroan terbatas; atau
b. bagi Perusahaan berbentuk badan hukum koperasi adalah
pengurus sebagaimana dimaksud dalam undang-undang
mengenai perkoperasian.
7. Dewan Komisaris:
a. bagi Perusahaan berbentuk badan hukum perseroan terbatas
adalah dewan komisaris sebagaimana dimaksud undang-undang
mengenai perseroan terbatas; atau
b. bagi Perusahaan berbentuk badan hukum koperasi adalah
pengawas sebagaimana dimaksud dalam undang-undang
mengenai perkoperasian.
8. Dewan Pengawas Syariah yang selanjutnya disingkat DPS adalah
bagian dari organ Perusahaan yang mempunyai tugas dan fungsi
pengawasan terhadap penyelenggaraan kegiatan Perusahaan agar
sesuai dengan prinsip syariah.
9. Komisaris Independen adalah anggota Dewan Komisaris yang tidak
terafiliasi dengan pemegang saham, anggota Direksi, anggota Dewan
Komisaris lainnya dan/atau anggota DPS, yaitu tidak memiliki
hubungan keuangan, kepengurusan, kepemilikan saham dan/atau
hubungan keluarga dengan pemegang saham, anggota Direksi,
anggota Dewan Komisaris lainnya dan/atau anggota DPS atau
hubungan lain yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk
bertindak independen.
10. Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK adalah
lembaga yang independen sebagaimana dimaksud dalam undang-
undang mengenai Otoritas Jasa Keuangan.
- 3 -
II. PENERAPAN TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK
Prinsip Tata Kelola Perusahaan Yang Baik meliputi:
1. keterbukaan (transparency), yaitu keterbukaan dalam proses
pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam pengungkapan dan
penyediaan informasi yang relevan mengenai Perusahaan, yang
mudah diakses oleh pemangku kepentingan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan di bidang pembiayaan serta standar, prinsip,
dan praktik penyelenggaraan usaha pembiayaan yang sehat;
2. akuntabilitas (accountability), yaitu kejelasan fungsi dan pelaksanaan
pertanggungjawaban Organ Perusahaan sehingga kinerja Perusahaan
dapat berjalan secara transparan, wajar, efektif, dan efisien;
3. pertanggungjawaban (responsibility), yaitu kesesuaian pengelolaan
Perusahaan dengan peraturan perundang-undangan di bidang
pembiayaan dan nilai-nilai etika serta standar, prinsip, dan praktik
penyelenggaraan usaha pembiayaan yang sehat;
4. kemandirian (independency), yaitu keadaan Perusahaan yang dikelola
secara mandiri dan profesional serta bebas dari benturan kepentingan
dan pengaruh atau tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai
dengan peraturan perundang-undangan di bidang pembiayaan dan
nilai-nilai etika serta standar, prinsip, dan praktik penyelenggaraan
usaha pembiayaan yang sehat; dan
5. kesetaraan dan kewajaran (fairness), yaitu kesetaraan, keseimbangan,
dan keadilan di dalam memenuhi hak-hak pemangku kepentingan
yang timbul berdasarkan perjanjian, peraturan perundang-undangan,
dan nilai-nilai etika serta standar, prinsip, dan praktik
penyelenggaraan usaha pembiayaan yang sehat.
III. LAPORAN PENERAPAN TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK
1. Perusahaan wajib menyusun laporan penerapan Tata Kelola
Perusahaan Yang Baik pada setiap akhir tahun buku.
2. Laporan penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik sebagaimana
dimaksud pada angka 1 paling sedikit memuat:
a. transparansi penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik yang
paling sedikit meliputi pengungkapan seluruh aspek pelaksanaan
prinsip-prinsip Tata Kelola Perusahaan Yang Baik sebagaimana
dimaksud dalam romawi II;
- 4 -
b. penilaian sendiri (self assessment) atas penerapan Tata Kelola
Perusahaan Yang Baik; dan
c. rencana tindak (action plan) yang meliputi tindakan korektif
(corrective action) yang diperlukan dan waktu penyelesaian
serta kendala/hambatan penyelesaiannya, apabila masih
terdapat kekurangan dalam penerapan Tata Kelola Perusahaan
Yang Baik.
IV. TRANSPARANSI PENERAPAN TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK
1. Transparansi penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik
sebagaimana dimaksud dalam romawi III angka 2 huruf a, meliputi:
a. pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi, Dewan Komisaris,
dan DPS;
b. kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite audit atau fungsi
yang membantu Dewan Komisaris dalam memantau dan
memastikan efektivitas sistem pengendalian internal;
c. penerapan fungsi kepatuhan, auditor internal, dan auditor eksternal;
d. penerapan manajemen risiko dan sistem pengendalian intern;
e. penerapan kebijakan remunerasi dan fasilitas lain bagi anggota
Direksi, Dewan Komisaris, DPS, dan pegawai;
f. transparansi kondisi keuangan dan non keuangan Perusahaan yang
belum diungkap dalam laporan lainnya;
g. rencana jangka panjang serta rencana kerja dan anggaran
tahunan;
h. pengungkapan kepemilikan saham anggota Direksi dan Dewan
Komisaris yang mencapai 50% (lima puluh persen) atau lebih;
i. pengungkapan hubungan keuangan dan hubungan keluarga
anggota Direksi dan Dewan Komisaris dengan anggota Direksi
lain, anggota Dewan Komisaris, anggota DPS, dan/atau pemegang
saham Perusahaan;
j. pengungkapan hal-hal penting lainnya, paling sedikit meliputi:
1) pengunduran diri atau pemberhentian
Independen;
2) pengunduran diri atau pemberhentian auditor eksternal;
3)
4)
sertifikasi;
tenaga kerja asing;
Komisaris
- 5 -
5)
transaksi material dengan pihak terkait;
6) benturan kepentingan yang sedang berlangsung dan/atau
yang mungkin akan terjadi;
7) jumlah penyimpangan internal (internal fraud);
8) permasalahan hukum;
9)
etika bisnis perusahaan; dan
10)
informasi material lain mengenai Perusahaan yang terkait
dengan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik.
2. Transparansi penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik
sebagaimana dimaksud dalam romawi III angka 2 huruf a disusun
oleh Perusahaan berdasarkan format sebagaimana tercantum dalam
Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Surat Edaran OJK ini.
V. PENILAIAN SENDIRI (SELF ASSESSMENT) ATAS PENERAPAN TATA
KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK
1. Penilaian sendiri (self assessment) atas penerapan Tata Kelola
Perusahaan Yang Baik sebagaimana dimaksud dalam romawi III
angka 2 huruf b dilakukan oleh Perusahaan berdasarkan pedoman
Tata Kelola Perusahaan Yang Baik.
2. Penilaian sendiri (self assessment) sebagaimana dimaksud pada angka
1 dituangkan dalam kertas kerja penilaian sendiri (self assessment)
sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini.
3. Pengisian kertas kerja penilaian sendiri (self assessment) dilakukan
dengan tahapan sebagai berikut:
a. menyusun analisis penilaian sendiri (self assessment), dengan
cara membandingkan pemenuhan setiap kriteria/indikator dengan
kondisi Perusahaan berdasarkan data dan informasi yang relevan.
b. berdasarkan hasil analisis tersebut ditetapkan peringkat masing-
masing kriteria/indikator. Adapun kriteria peringkat adalah
sebagai berikut:
1)
Peringkat 1:
Hasil analisis penilaian sendiri (self assessment) oleh
Perusahaan menunjukkan bahwa pelaksanaan Tata Kelola
Perusahaan Yang Baik sangat sesuai dengan
kriteria/indikator.
- 6 -
2)
Peringkat 2:
Hasil analisis penilaian sendiri (self assessment) oleh
Perusahaan menunjukkan bahwa pelaksanaan Tata
Kelola Perusahaan Yang Baik sesuai dengan
kriteria/indikator.
3)
Peringkat 3:
Hasil analisis penilaian sendiri (self assessment) oleh
Perusahaan menunjukkan bahwa pelaksanaan Tata Kelola
Perusahaan Yang Baik cukup sesuai dengan
kriteria/indikator.
4)
Peringkat 4:
Hasil analisis penilaian sendiri (self assessment) oleh
Perusahaan menunjukkan bahwa pelaksanaan Tata Kelola
Perusahaan Yang Baik kurang sesuai dengan
kriteria/indikator.
5)
Peringkat 5:
Hasil analisis penilaian sendiri (self assessment) oleh
Perusahaan menunjukkan bahwa pelaksanaan Tata Kelola
Perusahaan Yang Baik tidak sesuai dengan
kriteria/indikator.
c. menyusun kesimpulan umum atas hasil penilaian sendiri (self
assessment).
4. Untuk setiap pertanyaan dalam penilaian sendiri (self assessment)
diberi nilai sebagaimana tabel berikut:
Indikator
Ya
1
2
3
4
5
Tidak
Nilai
5
5
4
3
2
1
1
- 7 -
5. Untuk mendapatkan nilai dari masing-masing faktor, Perusahaan
menggunakan rumus berikut:
Bobot masing-masing faktor ditetapkan sebagaimana tabel berikut:
a. bagi Perusahaan Pembiayaan
No.
Faktor
1. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi
dan Dewan Komisaris.
2. Kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite audit
atau fungsi yang membantu Dewan Komisaris:
a. Bagi Perusahaan Pembiayaan yang memiliki
total aset di atas Rp200.000.000.000,00 (dua
ratus miliar rupiah); atau
b. Bagi Perusahaan Pembiayaan yang memiliki
total
aset
sampai dengan
Rp
Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar
rupiah).
3. Penerapan fungsi kepatuhan, auditor internal, dan
auditor eksternal.
4. Penerapan manajemen risiko dan sistem
pengendalian intern.
7.50
10.00
5. Penerapan kebijakan remunerasi dan fasilitas lain. 2.50
6. Transparansi kondisi keuangan dan non keuangan
Perusahaan.
7. Rencana jangka panjang serta rencana kerja dan
anggaran tahunan.
8. Pengungkapan kepemilikan saham.
9. Hubungan keuangan dan hubungan keluarga bagi
Direksi.
10. Hubungan keuangan dan hubungan keluarga bagi
Dewan Komisaris.
11. Pengungkapan hal-hal penting lainnya
TOTAL
7.50
5.00
2.50
2.50
12.50
100.00
Bobot
(%)
30.00
5.00
15.00
- 8 -
b. bagi Perusahaan Pembiayaan yang memiliki unit usaha syariah
dan Perusahan Pembiayaan Syariah
No.
Faktor
1. Pelaksanaan Tugas dan Tanggung Jawab
Direksi, Dewan Komisaris, dan DPS.
2. Kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite
audit atau fungsi yang membantu Dewan
Komisaris:
a. Bagi Perusahaan Pembiayaan yang
memiliki unit usaha syariah dan
Perusahan Pembiayaan Syariah
memiliki total
aset
di
Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar
rupiah); atau
b. Bagi Perusahaan Pembiayaan yang
memiliki unit usaha syariah dan
Perusahan Pembiayaan Syariah yang
memiliki total aset sampai dengan Rp
Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar
rupiah).
3. Penerapan fungsi kepatuhan, auditor
internal, dan auditor eksternal.
4. Penerapan manajemen risiko dan sistem
pengendalian intern.
5. Penerapan kebijakan remunerasi dan fasilitas
lain.
6. Transparansi kondisi keuangan dan non
keuangan Perusahaan.
7. Rencana jangka panjang serta rencana kerja
dan anggaran tahunan.
8. Pengungkapan kepemilikan saham.
9. Hubungan keuangan dan hubungan keluarga
bagi Direksi.
5.00
10.00
2.50
15.00
7.50
2.50
2.50
10. Hubungan keuangan dan hubungan keluarga 2.50
Bobot
(%)
37.50
5.00
yang
atas
- 9 -
bagi Dewan Komisaris.
11. Pengungkapan hal-hal penting lainnya
TOTAL
10.00
100.00
6. Untuk mendapatkan nilai komposit, Perusahaan menjumlahkan nilai
dari seluruh faktor. Berdasarkan nilai komposit tersebut Perusahaan
menetapkan nilai komposit sebagaimana tabel berikut:
Nilai
84-100
68-83
52-67
36-51
20-35
Rangking Predikat
1
2
3
4
5
Sangat Baik
Baik
Cukup Baik
Kurang Baik
Tidak Baik
7. Kertas kerja penilaian sendiri (self assessment) dan dokumen
pendukung penilaian sendiri
(self assessment)
didokumentasikan dengan baik sehingga memudahkan penelusuran
oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
VI. RENCANA TINDAK (ACTION PLAN)
1. Rencana tindak (action plan) disusun dalam rangka meningkatkan
atau menyempurnakan pelaksanaan Tata Kelola Perusahaan Yang
Baik sebagai tindak lanjut atas hasil penilaian sendiri (self
assessment). Rencana tindak (action plan) dimaksud meliputi tindakan
korektif (corrective action) yang diperlukan dan waktu penyelesaian
serta kendala/hambatan penyelesaiannya, apabila masih terdapat
kekurangan dalam penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik.
2. Rencana tindak (action plan) sebagaimana dimaksud dalam romawi III
angka 2 huruf c disusun oleh Perusahaan sesuai format sebagaimana
tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini.
VII. WAKTU PENYAMPAIAN LAPORAN PENERAPAN TATA KELOLA
PERUSAHAAN YANG BAIK
1. Perusahaan wajib menyampaikan laporan penerapan Tata Kelola
Perusahaan Yang Baik tahun berjalan kepada OJK paling lambat
tanggal 30 April tahun berikutnya.
harus
- 10 -
2. Apabila tanggal 30 April adalah hari libur, maka batas akhir
penyampaian laporan adalah hari kerja pertama berikutnya.
VIII. TATA CARA PENYAMPAIAN LAPORAN PENERAPAN TATA KELOLA
PERUSAHAAN YANG BAIK
1. Perusahaan wajib menyampaikan laporan penerapan Tata Kelola
Perusahaan Yang Baik yang telah ditandatangani oleh Direksi kepada
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga
Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya, dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. surat pengantar penyampaian laporan penerapan Tata Kelola
Perusahaan Yang Baik yang ditandatangani oleh Direksi
disampaikan dalam bentuk hasil cetak komputer (hardcopy); dan
b. isi laporan penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik
disampaikan dalam bentuk elektronik (softcopy).
2. Alamat penyampaian laporan untuk Perusahaan Pembiayaan:
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga
Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya
Otoritas Jasa Keuangan
u.p. Direktur Pengawasan Lembaga Pembiayaan
Gedung Menara Merdeka Lantai 19
Jl. Budi Kemuliaan I Nomor 2
Jakarta 10110
3. Alamat penyampaian laporan untuk Perusahaan Pembiayaan yang
memiliki unit usaha syariah:
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga
Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya
Otoritas Jasa Keuangan
u.p. Direktur Pengawasan Lembaga Pembiayaan
Gedung Menara Merdeka Lantai 19
Jl. Budi Kemuliaan I Nomor 2
Jakarta 10110;
dan ditembuskan kepada:
Direktur IKNB Syariah
Gedung Menara Merdeka Lantai 23
Jl. Budi Kemuliaan I Nomor 2
Jakarta 10110
- 11 -
4. Alamat penyampaian laporan untuk Perusahaan Pembiayaan Syariah:
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga
Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya
Otoritas Jasa Keuangan
u.p. Direktur IKNB Syariah
Gedung Menara Merdeka Lantai 23
Jl. Budi Kemuliaan I Nomor 2
Jakarta 10110
5. Dalam hal terdapat perubahan alamat kantor OJK untuk
penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada angka 2, angka 3,
dan angka 4, OJK akan menyampaikan pemberitahuan mengenai
perubahan alamat melalui surat atau pengumuman.
IX. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran OJK ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 9 Mei 2016
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS
PERASURANSIAN, DANA PENSIUN,
LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN
LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN,
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
ttd
FIRDAUS DJAELANI
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 15/SEOJK.05/2016 </reg_id>
<reg_title> LAPORAN PENERAPAN TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PEMBIAYAAN </reg_title>
<set_date> 9 Mei 2016 </set_date>
<effective_date> 9 Mei 2016 </effective_date>
<related_reg> '30/POJK.05/2014 | Pasal 58 ayat (3)' </related_reg>
|
Yth.
1. Direksi Bank Perkreditan Rakyat; dan
2. Direksi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah,
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 15 /SEOJK.03/2017
TENTANG
STANDAR PENYELENGGARAAN TEKNOLOGI INFORMASI
BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT DAN
BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH
Sehubungan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
75/POJK.03/2016 tentang Standar Penyelenggaraan Teknologi Informasi
bagi Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 308 Tambahan
Lembaran Negara Nomor 5998) yang selanjutnya disingkat POJK SPTI, perlu
untuk mengatur
ketentuan
pelaksanaan mengenai
Standar
Penyelenggaraan Teknologi Informasi bagi Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) dalam Surat Edaran Otoritas
Jasa Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
1. Penyelenggaraan Teknologi Informasi oleh BPR dan BPRS yang
mencakup proses perencanaan, pengembangan dan pengadaan,
serta pemeliharaan Teknologi Informasi merupakan tanggung
jawab Direksi dan Dewan Komisaris dengan memastikan bahwa
penyelenggaraan Teknologi Informasi berjalan sebagaimana
mestinya dalam rangka pencapaian visi dan misi BPR dan BPRS
yang bersangkutan.
- 2 -
2. Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini dimaksudkan untuk
memberikan pedoman penyelenggaraan Teknologi Informasi bagi
BPR dan BPRS sebagai acuan minimum dalam penyelenggaraan
Teknologi Informasi, termasuk dalam penyusunan kebijakan dan
prosedur penyelenggaraan Teknologi Informasi bagi BPR dan
BPRS.
3. Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mencakup pedoman
penyelenggaraan Teknologi Informasi, format, dan tata cara
penyampaian laporan terkait penyelenggaraan Teknologi
Informasi.
II. STANDAR PENYELENGGARAAN TEKNOLOGI INFORMASI
1. Sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) POJK
SPTI, penyelenggaraan Teknologi Informasi oleh BPR atau BPRS
paling sedikit berupa:
a.
Aplikasi Inti Perbankan dan Pusat Data bagi BPR atau BPRS
yang memiliki modal inti kurang dari Rp50.000.000.000,00
(lima puluh miliar rupiah); atau
b. Aplikasi Inti Perbankan, Pusat Data dan Pusat Pemulihan
Bencana bagi BPR atau BPRS yang memiliki modal inti paling
sedikit Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).
2. Sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 5 ayat (1) huruf
b POJK SPTI, BPR dan BPRS wajib memastikan agar Aplikasi Inti
Perbankan mampu melakukan pembukuan transaksi antar
jaringan kantor:
a. pada hari yang sama bagi BPR dan BPRS yang tidak
menyediakan layanan perbankan elektronik (electronic
banking) dan tidak melakukan kegiatan sebagai penerbit
kartu Automated Teller Machine (ATM);
b. secara online dan real time bagi BPR dan BPRS yang
menyediakan layanan perbankan elektronik (electronic
banking) dan/atau melakukan kegiatan sebagai penerbit
kartu Automated Teller Machine (ATM).
- 3 -
Layanan perbankan elektronik sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dan huruf b termasuk juga kegiatan sebagai penerbit
kartu debet sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan mengenai kegiatan dan jaringan kantor BPR
berdasarkan modal inti bagi BPR dan Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan mengenai Bank Pembiayaan Rakyat Syariah bagi BPRS.
3. Kebijakan dan prosedur dalam rangka penyelenggaraan Teknologi
Informasi sebagaimana dimaksud pada angka 1, mengacu pada
Standar Penyelenggaraan Teknologi Informasi sebagaimana
dimaksud pada Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
Penyusunan kebijakan dan prosedur penyelenggaraan Teknologi
Informasi dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan kompleksitas
usaha BPR dan BPRS.
4. Sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 13 ayat (2)
POJK SPTI, kebijakan dan prosedur sebagaimana dimaksud pada
angka 3 paling sedikit meliputi:
a. wewenang dan tanggung jawab Direksi, Dewan Komisaris,
dan Satuan Kerja atau pegawai yang bertanggung jawab
terhadap penyelenggaraan Teknologi Informasi;
b. pengembangan dan pengadaan;
c. operasional Teknologi Informasi;
d. jaringan komunikasi;
e. pengamanan informasi;
f. Rencana Pemulihan Bencana;
g. audit intern Teknologi Informasi; dan
h. kerja sama dengan penyedia jasa Teknologi Informasi.
5. Sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 6 ayat (2) dan
Pasal 30 ayat (1) POJK SPTI, BPR dan BPRS yang melakukan
pengadaan Aplikasi Inti Perbankan dengan cara membeli, harus
membeli aplikasi tersebut dari penyedia Aplikasi Inti Perbankan
yang berbentuk badan hukum paling lambat 3 (tiga) tahun sejak
POJK SPTI berlaku.
Pengadaan Aplikasi Inti Perbankan yang dimaksud yaitu
pengadaan untuk Aplikasi Inti Perbankan yang baru atau
penggantian Aplikasi Inti Perbankan.
- 4 -
6. Dalam hal BPR dan BPRS melakukan pengembangan atau
pemeliharaan Aplikasi Inti Perbankan yang dimiliki tanpa
melakukan pengadaan Aplikasi Inti Perbankan baru, BPR dan
BPRS harus memastikan pengembangan atau pemeliharaan
Aplikasi Inti Perbankan dimaksud sesuai dengan ketentuan yang
diatur dalam Pasal 5 ayat (1) POJK SPTI.
7. Paling lambat 3 (tiga) tahun sejak POJK SPTI berlaku, Aplikasi Inti
Perbankan harus memenuhi standar minimum Aplikasi Inti
Perbankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) POJK
SPTI.
8. Sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 6 ayat (4) dan
ayat (5) POJK SPTI, kerja sama yang dilakukan BPR dan BPRS
dengan penyedia Aplikasi Inti Perbankan dalam rangka
pengembangan dan pengadaan Aplikasi Inti Perbankan sejak
POJK SPTI berlaku wajib dilaksanakan berdasarkan perjanjian
tertulis paling sedikit mencakup pokok-pokok perjanjian kerja
sama sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I BAB II huruf E
`yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat
Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
9. Perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud pada angka 8 juga
memuat klausula mengenai kewajiban bagi penyedia Aplikasi Inti
Perbankan untuk:
a. memiliki sumber daya manusia yang kompeten yaitu memiliki
keahlian khusus di bidang Teknologi Informasi yang
dibuktikan dengan sertifikat keahlian, surat keterangan
pengalaman, dan/atau ijazah pendidikan sesuai dengan
keperluan penyelenggaraan Teknologi Informasi;
b. memberikan jaminan bahwa selama jangka waktu perjanjian
penyedia Aplikasi Inti Perbankan:
1) memastikan Aplikasi Inti Perbankan bekerja sesuai
spesifikasi;
2) bertanggung jawab jika terjadi permasalahan pada
Aplikasi Inti Perbankan; dan
3) melakukan pemeliharaan Aplikasi Inti Perbankan.
- 5 -
10.
Sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 17 ayat (2)
POJK SPTI, kerja sama BPR dan BPRS dengan penyedia jasa
Teknologi Informasi dalam rangka penyelenggaraan Teknologi
Informasi sejak POJK SPTI berlaku wajib didasarkan pada
perjanjian kerja sama yang paling sedikit memuat pokok-pokok
perjanjian kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I
BAB VIII yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
11.
Perjanjian kerja sama BPR dan BPRS sebagaimana dimaksud
pada angka 10 dengan penyedia jasa Teknologi Informasi dalam
rangka penyelenggaraan Teknologi Informasi yang telah ada
pada saat POJK SPTI berlaku disesuaikan dengan mengacu
pada Lampiran I BAB VIII yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
12.
Sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 22 ayat (2)
POJK SPTI, fungsi audit intern terhadap penyelenggaraan
Teknologi Informasi wajib dilakukan secara berkala paling
sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun dengan pelaksanaan
sebagai berikut:
a. bagi BPR, fungsi audit intern terhadap penyelenggaraan
Teknologi Informasi dilakukan:
1) sebagai bagian dari audit intern BPR sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan mengenai penerapan tata kelola bagi BPR;
atau
2) secara terpisah dari pelaksanaan audit intern BPR
dalam hal audit penyelenggaraan Teknologi Informasi
dilakukan oleh auditor ekstern.
b. bagi BPRS, fungsi audit intern terhadap penyelenggaraan
Teknologi Informasi tetap dilakukan dengan mengacu pada
ketentuan mengenai penerapan tata kelola BPRS dan
peraturan perundang-undangan terkait lainnya.
Pelaksanaan fungsi audit intern terhadap penyelenggaraan
Teknologi Informasi tersebut dapat dilaksanakan sendiri
oleh BPRS yang bersangkutan atau menggunakan jasa
auditor ekstern.
- 6 -
13. Ruang lingkup audit intern terhadap penyelenggaraan Teknologi
Informasi paling sedikit mencakup aspek:
a. Aplikasi Inti Perbankan, untuk memastikan Aplikasi Inti
Perbankan telah memenuhi standar minimal sebagaimana
dimaksud dalam POJK SPTI; dan
b. wewenang dan tanggung jawab Direksi, Dewan Komisaris,
serta satuan kerja atau pegawai yang bertanggung jawab
terhadap penyelenggaraan Teknologi Informasi, untuk
memastikan pelaksanaan wewenang serta tanggung jawab
Direksi, Dewan Komisaris, dan satuan kerja atau pegawai
yang bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan
Teknologi Informasi terlaksana dengan baik sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam POJK SPTI.
III. LAPORAN
1. Laporan Rutin
a. Sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 23 ayat (1)
POJK SPTI, BPR dan BPRS wajib menyampaikan laporan
pelaksanaan fungsi audit intern Teknologi Informasi kepada
Otoritas Jasa Keuangan dengan pelaksanaan sebagai berikut:
1) Bagi BPR, laporan pelaksanaan fungsi audit intern
terhadap penyelenggaraan Teknologi Informasi
disampaikan sebagai bagian dari laporan pelaksanaan
dan pokok-pokok hasil audit intern sebagaimana diatur
dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai
penerapan tata kelola bagi BPR baik yang dilaksanakan
sendiri oleh BPR yang bersangkutan maupun dengan
menggunakan jasa auditor ekstern.
2) Bagi BPRS, dalam hal belum terdapat ketentuan laporan
pelaksanaan fungsi audit intern Teknologi Informasi,
laporan pelaksanaan fungsi audit intern terhadap
penyelenggaraan Teknologi Informasi disampaikan
sebagai satu laporan khusus baik yang dilaksanakan
sendiri oleh BPRS yang bersangkutan maupun dengan
menggunakan jasa auditor ekstern.
- 7 -
b. Laporan pelaksanaan fungsi audit intern terhadap
penyelenggaraan Teknologi Informasi sebagaimana dimaksud
dalam huruf a disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan
dengan batas waktu sebagai berikut:
1) bagi BPR, mengacu pada batas waktu penyampaian
laporan pelaksanaan dan pokok-pokok hasil audit intern
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan mengenai penerapan tata kelola bagi BPR; dan
2) bagi BPRS, disampaikan paling lambat pada tanggal 31
Januari untuk audit yang dilaksanakan pada periode
akhir tahun sebelumnya.
2. Laporan Insidentil
a. Laporan kondisi terkini
1) Sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 24
POJK SPTI, BPR dan BPRS wajib menyampaikan laporan
kondisi terkini penyelenggaraan Teknologi Informasi
kepada Otoritas Jasa Keuangan meliputi paling sedikit
penjelasan mengenai Teknologi Informasi yang
diselenggarakan,
struktur
organisasi yang
menggambarkan penyelenggaraan Teknologi Informasi,
serta kebijakan dan prosedur yang dimiliki terkait
penyelenggaraan Teknologi Informasi oleh BPR atau
BPRS.
Termasuk dalam cakupan laporan kondisi terkini
penyelenggaraan Teknologi Informasi
adalah
penyesuaian perjanjian kerja sama penyelenggaraan
Teknologi Informasi antara BPR atau BPRS dengan
penyedia jasa Teknologi Informasi sebagaimana
dimaksud pada Romawi II angka 11.
2) Laporan kondisi terkini penyelenggaraan Teknologi
Informasi sebagaimana dimaksud pada angka 1)
disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan dalam
jangka waktu sebagai berikut:
a) untuk laporan pertama kali, disampaikan dalam
jangka waktu 1 (satu) tahun sejak POJK SPTI ini
berlaku; dan
b) setelah jangka waktu 1 (satu) tahun sebagaimana di
- 8 -
maksud dalam huruf a) terlampaui dan terjadi
perubahan mendasar dalam penyelenggaraan
Teknologi Informasi.
Yang dimaksud dengan perubahan mendasar dalam
penyelenggaraan Teknologi Informasi
perubahan terhadap konfigurasi Teknologi Informasi
atau Aplikasi Inti Perbankan, pengadaan Aplikasi
Inti Perbankan, kerja sama dengan penyedia jasa
Teknologi Informasi, serta pengembangan dan
pengadaan Teknologi Informasi mendasar lainnya
yang dapat menambah dan/atau meningkatkan
risiko BPR atau BPRS.
c) penyampaian perubahan mendasar menggunakan
format laporan kondisi terkini dengan disertai
informasi mengenai keterangan dan alasan
perubahan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran
II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
d) laporan kondisi terkini penyelenggaraan Teknologi
Informasi sebagaimana dimaksud dalam huruf b)
disampaikan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja
sejak Teknologi Informasi efektif beroperasi.
b. Laporan realisasi kerja sama dengan penyedia jasa Teknologi
Informasi
Sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
25 POJK SPTI, BPR dan BPRS wajib menyampaikan laporan
realisasi kerja sama dengan penyedia jasa Teknologi Informasi
dalam rangka penyelenggaraan Teknologi Informasi paling
lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak penyelenggaraan
Teknologi Informasi BPR atau BPRS efektif beroperasi.
Laporan realisasi kerja sama dimaksud dilampiri dengan
dokumen pendukung berupa perjanjian kerja sama dan profil
penyedia jasa.
yaitu
- 9 -
c. Laporan kejadian kritis, penyalahgunaan, dan/atau
kejahatan dalam penyelenggaraan Teknologi Informasi
1) Sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 26 ayat (1) POJK SPTI, BPR dan BPRS wajib
menyampaikan laporan kejadian kritis, penyalahgunaan,
dan/atau kejahatan dalam penyelenggaraan Teknologi
Informasi yang dapat atau telah mengakibatkan kerugian
keuangan yang signifikan dan/atau mengganggu
kelancaran operasional BPR atau BPRS.
2) Sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 26 ayat (2) POJK SPTI, laporan kejadian kritis,
penyalahgunaan,
dan/atau kejahatan dalam
penyelenggaraan Teknologi Informasi wajib disampaikan:
a) melalui surat elektronik (e-mail) atau telepon kepada
pengawas BPR atau BPRS pada Kantor Regional
atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan yang
membawahkan wilayah kantor pusat BPR atau
BPRS tersebut paling lambat 1 (satu) hari setelah
kejadian kritis,
penyalahgunaan,
kejahatan diketahui; dan
b) melalui laporan tertulis paling lambat 7 (tujuh) hari
kerja sejak kejadian kritis, penyalahgunaan,
dan/atau kejahatan diketahui.
IV. LAIN-LAIN
1. Tata Cara Penyampaian Laporan
Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada Romawi III
dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. bagi BPR disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan u.p.
Kantor Regional atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan yang
membawahkan wilayah kantor pusat BPR tersebut;
b. bagi BPRS disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan u.p.
Departemen Perbankan Syariah, Kantor Regional atau Kantor
Otoritas Jasa Keuangan yang membawahkan wilayah kantor
pusat BPRS tersebut.
dan/atau
- 10 -
2. Pemenuhan ketentuan bagi BPR atau BPRS saat POJK SPTI
diundangkan dilakukan dengan memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
a. sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 30 ayat (1) POJK SPTI, BPR dan BPRS yang telah
memperoleh izin usaha pada saat POJK SPTI ini diundangkan
wajib memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 ayat (1), Pasal 3 ayat (2), Pasal 4,
Pasal 5 ayat (1), Pasal 6 ayat (2), Pasal 8, Pasal 9, Pasal 12
ayat (1), Pasal 13 ayat (1), Pasal 14 ayat (1), Pasal 14 ayat (3),
Pasal 14 ayat (4), Pasal 16, Pasal 22 ayat (1), Pasal 22 ayat (2),
Pasal 22 ayat (3), Pasal 23 ayat (1) dan Pasal 23 ayat (3)
paling lambat 3 (tiga) tahun sejak POJK SPTI ini berlaku.
b. ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a berlaku
juga bagi BPR atau BPRS yang memperoleh izin
penggabungan (merger), peleburan (konsolidasi), dan/atau
perubahan kegiatan usaha dari BPR menjadi BPRS setelah
POJK SPTI diundangkan.
c. BPR dan BPRS dalam proses pendirian dan belum
memperoleh izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan pada
saat POJK SPTI ini diundangkan wajib memenuhi seluruh
ketentuan dalam POJK SPTI pada saat dimulainya
pelaksanaan kegiatan operasional sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan mengenai bank perkreditan rakyat.
- 11 -
V. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai
berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 6 April 2017
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN
OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
NELSON TAMPUBOLON
Salinan ini sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 15/SEOJK.03/2017 </reg_id>
<reg_title> STANDAR PENYELENGGARAAN TEKNOLOGI INFORMASI BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT DAN BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH </reg_title>
<set_date> 6 April 2017 </set_date>
<effective_date> 6 April 2017 </effective_date>
<related_reg> '75/POJK.03/2016' </related_reg>
|
Yth.
Direksi Bank Umum Konvensional,
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 42 /SEOJK.03/2016
TENTANG
PEDOMAN PERHITUNGAN ASET TERTIMBANG MENURUT RISIKO UNTUK
RISIKO KREDIT DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN STANDAR
Sehubungan dengan
Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 11/POJK.03/2016 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum
Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 25,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5848) sebagaimana
telah diubah dengan
Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 34/POJK.03/2016 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016
Nomor 188, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5929),
yang selanjutnya disebut POJK KPMM, perlu untuk mengatur ketentuan
pelaksanaan mengenai Pedoman Perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko
untuk Risiko Kredit dengan Menggunakan Pendekatan Standar dalam suatu
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
1. Risiko Kredit adalah risiko akibat kegagalan debitur dan/atau pihak
lain dalam memenuhi kewajiban kepada Bank. Risiko Kredit
mencakup Risiko Kredit akibat kegagalan debitur, Risiko Kredit
akibat kegagalan pihak lawan (counterparty credit risk), dan Risiko
Kredit akibat kegagalan settlement (settlement risk).
2. Risiko Kredit akibat kegagalan pihak lawan (counterparty credit risk)
timbul dari jenis transaksi yang secara umum memiliki karakteristik:
a. transaksi dipengaruhi oleh pergerakan nilai wajar atau nilai
pasar;
- 2 -
b.
nilai wajar dari transaksi dipengaruhi oleh pergerakan variabel
pasar tertentu;
c. transaksi menghasilkan pertukaran arus kas atau instrumen
keuangan; dan
d. karakteristik risiko bersifat bilateral yaitu:
1)
2)
jika nilai wajar kontrak bernilai positif maka Bank
terekspos Risiko Kredit dari pihak lawan; atau
jika nilai wajar kontrak bernilai negatif maka pihak lawan
terekspos Risiko Kredit dari Bank.
3. Risiko Kredit akibat kegagalan settlement (settlement risk) timbul
akibat kegagalan penyerahan kas dan/atau instrumen keuangan
pada tanggal penyelesaian (settlement date) yang telah disepakati dari
transaksi penjualan dan/atau pembelian instrumen keuangan.
4. Sesuai POJK KPMM, dalam menghitung Kewajiban Penyediaan Modal
Minimum (KPMM) baik secara individu maupun secara konsolidasi
dengan Perusahaan Anak, Bank wajib menghitung ATMR untuk
Risiko Kredit. Bank dapat menggunakan 2 (dua) jenis pendekatan
dalam menghitung ATMR untuk Risiko Kredit, yaitu:
a. Pendekatan Standar (Standardized Approach); dan/atau
b. Pendekatan berdasarkan Internal Rating (Internal Rating Based
Approach).
Untuk penerapan tahap awal, Bank harus melakukan perhitungan
ATMR untuk Risiko Kredit dengan menggunakan Pendekatan Standar
(Standardized Approach).
5. ATMR untuk Risiko Kredit dengan menggunakan Pendekatan Standar
(Standardized Approach), yang selanjutnya disebut ATMR Risiko
Kredit-Pendekatan Standar, secara umum dihitung berdasarkan hasil
peringkat yang diterbitkan oleh lembaga pemeringkat yang diakui
Otoritas Jasa Keuangan. Lembaga pemeringkat yang diakui Otoritas
Jasa Keuangan mengacu pada Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan
mengenai Lembaga Pemeringkat dan Peringkat yang diakui Otoritas
Jasa Keuangan.
- 3 -
II. PERHITUNGAN ATMR RISIKO KREDIT-PENDEKATAN STANDAR
A. CAKUPAN PERHITUNGAN
Perhitungan ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar yang dihitung
oleh Bank sebagaimana dimaksud dalam butir I.4 mencakup sebagai
berikut:
1. Eksposur aset dalam neraca serta kewajiban komitmen dan
kontinjensi dalam transaksi rekening administratif, namun tidak
termasuk:
a.
posisi Trading Book yang telah dihitung dalam ATMR untuk
Risiko Pasar sesuai Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan
mengenai Pedoman Penggunaan Metode Standar dalam
Perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank
Umum dengan Memperhitungkan Risiko Pasar;
b. penyertaan yang telah diperhitungkan sebagai faktor
pengurang modal sesuai POJK KPMM;
c. tagihan yang akan diperhitungkan dalam eksposur yang
menimbulkan Risiko Kredit akibat kegagalan pihak lawan,
terdiri dari:
1) tagihan derivatif dan kewajiban komitmen yang timbul
dari transaksi derivatif; dan
2) tagihan reverse repo;
d. tagihan yang timbul dari transaksi yang mengalami
kegagalan penyerahan kas dan/atau instrumen keuangan
yang akan diperhitungkan dalam eksposur transaksi
penjualan atau pembelian instrumen keuangan yang
mengalami kegagalan penyerahan kas dan/atau instrumen
keuangan pada tanggal penyelesaian lebih dari 4 (empat)
hari kerja, yang menimbulkan Risiko Kredit akibat
kegagalan settlement (settlement risk).
2. Eksposur yang menimbulkan Risiko Kredit akibat kegagalan
pihak lawan (counterparty credit risk) antara lain transaksi
derivatif Over The Counter (OTC) dan transaksi repo atau reverse
repo, baik atas posisi Trading Book maupun Banking Book.
Definisi Trading Book maupun Banking Book mengacu pada
POJK KPMM.
- 4 -
3. Eksposur transaksi penjualan atau pembelian instrumen
keuangan yang mengalami kegagalan penyerahan kas dan/atau
instrumen keuangan (kegagalan settlement) pada tanggal
penyelesaian lebih dari 4 (empat) hari kerja, yang
menimbulkan Risiko Kredit akibat kegagalan settlement, antara
lain transaksi penjualan atau pembelian surat berharga atau
valuta asing.
Meskipun ATMR hanya diperhitungkan atas transaksi yang
mengalami kegagalan settlement lebih dari 4 (empat) hari kerja,
Bank memantau Risiko Kredit akibat kegagalan settlement atas
transaksi penjualan atau pembelian instrumen keuangan sejak
hari pertama terjadi kegagalan settlement.
B. TATA CARA PERHITUNGAN
1. Perhitungan Risiko Kredit dalam rangka perhitungan KPMM
untuk eksposur sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.1
merupakan hasil perkalian antara Tagihan Bersih dan bobot
risiko.
2. Tagihan Bersih atas eksposur sebagaimana dimaksud pada
angka 1 mengacu pada butir II.C.
3. Bobot risiko sebagaimana dimaksud pada angka 1 ditetapkan:
a. berdasarkan peringkat terkini dari debitur atau pihak lawan
dalam transaksi atau surat berharga, sesuai kategori
portofolio sebagaimana dimaksud dalam butir II.E.1,
butir II.E.2, butir II.E.3, butir II.E.4, dan butir II.E.9;
b. sebesar persentase tertentu untuk kategori portofolio
sebagaimana dimaksud dalam butir II.E.5, butir II.E.6,
butir II.E.7, butir II.E.8, butir II.E.10, dan butir II.E.11.
4. Penetapan bobot risiko berdasarkan peringkat terkini dan
persentase tertentu sebagaimana dimaksud dalam butir 3.a dan
butir 3.b mengacu pada Tabel 1 Penetapan Bobot Risiko Tagihan
Kepada Pemerintah sampai dengan Tabel 7 Penetapan Bobot
Risiko Tagihan yang Tidak Didasarkan Pada Peringkat dalam
Lampiran I.
5. Perhitungan Risiko Kredit dalam rangka perhitungan KPMM
untuk eksposur sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2 yaitu
eksposur yang menimbulkan Risiko Kredit akibat kegagalan
pihak lawan (counterparty credit risk) adalah:
- 5 -
a. Untuk eksposur transaksi derivatif Over The Counter (OTC)
ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar merupakan
penjumlahan dari:
1)
hasil perkalian antara Tagihan Bersih dan bobot risiko
sebagaimana diatur pada angka 3 dan angka 4, dalam
hal ini Tagihan Bersih untuk eksposur transaksi
derivatif OTC mengacu pada butir II.C.3.a; dan
2) eksposur tertimbang dari Credit Valuation Adjustment
(CVA risk weighted assets) yang dihitung dengan
formula:
12,5 × 2,33 . ℎ . 0,5 . 𝑤𝑖
𝑖
Keterangan:
h
. 𝑀𝑖. 𝐸𝐴𝐷𝑖
𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 + 0,75 . 𝑤𝑖
2
2 . 𝑀𝑖. 𝐸𝐴𝐷𝑖
𝑖
𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
2
= jangka waktu dalam satuan tahun, h = 1
= bobot dari pihak lawan i yang ditetapkan
sesuai peringkat dengan mengacu pada
Tabel 3 dalam Lampiran II
= total Tagihan Bersih transaksi derivatif
OTC sebagaimana dimaksud dalam butir
II.C.3.a untuk pihak lawan i setelah
pengakuan Mitigasi Risiko Kredit (MRK),
yang dikalikan dengan faktor diskonto
[
]
= rata-rata tertimbang sisa jangka waktu
nosional (notional weighted average
maturity) dari transaksi derivatif OTC
untuk pihak lawan i
b. Untuk eksposur transaksi repo, ATMR Risiko Kredit-
Pendekatan Standar diperhitungkan sebesar hasil perkalian
antara Tagihan Bersih dan bobot risiko sebagaimana
dimaksud pada angka 3 dan angka 4. Tagihan Bersih untuk
eksposur transaksi repo mengacu pada butir II.C.3.b.
c. Untuk eksposur transaksi reverse repo, ATMR Risiko Kredit-
Pendekatan Standar diperhitungkan sebesar hasil perkalian
- 6 -
antara Tagihan Bersih dan bobot risiko sebagaimana
dimaksud pada angka 3 dan angka 4. Tagihan Bersih untuk
eksposur transaksi
reverse repo mengacu pada
butir II.C.3.c.
6. Perhitungan Risiko Kredit dalam rangka perhitungan KPMM
untuk eksposur sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.3 yaitu
eksposur transaksi penjualan atau pembelian instrumen
keuangan yang mengalami kegagalan penyerahan kas dan/atau
instrumen keuangan pada tanggal penyelesaian (settlement date)
lebih dari 4 (empat) hari kerja adalah:
a. untuk transaksi Delivery versus Payment (DvP), ATMR
Risiko Kredit-Pendekatan Standar diperhitungkan sebesar
hasil perkalian antara selisih positif antara nilai wajar
transaksi dan nilai kontrak (positive current exposure),
persentase tertentu, dan 12,5 (dua belas koma lima).
Persentase tertentu ditetapkan berdasarkan jumlah hari
kerja pelampauan tanggal penyelesaian (settlement date)
mengacu pada Tabel 4 dalam Lampiran II; atau
b. untuk transaksi non-Delivery versus Payment (non-DvP),
Risiko Kredit diperhitungkan sebagai faktor pengurang
modal sebesar nilai kas atau nilai wajar instrumen
keuangan yang telah diserahkan oleh Bank.
C. TAGIHAN BERSIH
1. Untuk eksposur aset dalam neraca sebagaimana dimaksud
dalam butir II.A.1, Tagihan Bersih adalah nilai tercatat aset
ditambah dengan tagihan bunga yang belum diterima (jika ada)
setelah dikurangi dengan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai
(CKPN) atas aset tersebut sesuai standar akuntansi yang
berlaku, dengan formula:
Tagihan Bersih = {Nilai tercatat aset + tagihan bunga yang
belum diterima (jika ada)} – CKPN
Khusus untuk CKPN yang dibentuk secara kolektif, yang
diperhitungkan hanya CKPN atas aset yang telah teridentifikasi
mengalami penurunan nilai.
2. Untuk eksposur transaksi rekening administratif sebagaimana
dimaksud dalam butir II.A.1, Tagihan Bersih adalah hasil
perkalian antara nilai kewajiban komitmen atau kewajiban
- 7 -
kontinjensi setelah dikurangi dengan Penyisihan Penghapusan
Aset (PPA) Khusus sesuai ketentuan yang mengatur mengenai
penilaian kualitas aset bank umum dan Faktor Konversi Kredit
(FKK) sebagaimana dimaksud dalam butir II.D, dengan formula:
Tagihan Bersih = (nilai kewajiban komitmen atau kewajiban
kontinjensi – PPA Khusus) x FKK
3. Untuk eksposur yang menimbulkan Risiko Kredit akibat
kegagalan pihak lawan (counterparty credit risk) sebagaimana
dimaksud dalam butir II.A.2, Tagihan Bersih adalah:
a. untuk eksposur transaksi derivatif OTC, merupakan:
1) penjumlahan dari nilai tercatat tagihan derivatif dan
potensi eksposur pada masa mendatang (potential
future exposure), untuk transaksi derivatif dengan
positif marked to market; atau
2) potensi eksposur pada masa mendatang, untuk
transaksi derivatif dengan negatif marked to market.
Potensi eksposur pada masa mendatang dihitung dari hasil
perkalian antara nilai notional transaksi derivatif dan
persentase tertentu.
Persentase tertentu ditetapkan berdasarkan variabel
yang mendasari (underlying variable) dan sisa jangka waktu
dari transaksi derivatif mengacu pada Tabel 2 Penetapan
Persentase Tertentu dalam Perhitungan Risiko Kredit Akibat
Kegagalan Pihak Lawan (Counterparty Credit Risk) untuk
Transaksi Derivatif dalam Lampiran II;
b. untuk eksposur transaksi repo, merupakan selisih positif
antara nilai tercatat bersih surat berharga yang menjadi
underlying transaksi repo dan nilai tercatat kewajiban repo.
Nilai tercatat bersih surat berharga adalah nilai tercatat
surat berharga setelah dikurangi dengan CKPN atas surat
berharga tersebut sesuai standar akuntansi yang berlaku.
Khusus untuk CKPN yang dibentuk secara kolektif, yang
dapat diperhitungkan hanya CKPN atas surat berharga
yang telah teridentifikasi mengalami penurunan nilai.
Selain itu, Risiko Kredit dari penerbit surat berharga yang
menjadi underlying transaksi repo diperhitungkan pula
sebagai Tagihan Bersih untuk eksposur aset dalam neraca,
sebagaimana dimaksud dalam butir II.C.1.
- 8 -
Perhitungan eksposur transaksi repo dilakukan dengan
mengikuti Pendekatan Komprehensif dalam teknik Mitigasi
Risiko Kredit (MRK)-agunan sebagaimana dimaksud dalam
butir IV.B.6; dan
c. untuk eksposur transaksi reverse repo, merupakan nilai
tercatat dari tagihan reverse repo setelah dikurangi dengan
CKPN atas tagihan tersebut sesuai standar akuntansi yang
berlaku.
Khusus untuk CKPN yang dibentuk secara kolektif, yang
diperhitungkan hanya CKPN atas tagihan yang telah
teridentifikasi mengalami penurunan nilai.
Untuk transaksi reverse repo, keberadaan agunan berupa
surat berharga yang menjadi underlying dari transaksi
reverse repo dan/atau uang tunai diperhitungkan sebagai
bentuk MRK atas transaksi dimaksud.
Perhitungan eksposur transaksi reverse repo dilakukan
dengan mengikuti Pendekatan Komprehensif dalam Teknik
MRK-Agunan sebagaimana dimaksud dalam butir IV.B.6.
D. FAKTOR KONVERSI KREDIT UNTUK EKSPOSUR TRANSAKSI
REKENING ADMINISTRATIF
Dalam rangka menghitung Tagihan Bersih untuk eksposur transaksi
rekening administratif, penetapan FKK untuk transaksi rekening
administratif sebagaimana dimaksud dalam butir II.C.2 adalah
sebagai berikut:
1. Kewajiban komitmen yang memenuhi kriteria sebagai
uncommitted sesuai ketentuan yang mengatur mengenai
penilaian kualitas aset bank umum, diberikan FKK sebesar 0%
(nol persen).
2. Kewajiban komitmen dalam bentuk Letter of Credit (L/C) yang
masih berlaku namun tidak termasuk standby L/C, baik
terhadap Bank penerbit (issuing bank) maupun Bank yang
melakukan konfirmasi (confirming bank), diberikan FKK sebesar
20% (dua puluh persen).
3. Kewajiban komitmen dengan jangka waktu perjanjian sampai
dengan 1 (satu) tahun, diberikan FKK sebesar 20% (dua puluh
persen).
- 9 -
4. Kewajiban komitmen dengan jangka waktu perjanjian lebih dari
1 (satu) tahun, diberikan FKK sebesar 50% (lima puluh persen).
5. Kewajiban kontinjensi dalam bentuk jaminan yang diterbitkan
bukan dalam rangka pemberian kredit, seperti bid bonds,
performance bonds atau advance payment bonds, diberikan FKK
sebesar 50% (lima puluh persen).
6. Kewajiban kontinjensi dalam bentuk:
a. jaminan yang diterbitkan dalam rangka pemberian kredit
atau pengambilalihan risiko gagal bayar, termasuk berupa
bank garansi dan standby L/C; atau
b. akseptasi, termasuk endosemen atau aval atas surat-surat
berharga,
diberikan FKK sebesar 100% (seratus persen).
7. Pos transaksi rekening administratif yang timbul dari transaksi
derivatif tidak diberikan FKK dan perhitungan Tagihan Bersih
atas eksposur tersebut dilakukan sebagaimana dimaksud dalam
butir II.C.3.a.
E. BOBOT RISIKO
Dalam menentukan bobot risiko, Bank menggolongkan seluruh
eksposur sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.1 dan butir II.A.2
dalam kategori portofolio yang penetapannya didasarkan pada
debitur atau pihak lawan transaksi sebagai berikut:
1. Tagihan Kepada Pemerintah
a. Tagihan Kepada Pemerintah terdiri dari:
1) Tagihan Kepada Pemerintah Indonesia yang mencakup
tagihan kepada:
a) Pemerintah Pusat Republik Indonesia;
b) Bank Indonesia; dan
c) Badan dan lembaga Pemerintah Indonesia yang
seluruh pendanaan operasionalnya berasal dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
Pemerintah Republik Indonesia;
2) Tagihan Kepada Pemerintah Negara Lain yang
mencakup tagihan kepada pemerintah pusat dan bank
sentral negara lain.
b. Bobot risiko Tagihan Kepada Pemerintah Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam butir a.1), baik mata uang
- 10 -
Rupiah maupun mata uang valuta asing, adalah 0% (nol
persen).
c. Bobot risiko Tagihan Kepada Pemerintah Negara Lain
sebagaimana dimaksud dalam butir a.2), baik dalam mata
uang negara tersebut maupun valuta asing, ditetapkan
sesuai dengan peringkat internasional negara tersebut
mengacu pada Tabel 1 Penetapan Bobot Risiko Tagihan
Kepada Pemerintah dalam Lampiran I.
2. Tagihan Kepada Entitas Sektor Publik
a. Tagihan Kepada Entitas Sektor Publik mencakup tagihan
kepada:
1) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang mengenai BUMN,
kecuali BUMN berupa Bank;
2) Pemerintah Daerah (provinsi, kota, dan kabupaten) di
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang mengenai Pemerintahan Daerah;
3) Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang mengenai Lembaga
Pembiayaan Ekspor Indonesia; dan
4) Badan atau lembaga Pemerintah Republik Indonesia
yang tidak memenuhi kriteria sebagai Tagihan Kepada
Pemerintah Indonesia.
b. Bobot risiko Tagihan Kepada Entitas Sektor Publik
ditetapkan sesuai peringkat dengan mengacu pada Tabel 2
Penetapan Bobot Risiko Tagihan Kepada Entitas Sektor
Publik dalam Lampiran I.
3. Tagihan Kepada Bank Pembangunan Multilateral dan Lembaga
Internasional
a. Bank Pembangunan Multilateral merupakan lembaga
keuangan internasional yang antara lain memiliki
karakteristik khusus:
1) didirikan atau dimiliki oleh beberapa negara; dan
2) menyediakan pembiayaan jangka panjang, hibah,
dan/atau bantuan teknis dalam rangka pembangunan.
b. Tagihan Kepada Bank Pembangunan Multilateral dan
Lembaga Internasional mencakup tagihan kepada:
- 11 -
1) Bank Pembangunan Multilateral yang terdiri dari:
a) Bank Pembangunan Multilateral tertentu yang
telah ditetapkan oleh Basel Committee on Banking
Supervision, yaitu World Bank Group yang terdiri
dari International Bank for Reconstruction and
Development
(IBRD), Multilateral Investment
Guarantee Agency (MIGA), dan International
Finance Corporation (IFC), serta Asian Development
Bank (ADB), African Development Bank (AfDB),
European Bank for Reconstruction and
Development (EBRD), Inter-American Development
Bank (IADB), European Investment Bank
(EIB), European Investment Fund (EIF), Nordic
Investment Bank (NIB), Caribbean Development
Bank (CDB), Islamic Development Bank (IDB),
Council of Europe Development Bank (CEDB), dan
International Finance Facility for Immunization
(IFFIm); dan
b) Bank Pembangunan Multilateral lainnya; dan
2) Lembaga Internasional yaitu Bank for International
Settlements, International Monetary Fund (IMF), dan
European Central Bank.
c. Bobot risiko Tagihan Kepada Bank Pembangunan
Multilateral dan Lembaga Internasional sebagaimana
dimaksud dalam huruf b, mengacu pada Tabel 3 Penetapan
Bobot Risiko Tagihan Kepada Bank Pembangunan
Multilateral dan Lembaga Internasional dalam Lampiran I.
4. Tagihan Kepada Bank
a. Tagihan Kepada Bank mencakup tagihan kepada:
1) bank yang beroperasi di wilayah Indonesia, yang terdiri
dari bank umum dan bank perkreditan rakyat,
termasuk kantor cabang dari bank yang berkedudukan
di luar negeri; dan
2) bank yang beroperasi di luar wilayah Indonesia, yang
terdiri dari bank yang berbadan hukum asing dan
kantor cabang dari bank yang berkantor pusat di
Indonesia.
- 12 -
b. Tagihan Kepada Bank dibedakan menjadi:
1) Tagihan Jangka Pendek yaitu tagihan dengan jangka
waktu perjanjian sampai dengan 3 (tiga) bulan,
termasuk tagihan yang tidak memiliki jangka waktu
jatuh tempo namun dapat ditarik sewaktu-waktu; atau
2) Tagihan Jangka Panjang yaitu tagihan dengan jangka
waktu perjanjian lebih dari 3 (tiga) bulan.
Tagihan Kepada Bank dengan jangka waktu perjanjian
sampai dengan 3 (tiga) bulan namun dapat dipastikan
akan diperpanjang (roll-over) sehingga keseluruhan
jangka waktu menjadi lebih dari 3 (tiga) bulan,
digolongkan sebagai Tagihan Jangka Panjang.
c. Bobot risiko Tagihan Kepada Bank, baik Tagihan Jangka
Pendek maupun Tagihan Jangka Panjang sebagaimana
dimaksud dalam huruf b, ditetapkan sesuai peringkat
dengan mengacu pada Tabel 4 Penetapan Bobot Risiko
Tagihan Kepada Bank atau Tabel 6 Penetapan Bobot Risiko
Surat Berharga yang Memiliki Peringkat Jangka Pendek
dalam Lampiran I.
Penggunaan Tabel 4 dan Tabel 6 mengacu pada ketentuan
mengenai penggunaan peringkat jangka pendek dan
peringkat jangka panjang sebagaimana dimaksud dalam
butir III.B.3.a dan butir III.B.3.b.
5. Kredit Beragun Rumah Tinggal
a. Kredit Beragun Rumah Tinggal mencakup:
1) kredit konsumsi untuk kepemilikan rumah
tinggal/apartemen atau kredit konsumsi yang dijamin
dengan agunan berupa rumah tinggal/apartemen
(tidak termasuk rumah toko dan rumah kantor), serta
memenuhi kriteria:
a) diberikan kepada debitur perorangan;
b) agunan diikat dengan hak tanggungan atau
fidusia sehingga memberikan kedudukan yang
diutamakan (hak preferensi) kepada Bank;
c) Bank memiliki sistem dan prosedur yang memadai
untuk menilai dan memantau nilai agunan secara
berkala; dan
- 13 -
d)
rasio nilai kredit terhadap nilai agunan
(loan-to-value) atau rasio LTV paling tinggi sebesar
95% (sembilan puluh lima persen); dan
2) kredit konsumsi untuk kepemilikan rumah tinggal
dalam rangka program Pemerintah Indonesia sesuai
peraturan perundang-undangan dan rasio LTV paling
tinggi sebesar 95% (sembilan puluh lima persen).
b. Rasio LTV sebagaimana dimaksud dalam butir a.1)d) dan
butir a.2) menggunakan rasio pada posisi dilakukan
perhitungan ATMR. Perhitungan rasio LTV dilakukan
sebagai berikut:
1)
nilai kredit ditetapkan berdasarkan nilai tercatat kredit
di neraca Bank pemberi kredit; dan
2)
nilai agunan ditetapkan berdasarkan nilai yang lebih
rendah antara nilai pengikatan agunan dan nilai pasar
agunan yang dinilai ulang secara berkala paling lama
30 (tiga puluh) bulan sekali.
Dalam hal penilaian kembali nilai pasar agunan
dilakukan lebih dari 30 (tiga puluh) bulan terakhir
maka agunan ditetapkan tidak memiliki nilai.
c. Penilaian agunan dilakukan oleh:
1)
penilai independen untuk Kredit Beragun Rumah
Tinggal dengan baki debet pembiayaan lebih dari
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); atau
2)
penilai independen atau penilai intern Bank untuk
Kredit Beragun Rumah Tinggal dengan baki debet
pembiayaan sampai dengan Rp5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah).
d. Bobot risiko untuk Kredit Beragun Rumah Tinggal
ditetapkan sebesar 35% (tiga puluh lima persen).
6. Kredit Beragun Properti Komersial
a. Kredit Beragun Properti Komersial adalah kredit yang
memenuhi kriteria:
1) diberikan kepada perorangan atau badan usaha;
2) tujuan penggunaan dana untuk pembiayaan
konstruksi atau pembangunan properti.
- 14 -
Contoh:
Pembangunan perumahan, apartemen, rumah susun,
ruang perkantoran, ruang komersial multifungsi,
ruang komersial yang disewa banyak pihak, atau
pergudangan; dan
3) sumber utama pembayaran kredit berasal dari arus
kas dari penyewaan atau penjualan properti yang
dibiayai.
b. Bobot risiko Kredit Beragun Properti Komersial adalah
100% (seratus persen).
7. Kredit Pegawai atau Pensiunan
a. Kredit Pegawai atau Pensiunan adalah kredit yang
memenuhi kriteria:
1) diberikan kepada pegawai atau pensiunan dari Pegawai
Negeri Sipil (PNS), anggota Tentara Nasional Indonesia
(TNI), anggota Polisi Republik Indonesia (POLRI),
pegawai lembaga negara, pegawai BUMN atau pegawai
Badan Usaha Milik Daerah;
2)
total plafon pembiayaan adalah Rp500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah) untuk setiap pegawai atau
pensiunan;
3) pegawai atau pensiunan dijamin dengan asuransi jiwa
dari perusahaan asuransi yang berstatus sebagai
BUMN, atau perusahaan asuransi swasta yang
memiliki peringkat paling rendah peringkat investasi
dari lembaga pemeringkat yang diakui oleh Otoritas
Jasa Keuangan sebagaimana dalam Surat Edaran
Otoritas Jasa Keuangan mengenai Lembaga
Pemeringkat dan Peringkat yang diakui Otoritas Jasa
Keuangan;
4) pembayaran angsuran atau pelunasan kredit
bersumber dari gaji atau pensiun berdasarkan surat
kuasa memotong gaji atau pensiun kepada Bank
pemberi kredit. Dalam hal pembayaran gaji atau
pensiun dilakukan Bank lain atau BUMN lain maka
Bank pemberi kredit harus memiliki perjanjian kerja
sama dengan Bank lain atau BUMN lain pembayar gaji
- 15 -
atau pensiun untuk melakukan pemotongan gaji atau
pensiun dalam rangka pembayaran angsuran atau
pelunasan kredit; dan
5) Bank pemberi kredit menyimpan asli surat
pengangkatan pegawai atau surat keputusan
jabatan/pangkat yang terakhir atau surat keputusan
pensiun atau Kartu Registrasi Induk Pensiun (KARIP)
dan polis pertanggungan asuransi jiwa debitur.
b. Bobot risiko Kredit Pegawai atau Pensiunan adalah 50%
(lima puluh persen).
8. Tagihan Kepada Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Portofolio Ritel
a. Tagihan Kepada Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Portofolio
Ritel merupakan tagihan yang memenuhi kriteria:
1) diberikan kepada debitur yang merupakan:
a) badan usaha yang memenuhi kriteria sebagai
usaha mikro dan usaha kecil sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang mengenai
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah; atau
b) perorangan;
2) plafon pembiayaan (agregat eksposur) kepada 1 (satu)
debitur paling tinggi sebesar 0,2% (nol koma dua
persen) dari hasil penjumlahan plafon pembiayaan
untuk seluruh debitur yang merupakan:
a) badan usaha dan perorangan yang memenuhi
kriteria sebagai usaha mikro dan usaha kecil
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
mengenai Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah; dan
b) perorangan,
yang tidak memenuhi kriteria sebagai Tagihan yang
Telah Jatuh Tempo sebagaimana dimaksud dalam
butir II.E.10.
Plafon pembiayaan (agregat eksposur) adalah total
seluruh fasilitas kepada debitur yang memenuhi
kriteria pada angka 1), angka 3), angka 4), angka 5),
dan angka 6) tanpa memperhitungkan Teknik MRK.
Dalam hal terdapat paling sedikit 2 (dua) debitur
berupa badan usaha sebagaimana dimaksud dalam
- 16 -
huruf a) yang berada dalam 1 (satu) kelompok
kepemilikan dan mempunyai hubungan keuangan
maka diperlakukan sebagai debitur yang sama;
3) plafon pembiayaan kepada debitur paling tinggi
sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah);
4) debitur tidak tergolong sebagai 50 (lima puluh) debitur
terbesar Bank;
5) tagihan tidak dalam bentuk surat berharga; dan
6) tagihan tidak memenuhi kriteria sebagai Kredit
Beragun Rumah Tinggal, Kredit Beragun Properti
Komersial atau Kredit Pegawai atau Pensiunan.
b. Bobot risiko Tagihan Kepada Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan
Portofolio Ritel ditetapkan sebesar 75% (tujuh puluh lima
persen).
9. Tagihan Kepada Korporasi
a. Tagihan Kepada Korporasi merupakan tagihan yang tidak
memenuhi kategori portofolio sebagaimana dimaksud pada
angka 1 sampai dengan angka 8.
b. Bobot risiko Tagihan Kepada Korporasi ditetapkan sesuai
peringkat dengan mengacu pada Tabel 5 Penetapan Bobot
Risiko Tagihan Kepada Korporasi atau Tabel 6 Penetapan
Bobot Risiko Surat Berharga yang Memiliki Peringkat
Jangka Pendek dalam Lampiran I.
Penggunaan Tabel 5 atau Tabel 6 mengacu pada ketentuan
dalam butir III.B.3.a dan butir III.B.3.c.
10. Tagihan Yang Telah Jatuh Tempo
a. Tagihan Yang Telah Jatuh Tempo adalah seluruh tagihan
sebagaimana dimaksud dalam butir II.E.1 sampai dengan
butir II.E.9, yang telah jatuh tempo lebih dari 90 (sembilan
puluh) hari, baik atas pembayaran pokok dan/atau
pembayaran bunga.
b. Bobot risiko Tagihan Yang Telah Jatuh Tempo ditetapkan:
1) 100% (seratus persen), untuk Tagihan Yang Telah
Jatuh Tempo yang sebelumnya tergolong sebagai
Kredit Beragun Rumah Tinggal sebagaimana dimaksud
dalam butir II.E.5; dan
- 17 -
2) 150% (seratus lima puluh persen), untuk Tagihan Yang
Telah Jatuh Tempo yang sebelumnya tergolong dalam
butir II.E.1, butir II.E.2, butir II.E.3, butir II.E.4,
butir II.E.6, butir II.E.7, butir II.E.8, atau butir II.E.9.
11. Aset Lainnya
a. Aset berupa uang tunai, emas yang dimiliki Bank dan tidak
disimpan di Bank lain, dan commemorative coin yang
dikeluarkan oleh Bank Indonesia, diberikan bobot risiko
sebesar 0% (nol persen).
b. Penyertaan yang bukan merupakan faktor pengurang modal
dalam ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur
mengenai kewajiban penyediaan modal minimum, dalam
bentuk:
1) penyertaan kepada perusahaan keuangan yang
terdaftar di bursa, diberikan bobot risiko sebesar 100%
(seratus persen);
2) penyertaan kepada perusahaan keuangan yang tidak
terdaftar di bursa, diberikan bobot risiko sebesar 150%
(seratus lima puluh persen); dan
3) penyertaan modal sementara dalam rangka
restrukturisasi kredit, diberikan bobot risiko sebesar
150% (seratus lima puluh persen).
c. Perhitungan bobot risiko dan/atau faktor pengurang modal
terhadap tagihan atau transaksi rekening administratif
dalam bentuk eksposur sekuritisasi mengacu pada
ketentuan yang mengatur mengenai prinsip kehati-hatian
dalam aktivitas sekuritisasi aset bagi bank umum.
Untuk tagihan eksposur sekuritisasi selain yang diatur
dalam pengaturan tersebut, seperti credit link notes maka
penetapan bobot risiko didasarkan pada peringkat tagihan
eksposur sekuritisasi mengacu pada Tabel 5 Penetapan
Bobot Risiko Tagihan Kepada Korporasi dalam Lampiran I.
Khusus untuk tagihan eksposur sekuritisasi yang tidak
memiliki peringkat maka penetapan bobot risiko ditetapkan
secara konservatif yaitu bobot risiko paling tinggi diantara
bobot risiko dari aset yang mendasari dan bobot risiko dari
penerbit eksposur sekuritisasi.
- 18 -
d. Aset Yang Diambil Alih (AYDA) diberikan bobot risiko
sebesar 150% (seratus lima puluh persen).
e. Aset lainnya, seperti tanah, bangunan, inventaris, dan aset
tetap lainnya, setelah dikurangi dengan akumulasi
penyusutan diberikan bobot risiko sebesar 100% (seratus
persen).
III. PENGGUNAAN PERINGKAT
Untuk jenis kategori portofolio yang penetapan bobot risikonya didasarkan
pada peringkat maka penggunaan peringkat memenuhi ketentuan sebagai
berikut:
A. UMUM
1. Peringkat yang digunakan adalah peringkat terkini yang
dikeluarkan oleh lembaga pemeringkat yang diakui oleh Otoritas
Jasa Keuangan sesuai Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan
mengenai Lembaga Pemeringkat dan Peringkat yang Diakui
Otoritas Jasa Keuangan.
2. Dalam satu kelompok usaha, peringkat suatu perusahaan tidak
dapat digunakan untuk menetapkan bobot risiko dari
perusahaan lain dalam kelompok tersebut.
3. Bank harus memiliki pedoman dan prosedur untuk memastikan
bahwa peringkat yang digunakan untuk menghitung ATMR
Risiko Kredit-Pendekatan Standar adalah peringkat terkini yang
telah memperhitungkan seluruh eksposur risiko kredit, dan
harus memelihara dokumentasi terkait peringkat terkini yang
digunakan.
4. Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan menilai bahwa peringkat
yang digunakan Bank dalam penetapan bobot risiko
mencerminkan risiko yang lebih rendah dari kondisi terkini atas
debitur atau pihak lawan transaksi maka Otoritas Jasa
Keuangan berwenang untuk menetapkan bobot risiko yang lebih
tinggi dari yang digunakan Bank.
- 19 -
B. TATA CARA PENGGUNAAN PERINGKAT
1. Peringkat Domestik (Local Rating/Domestic Currency Rating) dan
Peringkat Internasional (International Rating/Foreign Currency
Rating)
a. Peringkat domestik digunakan untuk penetapan bobot
risiko tagihan dalam mata uang Rupiah.
b. Peringkat internasional digunakan untuk penetapan bobot
risiko tagihan dalam valuta asing.
2. Peringkat Surat Berharga (Issue Rating) dan Peringkat Debitur
(Issuer Rating)
a. Penetapan bobot risiko atas tagihan dalam bentuk surat
berharga didasarkan pada peringkat dari surat berharga
dimaksud (issue rating).
Dalam hal surat berharga tidak memiliki peringkat maka
penetapan bobot risiko didasarkan pada bobot risiko dari
tagihan tanpa peringkat.
b. Penetapan bobot risiko atas tagihan dalam bentuk selain
surat berharga, dilakukan:
1) didasarkan pada peringkat debitur (issuer rating)
dalam hal:
a) bobot risiko atas peringkat debitur (issuer rating)
sama dengan atau lebih besar dari bobot risiko
tagihan tanpa peringkat; atau
b) bobot risiko atas peringkat debitur (issuer rating)
lebih kecil dari bobot risiko tagihan tanpa
peringkat dan tagihan bersifat senior (tidak
bersifat subordinasi);
2) didasarkan pada bobot risiko tagihan tanpa peringkat
dalam hal:
a) bobot risiko atas peringkat debitur (issuer rating)
lebih kecil dari bobot risiko tagihan tanpa
peringkat dan tagihan bersifat subordinasi; atau
b) debitur tidak memiliki peringkat (issuer rating).
3. Peringkat Jangka Pendek dan Peringkat Jangka Panjang
a. Peringkat jangka pendek sebagaimana dimaksud pada
Tabel 6 Penetapan Bobot Risiko Surat Berharga yang
Memiliki Peringkat Jangka Pendek dalam Lampiran I,
- 20 -
digunakan untuk penetapan bobot risiko dari surat
berharga yang memiliki peringkat jangka pendek dan
diterbitkan oleh pihak yang termasuk dalam cakupan
Tagihan Kepada Bank atau Tagihan Kepada Korporasi.
b. Penetapan bobot risiko untuk Tagihan Kepada Bank yang
tergolong sebagai Tagihan Jangka Pendek sebagaimana
dimaksud dalam butir II.E.4.b.1) dalam bentuk surat
berharga namun tidak memiliki peringkat jangka pendek,
mengacu pada peringkat jangka panjang sesuai Tabel 4
Penetapan Bobot Risiko Tagihan Kepada Bank dalam
Lampiran I.
c. Penetapan bobot risiko untuk Tagihan Kepada Korporasi
yang tidak memiliki peringkat jangka pendek, mengacu
pada peringkat jangka panjang sesuai Tabel 5 Penetapan
Bobot Risiko Tagihan Kepada Korporasi dalam Lampiran I.
4. Peringkat Tunggal dan Multi Peringkat
Dalam hal debitur, pihak lawan atau instrumen keuangan:
a. memiliki 1 (satu) peringkat maka Bank menggunakan hasil
peringkat dimaksud;
b. memiliki 2 (dua) peringkat dan masing-masing memberikan
bobot risiko yang berbeda maka Bank menggunakan
peringkat yang menghasilkan bobot risiko tertinggi;
c. memiliki 3 (tiga) peringkat atau lebih dan memberikan
bobot risiko yang berbeda maka Bank menggunakan
peringkat yang menghasilkan bobot risiko terendah kedua.
Contoh:
Surat Berharga yang diterbitkan oleh perusahaan X dan
tergolong sebagai Tagihan Kepada Korporasi memiliki
peringkat AA-, A-, dan BBB+ sehingga berturut-turut setara
dengan bobot risiko 20% (dua puluh persen), 50% (lima
puluh persen), dan 100% (seratus persen). Untuk
perhitungan ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar, Bank
menggunakan peringkat A-
yaitu peringkat yang
menghasilkan bobot risiko terendah kedua sebesar 50%
(lima puluh persen).
Penggunaan peringkat sebagaimana diatur pada huruf a,
huruf b, dan huruf c harus secara konsisten digunakan untuk
mengukur risiko dari eksposur yang sama untuk berbagai
kepentingan.
- 21 -
IV. METODE DAN TEKNIK MITIGASI RISIKO KREDIT
A. UMUM
1. Dalam menghitung ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar,
Bank dapat mengakui keberadaan agunan, garansi, penjaminan,
atau asuransi kredit sebagai Teknik MRK.
2. Teknik MRK sebagaimana dimaksud pada angka 1 mencakup:
a. Teknik MRK-Agunan;
b. Teknik MRK-Garansi; dan/atau
c. Teknik MRK-Penjaminan atau Asuransi Kredit.
3. Prinsip utama dalam pengakuan Teknik MRK adalah:
a. Teknik MRK hanya diakui dalam hal ATMR Risiko Kredit
dari eksposur yang menggunakan Teknik MRK lebih rendah
dari ATMR Risiko Kredit dari eksposur tersebut yang tidak
menggunakan Teknik MRK.
Hasil perhitungan ATMR Risiko Kredit setelah
memperhitungkan dampak Teknik MRK paling rendah
sebesar 0 (nol).
b. Dampak keberadaan agunan, garansi, jaminan, atau
asuransi kredit yang diakui sebagai Teknik MRK tidak boleh
diperhitungkan ganda dalam perhitungan ATMR Risiko
Kredit.
Contoh:
Dalam hal
peringkat surat berharga telah
memperhitungkan dampak keberadaan agunan, garansi,
jaminan atau asuransi kredit maka perhitungan ATMR
Risiko Kredit atas surat berharga dimaksud tidak boleh
memperhitungkan kembali keberadaan agunan, garansi,
jaminan atau asuransi kredit yang sama.
c. Masa berlaku pengikatan agunan, garansi, dan/atau
jaminan atau asuransi kredit, paling sedikit sama dengan
sisa jangka waktu eksposur.
4. Selain memenuhi prinsip utama sebagaimana dimaksud pada
angka 3, Teknik MRK juga harus memenuhi kriteria:
a. seluruh dokumen agunan, garansi, jaminan atau asuransi
kredit yang digunakan dalam Teknik MRK memenuhi
persyaratan sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan;
- 22 -
b. Bank secara berkala melakukan kaji ulang untuk
memastikan bahwa agunan, garansi, jaminan atau asuransi
kredit tetap memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud
dalam huruf a; dan
c. dokumentasi yang digunakan dalam Teknik MRK harus
memuat klausula yang menetapkan jangka waktu yang
wajar untuk eksekusi atau pencairan agunan, garansi,
jaminan atau asuransi kredit yang didasarkan pada
terjadinya kondisi yang menyebabkan debitur tidak mampu
melaksanakan kewajiban sesuai dengan perjanjian
penyediaan dana (events of default).
5. Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada angka 3
dan angka 4 tidak dipenuhi maka keberadaan MRK tidak diakui
dalam perhitungan ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar.
6. Dalam rangka mengoptimalkan penggunaan Teknik MRK, Bank
harus memiliki prosedur tertulis untuk mengidentifikasi,
mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko yang
timbul dari penggunaan Teknik MRK, seperti risiko hukum,
risiko operasional, risiko likuiditas, dan risiko pasar, termasuk
prosedur untuk memastikan bahwa eksekusi agunan, garansi,
jaminan atau asuransi kredit dilakukan dalam jangka waktu
yang wajar.
B. TEKNIK MRK-AGUNAN
1. Pendekatan Teknik MRK-Agunan
Pengakuan Teknik MRK-Agunan dapat menggunakan 2 (dua)
pendekatan, yaitu:
a. Pendekatan Sederhana (simple approach), untuk eksposur
sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.1; atau
b. Pendekatan Komprehensif (comprehensive approach), untuk
eksposur sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.
2. Persyaratan Pengakuan
a. Selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam butir IV.A.3 dan butir IV.A.4, agunan yang
digunakan dalam Teknik MRK-Agunan harus memenuhi
persyaratan:
1) agunan tidak diterbitkan oleh debitur atau pihak lawan
transaksi yang sama; dan
- 23 -
2) kualitas agunan tidak berkorelasi secara positif dengan
kualitas eksposur,
sehingga agunan dapat memberikan perlindungan yang
memadai dalam hal debitur atau pihak lawan transaksi
tidak mampu melaksanakan kewajiban sesuai dengan
perjanjian penyediaan dana (events of default).
Contoh:
Agunan berupa surat berharga yang diterbitkan oleh
perusahaan X yang memiliki keterkaitan arus kas secara
signifikan dengan perusahaan Y yang merupakan debitur
atau pihak lawan transaksi dari Bank, dianggap memiliki
korelasi positif sehingga surat berharga tersebut tidak
diakui dalam Teknik MRK-Agunan.
b. Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a tidak terpenuhi maka keberadaan agunan dalam
Teknik MRK-Agunan tidak diakui dalam perhitungan ATMR
Risiko Kredit-Pendekatan Standar.
3. Jenis Agunan Keuangan yang Diakui
a. Jenis agunan keuangan yang diakui (eligible financial
collateral) dalam Teknik MRK-Agunan baik pada
Pendekatan Sederhana maupun Pendekatan Komprehensif
adalah:
1) uang tunai yang disimpan pada Bank penyedia dana;
2) giro, tabungan atau deposito yang diterbitkan oleh
Bank penyedia dana;
3) emas yang disimpan pada Bank penyedia dana;
4) Surat Utang Negara (SUN) yang diterbitkan oleh
Pemerintah Republik Indonesia yang meliputi
Obligasi Negara dan Surat Perbendaharaan Negara
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
mengenai Surat Utang Negara;
5) Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang mengenai Surat
Berharga Syariah Negara;
6)
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Sertifikat Bank
Indonesia Syariah (SBIS); dan
- 24 -
7) surat-surat berharga yang diperingkat oleh lembaga
pemeringkat yang diakui oleh Otoritas Jasa Keuangan
dengan peringkat minimal:
a) setara dengan BBB- jika diterbitkan oleh pihak
yang termasuk dalam Tagihan Kepada Pemerintah
Negara Lain sebagaimana dimaksud dalam
butir II.E.1.a.2);
b) setara dengan BBB- jika diterbitkan oleh pihak
yang termasuk dalam Tagihan Kepada Entitas
Sektor Publik sebagaimana dimaksud dalam
butir II.E.2;
c)
setara dengan BBB- jika diterbitkan oleh
pihak yang termasuk dalam Tagihan Kepada
Bank Pembangunan Multilateral dan Lembaga
Internasional sebagaimana dimaksud dalam
butir II.E.3;
d) setara dengan BBB- jika diterbitkan oleh pihak
yang termasuk dalam Tagihan Kepada Bank
sebagaimana dimaksud dalam butir II.E.4;
e) setara dengan A- jika diterbitkan oleh pihak yang
termasuk dalam Tagihan Kepada Korporasi
sebagaimana dimaksud dalam butir II.E.9; atau
setara A-2 untuk surat berharga jangka pendek.
f)
b.
Instrumen yang mendasari (underlying) atau agunan dari
transaksi reverse repo dapat diakui sebagai bentuk mitigasi
risiko kredit atas transaksi reverse repo sepanjang
termasuk sebagai jenis agunan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a.
4. Penggunaan Nilai Agunan
a. Dalam mengakui dampak MRK dari jenis agunan
sebagaimana dimaksud pada angka 3 terhadap perhitungan
ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar, Bank
menggunakan nilai agunan sebesar nilai yang lebih rendah
antara nilai pengikatan agunan dan nilai wajar atau nilai
pasar agunan.
b. Dalam hal pengikatan agunan dilakukan atas beberapa
Tagihan Bersih maka nilai agunan yang dapat diakui
- 25 -
sebagai Teknik MRK-Agunan untuk seluruh Tagihan Bersih
paling tinggi sebesar nilai agunan.
Contoh:
Bank A memberikan kredit kepada debitur X dan debitur Y
masing-masing sebesar Rp500 juta dan Rp800 juta dengan
agunan berupa deposito senilai Rp1 miliar. Agunan tersebut
sebesar Rp400 juta diikat untuk kredit kepada debitur X
dan sebesar Rp600 juta diikat untuk kredit kepada
debitur Y. Dampak MRK atas agunan berupa deposito
dimaksud yang digunakan untuk menghitung ATMR Risiko
Kredit-Pendekatan Standar atas debitur X adalah sebesar
Rp400 juta dan atas debitur Y adalah sebesar Rp600 juta.
5. Teknik MRK-Agunan pada Pendekatan Sederhana
Penggunaan Teknik MRK-Agunan pada Pendekatan Sederhana
dilakukan sebagai berikut:
a. Penilaian kembali terhadap nilai wajar atau nilai pasar
agunan dilakukan paling sedikit 1 (satu) bulan sekali.
b. Perhitungan nilai agunan sebagaimana dimaksud dalam
butir IV.B.4.a. memperhitungkan haircut nilai tukar (Hfx)
sebagai faktor pengurang sebesar 8% (delapan persen)
dalam hal:
1) tagihan dan agunan dalam denominasi mata uang
yang berbeda; atau
2) agunan dalam bentuk emas.
c. Perhitungan ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar atas
eksposur yang telah memperhitungkan Teknik
MRK-Agunan pada Pendekatan Sederhana dilakukan
sebagai berikut:
1) Dampak MRK diakui menggunakan prinsip substitusi
yaitu bobot risiko agunan menggantikan bobot risiko
eksposur sebagai berikut:
a) Bagian dari nilai Tagihan Bersih eksposur yang
mendapatkan perlindungan dari agunan,
selanjutnya disebut Bagian Yang Dijamin (secured
portion), dikenakan:
i. bobot risiko sebesar 0% (nol persen), jika
agunan dalam bentuk
sebagaimana
- 26 -
dimaksud dalam butir IV.B.3.a.1) sampai
dengan butir IV.B.3.a.6).
Nilai agunan yang digunakan dalam Teknik
MRK-Agunan harus dikurangkan dengan
haircut sebesar 20% (dua puluh persen) dari
nilai pasar agunan dalam hal agunan berupa
SUN, SBSN, SBI, dan/atau SBIS;
ii.
bobot risiko dari agunan, apabila agunan
dalam bentuk surat berharga sebagaimana
dimaksud dalam butir IV.B.3.a.7), dengan
batas bawah sebesar 20% (dua puluh
persen).
b) Bagian dari nilai Tagihan Bersih eksposur yang
tidak mendapatkan perlindungan dari agunan,
selanjutnya disebut Bagian Yang Tidak Dijamin
(unsecured portion), dikenakan bobot risiko dari
eksposur sesuai kategori portofolio sebagaimana
dimaksud dalam butir II.E.
2) Dalam hal eksposur dijamin oleh beberapa jenis
agunan dengan bobot risiko yang berbeda dan nilai
total perlindungan agunan lebih tinggi dari nilai
Tagihan Bersih eksposur maka pengakuan agunan
dalam Teknik MRK-Agunan
diprioritaskan
menggunakan jenis agunan dengan bobot risiko dari
yang terendah.
3) ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar atas eksposur
yang telah memperhitungkan Teknik MRK-Agunan
pada Pendekatan Sederhana merupakan penjumlahan
dari:
a)
hasil perkalian antara bagian Tagihan Bersih yang
dijamin dan bobot risiko agunan sebagaimana
dimaksud dalam butir c.1)a); dan
b)
hasil perkalian antara bagian Tagihan Bersih yang
tidak dijamin dan bobot risiko sebagaimana
dimaksud pada butir c.1)b).
- 27 -
6. Teknik MRK-Agunan pada Pendekatan Komprehensif
a. Jenis dan Besaran Haircut
1) Teknik MRK-Agunan pada Pendekatan Komprehensif,
dilakukan dengan cara mengurangi nilai Tagihan
Bersih dengan nilai agunan, setelah memperhitungkan
haircut untuk masing-masing nilai.
2) Haircut sebagaimana dimaksud pada angka 1)
dilakukan sebagai berikut:
a) haircut terhadap nilai Tagihan Bersih (He)
merupakan faktor penambah untuk
mengantisipasi peningkatan nilai Tagihan Bersih;
dan
b) haircut terhadap nilai agunan (Hc) merupakan
faktor pengurang untuk
penurunan nilai agunan,
mengantisipasi
yang disebabkan karena perubahan faktor pasar,
seperti suku bunga.
3) Haircut sebagaimana dimaksud pada angka 2)
mengacu pada Tabel 1 Haircut untuk Teknik MRK-
Agunan pada Pendekatan Komprehensif dalam
Lampiran II, dengan menggunakan asumsi:
a) holding period 10 (sepuluh) hari kerja untuk
Tagihan Bersih; dan
b) valuasi dan/atau remargining atas Tagihan Bersih
dan agunan dilakukan secara harian.
4) Dalam hal eksposur dan agunan dalam denominasi
mata uang yang berbeda, nilai agunan selain
dikenakan haircut sebagaimana dimaksud pada
butir 2)b), juga dikenakan haircut nilai tukar (Hfx)
sebesar 8% (delapan persen) dengan menggunakan
asumsi:
a) holding period 10 (sepuluh) hari kerja untuk
Tagihan Bersih; dan
b) valuasi atas agunan dilakukan secara harian.
b. Penyesuaian Haircut
Dalam hal frekuensi valuasi dan/atau remargining aktual
yang dilakukan Bank berbeda dengan asumsi sebagaimana
- 28 -
dimaksud dalam butir a.3) dan/atau butir a.4) maka haircut
pada Tabel 1 Haircut untuk Teknik MRK-Agunan pada
Pendekatan Komprehensif dalam Lampiran II dan/atau
butir a.4), disesuaikan dengan formula sebagai berikut:
Keterangan:
= penyesuaian haircut
= haircut berdasarkan Tabel 1 dalam Lampiran II
dan/atau butir a.4)
= periode aktual pelaksanaan valuasi dan/atau
remargining (dinyatakan dalam hari kerja)
= asumsi holding period minimum yaitu 10
(dinyatakan dalam hari kerja)
c. Perhitungan ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar
1) Perhitungan ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar
atas eksposur yang telah memperhitungkan Teknik
MRK-Agunan pada Pendekatan Komprehensif adalah
hasil perkalian antara nilai Tagihan Bersih setelah
pengakuan MRK dan bobot risiko.
2) Nilai Tagihan Bersih setelah pengakuan MRK ( )
sebagaimana dimaksud pada angka 1) dihitung dengan
formula:
Keterangan:
= nilai Tagihan Bersih setelah pengakuan MRK
= nilai Tagihan Bersih sebelum pengakuan MRK
= haircut untuk Tagihan Bersih
= nilai agunan
= haircut untuk nilai agunan
= haircut untuk nilai tukar
3) Penetapan bobot risiko sebagaimana dimaksud pada
angka 1) mengacu pada penetapan bobot risiko dari
eksposur sesuai dengan kategori portofolio
sebagaimana dimaksud dalam butir II.E.
- 29 -
C. TEKNIK MRK-GARANSI
1. Persyaratan Pengakuan
Selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
butir IV.A.3 dan butir IV.A.4, garansi yang diakui dalam Teknik
MRK-Garansi harus memenuhi persyaratan:
a. Bank memiliki hak tagih langsung kepada pihak pemberi
jaminan tanpa harus melakukan tindakan hukum terlebih
dahulu terhadap debitur dalam hal terjadi events of default;
b.
tagihan atau transaksi rekening administratif yang
diberikan garansi harus dinyatakan secara spesifik dan
jelas dalam perjanjian garansi;
c. perjanjian garansi bersifat tanpa syarat (unconditional) dan
tidak dapat dibatalkan (irrevocable);
d. garansi dicairkan dalam jangka waktu paling lambat
90 (sembilan puluh) hari sejak eksposur tergolong dalam
kategori portofolio Tagihan Yang Telah Jatuh Tempo
sebagaimana dimaksud dalam butir II.E.10; dan
e. garansi yang diterbitkan oleh pihak pemberi jaminan telah
diakui sebagai kewajiban dalam pembukuan pihak pemberi
jaminan.
2. Penerbit Garansi yang Diakui
Dampak Teknik MRK-Garansi hanya diakui dalam hal pihak
pemberi garansi adalah:
a. pihak yang termasuk dalam cakupan kategori portofolio
Tagihan Kepada Pemerintah Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam butir II.E.1.a.1);
b. pihak yang termasuk dalam cakupan kategori portofolio
Tagihan Kepada
Pemerintah
Negara Lain
sebagaimana dimaksud dalam butir II.E.1.a.2), dalam hal
pihak tersebut memiliki:
1) bobot risiko lebih rendah dari bobot risiko tagihan yang
dijamin; dan
2) peringkat paling rendah BBB- atau yang setara;
c. Bank umum yang berbadan hukum Indonesia dan kantor
cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri yang
memiliki bobot risiko lebih rendah dari bobot risiko tagihan
yang dijamin;
- 30 -
d. bank yang berbadan hukum asing yang tergolong sebagai
prime bank sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai
batas maksimum pemberian kredit; dan/atau
e. lembaga keuangan yang bergerak di bidang penjaminan
atau asuransi yang termasuk dalam cakupan kategori
portofolio Tagihan Kepada Entitas Sektor Publik dan
Tagihan Kepada Korporasi.
3. Perhitungan ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar
a. Garansi yang diakui dalam Teknik MRK-Garansi untuk
perhitungan bobot risiko dari Tagihan Bersih dilakukan
sebagai berikut:
1) Bagian dari Tagihan Bersih yang dijamin dengan
garansi atau disebut sebagai Bagian Yang Dijamin
diberikan bobot risiko pihak penerbit garansi sesuai
dengan kategori portofolio sebagaimana dimaksud
dalam butir II.E; dan
2) Bagian dari Tagihan Bersih yang tidak dijamin dengan
garansi atau disebut sebagai Bagian Yang Tidak
Dijamin diberikan bobot risiko dari eksposur sesuai
dengan kategori portofolio sebagaimana dimaksud
dalam butir II.E.
b. Dalam hal eksposur dan garansi dalam denominasi mata
uang yang berbeda maka nilai garansi dikenakan haircut
nilai tukar (Hfx) sebesar 8% (delapan persen) dengan
formula sebagai berikut:
Keterangan:
= nilai Garansi setelah memperhitungkan haircut nilai
tukar
= nilai Garansi
= haircut nilai tukar
c. Penggunaan haircut nilai tukar sebesar 8% (delapan persen)
menggunakan asumsi 10 (sepuluh) hari kerja holding period
dan valuasi nilai pasar secara harian.
Dalam hal frekuensi valuasi aktual yang dilakukan Bank
berbeda dengan asumsi tersebut maka Bank harus
- 31 -
menyesuaikan haircut
nilai tukar dengan formula
sebagaimana dimaksud dalam butir IV.B.6.b.
d. Dalam hal eksposur dijamin oleh beberapa penerbit garansi
dengan bobot risiko yang berbeda dan nilai total
perlindungan garansi lebih tinggi dari nilai Tagihan Bersih
eksposur maka pengakuan garansi dalam Teknik MRK-
Garansi diprioritaskan menggunakan garansi dari pihak
penerbit garansi dengan bobot risiko dari yang terendah.
e. ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar atas eksposur
yang telah memperhitungkan Teknik MRK-Garansi
merupakan penjumlahan dari:
1)
hasil perkalian antara Bagian Yang Dijamin dan bobot
risiko dari pihak penerbit garansi sesuai kategori
portofolio sebagaimana dimaksud dalam butir II.E; dan
2)
hasil perkalian antara Bagian Yang Tidak Dijamin dan
bobot risiko dari eksposur sesuai kategori portofolio
sebagaimana dimaksud dalam butir II.E.
D. TEKNIK MRK-PENJAMINAN ATAU ASURANSI KREDIT
Pengakuan penjaminan atau asuransi kredit sebagai Teknik MRK
dalam perhitungan ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar
dilakukan sebagai berikut:
1. Persyaratan Pengakuan
Selain memenuhi persyaratan pengakuan Teknik MRK-Garansi
sebagaimana dimaksud dalam butir IV.C.1, penjaminan atau
asuransi kredit yang diakui dalam Teknik MRK-Penjaminan atau
Asuransi Kredit harus memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud pada angka 2 dan angka 3.
2. Penjaminan atau Asuransi Kredit yang diterbitkan oleh lembaga
penjamin atau perusahaan asuransi berstatus BUMN harus
memenuhi persyaratan:
a. penjaminan atau asuransi kredit diberikan terhadap kredit
kepada usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah.
Pengertian usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah
mengacu pada Undang-Undang mengenai Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah;
b. skema penjaminan atau asuransi kredit memenuhi
persyaratan yang dicantumkan dalam perjanjian antara
Bank dan lembaga penjamin atau asuransi kredit, yaitu:
- 32 -
1) pangsa penjaminan atau asuransi kredit oleh lembaga
penjamin atau perusahaan asuransi berstatus BUMN,
paling sedikit sebesar 70% (tujuh puluh persen) dari
kredit yang diberikan oleh Bank;
2) Bank mengajukan klaim kepada lembaga penjamin
atau asuransi kredit paling lama 1 (satu) bulan sejak
terjadi tunggakan pokok, bunga dan/atau tagihan lain
yang menjadikan kualitas kredit paling baik dinilai
“Diragukan” sesuai ketentuan yang berlaku walaupun
kredit belum jatuh tempo;
3) pembayaran penjaminan atau asuransi kredit paling
lambat 15 (lima belas) hari kerja setelah klaim
diajukan oleh Bank dan dokumen diterima secara
lengkap oleh lembaga penjamin atau asuransi kredit;
4)
jangka waktu penjaminan atau asuransi kredit paling
sedikit sama dengan jangka waktu kredit; dan
5) penjaminan atau asuransi kredit bersifat tanpa syarat
(unconditional) dan tidak dapat dibatalkan (irrevocable);
c.
lembaga penjamin atau asuransi kredit berstatus BUMN
memenuhi persyaratan:
1) didukung oleh dana penjaminan (modal) termasuk
setoran dana dari pemerintah dengan gearing ratio
yang mengacu pada ketentuan yang berlaku paling
tinggi 10 (sepuluh) kali; dan
2) mematuhi ketentuan mengenai lembaga penjamin atau
asuransi kredit yang diatur oleh Otoritas Jasa
Keuangan.
3. Penjaminan atau Asuransi Kredit yang diterbitkan oleh Lembaga
Penjamin atau Perusahaan Asuransi Berstatus Bukan BUMN
harus memenuhi persyaratan:
a. penjaminan atau asuransi kredit diberikan terhadap kredit
kepada usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah.
Pengertian usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah
mengacu pada Undang-Undang mengenai Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah;
b. skema penjaminan atau asuransi kredit memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam butir IV.D.2.b;
- 33 -
c.
lembaga penjamin atau asuransi kredit berstatus bukan
BUMN memenuhi persyaratan:
1) pendirian lembaga penjamin atau asuransi kredit
sesuai ketentuan yang mengatur mengenai lembaga
penjamin atau ketentuan yang mengatur mengenai
asuransi kredit;
2) memiliki peringkat dari lembaga pemeringkat yang
diakui oleh Otoritas Jasa Keuangan paling sedikit
setara dengan BBB-;
3) didukung oleh dana penjaminan (modal) dengan
gearing ratio yang mengacu pada ketentuan yang
berlaku paling tinggi 10 (sepuluh) kali;
4) mematuhi ketentuan mengenai lembaga penjamin atau
asuransi kredit yang diatur oleh Otoritas Jasa
Keuangan; dan
5) bukan merupakan pihak terkait dari Bank kecuali
keterkaitan tersebut karena hubungan kepemilikan
dengan Pemerintah Daerah.
Penentuan pihak terkait Bank didasarkan pada
hubungan kepemilikan, hubungan kepengurusan, dan
hubungan keuangan sebagaimana diatur dalam
ketentuan yang mengatur mengenai batas maksimum
pemberian kredit.
4. Perhitungan ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar
a. Perhitungan ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar atas
eksposur yang telah memperhitungkan
Teknik
MRK-Penjaminan atau Asuransi Kredit dan telah memenuhi
persyaratan dalam butir IV.D.1, butir IV.D.2, dan butir
IV.D.3 adalah:
1) bagian dari Tagihan Bersih yang mendapat
perlindungan dari lembaga penjamin atau asuransi
kredit, yang selanjutnya disebut Bagian Yang Dijamin,
dikenakan bobot risiko:
a) sebesar 20% (dua puluh persen) dalam hal
dijamin oleh lembaga penjamin atau asuransi
kredit berstatus BUMN dan memenuhi kriteria
sebagaimana dimaksud dalam butir IV.D.2; dan
- 34 -
b) sesuai dengan bobot risiko lembaga penjamin atau
asuransi kredit dalam hal dijamin oleh lembaga
penjamin atau asuransi kredit berstatus bukan
BUMN dan memenuhi kriteria sebagaimana
dimaksud dalam butir IV.D.3.
Penetapan bobot risiko tersebut didasarkan pada
peringkat lembaga penjamin atau asuransi kredit
sesuai kategori portofolio Tagihan Kepada Entitas
Sektor Publik sebagaimana dimaksud dalam
butir II.E.2.
2) Bagian dari Tagihan Bersih yang tidak mendapat
perlindungan dari lembaga penjamin atau asuransi
kredit, yang selanjutnya disebut Bagian Yang Tidak
Dijamin, dikenakan bobot risiko eksposur sesuai
kategori portofolio sebagaimana dimaksud dalam
butir II.E.
3) ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar atas eksposur
yang
telah
memperhitungkan
Teknik
MRK-Penjaminan atau Asuransi Kredit merupakan
penjumlahan dari:
a)
hasil perkalian antara Bagian Yang Dijamin dan
bobot risiko sebagaimana dimaksud dalam
butir 1)a) atau butir 1)b); dan
b)
hasil perkalian antara Bagian Yang Tidak Dijamin
dan bobot risiko sebagaimana dimaksud pada
angka 2).
b. Perhitungan ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar atas
eksposur yang dijamin oleh Penjaminan atau Asuransi
Kredit yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam butir IV.D.1, butir IV.D.2, dan butir IV.D.3
namun memenuhi persyaratan garansi sebagaimana
dimaksud dalam butir IV.C.1 dan butir IV.C.2 dilakukan
mengacu pada perhitungan sebagaimana dimaksud dalam
butir IV.C.3.
- 35 -
E. PERHITUNGAN ATMR RISIKO KREDIT-PENDEKATAN STANDAR
ATAS EKSPOSUR YANG MENGGUNAKAN BEBERAPA JENIS
TEKNIK MRK
Dalam hal eksposur Tagihan Bersih memiliki beberapa jenis Teknik
MRK sebagaimana dimaksud dalam butir IV.A.2 maka:
1. Perhitungan ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar
merupakan penjumlahan dari:
a. hasil perkalian:
1) antara bagian Tagihan Bersih yang dijamin dengan
Teknik MRK-Agunan dan bobot risiko dari agunan
sebagaimana dimaksud dalam butir IV.B.5.c.1)a);
dan/atau
2) antara nilai Tagihan Bersih setelah pengakuan MRK
dan bobot risiko sebagaimana dimaksud dalam
butir IV.B.6.c;
b. hasil perkalian antara bagian Tagihan Bersih yang dijamin
dengan Teknik MRK-Garansi dan bobot risiko dari pihak
penerbit garansi
butir IV.C.3.a.1);
sebagaimana dimaksud
c.
dalam
hasil perkalian antara bagian Tagihan Bersih yang dijamin
dengan Teknik MRK-Penjaminan atau Asuransi Kredit dan
bobot risiko sebagaimana dimaksud dalam butir IV.D.4.a.1);
dan
d.
hasil perkalian antara bagian Tagihan Bersih yang tidak
dijamin dengan Teknik MRK dan bobot risiko eksposur
sesuai kategori portofolio sebagaimana dimaksud dalam
butir II.E.
2. Dalam hal nilai total perlindungan dari MRK lebih tinggi dari
nilai Tagihan Bersih maka perhitungan ATMR sebagaimana
dimaksud pada angka 1 diprioritaskan menggunakan jenis
Teknik MRK dengan bobot risiko dari yang terendah.
- 36 -
V. PERHITUNGAN ATMR RISIKO KREDIT-PENDEKATAN STANDAR BAGI
BANK YANG MEMILIKI UNIT USAHA SYARIAH DAN/ATAU ATMR RISIKO
KREDIT SECARA KONSOLIDASI BAGI BANK YANG MEMILIKI
PERUSAHAAN ANAK
1. Perhitungan ATMR Risiko Kredit untuk Bank secara individu bagi
Bank yang memiliki Unit Usaha Syariah (UUS) dilakukan dengan
cara menggabungkan eksposur UUS dalam eksposur Bank secara
keseluruhan. Cakupan eksposur yang diperhitungkan, Tagihan
Bersih, penetapan bobot risiko, dan pengakuan MRK mengacu pada
angka II, angka III, dan angka IV Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan ini.
2. Perhitungan ATMR Risiko Kredit secara konsolidasi untuk Bank yang
memiliki Perusahaan Anak dilakukan sebagai berikut:
a. Untuk Bank yang seluruh perusahaan anaknya beroperasi
secara konvensional maka perhitungan ATMR Risiko Kredit-
Pendekatan Standar secara konsolidasi didasarkan pada laporan
keuangan konsolidasi yaitu penjumlahan:
1) ATMR Risiko Kredit untuk Bank secara individu; dan
2) ATMR Risiko Kredit untuk Perusahaan Anak yang
melakukan kegiatan usaha secara konvensional,
dengan cakupan eksposur yang diperhitungkan, Tagihan Bersih,
penetapan bobot risiko, dan pengakuan MRK mengacu pada
angka II sampai dengan angka IV, dan butir V.1 Surat Edaran
Otoritas Jasa Keuangan ini, setelah mengeliminasi (set-off)
transaksi antar entitas dalam kelompok usaha yang
dikonsolidasi.
b. Untuk Bank yang sebagian perusahaan anaknya melakukan
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah maka perhitungan
ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar secara konsolidasi,
merupakan penjumlahan:
1) ATMR Risiko Kredit untuk Bank secara individu, dengan
cakupan eksposur yang diperhitungkan, Tagihan Bersih,
penetapan bobot risiko, dan pengakuan MRK mengacu pada
angka II sampai dengan angka IV dan butir V.1 Surat
Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini;
2) ATMR Risiko Kredit untuk Perusahaan Anak yang
melakukan kegiatan usaha secara konvensional, dengan
- 37 -
cakupan eksposur yang diperhitungkan, Tagihan Bersih,
penetapan bobot risiko, dan pengakuan MRK mengacu pada
angka II sampai dengan angka IV dan butir V.1 (khusus
untuk Perusahaan Anak berbentuk Bank) Surat Edaran
Otoritas Jasa Keuangan ini; dan
3) ATMR Risiko Kredit untuk Perusahaan Anak yang
melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah
mengacu pada Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan
mengenai Perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko
untuk Risiko Kredit dengan Menggunakan Pendekatan
Standar bagi Bank Umum Syariah,
setelah mengeliminasi (set-off) transaksi antar entitas dalam
kelompok usaha yang dikonsolidasi.
VI. PELAPORAN
1. Dalam rangka perhitungan ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar,
Bank menyampaikan:
a. laporan perhitungan ATMR Risiko Kredit untuk Bank secara
individu disampaikan setiap bulan untuk posisi akhir bulan;
dan
b. laporan perhitungan ATMR Risiko Kredit untuk Bank secara
konsolidasi disampaikan setiap triwulan untuk posisi akhir
bulan Maret, bulan Juni, bulan September, dan bulan
Desember, bagi Bank yang memiliki Perusahaan Anak,
dengan mengacu pada format dan pedoman pengisian dalam
Lampiran III dan Lampiran IV Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan ini.
2. Laporan perhitungan ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar
sebagaimana dimaksud pada angka 1 disampaikan kepada Otoritas
Jasa Keuangan secara
online melalui sistem pelaporan
Otoritas Jasa Keuangan. Dalam hal sistem pelaporan online kepada
Otoritas Jasa Keuangan belum tersedia maka laporan disampaikan
secara online melalui Laporan Berkala Bank Umum. Tata cara
penyampaian dan pengenaan sanksi mengacu pada ketentuan yang
mengatur mengenai laporan berkala bank umum.
3. Khusus untuk hasil perhitungan CVA risk weighted assets
disampaikan mulai posisi bulan Januari 2017 melalui surat kepada
Departemen Pengawasan Bank terkait atau Kantor Regional Otoritas
- 38 -
Jasa Keuangan setempat. Penyampaian hasil perhitungan CVA risk
weighted assets dan pengenaan sanksi mengacu pada ketentuan
yang mengatur mengenai laporan berkala bank umum.
VII. LAIN-LAIN
Lampiran I, Lampiran II, Lampiran III, dan Lampiran IV merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan
ini.
VIII. PENUTUP
Dengan berlakunya Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini maka Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 13/6/DPNP tanggal 18 Februari 2011
perihal Pedoman Perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko untuk
Risiko Kredit dengan Menggunakan Pendekatan Standar dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku
pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 28 September 2016
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN
OTORITAS JASA KEUANGAN
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
ttd
NELSON TAMPUBOLON
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 42/SEOJK.03/2016 </reg_id>
<reg_title> PEDOMAN PERHITUNGAN ASET TERTIMBANG MENURUT RISIKO UNTUK RISIKO KREDIT DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN STANDAR </reg_title>
<set_date> 28 September 2016 </set_date>
<effective_date> 28 September 2016 </effective_date>
<replaced_reg> '13/6/DPNP|SE-BI/2011' </replaced_reg>
<related_reg> '34/POJK.03/2016', '11/POJK.03/2016' </related_reg>
|
Yth.
1. Konsultan Aktuaria;
2. Akuntan Publik; dan
3. Penilai,
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 29 /SEOJK.05/2016
TENTANG
BENTUK DAN TATA CARA PERMOHONAN, PENYAMPAIAN LAPORAN, DAN
PROGRAM PENDIDIKAN BERKELANJUTAN
KONSULTAN AKTUARIA, AKUNTAN PUBLIK, DAN PENILAI
YANG MELAKUKAN KEGIATAN DI INDUSTRI KEUANGAN NON-BANK
Sehubungan dengan amanat ketentuan Pasal 8 ayat (5), Pasal 10 ayat (4),
Pasal 11 ayat (4), Pasal 14 ayat (5), dan Pasal 16 ayat (3) Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan Nomor 38/POJK.05/2015 tentang Pendaftaran dan
Pengawasan Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai yang Melakukan
Kegiatan di Industri Keuangan Non-Bank (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 361, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5807), perlu untuk mengatur lebih lanjut mengenai bentuk
dan tata cara permohonan pendaftaran, penyampaian laporan, program
pendidikan berkelanjutan, bentuk dan tata cara permohonan persetujuan
penghentian pemberian jasa untuk sementara waktu, bentuk dan tata cara
permohonan pengaktifan kembali surat tanda terdaftar, serta bentuk dan tata
cara permohonan pengunduran diri konsultan aktuaria, akuntan publik, dan
penilai dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan:
1. Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank yang selanjutnya disingkat
LJKNB adalah lembaga yang melaksanakan kegiatan di sektor
perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga
jasa keuangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-
- 2 -
Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan,
termasuk yang menyelenggarakan seluruh atau sebagian usahanya
berdasarkan prinsip syariah.
2.
Industri Keuangan Non-Bank yang selanjutnya disingkat IKNB adalah
industri keuangan yang terdiri dari LJKNB.
3. Konsultan Aktuaria adalah aktuaris yang bekerja pada kantor
konsultan aktuaria dan memberikan jasa di sektor IKNB.
4. Akuntan Publik adalah akuntan publik sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik
dan memberikan jasa di sektor IKNB.
5.
Penilai adalah seseorang yang dengan keahliannya menjalankan
kegiatan penilaian aset dan memberikan jasa di sektor IKNB.
6. Program Pendidikan Berkelanjutan yang selanjutnya disebut PPL
adalah suatu pendidikan dan/atau pelatihan profesi bagi Konsultan
Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai yang bersifat berkelanjutan
dan bertujuan untuk menjaga kompetensi.
7. Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK adalah
Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
II. BENTUK PERMOHONAN PENDAFTARAN, PERSETUJUAN PENGHENTIAN
PEMBERIAN JASA UNTUK SEMENTARA WAKTU, PENGAKTIFAN
KEMBALI SURAT TANDA TERDAFTAR, DAN PENGUNDURAN DIRI
1. Bentuk permohonan pendaftaran, persetujuan penghentian
pemberian jasa untuk sementara waktu, pengaktifan kembali surat
tanda terdaftar, dan pengunduran diri Konsultan Aktuaria, Akuntan
Publik, dan Penilai adalah sebagai berikut:
a. untuk permohonan pendaftaran Konsultan Aktuaria, Akuntan
Publik, dan Penilai menggunakan format sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran I;
b. untuk permohonan persetujuan penghentian pemberian jasa
untuk sementara waktu atas permintaan Konsultan Aktuaria,
Akuntan Publik, dan Penilai menggunakan format sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran II;
c. untuk permohonan pengaktifan kembali surat tanda terdaftar
Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai menggunakan
format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III; dan
- 3 -
d. untuk permohonan pengunduran diri Konsultan Aktuaria,
Akuntan Publik, dan Penilai menggunakan format sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran IV,
yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran
OJK ini.
2. Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1
disetujui, OJK akan menerbitkan:
a. surat tanda terdaftar untuk permohonan pendaftaran Konsultan
Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai;
b. persetujuan penghentian pemberian jasa untuk sementara
waktu untuk permohonan persetujuan penghentian pemberian
jasa untuk sementara waktu atas permintaan Konsultan
Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai;
c. surat pemberitahuan untuk permohonan pengaktifan kembali
surat tanda terdaftar Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan
Penilai; dan
d. surat pembatalan surat tanda terdaftar untuk permohonan
pengunduran diri Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan
Penilai,
yang berlaku sejak tanggal ditetapkan.
III. BENTUK DAN BATAS WAKTU PENYAMPAIAN LAPORAN KONSULTAN
AKTUARIA, AKUNTAN PUBLIK, DAN PENILAI
1. Laporan Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai terdiri dari
laporan berkala dan laporan sewaktu-waktu.
2. Laporan Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai
sebagaimana dimaksud pada angka 1 disusun dan ditandatangani
oleh Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, atau Penilai yang
melaporkan.
3. Laporan berkala sebagaimana dimaksud pada angka 1 terdiri dari
laporan PPL tahunan.
4. Laporan PPL tahunan sebagaimana dimaksud pada angka 3
disampaikan kepada OJK paling lambat pada tanggal 15 Februari
tahun berikutnya.
5. Laporan PPL tahunan sebagaimana dimaksud pada angka 3
menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran V yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini.
- 4 -
6. Laporan sewaktu-waktu sebagaimana dimaksud pada angka 1 terdiri
dari:
a. laporan perubahan data dan informasi; dan
b. laporan mengenai pelanggaran ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku di sektor jasa keuangan dan/atau di
OJK yang dilakukan oleh LJKNB, serta kondisi atau perkiraan
kondisi yang dapat membahayakan kelangsungan usaha LJKNB
atau para pemangku kepentingan.
7. Laporan perubahan data dan informasi sebagaimana dimaksud pada
angka 6 huruf a disampaikan kepada OJK paling lama 20 (dua puluh)
hari kerja sejak terjadinya perubahan tersebut.
8. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 6 huruf b disampaikan
kepada OJK paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak ditemukan
adanya hal-hal sebagai berikut:
a. pelanggaran yang dilakukan terhadap ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di sektor jasa keuangan
dan/atau di OJK; dan/atau
b. hal-hal yang dapat membahayakan kelangsungan usaha LJKNB
atau para pemangku kepentingan.
9. Laporan sewaktu-waktu sebagaimana dimaksud pada angka 6
menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran V yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran
OJK ini.
IV. PROGRAM PENDIDIKAN BERKELANJUTAN (PPL)
1. Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai wajib mengikuti
PPL.
2. PPL sebagaimana dimaksud pada angka 1 diikuti oleh Konsultan
Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai setiap tahun.
3. PPL sebagaimana dimaksud pada angka 1 merupakan PPL yang
diselenggarakan oleh Kementerian Keuangan, OJK, atau asosiasi
profesi yang diakui oleh instansi yang berwenang.
4. Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai yang terdaftar di
OJK harus mengikuti PPL di bidang IKNB paling sedikit 5 (lima)
Satuan Kredit Profesi (SKP) setiap tahun.
- 5 -
5. Dalam hal jumlah SKP yang diikuti dalam satu tahun kurang dari
ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 4, maka kepada
Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai yang bersangkutan
diberikan kesempatan untuk menambah jumlah SKP pada
penyelenggaraan PPL di tahun berikutnya.
6. Kesempatan untuk menambah jumlah SKP sebagaimana dimaksud
pada angka 5 diberikan dalam hal terdapat kelebihan jumlah SKP
pada tahun berjalan untuk menutup kekurangan jumlah SKP pada
tahun sebelumnya.
7. Dalam hal Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai tidak
mengikuti kesempatan yang diberikan sebagaimana dimaksud pada
angka 5, Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai dianggap
tidak mengikuti PPL pada tahun yang bersangkutan.
8. Dalam hal pemenuhan kewajiban atas PPL merupakan syarat untuk
memperoleh kembali surat tanda terdaftar sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14 ayat (1) Peraturan OJK Nomor 38/POJK.05/2015
tentang Pendaftaran dan Pengawasan Konsultan Aktuaria, Akuntan
Publik, dan Penilai yang Melakukan Kegiatan di Industri Keuangan
Non-Bank, maka Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai
harus mengikuti PPL di bidang IKNB paling sedikit 5 (lima) SKP.
V. ASOSIASI PROFESI
1. Asosiasi profesi sebagaimana dimaksud dalam Romawi IV angka 3
melaporkan rencana penyelenggaraan PPL kepada OJK yang paling
sedikit mencakup silabus, metode, dan jadwal PPL yang akan
dilaksanakan dalam 1 (satu) tahun, paling lambat pada tanggal 15
Oktober sebelum periode penyelenggaraan PPL.
2. Asosiasi profesi sebagaimana dimaksud dalam Romawi IV angka 3
menyampaikan daftar nama peserta PPL dan jumlah SKP untuk
periode 1 (satu) tahun berjalan, paling lambat pada tanggal 31
Januari tahun berikutnya kepada OJK.
3. Penyampaian rencana penyelenggaraan PPL sebagaimana dimaksud
pada angka 1 dan daftar nama peserta PPL dan jumlah SKP
sebagaimana dimaksud pada angka 2 ditujukan kepada:
Otoritas Jasa Keuangan
u.p. Direktur Jasa Penunjang IKNB
- 6 -
Gedung Menara Merdeka, Lantai 20
Jl. Budi Kemuliaan I No.2
Jakarta Pusat – 10110
4. OJK dapat melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap
pelaksanaan PPL yang diselenggarakan oleh asosiasi profesi
sebagaimana dimaksud dalam Romawi IV angka 3.
VI. TATA CARA PENYAMPAIAN PERMOHONAN DAN LAPORAN KONSULTAN
AKTUARIA, AKUNTAN PUBLIK, DAN PENILAI KEPADA OJK
1. Romawi ini mengatur permohonan yang mencakup permohonan
pendaftaran, permohonan persetujuan penghentian pemberian
jasa
untuk
kembali
sementara
surat
tanda
waktu, permohonan pengaktifan
terdaftar,
dan
permohonan
pengunduran diri Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan
Penilai kepada OJK.
2. Permohonan dan laporan Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan
Penilai disampaikan kepada OJK secara online melalui sistem
jaringan komunikasi data OJK.
3. Dalam hal sistem jaringan komunikasi data OJK belum tersedia,
permohonan dan laporan Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan
Penilai dilakukan dalam bentuk hasil cetak komputer (hardcopy) dan
softcopy secara offline.
4. Dalam hal OJK mengalami gangguan teknis pada sistem jaringan
komunikasi data OJK, OJK mengumumkan melalui situs web OJK
pada hari yang sama saat terjadinya gangguan teknis.
5. Dalam hal terjadi gangguan teknis sebagaimana dimaksud pada
angka 4, penyampaian permohonan Konsultan Aktuaria, Akuntan
Publik, dan Penilai dilakukan dalam bentuk hasil cetak komputer
(hardcopy) dan softcopy secara offline.
6. Dalam hal gangguan teknis sebagaimana dimaksud pada angka 4
terjadi saat batas waktu penyampaian laporan Konsultan Aktuaria,
Akuntan Publik, dan Penilai, penyampaian laporan Konsultan
Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai dilakukan dalam bentuk hasil
cetak komputer (hardcopy) dan softcopy secara offline paling lambat
pada hari kerja pertama berikutnya.
7. Penyampaian permohonan dan laporan Konsultan Aktuaria, Akuntan
Publik, dan Penilai sebagaimana dimaksud pada angka 5 dan angka 6
- 7 -
dilakukan melalui surat pengantar yang ditandatangani oleh
Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, atau Penilai yang bersangkutan
dan ditujukan kepada:
Otoritas Jasa Keuangan
u.p. Direktur Jasa Penunjang IKNB
Gedung Menara Merdeka, Lantai 20
Jl. Budi Kemuliaan I No.2
Jakarta Pusat – 10110
8. Penyampaian permohonan dan laporan Konsultan Aktuaria, Akuntan
Publik, dan Penilai sebagaimana dimaksud pada angka 7 dilakukan
dengan salah satu cara sebagai berikut:
a. diserahkan langsung ke kantor OJK sebagaimana dimaksud
pada angka 7;
b. dikirim melalui kantor pos secara tercatat; atau
c. dikirim melalui perusahaan jasa pengiriman/titipan.
9. Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai dinyatakan
telah menyampaikan permohonan dan laporan Konsultan
Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. untuk penyampaian secara online melalui sistem jaringan
komunikasi data OJK, dibuktikan dengan tanda terima dari
OJK; atau
b. untuk penyampaian melalui surat, dibuktikan dengan:
1) surat tanda terima dari OJK, apabila permohonan dan
laporan diserahkan langsung ke kantor OJK sebagaimana
dimaksud pada angka 8 huruf a; atau
2) tanda terima pengiriman dari kantor pos atau perusahaan
jasa pengiriman/titipan, apabila permohonan dan laporan
dikirim melalui kantor pos atau perusahaan jasa
pengiriman/titipan sebagaimana dimaksud pada angka 8
huruf b dan huruf c.
10. Dalam hal terdapat perubahan alamat kantor OJK untuk
penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada angka 7, OJK
akan menyampaikan pemberitahuan mengenai perubahan alamat
melalui surat atau pengumuman.
- 8 -
VII. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran OJK ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 25 Juli 2016
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS
PERASURANSIAN, DANA PENSIUN,
LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN
LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN,
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
ttd
FIRDAUS DJAELANI
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 29/SEOJK.05/2016 </reg_id>
<reg_title> BENTUK DAN TATA CARA PERMOHONAN, PENYAMPAIAN LAPORAN, DAN PROGRAM PENDIDIKAN BERKELANJUTAN KONSULTAN AKTUARIA, AKUNTAN PUBLIK, DAN PENILAI YANG MELAKUKAN KEGIATAN DI INDUSTRI KEUANGAN NON-BANK </reg_title>
<set_date> 25 Juli 2016 </set_date>
<effective_date> 25 Juli 2016 </effective_date>
<related_reg> '38/POJK.05/2015 | Pasal 8 ayat (5), Pasal 10 ayat (4), Pasal 11 ayat (4), Pasal 14 ayat (5), dan Pasal 16 ayat (3)' </related_reg>
|
Yth.
Direksi Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha
sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 19 /SEOJK.04/2017
TENTANG
PENGAKUAN TERHADAP ASOSIASI PERUSAHAAN EFEK
YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SEBAGAI PENJAMIN EMISI EFEK
DAN PERANTARA PEDAGANG EFEK
Dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 58 ayat (4) Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan Nomor 20/POJK.04/2016 tentang Perizinan Perusahaan Efek
yang Melakukan Kegiatan Usaha Sebagai Penjamin Emisi Efek dan Perantara
Pedagang Efek (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 66,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5868), perlu mengatur
mengenai pengakuan terhadap asosiasi Perusahaan Efek yang melakukan
kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang
Efek dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini, yang dimaksud dengan:
1. Penjamin Emisi Efek adalah Pihak yang membuat kontrak dengan
Emiten untuk melakukan Penawaran Umum bagi kepentingan
Emiten dengan atau tanpa kewajiban untuk membeli sisa Efek yang
tidak terjual.
2. Perantara Pedagang Efek adalah Pihak yang melakukan kegiatan
usaha jual beli Efek untuk kepentingan sendiri atau Pihak lain.
3. Asosiasi Perusahaan Efek, yang selanjutnya disebut Asosiasi PE,
adalah badan hukum berbentuk perkumpulan yang beranggotakan
- 2 -
Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin
Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek.
4. Anggota Asosiasi PE, yang selanjutnya disebut Anggota adalah
Perusahaan Efek yang telah memperoleh izin sebagai Penjamin Emisi
Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek dari Otoritas Jasa Keuangan
dan mempunyai hak dan kewajiban sesuai dengan anggaran dasar,
anggaran rumah tangga, dan peraturan internal Asosiasi PE.
II. PERSYARATAN ASOSIASI PERUSAHAAN EFEK UNTUK MENDAPAT
PENGAKUAN DARI OTORITAS JASA KEUANGAN
Untuk mendapat pengakuan Otoritas Jasa Keuangan, Asosiasi PE wajib
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1.
telah mendapatkan pengesahan sebagai badan hukum perkumpulan
dari instansi Pemerintah yang berwenang;
2. memiliki Anggota paling sedikit 1/2 (satu per dua) dari jumlah seluruh
Perusahaan Efek yang telah memiliki izin kegiatan usaha sebagai
Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek;
3. memiliki kode etik Asosiasi PE;
4. memiliki struktur organisasi Asosiasi PE;
5. memiliki susunan pengurus, paling sedikit terdiri dari ketua atau
sebutan lain, sekretaris atau sebutan lain, dan bendahara atau
sebutan lain;
6. memiliki komite kerja yang bertanggung jawab paling sedikit atas
fungsi:
a. pengkajian dan pengembangan;
b. pengawasan etik; dan
c. pelaksanaan kegiatan Asosiasi PE;
7. memiliki prosedur operasi standar pelaksanaan kegiatan Asosiasi PE,
paling sedikit meliputi:
a. pelaksanaan pendidikan berkelanjutan bagi anggota Direksi dan
anggota Dewan Komisaris Perusahaan Efek yang melakukan
kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau
Perantara Pedagang Efek; dan
- 3 -
b. pelaksanaan pendidikan dan/atau pelatihan lainnya yang
meningkatkan kompetensi dan keahlian anggota Direksi dan
anggota Dewan Komisaris Perusahaan Efek yang melakukan
kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau
Perantara Pedagang Efek;
8. memiliki peraturan keanggotaan, paling sedikit memuat:
a. persyaratan dan prosedur penerimaan dan pemberhentian
Anggota;
b. batasan keanggotaan pada Asosiasi PE sejenis dimana Anggota
hanya dapat menjadi anggota 1 (satu) Asosiasi PE;
c. hak dan kewajiban Anggota;
d. kepengurusan dan keanggotaan Asosiasi PE;
e. pendanaan kegiatan Asosiasi PE;
f. biaya keanggotaan;
g. sanksi; dan
h. prosedur pengajuan keberatan Anggota kepada Asosiasi PE atas
sanksi yang ditetapkan oleh Asosiasi PE;
9. memiliki rencana kegiatan Asosiasi PE, paling sedikit meliputi:
a. penyelenggaraan program pendidikan berkelanjutan bagi
anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris Perusahaan Efek
yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek
dan/atau Perantara Pedagang Efek; dan
b. penyelenggaraan pendidikan dan/atau pelatihan lainnya yang
meningkatkan kompetensi dan keahlian anggota Direksi dan
anggota Dewan Komisaris Perusahaan Efek yang melakukan
kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau
Perantara Pedagang Efek;
10. memiliki sistem pengendalian internal yang memadai, paling sedikit
memuat:
a. pengawasan terhadap risiko benturan kepentingan dalam
pelaksanaan tugas dan fungsi Asosiasi PE;
- 4 -
b. pengawasan terhadap
kode etik; dan
Anggota dalam menjalankan
c. pengawasan dalam rangka pelaksanaan evaluasi secara berkala
dan berkesinambungan atas pelaksanaan kegiatan Asosiasi PE;
11. memiliki database Anggota yang paling sedikit memuat:
a. nama Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai
Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek;
b. nomor izin Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha
sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek;
c. alamat kantor pusat;
d. alamat kantor di lokasi lain selain kantor pusat; dan
e. nomor telepon; dan
12. memiliki atau menguasai sarana dan prasarana yang memadai,
paling sedikit terdiri dari:
a. bangunan atau ruangan sebagai lokasi kantor Asosiasi PE; dan
b. sarana penunjang lainnya seperti komputer, telepon, fax, dan
email serta memiliki situs web dengan nama domain Indonesia
yang berisi informasi umum Asosiasi PE yang dapat diakses
masyarakat.
III. TATA CARA PERMOHONAN PENGAKUAN ASOSIASI PERUSAHAAN EFEK
1. Permohonan untuk mendapat pengakuan sebagai Asosiasi PE
diajukan oleh pemohon dalam bentuk dokumen cetak kepada
Otoritas Jasa Keuangan sesuai dengan format surat Permohonan
Pengakuan Asosiasi Perusahaan Efek yang Melakukan Kegiatan
Usaha Sebagai Penjamin Emisi Efek dan Perantara Pedagang Efek
sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
2. Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan telah menyediakan sistem
elektronik, permohonan untuk mendapat pengakuan sebagai Asosiasi
PE dapat diajukan melalui sistem elektronik tersebut.
- 5 -
3. Permohonan untuk mendapat pengakuan sebagai Asosiasi PE
sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan angka 2 harus disertai
kelengkapan dokumen sebagai berikut:
a. fotokopi dokumen pengesahan Asosiasi PE sebagai badan
hukum berbentuk perkumpulan dari instansi Pemerintah yang
berwenang, berikut perubahan anggaran dasar terakhir yang
telah memperoleh persetujuan atau telah diterbitkan surat
penerimaan pemberitahuan perubahan anggaran dasar dari
instansi yang berwenang (jika ada);
b. data Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai
Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek yang
terdaftar sebagai Anggota paling sedikit 1/2 (satu per dua) dari
jumlah seluruh Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan
usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara
Pedagang Efek pada saat pengajuan kepada Otoritas Jasa
Keuangan sesuai dengan format Data Perusahaan Efek Sebagai
Anggota Asosiasi PE yang Melakukan Kegiatan Usaha Sebagai
Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek
sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan ini;
c. salinan kode etik Asosiasi PE;
d. struktur organisasi Asosiasi PE serta susunan pengurus dan
komite kerja Asosiasi PE yang dilengkapi dengan dokumen:
1) daftar riwayat hidup terbaru yang telah ditandatangani;
2)
fotokopi Kartu Tanda Penduduk atau Paspor yang masih
berlaku;
3) pasfoto berwarna terbaru ukuran 4x6 cm dengan latar
belakang berwarna merah sebanyak 1 (satu) lembar; dan
4) pernyataan integritas sesuai dengan format Surat
Pernyataan Integritas sebagaimana tercantum dalam
Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini;
- 6 -
untuk masing-masing pengurus dan pimpinan komite kerja
Asosiasi PE;
e. prosedur operasi standar pelaksanaan kegiatan Asosiasi PE,
paling sedikit meliputi:
1) pelaksanaan pendidikan berkelanjutan bagi anggota Direksi
dan anggota Dewan Komisaris Perusahaan Efek yang
melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek
dan/atau Perantara Pedagang Efek; dan
2) pelaksanaan pendidikan dan/atau pelatihan lainnya yang
meningkatkan kompetensi dan keahlian anggota Direksi
dan anggota Dewan Komisaris Perusahaan Efek yang
melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek
dan/atau Perantara Pedagang Efek;
f.
salinan peraturan keanggotaan Asosiasi PE, paling sedikit
memuat:
1) persyaratan dan prosedur penerimaan dan pemberhentian
Anggota;
2) batasan keanggotaan pada Asosiasi PE sejenis dimana
Anggota hanya dapat menjadi anggota 1 (satu) Asosiasi PE;
3) hak dan kewajiban Anggota;
4) kepengurusan dan keanggotaan Asosiasi PE;
5) pendanaan kegiatan Asosiasi PE;
6) biaya keanggotaan;
7) sanksi; dan
8) prosedur pengajuan keberatan Anggota kepada Asosiasi PE
atas sanksi yang ditetapkan oleh Asosiasi PE;
g. rencana kegiatan Asosiasi PE, paling sedikit meliputi:
1) penyelenggaraan program pendidikan berkelanjutan bagi
anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris Perusahaan
Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin
Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek; dan
- 7 -
2) penyelenggaraan pendidikan dan/atau pelatihan lainnya
yang meningkatkan kompetensi dan keahlian anggota
Direksi dan anggota Dewan Komisaris Perusahaan Efek
yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi
Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek;
h. dokumen terkait sistem pengendalian internal yang memadai,
paling sedikit memuat:
1) pengawasan terhadap risiko benturan kepentingan dalam
pelaksanaan tugas dan fungsi Asosiasi PE;
2) pengawasan terhadap Anggota dalam menjalankan
kode etik; dan
3) pengawasan dalam rangka pelaksanaan evaluasi secara
berkala dan berkesinambungan atas pelaksanaan kegiatan
Asosiasi PE;
i. dokumen terkait database Anggota;
j.
surat keterangan domisili dari pengelola gedung atau instansi
berwenang;
k. fotokopi bukti kepemilikan atau perjanjian sewa atas kantor
Asosiasi PE; dan
l. daftar nama pegawai selain pengurus disertai fungsinya (jika
ada).
4. Dalam hal permohonan untuk mendapat pengakuan diajukan oleh
pemohon dalam bentuk dokumen cetak kepada Otoritas Jasa
Keuangan sebagaimana dimaksud dalam angka 1, dokumen
permohonan untuk mendapat pengakuan sebagai Asosiasi PE
sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan angka 3 harus pula
disiapkan dalam format digital dan disampaikan kepada Otoritas
Jasa Keuangan dengan menggunakan media digital cakram padat
(compact disk) atau lainnya.
5. Dalam rangka memproses permohonan pengakuan sebagai Asosiasi
PE, Otoritas Jasa Keuangan melakukan penelaahan atas
kelengkapan dokumen permohonan.
- 8 -
6. Dalam rangka menilai kesiapan pemohon sebagai Asosiasi PE,
Otoritas Jasa Keuangan berwenang:
a. melakukan pemeriksaan di kantor Asosiasi PE;
b. meminta Asosiasi PE untuk memaparkan rencana kegiatan
Asosiasi PE; dan/atau
c. meminta data dan informasi yang dibutuhkan.
7. Pengakuan Asosiasi PE diberikan Otoritas Jasa Keuangan paling
lambat 20 (dua puluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan
pengakuan Asosiasi PE yang memenuhi syarat.
8. Dalam hal permohonan untuk mendapat pengakuan sebagai Asosiasi
PE pada saat diterima tidak memenuhi syarat, paling lambat 20 (dua
puluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan, Otoritas Jasa
Keuangan memberikan surat pemberitahuan kepada pemohon yang
menyatakan:
a. permohonan belum memenuhi persyaratan; atau
b. permohonan ditolak karena tidak memenuhi persyaratan.
9. Dalam hal permohonan untuk mendapat pengakuan sebagai Asosiasi
PE belum memenuhi persyaratan, pemohon wajib melengkapi
kekurangan yang dipersyaratkan dalam surat pemberitahuan
sebagaimana dimaksud dalam angka 8 huruf a paling lambat 20 (dua
puluh) hari kerja setelah tanggal surat pemberitahuan.
10. Penyampaian perubahan dokumen, tambahan informasi, dan/atau
kelengkapan kekurangan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
angka 9 dianggap telah diterima oleh Otoritas Jasa Keuangan pada
tanggal diterimanya perubahan dokumen, tambahan informasi,
dan/atau kelengkapan kekurangan persyaratan tersebut.
11. Sejak diterimanya perubahan dokumen, tambahan informasi,
dan/atau kelengkapan kekurangan persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam angka 10, permohonan pengakuan sebagai Asosiasi
PE dianggap baru diterima oleh Otoritas Jasa Keuangan dan diproses
sebagaimana dimaksud dalam angka 7.
- 9 -
12. Pemohon yang tidak melengkapi kekurangan yang dipersyaratkan
dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam angka 9 dianggap
membatalkan permohonan untuk mendapat pengakuan sebagai
Asosiasi PE yang telah diajukan kepada Otoritas Jasa Keuangan.
IV. TUGAS, WEWENANG, DAN LARANGAN ASOSIASI PERUSAHAAN EFEK
1. Asosiasi PE yang telah mendapat pengakuan dari Otoritas Jasa
Keuangan mempunyai tugas dan wewenang:
a. menyelenggarakan pendidikan berkelanjutan bagi anggota
Direksi dan anggota Dewan Komisaris Perusahaan Efek yang
melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek
dan/atau Perantara Pedagang Efek sesuai dengan kurikulum
yang telah ditetapkan;
b. menyelenggarakan pendidikan dan/atau pelatihan lainnya
dalam rangka meningkatkan kompetensi dan keahlian anggota
Direksi dan anggota Dewan Komisaris Perusahaan Efek yang
melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek
dan/atau Perantara Pedagang Efek;
c. melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala setiap
6 (enam) bulan sekali terhadap pelaksanaan kegiatan Asosiasi
PE;
d. menetapkan peraturan keanggotaan Asosiasi PE;
e. menetapkan dan menegakkan kode etik bagi Anggota;
f. memastikan Anggota mematuhi peraturan keanggotaan Asosiasi
PE serta kode etik Anggota;
g. melakukan pembaharuan database Anggota jika terdapat
perubahan data Anggota; dan
h. menetapkan hal lain yang menunjang kegiatan Asosiasi PE.
2. Asosiasi PE yang telah mendapat pengakuan dari Otoritas Jasa
Keuangan dilarang:
a. memberikan perlakuan yang berbeda pada Anggota; dan/atau
b. melakukan tindakan yang bertentangan dengan tugas dan
kewenangannya sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran
- 10 -
Otoritas Jasa Keuangan ini, anggaran dasar, anggaran rumah
tangga, dan peraturan internal Asosiasi PE.
V. SUMBER PENDANAAN
1. Dalam rangka menunjang kegiatannya, Asosiasi PE dapat
memperoleh pendanaan dari:
a. biaya pendaftaran dan iuran rutin keanggotaan;
b. biaya pendidikan berkelanjutan bagi anggota Direksi dan
anggota Dewan Komisaris Perusahaan Efek yang melakukan
kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau
Perantara Pedagang Efek;
c. biaya penyelenggaraan pendidikan dan/atau pelatihan lainnya
yang meningkatkan kompetensi dan keahlian, seperti lokakarya,
seminar dan/atau pelatihan terkait penjaminan emisi Efek dan
keperantaraan pedagang Efek; dan
d. sumber lain sepanjang ditetapkan dalam anggaran dasar,
anggaran rumah tangga, dan/atau peraturan internal Asosiasi
PE sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan.
2. Asosiasi PE wajib membuat laporan pertanggungjawaban keuangan
kepada Anggota paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
VI. PELAPORAN
1.
Asosiasi PE yang telah mendapat pengakuan dari Otoritas Jasa
Keuangan wajib menyampaikan laporan kepada Otoritas Jasa
Keuangan:
a. laporan rencana kegiatan tahunan, paling lambat pada setiap
tanggal 12 Januari, sesuai dengan format Laporan Rencana
Kegiatan Tahunan, sebagaimana tercantum dalam Lampiran
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran
Otoritas Jasa Keuangan ini;
b. laporan penerimaan dan/atau pemberhentian Anggota, paling
lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak terjadinya penerimaan
dan/atau pemberhentian Anggota, sesuai dengan format
Laporan Penerimaan dan/atau Pemberhentian Anggota,
- 11 -
sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan ini;
c. laporan realisasi pelaksanaan kegiatan tengah tahunan, paling
lambat pada setiap tanggal 12 Januari dan 12 Juli sesuai
dengan format Laporan Realisasi Pelaksanaan Kegiatan Tengah
Tahunan, sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas
Jasa Keuangan ini;
d. laporan perubahan alamat kantor Asosiasi PE, paling lambat
7 (tujuh) hari kerja sejak terjadinya perubahan (jika ada); dan
e. laporan perubahan anggaran dasar, anggaran rumah tangga,
susunan kepengurusan Asosiasi PE, dan/atau komite kerja,
paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak terjadinya perubahan
(jika ada).
2.
Otoritas Jasa Keuangan dapat meminta Asosiasi PE untuk
melakukan penyesuaian terhadap laporan rencana kegiatan tahunan
sebagaimana dimaksud dalam angka 1 huruf a yang telah
disampaikan, termasuk tetapi tidak terbatas pada silabus atau
materi program pendidikan berkelanjutan bagi anggota Direksi dan
anggota Dewan Komisaris Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan
usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang
Efek.
3. Dalam rangka penyampaian laporan realisasi kegiatan tengah
tahunan kepada Otoritas Jasa Keuangan, selain menggunakan
format Laporan Realisasi Pelaksanaan Kegiatan Tengah Tahunan
sebagaimana dimaksud dalam angka 1 huruf c, Asosiasi PE juga
wajib menyampaikan laporan daftar sertifikat program pendidikan
berkelanjutan anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris yang
diterbitkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan ini, disertai dengan dokumen pendukung berupa bukti
kehadiran peserta program pendidikan berkelanjutan bagi anggota
Direksi dan anggota Dewan Komisaris Perusahaan Efek yang
melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau
- 12 -
Perantara Pedagang Efek.
4. Laporan penyelenggaraan program pendidikan berkelanjutan bagi
anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris Perusahaan Efek yang
melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau
Perantara Pedagang Efek yang merupakan bagian dari laporan
realisasi pelaksanaan kegiatan tengah tahunan sebagaimana
dimaksud dalam angka 1 huruf c harus memenuhi ketentuan sebagai
berikut:
a. untuk program pendidikan berkelanjutan bagi anggota Direksi
dan anggota Dewan Komisaris Perusahaan Efek yang melakukan
kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau
Perantara Pedagang Efek dengan metode tatap muka, paling
sedikit memuat:
1) nama institusi atau lembaga penyelenggara program
pendidikan berkelanjutan bagi anggota Direksi dan anggota
Dewan Komisaris Perusahaan Efek yang melakukan
kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau
Perantara Pedagang Efek;
2)
tempat dan waktu kegiatan;
3) silabus atau materi program pendidikan berkelanjutan bagi
anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris Perusahaan
Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin
Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek; dan
4) daftar hadir atau absensi peserta program pendidikan
berkelanjutan bagi anggota Direksi dan anggota Dewan
Komisaris Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan
usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara
Pedagang Efek; dan
b. untuk program pendidikan berkelanjutan bagi anggota Dewan
Komisaris Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha
sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek
dalam bentuk selain tatap muka, paling sedikit memuat:
1) nama institusi atau lembaga penyelenggara program
pendidikan berkelanjutan bagi anggota Direksi dan anggota
- 13 -
Dewan Komisaris Perusahaan Efek yang melakukan
kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau
Perantara Pedagang Efek; dan
2) laporan pemenuhan program pendidikan berkelanjutan bagi
anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris Perusahaan
Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin
Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek.
5. Dalam hal batas akhir waktu penyampaian laporan sebagaimana
dimaksud dalam angka 1 huruf a, huruf c, dan huruf e jatuh pada
hari libur, laporan tersebut disampaikan paling lambat pada 1 (satu)
hari kerja berikutnya.
6. Laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 disampaikan kepada
Otoritas Jasa Keuangan dalam bentuk dokumen cetak dan dapat
pula disiapkan dalam format digital dengan menggunakan media
digital cakram padat (compact disk) atau lainnya.
7. Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan telah menyediakan sistem
elektronik, pelaporan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dapat
disampaikan melalui sistem elektronik tersebut.
8.
Otoritas Jasa Keuangan sewaktu-waktu dapat meminta Asosiasi PE
untuk menyampaikan laporan hasil pengendalian internal
sebagaimana dimaksud dalam angka II angka 10 kepada Otoritas
Jasa Keuangan.
VII. PENCABUTAN PENGAKUAN ASOSIASI PERUSAHAAN EFEK
1. Surat pengakuan sebagai Asosiasi PE menjadi tidak berlaku apabila:
a. badan hukum Asosiasi PE bubar; dan/atau
b. status badan hukum dari Asosiasi PE dicabut oleh instansi
Pemerintah yang berwenang.
2. Otoritas Jasa Keuangan dapat mencabut surat pengakuan Asosiasi
PE apabila terdapat hal sebagai berikut:
a. Asosiasi PE mengembalikan surat pengakuan Asosiasi PE yang
dimilikinya;
b. kantor Asosiasi PE tidak ditemukan;
- 14 -
c.
Asosiasi PE melakukan pelanggaran atas Surat Edaran Otoritas
Jasa Keuangan ini;
d. Asosiasi PE tidak melaksanakan tugas selama 12 (dua belas)
bulan berturut-turut;
e. Asosiasi PE telah menerima 3 (tiga) kali surat peringatan, namun
dalam waktu 1 (satu) bulan sejak diterbitkannya surat
peringatan ketiga tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
tercantum dalam isi surat peringatan tersebut; dan/atau
f.
tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
angka II.
3. Dalam hal pencabutan surat pengakuan Asosiasi PE disebabkan
karena Asosiasi PE mengembalikan surat pengakuan sebagaimana
dimaksud dalam angka 2 huruf a, Asosiasi PE wajib mengajukan
surat permohonan pengembalian surat pengakuan sebagai Asosiasi
PE kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan disertai dokumen sebagai
berikut:
a. keterangan mengenai alasan pengembalian surat pengakuan
tersebut;
b. surat pengakuan sebagai Asosiasi PE oleh Otoritas Jasa
Keuangan;
c. surat pernyataan pertanggungjawaban dari pengurus Asosiasi
PE atas kewajiban Asosiasi PE kepada pihak ketiga dan/atau
Anggota; dan
d. surat keputusan hasil rapat Anggota yang menyetujui
pengembalian surat pengakuan sebagai Asosiasi PE oleh
Otoritas Jasa Keuangan.
4. Dalam hal pencabutan surat pengakuan Asosiasi PE disebabkan
karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 huruf b
sampai dengan huruf f, Asosiasi PE wajib menyelesaikan
kewajibannya kepada Anggota dan/atau pihak ketiga.
5. Tidak berlakunya surat pengakuan Asosiasi PE sebagaimana
dimaksud dalam angka 1 dan pencabutan surat pengakuan Asosiasi
PE sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dapat diumumkan oleh
- 15 -
Otoritas Jasa Keuangan melalui media massa.
VIII. KETENTUAN LAIN-LAIN
1. Anggota dapat mengajukan permohonan keberatan atas pengenaan
sanksi pemberhentian keanggotaan kepada Asosiasi PE paling lambat
20 (dua puluh) hari kerja sejak dikeluarkannya surat pemberhentian
keanggotaan oleh Asosiasi PE.
2. Asosiasi PE mengeluarkan keputusan atas permohonan keberatan
pengenaan sanksi pemberhentian keanggotaan yang diajukan oleh
Anggota, paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja sejak diterimanya
permohonan keberatan sebagaimana dimaksud dalam angka 1.
3. Dalam hal Asosiasi PE menolak permohonan keberatan yang
diajukan oleh Anggota, Anggota dapat mengajukan permohonan
keberatan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 20 (dua
puluh) hari kerja sejak ditolaknya permohonan keberatan Anggota
oleh Asosiasi PE.
4. Anggota yang sedang menjalani proses sebagaimana dimaksud dalam
angka 1, angka 2, dan angka 3, sampai dengan Otoritas Jasa
Keuangan mengeluarkan putusan atas permohonan keberatan
Anggota, Anggota tersebut dianggap masih memenuhi ketentuan
Pasal 58 ayat (1) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang
Perizinan Perusahaan Efek yang Melakukan Kegiatan Usaha Sebagai
Penjamin Emisi Efek dan Perantara Pedagang Efek.
IX. KETENTUAN PERALIHAN
Kewajiban penyampaian laporan rencana kegiatan tahunan oleh Asosiasi
PE kepada Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam angka
VI angka 1 huruf a, tidak berlaku dalam hal Asosiasi PE baru diakui oleh
Otoritas Jasa Keuangan setelah tanggal 12 Januari.
- 16 -
X. KETENTUAN PENUTUP
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 23 Mei 2017
KEPALA EKSEKUTIF
PENGAWAS PASAR MODAL,
ttd
NURHAIDA
Salinan ini sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 19/SEOJK.04/2017 </reg_id>
<reg_title> PENGAKUAN TERHADAP ASOSIASI PERUSAHAAN EFEK YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SEBAGAI PENJAMIN EMISI EFEK DAN PERANTARA PEDAGANG EFEK </reg_title>
<set_date> 23 Mei 2017 </set_date>
<effective_date> 23 Mei 2017 </effective_date>
<related_reg> '20/POJK.04/2016 | Pasal 58 ayat (4)' </related_reg>
|
Yth.
Direksi atau Pengurus Lembaga Jasa Keuangan
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 33/SEOJK.04/2015
TENTANG
GLOBAL MASTER REPURCHASE AGREEMENT INDONESIA
Dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 5 ayat (5) Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan Nomor 9/POJK.04/2015 tentang Pedoman Transaksi
Repurchase Agreement Bagi Lembaga Jasa Keuangan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5711), perlu mengatur Global Master Repurchase
Agreement Indonesia dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan, sebagai
berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan:
1. Lembaga Jasa Keuangan adalah lembaga yang melaksanakan kegiatan
di sektor Perbankan, Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun,
Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
2. Lembaga Jasa Keuangan Lainnya adalah pergadaian, lembaga
penjaminan, lembaga pembiayaan ekspor Indonesia, perusahaan
pembiayaan sekunder perumahan, dan lembaga yang
menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat yang bersifat wajib,
meliputi penyelenggara program jaminan sosial, pensiun, dan
kesejahteraan, sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-
undangan mengenai pergadaian, penjaminan, lembaga pembiayaan
ekspor Indonesia, perusahaan pembiayaan sekunder perumahan, dan
pengelolaan dana masyarakat yang bersifat wajib, serta lembaga jasa
keuangan…
- 2 -
keuangan lain yang dinyatakan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan
berdasarkan peraturan perundang-undangan.
3. Transaksi Repurchase Agreement yang selanjutnya disebut Transaksi
Repo adalah kontrak jual atau beli Efek dengan janji beli atau jual
kembali pada waktu dan harga yang telah ditetapkan.
4. International Capital Market Association, selanjutnya disingkat ICMA,
yang sebelumnya bernama The Bond Market Association
(TBMA)/International Securities Market Association (ISMA), adalah
asosiasi internasional yang menyusun dan menerbitkan Perjanjian
Induk Global Pembelian Kembali (Global Master Repurchase Agreement
selanjutnya disingkat GMRA).
II. PENERAPAN GLOBAL MASTER REPURCHASE AGREEMENT INDONESIA
DALAM TRANSAKSI REPO
1. Global Master Repurchase Agreement Indonesia, selanjutnya disingkat
GMRA Indonesia, adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan ini.
2. GMRA Indonesia sebagaimana dimaksud pada angka 1 merupakan
standar perjanjian tertulis atas Transaksi Repo yang disusun
berdasarkan GMRA versi tahun 2000 beserta lampirannya yang
diterbitkan oleh ICMA dan telah disesuaikan dengan kondisi di
Indonesia yang meliputi karakteristik khusus dari pasar repo, hukum
yang berlaku, dan kebutuhan pasar.
3. Lembaga Jasa Keuangan yang melakukan Transaksi Repo wajib
menerapkan GMRA Indonesia dalam perjanjian tertulis atas Transaksi
Repo sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan Nomor 9/POJK.04/2015 tentang Pedoman Transaksi
Repurchase Agreement Bagi Lembaga Jasa Keuangan.
4. GMRA Indonesia sebagaimana dimaksud pada angka 1 terdiri dari:
a. Perjanjian Induk Global Pembelian Kembali (GMRA);
b. Lampiran Transaksi Domestik di Indonesia (Indonesia Annex);
c. Lampiran I Syarat dan Ketentuan Tambahan (Annex I Supplemental
Terms & Condition);
d. Lampiran II Format Konfirmasi (Annex II Confirmation);
e. Lampiran…
- 3 -
e. Lampiran Pembelian/Penjualan Kembali (Buy/Sell Back Annex);
f. Lampiran Ekuitas (Equity Annex); dan
g. Lampiran Keagenan (Agency Annex).
5. Setiap perjanjian tertulis atas Transaksi Repo wajib menerapkan GMRA
Indonesia sebagaimana dimaksud pada angka 4 yang terdiri dari:
a. Perjanjian Induk Global Pembelian Kembali (GMRA), Lampiran
Transaksi Domestik di Indonesia (Indonesia Annex), Lampiran I
Syarat dan Ketentuan Tambahan (Annex I Supplemental Terms &
Condition), dan Lampiran II Format Konfirmasi (Annex II
Confirmation); dan
b. Lampiran Pembelian/Penjualan Kembali (Buy/Sell Back Annex) jika
Lembaga Jasa Keuangan melakukan Transaksi Pembelian dan
Penjualan Kembali, Lampiran Ekuitas (Equity Annex) jika Efek yang
ditransaksikan merupakan Efek bersifat ekuitas, dan/atau
Lampiran Keagenan (Agency Annex) jika kedudukan Lembaga Jasa
Keuangan bertindak sebagai agen.
6. Penerapan GMRA Indonesia dalam perjanjian tertulis atas Transaksi
Repo sebagaimana dimaksud pada angka 3 dilakukan dengan
ketentuan:
a. tidak mengubah Perjanjian Induk Global Pembelian Kembali
(GMRA); dan
b. perubahan hanya dapat dilakukan atas lampiran Perjanjian Induk
Global Pembelian Kembali (GMRA), yaitu:
1) Lampiran Transaksi Domestik di Indonesia (Indonesia Annex);
2) Lampiran I Syarat dan Ketentuan Tambahan (Annex I
Supplemental Terms & Condition);
3) Lampiran II Format Konfirmasi (Annex II Confirmation);
4) Lampiran Pembelian/Penjualan Kembali (Buy/Sell Back Annex);
5) Lampiran Ekuitas (Equity Annex); dan/atau
6) Lampiran Keagenan (Agency Annex),
sesuai dengan kebutuhan atau kesepakatan para pihak dengan
ketentuan tidak melanggar Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor…
- 4 -
Nomor 9/POJK.04/2015 tentang Pedoman Transaksi Repurchase
Agreement Bagi Lembaga Jasa Keuangan.
III. PENUTUP
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal
1 Januari 2016.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 23 November 2015
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS
PASAR MODAL,
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Sudarmaji
ttd
NURHAIDA
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 33/SEOJK.04/2015 </reg_id>
<reg_title> GLOBAL MASTER REPURCHASE AGREEMENT INDONESIA </reg_title>
<set_date> 23 November 2015 </set_date>
<effective_date> 1 Januari 2016 </effective_date>
<related_reg> '9/POJK.04/2015 | Pasal 5 ayat (5)' </related_reg>
|
Yth.
Direksi Bank Umum Konvensional
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 25 /SEOJK.03/2016
TENTANG
RENCANA BISNIS BANK UMUM
Sehubungan dengan
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 5/POJK.03/2016 tentang Rencana Bisnis Bank (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 17, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5841), perlu untuk mengatur ketentuan pelaksanaan
mengenai Rencana Bisnis Bank Umum dalam suatu Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
1. Dalam rangka mencapai tujuan usaha yang berpedoman kepada visi
dan misi yang telah ditetapkan, bank umum yang melaksanakan
kegiatan secara konvensional, selanjutnya disebut Bank Umum, perlu
menyusun Rencana Bisnis dengan memperhatikan faktor eksternal
dan internal, prinsip kehati-hatian, penerapan manajemen risiko, dan
asas perbankan yang sehat. Rencana Bisnis harus disusun secara
matang, realistis, dan komprehensif sehingga lebih mencerminkan
kompleksitas usaha dan dapat menjadi arah kebijakan serta
pengembangan usaha Bank Umum.
2. Agar penyusunan Rencana Bisnis dapat dilakukan secara
komprehensif, cakupan Rencana Bisnis Bank Umum yang memiliki
Unit Usaha Syariah (UUS) harus secara konsolidasi mencakup pula
Rencana Bisnis bagi UUS sebagai satu kesatuan. Rencana Bisnis
untuk UUS disusun sebagai bagian tersendiri dari Rencana Bisnis
Bank Umum.
3. Sejalan ...
- 2 -
3. Sejalan dengan penyusunan Rencana Bisnis secara komprehensif
sebagaimana pada angka 2, Laporan Realisasi Rencana Bisnis dan
Laporan Pengawasan Rencana Bisnis bagi Bank Umum yang memiliki
UUS juga harus secara konsolidasi mencakup laporan bagi UUS
sebagai satu kesatuan laporan.
4. Penyusunan Rencana Bisnis, Laporan Realisasi Rencana Bisnis, dan
Laporan Pengawasan Rencana Bisnis bagi UUS mengacu pada Surat
Edaran yang mengatur mengenai rencana bisnis bank umum syariah
dan unit usaha syariah.
II. CAKUPAN DAN PENYUSUNAN RENCANA BISNIS
Sesuai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai Rencana Bisnis Bank,
Rencana Bisnis Bank Umum paling sedikit mencakup ringkasan eksekutif,
kebijakan dan strategi manajemen, penerapan manajemen risiko dan
kinerja Bank Umum saat ini, proyeksi laporan keuangan beserta asumsi
yang digunakan, proyeksi rasio-rasio dan pos-pos tertentu lainnya, rencana
pendanaan, rencana penanaman dana, rencana penyertaan modal, rencana
permodalan, rencana pengembangan organisasi dan sumber daya manusia,
rencana penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas baru, rencana
pengembangan dan/atau perubahan jaringan kantor, dan informasi
lainnya. Cakupan Rencana Bisnis yang ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan
bersifat minimum sehingga Bank Umum dapat memperluas cakupan
tersebut sesuai dengan kebutuhan, dengan tetap memperhatikan hal-hal
sebagaimana pada angka I.
A. Ringkasan Eksekutif
Bagian ini berisi penjelasan umum, baik kuantitatif maupun kualitatif,
mengenai hasil yang telah dicapai pada tahun terakhir, antara lain
aspek permodalan, rentabilitas, penilaian risiko khususnya risiko
kredit, risiko pasar, dan risiko likuiditas, serta dana pihak ketiga, dan
rasio keuangan. Selain itu ringkasan eksekutif juga memuat target
usaha Bank Umum dalam jangka pendek (1 tahun) sampai dengan
jangka menengah (3 tahun).
Ringkasan eksekutif disusun sesuai dengan format yang ditetapkan
dan paling sedikit mencakup:
1. Visi ...
- 3 -
1. Visi dan Misi Bank
Bagian ini menguraikan visi dan misi yang menjadi tujuan Bank
Umum pada masa mendatang.
2. Arah Kebijakan Bank
Bagian ini memberikan penjelasan mengenai arah dan kebijakan
pengembangan usaha yang akan dilakukan Bank Umum baik
jangka pendek maupun jangka menengah.
3. Langkah-langkah Strategis yang Akan Ditempuh Bank
Bagian ini memberikan uraian mengenai langkah-langkah
strategis yang akan ditempuh Bank Umum untuk mencapai visi
dan misi Bank Umum sesuai dengan arah kebijakan Bank Umum
ke depan.
4.
Indikator Keuangan Utama
Bagian ini antara lain memuat posisi aktual (per posisi bulan
September tahun penyusunan Rencana Bisnis) maupun proyeksi.
Contoh tabel indikator keuangan utama Rencana Bisnis
tahun 2017 sebagai berikut:
Indikator
Rasio Kewajiban
Penyediaan Modal
Minimum (KPMM)
Rasio Modal Inti
terhadap Aset
Tertimbang
Menurut Risiko
(ATMR)
Rasio Modal Inti
Utama terhadap
ATMR
Rasio Modal Inti
terhadap Total
Aset
Return on Asset
(ROA)
Net Interest Margin
(NIM)
Beban Operasional
terhadap
Pendapatan
Operasional
(BOPO)
Indikator ...
Aktual
Sep
2016
Proyeksi
Des
2016
Tahun 2017
Mar Jun Sep Des
Des
2018
Des
2019
- 4 -
Indikator
Rasio Aset
Produktif
Bermasalah
terhadap Total
Aset Produktif
Rasio Cadangan
Kerugian
Penutupan Nilai
(CKPN) Aset
Keuangan
terhadap Aset
Produktif.
Rasio Non
Performing Loan
(NPL) Gross
Rasio NPL Nett
Rasio Kredit
terhadap Total
Aset Produktif
Rasio Kredit
kepada Usaha
Mikro, Kecil, dan
Menengah (UMKM)
terhadap Total
Kredit
Rasio Aset Trading,
Tagihan Spot dan
Derivatif, serta
Aset Fair Value
Option terhadap
Total Aset
Rasio Total Aset
Likuid terhadap
Pendanaan Jangka
Pendek
Loan to Deposit
Ratio (LDR)
5. Target Jangka Pendek dan Jangka Menengah
Bagian ini menguraikan target atau fokus kegiatan usaha Bank
Umum baik kuantitatif maupun kualitatif dalam jangka pendek
maupun jangka menengah, sesuai dengan visi dan misi Bank
Umum disertai dengan alasan pemilihan target, asumsi yang
digunakan, dan strategi untuk mencapai target.
Target ...
Aktual
Sep
2016
Proyeksi
Des
2016
Tahun 2017
Mar Jun Sep Des
Des
2018
Des
2019
- 5 -
Target jangka pendek, misalnya berupa target penurunan tingkat
NPL, peningkatan fungsi intermediasi, dan peningkatan efisiensi.
Sementara itu target jangka menengah, misalnya target
pengembangan perbankan syariah dan target penerapan tata
kelola.
B. Kebijakan dan Strategi Manajemen
Bagian ini berisi penjelasan mengenai kebijakan dan strategi
manajemen selama 1 (satu) tahun ke depan, yang paling sedikit
memuat:
1. analisis posisi Bank Umum dalam menghadapi persaingan usaha,
meliputi informasi mengenai posisi Bank Umum baik dalam
kelompok usaha yang sama maupun secara industri, termasuk
informasi mengenai permasalahan dan hambatan yang dialami
Bank Umum. Dalam melakukan analisa posisi, Bank
menggunakan pendekatan tertentu, paling sedikit berupa analisa
strengths, weaknesses, opportunities, dan threats (SWOT);
2. kebijakan manajemen (policy statements), meliputi informasi
umum kebijakan Bank Umum yang ditetapkan oleh manajemen
dalam pengembangan usaha Bank Umum pada waktu yang akan
datang;
3. kebijakan manajemen risiko dan kepatuhan, meliputi informasi
mengenai langkah-langkah dalam menerapkan manajemen risiko
yang disusun berdasarkan evaluasi atas profil risiko Bank Umum
dan upaya-upaya perbaikan yang akan ditempuh serta penjelasan
mengenai kebijakan dalam melaksanakan fungsi kepatuhan;
4. strategi pengembangan bisnis, antara lain memuat informasi
langkah-langkah strategis untuk mencapai tujuan usaha Bank
Umum yang telah ditetapkan, termasuk penjelasan mengenai
strategi pengembangan organisasi dan teknologi sistem informasi,
dan strategi untuk mengantisipasi perubahan kondisi eksternal;
dan
5. strategi pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) dan
kebijakan remunerasi (remuneration policies), paling sedikit
meliputi informasi mengenai kebijakan umum yang mengatur
mengenai pemberian gaji, bonus, dan fasilitas lain yang bersifat
keuangan ...
- 6 -
keuangan kepada Direksi dan Dewan Komisaris Bank Umum,
termasuk kepada pegawai.
C. Penerapan Manajemen Risiko dan Kinerja Bank Umum Saat Ini
Bagian ini berisi penjelasan baik kuantitatif maupun kualitatif,
mengenai kondisi Bank Umum pada saat penyusunan Rencana Bisnis
dan menyoroti hal-hal utama yang perlu mendapat perhatian atau
permasalahan yang dihadapi serta hasil yang telah dicapai Bank
Umum.
Bagian ini paling sedikit memuat uraian mengenai:
1. Penerapan Manajemen Risiko, termasuk profil risiko untuk
seluruh risiko
Uraian mengenai penerapan manajemen risiko meliputi evaluasi
dan hasil penerapan manajemen risiko untuk periode awal tahun
sampai dengan posisi akhir bulan September tahun penyusunan
Rencana Bisnis.
Uraian mengenai penilaian profil risiko meliputi informasi
penilaian Bank Umum mengenai tingkat dan tren untuk seluruh
risiko.
Tata cara penyusunan profil risiko dan evaluasi penerapan
manajemen risiko berpedoman pada ketentuan Otoritas Jasa
Keuangan yang mengatur mengenai penerapan manajemen risiko
bagi Bank dan ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur
mengenai tingkat kesehatan Bank.
Dalam uraian ini termasuk pula evaluasi mengenai efektivitas dan
hasil penerapan ketentuan dan peraturan perundang-undangan
yang mengatur mengenai Anti Pencucian Uang dan Pencegahan
Pendanaan Terorisme (APU dan PPT), dan yang mengatur
mengenai fungsi kepatuhan Bank.
Dalam penjelasan mengenai fungsi kepatuhan Bank Umum
dimuat rencana kerja kepatuhan untuk 1 (satu) tahun ke depan
mengacu pada ketentuan yang mengatur mengenai fungsi
kepatuhan Bank.
2. Penerapan Tata Kelola
Uraian mengenai penilaian penerapan tata kelola berpedoman
pada ketentuan yang mengatur mengenai penerapan tata kelola
bagi Bank.
3. Kinerja ...
- 7 -
3. Kinerja Keuangan, khususnya Permodalan (Capital) dan
Rentabilitas (Earnings)
Uraian mengenai kinerja keuangan Bank Umum termasuk hasil
pelaksanaan rencana tindak (action plan) dalam rangka
memperbaiki kinerja Bank Umum (jika ada) sebagaimana diatur
dalam ketentuan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penilaian
tingkat kesehatan Bank.
Uraian mengenai kinerja permodalan mencakup kecukupan dan
komposisi, serta kemampuan permodalan Bank Umum dalam
mengcover risiko terhadap aset bermasalah, kemampuan Bank
Umum untuk menambah modal dari laba operasional Bank
Umum, kemampuan permodalan Bank Umum untuk mendukung
pertumbuhan usaha, akses kepada sumber permodalan, dan
kemampuan pemegang saham untuk meningkatkan permodalan
Bank Umum.
Uraian mengenai kinerja rentabilitas Bank Umum mencakup
pencapaian Return on Asset (ROA), Return on Equity (ROE), Net
Interest Margin (NIM), perkembangan dan prospek laba
operasional, rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan
Operasional (BOPO), dan rasio beban operasional selain bunga
terhadap pendapatan kegiatan utama.
4. Realisasi Pemberian Kredit kepada Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah (UMKM)
Uraian mengenai realisasi pemberian kredit mencerminkan
peranan Bank Umum dalam mendukung perkembangan UMKM.
Pengelompokan UMKM mengacu pada kriteria usaha berdasarkan
Undang-Undang yang mengatur mengenai usaha mikro, kecil,
dan menengah.
5. Penerapan Kepatuhan terhadap Prinsip Syariah
Uraian mengenai kepatuhan terhadap prinsip syariah hanya
diberlakukan bagi Bank Umum yang memiliki UUS.
D. Proyeksi Laporan Keuangan
Bagian ini memuat informasi mengenai kondisi keuangan Bank Umum
posisi aktual (posisi akhir bulan September tahun penyusunan
Rencana Bank) dan proyeksi untuk periode 3 (tiga) tahun ke depan.
Proyeksi ...
- 8 -
Proyeksi tahun pertama disusun secara triwulanan sedangkan
proyeksi tahun kedua dan ketiga disusun secara tahunan (posisi akhir
tahun).
Dalam bagian ini diuraikan juga mengenai asumsi makro dan mikro
yang digunakan dalam menyusun proyeksi keuangan dimaksud.
Asumsi makro antara lain tingkat pertumbuhan ekonomi dan tingkat
inflasi, sedangkan asumsi mikro antara lain tingkat persaingan antar
bank, pertumbuhan kredit industri perbankan, serta tingkat bunga
kredit dan simpanan yang digunakan dalam menyusun Rencana
Bisnis.
Proyeksi laporan keuangan disusun dengan mengacu pada:
1. Lampiran I : Proyeksi Posisi Keuangan (Neraca)
2. Lampiran II : Proyeksi Laba Rugi
3. Lampiran III : Proyeksi Komitmen dan Kontinjensi
4. Lampiran IV : Asumsi Makro dan Mikro yang Digunakan
E. Proyeksi Rasio-Rasio dan Pos-Pos Tertentu Lainnya
Bagian ini memuat rasio keuangan dan rasio tertentu lainnya posisi
aktual (posisi akhir bulan September tahun penyusunan Rencana
Bisnis) dan proyeksi untuk periode 3 (tiga) tahun ke depan, sebagai
berikut:
1. Rasio Keuangan Pokok
Proyeksi rasio keuangan pokok meliputi rasio-rasio yang paling
sedikit dapat memberikan informasi penilaian atas kondisi
permodalan, rentabilitas, risiko kredit, risiko pasar, dan risiko
likuiditas. Proyeksi rasio-rasio tersebut antara lain rasio
Kewajiban Penyediaan Modal Minimum, rasio ROA, rasio NIM,
rasio Non Performing Loan (NPL), rasio aset likuid terhadap total
aset, Loan to Deposit Ratio (LDR), dan rasio aset trading, tagihan
spot dan derivatif, serta aset Fair Value Option terhadap total aset.
2. Pos-Pos Tertentu Lainnya
Proyeksi pos-pos tertentu lainnya meliputi proyeksi beberapa
rasio terkait kredit kepada UMKM, rasio dana pendidikan, dan
rasio aset tetap yang tidak digunakan dalam operasional Bank
Umum terhadap modal.
Selain ...
- 9 -
Selain itu dicantumkan pula pos-pos tertentu yang memberikan
informasi mengenai penghimpunan dana dan penyaluran dana.
Proyeksi ini disusun dengan mengacu pada Lampiran V.
F. Rencana Pendanaan
Bagian ini mencerminkan posisi penghimpunan dana posisi aktual
(posisi akhir bulan September tahun penyusunan Rencana Bisnis) dan
rencana penghimpunan dana untuk periode 1 (satu) tahun ke depan
secara triwulanan. Dalam bagian ini diuraikan juga mengenai asumsi
yang digunakan dalam menyusun rencana serta strategi Bank Umum
untuk merealisasikan rencana pendanaan.
Rencana pendanaan disusun dengan mengacu pada:
1. Lampiran VI : Rencana Penghimpunan Dana Pihak Ketiga
2. Lampiran VII : Rencana Penerbitan Surat Berharga
3. Lampiran VIII : Rencana Pendanaan Lainnya
G. Rencana Penanaman Dana
Bagian ini mencerminkan posisi penanaman dana posisi aktual (posisi
akhir bulan September tahun penyusunan Rencana Bisnis) dan
rencana penyaluran dana untuk periode 1 (satu) tahun ke depan
secara triwulanan yang antara lain memberikan informasi rencana
penyediaan dana kepada pihak terkait, dan rincian rencana pemberian
kredit, termasuk rencana pemberian kredit kepada kegiatan usaha
tertentu. Jenis kegiatan usaha tertentu yang dicantumkan dalam
rincian pemberian kredit mencerminkan fokus pemberian kredit Bank
Umum berdasarkan jenis kegiatan usaha yang diprioritaskan,
dan/atau signifikansi pangsa kredit maupun jumlah debitur.
Dalam bagian ini diuraikan juga mengenai asumsi yang digunakan
dalam menyusun rencana dimaksud serta strategi Bank Umum untuk
merealisasikan rencana penanaman dana.
Rencana penanaman dana ini disajikan dengan mengacu pada:
1. Lampiran IX
: Rencana Penyediaan Dana kepada Pihak
Terkait
2. Lampiran X.A.
: Rencana Pemberian Kredit kepada
Debitur Inti
3. Lampiran ...
- 10 -
3. Lampiran X.B.
: Rencana Pemberian Kredit berdasarkan
Kegiatan Usaha Tertentu
4. Lampiran X.C.1 : Rencana Pemberian Kredit berdasarkan
Sektor Ekonomi
5. Lampiran X.C.2 : Rencana Pemberian Kredit berdasarkan
Jenis Penggunaan
6. Lampiran X.C.3 : Rencana Pemberian Kredit berdasarkan
Provinsi
7. Lampiran X.D.1 : Rencana Pemberian Kredit kepada
UMKM berdasarkan Sektor Ekonomi
8. Lampiran X.D.2 : Rencana Pemberian Kredit kepada
UMKM berdasarkan Jenis Penggunaan
9. Lampiran X.D.3 : Rencana Pemberian Kredit kepada
UMKM berdasarkan Provinsi
10. Lampiran XI
11. Lampiran XII
: Rencana Penanaman Dana dalam
bentuk Surat Berharga
: Rencana Penanaman Dana Lainnya
H. Rencana Penyertaan Modal
Bagian ini mencerminkan posisi penyertaan modal posisi aktual (posisi
akhir bulan September tahun penyusunan Rencana Bisnis) dan
rencana penyertaan modal untuk periode 1 (satu) tahun ke depan
secara triwulanan yang paling sedikit meliputi bidang usaha,
perkiraan jumlah dana yang akan ditanamkan, dan persentase
kepemilikan termasuk aspek pengendalian, sebagaimana diatur dalam
ketentuan mengenai prinsip kehati-hatian dalam kegiatan penyertaan
modal.
Rencana penyertaan modal disusun dengan mengacu pada
Lampiran XIII.
I. Rencana Permodalan
Bagian ini paling sedikit meliputi:
1. Proyeksi Pemenuhan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum
(KPMM)
Proyeksi KPMM paling sedikit meliputi proyeksi modal, proyeksi
Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR), dan proyeksi rasio
KPMM selama 3 (tiga) tahun mendatang.
Proyeksi ...
- 11 -
Proyeksi pemenuhan KPMM ini disusun dengan mengacu pada
Lampiran XIV.A. untuk Bank selain kantor cabang dari bank yang
berkedudukan di luar negeri atau Lampiran XIV.B. untuk kantor
cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri.
2. Rencana Perubahan Modal
Rencana perubahan modal merupakan proyeksi perubahan
modal selama 3 (tiga) tahun mendatang baik terkait struktur
permodalan maupun jumlah modal.
Termasuk dalam rencana perubahan modal adalah rencana
penambahan modal dari pemegang saham lama (existing
shareholders), rencana Initial Public Offering (IPO), right issue,
penerbitan surat utang yang bersifat ekuitas, dan rencana
penambahan modal lainnya, serta uraian mengenai rencana
perubahan atau penggantian kepemilikan (jika ada).
Rencana perubahan modal disusun dengan mengacu pada
Lampiran XV.
J. Rencana Pengembangan Organisasi dan Sumber Daya Manusia (SDM)
Bagian ini menguraikan informasi mengenai struktur organisasi dan
kondisi SDM terkini, rencana pengembangan organisasi dan SDM yang
sedang berlangsung, maupun rencana pengembangan terkait SDM
lainnya paling sedikit selama 1 (satu) tahun ke depan yang antara lain
memuat:
1. Rencana Pengembangan Organisasi
Rencana pengembangan organisasi antara lain mencakup
rencana pembentukan atau perubahan satuan kerja dan/atau
komite, yang disesuaikan dengan kemampuan, ukuran, dan
kompleksitas usaha Bank Umum.
2. Rencana Pengembangan Sistem Informasi Manajemen
Rencana pengembangan sistem informasi manajemen antara lain
mencakup pengembangan teknologi informasi yang mendukung
sistem informasi untuk manajemen dan rencana pengembangan
sistem akuntansi, termasuk anggaran yang dialokasikan untuk
rencana pengembangan tersebut.
3. Rencana Pengembangan Sumber Daya Manusia
Rencana pengembangan SDM antara lain rencana kebutuhan
pendidikan dan pelatihan SDM, termasuk rencana biaya atau
anggaran ...
- 12 -
anggaran pendidikan dan pelatihan baik untuk pegawai, Direksi,
dan Komisaris Bank Umum, serta rencana pelaksanaan sertifikasi
manajemen risiko bagi pengurus dan pejabat tertentu.
4. Rencana Pemanfaatan Tenaga Kerja Asing dan Penggunaan
Tenaga Alih Daya (Outsourcing)
Rencana pemanfaatan tenaga kerja asing antara lain rencana
pemanfaatan tenaga kerja asing sebagaimana diatur dalam
ketentuan dan peraturan perundang-undangan.
Rencana penggunaan tenaga alih daya (outsourcing) yang
mengacu pada ketentuan dan peraturan perundang-undangan,
antara lain mencakup rencana jumlah yang akan digunakan dan
rencana penempatan tenaga alih daya (outsourcing).
Rencana Pemanfaatan Tenaga Kerja Asing disusun dengan
mengacu pada Lampiran XVI.
K. Rencana Penerbitan Produk dan/atau Pelaksanaan Aktivitas Baru
Rencana penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas baru
yang dicantumkan pada Rencana Bisnis adalah produk dan/atau
aktivitas baru yang tidak pernah diterbitkan atau dilaksanakan
sebelumnya oleh Bank Umum sebagaimana diatur dalam ketentuan
Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai penerapan
manajemen risiko bagi Bank dan kegiatan usaha berdasarkan modal
inti Bank. Pada bagian ini diuraikan mengenai rencana penerbitan
produk atau pelaksanaan aktivitas baru paling sedikit untuk periode
1 (satu) tahun ke depan.
Rencana Penerbitan Produk dan/atau Pelaksanaan Aktivitas Baru
disusun dengan mengacu pada Lampiran XVII.
L. Rencana Pengembangan dan/atau Perubahan Jaringan Kantor
Rencana pengembangan dan/atau perubahan jaringan kantor
meliputi rencana pembukaan, perubahan status, pemindahan alamat,
dan/atau penutupan yang meliputi kantor wilayah, kantor cabang,
kantor cabang pembantu, kantor fungsional, kantor kas, kegiatan
pelayanan kas, dan/atau kantor di luar negeri untuk periode 1 (satu)
tahun ke depan.
Informasi yang dimuat dalam rencana pengembangan dan/atau
perubahan jaringan kantor antara lain meliputi informasi mengenai
kantor ...
- 13 -
kantor induk, rencana waktu pelaksanaan, perkiraan investasi, lokasi,
dan keterangan lainnya.
Informasi mengenai lokasi untuk setiap jenis kantor, paling sedikit
mencantumkan lokasi kabupaten atau kota secara jelas, dan untuk
lokasi kantor yang berada di wilayah provinsi Daerah Khusus Ibukota
Jakarta paling sedikit mencantumkan nama kota administrasi atau
kabupaten administrasi. Khusus untuk kantor yang berlokasi di luar
negeri, mencantumkan nama kota dan negara.
Rencana pengembangan dan/atau perubahan jaringan kantor disusun
dengan mengacu pada Lampiran XVIII.
M. Informasi Lainnya
Informasi lainnya memuat rencana-rencana lain yang perlu diuraikan
(jika ada) namun tidak termasuk dalam cakupan Rencana Bisnis yang
telah ditetapkan pada huruf A sampai dengan huruf L, antara lain
langkah-langkah penyelesaian kredit yang bermasalah termasuk
agunan yang diambil alih (AYDA), aset tetap yang tidak digunakan
dalam operasional Bank, linkage program, dan/atau pengembangan
pelayanan Bank Umum.
Pengembangan pelayanan mencakup antara lain informasi rencana
pengembangan sarana atau media informasi kepada nasabah, rencana
pengembangan sarana elektronik untuk kebutuhan nasabah, rencana
upaya perlindungan nasabah, dan rencana penyelenggaraan layanan
keuangan tanpa kantor dalam rangka keuangan inklusif.
Cakupan informasi yang dimuat dalam rencana upaya perlindungan
nasabah meliputi antara lain rencana kegiatan edukasi dan rencana
peningkatan sistem pelayanan pengaduan nasabah.
Pengertian AYDA mengacu pada ketentuan yang mengatur mengenai
penilaian kualitas aset bank umum.
III. LAPORAN REALISASI RENCANA BISNIS DAN LAPORAN PENGAWASAN
RENCANA BISNIS
1. Sesuai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai Rencana Bisnis
Bank, Laporan Realisasi Rencana Bisnis disampaikan Bank Umum
secara triwulanan, yaitu untuk posisi bulan Maret, bulan Juni, bulan
September, dan bulan Desember. Laporan Realisasi Rencana Bisnis
paling sedikit mencakup:
a. penjelasan ...
- 14 -
a. penjelasan mengenai pencapaian Rencana Bisnis meliputi fokus,
dan prioritas pencapaian Rencana Bisnis serta perbandingan
antara rencana dengan realisasinya;
b. penjelasan mengenai deviasi atas realisasi Rencana Bisnis, seperti
penyebab dan kendala yang dihadapi;
c. tindak lanjut atau upaya yang akan dilakukan untuk
memperbaiki pencapaian realisasi Rencana Bisnis;
d. rasio keuangan dan pos-pos tertentu; dan
e. informasi lainnya, berisi penjelasan mengenai realisasi hal-hal
selain yang dijelaskan pada huruf a sampai dengan huruf d,
antara lain meliputi laporan realisasi perubahan jaringan kantor
dan laporan realisasi tenaga kerja asing.
Laporan Realisasi Rencana Bisnis secara umum disusun dengan
mengacu pada:
a. Lampiran XIX.A.
b. Lampiran XIX.B.
: Laporan Realisasi Rencana Bisnis
: Laporan Realisasi Rasio Keuangan dan
Pos-pos Tertentu
c. Lampiran XIX.C.
d Lampiran XIX.D.
: Laporan Realisasi Pengembangan
dan/atau Perubahan Jaringan Kantor
: Laporan Realisasi Pemanfaatan Tenaga
Kerja Asing dan Alih Pengetahuan
kepada Tenaga Pendamping
2. Sesuai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai Rencana Bisnis
Bank, Dewan Komisaris melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan Rencana Bisnis. Hasil pengawasan tersebut selanjutnya
dituangkan dalam Laporan Pengawasan Rencana Bisnis. Cakupan
dalam Laporan Pengawasan Rencana Bisnis yang disusun oleh Dewan
Komisaris paling sedikit meliputi penilaian mengenai:
a. pelaksanaan Rencana Bisnis berupa penilaian aspek kuantitatif
maupun kualitatif terhadap realisasi Rencana Bisnis;
b. faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja Bank Umum secara
umum, khususnya terkait faktor permodalan (capital),
rentabilitas (earnings), serta profil risiko Bank Umum terutama
risiko kredit, risiko pasar, dan risiko likuiditas;
c. upaya memperbaiki kinerja Bank Umum, dalam hal dari hasil
penilaian sebagaimana pada huruf b terjadi penurunan kinerja.
Penilaian ...
- 15 -
Penilaian Dewan Komisaris pada huruf a sampai dengan huruf c, dapat
dilengkapi pula dengan penilaian atas faktor-faktor eksternal yang
mempengaruhi operasional Bank Umum.
Dalam kaitan dengan tugas Dewan Komisaris, Bank Umum harus
memiliki mekanisme internal dalam rangka penyusunan Laporan
Pengawasan Rencana Bisnis.
Laporan Pengawasan Rencana Bisnis disusun dengan mengacu pada
Lampiran XX.
IV. JANGKA WAKTU PENYAMPAIAN LAPORAN
Mengacu pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai Rencana Bisnis
Bank, Bank Umum dinyatakan terlambat menyampaikan Rencana Bisnis,
penyesuaian Rencana Bisnis, Laporan Realisasi Rencana Bisnis, dan/atau
Laporan Pengawasan Rencana Bisnis, dalam hal:
1. Bank menyampaikan Rencana Bisnis, Laporan Realisasi Rencana
Bisnis, dan/atau Laporan Pengawasan Rencana Bisnis setelah batas
akhir waktu penyampaian sampai dengan paling lama 30 (tiga puluh)
hari kerja; dan/atau
2. Bank Umum menyampaikan penyesuaian Rencana Bisnis setelah
batas akhir waktu penyampaian sampai dengan paling lama 15 (lima
belas) hari kerja.
Bank Umum dinyatakan tidak menyampaikan Rencana Bisnis,
penyesuaian Rencana Bisnis, Laporan Realisasi Rencana Bisnis, dan/atau
Laporan Pengawasan Rencana Bisnis dalam hal sampai dengan
berakhirnya batas waktu keterlambatan, Bank Umum belum
menyampaikan laporan dimaksud.
V. KETENTUAN LAIN-LAIN
Lampiran dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini merupakan
contoh untuk menyusun Rencana Bisnis Tahun 2017. Untuk penyusunan
Rencana Bisnis periode berikutnya, pencantuman tahun hendaknya
disesuaikan.
Lampiran I sampai dengan Lampiran XX merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
VI. KETENTUAN ...
- 16 -
VI. KETENTUAN PENUTUP
Dengan berlakunya Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini maka Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 12/27/DPNP tanggal 25 Oktober 2010
perihal Rencana Bisnis Bank Umum, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku
pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 14 Juli 2016
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN
OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
NELSON TAMPUBOLON
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 5/SEOJK.03/2016 </reg_id>
<reg_title> PENERAPAN TATA KELOLA BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT </reg_title>
<set_date> 10 Maret 2016 </set_date>
<effective_date> 10 Maret 2016 </effective_date>
<related_reg> '4/POJK.03/2015' </related_reg>
|
U
|JASA
Yth
Direksi Emiten dan Perusahaan Publik
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 8/SEOJK.04/2014
TENTANG
PENCABUTAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 1/SEOJK.04/2013 TENTANG KONDISI LAIN SEBAGAI KONDISI PASAR YANG
BERFLUKTUASI SECARA SIGNIFIKAN DALAM PELAKSANAAN PEMBELIAN KEMBALI
SAHAM YANG DIKELUARKAN OLEH EMITEN ATAU PERUSAHAAN PUBLIK
2/POJK.04/2013 tanggal 23 Agustus 2013 tentang Pembelian Kembali Saham Yang
Dikeluarkan Oleh Emiten Atau Perusahaan Publik Dalam Kondisi Pasar Yang
Berfluktuasi Secara Signifikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013
Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5439), selanjutnya
disebut POJK Nomor 2/POJK.04/2013, dan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 1/SEOJK.04/2013 tanggal 27 Agustus 2013 tentang Kondisi Lain Sebagai
Kondisi Pasar Yang Berluktuasi Secara Signifkan Dalam Pelaksanaan Pembelian
Kembali Saham Yang Dikeluarkan Oleh Emiten Atau Perusahaan Publik, selanjutnya
disebut SEOJK Nomor 1/SEOJK.04/2013, serta memperhatikan kondisi perekonomian
dan pasar saat ini, perlu menetapkan pencabutan SEOJK Nomor 1/SEOJK.04/2013
dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut:
1. KETENTUAN UMUM
1. Bahwa berdasarkan SEOJK Nomor 1/SEOJK.04/2013 telah ditetapkan
Kondisi Lain sebagai Kondisi Pasar Yang Beriluktuasi Secara Signifikan
sebagaimana dimaksud Pasal 1 angka 1 huruf b POJK Nomor
2/POJK.04/2013, sehingga untuk mengurangi dampak pasar yang
berfiuktuasi secara signifikan, Emiten atau Perusahaan Publik dapat
melakcukan pembelian kembali sahamnya berdasarkan mekanisme yang
diatur dalam POJK Nomor 2/POJK.04/2013.
End of Page 1
2. Bahwa kondisi perdagangan saham di Bursa Elek Indonesia sejak
diterbitkannya SEOJK Nomor 1/SEOJK.04/2013 tidak lagi mengalami
tekanan, yang tercermin dari indikeator pasar
a. Indeks Harga Saham Gabungan selama 8 (delapan) bulan terakhir
terhitung mulai tanggal 27 Agustus 2013 sampai dengan 30 April 2014
mengalami peningkatan sebesar 872,304 poin atau 21,98% (dua puluh
satu koma sembilan delapan perseratus) dan terus menunjukkan tren
kenaikan hingga saat ini.
b. Tingkat volatilitas Indeks Harga Saham Gabungan dilihat dari nilai
Standar Deviasi Movement periode 1 Oktober 2013 sampai dengan
30 April 2014 telah mengalami penurunan dan saat ini berada pada
kisaran angka 0,3417% (nol koma tiga empat satu tujuh perseratus)
sampai dengan 0,85339 (nol koma delapan lima tiga tiga perseratus),
lebih rendah dibanding periode Juni sampai dengan September 2013
yang berada pada kisaran angka 1,00649 (satu koma nol nol enam
empat perseratus) sampai dengan 1,44039 (satu koma empat empat nol
tiga perseratus).
Bahwa indikator protokol manajemen krisis sektor Jasa. Keuangan
khususnya indikator protokol manajemen krisis Pasar Modal sejak
berlakunya SEOJK Nomor 1/SEOJK.04/2013 sampai dengan tanggal 30
April 2014 menunjukckan status normal.
4. Bahwa kondisi perekonomian baik regional maupun nasional menunjukkan
pertumbuhan dan tren perkembangan yang positif.
5. Bahwa berdasarkan kondisi dan perkembangan sebagaimana dimaksud
pada angka. 2 sampai dengan angka 4, maka kondisi pasar di Bursa Efek
Indonesia sudah tidak mengalami fluktuasi secara signifikan.
6. Bahwa memperhatikan angka 5, maka penetapan kondisi lain sebagai
Kondisi Pasar Yang Berfluktuasi Secara Signifikan dalam SEOJK Nomor
1/SEOJK.04/2013 sebagai landasan bagi Emiten atau Perusahaan Publik
untuk melakukan pembelian kembali sahamnya sebagaimana diatur dalam
POJK Nomor 2/POJK.04/2013 perlu dicabut.
Bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 1 huruf b juncto Pasal 2 POJK Nomor
2/POJK.04/2013, Otoritas Jasa Keuangan menetapkan pengakhiran kondisi
lain sebagaimana diamanatkan dalam POJK Nomor 2/POJK.04/2013.
II. PENETAPAN...
End of Page 2
II. PENETAPAN PENCABUTAN SEOJK NOMOR 1/SEOJK.04/2013
Berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada angka I, maka SEOJK
Nomor 1/SEOJK.04/2013 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
III. KETENTUAN PERAUHAN
Emiten atau Perusahaan Publik yang telah melaksanakan keterbukaan informasi
kepada Otoritas Jasa Keuangan dan Bursa Efek Indonesia untuk melakukan
pembelian kembali saham berdasarkan SEOJK Nomor 1/SEOJK.04/2013 juncto
POJK Nomor 2/POJK.04/2013 namun jangka waktu 3 (tiga) bulan untuk
pembelian kembali sebagaimana dimaksud dalam POJK Nomor 2/POJK.04/2013
belum berakchir, dapat meneruskan pembelian kembali saham tersebut sampai
dengan program pembelian kembali selesai dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan
terhitung setelah Emiten atau. Perusahaan Publik menyampaikan keterbukaan
informasi kepada Otoritas Jasa Keuangan dan Bursa Eiek Indonesia sebagaimana
diatur dalam POJK Nomor 2/POJK.04/2013.
IV. PENUTUP
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran
Otoritas Jasa Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 14 Mei 2014
KEPALA EKSEKUTIF
PENGAWAS PASAR MODAL,
Ttd.
NURHAIDA
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum I
Ttd.
Tini Kustini
End of Page 3
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 8/SEOJK.04/2014 </reg_id>
<reg_title> PENCABUTAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 1/SEOJK.04/2013 TENTANG KONDISI LAIN SEBAGAI KONDISI PASAR YANG BERFLUKTUASI SECARA SIGNIFIKAN DALAM PELAKSANAAN PEMBELIAN KEMBALI SAHAM YANG DIKELUARKAN OLEH EMITEN ATAU PERUSAHAAN PUBLIK </reg_title>
<set_date> 14 Mei 2014 </set_date>
<effective_date> 14 Mei 2014 </effective_date>
<replaced_reg> '1/SEOJK.04/2013' </replaced_reg>
<related_reg> '1/SEOJK.04/2013', '2/POJK.04/2013' </related_reg>
|
Yth.
Direksi Lembaga Jasa Keuangan
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 50 /SEOJK.03/2017
TENTANG
PELAPORAN DAN PERMINTAAN INFORMASI DEBITUR
MELALUI SISTEM LAYANAN INFORMASI KEUANGAN
Sehubungan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
18/POJK.03/2017 tentang Pelaporan dan Permintaan Informasi Debitur
melalui Sistem Layanan Informasi Keuangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2017 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 6049), yang selanjutnya disebut POJK PPID SLIK, perlu
untuk mengatur pelaksanaan mengenai pelaporan dan permintaan informasi
debitur melalui sistem layanan informasi keuangan dalam Surat Edaran
Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
1. Sistem Layanan Informasi Keuangan yang selanjutnya disingkat SLIK
adalah sistem informasi yang dikelola oleh Otoritas Jasa keuangan
(OJK) untuk mendukung pelaksanaan tugas pengawasan dan
layanan informasi di bidang keuangan. SLIK berfungsi sebagai sarana
pertukaran informasi kredit antar lembaga jasa keuangan guna
mendukung kemudahan akses perkreditan atau pembiayaan.
2. Penyelenggaraan kegiatan pelaporan dan permintaan Informasi
Debitur melalui SLIK dapat dimanfaatkan untuk memperlancar
proses penyediaan dana, penerapan manajemen risiko, penilaian
kualitas Debitur, dan meningkatkan disiplin industri keuangan.
3. Untuk melaksanakan penyelenggaraan kegiatan pelaporan dan
permintaan Informasi Debitur melalui SLIK sebagaimana dimaksud
pada angka 2, Pelapor melakukan penyampaian:
- 2 -
a. Laporan Debitur kepada OJK secara lengkap, akurat, terkini,
utuh, dan tepat waktu setiap bulan untuk posisi akhir bulan;
dan
b. koreksi Laporan Debitur kepada OJK dalam hal Laporan
Debitur yang telah disampaikan tidak memenuhi ketentuan
yang ditetapkan oleh OJK, baik atas temuan Pelapor atau atas
temuan OJK.
II. PELAPOR
1. Sesuai dengan Pasal 2 Ayat (1) POJK PPID SLIK, pihak yang wajib
menjadi Pelapor adalah:
a. Bank Umum yang meliputi:
1) Bank Umum konvensional;
2) Bank Umum Syariah; dan
3) Unit Usaha Syariah dari Bank Umum konvensional induknya;
b. Bank Perkreditan Rakyat (BPR);
c. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS);
d. Lembaga Pembiayaan yang meliputi:
1) Lembaga Pembiayaan yang memberikan Fasilitas Penyediaan
Dana; dan
2) unit usaha syariah dari Lembaga Pembiayaan induknya; dan
e. Lembaga Jasa Keuangan Lainnya yang meliputi:
1) Lembaga Jasa Keuangan Lainnya yang memberikan Fasilitas
Penyediaan Dana, kecuali lembaga keuangan mikro; dan
2) unit usaha syariah dari Lembaga Jasa Keuangan Lainnya
yang menjadi induknya.
2. Pihak yang dapat menjadi Pelapor adalah:
a. Lembaga Jasa Keuangan Lainnya yang menyediakan layanan
pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi dan
lembaga keuangan mikro; dan
b. lembaga lain bukan Lembaga Jasa Keuangan (LJK) antara lain
koperasi simpan pinjam,
yang telah memenuhi syarat yang telah ditetapkan dalam POJK PPID
SLIK.
- 3 -
III. TATA CARA MENJADI PELAPOR
1. Pihak sebagaimana dimaksud pada bagian II angka 1 ditetapkan
menjadi Pelapor dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Bank Umum, BPR, BPRS, Lembaga Pembiayaan yang
memberikan Fasilitas Penyediaan Dana, dan Lembaga Jasa
Keuangan Lainnya yang memberikan Fasilitas Penyediaan Dana,
yang pada saat POJK PPID SLIK berlaku telah menjadi Pelapor
Sistem Informasi Debitur (SID), ditetapkan sebagai Pelapor sejak
POJK PPID SLIK mulai berlaku.
b. BPR, BPRS, dan perusahaan pembiayaan yang pada saat POJK
PPID SLIK mulai berlaku belum menjadi Pelapor SID, ditetapkan
sebagai Pelapor paling lambat tanggal 31 Desember 2018.
c. Perusahaan modal ventura, perusahaan pembiayaan
infrastruktur, dan pergadaian yang pada saat POJK PPID SLIK
berlaku belum menjadi Pelapor SID, ditetapkan sebagai Pelapor
paling lambat tanggal 31 Desember 2022.
d. BPR, BPRS, perusahaan pembiayaan, perusahaan modal
ventura, perusahaan pembiayaan infrastruktur, dan pergadaian
yang mengajukan untuk menjadi Pelapor sebelum batas waktu
sebagaimana dimaksud dalam huruf b dan huruf c, ditetapkan
sebagai Pelapor sejak tanggal surat persetujuan OJK.
Permohonan untuk menjadi Pelapor ditandatangani oleh direksi
atau pimpinan instansi dan disampaikan kepada Departemen
Perizinan dan Informasi Perbankan OJK.
e. Bank Umum yang melakukan kegiatan usaha setelah POJK PPID
SLIK mulai berlaku, ditetapkan sebagai Pelapor sejak tanggal
pelaksanaan kegiatan operasional.
f. BPR, BPRS, dan perusahaan pembiayaan yang melakukan
kegiatan usaha setelah tanggal 31 Desember 2018, ditetapkan
sebagai Pelapor sejak tanggal pelaksanaan kegiatan operasional.
g. Perusahaan modal ventura, perusahaan pembiayaan
infrastruktur, dan pergadaian yang melakukan kegiatan usaha
setelah tanggal 31 Desember 2022, ditetapkan sebagai Pelapor
sejak tanggal pelaksanaan kegiatan operasional.
2. Tata cara untuk menjadi Pelapor bagi pihak sebagaimana dimaksud
pada bagian II angka 2 adalah sebagai berikut:
- 4 -
a. Permohonan secara tertulis yang telah ditandatangani oleh
direksi atau pimpinan instansi disampaikan kepada Departemen
Perizinan dan Informasi Perbankan dengan melampirkan
dokumen pendukung berupa:
1) salinan anggaran dasar;
2) struktur organisasi serta sumber daya manusia yang
memuat paling sedikit bagan organisasi, garis tanggung
jawab horizontal dan vertikal, serta jabatan sumber daya
manusia;
3) bukti kesiapan data yang diperlukan dalam pelaporan SLIK
sebagaimana dimaksud dalam Pedoman Penyusunan
Laporan dan Permintaan Informasi Debitur melalui SLIK
dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini; dan
4) bukti kesiapan perangkat komputer, sistem operasi, dan
jaringan komunikasi data dengan spesifikasi sebagaimana
dimaksud dalam Pedoman Penyusunan Laporan dan
Permintaan Informasi Debitur melalui SLIK dalam
Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Surat Edaran OJK ini.
b. Pihak sebagaimana dimaksud pada bagian II angka 2 ditetapkan
menjadi Pelapor sejak tanggal persetujuan dari OJK.
3. OJK memberikan persetujuan atas permohonan menjadi Pelapor
paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak dokumen permohonan
menjadi Pelapor diterima secara lengkap oleh OJK dan seluruh
persyaratan untuk menjadi Pelapor sebagaimana dimaksud dalam
POJK PPID SLIK terpenuhi.
4. Setelah ditetapkan menjadi Pelapor sebagaimana dimaksud pada
angka 1 dan angka 2 huruf b, Pelapor:
a. menyampaikan permohonan user ID dan password secara
tertulis yang memuat data pegawai pelaksana dan/atau pejabat
yang akan melakukan administrasi dan pengelolaan hak akses
pengguna SLIK di internal Pelapor menggunakan format
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.A yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini; dan
b. menyampaikan laporan seluruh pegawai pelaksana dan/atau
pejabat SLIK menggunakan format sebagaimana dimaksud
- 5 -
dalam Lampiran I.B yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Surat Edaran OJK ini sesuai dengan batas waktu yang
ditetapkan dalam POJK PPID SLIK.
Permohonan user ID dan password sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dan laporan seluruh pegawai pelaksana dan/atau pejabat
SLIK sebagaimana dimaksud dalam huruf b ditandatangani oleh
direksi atau pimpinan instansi, atau pejabat yang diberi kuasa oleh
direksi atau pimpinan instansi dan disampaikan kepada Departemen
Perizinan dan Informasi Perbankan c.q. Deputi Direktur Pengelolaan
Informasi Kredit.
IV. LAPORAN DEBITUR
1. Format dan isi Laporan Debitur yang disampaikan Pelapor kepada
OJK disusun sesuai dengan format laporan sebagaimana dimaksud
dalam Pedoman Penyusunan Laporan dan Permintaan Informasi
Debitur melalui SLIK dalam Lampiran IV yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini.
2. Laporan Debitur mencakup informasi mengenai:
a. Debitur;
b. Fasilitas Penyediaan Dana baik dalam rupiah maupun valuta
asing dalam bentuk:
1) kredit atau pembiayaan
penyediaan uang, barang dan/atau jasa, atau tagihan yang
dapat dipersamakan dengan itu sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
keuangan;
2) surat berharga
surat pengakuan utang, wesel, obligasi, sekuritas kredit,
atau setiap derivatifnya, atau kepentingan lain, atau suatu
kewajiban dari Debitur, dalam bentuk yang lazim
diperdagangkan dalam pasar modal dan pasar uang;
3) transaksi rekening administratif
kewajiban komitmen dan kontinjensi yang meliputi jaminan,
Letter of Credit (L/C), Standby Letter of Credit (SBLC), atau
kewajiban komitmen dan kontinjensi lain; dan
4) fasilitas lainnya yang dapat dipersamakan dengan Fasilitas
Penyediaan Dana;
- 6 -
c. agunan;
d. penjamin;
e. pengurus dan pemilik; dan
f. keuangan Debitur.
3. Laporan Debitur meliputi data seluruh Debitur yang menerima
Fasilitas Penyediaan Dana termasuk pula Debitur yang telah dihapus
buku, telah dihapus tagih, sedang dalam proses penyelesaian dengan
cara pengambilalihan agunan atau penyelesaian melalui pengadilan,
dialihkan kepada pihak yang ditunjuk untuk menyelesaikan
kewajiban Pelapor karena Pelapor telah dicabut izin usaha atau
dilikuidasi, serta Debitur yang menerima penerusan kredit atau
pembiayaan.
4. Laporan Debitur yang disampaikan meliputi data Debitur dari kantor
pusat, kantor cabang, kantor cabang pembantu atau sejenisnya yang
memberikan Fasilitas Penyediaan Dana dan disampaikan melalui
kantor pusat Pelapor.
5. Laporan Debitur disajikan dalam mata uang rupiah satuan penuh.
Dalam hal terdapat Fasilitas Penyediaan Dana yang diberikan dalam
valuta asing maka nilai tersebut dijabarkan ke dalam nilai rupiah
dengan berpedoman pada Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
(PSAK).
6. Penyampaian Laporan Debitur dan/atau koreksi Laporan Debitur:
a. Penyampaian Laporan Secara Daring (Online)
1) Pelapor hanya dapat menyampaikan Laporan Debitur
dan/atau koreksi Laporan Debitur oleh kantor pusat Pelapor
secara daring (online) kepada OJK.
2) Laporan Debitur dan/atau koreksi Laporan Debitur yang
dilakukan secara daring (online) melalui aplikasi SLIK
adalah Laporan Debitur dan/atau koreksi Laporan Debitur
posisi 12 (dua belas) bulan terakhir.
3) Sandi Pelapor yang digunakan dalam SLIK ditetapkan oleh
OJK.
4) Pelapor yang karena kondisi tertentu sehingga tidak
memiliki Debitur dan/atau tidak memberikan Fasilitas
Penyediaan Dana, menyampaikan laporan nihil secara
daring (online) sesuai dengan Pedoman Penyusunan Laporan
dan Permintaan Informasi Debitur melalui
SLIK
- 7 -
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IV yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini.
5) Tanggal Laporan Debitur dan/atau koreksi Laporan Debitur
diterima oleh OJK adalah tanggal yang tercantum pada
tanda terima Laporan Debitur dan/atau koreksi Laporan
Debitur dari SLIK.
b. Penyampaian Laporan Secara Luring (Offline)
1) Pelapor dapat menyampaikan Laporan Debitur dan/atau
koreksi Laporan Debitur secara luring (offline) dalam hal
Pelapor mengalami gangguan teknis, antara lain gangguan
pada jaringan komunikasi data dan pemadaman listrik.
2) Laporan Debitur dan/atau koreksi Laporan Debitur
disampaikan dalam bentuk file kirim yang dihasilkan dari
aplikasi SLIK yang disimpan dalam bentuk antara lain
compact disc atau USB flashdisk dan disertai pemberitahuan
tertulis kepada OJK sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Surat Edaran OJK ini.
3) Laporan Debitur dan/atau koreksi Laporan Debitur yang
dilakukan secara luring (offline) adalah Laporan Debitur
dan/atau koreksi Laporan Debitur posisi 12 (dua belas)
bulan terakhir.
4) Bagi Pelapor yang mengalami gangguan teknis melampirkan
dokumen pendukung dari instansi yang terkait dengan
kondisi gangguan teknis, antara lain surat atau
pengumuman dari penyedia jaringan komunikasi data
dalam hal Pelapor mengalami gangguan jaringan
komunikasi data dan/atau surat dari penyedia jaringan
listrik dalam hal Pelapor mengalami pemadaman listrik,
atau dokumen yang menyatakan telah ada upaya
melakukan penyampaian laporan SLIK secara daring (online)
sehingga menyebabkan Pelapor mengalami kesulitan dalam
menyampaikan Laporan Debitur dan/atau koreksi Laporan
Debitur secara daring (online).
5) Laporan Debitur dan/atau koreksi Laporan Debitur beserta
dokumen pendukung disampaikan kepada:
- 8 -
a) Departemen Perizinan dan Informasi Perbankan c.q.
Deputi Direktur Pengelolaan Informasi Kredit bagi
Pelapor yang berkantor pusat di wilayah Provinsi
Daerah Khusus Ibukota Jakarta atau Provinsi Banten;
atau
b) Kantor Regional atau Kantor OJK setempat, bagi
Pelapor yang berkantor pusat di luar wilayah Provinsi
Daerah Khusus Ibukota Jakarta atau Provinsi Banten.
6) Tanggal Laporan Debitur dan/atau koreksi Laporan Debitur
diterima oleh OJK adalah tanggal yang tercantum pada
tanda terima Laporan Debitur dan/atau koreksi Laporan
Debitur dari SLIK.
7. Pengkinian data Laporan Debitur oleh OJK:
a. Pelapor dicabut izin usaha atau dilikuidasi.
Pelapor yang telah dicabut izin usaha sehingga tidak dapat lagi
melakukan pengkinian Laporan Debitur di dalam aplikasi SLIK
maka OJK dapat melakukan pengkinian Laporan Debitur
berdasarkan permohonan tertulis antara lain dari:
1) pihak yang ditunjuk melakukan penyelesaian kewajiban
Pelapor, antara lain Lembaga Penjamin Simpanan atau tim
likuidasi; atau
2) Debitur dari Pelapor yang telah dicabut izin usaha dengan
menyertakan dokumen pendukung antara lain:
a)
identitas diri
(1) bagi Debitur perseorangan
(a) fotokopi identitas diri dengan menunjukkan
identitas diri asli antara lain berupa Kartu
Tanda Penduduk (KTP) untuk Warga Negara
Indonesia (WNI) atau paspor untuk Warga
Negara Asing (WNA); atau
(b) surat kuasa asli, fotokopi identitas diri
pemberi kuasa dan penerima kuasa dengan
menunjukkan identitas diri asli dari pemberi
kuasa dan penerima kuasa, dalam hal
dikuasakan.
- 9 -
(2) bagi Debitur badan usaha
(a) fotokopi identitas badan usaha dan fotokopi
identitas dari pengurus yang mengajukan
permintaan Informasi Debitur dengan
menunjukkan identitas asli badan usaha atau
fotokopi identitas badan usaha yang telah
dilegalisasi dan menunjukkan identitas diri
asli dari pengurus yang mengajukan
permintaan Informasi Debitur. Identitas
dimaksud berupa Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP), akta pendirian perusahaan, dan
perubahan anggaran dasar terakhir yang
memuat susunan dan kewenangan pengurus;
atau
(b) surat kuasa asli, fotokopi identitas badan
usaha dan identitas diri pemberi kuasa dan
penerima kuasa dengan menunjukkan
identitas asli badan usaha atau fotokopi
identitas badan usaha yang telah dilegalisasi,
serta identitas asli pemberi kuasa dan
penerima kuasa dalam hal dikuasakan; dan
b)
fotokopi Surat Keterangan Lunas (SKL), berita acara
penyelesaian kewajiban, atau salinan putusan
pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap
untuk kasus yang diselesaikan di pengadilan dengan
menunjukkan dokumen asli.
b. Pelapor tidak mampu melakukan pengkinian laporan debitur
karena sebab lain.
1) OJK dapat melakukan pengkinian data dalam hal:
a) Pelapor
tidak memenuhi ketentuan dalam
menyampaikan Laporan Debitur dan tidak dapat
dikoreksi oleh Pelapor; atau
b) ditemukan kesalahan Laporan Debitur dengan periode
laporan di atas 12 (dua belas) bulan sehingga Pelapor
tidak dapat melakukan koreksi.
2) Pengkinian data dilakukan berdasarkan permohonan
tertulis dari Pelapor.
- 10 -
c. Permohonan pengkinian data disampaikan secara tertulis
kepada Departemen Perizinan dan Informasi Perbankan c.q.
Deputi Direktur Pengelolaan Informasi Kredit.
V.
INFORMASI DEBITUR
Pihak yang dapat meminta Informasi Debitur adalah Pelapor, Debitur,
Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan (LPIP), dan pihak lain.
1. Cakupan Informasi Debitur
Cakupan Informasi Debitur yang dapat diminta oleh Pelapor dan
Debitur diatur dalam Pedoman Penyusunan Laporan dan Permintaan
Informasi Debitur melalui SLIK sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat
Edaran OJK ini, sedangkan cakupan Informasi Debitur yang dapat
diminta oleh LPIP dan pihak lain sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat
Edaran OJK ini.
2. Permintaan dan Penggunaan Informasi Debitur oleh Pelapor
a. Tata Cara Permintaan
Pelapor yang telah memenuhi kewajiban pelaporan, dapat
meminta Informasi Debitur kepada OJK. Permintaan dimaksud
dilakukan secara daring (online) melalui jaringan yang ditetapkan
oleh OJK.
b. Penggunaan Informasi Debitur
Informasi Debitur yang diperoleh hanya dapat digunakan untuk
keperluan Pelapor dalam rangka:
1) mendukung kelancaran proses pemberian Fasilitas
Penyediaan Dana sesuai prinsip kehati-hatian dalam
pemberian Fasilitas Penyediaan Dana;
2) menerapkan manajemen risiko dalam menunjang kegiatan
operasional Pelapor, misalnya penggunaan Informasi
Debitur untuk pemantauan Debitur existing, proses seleksi
pegawai Pelapor, seleksi rekanan Pelapor, pelaksanaan
audit, serta program anti fraud, namun tidak termasuk
untuk penyusunan daftar prospek (prospect list) calon
Debitur dan cross selling; dan/atau
3) mengidentifikasi kualitas Debitur dalam rangka pemenuhan
ketentuan OJK atau pihak lain yang berwenang, misalnya
- 11 -
untuk penyamaan kualitas terhadap satu Debitur atau satu
proyek yang sama sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
3. Permintaan Informasi Debitur oleh Debitur
a. Debitur dapat meminta Informasi Debitur hanya atas nama
Debitur yang bersangkutan kepada OJK atau kepada Pelapor
yang memberikan Fasilitas Penyediaan Dana kepada Debitur
yang bersangkutan.
b. Tata cara permintaan
1) Permintaan Informasi Debitur disampaikan secara tertulis
kepada OJK dilakukan dengan tata cara sebagai berikut:
a) Debitur yang bersangkutan atau pihak yang diberi
kuasa oleh Debitur dapat mengajukan permintaan
Informasi Debitur kepada Kantor OJK setempat.
b) Dalam hal Debitur yang bersangkutan berbentuk badan
usaha, permintaan Informasi Debitur sebagaimana
dimaksud dalam huruf a) diajukan oleh pengurus yang
berwenang sesuai anggaran dasar perusahaan atau
oleh pihak yang diberi kuasa oleh pengurus tersebut.
c) Debitur yang bersangkutan atau pihak yang diberi
kuasa mengisi formulir permohonan dan menyerahkan
dokumen pendukung sebagai berikut:
(1) Bagi Debitur perseorangan
(a) fotokopi identitas diri dengan menunjukkan
identitas diri asli antara lain berupa KTP
untuk WNI atau paspor untuk WNA; atau
(b) Surat kuasa asli, fotokopi identitas diri
pemberi kuasa dan penerima kuasa dengan
menunjukkan identitas diri asli dari pemberi
kuasa dan penerima kuasa, dalam hal
dikuasakan.
(2) Bagi Debitur badan usaha
(a) fotokopi identitas badan usaha dan fotokopi
identitas dari pengurus yang mengajukan
permintaan Informasi Debitur dengan
menunjukkan identitas asli badan usaha
dimaksud atau fotokopi identitas badan usaha
- 12 -
yang telah dilegalisasi dan menunjukkan
identitas diri asli dari pengurus yang
mengajukan permintaan Informasi Debitur.
Identitas dimaksud berupa NPWP, akta
pendirian perusahaan, dan perubahan
anggaran dasar terakhir yang memuat
susunan dan kewenangan pengurus; atau
(b) Surat kuasa asli, fotokopi identitas badan
usaha dan identitas diri pemberi kuasa dan
penerima kuasa dengan menunjukkan
identitas asli badan usaha atau fotokopi
identitas badan usaha yang telah dilegalisasi,
serta identitas asli pemberi kuasa dan
penerima kuasa dalam hal dikuasakan.
d) Dalam hal permintaan Informasi Debitur telah
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
Surat Edaran OJK ini maka Informasi Debitur dapat
diberikan sesuai dengan alasan dan tujuan
penggunaan.
2) Permintaan Informasi Debitur kepada Pelapor dilakukan
dengan tata cara sebagai berikut:
a) Debitur yang bersangkutan atau pihak yang diberi
kuasa mengajukan permintaan Informasi Debitur
kepada Pelapor yang memberikan Fasilitas Penyediaan
Dana kepada Debitur yang bersangkutan.
b) Pengajuan permintaan Informasi Debitur disampaikan
oleh Debitur yang bersangkutan atau pihak yang diberi
kuasa dengan menunjukkan identitas diri asli atau
surat kuasa asli, identitas diri asli dari pemberi kuasa
dan penerima kuasa, dalam hal dikuasakan.
c) Pelapor melakukan upaya untuk dapat meyakini bahwa
permintaan Informasi Debitur sebagaimana dimaksud
dalam huruf b) dilakukan oleh Debitur yang berhak
sesuai dengan POJK PPID SLIK.
d) Pelapor menatausahakan semua pemberian Informasi
Debitur atas dasar permintaan Debitur yang
bersangkutan, paling
sedikit
meliputi tanggal
- 13 -
pemberian Informasi Debitur, nama Debitur,
peruntukan Informasi Debitur serta pegawai Pelapor
yang mengajukan permintaan dan menerima Informasi
Debitur.
4. Permintaan Informasi Debitur oleh LPIP
a. LPIP yang telah memperoleh izin usaha dari OJK dapat
memperoleh Informasi Debitur dalam rangka pelaksanaan
kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan tentang LPIP.
b. OJK dapat memberikan Informasi Debitur kepada LPIP secara
daring (online) maupun luring (offline).
c. Untuk dapat memperoleh Informasi Debitur secara daring
(online), LPIP menyampaikan permintaan secara tertulis kepada
Departemen Perizinan dan Informasi Perbankan disertai dengan
daftar pegawai penanggung jawab LPIP yang akan diberikan hak
akses.
d. Mekanisme pemberian Informasi Debitur dari OJK kepada LPIP
mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan
tentang LPIP.
5. Permintaan Informasi Debitur oleh Pihak Lain
a. Pihak lain dapat meminta Informasi Debitur kepada OJK dalam
rangka pelaksanaan peraturan perundang-undangan dan/atau
berdasarkan nota kesepahaman dengan OJK.
b. Permintaan Informasi Debitur oleh pihak lain dilakukan dengan
tata cara sebagai berikut:
1) Pihak lain yang mengajukan permintaan Informasi Debitur
secara rutin mengadakan perjanjian dan/atau nota
kesepahaman dengan OJK.
2) Pihak lain yang mengajukan permintaan Informasi Debitur
secara insidental menyampaikan permohonan secara
tertulis yang ditandatangani oleh pihak yang memiliki
kewenangan. Permohonan disampaikan kepada Departemen
Perizinan dan Informasi Perbankan dengan menyampaikan
alasan dan tujuan penggunaan Informasi Debitur serta
identitas Debitur yang dimintakan informasi.
3) Dalam hal permintaan Informasi Debitur telah memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran
- 14 -
OJK ini, Informasi Debitur diberikan sesuai dengan alasan
dan tujuan penggunaan.
VI. PENGAWASAN
Pengawasan terhadap pelaksanaan SLIK dilakukan oleh OJK terhadap
Pelapor baik secara langsung maupun tidak langsung.
1. Pengawasan Langsung
a. Pengawasan langsung dilakukan melalui pemeriksaan kepada
Pelapor.
b. Pemeriksaan kepada Pelapor dilakukan secara insidental.
c. Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a bertujuan
untuk memastikan kepatuhan Pelapor terhadap POJK PPID SLIK
dan peraturan pelaksanaannya yang meliputi antara lain:
1) sistem dan prosedur yang ada pada Pelapor dalam
melaksanakan kegiatan operasional pelaporan dan
permintaan Informasi Debitur melalui SLIK;
2) kebenaran Laporan Debitur yang disampaikan oleh Pelapor;
dan/atau
3) penggunaan Informasi Debitur.
d. Dalam rangka pemeriksaan, Pelapor memberikan:
1) keterangan dan data yang terkait dengan pelaksanaan
pelaporan dan permintaan Informasi Debitur melalui SLIK,
yang meliputi antara lain data elektronik dan penjelasan
yang berkaitan dengan tujuan pemeriksaan;
2) kesempatan untuk melakukan pemeriksaan terhadap
sarana fisik dan aplikasi pendukung yang terkait dengan
operasional pelaporan dan permintaan Informasi Debitur
melalui SLIK, yang meliputi antara lain perangkat keras,
aplikasi SLIK, pangkalan data, rekam cadang data,
koneksitas ke jaringan OJK, dan antarmuka ke sistem
intern Pelapor; dan
3) hal-hal lain yang diperlukan, yang meliputi antara lain
salinan dokumen yang terkait dengan objek pemeriksaan.
e. Berdasarkan hasil pemeriksaan, Pelapor melakukan langkah-
langkah perbaikan dan/atau penyempurnaan atas hal-hal yang
ditemukan dalam pemeriksaan serta melaporkan secara tertulis
perbaikan dan/atau penyempurnaan kepada Departemen
- 15 -
Perizinan dan Informasi Perbankan c.q. Deputi Direktur
Pengelolaan Informasi Kredit.
2. Pengawasan Tidak Langsung
a. Pengawasan tidak langsung dilakukan melalui penelitian,
analisis dan evaluasi terhadap Laporan Debitur dan/atau
koreksi Laporan Debitur, dan data/informasi lain.
b. Berdasarkan hasil pengawasan tidak langsung yang disampaikan
oleh OJK, Pelapor melakukan langkah-langkah perbaikan
dan/atau penyempurnaan atas hal-hal yang ditemukan serta
melaporkan secara tertulis perbaikan dan/atau penyempurnaan
kepada Departemen Perizinan dan Informasi Perbankan c.q.
Deputi Direktur Pengelolaan Informasi Kredit.
VII. TATA CARA PEMBAYARAN SANKSI ADMINISTRATIF BERUPA DENDA
Tata cara pembayaran sanksi administratif berupa denda mengacu pada
Peraturan OJK mengenai tata cara penagihan sanksi berupa denda di
sektor jasa keuangan dan ketentuan pelaksanaannya.
VIII. PENYAMPAIAN PERMASALAHAN
1. Permasalahan yang berkaitan dengan materi Laporan Debitur dan
Informasi Debitur disampaikan kepada Departemen Perizinan dan
Informasi Perbankan c.q. Deputi Direktur Pengelolaan Informasi
Kredit.
2. Permasalahan yang berkaitan dengan aplikasi SLIK disampaikan
kepada helpdesk OJK melalui email: helpdesk@ojk.go.id atau telepon
021-29600000 ext. 7000.
IX. PENUTUP
1. Ketentuan dalam Surat Edaran OJK ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.
2. Pada saat Surat Edaran OJK ini mulai berlaku:
a. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/63/DPBPR tanggal 30
Desember 2005 perihal Sistem Informasi Debitur;
b. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/6/DPBPR tanggal 20
Februari 2006 perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 7/63/DPBPR tanggal 30 Desember 2005
Perihal Sistem Informasi Debitur; dan
- 16 -
c. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/47/DPNP tanggal 23
Desember 2008 perihal Sistem Informasi Debitur,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku sejak tanggal 1 Januari 2018.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 27 September 2017
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN
OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
HERU KRISTIYANA
Salinan ini sesuai dengan aslinya
Deputi Direktur Direktorat Hukum 1
selaku Plh. Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Wiwit Puspasari
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 50/SEOJK.03/2017 </reg_id>
<reg_title> PELAPORAN DAN PERMINTAAN INFORMASI DEBITUR MELALUI SISTEM LAYANAN INFORMASI KEUANGAN </reg_title>
<set_date> 27 September 2017 </set_date>
<effective_date> 27 September 2017 </effective_date>
<replaced_reg> '7/63/DPBPR|SE-BI/2005', '8/6/DPBPR|SE-BI/2006', '10/47/DPNP|SE-BI/2008' </replaced_reg>
<related_reg> '18/POJK.03/2017' </related_reg>
|
Yth.
1. Direksi Bank Umum Konvensional; dan
2. Direksi Bank Umum Syariah
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 20 /SEOJK.03/2016
TENTANG
FITUR KONVERSI MENJADI SAHAM BIASA ATAU WRITE DOWN TERHADAP
INSTRUMEN MODAL INTI TAMBAHAN DAN MODAL PELENGKAP
Sehubungan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
11/POJK.03/2016 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank
Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 25,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5848) dan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 21/POJK.03/2014 tentang Kewajiban
Penyediaan Modal Minimum Bank Umum Syariah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 352, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5630), yang selanjutnya disebut POJK KPMM, perlu untuk
mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai Fitur Konversi menjadi Saham
Biasa atau Write Down terhadap Instrumen Modal Inti Tambahan dan Modal
Pelengkap dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
1. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dan Bank
Umum Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
2. Perusahaan Anak adalah badan hukum atau perusahaan yang
dimiliki dan/atau dikendalikan oleh Bank secara langsung maupun
tidak langsung, baik di dalam maupun di luar negeri, yang
melakukan kegiatan usaha di bidang keuangan, yang terdiri atas:
a. perusahaan...
- 2 -
a. perusahaan subsidiari (subsidiary company) yaitu Perusahaan
Anak dengan kepemilikan Bank lebih dari 50% (lima puluh
persen);
b. perusahaan partisipasi (participation company) adalah
Perusahaan Anak dengan kepemilikan Bank sebesar 50% (lima
puluh persen) atau kurang, namun Bank memiliki pengendalian
terhadap perusahaan;
c. perusahaan dengan kepemilikan Bank lebih dari 20% (dua
puluh persen) sampai dengan 50% (lima puluh persen) yang
memenuhi persyaratan:
1) kepemilikan Bank dan para pihak lainnya pada Perusahaan
Anak masing-masing sama besar; dan
2) masing-masing pemilik melakukan pengendalian secara
bersama terhadap Perusahaan Anak;
d. entitas lain yang berdasarkan standar akuntansi keuangan
harus dikonsolidasikan,
namun tidak termasuk perusahaan asuransi dan perusahaan yang
dimiliki dalam rangka restrukturisasi kredit.
3. Modal bagi Bank yang berkantor pusat di Indonesia terdiri atas:
a. modal inti (Tier 1) yang meliputi:
1) modal inti utama (Common Equity Tier 1);
2) modal inti tambahan (Additional Tier 1); dan
b. modal pelengkap (Tier 2).
4.
Instrumen modal inti tambahan (Additional Tier 1) sebagaimana
pada butir 3.a.2) antara lain meliputi:
a. instrumen utang atau investasi yang memiliki karakteristik
modal, bersifat subordinasi, tidak memiliki jangka waktu, dan
pembayaran imbal hasil/margin/ujrah
diakumulasikan (perpetual non-cumulative subordinated debt);
b. saham preferen non-kumulatif (perpetual non-cumulative
preference shares) baik dengan atau tanpa fitur opsi beli (call
option); dan
c. instrumen hybrid yang tidak memiliki jangka waktu dan
pembayaran imbal hasil/margin/ujrah
diakumulasikan (perpetual dan non-cumulative).
tidak dapat
tidak dapat
5. Instrumen...
- 3 -
5.
Instrumen modal pelengkap (Tier 2) sebagaimana pada butir 3.b.
antara lain meliputi:
a. saham preferen (yang memberikan hak kepada pemegangnya
untuk menerima dividen lebih dahulu dari pemegang saham
klasifikasi lain) secara kumulatif (cumulative preference share);
b. instrumen utang atau investasi yang memiliki karakteristik
modal, bersifat subordinasi, dan bersifat kumulatif (cumulative
subordinated debt); dan
c. instrumen utang atau investasi yang memiliki karakteristik
seperti modal yang secara otomatis tanpa persyaratan dapat
dikonversi menjadi saham setelah memperoleh persetujuan
Otoritas Jasa Keuangan (mandatory convertible bond).
6.
Instrumen modal inti tambahan (Additional Tier 1) dan modal
pelengkap (Tier 2) wajib memenuhi persyaratan sebagaimana diatur
dalam POJK KPMM.
7. Persyaratan yang harus dipenuhi oleh suatu instrumen agar dapat
diperhitungkan sebagai modal inti tambahan (Additional Tier 1) atau
modal pelengkap (Tier 2) sebagaimana pada angka 6 antara lain
wajib:
a. memiliki fitur untuk dikonversi menjadi saham biasa atau
dilakukan write down dalam hal Bank berpotensi terganggu
kelangsungan usahanya (point of non viability); dan
b. memperoleh persetujuan Otoritas Jasa Keuangan untuk
diperhitungkan sebagai komponen modal.
II. KONDISI YANG MENYEBABKAN (TRIGGER EVENT) INSTRUMEN MODAL
INTI TAMBAHAN (ADDITIONAL TIER 1) DAN/ATAU MODAL PELENGKAP
(TIER 2) HARUS DIKONVERSI MENJADI SAHAM BIASA ATAU DILAKUKAN
WRITE DOWN
1. Bank harus melakukan konversi menjadi saham biasa atau write
down terhadap instrumen modal inti tambahan (Additional Tier 1)
dan/atau modal pelengkap (Tier 2) dalam hal Bank berpotensi
terganggu kelangsungan usahanya (point of non viability).
2. Konversi menjadi saham biasa atau write down terhadap instrumen
modal inti tambahan (Additional Tier 1) dan/atau modal pelengkap
(Tier 2) dilakukan dalam hal:
a. rasio...
- 4 -
a.
rasio modal inti utama (Common Equity Tier 1/CET 1) lebih
rendah atau sama dengan 5,125% (lima koma seratus dua puluh
lima persen) dari aset tertimbang menurut risiko (ATMR) baik
secara individu maupun konsolidasi dengan Perusahaan Anak;
dan/atau
b.
terdapat rencana dari otoritas yang berwenang untuk
melakukan penyertaan modal kepada Bank yang dinilai
berpotensi terganggu kelangsungan usahanya; dan
c. terdapat perintah dari Otoritas Jasa Keuangan untuk
melakukan konversi menjadi saham biasa dan/atau write down.
3. Kondisi yang menyebabkan (trigger event) instrumen modal inti
tambahan (Additional Tier 1) dan/atau modal pelengkap (Tier 2) harus
dikonversi menjadi saham biasa atau dilakukan write down
sebagaimana pada angka 2 harus dicantumkan dalam dokumentasi
penerbitan atau perjanjian.
4. Konversi menjadi saham biasa atau write down akibat kondisi
sebagaimana pada butir 2.b. dilakukan sebelum otoritas yang
berwenang melakukan penyertaan modal. Mekanisme penyertaan
modal mengacu pada peraturan perundang-undangan.
5. Dalam hal Bank mengalami kecenderungan penurunan modal inti
utama (CET 1) yang berpotensi Bank memenuhi kondisi yang
menyebabkan (trigger event) instrumen modal inti tambahan
(Additional Tier 1) dan/atau modal pelengkap (Tier 2) harus dikonversi
menjadi saham biasa atau dilakukan write down sebagaimana pada
angka 2, Bank harus melakukan langkah-langkah untuk
meningkatkan modal inti utama (CET 1) sesuai target internal
minimum kebutuhan modal inti utama (CET 1).
6. Jumlah minimum yang harus dikonversi menjadi saham biasa atau
dilakukan write down adalah sesuai target minimum kebutuhan
modal inti utama (CET 1) yang ingin dicapai berdasarkan usulan
Bank yang disetujui oleh Otoritas Jasa Keuangan dengan
mempertimbangkan antara lain hal-hal sebagai berikut:
a. kewajiban penyediaan modal minimum sebagaimana diatur
dalam POJK KPMM; dan
b. proyeksi kerugian yang akan dialami oleh Bank.
7. Konversi menjadi saham biasa atau write down terhadap instrumen
modal inti tambahan (Additonal Tier 1) dan/atau modal pelengkap
(Tier 2)...
- 5 -
(Tier 2) dapat dilakukan secara proporsional, parsial, atau
keseluruhan dengan persetujuan Otoritas Jasa Keuangan.
8. Bank harus mencantumkan fitur yang dipilih terhadap instrumen
modal inti tambahan (Additonal Tier 1) dan/atau modal pelengkap
(Tier 2) yaitu:
a. dikonversi menjadi saham biasa; dan/atau
b. dilakukan write down,
dalam dokumentasi penerbitan atau perjanjian instrumen modal inti
tambahan (Additional Tier 1) dan/atau modal pelengkap (Tier 2).
9. Dalam hal Bank memilih untuk mencantumkan fitur untuk
dikonversi menjadi saham biasa dalam dokumentasi penerbitan atau
perjanjian instrumen modal inti tambahan (Additonal Tier 1)
dan/atau modal pelengkap (Tier 2), Bank mencantumkan hal-hal
sebagai berikut:
a. jumlah saham biasa yang akan diterima oleh pemegang
instrumen modal inti tambahan (Additional Tier 1) dan/atau
modal pelengkap (Tier 2) pada saat terjadi konversi menjadi
saham biasa; atau
b. formula konversi untuk menentukan jumlah saham biasa yang
akan diterima oleh pemegang instrumen modal inti tambahan
(Additional Tier 1) dan/atau modal pelengkap (Tier 2) pada saat
terjadi konversi menjadi saham biasa.
10. Dalam hal Bank memilih fitur untuk dilakukan write down terhadap
instrumen modal inti tambahan (Additonal Tier 1) dan/atau modal
pelengkap (Tier 2), Bank dapat memberikan kompensasi kepada
pemegang instrumen modal inti tambahan (Additional Tier 1)
dan/atau modal pelengkap (Tier 2) dalam bentuk saham biasa pada
saat dilakukan write down. Pemberian kompensasi harus
dicantumkan dalam dokumentasi penerbitan atau perjanjian
instrumen modal inti tambahan (Additional Tier 1) dan/atau modal
pelengkap (Tier 2).
11. Dalam hal Bank memilih untuk mencantumkan fitur konversi
menjadi saham biasa dan fitur untuk dilakukan write down dalam
dokumentasi penerbitan atau perjanjian instrumen modal inti
tambahan (Additonal Tier 1) dan/atau modal pelengkap (Tier 2) maka
pada saat terjadi kondisi yang menyebabkan (trigger event) instrumen
modal inti tambahan (Additional Tier 1) dan/atau modal pelengkap
(Tier 2)...
- 6 -
(Tier 2) harus dikonversi menjadi saham biasa atau dilakukan write
down sebagaimana pada angka 2, Bank harus menetapkan salah
satu fitur yang dipilih terhadap seluruh investor yang membeli
instrumen modal inti tambahan (Additional Tier 1) dan/atau modal
pelengkap (Tier 2) untuk setiap instrumen.
12. Konversi menjadi saham biasa atau write down selain mengacu pada
ketentuan ini juga harus mengacu pada peraturan perundang-
undangan.
13. Bank harus melakukan upaya untuk memastikan bahwa konversi
menjadi saham biasa atau write down dapat dilakukan dalam hal
terjadi kondisi yang menyebabkan (trigger event) instrumen modal inti
tambahan (Additional Tier 1) dan/atau modal pelengkap (Tier 2) harus
dikonversi menjadi saham biasa atau dilakukan write down, antara
lain:
a. meminta opini hukum dari pihak independen pada saat
penerbitan instrumen yang menyatakan bahwa klausula
konversi menjadi saham biasa dan/atau write down dapat
dilakukan pada saat terjadi kondisi yang menyebabkan (trigger
event) instrumen modal inti tambahan (Additional Tier 1)
dan/atau modal pelengkap (Tier 2) harus dikonversi menjadi
saham biasa atau dilakukan write down;
b. memastikan bahwa tidak terdapat perjanjian yang dilakukan
antara Bank dengan para pihak lainnya termasuk pemegang
saham yang dapat menghambat dilakukannya konversi menjadi
saham biasa dan/atau write down pada saat terjadi kondisi yang
menyebabkan (trigger event) instrumen modal inti tambahan
(Additional Tier 1) dan/atau modal pelengkap (Tier 2) harus
dikonversi menjadi saham biasa atau dilakukan write down.
14. Sebelum menerbitkan instrumen modal inti tambahan (Additional
Tier 1) dan/atau modal pelengkap (Tier 2), Bank harus
menyampaikan usulan fitur yang dipilih kepada Otoritas Jasa
Keuangan sebagaimana pada angka 8 disertai dengan analisa dasar
pemilihan fitur dan dampak terhadap permodalan Bank, termasuk
perhitungan kemungkinan terjadi dilusi dan dampak terhadap
struktur pemegang saham Bank.
III. KONDISI...
- 7 -
III. KONDISI YANG MENYEBABKAN (TRIGGER EVENT) INSTRUMEN MODAL
INTI TAMBAHAN (ADDITIONAL TIER 1) DAN/ATAU MODAL PELENGKAP
(TIER 2) HARUS DIKONVERSI MENJADI SAHAM BIASA ATAU DILAKUKAN
WRITE DOWN BAGI PERUSAHAAN ANAK YANG MERUPAKAN BAGIAN
DARI SUATU GRUP BANK
Dalam hal instrumen modal inti tambahan (Additional Tier 1) dan/atau
modal pelengkap (Tier 2) yang diterbitkan oleh Perusahaan Anak akan
diperhitungkan dalam perhitungan modal Bank secara konsolidasi maka
dalam dokumentasi penerbitan atau perjanjian selain mencantumkan
kondisi yang menyebabkan (trigger event) instrumen modal inti tambahan
(Additional Tier 1) dan/atau modal pelengkap (Tier 2) harus dikonversi
menjadi saham biasa atau dilakukan write down sebagaimana pada butir
II.2., juga harus mencantumkan kondisi yang menyebabkan (trigger event)
instrumen modal inti tambahan (Additional Tier 1) dan/atau modal
pelengkap (Tier 2) harus dikonversi menjadi saham biasa atau dilakukan
write down yang mengacu pada kondisi Bank induk secara konsolidasi.
A. Kondisi yang Menyebabkan (Trigger Event) Instrumen Modal Inti
Tambahan (Additional Tier 1) dan/atau Modal Pelengkap (Tier 2)
harus Dikonversi menjadi Saham Biasa atau Dilakukan Write Down
bagi Perusahaan Anak berupa Bank yang dimiliki oleh Bank
Perusahaan Anak berupa Bank yang dimiliki oleh Bank, selain harus
mencantumkan kondisi yang menyebabkan (trigger event) instrumen
modal inti tambahan (Additional Tier 1) dan/atau modal pelengkap
(Tier 2) harus dikonversi menjadi saham biasa atau dilakukan write
down sebagaimana dimaksud pada butir II.2, dalam dokumentasi
penerbitan atau perjanjian juga harus mencantumkan kondisi yang
menyebabkan (trigger event) instrumen modal inti tambahan
(Additional Tier 1) dan/atau modal pelengkap (Tier 2) harus dikonversi
menjadi saham biasa atau dilakukan write down yang mengacu pada
kondisi Bank induk secara konsolidasi sebagai berikut:
1. rasio modal inti utama (CET 1) Bank induk secara konsolidasi
dengan Perusahaan Anak lebih rendah atau sama dengan
5,125% (lima koma seratus dua puluh lima persen) dari ATMR;
dan/atau
2. terdapat...
- 8 -
2.
terdapat rencana otoritas yang berwenang untuk melakukan
penyertaan modal kepada Bank induk yang dinilai berpotensi
terganggu kelangsungan usahanya; dan
3. terdapat perintah dari Otoritas Jasa Keuangan untuk
melakukan konversi menjadi saham biasa dan/atau write down.
B. Kondisi yang Menyebabkan (Trigger Event) Instrumen Modal Inti
Tambahan (Additional Tier 1) dan/atau Modal Pelengkap (Tier 2)
harus Dikonversi menjadi Saham Biasa atau Dilakukan Write Down
bagi Perusahaan Anak Bukan Bank yang Dimiliki Bank
Dalam hal Perusahaan Anak Bukan Bank dimiliki oleh Bank dan
instrumen modal inti tambahan (Additional Tier 1) dan/atau modal
pelengkap (Tier 2) yang diterbitkan oleh Perusahaan Anak dimaksud
akan diakui dalam modal konsolidasi Bank induk maka dalam
dokumentasi penerbitan atau perjanjian harus mencantumkan
kondisi yang menyebabkan (trigger event) instrumen modal inti
tambahan (Additional Tier 1) dan/atau modal pelengkap (Tier 2) harus
dikonversi menjadi saham biasa atau dilakukan write down yang
mengacu pada kondisi Bank induk secara konsolidasi sebagai
berikut:
1. rasio modal inti utama (CET 1) Bank induk secara konsolidasi
dengan Perusahaan Anak lebih rendah atau sama dengan
5,125% (lima koma seratus dua puluh lima persen) dari ATMR;
dan/atau
2.
terdapat rencana otoritas yang berwenang untuk melakukan
penyertaan modal kepada Bank induk yang dinilai berpotensi
terganggu kelangsungan usahanya; dan
3. terdapat perintah dari Otoritas Jasa Keuangan untuk
melakukan konversi menjadi saham biasa dan/atau write down.
C. Kompensasi dalam Pelaksanaan Write Down
Perusahaan Anak dapat memberikan kompensasi dalam pelaksanaan
write down dalam hal terjadi kondisi yang menyebabkan (trigger
event) instrumen modal inti tambahan (Additional Tier 1) dan/atau
modal pelengkap (Tier 2) harus dikonversi menjadi saham biasa atau
dilakukan write down sebagaimana dimaksud pada huruf A dan
huruf B. Kompensasi dimaksud harus dalam bentuk saham biasa
yang...
- 9 -
yang dapat diterbitkan baik oleh Perusahaan Anak maupun
perusahaan induk.
D. Kondisi yang Menyebabkan (Trigger Event) Instrumen Modal Inti
Tambahan (Additional Tier 1) dan/atau Modal Pelengkap (Tier 2)
harus Dikonversi menjadi Saham Biasa atau Dilakukan Write Down
bagi Perusahaan Anak berupa Bank yang Dimiliki oleh Bank di Luar
Negeri
1. Perusahaan Anak berupa Bank yang dimiliki oleh bank di luar
negeri, selain harus mencantumkan kondisi yang menyebabkan
(trigger event) instrumen modal inti tambahan (Additional Tier 1)
dan/atau modal pelengkap (Tier 2) harus dikonversi menjadi
saham biasa atau dilakukan write down sebagaimana pada butir
II.2., dalam dokumentasi penerbitan atau perjanjian juga harus
mencantumkan secara jelas mengenai kondisi yang
menyebabkan (trigger event) instrumen modal inti tambahan
(Additional Tier 1) dan/atau modal pelengkap (Tier 2) harus
dikonversi menjadi saham biasa atau dilakukan write down yang
mengacu pada kondisi bank induk secara konsolidasi
sebagaimana diatur oleh otoritas dari perusahaan induk, jika:
a.
instrumen modal inti tambahan (Additional Tier 1) dan/atau
modal pelengkap (Tier 2) yang diterbitkan akan diakui
dalam modal konsolidasi bank induk; dan
b. diwajibkan memiliki fitur konversi menjadi saham biasa
dan/atau write down oleh otoritas dari perusahaan induk.
2. Konversi menjadi saham biasa atau write down yang dilakukan
oleh Bank yang merupakan Perusahaan Anak yang dimiliki oleh
bank di luar negeri dalam hal terjadi kondisi yang menyebabkan
(trigger event) instrumen modal inti tambahan (Additional Tier 1)
dan/atau modal pelengkap (Tier 2) harus dikonversi menjadi
saham biasa atau dilakukan write down yang mengacu pada
kondisi bank induk secara konsolidasi sebagaimana pada
angka 1 harus mendapat persetujuan Otoritas Jasa Keuangan.
IV. MEKANISME...
- 10 -
IV. MEKANISME KONVERSI MENJADI SAHAM BIASA ATAU WRITE DOWN
Mekanisme konversi menjadi saham biasa dan/atau write down terhadap
instrumen modal inti tambahan (Additional Tier 1) dan/atau modal
pelengkap (Tier 2) dalam hal terjadi kondisi yang menyebabkan (trigger
event) instrumen modal inti tambahan (Additional Tier 1) dan/atau modal
pelengkap (Tier 2) harus dikonversi menjadi saham biasa atau dilakukan
write down adalah sebagai berikut:
1. Otoritas Jasa Keuangan memerintahkan Bank untuk menghitung
target minimum kebutuhan modal inti utama (CET 1) yang ingin
dicapai dan menyusun rencana tindak untuk memenuhi target
minimum kebutuhan modal inti utama (CET 1).
2. Berdasarkan perintah Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana pada
angka 1, Bank mengajukan target minimum kebutuhan modal inti
utama (CET 1) yang ingin dicapai dan rencana tindak untuk
dimintakan persetujuan kepada Otoritas Jasa Keuangan, yang antara
lain harus memuat rincian jenis dan jumlah instrumen yang akan
dikonversi menjadi saham biasa dan/atau dilakukan write down
yang disertai analisa dampak terhadap kondisi permodalan Bank.
3. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atas target
minimum kebutuhan modal inti utama dan rencana tindak yang
diajukan oleh Bank sebagaimana pada angka 2.
4. Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan tidak memberikan persetujuan
sebagaimana pada angka 3 maka Bank harus melakukan revisi atas
target minimum kebutuhan modal inti utama dan rencana tindak
yang telah diajukan.
5. Berdasarkan persetujuan Otoritas Jasa Keuangan, Bank melakukan
proses konversi menjadi saham biasa dan/atau write down terhadap
instrumen modal inti tambahan (Additional Tier 1) dan/atau modal
pelengkap (Tier 2).
6. Bank melaporkan realisasi atas proses konversi menjadi saham biasa
dan/atau write down sebagaimana pada angka 5 kepada Otoritas
Jasa Keuangan.
V. PENUTUP...
- 11 -
V. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku
pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 21 Juni 2016
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN
OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
NELSON TAMPUBOLON
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 20/SEOJK.03/2016 </reg_id>
<reg_title> FITUR KONVERSI MENJADI SAHAM BIASA ATAU WRITE DOWN TERHADAP INSTRUMEN MODAL INTI TAMBAHAN DAN MODAL PELENGKAP </reg_title>
<set_date> 21 Juni 2016 </set_date>
<effective_date> 21 Juni 2016 </effective_date>
<related_reg> '11/POJK.03/2016', '21/POJK.03/2014' </related_reg>
|
- 1 -
Yth.
1. Direksi Bank Umum Konvensional; dan
2. Direksi Bank Umum Syariah,
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 44 /SEOJK.03/2017
TENTANG
KEPEMILIKAN TUNGGAL PADA PERBANKAN INDONESIA
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 39/POJK.03/2017 tentang Kepemilikan Tunggal pada Perbankan
Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 145,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6088), yang
selanjutnya disebut dengan POJK Kepemilikan Tunggal, serta sehubungan
dengan beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan
jasa keuangan di sektor perbankan dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa
Keuangan, perlu untuk mengatur kembali pelaksanaan mengenai Kepemilikan
Tunggal pada perbankan Indonesia dalam Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
1. Dalam rangka menghadapi dinamika perkembangan ekonomi
regional dan global, diperlukan peningkatan ketahanan industri
perbankan nasional antara lain melalui penerapan kebijakan
Kepemilikan Tunggal pada perbankan Indonesia sebagaimana diatur
dalam POJK Kepemilikan Tunggal.
2. Penerapan kebijakan Kepemilikan Tunggal pada perbankan Indonesia
dapat dilakukan melalui beberapa cara sebagaimana dimaksud
dalam POJK Kepemilikan Tunggal yaitu:
a. penggabungan atau peleburan atas Bank yang dikendalikan;
- 2 -
b. membentuk Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank
Holding Company); atau
c. membentuk Fungsi Holding.
II. PENGGABUNGAN ATAU PELEBURAN
1. Dalam hal PSP memilih melakukan penggabungan atau peleburan
atas Bank yang dikendalikan sebagaimana dimaksud dalam
butir I.2.a., Otoritas Jasa Keuangan memberikan insentif berupa:
a. perpanjangan waktu penyelesaian pelampauan Batas Maksimum
Pemberian Kredit (BMPK);
b. kemudahan pembukaan kantor cabang;
c. pelonggaran sementara penerapan tata kelola; dan/atau
d.
insentif lain, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
mengenai insentif dalam rangka konsolidasi perbankan,
sebagaimana dimaksud dalam POJK Kepemilikan Tunggal.
Tata cara pemberian insentif tersebut mengacu pada ketentuan
peraturan perundang-undangan mengenai insentif dalam rangka
konsolidasi perbankan.
2. Penggabungan atau peleburan atas Bank yang dikendalikan
sebagaimana dimaksud dalam butir I.2.a dilakukan oleh Pemegang
Saham Pengendali (PSP) yang akan melakukan pengambilalihan
Bank sehingga menjadi pengendali pada lebih dari 1 (satu) Bank.
3. Pengambilalihan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dilakukan
dalam satu kesatuan proses tanpa jeda dengan penggabungan atau
peleburan.
4. Bagi PSP yang akan melakukan pengambilalihan Bank sebagaimana
dimaksud dalam angka 2, rencana penggabungan atau peleburan
disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan pada saat mengajukan
permohonan izin pengambilalihan.
5. Penggabungan atau peleburan atas Bank yang dikendalikan
sebagaimana dimaksud dalam butir I.2.a. dilaksanakan paling
lama 1 (satu) tahun setelah pelaksanaan pengambilalihan secara sah,
bagi PSP sebagaimana dimaksud dalam angka 2.
6. Dalam hal PSP memerlukan perpanjangan jangka waktu
penyelesaian penggabungan atau peleburan, permohonan diajukan
kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lama 20 (dua puluh) hari kerja
sebelum batas waktu sebagaimana dimaksud dalam angka 5.
- 3 -
7. Rencana pengambilalihan yang diikuti dengan penggabungan atau
peleburan sebagaimana dimaksud dalam angka 3 harus dimuat
dalam Rencana Bisnis Bank yang disampaikan kepada Otoritas Jasa
Keuangan pada bagian kebijakan dan strategi manajemen
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Otoritas Jasa Keuangan
yang mengatur mengenai rencana bisnis bank.
8.
Otoritas Jasa Keuangan melakukan penilaian kemampuan dan
kepatutan terhadap calon PSP, calon direksi dan/atau calon dewan
komisaris Bank hasil penggabungan atau peleburan dengan mengacu
pada ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai
penilaian kemampuan dan kepatutan.
III. PEMBENTUKAN PERUSAHAAN INDUK DI BIDANG PERBANKAN (BANK
HOLDING COMPANY)
1. Sebagaimana dimaksud dalam butir I.2.b, pembentukan Perusahaan
Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company) merupakan
salah satu alternatif untuk melakukan pemenuhan kewajiban
Kepemilikan Tunggal pada perbankan Indonesia.
2. Pembentukan Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding
Company) sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dilakukan oleh PSP
yang akan melakukan pengambilalihan Bank sehingga menjadi
pengendali pada lebih dari 1 (satu) Bank.
3. Rencana pengambilalihan dan/atau rencana pembentukan
Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company)
serta rencana pengalihan saham Bank kepada Perusahaan Induk di
Bidang Perbankan (Bank Holding Company) dimuat dalam Rencana
Bisnis Bank yang disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan, pada
bagian kebijakan dan strategi manajemen sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai
rencana bisnis bank.
4. Perusahaan yang akan bertindak sebagai Perusahaan Induk di
Bidang Perbankan (Bank Holding Company) berbentuk badan hukum
perseroan terbatas yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia
sehingga tata cara pendiriannya mengikuti ketentuan sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang mengenai perseroan terbatas.
- 4 -
5. Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company)
berada 1 (satu) tingkat di atas Bank yang dikendalikan secara
langsung.
6. Dalam hal pembentukan Perusahaan Induk di Bidang Perbankan
(Bank Holding Company) didahului dengan proses pengambilalihan,
pengambilalihan hanya dapat dilakukan dalam satu kesatuan proses
tanpa jeda dengan pembentukan Perusahaan Induk di Bidang
Perbankan (Bank Holding Company) dan pengalihan saham dari PSP
ke Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company).
7. Prosedur pembentukan Perusahaan Induk di Bidang Perbankan
(Bank Holding Company) dilakukan sebagai berikut:
a. Permohonan pembentukan Perusahaan Induk di Bidang
Perbankan (Bank Holding Company) disampaikan kepada
Otoritas Jasa Keuangan dengan alamat:
1) Departemen Perizinan dan Informasi Perbankan, bagi Bank
Umum; atau
2) Departemen Perbankan Syariah, bagi Bank Umum Syariah.
b. Penyampaian permohonan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dilampiri dengan dokumen pendukung yang terdiri atas:
1) risalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) masing-
masing Bank;
2) rancangan anggaran dasar perseroan terbatas yang akan
diusulkan menjadi Perusahaan Induk di Bidang Perbankan
(Bank Holding Company) atau salinan anggaran dasar
perseroan terbatas yang telah disahkan oleh instansi
berwenang bagi PSP yang telah memiliki perseroan terbatas
yang akan diusulkan menjadi Perusahaan Induk di Bidang
Perbankan (Bank Holding Company);
3) rancangan akta pengalihan saham Bank yang dimiliki PSP
kepada Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank
Holding Company);
4) rancangan rencana Perusahaan Induk di Bidang Perbankan
(Bank Holding Company);
5) rencana struktur organisasi serta daftar calon anggota
direksi dan calon anggota dewan komisaris Perusahaan
Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company)
disertai dengan dokumen pendukung berupa:
- 5 -
a) 1 (satu) buah pas foto 1 (satu) bulan terakhir ukuran
4x6 cm;
b) fotokopi tanda pengenal yang masih berlaku berupa
Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau paspor;
c) riwayat hidup;
d) surat pernyataan pribadi yang menyatakan tidak
pernah melakukan tindakan tercela di bidang
perbankan, keuangan, dan usaha lainnya, tidak
pernah dihukum karena terbukti melakukan tindak
pidana kejahatan, dan tidak sedang dalam masa
pengenaan sanksi untuk dilarang menjadi PSP,
pemegang saham, direksi, dan/atau dewan komisaris
pada Bank, Bank Perkreditan Rakyat, dan/atau Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah sebagaimana diatur dalam
ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur
mengenai penilaian kemampuan dan kepatutan; dan
e) surat pernyataan pribadi yang menyatakan bahwa
yang bersangkutan tidak pernah dinyatakan pailit dan
tidak pernah menjadi pemegang saham, anggota
direksi, dan/atau anggota dewan komisaris yang
dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan
dinyatakan pailit berdasarkan ketetapan pengadilan
dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum tanggal
pengajuan permohonan; dan
6) daftar isian penilaian kemampuan dan kepatutan.
c. Bagi PSP sebagaimana dimaksud dalam angka 2, rencana
pembentukan Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank
Holding Company) disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan
pada saat pengajuan permohonan izin pengambilalihan
sedangkan permohonan pembentukan Perusahaan Induk di
Bidang Perbankan (Bank Holding Company) disampaikan kepada
Otoritas Jasa Keuangan paling lama 3 (tiga) bulan setelah
pengambilalihan secara sah.
d. Otoritas Jasa Keuangan melakukan penilaian kemampuan dan
kepatutan terhadap calon anggota direksi dan calon anggota
dewan komisaris Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank
Holding Company) dengan mengacu pada tata cara melakukan
- 6 -
penilaian kemampuan dan kepatutan terhadap calon anggota
direksi dan calon anggota dewan komisaris Bank sebagaimana
diatur dalam ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur
mengenai penilaian kemampuan dan kepatutan.
e. Otoritas Jasa Keuangan berwenang memberikan:
1) persetujuan atau penolakan terhadap calon anggota direksi
dan/atau calon anggota dewan komisaris Perusahaan
Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company);
2) persetujuan atau penolakan atas permohonan
pembentukan Perusahaan Induk di Bidang Perbankan
(Bank Holding Company); dan
3) penegasan atas rencana pengalihan saham Bank kepada
Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding
Company),
paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja setelah seluruh dokumen
yang dipersyaratkan diterima secara lengkap dan benar.
f.
Sesuai dengan POJK Kepemilikan Tunggal, PSP sebagaimana
dimaksud dalam angka 2 wajib membentuk Perusahaan Induk
di Bidang Perbankan (Bank Holding Company) dan mengalihkan
saham kepada Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank
Holding Company) paling lama 1 (satu) tahun setelah
pengambilalihan secara sah.
g.
Realisasi pembentukan Perusahaan Induk di Bidang Perbankan
(Bank Holding Company) dilaporkan kepada Otoritas Jasa
Keuangan dengan alamat:
1) Departemen Pengawasan Bank terkait atau Departemen
Perbankan Syariah bagi Bank yang berkantor pusat di
wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; atau
2) Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor
Otoritas Jasa Keuangan setempat, sesuai wilayah tempat
kedudukan kantor pusat Bank,
paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah pembentukan
Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding
Company).
h. Realisasi pengalihan saham PSP kepada Perusahaan Induk di
Bidang Perbankan (Bank Holding Company) dilaporkan kepada
- 7 -
Otoritas Jasa Keuangan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja
setelah pelaksanaan pengalihan saham, disertai dengan:
1) risalah RUPS Bank yang dikendalikan oleh PSP;
2) data kepemilikan Bank setelah perubahan komposisi
saham; dan
3) dalam hal perubahan komposisi kepemilikan saham
disebabkan karena adanya penambahan modal disetor,
disertai dengan:
a) bukti penyetoran; dan
b) surat pernyataan sebagaimana dimaksud dalam butir
b.5).d) dan butir b.5).e).
i. Perubahan Direksi dan Dewan Komisaris Perusahaan Induk di
Bidang Perbankan (Bank Holding Company)
1) Sesuai dengan POJK Kepemilikan Tunggal, calon anggota
direksi dan calon anggota dewan komisaris Perusahaan
Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company) wajib
memperoleh persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan
sebelum diangkat dan menduduki jabatan.
2) Permohonan untuk memperoleh persetujuan dimaksud
diajukan kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan alamat:
a) Departemen Perizinan dan Informasi Perbankan, bagi
Bank Umum; atau
b) Departemen Perbankan Syariah bagi, Bank Umum
Syariah.
3) Dalam rangka memberikan persetujuan atau penolakan
atas permohonan dimaksud, Otoritas Jasa Keuangan
melakukan penilaian kemampuan dan kepatutan terhadap
calon anggota direksi dan/atau calon anggota dewan
komisaris Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank
Holding Company) dengan mengacu pada tata cara
penilaian kemampuan dan kepatutan terhadap calon
anggota direksi dan calon anggota dewan komisaris Bank
sebagaimana diatur dalam ketentuan Otoritas Jasa
Keuangan yang mengatur mengenai penilaian kemampuan
dan kepatutan.
4) Persetujuan atau penolakan atas pengajuan calon anggota
direksi dan/atau calon anggota dewan komisaris
- 8 -
Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding
Company) diberikan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja
setelah seluruh dokumen yang dipersyaratkan diterima
secara lengkap dan benar.
5) Persetujuan Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana
dimaksud dalam angka 4) berlaku untuk jangka waktu 6
(enam) bulan.
6) Pengangkatan direksi dan/atau dewan komisaris
Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding
Company) oleh RUPS dinyatakan efektif setelah mendapat
persetujuan Otoritas Jasa Keuangan.
7) Pengangkatan direksi dan/atau dewan komisaris
Perusahaan Induk di Bidang Perbankan dilaporkan kepada
Otoritas Jasa Keuangan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja
setelah tanggal pengangkatan efektif, disertai dengan
risalah RUPS.
8. Dalam rangka memberikan arah strategis dan mengonsolidasikan
laporan keuangan dari Bank yang menjadi anak perusahaan,
Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company)
melakukan tugas sebagai berikut:
a. Menetapkan program kerja strategis Perusahaan Induk di
Bidang Perbankan (Bank Holding Company) untuk jangka waktu
paling singkat 3 (tiga) tahun ke depan.
b. Memberikan arah strategis untuk jangka waktu paling singkat 3
(tiga) tahun ke depan dan mengonsolidasikan program kerja
Bank yang menjadi anak perusahaan.
c. Menyetujui dan mengawasi pelaksanaan program kerja strategis
Bank yang menjadi anak perusahaan.
d. Mengonsolidasikan laporan keuangan anak perusahaan dengan
laporan keuangan Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank
Holding Company) serta membuat laporan konsolidasi lain yang
diperlukan.
9. Permodalan Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding
Company) diatur sebagai berikut:
a. Jumlah modal disetor Perusahaan Induk di Bidang Perbankan
(Bank Holding Company) paling sedikit sebesar jumlah seluruh
nilai nominal saham yang ditanamkan PSP pada Bank.
- 9 -
b. Dalam hal pada saat pembentukan Perusahaan Induk di Bidang
Perbankan (Bank Holding Company) jumlah modal disetornya
lebih kecil dari jumlah seluruh nilai nominal saham yang
ditanamkan PSP pada Bank yang diwajibkan untuk dilakukan
pemenuhan kewajiban Kepemilikan Tunggal pada perbankan
Indonesia, penambahan modal disetor oleh PSP dapat dilakukan
melalui pengalihan saham PSP di Bank dimaksud kepada
Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding
Company).
c. Kepemilikan saham Bank oleh Perusahaan Induk di Bidang
Perbankan (Bank Holding Company) paling tinggi sebesar modal
sendiri bersih Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank
Holding Company).
d. Yang dimaksud dengan “modal sendiri bersih” adalah
penjumlahan dari modal disetor dengan cadangan dan laba,
dikurangi penyertaan dan kerugian.
10. Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company)
dapat berdiri sendiri sebagai 1 (satu) badan hukum atau berupa
perusahaan induk di bidang keuangan (financial holding company)
yang mengonsolidasikan lembaga-lembaga keuangan yang dimiliki
oleh PSP.
11. Perusahaan induk di bidang keuangan (financial holding company)
yang bertindak sebagai Perusahaan Induk di Bidang Perbankan
(Bank Holding Company) harus membentuk unit kegiatan Perusahaan
Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company) sebagai
pelaksana kegiatan holding bagi Bank yang menjadi anak
perusahaan.
12. Unit kegiatan Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding
Company) dalam perusahaan induk di bidang keuangan (financial
holding company) dipimpin oleh salah satu direktur perusahaan
induk di bidang keuangan (financial holding company).
13. Otoritas Jasa Keuangan melakukan penilaian kemampuan dan
kepatutan terhadap direktur perusahaan induk di bidang keuangan
(financial holding company) yang ditunjuk untuk membawahkan unit
kegiatan Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding
Company) sebagai pelaksana holding Bank yang dikendalikan.
Pelaksanaan penilaian kemampuan dan kepatutan terhadap direktur
- 10 -
perusahaan induk di bidang keuangan (financial holding company)
mengacu pada tata cara penilaian kemampuan dan kepatutan
terhadap calon anggota direksi Bank sebagaimana diatur dalam
ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai
penilaian kemampuan dan kepatutan.
14. Dalam hal PSP memerlukan perpanjangan jangka waktu
pembentukan Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding
Company), permohonan diajukan kepada Otoritas Jasa Keuangan
paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sebelum batas waktu
sebagaimana dimaksud dalam butir 7.f.
15. PSP melaporkan realisasi pembentukan unit kegiatan Perusahaan
Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company) dalam
perusahaan induk di bidang keuangan (financial holding company)
kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja
setelah realisasi pembentukan unit kegiatan Perusahaan Induk di
Bidang Perbankan (Bank Holding Company) dalam perusahaan induk
di bidang keuangan (financial holding company) dengan alamat
sebagaimana dimaksud dalam butir 7.g.
16. Sesuai dengan POJK Kepemilikan Tunggal, PSP sebagaimana
dimaksud dalam angka 2 yang memilih membentuk unit kegiatan
Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company)
dalam perusahaan induk di bidang keuangan (financial holding
company) wajib membentuk unit kegiatan Perusahaan Induk di
Bidang Perbankan (Bank Holding Company) dalam perusahaan induk
di bidang keuangan (financial holding company) paling lama 6 (enam)
bulan setelah pengambilalihan secara sah.
IV. PEMBENTUKAN FUNGSI HOLDING
1. Fungsi Holding hanya dapat dilakukan oleh PSP berupa:
a. Bank yang berbadan hukum Indonesia; atau
b.
Instansi Pemerintah Pusat.
2. Fungsi Holding pada PSP berupa Bank yang berbadan hukum
Indonesia dipimpin oleh direktur yang membawahkan bidang
perencanaan strategis.
3. PSP menyerahkan informasi dan dokumen pendukung mengenai
rencana pembentukan Fungsi Holding kepada Otoritas Jasa
Keuangan, yang terdiri atas:
- 11 -
a. struktur organisasi Fungsi Holding;
b. daftar pelaksana Fungsi Holding, disertai dengan dokumen
sebagaimana dimaksud dalam butir III.7.b.5); dan
c. surat penunjukan untuk menjadi pelaksana Fungsi Holding.
4. Fungsi Holding yang berada di bawah instansi Pemerintah Pusat
dipimpin oleh pejabat eselon I (satu) atau pejabat 1 (satu) tingkat di
bawah menteri.
5. Prosedur pembentukan Fungsi Holding dilakukan sebagai berikut:
a. Rencana pengambilalihan dan rencana pembentukan Fungsi
Holding dimuat dalam Rencana Bisnis Bank yang disampaikan
kepada Otoritas Jasa Keuangan, pada bagian kebijakan dan
strategi manajemen sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai rencana bisnis
bank.
b. Permohonan pembentukan Fungsi Holding disampaikan kepada
Otoritas Jasa Keuangan dengan alamat:
1) Departemen Pengawasan Bank terkait atau Departemen
Perbankan Syariah bagi Bank yang berkantor pusat di
wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; atau
2) Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor
Otoritas Jasa Keuangan setempat, sesuai wilayah tempat
kedudukan kantor pusat Bank.
c. Penyampaian permohonan sebagaimana dimaksud dalam
huruf b dilampiri dengan dokumen pendukung yang terdiri atas:
1) risalah RUPS masing-masing Bank yang memuat rencana
pembentukan Fungsi Holding; dan
2) rencana susunan pelaksana dan struktur organisasi Fungsi
Holding.
d. Pembentukan Fungsi Holding dilakukan oleh PSP yang akan
melakukan pengambilalihan Bank sehingga menjadi pengendali
pada lebih dari 1 (satu) Bank.
e. Bagi PSP sebagaimana dimaksud dalam huruf d, rencana
pembentukan Fungsi Holding disampaikan kepada Otoritas Jasa
Keuangan pada saat mengajukan izin pengambilalihan
sedangkan permohonan pembentukan Fungsi Holding
disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lama 3 (tiga)
bulan setelah pengambilalihan secara sah.
- 12 -
f.
Otoritas Jasa Keuangan akan memberikan persetujuan atas
permohonan pembentukan Fungsi Holding paling lama 30 (tiga
puluh) hari kerja setelah seluruh dokumen yang dipersyaratkan
diterima secara lengkap dan benar.
g. Sesuai POJK Kepemilikan Tunggal, PSP sebagaimana dimaksud
dalam huruf d wajib membentuk Fungsi Holding paling lama
6 (enam) bulan setelah pengambilalihan secara sah.
h. Realisasi pembentukan Fungsi Holding dilaporkan kepada
Otoritas Jasa Keuangan dengan alamat:
1) Departemen Pengawasan Bank terkait atau Departemen
Perbankan Syariah bagi Bank yang berkantor pusat di
wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; atau
2) Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor
Otoritas Jasa Keuangan setempat, sesuai wilayah tempat
kedudukan kantor pusat Bank,
paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah realisasi
pembentukan Fungsi Holding.
6. Dalam rangka memberikan arah strategis dan mengonsolidasikan
laporan keuangan dari Bank yang menjadi anak perusahaan, Fungsi
Holding memiliki tugas sebagaimana tugas Perusahaan Induk di
Bidang Perbankan (Bank Holding Company) dalam butir III.8.
7. Dalam hal pembentukan Fungsi Holding didahului dengan proses
pengambilalihan, pengambilalihan hanya dapat dilakukan dalam
satu kesatuan proses tanpa jeda dengan pembentukan Fungsi
Holding.
8. Dalam hal PSP memerlukan perpanjangan jangka waktu
pembentukan Fungsi Holding, permohonan diajukan kepada Otoritas
Jasa Keuangan paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sebelum batas
waktu sebagaimana dimaksud dalam butir 5.g.
V. PENGAWASAN DAN PELAPORAN
1. Otoritas Jasa Keuangan melakukan pengawasan kepada Perusahaan
Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company) dan Fungsi
Holding, termasuk melakukan pemeriksaan, baik secara berkala
maupun sewaktu-waktu dalam hal diperlukan.
- 13 -
2. Dalam rangka pelaksanaan pengawasan tersebut, Perusahaan Induk
di Bidang Perbankan (Bank Holding Company) dan Fungsi Holding
harus menyampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan:
a. program kerja strategis Perusahaan Induk di Bidang Perbankan
(Bank Holding Company) sebagaimana dimaksud dalam butir
III.8. atau program kerja strategis Fungsi Holding sebagaimana
dimaksud dalam butir IV.6. disampaikan kepada Otoritas Jasa
Keuangan setiap tahun paling lambat pada akhir bulan
Februari;
b. laporan pengawasan Perusahaan Induk di Bidang Perbankan
(Bank Holding Company) dan Fungsi Holding terhadap Bank
yang disampaikan setiap semester, masing-masing untuk posisi
bulan Juni dan bulan Desember. Untuk posisi bulan Juni,
laporan pengawasan dimaksud disampaikan paling lambat pada
akhir bulan Agustus, sedangkan untuk posisi bulan Desember
disampaikan paling lambat pada akhir bulan Februari tahun
berikutnya; dan
c. laporan lainnya, antara lain laporan transparansi kondisi
keuangan Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding
Company) dan laporan penerapan manajemen risiko secara
konsolidasi bagi Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank
Holding Company) yang melakukan pengendalian terhadap Bank
dengan format, tata cara, dan periode pelaporan yang mengacu
pada ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur
mengenai transparansi dan publikasi laporan bank dan
ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai
penerapan manajemen risiko secara konsolidasi bagi bank yang
melakukan pengendalian terhadap perusahaan anak.
3. Sesuai dengan POJK Kepemilikan Tunggal, PSP melalui Bank wajib
menyampaikan rencana pemenuhan ketentuan Kepemilikan Tunggal
kepada Otoritas Jasa Keuangan yang paling sedikit memuat cara
penyesuaian yang dipilih, rencana tindak (action plan), dan jadwal
waktu pelaksanaan, yang diketahui oleh direksi dan dewan komisaris
Bank.
4. Sesuai dengan POJK Kepemilikan Tunggal, Bank wajib
menyampaikan laporan perkembangan kewajiban pemenuhan
ketentuan Kepemilikan Tunggal kepada Otoritas Jasa Keuangan
- 14 -
setiap triwulan terhitung sejak persetujuan Otoritas Jasa Keuangan
atas rencana pemenuhan ketentuan Kepemilikan Tunggal, termasuk
jika terdapat hal-hal yang menjadi kendala dalam pelaksanaan
pemenuhan kebijakan Kepemilikan Tunggal pada perbankan
Indonesia dan rencana tindak (action plan) untuk mengatasi kendala
dimaksud serta jangka waktu target penyelesaian.
5. Program kerja, rencana pemenuhan ketentuan Kepemilikan Tunggal,
dan laporan-laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 sampai
dengan angka 4, disampaikan kepada:
a. Departemen Pengawasan Bank terkait atau Departemen
Perbankan Syariah, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; atau
b. Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor Otoritas
Jasa Keuangan setempat, sesuai wilayah tempat kedudukan
kantor pusat Bank.
VI. PENUTUP
Pada saat Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku, Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 15/2/DPNP perihal Kepemilikan Tunggal
pada Perbankan Indonesia dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku
pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 19 Juli 2017
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN
OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
NELSON TAMPUBOLON
Salinan ini sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 44/SEOJK.03/2017 </reg_id>
<reg_title> KEPEMILIKAN TUNGGAL PADA PERBANKAN INDONESIA </reg_title>
<set_date> 19 Juli 2017 </set_date>
<effective_date> 19 Juli 2017 </effective_date>
<replaced_reg> '15/2/DPNP|SE-BI' </replaced_reg>
<related_reg> '39/POJK.03/2017' </related_reg>
|
Yth.
Direksi Bank Umum Konvensional
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 24 /SEOJK.03/2016
TENTANG
PERHITUNGAN ASET TERTIMBANG MENURUT RISIKO
UNTUK RISIKO OPERASIONAL DENGAN MENGGUNAKAN
PENDEKATAN INDIKATOR DASAR
Sehubungan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
11/POJK.03/2016 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank
Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 25,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5848), yang
selanjutnya disebut POJK KPMM Bank Umum, perlu untuk mengatur
ketentuan pelaksanaan mengenai Perhitungan Aset Tertimbang Menurut
Risiko (ATMR) untuk Risiko Operasional dengan Menggunakan Pendekatan
Indikator Dasar (PID) dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai
berikut:
I. KETENTUAN UMUM
1. Untuk mendorong terciptanya sistem perbankan yang sehat dan
mampu bersaing secara nasional maupun internasional, dibutuhkan
suatu struktur permodalan Bank untuk menyerap risiko yang
dihadapi sesuai standar internasional yang berlaku.
2. Mengacu pada standar internasional yang berlaku, Risiko
Operasional merupakan salah satu risiko yang perlu diperhitungkan
dalam ...
- 2 -
dalam perhitungan kecukupan modal selain Risiko Kredit, Risiko
Pasar, dan risiko-risiko lainnya yang bersifat material.
3. Risiko Operasional adalah risiko akibat ketidakcukupan dan/atau
tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan
sistem, dan/atau adanya kejadian-kejadian eksternal yang
mempengaruhi operasional Bank.
4. Risiko Operasional merupakan salah satu risiko yang diperhitungkan
Bank dalam menghitung ATMR untuk perhitungan Kewajiban
Penyediaan Modal Minimum (KPMM). Oleh karena itu, sebagaimana
telah diatur dalam POJK KPMM Bank Umum, Bank wajib
memperhitungkan ATMR untuk Risiko Operasional dalam
perhitungan KPMM dengan menggunakan:
a. Pendekatan Indikator Dasar (Basic Indicator Approach);
b. Pendekatan Standar (Standardized Approach); atau
c. Pendekatan yang lebih kompleks (Advanced Measurement
Approach).
5. Untuk penerapan tahap awal, perhitungan ATMR untuk Risiko
Operasional dilakukan dengan menggunakan PID.
II. PERHITUNGAN ATMR UNTUK RISIKO OPERASIONAL DENGAN
MENGGUNAKAN PID
1. Perhitungan ATMR untuk Risiko Operasional dalam perhitungan
KPMM dengan menggunakan PID sebagaimana dimaksud dalam
butir I.5, dilakukan dengan rumus sebagai berikut:
ATMR untuk Risiko Operasional = 12,5 x beban modal Risiko
Operasional
Yang dimaksud dengan beban modal Risiko Operasional adalah rata-
rata dari penjumlahan pendapatan bruto (gross income) tahunan
(bulan Januari sampai dengan bulan Desember) yang positif pada
3 (tiga) tahun terakhir dikalikan 15% (lima belas persen).
Perhitungan beban modal Risiko Operasional dilakukan dengan
rumus sebagai berikut:
KPID = [ Σ(GI 1…n x α)]
n
Dengan ...
- 3 -
Dengan keterangan sebagai berikut:
KPID = beban modal Risiko Operasional menggunakan PID
GI = pendapatan bruto positif tahunan dalam 3 (tiga) tahun
terakhir
n = jumlah tahun dimana pendapatan bruto positif
α = 15%
Contoh:
Bank A
Pendapatan Bruto
2015
750
2014
3.000
2013
2.250
2012
(dalam Jutaan Rp)
2011
1.750
2.500
Berdasarkan data di atas maka beban modal dalam rangka
menghitung ATMR untuk Risiko Operasional posisi tahun 2016
adalah sebagai berikut:
ATMR Risiko Operasional = 12,5 x beban modal Risiko Operasional
= 12,5 x [15% x {(750+3.000+2.250)/3}]
= 3.750
Dengan demikian, ATMR untuk Risiko Operasional posisi tahun 2016
adalah sebesar Rp3.750.000.000,00 (tiga miliar tujuh ratus lima
puluh juta rupiah).
2. Perhitungan pendapatan bruto dilakukan dengan memperhatikan:
a. Pendapatan Bruto adalah pendapatan bunga bersih ditambah
pendapatan operasional non-bunga tertentu bersih yang
dihitung secara kumulatif dari periode awal bulan Januari
sampai dengan akhir bulan Desember setiap tahun.
b. Tata cara perhitungan Pendapatan Bruto adalah sebagaimana
tercantum pada Lampiran Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan
ini.
c. Tata cara perhitungan Pendapatan Bruto sebagaimana terdapat
pada Lampiran menggunakan data yang disampaikan melalui
Laporan Bulanan Bank Umum (LBU).
d. Untuk Bank yang memiliki unit usaha syariah, perhitungan
Pendapatan Bruto memperhitungkan pula Pendapatan Bruto
dari ...
- 4 -
dari unit usaha syariah setelah dikonversi sesuai dengan
karakteristik usaha Bank dan prinsip syariah.
e. Dalam hal berdasarkan hasil Laporan Keuangan yang telah
diaudit oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) terdapat koreksi yang
mempengaruhi besarnya Pendapatan Bruto maka Bank harus
melakukan koreksi atas perhitungan ATMR untuk Risiko
Operasional pada bulan berikutnya setelah laporan keuangan
yang diaudit disampaikan oleh KAP kepada Bank.
Contoh:
Bank menghitung ATMR untuk Risiko Operasional selama bulan
Januari dan bulan Februari 2016 berdasarkan Pendapatan
Bruto tahun 2013, tahun 2014, dan tahun 2015 (unaudited).
Pada awal bulan Maret 2016, Laporan Keuangan tahun 2015
yang telah diaudit KAP telah disampaikan kepada Bank.
Berdasarkan laporan tersebut Bank menghitung ATMR untuk
Risiko Operasional bulan Maret 2016 berdasarkan Pendapatan
Bruto tahun 2013, tahun 2014, dan tahun 2015 (audited).
f. Dalam hal pada perhitungan rata-rata Pendapatan Bruto selama
3 (tiga) tahun terakhir terdapat 1 (satu) tahun atau 2 (dua)
tahun Bank mengalami Pendapatan Bruto negatif atau nihil
maka untuk perhitungan rata-rata Pendapatan Bruto tahunan
sebagaimana dimaksud pada angka 1, Bank harus
mengeluarkan nilai Pendapatan Bruto negatif tersebut dari
pembilang dan penyebut pada saat menghitung rata-rata
Pendapatan Bruto.
Contoh:
Bank A
Pendapatan Bruto
2015
800
2014
1.200
2013
(750)
(dalam Jutaan Rp)
2012
2011
(1.750) 3.000
Berdasarkan data di atas, maka beban modal dalam rangka
menghitung ATMR untuk Risiko Operasional adalah sebagai
berikut:
1) Untuk ...
- 5 -
1) Untuk posisi tahun 2016:
ATMR Risiko Operasional = 12,5 x beban modal Risiko
Operasional
= 12,5 x[15%x{(800+1.200)/2}]
= 1.875
Dengan demikian, ATMR untuk Risiko Operasional posisi
tahun 2016 adalah sebesar Rp1.875.000.000,00 (satu
miliar delapan ratus tujuh puluh lima juta rupiah).
2) Untuk posisi tahun 2015:
ATMR Risiko Operasional = 12,5 x beban modal Risiko
Operasional
= 12,5 x [15%x{(1.200)/1}]
= 2.250
Dengan demikian, ATMR untuk Risiko Operasional posisi
tahun 2015 adalah sebesar Rp2.250.000.000,00 (dua miliar
dua ratus lima puluh juta rupiah).
g. Apabila selama 3 (tiga) tahun terakhir Bank mengalami
Pendapatan Bruto negatif atau nihil maka untuk perhitungan
rata-rata Pendapatan Bruto tahunan sebagaimana dimaksud
pada angka 1, Bank harus menghitung beban modal Risiko
Operasional dengan menggunakan Pendapatan Bruto tahunan
terakhir yang positif.
Contoh:
(dalam Jutaan Rp)
Bank A
2015
2014
2013 2012 2011
Pendapatan Bruto (1.250) (1.500) (750)
1.800 2.750
Berdasarkan data di atas, maka beban modal dalam rangka
menghitung ATMR untuk Risiko Operasional posisi tahun 2016
adalah sebagai berikut:
ATMR Risiko Operasional = 12,5 x beban modal Risiko
Operasional
= 12,5 x [15%x{(1.800)/1}]
= 3.375
Dengan demikian, ATMR untuk Risiko Operasional posisi tahun
2016 adalah sebesar Rp3.375.000.000,00 (tiga miliar tiga ratus
tujuh puluh lima juta rupiah).
3. Bank ...
- 6 -
3. Bank yang baru berdiri atau Bank hasil merger atau konsolidasi,
harus menghitung ATMR untuk Risiko Operasional sejak bulan
Januari tahun berikutnya setelah tahun pendirian, merger atau
konsolidasi Bank dengan menggunakan Pendapatan Bruto selama
tahun awal pendirian yang diperhitungkan selama 1 (satu) tahun.
Contoh:
a. Beberapa Bank melakukan merger menjadi Bank A yang efektif
beroperasi sejak tanggal 15 April 2016. Pada akhir bulan
Desember 2016 total Pendapatan Bruto Bank A sebesar Rp750
juta. Berdasarkan pengaturan di atas, Bank A tidak diharuskan
menghitung ATMR untuk Risiko Operasional sampai dengan
akhir tahun pendirian (tahun 2016). Selama tahun 2017, sejak
bulan Januari 2017 Bank A menghitung ATMR untuk Risiko
Operasional sebagai berikut:
ATMR Risiko Operasional = 12,5 x beban modal Risiko
Operasional
= 12,5 x [15% x {Rp750 juta x 12/9}]
= Rp1.875 juta
b. Bank B didirikan dan mulai beroperasi pada tanggal
19 Desember 2016. Total Pendapatan Bruto Bank B sampai
dengan tanggal 31 Desember 2016 sebesar Rp100 juta.
Berdasarkan pengaturan di atas, Bank B tidak diharuskan
menghitung ATMR untuk Risiko Operasional sampai dengan
akhir tahun pendirian (bulan Desember tahun 2016). Selama
tahun 2017, sejak bulan Januari 2017 Bank B menghitung
ATMR untuk Risiko Operasional sebagai berikut:
ATMR Risiko Operasional = 12,5 x beban modal Risiko
Operasional
= 12,5 x [15% x {Rp100 juta x 12/1}]
= Rp2.250 juta
III. KETENTUAN ...
- 7 -
III. KETENTUAN LAIN-LAIN
Lampiran dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini merupakan
satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan ini.
IV. KETENTUAN PENUTUP
Dengan berlakunya Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini maka Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 11/3/DPNP tanggal 27 Januari 2009
perihal Perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) untuk Risiko
Operasional dengan Menggunakan Pendekatan Indikator Dasar (PID)
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku
pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 14 Juli 2016
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN
OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
NELSON TAMPUBOLON
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 24/SEOJK.03/2016 </reg_id>
<reg_title> PERHITUNGAN ASET TERTIMBANG MENURUT RISIKO UNTUK RISIKO OPERASIONAL DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN INDIKATOR DASAR </reg_title>
<set_date> 14 Juli 2016 </set_date>
<effective_date> 14 Juli 2016 </effective_date>
<replaced_reg> '11/3/DPNP|SE-BI/2009' </replaced_reg>
<related_reg> '11/POJK.03/2016' </related_reg>
|
Yth.
1. Direksi Perusahaan Asuransi; dan
2. Direksi Perusahaan Reasuransi,
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 27 /SEOJK.05/2017
TENTANG
PEDOMAN PEMBENTUKAN CADANGAN TEKNIS BAGI
PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI
Sehubungan dengan amanat ketentuan Pasal 22 Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 71/POJK.05/2016 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan
Asuransi dan Perusahaan Reasuransi (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2016 Nomor 304, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5994), perlu untuk mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai pedoman
pembentukan cadangan teknis bagi perusahaan asuransi dan perusahaan
reasuransi dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan:
1. Perusahaan adalah perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi.
2. Perusahaan Asuransi adalah perusahaan asuransi umum dan
perusahaan asuransi jiwa sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian.
3. Perusahaan
Asuransi Umum adalah
perusahaan
yang
menyelenggarakan usaha jasa pertanggungan risiko yang memberikan
penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian,
kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung
jawab hukum kepada pihak ketiga, yang mungkin diderita tertanggung
atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti.
4. Perusahaan Asuransi Jiwa adalah perusahaan yang menyelenggarakan
usaha jasa penanggulangan risiko yang memberikan pembayaran
- 2 -
kepada pemegang polis, tertanggung, atau pihak lain yang berhak
dalam hal tertanggung meninggal dunia atau tetap hidup, atau
pembayaran lain kepada pemegang polis, tertanggung, atau pihak lain
yang berhak pada waktu tertentu yang diatur dalam perjanjian, yang
besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan
dana.
5. Perusahaan Reasuransi adalah perusahaan yang menyelenggarakan
usaha jasa pertanggungan ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh
Perusahaan Asuransi, perusahaan penjaminan, atau perusahaan
reasuransi lainnya.
6. Manfaat Turunan Melekat adalah suatu manfaat masa depan yang
dijanjikan Perusahaan Asuransi kepada tertanggung atau pemegang
polis yang dikaitkan dengan suatu kondisi tertentu.
7. Manfaat Fitur Partisipasi Tidak Mengikat adalah suatu opsi yang
diberikan oleh Perusahaan Asuransi kepada tertanggung atau
pemegang polis untuk mendapatkan manfaat tertentu dengan atau
tanpa membayar premi tambahan.
8. Cadangan Atas Premi Yang Belum Merupakan Pendapatan (unearned
premium reserve) yang selanjutnya disingkat CAPYBMP adalah
sejumlah dana yang harus dibentuk untuk menggambarkan bagian dari
premi yang masa asuransinya belum dijalani.
9. Cadangan Atas Risiko Yang Belum Dijalani (unexpired risk reserve) yang
selanjutnya disingkat CARYBD adalah estimasi pembayaran klaim yang
akan terjadi selama masa pertanggungan di masa depan yang timbul
dari polis yang aktif pada tanggal pembentukan cadangan teknis
termasuk biaya pemeliharaan dan penanganan klaim pada sisa masa
pertanggungan.
10. Produk Asuransi Yang Dikaitkan Dengan Investasi yang selanjutnya
disebut PAYDI adalah produk asuransi yang paling sedikit memberikan
perlindungan terhadap risiko kematian dan memberikan manfaat yang
mengacu pada hasil investasi dari kumpulan dana yang khusus
dibentuk untuk produk asuransi baik yang dinyatakan dalam bentuk
unit maupun bukan unit.
II. PEMBENTUKAN CADANGAN TEKNIS
1. Pembentukan cadangan teknis bagi Perusahaan meliputi cadangan
premi, cadangan atas premi yang belum merupakan pendapatan untuk
- 3 -
produk yang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun atau
berjangka waktu lebih dari 1 (satu) tahun yang syarat dan kondisi
polisnya dapat diperbaharui kembali (renewable) pada setiap ulang
tahun polis, cadangan atas PAYDI, cadangan klaim, dan cadangan atas
risiko bencana (catastrophic reserve).
2. Pembentukan cadangan teknis Perusahaan dihitung berdasarkan
pedoman pembentukan cadangan teknis sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran
Otoritas Jasa Keuangan ini.
III. KETENTUAN LAIN-LAIN
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini tidak berlaku untuk laporan
keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dengan prinsip
syariah maupun unit syariah dari Perusahaan Asuransi dan Perusahaan
Reasuransi.
IV. KETENTUAN PENUTUP
1. Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1
Juli 2017.
2. Pada saat Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku,
Peraturan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
Nomor PER-09/BL/2012 tentang Pedoman Pembentukan Cadangan
Teknis bagi Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi, dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 13 Juni 2017
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS
PERASURANSIAN, DANA PENSIUN,
LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN
LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN,
Salinan ini sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
ttd
FIRDAUS DJAELANI
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 27/SEOJK.05/2017 </reg_id>
<reg_title> PEDOMAN PEMBENTUKAN CADANGAN TEKNIS BAGI PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI </reg_title>
<set_date> 13 Juni 2017 </set_date>
<effective_date> 1 Juli 2017 </effective_date>
<replaced_reg> 'PER-09/BL/2012|PERTA-BAPEPAM-LK/2012' </replaced_reg>
<related_reg> '71/POJK.05/2016 | Pasal 22' </related_reg>
|
Yth.
1. Penyelenggara Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi
Informasi; dan
2. Pengguna Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi,
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 18 /SEOJK.02/2017
TENTANG
TATA KELOLA DAN MANAJEMEN RISIKO TEKNOLOGI INFORMASI PADA
LAYANAN PINJAM MEMINJAM UANG BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi
Informasi, perlu untuk mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai Tata Kelola
Dan Manajemen Risiko Teknologi Informasi Pada Layanan Pinjam Meminjam
Uang Berbasis Teknologi Informasi dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan
sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
1. Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK adalah
lembaga yang independen, yang mempunyai fungsi, tugas, dan
wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011
tentang Otoritas Jasa Keuangan.
2. Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi adalah
penyelenggaraan layanan jasa keuangan untuk mempertemukan
pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman dalam rangka
melakukan perjanjian pinjam meminjam dalam mata uang rupiah
secara langsung melalui sistem elektronik dengan menggunakan
jaringan internet.
3. Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur
elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan,
mengelola, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan,
- 2 -
mengirimkan, dan/atau menyebarkan informasi elektronik di bidang
layanan jasa keuangan.
4. Penyelenggara Sistem Elektronik adalah setiap orang, penyelenggara
negara, badan usaha, dan masyarakat yang menyediakan, mengelola,
dan/atau mengoperasikan Sistem Elektronik secara sendiri-sendiri
maupun bersama-sama kepada pengguna Sistem Elektronik untuk
keperluan dirinya dan/atau keperluan pihak lain.
5. Teknologi Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan,
menyiapkan, menyimpan, memproses, mengumumkan, menganalisis,
dan/atau menyebarkan informasi di bidang layanan jasa keuangan.
6. Penyelenggara Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi
Informasi yang selanjutnya disebut Penyelenggara adalah badan
hukum Indonesia yang menyediakan, mengelola, dan mengoperasikan
Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.
7. Pengguna Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi
Informasi untuk selanjutnya disebut sebagai Pengguna adalah
pemberi pinjaman dan penerima pinjaman yang menggunakan
Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.
8. Direksi:
a.
bagi Penyelenggara yang berbentuk badan hukum perseroan
terbatas adalah direksi sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas; atau
b. bagi Penyelenggara yang berbentuk badan hukum koperasi
adalah pengurus sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian.
9. Komisaris:
a. bagi Penyelenggara yang berbentuk badan hukum perseroan
terbatas adalah komisaris sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas; atau
b. bagi Penyelenggara yang berbentuk badan hukum koperasi
adalah pengawas sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
10. Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan
dengan menggunakan komputer, jaringan komputer, dan/atau media
elektronik lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
- 3 -
11. Sertifikat Elektronik adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang
memuat Tanda Tangan Elektronik dan identitas yang menunjukkan
status subjek hukum para pihak dalam Transaksi Elektronik yang
dikeluarkan oleh Penyelenggara Sertifikasi Elektronik sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik.
12. Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas
Informasi Elektronik yang dilekatkan, terasosiasi, atau terkait dengan
Informasi Elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi
dan autentikasi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
13. Penyelenggara Tanda Tangan Elektronik adalah badan hukum yang
berfungsi sebagai pihak terpercaya yang memfasilitasi pembuatan
Tanda Tangan Elektronik.
14. Pusat Data adalah suatu fasilitas yang digunakan untuk
menempatkan Sistem Elektronik dan komponen terkaitnya untuk
keperluan penempatan penyimpanan dan pengolahan data.
15. Pusat Pemulihan Bencana adalah suatu fasilitas yang digunakan
untuk memulihkan kembali data atau informasi serta fungsi-fungsi
penting Sistem Elektronik yang terganggu atau rusak akibat terjadinya
bencana yang disebabkan oleh alam atau manusia
16. Rencana Pemulihan Bencana adalah dokumen yang berisikan rencana
dan langkah-langkah untuk menggantikan dan/atau memulihkan
kembali akses data, perangkat keras dan perangkat lunak yang
diperlukan, agar Penyelenggara dapat menjalankan kegiatan
operasional bisnis yang kritikal setelah adanya gangguan dan/atau
bencana.
II. PERAN DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI
1. Direksi melakukan pengawasan terhadap risiko Teknologi Informasi
dan memastikan fungsi Teknologi Informasi mampu untuk
mendukung strategi dan tujuan bisnis dari Penyelenggara.
2. Direksi bertanggungjawab terhadap risiko Teknologi Informasi yang
timbul dari kegiatan yang paling sedikit meliputi:
a. pengambilan keputusan yang terkait dengan Teknologi Informasi;
b. pengalihkelolaan Teknologi Informasi;
c. pengamanan Teknologi Informasi;
- 4 -
d. perlindungan data dan informasi; dan/atau
e. pengelolaan layanan Teknologi Informasi.
3. Direksi menyusun kerangka kerja manajemen risiko Teknologi
Informasi.
4. Direksi bertanggungjawab terhadap pelaksanaan manajemen risiko
Teknologi Informasi agar aman, dapat dipercaya, berkelanjutan, dan
stabil.
5. Direksi bertanggung jawab terhadap kualitas informasi produk dan
layanan yang disampaikan kepada Pengguna dengan memperhatikan
prinsip yang paling sedikit meliputi:
a. keterbukaan;
b. akurat;
c.
objektif;
d. terpercaya;
e.
ketersediaan;
f. mudah dipahami;
g.
integritas; dan
h. kelengkapan.
III. PUSAT DATA DAN PUSAT PEMULIHAN BENCANA
A. Penempatan Pusat Data dan Pusat Pemulihan Bencana
Penyelenggara menempatkan Sistem Elektronik pada Pusat Data dan
Pusat Pemulihan Bencana di wilayah Indonesia sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
B. Rencana Pemulihan Bencana
1. Penyelenggara harus menyusun Rencana Pemulihan Bencana
agar kelangsungan operasional Penyelenggara dapat tetap
berjalan saat terjadi bencana dan/atau gangguan pada sarana
Teknologi Informasi yang digunakan oleh Penyelenggara.
2. Penyelenggara dapat melakukan uji coba atas Pusat Pemulihan
Bencana terhadap seluruh aplikasi dan infrastruktur yang
kritikal sesuai dengan Rencana Pemulihan Bencana.
3. Penyelenggara melakukan kaji ulang Rencana Pemulihan
Bencana paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
4. Penyelenggara menyampaikan laporan tahunan terkait dengan
Rencana Pemulihan Bencana dan Pusat Pemulihan Bencana
kepada Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana
- 5 -
Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan
Lainnya.
IV. TATA KELOLA SISTEM ELEKTRONIK DAN TEKNOLOGI INFORMASI
A. Rencana Strategis Sistem Elektronik
1. Penyelenggara mendaftarkan diri sebagai Penyelenggara Sistem
Elektronik pada Kementerian Komunikasi dan Informatika
Republik Indonesia.
2. Penyelenggara harus menyusun dan memiliki rencana strategis
Sistem Elektronik yang mendukung rencana bisnis
Penyelenggara.
3. Rencana strategis Sistem Elektronik sebagaimana dimaksud pada
angka 1 harus dicantumkan dalam rencana bisnis Penyelenggara.
4. Rencana strategis Sistem Elektronik Penyelenggara antara lain
terkait kebijakan, prosedur, dan standar paling sedikit meliputi
aspek:
a. manajemen;
b. pengembangan dan perencanaan;
c. operasional Teknologi Informasi;
d. jaringan komunikasi;
e. pengamanan informasi;
f. rencana pemulihan bencana;
g. layanan Pengguna; dan
h. penggunaan pihak penyedia jasa Teknologi Informasi.
5. Kebijakan, prosedur, dan standar yang sudah disusun harus
disosialisasikan kepada pegawai serta pihak yang
berkepentingan.
6. Kebijakan, prosedur, dan standar yang sudah disusun harus
dilakukan review secara berkala untuk memastikan efektivitas
dan kecukupannya.
B. Sumber Daya Manusia.
1. Penyelenggara wajib memiliki sumber daya manusia yang
memiliki keahlian dan/atau latar belakang di bidang Teknologi
Informasi.
- 6 -
2. Penyelenggara harus menyusun perencanaan sumber daya
manusia dan kebutuhan kompetensinya di bidang Teknologi
Informasi.
3. Penyelenggara harus memastikan bahwa kompetensi yang
dibutuhkan dapat dipenuhi dengan baik guna menjamin
keberlangsungan operasional dari Penyelenggara.
4. Penyelenggara harus meningkatkan kualitas dan kemampuan
sumber daya manusia Penyelenggara baik melalui kegiatan
pendidikan dan pelatihan
yang berkaitan dengan
penyelenggaraan Teknologi Informasi maupun proses bisnis dan
layanan yang ditawarkan.
C. Pengelolaan Perubahan Teknologi Informasi
1. Penyelenggara harus memiliki prosedur yang mengelola setiap
perubahan yang terjadi pada proses bisnis dan Sistem Elektronik.
2. Penyelenggara harus menentukan pembagian tanggung jawab
dalam mengelola setiap perubahan yang terjadi pada proses
bisnis dan Sistem Elektronik.
3. Penyelenggara harus memastikan setiap perubahan yang terjadi
pada proses bisnis dan Sistem Elektronik telah mendapat
persetujuan secara formal.
4. Penyelenggara harus mampu mengendalikan setiap perubahan
yang terjadi pada proses bisnis dan Sistem Elektronik.
5. Penyelenggara harus mendokumentasikan serta menyampaikan
kepada Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana
Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan
Lainnya secara berkala setiap 3 (tiga) bulan paling lambat pada
tanggal 30 atau dalam hal terjadi perubahan pada proses bisnis
dan Sistem Elektronik.
6. Dalam hal tanggal 30 sebagaimana dimaksud pada angka 5 jatuh
pada hari libur, maka penyampaian dilakukan paling lambat 1
(satu) hari kerja berikutnya.
7. Penyelenggara harus melakukan pemisahan antara zona
operasional dan pengembangan guna memastikan setiap
perubahan yang terjadi tidak mengganggu operasional Sistem
Elektronik.
- 7 -
8. Penyelenggara harus memastikan personil yang mengakses zona
operasional terdokumentasi dan telah mendapat persetujuan
Direksi.
V. ALIH KELOLA TEKNOLOGI
1. Penyelenggara dapat menggunakan penyedia alih kelola Teknologi
Informasi untuk mendukung kegiatan bisnis Penyelenggara.
2. Penyedia alih kelola Teknologi Informasi antara lain penyedia yang
bergerak di bidang jasa pengembangan sistem, jasa pemeliharaan, jasa
pendukung operasional, jasa administrasi jaringan, jasa pemulihan
bencana, dan komputasi awan (cloud computing).
3. Dalam hal Penyelenggara menggunakan pihak penyedia alih kelola
Teknologi Informasi, Penyelenggara memiliki tanggung jawab
sepenuhnya terhadap risiko yang terjadi dari dan pada Teknologi
Informasi yang dialihkelolakan.
4. Penggunaan penyedia alih kelola Teknologi Informasi harus
memperhatikan prinsip kehati-hatian, keberlangsungan, dan
manajemen risiko yang paling sedikit meliputi:
a.
risiko yang berkaitan dengan penggunaan dan/atau akuisisi dari
Sistem Elektronik dengan mempertimbangkan kemampuan dan
keandalan;
b.
risiko yang berkaitan dengan rekam jejak, keberlangsungan
bisnis, dan neraca keuangan dari penyedia jasa;
c. memastikan bahwa syarat dan ketentuan kontraktual yang
mengatur peran, hubungan, kewajiban, dan tanggung jawab
semua pihak diatur sepenuhnya dalam perjanjian yang paling
sedikit mencakup target kinerja, tingkat layanan, ketersediaan,
keandalan,
kapasitas, kepatuhan, audit, keamanan,
perencanaan penanggulangan bencana, kemampuan pemulihan
bencana, fasilitas pengolahan cadangan, dan pilihan hukum
(choice of law);
d. memastikan bahwa penyedia layanan jasa Teknologi Informasi
dapat memberikan akses terhadap informasi kepada semua pihak
yang ditentukan oleh Penyelenggara serta lembaga pengawas dan
pengatur sektor untuk tujuan pengaturan, audit, atau
kepatuhan; dan
- 8 -
e. mampu melakukan pengawasan dan evaluasi atas pelaksanaan
kegiatan Penyelenggara yang diselenggarakan oleh pihak
penyedia jasa secara berkala yang menyangkut kinerja, reputasi
penyedia jasa, dan kelangsungan penyediaan layanan.
5. Penyelenggara memastikan pihak penyedia jasa Teknologi Informasi:
a. memiliki tenaga ahli yang memiliki keandalan dengan didukung
oleh sertifikat keahlian secara akademis dan/atau secara
profesional sesuai dengan keperluan penyelenggaraan Teknologi
Informasi;
b. menerapkan prinsip pengendalian Teknologi Informasi secara
memadai yang dibuktikan dengan hasil audit yang dilakukan
pihak independen;
c. sebagai pihak terafiliasi, menjaga keamanan seluruh informasi
termasuk rahasia Penyelenggara dan data pribadi nasabah;
d. melaporkan kepada Penyelenggara setiap kejadian kritis yang
dapat mengakibatkan kerugian keuangan yang signifikan
dan/atau mengganggu kelancaran operasional Penyelenggara;
e. menyampaikan hasil audit Teknologi Informasi yang dilakukan
oleh auditor independen secara berkala kepada Kepala Eksekutif
Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan,
dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya melalui Penyelengggara
yang bersangkutan;
f. menyediakan Rencana Pemulihan Bencana yang teruji dan
memadai;
g. mematuhi klausula mengenai pemutusan perjanjian sebelum
jangka waktu berakhir (early termination) sebagaimana dimuat
dalam perjanjian antara Penyelenggara dengan penyedia alih
kelola Teknologi Informasi; dan
h. memenuhi tingkat layanan sesuai dengan service level agreement
antara Penyelenggara dan pihak penyedia jasa Teknologi
Informasi.
6. Penyelenggara menyampaikan kepada Kepala Eksekutif Pengawas
Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga
Jasa Keuangan Lainnya hasil penilaian atas penerapan manajemen
risiko pada pihak penyedia jasa Teknologi Informasi secara berkala
setiap 3 (tiga) bulan paling lambat pada tanggal 30.
- 9 -
7. Dalam hal tanggal 30 sebagaimana dimaksud pada angka 6 jatuh pada
hari libur, maka penyampaian dilakukan paling lambat 1 (satu) hari
kerja berikutnya.
8. Penyelenggara memastikan pemusnahan data dan informasi pada saat
pergantian penyedia alih kelola Teknologi Informasi sesuai dengan
Surat Edaran OJK ini.
9. Penyelenggara menyusun laporan penggunaan alih kelola dan
menyampaikan kepada Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian,
Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan
Lainnya.
VI. PENGELOLAAN DATA DAN INFORMASI
1. Penyelenggara dilarang untuk menyebarkan data dan informasi
pribadi Pengguna kepada pihak lainnya.
2. Data dan informasi pribadi Pengguna sebagaimana dimaksud pada
angka 1 paling sedikit meliputi:
a. data dan informasi yang melekat dan dapat diidentifikasi:
1) perseorangan seperti:
a. nama;
b. alamat domisili;
c. kartu identitas (KTP, SIM, Paspor);
d. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
e.
tanggal lahir dan/atau umur;
f. alamat email;
g.
IP address;
h. nomor telepon;
i. nomor rekening;
j. nama ibu kandung;
k. nomor kartu kredit;
l.
identitas digital (Biometrik);
m. tanda tangan;
n. riwayat pendidikan;
o.
p.
riwayat pekerjaan;
rekening koran;
q. daftar harta kekayaan;
r. data dan informasi terkait lainnya;
- 10 -
2) korporasi:
a) nama korporasi;
b) alamat;
c) nomor telepon;
d) susunan direksi dan komisaris termasuk dokumen
identitas berupa KTP/Paspor/izin tinggal;
e) susunan pemegang saham;
f) nomor rekening;
g)
rekening koran;
h) daftar aset;
i) dokumen perusahaan;
j) data dan informasi terkait lainnya;
b. data dan informasi non-publik yang bersifat material:
1) laporan keuangan;
2) kinerja usaha;
3) keputusan manajemen;
4) jumlah pelanggan;
5) data dan informasi terkait lainnya;
c. data dan informasi terkait transaksi keuangan; dan
d. data dan informasi terkait kontrak/perjanjian.
3. Larangan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dikecualikan dalam
hal:
a. Pengguna memberikan persetujuan tertulis; dan/atau
b. diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4. Dalam hal Pengguna memberikan persetujuan tertulis sebagaimana
dimaksud pada angka 3 huruf a, Penyelenggara dapat memberikan
data dan/atau informasi pribadi Pengguna dan memastikan pihak
ketiga dimaksud tidak memberikan dan/atau menggunakan data
dan/atau informasi pribadi Pengguna untuk tujuan selain yang
disepakati antara Penyelenggara dengan pihak lainnya.
5. Tata cara persetujuan tertulis dari Pengguna dapat dinyatakan dalam
bentuk antara lain:
a. pilihan setuju atau tidak setuju; atau
b. memberikan tanda persetujuan,
dalam dokumen dan/atau perjanjian produk dan/atau layanan.
- 11 -
6. Data dan informasi sebagaimana dimaksud pada angka 2 harus
diamankan melalui metode yang dapat memastikan proses pembacaan
data dilakukan oleh pihak yang terotorisasi.
7. Data dan informasi Pengguna yang diperoleh dan dimanfaatkan oleh
Penyelenggara harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. penyampaian batasan pemanfaatan data dan informasi kepada
Pengguna serta memperoleh persetujuan dari Pengguna;
b. penyampaian setiap perubahan tujuan pemanfaatan data dan
informasi kepada Pengguna (apabila ada); dan
c. media dan metode yang dipergunakan dalam memperoleh data
dan informasi terjamin kerahasiaan, keamanan serta
keutuhannya.
8. Data atau informasi Pengguna yang dimusnahkan oleh Penyelenggara
harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. memperhatikan aspek retensi berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku dan kepentingan audit serta pemeriksaan
dari otoritas pengawas dan pengatur sektor; dan
b. memastikan tidak ada data dan informasi yang tertinggal,
terkorelasi dan dapat dimanfaatkan kembali.
9. Penyelenggara mencegah adanya akses yang tidak sah terhadap data
dan informasi.
10. Penyelenggara wajib menjaga kerahasiaan, keutuhan, dan
ketersediaan data pribadi, data transaksi, dan data keuangan yang
dikelolanya sejak data diperoleh hingga data tersebut dimusnahkan.
VII. PENGELOLAAN RISIKO TEKNOLOGI INFORMASI
1. Penyelenggara harus melaksanakan identifikasi, penilaian, dan
mitigasi risiko yang paling sedikit mempertimbangkan:
a. aset yang dimiliki;
b. bisnis proses yang dilaksanakan;
c. klasifikasi data dan informasi;
d. penanggung jawab risiko;
e. batasan risiko yang dapat diterima; dan
f. penentuan penilaian dampak dan kemungkinan munculnya
risiko.
2. Penyelenggara menentukan toleransi risiko yang menjadi acuan
terhadap pengelolaan risiko.
- 12 -
3. Penyelenggara harus mengidentifikasi kemungkinan munculnya
kekurangan dan/atau kecacatan dalam Sistem Elektronik sejak tahap
perancangan, pengembangan,
mengantisipasi kegagalan pada Sistem Elektronik.
4. Untuk memastikan risiko Sistem Elektronik dapat terukur dan
terkendali dengan baik maka Penyelenggara menetapkan kerangka
kerja manajemen risiko Teknologi Informasi.
5. Penyelenggara melakukan pembaharuan berkala dan pemantauan
analisa risiko untuk memastikan setiap perubahan pada Sistem
Elektronik, infrastruktur Teknologi Informasi, atau operasional
Teknologi Informasi dapat teridentifikasi.
VIII. PENGAMANAN SISTEM ELEKTRONIK
Penyelenggara memastikan pengamananan
dan pengoperasian untuk
Sistem Elektronik
dilaksanakan secara efektif dan berkesinambungan dengan
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Penyelenggara harus menyusun, menetapkan, dan mensosialisasikan
kebijakan, prosedur, dan standar pengamanan Sistem Elektronik
secara berkelanjutan;
2. pengamanan Sistem Elektronik harus memenuhi unsur kerahasiaan
(confidentiality), integritas (integrity), dan ketersediaan (availability);
3. pengamanan Sistem Elektronik harus memperhatikan aspek
teknologi, sumber daya manusia, dan pemanfaatan Teknologi
Informasi;
4. pengamanan Sistem Elektronik yang diterapkan harus didasarkan
pada hasil penilaian risiko;
5. ketersediaan manajemen penanganan insiden dalam pengamanan
Sistem Elektronik.
6. pemantauan, penilaian, dan penanganan celah keamanan Teknologi
Informasi secara rutin dan berkala terhadap Sistem Elektronik yang
mendukung proses bisnis Penyelenggara dengan memperhatikan
manajemen risiko;
7. Penyelenggara memastikan bahwa akses terhadap data dan informasi
oleh pihak internal maupun eksternal memenuhi prinsip kehati-hatian
dan prinsip akses terbatas.
- 13 -
IX. PENANGANAN INSIDEN DAN KETAHANAN TERHADAP GANGGUAN
Dalam hal penanganan insiden dan ketahanan terhadap gangguan,
Penyelenggara:
1. memastikan prosedur penanganan insiden dan ketahanan terhadap
gangguan yang terjadi paling sedikit mencakup:
a. klasifikasi insiden;
b. langkah-langkah penanganan insiden;
c. pencatatan insiden; dan
d. basis data masalah dan insiden;
2. menyusun dan menguji secara berkala rencana dan langkah spesifik
yang perlu diambil ketika sebuah insiden dapat memberikan dampak
signifikan pada operasional atau bisnis Penyelenggara;
3. memiliki perencanaan dan metode penyampaian informasi mengenai
gangguan kepada pihak eksternal terkait untuk dapat menyelesaikan
insiden dan/atau gangguan yang terjadi;
4. memiliki perencanaan dan metode untuk mengkomunikasikan insiden
atau gangguan yang terjadi apabila hal tersebut memiliki imbas
kepada pelanggan atau stakeholder lainnya;
5. menyediakan prosedur dan media bagi Pengguna untuk mengajukan
keluhan perihal layanan yang diberikan oleh Penyelenggara;
6. menyediakan metode penyampaian informasi cadangan yang terpisah
dan berbeda dari Sistem Elektronik yang dipergunakan untuk
operasionalnya untuk mengantisipasi keadaan bencana.
X. PENGGUNAAN TANDA TANGAN ELEKTRONIK
1. Perjanjian Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi
Informasi yang ditandatangani menggunakan Tanda Tangan
Elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sama
dengan perjanjian yang ditandatangani dengan tinta basah.
2. Penyelenggara harus memiliki pegawai yang bertanggungjawab
mengelola pemenuhan perjanjian Layanan Pinjam Meminjam Uang
Berbasis Teknologi Informasi dengan menggunakan Tanda Tangan
Elektronik.
3. Dalam rangka penggunaan Tanda Tangan Elektronik, Penyelenggara
bekerjasama dengan Penyelenggara Tanda Tangan Elektronik.
- 14 -
4. Penyelenggara Tanda Tangan Elektronik sebagaimana dimaksud pada
angka 3 memenuhi kualifikasi paling sedikit sebagai berikut:
a.
b. memiliki standar keamanan dan Teknologi Informasi sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
c. menyampaikan laporan berkala perihal kinerja dan hasil audit
kepada Penyelenggara;
d. memiliki kemampuan untuk mengamankan data Penyelenggara
dan Pengguna dengan metode enkripsi dan menerapkan prinsip
hak akses minimum;
e. memiliki metode untuk menerbitkan, menghapus, dan mengganti
Sertifikat Elektronik atas permintaan masing-masing
Penyelenggara atau Pengguna;
f.
memiliki metode untuk melakukan verifikasi terhadap Tanda
Tangan Elektronik yang sudah dibubuhkan serta Sertifikat
Elektronik yang diterbitkan;
g. dapat melakukan proses penandaan waktu untuk setiap proses
penandatanganan elektronik; dan
h. dapat melakukan proses pencabutan dan penerbitan ulang
Sertifikat Elektronik yang bermasalah atas permintaan masing-
masing Penyelenggara atau Pengguna.
5. Kualifikasi sebagaimana dimaksud pada angka 4 huruf b sampai
dengan huruf h dibuktikan dengan hasil audit teknologi informasi
yang dilakukan oleh auditor independen yang terpercaya dan memiliki
reputasi internasional.
6. Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga
Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya memberikan
persetujuan atas pelaksanaan kerja sama antara Penyelenggara
dengan Penyelenggara Tanda Tangan Elektronik sebagaimana
dimaksud pada angka 3.
7. Dalam hal pemanfaatan Tanda Tangan Elektronik, Penyelenggara
memperhatikan paling sedikit hal-hal sebagai berikut:
a. proses integrasi antara Sistem Elektronik milik Penyelenggara
dengan Penyelenggara Tanda Tangan Elektronik harus tetap
dapat menjaga keaslian identitas para pihak yang melaksanakan
Transaksi Elektronik;
terdaftar di Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik
Indonesia;
- 15 -
b. proses integrasi antara Sistem Elektronik milik Penyelenggara
dengan Penyelenggara Tanda Tangan Elektronik memastikan
aspek keamanan dan tata kelola yang dimiliki oleh Penyelenggara
tetap terjaga;
c. proses pengolahan, penyimpanan, serta pemanfaatan data
Transaksi Elektronik harus memperhatikan prinsip integritas dari
Transaksi Elektronik itu tetap terjaga; dan
d. menyampaikan hak dan tanggung jawab dari Pengguna yang
memiliki dan mempergunakan Tanda Tangan Elektronik.
XI. KETERSEDIAAN LAYANAN DAN KEGAGALAN TRANSAKSI
1. Penyelenggara menetapkan dan menjalankan prosedur dan sarana
untuk pengamanan Sistem Elektronik dalam menghindari gangguan,
kegagalan, dan kerugian.
2. Penyelenggara menyediakan sistem pengamanan yang mencakup
prosedur, sistem pencegahan dan penanggulangan terhadap ancaman
dan serangan yang menimbulkan gangguan, kegagalan, dan kerugian.
3. Dalam hal terjadi kegagalan atau gangguan sistem yang berdampak
serius sebagai akibat perbuatan dari pihak lain terhadap Sistem
Elektronik, Penyelenggara mengamankan data dan melaporkan
kepada Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun,
Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya serta
mengumumkan kepada Pengguna paling lambat 1 (satu) jam setelah
terjadinya kegagalan atau gangguan sistem.
4. Penyelenggara memiliki saluran komunikasi alternatif untuk
memastikan kelangsungan pelayanan kepada Pengguna.
5. Penyelenggara harus melakukan pemantauan dan evaluasi secara
terus menerus agar keberlangsungan operasional dan layanan
Teknologi Informasi berjalan dengan baik.
XII. KETERBUKAAN INFORMASI PRODUK DAN LAYANAN
1. Penyelenggara harus mencantumkan informasi produk dan layanan
pada Sistem Elektronik yang digunakan oleh Penyelenggara.
2. Pencantuman informasi produk dan layanan harus memperhatikan
paling sedikit hal-hal sebagai berikut:
a.
risiko yang terdapat pada produk dan layanan;
b. uraian pokok produk yang ditawarkan;
- 16 -
c. pusat pengaduan; dan/atau
d. biaya yang timbul sehubungan dengan produk dan layanan.
XIII. RETENSI
Penyelenggara wajib menampilkan kembali data dan informasi secara utuh
sesuai dengan format awal dengan tetap memperhatikan masa retensi
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
XIV. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran OJK ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 18 April 2017
WAKIL KETUA DEWAN KOMISIONER
OTORITAS JASA KEUNGAN
ttd
RAHMAT WALUYANTO
Salinan ini sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 18/SEOJK.02/2017 </reg_id>
<reg_title> TATA KELOLA DAN MANAJEMEN RISIKO TEKNOLOGI INFORMASI PADA LAYANAN PINJAM MEMINJAM UANG BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI </reg_title>
<set_date> 18 April 2017 </set_date>
<effective_date> 18 April 2017 </effective_date>
<related_reg> '77/POJK.01/2016' </related_reg>
|
Yth.
Direksi Bank Umum
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 34 /SEOJK.03/2017
TENTANG
TRANSPARANSI INFORMASI SUKU BUNGA DASAR KREDIT
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 6/POJK.03/2015 tentang Transparansi dan Publikasi Laporan Bank
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 74, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5687) sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 32/POJK.03/2016 tentang
Perubahan atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 6/POJK.03/2015
tentang Transparansi dan Publikasi Laporan Bank (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2016 Nomor 170, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5917) dan ketentuan peraturan perundang-undangan
mengenai transparansi informasi produk bank dan penggunaan data pribadi
nasabah, serta dengan beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan
dan pengawasan jasa keuangan di sektor perbankan dari Bank Indonesia ke
Otoritas Jasa Keuangan, perlu untuk mengatur kembali pelaksanaan tentang
transparansi informasi suku bunga dasar kredit dalam Surat Edaran Otoritas
Jasa Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
1. Pemilihan produk Bank oleh nasabah pada umumnya didasarkan
pada pertimbangan mengenai manfaat, biaya, dan risiko dari produk
yang ditawarkan oleh Bank tersebut. Hal ini menjadi sangat relevan
khususnya untuk produk Bank berupa kredit mengingat kredit
merupakan salah satu produk utama perbankan yang dimanfaatkan
oleh masyarakat luas. Oleh karena itu, transparansi informasi
mengenai Suku Bunga Dasar Kredit (prime lending rate), yang
- 2 -
selanjutnya disingkat SBDK, sangat diperlukan untuk memberikan
kejelasan kepada nasabah dan memudahkan nasabah dalam menilai
manfaat dan biaya atas kredit yang ditawarkan Bank.
2. Penerapan transparansi informasi mengenai SBDK juga merupakan
salah satu upaya untuk meningkatkan tata kelola dan mendorong
persaingan yang sehat dalam industri perbankan antara lain melalui
terciptanya disiplin pasar (market discipline) yang lebih baik.
3. SBDK diperlukan sebagai indikator besaran suku bunga kredit yang
akan dikenakan kepada nasabah yang mengajukan kredit kepada
Bank. Oleh karena itu, SBDK harus mencakup semua segmen kredit
yang ditawarkan oleh Bank kepada nasabah yaitu segmen kredit
korporasi, kredit ritel, kredit mikro, dan kredit konsumsi (Kredit
Pemilikan Rumah/KPR dan non-KPR).
II. SUKU BUNGA DASAR KREDIT
1. SBDK merupakan suku bunga terendah yang mencerminkan
kewajaran biaya yang dikeluarkan oleh Bank termasuk ekspektasi
keuntungan yang akan diperoleh. Selanjutnya SBDK digunakan
sebagai dasar bagi Bank dalam menetapkan suku bunga kredit yang
akan dikenakan kepada nasabah.
2. SBDK dihitung secara per tahun dalam bentuk persentase (%) yang
penghitungannya dilakukan berdasarkan 3 (tiga) komponen yaitu:
a. Harga Pokok Dana untuk Kredit (HPDK) yang timbul dari
kegiatan penghimpunan dana;
b. biaya overhead yang dikeluarkan Bank berupa beban
operasional bukan bunga yang dikeluarkan untuk kegiatan
penghimpunan dana dan penyaluran kredit termasuk biaya
pajak yang harus dibayar; dan
c. margin keuntungan (profit margin) yang ditetapkan Bank dalam
kegiatan penyaluran kredit.
3. Penghitungan SBDK sebagaimana dimaksud dalam angka 2 berlaku
untuk jenis kredit:
a. kredit korporasi;
b.
kredit ritel;
c. kredit mikro; dan
d. kredit konsumsi (KPR dan non-KPR).
- 3 -
4. Penggolongan kredit korporasi, kredit ritel, dan kredit konsumsi (KPR
dan non-KPR) dilakukan berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh
Bank, sedangkan penggolongan kredit mikro berpedoman pada
definisi usaha mikro sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
mengenai usaha mikro, kecil, dan menengah.
5. Penghitungan SBDK dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini
hanya berlaku untuk kredit yang diberikan dalam mata uang Rupiah.
6. Penghitungan SBDK sebagaimana dimaksud dalam angka 2, tidak
termasuk komponen estimasi premi risiko, yang merupakan
penilaian Bank terhadap prospek pelunasan kredit oleh calon
debitur, baik debitur individual maupun kelompok debitur, yang
antara lain mempertimbangkan kondisi keuangan, jangka waktu
kredit, dan prospek usaha.
7. Suku bunga kredit sebagaimana dimaksud dalam angka 1
merupakan penjumlahan SBDK dengan estimasi premi risiko.
III. PELAPORAN DAN PUBLIKASI SBDK
A. Pelaporan SBDK
1. Laporan SBDK disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan
secara bulanan untuk posisi akhir bulan.
2. Laporan SBDK memuat:
a. rincian penghitungan masing-masing komponen SBDK
sebagaimana dimaksud dalam butir II.2;
b. jenis kredit sebagaimana dimaksud dalam butir II.3;
c. komponen estimasi premi risiko sebagaimana dimaksud
dalam butir II.6; dan
d. suku bunga kredit sebagaimana dimaksud dalam
butir II.7.
3. Pelaporan SBDK disampaikan secara daring (online) melalui
sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan. Dalam hal
penyampaian laporan melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa
Keuangan belum dapat dilakukan, Bank menyampaikan laporan
secara daring (online) dengan mengacu pada ketentuan
peraturan perundang-undangan mengenai laporan berkala bank
umum.
- 4 -
B. Publikasi Laporan SBDK
1. Publikasi laporan SBDK dilakukan melalui:
a. papan pengumuman di setiap kantor Bank;
b. halaman utama situs web Bank; dan
c. surat kabar harian cetak berbahasa Indonesia yang
memiliki peredaran luas.
2. Publikasi SBDK sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a dan
butir 1.b dilakukan setiap saat, sedangkan publikasi SBDK
sebagaimana dimaksud dalam butir 1.c dilakukan paling lama
7 (tujuh) hari kerja setelah akhir bulan Maret, bulan Juni, bulan
September, dan bulan Desember untuk posisi SBDK akhir bulan
tersebut.
3. SBDK yang dipublikasikan oleh Bank sebagaimana dimaksud
dalam butir 1.a dan butir 1.b adalah SBDK yang berlaku pada
saat dipublikasikan.
4. Dalam mempublikasikan SBDK, Bank harus mencantumkan
kalimat sebagai berikut:
a. “Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) digunakan sebagai dasar
penetapan suku bunga kredit yang akan dikenakan oleh
Bank kepada nasabah. SBDK belum memperhitungkan
komponen estimasi premi risiko yang besarnya tergantung
dari penilaian Bank terhadap risiko untuk masing-masing
debitur atau kelompok debitur. Dengan demikian, besarnya
suku bunga kredit yang dikenakan kepada debitur belum
tentu sama dengan SBDK”; dan
b. “Dalam kredit konsumsi non-KPR tidak termasuk
penyaluran dana melalui kartu kredit dan Kredit Tanpa
Agunan (KTA)”.
5. Selain mencantumkan kalimat sebagaimana dimaksud dalam
angka 4, untuk publikasi yang dilakukan melalui surat kabar
sebagaimana dimaksud dalam butir 1.c, Bank harus
mencantumkan kalimat sebagai berikut:
“Informasi SBDK yang berlaku setiap saat dapat dilihat pada
publikasi di setiap kantor Bank dan/atau situs web Bank”.
6. SBDK dipublikasikan kepada masyarakat dalam bentuk angka
akhir dari hasil penghitungan komponen SBDK sebagaimana
dimaksud dalam butir A.2.a dan butir A.2.b dengan format
- 5 -
publikasi yang berpedoman pada Lampiran yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan ini.
Bank harus memberikan informasi mengenai SBDK dan suku
bunga kredit dalam surat pemberitahuan persetujuan kredit
(offering letter) atau dokumen lain kepada calon debitur sebelum
penandatanganan perjanjian kredit.
IV. PENUTUP
Pada saat Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku, Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 15/1/DPNP perihal Transparansi
Informasi Suku Bunga Dasar Kredit dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku
pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 7 Juli 2017
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN
OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
NELSON TAMPUBOLON
Salinan ini sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 4/SEOJK.03/2017 </reg_id>
<reg_title> PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO PADA BANK YANG MELAKUKAN AKTIVITAS BERKAITAN DENGAN REKSA DANA </reg_title>
<set_date> 16 Januari 2017 </set_date>
<effective_date> 1 Maret 2017 </effective_date>
<replaced_reg> '11/36/DPNP|SE-BI/2009', '7/19/DPNP|SE-BI/2005' </replaced_reg>
<related_reg> '18/POJK.03/2016', '65/POJK.03/2016' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi V' </penalty_list>
|
Yth.
1. Direksi Bank Umum Konvensional; dan
2. Direksi Bank Umum Syariah,
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 42 /SEOJK.03/2017
TENTANG
PEMANFAATAN TENAGA KERJA ASING DAN
PROGRAM ALIH PENGETAHUAN DI SEKTOR PERBANKAN
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 37/POJK.03/2017 tentang Pemanfaatan Tenaga Kerja Asing dan
Program Alih Pengetahuan di Sektor Perbankan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2017 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 6086) yang selanjutnya disebut POJK Pemanfaatan TKA,
serta sehubungan dengan beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan
dan pengawasan jasa keuangan di sektor perbankan dari Bank Indonesia ke
Otoritas Jasa Keuangan, perlu untuk mengatur kembali pelaksanaan mengenai
pemanfaatan Tenaga Kerja Asing dan program alih pengetahuan di sektor
perbankan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
1. Pemanfaatan Tenaga Kerja Asing (TKA) bagi Bank dimungkinkan
dengan mempertimbangkan pesatnya perkembangan pengetahuan
dan teknologi yang mempengaruhi produk dan jasa di sektor
perbankan, sehingga diperlukan tenaga kerja dengan keahlian
khusus yang belum dapat dipenuhi oleh pasar Tenaga Kerja
Indonesia.
2. Dalam pemanfaatan TKA oleh Bank, selain harus mengikuti
Undang-Undang mengenai perbankan atau Undang-Undang
mengenai perbankan syariah dan ketentuan pelaksanaan yang
dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan, Bank harus mengikuti
- 2 -
ketentuan ketenagakerjaan yang dikeluarkan oleh instansi yang
menangani bidang ketenagakerjaan serta instansi terkait lain.
3. Bank dapat memanfaatkan TKA pada bidang tugas dan posisi jabatan
tertentu. Posisi jabatan tertentu tersebut disesuaikan berdasarkan
sifat kepemilikan saham Bank oleh pihak asing, yang digolongkan
menjadi 4 (empat) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 sampai
dengan Pasal 15 POJK Pemanfaatan TKA.
4. Pemanfaatan TKA tersebut harus diikuti dengan upaya peningkatan
kualitas sumber daya manusia di bidang perbankan termasuk
melalui program alih pengetahuan (transfer of knowledge) dari TKA
kepada tenaga pendamping.
5. Tenaga pendamping adalah Tenaga Kerja Indonesia yang ditunjuk
untuk mendampingi dan/atau membantu TKA, menerima alih
pengetahuan (transfer of knowledge) secara langsung, dan
dipersiapkan sebagai calon pengganti TKA.
II. BIDANG TUGAS
1. Otoritas Jasa Keuangan menetapkan bidang tugas tertentu yang
dapat diisi oleh TKA dengan mempertimbangkan kebutuhan industri
perbankan serta ketersediaan dan kemampuan Tenaga Kerja
Indonesia.
2. Bidang tugas yang dapat diisi oleh TKA ditetapkan sebagai berikut:
a. Tresuri (Treasury)
Bidang tugas tresuri (treasury) meliputi tugas-tugas yang antara
lain berkaitan dengan pengaturan dan pengelolaan aset dan
liabilitas Bank untuk mengoptimalkan keuntungan, pengelolaan
likuiditas, posisi devisa neto, dan penjualan produk tresuri
(treasury) secara langsung maupun tidak langsung.
b. Manajemen Risiko
Bidang tugas manajemen risiko meliputi tugas-tugas yang
antara lain berkaitan dengan pengelolaan dan mitigasi risiko.
c. Teknologi Informasi
Bidang tugas teknologi informasi meliputi tugas-tugas yang
antara lain berkaitan dengan pengelolaan proses administrasi
dari transaksi perbankan, pengelolaan data nasabah,
pengembangan jaringan, pengembangan sistem, perencanaan
dan reengineering proses operasional perbankan, pengelolaan
- 3 -
fasilitas pendukung perbankan, dan pengelolaan produk-produk
electronic banking, dengan menggunakan sarana teknologi
informasi.
d. Kredit atau Pembiayaan
Bidang tugas kredit atau pembiayaan meliputi tugas-tugas yang
antara lain berkaitan dengan penyaluran kredit atau
pembiayaan oleh Bank, terutama untuk bidang penyaluran
kredit atau pembiayaan yang belum banyak dikuasai oleh
Tenaga Kerja Indonesia.
e. Hubungan Investor (Investor Relation) atau Hubungan Nasabah
(Customer Relation)
Bidang tugas hubungan investor (investor relation) atau
hubungan nasabah (customer relation) meliputi tugas-tugas yang
antara lain berkaitan dengan strategi dan upaya untuk
memperoleh dan membina relasi yang berkualitas dengan
nasabah dalam rangka mendapatkan peluang bisnis dari
nasabah (existing) maupun calon nasabah melalui pelayanan
dan penjualan produk perbankan.
f. Pemasaran
Bidang tugas pemasaran meliputi tugas-tugas yang antara lain
berkaitan dengan upaya memasarkan produk dan jasa
perbankan, baik dalam rangka penghimpunan dana maupun
penyaluran dana.
g. Keuangan
Bidang tugas keuangan meliputi tugas-tugas yang antara lain
berkaitan dengan aspek akuntansi keuangan, akuntansi
manajemen, pelaporan keuangan, perpajakan, perencanaan
keuangan, dan strategi keuangan.
III. PEMANFAATAN TKA
1. Sesuai dengan POJK Pemanfaatan TKA, Bank yang akan
memanfaatkan TKA dalam kegiatan usahanya wajib menyampaikan
rencana pemanfaatan TKA kepada Otoritas Jasa Keuangan dalam
Rencana Bisnis Bank.
2. Rencana pemanfaatan TKA sebagaimana dimaksud dalam angka 1
dicantumkan dalam Rencana Bisnis Bank pada bagian rencana
pengembangan organisasi dan sumber daya manusia. Hal-hal yang
- 4 -
dicantumkan dalam rencana pengembangan sumber daya manusia
antara lain:
a. alasan pemanfaatan TKA serta alasan tidak atau belum
menggunakan Tenaga Kerja Indonesia;
b. bidang tugas dan posisi atau jabatan yang akan diisi yang
meliputi ruang lingkup pekerjaan dan kompetensi yang
dibutuhkan;
c. rencana jumlah kebutuhan;
d. jangka waktu pemanfaatan;
e. nama tenaga pendamping; dan
f. rencana program alih pengetahuan (transfer of knowledge):
1) rencana pelatihan untuk tenaga pendamping; dan
2) rencana pelatihan oleh TKA.
3. Pada saat Bank akan melakukan realisasi pemanfaatan TKA, Bank
mengikuti prosedur sebagai berikut:
a. Dalam Hal TKA Merupakan Calon Direksi, Calon Dewan
Komisaris, Calon Pimpinan Kantor Cabang dari Bank yang
Berkedudukan di Luar Negeri, atau Calon Pemimpin Kantor
Perwakilan
1) Bank mengajukan permohonan persetujuan pemanfaatan
TKA sebagai Direksi, Dewan Komisaris, Pimpinan Kantor
Cabang dari Bank yang Berkedudukan di Luar Negeri atau
Pemimpin Kantor Perwakilan dengan mengikuti tata cara
atau prosedur dan persyaratan sebagaimana diatur dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai
penilaian kemampuan dan kepatutan serta memenuhi
persyaratan sesuai ketentuan terkait lain.
2) Penyampaian persyaratan dokumen Kartu Izin Tinggal
Terbatas (KITAS) dan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja
Asing (IMTA) sebagaimana diatur dalam persyaratan
dokumen administrasi bagi calon Direksi, calon Dewan
Komisaris, Pimpinan Kantor Cabang dari Bank yang
Berkedudukan di Luar Negeri, atau Pemimpin Kantor
Perwakilan dalam ketentuan terkait, dapat dilaksanakan
pada saat penyampaian laporan pengangkatan TKA kepada
Otoritas Jasa Keuangan.
- 5 -
b. Dalam Hal TKA Merupakan Calon Pejabat Eksekutif
1) Bank mengajukan permohonan persetujuan penggunaan
TKA sebagai Pejabat Eksekutif kepada Otoritas Jasa
Keuangan dengan dilampiri dokumen administratif sebagai
berikut:
a) 1 (satu) buah pas foto 1 (satu) bulan terakhir ukuran
4x6 cm;
b)
fotokopi paspor;
c) riwayat hidup;
d)
fotokopi surat keterangan pengalaman kerja dari
perusahaan sebelumnya dan sertifikat keahlian,
profesi, pendidikan atau pelatihan;
e)
f)
fotokopi konsep kontrak kerja atau surat penugasan
dari Bank; dan
contoh tanda tangan dan paraf.
2) Prosedur penilaian atas calon Pejabat Eksekutif dilakukan
oleh Otoritas Jasa Keuangan melalui penelitian atas
kelengkapan dan kebenaran dokumen administratif yang
disampaikan Bank dan informasi lain. Dalam hal dianggap
perlu, Otoritas Jasa Keuangan melakukan wawancara
untuk meminta konfirmasi dan/atau menggali informasi
lebih mendalam.
3) Sesuai dengan POJK Pemanfaatan TKA, pengangkatan
Pejabat Eksekutif wajib dilaporkan oleh Bank kepada
Otoritas Jasa Keuangan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja
setelah tanggal pengangkatan efektif, dilampiri dengan:
a)
fotokopi kontrak kerja; dan
b) fotokopi KITAS dan IMTA yang dikeluarkan oleh
instansi yang berwenang.
4) Permohonan dan pelaporan pemanfaatan TKA sebagai
Pejabat Eksekutif disampaikan oleh Bank kepada Otoritas
Jasa Keuangan dengan alamat:
a) Departemen Pengawasan Bank terkait atau
Departemen Perbankan Syariah, bagi Bank yang
berkantor pusat atau kantor cabang dari bank yang
berkedudukan di luar negeri yang berada di wilayah
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; atau
- 6 -
b) Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor
Otoritas Jasa Keuangan setempat sesuai wilayah
tempat kedudukan kantor pusat Bank.
c. Pelaporan Pemanfaatan Calon Tenaga Ahli atau Konsultan
1) Pelaporan pemanfaatan Tenaga Ahli atau Konsultan
disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lama
10 (sepuluh) hari kerja setelah pengangkatan Tenaga Ahli
atau Konsultan oleh Bank, dengan mencantumkan alasan
pemanfaatan TKA, disertai dengan dokumen administrasi
sebagai berikut:
a) 1 (satu) buah pas foto 1 (satu) bulan terakhir ukuran
4x6 cm;
b)
fotokopi paspor;
c) riwayat hidup;
d)
fotokopi kontrak kerja;
e) contoh tanda tangan dan paraf;
f)
g)
fotokopi bukti atau keterangan tentang Kualifikasi
Keahlian;
fotokopi KITAS dan IMTA yang dikeluarkan oleh
instansi yang berwenang; dan
h) surat pernyataan tidak merangkap jabatan.
2) Pelaporan pemanfaatan TKA sebagai Tenaga Ahli atau
Konsultan sebagaimana dimaksud dalam angka 1)
disampaikan oleh Bank kepada Otoritas Jasa Keuangan
dengan alamat:
a) Departemen Pengawasan Bank terkait atau
Departemen Perbankan Syariah, bagi Bank yang
berkantor pusat atau kantor cabang dari bank yang
berkedudukan di luar negeri yang berada di wilayah
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; atau
b) Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor
Otoritas Jasa Keuangan setempat sesuai wilayah
tempat kedudukan kantor pusat Bank.
3) Jabatan Tenaga Ahli atau Konsultan merupakan jabatan
perorangan, yaitu jabatan yang diisi oleh TKA secara
individu karena kemampuan teknis atau individu yang
mendapat penugasan dari perusahaan konsultansi sesuai
- 7 -
bidang tugas yang dibutuhkan. Dengan demikian, jabatan
Tenaga Ahli atau Konsultan merupakan jabatan yang diisi
untuk jangka waktu terbatas untuk membantu Bank
menangani masalah operasional yang baru atau yang untuk
sementara belum dapat diatasi sendiri oleh Bank. Jabatan
tersebut berada di luar struktur organisasi Bank, dan yang
bersangkutan hanya berkewajiban untuk memberikan
pendapat dan/atau melakukan pekerjaan tertentu sesuai
kemampuan teknis yang dibutuhkan. Tenaga Ahli atau
Konsultan tidak mempunyai kewenangan untuk
menetapkan kebijakan yang berpengaruh pada Bank.
4) Otoritas Jasa Keuangan dapat memerintahkan Bank untuk
membatalkan dan/atau menghentikan pengangkatan TKA
sebagai Tenaga Ahli atau Konsultan dalam hal yang
bersangkutan tidak memenuhi ketentuan Otoritas Jasa
Keuangan.
4. Sesuai dengan POJK Pemanfaatan TKA, kantor cabang dari bank
yang berkedudukan di luar negeri yang akan memanfaatkan TKA
sebagai pimpinan kantor cabang wajib memenuhi persyaratan yang
salah satunya adalah diantara anggota Pimpinan Kantor Cabang dari
Bank yang Berkedudukan di Luar Negeri paling sedikit terdapat
1 (satu) orang pejabat yang berkewarganegaraan Indonesia.
Kewajiban tersebut telah dipenuhi oleh Bank dalam hal Bank telah
menunjuk Tenaga Kerja Indonesia sebagai pejabat pimpinan Bank
yang membawahi bidang tugas personalia dan bidang tugas
kepatuhan.
5. Bank yang akan memperpanjang jangka waktu pemanfaatan TKA
harus mengikuti prosedur sebagai berikut:
a. Menyampaikan permohonan perpanjangan jangka waktu
pemanfaatan TKA beserta alasan perpanjangan kepada Otoritas
Jasa Keuangan yang ditujukan kepada:
1) Departemen Pengawasan Bank terkait atau Departemen
Perbankan Syariah, bagi Bank yang berkantor pusat atau
kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri
yang berada di wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota
Jakarta; atau
- 8 -
2) Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor
Otoritas Jasa Keuangan setempat sesuai wilayah tempat
kedudukan kantor pusat Bank,
paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sebelum berakhirnya
jangka waktu kontrak atau masa kerja TKA.
b. Menyampaikan dokumen administrasi yang terkini, sebagai
berikut:
1)
2)
3)
fotokopi paspor;
fotokopi kontrak kerja atau penunjukan kerja;
fotokopi KITAS dan IMTA dari instansi yang berwenang; dan
4) laporan realisasi pelaksanaan alih pengetahuan (transfer of
knowledge).
6. Salah satu persyaratan dalam pemanfaatan TKA sebagai Pejabat
Eksekutif dan Tenaga Ahli atau Konsultan oleh Bank adalah
kemampuan penggunaan bahasa Indonesia secara memadai dalam
waktu paling lama 1 (satu) tahun setelah yang bersangkutan
menduduki jabatan dimaksud. Dengan penguasaan bahasa
Indonesia secara memadai diharapkan TKA dimaksud dapat
berkomunikasi secara baik dengan Tenaga Kerja Indonesia sehingga
dapat memperlancar proses alih pengetahuan (transfer of knowledge).
Pemenuhan penguasaan bahasa Indonesia ditunjukkan antara lain
dengan cara menyampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan
sertifikat uji kemahiran berbahasa Indonesia sesuai tingkat
kemampuan yang dapat dicapai oleh masing-masing TKA, yang
dikeluarkan oleh otoritas yang berwenang, atau bukti penguasaan
berbahasa Indonesia lain yang dikeluarkan oleh lembaga pendidikan
atau kursus bahasa Indonesia yang terdaftar di instansi yang
berwenang.
7. Sesuai dengan POJK Pemanfaatan TKA, pada setiap akhir tahun,
Bank wajib melaporkan realisasi pemanfaatan TKA (Direksi, Dewan
Komisaris, Pejabat Eksekutif dan/atau Tenaga Ahli atau Konsultan),
serta realisasi pelatihan dan alih pengetahuan (transfer of knowledge)
yang telah dilaksanakan (Pejabat Eksekutif dan/atau Tenaga Ahli
atau Konsultan) dalam Laporan Realisasi Rencana Bisnis Bank.
Dalam laporan tersebut, paling sedikit dicantumkan hal-hal sebagai
berikut:
a. nama TKA;
- 9 -
b. bidang tugas TKA;
c.
posisi atau jabatan TKA;
d. nama pendamping;
e. hasil evaluasi terhadap pendamping;
f.
pendidikan atau pelatihan kepada tenaga pendamping; dan
g. lembaga penyelenggara pendidikan atau pelatihan.
8. Otoritas Jasa Keuangan dapat membatalkan persetujuan
pemanfaatan TKA yang telah diberikan, dalam hal dikemudian hari
ditemukan antara lain:
a. informasi atau dokumen yang diberikan Bank tidak benar atau
palsu;
b. yang bersangkutan dinyatakan bersalah melakukan tindak
pidana yang telah memperoleh keputusan hukum tetap; atau
c. TKA atau Bank tidak memenuhi kewajiban sebagaimana diatur
dalam POJK Pemanfaatan TKA setelah persetujuan diberikan
oleh Otoritas Jasa Keuangan.
9. Dalam hal diperlukan, Bank dapat mengajukan permohonan kepada
Otoritas Jasa Keuangan untuk meminta pengecualian atas
pemanfaatan TKA di luar bidang tugas yang telah ditetapkan dalam
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan dan/atau meminta
pengecualian atas jabatan tertentu selain jabatan yang telah
ditetapkan dalam POJK Pemanfaatan TKA.
10. Otoritas Jasa Keuangan akan mempertimbangkan permohonan
sebagaimana dimaksud dalam angka 9 dengan memperhatikan,
antara lain:
a. kebutuhan Bank;
b. ketersediaan dan kemampuan Tenaga Kerja Indonesia;
c. pemenuhan kriteria yang dipersyaratkan dalam POJK
Pemanfaatan TKA;
d. upaya-upaya yang telah dilakukan oleh Bank dalam mencari
Tenaga Kerja Indonesia untuk memenuhi kebutuhan tersebut;
dan/atau
e. upaya-upaya Bank dalam meningkatkan kemampuan dan
keahlian Tenaga Kerja Indonesia di internal Bank, termasuk
misalnya program peningkatan kemampuan sumber daya
manusia dalam bentuk pengiriman Tenaga Kerja Indonesia
- 10 -
untuk ditempatkan di kantor pusat atau kantor cabang Bank
atau kelompok usahanya di luar negeri.
11. Salah satu kriteria yang dipersyaratkan dalam POJK Pemanfaatan
TKA sebagaimana dimaksud dalam butir 10.c. antara lain dalam hal
TKA tidak dimanfaatkan maka Bank akan menghadapi risiko
kerugian yang cukup signifikan atau berkurangnya potensi
keuntungan baik secara finansial maupun non-finansial. Hal ini
dapat terjadi misalnya dalam penggunaan TKA sebagai Tenaga Ahli
untuk mengatasi kerusakan sarana teknologi sistem informasi Bank
karena Tenaga Ahli dimaksud tidak tersedia di Indonesia. Sementara
dalam hal kerusakan tidak segera diatasi, Bank akan menghadapi
risiko kerugian yang cukup signifikan baik secara finansial maupun
non-finansial, seperti berkurangnya jumlah nasabah atau hilangnya
kepercayaan nasabah karena teknologi sistem informasi yang sering
bermasalah.
12. Jangka waktu pemanfaatan TKA untuk jabatan tertentu selain
jabatan yang telah ditetapkan dalam POJK Pemanfaatan TKA,
sebagaimana dimaksud dalam angka 9 adalah paling lama 1 (satu)
tahun.
Jangka waktu tersebut dapat diperpanjang paling banyak 2 (dua)
kali, masing-masing paling lama 1 (satu) tahun. Dalam hal ini, Bank
harus menyampaikan permohonan terlebih dahulu kepada Otoritas
Jasa Keuangan untuk memperoleh persetujuan perpanjangan. Dalam
hal Bank telah merencanakan sejak awal untuk memanfaatkan TKA
melebihi jangka waktu 1 (satu) tahun, pada saat Bank
menyampaikan permohonan pengecualian atas jabatan tertentu
dimaksud, dapat disertai pula dengan permohonan persetujuan
untuk perpanjangan yang pertama kalinya paling lama 1 (satu)
tahun.
Ketentuan tersebut tidak meniadakan kewajiban Bank untuk tetap
memenuhi tata cara dan prosedur perizinan sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan yang diatur oleh instansi yang
menangani bidang ketenagakerjaan serta instansi terkait lain.
13. Permohonan pengecualian pemanfaatan TKA sesuai bidang tugas
sebagaimana dimaksud dalam angka 9 dan jangka waktu
pemanfaatan TKA sebagaimana dimaksud dalam angka 12 diajukan
oleh Bank kepada Otoritas Jasa Keuangan yang ditujukan kepada:
- 11 -
a. Departemen Pengawasan Bank terkait atau Departemen
Perbankan Syariah, bagi Bank yang berkantor pusat atau kantor
cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri yang berada
di wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; atau
b. Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor Otoritas
Jasa Keuangan setempat sesuai wilayah tempat kedudukan
kantor pusat Bank.
14. Permohonan pengecualian pemanfaatan TKA sesuai bidang tugas
sebagaimana dimaksud dalam angka 9 dilampiri dengan dokumen
administrasi sebagai berikut:
a. alasan permohonan pengecualian dan/atau perpanjangan;
b. bagi Pejabat Eksekutif, dokumen sebagaimana dipersyaratkan
dalam butir 3.b.1); dan/atau
c.
bagi Tenaga Ahli atau Konsultan, dokumen sebagaimana
dipersyaratkan dalam butir 3.c.1).
IV. PELAKSANAAN PROGRAM ALIH PENGETAHUAN (TRANSFER OF
KNOWLEDGE)
1. Sesuai dengan POJK Pemanfaatan TKA, Bank yang menggunakan
TKA sebagai Pejabat Eksekutif, Tenaga Ahli atau Konsultan,
dan/atau jabatan lain berdasarkan persetujuan Otoritas Jasa
Keuangan, wajib menunjuk paling sedikit 2 (dua) orang Tenaga Kerja
Indonesia sebagai tenaga pendamping selama menjalankan tugas,
melakukan pendidikan dan pelatihan kerja bagi tenaga pendamping
sesuai dengan kualifikasi jabatan yang diduduki oleh TKA, dan
menjamin terlaksananya pelatihan atau pengajaran oleh TKA
terutama kepada pegawai Bank. Selain kepada pegawai Bank,
pelatihan dan pengajaran juga dapat dilakukan kepada pelajar,
mahasiswa, dan/atau masyarakat umum.
2. Pelaksanaan alih pengetahuan (transfer of knowledge) dilakukan
melalui pelatihan atau pengajaran oleh TKA terutama kepada
pegawai Bank. Pelaksanaan pelatihan atau pengajaran dapat
dilakukan melalui seminar, pelatihan (training), kursus pendek,
perkuliahan, atau program alih pengetahuan (transfer of knowledge)
lain melalui tatap muka secara langsung dengan peserta pelatihan
atau pengajaran. Pelatihan atau pengajaran dapat diselenggarakan
oleh pihak intern maupun pihak ekstern Bank.
- 12 -
Pelaksanaan kegiatan pelatihan atau pengajaran dilaporkan dalam
Laporan Realisasi Rencana Bisnis Bank yang paling sedikit meliputi:
a. nama TKA;
b. waktu dan lokasi pelaksanaan kegiatan;
c. jumlah peserta;
d. jangka waktu kegiatan;
e. materi kegiatan; dan
f.
foto kegiatan.
Untuk keperluan pemeriksaan oleh Otoritas Jasa Keuangan, Bank
harus menatausahakan dokumen terkait dengan pelatihan tersebut,
termasuk mengenai hardcopy dan softcopy materi pelatihan, foto-foto
kegiatan, daftar hadir peserta, dan informasi atau bukti pendukung
lain mengenai realisasi kegiatan pelatihan.
3. Bank harus memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan
terkait pengembangan sumber daya manusia di bidang perbankan.
Pemenuhan ketentuan tersebut dapat menjadi salah satu
pertimbangan Otoritas Jasa Keuangan dalam memberikan
persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 16
POJK Pemanfaatan TKA.
V. PENUTUP
Pada saat Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku, Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 9/27/DPNP perihal Pelaksanaan
Pemanfaatan Tenaga Kerja Asing dan Program Alih Pengetahuan di Sektor
Perbankan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
- 13 -
Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku
pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 19 Juli 2017
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN
OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
NELSON TAMPUBOLON
Salinan ini sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 42/SEOJK.03/2017 </reg_id>
<reg_title> PEMANFAATAN TENAGA KERJA ASING DAN PROGRAM ALIH PENGETAHUAN DI SEKTOR PERBANKAN </reg_title>
<set_date> 19 Juli 2017 </set_date>
<effective_date> 19 Juli 2017 </effective_date>
<replaced_reg> '9/27/DPNP|SE-BI' </replaced_reg>
<related_reg> '37/POJK.03/2017' </related_reg>
|
Yth.
Direksi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 46 /SEOJK.03/2016
TENTANG
BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH
Sehubungan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 3/POJK.03/2016 tentang Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 15 Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5839), yang selanjutnya disebut POJK BPRS, perlu
untuk mengatur pelaksanaan POJK BPRS dalam Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
1. Pengajuan permohonan izin, pengajuan rencana dan/atau
penyampaian laporan kepada Dewan Komisioner Otoritas Jasa
Keuangan dan/atau Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana diatur
dalam POJK BPRS menggunakan format lampiran yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan
ini.
2. Dalam hal format permohonan izin, pengajuan rencana dan/atau
penyampaian laporan tidak diatur secara khusus dalam Surat Edaran
Otoritas Jasa Keuangan ini maka format tersebut diserahkan kepada
masing-masing Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS).
3. Pengaturan mengenai kegiatan layanan dengan menggunakan kartu
Automated Teller Machine (ATM) dan/atau kartu debet selain mengacu
pada POJK BPRS, tunduk pada Peraturan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai penyelenggaraan kegiatan alat pembayaran
dengan menggunakan kartu dan peraturan pelaksanaannya.
-2-
II. PENDIRIAN
1. Pemenuhan persyaratan modal disetor minimum untuk pendirian
BPRS, diatur berdasarkan tempat kedudukan BPRS yang dibagi dalam
4 (empat) zona yaitu:
a. Zona 1 dengan modal disetor minimum Rp12.000.000.000,00
(dua belas miliar rupiah);
b. Zona 2 dengan modal disetor minimum Rp7.000.000.000,00
(tujuh miliar rupiah);
c. Zona 3 dengan modal disetor minimum Rp5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah); dan
d. Zona 4 dengan modal disetor minimum Rp3.500.000.000,00 (tiga
miliar lima ratus juta rupiah).
Daftar nama kabupaten atau kota pada zona 1 sampai dengan zona 4
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.
2. Dengan pertimbangan tertentu, Otoritas Jasa Keuangan berwenang
menetapkan jumlah modal disetor di atas jumlah minimum
sebagaimana dimaksud pada angka 1.
Penetapan jumlah modal disetor yang lebih tinggi didasarkan pada
pertimbangan antara lain kelangsungan pengembangan kegiatan
usaha BPRS ke depan sehingga dapat beroperasi secara
berkesinambungan. Kelangsungan pengembangan kegiatan usaha
BPRS ke depan dimaksud antara lain ditetapkan berdasarkan
penilaian terhadap perkembangan dan kemajuan daerah, potensi
ekonomi, perkembangan harga barang dan jasa, jumlah dan tingkat
persaingan antara lembaga keuangan bank dan non bank, jumlah
penduduk, dan luas wilayah.
Contoh:
Calon pemegang saham berencana mendirikan sebuah BPRS yang
berlokasi di zona 2 dengan persyaratan modal disetor minimum
sebesar Rp7.000.000.000,00 (tujuh miliar rupiah). Dengan
mempertimbangkan kondisi kelangsungan dan pengembangan
kegiatan usaha BPRS di wilayah pendirian BPRS, Otoritas Jasa
Keuangan berwenang menetapkan persyaratan jumlah modal disetor
lebih tinggi dari Rp7.000.000.000,00 (tujuh miliar rupiah).
3. Atas inisiatif calon pemegang saham, penyetoran modal dapat
dilakukan melebihi jumlah modal disetor minimum sebagaimana
dimaksud pada angka 1 dan angka 2.
-3-
4. Dalam hal terjadi pemekaran wilayah, persyaratan modal disetor
minimum untuk mendirikan BPRS mengacu pada jumlah modal
disetor minimum pada zona asal sebelum terjadi pemekaran wilayah.
Contoh:
Sesuai Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan yang berlaku,
Kabupaten A merupakan salah satu kabupaten atau kota yang berada
di zona 3 dengan modal disetor minimum sebesar Rp5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah). Seiring dengan perkembangan dan potensi
ekonomi Kabupaten A, dengan mengacu pada undang-undang
mengenai pemerintahan daerah, Kabupaten A dipisahkan menjadi 2
(dua) kabupaten yaitu Kabupaten A dan Kabupaten B. Mengingat
Kabupaten B merupakan kabupaten baru sehingga belum tercantum
dalam salah satu daftar zona pada Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan, setiap pendirian BPRS di wilayah Kabupaten B mengacu
pada jumlah modal disetor minimum Kabupaten A sebesar
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
5. Dalam hal terdapat kabupaten atau kota yang bukan berasal dari hasil
pemekaran wilayah dan belum tercantum dalam daftar nama
kabupaten atau kota sesuai zona sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran I, jumlah modal disetor minimum pada kabupaten atau kota
tersebut adalah sebesar jumlah modal disetor minimum pada zona
kabupaten atau kota terdekat dengan persyaratan modal disetor
minimum yang terbesar.
6. Kantor pusat BPRS yang akan berpindah ke zona yang memiliki
persyaratan modal disetor pendirian BPRS yang lebih tinggi dari zona
kantor pusat BPRS semula, harus memenuhi persyaratan modal
disetor pendirian BPRS di zona lokasi pemindahan alamat kantor
pusat BPRS.
Contoh:
BPRS A semula berkantor pusat di Kabupaten Bekasi yang termasuk
dalam zona 2 dan memiliki persyaratan modal disetor dalam rangka
pendirian BPRS sebesar Rp7.000.000.000,00 (tujuh miliar rupiah).
Apabila BPRS A akan memindahkan kantor pusatnya ke Kota Bandung
yang termasuk dalam zona 1, BPRS A wajib menambah modal disetor
menjadi paling sedikit sebesar Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar
rupiah) sesuai dengan persyaratan modal disetor dalam rangka
pendirian BPRS di zona 1.
-4-
III. PERIZINAN
1. Persetujuan Prinsip
a. Permohonan untuk mendapatkan persetujuan prinsip dalam
rangka pendirian BPRS disampaikan secara tertulis kepada
Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan u.p. Departemen
Perbankan Syariah dengan tembusan kepada Kantor Regional
atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan sesuai lokasi tempat
kedudukan BPRS dengan menggunakan format surat
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.1, disertai dengan
dokumen pendukung.
b. Permohonan untuk mendapatkan persetujuan prinsip
sebagaimana dimaksud pada huruf a, diajukan paling sedikit oleh
salah satu calon Pemegang Saham Pengendali (PSP), yang
memiliki saham paling sedikit 25% (dua puluh lima persen),
disertai dengan:
1) Rancangan akta pendirian badan hukum Perseroan Terbatas
(PT), termasuk rancangan anggaran dasar yang paling sedikit
memuat:
a) nama dan tempat kedudukan;
b) kegiatan usaha sebagai BPRS;
c) permodalan, antara lain mencantumkan klausula
bahwa setiap penambahan modal disetor harus dengan
persetujuan Otoritas Jasa Keuangan;
d) kepemilikan, antara lain mencantumkan klausula
bahwa setiap perubahan kepemilikan BPRS yang
mengakibatkan perubahan dan/atau terdapat PSP baru
antara lain meliputi:
i. penggantian pemegang saham;
ii. penambahan pemegang saham baru; dan/atau
iii. perubahan komposisi jumlah kepemilikan saham
diantara para pemegang saham lama tanpa
penggantian maupun penambahan pemegang
saham baru,
harus mendapat persetujuan Otoritas Jasa Keuangan;
e) ketentuan mengenai pengangkatan, penggantian
anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan anggota
-5-
Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang berlaku efektif
setelah mendapat persetujuan Otoritas Jasa Keuangan;
f)
ketentuan mengenai pemberhentian, pengunduran diri
anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan anggota
DPS yang berlaku efektif setelah mendapat penegasan
Otoritas Jasa Keuangan;
g) ketentuan mengenai jumlah, tugas, kewenangan,
tanggung jawab, dan hal-hal lain yang terkait dengan
persyaratan anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris,
dan anggota DPS sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan dan peraturan perundang-undangan lain;
h) ketentuan mengenai Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS) yang menetapkan bahwa tugas manajemen,
remunerasi anggota Direksi dan anggota Dewan
Komisaris, laporan pertanggungjawaban tahunan,
penunjukan dan biaya jasa akuntan publik,
penggunaan laba, dan hal-hal lain sesuai dengan
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan dan peraturan
perundang-undangan lain; dan
i)
ketentuan mengenai RUPS yang harus dipimpin oleh
Presiden Komisaris atau Komisaris Utama. Dalam hal
Komisaris Utama berhalangan maka RUPS dapat
dipimpin oleh anggota Dewan Komisaris lainnya;
2) daftar calon pemegang saham berikut rincian besarnya
masing-masing kepemilikan saham:
a) dalam hal calon pemegang saham adalah perorangan
maka harus dilampiri dokumen sebagai berikut:
i. pasfoto terakhir ukuran 4 x 6 cm;
ii. fotokopi tanda pengenal berupa Kartu Tanda
Penduduk (KTP);
iii. daftar riwayat hidup;
iv. surat pernyataan pribadi yang menyatakan tidak
pernah dihukum karena terbukti melakukan
tindak pidana berupa:
(i) tindak pidana di sektor jasa keuangan yang
pidananya telah selesai dijalani dalam waktu
-6-
20 (dua puluh) tahun terakhir sebelum
dicalonkan;
(ii) tindak pidana kejahatan yaitu tindak pidana
yang tercantum dalam Kitab Undang-undang
Hukum Pidana (KUHP) dan/atau yang sejenis
KUHP di luar negeri dengan ancaman
hukuman pidana penjara 1 (satu) tahun atau
lebih yang pidananya telah selesai dijalani
dalam waktu 10 (sepuluh) tahun terakhir
sebelum dicalonkan; dan/atau
(iii) tindak pidana lainnya dengan ancaman
hukuman pidana penjara 1 (satu) tahun atau
lebih, antara lain korupsi, pencucian uang,
narkotika/psikotropika,
kepabeanan, cukai, perdagangan orang,
perdagangan senjata gelap, terorisme,
pemalsuan uang, di bidang perpajakan, di
bidang kehutanan, di bidang lingkungan
hidup, di bidang kelautan, dan perikanan,
yang pidananya telah selesai dijalani dalam
waktu 20 (dua puluh) tahun terakhir sebelum
dicalonkan;
v. surat pernyataan pribadi bermeterai cukup yang
menyatakan bersedia untuk melakukan
penambahan permodalan, apabila menurut
penilaian Otoritas Jasa Keuangan diperlukan;
vi. Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak
masing-masing calon pemegang saham;
vii. dalam hal calon pemegang saham perorangan
sebagai PSP, harus dilampiri tambahan dokumen
surat pernyataan pribadi yang menyatakan sebagai
berikut:
(a) berkomitmen untuk mematuhi ketentuan dan
peraturan perundang–undangan khususnya
di bidang perbankan dan perbankan syariah
serta bersedia mendukung kebijakan OJK;
penyelundupan,
-7-
(b) yang bersangkutan tidak pernah dinyatakan
pailit dan/atau tidak pernah menjadi
pemegang saham, pengendali, anggota
Direksi, atau anggota Dewan Komisaris yang
dinyatakan bersalah menyebabkan suatu
perseroan dinyatakan pailit dalam jangka
waktu 5 (lima) tahun terakhir sebelum
dicalonkan;
(c) tidak sedang dilarang untuk menjadi Pihak
Utama yang antara lain tidak tercantum
dalam Daftar Tidak Lulus (DTL);
(d) tidak melakukan pengalihan kepemilikan
saham BPRS dalam jangka waktu tertentu,
kecuali berdasarkan persetujuan Otoritas
Jasa Keuangan;
(e) tidak sedang menjalani proses hukum, tidak
sedang
dalam
proses uji/penilaian
kemampuan dan kepatutan, dan/atau tidak
sedang menjalani proses penilaian kembali
karena terdapat indikasi permasalahan
integritas, kelayakan/reputasi keuangan
dan/atau kompetensi pada suatu Lembaga
Jasa Keuangan (LJK);
(f) berkomitmen terhadap pengembangan BPRS
yang sehat;
(g) tidak akan melakukan dan/atau mengulangi
perbuatan dan/atau tindakan yang
menyebabkan yang bersangkutan termasuk
sebagai pihak yang dilarang untuk menjadi
Pihak Utama (bagi calon yang pernah dilarang
sebagai Pihak Utama);
(h) bukan merupakan pengendali, anggota
Direksi, atau anggota Dewan Komisaris dari
badan
hukum
yang
kredit/pembiayaan macet dan/atau hutang
jatuh tempo dan bermasalah;
mempunyai
-8-
(i) berkomitmen untuk melakukan upaya-upaya
yang diperlukan apabila BPRS menghadapi
kesulitan permodalan maupun likuiditas
dalam menjalankan kegiatan usahanya;
(j) tidak memiliki kredit/pembiayaan macet
dan/atau hutang jatuh tempo dan
bermasalah; dan
(k) daftar kekayaan dan sumber pendapatan
serta jumlah hutang yang dimiliki sesuai
dengan laporan pajak tahun terakhir;
viii. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak calon pemegang
saham;
ix. komitmen tertulis masing-masing calon pemegang
saham yang menyatakan bahwa yang
bersangkutan bersedia untuk:
(a) tidak melakukan kegiatan-kegiatan tertentu
yang diperkirakan memperburuk kondisi
keuangan dan non keuangan BPRS;
(b) tidak menerima penyediaan dana dan/atau
fasilitas yang tidak wajar dari BPRS; dan
(c) melaksanakan arah dan strategi
pengembangan BPRS yang sehat, yang
mengutamakan pembiayaan kepada usaha
mikro dan usaha kecil yang produktif untuk
masyarakat setempat;
b) dalam hal calon pemegang saham adalah badan hukum
harus dilampiri dokumen sebagai berikut:
i. akta pendirian badan hukum, yang memuat
anggaran dasar berikut perubahannya yang telah
mendapat pengesahan dari instansi berwenang;
ii. dokumen sebagaimana dimaksud pada butir a) i.
sampai dengan butir a) iv. dari:
(a) masing-masing anggota Direksi atau anggota
Dewan Komisaris, bagi badan hukum
Perseroan Terbatas; atau
(b) masing-masing anggota pengurus bagi badan
hukum selain Perseroan Terbatas;
-9-
iii. surat pernyataan badan hukum bermeterai cukup
yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang
mewakili sesuai dengan anggaran dasar badan
hukum, yang menyatakan tidak pernah dihukum
karena terbukti melakukan tindak pidana berupa:
(a) tindak pidana di Sektor Jasa Keuangan yang
pidananya telah selesai dijalani dalam waktu
20 (dua puluh) tahun terakhir sebelum
dicalonkan;
(b) tindak pidana kejahatan yaitu tindak pidana
yang tercantum dalam Kitab Undang-undang
Hukum Pidana (KUHP) dan/atau yang sejenis
KUHP di luar negeri dengan ancaman
hukuman pidana penjara 1 (satu) tahun atau
lebih yang pidananya telah selesai dijalani
dalam waktu 10 (sepuluh) tahun terakhir
sebelum dicalonkan; dan/atau
(c)
tindak pidana lainnya dengan ancaman
hukuman pidana penjara 1 (satu) tahun atau
lebih, antara lain korupsi, pencucian uang,
narkotika/psikotropika, penyelundupan,
kepabeanan, cukai, perdagangan orang,
perdagangan senjata gelap, terorisme,
pemalsuan uang, di bidang perpajakan, di
bidang kehutanan, di bidang lingkungan
hidup, di bidang kelautan, dan perikanan,
yang pidananya telah selesai dijalani dalam
waktu 20 (dua puluh) tahun terakhir sebelum
dicalonkan;
iv. daftar pemegang saham serta jumlah dan nilai
saham yang dimiliki masing-masing pemegang
saham;
v. laporan keuangan 2 (dua) tahun terakhir sebelum
tanggal surat permohonan yang meliputi neraca,
laba-rugi, laporan arus kas, laporan perubahan
ekuitas, dan catatan atas laporan keuangan;
-10-
vi. laporan keuangan yang telah diaudit oleh
Akuntan Publik dengan posisi paling lambat pada
akhir tahun sebelum tanggal surat permohonan
persetujuan prinsip, bagi badan hukum yang
mempunyai
penyertaan
sebesar
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) atau
lebih;
vii. surat pernyataan badan hukum bermeterai cukup
yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang
mewakili sesuai dengan anggaran dasar badan
hukum, yang menyatakan bersedia untuk
melakukan penambahan permodalan, apabila
menurut penilaian Otoritas Jasa Keuangan
diperlukan;
viii. dalam hal calon PSP berbentuk badan hukum
maka harus dilampiri tambahan dokumen sebagai
berikut:
(a) surat pernyataan badan hukum bermeterai
cukup yang ditandatangani oleh pejabat yang
berwenang mewakili sesuai dengan anggaran
dasar badan hukum yang paling sedikit
memuat:
(i) berkomitmen untuk mematuhi ketentuan
dan peraturan perundang-undangan
khususnya di bidang perbankan dan
perbankan syariah
serta bersedia
mendukung kebijakan OJK;
(ii) berkomitmen untuk melakukan upaya-
upaya yang diperlukan apabila BPRS
menghadapi kesulitan
permodalan
maupun likuiditas dalam menjalankan
kegiatan usahanya;
(iii) tidak sedang dilarang untuk menjadi
Pihak Utama yang antara lain tidak
tercantum dalam DTL;
(iv) tidak pernah dinyatakan pailit dan/atau
tidak pernah menjadi pemegang saham
-11-
atau pengendali yang dinyatakan
bersalah menyebabkan suatu perseroan
dinyatakan pailit dalam waktu 5 (lima)
tahun terakhir sebelum dicalonkan;
(v) tidak melakukan pengalihan kepemilikan
saham pada BPRS dalam jangka waktu
tertentu,
kecuali
berdasarkan
persetujuan Otoritas Jasa Keuangan;
(vi) tidak memiliki kredit/pembiayaan macet
dan/atau hutang jatuh tempo dan
bermasalah;
(vii) tidak sedang menjalani proses hukum,
tidak sedang dalam proses uji/penilaian
kemampuan dan kepatutan, dan/atau
tidak sedang menjalani proses penilaian
kembali karena terdapat indikasi
permasalahan
integritas,
kelayakan/reputasi keuangan dan/atau
kompetensi pada suatu LJK;
(viii) berkomitmen terhadap pengembangan
operasional BPRS yang sehat;
(ix) bukan merupakan pengendali dari badan
hukum
yang
mempunyai
kredit/pembiayaan macet dan/atau
hutang jatuh tempo dan bermasalah;
(x) tidak akan melakukan dan/atau
mengulangi perbuatan dan/atau
tindakan yang menyebabkan yang
bersangkutan termasuk sebagai pihak
yang dilarang untuk menjadi Pihak
Utama (bagi calon yang pernah dilarang
sebagai Pihak Utama);
(xi) melaksanakan arah dan strategi
pengembangan BPRS yang sehat, yang
mengutamakan pembiayaan kepada
usaha mikro dan usaha kecil yang
produktif untuk masyarakat setempat;
-12-
(b) analisis kemampuan keuangan calon PSP saat
ini beserta proyeksinya paling kurang untuk
jangka waktu 3 (tiga) tahun ke depan yang
disusun oleh konsultan independen;
(c) rencana bisnis yang dibuat oleh calon PSP
terhadap pengembangan BPRS paling kurang
untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun ke depan.
(d) surat pernyataan bermeterai cukup dari
masing-masing anggota Direksi dan
masing-masing anggota Dewan Komisaris bagi
badan hukum perseroan terbatas atau
pengurus badan hukum selain perseroan
terbatas sesuai peraturan perundang-
undangan, yang paling sedikit memuat bahwa
yang bersangkutan:
(i)
berkomitmen
ketentuan peraturan
untuk mematuhi
perundang–
undangan khususnya di bidang
perbankan dan perbankan syariah serta
bersedia mendukung kebijakan OJK;
(ii)
tidak sedang dilarang untuk menjadi
Pihak Utama yang antara lain tidak
tercantum dalam DTL;
(iii)
tidak pernah dinyatakan pailit dan/atau
tidak pernah menjadi pemegang saham,
pengendali, anggota Direksi atau
anggota Dewan Komisaris yang
dinyatakan bersalah menyebabkan
suatu perseroan dinyatakan pailit
dalam waktu 5 (lima) tahun terakhir
sebelum
tanggal
permohonan;
(iv)
tidak memiliki kredit dan/atau
pembiayaan macet;
(v) bukan merupakan pengendali, anggota
Direksi, atau anggota Dewan Komisaris
pengajuan
-13-
dari badan hukum yang mempunyai
kredit dan/atau pembiayaan macet;
(vi)
tidak sedang menjalani proses hukum,
tidak sedang dalam proses uji/penilaian
kemampuan dan kepatutan, dan/atau
tidak sedang menjalani proses penilaian
kembali karena terdapat indikasi
permasalahan
integritas,
kelayakan/reputasi keuangan dan/atau
kompetensi pada suatu LJK;
(vii) berkomitmen terhadap pengembangan
operasional BPRS yang sehat;
(e) surat pernyataan bermeterai cukup dari
ultimate shareholders, yaitu:
(i)
dalam hal ultimate shareholders adalah
perorangan,
surat pernyataan
sebagaimana dimaksud pada butir (a) (i)
sampai dengan butir (a) (xi);
(ii) dalam hal ultimate shareholders yang
ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan
adalah badan hukum selain Pemerintah
Daerah maka surat pernyataan
sebagaimana dimaksud pada butir (a) (i)
sampai dengan butir (a)
ditandatangani oleh pejabat yang
berwenang mewakili badan hukum
sesuai dengan anggaran dasarnya;
(f) komitmen tertulis badan hukum yang
ditandatangani oleh pejabat yang berwenang
mewakili sesuai dengan anggaran dasar badan
hukum yang paling sedikit memuat komitmen
untuk:
(i) tidak melakukan kegiatan yang dapat
memperburuk kondisi keuangan dan non
keuangan BPRS;
(xi),
-14-
(ii) tidak menerima penyediaan dana
dan/atau fasilitas yang tidak wajar dari
BPRS;
(g) komitmen tertulis dari ultimate shareholders
untuk melaksanakan rencana strategi dan
arah pengembangan BPRS yang sehat, yang
mengutamakan pembiayaan kepada usaha
mikro dan usaha kecil yang produktif untuk
masyarakat setempat;
(h) seluruh struktur kelompok usaha yang terkait
dengan BPRS dan badan hukum sebagai calon
PSP BPRS sampai dengan ultimate
shareholders, kecuali bagi Pemerintah Daerah.
Yang dimaksud dengan struktur kelompok
usaha BPRS, paling sedikit terdiri atas:
(i) struktur kelompok usaha BPRS, yang
disajikan mulai dari BPRS, perusahaan
anak di bidang keuangan, perusahaan
terkait di bidang keuangan, perusahaan
induk di bidang keuangan, dan/atau
perusahaan induk sampai dengan
ultimate shareholders; dan
(ii) struktur keterkaitan kepengurusan
dalam kelompok usaha BPRS;
(i) surat pernyataan bermeterai cukup bahwa
pengurus badan hukum telah menyampaikan
informasi secara benar dan lengkap mengenai
struktur kelompok usaha BPRS sampai
dengan ultimate shareholders;
(j) bersedia untuk memberikan data dan
informasi yang terkait dengan struktur
kelompok usaha kepada Otoritas Jasa
Keuangan dalam rangka pengawasan.
-15-
c) dalam hal calon pemegang saham adalah pemerintah
daerah, harus dilampiri dokumen sebagai berikut:
i. surat keterangan yang mencantumkan nama
pejabat yang berwenang mewakili pemerintah
daerah;
ii. dokumen dari pejabat yang berwenang mewakili
pemerintah daerah, berupa:
(a) pasfoto terakhir ukuran 4 x 6 cm;
(b) fotokopi tanda pengenal berupa KTP;
iii. surat keterangan atau dokumen yang menjelaskan
mengenai sumber dana setoran modal dalam
rangka pendirian BPRS; dan
iv. dalam hal calon pemegang saham pemerintah
daerah sebagai PSP, harus dilampiri tambahan
dokumen yaitu surat pernyataan dari pejabat yang
berwenang yang menyatakan bahwa pemerintah
daerah bersedia:
(a) untuk mengatasi kesulitan permodalan
maupun likuiditas yang dihadapi BPRS dalam
menjalankan kegiatan usahanya; dan
(b) melaksanakan rencana strategi dan arah
pengembangan BPRS yang sehat, yang
mengutamakan pembiayaan kepada usaha
mikro dan usaha kecil yang produktif untuk
masyarakat setempat;
3) daftar calon anggota Direksi, calon anggota Dewan
Komisaris, dan calon anggota DPS disertai dengan dokumen
sebagai berikut:
a)
b) pasfoto terakhir ukuran 4 x 6 cm;
c)
d) daftar riwayat hidup;
e)
daftar susunan calon anggota Direksi, calon anggota
Dewan Komisaris, dan calon anggota DPS;
fotokopi tanda pengenal berupa KTP;
daftar hubungan keluarga sampai dengan derajat kedua
atau semenda (khusus bagi calon anggota Direksi dan
calon anggota Dewan Komisaris);
-16-
f)
contoh tanda tangan dan paraf (khusus bagi calon
anggota Direksi dan calon anggota Dewan Komisaris);
g) surat pernyataan bermeterai cukup dari masing-masing
calon anggota Direksi, calon anggota Dewan Komisaris,
dan calon anggota DPS yang menyatakan bahwa yang
bersangkutan:
i. berkomitmen untuk mematuhi ketentuan dan
peraturan perundang-undangan khususnya di
bidang perbankan dan perbankan syariah serta
bersedia mendukung kebijakan OJK;
ii. berkomitmen untuk memiliki sertifikat kompetensi
kerja yang masih berlaku dari Lembaga Sertifikasi
Profesi, bagi calon anggota Direksi dan calon
anggota Dewan Komisaris, paling lambat 2 (dua)
tahun sejak tanggal pengangkatan efektif;
iii. tidak pernah dihukum karena terbukti melakukan
Tindak Pidana berupa;
(a) tindak pidana di Sektor Jasa Keuangan yang
pidananya telah selesai dijalani dalam waktu 20
(dua puluh) tahun terakhir sebelum
dicalonkan;
(b) tindak pidana kejahatan yaitu tindak pidana
yang tercantum dalam Kitab Undang-undang
Hukum Pidana (KUHP) dan/atau yang sejenis
KUHP di luar negeri dengan ancaman hukuman
pidana penjara 1 (satu) tahun atau lebih yang
pidananya telah selesai dijalani dalam waktu 10
(sepuluh) tahun terakhir sebelum dicalonkan;
dan/atau
(c) tindak pidana lainnya dengan ancaman
hukuman pidana penjara 1 (satu) tahun atau
lebih, antara lain korupsi, pencucian uang,
narkotika/psikotropika,
penyelundupan,
kepabeanan, cukai, perdagangan orang,
perdagangan senjata gelap, terorisme,
pemalsuan uang, di bidang perpajakan, di
bidang kehutanan, di bidang lingkungan hidup,
-17-
di bidang kelautan, dan perikanan, yang
pidananya telah selesai dijalani dalam waktu 20
(dua puluh) tahun terakhir sebelum
dicalonkan.
iv. tidak sedang dilarang untuk menjadi Pihak Utama
yang antara lain tidak tercantum dalam DTL;
v. tidak memiliki kredit dan/atau pembiayaan macet;
vi. bukan merupakan pengendali, anggota Direksi
atau anggota Dewan Komisaris, dari badan hukum
yang mempunyai kredit dan/atau pembiayaan
macet (khusus bagi calon anggota Direksi dan
calon anggota Dewan Komisaris);
vii. tidak pernah dinyatakan pailit dan/atau tidak
pernah menjadi pemegang saham, pengendali,
anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris
yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu
perseroan dinyatakan pailit dalam waktu 5 (lima)
tahun terakhir sebelum dicalonkan;
viii. tidak akan memberi kuasa umum yang
mengakibatkan pengalihan tugas dan wewenang
tanpa batas (khusus bagi calon anggota Direksi
dan calon anggota Dewan Komisaris);
ix. tidak sedang menjalani proses hukum, tidak
sedang dalam proses uji/penilaian kemampuan
dan kepatutan, dan/atau tidak sedang menjalani
proses penilaian kembali karena terdapat indikasi
permasalahan integritas, kelayakan/reputasi
keuangan dan/atau kompetensi pada suatu LJK
(khusus bagi calon anggota Direksi dan calon
anggota Dewan Komisaris);
x. berkomitmen terhadap pengembangan operasional
BPRS yang sehat;
xi. tidak akan melakukan dan/atau mengulangi
perbuatan dan/atau tindakan yang menyebabkan
yang bersangkutan termasuk sebagai pihak yang
dilarang untuk menjadi Pihak Utama (khusus bagi
calon anggota Direksi dan calon anggota Dewan
-18-
Komisaris yang pernah dilarang sebagai Pihak
Utama);
h) surat pernyataan dari masing-masing calon anggota
Direksi, calon anggota Dewan Komisaris, dan calon
anggota DPS bahwa yang bersangkutan tidak melanggar
ketentuan rangkap jabatan sebagai berikut:
i. anggota Direksi tidak merangkap jabatan sebagai
anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris,
anggota DPS atau Pejabat eksekutif pada lembaga
keuangan, badan usaha atau lembaga lain kecuali
sebagai pengurus organisasi/lembaga non profit
sepanjang tidak mengganggu pelaksanaan tugas
sebagai Direksi BPRS sebagaimana dimaksud
dalam pasal 28 ayat (3) POJK BPRS;
ii. anggota Dewan Komisaris tidak merangkap jabatan
sebagai:
(a) anggota Dewan Komisaris pada lebih dari 2
(dua) BPRS, atau 2 (dua) Bank Perkreditan
Rakyat, atau 1 (satu) BPRS dan 1 (satu) Bank
Perkreditan Rakyat; atau
(b) anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi,
dan/atau Pejabat Eksekutif pada lebih dari 2
(dua) lembaga/perusahaan lain non bank;
atau
(c) lebih dari 2 (dua) jabatan yang merupakan
kombinasi dari jabatan-jabatan pada huruf (a)
dan (b).
iii. anggota DPS tidak merangkap jabatan sebagai
anggota DPS pada lebih dari 4 (empat) lembaga
keuangan syariah lain;
i)
surat pernyataan bahwa mayoritas calon anggota
Direksi tidak memiliki hubungan keluarga atau
semenda sampai dengan derajat kedua dengan sesama
anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris;
-19-
j)
surat pernyataan bahwa calon anggota Dewan
Komisaris:
i. tidak memiliki hubungan keluarga atau semenda
sampai dengan derajat kedua dengan sesama
anggota Dewan Komisaris; dan/atau
ii. mayoritas anggota Dewan Komisaris tidak memiliki
hubungan keluarga atau semenda sampai dengan
derajat kedua dengan anggota Direksi;
k) fotokopi ijazah pendidikan terakhir paling rendah
diploma tiga atau sarjana muda yang dilegalisasi oleh
lembaga yang berwenang, bagi calon anggota Direksi;
l)
surat pernyataan bahwa calon anggota Dewan
Komisaris bersedia untuk mempresentasikan hasil
pengawasan terhadap BPRS apabila diminta oleh
Otoritas Jasa Keuangan;
m) surat keterangan/bukti tertulis bagi calon anggota
Direksi mengenai pengalaman operasional di bidang
perbankan dan pengetahuan di bidang perbankan
syariah paling singkat:
i. 2 (dua) tahun sebagai pejabat di bidang pendanaan
dan/atau pembiayaan di perbankan syariah;
ii. 2 (dua) tahun sebagai pejabat di bidang pendanaan
dan/atau perkreditan di perbankan konvensional
dan memiliki pengetahuan di bidang perbankan
syariah; atau
iii. 3 (tiga) tahun sebagai direksi atau setingkat dengan
direksi di lembaga keuangan mikro syariah.
n) surat keterangan/bukti tertulis mengenai pengetahuan
di bidang perbankan yang memadai dan relevan dengan
jabatannya dan/atau pengalaman di bidang perbankan
dan/atau lembaga keuangan non bank, bagi calon
anggota Dewan Komisaris;
o) surat keterangan atau sertifikat dari lembaga
pendidikan dan pelatihan dan/atau Dewan Syariah
Nasional-Majelis Ulama Indonesia mengenai pendidikan
dan/atau pelatihan di bidang syariah mu’amalah dan di
-20-
bidang perbankan dan/atau keuangan secara umum
yang pernah diikuti calon anggota DPS;
p) surat rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional-Majelis
Ulama Indonesia bagi calon anggota DPS yang belum
pernah memiliki surat rekomendasi dimaksud;
4) rencana struktur organisasi dan jumlah personalia antara
lain meliputi bagan organisasi, garis koordinasi dan garis
tanggung jawab horizontal dan vertikal, serta tingkatan
jabatan paling rendah sampai dengan Pejabat Eksekutif;
5)
analisis potensi dan kelayakan pendirian BPRS, yang
meliputi penilaian terhadap:
a) aspek pasar dan potensi ekonomi meliputi antara lain
target pasar penghimpunan dan penyaluran dana;
b) aspek strategi bisnis;
c) aspek organisasi dan infrastruktur meliputi antara lain
struktur organisasi dan personalia, serta sistem
teknologi dan informasi;
d) aspek modal atau sumber dana; dan
e) aspek keuangan meliputi antara lain kemampuan
keuangan dalam rangka memelihara solvabilitas dan
pertumbuhan BPRS;
6) rencana sistem dan prosedur kerja termasuk buku pedoman
(manual) yang lengkap dan komprehensif untuk digunakan
dalam kegiatan operasional BPRS;
7) rencana bisnis yang paling sedikit memuat:
a) rencana kegiatan usaha yang mencakup penghimpunan
dan penyaluran dana serta strategi pencapaiannya; dan
b) proyeksi neraca bulanan dan laporan laba rugi
kumulatif bulanan selama 12 (dua belas) bulan yang
dimulai sejak BPRS melakukan kegiatan operasional;
8) bukti setoran modal sebesar paling sedikit 50% (lima puluh
persen) dari modal disetor sebagaimana dimaksud pada butir
II.1., butir II.2., dan butir II.3., dalam bentuk fotokopi bilyet
deposito di Bank Umum Syariah dan/atau Unit Usaha
Syariah di Indonesia atas nama “Dewan Komisioner Otoritas
Jasa Keuangan q.q. (nama calon PSP BPRS)” dengan
keterangan untuk pendirian BPRS yang bersangkutan dan
-21-
pencairannya hanya dapat dilakukan setelah mendapatkan
persetujuan tertulis dari Otoritas Jasa Keuangan;
9) surat pernyataan dari calon pemegang saham, bahwa
setoran modal sebagaimana dimaksud pada angka 8):
a) tidak berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan
dalam bentuk apapun dari bank dan/atau pihak lain;
dan/atau
b) tidak berasal dari dan untuk pencucian uang.
Dalam hal calon pemegang saham BPRS adalah Pemerintah
Daerah, surat pernyataan dapat digantikan dengan Surat
Keputusan Kepala Daerah yang menyatakan bahwa sumber
dana setoran modal telah dianggarkan dalam APBD dan
telah disahkan oleh DPRD setempat;
10) Daftar BPRS dan/atau lembaga keuangan lain yang dimiliki
oleh calon PSP BPRS, disertai dengan laporan keuangan
pada setiap BPRS atau lembaga keuangan lain yang
menunjukkan bahwa BPRS dan/atau lembaga keuangan
lain yang dimiliki oleh calon PSP BPRS:
a) tidak dalam keadaaan rugi; dan
b) memiliki rasio permodalan, likuiditas, dan rentabilitas
yang sehat mengacu pada standar penilaian yang
berlaku bagi masing-masing lembaga keuangan
dimaksud;
11) dokumen rencana strategi dan arah pengembangan BPRS
selama paling singkat 3 (tiga) tahun ke depan sejak BPRS
beroperasi sebagai pedoman untuk pengembangan BPRS
yang sehat, yang mencakup juga pengembangan ekonomi
regional yang mengutamakan pembiayaan kepada usaha
mikro dan usaha kecil yang produktif dengan
mempertimbangkan potensi wilayah serta ditujukan untuk
masyarakat setempat;
12) bukti lunas pembayaran biaya perizinan dalam rangka
pendirian BPRS kepada Otoritas Jasa Keuangan;
c.
Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan
atas permohonan persetujuan prinsip yang diajukan
sebagaimana dimaksud pada huruf a paling lambat 40 (empat
-22-
puluh) hari kerja sejak permohonan berikut dokumen yang
dipersyaratkan diterima secara lengkap;
d. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan
atas permohonan persetujuan prinsip sebagaimana dimaksud
pada huruf c berdasarkan:
1) penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen;
2) penilaian terhadap analisis potensi dan kelayakan pendirian
BPRS;
3)
analisis yang mencakup antara lain tingkat kejenuhan
jumlah BPRS serta pemerataan pembangunan ekonomi
nasional;
4) penilaian terhadap komitmen calon pemilik BPRS dalam
pendirian BPRS;
5) penilaian terhadap:
a) hasil uji/penilaian kemampuan dan kepatutan terhadap
calon PSP, calon anggota Direksi, dan calon anggota
Dewan Komisaris sebagaimana diatur dalam ketentuan
mengenai uji/penilaian kemampuan dan kepatutan; dan
b) hasil wawancara terhadap calon anggota DPS;
6) pemeriksaan setoran modal; dan
7) penelitian terhadap kinerja keuangan BPRS dan/atau
lembaga keuangan lain yang berada dalam kepemilikan PSP
yang sama.
e.
Penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen
sebagaimana dimaksud pada butir d.1) mencakup:
1) kelengkapan isi dan format dokumen sesuai persyaratan
pengajuan permohonan persetujuan prinsip pendirian BPRS;
2) penelitian terhadap calon pemegang saham, calon anggota
Direksi, calon anggota Dewan Komisaris, dan calon anggota
DPS dalam Daftar Tidak Lulus dan Daftar Kredit Macet; dan
3) analisis potensi dan kelayakan pendirian BPRS.
f. Dalam hal dokumen permohonan persetujuan prinsip yang
disampaikan dinilai telah lengkap, Otoritas Jasa Keuangan
menyampaikan surat pemberitahuan kepada pemohon bahwa
dokumen permohonan pendirian BPRS telah lengkap sehingga
proses pemberian persetujuan atau penolakan persetujuan
-23-
prinsip mulai berjalan terhitung sejak tanggal surat
pemberitahuan tersebut.
g. Dalam hal dokumen permohonan persetujuan prinsip yang
disampaikan dinilai belum lengkap, Otoritas Jasa Keuangan
memberitahukan kepada pemohon untuk melengkapi
kekurangan dokumen paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja
sejak tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan.
h. Dalam hal pemohon tidak dapat melengkapi kekurangan
dokumen dalam batas waktu 20 (dua puluh) hari kerja
sebagaimana dimaksud pada huruf g, permohonan persetujuan
prinsip pendirian BPRS dinyatakan ditolak.
i. Dalam hal pemohon telah memenuhi kekurangan dokumen
dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada huruf g dan
berdasarkan penilaian Otoritas Jasa Keuangan dokumen yang
disampaikan pemohon telah lengkap, proses persetujuan atau
penolakan persetujuan prinsip mulai berjalan terhitung sejak
tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan.
j. Dalam rangka melakukan proses penilaian dan penelitian atas
kebenaran dokumen terkait proses sebagaimana dimaksud pada
huruf d, Otoritas Jasa Keuangan dapat meminta tambahan atau
perbaikan dokumen kepada pemohon terkait dengan proses
penilaian dan penelitian atas kebenaran dokumen.
k. Tambahan atau perbaikan dokumen sebagaimana dimaksud
pada huruf j disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling
lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal surat
pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan.
l. Dalam hal pemohon tidak dapat melengkapi kekurangan
dokumen dalam batas waktu 30 (tiga puluh) hari kerja
sebagaimana dimaksud pada huruf k maka permohonan
persetujuan prinsip dinyatakan ditolak.
m. Selain melakukan penelitian atas kelengkapan dan kebenaran
dokumen sebagaimana dimaksud pada butir d.1) sampai dengan
butir d.4), Otoritas Jasa Keuangan melakukan penelitian
terhadap kinerja keuangan BPRS dan/atau lembaga keuangan
lain yang berada dalam kepemilikan PSP yang sama.
-24-
n. Penelitian terhadap kinerja keuangan BPRS dan/atau lembaga
keuangan lain sebagaimana dimaksud pada huruf m antara lain
memenuhi kriteria:
1) tidak dalam keadaan rugi; dan
2) memiliki rasio permodalan, likuiditas, dan rentabilitas yang
sehat mengacu pada standar penilaian yang berlaku bagi
masing-masing lembaga keuangan dimaksud.
o. Calon Pemegang Saham yang mengajukan permohonan
persetujuan prinsip pendirian BPRS harus melakukan presentasi
dan memberikan penjelasan kepada Otoritas Jasa Keuangan
mengenai analisis potensi dan kelayakan pendirian BPRS,
rencana sistem dan prosedur kerja, dan rencana bisnis (business
plan). Yang dimaksud dengan “analisis potensi dan kelayakan
pendirian BPRS” termasuk rencana bisnis yang merupakan
rencana kegiatan usaha BPRS yang memuat paling sedikit:
1) tujuan dan alasan pendirian BPRS;
2) aspek modal atau sumber dana;
3) aspek pasar meliputi antara lain target pasar penghimpunan
dan penyaluran dana;
4) aspek organisasi dan infrastruktur meliputi antara lain
struktur organisasi dan personalia, serta sistem teknologi
dan informasi; dan
5) aspek keuangan meliputi antara lain kemampuan keuangan
dalam rangka memelihara solvabilitas dan pertumbuhan
BPRS.
p. Dalam hal permohonan persetujuan prinsip pendirian BPRS
ditolak, pemohon dapat mengajukan kembali permohonan
persetujuan prinsip pendirian BPRS dengan melakukan
pembayaran biaya perizinan.
q. Mekanisme pembayaran biaya perizinan dalam rangka pendirian
BPRS mengacu pada ketentuan mengenai tata cara pungutan
Otoritas Jasa Keuangan.
2.
Izin Usaha
a. Permohonan untuk mendapatkan izin usaha untuk melakukan
kegiatan usaha BPRS disampaikan secara tertulis oleh Direksi
BPRS kepada Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan u.p.
Kepala Departemen Perbankan Syariah dengan tembusan kepada
-25-
Kantor Regional atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan sesuai
lokasi pendirian BPRS dengan menggunakan format surat
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.2, disertai dengan
dokumen pendukung.
b. Permohonan untuk mendapatkan izin usaha BPRS sebagaimana
dimaksud pada huruf a, diajukan paling lambat 1 (satu) tahun
sejak tanggal persetujuan prinsip diberikan, disertai dengan:
1) akta pendirian badan hukum Perseroan Terbatas (PT), yang
memuat anggaran dasar badan hukum yang telah disahkan
oleh instansi yang berwenang;
2) data kepemilikan berupa daftar pemegang saham berikut
rincian besarnya masing-masing kepemilikan saham, yang
masing-masing disertai dengan dokumen sebagaimana
dimaksud pada butir III.1.b.2), dalam hal terjadi perubahan;
3) daftar susunan anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris,
dan anggota DPS disertai dengan dokumen sebagaimana
dimaksud pada butir III.1.b.3), dalam hal terjadi perubahan;
4) struktur organisasi dan jumlah personalia, analisis potensi
dan kelayakan pendirian BPRS, rencana sistem dan prosedur
kerja, serta rencana bisnis, sebagaimana dimaksud pada
butir III.1.b.4), butir III.1.b.5), butir III.1.b.6), dan butir
III.1.b.7), dalam hal terjadi perubahan;
5) bukti pelunasan modal disetor sebagaimana dimaksud pada
butir II.1., butir II.2., atau butir II.3., dalam bentuk fotokopi
bilyet deposito pada Bank Umum Syariah dan/atau Unit
Usaha Syariah di Indonesia atas nama “Dewan Komisioner
Otoritas Jasa Keuangan q.q. (nama calon PSP BPRS)” dengan
keterangan untuk pendirian BPRS yang bersangkutan dan
pencairannya hanya dapat dilakukan setelah mendapat
persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan;
6) rencana struktur organisasi termasuk susunan personalia
serta sistem dan prosedur kerja, paling sedikit meliputi:
a) manajemen sumber daya manusia antara lain mengenai
kebijakan tata tertib dan disiplin pegawai, kepangkatan,
remunerasi, promosi, kesejahteraan pegawai, pelatihan
dan pengembangan kompetensi;
-26-
b) uraian tugas dan tanggung jawab Direksi, Dewan
Komisaris, DPS, Pejabat Eksekutif, dan pegawai;
fungsi audit intern;
c)
d) pengelolaan kas;
e) penempatan dana dan pembiayaan;
f) penghimpunan dana;
g) pembukuan;
h) pengelolaan dan penyimpanan dokumen; dan
i)
pengelolaan teknologi informasi;
7) surat pernyataan dari pemegang saham, bahwa setoran
modal sebagaimana dimaksud pada angka 5):
a) tidak berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan
dalam bentuk apapun dari bank dan/atau pihak lain;
dan/atau
b) tidak berasal dari dan untuk pencucian uang.
Dalam hal pemegang saham BPRS adalah Pemerintah
Daerah, surat pernyataan dapat digantikan dengan Surat
Keputusan Kepala Daerah yang menyatakan bahwa sumber
dana setoran modal telah dianggarkan dalam APBD dan
telah disahkan oleh DPRD setempat;
8) bukti kesiapan operasional, yang paling sedikit mencakup:
a) struktur organisasi termasuk susunan personalia;
b) sistem dan prosedur kerja;
c) daftar aset tetap dan inventaris;
d) bukti penguasaan gedung kantor berupa bukti
kepemilikan atau perjanjian sewa-menyewa gedung
kantor yang didukung dengan bukti kepemilikan dari
pihak yang menyewakan;
e) bukti kesiapan gedung dan ruang kantor, peralatan
kantor, tata letak ruangan, dan sarana pengamanan
gedung kantor yang memadai termasuk foto kesiapan
gedung dan ruangan kantor;
f) dokumen yang menunjukkan kesiapan teknologi sistem
informasi yang terkait dengan penyusunan laporan
keuangan dan informasi mengenai jaringan
telekomunikasi;
-27-
g) contoh formulir atau warkat berlogo iB yang akan
digunakan untuk operasional BPRS; dan
h) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
c. Untuk keperluan penelitian terhadap kinerja keuangan BPRS
dan/atau lembaga keuangan lain, permohonan untuk
mendapatkan izin usaha BPRS harus disertai dengan dokumen
daftar BPRS dan/atau lembaga keuangan lain yang dimiliki oleh
calon PSP BPRS, disertai dengan laporan keuangan BPRS
dan/atau lembaga keuangan lain posisi terkini yang
menunjukkan bahwa BPRS dan/atau lembaga keuangan lain
yang dimiliki oleh calon PSP BPRS:
1) tidak dalam keadaan rugi; dan
2) memiliki rasio permodalan, likuiditas, dan rentabilitas yang
sehat mengacu pada standar penilaian yang berlaku bagi
masing-masing lembaga keuangan dimaksud.
d. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan
atas permohonan izin usaha yang diajukan sebagaimana
dimaksud pada huruf a paling lambat 40 (empat puluh) hari kerja
sejak permohonan berikut dokumen yang dipersyaratkan
diterima secara lengkap.
e.
Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan
atas permohonan izin usaha sebagaimana dimaksud pada huruf
d berdasarkan:
1) penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen;
2) analisis terhadap kesiapan operasional pendirian BPRS;
3) penilaian terhadap:
a)
hasil uji/penilaian kemampuan dan kepatutan
terhadap calon PSP, calon anggota Direksi, dan calon
anggota Dewan Komisaris sebagaimana diatur dalam
ketentuan mengenai uji/penilaian kemampuan dan
kepatutan; dan
b) hasil wawancara terhadap calon anggota DPS;
dalam hal terjadi perubahan calon PSP, calon anggota
Direksi, calon anggota Dewan Komisaris, dan calon anggota
DPS.
4) pemeriksaan atas pelunasan setoran modal; dan
-28-
5)
penelitian terhadap kinerja keuangan BPRS dan/atau
lembaga keuangan lain yang berada dalam kepemilikan PSP
yang sama berdasarkan laporan keuangan terkini.
f. Dalam melakukan proses penilaian dan penelitian kebenaran
dokumen, Otoritas Jasa Keuangan dapat melakukan
pemeriksaan untuk memastikan kesiapan operasional BPRS.
g.
Penelitian kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud pada
butir e.1) mencakup:
1) kelengkapan isi dan format dokumen sesuai persyaratan
pengajuan permohonan izin usaha BPRS; dan
2) penelitian terhadap pemegang saham, anggota Direksi,
anggota Dewan Komisaris, dan anggota DPS dalam Daftar
Tidak Lulus dan Daftar Kredit Macet, dalam hal terdapat
perubahan.
h. Dalam hal dokumen permohonan izin usaha yang disampaikan
dinilai telah lengkap sebagaimana dimaksud pada butir g.1),
Otoritas Jasa Keuangan menyampaikan surat pemberitahuan
kepada pemohon bahwa dokumen permohonan pendirian BPRS
telah lengkap sehingga proses persetujuan atau penolakan izin
usaha mulai berjalan terhitung sejak tanggal surat
pemberitahuan tersebut.
i. Dalam hal dokumen permohonan izin usaha yang disampaikan
dinilai belum lengkap sebagaimana dimaksud pada butir g.1),
Otoritas Jasa Keuangan memberitahukan kepada pemohon
untuk melengkapi kekurangan dokumen paling lambat 30 (tiga
puluh) hari kerja sejak tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa
Keuangan.
j. Dalam hal pemohon tidak dapat melengkapi kekurangan
dokumen dalam batas waktu 30 (tiga puluh) hari kerja
sebagaimana dimaksud pada huruf i, permohonan izin usaha
dinyatakan ditolak dan persetujuan prinsip yang telah diberikan
oleh Otoritas Jasa Keuangan dinyatakan batal dan tidak berlaku.
k. Dalam hal pemohon telah memenuhi kekurangan dokumen
dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada huruf j dan
berdasarkan penilaian Otoritas Jasa Keuangan dokumen yang
disampaikan pemohon telah lengkap, proses persetujuan atau
-29-
penolakan izin usaha mulai berjalan terhitung sejak tanggal surat
pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan.
l. Dalam rangka melakukan proses penilaian dan penelitian atas
kebenaran dokumen terkait proses sebagaimana dimaksud huruf
e, Otoritas Jasa Keuangan dapat meminta tambahan atau
perbaikan dokumen kepada pemohon terkait dengan proses
tersebut.
m. Tambahan atau perbaikan dokumen dimaksud disampaikan
kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 40 (empat puluh)
hari kerja sejak tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa
Keuangan.
n. Dalam hal pemohon tidak dapat melengkapi kekurangan
dokumen dalam batas waktu 40 (empat puluh) hari kerja
sebagaimana dimaksud pada huruf m, maka permohonan izin
usaha dinyatakan ditolak.
o. Selain melakukan penilaian terhadap kelengkapan dan
kebenaran dokumen sebagaimana dimaksud pada butir e.1)
sampai dengan butir e.4), Otoritas Jasa Keuangan melakukan
penelitian terhadap kinerja keuangan BPRS dan/atau lembaga
keuangan lain yang berada dalam kepemilikan PSP yang sama.
p. Penelitian terhadap kinerja keuangan BPRS dan/atau lembaga
keuangan lain sebagaimana dimaksud pada huruf o, antara lain
memenuhi kriteria sebagai berikut:
1) tidak dalam keadaan rugi; dan
2) memiliki rasio: permodalan, likuiditas, dan rentabilitas yang
sehat mengacu pada standar penilaian yang berlaku bagi
masing-masing lembaga keuangan dimaksud.
q. BPRS yang telah memperoleh izin usaha dapat mengajukan
permohonan persetujuan pencairan deposito dalam rangka
pendirian BPRS kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan
menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran II.3.
r. Laporan pelaksanaan kegiatan usaha BPRS disampaikan kepada
Otoritas Jasa Keuangan dengan menggunakan format surat
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III.1.
-30-
s. Dalam hal permohonan izin usaha BPRS ditolak maka BPRS
dapat mengajukan kembali permohonan izin usaha selama masa
berlaku persetujuan prinsip belum terlampaui.
IV. KEPEMILIKAN DAN PERUBAHAN MODAL
1. Persentase Minimum Kepemilikan Saham
a. Sesuai Pasal 20 POJK BPRS, BPRS wajib memiliki paling sedikit
1 (satu) Pemegang Saham dengan persentase kepemilikan saham
paling sedikit 25% (dua puluh lima persen).
b. BPRS yang telah memperoleh izin usaha sebelum berlakunya
POJK BPRS, namun belum memenuhi kewajiban memiliki 1 (satu)
pemegang saham dengan persentase kepemilikan saham paling
sedikit 25% (dua puluh lima persen) harus memenuhi ketentuan
dimaksud paling lambat pada tanggal 31 Desember 2020.
c. BPRS sebagaimana dimaksud pada huruf b menyusun rencana
pemenuhan kewajiban memiliki 1 (satu) pemegang saham dengan
persentase kepemilikan saham paling sedikit 25% (dua puluh
lima persen) yang dituangkan dalam bentuk rencana tindak
dengan persetujuan RUPS, dan disampaikan kepada Otoritas
Jasa Keuangan paling lambat 6 (enam) bulan sejak berlakunya
ketentuan ini.
d. Bagi pihak yang mengajukan permohonan izin usaha BPRS
sebelum berlakunya POJK BPRS dan memperoleh izin usaha
setelah berlakunya POJK BPRS namun belum memiliki 1 (satu)
pemegang saham dengan persentase kepemilikan saham paling
sedikit 25% (dua puluh lima persen), harus menyusun rencana
pemenuhan kewajiban tersebut yang dituangkan dalam bentuk
rencana tindak dengan persetujuan RUPS dan disampaikan
kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 6 (enam) bulan
sejak pihak tersebut memperoleh izin usaha BPRS.
e. Laporan pencapaian atas rencana pemenuhan ketentuan bagi
BPRS sebagaimana dimaksud pada huruf c dan huruf d
disampaikan bersamaan dengan laporan pelaksanaan rencana
kerja BPRS hingga batas waktu pemenuhan kewajiban
sebagaimana dimaksud pada huruf b.
-31-
f.
Rencana tindak sebagaimana dimaksud pada huruf c dan huruf
d disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan alamat
Departemen Perbankan Syariah, Kantor Regional atau Kantor
Otoritas Jasa Keuangan setempat dengan mengacu kepada
pembagian wilayah kerja Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran IV.
2. Kepemilikan BPRS
a. Kepemilikan BPRS oleh badan hukum Perseroan Terbatas,
Perusahaan Daerah atau Koperasi paling banyak sebesar modal
sendiri bersih badan hukum yang bersangkutan dan tidak
melebihi jumlah yang diperkenankan bagi badan hukum tersebut
sesuai peraturan perundang-undangan.
b. Penghitungan modal sendiri bersih dalam kepemilikan BPRS
sebagaimana pada huruf a adalah:
1) bagi badan hukum Perseroan Terbatas atau Perusahaan
Daerah, modal sendiri bersih merupakan penjumlahan dari
modal disetor, cadangan, dan laba dikurangi penyertaan dan
kerugian; dan
2) bagi badan hukum Koperasi, modal sendiri bersih
merupakan penjumlahan dari simpanan pokok, simpanan
wajib, dana cadangan, dan hibah dikurangi penyertaan dan
kerugian.
c. Penyertaan sebagaimana dimaksud pada huruf b merupakan
penanaman dana suatu badan hukum atau perusahaan dalam
bentuk saham baik dalam rupiah maupun valuta asing pada
suatu badan usaha untuk tujuan investasi jangka panjang dan
tidak dimaksudkan untuk diperjualbelikan. Penyertaan tersebut
dapat dilakukan secara langsung atau melalui pasar modal.
d. Kepemilikan BPRS oleh badan hukum selain Perseroan Terbatas,
Perusahaan Daerah atau Koperasi paling tinggi sebesar jumlah
yang diperkenankan bagi badan hukum tersebut sesuai
peraturan perundang-undangan, misalnya:
1) bagi badan hukum yayasan mengacu pada Undang-Undang
mengenai Yayasan; dan
2) bagi badan hukum dana pensiun mengacu pada peraturan
Otoritas Jasa Keuangan mengenai investasi dana pensiun.
-32-
e. Perhitungan kepemilikan sebagaimana dimaksud pada huruf b
dilakukan baik pada awal pendirian BPRS maupun pada saat
dilakukan penambahan modal disetor oleh badan hukum.
f. Dalam rangka melakukan perhitungan kepemilikan BPRS oleh
badan hukum, BPRS menyampaikan laporan keuangan tahunan
yang disusun oleh badan hukum tersebut pada saat melakukan
penambahan modal disetor dengan posisi laporan pada akhir
bulan sebelumnya.
g. Dalam hal badan hukum memiliki saham BPRS paling sedikit
25% (dua puluh lima persen), selain menyampaikan laporan
keuangan sebagaimana dimaksud pada huruf f, BPRS
menyampaikan laporan keuangan tahunan badan hukum yang
disusun sesuai peraturan perundang-undangan kepada Otoritas
Jasa Keuangan secara rutin paling lambat pada akhir bulan Juni
setelah tahun posisi laporan dengan menggunakan format surat
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III.2.
3. Penambahan Modal Disetor
a. Pemegang saham atau calon pemegang saham mengajukan
permohonan persetujuan penambahan modal disetor melalui
BPRS kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan menggunakan
format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.4
disertai:
1) bukti setoran modal dalam bentuk bilyet deposito pada Bank
Umum Syariah dan/atau Unit Usaha Syariah di Indonesia
atas nama “Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan q.q.
(nama BPRS)” dengan keterangan nama penyetor tambahan
modal dan keterangan bahwa pencairan deposito tersebut
hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan dari
Otoritas Jasa Keuangan, dan/atau dalam bentuk bilyet
deposito pada BPRS yang bersangkutan atas nama “Dewan
Komisioner Otoritas Jasa Keuangan q.q. (nama pemegang
saham penyetor)” dengan keterangan bahwa pencairan
deposito hanya dapat dilakukan setelah mendapat
persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan, dengan dilampiri:
a) bukti pembukuan setoran modal berupa jurnal yaitu:
i. penempatan pada bank lain pada sisi aset neraca
dan rupa-rupa pasiva pada sisi kewajiban neraca
-33-
BPRS dalam hal penempatan tambahan setoran
modal dalam bentuk deposito di Bank Umum
Syariah dan/atau Unit Usaha Syariah; dan/atau
ii. kas pada sisi aset neraca dan deposito pada sisi
kewajiban neraca BPRS dalam hal penempatan
tambahan setoran modal dalam bentuk deposito
pada BPRS bersangkutan;
b) neraca BPRS sebelum dan sesudah setoran modal;
c) dokumen pendukung terkait dengan aliran dana
setoran modal;
2) dokumen persyaratan calon pemegang saham atau calon PSP
sebagaimana dimaksud pada butir III.1.b.2), dalam hal
penambahan modal disetor menyebabkan terjadinya
pemegang saham atau PSP baru;
3) dokumen berupa:
a) risalah RUPS;
b)
laporan keuangan posisi akhir tahun sebelumnya yang
telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik bagi BPRS
dengan aset di atas Rp10.000.000.000,00 (sepuluh
miliar rupiah) atau neraca intern bagi BPRS dengan aset
di bawah atau sama dengan Rp10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah);
c) bukti pembukuan setoran modal berupa jurnal
pembagian dividen serta neraca BPRS sebelum dan
sesudah pembagian dividen; dan
d) bukti pembayaran pajak atas dividen,
dalam hal penambahan modal disetor berasal dari hasil
pembagian dividen BPRS.
b. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan
atas permohonan penambahan modal disetor sebagaimana
dimaksud pada huruf a paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja
sejak permohonan berikut dokumen yang dipersyaratkan
diterima secara lengkap.
c.
Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan
atas penambahan modal disetor berdasarkan:
1) penelitian atas kelengkapan dokumen;
2) pemeriksaan setoran modal;
-34-
3)
uji/penilaian kemampuan dan kepatutan terhadap calon
PSP dalam hal penambahan modal disetor mengakibatkan
terjadinya PSP;
4) penelitian terhadap persyaratan calon Pemegang Saham
dalam hal penambahan modal disetor mengakibatkan
terjadinya Pemegang Saham baru; dan
5)
penelitian terhadap kinerja keuangan BPRS dan/atau
lembaga keuangan lain yang dimiliki oleh calon pemegang
saham pengendali.
d. Penelitian kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud pada
butir c.1) mencakup:
1) kelengkapan isi dan format dokumen sesuai persyaratan
pengajuan permohonan penambahan modal disetor BPRS;
dan
2) penelitian terhadap pemegang saham dan/atau calon
pemegang saham dalam Daftar Tidak Lulus dan Daftar Kredit
Macet.
e. Dalam hal dokumen permohonan penambahan modal disetor
yang disampaikan oleh BPRS dinilai telah lengkap sebagaimana
pada butir d.1), Otoritas Jasa Keuangan menyampaikan surat
pemberitahuan kepada BPRS bahwa dokumen permohonan
penambahan modal disetor BPRS telah lengkap sehingga proses
pemberian persetujuan atau penolakan penambahan modal
disetor mulai berjalan terhitung sejak tanggal surat
pemberitahuan tersebut.
f. Dalam hal dokumen permohonan penambahan modal disetor
yang disampaikan oleh BPRS dinilai belum lengkap sebagaimana
pada butir d.1), Otoritas Jasa Keuangan memberitahukan kepada
BPRS untuk melengkapi kekurangan dokumen paling lambat 10
(sepuluh) hari kerja sejak tanggal surat pemberitahuan Otoritas
Jasa Keuangan.
g. Dalam hal BPRS telah melengkapi kekurangan dokumen dalam
batas waktu sebagaimana dimaksud pada huruf f dan
berdasarkan penilaian Otoritas Jasa Keuangan bahwa dokumen
yang disampaikan oleh BPRS telah lengkap, proses persetujuan
atau penolakan penambahan modal disetor mulai berjalan
-35-
terhitung sejak tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa
Keuangan.
h. Dalam hal BPRS tidak dapat melengkapi kekurangan dokumen
dalam batas waktu 10 (sepuluh) hari kerja sebagaimana
dimaksud pada huruf f, permohonan penambahan modal disetor
BPRS dinyatakan ditolak dan BPRS dapat mengajukan
permohonan ulang.
i. Dalam rangka melakukan proses penilaian dan penelitian atas
kebenaran dokumen terkait dengan proses pada butir c.2) sampai
dengan butir c.5), Otoritas Jasa Keuangan dapat meminta
tambahan dan/atau perbaikan dokumen kepada BPRS dalam
rangka pelaksanaan proses penilaian dan penelitian atas
kebenaran dokumen.
j. Tambahan dan/atau perbaikan dokumen sebagaimana dimaksud
pada huruf i disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling
lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal surat pemberitahuan
Otoritas Jasa Keuangan.
k. Dalam hal BPRS tidak dapat melengkapi kekurangan dokumen
dalam batas waktu 10 (sepuluh) hari kerja sebagaimana
dimaksud pada huruf j, permohonan penambahan modal disetor
BPRS dinyatakan tidak dapat diproses dan BPRS dapat
mengajukan permohonan ulang.
l. Penambahan modal disetor oleh BPRS diakui sebagai dana
setoran modal dan diperhitungkan dalam perhitungan modal inti
sebagaimana diatur dalam ketentuan yang mengatur mengenai
kewajiban penyediaan modal minimum BPRS setelah persetujuan
Otoritas Jasa Keuangan atas permohonan penambahan modal
disetor.
m. RUPS untuk menyetujui penambahan modal disetor
diselenggarakan paling lambat 60 (enam puluh) hari kerja
terhitung sejak tanggal persetujuan Otoritas Jasa Keuangan.
n. Dalam hal jangka waktu 60 (enam puluh) hari kerja tersebut
berakhir dan BPRS belum menyelenggarakan RUPS, persetujuan
Otoritas Jasa Keuangan atas penambahan modal disetor batal
dan dinyatakan tidak berlaku, dan BPRS dapat mengajukan
permohonan pencairan deposito.
-36-
o. BPRS melaporkan pelaksanaan penambahan modal disetor yang
telah disetujui RUPS kepada Otoritas Jasa Keuangan paling
lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah pelaksanaan RUPS dengan
menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran III.3 dengan melampirkan risalah RUPS dan dokumen
pendukung lainnya dalam hal diperlukan.
p. BPRS melaporkan penerimaan pemberitahuan perubahan
anggaran dasar atau keputusan mengenai persetujuan
perubahan anggaran dasar dari instansi yang berwenang kepada
Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja
sejak tanggal surat penerimaan pemberitahuan perubahan
anggaran dasar atau keputusan mengenai persetujuan
perubahan anggaran dasar dari instansi yang berwenang dengan
menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran III.4. Setelah pelaporan tersebut mendapat penegasan
dari Otoritas Jasa Keuangan, BPRS dapat mencatat tambahan
setoran modal sebagai modal disetor.
q. Pelaporan sebagaimana pada huruf p dapat disertai dengan
permohonan persetujuan pencairan deposito kepada Otoritas
Jasa Keuangan dengan menggunakan format surat sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran II.3.
4. Perubahan Kepemilikan BPRS yang Mengakibatkan Perubahan
dan/atau Terjadinya PSP Baru.
a. Direksi BPRS menyampaikan permohonan persetujuan
perubahan kepemilikan yang mengakibatkan perubahan
dan/atau terjadinya PSP baru mencakup:
1) penggantian pemegang saham;
2) penambahan pemegang saham baru; dan/atau
3) perubahan komposisi jumlah kepemilikan saham diantara
para pemegang saham lama tanpa penggantian maupun
penambahan pemegang saham baru;
kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan menggunakan format
surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.5 disertai
lampiran:
1) bukti setoran modal dalam bentuk bilyet deposito pada Bank
Umum Syariah dan/atau Unit Usaha Syariah di Indonesia
atas nama “Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan q.q.
-37-
(nama BPRS)” dengan keterangan nama penyetor tambahan
modal dan keterangan bahwa pencairan deposito hanya
dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Otoritas
Jasa Keuangan, dan/atau dalam bentuk bilyet deposito pada
BPRS yang bersangkutan atas nama “Dewan Komisioner
Otoritas Jasa Keuangan q.q. (nama pemegang saham
penyetor)” dengan keterangan bahwa pencairan deposito
hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan dari
Otoritas Jasa Keuangan dalam hal terdapat penambahan
modal disetor berupa, antara lain:
a) fotokopi bilyet deposito setoran modal;
b) bukti pembukuan setoran modal berupa jurnal yaitu;
i. penempatan pada bank lain pada sisi aset neraca
dan rupa-rupa pasiva pada sisi kewajiban neraca
BPRS dalam hal penempatan tambahan setoran
modal dalam bentuk deposito di Bank Umum
Syariah dan/atau Unit Usaha Syariah; dan/atau
ii. kas pada sisi aset neraca dan deposito pada sisi
kewajiban neraca BPRS dalam hal penempatan
tambahan setoran modal dalam bentuk deposito
pada BPRS bersangkutan;
c) dokumen pendukung terkait dengan aliran dana
setoran modal;
d) neraca BPRS sebelum dan sesudah setoran modal;
e) dokumen persyaratan pemegang saham sebagaimana
dimaksud pada butir III.1.b.2);
2) bukti pengalihan saham, antara lain;
a) akta jual beli; dan/atau
b) akta hibah;
3) dokumen persyaratan akuisisi dalam hal pengalihan saham
melalui proses akuisisi sehingga mengakibatkan beralihnya
pengendalian;
4) risalah RUPS yang menyatakan persetujuan pembayaran
dividen untuk disetorkan kembali menjadi tambahan modal
disetor dilampiri dengan bukti pemotongan pajak atas
dividen, dan disertai dengan:
-38-
a) Laporan Keuangan posisi akhir tahun sebelumnya yang
telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik bagi BPRS
dengan aset di atas Rp10.000.000.000,00 (sepuluh
miliar rupiah) atau neraca intern bagi BPRS dengan aset
di bawah atau sama dengan Rp10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah);
b) bukti pembukuan setoran modal berupa jurnal
pembagian dividen serta neraca BPRS sebelum dan
sesudah pembagian dividen; dan
c) dokumen persyaratan pemegang saham sebagaimana
dimaksud pada butir III.1.b.2).
b. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan
atas permohonan perubahan kepemilikan saham sebagaimana
dimaksud pada huruf a paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja
sejak permohonan berikut dokumen yang dipersyaratkan
diterima secara lengkap.
c. Dalam rangka melakukan persetujuan atau penolakan atas
permohonan perubahan kepemilikan saham, Otoritas Jasa
Keuangan melakukan:
1) penelitian atas kelengkapan dokumen;
2) pemeriksaan setoran modal;
3)
uji/penilaian kemampuan dan kepatutan terhadap calon
PSP; dan
4) penelitian terhadap kinerja keuangan BPRS dan/atau
lembaga keuangan lain yang dimiliki oleh calon PSP.
d. Penelitian kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud pada
butir c.1) mencakup:
1) kelengkapan isi dan format dokumen sesuai persyaratan
pengajuan permohonan persetujuan perubahan kepemilikan
saham BPRS; dan
2) penelitian terhadap calon PSP, anggota Direksi dan anggota
Dewan Komisaris dari calon PSP yang berbadan hukum
dalam Daftar Tidak Lulus dan Daftar Kredit Macet.
e. Dalam hal dokumen permohonan persetujuan perubahan
kepemilikan saham yang disampaikan oleh BPRS dinilai telah
lengkap sebagaimana pada butir d.1), Otoritas Jasa Keuangan
menyampaikan surat pemberitahuan kepada BPRS bahwa
-39-
dokumen permohonan perubahan kepemilikan saham BPRS telah
lengkap sehingga proses persetujuan atau penolakan perubahan
kepemilikan saham mulai berjalan terhitung sejak tanggal surat
pemberitahuan kepada BPRS.
f. Dalam hal dokumen permohonan persetujuan perubahan
kepemilikan saham yang disampaikan oleh BPRS dinilai belum
lengkap sebagaimana pada butir d.1), Otoritas Jasa Keuangan
memberitahukan kepada BPRS untuk melengkapi kekurangan
dokumen paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal
surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan.
g. Dalam hal BPRS telah memenuhi kekurangan dokumen dalam
batas waktu sebagaimana dimaksud pada huruf f dan
berdasarkan penilaian Otoritas Jasa Keuangan dokumen yang
disampaikan oleh BPRS telah lengkap, proses permohonan
perubahan persetujuan atau penolakan perubahan kepemilikan
saham mulai berjalan terhitung sejak tanggal surat
pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan.
h. Dalam rangka melakukan proses penilaian dan penelitian atas
kebenaran dokumen terkait dengan proses pada butir c.2) sampai
dengan butir c.4), Otoritas Jasa Keuangan dapat meminta
tambahan atau perbaikan dokumen kepada BPRS.
i. Tambahan atau perbaikan dokumen sebagaimana dimaksud
pada huruf h disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling
lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal surat pemberitahuan
Otoritas Jasa Keuangan.
j.
Pelaporan perubahan kepemilikan saham kepada Otoritas Jasa
Keuangan dilakukan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah
perubahan kepemilikan saham disetujui oleh RUPS, dengan
melampirkan risalah RUPS dengan menggunakan format surat
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III.5.
k. BPRS yang telah memperoleh persetujuan perubahan
kepemilikan saham yang disertai dengan penambahan modal
disetor dapat mengajukan permohonan persetujuan pencairan
deposito kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan menggunakan
format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.3.
-40-
5. Perubahan Kepemilikan BPRS yang Tidak Mengakibatkan Perubahan
dan/atau Terjadinya PSP Baru.
a. Sesuai Penjelasan Pasal 21 ayat (4) POJK BPRS, BPRS wajib
menyampaikan laporan perubahan kepemilikan BPRS yang tidak
mengakibatkan perubahan dan/atau terjadinya PSP baru tanpa
disertai penambahan modal disetor kepada Otoritas Jasa
Keuangan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah
perubahan dengan menggunakan format surat sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran III.6 disertai lampiran:
1) risalah RUPS yang menyetujui perubahan kepemilikan
saham BPRS; dan
2) data kepemilikan berupa daftar pemegang saham berikut
rincian besarnya masing-masing kepemilikan saham;
b. Sesuai Penjelasan Pasal 21 ayat (4) POJK BPRS, BPRS wajib
menyampaikan laporan perubahan kepemilikan BPRS yang tidak
mengakibatkan perubahan dan/atau terjadinya PSP baru dengan
disertai penambahan modal disetor kepada Otoritas Jasa
Keuangan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah
perubahan dengan menggunakan format surat sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran III.3 disertai lampiran:
1) risalah RUPS yang menyetujui perubahan kepemilikan
saham BPRS; dan
2) data kepemilikan berupa daftar pemegang saham berikut
rincian besarnya masing-masing kepemilikan saham.
c. Data kepemilikan sebagaimana dimaksud pada butir a.2)
dilengkapi dengan:
1) bukti pengalihan saham, antara lain berupa akta jual beli
dan/atau akta hibah;
2) dokumen pendukung terkait sumber dana yang digunakan
untuk melakukan pengambilalihan saham;
3) surat pernyataan bahwa sumber dana pembelian saham:
a) tidak berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan
dalam bentuk apapun dari Bank dan/atau pihak lain;
dan/atau
b) tidak berasal dari dan untuk tujuan pencucian uang.
Dalam hal calon pemegang saham BPRS adalah Pemerintah
Daerah, surat pernyataan dapat digantikan dengan Surat
-41-
Keputusan Kepala Daerah yang menyatakan bahwa sumber
dana setoran modal telah dianggarkan dalam APBD dan
telah disahkan oleh DPRD setempat.
V. DIREKSI, DEWAN KOMISARIS, DEWAN PENGAWAS SYARIAH, DAN
PEJABAT EKSEKUTIF
1. Persetujuan terhadap calon anggota Direksi, calon anggota Dewan
Komisaris, dan/atau calon anggota Dewan Pengawas Syariah.
a. BPRS mengajukan permohonan persetujuan pengangkatan calon
anggota Direksi, calon anggota Dewan Komisaris, dan/atau calon
anggota DPS kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan
menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran II.6 dengan melampirkan dokumen sebagaimana diatur
pada butir III.1.b.3).
b. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan
atas permohonan persetujuan calon anggota Direksi, calon
anggota Dewan Komisaris, dan/atau calon anggota DPS
sebagaimana dimaksud pada huruf a paling lambat 30 (tiga
puluh) hari kerja sejak permohonan berikut dokumen yang
dipersyaratkan diterima secara lengkap.
c. Dalam rangka memberikan persetujuan atau penolakan atas
permohonan persetujuan calon anggota Direksi, calon anggota
Dewan Komisaris, dan/atau calon anggota DPS sebagaimana
dimaksud pada huruf b, Otoritas Jasa Keuangan melakukan:
1)
uji/penilaian kemampuan dan kepatutan bagi calon anggota
Direksi dan calon anggota Dewan Komisaris sebagaimana
diatur dalam ketentuan mengenai uji/penilaian kemampuan
dan kepatutan; dan
2) wawancara bagi calon anggota DPS.
d. Dalam hal dokumen permohonan persetujuan calon anggota
Direksi, calon anggota Dewan Komisaris, dan/atau calon anggota
DPS yang disampaikan oleh BPRS dinilai telah lengkap, Otoritas
Jasa Keuangan menyampaikan surat pemberitahuan kepada
BPRS bahwa dokumen permohonan persetujuan calon anggota
Direksi, calon anggota Dewan Komisaris, dan/atau calon anggota
DPS telah lengkap sehingga proses persetujuan atau penolakan
-42-
permohonan persetujuan mulai berjalan terhitung sejak tanggal
surat pemberitahuan kepada BPRS.
e. Dalam hal dokumen permohonan persetujuan calon anggota
Direksi, calon anggota Dewan Komisaris, dan/atau calon anggota
DPS yang disampaikan oleh BPRS dinilai belum lengkap, Otoritas
Jasa Keuangan memberitahukan kepada BPRS untuk melengkapi
kekurangan dokumen paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak
tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan.
f. Dalam hal BPRS telah memenuhi kekurangan dokumen dalam
batas waktu sebagaimana dimaksud pada huruf e dan
berdasarkan penilaian Otoritas Jasa Keuangan dokumen yang
disampaikan oleh BPRS telah lengkap, proses pemberian
persetujuan atau penolakan atas permohonan persetujuan calon
anggota Direksi, calon anggota Dewan Komisaris, dan/atau calon
anggota DPS mulai berjalan terhitung sejak tanggal surat
pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan.
g. Dalam rangka melakukan proses penilaian pemenuhan
persyaratan integritas, kompetensi dan reputasi keuangan,
Otoritas Jasa Keuangan berwenang meminta tambahan atau
perbaikan dokumen kepada BPRS.
h. Dalam hal:
1) calon anggota Direksi atau calon anggota Dewan Komisaris
yang berdasarkan hasil uji/penilaian kemampuan dan
kepatutan dinilai memenuhi persyaratan, dinyatakan
disetujui untuk menjadi anggota Direksi atau anggota Dewan
Komisaris pada BPRS yang mengajukan pencalonan dengan
mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan
yang mengatur mengenai uji/penilaian kemampuan dan
kepatutan;
2) calon anggota DPS yang berdasarkan hasil wawancara
dinilai memenuhi persyaratan, dinyatakan layak untuk
menjadi anggota DPS.
i. Dalam hal:
1) calon anggota Direksi atau calon anggota Dewan Komisaris
yang berdasarkan hasil uji/penilaian kemampuan dan
kepatutan dinilai tidak memenuhi persyaratan, dinyatakan
tidak disetujui untuk menjadi anggota Direksi atau anggota
-43-
Dewan Komisaris pada BPRS yang mengajukan pencalonan
dengan mengacu pada ketentuan
perundang-undangan yang mengatur
uji/penilaian kemampuan dan kepatutan;
2) calon anggota DPS yang berdasarkan hasil wawancara dinilai
tidak memenuhi persyaratan, dinyatakan tidak layak untuk
menjadi anggota DPS.
j. RUPS untuk mengangkat calon anggota Direksi, calon anggota
Dewan Komisaris, dan/atau calon anggota DPS diselenggarakan
paling lambat 45 (empat puluh lima) hari kerja sejak tanggal
persetujuan Otoritas Jasa Keuangan.
k. Dalam hal jangka waktu 45 (empat puluh lima) hari kerja tersebut
berakhir dan BPRS belum menyelenggarakan RUPS, persetujuan
Otoritas Jasa Keuangan dan penetapan hasil uji/penilaian
kemampuan dan kepatutan batal dan dinyatakan tidak berlaku.
l.
Pengangkatan calon anggota Direksi, calon anggota Dewan
Komisaris, dan/atau calon anggota DPS oleh RUPS efektif setelah
mendapat persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan.
m. Dalam hal RUPS diselenggarakan sebelum persetujuan Otoritas
Jasa Keuangan, pengangkatan calon anggota Direksi, calon
anggota Dewan Komisaris, dan/atau calon anggota DPS berlaku
efektif sejak persetujuan Otoritas Jasa Keuangan.
n. Pengangkatan calon anggota Direksi, calon anggota Dewan
Komisaris, dan/atau calon anggota DPS dilaporkan kepada
Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja
sejak tanggal RUPS disertai dengan risalah RUPS dengan
menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran III.7.
o. BPRS memberitahukan perubahan anggota Direksi, anggota
Dewan Komisaris, dan/atau anggota DPS kepada Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk dicatat dalam daftar
perseroan sebagaimana ketentuan yang mengatur mengenai
perseroan terbatas dan menyampaikan bukti pemberitahuan
perubahan dimaksud kepada Otoritas Jasa Keuangan.
peraturan
mengenai
-44-
2. Penyampaian rencana pemberhentian dan/atau pengunduran diri
anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan/atau anggota DPS.
a. BPRS menyampaikan rencana pemberhentian dan/atau
pengunduran diri anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris,
dan/atau anggota DPS kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan
menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran II.7.
b. Sesuai Pasal 36 ayat (3) POJK BPRS, BPRS wajib menyampaikan
laporan pelaksanaan pengunduran diri atau pemberhentian
anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris kepada
Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak
pengunduran diri atau pemberhentian berlaku efektif, dengan
menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran III.8 dan/atau Lampiran III.9.
c. BPRS menyampaikan laporan pelaksanaan pengunduran diri atau
pemberhentian anggota DPS kepada Otoritas Jasa Keuangan
paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak pengunduran diri atau
pemberhentian berlaku efektif, dengan menggunakan format surat
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III.8 dan/atau Lampiran
III.9.
3. BPRS melaporkan anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris,
dan/atau anggota DPS yang meninggal dunia dengan menggunakan
format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III.10 disertai
dengan surat keterangan kematian dari instansi yang berwenang.
4. Pemenuhan kekurangan jumlah minimum anggota Direksi dan/atau
anggota Dewan Komisaris.
a. Dalam hal terdapat anggota Direksi dan/atau anggota Dewan
Komisaris yang diberhentikan oleh RUPS, mengundurkan diri,
meninggal dunia, atau dilarang menjadi anggota Direksi dan/atau
anggota Dewan Komisaris oleh Otoritas Jasa Keuangan sehingga
mengakibatkan tidak terpenuhinya jumlah minimum anggota
Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris, sesuai Pasal 37
POJK BPRS, BPRS wajib melakukan penggantian anggota Direksi
dan/atau anggota Dewan Komisaris dimaksud paling lambat 120
(seratus dua puluh) hari kerja sejak tanggal jabatan Direksi
dan/atau Dewan Komisaris tersebut mengalami kekosongan.
-45-
b. Jangka waktu selama 120 (seratus dua puluh) hari kerja
sebagaimana dimaksud pada huruf a termasuk waktu melakukan
proses pengajuan calon anggota Direksi dan/atau calon anggota
Dewan Komisaris oleh BPRS, uji/penilaian kemampuan dan
kepatutan hingga pengangkatan anggota Direksi dan/atau
anggota Dewan Komisaris tersebut oleh RUPS.
c. Pengenaan sanksi terhadap pelanggaran jumlah minimum
anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris dikenakan
kepada BPRS setelah berakhirnya jangka waktu 120 (seratus dua
puluh) hari kerja sebagaimana dimaksud pada huruf b.
5. Pengangkatan Kembali Anggota Direksi Dan/Atau Anggota Dewan
Komisaris.
a. Pengangkatan kembali anggota Direksi dan/atau anggota Dewan
Komisaris oleh RUPS harus dilakukan paling lambat pada tanggal
berakhirnya masa jabatan anggota Direksi dan/atau anggota
Dewan Komisaris serta dilaporkan kepada Otoritas Jasa
Keuangan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal
RUPS.
b. Laporan pengangkatan kembali anggota Direksi dan/atau
anggota Dewan Komisaris kepada Otoritas Jasa Keuangan
sebagaimana dimaksud pada huruf a dengan menggunakan
format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III.11.
c.
Otoritas Jasa Keuangan melakukan pengecekan pemeriksaan
terhadap anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris
dalam Daftar Kredit Macet.
d. Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan oleh Otoritas Jasa
Keuangan sebagaimana dimaksud pada huruf c, anggota Direksi
dan/atau anggota Dewan Komisaris memiliki kredit macet
dan/atau pembiayaan macet, anggota Direksi dan/atau anggota
Dewan Komisaris yang bersangkutan harus menyelesaikan kredit
macet dan/atau pembiayaan macet dimaksud sesuai jangka
waktu yang ditetapkan.
e. Dalam hal anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris
tidak dapat menyelesaikan kredit macet dan/atau pembiayaan
macet, Otoritas Jasa Keuangan melakukan tindak lanjut
sebagaimana diatur dalam ketentuan yang mengatur mengenai
uji/penilaian kemampuan dan kepatutan BPRS.
-46-
6. Pemenuhan Persyaratan Anggota Direksi dan Anggota Dewan
Komisaris
a. Direksi atau Dewan Komisaris yang akan menduduki jabatan
sebagai Direktur Utama atau Komisaris Utama mengikuti tata
cara yang diatur dalam ketentuan yang mengatur mengenai
uji/penilaian kemampuan dan kepatutan BPRS.
b. Anggota Direksi yang memiliki saham baik secara sendiri-sendiri
maupun bersama-sama sebesar 25% (dua puluh lima persen)
atau lebih dari modal disetor pada BPRS harus melakukan:
1) pengalihan seluruh atau sebagian kepemilikan saham; atau
2) melepaskan jabatan sebagai anggota Direksi.
c. Dalam hal BPRS dikenakan sanksi penghentian sementara
sebagian kegiatan operasional, BPRS melakukan
langkah-langkah sebagai berikut:
1) mengumumkan penghentian sementara sebagian kegiatan
operasional BPRS kepada masyarakat pada tanggal yang
sama dengan tanggal surat pemberitahuan dari Otoritas
Jasa Keuangan. Pengumuman penghentian sementara
sebagian kegiatan operasional BPRS dilakukan dalam surat
kabar harian lokal atau pada papan pengumuman di seluruh
kantor BPRS, yang paling sedikit memuat hal-hal sebagai
berikut:
a) informasi mengenai kegiatan operasional yang
dihentikan sementara; dan/atau
b) tata cara penyelesaian hak dan kewajiban kepada
nasabah apabila terdapat nasabah yang akan
menghentikan hubungan usaha dengan BPRS;
2) melaporkan pelaksanaan penghentian sementara sebagian
kegiatan operasional BPRS kepada Otoritas Jasa Keuangan
dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran III.12 paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja
sejak tanggal penghentian sementara sebagian kegiatan
operasional BPRS, disertai bukti pengumuman penghentian
sementara sebagian kegiatan operasional BPRS;
3) BPRS yang telah menjalani sanksi dapat melakukan kembali
sebagian kegiatan operasional yang telah dihentikan
sementara dengan prosedur sebagai berikut:
-47-
a) BPRS melaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan
mengenai pemenuhan ketentuan dimaksud.
b) Otoritas Jasa Keuangan melakukan penelitian atas
laporan BPRS untuk memastikan pemenuhan
ketentuan dimaksud.
c) Dalam hal berdasarkan penelitian sebagaimana
dimaksud pada huruf b) BPRS telah memenuhi
ketentuan dimaksud, Otoritas Jasa Keuangan
menyampaikan surat kepada BPRS untuk dapat
melakukan kembali sebagian kegiatan operasional
BPRS yang dihentikan sementara.
d) Dalam waktu paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah
melakukan kegiatan operasional kembali, BPRS:
i. melaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan; dan
ii. menyampaikan pengumuman kepada masyarakat
dalam surat kabar harian lokal atau pada papan
pengumuman di seluruh kantor BPRS,
mengenai pelaksanaan kembali sebagian kegiatan
operasional BPRS yang dihentikan sementara.
7. Persyaratan Lulus Ujian Sertifikasi
a. Dalam hal anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris
telah lulus ujian sertifikasi kompetensi kerja Direksi atau
Komisaris BPRS namun yang bersangkutan belum menerima
sertifikat kompetensi kerja dari Lembaga Sertifikasi Profesi, Surat
Keputusan Hasil Uji Kompetensi yang diterbitkan oleh Lembaga
Sertifikasi Profesi berlaku sebagai bukti sementara pemenuhan
kewajiban memiliki sertifikat kompetensi kerja.
b. Dalam hal sertifikat kompetensi kerja telah diterima oleh yang
bersangkutan, fotokopi sertifikat tersebut harus segera
disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan
menunjukkan sertifikat asli.
c. Khusus anggota Dewan Komisaris yang telah memiliki sertifikat
kompetensi kerja direksi BPRS dan masih berlaku, sertifikat
kompetensi kerja tersebut dapat diberlakukan sebagai dokumen
sertifikasi bagi anggota Dewan Komisaris.
-48-
8. Laporan Pengangkatan, Penggantian, dan Pemberhentian Pejabat
Eksekutif
a. Pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian Pejabat
Eksekutif BPRS dilaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan
dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran III.13 dan didukung dengan dokumen sebagai
berikut:
1) surat pengangkatan, penggantian, dan/atau pemberhentian
sebagai Pejabat Eksekutif dari Direksi BPRS; dan
2) dokumen identitas Pejabat Eksekutif yang diangkat, antara
lain:
a) pasfoto terakhir ukuran 4x6 cm;
b) fotokopi tanda pengenal berupa KTP;
c)
daftar riwayat hidup;
d) contoh tanda tangan dan paraf; dan
e) surat pernyataan pribadi dari Pejabat Eksekutif yang
menyatakan tidak pernah dihukum karena terbukti
melakukan tindak pidana berupa:
i.
tindak pidana di sektor jasa keuangan yang
pidananya telah selesai dijalani dalam waktu 20
(dua puluh) tahun terakhir sebelum dicalonkan;
ii.
tindak pidana kejahatan yaitu tindak pidana yang
tercantum dalam Kitab Undang-undang Hukum
Pidana (KUHP) dan/atau yang sejenis KUHP di luar
negeri dengan ancaman hukuman pidana penjara
1 (satu) tahun atau lebih yang pidananya telah
selesai dijalani dalam waktu 10 (sepuluh) tahun
terakhir sebelum dicalonkan; dan/atau
iii.
tindak pidana lainnya dengan ancaman hukuman
pidana penjara 1 (satu) tahun atau lebih, antara
lain
korupsi,
narkotika/psikotropika,
pencucian
uang,
penyelundupan,
kepabeanan, cukai, perdagangan orang,
perdagangan senjata gelap, terorisme, pemalsuan
uang, di bidang perpajakan, di bidang kehutanan,
di bidang lingkungan hidup, di bidang kelautan,
dan perikanan, yang pidananya telah selesai
-49-
dijalani dalam waktu 20 (dua puluh) tahun terakhir
sebelum dicalonkan;
b. Penilaian aspek integritas dan kompetensi terhadap Pejabat
Eksekutif BPRS dilakukan melalui penelitian data dalam Daftar
Tidak Lulus dan Daftar Kredit Macet, serta dapat juga dilakukan
melalui wawancara, pengamatan dan pengujian (interview,
observation and test) pada saat pelaksanaan pemeriksaan BPRS,
informasi track record yang berasal dari pengawasan Otoritas Jasa
Keuangan atau sumber-sumber lainnya.
VI. PEMBUKAAN KANTOR DAN KEGIATAN PELAYANAN KAS
1. Pembukaan Kantor Cabang.
a. BPRS hanya dapat melakukan pembukaan Kantor Cabang dalam
wilayah provinsi yang sama dengan provinsi kantor pusat BPRS.
b. Permohonan izin pembukaan Kantor Cabang hanya dapat
diajukan setelah dipenuhinya persyaratan minimum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (2) POJK BPRS.
c. Permohonan izin pembukaan Kantor Cabang diajukan kepada
Otoritas Jasa Keuangan dengan menggunakan format surat
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.8 dan didukung
dengan dokumen sebagai berikut:
1) bukti persiapan operasional dalam rangka pembukaan
Kantor Cabang, paling sedikit:
a) struktur organisasi dan personalia;
b) kesiapan gedung, peralatan kantor dan tata letak
ruangan, termasuk foto yang menunjukkan kesiapan
gedung dan ruangan kantor;
c) dokumen yang menunjukkan kesiapan teknologi sistem
informasi, yang memungkinkan adanya pencatatan
transaksi nasabah di Kantor Cabang secara otomasi dan
online dengan kantor lain BPRS; dan
d) bukti kepemilikan atau dokumen penguasaan atas
gedung kantor antara lain berupa hak atas tanah atau
surat perjanjian sewa;
2)
hasil analisis potensi dan kelayakan yang paling sedikit
memuat potensi ekonomi, peluang pasar dan tingkat
kejenuhan jumlah BPRS; dan
-50-
3) rencana penghimpunan dan penyaluran dana Kantor
Cabang paling singkat 12 (dua belas) bulan beserta
penjelasannya.
Persetujuan atau penolakan atas permohonan izin pembukaan
Kantor Cabang diberikan paling lambat 40 (empat puluh) hari
kerja setelah dokumen diterima secara lengkap.
d. Sesuai Pasal 49 POJK BPRS, BPRS yang telah memperoleh izin
pembukaan Kantor Cabang wajib melaporkan pelaksanaan
pembukaan Kantor Cabang kepada Otoritas Jasa Keuangan
paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal pembukaan
dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran III.14.
2. Pembukaan Kantor Kas dan Kegiatan Pelayanan Kas
a. Pembukaan Kantor Kas BPRS hanya dapat dilakukan dalam
wilayah kabupaten atau kota yang sama dengan kantor induknya
dan/atau dalam wilayah kabupaten atau kota yang berbatasan
langsung dengan kabupaten atau kota lokasi kantor induknya
dalam 1 (satu) wilayah provinsi yang sama.
b. Pembukaan Kantor Kas hanya dapat dilakukan setelah
dipenuhinya persyaratan paling sedikit sebagai berikut:
1) rencana pembukaan Kantor Kas telah dicantumkan dalam
rencana kerja tahunan BPRS;
2)
lokasi Kantor Kas berada di sekitar lokasi kantor induknya,
yang masih berada dalam wilayah kabupaten atau kota yang
sama dengan tempat kedudukan kantor induknya dan/atau
dalam wilayah kabupaten atau kota yang berbatasan
langsung dengan kabupaten atau kota lokasi kantor
induknya dalam 1 (satu) wilayah provinsi yang sama;
3) BPRS mampu menggabungkan laporan keuangan Kantor
Kas ke dalam laporan keuangan kantor induknya pada hari
yang sama termasuk didalamnya kesiapan teknologi sistem
informasi yang memadai;
4) terdapat kesiapan gedung dan peralatan kantor yang
memadai;
5) bukti kepemilikan atau dokumen penguasaan atas gedung
kantor antara lain berupa hak atas tanah atau surat
perjanjian sewa;
-51-
6) bukti pembayaran sewa (dalam hal gedung diperoleh dengan
sewa);
c. Sesuai Pasal 51 POJK BPRS, pelaksanaan pembukaan Kantor Kas
wajib dilaporkan oleh BPRS kepada Otoritas Jasa Keuangan
paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal pembukaan,
dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran III.15.
d. Kegiatan Kas Keliling dan Payment Point hanya dapat dilakukan
dalam wilayah kabupaten atau kota yang sama dengan kantor
induk dari Kas Keliling dan Payment Point.
e. Kegiatan Kas Keliling dan Payment Point hanya dapat dilakukan
setelah dipenuhinya persyaratan paling sedikit sebagai berikut:
1) rencana kegiatan Kas Keliling dan Payment Point telah
dicantumkan dalam rencana kerja tahunan BPRS;
2)
lokasi kegiatan Kas Keliling dan Payment Point berada di
sekitar lokasi kantor induknya, yang masih berada dalam
wilayah kabupaten atau kota yang sama dengan tempat
kedudukan kantor induknya; dan
3) BPRS mampu menggabungkan transaksi keuangan kegiatan
Kas Keliling dan Payment Point ke dalam laporan keuangan
kantor induknya pada hari yang sama.
f.
Sesuai Pasal 52 POJK BPRS, pelaksanaan kegiatan Kas Keliling
dan Payment Point Kantor BPRS dilaporkan kepada Otoritas Jasa
Keuangan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal
pelaksanaan kegiatan, dengan menggunakan format surat
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III.16.
g. Sesuai Pasal 53 POJK BPRS, laporan keuangan Kantor Kas,
kegiatan Kas Keliling, dan Payment Point wajib digabungkan
dengan laporan keuangan kantor pusat atau kantor induknya
pada hari kerja yang sama.
h. Kantor Kas tidak diperkenankan menyimpan uang kas setelah
jam kerja Kantor Kas yang bersangkutan dan saldo uang kas
harus disetorkan ke kantor induk Kantor Kas dimaksud pada hari
kerja yang sama.
-52-
3. Kegiatan Kas Keliling Pada Lokasi Tertentu Secara Tidak Permanen
Berupa Pameran
a. Kegiatan Kas Keliling berupa kegiatan pameran dilakukan dalam
rangka promosi dan tidak bersifat permanen. Persyaratan untuk
dapat melakukan kegiatan pameran adalah sebagai berikut:
1)
dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh)
hari;
2) kegiatan pameran dimaksud dilaporkan kepada Otoritas
Jasa Keuangan paling lambat 3 (tiga) hari kerja sebelum
pelaksanaan kegiatan;
3) terdapat mekanisme untuk meyakinkan nasabah bahwa
penerima titipan adalah orang yang memiliki otorisasi; dan
4) tersedianya kebijakan dan prosedur intern termasuk
mekanisme pencatatan transaksi yang dilakukan selama
kegiatan pameran.
b. Layanan yang dapat dilakukan BPRS dalam kegiatan pameran
adalah sebagai berikut:
1) mempromosikan produk BPRS yang bersangkutan;
2) melayani pembukaan rekening baru; dan/atau
3) menerima setoran paling banyak sebesar jumlah minimum
yang dipersyaratkan untuk pembukaan rekening baru.
VII. Kegiatan Layanan dengan Menggunakan Kartu ATM dan/atau Kartu Debet
1. Kesiapan Teknologi Informasi dalam Kegiatan Layanan BPRS dengan
Menggunakan Kartu ATM dan/atau Kartu Debet.
a. Kegiatan layanan dengan menggunakan kartu ATM, dan/atau
kartu debet selain tunduk kepada Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan yang mengatur mengenai BPRS dan peraturan
pelaksanaannya juga tunduk kepada Peraturan Bank Indonesia
yang mengatur mengenai penyelenggaraan kegiatan alat
pembayaran dengan menggunakan kartu dan peraturan
pelaksanaannya.
b. Kartu ATM dan/atau kartu debet merupakan alat pembayaran
dengan menggunakan kartu sebagaimana diatur dalam Peraturan
Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan
kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu dan
peraturan pelaksanaannya.
-53-
c. Dalam rangka penyelenggaraan kegiatan layanan dengan
menggunakan kartu ATM dan/atau kartu debet, BPRS harus
memiliki teknologi informasi yang memadai. Teknologi informasi
yang memadai dalam penyelenggaraan kegiatan ATM dan/atau
kartu debet termasuk dalam hal ini memiliki sistem yang mampu
melakukan pembukuan transaksi pada saat transaksi
berlangsung (real time), disertai dengan mekanisme pengamanan
mulai dari sistem, data, dan jaringan, serta adanya mekanisme
pemantauan dan evaluasi terhadap sarana teknologi informasi
untuk penyelenggaraan layanan kepada nasabah.
d. Sarana teknologi informasi sebagaimana dimaksud pada huruf c
paling sedikit menerapkan prinsip-prinsip pengendalian
pengamanan data nasabah dan transaksi, sebagai berikut:
1) Kebijakan dan prosedur teknologi informasi, yang mencakup
prinsip:
a) kerahasiaan (confidentiality), yaitu memastikan bahwa
metode dan prosedur yang dimilikinya dapat melindungi
kerahasiaan data nasabah;
b)
integritas (integrity), yaitu memastikan bahwa metode
dan prosedur yang dimilikinya mampu melindungi data
sehingga menjadi akurat, andal, konsisten, dan terbukti
kebenarannya agar terhindar dari kesalahan,
kecurangan, manipulasi, penyalahgunaan, dan
perusakan data;
c) ketersediaan (availability), yaitu memastikan
ketersediaan sistem secara berkesinambungan;
d) keaslian (authentication), yaitu harus dapat menguji
keaslian identitas nasabah untuk memastikan bahwa
transaksi keuangan dilakukan oleh nasabah yang
berhak;
e) pencegahan terjadinya penyangkalan transaksi yang
telah dilakukan (non repudiation), yaitu BPRS harus
menyusun, menetapkan, dan melaksanakan prosedur
yang dapat memastikan bahwa transaksi yang telah
dilakukan nasabah tidak dapat diingkari dan dapat
dipertanggungjawabkan;
-54-
f) pemisahan tugas dan tanggung jawab (segregation of
duties), yaitu harus memastikan bahwa terdapat
pemisahan tugas dan tanggung jawab pihak-pihak yang
terkait dengan penggunaan sistem, database, dan
aplikasi. Pihak-pihak yang terkait antara lain bank
penyelenggara, agen, dan nasabah;
g) pengendalian otorisasi dalam sistem, database, dan
aplikasi (authorization of control), yaitu harus
memastikan adanya pengendalian terhadap hak akses
dan otorisasi yang tepat terhadap sistem, database, dan
aplikasi yang digunakannya. Seluruh arsip dan data
yang bersifat rahasia hanya dapat diakses oleh pihak
yang telah memiliki otorisasi serta harus dipelihara
secara aman dan dilindungi dari kemungkinan
diketahui atau dimodifikasi oleh pihak yang tidak
berwenang;
h) pemeliharaan jejak audit (maintenance of audit trails),
yaitu harus memastikan tersedianya log transaksi dan
memelihara log transaksi sesuai kebijakan retensi data
BPRS dan peraturan perundang-undangan guna
tersedianya jejak audit yang jelas sehingga dapat
digunakan untuk membantu pembuktian dan
penyelesaian perselisihan serta pendeteksian usaha
penyusupan pada sistem. BPRS harus menganalisis dan
mengevaluasi fungsi jejak audit secara berkala.
2) Kebijakan dan prosedur intern untuk sistem dan sumber
daya manusia yang paling sedikit mencakup:
a) Peran dan tanggung jawab manajemen dalam
melakukan pengawasan yang efektif terhadap risiko
yang terkait dengan penyelenggaraan kartu ATM
dan/atau kartu debet, termasuk penetapan
akuntabilitas, kebijakan, dan proses pengendalian
untuk mengelola risiko penyelenggaraan kartu ATM
dan/atau kartu debet.
b) Memastikan bahwa terdapat sumber daya manusia
yang terlibat dalam penyelenggaraan kartu ATM
dan/atau kartu debet cukup memadai dan berkualitas
-55-
serta memperoleh pendidikan dan pelatihan yang
diperlukan secara berkelanjutan sehingga dapat
mengikuti perkembangan teknologi informasi.
c) Adanya call center yang berfungsi untuk menerima
laporan atau keluhan yang disampaikan oleh nasabah
dan/atau pengguna kartu ATM dan/atau kartu debet.
3) Adanya Business Continuity Plan (BCP), yaitu suatu dokumen
tertulis yang memuat rangkaian kegiatan yang terencana
dan terkoordinir mengenai langkah-langkah pengurangan
risiko, penanganan dampak gangguan atau bencana, dan
proses pemulihan agar kegiatan operasional BPRS dan
pelayanan kepada nasabah tetap dapat berjalan. BCP harus
dapat menjaga kelangsungan kegiatan pelayanan kas berupa
kartu ATM dan/atau kartu debet. BCP meliputi tindakan
preventif maupun contingency plan (termasuk penyediaan
sarana back up) apabila terjadi kondisi darurat atau
gangguan yang mengakibatkan sistem utama penyelenggara
kartu ATM dan/atau Automated Deposit Machine (ADM),
tidak dapat digunakan. BCP melibatkan seluruh sumber
daya teknologi informasi termasuk sumber daya manusia
yang mendukung fungsi bisnis dan kegiatan operasional
yang kritikal bagi BPRS.
2. Penyediaan Layanan dengan Menggunakan Kartu ATM dan/atau
Kartu Debet.
a. Dalam penyediaan layanan dengan menggunakan kartu ATM
dan/atau kartu debet baik yang dikelola sendiri oleh BPRS
maupun diselenggarakan melalui kerjasama dengan jaringan
bersama ATM dan/atau Bank Umum, BPRS harus bertindak
sebagai penerbit kartu ATM dan/atau kartu debet.
b. Kegiatan layanan dengan menggunakan kartu ATM dan/atau
kartu debet yang menggunakan Perangkat Perbankan Elektronis
(PPE), yang dikelola sendiri oleh BPRS, hanya dapat dilakukan
dalam wilayah provinsi yang sama dengan kantor pusat BPRS.
c. PPE yang dikelola sendiri oleh BPRS baik yang dimiliki sendiri
maupun secara sewa hanya diperkenankan berada di wilayah
provinsi yang sama dengan kantor pusat BPRS.
-56-
d. Kegiatan layanan dengan menggunakan kartu ATM dan/atau
kartu debet melalui kerjasama dengan jaringan bersama ATM
dan/atau Bank Umum dapat dilakukan sampai ke luar wilayah
provinsi tempat kedudukan kantor pusat BPRS.
e. Dalam hal BPRS melakukan kerjasama sebagaimana dimaksud
pada huruf d dan menggunakan PPE yang dikelola sendiri oleh
BPRS, keberadaan PPE yang dikelola sendiri oleh BPRS tidak
diperkenankan berada di luar wilayah provinsi tempat kedudukan
kantor pusat BPRS yang bersangkutan.
3. Perizinan Layanan Kartu ATM dan/atau Kartu Debet BPRS
a. Sesuai Pasal 54 ayat (1) POJK BPRS, BPRS yang akan bertindak
sebagai penerbit kartu ATM dan/atau kartu debet wajib terlebih
dahulu memperoleh persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan.
b. Permohonan persetujuan kepada Otoritas Jasa Keuangan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dapat diajukan setelah
dipenuhinya persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54
ayat (2) POJK BPRS.
c. BPRS menyampaikan permohonan untuk mendapatkan
persetujuan dalam rangka melakukan kegiatan layanan dengan
menggunakan kartu ATM dan/atau kartu debet kepada Otoritas
Jasa Keuangan secara tertulis dengan menggunakan format surat
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.9. Permohonan
tersebut paling sedikit memuat informasi tentang jenis kegiatan
alat pembayaran dengan menggunakan kartu (APMK), rencana
waktu dimulainya kegiatan layanan, dan nama produk yang akan
digunakan, disertai dengan dokumen:
1)
hasil analisis bisnis 1 (satu) tahun ke depan atas
penyelenggaraan kegiatan APMK; dan
2) teknologi informasi yang memadai sebagaimana pada
butir 1.c.
d. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan
atas permohonan untuk melakukan kegiatan layanan dengan
menggunakan kartu ATM dan/atau kartu debet sebagaimana
dimaksud pada huruf a paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja
sejak permohonan berikut dokumen yang dipersyaratkan
diterima secara lengkap.
-57-
e.
Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan
atas permohonan untuk melakukan kegiatan layanan dengan
menggunakan kartu ATM dan/atau kartu debet sebagaimana
dimaksud pada huruf c berdasarkan:
1) penelitian atas kelengkapan dokumen; dan
2) penelitian pemenuhan persyaratan dan kebenaran dokumen
berupa:
a) rencana kegiatan layanan dengan menggunakan kartu
ATM dan/atau kartu Debet dalam rencana kerja
tahunan BPRS;
b) tingkat kesehatan dengan peringkat komposit minimal
2 (dua) selama 2 (dua) periode terakhir;
c)
tidak dalam keadaan rugi dalam 1 (satu) tahun terakhir;
d) teknologi informasi yang memadai; dan
e)
f.
tidak terdapat pelanggaran ketentuan terkait dengan
BPRS.
Penelitian kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud pada
butir d.1) yaitu penelitian terhadap kelengkapan dokumen
persyaratan pengajuan permohonan untuk melakukan kegiatan
layanan dengan menggunakan kartu ATM dan/atau kartu debet.
Penelitian terhadap kebenaran dokumen sebagaimana dimaksud
pada butir d.2) dapat dilakukan melalui pemeriksaan.
g. Dalam hal dokumen permohonan persetujuan yang disampaikan
dinilai telah lengkap, Otoritas Jasa Keuangan menyampaikan
surat pemberitahuan kepada BPRS bahwa dokumen permohonan
untuk melakukan kegiatan layanan dengan menggunakan kartu
ATM dan/atau kartu debet telah lengkap.
h. Dalam hal dokumen permohonan persetujuan untuk melakukan
kegiatan layanan dengan menggunakan kartu ATM dan/atau
kartu debet yang disampaikan oleh BPRS dinilai belum lengkap,
Otoritas Jasa Keuangan memberitahukan kepada BPRS untuk
melengkapi kekurangan dokumen paling lambat 10 (sepuluh) hari
kerja sejak tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan.
i. Dalam hal BPRS telah memenuhi kekurangan dokumen dalam
batas waktu sebagaimana dimaksud pada huruf g dan
berdasarkan penilaian Otoritas Jasa Keuangan dokumen yang
disampaikan oleh BPRS telah lengkap, proses persetujuan atau
-58-
penolakan atas permohonan untuk melakukan kegiatan layanan
dengan menggunakan kartu ATM dan/atau kartu debet mulai
berjalan terhitung sejak tanggal surat pemberitahuan Otoritas
Jasa Keuangan.
j. Dalam rangka melakukan proses penilaian dan penelitian
pemenuhan persyaratan dan kebenaran dokumen terkait dengan
proses pada butir d.2), Otoritas Jasa Keuangan dapat meminta
tambahan atau perbaikan dokumen kepada BPRS.
k. Tambahan atau perbaikan dokumen sebagaimana dimaksud
pada huruf i disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling
lambat 20 (dua puluh) hari kerja sejak tanggal surat
pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan.
l. Dalam hal BPRS telah memperoleh persetujuan dari Otoritas Jasa
Keuangan untuk bertindak sebagai penerbit kartu ATM dan/atau
kartu debet, BPRS mengajukan permohonan izin sebagai penerbit
kartu ATM dan/atau kartu debet kepada Bank Indonesia sesuai
dengan kebijakan dan prosedur yang diatur dalam Peraturan
Bank Indonesia mengenai APMK dan peraturan pelaksanaannya.
m. BPRS menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan layanan
dengan menggunakan kartu ATM dan/atau kartu debet kepada
Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja
sejak tanggal pelaksanaan kegiatan dengan menggunakan format
surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III.17.
n. BPRS menyampaikan laporan penggunaan PPE dan setiap
penambahan PPE yang dikelola sendiri oleh BPRS kepada Otoritas
Jasa Keuangan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak
tanggal penggunaan dan/atau penambahan PPE dengan
mencantumkan jumlah dan lokasi PPE tersebut.
VIII. PEMINDAHAN ALAMAT KANTOR PUSAT
1. Sesuai Pasal 57 POJK BPRS, BPRS wajib memperoleh persetujuan
Otoritas Jasa Keuangan untuk melakukan pemindahan alamat kantor
pusat.
2. Pemberian persetujuan pemindahan alamat kantor pusat
sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan dalam 2 (dua) tahap:
a. persetujuan prinsip, yaitu persetujuan untuk melakukan
persiapan pemindahan alamat kantor pusat; dan
-59-
b. persetujuan pemindahan alamat kantor pusat, yaitu persetujuan
untuk melakukan pemindahan alamat kantor pusat.
3. Dalam hal pemindahan alamat kantor pusat dilakukan dalam wilayah
kabupaten atau kota yang sama dengan lokasi kantor pusat
sebelumnya, pemberian persetujuan pemindahan alamat kantor pusat
dilakukan dalam 1 (satu) tahap.
4. Permohonan untuk memperoleh persetujuan prinsip sebagaimana
dimaksud pada angka 2 huruf a diajukan oleh BPRS kepada Otoritas
Jasa Keuangan dengan menggunakan format surat sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran II.10 paling sedikit disertai dengan:
a. dokumen yang memberikan keterangan mengenai alasan
pemindahan alamat kantor pusat dan rencana penyelesaian atau
pengalihan tagihan dan kewajiban;
b. dokumen mengenai analisis potensi dan kelayakan pemindahan
alamat kantor pusat; dan
c.
risalah RUPS mengenai persetujuan pemindahan alamat kantor
pusat.
5. Permohonan untuk memperoleh persetujuan pemindahan alamat
kantor pusat sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf b diajukan
oleh BPRS kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan menggunakan
format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.11 paling
sedikit disertai dengan:
a. dokumen kesiapan operasional kantor pusat;
b. akta perubahan anggaran dasar yang telah disetujui oleh instansi
yang berwenang; dan
c. bukti penyelesaian atau pengalihan tagihan dan kewajiban.
6. Permohonan untuk memperoleh persetujuan pemindahan alamat
kantor pusat sebagaimana dimaksud pada angka 3 diajukan oleh
BPRS kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan menggunakan format
surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.12 disertai dengan:
a. alasan pemindahan alamat kantor pusat, dan penyelesaian atau
pengalihan tagihan dan kewajiban;
b. analisis potensi dan kelayakan pemindahan alamat kantor pusat;
c.
risalah RUPS mengenai persetujuan pemindahan alamat kantor
pusat; dan
d. dokumen kesiapan operasional kantor pusat.
-60-
7. Pemindahan alamat kantor pusat dapat dilakukan di seluruh wilayah
Indonesia.
8. Pemindahan kantor pusat dilakukan setelah penyelesaian atau
pengalihan tagihan dan kewajiban BPRS di tempat kedudukan semula
selesai dilakukan.
9. Sesuai Pasal 57 ayat (12) POJK BPRS, dalam hal pemindahan alamat
kantor pusat yang menyebabkan Kantor Cabang dan kantor pusat
BPRS berada di wilayah provinsi yang berbeda, BPRS wajib:
a. menutup dan memindahkan Kantor Cabang BPRS ke dalam
wilayah provinsi yang sama dengan kantor pusat BPRS yang baru;
atau
b. menutup Kantor Cabang BPRS.
10. Sesuai Pasal 57 ayat (13) POJK BPRS, mekanisme penutupan dan
pemindahan Kantor Cabang BPRS ke dalam wilayah provinsi yang
sama dengan kantor pusat BPRS sebagaimana dimaksud pada
angka 9, wajib memenuhi ketentuan penutupan dan pembukaan
Kantor Cabang.
11. Sesuai Pasal 59 ayat (1) POJK BPRS, BPRS mengumumkan
pemindahan alamat kantor pusat kepada nasabah dan masyarakat
paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sebelum pelaksanaan
pemindahan alamat kantor.
12. Sesuai Pasal 59 ayat (2) POJK BPRS, BPRS wajib melaporkan
pelaksanaan pemindahan alamat kantor pusat kepada Otoritas Jasa
Keuangan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal
pelaksanaan pemindahan alamat dengan menggunakan format surat
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III.18.
13. Sesuai Pasal 59 ayat (3) POJK BPRS, apabila dalam jangka waktu 40
(empat puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal persetujuan
diberikan, BPRS tidak melaksanakan pemindahan alamat kantor,
maka persetujuan pemindahan alamat Kantor pusat dan/atau Kantor
Cabang yang telah diterbitkan akan ditinjau kembali. Yang dimaksud
dengan “ditinjau kembali” adalah izin pemindahan dibatalkan apabila
BPRS tidak dapat menyampaikan alasan yang relevan atas
keterlambatan pelaksanaan pemindahan kantor atau diperpanjang
apabila penundaan disebabkan oleh hal-hal yang tidak dapat dihindari
(force majeure) oleh BPRS atau pertimbangan lain yang dapat diterima.
-61-
IX. PEMINDAHAN ALAMAT KANTOR CABANG
1. Permohonan untuk memperoleh persetujuan pemindahan alamat
Kantor Cabang diajukan oleh BPRS kepada Otoritas Jasa Keuangan
dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran II.13 disertai dengan:
a. alasan pemindahan alamat kantor cabang, dan penyelesaian atau
pengalihan tagihan dan kewajiban;
b. analisis potensi dan kelayakan pemindahan alamat kantor
cabang; dan
c. dokumen kesiapan operasional kantor cabang.
2. Sesuai Pasal 59 ayat (1) POJK BPRS, BPRS wajib mengumumkan
pemindahan alamat Kantor Cabang dalam surat kabar harian lokal
dan/atau pada papan pengumuman pada kantor BPRS yang
bersangkutan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sebelum
pelaksanaan pemindahan alamat kantor.
3. Sesuai Pasal 59 ayat (2) POJK BPRS, BPRS wajib melaporkan
pelaksanaan pemindahan alamat Kantor Cabang kepada Otoritas Jasa
Keuangan dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran III.18 paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak
tanggal pelaksanaan pemindahan alamat.
4. Apabila dalam jangka waktu 40 (empat puluh) hari kerja terhitung
sejak tanggal persetujuan diberikan, BPRS tidak melaksanakan
pemindahan alamat kantor maka persetujuan pemindahan alamat
Kantor Cabang yang telah diterbitkan akan ditinjau kembali. Yang
dimaksud dengan “ditinjau kembali” adalah izin pemindahan
dibatalkan apabila BPRS tidak dapat menyampaikan alasan yang
relevan atas keterlambatan pelaksanaan pemindahan kantor atau
diperpanjang apabila penundaan disebabkan oleh hal-hal yang tidak
dapat dihindari (force majeure) oleh BPRS atau pertimbangan lain yang
dapat diterima.
X. PEMINDAHAN ALAMAT KANTOR KAS DAN KEGIATAN PELAYANAN KAS
1. Pelaksanaan pemindahan alamat Kantor Kas dilaporkan kepada
Otoritas Jasa Keuangan dengan menggunakan format surat
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III.19 dan didukung dengan
bukti pengumuman kepada nasabah dan masyarakat.
-62-
2. Pelaksanaan pemindahan kegiatan pelayanan kas berupa pemindahan
alamat payment point dan lokasi perangkat ATM dan/atau ADM
dilaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan menggunakan
format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III.20.
XI. PENUTUPAN KANTOR CABANG
1. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan atas
permohonan penutupan Kantor Cabang BPRS dalam 2 (dua) tahap
yaitu persetujuan prinsip dan persetujuan penutupan.
2. Permohonan persetujuan prinsip penutupan Kantor Cabang diajukan
oleh BPRS kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan menggunakan
format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.14 disertai
dengan alasan penutupan dan dokumen berupa penjelasan mengenai
langkah-langkah yang akan ditempuh dalam rangka penyelesaian atau
pengalihan seluruh tagihan dan kewajiban Kantor Cabang kepada
nasabah dan pihak lainnya.
3. BPRS menyelesaikan seluruh kewajiban Kantor Cabang kepada
nasabah dan pihak lainnya sebagaimana dimaksud pada angka 2
dalam waktu paling lambat 120 (seratus dua puluh) hari kerja setelah
BPRS memperoleh persetujuan prinsip, didukung dengan dokumen
penyelesaian kewajiban.
4. Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada angka 3
terlampaui dan BPRS tidak mengajukan permohonan persetujuan
penutupan Kantor Cabang maka persetujuan prinsip yang telah
diberikan dinyatakan tidak berlaku.
5. Permohonan persetujuan penutupan Kantor Cabang diajukan oleh
BPRS kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan menggunakan format
surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.15 dengan
menyampaikan dokumen bukti pengumuman dan dokumen
pendukung paling sedikit sebagai berikut:
a. bukti penyelesaian seluruh kewajiban kepada nasabah serta
pihak-pihak lain terkait dengan penutupan Kantor Cabang antara
lain berupa dokumen pelunasan kewajiban kepada nasabah atau
pengalihan administrasi nasabah Kantor Cabang kepada Kantor
Cabang lainnya atau bank lain dengan persetujuan nasabah atau
pihak lainnya;
-63-
b. bukti penjualan/pencairan seluruh aset valuta asing menjadi
mata uang Rupiah apabila Kantor Cabang BPRS melakukan
kegiatan usaha sebagai Pedagang Valuta Asing;
c. neraca Kantor Cabang yang menunjukkan seluruh kewajiban
Kantor Cabang kepada nasabah dan pihak lain telah diselesaikan;
d. surat pernyataan seluruh anggota Direksi BPRS bahwa BPRS
telah menyelesaikan seluruh kewajibannya kepada nasabah dan
pihak lain yang terkait dengan penutupan Kantor Cabang BPRS
dan apabila terdapat tuntutan di kemudian hari menjadi
tanggung jawab BPRS; dan
e. surat pernyataan seluruh anggota Direksi BPRS bahwa BPRS
telah melakukan penjualan/pencairan seluruh aset valuta asing.
6. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan atas
permohonan persetujuan penutupan kantor cabang sebagaimana
dimaksud pada angka 1 paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah:
a. permohonan berikut dokumen yang dipersyaratkan sebagaimana
dimaksud pada angka 5 diterima secara lengkap; dan
b. seluruh kewajiban telah diselesaikan berdasarkan hasil
pemeriksaan.
7. Dalam hal dokumen permohonan persetujuan penutupan Kantor
Cabang yang disampaikan oleh BPRS dinilai telah lengkap, Otoritas
Jasa Keuangan menyampaikan surat pemberitahuan kepada BPRS
bahwa dokumen permohonan persetujuan penutupan Kantor Cabang
telah lengkap sehingga proses persetujuan atau penolakan penutupan
Kantor Cabang mulai berjalan terhitung sejak tanggal surat
pemberitahuan kepada BPRS.
8. Dalam hal dokumen permohonan persetujuan penutupan Kantor
Cabang yang disampaikan oleh BPRS dinilai belum lengkap, Otoritas
Jasa Keuangan memberitahukan kepada BPRS untuk melengkapi
kekurangan dokumen paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja sejak
tanggal surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan.
9. Dalam hal BPRS telah memenuhi kekurangan dokumen dalam batas
waktu sebagaimana dimaksud pada angka 8 dan berdasarkan
penelitian Otoritas Jasa Keuangan dokumen yang disampaikan oleh
BPRS telah lengkap, Otoritas Jasa Keuangan memberitahukan
kelengkapan dokumen dan mulai memproses permohonan penutupan
-64-
Kantor Cabang BPRS terhitung sejak tanggal surat pemberitahuan
Otoritas Jasa Keuangan.
10. Dalam hal permohonan penutupan Kantor Cabang telah mendapat
persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan, sesuai Pasal 62 POJK BPRS,
BPRS wajib mengumumkan penutupan kantor sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 64 ayat (2) POJK BPRS, melaksanakan
penutupan kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (3)
POJK BPRS dan menyampaikan laporan pelaksanaan penutupan
Kantor Cabang dengan menggunakan format surat sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran III.21.
XII. PENUTUPAN KANTOR KAS DAN KEGIATAN PELAYANAN KAS
1. Sesuai Pasal 65 POJK BPRS, BPRS wajib menyampaikan laporan
rencana penutupan Kantor Kas dan/atau Kegiatan Pelayanan Kas
kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan menggunakan format surat
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III.22.
2. Sesuai Pasal 66 POJK BPRS, BPRS wajib melaporkan pelaksanaan
penutupan Kantor Kas dan/atau Kegiatan Pelayanan Kas kepada
Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak
tanggal penutupan dengan menggunakan format surat sebagaimana
dimaksud dalam lampiran III.23.
XIII. TATA CARA PERUBAHAN ANGGARAN DASAR DAN PERMOHONAN
PERSETUJUAN PENETAPAN IZIN USAHA DALAM RANGKA PERUBAHAN
NAMA
1. Tata Cara Perubahan Anggaran Dasar
a. Tata cara perubahan anggaran dasar BPRS antara lain karena
perubahan kepemilikan, penambahan modal disetor, perubahan
modal dasar, perubahan anggota Direksi, perubahan anggota
Dewan Komisaris, dan/atau perubahan anggota DPS tunduk
kepada peraturan perundang-undangan.
b. Perubahan anggaran dasar BPRS dilaporkan kepada Otoritas
Jasa Keuangan dengan menggunakan format surat sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran III.24 paling lambat 10 (sepuluh) hari
kerja sejak BPRS menerima persetujuan atau penerimaan
pemberitahuan perubahan anggaran dasar dari instansi yang
berwenang dan disertai dengan anggaran dasar yang telah
-65-
mendapat persetujuan atau penerimaan pemberitahuan
perubahan anggaran dasar serta melampirkan bukti
pemberitahuan atau persetujuan perubahan anggaran dasar.
2. Penetapan Izin Usaha Dalam Rangka Perubahan Nama
a. BPRS mengajukan permohonan mengenai
penetapan
penggunaan izin usaha yang dimiliki BPRS dengan nama baru
kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan menggunakan format
surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.16 dan disertai:
1) alasan perubahan nama BPRS;
2) salinan akta perubahan anggaran dasar;
3) bukti persetujuan atas perubahan anggaran dasar dari
instansi yang berwenang;
4) contoh formulir atau warkat yang akan digunakan BPRS
dengan nama yang baru; dan
5) penyelesaian perubahan kepemilikan BPRS, apabila ada.
b. Surat pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada
huruf a harus ditandatangani oleh 1 (satu) orang anggota Direksi
bersama-sama dengan 1 (satu) orang anggota Dewan Komisaris.
c. Dalam hal permohonan perubahan nama terkait dengan
perubahan kepemilikan BPRS maka Otoritas Jasa Keuangan
akan memberikan persetujuan setelah selesainya proses
perubahan kepemilikan BPRS.
d. Dalam rangka memberikan persetujuan atau penolakan atas
permohonan penetapan izin usaha BPRS dengan menggunakan
nama baru, Otoritas Jasa Keuangan melakukan:
1) penelitian atas kelengkapan dokumen; dan
2) penelitian atas kebenaran dokumen.
e. Dalam hal dokumen permohonan persetujuan penetapan izin
usaha BPRS dengan menggunakan nama baru yang disampaikan
oleh BPRS dinilai telah lengkap, Otoritas Jasa Keuangan
menyampaikan surat pemberitahuan kepada BPRS yang
menyatakan bahwa dokumen permohonan penetapan izin usaha
BPRS dengan menggunakan nama baru telah lengkap, Otoritas
Jasa Keuangan mulai memproses permohonan persetujuan
penetapan izin usaha BPRS dengan menggunakan nama baru
terhitung sejak tanggal surat pemberitahuan tersebut.
-66-
f. Dalam hal dokumen permohonan persetujuan penetapan izin
usaha BPRS dengan menggunakan nama baru yang disampaikan
oleh BPRS dinilai belum lengkap, Otoritas Jasa Keuangan
memberitahukan kepada BPRS untuk melengkapi kekurangan
dokumen paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal
surat pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan.
g. Dalam hal BPRS telah memenuhi kekurangan dokumen dalam
batas waktu sebagaimana dimaksud pada huruf f dan
berdasarkan penilaian Otoritas Jasa Keuangan dokumen yang
disampaikan oleh BPRS telah lengkap, Otoritas Jasa Keuangan
memberitahukan kelengkapan data terkait, dan mulai memproses
permohonan persetujuan penetapan izin usaha BPRS dengan
menggunakan nama baru terhitung sejak tanggal surat
pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan.
h. BPRS yang telah memperoleh persetujuan penetapan izin usaha
BPRS dengan menggunakan nama baru, harus melakukan hal-
hal sebagai berikut:
1) mengumumkan perubahan nama kepada masyarakat dalam
surat kabar harian lokal atau pada papan pengumuman di
seluruh kantor BPRS yang bersangkutan paling lambat 20
(dua puluh) hari kerja sejak tanggal persetujuan dari Otoritas
Jasa Keuangan dan menyampaikan bukti pengumuman
dimaksud paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal
pengumuman dengan menggunakan format surat
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III.25;
2) melakukan penyesuaian penulisan nama pada papan nama,
dokumen, formulir, dan warkat sesuai nama baru BPRS yang
telah disetujui oleh Otoritas Jasa Keuangan serta
penggunaannya untuk kegiatan operasional BPRS paling
lambat 40 (empat puluh) hari kerja sejak persetujuan
penetapan penggunaan izin usaha BPRS dengan nama baru;
dan
3) menyampaikan berita acara pemusnahan formulir dan
warkat BPRS dengan nama lama yang belum digunakan
paling lambat 40 (empat puluh) hari kerja sejak persetujuan
penetapan penggunaan izin usaha BPRS dengan nama baru.
-67-
XIV. FORMAT PENGUMUMAN DAN LAPORAN PELAKSANAAN DALAM RANGKA
PENGENAAN SANKSI
Dalam rangka tindak lanjut pengenaan sanksi dari OJK, BPRS
melaksanakan antara lain:
1. pengumuman penghentian sementara kegiatan operasional Kantor
Pusat/Kantor Cabang/Kantor Kas/Kegiatan Pelayanan Kas dan/atau
kegiatan usaha sebagai Pedagang Valuta Asing, dengan menggunakan
format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III.26.
2. pengumuman penutupan Kantor Cabang/Kantor Kas/Kegiatan
Pelayanan Kas dan/atau kegiatan usaha sebagai Pedagang Valuta
Asing, dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran III.27.
3. laporan pelaksanaan penutupan Kantor Cabang/Kantor Kas/Kegiatan
Pelayanan Kas/Kegiatan Usaha sebagai Pedagang Valuta Asing,
dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran III.28.
4. laporan penyelesaian dan/atau pengalihan kewajiban atas
penghentian sementara kegiatan operasional kantor pusat/Kantor
Cabang/Kantor Kas/Kegiatan Pelayanan Kas dengan menggunakan
format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III.29. Laporan
ini dilampiri dengan surat pernyataan seluruh anggota Direksi
mengenai penyelesaian dan/atau pengalihan seluruh kewajiban,
dengan menggunakan format surat pernyataan sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran III.30.
5. laporan penyelesaian dan/atau pengalihan kewajiban atas penutupan
Kantor Cabang/Kantor Kas dan/atau Kegiatan Pelayanan Kas dengan
menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran
III.31. Laporan ini dilampiri dengan surat pernyataan seluruh anggota
Direksi mengenai penyelesaian dan/atau pengalihan seluruh
kewajiban, dengan menggunakan format surat pernyataan
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III.32.
6. laporan penjualan/pencairan aset valuta asing ke dalam mata uang
Rupiah bagi BPRS yang mempunyai kegiatan usaha sebagai Pedagang
Valuta Asing dengan menggunakan format surat sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran III.33. Laporan ini dilampiri dengan surat
pernyataan seluruh anggota Direksi mengenai penjualan/pencairan
-68-
seluruh aset valuta asing, dengan menggunakan format surat
pernyataan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III.34.
XV. PENCABUTAN IZIN USAHA ATAS PERMINTAAN PEMEGANG SAHAM
1. Prinsip Pencabutan Izin Usaha.
Permohonan persetujuan prinsip pencabutan izin usaha disampaikan
dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran II.17 disertai dengan alasan dan dokumen sebagai berikut:
a.
risalah RUPS yang memuat keputusan mengenai penutupan
BPRS;
b. alasan pencabutan izin usaha;
c. rencana penyelesaian seluruh kewajiban kepada nasabah dan
pihak lainnya;
d. laporan keuangan BPRS posisi bulan terakhir pada saat
permohonan; dan
e. bukti penyelesaian pajak dan kewajiban lainnya kepada negara.
2. Pencabutan Izin Usaha.
Permohonan pencabutan izin usaha disampaikan dengan
menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran
II.18 disertai dengan dokumen sebagai berikut:
a. laporan pelaksanaan penghentian kegiatan usaha BPRS;
b. bukti pengumuman mengenai penghentian seluruh kegiatan
usaha BPRS kepada nasabah dan masyarakat;
c. bukti penyelesaian seluruh hak dan kewajiban BPRS termasuk
penyelesaian pajak dan kewajiban lainnya kepada negara;
d. neraca akhir BPRS beserta laporan hasil verifikasi dari kantor
akuntan publik atas penyelesaian kewajiban BPRS untuk BPRS
yang memiliki aset di atas Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar
rupiah); dan
e. surat pernyataan dari pemegang saham bahwa langkah-langkah
penyelesaian kewajiban BPRS telah dilakukan dan apabila
terdapat tuntutan di kemudian hari menjadi tanggung jawab
pemegang saham.
XVI. KANTOR BPRS TIDAK BEROPERASI PADA HARI KERJA
1. BPRS menyampaikan laporan rencana penutupan sementara kantor
BPRS pada hari kerja (di luar hari libur resmi) kepada Otoritas Jasa
-69-
Keuangan paling lambat 5 (lima) hari kerja sebelum pelaksanaan
penutupan sementara dengan menggunakan format surat
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III.35.
2. BPRS wajib mengumumkan tanggal penutupan kantor sementara
kepada masyarakat dalam surat kabar harian lokal dan/atau pada
papan pengumuman di seluruh kantor BPRS yang bersangkutan
paling lambat 5 (lima) hari kerja sebelum tanggal penutupan.
3. BPRS wajib menyampaikan bukti pengumuman penutupan kantor
sementara kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 3 (tiga) hari
kerja sejak tanggal pengumuman sebagaimana dimaksud dengan
menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran
III.36.
4. BPRS wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pembukaan kembali
kantor paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak tanggal pembukaan
dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran III.37.
XVII.KANTOR BPRS BEROPERASI DI LUAR HARI KERJA OPERASIONAL
1. BPRS harus menetapkan hari dan jam kerja operasional kantor BPRS.
2. Kantor BPRS dapat melakukan kegiatan operasional pada hari dan
waktu tertentu di luar hari dan jam kerja operasional, serta pada hari
libur nasional.
3. Dalam hal BPRS akan melakukan kegiatan operasional sebagaimana
dimaksud pada angka 2, BPRS harus memenuhi hal-hal sebagai
berikut:
a. menyampaikan laporan rencana BPRS dan/atau sebagian kantor
BPRS untuk melakukan kegiatan operasional pada hari dan
waktu tertentu di luar hari dan jam kerja operasional serta pada
hari libur nasional kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan
menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran III.38 paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sebelum
pelaksanaan kegiatan operasional; dan
b. memiliki core banking system yang mampu memproses transaksi
kegiatan operasional secara elektronis dan terintegrasi.
-70-
XVIII. PENYAMPAIAN PERMOHONAN IZIN DAN PENETAPAN BATAS WAKTU
PENGAJUAN PERMOHONAN IZIN SERTA PELAPORAN
1. Pengajuan permohonan izin, pelaporan rencana kegiatan tertentu
BPRS, dan penyampaian laporan terkait BPRS.
a. Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan telah menyediakan sistem
perizinan secara elektronis, pengajuan permohonan izin,
pelaporan rencana kegiatan tertentu BPRS, dan penyampaian
laporan terkait BPRS disampaikan dengan mekanisme dan tata
cara sebagaimana diatur dalam ketentuan yang mengatur
mengenai sistem perizinan secara elektronis.
b. Bukti pengajuan permohonan izin, penyampaian rencana
kegiatan tertentu BPRS, dan penyampaian laporan terkait BPRS
sebagaimana dimaksud pada huruf a diatur lebih lanjut dalam
ketentuan yang mengatur mengenai sistem perizinan secara
elektronis, pengajuan permohonan izin, pelaporan rencana
kegiatan tertentu BPRS, dan penyampaian berbagai laporan.
2. Penetapan waktu penerimaan pengajuan permohonan izin, pelaporan
rencana kegiatan tertentu BPRS, dan penyampaian laporan terkait
BPRS didasarkan pada:
a. tanggal stempel pos atau tanggal pada tanda terima jasa ekspedisi
apabila laporan dikirim melalui kantor pos atau perusahaan jasa
ekspedisi; atau
b. tanggal penerimaan laporan oleh Otoritas Jasa Keuangan apabila
laporan disampaikan secara langsung.
XIX. ALAMAT PENGAJUAN PERMOHONAN IZIN, PELAPORAN RENCANA
KEGIATAN TERTENTU, DAN PENYAMPAIAN LAPORAN TERKAIT
1. Permohonan pendirian dan pencabutan izin usaha BPRS ditujukan
kepada:
a. Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan u.p. Kepala
Departemen Perbankan Syariah (DPBS). Dalam hal BPRS yang
akan didirikan berada di luar wilayah kerja DPBS maka
permohonan tersebut harus ditembuskan kepada Kepala Regional
atau Kepala Otoritas Jasa Keuangan setempat dengan mengacu
kepada pembagian wilayah kerja Otoritas Jasa Keuangan
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IV.
-71-
b. Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan telah menyediakan sistem
perizinan secara elektronis, pengajuan permohonan persetujuan
prinsip pendirian BPRS dan izin usaha BPRS diajukan kepada
Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan dengan mengacu
pada mekanisme dan tata cara sebagaimana diatur dalam
ketentuan yang mengatur mengenai perizinan secara elektronis.
2. Permohonan izin selain izin pendirian dan pencabutan izin usaha
BPRS ditujukan kepada:
a. Departemen Perbankan Syariah, Kantor Regional atau Kantor
Otoritas Jasa Keuangan setempat dengan mengacu kepada
pembagian wilayah kerja Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran IV.
b. Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan telah menyediakan sistem
perizinan secara elektronis, pengajuan permohonan izin selain
pendirian BPRS diajukan kepada Dewan Komisioner Otoritas
Jasa Keuangan dengan mengacu pada mekanisme dan tata cara
sebagaimana dalam ketentuan yang mengatur mengenai
perizinan secara elektronis.
3. Pelaporan rencana kegiatan tertentu BPRS dan penyampaian laporan
terkait BPRS, dilaksanakan sebagai berikut:
a. Pelaporan rencana kegiatan tertentu BPRS dan penyampaian
laporan terkait BPRS ditujukan kepada Otoritas Jasa Keuangan
u.p. Departemen Perbankan Syariah, Kantor Regional atau Kantor
Otoritas Jasa Keuangan setempat, dengan mengacu kepada
pembagian wilayah kerja Kantor Otoritas Jasa Keuangan
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IV.
b. Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan telah menyediakan sistem
perizinan secara elektronis, penyampaian laporan rencana
kegiatan tertentu BPRS dan laporan terkait BPRS diajukan
kepada Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan dengan
mengacu pada mekanisme dan tata cara sebagaimana dalam
ketentuan yang mengatur mengenai perizinan secara elektronis.
4. Pembagian wilayah kerja Kantor Otoritas Jasa Keuangan adalah
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IV. Dalam hal terdapat
perubahan pembagian wilayah kerja Kantor Otoritas Jasa Keuangan,
perubahan tersebut akan disampaikan melalui surat.
-72-
XX. LAIN-LAIN
Seluruh Lampiran dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas
Jasa Keuangan ini.
XXI. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku
pada tanggal ditetapkan.
Dengan berlakunya Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini, Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 11/34/DPbS tanggal 23 Desember 2009
perihal Bank Pembiayaan Rakyat Syariah dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 7 Desember 2016
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN
OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
NELSON TAMPUBOLON
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 46/SEOJK.03/2016 </reg_id>
<reg_title> BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH </reg_title>
<set_date> 7 Desember 2016 </set_date>
<effective_date> 7 Desember 2016 </effective_date>
<replaced_reg> '11/34/DPbS|SE-BI/2009' </replaced_reg>
<related_reg> '3/POJK.03/2016' </related_reg>
|
Yth.
1. Direksi Perusahaan Asuransi; dan
2. Direksi Perusahaan Reasuransi,
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR
24/SEOJK.05/2015
TENTANG
PENILAIAN INVESTASI SURAT UTANG DAN PENYESUAIAN
MODAL MINIMUM BERBASIS RISIKO BAGI
PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI
Sehubungan dengan amanat Pasal 5 ayat (2) Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 53/PMK.010/2012 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan
Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dan memperhatikan Peraturan Ketua
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor PER-
08/BL/2012 tentang Pedoman Perhitungan Modal Minimum Berbasis Risiko
bagi Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi, perlu untuk mengatur
mengenai penyesuaian perhitungan penilaian investasi surat utang yang
meliputi surat utang korporasi, sukuk korporasi, surat berharga yang
diterbitkan oleh Negara Republik Indonesia, surat berharga yang diterbitkan
oleh negara selain Negara Republik Indonesia, surat berharga yang diterbitkan
oleh Bank Indonesia, dan surat berharga yang diterbitkan oleh lembaga
multinasional yang Negara Republik Indonesia menjadi salah satu anggota atau
pemegang sahamnya, serta penyesuaian modal minimum berbasis risiko yang
digunakan dalam perhitungan tingkat solvabilitas bagi perusahaan asuransi
dan perusahaan reasuransi dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan
sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
1. Bahwa dampak dari kondisi keuangan global saat ini telah
mengakibatkan nilai pasar dari investasi surat utang yang dimiliki
perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi menunjukkan nilai
yang tidak wajar.
2. Bahwa ...
- 2 -
2. Bahwa dampak dari kondisi keuangan global saat ini telah
mengakibatkan penurunan tingkat solvabilitas perusahaan asuransi dan
perusahaan reasuransi kurang dari tingkat solvabilitas yang
dipersyaratkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
53/PMK.010/2012 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi
dan Perusahaan Reasuransi.
3. Sehubungan dengan butir 1 dan/atau butir 2 perlu diberikan stimulus
bagi perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dalam penilaian
investasi surat utang agar mencerminkan nilai yang wajar, serta
penyesuaian modal minimum berbasis risiko yang diperhitungkan
dalam perhitungan tingkat solvabilitas.
II. PENILAIAN SURAT UTANG
1. Perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dapat melakukan
penilaian surat utang dengan menggunakan nilai perolehan
diamortisasi.
2. Dalam hal perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi melakukan
penilaian surat utang sebagaimana dimaksud pada butir 1, maka
penilaian surat utang tersebut berlaku bagi seluruh surat utang yang
dimiliki perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi.
III. PENYESUAIAN MODAL MINIMUM BERBASIS RISIKO
1. Jumlah modal minimum berbasis risiko yang diperhitungkan dalam
perhitungan tingkat solvabilitas paling rendah 50% (lima puluh persen)
dari perhitungan modal minimum berbasis risiko sebagaimana diatur
dalam Peraturan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan Nomor PER-08/BL/2012 tentang Pedoman Perhitungan
Modal Minimum Berbasis Risiko bagi Perusahaan Asuransi dan
Perusahaan Reasuransi.
2. Persentase modal minimum berbasis risiko yang diperhitungkan dalam
perhitungan tingkat solvabilitas sebagaimana dimaksud pada butir 1,
disesuaikan sampai dengan tingkat solvabilitas perusahaan mencapai
paling tinggi 120% (seratus dua puluh persen).
IV. PENERAPAN ...
- 3 -
IV. PENERAPAN PENILAIAN SURAT UTANG SERTA PENYESUAIAN MODAL
MINIMUM BERBASIS RISIKO
1. Perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi yang memenuhi kondisi
sebagaimana dimaksud pada angka romawi I butir 1 dan butir 2 dapat
menerapkan ketentuan angka romawi II dan/atau angka romawi III.
2. Dalam hal perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi telah
melakukan penilaian sebagaimana dimaksud pada angka romawi II dan
berdasarkan penilaian tersebut tingkat solvabilitas sudah memenuhi
ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 53/PMK.010/2012
tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan
Reasuransi, maka ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka romawi
III menjadi tidak berlaku.
V. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku
pada tanggal ditetapkan sampai dengan tanggal dicabutnya Surat Edaran
Otoritas Jasa Keuangan ini.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Agustus 2015
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS
PERASURANSIAN, DANA PENSIUN,
LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN
LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Sudarmaji
FIRDAUS DJAELANI
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 24/SEOJK.05/2015 </reg_id>
<reg_title> PENILAIAN INVESTASI SURAT UTANG DAN PENYESUAIAN MODAL MINIMUM BERBASIS RISIKO BAGI PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI </reg_title>
<set_date> 31 Agustus 2015 </set_date>
<effective_date> 31 Agustus 2015 </effective_date>
<related_reg> '53/PMK.010/2012|PER-MENKEU/2012 | Pasal 5 ayat (2)', 'PER-08/BL/2012|PERTA-BAPEPAM-LK/2012' </related_reg>
|
Yth.
1. Konsultan Aktuaria;
2. Akuntan Publik; dan
3. Penilai,
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 29 /SEOJK.05/2016
TENTANG
BENTUK DAN TATA CARA PERMOHONAN, PENYAMPAIAN LAPORAN, DAN
PROGRAM PENDIDIKAN BERKELANJUTAN
KONSULTAN AKTUARIA, AKUNTAN PUBLIK, DAN PENILAI
YANG MELAKUKAN KEGIATAN DI INDUSTRI KEUANGAN NON-BANK
Sehubungan dengan amanat ketentuan Pasal 8 ayat (5), Pasal 10 ayat (4),
Pasal 11 ayat (4), Pasal 14 ayat (5), dan Pasal 16 ayat (3) Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan Nomor 38/POJK.05/2015 tentang Pendaftaran dan
Pengawasan Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai yang Melakukan
Kegiatan di Industri Keuangan Non-Bank (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 361, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5807), perlu untuk mengatur lebih lanjut mengenai bentuk
dan tata cara permohonan pendaftaran, penyampaian laporan, program
pendidikan berkelanjutan, bentuk dan tata cara permohonan persetujuan
penghentian pemberian jasa untuk sementara waktu, bentuk dan tata cara
permohonan pengaktifan kembali surat tanda terdaftar, serta bentuk dan tata
cara permohonan pengunduran diri konsultan aktuaria, akuntan publik, dan
penilai dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan:
1. Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank yang selanjutnya disingkat
LJKNB adalah lembaga yang melaksanakan kegiatan di sektor
perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga
jasa keuangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-
- 2 -
Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan,
termasuk yang menyelenggarakan seluruh atau sebagian usahanya
berdasarkan prinsip syariah.
2.
Industri Keuangan Non-Bank yang selanjutnya disingkat IKNB adalah
industri keuangan yang terdiri dari LJKNB.
3. Konsultan Aktuaria adalah aktuaris yang bekerja pada kantor
konsultan aktuaria dan memberikan jasa di sektor IKNB.
4. Akuntan Publik adalah akuntan publik sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik
dan memberikan jasa di sektor IKNB.
5.
Penilai adalah seseorang yang dengan keahliannya menjalankan
kegiatan penilaian aset dan memberikan jasa di sektor IKNB.
6. Program Pendidikan Berkelanjutan yang selanjutnya disebut PPL
adalah suatu pendidikan dan/atau pelatihan profesi bagi Konsultan
Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai yang bersifat berkelanjutan
dan bertujuan untuk menjaga kompetensi.
7. Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK adalah
Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
II. BENTUK PERMOHONAN PENDAFTARAN, PERSETUJUAN PENGHENTIAN
PEMBERIAN JASA UNTUK SEMENTARA WAKTU, PENGAKTIFAN
KEMBALI SURAT TANDA TERDAFTAR, DAN PENGUNDURAN DIRI
1. Bentuk permohonan pendaftaran, persetujuan penghentian
pemberian jasa untuk sementara waktu, pengaktifan kembali surat
tanda terdaftar, dan pengunduran diri Konsultan Aktuaria, Akuntan
Publik, dan Penilai adalah sebagai berikut:
a. untuk permohonan pendaftaran Konsultan Aktuaria, Akuntan
Publik, dan Penilai menggunakan format sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran I;
b. untuk permohonan persetujuan penghentian pemberian jasa
untuk sementara waktu atas permintaan Konsultan Aktuaria,
Akuntan Publik, dan Penilai menggunakan format sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran II;
c. untuk permohonan pengaktifan kembali surat tanda terdaftar
Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai menggunakan
format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III; dan
- 3 -
d. untuk permohonan pengunduran diri Konsultan Aktuaria,
Akuntan Publik, dan Penilai menggunakan format sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran IV,
yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran
OJK ini.
2. Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1
disetujui, OJK akan menerbitkan:
a. surat tanda terdaftar untuk permohonan pendaftaran Konsultan
Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai;
b. persetujuan penghentian pemberian jasa untuk sementara
waktu untuk permohonan persetujuan penghentian pemberian
jasa untuk sementara waktu atas permintaan Konsultan
Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai;
c. surat pemberitahuan untuk permohonan pengaktifan kembali
surat tanda terdaftar Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan
Penilai; dan
d. surat pembatalan surat tanda terdaftar untuk permohonan
pengunduran diri Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan
Penilai,
yang berlaku sejak tanggal ditetapkan.
III. BENTUK DAN BATAS WAKTU PENYAMPAIAN LAPORAN KONSULTAN
AKTUARIA, AKUNTAN PUBLIK, DAN PENILAI
1. Laporan Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai terdiri dari
laporan berkala dan laporan sewaktu-waktu.
2. Laporan Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai
sebagaimana dimaksud pada angka 1 disusun dan ditandatangani
oleh Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, atau Penilai yang
melaporkan.
3. Laporan berkala sebagaimana dimaksud pada angka 1 terdiri dari
laporan PPL tahunan.
4. Laporan PPL tahunan sebagaimana dimaksud pada angka 3
disampaikan kepada OJK paling lambat pada tanggal 15 Februari
tahun berikutnya.
5. Laporan PPL tahunan sebagaimana dimaksud pada angka 3
menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran V yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini.
- 4 -
6. Laporan sewaktu-waktu sebagaimana dimaksud pada angka 1 terdiri
dari:
a. laporan perubahan data dan informasi; dan
b. laporan mengenai pelanggaran ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku di sektor jasa keuangan dan/atau di
OJK yang dilakukan oleh LJKNB, serta kondisi atau perkiraan
kondisi yang dapat membahayakan kelangsungan usaha LJKNB
atau para pemangku kepentingan.
7. Laporan perubahan data dan informasi sebagaimana dimaksud pada
angka 6 huruf a disampaikan kepada OJK paling lama 20 (dua puluh)
hari kerja sejak terjadinya perubahan tersebut.
8. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 6 huruf b disampaikan
kepada OJK paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak ditemukan
adanya hal-hal sebagai berikut:
a. pelanggaran yang dilakukan terhadap ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di sektor jasa keuangan
dan/atau di OJK; dan/atau
b. hal-hal yang dapat membahayakan kelangsungan usaha LJKNB
atau para pemangku kepentingan.
9. Laporan sewaktu-waktu sebagaimana dimaksud pada angka 6
menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran V yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran
OJK ini.
IV. PROGRAM PENDIDIKAN BERKELANJUTAN (PPL)
1. Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai wajib mengikuti
PPL.
2. PPL sebagaimana dimaksud pada angka 1 diikuti oleh Konsultan
Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai setiap tahun.
3. PPL sebagaimana dimaksud pada angka 1 merupakan PPL yang
diselenggarakan oleh Kementerian Keuangan, OJK, atau asosiasi
profesi yang diakui oleh instansi yang berwenang.
4. Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai yang terdaftar di
OJK harus mengikuti PPL di bidang IKNB paling sedikit 5 (lima)
Satuan Kredit Profesi (SKP) setiap tahun.
- 5 -
5. Dalam hal jumlah SKP yang diikuti dalam satu tahun kurang dari
ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 4, maka kepada
Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai yang bersangkutan
diberikan kesempatan untuk menambah jumlah SKP pada
penyelenggaraan PPL di tahun berikutnya.
6. Kesempatan untuk menambah jumlah SKP sebagaimana dimaksud
pada angka 5 diberikan dalam hal terdapat kelebihan jumlah SKP
pada tahun berjalan untuk menutup kekurangan jumlah SKP pada
tahun sebelumnya.
7. Dalam hal Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai tidak
mengikuti kesempatan yang diberikan sebagaimana dimaksud pada
angka 5, Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai dianggap
tidak mengikuti PPL pada tahun yang bersangkutan.
8. Dalam hal pemenuhan kewajiban atas PPL merupakan syarat untuk
memperoleh kembali surat tanda terdaftar sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14 ayat (1) Peraturan OJK Nomor 38/POJK.05/2015
tentang Pendaftaran dan Pengawasan Konsultan Aktuaria, Akuntan
Publik, dan Penilai yang Melakukan Kegiatan di Industri Keuangan
Non-Bank, maka Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai
harus mengikuti PPL di bidang IKNB paling sedikit 5 (lima) SKP.
V. ASOSIASI PROFESI
1. Asosiasi profesi sebagaimana dimaksud dalam Romawi IV angka 3
melaporkan rencana penyelenggaraan PPL kepada OJK yang paling
sedikit mencakup silabus, metode, dan jadwal PPL yang akan
dilaksanakan dalam 1 (satu) tahun, paling lambat pada tanggal 15
Oktober sebelum periode penyelenggaraan PPL.
2. Asosiasi profesi sebagaimana dimaksud dalam Romawi IV angka 3
menyampaikan daftar nama peserta PPL dan jumlah SKP untuk
periode 1 (satu) tahun berjalan, paling lambat pada tanggal 31
Januari tahun berikutnya kepada OJK.
3. Penyampaian rencana penyelenggaraan PPL sebagaimana dimaksud
pada angka 1 dan daftar nama peserta PPL dan jumlah SKP
sebagaimana dimaksud pada angka 2 ditujukan kepada:
Otoritas Jasa Keuangan
u.p. Direktur Jasa Penunjang IKNB
- 6 -
Gedung Menara Merdeka, Lantai 20
Jl. Budi Kemuliaan I No.2
Jakarta Pusat – 10110
4. OJK dapat melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap
pelaksanaan PPL yang diselenggarakan oleh asosiasi profesi
sebagaimana dimaksud dalam Romawi IV angka 3.
VI. TATA CARA PENYAMPAIAN PERMOHONAN DAN LAPORAN KONSULTAN
AKTUARIA, AKUNTAN PUBLIK, DAN PENILAI KEPADA OJK
1. Romawi ini mengatur permohonan yang mencakup permohonan
pendaftaran, permohonan persetujuan penghentian pemberian
jasa
untuk
kembali
sementara
surat
tanda
waktu, permohonan pengaktifan
terdaftar,
dan
permohonan
pengunduran diri Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan
Penilai kepada OJK.
2. Permohonan dan laporan Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan
Penilai disampaikan kepada OJK secara online melalui sistem
jaringan komunikasi data OJK.
3. Dalam hal sistem jaringan komunikasi data OJK belum tersedia,
permohonan dan laporan Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan
Penilai dilakukan dalam bentuk hasil cetak komputer (hardcopy) dan
softcopy secara offline.
4. Dalam hal OJK mengalami gangguan teknis pada sistem jaringan
komunikasi data OJK, OJK mengumumkan melalui situs web OJK
pada hari yang sama saat terjadinya gangguan teknis.
5. Dalam hal terjadi gangguan teknis sebagaimana dimaksud pada
angka 4, penyampaian permohonan Konsultan Aktuaria, Akuntan
Publik, dan Penilai dilakukan dalam bentuk hasil cetak komputer
(hardcopy) dan softcopy secara offline.
6. Dalam hal gangguan teknis sebagaimana dimaksud pada angka 4
terjadi saat batas waktu penyampaian laporan Konsultan Aktuaria,
Akuntan Publik, dan Penilai, penyampaian laporan Konsultan
Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai dilakukan dalam bentuk hasil
cetak komputer (hardcopy) dan softcopy secara offline paling lambat
pada hari kerja pertama berikutnya.
7. Penyampaian permohonan dan laporan Konsultan Aktuaria, Akuntan
Publik, dan Penilai sebagaimana dimaksud pada angka 5 dan angka 6
- 7 -
dilakukan melalui surat pengantar yang ditandatangani oleh
Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, atau Penilai yang bersangkutan
dan ditujukan kepada:
Otoritas Jasa Keuangan
u.p. Direktur Jasa Penunjang IKNB
Gedung Menara Merdeka, Lantai 20
Jl. Budi Kemuliaan I No.2
Jakarta Pusat – 10110
8. Penyampaian permohonan dan laporan Konsultan Aktuaria, Akuntan
Publik, dan Penilai sebagaimana dimaksud pada angka 7 dilakukan
dengan salah satu cara sebagai berikut:
a. diserahkan langsung ke kantor OJK sebagaimana dimaksud
pada angka 7;
b. dikirim melalui kantor pos secara tercatat; atau
c. dikirim melalui perusahaan jasa pengiriman/titipan.
9. Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai dinyatakan
telah menyampaikan permohonan dan laporan Konsultan
Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. untuk penyampaian secara online melalui sistem jaringan
komunikasi data OJK, dibuktikan dengan tanda terima dari
OJK; atau
b. untuk penyampaian melalui surat, dibuktikan dengan:
1) surat tanda terima dari OJK, apabila permohonan dan
laporan diserahkan langsung ke kantor OJK sebagaimana
dimaksud pada angka 8 huruf a; atau
2) tanda terima pengiriman dari kantor pos atau perusahaan
jasa pengiriman/titipan, apabila permohonan dan laporan
dikirim melalui kantor pos atau perusahaan jasa
pengiriman/titipan sebagaimana dimaksud pada angka 8
huruf b dan huruf c.
10. Dalam hal terdapat perubahan alamat kantor OJK untuk
penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada angka 7, OJK
akan menyampaikan pemberitahuan mengenai perubahan alamat
melalui surat atau pengumuman.
- 8 -
VII. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran OJK ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 25 Juli 2016
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS
PERASURANSIAN, DANA PENSIUN,
LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN
LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN,
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
ttd
FIRDAUS DJAELANI
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 9/SEOJK.05/2016 </reg_id>
<reg_title> DASAR PENILAIAN INVESTASI DANA PENSIUN, BENTUK DAN SUSUNAN SERTA TATA CARA PENYAMPAIAN LAPORAN INVESTASI TAHUNAN DANA PENSIUN </reg_title>
<set_date> 11 April 2016 </set_date>
<effective_date> 11 April 2016 </effective_date>
<related_reg> '3/POJK.05/2015 | Pasal 2 ayat (3), Pasal 21 ayat (5), dan Pasal 27 ayat (2)' </related_reg>
|
Yth.
1. Direksi Perusahaan Asuransi;
2. Direksi Perusahan Asuransi Syariah;
3. Direksi Perusahaan Reasuransi; dan
4. Direksi Perusahaan Reasuransi Syariah,
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 46 /SEOJK.05/2017
TENTANG
PENGENDALIAN FRAUD, PENERAPAN STRATEGI ANTI FRAUD, DAN
LAPORAN STRATEGI ANTI FRAUD BAGI PERUSAHAAN ASURANSI,
PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH, PERUSAHAAN REASURANSI,
PERUSAHAAN REASURANSI SYARIAH, ATAU UNIT SYARIAH
Sehubungan dengan amanat ketentuan Pasal 72 ayat (5), Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 69/POJK.5/2016 tentang Penyelenggaraan
Usaha Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan
Reasuransi, dan Perusahaan Reasuransi Syariah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2016 Nomor 302, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5992), perlu untuk mengatur ketentuan pelaksanaan
mengenai pengendalian fraud, penerapan strategi anti fraud, dan laporan
strategi anti fraud bagi perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah,
perusahaan reasuransi, perusahaan reasuransi syariah, atau unit syariah
dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan:
1. Perusahaan adalah perusahaan asuransi, perusahaan asuransi
syariah, perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransi syariah.
2. Unit Syariah adalah unit kerja di kantor pusat perusahaan asuransi
atau perusahaan reasuransi yang berfungsi sebagi kantor induk dari
kantor di luar kantor pusat yang menjalankan usaha berdasarkan
prinsip syariah.
- 2 -
3. Fraud adalah tindakan penyimpangan atau pembiaran yang sengaja
dilakukan untuk mengelabui, menipu, atau memanipulasi
Perusahaan atau Unit Syariah, pemegang polis, tertanggung, peserta,
atau pihak lain, sehingga Perusahaan, Unit Syariah, pemegang polis,
tertanggung, peserta, atau pihak lain menderita kerugian dan/atau
pelaku Fraud memperoleh keuntungan keuangan baik secara
langsung maupun tidak langsung.
4. Strategi Anti Fraud adalah strategi Perusahaan atau Unit Syariah
dalam mengendalikan Fraud yang dirancang dengan mengacu pada
proses terjadinya Fraud dengan memperhatikan karakteristik dari
potensi Fraud yang komprehensif dan diimplementasikan dalam
bentuk sistem pengendalian Fraud.
II. PENGENDALIAN FRAUD
1. Dalam rangka mengendalikan risiko terjadinya Fraud, Perusahaan
atau Unit Syariah wajib melaksanakan fungsi pengendalian Fraud
dan menerapkan Strategi Anti Fraud.
2. Fungsi pengendalian Fraud sebagaimana dimaksud pada angka 1
meliputi aspek sebagai berikut:
a. pengawasan aktif manajemen paling sedikit meliputi:
1) pengendalian Fraud secara menyeluruh yang dilakukan
oleh direksi atau yang setara dalam pelaksanaan tugas,
wewenang, dan tanggung jawab;
2) tugas, wewenang, dan tanggung jawab direksi atau yang
setara sebagaimana dimaksud pada angka 1) dalam
melakukan pengendalian Fraud secara umum mencakup:
a) pengembangan budaya dan kepedulian terhadap anti
Fraud pada seluruh jenjang organisasi, sebagai contoh
dengan mendeklarasikan ketentuan anti Fraud;
b) penyusunan dan pengawasan penerapan kode etik
dalam pencegahan Fraud bagi seluruh jenjang
organisasi Perusahaan atau Unit Syariah;
c) penyusunan dan pengawasan penerapan Strategi Anti
Fraud;
d) pengembangan kualitas sumber daya manusia,
khususnya yang terkait dengan peningkatan
awareness dan pengendalian Fraud;
- 3 -
e) pemantauan dan evaluasi atas kejadian Fraud serta
penetapan tindak lanjut; dan
f) pengembangan saluran komunikasi yang efektif di
internal Perusahaan atau Unit Syariah agar seluruh
jenjang organisasi Perusahaan atau Unit Syariah
memahami dan mematuhi kebijakan dan prosedur
yang berlaku termasuk kebijakan dalam rangka
pengendalian Fraud; dan
3) dewan komisaris atau yang setara bertanggung jawab
untuk memantau secara berkala atas pengendalian Fraud.
b. organisasi dan pertanggungjawaban paling sedikit meliputi:
1) Perusahaan atau Unit Syariah membentuk unit atau fungsi
yang bertugas menangani pengendalian Fraud dalam
organisasi Perusahaan atau Unit Syariah.
2) pembentukan unit atau fungsi sebagaimana dimaksud pada
angka 1) paling sedikit memenuhi kriteria sebagai berikut:
a) struktur organisasi disesuaikan dengan karakteristik
dan kompleksitas kegiatan usaha Perusahaan atau
Unit Syariah;
b) penetapan uraian tugas dan tanggung jawab yang
jelas;
c) pertanggungjawaban unit atau fungsi tersebut
langsung kepada direksi atau yang setara serta
hubungan komunikasi dan pelaporan secara langsung
kepada dewan komisaris atau yang setara; dan
d) pelaksanaan tugas pada unit atau fungsi tersebut
dilakukan oleh sumber daya manusia yang memiliki
kompetensi, integritas, dan independensi, serta
didukung dengan pertanggungjawaban yang jelas.
c. pengendalian dan pemantauan paling sedikit meliputi:
1) dalam rangka meningkatkan efektifitas sistem pengendalian
internal, Perusahaan atau Unit Syariah melakukan
pengendalian dan pemantauan Fraud.
2)
langkah-langkah dalam pengendalian dan pemantauan
Fraud sebagaimana dimaksud pada angka 1) paling sedikit
sebagai berikut:
- 4 -
a) penetapan kebijakan dan prosedur pengendalian yang
khusus ditujukan dalam rangka penerapan strategi
anti Fraud;
b) pengendalian melalui kaji ulang baik oleh manajemen
(top level review) maupun kaji ulang operasional
(functional review) oleh audit internal atas pelaksanaan
Strategi Anti Fraud;
c) pengendalian di bidang sumber daya manusia yang
ditujukan untuk peningkatan efektivitas pelaksanaan
tugas dan pengendalian Fraud, misalnya kebijakan
rotasi, kebijakan mutasi, cuti wajib, dan aktivitas
sosial atau gathering;
d) penetapan pemisahan fungsi dalam pelaksanaan
aktivitas Perusahaan atau Unit Syariah pada seluruh
jenjang organisasi, misalnya pemisahan fungsi antara
bagian yang melakukan proses akseptasi, klaim, dan
keuangan dengan tujuan agar setiap pihak yang terkait
dalam aktivitas tersebut tidak memiliki peluang untuk
melakukan dan menyembunyikan Fraud;
e) pengendalian sistem informasi yang mendukung
pengolahan, penyimpanan, dan pengamanan data
secara elektronik untuk mencegah potensi terjadinya
Fraud. Pengendalian sistem informasi ini perlu disertai
dengan tersedianya sistem akuntansi untuk menjamin
penggunaan data yang akurat dan konsisten dalam
pencatatan dan pelaporan keuangan Perusahaan atau
Unit Syariah paling sedikit dengan melakukan
rekonsiliasi atau verifikasi data secara berkala; dan
f)
pengendalian lain dalam rangka pengendalian Fraud
seperti pengendalian aset fisik dan dokumentasi.
d. edukasi dan pelatihan paling sedikit meliputi:
1) Perusahaan atau Unit Syariah harus melakukan edukasi
dan pelatihan bagi pegawai yang terlibat dalam penerapan
Strategi Anti Fraud.
a) edukasi dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada
angka 1) paling sedikit meliputi:
- 5 -
edukasi dan pelatihan mengenai kebijakan anti Fraud
yang dimiliki Perusahaan atau Unit Syariah, sebagai
contoh edukasi dan pelatihan bagi pegawai mengenai
prosedur
pelaksanaan kebijakan anti
Fraud,
metodologi pendeteksian Fraud, dan tata cara
pelaporan temuan kejadian Fraud; dan
b) tahapan dan waktu penyelengaraan paling sedikit 1
(satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
2) edukasi dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada angka
1) disesuaikan dengan kebutuhan Perusahaan atau Unit
Syariah dan kompleksitas organisasi bisnis Perusahaan
atau Unit Syariah.
III. PENERAPAN STRATEGI ANTI FRAUD
1. Dalam rangka melaksanakan aspek pengendalian dan pemantauan
Fraud sebagaimana dimaksud dalam romawi II angka 2 huruf c,
Perusahaan atau Unit Syariah wajib menerapkan strategi anti Fraud
yang meliputi:
a. pencegahan;
b.
c.
deteksi;
investigasi, pelaporan, dan sanksi; dan
d. pemantauan, evaluasi, dan tindak lanjut.
2. Langkah pencegahan dalam rangka mengurangi kemungkinan risiko
terjadinya Fraud, paling sedikit mencakup:
a.
anti Fraud awareness paling sedikit meliputi:
1) penyusunan dan sosialisasi anti Fraud statement
Contohnya kebijakan zero tolerance terhadap Fraud;
2) program employee awareness
Contohnya penyelenggaraan seminar atau diskusi terkait
anti Fraud, training, publikasi mengenai pemahaman
terhadap bentuk Fraud, transparansi hasil investigasi, dan
tindak lanjut terhadap Fraud yang dilakukan secara
berkesinambungan; dan
3) program customer awareness
Contohnya pembuatan brosur anti Fraud, penjelasan tertulis
maupun melalui sarana lainnya untuk meningkatkan
- 6 -
kepedulian dan kewaspadaan pemegang polis, tertanggung,
atau peserta terhadap kemungkinan terjadinya Fraud.
b.
identifikasi kerawanan paling sedikit meliputi:
1) melakukan proses identifikasi, analisis, dan menilai setiap
aktivitas Perusahaan atau Unit Syariah yang berpotensi
merugikan Perusahaan atau Unit Syariah;
2) mendokumentasikan dan menginformasikan hasil
identifikasi kepada pihak yang berkepentingan dalam
Perusahaan atau Unit Syariah; dan
3) melakukan pengkinian informasi terutama terhadap
aktivitas yang dinilai berisiko tinggi terjadinya Fraud.
c. know your employee paling sedikit meliputi:
1) sistem dan prosedur rekruitmen yang efektif. Melalui sistem
ini diharapkan dapat diperoleh gambaran mengenai rekam
jejak calon karyawan (pre employee screening) secara
lengkap dan akurat;
2) sistem seleksi yang dilengkapi kualifikasi yang tepat dengan
mempertimbangkan risiko, serta ditetapkan secara obyektif
dan transparan. Sistem tersebut harus menjangkau
pelaksanaan promosi maupun mutasi, termasuk
penempatan pada posisi yang memiliki risiko tinggi
terhadap Fraud; dan
3) kebijakan mengenali karyawan antara lain pengenalan dan
pemantauan karakter, perilaku, dan gaya hidup karyawan.
3. Deteksi merupakan kegiatan dalam rangka mengidentifikasi dan
menemukan kejadian Fraud yang paling sedikit mencakup:
a. kebijakan dan mekanisme whistleblowing yang dirumuskan
secara jelas, mudah dimengerti, dan dapat diimplementasikan
secara efektif yang paling sedikit meliputi:
1) perlindungan kepada whistleblower serta menjamin
kerahasiaan identitas pelapor dan laporan Fraud yang
disampaikan;
2) menyusun ketentuan internal terkait pengaduan Fraud
dengan mengacu pada ketentuan peraturan perundang-
undangan; dan
3) menyusun sistem pelaporan Fraud yang memuat paling
sedikit mengenai:
- 7 -
a) tata cara pelaporan;
b) sarana;
c) pihak yang bertanggung jawab untuk menangani
pelaporan; dan
d) mekanisme tindak lanjut terhadap kejadian Fraud
yang dilaporkan;
b. kebijakan dan mekanisme audit yang dilakukan paling sedikit
pada unit bisnis yang berisiko tinggi atau rawan terhadap
terjadinya Fraud; dan
c. kebijakan dan mekanisme surveillance system yang dilakukan
oleh pihak independen dan/atau pihak internal Perusahaan
atau Unit Syariah. Surveillance system merupakan kegiatan
untuk memantau dan menguji efektifitas kebijakan anti Fraud
yang dilakukan tanpa diketahui atau disadari oleh pihak yang
diuji atau diperiksa.
4. Dalam melaksanakan kegiatan investigasi, pelaporan, dan sanksi,
Perusahaan atau Unit Syariah harus memiliki paling sedikit hal-hal
sebagai berikut:
a. standar investigasi Perusahaan atau Unit Syariah meliputi:
1) penentuan pihak yang berwenang melaksanakan investigasi
dengan memperhatikan independensi dan kompetensi yang
dibutuhkan; dan
2) mekanisme pelaksanaan investigasi dalam rangka
menindaklanjuti hasil deteksi dengan tetap menjaga
kerahasiaan informasi yang diperoleh;
b. mekanisme pelaporan kejadian Fraud kepada internal
Perusahaan atau Unit Syariah maupun kepada Otoritas Jasa
Keuangan; dan
c. kebijakan sanksi untuk memberikan efek jera bagi pelaku Fraud
pada Perusahaan atau Unit Syariah harus diterapkan secara
transparan dan konsisten yang paling sedikit meliputi:
1) mekanisme pengenaan sanksi; dan
2) pihak yang berwenang mengenakan sanksi.
5. Kegiatan pemantauan, evaluasi, dan tindak lanjut kejadian Fraud
terdiri dari:
- 8 -
a. melakukan pemantauan terhadap tindak lanjut kejadian Fraud
dengan memperhatikan ketentuan internal Perusahaan atau
Unit Syariah dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. memelihara data kejadian Fraud (Fraud profiling) guna
mendukung pelaksanaan evaluasi yang paling sedikit mencakup
data dan informasi mengenai jenis Fraud, tanggal terjadinya
Fraud, divisi/bagian terjadinya Fraud, pihak yang terlibat,
jabatan, kerugian dalam rupiah, tindakan Perusahaan atau Unit
Syariah, kelemahan/penyebab terjadinya Fraud, tindak lanjut/
perbaikan, dan kronologis kejadian Fraud.
c. mekanisme tindak lanjut untuk menghindari kejadian Fraud
terulang kembali paling sedikit meliputi langkah untuk:
1) memperbaiki kelemahan; dan
2) memperkuat sistem pengendalian internal Perusahaan atau
Unit Syariah.
6. Penerapan Strategi Anti Fraud dituangkan dalam 1 (satu) pedoman
yang merupakan acuan bagi Perusahaan atau Unit Syariah untuk
menerapkan Strategi Anti Fraud.
7. Penerapan Strategi Anti Fraud dilakukan terhadap pihak yang terlibat
dalam kegiatan usaha perasuransian paling sedikit meliputi:
a. pemegang polis, tertanggung, atau peserta
tindakan penyimpangan yang dilakukan oleh pemegang polis,
tertanggung, atau peserta baik dalam proses permohonan polis
maupun proses pengajuan klaim;
b. perusahaan penunjang usaha asuransi seperti perusahaan
pialang asuransi, perusahaan pialang reasuransi, agen, dan
perusahaan penilai kerugian
tindakan penyimpangan yang dilakukan oleh perusahaan
penunjang usaha asuransi terhadap Perusahaan atau Unit
Syariah serta pemegang polis, tertanggung, atau peserta;
c.
internal Perusahaan atau Unit Syariah
tindakan penyimpangan yang dilakukan oleh internal
Perusahaan atau Unit Syariah dengan bekerja sendiri maupun
melakukan kolusi dengan pihak internal atau eksternal
Perusahaan atau Unit Syariah; dan
d. pihak lain yang berhubungan dengan Perusahaan atau Unit
Syariah.
- 9 -
8. Dalam menyusun pedoman Strategi Anti Fraud, Perusahaan atau
Unit Syariah memperhatikan paling sedikit hal-hal sebagai berikut:
a. kondisi lingkungan internal dan eksternal;
b. kompleksitas kegiatan usaha;
c. potensi, jenis, dan risiko Fraud; dan
d. kecukupan sumber daya yang dibutuhkan.
9. Penerapan Strategi Anti Fraud sebagaimana dimaksud pada angka 1
merupakan bagian dari penerapan manajemen risiko, khususnya
yang meliputi aspek sistem pengendalian internal.
IV. PELAPORAN
1. Perusahaan atau Unit Syariah wajib menyampaikan laporan Strategi
Anti Fraud kepada Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut:
a. laporan penerapan Strategi Anti Fraud mengikuti Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan mengenai laporan berkala perusahaan
perasuransian.
b. laporan setiap Fraud yang diperkirakan berdampak negatif
secara signifikan terhadap Perusahaan atau Unit Syariah,
pemegang polis, tertanggung, peserta dan/atau perusahaan
ceding termasuk yang berpotensi menjadi perhatian publik,
paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak manajemen perusahaan
menandatangani dokumen pelaporan Fraud.
c.
laporan sebagaimana dimaksud pada huruf b paling sedikit
memuat:
1) nama pelaku;
2) bentuk atau jenis penyimpangan;
3) tempat kejadian;
4) informasi singkat mengenai modus; dan
5) indikasi kerugian.
2. Penyampaian laporan Strategi Anti Fraud dilakukan sebagai berikut:
a. untuk perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi:
Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank
Otoritas Jasa Keuangan
Up. Direktur Pengawasan Asuransi dan BPJS Kesehatan.
b. untuk perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi yang
memiliki Unit Syariah:
- 10 -
1) Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank
Otoritas Jasa Keuangan
Up. Direktur Pengawasan Asuransi dan BPJS Kesehatan;
dan
2) Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank
Otoritas Jasa Keuangan
Up. Direktur IKNB Syariah.
c. untuk perusahaan asuransi syariah dan perusahaan reasuransi
syariah:
Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank
Otoritas Jasa Keuangan
Up. Direktur IKNB Syariah.
3. Penyampaian laporan Strategi Anti Fraud dilakukan secara online
melalui sistem jaringan komunikasi data Otoritas Jasa Keuangan.
4. Dalam hal sistem jaringan komunikasi data Otoritas Jasa Keuangan
belum tersedia, Perusahaan atau Unit Syariah menyampaikan
laporan Strategi Anti Fraud secara online melalui alamat email yang
ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan.
5. Alamat email Perusahaan atau Unit Syariah yang digunakan untuk
menyampaikan laporan Strategi Anti Fraud harus dilaporkan secara
tertulis kepada Otoritas Jasa Keuangan.
V. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku
sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 25 Agustus 2017
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS
PERASURANSIAN, DANA PENSIUN,
LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN
LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN,
Salinan ini sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
ttd
RISWINANDI
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 6/SEOJK.05/2017 </reg_id>
<reg_title> PENETAPAN TARIF PREMI ATAU KONTRIBUSI PADA LINI USAHA ASURANSI HARTA BENDA DAN ASURANSI KENDARAAN BERMOTOR TAHUN 2017 </reg_title>
<set_date> 26 Januari 2017 </set_date>
<effective_date> 1 April 2017 </effective_date>
<replaced_reg> '21/SEOJK.05/2015' </replaced_reg>
<related_reg> '2/POJK.05/2015 | Pasal 5 ayat (5)' </related_reg>
|
Yth:
1. Direksi Bank Umum Syariah; dan
2. Direksi Bank Umum Konvensional yang Memiliki Unit Usaha Syariah
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 18/SEOJK.03/2015
TENTANG
TRANSPARANSI DAN PUBLIKASI LAPORAN BANK UMUM SYARIAH
DAN UNIT USAHA SYARIAH
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 6/POJK.03/2015 Tentang Transparansi dan Publikasi Laporan Bank
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 74, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5687), perlu mengatur ketentuan
mengenai transparansi dan publikasi laporan Bank Umum Syariah dan Unit
Usaha Syariah dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut:
I. UMUM
1. Sesuai Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan
Syariah, Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah diwajibkan
menyampaikan segala keterangan dan penjelasan mengenai
usahanya kepada Bank Indonesia menurut tata cara yang ditetapkan
dengan Peraturan Bank Indonesia.
2. Sesuai Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa
Keuangan, sejak tanggal 31 Desember 2013, fungsi, tugas, dan
wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di
sektor Perbankan beralih dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa
Keuangan.
3. Bank adalah Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah
(UUS).
4. Laporan Publikasi disusun antara lain untuk memberikan informasi
mengenai posisi keuangan, kinerja atau hasil usaha Bank, informasi
keuangan lainnya serta informasi kualitatif kepada berbagai pihak
yang berkepentingan dengan perkembangan usaha Bank. Seluruh
informasi...
-2-
informasi tersebut diharapkan dapat meningkatkan transparansi
kondisi keuangan Bank kepada publik dan menjaga kepercayaan
masyarakat terhadap industri perbankan syariah.
5. Jenis Laporan Publikasi adalah Laporan Publikasi Bulanan, Laporan
Publikasi Triwulanan, Laporan Publikasi Tahunan, dan Laporan
Publikasi Lain. Khusus untuk UUS, jenis laporan publikasi adalah
Laporan Publikasi Triwulanan dan informasi umum yang
disampaikan dalam Laporan Tahunan Bank Umum Konvensional
yang Memiliki UUS.
6. Agar informasi dalam Laporan Publikasi yang disampaikan dapat
diperbandingkan, format dan ruang lingkup penyajian mengacu pada
ketentuan dan pedoman yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa
Keuangan, standar akuntansi keuangan yang relevan untuk industri
perbankan syariah, Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah
Indonesia (PAPSI), dan standar internasional yang relevan mengenai
pengungkapan risiko dan permodalan Bank.
7. Format Laporan Publikasi merupakan standar minimal yang harus
dipenuhi oleh Bank. Apabila terdapat akun yang jumlahnya material
dan tidak terdapat dalam format tersebut, Bank dapat menyajikan
akun tersebut secara tersendiri sedangkan akun yang jumlahnya
tidak material dapat digabungkan dengan akun lain yang sejenis.
8. Akun-akun yang memiliki saldo nihil dalam format laporan harus
dicantumkan dengan memberi garis pendek (-) pada akun yang
bersangkutan kecuali ditetapkan secara khusus dalam Lampiran.
9. Laporan Posisi Keuangan (Neraca) merupakan laporan posisi aset,
liabilitas, dan ekuitas Bank per posisi akhir periode laporan
sedangkan Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain
merupakan laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif Bank
secara kumulatif sejak awal Tahun Buku sampai dengan akhir posisi
periode laporan.
10. Laporan Publikasi disusun dalam Bahasa Indonesia dan angka-
angka yang disajikan dalam jutaan Rupiah.
II. LAPORAN PUBLIKASI BULANAN
1. Pedoman Umum
a. Laporan Publikasi Bulanan disajikan oleh BUS secara individu
dan disusun setiap bulan.
b. Laporan...
-3-
b. Laporan Publikasi Bulanan diumumkan kepada masyarakat pada
Situs Web BUS dan disampaikan oleh BUS kepada Otoritas Jasa
Keuangan secara online melalui sistem Laporan Kantor Pusat
Bank Umum (LKPBU), dalam hal sistem pelaporan Otoritas Jasa
Keuangan belum tersedia.
2. Ruang Lingkup Laporan Publikasi Bulanan
Laporan Publikasi Bulanan meliputi laporan keuangan bulanan yang
paling sedikit terdiri atas:
a. Laporan Posisi Keuangan (Neraca);
b. Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain; dan
c. Laporan Komitmen dan Kontinjensi.
3. BUS dalam menyusun Laporan Publikasi Bulanan mengacu pada
Pedoman Penyusunan Laporan Publikasi Bank Umum Syariah dan
Unit Usaha Syariah – angka I Pedoman Penyusunan Laporan
Publikasi Bulanan Bank Umum Syariah yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
III. LAPORAN PUBLIKASI TRIWULANAN
1. Bank Umum Syariah
a. Pedoman Umum
1) Laporan keuangan pada Laporan Publikasi Triwulanan
disajikan secara individu dan konsolidasian dengan Entitas
Anak yang disusun untuk posisi akhir bulan Maret, Juni,
September, dan Desember.
2) BUS yang tidak memiliki Entitas Anak, kolom konsolidasian
dapat ditiadakan.
3) Laporan keuangan pada Laporan Publikasi Triwulanan
disajikan dalam bentuk perbandingan sesuai standar
akuntansi keuangan.
4) Apabila terdapat perlakuan akuntansi yang baru berlaku
dalam posisi laporan, penyajian posisi pembanding mengacu
pada standar akuntansi keuangan mengenai kebijakan
akuntansi, perubahan estimasi akuntansi, dan kesalahan.
5) Nama pemegang saham yang dicantumkan dalam pengisian
pemilik BUS pada format Laporan Publikasi Triwulanan
adalah perorangan atau entitas yang memiliki saham sebesar
5% (lima perseratus) atau lebih dari modal BUS, baik melalui
atau tidak melalui Pasar Modal.
6) Laporan...
-4-
6) Laporan keuangan posisi akhir bulan Desember yang
dipublikasikan secara triwulanan wajib diaudit oleh Akuntan
Publik. Dalam penyajian laporan keuangan dicantumkan
nama Kantor Akuntan Publik, nama Akuntan Publik yang
bertanggung jawab (partner in charge), dan opini yang
diberikan.
7) Laporan Publikasi Triwulanan diumumkan pada surat kabar
harian berbahasa Indonesia yang memiliki peredaran luas
dan pada Situs Web BUS, dan disampaikan oleh BUS kepada
Otoritas Jasa Keuangan secara online melalui sistem Laporan
Kantor Pusat Bank Umum (LKPBU), dalam hal sistem
pelaporan Otoritas Jasa Keuangan belum tersedia.
b. Ruang Lingkup Laporan Publikasi Triwulanan
Laporan yang disajikan dalam Laporan Publikasi Triwulanan
paling sedikit meliputi:
1) Laporan keuangan, yang terdiri atas:
a) Laporan Posisi Keuangan (Neraca);
b) Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain;
dan
c) Laporan Komitmen dan Kontinjensi.
2) Informasi kinerja keuangan, yang terdiri atas:
a) Perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum
(KPMM);
b) Jumlah dan kualitas aset produktif serta Cadangan
Kerugian Penurunan Nilai (CKPN), yang paling sedikit
memberikan informasi pengelompokan:
(1) Instrumen keuangan;
(2) Penyediaan dana kepada pihak terkait;
(3) Pembiayaan kepada nasabah Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah (UMKM);
(4) Pembiayaan yang memerlukan perhatian khusus
(antara lain pembiayaan yang direstrukturisasi dan
pembiayaan properti); dan
(5) Penyisihan Penghapusan Aset (PPA) yang wajib
dibentuk berdasarkan instrumen keuangan.
c) Rasio keuangan yang paling sedikit meliputi:
(1) Rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM);
(2) Return on Asset (ROA);
(3) Return...
-5-
(3) Return on Equity (ROE);
(4) Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional
(BOPO);
(5) Persentase Pelanggaran dan Pelampauan Batas
Maksimum Penyaluran Dana (BMPD); dan
(6) Rasio Posisi Devisa Neto (PDN).
d) Transaksi Spot dan Forward;
3) Informasi komposisi pemegang saham dan susunan
pengurus.
4) Laporan Distribusi Bagi Hasil.
Khusus untuk posisi Juni dan Desember, selain laporan
sebagaimana dimaksud pada angka 1), angka 2), angka 3), dan
angka 4) ditambah dengan laporan sebagai berikut:
1) Laporan Sumber dan Penyaluran Dana Zakat;
2) Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan; dan
3) Laporan Perubahan Dana Investasi Terikat, apabila ada.
c. BUS dalam menyusun Laporan Publikasi Triwulanan mengacu
pada Pedoman Penyusunan Laporan Publikasi Bank Umum
Syariah dan Unit Usaha Syariah – angka II Pedoman Penyusunan
Laporan Publikasi Triwulanan Bank Umum Syariah yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas
Jasa Keuangan ini.
d. BUS yang merupakan bagian dari kelompok usaha,
menambahkan informasi mengenai:
1) Laporan Publikasi Triwulanan untuk posisi akhir bulan Juni
dan Desember, yang meliputi:
a) Laporan keuangan konsolidasian Entitas Induk yang
meliputi laporan keuangan seluruh entitas dalam
kelompok usaha di bidang keuangan; atau
b) Laporan keuangan konsolidasian Entitas Induk yang
meliputi laporan keuangan seluruh entitas dalam
kelompok usaha di bidang keuangan dan non keuangan.
2) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada angka 1)
paling sedikit terdiri atas:
a) Laporan Posisi Keuangan (Neraca);
b) Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain;
c) Laporan Perubahan Ekuitas; dan
d) Laporan Komitmen dan Kontinjensi.
Laporan...
-6-
Laporan Perubahan Ekuitas serta Laporan Komitmen dan
Kontinjensi hanya dilaporkan apabila ada.
3) Format Neraca serta Laporan Laba Rugi dan Penghasilan
Komprehensif Lain Entitas Induk untuk posisi akhir bulan
Desember disesuaikan dengan Neraca serta Laporan Laba
Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain yang disajikan
dalam laporan keuangan auditan.
e. Laporan tertentu yang disampaikan kepada Otoritas Jasa
Keuangan secara triwulanan
1) BUS menyampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan laporan
mengenai:
a) Transaksi antara BUS dengan Pihak-Pihak Berelasi, paling
sedikit meliputi:
(1) nama pihak yang memiliki hubungan atau relasi
dengan BUS;
(2) hubungan keterkaitan dengan BUS;
(3) jenis transaksi;
(4) jumlah atau nominal transaksi; dan
(5) kualitas aset produktif untuk transaksi penyediaan
dana.
b) Pemberian penyediaan dana, komitmen maupun fasilitas
lain yang dapat dipersamakan dengan itu dari setiap
entitas yang berada dalam satu kelompok usaha dengan
BUS kepada nasabah yang telah memperoleh penyediaan
dana dari BUS, bagi BUS yang merupakan bagian dari
kelompok usaha, yang paling sedikit meliputi:
(1) nama nasabah;
(2) jumlah dan kualitas penyediaan dana yang diberikan
oleh BUS;
(3) nama kelompok usaha pemberi penyediaan dana serta
hubungan keterkaitan dengan BUS; dan
(4) jenis penyediaan dana dan jumlah penyediaan dana
yang diberikan oleh kelompok usaha.
2. Unit Usaha Syariah
a. Pedoman Umum
1) Laporan keuangan pada Laporan Publikasi Triwulanan
disajikan secara individu yang disusun untuk posisi akhir
bulan Maret, Juni, September, dan Desember.
2) Laporan...
-7-
2) Laporan keuangan pada Laporan Publikasi Triwulanan
disajikan dalam bentuk perbandingan sesuai standar
akuntansi keuangan.
3) Apabila terdapat perlakuan akuntansi yang baru berlaku
dalam posisi laporan, penyajian posisi pembanding mengacu
pada standar akuntansi keuangan mengenai kebijakan
akuntansi, perubahan estimasi akuntansi, dan kesalahan.
4) Laporan Publikasi Triwulanan ditandatangani oleh Direktur
yang membawahkan UUS dan 1 (satu) orang Dewan
Pengawas Syariah.
5) Laporan Publikasi Triwulanan diumumkan pada surat kabar
harian berbahasa Indonesia yang memiliki peredaran luas
dan pada Situs Web Bank Umum Konvensional yang memiliki
UUS, dan disampaikan oleh UUS kepada Otoritas Jasa
Keuangan secara online melalui sistem Laporan Kantor Pusat
Bank Umum (LKPBU), dalam hal sistem pelaporan Otoritas
Jasa Keuangan belum tersedia.
b. Ruang Lingkup Laporan Publikasi Triwulanan
Laporan yang disajikan dalam Laporan Publikasi Triwulanan
paling sedikit meliputi:
1) Laporan keuangan, yang terdiri atas:
a) Laporan Posisi Keuangan (Neraca);
b) Laporan Laba Rugi; dan
c) Laporan Komitmen dan Kontinjensi;
2) Rasio keuangan yang paling sedikit meliputi:
a) Total aset UUS terhadap total aset Bank Umum
Konvensional yang memiliki UUS;
b) Return on Asset (ROA);
3) Laporan Distribusi Bagi Hasil.
Khusus untuk posisi Juni dan Desember, selain laporan
sebagaimana dimaksud pada angka 1), angka 2), dan angka 3),
ditambah dengan:
1) Laporan Sumber dan Penyaluran Dana Zakat;
2) Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan; dan
3) Laporan Perubahan Dana Investasi Terikat, apabila ada.
c. UUS dalam menyusun Laporan Publikasi Triwulanan mengacu
pada Pedoman Penyusunan Laporan Publikasi Bank Umum
Syariah dan Unit Usaha Syariah -
angka III Pedoman
Penyusunan...
-8-
Penyusunan Laporan Publikasi Triwulanan Unit Usaha Syariah
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran
Otoritas Jasa Keuangan ini.
IV. LAPORAN PUBLIKASI TAHUNAN
1. Bank Umum Syariah
a. Pedoman Umum
1) Laporan keuangan pada Laporan Publikasi Tahunan disajikan
secara individu dan konsolidasian dengan Entitas Anak yang
disusun untuk 1 (satu) Tahun Buku.
2) BUS yang tidak memiliki Entitas Anak, kolom konsolidasian
dapat ditiadakan.
3) Laporan keuangan pada Laporan Publikasi Tahunan disajikan
dalam bentuk perbandingan sesuai standar akuntansi
keuangan.
4) Apabila terdapat perlakuan akuntansi yang baru berlaku
dalam posisi laporan, penyajian posisi pembanding mengacu
pada standar akuntansi keuangan mengenai kebijakan
akuntansi, perubahan estimasi akuntansi, dan kesalahan.
5) Laporan Publikasi Tahunan harus disusun dalam Bahasa
Indonesia. Apabila Laporan Publikasi Tahunan dibuat dalam
Bahasa Indonesia dan bahasa lain, baik dalam dokumen yang
sama maupun terpisah, Laporan Publikasi Tahunan harus
memuat informasi yang sama.
6) Laporan keuangan pada Laporan Publikasi Tahunan wajib
diaudit oleh Akuntan Publik. Dalam penyajian laporan
keuangan dicantumkan nama Kantor Akuntan Publik, nama
Akuntan Publik yang bertanggung jawab (partner in charge),
dan opini yang diberikan.
7) Laporan Publikasi Tahunan diumumkan pada Situs Web BUS
dan disampaikan oleh BUS kepada Otoritas Jasa Keuangan.
b. Ruang Lingkup Laporan Publikasi Tahunan
1) Informasi Umum
Informasi Umum dalam laporan tahunan paling sedikit
meliputi:
a) kepengurusan, yang meliputi susunan anggota Direksi,
Dewan Komisaris, Dewan Pengawas Syariah, dan Pejabat
Eksekutif...
-9-
Eksekutif beserta jabatan dan ringkasan riwayat
hidupnya;
b) rincian kepemilikan saham yaitu nama pemilik atau
pemegang saham dan persentase kepemilikan saham;
c) perkembangan usaha dan kelompok usaha BUS, yang
memuat data mengenai:
(1) ikhtisar data keuangan penting, yang paling sedikit
meliputi pendapatan penyaluran dana bersih, laba
operasional, laba sebelum pajak, laba bersih, laba
bersih per saham, aset produktif, dana pihak ketiga,
pinjaman diterima, total biaya dana (cost of fund),
modal sendiri, jumlah lembar saham yang
ditempatkan dan disetor; dan
(2) Informasi kinerja dan rasio keuangan sebagaimana
dimaksud dalam Laporan Publikasi Triwulanan.
d) strategi dan kebijakan yang ditetapkan oleh manajemen
BUS;
e) laporan manajemen yang memuat informasi mengenai
pengelolaan BUS, paling sedikit meliputi:
(1) struktur organisasi;
(2) aktivitas utama;
(3) teknologi informasi;
(4) jenis produk dan jasa yang ditawarkan, termasuk
penyaluran pembiayaan kepada nasabah Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM);
(5) realisasi bagi hasil/imbalan dan metode
perhitungan distribusi bagi hasil;
(6) perkembangan perekonomian dan target pasar;
(7) jaringan kerja dan mitra usaha baik di dalam
dan/atau di luar negeri;
(8) jumlah, jenis, dan lokasi kantor;
(9) kepemilikan Direksi, Dewan Komisaris, dan
pemegang saham dalam kelompok usaha BUS;
(10) perubahan-perubahan penting yang terjadi pada
BUS dan kelompok usaha BUS dalam tahun yang
bersangkutan;
(11) hal-hal penting yang diperkirakan terjadi di masa
mendatang; dan
(12) sumber...
-10-
(12) sumber daya manusia, meliputi jumlah, tingkat
pendidikan, pelatihan, dan pengembangan sumber
daya manusia.
2) Laporan Keuangan Tahunan
a) Laporan keuangan individual, terdiri atas:
(1) Laporan Posisi Keuangan (Neraca);
(2) Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif
Lain;
(3) Laporan Perubahan Ekuitas;
(4) Laporan Arus Kas;
(5) Catatan atas Laporan Keuangan, termasuk informasi
mengenai komitmen dan kontinjensi.
b) Laporan keuangan konsolidasian bagi BUS yang memiliki
Entitas Anak, paling sedikit terdiri atas:
(1) Laporan Posisi Keuangan (Neraca);
(2) Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif
Lain;
(3) Laporan Perubahan Ekuitas; dan
(4) Laporan Komitmen dan Kontijensi.
c) Laporan keuangan bagi BUS yang merupakan bagian dari
kelompok usaha.
(1) Bank yang merupakan bagian dari kelompok usaha
menambahkan informasi mengenai:
(a) Laporan Keuangan Konsolidasian Entitas Induk
yang meliputi Laporan Keuangan seluruh entitas
dalam kelompok usaha di bidang keuangan; atau
(b) Laporan Keuangan Konsolidasian Entitas Induk
yang meliputi Laporan Keuangan seluruh entitas
dalam kelompok usaha di bidang keuangan dan
non keuangan.
(2) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada angka
(1), paling sedikit terdiri atas:
(a) Laporan Posisi Keuangan (Neraca);
(b) Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif
Lain;
(c) Laporan Perubahan Ekuitas; dan
(d) Laporan Komitmen dan Kontinjensi.
3) Informasi...
-11-
3) Informasi kinerja keuangan, terdiri atas:
a) Perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum
(KPMM);
b) Jumlah dan kualitas aset produktif serta Cadangan
Kerugian Penurunan Nilai (CKPN), yang paling sedikit
memberikan informasi pengelompokan:
(1) instrumen keuangan;
(2) penyediaan dana kepada pihak terkait;
(3) pembiayaan kepada nasabah Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah (UMKM);
(4) pembiayaan yang memerlukan perhatian khusus
(antara lain pembiayaan yang direstrukturisasi dan
pembiayaan properti); dan
(5) Penyisihan Penghapusan Aset (PPA) yang wajib
dibentuk berdasarkan instrumen keuangan.
c) Rasio keuangan, paling sedikit meliputi:
(1) Rasio Kewajiban Pemenuhan Modal Minimum (KPMM);
(2) Return on Asset (ROA);
(3) Return on Equity (ROE);
(4) Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional
(BOPO);
(5) Persentase Pelanggaran dan Pelampauan Batas
Maksimum Penyaluran Dana (BMPD); dan
(6) Rasio Posisi Devisi Neto (PDN).
d) Transaksi Spot dan Forward;
e) Laporan Distribusi Bagi Hasil;
f) Laporan Sumber dan Penyaluran Dana Zakat;
g) Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan; dan
h) Laporan Perubahan Dana Investasi Terikat, apabila ada.
4) Pengungkapan permodalan dan praktek manajemen risiko
yang diterapkan BUS, paling sedikit meliputi uraian jenis
risiko, potensi kerugian yang dihadapi BUS, dan mitigasi
risiko, sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai
permodalan dan manajemen risiko.
5) Pengungkapan khusus bagi BUS yang merupakan bagian dari
suatu kelompok usaha dan/atau memiliki Entitas Anak, yang
paling sedikit terdiri dari informasi sebagai berikut:
a) Struktur...
-12-
a) Struktur kelompok usaha BUS, yang paling sedikit terdiri
atas:
(1) struktur kelompok usaha BUS, yang disajikan mulai
dari BUS, Entitas Anak, Perusahaan Terelasi, Entitas
Induk di bidang keuangan, dan/atau Entitas Induk
sampai dengan pemegang saham pengendali terakhir
(ultimate shareholder);
(2) struktur keterkaitan kepengurusan dalam kelompok
usaha BUS; dan
(3) pemegang saham yang bertindak atas nama pemegang
saham lain (shareholders acting in concert). Pengertian
pemegang saham yang bertindak atas nama pemegang
saham lain adalah pemegang saham perorangan atau
entitas yang memiliki tujuan bersama yaitu
mengendalikan BUS, berdasarkan atau tidak
berdasarkan suatu perjanjian.
b) Transaksi antara BUS dengan Pihak-Pihak Berelasi dalam
kelompok usaha BUS, memperhatikan hal-hal:
(1) informasi transaksi dengan Pihak-Pihak Berelasi
disajikan baik yang dilakukan BUS maupun yang
dilakukan oleh setiap entitas di dalam kelompok
usaha BUS yang bergerak di bidang keuangan;
(2) Pihak-Pihak Berelasi adalah pihak-pihak sebagaimana
diatur dalam standar akuntansi keuangan;
(3) jenis transaksi dengan Pihak-Pihak Berelasi, antara
lain:
(a) kepemilikan silang (cross shareholdings);
(b) transaksi dari suatu kelompok usaha yang
bertindak untuk kepentingan kelompok usaha
yang lain;
(c) pengelolaan likuiditas jangka pendek dalam
kelompok usaha;
(d) penyediaan dana yang diberikan atau diterima oleh
entitas lain dalam satu kelompok usaha;
(e) eksposur kepada pemegang saham mayoritas
antara lain dalam bentuk pinjaman, komitmen dan
kontinjensi; dan
(f) pembelian...
-13-
(f) pembelian, penjualan dan/atau penyewaan aset
dengan entitas lain dalam suatu kelompok usaha,
termasuk yang dilakukan dengan repurchase
agreement.
c) Transaksi dengan Pihak-Pihak Berelasi yang dilakukan
oleh setiap entitas di dalam kelompok usaha BUS yang
bergerak di bidang keuangan;
d) Penyediaan dana, komitmen maupun fasilitas lain yang
dapat dipersamakan dengan itu dari setiap entitas yang
berada dalam satu kelompok usaha dengan BUS kepada
nasabah dan/atau pihak-pihak yang telah memperoleh
penyediaan dana dari BUS; dan
e) Pengungkapan mengenai permodalan, jenis risiko, potensi
kerugian dan manajemen risiko sebagaimana dimaksud
dalam angka 4) secara konsolidasi.
6) Pengungkapan lain sesuai standar akuntansi keuangan,
apabila belum tercakup dalam angka 1) sampai dengan angka
5).
7) Opini dari Akuntan Publik
Opini dari Akuntan Publik antara lain memuat pendapat atas
laporan keuangan tahunan sebagaimana dimaksud pada
angka 2).
c. Format dan pedoman pengisian untuk:
1) Laporan Posisi Keuangan (Neraca);
2) Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain;
3) Laporan Komitmen dan Kontinjensi;
4) Laporan Perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum
(KPMM);
5) Laporan Kualitas Aset Produktif dan Informasi Lainnya;
6) Laporan Perhitungan Rasio Keuangan;
7) Laporan Transaksi Spot dan Forward;
8) Laporan Distribusi Bagi Hasil;
9) Laporan Sumber dan Penyaluran Dana Zakat;
10) Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan; dan
11) Laporan Perubahan Dana Investasi Terikat, apabila ada,
mengikuti format dan pedoman pengisian Laporan Publikasi
Triwulanan. BUS dapat melakukan penyesuaian yang diperlukan
atas...
-14-
atas format laporan angka 1), angka 2), dan angka 3) sesuai
dengan hasil laporan audit oleh Akuntan Publik.
d. Laporan tertentu yang disampaikan kepada Otoritas Jasa
Keuangan secara tahunan
BUS yang merupakan bagian dari suatu kelompok usaha
dan/atau BUS yang memiliki Entitas Anak menyampaikan kepada
Otoritas Jasa Keuangan laporan tertentu mengenai:
1) Laporan tahunan Entitas Induk yang meliputi seluruh entitas
dalam kelompok usaha di bidang keuangan atau laporan
tahunan Entitas Induk yang meliputi seluruh entitas dalam
kelompok usaha di bidang keuangan dan non keuangan;
2) Laporan tahunan Pemegang Saham langsung yang memiliki
saham mayoritas atau laporan tahunan entitas yang
melakukan Pengendalian langsung kepada BUS; dan
3) Laporan tahunan Entitas Anak.
2. Unit Usaha Syariah
UUS menyajikan informasi kegiatan UUS pada Laporan Tahunan
Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS paling sedikit
meliputi:
a. sasaran, strategi dan kebijakan manajemen yang digunakan
dalam pengembangan UUS;
b. perkembangan usaha UUS, yaitu penyaluran dana beserta
komposisinya, laba bersih, Return on Asset (ROA), Non Performing
Financing (NPF), sumber dana beserta komposisinya, jumlah aset,
dan informasi lainnya yang relevan;
c. jenis produk dan jasa yang ditawarkan;
d. tanggung jawab sosial perusahaan; dan
e. realisasi bagi hasil/imbalan dan metode penghitungan distribusi
bagi hasil.
V. PENGUMUMAN DAN PENYAMPAIAN LAPORAN
1. Dalam hal Bank mengalami gangguan teknis atau terjadi keadaan
memaksa (force majeur) pada batas akhir waktu pengumuman pada
Situs Web BUS atau Situs Web Bank Umum Konvensional yang
memiliki UUS, Bank menyampaikan surat pemberitahuan secara
tertulis disertai bukti dan dokumen pendukung dan ditandatangani
oleh Pejabat yang berwenang serta disampaikan pada hari yang sama
dengan...
-15-
dengan saat terjadinya gangguan teknis kepada Otoritas Jasa
Keuangan dengan alamat:
a. Direktorat Pengawasan Bank Syariah, Komplek Perkantoran Bank
Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10350, bagi Bank yang
berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat Otoritas Jasa
Keuangan; atau
b. Kantor Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor Regional setempat
bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja kantor pusat
Otoritas Jasa Keuangan.
2. Untuk:
a. bukti pengumuman Laporan Publikasi Triwulanan pada surat
kabar berupa guntingan surat kabar atau fotokopinya, Laporan
Publikasi Tahunan dan laporan tertentu dalam publikasi
triwulanan maupun tahunan untuk BUS;
b. bukti pengumuman Laporan Publikasi Triwulanan pada surat
kabar berupa guntingan surat kabar atau fotokopinya dan
Laporan Publikasi Tahunan untuk UUS;
disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan alamat:
a. Direktorat Pengawasan Bank Syariah, Komplek Perkantoran Bank
Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10350, bagi Bank yang
berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat Otoritas Jasa
Keuangan; atau
b. Kantor Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor Regional setempat
bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja kantor pusat
Otoritas Jasa Keuangan.
VI. PENUTUP
Pada saat Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku, Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 7/56/DPbS tanggal 9 Desember 2005
perihal Laporan Tahunan, Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan dan
Bulanan serta Laporan tertentu dari Bank yang disampaikan kepada
Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 8/11/DPbS tanggal 7 Maret 2006 perihal Perubahan
atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/56/DPbS tanggal 9
Desember 2005 perihal Laporan Tahunan, Laporan Keuangan Publikasi
Triwulanan dan Bulanan serta Laporan Tertentu dari Bank yang
Disampaikan kepada Bank Indonesia, dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
Ketentuan...
-16-
Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku
pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 8 Juni 2015
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN
OTORITAS JASA KEUANGAN,
Ttd.
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum I
Departemen Hukum,
Ttd..
Ttd.
Sudarmaji
NELSON TAMPUBOLON
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 49 TANGGAL
19 JUNI 2015
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 8/SEOJK.03/2015 </reg_id>
<reg_title> PENILAIAN KUALITAS ASET BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH </reg_title>
<set_date> 10 Maret 2015 </set_date>
<effective_date> 10 Maret 2015 </effective_date>
<replaced_reg> '13/10/DPbS|SE-BI/2011', '10/34/DPbS|SE-BI/2008', '13/18/DPbS|SE-BI/2011' </replaced_reg>
<related_reg> '16/POJK.03/2014' </related_reg>
|
Yth.
1. Direksi Perusahaan Asuransi Umum; dan
2. Direksi Perusahan Asuransi Umum Syariah,
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 21/SEOJK.05/2015
TENTANG
PENETAPAN TARIF PREMI ATAU KONTRIBUSI PADA LINI USAHA
ASURANSI HARTA BENDA DAN ASURANSI KENDARAAN BERMOTOR
TAHUN 2015
Sehubungan dengan amanat ketentuan Pasal 5 ayat (5) Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan Nomor 2/POJK.05/2015 tentang Pemeliharaan dan Pelaporan
Data Risiko Asuransi serta Penerapan Tarif Premi dan Kontribusi untuk Lini
Usaha Asuransi Harta Benda dan Asuransi Kendaraan Bermotor (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 71, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5684), perlu untuk mengatur tarif premi
atau kontribusi pada lini usaha asuransi harta benda dan asuransi kendaraan
bermotor tahun 2015 dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai
berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan:
1. Perusahaan adalah perusahaan yang menyelenggarakan usaha
asuransi umum dan/atau usaha asuransi umum syariah sebagaimana
dimaksud dalam undang-undang mengenai perasuransian.
2. Perusahaan Asuransi Umum adalah
perusahaan
yang
menyelenggarakan usaha asuransi umum sebagaimana dimaksud
dalam undang-undang mengenai perasuransian.
3. Perusahaan ...
- 2 -
3. Perusahaan Asuransi Umum Syariah adalah perusahaan yang
menyelenggarakan usaha asuransi umum syariah sebagaimana
dimaksud dalam undang-undang mengenai perasuransian.
4. Perusahaan Pialang Asuransi adalah perusahaan
yang
menyelenggarakan usaha pialang asuransi sebagaimana dimaksud
dalam undang-undang mengenai perasuransian.
5. Agen Asuransi adalah agen asuransi sebagaimana dimaksud dalam
undang-undang mengenai perasuransian.
6. Premi adalah premi sebagaimana dimaksud dalam undang-undang
mengenai perasuransian.
7. Kontribusi adalah kontribusi sebagaimana dimaksud dalam undang-
undang mengenai perasuransian.
8. Asuransi Harta Benda adalah asuransi yang menjamin harta benda
terhadap risiko kebakaran, petir, ledakan, kejatuhan pesawat terbang
atau benda yang jatuh dari pesawat terbang dan asap (FLEXAS - Fire,
Lightning, Explosion, Aircraft Impact, and Smoke) yang dijamin pada
Polis Standar Asuransi Kebakaran Indonesia (PSAKI) yang diterbitkan
oleh Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), termasuk dan tidak
terbatas pada polis Industrial All Risks (IAR) Munich Re wording,
Property All Risks (PAR) Munich Re wording, Commercial All Risks,
manuscript wording, Association of British Insurers (ABI) wording, Mark
IV/V, termasuk Comprehensive Machinery Insurance, Electronic
Equipment Insurance, dan polis-polis harta benda lainnya yang
menjamin risiko FLEXAS.
9. Asuransi Kendaraan Bermotor adalah asuransi yang melindungi
tertanggung dari risiko kerugian yang mungkin timbul sehubungan
dengan kepemilikan dan pemakaian kendaraan bermotor.
10. Asuransi Gempa Bumi adalah asuransi yang menjamin kerugian atau
kerusakan harta benda dan/atau kepentingan yang dipertanggungkan
yang secara langsung disebabkan oleh bahaya gempa bumi, letusan
gunung berapi, kebakaran dan ledakan yang mengikuti terjadinya
gempa bumi dan/atau letusan gunung berapi, dan tsunami.
11. Polis Standar Asuransi Gempa Bumi Indonesia yang selanjutnya
disingkat PSAGBI adalah polis yang digunakan dalam menutup risiko
khusus ...
- 3 -
khusus Asuransi Gempa Bumi untuk lini usaha Asuransi Harta
Benda.
12. Risiko Sendiri (Deductible) adalah jumlah kerugian yang harus
ditanggung oleh tertanggung untuk setiap kejadian atas klaim yang
telah disetujui.
13. Nilai Penuh (Full Value) adalah harga sebenarnya (actual value) atau
nilai sehat (sound value) suatu objek yang dipertanggungkan sesaat
sebelum terjadi suatu kerugian atau kerusakan, yang dihitung
berdasarkan biaya memperoleh/memperbaiki
objek
dipertanggungkan ke dalam keadaan baru dikurangi depresiasi
teknis.
14. Loss Limit adalah batas maksimum ganti rugi yang ditetapkan sebagai
harga pertanggungan dimana harga pertanggungan tersebut lebih kecil
dari Nilai Penuh (Full Value) dan berlaku ketentuan prorata (average)
pada saat terjadi klaim.
II. PENERAPAN TARIF PREMI ATAU KONTRIBUSI
1. Perusahaan yang memasarkan produk pada lini usaha Asuransi Harta
Benda dan/atau lini usaha Asuransi Kendaraan Bermotor wajib
menerapkan tarif Premi atau Kontribusi.
2. Tarif Premi atau Kontribusi sebagaimana dimaksud pada butir 1
mencakup unsur Premi atau Kontribusi murni, biaya administrasi dan
umum lainnya, biaya akuisisi, serta keuntungan.
3. Tarif Premi atau Kontribusi sebagaimana dimaksud pada butir 2
adalah tarif Premi atau Kontribusi yang ditetapkan oleh OJK.
III. TARIF PREMI DAN KONTRIBUSI LINI USAHA ASURANSI HARTA BENDA
1. Tarif Premi atau Kontribusi untuk lini usaha Asuransi Harta Benda
adalah tarif Premi atau Kontribusi sebagaimana tercantum dalam
Lampiran I Tabel I.A yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
2. Tarif Premi atau Kontribusi untuk lini usaha Asuransi Harta Benda
sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Tabel I.A yang merupakan
yang
bagian ...
- 4 -
bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan ini:
a. merupakan tarif Premi atau Kontribusi untuk periode
pertanggungan selama 12 (dua belas) bulan; dan
b. tidak termasuk tarif Premi atau Kontribusi untuk jaminan
machinery breakdown untuk harga pertanggungan atas kerusakan
fisik (material damage) di bawah USD300,000,000.00 (tiga ratus
juta dolar Amerika) pada setiap lokasi dan risiko.
3. Perusahaan yang memasarkan Asuransi Harta Benda untuk jaminan
terhadap risiko FLEXAS dengan periode pertanggungan kurang atau
lebih dari 12 (dua belas) bulan menerapkan tarif Premi atau Kontribusi
secara proporsional yang didasarkan kepada tarif Premi atau
Kontribusi sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Tabel I.A yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas
Jasa Keuangan ini.
4. Perusahaan yang memasarkan Asuransi Harta Benda untuk jaminan
terhadap risiko FLEXAS dapat menerapkan harga pertanggungan
dengan metode Loss Limit.
5. Perusahaan yang memasarkan Asuransi Harta Benda dengan
menggunakan Loss Limit sebagaimana dimaksud pada butir 4
memberlakukan tarif Premi atau Kontribusi sebagaimana tercantum
dalam Lampiran I Tabel I.B yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
6. Perusahaan yang memasarkan Asuransi Harta Benda untuk jaminan
terhadap risiko FLEXAS dapat menambahkan manfaat berupa
perluasan jaminan risiko.
7. Tarif Premi atau Kontribusi tambahan bagi Perusahaan yang
memasarkan Asuransi Harta Benda dengan penambahan manfaat
berupa perluasan jaminan risiko adalah:
a. tarif Premi atau Kontribusi tambahan sebagaimana diatur;
dan/atau
b. tarif Premi atau Kontribusi tambahan yang wajar untuk setiap
perluasan jaminan yang belum diatur,
dalam Lampiran I Tabel I.C, Lampiran II Tabel II.A, Tabel II.C, dan
Tabel II.D, dan Lampiran III Tabel III.A, Tabel III.B, dan Tabel III.C
yang ...
- 5 -
yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran
Otoritas Jasa Keuangan ini.
8. Perusahaan dengan pertimbangan profesional underwriter, dapat
memberikan potongan tarif Premi atau Kontribusi dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. Untuk pertanggungan dengan risiko dalam satu lokasi, tanpa
Asuransi Gempa Bumi:
1) Untuk pertanggungan dengan nilai uang pertanggungan
kurang dari USD100,000,000.00 (seratus juta dolar Amerika)
tidak diberikan potongan tarif Premi atau Kontribusi.
2) Untuk pertanggungan dengan nilai uang pertanggungan mulai
dari USD100,000,000.00 (seratus juta dolar Amerika) sampai
dengan USD200,000,000.00 (dua ratus juta dolar Amerika),
dapat diberikan potongan tarif Premi atau Kontribusi paling
tinggi sebesar 10% (sepuluh puluh persen).
3) Untuk pertanggungan dengan nilai uang pertanggungan di atas
USD200,000,000.00 (dua ratus juta dolar Amerika) sampai
dengan USD300,000,000.00 (tiga ratus juta dolar Amerika),
dapat diberikan potongan tarif Premi atau Kontribusi paling
tinggi sebesar 20% (dua puluh persen).
4) Untuk pertanggungan dengan nilai uang pertanggungan di atas
USD300,000,000.00 (tiga ratus juta dolar Amerika) sampai
dengan USD1,000,000,000.00 (satu milyar dolar Amerika),
dapat diberikan potongan tarif Premi atau Kontribusi paling
tinggi sebesar 50% (lima puluh persen).
5) Untuk pertanggungan dengan nilai uang pertanggungan di atas
USD1,000,000,000.00 (satu milyar dolar Amerika), mengikuti
mekanisme pasar internasional.
b. Untuk pertanggungan dengan risiko dalam satu lokasi, dengan
Asuransi Gempa Bumi tidak diberikan potongan tarif Premi atau
Kontribusi;
c. Untuk ...
- 6 -
c. Untuk pertanggungan multilokasi, tanpa Asuransi Gempa Bumi:
1) Risiko yang dijamin merupakan risiko yang diakumulasikan
dalam satu polis untuk satu tertanggung perusahaan atau grup
perusahaan.
2) Untuk pertanggungan dengan nilai uang pertanggungan
kurang dari USD100,000,000.00 (seratus juta dolar Amerika)
tidak diberikan potongan tarif Premi atau Kontribusi.
3) Untuk pertanggungan dengan nilai uang pertanggungan mulai
dari USD100,000,000.00 (seratus juta dolar Amerika) sampai
dengan USD300,000,000.00 (tiga ratus juta dolar Amerika),
dapat diberikan potongan tarif Premi atau Kontribusi paling
tinggi sebesar 10% (sepuluh persen).
4) Untuk pertanggungan dengan nilai uang pertanggungan di atas
USD300,000,000.00 (tiga ratus juta dolar Amerika) sampai
dengan USD1,000,000,000.00 (satu milyar dolar Amerika),
dapat diberikan potongan tarif Premi atau Kontribusi paling
tinggi sebesar 30% (tiga puluh persen).
5) Untuk pertanggungan dengan nilai uang pertanggungan di atas
USD1,000,000,000.00 (satu milyar dolar Amerika), mengikuti
mekanisme pasar internasional.
d. Untuk pertanggungan multilokasi, dengan Asuransi Gempa Bumi:
1) Untuk pertanggungan dengan nilai uang pertanggungan
sampai dengan USD1,000,000,000.00 (satu milyar juta dolar
Amerika) tidak diberikan potongan tarif Premi atau Kontribusi.
2) Untuk pertanggungan dengan nilai uang pertanggungan di atas
USD1,000,000,000.00 (satu milyar dolar Amerika), mengikuti
mekanisme pasar internasional.
9. Perusahaan yang memasarkan Asuransi Harta Benda menerapkan
tarif Premi atau Kontribusi sebagaimana tercantum dalam Lampiran I
Tabel I.A yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat
Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Tarif Premi atau Kontribusi yang diterapkan adalah tarif Premi
atau Kontribusi mulai dari batas bawah sampai dengan batas atas,
dengan mempertimbangkan profil risiko dari objek yang
dipertanggungkan.
b. Tarif ...
- 7 -
b. Tarif Premi atau Kontribusi yang diterapkan adalah tarif Premi
atau Kontribusi sesuai jenis okupasi.
c. Tarif Premi atau Kontribusi yang diterapkan adalah tarif Premi
atau Kontribusi sesuai dengan kelas konstruksi, dengan ketentuan
sebagai berikut:
1) Kelas Konstruksi 1
Bangunan dikatakan berkonstruksi kelas 1 (satu) apabila
dinding, lantai, dan semua komponen penunjang strukturalnya
serta penutup atap terbuat seluruhnya dan sepenuhnya dari
bahan yang tidak mudah terbakar. Jendela dan/atau pintu
beserta kerangkanya, dinding partisi, dan penutup lantai boleh
diabaikan.
2) Kelas Konstruksi 2
Bangunan dikatakan berkonstruksi kelas 2 (dua) adalah
bangunan yang kriterianya sama seperti apa yang disebutkan
dalam bangunan berkonstruksi kelas 1 (satu), dengan
kelonggaran penutup atap boleh terbuat dari sirap kayu keras,
dinding boleh mengandung bahan yang dapat terbakar sampai
maksimum 20% (dua puluh persen) dari luas dinding, serta
lantai dan struktur penunjangnya boleh terbuat dari kayu.
3) Kelas Konstruksi 3
Semua bangunan selain yang disebutkan pada kelas
konstruksi 1 (satu) dan konstruksi 2 (dua).
d. Tarif Premi atau Kontribusi dapat diterapkan di bawah batas tarif
bawah apabila Perusahaan memberikan potongan tarif Premi atau
Kontribusi sebagaimana dimaksud pada butir 8.
e. Tarif Premi atau Kontribusi dapat diterapkan di atas batas tarif
atas apabila Perusahaan menambahkan tarif Premi atau
Kontribusi tambahan untuk perluasan jaminan risiko.
10. Perusahaan yang memasarkan Asuransi Harta Benda dapat
menerapkan tarif Premi atau Kontribusi tunggal untuk pertanggungan
multilokasi dengan risiko sejenis dan memiliki karakteristik risiko yang
sama dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Jumlah objek pertanggungan paling sedikit tersebar pada 100
(seratus) lokasi di seluruh wilayah Indonesia.
b. Untuk ...
- 8 -
b. Untuk risiko FLEXAS mengikuti kode okupasi mayoritas.
c. Untuk objek pertanggungan paling sedikit tersebar pada 100
(seratus) lokasi, potongan tarif Premi atau Kontribusi sebagaimana
dimaksud dalam butir 8 di atas dapat diberikan terhadap tarif
Premi atau Kontribusi tunggal yang digunakan.
11. Perusahaan memberlakukan Risiko Sendiri (Deductible) minimum
untuk setiap kejadian atas klaim yang telah disetujui dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. Untuk jenis okupasi dengan time excess minimum sebagaimana
tercantum dalam Lampiran I Tabel I.D yang merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan
ini, Risiko Sendiri (Deductible) minimum untuk kerusakan fisik
(material damage) adalah 5% (lima persen) dari nilai kerugian
yang disetujui atau 0,1% (nol koma satu persen) dari total
nilai pertanggungan untuk setiap risiko dan setiap lokasi
(declared value any one risk at any one location), mana yang lebih
besar.
b. Untuk kerugian gangguan usaha (business interruption) berlaku
ketentuan time excess minimum sebagaimana tercantum dalam
Lampiran I Tabel I.D yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
c. Untuk jenis okupasi yang tidak tercantum pada Lampiran I Tabel
I.D yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat
Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini, Risiko Sendiri (Deductible)
minimum ditetapkan berdasarkan pertimbangan profesional
underwriter.
IV. TARIF PREMI ATAU KONTRIBUSI LINI USAHA ASURANSI KENDARAAN
BERMOTOR
1. Tarif Premi atau Kontribusi untuk lini usaha Asuransi Kendaraan
Bermotor adalah tarif Premi atau Kontribusi sebagaimana tercantum
dalam Lampiran IV Tabel IV.A yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
2. Tarif ...
- 9 -
2. Tarif Premi atau Kontribusi sebagaimana tercantum dalam Lampiran
IV Tabel IV.A yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini merupakan:
a. tarif Premi atau Kontribusi untuk periode pertanggungan selama
12 (dua belas) bulan; dan
b. tarif Premi atau Kontribusi untuk kendaraan bermotor dengan usia
sampai dengan 5 (lima) tahun.
3. Perusahaan yang memasarkan Asuransi Kendaraan Bermotor dengan
periode pertanggungan:
a. 12 (dua belas) bulan menerapkan tarif Premi atau Kontribusi
sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV Tabel IV.A yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran
Otoritas Jasa Keuangan ini;
b. lebih dari 12 (dua belas) bulan menerapkan tarif Premi atau
Kontribusi untuk jangka panjang (multiyears) sebagaimana
tercantum dalam Lampiran IV Tabel IV.A yang merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan
ini pada setiap tahunnya;
c. kurang dari 12 (dua belas) bulan menerapkan tarif Premi atau
Kontribusi untuk jangka pendek sebagaimana tercantum dalam
Lampiran IV Tabel IV.A yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini paling
sedikit secara proporsional.
4. Untuk usia kendaraan di atas 5 (lima) tahun, Perusahaan dapat:
a. mengenakan tarif Premi atau Kontribusi tambahan dengan nilai
paling sedikit sebesar 5% (lima persen) dari tarif Premi atau
Kontribusi per tahun untuk jenis pertanggungan comprehensive;
atau
b. menaikkan Risiko Sendiri
(Deductible) menjadi sebesar
Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk jenis pertanggungan
comprehensive.
5. Perusahaan yang memasarkan Asuransi Kendaraan Bermotor
sebagaimana dimaksud pada butir 1 dapat menambahkan manfaat
berupa perluasan jaminan risiko dan fitur layanan tambahan lainnya.
6. Perluasan ...
- 10 -
6. Perluasan jaminan risiko sebagaimana dimaksud pada butir 5 antara
lain berupa perluasan jaminan:
a. banjir termasuk angin topan;
b. gempa bumi dan tsunami;
c. huru-hara dan kerusuhan (SRCC – Strike, Riot, and Civil Commotion);
d. terorisme dan sabotase;
e. tanggung jawab hukum terhadap pihak ketiga (kendaraan
penumpang dan sepeda motor);
f. tanggung jawab hukum terhadap pihak ketiga (kendaraan niaga,
truk, dan bus);
g. kecelakaan diri untuk pengemudi;
h. kecelakaan diri untuk penumpang; dan
i. tanggung jawab hukum terhadap penumpang.
7. Tarif Premi atau Kontribusi tambahan bagi Perusahaan yang
memasarkan Asuransi Kendaraan Bermotor dengan penambahan
manfaat berupa perluasan jaminan risiko adalah tarif Premi atau
Kontribusi sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV Tabel IV.B yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas
Jasa Keuangan ini.
8. Fitur layanan tambahan sebagaimana dimaksud pada butir 5 antara
lain berupa layanan darurat (emergency road assistance), mobil
pengganti, penggunaan bengkel authorized, dan penggunaan bengkel
khusus yang lebih mahal.
9. Tarif Premi atau Kontribusi tambahan bagi Perusahaan yang
memasarkan Asuransi Kendaraan Bermotor dengan penambahan
manfaat berupa fitur layanan tambahan adalah tarif Premi atau
Kontribusi tambahan yang ditetapkan secara wajar sesuai dengan
tambahan layanan yang diperjanjikan.
10. Perusahaan dapat memberikan potongan tarif Premi atau Kontribusi
dengan nilai paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen) untuk
pertanggungan dengan jumlah kendaraan bermotor paling sedikit 100
(seratus) unit. Ketentuan pemberian potongan tarif Premi atau
Kontribusi dimaksud sebagai berikut:
a. potongan tarif Premi atau Kontribusi diberikan terhadap total nilai
Premi atau Kontribusi sebelum biaya akuisisi;
b. potongan ...
- 11 -
b. potongan tarif Premi atau Kontribusi diterapkan untuk
pertanggungan kendaraan bermotor yang dimiliki oleh satu
individu atau korporasi dan bukan merupakan objek di dalam
perjanjian pembiayaan atau kredit kepemilikan kendaraan
bermotor; dan
c. potongan tarif Premi atau Kontribusi dapat diberikan untuk polis
yang melakukan perpanjangan
pertanggungan yang sama.
(renewal) untuk objek
11. Penerapan tarif Premi atau Kontribusi bagi Perusahaan yang
memasarkan Asuransi Kendaraan Bermotor sebagaimana tercantum
dalam Lampiran IV Tabel IV.A yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini dilakukan
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. tarif Premi atau Kontribusi yang diterapkan adalah tarif Premi atau
Kontribusi mulai dari batas bawah sampai dengan batas atas,
dengan mempertimbangkan profil risiko dari objek yang
dipertanggungkan;
b. tarif Premi atau Kontribusi yang diterapkan adalah tarif Premi atau
Kontribusi sesuai zona wilayah tempat objek pertanggungan
didaftarkan yang ditandai dengan Tanda Nomor Kendaraan
Bermotor (TNKB);
c. tarif Premi atau Kontribusi dapat diterapkan di bawah batas tarif
bawah apabila Perusahaan memberikan potongan tarif Premi atau
Kontribusi sebagaimana dimaksud dalam butir 10; dan
d. tarif Premi atau Kontribusi dapat diterapkan di atas batas tarif atas
apabila Perusahaan menambahkan tarif Premi atau Kontribusi
tambahan untuk kendaraan bermotor di atas usia 5 (lima) tahun,
menambahkan perluasan jaminan risiko, dan/atau menambahkan
fitur layanan tambahan.
12. Perusahaan memberlakukan Risiko Sendiri (Deductible) untuk setiap
kejadian atas klaim yang telah disetujui yang besarnya sebagaimana
tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
V. TARIF ...
- 12 -
V. TARIF PREMI ATAU KONTRIBUSI PADA RISIKO KHUSUS BANJIR UNTUK
LINI USAHA ASURANSI HARTA BENDA DAN ASURANSI KENDARAAN
BERMOTOR
1. Perusahaan yang memasarkan jaminan risiko khusus banjir pada lini
usaha Asuransi Harta Benda memberlakukan tarif Premi atau
Kontribusi sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Tabel II.A yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas
Jasa Keuangan ini.
2. Perusahaan yang memasarkan jaminan risiko khusus banjir pada lini
usaha Asuransi Kendaraan Bermotor memberlakukan tarif Premi atau
Kontribusi sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Tabel II.B yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas
Jasa Keuangan ini.
3. Perusahaan yang memasarkan jaminan risiko khusus banjir pada lini
usaha Asuransi Harta Benda dengan menggunakan Loss Limit
memberlakukan tarif Premi atau Kontribusi sebagaimana tercantum
dalam Lampiran II Tabel II.C yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
4. Perusahaan yang memasarkan perluasan jaminan risiko business
interruption pada lini usaha Asuransi Harta Benda memberlakukan
tarif Premi atau Kontribusi sebagaimana tercantum dalam Lampiran II
Tabel II.D yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat
Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
5. Perusahaan yang memasarkan perluasan jaminan risiko khusus banjir
pada Asuransi Harta Benda dapat menerapkan tarif Premi atau
Kontribusi tunggal untuk pertanggungan multilokasi dengan risiko
sejenis dan memiliki karakteristik risiko yang sama dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. Jumlah objek pertanggungan paling sedikit tersebar pada 100
(seratus) lokasi di seluruh wilayah Indonesia.
b. Tarif Premi atau Kontribusi yang diterapkan adalah tarif Premi
atau Kontribusi berdasarkan zona dimana mayoritas objek
pertanggungan berada. Dalam hal tidak dapat ditentukan zona
dimana mayoritas objek pertanggungan berada, maka diterapkan
tarif ...
- 13 -
tarif Premi atau Kontribusi tunggal yang wajar sesuai
pertimbangan profesional underwriter.
6. Perusahaan memberlakukan ketentuan Risiko Sendiri (Deductible)
minimum atas jaminan risiko khusus banjir sebagai berikut:
a. Lini Asuransi Harta Benda
1) Untuk kerugian fisik (material damage) sebesar 10% (sepuluh
persen) dari jumlah ganti rugi yang disetujui.
2) Untuk kerugian gangguan usaha (business interruption) berupa
time excess 7 (tujuh) hari.
b. Lini Asuransi Kendaraan Bermotor
10% (sepuluh persen) dari jumlah ganti rugi yang disetujui paling
sedikit Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) per kejadian.
VI. TARIF PREMI ATAU KONTRIBUSI PADA RISIKO KHUSUS GEMPA BUMI
UNTUK LINI USAHA ASURANSI ASURANSI HARTA BENDA DAN
KENDARAAN BERMOTOR
1. Asuransi Gempa Bumi Untuk Lini Usaha Asuransi Harta Benda
a. Perusahaan dapat menetapkan harga pertanggungan baik untuk
kerusakan fisik maupun gangguan usaha berdasarkan:
1) full value basis, atau
2) first loss/sub limit basis.
b. Jika harga pertanggungan didasarkan pada first loss/sub limit
basis, Perusahaan mendapatkan nilai deklarasi (declared value)
yang besarnya sama dengan nilai sebenarnya (actual value) untuk
objek yang dipertanggungkan dari tertanggung.
c. Jika pada saat terjadinya kerugian, nilai deklarasi (declared value)
lebih kecil dari nilai sebenarnya (actual value), Perusahaan dapat
memberlakukan ketentuan pertanggungan di bawah harga objek
yang dipertanggungkan (under insured).
d. Perusahaan yang memasarkan Asuransi Gempa Bumi untuk lini
usaha Asuransi Harta Benda menerapkan tarif Premi atau
Kontribusi dan zona Asuransi Gempa Bumi sebagaimana
tercantum dalam Lampiran III Tabel III.A.1, Tabel III.A.2 dan Tabel
III.D ...
- 14 -
III.D yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat
Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
e. Perusahaan yang memasarkan perluasan jaminan Asuransi Gempa
Bumi pada Asuransi Harta Benda dapat menerapkan tarif Premi
atau Kontribusi tunggal untuk pertanggungan multilokasi dengan
risiko sejenis dan memiliki karakteristik risiko yang sama dengan
ketentuan sebagai berikut:
1) Jumlah objek pertanggungan paling sedikit tersebar pada 100
(seratus) lokasi di seluruh wilayah Indonesia.
2) Tarif Premi atau Kontribusi yang diterapkan adalah tarif Premi
atau Kontribusi sesuai ketentuan zona masing-masing
mengikuti jumlah lantai (≤9 (lebih kecil sama dengan sembilan)
lantai atau >9 (lebih besar sembilan) lantai) mayoritas.
2. Asuransi Gempa Bumi Untuk Lini Usaha Kendaraan Bermotor
a. Perusahaan yang memasarkan Asuransi Gempa Bumi untuk lini
usaha Asuransi Kendaraan Bermotor menerapkan tarif Premi atau
Kontribusi Asuransi Gempa Bumi sebagaimana tercantum dalam
Lampiran III Tabel III.E yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
b. Perusahaan yang memasarkan Asuransi Gempa Bumi untuk lini
usaha Asuransi Kendaraan Bermotor harus memberlakukan
ketentuan Risiko Sendiri (Deductible) sebesar 10% (sepuluh persen)
dari nilai ganti rugi yang disetujui, atau paling sedikit
Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) per kejadian.
VII. BIAYA AKUISISI
1. Perusahaan dapat memberikan bagian dari tarif Premi atau Kontribusi
berupa biaya akuisisi dalam bentuk komisi, diskon, dan/atau bentuk
lainnya kepada Perusahaan Pialang Asuransi, Agen Asuransi,
dan/atau pihak ketiga lainnya yang terkait dengan perolehan bisnis
asuransi, termasuk kepada tertanggung atau pemegang polis.
2. Biaya akuisisi sebagaimana dimaksud pada butir 1 secara kumulatif
berlaku:
a. untuk Asuransi Harta Benda paling tinggi 15% (lima belas persen)
dari tarif Premi atau Kontribusi; atau
b. untuk ...
- 15 -
b. untuk Asuransi Kendaraan Bermotor paling tinggi sebesar 25%
(dua puluh lima persen) dari tarif Premi atau Kontribusi.
3. Biaya akuisisi sebagaimana dimaksud pada butir 1 belum
memperhitungkan pajak yang berlaku.
4. Untuk pertanggungan dengan nilai tertentu yang dapat memperoleh
potongan tarif Premi atau Kontribusi, biaya akuisisi diperhitungkan
dari tarif Premi atau Kontribusi setelah potongan tarif Premi atau
Kontribusi.
VIII. LAIN-LAIN
1. Ketentuan mengenai tarif Premi atau Kontribusi dalam Surat Edaran
Otoritas Jasa Keuangan ini berlaku untuk pemasaran produk
Asuransi Harta Benda dan Asuransi Kendaraan Bermotor yang
dipasarkan langsung oleh Perusahaan maupun melalui pihak ketiga.
2. Ketentuan mengenai tarif Premi atau Kontribusi dalam Lampiran
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini tidak berlaku untuk produk
asuransi mikro.
IX. PENUTUP
1. Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai
berlaku pada tanggal ditetapkan.
2. Pada saat Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku:
a. Peraturan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan Nomor PER-07/BL/2012 tentang Referensi Unsur Premi
Murni serta Unsur Biaya Administrasi dan Biaya Umum Lainnya
Pada Lini Usaha Asuransi Kendaraan Bermotor Tahun 2013; dan
b. Surat Edaran Nomor SE-06/D.05/2013 tentang Penetapan Tarif
Premi serta Ketentuan Biaya Akuisisi pada Lini Usaha Asuransi
Kendaraan Bermotor dan Harta Benda serta Jenis Risiko Khusus
Meliputi Banjir, Gempa Bumi, Letusan Gunung Berapi, dan
Tsunami Tahun 2014,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
3. Agar ...
- 16 -
3. Agar setiap orang mengetahui, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini dengan penempatannya dalam
Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 30 Juni 2015
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS
PERASURANSIAN, DANA PENSIUN,
LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN
LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN,
Ttd.
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum I
Departemen Hukum,
Ttd.td.
Sudarmaji
BERITA NEGARA TAHUN
FIRDAUS DJAELANI
NOMOR
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 21/SEOJK.05/2015 </reg_id>
<reg_title> PENETAPAN TARIF PREMI ATAU KONTRIBUSI PADA LINI USAHA ASURANSI HARTA BENDA DAN ASURANSI KENDARAAN BERMOTOR TAHUN 2015 </reg_title>
<set_date> 30 Juni 2015 </set_date>
<effective_date> 30 Juni 2015 </effective_date>
<replaced_reg> 'PER-07/BL/2012|PERTA-BAPEPAM-LK/2012', 'SE-06/D.05/2013|SE/2013' </replaced_reg>
<related_reg> '2/POJK.05/2015 | Pasal 5 ayat (5)' </related_reg>
|
Yth.
1. Bank Umum Syariah; dan
2. Bank Umum Konvensional yang memiliki Unit Usaha Syariah
di tempat
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 10/SEOJK.03/2014
TENTANG
PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK UMUM SYARIAH
DAN UNIT USAHA SYARIAH
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
8/POJK.03/2014 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Syariah
dan Unit Usaha Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5544),
Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/23/PBI/2011 tentang Penerapan
Manajemen Risiko bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 103, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5247), dan Peraturan Bank Indonesia Nomor
8/6/PBI/2006 tentang Penerapan Manajemen Risiko secara Konsolidasi bagi
Bank yang Melakukan Pengendalian terhadap Perusahaan Anak (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4602), perlu diatur ketentuan mengenai Penilaian
Tingkat Kesehatan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah dalam Surat
Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut:
I. UMUM
1. Meningkatnya inovasi dalam produk, jasa, dan aktivitas perbankan
syariah berpengaruh pada peningkatan kompleksitas usaha dan Profil
Risiko Bank yang apabila tidak diimbangi dengan penerapan
Manajemen Risiko yang memadai dapat menimbulkan berbagai
permasalahan mendasar pada Bank maupun terhadap sistem
keuangan secara keseluruhan.
2. Agar Bank mampu mengidentifikasi permasalahan lebih dini,
melakukan tindak lanjut perbaikan yang sesuai dan lebih cepat, serta
menerapkan …
- 2 -
menerapkan prinsip Good Corporate Governance dan Manajemen Risiko
yang lebih baik maka Otoritas Jasa Keuangan menyempurnakan sistem
penilaian Tingkat Kesehatan Bank.
3. Pada prinsipnya tingkat kesehatan, pengelolaan Bank, dan
kelangsungan usaha Bank merupakan tanggung jawab sepenuhnya
dari manajemen Bank. Oleh karena itu, Bank wajib memelihara,
memperbaiki, dan meningkatkan tingkat kesehatannya dengan
menerapkan prinsip kehati-hatian dan Manajemen Risiko dalam
melaksanakan kegiatan usahanya termasuk melakukan penilaian
sendiri (self assessment) secara berkala terhadap tingkat kesehatannya
dan mengambil langkah-langkah perbaikan secara efektif. Di lain pihak,
Otoritas Jasa Keuangan mengevaluasi, menilai Tingkat Kesehatan
Bank, dan melakukan tindakan pengawasan yang diperlukan dalam
rangka menjaga stabilitas sistem perbankan dan keuangan.
II. PRINSIP-PRINSIP UMUM PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK UMUM
SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH
Manajemen Bank perlu memperhatikan prinsip-prinsip umum berikut ini
sebagai landasan dalam menilai Tingkat Kesehatan Bank.
1. Berorientasi Risiko
Penilaian tingkat kesehatan didasarkan pada Risiko-Risiko Bank dan
dampak yang ditimbulkan pada kinerja Bank secara keseluruhan. Hal
ini dilakukan dengan cara mengidentifikasi faktor internal maupun
eksternal yang dapat meningkatkan Risiko atau mempengaruhi kinerja
keuangan Bank pada saat ini dan di masa yang akan datang. Dengan
demikian, Bank diharapkan mampu mendeteksi secara lebih dini akar
permasalahan Bank dan mengambil langkah-langkah pencegahan serta
perbaikan secara efektif dan efisien.
2. Proporsionalitas
Penggunaan parameter/indikator dalam tiap faktor penilaian Tingkat
Kesehatan Bank dilakukan dengan memperhatikan karakteristik dan
kompleksitas usaha Bank. Parameter/indikator penilaian Tingkat
Kesehatan Bank dalam Surat Edaran ini merupakan standar minimum
yang wajib digunakan dalam menilai Tingkat Kesehatan Bank. Namun
demikian, Bank dapat menggunakan parameter/indikator tambahan
yang sesuai dengan karakteristik dan kompleksitas usahanya dalam
menilai …
- 3 -
menilai Tingkat Kesehatan Bank sehingga dapat mencerminkan kondisi
Bank dengan lebih baik.
3. Materialitas dan Signifikansi
Bank perlu memperhatikan materialitas dan signifikansi faktor
penilaian Tingkat Kesehatan Bank yaitu Profil Risiko, Good Corporate
Governance, Rentabilitas, dan Permodalan serta signifikansi
parameter/indikator penilaian pada masing-masing faktor dalam
menyimpulkan hasil penilaian dan menetapkan peringkat faktor.
Penentuan materialitas dan signifikansi tersebut didasarkan pada
analisis yang didukung oleh data dan informasi yang memadai
mengenai Risiko dan kinerja keuangan Bank.
4. Komprehensif dan Terstruktur
Proses penilaian dilakukan secara menyeluruh dan sistematis serta
difokuskan pada permasalahan utama Bank. Analisis dilakukan secara
terintegrasi dengan mempertimbangkan keterkaitan antar Risiko dan
antar faktor penilaian Tingkat Kesehatan Bank serta Perusahaan Anak
yang wajib dikonsolidasikan. Analisis harus didukung oleh fakta-fakta
pokok dan rasio-rasio yang relevan untuk menunjukkan tingkat, trend,
dan tingkat permasalahan yang dihadapi oleh Bank.
III. TATA CARA PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK
Sesuai dengan
Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan
Nomor
....../POJK.03/2014 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum
Syariah dan Unit Usaha Syariah, Bank wajib melakukan penilaian sendiri
Tingkat Kesehatan Bank dengan pendekatan Risk-based Bank Rating
(RBBR). Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Syariah dilakukan secara
individual maupun konsolidasi, sedangkan penilaian Tingkat Kesehatan Unit
Usaha Syariah dilakukan secara individual, dengan tata cara sebagai
berikut:
1. Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Syariah dan
Unit Usaha Syariah Secara Individual
Penilaian Tingkat Kesehatan Bank secara individual untuk Bank Umum
Syariah mencakup penilaian terhadap faktor-faktor: Profil Risiko, Good
Corporate Governance, Rentabilitas, dan Permodalan, sedangkan untuk
Unit Usaha Syariah hanya mencakup faktor Profil Risiko.
a. Penilaian …
- 4 -
a. Penilaian Faktor Profil Risiko
Penilaian faktor Profil Risiko merupakan penilaian terhadap Risiko
inheren dan kualitas penerapan Manajemen Risiko dalam aktivitas
operasional Bank. Risiko yang wajib dinilai terdiri atas 10
(sepuluh) jenis Risiko yaitu Risiko Kredit, Risiko Pasar, Risiko
Likuiditas, Risiko Operasional, Risiko Hukum, Risiko Stratejik,
Risiko Kepatuhan, Risiko Reputasi, Risiko Imbal Hasil, dan Risiko
Investasi.
Dalam menilai Profil Risiko, Bank wajib pula memperhatikan
cakupan penerapan Manajemen Risiko sebagaimana diatur dalam
ketentuan yang berlaku mengenai penerapan Manajemen Risiko
bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.
1) Penilaian Risiko Inheren
Penilaian Risiko inheren merupakan penilaian atas Risiko
yang melekat pada kegiatan bisnis Bank, baik yang dapat
dikuantifikasikan maupun yang tidak, yang berpotensi
mempengaruhi posisi keuangan Bank. Karakteristik Risiko
inheren Bank ditentukan oleh faktor internal maupun
eksternal, antara lain strategi bisnis, karakteristik bisnis,
kompleksitas produk dan aktivitas Bank, industri dimana
Bank melakukan kegiatan usaha, serta kondisi makro
ekonomi.
Penilaian atas
Risiko
inheren dilakukan dengan
memperhatikan parameter/indikator yang bersifat kuantitatif
maupun kualitatif.
Penetapan tingkat Risiko inheren atas masing-masing jenis
Risiko mengacu pada prinsip-prinsip umum penilaian Tingkat
Kesehatan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.
Penetapan tingkat Risiko inheren untuk masing-masing jenis
Risiko dikategorikan ke dalam 5 (lima) peringkat yakni
peringkat 1 (low), peringkat 2 (low to moderate), peringkat 3
(moderate), peringkat 4 (moderate to high), dan peringkat 5
(high).
Berikut ini adalah beberapa parameter/indikator minimum
yang wajib menjadi acuan Bank dalam menilai Risiko inheren.
Bank dapat menambah parameter/indikator lain yang relevan
dengan …
- 5 -
dengan karakteristik dan kompleksitas usaha Bank dengan
memperhatikan prinsip proporsionalitas.
a) Risiko Kredit
Risiko Kredit adalah Risiko akibat kegagalan nasabah
atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada Bank
sesuai dengan perjanjian yang disepakati.
Risiko Kredit pada umumnya melekat pada seluruh
aktivitas penanaman dana yang dilakukan oleh Bank
yang kinerjanya bergantung pada kinerja pihak lawan
(counterparty), penerbit (issuer) atau kinerja peminjam
dana (borrower). Risiko Kredit juga dapat diakibatkan
oleh terkonsentrasinya penyediaan dana pada debitur,
wilayah geografis, produk, jenis pembiayaan, atau
lapangan usaha tertentu. Risiko ini lazim disebut Risiko
konsentrasi pembiayaan dan wajib diperhitungkan pula
dalam penilaian Risiko inheren.
Dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Kredit,
parameter/indikator yang digunakan adalah:
(i)
komposisi portofolio aset dan tingkat konsentrasi; (ii)
kualitas penyediaan dana dan kecukupan pencadangan;
(iii) strategi penyediaan dana dan sumber timbulnya
penyediaan dana; dan (iv) faktor eksternal.
Bank dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Kredit
menggunakan parameter/indikator Risiko inheren
dengan berpedoman pada Lampiran I.1.a.
b) Risiko Pasar
Risiko Pasar adalah Risiko pada posisi neraca dan
rekening administratif akibat perubahan harga pasar,
antara lain Risiko berupa perubahan nilai dari aset yang
dapat diperdagangkan atau disewakan.
Risiko Pasar meliputi antara lain Risiko benchmark suku
bunga (benchmark interest rate risk), Risiko nilai tukar,
Risiko ekuitas, dan Risiko komoditas. Penerapan
Manajemen Risiko untuk Risiko ekuitas dan Risiko
komoditas wajib diterapkan oleh Bank yang melakukan
konsolidasi dengan Perusahaan Anak.
Dalam …
- 6 -
Dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Pasar,
parameter/indikator yang digunakan adalah: (i) volume
dan komposisi portofolio; (ii) potensi kerugian (potential
loss) dari Risiko benchmark suku bunga dalam banking
book; dan (iii) strategi dan kebijakan bisnis.
Bank dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Pasar
menggunakan parameter/indikator Risiko inheren
dengan berpedoman pada Lampiran I.1.b.
c)
Risiko Likuiditas
Risiko Likuiditas adalah Risiko akibat ketidakmampuan
Bank untuk memenuhi kewajiban yang jatuh tempo dari
sumber pendanaan arus kas dan/atau aset likuid
berkualitas tinggi yang dapat diagunkan, tanpa
mengganggu aktivitas dan kondisi keuangan Bank.
Risiko ini disebut juga Risiko Likuiditas pendanaan
(funding liquidity risk). Risiko Likuiditas juga dapat
disebabkan oleh ketidakmampuan Bank melikuidasi aset
tanpa terkena diskon yang material karena tidak adanya
pasar aktif atau adanya gangguan pasar (market
disruption) yang parah. Risiko ini disebut sebagai Risiko
Likuiditas pasar (market liquidity risk).
Dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Likuiditas,
parameter yang digunakan adalah: (i) komposisi dari
aset, kewajiban, dan transaksi rekening administratif; (ii)
konsentrasi dari aset dan kewajiban; (iii) kerentanan
pada kebutuhan pendanaan; dan (iv) akses pada sumber-
sumber pendanaan.
Bank dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Likuiditas
menggunakan parameter/indikator Risiko inheren
dengan berpedoman pada Lampiran I.1.c.
d) Risiko Operasional
Risiko Operasional adalah Risiko kerugian yang
diakibatkan oleh proses internal yang kurang memadai,
kegagalan proses internal, kesalahan manusia, kegagalan
sistem, dan/atau adanya kejadian eksternal yang
mempengaruhi operasional Bank.
Sumber …
- 7 -
Sumber Risiko Operasional dapat disebabkan antara lain
oleh sumber daya manusia, proses, sistem, dan kejadian
eksternal.
Dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Operasional,
parameter/indikator yang digunakan adalah: (i)
karakteristik dan kompleksitas bisnis; (ii) sumber daya
manusia; (iii) teknologi informasi dan infrastruktur
pendukung; (iv) fraud, baik internal maupun eksternal;
dan (v) kejadian eksternal.
Bank dalam menilai Risiko inheren atas Risiko
Operasional menggunakan parameter/indikator Risiko
inheren dengan berpedoman pada Lampiran I.1.d.
e)
Risiko Hukum
Risiko Hukum adalah Risiko yang timbul akibat tuntutan
hukum dan/atau kelemahan aspek yuridis.
Risiko ini juga dapat timbul antara lain karena ketiadaan
peraturan perundang-undangan yang mendasari atau
kelemahan perikatan, seperti tidak dipenuhinya syarat
sahnya perjanjian atau agunan yang tidak memadai.
Dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Hukum,
parameter/indikator yang digunakan adalah: (i) faktor
litigasi; (ii) faktor kelemahan perikatan; dan (iii) faktor
ketiadaan/perubahan peraturan perundang-undangan.
Bank dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Hukum
menggunakan parameter/indikator Risiko inheren
dengan berpedoman pada Lampiran I.1.e.
f)
Risiko Stratejik
Risiko Stratejik adalah Risiko akibat ketidaktepatan
dalam pengambilan dan/atau pelaksanaan suatu
keputusan stratejik serta kegagalan dalam
mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis.
Sumber Risiko Stratejik antara lain dapat berasal dari
kelemahan dalam proses formulasi strategi dan
ketidaktepatan dalam perumusan strategi,
ketidaktepatan dalam implementasi strategi, dan
kegagalan mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis.
Dalam …
- 8 -
Dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Stratejik,
parameter/indikator yang digunakan adalah: (i)
kesesuaian strategi dengan kondisi lingkungan bisnis; (ii)
strategi berisiko tinggi dan strategi berisiko rendah; (iii)
posisi bisnis Bank; dan (iv) pencapaian rencana bisnis
Bank.
Bank dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Stratejik
menggunakan parameter/indikator Risiko inheren
dengan berpedoman pada Lampiran I.1.f.
g)
Risiko Kepatuhan
Risiko Kepatuhan adalah Risiko akibat Bank tidak
mematuhi dan/atau tidak melaksanakan peraturan
perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku, serta
prinsip syariah.
Sumber Risiko Kepatuhan antara lain dapat disebabkan
oleh kurangnya pemahaman atau kesadaran hukum
terhadap ketentuan, prinsip syariah, maupun standar
bisnis yang berlaku umum.
Dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Kepatuhan,
parameter/indikator yang digunakan adalah: (i) jenis dan
signifikansi pelanggaran yang dilakukan; (ii) frekuensi
pelanggaran yang dilakukan atau track record
ketidakpatuhan Bank; dan (iii) pelanggaran terhadap
ketentuan atau standar bisnis yang berlaku umum untuk
transaksi keuangan tertentu.
Bank dalam menilai Risiko inheren atas Risiko
Kepatuhan menggunakan parameter/indikator Risiko
inheren dengan berpedoman pada Lampiran I.1.g.
h) Risiko Reputasi
Risiko Reputasi adalah Risiko akibat menurunnya tingkat
kepercayaan stakeholder yang bersumber dari persepsi
negatif terhadap Bank.
Salah satu pendekatan yang digunakan dalam
mengkategorikan sumber Risiko Reputasi bersifat tidak
langsung (below the line) dan bersifat langsung (above the
line).
Dalam …
- 9 -
Dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Reputasi,
parameter/indikator yang digunakan adalah: (i) pengaruh
reputasi negatif dari pemilik Bank dan perusahaan
terkait; (ii) pelanggaran etika bisnis termasuk etika bisnis
syariah; (iii) kompleksitas produk dan kerjasama bisnis
Bank; (iv) frekuensi, materialitas, dan eksposur
pemberitaan negatif Bank; dan (v) frekuensi dan
materialitas keluhan nasabah.
Bank dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Reputasi
menggunakan parameter/indikator Risiko inheren
dengan berpedoman pada Lampiran I.1.h.
i)
Risiko Imbal Hasil
Risiko Imbal Hasil (Rate of Return Risk) adalah Risiko
akibat perubahan tingkat imbal hasil yang dibayarkan
Bank kepada nasabah, karena terjadi perubahan tingkat
imbal hasil yang diterima Bank dari penyaluran dana,
yang dapat mempengaruhi perilaku nasabah dana pihak
ketiga Bank.
Dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Imbal Hasil,
parameter/indikator yang digunakan adalah:
(i)
komposisi dana pihak ketiga; (ii) strategi dan kinerja
bank dalam menghasilkan laba/pendapatan; dan (iii)
perilaku nasabah dana pihak ketiga.
Bank dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Imbal
Hasil menggunakan parameter/indikator Risiko inheren
dengan berpedoman pada Lampiran I.1.i.
j)
Risiko Investasi
Risiko Investasi (Equity Investment Risk) adalah Risiko
akibat Bank ikut menanggung kerugian usaha nasabah
yang dibiayai dalam pembiayaan berbasis bagi hasil baik
yang menggunakan metode net revenue sharing maupun
yang menggunakan metode profit and loss sharing.
Dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Investasi,
parameter/indikator yang digunakan adalah: (i)
komposisi dan tingkat konsentrasi pembiayaan berbasis
bagi hasil; (ii) kualitas pembiayaan berbasis bagi hasil;
dan …
- 10 -
dan (iii) faktor eksternal.
Bank dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Investasi
menggunakan parameter/indikator Risiko inheren
dengan berpedoman pada Lampiran I.1.j.
2) Penilaian Kualitas Penerapan Manajemen Risiko
Penilaian kualitas penerapan
Manajemen Risiko
mencerminkan penilaian terhadap kecukupan sistem
pengendalian Risiko yang mencakup seluruh pilar penerapan
Manajemen Risiko dan bertujuan untuk mengevaluasi
efektivitas penerapan Manajemen Risiko Bank sesuai prinsip-
prinsip sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai
penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum Syariah dan
Unit Usaha Syariah.
Penerapan Manajemen Risiko Bank sangat bervariasi menurut
skala, kompleksitas, dan tingkat Risiko yang dapat ditoleransi
oleh Bank. Dengan demikian, dalam menilai kualitas
penerapan Manajemen Risiko perlu memperhatikan
karakteristik dan kompleksitas usaha Bank.
Penilaian kualitas penerapan Manajemen Risiko merupakan
penilaian terhadap 4 (empat) aspek yang saling terkait yaitu:
(i) tata kelola Risiko; (ii) kerangka Manajemen Risiko; (iii)
proses Manajemen Risiko, kecukupan sumber daya manusia,
dan kecukupan sistem informasi manajemen; serta (iv)
kecukupan sistem pengendalian
Risiko, dengan
memperhatikan karakteristik dan kompleksitas usaha Bank.
Penilaian kualitas penerapan Manajemen Risiko tersebut
dilakukan secara terintegrasi sebagai berikut:
a) Tata Kelola Risiko
Tata kelola Risiko mencakup evaluasi terhadap: (i)
perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk
appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance); dan (ii)
kecukupan pengawasan aktif oleh Dewan Komisaris,
Direksi, dan Dewan Pengawas Syariah termasuk
pelaksanaan kewenangan dan tanggung jawab Dewan
Komisaris, Direksi, dan Dewan Pengawas Syariah.
b) Kerangka Manajemen Risiko
Kerangka …
- 11 -
Kerangka Manajemen Risiko mencakup evaluasi
terhadap: (i) strategi Manajemen Risiko yang searah
dengan tingkat Risiko yang akan diambil dan toleransi
Risiko; (ii) kecukupan perangkat organisasi dalam
mendukung terlaksananya Manajemen Risiko secara
efektif termasuk kejelasan wewenang dan tanggung
jawab; dan (iii) kecukupan kebijakan, prosedur dan
penetapan limit.
c) Proses Manajemen Risiko, Kecukupan Sumber Daya
Manusia, dan Kecukupan Sistem Informasi Manajemen
Proses Manajemen Risiko, kecukupan Sumber Daya
Manusia, dan kecukupan sistem informasi Manajemen
Risiko mencakup evaluasi terhadap: (i) proses
identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian
Risiko; (ii) kecukupan sistem informasi Manajemen
Risiko; dan (iii) kecukupan kuantitas dan kualitas
sumber daya manusia dalam mendukung efektivitas
proses Manajemen Risiko.
d) Kecukupan Sistem Pengendalian Risiko
Kecukupan sistem pengendalian Risiko mencakup
evaluasi terhadap: (i) kecukupan sistem pengendalian
intern dan (ii) kecukupan kaji ulang oleh pihak
independen (independent review) dalam Bank baik oleh
Satuan Kerja Manajemen Risiko maupun oleh Satuan
Kerja Audit Intern. Kaji ulang oleh Satuan Kerja
Manajemen Risiko antara lain mencakup metode, asumsi,
dan variabel yang digunakan untuk mengukur dan
menetapkan limit Risiko, sedangkan kaji ulang oleh
Satuan Kerja Audit Intern antara lain mencakup
keandalan kerangka Manajemen Risiko dan penerapan
Manajemen Risiko oleh unit bisnis dan/atau unit
pendukung.
Penilaian
dilakukan terhadap 10 (sepuluh) jenis
kualitas penerapan Manajemen Risiko
Risiko
yaitu Risiko Kredit, Risiko Pasar, Risiko Likuiditas,
Risiko Operasional, Risiko Hukum, Risiko Stratejik,
Risiko …
- 12 -
Risiko Kepatuhan, Risiko Reputasi, Risiko Imbal Hasil,
dan Risiko Investasi.
Tingkat kualitas penerapan Manajemen Risiko untuk
masing-masing Risiko dikategorikan dalam 5 (lima)
peringkat yakni peringkat 1 (strong), peringkat 2
(satisfactory), peringkat 3 (fair), peringkat 4 (marginal),
dan peringkat 5 (unsatisfactory).
3) Penetapan Peringkat Risiko
Peringkat Risiko ditetapkan berdasarkan penilaian atas
peringkat Risiko inheren dan peringkat kualitas penerapan
Manajemen Risiko dari masing-masing Risiko. Penetapan
peringkat Risiko inheren untuk masing-masing Risiko
berpedoman pada Lampiran III.2.2.a, III.2.3.a, III.2.4.a,
III.2.5.a, III.2.6.a, III.2.7.a, III.2.8.a, dan III.2.9.a,
III.2.10.a, dan III.2.11.a. Penetapan peringkat kualitas
penerapan Manajemen Risiko untuk masing-masing Risiko
berpedoman pada Lampiran III.2.2.b, III.2.3.b, III.2.4.b,
III.2.5.b, III.2.6.b, III.2.7.b, III.2.8.b, III.2.9.b, III.2.10.b,
dan III.2.11.b.
4) Penetapan Peringkat Faktor Profil Risiko
Penetapan peringkat faktor Profil Risiko dilakukan dengan
tahapan sebagai berikut:
a) Penetapan peringkat Risiko dari masing-masing Risiko,
dengan mengacu pada angka 3);
b) Penetapan peringkat Risiko inheren komposit dan
peringkat kualitas penerapan Manajemen Risiko
komposit, dengan memperhatikan signifikansi masing-
masing Risiko terhadap Profil Risiko secara keseluruhan;
c) Penetapan peringkat faktor Profil Risiko atas hasil
penetapan peringkat Risiko sebagaimana dimaksud pada
huruf a) dan peringkat Risiko inheren komposit dan
peringkat kualitas penerapan Manajemen Risiko
komposit sebagaimana dimaksud pada huruf b)
berdasarkan hasil analisis secara komprehensif dan
terstruktur, dengan memperhatikan signifikansi masing-
masing Risiko terhadap Profil Risiko secara keseluruhan.
Penetapan ...
- 13 -
Penetapan peringkat faktor Profil Risiko terdiri dari 5 (lima)
peringkat yaitu peringkat 1, peringkat 2, peringkat 3, peringkat
4, dan peringkat 5. Urutan peringkat faktor Profil Risiko yang
lebih kecil mencerminkan semakin rendahnya Risiko yang
dihadapi Bank. Penetapan peringkat faktor Profil Risiko
dilakukan dengan berpedoman pada Lampiran III.2
b. Penilaian Faktor Good Corporate Governance (GCG)
1) Penilaian faktor Good Corporate Governance bagi Bank Umum
Syariah merupakan penilaian terhadap kualitas manajemen
bank atas pelaksanaan 5 (lima) prinsip Good Corporate
Governance
yaitu
transparansi,
akuntabilitas,
pertanggungjawaban, profesional, dan kewajaran. Prinsip-
prinsip Good Corporate Governance dan fokus penilaian
terhadap pelaksanaan prinsip-prinsip Good Corporate
Governance tersebut berpedoman pada ketentuan Good
Corporate Governancey ang berlaku bagi Bank Umum Syariah
dengan memperhatikan karakteristik dan kompleksitas usaha
bank.
2) Bank Umum Syariah dalam menilai peringkat faktor Good
Corporate Governance menggunakan parameter/indikator
dengan berpedoman pada Lampiran I.2.
3) Dalam rangka memastikan penerapan 5 (lima) prinsip Good
Corporate Governance sebagaimana dimaksud dalam angka 1),
Bank Umum Syariah harus melakukan penilaian sendiri (self
assessment) secara berkala yang paling kurang meliputi 11
(sebelas) faktor penilaian pelaksanaan Good Corporate
Governance sebagaimana diatur dalam ketentuan Good
Corporate Governance yang berlaku bagi Bank Umum Syariah
sebagai berikut:
a) Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan
Komisaris;
b) Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi;
c) Kelengkapan dan pelaksanaan tugas Komite;
d) Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Pengawas
Syariah;
e) Pelaksanaan prinsip syariah dalam kegiatan
penghimpunan…
- 14 -
penghimpunan dana dan penyaluran dana serta
pelayanan jasa;
f) Penanganan benturan kepentingan;
g) Penerapan fungsi kepatuhan;
h) Penerapan fungsi audit intern;
i) Penerapan fungsi audit ekstern;
j) Batas Maksimum Penyaluran Dana (BMPD); dan
k) Transparansi kondisi keuangan dan non keuangan BUS,
laporan pelaksanaan Good Corporate Governance serta
pelaporan internal.
4) Penetapan peringkat faktor Good Corporate Governance
dilakukan berdasarkan analisis atas: (i) pelaksanaan prinsip-
prinsip Good Corporate Governance sebagaimana dimaksud
pada angka 1); (ii) kecukupan tata kelola (governance) atas
struktur, proses, dan hasil penerapan Good Corporate
Governance pada bank; dan (iii) informasi lain yang terkait
dengan Good Corporate Governance yang didasarkan pada
data dan informasi yang relevan.
5) Penetapan peringkat faktor Good Corporate Governance
dikategorikan dalam 5 (lima) peringkat yakni peringkat 1,
peringkat 2, peringkat 3, peringkat 4, dan peringkat 5. Urutan
peringkat faktor Good Corporate Governance yang lebih kecil
mencerminkan penerapan Good Corporate Governance yang
lebih baik. Penetapan peringkat faktor Good Corporate
Governance dilakukan dengan berpedoman pada Lampiran
III.3.
6) Bank Umum Syariah melakukan penilaian sendiri (self
assessment) pelaksanaan Good Corporate Governance secara
berkala sesuai dengan periode penilaian Tingkat Kesehatan
Bank dan apabila diperlukan sewaktu-waktu Bank Umum
Syariah wajib melakukan pengkinian atas penilaian sendiri
(self assessment) pelaksanaan Good Corporate Governance
sebagaimana diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
mengenai Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Syariah
dan Unit Usaha Syariah. Penilaian sendiri (self assessment)
pelaksanaan Good Corporate Governance dilakukan dengan
menyusun ...
- 15 -
menyusun analisis kecukupan dan efektivitas pelaksanaan
prinsip Good Corporate Governance yang dituangkan dalam
Kertas Kerja Penilaian Sendiri (Self Assessment) Pelaksanaan
Good Corporate Governance sebagaimana dimaksud pada
Lampiran II, dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a) mengumpulkan data dan informasi yang relevan untuk
menilai kecukupan dan efektivitas pelaksanaan prinsip-
prinsip Good Corporate Governance, seperti data
kepengurusan, kepemilikan, struktur kelompok usaha,
risalah rapat Dewan Komisaris, Direksi, Dewan Pengawas
Syariah dan Komite, serta laporan-laporan antara lain
laporan tahunan, laporan khusus Direktur yang
membawahkan Fungsi Kepatuhan, laporan yang
berkaitan dengan tugas SKAI, laporan akuntan publik
khususnya komentar mengenai keandalan sistem
pengendalian intern bank, laporan hasil penilaian sendiri
(self assessment) Tingkat Kesehatan Bank, laporan
rencana bisnis dan realisasinya, laporan Dewan
Komisaris, laporan hasil pengawasan Dewan Pengawas
Syariah, dan laporan lain yang terkait dengan penerapan
prinsip Good Corporate Governance lainnya;
b) menilai kecukupan dan efektivitas pelaksanaan prinsip-
prinsip Good Corporate Governance yang dilakukan
secara komprehensif dan terstruktur atas ketiga aspek
governance, yaitu governance structure, governance
process, dan governance outcome, dengan memperhatikan
prinsip signifikansi atau materialitas; dan
c) menyimpulkan faktor positif dan negatif dari masing-
masing aspek governance.
6) Dalam menyimpulkan faktor-faktor positif dan faktor-faktor
negatif ketiga aspek governance tersebut, perlu diperhatikan
antara lain sebagai berikut:
a) Penilaian perlu difokuskan pada substansi penerapan
Good Corporate Governance dan bukan hanya pada
pemenuhan persyaratan formal prosedural (normatif).
Dalam penilaian Good Corporate Governance ini juga
perlu …
- 16 -
perlu memperhatikan antara lain apakah kebijakan dan
prosedur tersebut telah diimplementasikan dengan baik.
Dengan demikian, dalam melakukan penilaian
pelaksanaan Good Corporate Governance, Bank Umum
Syariah tidak hanya menjawab pertanyaan dengan
jawaban ya/tidak namun perlu mengungkapkan
substansi dari jawaban tersebut.
Sebagai contoh, dalam melakukan penilaian terhadap
pemenuhan kelengkapan organ pada struktur organisasi
Bank Umum Syariah, perlu dinilai juga apakah organ
tersebut telah berfungsi sebagaimana mestinya.
b) Penilaian pada governance structure, governance process
dan governance outcome harus merupakan satu
rangkaian penilaian yang terintegrasi, komprehensif, dan
terstruktur sehingga kesimpulan hasil penilaian
governance outcome mencerminkan sejauh mana
penerapan governance process dan dukungan yang
memadai dari governance structure, yang perlu diuji dan
dibuktikan lebih lanjut.
Contoh, terdapat permasalahan pada governance
structure
yaitu
tidak adanya Direktur yang
membawahkan fungsi kepatuhan. Dengan tidak adanya
Direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan tersebut
mengakibatkan timbulnya kelemahan pada governance
process dalam penerapan fungsi kepatuhan bank yaitu
tidak adanya tindakan pencegahan terhadap kebijakan
dan/atau keputusan Direksi bank di bidang pembiayaan
yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku.
Selanjutnya adanya kelemahan pada governance process
tersebut berdampak pada governance outcome berupa
terjadinya pelanggaran ketentuan Batas Maksimum
Penyaluran Dana (BMPD).
c)
Penilaian pada governance outcome selain mencakup
aspek kualitatif juga meliputi aspek kuantitatif, antara
lain:
(1) kinerja bank seperti rentabilitas, efisiensi, dan
permodalan …
- 17 -
permodalan;
(2) peningkatan/penurunan kepatuhan terhadap
ketentuan yang berlaku dan penyelesaian
permasalahan yang dihadapi bank seperti fraud,
pelanggaran Batas Maksimum Penyaluran Dana
(BMPD), pelanggaran ketentuan terkait laporan bank
kepada Otoritas Jasa Keuangan.
Dalam hal ini Bank Umum Syariah harus
memperhatikan apakah pelanggaran tersebut terjadi
secara berulang dan/atau materialitas/signifikansi
permasalahan tersebut terhadap kinerja bank baik saat
ini maupun di masa mendatang.
Selain itu, Bank Umum Syariah juga perlu
memperhatikan bahwa penilaian tersebut telah
mencakup tindak lanjut yang perlu dilakukan oleh bank
untuk mengatasi permasalahan saat ini dan
mengantisipasi timbulnya permasalahan di masa
mendatang.
d) Dalam penetapan Peringkat Faktor Good Corporate
Governance, Bank Umum Syariah harus memperhatikan
kesesuaiannya dengan tingkat signifikansi permasalahan
yang dihadapi sebagaimana hasil kesimpulan yang
diperoleh dalam penilaian pelaksanaan Good Corporate
Governance Bank Umum Syariah.
e)
Penilaian pada governance structure, governance process,
dan governance outcome harus didukung oleh
data/informasi dan dokumen yang memadai.
7) Berdasarkan Kertas Kerja Penilaian Sendiri (Self Assessment)
Pelaksanaan Good Corporate Governance di atas, Bank Umum
Syariah membuat kesimpulan hasil penilaian sendiri (self
assessment) pelaksanaan Good Corporate Governance dan
menetapkan Peringkat Faktor Good Corporate Governance
dengan mengacu pada Matriks Peringkat Faktor Good
Corporate Governance sebagaimana dimaksud pada Lampiran
III.3.
Dalam melakukan penilaian pelaksanaan Good Corporate
Governance…
- 18 -
Governance, Bank Umum Syariah harus memperhatikan
penilaian Kualitas Penerapan Manajemen Risiko dalam rangka
penilaian Profil Risiko, mengingat faktor Good Corporate
Governance secara umum memiliki keterkaitan dengan
Kualitas Penerapan Manajemen Risiko. Pada umumnya,
pelaksanaan Good Corporate Governance yang baik akan
memastikan manajemen risiko yang baik sebagaimana
tercermin pada penilaian Kualitas Penerapan Manajemen
Risiko.
8) Selanjutnya Bank Umum Syariah membuat Penilaian Faktor
Good Corporate Governance sebagaimana dimaksud pada
Lampiran IV.4, yang paling kurang meliputi:
a) Peringkat Faktor Good Corporate Governance dan Definisi
Peringkat; dan
b) Analisis faktor Good Corporate Governance antara lain
terdiri dari:
(1) identifikasi permasalahan berupa kelemahan dan
penyebabnya (root caused); dan
(2) kekuatan pelaksanaan Good Corporate Governance.
Dalam hal berdasarkan hasil penilaian sendiri (self
assessment) pelaksanaan Good Corporate Governance
diperoleh Peringkat Faktor Good Corporate Governance adalah
3, 4 atau 5 maka Bank Umum Syariah wajib menyusun dan
menyampaikan action plan yang memuat langkah-langkah
perbaikan secara komprehensif dan sistematis beserta target
waktu pelaksanaannya kepada Otoritas Jasa Keuangan.
9) Penilaian Faktor Good Corporate Governance sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran IV.4 wajib ditandatangani oleh
Direksi Bank Umum Syariah.
10) Bank Umum Syariah menyampaikan Penilaian Faktor Good
Corporate Governance baik secara individual maupun secara
konsolidasi sebagaimana Lampiran IV.4 kepada Otoritas Jasa
Keuangan, yang dilengkapi dengan Kertas Kerja Penilaian
Sendiri (Self Assessment) Pelaksanaan Good Corporate
Governance sebagaimana Lampiran II, sebagai bagian dari
hasil penilaian sendiri (self assessment) Tingkat Kesehatan
Bank …
- 19 -
Bank Umum Syariah.
11) Otoritas Jasa Keuangan melakukan penilaian atau evaluasi
terhadap hasil penilaian sendiri (self assessment) pelaksanaan
Good Corporate Governance yang disampaikan oleh Bank
Umum Syariah. Apabila terdapat perbedaan hasil penilaian
sendiri (self assessment) pelaksanaan Good Corporate
Governance Bank Umum Syariah yang material, yaitu
mengakibatkan hasil Peringkat Faktor Good Corporate
Governance yang berbeda dengan hasil penilaian atau evaluasi
yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan maka Bank
Umum Syariah harus melakukan revisi terhadap hasil
penilaian sendiri (self assessment) pelaksanaan Good
Corporate Governance sesuai dengan hasil kesepakatan dalam
prudential meeting. Dalam hal masih terdapat perbedaan hasil
penilaian pelaksanaan Good Corporate Governance maka yang
berlaku adalah hasil penilaian yang dilakukan oleh Otoritas
Jasa Keuangan.
12) Selain itu, apabila hasil penilaian Peringkat Faktor Good
Corporate Governance oleh Otoritas Jasa Keuangan tergolong
Peringkat 3, 4 atau 5 maka Otoritas Jasa Keuangan dapat
meminta Bank Umum Syariah untuk menyampaikan rencana
tindak (action plan) yang memuat langkah-langkah perbaikan
secara komprehensif dan sistematis beserta target waktu
pelaksanaannya.
13) Dalam hal diperlukan, Otoritas Jasa Keuangan dapat
meminta Bank Umum Syariah untuk menyesuaikan action
plan yang telah disampaikan oleh Bank Umum Syariah.
14) Rencana tindak (action plan) disampaikan sesuai dengan tata
cara penyampaian sebagaimana diatur dalam ketentuan
mengenai penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Syariah
dan Unit Usaha Syariah. Namun demikian, Bank Umum
Syariah dapat menyampaikan rencana tindak (action plan)
lebih awal, bersamaan dengan penyampaian Laporan Hasil
Penilaian Faktor Good Corporate Governance.
15) Laporan pelaksanaan rencana tindak (action plan) Good
Corporate Governance berikut waktu penyelesaian dan
kendala …
- 20 -
kendala/hambatan penyelesaiannya (apabila ada)
disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan
mengacu pada tata cara penyampaian laporan pelaksanaan
rencana tindak (action plan) sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan mengenai penilaian Tingkat Kesehatan Bank
Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.
16) Dokumen yang terkait dengan penilaian sendiri (self
assessment) pelaksanaan Good Corporate Governance antara
lain Kertas Kerja Penilaian Sendiri (Self Assessment)
Pelaksanaan Good Corporate Governance dan Laporan Hasil
Penilaian Faktor Good Corporate Governance harus
ditatausahakan dengan baik.
c. Penilaian Faktor Rentabilitas
1) Penilaian faktor Rentabilitas meliputi evaluasi terhadap
kinerja
Rentabilitas, sumber-sumber
Rentabilitas,
kesinambungan (sustainability) Rentabilitas, manajemen
Rentabilitas, dan pelaksanaan fungsi sosial. Penilaian
dilakukan dengan mempertimbangkan tingkat,
trend,
struktur, stabilitas Rentabilitas Bank Umum Syariah, dan
perbandingan kinerja Bank Umum Syariah dengan kinerja
peer group¸ baik melalui analisis aspek kuantitatif maupun
kualitatif.
Dalam menentukan peer group, Bank Umum Syariah perlu
memperhatikan skala bisnis, karakteristik, dan/atau
kompleksitas usaha Bank Umum Syariah serta ketersediaan
data dan informasi yang dimiliki.
Bank Umum Syariah dalam menilai faktor Rentabilitas
menggunakan parameter/indikator dengan berpedoman pada
Lampiran I.3.
2) Penetapan peringkat faktor
Rentabilitas
dilakukan
berdasarkan analisis yang komprehensif dan terstruktur
terhadap parameter/indikator Rentabilitas sebagaimana
dimaksud pada angka 1) dengan memperhatikan signifikansi
masing-masing parameter/indikator serta mempertimbangkan
permasalahan lain yang mempengaruhi Rentabilitas Bank
Umum Syariah.
3) Penetapan …
- 21 -
3) Penetapan peringkat faktor Rentabilitas dikategorikan dalam 5
(lima) peringkat yakni peringkat 1, peringkat 2, peringkat 3,
peringkat 4, dan peringkat 5. Urutan peringkat faktor
Rentabilitas yang lebih kecil mencerminkan kondisi
Rentabilitas Bank Umum Syariah yang lebih baik. Penetapan
peringkat faktor Rentabilitas dilakukan dengan berpedoman
pada Lampiran III.4.
d. Penilaian Faktor Permodalan
1) Penilaian faktor Permodalan meliputi evaluasi terhadap
kecukupan modal dan kecukupan pengelolaan Permodalan.
Dalam melakukan perhitungan Permodalan, Bank Umum
Syariah mengacu pada ketentuan yang berlaku mengenai
kewajiban penyediaan modal minimum bagi Bank Umum
Syariah. Selain itu, dalam melakukan penilaian kecukupan
modal, Bank Umum Syariah juga harus mengaitkan
kecukupan modal dengan Profil Risiko. Semakin tinggi Risiko,
semakin besar modal yang harus disediakan untuk
mengantisipasi Risiko tersebut.
2) Dalam melakukan penilaian, Bank Umum Syariah perlu
mempertimbangkan tingkat, trend, struktur, dan stabilitas
Permodalan dengan memperhatikan kinerja peer group serta
kecukupan manajemen Permodalan Bank Umum Syariah.
Penilaian
dilakukan
dengan
menggunakan
parameter/indikator kuantitatif maupun kualitatif. Dalam
menentukan peer group, Bank Umum Syariah perlu
memperhatikan skala bisnis, karakteristik, dan/atau
kompleksitas usaha Bank Umum Syariah serta ketersediaan
data dan informasi yang dimiliki.
3) Parameter/indikator dalam menilai Permodalan meliputi:
a) Kecukupan modal
Penilaian kecukupan modal Bank Umum Syariah perlu
dilakukan secara komprehensif, minimal mencakup:
(1) Tingkat, trend, dan komposisi modal;
(2) Rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum
dengan memperhitungkan Risiko Kredit, Risiko
Pasar, dan Risiko Operasional dengan menacu
kepada …
- 22 -
kepada ketentuan yang berlaku mengenai kewajiban
penyediaan modal minimum bagi Bank Umum
Syariah; dan
(3) Kecukupan modal dikaitkan dengan Profil Risiko.
b) Pengelolaan Permodalan
Analisis terhadap pengelolaan Permodalan Bank Umum
Syariah
meliputi manajemen Permodalan dan
kemampuan akses Permodalan.
Bank Umum Syariah dalam menilai faktor Permodalan
menggunakan parameter/indikator dengan berpedoman
pada Lampiran I.4.
4) Faktor Permodalan ditetapkan berdasarkan analisis yang
komprehensif dan terstruktur terhadap parameter/indikator
Permodalan sebagaimana dimaksud pada angka 3) dengan
memperhatikan signifikansi masing-masing parameter/
indikator serta mempertimbangkan permasalahan lain yang
mempengaruhi Permodalan Bank Umum Syariah.
5) Penetapan peringkat faktor Permodalan dikategorikan dalam 5
(lima) peringkat yakni peringkat 1, peringkat 2, peringkat 3,
peringkat 4, dan peringkat 5. Urutan peringkat faktor
Permodalan yang lebih kecil mencerminkan kondisi
pemodalan yang lebih baik. Penetapan peringkat faktor
Permodalan dilakukan dengan berpedoman pada Lampiran
III.5.
e. Penilaian Peringkat Komposit Tingkat Kesehatan Bank
1) Peringkat Komposit Tingkat Kesehatan Bank ditetapkan
berdasarkan analisis secara komprehensif dan terstruktur
terhadap peringkat setiap faktor dan dengan memperhatikan
prinsip-prinsip umum penilaian Tingkat Kesehatan Bank
Umum. Dalam melakukan analisis secara komprehensif, Bank
juga perlu mempertimbangkan kemampuan Bank dalam
menghadapi perubahan kondisi eksternal yang signifikan.
2) Penetapan Peringkat Komposit dikategorikan dalam 5 (lima)
Peringkat Komposit yakni Peringkat Komposit 1 (PK-1),
Peringkat Komposit 2 (PK-2), Peringkat Komposit 3 (PK-3),
Peringkat Komposit 4 (PK-4), dan Peringkat Komposit 5 (PK-5).
Urutan …
- 23 -
Urutan Peringkat Komposit yang lebih kecil mencerminkan
kondisi Bank yang lebih sehat. Peringkat Komposit ditetapkan
dengan berpedoman pada Lampiran III.1.
3) Otoritas Jasa Keuangan berwenang menurunkan Peringkat
Komposit Tingkat Kesehatan Bank dalam hal ditemukan
permasalahan atau pelanggaran yang secara signifikan akan
mempengaruhi operasional dan/atau kelangsungan usaha
Bank. Contoh permasalahan atau pelanggaran yang
berpengaruh signifikan antara lain rekayasa termasuk
window dressing dan perselisihan intern manajemen, yang
mempengaruhi operasional dan/atau kelangsungan usaha
Bank.
2. Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Syariah Secara
Konsolidasi
a. Bank Umum Syariah yang melakukan Pengendalian terhadap
Perusahaan Anak wajib melakukan penilaian Tingkat Kesehatan
Bank secara konsolidasi. Penilaian Tingkat Kesehatan Bank secara
konsolidasi mencakup penilaian terhadap faktor-faktor: Profil
Risiko, Good Corporate Governance, Rentabilitas, dan Permodalan.
b. Penetapan Perusahaan Anak yang wajib dikonsolidasikan mengacu
pada ketentuan yang berlaku mengenai penerapan Manajemen
Risiko secara konsolidasi bagi Bank yang melakukan Pengendalian
terhadap Perusahaan Anak. Dalam melakukan penilaian secara
konsolidasi, Bank wajib memperhatikan: (i) materialitas atau
signifikansi pangsa Perusahaan Anak terhadap pangsa atau kinerja
Bank secara konsolidasi; dan/atau (ii) signifikansi permasalahan
Perusahaan Anak terhadap Profil Risiko, Good Corporate
Governance, Rentabilitas, dan Permodalan Bank secara konsolidasi.
c. Penetapan materialitas atau signifikansi pangsa Perusahaan Anak
dapat ditentukan melalui perbandingan total aset Perusahaan
Anak terhadap total aset Bank secara konsolidasi, atau signifikansi
pos-pos tertentu dalam laporan keuangan Perusahaan Anak yang
mempengaruhi kinerja Bank secara konsolidasi seperti Aset
Tertimbang Menurut Risiko (ATMR), rentabilitas, dan modal.
Penetapan signifikansi permasalahan Perusahaan Anak antara lain
mempertimbangkan permasalahan yang terdapat pada Perusahaan
Anak …
- 24 -
Anak dan dampaknya terhadap kinerja atau kondisi Bank secara
konsolidasi. Contoh: permasalahan terkait dengan bisnis
Perusahaan Anak yang dapat berdampak pada Risiko Reputasi,
Risiko Kredit, atau Risiko Likuiditas Bank secara konsolidasi,
permasalahan pada tata kelola, atau kelemahan pada penerapan
Manajemen Risiko Perusahaan Anak.
d. Parameter/indikator yang digunakan dalam penilaian Tingkat
Kesehatan Bank secara individual dapat digunakan oleh Bank pada
saat menilai Tingkat Kesehatan Bank secara konsolidasi.
Parameter/indikator tersebut dapat dilengkapi dengan
parameter/indikator lain sepanjang relevan dengan skala usaha,
karakteristik, dan kompleksitas usaha Bank secara konsolidasi.
e. Penilaian tingkat kesehatan secara konsolidasi untuk Bank Umum
Syariah
yang mengendalikan Perusahaan Anak berupa
perusahaan asuransi dilakukan dengan memperhitungkan faktor-
faktor kualitatif dan kuantitatif yang relevan, antara lain
pemenuhan kecukupan modal perusahaan asuransi sesuai
persyaratan otoritas yang berwenang dan dampak Risiko yang
dianggap signifikan atau material yang mempengaruhi Profil Risiko
dan kinerja keuangan Bank secara konsolidasi.
f. Dalam menilai Tingkat Kesehatan Bank secara konsolidasi,
mekanisme penetapan peringkat serta kategorisasi peringkat setiap
faktor penilaian dan penetapan peringkat komposit Tingkat
Kesehatan Bank secara konsolidasi berpedoman pada tata cara
penilaian Tingkat Kesehatan Bank secara individual sebagaimana
dimaksud dalam butir III.1.
g. Penilaian dan penetapan faktor Profil Risiko secara konsolidasi
dilakukan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1) Analisis dilakukan terhadap Risiko-Risiko Perusahaan Anak
yang dianggap signifikan atau material mempengaruhi Profil
Risiko Bank secara konsolidasi.
2)
Signifikansi atau materialitas Risiko Perusahaan Anak antara
lain dapat dinilai dari skala usaha, karakteristik, dan
kompleksitas bisnis Perusahaan Anak, Risiko yang
ditimbulkan oleh aktivitas usaha Perusahaan Anak, dan
dampak yang ditimbulkan terhadap Profil Risiko Bank secara
konsolidasi …
- 25 -
konsolidasi.
3) Penetapan peringkat Risiko inheren, kualitas penerapan
Manajemen Risiko, dan tingkat Risiko Bank Umum Syariah
secara konsolidasi dilakukan dengan memperhitungkan
dampak yang ditimbulkan oleh Risiko Perusahaan Anak.
4) Penetapan peringkat faktor Profil Risiko Bank secara
konsolidasi dilakukan dengan memperhitungkan dampak
seluruh Risiko Perusahaan Anak terhadap Profil Risiko Bank
Umum Syariah secara konsolidasi.
h. Penilaian dan penetapan peringkat faktor Good Corporate
Governance secara konsolidasi dilakukan dengan memperhatikan
hal-hal sebagai berikut:
1) Penilaian dilakukan terhadap permasalahan penerapan Good
Corporate Governance Perusahaan Anak yang dianggap
berdampak signifikan pada Good Corporate Governance Bank
secara konsolidasi.
2) Faktor-faktor penilaian Good Corporate Governance Perusahaan
Anak yang digunakan untuk penilaian pelaksanaan prinsip-
prinsip Good Corporate Governance secara konsolidasi
ditetapkan dengan memperhatikan karakteristik usaha
Perusahaan Anak serta didukung oleh data dan informasi yang
memadai.
3) Penetapan peringkat faktor Good Corporate Governance Bank
Umum Syariah secara konsolidasi dilakukan dengan
mempertimbangkan dampak penerapan Good Corporate
Governance Perusahaan Anak.
i.
Penilaian dan penetapan peringkat faktor Rentabilitas dan faktor
Permodalan secara konsolidasi dilakukan berdasarkan analisis
secara komprehensif dan terstruktur terhadap parameter/indikator
Rentabilitas dan Permodalan tertentu yang dihasilkan dari laporan
keuangan secara konsolidasi dan informasi keuangan lainnya,
dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1) Penilaian dilakukan terhadap kinerja Rentabilitas dan
Permodalan Perusahaan Anak yang dianggap berdampak
signifikan pada Rentabilitas dan Permodalan Bank Umum
Syariah secara konsolidasi.
2) Penilaian …
- 26 -
2) Penilaian dilakukan dengan mengacu pada parameter/
indikator tertentu yang berlaku pada Bank secara individual
sepanjang didukung oleh data atau informasi yang memadai.
Dalam melakukan penilaian, Bank Umum Syariah dapat
menambahkan parameter/indikator yang relevan dengan skala,
karakteristik, dan kompleksitas Perusahaan Anak.
3) Penetapan peringkat faktor Rentabilitas dan faktor Permodalan
Bank Umum Syariah secara konsolidasi dilakukan dengan
mempertimbangkan dampak kinerja Rentabilitas dan
Permodalan Perusahaan Anak.
IV. TINDAK LANJUT PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN
1. Direksi, Dewan Komisaris, dan/atau pemegang saham pengendali Bank
wajib menyampaikan rencana tindak (action plan) kepada Otoritas Jasa
Keuangan yang memuat langkah-langkah perbaikan yang wajib
dilaksanakan oleh Bank dalam rangka mengatasi permasalahan
signifikan yang dihadapi beserta target waktu penyelesaiannya, apabila
hasil penilaian Tingkat Kesehatan Bank menunjukkan:
a. salah satu atau lebih peringkat faktor Tingkat Kesehatan Bank
ditetapkan 4 atau 5;
b. peringkat komposit Tingkat Kesehatan Bank ditetapkan 4 atau 5;
dan/atau
c. peringkat komposit Tingkat Kesehatan Bank ditetapkan 3, namun
terdapat permasalahan signifikan yang perlu diatasi agar tidak
mengganggu kelangsungan usaha Bank.
2. Rencana tindak (action plan) sebagaimana dimaksud pada angka 1
antara lain meliputi tindakan untuk:
a. memperbaiki penerapan Manajemen Risiko Bank dengan langkah-
langkah perbaikan yang nyata dan target waktu penyelesaiannya.
Sebagai contoh, pada Bank dengan tingkat Risiko Kredit yang
tinggi, Bank dapat menurunkan tingkat Risiko Kredit tersebut
dengan memperbaiki kelemahan dalam kualitas penerapan
Manajemen Risiko Kredit dan/atau menurunkan eksposur Risiko
Kredit inheren;
b. memperbaiki penerapan Good Corporate Governance dengan
langkah-langkah perbaikan yang nyata dan target waktu
penyelesaiannya…
- 27 -
penyelesaiannya;
c. memperbaiki kinerja keuangan Bank antara lain peningkatan
efisiensi apabila Bank mengalami permasalahan Rentabilitas;
dan/atau
d. menambah modal secara tunai dari pemegang saham Bank
dan/atau pihak lainnya apabila Bank mengalami permasalahan
kekurangan Permodalan.
Bank wajib melaporkan hasil tindak lanjut pelaksanaan rencana tindak
(action plan) kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 10 (sepuluh)
hari kerja setelah target waktu penyelesaian rencana tindakan
dan/atau 10 (sepuluh) hari kerja setelah akhir bulan dan dilakukan
secara bulanan apabila terdapat permasalahan signifikan sehingga
penyelesaian rencana tindakan tersebut tidak dapat dilakukan secara
tepat waktu. Otoritas Jasa Keuangan dapat meminta Bank untuk
memperbaiki rencana tindakan tersebut apabila diperlukan. Dalam hal
batas waktu penyampaian rencana tindak (action plan) atas hasil self
assessment jatuh pada hari libur maka rencana tindak (action plan)
atas hasil self assessment Tingkat Kesehatan Bank disampaikan pada
hari kerja berikutnya.
V. PELAPORAN
1. Bank wajib menyampaikan hasil penilaian sendiri atas Tingkat
Kesehatan Bank secara individual kepada Otoritas Jasa Keuangan
paling lambat tanggal 31 Juli untuk penilaian Tingkat Kesehatan Bank
posisi akhir bulan Juni dan tanggal 31 Januari untuk penilaian Tingkat
Kesehatan Bank posisi akhir bulan Desember.
2. Bank Umum Syariah yang mengendalikan Perusahaan Anak wajib
menyampaikan hasil penilaian sendiri atas Tingkat Kesehatan Bank
secara konsolidasi kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat
tanggal 15 Agustus untuk penilaian Tingkat Kesehatan Bank posisi
akhir bulan Juni dan paling lambat tanggal 15 Februari untuk
penilaian Tingkat Kesehatan Bank posisi akhir bulan Desember.
3. Dalam hal batas waktu penyampaian hasil self assessment Tingkat
Kesehatan Bank jatuh pada hari libur maka hasil self assessment
Tingkat Kesehatan Bank disampaikan pada hari kerja berikutnya.
4. Bank wajib segera melakukan pengkinian atas penilaian sendiri Tingkat
Kesehatan …
- 28 -
Kesehatan Bank dan menyampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan
antara lain dalam hal kondisi keuangan Bank memburuk, Bank
menghadapi permasalahan seperti Risiko Likuiditas atau Permodalan,
atau kondisi lainnya yang menurut Otoritas Jasa Keuangan perlu
dilakukan pengkinian penilaian Tingkat Kesehatan Bank.
5. Laporan penilaian sendiri atas Tingkat Kesehatan Bank dan/atau
pengkinian atas laporan penilaian sendiri atas Tingkat Kesehatan Bank
disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan, dengan alamat:
a. Departemen Perbankan Syariah, Menara Radius Prawiro, Jl. M.H.
Thamrin No. 2, Jakarta 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di
wilayah kerja Kantor Pusat Otoritas Jasa Keuangan; atau
b. Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat, bagi Bank yang
berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Otoritas Jasa
Keuangan.
5. Laporan penilaian sendiri atas Tingkat Kesehatan Bank disampaikan
dengan menggunakan format laporan sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran IV.
VI. LAIN-LAIN
Lampiran I, Lampiran II, Lampiran III, dan Lampiran IV merupakan satu
kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas
Jasa Keuangan ini.
VII. PENUTUP
Dengan berlakunya Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini maka:
a. Surat Edaran Bank Indonesia No.9/24/DPbS tanggal 30 Oktober 2007
perihal Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Berdasarkan
Prinsip Syariah dinyatakan tidak berlaku.
b. Huruf F tentang Self Asessment Pelaksanaan GCG angka 3, angka 4,
angka 5, angka 6, angka 7, angka 8, angka 9, angka 10, dan angka 11
dalam Surat Edaran Bank Indonesia No.12/13/DPbS tanggal 30 April
2010 perihal Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum
Syariah dan Unit Usaha Syariah dinyatakan tidak berlaku bagi Bank
Umum Syariah.
Penilaian Tingkat Kesehatan Bank dalam ketentuan ini secara efektif
dilaksanakan …
- 29 -
dilaksanakan sejak tanggal 1 Juli 2014 yaitu untuk penilaian Tingkat
Kesehatan Bank posisi akhir bulan Juni 2014.
Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai
berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini dengan penempatannya dalam
Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 11 Juni 2014
KEPALA EKSEKUTIF
PENGAWAS PERBANKAN,
Ttd.
NELSON TAMPUBOLON
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 51
SALINAN SESUAI DENGAN ASLINYA
DIREKTUR HUKUM I
DEPARTEMEN HUKUM,
Ttd.td.
Tini Kustini
LAMPIRAN I
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 10/SEOJK.03/2014
TENTANG
PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH
- 2 -
MATRIKS PARAMETER/INDIKATOR PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK
LAMPIRAN I.1
: Penilaian Faktor Profil Risiko
LAMPIRAN I.1.a : Penilaian Risiko Kredit
LAMPIRAN I.1.b : Penilaian Risiko Pasar
LAMPIRAN I.1.c : Penilaian Risiko Likuiditas
LAMPIRAN I.1.d : Penilaian Risiko Operasional
LAMPIRAN I.1.e : Penilaian Risiko Hukum
LAMPIRAN I.1.f : Penilaian Risiko Stratejik
LAMPIRAN I.1.g : Penilaian Risiko Kepatuhan
LAMPIRAN I.1.h : Penilaian Risiko Reputasi
LAMPIRAN I.1.i : Penilaian Risiko Imbal Hasil
LAMPIRAN I.1.j : Penilaian Risiko Investasi
LAMPIRAN I.2
LAMPIRAN I.3
LAMPIRAN I.4
: Penilaian Faktor Good Corporate Governance
: Penilaian Faktor Rentabilitas
: Penilaian Faktor Permodalan
- 3 -
LAMPIRAN I.1
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR ......./SEOJK.03/2014
TENTANG
PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH
PENILAIAN FAKTOR PROFIL RISIKO
- 4 -
LAMPIRAN I.1.a
Matriks Parameter/Indikator Penilaian Risiko Kredit
A. Risiko Inheren*)
No.
Parameter
1. Komposisi
Portofolio Aset
termasuk jenis
akad yang
digunakan dan
Tingkat
Konsentrasi
a.
Indikator
Pembiayaan kepada Debitur Inti
Total Pembiayaan
Keterangan
1) Pembiayaan kepada Debitur Inti meliputi pembiayaan kepada
pihak ketiga bukan Bank baik debitur individual maupun
grup diluar pihak terkait dengan kriteria sebagai berikut:
a) bagi Bank yang memiliki total aset kurang dari atau sama
dengan Rp1 triliun meliputi pembiayaan kepada 10
debitur besar
b) bagi Bank yang memiliki total aset lebih besar dari Rp1
triliun namun lebih kecil atau sama dengan Rp10 triliun
meliputi pembiayaan kepada 15 debitur/grup besar
c) bagi Bank yang memiliki total aset lebih besar dari Rp10
triliun meliputi pembiayaan kepada 25 debitur/grup besar
2) Total Pembiayaan adalah pembiayaan kepada pihak ketiga
bukan Bank.
b.
Pembiayaan per Sektor Ekonomi
Total Pembiayaan
1) Pembiayaan per Sektor Ekonomi adalah pembiayaan kepada
Bank dan pihak ketiga bukan Bank per kategori sektor
ekonomi sebagaimana diatur dalam ketentuan yang berlaku
mengenai Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan
Bulanan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.
2) Total Pembiayaan adalah pembiayaan kepada Bank dan pihak
ketiga bukan Bank.
A. Risiko...
- 5 -
A. Risiko Inheren*)
No.
Parameter
Indikator
c.
Pembiayaan per Kategori Portofolio
Total Pembiayaan
Keterangan
1) Pembiayaan per Kategori Portofolio adalah Pembiayaan
kepada Bank dan pihak ketiga bukan Bank berdasarkan
kategori portofolio sebagaimana diatur dalam ketentuan yang
berlaku mengenai Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem
Keuangan Bulanan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha
Syariah.
2) Total Pembiayaan adalah pembiayaan kepada Bank dan pihak
ketiga bukan Bank.
d.
Pembiayaan per Kategori Akad
(Utang Piutang dan Bagi Hasil)
Total Pembiayaan
1) Pembiayaan per Kategori Akad Utang Piutang adalah
Pembiayaan kepada pihak ketiga bukan Bank yang
mempergunakan akad Jual Beli (murabahah, istishna, dan
salam), Pinjaman (qardh), dan Sewa (ijarah).
2) Pembiayaan per Kategori Akad Bagi Hasil adalah Pembiayaan
kepada pihak ketiga bukan Bank yang mempergunakan akad
bagi hasil (mudharabah dan musyarakah termasuk
mudharabah mutanaqisah)
3) Total Pembiayaan adalah pembiayaan kepada pihak ketiga
bukan bank.
2. Kualitas
Penyediaan Dana
dan Kecukupan
Pencadangan
a.
Aset dan TRA Kualitas Rendah
Total Aset Gross dan TRA
1) Aset Kualitas Rendah adalah seluruh aktiva Bank baik
produktif maupun non produktif yang memiliki kualitas
dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan, dan
macet sesuai ketentuan yang berlaku mengenai Kualitas
Aktiva/Aset, termasuk pembiayaan direstrukturisasi kualitas
lancar, AYDA kualitas lancar, properti terbengkalai kualitas
lancar, dan penyertaan modal sementara kualitas lancar.
A. Risiko...
- 6 -
A. Risiko Inheren*)
No.
Parameter
Indikator
Keterangan
2) Transaksi Rekening Administratif (TRA) terdiri dari irrevocable
LC, garansi yang diberikan, dan kelonggaran tarik
(komitmen).
3) TRA Kualitas Rendah adalah TRA yang memiliki kualitas
dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan, dan
macet sesuai ketentuan yang berlaku mengenai Penilaian
Kualitas Aktiva/Aset Bagi Bank Umum Syariah dan Unit
Usaha Syariah.
4) Total Aset Gross adalah total aset secara gross yang terdiri
dari total aset, total CKPN, dan PPA non produktif.
5) Perhitungan CKPN dan PPA berpedoman pada ketentuan dan
standar akuntansi yang berlaku.
b.
Aset dan TRA Bermasalah
(Total Aset Gross dan TRA)
Kualitas Rendah
1) Aset Bermasalah adalah seluruh aktiva Bank baik produktif
maupun non produktif yang memiliki kualitas kurang lancar,
diragukan, dan macet sesuai ketentuan yang berlaku
mengenai Kualitas Aktiva/Aset.
2) TRA Bermasalah adalah TRA yang memiliki kualitas kurang
lancar, diragukan, dan macet sesuai ketentuan yang berlaku
mengenai Penilaian Kualitas Aktiva/Aset Bagi Bank Umum
Syariah dan Unit Usaha Syariah.
3) Total Aset Gross Kualitas Rendah adalah total aset secara
gross yang terdiri dari total aset, total CKPN, dan PPA non
produktif yang memiliki kualitas dalam perhatian khusus,
kurang lancar, diragukan, dan macet, termasuk pembiayaan
direstrukturisasi kualitas lancar, AYDA kualitas lancar,
A. Risiko...
- 7 -
A. Risiko Inheren*)
No.
Parameter
Indikator
Keterangan
properti terbengkalai kualitas lancar, dan penyertaan modal
sementara kualitas lancar.
4) TRA Kualitas Rendah adalah TRA yang memiliki kualitas
dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan, dan
macet sesuai ketentuan yang berlaku mengenai Penilaian
Kualitas Aktiva/Aset Bagi Bank Umum Syariah dan Unit
Usaha Syariah.
c.
Pembiayaan Kualitas Rendah
Total Pembiayaan
1) Pembiayaan Kualitas Rendah adalah seluruh pembiayaan
kepada pihak ketiga bukan Bank yang memiliki kualitas
dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan, dan
macet, termasuk pembiayaan direstrukturisasi kualitas
lancar.
2) Total Pembiayaan adalah pembiayaan kepada pihak ketiga
bukan Bank.
d.
Pembiayaan Bermasalah
Total Pembiayaan
1) Pembiayaan Bermasalah adalah pembiayaan kepada pihak
ketiga bukan Bank yang tergolong kurang lancar, diragukan,
dan macet.
2) Total Pembiayaan adalah pembiayaan kepada pihak ketiga
bukan Bank.
e.
Pembiayaan Bermasalah dikurangi
CKPN Pembiayaan Bermasalah
Total Pembiayaan setelah
dikurangi CKPN
1) Pembiayaan Bermasalah adalah pembiayaan kepada pihak
ketiga bukan Bank yang tergolong kurang lancar, diragukan,
dan macet.
2) CKPN Pembiayaan Bermasalah adalah Cadangan Kerugian
Penurunan Nilai untuk pembiayaan yang tergolong kurang
A. Risiko...
- 8 -
A. Risiko Inheren*)
No.
Parameter
Indikator
Keterangan
lancar, diragukan, dan macet.
3) Perhitungan CKPN berpedoman pada ketentuan dan standar
akuntansi yang berlaku.
4) Total Pembiayaan adalah pembiayaan kepada pihak ketiga
bukan Bank.
f.
Pembiayaan Bermasalah
per Sektor Ekonomi
Total Pembiayaan Bermasalah
1) Pembiayaan Bermasalah per Sektor Ekonomi adalah
pembiayaan kepada pihak ketiga bukan Bank per kategori
sektor ekonomi sebagaimana diatur dalam ketentuan yang
berlaku mengenai Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem
Keuangan Bulanan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha
Syariah yang tergolong kurang lancar, diragukan, dan macet
per sektor ekonomi.
2) Total Pembiayaan Bermasalah adalah pembiayaan kepada
pihak ketiga bukan Bank yang tergolong kurang lancar,
diragukan, dan macet per sektor ekonomi.
g.
Total Pembiayaan yang
Direstrukturisasi
Total Pembiayaan
1) Total Pembiayaan yang Direstrukturisasi adalah total
pembiayaan kepada pihak ketiga bukan Bank yang
direstrukturisasi termasuk pembiayaan dengan kualitas
lancar dan dalam perhatian khusus sebagaimana diatur
dalam ketentuan yang berlaku mengenai restrukturisasi.
2) Total pembiayaan adalah pembiayaan kepada pihak ketiga
bukan Bank
A. Risiko...
- 9 -
A. Risiko Inheren*)
No.
Parameter
Indikator
h.
Pembiayaan yang Direstrukturisasi
dengan Kualitas Lancar dan Dalam
Perhatian Khusus
Total Pembiayaan yang
Direstrukturisasi
Keterangan
1) Total Pembiayaan yang Direstrukturisasi dengan Kualitas
Lancar dan Dalam Perhatian Khusus adalah total pembiayaan
kepada pihak ketiga bukan Bank yang direstrukturisasi
dengan kualitas lancar dan dalam perhatian khusus
sebagaimana diatur dalam ketentuan yang berlaku mengenai
restrukturisasi.
2) Total Pembiayaan yang Direstrukturisasi adalah pembiayaan
kepada pihak ketiga bukan Bank yang direstrukturisasi.
i.
Aset yang Diambil Alih
Total Aset
1) Aset yang Diambil Alih sesuai dengan ketentuan yang berlaku
mengenai Kualitas Aktiva/Aset.
2) Total Aset adalah total aset dalam Laporan Posisi Keuangan
sebagaimana tertera pada Laporan Stabilitas Moneter dan
Sistem Keuangan Bulanan Bank Umum Syariah dan Unit
Usaha Syariah.
j.
CKPN atas Aset Produktif Neraca +
PPA atas Aset Produktif TRA
PPA Wajib Dibentuk atas Aset
Produktif Neraca dan TRA
k.
Seluruh CKPN dan PPA
yang telah dibentuk
Aset dan TRA dengan
Kualitas Rendah
1) Perhitungan CKPN berpedoman pada ketentuan dan standar
akuntansi yang berlaku.
2) Perhitungan PPA wajib bentuk atas aset produktif neraca dan
TRA berpedoman pada ketentuan yang berlaku mengenai
Kualitas Aktiva/Aset.
1) Perhitungan CKPN berpedoman pada ketentuan dan standar
akuntansi yang berlaku.
2) Perhitungan PPA wajib bentuk berpedoman pada ketentuan
yang berlaku mengenai Kualitas Aktiva/Aset.
3) Aset Kualitas Rendah adalah seluruh aktiva Bank baik
A. Risiko...
- 10 -
A. Risiko Inheren*)
No.
Parameter
Indikator
Keterangan
produktif maupun non produktif yang memiliki kualitas
dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan, dan
macet sesuai ketentuan yang berlaku mengenai Kualitas
Aktiva/Aset, termasuk pembiayaan direstrukturisasi kualitas
lancar, AYDA kualitas lancar, properti terbengkalai kualitas
lancar, dan penyertaan modal sementara kualitas lancar.
4) TRA Kualitas Rendah adalah TRA yang memiliki kualitas
dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan, dan
macet sesuai ketentuan yang berlaku mengenai Penilaian
Kualitas Aktiva/Aset Bagi Bank Umum Syariah dan Unit
Usaha Syariah.
l.
Seluruh CKPN dan PPA
yang telah dibentuk
Aset Produktif Neraca, Aset Produktif
TRA dan Aset Non Produktif dengan
Kualitas Rendah
1) Perhitungan CKPN berpedoman pada ketentuan dan standar
akuntansi yang berlaku.
2) Perhitungan PPA wajib bentuk berpedoman pada ketentuan
yang berlaku mengenai Kualitas Aktiva/Aset.
3) Aset Produktif Neraca, Aset Produktif TRA dan Aset Non
Produktif dengan Kualitas Rendah adalah aset produktif
neraca, aset produktif TRA dan aset non produktif yang
memiliki kualitas dalam perhatian khusus, kurang lancar,
diragukan, dan macet sesuai ketentuan yang berlaku
mengenai Kualitas Aktiva/Aset.
A. Risiko...
- 11 -
A. Risiko Inheren*)
No.
Parameter
Indikator
m.
CKPN atas Pembiayaan
Total Pembiayaan
Keterangan
1) CKPN atas pembiayaan adalah CKPN yang dibentuk atas
pembiayaan yang diberikan kepada pihak ketiga bukan
Bank.
2) Total Pembiayaan adalah pembiayaan kepada pihak ketiga
bukan Bank.
n.
Aset Produktif Kualitas Rendah
(Earning Asset at Risk)
Aset Produktif (Earning Asset)
1) Aset Produktif Kualitas Rendah adalah aset produktif yang
yang dikelompokkan berdasarkan kualitasnya dan dibobot
dengan nilai prosentase tertentu (Bobot pengkalian : DPK =
5%; KL = 15%; D = 50% dan M = 100%).
2) Aset Produktif adalah sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan yang berlaku mengenai Penilaian Kualitas
Aktiva/Aset Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha
Syariah.
3. Strategi
Penyediaan Dana
dan Sumber
Timbulnya
Penyediaan Dana
c. Signifikansi penyediaan dana yang
dilakukan oleh Bank secara tidak
langsung
a. Proses penyediaan dana, tingkat
kompetisi, dan tingkat pertumbuhan
aset
b. Strategi dan produk baru
-
Dalam hal ini yang dimaksud strategi dan produk baru adalah
perubahan strategi penyediaan dana Bank atau pemasaran
produk baru yang berpotensi meningkatkan eksposur Risiko
Kredit di Bank.
Penyediaan dana yang dilakukan oleh Bank secara tidak
langsung meliputi antara lain penyediaan dana bekerjasama
dengan pihak ketiga atau pembelian pembiayaan dari
Bank/lembaga keuangan lainnya.
A. Risiko...
- 12 -
A. Risiko Inheren*)
No.
Parameter
Indikator
4. Faktor Eksternal
Perubahan kondisi ekonomi, perubahan
teknologi, ataupun regulasi
Cukup jelas.
yang
mempengaruhi tingkat imbal hasil, nilai
tukar, siklus usaha debitur, dan
berdampak pada kemampuan debitur
untuk membayar kembali kewajibannya.
Keterangan
B. Kualitas...
- 13 -
B. Kualitas Penerapan Manajemen Risiko
1 Tata Kelola Risiko (Risk Governance) mencakup evaluasi terhadap: (i) perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite)
dan toleransi Risiko (risk tolerance) dan (ii) kecukupan pengawasan aktif oleh Dewan Komisaris dan Direksi termasuk pelaksanaan
kewenangan dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi.
2 Kerangka Manajemen Risiko mencakup evaluasi terhadap: (i) strategi Manajemen Risiko yang searah dengan tingkat Risiko yang
akan diambil dan toleransi Risiko; (ii) kecukupan perangkat organisasi dalam mendukung terlaksananya Manajemen Risiko secara
efektif termasuk kejelasan wewenang dan tanggung jawab; dan (iii) kecukupan kebijakan, prosedur dan penetapan limit.
3 Proses Manajemen Risiko, Sistem Informasi, dan Sumber Daya Manusia mencakup evaluasi terhadap: (i) proses identifikasi,
pengukuran, pemantauan, dan pengendalian Risiko; (ii) kecukupan sistem informasi Manajemen Risiko; dan (iii) kecukupan
kuantitas dan kualitas sumber daya manusia dalam mendukung efektivitas proses manajemen Risiko.
4 Sistem Pengendalian Risiko mencakup evaluasi terhadap: (i) kecukupan Sistem Pengendalian Intern dan (ii) kecukupan kaji ulang
oleh pihak independen (independent review) dalam Bank baik oleh Satuan Kerja Manajemen Risiko (SKMR) maupun oleh Satuan
Kerja Audit Intern (SKAI).
*) Merupakan parameter/indikator minimal dan Bank dapat menambah parameter/indikator lainnya sesuai dengan karakteristik dan
kompleksitas usaha Bank. Penilaian dilakukan per posisi dan trend selama 12 bulan terakhir untuk parameter/indikator yang bersifat
kuantitatif.
Dalam menilai Tingkat Kesehatan Bank secara Konsolidasi dapat menggunakan paramater/indikator penilaian Tingkat Kesehatan Bank
secara individual, yang wajib disesuaikan dengan skala, karakteristik dan kompleksitas usaha Perusahaan Anak.
LAMPIRAN...
- 14 -
LAMPIRAN I.1.b
Matriks Parameter/Indikator Penilaian Risiko Pasar
A. Risiko Inheren*)
No.
Parameter
1. Penilaian Volume
dan Komposisi
Portofolio
a.
Indikator
Aset Trading dan Tagihan Forward
Total Aset
Keterangan
1) Aset Trading adalah surat berharga yang dimiliki dengan
kategori pengukuran diperdagangkan (trading).
2) Tagihan Forward adalah tagihan yang diperoleh dari
keuntungan Mark to Market (MTM) dari transaksi forward.
3) Total Aset adalah total aset dalam Laporan Posisi Keuangan
sebagaimana tertera pada Laporan Stabilitas Moneter dan
Sistem Keuangan Bulanan Bank Umum Syariah dan Unit
Usaha Syariah.
b.
Kewajiban Trading dan
Kewajiban Forward
Total Liabilitas dan Ekuitas
1) Kewajiban Trading adalah surat berharga yang diterbitkan
dengan kategori pengukuran diperdagangkan (trading).
2) Kewajiban Forward adalah kewajiban yang diakibatkan dari
kerugian (MTM) dari transaksi forward.
3) Total Liabilitas dan Ekuitas adalah liabilitas dan ekuitas
bank dalam Laporan Posisi Keuangan sebagaimana tertera
pada Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan
Bulanan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.
c.
Potensi keuntungan/kerugian dari
Aset Trading dan Tagihan Forward
Pendapatan Operasional
1) Potensi Keuntungan/Kerugian dari aset keuangan adalah
total keuntungan/kerugian (net) dari:
a) peningkatan/penurunan nilai wajar (MTM) surat
berharga;
b) peningkatan/penurunan nilai wajar (MTM) aset keuangan
lain;
A. Risiko...
- 15 -
A. Risiko Inheren*)
No.
Parameter
Indikator
Keterangan
c) kewajiban keuangan penurunan/ peningkatan nilai wajar
(MTM); dan
d) perubahan nilai wajar (MTM) pada forward dan lainnya.
2) Pendapatan Operasional adalah seluruh pendapatan yang
diperoleh Bank dari kegiatan operasionalnya.
d.
Potensi keuntungan/kerugian
dari Aset Forward
Pendapatan Operasional
1) Potensi Keuntungan/Kerugian dari aset keuangan adalah
total keuntungan/kerugian (net) dari:
a) peningkatan/penurunan nilai wajar (MTM) surat
berharga;
b) peningkatan/penurunan nilai wajar (MTM) aset keuangan
lain;
c) kewajiban keuangan penurunan/ peningkatan nilai wajar
(MTM); dan
d) perubahan nilai wajar (MTM) pada forward dan lainnya.
2) Pendapatan Operasional adalah seluruh pendapatan yang
diperoleh Bank dari kegiatan operasionalnya.
e.
Total Forward
Total Aset
1) Total Forward adalah seluruh transaksi forward yang
dimiliki oleh Bank.
2) Total Aset adalah total aset dalam Laporan Posisi Keuangan
sebagaimana tertera pada Laporan Stabilitas Moneter dan
Sistem Keuangan Bulanan Bank Umum Syariah dan Unit
Usaha Syariah.
f.
PDN
Total Modal
1) Posisi Devisa Neto (PDN) adalah angka yang merupakan
penjumlahan dari nilai absolut untuk jumlah dari:
A. Risiko...
- 16 -
A. Risiko Inheren*)
No.
Parameter
Indikator
Keterangan
a) selisih bersih aktiva dan pasiva dalam neraca untuk
setiap valuta asing; dan
b) selisih bersih tagihan dan kewajiban baik yang
merupakan komitmen maupun kontijensi dalam rekening
administratif untuk setiap valas
yang seluruhnya dinyatakan dalam rupiah dan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku mengenai Posisi Devisa
Neto.
2) Total Modal adalah total modal sesuai dengan ketentuan
yang berlaku mengenai Posisi Devisa Neto.
g.
PDN dalam Valuta Utama (USD)
Total Modal
1) Posisi Devisa Neto (PDN) dalam valuta utama adalah angka
yang merupakan penjumlahan dari nilai absolut untuk
jumlah dari:
a) selisih bersih aktiva dan pasiva dalam neraca untuk
setiap valuta asing; dan
b) selisih bersih tagihan dan kewajiban baik yang
merupakan komitmen maupun kontijensi dalam rekening
administratif untuk setiap valas
yang seluruhnya dinyatakan dalam valuta utama (USD)
sesuai dengan ketentuan yang berlaku mengenai Posisi
Devisa Neto.
2) Total Modal adalah total modal sesuai dengan ketentuan
yang berlaku mengenai Posisi Devisa Neto.
h.
Ekuitas Kategori AFS
Total Modal
1) Ekuitas Kategori Available for Sale (AFS) adalah penyertaan
dengan kriteria metode penyertaan diukur pada nilai wajar
A. Risiko...
- 17 -
A. Risiko Inheren*)
No.
Parameter
Indikator
Keterangan
melalui ekuitas, tujuan penyertaan dalam rangka
restrukturisasi dan lainnya, golongan emiten selain
perusahaan asuransi, dan bagian penyertaan kurang dari
50%.
2) Total Modal adalah total modal sesuai dengan ketentuan
yang berlaku mengenai Posisi Devisa Neto.
i.
Ekuitas dalam Rangka
Restrukturisasi Pembiayaan
Total Modal
j. Kewajiban Keuangan Jangka Panjang
dengan Tingkat Imbalan Tetap
Aset Keuangan Jangka Panjang
dengan Tingkat Imbalan Tetap
1) Ekuitas dalam Rangka Restrukturisasi Pembiayaan adalah
penyertaan yang ditujuan penyertaan dalam rangka
restrukturisasi pembiayaan
2) Total Modal adalah total modal sesuai dengan ketentuan
yang berlaku mengenai Posisi Devisa Neto.
1) Kewajiban Keuangan Jangka Panjang dengan Tingkat
Imbalan Tetap adalah kewajiban keuangan dengan tingkat
imbalan tetap jangka panjang (sisa jatuh tempo satu tahun
atau lebih).
2) Aset Keuangan Jangka Panjang dengan Tingkat Imbalan
Tetap adalah asset keuangan dengan tingkat imbalan tetap
jangka panjang (sisa jatuh tempo satu tahun atau lebih).
2. Potensi Kerugian
(Potential Loss) dari
risiko Benchmark
Suku Bunga dalam
Banking Book
(BRBB)
Eksposur BRBB Berdasarkan Gap Report
(Perspektif Pendapatan dan perspektif
Nilai Ekonomis)
Gap report adalah laporan yang menyajikan pos-pos aset,
kewajiban, dan rekening administratif yang bersifat sensitif
terhadap perubahan benchmark suku bunga untuk dipetakan
ke dalam skala waktu tertentu.
Pemetaan dilakukan berdasarkan sisa waktu jatuh tempo
untuk instrumen dengan akad imbal hasil tetap dan
A. Risiko...
- 18 -
A. Risiko Inheren*)
No.
Parameter
Indikator
Keterangan
berdasarkan sisa waktu hingga penyesuaian imbal hasil
berikutnya untuk instrumen dengan akad imbal hasil
mengambang (volatile). Adapun format gap report disusun oleh
Bank baik secara kontraktual ataupun dengan
memperhitungkan aspek perilaku (behavioural) dari
penyesuaian imbal hasil aset maupun kewajiban Bank. Gap
report dapat digunakan oleh Bank dalam mengukur eksposur
BRBB baik dari perspektif pendapatan (earnings perspective)
maupun perspektif nilai ekonomis (economic value perspective).
Selanjutnya Bank harus memastikan pendapatan imbal hasil
serta modal yang dimilikinya mampu untuk menyerap potensi
kerugian akibat eksposur BRBB.
Potensi Kerugian (Unrealized Loss)
Surat Berharga kategori AFS
Total Modal
3. Strategi dan Kebijakan Bisnis
3.1 Strategi Trading
a. Karakteristik Trading
1) Potensi Kerugian (Unrealized Loss) Surat Berharga dengan
kategori portofolio (AFS/Available for Sale);
2) Total Modal adalah total modal sesuai dengan ketentuan
yang berlaku mengenai Posisi Devisa Neto.
Aktivitas trading Bank pada umumnya dapat dibedakan
menjadi aktivitas transaksi untuk kepentingan sendiri
(proprietary trading), dalam rangka pembentukan pasar (market
making), atau atas permintaan nasabah maupun kegitaan
perantaraan (brokering) yang memiliki tingkat Risiko inheren
berbeda.
b. Posisi Pasar Bank dalam Industri
Posisi Bank pada pasar dapat dibedakan menjadi pemain besar
A. Risiko...
- 19 -
A. Risiko Inheren*)
No.
Parameter
Indikator
c. Kompleksitas
Trading
Produk/Instrumen
Keterangan
atau aktif (market player/market maker), atau pemain kecil
(niche player).
Analisis terhadap kompleksitas produk yang dimiliki Bank saat
ini maupun yang direncanakan akan diterbitkan, apakah
tergolong instrumen kompleks atau bersifat sederhana (plain
vanilla) seperti instrumen pendapatan tetap (fixed income
securities).
d. Karakteristik nasabah
3.2 Strategi Bisnis
terkait risiko
Benchmark Suku
Bunga dalam
Banking Book
a. Karakteristik aktivitas bisnis yang
berdampak pada risiko benchmark
suku bunga dalam banking book dan
karakteristik nasabah utama Bank.
b. Posisi pasar Bank dalam industri
c. Karakteristik nasabah
Analisis apakah nasabah utama Bank berupa perusahaan
besar, Bank, atau nasabah individual dalam kaitannya dengan
sensitivitas terhadap perubahan faktor pasar.
Analisis bisnis utama, produk dengan fitur opsi, struktur
pendanaan, dan signifikansi pendapatan bagi hasil yang sensifif
terhadap perubahan suku bunga.
Analisis posisi pasar Bank khususnya dalam persaingan dana
murah (tabungan dan giro).
Analisis karakteristik nasabah utama Bank dan sensitivitasnya
terhadap perubahan suku bunga.
B. Kualitas...
- 20 -
B. Kualitas Penerapan Manajemen Risiko
1 Tata Kelola Risiko (Risk Governance) mencakup evaluasi terhadap: (i) perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite)
dan toleransi Risiko (risk tolerance) dan (ii) kecukupan pengawasan aktif oleh Dewan Komisaris dan Direksi termasuk pelaksanaan
kewenangan dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi.
2 Kerangka Manajemen Risiko mencakup evaluasi terhadap: (i) strategi Manajemen Risiko yang searah dengan tingkat Risiko yang
akan diambil dan toleransi Risiko; (ii) kecukupan perangkat organisasi dalam mendukung terlaksananya Manajemen Risiko secara
efektif termasuk kejelasan wewenang dan tanggung jawab; dan (iii) kecukupan kebijakan, prosedur dan penetapan limit.
3 Proses Manajemen Risiko, Sistem Informasi, dan Sumber Daya Manusia mencakup evaluasi terhadap: (i) proses identifikasi,
pengukuran, pemantauan, dan pengendalian Risiko; (ii) kecukupan sistem informasi Manajemen Risiko; dan (iii) kecukupan
kuantitas dan kualitas sumber daya manusia dalam mendukung efektivitas proses manajemen Risiko.
4 Sistem Pengendalian Risiko mencakup evaluasi terhadap: (i) kecukupan Sistem Pengendalian Intern dan (ii) kecukupan kaji ulang
oleh pihak independen (independent review) dalam Bank baik oleh Satuan Kerja Manajemen Risiko (SKMR) maupun oleh Satuan
Kerja Audit Intern (SKAI).
*) Merupakan parameter/indikator minimal dan Bank dapat menambah parameter/indikator lainnya sesuai dengan karakteristik dan
kompleksitas usaha Bank. Penilaian dilakukan per posisi dan trend selama 12 bulan terakhir untuk parameter/indikator yang bersifat
kuantitatif.
Dalam menilai Tingkat Kesehatan Bank secara Konsolidasi dapat menggunakan paramater/indikator penilaian Tingkat Kesehatan Bank
secara individual, yang wajib disesuaikan dengan skala, karakteristik dan kompleksitas usaha Perusahaan Anak.
LAMPIRAN...
- 21 -
LAMPIRAN I.1.c
Matriks Parameter/Indikator Penilaian Risiko Likuiditas
A. Risiko Inheren*)
No.
Parameter
1. Komposisi
dari Aset,
Kewajiban,
dan
Transaksi
Rekening
Administratif
a.
Indikator
Total Aset Likuid
Total Aset
Keterangan
1) Total Aset Likuid adalah Total Aset Likuid Primer dan Aset Likuid Sekunder.
2) Aset Likuid Primer adalah aset yang sangat likuid untuk memenuhi kebutuhan
likuiditas atas penarikan dana pihak ketiga dan kewajiban jatuh tempo, yang terdiri
dari:
a) Kas;
b) Penempatan pada Bank Indonesia;
c) Penempatan pada bank lain;
d) Surat berharga kategori tersedia untuk dijual (Available for Sale/AFS) atau
trading; dan
e) Seluruh surat berharga pemerintah (government sukuk) kategori trading dan AFS
yang memiliki kualitas tinggi, diperdagangkan pada pasar aktif, dan memiliki
sisa jatuh waktu 1 tahun atau kurang.
3) Aset Likuid Sekunder adalah sejumlah aset likuid dengan kualitas lebih rendah
untuk memenuhi kebutuhan likuiditas atas penarikan dana pihak ketiga dan
kewajiban jatuh tempo, yang terdiri dari:
a) surat berharga pemerintah (government sukuk) kategori trading dan AFS dengan
kualitas baik, diperdagangkan pada pasar aktif, dan memiliki sisa jatuh waktu
lebih dari 1 tahun tapi kurang dari 5 tahun;
b) surat berharga pemerintah (government sukuk) kategori HTM dan memiliki sisa
jatuh waktu sampai dengan 1 tahun; dan
c) surat berharga pemerintah (government sukuk) kategori trading dan AFS dan
memiliki sisa jatuh waktu lebih dari 5 tahun, dengan nilai haircut 25%.
A. Risiko...
- 22 -
A. Risiko Inheren*)
No.
Parameter
Indikator
Keterangan
4) Total Aset adalah total aset dalam Laporan Posisi Keuangan sebagaimana tertera
pada Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan Bank Umum
Syariah dan Unit Usaha Syariah.
b.
Total Aset Likuid
Pendanaan Jangka
Pendek
c. Aktiva Jangka Pendek
Kewajiban Jangka
Pendek
1) Total Aset Likuid adalah Total Aset Likuid Primer dan Aset Likuid Sekunder.
2) Pendanaan Jangka Pendek adalah seluruh dana pihak ketiga yang tidak memiliki
jatuh tempo dan/atau dana pihak ketiga yang memiliki jatuh tempo 1 tahun atau
kurang.
1) Aktiva Jangka Pendek adalah aktiva likuid kurang dari 3 bulan selain kas,
penempatan pada BI (SBIS) dan SBSN dalam laporan maturity profile sebagaimana
dimaksud dalam Laporan Berkala Bank Umum Syariah.
2) Kewajiban Jangka Pendek adalah kewajiban likuid kurang dari 3 bulan selain kas,
penempatan pada BI (SBIS) dan SBSN dalam laporan maturity profile sebagaimana
dimaksud dalam Laporan Berkala Bank Umum Syariah.
d.
Total Aset likuid
Pendanaan Non Inti
1) Total Aset Likuid adalah Total Aset Likuid Primer dan Aset Likuid Sekunder.
2) Pendanaan Non Inti (Non Core Funding) adalah pendanaan yang menurut Bank
relatif tidak stabil atau cenderung tidak mengendap di Bank baik dalam situasi
normal maupun krisis, meliputi:
a) dana pihak ketiga yang jumlahnya di atas Rp 2 milyar;
b) seluruh transaksi antar Bank; dan
c) seluruh pinjaman (borrowing) tetapi tidak termasuk pinjaman subordinasi yang
termasuk komponen modal.
e.
Aset Likuid Primer
Pendanaan Non Inti
Jangka Pendek
1) Aset Likuid Primer adalah aset yang sangat likuid untuk memenuhi kebutuhan
likuiditas atas penarikan dana pihak ketiga dan kewajiban jatuh tempo, yang terdiri
dari:
A. Risiko...
- 23 -
A. Risiko Inheren*)
No.
Parameter
Indikator
Keterangan
a) Kas;
b) Penempatan pada Bank Indonesia;
c) Penempatan pada bank lain;
d) Surat berharga kategori tersedia untuk dijual (Available for Sale/AFS) atau
trading; dan
2) Seluruh surat berharga pemerintah (government sukuk) kategori trading dan AFS
yang memiliki kualitas tinggi, diperdagangkan pada pasar aktif, dan memiliki sisa
jatuh waktu 1 tahun atau kurang.
3) Pendanaan Non Inti (Non Core Funding) jangka pendek adalah pendanaan yang
menurut Bank relatif tidak stabil atau cenderung tidak mengendap di Bank baik
dalam situasi normal maupun krisis, meliputi:
a) dana pihak ketiga yang jumlahnya di atas Rp 2 milyar;
b) seluruh transaksi antar Bank; dan
c) seluruh pinjaman (borrowing) tetapi tidak termasuk pinjaman subordinasi yang
termasuk komponen modal
dengan jangka waktu kurang dari 1 tahun.
f.
Pendanaan Non Inti
Total Pendanaan
1) Pendanaan Non Inti (Non Core Funding) adalah pendanaan yang menurut Bank
relatif tidak stabil atau cenderung tidak mengendap di Bank baik dalam situasi
normal maupun krisis, meliputi:
a) dana pihak ketiga yang jumlahnya di atas Rp 2 milyar;
b) seluruh transaksi antar Bank; dan
c) seluruh pinjaman (borrowing) tetapi tidak termasuk pinjaman subordinasi yang
termasuk komponen modal.
2) Total Pendanaan adalah seluruh sumber dana yang diperoleh oleh Bank baik
berupa dana pihak ketiga maupun pinjaman yang diterima.
A. Risiko...
- 24 -
A. Risiko Inheren*)
No.
Parameter
Indikator
Keterangan
g. Pendanaan Non Inti –
Total Aset Likuid
Total Aset – Aset
Likuid
1) Pendanaan Non Inti (Non Core Funding) adalah pendanaan yang menurut Bank
relatif tidak stabil atau cenderung tidak mengendap di Bank baik dalam situasi
normal maupun krisis, meliputi:
a) dana pihak ketiga yang jumlahnya di atas Rp 2 milyar;
b) seluruh transaksi antar Bank; dan
c) seluruh pinjaman (borrowing) tetapi tidak termasuk pinjaman subordinasi yang
termasuk komponen modal.
2) Total Aset Likuid adalah Total Aset Likuid Primer dan Aset Likuid Sekunder.
3) Total Aset adalah total aset dalam Laporan Posisi Keuangan sebagaimana tertera
pada Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan Bank Umum
Syariah dan Unit Usaha Syariah.
Rasio digunakan untuk menilai ketergantungan Bank pada Pendanaan Non Inti.
h. DPK yang dijamin LPS
DPK
i. Signifikansi Transaksi
Rekening Administratif
(kewajiban komitmen
dan kontinjensi)
2. Konsentrasi
dari aset dan
Kewajiban
a. Konsentrasi asset
1) DPK yang dijamin LPS adalah dana pihak ketiga yang nominalnya kurang dari Rp2
milyar dan dijamin oleh LPS.
2) DPK adalah seluruh dana pihak ketiga.
Kewajiban komitmen dan kontinjen merupakan kewajiban komitmen dan kontinjensi
yang terdapat dalam Transaksi Rekening Administratif sebagaimana diatur dalam
ketentuan mengenai Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan Bank
Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.
Konsentrasi pada aset tertentu atau penyediaan dana pada sektor yang tidak dikuasai
Bank dapat mengganggu posisi likuiditas apabila terjadi default.
b. Konsentrasi kewajiban Konsentrasi pada sumber dana yang cenderung sensitif terhadap perubahan imbal
hasil sehingga dapat menimbulkan masalah pada posisi likuiditas Bank apabila terjadi
penarikan dana dalam jumlah besar.
A. Risiko...
- 25 -
A. Risiko Inheren*)
No.
Parameter
3. Kerentanan
pada
Kebutuhan
Pendanaan
4. Akses pada
Sumber-
Sumber
Pendanaan
Indikator
Keterangan
Kerentanan Bank pada
kebutuhan pendanaan dan
kemampuan Bank untuk
memenuhi kebutuhan
pendanaan tersebut.
Kemampuan
memperoleh
Bank
sumber-
sumber pendanaan pada
kondisi normal maupun
krisis.
Indikator penilaian kebutuhan pendanaan Bank pada situasi normal maupun krisis
dan kemampuan Bank untuk memenuhi kebutuhan pendanaan tersebut, antara lain
melalui analisa laporan maturity profile, cash flow projections, dan stress test.
Penilaian antara lain difokuskan pada reputasi Bank untuk mempertahankan sumber-
sumber pendanaan, kondisi lini pembiayaan (financing lines), kinerja akses kepada
sumber-sumber pendanaan, dan dukungan perusahaan induk atau intra group.
B. Kualitas...
- 26 -
B. Kualitas Penerapan Manajemen Risiko
1 Tata Kelola Risiko (Risk Governance) mencakup evaluasi terhadap: (i) perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite)
dan toleransi Risiko (risk tolerance) dan (ii) kecukupan pengawasan aktif oleh Dewan Komisaris dan Direksi termasuk pelaksanaan
kewenangan dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi.
2 Kerangka Manajemen Risiko mencakup evaluasi terhadap: (i) strategi Manajemen Risiko yang searah dengan tingkat Risiko yang
akan diambil dan toleransi Risiko; (ii) kecukupan perangkat organisasi dalam mendukung terlaksananya Manajemen Risiko secara
efektif termasuk kejelasan wewenang dan tanggung jawab; dan (iii) kecukupan kebijakan, prosedur dan penetapan limit.
3 Proses Manajemen Risiko, Sistem Informasi, dan Sumber Daya Manusia mencakup evaluasi terhadap: (i) proses identifikasi,
pengukuran, pemantauan, dan pengendalian Risiko; (ii) kecukupan sistem informasi Manajemen Risiko; dan (iii) kecukupan
kuantitas dan kualitas sumber daya manusia dalam mendukung efektivitas proses manajemen Risiko.
4 Sistem Pengendalian Risiko mencakup evaluasi terhadap: (i) kecukupan Sistem Pengendalian Intern dan (ii) kecukupan kaji ulang
oleh pihak independen (independent review) dalam Bank baik oleh Satuan Kerja Manajemen Risiko (SKMR) maupun oleh Satuan
Kerja Audit Intern (SKAI).
*) Merupakan parameter/indikator minimal dan Bank dapat menambah parameter/indikator lainnya sesuai dengan karakteristik dan
kompleksitas usaha Bank. Penilaian dilakukan per posisi dan trend selama 12 bulan terakhir untuk parameter/indikator yang bersifat
kuantitatif.
Dalam menilai Tingkat Kesehatan Bank secara Konsolidasi dapat menggunakan paramater/indikator penilaian Tingkat Kesehatan Bank
secara individual, yang wajib disesuaikan dengan skala, karakteristik dan kompleksitas usaha Perusahaan Anak.
LAMPIRAN...
- 27 -
LAMPIRAN I.1.d
Matriks Parameter/Indikator Penilaian Risiko Operasional
A. Risiko Inheren*)
No.
Parameter
1. Karakteristik
dan
Kompleksitas
Bisnis
2. Sumber Daya
Manusia
3. Teknologi
Informasi dan
Infrastruktur
Pendukung
Indikator
a. Skala usaha dan struktur organisasi Bank
b. Kompleksitas proses bisnis dan keragaman
produk/jasa
c. Corporate action dan pengembangan bisnis
baru
d. Outsourcing
a. Penerapan Manajemen Sumber Daya
Manusia
b. Kegagalan karena Faktor Manusia (Human
Error)
a. Kompleksitas Teknologi Informasi
b. Perubahan Sistem TI
c. Kerentanan Sistem TI terhadap ancaman
dan serangan TI
d. Maturity Sistem TI
e. Kegagalan Sistem TI
f. Keandalan Infrastruktur Pendukung
4. Fraud
a. Fraud Internal
b. Fraud Eksternal
Penilaian fraud dilakukan terhadap frekuensi/materialitas
fraud yang telah terjadi pada periode penilaian sebelumnya,
termasuk potensi fraud yang dapat timbul dari kelemahan pada
A. Risiko...
Manajemen sumber daya manusia yang tidak efektif dapat
mengakibatkan potensi timbulnya gangguan/kerugian
operasional Bank.
Teknologi informasi yang sudah tidak memadai atau kurang
mendukung kegiatan operasional Bank dan/atau pengelolaan
yang tidak efektif dan efisien dapat menyebabkan timbulnya
kerugian bagi Bank.
Keterangan
Tingginya kompleksitas bisnis dan tingkat keragaman produk
Bank akan menimbulkan kerumitan dan variasi proses kerja
baik secara manual maupun otomasi sehingga berpotensi
menimbulkan terjadinya gangguan/kerugian operasional.
- 28 -
A. Risiko Inheren*)
No.
5. Kejadian
Eksternal
Parameter
Indikator
Frekuensi dan materialitas kejadian eksternal
yang berdampak terhadap kegiatan
operasional Bank
Keterangan
aspek bisnis, SDM, teknologi informasi dan kejadian eksternal.
Kejadian eksternal tersebut misalnya terorisme, kriminalitas,
pandemik dan bencana alam Lokasi dan kondisi geografis
Bank.
B. Kualitas...
- 29 -
B. Kualitas Penerapan Manajemen Risiko
1 Tata Kelola Risiko (Risk Governance) mencakup evaluasi terhadap: (i) perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite)
dan toleransi Risiko (risk tolerance) dan (ii) kecukupan pengawasan aktif oleh Dewan Komisaris dan Direksi termasuk pelaksanaan
kewenangan dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi.
2 Kerangka Manajemen Risiko mencakup evaluasi terhadap: (i) strategi Manajemen Risiko yang searah dengan tingkat Risiko yang
akan diambil dan toleransi Risiko; (ii) kecukupan perangkat organisasi dalam mendukung terlaksananya Manajemen Risiko secara
efektif termasuk kejelasan wewenang dan tanggung jawab; dan (iii) kecukupan kebijakan, prosedur dan penetapan limit.
3 Proses Manajemen Risiko, Sistem Informasi, dan Sumber Daya Manusia mencakup evaluasi terhadap: (i) proses identifikasi,
pengukuran, pemantauan, dan pengendalian Risiko; (ii) kecukupan sistem informasi Manajemen Risiko; dan (iii) kecukupan
kuantitas dan kualitas sumber daya manusia dalam mendukung efektivitas proses manajemen Risiko.
4 Sistem Pengendalian Risiko mencakup evaluasi terhadap: (i) kecukupan Sistem Pengendalian Intern dan (ii) kecukupan kaji ulang
oleh pihak independen (independent review) dalam Bank baik oleh Satuan Kerja Manajemen Risiko (SKMR) maupun oleh Satuan
Kerja Audit Intern (SKAI).
*) Merupakan parameter/indikator minimal dan Bank dapat menambah parameter/indikator lainnya sesuai dengan karakteristik dan
kompleksitas usaha Bank. Penilaian dilakukan per posisi dan trend selama 12 bulan terakhir untuk parameter/indikator yang bersifat
kuantitatif.
Dalam menilai Tingkat Kesehatan Bank secara Konsolidasi dapat menggunakan paramater/indikator penilaian Tingkat Kesehatan Bank
secara individual, yang wajib disesuaikan dengan skala, karakteristik dan kompleksitas usaha Perusahaan Anak.
LAMPIRAN...
- 30 -
LAMPIRAN I.1.e
Matriks Parameter/Indikator Penilaian Risiko Hukum
A. Risiko Inheren*)
No.
Parameter
1. Faktor Litigasi
Indikator
a. Besarnya nominal tuntutan atau gugatan
yang diajukan atau estimasi kerugian yang
mungkin dialami oleh Bank akibat dari
gugatan dibandingkan dengan modal Bank.
b. Besarnya kerugian yang dialami oleh Bank
karena suatu putusan dari pengadilan yang
telah memiliki kekuatan hukum tetap
dibandingkan dengan modal Bank.
c. Dasar dari gugatan yang terjadi dan pihak
yang tergugat/menggugat Bank dalam suatu
gugatan yang diajukan serta tindakan dari
manajemen atas suatu gugatan yang
diajukan.
d. Kemungkinan timbulnya gugatan yang
serupa karena adanya standar perjanjian
yang sama dan estimasi total kerugian yang
mungkin timbul dibandingkan dengan modal
Bank.
2. Faktor Kelemahan
Perikatan
a. Tidak terpenuhinya syarat sahnya perjanjian.
b. Terdapat kelemahan klausula perjanjian
dan/atau tidak terpenuhinya persyaratan
yang telah disepakati.
Kelemahan perikatan yang dilakukan oleh Bank
merupakan sumber terjadinya permasalahan atau
sengketa di kemudian hari yang dapat menimbulkan
potensi Risiko Hukum bagi Bank.
A. Risiko...
Keterangan
Litigasi dapat terjadi karena adanya gugatan atau
tuntutan dari pihak ketiga kepada Bank maupun
gugatan atau tuntutan yang diajukan kepada pihak
ketiga baik melalui pengadilan maupun diluar
pengadilan. Gugatan atau tuntutan tersebut pada
dasarnya menimbulkan biaya yang dapat merugikan
kondisi Bank.
- 31 -
A. Risiko Inheren*)
No.
Parameter
Indikator
c. Pemahaman para pihak terkait dengan
perjanjian, terutama mengenai Risiko-risiko
yang ada dalam suatu transaksi yang
kompleks dan menggunakan istilah-istilah
yang sulit dipahami atau tidak lazim bagi
masyarakat umum.
d. Tidak dapat dilaksanakannya suatu
perjanjian baik untuk keseluruhan maupun
sebagian.
e. Ketidakcukupan dokumen pendukung terkait
perjanjian yang dilakukan oleh Bank dengan
pihak ketiga.
f. Pengkinian dan review dari penggunaan
standar perjanjian oleh Bank dan/atau pihak
independen.
g. Penggunaan pilihan hukum atas perjanjian
yang diadakan oleh Bank dan juga
penggunaan forum penyelesaian sengketa.
3. Faktor
Ketiadaan/Perubahan
Perundang-Undangan
a. Jumlah dan nilai nominal dari total produk
Bank yang belum diatur oleh peraturan
perundang-undangan secara jelas dan
produk tersebut cenderung memiliki tingkat
kompleksitas yang tinggi, dibandingkan
dengan modal yang dimiliki Bank.
Ketiadaan peraturan perundang-undangan terutama
atas produk yang dimiliki Bank atau transaksi yang
dilakukan Bank akan mengakibatkan produk tersebut
menjadi sengketa dikemudian harinya sehingga
berpotensi menimbulkan Risiko Hukum.
Keterangan
A. Risiko...
- 32 -
A. Risiko Inheren*)
No.
Parameter
Indikator
b. Penggunaan standar perjanjian yang belum
dikinikan walaupun telah ada perubahan
best practice atau peraturan perundang-
undangan.
B. Kualitas Penerapan Manajemen Risiko
1 Tata Kelola Risiko (Risk Governance) mencakup evaluasi terhadap: (i) perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite)
dan toleransi Risiko (risk tolerance) dan (ii) kecukupan pengawasan aktif oleh Dewan Komisaris dan Direksi termasuk pelaksanaan
kewenangan dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi.
2 Kerangka Manajemen Risiko mencakup evaluasi terhadap: (i) strategi Manajemen Risiko yang searah dengan tingkat Risiko yang
akan diambil dan toleransi Risiko; (ii) kecukupan perangkat organisasi dalam mendukung terlaksananya Manajemen Risiko secara
efektif termasuk kejelasan wewenang dan tanggung jawab; dan (iii) kecukupan kebijakan, prosedur dan penetapan limit.
3 Proses Manajemen Risiko, Sistem Informasi, dan Sumber Daya Manusia mencakup evaluasi terhadap: (i) proses identifikasi,
pengukuran, pemantauan, dan pengendalian Risiko; (ii) kecukupan sistem informasi Manajemen Risiko; dan (iii) kecukupan
kuantitas dan kualitas sumber daya manusia dalam mendukung efektivitas proses manajemen Risiko.
4 Sistem Pengendalian Risiko mencakup evaluasi terhadap: (i) kecukupan Sistem Pengendalian Intern dan (ii) kecukupan kaji ulang
oleh pihak independen (independent review) dalam Bank baik oleh Satuan Kerja Manajemen Risiko (SKMR) maupun oleh Satuan
Kerja Audit Intern (SKAI).
*) Merupakan parameter/indikator minimal dan Bank dapat menambah parameter/indikator lainnya sesuai dengan karakteristik dan
kompleksitas usaha Bank. Penilaian dilakukan per posisi dan trend selama 12 bulan terakhir untuk parameter/indikator yang bersifat
kuantitatif.
Dalam...
Keterangan
- 33 -
Dalam menilai Tingkat Kesehatan Bank secara Konsolidasi dapat menggunakan paramater/indikator penilaian Tingkat Kesehatan Bank
secara individual, yang wajib disesuaikan dengan skala, karakteristik dan kompleksitas usaha Perusahaan Anak.
LAMPIRAN...
- 34 -
LAMPIRAN I.1.f
Matriks Parameter/Indikator Penilaian Risiko Stratejik
A. Risiko Inheren*)
No.
Parameter
1. Kesesuaian
Strategi dengan
Kondisi
Lingkungan Bisnis
Indikator
Penetapan tujuan stratejik mempertimbangkan
faktor internal dan eksternal bisnis Bank:
a. Faktor internal, antara lain:
1) Visi, misi, dan arah bisnis yang ingin
dicapai Bank;
2) Kultur organisasi, terutama apabila
penetapan tujuan stratejik mensyaratkan
perubahan struktur organisasi dan
penyesuaian proses bisnis;
3) Faktor kemampuan organisasi yang
mencakup antara lain sumber daya
manusia, infrastruktur, dan sistem
informasi manajemen; dan
4) Tingkat toleransi Risiko yaitu tingkat
kemampuan keuangan Bank menyerap
Risiko.
b. Faktor eksternal, antara lain:
1) Kondisi makroekonomi;
2) Perkembangan teknologi; dan
3) Tingkat persaingan usaha.
2. Strategi Berisiko
Tinggi dan Strategi
Tingkat Risiko inheren ditimbulkan oleh pilihan
strategi Bank.
A. Risiko...
Keterangan
Penilaian parameter antara lain untuk mengukur apakah
penetapan tujuan stratejik oleh Direksi didukung dengan
kondisi internal maupun eksternal dari lingkungan bisnis
Bank.
- 35 -
A. Risiko Inheren*)
No.
Parameter
Indikator
Berisiko Rendah
a. Strategi berisiko rendah adalah strategi di
mana Bank melakukan kegiatan usaha pada
pangsa pasar dan nasabah yang telah dikenal
sebelumnya atau menyediakan produk yang
bersifat tradisional sehingga tingkat
pertumbuhan usaha cenderung stabil dan
dapat diprediksi.
b. Strategi berisiko tinggi adalah strategi di mana
Bank berencana masuk dalam area bisnis
baru, baik pangsa pasar, produk atau jasa,
atau nabasah baru.
3. Posisi Bisnis Bank Penilaian antara lain didasarkan pada:
a. Pasar di mana Bank melaksanakan kegiatan
usaha;
b. Kompetitor dan keunggulan kompetitif;
c. Efisiensi dalam melaksanakan kegiatan usaha;
d. Diversifikasi kegiatan usaha dan cakupan
wilayah operasional; dan
e. Kondisi makro ekonomi dan dampaknya pada
kondisi Bank.
4. Pencapaian
Rencana Bisnis
Bank (RBB)
Realisasi RBB dibandingkan dengan RBB.
Tujuan penilaian antara lain untuk mengukur seberapa
besar deviasi realisasi RBB dibandingkan dengan rencana
stratejik Bank.
B. Kualitas...
Seberapa besar tingkat keberhasilan/kegagalan Bank
dalam mencapai tujuan dapat dinilai berdasarkan posisi
Bank di pasar dan keunggulan kompetitif yang dimiliki,
baik terhadap peer group maupun industri perbankan
secara keseluruhan.
Keterangan
- 36 -
B. Kualitas Penerapan Manajemen Risiko
1 Tata Kelola Risiko (Risk Governance) mencakup evaluasi terhadap: (i) perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite)
dan toleransi Risiko (risk tolerance) dan (ii) kecukupan pengawasan aktif oleh Dewan Komisaris dan Direksi termasuk pelaksanaan
kewenangan dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi.
2 Kerangka Manajemen Risiko mencakup evaluasi terhadap: (i) strategi Manajemen Risiko yang searah dengan tingkat Risiko yang
akan diambil dan toleransi Risiko; (ii) kecukupan perangkat organisasi dalam mendukung terlaksananya Manajemen Risiko secara
efektif termasuk kejelasan wewenang dan tanggung jawab; dan (iii) kecukupan kebijakan, prosedur dan penetapan limit.
3 Proses Manajemen Risiko, Sistem Informasi, dan Sumber Daya Manusia mencakup evaluasi terhadap: (i) proses identifikasi,
pengukuran, pemantauan, dan pengendalian Risiko; (ii) kecukupan sistem informasi Manajemen Risiko; dan (iii) kecukupan
kuantitas dan kualitas sumber daya manusia dalam mendukung efektivitas proses manajemen Risiko.
4 Sistem Pengendalian Risiko mencakup evaluasi terhadap: (i) kecukupan Sistem Pengendalian Intern dan (ii) kecukupan kaji ulang
oleh pihak independen (independent review) dalam Bank baik oleh Satuan Kerja Manajemen Risiko (SKMR) maupun oleh Satuan
Kerja Audit Intern (SKAI).
*) Merupakan parameter/indikator minimal dan Bank dapat menambah parameter/indikator lainnya sesuai dengan karakteristik dan
kompleksitas usaha Bank. Penilaian dilakukan per posisi dan trend selama 12 bulan terakhir untuk parameter/indikator yang bersifat
kuantitatif.
Dalam menilai Tingkat Kesehatan Bank secara Konsolidasi dapat menggunakan paramater/indikator penilaian Tingkat Kesehatan Bank
secara individual, yang wajib disesuaikan dengan skala, karakteristik dan kompleksitas usaha Perusahaan Anak.
LAMPIRAN...
- 37 -
LAMPIRAN I.1.g
Matriks Parameter/Indikator Penilaian Risiko Kepatuhan
A. Risiko Inheren*)
No.
1. Jenis dan
Signifikansi
Pelanggaran yang
Dilakukan
Parameter
Indikator
a. Jenis pelanggaran atau ketidakpatuhan yang
dilakukan oleh Bank.
b. Jenis pelanggaran atau ketidakpatuhan atas
penerapan prinsip syariah yang dilakukan
oleh Bank baik berdasarkan temuan DPS
maupun otoritas.
c. Jumlah sanksi denda kewajiban membayar
yang dikenakan kepada Bank dari otoritas.
2. Frekuensi
Pelanggaran yang
Dilakukan atau
Track Record
Ketidakpatuhan
Bank
3. Pelanggaran
Terhadap
Ketentuan atau
Standar Bisnis
yang Berlaku
Umum untuk
a. Jenis dan frekuensi pelanggaran yang sama
yang ditemukan setiap tahunnya dalam 3
tahun terakhir.
b. Signifikansi tindak lanjut Bank atas temuan
tersebut.
Frekuensi pelanggaran atas ketentuan pada
transaksi keuangan tertentu karena tidak sesuai
dengan standar yang berlaku umum.
Keterangan
Cakupan pelanggaran merupakan pelanggaran
terhadap ketentuan yang berlaku dan komitmen
kepada Otoritas Jasa Keuangan termasuk sanksi yang
dikenakan atas pelanggaran yang dilakukan oleh
Bank.
Pelanggaran atau ketidakpatuhan atas penerapan
prinsip syariah diantaranya adalah pelanggaran
antara lain atas fatwa yang diterbitkan oleh DSN
ataupun standar-standar lainnya yang berlaku secara
umum pada sektor keuangan syariah.
Frekuensi lebih bersifat historis dengan melihat trend
kepatuhan Bank selama 3 tahun terakhir untuk
mengetahui apakah jenis pelanggaran yang dilakukan
berulang ataukah memang atas kesalahan tersebut tidak
dilakukan perbaikan signifikan oleh Bank.
Sebagai contoh adalah pelanggaran terhadap antara lain
UCP, ICC ataupun standar-standar lainnya yang berlaku
secara umum pada sektor keuangan.
A. Risiko...
- 38 -
A. Risiko Inheren*)
No.
Transaksi
Keuangan Tertentu
B. Kualitas Penerapan Manajemen Risiko
1 Tata Kelola Risiko (Risk Governance) mencakup evaluasi terhadap: (i) perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite)
dan toleransi Risiko (risk tolerance) dan (ii) kecukupan pengawasan aktif oleh Dewan Komisaris, Direksi, dan Dewan Pengawas
Syariah termasuk pelaksanaan kewenangan dan tanggung jawab Dewan Komisaris, Direksi, dan Dewan Pengawas Syariah.
2 Kerangka Manajemen Risiko mencakup evaluasi terhadap: (i) strategi Manajemen Risiko yang searah dengan tingkat Risiko yang
akan diambil dan toleransi Risiko; (ii) kecukupan perangkat organisasi dalam mendukung terlaksananya Manajemen Risiko secara
efektif termasuk kejelasan wewenang dan tanggung jawab; dan (iii) kecukupan kebijakan, prosedur dan penetapan limit.
3 Proses Manajemen Risiko, Sistem Informasi, dan Sumber Daya Manusia mencakup evaluasi terhadap: (i) proses identifikasi,
pengukuran, pemantauan, dan pengendalian Risiko; (ii) kecukupan sistem informasi Manajemen Risiko; dan (iii) kecukupan
kuantitas dan kualitas sumber daya manusia dalam mendukung efektivitas proses manajemen Risiko.
4 Sistem Pengendalian Risiko mencakup evaluasi terhadap: (i) kecukupan Sistem Pengendalian Intern dan (ii) kecukupan kaji ulang
oleh pihak independen (independent review) dalam Bank baik oleh Satuan Kerja Manajemen Risiko (SKMR) maupun oleh Satuan
Kerja Audit Intern (SKAI).
*) Merupakan parameter/indikator minimal dan Bank dapat menambah parameter/indikator lainnya sesuai dengan karakteristik dan
kompleksitas usaha Bank. Penilaian dilakukan per posisi dan trend selama 12 bulan terakhir untuk parameter/indikator yang bersifat
kuantitatif.
Dalam menilai Tingkat Kesehatan Bank secara Konsolidasi dapat menggunakan paramater/indikator penilaian Tingkat Kesehatan Bank
secara individual, yang wajib disesuaikan dengan skala, karakteristik dan kompleksitas usaha Perusahaan Anak.
LAMPIRAN...
Parameter
Indikator
Keterangan
- 39 -
LAMPIRAN I.1.h
Matriks Parameter/Indikator Penilaian Risiko Reputasi
A. Risiko Inheren*)
No.
Parameter
1. Pengaruh Reputasi
Negatif dari
Pemilik Bank dan
Perusahaan Terkait
2. Pelanggaran Etika
Bisnis
Indikator
a. Kredibilitas pemilik dan perusahaan terkait.
b. Kejadian reputasi (reputational event) pada
pemilik dan perusahaan terkait.
Pelanggaran etika terlihat antara lain melalui:
a. transparansi informasi keuangan; dan
b. kerjasama bisnis dengan stakeholders
lainnya.
c. penerapan prinsip syariah
3. Kompleksitas
Produk dan
Kerjasama Bisnis
Bank
4. Frekuensi,
Materialitas, dan
Eksposur
Pemberitaan
Negatif Bank
a. Jumlah dan tingkat penggunaan nasabah atas
produk Bank yang kompleks.
b. Jumlah dan materialitas kerjasama Bank
dengan mitra bisnis.
a. Frekuensi dan materialitas pemberitaan.
b. Jenis media dan ruang lingkup pemberitaan.
Produk yang kompleks dan kerjasama dengan mitra
bisnis dapat terekspos pada Risiko Reputasi apabila
terdapat kesalahpahaman penggunaan produk/jasa atau
pemberitaan negatif pada mitra bisnis, antara lain pada
produk bancassurance dan reksadana.
Frekuensi, jenis media, dan materialitas pemberitaan
negatif Bank, meliputi juga pengurus Bank, yang diukur
selama periode penilaian.
Keterangan
Pengaruh reputasi/berita negatif dari pemilik Bank
dan/atau perusahaan terkait dengan Bank merupakan
salah satu faktor yang dapat menyebabkan peningkatan
Risiko Reputasi pada Bank.
Dalam hal ini yang perlu diperhatikan apabila Bank
melakukan pelanggaran terhadap etika/norma-norma
bisnis yang berlaku secara umum.
A. Risiko...
- 40 -
A. Risiko Inheren*)
No.
Parameter
Indikator
5. Frekuensi dan
Materialitas
Keluhan Nasabah
B. Kualitas Penerapan Manajemen Risiko
1 Tata Kelola Risiko (Risk Governance) mencakup evaluasi terhadap: (i) perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite)
dan toleransi Risiko (risk tolerance) dan (ii) kecukupan pengawasan aktif oleh Dewan Komisaris dan Direksi termasuk pelaksanaan
kewenangan dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi.
2 Kerangka Manajemen Risiko mencakup evaluasi terhadap: (i) strategi Manajemen Risiko yang searah dengan tingkat Risiko yang
akan diambil dan toleransi Risiko; (ii) kecukupan perangkat organisasi dalam mendukung terlaksananya Manajemen Risiko secara
efektif termasuk kejelasan wewenang dan tanggung jawab; dan (iii) kecukupan kebijakan, prosedur dan penetapan limit.
3 Proses Manajemen Risiko, Sistem Informasi, dan Sumber Daya Manusia mencakup evaluasi terhadap: (i) proses identifikasi,
pengukuran, pemantauan, dan pengendalian Risiko; (ii) kecukupan sistem informasi Manajemen Risiko; dan (iii) kecukupan
kuantitas dan kualitas sumber daya manusia dalam mendukung efektivitas proses manajemen Risiko.
4 Sistem Pengendalian Risiko mencakup evaluasi terhadap: (i) kecukupan Sistem Pengendalian Intern dan (ii) kecukupan kaji ulang
oleh pihak independen (independent review) dalam Bank baik oleh Satuan Kerja Manajemen Risiko (SKMR) maupun oleh Satuan
Kerja Audit Intern (SKAI).
*) Merupakan parameter/indikator minimal dan Bank dapat menambah parameter/indikator lainnya sesuai dengan karakteristik dan
kompleksitas usaha Bank. Penilaian dilakukan per posisi dan trend selama 12 bulan terakhir untuk parameter/indikator yang bersifat
kuantitatif.
Dalam menilai Tingkat Kesehatan Bank secara Konsolidasi dapat menggunakan paramater/indikator penilaian Tingkat Kesehatan Bank
secara individual, yang wajib disesuaikan dengan skala, karakteristik dan kompleksitas usaha Perusahaan Anak.
LAMPIRAN...
a. Frekuensi keluhan nasabah.
b. Materialitas keluhan nasabah.
Keterangan
Keluhan nasabah diukur selama periode penilaian.
- 41 -
LAMPIRAN I.1.i
Matriks Parameter/Indikator Penilaian Risiko Imbal Hasil
A. Risiko Inheren*)
No.
Parameter
1. Komposisi Dana
Pihak Ketiga
Indikator
Non Core Deposit
Total Dana Pihak Ketiga
Keterangan
1) Non Core Deposit adalah giro, tabungan, dan deposito yang
tidak dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (nominal lebih
besar dari Rp 2 miliar).
2) Total Dana Pihak Ketiga adalah seluruh dana pihak ketiga
bukan bank berupa giro, tabungan, dan deposito.
2. Strategi dan
Kinerja Bank
Dalam
Menghasilkan
Laba/Pendapatan
a.
Pembiayaan Berbasis
Utang Piutang
Pembiayaan Berbasis Bagi Hasil
1) Pembiayaan Berbasis Utang Piutang adalah pembiayaan
kepada Bank dan pihak ketiga bukan Bank yang memiliki
imbal hasil yang tetap antara lain murabahah, istishna, dan
ijarah (termasuk musyarakah mutanaqisah).
2) Pembiayaan Berbasis Bagi Hasil adalah pembiayaan kepada
Bank dan pihak ketiga bukan Bank yang memiliki imbal hasil
yang volatile antara lain mudharabah dan musyarakah.
b.
Pembiayaan Bermasalah
Total Pembiayaan
1) Pembiayaan Bermasalah adalah pembiayaan kepada pihak
ketiga bukan Bank yang memiliki kualitas kurang lancar,
diragukan, dan macet.
2) Total Pembiayaan adalah pembiayaan kepada pihak ketiga
bukan Bank.
c.
Laba Sebelum Pajak
Rata-rata Total Aset
1) Laba sebelum pajak adalah laba sebagaimana tercatat dalam
laba rugi Bank tahun berjalan yang disetahunkan.
Contoh: Untuk posisi bulan Juni akumulasi laba per posisi
Juni dihitung dengan cara dibagi 6 dan dikalikan dengan 12.
A. Risiko...
- 42 -
A. Risiko Inheren*)
No.
Parameter
Indikator
Keterangan
2) Rata-rata Total Aset adalah rata-rata total aset dalam Laporan
Posisi Keuangan sebagaimana tertera pada Laporan Stabilitas
Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan Bank Umum Syariah
dan Unit Usaha Syariah.
Contoh: Untuk posisi bulan bulan Juni dihitung dengan cara
penjumlahan total aset posisi Januari sampai dengan Juni
dibagi dengan 6.
3. Perilaku Nasabah
Dana Pihak
Ketiga
a. Korelasi antara Tingkat Imbalan
Deposito Mudharabah dengan Tingkat
Bunga Deposito
b. Realisasi Bagi Hasil Deposito Bank
sesuai dengan Jangka Waktu
terhadap Bagi Hasil Deposito/Bunga
dari Bank Syariah Lainnya /Bank
Konvensional
c. Realisasi Bagi Hasil Deposito Bank
terhadap Instrumen Lainnya
Mengetahui hubungan antara tingkat bunga Bank Konvensional
dengan imbal hasil yang diberikan Bank Syariah kepada nasabah
untuk deposito 1 bulan.
Membandingkan bagi hasil yang diberikan oleh Bank atas
deposito untuk setiap jangka waktu terhadap bagi hasil yang
diberikan oleh Bank Syariah lainnya atau Bank Konvensional atas
instrumen yang sama.
Membandingkan bagi hasil yang diberikan oleh Bank atas
deposito untuk setiap jangka waktu terhadap bagi hasil yang
diberikan oleh instrumen lainnya (sukuk, reksadana dan obligasi).
B. Kualitas...
- 43 -
B. Kualitas Penerapan Manajemen Risiko
1 Tata Kelola Risiko (Risk Governance) mencakup evaluasi terhadap: (i) perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite)
dan toleransi Risiko (risk tolerance) dan (ii) kecukupan pengawasan aktif oleh Dewan Komisaris dan Direksi termasuk pelaksanaan
kewenangan dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi.
2 Kerangka Manajemen Risiko mencakup evaluasi terhadap: (i) strategi Manajemen Risiko yang searah dengan tingkat Risiko yang
akan diambil dan toleransi Risiko; (ii) kecukupan perangkat organisasi dalam mendukung terlaksananya Manajemen Risiko secara
efektif termasuk kejelasan wewenang dan tanggung jawab; dan (iii) kecukupan kebijakan, prosedur dan penetapan limit.
3 Proses Manajemen Risiko, Sistem Informasi, dan Sumber Daya Manusia mencakup evaluasi terhadap: (i) proses identifikasi,
pengukuran, pemantauan, dan pengendalian Risiko; (ii) kecukupan sistem informasi Manajemen Risiko; dan (iii) kecukupan
kuantitas dan kualitas sumber daya manusia dalam mendukung efektivitas proses manajemen Risiko.
4 Sistem Pengendalian Risiko mencakup evaluasi terhadap: (i) kecukupan Sistem Pengendalian Intern dan (ii) kecukupan kaji ulang
oleh pihak independen (independent review) dalam Bank baik oleh Satuan Kerja Manajemen Risiko (SKMR) maupun oleh Satuan
Kerja Audit Intern (SKAI).
*) Merupakan parameter/indikator minimal dan Bank dapat menambah parameter/indikator lainnya sesuai dengan karakteristik dan
kompleksitas usaha Bank. Penilaian dilakukan per posisi dan trend selama 12 bulan terakhir untuk parameter/indikator yang bersifat
kuantitatif.
Dalam menilai Tingkat Kesehatan Bank secara Konsolidasi dapat menggunakan paramater/indikator penilaian Tingkat Kesehatan Bank
secara individual, yang wajib disesuaikan dengan skala, karakteristik dan kompleksitas usaha Perusahaan Anak.
LAMPIRAN...
- 44 -
LAMPIRAN I.1.j
Matriks Parameter/Indikator Penilaian Risiko Investasi
A. Risiko Inheren*)
No.
Parameter
1. Komposisi dan
Tingkat
Konsentrasi
Pembiayaan
Berbasis Bagi
Hasil
b.
Pembiayaan Berbasis Bagi Hasil
per Sektor Ekonomi
Total Pembiayaan
a.
Indikator
Total Pembiayaan Berbasis Bagi Hasil
Total Pembiayaan
Keterangan
1) Total Pembiayaan Berbasis Bagi Hasil adalah
seluruh pembiayaan kepada pihak ketiga bukan
Bank dengan akad bagi hasil (misalnya mudharabah
dan musyarakah) baik yang menggunakan metode
profit and loss sharing maupun revenue sharing.
2) Total Pembiayaan adalah pembiayaan kepada pihak
ketiga bukan Bank.
1) Pembiayaan Berbasis Bagi Hasil per Sektor Ekonomi
adalah seluruh pembiayaan kepada Bank dan pihak
ketiga bukan Bank dengan akad bagi hasil per
kategori sektor ekonomi sebagaimana diatur dalam
ketentuan yang berlaku mengenai Laporan
Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan
Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.
2) Total Pembiayaan adalah pembiayaan kepada Bank
dan pihak ketiga bukan Bank.
2. Kualitas
Pembiayaan
Berbasis Bagi
Hasil
a.
Pembiayaan Berbasis Bagi
Hasil Kualitas Rendah
Total Pembiayaan
1) Pembiayaan Berbasis Bagi Hasil Kualitas Rendah
adalah seluruh pembiayaan kepada pihak ketiga
bukan Bank dengan akad bagi hasil yang memiliki
kualitas dalam perhatian khusus, kurang lancar,
diragukan, dan macet sesuai ketentuan yang
berlaku mengenai Kualitas Aktiva/Aset, termasuk
A. Risiko...
- 45 -
A. Risiko Inheren*)
No.
Parameter
Indikator
Keterangan
yang direstrukturisasi kualitas lancar.
2) Total Pembiayaan adalah pembiayaan kepada pihak
ketiga bukan Bank.
b.
Pembiayaan Berbasis Bagi Hasil Bermasalah
Total Pembiayaan
1) Pembiayaan Berbasis Bagi Hasil Bermasalah adalah
seluruh pembiayaan kepada pihak ketiga bukan
Bank dengan akad bagi hasil yang memiliki kualitas
kurang lancar, diragukan, dan macet sesuai
ketentuan yang berlaku mengenai Kualitas
Aktiva/Aset.
2) Total Pembiayaan adalah pembiayaan kepada pihak
ketiga bukan Bank.
c.
Pembiayaan Berbasis Bagi Hasil Bermasalah
per Sektor Ekonomi
Pembiayaan Berbasis Bagi Hasil per Sektor
Ekonomi
1) Pembiayaan Berbasis Bagi Hasil Bermasalah per
Sektor Ekonomi adalah seluruh pembiayaan kepada
pihak ketiga bukan Bank dengan akad bagi hasil
yang memiliki kualitas kurang lancar, diragukan,
dan macet sesuai ketentuan yang berlaku mengenai
Kualitas Aktiva/Aset per kategori sektor ekonomi.
2) Pembiayaan Berbasis Bagi Hasil per Sektor Ekonomi
adalah seluruh pembiayaan kepada pihak ketiga
bukan Bank dengan akad bagi hasil per kategori
sektor ekonomi sebagaimana diatur dalam
ketentuan yang berlaku mengenai Laporan
Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan
Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.
A. Risiko...
- 46 -
A. Risiko Inheren*)
No.
Parameter
Indikator
d.
Potensi Kerugian (CKPN Mudharabah
dan Musyarakah)
Total Pembiayaan Berbasis Bagi Hasil
Keterangan
1) Potensi Kerugian (CKPN Mudharabah dan
Musyarakah) adalah CKPN yang dibentuk atas
pembiayaan kepada pihak ketiga bukan Bank
dengan akad bagi hasil, misalnya mudharabah dan
musyarakah.
2) Total Pembiayaan Berbasis Bagi Hasil adalah
seluruh pembiayaan kepada pihak ketiga bukan
Bank dengan akad bagi hasil.
3. Faktor Eksternal Perubahan kondisi ekonomi, perubahan teknologi,
ataupun regulasi yang mempengaruhi usaha nasabah
dan berdampak pada kemampuan nasabah untuk
menghasilkan pendapatan.
Cukup jelas.
B. Kualitas Penerapan Manajemen Risiko
1 Tata Kelola Risiko (Risk Governance) mencakup evaluasi terhadap: (i) perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite)
dan toleransi Risiko (risk tolerance) dan (ii) kecukupan pengawasan aktif oleh Dewan Komisaris dan Direksi termasuk pelaksanaan
kewenangan dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi.
2 Kerangka Manajemen Risiko mencakup evaluasi terhadap: (i) strategi Manajemen Risiko yang searah dengan tingkat Risiko yang
akan diambil dan toleransi Risiko; (ii) kecukupan perangkat organisasi dalam mendukung terlaksananya Manajemen Risiko secara
efektif termasuk kejelasan wewenang dan tanggung jawab; dan (iii) kecukupan kebijakan, prosedur dan penetapan limit.
3 Proses Manajemen Risiko, Sistem Informasi, dan Sumber Daya Manusia mencakup evaluasi terhadap: (i) proses identifikasi,
pengukuran, pemantauan, dan pengendalian Risiko; (ii) kecukupan sistem informasi Manajemen Risiko; dan (iii) kecukupan
kuantitas dan kualitas sumber daya manusia dalam mendukung efektivitas proses manajemen Risiko.
4 Sistem Pengendalian Risiko mencakup evaluasi terhadap: (i) kecukupan Sistem Pengendalian Intern dan (ii) kecukupan kaji ulang
A. Risiko...
- 47 -
A. Risiko Inheren*)
No.
Parameter
Indikator
Keterangan
oleh pihak independen (independent review) dalam Bank baik oleh Satuan Kerja Manajemen Risiko (SKMR) maupun oleh Satuan
Kerja Audit Intern (SKAI).
*) Merupakan parameter/indikator minimal dan Bank dapat menambah parameter/indikator lainnya sesuai dengan karakteristik dan
kompleksitas usaha Bank. Penilaian dilakukan per posisi dan trend selama 12 bulan terakhir untuk parameter/indikator yang bersifat
kuantitatif.
Dalam menilai Tingkat Kesehatan Bank secara Konsolidasi dapat menggunakan paramater/indikator penilaian Tingkat Kesehatan Bank
secara individual, yang wajib disesuaikan dengan skala, karakteristik dan kompleksitas usaha Perusahaan Anak.
LAMPIRAN...
- 48 -
LAMPIRAN 1.2
Matriks Parameter/Indikator Penilaian Faktor Good Corporate Governance
Penilaian Faktor Good Corporate Governance
Keterangan
Proses penilaian Good Corporate Governance yang berlandaskan
pada 5 (lima) prinsip dasar sebagaimana diatur dalam ketentuan
Good Corporate Governance yang berlaku bagi Bank Umum Syariah
dan Unit Usaha Syariah, dalam penilaian TKS-RBBR Syariah dinilai
dalam suatu governance system yang terdiri dari 3 (tiga) aspek
governance, yaitu governance structure, governance process, dan
governance outcome.
Parameter/Indikator penilaian faktor Good Corporate Governance
terhadap pelaksanaan prinsip-prinsip Good Corporate Governance
mengacu kepada ketentuan Good Corporate Governance yang
berlaku bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah dengan
memperhatikan karakteristik dan kompleksitas usaha Bank.
Hasil pelaksanaan prinsip-prinsip Good Corporate Governance Bank
sebagaimana diatur dalam ketentuan yang berlaku mengenai Good
Corporate Governance bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha
Syariah hanya merupakan salah satu sumber penilaian peringkat
faktor Good Corporate Governance Bank dalam penilaian Tingkat
Kesehatan Bank.
LAMPIRAN...
- 49 -
LAMPIRAN 1.3
Matriks Parameter/Indikator Penilaian Faktor Rentabilitas
No.
Parameter
1. Kinerja Bank
dalam
Menghasilkan
Laba
(Rentabilitas)
Indikator
a. Return on Asset (ROA)
Laba Sebelum Pajak
Rata-rata Total Aset
Keterangan
1) Laba Sebelum Pajak adalah laba sebagaimana tercatat dalam
laba rugi Bank tahun berjalan sebagaimana diatur dalam
ketentuan yang berlaku mengenai Laporan Stabilitas Moneter
dan Sistem Keuangan Bulanan Bank Umum Syariah dan Unit
Usaha Syariah, yang disetahunkan.
Contoh: Untuk posisi bulan Juni akumulasi laba perposisi Juni
dihitung dengan cara dibagi 6 dan dikalikan dengan 12.
2) Rata-rata Total Aset adalah rata-rata total aset dalam Laporan
Posisi Keuangan sebagaimana tertera pada Laporan Stabilitas
Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan Bank Umum Syariah
dan Unit Usaha Syariah.
Contoh: Untuk posisi bulan bulan Juni dihitung dengan cara
penjumlahan total aset posisi Januari sampai dengan Juni
dibagi dengan 6.
b. Net Operation Margin (NOM)
Pendapatan Penyaluran Dana
Setelah Bagi Hasil
– Beban Operasional
Rata-rata Aktiva Produktif
1) Pendapatan Penyaluran Dana Setelah Bagi Hasil adalah
pendapatan penyaluran dana setelah dikurangi beban bagi hasil
dan beban operasional (disetahunkan).
Pendapatan penyaluran dana meliputi seluruh pendapatan dari
penyaluran dana, sedangkan beban bagi hasil meliputi seluruh
beban bagi hasil dari penghimpunan dana.
2) Beban Operasional adalah beban operasional termasuk beban
bagi hasil dan bonus (disetahunkan).
3) Aktiva...
- 50 -
No.
Parameter
Indikator
Keterangan
3) Aktiva produktif yang diperhitungkan adalah aset yang
menghasilkan bagi hasil, imbalan, dan bonus baik di neraca
maupun pada TRA.
Rata-rata aktiva produktif.
Contoh: Untuk posisi bulan Juni dihitung dengan cara
penjumlahan total aset produktif posisi Januari sampai dengan
Juni dibagi dengan 6.
c. Net Imbalan (NI)
Pendapatan Penyaluran Dana
Setelah Bagi Hasil –
(Imbalan dan Bonus)
Rata-rata Total Aktiva Produktif
1) Pendapatan Penyaluran Dana Setelah Bagi Hasil – (Imbalan dan
Bonus) adalah pendapatan penyaluran dana setelah dikurangi
beban imbal hasil, imbalan, dan bonus (disetahunkan).
Pendapatan penyaluran dana meliputi seluruh pendapatan dari
penyaluran dana, sedangkan beban imbal hasil meliputi seluruh
beban bagi hasil, imbalan, dan bonus dari penghimpunan dana.
2) Aktiva produktif yang diperhitungkan adalah aset yang
menghasilkan bagi hasil, imbalan, dan bonus baik di neraca
maupun pada TRA.
Rata-rata aktiva produktif.
Contoh: Untuk posisi bulan Juni dihitung dengan cara
penjumlahan total aset produktif posisi Januari sampai dengan
Juni dibagi dengan 6.
d. Kinerja Komponen Laba (Rentabilitas)
Aktual terhadap Rencana Bisnis
Bank (RBB)
Kinerja pada komponen laba (rentabilitas) yang meliputi antara lain
pendapatan operasional, beban operasional, pendapatan non
operasional, beban non operasional, dan laba bersih dibandingkan
dengan rencana bisnis Bank.
e. Kemampuan Komponen Laba Kemampuan Komponen Laba (Rentabilitas) dalam Meningkatkan
(Rentabilitas)...
- 51 -
No.
Parameter
2. Sumber-sumber
yang Mendukung
Rentabilitas
Indikator
(Rentabilitas) dalam Meningkatkan
Permodalan
a.
Pendapatan Penyaluran Dana
Setelah Bagi Hasil –
(Imbalan dan Bonus)
Rata-rata Total Aset
Keterangan
Permodalan adalah kemampuan Bank dalam meningkatkan
permodalan baik secara internal maupun eksternal.
1) Pendapatan Penyaluran Dana Setelah Bagi Hasil, Imbalan dan
Bonus adalah pendapatan penyaluran dana setelah dikurangi
beban imbal hasil, imbalan, dan bonus (disetahunkan).
Pendapatan penyaluran dana meliputi seluruh pendapatan dari
penyaluran dana, sedangkan beban imbal hasil meliputi seluruh
beban bagi hasil, imbalan, dan bonus dari penghimpunan dana.
2) Rata-rata Total Aset adalah rata-rata total aset dalam Laporan
Posisi Keuangan sebagaimana tertera pada Laporan Stabilitas
Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan Bank Umum Syariah
dan Unit Usaha Syariah.
Contoh: Untuk posisi bulan bulan Juni dihitung dengan cara
penjumlahan total aset posisi Januari sampai dengan Juni
dibagi dengan 6.
b.
Pendapatan Operasional lainnya
Rata-rata Total Aset
1) Pendapatan Operasional lainnya adalah pendapatan operasional
lainnya disetahunkan.
2) Rata-rata Total Aset adalah rata-rata total aset dalam Laporan
Posisi Keuangan sebagaimana tertera pada Laporan Stabilitas
Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan Bank Umum Syariah
dan Unit Usaha Syariah.
Contoh: Untuk posisi bulan bulan Juni dihitung dengan cara
penjumlahan total aset posisi Januari sampai dengan Juni
dibagi dengan 6.
c. Beban...
- 52 -
No.
Parameter
c.
Indikator
Beban Overhead
Rata-rata Total Aset
Keterangan
1) Beban overhead adalah seluruh biaya-biaya operasional yang
bukan merupakan beban bagi hasil (disetahunkan) meliputi
biaya:
a) Penyusutan/amortisasi aset;
b) Biaya tenaga kerja;
c) Pendidikan dan pelatihan;
d) Premi asuransi;
e) Kerugian karena Risiko Operasional;
f) Penelitian dan pengembangan;
g) Sewa;
h) Promosi;
i) Pajak-pajak (tidak termasuk pajak penghasilan);
j) Pemeliharan dan perbaikan;
k) Barang dan jasa; dan
l) Lainnya.
2) Rata-rata Total Aset adalah rata-rata total aset dalam Laporan
Posisi Keuangan sebagaimana tertera pada Laporan Stabilitas
Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan Bank Umum Syariah
dan Unit Usaha Syariah.
Contoh: Untuk posisi bulan bulan Juni dihitung dengan cara
penjumlahan total aset posisi Januari sampai dengan Juni
dibagi dengan 6.
d.
Beban Pencadangan
Rata-rata Total Aset
1) Beban Pencadangan adalah seluruh biaya-biaya yang
dikeluarkan untuk pencadangan berupa kerugian Penurunan
Nilai Aset Keuangan & PPA Non Produktif (disetahunkan).
2) Rata-rata Total Aset adalah rata-rata total aset dalam Laporan
Posisi...
- 53 -
No.
Parameter
Indikator
Keterangan
Posisi Keuangan sebagaimana tertera pada Laporan Stabilitas
Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan Bank Umum Syariah
dan Unit Usaha Syariah.
Contoh: Untuk posisi bulan bulan Juni dihitung dengan cara
penjumlahan total aset posisi Januari sampai dengan Juni
dibagi dengan 6.
e.
3. Stabilitas
komponen-
komponen yang
mendukung
Rentabilitas
Beban Operasional
Pendapatan Operasional
a. Core ROA =
Primary Core Net Income - Operating
Discretionary Items
Rata-rata Total Aset
1) Beban Operasional adalah beban operasional termasuk beban
bagi hasil dan bonus (disetahunkan).
2) Pendapatan Operasional adalah pendapatan penyaluran dana.
1) Primary Core Net Income adalah primary core Income dikurangi
dengan primary core expense (disetahunkan).
2) Primary Core Income adalah pendapatan penyaluran dana
setelah bagi hasil, imbalan dan bonus ditambah dengan fee
based income (disetahunkan).
3) Primary Core Expense adalah beban overhead yakni beban
operasional selain beban bagi hasil, imbalan dan bonus dan
kerugian penurunan nilai (disetahunkan).
4) Operating Discretionary Items adalah kerugian penurunan nilai
(disetahunkan).
5) Rata-rata Total Aset adalah rata-rata total aset dalam Laporan
Posisi Keuangan sebagaimana tertera pada Laporan Stabilitas
Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan Bank Umum Syariah
dan Unit Usaha Syariah.
Contoh: Untuk posisi bulan bulan Juni dihitung dengan cara
penjumlahan total aset posisi Januari sampai dengan Juni
dibagi dengan 6.
b. Prospek...
- 54 -
No.
Parameter
4. Manajemen
Rentabilitas
5. Pelaksanaan
Fungsi Sosial
oleh Bank
Indikator
b. Prospek rentabilitas di masa datang
Kemampuan Bank dalam mengelola
rentabilitas
Peran Bank dalam melaksanakan fungsi
sosial
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Untuk menilai peran Bank dalam melaksanakan fungsi sosialnya
melalui penerimaan dan penyaluran dana zakat dan penerimaan
dan penyaluran dana kebajikan.
*) Merupakan parameter/indikator minimal dan Bank dapat menambah parameter/indikator lainnya sesuai dengan karakteristik dan
kompleksitas usaha Bank. Penilaian dilakukan per posisi dan trend selama 12 bulan terakhir untuk parameter/indikator yang bersifat
kuantitatif.
Dalam menilai Tingkat Kesehatan Bank secara Konsolidasi dapat menggunakan paramater/indikator penilaian Tingkat Kesehatan Bank
secara individual, yang wajib disesuaikan dengan skala, karakteristik dan kompleksitas usaha Perusahaan Anak.
Keterangan
LAMPIRAN...
- 55 -
LAMPIRAN 1.4
Matriks Parameter/Indikator Penilaian Faktor Permodalan
No.
Parameter
1. Kecukupan
modal Bank
Indikator
a. Rasio Kecukupan Modal:
1)
Modal
ATMR
Keterangan
a) Perhitungan modal dan Aset Tertimbang Menurut Risiko
(ATMR) berpedoman pada ketentuan yang berlaku mengenai
Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum
Berdasarkan prinsip syariah.
b) Rasio dihitung per posisi penilaian termasuk memperhatikan
trend KPMM.
2)
3)
Modal Inti (Tier 1)
ATMR
Modal Inti
Total Modal
Perhitungan modal inti berpedoman pada ketentuan yang berlaku
mengenai Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum
Berdasarkan prinsip syariah.
a) Perhitungan modal inti berpedoman pada ketentuan yang
berlaku mengenai Kewajiban Penyediaan Modal Minimum
Bank Umum Berdasarkan prinsip syariah.
b) Total Modal adalah modal sesuai dengan ketentuan yang
berlaku mengenai Kewajiban Penyediaan Modal Minimum
Bank Umum Berdasarkan prinsip syariah.
4)
Critized Assets (Kualitas Rendah) –
CKPN (Kualitas Rendah)
Modal Inti + Cadangan Umum
a) Critized Assets adalah aset produktif neraca dengan kualitas
rendah yaitu aset produktif yang memiliki kualitas dalam
perhatian khusus, kurang lancar, diragukan, dan macet sesuai
ketentuan yang berlaku mengenai Kualitas Aktiva/Aset,
termasuk pembiayaan direstrukturisasi kualitas lancar, AYDA
kualitas lancar, properti terbengkalai kualitas lancar, dan
penyertaan...
- 56 -
No.
Parameter
Indikator
Keterangan
penyertaan modal sementara kualitas lancar.
b) CKPN Kualitas Rendah adalah Cadangan Kerugian Penurunan
Nilai untuk pembiayaan yang tergolong dalam perhatian
khusus, kurang lancar, diragukan, dan macet, termasuk CKPN
untuk pembiayaan direstrukturisasi kualitas lancar, AYDA
kualitas lancar, properti terbengkalai kualitas lancar, dan
penyertaan modal sementara kualitas lancar.
c) Perhitungan Modal Inti dan Cadangan Umum berpedoman
pada ketentuan yang berlaku mengenai Kewajiban Penyediaan
Modal Minimum Bank Umum Berdasarkan prinsip syariah.
5)
Aset Produktif Bermasalah –
CKPN Aset Produktif Bermasalah
Modal Inti + Cadangan Umum
a) Aset Produktif adalah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
yang berlaku mengenai Penilaian Kualitas Aktiva/Aset Bagi
Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah
b) Aset Produktif Bermasalah adalah aset produktif dengan
kualitas kurang lancar, diragukan, dan macet.
c) Perhitungan CKPN berpedoman pada ketentuan dan standar
akuntansi yang berlaku.
d) CKPN Aset Produktif Bermasalah adalah CKPN yang dibentuk
atas aset produktif dengan kualitas kurang lancar, diragukan,
dan macet.
e) Perhitungan Modal Inti dan Cadangan Umum berpedoman
pada ketentuan yang berlaku mengenai Kewajiban Penyediaan
Modal Minimum Bank Umum Berdasarkan prinsip syariah.
6)
Aset Kualitas Rendah – CKPN untuk
Aset Kualitas Rendah
Modal Inti + Cadangan Umum
a) Aset Kualitas Rendah adalah seluruh aktiva Bank baik
produktif maupun non produktif yang memiliki kualitas dalam
perhatian khusus, kurang lancar, diragukan, dan macet sesuai
ketentuan...
- 57 -
No.
Parameter
Indikator
Keterangan
ketentuan yang berlaku mengenai Kualitas Aktiva/Aset,
termasuk pembiayaan direstrukturisasi kualitas lancar, AYDA
kualitas lancar, properti terbengkalai kualitas lancar, dan
penyertaan modal sementara kualitas lancar.
b) Perhitungan CKPN berpedoman pada ketentuan dan
standar akuntansi yang berlaku.
c) CKPN untuk Aset Kualitas Rendah adalah CKPN yang dibentuk
atas aset dengan kualitas dalam perhatian khusus, kurang
lancar, diragukan, dan macet, termasuk CKPN untuk
pembiayaan direstrukturisasi kualitas lancar, AYDA kualitas
lancar, properti terbengkalai kualitas lancar, dan penyertaan
modal sementara kualitas lancar.
d) Perhitungan Modal Inti dan Cadangan Umum berpedoman
pada ketentuan yang berlaku mengenai Kewajiban Penyediaan
Modal Minimum Bank Umum Berdasarkan prinsip syariah.
b. Kecukupan modal Bank untuk
mengantisipasi potensi kerugian
sesuai profil Risiko.
2. Pengelolaan
permodalan
a. Manajemen permodalan Bank.
b. Kemampuan akses permodalan yang
dilihat dari sumber internal dan sumber
eksternal.
Penilaian kecukupan modal Bank untuk mengantisipasi potensi
kerugian sesuai profil Risiko dilakukan dengan memperhatikan
antara lain: (i) Risiko inheren, (ii) kualitas penerapan Manajemen
Risiko; (iii) tingkat Risiko; dan (iv) peringkat profil Risiko Bank
baik secara individual maupun konsolidasi.
Hal ini meliputi pemahaman Dewan Komisaris dan Direksi;
kebijakan dan prosedur pengelolaan modal; perencanaan modal;
penilaian kecukupan modal; dan kaji ulang independen.
1) Akses modal dari sumber internal antara lain berasal dari
kinerja rentabilitas yang mendukung permodalan.
2) Akses modal dari sumber eksternal antara lain berasal dari
pasar...
- 58 -
No.
Parameter
Indikator
Keterangan
pasar modal (primary market) dan perusahaan induk.
*) Merupakan parameter/indikator minimal dan Bank dapat menambah parameter/indikator lainnya sesuai dengan karakteristik dan
kompleksitas usaha Bank. Penilaian dilakukan per posisi dan trend selama 12 bulan terakhir untuk parameter/indikator yang bersifat
kuantitatif.
Dalam menilai Tingkat Kesehatan Bank secara Konsolidasi dapat menggunakan paramater/indikator penilaian Tingkat Kesehatan Bank
secara individual, yang wajib disesuaikan dengan skala, karakteristik dan kompleksitas usaha Perusahaan Anak.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 11 Juni 2014
KEPALA EKSEKUTIF
PENGAWAS PERBANKAN,
Ttd.
Salinan sesuai dengan aslinya
DIREKTUR HUKUM 1
DEPARTEMEN HUKUM,
Ttd.
TINI KUSTINI
NELSON TAMPUBOLON
LAMPIRAN II
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 10/SEOJK.03/2014
TENTANG
PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA
SYARIAH
- 2 -
KERTAS KERJA PENILAIAN SENDIRI (SELF ASSESSMENT)
PELAKSANAAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE
Tujuan
1. Penilaian governance structure bertujuan untuk menilai kecukupan
struktur dan infrastruktur tata kelola Bank agar proses pelaksanaan
prinsip Good Corporate Governance menghasilkan outcome yang sesuai
dengan harapan stakeholders Bank. Yang termasuk dalam struktur tata
kelola Bank adalah Komisaris, Direksi, Komite, Dewan Pengawas Syariah,
dan satuan kerja pada Bank. Adapun yang termasuk infrastruktur tata
kelola Bank antara lain adalah kebijakan dan prosedur Bank, sistem
informasi manajemen serta tugas pokok dan fungsi (tupoksi) masing-
masing struktur organisasi.
2. Penilaian governance process bertujuan untuk menilai efektivitas proses
pelaksanaan prinsip Good Corporate Governance yang didukung oleh
kecukupan struktur dan infrastruktur tata kelola Bank sehingga
menghasilkan outcome yang sesuai dengan harapan stakeholders Bank.
3. Penilaian governance outcome bertujuan untuk menilai kualitas outcome
yang memenuhi harapan stakeholders Bank yang merupakan hasil proses
pelaksanaan prinsip Good Corporate Governance yang didukung oleh
kecukupan struktur dan infrastruktur tata kelola Bank.
Yang termasuk dalam outcome mencakup aspek kualitatif dan aspek
kuantitatif, antara lain yaitu:
- kecukupan transparansi laporan;
- kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan;
- kepatuhan terhadap prinsip syariah;
- perlindungan konsumen;
- obyektivitas dalam melakukan assessment/audit;
- kinerja Bank seperti rentabilitas, efisiensi, dan permodalan; dan/atau
- peningkatan/penurunan kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku
dan penyelesaian permasalahan yang dihadapi Bank seperti fraud,
pelanggaran Batas Maksimum Penyediaan Dana (BMPD), pelanggaran
ketentuan terkait laporan Bank kepada Otoritas Jasa Keuangan.
1. Pelaksanaan...
- 3 -
No
Kriteria/Indikator
1. Pelaksanaan Tugas dan Tanggung Jawab Dewan
Komisaris
A. Governance Structure
1) Jumlah anggota Dewan Komisaris paling
kurang 3 (tiga) orang dan paling banyak sama
dengan jumlah anggota Direksi.
2) Paling kurang 1 (satu) orang anggota Dewan
Komisaris berdomisili di Indonesia.
3) Paling kurang 50% (lima puluh persen) dari
jumlah anggota Dewan Komisaris adalah
Komisaris Independen.
4) Dewan Komisaris tidak memiliki rangkap
jabatan kecuali terhadap hal-hal yang telah
ditetapkan dalam ketentuan yang berlaku
tentang Pelaksanaan
Governance bagi Bank Umum Syariah dan Unit
Usaha Syariah, yaitu hanya merangkap jabatan
sebagai:
a) anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau
Pejabat Eksekutif pada 1 (satu)
lembaga/perusahaan bukan lembaga
keuangan;
b) anggota Dewan Komisaris atau Direksi yang
melaksanakan fungsi pengawasan pada 1
(satu) perusahaan anak lembaga keuangan
bukan Bank yang dimiliki oleh Bank;
c) anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau
Pejabat Eksekutif pada 1 (satu) perusahaan
yang merupakan pemegang saham Bank;
atau
d) pejabat pada paling banyak 3 (tiga) lembaga
nirlaba.
5) Komisaris Independen dapat merangkap jabatan
sebagai Ketua Komite paling banyak pada 2
(dua)...
Analisis
Good Corporate
- 4 -
No
Kriteria/Indikator
(dua) Komite pada Bank yang sama.
6) Mayoritas anggota Dewan Komisaris tidak saling
memiliki hubungan keluarga sampai dengan
derajat kedua dengan sesama anggota Dewan
Komisaris dan/atau anggota Direksi.
7) Dewan Komisaris telah memiliki pedoman dan
tata tertib kerja yang telah mencantumkan
antara lain pengaturan etika kerja, waktu kerja,
dan rapat.
8) Seluruh anggota Dewan Komisaris memiliki
integritas, kompetensi, dan reputasi keuangan
yang memadai.
9) Anggota Dewan Komisaris independen yang
berasal dari mantan anggota Direksi yang
berasal dari Bank yang bersangkutan dan tidak
melakukan fungsi pengawasan yang dapat
mempengaruhi kemampuannya untuk
bertindak independen telah menjalani masa
tunggu (cooling off) paling kurang selama 6
(enam) bulan.
10) Seluruh Komisaris Independen tidak ada yang
memiliki hubungan keuangan, kepengurusan,
kepemilikan saham, dan/atau hubungan
keluarga dengan Pemegang Saham Pengendali,
anggota Dewan Komisaris lainnya, dan/atau
anggota Direksi atau hubungan keuangan
dan/atau hubungan kepemilikan saham dengan
Bank, yang dapat mempengaruhi
kemampuannya untuk bertindak independen.
11) Seluruh anggota Dewan Komisaris telah lulus fit
and proper test dan telah memperoleh surat
persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan.
12) Anggota Dewan Komisaris memiliki kompetensi
yang memadai dan relevan dengan jabatannya
untuk menjalankan tugas dan tanggung
jawabnya...
Analisis
- 5 -
No
Kriteria/Indikator
jawabnya serta mampu mengimplementasikan
kompetensi yang dimilikinya dalam
pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya.
13) Anggota Dewan Komisaris memiliki kemauan
dan kemampuan untuk melakukan
pembelajaran secara berkelanjutan dalam
rangka peningkatan pengetahuan tentang
perbankan dan perkembangan terkini terkait
bidang keuangan/lainnya yang mendukung
pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya.
14) Komposisi Dewan Komisaris tidak memenuhi
ketentuan karena adanya intervensi pemilik.
B. Governance Process
1) Pengangkatan dan/atau penggantian anggota
Dewan Komisaris telah memperhatikan
rekomendasi Komite Nominasi atau Komite
Remunerasi dan Nominasi dan memperoleh
persetujuan dari RUPS.
2) Dewan Komisaris telah melaksanakan tugasnya
untuk
memastikan
terselenggaranya
pelaksanaan prinsip-prinsip Good Corporate
Governance dalam setiap kegiatan usaha Bank
pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi.
3) Dewan Komisaris telah melaksanakan
pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan
tanggung jawab Direksi secara berkala maupun
sewaktu-waktu, serta memberikan nasihat
kepada Direksi.
4) Dalam rangka melakukan tugas pengawasan,
Komisaris telah mengarahkan, memantau dan
mengevaluasi pelaksanaan kebijakan strategis
Bank.
5) Dewan Komisaris telah menyetujui,
mengevaluasi kebijakan Manajemen Risiko dan
strategi...
Analisis
- 6 -
No
Kriteria/Indikator
strategi Manajemen Risiko paling kurang 1
(satu) kali dalam 1 (satu) tahun atau dalam
frekuensi yang lebih sering dalam hal terdapat
perubahan faktor-faktor yang mempengaruhi
kegiatan usaha Bank secara signifikan.
6) Dewan Komisaris mengevaluasi pertanggung
jawaban Direksi dan memberikan arahan
perbaikan atas pelaksanaan Manajemen Risiko
secara berkala. Evaluasi dilakukan dalam
rangka memastikan bahwa Direksi mengelola
aktivitas dan Risiko-Risiko Bank secara efektif.
7) Dewan Komisaris menyetujui dan mengawasi
Rencana Bisnis Bank dan rencana korporasi.
8) Dewan Komisaris tidak terlibat dalam
pengambilan keputusan kegiatan operasional
Bank, kecuali pengambilan keputusan untuk
pemberian pembiayaan kepada Direksi
sepanjang ditetapkan dalam Anggaran Dasar
Bank dan/atau RUPS.
9) Dewan Komisaris telah memastikan bahwa
Direksi telah menindaklanjuti temuan audit dan
rekomendasi dari Satuan Kerja Audit Intern
(SKAI) Bank, auditor eksternal, hasil
pengawasan Otoritas Jasa Keuangan, hasil
pengawasan Dewan Pengawas Syariah,
dan/atau hasil pengawasan otoritas lainnya.
10) Dewan Komisaris memberitahukan secara
tertulis kepada Otoritas Jasa Keuangan paling
lama 7 (tujuh) hari kerja sejak ditemukan
pelanggaran peraturan perundang-undangan di
bidang keuangan dan perbankan, dan keadaan
atau perkiraan keadaan yang dapat
membahayakan kelangsungan usaha Bank.
11) Dewan Komisaris telah melaksanakan tugas
dan tanggung jawab secara independen.
12) Dewan...
Analisis
- 7 -
No
Kriteria/Indikator
12) Dewan Komisaris telah membentuk Komite
Audit, Komite Pemantau Risiko, serta Komite
Remunerasi dan Nominasi.
13) Pengangkatan anggota Komite telah dilakukan
Direksi berdasarkan keputusan rapat Dewan
Komisaris.
14) Dewan Komisaris telah memastikan bahwa
Komite yang dibentuk telah menjalankan
tugasnya secara efektif.
15) Dewan Komisaris telah menyediakan waktu
yang cukup untuk melaksanakan tugas dan
tanggung jawabnya secara optimal.
16) Rapat Dewan Komisaris membahas
permasalahan sesuai dengan agenda rapat dan
diselenggarakan secara berkala, paling kurang 1
(satu) kali dalam 2 (dua) bulan.
17) Pengambilan keputusan rapat Dewan Komisaris
telah dilakukan berdasarkan musyawarah
mufakat atau suara terbanyak dalam hal tidak
terjadi musyawarah mufakat.
18) Anggota Dewan Komisaris tidak memanfaatkan
Bank untuk kepentingan pribadi, keluarga,
dan/atau pihak lain yang dapat mengurangi
aset atau mengurangi keuntungan Bank.
19) Anggota Dewan Komisaris tidak mengambil
dan/atau menerima keuntungan pribadi dari
Bank selain remunerasi dan fasilitas lainnya
yang ditetapkan RUPS.
20) Pemilik melakukan intervensi terhadap
pelaksanaan tugas Dewan Komisaris yang
menyebabkan kegiatan operasional Bank
terganggu sehingga berdampak pada
berkurangnya aset Bank dan/atau
berkurangnya keuntungan Bank.
Analisis
C. Governance...
- 8 -
No
Kriteria/Indikator
C. Governance Outcome
1) Hasil rapat Dewan Komisaris telah dituangkan
dalam risalah rapat dan didokumentasikan
dengan baik, termasuk
dissenting opinions secara jelas.
2) Hasil rapat Dewan Komisaris telah dibagikan
kepada seluruh anggota Dewan Komisaris dan
pihak yang terkait.
3) Hasil rapat Dewan Komisaris merupakan
rekomendasi dan/atau arahan yang dapat
diimplementasikan oleh RUPS dan/atau
Direksi.
4) Dalam laporan pelaksanaan Good Corporate
Governance, seluruh anggota Dewan Komisaris
telah mengungkapkan paling kurang:
a) kepemilikan sahamnya yang mencapai 5%
(lima persen) atau lebih pada Bank yang
bersangkutan maupun pada bank dan
perusahaan lain yang berkedudukan di
dalam dan di luar negeri;
b) hubungan keuangan dan hubungan
keluarga dengan Pemegang Saham
Pengendali, anggota Dewan Komisaris
lainnya, dan/atau anggota Direksi Bank;
c) rangkap jabatan pada perusahaan atau
lembaga lain; dan
d) remunerasi dan fasilitas lain.
5) Pelaksanaan pengawasan aktif terhadap
pelaksanaan kebijakan dan strategi Manajemen
Risiko telah dilakukan oleh Dewan Komisaris
secara efektif.
6) Peningkatan pengetahuan, keahlian, dan
kemampuan anggota Dewan Komisaris dalam
pengawasan Bank yang ditunjukkan antara lain
dengan peningkatan kinerja Bank, penyelesaian
permasalahan...
Analisis
pengungkapan
- 9 -
No
Kriteria/Indikator
permasalahan yang dihadapi Bank, dan
pencapaian hasil sesuai ekspektasi pemangku
kepentingan (stakeholders).
Peningkatan budaya pembelajaran secara
berkelanjutan dalam rangka peningkatan
pengetahuan tentang perbankan dan
perkembangan terkini terkait
keuangan/lainnya
bidang
yang mendukung
pelaksanaan tugas dan tanggung jawab anggota
Dewan Komisaris.
7) Kegiatan operasional Bank terganggu dan/atau
memberikan keuntungan yang tidak wajar
kepada pemilik yang berdampak pada
berkurangnya aset Bank dan/atau
berkurangnya keuntungan Bank, akibat
intervensi pemilik terhadap komposisi dan/atau
pelaksanaan tugas Dewan Komisaris.
8) Bank telah menerapkan Manajemen Risiko
secara efektif, yang disesuaikan dengan tujuan,
kebijakan usaha, ukuran, serta kemampuan
Bank.
2. Pelaksanaan Tugas dan Tanggung Jawab Direksi
A. Governance Structure
1) Jumlah anggota Direksi paling kurang 3 (tiga)
orang.
2) Seluruh anggota Direksi telah berdomisili di
Indonesia.
3) Mayoritas anggota Direksi wajib memiliki
pengalaman paling kurang 4 (empat) tahun
dengan jabatan paling rendah sebagai Pejabat
Eksekutif di industri perbankan dan paling
kurang 1 (satu) tahun diantaranya menjabat
paling rendah sebagai Pejabat Eksekutif pada
Bank.
4) Direksi...
Analisis
- 10 -
No
Kriteria/Indikator
4) Direksi tidak memiliki rangkap jabatan sebagai
Komisaris, Direksi atau Pejabat Eksekutif pada
bank, perusahaan dan/atau lembaga lain
kecuali terhadap hal-hal yang telah ditetapkan
dalam ketentuan yang berlaku tentang
Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi
Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah
yaitu menjadi Dewan Komisaris dalam rangka
melaksanakan tugas pengawasan atas
penyertaan pada perusahaan anak bukan Bank
yang dikendalikan oleh Bank dan/atau
menduduki jabatan pada 2 (dua) lembaga
nirlaba.
5) Anggota Direksi baik secara sendiri-sendiri atau
bersama-sama tidak memiliki saham melebihi
25% (dua puluh lima persen) dari modal disetor
pada perusahaan lain.
6) Mayoritas anggota Direksi tidak saling memiliki
hubungan keluarga sampai dengan derajat
kedua dengan sesama anggota Direksi,
dan/atau dengan anggota Dewan Komisaris.
7) Direksi telah memiliki pedoman dan tata tertib
kerja yang mencantumkan antara lain
pengaturan etika kerja, waktu kerja, dan rapat.
8) Direksi tidak menggunakan penasehat
perorangan dan/atau jasa profesional sebagai
konsultan kecuali untuk proyek yang bersifat
khusus, telah didasari oleh kontrak yang jelas
meliputi lingkup kerja, tanggung jawab, jangka
waktu pekerjaan, dan biaya, serta konsultan
merupakan Pihak Independen yang memiliki
kualifikasi untuk mengerjakan proyek yang
bersifat khusus.
9) Seluruh anggota Direksi memiliki integritas,
kompetensi, dan reputasi keuangan yang
memadai...
Analisis
- 11 -
No
memadai.
10) Presiden Direktur atau Direktur Utama, berasal
dari pihak yang independen terhadap Pemegang
Saham Pengendali, yaitu tidak memiliki
hubungan keuangan,
kepemilikan saham, dan hubungan keluarga.
11) Seluruh anggota Direksi telah lulus fit and
proper test dan telah memperoleh surat
persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan.
12) Anggota Direksi memiliki kompetensi yang
memadai dan relevan dengan jabatannya untuk
menjalankan tugas dan tanggung jawabnya
serta mampu mengimplementasikan
kompetensi yang dimilikinya dalam
pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya.
13) Anggota Direksi memiliki kemauan dan
kemampuan untuk melakukan pembelajaran
secara berkelanjutan dalam rangka
peningkatan pengetahuan tentang perbankan
dan perkembangan terkini terkait bidang
keuangan/lainnya
yang mendukung
pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya.
14) Anggota Direksi membudayakan pembelajaran
secara berkelanjutan dalam rangka
peningkatan pengetahuan tentang perbankan
dan perkembangan terkini terkait bidang
keuangan/lainnya
yang mendukung
pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya
pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi.
15) Komposisi Direksi tidak memenuhi ketentuan
karena adanya intervensi pemilik.
B. Governance Process
1) Pengangkatan dan/atau penggantian anggota
Direksi telah memperhatikan rekomendasi
Komite Nominasi atau Komite Remunerasi dan
Nominasi...
Kriteria/Indikator
Analisis
kepengurusan,
- 12 -
No
Kriteria/Indikator
Nominasi dan memperoleh persetujuan dari
RUPS.
2) Direksi telah mengangkat anggota Komite,
didasarkan pada keputusan rapat Dewan
Komisaris.
3) Anggota Direksi tidak memberikan kuasa
umum kepada pihak lain yang mengakibatkan
pengalihan tugas dan fungsi Direksi.
4) Direksi bertanggung jawab penuh atas
pelaksanaan kepengurusan Bank berdasarkan
prinsip kehati-hatian dan prinsip syariah.
5) Direksi mengelola Bank sesuai kewenangan dan
tanggung jawabnya sebagaimana diatur dalam
Anggaran Dasar dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
6) Direksi telah melaksanakan tugas dan
tanggung jawabnya secara independen terhadap
pemegang saham.
7) Direksi telah melaksanakan prinsip-prinsip
Good Corporate Governance dalam setiap
kegiatan usaha Bank pada seluruh tingkatan
atau jenjang organisasi.
8) Direksi telah menindaklanjuti temuan audit
dan rekomendasi dari SKAI, auditor eksternal,
dan hasil pengawasan Otoritas Jasa Keuangan,
hasil pengawasan Dewan Pengawas Syariah,
dan/atau hasil pengawasan otoritas lain.
9) Direksi telah menyediakan data dan informasi
yang akurat, relevan, dan tepat waktu kepada
Dewan Komisaris dan Dewan Pengawas
Syariah.
10) Pengambilan keputusan rapat Direksi telah
dilakukan berdasarkan musyawarah mufakat
atau suara terbanyak dalam hal tidak terjadi
musyawarah mufakat.
11) Setiap...
Analisis
- 13 -
No
Kriteria/Indikator
11) Setiap keputusan rapat yang diambil Direksi
dapat diimplementasikan dan sesuai dengan
kebijakan, pedoman, serta tata tertib kerja yang
berlaku.
12) Direksi telah menetapkan kebijakan dan
keputusan strategis melalui mekanisme rapat
Direksi.
13) Direksi tidak memanfaatkan Bank untuk
kepentingan pribadi, keluarga, dan/atau pihak
lain yang dapat mengurangi aset atau
mengurangi keuntungan Bank.
14) Direksi tidak mengambil dan/atau menerima
keuntungan pribadi dari Bank selain
remunerasi dan fasilitas lainnya yang
ditetapkan RUPS.
15) Pemilik
melakukan intervensi terhadap
pelaksanaan tugas Direksi yang menyebabkan
kegiatan operasional Bank terganggu sehingga
berdampak pada berkurangnya aset Bank
dan/atau berkurangnya keuntungan Bank.
16) Direksi telah menyusun kebijakan Manajemen
Risiko dan strategi kerangka Manajemen Risiko
secara tertulis dan komprehensif dengan
memperhatikan tingkat Risiko yang diambil dan
toleransi Risiko terhadap kecukupan
permodalan. Setelah mendapatkan persetujuan
dari Dewan Komisaris, maka Direksi
menetapkan kebijakan, strategi, dan kerangka
Manajemen Risiko paling kurang 1 (satu) kali
dalam 1 (satu) tahun atau dalam frekuensi yang
lebih sering dalam hal terdapat perubahan
faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan
usaha Bank secara signifikan.
17) Direksi telah menyusun, menetapkan, dan
mengkinikan prosedur dan alat untuk
mengindentifikasi...
Analisis
- 14 -
No
Kriteria/Indikator
mengidentifikasi, mengukur, memonitor, dan
mengendalikan Risiko.
18) Direksi telah mengevaluasi dan/atau
mengkinikan kebijakan strategi dan kerangka
Manajemen Risiko paling kurang 1 (satu) kali
dalam 1 (satu) tahun atau dalam frekuensi yang
lebih sering dalam hal terdapat perubahan
faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan
usaha Bank, eksposur Risiko dan/atau Profil
Risiko secara signifikan.
19) Direksi bertanggung jawab atas pelaksanaan
kebijakan Manajemen Risiko dan eksposur
Risiko yang diambil oleh Bank secara
keseluruhan.
20) Direksi telah menyusun dan menetapkan
mekanisme persetujuan transaksi, termasuk
yang melampaui limit dan kewenangan untuk
setiap jenjang jabatan.
21) Direksi telah mengevaluasi dan memutuskan
transaksi yang memerlukan persetujuan
Direksi.
22) Direksi telah mengembangkan budaya
Manajemen Risiko pada seluruh jenjang
organisasi.
23) Direksi telah memastikan bahwa fungsi
Manajemen Risiko telah beroperasi secara
independen.
24) Rencana Bisnis Bank telah disusun secara
realistis, komprehensif, terukur (achievable)
dengan memperhatikan prinsip kehati-hatian
dan responsif terhadap perubahan internal dan
eksternal.
25) Direksi telah mengkomunikasikan rencana
bisnis Bank kepada pemegang saham Bank dan
seluruh jenjang organisasi yang ada pada Bank.
C. Governance...
Analisis
- 15 -
No
Kriteria/Indikator
C. Governance Outcome
1) Direksi telah mempertanggungjawabkan
pelaksanaan tugasnya kepada pemegang saham
melalui RUPS.
2) Pertanggungjawaban Direksi atas pelaksanaan
tugasnya diterima oleh pemegang saham
melalui RUPS.
3) Direksi telah mengungkapkan kebijakan-
kebijakan Bank yang bersifat strategis di bidang
kepegawaian kepada pegawai dengan media
yang mudah diakses pegawai.
4) Direksi telah mengkomunikasikan kepada
pegawai mengenai arah bisnis bank dalam
rangka pencapaian misi dan visi bank.
5) Hasil rapat Direksi telah dituangkan dalam
risalah rapat dan didokumentasikan dengan
baik, termasuk pengungkapan dissenting
opinion secara jelas.
6) Dalam laporan pelaksanaan Good Corporate
Governance, seluruh anggota Direksi telah
mengungkapkan paling kurang:
a) kepemilikan saham yang mencapai 5% (lima
persen) atau lebih pada Bank yang
bersangkutan maupun pada Bank dan
perusahaan lain yang berkedudukan di
dalam dan di luar negeri;
b) hubungan keuangan dan hubungan
keluarga dengan Pemegang Saham
Pengendali, anggota Dewan Komisaris,
dan/atau anggota Direksi lainnya Bank; dan
c) renumerasi dan fasilitas lainnya.
7) Peningkatan pengetahuan, keahlian, dan
kemampuan anggota Direksi dalam pengelolaan
Bank yang ditunjukkan antara lain dengan
peningkatan kinerja Bank, penyelesaian
permasalahan...
Analisis
- 16 -
No
Kriteria/Indikator
permasalahan yang dihadapi Bank, dan
pencapaian hasil sesuai ekspektasi
stakeholders.
8) Peningkatan pengetahuan, keahlian, dan
kemampuan dari seluruh karyawan Bank pada
seluruh tingkatan atau jenjang organisasi yang
ditunjukkan antara lain dengan peningkatan
kinerja individu sesuai tugas dan tanggung
jawabnya.
9) Peningkatan budaya pembelajaran secara
berkelanjutan dalam rangka peningkatan
pengetahuan
perkembangan terkini terkait bidang
keuangan/lainnya
yang mendukung
pelaksanaan tugas dan tanggungjawabnya pada
seluruh tingkatan atau jenjang organisasi yang
ditunjukkan antara lain dengan peningkatan
keikutsertaan karyawan Bank dalam sertifikasi
perbankan dan/atau pendidikan/pelatihan
dalam rangka pengembangan kualitas individu.
10) Pelaksanaan pengawasan secara aktif terhadap
pelaksanaan kebijakan dan strategi Manajemen
Risiko telah dilakukan oleh Direksi dengan
efektif.
11) Kegiatan operasional Bank terganggu dan/atau
memberikan keuntungan yang tidak wajar
kepada pemilik yang berdampak pada
berkurangnya aset Bank dan/atau
berkurangnya keuntungan Bank, akibat
intervensi pemilik terhadap komposisi dan/atau
pelaksanaan tugas Direksi.
12) Bank telah menerapkan Manajemen Risiko
secara efektif, yang disesuaikan dengan tujuan,
kebijakan usaha, ukuran, serta kemampuan
Bank.
13) Rencana...
Analisis
tentang perbankan dan
- 17 -
No
Kriteria/Indikator
13) Rencana Bisnis Bank telah disusun atas kajian
yang komprehensif dengan memperhatikan
peluang bisnis dan kekuatan yang dimiliki Bank
serta mengidentifikasikan kelemahan dan
ancaman (SWOT analysis)
14) Rencana Bisnis Bank telah menggambarkan
pertumbuhan Bank yang berkesinambungan.
3. Kelengkapan dan Pelaksanaan Tugas Komite
A. Governance Structure
1) Komite Audit
a) Anggota Komite Audit paling kurang terdiri
dari seorang Komisaris Independen, seorang
Pihak Independen yang ahli di bidang
akuntansi keuangan, dan seorang Pihak
Independen yang ahli di bidang perbankan
syariah.
b) Komite Audit diketuai oleh Komisaris
Independen.
c) Mayoritas anggota Komisaris yang menjadi
anggota Komite Audit merupakan Komisaris
Independen.
d) Anggota Komite Audit memiliki integritas
dan reputasi keuangan yang baik.
2) Komite Pemantau Risiko
a) Anggota Komite Pemantau Risiko paling
kurang terdiri dari seorang Komisaris
Independen, seorang Pihak Independen yang
ahli di bidang perbankan syariah, dan
seorang Pihak Independen yang ahli di
bidang Manajemen Risiko.
b) Komite Pemantau Risiko diketuai oleh
Komisaris Independen.
c) Mayoritas anggota Dewan Komisaris yang
menjadi anggota Komite Pemantau Risiko
merupakan...
Analisis
- 18 -
No
Kriteria/Indikator
merupakan Komisaris Independen.
d) Anggota Komite Pemantau Risiko memiliki
integritas dan reputasi keuangan yang baik.
3) Komite Remunerasi dan Nominasi
a) Anggota Komite Remunerasi dan Nominasi
paling kurang terdiri dari 2 (dua) orang
Komisaris Independen dan seorang Pejabat
Eksekutif yang membawahi sumber daya
manusia.
b) Pejabat Eksekutif harus memiliki
pengetahuan dan mengetahui ketentuan
sistem remunerasi dan/atau nominasi serta
succession plan Bank.
c) Komite Remunerasi dan Nominasi diketuai
oleh Komisaris Independen.
d) Mayoritas anggota Komisaris yang menjadi
anggota Komite Remunerasi dan Nominasi
merupakan Komisaris Independen
e) Apabila Bank membentuk Komite tersebut
secara terpisah, maka:
(1) Pejabat Eksekutif anggota Komite
Remunerasi
harus
pengetahuan
mengenai
remunerasi Bank; dan
(2) Pejabat Eksekutif anggota Komite
Nominasi harus memiliki pengetahuan
tentang sistem nominasi dan succession
plan Bank.
4) Anggota Komite Audit, Komite Pemantau Risiko,
serta Komite Renumerasi dan Nominasi bukan
merupakan anggota Direksi Bank yang sama
maupun Bank lain.
5) Rangkap jabatan Pihak Independen pada Bank
yang sama, Bank lain dan/atau perusahaan
lain telah memperhatikan kriteria independensi,
kriteria...
memiliki
sistem
Analisis
- 19 -
No
Kriteria/Indikator
kriteria keahlian, mampu menjaga rahasia
Bank, kode etik, dan pelaksanaan tugas dan
tanggung jawab sebagai anggota Komite.
6) Seluruh Pihak Independen anggota Komite tidak
memiliki hubungan keuangan, kepengurusan,
kepemilikan saham, dan/atau hubungan
keluarga dengan Pemegang Saham Pengendali,
anggota Dewan Komisaris, dan/atau anggota
Direksi atau hubungan keuangan dan/atau
hubungan kepemilikan saham dengan Bank,
yang dapat mempengaruhi kemampuannya
untuk bertindak independen.
7) Seluruh Pihak Independen yang berasal dari
mantan anggota Direksi yang berasal dari Bank
yang bersangkutan dan tidak melakukan fungsi
pengawasan yang dapat mempengaruhi
kemampuannya untuk bertindak independen
telah menjalani masa tunggu (cooling off) paling
kurang selama 6 (enam) bulan.
8) Rapat Komite Audit dan Komite Pemantau
Risiko paling kurang dihadiri 51% (lima puluh
satu persen) dari jumlah anggota termasuk
Komisaris Independen dan Pihak Independen.
9) Rapat Komite Remunerasi dan Nominasi, paling
kurang dihadiri 51% (lima puluh satu persen)
dari jumlah anggota termasuk seorang
Komisaris Independen dan Pejabat Eksekutif.
10) Komposisi Komite tidak memenuhi ketentuan
karena adanya intervensi pemilik.
B. Governance Process
1) Komite Audit
Untuk memberikan rekomendasi kepada Dewan
Komisaris:
a) Komite Audit telah memantau dan
mengevaluasi perencanaan dan pelaksanaan
audit...
Analisis
- 20 -
No
Kriteria/Indikator
audit serta memantau tindak lanjut hasil
audit dalam rangka menilai kecukupan
pengendalian intern termasuk kecukupan
proses pelaporan keuangan.
b) Komite Audit telah melakukan review
terhadap:
(1) pelaksanaan tugas SKAI;
(2) kesesuaian pelaksanaan audit oleh
Kantor Akuntan Publik (KAP) dengan
standar audit yang berlaku;
(3) kesesuaian laporan keuangan dengan
standar akuntansi yang berlaku; dan
(4) pelaksanaan tindak lanjut oleh Direksi
atas hasil temuan SKAI, Akuntan Publik,
hasil pengawasan
Otoritas Jasa
Keuangan dan/atau hasil pengawasan
Dewan Pengawas Syariah.
c) Komite Audit telah memberikan
rekomendasi penunjukan Akuntan Publik
dan KAP kepada Dewan Komisaris.
2) Komite Pemantau Risiko
Untuk memberikan rekomendasi kepada Dewan
Komisaris:
a) Komite Pemantau Risiko mengevaluasi
kebijakan dan pelaksanaan Manajemen
Risiko;
b) Komite Pemantau Risiko memantau dan
mengevaluasi pelaksanaan tugas Komite
Manajemen Risiko dan Satuan Kerja
Manajemen Risiko (SKMR).
3) Komite Remunerasi dan Nominasi
Untuk memberikan rekomendasi kepada Dewan
Komisaris:
a) Komite Remunerasi telah mengevaluasi
kebijakan remunerasi bagi:
(1) Dewan...
Analisis
- 21 -
No
Kriteria/Indikator
(1) Dewan Komisaris, Direksi, dan Dewan
Pengawas Syariah dan telah
disampaikan kepada RUPS;
(2) Pejabat Eksekutif dan pegawai dan telah
disampaikan kepada Direksi.
b) Terkait dengan kebijakan nominasi, Komite
telah menyusun sistem, serta prosedur
pemilihan dan/atau penggantian anggota
Dewan Komisaris, Direksi, dan Dewan
Pengawas Syariah untuk disampaikan
kepada RUPS.
c) Komite Nominasi, telah memberikan
rekomendasi calon anggota Dewan
Komisaris, Direksi, dan/atau Dewan
Pengawas Syariah untuk disampaikan
kepada RUPS.
d) Komite Nominasi, telah memberikan
rekomendasi calon Pihak Independen yang
dapat menjadi anggota Komite kepada
Dewan Komisaris.
4) Rapat Komite diselenggarakan sesuai
kebutuhan Bank.
5) Keputusan rapat diambil berdasarkan
musyawarah mufakat atau suara terbanyak
dalam hal tidak terjadi musyawarah mufakat.
6) Hasil rapat Komite merupakan rekomendasi
yang dapat dimanfaatkan secara optimal oleh
Dewan Komisaris.
7) Pemilik melakukan intervensi terhadap
pelaksanaan tugas Komite, seperti misalnya
terkait rekomendasi pemberian remunerasi
yang tidak wajar kepada pihak terkait pemilik,
rekomendasi calon Dewan Komisaris/Direksi
yang tidak sesuai dengan prosedur pemilihan
dan/atau penggantian yang telah ditetapkan.
C. Governance...
Analisis
- 22 -
No
Kriteria/Indikator
C. Governance Outcome
1) Hasil rapat Komite telah dituangkan dalam
risalah rapat dan didokumentasikan dengan
baik, termasuk pengungkapan dissenting
opinions secara jelas.
2) Masing-masing Komite telah melaksanakan
fungsinya sesuai ketentuan yang berlaku
seperti misalnya pemberian rekomendasi sesuai
tugasnya kepada Dewan Komisaris.
4. Pelaksanaan Tugas dan Tanggung Jawab Dewan
Pengawas Syariah
A. Governance Structure
1) Jumlah anggota Dewan Pengawas Syariah
paling kurang 2 (dua) orang atau paling banyak
50% (lima puluh persen) dari jumlah anggota
Direksi.
2) Anggota Dewan Pengawas Syariah tidak
memiliki rangkap jabatan sebagai anggota
Dewan Pengawas Syariah kecuali yang telah
ditetapkan dalam ketentuan yang berlaku
tentang Pelaksanaan
Governance bagi Bank Umum Syariah dan Unit
Usaha Syariah, yaitu paling banyak pada 4
(empat) lembaga keuangan syariah lain.
3) Dewan Pengawas Syariah telah mendapatkan
fasilitas yang layak antara lain ruang kerja,
telepon, dan lemari arsip.
4) Dewan Pengawas Syariah telah memiliki paling
kurang 1 (satu) orang pegawai untuk
mendukung pelaksanaan tugas dan tanggung
jawabnya.
5) Bank wajib mengajukan calon anggota Dewan
Pengawas Syariah untuk memperoleh
persetujuan Otoritas Jasa Keuangan sebelum
menduduki...
Analisis
Good Corporate
- 23 -
No
Kriteria/Indikator
menduduki jabatannya.
6) Pengangkatan anggota Dewan Pengawas
Syariah oleh RUPS berlaku efektif setelah
mendapat persetujuan Otoritas Jasa Keuangan.
7) Pengajuan calon anggota Dewan Pengawas
Syariah kepada Otoritas Jasa Keuangan
dilakukan setelah mendapat rekomendasi
Majelis Ulama Indonesia.
8) Seluruh anggota Dewan Pengawas Syariah
memiliki integritas, kompetensi, dan reputasi
keuangan yang memadai.
B. Governance Process
1) Pengangkatan dan/atau penggantian anggota
Dewan Pengawas Syariah telah memperhatikan
rekomendasi Komite Nominasi atau Komite
Remunerasi dan Nominasi dan memperoleh
persetujuan dari RUPS.
2) Dewan Pengawas Syariah telah melaksanakan
tugas dan tanggung jawab sesuai dengan
prinsip-prinsip Good Corporate Governance.
3) Dalam rangka melakukan tugas dan tanggung
jawabnya, Dewan Pengawas Syariah telah
memberikan nasihat dan saran kepada Direksi
serta mengawasi kegiatan Bank agar sesuai
dengan prinsip syariah.
4) Dewan Pengawas Syariah telah melaksanakan
tugas dan tanggung jawab yang meliputi antara
lain:
a) menilai dan memastikan pemenuhan prinsip
syariah atas pedoman operasional dan
produk yang dikeluarkan Bank;
b) mengawasi proses pengembangan produk
baru Bank agar sesuai dengan fatwa Dewan
Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia;
c) meminta fatwa kepada Dewan Syariah
Nasional...
Analisis
- 24 -
No
Kriteria/Indikator
Nasional – Majelis Ulama Indonesia untuk
produk baru Bank yang belum ada
fatwanya;
d) melakukan review secara berkala atas
pemenuhan prinsip
syariah terhadap
mekanisme penghimpunan dana dan
penyaluran dana serta pelayanan jasa Bank;
dan
e) meminta data dan informasi terkait dengan
aspek syariah dari satuan kerja Bank dalam
rangka pelaksanaan tugasnya.
5) Anggota Dewan Pengawas Syariah telah
menyediakan waktu yang cukup untuk
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya
secara optimal.
6) Rapat Dewan Pengawas Syariah telah
diselenggarakan paling kurang 1 (satu) kali
dalam 1 (satu) bulan.
7) Pengambilan
keputusan rapat Dewan
Pengawas Syariah telah dilakukan berdasarkan
musyawarah mufakat.
8) Seluruh keputusan Dewan Pengawas Syariah
yang dituangkan dalam risalah rapat
merupakan keputusan bersama seluruh
anggota Dewan Pengawas Syariah.
9) Anggota Dewan Pengawas Syariah tidak
memanfaatkan Bank untuk kepentingan
pribadi, keluarga dan/atau pihak lain yang
dapat mengurangi aset atau mengurangi
keuntungan Bank.
10) Anggota Dewan Pengawas Syariah tidak
mengambil dan/atau menerima keuntungan
pribadi dari Bank selain remunerasi dan
fasilitas lainnya yang ditetapkan RUPS.
11) Anggota Dewan Pengawas Syariah tidak
melakukan...
Analisis
- 25 -
No
Kriteria/Indikator
melakukan rangkap jabatan sebagai konsultan
di seluruh Bank.
C. Governance Outcome
1) Hasil rapat Dewan Pengawas Syariah
dituangkan dalam risalah rapat dan
didokumentasikan dengan baik, termasuk
pengungkapan dissenting opinions secara jelas.
2) Dewan Pengawas Syariah telah menyampaikan
Laporan Hasil Pengawasan Dewan Pengawas
Syariah secara semesteran.
3) Laporan Hasil Pengawasan Dewan Pengawas
Syariah telah disampaikan kepada Otoritas
Jasa Keuangan paling lambat 2 (dua) bulan
setelah periode semester dimaksud berakhir.
4) Dalam laporan pelaksanaan Good Corporate
Governance, seluruh anggota Dewan Pengawas
Syariah paling kurang telah mengungkapkan:
a) rangkap jabatan sebagai Dewan Pengawas
Syariah pada lembaga keuangan syariah
lain.
b) remunerasi dan fasilitas lain
5) Peningkatan pengetahuan, keahlian, dan
kemampuan anggota Dewan Pengawas Syariah
dalam pengawasan kesesuaian kegiatan Bank
dengan prinsip syariah yang ditunjukkan
antara lain dengan peningkatan kinerja Bank
melalui penurunan pelanggaran terhadap
prinsip syariah dan penyelesaian permasalahan
yang terkait dengan pelanggaran terhadap
prinsip syariah.
5. Pelaksanaan prinsip syariah dalam Kegiatan
Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta
Pelayanan Jasa
A. Governance Structure
1) Bank...
Analisis
- 26 -
No
Kriteria/Indikator
1) Bank telah memiliki anggota Dewan Pengawas
Syariah dalam jumlah yang cukup dan
kompetensi yang memadai.
2) Bank telah memiliki paling kurang 1 (satu)
orang personil di fungsi kepatuhan yang
memiliki pengetahuan dan/atau pemahaman
tentang operasional perbankan syariah.
3) Bank telah memiliki paling kurang 1 (satu)
orang personil di fungsi audit intern yang
memiliki pengetahuan dan/atau pemahaman
tentang operasional perbankan syariah.
4) Bank memiliki fungsi pengembangan produk
yang independen terhadap unit bisnis (fungsi
penghimpunan dana, penyaluran dana, dan
pelayanan jasa).
5) Sumber daya manusia di fungsi pengembangan
produk memiliki pengetahuan dan/atau
pemahaman mengenai prinsip syariah dan
produk perbankan secara umum.
6) Sumber daya manusia di unit bisnis
(penghimpunan dana, penyaluran dana, dan
pelayanan jasa)
memiliki
Analisis
pengetahuan
dan/atau pemahaman mengenai produk
perbankan syariah yang akan dijualnya.
B. Governance Process
1) Proses pengembangan produk baru telah
memperhatikan fatwa Dewan Syariah Nasional
dan telah mendapat pendapat syariah dari
Dewan Pengawas Syariah
2) Pelaksanaan kegiatan penghimpunan dana,
penyaluran dana, dan pelayanan jasa Bank
telah sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah
Nasional – Majelis Ulama Indonesia dan
pendapat syariah dari Dewan Pengawas
Syariah.
C. Governance...
- 27 -
No
Kriteria/Indikator
C. Governance Outcome
1) Produk yang dimiliki oleh Bank telah sesuai
dengan Fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan
Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia dan
telah dilengkapi dengan pendapat syariah dari
Dewan Pengawas Syariah.
2) Prosedur pelaksanaan (Standard Operating
Procedures/SOP) dalam penghimpunan dana,
penyaluran dana, dan pelayanan jasa telah
sesuai dengan prinsip syariah.
3) Laporan Hasil Pengawasan Dewan Pengawas
Syariah telah disampaikan secara semesteran
4) Laporan hasil audit intern terkait pelaksanaan
pemenuhan prinsip syariah telah disampaikan
kepada Dewan Pengawas Syariah.
6. Penanganan Benturan Kepentingan
A. Governance Structure
Bank memiliki kebijakan, sistem dan prosedur
penyelesaian mengenai:
1) benturan kepentingan yang mengikat setiap
pengurus dan pegawai Bank;
2) administrasi, dokumentasi dan pengungkapan
benturan kepentingan dimaksud dalam Risalah
Rapat.
B. Governance Process
Dalam hal terjadi benturan kepentingan, anggota
Dewan Komisaris, anggota Direksi, dan Pejabat
Eksekutif tidak mengambil tindakan yang dapat
mengurangi aset Bank atau mengurangi
keuntungan Bank.
C. Governance Outcome
1) Benturan kepentingan yang dapat mengurangi
aset Bank atau mengurangi keuntungan Bank
telah diungkapkan dalam setiap keputusan dan
telah...
Analisis
- 28 -
No
Kriteria/Indikator
telah terdokumentasi dengan baik.
2) Kegiatan operasional bank bebas dari intervensi
pemilik/pihak terkait/pihak lainnya yang dapat
menimbulkan benturan kepentingan yang dapat
merugikan Bank atau mengurangi keuntungan
Bank.
3) Bank berhasil menyelesaikan benturan
kepentingan yang terjadi.
7. Penerapan Fungsi Kepatuhan Bank
A. Governance Structure
1) Satuan kerja kepatuhan independen terhadap
satuan kerja operasional.
2) Pengangkatan, pemberhentian dan/atau
pengunduran diri Direktur yang membawahkan
Fungsi Kepatuhan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
3) Bank telah menyediakan sumber daya manusia
yang berkualitas pada satuan kerja Kepatuhan
untuk menyelesaikan tugas secara efektif.
B. Governance Process
1) Direktur yang membawahkan Fungsi
Kepatuhan bertugas dan bertanggung jawab
antara lain:
a) memastikan kepatuhan Bank terhadap
ketentuan dan
Analisis
peraturan perundang-
undangan yang berlaku, dengan cara:
(1) menetapkan langkah-langkah yang
diperlukan dengan memperhatikan
prinsip kehati-hatian;
(2) memantau dan menjaga agar kegiatan
usaha Bank tidak menyimpang dari
ketentuan;
(3) memantau dan menjaga kepatuhan
Bank terhadap seluruh perjanjian dan
komitmen...
- 29 -
No
Kriteria/Indikator
komitmen yang dibuat oleh Bank kepada
Otoritas Jasa Keuangan dan lembaga
otoritas yang berwenang;
b) menyampaikan laporan pelaksanaan tugas
dan tanggung jawab paling kurang secara
triwulanan kepada Direktur Utama dengan
tembusan kepada Dewan Komisaris atau
pihak yang berwenang sesuai struktur
organisasi Bank;
c) merumuskan strategi guna mendorong
terciptanya Budaya Kepatuhan Bank;
d) mengusulkan kebijakan kepatuhan atau
prinsip-prinsip kepatuhan yang akan
ditetapkan oleh Direksi;
e) menetapkan sistem dan prosedur kepatuhan
yang akan digunakan untuk menyusun
ketentuan dan pedoman internal Bank;
f) memastikan bahwa seluruh kebijakan,
ketentuan, sistem, dan prosedur, serta
kegiatan usaha yang dilakukan Bank telah
sesuai dengan ketentuan dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
g) meminimalkan Risiko Kepatuhan Bank;
h) melakukan tindakan pencegahan agar
kebijakan dan/atau keputusan yang diambil
Direksi Bank tidak menyimpang dari
ketentuan dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku;
i) melakukan tugas-tugas lainnya yang terkait
dengan Fungsi Kepatuhan.
2) Penunjukan Direktur yang membawahkan
Fungsi Kepatuhan telah sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
3) Direksi telah:
a) menyetujui kebijakan kepatuhan Bank
dalam...
Analisis
- 30 -
No
Kriteria/Indikator
b) bertanggung
dalam bentuk dokumen formal tentang
fungsi kepatuhan yang efektif;
jawab
Analisis
untuk
mengkomunikasikan seluruh kebijakan,
pedoman, sistem dan prosedur ke seluruh
jenjang organisasi terkait;
c) bertanggung jawab untuk menciptakan
fungsi kepatuhan yang efektif dan permanen
sebagai bagian dari kebijakan kepatuhan
Bank secara keseluruhan.
4) Satuan kerja kepatuhan bertugas dan
bertanggung jawab antara lain:
a) membuat langkah-langkah dalam rangka
mendukung terciptanya Budaya Kepatuhan
pada seluruh kegiatan usaha Bank pada
setiap jenjang organisasi;
b) melakukan identifikasi, pengukuran,
monitoring, dan pengendalian terhadap
Risiko Kepatuhan dengan mengacu pada
peraturan
yang berlaku
Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank
Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah;
c) menilai dan mengevaluasi efektivitas,
kecukupan, dan kesesuaian kebijakan,
ketentuan, sistem maupun prosedur yang
dimiliki oleh Bank dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
d) melakukan
review
dan/atau
merekomendasikan pengkinian dan
penyempurnaan kebijakan, ketentuan,
sistem maupun prosedur yang dimiliki oleh
Bank agar sesuai dengan ketentuan dan
peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
e) melakukan upaya-upaya untuk memastikan
bahwa...
mengenai
- 31 -
No
Kriteria/Indikator
bahwa kebijakan, ketentuan, sistem dan
prosedur, serta kegiatan usaha Bank telah
sesuai dengan ketentuan dan peraturan
perundangan-undangan yang berlaku;
f) melakukan tugas-tugas lainnya yang terkait
dengan Fungsi Kepatuhan.
C. Governance Outcome
1) Bank telah menyampaikan laporan pokok
pelaksanaan tugas
Direktur yang
membawahkan Fungsi Kepatuhan dan laporan
khusus kepada Otoritas Jasa Keuangan dan
pihak terkait.
2) Cakupan laporan pelaksanaan tugas Direktur
yang membawahkan Fungsi Kepatuhan
tersebut telah sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
3) Bank berhasil menurunkan tingkat pelanggaran
terhadap ketentuan yang berlaku.
4) Bank berhasil membangun budaya kepatuhan
dalam pengambilan keputusan dan dalam
kegiatan operasional bank.
8. Penerapan Fungsi Audit Intern
A. Governance Structure
1) Struktur organisasi SKAI Bank telah sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
2) Bank memiliki Standar Pelaksanaan Fungsi
Audit Intern Bank (Sistem Pengendalian dan
Fungsi Audit Internal), dengan:
a) menyusun Piagam Audit Intern (Internal
Audit Charter);
b) membentuk SKAI;
c) menyusun panduan audit intern.
3) Kelembagaan SKAI independen terhadap satuan
kerja operasional.
4) Bank...
Analisis
- 32 -
No
Kriteria/Indikator
4) Bank menyediakan sumber daya yang
berkualitas pada SKAI untuk menyelesaikan
tugas secara efektif.
B. Governance Process
1) Direksi bertanggung jawab atas:
a) terciptanya struktur pengendalian intern,
dan menjamin terselenggaranya fungsi audit
intern Bank dalam setiap tingkatan
manajemen;
b) tindak lanjut temuan audit intern Bank
sesuai dengan kebijakan dan arahan
Dewan Komisaris.
2) Bank menerapkan fungsi audit intern secara
efektif pada seluruh aspek dan unsur kegiatan
yang secara langsung diperkirakan dapat
mempengaruhi kepentingan Bank dan
masyarakat.
3) Bank melakukan kaji ulang secara berkala atas
efektifitas pelaksanaan kerja SKAI dan
kepatuhannya terhadap Sistem Pengendalian
dan Fungsi Audit Internal oleh pihak eksternal
setiap tiga tahun.
4) Rencana pemeriksaan SKAI Bank, kecukupan
ruang lingkup pemeriksaan serta kedalaman
pemeriksaan telah memadai.
5) Tidak terdapat penyimpangan dalam realisasi
atas rencana pemeriksaan SKAI Bank.
6) Bank merencanakan dan merealisasikan
peningkatan mutu keterampilan sumber daya
manusia secara berkala dan berkelanjutan.
7) SKAI telah melakukan fungsi pengawasan
secara independen dengan cakupan tugas yang
memadai dan sesuai dengan rencana,
pelaksanaan maupun pemantauan hasil audit.
8) SKAI telah melaksanakan tugas sekurang-
kurangnya...
Analisis
- 33 -
No
Kriteria/Indikator
kurangnya meliputi penilaian:
a) kecukupan Sistem Pengendalian Intern
Bank;
b) efektivitas Sistem Pengendalian Intern Bank;
c) kualitas kinerja.
9) SKAI telah melaporkan seluruh temuan hasil
pemeriksaan sesuai ketentuan yang berlaku.
10) SKAI telah memantau, menganalisis dan
melaporkan perkembangan tindak lanjut
perbaikan yang dilakukan auditee.
11) SKAI telah menyusun dan mengkinikan
pedoman kerja serta sistem dan prosedur untuk
melaksanakan tugas bagi auditor intern secara
berkala sesuai ketentuan dan perundangan
yang berlaku.
C. Governance Outcome
1) Direksi bertanggung jawab atas tersedianya
laporan kegiatan pelaksanaan fungsi audit
intern Bank kepada RUPS.
2) Temuan-temuan pemeriksaan SKAI telah
ditindaklanjuti dan tidak terjadi temuan yang
berulang.
3) SKAI bertindak obyektif dalam melakukan
audit.
4) Fungsi audit intern telah dilaksanakan secara
memadai dengan memperhatikan antara lain:
a) Program audit telah mencakup keseluruhan
unit kerja yang pelaksanaannya
mempertimbangkan tingkat risiko pada
masing-masing unit kerja.
b) Program audit dan ruang lingkup audit
telah memadai sesuai dengan prinsip-
prinsip Sistem Pengendalian dan Fungsi
Audit Internal antara lain terpenuhinya
independensi, objektivitas, tidak ada
pembatasan...
Analisis
- 34 -
No
Kriteria/Indikator
pembatasan dalam cakupan dan ruang
lingkup audit intern.
c) Terpenuhinya jumlah dan kualitas auditor
intern.
9. Penerapan Fungsi Audit Ekstern
A. Governance Structure
Penugasan audit kepada Akuntan Publik dan KAP
sekurang-kurangnya memenuhi aspek-aspek:
1) kapasitas KAP yang ditunjuk;
2) legalitas perjanjian kerja;
3) ruang lingkup audit;
4) standar profesional akuntan publik; dan
5) komunikasi Otoritas Jasa Keuangan dengan
KAP dimaksud.
B. Governance Process
1) Dalam pelaksanaan audit laporan keuangan
Bank, Bank menunjuk Akuntan Publik dan KAP
yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan.
2) Penunjukan Akuntan Publik dan KAP yang
sama oleh Bank telah sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
3) Penunjukan Akuntan Publik dan KAP terlebih
dahulu memperoleh persetujuan RUPS
berdasarkan rekomendasi dari Komite Audit
melalui Dewan Komisaris.
4) Akuntan Publik dan KAP yang ditunjuk, mampu
bekerja secara independen, memenuhi standar
profesional akuntan publik dan perjanjian kerja
serta ruang lingkup audit yang ditetapkan.
5) Akuntan Publik telah melakukan komunikasi
dengan Otoritas Jasa Keuangan mengenai
kondisi Bank yang diaudit dalam rangka
persiapan dan pelaksanaan audit.
6) Akuntan Publik telah melaksanakan audit
secara...
Analisis
- 35 -
No
Kriteria/Indikator
secara independen dan profesional.
7) Akuntan Publik telah melaporkan hasil audit
dan Management Letter kepada Otoritas Jasa
Keuangan.
C. Governance Outcome
1) Hasil audit dan management letter telah
menggambarkan permasalahan bank yang
signifikan dan disampaikan secara tepat waktu
kepada Otoritas Jasa Keuangan oleh KAP yang
ditunjuk.
2) Cakupan hasil audit paling kurang sesuai
dengan ruang lingkup audit sebagaimana diatur
dalam ketentuan yang berlaku.
3) Auditor bertindak obyektif dalam melakukan
audit.
10. Batas Maksimum Penyaluran Dana
A. Governance Structure
Bank telah memiliki kebijakan, sistem dan
prosedur tertulis yang memadai untuk penyediaan
dana kepada pihak terkait dan penyediaan dana
besar, berikut monitoring dan penyelesaian
masalahnya.
B. Governance Process
1) Bank telah secara berkala mengevaluasi dan
mengkinikan kebijakan, sistem dan prosedur
dimaksud agar disesuaikan dengan ketentuan
dan perundang-undangan yang berlaku.
2) Terdapat proses yang memadai untuk
memastikan penyediaan dana kepada pihak
terkait dan penyediaan dana dalam jumlah
besar telah sesuai dengan prinsip kehati-hatian.
3) Pengambilan keputusan dalam penyediaan
dana diputuskan manajemen secara
independen tanpa intervensi dari pihak terkait
dan...
Analisis
- 36 -
No
Kriteria/Indikator
dan/atau pihak lainnya.
C. Governance Outcome
1) Penerapan penyediaan dana oleh Bank kepada
pihak terkait dan/atau penyediaan dana besar
telah:
a) memenuhi ketentuan yang berlaku tentang
Batas Maksimum Penyaluran Dana (BMPD)
dan memperhatikan prinsip kehati-hatian
maupun perundang-undangan yang
berlaku;
b) memperhatikan kemampuan permodalan
dan penyebaran/diversifikasi portofolio
penyediaan dana.
2) Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1)
telah disampaikan secara berkala kepada
Otoritas Jasa Keuangan secara tepat waktu.
11. Transparansi Kondisi Keuangan dan Non Keuangan,
Laporan Pelaksanaan Good Corporate Governance
dan Pelaporan Internal
A. Governance Structure
1) Bank memiliki kebijakan dan prosedur
mengenai tata cara pelaksanaan transparansi
kondisi keuangan dan non keuangan.
2) Bank wajib menyusun Laporan Pelaksanaan
Good Corporate Governance pada setiap akhir
tahun buku dengan cakupan sesuai ketentuan
yang berlaku.
3) Tersedianya pelaporan internal yang lengkap,
akurat, dan tepat waktu yang didukung oleh
SIM yang memadai.
4) Terdapat sistem informasi yang handal yang
didukung oleh sumber daya manusia yang
kompeten dan security system Teknologli
Informasi (TI) yang memadai.
B. Governance...
Analisis
- 37 -
No
Kriteria/Indikator
B. Governance Process
1) Bank telah mentransparansikan kondisi
keuangan dan non-keuangan kepada
stakeholders termasuk mengumumkan Laporan
Keuangan Publikasi triwulanan dan
melaporkannya kepada Otoritas Jasa Keuangan
atau stakeholders sesuai ketentuan yang
berlaku.
2) Bank mentransparansikan informasi produk
Bank sesuai ketentuan yang berlaku tentang
Transparansi Informasi Produk Bank dan
Penggunaan Data Pribadi Nasabah, antara lain:
a) informasi secara tertulis mengenai produk
Bank yang memenuhi persyaratan minimal
sebagaimana ditentukan;
b) Petugas Bank (Customer Service dan
Marketing) telah menjelaskan informasi-
informasi produk kepada nasabah;
c) informasi produk yang disampaikan sesuai
dengan kondisi yang sebenarnya;
d) Bank telah menyampaikan kepada nasabah
jika terdapat perubahan-perubahan
informasi produk;
e) informasi-informasi produk dapat terbaca
dengan jelas dan dapat dimengerti;
f) Bank memiliki layanan informasi produk
yang dapat diperoleh dengan mudah oleh
masyarakat;
g) Bank telah menjelaskan tujuan dan
konsekuensi penyebaran data pribadi
tersebut kepada nasabah;
h) nasabah yang data
disebarluaskan
pribadinya
telah memberikan
persetujuan atas pemberian data pribadinya
tersebut.
3) Bank...
Analisis
- 38 -
No
Kriteria/Indikator
3) Bank mentransparansikan tata cara pengaduan
nasabah dan penyelesaian sengketa kepada
nasabah sesuai ketentuan yang berlaku tentang
Pengaduan Nasabah dan Mediasi Perbankan.
4) Bank menyusun dan menyajikan laporan
dengan tata cara, jenis dan cakupan
sebagaimana diatur dalam ketentuan yang
berlaku
tentang Transparansi Kondisi
Keuangan.
5) Bank telah menyusun Laporan Pelaksanaan
Good Corporate Governance dengan isi dan
cakupan sekurang-kurangnya sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
6) Dalam hal Laporan Pelaksanaan Good Corporate
Governance tidak sesuai dengan kondisi Bank
yang sebenarnya, Bank segera menyampaikan
revisi secara lengkap kepada Otoritas Jasa
Keuangan, dan bagi Bank yang telah memiliki
homepage wajib mempublikasikannya pula
pada homepage Bank.
7) Dalam hal terdapat perbedaan Peringkat Faktor
Good Corporate Governance dalam hasil
penilaian (self assessment) pada Laporan
Pelaksanaan Good Corporate Governance Bank
dengan hasil penilaian pelaksanaan Good
Corporate Governance oleh Otoritas Jasa
Keuangan, Bank:
a) Paling kurang melakukan revisi terhadap
Peringkat Faktor Good Corporate Governance
dan Definisi Peringkat hasil penilaian (self
assessment) dimaksud kepada publik
melalui Laporan Keuangan Publikasi pada
periode yang terdekat;
b) Segera menyampaikan revisi hasil penilaian
(self assessment) Good Corporate Governance
Bank...
Analisis
- 39 -
No
Kriteria/Indikator
Bank secara lengkap kepada Otoritas Jasa
Keuangan, dan bagi Bank yang telah
memiliki
homepage
Analisis
wajib
mempublikasikannya pula pada homepage
Bank.
C. Governance Outcome
1) Laporan Tahunan telah disampaikan Bank
secara lengkap dan tepat waktu kepada
pemegang saham dan sekurang-kurangnya
kepada:
a) Otoritas Jasa Keuangan;
b) Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia
(YLKI);
c) Lembaga Pemeringkat di Indonesia;
d) Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional
(Perbanas);
e) 1 (satu) lembaga penelitian di bidang
ekonomi dan keuangan;
f) 1 (satu) majalah ekonomi dan keuangan.
2) Transparansi laporan telah dilakukan secara
tepat waktu dengan cakupan sesuai ketentuan
pada homepage Bank, meliputi:
a) Laporan Tahunan (keuangan dan non-
keuangan);
b) Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan
sekurang-kurangnya dalam 1 (satu) surat
kabar berbahasa Indonesia yang memiliki
peredaran luas di tempat kedudukan kantor
pusat Bank.
3) Laporan Pelaksanaan
Good Corporate
Governance telah mencerminkan kondisi Bank
yang sebenarnya atau sesuai hasil penilaian
(self assessment) Bank yang paling kurang
mencakup:
a) Kesimpulan Umum dari hasil
self
assessment...
- 40 -
No
Kriteria/Indikator
assessment
atas pelaksanaan Good
Corporate Governance Bank;
b) kepemilikan saham, hubungan keuangan,
hubungan keluarga, dan rangkap jabatan
anggota Dewan Komisaris;
c) kepemilikan saham, hubungan keuangan,
dan hubungan keluarga anggota Direksi;
d) rangkap jabatan sebagai anggota Dewan
Pengawas Syariah pada lembaga keuangan
syariah lainnya;
e) struktur komite, keanggotaan komite, dan
keahlian anggota komite;
f) daftar konsultan, penasihat atau yang
dipersamakan dengan itu yang digunakan
oleh Bank;
g) kebijakan remunerasi dan fasilitas lainnya
bagi anggota Dewan Komisaris, Direksi, dan
Dewan Pengawas Syariah;
h) rasio gaji tertinggi dan gaji terendah;
i) frekuensi rapat Dewan Komisaris;
j) frekuensi rapat Dewan Pengawas Syariah;
k) jumlah penyimpangan (internal fraud) yang
terjadi dan upaya penyelesaian oleh Bank;
l) jumlah permasalahan hukum dan
penyelesaian oleh Bank;
m) transaksi yang mengandung benturan
kepentingan;
n) buy back shares dan/atau buy back obligasi
Bank;
o) penyaluran dana untuk kegiatan sosial baik
jumlah maupun pihak penerima dana; dan
p) pendapatan non halal dan penggunaannya.
4) Laporan Pelaksanaan
Analisis
Good Corporate
Governance telah disampaikan secara lengkap
dan tepat waktu, kepada pemegang saham dan
kepada...
- 41 -
No
Kriteria/Indikator
kepada:
a) Otoritas Jasa Keuangan;
b) Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia
(YLKI);
c) Lembaga Pemeringkat di Indonesia;
d) Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional
(Perbanas);
e) 1 (satu) lembaga penelitian di bidang
ekonomi dan keuangan;
f) 1 (satu) majalah ekonomi dan keuangan.
5) Laporan pelaksanaan
Good Corporate
Governance telah disajikan dalam homepage
secara tepat waktu.
6) Mediasi dalam rangka penyelesaian pengaduan
nasabah Bank dilaksanakan dengan baik.
7) Bank menerapkan transparansi informasi
mengenai produk dan penggunaan data pribadi
nasabah.
Kesimpulan:
Berdasarkan analisis terhadap seluruh kriteria/indikator penilaian tersebut di
atas, disimpulkan bahwa:
A. Governance Structure
- Faktor-faktor positif aspek governance structure Bank adalah ....
- Faktor-faktor negatif aspek governance structure Bank adalah ....
B. Governance Process
- Faktor-faktor positif aspek governance process Bank adalah ....
- Faktor-faktor negatif aspek governance process Bank adalah ....
C. Governance Outcome
- Faktor-faktor positif aspek governance outcome Bank adalah ....
- Faktor-faktor negatif aspek governance outcome Bank adalah ....
Analisis
berkualitas...
Ditetapkan...
- 42 -
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 11 Juni 2014
KEPALA EKSEKUTIF
PENGAWAS PERBANKAN,
Ttd.
NELSON TAMPUBOLON
Salinan sesuai dengan aslinya
DIREKTUR HUKUM 1
DEPARTEMEN HUKUM,
Ttd.
TINI KUSTINI
LAMPIRAN III
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 10/SEOJK.03/2014
TENTANG
PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA
SYARIAH
-2-
PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK
LAMPIRAN III.1
LAMPIRAN III.2
LAMPIRAN III.2.1
LAMPIRAN III.2.2.a
LAMPIRAN III.2.2.b
LAMPIRAN III.2.3.a
LAMPIRAN III.2.4.a
LAMPIRAN III.2.4.b
LAMPIRAN III.2.5.a
LAMPIRAN III.2.5.b
LAMPIRAN III.2.6.a
LAMPIRAN III.2.6.b
LAMPIRAN III.2.7.a
LAMPIRAN III.2.7.b
LAMPIRAN III.2.8.a
LAMPIRAN III.2.8.b
LAMPIRAN III.2.9.a
LAMPIRAN III.2.9.b
: Matriks Peringkat Komposit Tingkat Kesehatan Bank
: Matriks Peringkat Faktor Profil Risiko
: Matriks Penetapan Peringkat Risiko
: Matriks Penetapan Peringkat Risiko Inheren Untuk
Risiko Kredit
: Matriks Penetapan Peringkat Kualitas Penerapan
Manajemen Risiko Untuk Risiko Kredit
: Matriks Penetapan Peringkat Risiko Inheren Untuk Risiko
Pasar
LAMPIRAN III.2.3.b : Matriks Penetapan Peringkat Kualitas Penerapan
Manajemen Risiko Untuk Risiko Pasar
: Matriks Penetapan Peringkat Risiko Inheren Untuk Risiko
Likuiditas
: Matriks Penetapan Peringkat Kualitas Penerapan
Manajemen Risiko Untuk Risiko Likuiditas
: Matriks Penetapan Peringkat Risiko Inheren Untuk Risiko
Operasional
: Matriks Penetapan Peringkat Kualitas Penerapan
Manajemen Risiko Untuk Risiko Operasional
: Matriks Penetapan Peringkat Risiko Inheren Untuk Risiko
Hukum
: Matriks Penetapan Peringkat Kualitas Penerapan
Manajemen Risiko Untuk Risiko Hukum
: Matriks Penetapan Peringkat Risiko Inheren Untuk Risiko
Stratejik
: Matriks Penetapan Peringkat Kualitas Penerapan
Manajemen Risiko Untuk Risiko Stratejik
: Matriks Penetapan Peringkat Risiko Inheren Untuk Risiko
Kepatuhan
: Matriks Penetapan Peringkat Kualitas Penerapan
Manajemen Risiko Untuk Risiko Kepatuhan
: Matriks Penetapan Peringkat Risiko Inheren Untuk Risiko
Reputasi
: Matriks Penetapan Peringkat Kualitas Penerapan
Manajemen Risiko Untuk Risiko Reputasi
LAMPIRAN III.2.10.a : Matriks Penetapan Peringkat Risiko Inheren Untuk Risiko
Imbal Hasil
LAMPIRAN III.2.10.b : Matriks Penetapan Peringkat Kualitas Penerapan
Manajemen Risiko Untuk Risiko Imbal Hasil
LAMPIRAN III.2.11.a : Matriks Penetapan Peringkat Risiko Inheren Untuk Risiko
Investasi
LAMPIRAN III.2.11.b : Matriks Penetapan Peringkat Kualitas Penerapan
Manajemen Risiko Untuk Risiko Investasi
LAMPIRAN III.3
LAMPIRAN III.4
LAMPIRAN III.5
: Matriks Peringkat Faktor Good Corporate Governance
: Matriks Peringkat Faktor Rentabilitas
: Matriks Peringkat Faktor Permodalan
LAMPIRAN...
-3-
LAMPIRAN III.1
Matriks Peringkat Komposit Tingkat Kesehatan Bank
Peringkat
Penjelasan
PK 1 Mencerminkan kondisi Bank yang secara umum sangat sehat
sehingga dinilai sangat mampu menghadapi pengaruh negatif
yang signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan faktor eksternal
lainnya tercermin dari peringkat faktor-faktor penilaian, antara
lain profil Risiko, penerapan prinsip Good Corporate Governance,
rentabilitas, dan permodalan yang secara umum sangat baik.
Apabila terdapat kelemahan maka secara umum kelemahan
tersebut tidak signifikan.
PK 2 Mencerminkan kondisi Bank yang secara umum sehat, sehingga
dinilai mampu menghadapi pengaruh negatif yang signifikan dari
perubahan kondisi bisnis dan faktor eksternal lainnya lainnya
tercermin dari peringkat faktor-faktor penilaian, antara lain profil
Risiko, penerapan Good Corporate Governance, rentabilitas, dan
permodalan yang secara umum baik. Apabila terdapat kelemahan
maka secara umum kelemahan tersebut kurang signifikan.
PK 3 Mencerminkan kondisi Bank yang secara umum cukup sehat
sehingga dinilai cukup mampu menghadapi pengaruh negatif
yang signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan faktor eksternal
lainnya tercermin dari peringkat faktor-faktor penilaian, antara
lain profil Risiko, penerapan Good Corporate Governance,
rentabilitas, dan permodalan yang secara umum cukup baik.
Apabila terdapat kelemahan maka secara umum kelemahan
tersebut cukup signifikan dan apabila tidak berhasil diatasi
dengan baik oleh manajemen dapat mengganggu kelangsungan
usaha Bank.
PK 4 Mencerminkan kondisi Bank yang secara umum kurang sehat,
sehingga dinilai kurang mampu menghadapi pengaruh negatif
yang signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan faktor eksternal
lainnya tercermin dari peringkat faktor-faktor penilaian, antara
lain profil Risiko, penerapan Good Corporate Governance,
rentabilitas, dan permodalan yang secara umum kurang baik.
Terdapat...
-4-
Terdapat kelemahan yang secara umum signifikan dan tidak
dapat diatasi dengan baik oleh manajemen serta mengganggu
kelangsungan usaha Bank.
PK 5 Mencerminkan kondisi Bank yang secara umum tidak sehat,
sehingga dinilai tidak mampu menghadapi pengaruh negatif yang
signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan faktor eksternal
lainnya tercermin dari peringkat faktor-faktor penilaian, antara
lain profil Risiko, penerapan Good Corporate Governance,
rentabilitas, dan permodalan yang secara umum kurang baik.
Terdapat kelemahan yang secara umum sangat signifikan
sehingga untuk mengatasinya dibutuhkan dukungan dana dari
pemegang saham atau sumber dana dari pihak lain untuk
memperkuat kondisi keuangan Bank.
*) Berlaku untuk penilaian tingkat kesehatan Bank secara individual dan
konsolidasi
LAMPIRAN...
-5-
LAMPIRAN III.2
Peringkat
1
Matriks Peringkat Faktor Profil Risiko
Definisi
Profil Risiko Bank yang termasuk dalam peringkat ini pada
umumnya memiliki karakteristik antara lain sebagai berikut:
Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan
Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari Risiko
inheren komposit tergolong sangat rendah selama periode
waktu tertentu di masa datang.
Kualitas penerapan Manajemen Risiko secara komposit sangat
memadai. Meskipun terdapat kelemahan minor, tetapi
kelemahan tersebut dapat diabaikan.
2
Profil Risiko Bank yang termasuk dalam peringkat ini pada
umumnya memiliki karakteristik antara lain sebagai berikut:
Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan
Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari Risiko
inheren komposit tergolong rendah selama periode waktu
tertentu di masa datang.
Kualitas penerapan Manajemen Risiko secara komposit
memadai. Meskipun terdapat kelemahan minor, tetapi
kelemahan tersebut perlu mendapatkan perhatian manajemen.
3
Profil Risiko Bank yang termasuk dalam peringkat ini pada
umumnya memiliki karakteristik antara lain sebagai berikut:
Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan
Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari Risiko
inheren komposit tergolong cukup tinggi selama periode waktu
tertentu di masa datang.
Kualitas penerapan Manajemen Risiko secara komposit cukup
memadai. Meskipun persyaratan minimum terpenuhi,
terdapat beberapa kelemahan yang membutuhkan perhatian
manajemen dan perbaikan.
4
Profil Risiko Bank yang termasuk dalam peringkat ini pada
umumnya memiliki karakteristik antara lain sebagai berikut:
Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan
Bank...
-6-
Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari Risiko
inheren komposit tergolong tinggi selama periode waktu
tertentu di masa datang.
Kualitas penerapan Manajemen Risiko secara komposit kurang
memadai. Terdapat kelemahan signifikan pada berbagai aspek
Manajemen Risiko yang membutuhkan tindakan korektif
segera.
5
Profil Risiko Bank yang termasuk dalam peringkat ini pada
umumnya memiliki karakteristik antara lain sebagai berikut:
Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan
Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari Risiko
inheren komposit tergolong sangat tinggi selama periode
waktu tertentu di masa datang.
Kualitas penerapan manajemen Risiko secara komposit tidak
memadai. Terdapat kelemahan signifikan pada berbagai aspek
manajemen Risiko di mana tindakan penyelesaiannya di luar
kemampuan manajemen.
LAMPIRAN...
-7-
LAMPIRAN III.2.1
Matriks Penetapan Peringkat Risiko
Peringkat Risiko merupakan kesimpulan akhir atas Risiko Bank setelah
mempertimbangkan mitigasi yang dilakukan melalui penerapan manajemen
Risiko. Untuk menentukan peringkat Risiko, Bank dapat mengacu pada matriks
peringkat Risiko berikut ini. Matriks ini pada dasarnya memetakan peringkat
Risiko yang dihasilkan dari kombinasi antara Risiko inheren dan kualitas
penerapan manajemen Risiko.
LAMPIRAN...
-8-
LAMPIRAN III.2.2.a
Peringkat
Low (1)
Matriks Penetapan Peringkat Risiko Inheren Untuk Risiko Kredit
Definisi Peringkat
Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan
bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi bank dari Risiko
Kredit tergolong sangat rendah selama periode waktu tertentu
di masa datang.
Contoh karakteristik bank yang termasuk dalam peringkat
ini antara lain sebagai berikut:
Portofolio penyediaan dana didominasi eksposur
kredit/pembiayaan yang sangat rendah.
Eksposur penyediaan dana terdiversifikasi sangat baik.
Penyediaan dana memiliki kualitas yang sangat baik.
Strategi penyediaan dana atau business model bank
tergolong stabil.
Portofolio penyediaan dana relatif tidak terpengaruh
dengan perubahan faktor eksternal.
Low to
Moderate (2)
Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan
Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari Risiko
Kredit tergolong rendah selama periode waktu tertentu di
masa datang.
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat
ini antara lain sebagai berikut:
Portofolio penyediaan dana
kredit/pembiayaan yang rendah.
didominasi eksposur
Eksposur penyediaan dana terdiversifikasi baik.
Penyediaan dana memiliki kualitas yang baik.
Strategi penyediaan dana atau business model relatif stabil.
Portofolio penyediaan dana kurang terpengaruh dengan
perubahan faktor eksternal.
Moderate (3) Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan
Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari Risiko
Kredit tergolong cukup tinggi selama periode waktu tertentu
di masa datang.
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat
ini antara lain sebagai berikut:
Portofolio penyediaan dana didominasi oleh eksposur
kredit/pembiayaan yang moderat.
Terdapat konsentrasi penyediaan dana yang cukup
signifikan.
Penyediaan dana memiliki kualitas yang cukup baik.
Strategi penyediaan dana atau business model secara
umum cukup stabil.
Portofolio penyediaan dana cukup terpengaruh dengan
perubahan faktor eksternal.
Moderate...
-9-
Peringkat
Definisi Peringkat
Moderate to
High (4)
Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan
Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari Risiko
Kredit tergolong tinggi selama periode waktu tertentu di masa
datang.
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat
ini antara lain sebagai berikut:
Portofolio penyediaan dana didominasi oleh eksposur
kredit/pembiayaan yang tinggi.
Terdapat konsentrasi penyediaan dana yang signifikan.
Penyediaan dana memiliki kualitas yang kurang baik.
Terdapat perubahan signifikan pada strategi penyediaan
dana atau business model.
Portofolio penyediaan dana terpengaruh dengan perubahan
faktor eksternal.
High (5)
Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan
Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari Risiko
Kredit tergolong sangat tinggi selama periode waktu tertentu
di masa datang.
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat
ini antara lain sebagai berikut:
Portofolio penyediaan dana didominasi oleh eksposur
kredit/pembiayaan yang sangat tinggi.
Terdapat konsentrasi penyediaan dana yang sangat
signifikan.
Penyediaan dana memiliki kualitas yang buruk.
Terdapat perubahan sangat signifikan pada strategi
penyediaan dana atau business model.
Portofolio penyediaan dana sangat terpengaruh dengan
perubahan faktor eksternal.
LAMPIRAN...
-10-
LAMPIRAN III.2.2.b
Matriks Penetapan Peringkat Kualitas Penerapan Manajemen Risiko
Untuk Risiko Kredit
Peringkat
Strong
(1)
Definisi Peringkat
Kualitas penerapan manajemen Risiko Kredit sangat
memadai. Meskipun terdapat kelemahan minor, tetapi
kelemahan tersebut tidak signifikan sehingga dapat
diabaikan.
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat
ini antara lain sebagai berikut:
Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite)
dan toleransi Risiko (risk tolerance) kredit sangat memadai
dan telah sejalan dengan sasaran strategis dan strategi
bisnis Bank secara keseluruhan.
Dewan Komisaris dan Direksi memiliki awareness dan
pemahaman yang sangat baik mengenai manajemen Risiko
Kredit.
Budaya manajemen Risiko Kredit sangat kuat dan telah
diinternalisasikan dengan sangat baik pada selurul level
organisasi.
Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi secara
keseluruhan sangat memadai.
Fungsi manajemen Risiko Kredit independen, memiliki
tugas dan tanggung jawab yang jelas, dan telah berjalan
dengan sangat baik.
Delegasi kewenangan dikendalikan dan dipantau secara
berkala, dan telah berjalan dengan sangat baik.
Strategi perkreditan sangat baik dan sangat sejalan dengan
tingkat Risiko yang akan diambil dan toleransi Risiko
Kredit.
Kebijakan, prosedur, dan limit Risiko Kredit sangat
memadai dan tersedia untuk seluruh area manajemen
Risiko Kredit, sejalan dengan penerapan, dan dipahami
dengan baik oleh pegawai.
Proses manajemen Risiko Kredit sangat memadai dalam
mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan
mengendalikan Risiko Kredit.
Proses penyediaan dana secara umum sangat memadai
mulai dari proses underwriting hingga penanganan aset
bermasalah.
Sistem pemeringkatan Risiko Kredit (credit risk grading)
sangat baik, diterapkan secara konsisten, dan dipahami
dengan baik oleh pegawai. Terdapat fungsi kaji ulang
pembiayaan (financing review) yang independen dan
berjalan dengan baik.
Sistem...
-11-
Peringkat
Definisi Peringkat
Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko Kredit sangat
baik sehingga menghasilkan pelaporan Risiko Kredit yang
komprehensif dan terintegrasi kepada Dewan Komisaris
dan Direksi.
Secara umum sumber daya manusia sangat memadai baik
dari sisi kuantitas maupun kompetensi pada fungsi
manajemen Risiko Kredit.
Sistem pengendalian intern sangat efektif dalam
mendukung pelaksanaan manajemen Risiko Kredit.
Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review)
oleh satuan kerja audit internal dan fungsi yang
melakukan kaji ulang independen sangat memadai baik
dari sisi metodologi, frekuensi, maupun pelaporan kepada
Dewan Komisaris dan Direksi.
Secara umum tidak terdapat kelemahan yang signifikan
berdasarkan hasil kaji ulang independen.
Tindak lanjut atas kaji ulang independen telah
dilaksanakan dengan sangat memadai.
Satisfactory
(2)
Kualitas penerapan manajemen Risiko Kredit memadai.
Meskipun terdapat beberapa kelemahan minor, tetapi
kelemahan tersebut dapat diselesaikan pada aktivitas bisnis
normal.
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat
ini antara lain sebagai berikut:
Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite)
dan toleransi Risiko (risk tolerance) memadai dan telah
sejalan dengan sasaran strategis dan strategi bisnis Bank
secara keseluruhan.
Dewan Komisaris dan Direksi memiliki awareness dan
pemahaman yang baik mengenai manajemen Risiko Kredit.
Budaya manajemen Risiko Kredit kuat dan telah
diinternalisasikan dengan sangat baik pada selurul level
organisasi.
Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi secara
keseluruhan memadai. Terdapat beberapa kelemahan
tetapi tidak signifikan dan dapat diperbaiki dengan segera.
Fungsi manajemen Risiko Kredit independen, memiliki
tugas dan tanggung jawab yang jelas, dan telah berjalan
dengan baik. Terdapat kelemahan minor, tetapi dapat
diselesaikan pada aktivitas bisnis normal.
Delegasi kewenangan dikendalikan dan dipantau secara
berkala, dan telah berjalan dengan baik.
Strategi perkreditan baik dan sejalan dengan tingkat Risiko
yang akan diambil dan toleransi Risiko Kredit.
Kebijakan, prosedur, dan limit Risiko Kredit memadai dan
tersedia...
-12-
Peringkat
Definisi Peringkat
tersedia untuk seluruh area manajemen Risiko Kredit,
sejalan dengan penerapan, dan dipahami dengan baik oleh
pegawai.
Proses manajemen Risiko Kredit memadai dalam
mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan
mengendalikan Risiko Kredit.
Proses penyediaan dana baik. Terdapat kelemahan minor
pada satu atau lebih aspek penyediaan dana tetapi dapat
diperbaiki dengan mudah.
Sistem pemeringkatan Risiko Kredit (credit risk grading)
baik, diterapkan secara konsisten dan dipahami oleh
pegawai. Fungsi kaji ulang pembiayaan (financing review)
independen. Terdapat kelemahan minor yang tidak
mengganggu proses secara keseluruhan.
Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko Kredit baik
termasuk pelaporan Risiko Kredit kepada Dewan Komisaris
dan Direksi. Terdapat kelemahan minor tetapi dapat
diperbaiki dengan mudah.
Sumber daya manusia memadai baik dari sisi kuantitas
maupun kompetensi pada fungsi manajemen Risiko Kredit.
Sistem pengendalian intern efektif dalam mendukung
pelaksanaan manajemen Risiko Kredit.
Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review)
oleh satuan kerja audit internal dan fungsi yang
melakukan kaji ulang independen memadai baik dari sisi
metodologi, frekuensi, maupun pelaporan kepada Dewan
Komisaris dan Direksi.
Terdapat kelemahan tetapi tidak signifikan berdasarkan
hasil kaji ulang independen.
Tindak lanjut atas kaji ulang independen telah
dilaksanakan dengan memadai.
Fair
(3)
Kualitas penerapan manajemen Risiko Kredit cukup
memadai. Meskipun persyaratan minimum terpenuhi,
terdapat beberapa kelemahan yang membutuhkan perhatian
manajemen.
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat
ini antara lain sebagai berikut:
Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite)
dan toleransi Risiko (risk tolerance) cukup memadai tetapi
tidak selalu sejalan dengan sasaran strategis dan strategi
bisnis Bank secara keseluruhan.
Dewan Komisaris dan Direksi memiliki awareness dan
pemahaman yang cukup baik mengenai manajemen Risiko
Kredit.
Budaya manajemen Risiko Kredit cukup kuat dan telah
diinternalisasikan...
-13-
Peringkat
Definisi Peringkat
diinternalisasikan dengan cukup baik tetapi belum selalu
dilaksanakan secara konsisten.
Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi secara
keseluruhan cukup memadai. Terdapat beberapa
kelemahan pada beberapa aspek penilaian yang perlu
mendapat perhatian manajemen.
Fungsi manajemen Risiko Kredit telah berjalan cukup baik,
tetapi terdapat beberapa kelemahan cukup signifikan yang
perlu segera diselesaikan oleh manajemen.
Delegasi kewenangan cukup baik, tetapi pengendalian dan
pemantauan tidak selalu dilaksanakan dengan baik.
Strategi perkreditan cukup sejalan dengan tingkat Risiko
yang akan diambil dan toleransi Risiko Kredit.
Kebijakan, prosedur, dan limit Risiko Kredit cukup
memadai tetapi tidak selalu konsisten dengan penerapan
dan/atau tidak dipahami dengan baik oleh pegawai.
Proses manajemen Risiko Kredit cukup memadai dalam
mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan
mengendalikan Risiko Kredit.
Proses penyediaan dana cukup baik. Terdapat kelemahan
pada satu atau lebih aspek penyediaan dana yang perlu
mendapat perhatian manajemen.
Sistem pemeringkatan Risiko Kredit (credit risk grading)
dan fungsi kaji ulang pembiayaan (financing review) cukup
baik, tetapi terdapat beberapa kelemahan yang perlu
mendapat perhatian manajemen.
Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko Kredit memenuhi
ekspektasi minimum tetapi terdapat beberapa kelemahan
termasuk pelaporan Risiko Kredit kepada Dewan Komisaris
dan Direksi yang membutuhkan perhatian manajemen.
Sumber daya manusia cukup memadai baik dari sisi
kuantitas maupun kompetensi pada fungsi manajemen
Risiko Kredit.
Sistem pengendalian intern cukup efektif dalam
mendukung pelaksanaan manajemen Risiko Kredit.
Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review)
oleh satuan kerja audit internal dan fungsi yang
melakukan kaji ulang independen cukup memadai.
Terdapat beberapa kelemahan pada metodologi, frekuensi,
dan/atau pelaporan kepada Dewan Komisaris dan Direksi
yang membutuhkan perhatian manajemen.
Terdapat kelemahan yang cukup signifikan berdasarkan
hasil kaji ulang independen.
Tindak lanjut atas kaji ulang independen telah
dilaksanakan dengan cukup memadai.
Marginal...
-14-
Peringkat
Definisi Peringkat
Marginal
(4)
Kualitas penerapan manajemen Risiko Kredit kurang
memadai. Terdapat kelemahan signifikan pada berbagai
aspek manajemen Risiko Kredit yang membutuhkan
tindakan korektif segera.
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat
ini antara lain sebagai berikut:
Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite)
dan toleransi Risiko (risk tolerance) kurang memadai tetapi
dan tidak sejalan dengan sasaran strategis dan strategi
bisnis Bank secara keseluruhan.
Kelemahan signifikan pada awareness dan pemahaman
Dewan Komisaris dan Direksi mengenai manajemen Risiko
Kredit.
Budaya manajemen Risiko Kredit kurang kuat dan belum
diinternalisasikan pada setiap level satuan kerja.
Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi secara
keseluruhan kurang memadai. Terdapat kelemahan pada
beberapa aspek penilaian yang membutuhkan perbaikan
segera.
Kelemahan signifikan pada fungsi manajemen Risiko Kredit
yang membutuhkan perbaikan segera.
Delegasi kewenangan lemah dan tidak dikendalikan dan
dipantau dengan baik.
Strategi perkreditan kurang sejalan dengan tingkat Risiko
yang akan diambil dan toleransi Risiko Kredit.
Kelemahan signifikan pada kebijakan, prosedur, dan limit
Risiko Kredit.
Proses manajemen Risiko Kredit kurang memadai dalam
mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan
mengendalikan Risiko Kredit.
Proses penyediaan dana kurang baik. Terdapat kelemahan
pada satu atau lebih aspek penyediaan dana yang perlu
perbaikan segera.
Sistem pemeringkatan Risiko Kredit (credit risk grading)
dan kaji ulang pembiayaan (financing review) kurang baik.
Terdapat beberapa kelemahan yang perlu perbaikan segera.
Kelemahan signifikan pada Sistem Informasi Manajemen
(SIM) Risiko Kredit termasuk pelaporan Risiko kepada
Dewan Komisaris dan Direksi yang membutuhkan
perbaikan segera.
Sumber daya manusia kurang memadai dari segi kuantitas
maupun kompetensi pada fungsi manajemen Risiko Kredit.
Sistem pengendalian intern kurang efektif dalam
mendukung pelaksanaan manajemen Risiko Kredit.
Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review)
oleh...
-15-
Peringkat
Definisi Peringkat
oleh satuan kerja audit internal dan fungsi yang
melakukan kaji ulang independen kurang memadai.
Terdapat kelemahan pada metodologi, frekuensi, dan/atau
pelaporan kepada Dewan Komisaris dan Direksi yang
membutuhkan perbaikan segera.
Terdapat kelemahan yang signifikan berdasarkan hasil kaji
ulang independen yang membutuhkan perbaikan segera.
Tindak lanjut atas kaji ulang independen kurang memadai.
Unsatisfactory
(5)
Kualitas penerapan manajemen Risiko Kredit tidak memadai.
Terdapat kelemahan signifikan pada berbagai aspek
manajemen Risiko Kredit di mana tindakan penyelesaiannya
di luar kemampuan manajemen.
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat
ini antara lain sebagai berikut:
Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite)
dan toleransi Risiko (risk tolerance) kurang memadai tetapi
dan tidak sejalan dengan sasaran strategis dan strategi
bisnis Bank secara keseluruhan.
Awareness dan pemahaman Dewan Komisaris dan Direksi
sangat lemah mengenai manajemen Risiko Kredit.
Kelemahan signifikan pada awareness dan pemahaman
Dewan Komisaris dan Direksi mengenai manajemen Risiko
Kredit.
Budaya manajemen Risiko Kredit kurang kuat dan belum
diinternalisasikan pada setiap level satuan kerja.
Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi secara
keseluruhan kurang memadai. Terdapat kelemahan pada
beberapa aspek penilaian yang membutuhkan perbaikan
segera.
Kelemahan signifikan pada fungsi manajemen Risiko Kredit
yang membutuhkan perbaikan segera.
Delegasi kewenangan lemah dan tidak dikendalikan dan
dipantau dengan baik.
Strategi perkreditan kurang sejalan dengan tingkat Risiko
yang akan diambil dan toleransi Risiko Kredit.
Kelemahan signifikan pada kebijakan, prosedur, dan limit
Risiko Kredit.
Proses manajemen Risiko Kredit kurang memadai dalam
mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan
mengendalikan Risiko Kredit.
Proses penyediaan dana kurang baik. Terdapat kelemahan
pada satu atau lebih aspek penyediaan dana yang perlu
perbaikan segera.
Sistem pemeringkatan Risiko Kredit (credit risk grading)
dan fungsi kaji ulang pembiayaan (financing review) kurang
baik...
-16-
Peringkat
Definisi Peringkat
baik. Terdapat beberapa kelemahan yang perlu perbaikan
segera.
Kelemahan signifikan pada Sistem Informasi Manajemen
(SIM) Risiko Kredit termasuk pelaporan Risiko kepada
Dewan Komisaris dan Direksi yang membutuhkan
perbaikan segera.
Sumber daya manusia kurang memadai dari segi kuantitas
maupun kompetensi pada fungsi manajemen Risiko Kredit.
Sistem pengendalian intern kurang efektif dalam
mendukung pelaksanaan manajemen Risiko Kredit.
Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review)
oleh satuan kerja audit internal dan fungsi yang
melakukan kaji ulang independen kurang memadai.
Terdapat kelemahan pada metodologi, frekuensi, dan/atau
pelaporan kepada Dewan Komisaris dan Direksi yang
membutuhkan perbaikan segera.
Terdapat kelemahan yang signifikan berdasarkan hasil kaji
ulang independen yang membutuhkan perbaikan segera.
Tindak lanjut atas kaji ulang independen kurang memadai.
LAMPIRAN...
-17-
LAMPIRAN III.2.3.a
Peringkat
Low (1)
Matriks Penetapan Peringkat Risiko Inheren Untuk Risiko Pasar
Definisi Peringkat
Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan
bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi bank dari Risiko
Pasar tergolong sangat rendah selama periode waktu tertentu
di masa datang.
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat
ini antara lain sebagai berikut:
Eksposur Risiko Pasar dari trading tidak signifikan.
Sebagian besar posisi trading book saling tutup dengan
Risiko repricing yang minimal.
Posisi nilai tukar seluruhnya saling tutup atau lindung
nilai (completely matched/ hedged).
Struktur aset dan kewajiban bank tidak sensitif terhadap
perubahan benchmark suku bunga, hal ini tercermin dari
repricing gap aset dan kewajiban yang sangat minimal
dampaknya terhadap pendapatan penyaluran pembiayaan
bank maupun terhadap modal.
Portofolio bank didominasi oleh instrumen keuangan yang
kurang kompleks.
Aktivitas trading umumnya untuk memenuhi kebutuhan
nasabah (customer accommodation).
Low to
Moderate (2)
Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan
bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi bank dari Risiko
Pasar tergolong rendah selama periode waktu tertentu di masa
datang.
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat
ini antara lain sebagai berikut:
Eksposur Risiko Pasar dari trading kurang signifikan.
Terdapat kesenjangan (mismatch) posisi trading book tetapi
kurang signifikan.
Sebagian besar posisi nilai tukar dapat saling tutup atau
lindung nilai.
Struktur aset dan kewajiban bank kurang sensitif terhadap
perubahan benchmark suku bunga, hal ini tercermin dari
repricing gap aset dan kewajiban yang minimal dampaknya
terhadap pendapatan penyaluran pembiayaan bank
maupun terhadap modal.
Portofolio bank didominasi oleh instrumen keuangan yang
cukup kompleks.
Aktivitas trading umumnya untuk memenuhi kebutuhan
nasabah (customer accommodation).
Moderate (3) Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan
bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi bank dari Risiko
Pasar...
-18-
Peringkat
Definisi Peringkat
Pasar cukup tinggi selama periode waktu tertentu di masa
datang.
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat
ini antara lain sebagai berikut:
Eksposur Risiko Pasar dari trading cukup signifikan.
Terdapat mismatch posisi trading book dalam jumlah
cukup signifikan.
Terdapat eksposur nilai tukar dalam jumlah cukup
signifikan.
Struktur aset dan kewajiban bank cukup sensitif terhadap
perubahan benchmark suku bunga, hal ini tercermin dari
repricing gap aset dan kewajiban yang cukup signifikan
dampaknya terhadap pendapatan penyaluran pembiayaan
bank maupun terhadap modal.
Portofilio bank didominasi oleh instrumen keuangan yang
cukup kompleks.
Terdapat aktivitas trading atas rekening sendiri (proprietary
trading) atau pembentukan pasar (market making) tetapi
tidak signifikan.
Moderate to
High (4)
Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan
bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi bank dari Risiko
Pasar tinggi selama periode waktu tertentu di masa datang.
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat
ini antara lain sebagai berikut:
Eksposur Risiko Pasar dari trading signifikan.
Terdapat mismatch posisi trading book dalam jumlah
signifikan.
Eksposur nilai tukar signifikan.
Struktur aset dan kewajiban bank sensitif terhadap
perubahan benchmark suku bunga, hal ini tercermin dari
repricing gap aset dan kewajiban yang signifikan
dampaknya terhadap pendapatan penyaluran pembiayaan
bank maupun terhadap modal.
Portofolio bank didominasi oleh instrumen keuangan yang
kompleks.
Terdapat aktivitas trading atas rekening sendiri (proprietary
trading) atau pembentukan pasar (market making) yang
cukup signifikan.
High (5)
Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan
bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi bank dari Risiko
Pasar sangat tinggi selama periode waktu tertentu di masa
datang.
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat
ini antara lain sebagai berikut:
Eksposur Risiko Pasar dari trading sangat signifikan.
Mismatch...
-19-
Peringkat
Definisi Peringkat
Mismatch posisi trading book sangat signifikan.
Eksposur nilai tukar sangat signifikan.
Struktur aset dan kewajiban bank sensitif terhadap
perubahan benchmark suku bunga, hal ini tercermin dari
repricing gap aset dan kewajiban yang sangat signifikan
apabila dibandingkan dengan pendapatan penyaluran
pembiayaan bank maupun kemampuan modal dalam
menyerap potensi kerugian.
Portofolio bank didominasi oleh instrumen keuangan yang
sangat kompleks.
Aktivitas trading bank didominasi transaksi atas rekening
sendiri (proprietary trading) dan pembentukan pasar
(market making).
LAMPIRAN...
-20-
LAMPIRAN III.2.3.b
Matriks Penetapan Peringkat Kualitas Manajemen Risiko Untuk Risiko Pasar
Peringkat
Definisi Peringkat
Strong
(1)
Kualitas penerapan manajemen Risiko Pasar sangat
memadai. Meskipun terdapat kelemahan minor, tetapi
kelemahan tersebut tidak signifikan sehingga dapat
diabaikan.
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam
peringkat ini antara lain sebagai berikut:
Dewan Komisaris dan Direksi memiliki awareness dan
pemahaman yang sangat baik mengenai manajemen
Risiko Pasar.
Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk
appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) sangat
memadai dan telah sejalan dengan sasaran strategis dan
bisnis bank secara keseluruhan.
Budaya manajemen Risiko Pasar sangat kuat dan telah
diinternalisasikan dengan sangat baik pada seluruh level
organisasi.
Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi secara
keseluruhan sangat memadai.
Fungsi manajemen Risiko Pasar termasuk komite terkait
independen, memiliki tugas dan tanggung jawab yang
jelas, dan telah berjalan dengan sangat baik.
Delegasi kewenangan dikendalikan dan dipantau secara
berkala, dan telah berjalan dengan sangat baik.
Strategi Risiko Pasar termasuk strategi trading dan
pengelolaan posisi banking book sangat memadai.
Kebijakan, prosedur, dan limit Risiko Pasar sangat
memadai dan tersedia untuk seluruh area manajemen
Risiko Pasar, sejalan dengan penerapan, dan dipahami
dengan baik oleh staf.
Proses manajemen Risiko Pasar sangat memadai dalam
mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan
mengendalikan Risiko Pasar.
Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko Pasar sangat
baik sehingga menghasilkan laporan Risiko Pasar yang
komprehensif dan terintegrasi kepada Dewan Komisaris
dan Direksi.
Secara umum sumber daya manusia sangat memadai
dari segi kuantitas maupun kompetensi pada fungsi
manajemen Risiko Pasar.
Sistem pengendalian intern sangat efektif dalam
mendukung pelaksanaan manajemen Risiko Pasar.
Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review)
oleh satuan kerja audit internal dan fungsi yang
melakukan...
-21-
Peringkat
Definisi Peringkat
melakukan kaji ulang independen sangat memadai baik
dari sisi metodologi, frekuensi, maupun pelaporan kepada
Dewan Komisaris dan Direksi.
Secara umum tidak terdapat kelemahan yang signifikan
berdasarkan hasil kaji ulang independen
Satisfactory
(2)
Kualitas penerapan manajemen Risiko Likuiditas memadai
meskipun terdapat beberapa kelemahan minor, tetapi
kelemahan tersebut dapat diselesaikan pada aktivitas bisnis
normal.
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam
peringkat ini antara lain sebagai berikut:
Dewan Komisaris dan Direksi memiliki awareness dan
pemahaman yang baik mengenai manajemen Risiko
Pasar.
Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk
appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) memadai
dan telah sejalan dengan sasaran strategis dan bisnis
bank secara keseluruhan.
Budaya manajemen Risiko Pasar kuat dan telah
diinternalisasi-kan dengan baik pada seluruh level
organisasi.
Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi secara
keseluruhan memadai. Terdapat beberapa kelemahan
tetapi tidak signifikan dan dapat diperbaiki dengan segera
Fungsi manajemen Risiko Pasar termasuk komite terkait
independen, memiliki tugas dan tanggung jawab yang
jelas, dan telah berjalan dengan baik. Terdapat
kelemahan minor tetapi dapat diselesaikan pada aktivitas
bisnis normal.
Delegasi kewenangan dikendalikan dan dipantau secara
berkala, dan telah berjalan dengan baik.
Strategi Risiko Pasar termasuk strategi trading dan
pengelolaan posisi banking book memadai
Kebijakan, prosedur, dan limit Risiko Pasar memadai dan
tersedia untuk seluruh area manajemen Risiko Pasar,
sejalan dengan penerapan, dan dipahami dengan baik
oleh staf.
Proses manajemen Risiko Pasar memadai dalam
mengidentifika-si, mengukur, memantau, dan
mengendalikan Risiko Pasar.
Sistem...
-22-
Peringkat
Definisi Peringkat
Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko Pasar baik
sehingga menghasilkan laporan Risiko Pasar yang
komprehensif dan terintegrasi kepada Dewan Komisaris
dan Direksi.
Secara umum sumber daya manusia memadai dari segi
kuantitas maupun kompetensi pada fungsi manajemen
Risiko Pasar.
Sistem pengendalian intern efektif dalam mendukung
pelaksanaan manajemen Risiko Pasar.
Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review)
oleh satuan kerja audit internal dan fungsi yang
melakukan kaji ulang independen memadai baik dari sisi
metodologi, frekuensi, maupun pelaporan kepada Dewan
Komisaris dan Direksi.
Terdapat kelemahan tetapi tidak signifikan berdasarkan
hasil kaji ulang independen.
Tindak lanjut atas kaji ulang independen telah
dilaksanakan dengan memadai.
Fair
(3)
Kualitas penerapan manajemen Risiko Likuiditas cukup
memadai. Meskipun persyaratan minimum terpenuhi,
terdapat beberapa kelemahan yang membutuhkan perhatian
manajemen.
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam
peringkat ini antara lain sebagai berikut:
Dewan Komisaris dan Direksi memiliki awareness dan
pemahaman yang cukup baik mengenai manajemen
Risiko Pasar.
Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk
appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) cukup
memadai dan telah sejalan dengan sasaran strategis dan
bisnis bank secara keseluruhan.
Budaya manajemen Risiko Pasar cukup kuat dan telah
diinternalisasi-kan dengan baik pada seluruh level
organisasi.
Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi secara
keseluruhan cukup memadai. Terdapat kelemahan pada
beberapa aspek penilaian yang perlu mendapat perhatian
manajemen.
Fungsi manajemen Risiko Pasar termasuk komite terkait
independen, memiliki tugas dan tanggung jawab yang
jelas, dan telah berjalan dengan cukup baik, tetapi
terdapat beberapa kelemahan yang perlu mendapat
perhatian manajemen.
Delegasi kewenangan cukup baik, tetapi pengendalian
dan pemantauan tidak selalu dilaksanakan dengan baik
Strategi...
-23-
Peringkat
Definisi Peringkat
Strategi pengelolaan Risiko Pasar termasuk strategi
trading dan pengelolaan posisi banking book cukup
memadai.
Kebijakan, prosedur, dan limit Risiko Pasar cukup
memadai dan tersedia untuk seluruh area manajemen
Risiko Pasar, sejalan dengan penerapan, dan dipahami
dengan baik oleh staf.
Proses manajemen Risiko Pasar cukup memadai dalam
mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan
mengendalikan Risiko Pasar.
Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko Pasar
memenuhi ekspektasi minimum tetapi terdapat beberapa
kelemahan termasuk pelaporan kepada Dewan Komisaris
dan Direksi yang membutuhkan perhatian manajemen.
Secara umum sumber daya manusia cukup memadai dari
segi kuantitas maupun kompetensi pada fungsi
manajemen Risiko Pasar.
Sistem pengendalian intern cukup efektif dalam
mendukung pelaksanaan manajemen Risiko Pasar.
Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review)
oleh satuan kerja audit internal dan fungsi yang
melakukan kaji ulang independen cukup memadai.
Terdapat beberapa kelemahan pada metodologi,
frekuensi, maupun pelaporan kepada Dewan Komisaris
dan Direksi yang membutuhkan perhatian manajemen.
Terdapat kelemahan yang cukup signifikan berdasarkan
hasil kaji ulang independen.
Tindak lanjut atas kaji ulang independen telah
dilaksanakan dengan cukup memadai.
Marginal
(4)
Kualitas penerapan manajemen Risiko Likuiditas kurang
memadai. Terdapat kelemahan signifikan pada berbagai
aspek manajemen Risiko Likuiditas yang membutuhkan
tindakan perbaikan segera.
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam
peringkat ini antara lain sebagai berikut:
Kelemahan signifikan pada awereness dan pemahaman
Dewan Komisaris dan Direksi memiliki awareness
mengenai manajemen Risiko Pasar.
Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk
appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) kurang
memadai dan tidak sejalan dengan sasaran strategis dan
bisnis bank secara keseluruhan.
Budaya manajemen Risiko Pasar kurang kuat dan belum
diinternalisasikan dengan baik pada seluruh level
organisasi...
-24-
Peringkat
Definisi Peringkat
organisasi.
Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi secara
keseluruhan kurang memadai. Terdapat beberapa
kelemahan pada beberapa aspek penilaian yang perlu
mendapat perhatian manajemen.
Kelemahan signifikan pada fungsi manajemen Risiko
Pasar yang membutuhkan perbaikan segera.
Delegasi kewenangan lemah dan tidak dikendalikan dan
dipantau dengan baik.
Strategi pengelolaan Risiko Pasar kurang memadai.
Terdapat kelemahan pada aspek-aspek pengelolaan
likuiditas yang membutuhkan perbaikan segera.
Kelemahan signifikan pada kebijakan, prosedur, dan limit
Risiko Pasar.
Proses manajemen Risiko Pasar kurang memadai dalam
mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan
mengendalikan Risiko Pasar.
Kelemahan signifikan pada Sistem Informasi Manajemen
(SIM) Risiko Pasar termasuk pelaporan kepada Dewan
Komisaris dan Direksi yang membutuhkan perbaikan
segera.
Sumber daya manusia kurang memadai dari segi
kuantitas maupun kompetensi pada fungsi manajemen
Risiko Pasar.
Terdapat kelemahan yang signifikan berdasarkan hasil
kaji ulang independen yang membutuhkan tindakan
perbaikan segera.
Tindak lanjut atas kaji ulang independen kurang
memadai.
Unsatisfactory
Unstatisfactory
(5)
Kualitas penerapan manajemen Risiko Likuiditas tidak
memadai. Terdapat kelemahan signifikan pada berbagai
aspek manajemen Risiko Likuiditas di mana tindakan
penyelesaiannya di luar kemampuan manajemen
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam
peringkat ini antara lain sebagai berikut:
Awereness dan pemahaman Dewan Komisaris dan
Direksi sangat lemah mengenai manajemen Risiko Pasar.
Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk
appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) tidak
memadai dan tidak terdapat kaitan dengan sasaran
strategis dan bisnis bank secara keseluruhan.
Budaya manajemen Risiko Pasar tidak kuat atau belum
ada sama sekali.
Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi tidak memadai.
Terdapat...
-25-
Peringkat
Definisi Peringkat
Terdapat beberapa kelemahan pada hampir seluruh
aspek penilaian yang tindakan penyelesaian-nya di luar
kemampuan bank.
Kelemahan signifikan pada fungsi manajemen Risiko
Pasar yang membutuhkan perbaikan fundamental.
Delegasi kewenangan sangat lemah atau tidak ada.
Strategi
pengelolaan
Risiko Pasar tidak
memadai.Terdapat kelemahan pada hampur seluruh
aspek pengelolaan Risiko Pasar yang membutuhkan
perbaikan segera.
Kelemahan sangat signifikan pada kebijakan, prosedur,
dan limit Risiko Pasar.
Proses manajemen Risiko Pasar tidak memadai dalam
mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan
mengendalikan Risiko Pasar.
Kelemahan fundamental pada Sistem Informasi
Manajemen (SIM) Risiko Likuiditas. Pelaporan Risiko
Likuiditas kepada Dewan Komisaris dan Direksi sangat
tidak memadai.
Sumber daya manusia tidak memadai dari segi kuantitas
maupun kompetensi pada fungsi manajemen Risiko
Pasar.
Sistem pengendalian intern tidak efektif dalam
mendukung pelaksanaan manajemen Risiko Pasar.
Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review)
oleh satuan kerja audit internal dan fungsi yang
melakukan kaji ulang independen tidak memadai.
Terdapat kelemahan yang sangat signifikan pada
metodologi, frekuensi, maupun pelaporan kepada Dewan
Komisaris dan Direksi yang membutuhkan perbaikan
fundamental.
Terdapat kelemahan yang sangat signifikan berdasarkan
hasil kaji ulang independen di mana tindakan
perbaikannya di luar kemampuan manajemen.
Tindak lanjut atas kaji ulang independen tidak memadai
atau tidak ada.
LAMPIRAN...
-26-
LAMPIRAN III.2.4.a
Matriks Penetapan Peringkat Risiko Inheren Untuk Risiko Likuiditas
Peringkat
Definisi Peringkat
Low (1)
Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan
Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari Risiko
Likuiditas tergolong sangat rendah selama periode waktu
tertentu di masa datang.
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat
ini antara lain sebagai berikut:
Bank memiliki aset likuid berkualitas tinggi yang sangat
memadai untuk menutup kewajiban jatuh waktu.
Sumber pendanaan yang berupa pendanaan tidak stabil
(volatile) tidak signifikan.
Volume transaksi rekening administratif dan/atau
komitmen pendanaan intra group tidak signifikan.
Konsentrasi pada sumber pendanaan yang tidak stabil
(volatile) tidak signfikan.
Bank sangat mampu memenuhi kewajiban dan kebutuhan
arus kas pada kondisi normal maupun pada skenario
krisis.
Arus kas yang berasal dari aset dan kewajiban dapat saling
tutup dengan sangat baik.
Akses pada sumber pendanaan sangat memadai
dibuktikan oleh reputasi Bank yang sangat baik, stand by
financing
sangat memadai dan terdapat
komitmen/dukungan likuiditas dari perusahaan
induk/intra grup.
Low to
Moderate (2)
Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan
Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari Risiko
Likuiditas tergolong rendah selama periode waktu tertentu di
masa datang.
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat
ini antara lain sebagai berikut:
Bank memiliki aset likuid berkualitas tinggi yang memadai
untuk menutup kewajiban jatuh waktu.
Sumber pendanaan yang berupa pendanaan tidak stabil
(volatile) kurang signifikan.
Volume transaksi rekening administratif dan/atau
komitmen pendanaan intra grup kurang signifikan.
Konsentrasi pada sumber pendanaan yang tidak stabil
(volatile) kurang signfikan.
Bank mampu memenuhi kewajiban dan kebutuhan arus
kas pada kondisi normal maupun pada skenario krisis.
Arus kas yang berasal dari aset dan kewajiban dapat saling
tutup...
-27-
Peringkat
Definisi Peringkat
tutup dengan baik.
Akses pada sumber pendanaan memadai dibuktikan oleh
reputasi Bank yang baik, stand by financing memadai dan
terdapat komitmen/dukungan likuiditas dari perusahaan
induk/intra grup.
Moderate (3) Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan
Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari Risiko
Likuiditas tergolong cukup tinggi selama periode waktu
tertentu di masa datang.
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat
ini antara lain sebagai berikut:
Aset likuid Bank cukup memadai untuk menutup
kewajiban jatuh waktu.
Sumber pendanaan yang berupa pendanaan tidak stabil
(volatile) cukup signifikan.
Volume transaksi rekening administratif dan/atau
komitmen pendanaan intra grup cukup signifikan.
Konsentrasi pada sumber pendanaan yang tidak stabil
(volatile) cukup signfikan.
Bank cukup mampu memenuhi kewajiban dan kebutuhan
arus kas pada kondisi normal maupun pada skenario
krisis.
Arus kas yang berasal dari aset dan kewajiban dapat saling
tutup dengan cukup baik.
Akses pada sumber pendanaan cukup memadai dibuktikan
oleh reputasi Bank yang cukup baik, stand by financing
cukup memadai dan terdapat komitmen/dukungan
likuiditas dari perusahaan induk/intra grup.
Moderate to
High (4)
Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan
Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari Risiko
Likuiditas tergolong tinggi selama periode waktu tertentu di
masa datang.
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat
ini antara lain sebagai berikut:
Terdapat concerns atas kualitas aset likuid Bank dan
kemampuan aset likuid untuk menutup kewajiban jatuh
waktu.
Sumber pendanaan yang berupa pendanaan tidak stabil
(volatile) signifikan.
Transaksi rekening administratif dan/atau komitmen
pendanaan intra grup signifikan.
Konsentrasi pada sumber pendanaan yang tidak stabil
(volatile) signfikan.
Bank kurang mampu memenuhi kewajiban dan kebutuhan
arus kas pada kondisi normal maupun pada skenario
krisis...
-28-
Peringkat
Definisi Peringkat
krisis.
Kesenjangan (mismatches) arus kas pada berbagai skala
waktu signifikan.
Akses pada sumber pendanaan kurang memadai karena
reputasi Bank yang kurang baik, stand by financing
terbatas dan tidak terdapat komitmen/dukungan likuiditas
dari perusahaan induk/intra grup.
High (5)
Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan
Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari Risiko
Likuiditas tergolong sangat tinggi selama periode waktu
tertentu di masa datang.
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat
ini antara lain sebagai berikut:
Kualitas aset likuid buruk, dan volume aset likuid sangat
memadai untuk memenuhi kewajiban jatuh waktu.
Sumber pendanaan yang berupa pendanaan tidak stabil
(volatile) sangat signifikan.
Transaksi rekening administratif dan/atau komitmen
pendanaan intra grup signifikan.
Konsentrasi pada sumber pendanaan yang tidak stabil
(volatile) sangat signfikan.
Bank tidak mampu memenuhi kewajiban dan kebutuhan
arus kas pada kondisi normal maupun pada skenario
krisis.
Arus kas tidak dapat saling tutup pada hampir seluruh
waktu signifikan.
Akses pada sumber pendanaan kurang memadai karena
reputasi Bank memburuk, stand by financing tidak tersedia
dan tidak terdapat komitmen/dukungan likuiditas dari
perusahaan induk/intra grup.
LAMPIRAN...
-29-
LAMPIRAN III.2.4.b
Matriks Penetapan Peringkat Kualitas Penerapan Manajemen Risiko
Untuk Risiko Likuiditas
Peringkat
Strong
(1)
Definisi Peringkat
Kualitas manajemen Risiko Likuiditas sangat memadai.
Meskipun terdapat kelemahan minor, tetapi kelemahan
tersebut tidak signifikan sehingga dapat diabaikan.
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam
peringkat ini antara lain sebagai berikut:
Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk
appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) sangat
memadai dan telah sejalan dengan sasaran strategis dan
strategi bisnis Bank secara keseluruhan.
Dewan Komisaris dan Direksi memiliki awareness dan
pemahaman yang sangat baik mengenai manajemen
Risiko Likuiditas.
Budaya manajemen Risiko Likuiditas sangat kuat dan
telah diinternalisasikan dengan sangat baik pada seluruh
level organisasi.
Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi secara
keseluruhan sangat memadai.
Fungsi manajemen Risiko Likuiditas termasuk ALCO dan
Komite terkait lainnya independen, memiliki tugas dan
tanggung jawab yang jelas, dan telah berjalan dengan
sangat baik.
Delegasi kewenangan dikendalikan dan dipantau secara
berkala, dan telah berjalan dengan sangat baik.
Strategi pengelolaan likuiditas sangat memadai,
mencakup antara lain strategi pendanaan, strategi
pengelolaan posisi dan Risiko Likuiditas intrahari,
manajemen posisi dan Risiko Likuiditas intragroup,
manajemen aset likuid berkualitas tinggi sebagai agunan,
dan rencana pendanaan darurat (Contingency Funding
Plan/CFP).
Kebijakan, prosedur, dan limit Risiko Likuiditas sangat
memadai dan tersedia untuk seluruh area manajemen
Risiko Likuiditas, sejalan dengan penerapan, dan
dipahami dengan baik oleh pegawai.
Proses manajemen Risiko Likuiditas sangat memadai
dalam mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan
mengendalikan Risiko Likuiditas.
Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko Likuiditas
sangat baik sehingga menghasilkan laporan Risiko
Likuiditas yang komprehensif dan terintegrasi kepada
Dewan Komisaris dan Direksi.
Secara...
-30-
Peringkat
Definisi Peringkat
Secara umum sumber daya manusia sangat memadai
dari segi kuantitas maupun kompetensi pada fungsi
manajemen Risiko Likuiditas.
Sistem pengendalian intern sangat efektif dalam
mendukung pelaksanaan manajemen Risiko Likuiditas.
Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review)
oleh satuan kerja audit internal dan fungsi yang
melakukan kaji ulang independen sangat memadai baik
dari sisi metodologi, frekuensi, maupun pelaporan kepada
Dewan Komisaris dan Direksi.
Secara umum tidak terdapat kelemahan yang signifikan
berdasarkan hasil review independen.
Tindak lanjut atas kaji ulang independen telah
dilaksanakan dengan sangat memadai.
Satisfactory
(2)
Kualitas manajemen Risiko Likuiditas memadai. Terdapat
beberapa kelemahan minor, tetapi kelemahan tersebut dapat
diselesaikan pada aktivitas bisnis normal.
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam
peringkat ini antara lain sebagai berikut:
Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk
appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) memadai
dan telah sejalan dengan sasaran strategis dan strategi
bisnis Bank secara keseluruhan.
Dewan Komisaris dan Direksi memiliki awareness dan
pemahaman yang baik mengenai manajemen Risiko
Likuiditas.
Budaya manajemen Risiko Likuiditas kuat dan telah
diinternalisasikan dengan baik pada seluruh level
organisasi.
Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi secara umum
memadai. Terdapat beberapa kelemahan tetapi tidak
signifikan dan dapat diperbaiki dengan segera.
Fungsi manajemen Risiko Likuiditas termasuk ALCO dan
Komite terkait lainnya independen, memiliki tugas dan
tanggung jawab yang jelas, dan telah berjalan dengan
baik. Terdapat kelemahan minor tetapi dapat diselesaikan
pada aktivitas bisnis normal.
Delegasi kewenangan dikendalikan dan dipantau secara
berkala, dan telah berjalan dengan baik.
Strategi pengelolaan likuiditas memadai, mencakup
antara lain strategi pendanaan, strategi pengelolaan
posisi dan Risiko Likuiditas intrahari, manajemen posisi
dan Risiko Likuiditas intragroup, manajemen aset likuid
berkualitas tinggi sebagai agunan, dan rencana
pendanaan darurat (Contingency Funding Plan/CFP).
Kebijakan...
-31-
Peringkat
Definisi Peringkat
Kebijakan, prosedur, dan limit Risiko Likuiditas memadai
dan tersedia untuk seluruh area manajemen Risiko
Likuiditas, sejalan dengan penerapan, dan dipahami
dengan baik oleh pegawai.
Proses manajemen Risiko Likuiditas memadai dalam
mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan
mengendalikan Risiko Likuiditas.
Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko Likuiditas baik
sehingga menghasilkan laporan Risiko Likuiditas yang
komprehensif dan terintegrasi kepada Dewan Komisaris
dan Direksi.
Secara umum sumber daya manusia memadai dari segi
kuantitas maupun kompetensi pada fungsi manajemen
Risiko Likuiditas.
Sistem pengendalian intern efektif dalam mendukung
pelaksanaan manajemen Risiko Likuiditas.
Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review)
oleh satuan kerja audit internal dan fungsi yang
melakukan kaji ulang independen memadai baik dari sisi
metodologi, frekuensi, maupun pelaporan kepada Dewan
Komisaris dan Direksi.
Terdapat kelemahan tetapi tidak signifikan berdasarkan
hasil kaji ulang independen.
Tindak lanjut atas kaji ulang independen telah
dilaksanakan dengan memadai.
Fair
(3)
Kualitas manajemen Risiko Likuiditas cukup memadai.
Meskipun persyaratan minimum terpenuhi, terdapat
beberapa kelemahan yang membutuhkan perhatian
manajemen.
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam
peringkat ini antara lain sebagai berikut:
Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk
appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) cukup
memadai dan telah sejalan dengan sasaran strategis dan
strategi bisnis Bank secara keseluruhan.
Dewan Komisaris dan Direksi memiliki awareness dan
pemahaman yang cukup baik mengenai manajemen
Risiko Likuiditas.
Budaya manajemen Risiko Likuiditas cukup kuat dan
telah diinternalisasikan dengan cukup baik pada seluruh
level organisasi.
Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi secara cukup
memadai. Terdapat kelemanahan pada beberapa aspek
penilaian yang perlu mendapat perhatian manajemen.
Fungsi manajemen Risiko Likuiditas termasuk ALCO dan
Komite...
-32-
Peringkat
Definisi Peringkat
Komite terkait lainnya independen, memiliki tugas dan
tanggung jawab yang jelas, dan telah berjalan dengan
cukup baik, tetapi terdapat beberapa kelemahan yang
perlu mendapat perhatian manajemen.
Delegasi kewenangan cukup baik, tetapi pengendalian
dan pemantauan tidak selalu dilaksanakan dengan baik.
Strategi pengelolaan likuiditas cukup memadai. Terdapat
beberapa kelemahan pada satu atau lebih aspek
pengelolaan likuiditas yang perlu mendapat perhatian
manajemen.
Kebijakan, prosedur, dan limit Risiko Likuiditas cukup
memadai tetapi tidak selalu konsisten dengan penerapan.
Proses manajemen Risiko Likuiditas cukup memadai
dalam mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan
mengendalikan Risiko likuiditas.
Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko Likuiditas
memenuhi ekspektasi minimum tetapi terdapat beberapa
kelemahan termasuk pelaporan kepada Dewan Komisaris
dan Direksi yang membutuhkan perhatian manajemen.
Secara umum sumber daya manusia cukup memadai dari
segi kuantitas maupun kompetensi pada fungsi
manajemen Risiko Likuiditas.
Sistem pengendalian intern cukup efektif dalam
mendukung pelaksanaan manajemen Risiko Likuiditas.
Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review)
oleh satuan kerja audit internal dan fungsi yang
melakukan kaji ulang independen cukup memadai.
Terdapat beberapa kelemahan pada metodologi,
frekuensi, maupun pelaporan kepada Dewan Komisaris
dan Direksi yang membutuhkan perhatian manajemen.
Terdapat kelemahan yang cukup signifikan berdasarkan
hasil kaji ulang independen.
Tindak lanjut atas kaji ulang independen telah
dilaksanakan dengan cukup memadai.
Marginal
(4)
Kualitas manajemen Risiko Likuiditas kurang memadai.
Terdapat kelemahan signifikan pada berbagai aspek
manajemen Risiko Kredit yang membutuhkan tindakan
korektif segera.
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam
peringkat ini antara lain sebagai berikut:
Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk
appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) kurang
memadai dan tidak sejalan dengan sasaran strategis dan
strategi bisnis Bank secara keseluruhan.
Kelemahan signifikan pada awareness dan pemahaman
Dewan...
-33-
Peringkat
Definisi Peringkat
Dewan Komisaris dan Direksi mengenai manajemen
Risiko Likuiditas.
Budaya manajemen Risiko Likuiditas kurang kuat dan
belum diinternalisasikan dengan baik pada setiap level
satuan kerja.
Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi secara
keseluruhan kurang memadai. Terdapat beberapa
kelemahan pada beberapa aspek penilaian yang segera
diperbaiki.
Kelemahan signifikan pada fungsi manajemen Risiko
Likuiditas yang membutuhkan perbaikan segera.
Delegasi kewenangan lemah dan tidak dikendalikan dan
dipantau dengan baik.
Strategi pengelolaan likuiditas kurang memadai. Terdapat
kelemahan pada aspek-aspek pengelolaan likuiditas yang
membutuhkan perbaikan segera.
Kelemahan signfikan pada kebijakan, prosedur, dan limit
Risiko Likuiditas.
Proses manajemen Risiko Likuiditas kurang memadai
dalam mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan
mengendalikan Risiko Likuiditas.
Kelemahan signifikan pada Sistem Informasi Manajemen
(SIM) Risiko Likuiditas termasuk pelaporan kepada
Dewan Komisaris dan Direksi yang membutuhkan
perbaikan segera.
Sumber daya manusia kurang memadai dari segi
kuantitas maupun kompetensi pada fungsi manajemen
Risiko Likuiditas.
Sistem pengendalian intern kurang efektif dalam
mendukung pelaksanaan manajemen Risiko Likuiditas.
Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review)
oleh satuan kerja audit internal dan fungsi yang
melakukan kaji ulang independen kurang memadai.
Terdapat kelemahan pada metodologi, frekuensi, maupun
pelaporan kepada Dewan Komisaris dan Direksi yang
membutuhkan perbaikan segera.
Terdapat kelemahan yang signifikan berdasarkan hasil
kaji ulang independen yang membutuhkan tindakan
perbaikan segera.
Tindak lanjut atas kaji ulang independen kurang
memadai.
Unstatisfactory
(5)
Unsatisfactory
Kualitas manajemen Risiko Kredit tidak memadai. Terdapat
kelemahan signifikan pada berbagai aspek manajemen
Risiko Kredit di mana tindakan penyelesaiannya di luar
kemampuan manajemen.
Contoh...
-34-
Peringkat
Definisi Peringkat
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam
peringkat ini antara lain sebagai berikut:
Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk
appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) tidak
memadai dan tidak terdapat kaitan dengan sasaran
strategis dan strategi bisnis Bank secara keseluruhan.
Awareness dan pemahaman Dewan Komisaris dan
Direksi sangat lemah mengenai manajemen Risiko
Likuiditas.
Budaya manajemen Risiko Likuiditas tidak kuat atau
belum ada sama sekali.
Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi tidak memadai.
Terdapat kelemahan yang signifikan pada hampir seluruh
aspek penilaian yang tindakan penyelesaiannya di luar
kemampuan Bank.
Kelemahan signifikan pada fungsi manajemen Risiko
Likuiditas yang membutuhkan perbaikan fundamental.
Delegasi kewenangan sangat lemah atau tidak ada.
Strategi pengelolaan likuiditas tidak memadai. Terdapat
kelemahan pada hampir seluruh aspek pengelolaan
likuiditas yang membutuhkan perbaikan segera.
Kelemahan sangat signfikan pada kebijakan, prosedur,
dan limit Risiko Likuiditas.
Proses manajemen Risiko Likuiditas tidak memadai
dalam mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan
mengendalikan Risiko Likuiditas.
Kelemahan fundamental pada Sistem Informasi
Manajemen (SIM) Risiko Likuiditas. Pelaporan Risiko
Likuiditas kepada Dewan Komisaris dan Direksi sangat
tidak memadai.
Sumber daya manusia tidak memadai dari segi kuantitas
maupun kompetensi pada fungsi manajemen Risiko
Likuiditas.
Sistem pengendalian intern tidak efektif dalam
mendukung pelaksanaan manajemen Risiko Likuiditas.
Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review)
oleh satuan kerja audit internal dan fungsi yang
melakukan kaji ulang independen tidak memadai.
Terdapat kelemahan pada metodologi, frekuensi, maupun
pelaporan kepada Dewan Komisaris dan Direksi yang
membutuhkan perbaikan fundamental.
Terdapat kelemahan yang sangat signifikan berdasarkan
hasil kaji ulang independen di mana tindakan
perbaikannya di luar kemampuan manajemen.
Tindak lanjut atas kaji ulang independen tidak memadai
atau...
-35-
Peringkat
Definisi Peringkat
atau tidak ada.
LAMPIRAN...
-36-
LAMPIRAN III.2.5.a
Matriks Penetapan Peringkat Risiko Inheren Untuk Risiko Operasional
Peringkat
Definisi Peringkat
Low (1)
Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan
Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari Risiko
Operasional tergolong sangat rendah selama periode waktu
tertentu di masa datang.
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat
ini antara lain sebagai berikut:
Bisnis Bank memiliki karakteristik yang sangat sederhana.
Produk dan jasa tidak bervariasi, mekanisme bisnis sangat
sederhana, volume transaksi rendah, struktur organisasi
tidak kompleks, tidak terdapat aksi korporasi yang
signnifikan, dan penggunaan jasa alih daya sangat
minimal.
Sumber daya manusia sangat memadai, baik dari sisi
kecukupan kuantitas maupun kualitas SDM. Data historis
kerugian akibat kesalahan manusia tidak signifikan.
Teknologi Informasi (TI) sangat matang (mature) dan tidak
terdapat perubahan signifikan dalam sistem TI. Kerentanan
TI
terhadap
gangguan/serangan
sangat
rendah.Infrastuktur pendukung sangat andal dalam
mendukung bisnis Bank.
Frekuensi dan materialitas fraud internal dan eksternal
sangat rendah dan kerugian yang disebabkan tidak
signifikan dibandingkan dengan volume transaksi/
pendapatan Bank.
Ancaman gangguan bisnis sebagai akibat dari kejadian
eksternal sangat rendah.
Low to
Moderate (2)
Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan
Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari Risiko
Operasional rendah selama periode waktu tertentu di masa
datang.
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat
ini antara lain sebagai berikut:
Bisnis Bank memiliki karakteristik yang sangat sederhana.
Produk dan jasa relatif kurang bervariasi, mekanisme
bisnis sederhana, volume transaksi relatif rendah, struktur
organisasi kurang kompleks, aksi korporasi kurang
signnifikan, dan penggunaan jasa alih daya minimal.
Sumber daya manusia memadai, baik dari sisi kecukupan
kuantitas maupun kualitas SDM. Data historis kerugian
akibat kesalahan manusia kurang signifikan.
Teknologi Informasi (TI) relatif sudah matang (mature) dan
tidak terdapat perubahan signifikan dalam sistem TI.
Kerentanan...
-37-
Peringkat
Definisi Peringkat
Kerentanan TI terhadap gangguan/serangan rendah.
Infrastuktur pendukung andal dalam mendukung bisnis
Bank.
Frekuensi dan materialitas fraud internal dan eksternal
rendah dan kerugian yang disebabkan kurang signifikan
dibandingkan dengan volume transaksi/ pendapatan Bank.
Ancaman gangguan bisnis sebagai akibat dari kejadian
eksternal rendah.
Moderate (3) Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan
Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari Risiko
Operasional tergolong cukup tinggi selama periode waktu
tertentu di masa datang.
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat
ini antara lain sebagai berikut:
Bisnis Bank memiliki karakteristik yang cukup kompleks.
Produk dan jasa cukup bervariasi, mekanisme bisnis
cukup kompleks, volume transaksi cukup tinggi, struktur
organisasi cukup kompleks, aksi korporasi cukup
signnifikan, dan penggunaan jasa alih daya cukup
signifikan.
Sumber daya manusia cukup memadai, baik dari sisi
kecukupan kuantitas maupun kualitas SDM. Data historis
kerugian akibat kesalahan manusia cukup signifikan.
Teknologi informasi menuju proses kematangan dan dapat
terjadi perubahan signfikan dalam sistem TI. TI cukup
rentan terhadap
gangguan/serangan.
pendukung cukup andal dalam mendukung bisnis Bank.
Frekuensi dan materialitas
fraud internal dan
eksternalcukup tinggi dan kerugian yang disebabkan
cukup signifikan dibandingkan dengan volume transaksi/
pendapatan Bank.
Ancaman gangguan bisnis sebagai akibat dari kejadian
eksternal cukup tinggi.
Moderate to
High (4)
Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan
Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari Risiko
Operasional tergolong tinggi selama periode waktu tertentu di
masa datang.
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat
ini antara lain sebagai berikut:
Bisnis Bank memiliki karakteristik yang kompleks. Produk
dan jasa bervariasi, mekanisme bisnis kompleks, volume
transaksi tinggi, struktur organisasi kompleks, aksi
korporasi signifikan, dan penggunaan jasa alih daya
signifikan.
Sumber daya manusia memadai, baik dari sisi kecukupan
kuantitas...
Infrastuktur
-38-
Peringkat
Definisi Peringkat
kuantitas maupun kualitas SDM. Data historis kerugian
akibat kesalahan manusia signifikan.
Teknologi informasi belum matang dan terjadi perubahan
signfikan dalam sistem TI. TI rentan terhadap
gangguan/serangan. Infrastuktur pendukung kurang andal
dalam mendukung bisnis Bank.
Frekuensi dan materialitas fraud internal dan eksternal
tinggi dan kerugian yang disebabkan signifikan
dibandingkan dengan volume transaksi/ pendapatan Bank.
Ancaman gangguan bisnis sebagai akibat dari kejadian
eksternal tinggi.
High (5)
Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan
Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari Risiko
Operasional tergolong sangat tinggi selama periode waktu
tertentu di masa datang.
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat
ini antara lain sebagai berikut:
Bisnis Bank memiliki karakteristik yang sangat kompleks.
Produk dan jasa sangat bervariasi, mekanisme bisnis
sangat kompleks, volume transaksi sangat tinggi, struktur
organisasi sangat kompleks, aksi korporasi signifikan, dan
penggunaan jasa alih daya sangat tinggi.
Sumber daya manusia tidak memadai, baik dari sisi
kecukupan kuantitas maupun kualitas SDM. Data historis
kerugian akibat kesalahan manusia sangat signifikan.
Teknologi informasi belum matang dan terjadi perubahan
signfikan dalam sistem TI. TI sangat rentan terhadap
gangguan/serangan. Infrastuktur pendukung tidak andal
dalam mendukung bisnis Bank.
Frekuensi dan materialitas fraud internal dan eksternal
sangat tinggi dan kerugian yang disebabkan sangat
signifikan dibandingkan dengan volume transaksi/
pendapatan Bank.
Ancaman gangguan bisnis sebagai akibat dari kejadian
eksternal sangat tinggi.
LAMPIRAN...
-39-
LAMPIRAN III.2.5.b
Matriks Penetapan Peringkat Kualitas Penerapan Manajemen Risiko
Untuk Risiko Operasional
Peringkat
Strong
(1)
Definisi Peringkat
Kualitas manajemen Risiko Operasional sangat memadai.
Meskipun terdapat kelemahan minor, tetapi kelemahan
tersebut tidak signifikan sehingga dapat diabaikan.
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam
peringkat ini antara lain sebagai berikut:
Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk
appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) sangat
memadai dan telah sejalan dengan sasaran strategis dan
strategi bisnis Bank secara keseluruhan.
Dewan Komisaris dan Direksi memiliki awareness dan
pemahaman yang sangat baik mengenai manajemen
Risiko Operasional.
Budaya manajemen Risiko Operasional sangat kuat dan
telah diinternalisasikan dengan sangat baik pada seluruh
level organisasi.
Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi secara
keseluruhan sangat memadai.
Fungsi manjemen Risiko Operasional independen,
memiliki tugas dan tanggung jawab yang jelas, dan telah
berjalan dengan sangat baik.
Delegasi kewenangan telah berjalan dengan sangat baik.
Strategi Risiko Operasional sangat sejalan dengan tingkat
Risiko yang akan diambil dan toleransi Risiko
Operasional.
Kebijakan, prosedur, dan limit Risiko Operasional sangat
memadai dan tersedia untuk seluruh area manajemen
Risiko Operasional, sejalan dengan penerapan, dan
dipahami dengan baik oleh pegawai.
Proses manajemen Risiko Operasional sangat memadai
dalam mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan
mengendalikan Risiko Operasional.
Business Continuity Management sangat andal dan sangat
teruji.
Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko Operasional
sangat baik, sehingga menghasilkan Laporan Risiko
Operasional yang komprehensif dan terintegrasi kepada
Dewan Komisaris dan Direksi.
Secara umum sumber daya manusia sangat memadai
dari segi kuantitas maupun kompetensi pada fungsi
manajemen Risiko Operasional.
Sistem pengendalian intern sangat efektif dalam
mendukung...
-40-
Peringkat
Definisi Peringkat
mendukung pelaksanaan manajemen Risiko Operasional.
Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review)
oleh satuan kerja audit internal dan fungsi yang
melakukan kaji ulang independen sangat memadai baik
dari sisi metodologi, frekuensi, maupun pelaporan kepada
Dewan Komisaris dan Direksi.
Secara umum tidak terdapat kelemahan yang signifikan
berdasarkan hasil kaji ulang independen.
Tindak lanjut atas kaji ulang independen telah
dilaksanakan dengan sangat memadai.
Satisfactory
(2)
Kualitas manajemen Risiko Operasional memadai.
Meskipun terdapat beberapa kelemahan minor, tetapi
kelemahan tersebut dapat diselesaikan pada aktivitas bisnis
normal.
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam
peringkat ini antara lain sebagai berikut:
Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk
appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) memadai
dan telah sejalan dengan sasaran strategis dan strategi
bisnis Bank secara keseluruhan.
Dewan Komisaris dan Direksi memiliki awareness dan
pemahaman yang baik mengenai manajemen Risiko
Operasional.
Budaya manajemen Risiko Operasional kuat dan telah
diinternalisasikan dengan baik pada seluruh level
organisasi.
Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi secara umum
memadai.Terdapat beberapa kelemahan tetapi tidak
signifikan dan dapat diperbaiki dengan segera.
Fungsi manjemen Risiko Operasional independen,
memiliki tugas dan tanggung jawab yang jelas, dan telah
berjalan dengan baik. Terdapat kelemahan minor, tetapi
dapat diselesaikan pada aktivitas bisnis normal.
Delegasi kewenangan telah berjalan dengan baik.
Strategi Risiko Operasional sejalan dengan tingkat Risiko
yang akan diambil dan toleransi Risiko Operasional.
Kebijakan, prosedur, dan limit Risiko Operasional
memadai dan tersedia untuk seluruh area manajemen
Risiko Operasional, sejalan dengan penerapan, dan
dipahami dengan baik oleh pegawai meskipun terdapat
kelemahan minor.
Proses manajemen Risiko Operasional memadai dalam
mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan
mengendalikan Risiko Operasional.
Business Continuity Management andal dan teruji.
Sistem...
-41-
Peringkat
Definisi Peringkat
Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko Operasional
baik termasuk pelaporan Risiko Operasional kepada
Dewan Komisaris dan Direksi. Terdapat kelemahan minor
tetapi dapat diperbaiki dengan mudah.
Sumber daya manusia memadai, baik dari segi kuantitas
maupun kompetensi pada fungsi manajemen Risiko
Operasional.
Sistem pengendalian intern efektif dalam mendukung
pelaksanaan manajemen Risiko Operasional.
Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review)
oleh satuan kerja audit internal dan fungsi yang
melakukan kaji ulang independen memadai baik dari sisi
metodologi, frekuensi, maupun pelaporan kepada Dewan
Komisaris dan Direksi.
Terdapat kelemahan tetapi tidak signifikan berdasarkan
hasil kaji ulang independen.
Tindak lanjut atas kaji ulang independen telah
dilaksanakan dengan memadai.
Fair
(3)
Kualitas manajemen Risiko Operasional cukup memadai.
Meskipun persyaratan minimum terpenuhi, terdapat
beberapa kelemahan yang membutuhkan perhatian
manajemen.
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam
peringkat ini antara lain sebagai berikut:
Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk
appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) cukup
memadai tetapi tidak selalu sejalan dengan sasaran
strategis dan strategi bisnis Bank secara keseluruhan.
Dewan Komisaris dan Direksi memiliki awareness dan
pemahaman yang cukup baik mengenai manajemen
Risiko Operasional.
Budaya manajemen Risiko Operasional cukup kuat dan
telah diinternalisasikan dengan cukup baik tetapi belum
selalu dilaksanakan secara konsisten.
Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi secara umum
cukup memadai.
Fungsi manajemen Risiko Operasional cukup baik, tetapi
terdapat beberapa kelemahan yang perlu mendapat
perhatian manajemen.
Delegasi kewenangan telah berjalan dengan cukup baik.
Strategi Risiko Operasional cukup sejalan dengan tingkat
Risiko yang akan diambil dan toleransi Risiko
Operasional.
Kebijakan, prosedur, dan limit Risiko Operasional cukup
memadai tetapi tidak selalu konsisten dengan penerapan.
Proses...
-42-
Peringkat
Definisi Peringkat
Proses manajemen Risiko Operasional cukup memadai
dalam mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan
mengendalikan Risiko Operasional.
Business Continuity Management cukup andal.
Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko memenuhi
ekspektasi minimum tetapi terdapat beberapa kelemahan
termasuk pelaporan kepada Dewan Komisaris dan Direksi
yang membutuhkan perhatian manajemen.
Secara umum sumber daya manusia cukup memadai dari
segi kuantitas maupun kompetensi pada fungsi
manajemen Risiko Operasional.
Sistem pengendalian intern cukup efektif dalam
mendukung pelaksanaan manajemen Risiko Operasional.
Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review)
oleh satuan kerja audit internal dan fungsi yang
melakukan kaji ulang independen cukup memadai.
Terdapat beberapa kelemahan pada metodologi,
frekuensi, dan/atau pelaporan kepada Dewan Komisaris
dan Direksi yang membutuhkan perhatian manajemen.
Terdapat kelemahan yang cukup signifikan berdasarkan
hasil kaji ulang independen yang membutuhkan
perhatian manajemen.
Tindak lanjut atas kaji ulang independen telah
dilaksanakan dengan cukup memadai.
Marginal
(4)
Kualitas manajemen Risiko Operasional
kurang
memadai.Terdapat kelemahan signifikan pada berbagai
aspek manajemen Risiko Operasional yang membutuhkan
tindakan perbaikan segera.
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam
peringkat ini antara lain sebagai berikut:
Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk
appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) kurang
memadai dan tidak sejalan dengan sasaran strategis dan
strategi bisnis Bank secara keseluruhan.
Kelemahan signifikan pada awareness dan pemahaman
Dewan Komisaris dan Direksi mengenai manajemen
Risiko Operasional.
Budaya manajemen Risiko Operasional kurang kuat dan
belum diinternalisasikan dengan baik pada setiap level
satuan kerja.
Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi secara umum
kurang memadai. Terdapat kelemahan pada berbagai
aspek penilaian yang membutuhkan perbaikan segera.
Kelemahan signifikan pada fungsi manajemen Risiko
Operasional yang membutuhkan perbaikan segera.
Delegasi...
-43-
Peringkat
Definisi Peringkat
Delegasi kewenangan lemah.
Strategi Risiko Operasional kurang sejalan dengan
tingkat Risiko yang akan diambil dan toleransi Risiko
Operasional.
Kelemahan signifikan pada kebijakan, prosedur, dan limit
Risiko Operasional.
Proses manajemen Risiko Operasional kurang memadai
dalam mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan
mengendalikan Risiko Operasional.
Business Continuity Management kurang andal.
Kelemahan signifikan pada Sistem Informasi Manajemen
(SIM) Risiko Operasional termasuk pelaporan kepada
Dewan Komisaris dan Direksi yang membutuhkan
perbaikan segera.
Sumber daya manusia kurang memadai dari segi
kuantitas maupun kompetensi pada fungsi manajemen
Risiko Operasional.
Sistem pengendalian intern kurang efektif dalam
mendukung pelaksanaan manajemen Risiko Operasional.
Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review)
oleh satuan kerja audit internal dan fungsi yang
melakukan kaji ulang independen kurang memadai.
Terdapat kelemahan pada metodologi, frekuensi,
dan/atau pelaporan kepada Dewan Komisaris dan Direksi
yang membutuhkan perbaikan segera.
Terdapat kelemahan yang signifikan berdasarkan hasil
kaji ulang independen yang membutuhkan tindakan
perbaikan segera.
Tindak lanjut atas kaji ulang independen kurang
memadai.
Unstatisfactory
(5)
Unsatisfactory
Kualitas manajemen Risiko Operasional tidak memadai.
Terdapat kelemahan signifikan pada berbagai aspek
Manajemen Risiko operiasonal di mana tindakan
penyelesaiannya di luar kemampuan manajemen.
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam
peringkat ini antara lain sebagai berikut:
Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk
appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) tidak
memadai dan tidak terdapat kaitan dengan sasaran
strategis dan strategi bisnis Bank secara keseluruhan.
Awareness dan pemahaman Dewan Komisaris dan
Direksi sangat lemah mengenai manajemen Risiko
Operasional.
Budaya manajemen Risiko Operasional tidak kuat atau
belum ada sama sekali.
Pelaksanaan...
-44-
Peringkat
Definisi Peringkat
Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi tidak memadai.
Terdapat kelemahan signifikan pada hampir seluruh
aspek penilaian dan tindakan penyelesaiannya di luar
kemampuan Bank.
Kelemahan signifikan pada fungsi manajemen Risiko
Operasional yang membutuhkan perbaikan fundamental.
Delegasi kewenangan sangat lemah.
Strategi Risiko Operasional tidak sejalan dengan tingkat
Risiko yang akan diambil dan toleransi Risiko
Operasional.
Kelemahan sangat signifikan pada kebijakan, prosedur,
dan limit Risiko Operasional.
Proses manajemen Risiko Operasional tidak memadai
dalam mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan
mengendalikan Risiko Operasional.
Business Continuity Management tidak andal.
Kelemahan fundamental pada Sistem Informasi
Manajemen (SIM) Risiko Operasional.
Sumber daya manusia tidak memadai dari segi kuantitas
maupun kompetensi pada fungsi manajemen Risiko
Operasional.
Sistem pengendalian intern tidak efektif dalam
mendukung pelaksanaan manajemen Risiko Operasional.
Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review)
oleh satuan kerja audit internal dan fungsi yang
melakukan kaji ulang independen tidak memadai.
Terdapat kelemahan pada metodologi, frekuensi,
dan/atau pelaporan kepada Dewan Komisaris dan Direksi
yang membutuhkan perbaikan fundamental.
Terdapat kelemahan yang sangat signifikan berdasarkan
hasil kaji ulang independen yang membutuhkan tindakan
perbaikan segera.
Tindak lanjut atas kaji ulang independen tidak memadai
atau tidak ada.
LAMPIRAN...
-45-
LAMPIRAN III.2.6.a
Matriks Penetapan Peringkat Risiko Inheren Untuk Risiko Hukum
Peringkat
Definisi Peringkat
Low (1)
Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan
Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari Risiko
Hukum tergolong sangat rendah selama periode waktu
tertentu di masa datang.
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat
ini antara lain sebagai berikut:
Tidak terdapat proses litigasi yang terjadi pada Bank atau
ada proses litigasi tetapi frekuensi dan/atau dampak
finansial gugatannya tidak signifikan mengganggu kondisi
keuangan Bank serta tidak berdampak besar terhadap
reputasi Bank.
Perjanjian yang dibuat oleh Bank telah sangat memadai.
Seluruh aktivitas dan produk Bank telah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Low to
Moderate (2)
Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan
Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari Risiko
Hukum tergolong rendah selama periode waktu tertentu di
masa datang.
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat
ini antara lain sebagai berikut:
Terdapat proses litigasi tetapi frekuensi dan/atau dampak
finansial gugatannya kurang signifikan mengganggu
kondisi keuangan Bank serta kurang berdampak besar
terhadap reputasi Bank.
Perjanjian yang dibuat oleh Bank memadai.
Terdapat aktivitas dan produk yang belum diatur dalam
peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan
jumlah yang tidak signifikan.
Moderate (3) Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan
Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari Risiko
Hukum tergolong cukup tinggi selama periode waktu tertentu
di masa datang.
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat
ini antara lain sebagai berikut:
Terdapat proses litigasi yang terjadi pada Bank namun
frekuensi dan/atau dampak finansial gugatannya cukup
signifikan sehingga kurang mengganggu kondisi keuangan
Bank namun memiliki kemungkinan munculnya Risiko
Reputasi bagi Bank;.
Perjanjian yang dibuat oleh Bank cukup memadai.
Terdapat aktivitas dan produk yang belum diatur dalam
peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan
jumlah...
-46-
Peringkat
Definisi Peringkat
jumlah yang cukup signifikan.
Moderate to
High (4)
Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan
Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari Risiko
Hukum tergolong tinggi selama periode waktu tertentu di
masa datang.
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat
ini antara lain sebagai berikut:
Terdapat proses litigasi yang terjadi pada Bank dan
frekuensi dan/atau dampak finansial gugatannya
signifikan sehingga apabila Bank mengalami kekalahan,
ganti rugi atas gugatan tersebut dapat mengganggu kondisi
keuangan Bank serta berdampak besar terhadap reputasi
Bank.
Perjanjian yang dibuat oleh Bank kurang memadai.
Terdapat aktivitas dan produk yang belum diatur dalam
peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan
jumlah yang signifikan.
High (5)
Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan
Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari Risiko
Hukum tergolong sangat tinggi selama periode waktu tertentu
di masa datang.
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat
ini antara lain sebagai berikut:
Terdapat proses litigasi terhadap Bank oleh
nasabah/debitur Bank dalam frekuensi dan/atau dampak
finansial yang sangat signifikan sehingga apabila Bank
dikalahkan dalam putusan pengadilan, kondisi tersebut
dapat mempengaruhi kondisi usaha Bank secara
signifikan.
Perjanjian yang dibuat oleh Bank tidak memadai.
Terdapat aktivitas dan produk yang belum diatur dalam
peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan
jumlah yang sangat signifikan.
LAMPIRAN...
-47-
LAMPIRAN III.2.6.b
Matriks Penetapan Peringkat Kualitas Penerapan Manajemen Risiko
Untuk Risiko Hukum
Peringkat
Strong
(1)
Definisi Peringkat
Kualitas penerapan manajemen Risiko Hukum sangat
memadai. Meskipun terdapat kelemahan minor, tetapi
kelemahan tersebut tidak signifikan sehingga dapat
diabaikan.
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam
peringkat ini antara lain sebagai berikut:
Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk
appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) sangat
memadai dan telah sejalan dengan sasaran strategis dan
strategi bisnis Bank secara keseluruhan.
Dewan Komisaris dan Direksi memiliki awareness dan
pemahaman yang sangat baik mengenai manajemen
Risiko Hukum.
Budaya manajemen Risiko Hukum sangat kuat dan telah
diinternalisasikan dengan sangat baik pada seluruh level
organisasi.
Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi secara
keseluruhan sangat memadai.
Fungsi manajemen Risiko Hukum independen, memiliki
tugas dan tanggung jawab yang jelas, dan telah berjalan
dengan sangat baik.
Delegasi kewenangan dikendalikan dan dipantau secara
berkala, dan telah berjalan dengan sangat baik.
Strategi Risiko Hukum sangat sejalan dengan tingkat
Risiko yang akan diambil dan toleransi Risiko.
Kebijakan dan prosedur manajemen Risiko Hukum
sangat memadai dan tersedia untuk seluruh area
manajemen Risiko Hukum, sejalan dengan penerapan,
dan dipahami dengan baik oleh pegawai.
Proses manajemen Risiko Hukum sangat memadai dalam
mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan
mengendalikan Risiko Hukum.
Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko Hukum sangat
baik sehingga menghasilkan Laporan Risiko Hukum yang
komprehensif dan terintegrasi kepada Dewan Komisaris
dan Direksi.
Secara umum sumber daya manusia sangat memadai
dari segi kuantitas maupun kompetensi pada fungsi
manajemen Risiko Hukum.
Sistem pengendalian intern sangat efektif dalam
mendukung pelaksanaan Manajemen Risiko.
Pelaksanaan...
-48-
Peringkat
Definisi Peringkat
Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review)
oleh satuan kerja audit internal dan fungsi yang
melakukan kaji ulang independen sangat memadai baik
dari sisi metodologi, frekuensi, maupun pelaporan kepada
Dewan Komisaris dan Direksi.
Secara umum tidak terdapat kelemahan yang signifikan
berdasarkan hasil review independen.
Tindak lanjut atas kaji ulang independen telah
dilaksanakan dengan sangat memadai.
Satisfactory
(2)
Kualitas penerapan manajemen Risiko Hukum memadai
meskipun terdapat beberapa kelemahan minor, tetapi
kelemahan tersebut dapat diselesaikan pada aktivitas bisnis
normal.
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam
peringkat ini antara lain sebagai berikut:
Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk
appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) memadai
dan telah sejalan dengan sasaran strategis dan strategi
bisnis Bank secara keseluruhan.
Dewan Komisaris dan Direksi memiliki awareness dan
pemahaman yang baik mengenai manajemen Risiko
Hukum.
Budaya manajemen Risiko Hukum kuat dan telah
diinternalisasikan dengan baik pada seluruh level
organisasi.
Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi secara umum
memadai. Terdapat beberapa kelemahan tetapi tidak
signifikan dan dapat diperbaiki dengan segera.
Fungsi manajemen Risiko Hukum memiliki tugas dan
tanggung jawab yang jelas dan telah berjalan dengan
baik. Terdapat kelemahan minor, tetapi dapat
diselesaikan pada aktivitas bisnis normal.
Delegasi kewenangan dikendalikan dan dipantau secara
berkala, dan telah berjalan dengan baik.
Strategi Risiko Hukum sejalan dengan tingkat Risiko yang
akan diambil dan toleransi Risiko.
Kebijakan dan prosedur manajemen Risiko Hukum
memadai dan tersedia untuk seluruh area manajemen
Risiko Hukum, sejalan dengan penerapan, dan dipahami
dengan baik oleh pegawai meskipun terdapat kelemahan
minor.
Proses manajemen Risiko Hukum memadai dalam
mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan
mengendalikan Risiko Hukum.
Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko Hukum baik
termasuk...
-49-
Peringkat
Definisi Peringkat
termasuk pelaporan Risiko Hukum kepada Dewan
Komisaris dan Direksi. Terdapat kelemahan minor tetapi
dapat diperbaiki dengan mudah.
Sumber daya manusia memadai baik dari sisi kuantitas
maupun kompetensi pada fungsi manajemen Risiko
Hukum.
Sistem pengendalian intern efektif dalam mendukung
pelaksanaan Manajemen Risiko.
Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review)
oleh satuan kerja audit internal dan fungsi yang
melakukan kaji ulang independen memadai baik dari sisi
metodologi, frekuensi, maupun pelaporan kepada Dewan
Komisaris dan Direksi.
Terdapat kelemahan tetapi tidak signifikan berdasarkan
hasil review independen.
Tindak lanjut atas kaji ulang independen telah
dilaksanakan dengan memadai.
Fair
(3)
Kualitas penerapan manajemen Risiko Hukum cukup
memadai. Meskipun persyaratan minimum terpenuhi,
terdapat beberapa kelemahan yang membutuhkan perhatian
manajemen.
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam
peringkat ini antara lain sebagai berikut:
Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk
appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) cukup
memadai tetapi tidak selalu sejalan dengan sasaran
strategis dan strategi bisnis Bank secara keseluruhan.
Dewan Komisaris dan Direksi memiliki awareness dan
pemahaman yang cukup baik mengenai manajemen
Risiko Hukum.
Budaya manajemen Risiko Hukum cukup kuat dan telah
diinternalisasikan dengan cukup baik tetapi belum selalu
dilaksanakan secara konsisten.
Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi secara umum
cukup memadai. Terdapat kelemahan pada beberapa
aspek penilaian yang perlu mendapat perhatian
manajemen.
Fungsi manajemen Risiko Hukum cukup baik, tetapi
terdapat beberapa kelemahan yang perlu mendapat
perhatian manajemen.
Delegasi kewenangan cukup baik, tetapi pengendalian
dan pemantauan tidak selalu dilaksanakan dengan baik.
Strategi Risiko Hukum cukup sejalan dengan tingkat
Risiko yang akan diambil dan toleransi Risiko.
Kebijakan dan prosedur manajemen Risiko Hukum
cukup...
-50-
Peringkat
Definisi Peringkat
cukup memadai tetapi tidak selalu konsisten dengan
penerapan.
Proses manajemen Risiko Hukum cukup memadai dalam
mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan
mengendalikan Risiko Hukum.
Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko Hukum
memenuhi ekspektasi minimum tetapi terdapat beberapa
kelemahan termasuk pelaporan kepada Dewan Komisaris
dan Direksi yang membutuhkan perhatian manajemen.
Secara umum sumber daya manusia cukup memadai
baik dari sisi kuantitas maupun kompetensi pada fungsi
manajemen Risiko Hukum.
Sistem pengendalian intern cukup efektif dalam
mendukung pelaksanaan Manajemen Risiko.
Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review)
oleh satuan kerja audit internal dan fungsi yang
melakukan kaji ulang independen cukup memadai.
Terdapat beberapa kelemahan pada metodologi,
frekuensi, dan/atau pelaporan kepada Dewan Komisaris
dan Direksi yang membutuhkan perhatian manajemen.
Terdapat kelemahan yang cukup signifikan berdasarkan
hasil review independen yang membutuhkan perhatian
manajemen.
Tindak lanjut atas kaji ulang independen telah
dilaksanakan dengan cukup memadai.
Marginal
(4)
Kualitas penerapan manajemen Risiko Hukum kurang
memadai. Terdapat kelemahan signifikan pada berbagai
aspek manajemen Risiko Hukum yang membutuhkan
tindakan korektif segera.
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam
peringkat ini antara lain sebagai berikut:
Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk
appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) kurang
memadai dan tidak sejalan dengan sasaran strategis dan
strategi bisnis Bank secara keseluruhan.
Kelemahan signifikan pada awareness dan pemahaman
Dewan Komisaris dan Direksi mengenai manajemen
Risiko Hukum.
Budaya manajemen Risiko Hukum kurang kuat dan
belum diinternalisasikan dengan baik pada setiap level
satuan kerja.
Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi secara umum
kurang memadai. Terdapat kelemahan pada berbagai
aspek penilaian yang membutuhkan perbaikan segera.
Kelemahan signifikan pada fungsi manajemen Risiko
Hukum...
-51-
Peringkat
Definisi Peringkat
Hukum yang membutuhkan perbaikan segera.
Delegasi kewenangan lemah dan tidak dikendalikan dan
dipantau dengan baik.
Strategi Risiko Hukum kurang sejalan dengan tingkat
Risiko yang akan diambil dan toleransi Risiko.
Kelemahan signifikan pada kebijakan, prosedur, dan limit
Risiko Hukum.
Proses manajemen Risiko Hukum kurang memadai dalam
mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan
mengendalikan Risiko Hukum.
Kelemahan signifikan pada Sistem Informasi Manajemen
(SIM) Risiko Hukum termasuk pelaporan kepada Dewan
Komisaris dan Direksi yang membutuhkan perbaikan
segera.
Sumber daya manusia kurang memadai dari segi
kuantitas maupun kompetensi pada fungsi manjemen
Risiko Hukum.
Sistem pengendalian intern kurang efektif dalam
mendukung pelaksanaan Manajemen Risiko.
Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review)
oleh satuan kerja audit internal dan fungsi yang
melakukan kaji ulang independen kurang memadai.
Terdapat kelemahan pada metodologi, frekuensi,
dan/atau pelaporan kepada Dewan Komisaris dan Direksi
yang membutuhkan perbaikan segera.
Terdapat kelemahan yang signifikan berdasarkan hasil
review independen yang membutuhkan tindakan
perbaikan segera.
Tindak lanjut atas kaji ulang independen kurang
memadai.
Unsatisfactory
Unstatisfactory
(5)
Kualitas penerapan manajemen Risiko Hukum tidak
memadai. Terdapat kelemahan signifikan pada berbagai
aspek manajemen Risiko Hukum di mana tindakan
penyelesaiannya di luar kemampuan manajemen.
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam
peringkat ini antara lain sebagai berikut:
Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk
appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) tidak
memadai dan tidak terdapat kaitan dengan dengan
sasaran strategis dan strategi bisnis Bank secara
keseluruhan.
Awareness dan pemahaman Dewan Komisaris dan
Direksi sangat lemah mengenai manajemen Risiko
Hukum.
Budaya manajemen Risiko Hukum tidak kuat atau belum
ada...
-52-
Peringkat
Definisi Peringkat
ada sama sekali.
Kelemahan signifikan pada fungsi manajemen Risiko
Hukum yang membutuhkan perbaikan fundamental.
Delegasi kewenangan sangat lemah atau tidak ada.
Strategi Risiko Hukum tidak sejalan dengan tingkat
Risiko yang akan diambil dan toleransi Risiko.
Proses manajemen Risiko Hukum tidak memadai dalam
mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan
mengendalikan Risiko Hukum.
Kelemahan fundamental pada Sistem Informasi
Manajemen (SIM) Risiko Hukum. Pelaporan Risiko
Hukum kepada Dewan Komisaris dan Direksi sangat
tidak memadai.
Sumber daya manusia tidak memadai dari segi kuantitas
maupun kompetensi pada fungsi manjemen Risiko
Hukum.
Sistem pengendalian intern tidak efektif dalam
mendukung pelaksanaan Manajemen Risiko.
Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review)
oleh satuan kerja audit internal dan fungsi yang
melakukan kaji ulang independen kurang memadai.
Terdapat kelemahan pada metodologi, frekuensi,
dan/atau pelaporan kepada Dewan Komisaris dan Direksi
yang membutuhkan perbaikan fundamental.
Terdapat kelemahan yang sangat signifikan berdasarkan
hasil review independen di mana tindakan perbaikannya
di luar kemampuan manajemen.
Tindak lanjut atas kaji ulang independen tidak memadai.
LAMPIRAN...
-53-
LAMPIRAN III.2.7.a
Matriks Penetapan Tingkat Risiko Inheren Untuk Risiko Stratejik
Peringkat
Definisi Peringkat
Low (1)
Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan
Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari Risiko
Stratejik tergolong sangat rendah selama periode waktu
tertentu di masa datang.
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat
ini antara lain sebagai berikut:
Strategi Bank tergolong konservatif atau berisiko rendah.
Produk/kegiatan usaha Bank tergolong stabil, tidak
kompleks, dan terdiversifikasi.
Bank melanjutkan strategi yang telah ada dengan tingkat
keberhasilan strategi yang tinggi.
Bank memiliki keunggulan kompetitif yang stabil, dan tidak
terdapat ancaman dari kompetitor.
Pencapaian rencana bisnis Bank sangat memadai.
Low to
Moderate (2)
Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan
Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari Risiko
Stratejik tergolong rendah selama periode waktu tertentu di
masa datang.
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat
ini antara lain sebagai berikut:
Strategi Bank berisiko rendah namun dengan tren
meningkat.
Produk/kegiatan usaha Bank tergolong tidak kompleks dan
terdiversifikasi.
Bank melanjutkan strategi yang sama atau memiliki
beberapa strategi baru namun masih dalam core bisnis dan
kompetensi Bank.
Bank memiliki keunggulan kompetitif dan ancaman
kompetitor tergolong minor.
Pencapaian rencana bisnis Bank memadai.
Moderate (3) Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan
Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari Risiko
Stratejik tergolong cukup tinggi selama periode waktu
tertentu di masa datang.
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat
ini antara lain sebagai berikut:
Strategi Bank tergolong berisiko moderat.
Produk/kegiatan usaha Bank secara umum terdiversifikasi,
namun terdapat beberapa yang tergolong kompleks.
Tingkat keberhasilan strategi Bank tergolong moderat
karena terdapat ancaman dari kompetitor.
Bank memiliki keunggulan kompetitif yang moderat dan
terdapat...
-54-
Peringkat
Definisi Peringkat
terdapat ancaman dari kompetitor.
Pencapaian rencana bisnis Bank cukup memadai.
Moderate to
High (4)
Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan
Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari Risiko
Stratejik tergolong tinggi selama periode waktu tertentu di
masa datang.
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat
ini antara lain sebagai berikut:
Strategi Bank tergolong berisiko moderat namun dengan
trend meningkat.
Beberapa produk/kegiatan usaha Bank terkonsentrasi dan
tergolong kompleks.
Bank menerapkan strategi untuk memasuki bisnis/pasar
baru dengan tingkat keberhasilan yang belum dapat
dipastikan.
Bank kurang memiliki keunggulan kompetitif, atau terdapat
ancaman signifikan dari kompetitor.
Pencapaian rencana bisnis Bank kurang memadai.
High (5)
Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan
Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari Risiko
Stratejik tergolong sangat tinggi selama periode waktu
tertentu di masa datang.
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat
ini antara lain sebagai berikut:
Strategi Bank tergolong berisiko tinggi.
Produk/kegiatan usaha sangat terkonsentrasi dan tergolong
kompleks.
Mayoritas strategi Bank beralih kepada area yang berbeda
yang bukan merupakan lini bisnis utama dan kompetensi
Bank.
Bank tidak memiliki keunggulan kompetitif, dan terdapat
ancaman sangat signifikan dari kompetitor.
Pencapaian rencana bisnis Bank tidak memadai.
LAMPIRAN...
-55-
LAMPIRAN III.2.7.b
Matriks Penetapan Peringkat Kualitas Penerapan Manajemen Risiko
Untuk Risiko Stratejik
Peringkat
Strong
(1)
Definisi Peringkat
Kualitas penerapan manajemen Risiko Stratejik sangat
memadai. Meskipun terdapat kelemahan minor, tetapi
kelemahan tersebut tidak signifikan sehingga dapat
diabaikan.
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam
peringkat ini antara lain sebagai berikut:
Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk
appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) sangat
memadai dan telah sejalan dengan sasaran strategis dan
strategi bisnis Bank secara keseluruhan.
Dewan Komisaris dan Dewan Direksi memiliki awareness
dan pemahaman yang sangat baik mengenai manajemen
Risiko Stratejik, sumber Risiko Stratejik dan tingkat
Risiko Stratejik di Bank.
Budaya manajemen Risiko Stratejik sangat kuat dan telah
diinternalisasikan dengan sangat baik pada seluruh level
organisasi.
Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi secara
keseluruhan sangat memadai.
Fungsi manajemen Risiko Stratejik independen, memiliki
tugas dan tanggung jawab yang jelas, dan telah berjalan
dengan sangat baik.
Delegasi kewenangan dikendalikan dan dipantau secara
berkala, dan telah berjalan dengan sangat baik.
Kebijakan dan prosedur manajemen Risiko Stratejik
sangat memadai dan tersedia untuk seluruh area
manajemen Risiko Stratejik, sejalan dengan penerapan,
dan dipahami dengan baik oleh pegawai.
Proses manajemen Risiko Stratejik sangat memadai dalam
mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan
mengendalikan Risiko Stratejik.
Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko Stratejik sangat
baik sehingga menghasilkan Laporan Risiko Stratejik yang
komprehensif dan terintegrasi kepada Dewan Komisaris
dan Direksi.
Secara umum sumber daya manusia sangat memadai dari
segi kuantitas maupun kompetensi pada fungsi
manajemen Risiko Stratejik.
Sistem pengendalian intern sangat efektif dalam
mendukung pelaksanaan Manajemen Risiko.
Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review)
oleh...
-56-
Peringkat
Definisi Peringkat
oleh satuan kerja audit internal dan fungsi yang
melakukan kaji ulang independen sangat memadai baik
dari sisi metodologi, frekuensi, maupun pelaporan kepada
Dewan Komisaris dan Direksi.
Secara umum tidak terdapat kelemahan yang signifikan
berdasarkan hasil review independen.
Tindak lanjut atas kaji ulang independen telah
dilaksanakan dengan sangat memadai.
Satisfactory
(2)
Kualitas penerapan manajemen Risiko Stratejik memadai
meskipun terdapat beberapa kelemahan minor, tetapi
kelemahan tersebut dapat diselesaikan pada aktivitas bisnis
normal.
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam
peringkat ini antara lain sebagai berikut:
Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk
appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) memadai dan
telah sejalan dengan sasaran strategis dan strategi bisnis
Bank secara keseluruhan.
Dewan Komisaris dan Direksi memiliki awareness dan
pemahaman yang baik mengenai manajemen Risiko
Stratejik.
Budaya manajemen Risiko Stratejik kuat dan telah
diinternalisasikan dengan baik pada seluruh level
organisasi.
Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi secara umum
memadai. Terdapat beberapa kelemahan tetapi tidak
signifikan dan dapat diperbaiki dengan segera.
Fungsi manajemen Risiko Stratejik memiliki tugas dan
tanggung jawab yang jelas dan telah berjalan dengan baik.
Terdapat kelemahan minor, tetapi dapat diselesaikan pada
aktivitas bisnis normal.
Delegasi kewenangan dikendalikan dan dipantau secara
berkala, dan telah berjalan dengan baik.
Kebijakan dan prosedur manajemen Risiko Stratejik
memadai dan tersedia untuk seluruh area manajemen
Risiko Stratejik, sejalan dengan penerapan, dan dipahami
dengan baik oleh pegawai meskipun terdapat kelemahan
minor.
Proses manajemen Risiko Stratejik memadai dalam
mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan
mengendalikan Risiko Stratejik.
Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko Stratejik baik
termasuk pelaporan Risiko Stratejik kepada Dewan
Komisaris dan Direksi. Terdapat kelemahan minor tetapi
dapat diperbaiki dengan mudah.
Sumber...
-57-
Peringkat
Definisi Peringkat
Sumber daya manusia memadai baik dari sisi kuantitas
maupun kompetensi pada fungsi manajemen Risiko
Stratejik.
Sistem pengendalian intern efektif dalam mendukung
pelaksanaan Manajemen Risiko.
Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review)
oleh satuan kerja audit internal dan fungsi yang
melakukan kaji ulang independen memadai baik dari sisi
metodologi, frekuensi, maupun pelaporan kepada Dewan
Komisaris dan Direksi.
Terdapat kelemahan tetapi tidak signifikan berdasarkan
hasil review independen.
Tindak lanjut atas kaji ulang independen telah
dilaksanakan dengan memadai.
Fair
(3)
Kualitas penerapan manajemen Risiko Stratejik cukup
memadai. Meskipun persyaratan minimum terpenuhi,
terdapat beberapa kelemahan yang membutuhkan perhatian
manajemen.
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam
peringkat ini antara lain sebagai berikut:
Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk
appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) cukup
memadai tetapi tidak selalu sejalan dengan sasaran
strategis dan strategi bisnis Bank secara keseluruhan.
Dewan Komisaris dan Direksi memiliki awareness dan
pemahaman yang cukup baik mengenai manajemen
Risiko Stratejik.
Budaya manajemen Risiko Stratejik cukup kuat dan telah
diinternalisasikan dengan cukup baik tetapi belum selalu
dilaksanakan secara konsisten.
Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi secara umum
cukup memadai. Terdapat kelemahan pada beberapa
aspek penilaian yang perlu mendapat perhatian
manajemen.
Fungsi manajemen Risiko Stratejik cukup baik, tetapi
terdapat beberapa kelemahan yang perlu mendapat
perhatian manajemen.
Delegasi kewenangan cukup baik, tetapi pengendalian dan
pemantauan tidak selalu dilaksanakan dengan baik.
Kebijakan dan prosedur manajemen Risiko Stratejik
cukup memadai tetapi tidak selalu konsisten dengan
penerapan.
Fungsi manajemen Risiko Stratejik cukup baik, tetapi
terdapat beberapa kelemahan yang perlu mendapat
perhatian...
-58-
Peringkat
Definisi Peringkat
perhatian manajemen.
Delegasi kewenangan cukup baik, tetapi pengendalian dan
pemantauan tidak selalu dilaksanakan dengan baik.
Kebijakan dan prosedur manajemen Risiko Stratejik
cukup memadai tetapi tidak selalu konsisten dengan
penerapan.
Proses manajemen Risiko Stratejik cukup memadai dalam
mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan
mengendalikan Risiko Hukum.
Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko Stratejik
memenuhi ekspektasi minimum tetapi terdapat beberapa
kelemahan termasuk pelaporan kepada Dewan Komisaris
dan Direksi yang membutuhkan perhatian manajemen.
Secara umum sumber daya manusia cukup memadai baik
dari sisi kuantitas maupun kompetensi pada fungsi
manajemen Risiko Stratejik.
Sistem pengendalian intern cukup efektif dalam
mendukung pelaksanaan Manajemen Risiko.
Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review)
oleh satuan kerja audit internal dan fungsi yang
melakukan kaji ulang independen cukup memadai.
Terdapat beberapa kelemahan pada metodologi, frekuensi,
dan/atau pelaporan kepada Dewan Komisaris dan Direksi
yang membutuhkan perhatian manajemen.
Terdapat kelemahan yang cukup signifikan berdasarkan
hasil review independen yang membutuhkan perhatian
manajemen.
Tindak lanjut atas kaji ulang independen telah
dilaksanakan dengan cukup memadai.
Marginal
(4)
Kualitas penerapan manajemen Risiko Stratejik kurang
memadai. Terdapat kelemahan signifikan pada berbagai
aspek manajemen Risiko Stratejik yang membutuhkan
tindakan korektif segera.
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam
peringkat ini antara lain sebagai berikut:
Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk
appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) kurang
memadai dan tidak sejalan dengan sasaran strategis dan
strategi bisnis Bank secara keseluruhan.
Kelemahan signifikan pada awareness dan pemahaman
Dewan Komisaris dan Direksi mengenai manajemen Risiko
Stratejik.
Budaya manajemen Risiko Stratejik kurang kuat dan
belum diinternalisasikan dengan baik pada setiap level
satuan...
-59-
Peringkat
Definisi Peringkat
satuan kerja.
Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi secara umum
kurang memadai. Terdapat kelemahan pada berbagai
aspek penilaian yang membutuhkan perbaikan segera.
Kelemahan signifikan pada fungsi manajemen Risiko
Stratejik yang membutuhkan perbaikan segera.
Delegasi kewenangan lemah dan tidak dikendalikan dan
dipantau dengan baik.
Kelemahan signifikan pada kebijakan, prosedur, dan limit
Risiko Stratejik.
Proses manajemen Risiko Stratejik kurang memadai
dalam mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan
mengendalikan Risiko Stratejik.
Kelemahan signifikan pada Sistem Informasi Manajemen
(SIM) Risiko Stratejik termasuk pelaporan kepada Dewan
Komisaris dan Direksi yang membutuhkan perbaikan
segera.
Sumber daya manusia kurang memadai dari segi
kuantitas maupun kompetensi pada fungsi manjemen
Risiko Stratejik.
Sistem pengendalian intern kurang efektif dalam
mendukung pelaksanaan Manajemen Risiko.
Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review)
oleh satuan kerja audit internal dan fungsi yang
melakukan kaji ulang independen kurang memadai.
Terdapat kelemahan pada metodologi, frekuensi, dan/atau
pelaporan kepada Dewan Komisaris dan Direksi yang
membutuhkan perbaikan segera.
Terdapat kelemahan yang signifikan berdasarkan hasil
review independen yang membutuhkan tindakan
perbaikan segera.
Tindak lanjut atas kaji ulang independen kurang
memadai.
Unstatisfactory
(5)
Unsatisfactory
Kualitas penerapan manajemen Risiko Stratejik tidak
memadai. Terdapat kelemahan signifikan pada berbagai
aspek manajemen Risiko Stratejik di mana tindakan
penyelesaiannya di luar kemampuan manajemen.
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam
peringkat ini antara lain sebagai berikut:
Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk
appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) tidak
memadai dan tidak terdapat kaitan dengan dengan
sasaran strategis dan strategi bisnis Bank secara
keseluruhan.
Awareness...
-60-
Peringkat
Definisi Peringkat
Awareness dan pemahaman Dewan Komisaris dan Direksi
sangat lemah mengenai manajemen Risiko Stratejik.
Budaya manajemen Risiko Stratejik tidak kuat atau belum
ada sama sekali.
Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi tidak memadai.
Terdapat kelemahan yang signifikan pada hampir seluruh
aspek penilaian dan tindakan dan penyelesaiannya di luar
kemampuan Bank.
Kelemahan signifikan pada fungsi manajemen Risiko
Stratejik yang membutuhkan perbaikan fundamental.
Delegasi kewenangan sangat lemah atau tidak ada.
Kelemahan sangat signifikan pada kebijakan, prosedur,
dan limit Risiko Stratejik.
Proses manajemen Risiko Stratejik tidak memadai dalam
mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan
mengendalikan Risiko Stratejik.
Kelemahan fundamental pada Sistem Informasi
Manajemen (SIM) Risiko Stratejik.
Sumber daya manusia tidak memadai dari segi kuantitas
maupun kompetensi pada fungsi manjemen Risiko
Stratejik.
Sistem pengendalian intern tidak efektif dalam
mendukung pelaksanaan Manajemen Risiko.
Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review)
oleh satuan kerja audit internal dan fungsi yang
melakukan kaji ulang independen kurang memadai.
Terdapat kelemahan pada metodologi, frekuensi, dan/atau
pelaporan kepada Dewan Komisaris dan Direksi yang
membutuhkan perbaikan fundamental.
Terdapat kelemahan yang sangat signifikan berdasarkan
hasil review independen di mana tindakan perbaikannya
di luar kemampuan manajemen.
Tindak lanjut atas kaji ulang independen tidak memadai
atau tidak ada.
LAMPIRAN...
-61-
LAMPIRAN III.2.8.a
Matriks Penetapan Peringkat Risiko Inheren Untuk Risiko Kepatuhan
Peringkat
Definisi Peringkat
Low (1)
Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan
Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari Risiko
Kepatuhan tergolong sangat rendah selama periode waktu
tertentu di masa datang.
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat
ini antara lain sebagai berikut:
Tidak terdapat pelanggaran ketentuan.
Tidak terdapat pelanggaran prinsip syariah atas
operasional penghimpunan dan penyediaan dana serta
pelayanan jasa.
Track record kepatuhan Bank selama ini sangat baik.
Bank telah menerapkan hampir seluruh standar keuangan
dan kode etik yang berlaku.
Low to
Moderate (2)
Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan
Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari Risiko
Kepatuhan tergolong rendah selama periode waktu tertentu di
masa datang.
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat
ini antara lain sebagai berikut:
Terdapat pelanggaran ketentuan yang relatif minor dan
dapat segera diperbaiki oleh Bank.
Terdapat pelanggaran prinsip syariah yang relatif minor
atas operasional penghimpunan dan penyediaan dana serta
pelayanan jasa.
Track record kepatuhan Bank selama ini baik.
Bank telah menerapkan hampir seluruh standar keuangan
dan kode etik yang berlaku.
Moderate (3) Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan
Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari Risiko
Kepatuhan tergolong cukup tinggi selama periode waktu
tertentu di masa datang.
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat
ini antara lain sebagai berikut:
Terdapat pelanggaran ketentuan yang cukup signifikan dan
membutuhkan perhatian manajemen.
Terdapat pelanggaran prinsip syariah yang cukup
signifikan atas operasional penghimpunan dan penyediaan
dana serta pelayanan jasa.
Track record kepatuhan Bank selama ini cukup baik.
Terdapat pelanggaran minor pada standar keuangan dan
kode etik yang berlaku.
Moderate...
-62-
Peringkat
Definisi Peringkat
Moderate to
High (4)
Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan
Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari Risiko
Kepatuhan tergolong tinggi selama periode waktu tertentu di
masa datang.
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat
ini antara lain sebagai berikut:
Terdapat pelanggaran ketentuan yang signifikan dan
membutuhkan tindakan perbaikan segera.
Terdapat pelanggaran prinsip syariah yang signifikan atas
operasional penghimpunan dan penyediaan dana serta
pelayanan jasa.
Track record kepatuhan Bank selama ini kurang baik.
Terdapat pelanggaran signifikan pada standar keuangan
dan kode etik yang berlaku.
High (5)
Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan
Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari Risiko
Kepatuhan tergolong sangat tinggi selama periode waktu
tertentu di masa datang.
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat
ini antara lain sebagai berikut:
Terdapat pelanggaran ketentuan yang sangat signifikan
dan membutuhkan tindakan perbaikan segera.
Terdapat pelanggaran prinsip syariah yang sangat
signifikan atas operasional penghimpunan dan penyediaan
dana serta pelayanan jasa.
Track record kepatuhan Bank selama ini tidak baik.
Terdapat pelanggaran sangat signifikan pada standar
keuangan dan kode etik yang berlaku.
LAMPIRAN...
-63-
LAMPIRAN III.2.8.b
Matriks Penetapan Peringkat Kualitas Penerapan Manajemen Risiko
Untuk Risiko Kepatuhan
Peringkat
Strong
(1)
Definisi Peringkat
Kualitas penerapan manajemen Risiko Kepatuhan sangat
memadai. Meskipun terdapat kelemahan minor, tetapi
kelemahan tersebut tidak signifikan sehingga dapat
diabaikan.
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam
peringkat ini antara lain sebagai berikut:
Dewan Komisaris, Direksi, dan Dewan Pengawas Syariah
memiliki awareness dan pemahaman yang sangat baik
mengenai manajemen Risiko Kepatuhan.
Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk
appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) sangat
memadai dan telah sejalan dengan sasaran strategis dan
strategi bisnis Bank secara keseluruhan.
Budaya manajemen Risiko Kepatuhan sangat kuat dan
telah diinternalisasikan dengan sangat baik pada seluruh
level organisasi.
Pelaksanaan tugas Komisaris, Direksi, dan Dewan
Pengawas Syariah secara keseluruhan sangat memadai.
Fungsi manajemen Risiko Kepatuhan independen,
memiliki tugas dan tanggung jawab yang jelas, dan telah
berjalan dengan sangat baik.
Delegasi kewenangan dikendalikan dan dipantau secara
berkala, dan telah berjalan dengan sangat baik.
Strategi Risiko Kepatuhan sangat sejalan dengan tingkat
Risiko yang akan diambil dan toleransi Risiko.
Kebijakan dan prosedur manajemen Risiko Kepatuhan
sangat memadai dan tersedia untuk seluruh area
manajemen Risiko Kepatuhan, sejalan dengan penerapan,
dan dipahami dengan baik oleh pegawai.
Proses manajemen Risiko Kepatuhan sangat memadai
dalam mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan
mengendalikan Risiko Kepatuhan.
Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko Kepatuhan
sangat baik sehingga menghasilkan Laporan Risiko
Kepatuhan yang komprehensif dan terintegrasi kepada
Komisaris, Direksi, dan Dewan Pengawas Syariah.
Secara umum sumber daya manusia sangat memadai
dari segi kuantitas maupun kompetensi pada fungsi
manajemen Risiko Kepatuhan.
Sistem pengendalian intern sangat efektif dalam
mendukung pelaksanaan Manajemen Risiko.
Pelaksanaan...
-64-
Peringkat
Definisi Peringkat
Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review)
oleh satuan kerja audit internal dan fungsi yang
melakukan kaji ulang independen sangat memadai baik
dari sisi metodologi, frekuensi, maupun pelaporan kepada
Dewan Komisaris, Direksi, dan Dewan Pengawas Syariah.
Secara umum tidak terdapat kelemahan yang signifikan
berdasarkan hasil review independen.
Tindak lanjut atas kaji ulang independen telah
dilaksanakan dengan sangat memadai.
Satisfactory
(2)
Kualitas penerapan manajemen Risiko Kepatuhan memadai
meskipun terdapat beberapa kelemahan minor, tetapi
kelemahan tersebut dapat diselesaikan pada aktivitas bisnis
normal.
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam
peringkat ini antara lain sebagai berikut:
Dewan Komisaris, Direksi, dan Dewan Pengawas Syariah
memiliki awareness dan pemahaman yang baik mengenai
manajemen Risiko Kepatuhan.
Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk
appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) memadai
dan telah sejalan dengan sasaran strategis dan strategi
bisnis Bank secara keseluruhan.
Budaya manajemen Risiko Kepatuhan kuat dan telah
diinternalisasikan dengan baik pada seluruh level
organisasi.
Pelaksanaan tugas Komisaris, Direksi, dan Dewan
Pengawas Syariah secara umum memadai. Terdapat
beberapa kelemahan tetapi tidak signifikan dan dapat
diperbaiki dengan segera.
Fungsi manajemen Risiko Kepatuhan memiliki tugas dan
tanggung jawab yang jelas dan telah berjalan dengan
baik. Terdapat kelemahan minor, tetapi dapat
diselesaikan pada aktivitas bisnis normal.
Delegasi kewenangan dikendalikan dan dipantau secara
berkala, dan telah berjalan dengan baik.
Strategi Risiko Kepatuhan sejalan dengan tingkat Risiko
yang akan diambil dan toleransi Risiko.
Kebijakan dan prosedur manajemen Risiko Kepatuhan
memadai dan tersedia untuk seluruh area manajemen
Risiko Kepatuhan, sejalan dengan penerapan, dan
dipahami dengan baik oleh pegawai meskipun terdapat
kelemahan minor.
Proses manajemen Risiko Kepatuhan memadai dalam
mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan
mengendalikan Risiko Kepatuhan.
Sistem...
-65-
Peringkat
Definisi Peringkat
Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko Kepatuhan
baik termasuk pelaporan Risiko Kepatuhan kepada
Dewan Komisaris, Direksi, dan Dewan Pengawas Syariah.
Terdapat kelemahan minor tetapi dapat diperbaiki
dengan mudah.
Sumber daya manusia memadai baik dari sisi kuantitas
maupun kompetensi pada fungsi manajemen Risiko
Kepatuhan.
Sistem pengendalian intern efektif dalam mendukung
pelaksanaan Manajemen Risiko.
Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review)
oleh satuan kerja audit internal dan fungsi yang
melakukan kaji ulang independen memadai baik dari sisi
metodologi, frekuensi, maupun pelaporan kepada Dewan
Komisaris, Direksi, dan Dewan Pengawas Syariah.
Terdapat kelemahan tetapi tidak signifikan berdasarkan
hasil review independen.
Tindak lanjut atas kaji ulang independen telah
dilaksanakan dengan memadai.
Fair
(3)
Kualitas penerapan manajemen Risiko Kepatuhan cukup
memadai. Meskipun persyaratan minimum terpenuhi,
terdapat beberapa kelemahan yang membutuhkan perhatian
manajemen.
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam
peringkat ini antara lain sebagai berikut:
Dewan Komisaris, Direksi, dan Dewan Pengawas Syariah
memiliki awareness dan pemahaman yang cukup baik
mengenai manajemen Risiko Kepatuhan.
Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk
appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) cukup
memadai tetapi tidak selalu sejalan dengan sasaran
strategis dan strategi bisnis Bank secara keseluruhan.
Budaya manajemen Risiko Kepatuhan cukup kuat dan
telah diinternalisasikan dengan cukup baik tetapi belum
selalu dilaksanakan secara konsisten.
Pelaksanaan tugas Komisaris, Direksi, dan Dewan
Pengawas Syariah secara umum cukup memadai.
Terdapat kelemahan pada beberapa aspek penilaian yang
perlu mendapat perhatian manajemen.
Fungsi manajemen Risiko Kepatuhan cukup baik, tetapi
terdapat beberapa kelemahan yang perlu mendapat
perhatian manajemen.
Delegasi kewenangan cukup baik, tetapi pengendalian
dan pemantauan tidak selalu dilaksanakan dengan baik.
Strategi Risiko Kepatuhan cukup sejalan dengan tingkat
Risiko...
-66-
Peringkat
Definisi Peringkat
Risiko yang akan diambil dan toleransi Risiko.
Kebijakan dan prosedur manajemen Risiko Kepatuhan
cukup memadai tetapi tidak selalu konsisten dengan
penerapan.
Proses manajemen Risiko Kepatuhan cukup memadai
dalam mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan
mengendalikan Risiko Hukum.
Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko Kepatuhan
memenuhi ekspektasi minimum tetapi terdapat beberapa
kelemahan termasuk pelaporan kepada Dewan
Komisaris, Direksi, dan Dewan Pengawas Syariah yang
membutuhkan perhatian manajemen.
Secara umum sumber daya manusia cukup memadai
baik dari sisi kuantitas maupun kompetensi pada fungsi
manajemen Risiko Kepatuhan.
Sistem pengendalian intern cukup efektif dalam
mendukung pelaksanaan Manajemen Risiko.
Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review)
oleh satuan kerja audit internal dan fungsi yang
melakukan kaji ulang independen cukup memadai.
Terdapat beberapa kelemahan pada metodologi,
frekuensi, dan/atau pelaporan kepada Dewan Komisaris,
Direksi, dan Dewan Pengawas Syariah yang
membutuhkan perhatian manajemen.
Terdapat kelemahan yang cukup signifikan berdasarkan
hasil review independen yang membutuhkan perhatian
manajemen.
Tindak lanjut atas kaji ulang independen telah
dilaksanakan dengan cukup memadai.
Marginal
(4)
Kualitas penerapan manajemen Risiko Kepatuhan kurang
memadai. Terdapat kelemahan signifikan pada berbagai
aspek manajemen Risiko Kepatuhan yang membutuhkan
tindakan korektif segera.
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam
peringkat ini antara lain sebagai berikut:
Kelemahan signifikan pada awareness dan pemahaman
Dewan Komisaris, Direksi, dan Dewan Pengawas Syariah
mengenai manajemen Risiko Kepatuhan.
Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk
appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) kurang
memadai dan tidak sejalan dengan sasaran strategis dan
strategi bisnis Bank secara keseluruhan.
Budaya manajemen Risiko Kepatuhan kurang kuat dan
belum diinternalisasikan dengan baik pada setiap level
satuan kerja.
Pelaksanaan...
-67-
Peringkat
Definisi Peringkat
Pelaksanaan tugas Komisaris, Direksi, dan Dewan
Pengawas Syariah secara umum kurang memadai.
Terdapat kelemahan pada berbagai aspek penilaian yang
membutuhkan perbaikan segera.
Kelemahan signifikan pada fungsi manajemen Risiko
Kepatuhan yang membutuhkan perbaikan segera.
Delegasi kewenangan lemah dan tidak dikendalikan dan
dipantau dengan baik.
Strategi Risiko Kepatuhan kurang sejalan dengan tingkat
Risiko yang akan diambil dan toleransi Risiko.
Kelemahan signifikan pada kebijakan, prosedur, dan limit
Risiko Kepatuhan.
Proses manajemen Risiko Kepatuhan kurang memadai
dalam mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan
mengendalikan Risiko Kepatuhan.
Kelemahan signifikan pada Sistem Informasi Manajemen
(SIM) Risiko Kepatuhan termasuk pelaporan kepada
Dewan Komisaris, Direksi, dan Dewan Pengawas Syariah
yang membutuhkan perbaikan segera.
Sumber daya manusia kurang memadai dari segi
kuantitas maupun kompetensi pada fungsi manajemen
Risiko Kepatuhan.
Sistem pengendalian intern kurang efektif dalam
mendukung pelaksanaan Manajemen Risiko.
Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review)
oleh satuan kerja audit internal dan fungsi yang
melakukan kaji ulang independen kurang memadai.
Terdapat kelemahan pada metodologi, frekuensi,
dan/atau pelaporan kepada Dewan Komisaris, Direksi,
dan Dewan Pengawas Syariah yang membutuhkan
perbaikan segera.
Terdapat kelemahan yang signifikan berdasarkan hasil
review independen yang membutuhkan tindakan
perbaikan segera.
Tindak lanjut atas kaji ulang independen kurang
memadai.
Unstatisfactory
(5)
Unsatisfactory
Kualitas penerapan manajemen Risiko Kepatuhan tidak
memadai. Terdapat kelemahan signifikan pada berbagai
aspek manajemen Risiko Kepatuhan di mana tindakan
penyelesaiannya di luar kemampuan manajemen.
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam
peringkat ini antara lain sebagai berikut:
Awareness dan pemahaman Dewan Komisaris, Direksi,
dan Dewan Pengawas Syariah sangat lemah mengenai
manajemen Risiko Kepatuhan.
Perumusan...
-68-
Peringkat
Definisi Peringkat
Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk
appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) tidak
memadai dan tidak terdapat kaitan dengan dengan
sasaran strategis dan strategi bisnis Bank secara
keseluruhan.
Budaya manajemen Risiko Kepatuhan tidak kuat.
Kelemahan signifikan pada fungsi manajemen Risiko
Kepatuhan yang membutuhkan perbaikan fundamental.
Delegasi kewenangan sangat lemah.
Strategi Risiko Kepatuhan tidak sejalan dengan tingkat
Risiko yang akan diambil dan toleransi Risiko.
Proses manajemen Risiko Kepatuhan tidak memadai
dalam mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan
mengendalikan Risiko Kepatuhan.
Kelemahan fundamental pada Sistem Informasi
Manajemen (SIM) Risiko Kepatuhan. Pelaporan Risiko
Kepatuhan kepada Dewan Komisaris, Direksi, dan Dewan
Pengawas Syariah sangat tidak memadai.
Sumber daya manusia tidak memadai dari segi kuantitas
maupun kompetensi pada fungsi manjemen Risiko
Kepatuhan.
Sistem pengendalian intern tidak efektif dalam
mendukung pelaksanaan Manajemen Risiko.
Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review)
oleh satuan kerja audit internal dan fungsi yang
melakukan kaji ulang independen kurang memadai.
Terdapat kelemahan pada metodologi, frekuensi,
dan/atau pelaporan kepada Dewan Komisaris, Direksi,
dan Dewan Pengawas Syariah yang membutuhkan
perbaikan fundamental.
Terdapat kelemahan yang sangat signifikan berdasarkan
hasil review independen di mana tindakan perbaikannya
di luar kemampuan manajemen.
Tindak lanjut atas kaji ulang independen tidak memadai
atau tidak ada.
LAMPIRAN...
-69-
LAMPIRAN III.2.9.a
Matriks Penetapan Peringkat Risiko Inheren Untuk Risiko Reputasi
Peringkat
Definisi Peringkat
Low (1)
Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan
Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari Risiko
Reputasi tergolong sangat rendah selama periode waktu
tertentu di masa datang.
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat
ini antara lain sebagai berikut:
Secara umum tidak terdapat pengaruh reputasi negatif dari
pemilik Bank dan perusahaan terkait, bahkan diharapkan
pemilik Bank dan perusahaan terkait dapat memberikan
pengaruh sangat positif tehadap reputasi Bank.
Pelanggaran atau potensi pelanggaran sangat minim atas
etika bisnis. Bank memiliki reputasi sebagai perusahaan
yang sangat menjunjung tinggi etika bisnis.
Produk Bank tidak kompleks dan mudah dipahami oleh
nasabah.
Kerjasama bisnis yang dilakukan dengan mitra bisnis
jumlahnya sangat minimal.
Frekuensi pemberitaan negatif terhadap Bank sangat
minimal, pemberitaan negatif sifatnya sangat tidak material,
dan ruang lingkup pemberitaan terbatas.
Frekuensi penyampaian keluhan nasabah sangat minimal
dan sangat tidak material.
Low to
Moderate (2)
Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan
Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari Risiko
Reputasi tergolong rendah selama periode waktu tertentu di
masa datang.
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat
ini antara lain sebagai berikut:
Terdapat pengaruh reputasi negatif dari pemilik Bank dan
perusahaan terkait namun skala pengaruhnya kecil dan
dapat dimitigasi dengan baik.
Pelanggaran/potensi pelanggaran etika bisnis minimal dan
Bank memiliki reputasi sebagai perusahaan yang
menjunjung tinggi etika bisnis.
Produk Bank sederhana sehingga relatif tidak
membutuhkan pemahaman khusus nasabah.
Kerjasama bisnis yang dilakukan dengan mitra bisnis
jumlahnya minimal.
Frekuensi pemberitaan negatif terhadap Bank minimal,
pemberitaan negatif sifatnya tidak material, dan ruang
lingkup pemberitaan yang kecil relatif terhadap skala Bank.
Frekuensi penyampaian keluhan yang minimal dan tidak
material...
-70-
Peringkat
Definisi Peringkat
material.
Moderate (3) Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan
Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari Risiko
Reputasi tergolong cukup tinggi selama periode waktu
tertentu di masa datang.
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat
ini antara lain sebagai berikut:
Terdapat pengaruh reputasi negatif dari pemilik Bank dan
perusahaan terkait walaupun skala pengaruh cukup besar
namun masih dapat dikendalikan.
Terjadi pelanggaran/potensi pelanggaran etika bisnis
namun skala pengaruhnya cukup signifikan dan dapat
membutuhkan perhatian manajemen.
Produk Bank cukup kompleks sehingga pada tingkat
tertentu membutuhkan pemahaman khusus nasabah.
Kerjasama bisnis yang dilakukan dengan mitra bisnis
jumlahnya cukup banyak.
Frekuensi pemberitaan negatif terhadap Bank cukup
banyak, pemberitaan negatif sifatnya cukup material, dan
ruang lingkup pemberitaan yang cukup luas terhadap skala
Bank.
Frekuensi penyampaian keluhan cukup banyak dan cukup
material.
Moderate to
High (4)
Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan
Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari Risiko
Reputasi tergolong tinggi selama periode waktu tertentu di
masa datang.
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat
ini antara lain sebagai berikut:
Terdapat pengaruh reputasi negatif dari pemilik Bank dan
perusahaan terkait dengan skala pengaruh yang material
dan membutuhkan perhatian khusus manajemen.
Terjadi pelanggaran/potensi pelanggaran etika bisnis
dengan skala pengaruh material dan membutuhkan
perhatian secara khusus.
Produk Bank kompleks sehingga membutuhkan
pemahaman khusus nasabah.
Kerjasama bisnis yang dilakukan dengan mitra bisnis
jumlahnya material.
Frekuensi pemberitaan negatif terhadap Bank banyak,
pemberitaan negatif sifatnya material, dan ruang lingkup
pemberitaan yang besar relatif terhadap skala Bank.
Frekuensi penyampaian keluhan yang banyak dan material.
High (5)
Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan
Bank...
-71-
Peringkat
Definisi Peringkat
Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari Risiko
Reputasi tergolong sangat tinggi selama periode waktu
tertentu di masa datang.
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat
ini antara lain sebagai berikut:
Terdapat pengaruh reputasi negatif dari pemilik Bank dan
perusahaan terkait dengan skala pengaruh yang sangat
material dan membutuhkan tindak lanjut dan manajemen
dengan segera.
Terjadi pelanggaran/potensi pelanggaran etika bisnis
dengan skala sangat material dan membutuhkan lanjut dan
manajemen dengan segera.
Produk Bank sangat kompleks sehingga sangat
membutuhkan pemahaman khusus nasabah.
Kerjasama bisnis yang dilakukan dengan mitra bisnis
jumlahnya material.
Frekuensi pemberitaan negatif terhadap Bank sangat
banyak, pemberitaan negatif sifatnya sangat material, dan
ruang lingkup pemberitaan yang sangat besar relatif
terhadap skala Bank.
Frekuensi penyampaian keluhan yang sangat tinggi dan
sangat material.
LAMPIRAN...
-72-
LAMPIRAN III.2.9.b
Matriks Penetapan Peringkat Kualitas Penerapan Manajemen Risiko
Untuk Risiko Reputasi
Peringkat
Strong
(1)
Definisi Peringkat
Kualitas penerapan manajemen Risiko Reputasi sangat
memadai. Meskipun terdapat kelemahan minor, tetapi
kelemahan tersebut tidak signifikan sehingga dapat
diabaikan.
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam
peringkat ini antara lain sebagai berikut:
Dewan Komisaris dan Direksi memiliki awareness dan
pemahaman yang sangat baik mengenai manajemen
Risiko Reputasi.
Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk
appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) sangat
memadai dan telah sejalan dengan sasaran strategis dan
strategi bisnis Bank secara keseluruhan.
Budaya manajemen Risiko Reputasi sangat kuat dan
telah diinternalisasikan dengan sangat baik pada seluruh
level organisasi.
Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi secara
keseluruhan sangat memadai.
Fungsi manajemen Risiko Reputasi independen, memiliki
tugas dan tanggung jawab yang jelas, dan telah berjalan
dengan sangat baik.
Delegasi kewenangan dikendalikan dan dipantau secara
berkala, dan telah berjalan dengan sangat baik.
Strategi Risiko Reputasi sangat sejalan dengan tingkat
Risiko yang akan diambil dan toleransi Risiko.
Kebijakan dan prosedur manajemen Risiko Reputasi
sangat memadai dan tersedia untuk seluruh area
manajemen Risiko Reputasi, sejalan dengan penerapan,
dan dipahami dengan baik oleh pegawai.
Proses manajemen Risiko Reputasi sangat memadai
dalam mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan
mengendalikan Risiko Reputasi.
Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko Reputasi
sangat baik sehingga menghasilkan Laporan Risiko
Reputasi yang komprehensif dan terintegrasi kepada
Dewan Komisaris dan Direksi.
Secara umum sumber daya manusia sangat memadai
dari segi kuantitas maupun kompetensi pada fungsi
manajemen Risiko Reputasi.
Sistem pengendalian intern sangat efektif dalam
mendukung pelaksanaan Manajemen Risiko.
Pelaksanaan...
-73-
Peringkat
Definisi Peringkat
Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review)
oleh satuan kerja audit internal dan fungsi yang
melakukan kaji ulang independen sangat memadai baik
dari sisi metodologi, frekuensi, maupun pelaporan kepada
Dewan Komisaris dan Direksi.
Secara umum tidak terdapat kelemahan yang signifikan
berdasarkan hasil review independen.
Tindak lanjut atas kaji ulang independen telah
dilaksanakan dengan sangat memadai.
Satisfactory
(2)
Kualitas penerapan manajemen Risiko Reputasi memadai
meskipun terdapat beberapa kelemahan minor, tetapi
kelemahan tersebut dapat diselesaikan pada aktivitas bisnis
normal.
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam
peringkat ini antara lain sebagai berikut:
Dewan Komisaris dan Direksi memiliki awareness dan
pemahaman yang baik mengenai manajemen Risiko
Reputasi.
Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk
appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) memadai
dan telah sejalan dengan sasaran strategis dan strategi
bisnis Bank secara keseluruhan.
Budaya manajemen Risiko Reputasi kuat dan telah
diinternalisasikan dengan baik pada seluruh level
organisasi.
Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi secara umum
memadai. Terdapat beberapa kelemahan tetapi tidak
signifikan dan dapat diperbaiki dengan segera.
Fungsi manajemen Risiko Reputasi memiliki tugas dan
tanggung jawab yang jelas dan telah berjalan dengan
baik. Terdapat kelemahan minor, tetapi dapat
diselesaikan pada aktivitas bisnis normal.
Delegasi kewenangan dikendalikan dan dipantau secara
berkala, dan telah berjalan dengan baik.
Strategi Risiko Reputasi sejalan dengan tingkat Risiko
yang akan diambil dan toleransi Risiko.
Kebijakan dan prosedur manajemen Risiko Reputasi
memadai dan tersedia untuk seluruh area manajemen
Risiko Reputasi, sejalan dengan penerapan, dan
dipahami dengan baik oleh pegawai meskipun terdapat
kelemahan minor.
Proses manajemen Risiko Reputasi memadai dalam
mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan
mengendalikan Risiko Reputasi.
Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko Reputasi baik
termasuk...
-74-
Peringkat
Definisi Peringkat
termasuk pelaporan Risiko Reputasi kepada Dewan
Komisaris dan Direksi. Terdapat kelemahan minor tetapi
dapat diperbaiki dengan mudah.
Sumber daya manusia memadai baik dari sisi kuantitas
maupun kompetensi pada fungsi manajemen Risiko
Reputasi.
Sistem pengendalian intern efektif dalam mendukung
pelaksanaan Manajemen Risiko.
Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review)
oleh satuan kerja audit internal dan fungsi yang
melakukan kaji ulang independen memadai baik dari sisi
metodologi, frekuensi, maupun pelaporan kepada Dewan
Komisaris dan Direksi.
Terdapat kelemahan tetapi tidak signifikan berdasarkan
hasil review independen.
Tindak lanjut atas kaji ulang independen telah
dilaksanakan dengan memadai.
Fair
(3)
Kualitas penerapan manajemen Risiko Reputasi cukup
memadai. Meskipun persyaratan minimum terpenuhi,
terdapat beberapa kelemahan yang membutuhkan perhatian
manajemen.
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat
ini antara lain sebagai berikut:
Dewan Komisaris dan Direksi memiliki awareness dan
pemahaman yang cukup baik mengenai manajemen
Risiko Reputasi.
Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk
appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) cukup
memadai tetapi tidak selalu sejalan dengan sasaran
strategis dan strategi bisnis Bank secara keseluruhan.
Budaya manajemen Risiko Reputasi cukup kuat dan
telah diinternalisasikan dengan cukup baik tetapi belum
selalu dilaksanakan secara konsisten.
Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi secara umum
cukup memadai. Terdapat kelemahan pada beberapa
aspek penilaian yang perlu mendapat perhatian
manajemen.
Fungsi manajemen Risiko Reputasi cukup baik, tetapi
terdapat beberapa kelemahan yang perlu mendapat
perhatian manajemen.
Delegasi kewenangan cukup baik, tetapi pengendalian
dan pemantauan tidak selalu dilaksanakan dengan baik.
Strategi Risiko Reputasi cukup sejalan dengan tingkat
Risiko yang akan diambil dan toleransi Risiko.
Kebijakan dan prosedur manajemen Risiko Reputasi
cukup...
-75-
Peringkat
Definisi Peringkat
cukup memadai tetapi tidak selalu konsisten dengan
penerapan.
Proses manajemen Risiko Reputasi cukup memadai
dalam mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan
mengendalikan Risiko Reputasi.
Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko memenuhi
ekspektasi minimum tetapi terdapat beberapa kelemahan
termasuk pelaporan kepada Dewan Komisaris dan
Direksi yang membutuhkan perhatian manajemen.
Secara umum sumber daya manusia cukup memadai
baik dari sisi kuantitas maupun kompetensi pada fungsi
manajemen Risiko Reputasi.
Sistem pengendalian intern cukup efektif dalam
mendukung pelaksanaan Manajemen Risiko.
Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review)
oleh satuan kerja audit internal dan fungsi yang
melakukan kaji ulang independen cukup memadai.
Terdapat beberapa kelemahan pada metodologi,
frekuensi, dan/atau pelaporan kepada Dewan Komisaris
dan Direksi yang membutuhkan perhatian manajemen.
Terdapat kelemahan yang cukup signifikan berdasarkan
hasil review independen yang membutuhkan perhatian
manajemen.
Tindak lanjut atas kaji ulang independen telah
dilaksanakan dengan cukup memadai.
Marginal
(4)
Kualitas penerapan manajemen Risiko Reputasi kurang
memadai. Terdapat kelemahan signifikan pada berbagai
aspek manajemen Risiko Reputasi yang membutuhkan
tindakan korektif segera.
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat
ini antara lain sebagai berikut:
Kelemahan signifikan pada awareness dan pemahaman
Dewan Komisaris dan Direksi mengenai manajemen
Risiko Reputasi.
Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk
appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) kurang
memadai dan tidak sejalan dengan sasaran strategis dan
strategi bisnis Bank secara keseluruhan.
Budaya manajemen Risiko Reputasi kurang kuat dan
belum diinternalisasikan dengan baik pada setiap level
satuan kerja.
Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi secara umum
kurang memadai. Terdapat kelemahan pada berbagai
aspek penilaian yang membutuhkan perbaikan segera.
Kelemahan signifikan pada fungsi manajemen Risiko
Reputasi...
-76-
Peringkat
Definisi Peringkat
Reputasi yang membutuhkan perbaikan segera.
Delegasi kewenangan lemah dan tidak dikendalikan dan
dipantau dengan baik.
Strategi Risiko Reputasi kurang sejalan dengan tingkat
Risiko yang akan diambil dan toleransi Risiko.
Kelemahan signifikan pada kebijakan, prosedur, dan limit
Risiko Reputasi.
Proses manajemen Risiko Reputasi kurang memadai
dalam mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan
mengendalikan Risiko Reputasi.
Kelemahan signifikan pada Sistem Informasi Manajemen
(SIM) Risiko Reputasi termasuk pelaporan kepada Dewan
Komisaris dan Direksi yang membutuhkan perbaikan
segera.
Sumber daya manusia kurang memadai dari segi
kuantitas maupun kompetensi pada fungsi manajemen
Risiko Reputasi.
Sistem pengendalian intern kurang efektif dalam
mendukung pelaksanaan Manajemen Risiko.
Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review)
oleh satuan kerja audit internal dan fungsi yang
melakukan kaji ulang independen kurang memadai.
Terdapat kelemahan pada metodologi, frekuensi,
dan/atau pelaporan kepada Dewan Komisaris dan Direksi
yang membutuhkan perbaikan segera.
Terdapat kelemahan yang signifikan berdasarkan hasil
review independen yang membutuhkan tindakan
perbaikan segera.
Tindak lanjut atas kaji ulang independen kurang
memadai.
Unsatisfactory
Unstatisfactory
(5)
Kualitas penerapan manajemen Risiko Reputasi tidak
memadai. Terdapat kelemahan signifikan pada berbagai
aspek manajemen Risiko Reputasi di mana tindakan
penyelesaiannya di luar kemampuan manajemen.
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam
peringkat ini antara lain sebagai berikut:
Awareness dan pemahaman Dewan Komisaris dan
Direksi sangat lemah mengenai manajemen Risiko
Reputasi.
Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk
appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) tidak
memadai dan tidak terdapat kaitan dengan dengan
sasaran strategis dan strategi bisnis Bank secara
keseluruhan.
Budaya manajemen Risiko Reputasi tidak kuat atau
belum...
-77-
Peringkat
Definisi Peringkat
belum ada sama sekali.
Kelemahan signifikan pada fungsi manajemen Risiko
Reputasi yang membutuhkan perbaikan fundamental.
Delegasi kewenangan sangat lemah atau tidak ada.
Strategi Risiko Reputasi tidak sejalan dengan tingkat
Risiko yang akan diambil dan toleransi Risiko.
Proses manajemen Risiko Reputasi tidak memadai dalam
mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan
mengendalikan Risiko Reputasi.
Kelemahan fundamental pada Sistem Informasi
Manajemen (SIM) Risiko Reputasi. Pelaporan Risiko
Reputasi kepada Dewan Komisaris dan Direksi sangat
tidak memadai.
Sumber daya manusia tidak memadai dari segi kuantitas
maupun kompetensi pada fungsi manjemen Risiko
Reputasi.
Sistem pengendalian intern tidak efektif dalam
mendukung pelaksanaan Manajemen Risiko.
Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review)
oleh satuan kerja audit internal dan fungsi yang
melakukan kaji ulang independen kurang memadai.
Terdapat kelemahan pada metodologi, frekuensi,
dan/atau pelaporan kepada Dewan Komisaris dan Direksi
yang membutuhkan perbaikan fundamental.
Terdapat kelemahan yang sangat signifikan berdasarkan
hasil review independen di mana tindakan perbaikannya
di luar kemampuan manajemen.
Tindak lanjut atas kaji ulang independen tidak memadai
atau tidak ada.
LAMPIRAN...
-78-
LAMPIRAN III.2.10.a
Matriks Penetapan Peringkat Risiko Inheren Untuk Risiko Imbal Hasil
Peringkat
Definisi Peringkat
Low (1)
Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan
bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi bank dari Risiko
Imbal Hasil tergolong sangat rendah selama periode waktu
tertentu di masa datang.
Contoh karakteristik bank yang termasuk dalam peringkat
ini antara lain sebagai berikut:
Pengelolaan sumber dana atas investor yang memiliki risiko
imbal hasil tinggi telah dilakukan dengan sangat baik.
Portofolio penyediaan dana didominasi eksposur yang
memiliki imbal hasil tinggi dan mempunyai risiko yang
termitigasi dengan sangat baik.
Eksposur penyediaan dana terdiversifikasi sangat signifikan
ke akad yang memiliki imbal hasil pasti dan tetap.
Penyediaan dana memiliki kualitas yang sangat baik.
Strategi penyediaan dana atau business model bank
tergolong stabil.
Portofolio penyediaan dana relatif tidak terpengaruh dengan
perubahan faktor eksternal.
Low to
Moderate (2)
Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan
bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi bank dari Risiko
Investasi tergolong rendah selama periode waktu tertentu di
masa datang.
Contoh karakteristik bank yang termasuk dalam peringkat
ini antara lain sebagai berikut:
Pengelolaan sumber dana atas investor yang memiliki risiko
imbal hasil tinggi telah dilakukan dengan baik.
Portofolio penyediaan dana didominasi eksposur yang
memiliki imbal hasil relatif tinggi dan mempunyai
risiko yang termitigasi dengan baik.
Eksposur penyediaan dana terdiversifikasi relatif signifikan
ke akad yang memiliki imbal hasil pasti dan tetap.
Penyediaan dana memiliki kualitas yang baik.
Strategi penyediaan dana atau business model bank
tergolong relatif stabil.
Portofolio penyediaan dana relatif kurang terpengaruh
terpengaruh dengan perubahan faktor eksternal.
Moderate (3) Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan
bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi bank dari Risiko
Investasi tergolong cukup tinggi selama periode waktu
tertentu di masa datang.
Contoh karakteristik bank yang termasuk dalam peringkat
ini antara lain sebagai berikut:
Pengelolaan...
-79-
Peringkat
Definisi Peringkat
Pengelolaan sumber dana atas investor yang memiliki risiko
imbal hasil tinggi telah dilakukan dengan cukup baik.
Portofolio penyediaan dana didominasi eksposur yang
memiliki imbal hasil cukup tinggi dan mempunyai
risiko yang termitigasi dengan cukup baik.
Eksposur penyediaan dana terdiversifikasi cukup
siginifikan ke akad yang memiliki imbal hasil pasti dan
tetap.
Penyediaan dana memiliki kualitas yang cukup baik.
Strategi penyediaan dana atau business model bank
tergolong cukup stabil.
Portofolio penyediaan dana relatif cukup terpengaruh
dengan perubahan faktor eksternal.
Moderate to
High (4)
Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan
bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi bank dari Risiko
Imbal Hasil tergolong tinggi selama periode waktu tertentu di
masa datang.
Contoh karakteristik bank yang termasuk dalam peringkat
ini antara lain sebagai berikut:
Pegelolaan sumber dana atas investor yang memiliki risiko
imbal hasil tinggi telah dilakukan dengan kurang baik.
Portofolio penyediaan dana didominasi eksposur yang
memiliki imbal hasil relatif rendah dan mempunyai
risiko yang termitigasi dengan kurang baik.
Eksposur penyediaan dana kurang terdiversifikasi ke akad
yang memiliki imbal hasil pasti dan tetap.
Penyediaan dana memiliki kualitas yang kurang baik.
Terdapat perubahan signifikan pada strategi penyediaan
dana atau business model.
Portofolio penyediaan dana terpengaruh terpengaruh
dengan perubahan faktor eksternal.
High (5)
Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan
bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi bank dari Risiko
Imbal Hasil tergolong sangat tinggi selama periode waktu
tertentu di masa datang.
Contoh karakteristik bank yang termasuk dalam peringkat
ini antara lain sebagai berikut:
Pengelolaan sumber dana atas investor yang memiliki risiko
imbal hasil tinggi telah dilakukan dengan tidak baik.
Portofolio penyediaan dana didominasi eksposur yang
memiliki imbal hasil rendah dan mempunyai risiko
yang termitigasi dengan tidak baik.
Eksposur penyediaan dana tidak terdiversifikasi ke akad
yang memiliki imbal hasil pasti dan tetap.
Penyediaan dana memiliki kualitas yang tidak baik.
Terdapat...
-80-
Peringkat
Definisi Peringkat
Terdapat perubahan sangat signifikan pada strategi
penyediaan dana atau business model.
Portofolio penyediaan dana sangat terpengaruh terpengaruh
dengan perubahan faktor eksternal.
LAMPIRAN...
-81-
LAMPIRAN III.2.10.b
Matriks Penetapan Peringkat Kualitas Penerapan Manajemen Risiko
Untuk Risiko Imbal Hasil
Peringkat
Strong
(1)
Definisi Peringkat
Kualitas penerapan manajemen Risiko Imbal Hasil sangat
memadai. Meskipun terdapat kelemahan minor, tetapi
kelemahan tersebut tidak signifikan sehingga dapat
diabaikan.
Contoh karakteristik bank yang termasuk dalam
peringkat ini antara lain sebagai berikut:
Strategi pengelolaan sumber dana atas investor yang
memiliki risiko imbal hasil tinggi telah dilakukan dengan
sangat baik.
Strategi penyediaan dana kepada portofolio yang
mengandung imbal hasil tinggi dan terdiversifikasi serta
memiliki kualitas yang sangat baik.
Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk
appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) imbal hasil
sangat memadai dan telah sejalan dengan sasaran
strategis dan strategi bisnis bank secara keseluruhan.
Dewan Komisaris dan Direksi memiliki awareness dan
pemahaman yang sangat baik mengenai manajemen
Risiko Imbal Hasil.
Budaya manajemen Risiko Imbal Hasil sangat kuat dan
telah diinternalisasikan dengan sangat baik pada seluruh
tingkatan organisasi.
Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi secara
keseluruhan sangat memadai.
Fungsi manajemen Risiko Imbal Hasil independen,
memiliki tugas dan tanggung jawab yang jelas, dan telah
berjalan dengan sangat baik.
Delegasi kewenangan dikendalikan dan dipantau secara
berkala, dan telah berjalan dengan sangat baik.
Strategi pembiayaan sangat baik dan sangat sejalan
dengan tingkat Risiko yang akan diambil dan toleransi
Risiko Imbal Hasil.
Kebijakan, prosedur, dan limit Risiko Imbal Hasil sangat
memadai dan tersedia untuk seluruh area manajemen
Risiko Imbal Hasil, sejalan dengan penerapan, dan
dipahami dengan baik oleh pegawai.
Proses manajemen Risiko Imbal Hasil sangat memadai
dalam mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan
mengendalikan Risiko Imbal Hasil.
Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko Imbal Hasil
sangat baik sehingga menghasilkan pelaporan Risiko
Investasi...
-82-
Peringkat
Definisi Peringkat
Investasi yang komprehensif dan terintegrasi kepada
Dewan Komisaris dan Direksi.
Secara umum Sumber Daya Manusia (SDM) sangat
memadai baik dari sisi kuantitas maupun kompetensi
pada fungsi manajemen Risiko Imbal Hasil.
Sistem pengendalian intern sangat efektif dalam
mendukung pelaksanaan manajemen Risiko Imbal Hasil.
Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review)
oleh Satuan Kerja Audit Internal dan fungsi yang
melakukan kaji ulang independen sangat memadai baik
dari sisi metodologi, frekuensi, maupun pelaporan
kepada Dewan Komisaris dan Direksi.
Secara umum tidak terdapat kelemahan yang signifikan
berdasarkan hasil kaji ulang independen.
Tindak lanjut atas kaji ulang independen telah
dilaksanakan dengan sangat memadai.
Satisfactory
(2)
Kualitas penerapan manajemen Risiko Imbal Hasil
memadai. Meskipun terdapat beberapa kelemahan minor,
tetapi kelemahan tersebut dapat diselesaikan pada
aktivitas bisnis normal.
Contoh karakteristik bank yang termasuk dalam
peringkat ini antara lain sebagai berikut:
Strategi pengelolaan sumber dana atas investor yang
memiliki risiko imbal hasil tinggi telah dilakukan dengan
baik.
Strategi penyediaan dana kepada portofolio yang
mengandung imbal hasil relatif tinggi dan relatif
terdiversifikasi serta memiliki kualitas yang baik.
Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk
appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) memadai
dan telah sejalan dengan sasaran strategis dan strategi
bisnis bank secara keseluruhan.
Dewan Komisaris dan Direksi memiliki awareness dan
pemahaman yang baik mengenai manajemen Risiko
Imbal Hasil.
Budaya manajemen Risiko Imbal Hasil kuat dan telah
diinternalisasikan dengan sangat baik pada seluruh
tingkatan organisasi.
Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi secara
keseluruhan memadai. Terdapat beberapa kelemahan
tetapi tidak signifikan dan dapat diperbaiki dengan
segera.
Fungsi manajemen Risiko Imbal Hasil independen,
memiliki tugas dan tanggung jawab yang jelas, dan telah
berjalan dengan baik.Terdapat kelemahan minor, tetapi
dapat...
-83-
Peringkat
Definisi Peringkat
dapat diselesaikan pada aktivitas bisnis normal.
Delegasi kewenangan dikendalikan dan dipantau secara
berkala, dan telah berjalan dengan baik.
Strategi pembiayaan baik dan sejalan dengan tingkat
Risiko yang akan diambil dan toleransi Risiko Imbal
Hasil.
Kebijakan, prosedur, dan limit Risiko Imbal Hasil
memadai dan tersedia untuk seluruh area manajemen
Risiko Imbal Hasil, sejalan dengan penerapan, dan
dipahami dengan baik oleh pegawai.
Proses manajemen Risiko Imbal Hasil memadai dalam
mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan
mengendalikan Risiko Imbal Hasil.
Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko Imbal Hasil
baik termasuk pelaporan Risiko Imbal Hasil kepada
Dewan Komisaris dan Direksi. Terdapat kelemahan minor
tetapi dapat diperbaiki dengan mudah.
Sumber Daya Manusia (SDM) memadai baik dari sisi
kuantitas maupun kompetensi pada fungsi manajemen
Risiko Imbal Hasil.
Sistem pengendalian intern efektif dalam mendukung
pelaksanaan manajemen Risiko Imbal Hasil.
Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review)
oleh Satuan Kerja Audit Internal dan fungsi yang
melakukan kaji ulang independen memadai baik dari sisi
metodologi, frekuensi, maupun pelaporan kepada Dewan
Komisaris dan Direksi.
Terdapat kelemahan tetapi tidak signifikan berdasarkan
hasil kaji ulang independen.
Tindak lanjut atas kaji ulang independen telah
dilaksanakan dengan memadai.
Fair
(3)
Kualitas penerapan manajemen Risiko Imbal Hasil cukup
memadai. Meskipun persyaratan minimum terpenuhi,
terdapat beberapa kelemahan yang membutuhkan
perhatian manajemen.
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam peringkat
ini antara lain sebagai berikut:
Strategi pengelolaan sumber dana atas investor yang
memiliki risiko imbal hasil tinggi telah dilakukan dengan
cukup baik.
Strategi Penyediaan dana kepada portofolio yang
mengandung imbal hasil cukup tinggi dan cukup
terdiversifikasi serta memiliki kualitas yang cukup baik.
Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk
appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) cukup
memadai...
-84-
Peringkat
Definisi Peringkat
memadai tetapi tidak selalu sejalan dengan sasaran
strategis dan strategi bisnis bank secara keseluruhan.
Dewan Komisaris dan Direksi memiliki awareness dan
pemahaman yang cukup baik mengenai manajemen
Risiko Imbal Hasil.
Budaya manajemen Risiko Imbal Hasil cukup kuat dan
telah diinternalisasikan dengan cukup baik tetapi belum
selalu dilaksanakan secara konsisten.
Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi secara
keseluruhan cukup memadai. Terdapat beberapa
kelemahan pada beberapa aspek penilaian yang perlu
mendapat perhatian manajemen.
Fungsi manajemen Risiko Imbal Hasil telah berjalan
cukup baik, tetapi terdapat beberapa kelemahan cukup
signifikan yang perlu segera diselesaikan oleh
manajemen.
Delegasi kewenangan cukup baik, tetapi pengendalian
dan pemantauan tidak selalu dilaksanakan dengan baik.
Strategi pembiayaan cukup sejalan dengan tingkat Risiko
yang akan diambil dan toleransi Risiko Imbal Hasil.
Kebijakan, prosedur, dan limit Risiko Imbal Hasil cukup
memadai tetapi tidak selalu konsisten dengan penerapan
dan/atau tidak dipahami dengan baik oleh pegawai.
Proses manajemen Risiko Imbal Hasil cukup memadai
dalam mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan
mengendalikan Risiko Imbal Hasil.
Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko Imbal Hasil
memenuhi ekspektasi minimum tetapi terdapat beberapa
kelemahan termasuk pelaporan Risiko Imbal Hasil
kepada Dewan Komisaris dan Direksi yang
membutuhkan perhatian manajemen.
Sumber Daya Manusia (SDM) cukup memadai baik dari
sisi kuantitas maupun kompetensi pada fungsi
manajemen Risiko Imbal Hasil.
Sistem pengendalian intern cukup efektif dalam
mendukung pelaksanaan manajemen Risiko Imbal Hasil.
Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review)
oleh Satuan Kerja Audit Internal dan fungsi yang
melakukan kaji ulang independen cukup memadai.
Terdapat beberapa kelemahan pada metodologi,
frekuensi, dan/atau pelaporan kepada Dewan Komisaris
dan Direksi yang membutuhkan perhatian manajemen.
Terdapat kelemahan yang cukup signifikan berdasarkan
hasil kaji ulang independen.
Tindak...
-85-
Peringkat
Definisi Peringkat
Tindak lanjut atas kaji ulang independen telah
dilaksanakan dengan cukup memadai.
Marginal
(4)
Kualitas penerapan manajemen Risiko Imbal Hasil kurang
memadai. Terdapat kelemahan signifikan pada berbagai
aspek manajemen Risiko Imbal Hasil yang membutuhkan
tindakan korektif segera.
Contoh karakteristik bank yang termasuk dalam
peringkat ini antara lain sebagai berikut:
Strategi pengelolaan sumber dana atas investor yang
memiliki risiko imbal hasil tinggi telah dilakukan dengan
kurang baik.
Strategi penyediaan dana kepada portofolio yang
mengandung imbal hasil rendah dan kurang
terdiversifikasi serta memiliki kualitas yang kurang baik.
Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk
appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) kurang
memadai tetapi dan tidak sejalan dengan sasaran
strategis dan strategi bisnis bank secara keseluruhan.
Kelemahan signifikan pada awareness dan pemahaman
Dewan Komisaris dan Direksi mengenai manajemen
Risiko Imbal Hasil.
Budaya manajemen Risiko Imbal Hasil kurang kuat dan
belum diinternalisasikan pada setiap tingkatan satuan
kerja.
Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi secara
keseluruhan kurang memadai. Terdapat kelemahan pada
beberapa aspek penilaian yang membutuhkan perbaikan
segera.
Kelemahan signifikan pada fungsi manajemen Risiko
Imbal Hasil yang membutuhkan perbaikan segera.
Delegasi kewenangan lemah dan tidak dikendalikan dan
dipantau dengan baik.
Strategi pembiayaan kurang sejalan dengan tingkat
Risiko yang akan diambil dan toleransi Risiko Imbal
Hasil.
Kelemahan signifikan pada kebijakan, prosedur, dan
limit Risiko Imbal Hasil.
Proses manajemen Risiko Imbal Hasil kurang memadai
dalam mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan
mengendalikan Risiko Imbal Hasil.
Kelemahan signifikan pada Sistem Informasi Manajemen
(SIM) Risiko Imbal Hasil termasuk pelaporan Risiko
kepada Dewan Komisaris dan Direksi yang
membutuhkan perbaikan segera.
Sumber Daya Manusia (SDM) kurang memadai dari segi
kuantitas...
-86-
Peringkat
Definisi Peringkat
kuantitas maupun kompetensi pada fungsi manajemen
Risiko Imbal Hasil.
Sistem pengendalian intern kurang efektif dalam
mendukung pelaksanaan manajemen Risiko Imbal Hasil.
Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review)
oleh Satuan Kerja Audit Internal dan fungsi yang
melakukan kaji ulang independen kurang memadai.
Terdapat kelemahan pada metodologi, frekuensi,
dan/atau pelaporan kepada Dewan Komisaris dan
Direksi yang membutuhkan perbaikan segera.
Terdapat kelemahan yang signifikan berdasarkan hasil
kaji ulang independen yang membutuhkan perbaikan
segera.
Tindak lanjut atas kaji ulang independen kurang
memadai.
Unsatisfactory
Unstatisfactory
(5)
Kualitas penerapan manajemen Risiko Imbal Hasil tidak
memadai. Terdapat kelemahan signifikan pada berbagai
aspek manajemen Risiko Imbal Hasil di mana tindakan
penyelesaiannya di luar kemampuan manajemen.
Contoh karakteristik bank yang termasuk dalam
peringkat ini antara lain sebagai berikut:
Strategi pengelolaan sumber dana atas investor yang
memiliki risiko imbal hasil tinggi telah dilakukan dengan
tidak baik.
Strategi penyediaan dana kepada portofolio yang
mengandung imbal hasil rendah dan tidak
terdiversifikasi serta memiliki kualitas yang tidak baik.
Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk
appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) kurang
memadai tetapi dan tidak sejalan dengan sasaran
strategis dan strategi bisnis bank secara keseluruhan.
Kelemahan signifikan pada awareness dan pemahaman
Dewan Komisaris dan Direksi mengenai manajemen
Risiko Imbal Hasil.
Budaya manajemen Risiko Imbal Hasil kurang kuat dan
belum diinternalisasikan pada setiap tingkatan satuan
kerja.
Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi secara
keseluruhan kurang memadai. Terdapat kelemahan pada
beberapa aspek penilaian yang membutuhkan perbaikan
segera.
Kelemahan signifikan pada fungsi manajemen Risiko
Imbal Hasil yang membutuhkan perbaikan segera.
Delegasi kewenangan lemah dan tidak dikendalikan dan
dipantau dengan baik.
Strategi...
-87-
Peringkat
Definisi Peringkat
Strategi pembiayaan kurang sejalan dengan tingkat
Risiko yang akan diambil dan toleransi Risiko Imbal
Hasil.
Kelemahan signifikan pada kebijakan, prosedur, dan
limit Risiko Imbal Hasil.
Proses manajemen Risiko Imbal Hasil kurang memadai
dalam mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan
mengendalikan Risiko Imbal Hasil.
Kelemahan signifikan pada Sistem Informasi Manajemen
(SIM) Risiko Imbal Hasil termasuk pelaporan Risiko
kepada Dewan Komisaris dan Direksi yang
membutuhkan perbaikan segera.
Sumber Daya Manusia (SDM) kurang memadai dari segi
kuantitas maupun kompetensi pada fungsi manajemen
Risiko Imbal Hasil.
Sistem pengendalian intern kurang efektif dalam
mendukung pelaksanaan manajemen Risiko Imbal Hasil.
Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review)
oleh Satuan Kerja Audit Internal dan fungsi yang
melakukan kaji ulang independen kurang memadai.
Terdapat kelemahan pada metodologi, frekuensi,
dan/atau pelaporan kepada Dewan Komisaris dan
Direksi yang membutuhkan perbaikan segera.
Terdapat kelemahan yang signifikan berdasarkan hasil
kaji ulang independen yang membutuhkan perbaikan
segera.
Tindak lanjut atas kaji ulang independen kurang
memadai.
LAMPIRAN...
-88-
LAMPIRAN III.2.11.a
Matriks Penetapan Peringkat Risiko Inheren Untuk Risiko Investasi
Peringkat
Definisi Peringkat
Low (1)
Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan
bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi bank dari Risiko
Investasi tergolong sangat rendah selama periode waktu
tertentu di masa datang.
Contoh karakteristik bank yang termasuk dalam peringkat
ini antara lain sebagai berikut:
Portofolio penyediaan dana yang berbasis bagi hasil (akad
mudharabah dan musyarakah) sangat kecil.
Penyediaan dana berbasis bagi hasil (akad mudharabah
dan musyarakah) memiliki kualitas yang sangat baik.
Strategi penyediaan dana atau business model bank ke
akad yang berbasis bagi hasil diberikan kepada nasabah
yang mempunyai track record yang sangat baik di bank dan
ke bisnis nasabah yang dikuasai oleh bank serta memiliki
risiko yang sangat rendah.
Portofolio penyediaan dana berbasis bagi hasil relatif tidak
terpengaruh dengan perubahan faktor eksternal.
Low to
Moderate (2)
Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan
bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi bank dari Risiko
Investasi tergolong rendah selama periode waktu tertentu di
masa datang.
Contoh karakteristik bank yang termasuk dalam peringkat
ini antara lain sebagai berikut:
Portofolio penyediaan dana yang berbasis bagi hasil (akad
mudharabah dan musyarakah) kecil.
Penyediaan dana berbasis bagi hasil (akad mudharabah
dan musyarakah) memiliki kualitas yang baik.
Strategi penyediaan dana atau business model bank ke
akad yang berbasis bagi hasil diberikan kepada nasabah
yang mempunyai track record yang baik di bank dan ke
bisnis nasabah yang dikuasai oleh bank serta memiliki
risiko yang rendah.
Portofolio penyediaan dana berbasis bagi hasil kurang
terpengaruh dengan perubahan faktor eksternal.
Moderate (3) Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan
bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi bank dari Risiko
Investasi tergolong cukup tinggi selama periode waktu
tertentu di masa datang.
Contoh karakteristik bank yang termasuk dalam peringkat
ini antara lain sebagai berikut:
Portofolio penyediaan dana yang berbasis bagi hasil (akad
mudharabah dan musyarakah) cukup signifikan.
Penyediaan...
-89-
Peringkat
Definisi Peringkat
Penyediaan dana berbasis bagi hasil (akad mudharabah
dan musyarakah) memiliki kualitas yang cukup baik.
Strategi penyediaan dana atau business model bank ke
akad yang berbasis bagi hasil diberikan kepada nasabah
yang mempunyai track record yang cukup baik di bank dan
kebisnis nasabah yang dikuasai oleh bank serta memiliki
risiko yang sedang.
Portofolio penyediaan dana berbasis bagi hasil cukup
terpengaruh dengan perubahan faktor eksternal.
Moderate to
High (4)
Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan
bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi bank dari Risiko
Investasi tergolong tinggi selama periode waktu tertentu di
masa datang.
Contoh karakteristik bank yang termasuk dalam peringkat
ini antara lain sebagai berikut:
Portofolio penyediaan dana yang berbasis bagi hasil (akad
mudharabah dan musyarakah) signifikan.
Penyediaan dana berbasis bagi hasil (akad mudharabah
dan musyarakah) memiliki kualitas yang kurang baik.
Strategi penyediaan dana atau business model bank ke
akad yang berbasis bagi hasil diberikan kepada nasabah
yang mempunyai track record yang kurang baik di bank
dan ke bisnis nasabah yang kurang dikuasai oleh bank
serta memiliki risiko yang cukup tinggi.
Portofolio penyediaan dana berbasis bagi hasil terpengaruh
dengan perubahan faktor eksternal.
High (5)
Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan
bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi bank dari Risiko
Investasi tergolong sangat tinggi selama periode waktu
tertentu di masa datang.
Contoh karakteristik bank yang termasuk dalam peringkat
ini antara lain sebagai berikut:
Portofolio penyediaan dana yang berbasis bagi hasil (akad
mudharabah dan musyarakah) sangat signifikan.
Penyediaan dana berbasis bagi hasil (akad mudharabah
dan musyarakah) memiliki kualitas yang tidak baik.
Strategi penyediaan dana atau business model bank ke
akad yang berbasis bagi hasil diberikan kepada nasabah
yang mempunyai track record yang tidak baik di bank dan
ke bisnis nasabah yang tidak dikuasai oleh bank serta
memiliki risiko yang sangat sangat tinggi.
Portofolio penyediaan dana berbasis bagi hasil sangat
terpengaruh dengan perubahan faktor eksternal.
LAMPIRAN...
-90-
LAMPIRAN III.2.11.b
Matriks Penetapan Peringkat Kualitas Penerapan Manajemen Risiko
Untuk Risiko Investasi
Peringkat
Strong
(1)
Definisi Peringkat
Kualitas penerapan manajemen Risiko Investasi sangat
memadai. Meskipun terdapat kelemahan minor, tetapi
kelemahan tersebut tidak signifikan sehingga dapat
diabaikan.
Contoh karakteristik bank yang termasuk dalam
peringkat ini antara lain sebagai berikut:
Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk
appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) investasi
sangat memadai dan telah sejalan dengan sasaran
strategis dan strategi bisnis bank secara keseluruhan.
Dewan Komisaris dan Direksi memiliki awareness dan
pemahaman yang sangat baik mengenai manajemen
Risiko Investasi.
Budaya manajemen Risiko Investasi sangat kuat dan
telah diinternalisasikan dengan sangat baik pada seluruh
tingkatan organisasi.
Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi secara
keseluruhan sangat memadai.
Fungsi manajemen Risiko Investasi independen, memiliki
tugas dan tanggung jawab yang jelas, dan telah berjalan
dengan sangat baik.
Delegasi kewenangan dikendalikan dan dipantau secara
berkala, dan telah berjalan dengan sangat baik.
Strategi pembiayaan sangat baik dan sangat sejalan
dengan tingkat Risiko yang akan diambil dan toleransi
Risiko Investasi.
Kebijakan, prosedur, dan limit Risiko Investasi sangat
memadai dan tersedia untuk seluruh area manajemen
Risiko Investasi, sejalan dengan penerapan, dan dipahami
dengan baik oleh pegawai.
Proses manajemen Risiko Investasi sangat memadai
dalam mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan
mengendalikan Risiko Investasi.
Proses penyediaan dana secara umum sangat memadai
mulai dari proses underwriting hingga penanganan aset
bermasalah.
Sistem pemeringkatan Risiko Investasi (investment risk
grading) sangat baik, diterapkan secara konsisten, dan
dipahami dengan baik oleh pegawai. Terdapat fungsi kaji
ulang pembiayaan (financing review) yang independen
dan berjalan dengan baik.
Sistem...
-91-
Peringkat
Definisi Peringkat
Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko Investasi
sangat baik sehingga menghasilkan pelaporan Risiko
Investasi yang komprehensif dan terintegrasi kepada
Dewan Komisaris dan Direksi.
Secara umum Sumber Daya Manusia (SDM) sangat
memadai baik dari sisi kuantitas maupun kompetensi
pada fungsi manajemen Risiko Investasi.
Sistem pengendalian intern sangat efektif dalam
mendukung pelaksanaan manajemen Risiko Investasi.
Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review)
oleh Satuan Kerja Audit Internal dan fungsi yang
melakukan kaji ulang independen sangat memadai baik
dari sisi metodologi, frekuensi, maupun pelaporan kepada
Dewan Komisaris dan Direksi.
Secara umum tidak terdapat kelemahan yang signifikan
berdasarkan hasil kaji ulang independen.
Tindak lanjut atas kaji ulang independen telah
dilaksanakan dengan sangat memadai.
Satisfasctory...
-92-
Peringkat
Definisi Peringkat
Satisfactory
(2)
Kualitas penerapan manajemen Risiko Investasi memadai.
Meskipun terdapat beberapa kelemahan minor, tetapi
kelemahan tersebut dapat diselesaikan pada aktivitas
bisnis normal.
Contoh karakteristik bank yang termasuk dalam
peringkat ini antara lain sebagai berikut:
Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk
appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) memadai
dan telah sejalan dengan sasaran strategis dan strategi
bisnis bank secara keseluruhan.
Dewan Komisaris dan Direksi memiliki awareness dan
pemahaman yang baik mengenai manajemen Risiko
Investasi.
Budaya manajemen Risiko Investasi kuat dan telah
diinternalisasikan dengan sangat baik pada seluruh
tingkatan organisasi.
Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi secara
keseluruhan memadai. Terdapat beberapa kelemahan
tetapi tidak signifikan dan dapat diperbaiki dengan
segera.
Fungsi manajemen Risiko Investasi independen, memiliki
tugas dan tanggung jawab yang jelas, dan telah berjalan
dengan baik. Terdapat kelemahan minor, tetapi dapat
diselesaikan pada aktivitas bisnis normal.
Delegasi kewenangan dikendalikan dan dipantau secara
berkala, dan telah berjalan dengan baik.
Strategi pembiayaan baik dan sejalan dengan tingkat
Risiko yang akan diambil dan toleransi Risiko Investasi.
Kebijakan, prosedur, dan limit Risiko Investasi memadai
dan tersedia untuk seluruh area manajemen Risiko
Investasi, sejalan dengan penerapan, dan dipahami
dengan baik oleh pegawai.
Proses manajemen Risiko Investasi memadai dalam
mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan
mengendalikan Risiko Investasi.
Proses penyediaan dana baik. Terdapat kelemahan minor
pada satu atau lebih aspek penyediaan dana tetapi dapat
diperbaiki dengan mudah.
Sistem pemeringkatan Risiko Investasi (investment risk
grading) baik, diterapkan secara konsisten dan dipahami
oleh pegawai. Fungsi kaji ulang pembiayaan (financing
review) independen. Terdapat kelemahan minor yang
tidak mengganggu proses secara keseluruhan.
Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko Investasi baik
termasuk pelaporan Risiko Investasi kepada Dewan
Komisaris...
-93-
Peringkat
Definisi Peringkat
Komisaris dan Direksi. Terdapat kelemahan minor tetapi
dapat diperbaiki dengan mudah.
Sumber Daya Manusia (SDM) memadai baik dari sisi
kuantitas maupun kompetensi pada fungsi manajemen
Risiko Investasi.
Sistem pengendalian intern efektif dalam mendukung
pelaksanaan manajemen Risiko Investasi.
Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review)
oleh Satuan Kerja Audit Internal dan fungsi yang
melakukan kaji ulang independen memadai baik dari sisi
metodologi, frekuensi, maupun pelaporan kepada Dewan
Komisaris dan Direksi.
Terdapat kelemahan tetapi tidak signifikan berdasarkan
hasil kaji ulang independen.
Tindak lanjut atas kaji ulang independen telah
dilaksanakan dengan memadai.
Fair...
-94-
Peringkat
Definisi Peringkat
Fair
(3)
Kualitas penerapan manajemen Risiko Investasi cukup
memadai. Meskipun persyaratan minimum terpenuhi,
terdapat beberapa kelemahan yang membutuhkan
perhatian manajemen.
Contoh karakteristik Bank yang termasuk dalam
peringkat ini antara lain sebagai berikut:
Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk
appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) cukup
memadai tetapi tidak selalu sejalan dengan sasaran
strategis dan strategi bisnis bank secara keseluruhan.
Dewan Komisaris dan Direksi memiliki awareness dan
pemahaman yang cukup baik mengenai manajemen
Risiko Investasi.
Budaya manajemen Risiko Investasi cukup kuat dan
telah diinternalisasikan dengan cukup baik tetapi belum
selalu dilaksanakan secara konsisten.
Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi secara
keseluruhan cukup memadai. Terdapat beberapa
kelemahan pada beberapa aspek penilaian yang perlu
mendapat perhatian manajemen.
Fungsi manajemen Risiko Investasi telah berjalan cukup
baik, tetapi terdapat beberapa kelemahan cukup
signifikan yang perlu segera diselesaikan oleh
manajemen.
Delegasi kewenangan cukup baik, tetapi pengendalian
dan pemantauan tidak selalu dilaksanakan dengan baik.
Strategi pembiayaan cukup sejalan dengan tingkat Risiko
yang akan diambil dan toleransi Risiko Investasi.
Kebijakan, prosedur, dan limit Risiko Investasi cukup
memadai tetapi tidak selalu konsisten dengan penerapan
dan/atau tidak dipahami dengan baik oleh pegawai.
Proses manajemen Risiko Investasi cukup memadai
dalam mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan
mengendalikan Risiko Investasi.
Proses penyediaan dana cukup baik. Terdapat kelemahan
pada satu atau lebih aspek penyediaan dana yang perlu
mendapat perhatian manajemen.
Sistem pemeringkatan Risiko Investasi (investment risk
grading) dan fungsi kaji ulang pembiayaan (financing
review) cukup baik, tetapi terdapat beberapa kelemahan
yang perlu mendapat perhatian manajemen.
Sistem Informasi Manajemen (SIM) Risiko Investasi
memenuhi ekspektasi minimum tetapi terdapat beberapa
kelemahan termasuk pelaporan Risiko Investasi kepada
Dewan Komisaris dan Direksi yang membutuhkan
perhatian...
-95-
Peringkat
Definisi Peringkat
perhatian manajemen.
Sumber Daya Manusia (SDM) cukup memadai baik dari
sisi kuantitas maupun kompetensi pada fungsi
manajemen Risiko Investasi.
Sistem pengendalian intern cukup efektif dalam
mendukung pelaksanaan manajemen Risiko Investasi.
Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review)
oleh Satuan Kerja Audit Internal dan fungsi yang
melakukan kaji ulang independen cukup memadai.
Terdapat beberapa kelemahan pada metodologi,
frekuensi, dan/atau pelaporan kepada Dewan Komisaris
dan Direksi yang membutuhkan perhatian manajemen.
Terdapat kelemahan yang cukup signifikan berdasarkan
hasil kaji ulang independen.
Tindak lanjut atas kaji ulang independen telah
dilaksanakan dengan cukup memadai.
Kualitas...
-96-
Peringkat
Definisi Peringkat
Marginal
(4)
Kualitas penerapan manajemen Risiko Investasi kurang
memadai. Terdapat kelemahan signifikan pada berbagai
aspek manajemen Risiko Investasi yang membutuhkan
tindakan korektif segera.
Contoh karakteristik bank yang termasuk dalam
peringkat ini antara lain sebagai berikut:
Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk
appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) kurang
memadai tetapi dan tidak sejalan dengan sasaran
strategis dan strategi bisnis bank secara keseluruhan.
Kelemahan signifikan pada awareness dan pemahaman
Dewan Komisaris dan Direksi mengenai manajemen
Risiko Investasi.
Budaya manajemen Risiko Investasi kurang kuat dan
belum diinternalisasikan pada setiap tingkatan satuan
kerja.
Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi secara
keseluruhan kurang memadai. Terdapat kelemahan pada
beberapa aspek penilaian yang membutuhkan perbaikan
segera.
Kelemahan signifikan pada fungsi manajemen Risiko
Investasi yang membutuhkan perbaikan segera.
Delegasi kewenangan lemah dan tidak dikendalikan dan
dipantau dengan baik.
Strategi pembiayaan kurang sejalan dengan tingkat
Risiko yang akan diambil dan toleransi Risiko Investasi.
Kelemahan signifikan pada kebijakan, prosedur, dan limit
Risiko Investasi.
Proses manajemen Risiko Investasi kurang memadai
dalam mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan
mengendalikan Risiko Investasi.
Proses penyediaan dana kurang baik. Terdapat
kelemahan pada satu atau lebih aspek penyediaan dana
yang perlu perbaikan segera.
Sistem pemeringkatan Risiko Investasi (investment risk
grading) dan kaji ulang pembiayaan (financing review)
kurang baik. Terdapat beberapa kelemahan yang perlu
perbaikan segera.
Kelemahan signifikan pada Sistem Informasi Manajemen
(SIM) Risiko Investasi termasuk pelaporan Risiko kepada
Dewan Komisaris dan Direksi yang membutuhkan
perbaikan segera.
Sumber Daya Manusia (SDM) kurang memadai dari segi
kuantitas maupun kompetensi pada fungsi manajemen
Risiko Investasi.
Sistem...
-97-
Peringkat
Definisi Peringkat
Sistem pengendalian intern kurang efektif dalam
mendukung pelaksanaan manajemen Risiko Investasi.
Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review)
oleh Satuan Kerja Audit Internal dan fungsi yang
melakukan kaji ulang independen kurang memadai.
Terdapat kelemahan pada metodologi, frekuensi,
dan/atau pelaporan kepada Dewan Komisaris dan Direksi
yang membutuhkan perbaikan segera.
Terdapat kelemahan yang signifikan berdasarkan hasil
kaji ulang independen yang membutuhkan perbaikan
segera.
Tindak lanjut atas kaji ulang independen kurang
memadai.
Unsatisfactory...
-98-
Peringkat
Definisi Peringkat
Unsatisfactory
(5)
Kualitas penerapan manajemen Risiko Investasi tidak
memadai. Terdapat kelemahan signifikan pada berbagai
aspek manajemen Risiko Investasi di mana tindakan
penyelesaiannya di luar kemampuan manajemen.
Contoh karakteristik bank yang termasuk dalam
peringkat ini antara lain sebagai berikut:
Perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk
appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) kurang
memadai tetapi dan tidak sejalan dengan sasaran
strategis dan strategi bisnis bank secara keseluruhan.
Kelemahan signifikan pada awareness dan pemahaman
Dewan Komisaris dan Direksi mengenai manajemen
Risiko Investasi.
Budaya manajemen Risiko Investasi kurang kuat dan
belum diinternalisasikan pada setiap tingkatan satuan
kerja.
Pelaksanaan tugas Komisaris dan Direksi secara
keseluruhan kurang memadai. Terdapat kelemahan pada
beberapa aspek penilaian yang membutuhkan perbaikan
segera.
Kelemahan signifikan pada fungsi manajemen Risiko
Investasi yang membutuhkan perbaikan segera.
Delegasi kewenangan lemah dan tidak dikendalikan dan
dipantau dengan baik.
Strategi pembiayaan kurang sejalan dengan tingkat
Risiko yang akan diambil dan toleransi Risiko Investasi.
Kelemahan signifikan pada kebijakan, prosedur, dan limit
Risiko Investasi.
Proses manajemen Risiko Investasi kurang memadai
dalam mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan
mengendalikan Risiko Investasi.
Proses penyediaan dana kurang baik. Terdapat
kelemahan pada satu atau lebih aspek penyediaan dana
yang perlu perbaikan segera.
Sistem pemeringkatan Risiko Investasi (investment risk
grading) dan fungsi kaji ulang pembiayaan (financing
review) kurang baik. Terdapat beberapa kelemahan yang
perlu perbaikan segera.
Kelemahan signifikan pada Sistem Informasi Manajemen
(SIM) Risiko Investasi termasuk pelaporan Risiko kepada
Dewan Komisaris dan Direksi yang membutuhkan
perbaikan segera.
Sumber Daya Manusia (SDM) kurang memadai dari segi
kuantitas maupun kompetensi pada fungsi manajemen
Risiko Investasi.
Sistem...
-99-
Peringkat
Definisi Peringkat
Sistem pengendalian intern kurang efektif dalam
mendukung pelaksanaan manajemen Risiko Investasi.
Pelaksanaan kaji ulang independen (independent review)
oleh Satuan Kerja Audit Internal dan fungsi yang
melakukan kaji ulang independen kurang memadai.
Terdapat kelemahan pada metodologi, frekuensi,
dan/atau pelaporan kepada Dewan Komisaris dan Direksi
yang membutuhkan perbaikan segera.
Terdapat kelemahan yang signifikan berdasarkan hasil
kaji ulang independen yang membutuhkan perbaikan
segera.
Tindak lanjut atas kaji ulang independen kurang
memadai.
LAMPIRAN...
-100-
LAMPIRAN III.3
Matriks Peringkat Faktor Good Corporate Governance
Peringkat
1
Definisi
Mencerminkan Manajemen Bank telah melakukan penerapan
Good Corporate Governance yang secara umum sangat baik. Hal
ini tercermin dari penerapan atas prinsip-prinsip Good Corporate
Governance yang sangat memadai. Apabila terdapat kelemahan
dalam penerapan prinsip Good Corporate Governance maka secara
umum kelemahan tersebut tidak signifikan dan dapat segera
dilakukan perbaikan oleh manajemen Bank.
2
Mencerminkan Manajemen Bank telah melakukan penerapan
Good Corporate Governance yang secara umum baik. Hal ini
tercermin dari penerapan atas prinsip-prinsip Good Corporate
Governance yang memadai. Apabila terdapat kelemahan dalam
penerapan prinsip Good Corporate Governance maka secara
umum kelemahan tersebut kurang signifikan dan dapat
diselesaikan dengan tindakan normal oleh manajemen Bank.
3
Mencerminkan Manajemen Bank telah melakukan penerapan
Good Corporate Governance yang secara umum cukup baik. Hal
ini tercermin dari penerapan atas prinsip-prinsip Good Corporate
Governance yang cukup memadai. Apabila terdapat kelemahan
dalam penerapan prinsip Good Corporate Governance maka secara
umum kelemahan tersebut cukup signifikan dan memerlukan
perhatian yang cukup dari manajemen Bank.
4
Mencerminkan Manajemen Bank telah melakukan penerapan
Good Corporate Governance yang secara umum kurang baik. Hal
ini tercermin dari penerapan atas prinsip-prinsip Good Corporate
Governance yang kurang memadai. Terdapat kelemahan dalam
penerapan prinsip Good Corporate Governance maka secara
umum kelemahan tersebut signifikan dan memerlukan perbaikan
yang menyeluruh oleh manajemen Bank.
5
Mencerminkan Manajemen Bank telah melakukan penerapan
Good Corporate Governance yang secara umum tidak baik. Hal ini
tercermin...
-101-
tercermin dari penerapan atas prinsip-prinsip Good Corporate
Governance yang tidak memadai. Kelemahan dalam penerapan
prinsip Good Corporate Governance maka secara umum
kelemahan tersebut sangat signifikan dan sulit untuk diperbaiki
oleh manajemen Bank.
LAMPIRAN...
-102-
LAMPIRAN III.4
Matriks Peringkat Faktor Rentabilitas
Peringkat
1
Definisi
Rentabilitas sangat memadai, laba melebihi target dan
mendukung pertumbuhan permodalan Bank.
Bank yang termasuk dalam peringkat ini memenuhi seluruh
atau sebagian besar dari contoh karakteristik berikut:
Kinerja Bank dalam menghasilkan laba (rentabilitas) sangat
memadai.
Sumber utama rentabilitas yang berasal dari core earnings
sangat dominan.
Komponen-komponen yang mendukung core earnings sangat
stabil.
Kemampuan laba dalam meningkatkan permodalan dan
prospek laba di masa datang sangat tinggi.
Pelaksanaan fungsi sosial Bank dilaksanakan dengan sangat
baik dan signifikan.
2
Rentabilitas memadai, laba melebihi target dan mendukung
pertumbuhan permodalan Bank.
Bank yang termasuk dalam peringkat ini memenuhi seluruh
atau sebagian besar dari contoh karakteristik berikut:
Kinerja Bank dalam menghasilkan laba (rentabilitas) memadai.
Sumber utama rentabilitas yang berasal dari core earnings
dominan.
Komponen-komponen yang mendukung core earnings stabil.
Kemampuan laba dalam meningkatkan permodalan dan
prospek laba di masa datang tinggi.
Pelaksanaan fungsi sosial Bank dilaksanakan dengan baik dan
cukup signifikan.
3
Rentabilitas cukup memadai, laba memenuhi target, namun
terdapat tekanan terhadap kinerja laba yang dapat menyebabkan
penurunan laba namun cukup dapat mendukung pertumbuhan
permodalan Bank.
Bank...
-103-
Peringkat
Definisi
Bank yang termasuk dalam peringkat ini memenuhi seluruh
atau sebagian besar dari contoh karakteristik berikut:
Kinerja Bank dalam menghasilkan laba (rentabilitas) cukup
memadai.
Sumber utama rentabilitas berasal dari core earnings cukup
dominan namun terdapatpengaruh yang cukup besar dari non
core earnings.
Komponen-komponen yang mendukung core earnings cukup
stabil.
Kemampuan laba dalam meningkatkan permodalan dan
prospek laba di masa datang cukup baik.
Pelaksanaan fungsi sosial Bank dilaksanakan dengan cukup
baik.
4
Rentabilitas kurang memadai, laba tidak memenuhi target, dan
diperkirakan akan tetap seperti kondisi tersebut di masa datang
sehingga kurang dapat mendukung pertumbuhan permodalan
Bank dan kelangsungan usaha Bank.
Bank yang termasuk dalam peringkat ini memenuhi seluruh
atau sebagian besar dari contoh karakteristik berikut:
Kinerja Bank dalam menghasilkan laba (rentabilitas) tidak
memadai atau Bank mengalami kerugian.
Sumber utama rentabilitas berasal dari non core earnings.
Komponen-komponen yang mendukung core earnings kurang
stabil.
Kemampuan laba dalam meningkatkan permodalan dan
prospek laba di masa datang kurang baik atau bahkan dapat
berpengaruh negatif terhadap permodalan Bank.
Pelaksanaan fungsi sosial Bank yang dilaksanakan kurang
memadai/kurang baik.
5
Rentabilitas tidak memadai, Laba tidak memenuhi target dan
tidak dapat diandalkan serta memerlukan peningkatan kinerja
laba segera untuk memastikan kelangsungan usaha Bank.
Bank yang termasuk dalam peringkat ini memenuhi seluruh
atau sebagian besar dari contoh karakteristik berikut:
Bank...
-104-
Peringkat
Definisi
Bank mengalami kerugian yang signifikan.
Sumber utama rentabilitas berasal dari non core earnings.
Komponen-komponen yang mendukung core earnings tidak
stabil.
Kerugian Bank mempengaruhi permodalan secara signifikan.
Pelaksanaan fungsi sosial Bank belum dilaksanakan.
LAMPIRAN...
-105-
LAMPIRAN III.5
Matriks Peringkat Faktor Permodalan
Peringkat
1
Definisi
Bank memiliki kualitas dan kecukupan permodalan yang sangat
memadai relatif terhadap profil Risikonya, yang disertai dengan
pengelolaan permodalan yang sangat kuat sesuai dengan
karakteristik, skala usaha, dan kompleksitas usaha Bank.
Bank yang termasuk dalam peringkat ini memenuhi seluruh
atau sebagian besar dari contoh karakteristik berikut:
Bank memiliki tingkat permodalan yang sangat memadai,
sangat mampu mengantisipasi seluruh Risiko yang dihadapi,
dan mendukung ekspansi usaha Bank ke depan.
Kualitas komponen permodalan pada umumnya sangat baik,
permanen, dapat menyerap kerugian.
Bank telah melakukan stress test dengan hasil yang dapat
menutup seluruh Risiko yang dihadapi dengan sangat
memadai.
Bank memiliki manajemen permodalan yang sangat baik
dan/atau memiliki proses penilaian kecukupan modal yang
sangat baik sesuai dengan strategi dan tujuan bisnis serta
kompleksitas usaha dan skala Bank.
Bank memiliki akses sumber permodalan yang sangat baik
dan/atau memiliki dukungan permodalan dari kelompok
usaha atau perusahaan induk.
2
Bank memiliki kualitas dan kecukupan permodalan yang
memadai relatif terhadap profil Risikonya, yang disertai dengan
pengelolaan permodalan yang kuat sesuai dengan karakteristik,
skala usaha, dan kompleksitas usaha Bank.
Bank yang termasuk dalam peringkat ini memenuhi seluruh
atau sebagian besar dari contoh karakteristik berikut:
Bank memiliki tingkat permodalan yang memadai dan dapat
mengantisipasi hampir seluruh Risiko yang dihadapi.
Kualitas komponen permodalan pada umumnya baik,
permanen...
-106-
Peringkat
Definisi
permanen, dapat menyerap kerugian.
Bank telah melakukan stress test dengan hasil yang dapat
menutup seluruh Risiko yang dihadapi dengan memadai.
Bank memiliki manajemen permodalan yang baik dan/atau
memiliki proses penilaian kecukupan modal yang baik.
Bank memiliki akses sumber permodalan yang baik dan/atau
terdapat dukungan permodalan dari kelompok usaha atau
perusahaan induk.
3
Bank memiliki kualitas dan kecukupan permodalan yang cukup
memadai relatif terhadap profil Risikonya, yang disertai dengan
pengelolaan permodalan yang cukup kuat sesuai dengan
karakteristik, skala usaha, dan kompleksitas usaha Bank.
Bank yang termasuk dalam peringkat ini memenuhi seluruh
atau sebagian besar dari contoh karakteristik berikut:
Bank memiliki tingkat permodalan yang cukup memadai, dan
cukup mampu mengantisipasi Risiko yang dihadapi.
Kualitas komponen permodalan pada umumnya cukup baik,
cukup permanen, dan cukup dapat menyerap kerugian.
Bank telah melakukan stress test dengan hasil yang dapat
menutup seluruh Risiko yang dihadapi dengan cukup
memadai.
Bank memiliki manajemen permodalan yang cukup baik
dan/atau memiliki proses penilaian kecukupan modal yang
cukup baik.
Bank memiliki akses sumber permodalan yang cukup baik,
namun dukungan dari grup usaha atau perusahaan induk
dilakukan tidak secara eksplisit.
4
Bank memiliki kualitas dan kecukupan permodalan yang kurang
memadai relatif terhadap profil Risikonya, yang disertai dengan
pengelolaan permodalan yang lemah dibandingkan dengan
karakteristik, skala usaha, dan kompleksitas usaha Bank.
Bank yang termasuk dalam peringkat ini memenuhi seluruh
atau sebagian besar dari contoh karakteristik berikut:
Bank memiliki tingkat permodalan yang kurang memadai dan
tidak...
-107-
Peringkat
Definisi
tidak dapat mengantisipasi seluruh Risiko yang dihadapi.
Kualitas komponen permodalan pada umumnya kurang baik,
kurang permanen, dan kurang dapat menyerap kerugian.
Bank telah melakukan stress test dengan hasil yang kurang
dapat menutup seluruh Risiko yang dihadapi.
Bank memiliki manajemen permodalan yang kurang baik
dan/atau memiliki proses penilaian kecukupan modal yang
kurang baik.
Bank kurang mampu melakukan akses pada sumber-sumber
permodalan, dan tidak terdapat dukungan dari grup usaha
atau perusahaan induk.
5
Bank memiliki kualitas dan kecukupan permodalan yang tidak
memadai relatif terhadap profil Risikonya, yang disertai dengan
pengelolaan permodalan yang sangat lemah dibandingkan dengan
karakteristik, skala usaha, dan kompleksitas usaha Bank.
Bank yang termasuk dalam peringkat ini memenuhi seluruh
atau sebagian besar dari contoh karakteristik berikut:
Bank memiliki tingkat permodalan yang tidak memadai,
sehingga Bank harus menambah modal untuk mengantisipasi
seluruh Risiko yang dihadapi saat kondisi normal dan krisis.
Kualitas instrumen permodalan pada umumnya tidak baik,
tidak permanen, dan tidak dapat menyerap kerugian.
Bank telah melakukan stress test dengan hasil yang tidak
dapat menutup seluruh Risiko yang dihadapi.
Bank memiliki manajemen permodalan yang tidak baik
dan/atau memiliki proses penilaian kecukupan modal yang
tidak baik.
Bank tidak mampu melakukan akses pada sumber-sumber
permodalan, dan tidak terdapat dukungan dari grup usaha
atau perusahaan induk.
Ditetapkan...
-108-
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 11 Juni 2014
KEPALA EKSEKUTIF
PENGAWAS PERBANKAN,
Ttd.
NELSON TAMPUBOLON
Salinan sesuai dengan aslinya
DIREKTUR HUKUM 1
DEPARTEMEN HUKUM,
Ttd.
TINI KUSTINI
LAMPIRAN IV
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 10/SEOJK.03/2014
TENTANG
PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA
SYARIAH
- 2 -
LAPORAN HASIL PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK
Lampiran IV.1 : Laporan Hasil Penilaian Tingkat Kesehatan Bank
Lampiran IV.2 : Penilaian Faktor Profil Risiko
Lampiran IV.3 : Penilaian Analisis Risiko
Lampiran IV.4 : Penilaian Faktor Good Corporate Governance
Lampiran IV.5 : Penilaian Faktor Rentabilitas
Lampiran IV.6 : Penilaian Faktor Permodalan
LAMPIRAN...
- 3 -
LAMPIRAN IV.1
LAPORAN
HASIL PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK
(RISK BASED BANK RATING)
Nama Bank :
Posisi
:
Peringkat
No
Faktor-Faktor Penilaian
Individu
1 Profil Risiko
2 Good Corporate Governance
3 Rentabilitas
4 Permodalan
Peringkat TKB Berdasarkan Risiko
*) Dalam hal Bank memiliki perusahaan anak yang wajib dikonsolidasikan
Analisis
Analisis mengenai kondisi Bank secara keseluruhan yang tercermin dari
keempat faktor penilaian Tingkat Kesehatan Bank (TKB) berdasarkan Risiko.
Analisis profil Risiko yang mencakup Risiko inheren, kualitas penerapan
Manajemen Risiko, dan tingkat Risiko untuk masing-masing Risiko serta
tingkat peringkat Risiko
Analisis mengenai penerapan Good Corporate Governance
Analisis mengenai Rentabilitas
Analisis mengenai Permodalan
Dalam hal Bank memiliki perusahaan anak yang wajib dikonsolidasikan, Bank
wajib memperhitungkan dampak Risiko, pelaksanaan Good Corporate
Governance, dan kinerja rentabilitas serta permodalan perusahaan anak
terhadap profil Risiko dan kinerja keuangan Bank dengan mempertimbangkan
signifikansi dan materialitas perusahaan anak dan atau signifikasi
permasalahan perusahaan anak.
Tanggal:
Tanggal:
Disiapkan Oleh:
Disetujui oleh:
Konsolidasi*)
LAMPIRAN...
- 4 -
LAMPIRAN IV.2
PENILAIAN FAKTOR PROFIL RISIKO
Nama Bank :
Posisi
:
INDIVIDU
Profil
Risiko
Peringkat
Risiko
Inheren
Peringkat
Kualitas
Penerapan
Manajeme
n Risiko
Risiko
Kredit
Risiko
Pasar
Risiko
Likuiditas
Risiko
Operasional
Risiko
Hukum
Risiko
Stratejik
Risiko
Kepatuhan
Risiko
Reputasi
Risiko
Imbal Hasil
Risiko
Investasi
Peringkat
Komposit
Peringkat
Risiko
Peringkat
Risiko
Inheren
KONSOLIDASI
Peringkat
Kualitas
Penerapan
Manajeme
n Risiko
Peringkat
Risiko
Peringkat
Profil
Risiko
Peringkat
Profil
Risiko
Uraian...
- 5 -
Analisis
Uraian mengenai kesimpulan profil Risiko Bank secara keseluruhan meliputi
penilaian atas Risiko inheren dan kualitas penerapan Manajemen Risiko,
dengan fokus analisis pada eksposur Risiko yang signifikan dan material pada
Bank. Sebagai contoh, Risiko Kredit umumnya merupakan Risiko yang paling
dominan pada aktivitas Bank, sehingga memiliki signifikansi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan Risiko-Risiko lainnya. Dengan demikian, peringkat profil
Risiko Bank akan lebih banyak dipengaruhi oleh peringkat Risiko Kredit
sebagai Risiko paling dominan pada Bank, dan setelahnya oleh Risiko-Risiko
lainnya yang dianggap signifikan, misalnya Risiko Pasar, Risiko Likuiditas,
dan/atau Risiko Operasional.
Dalam hal Bank memiliki perusahaan anak yang wajib dikonsolidasikan, Bank
memperhitungkan dampak Risiko perusahaan anak terhadap profil Risiko
Bank dengan mempertimbangkan signifikansi dan materialitas perusahaan
anak dan atau signifikasi permasalahan perusahaan anak.
LAMPIRAN...
- 6 -
LAMPIRAN IV.3
PENILAIAN ANALISIS RISIKO ………….*)
Nama Bank :
Posisi
:
Analisis
Peringkat Risiko:
Kesimpulan akhir mengenai tingkat Risiko Bank yang mencakup tingkat Risiko
inheren dan kualitas penerapan Manajemen Risiko sehingga dapat
menggambarkan tingkat Risiko Bank.
Risiko Inheren:
Uraian mengenai penilaian Risiko inheren berdasarkan analisis terhadap faktor
penilaian dengan menggunakan baik indikator kuantitatif maupun kualitatif
sehingga dapat menggambarkan tingkat Risiko inheren Bank.
Kualitas Penerapan Manajemen Risiko:
Analisis terhadap Kualitas Penerapan Manajemen Risiko terdiri dari tata kelola
Risiko; kerangka manajemen Risiko; proses Manajemen Risiko, SDM, dan MIS;
dan pengendalian Risiko.
*) Kertas kerja ini digunakan untuk mendukung analisis atas Risiko-Risiko pada
Bank, meliputi Risiko Kredit, Risiko Pasar, Risiko Likuiditas, Risiko
Operasional, Risiko Hukum, Risiko Stratejik, Risiko Kepatuhan, Risiko
Reputasi, Risiko Imbal Hasil, dan Risiko Investasi.
LAMPIRAN...
- 7 -
LAMPIRAN IV.4
PENILAIAN FAKTOR GOOD CORPORATE GOVERNANCE
Nama Bank :
Posisi
:
Peringkat
Individual
Konsolidasi
Analisis
Uraian mengenai kesimpulan atas penilaian pelaksanaan Good Corporate
Governance Bank dengan mempertimbangkan faktor-faktor penilaian Good
Corporate Governance secara komprehensif dan terstruktur, mencakup baik
governance structure, governance process dan governance outcome. Dalam
uraian ini paling kurang menjelaskan pula mengenai identifikasi
permasalahan berupa kelemahan dan penyebabnya (root caused) dan
kekuatan pelaksanaan Good Corporate Governance.
Dalam hal Bank memiliki Perusahaan Anak yang wajib dikonsolidasikan,
maka:
Penilaian dilakukan terhadap permasalahan penerapan Good Corporate
Governance Perusahaan Anak yang dianggap berdampak signifikan pada
Good Corporate Governance Bank secara konsolidasi.
Faktor-faktor penilaian Good Corporate Governance Perusahaan Anak yang
digunakan untuk penilaian pelaksanaan prinsip-prinsip Good Corporate
Governance secara konsolidasi ditetapkan dengan memperhatikan
karakteristik usaha Perusahaan Anak serta didukung oleh data dan
informasi yang memadai.
Penetapan peringkat Good Corporate Governance Bank secara konsolidasi
dilakukan dengan mempertimbangkan dampak penerapan Good Corporate
Governance Perusahaan Anak.
Definisi Peringkat
LAMPIRAN...
- 8 -
LAMPIRAN IV.5
PENILAIAN FAKTOR RENTABILITAS
Nama Bank :
Posisi
:
Peringkat Rentabilitas
Analisis
Individual Konsolidasi
Kesimpulan akhir mengenai kinerja rentabilitas Bank dengan
mempertimbangkan faktor-faktor penilaian rentabilitas. Dalam hal Bank
memiliki perusahaan anak yang wajib dikonsolidasikan, Bank
memperhitungkan dampak kinerja rentabilitas perusahaan anak pada
rentabilitas Bank secara keseluruhan dengan mempertimbangkan signfikansi
dan materialitas perusahaan anak.
LAMPIRAN...
- 9 -
LAMPIRAN IV.6
PENILAIAN FAKTOR PERMODALAN
Nama Bank :
Posisi
:
Peringkat Permodalan
Analisis
Individual Konsolidasi
Kesimpulan akhir mengenai kinerja permodalan Bank dengan
mempertimbangkan faktor-faktor penilaian permodalan. Dalam hal Bank
memiliki perusahaan anak yang wajib dikonsolidasikan, Bank
memperhitungkan dampak kinerja permodalan perusahaan anak pada
permodalan Bank secara keseluruhan dengan mempertimbangkan signfikansi
dan materialitas perusahaan anak.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 11 Juni 2014
KEPALA EKSEKUTIF
PENGAWAS PERBANKAN,
Ttd.
NELSON TAMPUBOLON
Salinan sesuai dengan aslinya
DIREKTUR HUKUM 1
DEPARTEMEN HUKUM,
Ttd.
TINI KUSTINI
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 10/SEOJK.03/2014 </reg_id>
<reg_title> PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH </reg_title>
<set_date> 11 Juni 2014 </set_date>
<effective_date> 11 Juni 2014 </effective_date>
<replaced_reg> '12/13/DPbS|SE-BI/2010 | Huruf F angka 3, angka 4, angka 5, angka 6, angka 7, angka 8, angka 9, angka 10, dan angka 11', '9/24/DPbS|SE-BI/2007' </replaced_reg>
<related_reg> '13/23/PBI/2011', '8/POJK.03/2014', '8/6/PBI/2006' </related_reg>
|
Yth.
Direksi Bank Perkreditan Rakyat
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 41 /SEOJK.03/2017
TENTANG
BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN KREDIT BANK PERKREDITAN RAKYAT
Sehubungan
dengan
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 49/POJK.03/2017 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank
Perkreditan Rakyat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017
Nomor 155, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6098) yang
selanjutnya disingkat POJK BMPK BPR dan sehubungan dengan beralihnya
fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan jasa keuangan di
sektor perbankan dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan, perlu untuk
mengatur kembali ketentuan pelaksanaan mengenai Batas Maksimum
Pemberian Kredit Bank Perkreditan Rakyat dalam Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
1. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dalam menyediakan dana perlu
memperhatikan prinsip kehati-hatian antara lain dengan penyebaran
portofolio Penyediaan Dana yang diberikan agar risiko Penyediaan
Dana tersebut tidak terpusat pada Peminjam atau kelompok Peminjam
tertentu.
2. Dalam rangka pemantauan Penyediaan Dana, BPR menyampaikan
laporan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) secara berkala
kepada Otoritas Jasa Keuangan.
3. Pelaporan BMPK disampaikan oleh kantor pusat BPR secara daring
(online) yang mencakup data kantor pusat dan data seluruh kantor
cabang BPR.
- 2 -
II. PERHITUNGAN BMPK
1. BMPK untuk Kredit
Perhitungan BMPK untuk Kredit dilakukan berdasarkan baki debet
seluruh Kredit yang diterima oleh debitur yang bersangkutan,
termasuk pemberian Kredit atas nama debitur lain yang digunakan
untuk keuntungan debitur yang bersangkutan. Untuk Kredit dalam
bentuk rekening koran, perhitungan BMPK dilakukan berdasarkan
baki debet tertinggi pada bulan laporan.
2. BMPK untuk Penempatan Dana Antar Bank dalam Bentuk Tabungan
Perhitungan BMPK untuk Penempatan Dana Antar Bank dalam
bentuk tabungan dilakukan berdasarkan saldo tertinggi pada bulan
laporan.
3. BMPK untuk Penempatan Dana Antar Bank dalam Bentuk Deposito
Perhitungan BMPK untuk Penempatan Dana Antar Bank dalam
bentuk deposito dilakukan berdasarkan jumlah nominal sebagaimana
tercantum dalam seluruh bilyet deposito pada BPR yang sama.
4. BMPK untuk Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait
Perhitungan BMPK untuk Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait
dilakukan berdasarkan jumlah seluruh baki debet Kredit Pihak Terkait
dan seluruh nominal atau baki debet Penempatan Dana Antar Bank
(tabungan, deposito, dan Kredit) kepada seluruh BPR lain Pihak
Terkait sebesar 10% (sepuluh persen) dari Modal BPR.
5. BMPK untuk Penempatan Dana Antar Bank pada BPR lain Pihak Tidak
Terkait
Perhitungan BMPK untuk Penempatan Dana Antar Bank pada BPR
lain Pihak Tidak Terkait dilakukan berdasarkan jumlah seluruh
nominal atau baki debet Penempatan Dana Antar Bank (tabungan,
deposito, dan Kredit) pada masing-masing BPR Pihak Tidak Terkait
sebesar 20% (dua puluh persen) dari Modal BPR.
- 3 -
6. Penyediaan Dana dalam Bentuk Kredit kepada Satu atau Lebih
Peminjam Pihak Tidak Terkait yang Merupakan Bagian dari Kelompok
Peminjam Pihak Tidak Terkait
Perhitungan BMPK untuk Penyediaan Dana dalam bentuk Kredit
kepada satu atau lebih Peminjam Pihak Tidak Terkait yang merupakan
bagian dari kelompok Peminjam Pihak Tidak Terkait dihitung
berdasarkan pemberian Kredit kepada masing-masing Peminjam dan
pemberian Kredit kepada satu kelompok Peminjam Pihak Tidak
Terkait. BMPK pemberian Kredit kepada satu kelompok Peminjam
Pihak Tidak Terkait sebesar 30% (tiga puluh persen) dari Modal BPR.
III. PELANGGARAN BMPK
1. BPR dinyatakan melakukan pelanggaran BMPK dalam hal terdapat
selisih lebih antara persentase Penyediaan Dana pada saat
direalisasikan terhadap Modal BPR dengan BMPK yang
diperkenankan. BPR tetap dinilai melanggar BMPK selama
Pelanggaran BMPK tersebut belum diselesaikan.
2. Modal BPR yang digunakan dalam perhitungan BMPK adalah jumlah
Modal Inti dan Modal Pelengkap sebagaimana diatur dalam Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan mengenai kewajiban penyediaan Modal
minimum dan pemenuhan Modal inti minimum BPR pada posisi bulan
terakhir sebelum realisasi Penyediaan Dana.
3. Dalam hal terdapat Pelanggaran BMPK berupa Penyediaan Dana
dalam bentuk Kredit kepada satu atau lebih Peminjam Pihak Tidak
Terkait yang merupakan bagian dari kelompok Peminjam Pihak Tidak
Terkait, Pelanggaran BMPK dihitung berdasarkan penjumlahan
pelanggaran atas pemberian Kredit kepada masing-masing Peminjam
dan pelanggaran pemberian Kredit kepada satu kelompok Peminjam
Pihak Tidak Terkait.
4. Contoh Perhitungan BMPK:
a. Kredit dengan angsuran yang pencairannya dilakukan secara
sekaligus
BPR ”X” memberikan fasilitas Kredit dengan pembayaran
angsuran kepada debitur A (Pihak Tidak Terkait) yang
pencairannya dilakukan secara sekaligus dengan kondisi sebagai
berikut:
1) Modal BPR:
a) Per akhir Juni 2017 sebesar Rp1.500.000.000,00 (satu
- 4 -
miliar lima ratus juta rupiah).
b) Per akhir Juli 2017 sebesar Rp1.400.000.000,00 (satu
miliar empat ratus juta rupiah).
2) BMPK Pihak Tidak Terkait: 20%
a) Bulan Juli 2017 sebesar Rp300.000.000,00 (tiga ratus
juta rupiah).
(= 20% x Rp1.500.000.000).
b) Bulan Agustus 2017 sebesar Rp280.000.000,00 (dua
ratus delapan puluh juta rupiah).
(= 20% x Rp1.400.000.000,00).
3)
Fasilitas Kredit
4) Jangka waktu
Realisasi Kredit
: Rp400.000.000,00 (empat ratus
juta rupiah).
: 18 (delapan belas) bulan.
5) Tanggal akad Kredit : 14 Juli 2017.
6)
7) Baki debet
:
a) Per akhir Juli 2017 sebesar Rp400.000.000,00 (empat
ratus juta rupiah).
b) Per akhir Agustus 2017 sebesar Rp350.000.000,00 (tiga
ratus lima puluh juta rupiah).
Perhitungan BMPK
1) Bulan Juli 2017
Berdasarkan persentase atas baki debet pada saat realisasi
atau
pencairan
Kredit
Modal BPR per
debitur
akhir
A
Juni
: Pencairan Kredit sekaligus pada
tanggal 14 Juli 2017.
yaitu
sebesar Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah)
terhadap
2017
sebesar Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta
rupiah) dikurangi dengan persentase BMPK Pihak Tidak
Terkait (20%), diperoleh hasil sebagai berikut:
(Rp400.000.000,00 /Rp1.500.000.000,00 x 100%) – 20%
= 6,67%
Dengan demikian terdapat pelanggaran BMPK sebesar 6,67%
(enam koma enam tujuh persen).
2) Bulan Agustus 2017
Berdasarkan persentase atas baki debet debitur A pada akhir
Agustus 2017 yaitu sebesar Rp350.000.000,00 (tiga ratus
- 5 -
lima puluh juta rupiah) terhadap Modal BPR per akhir Juli
2017 sebesar Rp1.400.000.000,00 (satu miliar empat ratus
juta
rupiah)
dikurangi
dengan
persentase
BMPK Pihak Tidak Terkait (20%), diperoleh hasil sebagai
berikut:
(Rp350.000.000,00/Rp1.400.000.000,00 x 100%) – 20%
= 5%
Dengan demikian terdapat pelanggaran BMPK sebesar 5%
(lima persen).
b. Kredit yang pencairannya dilakukan secara bertahap
BPR ”Y” memberikan fasilitas Kredit kepada debitur B (Pihak
Terkait) yang pencairannya dilakukan secara bertahap dengan
kondisi sebagai berikut:
1) Modal BPR:
a) Per akhir Juli 2017 sebesar Rp2.000.000.000,00 (dua
miliar rupiah).
b) Per akhir Agustus 2017 sebesar Rp1.500.000.000,00
(satu miliar lima ratus juta rupiah).
2) BMPK Pihak Terkait: 10%
a) Bulan Agustus 2017 sebesar Rp200.000.000,00 (dua
ratus juta rupiah).
(= 10% x Rp2.000.000.000,00).
b) Bulan September 2017 sebesar Rp150.000.000,00
(seratus lima puluh juta rupiah).
(= 10% x Rp1.500.000.000,00).
3)
Fasilitas Kredit
4) Jangka waktu
5) Tanggal akad Kredit
6) Realisasi Kredit
: Rp200.000.000,00 (dua ratus
juta rupiah).
: 24 (dua puluh empat) bulan.
: 8 Agustus 2017.
: Pencairan Kredit secara bertahap
a) Pencairan tahap I, tanggal 8 Agustus 2017:
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
b) Pencairan tahap II, tanggal 8 September 2017:
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
- 6 -
Perhitungan BMPK
1) Bulan Agustus 2017
Berdasarkan persentase atas baki debet pada saat realisasi
atau
pencairan
Kredit
debitur B tahap
I
sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) terhadap
Modal BPR per akhir Juli 2017 sebesar Rp2.000.000.000,00
(dua miliar rupiah) dikurangi dengan persentase BMPK Pihak
Terkait (10%), diperoleh hasil sebagai berikut:
(Rp100.000.000,00/Rp2.000.000.000,00 x 100%) – 10%
= -5%
Dengan demikian tidak terdapat pelanggaran BMPK.
2) Bulan September 2017
Dengan adanya realisasi atau pencairan Kredit debitur B
tahap II sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
sehingga baki debet menjadi sebesar Rp200.000.000,00 (dua
ratus juta rupiah) maka persentase atas baki debet tersebut
terhadap Modal BPR per akhir Agustus 2017 sebesar
Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah)
dikurangi
dengan
persentase
BMPK
Pihak
Terkait (10%), diperoleh hasil sebagai berikut:
(Rp200.000.000,00/Rp1.500.000.000,00 x 100%) – 10%
= 3,33%
Dengan demikian terdapat pelanggaran BMPK sebesar 3,33%
(tiga koma tiga tiga persen).
c.
Kredit dengan fasilitas rekening koran
BPR ”Y” memberikan fasilitas Kredit rekening koran kepada
debitur C (Pihak Tidak Terkait) dengan kondisi sebagai berikut:
1) Modal BPR:
per
2) BMPK Pihak Tidak
Terkait
Rp1.800.000.000,00 (satu miliar delapan ratus juta rupiah).
: 20% atau sebesar Rp360.000.000
(tiga ratus enam puluh juta
rupiah).
(= 20% x Rp1.800.000.000,00).
3)
Fasilitas Kredit
4) Jangka waktu
: Rp400.000.000,00 (empat ratus
juta rupiah).
: 12 (dua belas) bulan.
akhir Agustus 2017 sebesar
- 7 -
5) Tanggal akad Kredit
6) Realisasi baki debet
Pencairan
Tanggal
8 September
2017
15
September
2017
28
September
2017
29
September
2017
Rp15.000.000,- Rp385.000.000,-
Rp35.000.000,-
Rp400.000.000,-
Rp5.000.000,- Rp365.000.000,-
: 5 September 2017.
: pada bulan September 2017.
Penyetoran
Rp370.000.000,-
Saldo Debet
Rp370.000.000,-
Perhitungan Pelanggaran BMPK
Perhitungan BMPK didasarkan pada persentase atas baki debet
tertinggi pada bulan yang bersangkutan (September 2017) yaitu
sebesar Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) terhadap
Modal BPR per akhir Agustus 2017 sebesar Rp1.800.000.000,00
(satu miliar delapan ratus juta rupiah) dikurangi dengan
persentase BMPK Pihak Tidak Terkait (20%), dengan perhitungan
sebagai berikut:
(Rp400.000.000,00/Rp1.800.000.000,00 x 100%) – 20%
= 2,22%
Dengan demikian terdapat Pelanggaran BMPK sebesar 2,22% (dua
koma dua dua persen).
d. Pemberian Kredit yang secara individu Peminjam tidak melebihi
BMPK namun secara kelompok Peminjam melebihi BMPK
BPR “X” memberikan fasilitas Kredit kepada debitur A (Pihak
Tidak Terkait) dan debitur PT B (PT B menjamin Kredit yang
diberikan oleh BPR “X” kepada debitur A) yang pencairannya
dilakukan secara sekaligus dengan kondisi sebagai berikut:
1) Modal BPR : Per
akhir September 2017 sebesar
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
- 8 -
2) BMPK Pihak Tidak Terkait:
a)
Individu Peminjam:
20%
atau
Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
(= 20% x Rp3.000.000.000,00).
b) Kelompok Peminjam: 30%
atau
3)
Rp900.000.000,00 (sembilan ratus juta rupiah).
(= 30% x Rp3.000.000.000,00).
Fasilitas Kredit : a) Debitur
A
sebesar
sebesar
sebesar
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah).
b) Debitur
PT
B
sebesar
Rp600.000.000,00 (enam ratus
juta rupiah).
4) Jangka waktu : Masing-masing 24 (dua puluh empat)
bulan.
5) Tanggal akad
Kredit
: a) Debitur A, tanggal 16 Oktober
2017.
b) Debitur
PT
B
sebesar
Rp600.000.000,00 (enam ratus
juta rupiah).
6)
Realisasi kredit : Pencairan dilakukan sekaligus
a) Debitur A, tanggal 16 Oktober
2017.
b) Debitur PT B, tanggal 20 Oktober
2017.
Perhitungan Pelanggaran BMPK
1) BMPK Individu Peminjam
a) Pemberian Kredit BPR ”X” kepada debitur A
sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak
melanggar BMPK dengan perhitungan sebagai berikut:
(Rp500.000.000,00/Rp3.000.000.000,00 x 100%) – 20%
= -3,34%.
b) Pemberian kredit BPR ”X” kepada debitur PT B
sebesar Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah)
- 9 -
tidak melanggar BMPK dengan perhitungan sebagai
berikut:
(Rp600.000.000,00/Rp3.000.000.000,00 x 100%) – 20%
= 0%.
2) BMPK Kelompok Peminjam
Mengingat debitur A dan PT B memenuhi kriteria kelompok
Peminjam, perhitungan BMPK juga dihitung berdasarkan
baki
debet
kelompok
Peminjam
yaitu
sebesar Rp1.100.000.000,00 (satu miliar seratus juta rupiah)
(Rp500.000.000,00 + Rp600.000.000,00). BMPK kelompok
Peminjam Pihak Tidak Terkait yaitu 30%. Perhitungan BMPK
kelompok Peminjam tersebut sebagai berikut:
(Rp1.100.000.000,00/Rp3.000.000.000,00 x 100%) – 30%
= 6,67%.
Dengan demikian terdapat Pelanggaran BMPK kelompok
Peminjam Pihak Tidak Terkait sebesar 6,67% (enam koma
enam tujuh persen).
Berdasarkan perhitungan angka 1) dan angka 2) di atas,
pemberian Kredit kepada masing-masing Peminjam yaitu
debitur A dan PT B tidak melanggar BMPK namun secara
kelompok Peminjam melanggar BMPK sebesar 6,67% (enam
koma enam tujuh persen).
e. Pemberian Kredit dan Penempatan Dana Antar Bank pada BPR
lain yang secara individu Peminjam melebihi BMPK namun secara
kelompok Peminjam tidak melebihi BMPK
BPR ”Y” menempatkan dananya pada BPR ”Z” dan memberikan
fasilitas Kredit kepada debitur PT A (Pihak Tidak Terkait yang
memiliki saham BPR ”Z” sebesar 40%) dengan kondisi sebagai
berikut:
1) Modal BPR:
Per
akhir
2) BMPK Pihak Tidak Terkait:
a)
Individu Peminjam:
Oktober 2017 sebesar
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
20%
atau
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(= 20% x Rp5.000.000.000,00)
sebesar
- 10 -
b) Kelompok Peminjam: 30%
atau
sebesar
Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah)
(= 30% x Rp5.000.000.000,00).
3) Penyediaan Dana BPR ”Y” pada BPR ”Z” berupa:
a) Deposito: Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah),
jangka waktu 3 (tiga) bulan (10 November 2017 sampai
dengan 10 Februari 2018).
b) Kredit:
rupiah).
4) BPR ”Y” memberikan Kredit kepada debitur PT A sebesar
Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
5) Jangka waktu
6) Tanggal akad Kredit
: 36 (tiga puluh enam) bulan.
: a) BPR “Z”,
November 2017.
b) Debitur PT A, tanggal 10
November 2017.
7)
Realisasi Kredit
: Pencairan dilakukan sekaligus
a) BPR “Z” pada tanggal 3
November 2017.
b) Debitur PT A pada tanggal
10 November 2017.
Perhitungan BMPK:
1) BMPK Individu Peminjam
a) Penempatan Dana Antar Bank BPR ”Y” pada BPR ”Z”
berupa deposito sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah) dan Kredit sebesar Rp700.000.000,00
(tujuh ratus juta rupiah), sehingga jumlah Penempatan
Dana Antar Bank sebesar Rp1.200.000.000,00 (satu
miliar dua ratus juta rupiah). BMPK Penempatan Dana
Antar Bank pada BPR lain yaitu sebesar 20%.
Perhitungan BMPK Penempatan Dana Antar Bank
tersebut sebagai berikut:
(Rp1.200.000.000,00/Rp5.000.000.000,00 x 100%) –
20% = 4%.
b) Pemberian Kredit BPR ”Y” kepada debitur PT A sebesar
Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) tidak
tanggal 3
Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta
- 11 -
melanggar BMPK dengan perhitungan sebagai berikut:
(Rp800.000.000,00/Rp5.000.000.000,00 x 100%) – 20%
= -4%.
2) BMPK Kelompok Peminjam
Mengingat debitur PT A dan BPR ”Z” memenuhi kriteria
kelompok Peminjam, perhitungan BMPK juga dihitung
berdasarkan kelompok Peminjam. Berdasarkan perhitungan,
BMPK kelompok Peminjam tidak melanggar BMPK karena
secara keseluruhan jumlah baki debet dalam bentuk Kredit
masing-masing kepada debitur PT A Rp700.000.000,00
(tujuh ratus juta rupiah) dan BPR ”Z” Rp800.000.000,00
(delapan
ratus
juta
rupiah)
yaitu
sebesar
Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah),
tidak melebihi BMPK kelompok Peminjam Pihak Tidak
Terkait yaitu paling tinggi 30%, dengan perhitungan sebagai
berikut:
(Rp1.500.000.000,00/Rp5.000.000.000,00 x 100%) – 30%
= 0%.
Berdasarkan perhitungan di atas, maka:
1) Penempatan dana BPR ”Y” pada BPR ”Z” melanggar BMPK
untuk Penempatan Dana Antar Bank pada BPR lain
sebesar 4% (empat persen).
2) Pemberian Kredit BPR ”Y” kepada debitur PT A tidak
melanggar BMPK.
Pemberian Kredit kepada BPR ”Z” dan debitur PT A sebagai
kelompok Peminjam Pihak Tidak Terkait juga tidak melanggar
BMPK.
f. Pemberian Kredit yang secara individu dan kelompok Peminjam
melebihi BMPK
BPR ”B” memberikan fasilitas Kredit kepada debitur Pihak Tidak
Terkait PT X dan PT Y. PT X dan PT Y dimiliki oleh Sdr. S dengan
kepemilikan saham pada masing-masing PT tersebut 50%.
Pencairan Kredit dilakukan sekaligus dengan kondisi sebagai
berikut:
1) Modal BPR:
Per akhir November
Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
2017 sebesar
- 12 -
2) BMPK Pihak Tidak Terkait:
a)
Individu Peminjam:
20%
atau
Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
(= 20% x Rp4.000.000.000,00).
b) Kelompok Peminjam:
30%
atau
sebesar
Rp1.200.000.000,00 (satu miliar dua ratus juta rupiah).
(= 30% x Rp4.000.000.000,00).
3) Fasilitas Kredit
: a) Debitur PT X sebesar
Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).
b) Debitur PT Y sebesar
Rp900.000.000,00
(sembilan
rupiah).
ratus
4) Jangka waktu
5) Tanggal akad Kredit
sebesar
juta
: Masing-masing 48 (empat
puluh delapan) bulan.
: a) Debitur PT X, tanggal 7
Desember 2017.
b) Debitur PT Y, tanggal 15
Desember 2017.
6) Realisasi Kredit
: Pencairan dilakukan sekaligus
a) Debitur PT X, tanggal 7
Desember 2017.
b) Debitur PT Y, tanggal 15
Desember 2017.
Perhitungan Pelanggaran BMPK
1) BMPK Individu Peminjam
a) Pemberian Kredit BPR ”B” kepada debitur PT X sebesar
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) melanggar
BMPK dengan perhitungan sebagai berikut:
(Rp1.000.000.000,00/Rp4.000.000.000 x 100%) – 20%
= 5%.
b) Pemberian Kredit BPR ”B” kepada debitur PT Y sebesar
Rp900.000.000,00 (sembilan ratus juta rupiah)
melanggar BMPK dengan perhitungan sebagai berikut:
(Rp900.000.000,00/Rp4.000.000.000 x 100%) – 20%
= 2,5%.
- 13 -
2) BMPK Kelompok Peminjam
Mengingat debitur PT X dan PT Y memenuhi kriteria
kelompok Peminjam Pihak Tidak Terkait, perhitungan BMPK
juga dihitung berdasarkan kelompok Peminjam yaitu sebesar
Rp1.900.000.000,00 (satu miliar sembilan ratus juta rupiah)
(Rp1.000.000.000,00 + Rp900.000.000,00). BMPK kelompok
Peminjam Pihak Tidak Terkait yaitu 30%. Perhitungan BMPK
kelompok Peminjam tersebut sebagai berikut:
(Rp1.900.000.000,00/Rp4.000.000.000,00 x 100%) – 30%
= 17,5%.
Berdasarkan perhitungan di atas, maka:
1) Pemberian Kredit BPR ”B” kepada debitur PT X secara
individu melanggar BMPK sebesar 5% (lima persen).
2) Pemberian Kredit BPR ”B” kepada debitur PT Y secara
individu melanggar BMPK sebesar 2,5% (dua koma lima
persen).
3) Pemberian kredit BPR ”B” kepada debitur PT X dan PT Y
sebagai kelompok Peminjam Pihak Tidak Terkait melanggar
BMPK kelompok Peminjam Pihak Tidak Terkait
sebesar 17,5% (tujuh belas koma lima persen).
Dengan demikian persentase jumlah keseluruhan pelanggaran
BMPK yang dilakukan oleh BPR ”B” adalah 25% (dua puluh lima
persen).
g. Penempatan Dana Antar Bank pada BPR lain dalam bentuk
deposito
BPR ”Y” menempatkan dananya dalam bentuk deposito pada BPR
”Z” dengan kondisi sebagai berikut:
1) Modal BPR ”Y”:
a) Per akhir Agustus 2017 sebesar Rp4.900.000.000,00
(empat miliar sembilan ratus juta rupiah).
b) Per akhir September 2017 sebesar Rp5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah).
- 14 -
2) BMPK Penempatan Dana Antar Bank pada BPR lain : 20%
(dua puluh persen)
a) Bulan September 2017 sebesar Rp980.000.000,00
(sembilan ratus delapan puluh juta rupiah)
(= 20% x Rp4.900.000.000,00).
b) Bulan Oktober 2017 sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah)
(= 20% x Rp5.000.000.000,00).
3) Penyediaan Dana BPR ”Y” pada BPR ”Z” berupa:
a) Deposito I :
Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta
rupiah) dengan jangka waktu 3 (tiga) bulan
(10 Juli 2017 sampai dengan 10 Oktober 2017).
b) Deposito II :
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah) dengan jangka waktu 1 (satu) bulan
(2 Oktober 2017 sampai dengan 2 November 2017).
Perhitungan Pelanggaran BMPK
1) Bulan September 2017
Berdasarkan persentase atas jumlah nominal sebagaimana
tercantum dalam bilyet deposito I sebesar Rp700.000.000,00
(tujuh ratus juta rupiah) terhadap Modal BPR per akhir
Agustus 2017 sebesar Rp4.900.000.000,00 (empat miliar
sembilan ratus juta rupiah) dikurangi dengan persentase
BMPK Penempatan Dana Antar Bank pada BPR lain Pihak
Tidak Terkait (20%), diperoleh hasil sebagai berikut:
(Rp700.000.000,00/Rp4.900.000.000,00 x 100%) – 20%
= -5,71%
Dengan demikian tidak terdapat pelanggaran BMPK.
2) Bulan Oktober 2017
Dengan adanya penempatan deposito
II sebesar
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) pada
tanggal 2 Oktober 2017, jumlah seluruh penempatan
deposito pada BPR ”Z” pada tanggal tersebut menjadi sebesar
Rp1.200.000.000,00 (satu miliar dua ratus juta rupiah).
Dengan demikian persentase atas nominal Penempatan
Dana Antar Bank tersebut terhadap Modal BPR per akhir
September 2017 sebesar Rp5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah) dikurangi dengan persentase BMPK Penempatan
- 15 -
Dana Antar Bank pada BPR lain Pihak Tidak Terkait (20%),
diperoleh hasil sebagai berikut:
(Rp1.200.000.000,00/Rp5.000.000.000,00 x 100%) – 20%
= 4%
Dengan demikian terdapat pelanggaran BMPK sebesar 4%
(empat persen).
5. Berdasarkan contoh perhitungan BMPK sebagaimana dimaksud pada
Romawi III angka 4 khususnya untuk huruf a, huruf c, huruf d, huruf
e, dan huruf f, selain melanggar BMPK, BPR juga melanggar Pasal 3
ayat (1) POJK BMPK BPR yang menyatakan bahwa BPR dilarang
membuat Perjanjian Kredit yang mewajibkan BPR untuk menyediakan
dana yang akan mengakibatkan terjadinya Pelanggaran BMPK.
IV. PELAMPAUAN BMPK
1. Penyediaan Dana oleh BPR dikategorikan sebagai Pelampauan BMPK
dalam hal terjadi selisih lebih antara persentase Penyediaan Dana yang
telah direalisasikan terhadap Modal BPR pada saat tanggal laporan
dengan BMPK yang diperkenankan dan tidak termasuk Pelanggaran
BMPK.
2. Pelampauan BMPK dapat disebabkan oleh penurunan Modal BPR,
penggabungan usaha (merger), peleburan usaha (konsolidasi),
pengambilalihan usaha (akuisisi), perubahan struktur kepemilikan
dan/atau perubahan kepengurusan yang menyebabkan perubahan
Pihak Terkait dan/atau kelompok Peminjam, dan/atau perubahan
ketentuan.
3. Contoh perhitungan Pelampauan BMPK karena penurunan Modal
BPR ”X” memberikan fasilitas Kredit dengan pembayaran angsuran
kepada debitur A (Pihak Tidak Terkait) yang pencairannya dilakukan
secara sekaligus dengan kondisi sebagai berikut:
a. Modal BPR:
1) Per akhir Agustus 2017 sebesar Rp1.500.000.000,00 (satu
miliar lima ratus juta rupiah).
2) Per akhir September 2017 sebesar Rp1.200.000.000,00 (satu
miliar dua ratus juta rupiah).
- 16 -
b. BMPK Pihak Tidak Terkait: 20% (dua puluh persen)
1) Bulan September 2017 sebesar Rp300.000.000,00 (tiga ratus
juta rupiah).
(= 20% x Rp1.500.000.000,00).
2) Bulan Oktober 2017 sebesar Rp240.000.000,00 (dua ratus
empat puluh juta rupiah).
(= 20% x Rp1.200.000.000,00).
c.
Fasilitas Kredit
d. Jangka waktu
Realisasi Kredit
:
:
e. Tanggal akad Kredit :
f.
:
g. Baki debet
:
1) Per akhir September 2017 sebesar Rp300.000.000,00 (tiga
ratus juta rupiah).
2) Per akhir Oktober 2017 sebesar Rp285.000.000,00 (dua
ratus delapan puluh lima juta rupiah).
Perhitungan Pelampauan BMPK
a. Bulan September 2017
Berdasarkan persentase atas baki debet pada saat realisasi kredit
debitur A yaitu sebesar Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah)
terhadap Modal BPR per akhir Agustus 2017 sebesar
Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah) dikurangi
dengan persentase BMPK Pihak Tidak Terkait (20% (dua puluh
persen)), diperoleh hasil sebagai berikut:
(Rp300.000.000,00/Rp1.500.000.000,00 x 100%) – 20% = 0%
Tidak terdapat pelanggaran BMPK.
b. Bulan Oktober 2017
Berdasarkan persentase atas baki debet debitur A pada akhir
Oktober 2017 yaitu sebesar Rp285.000.000,00 (dua ratus delapan
puluh lima juta rupiah) terhadap Modal BPR per akhir September
2017 sebesar Rp1.200.000.000,00 (satu miliar dua ratus juta
rupiah) dikurangi dengan persentase BMPK Pihak Tidak Terkait
(20% (dua puluh persen)), diperoleh hasil sebagai berikut:
(Rp285.000.000,00 /Rp1.200.000.000,00 x 100%) – 20% = 3,75%
Dengan demikian terdapat pelampauan BMPK sebesar 3,75% (tiga
Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta
rupiah).
18 (delapan belas) bulan.
15 September 2017.
Pencairan Kredit sekaligus pada
tanggal 21 September 2017.
- 17 -
koma tujuh lima persen).
V. PENYAMPAIAN LAPORAN BMPK DAN/ATAU KOREKSI LAPORAN BMPK
1. BPR menyampaikan laporan BMPK kepada Otoritas Jasa Keuangan
paling lambat tanggal 14 pada bulan berikutnya setelah berakhirnya
bulan laporan:
a. Secara daring (online) melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa
Keuangan sesuai dengan format dan ketentuan yang ditetapkan
oleh Otoritas Jasa Keuangan.
b. Secara daring (online) melalui aplikasi Laporan Berkala BPR
sebagaimana diatur dalam ketentuan yang mengatur mengenai
laporan bulanan BPR, dalam hal penyampaian laporan BMPK
melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a belum dapat dilakukan.
2. BPR menyampaikan koreksi laporan BMPK kepada Otoritas Jasa
Keuangan paling lambat tanggal 20 pada bulan berikutnya setelah
berakhirnya bulan laporan:
a. Secara daring (online) melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa
Keuangan sesuai dengan format dan ketentuan yang ditetapkan
oleh Otoritas Jasa Keuangan.
b. Secara daring (online) melalui aplikasi Laporan Berkala BPR
sebagaimana diatur dalam ketentuan yang mengatur mengenai
laporan bulanan BPR, dalam hal penyampaian koreksi laporan
BMPK melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a belum dapat dilakukan.
3. Dalam hal laporan disampaikan melewati batas waktu sebagaimana
dimaksud pada angka 1 dan angka 2, BPR dinyatakan terlambat
menyampaikan laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK.
4. Penyampaian laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK secara
daring (online) dilakukan sampai dengan akhir bulan laporan. Laporan
BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK secara daring (online) tersebut
dapat disampaikan pada hari libur.
5. Dalam hal BPR tidak menyampaikan laporan BMPK dan/atau koreksi
laporan BMPK sampai dengan akhir bulan laporan, BPR dinyatakan
tidak menyampaikan laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK.
6. Dalam hal penyampaian laporan BMPK dan/atau koreksi laporan
BMPK dilakukan setelah berakhirnya bulan laporan, laporan tersebut
- 18 -
hanya dapat disampaikan secara luring (offline). Penyampaian laporan
BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK secara luring (offline)
dilakukan dalam bentuk cakram digital (compact disk) atau media
perekam data elektronik lainnya disertai hasil validasi yang telah
ditandatangani oleh penanggung jawab dan disampaikan kepada:
a. Otoritas Jasa Keuangan u.p Kantor Regional atau Kantor Otoritas
Jasa Keuangan yang mewilayahi Kantor Pusat BPR; atau
b. Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang
mengatur mengenai laporan bulanan BPR dengan tembusan
kepada Otoritas Jasa Keuangan, dalam hal penyampaian laporan
melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan belum dapat
dilakukan.
7. Dalam hal terjadi kerusakan cakram digital (compact disk) atau media
perekam data elektronik lainnya yang telah diterima secara luring
(offline) oleh Otoritas Jasa Keuangan atau Bank Indonesia dalam hal
penyampaian laporan melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa
Keuangan belum dapat dilakukan, BPR pelapor menyampaikan ulang
cakram digital (compact disk) atau media perekam data elektronik lain
setelah diminta oleh Otoritas Jasa Keuangan atau oleh Bank
Indonesia.
8. Apabila tanggal 14 atau tanggal 20 jatuh pada hari libur, BPR yang
menyampaikan laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK secara
luring (offline) harus menyampaikan laporan BMPK dan/atau koreksi
laporan BMPK pada hari kerja sebelumnya.
9. Hari libur yang terkait dengan penyampaian laporan BMPK dan/atau
koreksi laporan BMPK sebagaimana dimaksud pada angka 8 secara
luring (offline) adalah hari Sabtu, hari Minggu, atau hari libur yang
ditetapkan oleh Pemerintah.
VI. FORMAT DAN TATA CARA PENYUSUNAN LAPORAN BMPK DAN/ATAU
KOREKSI LAPORAN BMPK
1. Format dan tata cara penyusunan laporan BMPK dan/atau koreksi
laporan BMPK mengacu pada Lampiran I tentang Pedoman
Penyusunan Laporan BMPK BPR, yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
2. Prosedur pengoperasian aplikasi laporan BMPK dan/atau koreksi
laporan BMPK diatur dalam Lampiran II tentang Petunjuk Teknis
Aplikasi Data Entry Laporan BMPK BPR dan Lampiran III tentang
- 19 -
Petunjuk Teknis Aplikasi Web BPR Laporan BMPK BPR, yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan ini.
VII. SARANA DAN PERSIAPAN PELAPORAN
Dalam rangka penyusunan dan penyampaian laporan BMPK dan/atau
koreksi laporan BMPK, BPR perlu melakukan persiapan dan menyediakan
sarana sebagai berikut:
1. Komputer yang memenuhi konfigurasi minimal perangkat keras dan
perangkat lunak sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 2 tentang
Petunjuk Teknis Aplikasi Data Entry Laporan BMPK BPR dan Lampiran
3 tentang Petunjuk Teknis Aplikasi Web BPR Laporan BMPK BPR.
2. BPR menunjuk:
a. Pegawai yang ditugaskan (petugas) untuk mengoperasikan
aplikasi dan melakukan verifikasi laporan BMPK dan/atau
koreksi laporan BMPK.
b. Pejabat atau pegawai BPR yang bertanggung jawab (penanggung
jawab) untuk melakukan verifikasi ulang dalam rangka meyakini
kebenaran laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK serta
menyampaikan laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK
kepada Otoritas Jasa Keuangan.
3. Nama petugas dan penanggung jawab sebagaimana dimaksud pada
angka 2 termasuk dalam hal terdapat perubahan, harus disampaikan
kepada:
a. Otoritas Jasa Keuangan u.p. Kantor Regional atau Kantor
Otoritas Jasa Keuangan yang membawahkan wilayah kantor
pusat BPR; atau
b. Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang
mengatur mengenai laporan bulanan BPR dengan tembusan
kepada Otoritas Jasa Keuangan, dalam hal penyampaian laporan
melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan belum dapat
dilakukan.
4. BPR menyusun pedoman tertulis tentang sistem dan prosedur
penyusunan dan penyampaian laporan BMPK dan/atau koreksi
laporan BMPK dengan mengacu pada Lampiran 1 tentang Pedoman
Penyusunan Laporan BMPK BPR, Lampiran 2 tentang Petunjuk Teknis
Aplikasi Data Entry Laporan BMPK BPR, dan Lampiran 3 tentang
- 20 -
Petunjuk Teknis Aplikasi Web BPR Laporan BMPK BPR yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan ini.
5. BPR memiliki:
a. sistem pengamanan yang memadai terhadap sarana komputer,
aplikasi, dan data laporan BMPK dan/atau koreksi laporan
BMPK; dan
b. rekam cadang (back up) data laporan BMPK dan/atau koreksi
laporan BMPK yang ditatausahakan dengan baik.
VIII. ALAMAT PENYAMPAIAN LAPORAN
1. Laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK disampaikan kepada
Otoritas Jasa Keuangan:
a. secara daring (online) melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa
Keuangan sesuai dengan format dan ketentuan yang ditetapkan
oleh Otoritas Jasa Keuangan; atau
b. secara daring (online) melalui aplikasi Laporan Berkala BPR
sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai laporan bulanan
BPR, dalam hal penyampaian laporan melalui sistem pelaporan
Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
belum dapat dilakukan.
2. BPR pelapor yang berkedudukan di wilayah yang belum memiliki
fasilitas jaringan ekstranet atau mengalami keadaan kahar (force
majeure), laporan disampaikan secara luring (offline) kepada:
a. Otoritas Jasa Keuangan u.p. Kantor Regional atau Kantor
Otoritas Jasa Keuangan yang membawahkan wilayah kantor
pusat BPR; atau
b. Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang
mengatur mengenai laporan bulanan BPR dengan tembusan
kepada Otoritas Jasa Keuangan, dalam hal penyampaian laporan
melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan belum dapat
dilakukan.
3. Dalam hal terjadi masalah atau gangguan pada jaringan ekstranet,
BPR pelapor menyampaikan laporan BMPK dan/atau koreksi laporan
BMPK secara luring (offline) kepada:
a. Otoritas Jasa Keuangan u.p. Kantor Regional atau Kantor
Otoritas Jasa Keuangan yang membawahkan wilayah kantor
- 21 -
pusat BPR; atau
b. Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang
mengatur mengenai laporan bulanan BPR dengan tembusan
kepada Otoritas Jasa Keuangan, dalam hal penyampaian laporan
melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan belum dapat
dilakukan.
4. Penyampaian nama petugas, penanggung jawab, dan nomor telepon
yang digunakan untuk menyampaikan laporan BMPK dan/atau
koreksi laporan BMPK serta perubahan nama dan nomor telepon
tersebut ditujukan kepada:
a. Otoritas Jasa Keuangan u.p. Kantor Regional atau Kantor
Otoritas Jasa Keuangan yang membawahkan wilayah kantor
pusat BPR; atau
b. Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang
mengatur mengenai laporan bulanan BPR dengan tembusan
kepada Otoritas Jasa Keuangan, dalam hal penyampaian laporan
melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan belum dapat
dilakukan.
IX. TATA CARA PEMBAYARAN SANKSI ADMINISTRATIF BERUPA DENDA
Pembayaran sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 28 POJK BMPK BPR mengacu pada Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan mengenai tata cara penagihan sanksi administratif berupa denda
di sektor jasa keuangan. Dalam hal penyampaian laporan secara daring
(online) melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan belum dapat
dilakukan, pembayaran sanksi administratif berupa denda sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28 ayat (4) dan Pasal 28 ayat (5) POJK BMPK BPR
mengacu pada ketentuan yang mengatur mengenai laporan bulanan BPR.
- 22 -
X. PENUTUP
Pada saat Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku, Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 11/21/DKBU perihal Batas Maksimum
Pemberian Kredit Bank Perkreditan Rakyat dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku
pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 19 Juli 2017
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN
OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
NELSON TAMPUBOLON
Salinan ini sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 41/SEOJK.03/2017 </reg_id>
<reg_title> BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN KREDIT BANK PERKREDITAN RAKYAT </reg_title>
<set_date> 19 Juli 2017 </set_date>
<effective_date> 19 Juli 2017 </effective_date>
<replaced_reg> '11/21/DKBU|SE-BI' </replaced_reg>
<related_reg> '49/POJK.03/2017' </related_reg>
|
- 1 -
Yth.
1. Direksi Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai
Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek;
2. Pengurus Asosiasi yang mewadahi Wakil Penjamin Emisi Efek dan/atau
Wakil Perantara Pedagang Efek;
3. Pengurus Lembaga Pendidikan Khusus di bidang Pasar Modal;
4. Pimpinan Perguruan Tinggi; dan
5. Wakil Penjamin Emisi Efek dan Wakil Perantara Pedagang Efek;
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 45 /SEOJK.04/2016
TENTANG
PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN BERKELANJUTAN BAGI WAKIL
PENJAMIN EMISI EFEK DAN WAKIL PERANTARA PEDAGANG EFEK
Sehubungan dengan ketentuan Pasal 16 Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 27/POJK.04/2014 tentang Perizinan Wakil Penjamin Emisi
Efek dan Wakil Perantara Pedagang Efek (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 362, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5636), perlu mengatur ketentuan mengenai Penyelenggaraan Program
Pendidikan Berkelanjutan bagi Wakil Penjamin Emisi Efek dan Wakil Perantara
Pedagang Efek dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan
Program Pendidikan Berkelanjutan yang selanjutnya disingkat PPL adalah
suatu bentuk program kegiatan peningkatan pengetahuan dan
kemampuan secara berkelanjutan bagi Wakil Penjamin Emisi Efek dan
Wakil Perantara Pedagang Efek secara sistematis dan terukur.
- 2 -
II. PENYELENGGARA PROGRAM PENDIDIKAN BERKELANJUTAN
1. Pihak yang dapat menjadi penyelenggara PPL yaitu:
a. Asosiasi yang mewadahi Wakil Penjamin Emisi Efek dan Wakil
Perantara Pedagang Efek yang telah mendapatkan pengakuan
dari Otoritas Jasa Keuangan; dan
b. Pihak lain, yaitu:
1) Lembaga Pendidikan Khusus di bidang Pasar Modal
sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-
undangan di sektor Pasar Modal yang mengatur mengenai
tata cara permohonan pengakuan sertifikat keahlian Wakil
Perusahaan Efek oleh lembaga pendidikan khusus di
bidang Pasar Modal;
2) Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai
Penjamin Emisi Efek atau Perantara Pedagang Efek; dan
3) Perguruan Tinggi atau Program Studi dengan Peringkat
Akreditasi paling rendah B,
yang telah mendapatkan pengakuan dari Otoritas Jasa
Keuangan sebagai penyelenggara PPL.
2. Penyelenggara PPL sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dapat
bekerja sama dengan pihak lain dalam rangka pelaksanaan PPL
dengan ketentuan tanggung jawab penyelenggaraan tetap berada
pada penyelenggara PPL.
III. PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN BERKELANJUTAN
1. PPL dapat dilakukan dalam bentuk tatap muka atau selain tatap
muka.
2. PPL yang dilakukan dalam bentuk tatap muka dapat berupa:
a. pelatihan;
b.
lokakarya;
c. diskusi panel;
d. seminar;
e. konferensi; atau
- 3 -
f.
simposium.
3. PPL yang dilakukan dalam bentuk selain tatap muka dapat berupa:
a. penulisan artikel, makalah, atau buku dengan materi yang
ditentukan oleh pihak penyelenggara PPL dan dipublikasikan;
b.
riset profesional atau studi terhadap bidang yang ditentukan
oleh pihak penyelenggara PPL;
c. pelatihan melalui media elektronik (online) yang ditentukan oleh
pihak penyelenggara PPL, misalnya melalui layanan webinar
(web-based seminar); atau
d. menjadi pengajar dalam pelatihan, lokakarya, diskusi panel,
seminar, konferensi, atau simposium terkait bidang yang
ditentukan oleh pihak penyelenggara PPL.
4. Dalam hal PPL dalam bentuk selain tatap muka dilakukan berupa
pelatihan melalui media elektronik sebagaimana dimaksud dalam
angka 3 huruf c, penyelenggara PPL wajib memastikan adanya
evaluasi dalam proses pelatihan tersebut dalam bentuk soal ujian
yang terkait dengan materi pelatihan dimaksud.
5. Pemegang Izin Wakil Penjamin Emisi Efek dan/atau Wakil Perantara
Pedagang Efek dianggap telah memenuhi kewajiban PPL apabila:
a.
telah mengikuti 1 (satu) PPL dalam bentuk tatap muka dengan
total durasi paling sedikit 360 (tiga ratus enam puluh) menit
efektif; atau
b. telah mengikuti PPL dalam bentuk selain tatap muka yang
setara dengan pelaksanaan PPL dalam bentuk tatap muka
dengan total durasi paling sedikit 360 (tiga ratus enam puluh)
menit efektif dan telah mendapatkan penilaian atas pemenuhan
kewajiban PPL dalam bentuk selain tatap muka dari
penyelenggara PPL,
setiap 1 (satu) periode perpanjangan izin Wakil Penjamin Emisi Efek
dan/atau Wakil Perantara Pedagang Efek.
6. Tata cara pelaksanaan PPL secara tatap muka dan selain tatap muka
diatur oleh penyelenggara PPL.
- 4 -
7. Penyelenggaraan PPL wajib:
a. dilaksanakan sesuai dengan prosedur operasi standar tentang
penyelenggaraan PPL; dan
b. didukung sarana dan prasarana yang memadai.
IV. PERSYARATAN DAN TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN
PENGAKUAN PIHAK LAIN SEBAGAI PENYELENGGARA PROGRAM
PENDIDIKAN BERKELANJUTAN
1. Permohonan untuk mendapat pengakuan sebagai penyelenggara PPL
diajukan oleh pihak lain sebagaimana dimaksud dalam angka II
angka 1 huruf b dalam bentuk dokumen cetak kepada Otoritas Jasa
Keuangan sesuai dengan format surat Permohonan Pengakuan
sebagai Penyelenggara Program Pendidikan Berkelanjutan Wakil
Penjamin Emisi Efek dan/atau Wakil Perantara Pedagang Efek
sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini dan
wajib disertai kelengkapan dokumen sebagai berikut:
a. prosedur operasi standar pelaksanaan PPL bagi pemegang Izin
Wakil Penjamin Emisi Efek dan/atau Wakil Perantara Pedagang
Efek;
b. rencana PPL bagi pemegang Izin Wakil Penjamin Emisi Efek
dan/atau Wakil Perantara Pedagang Efek; dan
c. pernyataan tidak pernah dicabut hak penyelenggaraan PPL
dan/atau penyelenggaraan pendidikan/pelatihan lainnya
khusus bidang Pasar Modal dalam 6 (enam) bulan terakhir.
2. Permohonan untuk mendapat pengakuan penyelenggara PPL yang
diajukan oleh Perguruan Tinggi atau Program Studi sebagaimana
dimaksud dalam angka II angka 1 huruf b angka 3) wajib disertai
fotokopi dokumen yang menunjukkan peringkat akreditasi Institusi
Perguruan Tinggi atau Program Studi yang masih berlaku dan
diterbitkan oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi.
3. Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan telah menyediakan sistem
elektronik permohonan untuk mendapat pengakuan sebagai
- 5 -
penyelenggara PPL, permohonan dimaksud dapat diajukan melalui
sistem elektronik tersebut.
4. Pengakuan sebagai penyelenggara PPL diberikan Otoritas Jasa
Keuangan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya
permohonan untuk mendapat pengakuan sebagai penyelenggara PPL
secara lengkap.
5. Dalam hal permohonan untuk mendapat pengakuan sebagai
penyelenggara PPL pada saat diterima tidak memenuhi syarat, paling
lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan,
Otoritas Jasa Keuangan memberikan surat pemberitahuan kepada
pemohon yang menyatakan:
a. permohonan belum memenuhi persyaratan; atau
b. permohonan ditolak karena tidak memenuhi persyaratan.
6. Dalam hal permohonan untuk mendapat pengakuan sebagai
penyelenggara PPL belum memenuhi persyaratan, pemohon wajib
melengkapi kekurangan yang dipersyaratkan dalam surat
pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam angka 5 huruf a paling
lambat 30 (tiga puluh) hari kerja setelah tanggal surat
pemberitahuan.
7. Penyampaian perubahan dokumen, tambahan informasi, dan/atau
kelengkapan kekurangan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
angka 6 dianggap telah diterima oleh Otoritas Jasa Keuangan pada
tanggal diterimanya perubahan dokumen, tambahan informasi,
dan/atau kelengkapan kekurangan persyaratan tersebut.
8. Sejak diterimanya perubahan dokumen, tambahan informasi,
dan/atau kelengkapan kekurangan persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam angka 7, permohonan pengakuan sebagai
penyelenggara PPL dianggap baru diterima oleh Otoritas Jasa
Keuangan dan diproses sebagaimana dimaksud dalam angka 4.
9. Pemohon yang tidak melengkapi kekurangan yang dipersyaratkan
dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam angka 6 dianggap
membatalkan permohonan untuk mendapat pengakuan sebagai
penyelenggara PPL yang sudah diajukan kepada Otoritas Jasa
Keuangan.
- 6 -
V. KEWAJIBAN PENYELENGGARA DAN PESERTA PROGRAM PENDIDIKAN
BERKELANJUTAN
1. Penyelenggara PPL wajib membuat rencana PPL setiap tahunnya.
2. Rencana tahunan penyelenggaraan PPL wajib disampaikan kepada
Otoritas Jasa Keuangan paling lambat pada setiap tanggal 12 Januari
sesuai dengan format Rencana Tahunan Penyelenggaraan PPL
sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
3.
Otoritas Jasa Keuangan dapat meminta penyelenggara PPL untuk
melakukan penyesuaian terhadap rencana tahunan penyelenggaraan
PPL yang telah disampaikan, termasuk tetapi tidak terbatas pada
silabus atau materi PPL.
4. Penyelenggara PPL wajib membuat laporan penyelenggaraan PPL
secara periodik.
5. Laporan penyelenggaraan PPL wajib disampaikan kepada Otoritas
Jasa Keuangan paling lambat pada setiap tanggal 12 Januari dan 12
Juli sesuai dengan format Laporan Penyelenggaraan Program
Pendidikan Berkelanjutan dan format Laporan Daftar Sertifikat
Program Pendidikan Berkelanjutan Yang Diterbitkan sebagaimana
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini, disertai
dengan dokumen pendukung berupa bukti kehadiran peserta PPL
(tatap muka) dan dokumen pendukung lainnya bagi peserta PPL
selain tatap muka.
6. Laporan penyelenggaraan PPL sebagaimana dimaksud dalam angka 5
harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. untuk PPL dalam bentuk tatap muka, paling sedikit memuat:
1) nama institusi atau lembaga penyelenggara PPL;
2) tempat dan waktu kegiatan;
3) silabus atau materi PPL;
4) daftar hadir atau absensi peserta PPL; dan
- 7 -
5) nama serta nomor dan tanggal Surat Keputusan Izin Wakil
Penjamin Emisi Efek dan/atau Wakil Perantara Pedagang
Efek yang menjadi peserta PPL; serta
b. untuk PPL dalam bentuk selain tatap muka, paling sedikit
memuat:
1) nama institusi atau lembaga penyelenggara PPL;
2) nama serta nomor dan tanggal Surat Keputusan Izin Wakil
Penjamin Emisi Efek dan/atau Wakil Perantara Pedagang
Efek yang menjadi peserta PPL; dan
3) laporan pemenuhan PPL.
7. Dalam hal batas akhir waktu penyampaian rencana tahunan
sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dan penyampaian laporan
penyelenggaraan PPL sebagaimana dimaksud dalam angka 5 jatuh
pada hari libur, rencana tahunan dan laporan tersebut disampaikan
pada 1 (satu) hari kerja berikutnya.
8. Rencana tahunan penyelenggaraan PPL sebagaimana dimaksud
dalam angka 2 dan laporan penyelenggaraan PPL sebagaimana
dimaksud dalam angka 5 disampaikan kepada Otoritas Jasa
Keuangan dalam bentuk dokumen cetak dan dapat pula disiapkan
dalam format digital dengan menggunakan media digital cakram
padat (compact disk) atau lainnya.
9. Orang perseorangan yang memiliki izin Wakil Penjamin Emisi Efek
dan/atau Wakil Perantara Pedagang Efek yang telah mengikuti
kegiatan PPL wajib menyampaikan laporan kepada Otoritas Jasa
Keuangan paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak yang
bersangkutan selesai mengikuti program tersebut sesuai dengan
format Laporan Partisipasi Program Pendidikan Berkelanjutan
sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
10. Dalam hal batas akhir waktu penyampaian laporan sebagaimana
dimaksud dalam angka 9 jatuh pada hari libur, laporan tersebut
disampaikan pada 1 (satu) hari kerja berikutnya.
- 8 -
11. Dalam hal orang perseorangan yang memiliki izin Wakil Penjamin
Emisi Efek dan/atau Wakil Perantara Pedagang Efek menyampaikan
Laporan Partisipasi Program Pendidikan Berkelanjutan melewati
batas waktu sebagaimana dimaksud dalam angka 10, penghitungan
jumlah hari keterlambatan atas penyampaian laporan dihitung sejak
hari pertama setelah batas akhir waktu penyampaian laporan
sebagaimana dimaksud dalam angka 10.
12. Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan telah menyediakan sistem
elektronik bagi penyampaian rencana tahunan penyelenggaraan PPL,
laporan penyelenggaraan PPL, dan laporan partisipasi PPL
sebagaimana dimaksud dalam angka 2, angka 5, dan angka 9,
rencana tahunan dan laporan tersebut wajib disampaikan melalui
sistem elektronik.
VI. PEMERIKSAAN ATAS PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN
BERKELANJUTAN
Otoritas Jasa Keuangan berwenang melakukan pemeriksaan terhadap
penyelenggaraan PPL.
VII. PENCABUTAN PENGAKUAN PIHAK LAIN SEBAGAI PENYELENGGARA
PROGRAM PENDIDIKAN BERKELANJUTAN
1. Dalam hal pihak lain sebagai penyelenggara PPL adalah Lembaga
Pendidikan Khusus di bidang Pasar Modal, Perusahaan Efek yang
melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau
Perantara Pedagang Efek, dan Perguruan Tinggi Swasta, surat
pengakuan pihak lain sebagai penyelenggara PPL menjadi tidak
berlaku apabila:
a. badan hukum pihak lain tersebut bubar; dan/atau
b. status badan hukum dari pihak lain tersebut dicabut oleh
instansi yang berwenang.
2. Dalam hal pihak lain sebagai penyelenggara PPL adalah Perguruan
Tinggi Negeri, surat pengakuan pihak lain sebagai penyelenggara PPL
menjadi tidak berlaku apabila Perguruan Tinggi Negeri tersebut
dibubarkan oleh Pemerintah.
- 9 -
3. Dalam hal pihak lain sebagai penyelenggara PPL adalah Program
Studi dari suatu Perguruan Tinggi, surat pengakuan pihak lain
sebagai penyelenggara PPL menjadi tidak berlaku apabila Program
Studi dimaksud dibubarkan atau Perguruan Tinggi yang membawahi
Program Studi dimaksud bubar.
4.
Otoritas Jasa Keuangan dapat mencabut surat pengakuan pihak lain
sebagai penyelenggara PPL apabila terdapat hal sebagai berikut:
a. pihak lain sebagai penyelenggara PPL mengembalikan surat
pengakuan yang dimilikinya;
b. kantor pihak lain sebagai penyelenggara PPL tidak ditemukan;
c. pihak lain sebagai penyelenggara PPL membatalkan atau
menunda jadwal penyelenggaraan PPL yang mengakibatkan
pemegang izin Wakil Penjamin Emisi Efek dan/atau Wakil
Perantara Pedagang Efek tidak dapat menyampaikan dokumen
pendidikan berkelanjutan dalam pengajuan permohonan
perpanjangan izin; dan/atau
d. pihak lain sebagai penyelenggara PPL telah menerima 3 (tiga)
kali surat peringatan namun dalam waktu 1 (satu) bulan sejak
diterbitkannya surat peringatan ketiga tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana tercantum dalam isi surat peringatan
tersebut.
5. Pengembalian surat pengakuan sebagaimana dimaksud dalam angka
4 huruf a wajib disertai dokumen sebagai berikut:
a. keterangan mengenai alasan pengembalian surat pengakuan
tersebut;
b. surat pengakuan sebagai pihak lain sebagai penyelenggara PPL
oleh Otoritas Jasa Keuangan; dan
c. surat pernyataan pertanggungjawaban pihak lain sebagai
penyelenggara PPL atas kewajibannya kepada pihak ketiga.
6. Dalam hal pencabutan surat pengakuan pihak lain sebagai
penyelenggara PPL disebabkan karena ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam angka 4 huruf b, huruf c, dan huruf d, pihak lain
- 10 -
sebagai penyelenggara PPL wajib menyelesaikan kewajibannya
kepada pihak ketiga.
7. Tidak berlakunya surat pengakuan pihak lain sebagai penyelenggara
PPL sebagaimana dimaksud dalam angka 1, angka 2, dan angka 3
serta pencabutan surat pengakuan pihak lain sebagai penyelenggara
PPL sebagaimana dimaksud dalam angka 4 dapat diumumkan oleh
Otoritas Jasa Keuangan melalui media massa.
VIII. KETENTUAN LAIN-LAIN
Asosiasi atau pihak lain yang diakui oleh Otoritas Jasa Keuangan sebagai
penyelenggara PPL wajib:
1. mencatat Pemegang Izin Wakil Penjamin Emisi Efek dan/atau Wakil
Perantara Pedagang Efek yang mendaftar untuk mengikuti
pendidikan berkelanjutan; dan
2. memberikan bukti pendaftaran kepada Pemegang Izin Wakil
Penjamin Emisi Efek dan/atau Wakil Perantara Pedagang Efek yang
mendaftar untuk mengikuti pendidikan berkelanjutan,
untuk PPL dalam bentuk tatap muka dan selain tatap muka berupa
layanan webinar (web-based seminar) yang diselenggarakan oleh
penyelenggara PPL.
IX. KETENTUAN PERALIHAN
1. Kewajiban untuk menyampaikan dokumen telah mengikuti
pendidikan berkelanjutan dalam pengajuan permohonan
perpanjangan izin Wakil Penjamin Emisi Efek dan/atau Wakil
Perantara Pedagang Efek dikecualikan jika:
a. Belum terlaksananya PPL yang dilaksanakan oleh asosiasi atau
pihak lain yang diakui oleh Otoritas Jasa Keuangan; dan/atau
b. Pemegang Izin Wakil Penjamin Emisi Efek dan/atau Wakil
Perantara Pedagang Efek yang mengajukan permohonan
perpanjangan izin telah mendaftar untuk mengikuti PPL, namun
asosiasi atau pihak lain yang menyelenggarakan PPL
membatalkan atau menunda jadwal penyelenggaraan PPL yang
mengakibatkan pemegang izin Wakil Penjamin Emisi Efek
dan/atau Wakil Perantara Pedagang Efek tidak dapat
- 11 -
menyampaikan dokumen pendidikan berkelanjutan dalam
pengajuan permohonan perpanjangan izin, untuk PPL dalam
bentuk tatap muka, dan selain tatap muka berupa layanan
webinar (web-based seminar) yang diselenggarakan oleh
penyelenggara PPL.
2. Pemegang izin Wakil Penjamin Emisi Efek dan/atau Wakil Perantara
Pedagang Efek yang tidak mengikuti PPL karena kondisi sebagaimana
dimaksud dalam angka 1 huruf b, wajib menyampaikan bukti
pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam angka VIII pada saat
permohonan pengajuan perpanjangan izin Wakil Penjamin Emisi Efek
dan/atau Wakil Perantara Pedagang Efek.
3. Kewajiban penyampaian rencana tahunan penyelenggaraan PPL
kepada Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam angka
V angka 2, tidak berlaku dalam hal penyelenggara PPL baru diakui
oleh Otoritas Jasa Keuangan setelah tanggal 12 Januari.
4. Dalam hal penyelenggara PPL mendapatkan pengakuan setelah
tanggal 12 Januari, kewajiban penyampaian rencana tahunan
penyelenggaraan PPL kepada Otoritas Jasa Keuangan disampaikan
paling lama 3 (tiga) bulan sebelum penyelenggaraan PPL dimulai.
X. KETENTUAN PENUTUP
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 28 November 2016
KEPALA EKSEKUTIF
PENGAWAS PASAR MODAL,
ttd
ttd
Yuliana
NURHAIDA
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 45/SEOJK.04/2016 </reg_id>
<reg_title> PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN BERKELANJUTAN BAGI WAKIL PENJAMIN EMISI EFEK DAN WAKIL PERANTARA PEDAGANG EFEK </reg_title>
<set_date> 28 November 2016 </set_date>
<effective_date> 28 November 2016 </effective_date>
<related_reg> '27/POJK.04/2014 | Pasal 16' </related_reg>
|
Yth.
Direksi Emiten dan Perusahaan Publik
di tempat
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 6/SEOJK.04/2014
TENTANG
TATA CARA PENYAMPAIAN LAPORAN SECARA ELEKTRONIK OLEH EMITEN ATAU
PERUSAHAAN PUBLIK
Dalam rangka meningkatkan efektivitas dan efisiensi penyampaian laporan oleh
Emiten atau Perusahaan Publik kepada Otoritas Jasa Keuangan serta memperhatikan
Peraturan Nomor II.A.3, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam Nomor
Kep-41/PM/1997 tanggal 26 Desember 1997 tentang Surat, Laporan Dan Dokumen
Lain Yang Dikirim Kepada Bapepam dan Peraturan Nomor II.A.4, Lampiran Keputusan
Ketua Bapepam dan LK Nomor Kep-496/BL/2012 tanggal 14 September 2012 tentang
Penyelenggaraan Sistem Pelayanan Elektronik, perlu diatur ketentuan mengenai tata
cara penyampaian laporan secara elektronik oleh Emiten atau Perusahaan Publik
kepada Otoritas Jasa Keuangan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai
berikut:
I. KETENTUAN UMUM
1. Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah Otoritas
Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
2. Laporan yang dimaksud dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini
meliputi laporan, keterbukaan informasi, atau penyampaian dokumen yang
disampaikan oleh Emiten atau Perusahaan Publik kepada OJK sebagaimana
ditentukan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
3. Dengan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini, OJK menerapkan dan
memberlakukan sistem penyampaian laporan secara elektronik oleh Emiten
atau Perusahaan Publik kepada OJK melalui Sistem Pelaporan Elektronik
Emiten atau Perusahaan Publik yang selanjutnya disingkat SPE.
4. Untuk menggunakan SPE, Emiten atau Perusahaan Publik perlu
menyediakan perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), dan
jaringan internet yang memadai dengan spesifikasi komputer dan aplikasi
sebagaimana terdapat pada petunjuk pengguna (user manual) Emiten atau
Perusahaan Publik yang dapat diunduh melalui laman OJK dengan alamat
https://spe.ojk.go.id.
II. JENIS-JENIS LAPORAN
Laporan yang diwajibkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang Pasar
Modal yang disampaikan kepada OJK adalah sebagai berikut:
1. Peraturan Nomor X.M.1, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam dan LK
Nomor: Kep-82/PM/1996 tanggal 17 Januari 1996 tentang Keterbukaan
Informasi Pemegang Saham Tertentu, yaitu laporan kepemilikan dan setiap
perubahan kepemilikan saham Emiten atau Perusahaan Publik;
2. Peraturan…
-2-
2. Peraturan Nomor IX.I.1, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam Nomor:
Kep-60/PM/1996 tanggal 17 Januari 1996 tentang Rencana Dan
Pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham, yaitu penyampaian agenda
Rapat Umum Pemegang Saham dan hasil Rapat Umum Pemegang Saham;
3. Peraturan Nomor IX.I.4, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam Nomor:
Kep-63/PM/1996 tanggal 17 Januari 1996 tentang Pembentukan Sekretaris
Perusahaan, yaitu laporan pembentukan Sekretaris Perusahaan (Corporate
Secretary);
4. Peraturan Nomor X.K.1, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam Nomor:
Kep-86/PM/1996 tanggal 24 Januari 1996 tentang Keterbukaan Informasi
Yang Harus Segera Diumumkan Kepada Publik, yaitu laporan keterbukaan
informasi yang harus segera diumumkan kepada publik;
5. Peraturan Nomor X.K.5, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam Nomor:
Kep-46/PM/1998 tanggal 14 Agustus 1998 tentang Keterbukaan Informasi
Bagi Emiten atau Perusahaan Publik Yang Dimohonkan Pernyataan Pailit,
yaitu:
a. laporan mengenai keadaan gagal atau tidak mampu menghindari
kegagalan untuk membayar kewajiban Emiten atau Perusahaan Publik
terhadap pemberi pinjaman yang tidak terafiliasi;
b. laporan mengenai Emiten atau Perusahaan Publik yang dimohonkan
penyataan pailit; dan
c. laporan permohonan pernyataan pailit kepada Pengadilan terhadap
Emiten atau Perusahaan Publik oleh Pihak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 85 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal;
6. Peraturan Nomor X.K.4, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam Nomor:
Kep-27/PM/2003 tanggal 17 Juli 2003 tentang Laporan Realisasi
Penggunaan Dana Hasil Penawaran Umum, yaitu laporan realisasi
penggunaan dana hasil Penawaran Umum;
7. Peraturan Nomor IX.D.5, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam Nomor:
Kep-35/PM/2003 tanggal 30 September 2003 tentang Saham Bonus, yaitu:
a. laporan penjatahan Saham Bonus/Dividen Saham;
b. laporan pembagian Saham Bonus/Dividen Saham; dan
c. keterbukaan informasi rencana pembagian Saham Bonus/Dividen Saham;
8. Peraturan Nomor IX.I.7, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam dan LK
Nomor: Kep-496/BL/2008 tanggal 28 November 2008 tentang Pembentukan
Dan Pedoman Penyusunan Piagam Unit Audit Internal, yaitu laporan
pengangkatan, penggantian, atau pemberhentian kepala Unit Audit Internal;
9. Peraturan Nomor IX.E.1, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam dan LK
Nomor: Kep-412/BL/2009 tanggal 25 November 2009 tentang Transaksi
Afiliasi dan Benturan Kepentingan Transaksi Tertentu, yaitu laporan
transaksi afiliasi dan benturan kepentingan transaksi tertentu;
10. Peraturan Nomor IX.D.4, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam dan LK
Nomor: Kep- 429/BL/2009 tanggal 9 Desember 2009 tentang Penambahan
Modal Tanpa Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu, yaitu:
a. keterbukaan informasi mengenai waktu pelaksanaan penambahan modal;
dan
b. laporan hasil pelaksanaan penambahan modal;
11. Peraturan…
-3-
11. Peraturan Nomor XI.B.2, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam dan LK
Nomor: Kep-105/BL/2010 tanggal 13 April 2010 tentang Pembelian Kembali
Saham Yang Dikeluarkan Oleh Emiten Atau Perusahaan Publik, yaitu:
a. laporan hasil pembelian kembali saham (buy back);
b. laporan pengalihan saham hasil buy back;
c. bukti pengumuman di surat kabar; dan
d. keterbukaan informasi terkait pelaksanaan buy back;
12. Peraturan Nomor X.K.2, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam dan LK
Nomor: KEP-346/BL/2011 tanggal 5 Juli 2011 tentang Kewajiban
Penyampaian Laporan Keuangan Berkala Emiten atau Perusahaan Publik,
yaitu Laporan Keuangan Tahunan dan Laporan Keuangan Tengah Tahunan;
13. Peraturan Nomor IX.E.2, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam dan LK
Nomor: Kep-614/BL/2011 tanggal 28 November 2011 tentang Transaksi
Material dan Perubahan Kegiatan Usaha Utama, yaitu laporan Transaksi
Material dan perubahan Kegiatan Usaha Utama;
14. Peraturan Nomor X.K.6, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam dan LK
Nomor: Kep-431/BL/2012 tanggal 1 Agustus 2012 tentang Penyampaian
Laporan Tahunan Emiten atau Perusahaan Publik, yaitu Laporan Tahunan;
15. Peraturan Nomor IX.I.5, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam dan LK
Nomor: Kep-643/BL/2012 tanggal 7 Desember 2012 tentang Pembentukan
dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit, yaitu laporan pengangkatan
dan pemberhentian Komite Audit; dan
16. Peraturan Nomor IX.C.11, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam dan LK
Nomor: Kep-712/BL/2012 tanggal 26 Desember 2012 tentang Pemeringkatan
Efek Bersifat Utang Dan/Atau Sukuk, yaitu:
a. laporan hasil pemeringkatan atas Efek Bersifat Utang dan/atau Sukuk;
dan
b. bukti pengumuman di surat kabar.
III. TATA CARA PELAPORAN
1. Emiten atau Perusahaan Publik dapat menyampaikan laporan secara
elektronik kepada OJK melalui SPE sebagaimana yang tersedia di laman OJK
dengan alamat https://spe.ojk.go.id.
2. Emiten atau Perusahaan Publik hanya dapat menyampaikan laporan secara
elektronik kepada OJK melalui SPE setelah mendapatkan hak akses berupa
user id dan password dari OJK.
3. Emiten atau Perusahaan Publik harus membaca dan mematuhi prosedur
dan tata cara penggunaan SPE yang dapat diunduh di laman OJK dengan
alamat https://spe.ojk.go.id.
4. Laporan yang disampaikan Emiten atau Perusahaan Publik melalui SPE
harus sama dengan yang termuat dalam dokumen dalam bentuk asli
tercetak (hard copy) yang disampaikan kepada OJK.
5. Dalam hal terdapat perbedaan data dan/atau informasi antara dokumen
dalam bentuk asli tercetak (hard copy) dengan laporan secara elektronik yang
disampaikan melalui SPE maka yang berlaku adalah dokumen dalam bentuk
asli tercetak (hard copy) yang diterima oleh OJK.
6. Dalam hal terdapat kesalahan atau kekeliruan dalam menyampaikan laporan
secara elektronik, Emiten atau Perusahaan Publik dapat menyampaikan
kembali…
-4-
kembali laporan dimaksud dengan memberikan tambahan perihal revisi atas
laporan melalui SPE.
7. Emiten atau Perusahaan Publik bertanggung jawab penuh atas penggunaan
dan penyalahgunaan SPE.
8. Laporan yang disampaikan oleh Emiten atau Perusahaan Publik melalui SPE
bersifat final sepanjang tidak ada perbedaan dengan dokumen dalam bentuk
asli tercetak (hard copy) yang disampaikan kepada OJK.
9. Penyampaian laporan secara elektronik oleh Emiten atau Perusahaan Publik
melalui SPE ini tidak menghapuskan kewajiban Emiten atau Perusahaan
Publik untuk menyampaikan laporan dalam bentuk asli tercetak (hardcopy).
10. Bukti penerimaan penyampaian laporan oleh Emiten atau Perusahaan Publik
yang diakui OJK adalah:
a. tanda bukti elektronik yang dikeluarkan oleh SPE melalui surat
elektronik (e-mail) pemberitahuan penerimaan laporan oleh OJK kepada
Emiten atau Perusahaan Publik, dalam hal penyampaian laporan
dilakukan secara elektronik; dan
b. stempel Tata Usaha Persuratan OJK, dalam hal penyampaian laporan
dilakukan dalam bentuk asli tercetak (hard copy).
11. Penghitungan ketepatan dan keterlambatan penyampaian laporan oleh
Emiten atau Perusahaan Publik kepada OJK yang menyampaikan laporan
baik secara elektronik maupun dalam bentuk asli tercetak (hard copy)
sebagaimana dimaksud pada angka 10 didasarkan pada laporan yang lebih
dahulu diterima oleh OJK.
12. Laporan secara elektronik yang disampaikan oleh Emiten atau Perusahaan
Publik dianggap telah diterima OJK apabila Emiten atau Perusahaan Publik
telah menerima notifikasi berupa tanda bukti elektronik yang dikeluarkan
oleh SPE melalui surat elektronik (e-mail) pemberitahuan penerimaan
pelaporan oleh OJK kepada Emiten atau Perusahaan Publik.
13. Pada saat Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku sampai
dengan SPE beroperasi secara penuh, Emiten atau Perusahaan Publik harus
melakukan uji coba penyampaian laporan secara elektronik melalui SPE.
Dalam masa pelaksanaan uji coba tersebut, laporan yang diakui OJK adalah
laporan yang dikirimkan dalam bentuk asli tercetak (hard copy).
14. Emiten atau Perusahaan Publik dapat menyampaikan laporan secara
elektronik melalui SPE secara penuh sejak tanggal 1 Juni 2014.
IV. PENUTUP
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum I,
Departemen Hukum
Ttd.
Tini Kustini
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 24 April 2014
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS
PASAR MODAL,
Ttd.
NURHAIDA
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 6/SEOJK.04/2014 </reg_id>
<reg_title> TATA CARA PENYAMPAIAN LAPORAN SECARA ELEKTRONIK OLEH EMITEN ATAU PERUSAHAAN PUBLIK </reg_title>
<set_date> 24 April 2014 </set_date>
<effective_date> 24 April 2014 </effective_date>
<related_reg> 'KEP-496/BL/2012|KEPTA-BAPEPAM-LK/2012 | Lampiran Peraturan Nomor II.A.4', 'KEP-41/PM/1997|KEPTA-BAPEPAM/1997 | Lampiran Peraturan Nomor II.A.3' </related_reg>
|
Yth.
1. Direksi Perusahaan Pembiayaan Syariah; dan
2. Direksi Perusahaan Pembiayaan yang mempunyai Unit Usaha Syariah,
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 20/SEOJK.05/2015
TENTANG
BESARAN UANG MUKA (DOWN PAYMENT/URBUN) PEMBIAYAAN
KENDARAAN BERMOTOR
UNTUK PEMBIAYAAN SYARIAH
Otoritas Jasa Keuangan Nomor
Sehubungan dengan amanat ketentuan Pasal 12 ayat (3) Peraturan
31/POJK.05/2014 tentang
Penyelenggaraan Usaha Pembiayaan Syariah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 366, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5640), perlu untuk mengatur mengenai perubahan
besaran uang muka (down payment/urbun) pembiayaan kendaraan
bermotor untuk pembiayaan syariah dalam Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud
dengan:
1. Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan
kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang dan/atau jasa.
2. Perusahaan Pembiayaan Syariah adalah Perusahaan Pembiayaan
yang seluruh kegiatan usahanya melakukan pembiayaan syariah.
3. Pembiayaan Syariah adalah penyaluran pembiayaan yang
dilakukan berdasarkan prinsip syariah.
4. Prinsip ...
- 2 -
4. Prinsip Syariah adalah ketentuan hukum Islam berdasarkan fatwa
dan/atau pernyataan kesesuaian syariah dari Dewan Syariah
Nasional Majelis Ulama Indonesia.
5. Unit Usaha Syariah yang selanjutnya disingkat UUS adalah unit
kerja dari kantor pusat Perusahaan Pembiayaan yang berfungsi
sebagai kantor induk dari kantor yang melaksanakan Pembiayaan
Syariah.
6. Perusahaan Syariah adalah Perusahaan Pembiayaan Syariah dan
UUS.
7. Pembiayaan Jual Beli adalah pembiayaan dalam bentuk
penyediaan barang melalui transaksi jual beli sesuai dengan
perjanjian pembiayaan syariah yang disepakati oleh para pihak.
8. Perjanjian Pembiayaan Syariah adalah kesepakatan tertulis antara
Perusahaan Syariah dengan pihak lain yang memuat adanya hak
dan kewajiban bagi masing-masing pihak sesuai dengan Prinsip
Syariah.
9. Uang Muka (Down Payment/Urbun) Pembiayaan Kendaraan
Bermotor adalah pembayaran di muka atau uang muka secara
tunai yang sumber dananya berasal dari konsumen (self financing)
dalam rangka Pembiayaan Jual Beli untuk kendaraan
bermotor.
10. Konsumen adalah perusahaan atau orang perseorangan yang
melakukan Perjanjian Pembiayaan Syariah dengan Perusahaan
Syariah terkait dengan kegiatan usaha Perusahaan Syariah.
11. Aset Produktif Bermasalah adalah aset produktif dengan kualitas
kurang lancar, diragukan, dan/atau macet atas Pembiayaan Jual
Beli untuk kendaraan bermotor, dengan tidak memperhitungkan
cadangan penyisihan penghapusan aset produktif.
12. Rasio Aset Produktif Bermasalah adalah perbandingan antara Aset
Produktif Bermasalah dengan total aset produktif atas Pembiayaan
Jual Beli untuk kendaraan bermotor.
II. BESARAN ...
- 3 -
II. BESARAN UANG MUKA (DOWN PAYMENT/URBUN) PEMBIAYAAN
KENDARAAN BERMOTOR BAGI PERUSAHAAN SYARIAH
1. Perusahaan Syariah yang mempunyai nilai Rasio Aset Produktif
Bermasalah lebih rendah atau sama dengan 5% (lima persen) wajib
menerapkan ketentuan besaran Uang Muka (Down Payment/Urbun)
Pembiayaan Kendaraan Bermotor kepada Konsumen, dengan
ketentuan:
a. bagi kendaraan bermotor roda dua atau tiga, paling rendah
10% (sepuluh persen) dari harga jual kendaraan yang
bersangkutan;
b. bagi kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang
digunakan untuk tujuan produktif, paling rendah 15% (lima
belas persen) dari harga jual kendaraan yang bersangkutan;
atau
c. bagi kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang
digunakan untuk tujuan non-produktif, paling rendah 20%
(dua puluh persen) dari harga jual kendaraan yang
bersangkutan.
2. Perusahaan Syariah yang mempunyai nilai Rasio Aset Produktif
Bermasalah lebih tinggi dari 5% (lima persen) wajib menerapkan
ketentuan besaran Uang Muka (Down Payment/Urbun) Pembiayaan
Kendaraan Bermotor kepada Konsumen, dengan ketentuan:
a. bagi kendaraan bermotor roda dua atau tiga, paling rendah
15% (lima belas persen) dari harga jual kendaraan yang
bersangkutan;
b. bagi kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang
digunakan untuk tujuan produktif, paling rendah 20% (dua
puluh persen) dari harga jual kendaraan yang bersangkutan;
atau
c. bagi kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang
digunakan untuk tujuan non-produktif, paling rendah 25%
(dua puluh lima persen) dari harga jual kendaraan yang
bersangkutan.
III. BESARAN ...
- 4 -
III. BESARAN UANG MUKA (DOWN PAYMENT/URBUN) PEMBIAYAAN
KENDARAAN BERMOTOR BAGI UUS YANG MEMILIKI NILAI PIUTANG
PEMBIAYAAN JUAL BELI UNTUK KENDARAAN BERMOTOR LEBIH
TINGGI DARI 50% (LIMA PULUH PERSEN) DARI TOTAL PIUTANG
PEMBIAYAAN UNTUK KENDARAAN BERMOTOR PERUSAHAAN
PEMBIAYAAN INDUKNYA
1. UUS yang memiliki nilai piutang Pembiayaan Jual Beli untuk
kendaraan bermotor lebih tinggi dari 50% (lima puluh persen) dari
total piutang pembiayaan untuk kendaraan bermotor Perusahaan
Pembiayaan induknya wajib menerapkan ketentuan besaran Uang
Muka (Down Payment/Urbun) Pembiayaan Kendaraan Bermotor
kepada Konsumen, dengan ketentuan:
a. bagi kendaraan bermotor roda dua atau tiga, paling rendah
15% (lima belas persen) dari harga jual kendaraan yang
bersangkutan;
b. bagi kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang
digunakan untuk tujuan produktif, paling rendah 15% (lima
belas persen) dari harga jual kendaraan yang bersangkutan;
atau
c. bagi kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang
digunakan untuk tujuan non-produktif, paling rendah 20%
(dua puluh persen) dari harga jual kendaraan yang
bersangkutan.
2. Dalam hal UUS memiliki nilai Rasio Aset Produktif Bermasalah
lebih tinggi dari 5% (lima persen) namun memiliki nilai piutang
Pembiayaan Jual Beli untuk kendaraan bermotor lebih tinggi dari
50% (lima puluh persen) dari total piutang pembiayaan untuk
kendaraan bermotor Perusahaan Pembiayaan induknya, besaran
Uang Muka (Down Payment/Urbun) Pembiayaan Kendaraan
Bermotor mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
angka romawi II butir 2.
3. Dalam hal UUS memiliki nilai Rasio Aset Produktif Bermasalah
lebih rendah dari 5% (lima persen) namun memiliki nilai piutang
Pembiayaan Jual Beli untuk kendaraan bermotor lebih tinggi dari
50% (lima puluh persen) dari total piutang pembiayaan untuk
kendaraan ...
- 5 -
kendaraan bermotor Perusahaan Pembiayaan induknya, besaran
Uang Muka (Down Payment/Urbun) Pembiayaan Kendaraan
Bermotor mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud pada butir 1.
IV. JANGKA WAKTU PEMBERLAKUAN BESARAN UANG MUKA (DOWN
PAYMENT/URBUN) PEMBIAYAAN KENDARAAN BERMOTOR
1. Penerapan besaran Uang Muka (Down Payment/Urbun)
Pembiayaan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam
angka romawi II dan/atau angka romawi III dihitung berdasarkan
laporan bulanan per 30 Juni dan 31 Desember.
2. Penerapan besaran Uang Muka (Down Payment/Urbun)
Pembiayaan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada
butir 1 mulai berlaku pada tanggal 1 Agustus atau 1 Februari
untuk jangka waktu 6 (enam) bulan berikutnya.
Contoh:
Apabila laporan bulanan Perusahaan Syariah per 30 Juni 2015
memiliki nilai Aset Produktif Bermasalah lebih tinggi dari 5% (lima
persen), maka Perusahaan Syariah tersebut menerapkan ketentuan
Uang Muka (Down Payment/Urbun) Pembiayaan Kendaraan
Bermotor sebagaimana dimaksud dalam angka romawi II butir 2.
Penerapan besaran Uang Muka (Down Payment/Urbun)
Pembiayaan Kendaraan Bermotor dimaksud berlaku mulai tanggal
1 Agustus 2015 sampai dengan 31 Januari 2016.
Apabila laporan bulanan UUS per 31 Desember 2015 Rasio Aset
Produktif Bermasalah UUS dimaksud masih lebih tinggi dari 5%
(lima persen) dan memiliki nilai piutang Pembiayaan Jual Beli
untuk kendaraan bermotor lebih tinggi dari 50% (lima puluh
persen) dari total piutang pembiayaan untuk kendaraan bermotor
Perusahaan Pembiayaan induknya, maka UUS tersebut tetap
menerapkan
ketentuan
besaran
Payment/Urbun) Pembiayaan Kendaraan Bermotor sebagaimana
dimaksud dalam angka romawi II butir 2. Penerapan besaran Uang
Muka (Down Payment/Urbun) Pembiayaan Kendaraan Bermotor
dimaksud berlaku mulai tanggal 1 Februari 2016 sampai dengan
31 Juli 2016.
V. TATA ...
Uang Muka (Down
- 6 -
V. TATA CARA PERHITUNGAN BESARAN UANG MUKA (DOWN
PAYMENT/URBUN) PEMBIAYAAN KENDARAAN BERMOTOR
1. Perhitungan besaran Uang Muka (Down Payment/Urbun)
Pembiayaan Kendaraan Bermotor dilakukan terhadap harga jual
kendaraan setelah dikurangi potongan harga (discount) dan
potongan lainnya.
Contoh:
Harga motor: Rp10.000.000,00
Potongan harga (discount) dan potongan lainnya yang diberikan:
Rp500.000,00
Harga jual kendaraan: Rp10.000.000,00 – Rp500.000,00 =
Rp9.500.000,00
Uang Muka (Down Payment/Urbun) Pembiayaan Kendaraan
Bermotor yang harus dikenakan dan dibayar tunai sekaligus
adalah 10% x Rp9.500.000,00 = Rp950.000,00
2. Perhitungan besaran Uang Muka (Down Payment/Urbun)
Pembiayaan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada
butir 1 tidak termasuk angsuran pertama, biaya survei, provisi,
asuransi, penjaminan, fidusia, notaris, atau biaya lainnya.
Contoh 1 (biaya asuransi, penjaminan, atau biaya lainnya yang
dibayar tunai oleh Konsumen):
Harga motor: Rp10.000.000,00
Potongan harga (discount) dan potongan lainnya yang diberikan:
Rp500.000,00
Biaya asuransi, penjaminan, atau biaya lainnya yang dibayarkan
oleh Konsumen secara tunai: Rp1.000.000,00
Harga jual kendaraan: Rp10.000.000,00 – Rp500.000,00 =
Rp9.500.000,00
Uang Muka (Down Payment/Urbun) Pembiayaan Kendaraan
Bermotor yang harus dikenakan dan dibayar tunai sekaligus
adalah 10% x Rp9.500.000,00 = Rp950.000,00
Biaya yang dibayar oleh Konsumen secara tunai sekaligus (bila
biaya asuransi, penjaminan, atau biaya lainnya yang dibayar tunai
oleh ...
- 7 -
oleh Konsumen) = uang muka (Rp950.000,00) + biaya asuransi,
penjaminan,
atau biaya lainnya (Rp1.000.000,00)
Rp1.950.000,00
Total pembiayaan oleh Perusahaan Pembiayaan kepada Konsumen
= harga jual kendaraan (Rp9.500.000,00) – uang muka
(Rp950.000,00) = Rp8.550.000,00
Contoh 2 (biaya asuransi, penjaminan, atau biaya lainnya tidak
dibayar tunai (angsuran) oleh Konsumen):
Harga motor: Rp10.000.000,00
Potongan harga (discount) dan potongan lainnya yang diberikan:
Rp500.000,00
Biaya asuransi, penjaminan, atau biaya lainnya: Rp1.000.000,00
Harga jual kendaraan: Rp10.000.000,00 – Rp500.000,00 =
Rp9.500.000,00
Uang Muka (Down Payment/Urbun) Pembiayaan Kendaraan
Bermotor yang harus dikenakan adalah 10% x Rp9.500.000,00 =
Rp950.000,00
Biaya yang dibayar oleh Konsumen bila biaya asuransi,
penjaminan, atau biaya lainnya tidak dibayar tunai oleh Konsumen
atau dibayar secara angsuran = uang muka (Rp950.000,00)
Total pembiayaan oleh Perusahaan Pembiayaan kepada Konsumen
= biaya asuransi, penjaminan, atau biaya lainnya (Rp1.000.000,00)
+ harga pembiayaan kendaraan bermotor (Rp8.550.000,00) =
Rp9.550.000,00
VI. PENEGAKAN KEPATUHAN DAN SANKSI
Perusahaan Syariah yang tidak memenuhi ketentuan besaran Uang
Muka (Down Payment/Urbun) Pembiayaan Kendaraan Bermotor
sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan
ini dikenakan ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 55 dan Pasal
57 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31/POJK.05/2014
tentang Penyelenggaraan Usaha Pembiayaan Syariah.
=
VII. PENUTUP ...
- 8 -
VII. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai
berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini dengan penempatannya dalam
Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 30 Juni 2015
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS
PERASURANSIAN, DANA PENSIUN,
LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN
LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN,
Ttd.
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum I
Departemen Hukum,
BERITA NEGARA TAHUN
Ttd.Ttd.
Sudarmaji
FIRDAUS DJAELANI
NOMOR
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 20/SEOJK.05/2015 </reg_id>
<reg_title> BESARAN UANG MUKA (DOWN PAYMENT/URBUN) PEMBIAYAAN KENDARAAN BERMOTOR UNTUK PEMBIAYAAN SYARIAH </reg_title>
<set_date> 30 Juni 2015 </set_date>
<effective_date> 30 Juni 2015 </effective_date>
<related_reg> '31/POJK.05/2014 | Pasal 12 ayat (3)' </related_reg>
|
Yth.
1. Direksi PT Penyelenggara Program Perlindungan Investor Efek Indonesia;
2. Direksi Perusahaan Efek;
3. Direksi Bank Kustodian;
4. Direksi PT Bursa Efek Indonesia;
5. Direksi PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia; dan
6. Direksi PT Kustodian Sentral Efek Indonesia
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 18/SEOJK.04/2013
TENTANG
KRITERIA PERNYATAAN TERTULIS OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DAN
TATA CARA PENENTUAN NILAI ASET PEMODAL YANG HILANG, DALAM
RANGKA PENGGUNAAN DANA PERLINDUNGAN PEMODAL
Sehubungan dengan ketentuan angka 18 dan angka 20 Peraturan Nomor
VI.A.4 tentang Dana Perlindungan Pemodal, Lampiran Keputusan Ketua
Bapepam dan LK Nomor Kep-715/BL/2012 tanggal 28 Desember 2012 serta
memperhatikan ketentuan Pasal 70 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011
tentang Otoritas Jasa Keuangan, perlu untuk mengatur pelaksanaan mengenai
kriteria pernyataan tertulis oleh Otoritas Jasa Keuangan dan tata cara
penentuan nilai aset pemodal yang hilang, dalam rangka penggunaan Dana
Perlindungan Pemodal dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai
berikut:
I. KETENTUAN UMUM
1. Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan:
a. Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah
Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
b. Pernyataan Tertulis adalah surat yang diterbitkan oleh OJK kepada
Penyelenggara Dana Perlindungan Pemodal yang menyatakan bahwa:
1) terdapat kehilangan Aset Pemodal;
2) Kustodian...
-2-
2) Kustodian tidak memiliki kemampuan untuk mengembalikan Aset
Pemodal yang hilang; dan
3) Bagi Kustodian berupa Perantara Pedagang Efek yang
mengadministrasikan Efek dinyatakan tidak dapat melanjutkan
kegiatan usahanya dan dipertimbangkan izin usahanya dicabut
oleh OJK; atau
4) Bagi Bank Kustodian dinyatakan tidak dapat melanjutkan kegiatan
usahanya sebagai Bank Kustodian dan dipertimbangkan
persetujuan Bank Umum sebagai Kustodian dibatalkan oleh OJK.
c. Aset Pemodal adalah Efek dan harta lain yang berkaitan dengan Efek,
dan/atau dana milik Pemodal yang dititipkan pada Kustodian.
d. Dana Perlindungan Pemodal adalah kumpulan dana yang dibentuk
untuk melindungi Pemodal dari hilangnya Aset Pemodal.
e. Pemodal adalah nasabah dari Perantara Pedagang Efek yang
mengadministrasikan rekening Efek nasabah dan Bank Kustodian.
f. Penyelenggara Dana Perlindungan Pemodal, yang selanjutnya
disingkat PDPP, adalah Perseroan yang telah mendapatkan izin usaha
dari OJK untuk menyelenggarakan dan mengelola Dana Perlindungan
Pemodal.
2. Penanganan klaim Pemodal oleh PDPP dilakukan setelah diterbitkannya
pernyataan tertulis oleh OJK.
3. Ketentuan mengenai tata cara penerbitan Pernyataan Tertulis diatur
dengan Surat Edaran Dewan Komisioner OJK.
II. KRITERIA PERNYATAAN TERTULIS
1. Kriteria Pernyataan Tertulis adalah kriteria dari unsur Pernyataan
Tertulis sebagaimana dimaksud dalam angka 17 huruf a peraturan
Nomor VI.A.4 yang harus terpenuhi dalam menerbitkan Pernyataan
Tertulis.
2. Kriteria dari unsur kehilangan Aset Pemodal adalah:
a. Efek Pemodal yang ada di Sub Rekening Efek di Lembaga
Penyimpanan dan Penyelesaian tidak menunjukkan jenis yang sama
dan/atau menunjukkan jumlah yang lebih sedikit dari yang
seharusnya dimiliki oleh Pemodal; dan/atau
b. dana yang tercatat di Rekening Dana Nasabah pada bank atas nama
Pemodal lebih sedikit dari yang seharusnya dimiliki oleh Pemodal.
3. Terpenuhi...
-3-
3. Terpenuhi atau tidaknya kriteria sebagaimana dimaksud pada angka 2
harus berdasarkan hasil pemeriksaan yang didukung dengan bukti yang
tersedia, termasuk tetapi tidak terbatas pada:
a. laporan rekening Efek dan konfirmasi yang dikirim oleh Kustodian
kepada Pemodal;
b. buku dan catatan milik Kustodian, dengan ketentuan:
1) buku dan catatan Kustodian harus dalam bentuk yang ditentukan
dalam peraturan OJK; dan
2) buku dan catatan Kustodian harus didukung oleh sistem
pengendalian interen sebagaimana ditentukan dalam peraturan
OJK;
c. buku dan catatan milik Pemodal;
d. rekaman pembicaraan antara wakil Kustodian dengan Pemodal;
e. pernyataan dan pengumuman resmi Emiten;
f. catatan dan dokumen milik Kustodian lain, Lembaga Penyimpanan
dan Penyelesaian, Lembaga Kliring dan Penjaminan dan Bursa Efek;
g. catatan rekening Bank; dan/atau
h. kesaksian dari Pihak tertentu.
4. Kriteria dari unsur Kustodian tidak memiliki kemampuan untuk
mengembalikan Aset Pemodal yang hilang adalah:
a. kondisi keuangan Kustodian tidak dapat memenuhi kewajiban untuk
mengembalikan Aset Pemodal; atau
b. kondisi keuangan Kustodian tidak dapat memenuhi kewajiban untuk
mengembalikan Aset Pemodal dan Kustodian tidak mampu untuk
memenuhi komitmen mengembalikan Aset Pemodal yang hilang.
5. Kriteria dari unsur terkait Kustodian berupa Perantara Pedagang Efek
yang mengadministrasikan Efek dinyatakan tidak dapat melanjutkan
kegiatan usahanya dan dipertimbangkan izin usahanya dicabut oleh OJK
adalah kondisi dimana berdasarkan hasil pengawasan OJK, Kustodian
tidak dapat menjalankan fungsinya dan izin usahanya patut dan layak
dicabut.
6. Kriteria dari unsur terkait Kustodian berupa Bank Kustodian dinyatakan
tidak dapat melanjutkan kegiatan usahanya dan dipertimbangkan
persetujuan Bank Umum sebagai Kustodian dibatalkan oleh OJK adalah
kondisi dimana berdasarkan hasil pengawasan OJK, Bank Kustodian
tidak dapat menjalankan fungsinya dan persetujuannya patut dan layak
dibatalkan.
III. TATA...
-4-
III. TATA CARA PENENTUAN NILAI ASET PEMODAL YANG HILANG
1. Tim verifikasi klaim yang dibentuk PDPP wajib menentukan nilai Aset
Pemodal yang hilang untuk dilaporkan kepada komite klaim.
2. Tim verifikasi klaim menentukan nilai Aset Pemodal yang hilang
berdasarkan hal-hal sebagai berikut:
a. Jika Aset Pemodal yang hilang berupa Efek, penetapan nilai Aset
Pemodal adalah sebagai berikut:
1) Apabila Efek tersebut adalah Efek bersifat Ekuitas dan/atau Efek
lain yang tercatat di Bursa Efek selain Efek bersifat utang
dan/atau sukuk, penetapan nilainya ditentukan berdasarkan
jumlah Efek yang hilang dikalikan dengan harga rata-rata dari
harga penutupan (closing price) Efek pada hari bursa dan terdapat
transaksi atas Efek tersebut dalam periode 6 (enam) bulan terakhir
sebelum tanggal penerbitan Pernyataan Tertulis.
2) Apabila Efek sebagaimana dimaksud pada angka 1) tidak terdapat
transaksi dalam periode 6 bulan terakhir sebelum tanggal
penerbitan Pernyataan Tertulis, penetapan nilainya ditentukan
berdasarkan metode perhitungan harga wajar Efek yang
ditetapkan oleh PDPP.
3) Apabila Efek adalah Efek bersifat utang dan/atau sukuk dan
Lembaga Penilai Harga Efek menerbitkan harga pasar wajarnya,
penetapan nilainya ditentukan berdasarkan jumlah Efek yang
hilang dikalikan dengan harga rata-rata dari harga pasar wajar
yang ditetapkan oleh Lembaga Penilai Harga Efek dalam periode 6
(enam) bulan terakhir sebelum tanggal penerbitan Pernyataan
Tertulis.
4) Apabila Efek sebagaimana dimaksud pada angka 3) yang harga
pasar wajarnya tidak diterbitkan oleh Lembaga Penilai Harga Efek,
penetapan nilainya ditentukan berdasarkan harga pasar wajar
yang ditetapkan oleh PDPP.
5) Jika Aset Pemodal yang hilang berupa Efek selain Efek
sebagaimana dimaksud pada angka 1) dan angka 3), penetapan
nilainya ditentukan berdasarkan metode perhitungan harga wajar
Efek yang ditetapkan oleh PDPP.
b. Dalam hal terdapat Aset Pemodal yang hilang berupa dana, maka
penetapan nilainya adalah sebesar jumlah dana yang hilang.
3. Pembayaran...
-5-
3. Pembayaran ganti rugi dengan menggunakan Dana Perlindungan
Pemodal dapat dilakukan terhadap hilangnya Aset Pemodal yang terjadi
sejak Kustodian menjadi anggota Dana Perlindungan Pemodal.
IV.PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku
pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahui, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember 2013
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS
PASAR MODAL
ttd
NURHAIDA
Salinan sesuai dengan aslinya
Kepala Bagian Bantuan Hukum
Direktorat Hukum,
ttd
Mufli Asmawidjaja
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 18/SEOJK.04/2013 </reg_id>
<reg_title> KRITERIA PERNYATAAN TERTULIS OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DAN TATA CARA PENENTUAN NILAI ASET PEMODAL YANG HILANG, DALAM RANGKA PENGGUNAAN DANA PERLINDUNGAN PEMODAL </reg_title>
<set_date> 31 Desember 2013 </set_date>
<effective_date> 31 Desember 2013 </effective_date>
<related_reg> '21/UU/2011 | Pasal 70', 'KEP-715/BL/2012|KEPTA-BAPEPAM-LK/2012 | Lampiran Peraturan Nomor VI.A.4 angka 18 dan angka 20' </related_reg>
|
Yth.
1. Direksi Perusahaan Asuransi;
2. Direksi Perusahaan Reasuransi;
3. Direksi Perusahaan Asuransi Syariah; dan
4. Direksi Perusahaan Reasuransi Syariah,
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 29 /SEOJK.05/2017
TENTANG
LAPORAN AKTUARIS TAHUNAN PERUSAHAAN ASURANSI,
PERUSAHAAN REASURANSI, PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH, DAN
PERUSAHAAN REASURANSI SYARIAH
Sehubungan dengan amanat ketentuan:
1. Pasal 44 ayat (8) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
71/POJK.05/2016 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi
dan Perusahaan Reasuransi (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2016 Nomor 304, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5994); dan
2. Pasal 45 ayat (8) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
72/POJK.05/2016 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi
dan Perusahaan Reasuransi dengan Prinsip Syariah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 305, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5995),
perlu untuk mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai bentuk dan
susunan laporan aktuaris tahunan perusahaan asuransi, perusahaan
reasuransi, perusahaan asuransi syariah, dan perusahaan reasuransi
syariah dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut:
- 2 -
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud
dengan:
1. Perusahaan adalah perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi,
perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi syariah,
perusahaan asuransi yang memiliki
unit
perusahaan reasuransi yang memiliki unit syariah.
2.
Liabilitas adalah kewajiban sebagaimana dimaksud dalam
peraturan perundang-undangan di bidang perasuransian.
II. BENTUK DAN SUSUNAN LAPORAN AKTUARIS TAHUNAN
1. Laporan aktuaris tahunan Perusahaan disusun sesuai dengan
bentuk dan susunan sebagaimana tercantum dalam Lampiran
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran
Otoritas Jasa Keuangan ini.
2. Bagi perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi yang
memiliki unit syariah, pernyataan, analisis, pendapat, dan
rekomendasi yang dicantumkan dalam laporan aktuaris termasuk
juga untuk unit syariah.
3. Laporan aktuaris sebagaimana dimaksud pada angka 1 mutatis
mutandis berlaku bagi perusahaan asuransi umum atau
perusahaan asuransi umum syariah yang laporan aktuarisnya
masih ditandatangani pegawai Perusahaan yang memiliki
sertifikat analis asuransi umum (certified non-life analyst) dari
Persatuan Aktuaris Indonesia atau konsultan aktuaria yang
terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan dan tidak terafiliasi dengan
Perusahaan yang berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember
2017.
III. KETENTUAN PENUTUP
1. Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada
tanggal 1 Juli 2017.
2. Pada saat Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai
berlaku, Peraturan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal
dan Lembaga Keuangan Nomor PER-10/BL/2012 tentang Laporan
syariah, atau
- 3 -
Aktuaris Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 13 Juni 2017
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS
PERASURANSIAN, DANA PENSIUN,
LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN
LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
FIRDAUS DJAELANI
Salinan ini sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 29/SEOJK.05/2017 </reg_id>
<reg_title> LAPORAN AKTUARIS TAHUNAN PERUSAHAAN ASURANSI, PERUSAHAAN REASURANSI, PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH, DAN PERUSAHAAN REASURANSI SYARIAH </reg_title>
<set_date> 13 Juni 2017 </set_date>
<effective_date> 1 Juli 2017 </effective_date>
<replaced_reg> 'PER-10/BL/2012|PERTA-BAPEPAM-LK/2012' </replaced_reg>
<related_reg> '71/POJK.05/2016 | Pasal 44 Ayat (8)', '72/POJK.05/2016 | Pasal 45 Ayat (8)' </related_reg>
|
Yth.
1. Direksi Perusahaan Asuransi Syariah;
2. Direksi Perusahaan Reasuransi Syariah;
3. Direksi Perusahaan Asuransi yang Memiliki Unit Syariah; dan
4. Direksi Perusahaan Reasuransi yang Memiliki Unit Syariah,
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 28 /SEOJK.05/2017
TENTANG
PEDOMAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN TEKNIS BAGI PERUSAHAAN
ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI DENGAN PRINSIP SYARIAH
Sehubungan dengan amanat ketentuan Pasal 29 Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 72/POJK.05/2016 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan
Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dengan Prinsip Syariah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 305, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5995), perlu untuk mengatur ketentuan
pelaksanaan mengenai pedoman pembentukan penyisihan teknis bagi
perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dengan prinsip syariah
dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan:
1. Perusahaan adalah perusahaan asuransi syariah, perusahaan
reasuransi syariah, dan unit syariah.
2. Perusahaan Asuransi Syariah adalah perusahaan asuransi umum
syariah dan perusahaan asuransi jiwa syariah, sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang
Perasuransian.
3. Unit Syariah adalah unit kerja di kantor pusat perusahaan asuransi
atau perusahaan reasuransi yang berfungsi sebagai kantor induk
dari kantor di luar kantor pusat yang menjalankan usaha
- 2 -
berdasarkan prinsip syariah.
4. Perusahaan Asuransi Umum Syariah adalah perusahaan yang
menyelenggarakan usaha pengelolaan risiko berdasarkan prinsip
syariah guna saling menolong dan melindungi dengan memberikan
penggantian kepada peserta atau pemegang polis karena kerugian,
kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau
tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita
peserta atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang
tidak pasti.
5. Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah adalah perusahaan yang
menyelenggarakan usaha pengelolaan risiko berdasarkan prinsip
syariah guna saling menolong dan melindungi dengan memberikan
pembayaran yang didasarkan pada meninggal atau hidupnya
peserta, atau pembayaran lain kepada peserta atau pihak lain yang
berhak pada waktu tertentu yang diatur dalam perjanjian, yang
besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil
pengelolaan dana.
6. Perusahaan Reasuransi Syariah adalah perusahaan yang
menyelenggarakan usaha pengelolaan risiko berdasarkan prinsip
syariah atas risiko yang dihadapi oleh Perusahaan Asuransi
Syariah, perusahaan penjaminan syariah, atau Perusahaan
Reasuransi Syariah lainnya, termasuk Unit Syariah dari
perusahaan reasuransi.
7. Dana Tabarru’ adalah kumpulan dana yang berasal dari kontribusi
para pemegang polis atau peserta, yang mekanisme penggunaannya
sesuai dengan perjanjian asuransi syariah atau perjanjian
reasuransi syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian.
8. Dana Tanahud adalah kumpulan dana yang berasal dari kontribusi
para pemegang polis atau peserta anuitas program pensiun
syariah, qardh dari dana perusahaan, dan/atau Dana Tanahud dari
reasuransi atas produk anuitas program pensiun syariah, beserta
hasil investasinya, yang penggunaannya sesuai dengan perjanjian
anuitas syariah untuk program pensiun atau perjanjian
reasuransi syariah atas anuitas syariah untuk program pensiun.
9. Dana Perusahaan adalah kumpulan dana yang dikelola
Perusahaan, selain Dana Tabarru’, Dana Tanahud, dan dana
- 3 -
investasi peserta.
10. Penyisihan Teknis Dana Tabarru’ dan Dana Tanahud adalah dana
yang disisihkan dalam Dana Tabarru’ dan Dana Tanahud untuk
memenuhi kewajiban kepada pemegang polis atau peserta yang
terkait dengan Dana Tabarru’ dan Dana Tanahud.
11. Penyisihan Teknis Dana Perusahaan adalah dana yang disisihkan
dalam Dana Perusahaan untuk memenuhi biaya yang akan
dikeluarkan untuk jangka waktu yang belum dijalani atau yang
akan dikeluarkan di masa yang akan datang dan/atau manfaat
yang dijanjikan dalam polis yang akan dibayarkan dari Dana
Perusahaan.
12. Iuran Tabarru’ dan Tanahud adalah bagian dari kontribusi yang
dialokasikan untuk Dana Tabarru’ dan Dana Tanahud.
13. Produk Asuransi Yang Dikaitkan Dengan Investasi yang selanjutnya
disebut PAYDI adalah produk asuransi yang paling sedikit
memberikan perlindungan terhadap risiko kematian dan
memberikan manfaat yang mengacu pada hasil investasi dari
kumpulan dana yang khusus dibentuk untuk produk asuransi baik
yang dinyatakan dalam bentuk unit maupun bukan unit.
14. Penyisihan Atas Kontribusi Tabarru’ Yang Belum Merupakan
Pendapatan atau Hak (unearned premium reserve) yang selanjutnya
disingkat PAKTYBMP adalah sejumlah dana yang harus dibentuk
untuk menggambarkan bagian dari kontribusi yang masa
asuransinya belum dijalani.
15. Penyisihan Atas Risiko Yang Belum Dijalani (unexpired risk reserve)
yang selanjutnya disingkat PARYBD adalah estimasi pembayaran
klaim yang akan terjadi selama masa pertanggungan di masa depan
yang timbul dari polis yang aktif pada tanggal pembentukan
penyisihan teknis termasuk biaya pemeliharaan dan penanganan
klaim pada sisa masa pertanggungan.
II. PEMBENTUKAN PENYISIHAN TEKNIS
1. Pembentukan Penyisihan Teknis Dana Tabarru’ dan Dana Tanahud
bagi Perusahaan meliputi penyisihan kontribusi tabarru’ dan
tanahud, penyisihan kontribusi tabarru’ yang belum menjadi
pendapatan atau hak penyisihan klaim, dan penyisihan atas risiko
bencana (catastrophic reserve).
- 4 -
2. Pembentukan Penyisihan Teknis Dana Perusahaan bagi Perusahaan
meliputi penyisihan ujrah dan penyisihan atas PAYDI yang
memberikan garansi atas pokok investasi.
3. Pembentukan Penyisihan Teknis Dana Perusahaan dihitung
berdasarkan pedoman pembentukan penyisihan teknis sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
III. KETENTUAN PENUTUP
1. Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada
tanggal 1 Juli 2017.
2. Pada saat Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 10/SEOJK.05/2015
tentang Pedoman Pembentukan Penyisihan Kontribusi dan Metode
Perhitungan Penyisihan Klaim pada Usaha Asuransi Syariah atau
Usaha Reasuransi Syariah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 13 Juni 2017
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS
PERASURANSIAN, DANA PENSIUN,
LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN
LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
FIRDAUS DJAELANI
Salinan ini sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 28/SEOJK.05/2017 </reg_id>
<reg_title> PEDOMAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN TEKNIS BAGI PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI DENGAN PRINSIP SYARIAH </reg_title>
<set_date> 13 Juni 2017 </set_date>
<effective_date> 1 Juli 2017 </effective_date>
<replaced_reg> '10/SEOJK.05/2015' </replaced_reg>
<related_reg> '72/POJK.05/2016 | Pasal 29' </related_reg>
|
Yth:
1. Direksi Bank Umum Syariah; dan
2. Direksi Bank Umum Konvensional yang Memiliki Unit Usaha Syariah
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 18/SEOJK.03/2015
TENTANG
TRANSPARANSI DAN PUBLIKASI LAPORAN BANK UMUM SYARIAH
DAN UNIT USAHA SYARIAH
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 6/POJK.03/2015 Tentang Transparansi dan Publikasi Laporan Bank
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 74, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5687), perlu mengatur ketentuan
mengenai transparansi dan publikasi laporan Bank Umum Syariah dan Unit
Usaha Syariah dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut:
I. UMUM
1. Sesuai Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan
Syariah, Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah diwajibkan
menyampaikan segala keterangan dan penjelasan mengenai
usahanya kepada Bank Indonesia menurut tata cara yang ditetapkan
dengan Peraturan Bank Indonesia.
2. Sesuai Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa
Keuangan, sejak tanggal 31 Desember 2013, fungsi, tugas, dan
wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di
sektor Perbankan beralih dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa
Keuangan.
3. Bank adalah Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah
(UUS).
4. Laporan Publikasi disusun antara lain untuk memberikan informasi
mengenai posisi keuangan, kinerja atau hasil usaha Bank, informasi
keuangan lainnya serta informasi kualitatif kepada berbagai pihak
yang berkepentingan dengan perkembangan usaha Bank. Seluruh
informasi...
-2-
informasi tersebut diharapkan dapat meningkatkan transparansi
kondisi keuangan Bank kepada publik dan menjaga kepercayaan
masyarakat terhadap industri perbankan syariah.
5. Jenis Laporan Publikasi adalah Laporan Publikasi Bulanan, Laporan
Publikasi Triwulanan, Laporan Publikasi Tahunan, dan Laporan
Publikasi Lain. Khusus untuk UUS, jenis laporan publikasi adalah
Laporan Publikasi Triwulanan dan informasi umum yang
disampaikan dalam Laporan Tahunan Bank Umum Konvensional
yang Memiliki UUS.
6. Agar informasi dalam Laporan Publikasi yang disampaikan dapat
diperbandingkan, format dan ruang lingkup penyajian mengacu pada
ketentuan dan pedoman yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa
Keuangan, standar akuntansi keuangan yang relevan untuk industri
perbankan syariah, Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah
Indonesia (PAPSI), dan standar internasional yang relevan mengenai
pengungkapan risiko dan permodalan Bank.
7. Format Laporan Publikasi merupakan standar minimal yang harus
dipenuhi oleh Bank. Apabila terdapat akun yang jumlahnya material
dan tidak terdapat dalam format tersebut, Bank dapat menyajikan
akun tersebut secara tersendiri sedangkan akun yang jumlahnya
tidak material dapat digabungkan dengan akun lain yang sejenis.
8. Akun-akun yang memiliki saldo nihil dalam format laporan harus
dicantumkan dengan memberi garis pendek (-) pada akun yang
bersangkutan kecuali ditetapkan secara khusus dalam Lampiran.
9. Laporan Posisi Keuangan (Neraca) merupakan laporan posisi aset,
liabilitas, dan ekuitas Bank per posisi akhir periode laporan
sedangkan Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain
merupakan laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif Bank
secara kumulatif sejak awal Tahun Buku sampai dengan akhir posisi
periode laporan.
10. Laporan Publikasi disusun dalam Bahasa Indonesia dan angka-
angka yang disajikan dalam jutaan Rupiah.
II. LAPORAN PUBLIKASI BULANAN
1. Pedoman Umum
a. Laporan Publikasi Bulanan disajikan oleh BUS secara individu
dan disusun setiap bulan.
b. Laporan...
-3-
b. Laporan Publikasi Bulanan diumumkan kepada masyarakat pada
Situs Web BUS dan disampaikan oleh BUS kepada Otoritas Jasa
Keuangan secara online melalui sistem Laporan Kantor Pusat
Bank Umum (LKPBU), dalam hal sistem pelaporan Otoritas Jasa
Keuangan belum tersedia.
2. Ruang Lingkup Laporan Publikasi Bulanan
Laporan Publikasi Bulanan meliputi laporan keuangan bulanan yang
paling sedikit terdiri atas:
a. Laporan Posisi Keuangan (Neraca);
b. Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain; dan
c. Laporan Komitmen dan Kontinjensi.
3. BUS dalam menyusun Laporan Publikasi Bulanan mengacu pada
Pedoman Penyusunan Laporan Publikasi Bank Umum Syariah dan
Unit Usaha Syariah – angka I Pedoman Penyusunan Laporan
Publikasi Bulanan Bank Umum Syariah yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
III. LAPORAN PUBLIKASI TRIWULANAN
1. Bank Umum Syariah
a. Pedoman Umum
1) Laporan keuangan pada Laporan Publikasi Triwulanan
disajikan secara individu dan konsolidasian dengan Entitas
Anak yang disusun untuk posisi akhir bulan Maret, Juni,
September, dan Desember.
2) BUS yang tidak memiliki Entitas Anak, kolom konsolidasian
dapat ditiadakan.
3) Laporan keuangan pada Laporan Publikasi Triwulanan
disajikan dalam bentuk perbandingan sesuai standar
akuntansi keuangan.
4) Apabila terdapat perlakuan akuntansi yang baru berlaku
dalam posisi laporan, penyajian posisi pembanding mengacu
pada standar akuntansi keuangan mengenai kebijakan
akuntansi, perubahan estimasi akuntansi, dan kesalahan.
5) Nama pemegang saham yang dicantumkan dalam pengisian
pemilik BUS pada format Laporan Publikasi Triwulanan
adalah perorangan atau entitas yang memiliki saham sebesar
5% (lima perseratus) atau lebih dari modal BUS, baik melalui
atau tidak melalui Pasar Modal.
6) Laporan...
-4-
6) Laporan keuangan posisi akhir bulan Desember yang
dipublikasikan secara triwulanan wajib diaudit oleh Akuntan
Publik. Dalam penyajian laporan keuangan dicantumkan
nama Kantor Akuntan Publik, nama Akuntan Publik yang
bertanggung jawab (partner in charge), dan opini yang
diberikan.
7) Laporan Publikasi Triwulanan diumumkan pada surat kabar
harian berbahasa Indonesia yang memiliki peredaran luas
dan pada Situs Web BUS, dan disampaikan oleh BUS kepada
Otoritas Jasa Keuangan secara online melalui sistem Laporan
Kantor Pusat Bank Umum (LKPBU), dalam hal sistem
pelaporan Otoritas Jasa Keuangan belum tersedia.
b. Ruang Lingkup Laporan Publikasi Triwulanan
Laporan yang disajikan dalam Laporan Publikasi Triwulanan
paling sedikit meliputi:
1) Laporan keuangan, yang terdiri atas:
a) Laporan Posisi Keuangan (Neraca);
b) Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain;
dan
c) Laporan Komitmen dan Kontinjensi.
2) Informasi kinerja keuangan, yang terdiri atas:
a) Perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum
(KPMM);
b) Jumlah dan kualitas aset produktif serta Cadangan
Kerugian Penurunan Nilai (CKPN), yang paling sedikit
memberikan informasi pengelompokan:
(1) Instrumen keuangan;
(2) Penyediaan dana kepada pihak terkait;
(3) Pembiayaan kepada nasabah Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah (UMKM);
(4) Pembiayaan yang memerlukan perhatian khusus
(antara lain pembiayaan yang direstrukturisasi dan
pembiayaan properti); dan
(5) Penyisihan Penghapusan Aset (PPA) yang wajib
dibentuk berdasarkan instrumen keuangan.
c) Rasio keuangan yang paling sedikit meliputi:
(1) Rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM);
(2) Return on Asset (ROA);
(3) Return...
-5-
(3) Return on Equity (ROE);
(4) Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional
(BOPO);
(5) Persentase Pelanggaran dan Pelampauan Batas
Maksimum Penyaluran Dana (BMPD); dan
(6) Rasio Posisi Devisa Neto (PDN).
d) Transaksi Spot dan Forward;
3) Informasi komposisi pemegang saham dan susunan
pengurus.
4) Laporan Distribusi Bagi Hasil.
Khusus untuk posisi Juni dan Desember, selain laporan
sebagaimana dimaksud pada angka 1), angka 2), angka 3), dan
angka 4) ditambah dengan laporan sebagai berikut:
1) Laporan Sumber dan Penyaluran Dana Zakat;
2) Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan; dan
3) Laporan Perubahan Dana Investasi Terikat, apabila ada.
c. BUS dalam menyusun Laporan Publikasi Triwulanan mengacu
pada Pedoman Penyusunan Laporan Publikasi Bank Umum
Syariah dan Unit Usaha Syariah – angka II Pedoman Penyusunan
Laporan Publikasi Triwulanan Bank Umum Syariah yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas
Jasa Keuangan ini.
d. BUS yang merupakan bagian dari kelompok usaha,
menambahkan informasi mengenai:
1) Laporan Publikasi Triwulanan untuk posisi akhir bulan Juni
dan Desember, yang meliputi:
a) Laporan keuangan konsolidasian Entitas Induk yang
meliputi laporan keuangan seluruh entitas dalam
kelompok usaha di bidang keuangan; atau
b) Laporan keuangan konsolidasian Entitas Induk yang
meliputi laporan keuangan seluruh entitas dalam
kelompok usaha di bidang keuangan dan non keuangan.
2) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada angka 1)
paling sedikit terdiri atas:
a) Laporan Posisi Keuangan (Neraca);
b) Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain;
c) Laporan Perubahan Ekuitas; dan
d) Laporan Komitmen dan Kontinjensi.
Laporan...
-6-
Laporan Perubahan Ekuitas serta Laporan Komitmen dan
Kontinjensi hanya dilaporkan apabila ada.
3) Format Neraca serta Laporan Laba Rugi dan Penghasilan
Komprehensif Lain Entitas Induk untuk posisi akhir bulan
Desember disesuaikan dengan Neraca serta Laporan Laba
Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain yang disajikan
dalam laporan keuangan auditan.
e. Laporan tertentu yang disampaikan kepada Otoritas Jasa
Keuangan secara triwulanan
1) BUS menyampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan laporan
mengenai:
a) Transaksi antara BUS dengan Pihak-Pihak Berelasi, paling
sedikit meliputi:
(1) nama pihak yang memiliki hubungan atau relasi
dengan BUS;
(2) hubungan keterkaitan dengan BUS;
(3) jenis transaksi;
(4) jumlah atau nominal transaksi; dan
(5) kualitas aset produktif untuk transaksi penyediaan
dana.
b) Pemberian penyediaan dana, komitmen maupun fasilitas
lain yang dapat dipersamakan dengan itu dari setiap
entitas yang berada dalam satu kelompok usaha dengan
BUS kepada nasabah yang telah memperoleh penyediaan
dana dari BUS, bagi BUS yang merupakan bagian dari
kelompok usaha, yang paling sedikit meliputi:
(1) nama nasabah;
(2) jumlah dan kualitas penyediaan dana yang diberikan
oleh BUS;
(3) nama kelompok usaha pemberi penyediaan dana serta
hubungan keterkaitan dengan BUS; dan
(4) jenis penyediaan dana dan jumlah penyediaan dana
yang diberikan oleh kelompok usaha.
2. Unit Usaha Syariah
a. Pedoman Umum
1) Laporan keuangan pada Laporan Publikasi Triwulanan
disajikan secara individu yang disusun untuk posisi akhir
bulan Maret, Juni, September, dan Desember.
2) Laporan...
-7-
2) Laporan keuangan pada Laporan Publikasi Triwulanan
disajikan dalam bentuk perbandingan sesuai standar
akuntansi keuangan.
3) Apabila terdapat perlakuan akuntansi yang baru berlaku
dalam posisi laporan, penyajian posisi pembanding mengacu
pada standar akuntansi keuangan mengenai kebijakan
akuntansi, perubahan estimasi akuntansi, dan kesalahan.
4) Laporan Publikasi Triwulanan ditandatangani oleh Direktur
yang membawahkan UUS dan 1 (satu) orang Dewan
Pengawas Syariah.
5) Laporan Publikasi Triwulanan diumumkan pada surat kabar
harian berbahasa Indonesia yang memiliki peredaran luas
dan pada Situs Web Bank Umum Konvensional yang memiliki
UUS, dan disampaikan oleh UUS kepada Otoritas Jasa
Keuangan secara online melalui sistem Laporan Kantor Pusat
Bank Umum (LKPBU), dalam hal sistem pelaporan Otoritas
Jasa Keuangan belum tersedia.
b. Ruang Lingkup Laporan Publikasi Triwulanan
Laporan yang disajikan dalam Laporan Publikasi Triwulanan
paling sedikit meliputi:
1) Laporan keuangan, yang terdiri atas:
a) Laporan Posisi Keuangan (Neraca);
b) Laporan Laba Rugi; dan
c) Laporan Komitmen dan Kontinjensi;
2) Rasio keuangan yang paling sedikit meliputi:
a) Total aset UUS terhadap total aset Bank Umum
Konvensional yang memiliki UUS;
b) Return on Asset (ROA);
3) Laporan Distribusi Bagi Hasil.
Khusus untuk posisi Juni dan Desember, selain laporan
sebagaimana dimaksud pada angka 1), angka 2), dan angka 3),
ditambah dengan:
1) Laporan Sumber dan Penyaluran Dana Zakat;
2) Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan; dan
3) Laporan Perubahan Dana Investasi Terikat, apabila ada.
c. UUS dalam menyusun Laporan Publikasi Triwulanan mengacu
pada Pedoman Penyusunan Laporan Publikasi Bank Umum
Syariah dan Unit Usaha Syariah -
angka III Pedoman
Penyusunan...
-8-
Penyusunan Laporan Publikasi Triwulanan Unit Usaha Syariah
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran
Otoritas Jasa Keuangan ini.
IV. LAPORAN PUBLIKASI TAHUNAN
1. Bank Umum Syariah
a. Pedoman Umum
1) Laporan keuangan pada Laporan Publikasi Tahunan disajikan
secara individu dan konsolidasian dengan Entitas Anak yang
disusun untuk 1 (satu) Tahun Buku.
2) BUS yang tidak memiliki Entitas Anak, kolom konsolidasian
dapat ditiadakan.
3) Laporan keuangan pada Laporan Publikasi Tahunan disajikan
dalam bentuk perbandingan sesuai standar akuntansi
keuangan.
4) Apabila terdapat perlakuan akuntansi yang baru berlaku
dalam posisi laporan, penyajian posisi pembanding mengacu
pada standar akuntansi keuangan mengenai kebijakan
akuntansi, perubahan estimasi akuntansi, dan kesalahan.
5) Laporan Publikasi Tahunan harus disusun dalam Bahasa
Indonesia. Apabila Laporan Publikasi Tahunan dibuat dalam
Bahasa Indonesia dan bahasa lain, baik dalam dokumen yang
sama maupun terpisah, Laporan Publikasi Tahunan harus
memuat informasi yang sama.
6) Laporan keuangan pada Laporan Publikasi Tahunan wajib
diaudit oleh Akuntan Publik. Dalam penyajian laporan
keuangan dicantumkan nama Kantor Akuntan Publik, nama
Akuntan Publik yang bertanggung jawab (partner in charge),
dan opini yang diberikan.
7) Laporan Publikasi Tahunan diumumkan pada Situs Web BUS
dan disampaikan oleh BUS kepada Otoritas Jasa Keuangan.
b. Ruang Lingkup Laporan Publikasi Tahunan
1) Informasi Umum
Informasi Umum dalam laporan tahunan paling sedikit
meliputi:
a) kepengurusan, yang meliputi susunan anggota Direksi,
Dewan Komisaris, Dewan Pengawas Syariah, dan Pejabat
Eksekutif...
-9-
Eksekutif beserta jabatan dan ringkasan riwayat
hidupnya;
b) rincian kepemilikan saham yaitu nama pemilik atau
pemegang saham dan persentase kepemilikan saham;
c) perkembangan usaha dan kelompok usaha BUS, yang
memuat data mengenai:
(1) ikhtisar data keuangan penting, yang paling sedikit
meliputi pendapatan penyaluran dana bersih, laba
operasional, laba sebelum pajak, laba bersih, laba
bersih per saham, aset produktif, dana pihak ketiga,
pinjaman diterima, total biaya dana (cost of fund),
modal sendiri, jumlah lembar saham yang
ditempatkan dan disetor; dan
(2) Informasi kinerja dan rasio keuangan sebagaimana
dimaksud dalam Laporan Publikasi Triwulanan.
d) strategi dan kebijakan yang ditetapkan oleh manajemen
BUS;
e) laporan manajemen yang memuat informasi mengenai
pengelolaan BUS, paling sedikit meliputi:
(1) struktur organisasi;
(2) aktivitas utama;
(3) teknologi informasi;
(4) jenis produk dan jasa yang ditawarkan, termasuk
penyaluran pembiayaan kepada nasabah Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM);
(5) realisasi bagi hasil/imbalan dan metode
perhitungan distribusi bagi hasil;
(6) perkembangan perekonomian dan target pasar;
(7) jaringan kerja dan mitra usaha baik di dalam
dan/atau di luar negeri;
(8) jumlah, jenis, dan lokasi kantor;
(9) kepemilikan Direksi, Dewan Komisaris, dan
pemegang saham dalam kelompok usaha BUS;
(10) perubahan-perubahan penting yang terjadi pada
BUS dan kelompok usaha BUS dalam tahun yang
bersangkutan;
(11) hal-hal penting yang diperkirakan terjadi di masa
mendatang; dan
(12) sumber...
-10-
(12) sumber daya manusia, meliputi jumlah, tingkat
pendidikan, pelatihan, dan pengembangan sumber
daya manusia.
2) Laporan Keuangan Tahunan
a) Laporan keuangan individual, terdiri atas:
(1) Laporan Posisi Keuangan (Neraca);
(2) Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif
Lain;
(3) Laporan Perubahan Ekuitas;
(4) Laporan Arus Kas;
(5) Catatan atas Laporan Keuangan, termasuk informasi
mengenai komitmen dan kontinjensi.
b) Laporan keuangan konsolidasian bagi BUS yang memiliki
Entitas Anak, paling sedikit terdiri atas:
(1) Laporan Posisi Keuangan (Neraca);
(2) Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif
Lain;
(3) Laporan Perubahan Ekuitas; dan
(4) Laporan Komitmen dan Kontijensi.
c) Laporan keuangan bagi BUS yang merupakan bagian dari
kelompok usaha.
(1) Bank yang merupakan bagian dari kelompok usaha
menambahkan informasi mengenai:
(a) Laporan Keuangan Konsolidasian Entitas Induk
yang meliputi Laporan Keuangan seluruh entitas
dalam kelompok usaha di bidang keuangan; atau
(b) Laporan Keuangan Konsolidasian Entitas Induk
yang meliputi Laporan Keuangan seluruh entitas
dalam kelompok usaha di bidang keuangan dan
non keuangan.
(2) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada angka
(1), paling sedikit terdiri atas:
(a) Laporan Posisi Keuangan (Neraca);
(b) Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif
Lain;
(c) Laporan Perubahan Ekuitas; dan
(d) Laporan Komitmen dan Kontinjensi.
3) Informasi...
-11-
3) Informasi kinerja keuangan, terdiri atas:
a) Perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum
(KPMM);
b) Jumlah dan kualitas aset produktif serta Cadangan
Kerugian Penurunan Nilai (CKPN), yang paling sedikit
memberikan informasi pengelompokan:
(1) instrumen keuangan;
(2) penyediaan dana kepada pihak terkait;
(3) pembiayaan kepada nasabah Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah (UMKM);
(4) pembiayaan yang memerlukan perhatian khusus
(antara lain pembiayaan yang direstrukturisasi dan
pembiayaan properti); dan
(5) Penyisihan Penghapusan Aset (PPA) yang wajib
dibentuk berdasarkan instrumen keuangan.
c) Rasio keuangan, paling sedikit meliputi:
(1) Rasio Kewajiban Pemenuhan Modal Minimum (KPMM);
(2) Return on Asset (ROA);
(3) Return on Equity (ROE);
(4) Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional
(BOPO);
(5) Persentase Pelanggaran dan Pelampauan Batas
Maksimum Penyaluran Dana (BMPD); dan
(6) Rasio Posisi Devisi Neto (PDN).
d) Transaksi Spot dan Forward;
e) Laporan Distribusi Bagi Hasil;
f) Laporan Sumber dan Penyaluran Dana Zakat;
g) Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan; dan
h) Laporan Perubahan Dana Investasi Terikat, apabila ada.
4) Pengungkapan permodalan dan praktek manajemen risiko
yang diterapkan BUS, paling sedikit meliputi uraian jenis
risiko, potensi kerugian yang dihadapi BUS, dan mitigasi
risiko, sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai
permodalan dan manajemen risiko.
5) Pengungkapan khusus bagi BUS yang merupakan bagian dari
suatu kelompok usaha dan/atau memiliki Entitas Anak, yang
paling sedikit terdiri dari informasi sebagai berikut:
a) Struktur...
-12-
a) Struktur kelompok usaha BUS, yang paling sedikit terdiri
atas:
(1) struktur kelompok usaha BUS, yang disajikan mulai
dari BUS, Entitas Anak, Perusahaan Terelasi, Entitas
Induk di bidang keuangan, dan/atau Entitas Induk
sampai dengan pemegang saham pengendali terakhir
(ultimate shareholder);
(2) struktur keterkaitan kepengurusan dalam kelompok
usaha BUS; dan
(3) pemegang saham yang bertindak atas nama pemegang
saham lain (shareholders acting in concert). Pengertian
pemegang saham yang bertindak atas nama pemegang
saham lain adalah pemegang saham perorangan atau
entitas yang memiliki tujuan bersama yaitu
mengendalikan BUS, berdasarkan atau tidak
berdasarkan suatu perjanjian.
b) Transaksi antara BUS dengan Pihak-Pihak Berelasi dalam
kelompok usaha BUS, memperhatikan hal-hal:
(1) informasi transaksi dengan Pihak-Pihak Berelasi
disajikan baik yang dilakukan BUS maupun yang
dilakukan oleh setiap entitas di dalam kelompok
usaha BUS yang bergerak di bidang keuangan;
(2) Pihak-Pihak Berelasi adalah pihak-pihak sebagaimana
diatur dalam standar akuntansi keuangan;
(3) jenis transaksi dengan Pihak-Pihak Berelasi, antara
lain:
(a) kepemilikan silang (cross shareholdings);
(b) transaksi dari suatu kelompok usaha yang
bertindak untuk kepentingan kelompok usaha
yang lain;
(c) pengelolaan likuiditas jangka pendek dalam
kelompok usaha;
(d) penyediaan dana yang diberikan atau diterima oleh
entitas lain dalam satu kelompok usaha;
(e) eksposur kepada pemegang saham mayoritas
antara lain dalam bentuk pinjaman, komitmen dan
kontinjensi; dan
(f) pembelian...
-13-
(f) pembelian, penjualan dan/atau penyewaan aset
dengan entitas lain dalam suatu kelompok usaha,
termasuk yang dilakukan dengan repurchase
agreement.
c) Transaksi dengan Pihak-Pihak Berelasi yang dilakukan
oleh setiap entitas di dalam kelompok usaha BUS yang
bergerak di bidang keuangan;
d) Penyediaan dana, komitmen maupun fasilitas lain yang
dapat dipersamakan dengan itu dari setiap entitas yang
berada dalam satu kelompok usaha dengan BUS kepada
nasabah dan/atau pihak-pihak yang telah memperoleh
penyediaan dana dari BUS; dan
e) Pengungkapan mengenai permodalan, jenis risiko, potensi
kerugian dan manajemen risiko sebagaimana dimaksud
dalam angka 4) secara konsolidasi.
6) Pengungkapan lain sesuai standar akuntansi keuangan,
apabila belum tercakup dalam angka 1) sampai dengan angka
5).
7) Opini dari Akuntan Publik
Opini dari Akuntan Publik antara lain memuat pendapat atas
laporan keuangan tahunan sebagaimana dimaksud pada
angka 2).
c. Format dan pedoman pengisian untuk:
1) Laporan Posisi Keuangan (Neraca);
2) Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain;
3) Laporan Komitmen dan Kontinjensi;
4) Laporan Perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum
(KPMM);
5) Laporan Kualitas Aset Produktif dan Informasi Lainnya;
6) Laporan Perhitungan Rasio Keuangan;
7) Laporan Transaksi Spot dan Forward;
8) Laporan Distribusi Bagi Hasil;
9) Laporan Sumber dan Penyaluran Dana Zakat;
10) Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan; dan
11) Laporan Perubahan Dana Investasi Terikat, apabila ada,
mengikuti format dan pedoman pengisian Laporan Publikasi
Triwulanan. BUS dapat melakukan penyesuaian yang diperlukan
atas...
-14-
atas format laporan angka 1), angka 2), dan angka 3) sesuai
dengan hasil laporan audit oleh Akuntan Publik.
d. Laporan tertentu yang disampaikan kepada Otoritas Jasa
Keuangan secara tahunan
BUS yang merupakan bagian dari suatu kelompok usaha
dan/atau BUS yang memiliki Entitas Anak menyampaikan kepada
Otoritas Jasa Keuangan laporan tertentu mengenai:
1) Laporan tahunan Entitas Induk yang meliputi seluruh entitas
dalam kelompok usaha di bidang keuangan atau laporan
tahunan Entitas Induk yang meliputi seluruh entitas dalam
kelompok usaha di bidang keuangan dan non keuangan;
2) Laporan tahunan Pemegang Saham langsung yang memiliki
saham mayoritas atau laporan tahunan entitas yang
melakukan Pengendalian langsung kepada BUS; dan
3) Laporan tahunan Entitas Anak.
2. Unit Usaha Syariah
UUS menyajikan informasi kegiatan UUS pada Laporan Tahunan
Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS paling sedikit
meliputi:
a. sasaran, strategi dan kebijakan manajemen yang digunakan
dalam pengembangan UUS;
b. perkembangan usaha UUS, yaitu penyaluran dana beserta
komposisinya, laba bersih, Return on Asset (ROA), Non Performing
Financing (NPF), sumber dana beserta komposisinya, jumlah aset,
dan informasi lainnya yang relevan;
c. jenis produk dan jasa yang ditawarkan;
d. tanggung jawab sosial perusahaan; dan
e. realisasi bagi hasil/imbalan dan metode penghitungan distribusi
bagi hasil.
V. PENGUMUMAN DAN PENYAMPAIAN LAPORAN
1. Dalam hal Bank mengalami gangguan teknis atau terjadi keadaan
memaksa (force majeur) pada batas akhir waktu pengumuman pada
Situs Web BUS atau Situs Web Bank Umum Konvensional yang
memiliki UUS, Bank menyampaikan surat pemberitahuan secara
tertulis disertai bukti dan dokumen pendukung dan ditandatangani
oleh Pejabat yang berwenang serta disampaikan pada hari yang sama
dengan...
-15-
dengan saat terjadinya gangguan teknis kepada Otoritas Jasa
Keuangan dengan alamat:
a. Direktorat Pengawasan Bank Syariah, Komplek Perkantoran Bank
Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10350, bagi Bank yang
berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat Otoritas Jasa
Keuangan; atau
b. Kantor Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor Regional setempat
bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja kantor pusat
Otoritas Jasa Keuangan.
2. Untuk:
a. bukti pengumuman Laporan Publikasi Triwulanan pada surat
kabar berupa guntingan surat kabar atau fotokopinya, Laporan
Publikasi Tahunan dan laporan tertentu dalam publikasi
triwulanan maupun tahunan untuk BUS;
b. bukti pengumuman Laporan Publikasi Triwulanan pada surat
kabar berupa guntingan surat kabar atau fotokopinya dan
Laporan Publikasi Tahunan untuk UUS;
disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan alamat:
a. Direktorat Pengawasan Bank Syariah, Komplek Perkantoran Bank
Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10350, bagi Bank yang
berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat Otoritas Jasa
Keuangan; atau
b. Kantor Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor Regional setempat
bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja kantor pusat
Otoritas Jasa Keuangan.
VI. PENUTUP
Pada saat Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku, Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 7/56/DPbS tanggal 9 Desember 2005
perihal Laporan Tahunan, Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan dan
Bulanan serta Laporan tertentu dari Bank yang disampaikan kepada
Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 8/11/DPbS tanggal 7 Maret 2006 perihal Perubahan
atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/56/DPbS tanggal 9
Desember 2005 perihal Laporan Tahunan, Laporan Keuangan Publikasi
Triwulanan dan Bulanan serta Laporan Tertentu dari Bank yang
Disampaikan kepada Bank Indonesia, dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
Ketentuan...
-16-
Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku
pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 8 Juni 2015
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN
OTORITAS JASA KEUANGAN,
Ttd.
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum I
Departemen Hukum,
Ttd..
Ttd.
Sudarmaji
NELSON TAMPUBOLON
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 49 TANGGAL
19 JUNI 2015
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 18/SEOJK.03/2015 </reg_id>
<reg_title> TRANSPARANSI DAN PUBLIKASI LAPORAN BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH </reg_title>
<set_date> 8 Juni 2015 </set_date>
<effective_date> 8 Juni 2015 </effective_date>
<replaced_reg> '8/11/DPbS|SE-BI/2006', '7/56/DPbS|SE-BI/2005' </replaced_reg>
<related_reg> '6/POJK.03/2015' </related_reg>
|
Yth.
Pihak yang akan mengajukan permohonan pencatatan sebagai Penyelenggara
Inovasi Keuangan Digital
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 20 /SEOJK.02/2019
TENTANG
MEKANISME PENCATATAN PENYELENGGARA INOVASI KEUANGAN DIGITAL
Sehubungan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
13/POJK.02/2018 tentang Inovasi Keuangan Digital di Sektor Jasa Keuangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 135, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6238), perlu untuk mengatur
ketentuan pelaksanaan mengenai Mekanisme Pencatatan Penyelenggara
Inovasi Keuangan Digital di Sektor Jasa Keuangan dalam Surat Edaran
Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan:
1.
Inovasi Keuangan Digital yang selanjutnya disingkat IKD adalah
aktivitas pembaruan proses bisnis, model bisnis, dan instrumen
keuangan yang memberikan nilai tambah baru di sektor jasa
keuangan dengan melibatkan ekosistem digital.
2. Penyelenggara adalah setiap pihak yang menyelenggarakan IKD.
3. Klaster adalah kelompok Penyelenggara yang memiliki model bisnis
sejenis, yang pengelompokannya ditentukan oleh Otoritas Jasa
Keuangan dengan mempertimbangkan dinamika pasar.
4. Regulatory Sandbox adalah mekanisme pengujian yang dilakukan oleh
Otoritas Jasa Keuangan untuk menilai keandalan proses bisnis, model
bisnis, instrumen keuangan, dan tata kelola Penyelenggara.
– 2 –
5. Forum Panel adalah forum yang terdiri dari perwakilan berbagai
satuan kerja di lingkungan Otoritas Jasa Keuangan yang relevan
dengan IKD.
II. KEWAJIBAN PENCATATAN
1. Penyelenggara IKD wajib mengajukan permohonan pencatatan
inovasinya kepada Otoritas Jasa Keuangan.
2. Kewajiban permohonan pencatatan sebagaimana dimaksud pada
angka 1 diatas dikecualikan bagi Penyelenggara yang telah terdaftar
dan/atau telah memperoleh izin dari Otoritas Jasa Keuangan.
III. TATA CARA PERMOHONAN PENCATATAN
1. Penyelenggara menyampaikan permohonan pencatatan kepada
Otoritas Jasa Keuangan dengan melampirkan dokumen sebagai
berikut:
a.
formulir permohonan pencatatan Penyelenggara;
b. salinan akta pendirian badan hukum Penyelenggara beserta
identitas kelengkapan data pengurus;
c. penjelasan singkat secara tertulis mengenai produk/jasa, yang
paling sedikit meliputi:
1) flowchart model bisnis dan proses bisnis;
2) skala usaha dan cakupan pasar; dan
3) maket aplikasi;
d.
rencana bisnis dalam kurun waktu 1 (satu) sampai dengan 3
(tiga) tahun ke depan, yang paling sedikit meliputi:
1)
target pasar;
2) edukasi dan perlindungan konsumen;
3)
rencana pengembangan bisnis mencakup strategi bisnis,
sumber daya manusia dan organisasi, infrastruktur dan
teknologi, permodalan; dan
4) proyeksi laporan keuangan;
e. Data dan informasi lainnya yang terkait dengan kegiatan IKD,
yang meliputi namun tidak terbatas pada:
1)
formulir rekap dokumen permohonan pencatatan dengan
format tercantum dalam Lampiran 1 yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan ini;
– 3 –
2) strategi manajemen risiko dengan format tercantum dalam
Lampiran 2 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini;
3) memiliki pusat data dan/atau pusat pemulihan bencana;
dan
4) alamat surat elektronik dan nomor telepon perwakilan dari
Penyelenggara yang bisa dihubungi.
2. Dalam hal diperlukan untuk mendukung mekanisme pencatatan
Penyelenggara, Otoritas Jasa Keuangan berwenang meminta
tambahan dokumen kepada Penyelenggara.
3. Penyelenggara menyampaikan permohonan pencatatan sebagaimana
dimaksud pada angka 1 kepada Otoritas Jasa Keuangan melalui
sistem elektronik Otoritas Jasa Keuangan.
4. Dokumen permohonan pencatatan yang disampaikan melalui sistem
elektronik Otoritas Jasa Keuangan merupakan hasil pindai (scan)
berwarna atas dokumen asli.
5. Dalam hal sistem elektronik Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana
dimaksud pada angka 3 belum tersedia dan/atau mengalami
gangguan, penyampaian permohonan pencatatan disampaikan
kepada Otoritas Jasa Keuangan secara manual.
6. Penyelenggara
menyampaikan permohonan pencatatan
sebagaimana dimaksud pada angka 5 dalam bentuk data elektronik
berupa hasil pindai (scan) berwarna atas dokumen asli yang
disimpan dalam media penyimpanan data elektronik.
7. Penyelenggara harus menyimpan dokumen asli permohonan
pencatatan yang disampaikan melalui sistem elektronik Otoritas Jasa
Keuangan dalam jangka waktu paling singkat 5 (lima) tahun untuk
memastikan kebenaran dokumen permohonan.
8. Otoritas Jasa Keuangan dapat meminta Penyelenggara untuk
menunjukkan dokumen asli permohonan pencatatan yang telah
disampaikan oleh Penyelenggara melalui sistem elektronik Otoritas
Jasa Keuangan.
9. Penyelenggara dinyatakan telah menyampaikan permohonan
pencatatan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. untuk penyampaian melalui sistem elektronik Otoritas Jasa
Keuangan, dibuktikan dengan tanda terima dari sistem
elektronik Otoritas Jasa Keuangan; atau
– 4 –
b. untuk penyampaian secara manual, dibuktikan dengan:
1) surat tanda terima dari Otoritas Jasa Keuangan, apabila
permohonan diserahkan langsung ke kantor Otoritas Jasa
Keuangan; atau
2) tanda terima pengiriman dari perusahaan jasa pengiriman,
apabila permohonan dikirim melalui perusahaan jasa
pengiriman.
IV. PROSES PENCATATAN
1. Otoritas Jasa Keuangan melakukan pengecekan kelengkapan
dokumen permohonan pencatatan Penyelenggara.
2. Dalam hal berdasarkan hasil pengecekan kelengkapan dokumen
sebagaimana dimaksud pada angka 1 terdapat kekurangan
dokumen, Otoritas Jasa Keuangan memberitahukan kepada
Penyelenggara untuk melengkapi kekurangan dokumen dimaksud
melalui sistem elektronik Otoritas Jasa Keuangan.
3. Penyelenggara menyampaikan kekurangan dokumen sebagaimana
dimaksud pada angka 2, melalui sistem elektronik Otoritas Jasa
Keuangan paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak tanggal
pemberitahuan kekurangan dokumen.
4. Dalam hal Penyelenggara tidak melengkapi kekurangan dokumen
hingga batas waktu sebagaimana dimaksud pada angka 3 maka
permohonan pencatatan dinyatakan batal.
5. Dalam hal dokumen yang disampaikan Penyelenggara telah lengkap,
Otoritas Jasa Keuangan akan memberikan Surat Keterangan dalam
Proses Pencatatan IKD.
6. Dalam hal sistem elektronik Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana
dimaksud pada angka 2 belum tersedia atau mengalami gangguan,
permintaan dan/atau penyampaian kelengkapan dokumen dari
dan/atau kepada Otoritas Jasa Keuangan disampaikan melalui surat
elektronik.
7. Otoritas Jasa Keuangan melakukan verifikasi kebenaran dokumen
permohonan pencatatan Penyelenggara yang dinyatakan lengkap.
8.
Verifikasi sebagaimana dimaksud pada angka 7 dilakukan antara
lain dengan cara pengecekan legalitas dokumen, pengecekan
kebenaran domisili, dan pengecekan lainnya yang dibutuhkan oleh
Otoritas Jasa Keuangan.
– 5 –
9. Dalam hal dokumen yang disampaikan Penyelenggara tidak dapat
diverifikasi kebenarannya dan telah dilakukan klarifikasi dengan
Penyelenggara maka proses pencatatan dihentikan.
10. Pemimpin satuan kerja yang melaksanakan fungsi
IKD
menyampaikan informasi penghentian proses pencatatan
sebagaimana dimaksud pada angka 9 melalui surat penetapan
kepada Penyelenggara.
V. PERSETUJUAN PERMOHONAN PENCATATAN
1. Otoritas Jasa Keuangan melakukan penelitian lebih lanjut terhadap
permohonan pencatatan Penyelenggara melalui Forum Panel.
2. Penelitian sebagaimana dimaksud pada angka 1 meliputi pemenuhan
kriteria IKD, pemetaan model bisnis (klaster) Penyelenggara, dan
penetapan sebagai objek Regulatory Sandbox.
3. Penyelenggara dengan model bisnis sejenis akan dikelompokkan ke
dalam 1 (satu) Klaster.
4. Dalam hal penelitian dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada angka
1 telah sesuai dengan kriteria IKD, Otoritas Jasa Keuangan
memberikan status tercatat kepada Penyelenggara.
5. Status tercatat sebagaimana dimaksud pada angka 4 diberikan oleh
Otoritas Jasa Keuangan melalui Surat Penetapan yang
ditandatangani oleh pemimpin satuan kerja yang melaksanakan
fungsi IKD.
6. Penyelenggara yang telah memperoleh status tercatat dapat menjalin
kerjasama dengan Lembaga Jasa Keuangan.
7. Apabila dari hasil penelitian dan evaluasi sebagaimana dimaksud
pada angka 1 tidak sesuai dengan kriteria IKD, Otoritas Jasa
Keuangan mengirimkan surat pemberitahuan kepada Penyelenggara
yang bersangkutan.
8. Penyelenggara yang telah tercatat di Otoritas Jasa Keuangan untuk
selanjutnya mengikuti proses Regulatory Sandbox.
9. Penetapan Penyelenggara yang masuk Regulatory Sandbox diatur
lebih lanjut dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan tentang
Regulatory Sandbox.
10. Daftar Penyelenggara yang telah mendapatkan status tercatat
dipublikasikan di laman Otoritas Jasa Keuangan.
– 6 –
VI. PEMANTAUAN DAN PELAPORAN
1. Otoritas Jasa Keuangan melakukan pemantauan terhadap
Penyelenggara yang telah mendapatkan status tercatat.
2. Penyelenggara yang telah mendapatkan status tercatat wajib
menyampaikan laporan kinerja secara self-assessment kepada
Otoritas Jasa Keuangan.
3. Laporan kinerja sebagaimana dimaksud pada angka 2 disampaikan
secara berkala setiap triwulanan, paling lambat pada setiap tanggal
15 bulan berikutnya dari periode triwulanan dimaksud.
4. Otoritas Jasa Keuangan dapat meminta Penyelenggara untuk
melakukan penyesuaian terhadap laporan sebagaimana dimaksud
dalam angka 2 yang telah disampaikan, termasuk tetapi tidak
terbatas pada isi laporan.
5. Laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 disampaikan kepada
Otoritas Jasa Keuangan melalui sistem elektronik Otoritas Jasa
Keuangan.
6. Dalam hal sistem elektronik Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana
dimaksud pada angka 5 belum tersedia atau mengalami gangguan,
penyampaian laporan kepada Otoritas Jasa Keuangan disampaikan
melalui surat elektronik.
7. Penyelenggara yang model bisnisnya sedang diuji coba dalam
Regulatory Sandbox, kewajiban pelaporannya mengikuti ketentuan
dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan tentang Regulatory
Sandbox.
VII. PENCABUTAN STATUS PENCATATAN
1. Status tercatat sebagai Penyelenggara menjadi tidak berlaku apabila:
a.
telah diterbitkan peraturan lain yang mengatur kegiatan
Penyelenggara; dan/atau
b. Penyelenggara terbukti melakukan tindak pidana atau
dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang
berkekuatan hukum tetap.
2. Otoritas Jasa Keuangan dapat mencabut status tercatat
Penyelenggara apabila terdapat hal sebagai berikut:
a. Penyelenggara melakukan perubahan terkait model bisnis, proses
bisnis, kelembagaan, dan operasional IKD yang dimiliki;
– 7 –
b. Penyelenggara mengembalikan surat penetapan atas status
tercatat yang dimilikinya;
c. Penyelenggara melakukan pelanggaran ketentuan peraturan yang
berlaku di Otoritas Jasa Keuangan; dan/atau
d. Penyelenggara dinyatakan dengan status tidak direkomendasikan
pada hasil final Regulatory Sandbox.
3. Dalam hal status tercatat sebagai Penyelenggara tidak berlaku
disebabkan karena ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 1
dan angka 2, Penyelenggara menyelesaikan kewajibannya kepada
konsumen dan/atau pihak ketiga lainnya.
4. Dalam hal pencabutan status tercatat sebagai Penyelenggara
disebabkan karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 2
huruf a, Penyelenggara dapat mengajukan kembali permohonan
pencatatan kepada Otoritas Jasa Keuangan sepanjang telah
melakukan penyelesaian kewajiban sebagaimana dimaksud pada
angka 3.
5. Dalam hal pencabutan status tercatat Penyelenggara disebabkan
karena Penyelenggara mengembalikan surat penetapan atas status
tercatat sebagaimana dimaksud dalam angka 2 huruf b, Penyelenggara
mengajukan surat permohonan pengembalian surat penetapan atas
status tercatat sebagai Penyelenggara kepada Otoritas Jasa Keuangan
dengan disertai dokumen sebagai berikut:
a. keterangan mengenai alasan pengembalian surat penetapan atas
status tercatat;
b. surat pernyataan penutupan usaha;
c. surat pernyataan pertanggungjawaban dari Direksi Penyelenggara
atas kewajiban Penyelenggara kepada konsumen dan/atau pihak
ketiga lainnya; dan
d. daftar hak dan kewajiban yang masih berlangsung.
6. Terhadap Penyelenggara yang permohonan pencabutan status
tercatatnya disetujui oleh Otoritas Jasa Keuangan, akan diumumkan
di laman resmi Otoritas Jasa Keuangan.
VIII. KETENTUAN LAIN-LAIN
1. Komunikasi dengan Otoritas Jasa Keuangan terkait permohonan
pencatatan
disampaikan melalui
OJKInfinity@ojk.go.id.
surat elektronik
ke
– 8 –
2. Penyelenggara melaporkan setiap perubahan atas produk, layanan,
teknologi, dan/atau model bisnisnya kepada Otoritas Jasa Keuangan.
IX. KETENTUAN PERALIHAN
1. Penyelenggara yang sedang dalam proses pencatatan sebelum
berlakunya Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini harus
memenuhi ketentuan yang diatur dalam Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan ini.
2. Penyelenggara yang telah memperoleh status tercatat sebelum
berlakunya Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini harus
menyesuaikan syarat-syarat Penyelenggara yang memiliki status
tercatat dengan ketentuan yang diatur dalam Surat Edaran Otoritas
Jasa Keuangan ini.
X. KETENTUAN PENUTUP
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku sejak tanggal
ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 5 November 2019
WAKIL KETUA DEWAN KOMISIONER
OTORITAS JASA KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
NURHAIDA
Salinan ini sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
LAMPIRAN 1
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 20 /SEOJK.02/2019
TENTANG
MEKANISME PENCATATAN INOVASI KEUANGAN DIGITAL
- 2 -
Formulir Rekap Dokumen Permohonan Pencatatan
Inovasi Keuangan Digital
Sesuai POJK No.13/POJK.02/2018
1. Informasi terkait Profil Perusahaan
a. Nama Usaha:
b. Alamat dan No. Telepon:
c. Email dan website perusahaan:
d. Badan Hukum Perusahaan
(coret yang tidak perlu)
PT / Koperasi
e. Apakah perusahaan saudara telah terdaftar di OJK ataupun institusi
lainnya? Jika ya, pilihlah salah satu lisensi yang relevan dibawah ini:
1. Bank Indonesia
2. Otoritas Jasa Keuangan
3. Lainnya, sebutkan…………….
4. Belum Terdaftar
2. Informasi tentang proses bisnis
Berikan gambaran singkat mengenai usaha saudara, yaitu antara lain yang
mendeskripsikan inovasi dan proses bisnis saudara.
a. Siapa target konsumen saudara?
b. Siapa saja investor/pemodal bagi konsumen Saudara (jika bisnis Saudara
membiayai konsumen)?
c. Apa produk/jasa yang saudara tawarkan kepada konsumen dan
bagaimana caranya?
d. Bagaimana proses bisnis Saudara?
e. Partner/bisnis lain yang bekerja sama dengan Saudara (jika ada)?
f. Bagaimana bentuk kerjasama dengan partner Saudara (B2B)? (berikan
contoh)
g. Apakah inovasi Saudara sudah berjalan? Bila ya, berapa user yang
dimiliki dan berapa total transaksi yang sudah dilakukan? Jika belum,
mohon jelaskan timeline Saudara kapan perkiraan inovasi tersebut akan
dijalankan.
h. Apakah inovasi Saudara telah memiliki maket/ contoh aplikasi/ web?
i. Dalam cluster apa Saudara mengklasifikasikan inovasi tersebut? (Contoh:
P2P Lending, Aggregator, Credit Scoring, Financial Distress, Financial
Planner, Investment Planner, InsurTech, dll.)
3. Jelaskan dampak positif dan risiko kegiatan usaha.
a. Inovasi yang berpotensi untuk memberikan dampak positif kepada
masyarakat.
b. Kegiatan usaha yang mendukung UMKM di Indonesia.
c. Sebutkan kegiatan usaha Saudara yang mendukung inklusi keuangan
dan literasi keuangan (jika ada).
d. Manfaat yang diperoleh konsumen karena inovasi Saudara.
e. Risiko yang terkait dengan inovasi Saudara, termasuk dengan
konsumen, dan rencana Saudara untuk mengurangi risiko tersebut.
Checklist
No
Uraian
1 Penyelenggara
berbentuk
badan hukum perseroan
terbatas atau koperasi
Ya/tidak Hardcopy Softcopy Keterangan
- 3 -
2 Penyelenggara mengelola
portofolio atau exposure
3 Formulir
Pencatatan
4 Salinan akta pendirian dan
perubahan badan hukum
Penyelenggara
beserta
identitas kelengkapan data
pengurus.
5 Penjelasan secara tertulis
mengenai produk
a. flowchart model dan
proses bisnis
b. skala usaha dan
cakupan pasar
c. maket aplikasi
6 Data dan informasi lainnya
yang terkait kegiatan IKD
yang memuat strategi
manajemen risiko
7 Rencana bisnis 1-3 tahun
kedepan
a. target pasar
b. edukasi
d. proyeksi
keuangan
dan
perlindungan konsumen
c. rencana pengembangan
bisnis
laporan
Permohonan
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 5 November 2019
WAKIL
KETUA DEWAN
KOMISIONER OTORITAS JASA
KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
ttd
NURHAIDA
Salinan ini sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
LAMPIRAN 2
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 20 /SEOJK.02/2019
TENTANG
MEKANISME PENCATATAN INOVASI KEUANGAN DIGITAL
- 2 -
Nama Platform
No.
Deskripsi Produk Singkat
Jenis Risiko
STRATEGI MANAJEMEN RISIKO PENYELENGGARA INOVASI KEUANGAN DIGITAL
:
:
(sesuai POJK 13/2018)
1 Risiko Strategis
2 Risiko Operasional Sistemik
3 Risiko Operasional Individual
4 Risiko Pencucian Uang dan
Pendanaan Terorisme
5 Risiko Perlindungan Data
Konsumen
6 Risiko Penggunaan Jasa Pihak
Ketiga
7 Risiko Siber
8 Risiko Likuiditas
* Jika tidak ada, tuliskan "N/A"
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 5 November 2019
Salinan ini sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
WAKIL KETUA DEWAN KOMISIONER
OTORITAS JASA KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
NURHAIDA
Identifikasi Risiko (*)
Mitigasi Risiko (*)
Status Mitigasi
(Sudah Berjalan / Rencana)
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 20/SEOJK.02/2019 </reg_id>
<reg_title> MEKANISME PENCATATAN PENYELENGGARA INOVASI KEUANGAN DIGITAL </reg_title>
<set_date> 5 November 2019 </set_date>
<effective_date> 5 November 2019 </effective_date>
<related_reg> '13/POJK.02/2018' </related_reg>
|
Yth.
1. Direksi Perusahaan Asuransi Umum, Perusahaan Asuransi Jiwa, dan
Perusahaan Reasuransi;
2. Direksi Perusahaan Asuransi Umum Syariah, Perusahaan Asuransi Jiwa
Syariah, dan Perusahaan Reasuransi Syariah;
3. Direksi Perusahaan Pialang Asuransi dan Perusahaan Pialang Reasuransi;
4. Direksi Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi;
5. Pengurus Dana Pensiun;
6. Pengurus Dana Pensiun Syariah;
7. Direksi Perusahaan Pembiayaan; dan
8. Direksi Perusahaan Pembiayaan Syariah,
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 10 /SEOJK.05/2016
TENTANG
PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DAN LAPORAN HASIL
PENILAIAN SENDIRI PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO
BAGI LEMBAGA JASA KEUANGAN NON-BANK
Sehubungan dengan amanat ketentuan Pasal 5 ayat (3) dan Pasal 6 ayat
(5) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2015 tentang
Penerapan Manajemen Risiko bagi Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 69, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5682), perlu untuk mengatur
lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan pedoman penerapan manajemen
risiko serta bentuk, susunan, dan tata cara penyampaian laporan hasil
penilaian sendiri penerapan manajemen risiko bagi lembaga jasa keuangan
non-bank sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan:
1. Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank, yang selanjutnya disingkat
LJKNB, adalah lembaga yang melaksanakan kegiatan di sektor
- 2 -
perasuransian, dana pensiun, dan lembaga pembiayaan, yang
meliputi:
a. perusahaan asuransi umum, perusahaan asuransi jiwa, dan
perusahaan reasuransi, termasuk yang menyelenggarakan
seluruh atau sebagian usahanya dengan prinsip syariah
sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan
mengenai perasuransian;
b. perusahaan pialang asuransi, perusahaan pialang reasuransi,
dan perusahaan penilai kerugian asuransi sebagaimana
dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai
perasuransian;
c. dana pensiun, termasuk yang menyelenggarakan seluruh atau
sebagian usahanya dengan prinsip syariah sebagaimana
dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai dana
pensiun;
d. perusahaan pembiayaan, termasuk yang menyelenggarakan
seluruh atau sebagian usahanya berdasarkan prinsip syariah
sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan
mengenai lembaga pembiayaan.
2. Direksi:
a. bagi perusahaan asuransi umum, perusahaan asuransi jiwa,
perusahaan reasuransi, perusahaan pialang asuransi,
perusahaan pialang reasuransi, perusahaan penilai kerugian
asuransi, atau perusahaan pembiayaan, termasuk yang
menyelenggarakan seluruh atau sebagian usahanya berdasarkan
prinsip syariah, yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas
adalah direksi sebagaimana dimaksud dalam peraturan
perundang-undangan mengenai perseroan terbatas;
b. bagi perusahaan asuransi umum, perusahaan asuransi jiwa,
perusahaan reasuransi, perusahaan pialang asuransi,
perusahaan pialang reasuransi, perusahaan penilai kerugian
asuransi, atau perusahaan pembiayaan, termasuk yang
menyelenggarakan seluruh atau sebagian usahanya berdasarkan
prinsip syariah, yang berbentuk badan hukum koperasi adalah
pengurus sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-
undangan mengenai perkoperasian;
- 3 -
c. bagi dana pensiun termasuk yang menyelenggarakan seluruh
atau sebagian usahanya berdasarkan prinsip syariah adalah
pengurus dan/atau pelaksana tugas pengurus sebagaimana
dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai dana
pensiun; atau
d. bagi perusahaan asuransi umum, perusahaan asuransi jiwa,
perusahaan reasuransi, perusahaan pialang asuransi,
perusahaan pialang reasuransi, perusahaan penilai kerugian
asuransi, termasuk yang menyelenggarakan seluruh atau
sebagian usahanya berdasarkan prinsip syariah, yang berbentuk
badan hukum usaha bersama adalah direksi sebagaimana
dimaksud dalam anggaran dasar perusahaan.
3. Dewan Komisaris:
a. bagi perusahaan asuransi umum, perusahaan asuransi jiwa,
perusahaan reasuransi, perusahaan pialang asuransi,
perusahaan pialang reasuransi, perusahaan penilai kerugian
asuransi, atau perusahaan pembiayaan, termasuk yang
menyelenggarakan seluruh atau sebagian usahanya berdasarkan
prinsip syariah, yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas
adalah dewan komisaris sebagaimana dimaksud dalam peraturan
perundang-undangan mengenai perseroan terbatas;
b. bagi perusahaan asuransi umum, perusahaan asuransi jiwa,
perusahaan reasuransi, perusahaan pialang asuransi,
perusahaan pialang reasuransi, perusahaan penilai kerugian
asuransi, atau perusahaan pembiayaan, termasuk yang
menyelenggarakan seluruh atau sebagian usahanya berdasarkan
prinsip syariah, yang berbentuk badan hukum koperasi adalah
pengawas sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-
undangan mengenai perkoperasian;
c. bagi dana pensiun termasuk yang menyelenggarakan seluruh
atau sebagian usahanya berdasarkan prinsip syariah adalah
dewan pengawas sebagaimana dimaksud dalam peraturan
perundang-undangan mengenai dana pensiun; atau
d. bagi perusahaan asuransi umum, perusahaan asuransi jiwa,
perusahaan reasuransi, perusahaan pialang asuransi,
perusahaan pialang reasuransi, perusahaan penilai kerugian
asuransi, termasuk yang menyelenggarakan seluruh atau
- 4 -
sebagian usahanya berdasarkan prinsip syariah, yang berbentuk
badan hukum usaha bersama adalah dewan komisaris
sebagaimana dimaksud dalam anggaran dasar perusahaan.
4. Risiko adalah potensi terjadinya suatu peristiwa yang dapat
menimbulkan kerugian bagi LJKNB.
5. Risiko Strategi adalah Risiko yang muncul akibat kegagalan penetapan
strategi yang tepat dalam rangka pencapaian sasaran dan target
utama LJKNB.
6. Risiko Operasional adalah Risiko yang muncul sebagai akibat
ketidaklayakan atau kegagalan proses internal, manusia, sistem
teknologi informasi dan/atau adanya kejadian yang berasal dari luar
lingkungan LJKNB.
7. Risiko Aset dan Liabilitas adalah Risiko yang muncul sebagai akibat
kegagalan pengelolaan aset dan liabilitas LJKNB.
8. Risiko Kepengurusan adalah Risiko yang muncul sebagai akibat
kegagalan LJKNB dalam memelihara komposisi terbaik pengurusnya,
yaitu Direksi dan Dewan Komisaris yang memiliki kompetensi dan
integritas yang tinggi.
9. Risiko Tata Kelola adalah Risiko yang muncul karena adanya potensi
kegagalan dalam pelaksanaan tata kelola yang baik (good governance)
LJKNB, ketidaktepatan gaya manajemen, lingkungan pengendalian,
dan perilaku dari setiap pihak yang terlibat langsung atau tidak
langsung dengan LJKNB.
10. Risiko Dukungan Dana adalah Risiko yang muncul akibat
ketidakcukupan dana/modal yang ada pada LJKNB, termasuk
kurangnya akses tambahan dana/modal dalam menghadapi kerugian
atau kebutuhan dana/modal yang tidak terduga.
11. Risiko Asuransi adalah Risiko kegagalan perusahaan asuransi dan
perusahaan reasuransi untuk memenuhi kewajiban kepada
tertanggung dan pemegang polis sebagai akibat dari ketidakcukupan
proses seleksi Risiko (underwriting), penetapan premi (pricing),
penggunaan reasuransi, dan/atau penanganan klaim.
12. Risiko Pembiayaan adalah Risiko yang muncul akibat kegagalan
debitur dan/atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada
perusahaan pembiayaan.
- 5 -
13. Manajemen Risiko adalah serangkaian prosedur dan metodologi yang
digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan
mengendalikan Risiko yang timbul dari kegiatan usaha LJKNB.
14. Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah
lembaga yang independen, yang mempunyai fungsi, tugas, dan
wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan
sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai otoritas jasa
keuangan.
II. TATA CARA PENYUSUNAN PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO
BAGI LJKNB
1. Pedoman penerapan Manajemen Risiko LJKNB merupakan pedoman
yang berfungsi sebagai standar penerapan Manajemen Risiko yang
wajib dimiliki oleh LJKNB untuk memastikan seluruh risiko atau
potensi risiko diukur dan dikendalikan dengan benar.
2. Pedoman penerapan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud pada
angka 1, memuat paling sedikit:
a. penerapan Manajemen Risiko secara umum paling sedikit
mencakup:
1) pengawasan aktif Direksi dan Dewan Komisaris;
2) kecukupan kebijakan, prosedur, dan penetapan limit Risiko;
3) kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan,
dan pengendalian Risiko;
4) sistem informasi Manajemen Risiko; dan
5) sistem pengendalian intern yang menyeluruh.
b. penerapan Manajemen Risiko untuk setiap jenis Risiko sesuai
jenis LJKNB sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Peraturan OJK
Nomor 1/POJK.05/2015 tentang Penerapan Manajemen Risiko
bagi LJKNB.
3. Dalam hal LJKNB berada dalam konglomerasi keuangan dan seluruh
anggota konglomerasi keuangan tersebut adalah LJKNB, penerapan
Manajemen Risiko untuk setiap jenis Risiko sesuai jenis LJKNB
sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Peraturan OJK Nomor
1/POJK.05/2015 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi LJKNB.
4. Pedoman penerapan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud pada
angka 1, disusun dan ditandatangani oleh Direksi dan diketahui oleh
Dewan Komisaris.
- 6 -
5. Penyusunan pedoman penerapan Manajemen Risiko setiap jenis
LJKNB adalah sebagai berikut:
a. untuk perusahaan asuransi umum, perusahaan asuransi jiwa,
dan perusahaan reasuransi, tidak termasuk yang
menyelenggarakan seluruh usahanya berdasarkan prinsip
syariah, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I;
b. untuk perusahaan pialang asuransi, perusahaan pialang
reasuransi, dan perusahaan penilai kerugian asuransi,
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III;
c. untuk dana pensiun, tidak termasuk yang menyelenggarakan
seluruh usahanya berdasarkan prinsip syariah, sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran V;
d. untuk perusahaan pembiayaan, tidak termasuk yang
menyelenggarakan seluruh usahanya berdasarkan prinsip
syariah, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran VII; dan
e. untuk perusahaan asuransi umum, perusahaan asuransi jiwa,
perusahaan reasuransi, dana pensiun, dan perusahaan
pembiayaan yang menyelenggarakan seluruh atau sebagian
usahanya berdasarkan prinsip syariah, sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran IX,
yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran
OJK ini.
6. Dalam hal LJKNB telah memiliki pedoman penerapan Manajemen
Risiko namun belum sesuai dengan pedoman penerapan Manajemen
Risiko sebagaimana dimaksud dalam lampiran Surat Edaran OJK ini,
LJKNB harus menyesuaikan pedoman penerapan Manajemen Risiko
dimaksud dengan pedoman penerapan Manajemen Risiko
sebagaimana dimaksud dalam lampiran Surat Edaran OJK ini.
7. Dalam rangka penerapan Manajemen Risiko yang efektif LJKNB harus
melakukan langkah-langkah persiapan, pengembangan dan/atau
penyempurnaan yang paling sedikit mencakup hal-hal sebagai
berikut:
a. melaksanakan diagnosis dan analisis mengenai organisasi,
kebijakan, prosedur, dan pedoman serta pengembangan sistem
yang terkait dengan penerapan Manajemen Risiko;
b. melakukan sosialisasi pedoman penerapan Manajemen Risiko
kepada pegawai agar memahami praktik Manajemen Risiko, dan
- 7 -
mengembangkan budaya Risiko (risk culture) kepada seluruh
pegawai pada setiap tingkatan organisasi LJKNB;
c. memastikan bahwa satuan kerja yang mempunyai fungsi sebagai
pemantau Risiko atau auditor internal ikut serta memantau
dalam proses penyusunan pedoman penerapan Manajemen
Risiko dan penerapan Manajemen Risiko tersebut.
III. BENTUK DAN SUSUNAN LAPORAN HASIL PENILAIAN SENDIRI (SELF
ASSESSMENT) PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO
1. Laporan hasil penilaian sendiri (self assessment) penerapan
Manajemen Risiko memuat paling sedikit:
a.
b.
c.
informasi umum LJKNB;
informasi keuangan per tanggal penilaian;
ikhtisar penilaian sendiri (self assessment) atas penerapan
Manajemen Risiko; dan
d. deskripsi penilaian sendiri (self assessment) atas penerapan
Manajemen Risiko untuk setiap jenis risiko.
2. Laporan hasil penilaian sendiri (self assessment) penerapan
Manajemen Risiko disusun dan ditandatangani oleh Direktur yang
membawahkan fungsi Manajemen Risiko dan diketahui oleh Dewan
Komisaris.
3. Dalam hal penyampaian laporan hasil penilaian sendiri (self
assessment) penerapan Manajemen Risiko dilakukan secara
bersamaan dengan penyampaian laporan hasil penilaian tingkat risiko
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan OJK
Nomor
10/POJK.05/2014 tentang Penilaian Tingkat Risiko Lembaga Jasa
Keuangan Non-Bank, maka laporan hasil penilaian sendiri (self
assessment) penerapan Manajemen Risiko tidak perlu memuat
substansi sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a dan huruf b.
4. Bentuk dan susunan laporan hasil penilaian sendiri (self assessment)
penerapan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud pada angka 1
adalah sebagai berikut:
a. untuk perusahaan asuransi umum, perusahaan asuransi jiwa,
dan perusahaan reasuransi, tidak termasuk yang
menyelenggarakan seluruh usahanya berdasarkan prinsip
syariah, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II;
- 8 -
b. untuk perusahaan pialang asuransi, perusahaan pialang
reasuransi, dan perusahaan penilai kerugian asuransi,
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IV;
c. untuk dana pensiun, tidak termasuk yang menyelenggarakan
seluruh usahanya berdasarkan prinsip syariah, sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran VI;
d. untuk perusahaan pembiayaan, tidak termasuk yang
menyelenggarakan seluruh usahanya berdasarkan prinsip
syariah, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran VIII; dan
e. untuk perusahaan asuransi umum, perusahaan asuransi jiwa,
perusahaan reasuransi, dana pensiun, dan perusahaan
pembiayaan yang menyelenggarakan seluruh atau sebagian
usahanya berdasarkan prinsip syariah, sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran X,
yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran
OJK ini.
IV. TATA CARA PENYAMPAIAN LAPORAN HASIL PENILAIAN SENDIRI (SELF
ASSESSMENT) PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO
1. LJKNB harus menyampaikan laporan hasil penilaian sendiri (self
assessment) penerapan Manajemen Risiko kepada OJK secara online
melalui sistem jaringan komunikasi data OJK.
2. Dalam hal sistem jaringan komunikasi data OJK belum tersedia,
laporan hasil penilaian sendiri (self assessment) penerapan
Manajemen Risiko disampaikan secara online melalui surat elektronik
(email) resmi LJKNB dengan melampirkan softcopy laporan hasil
penilaian sendiri (self assessment) penerapan Manajemen Risiko ke
alamat email sebagai berikut:
a. mr.asuransi@ojk.go.id untuk perusahaan asuransi umum,
perusahaan asuransi jiwa, dan perusahaan reasuransi, tidak
termasuk yang menyelenggarakan seluruh usahanya berdasarkan
prinsip syariah;
b. mr.penunjang@ojk.go.id untuk perusahaan pialang asuransi,
perusahaan pialang reasuransi, dan perusahaan penilai kerugian
asuransi;
- 9 -
c. mr.dapen@ojk.go.id untuk dana pensiun, tidak termasuk yang
menyelenggarakan seluruh usahanya berdasarkan prinsip
syariah;
d. mr.pembiayaan@ojk.go.id untuk perusahaan pembiayaan, tidak
termasuk yang menyelenggarakan seluruh usahanya berdasarkan
prinsip syariah; dan
e. mr.iknb.syariah@ojk.go.id untuk perusahaan asuransi umum,
perusahaan asuransi jiwa, perusahaan reasuransi, dana pensiun,
dan perusahaan pembiayaan yang menyelenggarakan seluruh
atau sebagian usahanya berdasarkan prinsip syariah.
3. Dalam hal OJK mengalami gangguan teknis pada saat batas waktu
penyampaian laporan hasil penilaian sendiri (self assessment)
penerapan Manajemen Risiko sehingga:
a. LJKNB tidak dapat menyampaikan laporan hasil penilaian sendiri
(self assessment) penerapan Manajemen Risiko secara online
sebagaimana dimaksud pada angka 1 atau angka 2; dan/atau
b. OJK tidak dapat menerima laporan hasil penilaian sendiri (self
assessment) penerapan Manajemen Risiko secara online
sebagaimana dimaksud pada angka 1 atau angka 2,
OJK mengumumkan secara tertulis kepada LJKNB pada hari yang
sama saat terjadinya gangguan teknis.
4. Dalam hal terjadi gangguan teknis sebagaimana dimaksud pada angka
3, penyampaian laporan hasil penilaian sendiri (self assessment)
penerapan Manajemen Risiko dilakukan dalam bentuk hasil cetak
komputer (hardcopy) paling lambat pada hari kerja berikutnya.
5. Penyampaian laporan hasil penilaian sendiri (self assessment)
penerapan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud pada angka 4
dilakukan melalui surat yang ditandatangani oleh Direksi.
6. Penyampaian laporan hasil penilaian sendiri (self assessment)
penerapan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud pada angka 4
dilakukan dengan salah satu cara sebagai berikut:
a. diserahkan langsung ke kantor OJK;
b. dikirim melalui kantor pos secara tercatat; atau
c.
dikirim melalui perusahaan jasa pengiriman/titipan.
7. LJKNB dinyatakan telah menyampaikan laporan hasil penilaian
sendiri (self assessment) penerapan Manajemen Risiko dengan
ketentuan sebagai berikut:
- 10 -
a. untuk penyampaian secara online melalui sistem jaringan
komunikasi data OJK, dibuktikan dengan tanda terima dari OJK;
b. untuk penyampaian secara online melalui email, dibuktikan
dengan email tanda terima dari OJK; atau
c. untuk penyampaian melalui surat, dibuktikan dengan:
1) surat tanda terima dari OJK, apabila laporan hasil penilaian
sendiri (self assessment) penerapan Manajemen Risiko
diserahkan langsung ke kantor OJK sebagaimana dimaksud
pada angka 6 huruf a; atau
2) tanda terima pengiriman dari kantor pos atau perusahaan
jasa pengiriman/titipan, apabila laporan dikirim melalui
kantor pos atau perusahaan jasa pengiriman/titipan
sebagaimana dimaksud pada angka 6 huruf b dan huruf c.
V. PENUTUP
1. Ketentuan dalam Surat Edaran OJK ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.
2. Laporan hasil penilaian sendiri (self assessment) penerapan
Manajemen Risiko disampaikan pertama kali kepada OJK tahun 2017
untuk periode tahun 2016.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 14 April 2016
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS
PERASURANSIAN, DANA PENSIUN,
LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN
LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN,
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
ttd
FIRDAUS DJAELANI
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 10/SEOJK.05/2016 </reg_id>
<reg_title> PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DAN LAPORAN HASIL PENILAIAN SENDIRI PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI LEMBAGA JASA KEUANGAN NON-BANK </reg_title>
<set_date> 14 April 2016 </set_date>
<effective_date> 14 April 2016 </effective_date>
<related_reg> '1/POJK.05/2015 | Pasal 5 ayat (3) dan Pasal 6 ayat (5)' </related_reg>
|
Yth.
Pengurus Dana Pensiun
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 2 /SEOJK.05/2015
TENTANG
PENILAIAN TINGKAT RISIKO DANA PENSIUN
Sehubungan dengan amanat ketentuan Pasal 5 ayat (4), Pasal 7 ayat (3),
dan Pasal 8 ayat (6) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
10/POJK.05/2014 tentang Penilaian Tingkat Risiko Lembaga Jasa Keuangan
Non-Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 197,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5575), perlu untuk
mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai penilaian tingkat risiko, format
dan tata cara penyampaian laporan hasil penilaian tingkat risiko, serta format
dan tata cara penyampaian rencana tindak lanjut atas penilaian tingkat risiko
bagi dana pensiun dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai
berikut:
I. KETENTUAN UMUM
1. Dana Pensiun adalah dana pensiun sebagaimana dimaksud dalam
peraturan perundang-undangan di bidang dana pensiun, tidak
termasuk dana pensiun yang seluruh kegiatan usahanya dijalankan
berdasarkan prinsip syariah.
2. Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah
lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain,
yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan,
pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa
Keuangan.
II. PEDOMAN ...
- 2 -
II. PEDOMAN PENILAIAN TINGKAT RISIKO DAN PENYUSUNAN LAPORAN
HASIL PENILAIAN TINGKAT RISIKO
1. Penilaian tingkat risiko Dana Pensiun dilakukan dengan memperhatikan
materialitas dan signifikansi suatu area risiko terhadap total risiko Dana
Pensiun.
2. Penilaian tingkat risiko Dana Pensiun dilakukan dengan
memperhitungkan riwayat risiko yang pernah terjadi dan probabilitas
terjadinya suatu risiko di masa yang akan datang.
3. Penilaian tingkat risiko untuk setiap jenis Dana Pensiun disusun sesuai
pedoman sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini.
4. Laporan Hasil Penilaian Tingkat Risiko harus disusun dan
ditandatangani oleh pengurus yang membawahkan fungsi manajemen
risiko dan diketahui oleh ketua pengurus.
5. Laporan Hasil Penilaian Tingkat Risiko untuk Dana Pensiun harus
disusun sesuai format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini.
III. PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA TINDAK LANJUT ATAS PENILAIAN
TINGKAT RISIKO
1. Rencana tindak lanjut atas penilaian tingkat risiko ditandatangani oleh
pengurus.
2. Rencana tindak lanjut atas penilaian tingkat risiko Dana Pensiun
disusun sesuai format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini.
IV. TATA CARA PENYAMPAIAN LAPORAN HASIL PENILAIAN TINGKAT RISIKO
DAN RENCANA TINDAK LANJUT ATAS PENILAIAN TINGKAT RISIKO
1. Laporan hasil penilaian tingkat risiko dan rencana tindak lanjut atas
penilaian tingkat risiko disampaikan kepada OJK secara online melalui
sistem jaringan komunikasi data OJK.
2. Dalam hal sistem jaringan komunikasi data OJK belum tersedia,
laporan hasil penilaian tingkat risiko dan rencana tindak lanjut atas
penilaian tingkat risiko disampaikan secara online melalui surat
elektronik (email) resmi Dana Pensiun dengan melampirkan softcopy
laporan hasil penilaian tingkat risiko dan rencana tindak lanjut atas
penilaian ...
- 3 -
penilaian tingkat risiko dalam format
rbs.dapen@ojk.go.id.
spreadsheet
ke
3. Dalam hal OJK mengalami gangguan teknis pada saat batas waktu
penyampaian laporan hasil penilaian tingkat risiko atau rencana tindak
lanjut atas penilaian tingkat risiko sehingga:
a. Dana Pensiun tidak dapat menyampaikan laporan hasil penilaian
tingkat risiko atau rencana tindak lanjut atas penilaian tingkat risiko
secara online sebagaimana dimaksud pada angka 1 atau angka 2;
dan/atau
b. OJK tidak dapat menerima laporan hasil penilaian tingkat risiko atau
rencana tindak lanjut atas penilaian tingkat risiko secara online
sebagaimana dimaksud pada angka 1 atau angka 2,
OJK mengumumkan secara tertulis kepada Dana Pensiun pada hari
yang sama setelah terjadinya gangguan teknis dan Dana Pensiun wajib
menyampaikan softcopy laporan hasil penilaian tingkat risiko atau
rencana tindak lanjut atas penilaian tingkat risiko dalam format
spreadsheet secara offline paling lambat pada hari kerja berikutnya.
4. Dalam hal terjadi gangguan teknis sebagaimana dimaksud pada angka
3, Dana Pensiun menyampaikan softcopy laporan hasil penilaian tingkat
risiko dan rencana tindak lanjut atas penilaian tingkat risiko dalam
format spreadsheet secara offline sebagaimana dimaksud pada angka 3,
melalui surat yang ditandatangani oleh pengurus dan ditujukan kepada:
Otoritas Jasa Keuangan
u.p. Direktur Pengawasan Dana Pensiun dan BPJS Ketenagakerjaan
Gedung Sumitro Djojohadikusumo
Jl. Lapangan Banteng Timur No. 2—4
Jakarta 10710
5. Penyampaian softcopy laporan hasil penilaian tingkat risiko dan rencana
tindak lanjut atas penilaian tingkat risiko dalam format spreadsheet
secara offline sebagaimana dimaksud pada angka 3, dapat dilakukan
dengan salah satu cara sebagai berikut:
a. diserahkan langsung ke kantor OJK sebagaimana dimaksud pada
angka 4;
b. dikirim melalui kantor pos secara tercatat; atau
c. dikirim melalui perusahaan jasa pengiriman/titipan.
6. Dana ...
- 4 -
6. Dana Pensiun dinyatakan telah menyampaikan laporan hasil penilaian
tingkat risiko dan rencana tindak lanjut atas penilaian tingkat risiko
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. untuk penyampaian secara online melalui sistem jaringan
komunikasi data OJK, dibuktikan dengan tanda terima dari OJK;
b. untuk penyampaian secara online melalui email, dibuktikan dengan
email tanda terima dari OJK; atau
c. untuk penyampaian secara offline, dibuktikan dengan:
1) surat tanda terima dari OJK, apabila laporan diserahkan langsung
ke kantor OJK sebagaimana dimaksud pada angka 4; atau
2) tanda terima pengiriman dari kantor pos atau perusahaan jasa
pengiriman/titipan, apabila laporan dikirim melalui kantor pos
atau perusahaan jasa pengiriman/titipan.
V. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku
pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahui, memerintahkan pengumuman Surat Edaran
Otoritas Jasa Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum I
Departemen Hukum,
Ttd.
Ttd.
Sudarmaji
FIRDAUS DJAELANI
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 10 TANGGAL 3
FEBRUARI2015
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 29 Januari 2015
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS
PERASURANSIAN, DANA PENSIUN,
LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN
LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN,
LAMPIRAN I
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 2 /SEOJK.05/2015
TENTANG
PENILAIAN TINGKAT RISIKO DANA PENSIUN
- 1 -
PEDOMAN PENILAIAN TINGKAT RISIKO
DANA PENSIUN
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................2
A. Pengertian dan Skala Penilaian Tingkat Risiko........................ 2
B. Tujuan Pedoman Penilaian Tingkat Risiko .............................. 3
C. Prinsip Umum Penilaian Tingkat Risiko .................................. 3
BAB II : PROSES PERHITUNGAN TINGKAT RISIKO ...........................5
A. Gambaran Umum Perhitungan Tingkat Risiko ........................ 5
B. Penilaian Risiko Bawaan......................................................... 5
C. Penilaian Manajemen dan Pengendalian ................................. 6
D. Penentuan Nilai Risiko Bersih................................................. 6
E. Penentuan Nilai Risiko Dukungan Dana ................................ 8
F. Penentuan Nilai Risiko Keseluruhan ...................................... 8
BAB III : PENILAIAN TINGKAT RISIKO PER JENIS RISIKO................11
A. Risiko Kepengurusan .............................................................. 11
B. Risiko Tata Kelola ................................................................... 13
C. Risiko Strategi ........................................................................ 16
D. Risiko Operasional ................................................................. 18
E. Risiko Aset dan Liabilitas ....................................................... 23
F. Risiko Dukungan Dana .......................................................... 27
Contoh Perhitungan Tingkat Risiko Dana Pensiun (DPPK PPMP)……..29
Contoh Perhitungan Tingkat Risiko Dana Pensiun (DPPK PPIP).....….30
Contoh Perhitungan Tingkat Risiko Dana Pensiun (DPLK)…………..….31
- 2 -
BAB I
PENDAHULUAN
A. PENGERTIAN DAN SKALA PENILAIAN TINGKAT RISIKO
Dalam kegiatan penyelenggaraan usaha, Dana Pensiun menghadapi
berbagai risiko yang dapat mengakibatkan tidak tercapainya tujuan Dana
Pensiun. Dana Pensiun perlu menerapkan manajemen risiko untuk
meminimalkan risiko yang dihadapi. Salah satu bagian dari manajemen
risiko adalah melakukan pengukuran dan penilaian risiko. Tujuan dari
penilaian risiko adalah menentukan probabilitas Dana Pensiun akan
mengalami kegagalan. Kegiatan penilaian risiko hendaknya dilakukan
secara berkelanjutan dan selalu dilakukan pemutakhiran secara berkala
oleh Dana Pensiun. Sesuai dengan ketentuan, Dana Pensiun wajib
menyampaikan hasil penilaian risiko Dana Pensiun kepada OJK paling
kurang satu kali dalam setahun.
Probabilitas Dana Pensiun akan mengalami kegagalan dicerminkan dalam
nilai risiko dan tingkat risiko. Tingkat risiko dikelompokkan menjadi lima
level yaitu rendah, sedang-rendah, sedang-tinggi, tinggi, dan sangat tinggi.
Adapun nilai risiko memiliki rentang nilai 0 s.d. 4. Semakin tinggi nilai
risiko, maka semakin besar kemungkinan Dana Pensiun akan mengalami
kegagalan. Sebaliknya, apabila nilai risiko semakin rendah maka
kemungkinan Dana Pensiun mengalami kegagalan juga semakin kecil. Nilai
risiko dan tingkat risiko dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1
Nilai Risiko dan Tingkat Risiko
Nilai Risiko
(NR)
0 < NR ≤ 1
Tingkat Risiko
Rendah
Penjelasan
Probabilitas kegagalan Dana Pensiun
dalam memenuhi kewajibannya relatif
rendah. Dana Pensiun diindikasikan
sangat sehat dan memiliki kemampuan
untuk memenuhi kewajibannya kepada
peserta.
1 < NR ≤ 1,5 Sedang Rendah Probabilitas kegagalan Dana Pensiun
- 3 -
Nilai Risiko
(NR)
Tingkat Risiko
Penjelasan
dalam memenuhi kewajibannya berada
di tingkat sedang ke arah rendah. Secara
umum Dana Pensiun sehat tetapi
terdapat potensi kegagalan untuk
memenuhi kewajibannya kepada peserta.
1,5 < NR ≤ 2 Sedang Tinggi
Probabilitas kegagalan Dana Pensiun
dalam memenuhi kewajibannya berada
di tingkat sedang ke arah tinggi. Secara
umum Dana Pensiun kurang sehat dan
terdapat potensi kegagalan yang cukup
kecil untuk memenuhi kewajibannya
kepada peserta.
2 < NR ≤ 3
Tinggi
Probabilitas kegagalan Dana Pensiun
dalam memenuhi kewajibannya berada
di tingkat tinggi. Secara umum Dana
Pensiun tidak sehat dan memiliki potensi
kegagalan yang cukup besar dalam
memenuhi kewajiban kepada peserta.
3 < NR ≤ 4
Sangat Tinggi
Probabilitas kegagalan Dana Pensiun
dalam memenuhi kewajibannya berada
di tingkat sangat tinggi. Secara umum
Dana Pensiun tidak sehat dan memiliki
potensi kegagalan yang sangat besar
dalam memenuhi kewajiban kepada
peserta.
B. TUJUAN PEDOMAN PENILAIAN TINGKAT RISIKO
Pedoman ini bertujuan untuk memberikan pedoman bagi pengurus Dana
Pensiun dalam melakukan penilaian tingkat risiko Dana Pensiun.
C. PRINSIP UMUM PENILAIAN TINGKAT RISIKO
Manajemen Dana Pensiun perlu memperhatikan prinsip umum sebagai
berikut:
- 4 -
1. Berbasis risiko
Penilaian tingkat risiko dilakukan dengan mengidentifikasi berbagai
faktor yang dapat mempengaruhi probabilitas kegagalan Dana Pensiun
untuk mencapai tujuannya.
2. Materialitas
Dana Pensiun perlu memperhatikan materialitas dan signifikansi risiko
bawaan dan manajemen pengendalian dari setiap jenis risiko yang ada.
Penentuan materialitas dan signifikansi tersebut didasarkan pada data
dan informasi yang memadai mengenai faktor yang mempengaruhi
tingkat risiko Dana Pensiun.
3. Komprehensif
Proses penilaian tingkat risiko dilakukan terhadap seluruh area risiko
Dana Pensiun melalui analisis yang terstruktur dan terintegrasi.
- 5 -
BAB II
PROSES PERHITUNGAN TINGKAT RISIKO
A. GAMBARAN UMUM PERHITUNGAN TINGKAT RISIKO
Perhitungan tingkat risiko didasarkan pada faktor sebagai berikut:
1. Risiko bawaan, yaitu seluruh risiko yang melekat dalam setiap jenis
kegiatan Dana Pensiun;
2. Manajemen dan pengendalian, yaitu hal-hal yang dapat dilakukan oleh
pengurus dan dewan pengawas untuk meminimalkan tingkat risiko
bawaan; dan
3. Dukungan dana, yaitu pendanaan yang tersedia yang menggambarkan
kemampuan Dana Pensiun untuk memenuhi kewajibannya dan
mempertahankan usahanya.
Kerangka kerja sistem penilaian risiko dapat digambarkan sebagai berikut:
Strategi
Operasional
Aset dan
Liabilitas
Kepengurusan
Risiko Bersih
Tata Kelola
Dukungan
Dana
Nilai Risiko
Keseluruhan
Manajemen &
Pengendalian
Risiko Bawaan
B. PENILAIAN RISIKO BAWAAN
Risiko bawaan adalah risiko yang melekat dalam kegiatan Dana Pensiun,
tanpa mempertimbangkan aspek manajemen dan pengendalian yang
dilakukan oleh Dana Pensiun tersebut. Seluruh risiko bawaan yang
memiliki pengaruh terhadap kemampuan Dana Pensiun untuk memenuhi
kewajibannya, terutama secara keuangan, masuk dalam ukuran risiko
bawaan ini.
Risiko bawaan Dana Pensiun sangat dipengaruhi oleh karakteristik dan
kompleksitas Dana Pensiun, jenis Dana Pensiun, dan jenis program
- 6 -
pensiun. Risiko bawaan juga dipengaruhi oleh kegiatan operasional Dana
Pensiun. Semakin beragam dan tinggi volume kegiatan operasional,
semakin tinggi risiko bawaan Dana Pensiun. Adapun profil risiko Dana
Pensiun menentukan seberapa besar tingkat risiko bawaan yang siap
diterima dengan pertimbangan dukungan dana yang dibutuhkan.
Penilaian risiko bawaan Dana Pensiun dilakukan secara terpisah dari
manajemen dan pengendalian yang dilakukan untuk mengurangi risiko
tersebut. Dengan kata lain, dalam penilaian risiko bawaan ini, pengurus
hanya menilai risiko yang mungkin akan muncul dalam penyelenggaraan
suatu Dana Pensiun tanpa memperhatikan apakah risiko tersebut benar-
benar terjadi atau tidak terjadi karena adanya manajemen dan
pengendalian risiko yang kuat.
C. PENILAIAN MANAJEMEN DAN PENGENDALIAN
Aspek manajemen dan pengendalian mengacu pada bagaimana cara Dana
Pensiun mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan risiko
bawaannya. Dalam praktik, hal ini dilakukan melalui serangkaian
kebijakan dan prosedur, sistem yang diaplikasikan, praktik administrasi
dan pengawasan yang diterapkan.
Penilaian manajemen dan pengendalian dimaksudkan untuk menilai
mekanisme atau sistem manajemen dan pengendalian untuk setiap risiko
bawaan yang terekspos kepada Dana Pensiun. Aspek yang diperhitungkan
dalam penilaian ini antara lain kepedulian manajemen terhadap risiko serta
sistem pengendalian yang dimilikinya termasuk kerangka manajemen risiko
yang dimiliki dan diterapkan dana pensiun. Hasil penilaian manajemen dan
pengendalian akan menjadi faktor pengurang risiko bawaan untuk menjadi
risiko bersih.
D. PENENTUAN NILAI RISIKO BERSIH
Penentuan nilai risiko bersih dilakukan untuk dua tahap yaitu pengukuran
risiko bersih untuk setiap jenis risiko dan pengukuran total nilai risiko
bersih.
1. Pengukuran nilai risiko bersih untuk setiap jenis risiko
Nilai risiko bersih pada dasarnya merupakan nilai risiko bawaan setelah
memperhitungkan manajemen dan pengendalian. Nilai risiko tersebut
adalah rata-rata nilai risiko bawaan dan nilai manajemen dan
pengembalian.
- 7 -
Risiko Bersih = (Risiko Bawaan + Manajemen dan Pengendalian)
2
Perhitungan risiko bersih di atas dilakukan untuk risiko strategi, risiko
operasional, dan risiko aset dan liabilitas. Risiko tata kelola dan
kepengurusan merupakan nilai risiko bersih dan tidak ada pengurang
dari manajemen dan pengendalian.
2. Pengukuran total nilai risiko bersih
Setelah nilai risiko bersih diperoleh untuk semua jenis risiko, maka
dilakukan pengukuran total nilai risiko bersih dengan melakukan
pembobotan untuk setiap jenis risiko. Bobot untuk setiap jenis risiko
disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 2
Bobot Risiko
No
Jenis Risiko
1 Kepengurusan
2 Tata kelola
3 Strategi
4 Operasional
5 Aset dan
Liabilitas
TOTAL
Bobot (%)
PPMP1
15
15
15
25
30
100
Bobot (%)
PPIP2
15
20
10
25
30
100
Bobot (%)
DPLK3
15
20
10
25
30
100
Catatan :
1. Program Pensiun Manfaat Pasti
2. Dana Pensiun Pemberi Kerja Program Pensiun Iuran Pasti
3. Dana Pensiun Lembaga Keuangan
Total nilai risiko bersih dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Total nilai risiko bersih = 4
5
NR x Bobot i
i 1
4
i
i adalah jenis risiko sebagaimana tercantum pada tabel 2.
- 8 -
E. PENENTUAN NILAI RISIKO DUKUNGAN DANA
Nilai dukungan dana mencerminkan kemampuan Dana Pensiun dalam
memenuhi kewajibannya. Dalam menentukan dukungan dana, Dana
Pensiun mempertimbangkan aspek kemampuan pendanaan dan sumber
penambahan dana.
Nilai risiko dukungan dana dihitung dengan melakukan pembobotan atas
aspek kemampuan pendanaan dan sumber penambahan dana. Pembobotan
kedua aspek tersebut berbeda untuk Dana Pensiun yang menyelenggarakan
Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP) dan Dana Pensiun Pemberi Kerja
yang menyelenggarakan Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP) maupun Dana
Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK). Pembobotan kemampuan pendanaan
dan sumber penambahan dana dilakukan sesuai dengan tabel berikut:
Tabel 3
Bobot Risiko Dukungan Dana
No
Komponen
1 Kemampuan
Pendanaan
2 Tambahan
Pendanaan
TOTAL
Bobot (%)
PPMP
50
50
100
2
Total nilai risiko Dukungan Dana = 4
NR xBobot i
i 1
4
i
i adalah komponen dukungan dana sebagaimana tercantum pada tabel 3.
F. PENENTUAN NILAI RISIKO KESELURUHAN
Nilai risiko keseluruhan mencerminkan probabilitas kegagalan Dana
Pensiun secara menyeluruh. Nilai risiko keseluruhan dihitung berdasarkan
total nilai risiko bersih dengan memperhitungkan dukungan dana.
Bobot (%)
DPPK PPIP
10
90
100
Bobot (%)
DPLK
0
0
0
- 9 -
Bobot untuk menghitung nilai risiko keseluruhan Dana Pensiun adalah:
Tabel 4
Bobot Risiko Keseluruhan
No
Komponen
1 Total Nilai Risiko
Bersih
2 Nilai Risiko Dukungan
Dana
TOTAL
Bobot (%)
PPMP
50
50
100
Bobot (%)
DPPK PPIP
60
40
100
Bobot (%)
DPLK
100
0
100
selanjutnya nilai risiko keseluruhan dihitung dengan cara menjumlahkan
dan membobot total nilai risiko bersih dengan nilai risiko dukungan dana
dengan rumus sebagai berikut:
NRK=
4 (TNRB4
xbobot TNRB) (NRDD4
xbobot NRDD
)
NRK = Nilai risiko keseluruhan
TNRB = Total Nilai Risiko Bersih
NRDD = Nilai Risiko Dukungan Dana
Secara lengkap, formula perhitungan nilai risiko keseluruhan disajikan
dalam tabel berikut:
Tabel 5
Penilaian Risiko
Jenis Risiko
1. Kepengurusan
2. Tata Kelola
3. Strategi
4. Operasional
5. Aset dan
Liabilitas
1. Kemampuan
Pendanaan
2. Tambahan
(0-4)
(0-4)
(0-4)
Total Nilai Risiko Bersih
(0-4)
(0-4)
(0-4)
(0-4)
(0-4)
Risiko
Bawaan
(RB)
Manajemen &
Pengendalian
(MP)
Risiko
Bersih
(0-4)
(0-4)
(0-4)
(0-4)
(0-4)
Bobot Risiko (%)
DPPK
PPMP
15
15
15
25
30
DPPK
PPIP
15
20
10
25
30
15
20
10
25
30
100 100 100
50
50
10
90
0
0
DPLK
- 10 -
Jenis Risiko
Pendanaan
Dukungan Dana
1. Total Nilai
Risiko Bersih
2. Nilai Risiko
Dukungan
Dana
Nilai Risiko Keseluruhan
(0-4)
(0-4)
100 100
50
50
60
40
0
100
0
(0-4) 100 100 100
Risiko
Bawaan
(RB)
Manajemen &
Pengendalian
(MP)
Risiko
Bersih
Bobot Risiko (%)
DPPK
PPMP
DPPK
PPIP
DPLK
- 11 -
BAB III
PENILAIAN TINGKAT RISIKO PER JENIS RISIKO
Bab ini memberikan pedoman bagi Dana Pensiun dalam melakukan penilaian
tingkat risiko per jenis risiko. Jenis risiko yang terdapat pada Dana Pensiun
adalah risiko kepengurusan, risiko tata kelola, risiko strategi, risiko
operasional, risiko aset dan liabilitas, dan risiko dukungan dana.
A. RISIKO KEPENGURUSAN
Risiko kepengurusan adalah risiko kegagalan Dana Pensiun dalam
mencapai tujuan Dana Pensiun akibat kegagalan Dana Pensiun dalam
memelihara komposisi terbaik pengurus yang memiliki kompetensi dan
integritas yang tinggi. Yang dimaksud pengurus dalam pedoman ini
meliputi pengurus dan dewan pengawas. Risiko yang muncul dari
kepengurusan akan berpengaruh terhadap kemampuan Dana Pensiun
dalam memenuhi kewajibannya kepada peserta dan stakeholder lainnya.
Topik yang dinilai dalam risiko ini adalah sebagai berikut:
1) Penunjukan dan pemberhentian
Dalam topik ini area yang dinilai antara lain prosedur dan legalitas
dokumen terkait dengan penunjukan dan pemberhentian tersebut.
2) Komposisi dan proporsi
Dalam topik ini area yang dinilai antara lain kesesuaian jumlah dan
komposisi pengurus dan kejelasan struktur dan uraian jabatannya.
3) Kompetensi dan integritas
Dalam topik ini area yang dinilai antara lain hasil uji kemampuan dan
kepatutan, pengalaman kerja, pendidikan dan pelatihan, serta
perilaku pengurus.
4) Kepemimpinan
Dalam topik ini area yang dinilai antara lain visi dan misi serta
karakteristik dari pengurus.
Berikut adalah indikasi umum risiko kepengurusan untuk setiap rentang
nilai risiko:
1. Indikasi Dana Pensiun dengan Risiko Kepengurusan Rendah
(0 < NR ≤ 1)
a. Penunjukan dan/atau pemberhentian pengurus sangat memadai.
- 12 -
b. Komposisi dan proporsi pengurus telah mencukupi dan sesuai
dengan kebutuhan Dana Pensiun.
c. Kompetensi dan integritas pengurus sangat memadai dan menunjang
tugas dan wewenang pengurus.
d. Kepemimpinan pengurus sangat baik.
2. Indikasi Dana Pensiun dengan Risiko Kepengurusan Sedang Rendah
(1 < NR ≤ 1,5)
a. Penunjukan dan/atau pemberhentian pengurus memadai.
b. Komposisi dan proporsi Pengurus telah mencukupi, namun terdapat
indikasi kurang sesuai dengan kebutuhan Dana Pensiun.
c. Kompetensi dan integritas pengurus memadai dan menunjang tugas
dan wewenang pengurus.
d. Kepemimpinan pengurus baik.
3. Indikasi Dana Pensiun dengan Risiko Kepengurusan Sedang Tinggi
(1,5 < NR ≤ 2)
a. Penunjukan dan/atau pemberhentian pengurus dilakukan kurang
memadai.
b. Komposisi dan proporsi pengurus kurang mencukupi.
c. Kompetensi dan integritas pengurus kurang memadai dan kurang
menunjang tugas dan wewenang pengurus.
d. Kepemimpinan pengurus cukup.
4. Indikasi Dana Pensiun dengan Risiko Kepengurusan Tinggi
(2 < NR ≤ 3)
a. Penunjukan dan/atau pemberhentian pengurus dilakukan dengan
proses dan dokumentasi tidak memadai.
b. Komposisi dan proporsi pengurus tidak mencukupi.
c. Kompetensi dan integritas pengurus tidak memadai dan tidak
menunjang tugas dan wewenang pengurus.
d. Kepemimpinan pengurus kurang baik.
5. Indikasi Dana Pensiun dengan Risiko Kepengurusan Sangat Tinggi
(3 < NR ≤ 4)
a. Penunjukan dan/atau pemberhentian pengurus dilakukan dengan
proses dan dokumentasi sangat tidak memadai.
b. Komposisi dan proporsi pengurus sangat tidak mencukupi kebutuhan
Dana Pensiun.
c. Kompetensi dan integritas pengurus sangat tidak memadai dan
menghambat terlaksananya tugas dan wewenang pengurus.
- 13 -
d. Kepemimpinan pengurus tidak baik.
B. RISIKO TATA KELOLA
Risiko tata kelola adalah potensi kegagalan dalam pelaksanaan tata kelola
yang baik (good governance), ketidaktepatan gaya manajemen, lingkungan
pengendalian, dan perilaku dari setiap pihak yang terlibat langsung atau
tidak langsung dengan Dana Pensiun.
Topik yang dinilai dalam risiko ini adalah sebagai berikut:
1) Pedoman tata kelola
Hal-hal yang dinilai dalam topik ini antara lain ketersediaan dan
kelengkapan pedoman tata kelola, proses penyusunan tata kelola,
penerapan pedoman tata kelola dan evaluasi penerapan pedoman tata
kelola.
2) Keterbukaan (transparansi)
Hal-hal yang dinilai dalam topik ini antara lain keterbukaan dalam
proses pengambilan keputusan, dan keterbukaan dalam pengungkapan
dan penyediaan informasi yang relevan mengenai Dana Pensiun.
3) Akuntabilitas
Hal-hal yang harus dinilai antara lain penetapan fungsi, kegiatan dan
tugas, pedoman prilaku, sistem pendeteksian awal, penghargaan dan
hukuman, serta struktur pengendalian internal.
4) Responsibilitas
Dalam topik ini, hal-hal yang perlu dinilai antara lain tanggung jawab
kepada peserta, tanggung jawab kepada pemberi kerja dan/atau
pemegang saham dari pemberi kerja, dan tanggung jawab sosial.
5) Independensi
Area yang harus dinilai antara lain ada tidaknya benturan kepentingan
(conflict of interest) dan intervensi pendiri, dewan pengawas, atau pihak
lain.
6) Kewajaran dan kesetaraan
Dalam topik ini, hal-hal yang harus dinilai antara lain kerja sama
dengan mitra bisnis, perlakuan terhadap peserta, dan perlakuan
terhadap karyawan.
7) Manajemen risiko
Hal-hal yang harus dievaluasi untuk topik ini antara lain ketersediaan
pedoman manajemen risiko, unit pengendalian manajemen risiko, dan
penerapan manajemen risiko.
- 14 -
Berikut adalah indikasi umum risiko tata kelola untuk setiap rentang nilai
risiko:
1. Indikasi Dana Pensiun dengan Risiko Tata Kelola Sangat Baik
(Rendah) (0 < NR ≤ 1)
a. Pedoman Tata Kelola yang dimiliki Dana Pensiun sangat memadai.
b. Dana Pensiun melaksanakan prinsip keterbukaan dengan sangat
baik.
c. Dana Pensiun melaksanakan prinsip akuntabilitas dengan sangat
baik.
d. Dana Pensiun melaksanakan prinsip tanggung jawab dengan sangat
baik.
e. Dana Pensiun melaksanakan prinsip independensi dengan sangat
baik.
f. Dana Pensiun melaksanakan prinsip kewajaran dan kesetaraan
dengan sangat baik.
g. Dana Pensiun melaksanakan prinsip manajemen risiko dengan
sangat baik.
2. Indikasi Dana Pensiun dengan Risiko Tata Kelola Baik (Sedang
Rendah) (1 < NR ≤ 1,5)
a. Pedoman Tata Kelola yang dimiliki Dana Pensiun memadai
b. Dana Pensiun melaksanakan prinsip keterbukaan dengan baik.
c. Dana Pensiun melaksanakan prinsip akuntabilitas dengan baik.
d. Dana Pensiun melaksanakan prinsip tanggung jawab dengan baik.
e. Dana Pensiun melaksanakan prinsip independensi dengan baik.
f. Dana Pensiun melaksanakan prinsip kewajaran dan kesetaraan
dengan baik.
g. Dana Pensiun melaksanakan prinsip manajemen risiko dengan baik.
3. Indikasi Dana Pensiun dengan Risiko Tata Kelola Cukup Baik
(Sedang Tinggi) (1,5 < NR ≤ 2)
a. Pedoman Tata Kelola yang dimiliki Dana Pensiun cukup memadai.
b. Dana Pensiun melaksanakan prinsip keterbukaan dengan cukup
baik.
c. Dana Pensiun melaksanakan prinsip akuntabilitas dengan cukup
baik.
d. Dana Pensiun melaksanakan prinsip tanggung jawab dengan cukup
baik.
- 15 -
e. Dana Pensiun melaksanakan prinsip independensi dengan cukup
baik.
f. Dana Pensiun melaksanakan prinsip kewajaran dan kesetaraan
dengan cukup baik.
g. Dana Pensiun melaksanakan prinsip manajemen risiko dengan
cukup baik.
4. Indikasi Dana Pensiun dengan Risiko Tata Kelola Kurang Baik
(Tinggi) (2 < NR ≤ 3)
a. Pedoman Tata Kelola yang dimiliki Dana Pensiun kurang memadai.
b. Dana Pensiun melaksanakan prinsip keterbukaan dengan kurang
baik
c. Dana Pensiun melaksanakan prinsip akuntabilitas dengan kurang
baik.
d. Dana Pensiun melaksanakan prinsip tanggung jawab dengan kurang
baik.
e. Dana Pensiun melaksanakan prinsip independensi dengan kurang
baik.
f. Dana Pensiun melaksanakan prinsip kewajaran dan kesetaraan
dengan kurang baik.
g. Dana Pensiun melaksanakan prinsip manajemen risiko dengan
kurang baik.
5. Indikasi Dana Pensiun dengan Risiko Tata Kelola Buruk (Sangat
Tinggi) (3 < NR ≤ 4)
a. Pedoman tata kelola Dana Pensiun tidak tersedia atau cenderung
tidak memadai.
b. Dana Pensiun tidak melaksanakan prinsip keterbukaan kepada
stakeholder dana pensiun.
c. Dana Pensiun tidak melaksanakan prinsip akuntabilitas dalam
penyelenggaraan dana pensiun.
d. Dana Pensiun tidak melaksanakan prinsip responsibilitas dalam
penyelenggaraan dana pensiun.
e. Dana Pensiun tidak melaksanakan prinsip independensi dalam
penyelenggaraan dana pensiun.
f. Dana Pensiun tidak melaksanakan prinsip kewajaran dan kesetaraan
dalam penyelenggaraan dana pensiun.
g. Dana Pensiun tidak melaksanakan prinsip manajemen risiko dalam
penyelenggaraan dana pensiun.
- 16 -
C. RISIKO STRATEGI
Risiko strategi adalah potensi kegagalan Dana Pensiun dalam
merealisasikan kewajiban kepada peserta akibat ketidaklayakan atau
kegagalan dalam melakukan perencanaan, penetapan dan pelaksanaan
strategi, pengambilan keputusan yang tepat, dan/atau kurang responsifnya
Dana Pensiun terhadap perubahan eksternal.
Penilaian risiko strategi terdiri dari penilaian risiko bawaan dan penilaian
manajemen pengendalian.
Topik yang dinilai dalam risiko bawaan dari risiko strategi adalah sebagai
berikut:
1) Kesesuaian strategi dengan kondisi lingkungan bisnis
Dalam topik ini, hal-hal yang perlu dinilai antara lain kesesuaian visi,
misi, dan arah bisnis Dana Pensiun (DPLK), kesesuaian desain program
Dana Pensiun dengan kondisi lingkungan Dana Pensiun, dan kesesuaian
strategi Dana Pensiun dengan desain program Dana Pensiun.
2) Posisi strategis (strategic position) Dana Pensiun (DPLK)
Hal yang perlu dinilai antara lain kecukupan analisis kompetitor,
kesiapan Dana Pensiun dalam menghadapi perubahan ekonomi secara
makro, risiko reputasi, dan rencana diversifikasi yang akan dilakukan
Dana Pensiun.
Topik yang dinilai dalam manajemen dan pengendalian adalah sebagai
berikut:
1) Proses penyusunan dan penetapan strategi
Dalam topik ini, hal-hal yang perlu dinilai antara lain perumusan tingkat
risiko yang akan diambil dan toleransi risiko yang dapat diterima,
keterlibatan pihak terkait dalam penyusunan desain dan strategi Dana
Pensiun, dan pengawasan aktif dewan pengawas dan pengurus.
2) Penerapan rencana strategi.
Hal ini antara lain dapat dinilai dari pemahaman pendiri, pengurus, dan
dewan pengawas Dana Pensiun, pemahaman pejabat satu tingkat di
bawah pengurus, dan dari indikator keberhasilan (key performance
indicator).
- 17 -
Berikut adalah indikasi umum risiko strategi untuk setiap rentang nilai
risiko pada risiko bawaan maupun manajemen dan pengendalian:
RISIKO BAWAAN
1. Indikasi Risiko Strategi Dana Pensiun dengan Risiko Bawaan Rendah
(0 < NR ≤ 1)
a. Strategi yang dimiliki dan dijalankan Dana Pensiun sangat sesuai
dengan kondisi lingkungannya.
b. Kebijakan Dana Pensiun yang diterapkan sangat sesuai dengan posisi
strategis Dana Pensiun.
2. Indikasi Risiko Strategi Dana Pensiun dengan Risiko Bawaan Sedang
Rendah (1 < NR ≤ 1,5)
a. Strategi yang dimiliki dan dijalankan Dana Pensiun sesuai dengan
kondisi lingkungannya.
b. Kebijakan Dana Pensiun yang diterapkan sesuai dengan posisi
strategis Dana Pensiun.
3. Indikasi Risiko Strategi Dana Pensiun dengan Risiko Bawaan Sedang
Tinggi (1,5 < NR ≤ 2)
a. Strategi yang dimiliki dan dijalankan Dana Pensiun cukup sesuai
dengan kondisi lingkungannya.
b. Kebijakan Dana Pensiun yang diterapkan cukup sesuai dengan posisi
strategis Dana Pensiun.
4. Indikasi Risiko Strategi Dana Pensiun dengan Risiko Bawaan Tinggi
(2 < NR ≤ 3)
a. Strategi yang dimiliki dan dijalankan Dana Pensiun kurang sesuai
dengan kondisi lingkungannya.
b. Kebijakan Dana Pensiun yang diterapkan kurang sesuai dengan posisi
strategis Dana Pensiun.
5. Indikasi Risiko Strategi Dana Pensiun dengan Risiko Bawaan Sangat
Tinggi (3 < NR ≤ 4)
a. Strategi yang dimiliki dan dijalankan Dana Pensiun tidak sesuai
dengan kondisi lingkungannya.
b. Kebijakan Dana Pensiun yang diterapkan tidak sesuai dengan posisi
strategis Dana Pensiun.
- 18 -
MANAJEMEN DAN PENGENDALIAN
1. Indikasi Dana Pensiun dengan Manajemen dan Pengendalian atas
Risiko Strategi Sangat Kuat (0 < MP ≤ 1)
a. Proses penyusunan dan penetapan strategi yang dibuat Dana
Pensiun sangat baik.
b. Penerapan rencana strategi Dana Pensiun dilakukan dengan sangat
baik.
2. Indikasi Dana Pensiun dengan Manajemen dan Pengendalian atas
Risiko Strategi Kuat (1 < MP ≤ 1,5)
a. Proses penyusunan dan penetapan strategi yang dibuat Dana
Pensiun baik.
b. Penerapan rencana strategi Dana Pensiun dilakukan dengan baik.
3. Indikasi Dana Pensiun dengan Manajemen dan Pengendalian atas
Risiko Strategi Cukup (1,5 < MP ≤ 2)
a. Proses penyusunan dan penetapan strategi yang dibuat Dana
Pensiun cukup baik.
b. Penerapan rencana strategi dilakukan Dana Pensiun dengan cukup
baik.
4. Indikasi Dana Pensiun dengan Manajemen dan Pengendalian atas
Risiko Strategi Lemah (2 < MP ≤ 3)
a. Proses penyusunan dan penetapan strategi yang dibuat Dana
Pensiun kurang baik.
b. Penerapan rencana strategi dilakukan Dana Pensiun dengan kurang
baik.
5. Indikasi Dana Pensiun dengan Manajemen dan Pengendalian atas
Risiko Strategi Sangat Lemah (3 < MP ≤ 4)
a. Dana Pensiun tidak memiliki strategi dalam menjalankan bisnisnya.
b. Tidak ada rencana strategi yang dibuat Dana Pensiun.
D. RISIKO OPERASIONAL
Risiko operasional adalah potensi kegagalan Dana Pensiun dalam
merealisasikan kewajiban kepada peserta sebagai akibat ketidaklayakan
atau kegagalan proses internal, manusia, sistem teknologi informasi,
dan/atau adanya kejadian yang berasal dari luar lingkungan industri.
Penilaian risiko operasional terdiri dari penilaian risiko bawaan dan
penilaian manajemen dan pengendalian.
- 19 -
Topik yang dinilai dalam risiko bawaan dari risiko operasional adalah
sebagai berikut:
1) Kompleksitas Dana Pensiun
Hal-hal yang harus dinilai pada topik ini antara lain ukuran dan
struktur organisasi, sumber daya manusia, volume dan beban kerja, aksi
korporasi (corporate action) dan pengembangan bisnis baru (DPLK).
2) Sistem dan teknologi informasi
Hal-hal yang harus dinilai antara lain keandalan sistem teknologi
informasi, perubahan sistem dan teknologi informasi, dan infrastruktur.
3) Kecurangan dan permasalahan hukum
Dalam topik ini, area yang harus dinilai antara lain riwayat kecurangan
intern Dana Pensiun dan permasalahan hukum dengan peserta.
4) Gangguan terhadap Dana Pensiun
Hal-hal yang harus dinilai antara lain frekuensi dan materialitas
kejadian eksternal, lokasi dan kondisi geografis Dana Pensiun, dan
penggunaan jasa pihak ketiga.
Topik yang dinilai dalam manajemen dan pengendalian adalah sebagai
berikut:
1) Kebijakan dan prosedur
Hal-hal yang harus diperhatikan antara lain perumusan kebijakan dan
proses pengambilan keputusan, standar prosedur dan operasi (SOP),
komunikasi dan dokumentasi kebijakan, dan manajemen risiko.
2) Kegiatan administrasi
Dalam topik ini, hal-hal yang harus diperhatikan antara lain siklus
penganggaran dan rencana kegiatan, administrasi peserta, pencatatan,
pembukuan, dan pelaporan transaksi, serta arsip dan dokumentasi.
3) Pengelolaan sistem dan teknologi informasi
Dalam topik ini, area yang harus dinilai antara lain pengelolaan sistem
dan teknologi informasi beserta infrastruktur, cetak biru (blueprint) dan
manajemen perubahan aplikasi, manajemen keamanan data, basis data
(database) dan manajemen informasi, dan prosedur back up dan disaster
recovery plan.
4) Pencegahan kecurangan dan permasalahan hukum
Area yang harus dinilai antara lain struktur pengendalian intern dan
pengawasan dari komite audit/dewan pengawas.
- 20 -
5) Manajemen sumber daya manusia
Area yang harus dinilai antara lain perencanaan dan strategi sumber
daya manusia, proses perekrutan, pengembangan karir, penggajian, dan
imbalan kerja, dan peremejaan dan penggantian pegawai.
6) Manajemen penggunaan jasa pihak ketiga
Dalam topik ini, area yang dinilai antara lain kebijakan penggunaan jasa
pihak ketiga, penunjukan penyediaan jasa, pelaporan dan
pertanggungjawaban, serta pengendalian atas biaya penggunaan jasa
pihak ketiga.
Berikut adalah indikasi umum risiko operasional untuk setiap rentang nilai
risiko pada risiko bawaan maupun manajemen dan pengendalian:
RISIKO BAWAAN
1. Indikasi Risiko Operasional Dana Pensiun dengan Risiko Bawaan
Rendah (0 < NR ≤ 1)
a. Dana Pensiun memiliki struktur organisasi, sumber daya manusia,
volume, dan beban kerja dengan tingkat kompleksitas sangat rendah.
b. Dana Pensiun memiliki sistem dan teknologi informasi sangat
memadai yang mampu mendukung penyelenggaraan Dana Pensiun.
c. Dana Pensiun tidak pernah memiliki riwayat kecurangan intern atau
mengalami permasalahan hukum dengan peserta.
d. Dana Pensiun tidak memiliki gangguan di dalam penyelenggaraan
Dana Pensiun.
2. Indikasi Risiko Operasional Dana Pensiun dengan Risiko Bawaan
Sedang Rendah (1 < NR ≤ 1,5)
a. Dana Pensiun memiliki struktur organisasi, sumber daya manusia,
volume, dan beban kerja dengan tingkat kompleksitas rendah.
b. Dana Pensiun memiliki sistem teknologi dan informasi yang memadai
yang mampu mendukung penyelenggaraan Dana Pensiun.
c. Dana Pensiun hampir tidak pernah memiliki riwayat kecurangan
intern atau mengalami permasalahan hukum dengan peserta.
d. Terdapat sedikit gangguan yang terjadi pada Dana Pensiun.
3. Indikasi Risiko Operasional Dana Pensiun dengan Risiko Bawaan
Sedang Tinggi (1,5 < NR ≤ 2)
a. Dana Pensiun memiliki struktur organisasi, sumber daya manusia,
volume, dan beban kerja dengan tingkat kompleksitas cukup.
- 21 -
b. Dana Pensiun memiliki sistem teknologi dan informasi yang kurang
memadai yang mampu mendukung penyelenggaraan Dana Pensiun.
c. Dana Pensiun jarang memiliki riwayat kecurangan intern atau
mengalami permasalahan hukum dengan peserta.
d. Gangguan yang terjadi pada Dana Pensiun cukup signifikan.
4. Indikasi Risiko Operasional Dana Pensiun dengan Risiko Bawaan
Tinggi (2 < NR ≤ 3)
a. Dana Pensiun memiliki struktur organisasi, sumber daya manusia,
volume, dan beban kerja dengan tingkat kompleksitas tinggi.
b. Dana Pensiun memiliki sistem teknologi dan informasi yang tidak
memadai.
c. Dana Pensiun cukup sering memiliki riwayat kecurangan intern atau
mengalami permasalahan hukum dengan peserta.
d. Gangguan yang terjadi pada Dana Pensiun signifikan.
5. Indikasi Risiko Operasional Dana Pensiun dengan Risiko Bawaan
Sangat Tinggi (3 < NR ≤ 4)
a. Dana Pensiun memiliki struktur organisasi, sumber daya manusia,
volume, dan beban kerja dengan tingkat kompleksitas sangat tinggi.
b. Dana Pensiun memiliki sistem teknologi dan informasi yang sangat
tidak memadai.
c. Dana Pensiun sering memiliki riwayat kecurangan intern atau
mengalami permasalahan hukum dengan peserta.
d. Gangguan yang terjadi pada Dana Pensiun sangat signifikan.
MANAJEMEN DAN PENGENDALIAN
1. Indikasi Dana Pensiun dengan Manajemen dan Pengendalian Sangat
Kuat (0 < MP ≤ 1)
a. Kebijakan dan Prosedur Operasi Standar (SOP) di Dana Pensiun
sangat memadai.
b. Kegiatan administrasi Dana Pensiun sangat baik.
c. Pengelolaan sistem dan teknologi informasi Dana Pensiun sangat
baik.
d. Mekanisme dan kebijakan Dana Pensiun untuk mencegah terjadinya
kecurangan intern dan permasalahan hukum dengan peserta sangat
baik.
e. Manajemen sumber daya manusia di Dana Pensiun sangat baik.
f. Pengelolaan jasa pihak ketiga di Dana Pensiun sangat baik.
- 22 -
2. Indikasi Dana Pensiun dengan Manajemen dan Pengendalian Kuat
(1 < MP ≤ 1,5)
a. Kebijakan dan Prosedur Operasi Standar (SOP) di Dana Pensiun
memadai.
b. Kegiatan administrasi Dana Pensiun baik.
c. Pengelolaan sistem dan teknologi informasi Dana Pensiun baik.
d. Mekanisme dan kebijakan Dana Pensiun untuk mencegah terjadinya
kecurangan intern dan permasalahan hukum dengan peserta baik.
e. Manajemen sumber daya manusia di Dana Pensiun baik.
f. Pengelolaan jasa pihak ketiga di Dana Pensiun baik.
3. Indikasi Dana Pensiun dengan Manajemen dan Pengendalian Cukup
(1,5 < MP ≤ 2)
a. Kebijakan dan Prosedur Operasi Standar (SOP) di Dana Pensiun
memadai tetapi terdapat beberapa hal yang perlu diperbaiki.
b. Kegiatan administrasi Dana Pensiun cukup baik tetapi terdapat
beberapa hal yang perlu diperbaiki.
c. Pengelolaan sistem dan teknologi informasi Dana Pensiun cukup baik
tetapi terdapat beberapa hal yang perlu diperbaiki.
d. Mekanisme dan kebijakan Dana Pensiun untuk mencegah terjadinya
kecurangan intern dan permasalahan hukum dengan peserta cukup
baik tetapi terdapat beberapa hal yang perlu diperbaiki.
e. Manajemen sumber daya manusia di Dana Pensiun cukup baik tetapi
terdapat beberapa hal yang perlu diperbaiki.
f. Pengelolaan jasa pihak ketiga di Dana Pensiun cukup baik tetapi
terdapat beberapa hal yang perlu diperbaiki.
4. Indikasi Dana Pensiun dengan Manajemen dan Pengendalian Lemah
(2 < MP ≤ 3)
a. Kebijakan dan Prosedur Operasi Standar (SOP) Dana Pensiun tidak
memadai.
b. Kegiatan administrasi Dana Pensiun buruk.
c. Pengelolaan sistem dan teknologi informasi Dana Pensiun tidak baik.
d. Mekanisme dan kebijakan Dana Pensiun untuk mencegah terjadinya
kecurangan intern dan permasalahan hukum dengan peserta tidak
baik.
e. Manajemen sumber daya manusia di Dana Pensiun tidak baik.
f. Pengelolaan jasa pihak ketiga di Dana Pensiun buruk.
- 23 -
5. Indikasi Dana Pensiun dengan Manajemen dan Pengendalian Sangat
Lemah (3 < MP ≤ 4)
a. Kebijakan dan Prosedur Operasi Standar (SOP) di Dana Pensiun
sangat tidak memadai.
b. Administrasi Dana Pensiun sangat buruk.
c. Tidak terdapat pengelolaan sistem dan teknologi informasi Dana
Pensiun.
d. Tidak terdapat mekanisme dan kebijakan Dana Pensiun untuk
mencegah terjadinya kecurangan intern dan permasalahan hukum.
e. Tidak terdapat manajemen sumber daya manusia di Dana Pensiun.
f. Pengelolaan jasa pihak ketiga sangat buruk.
E. RISIKO ASET DAN LIABILITAS
Risiko aset dan liabilitas adalah risiko yang terjadi karena adanya potensi
kegagalan dalam pengelolaan aset dan liabilitas Dana Pensiun yang
menimbulkan kekurangan dana dalam pemenuhan kewajiban peserta.
Pengelolaan aset dan liabilitas merupakan salah satu kegiatan Dana
Pensiun. Ketersediaan aset yang likuid dan sehat untuk membayar
kewajiban jangka pendek dan jangka panjang merupakan salah satu tujuan
penyelenggaraan Dana Pensiun.
Penilaian risiko operasional terdiri dari penilaian risiko bawaan dan
penilaian manajemen dan pengendalian.
Topik yang dinilai dalam risiko bawaan dari risiko aset dan liabilitas adalah
sebagai berikut:
1) Pengelolaan aset
Hal-hal yang dinilai dalam topik ini antara lain tingkat keandalan dan
kesulitan valuasi aset, kompleksitas struktur investasi, tujuan investasi,
gaya investasi, strategi investasi, alokasi aset, risiko gagal bayar,
investasi pada pihak terafiliasi, dan risiko legal aset.
2) Pengelolaan liabilitas
Hal-hal yang dinilai dalam topik ini antara lain kewajaran asumsi yang
digunakan aktuaris (PPMP), kesesuaian dasar perhitungan aktuaris
dengan peraturan dana pensiun (PPMP), dan kesesuaian perhitungan
kewajiban manfaat pensiun dengan ketentuan (PPIP).
- 24 -
3) Ketidaksesuaian antara aset dan liabilitas
Hal-hal yang dinilai dalam topik ini antara lain ketidaksesuaian jatuh
tempo/durasi aset dan liabilitas, ketidaksesuaian antara aset dan
liabilitas dalam mata uang asing (currency gap), dan tingkat likuiditas.
Topik yang dinilai dalam manajemen dan pengendalian yang dapat
dilakukan Dana Pensiun adalah sebagai berikut:
1) Kepedulian dari pengurus
Hal-hal yang dinilai dalam topik ini antara lain kepedulian akan tujuan
pengelolaan kekayaan, kepedulian terhadap isu risiko aset, dan proses
pelaporan.
2) Pengelolaan risiko aset dan liabilitas
Hal-hal yang dinilai dalam topik ini antara lain manajemen risiko
pengelolaan aset dan liabilitas, pengelolaan risiko likuiditas, dan
pemantauan dari sisi aktuaris (PPMP).
3) Pengelolaan risiko investasi
Hal-hal yang dinilai dalam topik ini antara lain penetapan tujuan
investasi, penetapan dan pengkajian strategi investasi, pemantauan
alokasi aset, batasan, dan penyeimbangan kembali, keahlian (expertise),
pemilihan dan pemantauan manajer investasi, proses due diligence
untuk investasi yang tidak tercatat di bursa, proses pemilihan investasi–
pemilihan surat berharga, proses benchmarking dan pengukuran kinerja,
analisis risiko, objektivitas pengambilan keputusan investasi, strategi
investasi-tingkat hasil investasi yang diharapkan dan tingkat risiko yang
dikehendaki (risk appetite), dan diversifikasi.
4) Pengendalian dalam melakukan penilaian aset
Hal-hal yang dinilai antara lain kebijakan valuasi, penilaian independen,
keahlian sumber daya manusia, rekonsiliasi, frekuensi, dan otomasi.
Berikut adalah indikasi umum risiko aset dan liabilitas untuk setiap
rentang nilai risiko pada risiko bawaan maupun manajemen dan
pengendalian:
RISIKO BAWAAN
1. Indikasi Risiko Aset dan Liabilitas Dana Pensiun dengan Risiko
Bawaan Rendah (0 < NR ≤ 1)
a. Pengelolaaan aset Dana Pensiun dilakukan dengan sangat baik.
b. Pengelolaan liabilitas Dana Pensiun sangat baik.
c. Kesesuaian aset dan liabilitas sangat memadai.
- 25 -
2. Indikasi Risiko Aset dan Liabilitas Dana Pensiun dengan Risiko
Bawaan Sedang Rendah (1 < NR ≤ 1,5)
a. Pengelolaan aset Dana Pensiun dilakukan dengan baik.
b. Pengelolaan liabilitas Dana pensiun baik.
c. Kesesuaian aset dan liabilitas memadai.
3. Indikasi Risiko Aset dan Liabilitas Dana Pensiun dengan Risiko
Bawaan Sedang Tinggi (1,5 < NR ≤ 2)
a. Pengelolaan aset Dana Pensiun dilakukan dengan kurang baik.
b. Pengelolaan liabilitas Dana pensiun kurang baik.
c. Kesesuaian aset dan liabilitas kurang memadai.
4. Indikasi Risiko Aset dan Liabilitas Dana Pensiun dengan Risiko
Bawaan Tinggi (2 < NR ≤ 3)
a. Pengelolaan aset Dana Pensiun dilakukan dengan buruk.
b. Pengelolaan liabilitas Dana pensiun buruk.
c. Kesesuaian aset dan liabilitas tidak memadai.
5. Indikasi Risiko Aset dan Liabilitas Dana Pensiun dengan Risiko
Bawaan Sangat Tinggi (3 < NR ≤ 4)
a. Pengelolaan aset Dana Pensiun dilakukan dengan sangat buruk.
b. Pengelolaan liabilitas Dana pensiun sangat buruk.
c. Kesesuaian aset dan liabilitas sangat tidak memadai.
MANAJEMEN DAN PENGENDALIAN
1. Indikasi Dana Pensiun dengan Manajemen dan Pengendalian Sangat
Kuat (0 < MP ≤ 1)
a. Pengurus memiliki kepedulian sangat tinggi terhadap tujuan
pengelolaan aset dan liabilitas.
b. Dana Pensiun memiliki pengelolaan risiko aset dan liabilitas sangat
memadai.
c. Dana Pensiun telah melakukan pengelolaan risiko investasi dengan
sangat baik.
d. Dana Pensiun memiliki pengendalian yang sangat kuat dalam
melakukan valuasi aset.
2. Indikasi Dana Pensiun dengan Manajemen dan Pengendalian Kuat
(1 < MP ≤ 1,5)
a. Pengurus memiliki kepedulian tinggi terhadap tujuan pengelolaan
aset dan liabilitas.
- 26 -
b. Dana Pensiun memiliki pengelolaan risiko aset dan liabilitas
memadai.
c. Dana Pensiun telah melakukan pengelolaan risiko investasi dengan
baik.
d. Dana Pensiun memiliki pengendalian yang kuat dalam melakukan
valuasi aset.
3. Indikasi Dana Pensiun dengan Manajemen dan Pengendalian Cukup
(1,5 < NR ≤ 2)
a. Pengurus memiliki kepedulian cukup terhadap tujuan pengelolaan
aset dan liabilitas.
b. Dana Pensiun memiliki pengelolaan risiko aset dan liabilitas cukup
tetapi terdapat beberapa hal yang perlu diperbaiki.
c. Dana Pensiun telah melakukan pengelolaan risiko investasi dengan
cukup namun terdapat beberapa hal yang perlu diperbaiki.
d. Dana Pensiun memiliki pengendalian yang cukup dalam melakukan
valuasi aset namun terdapat beberapa hal yang perlu diperbaiki.
4. Indikasi Dana Pensiun dengan Manajemen dan Pengendalian Lemah
(2 < NR ≤ 3)
a. Pengurus memiliki kepedulian yang kurang terhadap tujuan
pengelolaan aset dan liabilitas.
b. Dana Pensiun memiliki pengelolaan risiko aset dan liabilitas kurang
memadai.
c. Dana Pensiun telah melakukan pengelolaan risiko investasi dengan
buruk.
d. Dana Pensiun memiliki pengendalian yang lemah dalam melakukan
valuasi aset.
5. Indikasi Dana Pensiun dengan Manajemen dan Pengendalian Sangat
Lemah (3 < NR ≤ 4)
a. Pengurus tidak memiliki kepedulian terhadap tujuan pengelolaan aset
dan liabilitas.
b. Dana Pensiun memiliki pengelolaan risiko aset dan liabilitas tidak
memadai.
c. Dana Pensiun telah melakukan pengelolaan risiko investasi dengan
sangat buruk.
d. Dana Pensiun memiliki pengendalian yang sangat lemah dalam
melakukan valuasi aset.
- 27 -
F. RISIKO DUKUNGAN DANA
Dukungan dana merupakan gambaran kemampuan Dana Pensiun dalam
memenuhi kewajibannya kepada peserta sampai dengan berakhirnya
penyelenggaraan Dana Pensiun.
Topik yang dinilai dalam risiko ini adalah sebagai berikut:
1) Kemampuan Pendanaan
Hal-hal yang dinilai antara lain menyangkut penetapan kekayaan untuk
pendanaan, kualitas pendanaan, rasio pendanaan, rasio solvabilitas
(untuk PPMP) termasuk di dalamnya analisis surplus/defisit, atau
persentase kewajiban manfaat pensiun terhadap aset (PPIP).
2) Tambahan Pendanaan
Hal-hal yang dinilai antara lain kondisi keuangan pemberi kerja, prospek
usaha pemberi kerja, komitmen dan kepedulian pemberi kerja terhadap
Dana Pensiun, dan mekanisme iuran ke Dana Pensiun, yang dilihat dari
aspek metode penagihan iuran, penetapan iuran jatuh tempo,
penerimaan iuran dan penetapan sanksi denda atas keterlambatan iuran
(bila ada), serta kemampulabaan Dana Pensiun.
Berikut adalah indikasi umum risiko dukungan dana untuk setiap rentang
nilai risiko:
1. Indikasi Dana Pensiun dengan Risiko Pendanaan Rendah
(0 < NR ≤ 1)
a. Kemampuan pendanaan Dana Pensiun sangat memadai.
b. Tambahan pendanaan Dana Pensiun sangat kuat.
2. Indikasi Dana Pensiun dengan Risiko Pendanaan Sedang Rendah
(1 < NR ≤ 1,5)
a. Kemampuan pendanaan Dana Pensiun memadai.
b. Tambahan pendanaan Dana Pensiun kuat.
3. Indikasi Dana Pensiun dengan Risiko Pendanaan Sedang Tinggi
(1,5 < NR ≤ 2)
a. Kemampuan pendanaan Dana Pensiun kurang memadai.
b. Tambahan pendanaan Dana Pensiun kurang kuat.
4. Indikasi Dana Pensiun dengan Risiko Pendanaan Tinggi
(2 < NR ≤ 3)
a. Kemampuan pendanaan Dana Pensiun tidak memadai.
b. Tambahan pendanaan Dana Pensiun tidak kuat.
- 28 -
5. Indikasi Dana Pensiun dengan Risiko Pendanaan Sangat Tinggi
(3 < NR ≤ 4)
a. Kemampuan pendanaan Dana Pensiun sangat tidak memadai.
b. Tambahan pendanaan Dana Pensiun sangat tidak kuat.
- 29 -
Contoh Perhitungan Tingkat Risiko Dana Pensiun (DPPK PPMP)
Jenis Risiko
1. Kepengurusan
2. Tata Kelola
3. Strategi
3.1 Risiko Bawaan (A)
2,9
3.2 Manajemen & Pengendalian (B) 2,5
4. Operasional
4.1 Risiko Bawaan
4.2 Manajemen & Pengendalian
5. Aset dan Liabilitas
5.1 Risiko Bawaan
5.2 Manajemen & Pengendalian
Total Nilai Risiko Bersih (F)
Dukungan Dana
a. Kemampuan Pendanaan Dana Pensiun
b. Tambahan Pendanaan
Total Nilai Risiko Dukungan Dana (G)
Bobot Nilai Risiko Bersih dan Dukungan Dana = 50% :50%
Nilai Risiko Keseluruhan (H)
Kategori Risiko Dana Pensiun
Keterangan:
A: nilai risiko bawaan
B: nilai manajemen & pengendalian
C: nilai risiko = (A+B)/2
D: bobot risiko DPPK PPMP
E: nilai risiko bersih= C4 * D
F: Total Nilai Risiko Bersih =
4
5
C xDi
i1
4
i
G:Total Nilai Risiko Dukungan Dana
= 4
2
C xDi
i1
4
i
H: Nilai Risiko Keseluruhan =
50%)
4 (F x
4 50%) (G x
4
0,9
1,3
50%
50%
100%
1,20
1,60
Sedang-
Tinggi
1,1
1,6
1,7
2,9
0,5
100%
1,83
0,33
1,43
30%
2,51
1,4
25%
0,83
Nilai
Risiko
(C)
0,5
0,6
2,7
Bobot
(D)
15%
15%
15%
Nilai Risiko
Bersih
(E)
0,01
0,02
7,97
- 30 -
Contoh Perhitungan Tingkat Risiko Dana Pensiun (DPPK PPIP)
Jenis Risiko
1. Kepengurusan
2. Tata Kelola
3. Strategi
3.1 Risiko Bawaan (A)
2,3
3.2 Manajemen & Pengendalian (B) 2,1
4. Operasional
4.1 Risiko Bawaan
4.2 Manajemen & Pengendalian
5. Aset dan Liabilitas
5.1 Risiko Bawaan
5.2 Manajemen & Pengendalian
Total Nilai Risiko Bersih (F)
Dukungan Dana
a. Kemampuan Pendanaan Dana Pensiun
b. Tambahan Pendanaan
Total Nilai Risiko Dukungan Dana (G)
Bobot Nilai Risiko Bersih dan Dukungan Dana = 60% :40%
Nilai Risiko Keseluruhan (H)
Kategori Risiko Dana Pensiun
Keterangan:
A: nilai risiko bawaan
B: nilai manajemen & pengendalian
C: nilai risiko = (A+B)/2
D: bobot risiko DPPK PPIP
E: nilai risiko bersih= C4 * D
F: Total Nilai Risiko Bersih =
4
5
C xDi
i1
4
i
G: Total Nilai Risiko Dukungan Dana
= 4
2
C xDi
i1
4
i
H: Nilai Risiko Keseluruhan =
40%)
4 (F x
4 60%) (G x
4
0,3
1,6
10%
90%
100%
1,60
2,10
Tinggi
1,7
1,6
2,3
2,6
1,9
100%
2,27
0,00
5,90
30%
7,69
1,7
25%
1,85
Nilai
Risiko
(C)
2,8
2,3
2,2
Bobot
(D)
15%
20%
10%
Nilai Risiko
Bersih
(E)
9,22
5,60
2,34
- 31 -
Contoh Perhitungan Tingkat Risiko Dana Pensiun (DPLK)
Jenis Risiko
1. Kepengurusan
2. Tata Kelola
3. Strategi
3.1 Risiko Bawaan
(A)
3.2 Manajemen & Pengendalian
(B)
4. Operasional
4.1 Risiko Bawaan
4.2 Manajemen & Pengendalian
5. Aset dan Liabilitas
5.1 Risiko Bawaan
5.2 Manajemen & Pengendalian
Total Nilai Risiko Bersih
(F)
Dukungan Dana
a. Kemampuan Pendanaan Dana Pensiun
b. Tambahan Pendanaan
Total Nilai Risiko Dukungan Dana
Bobot Nilai Risiko Bersih dan Dukungan Dana = 100% :
0%
Nilai Risiko Keseluruhan
(G)
Kategori Risiko Dana Pensiun
Keterangan:
A: nilai risiko bawaan
B: nilai manajemen & pengendalian
C: nilai risiko = (A+B)/2
F : Total Nilai Risiko Bersih =
4
5
C xDi
i1
4
i
0,48
Rendah
-
-
0%
0%
0%
0,6
0,3
0,5
0,2
0,8
100%
0,48
30%
0,02
0,5
0,2
0,5
25%
0,01
Nilai
Risiko
(C)
0,6
0,3
0,4
Bobot
(D)
15%
20%
10%
Nilai Risiko
Bersih
(E)
0,02
0,00
0,02
-
-
-
-
- 32 -
D: bobot risiko DPLK
E: nilai risiko bersih= C4 * D
G: Nilai Risiko Keseluruhan =
)
4 ( 4
F
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 29 Januari 2015
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS
PERASURANSIAN, DANA PENSIUN,
LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN
LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN,
Ttd.
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum I
Departemen Hukum,
Ttd.
Sudarmaji
FIRDAUS DJAELANI
LAMPIRAN II
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 2/SEOJK.05/2015
TENTANG
PENILAIAN TINGKAT RISIKO DANA PENSIUN
- 1 -
Laporan Hasil Penilaian Tingkat Risiko Dana Pensiun
Nama Dana Pensiun
Jenis
Tanggal Penilaian
Tanggal Laporan
:
: (1) DPPK PPMP (2) DPPK PPIP (3) DPLK
:
:
A. Informasi Umum
Pendiri dan Mitra Pendiri
Nama
:
Keterangan
Jumlah Peserta
Pengurus
Nama
:
Jabatan
Masa Jabatan
Dewan Pengawas :
Nama
Jabatan/Perwakilan
Masa Jabatan
Informasi Keuangan Per Tanggal Penilaian
Uraian
Aset Neto
Investasi
Piutang Iuran Normal
Nilai (Rupiah)
Rasio per Aset Neto
- 2 -
Piutang Iuran Tambahan
Piutang Lainnya
Aset Lain-lain
Hasil Usaha*
Rasio Pendanaan (PPMP)
Rasio Solvabilitas (PPMP)
Return on Investment (ROI)*
Jumlah Peserta
*Untuk periode satu tahun terakhir sejak tanggal penilaian
B. Ikhtisar Penilaian Tingkat Risiko
Jenis Risiko
Nilai
Risiko
1. Kepengurusan
2. Tata Kelola
3. Strategi
3.1 Risiko Bawaan
3.2 Manajemen dan
Pengendalian
4. Operasional
4.1 Risiko Bawaan
4.2 Manajemen dan
Pengendalian
5. Aset dan Liabilitas
5.1 Risiko Bawaan
5.2 Manajemen dan
Pengendalian
Total Nilai Risiko Bersih
1. Kemampuan Pendanaan
2. Tambahan Pendanaan
Total Nilai Risiko Dukungan Dana
1. Total Nilai Risiko Bersih
2. Total Nilai Risiko Dukungan Dana
Nilai Risiko
Tingkat Risiko
Bobot
Risiko
Bersih
- 3 -
C. Deskripsi Risiko
Deskripsi Umum
Deskripsi per Jenis Risiko
Risiko Kepengurusan
Nilai Risiko: .... Tingkat Risiko: ...
Keterangan:
Risiko Tata Kelola
Keterangan:
Risiko Strategi
Risiko Bawaan
Keterangan:
Manajemen dan Pengendalian
Keterangan:
Risiko Operasional
Risiko Bawaan
Keterangan:
Manajemen dan Pengendalian
Keterangan:
Nilai:
Nilai Risiko:... Tingkat Risiko: ...
Nilai Risiko:... Tingkat Risiko: ...
Nilai:
Nilai:
Nilai Risiko:... Tingkat Risiko: ...
Nilai:
- 4 -
Risiko Aset dan Liabilitas
Risiko Bawaan
Nilai Risiko:... Tingkat Risiko: ...
Nilai:
Keterangan:
Manajemen dan Pengendalian
Keterangan:
Risiko Dukungan Dana
Kemampuan Pendanaan
Keterangan:
Tambahan Pendanaan
Keterangan:
Mengetahui,
Nama:
Jabatan:
Disusun oleh:
Nama:
Jabatan:
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 29 Januari 2015
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS
PERASURANSIAN, DANA PENSIUN,
LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN
LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN,
Nilai:
Nilai :... Tingkat Risiko: ...
Nilai:
Nilai:
Ttd.
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum I
Departemen Hukum,
Ttd.
Sudarmaji
FIRDAUS DJAELANI
LAMPIRAN III
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 2/SEOJK.05/2015
TENTANG
PENILAIAN TINGKAT RISIKO DANA PENSIUN
- 1 -
RENCANA TINDAK LANJUT ATAS PENILAIAN TINGKAT RISIKO
DANA PENSIUN
1. Nama
2. Jenis
:
: (1) DPPK PPMP
(2) DPPK PPIP
(3) DPLK
3. Tanggal Penilaian Tingkat Risiko :
4. Tanggal Laporan
5. Tingkat Risiko:
:
6. Nilai Risiko :
7. Jenis Risiko 8. Penyebab Risiko 9. Rencana Tindak
Lanjut
10. Target
Waktu
11. PIC
Disusun oleh
12. Nama
14. Jabatan
Mengetahui
15. Nama
17. Jabatan
:
:
13. Tanda Tangan
:
:
16. Tanda Tangan
Pedoman Pengisian:
1. Diisi nama Dana Pensiun.
2. Diisi jenis Dana Pensiun dengan memilih salah satu dari daftar yang ada.
3. Diisi tanggal penilaian tingkat risiko yang menjadi dasar rencana tindak
lanjut.
4. Diisi tanggal laporan penilaian tingkat risiko ditandatangani.
5. Diisi tingkat risiko Dana Pensiun sesuai hasil penilaian tingkat risiko
sebagaimana dimaksud pada angka 3.
6. Diisi nilai risiko Dana Pensiun sesuai hasil penilaian tingkat risiko
sebagaimana dimaksud pada angka 3.
- 2 -
7. Diisi jenis risiko sebagaimana dimaksud dalam POJK nomor
10/POJK.05/2014 tentang Penilaian Tingkat Risiko Lembaga Jasa
Keuangan Non-Bank.
8. Diisi penyebab risiko.
9. Diisi rencana berbagai langkah tindak lanjut yang akan dilakukan untuk
menurunkan tingkat risiko untuk setiap jenis area risiko.
10. Diisi target waktu pelaksanaan tindak lanjut yang akan dilakukan untuk
setiap langkah tindak lanjut, dapat berupa tanggal penyelesaian tindak lanjut
atau tanggal dimulai dan selesainya tindak lanjut apabila target waktu
dimulainya tindak lanjut tidak segera setelah rencana tindak lanjut disusun.
11. Diisi unit yang bertanggung jawab untuk melaksanakan tindak lanjut.
12. Diisi nama pejabat yang menyusun rencana tindak lanjut penilaian tingkat
risiko Dana Pensiun.
13. Diisi tanda tangan pejabat yang menyusun rencana tindak lanjut penilaian
tingkat risiko Dana Pensiun.
14. Diisi nama jabatan dari pejabat yang menyusun rencana tindak lanjut
penilaian tingkat risiko Dana Pensiun.
15. Diisi nama pengurus Dana Pensiun yang menangani manajemen risiko
Dana Pensiun.
16. Diisi tanda tangan pengurus Dana Pensiun yang menangani manajemen
risiko Dana Pensiun.
17. Diisi nama jabatan dari pengurus Dana Pensiun yang menangani
manajemen risiko Dana Pensiun.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 29 Januari 2015
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS
PERASURANSIAN, DANA PENSIUN,
LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN
LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN,
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum I
Departemen Hukum,
Ttd..
Sudarmaji
FIRDAUS DJAELANI
Ttd.
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 2/SEOJK.05/2015 </reg_id>
<reg_title> PENILAIAN TINGKAT RISIKO DANA PENSIUN </reg_title>
<set_date> 29 Januari 2015 </set_date>
<effective_date> 29 Januari 2015 </effective_date>
<related_reg> '10/POJK.05/2014 | Pasal 5 ayat (4), Pasal 7 ayat (3), dan Pasal 8 ayat (6)' </related_reg>
|
Yth. Direksi atau yang setara pada Perusahaan Pembiayaan
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 26 /SEOJK.05/2019
TENTANG
PERUBAHAN ATAS SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 3/SEOJK.05/2016 TENTANG
LAPORAN BULANAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN
Sehubungan dengan amanat Pasal 2 ayat (6), Pasal 4 ayat (6), dan Pasal
10 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 3/POJK.05/2013 tentang
Laporan Bulanan Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5443) dan mengingat adanya tambahan informasi
yang diperlukan terkait dengan penerapan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 35/POJK.05/2018 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan
Pembiayaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 260,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6286), diperlukan
perubahan terhadap Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor
3/SEOJK.05/2016 tentang Laporan Bulanan Perusahaan Pembiayaan dalam
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut:
I. Beberapa ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor
3/SEOJK.05/2016 tentang Laporan Bulanan Perusahaan Pembiayaan
diubah sebagai berikut:
1. Ketentuan angka 1 Romawi I diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
1. Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan
kegiatan pembiayaan barang dan/atau jasa.
2. Ketentuan angka 4 Romawi V diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
4. Penyampaian Laporan Bulanan dilakukan secara dalam jaringan
(online) melalui sistem jaringan komunikasi data OJK.
- 2 -
3. Ketentuan angka 5 Romawi V diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
5. Dalam hal terjadi gangguan teknis pada saat batas waktu
penyampaian Laporan Bulanan sehingga:
a. Perusahaan Pembiayaan tidak dapat menyampaikan
Laporan Bulanan secara dalam jaringan (online); dan/atau
b. OJK tidak dapat menerima Laporan Bulanan secara dalam
jaringan (online),
maka Perusahaan Pembiayaan wajib menyampaikan Laporan
Bulanan secara luar jaringan (offline) paling lambat pada hari
kerja berikutnya dalam bentuk salinan elektronik (soft file)
disertai dengan bukti validasi dan dikirimkan kepada OJK
melalui surat yang ditandatangani oleh direksi dan ditujukan
kepada:
Otoritas Jasa Keuangan
u.p. Direktur Statistik dan Informasi IKNB
Gedung Wisma Mulia 2 Lantai 11
Jalan Jenderal Gatot Subroto Kav. 40, Jakarta, 12710
4. Ketentuan angka 7 Romawi V diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
7. Penyampaian Laporan Bulanan secara luar jaringan (offline)
sebagaimana dimaksud pada angka 5 dapat dilakukan dengan
salah satu cara sebagai berikut:
a. diserahkan langsung ke kantor OJK; atau
b. dikirim melalui perusahaan jasa pengiriman,
sesuai dengan alamat sebagaimana dimaksud pada angka 5.
5. Ketentuan angka 8 Romawi V diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
8. Penyampaian Laporan Bulanan secara luar jaringan (offline)
disampaikan kepada OJK pada hari kerja dan jam kerja OJK.
6. Ketentuan Romawi V angka 9 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
- 3 -
9. Perusahaan Pembiayaan dinyatakan telah menyampaikan
Laporan Bulanan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. untuk penyampaian secara dalam jaringan (online) melalui
sistem jaringan komunikasi data OJK dibuktikan dengan
tanda terima dari sistem jaringan komunikasi data OJK;
atau
b. untuk penyampaian secara luar jaringan (offline),
dibuktikan dengan tanda terima dari OJK.
7. Ketentuan angka 10 Romawi V diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
10. Pertanyaan yang berkaitan dengan penyampaian Laporan
Bulanan dapat disampaikan kepada:
Helpdesk OJK
Gedung Wisma Mulia 2 Lantai 19
Jalan Jenderal Gatot Subroto Kav. 40, Jakarta, 12710
Telepon: 021-29600000 ekstensi 7000
Surat elektronik (email): helpdesk@ojk.go.id
8. Ketentuan angka 1 Romawi VII diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
1. Kewajiban Perusaaan Pembiayaan untuk menyampaikan
Laporan Bulanan sesuai dengan bentuk, susunan, dan tata cara
penyampaian yang diatur dalam Surat Edaran OJK ini dimulai
untuk periode laporan bulan Juni 2020, yang disampaikan
dengan waktu penyampaian sebagaimana dimaksud dalam
Romawi III.
9. Ketentuan angka 2 Romawi VII diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
2. Perusahaan Pembiayaan harus melakukan uji coba
penyampaian Laporan Bulanan sesuai dengan bentuk, susunan,
dan tata cara penyampaian Laporan Bulanan sebagaimana
diatur dalam Surat Edaran OJK ini untuk periode laporan bulan
Maret 2020 sampai dengan periode laporan bulan Mei 2020.
10. Lampiran I diubah sehingga berbunyi sebagaimana tercantum dalam
Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat
Edaran OJK ini.
- 4 -
11. Lampiran II diubah sehingga berbunyi sebagaimana tercantum dalam
Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat
Edaran OJK ini.
12. Lampiran III diubah sehingga berbunyi sebagaimana tercantum
dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Surat Edaran OJK ini.
13. Lampiran IV diubah sehingga berbunyi sebagaimana tercantum
dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Surat Edaran OJK ini.
II. Surat Edaran OJK ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juni 2020.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 4 Desember 2019
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS
PERASURANSIAN, DANA PENSIUN,
LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN
LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
RISWINANDI
Salinan ini sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
- 0 -
LAMPIRAN I
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 26 /SEOJK.05/2019
TENTANG
PERUBAHAN ATAS SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 3/SEOJK.05/2016 TENTANG
LAPORAN BULANAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN
- 1 -
BENTUK, SUSUNAN, DAN PEDOMAN PENYUSUNAN
LAPORAN BULANAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN
DAFTAR ISI
BAB I
: PENJELASAN UMUM
A. Tujuan Pelaporan
B. Asas Pelaporan
C. Penyajian Transaksi Valuta Asing
D. Pengisian Formulir Laporan
BAB II
: PENJELASAN UMUM KOLOM DAFTAR RINCIAN
A. Jenis Valuta
B. Tingkat Bunga/ Margin/Bagi Hasil/Imbal Jasa
C. Kualitas
D. Golongan Penerbit/Tertarik
E. Golongan Pembeli
F. Golongan Debitur
G. Golongan Kreditur
H. Hubungan Dengan Perusahaan Pembiayaan
I. Jangka Waktu
J. Saldo Piutang Pembiayaan (Outstanding Principal)
Pokok
BAB III
K. Saldo Piutang Pembiayaan (Outstanding Principal) Neto
: PROFIL PERUSAHAAN PEMBIAYAAN
A. Formulir 0000 - Profil Perusahaan Pembiayaan
B. Formulir 0010 - Rincian Izin Usaha
C. Formulir 0020 - Rincian Kantor Cabang
D. Formulir 0025 - Rincian Kantor Selain Kantor Cabang
E. Formulir 0030 - Rincian Pemegang Saham dan
Pemegang Saham Derajat Kedua
F. Formulir 0035 - Rincian Kepengurusan
G. Formulir 0036 - Rincian Pihak Terkait
H. Formulir 0041 - Rincian Tenaga Kerja Berdasarkan
Tingkat Pendidikan
I.
Formulir 0043 - Rincian Tenaga Kerja Berdasarkan
Fungsi
3
3
3
4
4
5
5
5
5
6
6
6
6
6
8
8
8
9
9
16
17
19
22
26
28
31
35
- 2 -
J. Formulir 0046 - Rincian Tenaga Kerja Asing
BAB IV : LAPORAN KEUANGAN BULANAN
PEMBIAYAAN
PERUSAHAAN
41
A. Formulir 1100 - Laporan Posisi Keuangan
B. Formulir 1110 - Rekening Administratif
C. Formulir 1200 - Laporan Laba Rugi dan Penghasilan
Komprehensif Lain
D. Formulir 1300 - Laporan Arus Kas
E. Formulir 2100 - Rincian Pembiayaan yang Diberikan
41
65
70
85
96
F. Formulir 2200 - Rincian Surat Berharga yang Dimiliki 110
G. Formulir 2300 - Rincian Penyertaan Modal
H. Formulir 2490 - Rincian Rupa-Rupa Aset
115
118
I. Formulir 2550 - Rincian Pinjaman/Pendanaan yang
Diterima
J. Formulir 2600 - Rincian Surat Berharga yang
Diterbitkan
K. Formulir 2790 - Rincian Rupa-Rupa Liabilitas
L. Formulir 3010 - Rincian Instrumen Derivatif untuk
Lindung Nilai
M. Formulir 3020 - Rincian Penyaluran Kerja Sama
Pembiayaan Porsi Pihak Ketiga
N. Formulir 5310 - Laporan Analisis Kesesuaian Aset dan
Liabilitas
119
124
129
131
135
139
38
- 3 -
BAB I
PENJELASAN UMUM
A. TUJUAN PELAPORAN
Laporan Bulanan yang disusun menurut sistematika yang ditetapkan
dalam Lampiran ini dimaksudkan untuk mengumpulkan dan menyusun
data statistik Perusahaan Pembiayaan secara individual maupun
gabungan dalam rangka:
1. pengaturan dan pengawasan Perusahaan Pembiayaan;
2. pembentukan statistik untuk keperluan analisis industri Perusahaan
Pembiayaan; dan
3. pemenuhan keperluan internal Perusahaan Pembiayaan.
Untuk mencapai tujuan tersebut, Perusahaan Pembiayaan wajib
menyampaikan laporan secara benar, lengkap, dan sesuai dengan batas
waktu yang ditetapkan.
B. ASAS PELAPORAN
Dalam sistem pelaporan ini dianut asas sebagai berikut:
1. Dasar penyusunan
Penyusunan Laporan Bulanan didasarkan pada ketentuan yang
ditetapkan oleh OJK dan Pernyataan Standar Akuntasi Keuangan
(PSAK) serta Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan (ISAK).
Akuntansi transaksi Perusahaan Pembiayaan dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan standar akuntansi yang berlaku di Indonesia.
2. Pemisahan antara laporan posisi keuangan dan rekening administratif
Semua pos yang merupakan aset, liabilitas, dan modal Perusahaan
Pembiayaan dilaporkan dalam laporan posisi keuangan. Pos-pos yang
masih merupakan komitmen dan kontijensi serta catatan-catatan
lainnya dilaporkan dalam rekening administratif.
3. Pemisahan transaksi dengan Bank dan Pemerintah Pusat
Dalam sistem pelaporan ini dianut prinsip pemisahan transaksi baik
antara Perusahaan Pembiayaan dengan Bank, maupun antara
Perusahaan Pembiayaan dengan Pemerintah Pusat.
Bank adalah sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundangan-
undangan tentang perbankan.
- 4 -
4. Pemisahan penduduk (resident) dan bukan penduduk (nonresident)
Dalam sistem laporan ini dianut prinsip pemisahan transaksi yang
dilakukan antara Perusahaan Pembiayaan dengan penduduk
(resident) dan bukan penduduk (nonresident).
a. Penduduk (resident)
Penduduk (resident) adalah perseorangan, badan, lembaga, dan
perusahaan yang berdomisili di Indonesia lebih dari satu tahun
dan kegiatan utamanya (center of interest) melakukan konsumsi,
produksi, dan transaksi ekonomi lainnya di Indonesia, termasuk
perwakilan-perwakilan Republik Indonesia di luar negeri beserta
anggota stafnya yang berstatus diplomatik.
b. Bukan Penduduk (nonresident)
Bukan penduduk (nonresident) adalah perseorangan, badan,
lembaga, dan perusahaan yang tidak berdomisili di Indonesia
atau berdomisili di Indonesia paling lama satu tahun dan
kegiatan utamanya (center of interest) tidak di Indonesia,
termasuk perwakilan negara asing di Indonesia beserta anggota
stafnya yang berstatus diplomatik.
C. PENYAJIAN TRANSAKSI VALUTA ASING
Laporan keuangan harus disajikan dalam mata uang rupiah. Aset,
liabilitas, modal, dan rekening administratif dalam valuta asing, yang
selanjutnya disebut valas, yang dimiliki Perusahaan Pembiayaan harus
dikonversikan ke dalam rupiah dengan menggunakan Kurs Tengah Bank
Indonesia yang berlaku pada akhir periode laporan. Kurs tengah adalah
kurs jual ditambah kurs beli dibagi dua.
D. PENGISIAN FORMULIR LAPORAN
Pengisian formulir laporan dilakukan dengan cara memasukkan data
secara otomatis dalam bentuk alfanumerik dengan menggunakan program
data entry dan seluruh laporan keuangan disajikan dalam satuan Rupiah
penuh kecuali dinyatakan lain dalam satuan valas penuh, contoh
123000000000.
- 5 -
BAB II
PENJELASAN UMUM KOLOM DAFTAR RINCIAN
A. JENIS VALUTA
Jenis valuta adalah jenis mata uang yang digunakan dalam melakukan
transaksi antara Perusahaan Pembiayaan pelapor dengan pihak lain.
Dalam hal transaksi yang diperjanjikan menggunakan valas (sebagaimana
tercantum dalam akad perjanjian) namun realisasinya dalam rupiah,
transaksi tersebut diperlakukan sebagai transaksi dalam valas.
B. TINGKAT BUNGA/MARGIN/BAGI HASIL/IMBAL JASA
Tingkat bunga adalah tingkat harga dari suatu pembiayaan yang
dilakukan oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor. Apabila dalam satu
rekening diberikan beberapa tingkat bunga, kolom tingkat bunga diisi
tingkat bunga tertinggi. Untuk tingkat bunga diisi dengan dua angka di
belakang koma, contoh tingkat bunga 12,5% ditulis 12.50. Untuk jenis
transaksi yang tidak diberikan bunga, kolom tingkat bunga dikosongkan.
Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang dilaksanakan oleh
Perusahaan Pembiayaan yang memiliki unit usaha syariah menggunakan
frasa margin/bagi hasil/imbal jasa. Margin/bagi hasil/imbal jasa adalah
nilai atau persentase pendapatan atas pembiayaan yang dilakukan
berdasarkan prinsip syariah, dengan ketentuan sebagai berikut:
1.
jika kegiatan pembiayaan jual beli, maka pelapor menggunakan
pilihan margin;
2.
3.
jika kegiatan pembiayaan investasi syariah, maka pelapor
menggunakan pilihan bagi hasil; atau
jika kegiatan pembiayaan jasa, maka pelapor menggunakan pilihan
imbal jasa.
Apabila dalam satu rekening diberikan beberapa margin/bagi hasil/imbal
jasa, kolom nilai diisi nilai tertinggi. Untuk margin/bagi hasil/imbal jasa
diisi dengan dua angka di belakang koma, contoh margin/bagi
hasil/imbal jasa 12,50% ditulis 12.50. Untuk jenis transaksi yang tidak
diberikan margin/bagi hasil/imbal jasa, kolom nilai dikosongkan.
Kolom nilai diisi sebagai berikut:
1. jika pilihan margin, maka kolom nilai diisi nominal margin;
2.
jika pilihan bagi hasil, maka kolom nilai diisi persentase bagi hasil;
atau
3. jika pilihan imbal jasa, maka kolom nilai diisi nominal imbal jasa.
- 6 -
C. KUALITAS
Kualitas adalah kualitas piutang pembiayaan yang dinilai dengan kriteria
sesuai dengan Peraturan OJK tentang Penyelenggaraan Usaha
Perusahaan Pembiayaan, dengan penggolongan kualitas sebagai berikut:
1. Lancar
2. Dalam Perhatian Khusus
3. Kurang Lancar
4. Diragukan
5. Macet
D. GOLONGAN PENERBIT/TERTARIK
Golongan penerbit/tertarik adalah kategori pihak ketiga yang menerbitkan
dan/atau bertanggung jawab terhadap pelunasan surat berharga yang
dimiliki Perusahaan Pembiayaan pelapor.
E. GOLONGAN PEMBELI
Golongan pembeli adalah kategori pihak ketiga yang membeli surat
berharga yang diterbitkan oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor. Dalam
hal surat berharga yang diterbitkan oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor
adalah atas unjuk, golongan pembeli adalah pihak yang pertama kali
membeli surat berharga tersebut pada saat diterbitkan.
F. GOLONGAN DEBITUR
Golongan debitur adalah kategori pihak yang menerima fasilitas
pembiayaan dari Perusahaan Pembiayaan pelapor atau pihak yang
memiliki kewajiban kepada Perusahaan Pembiayaan pelapor.
G. GOLONGAN KREDITUR
Golongan kreditur adalah kategori pihak yang memberikan pinjaman dana
untuk kegiatan usaha pembiayaan kepada Perusahaan Pembiayaan
pelapor.
H. HUBUNGAN DENGAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN
Hubungan dengan Perusahaan Pembiayaan adalah status keterkaitan
antara Perusahaan Pembiayaan pelapor dengan pihak yang melakukan
transaksi dengan Perusahaan Pembiayaan pelapor.
1. Terkait dengan Perusahaan Pembiayaan
Pihak yang Terkait dengan Perusahaan Pembiayaan adalah:
a. orang perseorangan atau badan usaha yang merupakan
pengendali Perusahaan Pembiayaan pelapor;
b. badan usaha di mana Perusahaan Pembiayaan pelapor
bertindak sebagai pengendali;
- 7 -
c. orang perseorangan atau badan usaha yang bertindak sebagai
Pengendali dari badan usaha sebagaimana dimaksud pada huruf
b;
d. badan usaha yang pengendaliannya dilakukan oleh:
1) orang perseorangan dan/atau badan usaha sebagaimana
dimaksud pada huruf a; atau
2) orang perseorangan dan/atau badan usaha sebagaimana
dimaksud pada huruf c;
e. dewan komisaris atau direksi Perusahaan Pembiayaan pelapor;
f. pihak yang mempunyai hubungan keluarga sampai dengan
derajat kedua, baik horizontal maupun vertikal:
1) dari orang perseorangan yang merupakan pengendali
Perusahaan Pembiayaan pelapor sebagaimana dimaksud
pada huruf a; dan/atau
2) dari dewan komisaris atau direksi pada Perusahaan
Pembiayaan pelapor sebagaimana dimaksud pada huruf e;
g. dewan komisaris atau direksi pada badan usaha sebagaimana
dimaksud pada huruf a, sampai dengan huruf d;
h. badan usaha yang dewan komisaris atau anggota direksi
merupakan:
1) dewan komisaris atau direksi pada Perusahaan Pembiayaan
pelapor; atau
2) dewan komisaris atau direksi pada badan usaha
sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf
d;
i. badan usaha di mana:
1) dewan komisaris atau direksi Perusahaan Pembiayaan
pelapor sebagaimana dimaksud pada huruf e bertindak
sebagai pengendali; atau
2) dewan komisaris atau direksi dari pihak-pihak sebagaimana
dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf d, bertindak
sebagai pengendali; dan
j. badan usaha yang memiliki ketergantungan keuangan (financial
interdependence) dengan Perusahaan Pembiayaan pelapor
dan/atau pihak sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai
dengan huruf i.
2. Tidak Terkait Dengan Perusahaan Pembiayaan
- 8 -
I. JANGKA WAKTU
Tidak terkait dengan Perusahaan Pembiayaan adalah pihak-pihak yang
tidak memiliki keterkaitan dengan Perusahaan Pembiayaan pelapor
sebagaimana disebutkan pada angka 1
Jangka waktu adalah jangka waktu yang diperjanjikan sebagaimana
tercantum dalam perjanjian atau kontrak pembiayaan.
1. Tanggal Mulai
yaitu tanggal, bulan, dan tahun dimulainya perjanjian atau kontrak.
2. Tanggal Jatuh Tempo
yaitu tanggal, bulan, dan tahun berakhirnya perjanjian atau kontrak.
J. SALDO PIUTANG PEMBIAYAAN (OUTSTANDING PRINCIPAL) POKOK
Saldo piutang pembiayaan (outstanding principal) pokok adalah total
tagihan dikurangi dengan:
1. pendapatan bunga yang belum diakui (unearned interest income) atau
pendapatan yang ditangguhkan (unearned revenue) bagi pembiayaan
syariah; dan
2. pendapatan dan biaya lainnya sehubungan transaksi pembiayaan
yang diamortisasi.
K. PIUTANG PEMBIAYAAN (OUTSTANDING PRINCIPAL) NETO
Saldo piutang pembiayaan (outstanding principal) neto adalah saldo
piutang pembiayaan pokok dikurangi dengan cadangan penyisihan
penghapusan saldo piutang pembiayaan.
- 9 -
BAB III
PROFIL PERUSAHAAN PEMBIAYAAN
A. FORMULIR 0000: PROFIL PERUSAHAAN PEMBIAYAAN
1. BENTUK FORMULIR 0000 (PROFIL PERUSAHAAN PEMBIAYAAN)
Formulir 0000 (Profil Perusahaan Pembiayaan) disusun sesuai format
sebagai berikut:
INFORMASI PERUSAHAAN
1) Nama Sebutan/Singkatan Perusahaan Pembiayaan
2) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
3) Single Investor Identification (SID)
4) Status Kepemilikan Perusahaan Pembiayaan
5) Bentuk Badan Hukum
6)
Jenis Kegiatan Usaha Syariah yang Dilakukan
7) Status Perusahaan Pembiayaan
8) Tanggal Pendirian
9) Jenis Kegiatan Usaha yang Dilakukan
ALAMAT PERUSAHAAN
10) Alamat Lengkap
11) Lokasi Kabupaten/Kota
12) Kode Pos
13) Nomor Telepon
14) Status Kepemilikan Gedung
15) Alamat Situs Web
16) Alamat Surat Elektronik (Email)
JUMLAH KANTOR PELAYANAN
17) Jumlah Kantor Cabang
18) Jumlah Kantor Selain Kantor Cabang
JUMLAH TENAGA KERJA
19) Jumlah Tenaga Kerja Kantor Pusat
20) Jumlah Tenaga Kerja Kantor Cabang
21) Jumlah Tenaga Kerja Kantor Selain Kantor Cabang
PETUGAS PENYUSUN DAN ANGGOTA DIREKSI PENANGGUNG
JAWAB
22) Petugas Penyusun Laporan
a) Nama Lengkap
- 10 -
b) Jabatan
c) Nomor Telepon
d) Alamat Surat Elektronik (Email)
23) Anggota Direksi Penanggung Jawab Laporan
a) Nama Lengkap
b) Jabatan
c) Nomor Telepon
d) Alamat Surat Elektronik (Email)
- 11 -
2. PENJELASAN FORMULIR 0000
(PROFIL PERUSAHAAN
PEMBIAYAAN)
Formulir 0000 (Profil Perusahaan Pembiayaan) berisi seluruh
informasi mengenai profil Perusahaan Pembiayaan pelapor.
a.
Informasi Perusahaan
1) Nama Sebutan/Singkatan Perusahaan Pembiayaan
Pos ini diisi dengan nama sebutan atau singkatan
Perusahaan Pembiayaan pelapor, misalnya Dina Finance
untuk Dina Persada Multi Finance, PT, Tbk.
2) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
Pos ini diisi dengan NPWP Perusahaan Pembiayaan pelapor.
3) Single Investor Identification (SID)
Pos ini diisi dengan nomor tunggal identitas investor pasar
modal Indonesia yang diterbitkan oleh Kustodian Sentral
Efek Indonesia.
4) Status Kepemilikan Perusahaan Pembiayaan
Pos ini diisi dengan status kepemilikan Perusahaan
Pembiayaan pelapor, yaitu:
a) Perusahaan Milik Negara
Pos ini diisi dalam hal Perusahaan Pembiayaan pelapor
dimiliki oleh negara baik melalui penyertaan modal
oleh pemerintah pusat maupun penyertaan modal oleh
pemerintah daerah.
b) Perusahaan Swasta Nasional
Pos ini diisi dalam hal Perusahaan Pembiayaan pelapor
tidak dimiliki oleh negara serta tidak terdapat
penyertaan baik secara langsung maupun tidak
langsung oleh pihak asing.
c) Perusahaan Swasta Patungan
Pos ini diisi dalam hal terdapat adanya penyertaan
baik langsung maupun tidak langsung oleh pihak
asing pada Perusahaan Pembiayaan pelapor.
5) Bentuk Badan Hukum
Pos ini diisi dengan bentuk badan hukum yaitu:
a) Perseroan Terbatas
b) Koperasi
- 12 -
6) Jenis Kegiatan Usaha Syariah Yang Dilakukan
a) Unit Usaha Syariah
Unit usaha syariah adalah Perusahaan Pembiayaan
pelapor yang mempunyai unit usaha syariah.
b) Tidak Ada Kegiatan Syariah
Tidak ada kegiatan syariah adalah Perusahaan
Pembiayaan pelapor yang sepenuhnya melakukan
pembiayaan tidak berdasarkan prinsip syariah.
7) Status Perusahaan Pembiayaan
a) Tertutup/Terbatas
Pos ini diisi dengan status perseroan terbatas, yang
selanjutnya disebut perseroan, adalah badan hukum
yang merupakan persekutuan modal, didirikan
berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha
dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam
saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan
dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas serta peraturan pelaksanaannya.
b) Terbuka
Pos ini diisi dengan status perseroan terbuka adalah
perseroan publik atau perseroan yang melakukan
penawaran umum saham, sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang pasar
modal.
8) Tanggal Pendirian
Pos ini diisi dengan tanggal, bulan, dan tahun pendirian
Perusahaan Pembiayaan pelapor.
9) Jenis Kegiatan Usaha Yang Dilakukan
Pos ini diisi dengan jenis kegiatan usaha sesuai dengan izin
usaha yang diberikan, yaitu:
a) Pembiayaan Investasi
b) Pembiayaan Modal Kerja
c) Pembiayaan Multiguna
d) Kegiatan Usaha Pembiayaan Lain Berdasarkan
Persetujuan OJK
e) Sewa Operasi (Operating Lease) dan/atau Kegiatan
Berbasis Imbal Jasa
- 13 -
f) Pembiayaan Investasi (Syariah)
g) Pembiayaan Jual Beli
h) Pembiayaan Jasa
b. Alamat Perusahaan
10) Alamat Lengkap
Pos ini diisi dengan alamat lengkap sesuai domisili kantor
pusat Perusahaan Pembiayaan pelapor.
11) Lokasi Kabupaten/Kota
Pos ini diisi dengan lokasi kabupaten/kota.
12) Kode Pos
Pos ini diisi dengan nomor kode pos domisili kantor pusat
Perusahaan Pembiayaan pelapor.
13) Nomor Telepon
Pos ini diisi dengan nomor telepon perusahaan diawali
dengan kode area wilayah.
14) Status Kepemilikan Gedung
Pos ini diisi dengan status kepemilikan gedung kantor
pusat Perusahaan Pembiayaan pelapor, yaitu:
a) milik sendiri
b) sewa; atau
c) status kepemilikan lainnya
Alamat Situs WebPos ini diisi dengan alamat situs web
Perusahaan Pembiayaan pelapor.
15) Alamat Surat Elektronik (Email)
Pos ini diisi dengan alamat surat elektronik (email)
Perusahaan Pembiayaan pelapor.
c. Jumlah Kantor Pelayanan
16) Jumlah Kantor Cabang
Pos ini diisi dengan jumlah kantor cabang Perusahaan
Pembiayaan pelapor.
Jumlah kantor cabang ini harus dirinci pada Formulir 0020
(Rincian Kantor Cabang).
17) Jumlah Kantor Selain Kantor Cabang
Pos ini diisi dengan jumlah kantor selain kantor cabang
Perusahaan Pembiayaan pelapor. Jumlah kantor selain
kantor cabang ini harus dirinci pada Formulir 0025
(Rincian Kantor Selain Kantor Cabang).
- 14 -
d. Jumlah Tenaga Kerja
18) Jumlah Tenaga Kerja Kantor Pusat
Pos ini diisi dengan banyaknya tenaga kerja baik tenaga
kerja tetap, kontrak maupun outsourcing di kantor pusat
sesuai dengan kolom jenis kelamin dan harus dirinci pada
Formulir 0041 (Rincian Tenaga Kerja Berdasarkan Tingkat
Pendidikan).
19) Jumlah Tenaga Kerja Kantor Cabang
Pos ini diisi dengan banyaknya tenaga kerja baik tenaga
kerja tetap, kontrak maupun outsourcing di kantor cabang
sesuai dengan kolom jenis kelamin dan harus dirinci pada
Formulir 0041 (Rincian Tenaga Kerja Berdasarkan Tingkat
Pendidikan).
20) Jumlah Tenaga Kerja Kantor Selain Kantor Cabang
Pos ini diisi dengan banyaknya tenaga kerja baik tenaga
kerja tetap, kontrak maupun outsourcing di kantor selain
kantor cabang sesuai dengan kolom jenis kelamin dan
harus dirinci pada Formulir 0041 (Rincian Tenaga Kerja
Berdasarkan Tingkat Pendidikan).
e. Petugas Penyusun dan Anggota Direksi Penanggung Jawab
21) Petugas Penyusun Laporan
Pos ini diisi dengan data lengkap personil Perusahaan
Pembiayaan pelapor yang bertindak sebagai petugas
penyusun laporan.
a) Nama Lengkap
Pos ini diisi dengan nama lengkap petugas penyusun
laporan.
b) Jabatan
Pos ini diisi dengan jabatan petugas penyusun laporan.
c) Nomor Telepon
Pos ini diisi dengan nomor telepon bagian/divisi/unit
kerja petugas penyusun laporan.
d) Alamat Surat Elektronik (Email)
Pos ini diisi dengan alamat email petugas penyusun
laporan.
- 15 -
22) Anggota Direksi Penanggung Jawab Laporan
Pos ini diisi dengan data lengkap anggota direksi yang
bertindak sebagai penanggung jawab laporan.
a) Nama Lengkap
Pos ini diisi dengan nama lengkap anggota direksi
penanggung jawab laporan.
b) Jabatan
Pos ini diisi dengan dengan jabatan anggota direksi
penanggung jawab laporan.
c) Nomor Telepon
Pos ini diisi dengan nomor telepon bagian/divisi/unit
kerja anggota direksi penanggung jawab laporan.
d) Alamat Surat Elektronik (Email)
Pos ini diisi dengan alamat email anggota direksi
penanggung jawab laporan.
- 16 -
B. FORMULIR 0010: RINCIAN IZIN USAHA
1. BENTUK FORMULIR 0010 (RINCIAN IZIN USAHA)
Formulir 0010 (Rincian Izin Usaha) disusun sesuai format sebagai
berikut:
(1)
(2)
Nomor Izin
Usaha
Tanggal Izin
Usaha
(3)
Jenis Perizinan
(4)
Keterangan
2. PENJELASAN FORMULIR 0010 (RINCIAN IZIN USAHA)
Formulir 0010 (Rincian Izin Usaha) berisi seluruh informasi mengenai
Rincian Izin Usaha yang dimiliki oleh Perusahaan Pembiayaan
pelapor.
(1) Nomor Izin Usaha
Pos ini diisi dengan nomor Surat Keputusan Menteri Keuangan
atau Keputusan Dewan Komisioner OJK tentang perizinan usaha
Perusahaan Pembiayaan pelapor dan perubahannya.
(2) Tanggal Izin Usaha
Pos ini diisi dengan tanggal, bulan, dan tahun Surat Keputusan
Menteri Keuangan atau Keputusan Dewan Komisioner OJK
tentang perizinan usaha Perusahaan Pembiayaan pelapor dan
perubahannya.
(3) Jenis Perizinan
Pos ini diisi dengan jenis perizinan yang ditetapkan oleh OJK
dan/atau Menteri Keuangan, yaitu:
izin pendirian pertama
peningkatan kegiatan usaha
perubahan nama
izin usaha unit usaha syariah
izin usaha lainnya
(4) Keterangan
Pos ini diisi dengan penjelasan atas jenis perizinan Perusahaan
Pembiayaan pelapor.
Contoh:
Dalam hal perubahan nama diisi perubahan nama dari PT Dina
Persada Multi Finance menjadi PT Karya Persada Multi Finance.
- 17 -
C. FORMULIR 0020: RINCIAN KANTOR CABANG
1. BENTUK FORMULIR 0020 (RINCIAN KANTOR CABANG)
Formulir 0020 (Rincian Kantor Cabang) disusun sesuai format
sebagai berikut:
(1)
Nomor Izin
Kantor
Cabang
(2)
Tanggal
Izin
Kantor
Cabang
Alamat
(3)
Lokasi
Kecamatan
Kabupaten/
Kota
Kode
Pos
(4)
(5)
Nomor Telp
Jumlah Tenaga Kerja
(6)
Nama Kepala Cabang
- 18 -
2. PENJELASAN FORMULIR 0020 (RINCIAN KANTOR CABANG)
Formulir 0020 (Rincian Kantor Cabang) berisi informasi kantor
cabang Perusahaan Pembiayaan pelapor termasuk kantor cabang
unit syariah dari Perusahaan Pembiayaan pelapor yang telah
memperoleh izin dari Menteri Keuangan atau OJK.
(1) Nomor Izin Kantor Cabang
Pos ini diisi dengan nomor Surat Keputusan Menteri Keuangan
atau Surat Keputusan Dewan Komisioner OJK tentang
pemberian izin pembukaan kantor cabang.
(2) Tanggal Izin Kantor Cabang
Pos ini diisi dengan tanggal, bulan, dan tahun dikeluarkannya
Surat Keputusan Menteri Keuangan atau Surat Keputusan
Dewan Komisioner OJK tentang pemberian izin pembukaan
kantor cabang.
(3) Lokasi
Alamat
Pos ini diisi dengan alamat lengkap kantor cabang sesuai
dengan alamat lengkap kantor cabang yang telah dilaporkan
kepada Menteri Keuangan atau OJK.
Kecamatan
Pos ini diisi dengan nama kecamatan domisili kantor cabang.
Kabupaten/Kota
Pos ini diisi dengan lokasi kabupaten/kota.
Kode Pos
Pos ini diisi dengan nomor kode pos domisili kantor cabang.
(4) Nomor Telepon
Pos ini diisi dengan kode area dan nomor telepon masing-masing
kantor cabang.
(5) Jumlah Tenaga Kerja
Pos ini diisi dengan jumlah tenaga kerja yang berada di kantor
cabang Perusahaan Pembiayaan pelapor termasuk kepala kantor
cabang, tenaga kerja tetap, tenaga kerja kontrak, dan tenaga
kerja outsourcing.
(6) Nama Kepala Cabang
Pos ini diisi dengan nama kepala cabang masing-masing kantor
cabang.
- 19 -
D. FORMULIR 0025: RINCIAN KANTOR SELAIN KANTOR CABANG
1. BENTUK FORMULIR 0025 (RINCIAN KANTOR SELAIN KANTOR
CABANG)
Formulir 0025 (Rincian Kantor Selain Kantor Cabang) disusun sesuai
format sebagai berikut:
(1)
Jenis Kantor
(2)
(3)
Nomor Surat Pencatatan Tanggal Surat Pencatatan
(4)
Lokasi
Alamat Kecamatan
Kabupaten/Kota
Kode Pos
(5)
(6)
(7)
Nomor Telepon Jumlah Tenaga Kerja Nama Penanggung Jawab Kantor
- 20 -
2. PENJELASAN FORMULIR 0025 (RINCIAN KANTOR SELAIN KANTOR
CABANG)
Formulir 0025 (Rincian Kantor Selain Kantor Cabang) berisi informasi
kantor selain kantor cabang Perusahaan Pembiayaan pelapor yang
telah dilaporkan ke OJK.
(1) Jenis Kantor
Pos ini diisi dengan nama sebutan kantor selain kantor cabang
Perusahaan Pembiayaan, antara lain point of payment, sales
point, kantor perwakilan, dan kantor cabang pembantu.
(2) Nomor Surat Pencatatan
Pos ini diisi dengan nomor surat dari OJK perihal pencatatan
pembukaan kantor selain kantor cabang Perusahaan
Pembiayaan pelapor.
(3) Tanggal Surat Pencatatan
Pos ini diisi dengan tanggal surat dari OJK perihal pencatatan
pembukaan kantor selain kantor cabang Perusahaan
Pembiayaan pelapor.
(4) Lokasi
Alamat
Pos ini diisi dengan alamat lengkap kantor selain kantor
cabang Perusahaan Pembiayaan pelapor.
Kecamatan
Pos ini diisi dengan nama kecamatan domisili kantor selain
kantor cabang Perusahaan Pembiayaan pelapor.
Kabupaten/Kota
Pos ini diisi dengan lokasi kabupaten/kota.
Kode Pos
Pos ini diisi dengan nomor kode pos domisili kantor selain
kantor cabang Perusahaan Pembiayaan pelapor.
(5) Nomor Telepon
Pos ini diisi dengan kode area dan nomor telepon masing-masing
kantor selain kantor cabang Perusahaan Pembiayaan pelapor.
(6) Jumlah Tenaga Kerja
Pos ini diisi dengan jumlah tenaga kerja yang berada di kantor
selain kantor cabang Perusahaan Pembiayaan pelapor termasuk
penanggung jawab kantor selain kantor cabang tersebut, tenaga
kerja tetap, tenaga kerja kontrak, dan tenaga kerja outsourcing.
- 21 -
(7) Nama Penanggung Jawab Kantor
Pos ini diisi dengan nama penanggung jawab masing-masing
kantor selain kantor cabang Perusahaan Pembiayaan pelapor.
- 22 -
E. FORMULIR 0030: RINCIAN PEMEGANG SAHAM DAN PEMEGANG SAHAM
DERAJAT KEDUA
1. BENTUK FORMULIR 0030 (RINCIAN PEMEGANG SAHAM DAN
PEMEGANG SAHAM DERAJAT KEDUA)
Formulir 0030 (Rincian Pemegang Saham dan Pemegang Saham
Derajat Kedua) disusun sesuai format sebagai berikut:
(1)
Nama
Pemegang
Saham
(2)
Golongan
Pemegang
Saham
(3)
(4)
Negara
Asal
Bentuk
Badan
Hukum
Pemegang
Saham
(5)
Status
Pemegang
Saham
(6)
Ekuitas
Pemegang
Saham
(dalam
Rp)
(7)
Persentase
Kepemilikan
Asing
Secara
Langsung/
Tidak
Langsung
(8)
(9)
Kepemilikan Saham
Nilai
(dalam Rp)
Persentase
(%)
Informasi Kepengurusan Pemegang Saham Badan
Hukum
Nama
Pengurus
Jabatan
Pengurus
Negara Asal
(10)
Informasi Pemegang Saham Derajat Kedua
Nilai
Nama
Pemegang
Saham
Derajat
Kedua
Golongan
Pemegang
Saham
Derajat
Kedua
Negara Asal
Pemegang
Saham
Derajat
Kedua
Kepemilikan
Saham
Pemegang
Saham
Derajat
Kedua
Persentase
Kepemilikan
Saham Pemegang
Saham Derajat
Kedua
- 23 -
2. PENJELASAN FORMULIR 0030 (RINCIAN PEMEGANG SAHAM DAN
PEMEGANG SAHAM DERAJAT KEDUA)
Formulir 0030 (Rincian Pemegang Saham dan Pemegang Saham
Derajat Kedua) berisi rincian pemegang saham baik perorangan
maupun berbentuk badan hukum pada Perusahaan Pembiayaan
pelapor, informasi pengurus pemegang saham Perusahaan
Pembiayaan pelapor dan informasi pemegang saham derajat kedua.
(1) Nama Pemegang Saham
Pos ini diisi dengan nama lengkap pemegang saham.
(2) Golongan Pemegang Saham
Pos ini diisi dengan Golongan Pemilik.
(3) Negara Asal
Pos ini diisi dengan negara asal pemegang saham.
(4) Bentuk Badan Hukum Pemegang Saham
Pos ini diisi dengan bentuk badan hukum atau perseorangan
pemegang saham Perusahaan Pembiayaan pelapor, yaitu:
perseroan terbatas
koperasi
yayasan
dana pensiun
badan hukum Indonesia lainnya
pemerintah pusat
pemerintah daerah
perseorangan
badan hukum asing
(5) Status Pemegang Saham
Pos ini diisi dengan status pemegang saham, yaitu:
pemegang saham pengendali
pemegang saham non pengendali
(6) Ekuitas Pemegang Saham
Pos ini diisi dengan nilai ekuitas dari pemegang saham yang
berbentuk badan hukum perseroan terbatas, koperasi, yayasan,
dana pensiun, badan hukum Indonesia lainnya, pemerintah
pusat, pemerintah daerah, dan badan hukum asing berdasarkan
laporan audit.
- 24 -
(7) Persentase Kepemilikan Asing secara Langsung atau Tidak
Langsung
Pos ini diisi dengan informasi mengenai persentase kepemilikan
asing bagi pemegang saham yang berbentuk badan hukum pada
Perusahaan Pembiayaan pelapor. Bagi pemegang saham
perseorangan warga negara Indonesia, maka pos ini diisi nol
persen.
Bagi pemegang saham berbentuk badan hukum Indonesia, pos
ini diisi dengan persentase kepemilikan asing dalam badan
hukum dimaksud baik secara langsung maupun tidak langsung.
(8) Kepemilikan Saham
Nilai
Pos ini diisi dengan nilai nominal modal disetor Perusahaan
Pembiayaan pelapor yang dimiliki pemegang saham.
Total nilai ini harus sama dengan nilai nominal modal
disetor di Formulir 1100 (Laporan Posisi Keuangan).
Persentase
Pos ini diisi dengan nilai persentase kepemilikan dengan
format desimal 2 (dua) angka di belakang koma.
(9) Informasi Kepengurusan Pemegang Saham Badan Hukum
Nama Pengurus
Pos ini diisi dengan nama pengurus dan pengawas
pemegang saham Perusahaan Pembiayaan pelapor yang
berbentuk badan hukum.
Jabatan
Pos ini diisi dengan jabatan pengurus dan pengawas
pemegang saham Perusahaan Pembiayaan pelapor yang
berbentuk badan hukum, yaitu:
-
-
-
-
-
-
komisaris utama
komisaris
komisaris independen
dewan pengawas syariah
direktur utama
direktur
Bagi pemegang saham selain berbentuk badan hukum
perseroan terbatas pengawas disetarakan dengan komisaris
dan pengurus disetarakan dengan anggota direksi.
- 25 -
Negara Asal
Pos ini diisi dengan negara asal pengurus dan pengawas
pemegang saham.
(10) Informasi Pemegang Saham Derajat Kedua
Nama Pemegang Saham Derajat Kedua
Pos ini diisi dengan nama lengkap pemegang saham derajat
kedua (pemegang saham pada pemegang saham
Perusahaan Pembiayaan pelapor).
Golongan Pemegang Saham Derajat Kedua
Pos ini diisi dengan sandi golongan pemegang saham
derajat kedua.
Negara Asal Pemegang Saham Derajat Kedua
Pos ini diisi dengan negara asal pemegang saham derajat
kedua.
Nilai Kepemilikan Saham Pemegang Saham Derajat Kedua
Pos ini diisi dengan nilai nominal modal disetor pemegang
saham Perusahaan Pembiayaan pelapor yang dimiliki
pemegang saham derajat kedua.
Persentase Kepemilikan Saham Pemegang Saham Derajat
Kedua
Pos ini diisi dengan nilai nominal modal disetor dalam
bentuk persentase pemegang saham Perusahaan
Pembiayaan pelapor yang dimiliki pemegang saham derajat
kedua.
- 26 -
F. FORMULIR 0035: RINCIAN KEPENGURUSAN
1. BENTUK FORMULIR 0035 (RINCIAN KEPENGURUSAN)
Formulir 0035 (Rincian Kepengurusan) disusun sesuai format
sebagai berikut:
(1)
Nama
(2)
Nomor
Identitas
(3)
Kewarganegaraan
(4)
Jabatan
(5)
Domisili
(6)
(7)
Nomor Akta
Pengangkatan
Tanggal
Akta
(8)
Tanggal
Mulai
Menjabat
Nomor Surat
Keputusan
(9)
Informasi Persetujuan Penilaian
Kemampuan dan Kepatutan
Tanggal Surat
Keputusan
2. PENJELASAN FORMULIR 0035 (RINCIAN KEPENGURUSAN)
Formulir 0035 (Rincian Kepengurusan)
berisi informasi
kepengurusan Perusahaan Pembiayaan pelapor yang terdiri dari
anggota dewan komisaris dan anggota direksi untuk Perusahaan
Pembiayaan yang berbadan hukum perseroan terbatas, atau
pengawas dan pengurus untuk Perusahaan Pembiayaan pelapor yang
berbadan hukum koperasi termasuk Dewan Pengawas Syariah bagi
Perusahaan Pembiayaan yang melakukan kegiatan usaha syariah.
(1) Nama
Pos ini diisi dengan nama-nama pengurus dan pengawas
Perusahaan Pembiayaan pelapor.
(2) Nomor Identitas
Pos ini diisi dengan nomor identitas berupa nomor induk
kependudukan, KITAS, dan/atau paspor dari pengurus dan
pengawas Perusahaan Pembiayaan pelapor.
(3) Kewarganegaraan
Pos ini diisi dengan kewarganegaraan pengurus dan pengawas
Perusahaan Pembiayaan pelapor.
(4) Jabatan
Pos ini diisi dengan jabatan pengurus dan pengawas Perusahaan
Pembiayaan pelapor, yaitu:
- 27 -
Komisaris Utama
Komisaris
Komisaris Independen
Dewan Pengawas Syariah
Direktur Utama
Direktur
Bagi Perusahaan Pembiayaan berbadan hukum koperasi,
pengawas disetarakan dengan anggota dewan komisaris dan
pengurus disetarakan dengan anggota direksi.
(5) Domisili
Pos ini diisi dengan lokasi kabupaten/kota tempat pengurus dan
pengawas Perusahaan Pembiayaan pelapor berdomisili.
(6) Nomor Akta Pengangkatan
Pos ini diisi dengan nomor akta pengangkatan anggota Dewan
Komisaris, anggota Direksi, dan/atau anggota dewan pengawas
syariah.
(7) Tanggal Akta
Pos ini diisi dengan tanggal akta pengangkatan anggota Dewan
Komisaris, anggota Direksi, dan/atau anggota dewan pengawas
syariah.
(8) Tanggal Mulai Menjabat
Pos ini diisi dengan tanggal, bulan, dan tahun mulai menjabat
masing-masing pengurus
dan pengawas
Perusahaan
Pembiayaan pelapor sesuai dengan akta rapat umum pemegang
saham atau yang setara yang menyetujui pengangkatan
pengurus dan pengawas.
(9) Informasi Persetujuan Penilaian Kemampuan dan Kepatutan
Nomor Surat Keputusan
Pos ini diisi dengan Nomor Surat Keputusan Penetapan
Hasil Penilaian Kemampuan dan Kepatutan, misalnya KEP-
123/D.05/2015.
Tanggal Surat Keputusan
Pos ini diisi dengan tanggal, bulan, dan tahun
dikeluarkannya surat keputusan.
- 28 -
G. FORMULIR 0036: RINCIAN PIHAK TERKAIT
1. BENTUK FORMULIR 0036 (RINCIAN PIHAK TERKAIT)
Formulir 0036 (Rincian Pihak Terkait) disusun sesuai format sebagai
berikut:
(1)
Nama Pihak
Terkait
(2)
(3)
Golongan Lokasi Negara
(4)
Hubungan Pihak
Terkait
Sandi A-J
- 29 -
2. PENJELASAN FORMULIR 0036 (RINCIAN PIHAK TERKAIT)
Formulir 0036 (Rincian Pihak Terkait) berisi rincian pihak terkait
Perusahaan Pembiayaan pelapor.
(1) Nama Pihak Terkait
Pos ini diisi dengan nama lengkap pihak terkait.
(2) Golongan
Pos ini diisi dengan golongan pihak terkait.
(3) Lokasi Negara
Pos ini diisi dengan lokasi negara tempat kedudukan pihak
terkait.
(4) Hubungan Pihak Terkait
Pos ini diisi dengan menggunakan sandi huruf A sampai dengan
huruf J yang menunjukan hubungan pihak terkait dengan
Perusahaan Pembiayaan pelapor sebagai berikut:
Sandi huruf A sampai dengan huruf J:
A. Orang perseorangan atau badan usaha yang merupakan
pengendali Perusahaan Pembiayaan pelapor.
B. Badan usaha di mana Perusahaan Pembiayaan pelapor
bertindak sebagai pengendali.
C. Orang perseorangan atau badan usaha yang bertindak
sebagai pengendali dari badan usaha sebagaimana
dimaksud dalam huruf B.
D. Badan usaha yang pengendaliannya dilakukan oleh:
1) orang perseorangan dan/atau badan usaha
sebagaimana dimaksud dalam huruf A; atau
2) orang perseorangan dan/atau badan usaha
sebagaimana dimaksud dalam huruf C.
E. Dewan komisaris atau direksi Perusahaan Pembiayaan
pelapor.
F. Pihak yang mempunyai hubungan keluarga sampai dengan
derajat kedua, baik horizontal maupun vertikal:
1) dari orang perseorangan yang merupakan pengendali
Perusahaan Pembiayaan
pelapor
dimaksud dalam huruf A; dan/atau
2) dari dewan komisaris atau direksi pada Perusahaan
Pembiayaan pelapor sebagaimana dimaksud pada
huruf E.
sebagaimana
- 30 -
G. Dewan komisaris atau direksi pada badan usaha
sebagaimana dimaksud dalam huruf A sampai dengan
huruf D.
H. Badan usaha yang dewan komisaris atau direksi
merupakan:
1) dewan komisaris atau direksi pada Perusahaan
Pembiayaan pelapor; atau
2) dewan komisaris atau direksi pada badan usaha
sebagaimana dimaksud dalam huruf A sampai dengan
huruf D.
I. Badan usaha di mana:
1) dewan komisaris atau direksi Perusahaan Pembiayaan
pelapor sebagaimana dimaksud huruf E bertindak
sebagai pengendali; atau
2) dewan komisaris atau direksi dari pihak-pihak
sebagaimana dimaksud dalam huruf A sampai dengan
huruf D bertindak sebagai pengendali.
J. Badan usaha yang memiliki ketergantungan keuangan
(financial interdependence) dengan Perusahaan Pembiayaan
pelapor dan/atau pihak sebagaimana dimaksud dalam
huruf A sampai dengan huruf I.
- 31 -
H. FORMULIR 0041: RINCIAN TENAGA KERJA BERDASARKAN TINGKAT
PENDIDIKAN
1. BENTUK FORMULIR 0041 (RINCIAN TENAGA KERJA BERDASARKAN
TINGKAT PENDIDIKAN)
Formulir 0041 (Rincian Tenaga Kerja Berdasarkan Tingkat
Pendidikan) disusun sesuai format sebagai berikut:
Tingkat
Pendidikan
1. Kantor
Pusat
a. Tingkat
Pendidik
an
Lainnya
di bawah
SMA
b. SMA
c. Diploma
d. Sarjana
e. Pasca
Sarjana
2. Kantor
Cabang
a. Tingkat
Pendidik
an
Lainnya
di bawah
SMA
b. SMA
c. Diploma
d. Sarjana
e. Pasca
Sarjana
3. Kantor
Selain
Kantor
Cabang
a. Tingkat
Pendidik
an
Lainnya
di bawah
SMA
Tenaga
Kerja Tetap
Tenaga
Kerja
Kontrak
Tenaga
Kerja
Outsourcing
Total
Tenaga
Kerja
L P Total L P Total L P Total L P Total
- 32 -
Tingkat
Pendidikan
b. SMA
c. Diploma
d. Sarjana
e. Pasca
Sarjana
Jumlah
Tenaga
Kerja Tetap
Tenaga
Kerja
Kontrak
Tenaga
Kerja
Outsourcing
Total
Tenaga
Kerja
L P Total L P Total L P Total L P Total
- 33 -
2. PENJELASAN FORMULIR 0041 (RINCIAN TINGKAT PENDIDIKAN
TENAGA KERJA)
Formulir 0041 (Rincian Tingkat Pendidikan Tenaga Kerja) berisi
rincian jumlah tenaga kerja pada masing–masing kategori tingkat
pendidikan tenaga kerja di kantor pusat, kantor cabang, dan kantor
selain kantor cabang Perusahaan Pembiayaan pelapor.
1) Tingkat Pendidikan
1. Kantor Pusat
a. Tingkat Pendidikan Lainnya di bawah SMA
b. SMA
c. Diploma
d. Sarjana
e. Pasca Sarjana
Dalam hal terdapat tenaga kerja dari Perusahaan
Pembiayaan pelapor dengan tingkat pendidikan strata
2 atau strata 3, maka diisi pada kolom Pasca Sarjana.
2. Kantor Cabang
a. Tingkat Pendidikan Lainnya di bawah SMA
b. SMA
c. Diploma
d. Sarjana
e. Pasca Sarjana
Dalam hal terdapat tenaga kerja dari Perusahaan
Pembiayaan pelapor dengan tingkat pendidikan strata
2 atau strata 3, maka diisi pada kolom Pasca Sarjana.
3. Kantor Selain Kantor Cabang
a. Tingkat Pendidikan Lainnya di bawah SMA
b. SMA
c. Diploma
d. Sarjana
e. Pasca Sarjana
Dalam hal terdapat tenaga kerja dari Perusahaan
Pembiayaan pelapor dengan tingkat pendidikan strata
2 atau strata 3, maka diisi pada kolom Pasca Sarjana.
- 34 -
2) Tenaga Kerja Tetap
Pos ini diisi dengan jumlah tenaga kerja tetap yang berada di
kantor pusat, kantor cabang, dan kantor selain kantor cabang
berdasarkan tingkat pendidikan.
a. Laki-laki
b. Perempuan
c. Total
3) Tenaga Kerja Kontrak
Pos ini diisi dengan jumlah tenaga kerja kontrak yang berada di
kantor pusat, kantor cabang, dan kantor selain kantor cabang
berdasarkan tingkat pendidikan.
a. Laki-laki
b. Perempuan
c. Total
4) Tenaga Kerja Outsourcing
Pos ini diisi dengan jumlah tenaga kerja outsourcing yang berada
di kantor pusat, kantor cabang, dan kantor selain kantor cabang
berdasarkan tingkat pendidikan.
a. Laki-laki
b. Perempuan
c. Total
- 35 -
I. FORMULIR 0043: RINCIAN TENAGA KERJA BERDASARKAN FUNGSI
1. BENTUK FORMULIR 0043 (RINCIAN TENAGA KERJA BERDASARKAN FUNGSI)
Formulir 0043 (Rincian Tenaga Kerja Berdasarkan Fungsi) disusun sesuai format sebagai berikut:
(1)
(2)
Tenaga Manajerial sampai satu
level di bawah Anggota Direksi
Fungsi
Tenaga
Kerja
Tetap
1. Pemasaran
2. Analisis Kelayakan
Pembiayaan
3. Penagihan
4. Human Resource (HR) dan
General Affair (GA)
5. Administrasi dan
Pembukuan
6. Manajemen Risiko
7. Audit Internal
8. Legal
9. Teknologi Informasi (IT)
10. Anti Pencucian Uang dan
Pencegahan Pendanaan
Terorisme
11. Satuan Kerja Lainnya
Jumlah
Tenaga
Kerja
Kontrak
Tenaga
Kerja
Outsourcing
(3)
Staf dan Lainnya
Tenaga
Kerja
Tetap
Tenaga
Kerja
Tenaga
Kerja
Kontrak Outsourcing
Total
Keterangan
Rangkap
Jabatan
(4
(5)
- 36 -
2. PENJELASAN FORMULIR 0043 (RINCIAN TENAGA KERJA
BERDASARKAN FUNGSI)
Formulir 0043 (Rincian Tenaga Kerja Berdasarkan Fungsi) berisi
jumlah tenaga kerja yang dimiliki perusahaan berdasarkan satuan
kerja baik di kantor pusat, kantor cabang, dan kantor selain kantor
cabang Perusahaan Pembiayaan pelapor sesuai dengan masing–
masing status tenaga kerja, termasuk tenaga kerja pada unit usaha
syariah Perusahaan Pembiayaan pelapor.
(1) Fungsi
1. Pemasaran
2. Analisis Kelayakan Pembiayaan
3. Penagihan
4. Human Resource (HR) dan General Affair (GA)
5. Administrasi dan Pembukuan
6. Manajemen Risiko
7. Audit Internal
8. Legal
9. Teknologi Informasi (IT)
10. Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme
11. Satuan Kerja Lainnya
(2) Tenaga Manajerial sampai satu level di bawah Anggota Direksi
Pos ini diisi dengan jumlah tenaga kerja yang merupakan level
manajerial sampai dengan satu level di bawah anggota direksi
berdasarkan satuan kerja untuk masing-masing status tenaga
kerja:
Tenaga Kerja Tetap
Tenaga Kerja Kontrak
Tenaga Kerja Outsourcing
(3) Staf dan Lainnya
Pos ini diisi dengan jumlah tenaga kerja yang merupakan level
staf dan lainnya berdasarkan satuan kerja untuk masing-masing
status tenaga kerja:
Tenaga Kerja Tetap
Tenaga Kerja Kontrak
Tenaga Kerja Outsourcing
- 37 -
(4) Total Tenaga Kerja
Pos ini diisi dengan jumlah total tenaga kerja yang merupakan
level manajerial sampai dengan satu level di bawah anggota
Direksi berdasarkan fungsi:
Tenaga Manajerial Sampai Satu Level di Bawah Anggota
Direksi
Staf dan Tingkat Tenaga Kerja Lainnya
(5) Keterangan Rangkap Jabatan
Pos ini diisi dengan perangkapan fungsi yang dilakukan oleh
tenaga kerja Perusahaan Pembiayaan pelapor. Dalam rangka
pengisian laporan, maka satu orang tenaga kerja hanya bisa
masuk ke dalam satu fungsi meskipun dalam praktiknya
menangani beberapa fungsi.
- 38 -
J. FORMULIR 0046: RINCIAN TENAGA KERJA ASING
1. BENTUK FORMULIR 0046 (RINCIAN TENAGA KERJA ASING)
Formulir 0046 (Rincian Tenaga Kerja Asing) disusun sesuai format
sebagai berikut:
(1)
(2)
Nomor
Nama
Identitas
Kewarganegaraan Jabatan
(3)
(4)
(5)
Bidang
Spesialisasi
(6)
Domisili
(7)
(8)
Nomor Izin Kerja Tanggal Izin Kerja
(9)
Awal Masa Laku
Izin Kerja
(10)
Akhir Masa Laku
Izin Kerja
- 39 -
2. PENJELASAN FORMULIR 0046 (RINCIAN TENAGA KERJA ASING)
Formulir 0046 (Rincian Tenaga Kerja Asing) berisi rincian tenaga
kerja asing Perusahaan Pembiayaan pelapor.
(1) Nama
Pos ini diisi dengan nama tenaga kerja asing Perusahaan
Pembiayaan pelapor.
(2) Nomor Identitas
Pos ini diisi dengan nomor identitas berupa nomor induk
kependudukan, KITAS, dan/atau paspor dari pengurus dan
pengawas Perusahaan Pembiayaan pelapor.
(3) Kewarganegaraan
Pos ini diisi dengan kewanegaraan tenaga kerja asing.
(4) Jabatan
Pos ini diisi dengan kategori jabatan tenaga kerja asing pada
Perusahaan Pembiayaan pelapor. Jabatan tenaga kerja asing
meliputi:
tenaga ahli dengan level jabatan satu tingkat di bawah
direksi; penasihat; atau
konsultan
(5) Bidang Spesialisasi
Pos ini diisi dengan bidang spesialisasi dari tenaga kerja asing
pada Perusahaan Pembiayaan pelapor. Bidang spesialisasi
antara lain bidang pengelolaan portofolio investasi, manajemen
risiko, teknologi informasi, dan sebagainya.
(6) Domisili
Pos ini diisi dengan domisili tenaga kerja asing.
(7) Nomor Izin Kerja
Pos ini diisi dengan nomor surat keputusan izin kerja dari
tenaga kerja asing yang diterbitkan oleh instansi yang
berwenang.
(8) Tanggal Izin Kerja
Pos ini diisi dengan tanggal surat keputusan izin kerja dari
tenaga kerja asing yang diterbitkan oleh instansi yang
berwenang.
(9) Awal Masa Laku Izin Kerja
Pos ini diisi dengan informasi mengenai awal masa berlaku dari
izin kerja tenaga kerja asing.
- 40 -
(10) Akhir Masa Laku Izin Kerja
Pos ini diisi dengan informasi mengenai akhir masa berlaku dari
izin kerja tenaga kerja asing.
- 41 -
BAB IV
LAPORAN KEUANGAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN
A. FORMULIR 1100: LAPORAN POSISI KEUANGAN
1. BENTUK FORMULIR 1100 (LAPORAN POSISI KEUANGAN)
Formulir 1100 (Laporan Posisi Keuangan) disusun sesuai format
sebagai berikut:
ASET
No.
Pos-pos
Rp Valas Jumlah
1. Kas dan Setara Kas
a. Kas
b. Simpanan pada Bank Dalam Negeri
1) Giro
2) Simpanan Lainnya
c. Simpanan pada Bank Luar Negeri
1) Giro
2) Simpanan Lainnya
2. Aset Tagihan Derivatif
3.
Piutang Pembiayaan Neto
Piutang Pembiayaan Konvensional:
a. Piutang Pembiayaan Investasi Neto
1) Piutang Pembiayaan Investasi
Bruto
2) Pendapatan Bunga yang Belum
Diakui (unearned interest income)
3) Pendapatan dan Biaya Lainnya
sehubungan Transaksi
Pembiayaan yang Diamortisasi
4) Cadangan Penyisihan Piutang
Pembiayaan Investasi
b. Piutang Pembiayaan Modal Kerja
Neto
1) Piutang Pembiayaan Modal Kerja
Bruto
2) Pendapatan Bunga yang Belum
Diakui (unearned interest income)
- 42 -
No.
Pos-pos
3) Pendapatan dan Biaya Lainnya
sehubungan Transaksi
Pembiayaan yang Diamortisasi
4) Cadangan Penyisihan Piutang
Pembiayaan Modal Kerja
c. Piutang Pembiayaan Multiguna
Neto
1) Piutang Pembiayaan Multiguna
Bruto
2) Pendapatan Bunga yang Belum
Diakui (unearned interest income)
3) Pendapatan dan Biaya Lainnya
sehubungan Transaksi
Pembiayaan yang Diamortisasi
4) Cadangan Penyisihan Piutang
Pembiayaan Multiguna
d. Piutang Pembiayaan Lainnya
Berdasarkan Persetujuan OJK Neto
1) Piutang Pembiayaan Lainnya
Bruto
2) Pendapatan Bunga yang Belum
Diakui (unearned interest income)
3) Pendapatan dan Biaya Lainnya
sehubungan Transaksi
Pembiayaan yang Diamortisasi
4) Cadangan Penyisihan Piutang
Pembiayaan Lainnya
Piutang Pembiayaan Berdasarkan
Prinsip Syariah :
a. Piutang Pembiayaan Jual Beli
Berdasarkan Prinsip Syariah Neto
1) Piutang Pembiayaan Jual Beli
Berdasarkan Prinsip Syariah
Bruto
2) Pendapatan Bunga yang Belum
Diakui (unearned interest income)
3) Pendapatan dan Biaya Lainnya
sehubungan Transaksi
Pembiayaan yang Diamortisasi
4) Cadangan Penyisihan Piutang
Pembiayaan Jual Beli
Berdasarkan Prinsip Syariah
Rp Valas Jumlah
- 43 -
No.
Pos-pos
b. Piutang Pembiayaan Investasi
Berdasarkan Prinsip Syariah Neto
1) Piutang Pembiayaan Investasi
Berdasarkan Prinsip Syariah
Bruto
2) Pendapatan Pembiayaan
Investasi Tangguhan
3) Pendapatan dan Biaya Lainnya
sehubungan Transaksi
Pembiayaan yang Diamortisasi
4) Cadangan Penyisihan Piutang
Pembiayaan Investasi
Berdasarkan Prinsip Syariah
c. Piutang Pembiayaan Jasa
Berdasarkan Prinsip Syariah Neto
1) Piutang Pembiayaan Jasa
Berdasarkan Prinsip Syariah
Bruto
2) Pendapatan Pembiayaan Jasa
Tangguhan
3) Pendapatan dan Biaya Lainnya
sehubungan Transaksi
Pembiayaan yang Diamortisasi
4) Cadangan Penyisihan Piutang
Pembiayaan Jasa Berdasarkan
Prinsip Syariah
4.
Penyertaan Modal
a. Penyertaan Modal Pada Bank
b. Penyertaan Modal Pada Perusahaan
Jasa Keuangan Lainnya
c. Penyertaan Modal Pada Perusahaan
Bukan Jasa Keuangan
5.
6.
Investasi dalam Surat Berharga
Aset yang Disewaoperasikan
(Operating Lease) Neto
a. Aset yang Disewaoperasikan
b. Akumulasi penyusutan Aset yang
Disewaoperasikan
7. Aset Tetap dan Inventaris Neto
a. Aset tetap dan inventaris
b. Akumulasi penyusutan Aset tetap
Rp Valas Jumlah
- 44 -
No.
Pos-pos
dan Inventaris
8. Aset Pajak Tangguhan
9. Rupa-Rupa Aset
Total Aset
LIABILITAS DAN EKUITAS
No.
Rp Valas Jumlah
Pos-pos
Rp Valas Jumlah
1. Liabilitas Segera
a. Liabilitas Kepada Bank
b. Liabilitas Kepada Perusahaan Jasa
Keuangan Lainnya
c. Liabilitas Kepada Perusahaan
Bukan Jasa Keuangan
d. Liabilitas Segera Lainnya
2. Liabilitas Derivatif
3. Utang Pajak
4.
Pinjaman yang Diterima
a. Pinjaman yang Diterima Dalam
Negeri
1) Pinjaman yang Diterima dari
Bank
2) Pinjaman yang Diterima dari
Lembaga Jasa Keuangan
Nonbank
3) Pinjaman yang Diterima Lainnya
b. Pinjaman yang Diterima dari Luar
Negeri
1) Pinjaman yang Diterima dari
Bank
2) Pinjaman yang Diterima dari
Lembaga Jasa Keuangan
Nonbank
3) Pinjaman yang Diterima Lainnya
5. Surat Berharga yang Diterbitkan
6. Liabilitas Pajak Tangguhan
7.
Pinjaman Subordinasi
a. Pinjaman Subordinasi Dalam
Negeri
b. Pinjaman Subordinasi Luar Negeri
8. Rupa-Rupa Liabilitas
- 45 -
No.
Pos-pos
9. Modal
a. Modal Disetor
1) Modal Dasar
2) Modal yang belum Disetor
b. Simpanan Pokok dan Simpanan
Wajib
1) Simpanan Pokok
2) Simpanan Wajib
c. Tambahan Modal Disetor
1) Agio
2) Biaya Emisi Efek Ekuitas
3) Modal Hibah
4) Tambahan Modal Disetor
Lainnya
d. Disagio
e. Modal Saham yang Diperoleh
Kembali
f. Selisih Nilai Transaksi
Restrukturisasi Entitas
Sepengendali
10. Cadangan
a. Cadangan Umum
b. Cadangan Tujuan
11. Saldo Laba (Rugi) Yang Ditahan
12. Laba (Rugi) Bersih Setelah Pajak
13. Komponen Ekuitas Lainnya
a. Saldo Komponen Ekuitas Lainnya
1) Saldo Keuntungan (Kerugian)
Akibat Perubahan dalam Surplus
Revaluasi Aset Tetap
2) Saldo Keuntungan (Kerugian)
Akibat Selisih Kurs Karena
Penjabaran Laporan Keuangan
Dalam Mata Uang Asing
3) Saldo Keuntungan (Kerugian)
Akibat Pengukuran Kembali Aset
Keuangan Tersedia Untuk Dijual
4) Saldo Keuntungan (Kerugian)
Akibat Bagian Efektif Instrumen
Keuangan Lindung Nilai dalam
Rangka Lindung Nilai Arus Kas
5) Saldo Keuntungan (Kerugian)
atas Komponen Ekuitas Lainnya
Sesuai Prinsip Standar
Rp Valas Jumlah
- 46 -
No.
Pos-pos
Akuntansi Keuangan
b. Keuntungan (Kerugian)
Komperehensif Lainnya Periode
Berjalan
Total Liabilitas dan Ekuitas
Rp Valas Jumlah
- 47 -
2. PENJELASAN FORMULIR 1100 (LAPORAN POSISI KEUANGAN)
Formulir 1100 (Laporan Posisi Keuangan) berisi laporan bulanan
Perusahaan Pembiayaan pelapor yang memberikan penjelasan
rincian atas posisi aset dan posisi liabilitas dan ekuitas.
ASET
1. Kas dan Setara Kas
Pos ini dirinci:
a. Kas
Pos ini diisi dengan jumlah uang kartal yang ada
dalam kas berupa uang kertas dan uang logam, yang
dikeluarkan oleh Bank Indonesia yang menjadi alat
pembayaran yang sah di Indonesia. Termasuk pula
dalam pengertian kas adalah uang kertas dan uang
logam asing yang masih berlaku milik Perusahaan
Pembiayaan pelapor. Commemorative coin dan
commemorative note yang dikeluarkan oleh Bank
Indonesia dilaporkan pada pos Rupa-rupa Aset.
b. Simpanan Pada Bank Dalam Negeri
Pos ini diisi dengan semua jenis simpanan Perusahaan
Pembiayaan pelapor pada bank di Indonesia, baik
dalam rupiah maupun valas. Pos ini tidak boleh
dikompensasi dengan pos bank pada pos-pos
Liabilitas.
Pos ini dirinci:
1) Giro
Pos ini diisi dengan jumlah simpanan Perusahaan
Pembiayaan pelapor dalam bentuk giro pada bank
umum di Indonesia.
2) Simpanan Lainnya
Pos ini diisi dengan jumlah simpanan Perusahaan
Pembiayaan pelapor selain giro antara lain dalam
bentuk tabungan, deposito berjangka, deposit on
call, dan simpanan lainnya yang sejenis pada
bank umum, bank umum syariah, bank
perkreditan rakyat, dan/atau bank pembiayaan
rakyat syariah di Indonesia.
- 48 -
c. Simpanan Pada Bank Luar Negeri
Pos ini diisi dengan semua jenis simpanan Perusahaan
Pembiayaan pelapor pada bank di luar negeri.
Pos ini dirinci:
1) Giro
Pos ini diisi dengan simpanan Perusahaan
Pembiayaan pelapor dalam bentuk giro pada bank
di luar negeri.
2) Simpanan Lainnya
Pos ini diisi dengan simpanan Perusahaan
Pembiayaan pelapor dalam bentuk tabungan,
deposito berjangka, deposit on call, dan simpanan
lainnya yang sejenis pada bank di luar negeri.
2. Aset Tagihan Derivatif
Pos ini diisi dengan semua aset tagihan yang merupakan
potensi keuntungan yang timbul dari selisih positif antara
nilai kontrak dengan nilai wajar dari suatu transaksi
derivatif pada tanggal laporan. Transaksi derivatif ini hanya
untuk kegiatan lindung nilai. Pos ini harus dirinci pada
formulir 3010 (Daftar Rincian Aset Derivatif Untuk Lindung
Nilai).
3. Piutang Pembiayaan Neto
Pos ini diisi dengan jumlah piutang pembiayaan yang
berasal dari kegiatan utama Perusahaan Pembiayaan
pelapor baik yang dilakukan secara konvensional meliputi
Pembiayaan Investasi, Pembiayaan Modal Kerja,
Pembiayaan Multiguna, dan Pembiayaan Lainnya
berdasarkan persetujuan OJK, maupun dilakukan
berdasarkan prinsip syariah meliputi Pembiayaan Jual Beli,
Pembiayaan Investasi (syariah) dan Pembiayaan Jasa, yang
dicatat sebesar nilai neto.
Pos ini dirinci:
Piutang Pembiayaan Konvensional yang terdiri dari:
a. Piutang Pembiayaan Investasi Neto
Pos ini diisi dengan nilai piutang pembiayaan investasi
setelah dikurangi dengan pendapatan bunga yang
belum diakui (unearned interest income), pendapatan
- 49 -
dan biaya lainnya sehubungan transaksi pembiayaan
yang diamortisasi, cadangan penyisihan penghapusan
piutang pembiayaan.
1) Piutang Pembiayaan Investasi Bruto
Pos ini diisi dengan nilai Piutang Pembiayaan
Investasi bruto setelah dikurangi dengan
pendapatan bunga yang belum diakui (unearned
interest income) dan pendapatan dan biaya lainnya
sehubungan transaksi pembiayaan
yang
diamortisasi.
2) Pendapatan Bunga yang Belum Diakui (unearned
interest income)
Pos ini diisi dengan pendapatan bunga yang
belum diakui (unearned interest income) oleh
Perusahaan Pembiayaan pelapor untuk Piutang
Pembiayaan Investasi.
3) Pendapatan dan Biaya Lainnya sehubungan
Transaksi Pembiayaan yang Diamortisasi
Pos ini diisi dengan pendapatan dan biaya lainnya
sehubungan transaksi pembiayaan yang
diamortisasi oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor
untuk Piutang Pembiayaan Investasi.
4) Cadangan Penyisihan
Piutang Pembiayaan
Investasi
Pos ini diisi dengan nilai cadangan penyisihan
penghapusan yang telah
dibentuk oleh
Perusahaan Pembiayaan pelapor untuk Piutang
Pembiayaan Investasi.
b. Piutang Pembiayaan Modal Kerja Neto
Pos ini diisi dengan nilai Pembiayaan Modal Kerja
setelah dikurangi dengan pendapatan bunga yang
belum diakui (unearned interest income), pendapatan
dan biaya lainnya sehubungan transaksi pembiayaan
yang diamortisasi, dan cadangan penyisihan
penghapusan piutang pembiayaan.
- 50 -
1) Piutang Pembiayaan Modal Kerja Bruto
Pos ini diisi dengan nilai Piutang Pembiayaan
Modal Kerja bruto setelah dikurangi dengan
pendapatan bunga yang belum diakui (unearned
interest income) dan pendapatan dan biaya lainnya
sehubungan transaksi pembiayaan yang
diamortisasi.
2) Pendapatan Bunga yang Belum Diakui (unearned
interest income)
Pos ini diisi dengan pendapatan bunga yang
belum diakui (unearned interest income) oleh
Perusahaan Pembiayaan pelapor untuk Piutang
Pembiayaan Modal Kerja.
3) Pendapatan dan Biaya Lainnya sehubungan
Transaksi Pembiayaan yang Diamortisasi
Pos ini diisi dengan pendapatan dan biaya lainnya
sehubungan
transaksi pembiayaan yang
diamortisasi oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor
untuk Piutang Pembiayaan Modal Kerja.
4) Cadangan Penyisihan Piutang Pembiayaan Modal
Kerja
Pos ini diisi dengan nilai cadangan penyisihan
penghapusan yang telah
dibentuk oleh
Perusahaan Pembiayaan pelapor untuk Piutang
Pembiayaan Modal Kerja.
c. Piutang Pembiayaan Multiguna Neto
Pos ini diisi dengan nilai Pembiayaan Multiguna
setelah dikurangi dengan pendapatan bunga yang
belum diakui (unearned interest income), pendapatan
dan biaya lainnya sehubungan transaksi pembiayaan
yang diamortisasi, dan dikurangi dengan cadangan
penyisihan penghapusan piutang pembiayaan.
1) Piutang Pembiayaan Multiguna Bruto
Pos ini diisi dengan nilai Piutang Pembiayaan
Multiguna bruto setelah dikurangi dengan
pendapatan bunga yang belum diakui (unearned
interest income) dan pendapatan dan biaya lainnya
- 51 -
sehubungan transaksi
diamortisasi.
pembiayaan yang
2) Pendapatan Bunga yang Belum Diakui (unearned
interest income)
Pos ini diisi dengan pendapatan bunga yang
belum diakui (unearned interest income) oleh
Perusahaan Pembiayaan pelapor untuk Piutang
Pembiayaan Multiguna.
3) Pendapatan dan Biaya Lainnya sehubungan
Transaksi Pembiayaan yang Diamortisasi
Pos ini diisi dengan pendapatan dan biaya lainnya
sehubungan transaksi pembiayaan yang
diamortisasi oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor
untuk Piutang Pembiayaan Multiguna.
4) Cadangan Penyisihan
Piutang Pembiayaan
Multiguna
Pos ini diisi dengan nilai cadangan penyisihan
penghapusan yang telah
dibentuk oleh
Perusahaan Pembiayaan pelapor untuk Piutang
Pembiayaan Multiguna.
d. Piutang Pembiayaan Lainnya Berdasarkan Persetujuan
OJK Neto
Pos ini diisi dengan nilai Pembiayaan Lainnya
Berdasarkan Persetujuan OJK setelah dikurangi
dengan pendapatan bunga yang belum diakui
(unearned interest income), pendapatan dan biaya
lainnya sehubungan transaksi pembiayaan yang
diamortisasi, dan cadangan penyisihan penghapusan
piutang pembiayaan.
1) Piutang Pembiayaan Lainnya Bruto
Pos ini diisi dengan nilai Piutang Pembiayaan
Lainnya bruto setelah dikurangi dengan
pendapatan bunga yang belum diakui (unearned
interest income) dan pendapatan dan biaya
lainnya sehubungan transaksi pembiayaan yang
diamortisasi.
- 52 -
2) Pendapatan Bunga yang Belum Diakui (unearned
interest income)
Pos ini diisi dengan pendapatan bunga yang
belum diakui (unearned interest income) oleh
Perusahaan Pembiayaan pelapor untuk Piutang
Pembiayaan Lainnya.
3) Pendapatan dan Biaya Lainnya sehubungan
Transaksi Pembiayaan yang Diamortisasi
Pos ini diisi dengan pendapatan dan biaya lainnya
sehubungan transaksi pembiayaan yang
diamortisasi oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor
untuk Piutang Pembiayaan Lainnya.
4) Cadangan Penyisihan
Piutang Pembiayaan
Lainnya
Pos ini diisi dengan nilai cadangan penyisihan
penghapusan piutang pembiayaan lainnya yang
telah dibentuk oleh Perusahaan Pembiayaan
pelapor untuk Piutang Pembiayaan Lainnya.
Piutang Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah terdiri
dari:
a. Piutang Pembiayaan Jual Beli Berdasarkan Prinsip
Syariah Neto
Pos ini diisi dengan nilai Pembiayaan Jual Beli
Berdasarkan Prinsip Syariah setelah dikurangi dengan
pendapatan margin yang belum diakui, pendapatan
dan biaya lainnya sehubungan transaksi pembiayaan
yang diamortisasi, dan cadangan penyisihan
penghapusan piutang pembiayaan.
1) Piutang Pembiayaan Jual Beli Berdasarkan
Prinsip Syariah Bruto
Pos ini diisi dengan nilai Pembiayaan Jual Beli
Berdasarkan Prinsip Syariah setelah dikurangi
dengan pendapatan margin yang belum diakui,
dan pendapatan dan biaya lainnya sehubungan
transaksi pembiayaan yang diamortisasi.
- 53 -
2) Pendapatan Pembiayaan Jual Beli Tangguhan
Pos ini diisi dengan dengan jumlah pendapatan
yang telah disepakati dengan konsumen tetapi
belum diakui oleh perusahaan.
3) Pendapatan dan Biaya Lainnya sehubungan
Transaksi Pembiayaan yang Diamortisasi
Pos ini diisi dengan pendapatan dan biaya lainnya
sehubungan transaksi pembiayaan yang
diamortisasi oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor
untuk Piutang Pembiayaan Jual Beli Berdasarkan
Prinsip Syariah.
4) Cadangan Penyisihan Piutang Pembiayaan Jual
Beli Berdasarkan Prinsip Syariah
Pos ini diisi dengan nilai cadangan penyisihan
penghapusan yang telah dilakukan oleh
Perusahaan Pembiayaan pelapor untuk Piutang
Pembiayaan Jual Beli Berdasarkan Prinsip
Syariah.
b. Piutang Pembiayaan Investasi Berdasarkan Prinsip
Syariah Neto
Pos ini diisi dengan nilai Pembiayaan Investasi
Berdasarkan Prinsip Syariah setelah dikurangi dengan
pendapatan margin yang belum diakui, dan
pendapatan dan biaya lainnya sehubungan transaksi
pembiayaan yang diamortisasi, dan cadangan
penyisihan penghapusan piutang pembiayaan.
1) Piutang Pembiayaan Investasi Berdasarkan
Prinsip Syariah Bruto
Pos ini diisi dengan nilai Pembiayaan Investasi
Berdasarkan Prinsip Syariah setelah dikurangi
dengan pendapatan margin yang belum diakui,
dan pendapatan dan biaya lainnya sehubungan
transaksi pembiayaan yang diamortisasi.
- 54 -
2) Pendapatan Pembiayaan Investasi Tangguhan
Pos ini diisi dengan dengan jumlah pendapatan
yang telah disepakati dengan konsumen tetapi
belum diakui oleh perusahaan.
3) Pendapatan dan Biaya Lainnya sehubungan
Transaksi Pembiayaan yang Diamortisasi
Pos ini diisi dengan pendapatan dan biaya lainnya
sehubungan transaksi pembiayaan yang
diamortisasi oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor
untuk Piutang Pembiayaan Investasi Berdasarkan
Prinsip Syariah.
4) Cadangan Penyisihan
Piutang Pembiayaan
Investasi Berdasarkan Prinsip Syariah
Pos ini diisi dengan nilai cadangan penyisihan
penghapusan yang telah
dibentuk oleh
Perusahaan Pembiayaan pelapor untuk Piutang
Pembiayaan Investasi Berdasarkan Prinsip
Syariah.
c. Piutang Pembiayaan Jasa Berdasarkan Prinsip Syariah
Neto
Pos ini diisi dengan nilai Pembiayaan Jasa
Berdasarkan Prinsip Syariah setelah dikurangi dengan
pendapatan margin yang belum diakui, dan
pendapatan dan biaya lainnya sehubungan transaksi
pembiayaan yang diamortisasi, dan cadangan
penyisihan penghapusan piutang pembiayaan.
1) Piutang Pembiayaan Jasa Berdasarkan Prinsip
Syariah Bruto
Pos ini diisi dengan nilai Pembiayaan Jasa
Berdasarkan Prinsip Syariah setelah dikurangi
dengan pendapatan margin yang belum diakui,
dan pendapatan dan biaya lainnya sehubungan
transaksi pembiayaan yang diamortisasi.
2) Pendapatan Pembiayaan Jasa Tangguhan
Pos ini diisi dengan dengan jumlah pendapatan
yang telah disepakati dengan konsumen tetapi
belum diakui oleh perusahaan.
- 55 -
3) Pendapatan dan Biaya Lainnya sehubungan
Transaksi Pembiayaan yang Diamortisasi
Pos ini diisi dengan pendapatan dan biaya lainnya
sehubungan transaksi pembiayaan yang
diamortisasi oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor
untuk Piutang Pembiayaan Jasa Berdasarkan
Prinsip Syariah.
4) Cadangan Penyisihan Piutang Pembiayaan Jasa
Berdasarkan Prinsip Syariah
Pos ini diisi dengan nilai cadangan penyisihan
penghapusan yang telah
Perusahaan Pembiayaan pelapor untuk Piutang
Pembiayaan Jasa Berdasarkan Prinsip Syariah.
Pos-pos Piutang Pembiayaan ini harus dirinci pada Formulir
2100 (Rincian Pembiayaan Yang Diberikan).
4. Penyertaan Modal
Pos ini diisi dengan jumlah penyertaan modal dalam bentuk
saham oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor pada
perusahaan di sektor jasa keuangan dan perusahaan di
sektor non jasa keuangan selain perusahaan baik dalam
rupiah maupun valas pada bank. Saham yang dimiliki
dalam rangka penyertaan tidak untuk diperjualbelikan.
Penyertaan Modal pada sektor jasa keuangan terdiri:
a. Penyertaan Modal Pada Bank
Pos ini diisi dengan jumlah penyertaan modal
Perusahaan Pembiayaan pelapor pada bank. Bank
adalah sebagaimana dimaksud dalam peraturan
perundang-undangan mengenai perbankan yang
berlaku.
b. Penyertaan Modal Pada Perusahaan Jasa Keuangan
Lainnya
Pos ini diisi dengan jumlah penyertaan Perusahaan
Pembiayaan pelapor pada perusahaan di sektor
keuangan selain bank. Termasuk dalam subpos ini
antara lain Perusahaan Pembiayaan, Perusahaan
Modal Ventura, Perusahaan Penjaminan, Perusahaan
dibentuk oleh
- 56 -
Asuransi, dan Dana Pensiun serta Perusahaan
sekuritas.
c. Penyertaan Modal Pada Perusahaan Bukan Jasa
Keuangan
Pos ini diisi dengan jumlah penyertaan Perusahaan
Pembiayaan pelapor pada perusahaan selain sektor
keuangan.
Pos ini harus dirinci pada Formulir 2300 (Rincian
Penyertaan Modal).
5.
Investasi dalam Surat Berharga
Pos ini mencakup semua investasi Perusahaan Pembiayaan
pelapor pada surat berharga, di luar penyertaan dalam
bentuk saham.
Nilai surat berharga tersebut disajikan sesuai dengan
ketentuan standar akuntansi yang berlaku.
Pos ini harus dirinci pada Formulir 2200 (Rincian Surat
Berharga Yang Dimiliki).
6. Aset yang Disewaoperasikan (Operating Lease) Neto
Pos ini dirinci:
a. Aset yang Disewaoperasikan
Pos ini mencakup nilai Aset yang di sewa operasikan
(operating lease).
Transaksi sewa operasikan dikelompokan sebagai aset
yang di sewa operasikan apabila tidak memenuhi
kriteria sewa pembiayaan sesuai dengan ketentuan
standar akuntansi yang berlaku.
b. Akumulasi Penyusutan Aset yang disewaoperasikan
Pos ini mencakup jumlah penyusutan atas aset yang di
sewa operasikan (operating lease) sampai dengan
tanggal laporan.
7. Aset Tetap dan Inventaris Neto
Pos ini dirinci:
a. Aset Tetap dan Inventaris
Pos ini mencakup Aset tetap dan inventaris yang
dimiliki Perusahaan Pembiayaan pelapor.
b. Akumulasi Penyusutan Aset Tetap dan Inventaris
- 57 -
Pos ini mencakup jumlah penyusutan aset tetap dan
inventaris sampai dengan tanggal laporan.
8. Aset Pajak Tangguhan
Pos ini mencakup jumlah Aset pajak tangguhan yang diakui
oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor pada akhir periode
laporan yang diukur dengan tarif pajak yang berlaku
terhadap seluruh perbedaan temporer yang boleh
dikurangkan (deductible temporary differences) dan atau
saldo rugi fiskal, sepanjang besar kemungkinan dapat
dimanfaatkan untuk mengurangi laba fiskal pada masa
mendatang.
Pos ini disajikan di laporan posisi keuangan berdasarkan
kompensasi (offset) dengan pos liabilitas pajak tangguhan.
9. Rupa-rupa Aset
Pos ini mencakup saldo aset yang tidak dapat dimasukkan
atau digolongkan ke dalam pos 1 (satu) sampai dengan 9
(sembilan) di atas, antara lain biaya-biaya yang dibayar
dimuka.
Pos ini harus dirinci pada Formulir 2490 (Rincian Rupa-
Rupa Aset).
LIABILITAS DAN EKUITAS
1. Liabilitas Segera
Pos ini mencakup liabilitas jangka pendek Perusahaan
Pembiayaan pelapor kepada pihak ketiga yang berjangka
waktu tidak lebih dari 30 (tiga puluh) hari. Termasuk ke
dalam pos ini antara lain utang yang berkaitan dengan
program pensiun karyawan dan premi asuransi Perusahaan
Pembiayaan pelapor.
Pos ini dirinci:
a. Liabilitas Kepada Bank
Pos ini mencakup liabilitas segera Perusahaan
Pembiayaan pelapor pada bank seperti utang bunga
pinjaman. Yang dimaksud dengan bank adalah
sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-
undangan mengenai perbankan yang berlaku. Subpos
ini tidak boleh dikompensasikan dengan pos bank
pada pos-pos Aset.
- 58 -
b. Liabilitas Kepada Perusahaan Jasa Keuangan Lainnya
Pos ini mencakup liabilitas segera Perusahaan
Pembiayaan pelapor pada perusahaan di sektor
keuangan selain bank. Termasuk dalam subpos ini
adalah perusahaan pembiayaan, perusahaan modal
ventura, perusahaan penjaminan, perusahaan
asuransi, dana pensiun, perusahaan sekuritas, dan
perusahaan jasa keuangan lainnya.
c. Liabilitas Kepada Perusahaan Bukan Jasa Keuangan
Pos ini mencakup liabilitas segera Perusahaan
Pembiayaan pelapor pada perusahaan selain sektor
keuangan.
d. Liabilitas Segera Lainnya
Pos ini mencakup liabilitas segera Perusahaan
Pembiayaan pelapor selain pada huruf a, huruf b, dan
huruf c.
2.
Liabilitas Derivatif
Pos ini mencakup semua liabilitas yang merupakan potensi
kerugian yang timbul dari selisih antara nilai kontrak
dengan nilai wajar dari suatu transaksi derivatif pada
tanggal laporan.
3. Utang Pajak
Pos ini mencakup seluruh liabilitas pajak Perusahaan
Pembiayaan pelapor yang belum dibayar berkaitan dengan
ketentuan perpajakan yang berlaku di Indonesia.
4. Pinjaman yang Diterima
Pos ini mencakup pinjaman yang diterima oleh Perusahaan
Pembiayaan pelapor dalam rupiah atau valas dari dalam
negeri maupun luar negeri.
Pos ini dirinci:
a. Pinjaman yang Diterima Dalam Negeri
Pos ini mencakup pinjaman yang diterima oleh
Perusahaan Pembiayaan pelapor dalam rupiah
maupun valas dari dalam negeri atau penduduk.
1) Pinjaman yang Diterima Dari Bank
Pos ini mencakup pinjaman yang diterima oleh
Perusahaan Pembiayaan pelapor dalam rupiah
- 59 -
maupun valas dari bank yang melakukan kegiatan
operasional di Indonesia. Subpos ini tidak boleh
dikompensasikan dengan pos bank pada pos-pos
Aset.
2) Pinjaman yang Diterima Dari Lembaga Jasa
Keuangan Nonbank
Pos ini mencakup pinjaman yang diterima oleh
Perusahaan Pembiayaan pelapor dalam rupiah
maupun valas dari Lembaga Jasa Keuangan
Nonbank yang melakukan kegiatan operasional di
Indonesia.
3) Pinjaman yang Diterima Lainnya
Pos ini mencakup pinjaman yang diterima
Perusahaan Pembiayaan pelapor dalam rupiah
maupun valas dari pihak ketiga non jasa
keuangan yang beroperasi di Indonesia.
b. Pinjaman yang Diterima Dari Luar Negeri
Pos ini mencakup pinjaman yang diterima oleh
Perusahaan Pembiayaan pelapor dalam rupiah
maupun valas dari luar negeri atau bukan penduduk
(non resident).
1) Pinjaman yang Diterima Dari Bank
Pos ini mencakup pinjaman yang diterima oleh
Perusahaan Pembiayaan pelapor dalam rupiah
maupun valas dari bank yang melakukan kegiatan
operasional di luar Indonesia.
2) Pinjaman yang Diterima Dari Lembaga Jasa
Keuangan Nonbank
Pos ini mencakup pinjaman yang diterima oleh
Perusahaan Pembiayaan pelapor dalam rupiah
maupun valas dari Lembaga Jasa Keuangan
Nonbank yang melakukan kegiatan operasional di
luar Indonesia.
3) Pinjaman yang Diterima Lainnya
Pos ini mencakup pinjaman yang diterima
Perusahaan Pembiayaan pelapor dalam rupiah
- 60 -
maupun valas dari pihak ketiga non-jasa
keuangan di luar negeri atau bukan penduduk
(non resident).
Pos–pos ini harus dirinci pada Formulir 2550 (Rincian
Pinjaman/Pendanaan Yang Diterima).
5. Surat Berharga yang Diterbitkan
Pos ini mencakup nilai seluruh surat berharga selain saham
yang diterbitkan oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor di
dalam maupun luar negeri dalam rangka memperoleh
tambahan dana dari masyarakat antara lain melalui
penerbitan obligasi dan medium term notes (MTN).
Pos ini harus dirinci pada Formulir 2600 (Rincian Surat
Berharga yang Diterbitkan).
6. Liabilitas Pajak Tangguhan
Pos ini mencakup jumlah liabilitas pajak tangguhan yang
diakui oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor pada akhir
periode laporan yang dihitung dengan tarif pajak yang
berlaku bagi seluruh perbedaan temporer kena pajak
(taxable temporary differences).
Pos ini disajikan di laporan posisi keuangan berdasarkan
kompensasi (offset) dengan pos Aset Pajak Tangguhan.
7. Pinjaman Subordinasi
Pos ini mencakup pinjaman yang diterima oleh Perusahaan
Pembiayaan pelapor dengan syarat sebagai berikut:
paling singkat berjangka waktu 5 (lima) tahun
dalam hal terjadi likuidasi, hak tagih berlaku paling
akhir dari segala pinjaman yang ada
dituangkan dalam bentuk perjanjian akta notariil
antara Perusahaan Pembiayaan pelapor dengan
pemberi pinjaman.
Pos ini dirinci:
a. Pinjaman Subordinasi Dalam Negeri
Pos ini mencakup pinjaman subordinasi yang diterima
oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor dalam rupiah
maupun
valas
penduduk/resident.
b. Pinjaman Subordinasi Luar Negeri
dari dalam negeri atau
- 61 -
Pos ini mencakup pinjaman subordinasi yang diterima
oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor dalam rupiah
maupun valas dari luar negeri atau bukan
penduduk/non resident.
Pos ini harus dirinci pada Formulir 2550 (Rincian
Pinjaman/Pendanaan yang Diterima).
8. Rupa-rupa Liabilitas
Pos ini mencakup saldo liabilitas lainnya yang tidak dapat
dimasukkan atau digolongkan ke dalam pos pada angka 1
sampai dengan angka 7 di atas.
Pos ini harus dirinci pada Formulir 2790 (Rincian Rupa-
Rupa Liabilitas).
9. Modal
a. Modal Disetor
Pos ini mencakup nilai modal Perusahaan Pembiayaan
pelapor yang sudah disetor penuh oleh pemegang
saham Perusahaan Pembiayaan pelapor yang berbadan
hukum perseroan terbatas.
Pos ini dirinci:
1) Modal Dasar
Pos ini mencakup jumlah modal dasar pada
Perusahaan Pembiayaan pelapor.
2) Modal Yang Belum Disetor
Pos ini mencakup jumlah modal yang belum
disetor pada Perusahaan Pembiayaan pelapor.
b. Simpanan Pokok dan Simpanan Wajib
Pos ini dirinci:
1) Simpanan Pokok
Pos ini mencakup nilai simpanan pokok yang
telah disetor oleh anggota pada Perusahaan
Pembiayaan pelapor yang berbadan hukum
Koperasi.
2) Simpanan Wajib
Pos ini mencakup nilai simpanan wajib yang telah
disetor oleh anggota pada Perusahaan Pembiayaan
pelapor yang berbadan hukum Koperasi.
- 62 -
c. Tambahan Modal Disetor
1) Agio
Pos ini mencakup selisih lebih setoran modal yang
diterima oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor
sebagai akibat harga saham yang melebihi nilai
nominalnya.
2) Biaya Emisi Efek Ekuitas
Pos ini mencakup biaya yang dikeluarkan oleh
Perusahaan Pembiayaan pelapor pada saat
menerbitkan saham.
3) Modal Hibah
Pos ini mencakup nilai modal hibah yang diterima
Perusahaan Pembiayaan pelapor.
4) Tambahan Modal Disetor Lainnya
Pos ini mencakup tambahan modal disetor selain
angka 1), angka 2), angka 3), angka 4), dan angka
5) sesuai dengan ketentuan standar akuntansi
yang berlaku.
d. Disagio
Pos ini mencakup selisih kurang setoran modal sebagai
akibat harga saham lebih rendah dari nilai
nominalnya.
e. Modal Saham yang Diperoleh Kembali
Pos ini mencakup jumlah modal saham yang diperoleh
kembali oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor.
f.
Selisih Nilai Transaksi Restrukturisasi Entitas
Sepengendali
Pos ini mencakup selisih antara harga pengalihan
dengan nilai buku setiap transaksi restrukturisasi
antara entitas sepengendali sesuai dengan ketentuan
standar akuntansi yang berlaku.
10. Cadangan
Pos ini mencakup cadangan-cadangan yang dibentuk
menurut ketentuan anggaran dasar dan/atau keputusan
pemilik/rapat pemegang saham.
Dalam pengertian ini meliputi:
- 63 -
a. Cadangan Umum
Pos ini mencakup cadangan yang dibentuk dari
penyisihan laba yang ditahan atau laba bersih setelah
dikurangi pajak.
b. Cadangan Tujuan
Pos ini mencakup bagian laba setelah dikurangi pajak
yang disisihkan untuk tujuan tertentu.
11. Saldo Laba (Rugi) yang Ditahan
Pos ini mencakup saldo laba (rugi) yang ditahan
(ditanggung) oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor pada
posisi periode awal tahun laporan.
12. Laba (Rugi) Bersih Setelah Pajak
Pos ini mencakup laba (rugi) Perusahaan Pembiayaan
pelapor selama periode akuntansi, mulai dari awal tahun
sampai dengan tanggal laporan.
13. Komponen Ekuitas Lainnya
Pos ini mencakup komponen ekuitas Perusahaan
Pembiayaan pelapor yang berasal dari transaksi
komprehensif.
Pos ini dirinci:
a. Saldo Komponen Ekuitas Lainnya
Pos ini dirinci:
1) Saldo Keuntungan (Kerugian) Akibat Perubahan
dalam Surplus Revaluasi Aset Tetap
Pos ini mencakup saldo keuntungan (kerugian)
akibat perubahan dalam surplus revaluasi aset
tetap oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor pada
posisi periode awal tahun laporan.
2) Saldo Keuntungan (Kerugian) Akibat Selisih Kurs
Karena Penjabaran Laporan Keuangan Dalam
Mata Uang Asing.
Pos ini mencakup saldo keuntungan (kerugian)
akibat selisih kurs karena penjabaran laporan
keuangan dalam mata uang asing oleh
Perusahaan Pembiayaan pelapor pada posisi
periode awal tahun laporan.
- 64 -
3) Saldo Keuntungan (Kerugian) Akibat Pengukuran
Kembali Aset Keuangan Tersedia untuk Dijual
Pos ini mencakup saldo keuntungan (kerugian)
akibat pengukuran kembali aset keuangan
tersedia untuk dijual oleh Perusahaan
Pembiayaan pelapor pada posisi periode awal
tahun laporan.
4) Saldo Keuntungan (Kerugian) Akibat Bagian
Efektif Instrumen Keuangan Lindung Nilai dalam
Rangka Lindung Nilai Arus Kas.
Pos ini mencakup saldo keuntungan (kerugian)
akibat bagian efektif instrumen keuangan lindung
nilai dalam rangka lindung nilai arus kas oleh
Perusahaan Pembiayaan pelapor pada posisi
periode awal tahun laporan.
5) Saldo Keuntungan (Kerugian) atas Komponen
Ekuitas Lainnya Sesuai Prinsip Standar
Akuntansi Keuangan.
Pos ini mencakup saldo keuntungan (kerugian)
atas komponen ekuitas lainnya sesuai ketentuan
standar akuntansi yang berlaku oleh Perusahaan
Pembiayaan pelapor pada posisi periode awal
tahun laporan.
b. Keuntungan (Kerugian) Komprehensif Lainnya Periode
Berjalan
Pos ini mencakup keuntungan (kerugian) pendapatan
komprehensif lainnya
income/OCI) oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor
selama periode akuntansi, mulai dari awal tahun
sampai dengan tanggal laporan.
Nilai pos ini harus sama dengan pos Keuntungan
(Kerugian) Pendapatan Komprehensif Lainnya dalam
Formulir 1200 (Laporan Laba Rugi Dan Penghasilan
Komprehensif Lain).
(other comprehensive
- 65 -
A. FORMULIR 1110: REKENING ADMINISTRATIF
1. BENTUK FORMULIR 1110 (REKENING ADMINISTRATIF)
Formulir 1110 (Rekening Administratif) disusun sesuai format
sebagai berikut:
No
Pos-pos
1 Fasilitas Pinjaman yang Belum Ditarik
a. Dalam Negeri
1) Bank
2) Lembaga Jasa Keuangan
Nonbank
3) Lainnya
b. Luar Negeri
1) Bank
2) Lembaga Jasa Keuangan
Nonbank
3) Lainnya
2 Fasilitas Pembiayaan kepada Debitur
yang Belum Ditarik
3 Penerbitan Surat Sanggup Bayar
a. Penerbitan Surat Sanggup Bayar di
Dalam Negeri
b. Penerbitan Surat Sanggup Bayar di
Luar Negeri
4 Penyaluran Pembiayaan Bersama Porsi
Pihak Ketiga
a. Kegiatan Pembiayaan Penerusan
(Channeling)
b. Kegiatan Pembiayaan Bersama
(Joint Financing)
5. Instrumen Derivatif untuk Lindung
Nilai
a. Interest Rate Swap
b. Currency Swap
c. Cross Currency Swap
d. Forward
e. Option
f. Future
g. Lainnya
6 Rekening Administratif Lainnya
a. Piutang Pembiayaan Hapus Buku
b. Piutang Pembiayaan Hapus Buku
yang Berhasil Ditagih
Rupiah
Valas
Jumlah
- 66 -
No
Pos-pos
c. Piutang Pembiayaan Hapus Tagih
d. Pembiayaan Alihan dengan
Pengelolaan Penagihan
Jumlah
Rupiah
Valas
Jumlah
- 67 -
2. PENJELASAN FORMULIR 1110 (REKENING ADMINISTRATIF)
Formulir 1110 (Rekening Administratif) berisi rekening transaksi yang
belum efektif menimbulkan perubahan aset dan liabilitas serta
beberapa catatan penting lainnya.
Rekening administratif dalam valas dijabarkan ke dalam rupiah
dengan menggunakan kurs tengah valas yang dikeluarkan Bank
Indonesia pada akhir periode laporan.
Rekening administratif terdiri atas:
1. Fasilitas Pinjaman yang Belum Ditarik
Pos ini diisi dengan fasilitas pinjaman yang diperoleh dari dalam
maupun luar negeri yang tidak dapat dibatalkan (committed)
namun belum ditarik oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor.
Rekening ini dirinci:
a. Dalam Negeri
1) Bank
2) Lembaga Jasa Keuangan Nonbank
3) Lainnya
b. Luar Negeri
1) Bank
2) Lembaga Jasa Keuangan Nonbank
3) Lainnya
2. Fasilitas Pembiayaan kepada Debitur yang Belum Ditarik
Pos ini diisi dengan fasilitas pembiayaan yang disediakan oleh
Perusahaan Pembiayaan pelapor kepada Debitur yang tidak
dapat dibatalkan (committed) namun belum ditarik.
3. Penerbitan Surat Sanggup Bayar
Pos ini diisi dengan nilai nominal surat sanggup bayar yang
diterbitkan oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor sebagai
jaminan atas utang kepada bank yang menjadi krediturnya.
Rekening ini dirinci:
a. Penerbitan Surat Sanggup Bayar di Dalam Negeri
b. Penerbitan Surat Sanggup Bayar di Luar Negeri
4. Penyaluran Pembiayaan Bersama Porsi Pihak Ketiga
Penyaluran pembiayaan ini dilakukan dalam bentuk:
a. Kegiatan Pembiayaan Penerusan (Channeling)
Rekening ini mencakup besaran total piutang pembiayaan
channeling.
- 68 -
Channeling dalam pos ini adalah apabila dana untuk
pembiayaan dimaksud seluruhnya berasal dari kreditur
seperti bank, Perusahaan Pembiayaan lainnya atau
perusahaan pembiayaan sekunder perumahan dan risiko
yang timbul dari aktivitas ini berada pada kreditur. Adapun
Perusahaan Pembiayaan pelapor dalam hal ini hanya
bertindak sebagai pengelola dan memperoleh imbalan atau
fee dari pengelolaan dana tersebut.
b. Kegiatan Pembiayaan Bersama (Joint Financing)
Rekening ini mencakup besaran total piutang pembiayaan
yang menjadi porsi kreditur seperti bank, Perusahaan
Pembiayaan lainnya atau perusahaan pembiayaan
sekunder perumahan.
Joint financing dalam pos ini adalah apabila sumber dana
untuk pembiayaan dimaksud berasal dari Perusahaan
Pembiayaan pelapor maupun dari kreditur.
Pos ini dirinci pada Formulir 3020 (Rincian Penyaluran
Kerja Sama Pembiayaan Porsi Pihak Ketiga).
5.
Instrumen Derivatif untuk Lindung Nilai
Rekening ini mencakup aset derivatif yang dimiliki Perusahaan
Pembiayaan pelapor sehubungan dengan lindung nilai yang
dilakukan untuk pokok pinjaman, suku bunga pinjaman,
dan/atau jangka waktu pembayaran.
Rekening ini dirinci:
a.
Interest Rate Swap
b. Currency Swap
c. Cross Currency Swap
d. Forward
e. Option
f. Future
g. Lainnya
Pos ini dirinci pada Formulir 3010 (Rincian Instrumen Derivatif
untuk Lindung Nilai).
6. Rekening Administratif Lainnya
Rekening ini mencakup informasi rekening administratif lain
selain angka 1 sampai dengan angka 5.
Rekening ini dirinci:
- 69 -
a. Piutang Pembiayaan Hapus Buku
Rekening ini mencakup nilai piutang pembiayaan yang
telah dihapusbukukan oleh Perusahaaan Pembiayaan
pelapor namun belum dihapustagihkan oleh Perusahaan
Pembiayaan.
b. Piutang Pembiayaan Hapus Buku yang Berhasil Ditagih
Rekening ini mencakup nilai piutang pembiayaan yang
telah dihapusbukukan namun berhasil ditagih kembali oleh
Perusahaaan Pembiayaan pelapor.
c. Piutang Pembiayaan Hapus Tagih
Rekening ini mencakup nilai piutang pembiayaan yang
telah dihapustagihkan oleh Perusahaaan Pembiayaan
pelapor.
d. Pembiayaan Alihan dengan Pengelolaan Penagihan
Rekening ini mencakup nilai piutang pembiayaan yang
telah dialihkan melalui mekanisme jual beli yang diikuti
dengan pengelolaan penagihan
Pembiayaan pelapor.
oleh Perusahaan
- 70 -
B. FORMULIR 1200: LAPORAN LABA RUGI DAN PENGHASILAN
KOMPREHENSIF LAIN
1. BENTUK FORMULIR 1200 (LAPORAN LABA RUGI DAN
PENGHASILAN KOMPREHENSIF LAIN)
Formulir 1200 (Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif
Lain) disusun sesuai format sebagai berikut:
Pos-pos
I. PENDAPATAN
1. Pendapatan Operasional
a. Pendapatan Kegiatan Operasi
1) Pendapatan Bunga dari Kegiatan
Pembiayaan Konvensional
a) Pembiayaan Investasi
(1) Sewa Pembiayaan
(2) Jual dan Sewa-Balik
(3) Anjak Piutang dengan
Pemberian Jaminan Dari
Penjual Piutang
(4) Anjak Piutang tanpa
Pemberian Jaminan dari
Penjual Piutang;
(5) Pembelian dengan
Pembayaran Secara
Angsuran
(6) Pembiayaan Proyek
(7) Pembiayaan Infrastruktur
(8) Cara Pembiayaan dengan
Persetujuan OJK
b) Pembiayaan Modal Kerja
(1) Jual dan Sewa-Balik
(2) Anjak Piutang dengan
Pemberian Jaminan dari
Penjual Piutang
(3) Anjak Piutang tanpa
Pemberian Jaminan dari
Penjual Piutang
(4) Fasilitas Modal Usaha
(5) Cara Pembiayaan dengan
Persetujuan OJK
c) Pembiayaan Multiguna
(1) Sewa Pembiayaan
Rp Valas Jumlah
- 71 -
Pos-pos
Rp Valas Jumlah
(2) Pembelian dengan
Pembayaran secara
Angsuran
(3) Fasilitas Dana
(4) Cara Pembiayaan Lain
dengan Persetujuan OJK
d) Kegiatan Usaha Pembiayaan
Lainnya berdasarkan
Persetujuan OJK
2) Pembiayaan berdasarkan Prinsip
Syariah
a) Pendapatan Bagi Hasil dari
Kegiatan Pembiayaan Investasi
b) Pendapatan Margin dari
Kegiatan Pembiayaan Jual Beli
c) Pendapatan Imbal Jasa dari
Pembiayaan Jasa
3) Pendapatan dari Kegiatan
Pembiayaan Penerusan
(Channeling)
b. Pendapatan Operasional Lain terkait
Pembiayaan
1) Pendapatan Administrasi
2) Pendapatan Provisi
3) Pendapatan Denda
4) Diskon Asuransi
5) Pendapatan Operasional Lain
Terkait Pembiayaan Lainnya
c. Pendapatan Operasional Tidak Terkait
Pembiayaan
1) Pendapatan dari Sewa Operasi
2) Pendapatan dari Kegiatan Berbasis
Fee
a) Pemasaran Produk Reksadana
b) Pemasaran Produk Asuransi
c) Pemasaran Produk Lainnya
3) Pendapatan Operasional Lainnya
Tidak Terkait Pembiayaan
2. Pendapatan Non Operasional
a. Pendapatan Bunga/Jasa Giro
b. Pendapatan Non Operasional Lainnya
II. BEBAN
- 72 -
Pos-pos
Rp Valas Jumlah
1. Beban Operasional
a. Beban Bunga
1) Beban Bunga dari Pinjaman yang
Diterima
2) Beban Bunga dari Surat Berharga
yang Diterbitkan
3) Beban Bagi Hasil atas Pendanaan
yang Diterima Berdasarkan Prinsip
Syariah
b. Beban Premiatas Transaksi Swap
c. Beban Premi Asuransi
d. Beban Tenaga Kerja
1) Beban Gaji, Upah, dan Tunjangan
2) Beban Pengembangan dan
Pelatihan Tenaga Kerja
3) Beban Tenaga Kerja Lainnya
e. Beban Pemasaran
1) Beban Insentif Pihak Ketiga
2) Beban Pemasaran Lainnya
f. Beban Penyisihan/Penyusutan
1) Beban Penyisihan Piutang Ragu-
ragu:
a) Beban Operasional Pembiayaan
Investasi
b) Beban Pembiayaan Modal Kerja
c) Beban Pembiayaan Multiguna
d) Beban Pembiayaan
Konvensional Lainnya
Berdasarkan Persetujuan OJK
e) Beban Pembiayaan Berdasarkan
Prinsip Syariah
2) Beban Penyusutan Aset Tetap yang
di Sewa Operasikan
3) Beban Penyusutan Aset Tetap dan
Inventaris
g. Beban Sewa
h. Beban Pemeliharaan dan Perbaikan
i. Beban Administrasi dan Umum
j. Beban Operasional Lainnya
2. Beban Non Operasional
III. LABA (RUGI) SEBELUM PAJAK
- 73 -
Pos-pos
Rp Valas Jumlah
IV. TAKSIRAN PAJAK PENGHASILAN
1. Pajak Tahun Berjalan
2. Pendapatan (Beban) Pajak Tangguhan
V. LABA (RUGI) SETELAH PAJAK
VI. KEUNTUNGAN (KERUGIAN) PENDAPATAN
KOMPREHENSIF LAINNYA
1. Keuntungan (Kerugian) Akibat Perubahan
dalam Surplus Revaluasi Aset Tetap
2. Selisih Kurs Karena Penjabaran Laporan
Keuangan dalam Mata Uang Asing
3. Keuntungan (Kerugian) Akibat Pengukuran
Kembali Aset Keuangan Tersedia untuk
Dijual
4. Keuntungan (Kerugian) Akibat Bagian
Efektif Instrumen Keuangan Lindung Nilai
dalam Rangka Lindung Nilai Arus Kas
5. Keuntungan (Kerugian) atas Komponen
Ekuitas Lainnya Sesuai Prinsip Standar
Akuntansi Keuangan
VII. LABA (RUGI) BERSIH KOMPREHENSIF TAHUN
BERJALAN
- 74 -
2. PENJELASAN FORMULIR 1200 (LAPORAN LABA RUGI DAN
PENGHASILAN KOMPREHENSIF LAIN)
Formulir 1200 (Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif
Lain) ini berisi angka kumulatif sejak awal tahun buku Perusahaan
Pembiayaan pelapor sampai dengan tanggal laporan.
Adapun tata cara pengisian laporan laba rugi dan penghasilan
komprehensif lain dirinci sebagai berikut:
I. PENDAPATAN
1. Pendapatan Operasional
Pos ini mencakup semua pendapatan dari kegiatan utama
Perusahaan Pembiayaan pelapor.
a. Pendapatan Kegiatan Operasi
Pos ini mencakup semua pendapatan yang diperoleh
Perusahaan Pembiayaan pelapor dari kegiatan
pembiayaan investasi, pembiayaan modal kerja,
pembiayaan multiguna, dan pembiayaan berdasarkan
prinsip syariah.
1) Pendapatan Bunga Dari Kegiatan Pembiayaan
Konvensional
a) Pembiayaan Investasi
(1) Sewa Pembiayaan
Pos ini mencakup pendapatan bunga
dari kegiatan pembiayaan investasi
dengan cara sewa pembiayaan
(2) Jual dan Sewa-Balik
Pos ini mencakup pendapatan bunga
dari kegiatan pembiayaan investasi
dengan cara jual dan sewa balik
(3) Anjak Piutang dengan Pemberian
Jaminan Dari Penjual Piutang
Pos ini mencakup pendapatan diskon
dari kegiatan pembiayaan investasi
dengan cara Anjak Piutang dengan
Pemberian Jaminan Dari Penjual
Piutang.
(4) Anjak Piutang tanpa Pemberian Jaminan
dari Penjual Piutang;
- 75 -
Pos ini mencakup pendapatan diskon
dari kegiatan pembiayaan investasi
dengan cara Anjak Piutang tanpa
Pemberian Jaminan Dari Penjual
Piutang..
(5) Pembelian dengan Pembayaran Secara
Angsuran
Pos ini mencakup pendapatan bunga
dari kegiatan pembiayaan investasi
dengan cara pembelian dengan
pembayaran secara angsuran.
(6) Pembiayaan Proyek
Pos ini mencakup pendapatan bunga
dari kegiatan pembiayaan investasi
dengan cara pembiayaan proyek.
(7) Pembiayaan Infrastruktur
Pos ini mencakup pendapatan bunga
dari kegiatan pembiayaan investasi
dengan cara pembiayaan infrastruktur.
(8) Cara Pembiayaan dengan Persetujuan
OJK
Pos ini mencakup pendapatan bunga
dari kegiatan pembiayaan investasi
dengan cara lain yang disetujui oleh
OJK.
b) Pembiayaan Modal Kerja
(1) Jual dan Sewa-Balik
(Sale and
Leaseback)
Pos ini mencakup pendapatan bunga
dari kegiatan pembiayaan modal kerja
dengan cara jual dan sewa balik
(2) Anjak Piutang dengan Pemberian
Jaminan dari Penjual Piutang
Pos ini mencakup pendapatan diskon
dari kegiatan pembiayaan modal kerja
dengan cara anjak piutang dengan
- 76 -
Pemberian Jaminan dari Penjual
Piutang.
(3) Anjak Piutang tanpa Pemberian Jaminan
dari Penjual Piutang
Pos ini mencakup pendapatan diskon
dari kegiatan pembiayaan modal kerja
dengan cara anjak piutang tanpa
Pemberian Jaminan dari Penjual
Piutang.
(4) Fasilitas Modal Usaha
Pos ini mencakup pendapatan bunga
dari kegiatan pembiayaan modal kerja
dengan cara fasilitas modal usaha.
(5) Cara Pembiayaan dengan persetujuan
OJK
Pos ini mencakup pendapatan bunga
dari kegiatan pembiayaan modal kerja
dengan cara lain yang disetujui oleh
OJK.
c) Pembiayaan Multiguna
(1) Sewa Pembiayaan
Pos ini mencakup pendapatan bunga
dari kegiatan pembiayaan multiguna
dengan cara sewa pembiayaan
(2) Pembelian dengan Pembayaran Secara
Angsuran
Pos ini mencakup pendapatan bunga
dari kegiatan pembiayaan multiguna
dengan cara pembelian dengan
pembayaran secara angsuran.
(3) Fasilitas Dana
Pos ini mencakup pendapatan bunga
dari kegiatan fasilitas dana.
(4) Cara Pembiayaan
persetujuan OJK
lain dengan
- 77 -
Pos ini mencakup pendapatan bunga
dari kegiatan pembiayaan multiguna
dengan cara lain yang disetujui OJK.
d) Kegiatan Usaha Pembiayaan Lainnya
berdasarkan Persetujuan OJK
Pos ini mencakup pendapatan bunga dari
kegiatan Pembiayaan Lainnya berdasarkan
persetujuan OJK.
2) Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah
a) Pendapatan Bagi Hasil dari Kegiatan
Pembiayaan Investasi
Pos ini mencakup pendapatan bagi hasil dari
kegiatan pembiayaan investasi dengan
prinsip syariah.
b) Pendapatan Margin dari Kegiatan
Pembiayaan Jual Beli
Pos ini mencakup pendapatan margin dari
kegiatan pembiayaan jual beli dengan prinsip
syariah.
c) Pendapatan Imbal Jasa dari Pembiayaan Jasa
Pos ini mencakup pendapatan imbal jasa dari
kegiatan pembiayaan jasa dengan prinsip
syariah.
3) Pendapatan dari Kegiatan Pembiayaan Penerusan
(Channeling)
Pos ini mencakup jumlah fee yang diperoleh dari
pengelolaan dana yang berasal dari pihak lawan
transaksi channeling Perusahaan Pembiayaan di
mana risiko yang timbul dari kegiatan ini berada
pada pemilik dana.
b. Pendapatan Operasional Lain Terkait Pembiayaan
Pos ini mencakup Pendapatan Operasional Lain terkait
kegiatan usaha Perusahaan Pembiayaan pelapor
antara lain pendapatan administrasi, pendapatan
provisi, pendapatan denda, dan pendapatan
operasional lain terkait kegiatan usaha Perusahaan
Pembiayaan pelapor lainnya.
- 78 -
1) Pendapatan Administrasi
Pos ini mencakup biaya yang dibebankan ke
Debitur atas penggunaan fasilitas pembiayaan
dari Perusahaan Pembiayaan pelapor.
2) Pendapatan Provisi
Pos ini mencakup biaya provisi yang dibebankan
ke Debitur.
3) Pendapatan Denda
Pos ini mencakup biaya denda yang dibebankan
ke Debitur.
4) Diskon Asuransi
Pos ini mencakup pendapatan yang diperoleh
Perusahaan Pembiayaan pelapor dalam bentuk
diskon asuransi yang diperoleh dalam rangka
penyaluran pembiayaan.
5) Pendapatan Operasional Lain Terkait Pembiayaan
Lainnya
Pos ini mencakup pendapatan operasional lain
yang diterima oleh Perusahaan Pembiayaan
pelapor dalam rangka penyaluran pembiayaan
selain pada pos 1) sampai dengan pos 4) di atas.
c. Pendapatan Operasional Tidak Terkait Pembiayaan
1) Pendapatan dari Sewa Operasi
Pos ini mencakup pendapatan yang diterima
Perusahaan Pembiayaan pelapor dari kegiatan
Sewa Operasi.
2) Pendapatan dari Kegiatan Berbasis Fee
1. Pemasaran Produk Reksadana
Pos ini mencakup pendapatan yang diterima
Perusahaan Pembiayaan
pelapor
kegiatan Pemasaran Produk Reksadana.
2. Pemasaran Produk Asuransi
dari
- 79 -
Pos ini mencakup pendapatan yang diterima
Perusahaan Pembiayaan
pelapor
kegiatan Pemasaran Produk Asuransi.
3. Pemasaran Produk Lainnya
Pos ini mencakup pendapatan yang diterima
Perusahaan Pembiayaan
pelapor
kegiatan Pemasaran Produk Lainnya.
3) Pendapatan Operasional Lainnya Tidak Terkait
Pembiayaan
Pos ini mencakup pendapatan operasional lainnya
yang diterima Perusahaan Pembiayaan pelapor
sehubungan dengan pelaksanaan kegiatan
usahanya.
2. Pendapatan Non-Operasional
Pos ini mencakup pendapatan dari kegiatan selain kegiatan
utama Perusahaan Pembiayaan pelapor.
a. Pendapatan Bunga/Jasa Giro
Pos ini mencakup pendapatan bunga/jasa giro dalam
rupiah dan valas dari penempatan yang dilakukan oleh
Perusahaan Pembiayaan pelapor dalam bentuk aset
lancar misalnya giro, tabungan, dan deposito pada
bank.
b. Pendapatan Non-Operasional Lainnya
Pos ini mencakup pendapatan non operasional selain
pendapatan bunga dan jasa giro.
II. BEBAN
1. Beban Operasional
Pos ini mencakup biaya yang timbul dari kegiatan
operasional Perusahaan Pembiayaan pelapor.
a. Beban Bunga
Pos ini mencakup biaya yang timbul dari kegiatan
operasional Perusahaan Pembiayaan pelapor.
1) Beban Bunga dari Pinjaman yang diterima
Pos ini mencakup biaya bunga dari pinjaman yang
diterima.
2) Beban Bunga dari Surat Berharga yang
Diterbitkan
dari
dari
- 80 -
Pos ini mencakup biaya bunga dari surat berharga
yang diterbitkan.
3) Beban Bagi Hasil atas Pendanaan yang Diterima
Berdasarkan Prinsip Syariah
Pos ini mencakup biaya bagi hasil atas pendanaan
yang diterima berdasarkan prinsip syariah.
b. Beban Premi atas Transaksi Swap
Pos ini mencakup beban yang dibayarkan dalam
rangka transaksi swap.
c. Beban Premi Asuransi
Pos ini mencakup biaya yang dibayarkan untuk
keperluan pertanggungan, misalnya pembayaran premi
asuransi kerugian aset tetap.
d. Beban Tenaga Kerja
1) Beban Gaji, Upah, dan Tunjangan
Pos ini mencakup beban gaji pokok, upah, beserta
tunjangan yang dibayarkan kepada anggota
direksi, anggota dewan komisaris dan karyawan
Perusahaan Pembiayaan pelapor yang berstatus
pegawai tetap maupun tidak tetap, sebelum
dikurangi dengan pajak penghasilan dan potong-
potongan. Termasuk pula dalam subpos ini
adalah honorarium, uang lembur, dan perawatan
kesejahteraan.
2) Beban Pengembangan dan Pelatihan Tenaga Kerja
Pos ini mencakup beban yang dikeluarkan
Perusahaan
Pembiayaan
pelapor
pengembangan dan pelatihan tenaga kerja.
3) Beban Tenaga Kerja Lainnya
Pos ini mencakup beban yang dikeluarkan
Perusahaan Pembiayaan pelapor terkait tenaga
kerja selain yang termasuk dalam subpos gaji,
upah, dan tunjangan dan pengembangan
pelatihan tenaga kerja.
untuk
- 81 -
e. Beban Pemasaran
Pos ini mencakup beban yang dikeluarkan Perusahaan
Pembiayaan terkait kegiatan pemasaran yang
dilakukan yang terdiri dari:
1) Beban Insentif Pihak Ketiga
Biaya Insentif Pihak Ketiga meliputi seluruh jenis
pembayaran kepada pihak ketiga maupun kepada
pegawai pihak ketiga termasuk juga pembayaran
komisi kepada penyedia barang dan/atau jasa
yang dibayarkan secara tunai, insentif pencapaian
target, biaya wisata pihak ketiga, biaya promosi
bersama,
pajak penghasilan,
dan/atau
pengeluaran lain terkait dengan akuisisi
pembiayaan yang dibayarkan kepada pihak ketiga
2) Beban Pemasaran Lainnya
Biaya Pemasaran Lainnya meliputi biaya
pemasaran selain biaya insentif pihak ketiga.
f. Beban Penyisihan/Penyusutan
1) Beban Penyisihan Piutang Ragu-ragu
Pos ini mencakup biaya penyisihan piutang ragu-
ragu atas piutang pembiayaan.
a) Beban Operasional Pembiayaan Investasi
Pos ini mencakup biaya penyisihan piutang
ragu-ragu atas piutang pembiayaan
Pembiayaan Investasi.
b) Beban Pembiayaan Modal Kerja
Pos ini mencakup biaya penyisihan piutang
ragu-ragu atas piutang pembiayaan Modal
Kerja.
c) Beban Pembiayaan Multiguna
Pos ini mencakup biaya penyisihan piutang
ragu-ragu atas piutang pembiayaan
Multiguna.
d) Beban Pembiayaan Konvensional Lainnya
Berdasarkan Persetujuan OJK
- 82 -
Pos ini mencakup biaya penyisihan piutang
ragu-ragu atas piutang pembiayaan
Konvensional Lainnya Berdasarkan Izin OJK.
e) Beban Pembiayaan Berdasarkan Prinsip
Syariah
Pos ini mencakup biaya penyisihan piutang
ragu-ragu atas
berdasarkan prinsip Syariah.
2) Beban Penyusutan Aset Tetap yang di Sewa
Operasikan
Pos ini mencakup biaya penyusutan aset yang
disewaoperasikan.
3) Beban Penyusutan Aset Tetap dan Inventaris
Pos ini mencakup biaya penyusutan Aset tetap
dan inventaris.
g. Beban Sewa
Pos ini mencakup sewa yang dibayarkan oleh
Perusahaan Pembiayaan pelapor, misalnya sewa
kantor, sewa rumah/gedung dan sewa alat-alat.
h. Beban Pemeliharaan dan Perbaikan
Pos ini mencakup biaya yang dikeluarkan oleh
Perusahaan Pembiayaan pelapor untuk pemeliharaan
dan/atau perbaikan aset tetap, inventaris kantor, dan
lain-lain.
i. Beban Administrasi dan Umum
Pos ini mencakup biaya untuk pemakaian barang-
barang/jasa-jasa, seperti biaya penerangan, air,
telepon, telegram, dan alat-alat kantor.
j. Beban Operasional Lainnya
Pos ini mencakup biaya-biaya selain dari pos huruf a
sampai dengan pos huruf i di atas.
2. Beban Non Operasional
Pos ini mencakup beban yang dikeluarkan oleh Perusahaan
Pembiayaan pelapor selain untuk kegiatan utama
Perusahaan Pembiayaan.
kegiatan Pembiayaan
- 83 -
III. LABA (RUGI) SEBELUM PAJAK
Pos ini mencakup jumlah pendapatan dikurangi jumlah beban
Perusahaan Pembiayaan pelapor sebelum dikurangi dengan
pajak.
IV. TAKSIRAN PAJAK PENGHASILAN
1. Pajak Tahun Berjalan
Pos ini mencakup taksiran beban pajak penghasilan yang
dihitung secara progresif dari laba periode tahun berjalan
sampai dengan tanggal laporan.
2. Pendapatan (Beban) Pajak Tangguhan
Pos ini mencakup besarnya pendapatan (beban) pajak
tangguhan terkait dengan besarnya aset (liabilitas) pajak
tangguhan yang diakui untuk periode tahun berjalan
sampai dengan tanggal laporan.
V. LABA (RUGI) BERSIH SETELAH PAJAK
Pos ini mencakup laba (rugi) setelah dikurangi taksiran pajak
penghasilan yang meliputi pajak tahun berjalan dan pendapatan
(beban) pajak tangguhkan yang diakui untuk periode tahun
berjalan sampai dengan tanggal laporan.
VI. KEUNTUNGAN (KERUGIAN) PENDAPATAN KOMPREHENSIF
LAINNYA
Pos ini mencakup keuntungan (kerugian) pendapatan
komprehensif lainnya (other comprehensive income/OCI) oleh
Perusahaan Pembiayaan pelapor selama periode akuntansi,
mulai dari awal tahun sampai dengan tanggal laporan.
Pos ini dirinci:
1. Keuntungan (Kerugian) Akibat Perubahan dalam Surplus
Revaluasi Aset Tetap
Pos ini mencakup besarnya keuntungan atau kerugian
bersih terkait dengan revaluasi aset tetap yang diakui
untuk periode tahun berjalan sampai dengan tanggal
laporan. Pos ini disajikan di laporan laba rugi berdasarkan
kompensasi (offset) dengan pos kerugian.
2.
Selisih Kurs Karena Penjabaran Laporan Keuangan dalam
Mata Uang Asing
Pos ini mencakup besarnya keuntungan atau kerugian
bersih terkait dengan selisih kurs penjabaran laporan
- 84 -
keuangan dalam mata uang asing yang diakui untuk
periode tahun berjalan sampai dengan tanggal laporan. Pos
ini disajikan di laporan laba rugi berdasarkan kompensasi
(offset) dengan pos kerugian.
3. Keuntungan (Kerugian) Akibat Pengukuran Kembali Aset
Keuangan Tersedia untuk Dijual
Pos ini mencakup besarnya keuntungan atau kerugian
bersih terkait dengan aset keuangan tersedia untuk dijual
yang diakui untuk periode tahun berjalan sampai dengan
tanggal laporan. Pos ini disajikan di laporan laba rugi
berdasarkan kompensasi (offset) dengan pos kerugian.
4. Keuntungan (Kerugian) Akibat Bagian Efektif Instrumen
Keuangan Lindung Nilai dalam Rangka Lindung Nilai Arus
Kas
Pos ini mencakup besarnya keuntungan atau kerugian
bersih terkait dengan lindung nilai arus kas yang diakui
untuk periode tahun berjalan sampai dengan tanggal
laporan. Pos ini disajikan di laporan laba rugi berdasarkan
kompensasi (offset) dengan pos kerugian.
5. Keuntungan (Kerugian) atas Komponen Ekuitas Lainnya
Sesuai Prinsip Standar Akuntansi Keuangan
Pos ini mencakup besarnya keuntungan atau kerugian
bersih selain dari pos 1 sampai dengan pos 4 di atas. Pos ini
disajikan di laporan laba (rugi) berdasarkan kompensasi
(offset) dengan pos kerugian.
VII. LABA (RUGI) BERSIH KOMPREHENSIF TAHUN BERJALAN
Pos ini mencakup nilai laba (rugi) bersih setelah pajak ditambah
keuntungan (kerugian) pendapatan komprehensif lainnya.
- 85 -
C. FORMULIR 1300: LAPORAN ARUS KAS
1. BENTUK FORMULIR 1300 (LAPORAN ARUS KAS)
Formulir 1300 (Laporan Arus Kas) disusun sesuai format sebagai
berikut:
Pos-pos
I. Arus Kas Bersih dari Kegiatan Operasi
1. Arus Kas Masuk dari Kegiatan Operasi
a. Arus Kas Masuk dari Pembiayaan
Investasi
b. Arus Kas Masuk dari Pembiayaan
Modal Kerja
c. Arus Kas Masuk dari Pembiayaan
Multiguna
d. Arus Kas Masuk dari Pembiayaan
Berdasarkan Prinsip Syariah
e. Arus Kas Masuk dari Pembiayaan
Lain Berdasarkan Persetujuan
OJK
f. Arus Kas Masuk dari Kegiatan
Berbasis Fee
g. Arus Kas Masuk dari Kegiatan
Sewa Operasi
h. Arus Kas Masuk dari Kegiatan
Pembiayaan
(Channeling)
Penerusan
i. Arus Kas Masuk dari Kegiatan
Pembiayaan Bersama
Financing)
(Joint
j. Arus Kas Masuk dari Surat
Berharga yang Ditujukan untuk
Diperjualbelikan
k. Arus Kas Masuk dari Pendapatan
Kegiatan Operasi Lainnya
2. Arus Kas Keluar untuk Kegiatan
Operasi
a. Arus Kas Keluar untuk Kegiatan
Pembiayaan Investasi
Rp Valas Jumlah
- 86 -
Pos-pos
Rp Valas Jumlah
b. Arus Kas Keluar untuk Kegiatan
Pembiayaan Modal Kerja
c. Arus Kas Keluar untuk Kegiatan
Pembiayaan Multiguna
d. Arus Kas Keluar untuk Kegiatan
Pembiayaan Berdasarkan Prinsip
Syariah
e. Arus Kas Keluar untuk Kegiatan
Pembiayaan Lain Berdasarkan
Persetujuan OJK
f. Arus Kas Keluar
Pembayaran Bunga
untuk
g. Arus Kas Keluar untuk Beban
Umum Dan Administrasi
h. Arus Kas Keluar untuk Pajak
Penghasilan
i. Arus Kas Keluar untuk Kegiatan
Pembiayaan
(Channeling)
Penerusan
j. Arus Kas Keluar untuk Kegiatan
Pembiayaan Bersama
Financing)
k. Arus Kas Keluar untuk Surat
Berharga Yang Ditujukan Untuk
Diperjualbelikan
l. Arus Kas Keluar
untuk
Pembayaran Kegiatan Operasi
Lainnya
II. Arus Kas bersih dari Kegiatan Investasi
1. Arus Kas Masuk dari Kegiatan
Investasi
a. Arus Kas Masuk dari Pelepasan
Anak Perusahaan
b. Arus Kas Masuk dari Penjualan
Tanah, Bangunan, dan Peralatan
c. Arus Kas Masuk dari Penjualan
Surat Berharga yang Tidak
(Joint
- 87 -
Pos-pos
Rp Valas Jumlah
Diperjualbelikan
d. Arus Kas Masuk dari Dividen
e. Arus Kas Masuk dari Penerimaan
Bunga Kegiatan Investasi
f. Arus Kas Masuk dari Kegiatan
Investasi Lainnya
2. Arus Kas Keluar untuk Kegiatan
Investasi
a. Arus Kas Keluar Untuk Perolehan
atas Anak Perusahaan
b. Arus Kas Keluar untuk Pembelian
Tanah, Bangunan, dan Peralatan
c. Arus Kas Keluar untuk Perolehan
Surat Berharga
d. Arus Kas Keluar untuk Kegiatan
Investasi Lainnya
III. Arus Kas Bersih dari Kegiatan Pendanaan
1. Arus Kas Masuk dari Kegiatan
Pendanaan
a. Arus Kas Masuk dari Pinjaman
dan Penerbitan Surat Berharga
b. Arus Kas Masuk dari Pendanaan
Lainnya
c. Arus Kas Masuk dari Penerbitan
Modal Saham
2. Arus Kas Keluar untuk Kegiatan
Pendanaan
a. Arus Kas Keluar
untuk
Pembayaran Pokok Pinjaman dan
Surat Berharga yang Diterbitkan
b. Arus Kas Keluar untuk Pendanaan
Lainnya
c. Arus Kas Keluar untuk Penarikan
Kembali Modal Perusahaan
(Treasury Stock)
d. Arus Kas Keluar
Pembayaran Dividen
untuk
- 88 -
Pos-pos
Rp Valas Jumlah
IV. Surplus (Defisit) pada Kas dan Setara Kas
Akibat Perubahan Kurs
V. Kenaikan (Penurunan) Bersih Kas dan
Setara Kas
VI. Kas dan Setara Kas pada Awal Periode
VII. Kas dan Setara Kas pada Akhir Periode
- 89 -
2. PENJELASAN FORMULIR 1300: LAPORAN ARUS KAS
Formulir 1300 (Laporan Arus Kas) ini berisi laporan keuangan yang
menggunakan dasar pergerakan kas dalam pembuatannya. Semua
pos yang ada dalam laporan arus kas dibuat dan dihitung
berdasarkan keterlibatan kas dan setara kas di dalamnya dari awal
tahun laporan sampai dengan tanggal laporan. Hal ini berlaku bagi
pos penerimaan maupun pengeluaran.
Pada kolom valas, arus kas dan setara kas dipisahkan berdasarkan
kelompok transaksi yang mempengaruhi giro Perusahaan
Pembiayaan pelapor pada bank luar negeri dan transaksi dengan
pihak selain bank luar negeri.
I. Arus Kas Bersih dari Kegiatan Operasi
1. Arus Kas Masuk dari Kegiatan Operasi
a. Arus Kas Masuk dari Pembiayaan Investasi
Pos ini memuat semua penerimaan dari pembiayaan
investasi seperti pembayaran pokok, bunga maupun
denda keterlambatan angsuran dari nasabah serta
semua penerimaan lain yang berasal dari aktifitas
pembiayaan investasi.
b. Arus Kas Masuk dari Pembiayaan Modal Kerja
Pos ini memuat semua penerimaan dari pembiayaan
investasi seperti pembayaran pokok, bunga maupun
denda keterlambatan angsuran dari nasabah serta
semua penerimaan lain yang berasal dari aktifitas
pembiayaan Modal Kerja.
c. Arus Kas Masuk dari Pembiayaan Multiguna
Pos ini memuat semua penerimaan dari pembiayaan
investasi seperti pembayaran pokok, bunga maupun
denda keterlambatan angsuran dari nasabah serta
semua penerimaan lain yang berasal dari aktifitas
pembiayaan multiguna.
d. Arus Kas Masuk dari Pembiayaan Berdasarkan Prinsip
Syariah
Pos ini memuat semua penerimaan dari pembiayaan
yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah seperti
pembayaran pokok, bagi hasil/fee serta semua
penerimaan lain yang berasal dari aktifitas pembiayaan
- 90 -
barang, pembiayaan investasi, dan pembiayaan jasa
yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah.
e. Arus Kas Masuk dari Pembiayaan Lain Berdasarkan
Persetujuan OJK
Pos ini memuat semua penerimaan dari kegiatan
pembiayaan lain berdasarkan persetujuan OJK seperti
pembayaran pokok, bunga maupun denda
keterlambatan angsuran dari nasabah serta semua
penerimaan lain yang berasal dari aktifitas pembiayaan
lain berdasarkan persetujuan OJK.
f. Arus Kas Masuk dari Kegiatan Berbasis Fee
Pos ini memuat semua penerimaan dari kegiatan
berbasis fee seperti dari fee dari pemasaran produk
jasa keuangan antara lain reksadana, asuransi mikro,
serta semua penerimaan lain yang berasal dari
kegiatan yang berbasis fee.
g. Arus Kas Masuk dari Kegiatan Sewa Operasi
Pos ini memuat semua penerimaan dari aktivitas sewa
operasi seperti pembayaran sewa maupun denda
keterlambatan pembayaran sewa dari penyewa serta
semua penerimaan lain yang berasal dari aktifitas
kegiatan sewa operasi.
h. Arus Kas Masuk dari Kegiatan Pembiayaan Penerusan
(Channeling)
Pos ini berisi semua penerimaan neto yang berasal dari
kegiatan penyaluran pembiayaan bersama antara lain
fee channeling dan biaya administrasi.
i.
Arus Kas Masuk dari Kegiatan Pembiayaan Bersama
(Joint Financing)
Pos ini berisi semua penerimaan neto yang berasal dari
kegiatan pembiayaan bersama antara lain fee joint
financing dan biaya administrasi.
j.
Arus Kas Masuk dari Surat Berharga yang Ditujukan
untuk Diperjualbelikan
Pos ini berisi semua penerimaan yang berasal dari
penjualan atas surat berharga yang ditujukan untuk
- 91 -
diperjualbelikan yang dimiliki oleh Perusahaan
Pembiayaan pelapor.
k. Arus Kas Masuk dari Pendapatan Kegiatan Operasi
Lainnya
Pos ini berisi semua penerimaan yang tidak berasal
dari kegiatan utama di atas. Pos ini dapat bersumber
dari penerimaan piutang yang telah dihapuskan,
pendapatan administrasi serta bunga yang tidak
berasal dari debitur dalam bentuk kas serta
pendapatan lain yang tidak berasal dari kegiatan
utama.
2. Arus Kas Keluar untuk Kegiatan Operasi
a. Arus Kas Keluar untuk Kegiatan Pembiayaan Investasi
Pos ini berisi semua pembayaran yang dilakukan yang
berhubungan dengan kegiatan pembiayaan investasi
berdasarkan cara-cara pembiayaan yang digunakan
oleh perusahaan seperti pengeluaran kas untuk
membayar objek pembiayaan.
b. Arus Kas Keluar untuk Kegiatan Pembiayaan Modal
Kerja
Pos ini berisi semua pembayaran yang dilakukan yang
berhubungan dengan kegiatan pembiayaan modal
kerja berdasarkan cara atau skema pembiayaan yang
digunakan oleh perusahaan.
c. Arus Kas Keluar untuk Kegiatan Pembiayaan
Multiguna
Pos ini berisi semua pembayaran yang dilakukan yang
berhubungan dengan kegiatan pembiayaan Multiguna
berdasarkan cara pembiayaan yang digunakan oleh
perusahaan seperti pengeluaran kas untuk membayar
objek pembiayaan.
d. Arus Kas Keluar untuk Kegiatan Pembiayaan
Berdasarkan Prinsip Syariah
Pos ini berisi semua pengeluaran dari kegiatan
kegiatan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.
e. Arus Kas Keluar untuk Kegiatan Pembiayaan Lain
Berdasarkan Persetujuan OJK
- 92 -
Pos ini berisi semua pembayaran yang dilakukan yang
berhubungan dengan kegiatan pembiayaan lain
berdasarkan persetujuan OJK.
f. Arus Kas Keluar untuk Pembayaran Bunga
Pos ini berisi semua pengeluaran yang terjadi akibat
pembayaran bunga untuk pinjaman yang digunakan.
g. Arus Kas Keluar untuk Beban Umum dan Administrasi
Pos ini berisi semua beban gaji karyawan, beban sewa
gedung perusahaan, beban listrik dan telepon, premi
asuransi serta pembayaran anuitas lainnya, serta
beban administrasi lain yang tidak berasal dari
kegiatan utama perusahaan.
h. Arus Kas Keluar untuk Pajak Penghasilan
Pos ini khusus digunakan untuk mencatat
pembayaran pajak penghasilan perusahaan pada
periode laporan.
i.
Arus Kas Keluar untuk Kegiatan Pembiayaan
Penerusan (Channeling)
Pos ini digunakan untuk mencatat pengeluaran yang
terjadi dari kegiatan pembiayaan penerusan
(channeling).
j.
Arus Kas Keluar untuk Kegiatan Pembiayaan Bersama
(Joint Financing)
Pos ini digunakan untuk mencatat pengeluaran yang
terjadi dari kegiatan Pembiayaan Bersama (Joint
Financing).
k. Arus Kas Keluar untuk Surat Berharga yang Ditujukan
untuk Diperjualbelikan
Pos Ini digunakan untuk mencatat pembayaran untuk
membeli surat berharga yang ditujukan untuk
diperjualbelikan.
l.
Arus Kas Keluar untuk Pembayaran Kegiatan Operasi
Lainnya
Pos ini berisi semua pengeluaran yang terjadi dari
kegiatan operasi lainnya dan belum tercakup dalam
pos-pos sebelumnya.
- 93 -
II. Arus Kas Bersih Dari Kegiatan Investasi
1. Arus Kas Masuk dari Kegiatan Investasi
a. Arus Kas Masuk dari Pelepasan Anak Perusahaan
Pos ini berisi hasil pelepasan anak perusahaan yang
melibatkan kas dan pendapatan lain yang terkait.
b. Arus Kas Masuk dari Penjualan Tanah, Bangunan, dan
Peralatan
Pos ini berisi penerimaan kas dari hasil penjualan
tanah, bangunan, dan peralatan. Jika dalam penjualan
tersebut terjadi pengeluaran untuk beban administrasi
dan beban-beban lain yang harus ditanggung
perusahaan, maka pos ini berisi neto pendapatan dari
penjualan tanah setelah dikurangi dengan beban-
beban yang harus dibayar perusahaan.
c. Arus Kas Masuk dari Penjualan Surat Berharga Yang
Tidak Diperjualbelikan
Dalam hal Perusahaan Pembiayaan pelapor menjual
kembali surat berharga berjangka panjang yang tidak
dimaksudkan untuk diperjualbelikan maka hasil
penjualan tersebut harus dilaporkan di dalam pos
penerimaan kas ini secara neto setelah dikurangi
dengan semua biaya yang harus dibayarkan
sehubungan dengan transaksi tersebut.
d. Arus Kas Masuk dari Dividen
Pos ini berisi penerimaan kas dari pendapatan dividen
hasil investasi Perusahaan Pembiayaan pelapor pada
saham perusahaan lain.
e. Arus Kas Masuk dari Penerimaan Bunga Kegiatan
Investasi
Pos ini berisi penerimaan kas dari pendapatan bunga
hasil kegiatan investasi Perusahaan Pembiayaan
pelapor.
f. Arus Kas Masuk dari Kegiatan Investasi Lainnya
Pos ini berisi penerimaan kas dari aktivitas investasi
lainnya yang tidak termasuk dalam pos-pos tersebut di
atas.
- 94 -
2. Arus Kas Keluar untuk Kegiatan Investasi
a. Arus Kas Keluar untuk Perolehan atas Anak
Perusahaan
Pos ini berisi pengeluaran kas untuk perolehan
kepemilikan atas anak perusahaan.
b. Arus Kas Keluar untuk Pembelian Tanah, Bangunan,
dan Peralatan
Pos ini berisi pengeluaran kas untuk transaksi
pembelian tanah, bangunan, dan peralatan.
c. Arus Kas Keluar untuk Perolehan Surat Berharga
Pos ini berisi pengeluaran kas untuk kegiatan investasi
yang dilakukan dalam rangka transaksi perolehan
surat berharga. Jika dalam transaksi ini Perusahaan
Pembiayaan pelapor melakukan pembayaran kas
untuk beban lainnya, maka pos ini harus dicatat
secara neto dengan cara biaya perolehan dikurangi
beban lain yang dikeluarkan untuk memperolehnya.
d. Arus Kas Keluar untuk Kegiatan Investasi Lainnya
Pos ini berisi pengeluaran kas untuk kegiatan investasi
lainnya yang tidak termasuk dalam pos-pos tersebut di
atas.
III. Arus Kas Bersih Dari Kegiatan Pendanaan
1. Arus Kas Masuk dari Kegiatan Pendanaan
a. Arus Kas Masuk dari Pinjaman dan Penerbitan Surat
Berharga
Pos ini berisi penerimaan kas dari penerimaan
pinjaman dan hasil penerbitan/penjualan surat
berharga Perusahaan Pembiayaan pelapor. Pinjaman
subordinasi yang diterima oleh Perusahaan
Pembiayaan termasuk dalam kategori pinjaman yang
diterima oleh Perusahaan Pembiayaan.
b. Arus Kas Masuk dari Pendanaan Lainnya
Pos ini berisi penerimaan kas dari hasil pinjaman
bank, nonbank, atau badan lainnya yang diperoleh
oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor.
c. Arus Kas Masuk dari Penerbitan Modal Saham
- 95 -
Pos ini berisi penerimaan kas dari hasil
penerbitan/penjualan modal saham Perusahaan
Pembiayaan pelapor.
2.
Arus Kas Keluar untuk Kegiatan Pendanaan
a. Arus Kas Keluar untuk Pembayaran Pokok Pinjaman
dan Surat Berharga yang Diterbitkan
Pos ini berisi pengeluaran kas untuk membayar
kembali pokok pinjaman termasuk pinjaman
subordinasi dan surat berharga yang diterbitkan
kepada kreditur dan/atau investor.
b. Arus Kas Keluar untuk Pendanaan Lainnya
Pos ini berisi semua pengeluaran kas untuk aktivitas
pendanaan yang tidak termasuk dalam pos-pos di atas.
c. Arus Kas Keluar untuk Penarikan Kembali Modal
Perusahaan (Treasury Stock)
Pos ini berisi pengeluaran kas untuk transaksi
penarikan kembali modal saham Perusahaan
Pembiayaan pelapor.
d. Arus Kas Keluar untuk Pembayaran Dividen
Pos ini berisi pengeluaran kas untuk pembayaran
dividen kepada para pemegang saham Perusahaan
Pembiayaan pelapor.
IV. Surplus (Defisit) pada Kas dan Setara Kas Akibat Perubahan
Kurs
Pos ini berisi jumlah perubahan kas dan setara kas akibat kurs
valas selama periode tahun laporan sampai dengan tanggal
laporan.
V. Kenaikan (Penurunan) Bersih Kas dan Setara Kas
Pos ini berisi jumlah kenaikan atau penurunan bersih kas dan
setara kas selama periode tahun laporan sampai dengan tanggal
laporan.
VI. Kas dan Setara Kas pada Awal Periode
Pos ini berisi jumlah posisi kas dan setara kas pada awal periode
tahun laporan Perusahaan Pembiayaan pelapor.
VII. Kas dan Setara Kas pada Akhir Periode
Pos ini berisi jumlah posisi kas dan setara kas pada akhir
periode tanggal laporan Perusahaan Pembiayaan pelapor.
- 96 -
D. FORMULIR 2100: RINCIAN PEMBIAYAAN YANG DIBERIKAN
1. BENTUK FORMULIR 2100 (RINCIAN PEMBIAYAAN YANG DIBERIKAN)
Formulir 2100 (Rincian Pembiayaan yang Diberikan) disusun sesuai format sebagai berikut:
(1)
Nomor
Debitur
(2)
Nama
Debitur
Kelompok
Debitur
(3)
Nama
(4)
Kategori
Usaha
Debitur
(5)
Kategori
Usaha
Keuangan
Berkelanjutan
(6)
Golongan
Debitur
(7)
Status
Keterkaitan
(8)
Sektor
Lokasi
Ekonomi
Lapangan
Usaha
Kabupaten/
Kota Proyek
Nomor
Kontrak
Jenis
Pembiayaan
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
Jangka Waktu
Skema
Tujuan
Pembiayaan Pembiayaan
Tanggal
Mulai
Tanggal
Jatuh
Tempo
Nilai Awal
Pembiayaan
Dalam Nilai
Mata Uang
Asal
Dalam
Ekuivalen
Rupiah
Dalam Nilai
Mata Uang
Asal
Dalam
Ekuivalen
Rupiah
(15)
(16)
Tagihan Piutang
Pembiayaan Bruto
(17)
Tagihan Piutang
Pembiayaan Pokok
(18)
Porsi
Perusahaan
Pada
Pembiayaan
Bersama
- 97 -
(19)
(20)
Jenis
Valuta
Simpanan
Jaminan/
Uang
Muka
(21)
Pihak Lawan
Kerjasama
Pembiayaan
Bersama (Joint
Financing)
(22)
Biaya Insentif
Akuisisi
Pembiayaan
kepada Pihak
Ketiga
(23)
Tingkat Bunga/ Margin/
Bagi Hasil/ Imbal Jasa
Jenis Nilai
Tingkat
(24)
Bunga/Bagi Hasil/Margin
Yang Ditangguhkan
Dalam
Ekuivalen
Rupiah
Dalam Nilai
Mata Uang
Asal
(25)
(26)
Pendapatan
Administrasi
Pendapatan
Provisi
(27)
Kualitas
Tanggal
(28)
Angsuran
Ke-
Jenis
Angsuran
(29)
Pembayaran Angsuran Terakhir Barang/Jasa yang dibiayai
Nilai
Nilai Barang/Jasa
yang dibiayai
(30)
(31)
Agunan Yang Diperhitungkan
Nomor
Jenis
Identitas
Agunan
Agunan
Nilai
Jenis
Agunan
Sertifikat
Kepemilikan
Sertifikat
Pengikatan
Sertifikat Pengikatan Agunan
Nomor
Nomor
Tanggal
Sertifikat
(32)
Posisi
Penyimpanan
Sertifikat
Agunan
(33)
Cadangan Kerugian Penurunan
Nilai
Metode Aset
Baik
Aset
Kurang
Baik
Aset
Tidak
Baik
- 98 -
(34)
(35)
Proporsi
Penjaminan
Kredit atau
Asuransi
Kredit
Nama
Perusahaan
Asuransi
Jangka
Waktu
Asuransi
Premi oleh
Debitur
Diskon Premi
Asuransi
(36)
(37)
(38)
- 99 -
2. PENJELASAN FORMULIR 2100 (RINCIAN PEMBIAYAAN YANG
DIBERIKAN)
Formulir 2100 (Rincian Pembiayaan yang Diberikan) ini berisi rincian
setiap kegiatan pembiayaan, baik itu pembiayaan investasi,
pembiayaan modal kerja, pembiayaan multiguna, maupun
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, pada hakikatnya harus
diisikan ke dalam rincian pembiayaan sesuai dengan periode laporan.
Debitur yang menerima fasilitas pembiayaan selain kriteria tersebut
di atas tidak boleh digabungkan dengan debitur lainnya. Dengan
demikian setiap kolom wajib diisi sandi bersangkutan dengan
penjelasan sebagai berikut:
(1) Nomor Debitur
Pos ini diisi dengan nomor kode unik masing-masing debitur
yang menerima fasilitas pembiayaan dari Perusahaan
Pembiayaan pelapor. Nomor Debitur dapat menggunakan nomor
identifikasi debitur yang disampaikan dalam sistem layanan
informasi keuangan.
(2) Nama Debitur
Pos ini diisi dengan nama pihak-pihak yang menerima fasilitas
pembiayaan dari Perusahaan Pembiayaan pelapor.
(3) Nama Kelompok Debitur
Pos ini diisi dengan grup debitur.
(4) Kategori Usaha Debitur
Pos ini diisi dengan kategori usaha debitur berdasarkan skala
bisnis debitur yang dibagi dengan kategori sebagai berikut:
Usaha Besar
Usaha besar adalah usaha yang memenuhi kriteria sebagai
berikut:
memiliki kekayaan bersih
lebih
dari
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari
Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).
Usaha Menengah
Berdasarkan ketentuan pada Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah,
- 100 -
yang termasuk dalam usaha menengah yaitu usaha yang
memenuhi kriteria sebagai berikut:
memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
memiliki hasil penjualan tahunan lebih
dari
Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah)
sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00
(lima puluh miliar rupiah).
Usaha Kecil
Berdasarkan ketentuan pada Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah,
yang termasuk dalam usaha kecil yaitu usaha yang
memenuhi kriteria sebagai berikut:
memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00
(lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
memiliki hasil penjualan tahunan lebih
dari
Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai
dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar
lima ratus juta rupiah).
Usaha Mikro
Berdasarkan ketentuan pada Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah,
yang termasuk dalam usaha mikro yaitu usaha yang
memenuhi kriteria sebagai berikut:
memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00
(lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha; atau
memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari
Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Lainnya/ Non Produktif
Lainnya/Non Produktif adalah debitur yang tidak memiliki
usaha produktif atau untuk tujuan konsumtif.
- 101 -
(5) Kategori Usaha Keuangan Berkelanjutan
Pos ini diisi dengan kategori usaha Debitur yang memenuhi
kriteria keuangan berkelanjutan sebagaimana diatur dalam
Peraturan OJK mengenai penerapan keuangan berkelanjutan
bagi lembaga jasa keuangan.
(6) Golongan Debitur
Pos ini diisi dengan kategori debitur.
(7) Status Keterkaitan
Pos ini diisi dengan hubungan dengan Perusahaan Pembiayaan.
Terkait dengan Perusahaan Pembiayaan
Terkait dengan Perusahaan Pembiayaan adalah pihak yang
menerima fasilitas pembiayaan dari Perusahaan
Pembiayaan pelapor yang terkait dengan Perusahaan
Pembiayaan pelapor.
Tidak Terkait dengan Perusahaan Pembiayaan
Tidak terkait dengan Perusahaan Pembiayaan adalah pihak
yang menerima fasilitas pembiayaan dari Perusahaan
Pembiayaan pelapor yang tidak terkait dengan Perusahaan
Pembiayaan pelapor.
(8) Sektor Ekonomi Lapangan Usaha
Pos ini diisi dengan klasifikasi baku mengenai kegiatan ekonomi
yang terdapat di Indonesia.
Dalam hal pembiayaan digunakan untuk membiayai lebih dari
satu jenis kegiatan ekonomi yang tidak dapat dipisah-pisahkan,
cara penggolongannya dititikberatkan kepada sektor ekonomi
yang diutamakan (sektor yang paling besar menerima fasilitas
pembiayaan).
(9) Lokasi Kabupaten/Kota Proyek
Pos ini diisi dengan lokasi tempat kegiatan proyek/barang yang
dibiayai berada/digunakan.
(10) Nomor Kontrak
Pos ini diisi dengan nomor urut perjanjian pembiayaan yang
digunakan dalam kontrak perjanjian oleh Perusahaan
Pembiayaan pelapor.
(11) Jenis Pembiayaan
Pos ini diiisi dengan jenis pembiayaan, yaitu:
Pembiayaan Investasi
- 102 -
Pembiayaan investasi adalah pembiayaan barang modal
beserta jasa yang diperlukan untuk aktivitas
usaha/investasi, rehabilitasi, modernisasi, ekspansi atau
relokasi tempat usaha/investasi yang diberikan kepada
debitur.
Pembiayaan Modal Kerja
Pembiayaan modal kerja adalah pembiayaan untuk
memenuhi kebutuhan pengeluaran yang habis dalam satu
siklus aktivitas usaha debitur.
Pembiayaan Multiguna
Pembiayaan multiguna adalah pembiayaan untuk
pengadaan barang dan/atau jasa yang diperlukan oleh
debitur untuk pemakaian/konsumsi dan bukan untuk
keperluan usaha (aktivitas produktif) dalam jangka waktu
yang diperjanjikan.
Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah
Pembiayaan syariah adalah penyaluran pembiayaan yang
dilakukan berdasarkan prinsip syariah.
Pembiayaan Jual Beli
Pembiayaan jual beli adalah pembiayaan dalam bentuk
penyediaan barang melalui transaksi jual beli sesuai.
Pembiayaan Jasa
Pembiayaan jasa adalah pemberian/penyediaan jasa baik
dalam bentuk pemberian manfaat atas suatu barang,
pemberian pinjaman (dana talangan) dan/atau pemberian
pelayanan dengan dan/atau tanpa pembayaran imbal jasa
(ujrah) sesuai dengan perjanjian pembiayaan syariah yang
disepakati oleh para pihak.
(12) Skema Pembiayaan
Pos ini diisi dengan skema yang digunakan oleh Perusahaan
Pembiayaan pelapor dalam mengikat kontrak perjanjian dengan
debitur sebagaimana diatur dalam Peraturan OJK mengenai
penyelenggaraan usaha perusahaan pembiayaan. Skema
pembiayaan tersebut meliputi:
Sewa Pembiayaan (Finance Lease)
Jual dan Sewa Balik (Sale and Leaseback)
- 103 -
Anjak Piutang dengan Pemberian Jaminan dari
Penjual Piutang
Anjak Piutang tanpa Pemberian Jaminan dari
Penjual Piutang
Pembelian dengan Pembayaran Secara Angsuran
Pembiayaan Proyek
Pembiayaan Infrastruktur
Fasilitas Modal Usaha
Fasilitas Dana
Cara Pembiayaan dengan persetujuan OJK
(13) Tujuan Pembiayaan
Pos ini diisi dengan tujuan pembiayaan yang dilakukan oleh
Perusahaan Pembiayaan pelapor dalam mengikat kontrak
perjanjian dengan debitur sebagaimana diatur dalam Peraturan
OJK mengenai penyelenggaraan usaha perusahaan pembiayaan.
Tujuan pembiayaan tersebut meliputi:
Pembiayaan produktif
Pembiayaan konsumtif
(14) Jangka Waktu
Tanggal Mulai
Pos ini diisi dengan tanggal dimulainya kontrak sebagaimana
tercantum dalam perjanjian pembiayaan.
Tanggal Jatuh Tempo
Pos ini diisi dengan tanggal berakhirnya kontrak
sebagaimana tercantum dalam perjanjian pembiayaan.
(15) Nilai Awal Pembiayaan
Pos ini diisi dengan nilai pembiayaan barang dan/atau jasa yang
secara riil dikeluarkan oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor
pada awal kontrak ditandatangani. Nilai pada kolom ini diisi
nilai pembiayaan awal yang jumlahnya tetap selama periode
kontrak. Nilai dalam pos ini diisi dalam rupiah.
(16) Tagihan Piutang Pembiayaan Bruto
Dalam Nilai Mata Uang Asal
Pos ini diisi dengan total tagihan piutang pembiayaan bruto
termasuk bunga yang ditangguhkan, dalam mata uang asal
- 104 -
selain rupiah. Apabila jenis valuta adalah 360 (Rupiah),
maka nilai dalam kolom ini dapat dikosongkan.
Dalam Ekuivalen Rupiah
Pos ini diisi dengan total tagihan piutang pembiayaan bruto
termasuk bunga yang ditangguhkan, dalam mata uang
selain rupiah setelah dikonversi menjadi rupiah
menggunakan kurs tengah Bank Indonesia.
(17) Tagihan Piutang Pembiayaan Pokok
Dalam Nilai Mata Uang Asal
Pos ini diisi dengan nilai piutang pembiayaan pokok dalam
mata uang asal selain rupiah. Apabila jenis valuta adalah
rupiah, maka nilai dalam kolom ini dapat dikosongkan.
Dalam Ekuivalen Rupiah
Pos ini diisi dengan nilai piutang pembiayaan pokok dalam
mata uang selain rupiah setelah dikonversi menjadi rupiah
menggunakan kurs tengah Bank Indonesia.
(18) Porsi Perusahaan Pada Pembiayaan Bersama
Pos ini diisi dengan persentase porsi piutang pembiayaan yang
menjadi milik Perusahaan Pembiayaan pelapor apabila
perusahaan melakukan pembiayaan bersama (joint financing).
Apabila Perusahaan Pembiayaan pelapor menggunakan dana
sendiri atau pinjaman executing, maka Perusahaan Pembiayaan
pelapor tidak perlu mengisi kolom ini.
(19) Jenis Valuta
Pos ini diisi dengan jenis mata uang yang digunakan dalam
perjanjian pembiayaan.
(20) Simpanan Jaminan/ Uang Muka
Pos ini diisi dengan jumlah uang yang diterima oleh lessor dari
lessee pada awal masa sewa pembiayaan investasi sebagai
jaminan untuk kelancaran pembayaran pembiayaan.
Uang muka adalah jumlah uang yang diterima oleh Perusahaan
Pembiayaan pelapor dari debitur pada awal masa kontrak
sebagai pembayaran awal pembiayaan, tidak termasuk
pembayaran biaya asuransi, penjaminan, atau biaya lainnya dari
debitur. Nilai dalam pos ini diisi dalam rupiah.
- 105 -
(21) Pihak Lawan Kerjasama Pembiayaan Bersama (Joint Financing)
Pos ini diisi dengan nama pihak counterparty yang melakukan
kerja sama pembiayaan bersama (joing financing) dengan
Perusahaan Pembiayaan pelapor.
(22) Biaya Insentif Akuisisi Pembiayaan kepada Pihak Ketiga
Pos ini diisi dengan seluruh nilai pembayaran biaya insentif
akuisisi yang dibayarkan Perusahaan Pembiayaan pelapor
kepada pihak ketiga yang terkait dengan perolehan bisnis.
(23) Tingkat Bunga/ Margin/ Bagi Hasil/ Imbal Jasa
Jenis
Pos ini diisi dengan tipe suku bunga sesuai dengan
kesepakatan para pihak yang tercantum di dalam kontrak
perjanjian dalam bentuk:
- floating interest rate
- fix interest rate
- margin
- nisbah bagi hasil
- imbal jasa
Nilai
Pos ini diisi dengan nilai nominal pendapatan bunga, margin
atau nilai nominal imbal jasa yang disepakati oleh para
pihak yang tercantum di dalam kontrak bagi kegiatan
pembiayaan jual beli dan pembiayaan jasa.
Tingkat
Pos ini diisi dengan persentase tingkat bunga atau diskonto
dalam 1 tahun (per annum) sebagaimana tercantum dalam
perjanjian pembiayaan. Bagi kegiatan pembiayaan investasi
syariah, pos ini diisi dengan persentase bagi hasil dalam 1
tahun (per annum) sebagaimana tercantum dalam perjanjian
pembiayaan.
(24) Bunga/Bagi Hasil/Margin Yang Ditangguhkan
Dalam Nilai Mata Uang Asal
Pos ini diisi dengan nilai bunga yang ditangguhkan dalam
mata uang asal selain rupiah. Apabila jenis valuta adalah
rupiah, maka nilai dalam kolom ini dapat dikosongkan.
- 106 -
Dalam Ekuivalen Rupiah
Pos ini diisi dengan nilai bunga yang ditangguhkan dalam
mata uang selain rupiah setelah dikonversi menjadi rupiah
menggunakan kurs tengah Bank Indonesia.
Termasuk dalam bunga yang ditangguhkan adalah
pendapatan dan biaya lainnya yang diamortisasi
sehubungan transaksi pembiayaan.
(25) Pendapatan Administrasi
Pos ini diisi dengan jumlah nominal pendapatan administrasi
yang diterima oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor dari debitur.
(26) Pendapatan Provisi
Pos ini diisi dengan jumlah nominal pendapatan provisi yang
diterima oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor dari debitur
sehubungan dengan pembiayaan yang diberikan atau diterima.
(27) Kualitas
Pos ini diisi dengan kualitas piutang pembiayaan yang dinilai
dengan kriteria sesuai dengan aturan penggolongan kualitas aset
produktif Perusahaan Pembiayaan pelapor mengikuti Peraturan
OJK mengenai penyelenggaraan usaha perusahaan pembiayaan,
yaitu:
Lancar
Dalam Perhatian Khusus
Kurang Lancar
Diragukan
Macet
(28) Pembayaran Angsuran Terakhir
Pos ini diisi dengan dengan rincian pembayaran angsuran
terakhir atas pokok pembiayaan dan/atau bunga yang
dibayarkan debitur kepada Perusahaan Pembiayaan pelapor.
Tanggal
Pos ini diisi dengan tanggal, bulan, dan tahun pembayaran
pokok dan/atau bunga terakhir.
Angsuran Ke-
Pos ini diisi dengan informasi mengenai periode angsuran
keberapa.
Nilai Angsuran
- 107 -
Pos ini diisi dengan jumlah nominal angsuran setiap bulan.
(29) Barang/Jasa yang dibiayai
Jenis
Pos ini diisi dengan kategori barang/jasa yang dibiayai oleh
Perusahaan Pembiayaan pelapor sesuai dengan kebutuan
debitur.
Rincian jenis barang/jasa yang dibiayai dikelompokkan
sebagaimana berikut:
a.
b.
c.
d.
Barang produktif dan turunannya
Barang infrastruktur dan turunannya
Barang konsumsi dan turunannya
Jasa
Nilai Barang/Jasa yang dibiayai
Pos ini diisi dengan nilai barang/jasa yang dibiayai oleh
Perusahaan Pembiayaan pelapor pada awal kontrak. Nilai
ini diisi dalam rupiah dan selalu sama sepanjang kontrak.
(30) Agunan Yang Diperhitungkan
Nomor Identitas Agunan
Pos ini diisi dengan nomor atau kode dari barang yang
dijadikan sebagai agunan.
Jenis Agunan
Pos ini diisi dengan jenis barang yang digunakan sebagai
jaminan pembiayaan, sebagaimana pengelompokan berikut:
- Barang Produktif
- Barang Konsumsi
- Simpanan Berjangka
- Logam Mulia
- Surat Berharga
- Jaminan
Nilai Agunan
Pos ini diisi dengan nilai dalam rupiah atas setiap barang
yang diagunkan. Diisi dengan nilai yang dapat
diperhitungkan sebagai pengurang piutang pembiayaan,
sesuai dengan ketentuan dalam Surat Edaran OJK
mengenai tingkat kesehatan keuangan Perusahaan
Pembiayaan.
- 108 -
(31) Sertifikat Pengikatan Agunan
Pos ini diisi dengan informasi mengenai sertifikat pengikatan
agunan berupa:
Jenis
Jenis pengikatan agunan dapat berupa fidusia, hak
tanggungan, dan/atau hipotik.
Nomor Sertifikat Kepemilikan
Nomor Sertifikat Pengikatan
Tanggal Sertifikat Pengikatan
(32) Posisi Penyimpanan Sertifikat Agunan
Pos ini diisi dengan lokasi tempat penyimpanan sertifikat
agunan, dapat diisi dengan lokasi kantor cabang, kantor
perwakilan, kantor pusat, dan/atau kantor lembaga penitipan
(kustodian).
(33) Cadangan Kerugian Penurunan Nilai
Metode
Pos ini diisi dengan metode pembentukan Cadangan
Kerugian Penurunan Nilai yaitu secara:
-
-
individual;
kolektif.
Aset Baik
Pos ini diisi dengan nilai penyisihan yang dibentuk atas
penurunan aset yang memiliki risiko pembiayaan rendah
dan tidak mengalami peningkatan risiko pembiayaan.
Aset Kurang Baik
Pos ini diisi dengan nilai penyisihan yang dibentuk atas
penurunan aset yang mengalami kenaikan risiko
pembiayaan secara signifikan dibandingkan sejak tanggal
awal aset tersebut diperoleh.
Aset Tidak Baik
Pos ini diisi dengan nilai penyisihan yang dibentuk atas
penurunan aset yang mengalami pemburukan risiko
pembiayaan dibanding sejak tanggal awal aset tersebut
diperoleh.
- 109 -
(34) Proporsi Penjaminan Kredit atau Asuransi Kredit
Pos ini diisi dengan proporsi piutang pembiayaan yang
mendapatkan mitigasi risiko berupa penjaminan kredit atau
asuransi kredit, dengan nilai antara 0%-100%. Dalam hal
piutang pembiayaan tidak mendapatkan penjaminan kredit atau
asuransi kredit maka pos ini diisi 0%.
(35) Nama Perusahaan Asuransi
Pos ini diisi dengan nama perusahaan asuransi yang
memberikan pertanggungan asuransi terhadap barang yang
dijadikan agunan.
(36) Jangka Waktu Asuransi
Pos ini diisi dengan jumlah bulan lamanya pertanggungan
asuransi terhadap barang yang dijadikan agunan.
(37) Premi oleh Debitur
Pos ini diisi dengan jumlah premi asuransi yang dibayarkan oleh
debitur kepada perusahaan asuransi.
(38) Diskon Premi Asuransi
Pos ini diisi dengan jumlah nominal diskon premi asuransi yang
diberikan oleh perusahaan asuransi kepada Perusahaan
Pembiayaan pelapor.
- 110 -
E. FORMULIR 2200: RINCIAN SURAT BERHARGA YANG DIMILIKI
1. BENTUK FORMULIR 2200 (Rincian Surat Berharga yang Dimiliki)
Formulir 2200 (Rincian Surat Berharga yang Dimiliki) disusun sesuai
format sebagai berikut:
(1)
(2)
Nomor
Surat
Berharga
Jenis
Surat
Berharga
Tanggal
Mulai
(3)
Jatuh Tempo
Tanggal
Jatuh
Tempo
Tujuan
Kepemilikan
Jenis Nilai Tingkat
(4)
(5)
Suku Bunga
(6)
(7)
Saldo Akhir
Nilai
Jenis
Valuta
dalam
Mata
Uang
Asal
Status
Nilai
Rupiah
Nama Negara Golongan
Keterkaitan
(8)
Perusahaan Penerbit
(9)
(10)
Lembaga
Pemeringkat
(11)
Peringkat
Surat
Berharga
(12)
Tanggal
Pemeringkatan
- 111 -
2. PENJELASAN 2200 (RINCIAN SURAT BERHARGA YANG DIMILIKI)
Formulir 2200 (Rincian Surat Berharga yang Dimiliki) ini berisi posisi
investasi jangka pendek dan investasi jangka panjang dalam bentuk
surat berharga yang dimiliki Perusahaan Pembiayaan pelapor dalam
rupiah dan valas yang diterbitkan oleh pihak lain. Dalam pos ini
tidak termasuk penyertaan dalam bentuk saham.
(1) Nomor Surat Berharga
Pos ini diisi dengan nomor dari surat berharga yang dimiliki atau
kode dari surat berharga yang dimiliki sesuai dengan registrasi
di Kustodian Sentra Efek Indonesia (KSEI).
(2) Jenis Surat Berharga
Pos ini diisi dengan jenis surat berharga yang dimiliki
Perusahaan Pembiayaan pelapor dalam rupiah dan valas, yaitu:
Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
Promes/Aksep
Wesel
Surat Berharga Komersial (CP)
Medium Term Notes (MTN)
Saham
Reksadana
Obligasi
Sertifikat Deposito
Surat Perbendaharaan Negara (SPN)
Wesel ekspor
Obligasi Negara (ON)
Obligasi Ritel Indonesia (ORI)
Surat Berharga Lainnya
(3) Jatuh Tempo
Tanggal Mulai
Pos ini diisi dengan tanggal, bulan, dan tahun penerbitan
surat berharga.
Tanggal Jatuh Tempo
Pos ini diisi dengan tanggal, bulan, dan tahun jatuh tempo
surat berharga.
Floating Rates Notes (FRN)
- 112 -
Untuk surat berharga yang tidak memiliki jangka waktu,
misalnya saham, maupun surat berharga yang sudah jatuh
waktu, tidak perlu diisi atau dikosongkan.
(4) Tujuan Kepemilikan
Pos ini diisi dengan sandi tujuan kepemilikan sesuai dengan
ketentuan standar akuntansi yang berlaku
(5) Suku Bunga
Jenis
Pos ini diisi dengan jenis bunga yang ditetapkan atas surat
berharga yang ditetapkan oleh Perusahaan Pembiayaan
pelapor, yaitu floating atau fix.
Nilai
Pos ini diisi dengan nilai nominal margin atau nilai nominal
imbal jasa yang disepakati oleh para pihak yang tercantum
didalam kontrak.
Tingkat
Pos ini diisi dengan persentase tingkat bunga yang
diperjanjikan dalam satu tahun (per annum). Surat
berharga yang tidak memiliki tingkat bunga tidak perlu diisi
atau dikosongkan.
(6) Jenis Valuta
Pos ini diisi dengan jenis mata uang pada surat berharga yang
dimiliki.
(7) Saldo Akhir
Pos ini diisi dengan nilai surat berharga pada akhir periode
laporan, berdasarkan penilaian kualitas aset produktif dengan
penggolongan kualitas lancar, dalam perhatian khusus, kurang
lancar, diragukan, atau macet.
Saldo Akhir harus sama dengan pos investasi dalam surat
berharga pada Formulir 1100 (Laporan Posisi Keuangan).
Nilai dalam Mata Uang Asal
Nilai dalam mata uang asal adalah nilai surat berharga
yang dimiliki dalam valas sesuai dengan negara penerbit
surat berharga dan dicatat sesuai dengan nominal pada
laporan posisi keuangan berdasarkan ketentuan standar
akuntansi yang berlaku.
- 113 -
Nilai Rupiah
Nilai rupiah adalah nilai surat berharga yang dimiliki dalam
rupiah dan hasil konversi surat berharga dalam valas yang
dimiliki ke dalam rupiah berdasarkan kurs tengah Bank
Indonesia saat pencatatan dilakukan serta dicatat sesuai
dengan nominal pada laporan posisi keuangan berdasarkan
ketentuan standar akuntansi yang berlaku.
(8) Perusahaan Penerbit
Nama
Pos ini diisi dengan nama perusahaan yang menerbitkan
surat berharga.
Negara
Pos ini diisi dengan negara yang menerbitkan surat
berharga.
Golongan
Pos ini diisi dengan pihak-pihak yang menerbitkan surat
berharga
(9) Status Keterkaitan
Pos ini diisi dengan hubungan dengan Perusahaan Pembiayaan.
Terkait Dengan Perusahaan Pembiayaan
Terkait dengan Perusahaan Pembiayaan adalah pihak-pihak
yang memiliki hubungan terkait dengan Perusahaan
Pembiayaan pelapor.
Tidak Terkait Dengan Perusahaan Pembiayaan
Tidak terkait dengan Perusahaan Pembiayaan adalah pihak-
pihak yang tidak memiliki hubungan terkait dengan
Perusahaan Pembiayaan pelapor.
(10) Lembaga Pemeringkat
Pos ini diisi dengan nama dari lembaga pemeringkat yang
terdaftar di OJK, yang melakukan pemeringkatan atas surat
berharga yang dimiliki oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor.
(11) Peringkat Surat Berharga
Pos ini diisi dengan peringkat atas surat berharga yang dimiliki
oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor.
- 114 -
(12) Tanggal Pemeringkat
Pos ini diisi dengan tanggal dilakukannya pemeringkatan surat
berharga oleh Lembaga Pemeringkat atas surat berharga yang
dimiliki oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor.
- 115 -
F. FORMULIR 2300: RINCIAN PENYERTAAN MODAL
1. BENTUK FORMULIR 2300 (RINCIAN PENYERTAAN MODAL)
Formulir 2300 (Rincian Penyertaan Modal) disusun sesuai format
sebagai berikut:
(1)
Nama
Perusahaan
(2)
Golongan
Perusahaan
(3)
Status
Keter-
kaitan
(4)
Negara
(5)
Tanggal
Mulai
(6)
Persentase
Bagian
Penyertaan
(7)
(8)
Jenis
Mata
Uang
Dalam Nilai
Mata Uang
Asal
Nilai Penyertaan Awal
Dalam
Ekuivalen
Rupiah
(9)
Dalam Nilai
Mata Uang
Asal
Nilai Penyertaan Modal
Dalam
Ekuivalen
Rupiah
- 116 -
2. PENJELASAN FORMULIR 2300 (RINCIAN PENYERTAAN MODAL)
Formulir 2300 (Rincian Penyertaan Modal) ini berisi rincian kegiatan
penyertaan modal yang dilakukan oleh Perusahaan Pembiayaan
pelapor.
(1) Nama Perusahaan
Pos ini diisi dengan nama perusahaan yang menerima
penyertaan modal dari Perusahaan Pembiayaan pelapor.
(2) Golongan Perusahaan
Pos ini diisi dengan klasifikasi/golongan perusahaan yang
menerima penyertaan modal dari Perusahaan Pembiayaan
pelapor.
(3) Status Keterkaitan
Pos ini diisi dengan hubungan dengan Perusahaan Pembiayaan.
Terkait Dengan Perusahaan Pembiayaan
Terkait dengan Perusahaan Pembiayaan adalah pihak yang
menerima penyertaan modal dari perusahaan pembiayaan
pelapor yang terkait dengan Perusahaan Pembiayaan
pelapor.
Tidak Terkait Dengan Perusahaan Pembiayaan
Tidak terkait dengan Perusahaan Pembiayaan adalah pihak
yang menerima penyertaan modal dari perusahaan
pembiayaan pelapor yang tidak terkait dengan Perusahaan
Pembiayaan pelapor.
Penjelasan mengenai Hubungan dengan Perusahaan
Pembiayaan dapat dilihat pada Bab II tentang Penjelasan
Umum Kolom Rincian.
(4) Negara
Pos ini diisi dengan negara asal sumber penyertaan modal.
(5) Tanggal Mulai
Pos ini diisi dengan waktu pelaksanaan penyertaan modal.
(6) Persentase Bagian Penyertaan
Pos ini diisi dengan persentase penyertaan modal yang
dilakukan oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor pada
perusahaan yang menerima penyertaan modal (investee
company).
- 117 -
(7) Jenis Mata Uang
Pos ini diisi dengan jenis mata uang yang digunakan dalam
penyertaan modal.
(8) Nilai Penyertaan Awal
Pos ini diisi dengan nilai penyertaan awal:
Dalam Nilai Mata Uang Asal
Apabila jumlah nilai penyertaan awal dalam mata uang
Rupiah.
Dalam Ekuivalen Rupiah
Apabila jumlah nilai penyertaan awal dalam mata uang dari
negara asal selain Rupiah.
(9) Nilai Penyertaan Modal
Pos ini diisi dengan jumlah nilai penyertaan modal yang
diklasifikasikan dalam nilai valas dan dalam ekuivalen Rupiah:
Dalam Nilai Mata Uang Asal
Apabila jumlah nilai penyertaan Modal dalam mata uang
dari negara asal selain Rupiah.
Apabila jenis valuta adalah Rupiah, maka nilai dalam kolom
ini dapat dikosongkan.
Dalam Ekuivalen Rupiah
Apabila jumlah nilai penyertaan modal dalam mata uang
dari negara asal selain Rupiah setelah dikonversi menjadi
rupiah menggunakan kurs tengah Bank Indonesia atau
nilai piutang pembiayaan (outstanding piutang) bruto dalam
mata uang rupiah.
- 118 -
G. FORMULIR 2490: RINCIAN RUPA-RUPA ASET
1. BENTUK FORMULIR
Formulir 2490 (Rincian Rupa-rupa Aset) disusun sesuai format
sebagai berikut:
(1)
(2)
Jenis
Jenis Valuta
(3)
Nominal
2. PENJELASAN FORMULIR 2490 (RINCIAN RUPA-RUPA ASET)
Formulir 2490 (Rincian Rupa-Rupa Aset) ini berisi rincian aset yang
tidak dapat digolongkan ke dalam salah satu dari pos di atas.
(1) Jenis
Pos ini diisi dengan jenis rupa-rupa aset yang dimiliki oleh
Perusahaan Pembiayaan pelapor yang dapat berupa antara lain:
Biaya Dibayar Dimuka
Pos ini diisi dengan biaya yang digunakan sebagai
pembayaran diawali atas sejumlah beban tertentu.
Biaya Yang Ditangguhkan
Pos ini diisi dengan biaya yang telah terjadi atau
ditangguhkan karena manfatnya dapat dirasakan pada
periode mendatang.
Uang Muka Pajak
Pos ini diisi dengan jumlah pajak penghasilan yang telah
dibayarkan oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor tetapi
belum menjadi beban periode akuntansi yang
bersangkutan.
Pinjaman Pegawai
Pos ini diisi dengan nilai pinjaman yang diberikan
Perusahaan Pembiayaan pelapor kepada pegawai.
Rupa-rupa Aset Lainnya
Pos ini mencakup rupa-rupa aset lain selain poin di atas.
(2) Jenis Valuta
Pos ini diisi dengan jenis mata uang yang digunakan.
(3) Nominal
Pos ini diisi dengan nilai dari jenis rupa-rupa aset yang dimiliki
oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor.
- 119 -
H. FORMULIR 2550: RINCIAN PINJAMAN/PENDANAAN YANG DITERIMA
1. BENTUK FORMULIR 2550 (RINCIAN PENDANAAN YANG DITERIMA)
Formulir 2550 (Rincian Pinjaman/Pendanaan yang Diterima) disusun
sesuai format sebagai berikut:
(1)
(2)
Nomor
Kontrak
Jenis
Pinjaman
(3)
Jenis
Valuta
(4)
Tanggal
Mulai
(5)
Tanggal
Jatuh
Tempo
(6)
Jenis
Bunga
/Bagi
Hasil/
Imbal
Hasil
(7)
Tingkat
Bunga
(8)
(9)
Plafon Pinjaman/
Pendanaan
Dalam Mata
Uang Asal
Dalam
Ekuivalen
Rupiah
Pinjaman/ Pendanaan
Awal
Dalam
Mata Uang
Asal
Dalam
Ekuivalen
Rupiah
Dalam
Mata
Uang
Asal
(10)
Saldo Pinjaman/
Pendanaan
Dalam
Ekuivalen
Rupiah
(11)
(12)
(13)
Nama Kreditur Golongan Kreditur Status Keterkaitan
(14)
Negara
Kreditur
- 120 -
2. PENJELASAN FORMULIR 2550 (RINCIAN PINJAMAN/PENDANAAN
YANG DITERIMA)
Formulir 2550 (Rincian Pinjaman/Pendanaan yang Diterima) ini
berisi rincian pinjaman atau pendanaan yang diterima Perusahaan
Pembiayaan pelapor.
(1) Nomor Kontrak
Pos ini diisi dengan nomor perjanjian pinjaman atau pendanaan.
(2) Jenis Pinjaman
Pos ini diisi dengan jenis pinjaman atau pendanaan yang
diterima, yaitu:
Sindikasi
Pinjaman sindikasi adalah pinjaman atau pendanaan yang
diterima oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor dari 2 (dua)
pemberi pinjaman atau pendanaan (kreditur) atau lebih,
baik secara langsung maupun melalui jasa
penghubung/perantara. Pengisian untuk kolom Nama
Kreditur dan kolom Negara Asal mengikuti asas dominasi
berdasarkan nama kreditur yang mempunyai porsi terbesar
dalam pemberian pinjaman atau pendanaan.
Bilateral
Pinjaman bilateral adalah pinjaman atau pendanaan yang
diterima oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor dari 1 (satu)
kreditur.
Multilateral
Pinjaman multilateral adalah pinjaman atau pendanaan
yang diterima oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor dari
lembaga-lembaga keuangan internasional, seperti IFC dan
ADB.
Subordinasi
Pinjaman subordinasi adalah pinjaman atau pendanaan
yang diterima oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor dengan
syarat sebagaimana dimuat dalam Penjelasan pos-pos
laporan posisi keuangan liabilitas dan ekuitas pada pos
pinjaman subordinasi.
(3) Jenis Valuta
Pos ini diisi dengan jenis mata uang yang digunakan dalam
perjanjian.
- 121 -
(4) Tanggal Mulai
Pos ini diisi dengan tanggal dimulainya pinjaman atau
pendanaan yang diterima Perusahaan Pembiayaan pelapor dari
pihak kreditur sebagaimana tercantum dalam perjanjian.
(5) Tanggal Jatuh Tempo
Pos ini diisi dengan tanggal berakhirnya pinjaman atau
pendanaan yang diterima Perusahaan Pembiayaan pelapor dari
pihak kreditur sebagaimana tercantum dalam perjanjian.
(6) Jenis Bunga/Bagi Hasil/Imbal Hasil
Pos ini diisi dengan jenis bunga/bagi hasil/imbal hasil dari
pinjaman yang diperoleh.
Floating
Fix
(7) Tingkat Bunga
Pos ini diisi dengan persentase bunga efektif pertahun (per
annum) yang dibebankan oleh kreditur kepada Perusahaan
Pembiayaan pelapor.
(8) Plafon Pinjaman/Pendanaan
Pos ini diisi dengan jumlah maksimum pinjaman atau
pendanaan yang diterima oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor
sebagaimana tercantum dalam perjanjian.
Dalam Mata Uang Asal
Nilai mata uang asal adalah nilai plafon pinjaman atau
pendanaan yang dimiliki dalam valas sesuai dengan negara
pemberi pinjaman atau pendanaan dan dicatat sesuai
dengan nominal pada laporan posisi keuangan berdasarkan
standar akuntansi yang berlaku.
Dalam Ekuivalen Rupiah
Dalam ekuivalen rupiah adalah nilai plafon pinjaman atau
pendanaan yang dimiliki dalam rupiah dan hasil konversi
plafon pinjaman atau pendanaan dalam valas yang dimiliki
ke dalam rupiah berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia
saat pencatatan dilakukan serta dicatat sesuai dengan
nominal pada laporan posisi keuangan berdasarkan standar
akuntansi yang berlaku.
- 122 -
(9) Pinjaman/Pendanaan Awal
Pos ini diisi dengan jumlah pinjaman atau pendanaan yang
diterima oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor pada penerimaan
awal setelah terjadi persetujuan perjanjian.
Dalam Mata Uang Asal
Nilai mata uang asal adalah nilai pinjaman atau pendanaan
awal yang dimiliki dalam valas sesuai dengan negara
pemberi pinjaman atau pendanaan dan dicatat sesuai
dengan nominal pada laporan posisi keuangan berdasarkan
ketentuan standar akuntansi yang berlaku.
Dalam Ekuivalen Rupiah
Dalam ekuivalen rupiah adalah nilai pinjaman atau
pendanaan awal yang dimiliki dalam rupiah dan hasil
konversi plafon pinjaman atau pendanaan dalam valas yang
dimiliki ke dalam rupiah berdasarkan kurs tengah Bank
Indonesia saat pencatatan dilakukan serta dicatat sesuai
dengan nominal pada laporan posisi keuangan berdasarkan
ketentuan standar akuntansi yang berlaku.
(10) Saldo Pinjaman/Pendanaan
Pos ini diisi dengan sisa pinjaman atau pendanaan Perusahaan
Pembiayaan pelapor pada akhir periode laporan.
Dalam Mata Uang Asal
Dalam nilai mata uang asal adalah nilai saldo pinjaman
atau pendanaan yang dimiliki dalam valas sesuai dengan
negara pemberi pinjaman atau pendanaan dan dicatat
sesuai dengan nominal pada laporan posisi keuangan
berdasarkan ketentuan standar akuntansi yang berlaku.
Dalam Ekuivalen Rupiah
Dalam Ekuivalen rupiah adalah nilai saldo pinjaman atau
pendanaan yang dimiliki dalam rupiah dan hasil konversi
plafon pinjaman atau pendanaan dalam valas yang dimiliki
ke dalam rupiah berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia
saat pencatatan dilakukan serta dicatat sesuai dengan
nominal pada laporan posisi keuangan berdasarkan
ketentuan standar akuntansi yang berlaku.
- 123 -
(11) Nama Kreditur
Pos ini diisi dengan nama pihak-pihak yang memberikan
pinjaman atau pendanaan kepada Perusahaan Pembiayaan
pelapor. Dalam hal Perusahaan Pembiayaan pelapor mempunyai
lebih dari 1 (satu) rekening pinjaman atau pendanaan dengan
kreditur yang sama, kolom nama kreditur untuk setiap transaksi
tetap diisi nama kreditur yang bersangkutan sesuai banyaknya
akad perjanjian.
(12) Golongan Kreditur
Pos ini diisi dengan golongan pihak-pihak yang memberikan
pinjaman atau pendanaan untuk kegiatan usaha pembiayaan
kepada Perusahaan Pembiayaan pelapor. Pos ini diisi dengan
golongan kreditur.
(13) Status Keterkaitan
Pos ini diisi dengan status keterkaitan kreditur dengan
Perusahaan Pembiayaan, yaitu:
Terkait dengan Perusahaan Pembiayaan
Terkait dengan Perusahaan Pembiayaan adalah pihak yang
memberikan fasilitas pinjaman atau pendanaan kepada
Perusahaan Pembiayaan pelapor yang terkait dengan
Perusahaan Pembiayaan.
Tidak Terkait dengan Perusahaan Pembiayaan
Tidak terkait dengan Perusahaan Pembiayaan adalah pihak
yang memberikan fasilitas pinjaman atau pendanaan
kepada Perusahaan Pembiayaan pelapor yang tidak terkait
dengan Perusahaan Pembiayaan pelapor.
Penjelasan mengenai hubungan dengan Perusahaan Pembiayaan
pelapor dapat dilihat pada Bab II tentang Penjelasan Umum
Kolom Daftar Rincian.
(14) Negara Kreditur
Pos ini diisi dengan negara domisili kreditur.
- 124 -
I. FORMULIR 2600: RINCIAN SURAT BERHARGA YANG DITERBITKAN
1. BENTUK FORMULIR
Formulir 2600 (Rincian Surat Berharga yang Diterbitkan) disusun
sesuai format sebagai berikut:
(1)
Nomor
Surat
Berharga
(2)
Jenis
Surat
Berharga
Tanggal
Mulai
(3)
Jangka Waktu
Tanggal
Jatuh
Tempo
(4)
Suku Bunga
Jenis Tingkat
Bunga
(5)
Nilai Nominal Surat
Berharga
Dalam
Mata
Uang
Asal
Dalam
Ekuivalen
Rupiah
(6)
(7)
Saldo Surat Berharga yang
Diterbitkan
Jenis
Valuta
Dalam Mata
Uang Asal
Nama
Dalam
Ekuivalen
Rupiah
Kreditur
Status
Keterkaitan
Golongan
Pembeli
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
Lokasi Negara
Tanggal Terdaftar
KSEI
(13)
Nomor
Pendaftaran
KSEI
(14)
Nama Wali
Amanat
(15)
(16)
(17)
Lembaga
Pemeringkat
(18)
Peringkat
Surat
Berharga
(19)
Tanggal
Pemeringkatan
- 125 -
2. PENJELASAN FORMULIR 2600 (RINCIAN SURAT BERHARGA YANG
DITERBITKAN)
Formulir 2600 (Surat Berharga yang Diterbitkan) ini berisi laporan
posisi surat berharga baik atas nama maupun atas unjuk yang
diterbitkan oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor baik dalam rupiah
maupun valas yang dibeli oleh pihak ketiga. Untuk surat berharga
yang diterbitkan atas unjuk, kolom Golongan Pembeli diisi pembeli
(investor) pertama pada saat surat berharga diterbitkan.
Surat berharga yang telah diterbitkan dan kemudian dibeli kembali
oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor di pasar sekunder, tidak boleh
dilaporkan pada daftar rincian surat berharga yang dimiliki,
melainkan harus mengurangi outstanding surat berharga yang
diterbitkan tersebut.
(1) Nomor Surat Berharga
Pos ini diisi dengan nomor kontrak surat berharga yang
diterbitkan oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor atau kode dari
surat berharga yang diterbitkan sesuai dengan registrasi di
Kustodian Sentra Efek Indonesia (KSEI).
(2) Jenis Surat Berharga
Pos ini diisi dengan jenis surat berharga yang diterbitkan oleh
Perusahaan Pembiayaan pelapor, yaitu:
Medium Term Notes (MTN)
Medium Term Notes (MTN) adalah surat pengakuan utang
berjangka menengah dengan jangka waktu 1 sampai
dengan 3 tahun yang diterbitkan oleh Perusahaan
Pembiayaan terdaftar kepada pemegang Medium Term Notes
(MTN) dengan kewajiban membayar kupon (tingkat bunga)
secara bertahap sesuai dengan jadwal pembayaran bunga
Medium Term Notes (MTN) kepada pemegang Medium Term
Notes (MTN) dan membayar kembali seluruh utang pokok
pada saat jatuh tempo.
Obligasi
Obligasi adalah surat pengakuan utang berjangka waktu di
atas 1 (satu) tahun yang diterbitkan oleh Perusahaan
Pembiayaan pelapor dengan kewajiban membayar kupon
(tingkat bunga) secara berkala kepada pemegang obligasi
- 126 -
dan membayar kembali seluruh utang pokok pada saat
jatuh tempo.
(3) Jangka Waktu
Pos ini diisi dengan jangka waktu mulai dan jatuh tempo surat
berharga yang diterbitkan oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor,
yaitu:
Tanggal Mulai
Tanggal mulai adalah tanggal dimulainya penerbitan surat
berharga sebagaimana tercantum dalam surat berharga.
Tanggal Jatuh Tempo
Tanggal jatuh tempo adalah tanggal jatuh tempo surat
berharga yang diterbitkan sebagaimana tercantum dalam
surat berharga.
(4) Suku Bunga
Pos ini diisi dengan jenis dan tingat bunga surat berharga yang
diterbitkan, yaitu:
Jenis
Tipe bunga adalah jenis bunga jenis bunga yang ditetapkan
atas surat berharga yang ditetapkan oleh Perusahaan
Pembiayaan pelapor, yaitu floating atau fix.
Tingkat Bunga
Tingkat bunga adalah persentase tingkat bunga yang
diperjanjikan dalam satu tahun (per annum) yang
tercantum pada surat berharga yang diterbitkan.
(5) Nilai Nominal Surat Berharga
Pos ini diisi dengan nilai nominal surat berharga yang
diterbitkan oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor dalam ribuan
rupiah.
Dalam Mata Uang Asal
Pos ini diisi nilai nominal saldo surat berharga yang dimiliki
kreditur dan dicatat dalam nilai valas dalam hal kreditur
bukan Warga Negara Indonesia atau Badan Hukum
Indonesia. Apabila jenis valuta adalah rupiah, nilai dalam
valas diisi dengan angka nol.
Dalam Ekuivalen Rupiah
Pos ini diisi nilai nominal surat berharga yang diterbitkan
yang dimiliki oleh kreditur dan dicatat berdasarkan dalam
- 127 -
satuan rupiah pada akhir periode laporan dalam valas yang
diekuivalenkan dengan rupiah.
(6) Jenis Valuta
Pos ini diisi dengan jenis mata uang yang digunakan dalam
penerbitan surat berharga.
(7) Saldo Surat Berharga yang Diterbitkan
Pos ini diisi dengan saldo pinjaman, yaitu:
Dalam Mata Uang Asal
Saldo pinjaman dalam nilai mata uang asal adalah sisa
pinjaman Perusahaan Pembiayaan pelapor pada akhir
periode laporan dalam valas. Apabila jenis valuta adalah
rupiah, nilai dalam valas diisi dengan angka nol.
Dalam Ekuivalen Rupiah
Saldo pinjaman dalam ekuivalen rupiah adalah sisa
pinjaman Perusahaan Pembiayaan pelapor pada akhir
periode laporan dalam rupiah atau dalam valas yang
diekuivalenkan dengan rupiah.
(8) Nama Kreditur
Pos ini diisi dengan nama pihak yang membeli atau memiliki
surat berharga yang diterbitkan oleh Perusahaan Pembiayaan
pelapor.
(9) Status Keterkaitan
Pos ini diisi dengan hubungan dengan Perusahaan Pembiayaan.
Terkait Dengan Perusahaan Pembiayaan
Terkait dengan Perusahaan Pembiayaan adalah pihak-pihak
yang memiliki hubungan terkait dengan Perusahaan
Pembiayaan pelapor.
Tidak Terkait Dengan Perusahaan Pembiayaan
Tidak terkait dengan Perusahaan Pembiayaan adalah pihak-
pihak yang tidak memiliki hubungan terkait dengan
Perusahaan Pembiayaan pelapor.
(10) Golongan Pembeli
Pos ini diisi dengan golongan pihak yang membeli atau memiliki
surat berharga yang diterbitkan oleh Perusahaan Pembiayaan
pelapor.
- 128 -
(11) Lokasi Negara
Pos ini diisi dengan negara asal pembeli atau pemegang surat
berharga yang diterbitkan oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor.
(12) Tanggal Terdaftar KSEI
Pos ini diisi dengan tanggal Perusahaan Pembiayaan pelapor
terdaftar di Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI).
(13) Nomor Pendaftaran KSEI
Pos ini diisi dengan nomor pendaftaran Perusahaan Pembiayaan
pelapor terdaftar di Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI).
(14) Nama Wali Amanat
Pos ini diisi dengan nama wali amanat dari Perusahaan
Pembiayaan pelapor.
(15) Lembaga Pemeringkat
Pos ini diisi dengan nama dari lembaga pemeringkat yang
terdaftar di OJK, yang melakukan pemeringkatan atas surat
berharga yang diterbitkan oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor.
(16) Peringkat Surat Berharga
Pos ini diisi dengan peringkat atas surat berharga yang
diterbitkan oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor.
(17) Tanggal Pemeringkat
Pos ini diisi dengan tanggal dilakukannya pemeringkatan surat
berharga oleh Lembaga Pemeringkat atas surat berharga yang
diterbitkan oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor.
- 129 -
J. FORMULIR 2790: RINCIAN RUPA-RUPA LIABILITAS
1. BENTUK FORMULIR 2790 (RINCIAN RUPA-RUPA LIABILITAS)
Formulir 2790 (Rincian Rupa-Rupa Liabilitas) disusun sesuai format
sebagai berikut:
(1)
(2)
Jenis
Jenis Valuta
(3)
Nominal
2. PENJELASAN FORMULIR 2790 (RINCIAN RUPA-RUPA LIABILITAS)
Formulir 2790 (Rincian Rupa-Rupa Liabilitas) berisi rincian liabilitas
yang tidak dapat digolongkan ke dalam salah satu dari pos di atas.
(1) Jenis
Pos ini diisi dengan jenis rincian rupa-rupa liabilitas yang
dimiliki oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor yang dapat berupa
antara lain:
Beban bunga/imbal hasil/bagi hasil/imbal jasa yang harus
dibayar
Pos ini mencakup total beban bunga,imbal hasil, bagi hasil,
imbal jasa pinjaman atau pendanaan yang harus dibayar
oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor.
Utang gaji
Pos ini mencakup utang gaji yang harus dibayar oleh
Perusahaan Pembiayaan pelapor.
Dividen yang belum dibayar
Pos ini mencakup utang dividen yang harus dibayar oleh
Perusahaan Pembiayaan pelapor.
Pendapatan yang ditangguhkan
Pos ini mencakup total pendapatan yang ditangguhkan oleh
Perusahaan Pembiayaan pelapor.
Liabilitas pajak penghasilan
Pos ini mencakup pajak penghasilan yang harus dibayar
oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor.
Liabilitas imbalan kerja
Pos ini mencakup liabilitas imbalan kerja Perusahaan
Pembiayaan pelapor kepada pegawai.
Utang asuransi
- 130 -
Pos ini mencakup utang asuransi yang belum dibayar oleh
Perusahaan Pembiayaan pelapor.
Utang dealer
pos ini mencakup utang dealer yang belum dibayar oleh
Perusahaan Pembiayaan pelapor.
Rupa-rupa liabilitas lainnya
Pos ini mencakup rupa-rupa liabilitas lain selain poin di
atas.
(2) Jenis Valuta
Pos ini diisi dengan jenis mata uang yang digunakan.
(3) Nominal
Pos ini diisi dengan nilai dari rupa-rupa liabilitas yang dimiliki
oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor.
- 131 -
K. FORMULIR 3010: RINCIAN INSTRUMEN DERIVATIF UNTUK LINDUNG
NILAI
1. BENTUK FORMULIR 3010 (RINCIAN INSTRUMEN DERIVATIF UNTUK
LINDUNG NILAI)
Formulir 3010 (Rincian Instrumen Derivatif untuk Lindung Nilai)
disusun sesuai format sebagai berikut:
(1)
(2)
Underlying
Transaksi Pinjaman
Nominal
Nomor
Kontrak
Nomor
Kontrak
Instrumen
Derivatif
Jenis
Instrumen
Derivatif
Jenis
Valuta
Tanggal
Mulai
Tanggal
Jatuh
Tempo
(3)
(4)
(5)
Jangka Waktu
(6)
(7)
Nominal Instrumen Derivatif untuk
Lindung Nilai
Dalam Nilai Mata
Uang Asal
Dalam
Ekuivalen
Rupiah
Nama
Golongan
Asal Negara
Rincian Counterparty
- 132 -
2. PENJELASAN FORMULIR 3010 (RINCIAN INSTRUMEN DERIVATIF
UNTUK LINDUNG NILAI)
Formulir 3010 (Daftar Rincian Aset Derivatif Untuk Lindung Nilai
Syariah) berisi daftar rincian instrumen derivatif yang dimiliki
Perusahaan Pembiayaan pelapor dalam rupiah maupun valas sebagai
instrumen lindung nilai. Setiap instrumen derivatif yang dimiliki
Perusahaan Pembiayaan pelapor menjadi instrumen lindung nilai
dalam setiap transaksi pinjaman yang dilakukan oleh Perusahaan
Pembiayaan pelapor.
(1) Underlying Transaksi Pinjaman
Pos ini diisi dengan underlying transaksi pinjaman, yaitu:
Nomor Kontrak
Nomor kontrak adalah nomor kontrak pinjaman dalam
valas yang diterima oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor
yang menjadi dasar kepemilikan aset derivatif yang dimiliki
Perusahaan Pembiayaan pelapor dalam rangka lindung
nilai.
Nominal
Nominal adalah jumlah pinjaman dalam valas yang diterima
oleh Perusahaan Pembiayaan pelapor yang menjadi dasar
kepemilikan aset derivatif yang dimiliki Perusahaan
Pembiayaan pelapor dalam rangka lindung nilai.
(2) Nomor Kontrak Instrumen Derivatif
Pos ini diisi dengan nomor kontrak instrumen derivatif yang
dimiliki Perusahaan Pembiayaan pelapor dalam rangka lindung
nilai dari transaksi pinjaman yang dilakukan oleh Perusahaan
Pembiayaan pelapor.
(3) Jenis Instrumen Derivatif
Pos ini diisi dengan jenis instrumen derivatif yang dipilih
Perusahaan Pembiayaan pelapor dalam rangka lindung nilai atas
transaksi pinjaman dalam valas yang diterima.
Interest rate swap
Currency swap
Cross currency swap
Forward
Option
- 133 -
Jenis instrumen derivatif lainnya
(4) Jenis Valuta
Pos ini diisi dengan jenis valuta dari instrumen derivatif yang
dipilih Perusahaan Pembiayaan pelapor dalam rangka lindung
nilai atas transaksi pinjaman yang diterima.
(5) Jangka Waktu
Pos ini diisi dengan jangka waktu mulai dan jatuh tempo
kontrak lindung nilai, yaitu:
Tanggal Mulai
Pos ini diisi dengan tanggal mulai berlakunya transaksi
instrumen derivatif antara Perusahaan Pembiayaan pelapor
dengan counterparty.
Tanggal Jatuh Tempo
Pos ini diisi dengan tanggal berakhirnya transaksi
instrumen derivatif antara Perusahaan Pembiayaan pelapor
dengan counterparty.
(6) Nominal Instrumen Derivatif untuk Lindung Nilai
Pos ini diisi dengan nominal kontrak lindung nilai, yaitu:
Dalam Nilai Mata Uang Asal
Pos ini diisi dengan nilai nominal instrumen derivatif dalam
bentuk mata uang asal antara Perusahaan Pembiayaan
pelapor dengan counterparty.
Dalam Ekuivalen Rupiah
Dalam ekuivalen rupiah adalah hasil ekuivalen dalam
rupiah dari nilai nominal instrumen derivatif antara
Perusahaan Pembiayaan pelapor dengan counterparty.
(7) Rincian Counterparty
Pos ini diisi dengan nama, golongan, dan asal negara
counterparty, yaitu:
Nama
Nama adalah lembaga/perusahaan counterparty penyedia
instrumen derivatif yang digunakan Perusahaan
Pembiayaan pelapor dalam rangka lindung nilai.
Golongan
Golongan adalah sektor usaha lembaga/perusahaan
counterparty penyedia instrumen derivatif yang digunakan
- 134 -
Perusahaan Pembiayaan pelapor dalam rangka lindung
nilai. Pos ini diisi dengan golongan.
Asal Negara
Asal negara adalah negara counterparty penyedia instrumen
derivatif yang digunakan Perusahaan Pembiayaan pelapor
dalam rangka lindung nilai.
- 135 -
L. FORMULIR 3020: RINCIAN PENYALURAN KERJA SAMA PEMBIAYAAN
PORSI PIHAK KETIGA
1. BENTUK FORMULIR 3020 (RINCIAN PENYALURAN KERJA SAMA
PEMBIAYAAN PORSI PIHAK KETIGA)
Formulir 3020 (Rincian Penyaluran Kerja Sama Pembiayaan Porsi
Pihak Ketiga) disusun sesuai format sebagai berikut:
(1)
(2)
Nomor
Kontrak
Jenis Kerja
Sama
Pembiayaan
Tanggal
Mulai
(3)
Jangka Waktu
Tanggal Jatuh
Tempo
Jenis
Valuta
(4)
(5)
Porsi
Perusahaan
Pembiayaan
(%)
(6)
(7)
Saldo Outstanding
Principles
Plafon
Dalam
Nilai
Mata
Uang
Asal
Penyaluran
Pembiayaan
Bersama
Dalam
Ekui-
valen
Rupiah
Dalam
Nilai
Mata
Uang
Asal
Dalam
Ekui-
valen
Rupiah
Nama
Kreditur
Golongan
Kreditur
Status
Keter-
kaitan
Negara
Asal
(8)
(9)
(10)
(11)
- 136 -
2. PENJELASAN FORMULIR 3020 (RINCIAN PENYALURAN KERJA SAMA
PEMBIAYAAN PORSI PIHAK KETIGA)
Formulir 3020 (Rincian Penyaluran Kerjasama Pembiayaan Bersama
Porsi Pihak Ketiga) ini berisi rincian penyaluran pembiayaan dari
hasil kerjasama Perusahaan Pembiayaan pelapor dengan pihak lain
baik dalam bentuk channeling maupun joint financing.
(1) Nomor Kontrak
Pos ini diisi dengan nomor kontrak yang digunakan dalam
perjanjian channeling atau joint financing antara Perusahaan
Pembiayaan pelapor dengan pihak ketiga.
(2) Jenis Kerja Sama Pembiayaan
Pos ini diisi dengan jenis kerja sama pembiayaan yang dilakukan
dengan kreditur baik channeling maupun joint financing.
Channeling
Channeling dalam pos ini adalah apabila dana untuk
pembiayaan dimaksud seluruhnya berasal dari kreditur
(bank, Perusahaan Pembiayaan lainnya atau perusahaan
pembiayaan sekunder perumahan) dan risiko yang timbul
dari aktifitas ini berada pada pemilik dana. Adapun
Perusahaan Pembiayaan pelapor dalam hal ini hanya
bertindak sebagai pengelola dan memperoleh imbalan atau
fee dari pengelolaan dana tersebut.
Joint Financing
Joint Financing dalam pos ini adalah apabila sumber dana
untuk pembiayaan dimaksud berasal dari Perusahaan
Pembiayaan pelapor maupun dari kreditur (bank,
Perusahaan Pembiayaan lainnya atau perusahaan
pembiayaan sekunder perumahan).
(3) Jangka Waktu
Tanggal Mulai
Pos ini diisi dengan tanggal, bulan, dan tahun dimulainya
penyaluran pembiayaan channeling atau joint financing dari
pihak kreditur (bank, Perusahaan Pembiayaan lainnya atau
perusahaan pembiayaan sekunder perumahan) kepada
Perusahaan Pembiayaan pelapor sebagaimana tercantum
dalam perjanjian penyaluran pembiayaan channeling atau
joint financing.
- 137 -
Tanggal Jatuh Tempo
Pos ini diisi dengan tanggal, bulan, dan tahun masa
berakhirnya perjanjian penyaluran pembiayaan channeling
atau joint financing dari pihak kreditur (bank, Perusahaan
Pembiayaan lainnya kepada Perusahaan Pembiayaan
pelapor sebagaimana tercantum dalam perjanjian
penyaluran pembiayaan channeling atau joint financing.
(4) Jenis Valuta
Pos ini diisi dengan jenis mata uang yang digunakan dalam
perjanjian penyaluran pembiayaan channeling atau joint
financing.
(5) Porsi Perusahaan Pembiayaan
Pos ini diisi dengan besaran porsi pembiayaan/persentase
Perusahaan Pembiayaan pelapor sebagaimana tercantum dalam
perjanjian penyaluran pembiayaan bersama.
(6) Plafon
Dalam Nilai Mata Uang Asal
Pos ini diisi dengan jumlah maksimum penyaluran
pembiayaan channeling atau joint financing oleh Perusahaan
Pembiayaan pelapor sebagaimana tercantum dalam
perjanjian penyaluran pembiayaan bersama dalam mata
uang asal.
Dalam Ekuivalen Rupiah
Pos ini diisi dengan jumlah maksimum penyaluran
pembiayaan channeling atau joint financing oleh Perusahaan
Pembiayaan pelapor sebagaimana tercantum dalam
perjanjian penyaluran pembiayaan bersama dalam
ekuivalen rupiah.
(7) Saldo Outstanding Principles Penyaluran Pembiayaan Bersama
Dalam Nilai Mata Uang Asal
Pos ini diisi dengan jumlah outstanding principles
penyaluran piutang pembiayaan yang merupakan porsi
kreditur dalam mata uang asal.
Dalam Ekuivalen Rupiah
Pos ini diisi dengan jumlah outstanding principles
penyaluran piutang pembiayaan yang merupakan porsi
kreditur dalam ekuivalen rupiah.
- 138 -
(8) Nama Kreditur
Pos ini diisi dengan nama setiap kreditur Perusahaan
Pembiayaan pelapor pada akhir periode laporan. Dalam hal
Perusahaan Pembiayaan pelapor mempunyai lebih dari satu
rekening pembiayaan channeling atau joint financing dengan
kreditur yang sama, kolom nama kreditur untuk setiap transaksi
tetap diisi nama kreditur yang bersangkutan sesuai banyaknya
akad perjanjian.
(9) Golongan Kreditur
Pos ini diisi dengan pihak yang memberikan pembiayaan
channeling atau joint financing kepada Perusahaan Pembiayaan
pelapor.
(10) Status Keterkaitan
Pos ini diisi dengan hubungan dengan Perusahaan Pembiayaan.
Terkait dengan Perusahaan Pembiayaan
Terkait dengan Perusahaan Pembiayaan adalah pihak yang
memberikan pembiayaan channeling atau joint financing
kepada perusahaan yang terkait dengan Perusahaan
Pembiayaan pelapor.
Tidak Terkait dengan Perusahaan Pembiayaan
(11) Tidak terkait dengan Perusahaan Pembiayaan adalah pihak yang
memberikan pembiayaan channeling atau joint financing kepada
perusahaan yang tidak terkait dengan Perusahaan Pembiayaan
pelapor.
(12) Negara Asal
Pos ini diisi dengan negara domisili kreditur.
- 139 -
B. FORMULIR 5310 : LAPORAN ANALISIS KESESUAIAN ASET DAN LIABILITAS
1. BENTUK FORMULIR 5310 (LAPORAN ANALISIS KESESUAIAN ASET DAN LIABILITAS)
Formulir 5310 (Laporan Analisis Kesesuaian Aset dan Liabilitas) disusun sesuai format sebagai berikut:
Rupiah
Valas
Total
Pos-pos
≤3
Bulan
I. ASET
A. Aset Pembiayaan
1. Pembiayaan
Investasi
a. Sewa
Pembiayaan
b. Jual dan
Sewa Balik
c. Anjak
Piutang
dengan
Pemberian
Jaminan
Dari Penjual
Piutang
d. Anjak
Piutang
tanpa
Pemberian
Jaminan dan
Penjual
Piutang
>3-≤6
Bulan
Jatuh Tempo Sampai Dengan
>6
Bulan
- ≤1
Tahun
>1-≤5
Tahun
> 5-
≤10
Tahun
>10
Tahun
Jumlah
≤3
Bulan
>3-≤6
Bulan
Jatuh Tempo Sampai Dengan
>6
Bulan
-≤1
Tahun
>1-≤5
Tahun
>5-
≤10
Tahun
>10
Tahun
Jumlah
- 140 -
Rupiah
Pos-pos
≤3
Bulan
e. Pembelian
dengan
Pembayaran
Secara
Angsuran
f. Pembiayaan
Proyek
g. Pembiayaan
Infrastruktur
h. Cara
Pembiayaan
dengan
Persetujuan
OJK
i. Cadangan
Piutang
Investasi
2. Pembiayaan
Modal Kerja
a. Jual Dan
Sewa Balik
(Sale And
Leaseback)
b. Anjak
Piutang
dengan
Pemberian
>3-≤6
Bulan
Jatuh Tempo Sampai Dengan
>6
Bulan
- ≤1
Tahun
>1-≤5
Tahun
> 5-
≤10
Tahun
>10
Tahun
Jumlah
≤3
Bulan
>3-≤6
Bulan
Valas
Total
Jatuh Tempo Sampai Dengan
>6
Bulan
-≤1
Tahun
>1-≤5
Tahun
>5-
≤10
Tahun
>10
Tahun
Jumlah
- 141 -
Rupiah
Pos-pos
≤3
Bulan
Jaminan
Dari Penjual
Piutang
c. Anjak
Piutang
tanpa
Pemberian
Jaminan
Dari Penjual
Piutang
d. Fasilitas
Modal Usaha
e. Cara
Pembiayaan
dengan
Persetujuan
OJK
f. Cadangan
Piutang
Modal Kerja
3. Pembiayaan
Multiguna
a. Sewa
Pembiayaan
b. Pembelian
dengan
Pembayaran
>3-≤6
Bulan
Jatuh Tempo Sampai Dengan
>6
Bulan
- ≤1
Tahun
>1-≤5
Tahun
> 5-
≤10
Tahun
>10
Tahun
Jumlah
≤3
Bulan
>3-≤6
Bulan
Valas
Total
Jatuh Tempo Sampai Dengan
>6
Bulan
-≤1
Tahun
>1-≤5
Tahun
>5-
≤10
Tahun
>10
Tahun
Jumlah
- 142 -
Rupiah
Pos-pos
≤3
Bulan
Secara
Angsuran
c. Fasilitas
Dana
d. Cara
Pembiayaan
dengan
persetujuan
OJK
e. Cadangan
Piutang
Pembiayaan
Multiguna
4. Kegiatan Usaha
Pembiayaan
Lain
Berdasarkan
Persetujuan
OJK
a. Piutang
Pembiayaan
Lainnya
berdasarkan
Persetujuan
OJK
b. Cadangan
Piutang
>3-≤6
Bulan
Jatuh Tempo Sampai Dengan
>6
Bulan
- ≤1
Tahun
>1-≤5
Tahun
> 5-
≤10
Tahun
>10
Tahun
Jumlah
≤3
Bulan
>3-≤6
Bulan
Valas
Total
Jatuh Tempo Sampai Dengan
>6
Bulan
-≤1
Tahun
>1-≤5
Tahun
>5-
≤10
Tahun
>10
Tahun
Jumlah
- 143 -
Rupiah
Pos-pos
≤3
Bulan
Pembiayaan
Lainnya
Berdasarkan
Persetujuan
OJK
B. Aset Pembiayaan
Berdasarkan
Prinsip Syariah
1. Permbiayaan
Jual Beli
a. Piutang
Pembiayaan
Jual Beli
b. Cadangan
Piutang
Pembiayaan
Jual Beli
2. Permbiayaan
Investasi
a. Piutang
Pembiayaan
Investas
b. Cadangan
Piutang
Pembiayaan
Investasi
>3-≤6
Bulan
Jatuh Tempo Sampai Dengan
>6
Bulan
- ≤1
Tahun
>1-≤5
Tahun
> 5-
≤10
Tahun
>10
Tahun
Jumlah
≤3
Bulan
>3-≤6
Bulan
Valas
Total
Jatuh Tempo Sampai Dengan
>6
Bulan
-≤1
Tahun
>1-≤5
Tahun
>5-
≤10
Tahun
>10
Tahun
Jumlah
- 144 -
Rupiah
Pos-pos
≤3
Bulan
3. Permbiayaan
Jasa
a. Piutang
Pembiayaan
Jasa
b. Cadangan
Piutang
Pembiayaan
Jasa
C. Aset Non
Pembiayaan
II. LIABILITAS
A. Pinjaman yang
diterima
B. Surat Berharga
yang diterbitkan
C. Liabilitas Selain
Pinjaman dan
Surat Berharga
Yang Diterbitkan
>3-≤6
Bulan
Jatuh Tempo Sampai Dengan
>6
Bulan
- ≤1
Tahun
>1-≤5
Tahun
> 5-
≤10
Tahun
>10
Tahun
Jumlah
≤3
Bulan
>3-≤6
Bulan
Valas
Total
Jatuh Tempo Sampai Dengan
>6
Bulan
-≤1
Tahun
>1-≤5
Tahun
>5-
≤10
Tahun
>10
Tahun
Jumlah
- 145 -
2. PENJELASAN FORMULIR 5310 (LAPORAN ANALISIS KESESUAIAN
ASET DAN LIABILITAS)
Formulir 5310 (Laporan Analisis Kesesuaian Aset dan Liabilitas) ini
berisi nilai aset dan liabilitas Perusahaan Pembiayaan pelapor
berdasarkan umur sampai jatuh tempo yang dibagi menjadi <3
bulan, 3 – 6 bulan, 6 bulan – 1 tahun, 1 – 5 tahun, 5 – 10 tahun, dan
di atas 10 tahun.
I.
Aset
Pos ini mencakup total aset berdasarkan masing-masing
kategori umur dalam mata uang baik dalam bentuk
rupiah dan/atau valas. Pos ini terdiri dari penjumlahan
piutang pembiayaan neto, piutang pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah neto, dan aset non
piutang pembiayaan. Nilai Aset harus sama dengan pos
Jumlah Aset pada Formulir 1100 (Laporan Posisi
Keuangan).
A. Aset Pembiayaan
Pos ini mencakup total piutang pembiayaan neto
berdasarkan masing-masing kategori umur piutang dalam
mata uang baik dalam bentuk rupiah dan/atau valas.
Pos ini terdiri dari penjumlahan umur pembiayaan
investasi, pembiayaan modal kerja, dan pembiayaan
multi guna. Nilai piutang pembiayaan neto harus sama
dengan pos Piutang Pembiayaan Neto pada neraca
laporan posisi keuangan Laporan Posisi Keuangan
Bulanan.
1. Pembiayaan Investasi
Pos ini mencakup total pembiayaan investasi
neto berdasarkan masing-masing kategori
umur piutang dalam mata uang baik dalam
bentuk rupiah dan/atau valas. Pos ini terdiri dari
penjumlahan masing–masing
pembiayaaan,
pokok sewa
jual dan sewa balik, anjak
piutang dengan pemberian jaminan dari penjual
piutang, pembelian dengan pembayaran secara
angsuran, pembiayaan proyek, pembiayaan
infrastruktur, cara pembiayaan dengan Persetujuan
- 146 -
OJK
berdasarkan masing-masing
umur piutang setelah dikurangi
setelah
kategori
Cadangan
Piutang Pembiayaan Investasi. Pokok adalah
outstanding principles
pendapatan yang ditangguhkan
revenue).
dikurangi
(unearned
2. Pembiayaan Modal Kerja
Pos ini mencakup total pembiayaan modal kerja
neto berdasarkan masing-masing kategori umur
piutang dalam mata uang baik dalam bentuk
rupiah dan/atau valas. Pos ini terdiri dari
penjumlahan pokok atas jual dan sewa balik,
anjak piutang dengan pemberian jaminan dari
penjual piutang, anjak piutang tanpa pemberian
jaminan dari penjual piutang, fasilitas modal
usaha dan cara pembiayaan dengan persetujuan
OJK berdasarkan masing-masing kategori umur
piutang setelah dikurangi
pembiayaan modal kerja.
cadangan piutang
3. Pembiayaan Multiguna
Pos ini mencakup total pembiayaan multiguna
berdasarkan masing-masing kategori umur
piutang dalam mata uang baik dalam bentuk
rupiah dan/atau valas. Pos ini terdiri dari
penjumlahan
dengan pembayaran secara angsuran,
pokok sewa pembiayaan, pembelian
cara
pembiayaan dengan persetujuan OJK berdasarkan
masing-masing
kategori umur piutang
setelah dikurangi cadangan piutang pembiayaan
multiguna.
4. Pembiayaan Lain Berdasarkan Persetujuan OJK
Pembiayaan Lainnya Berdasarkan Persetujuan OJK
berdasarkan masing-masing kategori umur piutang
dalam mata uang baik dalam bentuk rupiah
dan/atau valas. Pos ini adalah nilai pokok
pembiayaan lainnya
berdasarkan persetujuan
OJK berdasarkan masing-masing kategori umur
- 147 -
piutang setelah dikurangi
cadangan piutang
pembiayaan lainnya berdasarkan persetujuan
OJK.
B. Aset Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah
Pos ini mencakup umur total aset pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah sesuai dengan mata uang,
apakah dalam bentuk rupiah dan/atau valas. Pos
ini
terdiri dari penjumlahan umur pembiayaan
investasi, pembiayaan jual beli, pembiayaan jasa,
dan cadangan pembiayaan berdasarkan prinsip
syariah.
1. Pembiayaan Jual Beli
Pos ini mencakup total pembiayaan jual beli neto
berdasarkan masing-masing kategori umur piutang
setelah dikurangi cadangan piutang pembiayaan
jual beli dalam bentuk mata uang rupiah dan/atau
valas.
2. Pembiayaan Investasi
Pos ini mencakup total pembiayaan investasi neto
berdasarkan masing-masing kategori umur piutang
setelah dikurangi cadangan piutang pembiayaan
investasi dalam bentuk mata uang rupiah dan/atau
valas.
3. Pembiayaan Jasa
Pos ini mencakup total pembiayaan jasa neto
berdasarkan masing-masing kategori umur piutang
setelah dikurangi cadangan piutang pembiayaan
jasa dalam bentuk mata uang rupiah dan/atau
valas.
C. Aset Non Pembiayaan
Pos ini mencakup umur total aset non pembiayaan sesuai
dengan mata uang, apakah dalam bentuk rupiah dan/atau
valas.
II.
Liabilitas
Pos ini mencakup umur total liabilitas sesuai dengan
mata uang, dalam bentuk rupiah dan/atau valas
sesuai dengan klasifikasi umur. Pos ini terdiri dari
- 148 -
penjumlahan pinjaman yang diterima, surat berharga yang
diterbitkan, dan liabilitas selain pinjaman dan surat berharga
yang diterbitkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 4 Desember 2019
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS
PERASURANSIAN, DANA PENSIUN,
LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN
LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
RISWINANDI
Salinan ini sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
LAMPIRAN II
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 26 /SEOJK.05/2019
TENTANG
PERUBAHAN ATAS SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 3/SEOJK.05/2016 TENTANG
LAPORAN BULANAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN
-1-
FORMAT SURAT PERMOHONAN PERUBAHAN ANGGOTA DIREKSI YANG
BERTANGGUNG JAWAB ATAS LAPORAN BULANAN DAN PETUGAS
PENYUSUN LAPORAN BULANAN
KOP SURAT PERUSAHAAN
Nomor :
Tanggal :
Lampiran :
Perihal
: Permohonan Perubahan Anggota Direksi yang Bertanggung Jawab
atas Laporan Bulanan dan/atau Petugas Penyusun Laporan
Bulanan
Kepada Yth.
Otoritas Jasa Keuangan
u.p. Direktorat Statistik dan Informasi IKNB
Gedung Wisma Mulia 2 Lantai 11
Jalan Jenderal Gatot Subroto Kav. 40
Jakarta, 12710
Menunjuk Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor
3/SEOJK.05/2016 tentang Laporan Bulanan Perusahaan Pembiayaan
sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan
Nomor ....., dengan ini kami untuk dan atas nama:
Perusahaan
: ______________________________________
Sandi Perusahaan : ______________________________________
mengajukan permohonan untuk:
1. perubahan anggota direksi yang bertanggung jawab atas laporan bulanan;
dan/atau
2. perubahan petugas penyusun laporan bulanan,
dengan perubahan sebagai berikut:
Jabatan
Keterangan
Anggota Direksi
Penanggung
Jawab
Nama
Petugas
Jabatan di
Perusahaan
Pembiayaan
Email
Telepon
Nama
Sebelum
Setelah
-2-
Penyusun
Jabatan di
Perusahaan
Pembiayaan
Email
Telepon
Demikian permohonan ini kami sampaikan dan atas perhatian
Bapak/Ibu kami ucapkan terima kasih.
Hormat kami,
Direksi PT/Koperasi *)
Tanda tangan, nama, dan
cap basah
(
*) coret yang tidak perlu
)
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 4 Desember 2019
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS
PERASURANSIAN, DANA PENSIUN,
LEMBAGA
PEMBIAYAAN, DAN
LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
RISWINANDI
Salinan ini sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
LAMPIRAN III
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 26 /SEOJK.05/2019
TENTANG
PERUBAHAN ATAS SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 3/SEOJK.05/2016 TENTANG
LAPORAN BULANAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN
-1-
FORMAT SURAT PERMOHONAN KODE PENGGUNA (USER ID) DAN KATA
SANDI (PASSWORD) APLIKASI LAPORAN BULANAN
KOP SURAT PERUSAHAAN
Nomor :
Tanggal :
Lampiran :
Perihal
: Permohonan Kode Pengguna (User ID) dan Kata Sandi (Password)
Aplikasi Laporan Bulanan
Kepada Yth.
Otoritas Jasa Keuangan
u.p. Direktorat Statistik dan Informasi IKNB
Gedung Wisma Mulia 2 Lantai 11
Jalan Jenderal Gatot Subroto Kav. 40
Jakarta, 12710
Menunjuk Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor
3/SEOJK.05/2016 tentang Laporan Bulanan Perusahaan Pembiayaan
sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan
Nomor ....., dengan ini kami untuk dan atas nama:
Perusahaan
: ______________________________________
Sandi Perusahaan : ______________________________________
mengajukan permohonan untuk memperoleh kode pengguna (user ID) dan kata
sandi (password) pengiriman Laporan Bulanan dengan nama petugas
penyusun Laporan Bulanan sebagai berikut:
Nama
Jabatan
Email
Telepon
: ______________________________________
: ______________________________________
: ______________________________________
: ______________________________________
Demikian permohonan ini kami sampaikan, dan atas perhatian
Bapak/Ibu kami ucapkan terima kasih.
Hormat kami,
Direksi PT/Koperasi *)
-2-
Tanda tangan, nama, dan
cap basah
(
*) coret yang tidak perlu
)
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 4 Desember 2019
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS
PERASURANSIAN, DANA PENSIUN,
LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN
LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
RISWINANDI
Salinan ini sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
LAMPIRAN IV
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 26 /SEOJK.05/2019
TENTANG
PERUBAHAN ATAS SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 3/SEOJK.05/2016 TENTANG
LAPORAN BULANAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN
- 1 -
FORMAT SURAT PERMOHONAN PERUBAHAN KODE PENGGUNA (USER ID)
DAN KATA SANDI (PASSWORD) LAPORAN BULANAN
KOP SURAT PERUSAHAAN
Nomor :
Tanggal :
Lampiran :
Perihal
: Permohonan Perubahan Kode Pengguna (User ID) dan Kata Sandi
(Password) Aplikasi Laporan Bulanan
Kepada Yth.
Otoritas Jasa Keuangan
u.p. Direktorat Statistik dan Informasi IKNB
Gedung Wisma Mulia 2 Lantai 11
Jalan Jenderal Gatot Subroto Kav. 40
Jakarta, 12710
Menunjuk Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor
3/SEOJK.05/2016 tentang Laporan Bulanan Perusahaan Pembiayaan
sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan
Nomor ....., dengan ini kami untuk dan atas nama:
Perusahaan
: ______________________________________
Sandi Perusahaan : ______________________________________
mengajukan permohonan perubahan kode pengguna (user ID) dan kata sandi
(password) pengiriman Laporan Bulanan dengan nama petugas penyusun
Laporan Bulanan sebagai berikut:
Nama
Jabatan
Email
Telepon
: ______________________________________
: ______________________________________
: ______________________________________
: ______________________________________
Demikian permohonan ini kami sampaikan dan atas perhatian
Bapak/Ibu kami ucapkan terima kasih.
Hormat kami,
Direksi PT/Koperasi *)
- 2 -
Tanda tangan, nama, dan
cap basah
(
*) coret yang tidak perlu
)
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 4 Desember 2019
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS
PERASURANSIAN, DANA PENSIUN,
LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN
LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
RISWINANDI
Salinan ini sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 26/SEOJK.05/2019 </reg_id>
<reg_title> PERUBAHAN ATAS SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 3/SEOJK.05/2016 TENTANG LAPORAN BULANAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN </reg_title>
<set_date> 4 Desember 2019 </set_date>
<effective_date> 1 Juni 2020 </effective_date>
<changed_reg> '3/SEOJK.05/2016' </changed_reg>
<related_reg> '3/POJK.05/2013 | Pasal 2 ayat (6), Pasal 4 ayat (6), dan Pasal 10', '3/SEOJK.05/2016', '35/POJK.05/2018' </related_reg>
|
Yth.
1. Direksi Perusahaan Asuransi;
2. Direksi Perusahaan Asuransi Syariah;
3. Direksi Perusahaan Reasuransi; dan
4. Direksi Perusahaan Reasuransi Syariah,
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 44 /SEOJK.05/2016
TENTANG
KRITERIA PENUNJUKAN DAN PENETAPAN PENGGUNAAN PENGELOLA
STATUTER SERTA PENGAKHIRAN DAN PENGGANTIAN PENGELOLA
STATUTER BAGI PERUSAHAAN ASURANSI, PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH,
PERUSAHAAN REASURANSI, DAN PERUSAHAAN REASURANSI SYARIAH
Sehubungan dengan amanat Pasal 2 ayat (6) dan Pasal 12 ayat (3) Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 41/POJK.05/2015 tentang Tata Cara Penetapan
Pengelola Statuter pada Lembaga Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 368, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5808), perlu untuk mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai
kriteria penunjukan dan penetapan penggunaan pengelola statuter serta
pengakhiran dan penggantian pengelola statuter bagi perusahaan asuransi,
perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, dan perusahaan
reasuransi syariah dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
1. Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK adalah
Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
2. Pengelola Statuter adalah orang perseorangan atau badan hukum yang
ditetapkan OJK untuk melaksanakan kewenangan OJK sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang
Otoritas Jasa Keuangan dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014
tentang Perasuransian.
- 2 -
3. Perusahaan adalah perusahaan asuransi, perusahaan asuransi
syariah, perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransi syariah.
4. Perusahaan Asuransi adalah perusahaan asuransi umum dan
perusahaan asuransi jiwa sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian.
5. Perusahaan Asuransi Syariah adalah perusahaan asuransi umum
syariah dan perusahaan asuransi jiwa syariah sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian.
6. Perusahaan Reasuransi adalah perusahaan yang menyelenggarakan
usaha jasa pertanggungan ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh
Perusahaan Asuransi, perusahaan penjaminan, atau Perusahaan
Reasuransi lainnya.
7. Perusahaan Reasuransi Syariah adalah perusahaan yang
menyelenggarakan usaha pengelolaan risiko berdasarkan prinsip
syariah atas risiko yang dihadapi oleh Perusahaan Asuransi Syariah,
perusahaan penjaminan syariah, atau Perusahaan Reasuransi Syariah
lainnya.
8. Dewan Komisioner adalah dewan komisioner sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa
Keuangan.
9. Rapat Umum Pemegang Saham yang selanjutnya disingkat RUPS
adalah rapat umum pemegang saham sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
bagi Perusahaan yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas
atau yang setara dengan RUPS bagi Perusahaan yang berbentuk badan
hukum koperasi atau usaha bersama.
10. Pemegang Saham adalah pemegang saham sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas bagi Perusahaan berbentuk badan hukum perseroan terbatas
atau yang setara dengan Pemegang Saham bagi Perusahaan yang
berbentuk badan hukum koperasi atau usaha bersama.
11. Direksi adalah organ Perusahaan yang melakukan fungsi pengurusan
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas bagi Perusahaan berbentuk badan hukum
perseroan terbatas atau yang setara dengan Direksi bagi Perusahaan
yang berbentuk badan hukum koperasi atau usaha bersama.
- 3 -
12. Dewan Komisaris adalah organ Perusahaan yang melakukan fungsi
pengawasan dan pemberian nasihat sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
bagi Perusahaan yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas
atau yang setara dengan Dewan Komisaris bagi Perusahaan yang
berbentuk badan hukum koperasi atau usaha bersama.
13. Dewan Pengawas Syariah adalah bagian dari organ Perusahaan yang
menyelenggarakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, yang
melakukan fungsi pengawasan atas penyelenggaraan usaha asuransi
atau usaha reasuransi agar sesuai dengan prinsip syariah.
14. Konsumen adalah konsumen sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
II. KRITERIA PENUNJUKAN DAN PENETAPAN PENGGUNAAN PENGELOLA
STATUTER
1. OJK dapat melakukan penunjukan dan penetapan penggunaan
Pengelola Statuter dalam hal:
a. kondisi keuangan Perusahaan dapat membahayakan kepentingan
Konsumen, sektor jasa keuangan, dan/atau Pemegang Saham;
b. penyelenggaraan kegiatan usaha Perusahaan tidak sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa
keuangan;
c. Perusahaan telah dikenai sanksi pembatasan kegiatan usaha;
d. Perusahaan dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk
memfasilitasi dan/atau melakukan tindak pidana di sektor jasa
keuangan;
e. Pemegang Saham, Direksi, Dewan Komisaris, dan/atau Dewan
Pengawas Syariah Perusahaan diduga melakukan tindak pidana
di sektor jasa keuangan yang dapat mengganggu operasional pada
Perusahaan yang bersangkutan;
f.
Direksi, Dewan Komisaris, dan/atau Dewan Pengawas Syariah
Perusahaan dinilai tidak mampu mengatasi permasalahan yang
terjadi di Perusahaan; dan/atau
g. Perusahaan tidak memenuhi perintah tertulis untuk mengganti
Direksi, Dewan Komisaris, dan/atau Dewan Pengawas Syariah.
2. Kondisi keuangan Perusahaan dinilai dapat membahayakan
kepentingan Konsumen, sektor jasa keuangan, dan/atau Pemegang
- 4 -
Saham sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a di atas, apabila
antara lain memenuhi hal-hal sebagai berikut:
a.
b.
rasio pencapaian solvabilitas di bawah 100% (seratus persen);
rasio kecukupan investasi di bawah 100% (seratus persen);
dan/atau
c. ekuitas di bawah minimum jumlah yang dipersyaratkan.
3. Penyelenggaraan kegiatan usaha Perusahaan dinilai tidak sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa
keuangan sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf b apabila antara
lain:
a. melakukan kegiatan usaha yang tidak sesuai dengan izin usaha
yang diberikan oleh OJK; dan/atau
b. menempatkan investasi pada jenis dan/atau jumlah investasi
yang dilarang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang perasuransian.
4. Perusahaan telah dikenai sanksi pembatasan kegiatan usaha
sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf c yang menurut penilaian
OJK dapat mengakibatkan kegagalan Perusahaan dalam memenuhi
kewajibannya kepada Konsumen, pemegang polis, dan/atau pihak
lainnya.
5. Perusahaan dinilai dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk
memfasilitasi dan/atau melakukan tindak pidana di sektor jasa
keuangan sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf d apabila antara
lain Perusahaan digunakan menjadi sarana atau target untuk
pencucian uang dan/atau pendanaan terorisme.
6. Direksi, Dewan Komisaris, Dewan Pengawas Syariah, dan/atau
Pemegang Saham diduga melakukan tindak pidana di sektor jasa
keuangan yang dapat mengganggu operasional Perusahaan yang
bersangkutan sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf e apabila
antara lain potensi kerugian Perusahaan akibat tindak pidana
dimaksud dinilai material.
7. Direksi, Dewan Komisaris, dan/atau Dewan Pengawas Syariah
Perusahaan dinilai tidak mampu mengatasi permasalahan yang terjadi
di Perusahaan sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf f apabila
antara lain yang bersangkutan tidak mampu melaksanakan dan/atau
menyelesaikan sebagian atau seluruh rencana penyehatan keuangan
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-
- 5 -
undangan mengenai kesehatan keuangan Perusahaan sesuai jangka
waktu yang ditetapkan.
8. Perusahaan dinilai tidak memenuhi perintah tertulis untuk mengganti
Direksi, Dewan Komisaris, dan/atau Dewan Pengawas Syariah
sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf g apabila antara lain
dalam jangka waktu yang ditetapkan tidak berhasil melakukan
penggantian Direksi, Dewan Komisaris, dan/atau Dewan Pengawas
Syariah yang memenuhi kriteria sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
III. PIHAK YANG DITUNJUK SEBAGAI PENGELOLA STATUTER
1. OJK menunjuk orang perseorangan atau badan hukum sebagai
Pengelola Statuter.
2. Orang perseorangan yang dapat menjadi Pengelola Statuter
sebagaimana dimaksud pada angka 1 harus cakap melakukan
perbuatan hukum dan tidak memiliki benturan kepentingan dengan
Perusahaan yang akan dikelola, Pemegang Saham, Direksi, Dewan
Komisaris, dan/atau Dewan Pengawas Syariah dari Perusahaan yang
akan dikelola, dengan ketentuan:
a. memiliki pengetahuan, pengalaman, dan/atau keahlian yang
relevan, antara lain di bidang akuntansi, hukum, aktuaria,
teknologi dan informatika, atau merupakan ahli atau profesi lain
yang berhubungan dengan perasuransian; dan/atau
b. memiliki pengalaman dalam pengelolaan, penyehatan, dan/atau
restrukturisasi perusahaan.
3. Dalam hal yang ditunjuk sebagai Pengelola Statuter adalah orang
perseorangan yang berfungsi sebagai Direksi, Dewan Komisaris,
dan/atau Dewan Pengawas Syariah, jumlah Pengelola Statuter yang
ditunjuk disesuaikan dengan kebutuhan Perusahaan.
4. Orang perseorangan atau badan hukum yang ditunjuk sebagai
Pengelola Statuter dapat bekerja sama dengan pihak lain dalam rangka
menjalankan tugas dan wewenangnya.
5. Badan hukum yang dapat menjadi Pengelola Statuter sebagaimana
dimaksud pada angka 1, tidak memiliki benturan kepentingan dengan
Pemegang Saham, Direksi, Dewan Komisaris, dan/atau Dewan
Pengawas Syariah dari Perusahaan yang akan dikelola.
- 6 -
6. Benturan kepentingan sebagaimana dimaksud pada angka 2 adalah
keadaan dimana terdapat konflik antara kepentingan ekonomis
Pengelola Statuter dan kepentingan ekonomis Perusahaan, Pemegang
Saham, anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan/atau anggota
Dewan Pengawas Syariah dari Perusahaan.
7. Benturan kepentingan sebagaimana dimaksud pada angka 5 adalah
keadaan dimana terdapat konflik antara kepentingan ekonomis
Pengelola Statuter dan kepentingan ekonomis Pemegang Saham,
anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan/atau anggota Dewan
Pengawas Syariah dari Perusahaan.
8. Dalam hal Pengelola Statuter berbentuk badan hukum, pihak yang
ditugaskan untuk menjalankan fungsi, tugas, dan wewenang Pengelola
Statuter harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada
angka 2 dan dengan terlebih dahulu mendapat persetujuan OJK.
IV. TATA CARA PENUNJUKAN DAN PENETAPAN PENGGUNAAN PENGELOLA
STATUTER
1. Penunjukan dan penetapan penggunaan Pengelola Statuter dilakukan
oleh Dewan Komisioner berdasarkan usulan dari Kepala Eksekutif
Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan
Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.
2. Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga
Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya menetapkan
keputusan penunjukan dan penetapan penggunaan Pengelola Statuter
yang telah disetujui Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud pada
angka 1.
3. Penggunaan Pengelola Statuter berlaku sejak tanggal penetapan
keputusan yang ditandatangani oleh Kepala Eksekutif Pengawas
Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga
Jasa Keuangan Lainnya.
V. RENCANA KERJA DAN ANGGARAN BIAYA PENGELOLA STATUTER
1. Pengelola Statuter menyusun rencana kerja dan anggaran biaya dalam
rangka pelaksanaan tugas sebagai Pengelola Statuter.
2. Rencana kerja dan anggaran biaya sebagaimana dimaksud dalam
angka 1 dilaporkan kepada OJK untuk disetujui paling lama 30 (tiga
puluh) hari sejak tanggal penunjukan dan penetapan penggunaan
Pengelola Statuter.
- 7 -
VI. PENGAKHIRAN DAN PENGGANTIAN PENGELOLA STATUTER
1. Penggunaan Pengelola Statuter pada Perusahaan berakhir apabila:
a. OJK memutuskan penggunaan Pengelola Statuter tidak
diperlukan lagi; atau
b. Perusahaan telah dicabut izin usahanya.
2. Penggunaan Pengelola Statuter tidak diperlukan lagi sebagaimana
dimaksud pada angka 1 huruf a, apabila antara lain:
a. OJK menilai bahwa kondisi keuangan Perusahaan telah sehat;
b. OJK menilai bahwa Pengelola Statuter telah berhasil mengatasi
permasalahan yang terjadi di Perusahaan dan/atau
menyelesaikan seluruh rencana penyehatan keuangan
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan mengenai kesehatan keuangan Perusahaan; dan/atau
c. jangka waktu atau masa tugas penggunaan Pengelola Statuter
telah berakhir dan permasalahan Perusahaan belum dapat
diselesaikan.
3. Pencabutan izin usaha Perusahaan sebagaimana dimaksud pada
angka 1 huruf b, antara lain dikarenakan Perusahaan tersebut dinilai
tidak dapat diselamatkan.
4. Pengakhiran penggunaan Pengelola Statuter pada Perusahaan yang
telah dicabut izin usahanya sebagaimana dimaksud pada angka 1
huruf b berlaku sejak terbentuknya tim likuidasi.
5. Perusahaan yang telah dicabut izin usahanya sebagaimana dimaksud
pada angka 1 huruf b selanjutnya dilakukan proses likuidasi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai
pembubaran, likuidasi, dan kepailitan Perusahaan.
6. OJK berwenang untuk melakukan penggantian Pengelola Statuter
apabila antara lain Pengelola Statuter:
a. melakukan kecurangan, tidak jujur, lalai, tidak mampu, dan/atau
tidak mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang perasuransian;
b. tidak mampu menyelesaikan permasalahan yang ada pada
Perusahaan;
c. tidak mematuhi perintah tertulis dari OJK; dan/atau
d. mengundurkan diri.
7. Pengakhiran dan/atau penggantian Pengelola Statuter dilakukan oleh
Dewan Komisioner berdasarkan usulan dari Kepala Eksekutif
- 8 -
Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan
Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.
8. Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga
Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya melakukan
pengakhiran dan/atau penggantian Pengelola Statuter setelah
memperoleh persetujuan pengakhiran dan penggantian Pengelola
Statuter oleh Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud pada angka 7.
9. Pengakhiran dan penggantian Pengelola Statuter berlaku sejak tanggal
penetapan keputusan yang ditandatangani oleh Kepala Eksekutif
Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan
Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.
10. Pengelola Statuter menyampaikan laporan pertanggungjawaban
kepada OJK melalui Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana
Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.
VII. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran OJK ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 4 Oktober 2016
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS
PERASURANSIAN, DANA PENSIUN,
LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN
LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN,
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
ttd
FIRDAUS DJAELANI
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 44/SEOJK.05/2016 </reg_id>
<reg_title> KRITERIA PENUNJUKAN DAN PENETAPAN PENGGUNAAN PENGELOLA STATUTER SERTA PENGAKHIRAN DAN PENGGANTIAN PENGELOLA STATUTER BAGI PERUSAHAAN ASURANSI, PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH, PERUSAHAAN REASURANSI, DAN PERUSAHAAN REASURANSI SYARIAH </reg_title>
<set_date> 4 Oktober 2016 </set_date>
<effective_date> 4 Oktober 2016 </effective_date>
<related_reg> '41/POJK.05/2015 | Pasal 2 ayat (6) dan Pasal 12 ayat (3)' </related_reg>
|
Yth.
1. Lembaga Jasa Keuangan;
2. Orang Perseorangan Yang Melakukan Kegiatan Di Sektor Jasa Keuangan;
dan
3. Badan Yang Melakukan Kegiatan Di Sektor Jasa Keuangan
di tempat.
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 4/SEOJK.02/2014
TENTANG
MEKANISME PEMBAYARAN PUNGUTAN OTORITAS JASA KEUANGAN
Sehubungan dengan telah diundangkannya Peraturan Pemerintah
Nomor 11 tahun 2014 tentang Pungutan Oleh Otoritas Jasa Keuangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 33, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5504), Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 3/POJK.02/2014 tanggal 1 April 2014 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Pungutan oleh Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5521) dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 4/POJK.04/2014 tanggal 1 April 2014 tentang Tata Cara Penagihan
Sanksi Administratif Berupa Denda di Sektor Jasa Keuangan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 67, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5522), perlu diatur ketentuan mengenai
mekanisme pembayaran kewajiban pungutan dalam Surat Edaran Otoritas
Jasa Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan:
1. Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah
Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
2. Pungutan...
- 2 -
2. Pungutan adalah sejumlah uang yang wajib dibayar oleh pihak yang
melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan sebagaimana dimaksud
dalam Peraturan Pemerintah tentang Pungutan oleh Otoritas Jasa
Keuangan.
3. Pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan yang
selanjutnya disingkat Pihak adalah lembaga jasa keuangan dan/atau
orang perseorangan atau badan yang melakukan kegiatan di sektor
jasa keuangan.
4. Wajib Bayar adalah Pihak yang wajib membayar Pungutan kepada
OJK.
5. Sistem Informasi Penerimaan OJK, yang selanjutnya disingkat SIPO,
adalah sistem yang digunakan untuk menerima, dan
mengadministrasikan Pungutan OJK secara transparan dan
akuntabel.
6. Surat Setoran adalah dokumen yang diterbitkan oleh SIPO yang berisi
antara lain nomor referensi setoran yang bersifat unik, dan jumlah
yang harus disetor oleh Wajib Bayar.
7. Nomor Referensi Setoran, yang selanjutnya disingkat NRS adalah kode
referensi setoran berupa angka-angka yang bersifat unik yang terdapat
pada Surat Setoran untuk setiap transaksi pembayaran.
II. REGISTRASI SIPO
1. Untuk melaksanakan kewajiban pembayaran pungutan, Wajib Bayar
harus melakukan registrasi ke SIPO.
2. Tata cara registrasi SIPO berpedoman pada manual SIPO sebagaimana
tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
III. FORMULIR ELEKTRONIK DALAM RANGKA PEMBAYARAN PUNGUTAN
1. Formulir elektronik digunakan untuk melakukan pembayaran
Pungutan kepada OJK.
2. Pengisian formulir elektronik dilakukan melalui SIPO.
3. Formulir...
- 3 -
3. Formulir elektronik yang telah diisi dapat dicetak sebagai Surat Setoran
yang dapat dibawa ke Bank sebagai slip setoran.
4. Tata cara pengisian formulir elektronik dan pencetakan Surat Setoran
berpedoman pada manual SIPO sebagaimana tercantum dalam
lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran
Otoritas Jasa Keuangan ini.
IV. TATA CARA PEMBAYARAN PUNGUTAN BAGI SEKTOR PASAR MODAL,
PERASURANSIAN, DANA PENSIUN, LEMBAGA PEMBIAYAAN, BANK
PERKREDITAN RAKYAT, BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH, DAN
LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA
1. Wajib Bayar bagi sektor Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun,
Lembaga Pembiayaan, Bank Perkreditan Rakyat, Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah, Dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya melakukan
penyetoran Pungutan ke rekening OJK di PT Bank Rakyat Indonesia
(Persero) Tbk.
2. Penyetoran sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan dengan
cara:
a. Penyetoran langsung dengan menggunakan Surat Setoran sebagai
slip setoran pada jaringan pelayanan PT Bank Rakyat Indonesia
(Persero) Tbk meliputi kantor cabang, kantor cabang pembantu,
kantor kas, unit, dan teras pada PT Bank Rakyat Indonesia (Persero)
Tbk.
b. Penyetoran langsung dengan mencantumkan NRS melalui electronic
channel PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk meliputi internet
banking, Automatic Teller Machine (ATM), cash management system,
dan mobile banking.
c.
Pemindahbukuan atau transfer dengan mencantumkan NRS dari
rekening Wajib Bayar di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk
atau bank lain ke rekening OJK di PT Bank Rakyat Indonesia
(Persero) Tbk.
3. Pembayaran pungutan berlaku efektif pada tanggal dicatatnya
penerimaan pembayaran Pungutan di rekening OJK.
4. Wajib...
- 4 -
4. Wajib Bayar menyimpan bukti setoran berupa Surat Setoran yang telah
divalidasi PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, Slip ATM, bukti
pembayaran internet banking, bukti pembayaran cash management
system, bukti pembayaran mobile banking, bukti pemindahbukuan
atau bukti transfer sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf a,
huruf b, atau huruf c.
V. TATA CARA PEMBAYARAN PUNGUTAN BAGI BANK UMUM
1. Wajib Bayar bagi bank umum melakukan penyetoran Pungutan ke
rekening OJK di Bank Indonesia.
2. Penyetoran sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan dengan
pemindahbukuan, kliring atau Real Time Gross Settlement (RTGS) bagi
Bank Umum Konvensional, Bank Umum Syariah, Kantor Cabang dan
Kantor Perwakilan dari Bank yang berkedudukan di luar negeri dengan
mencantumkan NRS ke rekening OJK di Bank Indonesia.
3. Segala biaya yang timbul terkait pembayaran pungutan ditanggung
oleh Wajib Bayar.
luar...
4. Pembayaran pungutan berlaku efektif pada tanggal dicatatnya
penerimaan pembayaran pungutan di rekening OJK.
5. Wajib Bayar menyimpan bukti pemindahbukuan sebagaimana
dimaksud pada angka 2 sebagai bukti pembayaran.
VI. PENYAMPAIAN INFORMASI PEMBAYARAN
1. Wajib Bayar dianggap telah menyampaikan informasi pembayaran
apabila telah mengisi formulir secara elektronik dengan lengkap dan
benar serta pembayaran telah diterima dan divalidasi oleh bank.
2.
Informasi pembayaran pungutan yang telah dilakukan oleh Wajib Bayar
dapat dilihat melalui SIPO.
VII. KONTINJENSI
1. Dalam hal SIPO tidak dapat digunakan berdasarkan pengumuman dari
OJK, sedangkan kewajiban pembayaran jatuh tempo kurang dari 24
(dua puluh empat)...
- 5 -
(dua puluh empat) jam sehingga tidak dapat menerbitkan Surat
Setoran, maka Wajib Bayar melakukan pembayaran secara manual.
2. Tata cara pembayaran secara manual adalah sebagai berikut:
a. Wajib Bayar mengisi formulir Surat Setoran manual.
b. Surat Setoran manual sebagaimana dimaksud pada huruf a
diperoleh dengan menghubungi kantor OJK setempat atau Bank
yang ditunjuk OJK.
c. Wajib Bayar bagi sektor Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun,
Lembaga Pembiayaan, Bank Perkreditan Rakyat, Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah, Dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya melakukan
pembayaran secara langsung ke unit pelayanan PT Bank Rakyat
Indonesia (Persero) Tbk.
Pembiayaan...
d. Wajib Bayar bagi Bank Umum melakukan pemindahbukuan, Real
Time Gross Settlement (RTGS) atau kliring ke rekening OJK di Bank
Indonesia.
e. Wajib Bayar wajib segera menyampaikan Surat Setoran manual
sebagaimana dimaksud pada huruf a disertai bukti pembayaran ke
kantor regional, kantor OJK setempat atau Direktorat Pengelolaan
Keuangan c.q. Bagian Penerimaan di kantor pusat OJK.
VIII. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku
pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 1 April 2014
WAKIL KETUA DEWAN KOMISIONER
OTORITAS JASA KEUANGAN,
Ttd.
RAHMAT WALUYANTO
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 4/SEOJK.02/2014 </reg_id>
<reg_title> MEKANISME PEMBAYARAN PUNGUTAN OTORITAS JASA KEUANGAN </reg_title>
<set_date> 1 April 2014 </set_date>
<effective_date> 1 April 2014 </effective_date>
<related_reg> '11/PP/2014', '3/POJK.02/2014', '4/POJK.04/2014' </related_reg>
|
Yth.
1. Direksi Bank Umum Konvensional; dan
2. Direksi Bank Umum Syariah,
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 33 /SEOJK.03/2016
TENTANG
PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO PADA BANK YANG MELAKUKAN
AKTIVITAS KERJA SAMA PEMASARAN DENGAN PERUSAHAAN ASURANSI
(BANCASSURANCE)
Sehubungan dengan semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat atas
produk asuransi, yang diikuti dengan peningkatan pemasaran produk asuransi
melalui aktivitas kerja sama pemasaran antara perusahaan asuransi dengan
Bank (bancassurance), dan dengan melihat perkembangan yang terjadi maka
diperlukan pengaturan lebih lanjut mengenai bancassurance. Pengaturan ini
diperlukan mengingat selain memberikan manfaat, aktivitas bancassurance
juga berpotensi menimbulkan berbagai Risiko bagi Bank, terutama Risiko
Hukum dan Risiko Reputasi.
Untuk itu, dalam rangka mendukung perkembangan pasar keuangan,
meningkatkan penerapan Manajemen Risiko oleh Bank, melindungi
kepentingan nasabah Bank, dan sejalan dengan ketentuan yang mengatur hal-
hal yang terkait dengan pemasaran produk asuransi melalui kerja sama
dengan Bank (bancassurance), serta sebagai pelaksanaan dari Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 18/POJK.03/2016 tentang Penerapan
Manajemen Risiko bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2016 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5861) dan ketentuan yang mengatur mengenai penerapan manajemen
risiko bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah, dipandang perlu
untuk mengatur ketentuan mengenai Penerapan Manajemen Risiko pada Bank
yang Melakukan Aktivitas Kerja Sama Pemasaran dengan Perusahaan
Asuransi (Bancassurance) dalam suatu Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan
sebagai berikut:
I. KETENTUAN ...
- 2 -
I. KETENTUAN UMUM
1. Yang dimaksud dengan aktivitas kerja sama pemasaran antara Bank
dengan perusahaan
asuransi
yang selanjutnya disebut
bancassurance dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini
adalah aktivitas kerja sama antara Bank dengan perusahaan
asuransi dalam rangka memasarkan produk asuransi melalui Bank.
2. Aktivitas bancassurance diklasifikasikan dalam 3 (tiga) model bisnis
sebagai berikut:
a. Referensi
Referensi merupakan suatu aktivitas kerja sama pemasaran
produk asuransi, dengan Bank berperan hanya mereferensikan
atau merekomendasikan suatu produk asuransi kepada
nasabah.
Peran Bank dalam melakukan pemasaran terbatas sebagai
perantara dalam meneruskan informasi produk asuransi dari
perusahaan asuransi mitra Bank kepada nasabah atau
menyediakan akses kepada perusahaan asuransi untuk
menawarkan produk asuransi kepada nasabah.
Aktivitas referensi dapat dibedakan sebagai berikut:
1) Referensi dalam Rangka Produk Bank
Bank mereferensikan atau merekomendasikan produk
asuransi yang menjadi persyaratan untuk memperoleh
suatu produk perbankan kepada nasabah. Persyaratan
keberadaan produk asuransi tersebut dimaksudkan untuk
kepentingan dan perlindungan kepada Bank atas Risiko
terkait dengan produk yang diterbitkan atau jasa yang
dilaksanakan oleh Bank kepada nasabah. Dalam hal ini,
pada hakikatnya produk asuransi juga untuk melindungi
debitur sebagai pihak tertanggung meskipun dalam polis
dicantumkan banker’s clause karena Bank sebagai
penerima manfaat.
Contoh produk Bank yang mempersyaratkan keberadaan
asuransi adalah:
a) Kredit atau pembiayaan pemilikan rumah yang disertai
kewajiban asuransi kebakaran terhadap rumah atau
bangunan yang dibiayai oleh Bank serta asuransi jiwa
terhadap nasabah peminjam (debitur).
b) Kredit ...
- 3 -
b) Kredit atau pembiayaan kendaraan bermotor yang
disertai kewajiban asuransi kerugian terhadap
kendaraan bermotor yang dibiayai oleh Bank.
c)
Kredit atau pembiayaan kepada pegawai atau
pensiunan yang disertai kewajiban asuransi jiwa
terhadap nasabah peminjam (debitur).
2) Referensi Tidak dalam Rangka Produk Bank
Bank mereferensikan produk asuransi yang tidak menjadi
persyaratan untuk memperoleh suatu produk perbankan
kepada nasabah. Aktivitas bancassurance dengan model ini
dapat dilakukan melalui:
a) Penerusan brosur, leaflet, dan/atau hal-hal sejenis
oleh Bank yang memuat penawaran, informasi,
dan/atau penjelasan dari perusahaan asuransi mitra
Bank atas suatu produk asuransi kepada nasabah
Bank, baik secara tatap muka maupun melalui surat
dan media elektronik, termasuk menggunakan situs
web Bank.
Dalam hal nasabah memerlukan informasi lebih lanjut
atau bermaksud membeli produk asuransi yang
direferensikan melalui pemasaran tersebut, Bank
harus mengarahkan nasabah kepada perusahaan
asuransi mitra Bank.
b) Penyediaan ruangan oleh Bank di dalam lingkungan
kantor Bank yang dapat digunakan oleh perusahaan
asuransi mitra Bank dalam rangka pemasaran produk
asuransi (in-branch sales) kepada nasabah.
c) Penyediaan data nasabah oleh Bank yang dapat
digunakan oleh perusahaan asuransi mitra Bank
dalam rangka pemasaran produk asuransi dengan
mematuhi ketentuan dan prinsip penerapan
Manajemen Risiko dalam rangka Bancassurance terkait
penggunaan data nasabah.
b. Kerja Sama Distribusi
Kerja sama distribusi merupakan suatu aktivitas kerja sama
pemasaran produk asuransi, dimana Bank berperan
memasarkan produk asuransi dengan cara memberikan
penjelasan ...
- 4 -
penjelasan mengenai produk asuransi secara langsung
kepada nasabah. Penjelasan dari Bank dapat dilakukan melalui
tatap muka dengan nasabah dan/atau dengan menggunakan
sarana komunikasi (telemarketing), termasuk melalui surat,
media elektronik, dan situs web Bank.
Peran Bank tidak hanya sebagai perantara dalam meneruskan
informasi produk asuransi dari perusahaan asuransi mitra Bank
kepada nasabah tetapi Bank juga memberikan penjelasan secara
langsung yang terkait dengan produk asuransi seperti
karakteristik, manfaat, dan Risiko dari produk yang dipasarkan
serta meneruskan minat atau permintaan pembelian produk
asuransi dari nasabah kepada perusahaan asuransi mitra Bank.
c.
Integrasi Produk
Integrasi produk merupakan suatu aktivitas kerja sama
pemasaran produk asuransi, dimana Bank berperan
memasarkan produk asuransi kepada nasabah dengan cara
melakukan modifikasi dan/atau menggabungkan produk
asuransi dan produk Bank.
Aktivitas bancassurance dengan model ini dilakukan oleh Bank
dengan cara menawarkan atau menjual bundled product kepada
nasabah melalui tatap muka dan/atau dengan menggunakan
sarana komunikasi (telemarketing), termasuk melalui surat,
media elektronik, dan situs web Bank.
Dengan demikian, peran Bank tidak hanya meneruskan dan
memberikan penjelasan yang terkait dengan produk asuransi
kepada nasabah, tetapi juga menindaklanjuti aplikasi nasabah
atas bundled product, termasuk yang terkait dengan produk
asuransi kepada perusahaan asuransi mitra Bank.
3. Bank yang melakukan bancassurance harus mematuhi ketentuan
terkait di bidang perbankan dan perasuransian, antara lain
ketentuan perbankan yang terkait dengan manajemen risiko, rahasia
bank, transparansi informasi produk, dan ketentuan perasuransian
terutama yang terkait dengan bancassurance.
4. Dalam melakukan bancassurance, Bank tidak diperkenankan
menanggung atau turut menanggung Risiko yang timbul dari produk
asuransi yang ditawarkan. Segala Risiko dari produk asuransi
menjadi tanggungan perusahaan asuransi mitra Bank.
5. Dalam ...
- 5 -
5. Dalam melakukan bancassurance, Bank Umum Syariah dan Unit
Usaha Syariah hanya dapat melakukan kerja sama dengan
perusahaan asuransi syariah.
6. Bank yang melakukan bancassurance hanya dibolehkan
memasarkan produk asuransi yang dinyatakan dalam perjanjian
kerja sama antara Bank dan perusahaan asuransi mitra Bank.
7. Produk asuransi yang dinyatakan dalam perjanjian kerja sama
adalah produk yang telah tercatat dan memperoleh persetujuan
untuk dipasarkan melalui bancassurance dari Otoritas Jasa
Keuangan.
II. PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DALAM RANGKA BANCASSURANCE
A. Umum
1. Bank yang melakukan bancassurance menerapkan Manajemen
Risiko sesuai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai
Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum, ketentuan yang
mengatur mengenai penerapan manajemen risiko bagi bank
umum syariah dan unit usaha syariah, dan Surat Edaran
Otoritas Jasa Keuangan ini, mengingat Bank menghadapi
berbagai Risiko yang melekat pada aktivitas tersebut, terutama
Risiko Hukum dan Risiko Reputasi.
2. Bank menyusun kebijakan dan prosedur secara tertulis
mengenai bancassurance dengan berpedoman pada Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan mengenai Penerapan Manajemen Risiko
bagi Bank Umum, ketentuan yang mengatur mengenai
penerapan manajemen risiko bagi bank umum syariah dan unit
usaha syariah, dan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
B. Penerapan Manajemen Risiko dalam Beberapa Aspek Utama pada
Bancassurance
1. Penetapan Perusahaan Asuransi yang Menjadi Mitra Bank
Bank melakukan penilaian terhadap perusahaan asuransi yang
menjadi mitra Bank dalam bancassurance dengan memenuhi
paling sedikit hal-hal sebagai berikut:
a. Bank memastikan perusahaan asuransi yang dijadikan
mitra Bank adalah perusahaan asuransi yang memiliki
tingkat solvabilitas paling sedikit sesuai dengan ketentuan
yang ...
- 6 -
yang mengatur mengenai kesehatan keuangan perusahaan
asuransi dan perusahaan asuransi syariah;
b. Bank memantau, menganalisa, dan mengevaluasi kinerja
dan/atau reputasi perusahaan asuransi mitra Bank secara
berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun
atau sewaktu-waktu dalam hal terjadi perubahan kondisi
kinerja dan/atau reputasi perusahaan asuransi mitra Bank
yang diketahui melalui berbagai sumber informasi;
c. Bank mengakhiri kerja sama sebelum berakhirnya
perjanjian atau tidak memperpanjang kerja sama dalam
hal:
1) perusahaan asuransi mitra Bank tidak lagi memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud pada huruf a;
2) perusahaan asuransi mitra Bank mengalami
penurunan reputasi yang secara signifikan akan
mempengaruhi profil Risiko Bank; dan/atau
3) Otoritas Jasa Keuangan telah memerintahkan Bank
untuk menghentikan kerja sama bancassurance
berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan Otoritas
Jasa Keuangan;
d. dalam hal Bank mengakhiri kerja sama sebagaimana
dimaksud pada huruf c, Bank:
1) menghentikan pemasaran produk asuransi yang
dimuat dalam perjanjian kerja sama dimaksud; dan
2) menginformasikan kelanjutan penyelesaian hak dan
kewajiban nasabah sehubungan dengan produk
asuransi yang telah dipasarkan;
e. dalam hal produk yang dipasarkan berupa Produk Asuransi
Yang Dikaitkan Dengan Investasi (PAYDI) antara lain unit
link, Bank memastikan bahwa perusahaan asuransi mitra
Bank memenuhi persyaratan:
1) telah memenuhi persyaratan terkait
PAYDI
sebagaimana diatur dalam ketentuan dan peraturan
perundang-undangan di bidang perasuransian;
2) mencatat dan mengelola secara khusus kekayaan dan
kewajiban perusahaan asuransi mitra Bank yang
bersumber dari investasi PAYDI; dan
3) melaksanakan ...
- 7 -
3) melaksanakan hal-hal lain yang diperlukan agar dana
investasi yang dipercayakan oleh nasabah dikelola
secara optimal, profesional, dan independen.
2. Penyusunan Perjanjian Kerja Sama
a. Perjanjian kerja sama dalam rangka bancassurance antara
Bank dengan perusahaan asuransi mitra Bank, disusun
dengan menggunakan Bahasa Indonesia.
b. Dalam hal perjanjian kerja sama dalam rangka
bancassurance disusun berdampingan antara Bahasa
Indonesia dan bahasa asing, perjanjian harus
mencantumkan klausula yang menyatakan bahwa bahasa
yang dijadikan acuan dalam hal terjadi sengketa atau
perbedaan pendapat adalah Bahasa Indonesia.
c. Setiap perjanjian bancassurance hanya dapat memuat
secara spesifik 1 (satu) model bisnis untuk 1 (satu) produk
asuransi atau 1 (satu) bundled product yang dipasarkan.
d. Perjanjian kerja sama dalam rangka bancassurance paling
sedikit memuat:
1) kejelasan hak dan kewajiban masing-masing pihak,
terutama adanya klausula yang menyatakan tanggung
jawab masing-masing pihak dalam melakukan
bancassurance, antara lain:
a) untuk model bisnis referensi dan/atau kerja sama
distribusi, Bank tidak menanggung Risiko atas
produk asuransi yang dijual; dan
b) untuk model bisnis integrasi produk, Bank hanya
bertanggung jawab sebatas Risiko dari produk
Bank;
2) klausula khusus terkait dengan model bisnis dan/atau
fitur khusus produk asuransi untuk model bisnis kerja
sama distribusi terkait PAYDI, antara lain perusahaan
asuransi mitra Bank harus mencatat dan mengelola
secara khusus aset dan liabilitas perusahaan asuransi
yang bersumber dari investasi PAYDI;
3) model bisnis yang digunakan dan produk asuransi
atau bundled product yang dipasarkan;
jangka waktu perjanjian;
4)
5) klausula ...
- 8 -
5) klausula yang menyatakan bahwa pengambilan
keputusan
underwriting
wewenang perusahaan asuransi;
6) prosedur penutupan asuransi dan pembayaran premi;
7) prosedur penyelesaian dan pembayaran klaim;
8) klausula yang mengatur mengenai besaran komisi
yang diterima oleh Bank dari perusahaan asuransi
dalam rangka bancassurance;
9) kejelasan tanggung jawab masing-masing pihak dalam
melaksanakan kewajiban Customer Due Diligence
(CDD) dengan mengacu pada ketentuan yang mengatur
mengenai anti pencucian uang dan pencegahan
pendanaan terorisme;
10) penetapan klausula yang memuat kondisi yang
menyebabkan berakhirnya perjanjian kerja sama,
termasuk klausula yang memungkinkan Bank
menghentikan kerja sama sebelum jangka waktu
perjanjian kerja sama berakhir sebagaimana dimaksud
dalam butir 1.d. atau atas perintah Otoritas Jasa
Keuangan untuk menghentikan bancassurance;
11) kejelasan penyelesaian hak dan kewajiban masing-
masing pihak, termasuk kewajiban kepada nasabah
sebagai pihak tertanggung dan/atau pihak penerima
manfaat, apabila perjanjian kerja sama berakhir, baik
karena jangka waktu perjanjian kerja sama berakhir
maupun karena kerja sama dihentikan sebagaimana
dimaksud pada angka 10);
12) kejelasan batas tanggung jawab masing-masing pihak
pada setiap produk yang dipasarkan dalam hal terjadi
perselisihan dengan nasabah; dan
13) kewajiban para pihak untuk menjaga kerahasiaan data
nasabah.
3. Penggunaan Data Nasabah
a. Dalam menggunakan data nasabah, Bank harus memenuhi
ketentuan:
1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan sebagaimana telah diubah dengan
Undang ...
sepenuhnya menjadi
- 9 -
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah, dan ketentuan yang mengatur mengenai
persyaratan dan tata cara pemberian perintah atau izin
tertulis membuka rahasia bank.
2) Ketentuan yang mengatur mengenai transparansi
informasi produk bank dan penggunaan data pribadi
nasabah.
3) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai
Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.
Berdasarkan ketentuan di atas, dalam melakukan
bancassurance, Bank hanya dapat memberikan data pribadi
nasabah kepada perusahaan asuransi mitra Bank
sepanjang telah terdapat persetujuan tertulis dari nasabah.
b. Dalam melakukan bancassurance, Bank dan perusahaan
asuransi mitra Bank menerapkan prinsip CDD dengan
mengacu pada ketentuan yang mengatur mengenai anti
pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme.
4. Penerapan Prinsip Perlindungan Nasabah
a. Dalam melakukan bancassurance, Bank menerapkan
prinsip-prinsip transparansi dengan menjelaskan secara
lisan dan tertulis kepada nasabah antara lain sebagai
berikut:
1) asuransi yang dipasarkan bukan merupakan produk
dan tanggung jawab Bank serta tidak termasuk dalam
cakupan program penjaminan sebagaimana dimaksud
dalam peraturan perundang-undangan mengenai
lembaga penjamin simpanan, meskipun terdapat logo
dan/atau atribut Bank dalam dokumen pemasaran
yang digunakan dalam model bisnis kerja sama
distribusi dan integrasi produk;
2) penggunaan logo dan/atau atribut Bank dalam
dokumen pemasaran yang digunakan dalam model
bisnis kerja sama distribusi dan integrasi produk
sebagaimana dimaksud pada angka 1) hanya
bertujuan ...
- 10 -
bertujuan untuk menunjukkan adanya kerja sama
antara Bank dengan perusahaan asuransi mitra Bank;
dan
3) karakteristik asuransi mencakup antara lain fitur,
akad, Risiko, manfaat, biaya-biaya asuransi,
persyaratan kepesertaan, dan prosedur klaim oleh
nasabah.
b. Bank harus memastikan bahwa logo dan atribut Bank tidak
dicantumkan dalam polis asuransi.
c. Untuk asuransi yang bersifat kolektif, setiap nasabah harus
memperoleh tanda kepesertaan. Dalam hal tanda
kepesertaan diterbitkan oleh Bank, tanda kepesertaan
tersebut harus menyatakan secara jelas bahwa Risiko
asuransi menjadi tanggung jawab perusahaan asuransi.
d. Bank harus transparan kepada nasabah mengenai biaya
yang harus dibayar, termasuk jika dalam premi asuransi
yang harus dibayar terdapat perhitungan komponen biaya
lain seperti biaya provisi, biaya administrasi, dan/atau
komisi yang diberikan perusahaan asuransi mitra Bank
kepada Bank dalam rangka bancassurance. Informasi
mengenai biaya yang harus dibayar dituangkan dalam
media pemasaran.
e. Khusus untuk bancassurance melalui model bisnis kerja
sama distribusi dan integrasi produk:
1) Bank harus memastikan bahwa nasabah telah
memahami penjelasan mengenai manfaat dan Risiko
produk baik yang dilakukan secara lisan maupun
tertulis sebagaimana tercantum dalam dokumen
pemasaran atau penawaran.
2) Pernyataan nasabah bahwa nasabah telah memahami
manfaat dan Risiko produk sebagaimana dimaksud
pada angka 1) harus dituangkan dalam dokumen
tertulis yang terpisah, dibuat dalam Bahasa Indonesia,
dan ditandatangani oleh nasabah dengan
menggunakan tanda tangan basah.
3) Bank ...
- 11 -
3) Bank harus memastikan bahwa pihak nasabah yang
menandatangani dokumen tertulis merupakan pihak
yang berwenang menandatangani.
f. Bank harus memastikan bahwa produk asuransi yang
dipasarkan telah memenuhi peraturan perundang-
undangan di bidang perasuransian antara lain:
1) kriteria produk dan/atau persyaratan produk; dan
2) kewajiban pelaporan produk.
g.
Otoritas Jasa Keuangan dapat memerintahkan Bank untuk
menghentikan bancassurance dalam hal berdasarkan
evaluasi Otoritas Jasa Keuangan, bancassurance yang
dilaksanakan:
1) tidak sesuai dengan rencana pelaksanaan aktivitas
baru berupa bancassurance yang dilaporkan kepada
Otoritas Jasa Keuangan
atau
persetujuan
bancassurance dan/atau pencatatan produk asuransi
dari Otoritas Jasa Keuangan;
2) berpotensi berdampak negatif terhadap kinerja Bank;
dan/atau
3) tidak sesuai dengan ketentuan dan peraturan
perundang-undangan.
h. Sejak Bank diperintahkan menghentikan bancassurance
sebagaimana dimaksud pada huruf g, Bank:
1) menghentikan pemasaran atas produk bancassurance
dimaksud; dan
2) bertanggung jawab kepada nasabah sebatas kewajiban
Bank sesuai perjanjian antara Bank dengan
perusahaan asuransi mitra Bank.
C. Penerapan Manajemen Risiko pada Setiap Model Bisnis
Bancassurance
1. Referensi
Selain penerapan Manajemen Risiko dalam beberapa aspek
utama bancassurance sebagaimana dimaksud dalam butir II.B,
Bank harus memenuhi beberapa persyaratan tertentu pada
model bisnis Referensi sebagai berikut:
a. Dalam ...
- 12 -
a. Dalam melakukan model bisnis berupa referensi dalam
rangka produk Bank sebagaimana dimaksud dalam
butir I.2.a.1):
1) Untuk mengakomodasi kebebasan nasabah Bank
dalam memilih produk asuransi yang diwajibkan, Bank
harus menawarkan pilihan produk asuransi dari paling
sedikit 3 (tiga) perusahaan asuransi mitra Bank yang
salah satu diantaranya dapat merupakan Pihak Terkait
Bank. Definisi Pihak Terkait mengacu pada ketentuan
yang mengatur mengenai batas maksimum pemberian
kredit.
2) Produk asuransi yang direferensikan terbatas hanya
merupakan produk asuransi yang bersifat proteksi
atau perlindungan, serta produk asuransi tersebut
merupakan persyaratan untuk memperoleh suatu
produk perbankan bagi nasabah.
b. Dalam melakukan model bisnis berupa referensi tidak
dalam rangka produk Bank sebagaimana dimaksud dalam
butir I.2.a.2) yang dilakukan antara lain melalui in-branch
sales sebagaimana dimaksud dalam butir I.2.a.2)b) maka:
1) perusahaan asuransi mitra Bank yang menggunakan
ruangan, counter atau meja yang disediakan Bank
harus tetap menunjukkan nama perusahaan asuransi
mitra Bank secara jelas pada ruangan, counter atau
meja yang digunakan;
2) pegawai asuransi yang melakukan pemasaran pada
ruangan, counter atau meja tersebut harus tetap
menggunakan identitas pegawai perusahaan asuransi
mitra Bank dan tidak diperkenankan memakai
seragam yang sama dengan pegawai Bank.
2. Kerja Sama Distribusi
Selain penerapan Manajemen Risiko dalam beberapa aspek
utama bancassurance sebagaimana dimaksud dalam butir II.B.,
Bank harus memenuhi beberapa persyaratan tertentu pada
model bisnis kerja sama distribusi sebagai berikut:
a. Bank harus memiliki unit kerja khusus bancassurance atau
pejabat yang ditunjuk khusus untuk bertanggung jawab
atas ...
- 13 -
atas bancassurance di Bank, dengan cakupan tugas
melakukan pengembangan, pemasaran, dan pengelolaan
bancassurance.
b. Pegawai Bank yang menangani bancassurance memenuhi
kualifikasi antara lain:
1) memiliki sertifikat keagenan yang dikeluarkan oleh
asosiasi terkait; dan
2) telah memperoleh pelatihan mengenai produk asuransi
yang akan dipasarkan.
Ketentuan ini tidak berlaku untuk pemasaran produk
asuransi mikro.
c. Pegawai pemasaran atau customer service Bank dapat
melakukan penawaran awal produk asuransi dalam
bancassurance namun penjelasan lengkap atas
produk
asuransi tersebut dan tindak lanjut penawaran harus
dilakukan oleh pegawai Bank yang memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud pada huruf b.
d. Tanggung jawab Bank terbatas pada penawaran produk
asuransi, sedangkan proses underwriting, penerbitan polis,
perubahan polis, klaim, dan perbuatan lain yang terkait
dengan produk asuransi dilaksanakan dan merupakan
tanggung jawab dari perusahaan asuransi mitra Bank.
e. Bank hanya diperkenankan melakukan kerja sama
distribusi terkait dengan:
1) produk asuransi yang bersifat proteksi atau
perlindungan; dan/atau
2) PAYDI.
f. Bank yang melakukan kerja sama distribusi PAYDI
sebagaimana dimaksud dalam butir e.2) harus memenuhi
persyaratan:
1) memiliki unit kerja khusus bancassurance;
2) mencantumkan klausula dalam perjanjian kerja sama
yang menyatakan bahwa perusahaan asuransi mitra
Bank bertanggung jawab secara penuh atas
pengelolaan dana investasi PAYDI;
3) menyatakan secara jelas bahwa pengelolaan dana
investasi
PAYDI
dilakukan dan merupakan
tanggung ...
- 14 -
tanggung jawab perusahaan asuransi
dalam
dokumen yang memberikan penjelasan manfaat dan
Risiko PAYDI sebagaimana dimaksud dalam butir
B.4.e.1);
4) produk yang dipasarkan terbatas pada PAYDI yang
memiliki strategi investasi pasar uang dan/atau
strategi investasi pendapatan tetap sesuai ketentuan
mengenai PAYDI yang diatur Otoritas Jasa Keuangan;
5) kegiatan pemasaran PAYDI harus dilakukan oleh
pegawai Bank; dan
6) selain memiliki kualifikasi sebagaimana dimaksud
dalam huruf b, pegawai Bank yang menangani PAYDI
harus memiliki keahlian dan sertifikat keagenan
khusus PAYDI.
g. Bank harus menjaga kecukupan jumlah pegawai yang
memiliki sertifikat keagenan di setiap kantor yang
melakukan bancassurance.
3.
Integrasi Produk
Selain penerapan Manajemen Risiko dalam beberapa aspek
utama bancassurance sebagaimana dimaksud dalam butir II.B,
Bank harus memenuhi beberapa persyaratan tertentu pada
model bisnis integrasi produk sebagai berikut:
a. Bundled product yang dipasarkan harus dapat dipisahkan
atas bagian produk yang menjadi Risiko Bank dan bagian
produk yang menjadi Risiko perusahaan asuransi mitra
Bank sehingga Risiko masing-masing dapat diidentifikasi,
diukur, dipantau, dan dikendalikan.
b. Bank hanya diperkenankan melakukan integrasi produk
terkait dengan produk asuransi yang bersifat proteksi atau
perlindungan.
c. Dalam hal pemasaran dilakukan menggunakan sarana
komunikasi seperti melalui surat, media elektronik, dan
situs web Bank, sarana komunikasi hanya digunakan
sebagai media pengenalan awal mengenai bundled product
dan proses selanjutnya harus melalui tatap muka dengan
nasabah untuk penjelasan lebih lanjut.
d. Bank ...
- 15 -
d. Bank menjelaskan kepada nasabah secara lisan dan tertulis
atas bagian produk yang menjadi Risiko Bank dan bagian
yang menjadi risiko perusahaan asuransi mitra Bank, hak
dan kewajiban Bank, hak dan kewajiban perusahaan
asuransi mitra Bank, serta hak dan kewajiban nasabah.
e. Setiap nasabah harus mendapatkan tanda bukti
kepesertaan dalam hal nasabah diikutsertakan dalam
produk asuransi kolektif sebagaimana dimaksud dalam
butir II.B.4.c.
f. Bank membentuk unit kerja khusus bancassurance dengan
tugas melakukan pengembangan, pemasaran, dan
pengelolaan bundled product. Dalam hal Bank melakukan
bancassurance dengan model bisnis referensi dan/atau
kerja sama distribusi, unit kerja ini sekaligus menangani
bancassurance dalam bentuk model bisnis referensi
dan/atau kerja sama distribusi.
g. Pejabat dan/atau pegawai yang tergabung dalam unit kerja
khusus bancassurance harus memenuhi kualifikasi antara
lain:
1) memiliki sertifikat keagenan yang dikeluarkan oleh
asosiasi terkait; dan
2) telah memperoleh pelatihan mengenai asuransi yang
akan dipasarkan.
Ketentuan ini tidak berlaku untuk pemasaran produk
asuransi mikro.
h. Masa pertanggungan asuransi paling sedikit harus sama
dengan jangka waktu produk yang dibeli oleh nasabah.
i. Bank harus menjaga kecukupan jumlah pegawai yang
memiliki sertifikat keagenan di setiap kantor yang
melakukan bancassurance.
j. Nama produk yang merupakan bundled product harus
mencerminkan bahwa produk tersebut merupakan
gabungan produk Bank dan produk asuransi.
III. PELAPORAN ...
- 16 -
III. PELAPORAN
A. Laporan Aktivitas Baru Bancassurance
1. Bank yang pertama kali melakukan bancassurance harus
mencantumkan rencana bancassurance sebagai aktivitas baru
dalam Rencana Bisnis Bank tahun yang sama dengan tahun
rencana pelaksanaan aktivitas.
Kewajiban menyusun Rencana Bisnis Bank mengacu pada
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai Rencana Bisnis
Bank. Format pencantuman laporan aktivitas baru berupa
bancassurance dalam Rencana Bisnis Bank mengacu pada
Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
2. Bank yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
pada angka 1 atau telah melaksanakan bancassurance,
menyampaikan laporan untuk setiap pelaksanaan
bancassurance yang memenuhi kriteria aktivitas baru kepada
Otoritas Jasa Keuangan, yang terdiri dari:
a. Laporan Rencana Pelaksanaan Aktivitas Baru berupa
Bancassurance; dan
b. Laporan Realisasi Pelaksanaan Aktivitas Baru berupa
Bancassurance.
3.
Aktivitas berupa bancassurance ditetapkan sebagai aktivitas
baru dalam hal memenuhi kriteria:
a. Bank sebelumnya tidak pernah melakukan bancassurance;
atau
b. Bank sebelumnya telah melakukan bancassurance namun
dilakukan pengembangan yang mengubah atau
meningkatkan Risiko tertentu bagi Bank terkait dengan
bancassurance yang dilakukan, antara lain perubahan
model bisnis, perubahan perusahaan asuransi mitra,
perubahan premi, perubahan manfaat, perubahan jangka
waktu, perubahan nama produk, perubahan syarat, dan
perubahan lain yang memerlukan persetujuan dari
dan/atau pelaporan kepada Otoritas Jasa Keuangan terkait
dengan produk asuransi yang ditawarkan.
4. Penyampaian ...
- 17 -
4. Penyampaian Laporan Rencana Pelaksanaan Aktivitas Baru
berupa Bancassurance sebagaimana dimaksud pada angka 2
huruf a dilakukan sebagai berikut:
a. Laporan Rencana Pelaksanaan Aktivitas Baru berupa
Bancassurance disampaikan dengan format pada Lampiran
II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini dan paling sedikit
memuat dokumen dengan informasi dan penjelasan
mengenai:
1)
informasi umum yang antara lain memuat tujuan,
gambaran nasabah potensial, analisis kekuatan,
kelemahan, peluang, dan ancaman (Strengths,
Weaknesses,
Opportunities, Threats/SWOT)
bancassurance, produk asuransi yang dipasarkan,
serta model bisnis yang akan dilaksanakan;
2) penilaian dan analisis solvabilitas serta perizinan
perusahaan asuransi mitra Bank;
3) analisis manfaat dan biaya (cost and benefit analysis);
4) analisis manfaat dan Risiko bagi nasabah;
5) Manajemen Risiko yang meliputi identifikasi,
pengukuran, pemantauan, dan pengendalian terhadap
Risiko yang melekat atas aktivitas bancassurance;
6) prosedur pelaksanaan (standard operating
procedure/SOP), organisasi,
dan kewenangan
pelaksanaan bancassurance dengan memperhatikan
ketentuan yang mengatur mengenai penerapan
manajemen risiko;
7) kesiapan unit kerja khusus bancassurance dan/atau
pejabat yang bertanggung jawab atas bancassurance
serta kesiapan sumber daya manusia pemasaran
bancassurance;
8) analisis aspek hukum dan aspek kepatuhan terkait
bancassurance;
9) kesiapan sistem informasi Bank terkait bancassurance;
10) kebijakan dan prosedur terkait dengan penerapan
program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan
Pendanaan Terorisme (APU dan PPT);
11) dokumen ...
- 18 -
11) dokumen yang terkait dengan aktivitas berupa
bancassurance antara lain konsep perjanjian kerja
sama dengan perusahaan asuransi mitra Bank;
12) dokumen dalam rangka transparansi kepada nasabah
antara lain brosur, leaflet dan/atau formulir aplikasi;
dan
13) Form daftar pemenuhan persyaratan (compliance check
list) kelengkapan dokumen Laporan Rencana
Pelaksanaan Aktivitas Baru Berupa Bancassurance
sebagaimana dimaksud pada angka 1) sampai dengan
angka 12) yang disertai dengan pernyataan dari
direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan dan
direktur yang membawahkan fungsi manajemen risiko,
bahwa:
a) data dan/atau informasi yang disampaikan Bank
terkait dengan Laporan Rencana Pelaksanaan
Aktivitas Baru Berupa Bancassurance telah
memenuhi ketentuan dalam Surat Edaran
Otoritas Jasa Keuangan ini;
b)
isi dari data dan/atau informasi yang
disampaikan adalah benar dan sesuai dengan
fakta yang sesungguhnya; dan
c) dalam hal dikemudian hari diketahui data
dan/atau informasi yang disampaikan tidak
memenuhi ketentuan dalam Surat Edaran
Otoritas Jasa Keuangan ini dan/atau tidak benar
dan/atau tidak sesuai dengan fakta yang
sesungguhnya maka Bank bersedia dikenakan
sanksi sesuai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
mengenai Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank
Umum atau ketentuan yang mengatur mengenai
penerapan manajemen risiko bagi bank umum
syariah dan unit usaha syariah.
b. Dalam hal dokumen yang dilampirkan belum sesuai dengan
ketentuan atau berdasarkan penilaian Otoritas Jasa
Keuangan, Bank dinyatakan belum memenuhi ketentuan
untuk melakukan kerjasama
bancassurance,
Otoritas ...
- 19 -
Otoritas Jasa Keuangan menyampaikan pemberitahuan
penolakan atas rencana pelaksanaan aktivitas baru berupa
bancassurance kepada Bank dengan disertai alasan
penolakan.
c. Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan menolak rencana
pelaksanaan aktivitas baru berupa bancassurance
sebagaimana dimaksud pada huruf b, Bank dapat
melakukan pengajuan ulang rencana pelaksanaan
aktivitas baru berupa bancassurance sesuai ketentuan
Otoritas Jasa Keuangan.
d. Dalam hal dokumen telah sesuai ketentuan dan
berdasarkan penilaian Otoritas Jasa Keuangan Bank
dinyatakan memenuhi ketentuan untuk melakukan kerja
sama bancassurance, Otoritas Jasa Keuangan memberikan
surat persetujuan bancassurance kepada Bank.
e. Pemberitahuan penolakan atas rencana pelaksanaan
aktivitas baru berupa bancassurance sebagaimana
dimaksud pada huruf b atau surat persetujuan
bancassurance sebagaimana dimaksud pada huruf d,
disampaikan oleh Otoritas Jasa Keuangan dalam jangka
waktu paling lama 19 (sembilan belas) hari kerja sejak Bank
menerima pemberitahuan penyampaian laporan rencana
pelaksanaan aktivitas baru berupa bancassurance dari
Otoritas Jasa Keuangan.
f. Bank dapat melaksanakan bancassurance setelah
menerima persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan.
5. Dalam hal Bank belum melakukan aktivitas bancassurance
setelah melampaui jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal
surat persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan maka surat
persetujuan dinyatakan tidak berlaku dan Bank harus
menyampaikan kembali Laporan Rencana Pelaksanaan Aktivitas
Baru berupa Bancassurance sesuai Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan ini.
6. Laporan Realisasi Pelaksanaan Aktivitas Baru berupa
Bancassurance sebagaimana dimaksud dalam butir 2.b
disampaikan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah
pelaksanaan aktivitas bancassurance.
Laporan ...
- 20 -
Laporan Realisasi Pelaksanaan Aktivitas Baru berupa
Bancassurance paling sedikit memuat informasi dan penjelasan
mengenai:
a. nama dan jenis produk serta model bisnis yang dilakukan;
b. tanggal pelaksanaan aktivitas baru yaitu tanggal produk
asuransi pertama kali mulai dipasarkan dan dapat
dimanfaatkan oleh nasabah; dan
c. kesesuaian aktivitas bancassurance yang dilaksanakan
dengan Laporan Rencana Pelaksanaan Aktivitas Baru
berupa Bancassurance yang telah disampaikan.
7. Bank dinyatakan telah merealisasikan aktivitas bancassurance
pada saat Bank sudah memasarkan produk asuransi dan fungsi
Bank dalam bancassurance sudah dapat dimanfaatkan oleh
nasabah.
B. Laporan Berkala Bancassurance
1. Bank yang melakukan bancassurance menyusun Laporan
Berkala Bancassurance setiap akhir bulan.
2. Laporan Berkala Bancassurance sebagaimana dimaksud pada
angka 1 disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan secara
triwulanan dengan menggunakan format sesuai Lampiran III
yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat
Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
3. Penyampaian Laporan Berkala Bancassurance sebagaimana
dimaksud pada angka 2 dilakukan paling lambat 15 (lima belas)
hari setelah akhir bulan ke-3 (tiga) dari triwulan yang
bersangkutan. Yang dimaksud akhir triwulan adalah akhir
bulan Maret, bulan Juni, bulan September, dan bulan
Desember.
Dalam hal tanggal 15 (lima belas) adalah hari libur maka
laporan disampaikan paling lambat pada 1 (satu) hari kerja
berikutnya.
C. Penyampaian Laporan
1. Laporan Rencana Pelaksanaan Aktivitas Baru berupa
Bancassurance
a. Laporan Rencana Pelaksanaan Aktivitas Baru berupa
Bancassurance disampaikan kepada Otoritas Jasa
Keuangan secara online dengan mengunggah (upload)
seluruh ...
- 21 -
seluruh dokumen sebagaimana dimaksud dalam
butir III.A.4.b melalui sistem perizinan dan registrasi
terintegrasi Otoritas Jasa Keuangan.
b. Bank harus berkoordinasi dengan perusahaan asuransi
dalam proses pengunggahan (upload) seluruh dokumen
sebagaimana dimaksud pada huruf a sehingga proses
pengunggahan (upload) dapat dilakukan pada hari yang
sama atau dalam selang waktu paling lama 2 (dua) hari
sejak salah satu pihak yang akan melakukan
bancassurance melakukan registrasi dalam sistem perizinan
dan registrasi terintegrasi Otoritas Jasa Keuangan.
c. Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf b
tidak terpenuhi maka registrasi dinyatakan batal secara
otomatis oleh sistem perizinan dan registrasi terintegrasi
Otoritas Jasa Keuangan.
d. Laporan Rencana Pelaksanaan Aktivitas Baru berupa
Bancassurance yang disampaikan kepada Otoritas Jasa
Keuangan secara online setelah pukul 17.00 Waktu
Indonesia bagian Barat (WIB) dianggap diterima oleh
Otoritas Jasa Keuangan pada hari kerja berikutnya.
e. Dalam hal terjadi gangguan teknis pada sistem perizinan
dan registrasi terintegrasi Otoritas Jasa Keuangan pada
saat penyampaian rencana pelaksanaan aktivitas baru
berupa bancassurance maka rencana pelaksanaan aktivitas
baru berupa bancassurance disampaikan kepada Otoritas
Jasa Keuangan secara offline dalam bentuk data elektronik
dengan menggunakan media berupa Compact Disc (CD)
atau media penyimpanan data elektronik lainnya, yang
disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan
alamat:
1) Departemen Pengawasan Bank terkait
atau
Departemen Perbankan Syariah bagi Bank yang
berkantor pusat atau kantor cabang dari bank yang
berkedudukan di luar negeri yang berada di wilayah
Daerah Khusus Ibukota Jakarta; atau
2) Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor
Otoritas Jasa Keuangan setempat bagi bank yang
berkantor ...
- 22 -
berkantor pusat di luar wilayah Daerah Khusus
Ibukota Jakarta.
f. Dalam hal gangguan teknis sebagaimana dimaksud pada
huruf e dialami oleh Otoritas Jasa Keuangan, Otoritas Jasa
Keuangan mengumumkan melalui situs web Otoritas Jasa
Keuangan pada hari yang sama saat terjadinya gangguan
teknis
beserta mekanisme pemrosesan Laporan
Pelaksanaan Aktivitas Baru berupa Bancassurance.
g. Bank dinyatakan telah menyampaikan Laporan Rencana
Pelaksanaan Aktivitas Baru berupa Bancassurance dengan
ketentuan sebagai berikut:
1) untuk penyampaian secara online melalui sistem
jaringan komunikasi data Otoritas Jasa Keuangan,
dibuktikan dengan pemberitahuan dari Otoritas Jasa
Keuangan yang diterbitkan oleh sistem perizinan dan
registrasi terintegrasi Otoritas Jasa Keuangan; atau
2) untuk penyampaian secara offline, dibuktikan dengan
surat tanda terima dari Otoritas Jasa Keuangan atau
tanda terima pengiriman dari perusahaan jasa
pengiriman.
h. Bank harus menyimpan seluruh dokumen Laporan
Rencana Pelaksanaan Aktivitas Baru berupa Bancassurance
untuk jangka waktu sesuai ketentuan dan peraturan
perundang-undangan serta dapat menunjukkan dokumen
dimaksud apabila diperlukan sewaktu-waktu oleh Otoritas
Jasa Keuangan.
2. Laporan Realisasi Pelaksanaan Aktivitas Baru berupa
Bancassurance
Laporan Realisasi Pelaksanaan Aktivitas Baru berupa
Bancassurance disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan
dengan alamat:
a. Departemen Pengawasan Bank terkait atau Departemen
Perbankan Syariah, bagi Bank yang berkantor pusat atau
kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri
yang berada di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta;
atau
b. Kantor ...
- 23 -
b. Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor
Otoritas Jasa Keuangan setempat bagi bank yang berkantor
pusat di luar wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
3. Laporan Berkala Bancassurance
a. Laporan Berkala Bancassurance disampaikan secara online
melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan.
b. Dalam hal penyampaian laporan melalui sistem pelaporan
Otoritas Jasa Keuangan belum dapat dilakukan, Bank
menyampaikan laporan secara online melalui sistem
Laporan Kantor Pusat Bank Umum (LKPBU) dengan
mengacu pada ketentuan yang mengatur mengenai LKPBU.
IV. TATA CARA PENGENAAN SANKSI
1. Pelanggaran atas penerapan Manajemen Risiko sebagaimana
dimaksud dalam angka II Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini
dikenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 18/POJK.03/2016 tentang
Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum atau ketentuan yang
mengatur mengenai penerapan manajemen risiko bagi bank umum
syariah dan unit usaha syariah.
2. Pelanggaran atas kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud dalam
butir III.A.4, dan butir III.A.6 dikenakan sanksi terkait pelaporan
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 18/POJK.03/2016 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi
Bank Umum atau Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
24/POJK.03/2015 tentang Produk dan Aktivitas Bank Syariah dan
Unit Usaha Syariah.
V. KETENTUAN PERALIHAN
1. Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai
berlaku pada tanggal 1 September 2016.
2. Penyampaian Laporan Rencana Pelaksanaan Aktivitas Baru berupa
Bancassurance yang telah diajukan kepada Otoritas Jasa Keuangan
dan masih dalam proses pada saat Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan ini ditetapkan, diproses sesuai ketentuan yang berlaku
saat laporan disampaikan.
VI. PENUTUP ...
- 24 -
VI. PENUTUP
Dengan berlakunya Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini maka Surat
Edaran Bank Indonesia No. 12/35/DPNP tanggal 23 Desember 2010
perihal Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan
Aktivitas Kerja sama Pemasaran dengan Perusahaan Asuransi
(Bancassurance) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku
pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 1 September 2016
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN
OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
NELSON TAMPUBOLON
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 33/SEOJK.03/2016 </reg_id>
<reg_title> PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO PADA BANK YANG MELAKUKAN AKTIVITAS KERJA SAMA PEMASARAN DENGAN PERUSAHAAN ASURANSI (BANCASSURANCE) </reg_title>
<set_date> 1 September 2016 </set_date>
<effective_date> 1 September 2016 </effective_date>
<replaced_reg> '12/35/DPNP|SE-BI/2010' </replaced_reg>
<related_reg> '18/POJK.03/2016' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi IV' </penalty_list>
|
Yth. Direksi atau yang setara pada Perusahaan Pembiayaan
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 3/SEOJK.05/2016
TENTANG
LAPORAN BULANAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN
Sehubungan dengan amanat Pasal 2 ayat (6), Pasal 4 ayat (6), dan
Pasal 10 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 3/POJK.05/2013 tentang
Laporan Bulanan Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5443), perlu untuk mengatur ketentuan
mengenai laporan bulanan bagi perusahaan pembiayaan dalam Surat
Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
1. Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan
kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang dan/atau jasa.
2. Laporan Bulanan Perusahaan Pembiayaan yang selanjutnya
disebut Laporan Bulanan adalah laporan keuangan yang disusun
oleh Perusahaan Pembiayaan untuk kepentingan Otoritas Jasa
Keuangan, yang meliputi periode tanggal 1 sampai dengan akhir
bulan yang bersangkutan dan disajikan serta disampaikan kepada
Otoritas Jasa Keuangan sesuai format dan tata cara yang
ditentukan oleh Otoritas Jasa Keuangan.
3. Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK adalah
lembaga yang independen yang mempunyai fungsi, tugas, dan
wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan,
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun
2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
-2-
II. BENTUK DAN SUSUNAN LAPORAN BULANAN
1. Laporan Bulanan terdiri atas:
a. laporan posisi keuangan;
b. laporan laba rugi komprehensif;
c. laporan arus kas;
d. laporan analisis kesesuaian aset dan liabilitas; dan
e. laporan lain.
2. Bentuk, susunan, dan pedoman penyusunan Laporan Bulanan
adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini.
3. Bagi Perusahaan Pembiayaan yang memiliki unit usaha syariah,
selain menyampaikan Laporan Bulanan sesuai bentuk, susunan,
dan pedoman penyusunan sebagaimana tercantum dalam
Lampiran I Surat Edaran OJK ini, unit usaha syariah dari
Perusahaan Pembiayaan tersebut juga wajib menyampaikan
Laporan Bulanan sesuai dengan bentuk, susunan, dan pedoman
penyusunan yang diatur dalam Surat Edaran OJK mengenai
laporan bulanan perusahaan pembiayaan syariah dan unit usaha
syariah dari Perusahaan Pembiayaan.
III. WAKTU PENYAMPAIAN LAPORAN BULANAN
1. Perusahaan Pembiayaan wajib menyampaikan Laporan Bulanan
kepada OJK paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
2. Dalam hal tanggal 10 sebagaimana dimaksud pada angka 1 jatuh
pada hari libur, maka Laporan Bulanan wajib disampaikan pada
hari kerja berikutnya.
3. Dalam hal tanggal penyampaian Laporan Bulanan sebagaimana
dimaksud pada angka 1 atau angka 2 jatuh pada hari libur
nasional atau libur bersama, maka OJK berwenang menetapkan
tanggal jatuh tempo penyampaian Laporan Bulanan.
IV. ANGGOTA DIREKSI PENANGGUNG JAWAB DAN PETUGAS PENYUSUN
LAPORAN BULANAN
1. Perusahaan Pembiayaan menunjuk anggota direksi atau pejabat
yang setara pada Perusahaan Pembiayaan yang bertanggung jawab
atas penyusunan dan penyajian Laporan Bulanan.
-3-
2. Anggota direksi atau pejabat sebagaimana dimaksud pada angka 1
menunjuk petugas penyusun untuk menyusun, memverifikasi dan
menyampaikan Laporan Bulanan.
3. Perusahaan Pembiayaan harus melaporkan perubahan anggota
direksi atau pejabat sebagaimana dimaksud pada angka 1
dan/atau petugas penyusun sebagaimana dimaksud pada angka 2
kepada OJK sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam
Lampiran II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Surat Edaran OJK ini.
V. TATA CARA PENYAMPAIAN
1. Dalam menyampaikan Laporan Bulanan, petugas penyusun
sebagaimana dimaksud dalam angka romawi IV angka 2 harus
memiliki kode pengguna (user ID) dan kata sandi (password).
2. Untuk memperoleh kode pengguna (user ID) dan kata sandi
(password) sebagaimana dimaksud pada angka 1, anggota direksi
atau yang setara pada Perusahaan Pembiayaan harus
menyampaikan permohonan sesuai dengan format sebagaimana
tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini.
3. Dalam hal Perusahaan Pembiayaan melakukan perubahan petugas
penyusun sebagaimana dimaksud dalam angka romawi IV angka 3,
Perusahaan Pembiayaan harus menyampaikan permohonan untuk
memperoleh dan/atau mengubah kode pengguna (user ID) dan kata
sandi (password) sebagaimana dimaksud pada angka 2 sesuai
dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK
ini.
4. Penyampaian Laporan Bulanan dilakukan secara online melalui
sistem jaringan komunikasi data OJK, yaitu Sistem Informasi
Laporan Bulanan Perusahaan Pembiayaan (SIPP).
5. Dalam hal sistem jaringan komunikasi data OJK sebagaimana
dimaksud dalam angka 4 mengalami permasalahan teknis atau
Perusahaan Pembiayaan mengalami gangguan sehingga tidak dapat
menyampaikan Laporan Bulanan secara online, maka Laporan
Bulanan disampaikan secara offline dalam bentuk soft file disertai
-4-
dengan bukti validasi dan dikirimkan kepada OJK melalui surat
yang ditandatangani oleh direksi dan ditujukan kepada:
Otoritas Jasa Keuangan
u.p. Direktur Statistik dan Informasi IKNB
Gedung Menara Merdeka Lantai 22
Jl. Budi Kemuliaan I Nomor 2, Jakarta, 10110.
6. Dalam hal terdapat perubahan alamat kantor OJK sebagaimana
dimaksud pada angka 5, OJK akan menyampaikan perubahan
alamat tersebut melalui surat atau pengumuman.
7. Penyampaian Laporan Bulanan secara offline sebagaimana
dimaksud pada angka 5 dapat dilakukan dengan salah satu cara
sebagai berikut:
a. diserahkan langsung ke kantor OJK sebagaimana dimaksud
pada angka 5;
b. dikirim melalui kantor pos secara tercatat; atau
c. dikirim melalui perusahaan jasa pengiriman/titipan.
8. Penyampaian Laporan Bulanan secara offline disampaikan kepada
OJK pada hari kerja dan jam kerja OJK.
9. Perusahaan Pembiayaan dinyatakan telah menyampaikan Laporan
Bulanan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. untuk penyampaian secara online melalui sistem jaringan
komunikasi data OJK dibuktikan dengan tanda terima dari
sistem jaringan komunikasi data OJK; atau
b. untuk penyampaian secara offline, dibuktikan dengan:
1) surat tanda terima dari OJK, apabila laporan diserahkan
langsung ke kantor OJK; atau
2) tanda terima pengiriman dari kantor pos atau
perusahaan jasa pengiriman/titipan, apabila laporan
dikirim melalui kantor pos atau perusahaan jasa
pengiriman/titipan.
10. Pertanyaan yang berkaitan dengan penyampaian Laporan Bulanan
dapat disampaikan kepada:
Helpdesk OJK
Jalan Budi Kemuliaan I Nomor 2, Jakarta, 10110
Telp 021-29600000 ext.7000
email : Helpdesk@ojk.go.id
-5-
VI. KETENTUAN SANKSI
1. Sanksi administratif berupa teguran tertulis pertama sebagaimana
diatur dalam Pasal 6 ayat (3) Peraturan OJK Nomor
3/POJK.05/2013 tentang Laporan Bulanan Lembaga Jasa
Keuangan Non-Bank ditetapkan dengan jangka waktu pemenuhan
kewajiban penyampaian Laporan Bulanan paling lama 30 (tiga
puluh) hari kalender sejak ditetapkannya sanksi administratif
berupa teguran tertulis pertama.
2. Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada angka 1
kewajiban penyampaian Laporan Bulanan belum dipenuhi, OJK
menetapkan sanksi administratif berupa teguran tertulis kedua
sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (4) Peraturan OJK Nomor
3/POJK.05/2013 tentang Laporan Bulanan Lembaga Jasa
Keuangan Non-Bank, dengan jangka waktu pemenuhan kewajiban
penyampaian Laporan Bulanan paling lama 30 (tiga puluh) hari
kalender sejak ditetapkannya sanksi administratif berupa teguran
tertulis kedua.
3. Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada angka 2
kewajiban penyampaian Laporan Bulanan belum dipenuhi, OJK
menetapkan sanksi administratif berupa teguran tertulis ketiga
sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (4) Peraturan OJK Nomor
3/POJK.05/2013 tentang Laporan Bulanan Lembaga Jasa
Keuangan Non-Bank, dengan jangka waktu pemenuhan kewajiban
penyampaian Laporan Bulanan paling lama 30 (tiga puluh) hari
kalender sejak ditetapkannya sanksi administratif berupa teguran
tertulis ketiga.
VII. PENUTUP
1. Kewajiban Perusahaan Pembiayaan untuk menyampaikan Laporan
Bulanan sesuai dengan bentuk, susunan, dan tata cara
penyampaian yang diatur dalam Surat Edaran OJK ini dimulai
untuk periode laporan bulan Juni 2016 yang disampaikan sesuai
dengan waktu penyampaian sebagaimana diatur dalam angka
romawi III.
2. Dengan ditetapkannya Surat Edaran OJK ini, kewajiban Perusahaan
Pembiayaan untuk menyampaikan Laporan Bulanan sampai dengan
-6-
periode laporan bulan Mei 2016 tetap dilakukan sesuai dengan
bentuk, susunan, dan tata cara penyampaian laporan sebagaimana
diatur dalam Surat Edaran OJK Nomor 6/SEOJK.05/2013 tentang
Laporan Bulanan Perusahaan Pembiayaan.
3. Dengan berlakunya Surat Edaran OJK ini, maka Surat Edaran OJK
Nomor 6/SEOJK.05/2013 tentang Laporan Bulanan Perusahaan
Pembiayaan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
4. Surat Edaran OJK ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juni 2016.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 3 Maret 2016
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS
PERASURANSIAN, DANA PENSIUN,
LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN
LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
FIRDAUS DJAELANI
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 3/SEOJK.05/2016 </reg_id>
<reg_title> LAPORAN BULANAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN </reg_title>
<set_date> 3 Maret 2016 </set_date>
<effective_date> 1 Juni 2016 </effective_date>
<replaced_reg> '6/SEOJK.05/2013' </replaced_reg>
<related_reg> '3/POJK.05/2013 | Pasal 2 ayat (6), Pasal 4 ayat (6), dan Pasal 10' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi VI' </penalty_list>
|
-
Yth.
Direksi Perusahaan Efek yang Melakukan Kegiatan Usaha sebagai Penjamin
Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 55 /SEOJK.04/2017
TENTANG
LAPORAN PENERAPAN TATA KELOLA PERUSAHAAN EFEK YANG
MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SEBAGAI PENJAMIN EMISI EFEK DAN
PERANTARA PEDAGANG EFEK
Dalam rangka pelaksanaan amanat ketentuan Pasal 55 Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan Nomor 57/POJK.04/2017 tentang Penerapan Tata Kelola
Perusahaan Efek yang Melakukan Kegiatan Usaha sebagai Penjamin Emisi
Efek dan Perantara Pedagang Efek (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2017 Nomor 211, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 6126), perlu untuk mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai
Laporan Penerapan Tata Kelola Perusahaan Efek yang Melakukan Kegiatan
Usaha Sebagai Penjamin Emisi Efek dan Perantara Pedagang Efek, dalam
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Perusahaan Efek sebagai salah satu Lembaga Jasa Keuangan,
mendukung eksistensi industri pasar modal Indonesia khususnya dalam
mengembangkan perdagangan, pelayanan, dan produk baru. Perusahaan
Efek juga memiliki pengaruh terhadap arus perputaran dana dan
informasi, mendukung sistem dan aktivitas Bursa Efek sebagai bagian
dari Pasar Modal dan sebagai unit usaha, serta meningkatkan kegiatan
investasi di Pasar Modal untuk menunjang perekonomian nasional. Oleh
sebab itu, diperlukan Tata Kelola berdasarkan kepada prinsip Tata Kelola
untuk dapat meningkatkan peran Perusahaan Efek dalam industri
-2-
keuangan di Indonesia. Lebih jauh, melalui penerapan Tata Kelola,
Perusahaan Efek dapat bertahan dalam menghadapi berbagai macam
krisis dan tumbuh secara berkelanjutan.
Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan:
1. Perusahaan Efek adalah Pihak yang melakukan kegiatan usaha
sebagai penjamin emisi Efek, perantara pedagang Efek, dan/atau
Manajer Investasi.
2. Penjamin Emisi Efek adalah Pihak yang membuat kontrak dengan
Emiten untuk melakukan Penawaran Umum bagi kepentingan
Emiten dengan atau tanpa kewajiban untuk membeli sisa Efek yang
tidak terjual.
3. Perantara Pedagang Efek adalah Pihak yang melakukan kegiatan
usaha jual beli Efek untuk kepentingan sendiri atau Pihak lain.
4. Anggota Bursa Efek adalah Perantara Pedagang Efek yang telah
memperoleh izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan dan mempunyai
hak untuk mempergunakan sistem dan atau sarana bursa efek
sesuai dengan peraturan bursa efek.
5. Bursa Efek adalah Pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan
sistem dan/atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan
beli Efek Pihak lain dengan tujuan memperdagangkan Efek di antara
mereka.
6. Tata Kelola Perusahaan Efek Yang Baik yang selanjutnya disebut
Tata Kelola adalah tata kelola Perusahaan Efek yang menerapkan
prinsip keterbukaan (transparency), akuntabilitas (accountability),
pertanggungjawaban (responsibility), independensi (independency),
dan kewajaran (fairness).
7. Rapat Umum Pemegang Saham yang selanjutnya disingkat RUPS
adalah organ Perusahaan Efek yang mempunyai wewenang yang
tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang mengenai perseroan terbatas
dan/atau anggaran dasar Perusahaan Efek.
8. Direksi adalah organ Perusahaan Efek yang berwenang dan
bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perusahaan Efek untuk
kepentingan Perusahaan Efek, sesuai dengan maksud dan tujuan
Perusahaan Efek serta mewakili Perusahaan Efek, baik di dalam
maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.
-3-
9. Dewan Komisaris adalah organ Perusahaan Efek yang bertugas
melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai
dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi.
10. Akuntan Publik adalah seseorang yang telah memperoleh izin untuk
memberikan jasa sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-
undangan mengenai akuntan publik dan terdaftar di Otoritas Jasa
Keuangan.
11. Kantor Akuntan Publik, yang selanjutnya disingkat KAP, adalah
badan usaha yang didirikan berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan dan mendapatkan izin usaha berdasarkan
Undang-Undang mengenai Akuntan Publik.
12. Rencana Bisnis adalah dokumen tertulis yang menggambarkan
rencana kegiatan usaha Perusahaan Efek dalam jangka waktu
1 (satu) tahun, termasuk rencana untuk meningkatkan kinerja
usaha, serta strategi untuk merealisasikan rencana tersebut sesuai
dengan target dan waktu yang ditetapkan, dengan tetap
memperhatikan pemenuhan ketentuan kehati-hatian dan penerapan
manajemen risiko.
13. Situs Web adalah kumpulan halaman web yang memuat informasi
atau data yang dapat diakses melalui suatu sistem jaringan internet.
14. Pemangku Kepentingan (stakeholders) adalah seluruh pihak yang
memiliki kepentingan secara langsung atau tidak langsung terhadap
kegiatan usaha Penjamin Emisi Efek dan Perantara Pedagang Efek.
15. Afiliasi adalah:
a. hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai
derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertikal;
b. hubungan antara Pihak dengan pegawai, direktur, atau
komisaris dari Pihak tersebut;
c. hubungan antara 2 (dua) perusahaan di mana terdapat satu
atau lebih anggota Direksi atau Dewan Komisaris yang sama;
d. hubungan antara perusahaan dan Pihak, baik langsung
maupun tidak langsung, mengendalikan atau dikendalikan oleh
perusahaan tersebut;
e. hubungan antara 2 (dua) perusahaan yang dikendalikan, baik
langsung maupun tidak langsung, oleh Pihak yang sama; atau
f. hubungan antara perusahaan dan pemegang saham utama.
-4-
16. Peringkat Komposit adalah peringkat akhir hasil penilaian sendiri
(self assessment).
17. Lembaga Jasa Keuangan adalah lembaga yang melaksanakan
kegiatan di sektor Perbankan, Pasar Modal, Perasuransian, Dana
Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan
Lainnya.
18. Komisaris Independen adalah anggota Dewan Komisaris yang
berasal dari luar Perusahaan Efek dan memenuhi persyaratan
sebagai Komisaris Independen sebagaimana dimaksud dalam
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 57/POJK.04/2017 tentang
Penerapan Tata Kelola Perusahaan Efek yang Melakukan Kegiatan
Usaha Sebagai Penjamin Emisi Efek dan Perantara Pedagang Efek.
II. TATA KELOLA PERUSAHAAN EFEK
1. Penerapan Tata Kelola Perusahaan Efek berdasarkan pada 5 (lima)
prinsip Tata Kelola sebagai berikut:
a. Keterbukaan (transparency) yaitu keterbukaan dalam proses
pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam pengungkapan
dan penyediaan informasi yang material dan relevan mengenai
kegiatan perusahaan.
b. Akuntabilitas (accountability) yaitu kejelasan fungsi, struktur,
sistem, dan pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga
pengelolaan perusahaan berjalan secara transparan, wajar,
efektif, dan efisien.
c. Pertanggungjawaban (responsibility)
yaitu
kesesuaian
(kepatuhan) pengelolaan perusahaan terhadap peraturan
perundang-undangan.
d.
Independensi (independency) yaitu suatu keadaan di mana
perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan
kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pihak manapun
yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
e. Kewajaran (fairness) yaitu keadilan dan kesetaraan dalam
memenuhi hak Pemangku Kepentingan yang timbul berdasarkan
perjanjian dan peraturan perundang-undangan.
2. Perusahaan Efek yang wajib memenuhi ketentuan Surat Edaran
Otoritas Jasa Keuangan ini adalah Perusahaan Efek yang melakukan
kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara
Pedagang Efek yang merupakan Anggota Bursa Efek.
-5-
III. LAPORAN PENERAPAN TATA KELOLA
Laporan penerapan Tata Kelola, paling sedikit meliputi:
a. transparansi;
b.
hasil penilaian sendiri (self assessment) atas penerapan Tata Kelola
yang terdiri atas penilaian kertas kerja dan Peringkat Komposit
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini; dan
c. rencana tindak (action plan) sebagaimana dimaksud dalam Lampiran
II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran
Otoritas Jasa Keuangan ini, bagi Perusahaan Efek yang memperoleh
Peringkat Komposit 4 atau 5.
IV. TRANSPARANSI
Transparansi sebagaimana dimaksud dalam angka III huruf a, paling
sedikit meliputi:
1. Pengungkapan bentuk penerapan Tata Kelola yaitu:
a. Komitmen pemegang saham dan RUPS, paling sedikit meliputi:
1) nomor dan tanggal surat persetujuan Otoritas Jasa
Keuangan terkait penilaian kemampuan dan kepatutan
pemegang saham;
2) tanggal pemanggilan dan tanggal pelaksanaan RUPS; dan
3) keputusan RUPS.
b. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi, paling sedikit
meliputi:
1) jumlah, nama,
jabatan, nomor dan tanggal surat
persetujuan Otoritas Jasa Keuangan terkait penilaian
kemampuan dan kepatutan anggota Direksi, tanggal
pengangkatan oleh RUPS, masa jabatan, kewarganegaraan,
domisili, izin wakil Perusahaan Efek yang dimiliki, riwayat
kerja dalam 5 (lima) tahun terakhir, pendidikan terakhir,
dan gelar profesi;
2) tugas dan tanggung jawab masing-masing anggota Direksi;
3) rangkap jabatan anggota Direksi (jika ada);
4) pendidikan dan/atau pelatihan yang telah diikuti terkait
dengan peningkatan pengetahuan dan pemahaman dalam
rangka membantu pelaksanaan tugas anggota Direksi;
-6-
5) kebijakan dan pelaksanaan rapat Direksi termasuk jumlah
rapat yang diselenggarakan dalam 1 (satu) tahun dan
kehadiran masing-masing anggota Direksi di setiap rapat;
6) pelaksanaan kegiatan yang merupakan rekomendasi dari
Dewan Komisaris dan/atau hasil pengawasan Otoritas Jasa
Keuangan; dan
7) tindak lanjut terhadap hal yang memerlukan perhatian
Direksi atas rekomendasi fungsi manajemen risiko dan
fungsi kepatuhan dan audit internal.
c. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris, paling
sedikit meliputi:
1) jumlah, nama,
jabatan, nomor dan tanggal surat
persetujuan Otoritas Jasa Keuangan terkait penilaian
kemampuan dan kepatutan anggota Dewan Komisaris,
tanggal pengangkatan oleh RUPS, masa jabatan,
kewarganegaraan, domisili, izin wakil Perusahaan Efek yang
dimiliki, riwayat kerja dalam 5 (lima) tahun terakhir,
pendidikan terakhir, dan gelar profesi;
2) tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris;
3) rangkap jabatan anggota Dewan Komisaris (jika ada);
4) pendidikan dan/atau pelatihan yang telah diikuti terkait
dengan peningkatan pengetahuan dan pemahaman dalam
rangka membantu pelaksanaan tugas anggota Dewan
Komisaris;
5) kebijakan dan pelaksanaan rapat Dewan Komisaris
termasuk jumlah rapat yang diselenggarakan dalam 1 (satu)
tahun dan kehadiran masing-masing anggota Dewan
Komisaris di setiap rapat;
6) rekomendasi yang diberikan Dewan Komisaris kepada
Direksi;
7) pelaksanaan tugas Komisaris Independen; dan
8) daftar
indikasi
pelanggaran ketentuan peraturan
perundang-undangan di Sektor Jasa Keuangan yang
dilaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan (jika ada).
-7-
d. Kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite (jika ada) yang
dibentuk oleh Direksi dan/atau Dewan Komisaris, paling sedikit
meliputi:
1) struktur, keanggotaan, keahlian, dan pernyataan
independensi anggota komite;
2) tugas dan tanggung jawab komite;
3) kebijakan dan pelaksanaan rapat komite termasuk jumlah
rapat yang diselenggarakan dalam 1 (satu) tahun dan
kehadiran masing-masing anggota komite di setiap rapat;
4) program kerja komite dan realisasinya; dan
5) piagam (charter) komite.
e. Remunerasi Direksi dan Dewan Komisaris, paling sedikit
meliputi:
1) Paket atau kebijakan remunerasi yang ditetapkan dalam
RUPS (jika ada), paling sedikit meliputi:
a.
gaji;
b. honorarium;
c.
insentif; dan/atau
d. tunjangan yang bersifat tetap dan/atau variabel.
2) Besarnya remunerasi Direksi dan Dewan Komisaris serta
hubungan antara remunerasi dengan kinerja Perusahaan
Efek dalam 1 (satu) tahun.
f.
Etika bisnis, paling sedikit meliputi:
1) uraian singkat pelaksanaan tugas unit kerja khusus atau
pejabat sebagai penanggung jawab penerapan program anti
pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme yang
di dalamnya mencakup prinsip mengenal nasabah
Perusahaan Efek;
2) pokok-pokok kode etik Perusahaan Efek yang berlaku bagi
seluruh anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan
karyawan atau pegawai, serta pendukung organ;
3) pelaksanaan sosialisasi kode etik dan upaya
penegakannya; dan
4) pokok-pokok pedoman yang mengikat setiap anggota
Direksi dan anggota Dewan Komisaris Perusahaan Efek.
-8-
g. Pengendalian Internal paling sedikit meliputi:
1) Fungsi manajemen risiko, paling sedikit meliputi:
a) unit kerja, anggota Direksi atau pejabat setingkat di
bawah Direksi yang menjalankan fungsi manajemen
risiko;
b) uraian singkat kebijakan manajemen risiko termasuk
strategi, kerangka, dan prosedur, serta penetapan limit
risiko (risk appetite) dan toleransi risiko (risk tolerance);
c) jenis risiko dan mitigasi risiko; dan
d) laporan hasil pelaksanaan tugas fungsi manajemen
risiko.
2) Fungsi kepatuhan dan audit internal, paling sedikit
meliputi:
a) Kepatuhan:
(1) unit kerja, anggota Direksi atau pejabat setingkat
di bawah Direksi yang menjalankan fungsi
kepatuhan;
(2) pokok-pokok pakta (charter) yang secara tertulis
mengikat unit kerja, anggota Direksi atau pejabat
setingkat di bawah Direksi yang menjalankan
fungsi kepatuhan dan fungsi-fungsi lain di
Perusahaan Efek; dan
(3) laporan hasil pelaksanaan tugas fungsi
kepatuhan.
b) Audit internal:
(1) ruang lingkup pekerjaan audit internal;
(2) struktur atau kedudukan satuan kerja fungsi
audit internal;
(3) pernyataan independensi fungsi audit internal;
(4) pokok-pokok piagam (charter) audit internal; dan
(5) laporan hasil pelaksanaan tugas fungsi audit
internal.
h. Kebijakan sistem pelaporan pelanggaran dan pengaduan
nasabah, memuat informasi paling sedikit:
1) pokok-pokok kebijakan pelaporan pelanggaran dan
pengaduan nasabah Perusahaan Efek;
-9-
2) uraian singkat pelaksanaan kebijakan sistem pelaporan
pelanggaran dan penanganan pengaduan nasabah oleh unit
kerja atau fungsi yang bertanggung jawab; dan
3)
i.
j.
hasil evaluasi Direksi dan Dewan Komisaris terhadap
kebijakan pelaporan pelanggaran dan pengaduan nasabah.
Alamat Situs Web.
Auditor eksternal, memuat informasi paling sedikit:
1)
efektivitas pelaksanaan tugas auditor eksternal, antara lain
mengenai komentar atau catatan auditor eksternal atas
penyediaan data yang diperlukan bagi auditor eksternal,
sehingga memungkinkan auditor eksternal memberikan
pendapatnya tentang kewajaran, ketaatan, dan kesesuaian
laporan keuangan Perusahaan Efek dengan standar audit
yang berlaku; dan
2) KAP dan Akuntan Publik yang melakukan audit laporan
keuangan Perusahaan Efek selama 5 (lima) tahun terakhir.
2. Kepemilikan saham anggota Direksi dan/atau anggota Dewan
Komisaris baik secara langsung maupun tidak langsung yang
meliputi jenis dan jumlah lembar saham pada:
a. Perusahaan Efek yang bersangkutan;
b. Perusahaan Efek lain; dan
c. Lembaga Jasa Keuangan selain Perusahaan Efek.
3. Hubungan keuangan dan/atau hubungan keluarga anggota Direksi
dan anggota Dewan Komisaris dengan anggota Direksi dan/atau
anggota Dewan Komisaris lain, dan/atau pemegang saham
Perusahaan Efek.
4. Jenis, jumlah, dan upaya penyelesaian penyimpangan internal terkait
keuangan yang dilakukan oleh anggota Direksi, anggota Dewan
Komisaris, dan pegawai (jika ada), paling sedikit meliputi:
a. penyimpangan internal yang telah diselesaikan;
b. penyimpangan internal yang sedang dalam proses penyelesaian
di internal perusahaan;
c. penyimpangan internal yang belum diupayakan
penyelesaiannya; dan
d. penyimpangan internal yang telah ditindaklanjuti melalui proses
hukum.
-10-
5. Jenis, jumlah, dan upaya penyelesaian permasalahan hukum baik
hukum perdata maupun hukum pidana dan telah diajukan melalui
proses hukum (jika ada), paling sedikit meliputi:
a. permasalahan hukum perdata dan/atau hukum pidana yang
dihadapi dan telah selesai (telah mempunyai kekuatan hukum
yang tetap); dan
b. permasalahan hukum perdata dan/atau hukum pidana yang
dihadapi dan masih dalam proses penyelesaian.
6. Benturan kepentingan dan/atau transaksi dengan pihak Afiliasi yang
terjadi paling sedikit mencakup nama dan jabatan pihak yang
memiliki benturan kepentingan dan/atau transaksi dengan pihak
Afiliasi, sifat hubungan Afiliasi, nama dan jabatan pengambil
keputusan, jenis transaksi, nilai transaksi, dan keterangan.
7. Pengungkapan hal penting lainnya, paling sedikit meliputi:
a. pengunduran diri atau pemberhentian anggota Direksi dan
anggota Dewan Komisaris; dan
b. fungsi perusahaan yang dialihdayakan kepada pihak lain
(outsourcing) (jika ada).
V. PENILAIAN SENDIRI (SELF ASSESSMENT) ATAS PENERAPAN TATA
KELOLA
1. Penilaian sendiri (self assessment) sebagaimana dimaksud dalam
angka III huruf b digunakan sebagai tolok ukur untuk menilai sejauh
mana Perusahaan Efek menerapkan Tata Kelola berdasarkan prinsip
Tata Kelola. Perusahaan Efek harus melakukan penilaian sendiri (self
assessment) secara terstruktur dan komprehensif terhadap
kecukupan pelaksanaan Tata Kelola, sehingga Perusahaan Efek
dapat segera mengambil langkah strategis untuk memperbaiki
kelemahan terkait dengan Tata Kelola di perusahaannya.
2. Perusahaan Efek melakukan penilaian sendiri (self assessment) atas
penerapan Tata Kelola setiap 1 (satu) tahun 1 (satu) kali untuk
periode bulan Januari sampai dengan bulan Desember.
3. Penilaian sendiri (self assessment) dilakukan terhadap bentuk-
bentuk penerapan Tata Kelola sebagaimana diatur dalam Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan mengenai penerapan Tata Kelola Perusahaan
Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek
dan Perantara Pedagang Efek serta peraturan perundang-undangan
mengenai Perusahaan Efek yang dikembangkan menjadi 12 (dua
-11-
belas) faktor penilaian Tata Kelola, sebagai berikut:
a. pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi;
b. pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris;
c. kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite (jika ada);
d. benturan kepentingan dan transaksi dengan pihak Afiliasi;
e. fungsi manajemen risiko;
f.
fungsi kepatuhan;
g. fungsi audit internal;
h. auditor eksternal;
i.
j.
k. etika bisnis; dan
l.
keterbukaan informasi;
Rencana Bisnis;
sistem pelaporan pelanggaran dan sistem pengaduan nasabah.
4. Penilaian sendiri (self assessment) dituangkan dalam kertas kerja
yang berisi sekumpulan pertanyaan untuk menilai kualitas
penerapan Tata Kelola.
5. Pertanyaan yang terdapat dalam kertas kerja sebagaimana dimaksud
dalam angka 4, diintegrasikan menjadi 3 (tiga) aspek penilaian Tata
Kelola, yaitu:
a. penilaian struktur Tata Kelola, yang bertujuan untuk melihat
kecukupan struktur dan infrastruktur Tata Kelola agar proses
pelaksanaan prinsip Tata Kelola menghasilkan keluaran yang
sesuai dengan harapan Pemangku Kepentingan Perusahaan
Efek. Yang termasuk dalam struktur Tata Kelola adalah Direksi,
Dewan Komisaris, satuan kerja, komite, dan fungsi pada
Perusahaan Efek. Adapun yang termasuk infrastruktur Tata
Kelola adalah kebijakan dan prosedur Perusahaan Efek dan
tugas pokok dan fungsi (tupoksi) masing-masing jabatan dalam
organisasi;
b. penilaian proses Tata Kelola bertujuan untuk menilai efektivitas
proses pelaksanaan prinsip Tata Kelola yang didukung oleh
kecukupan struktur dan infrastruktur Tata Kelola sehingga
menghasilkan keluaran yang sesuai dengan harapan Pemangku
Kepentingan Perusahaan Efek; dan
c.
penilaian keluaran Tata Kelola bertujuan untuk menilai kualitas
keluaran Tata Kelola yang memenuhi harapan Pemangku
Kepentingan Perusahaan Efek yang merupakan hasil proses
-12-
pelaksanaan prinsip Tata Kelola yang didukung oleh kecukupan
struktur dan infrastruktur Tata Kelola.
6.
Kriteria penilaian pada struktur Tata Kelola, proses Tata Kelola, dan
keluaran Tata Kelola, saling memiliki keterkaitan, sebagai contoh
terdapat permasalahan pada struktur Tata Kelola seperti tidak
terdapat anggota Direksi yang membawahi fungsi kepatuhan,
sehingga mengakibatkan timbulnya kelemahan pada proses Tata
Kelola dalam penerapan fungsi kepatuhan yaitu tidak terdapat
tindakan pencegahan terhadap kebijakan dan/atau keputusan
Direksi yang menyimpang dari ketentuan.
Selanjutnya kelemahan pada proses Tata Kelola tersebut akan
berdampak pada keluaran Tata Kelola berupa terjadinya pelanggaran
terhadap ketentuan. Perusahaan Efek harus memperhatikan apakah
pelanggaran tersebut terjadi secara berulang, materialitas, dan
signifikansi pelanggaran tersebut terhadap Perusahaan Efek baik
saat ini maupun di masa mendatang.
7. Perusahaan Efek harus mempersiapkan data dan informasi yang
dijadikan dasar untuk menyusun analisis kecukupan dan efektivitas
penerapan prinsip Tata Kelola dan didokumentasikan dengan baik.
Data dan informasi sebagaimana dimaksud mencakup seluruh
laporan dan dokumen yang diungkapkan dalam angka III dan
angka IV.
8. Penilaian sendiri (self assessment) Tata Kelola dilakukan dengan
menggunakan 2 (dua) tipe pertanyaan, yakni dikotomi (pertanyaan
dengan jawaban Ya atau Tidak) dan diskrit (pertanyaan dengan
jawaban berupa jenjang dari Sangat Baik sampai Tidak Baik).
Nilai untuk masing-masing jawaban adalah sebagai berikut:
Tipe Pertanyaan Dikotomi:
a. tanda centang (√) pada kolom Ya bernilai 1: apabila indikator
telah sepenuhnya diterapkan atau dipenuhi.
b. tanda centang (√) pada kolom Tidak bernilai 0: apabila indikator
sepenuhnya tidak diterapkan atau dipenuhi
Tipe Pertanyaan Diskrit:
a. tanda centang (√) pada kolom SB (Sangat Baik) bernilai 1:
apabila indikator telah sepenuhnya diterapkan atau dipenuhi.
-13-
b. tanda centang (√) pada kolom B (Baik) bernilai 0,75: apabila
indikator sebagian besar telah diterapkan atau dipenuhi.
c. tanda centang (√) pada kolom CB (Cukup Baik) bernilai 0,5:
apabila indikator sebagian telah diterapkan atau dipenuhi.
d. tanda centang (√) pada kolom KB (Kurang Baik) bernilai 0,25:
apabila indikator sebagian besar belum diterapkan atau
dipenuhi.
e. tanda centang (√) pada kolom TB (Tidak Baik) bernilai 0: apabila
indikator sepenuhnya tidak diterapkan atau dipenuhi.
9. Kolom keterangan pada kertas kerja harus diisi dengan alasan, dasar
penerapan, atau informasi tambahan lain yang harus diungkapkan
untuk mendukung jawaban pada indikator faktor penilaian.
10. Untuk mendapatkan nilai dari masing-masing faktor, Perusahaan
Efek menggunakan rumus sebagai berikut:
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐹𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 =
∑ 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑘𝑎𝑡𝑜𝑟
𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑘𝑎𝑡𝑜𝑟
Keterangan:
Nilai Faktor
× 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 × 100
: Hasil pembagian dari jumlah nilai indikator
terhadap jumlah indikator dan dikalikan dengan
bobot setiap faktor yang telah ditentukan pada
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
Nilai Indikator : Jumlah indikator yang dipenuhi oleh Perusahaan
Efek dalam setiap faktor penilaian.
Total
Indikator
Bobot faktor
: Jumlah seluruh indikator dalam setiap faktor
penilaian.
: Nilai bobot pada setiap faktor penilaian yang
ditetapkan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan ini.
Sebagai contoh:
Menghitung nilai faktor dari pelaksanaan tugas dan tanggung jawab
Direksi (Struktur: 9, Proses: 16, dan Keluaran: 5)
Perusahaan Efek A menjawab sebagai berikut:
a. Struktur:
Dari 9 indikator, Perusahaan Efek memberikan jawaban YA di 7
indikator, dan jawaban TIDAK di 2 indikator.
-14-
b. Proses:
Dari 16 indikator, Perusahaan Efek memberikan jawaban
SANGAT BAIK di 8 indikator, CUKUP BAIK di 2 indikator, dan
jawaban YA di 6 indikator.
c. Keluaran:
Dari 5 indikator, Perusahaan Efek memberikan jawaban
SANGAT BAIK di 3 indikator, dan jawaban KURANG BAIK di 2
indikator.
Maka perhitungannya adalah sebagai berikut:
Nilai Faktor =
= 17
Dengan demikian, nilai faktor Tata Kelola dari pelaksanaan tugas dan
tanggung jawab Direksi adalah sebesar 17,00.
11. Bobot setiap faktor ditetapkan sebagaimana tabel berikut:
Faktor
No.
1. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi
2. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan
Komisaris
3. Kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite
4. Benturan kepentingan dan transaksi dengan
pihak Afiliasi
5. Fungsi manajemen risiko
6. Fungsi kepatuhan
7. Fungsi audit internal
8. Auditor eksternal
9. Keterbukaan informasi
10. Rencana bisnis
11. Etika bisnis
12. Sistem pelaporan pelanggaran dan sistem
pengaduan nasabah
Total
Bobot (%)
20
20
2,5
10
7,5
7,5
7,5
2,5
5
7,5
5
5
100
12. Setelah menentukan nilai setiap faktor penilaian Tata Kelola,
Perusahaan Efek menjumlahkan seluruh nilai sehingga mendapatkan
nilai akhir, sebagaimana dijelaskan dalam tabel di bawah:
∑{[(1x7)+(0x2)]+[(1x8)+(0,5x2)+(1x6)]+[(1x3)+(0,25x2)]}
30
x 20% x 100
-15-
Nilai
90 – 100
Peringkat
Komposit
Definisi
Peringkat 1 Tata kelola diimplementasikan dengan
sangat baik di mana seluruh atau
hampir seluruh indikator Tata Kelola
telah dipenuhi.
77 – 89
Peringkat 2 Tata kelola diimplementasikan dengan
baik di mana sebagian besar indikator
Tata Kelola telah dipenuhi.
64 – 76
Peringkat 3 Tata kelola diimplementasikan dengan
cukup baik di mana sebagian indikator
Tata Kelola telah dipenuhi.
51 – 63
Peringkat 4 Tata kelola diimplementasikan dengan
kurang baik di mana sebagian besar
indikator Tata Kelola tidak dipenuhi.
≤ 50
Peringkat 5 Tata kelola diimplementasikan dengan
tidak baik di mana hampir seluruh
indikator Tata Kelola tidak dipenuhi.
13. Dalam hal hasil penilaian sendiri (self assessment) penerapan Tata
Kelola diperoleh Peringkat Komposit faktor Tata Kelola adalah 4 atau
5, maka Perusahaan Efek harus menyusun dan menyampaikan
rencana tindak (action plan) yang memuat langkah perbaikan secara
komprehensif dan sistematis beserta target waktu pelaksanaannya
kepada Otoritas Jasa Keuangan.
14. Otoritas Jasa Keuangan melakukan evaluasi atas hasil penilaian
sendiri (self assessment) yang dilakukan oleh Perusahaan Efek.
Apabila terdapat perbedaan antara Peringkat Komposit hasil
penilaian sendiri (self assessment) dengan hasil penilaian atau
evaluasi yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan, maka
Perusahaan Efek harus melakukan revisi terhadap hasil penilaian
sendiri (self assessment) penerapan Tata Kelola.
15. Apabila hasil penilaian peringkat faktor Tata Kelola oleh Otoritas Jasa
Keuangan memperoleh Peringkat Komposit 4 atau 5, maka Otoritas
Jasa Keuangan dapat meminta Perusahaan Efek untuk
menyampaikan rencana tindak (action plan) yang memuat langkah
-16-
perbaikan secara komprehensif dan sistematis beserta target waktu
pelaksanaannya.
VI. RENCANA TINDAK (ACTION PLAN)
1. Rencana tindak (action plan) sebagaimana dimaksud dalam angka III
huruf c, disusun dalam rangka meningkatkan atau
menyempurnakan penerapan Tata Kelola sebagai tindak lanjut atas
hasil penilaian sendiri (self assessment). Rencana tindak (action plan)
dimaksud meliputi tindakan korektif (corrective action) yang
diperlukan, target atau waktu penyelesaian, dan kendala atau
hambatan penyelesaiannya apabila masih terdapat kekurangan
dalam penerapan Tata Kelola.
2. Perusahaan Efek harus menyampaikan laporan pelaksanaan rencana
tindak (action plan), paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah
target waktu penyelesaian rencana tindak (action plan).
3. Otoritas Jasa Keuangan dapat melakukan evaluasi terhadap rencana
tindak (action plan) yang telah disampaikan oleh Perusahaan Efek
sebagaimana dimaksud dalam angka 1. Dalam hal diperlukan,
Otoritas Jasa Keuangan dapat meminta Perusahaan Efek untuk
melakukan penyesuaian rencana tindak (action plan) dan
menyampaikan kembali penyesuaian rencana tindak (action plan)
tersebut kepada Otoritas Jasa Keuangan untuk dievaluasi.
VII. TATA CARA PENYAMPAIAN LAPORAN PENERAPAN TATA KELOLA
1. Perusahaan Efek menyampaikan laporan penerapan Tata Kelola yang
telah ditandatangani oleh Direktur Utama dan Komisaris Utama,
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. surat pengantar penyampaian laporan penerapan Tata Kelola
yang ditandatangani oleh Direktur Utama disampaikan dalam
bentuk dokumen cetak (hardcopy); dan
b.
isi laporan penerapan Tata Kelola disampaikan dalam bentuk
dokumen cetak (hardcopy) dan dokumen elektronik (softcopy).
2. Laporan penerapan Tata Kelola sebagaimana dimaksud dalam
angka 1 disampaikan secara lengkap kepada:
Otoritas Jasa Keuangan
u.p. Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A
-17-
VIII. PENUTUP
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 6 Desember 2017
KEPALA EKSEKUTIF
PENGAWAS PASAR MODAL,
ttd
HOESEN
Salinan ini sesuai dengan aslinya
Deputi Direktur Hukum 1 selaku
Plh. Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Wiwit Puspasari
-1-
LAMPIRAN I
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 55 /SEOJK.04/2017
TENTANG
LAPORAN PENERAPAN TATA KELOLA PERUSAHAAN EFEK YANG
MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SEBAGAI PENJAMIN EMISI EFEK DAN
PERANTARA PEDAGANG EFEK
- 2 -
KERTAS KERJA PENILAIAN SENDIRI (SELF ASSESSMENT) LAPORAN PENERAPAN TATA KELOLA PERUSAHAAN EFEK YANG
MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SEBAGAI PENJAMIN EMISI EFEK DAN PERANTARA PEDAGANG EFEK
No.
I.
Kriteria/Indikator
Pelaksanaan Tugas dan Tanggung Jawab Direksi
A. Struktur Tata Kelola
1. Jumlah anggota Direksi paling sedikit 2
(dua) orang.
2.
Seluruh anggota Direksi telah memiliki izin
perseorangan sebagai Wakil Penjamin Emisi
Efek dan/atau Wakil Perantara Pedagang
Efek.
3.
Seluruh anggota Direksi memenuhi
persyaratan integritas, reputasi keuangan,
serta kompetensi dan keahlian di bidang
Pasar Modal (telah lulus Penilaian
kemampuan dan kepatutan atau fit and
proper test)
4.
Seluruh anggota Direksi diangkat melalui
RUPS termasuk perpanjangan masa jabatan
Direksi.
a
Ya
b
Penilaian
c
d
e
Tidak
Keterangan
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
- 3 -
No.
Kriteria/Indikator
5.
Penentuan jumlah dan komposisi Direksi
memperhatikan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan, kondisi
Perusahaan
Efek,
keberagaman
pengetahuan, pengalaman dan/atau
keahlian yang dibutuhkan, dan efektivitas
dalam pengambilan keputusan.
6.
7.
Seluruh anggota Direksi berdomisili di
Indonesia.
Anggota Direksi baik secara sendiri-sendiri
atau bersama-sama tidak memiliki saham
melebihi 20% (dua puluh persen) dari modal
disetor pada Perusahaan Efek lain.
8.
Mayoritas anggota Direksi tidak saling
memiliki hubungan keuangan dan/atau
hubungan keluarga sampai dengan derajat
kedua dengan sesama anggota Direksi,
dan/atau dengan anggota Dewan Komisaris
dan/atau pemegang saham Perusahaan
Ya
Tidak
Penilaian
Keterangan
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
- 4 -
No.
Kriteria/Indikator
Efek.
9.
Perusahaan Efek memiliki pedoman yang
mengikat seluruh anggota Direksi.
B. Proses Tata Kelola
10. Anggota
Direksi
mampu
mengimplementasikan kompetensi yang
dimiliki dalam pelaksanaan tugas dan
tanggung jawabnya.
11. Direksi melaksanakan pengurusan dengan
itikad baik, kehati-hatian dan penuh
tanggung jawab sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan, anggaran
dasar, dan pedoman Direksi serta bertindak
secara independen untuk kepentingan
Perusahaan Efek.
12. Anggota Direksi tidak memberikan kuasa
umum kepada pihak lain yang
mengakibatkan pengalihan tugas dan fungsi
day to day Direksi.
SB
B
CB
KB
TB
Ya
a
b
c
d
Tidak
e
Penilaian
Keterangan
SB
B
CB
KB
TB
Ya
Tidak
- 5 -
No.
Kriteria/Indikator
13. Direksi memastikan Tata Kelola diterapkan
secara efektif pada Perusahaan Efek.
14. Direksi membentuk komite dan/atau unit
pendukung Direksi dalam rangka
mendukung efektivitas pelaksanaan tugas
dan memastikan komite dan/atau unit
pendukung tersebut menjalankan tugasnya
secara efektif.
15. Direksi menindaklanjuti hasil pengawasan
Dewan Komisaris dan hasil pengawasan
Otoritas Jasa Keuangan.
16. Direksi menyediakan data dan informasi
yang akurat, relevan, dan tepat waktu
kepada Dewan Komisaris.
17. Direksi menetapkan kebijakan dan
keputusan strategis melalui mekanisme
rapat Direksi.
18. Direksi mengadakan rapat paling sedikit 1
(satu) kali setiap 2 (dua) bulan.
SB
B
Penilaian
CB
KB
TB
Keterangan
SB
B
CB
KB
TB
SB
B
CB
KB
TB
SB
B
CB
KB
TB
SB
Ya
B
CB
KB
TB
Tidak
- 6 -
No.
Kriteria/Indikator
19. Anggota Direksi menghadiri paling sedikit
75% (tujuh puluh lima persen) dari jumlah
keseluruhan rapat Direksi dalam setahun,
baik hadir secara fisik maupun melalui
telekonferensi.
20. Pengambilan keputusan rapat Direksi
dilakukan berdasarkan musyawarah
mufakat, dalam hal tidak tercapai
musyawarah mufakat pengambilan
keputusan dilakukan berdasarkan suara
terbanyak, atau sesuai ketentuan yang
berlaku.
21. Setiap keputusan rapat yang diambil Direksi
dapat diimplementasikan dan sesuai dengan
kebijakan, pedoman, serta tata tertib kerja
yang berlaku.
22. Anggota Direksi mengikuti program
pendidikan berkelanjutan paling sedikit 1
(satu) kali dalam 2 (dua) tahun terakhir.
Penilaian
Keterangan
Ya
Tidak
SB
B
CB
KB
TB
SB
B
CB
KB
TB
Ya
Tidak
- 7 -
No.
Kriteria/Indikator
23. Anggota Direksi tidak menyalahgunakan
wewenangnya untuk kepentingan pribadi,
keluarga, dan/atau pihak lain.
24. Anggota Direksi tidak mengambil dan/atau
menerima keuntungan pribadi dari kegiatan
Perusahaan Efek baik secara langsung
maupun tidak langsung selain penghasilan
yang sah dan fasilitas lainnya yang
ditetapkan RUPS.
25. Remunerasi Direksi memperhatikan:
a.
remunerasi yang berlaku pada
industri dan skala usaha Perusahaan
Efek.
b.
tugas, tanggung jawab, dan wewenang
anggota Direksi dikaitkan dengan
pencapaian tujuan dan kinerja
Perusahaan Efek baik dalam jangka
pendek ataupun dalam jangka
panjang.
Ya
Penilaian
Tidak
Keterangan
Ya
Tidak
SB
B
CB
KB
TB
- 8 -
No.
Kriteria/Indikator
c.
target kinerja atau kinerja masing-
masing anggota Direksi.
d. keseimbangan tunjangan antara yang
bersifat tetap dan bersifat variabel.
C. Keluaran Tata Kelola
26. Direksi
a
mempertanggungjawabkan
pelaksanaan tugasnya kepada pemegang
saham melalui RUPS.
27. Hasil rapat Direksi dituangkan dalam
risalah rapat dan didokumentasikan dengan
baik termasuk pengungkapan secara jelas
dissenting opinions yang terjadi dalam rapat
Direksi.
28. Hasil rapat Direksi dibagikan kepada
seluruh anggota Direksi.
29. Peningkatan pengetahuan, keahlian, dan
kemampuan anggota Direksi dalam
pengelolaan Perusahaan Efek yang
ditunjukkan antara lain melalui
SB
B
CB
KB
TB
b
c
d
e
Penilaian
Keterangan
SB
B
CB
KB
TB
SB
B
CB
KB
TB
SB
B
CB
KB
TB
- 9 -
No.
Kriteria/Indikator
peningkatan kinerja Perusahaan Efek,
penyelesaian permasalahan yang dihadapi
Perusahaan Efek, dan/atau pencapaian
hasil sesuai ekspektasi
Kepentingan.
Pemangku
30. Dalam laporan penerapan Tata Kelola,
seluruh
anggota Direksi
mengungkapkan paling sedikit:
a. uraian tugas dan tanggung jawab
anggota Direksi.
b. kepemilikan saham pada Perusahaan
Efek yang bersangkutan, Perusahaan
Efek lain, dan Lembaga Jasa
Keuangan selain Perusahaan Efek.
c. hubungan keuangan dan hubungan
keluarga dengan anggota Dewan
Komisaris, anggota Direksi lainnya
dan/atau Pemegang Saham
Pengendali Perusahaan Efek.
telah
SB
B
CB
KB
TB
Penilaian
Keterangan
- 10 -
No.
Kriteria/Indikator
d.
total remunerasi dan fasilitas lain
yang ditetapkan oleh RUPS.
Hasil Penilaian
II.
Pelaksanaan Tugas dan Tanggung Jawab Dewan
Komisaris
A. Struktur Tata Kelola
1. Seluruh anggota Dewan Komisaris
memenuhi persayaratan integritas, reputasi
keuangan, serta kompetensi dan keahlian di
bidang Pasar Modal (telah lulus Penilaian
kemampuan dan kepatutan/fit and proper
test).
2.
Seluruh anggota Dewan Komisaris diangkat
melalui RUPS termasuk perpanjangan masa
jabatan Dewan Komisaris.
3. Jumlah anggota Dewan Komisaris
Perusahaan Efek paling sedikit 1 (satu)
orang.
4.
Penentuan jumlah dan komposisi Dewan
Penilaian
Keterangan
a x 1 b x 0,75 c x 0,5 d x 0,25 e x 0
a
b
c
d
e
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
- 11 -
No.
Kriteria/Indikator
Komisaris memperhatikan ketentuan
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai
perizinan Perusahaan Efek yang melakukan
kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek
dan Perantara Pedagang Efek, kondisi
Perusahaan
Efek,
keberagaman
pengetahuan, pengalaman dan/atau
keahlian yang dibutuhkan, efektivitas dalam
pengawasan, dan pemberian nasihat kepada
Direksi.
5. Jumlah anggota Dewan Komisaris
Perusahaan Efek tidak melebihi jumlah
anggota Direksi.
6.
7.
Memiliki Komisaris Independen.
Mayoritas anggota Dewan Komisaris tidak
saling memiliki hubungan keuangan
dan/atau hubungan keluarga sampai
dengan derajat kedua dengan sesama
anggota Dewan Komisaris, dan/atau dengan
Ya
Ya
Tidak
Tidak
Penilaian
Keterangan
Ya
Tidak
- 12 -
No.
Kriteria/Indikator
anggota Direksi dan/atau pemegang saham
Perusahaan Efek.
8.
Perusahaan Efek memiliki pedoman yang
mengikat seluruh anggota Dewan Komisaris.
B. Proses Tata Kelola
9.
Anggota
Dewan
Komisaris mampu
mengimplementasikan kompetensi yang
dimilikinya dalam pelaksanaan tugas dan
tanggung jawabnya.
10. Dewan Komisaris memperoleh data dan
informasi yang lengkap, akurat, terkini, dan
tepat waktu dari Direksi.
Komisaris
11. Dewan
melaksanakan
pengawasan terhadap pelaksanaan tugas
dan tanggung jawab Direksi secara berkala
maupun sewaktu-waktu dan dilakukan
secara independen.
12. Dewan Komisaris memberikan nasihat
kepada Direksi dan dilakukan secara
SB
B
CB
KB
TB
SB
B
CB
KB
TB
Ya
a
b
c
d
Tidak
e
Penilaian
Keterangan
SB
B
CB
KB
TB
SB
B
CB
KB
TB
- 13 -
No.
Kriteria/Indikator
independen.
13. Dewan Komisaris memastikan bahwa
Direksi telah menindaklanjuti hasil
pengawasan Dewan Komisaris dan hasil
pengawasan Otoritas Jasa Keuangan.
14. Dalam hal Dewan Komisaris ikut mengambil
keputusan mengenai hal-hal yang
ditetapkan dalam anggaran dasar dan/atau
ketentuan peraturan perundang-undangan,
pengambilan keputusan dimaksud
dilakukan dalam fungsinya sebagai
pengawas dan pemberi nasihat kepada
Direksi.
Sebagai contoh: Dewan Komisaris tidak
terlibat dalam pengambilan keputusan
kegiatan operasional Perusahaan Efek,
kecuali dalam hal penyediaan dana kepada
pihak terkait dan hal-hal lain yang
ditetapkan dalam anggaran dasar
SB
B
CB
KB
TB
Penilaian
Keterangan
SB
B
CB
KB
TB
- 14 -
No.
Kriteria/Indikator
Perusahaan Efek dan/atau peraturan
perundangan yang berlaku dalam rangka
melaksanakan fungsi pengawasan.
15. Dalam rangka melakukan tugas
pengawasan, Dewan Komisaris telah
mengarahkan,
memantau,
dan
mengevaluasi pelaksanaan kebijakan
strategis Perusahaan Efek.
16. Dewan Komisaris membentuk komite untuk
membantu tugas Dewan Komisaris dan
memastikan komite tersebut menjalankan
tugasnya secara efektif.
17. Dalam melaksanakan fungsi audit, Dewan
Komisaris melalui Komisaris Independen
melakukan penelaahan atas:
a.
SB
B
CB
KB
TB
Penilaian
Keterangan
SB
B
CB
KB
TB
SB
informasi keuangan yang akan
dikeluarkan Perusahaan Efek kepada
publik dan/atau pihak otoritas.
b. independensi,
ruang lingkup
B
CB
KB
TB
- 15 -
No.
Kriteria/Indikator
penugasan, dan biaya sebagai dasar
pada penunjukan Akuntan Publik.
c. rencana dan pelaksanaan audit oleh
Akuntan Publik.
d. pelaksanaan fungsi manajemen risiko
dan fungsi kepatuhan dan audit
internal Perusahaan Efek.
18. Dewan Komisaris melakukan pengawasan
atas terselenggaranya penerapan Tata
Kelola.
19. Dewan Komisaris melaksanakan rapat
Dewan Komisaris dengan mengundang
Direksi dalam hal terdapat temuan indikasi
pelanggaran peraturan perundang-
undangan di sektor jasa keuangan.
20. Dewan Komisaris mengadakan rapat paling
kurang 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan.
21. Anggota Dewan Komisaris menghadiri paling
sedikit 75% (tujuh puluh lima persen) dari
SB
B
CB
KB
TB
Penilaian
Keterangan
SB
B
CB
KB
TB
Ya
Tidak
Ya
Tidak
- 16 -
No.
Kriteria/Indikator
jumlah keseluruhan rapat Dewan Komisaris
dalam setahun, baik hadir secara fisik
maupun melalui telekonferensi.
22. Pengambilan keputusan rapat Dewan
Komisaris
dilakukan
berdasarkan
musyawarah mufakat, dalam hal tidak
tercapai musyawarah mufakat pengambilan
keputusan dilakukan berdasarkan suara
terbanyak, atau sesuai dengan ketentuan.
23. Setiap keputusan rapat yang diambil Dewan
Komisaris dapat diimplementasikan dan
sesuai dengan kebijakan, pedoman, serta
tata tertib kerja yang berlaku.
24. Anggota Dewan Komisaris mengikuti
program pendidikan berkelanjutan paling
sedikit 1 (satu) kali dalam 2 (dua) tahun
terakhir.
25. Anggota Dewan Komisaris tidak
menyalahgunakan wewenangnya untuk
SB
B
CB
KB
TB
Penilaian
Keterangan
SB
B
CB
KB
TB
Ya
Tidak
Ya
Tidak
- 17 -
No.
Kriteria/Indikator
kepentingan pribadi, keluarga, dan/atau
pihak lain.
26. Anggota Dewan Komisaris tidak mengambil
dan/atau menerima keuntungan pribadi
dari kegiatan Perusahaan Efek baik secara
langsung maupun tidak langsung selain
penghasilan yang sah dan fasilitas lainnya
yang ditetapkan RUPS.
27. Remunerasi
memperhatikan:
a.
Dewan
Komisaris
SB
remunerasi yang berlaku pada
industri dan skala usaha Perusahaan
Efek;
b.
tugas, tanggung jawab, dan wewenang
anggota Dewan Komisaris dikaitkan
dengan pencapaian tujuan dan kinerja
Perusahaan Efek baik dalam jangka
pendek ataupun dalam jangka
panjang;
B
CB
KB
TB
Penilaian
Keterangan
Ya
Tidak
- 18 -
No.
Kriteria/Indikator
c.
target kinerja atau kinerja masing-
masing anggota Dewan Komisaris; dan
d. keseimbangan tunjangan antara yang
bersifat tetap dan bersifat variabel.
28. Dewan Komisaris menyediakan waktu yang
cukup untuk melaksanakan tugas dan
tanggung jawabnya secara optimal.
C. Keluaran Tata Kelola
29. Dewan Komisaris mempertanggungjawabkan
pelaksanaan tugasnya kepada pemegang
saham melalui RUPS.
30. Hasil rapat Dewan Komisaris dituangkan
dalam risalah rapat dan didokumentasikan
dengan baik termasuk pengungkapan
secara jelas dissenting opinions yang terjadi
dalam rapat Dewan Komisaris.
31. Hasil rapat Dewan Komisaris dibagikan
kepada seluruh anggota Dewan Komisaris.
32. Peningkatan pengetahuan, keahlian, dan
SB
a
SB
B
b
B
CB
c
CB
KB
d
KB
TB
e
TB
Penilaian
Keterangan
SB
B
CB
KB
TB
SB
SB
B
B
CB
CB
KB
KB
TB
TB
- 19 -
No.
Kriteria/Indikator
kemampuan anggota Dewan Komisaris
dalam pengelolaan Perusahaan Efek yang
ditunjukkan antara lain melalui peningkatan
kinerja Perusahaan Efek, penyelesaian
permasalahan yang dihadapi Perusahaan
Efek, dan/atau pencapaian hasil sesuai
ekspektasi Pemangku Kepentingan.
33. Dalam laporan penerapan Tata Kelola,
anggota
Dewan
Komisaris
mengungkapkan paling sedikit:
a. uraian tugas dan tanggung jawab
Dewan Komisaris;
b. kepemilikan saham pada Perusahaan
Efek yang bersangkutan, Perusahaan
Efek lain, dan Lembaga Jasa Keuangan
selain Perusahaan Efek;
c. hubungan keuangan dan hubungan
keluarga dengan anggota Dewan
Komisaris lainnya, anggota Direksi,
telah
SB
B
CB
KB
TB
Penilaian
Keterangan
- 20 -
No.
Kriteria/Indikator
dan/atau
d.
pemegang
Perusahaan Efek; dan
total remunerasi dan fasilitas lain yang
ditetapkan oleh RUPS.
Hasil Penilaian
III. Kelengkapan dan Pelaksanaan Tugas Komite (Jika
Ada)
A. Struktur Tata Kelola
1.
saham
Penilaian
Keterangan
a x 1 b x 0,75 c x 0,5 d x 0,25
e x 0
a
Perusahaan Efek memiliki komite untuk
menunjang pelaksanaan tugas Direksi
dan/atau Dewan Komisaris.
2.
3.
4.
Struktur komite terdiri dari 1 (satu) orang
ketua dan 2 (dua) anggota.
Setiap anggota komite memiliki keahlian
dalam pelaksanaan tugas.
Komite memiliki piagam (charter) yang
digunakan sebagai acuan dalam melakukan
tugas dan tanggung jawabnya.
5.
Seluruh anggota komite memiliki integritas,
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
b
c
d
e
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
- 21 -
No.
Kriteria/Indikator
akhlak dan moral yang baik.
6.
Anggota komite yang merupakan pihak
independen tidak memiliki hubungan
keuangan,
kepengurusan,
Direksi
kepemilikan
saham dan/atau hubungan keluarga dengan
Dewan Komisaris,
dan/atau
Pemegang Saham Pengendali atau hubungan
dengan Perusahaan Efek, yang dapat
mempengaruhi kemampuannya untuk
bertindak independen.
7.
Anggota komite yang merupakan pihak
independen yang berasal dari anggota
Direksi,
Ya
Tidak
Penilaian
Keterangan
anggota Dewan Komisioner,
dan/atau pegawai Perusahaan Efek yang
bersangkutan telah menjalani masa tunggu
(cooling off) paling sedikit selama 6 (enam)
bulan.
8. Tidak ada intervensi pemegang saham dalam
menentukan komposisi komite.
Ya
Tidak
Ya
Tidak
- 22 -
No.
Kriteria/Indikator
B. Proses Tata Kelola
9.
a
Rapat komite diselenggarakan sesuai dengan
tata cara yang tercantum dalam piagam
(charter) komite. Rapat dimaksud dihadiri
oleh mayoritas anggota komite.
10. Pengambilan keputusan rapat komite
dilakukan
berdasarkan
mufakat, dalam hal
musyawarah
mufakat
tidak
musyawarah
tercapai
pengambilan
keputusan dilakukan berdasarkan suara
terbanyak, atau sesuai ketentuan yang
berlaku.
11. Hasil rapat komite merupakan rekomendasi
yang dapat dimanfaatkan secara optimal
oleh Direksi atau Dewan Komisaris.
C. Keluaran Tata Kelola
12. Hasil rapat komite dituangkan dalam risalah
rapat dan didokumentasikan dengan baik
termasuk pengungkapan secara jelas
SB
B
CB
KB
TB
SB
B
CB
KB
TB
SB
b
B
Penilaian
c
CB
d
KB
e
TB
Keterangan
SB
B
CB
KB
TB
- 23 -
No.
Kriteria/Indikator
dissenting opinions yang terjadi dalam rapat
komite.
13. Setiap
komite
telah
memberikan
rekomendasi kepada Direksi atau Dewan
Komisaris terkait tugas dan tanggung
jawabnya.
14. Setiap komite mengungkapkan dalam
laporan penerapan Tata Kelola, paling
sedikit:
a. uraian tugas dan tanggung jawab;
b.
pengungkapan independensi; dan
c.
pengungkapan kebijakan frekuensi
rapat dan tingkat kehadiran anggota
komite dalam rapat tersebut.
Hasil Penilaian
IV. Benturan Kepentingan dan Transaksi dengan Pihak
Afiliasi
A. Struktur Tata Kelola
1.
Perusahaan Efek memiliki kebijakan, sistem,
SB
B
CB
KB
TB
Penilaian
Keterangan
SB
B
CB
KB
TB
a x 1 b x 0,75 c x 0,5 d x 0,25
e x 0
a
Ya
b
c
d
e
Tidak
- 24 -
No.
Kriteria/Indikator
dan/atau prosedur mengenai benturan
kepentingan yang mengikat setiap anggota
Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan
pegawai Perusahaan Efek sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
2.
Perusahaan Efek memiliki kebijakan, sistem,
dan/atau prosedur mengenai transaksi
dengan pihak Afiliasi (pribadi Pemegang
Saham, anggota Direksi, anggota Dewan
Komisaris, karyawan/pegawai, dan/atau
pihak terkait dengan Perusahaan Efek)
sesuai
dengan
3.
ketentuan
perundang-undangan.
Perusahaan Efek memiliki kebijakan, sistem,
dan/atau prosedur mengenai administrasi,
dokumentasi, dan pengungkapan benturan
kepentingan.
4.
Perusahaan Efek memiliki kebijakan, sistem,
dan/atau prosedur mengenai administrasi,
Ya
Tidak
Penilaian
Keterangan
Ya
Tidak
peraturan
Ya
Tidak
- 25 -
No.
Kriteria/Indikator
dokumentasi, dan pengungkapan transaksi
dengan pihak Afiliasi.
B. Proses Tata Kelola
5. Dalam hal terjadi benturan kepentingan,
anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris,
dan pegawai bertindak sesuai dengan
kebijakan, sistem dan/atau prosedur yang
dimiliki.
6.
Kegiatan operasional Perusahaan Efek bebas
dari intervensi pemegang saham/pihak
terkait lainnya yang dapat menimbulkan
benturan kepentingan yang merugikan atau
mengurangi keuntungan Perusahaan Efek.
7.
Direksi melakukan tindak lanjut terkait
pelanggaran
kebijakan
benturan
SB
kepentingan dan/atau kebijakan transaksi
dengan pihak Afiliasi.
8.
Direksi melakukan evaluasi dan pengkinian
kebijakan benturan kepentingan dan
SB
B
CB
KB
TB
B
CB
KB
TB
a
b
c
d
e
Penilaian
Keterangan
SB
B
CB
KB
TB
SB
B
CB
KB
TB
- 26 -
No.
Kriteria/Indikator
kebijakan transaksi dengan pihak Afiliasi.
9. Dewan Komisaris melakukan pengawasan
atas efektivitas pelaksanaan kebijakan
benturan kepentingan dan kebijakan
transaksi dengan pihak Afiliasi secara
berkala.
10. Dewan Komisaris memberikan rekomendasi
perbaikan dalam meningkatkan efektivitas
pelaksanaan
kebijakan
benturan
kepentingan dan kebijakan transaksi dengan
pihak Afiliasi.
C. Keluaran Tata Kelola
11. Hasil penanganan benturan kepentingan
diungkapkan dan terdokumentasi dengan
baik.
12. Hasil penanganan transaksi dengan pihak
Afiliasi diungkapkan dan terdokumentasi
dengan baik.
13. Tidak terdapat pelanggaran atas kebijakan
a
SB
b
B
c
CB
d
KB
e
TB
Penilaian
Keterangan
SB
B
CB
KB
TB
SB
B
CB
KB
TB
SB
Ya
B
CB
KB
TB
Tidak
- 27 -
No.
Kriteria/Indikator
benturan kepentingan.
14. Tidak terdapat pelanggaran atas kebijakan
transaksi dengan pihak Afiliasi.
Hasil Penilaian
V.
Fungsi Manajemen Risiko
A. Struktur Tata Kelola
1.
Perusahaan Efek
memiliki
kebijakan
manajemen risiko termasuk strategi,
kerangka, dan prosedur manajemen risiko
yang mencakup identifikasi, diversifikasi,
pengukuran, pemantauan, pengendalian,
risk appetite, risk tolerance, dan mitigasi
risiko.
2.
Memiliki struktur organisasi yang memadai
untuk mendukung fungsi manajemen risiko.
3. Terdapat sumber daya yang berkualitas pada
satuan kerja manajemen risiko untuk
menyelesaikan tugas secara efektif.
melaksanakan
4.
Pegawai
yang
Ya
Tidak
a x 1 b x 0,75 c x 0,5 d x 0,25 e x 0
a
b
c
d
e
Penilaian
Keterangan
Ya
Tidak
SB
SB
fungsi
Ya
B
B
CB
CB
KB
KB
TB
TB
Tidak
- 28 -
No.
Kriteria/Indikator
5.
manajemen risiko tidak merangkap untuk
melaksanakan fungsi lainnya kecuali diatur
dalam peraturan perundang-undangan.
melaksanakan
Pegawai
yang
Penilaian
Keterangan
fungsi
manajemen risiko memiliki izin Wakil
Perantara Pedagang Efek dan melaksanakan
tugas dan tanggung jawabnya secara
independen.
B. Proses Tata Kelola
Pelaksanaan fungsi manajemen risiko paling
sedikit mencakup:
6. membantu Direksi
dan/atau
penyempurnaan
atas penyusunan
kebijakan
termasuk strategi, kerangka, dan prosedur
manajemen risiko.
7. merumuskan strategi guna mendorong
budaya manajemen risiko.
8. memastikan pelaksanaan kegiatan usaha
Perusahaan Efek sesuai dengan kebijakan
SB
SB
B
B
CB
CB
KB
KB
TB
TB
SB
B
CB
KB
TB
Ya
Tidak
a
b
c
d
e
- 29 -
No.
Kriteria/Indikator
manajemen risiko.
9. mengidentifikasi potensi maupun risiko
signifikan yang memiliki dampak terhadap
keberhasilan pencapaian tujuan Perusahaan
Efek.
10. menyusun sekaligus melaksanakan langkah
antisipasi maupun usaha untuk mengurangi
risiko signifikan sesuai dengan kebijakan
manajemen risiko.
11. melakukan identifikasi terhadap hal-hal lain
terkait manajemen risiko yang memerlukan
perhatian Direksi.
12. mengembangkan sumber daya manusia
secara berkala dan berkelanjutan.
Direksi bertugas dan bertanggung jawab antara
lain:
13. menyusun kebijakan manajemen risiko.
14. memastikan
pelaksanaan
kebijakan
termasuk strategi, kerangka, dan prosedur
SB
B
CB
KB
TB
Penilaian
Keterangan
SB
B
CB
KB
TB
SB
SB
B
B
CB
CB
KB
KB
TB
TB
Ya
Tidak
SB
B
CB
KB
TB
- 30 -
No.
Kriteria/Indikator
manajemen risiko dilakukan secara efektif.
15. menindaklanjuti identifikasi hal-hal yang
berhubungan dengan manajemen risiko yang
memerlukan perhatian Direksi.
16. memastikan fungsi manajemen risiko telah
diterapkan secara independen.
Sebagai contoh, terdapat pemisahan fungsi
antara fungsi manajemen risiko yang
melakukan
identifikasi,
pengukuran,
pemantauan dan pengendalian risiko
dengan satuan kerja yang melakukan dan
menyelesaikan transaksi.
17. memastikan
struktur
organisasi,
infrastruktur, dan sumber daya memadai
untuk mendukung fungsi manajemen risiko.
18. meningkatkan budaya manajemen risiko
Perusahaan Efek.
Dewan Komisaris bertugas dan bertanggung jawab
antara lain:
SB
SB
B
B
CB
CB
KB
KB
TB
TB
SB
B
CB
KB
TB
Penilaian
Keterangan
SB
B
CB
KB
TB
- 31 -
No.
Kriteria/Indikator
19. menyetujui kebijakan manajemen risiko
termasuk strategi dan kerangka manajemen
risiko yang ditetapkan sesuai dengan tingkat
risiko yang diambil (risk appetite) dan
toleransi risiko (risk tolerance).
20. melakukan pengawasan secara aktif atas
efektivitas pelaksanaan fungsi manajemen
risiko termasuk kebijakan manajemen risiko.
21. memastikan bahwa Direksi menindaklanjuti
identifikasi hal-hal yang berhubungan
dengan manajemen risiko yang memerlukan
perhatian Direksi.
22. mengevaluasi dan memberikan rekomendasi
perbaikan atas pelaksanaan fungsi dan
kebijakan manajemen risiko.
C. Keluaran Tata Kelola
23. Tidak terdapat potensi maupun risiko
signifikan yang tidak diatasi.
24. Hasil pelaksanaan fungsi manajemen risiko
Penilaian
Keterangan
SB
B
CB
KB
TB
SB
B
CB
KB
TB
SB
B
CB
KB
TB
SB
a
Ya
SB
B
CB
KB
B
b
CB
c
KB
d
TB
e
Tidak
TB
- 32 -
No.
Kriteria/Indikator
mampu memberi arah bagi Perusahaan Efek
dalam melihat pengaruh-pengaruh yang
mungkin timbul baik secara jangka pendek
dan jangka panjang.
25. Perusahaan Efek tidak melakukan aktivitas
bisnis
permodalan untuk menyerap risiko kerugian.
26. Tindak lanjut atas hal-hal yang berhubungan
dengan manajemen risiko yang memerlukan
perhatian Direksi telah dilaksanakan.
27. Terdapat evaluasi oleh Direksi dan Dewan
Komisaris
atas
manajemen risiko.
28. Laporan atas pelaksanaan fungsi manajemen
risiko disampaikan kepada Direksi dan
ditembuskan kepada Dewan Komisaris,
yakni:
a.
b.
laporan insidental; dan
laporan berkala minimal 1 (satu) kali
SB
B
CB
KB
TB
pelaksanaan
fungsi
SB
B
CB
KB
TB
yang melampaui kemampuan
Ya
Tidak
Penilaian
Keterangan
SB
B
CB
KB
TB
- 33 -
No.
Kriteria/Indikator
dalam setahun.
Hasil Penilaian
VI. Fungsi Kepatuhan
A. Struktur Tata Kelola
1. Memiliki
kebijakan
kepatuhan
yang
mencakup prosedur atau tata cara
pelaksanaannya.
2.
Memiliki pakta (charter) yang secara tertulis
mengikat unit kerja, anggota Direksi, atau
pejabat setingkat di bawah Direksi yang
menjalankan fungsi kepatuhan dan fungsi-
fungsi lain di Perusahaan Efek.
3.
Memiliki struktur organisasi yang memadai
untuk mendukung fungsi kepatuhan.
4. Terdapat sumber daya yang berkualitas pada
satuan
kerja
5.
Pegawai
yang
kepatuhan
menyelesaikan tugas secara efektif.
melaksanakan
kepatuhan
tidak
merangkap
untuk
fungsi
untuk
Ya
Tidak
a x 1 b x 0,75 c x 0,5 d x 0,25
a
b
c
d
e x 0
e
Penilaian
Keterangan
Ya
Tidak
SB
SB
Ya
B
B
CB
CB
KB
KB
TB
TB
Tidak
- 34 -
No.
Kriteria/Indikator
melaksanakan fungsi lainnya kecuali diatur
dalam peraturan perundang-undangan.
6.
Pegawai yang melakukan kegiatan sebagai
pejabat
yang membawahkan
fungsi
kepatuhan memiliki izin Wakil Perantara
Pedagang Efek.
B. Proses Tata Kelola
Pelaksanaan fungsi kepatuhan paling kurang
mencakup:
1. membantu Direksi
dan/atau
kepatuhan.
2. merumuskan strategi guna mendorong
budaya kepatuhan.
3. menilai dan mengevaluasi kecukupan dan
kesesuaian kebijakan kepatuhan dengan
peraturan perundang-undangan.
4. memastikan kegiatan usaha Perusahaan
Efek dilakukan berdasarkan kebijakan
SB
SB
SB
B
B
B
CB
CB
CB
KB
KB
KB
TB
TB
TB
penyempurnaan
atas penyusunan
kebijakan
Ya
Tidak
a
b
c
d
e
Ya
Tidak
Penilaian
Keterangan
- 35 -
No.
Kriteria/Indikator
kepatuhan yang dimiliki dan peraturan
perundang-undangan.
5. melakukan
identifikasi
hal-hal
yang
berhubungan dengan kepatuhan yang
memerlukan perhatian Direksi.
6.
tata cara pengangkatan, pemberhentian
dan/atau pengunduran diri pegawai dan
anggota Direksi yang menjalankan fungsi
kepatuhan sesuai dengan ketentuan Otoritas
Jasa Keuangan.
7. mengembangkan sumber daya manusia
secara berkala dan berkelanjutan.
Direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan
bertugas dan bertanggung jawab antara lain:
8.
berperan aktif dalam proses penyusunan
dan/atau evaluasi
rekomendasi atas kebijakan kepatuhan.
9. memastikan pelaksanaan fungsi kepatuhan
dilakukan secara efektif.
SB
B
CB
KB
TB
serta memberikan
SB
B
CB
KB
TB
SB
B
CB
KB
TB
Penilaian
Keterangan
Ya
Tidak
SB
B
CB
KB
TB
- 36 -
No.
Kriteria/Indikator
10. memantau dan menjaga
kepatuhan
Perusahaan Efek terhadap peraturan
perundang-undangan dan seluruh perjanjian
dan komitmen yang dibuat oleh Perusahaan
Efek.
11. meningkatkan
Perusahaan Efek.
Direksi bertugas dan bertanggung jawab antara
lain:
12. menyusun kebijakan kepatuhan.
13. menindaklanjuti identifikasi hal-hal yang
berhubungan dengan kepatuhan yang
memerlukan perhatian Direksi.
struktur
14. memastikan
organisasi,
infrastruktur, dan sumber daya memadai
untuk mendukung fungsi kepatuhan.
Dewan Komisaris bertugas dan bertanggung jawab
antara lain:
15. menyetujui kebijakan kepatuhan.
SB
B
CB
KB
TB
budaya
kepatuhan
SB
B
CB
KB
TB
Penilaian
Keterangan
SB
B
CB
KB
TB
Ya
Tidak
SB
B
CB
KB
TB
SB
B
CB
KB
TB
- 37 -
No.
Kriteria/Indikator
16. melakukan pengawasan atas efektivitas
pelaksanaan fungsi kepatuhan termasuk
kebijakan kepatuhan.
17. memastikan bahwa Direksi menindaklanjuti
identifikasi hal-hal yang berhubungan
dengan kepatuhan yang memerlukan
perhatian Direksi.
18. mengevaluasi dan memberikan rekomendasi
perbaikan atas pelaksanaan fungsi dan
kebijakan kepatuhan.
C. Keluaran Tata Kelola
19. Perusahaan Efek berhasil menurunkan
jumlah dan tingkat pelanggaran terhadap
ketentuan yang berlaku.
20. Tindak lanjut atas hal-hal yang berhubungan
dengan kepatuhan yang memerlukan
perhatian Direksi telah dilaksanakan.
21. Terdapat evaluasi oleh Direksi dan Dewan
Komisaris terhadap pelaksanaan fungsi
SB
B
Penilaian
CB
KB
TB
Keterangan
SB
B
CB
KB
TB
SB
a
SB
B
b
B
CB
c
CB
KB
d
KB
TB
e
TB
SB
SB
B
B
CB
CB
KB
KB
TB
TB
- 38 -
No.
Kriteria/Indikator
kepatuhan.
22. Laporan atas pelaksanaan fungsi kepatuhan
disampaikan
kepada
Direksi
dan
SB
ditembuskan kepada Dewan Komisaris,
yakni:
a.
b.
laporan insidental; dan
laporan berkala minimal 1 (satu) kali
dalam setahun.
Hasil Penilaian
VII. Fungsi Audit Internal
A. Struktur Tata Kelola
1.
2.
Perusahaan Efek memiliki piagam (charter)
audit internal yang memuat prosedur atau
tata cara pelaksanaannya.
Perusahaan
Efek
memiliki
struktur
organisasi yang memadai untuk mendukung
fungsi audit internal.
3. Terdapat sumber daya yang berkualitas pada
satuan kerja
audit
internal untuk
SB
SB
B
B
CB
CB
KB
KB
TB
TB
a x 1 b x 0,75 c x 0,5 d x 0,25
a
Ya
b
c
d
e x 0
e
Tidak
B
CB
KB
TB
Penilaian
Keterangan
- 39 -
No.
Kriteria/Indikator
menyelesaikan tugas secara efektif.
4.
Fungsi audit internal independen terhadap
satuan kerja operasional.
B. Proses Tata Kelola
Pelaksanaan fungsi audit internal paling kurang
mencakup:
5. membantu Direksi
atas penyusunan
dan/atau penyempurnaan piagam (charter)
audit internal secara berkala sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
6. melaksanakan program pemeriksaan/audit
internal baik insidental maupun berkala
secara independen, objektif, dan tidak
membatasi cakupan dan ruang lingkup
audit.
7. memastikan pelaksanaan kegiatan usaha
Perusahaan Efek sesuai dengan piagam
(charter) audit internal yang dimiliki.
8. melakukan kaji ulang secara berkala atas
Ya
Tidak
Ya
a
b
c
d
Tidak
e
Penilaian
Keterangan
SB
B
CB
KB
TB
SB
SB
B
B
CB
CB
KB
KB
TB
TB
- 40 -
No.
Kriteria/Indikator
efektivitas pelaksanaan kerja audit internal
dan kepatuhannya terhadap Standar
Pelaksanaan
fungsi
audit
Perusahaan Efek oleh pihak eksternal setiap
3 (tiga) tahun.
9. melakukan
identifikasi
hal-hal
yang
berhubungan dengan audit internal yang
memerlukan perhatian Direksi.
10. mengembangkan sumber daya manusia
secara berkala dan berkelanjutan.
11. melakukan penilaian terhadap:
a. kecukupan
b.
sistem pengendalian
internal Perusahaan Efek;
efektivitas
sistem pengendalian
internal Perusahaan Efek; dan
c. kualitas kinerja Perusahaan Efek.
12. melaporkan kepada Direksi seluruh temuan
hasil pemeriksaan sesuai ketentuan yang
berlaku.
Ya
Tidak
SB
SB
SB
B
B
B
CB
CB
CB
KB
KB
KB
TB
TB
TB
Penilaian
Keterangan
internal
- 41 -
No.
Kriteria/Indikator
13. memantau, menganalisis, dan melaporkan
perkembangan tindak lanjut perbaikan yang
dilakukan auditee.
Direksi bertugas dan bertanggung jawab antara
lain:
14. menyusun dan menetapkan piagam (charter)
audit internal.
15. memastikan pelaksanaan fungsi dan piagam
(charter) audit internal dilakukan secara
efektif.
16. menindaklanjuti identifikasi hal-hal yang
berhubungan dengan audit internal yang
memerlukan perhatian Direksi.
struktur
17. memastikan
organisasi,
infrastruktur, dan sumber daya memadai
untuk mendukung fungsi audit internal.
Dewan Komisaris bertugas dan bertanggung jawab
antara lain:
18. menyetujui piagam (charter) audit internal.
SB
B
CB
KB
TB
SB
B
Penilaian
CB
KB
TB
Keterangan
Ya
Tidak
SB
B
CB
KB
TB
SB
B
CB
KB
TB
Ya
Tidak
- 42 -
No.
Kriteria/Indikator
19. melakukan pengawasan secara aktif atas
efektivitas pelaksanaan fungsi audit internal
termasuk piagam (charter) audit internal.
20. memastikan bahwa Direksi menindaklanjuti
identifikasi hal-hal yang berhubungan
dengan audit internal yang memerlukan
perhatian Direksi.
21. mengevaluasi dan memberikan rekomendasi
perbaikan atas pelaksanaan fungsi dan
piagam (charter) audit internal.
C. Keluaran Tata Kelola
22. Tidak terjadi
23. Tidak
temuan berulang atas
pemeriksaan audit internal.
terdapat penyimpangan dalam
realisasi atas rencana pemeriksaan audit
internal Perusahaan Efek.
24. Tindak lanjut atas hal-hal yang berhubungan
dengan audit internal yang memerlukan
perhatian Direksi telah dilaksanakan.
Ya
Tidak
SB
B
Penilaian
CB
KB
TB
Keterangan
SB
B
CB
KB
TB
SB
a
Ya
B
b
CB
c
KB
d
TB
e
Tidak
SB
B
CB
KB
TB
- 43 -
No.
Kriteria/Indikator
25. Terdapat evaluasi oleh Direksi dan Dewan
Komisaris terhadap pelaksanaan fungsi audit
internal.
26. Laporan atas pelaksanaan fungsi audit
internal disampaikan kepada Direksi dan
ditembuskan kepada Dewan Komisaris,
yakni:
a.
b.
laporan insidental; dan
laporan berkala minimal 1 (satu) kali
dalam setahun.
Hasil Penilaian
VIII. . Auditor Eksternal
A. Struktur Tata Kelola
1. Terdapat auditor eksternal yang terdaftar di
Otoritas Jasa Keuangan untuk melakukan
audit atas laporan keuangan Perusahaan
Efek.
2.
Penugasan audit kepada Akuntan Publik (AP)
dan Kantor Akuntan Publik (KAP) paling
a x 1 b x 0,75 c x 0,5 d x 0,25
a
Ya
b
c
d
e x 0
e
Tidak
Ya
Penilaian
Tidak
Keterangan
SB
B
CB
KB
TB
Ya
Tidak
- 44 -
No.
Kriteria/Indikator
sedikit memenuhi aspek:
a.
b.
kapasitas AP dan KAP yang ditunjuk;
legalitas perjanjian kerja;
c. ruang lingkup audit; dan
d. Standar Profesional Akuntan Publik.
B. Proses Tata Kelola
3.
4.
a
Penunjukan auditor eksternal terlebih
dahulu memperoleh persetujuan RUPS.
Auditor eksternal yang ditunjuk, mampu
bekerja secara independen, memenuhi
Standar Profesional Akuntan Publik dan
perjanjian kerja serta ruang lingkup audit
yang ditetapkan.
5.
Direksi menindaklanjuti temuan dan
rekomendasi dari auditor eksternal.
6. Dewan Komisaris memastikan bahwa Direksi
menindaklanjuti temuan dan rekomendasi
dari auditor eksternal.
7.
Perusahaan Efek menyampaikan laporan
Ya
b
c
d
e
Tidak
Penilaian
Keterangan
SB
B
CB
KB
TB
SB
SB
Ya
B
B
CB
CB
KB
KB
TB
TB
Tidak
- 45 -
No.
Kriteria/Indikator
keuangan yang telah diaudit oleh auditor
eksternal yang ditunjuk kepada Otoritas Jasa
Keuangan.
C. Keluaran Tata Kelola
8.
a
Auditor eksternal bertindak objektif sehingga
hasil audit dan management letter telah
menggambarkan kondisi Perusahaan Efek.
9. Cakupan hasil audit paling kurang sesuai
dengan ruang lingkup audit sebagaimana
diatur dalam ketentuan yang berlaku.
Hasil Penilaian
IX. Keterbukaan Informasi
A. Struktur Tata Kelola
1.
SB
b
B
c
CB
d
KB
e
TB
Penilaian
Keterangan
SB
B
CB
KB
a x 1 b x 0,75 c x 0,5 d x 0,25
a
Perusahaan Efek memiliki kebijakan dan
prosedur mengenai tata cara pelaporan
terkait kondisi keuangan dan non-keuangan.
2.
Perusahaan Efek memiliki sistem informasi
yang andal yang didukung oleh sumber daya
manusia yang kompeten untuk menyusun
Ya
b
c
d
TB
e x 0
e
Tidak
SB
B
CB
KB
TB
- 46 -
No.
Kriteria/Indikator
laporan keuangan dan non-keuangan
3.
Perusahaan Efek memiliki situs web yang
memuat informasi paling sedikit meliputi:
informasi umum;
a.
b.
c.
informasi bagi nasabah; dan
informasi Tata Kelola.
B. Proses Tata Kelola
4.
a
Perusahaan Efek menyampaikan laporan
keuangan dan non-keuangan kepada
Otoritas Jasa Keuangan dan/atau Pemangku
Kepentingan
lainnya
ketentuan.
5.
Perusahaan Efek menyampaikan informasi
produk kepada nasabah sesuai ketentuan
Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur
mengenai perlindungan konsumen sektor
jasa keuangan, antara lain:
a.
informasi secara tertulis mengenai
produk Perusahaan Efek
yang
sesuai
dengan
b
c
d
e
Penilaian
Keterangan
Ya
Tidak
SB
B
CB
KB
TB
SB
B
CB
KB
TB
- 47 -
No.
Kriteria/Indikator
memenuhi
persyaratan
sebagaimana ditentukan;
b. petugas Perusahaan Efek (Customer
Service
dan Marketing)
menjelaskan
c.
produk kepada nasabah;
informasi produk yang disampaikan
sesuai
dengan
sebenarnya;
d. Perusahaan
kepada
nasabah
Efek menyampaikan
jika
perubahan-perubahan
produk;
e.
terdapat
informasi
informasi-informasi produk dapat
terbaca dengan jelas dan dapat
dimengerti; dan
f.
Perusahaan Efek memiliki layanan
informasi produk yang dapat diperoleh
dengan mudah oleh masyarakat.
kondisi
yang
telah
informasi-informasi
minimal
Penilaian
Keterangan
- 48 -
No.
Kriteria/Indikator
6.
Perusahaan Efek menyampaikan informasi
tata
cara pengaduan nasabah dan
penyelesaian sengketa kepada nasabah
sesuai ketentuan Otoritas Jasa Keuangan
tentang Pengaduan Nasabah dan Mediasi
pasar modal.
7.
Perusahaan Efek melakukan pengkinian dan
validasi informasi secara berkala pada situs
web.
C. Keluaran Tata Kelola
8.
Laporan keuangan dan non-keuangan telah
disampaikan secara lengkap dan tepat waktu
kepada Otoritas Jasa Keuangan dan/atau
Pemangku Kepentingan lainnya, meliputi:
laporan Keuangan Berkala;
laporan Kegiatan;
a.
b.
c.
d.
laporan Akuntan atas Modal Kerja
Bersih Disesuaikan Tahunan; dan
laporan penerapan Tata Kelola.
Ya
Tidak
Penilaian
Keterangan
Ya
Tidak
a
SB
b
B
c
CB
d
KB
e
TB
- 49 -
No.
Kriteria/Indikator
9.
Produk yang diterbitkan,
tata
cara
pengaduan nasabah, dan penyelesaian
sengketa telah disampaikan kepada nasabah
Perusahaan Efek.
10. Informasi yang terdapat dalam situs web
Perusahaan Efek merupakan informasi yang
akurat dan terkini.
Hasil Penilaian
X. Rencana Bisnis
A. Struktur Tata Kelola
1.
SB
B
CB
KB
TB
Penilaian
Keterangan
SB
B
CB
KB
a x 1 b x 0,75 c x 0,5 d x 0,25
a
Perusahaan Efek memiliki Rencana Bisnis
yang
realistis,
berkesinambungan.
2.
Rencana Bisnis paling sedikit memuat:
a. penetapan sasaran Perusahaan Efek
yang harus dicapai dalam jangka
waktu 1 (satu) tahun;
strategi
b.
pencapaian
Perusahaan Efek; dan
sasaran
Ya
Tidak
terukur,
dan
Ya
b
c
d
TB
e x 0
e
Tidak
- 50 -
No.
Kriteria/Indikator
c. proyeksi keuangan 1 (satu) tahun ke
depan.
3.
Rencana Bisnis Perusahaan Efek didukung
sepenuhnya oleh Pemegang Saham, antara
lain dapat dilihat dari komitmen dan upaya
Pemegang Saham untuk memperkuat
permodalan Perusahaan Efek.
B. Proses Tata Kelola
4.
a.
b.
Perusahaan Efek menyusun Rencana Bisnis
dengan memperhatikan:
rencana strategis Perusahaan Efek;
faktor internal dan eksternal yang
dapat mempengaruhi kelangsungan
usaha Perusahaan Efek;
c. prinsip kehati-hatian; dan
d. penerapan manajemen risiko.
5.
Rencana Bisnis disusun oleh Direksi dan
disetujui oleh Dewan Komisaris atau RUPS
sebagaimana ditentukan dalam anggaran
Ya
Tidak
Penilaian
Keterangan
SB
B
CB
KB
TB
a
SB
b
B
c
CB
d
KB
e
TB
- 51 -
No.
Kriteria/Indikator
dasar.
6.
Direksi memastikan pelaksanaan atas
Rencana Bisnis Perusahaan Efek.
7. Dewan
Komisaris
melaksanakan
pengawasan atas pelaksanaan Rencana
Bisnis.
C. Keluaran Tata Kelola
8.
Rencana Bisnis beserta realisasinya telah
disosialisasikan Direksi kepada seluruh
pegawai/karyawan.
9. Tidak terdapat deviasi yang signifikan antara
Rencana Bisnis dengan realisasi.
10. Realisasi Rencana Bisnis berdampak pada
pertumbuhan kinerja Perusahaan Efek.
Hasil Penilaian
XI. Etika Bisnis Perusahaan Efek
A. Struktur Tata Kelola
1.
SB
a
Ya
SB
SB
B
B
CB
CB
KB
KB
a x 1 b x 0,75 c x 0,5 d x 0,25
a
Perusahaan Efek memiliki kebijakan, sistem,
dan prosedur prinsip mengenal nasabah
Ya
b
c
d
B
b
CB
c
KB
d
TB
e
Tidak
TB
TB
e x 0
e
Tidak
SB
B
CB
KB
TB
Penilaian
Keterangan
- 52 -
No.
Kriteria/Indikator
sesuai ketentuan Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan mengenai Penerapan Program Anti
Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan
Terorisme di Sektor Jasa Keuangan.
2.
Perusahaan Efek memiliki unit kerja khusus
atau pejabat sebagai penanggung jawab
penerapan program anti pencucian uang dan
pencegahan pendanaan terorisme yang di
dalamnya mencakup penerapan prinsip
mengenal nasabah.
3.
Unit kerja khusus atau pejabat sebagai
penanggung jawab penerapan program anti
pencucian uang dan pencegahan pendanaan
terorisme
memiliki kemampuan yang
memadai dan kewenangan untuk mengakses
seluruh data nasabah dan informasi lainnya
yang terkait.
4.
Perusahaan Efek memiliki kode etik yang
disusun oleh Direksi dan Dewan Komisaris,
Ya
Tidak
Penilaian
Keterangan
Ya
Tidak
SB
B
CB
KB
TB
- 53 -
No.
Kriteria/Indikator
berlaku bagi seluruh seluruh anggota
Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan
karyawan/pegawai, serta pendukung organ
yang dimiliki Perusahaan Efek yang paling
sedikit memuat:
a. nilai-nilai perusahaan;
b. prinsip pelaksanaan tugas Direksi,
Dewan Komisaris, karyawan/pegawai,
dan/atau pendukung organ yang
dimiliki Perusahaan Efek wajib
dilakukan dengan itikad baik, penuh
tanggung jawab, dan kehati-hatian;
c. penanganan pelanggaran kode etik;
d. akuntabilitas
pengenaan
pelanggaran kode etik; dan
e.
kebijakan Perusahaan Efek terkait
benturan kepentingan.
B. Proses Tata Kelola
5.
a
Direksi memastikan bahwa prinsip mengenal
SB
b
B
c
CB
d
KB
e
TB
sanksi
Penilaian
Keterangan
- 54 -
No.
Kriteria/Indikator
nasabah yang diterapkan melalui program
anti pencucian uang dan pencegahan
pendanaan terorisme dilaksanakan sesuai
dengan kebijakan dan prosedur penerapan
program anti pencucian uang dan
pencegahan pendanaan terorisme.
6.
Direksi memastikan bahwa karyawan yang
melakukan
pengawasan
pelaksanaan
7.
penerapan prinsip mengenal nasabah yang
diterapkan melalui program anti pencucian
uang dan pencegahan pendanaan terorisme
telah mendapatkan pelatihan secara berkala.
Unit khusus atau
pejabat
sebagai
penanggung jawab penerapan program anti
pencucian uang dan pencegahan pendanaan
terorisme melakukan identifikasi, verifikasi,
pemantauan, dan evaluasi menyeluruh
terhadap nasabah.
8.
Kode etik disosialisasikan kepada seluruh
SB
B
CB
KB
TB
SB
B
CB
KB
TB
Penilaian
Keterangan
Ya
Tidak
- 55 -
No.
Kriteria/Indikator
karyawan/pegawai Perusahaan Efek.
9. Dalam hal terdapat dugaan pelanggaran kode
etik,
Direksi,
Dewan
Komisaris,
karyawan/pegawai, dan/atau pendukung
organ yang dimiliki Perusahaan Efek
melaporkan melalui sistem pelaporan
pelanggaran.
C. Keluaran Tata Kelola
10. Seluruh karyawan Perusahaan Efek telah
menerapkan program anti pencucian uang
dan pencegahan pendanaan terorisme
termasuk prinsip mengenal nasabah dan
mematuhi kode etik.
11. Seluruh pelanggaran kode etik
ditangani dengan baik.
telah
Ya
12. Hasil pemantauan dan evaluasi penerapan
program anti pencucian uang dan
pencegahan pendanaan terorisme termasuk
prinsip
mengenal
nasabah
Tidak
Ya
Tidak
Penilaian
Keterangan
a
b
c
d
e
SB
B
CB
KB
TB
SB
B
CB
KB
TB
- 56 -
No.
Kriteria/Indikator
didokumentasikan dengan baik.
Hasil Penilaian
XII. .
Sistem Pelaporan Pelanggaran Dan Sistem
Pengaduan Nasabah
A. Struktur Tata Kelola
1.
Perusahaan Efek memiliki kebijakan sistem
pelaporan pelanggaran.
2.
Kebijakan sistem pelaporan pelanggaran,
paling sedikit memuat:
sistematika
a.
b.
c.
pelanggaran;
jenis
dilaporkan;
cara
proses
pelanggaran
penyampaian
pelanggaran;
d. perlindungan
dan
kerahasiaan pelapor;
e. penanganan pelaporan pelanggaran.
f.
pihak yang mengelola penanganan
jaminan
pelaporan
yang
dapat
laporan
Penilaian
a x 1 b x 0,75 c x 0,5 d x 0,25
e x 0
Keterangan
a
Ya
Ya
b
c
d
e
Tidak
Tidak
- 57 -
No.
Kriteria/Indikator
laporan pelanggaran;
g. hasil penanganan dan tindak lanjut
laporan pelanggaran; dan
h. evaluasi secara berkala oleh Direksi
dan Dewan Komisaris terhadap
kebijakan
sistem
pelanggaran.
3.
4.
Perusahaan Efek
memiliki
penanganan pengaduan nasabah.
Kebijakan penanganan pengaduan nasabah,
paling sedikit memuat:
sistematika
a.
nasabah;
b.
jangka waktu penanganan pengaduan;
c. penanganan pangaduan;
d.
unit kerja atau pihak yang mengelola
penanganan pengaduan;
e. hasil penanganan dan tindak lanjut
pengaduan; dan
proses
pengaduan
Ya
Tidak
kebijakan
Ya
Tidak
pelaporan
Penilaian
Keterangan
- 58 -
No.
Kriteria/Indikator
f.
evaluasi secara berkala oleh Direksi
dan Dewan Komisaris terhadap
kebijakan penanganan pengaduan
nasabah.
5.
Perusahaan Efek memiliki unit kerja atau
penanggungjawab terhadap pelaksanaan
sistem
pelaporan
Proses Tata Kelola
6.
pelanggaran
penanganan pengaduan nasabah.
a
Unit kerja atau penanggungjawab terhadap
pelaksanaan sistem pelaporan pelanggaran
dan penanganan pengaduan nasabah
bertindak secara independen.
7. Dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh
Direksi, Dewan Komisaris, dan/atau
pegawai/karyawan
Perusahaan
Efek
SB
ditangani dengan objektif dan tepat waktu
sesuai dengan kebijakan yang telah
ditetapkan.
B
CB
KB
TB
SB
b
B
c
CB
d
KB
e
TB
dan
Ya
Tidak
Penilaian
Keterangan
- 59 -
No.
Kriteria/Indikator
8.
Pengaduan nasabah ditangani dengan
objektif dan tepat waktu sesuai dengan
kebijakan yang telah ditetapkan.
C. Keluaran Tata Kelola
9.
Perusahaan Efek mendokumentasikan dan
memelihara catatan atas:
a. pelanggaran yang dilakukan oleh
Direksi, Dewan Komisaris, dan/atau
pegawai/karyawan Perusahaan Efek.
b. pengaduan nasabah.
c.
d.
langkah-langkah yang telah dan akan
diambil.
SB
status penyelesaian atas pelanggaran
yang dilakukan oleh Direksi, Dewan
Komisaris,
dan/atau
pegawai/karyawan Perusahaan Efek.
e.
status penyelesaian atas pengaduan
nasabah.
10. Mediasi
dalam
rangka
penyelesaian
SB
B
CB
KB
TB
B
CB
KB
TB
SB
a
B
b
Penilaian
CB
c
KB
d
TB
e
Keterangan
- 60 -
No.
Kriteria/Indikator
pengaduan nasabah dilaksanakan dengan
baik.
Hasil Penilaian
Penilaian
Keterangan
a x 1 b x 0,75 c x 0,5 d x 0,25
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 6 Desember 2017
KEPALA EKSEKUTIF
PENGAWAS PASAR MODAL,
ttd
Salinan ini sesuai dengan aslinya
Deputi Direktur Direktorat Hukum 1
selaku Plh. Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Wiwit Puspasari
HOESEN
e x 0
LAMPIRAN II
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 55 /SEOJK.04/2017
TENTANG
LAPORAN PENERAPAN TATA KELOLA PERUSAHAAN EFEK YANG
MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SEBAGAI PENJAMIN EMISI EFEK DAN
PERANTARA PEDAGANG EFEK
- 2 -
RENCANA TINDAK (ACTION PLAN)
No.
1.
2.
3.
Dst.
Tindakan
Korektif
Target
Penyelesaian
Kendala
Penyelesaian
Keterangan
Menyetujui,
......, ..............................20........
Direktur Utama
Perusahaan Efek
Komisaris Utama
Perusahaan Efek
...................................................
(nama jelas dan tanda tangan)
....................................................
(nama jelas dan tanda tangan)
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 6 Desember 2017
KEPALA EKSEKUTIF
PENGAWAS PASAR MODAL,
Salinan ini sesuai dengan aslinya
Deputi Direktur Direktorat Hukum 1
selaku Plh. Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Wiwit Puspasari
ttd
HOESEN
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 55/SEOJK.04/2017 </reg_id>
<reg_title> LAPORAN PENERAPAN TATA KELOLA PERUSAHAAN EFEK YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SEBAGAI PENJAMIN EMISI EFEK DAN PERANTARA PEDAGANG EFEK </reg_title>
<set_date> 6 Desember 2017 </set_date>
<effective_date> 6 Desember 2017 </effective_date>
<related_reg> '57/POJK.04/2017 | Pasal 55' </related_reg>
|
Yth.
1. Direksi Bank Umum Syariah; dan
2. Direksi Bank Umum Konvensional yang memiliki Unit Usaha Syariah;
di tempat.
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 36/SEOJK.03/2015
TENTANG
PRODUK DAN AKTIVITAS BANK UMUM SYARIAH
DAN UNIT USAHA SYARIAH
Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 24/POJK.03/2015 Tentang Produk dan Aktivitas Bank
Syariah dan Unit Usaha Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2015 Nomor 289, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5771) dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/26/PBI/2012 Tentang
Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor Berdasarkan Modal Inti Bank (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 286, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5384), perlu diatur ketentuan pelaksanaan
mengenai Produk dan Aktivitas Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah
dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut:
I. UMUM
1. Kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh Bank Umum Syariah
(BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS), yang selanjutnya disebut
Bank, dikelompokkan berdasarkan modal inti, yang selanjutnya
disebut Bank Umum berdasarkan Kegiatan Usaha (BUKU).
Pengelompokan Bank berdasarkan kegiatan usaha dimaksud terdiri
dari 4 (empat) BUKU. Semakin tinggi modal inti Bank, maka semakin
tinggi BUKU Bank dan semakin luas cakupan kegiatan usaha yang
dapat dilakukan oleh Bank. Pengelompokan BUKU untuk UUS
didasarkan pada modal inti Bank Umum Konvensional yang menjadi
induknya. Klasifikasi BUKU mengacu pada ketentuan yang mengatur
mengenai kegiatan usaha dan jaringan kantor berdasarkan modal
inti bank.
2. Pelaksanaan...
- 2 -
2. Pelaksanaan kegiatan usaha Bank dilakukan antara lain dengan
menerbitkan Produk dan/atau melaksanakan Aktivitas tertentu
untuk memenuhi kebutuhan Bank dan/atau nasabah.
3. Dalam menerbitkan Produk dan/atau melaksanakan Aktivitas, Bank
perlu menerapkan Prinsip Syariah, prinsip kehati-hatian, dan prinsip
perlindungan nasabah. Selain itu, Bank perlu memiliki modal yang
cukup untuk mendukung penerbitan Produk dan/atau pelaksanaan
Aktivitas serta menerapkan manajemen risiko yang memadai untuk
memitigasi risiko yang ditimbulkan oleh Produk dan/atau Aktivitas
tersebut.
II. KEGIATAN USAHA BANK BERDASARKAN BUKU
1. Kegiatan usaha Bank yang meliputi Produk dan Aktivitas
dikelompokkan sebagai berikut:
a. Penghimpunan dana
Kegiatan penghimpunan dana meliputi:
1) simpanan (giro, tabungan);
2) investasi (giro, tabungan, deposito);
3) penerbitan sertifikat deposito syariah;
4) pembiayaan yang diterima;
5) penerbitan surat berharga syariah termasuk surat berharga
syariah dengan fitur ekuitas;
6) sekuritisasi aset; dan
7) kegiatan penghimpunan dana lainnya yang lazim dilakukan
oleh Bank sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan dan Prinsip Syariah.
b. Penyaluran dana
Kegiatan penyaluran dana meliputi:
1) pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah,
musyarakah, musyarakah mutanaqisah), prinsip sewa-
menyewa (ijarah, ijarah muntahiya bittamlik, multijasa),
prinsip jual beli (murabahah, istishna, salam), dan prinsip
pinjam-meminjam (qardh)
pembiayaan sindikasi;
termasuk dalam bentuk
2) pembiayaan ulang (refinancing);
3) pengalihan utang atau pembiayaan;
4) anjak piutang syariah;
5) pembelian...
- 3 -
5) pembelian surat berharga syariah;
6) penempatan pada Bank Indonesia;
7) penempatan pada bank lain; dan
8) kegiatan penyaluran dana lainnya yang lazim dilakukan oleh
Bank sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan dan Prinsip Syariah.
c. Pembiayaan perdagangan (trade finance)
Kegiatan pembiayaan perdagangan (trade finance) meliputi:
1) pembiayaan perdagangan melalui penerbitan dan penerimaan
Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri (SKBDN);
2) pembiayaan ekspor impor dengan menggunakan Letter of
Credit (L/C);
3) pembiayaan ekspor impor tanpa menggunakan L/C; dan
4) kegiatan pembiayaan perdagangan (trade finance) lainnya
yang lazim dilakukan oleh Bank sepanjang tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan
Prinsip Syariah.
d. Kegiatan treasury
Kegiatan treasury meliputi:
1) jual beli uang kertas asing (banknotes);
2) transaksi tunai valuta asing yaitu transaksi spot;
3) transaksi lindung nilai atas nilai tukar berdasarkan Prinsip
Syariah; dan
4) kegiatan treasury lainnya yang lazim dilakukan oleh Bank
sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan dan Prinsip Syariah.
e. Kegiatan keagenan dan kerjasama
Kegiatan keagenan dan kerjasama meliputi:
1) agen penjual efek reksa dana syariah;
2) agen penjual surat berharga syariah yang diterbitkan
Pemerintah;
3) kerjasama pemasaran dengan perusahaan asuransi syariah
(bancassurance) model bisnis referensi, distribusi, dan
integrasi;
4) payment point; dan
5) kegiatan...
- 4 -
5) kegiatan keagenan atau kerjasama lainnya yang lazim
dilakukan oleh Bank sepanjang tidak bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan dan Prinsip Syariah.
f. Kegiatan sistem pembayaran dan electronic banking
Kegiatan sistem pembayaran dan electronic banking meliputi:
1) penyelenggara kliring;
2) penyelenggara penyelesaian akhir transaksi antar Bank
(settlement);
3) penyelenggara transfer dana;
4) penyelenggara alat pembayaran dengan menggunakan kartu
antara lain kartu Anjungan Tunai Mandiri (ATM), kartu debet,
dan kartu pembiayaan (sharia card);
5) penyelenggara uang elektronik (e-money);
6) phone banking;
7) sms banking;
8) mobile banking;
9) internet banking; dan
10) kegiatan sistem pembayaran dan electronic banking lainnya
yang lazim dilakukan oleh Bank sepanjang tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan
Prinsip Syariah.
g. Kegiatan lainnya
Kegiatan berupa aktivitas lainnya meliputi:
1) penyediaan Safe Deposit Box (SDB);
2) Traveller’s Cheque (TC);
3) pembayaran gaji karyawan secara massal (payroll);
4) pengelolaan kas (cash management);
5) Layanan Nasabah Prima (LNP);
6) kustodian;
7) wali amanat;
8) penitipan dengan pengelolaan (trust);
9) virtual account;
10) cash pick up and delivery;
11) agen penampungan (escrow agent);
12) bank garansi;
13) Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan
Inklusif (Laku Pandai); dan
14) kegiatan...
- 5 -
14) kegiatan lainnya yang lazim dilakukan oleh Bank sepanjang
tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
dan Prinsip Syariah.
2. Selain dapat melakukan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada
angka 1, Bank dapat melakukan:
a. kegiatan penyertaan modal
Kegiatan penyertaan modal hanya dapat dilakukan oleh BUS.
Penyertaan modal adalah penanaman dana BUS dalam bentuk
saham pada bank syariah dan perusahaan di bidang keuangan
lainnya yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip
Syariah sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-
undangan, termasuk penanaman dalam bentuk surat investasi
konversi wajib (mandatory convertible sukuk) atau jenis transaksi
tertentu yang berakibat BUS memiliki atau akan memiliki saham
pada perusahaan yang bergerak di bidang keuangan yang
melakukan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah.
b. kegiatan penyertaan modal sementara dalam rangka
penyelamatan pembiayaan
Kegiatan berupa penyertaan modal sementara oleh Bank pada
perusahaan nasabah untuk mengatasi kegagalan pembiayaan
(debt to equity swap) sebagaimana diatur dalam ketentuan
mengenai penyertaan modal Bank.
3. Bank dapat melakukan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada
angka 1 dalam valuta asing sepanjang telah memperoleh persetujuan
dari Otoritas Jasa Keuangan.
III. KRITERIA PRODUK DAN AKTIVITAS BARU
Produk dan/atau Aktivitas baru merupakan Produk dan/atau Aktivitas
yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. belum pernah diterbitkan atau dilaksanakan sebelumnya oleh Bank
yang bersangkutan; atau
b. telah diterbitkan atau dilaksanakan sebelumnya oleh Bank namun
dilakukan pengembangan fitur atau karakteristik.
Yang dimaksud dengan pengembangan fitur atau karakteristik antara lain
penambahan dan/atau penggantian fitur atau karakteristik yang
menyebabkan perubahan atau peningkatan profil risiko Produk dan/atau
Aktivitas yang telah diterbitkan sebelumnya.
Contoh...
- 6 -
Contoh Produk yang mengalami pengembangan fitur atau karakteristik
tapi tidak menyebabkan perubahan atau peningkatan profil risiko adalah
Produk tabungan berjangka yang mengalami perubahan jangka waktu
dan/atau perubahan nominal.
Contoh Produk atau Aktivitas yang mengalami pengembangan fitur atau
karakteristik dan menyebabkan perubahan atau peningkatan profil risiko
antara lain:
1. Pembiayaan dengan akad musyarakah mutanaqisah untuk objek yang
sebelumnya ready stock menjadi ready stock dan inden.
2. Pengembangan dari Aktivitas kerjasama yang telah dilaksanakan
sebelumnya oleh Bank, misalnya Aktivitas pemasaran dengan
perusahaan asuransi syariah (bancassurance) model bisnis referensi
dikembangkan menjadi model bisnis distribusi atau integrasi sehingga
mengakibatkan perubahan pada profil risiko Aktivitas tersebut.
IV. PENCANTUMAN RENCANA PENERBITAN PRODUK DAN/ATAU
PELAKSANAAN AKTIVITAS BARU DALAM RENCANA BISNIS BANK
Rencana penerbitan Produk dan/atau pelaksanaan Aktivitas baru yang
dicantumkan dalam rencana bisnis Bank paling sedikit memuat informasi
dan penjelasan sebagai berikut:
1. jenis dan deskripsi umum Produk dan/atau Aktivitas baru;
2. waktu penerbitan Produk dan/atau pelaksanaan Aktivitas baru;
3. tujuan atau manfaat penerbitan Produk dan/atau pelaksanaan
Aktivitas baru;
4. keterkaitan Produk dan/atau Aktivitas baru dengan strategi bisnis
Bank;
5. risiko atas penerbitan Produk dan/atau pelaksanaan Aktivitas baru;
dan
6. mitigasi risiko atas penerbitan Produk dan/atau pelaksanaan
Aktivitas baru.
Pencantuman rencana penerbitan Produk dan/atau pelaksanaan
Aktivitas baru menggunakan format sebagaimana dimaksud pada
Lampiran I.
V. RUANG...
- 7 -
V. RUANG LINGKUP KEBIJAKAN DAN PROSEDUR DALAM RANGKA
PENGELOLAAN RISIKO
Ruang lingkup kebijakan dan prosedur dalam rangka pengelolaan risiko
Produk dan/atau Aktivitas baru paling sedikit mencakup:
1. Identifikasi seluruh risiko yang terkait dengan Produk dan/atau
Aktivitas baru;
2. Analisis aspek hukum dan aspek kepatuhan untuk Produk dan/atau
Aktivitas baru;
3. Sistem dan prosedur operasional serta kewenangan dalam
pengelolaan Produk dan/atau Aktivitas baru;
4. Sistem informasi akuntansi untuk Produk dan/atau Aktivitas baru;
5. Masa uji coba metode pengukuran dan pemantauan risiko terhadap
Produk dan/atau Aktivitas baru, dalam hal Produk dan/atau
Aktivitas baru memiliki risiko tinggi.
VI. PERIZINAN PRODUK DAN/ATAU AKTIVITAS BARU
1. Bank wajib memperoleh persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan
untuk menerbitkan Produk dan/atau melaksanakan Aktivitas baru
apabila Produk dan/atau Aktivitas baru tidak tercantum dalam
kodifikasi Produk dan Aktivitas Bank. Produk dan/atau Aktivitas
tersebut harus sesuai dengan klasifikasi BUKU dan telah tercantum
dalam rencana bisnis Bank apabila Produk dan/atau Aktivitas
tersebut belum pernah diterbitkan atau dilaksanakan sebelumnya
oleh Bank.
2. Bank menerbitkan Produk dan/atau melaksanakan Aktivitas baru
tanpa persetujuan Otoritas Jasa Keuangan dalam hal Produk
dan/atau Aktivitas baru telah:
a. tercantum dalam kodifikasi Produk dan Aktivitas Bank;
b. tercantum dalam rencana bisnis Bank;
c. sesuai dengan klasifikasi BUKU; dan
d. didukung dengan kesiapan operasional yang memadai.
3. Pencantuman Produk dan/atau Aktivitas baru dalam rencana bisnis
Bank sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf b berlaku untuk
Produk dan/atau Aktivitas baru karena memenuhi kriteria belum
pernah diterbitkan atau dilaksanakan sebelumnya oleh Bank.
4. Definisi...
- 8 -
4. Definisi atau karakteristik umum Produk dan Aktivitas Bank
sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2 mengacu pada
Lampiran II.
5. Cakupan Produk dan Aktivitas Bank pada masing-masing BUKU
mengacu pada Lampiran III.
6. Kodifikasi Produk dan Aktivitas Bank mengacu pada Lampiran IV.
VII. PERMOHONAN PERSETUJUAN PENERBITAN PRODUK DAN/ATAU
PELAKSANAAN AKTIVITAS BARU
Permohonan persetujuan penerbitan Produk dan/atau pelaksanaan
Aktivitas baru diajukan oleh Bank kepada Otoritas Jasa Keuangan paling
lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sebelum penerbitan Produk dan/atau
pelaksanaan Aktivitas baru dengan menggunakan contoh format surat
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran V.1 disertai dengan dokumen
pendukung yang paling sedikit memuat informasi dan penjelasan sebagai
berikut:
1. penjelasan umum mengenai Produk dan/atau Aktivitas baru meliputi:
a. jenis dan nama Produk dan/atau Aktivitas baru;
b. rencana waktu penerbitan Produk dan/atau pelaksanaan Aktivitas
baru; dan
c. informasi mengenai fitur atau karakteristik Produk yang akan
diterbitkan dan/atau Aktivitas yang akan dilaksanakan;
2. manfaat dan biaya bagi Bank;
3. manfaat dan risiko bagi nasabah;
4. standar operasional prosedur yang memuat antara lain definisi dan
skema; ketentuan yang terkait; karakteristik; target pasar atau
nasabah; alur proses (flowchart), unit kerja dan petugas yang terkait;
prosedur pelaksanaan sesuai alur proses; jurnal pembukuan;
kebijakan dalam rangka transparansi dan perlindungan nasabah; dan
penanganan nasabah bermasalah (dalam hal merupakan Produk
pembiayaan);
5. rencana kebijakan dan prosedur terkait dengan penerapan program
Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU dan
PPT);
6. identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian terhadap
risiko yang melekat pada Produk dan/atau Aktivitas baru;
7. hasil...
- 9 -
7. hasil analisis aspek hukum dan aspek kepatuhan atas Produk
dan/atau Aktivitas baru;
8. sistem informasi akuntansi termasuk penjelasan singkat mengenai
keterkaitan sistem informasi akuntansi tersebut dengan sistem
informasi akuntansi Bank secara menyeluruh, dan/atau sistem
pencatatan administrasi;
9. opini syariah dari Dewan Pengawas Syariah (DPS) terkait Produk
dan/atau Aktivitas baru paling sedikit meliputi:
a. Produk dan/atau Aktivitas baru mendasarkan pada fatwa Dewan
Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI);
b. kesesuaian Produk dan/atau Aktivitas baru dengan fatwa DSN-
MUI paling sedikit mencakup:
1) akad yang digunakan dan pemenuhan unsur-unsur dalam
akad yang digunakan;
2) obyek transaksi dan tujuan penggunaan;
3) kesesuaian
penetapan
bonus/nisbah
bagi
hasil/margin/ujrah/fee dengan akad yang digunakan,
termasuk dalam hal diperlukan kaji ulang (review) terhadap
nisbah bagi hasil/margin/ujrah (untuk produk penyaluran
dana);
4) penetapan biaya administrasi; dan
5) penetapan hadiah, denda/sanksi dan/atau ganti rugi,
potongan, pelunasan dipercepat, dan perlakuan terhadap
agunan, apabila ada;
c. standar operasional prosedur Produk dan/atau Aktivitas baru
terkait dengan pemenuhan Prinsip Syariah; dan
d. hasil kaji ulang terhadap konsep akad/perjanjian/formulir
aplikasi Produk dan/atau Aktivitas baru terkait dengan
pemenuhan Prinsip Syariah.
10. konsep akad/perjanjian/formulir aplikasi paling sedikit meliputi:
a. identitas para pihak;
b. akad yang digunakan;
c. uraian secara rinci dan jelas mengenai nilai dan objek perjanjian;
d. hak dan kewajiban para pihak;
e. mekanisme pelaksanaan akad;
f. jangka waktu;
g. bonus/nisbah bagi hasil/margin/ujrah/fee;
h. objek...
- 10 -
h. objek jaminan, apabila ada;
i. rincian biaya yang terkait;
j. mekanisme
perselisihan/sengketa;
k. dalam perjanjian memuat pernyataan: “Perjanjian ini telah
disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
termasuk ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan”,
dilampiri dengan pendapat dari satuan kerja yang membidangi hukum
yang menyatakan bahwa konsep akad/perjanjian/formulir aplikasi
telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku; dan
11. kesiapan operasional meliputi sumber daya manusia dan kesiapan
teknologi informasi.
Opini syariah dari DPS sebagaimana dimaksud pada angka 9
menggunakan contoh format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran
V.2.
VIII. LAPORAN REALISASI PENERBITAN PRODUK DAN/ATAU PELAKSANAAN
AKTIVITAS BARU
1. Laporan realisasi penerbitan Produk dan/atau pelaksanaan Aktivitas
baru yang telah mendapat persetujuan Otoritas Jasa Keuangan
disampaikan oleh Bank kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat
7 (tujuh) hari kerja setelah penerbitan Produk dan/atau pelaksanaan
Aktivitas baru dengan menggunakan contoh format surat
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran V.3 disertai dengan dokumen
pendukung berupa penjelasan mengenai kesesuaian Produk baru
yang diterbitkan atau Aktivitas baru yang dilaksanakan dengan
Produk dan/atau Aktivitas baru yang telah disetujui oleh Otoritas
Jasa Keuangan.
2. Laporan realisasi penerbitan Produk dan/atau pelaksanaan Aktivitas
baru yang tidak memerlukan persetujuan Otoritas Jasa Keuangan
disampaikan oleh Bank kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat
7 (tujuh) hari kerja setelah penerbitan Produk dan/atau pelaksanaan
Aktivitas baru dengan menggunakan contoh format surat
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran V.4 disertai dengan dokumen
pendukung sebagai berikut:
a. ringkasan umum mengenai Produk dan/atau Aktivitas baru paling
sedikit meliputi:
1) jenis...
penyelesaian
perselisihan
apabila terjadi
- 11 -
1) jenis dan nama Produk dan/atau Aktivitas baru;
2) tanggal penerbitan Produk dan/atau pelaksanaan Aktivitas
baru;
3) kesesuaian Produk baru yang diterbitkan dan/atau Aktivitas
baru yang dilaksanakan dengan:
a) klasifikasi BUKU; dan
b) Kodifikasi Produk dan Aktivitas Bank;
4) manfaat dan biaya bagi Bank;
5) manfaat dan risiko bagi nasabah;
6) target pasar atau nasabah;
7) karakteristik Produk dan/atau Aktivitas;
8) alur proses (flowchart) dan prosedur pelaksanaan sesuai alur
proses Produk dan/atau Aktivitas;
9) jurnal pembukuan;
10) kebijakan dalam rangka transparansi dan perlindungan
nasabah; dan
11) penanganan nasabah bermasalah (dalam hal merupakan
Produk pembiayaan);
b. standar operasional prosedur yang memuat antara lain definisi
dan skema; ketentuan yang terkait; karakteristik; target pasar
atau nasabah; alur proses (flowchart), unit kerja dan petugas yang
terkait; prosedur pelaksanaan sesuai alur proses; jurnal
pembukuan; kebijakan dalam rangka transparansi dan
perlindungan nasabah; dan penanganan nasabah bermasalah
(dalam hal merupakan Produk pembiayaan); dan
3. Realisasi penerbitan Produk dan/atau pelaksanaan Aktivitas baru
dihitung sejak tanggal Produk dan/atau Aktivitas tersebut sudah
dapat dibeli atau dimanfaatkan oleh nasabah.
IX. LAPORAN RENCANA PENGHENTIAN PRODUK DAN/ATAU AKTIVITAS
BANK
Laporan rencana penghentian Produk dan/atau Aktivitas Bank
disampaikan oleh Bank kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 10
(sepuluh) hari kerja sebelum pelaksanaan penghentian Produk dan/atau
Aktivitas Bank dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran V.5 disertai dengan dokumen pendukung
paling sedikit memuat:
1. alasan...
- 12 -
1. alasan penghentian;
2. surat pernyataan Direksi mengenai tanggung jawab atas keputusan
penghentian; dan
3. penjelasan mengenai langkah-langkah yang akan ditempuh dalam
rangka penyelesaian atau pengalihan seluruh kewajiban kepada
nasabah dan pihak lainnya.
X. LAPORAN REALISASI PENGHENTIAN PRODUK DAN/ATAU AKTIVITAS
ATAS INISIATIF BANK
Laporan realisasi penghentian Produk dan/atau Aktivitas Bank
disampaikan oleh Bank kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 7
(tujuh) hari kerja setelah penghentian Produk dan/atau Aktivitas Bank
mengacu pada format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran V.6
disertai dengan dokumen pendukung paling sedikit memuat penjelasan
mengenai langkah-langkah yang telah dilakukan dalam rangka
penyelesaian atau pengalihan seluruh kewajiban kepada nasabah dan
pihak lainnya.
XI. LAPORAN REALISASI PENGHENTIAN SEMENTARA, LAPORAN
PENYEMPURNAAN, DAN LAPORAN REALISASI PENERBITAN KEMBALI
PRODUK DAN/ATAU PELAKSANAAN KEMBALI AKTIVITAS BANK ATAS
PERINTAH OTORITAS JASA KEUANGAN
1. Laporan realisasi penghentian sementara Produk dan/atau Aktivitas
Bank atas perintah Otoritas Jasa Keuangan disampaikan oleh Bank
kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja
setelah penghentian Produk dan/atau Aktivitas Bank dengan
menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran V.7.
2. Laporan penyempurnaan Produk dan/atau Aktivitas atas penghentian
sementara disampaikan oleh Bank kepada Otoritas Jasa Keuangan
sesuai jangka waktu yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan
dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran V.8.
3. Laporan realisasi penerbitan kembali Produk dan/atau pelaksanaan
kembali Aktivitas Bank karena Otoritas Jasa Keuangan telah
mencabut penghentian sementara disampaikan oleh Bank kepada
Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah
penerbitan...
- 13 -
penerbitan kembali Produk dan/atau pelaksanaan kembali Aktivitas
dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran V.9.
XII. LAPORAN REALISASI PENGHENTIAN PERMANEN DAN LAPORAN
RENCANA TINDAK PRODUK DAN/ATAU AKTIVITAS BANK ATAS
PERINTAH OTORITAS JASA KEUANGAN
1. Laporan realisasi penghentian permanen Produk dan/atau Aktivitas
Bank atas perintah Otoritas Jasa Keuangan disampaikan oleh Bank
kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja
setelah penghentian Produk dan/atau Aktivitas Bank dengan
menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran V.10.
2. Laporan rencana tindak atas penghentian permanen Produk dan/atau
Aktivitas Bank disampaikan oleh Bank kepada Otoritas Jasa
Keuangan paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja setelah tanggal
surat penghentian Produk dan/atau Aktivitas dengan menggunakan
contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran V.11.
XIII. PENYAMPAIAN PENGAJUAN PERSETUJUAN DAN/ATAU PENYAMPAIAN
LAPORAN
1. Permohonan persetujuan dan/atau penyampaian laporan
disampaikan oleh Bank kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan
alamat sebagai berikut:
a. Departemen Perbankan Syariah, bagi Bank yang berkantor pusat
di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi
(Jabodetabek), serta Provinsi Banten; atau
b. Kantor Regional atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat
bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah Jakarta, Bogor,
Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek), serta Provinsi
Banten.
2. Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan telah menyediakan sistem
perizinan secara elektronik, pengajuan permohonan persetujuan
dan/atau penyampaian laporan disampaikan kepada Otoritas Jasa
Keuangan dengan mengacu pada mekanisme dan tata cara
sebagaimana dalam ketentuan yang mengatur mengenai perizinan
secara elektronik.
XIV. LAIN-LAIN...
- 14 -
XIV. LAIN-LAIN
Lampiran I, Lampiran II, Lampiran III, Lampiran IV, dan Lampiran V
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan ini.
XV. PENUTUP
Pada saat Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku:
1. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/31/DPbS tanggal 7 Oktober
2008 perihal Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah;
2. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/7/DPbS tanggal 29 Februari
2012 perihal Produk Qardh Beragun Emas Bagi Bank Syariah dan
Unit Usaha Syariah; dan
3. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/16/DPbS tanggal 31 Mei
2012 perihal Produk Pembiayaan Kepemilikan Emas Bagi Bank
Syariah dan Unit Usaha Syariah,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku bagi BUS dan UUS.
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 21 Desember 2015
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN
OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
NELSON TAMPUBOLON
Salinan Sesuai Dengan Aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Sudarmaji
LAMPIRAN I
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 36/SEOJK.03/2015
TENTANG
PRODUK DAN AKTIVITAS BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH
- 2 -
RENCANA PENERBITAN PRODUK DAN/ATAU PELAKSANAAN AKTIVITAS BARU
BANK
:
TAHUN :
No.
Jenis dan
Nama
Produk
dan/atau
Aktivitas
Baru1)
Rencana Waktu
Penerbitan
Produk dan/atau
Pelaksanaan
Aktivitas Baru
Tujuan Penerbitan
Produk dan/atau
Pelaksanaan
Aktivitas Baru
Bagi
Bank
Bagi
Nasabah
Keterkaitan
Produk
dan/atau
Aktivitas
Baru
dengan
Strategi
Bank2)
Deskripsi
Umum
Produk
dan/atau
Aktivitas
Baru2)
Risiko yang
mungkin
timbul dari
Penerbitan
Produk
dan/atau
Aktivitas
Baru2)
Rencana
Mitigasi
Risiko
1) contoh penghimpunan dana – deposito mudharabah, penyaluran dana – pembiayaan musyarakah mutanaqisah, keagenan
dan kerjasama – bancassurance, sistem pembayaran dan electronic banking – internet banking.
2) penjelasan yang lebih rinci dapat disertakan dalam lembaran terpisah.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 21 Desember 2015
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN
OTORITAS JASA KEUANGAN,
Salinan Sesuai Dengan Aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Sudarmaji
ttd
NELSON TAMPUBOLON
LAMPIRAN II
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 36/SEOJK.03/2015
TENTANG
PRODUK DAN AKTIVITAS BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH
- 2 -
DEFINISI ATAU KARAKTERISTIK UMUM PRODUK DAN AKTIVITAS BANK
No.
Produk dan Aktivitas
1. PENGHIMPUNAN DANA
a. Simpanan (Wadi’ah)
1) Giro
2) Tabungan
b. Investasi (Mudharabah)
1) Giro
2) Tabungan
3) Deposito
c. Sertifikat
syariah
1) Tanpa
(scripless)
2) Dalam bentuk warkat
d. Pinjaman/pembiayaan
yang diterima
Pinjaman atau pembiayaan yang diterima dari bank atau pihak ketiga bukan bank
yang dapat berasal dari dalam negeri (domestik) atau dari luar negeri dalam bentuk
rupiah...
deposito
warkat
Definisi atau Karakteristik Umum
Simpanan nasabah pada Bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat
dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya, atau
dengan perintah pemindahbukuan.
Simpanan dana nasabah pada Bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan
menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek,
bilyet giro, dan/atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu.
Investasi dana nasabah pada Bank yang penarikannya dapat dilakukan sesuai
kesepakatan dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran
lainnya, atau dengan perintah pemindahbukuan.
Investasi dana nasabah pada Bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan
menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek,
bilyet giro, dan/atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu.
Investasi dana nasabah pada Bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan
pada waktu tertentu yang disepakati berdasarkan akad antara nasabah penyimpan
dan Bank.
Simpanan dalam bentuk deposito yang berdasarkan Prinsip Syariah yang sertifikat
bukti penyimpanannya dapat dipindahtangankan dengan syarat-syarat tertentu.
- 3 -
No.
Produk dan Aktivitas
Definisi atau Karakteristik Umum
rupiah dan/atau valuta asing.
Untuk pinjaman luar negeri jangka panjang, Bank harus terlebih dahulu
memperoleh persetujuan masuk pasar dari Bank Indonesia.
e. Penerbitan surat
berharga syariah
f. Penerbitan surat
berharga syariah yang
memiliki fitur ekuitas
g. Sekuritisasi aset
h. Penghimpunan dana
lainnya
2. PENYALURAN DANA
a. Pembiayaan berdasarkan
prinsip bagi hasil
1) Pembiayaan
Mudharabah
2) Pembiayaan
Musyarakah
3) Pembiayaan
Musyarakah
Mutanaqisah (MMQ)
Surat berharga syariah yang diterbitkan oleh Bank baik yang diperjualbelikan di
pasar uang maupun di pasar modal, misalnya Medium Term Notes (MTN) dan
sukuk korporasi.
Surat berharga syariah atau pinjaman yang memiliki fitur ekuitas antara lain
berupa surat berharga syariah konversi (convertible securities), yaitu suatu jenis
surat berharga syariah yang dapat dikonversikan menjadi saham dari penerbit
surat berharga syariah dan biasanya pada rasio pertukaran yang sudah
ditentukan terlebih dahulu pada penerbitan surat berharga syariah tersebut.
Penerbitan surat berharga syariah oleh penerbit efek beragun aset yang didasarkan
pada pengalihan aset keuangan dari nasabah pembiayaan asal yang diikuti dengan
pembayaran yang berasal dari hasil penjualan efek beragun aset kepada pemodal.
Cukup jelas.
Penyediaan dana untuk kerja sama usaha antara dua pihak dimana pemilik dana
menyediakan seluruh dana, sedangkan pengelola dana bertindak selaku pengelola,
dan keuntungan dibagi di antara mereka sesuai dengan nisbah yang disepakati.
Penyediaan dana untuk kerja sama usaha tertentu yang masing-masing pihak
memberikan porsi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan akan dibagi sesuai
dengan nisbah yang disepakati, sedangkan kerugian ditanggung sesuai dengan
porsi dana masing-masing.
Pembiayaan musyarakah yang kepemilikan aset (barang) atau modal salah satu
pihak (syarik) berkurang disebabkan pembelian secara bertahap oleh pihak
lainnya.
b. Pembiayaan...
- 4 -
No.
Produk dan Aktivitas
b. Pembiayaan berdasarkan
prinsip sewa menyewa
1) Pembiayaan Ijarah
2) Pembiayaan
3) Pembiayaan
Multijasa
Ijarah
Muntahiyah Bittamlik
(IMBT)
Ijarah
4) Pembiayaan
pengurusan haji
c. Pembiayaan berdasarkan
prinsip jual beli
1) Pembiayaan
Murabahah
2) Pembiayaan
Kepemilikan Emas
(PKE)
Definisi atau Karakteristik Umum
Penyediaan dana dalam rangka pemindahan hak guna/manfaat atas suatu aset
dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah) tanpa diikuti dengan
pemindahan kepemilikan aset itu sendiri.
Penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu
barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa dengan opsi pemindahan
kepemilikan barang.
Penyediaan dana dalam rangka pemindahan manfaat atas jasa dalam waktu
tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah).
Pembiayaan yang diberikan Bank untuk nasabah dalam rangka keperluan ibadah
haji.
Penyediaan dana atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu untuk
transaksi jual beli barang sebesar harga pokok ditambah margin berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan antara Bank dengan nasabah yang mewajibkan
nasabah untuk melunasi hutang/kewajibannya.
Pembiayaan untuk kepemilikan emas.
3) Pembiayaan Istishna’ Penyediaan dana atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu untuk
transaksi jual beli barang dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu
dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan atau
pembeli dan penjual atau pembuat.
4) Pembiayaan Salam
Penyediaan dana atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu untuk jual beli
barang pesanan dengan pengiriman barang di kemudian hari oleh penjual dan
pelunasannya dilakukan oleh pembeli pada saat akad disepakati sesuai dengan
syarat-syarat tertentu.
d. Pembiayaan...
- 5 -
No.
Produk dan Aktivitas
d. Pembiayaan berdasarkan
prinsip
pinjam
meminjam
1) Pembiayaan Qardh
2) Pembiayaan Qardh
Beragun Emas
e. Pembiayaan sindikasi
Penyediaan dana atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan antara peminjam dan pihak yang meminjamkan
yang mewajibkan peminjam melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu.
Pembiayaan qardh dengan agunan berupa emas yang diikat dengan akad rahn,
dimana emas yang diagunkan disimpan dan dipelihara oleh Bank selama jangka
waktu tertentu dengan membayar biaya penyimpanan dan pemeliharaan atas emas
sebagai objek rahn.
Pemberian pembiayaan bersama antara sesama Bank atau antara Bank dengan
bank konvensional kepada satu nasabah, yang jumlah pembiayaannya terlalu
besar apabila diberikan oleh satu Bank saja. Dalam suatu perjanjian pembiayaan
sindikasi, Bank dapat bertindak antara lain sebagai arranger, underwriter, agen,
atau partisipan.
f. Pembiayaan
(refinancing)
ulang
g. Pengalihan utang atau
pembiayaan
h. Anjak piutang syariah
i. Pembelian
berharga syariah
j. Penempatan pada Bank
Indonesia
surat
Pemberian fasilitas pembiayaan bagi nasabah yang telah memiliki aset sepenuhnya
atau nasabah yang belum melunasi pembiayaan sebelumnya.
Pemindahan utang nasabah dari lembaga keuangan konvensional ke Bank
dan/atau pemindahan pembiayaan nasabah dari lembaga keuangan syariah ke
Bank.
Pengalihan penyelesaian piutang atau tagihan jangka pendek dari nasabah yang
memiliki piutang atau tagihan kepada Bank yang kemudian menagih piutang
tersebut kepada pihak yang berutang atau pihak yang ditunjuk oleh pihak yang
berutang sesuai Prinsip Syariah.
Pembelian surat berharga syariah baik yang diterbitkan oleh pemerintah, Bank
Indonesia, atau korporasi.
Tagihan atau penempatan dana Bank pada Bank Indonesia dalam bentuk giro,
transaksi dalam rangka operasi pasar terbuka syariah, fasilitas penempatan Bank
peserta Pasar Uang Antar Bank Syariah (PUAS) pada Bank Indonesia dan jenis
tagihan atau penempatan Bank lainnya pada Bank Indonesia.
k. Penempatan...
Definisi atau Karakteristik Umum
- 6 -
No.
Produk dan Aktivitas
k. Penempatan pada Bank
lain
Definisi atau Karakteristik Umum
Penanaman dana Bank pada bank lain dalam bentuk giro, tabungan, deposito,
sertifikat deposito syariah, dan penanaman dana lainnya yang sejenis berdasarkan
Prinsip Syariah termasuk PUAS mengacu pada ketentuan yang mengatur mengenai
PUAS.
l. Penyaluran dana lainnya Cukup jelas
3. PEMBIAYAAN
PERDAGANGAN (TRADE
FINANCE)
a. Pembiayaan dengan
SKBDN
1) Penerbitan dan Pembiayaan dengan SKBDN: Janji tertulis berdasarkan
permintaan tertulis pemohon (applicant) yang mengikat Bank pembuka (issuing
bank) untuk:
a. melakukan pembayaran kepada penerima atau ordernya, atau mengaksep
dan membayar wesel yang ditarik oleh penerima;
b. memberi kuasa kepada bank lain untuk melakukan pembayaran kepada
penerima, mengaksep dan membayar wesel yang ditarik oleh penerima; atau
c. memberi kuasa kepada bank lain untuk menegosiasi wesel yang ditarik oleh
penerima,
atas penyerahan dokumen sepanjang persyaratan dan kondisi SKBDN
dipenuhi.
2) Penerimaan dan Pembiayaan dengan SKBDN: Surat pernyataan akan membayar
kepada penerima SKBDN yang diterbitkan oleh bank penerbit untuk
memfasilitasi perdagangan dengan pemenuhan persyaratan tertentu sesuai
dengan Prinsip Syariah.
b. Pembiayaan impor
dengan Letter of Credit
(L/C)
c. Pembiayaan ekspor
dengan Letter of Credit
(L/C)
Surat pernyataan akan membayar kepada eksportir (beneficiary) yang diterbitkan
oleh Bank (issuing bank) atas permintaan importir dengan pemenuhan persyaratan
tertentu.
Surat pernyataan akan membayar kepada eksportir yang diterbitkan oleh Bank
penerbit untuk memfasilitasi perdagangan ekspor dengan pemenuhan persyaratan
tertentu sesuai dengan Prinsip Syariah.
d. Pembiyaan ekspor/impor Penyediaan fasilitas pembiayaan oleh Bank kepada nasabah untuk ekspor-impor
tanpa...
- 7 -
No.
Produk dan Aktivitas
tanpa Letter of Credit
(L/C)
e. Pembiayaan
perdagangan (trade
finance) lainnya
4. TREASURY
a. Jual beli uang kertas
asing (banknotes)
b. Transaksi valuta asing
(spot)
c. Transaksi lindung nilai
syariah atas nilai tukar
1) Transaksi
tukar
sederhana
2) Transaksi
kompleks
3) Transaksi
syariah
d. Treasury lainnya
Cukup jelas.
5. KEGIATAN VALUTA ASING Cukup jelas.
6. PENYERTAAN MODAL
Penanaman dana Bank dalam bentuk saham pada perusahaan yang bergerak di
bidang keuangan syariah, termasuk penanaman dana dalam bentuk surat
berharga syariah yang dapat dikonversi menjadi saham (convertible securities) atau
jenis...
lindung
nilai syariah atas
nilai tukar - melalui
bursa
komoditi
Transaksi lindung nilai dengan skema berupa rangkaian transaksi jual beli
komoditi dalam mata uang rupiah yang diikuti dengan jual beli komoditi dalam
mata uang asing serta penyelesaiannya berupa serah terima mata uang pada saat
jatuh tempo.
lindung
nilai syariah atas
nilai
tukar
-
Transaksi lindung nilai dengan skema berupa rangkaian transaksi spot dan
forward agreement yang diikuti dengan transaksi spot pada saat jatuh tempo serta
penyelesaiannya berupa serah terima mata uang.
lindung
nilai syariah atas
nilai
-
tanpa L/C.
Cukup jelas.
Kegiatan penjualan atau pembelian banknotes atau Uang Kertas Asing (UKA).
Perjanjian jual/beli valuta asing secara tunai dengan penyerahan atau
penyelesaian transaksi tidak lebih dari 2 (dua) hari kerja.
Transaksi lindung nilai dengan skema forward agreement yang diikuti dengan
transaksi spot pada saat jatuh tempo serta penyelesaiannya berupa serah terima
mata uang.
Definisi atau Karakteristik Umum
- 8 -
No.
Produk dan Aktivitas
Definisi atau Karakteristik Umum
jenis transaksi tertentu berdasarkan Prinsip Syariah yang berakibat Bank memiliki
atau akan memiliki saham pada perusahaan yang bergerak di bidang keuangan
syariah.
7. PENYERTAAN
SEMENTARA
8. KEAGENAN
MODAL
DAN
KERJASAMA
a. Agen penjual efek reksa
dana syariah
Aktivitas Bank dalam rangka mewakili perusahaan efek sebagai manajer investasi
untuk menjual efek reksa dana syariah yang dilaksanakan oleh pegawai Bank yang
memiliki izin wakil agen penjual reksa dana syariah untuk menjual efek reksa
dana syariah. Bank yang akan bertindak sebagai agen penjual reksa dana syariah
wajib terlebih dahulu memperoleh izin sebagai sebagai Agen Penjual Reksa Dana
(APERD).
b. Agen penjual surat
berharga syariah yang
diterbitkan pemerintah
c. Bancassurance
bisnis referensi
model
Bank bertindak sebagai agen penjualan surat berharga syariah yang diterbitkan
oleh pemerintah kepada nasabahnya, antara lain penjualan Surat Berharga
Syariah Negara (SBSN) dan Surat Perbendaharaan Negara (SPN) Syariah.
Aktivitas kerjasama pemasaran produk asuransi syariah dengan Bank berperan
hanya mereferensikan atau merekomendasikan suatu produk asuransi syariah
kepada nasabah. Peran Bank dalam melakukan pemasaran terbatas sebagai
perantara dalam meneruskan informasi produk asuransi syariah dari perusahaan
asuransi mitra Bank kepada nasabah atau menyediakan akses kepada perusahaan
asuransi untuk menawarkan produk asuransi syariah kepada nasabah.
d. Bancassurance
bisnis distribusi
model
Aktivitas kerjasama pemasaran produk asuransi dengan Bank berperan
memasarkan produk asuransi dengan cara memberikan penjelasan mengenai
produk asuransi tersebut secara langsung kepada nasabah. Penjelasan dari Bank
dapat dilakukan melalui tatap muka dengan nasabah dan/atau dengan
menggunakan sarana komunikasi (telemarketing), termasuk melalui surat, media
elektronik, dan situs Bank.
e. Bancassurance
bisnis integrasi
model
Aktivitas kerjasama pemasaran produk asuransi dengan Bank berperan
memasarkan produk asuransi kepada nasabah dengan cara melakukan modifikasi
dan/atau...
Penyertaan modal oleh Bank dalam bentuk saham pada perusahaan nasabah
untuk mengatasi kegagalan pembiayaan.
- 9 -
No.
Produk dan Aktivitas
Definisi atau Karakteristik Umum
dan/atau menggabungkan produk asuransi dengan produk Bank. Aktivitas
kerjasama pemasaran ini dilakukan oleh Bank dengan cara menawarkan atau
menjual bundled product kepada nasabah melalui tatap muka dan/atau dengan
menggunakan sarana komunikasi, termasuk melalui surat, media elektronik, dan
situs Bank. Dengan demikian, peran Bank tidak hanya meneruskan dan
memberikan penjelasan yang terkait dengan produk asuransi kepada nasabah,
tetapi juga menindaklanjuti aplikasi nasabah atas bundled product, termasuk yang
terkait dengan produk asuransi kepada perusahaan asuransi mitra Bank.
f. Payment point
g. Keagenan dan kerjasama
lainnya
9. SISTEM PEMBAYARAN DAN
ELECTRONIC BANKING
a. Penyelenggara kliring
b. Penyelenggara
penyelesaian
akhir
transaksi antar bank
(settlement)
c. Penyelenggara transfer
dana
d. Penyelenggara
alat
pembayaran dengan
menggunakan kartu
selain kartu pembiayaan
(sharia card)
Aktivitas kerjasama Bank dengan pihak ketiga dalam rangka penerimaan tagihan
melalui setoran tunai maupun non tunai, antara lain untuk penerimaan
pembayaran tagihan listrik, air, telepon, telepon seluler, dan tagihan jasa internet.
Cukup jelas.
Penyelenggaraan pertukaran data keuangan elektronik dan/atau warkat antar
peserta kliring baik atas nama peserta maupun atas nama nasabah yang
perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu.
Kegiatan pendebetan dan pengkreditan rekening giro Bank di Bank Indonesia yang
dilakukan berdasarkan perhitungan hak dan kewajiban masing-masing bank yang
timbul dalam penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI).
Rangkaian kegiatan yang dimulai dengan perintah dari pengirim asal yang
bertujuan memindahkan sejumlah dana kepada penerima yang disebutkan dalam
perintah transfer dana sampai dengan diterimanya dana oleh penerima.
Penyelenggara Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK) berupa kartu
Anjungan Tunai Mandiri (ATM) dan/atau kartu debet.
e. Penyelenggara...
- 10 -
No.
Produk dan Aktivitas
e. Penyelenggara
alat
pembayaran dengan
menggunakan
pembiayaan (sharia card)
f. Penyelenggara uang
elektronik (e-money)
Penyelenggara alat pembayaran yang memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
a. diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor terlebih dahulu oleh pemegang
kepada penerbit;
b. nilai uang disimpan secara elektronik dalam suatu media seperti server atau
chip;
c. digunakan sebagai alat pembayaran kepada pedagang yang bukan merupakan
penerbit uang elektronik tersebut; dan
d. nilai uang elektronik yang disetor oleh pemegang dan dikelola oleh penerbit
bukan merupakan simpanan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang
yang mengatur mengenai perbankan.
g. Phone banking
h. SMS banking
i. Mobile banking
j. Internet banking
k. Sistem pembayaran dan
electronic
lainnya
10. KEGIATAN LAINNYA
a. Safe Deposit Box (SDB)
b. Traveller’s Cheque (TC)
c. Payroll
Jasa penyewaan kotak penyimpanan harta atau surat berharga dalam ruang
khasanah Bank.
Penerbitan cek perjalanan yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran.
Layanan kepada nasabah untuk melakukan pembayaran gaji kepada
pegawai/karyawan secara massal.
d. Cash...
banking
Layanan untuk bertransaksi perbankan melalui telepon dengan menghubungi
nomor layanan pada Bank.
Layanan informasi atau transaksi perbankan yang dapat diakses langsung melalui
telepon seluler dengan menggunakan media SMS.
Layanan untuk melakukan transaksi perbankan melalui telepon seluler.
Layanan untuk melakukan transaksi perbankan melalui jaringan internet.
Cukup jelas.
kartu
Definisi atau Karakteristik Umum
Penyelenggara Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK) berupa kartu
pembiayaan (sharia card).
- 11 -
No.
Produk dan Aktivitas
d. Cash management
Definisi atau Karakteristik Umum
Jasa/layanan pengelolaan kas yang diberikan kepada nasabah yang memiliki
simpanan pada Bank, di mana setiap transaksi harus berdasarkan perintah
nasabah.
Contoh jasa/layanan cash management antara lain pendebetan atau
pemindahbukuan rekening nasabah dalam rangka pembayaran tagihan atau
kewajiban, transfer/pemindahbukuan dana dari satu rekening ke rekening lain
milik nasabah, konsolidasi (pooling) atau distribusi dana dari kantor-kantor
cabang/jaringan operasional perusahaan, dan jasa pembayaran gaji karyawan
secara massal (payroll).
Dalam kegiatan cash management, Bank hanya diperkenankan untuk bertindak
sebagai pihak yang melakukan pembayaran (paying agent) berdasarkan perintah
nasabah dan tidak bertindak sebagai agen investasi (investment agent) dana.
e. Layanan Nasabah Prima
(LNP)
h. Kustodian
Layanan terkait produk dan/atau aktivitas dengan keistimewaan tertentu bagi
nasabah prima.
Penitipan kolektif surat berharga (efek) seperti saham atau obligasi serta
melaksanakan tugas administrasi seperti menagih hasil penjualan, menerima
dividen, mengumpulkan informasi mengenai perusahaan acuan seperti misalnya
rapat umum pemegang saham tahunan, menyelesaikan transaksi penjualan dan
pembelian, melaksanakan transaksi dalam valuta asing apabila diperlukan, serta
menyajikan laporan atas seluruh Aktivitasnya sebagai kustodian kepada kliennya.
Bank yang akan bertindak sebagai Kustodian wajib terlebih dahulu memperoleh
persetujuan Otoritas Jasa Keuangan.
i. Wali Amanat
Jasa/layanan yang diberikan kepada para pemegang efek bersifat hutang atau
sukuk (investor) untuk menjadi wakil investor dalam penerbitan suatu efek bersifat
hutang atau sukuk tersebut. Sebagai wakil investor, Bank selaku Wali Amanat
turut serta dalam proses penerbitan sukuk dan memonitoring kewajiban emiten
terhadap ketentuan yang ada dalam perjanjian perwaliamanatan hingga sukuk
tersebut lunas. Bank yang akan bertindak sebagai Wali Amanat wajib terlebih
dahulu terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan untuk mendapatkan Surat Tanda
Terdaftar sebagai Wali Amanat.
j. Virtual...
- 12 -
No.
Produk dan Aktivitas
j. Virtual Account (VA)
k. Cash pick up and
delivery
l. Agen penampungan
(escrow agent)
m. Bank Garansi
n. Penitipan
dengan
pengelolaan (trust)
Definisi atau Karakteristik Umum
Layanan yang diberikan Bank kepada nasabah berupa fasilitas identifikasi
penerimaan pembayaran tagihan yang dimiliki nasabah kepada pihak lawan
(counterparty) nasabah.
Layanan penjemputan atau pengantaran uang tunai dari dan ke lokasi nasabah.
Layanan jasa yang diberikan oleh Bank yang bertindak sebagai agen penampungan
(escrow agent) untuk melaksanakan hak dan kewajiban yang ditetapkan dalam
perjanjian agen penampungan (escrow agent).
Kesanggupan tertulis yang diberikan oleh Bank kepada pihak penerima jaminan
bahwa Bank akan membayar sejumlah uang kepadanya pada waktu tertentu jika
pihak terjamin tidak dapat memenuhi kewajibannya.
Trust adalah kegiatan penitipan dengan pengelolaan.
Dalam kegiatan penitipan dengan pengelolaan terdapat 3 (tiga) pihak yang terlibat
yaitu (i) settlor sebagai pihak penitip yang memiliki harta/dana dan memberikan
kewenangan untuk mengelola dana kepada trustee; (ii) trustee (dalam hal ini Bank)
sebagai pihak yang diberi kewenangan oleh settlor/penitip untuk mengelola
harta/dana guna kepentingan penerima manfaat yaitu beneficiary; dan (iii)
beneficiary sebagai pihak penerima manfaat dari harta/dana tersebut. Kegiatan
trust mencakup kegiatan antara lain sebagai (i) agen pembayar (paying agent); (ii)
agen investasi (investment agent) dana berdasarkan Prinsip Syariah; dan/atau (iii)
agen pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah.
o. Laku Pandai
Kegiatan menyediakan layanan perbankan syariah dan/atau layanan keuangan
syariah lainnya yang dilakukan tidak melalui jaringan kantor, namun melalui kerja
sama dengan pihak lain dan perlu didukung dengan penggunaan sarana teknologi
informasi.
p. Kegiatan...
- 13 -
No.
Produk dan Aktivitas
p. Kegiatan lainnya
Cukup jelas.
Definisi atau Karakteristik Umum
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 21 Desember 2015
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN
OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
NELSON TAMPUBOLON
Salinan Sesuai Dengan Aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Sudarmaji
LAMPIRAN III
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 36/SEOJK.03/2015
TENTANG
PRODUK DAN AKTIVITAS BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH
- 2 -
PRODUK DAN AKTIVITAS BUS DAN UUS BERDASARKAN KELOMPOK KEGIATAN USAHA
No.
Produk/Aktivitas
1. PENGHIMPUNAN DANA
a. Simpanan (Wadi’ah)
1) Giro
2) Tabungan
b. Investasi (Mudharabah)
1) Giro
2) Tabungan
3) Deposito
c. Sertifikat deposito syariah
1) Tanpa warkat (scripless)
2) Dalam bentuk warkat
d. Pinjaman/pembiayaan
yang diterimaa)
e. Penerbitan surat berharga
syariahb)
f. Penerbitan surat berharga
syariah yang memiliki fitur
ekuitas b)
g. Sekuritisasi aset b)
h. Penghimpunan
dana
lainnya
1) Diluar huruf a sampai
dengan huruf g.
2) Huruf a sampai dengan
huruf...
Tanpa persetujuan
Tanpa persetujuan
Tanpa persetujuan
Tanpa persetujuan
Tanpa persetujuan
Persetujuan
Tanpa persetujuan
Tanpa persetujuan
Tanpa persetujuan
Tanpa persetujuan
Tanpa persetujuan
Tanpa persetujuan
Persetujuan
Tanpa persetujuan
Persetujuan
Persetujuan
Dilarang
Persetujuan
Tanpa persetujuan
Tanpa persetujuan
Tanpa persetujuan
Tanpa persetujuan
Tanpa persetujuan
Persetujuan
Tanpa persetujuan
Persetujuan
Persetujuan
Persetujuan
Persetujuan
Persetujuan
Tanpa persetujuan
Tanpa persetujuan
Tanpa persetujuan
Tanpa persetujuan
Tanpa persetujuan
Persetujuan
Tanpa persetujuan
Tanpa Persetujuan Tanpa Persetujuan Tanpa Persetujuan Tanpa Persetujuan
Persetujuan
Persetujuan
Persetujuan
Persetujuan
Dilarang
Persetujuan
Persetujuan
BUKU 1
BUKU 2
BUKU 3
BUKU 4
- 3 -
No.
Produk/Aktivitas
huruf g dengan
keterangan
persetujuan”
tidak sesuai dengan
Kodifikasi Produk dan
Aktivitas Bank.
2. PENYALURAN DANA
a. Pembiayaan berdasarkan
prinsip bagi hasil
1) Pembiayaan
Mudharabah
2) Pembiayaan
Musyarakah
3) Pembiayaan
Musyarakah
Mutanaqisah (MMQ)
b. Pembiayaan berdasarkan
prinsip sewa menyewa
1) Pembiayaan Ijarah
2) Pembiayaan
3) Pembiayaan
Multijasa
Tanpa Persetujuan
Tanpa Persetujuan
Tanpa Persetujuan
Tanpa Persetujuan
Tanpa Persetujuan
Tanpa Persetujuan
Tanpa Persetujuan
Tanpa Persetujuan
Tanpa Persetujuan
Tanpa Persetujuan
Tanpa Persetujuan
Tanpa Persetujuan
“tanpa
namun
BUKU 1
BUKU 2
BUKU 3
BUKU 4
Tanpa Persetujuan
Ijarah Tanpa Persetujuan
Muntahiyah Bittamlik
(IMBT)
Ijarah
4) Pembiayaan pengurusan
haji
Tanpa Persetujuan
Tanpa Persetujuan
Tanpa Persetujuan
Tanpa Persetujuan
Tanpa Persetujuan
Tanpa Persetujuan
Tanpa Persetujuan
Tanpa Persetujuan
c. Pembiayaan berdasarkan
prinsip jual beli
1) Pembiayaan Murabahah Tanpa Persetujuan Tanpa Persetujuan Tanpa Persetujuan Tanpa Persetujuan
2) Pembiayaan...
Tanpa Persetujuan
Tanpa Persetujuan
Tanpa Persetujuan
Tanpa Persetujuan
Tanpa Persetujuan
Tanpa Persetujuan
- 4 -
No.
Produk/Aktivitas
2) Pembiayaan
Kepemilikan Emas (PKE)
3) Pembiayaan Istishna’
4) Pembiayaan Salam
d. Pembiayaan berdasarkan
prinsip pinjam meminjam
1) Pembiayaan Qardh
2) Pembiayaan
Beragun Emas
e. Pembiayaan sindikasi
f. Pembiayaan
(refinancing)
g. Pengalihan utang atau
pembiayaan
h. Anjak piutang syariah
i. Pembelian surat berharga
syariah
j. Penempatan pada Bank
Indonesia
l. Penyaluran dana lainnya
1) Diluar huruf a sampai
dengan huruf k
2) Huruf a sampai dengan
huruf k namun tidak
sesuai dengan Kodifikasi
Tanpa persetujuan
(partisipan)
ulang
Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan
Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan
Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan
Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan
Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan
Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan
k. Penempatan pada bank lain Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan
Persetujuan
Persetujuan
Persetujuan
Persetujuan
BUKU 1
Tanpa Persetujuan
Tanpa Persetujuan
Tanpa Persetujuan
Qardh
Tanpa Persetujuan
Tanpa Persetujuan
BUKU 2
Tanpa Persetujuan
Tanpa Persetujuan
Tanpa Persetujuan
Tanpa Persetujuan
Tanpa Persetujuan
BUKU 3
Tanpa Persetujuan
Tanpa Persetujuan
Tanpa Persetujuan
Tanpa Persetujuan
Tanpa Persetujuan
BUKU 4
Tanpa Persetujuan
Tanpa Persetujuan
Tanpa Persetujuan
Tanpa Persetujuan
Tanpa Persetujuan
Produk...
- 5 -
No.
Produk/Aktivitas
Produk dan Aktivitas
Bank.
3. PEMBIAYAAN PERDAGANGAN
(TRADE FINANCE)
a. Pembiayaan dengan
SKBDN
b. Pembiayaan impor dengan
Letter of Credit (L/C)
c. Pembiayaan ekspor dengan
Letter of Credit (L/C)
d. Pembiayaan ekspor-impor
tanpa Letter of Credit (L/C)
e. Pembiayaan perdagangan
(trade finance) lainnya
1) Diluar huruf a sampai
dengan huruf d
2) Huruf a sampai dengan
huruf d
keterangan
persetujuan”
4. TREASURY
a. Jual beli uang kertas asing
(banknotes)
b. Transaksi valuta asing
(spot)
Persetujuan
sebagai PVA
Dilarang
Tanpa
persetujuanc)
Tanpa
persetujuanc)
Tanpa
persetujuanc)
Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan
tidak sesuai dengan
Kodifikasi Produk dan
Aktivitas Bank.
dengan
“tanpa
namun
Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan
Dilarang
Dilarang
Dilarang
Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan
Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan
Persetujuan
Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan
Persetujuan
Persetujuan
Persetujuan
BUKU 1
BUKU 2
BUKU 3
BUKU 4
c. Transaksi...
- 6 -
No.
Produk/Aktivitas
c. Transaksi lindung nilai
syariah atas nilai tukar
1) Transaksi lindung nilai
syariah atas nilai tukar -
sederhana
2) Transaksi lindung nilai
syariah atas nilai tukar -
kompleks
3) Transaksi lindung nilai
syariah atas nilai tukar -
melalui bursa komoditi
syariah
d. Treasury lainnya
1) Di luar huruf a sampai
dengan huruf c
2) Huruf a sampai dengan
huruf c dengan
keterangan
persetujuan”
tidak sesuai dengan
Kodifikasi Produk dan
Aktivitas Bank.
5. KEGIATAN VALUTA ASING c)
6. PENYERTAAN MODAL
7. PENYERTAAN
SEMENTARA
Persetujuan
(Hanya sebagai
PVA)
Dilarang
Persetujuan
15% dari modal
Persetujuan
25% dari modal
Persetujuan
35% dari modal
MODAL Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan
Persetujuan
Persetujuan
Persetujuan
“tanpa
namun
BUKU 1
Dilarang
Dilarang
Dilarang
BUKU 2
Tanpa persetujuan
Persetujuan
Persetujuan
BUKU 3
BUKU 4
Tanpa persetujuan
Persetujuan
Persetujuan
Tanpa persetujuan
Persetujuan
Persetujuan
Dilarang
Persetujuan
Persetujuan
Persetujuan
8. KEAGENAN...
- 7 -
No.
Produk/Aktivitas
8. KEAGENAN DAN KERJASAMA
a. Agen penjual efek reksa
dana syariah
b. Agen penjual surat
berharga syariah yang
diterbitkan pemerintah
c. Bancassurance model
bisnis referensi
d. Bancassurance model
bisnis distribusi
e. Bancassurance model
bisnis integrasi
f. Payment point
g. Keagenan dan kerjasama
lainnya
1) Di luar huruf a sampai
dengan huruf f
2) Huruf a sampai dengan
huruf f
keterangan
persetujuan”
dengan
“tanpa
namun
tidak sesuai dengan
Kodifikasi Produk dan
Aktivitas Bank.
Dilarang
Persetujuan
Persetujuan
Persetujuan
Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan
Persetujuan
Dilarang
Dilarang
Persetujuan
Persetujuan
Persetujuan
Persetujuan
Persetujuan
Persetujuan
Persetujuan
Persetujuan
Persetujuan
Persetujuan
Persetujuan
Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan
Persetujuan
Persetujuan
BUKU 1
BUKU 2
BUKU 3
BUKU 4
9. SISTEM...
- 8 -
No.
9.
Produk/Aktivitas
SISTEM PEMBAYARAN DAN
ELECTRONIC BANKING
a. Penyelenggara kliring d)
b. Penyelenggara penyelesaian
akhir transaksi antar bank
(settlement) d)
c. Penyelenggara
dana d)
d. Penyelenggara
pembayaran
e. Penyelenggara
pembayaran
menggunakan
f. Penyelenggara
g. Phone banking e)
h. SMS banking e)
transfer
alat
dengan
menggunakan kartu selain
kartu pembiayaan (sharia
card)d)
alat
dengan
kartu
pembiayaan (sharia card)d)
uang
elektronik (e-money) d)
Persetujuan
Persetujuan
Persetujuan
i. Mobile banking e)
j. Internet banking e)
k. Sistem pembayaran d) dan
Persetujuan
Dilarangf)
Persetujuan
Persetujuan
Persetujuan
Persetujuan
Persetujuan
Persetujuan
Persetujuan
Persetujuan
Persetujuan
Persetujuan
Persetujuan
Persetujuan
Persetujuan
Persetujuan
Persetujuan
Persetujuan
Persetujuan
Persetujuan
Persetujuan
electronic...
Dilarang
Persetujuan
Persetujuan
Persetujuan
Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan
Persetujuan
Persetujuan
Persetujuan
Persetujuan
Persetujuan
Persetujuan
Persetujuan
Persetujuan
Persetujuan
Persetujuan
Persetujuan
Persetujuan
BUKU 1
BUKU 2
BUKU 3
BUKU 4
- 9 -
No.
Produk/Aktivitas
electronic banking lainnya
1) Diluar huruf a sampai
dengan huruf j.
2) Diluar huruf a sampai
dengan huruf j dengan
keterangan
persetujuan”
“tanpa
namun
tidak sesuai dengan
Kodifikasi Produk dan
Aktivitas Bank.
10. KEGIATAN LAINNYA
a. Safe Deposit Box (SDB)
b. Traveller’s Cheque (TC)
c. Payroll
d. Cash management
e. Layanan Nasabah Prima
(LNP)
h. Kustodianb)
i. Wali amanat b)
j. Virtual Account (VA)
k. Cash pick up and delivery
Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan
Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan
Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan
Dilarang g)
Persetujuan
Dilarang
Dilarang
Persetujuan
Persetujuan
Dilarang
Dilarang
Persetujuan
Persetujuan
Persetujuan
Persetujuan
Persetujuan
Persetujuan
Persetujuan
Persetujuan
Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan
Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan
BUKU 1
BUKU 2
BUKU 3
BUKU 4
l. Agen...
- 10 -
No.
Produk/Aktivitas
l. Agen
n. Penitipan
pengelolaan (trust)
o. Laku Pandai
p. Kegiatan lainnya
1) Diluar huruf a sampai
dengan huruf o.
2) Huruf a sampai dengan
huruf o
keterangan
persetujuan”
tidak sesuai dengan
Kodifikasi Produk dan
Aktivitas Bank.
Keterangan:
a)
b)
c)
d)
e)
dengan
“tanpa
namun
Persetujuan
Persetujuan
Persetujuan
Persetujuan
penampungan
(escrow agent)
m. Bank Garansi
dengan
BUKU 1
BUKU 2
BUKU 3
BUKU 4
Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan
Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan
Dilarang
Dilarang
Persetujuan
Persetujuan
Persetujuan
Persetujuan
Persetujuan
Persetujuan
: Pinjaman luar negeri jangka panjang harus memperoleh izin masuk pasar dari Bank Indonesia
: Persetujuan mengacu pada ketentuan perundang-undangan pasar modal termasuk ketentuan di bidang pasar
modal.
: Bank dapat melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing sepanjang telah memperoleh persetujuan dari
Otoritas Jasa Keuangan.
: Bank wajib memperoleh izin pelaksanaan dari Bank Indonesia setelah mendapatkan persetujuan dari Otoritas
Jasa Keuangan.
: Dalam hal bank umum konvensional induk UUS telah memiliki persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan maka
UUS hanya perlu melaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan menunjuk persetujuan yang telah dimiliki
oleh...
- 11 -
oleh bank umum konvensional induk UUS.
f)
g)
: Kecuali apabila dilakukan melalui kerja sama dengan bank lain.
: Kecuali cash management berupa jasa/layanan pembayaran gaji pegawai secara massal (payroll).
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 21 Desember 2015
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN
OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
Salinan Sesuai Dengan Aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Sudarmaji
NELSON TAMPUBOLON
LAMPIRAN V
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 36/SEOJK.03/2015
TENTANG
PRODUK DAN AKTIVITAS BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH
- 2 -
Lampiran V.1
Nomor
Lampiran
Kepada
Otoritas Jasa Keuangan
Up. 1)
Perihal : Permohonan Persetujuan Penerbitan Produk/Pelaksanaan
Aktivitas2) Baru
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Sehubungan dengan perihal tersebut di atas, dengan ini kami
mengajukan permohonan persetujuan penerbitan Produk/pelaksanaan
Aktivitas2) baru dengan rincian sebagai berikut:
1. Jenis Produk/Aktivitas2) : ………………………………………………
2. Nama Produk/Aktivitas2) : ………………………………………………
3. Rencana penerbitan Produk/pelaksanaan Aktivitas2) : ……….
Sebagai bahan pertimbangan, bersama ini kami sampaikan dokumen
pendukung yang dipersyaratkan sebagaimana checklist terlampir. Apabila
terdapat pertanyaan atau hal-hal lainnya terkait surat permohonan ini,
Saudara dapat menghubungi pegawai kami yaitu ………melalui
telepon…….atau email……..
Demikian permohonan ini kami sampaikan, atas perhatiannya kami
ucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
: ....................
: ....................
(Tempat), (Tanggal, Bulan, Tahun)
DIREKSI BANK
Tembusan: Departemen Perbankan Syariah3)
1) Departemen Perbankan Syariah, Kantor Regional, atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat yang
mewilayahi BUS atau UUS bersangkutan.
2) Coret yang tidak perlu.
3) Dalam hal merupakan permohonan persetujuan Produk baru dan BUS atau UUS berada diluar
wilayah kerja Departemen Perbankan Syariah.
CHECKLIST...
- 3 -
CHECKLIST DOKUMEN DALAM RANGKA PERMOHONAN PERSETUJUAN
PRODUK/AKTIVITAS1) BARU
No.
1.
Dokumen
Penjelasan umum
mengenai
Produk/Aktivitas1) baru.
a. jenis dan nama Produk/Aktivitas1)
baru;
b. rencana waktu penerbitan Produk/
pelaksanaan Aktivitas1) baru; dan
c. informasi mengenai fitur atau
karakteristik Produk yang akan
diterbitkan/Aktivitas yang akan
dilaksanakan1).
2. Manfaat dan biaya bagi Bank.
3. Manfaat dan risiko bagi nasabah.
4.
Standar operasional prosedur yang
memuat antara lain definisi dan skema;
ketentuan yang terkait; karakteristik;
target pasar atau nasabah; alur proses
(flowchart), unit kerja dan petugas yang
terkait; prosedur pelaksanaan sesuai alur
proses; jurnal pembukuan; kebijakan
dalam rangka transparansi dan
perlindungan nasabah; dan penanganan
nasabah bermasalah (dalam hal
merupakan Produk pembiayaan).
5.
6.
Rencana kebijakan dan prosedur terkait
dengan penerapan program APU dan PPT.
Identifikasi, pengukuran, pemantauan,
dan pengendalian terhadap risiko yang
melekat pada Produk/Aktivitas1) baru.
7. Hasil analisis aspek hukum dan aspek
kepatuhan atas Produk/Aktivitas1) baru.
8. Opini syariah dari DPS terkait
Produk/Aktivitas1) baru (terlampir).
9.
Konsep akad/perjanjian/formulir aplikasi
yang dilampiri dengan pendapat dari
satuan kerja yang membidangi hukum
yang menyatakan bahwa
konsep
akad/perjanjian/formulir aplikasi telah
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
10. Kesiapan operasional meliputi sumber
daya manusia dan kesiapan teknologi
informasi.
Check
Keterangan
Demikian...
- 4 -
Demikian checklist ini telah disusun secara benar dan lengkap untuk
disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan dalam rangka permohonan
persetujuan Produk/Aktivitas1) baru.
(Tempat), (Tanggal, Bulan,Tahun)
DIREKSI BANK
1) Coret yang tidak perlu.
Lampiran...
- 5 -
Lampiran V.2
OPINI SYARIAH DEWAN PENGAWAS SYARIAH (DPS)
Nama Produk/Aktivitas1) Baru: ………………………
No
Keterangan
1. Produk/Aktivitas1) baru mendasarkan pada fatwa DSN-MUI
2. Kesesuaian Produk/Aktivitas1) baru dengan fatwa DSN-MUI
paling sedikit meliputi:
a. akad yang digunakan dan pemenuhan unsur-unsur
dalam akad yang digunakan;
b. obyek transaksi dan tujuan penggunaan;
c. kesesuaian
penetapan
bonus/nisbah
bagi
hasil/margin/ujrah/fee dengan akad yang digunakan,
termasuk dalam hal diperlukan kaji ulang (review)
terhadap nisbah bagi hasil/margin/ujrah (untuk produk
penyaluran dana);
d. penetapan biaya administrasi; dan
e. penetapan hadiah, denda/sanksi dan/atau ganti rugi,
potongan, pelunasan dipercepat, dan perlakuan terhadap
agunan, apabila ada.
3.
Standar operasional prosedur Produk/Aktivitas1) baru terkait
dengan pemenuhan Prinsip Syariah.
4. Hasil kaji ulang terhadap konsep akad/perjanjian/formulir
aplikasi Produk/Aktivitas1) baru terkait dengan pemenuhan
Prinsip Syariah.
Kesimpulan : ……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………
(Tempat), (Tanggal, Bulan, Tahun)
(Dewan Pengawas Syariah)
(Dewan Pengawas Syariah)
Opini
1) coret yang tidak perlu
Lampiran...
- 6 -
Lampiran V.3
Nomor
: ....................
(Tempat), (Tanggal, Bulan, Tahun)
Lampiran : ....................
Kepada
Otoritas Jasa Keuangan
Up. 1)
Perihal : Laporan Realisasi Penerbitan Produk/Pelaksanaan Aktivitas2)
Baru
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Sehubungan dengan surat persetujuan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
...... tanggal ..... Hal ....., bersama ini kami laporkan bahwa telah dilaksanakan
penerbitan Produk/pelaksanaan Aktivitas2) baru sebagai berikut:
1. Jenis Produk/Aktivitas2)
2. Nama Produk/Aktivitas2)
3. Tanggal penerbitan Produk/pelaksanaan Aktivitas2)
: …….......................................
: …….......................................
: ……………
Untuk melengkapi laporan ini, terlampir kami sampaikan dokumen
pendukung berupa penjelasan mengenai kesesuaian Produk baru yang
diterbitkan/Aktivitas baru yang dilaksanakan2) dengan Produk/Aktivitas2)
baru yang telah disetujui oleh Otoritas Jasa Keuangan.
Demikian laporan ini kami sampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan
terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
DIREKSI BANK
1) Departemen Perbankan Syariah, Kantor Regional, atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat yang
mewilayahi BUS atau UUS bersangkutan.
2) Coret yang tidak perlu.
Lampiran...
- 7 -
Lampiran V.4
Nomor
: ....................
(Tempat), (Tanggal, Bulan, Tahun)
Lampiran : ....................
Kepada
Otoritas Jasa Keuangan
Up. 1)
Perihal : Laporan Realisasi Penerbitan Produk/Pelaksanaan Aktivitas2)
Baru
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Sehubungan dengan perihal tersebut diatas, bersama ini kami laporkan
bahwa telah dilaksanakan penerbitan Produk/pelaksanaan Aktivitas2) baru
sebagai berikut:
1. Jenis Produk/Aktivitas2)
2. Nama Produk/Aktivitas2)
3. Tanggal penerbitan Produk/pelaksanaan Aktivitas2)
: …….......................................
: …….......................................
: ……………
Untuk melengkapi laporan ini, bersama ini kami sampaikan dokumen
pendukung yang dipersyaratkan sebagaimana checklist terlampir.
Demikian laporan ini kami sampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan
terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
DIREKSI BANK
1) Departemen Perbankan Syariah, Kantor Regional, atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat yang
mewilayahi BUS atau UUS bersangkutan.
2) Coret yang tidak perlu.
CHECKLIST...
- 8 -
CHECKLIST DOKUMEN DALAM RANGKA REALISASI
PENERBITAN PRODUK/PELAKSANAAN AKTIVITAS1) BARU
No.
Dokumen
1. Ringkasan umum paling sedikit meliputi:
a. jenis dan nama Produk/Aktivitas1) baru;
b. tanggal penerbitan Produk/pelaksanaan
Aktivitas1) baru;
c. kesesuaian Produk
baru
yang
diterbitkan atau Aktivitas1) baru yang
dilaksanakan dengan:
d. klasifikasi BUKU;
e. Kodifikasi Produk dan Aktivitas Bank;
f. manfaat dan biaya bagi Bank;
g. manfaat dan risiko bagi nasabah;
h. target pasar atau nasabah;
i. karakteristik Produk/Aktivitas1);
j. alur proses (flowchart) dan prosedur
pelaksanaan sesuai alur proses Produk
atau Aktivitas;
k. jurnal pembukuan;
l. kebijakan dalam rangka transparansi
dan perlindungan nasabah; dan
m. penanganan nasabah bermasalah
(dalam hal merupakan Produk
pembiayaan).
2. Standar operasional prosedur
yang
memuat antara lain definisi dan skema;
ketentuan yang terkait; karakteristik;
target pasar atau nasabah; alur proses
(flowchart), unit kerja dan petugas yang
terkait; prosedur pelaksanaan sesuai alur
proses; jurnal pembukuan; kebijakan
dalam rangka transparansi dan
perlindungan nasabah; dan penanganan
nasabah bermasalah (dalam hal
merupakan Produk pembiayaan).
Demikian...
Check
Keterangan
- 9 -
Demikian checklist ini telah disusun secara benar dan lengkap untuk
disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan dalam rangka laporan realisasi
penerbitan Produk/pelaksanaan Aktivitas1) baru.
(Tempat), (Tanggal, Bulan, Tahun)
DIREKSI BANK
1) Coret yang tidak perlu.
Lampiran...
- 10 -
Lampiran V.5
Nomor
: ....................
(Tempat), (Tanggal, Bulan, Tahun)
Lampiran : ....................
Kepada
Otoritas Jasa Keuangan
Up. 1)
Perihal : Laporan Rencana Penghentian Produk/Aktivitas2)
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Sehubungan dengan perihal tersebut di atas, dengan ini kami
sampaikan laporan rencana penghentian Produk/Aktivitas2) sebagai berikut:
1. Jenis Produk/Aktivitas2)
2. Nama Produk/Aktivitas2)
: ……..................................................
: …….................................................
3. Rencana tanggal penghentian : ………………………………………………
Sebagai bahan pertimbangan, bersama ini kami sampaikan dokumen
pendukung yang dipersyaratkan sebagaimana checklist terlampir.
Demikian laporan ini kami sampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan
terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
DIREKSI BANK
1) Departemen Perbankan Syariah, Kantor Regional, atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat yang
mewilayahi BUS atau UUS bersangkutan.
2) Coret yang tidak perlu.
CHECKLIST...
- 11 -
CHECKLIST DOKUMEN DALAM RANGKA RENCANA PENGHENTIAN
PRODUK/AKTIVITAS1)
No.
1.
2.
Dokumen
Alasan penghentian.
Surat pernyataan Direksi mengenai
tanggung jawab atas
penghentian.
3.
Penjelasan mengenai langkah-langkah
yang akan ditempuh dalam rangka
penyelesaian atau pengalihan seluruh
kewajiban kepada nasabah dan pihak
lainnya.
Demikian checklist ini telah disusun secara benar dan lengkap untuk
disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan dalam rangka laporan rencana
penghentian Produk/Aktivitas1).
(Tempat), (Tanggal, Bulan, Tahun)
keputusan
Check
Keterangan
DIREKSI BANK
1) Coret yang tidak perlu.
Lampiran...
- 12 -
Lampiran V.6
Nomor
: ....................
(Tempat), (Tanggal, Bulan, Tahun)
Lampiran : ....................
Kepada
Otoritas Jasa Keuangan
Up. 1)
Perihal : Laporan Realisasi Penghentian Produk/Aktivitas2)
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Sehubungan dengan surat Otoritas Jasa Keuangan Nomor ...... tanggal
..... Hal .....2)/Sehubungan dengan surat kami Nomor ...... tanggal ..... Perihal
.....3)4), dengan ini kami laporkan bahwa kami telah melaksanakan
penghentian Produk/Aktivitas4) sebagai berikut:
1. Jenis Produk/Aktivitas4)
: ……...........................................................
2. Nama Produk/Aktivitas4) : ……...........................................................
3. Tanggal penghentian Produk/Aktivitas4) : ………………………………
Untuk melengkapi laporan ini, bersama ini kami sampaikan dokumen
pendukung yang memuat penjelasan mengenai langkah-langkah yang telah
dilakukan dalam rangka penyelesaian atau pengalihan seluruh kewajiban
kepada nasabah dan pihak lainnya.
Demikian laporan ini kami sampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan
terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
DIREKSI BANK
1) Departemen Perbankan Syariah, Kantor Regional, atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat yang
mewilayahi BUS atau UUS bersangkutan.
2) dalam hal Otoritas Jasa Keuangan memberikan penegasan.
3) dalam hal Otoritas Jasa Keuangan tidak memberikan penegasan.
4) Coret yang tidak perlu.
Lampiran...
- 13 -
Lampiran V.7
Nomor
: ....................
(Tempat), (Tanggal, Bulan, Tahun)
Lampiran : ....................
Kepada
Otoritas Jasa Keuangan
Up. 1)
Perihal : Laporan Realisasi Penghentian Sementara Produk/Aktivitas2)
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Sehubungan dengan surat Otoritas Jasa Keuangan Nomor ...... tanggal
..... Hal ...., dengan ini kami laporkan bahwa kami telah melaksanakan
penghentian sementara Produk/Aktivitas2) sebagai berikut:
1. Jenis Produk/Aktivitas2)
: ……...........................................................
2. Nama Produk/Aktivitas2) : ……...........................................................
3. Tanggal penghentian sementara Produk/Aktivitas2) : …………………….
Demikian laporan ini kami sampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan
terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
DIREKSI BANK
1) Departemen Perbankan Syariah, Kantor Regional, atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat yang
mewilayahi BUS atau UUS bersangkutan.
2) Coret yang tidak perlu.
Lampiran...
- 14 -
Lampiran V.8
Nomor
: ....................
(Tempat), (Tanggal, Bulan, Tahun)
Lampiran : ....................
Kepada
Otoritas Jasa Keuangan
Up. 1)
Perihal : Laporan Penyempurnaan Produk/Aktivitas2)
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Sehubungan dengan surat Otoritas Jasa Keuangan Nomor ...... tanggal
..... Hal .... dan surat kami Nomor ...... tanggal ..... perihal Laporan Realisasi
Penghentian Sementara Produk/Aktivitas2, dengan ini kami laporkan bahwa
kami telah menyempurnakan Produk ..... /Aktivitas2)
...... sesuai dengan
permintaan Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana terlampir.
Demikian laporan ini kami sampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan
terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
DIREKSI BANK
1) Departemen Perbankan Syariah, Kantor Regional, atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat yang
mewilayahi BUS atau UUS bersangkutan.
2) Coret yang tidak perlu.
Lampiran...
- 15 -
Lampiran V.9
Nomor
: ....................
(Tempat), (Tanggal, Bulan, Tahun)
Lampiran : ....................
Kepada
Otoritas Jasa Keuangan
Up. 1)
Perihal : Laporan Realisasi Penerbitan Kembali Produk/Pelaksanaan
Kembali Aktivitas2)
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Sehubungan dengan surat Otoritas Jasa Keuangan Nomor ..........
tanggal ........ Hal............, bersama ini kami laporkan bahwa telah
dilaksanakan penerbitan kembali Produk/pelaksanaan kembali Aktivitas2)
sebagai berikut:
1. Jenis Produk/Aktivitas2)
2. Nama Produk/Aktivitas2)
: …….......................................
: …….......................................
3. Tanggal penerbitan kembali Produk/pelaksanaan kembali Aktivitas2): ..
Demikian laporan ini kami sampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan
terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
DIREKSI BANK
1) Departemen Perbankan Syariah, Kantor Regional, atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat yang
mewilayahi BUS atau UUS bersangkutan.
2) Coret yang tidak perlu.
Lampiran...
- 16 -
Lampiran V.10
Nomor
: ....................
(Tempat), (Tanggal, Bulan, Tahun)
Lampiran : ....................
Kepada
Otoritas Jasa Keuangan
Up. 1)
Perihal : Laporan Realisasi Penghentian Permanen Produk/Aktivitas2)
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Sehubungan dengan surat Otoritas Jasa Keuangan Nomor ...... tanggal
..... Hal ....., dengan ini kami laporkan bahwa kami telah melaksanakan
penghentian permanen Produk/Aktivitas2) sebagai berikut:
1. Jenis Produk/Aktivitas2)
: ……...........................................................
2. Nama Produk/Aktivitas2) : ……...........................................................
3. Tanggal penghentian permanen Produk/Aktivitas2) : ……………………..
Demikian laporan ini kami sampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan
terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
DIREKSI BANK
1) Departemen Perbankan Syariah, Kantor Regional, atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat yang
mewilayahi BUS atau UUS bersangkutan.
2) Coret yang tidak perlu.
Lampiran...
- 17 -
Lampiran V.11
Nomor
: ....................
(Tempat), (Tanggal, Bulan, Tahun)
Lampiran : ....................
Kepada
Otoritas Jasa Keuangan
Up. 1)
Perihal : Laporan Rencana Tindak Penghentian Produk/Aktivitas2)
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Sehubungan dengan surat Otoritas Jasa Keuangan Nomor .... tanggal ....
Hal ...., terlampir kami sampaikan rencana tindak atas penghentian permanen
Produk ......../Aktivitas .........2) yang telah dilaksanakan pada tanggal ..........
Demikian laporan kami sampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan
terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
DIREKSI BANK
1) Departemen Perbankan Syariah, Kantor Regional, atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat yang
mewilayahi BUS atau UUS bersangkutan.
2) Coret yang tidak perlu.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 21 Desember 2015
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN
OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
NELSON TAMPUBOLON
Salinan Sesuai Dengan Aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Sudarmaji
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 6/SEOJK.03/2015 </reg_id>
<reg_title> LAYANAN KEUANGAN TANPA KANTOR DALAM RANGKA KEUANGAN INKLUSIF OLEH BANK </reg_title>
<set_date> 6 Februari 2015 </set_date>
<effective_date> 6 Februari 2015 </effective_date>
<related_reg> '19/POJK.03/2014' </related_reg>
|
Yth.
Direksi dan Dewan Komisaris Perusahaan Terbuka
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 32 /SEOJK.04/2015
TENTANG
PEDOMAN TATA KELOLA PERUSAHAAN TERBUKA
Sehubungan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
21/POJK.04/2015 tentang Penerapan Pedoman Tata Kelola Perusahaan
Terbuka (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 276,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5765), perlu mengatur
Pedoman Tata Kelola Perusahaan Terbuka dalam Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
1. Perusahaan Terbuka wajib menerapkan Pedoman Tata Kelola
Perusahaan Terbuka dan/atau menjelaskan alasan tidak
diterapkannya Pedoman Tata Kelola Perusahaan Terbuka
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) Pasal 2
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 21/POJK.04/2015 tentang
Penerapan Pedoman Tata Kelola Perusahaan Terbuka.
2. Pedoman Tata Kelola Perusahaan Terbuka adalah sebagaimana
termuat dalam Lampiran Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini,
yang disusun dengan mengacu pada tata kelola perusahaan yang
baik sesuai dengan praktik internasional yang patut diteladani dan
memperhatikan sektor dan industri serta ukuran dan kompleksitas
Perusahaan Terbuka.
II. ASPEK...
-2-
II. ASPEK, PRINSIP, DAN REKOMENDASI TATA KELOLA PERUSAHAAN
YANG BAIK
1. Pedoman Tata Kelola Perusahaan Terbuka yang selanjutnya disebut
Pedoman Tata Kelola, memuat praktik tata kelola perusahaan yang
baik sesuai dengan praktik internasional yang patut diteladani dan
belum diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di
sektor Pasar Modal.
2. Pedoman Tata Kelola sebagaimana dimaksud pada angka 1
mencakup 5 (lima) aspek, 8 (delapan) prinsip tata kelola perusahaan
yang baik, serta 25 (dua puluh lima) rekomendasi penerapan aspek
dan prinsip tata kelola perusahaan yang baik, sebagaimana
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
3. Lima aspek tata Kelola Perusahaan Terbuka sebagaimana dimaksud
pada angka 2 meliputi:
a. Hubungan Perusahaan Terbuka dengan Pemegang Saham Dalam
Menjamin Hak-Hak Pemegang Saham;
b. Fungsi dan Peran Dewan Komisaris;
c. Fungsi dan Peran Direksi;
d. Partisipasi Pemangku Kepentingan; dan
e. Keterbukaan Informasi.
4. Prinsip tata kelola perusahaan yang baik dalam Pedoman Tata Kelola
adalah konsep dasar tata kelola perusahaan yang baik, sesuai
dengan praktik internasional yang patut diteladani.
5. Rekomendasi penerapan aspek dan prinsip tata kelola perusahaan
yang baik dalam Pedoman Tata Kelola adalah standar penerapan
aspek dan prinsip tata kelola perusahaan yang baik, yang
diharapkan dapat diterapkan oleh Perusahaan Terbuka untuk
mengimplementasikan prinsip tata kelola.
III. PENERAPAN PEDOMAN TATA KELOLA PERUSAHAAN TERBUKA
1. Penerapan Pedoman Tata Kelola oleh Perusahaan Terbuka dilakukan
melalui pendekatan “Terapkan atau Jelaskan” (Comply or Explain).
Dengan pendekatan “Terapkan atau Jelaskan” (Comply or Explain),
Perusahaan Terbuka direkomendasikan melaksanakan rekomendasi
penerapan...
-3-
penerapan aspek dan prinsip tata kelola perusahaan yang baik.
Dalam hal Perusahaan Terbuka belum melaksanakan rekomendasi
tersebut, Perusahaan Terbuka wajib menjelaskan alasannya dan
alternatif pelaksanaannya (jika ada).
2. Dalam melaksanakan rekomendasi dari masing-masing aspek dan
prinsip tata kelola perusahaan yang baik dalam Pedoman Tata
Kelola, Perusahaan Terbuka harus memperhatikan kondisi
Perusahaan Terbuka, mempertimbangkan kepentingan penerapan
tata kelola yang baik sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan
kegiatan usaha dalam sektor dan industrinya serta ukuran dan
kompleksitas Perusahaan Terbuka, dan mendorong kinerja
Perusahaan Terbuka tersebut sehingga Perusahaan Terbuka dapat
melaksanakan aspek dan prinsip tata kelola yang baik dengan cara
melaksanakan rekomendasi atau menentukan cara lain yang terbaik
menurut Perusahaan Terbuka.
3. Dalam hal rekomendasi dalam Pedoman Tata Kelola untuk
melaksanakan aspek dan prinsip Pedoman Tata Kelola dimaksud
sesuai dengan kondisi atau kebutuhan Perusahaan Terbuka, maka
Perusahaan Terbuka direkomendasikan untuk melaksanakan
rekomendasi dimaksud. Namun jika rekomendasi dalam Pedoman
Tata Kelola tidak sesuai dengan kondisi Perusahaan Terbuka
sehingga rekomendasi dimaksud tidak dilaksanakan oleh
Perusahaan Terbuka, maka Perusahaan Terbuka wajib menjelaskan
alasan tidak dilaksanakan rekomendasi penerapan aspek dan prinsip
dalam Pedoman Tata Kelola atau mengungkapkan cara lain dalam
menerapkan aspek dan prinsip Pedoman Tata Kelola dimaksud.
4. Dalam memberikan penjelasan tidak dilaksanakannya rekomendasi
penerapan aspek dan prinsip tata kelola dalam Pedoman Tata Kelola
dan/atau penjelasan alasan penggunaan cara lain dalam
menerapkan aspek dan prinsip tata kelola dalam Pedoman Tata
Kelola sebagaimana dimaksud pada angka 3, Perusahaan Terbuka
harus memastikan bahwa penjelasan yang diberikan cukup jelas,
informatif, dan memadai sehingga investor dan pemangku
kepentingan lainnya mengerti alasan Perusahaan Terbuka:
a. tidak...
-4-
a. tidak dilaksanakannya rekomendasi penerapan aspek dan
prinsip tata kelola dalam Pedoman Tata Kelola; dan/atau
b. menggunakan cara lain dalam menerapkan aspek dan prinsip
tata kelola dalam Pedoman Tata Kelola.
IV. PENUTUP
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku sejak tanggal
ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 17 November 2015
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS
PASAR MODAL,
ttd
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Sudarmaji
NURHAIDA
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 32/SEOJK.04/2015 </reg_id>
<reg_title> PEDOMAN TATA KELOLA PERUSAHAAN TERBUKA </reg_title>
<set_date> 17 November 2015 </set_date>
<effective_date> 17 November 2015 </effective_date>
<related_reg> '21/POJK.04/2015' </related_reg>
|
Yth.
1. Direksi Bank Umum Konvensional; dan
2. Direksi Bank Umum Syariah;
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 11 /SEOJK.03/2017
TENTANG
PRINSIP KEHATI-HATIAN BAGI BANK UMUM YANG MELAKUKAN
PENYERAHAN SEBAGIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN
KEPADA PIHAK LAIN
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 9/POJK.03/2016 tentang Prinsip Kehati-hatian Bagi Bank Umum Yang
Melakukan Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Pihak Lain
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 21, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5845), perlu untuk mengatur
ketentuan pelaksanaan mengenai Prinsip Kehati-hatian Bagi Bank Umum
Yang Melakukan Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Pihak
Lain dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
1. Dengan semakin kompleks dan semakin beragam kegiatan usaha
Bank serta semakin tinggi tingkat persaingan di pasar keuangan,
Bank dituntut untuk berkonsentrasi pada kegiatan dan pekerjaan
pokok. Oleh karena itu, dalam hal diperlukan Bank dapat
menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan penunjang kepada
pihak lain (Alih Daya).
2. Dalam melakukan Alih Daya, Bank perlu memperhatikan risiko yang
dapat timbul dari pelaksanaan Alih Daya, antara lain risiko
operasional, risiko kepatuhan, risiko hukum, dan risiko reputasi.
Oleh karena itu, Bank wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dan
manajemen risiko yang memadai atas pelaksanaan Alih Daya,
- 2 -
sebagaimana diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
9/POJK.03/2016 tentang Prinsip Kehati-hatian Bagi Bank Umum
Yang Melakukan Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan
Kepada Pihak Lain, yang selanjutnya disebut POJK Alih Daya.
3. Penerapan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko atas
pelaksanaan Alih Daya oleh Bank meliputi:
a. melakukan analisa dan penilaian Perusahaan Penyedia Jasa
(PPJ) dengan baik untuk memastikan bahwa PPJ yang dipilih
memiliki kinerja keuangan dan reputasi yang baik, sumber daya
manusia, sarana dan prasarana, serta pengalaman yang
memadai agar pekerjaan yang dilakukan Alih Daya dapat
dilaksanakan dengan baik;
b. menyusun perjanjian Alih Daya dengan PPJ sesuai dengan
cakupan minimum perjanjian yang dipersyaratkan dalam POJK
Alih Daya;
c. menerapkan manajemen risiko secara efektif atas pelaksanaan
Alih Daya, termasuk melaksanakan pengawasan secara berkala
atas pelaksanaan pekerjaan oleh PPJ dan melakukan tindakan
perbaikan secara dini dan efektif atas permasalahan yang
timbul;
d. memenuhi peraturan perundang-undangan; dan
e. melakukan upaya dalam rangka memberikan perlindungan hak
dan kepentingan nasabah.
4. Pelaksanaan Alih Daya tidak menghilangkan tanggung jawab Bank
dalam memberikan perlindungan terhadap hak dan kepentingan
nasabah atas pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan Alih Daya
kepada PPJ. Oleh karena itu, Bank harus memastikan bahwa
kualitas dan tata cara pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan Alih
Daya sesuai dengan ukuran dan standar yang ditetapkan dalam
perjanjian, antara lain dengan melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan pekerjaan oleh PPJ secara berkala dan melakukan
langkah perbaikan dengan segera dan efektif atas permasalahan yang
teridentifikasi, sehingga pelaksanaan pekerjaan tetap berjalan dengan
baik dan kepentingan nasabah terlindungi.
5. Selain memperhatikan ketentuan ini, pelaksanaan Alih Daya juga
mengacu pada ketentuan lain yang mengatur pelaksanaan Alih Daya
pada pekerjaan tertentu secara lebih spesifik, antara lain ketentuan
- 3 -
yang mengatur mengenai penerapan manajemen risiko dalam
penggunaan teknologi informasi, pelaksanaan fungsi audit intern
Bank, penerapan tata kelola bagi Bank atau pelaksanaan good
corporate governance bagi bank umum syariah dan unit usaha
syariah, penyelenggaraan kegiatan alat pembayaran dengan
menggunakan kartu, penyelenggaraan pemrosesan transaksi
pembayaran, dan penyelenggara jasa pengolahan uang rupiah.
II. PERSYARATAN DAN TATA CARA PELAKSANAAN ALIH DAYA
1. Pekerjaan yang dapat dilakukan Alih Daya adalah pekerjaan yang
bersifat penunjang, baik pada alur kegiatan usaha maupun pada alur
kegiatan pendukung usaha Bank, dengan penjelasan sebagai berikut:
a. Kegiatan usaha Bank adalah sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998 serta Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008
tentang Perbankan Syariah. Kegiatan usaha Bank antara lain
penghimpunan dana dari masyarakat, pemberian kredit atau
pembiayaan, serta membeli, menjual atau menjamin atas risiko
sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabah.
b. Kegiatan pendukung usaha Bank adalah kegiatan yang
dilakukan Bank selain kegiatan usaha Bank, antara lain
kegiatan yang terkait dengan sumber daya manusia, manajemen
risiko, kepatuhan, internal audit, akunting dan keuangan,
teknologi informasi, logistik, dan pengamanan.
c. Alur adalah serangkaian pekerjaan dari awal sampai akhir dari
suatu kegiatan usaha atau kegiatan pendukung usaha Bank,
misalnya alur kegiatan pemberian kredit atau pembiayaan
mencakup pekerjaan pemasaran, analisis kelayakan,
persetujuan, pencairan, pemantauan, dan penagihan kredit atau
pembiayaan.
d. Pekerjaan pokok adalah pekerjaan yang harus ada dalam alur
kegiatan usaha atau alur kegiatan pendukung usaha Bank
sehingga dalam hal pekerjaan tersebut tidak ada maka kegiatan
dimaksud akan sangat terganggu atau tidak terlaksana
sebagaimana mestinya.
- 4 -
Contoh pekerjaan pokok antara lain sebagai berikut:
1) Pada alur kegiatan usaha Bank, misalnya dalam kegiatan
pemberian kredit atau pembiayaan antara lain pekerjaan
sebagai account officer, pekerjaan sebagai analis kelayakan
kredit atau pembiayaan, dan pekerjaan untuk memberikan
persetujuan kredit atau pembiayaan, sedangkan pada alur
kegiatan penghimpunan dana antara lain pekerjaan
layanan pelanggan (customer service), customer relation, dan
teller.
2) Pada alur kegiatan pendukung usaha Bank, misalnya
dalam kegiatan manajemen risiko antara lain pekerjaan
analis risiko, pada alur pengembangan organisasi dan
pengelolaan sumber daya manusia antara lain pekerjaan
perencanaan dan pengembangan organisasi serta
perencanaan sumber daya manusia, dan pada alur kegiatan
pengendalian internal antara lain pekerjaan audit internal.
Contoh pekerjaan pokok dan penjelasannya sebagaimana pada
Lampiran I.A. yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
e. Pekerjaan penunjang adalah pekerjaan yang tidak harus ada
dalam alur kegiatan usaha atau alur kegiatan pendukung usaha
Bank sehingga dalam hal pekerjaan tersebut tidak ada, kegiatan
dimaksud masih dapat terlaksana tanpa gangguan yang berarti.
Contoh pekerjaan penunjang antara lain sebagai berikut:
1) Pada alur kegiatan usaha Bank, misalnya alur kegiatan
pemberian kredit atau pembiayaan antara lain pekerjaan
petugas pusat layanan telepon (call center) atau operator
telepon, pemasaran melalui telepon (telemarketing),
pemasaran langsung (direct sales) atau wakil pemasaran
(sales representative), dan penagihan kredit atau
pembiayaan, pada alur kegiatan perkasan misalnya
pekerjaan jasa pengelolaan kas Bank.
2) Pada alur kegiatan pendukung usaha antara lain pekerjaan
yang dilakukan oleh sekretaris, agendaris, resepsionis,
petugas kebersihan, petugas keamanan, pramubakti, kurir,
penginput data, dan pengemudi.
- 5 -
2. Untuk menentukan suatu pekerjaan memenuhi kriteria pekerjaan
penunjang, Bank melakukan pengujian dengan menggunakan
kriteria paling sedikit sebagai berikut:
a. Berisiko rendah yaitu pekerjaan yang apabila terjadi kegagalan
tidak akan mengganggu aktivitas operasional Bank secara
signifikan.
b. Tidak memerlukan kualifikasi kompetensi yang tinggi di bidang
perbankan yaitu pekerjaan yang umumnya tidak memerlukan
kualifikasi kompetensi yang tinggi baik pendidikan formal
maupun pengetahuan atau pengalaman di bidang perbankan.
Namun demikian, Bank harus tetap mewajibkan PPJ untuk
menyediakan jasa tenaga kerja dengan kualifikasi kompetensi
yang memenuhi persyaratan pekerjaan yang dilakukan Alih
Daya. Bank dapat mensyaratkan kualifikasi kompetensi
tertentu untuk bidang pekerjaan yang spesifik dan
membutuhkan keahlian khusus yang tidak selalu dapat
dipenuhi oleh pegawai tetap, misalnya untuk pekerjaan
penunjang terkait teknologi informasi, pengamanan, penagihan,
dan pengelolaan kas.
c. Tidak terkait langsung dengan proses pengambilan keputusan
yang mempengaruhi operasional Bank yaitu pekerjaan yang
tidak memuat aspek analisis, pertimbangan, dan/atau
pengambilan keputusan yang mempengaruhi operasional Bank.
Pekerjaan penunjang yang sesuai dengan kriteria pada huruf a, huruf
b, dan huruf c, antara lain pekerjaan petugas pusat layanan telepon
(call center) atau operator telepon, pemasaran melalui telepon
(telemarketing) atau penginput data karena potensi kerugian yang
ditimbulkan akibat tidak berjalannya pekerjaan tersebut relatif
rendah dan tidak mengganggu operasional Bank secara signifikan,
tidak membutuhkan kompetensi yang tinggi di bidang perbankan,
dan tidak terkait langsung dengan proses pengambilan keputusan
yang mempengaruhi operasional Bank.
Contoh pekerjaan penunjang dan penjelasannya sebagaimana pada
Lampiran I.B. yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat
Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
- 6 -
3. Bank dapat melakukan Alih Daya kepada PPJ yang telah memperoleh
izin dari instansi yang berwenang untuk menyediakan jasa tenaga
kerja atau untuk menyediakan jasa di bidang tertentu.
4. Penyerahan pekerjaan kepada PPJ dapat dilakukan melalui
perjanjian pemborongan pekerjaan dan/atau perjanjian penyediaan
jasa tenaga kerja, yaitu sebagai berikut:
a. Perjanjian pemborongan pekerjaan dalam Surat Edaran Otoritas
Jasa Keuangan ini adalah perjanjian kerja antara Bank dengan
PPJ untuk melakukan pemborongan pekerjaan tertentu dengan
lebih menekankan standar hasil dari pekerjaan yang
diborongkan. Sebagai contoh dalam perjanjian pemborongan
pekerjaan pemasaran produk Bank, Bank memberikan target
kepada PPJ mengenai jumlah calon nasabah yang harus
diperoleh dalam jangka waktu tertentu.
b. Perjanjian penyediaan jasa tenaga kerja dalam Surat Edaran
Otoritas Jasa Keuangan ini adalah perjanjian kerja antara Bank
dengan PPJ untuk menyediakan tenaga kerja dengan kualifikasi
tertentu dalam rangka pelaksanaan pekerjaan tertentu. Sebagai
contoh dalam perjanjian penyediaan tenaga kerja pemasaran
produk Bank, Bank menetapkan jumlah tenaga kerja yang
dibutuhkan untuk melaksanakan pemasaran dan menetapkan
tingkat pendidikan paling rendah tenaga pemasaran tersebut.
5. Bank hanya dapat melakukan perjanjian Alih Daya dengan PPJ
berbadan hukum Indonesia yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT)
atau Koperasi.
6. Untuk memastikan pemenuhan persyaratan dalam rangka pemilihan
PPJ, Bank melakukan penelitian dokumen, analisis, dan penilaian
terhadap persyaratan PPJ. Kedalaman dan intensitas analisis dan
penilaian dapat disesuaikan dengan skala dan kompleksitas
pekerjaan yang dilakukan Alih Daya.
Sebagai contoh, analisis dan penilaian terhadap PPJ pekerjaan
pemasaran atau penagihan kredit atau pembiayaan harus lebih
dalam dibandingkan dengan analisis dan penilaian terhadap PPJ
pekerjaan pramubakti atau petugas kebersihan.
7. Dalam menyusun perjanjian Alih Daya, Bank dapat
mempertimbangkan kesesuaian pencantuman klausula minimum
- 7 -
dalam perjanjian Alih Daya sebagaimana diatur dalam POJK Alih
Daya.
Contoh klausula minimum antara lain klausula kesediaan PPJ untuk
memberikan akses pemeriksaan oleh Otoritas Jasa Keuangan
dan/atau otoritas lain yang berwenang serta klausula kewajiban para
pihak untuk melindungi hak dan kepentingan nasabah Bank.
Klausula minimum tersebut lebih sesuai untuk perjanjian Alih Daya
bagi pekerjaan penunjang pada alur kegiatan usaha Bank, antara
lain pemasaran, penagihan kredit atau pembiayaan, dan pengelolaan
kas Bank.
8. Dalam hal terdapat pekerjaan yang dilakukan Alih Daya
dipersyaratkan memiliki sertifikasi dari lembaga yang telah
memperoleh izin dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi atau
pelatihan khusus terkait dengan pekerjaan tertentu, seperti
pekerjaan pengamanan, Bank harus mensyaratkan pemenuhan
sertifikasi atau pelatihan khusus tersebut oleh PPJ dalam perjanjian
Alih Daya.
III. PENYERAHAN PEKERJAAN YANG TIDAK MENJADI CAKUPAN ALIH DAYA
1. Penyerahan pekerjaan yang tidak menjadi cakupan Alih Daya
sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan
ini adalah:
a. penyerahan pekerjaan kepada kantor pusat atau kantor wilayah
Bank yang berkedudukan di luar negeri, perusahaan induk, dan
entitas lain dalam satu kelompok usaha Bank di dalam maupun
di luar negeri;
b. penyerahan pekerjaan jasa konsultansi atau keahlian khusus;
dan
c. penyerahan pekerjaan jasa pemeliharaan barang dan gedung.
2. Penyerahan pekerjaan kepada kantor pusat atau kantor wilayah
Bank yang berkedudukan di luar negeri, perusahaan induk, dan
entitas lain dalam satu kelompok usaha Bank di dalam maupun di
luar negeri sebagaimana dalam butir 1.a. tetap tunduk pada
ketentuan dan peraturan perundang-undangan, antara lain
ketentuan yang mengatur mengenai penerapan manajemen risiko
dalam penggunaan teknologi informasi oleh Bank, pelaksanaan
fungsi audit intern Bank, penerapan tata kelola bagi Bank,
- 8 -
pelaksanaan good corporate governance bagi bank umum syariah dan
unit usaha syariah, dan alat pembayaran dengan menggunakan
kartu, serta dengan memperhatikan kesesuaian dan kewajaran
penyerahan pekerjaan dimaksud.
Contoh penyerahan pekerjaan kepada kantor pusat atau kantor
wilayah Bank yang berkedudukan di luar negeri, perusahaan induk,
dan/atau entitas lain dalam satu kelompok usaha yang bukan
merupakan cakupan ketentuan Alih Daya antara lain:
a. pekerjaan yang dilakukan sebagai bentuk pengawasan kantor
pusat atau kantor wilayah Bank yang berkedudukan di luar
negeri, atau perusahaan induk, misalnya pengawasan limit
risiko pasar dan risiko kredit;
b. pekerjaan yang tidak dapat dilakukan oleh kantor cabang dari
bank yang berkedudukan di luar negeri atau perusahaan anak
Bank karena kurangnya keahlian pada bidang tertentu dan
bersifat konsultansi, misalnya kaji ulang atas model pengukuran
risiko dan tenaga auditor yang memiliki keahlian pada bidang
tertentu (seperti bidang teknologi informasi); dan/atau
c. pekerjaan yang merupakan bagian dari proses bisnis Bank yang
dilakukan di kantor pusat atau kantor wilayah Bank yang
berkedudukan di luar negeri, perusahaan induk, atau entitas
lain dalam satu kelompok usaha Bank, misalnya rekonsiliasi
laporan keuangan dan pemrosesan gaji.
3. Contoh penyerahan pekerjaan jasa konsultansi atau keahlian khusus
sebagaimana dalam butir 1.b. antara lain jasa konsultan hukum,
jasa notaris, jasa penilai independen (appraisal), dan akuntan publik.
4. Contoh penyerahan pekerjaan jasa pemeliharaan barang dan gedung
sebagaimana dalam butir 1.c. antara lain pemeliharaan mesin
pendingin ruangan (Air Conditioner/AC), mesin fotokopi, komputer
dan printer, serta jasa pemeliharaan gedung kantor Bank.
IV. PRINSIP KEHATI-HATIAN DAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DALAM
ALIH DAYA PEKERJAAN PENAGIHAN KREDIT ATAU PEMBIAYAAN DAN
PENGELOLAAN KAS
A. Pekerjaan Penagihan Kredit atau Pembiayaan
1. Cakupan penagihan kredit atau pembiayaan dalam ketentuan
ini adalah penagihan kredit atau pembiayaan secara umum,
- 9 -
termasuk penagihan kredit atau pembiayaan kepemilikan
rumah, kredit atau pembiayaan kendaraan bermotor, kredit atau
pembiayaan tanpa agunan, dan kartu kredit atau kartu
pembiayaan (sharia card).
2. Pekerjaan penagihan kredit atau pembiayaan yang dapat
dilakukan Alih Daya adalah pekerjaan penagihan kredit atau
pembiayaan dengan kualitas “Macet” sesuai ketentuan yang
mengatur mengenai penilaian kualitas aset bank umum dan
ketentuan Otoritas Jasa Keuangan mengenai Penilaian Kualitas
Aset Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.
3. Perjanjian kerjasama Alih Daya penagihan kredit atau
pembiayaan antara Bank dan PPJ harus dilakukan secara
tertulis dalam bentuk perjanjian penyediaan jasa tenaga kerja.
4. Dalam Alih Daya penagihan kredit atau pembiayaan, Bank
harus memiliki dan menerapkan kebijakan dan prosedur tertulis
mengenai penagihan kredit atau pembiayaan, antara lain:
a. menginformasikan kepada debitur dalam hal penagihan
atas kewajiban debitur telah diserahkan kepada PPJ;
b. memastikan bahwa penagihan kredit atau pembiayaan oleh
PPJ dilakukan dengan cara yang tidak melanggar hukum;
c. menyusun etika penagihan kredit atau pembiayaan yang
dituangkan dalam perjanjian Alih Daya;
d. memastikan bahwa tenaga penagihan telah memperoleh
pelatihan yang memadai terkait dengan tugas penagihan
dan etika penagihan sesuai ketentuan;
e. menatausahakan identitas setiap tenaga penagih; dan
f. memastikan bahwa dalam melakukan penagihan, PPJ
mematuhi pokok-pokok etika penagihan kredit atau
pembiayaan yang dimuat dalam perjanjian Alih Daya,
antara lain:
1) penagihan dilarang dilakukan dengan menggunakan
cara ancaman, kekerasan dan/atau tindakan yang
bersifat mempermalukan debitur;
2) penagihan dilarang dilakukan dengan menggunakan
tekanan secara fisik maupun verbal;
3) penagihan dilarang dilakukan kepada pihak selain
debitur;
- 10 -
4) penagihan menggunakan sarana komunikasi dilarang
dilakukan secara terus menerus yang bersifat
mengganggu;
5) penagihan hanya dapat dilakukan pada pukul 08.00
sampai dengan pukul 20.00 waktu wilayah domisili
debitur;
6) penagihan di luar waktu sebagaimana pada angka 5)
hanya dapat dilakukan atas dasar persetujuan
dan/atau perjanjian dengan debitur;
7) petugas penagih diwajibkan menggunakan kartu
identitas resmi yang dikeluarkan oleh Bank, yang
dilengkapi dengan foto diri yang bersangkutan; dan
8) penagihan hanya dapat dilakukan di tempat alamat
penagihan atau domisili debitur.
g. Bank harus memastikan bahwa PPJ juga mematuhi etika
penagihan yang ditetapkan oleh asosiasi.
5. Dalam hal diperlukan pemanggilan debitur untuk menghadiri
pertemuan dengan petugas penagih, Bank paling sedikit harus
memperhatikan:
a. pertemuan dilakukan di kantor Bank;
b.
c. pihak Bank hadir dalam pertemuan; dan
d. seluruh pembicaraan dalam pertemuan direkam dan dibuat
berita acara yang diketahui oleh pihak Bank.
B. Pengelolaan Kas
1. Pengelolaan kas adalah serangkaian pekerjaan yang dilakukan
oleh PPJ untuk mengelola fisik uang tunai milik Bank (baik
dalam mata uang Rupiah maupun mata uang asing) antara lain
berupa:
a.
distribusi (pengantaran dan/atau pengambilan) uang tunai
berikut pengawalan (cash distribution);
b. penghitungan, penyortiran, dan pengemasan uang tunai
(cash processing);
c. penyimpanan uang tunai di khazanah (cash in save);
dan/atau
ruang pertemuan dilengkapi dengan Closed Circuit
Television (CCTV);
- 11 -
d. pengisian automated teller machine (ATM) dengan uang
tunai dan/atau pengambilan uang tunai dari cash deposit
machine (CDM) berikut pemantauan ATM dan/atau CDM.
2. Dalam melakukan Alih Daya pengelolaan kas, Bank hanya dapat
melakukan perjanjian Alih Daya dengan PPJ yang memenuhi
persyaratan:
a. berbadan hukum Indonesia yang berbentuk Perseroan
Terbatas (PT);
b. memiliki izin operasional yang masih berlaku dari instansi
yang berwenang sebagai perusahaan jasa kawal angkut
uang tunai dan barang berharga;
c. memiliki prosedur operasional standar (standard operating
procedures) keamanan dalam pengelolaan kas;
d. memiliki kinerja keuangan yang baik yang penilaiannya
didasarkan pada modal, likuiditas, dan profitabilitas PPJ;
e. memiliki reputasi yang baik yang penilaiannya didasarkan
pada rekam jejak (track record) dan kepatuhan PPJ
terhadap ketentuan dan/atau peraturan perundang-
undangan serta perjanjian Alih Daya yang dilakukan
sebelumnya;
f.
memiliki pengalaman yang cukup yang dinilai berdasarkan
pengalaman perusahaan dan/atau manajemen perusahaan
dalam menangani pekerjaan yang dilakukan Alih Daya;
g. memiliki sumber daya manusia dengan kuantitas dan
kualitas yang dapat mendukung pelaksanaan pengelolaan
kas Bank. Khusus bagi PPJ yang pekerjaannya terkait
langsung dengan penghitungan, penyortiran, dan
pengemasan uang tunai (cash processing), harus memiliki
sumber daya manusia yang mempunyai keahlian untuk
mengenali ciri-ciri keaslian uang Rupiah, keahlian memilah
antara uang Rupiah layak edar dengan uang Rupiah tidak
layak edar, keahlian mengoperasikan mesin hitung uang
dan mesin sortir uang Rupiah; dan
h. memiliki mesin hitung uang dan mesin sortir uang yang
dapat mendeteksi keaslian fisik uang, memiliki khazanah
untuk menyimpan uang tunai Rupiah, dan memiliki
- 12 -
infrastruktur dan sarana angkutan yang memenuhi
persyaratan standar keamanan.
3. Kewajiban PPJ memiliki rencana kontinjensi (contingency plan)
yang dituangkan dalam perjanjian Alih Daya pengelolaan kas
Bank, antara lain menjamin dan mengasuransikan seluruh uang
tunai milik Bank yang berada dalam pengelolaan PPJ tersebut.
4. Kesediaan PPJ untuk memberikan akses pemeriksaan kepada
Otoritas Jasa Keuangan dan/atau otoritas lain yang berwenang
bersama dengan Bank dalam hal diperlukan, yang dituangkan
dalam perjanjian Alih Daya pengelolaan kas Bank, antara lain
kewajiban PPJ pengelolaan kas Bank untuk:
a. memberikan data dan informasi kepada Otoritas Jasa
Keuangan dan/atau otoritas lain yang berwenang baik
secara langsung maupun melalui Bank terkait sumber daya
manusia, serta sarana dan prasarana yang digunakan
dalam melaksanakan pekerjaan; dan
b. memberikan akses kepada Otoritas Jasa Keuangan
dan/atau otoritas lain yang berwenang untuk melakukan
pemeriksaan terhadap kegiatan operasional PPJ
pengelolaan kas Bank, antara lain pemeriksaan
standarisasi kualitas sortasi, kecukupan sarana dan
prasarana, sistem pengamanan, dan kualitas sumber daya
manusia yang melakukan pengolahan fisik uang Rupiah.
5. Dalam rangka melaksanakan pengendalian intern yang efektif
atas Alih Daya pengelolaan kas Bank, Bank melakukan
pengawasan terhadap pelaksanaan pekerjaan oleh PPJ, yang
paling sedikit mencakup:
a. pengawasan terhadap akurasi perhitungan dan kualitas
sortasi hasil pekerjaan PPJ; dan
b. memastikan bahwa PPJ menindaklanjuti rekomendasi yang
diberikan oleh Otoritas Jasa Keuangan dan/atau otoritas
lain yang berwenang dari hasil pengawasan terhadap
kegiatan operasional PPJ.
- 13 -
V. PELAPORAN
A. Laporan Alih Daya
1. Bank yang melakukan Alih Daya menyusun laporan Alih Daya,
yang terdiri dari:
a. Laporan Rencana Alih Daya, Perubahan dan/atau
Penambahan Rencana Alih Daya; dan
b. Laporan Alih Daya yang Bermasalah.
2. Laporan Rencana Alih Daya, Perubahan dan/atau Penambahan
Rencana Alih Daya sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a.
disusun sebagai berikut:
a. Laporan Rencana Alih Daya memuat rencana Alih Daya
atas pekerjaan yang belum pernah dilakukan Alih Daya.
Adapun Laporan Perubahan dan/atau Penambahan
Rencana Alih Daya memuat perubahan cakupan pekerjaan
yang sudah dilakukan Alih Daya dan/atau penambahan
pekerjaan yang akan dilakukan Alih Daya.
Contoh perubahan cakupan pekerjaan yang sudah
dilakukan Alih Daya adalah Bank pada tahun berjalan
merencanakan untuk menambah cakupan pekerjaan Alih
Daya pemasaran dari pemasaran kartu kredit atau kartu
pembiayaan (sharia card) menjadi pemasaran kartu kredit
atau kartu pembiayaan (sharia card) dan kredit atau
pembiayaan tanpa agunan.
Contoh penambahan rencana Alih Daya yang akan
dilakukan adalah Bank pada tahun berjalan merencanakan
melakukan Alih Daya pemasaran kartu kredit atau kartu
pembiayaan (sharia card) yang sebelumnya tidak dimuat
dalam Laporan Rencana Alih Daya.
Tidak termasuk dalam laporan Rencana Alih Daya,
Perubahan dan/atau Penambahan Rencana Alih Daya
adalah perpanjangan PPJ dan penggantian PPJ atas
pekerjaan yang telah dilakukan Alih Daya.
b. Laporan Rencana Alih Daya untuk 1 (satu) tahun ke depan
disampaikan paling lambat setiap tanggal 31 Desember.
Adapun Laporan Perubahan dan/atau Penambahan
Rencana Alih Daya disampaikan paling lambat setiap
tanggal 30 Juni tahun berjalan. Laporan Rencana Alih
- 14 -
Daya, Perubahan dan/atau Penambahan Rencana Alih
Daya disampaikan dengan menggunakan format pelaporan
sebagaimana pada Lampiran II.A yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan ini.
c. Laporan Rencana Alih Daya, Perubahan dan/atau
Penambahan Rencana Alih Daya paling sedikit memuat
informasi mengenai:
1) jenis pekerjaan yang dilakukan Alih Daya;
2) gambaran umum dan cakupan pekerjaan;
3) jenis perjanjian Alih Daya;
4) perkiraan jumlah tenaga kerja Alih Daya yang
dibutuhkan;
5) jangka waktu perjanjian;
6) tujuan Alih Daya;
7) analisis perkiraan biaya dan manfaat; dan
8)
analisis risiko dan mitigasi risiko.
d. Bank yang tidak memiliki rencana untuk melakukan Alih
Daya sebagaimana dijelaskan pada huruf a tetap harus
menyampaikan Laporan Rencana Alih Daya dengan
menuliskan Nihil paling lambat setiap tanggal 31 Desember.
3. Laporan Alih Daya yang Bermasalah sebagaimana dalam butir
1.b. disusun sebagai berikut:
a. Laporan Alih Daya yang Bermasalah memuat gambaran
permasalahan Alih Daya, antara lain permasalahan yang
dihadapi oleh Bank dan PPJ yang berpotensi meningkatkan
risiko Bank secara signifikan dan/atau akan mengganggu
kelangsungan pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan Alih
Daya.
Contoh permasalahan Alih Daya antara lain pelanggaran
ketentuan dan peraturan perundang-undangan,
pelanggaran perjanjian, gugatan, pengaduan nasabah,
pemogokan karyawan, dan perselisihan intern pada PPJ
baik antar manajemen maupun antara manajemen dengan
karyawan.
b. Laporan Alih Daya yang Bermasalah sebagaimana
dimaksud dalam butir 1.b.
disampaikan paling
- 15 -
lama 7 (tujuh) hari kerja setelah diketahuinya
permasalahan, dengan menggunakan format pelaporan
sebagaimana pada Lampiran II.B yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan ini.
4. Laporan Alih Daya yang Bermasalah paling sedikit memuat
informasi mengenai:
a. jenis pekerjaan yang dilakukan Alih Daya;
b. nama PPJ;
c. gambaran permasalahan yang terjadi; dan
d. langkah yang dilakukan oleh Bank untuk mengatasi
permasalahan yang terjadi.
5. Dalam menetapkan langkah untuk mengatasi permasalahan
Alih Daya, Bank harus memastikan bahwa pekerjaan yang
dilakukan Alih Daya tetap terlaksana dengan baik walaupun
terjadi permasalahan pada Alih Daya.
B. Penyampaian Laporan
Laporan sebagaimana pada huruf A disampaikan kepada Otoritas
Jasa Keuangan dengan alamat:
a. Departemen Pengawasan Bank terkait atau Departemen
Perbankan Syariah, bagi Bank yang berkantor pusat atau kantor
cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri yang berada
di wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; atau
b. Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor Otoritas
Jasa Keuangan setempat sesuai wilayah tempat kedudukan
kantor pusat bank.
- 16 -
VI. PENUTUP
Pada saat Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku
maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/20/DPNP tanggal 27 Juni
2012 perihal Prinsip Kehati-hatian Bagi Bank Umum Yang Melakukan
Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Pihak Lain dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai
berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 17 Maret 2017
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN
OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
NELSON TAMPUBOLON
Salinan ini sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 11/SEOJK.03/2017 </reg_id>
<reg_title> PRINSIP KEHATI-HATIAN BAGI BANK UMUM YANG MELAKUKAN PENYERAHAN SEBAGIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN KEPADA PIHAK LAIN </reg_title>
<set_date> 17 Maret 2017 </set_date>
<effective_date> 17 Maret 2017 </effective_date>
<replaced_reg> '14/20/DPNP|SE-BI/2012' </replaced_reg>
<related_reg> '9/POJK.03/2016' </related_reg>
|
Yth.
1. Direksi atau yang setara pada Perusahaan Pembiayaan Syariah; dan
2. Direksi atau yang setara pada Perusahaan Pembiayaan yang mempunyai
Unit Usaha Syariah,
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 4/SEOJK.05/2016
TENTANG
LAPORAN BULANAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN SYARIAH
DAN UNIT USAHA SYARIAH DARI PERUSAHAAN PEMBIAYAAN
Sehubungan dengan amanat Pasal 2 ayat (6), Pasal 4 ayat (6), dan Pasal
10 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 3/POJK.05/2013 tentang
Laporan Bulanan Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5443), perlu untuk mengatur ketentuan mengenai
laporan bulanan bagi perusahaan pembiayan syariah dan unit usaha syariah
dari perusahaan pembiayaan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan
sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
1. Perusahaan Syariah adalah perusahaan pembiayaan syariah dan
unit usaha syariah dari perusahaan pembiayaan.
2. Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan
kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang dan/atau jasa.
3. Perusahaan Pembiayaan Syariah adalah Perusahaan Pembiayaan
yang seluruh kegiatan usahanya melakukan pembiayaan syariah.
4. Unit Usaha Syariah yang selanjutnya disingkat UUS adalah unit kerja
dari kantor pusat Perusahaan Pembiayaan yang berfungsi sebagai
kantor induk dari kantor yang melaksanakan pembiayaan syariah.
Perusahaan Pembiayaan Syariah yang
5. Laporan
Bulanan
selanjutnya disebut Laporan Bulanan adalah laporan keuangan yang
disusun oleh Perusahaan Pembiayaan Syariah dan UUS untuk
-2-
kepentingan Otoritas Jasa Keuangan, yang meliputi periode tanggal
1 sampai dengan akhir bulan yang bersangkutan dan disajikan serta
disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan sesuai format dan tata
cara yang ditentukan oleh Otoritas Jasa Keuangan.
6. Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK adalah
lembaga yang independen yang mempunyai fungsi, tugas, dan
wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan,
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun
2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
II. BENTUK DAN SUSUNAN LAPORAN BULANAN
1. Laporan Bulanan terdiri atas:
a. laporan posisi keuangan;
b. laporan laba rugi komprehensif;
c. laporan arus kas;
d. laporan analisis kesesuaian aset dan liabilitas; dan
e. laporan lain.
2. Bentuk, susunan, dan pedoman penyusunan Laporan Bulanan
adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini.
III. WAKTU PENYAMPAIAN LAPORAN BULANAN
1. Perusahaan Syariah wajib menyampaikan Laporan Bulanan kepada
OJK paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
2. Dalam hal tanggal 10 sebagaimana dimaksud pada angka 1 jatuh
pada hari libur, maka Laporan Bulanan wajib disampaikan pada
hari kerja berikutnya.
3. Dalam hal tanggal penyampaian Laporan Bulanan sebagaimana
dimaksud pada angka 1 atau angka 2 jatuh pada hari libur
nasional atau libur bersama, maka OJK berwenang menetapkan
tanggal jatuh tempo penyampaian Laporan Bulanan.
IV. ANGGOTA DIREKSI PENANGGUNG JAWAB DAN PETUGAS PENYUSUN
LAPORAN BULANAN
1. Perusahaan Pembiayaan Syariah atau Perusahaan Pembiayaan yang
memiliki UUS menunjuk anggota direksi atau pejabat yang setara
-3-
pada Perusahaan Pembiayaan Syariah atau Perusahaan Pembiayaan
yang memiliki UUS yang bertanggung jawab atas penyusunan dan
penyajian Laporan Bulanan.
2. Anggota direksi atau pejabat sebagaimana dimaksud pada angka 1
menunjuk petugas penyusun untuk menyusun, memverifikasi dan
menyampaikan Laporan Bulanan.
3. Perusahaan Pembiayaan Syariah atau Perusahaan Pembiayaan
yang memiliki UUS harus melaporkan perubahan anggota direksi
atau pejabat sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan/atau
petugas penyusun sebagaimana dimaksud pada angka 2 kepada
OJK sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam
Lampiran II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Surat Edaran OJK ini.
V. TATA CARA PENYAMPAIAN
1. Dalam menyampaikan Laporan Bulanan, petugas penyusun
sebagaimana dimaksud dalam angka romawi IV angka 2 harus
memiliki kode pengguna (user ID) dan kata sandi (password).
2. Untuk memperoleh kode pengguna (user ID) dan kata sandi
(password) sebagaimana dimaksud pada angka 1, direksi atau
yang setara pada Perusahaan Pembiayaan Syariah atau direksi
Perusahaan Pembiayaan yang memiliki UUS harus menyampaikan
permohonan sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam
Lampiran III yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Surat Edaran OJK ini.
3. Dalam hal Perusahaan Pembiayaan Syariah atau Perusahaan
Pembiayaan yang memiliki UUS melakukan perubahan petugas
penyusun sebagaimana dimaksud dalam angka romawi IV angka 3
harus menyampaikan permohonan untuk memperoleh dan/atau
mengubah kode pengguna (user ID) dan kata sandi (password)
pengiriman sebagaimana dimaksud pada angka 2 sesuai dengan
format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK
ini.
-4-
4. Penyampaian Laporan Bulanan dilakukan secara online melalui
sistem jaringan komunikasi data OJK, yaitu Sistem Informasi
Laporan Bulanan Perusahaan Pembiayaan (SIPP).
5. Dalam hal sistem jaringan komunikasi data OJK sebagaimana
dimaksud dalam angka 4 mengalami permasalahan teknis atau
Perusahaan Pembiayaan mengalami gangguan sehingga tidak dapat
menyampaikan Laporan Bulanan secara online, maka Laporan
Bulanan disampaikan secara offline dalam bentuk soft file disertai
dengan bukti validasi dan dikirimkan kepada OJK melalui surat yang
ditandatangani oleh direksi dan ditujukan kepada:
Otoritas Jasa Keuangan
u.p. Direktur Statistik dan Informasi IKNB
Gedung Menara Merdeka Lantai 22
Jl. Budi Kemuliaan I Nomor 2, Jakarta, 10110.
6. Dalam hal terdapat perubahan alamat kantor OJK sebagaimana
dimaksud pada angka 5, OJK akan menyampaikan perubahan
alamat tersebut melalui surat atau pengumuman.
7. Penyampaian Laporan Bulanan secara offline sebagaimana
dimaksud pada angka 5 dapat dilakukan dengan salah satu cara
sebagai berikut:
a. diserahkan langsung ke kantor OJK sebagaimana dimaksud
pada angka 5;
b. dikirim melalui kantor pos secara tercatat; atau
c.
dikirim melalui perusahaan jasa pengiriman/titipan.
8. Penyampaian Laporan Bulanan secara offline disampaikan kepada
OJK pada hari kerja dan jam kerja OJK.
9. Perusahaan Syariah dinyatakan telah menyampaikan Laporan
Bulanan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. untuk penyampaian secara online melalui sistem jaringan
komunikasi data OJK dibuktikan dengan tanda terima dari
sistem jaringan komunikasi data OJK; atau
b. untuk penyampaian secara offline, dibuktikan dengan:
1) surat tanda terima dari OJK, apabila laporan diserahkan
langsung ke kantor OJK; atau
-5-
2) tanda terima pengiriman dari kantor pos atau perusahaan
jasa pengiriman/titipan, apabila laporan dikirim melalui
kantor pos atau perusahaan jasa pengiriman/titipan.
10. Pertanyaan yang berkaitan dengan penyampaian Laporan Bulanan
dapat disampaikan kepada:
Helpdesk OJK
Jalan Budi Kemuliaan I Nomor 2, Jakarta, 10110
Telp 021-29600000 ext.7000
email : Helpdesk@ojk.go.id
VI. KETENTUAN SANKSI
1. Sanksi administratif berupa teguran tertulis pertama sebagaimana
diatur dalam Pasal 6 ayat (3) Peraturan OJK Nomor 3/POJK.05/2013
tentang Laporan Bulanan Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank
ditetapkan dengan jangka waktu pemenuhan kewajiban penyampaian
Laporan Bulanan paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender sejak
ditetapkannya sanksi administratif berupa teguran tertulis pertama.
2. Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada angka 1
kewajiban penyampaian Laporan Bulanan belum dipenuhi, OJK
menetapkan sanksi administratif berupa teguran tertulis kedua
sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (4) Peraturan OJK Nomor
3/POJK.05/2013 tentang Laporan Bulanan Lembaga Jasa Keuangan
Non-Bank, dengan jangka waktu pemenuhan kewajiban penyampaian
Laporan Bulanan paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender sejak
ditetapkannya sanksi administratif berupa teguran tertulis kedua.
3. Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada angka 2
kewajiban penyampaian Laporan Bulanan belum dipenuhi, OJK
menetapkan sanksi administratif berupa teguran tertulis ketiga
sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (4) Peraturan OJK Nomor
3/POJK.05/2013 tentang Laporan Bulanan Lembaga Jasa Keuangan
Non-Bank, dengan jangka waktu pemenuhan kewajiban penyampaian
Laporan Bulanan paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender sejak
ditetapkannya sanksi administratif berupa teguran tertulis ketiga.
-6-
VII. PENUTUP
1. Kewajiban Perusahaan Syariah untuk menyampaikan Laporan
Bulanan sesuai dengan bentuk, susunan, dan tata cara penyampaian
yang diatur dalam Surat Edaran OJK ini dimulai untuk periode
laporan bulan Juni 2016 yang disampaikan sesuai dengan waktu
penyampaian sebagaimana diatur dalam angka romawi III.
2. Dengan ditetapkannya Surat Edaran OJK ini, kewajiban Perusahaan
Syariah untuk menyampaikan Laporan Bulanan sampai dengan
periode laporan bulan Mei 2016 tetap dilakukan sesuai dengan
bentuk, susunan, dan tata cara penyampaian laporan sebagaimana
diatur dalam Surat Edaran OJK Nomor 6/SEOJK.05/2013 tentang
Laporan Bulanan Perusahaan Pembiayaan.
3. Dengan berlakunya Surat Edaran OJK ini, maka Surat Edaran OJK
Nomor 6/SEOJK.05/2013 tentang Laporan Bulanan Perusahaan
Pembiayaan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
4. Surat Edaran OJK ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juni 2016.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 3 Maret 2016
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS
PERASURANSIAN, DANA PENSIUN,
LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN
LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
FIRDAUS DJAELANI
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 4/SEOJK.05/2016 </reg_id>
<reg_title> LAPORAN BULANAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DARI PERUSAHAAN PEMBIAYAAN </reg_title>
<set_date> 3 Maret 2016 </set_date>
<effective_date> 1 Juni 2016 </effective_date>
<replaced_reg> '6/SEOJK.05/2013' </replaced_reg>
<related_reg> '3/POJK.05/2013 | Pasal 2 ayat (6), Pasal 4 ayat (6), dan Pasal 10' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi VI' </penalty_list>
|
Yth.
Pengurus Dana Pensiun
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 12 /SEOJK.05/2016
TENTANG
PERSYARATAN PENGETAHUAN DI BIDANG DANA PENSIUN SERTA
TATA CARA PEMENUHANNYA BAGI PENGURUS DANA PENSIUN
PEMBERI KERJA DAN PELAKSANA TUGAS PENGURUS
DANA PENSIUN LEMBAGA KEUANGAN
Sehubungan dengan amanat ketentuan Pasal 3 ayat (3) Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 15/POJK.05/2016 tentang Persyaratan
Pengurus dan Dewan Pengawas Dana Pensiun Pemberi Kerja dan Pelaksana
Tugas Pengurus Dana Pensiun Lembaga Keuangan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5854), perlu untuk mengatur ketentuan
pelaksanaan mengenai persyaratan pengetahuan di bidang dana pensiun
serta tata cara pemenuhannya bagi pengurus dana pensiun pemberi kerja
dan pelaksana tugas pengurus dana pensiun lembaga keuangan dalam
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
1. Dana Pensiun adalah badan hukum yang mengelola dan
menjalankan program yang menjanjikan manfaat pensiun.
2. Dana Pensiun Pemberi Kerja adalah Dana Pensiun yang dibentuk
oleh orang atau badan yang mempekerjakan karyawan, selaku
pendiri, untuk menyelenggarakan program pensiun manfaat pasti
atau program pensiun iuran pasti, bagi kepentingan sebagian atau
seluruh karyawannya sebagai peserta, dan yang menimbulkan
kewajiban terhadap pemberi kerja.
3. Dana Pensiun Lembaga Keuangan adalah Dana Pensiun yang
dibentuk oleh bank atau perusahaan asuransi jiwa untuk
menyelenggarakan program pensiun iuran pasti bagi perorangan,
- 2 -
baik karyawan maupun pekerja mandiri yang terpisah dari dana
pensiun pemberi kerja bagi karyawan bank atau perusahaan
asuransi jiwa yang bersangkutan.
4. Pengurus adalah pengurus Dana Pensiun Pemberi Kerja.
5. Pelaksana Tugas Pengurus adalah pejabat dari pendiri Dana
Pensiun Lembaga Keuangan yang ditugaskan untuk
melaksanakan kegiatan operasional Dana Pensiun Lembaga
Keuangan.
6. Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK adalah
Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
II. PENGUASAAN PENGETAHUAN DASAR
1. Setiap orang yang ditunjuk menjadi Pengurus atau Pelaksana
Tugas Pengurus harus menguasai pengetahuan di bidang Dana
Pensiun.
2. Pengetahuan di bidang Dana Pensiun sebagaimana dimaksud
pada angka 1 meliputi pengetahuan dasar dan pengetahuan
lanjutan.
3. Penguasaan pengetahuan dasar di bidang Dana Pensiun
sebagaimana dimaksud pada angka 2, dibuktikan dengan
kelulusan yang bersangkutan dari ujian pengetahuan dasar di
bidang Dana Pensiun sebelum tanggal penunjukan yang
bersangkutan sebagai Pengurus atau Pelaksana Tugas Pengurus.
4. Ujian pengetahuan dasar di bidang Dana Pensiun sebagaimana
dimaksud pada angka 3 diselenggarakan oleh Lembaga Standar
Profesi Dana Pensiun yang dibentuk bersama oleh Asosiasi Dana
Pensiun Indonesia dan Asosiasi Dana Pensiun Lembaga
Keuangan.
5. Lembaga sebagaimana dimaksud angka 4 memberikan sertifikat
tanda lulus ujian pengetahuan dasar di bidang Dana Pensiun
kepada peserta ujian yang lulus.
6. Lembaga sebagaimana dimaksud pada angka 4 harus memastikan
bahwa:
a. perencanaan dan penyelenggaraan ujian pengetahuan dasar
di bidang Dana Pensiun serta penetapan hasilnya dilakukan
secara tertib dan jujur;
- 3 -
b. biaya yang dibebankan kepada peserta semata-mata untuk
keperluan yang wajar bagi penyelenggaraan ujian
pengetahuan dasar di bidang Dana Pensiun; dan
c.
soal-soal ujian pengetahuan dasar di bidang Dana Pensiun
dibuat dengan mengacu pada kriteria pengetahuan dasar di
bidang Dana Pensiun sebagaimana diuraikan dalam
Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari Surat Edaran OJK ini dan memiliki bobot yang wajar
untuk memastikan bahwa peserta yang dinyatakan lulus
telah menguasai pengetahuan dasar di bidang Dana Pensiun.
7. Lembaga sebagaimana dimaksud pada angka 4 harus membuat
panduan ujian pengetahuan dasar di bidang Dana Pensiun, yang
paling sedikit memuat:
a. tata cara pendaftaran dan pelaksanaan ujian;
b. cakupan materi yang diujikan;
c. referensi yang dapat digunakan sebagai acuan belajar; dan
d. tata cara penilaian kelulusan.
III. PENINGKATAN PENGETAHUAN DASAR
1. Untuk memenuhi ketentuan Pasal 3 Peraturan OJK Nomor
15/POJK.05/2016 tentang Persyaratan Pengurus dan Dewan
Pengawas Dana Pensiun Pemberi Kerja dan Pelaksana Tugas
Pengurus Dana Pensiun Lembaga Keuangan, Pengurus dan
Pelaksana Tugas Pengurus yang telah lulus ujian pengetahuan
dasar harus meningkatkan pengetahuannya di bidang Dana
Pensiun secara berkelanjutan.
2. Materi peningkatan pengetahuan di bidang Dana Pensiun secara
berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada angka 1 meliputi
investasi, akuntansi, manajemen risiko, dan aktuaria.
3. Kewajiban untuk meningkatkan pengetahuan di bidang Dana
Pensiun secara berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada angka
1 dipenuhi Pengurus dan Pelaksana Tugas Pengurus dengan
melakukan kegiatan yang bertema relevan dengan
penyelenggaraan Dana Pensiun yang berupa:
a. mengikuti seminar, workshop, atau kegiatan lain yang
sejenis;
- 4 -
b. mengikuti kursus, pelatihan, atau program pendidikan
sejenis; atau
c. menulis makalah, artikel, atau karya tulis lain yang
dipublikasikan, atau bertindak sebagai pembicara dalam
kegiatan-kegiatan sebagaimana dimaksud pada huruf a atau
pengajar atau instruktur dalam kegiatan-kegiatan
sebagaimana dimaksud pada huruf b.
4. Kegiatan sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf a dan huruf
b diselenggarakan oleh pihak lain selain Lembaga sebagaimana
dimaksud dalam angka romawi II angka 4.
5. Untuk setiap pelaksanaan kegiatan peningkatan pengetahuan di
bidang Dana Pensiun secara berkelanjutan sebagaimana
dimaksud pada angka 2, Pengurus dan Pelaksana Tugas Pengurus
memperoleh angka kredit tertentu.
6. Angka kredit sebagaimana dimaksud pada angka 5 ditentukan
dengan paling sedikit memperhitungkan:
a. frekuensi dan jam kehadiran atau jam latihan dalam kegiatan
sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf a dan huruf b;
b. kualitas materi dan peranan yang bersangkutan dalam
kegiatan sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf c; dan
c. skala kegiatan atau publikasi.
7.
Kriteria, tata cara, dan ketentuan lain yang berkaitan dengan
pengakuan kegiatan peningkatan pengetahuan di bidang Dana
Pensiun secara berkelanjutan serta metode penetapan angka
kredit sebagaimana dimaksud pada angka 3 dan angka 5 disusun
dan ditetapkan Lembaga sebagaimana dimaksud dalam angka
romawi II angka 4.
8. Pengurus dan Pelaksana Tugas Pengurus untuk tiap tahun harus
memperoleh akumulasi angka kredit tertentu yang ditetapkan oleh
Lembaga sebagaimana dimaksud dalam angka romawi II angka 4.
9. Pengurus dan Pelaksana Tugas Pengurus yang telah lulus ujian
pengetahuan dasar di bidang Dana Pensiun namun tidak
memenuhi ketentuan mengenai peningkatan pengetahuan di
bidang Dana Pensiun secara berkelanjutan sebagaimana
dimaksud pada angka 1 sampai dengan angka 8 selama 2 (dua)
tahun berturut-turut harus mengikuti kembali dan lulus ujian
pengetahuan dasar.
- 5 -
IV. LEMBAGA STANDAR PROFESI DANA PENSIUN
1. Lembaga sebagaimana dimaksud dalam angka romawi II angka 4
harus menyusun kode etik bagi pengelolanya untuk menjamin
independensi dan kredibilitas lembaga.
2. Paling lambat 1 (satu) bulan setelah pelaksanaan ujian
pengetahuan dasar di bidang Dana Pensiun, Lembaga
sebagaimana dimaksud dalam angka romawi II angka 4 harus
menyampaikan nama-nama peserta yang lulus kepada Direktur
Kelembagaan dan Produk IKNB.
3. Lembaga sebagaimana dimaksud dalam angka romawi II angka 4
harus menyampaikan kepada Direktur Kelembagaan dan Produk
IKNB setiap tahun, paling lambat tanggal 31 Maret tahun
berikutnya, nama-nama Pengurus Dana Pensiun Pemberi Kerja
dan Pelaksana Tugas Pengurus Dana Pensiun Lembaga Keuangan
yang telah memenuhi persyaratan akumulasi angka kredit dalam
tahun yang dilaporkan.
4. Lembaga sebagaimana dimaksud dalam angka romawi II angka 4
harus menyampaikan kepada Direktur Kelembagaan dan Produk
IKNB setiap 6 (enam) bulan, paling lambat tanggal 31 Maret
dan 30 September:
a. laporan pelaksanaan ujian pengetahuan dasar di bidang
Dana Pensiun yang paling sedikit memuat:
1) jumlah peserta ujian dan jumlah yang dinyatakan lulus;
2) biaya yang dibebankan kepada peserta ujian;
3) materi yang diujikan; dan
4) standar kelulusan.
b. laporan kegiatan peningkatan pengetahuan di bidang Dana
Pensiun secara berkelanjutan yang paling sedikit memuat:
1) kegiatan-kegiatan yang diakui sebagai kegiatan
peningkatan pengetahuan di bidang Dana Pensiun;
2) lembaga pelaksana kegiatan yang diakui;
3) tanggal pelaksanaan kegiatan;
4) angka kredit untuk setiap kegiatan; dan
5) akumulasi angka kredit yang harus diperoleh Pengurus
dan Pelaksana Tugas Pengurus.
- 6 -
5. Lembaga sebagaimana dimaksud dalam angka romawi II angka 4,
atas permintaan peserta ujian pengetahuan dasar di bidang Dana
Pensiun, harus menyediakan informasi yang relevan mengenai
penyelenggaraan ujian termasuk yang berkaitan dengan hal-hal
sebagaimana diatur dalam angka romawi II angka 6 huruf a,
huruf b, dan huruf c kepada para peserta ujian apabila diminta.
V. KETENTUAN LAIN-LAIN
Direktur Kelembagaan dan Produk IKNB dapat memberikan arahan
agar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka romawi II angka 6
dan angka 7, angka romawi III angka 5, dan angka romawi IV angka 1
sampai dengan angka 5, dapat dipenuhi Lembaga sebagaimana
dimaksud dalam angka romawi II angka 4.
VI. PENUTUP
Dengan ditetapkannya Surat Edaran OJK ini, ketentuan mengenai
persyaratan pengetahuan di bidang Dana Pensiun serta tata cara
pemenuhannya bagi Pengurus dan Pelaksana Tugas Pengurus tunduk
pada Surat Edaran OJK ini.
Ketentuan dalam Surat Edaran OJK ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 18 April 2016
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS
PERASURANSIAN, DANA PENSIUN,
LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN
LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN,
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
ttd
FIRDAUS DJAELANI
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 12/SEOJK.05/2016 </reg_id>
<reg_title> PERSYARATAN PENGETAHUAN DI BIDANG DANA PENSIUN SERTA TATA CARA PEMENUHANNYA BAGI PENGURUS DANA PENSIUN PEMBERI KERJA DAN PELAKSANA TUGAS PENGURUS DANA PENSIUN LEMBAGA KEUANGAN </reg_title>
<set_date> 18 April 2016 </set_date>
<effective_date> 18 April 2016 </effective_date>
<related_reg> '15/POJK.05/2016 | Pasal 3 ayat (3)' </related_reg>
|
Yth.
Pengurus Dana Pensiun
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 23 /SEOJK.05/2016
TENTANG
PENCABUTAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 26/SEOJK.05/2015 TENTANG PENILAIAN INVESTASI SURAT
BERHARGA BAGI DANA PENSIUN
Sehubungan dengan Pasal 2 ayat (3) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 3/POJK.05/2015 tentang Investasi Dana Pensiun dan Surat Edaran
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 26/SEOJK.05/2015 tanggal 31 Agustus 2015
tentang Penilaian Investasi Surat Berharga bagi Dana Pensiun, selanjutnya
disebut SEOJK Nomor 26/SEOJK.05/2015, serta memperhatikan kondisi
perekonomian dan pasar saat ini, perlu menetapkan pencabutan SEOJK Nomor
26/SEOJK.05/2015 dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai
berikut:
I. KETENTUAN UMUM
1. Berdasarkan SEOJK Nomor 26/SEOJK.05/2015 telah ditetapkan
penilaian investasi surat berharga yang dimiliki dana pensiun agar
menunjukkan nilai yang wajar sebagai dampak dari kondisi keuangan
global yang mengakibatkan nilai pasar dari investasi surat berharga
menunjukkan nilai yang tidak wajar.
2. Bahwa kondisi keuangan global dan perkembangan perekonomian
Indonesia saat ini mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang
positif, yang tercermin dari indikator pasar:
a.
b.
Nilai suku bunga Bank Indonesia sejak bulan Desember 2015
terus mengalami penurunan dan stabil.
c. Country Rate atas Indonesia sejak bulan Oktober 2015 terus
menguat dan stabil.
Nilai tukar mata uang rupiah terhadap mata uang dollar Amerika
Serikat sejak bulan Oktober 2015 terus menguat dan stabil.
- 2 -
d.
Indeks Harga Saham Gabungan sejak bulan Oktober 2015
mengalami peningkatan dan terus menunjukkan tren kenaikan.
3. Bahwa berdasarkan kondisi dan perkembangan sebagaimana
dimaksud pada angka 2, maka kondisi keuangan global sudah
menunjukkan nilai yang wajar bagi pasar investasi surat berharga.
4. Bahwa berdasarkan angka 3, maka penetapan kondisi ketidakwajaran
pasar sebagai kondisi keuangan global yang telah mengakibatkan nilai
pasar dari investasi surat berharga yang dimiliki dana pensiun
menunjukkan nilai yang tidak wajar dalam SEOJK Nomor
26/SEOJK.05/2015 sebagai dasar bagi dana pensiun melakukan
perhitungan atas surat berharga yang dimilikinya perlu untuk dicabut.
II. PENETAPAN PENCABUTAN SEOJK NOMOR 26/SEOJK.05/2015
Berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam romawi I, maka
SEOJK Nomor 26/SEOJK.05/2015 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
III. PENUTUP
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 27 Juni 2016
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS
PERASURANSIAN, DANA PENSIUN,
LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN
LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN,
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
ttd
FIRDAUS DJAELANI
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 23/SEOJK.05/2016 </reg_id>
<reg_title> PENCABUTAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 26/SEOJK.05/2015 TENTANG PENILAIAN INVESTASI SURAT BERHARGA BAGI DANA PENSIUN </reg_title>
<set_date> 27 Juni 2016 </set_date>
<effective_date> 27 Juni 2016 </effective_date>
<replaced_reg> '26/SEOJK.05/2015' </replaced_reg>
<related_reg> '3/POJK.05/2015 | Pasal 2 ayat (3)', '26/SEOJK.05/2015' </related_reg>
|
Yth.
Direksi Perusahaan Pergadaian
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 51 /SEOJK.05/2017
TENTANG
PENDAFTARAN, PERIZINAN USAHA, DAN KELEMBAGAAN
PERUSAHAAN PERGADAIAN
Sehubungan dengan pelaksanaan pendaftaran pelaku usaha pergadaian
dan tata cara penyampaian permohonan persetujuan dan pelaporan lainnya,
serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 ayat (9) dan Pasal 12 ayat (2)
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31/POJK.05/2016 tentang Usaha
Pergadaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 152,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5913), perlu untuk
mengatur mengenai pendaftaran, perizinan usaha, dan kelembagaan
perusahaan pergadaian dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai
berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan:
1. Usaha Pergadaian adalah segala usaha menyangkut pemberian
pinjaman dengan jaminan barang bergerak, jasa titipan, jasa
taksiran, dan/atau jasa lainnya, termasuk yang diselenggarakan
berdasarkan prinsip syariah.
2. Perusahaan Pergadaian adalah perusahaan pergadaian swasta dan
perusahaan pergadaian pemerintah yang diatur dan diawasi oleh
Otoritas Jasa Keuangan.
3. Perusahaan Pergadaian Swasta adalah badan hukum yang
melakukan Usaha Pergadaian.
- 2 -
4. Prinsip Syariah adalah ketentuan hukum Islam berdasarkan fatwa
dan/atau pernyataan kesesuaian syariah dari Dewan Syariah
Nasional Majelis Ulama Indonesia.
5. Direksi:
a. bagi Perusahaan Pergadaian yang berbentuk badan hukum
perseroan terbatas adalah direksi sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas; atau
b. bagi Perusahaan Pergadaian yang berbentuk badan hukum
koperasi adalah pengurus sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
6. Dewan Komisaris:
a. bagi Perusahaan Pergadaian yang berbentuk badan hukum
perseroan terbatas adalah dewan komisaris sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas; atau
b. bagi Perusahaan Pergadaian yang berbentuk badan hukum
koperasi adalah pengawas sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
7. Dewan Pengawas Syariah yang selanjutnya disingkat DPS adalah
bagian dari organ Perusahaan Pergadaian yang mempunyai tugas
dan fungsi pengawasan terhadap penyelenggaraan kegiatan usaha
agar sesuai dengan Prinsip Syariah.
8. Modal Disetor:
a. bagi Perusahaan Pergadaian yang berbentuk badan hukum
perseroan terbatas adalah modal disetor sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas; atau
b. bagi Perusahaan Pergadaian yang berbentuk badan hukum
koperasi adalah simpanan pokok dan simpanan wajib
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun
1992 tentang Perkoperasian.
9. Barang Jaminan adalah setiap barang bergerak yang dijadikan
jaminan oleh nasabah kepada Perusahaan Pergadaian.
10. Penaksir adalah orang yang memiliki sertifikat keahlian untuk
melakukan penaksiran atas nilai Barang Jaminan dalam transaksi
gadai.
- 3 -
11. Nasabah adalah orang perseorangan atau badan usaha yang
menerima uang pinjaman dengan jaminan berupa Barang Jaminan
dan/atau memanfaatkan layanan lainnya yang tersedia di
Perusahaan Pergadaian.
12. Hari adalah hari kerja.
II. PENDAFTARAN PELAKU USAHA PERGADAIAN, IZIN USAHA
PERUSAHAAN PERGADAIAN SWASTA, PERSETUJUAN, DAN PELAPORAN
PERUSAHAAN PERGADAIAN
A. PERSYARATAN PENDAFTARAN PELAKU USAHA PERGADAIAN, IZIN
USAHA PERUSAHAAN PERGADAIAN SWASTA, PEMBUKAAN UNIT
LAYANAN (OUTLET), DAN PEMINDAHAN ALAMAT UNIT LAYANAN
(OUTLET)
1. Permohonan pendaftaran pelaku Usaha Pergadaian dan izin
usaha Perusahaan Pergadaian Swasta disampaikan kepada
Otoritas Jasa Keuangan dengan menggunakan format dan
disertai dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31/POJK.05/2016 tentang
Usaha Pergadaian.
2. Daftar riwayat hidup sebagaimana dimaksud dalam Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31/POJK.05/2016 tentang
Usaha Pergadaian menggunakan format sebagaimana tercantum
dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
3. Perusahaan Pergadaian Swasta yang akan membuka unit
layanan (outlet) harus memenuhi persyaratan yang terdiri atas:
a. memiliki paling sedikit 1 (satu) orang Penaksir pada setiap
unit layanan (outlet);
b. memiliki tempat penyimpanan Barang Jaminan; dan
c.
tidak dalam pengenaan sanksi oleh Otoritas Jasa
Keuangan.
4. Tempat penyimpanan Barang Jaminan sebagaimana dimaksud
pada angka 3 huruf b dapat dilakukan di tempat penyimpanan
yang dimiliki oleh Perusahaan Pergadaian Swasta dan tidak
harus berlokasi sama dengan kedudukan unit layanan (outlet).
- 4 -
5. Perusahaan Pergadaian Swasta hanya dapat melakukan
pembukaan unit layanan (outlet) di dalam lingkup wilayah
usaha provinsi atau lingkup wilayah usaha kabupaten/kota
sesuai dengan persetujuan izin usaha yang dimiliki.
Sebagai contoh:
a. kantor pusat Perusahaan Pergadaian Swasta dengan
lingkup wilayah usaha provinsi yang berlokasi di provinsi
Jawa Tengah dapat membuka unit layanan (outlet) di
kabupaten/kota yang berada di provinsi Jawa Tengah.
b. kantor pusat Perusahaan Pergadaian Swasta dengan
lingkup wilayah usaha kabupaten/kota yang berlokasi di
kota Surakarta dapat membuka unit layanan (outlet) di
kota Surakarta.
6. Dalam hal terjadi pemekaran wilayah yang menyebabkan unit
layanan (outlet) berada di lingkup wilayah usaha provinsi atau
lingkup wilayah usaha kabupaten/kota yang berbeda dengan
kantor pusat, unit layanan (outlet) tetap dapat beroperasi
dan/atau melakukan pemindahan alamat unit layanan (outlet)
ke wilayah hasil pemekaran dimaksud.
Sebagai contoh, Perusahaan Pergadaian Swasta yang
mempunyai izin usaha di lingkup wilayah provinsi Sumatera
Utara memiliki unit layanan (outlet) di kabupaten Balige.
Namun setelah terjadi pemekaran wilayah yang menyebabkan
kabupaten Balige menjadi provinsi Tapanuli, unit layanan
(outlet) di kabupaten Balige tetap dapat beroperasi dan/atau
melakukan pemindahan alamat unit layanan (outlet) ke
provinsi Tapanuli.
7. Perusahaan Pergadaian Swasta yang akan melakukan
pemindahan alamat unit layanan (outlet) harus terlebih
dahulu memberikan informasi kepada Nasabah mengenai
pemindahan lokasi dan alamat unit layanan (outlet).
8. Pemberian informasi kepada Nasabah mengenai pemindahan
lokasi dan alamat unit layanan (outlet) sebagaimana dimaksud
pada angka 7 dilakukan melalui pencantuman dalam papan
pengumuman di kantor Perusahaan Pergadaian Swasta.
- 5 -
B. TATA CARA PENDAFTARAN PELAKU USAHA PERGADAIAN, IZIN
USAHA PERUSAHAAN PERGADAIAN SWASTA, PERSETUJUAN,
DAN PELAPORAN PERUSAHAAN PERGADAIAN
1. Permohonan
pendaftaran
pelaku
Usaha
Pergadaian,
permohonan izin usaha Perusahaan Pergadaian Swasta,
permohonan persetujuan, dan pelaporan
Perusahaan
Pergadaian disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan
secara dalam jaringan (online) melalui sistem jaringan
komunikasi data Otoritas Jasa Keuangan.
2. Jenis permohonan persetujuan sebagaimana dimaksud pada
angka 1 meliputi:
a. permohonan persetujuan Perusahaan Pergadaian untuk
menyelenggarakan sebagian kegiatan usaha berdasarkan
Prinsip Syariah; dan
b. permohonan persetujuan pembubaran atau perubahan
kegiatan usaha,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) dan Pasal 52
ayat
(2) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
31/POJK.05/2016 tentang Usaha Pergadaian.
3. Jenis pelaporan sebagaimana dimaksud pada angka 1
meliputi:
a. pelaporan pelaksanaan kegiatan usaha Perusahaan
Pergadaian Swasta;
b. pelaporan pembukaan unit layanan (outlet);
c. pelaporan pemindahan alamat unit layanan (outlet);
d. pelaporan perubahan Modal Disetor;
e. pelaporan perubahan alamat kantor pusat;
f.
pelaporan perubahan nama Perusahaan Pergadaian;
g. pelaporan pelaksanaan penggabungan atau peleburan;
h. pelaporan pelaksanaan pengambilalihan;
i.
pelaporan pemisahan;
j.
pelaporan kepailitan Perusahaan Pergadaian; atau
k. pelaporan
pelaksanaan pembubaran atau perubahan
kegiatan usaha,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2), Pasal 12 ayat
(2), Pasal 32 ayat (1), Pasal 33 ayat (1), Pasal 34 ayat (1),
Pasal 36 ayat (1), Pasal 37 ayat (1), Pasal 38 ayat (1), Pasal
- 6 -
51 ayat (1), dan Pasal 52 ayat (3) Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan
Pergadaian.
Nomor
31/POJK.05/2016
tentang
Usaha
4. Pelaporan pembukaan unit layanan (outlet) sebagaimana
dimaksud pada angka 3 huruf b disampaikan paling lama 10
(sepuluh) Hari sejak tanggal pembukaan unit layanan (outlet)
dengan melampirkan bukti kepemilikan atau penguasaan
gedung.
5. Pelaporan pemindahan alamat
unit
layanan
(outlet)
sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf c disampaikan
paling lama 10 (sepuluh) Hari sejak tanggal pemindahan
alamat unit layanan (outlet) dengan melampirkan:
a. bukti kepemilikan atau penguasaan gedung; dan
b. bukti penyampaian informasi pindah alamat pada
Nasabah.
6. Penyampaian permohonan dan pelaporan sebagaimana
dimaksud pada angka 1 disampaikan dengan menggunakan
format dan disertai dokumen sebagaimana dimaksud dalam
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31/POJK.05/2016
tentang Usaha Pergadaian, kecuali untuk penyampaian
pelaporan sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf b dan
c.
7. Penyampaian pelaporan sebagaimana dimaksud pada angka 3
huruf b dan c disampaikan dengan menggunakan format
sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas
Jasa Keuangan ini.
8. Penyampaian permohonan dan pelaporan sebagaimana
dimaksud pada angka 1 dilengkapi formulir dengan
menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran
yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat
Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
9. Dalam hal sistem jaringan komunikasi data Otoritas Jasa
Keuangan sebagaimana dimaksud pada angka 1 belum
tersedia atau terjadi gangguan teknis pada saat penyampaian
permohonan maka permohonan pendaftaran pelaku Usaha
Pergadaian, permohonan izin usaha Perusahaan Pergadaian
- 7 -
Swasta, permohonan persetujuan, dan pelaporan Perusahaan
Pergadaian disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan
secara luar jaringan (offline) dengan salah satu cara sebagai
berikut:
a. diserahkan langsung kepada Otoritas Jasa Keuangan;
atau
b. dikirim melalui perusahaan jasa pengiriman.
10. Dalam hal terjadi gangguan teknis sebagaimana dimaksud
pada angka 9, Otoritas Jasa Keuangan mengumumkan
terjadinya gangguan teknis dimaksud melalui situs web
Otoritas Jasa Keuangan.
11. Permohonan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada
angka 9 harus disampaikan dalam bentuk cetak (hardcopy)
atau dalam bentuk data elektronik dengan menggunakan
media berupa compact disc (CD) atau media penyimpanan
data elektronik lainnya.
12. Dalam hal gangguan teknis telah berhasil diatasi dan sistem
jaringan komunikasi data Otoritas Jasa Keuangan telah
kembali normal maka permohonan pendaftaran pelaku Usaha
Pergadaian, permohonan izin usaha Perusahaan Pergadaian
Swasta, permohonan persetujuan, dan pelaporan Perusahaan
Pergadaian disampaikan kembali secara online.
13. Penyampaian permohonan dan pelaporan sebagaimana
dimaksud pada angka 9 dilengkapi surat pengantar dalam
bentuk cetak (hardcopy) yang ditandatangani oleh Direksi
Perusahaan Pergadaian.
14. Permohonan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada
angka 9 disampaikan secara tertulis kepada:
a. Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun,
Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan
Lainnya u.p. Direktur Kelembagaan dan Produk IKNB
melalui Kantor Otoritas Jasa Keuangan Regional atau
Kantor Otoritas Jasa Keuangan sesuai dengan tempat
kedudukan kantor pusat, bagi Perusahaan Pergadaian
yang
menyelenggarakan
kegiatan
usaha
secara
konvensional yang kantor pusatnya berkedudukan di luar
wilayah DKI Jakarta dan Banten;
- 8 -
b. Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun,
Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan
Lainnya u.p. Direktur Kelembagaan dan Produk IKNB, bagi
Perusahaan Pergadaian yang menyelenggarakan kegiatan
usaha secara konvensional yang kantor pusatnya
berkedudukan di wilayah DKI Jakarta dan Banten;
c. Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun,
Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan
Lainnya u.p. Direktur IKNB Syariah melalui Kantor Otoritas
Jasa Keuangan Regional atau Kantor Otoritas Jasa
Keuangan sesuai dengan tempat kedudukan kantor pusat,
bagi Perusahaan Pergadaian yang menyelenggarakan
seluruh kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah yang
kantor pusatnya berkedudukan di luar wilayah DKI Jakarta
dan Banten; atau
d. Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun,
Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan
Lainnya u.p. Direktur IKNB Syariah, bagi Perusahaan
Pergadaian yang menyelenggarakan seluruh kegiatan usaha
berdasarkan Prinsip Syariah yang kantor pusatnya
berkedudukan di wilayah DKI Jakarta dan Banten.
15. Perusahaan Pergadaian dinyatakan telah menyampaikan
permohonan
pendaftaran
pelaku
Usaha
Pergadaian,
permohonan izin usaha Perusahaan Pergadaian Swasta,
permohonan persetujuan, dan pelaporan Perusahaan Pergadaian
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. untuk penyampaian secara online melalui sistem jaringan
komunikasi data Otoritas Jasa Keuangan, dibuktikan
dengan tanda terima dari Otoritas Jasa Keuangan; atau
b. untuk penyampaian secara offline, dibuktikan dengan:
1) surat tanda terima dari Otoritas Jasa Keuangan,
apabila laporan diserahkan langsung sebagaimana
dimaksud pada angka 9 huruf a; atau
2) tanda terima pengiriman dari perusahaan jasa
pengiriman,
apabila
laporan
dikirim
melalui
perusahaan jasa pengiriman sebagaimana dimaksud
pada angka 9 huruf b.
- 9 -
C. PEMBERIAN PERSETUJUAN PENDAFTARAN PELAKU USAHA
PERGADAIAN
1. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atas
permohonan pendaftaran paling lama 10 (sepuluh) Hari sejak
diterimanya dokumen permohonan pendaftaran secara lengkap
dan sesuai dengan persyaratan dalam Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 31/POJK.05/2016 tentang Usaha Pergadaian.
2. Jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) Hari sebagaimana
dimaksud pada angka 1 tidak termasuk waktu yang diberikan
kepada pemohon untuk melengkapi, menambah, atau
memperbaiki dokumen yang dipersyaratkan.
3. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atas
permohonan pendaftaran oleh pelaku Usaha Pergadaian
berdasarkan penelitian atas kelengkapan dan kesesuaian
dokumen.
4. Penelitian atas kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud
pada angka 3 mencakup kelengkapan isi dan format dokumen
sesuai dengan formulir persyaratan pengajuan permohonan
pendaftaran.
5. Penelitian yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan
sebagaimana dimaksud pada angka 4 tidak terbatas pada
penelitian atas kelengkapan dokumen namun juga dapat
melakukan pemanggilan para pihak atau melakukan wawancara
langsung terhadap pihak yang memberikan tanda
tangan/persetujuan pada dokumen yang diterima oleh Otoritas
Jasa Keuangan.
6. Otoritas Jasa Keuangan menetapkan pendaftaran pelaku Usaha
Pergadaian berupa tanda bukti terdaftar.
7. Tanda bukti terdaftar sebagaimana dimaksud pada angka 6
merupakan surat yang menerangkan bahwa pelaku Usaha
Pergadaian telah terdaftar pada Otoritas Jasa Keuangan,
sebagai:
a. pelaku Usaha Pergadaian, bagi yang menjalankan kegiatan
usaha secara konvensional; atau
b. pelaku Usaha Pergadaian syariah, bagi yang menjalankan
seluruh kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah.
- 10 -
D. PEMBERIAN PERSETUJUAN IZIN USAHA PERUSAHAAN
PERGADAIAN SWASTA
1. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau
penolakan atas permohonan izin usaha paling lama 10 (sepuluh)
Hari sejak permohonan izin usaha dan dokumen diterima secara
lengkap serta sesuai dengan persyaratan dalam Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31/POJK.05/2016 tentang
Usaha Pergadaian.
2. Jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) Hari sebagaimana
dimaksud pada angka 1 tidak termasuk waktu yang diberikan
kepada pemohon untuk melengkapi, menambah, atau
memperbaiki dokumen yang dipersyaratkan.
3. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau
penolakan atas permohonan izin usaha sebagaimana dimaksud
pada angka 1 berdasarkan:
a. penelitian atas kelengkapan dan kesesuaian dokumen;
b.
analisis kelayakan atas rencana kerja untuk 1 (satu) tahun
pertama;
c.
analisis pemenuhan ketentuan peraturan perundang-
undangan terkait Usaha Pergadaian;
d. pemeriksaan setoran modal; dan
e. pemenuhan kewajiban penilaian kemampuan dan
kepatutan bagi pemegang saham pengendali, Direksi,
Dewan Komisaris, dan DPS sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
4. Apabila diperlukan, untuk memastikan kesesuaian dokumen
sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf a, Otoritas Jasa
Keuangan dapat melakukan verifikasi lapangan terhadap
Perusahaan Pergadaian Swasta.
5. Penelitian atas kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud
pada angka 3 huruf a mencakup kelengkapan isi dan format
dokumen sesuai dengan formulir persyaratan pengajuan
permohonan izin usaha Perusahaan Pergadaian Swasta.
6. Otoritas Jasa Keuangan menyampaikan surat pernyataan
lengkap atau permintaan kelengkapan dokumen kepada
pemohon paling lama 10 (sepuluh) Hari setelah permohonan
diterima.
- 11 -
7. Dalam hal dokumen permohonan izin usaha Perusahaan
Pergadaian Swasta yang disampaikan dinilai telah lengkap
sesuai dengan formulir, Otoritas Jasa Keuangan menyampaikan
surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada angka 6 kepada
pemohon bahwa dokumen permohonan izin usaha Perusahaan
Pergadaian Swasta telah lengkap.
8. Dalam hal surat permohonan izin usaha dan dokumen yang
disampaikan oleh Perusahaan Pergadaian Swasta dinilai belum
lengkap, Otoritas Jasa Keuangan menyampaikan surat
permintaan kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud pada
angka 6 kepada Perusahaan Pergadaian Swasta.
9. Perusahaan Pergadaian Swasta harus menyampaikan
kelengkapan kekurangan dokumen sebagaimana dimaksud
pada angka 8 paling lama 10 (sepuluh) Hari sejak tanggal surat
permintaan kelengkapan dokumen dari Otoritas Jasa Keuangan.
10. Dalam hal Perusahaan Pergadaian Swasta tidak dapat
melengkapi kekurangan dokumen dalam batas waktu
sebagaimana dimaksud pada angka 9, maka permohonan izin
usaha Perusahaan Pergadaian Swasta dinyatakan batal oleh
Otoritas Jasa Keuangan disertai dengan surat pemberitahuan
dari Otoritas Jasa Keuangan.
11. Dalam hal Perusahaan Pergadaian Swasta telah memenuhi
kekurangan dokumen dalam batas waktu sebagaimana
dimaksud pada angka 9 dan berdasarkan penilaian Otoritas
Jasa Keuangan dokumen yang disampaikan pemohon telah
lengkap, proses persetujuan izin usaha Perusahaan Pergadaian
Swasta mulai berjalan terhitung sejak tanggal surat pernyataan
Otoritas Jasa Keuangan yang menyatakan dokumen telah
lengkap.
12. Otoritas Jasa Keuangan menetapkan keputusan pemberian izin
usaha sesuai lingkup wilayah usaha sebagai:
a. Perusahaan Pergadaian Swasta,
bagi Perusahaan
Pergadaian Swasta yang menjalankan kegiatan usaha
secara konvensional; atau
b. Perusahaan Pergadaian Swasta syariah, bagi Perusahaan
Pergadaian Swasta yang menjalankan seluruh kegiatan
usaha berdasarkan Prinsip Syariah.
- 12 -
III. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku
pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 28 September 2017
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS
PERASURANSIAN, DANA PENSIUN,
LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN
LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
RISWINANDI
Salinan ini sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 51/SEOJK.05/2017 </reg_id>
<reg_title> PENDAFTARAN, PERIZINAN USAHA, DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN PERGADAIAN </reg_title>
<set_date> 28 September 2017 </set_date>
<effective_date> 28 September 2017 </effective_date>
<related_reg> '31/POJK.05/2016 | Pasal 9 ayat (9) dan Pasal 12 ayat (2)' </related_reg>
|
Yth. Direksi Perusahaan Pembiayaan
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 1 /SEOJK.05/2016
TENTANG
TINGKAT KESEHATAN KEUANGAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN
Sesuai dengan amanat ketentuan Pasal 25 ayat (3), Pasal 26 ayat (4), Pasal
29 ayat (7), Pasal 32 ayat (6), Pasal 34 ayat (3), dan Pasal 35 ayat (2)
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29/POJK.05/2014 tentang
Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 364, Tambahan Lembaran Negara
5638), perlu untuk mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai tingkat
kesehatan keuangan bagi perusahaan pembiayaan dalam Surat Edaran
Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
1. Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan
kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang dan/atau jasa.
2. Tingkat Kesehatan Keuangan adalah hasil penilaian kondisi
Perusahaan Pembiayaan terhadap risiko permodalan, likuiditas,
aset, operasional dan kinerja Perusahaan Pembiayaan.
3. Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK adalah
lembaga yang independen sebagaimana dimaksud dalam undang-
undang mengenai Otoritas Jasa Keuangan.
II. PENGUKURAN TINGKAT KESEHATAN KEUANGAN
1. Perusahaan Pembiayaan wajib setiap waktu memenuhi
persyaratan Tingkat Kesehatan Keuangan dengan kondisi
minimum sehat.
2. Pengukuran rasio Tingkat Kesehatan Keuangan sebagaimana
dimaksud pada angka 1 meliputi:
a. rasio permodalan;
- 2 -
b. kualitas piutang pembiayaan;
c.
d.
rentabilitas; dan
likuiditas.
III. TATA CARA PERHITUNGAN RASIO PERMODALAN
1. Perusahaan Pembiayaan wajib memenuhi rasio permodalan paling
sedikit sebesar 10% (sepuluh persen).
2. Rasio
permodalan Perusahaan Pembiayaan merupakan
perbandingan antara modal yang disesuaikan dengan aset yang
disesuaikan.
3. Modal yang disesuaikan sebagaimana dimaksud pada angka 2
adalah penjumlahan komponen permodalan sebagai berikut:
a. bagi Perusahaan Pembiayaan berbentuk badan hukum
perseroan terbatas sebesar penjumlahan dari:
1) ekuitas yang disesuaikan yang terdiri dari:
a) modal disetor;
b)
tambahan modal disetor, yaitu penjumlahan dari:
(1) agio/disagio saham;
(2) biaya emisi efek ekuitas; dan
(3) lainnya sesuai dengan prinsip standar
akuntansi keuangan;
c)
selisih
nilai transaksi restrukturisasi entitas
sepengendali;
d) saldo laba/rugi;
e) sebesar 50% (lima puluh persen) dari laba/rugi
tahun berjalan setelah dikurangi pajak;
saham tresuri (treasury stock); dan
f)
g) komponen ekuitas lainnya, yaitu penjumlahan dari:
(1) perubahan dalam surplus revaluasi;
(2) selisih kurs karena penjabaran laporan
keuangan dalam mata uang asing;
(3) keuntungan dan kerugian dari pengukuran
kembali aset keuangan tersedia untuk dijual;
(4) bagian efektif dari keuntungan dan kerugian
instrumen keuangan lindung nilai dalam
rangka lindung nilai arus kas; dan
- 3 -
(5) komponen ekuitas lainnya sesuai prinsip
standar akuntansi keuangan,
dengan memperhitungkan faktor pengurang berupa:
a) perhitungan pajak tangguhan (deferred tax);
b) goodwill;
c) aset tidak berwujud lainnya; dan
d) seluruh penyertaan modal pada perusahaan anak;
2) pinjaman subordinasi paling tinggi 50% (lima puluh
persen) dari modal disetor dengan memenuhi kriteria
sebagai berikut:
a) paling singkat berjangka waktu 5 (lima) tahun;
b) dalam hal terjadi likuidasi, hak tagih berlaku paling
akhir dari segala pinjaman yang ada; dan
c) dituangkan dalam bentuk perjanjian akta notariil
antara Perusahaan Pembiayaan dengan pemberi
pinjaman.
Contoh:
PT ABC Finance mempunyai modal disetor sebesar
Rp100.000.000.000,00 dan pinjaman subordinasi
sebesar Rp25.000.000.000,00. Maka, besaran
pinjaman subordinasi yang dapat ditambahkan
dalam perhitungan ekuitas disesuaikan adalah
sebesar Rp25.000.000.000,00.
PT XYZ Finance mempunyai modal disetor sebesar
Rp100.000.000.000,00 dan pinjaman subordinasi
sebesar Rp75.000.000.000,00. Maka, besaran
pinjaman subordinasi yang dapat ditambahkan
dalam perhitungan ekuitas disesuaikan adalah
paling tinggi sebesar 50% dari Rp100.000.000.000,00
atau sebesar Rp50.000.000.000,00.
b. bagi Perusahaan Pembiayaan berbentuk badan hukum
koperasi sebesar penjumlahan dari simpanan pokok,
simpanan wajib, dana cadangan, hibah, dan sisa hasil usaha
yang belum dibagikan.
4. Aset yang disesuaikan sebagaimana dimaksud pada angka 2,
merupakan aset Perusahaan Pembiayaan dikalikan dengan bobot
- 4 -
risiko aset sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK
ini.
5. Dalam perhitungan aset yang disesuaikan, dasar penilaian nilai
nominal piutang pembiayaan adalah outstanding pokok
pembiayaan (outstanding principal) dikurangi dengan cadangan
yang telah dibentuk. Outstanding pokok pembiayaan (outstanding
principal) adalah total tagihan dikurangi dengan:
a. pendapatan bunga yang belum diakui (unearned interest
income); dan
b. pendapatan dan biaya lainnya sehubungan transaksi
pembiayaan yang diamortisasi.
IV. KUALITAS PIUTANG PEMBIAYAAN
1. Perusahaan Pembiayaan wajib menjaga kualitas piutang
pembiayaan.
2. Piutang pembiayaan yang dikategorikan sebagai piutang
pembiayaan bermasalah (non performing financing) terdiri atas
piutang pembiayaan dengan kualitas kurang lancar, diragukan,
dan macet.
3.
Nilai piutang pembiayaan dengan kategori kualitas piutang
pembiayaan bermasalah (non performing financing) sebagaimana
dimaksud pada angka 2 setelah dikurangi cadangan penyisihan
penghapusan piutang pembiayaan wajib paling tinggi sebesar 5%
(lima persen) dari total piutang pembiayaan.
4.
Nilai piutang pembiayaan sebagaimana dimaksud pada angka 3
dihitung berdasarkan outstanding pokok pembiayaan (outstanding
principal) yaitu total tagihan dikurangi dengan:
a. pendapatan bunga yang belum diakui (unearned interest
income); dan
b. pendapatan dan biaya lainnya sehubungan transaksi
pembiayaan yang diamortisasi.
5. Penilaian kualitas piutang pembiayaan ditetapkan menjadi:
a.
lancar;
b. dalam perhatian khusus;
c. kurang lancar;
d. diragukan; atau
- 5 -
e. macet.
6. Penilaian kualitas piutang pembiayaan sebagaimana dimaksud
pada angka 5 ditetapkan berdasarkan faktor ketepatan
pembayaran pokok dan/atau bunga.
7. Penilaian kualitas piutang pembiayaan sebagaimana dimaksud
pada angka 5 dikategorikan sebagai berikut:
a. lancar apabila tidak terdapat keterlambatan atau terdapat
keterlambatan pembayaran pokok dan/atau bunga sampai
dengan 30 (tiga puluh) hari kalender;
b. dalam perhatian khusus apabila terdapat keterlambatan
pembayaran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 30
(tiga puluh) hari kalender sampai dengan 90 (sembilan puluh)
hari kalender;
c. kurang lancar apabila terdapat keterlambatan pembayaran
pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 90 (sembilan
puluh) hari kalender sampai dengan 120 (seratus dua puluh)
hari kalender;
d. diragukan apabila terdapat keterlambatan pembayaran pokok
dan/atau bunga yang telah melampaui 120 (seratus dua
puluh) hari kalender sampai dengan 180 (seratus delapan
puluh) hari kalender; atau
e. macet apabila terdapat keterlambatan pembayaran pokok
dan/atau bunga yang telah melampaui 180 (seratus delapan
puluh) hari kalender.
8. Selain faktor ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga
sebagaimana dimaksud pada angka 6, penilaian kualitas piutang
pembiayaan untuk pembiayaan investasi dan pembiayaan modal
kerja dengan nilai pembiayaan pada saat penandatanganan
perjanjian sebesar Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) atau
lebih, dapat juga ditetapkan dengan mempertimbangkan faktor:
a. kemampuan membayar debitur;
b. kinerja keuangan (financial performance) debitur; dan
c. prospek usaha debitur.
9.
Penilaian terhadap kemampuan membayar debitur sebagaimana
dimaksud pada angka 8 huruf a meliputi penilaian terhadap
komponen-komponen sebagai berikut:
a. ketersediaan dan keakuratan informasi keuangan debitur;
- 6 -
b. kelengkapan dokumentasi pembiayaan;
c. kepatuhan terhadap perjanjian pembiayaan;
d. kesesuaian penggunaan dana; dan
e. kewajaran sumber pembayaran kewajiban.
10. Penilaian terhadap kinerja keuangan (financial performance)
debitur sebagaimana dimaksud pada angka 8 huruf b meliputi
penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
a. perolehan laba;
b. struktur permodalan;
c. arus kas; dan
d. sensitivitas terhadap risiko pasar.
11. Penilaian terhadap prospek usaha debitur sebagaimana dimaksud
pada angka 8 huruf c meliputi komponen-komponen sebagai
berikut:
a. potensi pertumbuhan usaha;
b. kondisi pasar dan posisi debitur dalam persaingan;
c. kualitas manajemen dan permasalahan tenaga kerja;
d. dukungan dari grup atau afiliasi; dan
e. upaya yang dilakukan debitur dalam rangka memelihara
lingkungan hidup.
12. Pedoman penilaian kualitas piutang pembiayaan sebagaimana
dimaksud pada angka 8, angka 9, angka 10, dan angka 11
dilakukan berdasarkan pedoman penilaian kualitas piutang
pembiayaan sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK
ini.
13. Kertas kerja penilaian kualitas piutang pembiayaan sebagaimana
dimaksud pada angka 8, angka 9, angka 10, dan angka 11 harus
dilakukan dengan menggunakan formulir penilaian sebagaimana
tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini dan dilengkapi dengan
dokumen pendukung penilaian kualitas piutang pembiayaan.
14. Perusahaan Pembiayaan dapat melakukan restrukturisasi untuk
debitur yang mengalami kesulitan pembayaran pokok dan/atau
bunga namun masih memiliki kemampuan membayar dan
prospek usaha yang baik.
- 7 -
15. Penilaian kualitas piutang pembiayaan untuk pembiayaan
investasi dan pembiayaan modal kerja senilai Rp3.000.000.000,00
(tiga miliar rupiah) atau lebih yang direstrukturisasi sebagaimana
dimaksud pada angka 14 berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. paling tinggi sama dengan kualitas piutang pembiayaan
sebelum dilakukan restrukturisasi pembiayaan, sepanjang
debitur belum memenuhi kewajiban pembayaran angsuran
pokok dan/atau bunga secara berturut-turut selama 3 (tiga)
kali periode sesuai waktu yang diperjanjikan;
b. dapat meningkat paling tinggi 1 (satu) tingkat dari kualitas
pembiayaan sebelum dilakukan restrukturisasi, setelah
debitur memenuhi kewajiban pembayaran angsuran pokok
dan/atau bunga secara berturut-turut selama 3 (tiga) kali
periode sebagaimana dimaksud pada huruf a;
c. kualitas piutang pembiayaan yang direstrukturisasi dapat
ditetapkan berdasarkan faktor penilaian sebagaimana
dimaksud pada angka 8, dalam hal pelaksanaan
restrukturisasi pembiayaan tidak didukung dengan analisis
dan dokumentasi yang memadai; dan
d. berdasarkan faktor penilaian sebagaimana dimaksud pada
angka 8:
1) setelah penetapan kualitas piutang pembiayaan
sebagaimana dimaksud pada huruf b; atau
2) dalam hal debitur tidak memenuhi syarat-syarat
dan/atau kewajiban pembayaran dalam perjanjian
restrukturisasi pembiayaan, baik selama maupun
setelah 3 (tiga) kali periode kewajiban pembayaran
sesuai waktu yang diperjanjikan.
16. Kualitas piutang pembiayaan tambahan sebagai bagian dari paket
restrukturisasi pembiayaan sebagaimana dimaksud pada angka
15 ditetapkan sama dengan kualitas piutang pembiayaan yang
direstrukturisasi.
17. Penilaian kualitas piutang pembiayaan dalam rangka
restrukturisasi sebagaimana dimaksud pada angka 15 harus
disertai dan dilengkapi dengan dokumen pendukung penilaian
kualitas piutang pembiayaan.
- 8 -
18. Dalam hal terdapat perbedaan antara penilaian kualitas piutang
pembiayaan oleh Perusahaan Pembiayaan dengan OJK, kualitas
piutang pembiayaan yang berlaku adalah yang ditetapkan oleh
OJK.
19. Perusahaan Pembiayaan wajib melakukan penyesuaian kualitas
piutang pembiayaan dengan penilaian kualitas piutang
pembiayaan yang ditetapkan oleh OJK sebagaimana dimaksud
pada angka 18 dalam laporan-laporan yang disampaikan kepada
OJK.
20. Jenis agunan yang dapat diperhitungkan dalam perhitungan
cadangan penyisihan penghapusan piutang pembiayaan adalah
sebagai berikut:
a. agunan tunai berupa:
1) deposito di bank, simpanan jaminan (security deposit),
dan/atau emas;
2) Sertifikat Bank Indonesia, Sertifikat Bank Indonesia
Syariah, Surat Utang Negara, sukuk, dan/atau surat
berharga lainnya yang diterbitkan oleh pemerintah atau
Bank Indonesia; dan/atau
3) jaminan pemerintah dan pemerintah asing yang
termasuk dalam kategori yang layak untuk investasi
(investment grade);
b. efek yang dicatatkan di bursa efek atau efek yang termasuk
dalam kategori yang layak untuk investasi (investment grade)
dari lembaga pemeringkat yang diakui oleh OJK;
c. kendaraan bermotor, alat berat, dan persediaan;
d.
resi gudang;
e. mesin dan/atau elektronik yang merupakan satu kesatuan
dengan tanah;
f. mesin dan/atau elektronik yang tidak menjadi satu kesatuan
dengan tanah;
g. pesawat udara atau kapal laut dengan ukuran di atas 20 (dua
puluh) meter kubik; dan
h. tanah, rumah, rumah susun, rumah komersial, dan gedung
perkantoran.
- 9 -
21. Piutang yang menjadi underlying transaksi anjak piutang dapat
diperhitungkan sebagai pengurang dalam perhitungan cadangan
penyisihan penghapusan piutang pembiayaan.
22. Objek pembiayaan dalam skema sewa pembiayaan (finance lease)
atau jual dan sewa balik (sale and lease back) dapat
diperhitungkan sebagai pengurang dalam perhitungan cadangan
penyisihan penghapusan piutang pembiayaan.
23. Agunan tunai sebagaimana dimaksud pada angka 20 huruf a
angka 1) dan angka 2) harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
a. hanya dapat dicairkan dengan persetujuan Perusahaan
Pembiayaan (diblokir dan dilengkapi dengan surat kuasa);
b. jangka waktu pemblokiran paling singkat sama dengan
jangka waktu piutang pembiayaan; dan
c. memiliki pengikatan hukum yang kuat dan dapat dieksekusi
(legally enforceable).
24. Agunan tunai sebagaimana dimaksud pada angka 20 huruf a
angka 3) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a.
bersifat tanpa syarat (unconditional) dan tidak dapat
dibatalkan (irrevocable);
b. harus dapat dicairkan paling lama 5 (lima) hari kerja sejak
diajukannya klaim, termasuk pencairan sebagian untuk
membayar tunggakan angsuran pokok atau bunga; dan
c. mempunyai jangka waktu paling singkat sama dengan jangka
waktu pembiayaan.
25. Agunan sebagaimana dimaksud pada angka 20 dilengkapi dengan
dokumen hukum yang sah.
26. Agunan sebagaimana dimaksud pada angka 20 huruf b, huruf c,
huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, dan huruf h, harus:
a.
diikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku untuk memberikan hak preferensi
bagi Perusahaan Pembiayaan antara lain hak tanggungan,
hipotek, fidusia, atau gadai; dan
b. dilindungi asuransi atas objek pembiayaan dengan klausula
yang memberikan hak kepada Perusahaan Pembiayaan
untuk menerima uang pertanggungan dalam hal terjadi
pembayaran klaim
dan
memiliki jangka waktu
- 10 -
pertanggungan asuransi paling singkat sama dengan
jangka waktu pembiayaan.
27. Perusahaan asuransi yang memberikan perlindungan asuransi
terhadap agunan sebagaimana dimaksud pada angka 26 huruf b
wajib memenuhi syarat sebagai berikut:
a. memiliki izin usaha dari OJK; dan
b. tidak dalam pengenaan sanksi pembatasan kegiatan usaha
atau pembekuan kegiatan usaha dari OJK.
28. Piutang yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang dalam
perhitungan cadangan penyisihan penghapusan piutang
pembiayaan sebagaimana dimaksud pada angka 22 harus
memenuhi persyaratan:
a. untuk transaksi anjak piutang dengan jaminan (factoring with
recourse), perjanjian anjak piutang harus diikat dengan akta
notariil; atau
b. untuk transaksi anjak piutang tanpa jaminan (factoring
without recourse) harus disertai dengan surat pengakuan
utang debitur yang diikat dengan akta notariil.
29. Tata cara perhitungan nilai agunan sebagai pengurang cadangan
penyisihan penghapusan piutang pembiayaan ditetapkan sebagai
berikut:
a. deposito di bank, setoran jaminan, Sertifikat Bank Indonesia,
Sertifikat Bank Indonesia Syariah ditetapkan sebesar nilai
nominal;
b. emas ditetapkan sebesar nilai pasar;
c. Surat Utang Negara, sukuk, dan/atau surat berharga
lainnya yang diterbitkan oleh pemerintah atau Bank
Indonesia ditetapkan sebesar nilai pasar atau dalam hal tidak
ada nilai pasar ditetapkan berdasarkan nilai wajar (fair
value);
d. efek yang dicatatkan di bursa efek atau efek yang termasuk
dalam kategori yang layak untuk investasi (investment grade)
dari lembaga pemeringkat yang diakui oleh OJK, ditetapkan
paling tinggi sebesar 50% (lima puluh persen) dari nilai pasar
efek;
e. jaminan pemerintah dan pemerintah asing yang termasuk
dalam kategori yang layak untuk investasi (investment
- 11 -
grade)
f.
ditetapkan
penjaminan;
tanah, rumah, rumah susun, rumah komersial, dan gedung
perkantoran ditetapkan paling tinggi sebesar nilai penilaian
independen, nilai penilaian internal, nilai transaksi jual beli,
atau nilai jual objek pajak;
g. pesawat udara, kapal laut, kendaraan bermotor, alat berat,
persediaan, dan resi gudang, mesin dan/atau elektronik yang
dianggap sebagai satu kesatuan dengan tanah, dan mesin
dan/atau elektronik yang tidak menjadi satu kesatuan
dengan tanah ditetapkan paling tinggi sebesar:
1) 100% (seratus persen) dari nilai penilaian independen,
nilai penilaian internal atau nilai transaksi jual beli,
apabila:
a) penilaian independen atau transaksi jual beli
dilakukan dalam 12 (dua belas) bulan terakhir; atau
b) penilaian internal, dilakukan dalam 6 (enam) bulan
terakhir;
2) 80% (delapan puluh persen) dari nilai penilaian
independen, nilai penilaian internal, atau nilai transaksi
jual beli, apabila:
a) penilaian independen atau transaksi jual beli
dilakukan lebih dari 12 (dua belas) bulan namun
belum melampaui 24 (dua puluh empat) bulan; atau
b) penilaian internal dilakukan lebih dari 6 (enam)
bulan namun belum melampaui 12 (dua belas)
bulan;
3) 60% (enam puluh persen) dari nilai penilaian
independen, nilai penilaian internal, atau nilai transaksi
jual beli, apabila:
a) penilaian independen atau transaksi jual beli
dilakukan lebih dari 24 (dua puluh empat) bulan
namun belum melampaui 36 (tiga puluh enam)
bulan; atau
b) penilaian internal dilakukan lebih dari 12 (dua
belas) bulan namun belum melampaui 18 (delapan
belas) bulan;
paling
tinggi
sebesar
nilai
- 12 -
4) 40% (empat puluh persen) dari nilai penilaian
independen, nilai penilaian internal, atau nilai transaksi
jual beli, apabila:
a) penilaian independen atau transaksi jual beli
dilakukan lebih dari 36 (tiga puluh enam) bulan
namun belum melampaui 48 (empat puluh delapan)
bulan; atau
b) penilaian internal dilakukan lebih dari 18 (delapan
belas) bulan namun belum melampaui 24 (dua
puluh empat) bulan;
5) 20% (dua puluh persen) dari nilai penilaian independen,
nilai penilaian internal, atau nilai transaksi jual beli,
apabila:
a) penilaian independen atau transaksi jual beli
dilakukan lebih dari 48 (empat puluh delapan)
bulan namun belum melampaui 60 (enam puluh)
bulan; atau
b) penilaian internal dilakukan lebih dari 24 (dua
puluh empat) bulan namun belum melampaui 30
(tiga puluh) bulan;
6) 0% (nol persen) dari nilai penilaian independen, nilai
penilaian internal, atau nilai transaksi jual beli, apabila:
a) penilaian independen atau transaksi jual beli
dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) bulan; atau
b) penilaian internal dilakukan lebih dari 30 (tiga
puluh) bulan;
30. Nilai piutang yang menjadi dasar (underlying) transaksi anjak
piutang yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang dalam
perhitungan cadangan penyisihan penghapusan piutang
pembiayaan ditetapkan sebesar:
a. untuk transaksi anjak piutang dengan jaminan (factoring with
recourse) sebesar nilai piutang yang dijamin; atau
b. untuk transaksi anjak piutang tanpa jaminan (factoring
without recourse) sebesar nilai pengakuan utang oleh debitur.
31. Nilai objek pembiayaan sewa pembiayaan (finance lease) atau jual
dan sewa balik (sale and lease back) yang dapat diperhitungkan
- 13 -
sebagai pengurang dalam perhitungan cadangan penyisihan
penghapusan piutang pembiayaan ditetapkan sebesar:
a. 100% (seratus persen) dari nilai penilaian independen, nilai
penilaian internal, atau nilai transaksi jual beli, apabila:
1) penilaian independen atau transaksi jual beli dilakukan
dalam 12 (dua belas) bulan terakhir; atau
2) penilaian internal dilakukan dalam 6 (enam) bulan
terakhir;
b. 80% (delapan puluh persen) dari nilai penilaian independen,
nilai penilaian internal, atau nilai transaksi jual beli, apabila:
1) penilaian independen atau transaksi jual beli dilakukan
lebih dari 12 (dua belas) bulan namun belum melampaui
24 (dua puluh empat) bulan; atau
2) penilaian internal dilakukan lebih dari 6 (enam) bulan
namun belum melampaui 12 (dua belas) bulan;
c. 60% (enam puluh persen) dari nilai penilaian independen,
nilai penilaian internal, atau nilai transaksi jual beli, apabila:
1) penilaian independen atau transaksi jual beli dilakukan
lebih dari 24 (dua puluh empat) bulan namun belum
melampaui 36 (tiga puluh enam) bulan; atau
2) penilaian internal dilakukan lebih dari 12 (dua belas)
bulan namun belum melampaui 18 (delapan belas) bulan;
d. 40% (empat puluh persen) dari nilai penilaian independen,
nilai penilaian internal, atau nilai transaksi jual beli, apabila:
1) penilaian independen atau transaksi jual beli dilakukan
lebih dari 36 (tiga puluh enam) bulan namun belum
melampaui 48 (empat puluh delapan) bulan; atau
2) penilaian internal dilakukan lebih dari 18 (delapan belas)
bulan namun belum melampaui 24 (dua puluh empat)
bulan;
e. 20% (dua puluh persen) dari nilai penilaian independen, nilai
penilaian internal, atau nilai transaksi jual beli, apabila:
1) penilaian independen atau transaksi jual beli dilakukan
lebih dari 48 (empat puluh delapan) bulan namun belum
melampaui 60 (enam puluh) bulan; atau
- 14 -
2) penilaian internal dilakukan lebih dari 24 (dua puluh
empat) bulan namun belum melampaui 30 (tiga puluh)
bulan;
f. 0% (nol persen) dari nilai penilaian independen, nilai
penilaian internal, atau nilai transaksi jual beli, apabila:
1) penilaian independen atau transaksi jual beli dilakukan
lebih dari 60 (enam puluh) bulan; atau
2) penilaian internal dilakukan lebih dari 30 (tiga puluh)
bulan;
32. Untuk piutang pembiayaan dengan nilai Rp3.000.000.000,00 (tiga
miliar rupiah) atau lebih dan mempunyai agunan sebagaimana
dimaksud pada angka 29 huruf g atau merupakan objek sewa
pembiayaan (finance lease) atau jual dan sewa balik (sale and
lease back) sebagaimana dimaksud pada angka 31, penilaian atas
agunan, atau objek pembiayaan sewa pembiayaan (finance lease)
atau jual dan sewa balik (sale and lease back) yang akan
digunakan sebagai pengurang dalam perhitungan cadangan
penyisihan penghapusan piutang dilakukan oleh penilai
independen. Dalam hal tidak terdapat penilaian independen,
Perusahaan Pembiayaan dapat menggunakan nilai transaksi jual
beli sebagai dasar penilaian dengan memperhatikan ketentuan
sebagaimana dimaksud pada angka 29 huruf g dan angka 31.
33. Untuk piutang pembiayaan dengan nilai kurang dari
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan mempunyai agunan
sebagaimana dimaksud pada angka 29 huruf g atau merupakan
objek sewa pembiayaan (finance lease) atau jual dan sewa balik
(sale and lease back) sebagaimana dimaksud pada angka 31,
penilaian atas agunan, atau objek pembiayaan sewa pembiayaan
(finance lease) atau jual dan sewa balik (sale and lease back) yang
akan digunakan sebagai pengurang dalam perhitungan cadangan
penyisihan penghapusan piutang dapat dilakukan oleh penilai
independen atau penilaian internal. Dalam hal tidak terdapat
penilaian independen atau penilaian internal, Perusahaan
Pembiayaan dapat menggunakan nilai transaksi jual beli sebagai
dasar penilaian dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana
dimaksud pada angka 29 huruf g dan angka 31.
- 15 -
34. Dalam rangka penghitungan a’ gunan, Perusahaan Pembiayaan
harus memiliki dan melaksanakan pedoman penentuan dasar
penilaian agunan atau objek sewa pembiayaan (finance lease) atau
jual dan sewa balik (sale and lease back) sebagaimana dimaksud
pada angka 29 dan angka 31.
35. Perusahaan Pembiayaan harus melakukan penilaian kembali atas
perhitungan cadangan penyisihan penghapusan piutang
pembiayaan paling sedikit 6 (enam) bulan sekali untuk posisi
bulan Juni dan Desember.
36. OJK berwenang untuk melakukan perhitungan kembali atas nilai
agunan yang telah dikurangkan atau hal-hal yang dapat
mengurangi pencadangan dalam perhitungan cadangan
penyisihan penghapusan piutang pembiayaan.
37. Perusahaan Pembiayaan harus menyampaikan pemberitahuan
kepada debitur terkait dengan pengembalian agunan atau
dokumen-dokumen terkait dengan agunan paling lambat 1 (satu)
bulan sejak tanggal pelunasan piutang pembiayaan.
38. Tata cara perhitungan cadangan dilakukan dengan menghitung
selisih antara saldo piutang pembiayaan dengan nilai agunan
dengan memperhitungkan persentase perhitungan cadangan
sesuai dengan kualitas piutang pembiayaan, dengan contoh
perhitungan sebagai berikut:
Contoh 1:
Pada awal Januari 2016, debitur A mendapatkan pembiayaan
multiguna dari PT ABC Finance dengan nominal Rp70.000.000,00
dengan agunan berupa kendaraan bermotor dengan harga
transaksi jual beli senilai Rp100.000.000,00.
Pada akhir bulan Juni 2019, sisa saldo piutang pembiayaan
debitur A adalah sebesar Rp50.000.000,00 dan debitur A tidak
melakukan pembayaran selama 9 bulan (kualitas macet).
Perusahaan belum pernah melakukan penilaian kembali atas nilai
agunan yang dimaksud.
Berdasarkan ketentuan, dasar penilaian agunan yang digunakan
dalam perhitungan pencadangan adalah 40% dari nilai transaksi
jual beli dikarenakan tanggal perhitungan dilakukan 40 bulan
sejak tanggal transaksi jual beli. Adapun nilai agunan yang dapat
- 16 -
diakui sebagai pengurang pencadangan adalah sebesar
Rp100.000.000,00 x 40% = Rp40.000.000,00.
Dengan demikian, pencadangan penyisihan piutang pembiayaan
adalah sebesar 100% x (saldo piutang-agunan yang dapat
diperhitungkan)= 100% x (Rp50.000.000,00 - Rp40.000.000,00) =
Rp10.000.000,00
Contoh 2:
Pada awal Januari 2016, debitur A mendapatkan pembiayaan
multiguna dari PT ABC Finance dengan nominal Rp70.000.000,00
dengan agunan berupa kendaraan bermotor dengan harga
transaksi jual beli senilai Rp100.000.000,00.
Pada akhir bulan Juni 2019, sisa saldo piutang pembiayaan
debitur A adalah sebesar Rp30.000.000,00 dan debitur A tidak
melakukan pembayaran selama 9 bulan (kualitas macet).
Perusahaan belum pernah melakukan penilaian kembali atas nilai
agunan yang dimaksud.
Berdasarkan ketentuan, dasar penilaian agunan yang digunakan
dalam perhitungan pencadangan adalah 40% dari nilai transaksi
jual beli dikarenakan tanggal perhitungan dilakukan 40 bulan
sejak tanggal transaksi jual beli. Adapun nilai agunan yang dapat
diakui sebagai pengurang pencadangan adalah sebesar
Rp100.000.000,00 x 40% = Rp40.000.000,00.
Namun demikian, dikarenakan saldo piutang pembiayaan lebih
besar dibandingkan nilai agunan, maka nilai agunan yang dapat
diperhitungkan maksimal hanya sebesar saldo piutang
pembiayaan yaitu Rp30.000.000,00.
Dengan demikian, pencadangan penyisihan piutang pembiayaan
adalah sebesar 100% x (saldo piutang-agunan yang dapat
diperhitungkan) = 100% x (Rp30.000.000,00 - Rp30.000.000,00) =
Rp0,00.
V. TATA CARA PENILAIAN TERHADAP FAKTOR RENTABILITAS
1. Penilaian terhadap kemampuan Perusahaan Pembiayaan dalam
menghasilkan laba terdiri dari beberapa rasio yaitu:
a. Return on Asset
- 17 -
Rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan
Perusahaan Pembiayaan dalam menghasilkan laba dari aset
yang digunakan untuk mendukung operasional dan
permodalan Perusahaan Pembiayaan.
b. Return on Equity
Rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan
Perusahaan Pembiayaan untuk menghasilkan laba dari
ekuitas.
c. Beban operasional terhadap pendapatan operasional
Rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan
Perusahaan Pembiayaan untuk mengukur tingkat efisiensi
dan kemampuan Perusahaan Pembiayaan
melaksanakan kegiatan operasionalnya.
d. Net Interest Margin
Rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan
Perusahaan
Pembiayaan dalam mengelola
pembiayaan untuk menghasilkan pendapatan bunga bersih.
2. Perhitungan rasio rentabilitas ditetapkan sebagai berikut:
a. Return on Asset
1) Return on Asset dihitung dari perbandingan antara laba
atau rugi sebelum pajak terhadap total aset.
2) Untuk perhitungan laba atau rugi sebelum pajak
menggunakan perhitungan yang disetahunkan. Sebagai
contoh untuk posisi laporan bulan Maret maka cara
perhitungannya adalah sebagai berikut:
(laba atau rugi sebelum pajak per posisi Maret/3) x 12.
3) Laba atau rugi sebelum pajak per posisi bulan pelaporan
dihitung berdasarkan jumlah pendapatan dikurangi
jumlah beban sebelum dikurangi taksiran pajak
penghasilan.
4) Untuk perhitungan total aset menggunakan rata-rata
aset sepanjang tahun. Sebagai contoh untuk posisi
laporan bulan Maret maka cara perhitungannya adalah
sebagai berikut:
(Penjumlahan total aset dari Januari s.d Maret)/3.
dalam
piutang
- 18 -
b. Return on Equity
1) Return on Equity dihitung dari perbandingan laba bersih
terhadap ekuitas.
2) Untuk perhitungan laba atau rugi bersih menggunakan
perhitungan yang disetahunkan. Sebagai contoh untuk
posisi laporan bulan Maret maka cara perhitungannya
adalah sebagai berikut:
(laba atau rugi bersih per posisi Maret/3) x 12.
3) Laba atau rugi bersih per posisi bulan pelaporan
dihitung berdasarkan jumlah pendapatan dikurangi
jumlah beban setelah dikurangi taksiran pajak
penghasilan.
4) Untuk perhitungan total ekuitas menggunakan rata-rata
ekuitas sepanjang tahun. Sebagai contoh untuk posisi
laporan bulan Maret maka cara perhitungannya adalah
sebagai berikut:
(penjumlahan total ekuitas Januari s.d Maret)/3.
c. Beban operasional terhadap pendapatan operasional
1) Beban operasional terhadap pendapatan operasional
dihitung dari perbandingan antara beban operasional
terhadap pendapatan operasional
Pembiayaan.
Perusahaan
2) Rincian akun pendapatan operasional dan beban
operasional dalam perhitungan rasio beban operasional
terhadap pendapatan operasional mengacu kepada Surat
Edaran OJK mengenai laporan bulanan Perusahaan
Pembiayaan.
3) Dalam rangka menjaga efisiensi pengelolaan Perusahaan
Pembiayaan khususnya yang terkait dengan akuisisi
pembiayaan, biaya insentif yang dapat diberikan oleh
Perusahaan Pembiayaan kepada pihak ketiga dibatasi
berdasarkan persentase tertentu dari pendapatan yang
akan diterima terkait dengan pembiayaan. Pendapatan
yang akan diterima terkait dengan pembiayaan terdiri
dari:
a) pendapatan bunga sebelum memperhitungkan cost
of fund;
- 19 -
b) pendapatan asuransi;
c) pendapatan administrasi; dan
d) pendapatan provisi.
4) Pengeluaran biaya insentif pihak ketiga terkait akuisisi
pembiayaan per perjanjian pembiayaan dibatasi sebesar
15% (lima belas persen) dari nilai pendapatan yang
terkait dengan pembiayaan, sudah termasuk pajak
penghasilan pihak ketiga di dalamnya.
5) Pengeluaran biaya insentif pihak ketiga terkait akuisisi
pembiayaan secara total dibatasi sebesar 20% (dua
puluh persen) dari nilai pendapatan yang terkait dengan
pembiayaan, sudah termasuk pajak penghasilan pihak
ketiga di dalamnya.
6) Biaya insentif pihak ketiga terkait akuisisi pembiayaan
meliputi seluruh jenis pembayaran kepada pihak ketiga
maupun pegawai pihak ketiga termasuk juga komisi,
insentif, biaya wisata pihak ketiga, biaya promosi
bersama dengan pihak ketiga sebagai contoh biaya
pembelian aksesoris tambahan kendaraan bermotor,
biaya promosi pengiriman kendaraan, dan pengeluaran
lain terkait dengan akuisisi pembiayaan yang dibayarkan
kepada pihak ketiga.
7) Contoh pembatasan biaya insentif berdasarkan
penyaluran pembiayaan per perjanjian pembiayaan,
sebagaimana diatur pada angka 5), yaitu:
a) PT XYZ Finance menyalurkan pembiayaan
kendaraan bermotor kepada seorang debitur dalam
satu perjanjian pembiayaan dengan harga
Rp100.000.000,00.
b) Melalui penyaluran pembiayaan tersebut, PT XYZ
Finance mendapatkan pendapatan sebagai berikut:
(1) pendapatan bunga sebesar Rp43.000.000,00;
(2) diskon asuransi sebesar Rp15.000.000,00;
(3) pendapatan
administrasi
Rp1.000.000,00; dan
(4) pendapatan provisi sebesar Rp1.000.000,00.
sebesar
- 20 -
c) Dengan demikian, biaya insentif pihak ketiga terkait
akuisisi pembiayaan yang dapat diberikan atas
penyaluran pembiayaan kepada debitur tersebut
adalah sebesar = (15% x (Rp43.000.000,00 +
Rp15.000.000,00
+ Rp1.000.000,00
Rp1.000.000,00))= Rp9.000.000,00.
d) Total biaya insentif tersebut telah memperhitungkan
komisi, insentif, pajak penghasilan pihak ketiga,
dan pengeluaran lain terkait dengan akuisisi
pembiayaan yang dibayarkan kepada pihak ketiga.
8) Contoh pembatasan biaya insentif berdasarkan total
sebagaimana diatur pada angka 6), yaitu:
a) Berdasarkan Laporan Bulanan Perusahaan
Pembiayaan bulan Januari 2016, PT XYZ Finance
memiliki struktur laporan laba rugi dengan rincian
antara lain sebagai berikut:
(1) pendapatan bunga sebesar Rp80.000.000,00;
(2) diskon asuransi sebesar Rp20.000.000,00;
(3) pendapatan
administrasi
Rp10.000.000,00; dan
(4) pendapatan provisi sebesar Rp10.000.000,00.
b) Dengan demikian, total biaya insentif pihak ketiga
terkait akuisisi pembiayaan yang dapat diberikan
adalah sebesar = (20% x (Rp80.000.000.000,00 +
Rp20.000.000.000,00 + Rp10.000.000.000,00 +
Rp10.000.000.000,00))= Rp24.000.000.000,00.
c) Total biaya insentif tersebut telah memperhitungkan
komisi, insentif, pajak penghasilan pihak ketiga,
biaya wisata pihak ketiga, biaya promosi bersama
dengan pihak ketiga, dan pengeluaran lain terkait
dengan akuisisi pembiayaan yang dibayarkan
kepada pihak ketiga.
d. Net Interest Margin
1) Net Interest Margin didapatkan dari perbandingan antara
pendapatan bunga bersih terhadap rata-rata piutang
pembiayaan. Pendapatan bunga bersih diperoleh dari
hasil pengurangan pendapatan bunga oleh beban bunga.
sebesar
+
- 21 -
2) Untuk perhitungan pendapatan bunga menggunakan
perhitungan yang disetahunkan. Sebagai contoh untuk
posisi laporan bulan Maret maka cara perhitungannya
adalah sebagai berikut:
(Pendapatan Bunga per posisi Maret/3) x 12.
3) Untuk perhitungan beban bunga menggunakan
perhitungan yang disetahunkan. Sebagai contoh untuk
posisi laporan bulan Maret maka cara perhitungannya
adalah sebagai berikut:
(Beban Bunga per posisi Maret/3) x 12.
4) Untuk perhitungan total
piutang pembiayaan
menggunakan rata-rata piutang pembiayaan sepanjang
tahun. Sebagai contoh untuk posisi laporan bulan Maret
maka cara perhitungannya adalah sebagai berikut:
(Penjumlahan Total Piutang Pembiayaan Januari s.d
Maret)/3.
3. Penilaian terhadap faktor rentabilitas dilaksanakan dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. Penilaian rasio Return on Asset adalah sebagai berikut:
1)
2)
Nilai 1 apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki Return
on Asset 2% (dua persen) atau lebih.
Nilai 2 apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki Return
on Asset dari 1% (satu persen) sampai dengan kurang
dari 2% (dua persen).
3)
Nilai 3 apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki Return
on Asset dari 0% (nol persen) sampai dengan kurang dari
1% (satu persen).
4)
Nilai 4 apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki
memiliki Return on Asset kurang dari 0% (nol persen).
b. Penilaian faktor Return on Equity adalah sebagai berikut:
1)
2)
Nilai 1 apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki Return
on Equity 6% (enam persen) atau lebih.
Nilai 2 apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki Return
on Equity dari 3% (tiga persen) sampai dengan kurang
dari 6% (enam persen).
- 22 -
3)
Nilai 3 apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki Return
on Equity dari 0% (nol persen) sampai dengan kurang
dari 3% (tiga persen).
4)
Nilai 4 apabila memiliki Return on Equity kurang dari 0%
(nol persen).
c. Penilaian faktor rasio beban operasional terhadap pendapatan
operasional adalah sebagai berikut:
1)
Nilai 1 apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki rasio
beban operasional terhadap pendapatan operasional
kurang dari 70% (tujuh puluh persen).
2)
Nilai 2 apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki rasio
beban operasional terhadap pendapatan operasional dari
70% (tujuh puluh persen) sampai dengan kurang dari
80% (delapan puluh persen).
3)
Nilai 3 apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki rasio
beban operasional terhadap pendapatan operasional dari
80% (delapan puluh persen) sampai dengan kurang dari
90% (sembilan puluh persen).
4)
Nilai 4 apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki
memiliki rasio beban operasional terhadap pendapatan
operasional 90% (sembilan puluh persen) atau lebih.
d. Penilaian faktor Net Interest Margin adalah sebagai berikut:
1)
2)
Nilai 1 apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki rasio
Net Interest Margin 6% (enam persen) atau lebih.
Nilai 2 apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki rasio
Net Interest Margin dari 4% (empat persen) sampai
dengan kurang dari 6% (enam persen).
3)
Nilai 3 apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki rasio
Net Interest Margin dari 2% (dua persen) sampai dengan
kurang dari 4% (empat persen).
4)
Nilai 4 apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki
memiliki rasio Net Interest Margin kurang dari 2% (dua
persen).
e. Untuk menentukan nilai komposit faktor rentabilitas
digunakan metode rata-rata tertimbang dari 4 rasio
rentabilitas dengan bobot masing-masing 25% (dua puluh
lima persen).
- 23 -
VI. TATA CARA PENILAIAN LIKUIDITAS
1. Penilaian terhadap tingkat ketersesuaian antara aset lancar dan
liabilitas lancar ditetapkan menjadi:
a. Current Ratio
Rasio yang digunakan untuk menilai kemampuan
Perusahaan Pembiayaan untuk melunasi kewajiban jangka
pendeknya. Semakin tinggi current ratio maka semakin tinggi
kemampuan Perusahaan Pembiayaan untuk melunasi
kewajiban jangka pendeknya.
b. Cash Ratio
Rasio yang digunakan untuk menilai kemampuan
Perusahaan Pembiayaan dalam membayar kewajiban dari kas
dan surat berharga. Semakin tinggi cash ratio maka semakin
tinggi kemampuan Perusahaan Pembiayaan dalam membayar
kewajiban dari kas dan surat berharga. Komponen surat
berharga Perusahaan Pembiayaan antara lain terdiri dari cek,
bilyet giro, dan promissory note.
2. Perhitungan rasio likuiditas ditetapkan sebagai berikut:
a. Current Ratio
1) Current Ratio dihitung dari nilai aset lancar dibagi
dengan nilai liabilitas lancar.
2) Aset lancar Perusahaan Pembiayaan terdiri dari kas dan
setara kas, bank, tagihan derivatif, investasi jangka
pendek dalam surat berharga, piutang pembiayaan
kurang dari satu tahun, biaya dibayar di muka, piutang
lain-lain dengan jatuh tempo kurang dari satu tahun.
3)
Liabilitas lancar terdiri atas kewajiban yang segera dapat
dibayar, kewajiban derivatif, hutang pajak, pinjaman
yang akan jatuh tempo kurang dari 1 tahun, dan
kewajiban lainnya yang akan jatuh tempo kurang dari 1
tahun.
b. Cash Ratio
Cash Ratio dihitung dari nilai kas ditambah surat berharga
dibagi liabilitas lancar. Cara perhitungan kewajiban lancar
sama dengan cara perhitungan liabilitas lancar di current
ratio.
- 24 -
3. Penilaian faktor likuiditas dilaksanakan dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. Penilaian current ratio adalah sebagai berikut:
1)
Nilai 1 apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki
current ratio 150% (seratus lima puluh persen) atau
lebih.
2)
Nilai 2 apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki
current ratio dari 125% (seratus dua puluh lima persen)
sampai dengan kurang dari 150% (seratus lima puluh
persen).
3)
Nilai 3 apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki
current ratio dari 100% (seratus persen) sampai
dengan kurang dari 125% (seratus dua puluh lima
persen).
4)
Nilai 4 apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki
current ratio kurang dari 100% (seratus persen).
b. Penilaian cash ratio adalah sebagai berikut:
1)
2)
Nilai 1 apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki cash
ratio 3% (tiga persen) atau lebih.
Nilai 2 apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki cash
ratio dari 2% (dua persen) sampai dengan kurang dari
3% (tiga persen).
3)
Nilai 3 apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki cash
ratio dari 1% (satu persen) sampai dengan kurang dari
2% (dua persen).
4)
Nilai 4 apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki cash
ratio dari 0% (nol persen) sampai dengan kurang dari 1%
(satu persen).
c. Untuk menentukan nilai komposit faktor likuiditas digunakan
metode rata-rata tertimbang dari 2 rasio likuiditas dengan
bobot masing-masing 50% (lima puluh persen).
VII. TATA CARA PENGUKURAN TINGKAT KESEHATAN KEUANGAN
Penilaian Tingkat Kesehatan Keuangan Perusahaan Pembiayaan
dilakukan dalam beberapa tahap sebagai berikut:
1. Tahap penilaian dan/atau penetapan nilai setiap rasio. Penilaian
atas setiap rasio dilakukan secara kuantitatif untuk rasio
- 25 -
keuangan dengan berpedoman pada ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam angka romawi III, angka romawi IV, angka
romawi V, dan angka romawi VI.
2. Tahap penetapan nilai masing-masing faktor rasio permodalan,
kualitas piutang pembiayaan, rentabilitas, dan likuiditas, yang
ditetapkan berdasarkan ketentuan sebagai berikut:
a. Penilaian faktor rasio permodalan:
1)
2)
Nilai 1 apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki rasio
permodalan sebesar 15% (lima belas persen) atau lebih;
Nilai 2 apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki rasio
permodalan dari 12,5% (dua belas koma lima persen)
sampai dengan kurang dari 15% (lima belas persen);
3)
Nilai 3 apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki rasio
permodalan dari 10% (sepuluh persen) sampai dengan
kurang dari 12,5% (dua belas koma lima persen); atau
4)
Nilai 4 apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki rasio
permodalan kurang dari 10% (sepuluh persen).
b. Penilaian faktor rasio kualitas piutang pembiayaan:
1)
Nilai 1 apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki jumlah
piutang pembiayaan bermasalah (non performing
financing) dari 0% (nol persen) sampai dengan kurang
dari 2% (dua persen);
2)
Nilai 2 apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki jumlah
piutang pembiayaan bermasalah (non performing
financing) dari 2% (dua persen) sampai dengan kurang
dari 3% (tiga persen);
3)
Nilai 3 apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki jumlah
piutang pembiayaan bermasalah (non performing
financing) dari 3% (tiga persen) sampai dengan kurang
dari 4% (empat persen); atau
4)
Nilai 4 apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki jumlah
piutang pembiayaan bermasalah (non performing
financing) 4% (empat persen) atau lebih.
c.
Penilaian faktor rentabilitas:
1)
Nilai 1 apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki nilai
komposit faktor rentabilitas dari 1 (satu) sampai dengan
kurang dari 1,75 (satu koma tujuh puluh lima);
- 26 -
2)
Nilai 2 apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki nilai
komposit faktor rentabilitas dari 1,75 (satu koma tujuh
puluh lima) sampai dengan kurang dari 2,5 (dua koma
lima);
3)
Nilai 3 apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki nilai
komposit faktor rentabilitas dari 2,5 (dua koma lima)
sampai dengan kurang dari 3,25 (tiga koma dua puluh
lima); atau
4)
Nilai 4 apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki nilai
komposit faktor rentabilitas dari 3,25 (tiga koma dua
puluh lima) sampai dengan 4 (empat).
d. Penilaian faktor likuiditas:
1)
Nilai 1 apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki nilai
komposit faktor likuiditas dari 1(satu) sampai dengan
kurang dari 1,75 (satu koma tujuh puluh lima);
2)
Nilai 2 apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki nilai
komposit faktor likuiditas dari 1,75 (satu koma tujuh
puluh lima) sampai dengan kurang dari 2,5 (dua koma
lima);
3)
Nilai 3 apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki nilai
komposit faktor likuiditas dari 2,5 (dua koma lima)
sampai dengan kurang dari 3,25 (tiga koma dua puluh
lima); atau
4)
Nilai 4 apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki nilai
komposit faktor likuiditas dari 3,25 (tiga koma dua
puluh lima) sampai dengan 4 (empat).
3. Berdasarkan nilai masing-masing faktor rasio permodalan,
kualitas piutang pembiayaan, rentabilitas, dan likuiditas
sebagaimana dimaksud pada angka 2, selanjutnya ditetapkan
nilai Tingkat Kesehatan Keuangan melalui pembobotan atas nilai
peringkat faktor sebagai berikut :
a.
rasio permodalan, dengan bobot 30% (tiga puluh persen);
b. kualitas aset, dengan bobot 40% (empat puluh persen);
c. rentabilitas, dengan bobot 20% (dua puluh persen); dan
d. likuiditas, dengan bobot 10% (sepuluh persen).
- 27 -
4. Berdasarkan nilai Tingkat Kesehatan Keuangan sebagaimana
diatur angka 3, Tingkat Kesehatan Keuangan ditetapkan dengan
memperhatikan kriteria sebagai berikut:
a. sangat sehat apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki nilai
Tingkat Kesehatan Keuangan dari 1 (satu) sampai dengan
kurang dari 1,75 (satu koma tujuh puluh lima);
b. sehat apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki nilai Tingkat
Kesehatan Keuangan dari 1,75 (satu koma tujuh puluh lima)
sampai dengan kurang dari 2,5 (dua koma lima);
c. kurang sehat apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki nilai
Tingkat Kesehatan Keuangan dari 2,5 (dua koma lima)
sampai dengan kurang dari 3,25 (tiga koma dua puluh lima);
dan
d. tidak sehat apabila Perusahaan Pembiayaan memiliki Tingkat
Kesehatan Keuangan dari 3,25 (tiga koma dua puluh lima)
sampai dengan 4 (empat).
5. Penilaian rasio keuangan oleh Perusahaan Pembiayaan
didokumentasikan dalam format kertas kerja sebagaimana
tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini.
VIII. VERIFIKASI DAN VALIDASI OLEH OJK
1. OJK dapat melakukan verifikasi dan validasi atas kebenaran dan
kewajaran data yang menjadi dasar perhitungan faktor
pengukuran Tingkat Kesehatan Keuangan yang disusun oleh
Perusahaan Pembiayaan.
2. Dalam hal terdapat perbedaan antara Tingkat Kesehatan
Keuangan yang disusun oleh Perusahaan Pembiayaan dengan
Tingkat Kesehatan Keuangan hasil verifikasi dan validasi OJK,
Tingkat Kesehatan Keuangan yang berlaku adalah Tingkat
Kesehatan Keuangan yang ditetapkan oleh OJK.
IX. KETENTUAN PERALIHAN
Agunan yang telah diperoleh oleh Perusahaan Pembiayaan sebelum
ditetapkannya Surat Edaran OJK ini, dikecualikan dari ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam angka romawi IV angka 23, angka 24,
angka 25, angka 26, angka 27, dan angka 28.
- 28 -
X. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran OJK ini mulai berlaku pada tanggal
tanggal 1 Juli 2016.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 23 Februari 2016
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS
PERASURANSIAN, DANA PENSIUN,
LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN
LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN,
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
ttd
FIRDAUS DJAELANI
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 1/SEOJK.05/2016 </reg_id>
<reg_title> TINGKAT KESEHATAN KEUANGAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN </reg_title>
<set_date> 23 Februari 2016 </set_date>
<effective_date> 1 Juli 2016 </effective_date>
<related_reg> '29/POJK.05/2014 | Pasal 25 ayat (3), Pasal 26 ayat (4), Pasal 29 ayat (7), Pasal 32 ayat (6), Pasal 34 ayat (3), dan Pasal 35 ayat (2)' </related_reg>
|
Yth.
1. Direksi Perusahaan Asuransi Umum; dan
2. Direksi Perusahaan Asuransi Jiwa,
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 13/SEOJK.05/2016
TENTANG
PELAPORAN PRODUK ASURANSI BAGI PERUSAHAAN ASURANSI
Sehubungan dengan amanat ketentuan Pasal 44 Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 23/POJK.05/2015 tentang Produk Asuransi dan Pemasaran
Produk Asuransi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 287,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5770), perlu untuk
mengatur lebih lanjut mengenai tata cara, bentuk, dan format pelaporan produk
asuransi dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan:
1. Produk Asuransi adalah:
a. program yang menjanjikan perlindungan terhadap 1 (satu) jenis
atau lebih risiko yang dapat diasuransikan yang timbul dari suatu
peristiwa yang tidak pasti dengan memberikan penggantian
kepada pemegang polis, tertanggung, atau peserta karena
kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan,
atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin
diderita pemegang polis, tertanggung, atau peserta, atau
pemberian jaminan pemenuhan kewajiban pihak yang dijamin
kepada pihak yang lain apabila pihak yang dijamin tersebut tidak
dapat memenuhi kewajibannya;
b. program yang menjanjikan perlindungan terhadap 1 (satu) jenis
atau lebih risiko yang terkait dengan meninggalnya seseorang
- 2 -
yang dipertanggungkan, hidup dan meninggalnya seseorang yang
dipertanggungkan, atau anuitas asuransi jiwa;
c. program yang menjanjikan perlindungan terhadap 1 (satu) jenis
atau lebih risiko yang terkait dengan keadaan kesehatan fisik
seseorang atau menurunnya kondisi kesehatan seseorang yang
dipertanggungkan; dan/atau
d. program yang menjanjikan perlindungan terhadap 1 (satu)
jenis atau lebih risiko dengan memberikan penggantian atau
pembayaran kepada pemegang polis, tertanggung, atau
peserta atau pihak lain yang berhak dalam hal terjadi
kecelakaan.
2. Produk Asuransi Yang Dikaitkan Dengan Investasi yang selanjutnya
disebut PAYDI adalah Produk Asuransi yang paling sedikit
memberikan perlindungan terhadap risiko kematian dan memberikan
manfaat yang mengacu pada hasil investasi dari kumpulan dana yang
khusus dibentuk untuk Produk Asuransi baik yang dinyatakan dalam
bentuk unit maupun bukan unit.
3. Produk Asuransi Bersama adalah Produk Asuransi yang dirancang
untuk dipasarkan dan ditanggung atau dikelola risikonya oleh 2 (dua)
atau lebih perusahaan asuransi.
4. Produk Asuransi Standar adalah Produk Asuransi yang memenuhi
kriteria sebagaimana diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 23/POJK.05/2015 tentang Produk Asuransi dan Pemasaran
Produk Asuransi.
5. Produk Asuransi Mikro adalah Produk Asuransi yang didesain untuk
memberikan perlindungan atas risiko keuangan yang dihadapi
masyarakat berpenghasilan rendah.
6.
Polis Asuransi adalah akta perjanjian asuransi atau dokumen lain
yang dipersamakan dengan akta perjanjian asuransi, serta dokumen
lain yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan
dengan perjanjian asuransi, yang dibuat secara tertulis dan
memuat perjanjian antara pihak perusahaan asuransi dan pemegang
polis.
7. Premi adalah sejumlah uang yang ditetapkan oleh perusahaan
asuransi dan disetujui oleh pemegang polis untuk dibayarkan
berdasarkan perjanjian asuransi atau sejumlah uang yang
ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
- 3 -
yang mendasari program asuransi wajib untuk memperoleh
manfaat.
8. Perusahaan Asuransi adalah perusahaan asuransi umum dan
perusahaan asuransi jiwa.
9. Perusahaan Asuransi Umum adalah
perusahaan yang
menyelenggarakan usaha asuransi umum sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang
Perasuransian.
10. Perusahaan
Asuransi Jiwa
adalah
perusahaan yang
menyelenggarakan usaha asuransi jiwa sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang
Perasuransian.
11. Direksi:
a. bagi Perusahaan Asuransi Umum dan Perusahaan Asuransi Jiwa
yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas adalah direksi
sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan
mengenai perseroan terbatas;
b. bagi Perusahaan Asuransi Umum dan Perusahaan Asuransi Jiwa
yang berbentuk badan hukum koperasi adalah pengurus
sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan
mengenai perkoperasian; atau
c.
bagi Perusahaan Asuransi Umum dan Perusahaan Asuransi Jiwa
yang berbentuk badan hukum usaha bersama adalah direksi
sebagaimana dimaksud dalam anggaran dasar perusahaan.
12. Aktuaris Perusahaan adalah aktuaris yang ditunjuk dan merupakan
karyawan Perusahaan Asuransi.
13. Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK adalah
Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
II. BENTUK DAN FORMAT PELAPORAN PERSETUJUAN PRODUK ASURANSI
1. Produk Asuransi yang wajib dilaporkan kepada OJK untuk
memperoleh surat persetujuan adalah:
a. Produk Asuransi baru yang belum pernah dipasarkan selain
Produk Asuransi Standar; dan
- 4 -
b. Produk Asuransi baru selain Produk Asuransi Standar yang
sudah pernah dipasarkan yang mengalami perubahan
meliputi:
1)
risiko yang ditanggung termasuk pengecualian atau
pembatasan penyebab risiko yang ditanggung;
2) rumusan Premi;
3) perubahan kategori risiko;
4) asumsi yang terkait dengan pembentukan rumusan Premi;
dan/atau
5) metode perhitungan nilai tunai.
2. Pelaporan Produk Asuransi untuk memperoleh surat persetujuan
sebagaimana dimaksud pada angka 1 harus dilengkapi dengan
dokumen sebagai berikut:
a. formulir pelaporan persetujuan Produk Asuransi baru;
b. proyeksi pendapatan Premi dan pengeluaran yang dikaitkan
dengan pemasaran Produk Asuransi baru untuk jangka waktu 3
(tiga) tahun;
c. deskripsi Produk Asuransi baru; dan
d. spesimen Polis Asuransi.
3. Selain kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 2,
pelaporan Produk Asuransi baru yang berupa Produk Asuransi
Bersama dilengkapi pula dengan dokumen:
a. perjanjian tertulis, apabila Produk Asuransi Bersama tersebut
merupakan Produk Asuransi baru sebagaimana dimaksud pada
angka 1 huruf a; atau
b. surat persetujuan atau surat pencatatan terakhir Produk
Asuransi Bersama, apabila Produk Asuransi Bersama tersebut
merupakan Produk Asuransi baru sebagaimana dimaksud pada
angka 1 huruf b.
4. Formulir pelaporan persetujuan Produk Asuransi baru sebagaimana
dimaksud pada angka 2 huruf a harus disusun sesuai dengan bentuk
dan format sebagai berikut:
a. untuk Perusahaan Asuransi Jiwa yang melaporkan Produk
Asuransi selain PAYDI dan Produk Asuransi Bersama
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I;
- 5 -
b. untuk Perusahaan Asuransi Umum yang melaporkan Produk
Asuransi selain PAYDI, Produk Asuransi Bersama, dan Produk
Asuransi kredit dan/atau suretyship sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran II;
c. untuk Perusahaan Asuransi yang melaporkan PAYDI
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III;
d. untuk Perusahaan Asuransi yang melaporkan Produk Asuransi
Bersama sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IV; atau
e. untuk Perusahaan Asuransi Umum yang melaporkan Produk
Asuransi kredit dan/atau suretyship sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran V,
yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran
OJK ini.
5. Perusahaan Asuransi harus menyampaikan lebih dari 1 (satu) formulir
pelaporan persetujuan Produk Asuransi baru sebagaimana dimaksud
pada angka 4 dalam hal:
a. pelaporan PAYDI yang merupakan Produk Asuransi Bersama
dengan menggunakan formulir sebagaimana dimaksud pada
angka 4 huruf c dan huruf d;
b. pelaporan Produk Asuransi kredit dan/atau suretyship yang
merupakan Produk Asuransi Bersama dengan menggunakan
formulir sebagaimana dimaksud pada angka 4 huruf d dan huruf
e; atau
c. pelaporan Produk Asuransi selain huruf a dan huruf b
membutuhkan kombinasi formulir sebagaimana dimaksud pada
angka 4 sesuai dengan karakteristik Produk Asuransi yang
dilaporkan.
6. Deskripsi Produk Asuransi sebagaimana dimaksud pada angka 2
huruf c harus disusun sesuai dengan bentuk dan format sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran VI yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini.
III. BENTUK DAN FORMAT PELAPORAN PENCATATAN PRODUK ASURANSI
1. Produk Asuransi yang wajib dilaporkan kepada OJK untuk
memperoleh surat pencatatan adalah:
a. Produk Asuransi baru yang berupa Produk Asuransi Standar; dan
- 6 -
b. Produk Asuransi yang telah dipasarkan yang mengalami
perubahan selain perubahan sebagaimana dimaksud dalam
romawi II angka 1 huruf b dengan ketentuan:
1) Produk Asuransi dimaksud dipasarkan kepada tertanggung
orang perorangan; atau
2) Produk Asuransi dimaksud dipasarkan kepada tertanggung
selain orang perorangan, yang pernah dihentikan
pemasarannya.
2. Pelaporan Produk Asuransi baru yang berupa Produk Asuransi
Standar sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a harus
dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut:
a. formulir pelaporan pencatatan Produk Asuransi baru;
b. deskripsi Produk Asuransi baru; dan
c. perjanjian tertulis, khusus untuk Produk Asuransi Bersama.
3. Formulir pelaporan pencatatan Produk Asuransi baru sebagaimana
dimaksud pada angka 2 huruf a harus disusun sesuai dengan bentuk
dan format sebagai berikut:
a. untuk Perusahaan Asuransi yang melaporkan Produk Asuransi
Standar selain Produk Asuransi Bersama, dan Produk Asuransi
kredit dan/atau suretyship sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran VII;
b. untuk Perusahaan Asuransi yang melaporkan Produk Asuransi
Standar yang merupakan Produk Asuransi Bersama sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran VIII; atau
c. Perusahaan Asuransi Umum yang melaporkan Produk Asuransi
Standar yang merupakan Produk Asuransi suretyship
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IX,
yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran
OJK ini.
4. Perusahaan Asuransi harus menyampaikan lebih dari 1 (satu) formulir
pelaporan pencatatan Produk Asuransi baru sebagaimana dimaksud
pada angka 3 dalam hal:
a. pelaporan Produk Asuransi Standar yang merupakan Produk
Asuransi suretyship dan Produk Asuransi Bersama dengan
menggunakan formulir sebagaimana dimaksud pada angka 3
huruf b dan huruf c;
- 7 -
b. pelaporan Produk Asuransi Standar selain huruf a membutuhkan
kombinasi formulir sebagaimana dimaksud pada angka 3
sesuai
dengan
dilaporkan.
5. Pelaporan pencatatan Produk Asuransi yang telah dipasarkan yang
mengalami perubahan sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf b
harus dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut:
a. formulir pelaporan pencatatan perubahan Produk Asuransi;
b. surat persetujuan atau surat pencatatan terakhir atas
Produk Asuransi atau Produk Asuransi Bersama sebelum
perubahan;
c. deskripsi Produk Asuransi;
d. matriks perbandingan Produk Asuransi sebelum dan sesudah
perubahan; dan
e. spesimen Polis Asuransi setelah perubahan, khusus untuk
Produk Asuransi selain Produk Asuransi Standar.
6. Formulir pelaporan pencatatan perubahan Produk Asuransi
sebagaimana dimaksud pada angka 5 huruf a harus disusun sesuai
dengan bentuk dan format sebagai berikut:
a. untuk Perusahaan Asuransi yang melaporkan perubahan Produk
Asuransi selain Produk Asuransi Bersama sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran X; atau
b. untuk Perusahaan Asuransi yang melaporkan perubahan Produk
Asuransi Bersama sebagaimana dimaksud dalam Lampiran XI,
yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran
OJK ini.
7. Deskripsi Produk Asuransi sebagaimana dimaksud pada angka 2
huruf b dan angka 5 huruf c harus disusun sesuai dengan bentuk dan
format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran VI yang merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini.
IV. TATA CARA PENYAMPAIAN LAPORAN PRODUK ASURANSI
1. Perusahaan Asuransi wajib melaporkan Produk Asuransi kepada OJK
sesuai bentuk dan format sebagaimana dimaksud dalam lampiran
Surat Edaran OJK ini.
karakteristik
Produk Asuransi
yang
- 8 -
2. Laporan Produk Asuransi sebagaimana dimaksud pada angka 1,
disampaikan kepada OJK secara online melalui sistem jaringan
komunikasi data OJK.
3. Dalam hal sistem jaringan komunikasi data OJK sebagaimana
dimaksud pada angka 2 belum tersedia atau terjadi gangguan teknis
pada saat penyampaian laporan Produk Asuransi, laporan Produk
Asuransi sebagaimana dimaksud pada angka 1, disampaikan kepada
OJK secara offline.
4. Laporan Produk Asuransi secara offline sebagaimana dimaksud pada
angka 3, harus disampaikan dalam bentuk data elektronik melalui
compact disc (CD) atau media penyimpanan data elektronik lainnya,
dan khusus bagian A.I dan/atau B.I dari deskripsi Produk Asuransi
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran VI yang merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini disusun dalam
format spreadsheet.
5. Apabila gangguan teknis sebagaimana dimaksud pada angka 3 dialami
oleh OJK, OJK mengumumkan melalui situs web OJK pada hari yang
sama saat terjadinya gangguan teknis.
6. Penyampaian laporan Produk Asuransi sebagaimana dimaksud pada
angka 2 dan angka 3, dilengkapi surat pengantar yang ditandatangani
oleh:
a. Direksi Perusahaan Asuransi; atau
b. Direksi dari Perusahaan Asuransi yang ditunjuk menjadi ketua
dalam pemasaran Produk Asuransi Bersama.
7. Penyampaian laporan Produk Asuransi secara offline sebagaimana
dimaksud pada angka 3 ditujukan kepada:
Otoritas Jasa Keuangan
u.p. Direktur Kelembagaan dan Produk IKNB
Gedung Menara Merdeka
Mailing Room Lantai 12
Jl. Budi Kemuliaan I No.2
Jakarta Pusat
8. Penyampaian pelaporan Produk Asuransi secara offline sebagaimana
dimaksud pada angka 3 dapat dilakukan dengan salah satu cara
sebagai berikut:
a. diserahkan langsung ke kantor OJK;
b. dikirim melalui kantor pos tercatat; atau
- 9 -
c. dikirim melalui perusahaan jasa pengiriman,
sesuai dengan alamat sebagaimana dimaksud pada angka 7.
9. Perusahaan Asuransi dinyatakan telah menyampaikan laporan Produk
Asuransi dengan ketentuan sebagai berikut:
a. untuk penyampaian secara online melalui sistem jaringan
komunikasi data OJK, dibuktikan dengan tanda terima dari OJK;
atau
b. untuk penyampaian secara offline, dibuktikan dengan:
1) surat tanda terima dari OJK, apabila laporan disertakan
langsung ke kantor OJK sebagaimana dimaksud pada angka
8 huruf a; atau
2) tanda terima pengiriman dari kantor pos atau perusahaan
jasa pengiriman, apabila laporan dikirim melalui kantor pos
atau perusahaan jasa pengiriman sebagaimana dimaksud
pada angka 8 huruf b dan huruf c.
10. Dalam hal terdapat perubahan alamat kantor OJK untuk
penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada angka 7, OJK akan
menyampaikan pemberitahuan mengenai perubahan alamat melalui
surat atau pengumuman.
V. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran OJK ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 22 April 2016
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS
PERASURANSIAN, DANA PENSIUN,
LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN
LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
FIRDAUS DJAELANI
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 13/SEOJK.05/2016 </reg_id>
<reg_title> PELAPORAN PRODUK ASURANSI BAGI PERUSAHAAN ASURANSI </reg_title>
<set_date> 22 April 2016 </set_date>
<effective_date> 22 April 2016 </effective_date>
<related_reg> '23/POJK.05/2015 | Pasal 44' </related_reg>
|
Yth.
Badan Kredit Desa
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 19 /SEOJK.03/2016
TENTANG
PEMENUHAN KETENTUAN BANK PERKREDITAN RAKYAT DAN
TRANSFORMASI BADAN KREDIT DESA YANG DIBERIKAN STATUS SEBAGAI
BANK PERKREDITAN RAKYAT
Sehubungan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
10/POJK.03/2016 tentang Pemenuhan Ketentuan Bank Perkreditan Rakyat
dan Transformasi Badan Kredit Desa yang Diberikan Status sebagai Bank
Perkreditan Rakyat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor
24), selanjutnya disebut POJK tentang BKD, Otoritas Jasa Keuangan perlu
untuk mengatur pelaksanaan mengenai Badan Kredit Desa dalam Surat
Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
1. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
10 Tahun 1998, Badan Kredit Desa (BKD) diberikan status sebagai
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dengan memenuhi persyaratan dan
tata cara yang ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah.
2. Sebagai BPR, BKD wajib memenuhi ketentuan mengenai BPR yang
mencakup antara lain kelembagaan, prinsip kehati-hatian, pelaporan
dan transparansi keuangan, serta penerapan standar akuntansi bagi
BPR.
3. Dalam praktiknya tidak semua BKD mampu memenuhi ketentuan
BPR dikarenakan BKD tidak memiliki status badan hukum serta
memiliki karakteristik unik yaitu manajemen pengelolaan yang
sederhana dan waktu operasional tidak setiap hari kerja. Status
badan ...
-2-
badan hukum dan keunikan BKD membuat BKD dikecualikan dalam
setiap ketentuan yang berlaku bagi BPR.
4. Dalam rangka memenuhi seluruh ketentuan BPR sebagaimana
dimaksud di atas, BKD perlu diberikan tahapan pencapaian dengan
waktu yang terukur yang dituangkan dalam rencana tindak (action
plan).
5. Namun demikian, bagi BKD yang berdasarkan pertimbangannya
tidak dapat memenuhi ketentuan BPR dapat memilih untuk
mengubah (transformasi) kegiatan usaha menjadi Lembaga Keuangan
Mikro (LKM) atau mengubah badan usaha menjadi Badan Usaha
Milik Desa (BUM Desa) atau unit usaha dari BUM Desa yang
dituangkan dalam rencana tindak.
6. Rencana tindak sebagaimana dimaksud pada angka 4 dan angka 5
disusun dengan tahapan yang sistematis dan disampaikan kepada
Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 31 Desember 2016 dan revisi
rencana tindak paling lambat 31 Desember 2017 kecuali atas
permintaan Otoritas Jasa Keuangan.
II. PEMENUHAN KETENTUAN BPR
BKD wajib memenuhi ketentuan BPR mencakup antara lain kelembagaan,
prinsip kehati-hatian, pelaporan dan transparansi keuangan, serta
penerapan standar akuntansi bagi BPR. Pemenuhan ketentuan BPR
tersebut dilaksanakan melalui langkah-langkah yang mengacu pada
ketentuan sebagai berikut:
A. Kelembagaan
BKD sebagai BPR melakukan pemenuhan ketentuan mengenai
kelembagaan BPR yang antara lain mengacu pada:
1. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 20/POJK.03/2014
tentang Bank Perkreditan Rakyat yang selanjutnya disebut POJK
tentang BPR serta Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor
16/SEOJK.03/2015 tentang Bank Perkreditan Rakyat yang
selanjutnya disebut SEOJK tentang BPR yaitu:
a. Bentuk Badan Hukum
Pembentukan badan hukum BPR oleh BKD yaitu dapat
berupa Perseroan Terbatas (PT), Koperasi, Perusahaan
Umum ...
-3-
Umum Daerah atau Perusahaan Perseroan Daerah. Tata
cara pembentukan badan hukum tersebut sebagai berikut:
1) bagi BKD yang memilih untuk berbadan hukum
Perseroan Terbatas, pembentukan badan hukum
Perseroan Terbatas tersebut mengacu pada Undang-
Undang mengenai Perseroan Terbatas;
2) bagi BKD yang memilih untuk berbadan hukum:
a) Perusahaan Umum Daerah, pembentukan badan
hukum Perusahaan Umum Daerah tersebut
mengacu pada Undang-Undang mengenai
Pemerintahan Daerah;
b) Perusahaan Perseroan Daerah, pembentukan
badan hukum Perusahaan Perseroan Daerah
tersebut, mengacu pada:
(1) Undang-Undang mengenai Pemerintahan
Daerah; dan
(2) Undang-Undang mengenai Perseroan
Terbatas;
3) bagi BKD yang memilih untuk berbadan hukum
Koperasi, pembentukan badan hukum Koperasi
tersebut mengacu pada Undang-Undang mengenai
Perkoperasian.
Dalam rangka pembentukan badan hukum tersebut di atas,
selain mengacu pada POJK dan SEOJK tentang BPR serta
ketentuan perundang-undangan sebagaimana dimaksud
pada angka 1), 2) dan 3) di atas, pemenuhan persyaratan
badan hukum BPR oleh BKD juga mengikuti mekanisme
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2014 tentang Desa dan ketentuan pelaksanaan lainnya.
b. Anggota Direksi dan Anggota Dewan Komisaris
1) Anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris masing-
masing paling sedikit berjumlah 2 (dua) orang.
2) Salah satu anggota Direksi BPR membawahkan fungsi
kepatuhan.
3) Calon anggota Direksi dan calon anggota Dewan
Komisaris BPR wajib memperoleh persetujuan dari
Otoritas ...
-4-
Otoritas Jasa Keuangan sebelum menjalankan tugas
dan fungsi dalam jabatannya.
4) Persyaratan dan tata cara untuk memperoleh
persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan bagi calon
anggota Direksi dan calon anggota Dewan Komisaris
mengacu pada POJK dan SEOJK tentang BPR dan
ketentuan mengenai penilaian kemampuan dan
kepatutan bagi pihak utama lembaga jasa keuangan,
khususnya bagi BPR antara lain sebagai berikut:
a) Anggota Direksi harus memiliki:
(1) pendidikan formal paling rendah setingkat
diploma tiga;
(2) pengetahuan di bidang perbankan yang
memadai dan relevan dengan jabatannya;
(3) pengalaman dan keahlian di bidang
perbankan dan/atau lembaga jasa keuangan
non-perbankan;
(4) kemampuan untuk melakukan pengelolaan
strategis dalam rangka pengembangan BPR
yang sehat;
(5) sertifikat kelulusan yang masih berlaku yang
dikeluarkan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi;
dan
(6) kemampuan untuk memenuhi persyaratan
integritas, kompetensi,
dan reputasi
keuangan sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan
penilaian kemampuan dan
kepatutan bagi pihak utama lembaga jasa
keuangan, khususnya bagi BPR.
b) Anggota Dewan Komisaris harus memiliki:
(1) pengetahuan di bidang perbankan yang
memadai dan relevan dengan jabatannya
dan/atau pengalaman di bidang perbankan
dan/atau lembaga jasa keuangan non-
perbankan;
(2) sertifikat ...
-5-
(2) sertifikat kelulusan yang masih berlaku yang
dikeluarkan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi;
dan
(3) kemampuan untuk memenuhi persyaratan
integritas, kompetensi,
dan reputasi
keuangan sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan
penilaian kemampuan dan
kepatutan bagi pihak utama lembaga jasa
keuangan, khususnya bagi BPR.
5) Permohonan untuk memperoleh persetujuan calon
anggota Direksi dan/atau calon anggota Dewan
Komisaris diajukan melalui surat kepada Otoritas Jasa
Keuangan. Contoh surat permohonan sebagaimana
Lampiran I.1.
6) Surat permohonan untuk memperoleh persetujuan
calon anggota Direksi sebagaimana dimaksud pada
angka 4) diajukan dengan melampirkan dokumen
pendukung sebagaimana Lampiran I.2, yaitu:
a) daftar susunan anggota Direksi;
b) dokumen yang menyatakan identitas masing-
masing calon anggota Direksi berupa:
(1) fotokopi tanda pengenal, berupa Kartu Tanda
Penduduk (KTP) yang masih berlaku;
(2) daftar riwayat hidup;
(3) pas foto terakhir ukuran 4x6 cm; dan
(4) daftar silsilah keluarga dalam hubungan
sampai dengan derajat kedua atau semenda;
c) contoh tanda tangan dan paraf masing-masing
calon anggota Direksi;
d) surat pernyataan bermeterai cukup dari masing-
masing calon anggota Direksi yang menyatakan
bahwa yang bersangkutan:
(1) bersedia untuk mematuhi ketentuan dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku
khususnya di bidang perbankan;
(2) tidak pernah dihukum karena terbukti
melakukan Tindak Pidana Tertentu yang
telah ...
-6-
telah diputus oleh pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap dalam
waktu 20 (dua puluh) tahun terakhir sebelum
tanggal pengajuan permohonan;
(3) tidak sedang dalam pengenaan sanksi
dilarang menjadi pemegang saham, anggota
Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan/atau
Pejabat Eksekutif Lembaga Keuangan;
(4) tidak memiliki kredit dan/atau pembiayaan
macet;
(5) tidak pernah dinyatakan pailit dan tidak
pernah menjadi pemegang saham, Direksi
atau Dewan Komisaris yang dinyatakan
bersalah menyebabkan suatu perseroan
dinyatakan pailit berdasarkan ketetapan
pengadilan dalam waktu 5 (lima) tahun
terakhir sebelum tanggal pengajuan
permohonan;
(6) tidak merangkap jabatan pada bank,
perusahaan non-bank, dan/atau lembaga
lain;
(7) memenuhi ketentuan yang mengatur
mayoritas anggota Direksi tidak memiliki
hubungan keluarga atau semenda sampai
dengan derajat kedua dengan sesama
anggota Direksi atau anggota Dewan
Komisaris; dan
(8) tidak sedang menjalani proses hukum
dan/atau proses penilaian kemampuan dan
kepatutan pada suatu bank.
e)
fotokopi ijazah pendidikan terakhir minimal
diploma tiga yang dilegalisasi oleh lembaga yang
berwenang;
f)
surat keterangan/bukti tertulis mengenai
pengetahuan di bidang perbankan yang memadai
dan relevan dengan jabatannya;
g) surat ...
-7-
g) surat keterangan/bukti tertulis mengenai
pengalaman dan keahlian di bidang perbankan
dan/atau lembaga jasa keuangan non-perbankan
paling singkat selama 2 (dua) tahun; dan
h) fotokopi sertifikat kelulusan yang masih berlaku
dari Lembaga Sertifikasi Profesi.
7) Permohonan untuk memperoleh persetujuan calon
anggota Dewan Komisaris sebagaimana dimaksud pada
angka 4) diajukan dengan melampirkan dokumen
pendukung sebagaimana Lampiran I.3 yaitu:
a) daftar susunan anggota Dewan Komisaris BPR;
b) dokumen yang menyatakan identitas masing-
masing calon anggota Dewan Komisaris berupa:
(1) fotokopi tanda pengenal, berupa Kartu Tanda
Penduduk (KTP) yang masih berlaku;
(2) daftar riwayat hidup;
(3) pas foto terakhir ukuran 4x6 cm; dan
(4) daftar silsilah keluarga dalam hubungan
sampai dengan derajat kedua atau semenda;
c) contoh tanda tangan dan paraf masing-masing
calon anggota Dewan Komisaris;
d) surat keterangan/bukti tertulis mengenai
pengetahuan di bidang perbankan yang memadai
dan relevan dengan jabatannya dan/atau
pengalaman di bidang perbankan dan/atau
lembaga jasa keuangan non-perbankan, bagi
calon anggota Dewan Komisaris;
e) surat pernyataan bermeterai cukup dari masing-
masing calon anggota Dewan Komisaris yang
menyatakan bahwa yang bersangkutan:
(1) bersedia untuk mematuhi ketentuan dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku
khususnya di bidang perbankan; dan
(2) tidak pernah dihukum karena terbukti
melakukan Tindak Pidana Tertentu yang
telah diputus oleh pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap dalam
waktu ...
-8-
waktu 20 (dua puluh) tahun terakhir sebelum
tanggal pengajuan permohonan;
f)
tidak sedang dalam pengenaan sanksi dilarang
menjadi pemegang saham, anggota Direksi,
anggota Dewan Komisaris, dan/atau Pejabat
Eksekutif Lembaga Keuangan;
g)
tidak memiliki kredit dan/atau pembiayaan
macet;
h) tidak pernah dinyatakan pailit dan tidak pernah
menjadi pemegang saham, Direksi atau Dewan
Komisaris yang dinyatakan bersalah
menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit
berdasarkan ketetapan pengadilan dalam waktu 5
(lima) tahun terakhir sebelum tanggal pengajuan
permohonan;
i)
tidak merangkap jabatan sebagai:
(1) anggota Dewan Komisaris melebihi yang
diperkenankan dalam ketentuan yang
berlaku; dan/atau
(2) anggota Direksi atau Pejabat Eksekutif pada
BPR, BPRS, dan/atau Bank Umum;
j) memenuhi ketentuan yang mengatur mayoritas
anggota Dewan Komisaris tidak memiliki
hubungan keluarga atau semenda sampai dengan
derajat kedua dengan sesama anggota Dewan
Komisaris atau anggota Direksi;
k) tidak sedang menjalani proses hukum dan/atau
proses penilaian kemampuan dan kepatutan pada
suatu bank;
l)
bersedia untuk mempresentasikan hasil
pengawasan terhadap BPR apabila diminta oleh
Otoritas Jasa Keuangan; dan
m) fotokopi sertifikat kelulusan yang masih berlaku
dari Lembaga Sertifikasi Profesi.
2. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 4/POJK.03/2015
tentang Penerapan Tata Kelola bagi Bank Perkreditan Rakyat
serta Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor
5/SEOJK.03/2016 ...
-9-
5/SEOJK.03/2016 tentang Penerapan Tata Kelola bagi Bank
Perkreditan Rakyat, Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 6/SEOJK.03/2016 tentang Penerapan Fungsi Kepatuhan
bagi Bank Perkreditan Rakyat, dan Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 7/SEOJK.03/2016 tentang Standar
Pelaksanaan Fungsi Audit Intern Bank Perkreditan Rakyat yaitu:
a. Tata Kelola adalah tata kelola BPR yang menerapkan
prinsip-prinsip keterbukaan (transparency), akuntabilitas
(accountability), pertanggungjawaban (responsibility),
independensi (independency), dan kewajaran (fairness).
b. BPR wajib menerapkan Tata Kelola dalam setiap kegiatan
usahanya pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi
yang diwujudkan paling sedikit dalam bentuk sebagai
berikut:
1) pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi;
2) pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan
Komisaris;
3) kelengkapan dan pelaksanaan tugas atau fungsi
komite;
4) penanganan benturan kepentingan;
5) penerapan fungsi kepatuhan, audit intern, dan audit
ekstern;
6) penerapan manajemen risiko, termasuk sistem
pengendalian intern;
7) batas maksimum pemberian kredit;
8) rencana bisnis BPR; dan
9) transparansi kondisi keuangan dan non-keuangan.
c. Penerapan fungsi kepatuhan BPR dalam struktur organisasi
meliputi kewajiban bagi BPR untuk:
1) membentuk satuan kerja kepatuhan (compliance unit)
yang independen terhadap satuan kerja operasional;
atau
2) menunjuk Pejabat Eksekutif yang independen terhadap
operasional BPR untuk melaksanakan fungsi
kepatuhan.
d. Penerapan fungsi audit intern bagi BPR antara lain
mencakup:
1) pemenuhan ...
-10-
1) pemenuhan struktur organisasi, pedoman standar
pelaksanaan fungsi audit intern, dan laporan terkait
pelaksanaan fungsi audit intern;
2) kewajiban untuk membentuk Satuan Kerja Audit
Intern (SKAI) atau menunjuk 1 (satu) orang Pejabat
Eksekutif yang bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan fungsi audit intern, sesuai dengan
kebutuhan dan kompleksitas operasional usaha BPR.
3. Peraturan perundang-undangan lain terkait kelembagaan BPR
yaitu antara lain:
a. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
10 Tahun 1998;
b. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian;
c. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas;
d. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah;
e. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa;
f.
Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/9/PBI/2012 tentang
Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) Bank
Perkreditan Rakyat atau ketentuan Otoritas Jasa Keuangan
yang mengatur mengenai penilaian kemampuan dan
kepatutan bagi pihak utama lembaga jasa keuangan;
g. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/36/DKBU perihal
Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) Bank
Perkreditan Rakyat atau perubahannya;
h. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/45/DPNP Perihal
Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
14/36/DKBU perihal Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit
and Proper Test) Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana
telah diubah dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
15/45/DPNP atau perubahannya;
i.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
44/POJK.03/2015 tentang Sertifikasi Profesi bagi Direksi
dan ...
-11-
dan Dewan Komisaris Bank Perkreditan Rakyat dan Bank
Perkreditan Rakyat Syariah;
j.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
12/POJK.03/2016 tentang Kegiatan Usaha dan Wilayah
Jaringan Kantor Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan
Modal Inti;
k. Surat Keputusan Direksi BI Nomor 31/60/KEP/DIR tanggal
9 Juli 1998 tentang Rencana Kerja dan Laporan
Pelaksanaan Rencana Kerja BPR atau ketentuan Otoritas
Jasa Keuangan yang mengatur mengenai Rencana Bisnis
BPR.
B. Prinsip Kehati-Hatian
Sebagai lembaga kepercayaan yang mengelola dana masyarakat,
dalam melakukan kegiatan usaha BKD wajib memenuhi prinsip
kehati-hatian BPR yang antara lain:
1. Penerapan Manajemen Risiko
Pemenuhan ketentuan Manajemen Risiko BPR oleh BKD
mengacu pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
13/POJK.03/2015 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi
Bank Perkreditan Rakyat beserta ketentuan pelaksanaannya
yang antara lain mengatur hal sebagai berikut:
a. Manajemen Risiko adalah serangkaian metodologi dan
prosedur yang digunakan untuk mengidentifikasi,
mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko yang
timbul dari seluruh kegiatan usaha BPR.
b. BPR wajib menerapkan Manajemen Risiko sebagaimana
dimaksud pada huruf a paling sedikit meliputi:
1) Pengawasan Direksi dan Dewan Komisaris.
2) Kecukupan kebijakan, prosedur, dan limit yaitu:
a) kebijakan Manajemen Risiko;
b) prosedur Manajemen Risiko; dan
c) penetapan limit risiko.
3) Kecukupan proses dan sistem yaitu:
a) proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan
pengendalian risiko; dan
b) sistem informasi Manajemen Risiko.
4) Sistem pengendalian intern yang menyeluruh.
c. Risiko ...
-12-
c.
Risiko yang harus dikelola dalam penerapan Manajemen
Risiko meliputi:
1) Risiko kredit yaitu risiko akibat kegagalan debitur
dan/atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban
kepada BPR;
2) Risiko operasional yaitu risiko yang antara lain
disebabkan adanya ketidakcukupan dan/atau tidak
berfungsinya proses intern, kesalahan sumber daya
manusia, kegagalan sistem, dan/atau adanya masalah
ekstern yang memengaruhi operasional BPR;
3) Risiko kepatuhan yaitu risiko akibat BPR tidak
mematuhi dan/atau tidak melaksanakan peraturan
perundang-undangan dan ketentuan lain termasuk
risiko akibat kelemahan aspek hukum;
4) Risiko likuiditas yaitu risiko akibat ketidakmampuan
BPR untuk memenuhi kewajiban yang jatuh tempo
dari sumber pendanaan arus kas dan/atau aset likuid
berkualitas tinggi yang dapat diagunkan, tanpa
mengganggu aktivitas dan/atau kondisi keuangan
BPR;
5) Risiko reputasi yaitu risiko akibat menurunnya tingkat
kepercayaan pemangku kepentingan yang bersumber
dari persepsi negatif mengenai BPR; dan
6) Risiko strategis yaitu risiko akibat ketidaktepatan BPR
dalam pengambilan dan/atau pelaksanaan suatu
keputusan strategis serta kegagalan BPR dalam
mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis.
2. Kewajiban Penyediaan Modal Minimum dan Pemenuhan Modal
Inti
Pemenuhan ketentuan mengenai Kewajiban Penyediaan Modal
Minimum dan Pemenuhan Modal Inti Minimum BPR oleh BKD
mengacu pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
5/POJK.03/2015 tentang Kewajiban Penyediaan Modal
Minimum dan Pemenuhan Modal Inti Minimum BPR serta Surat
Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 8/SEOJK.03/2016
tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum dan Pemenuhan
Modal ...
-13-
Modal Inti Minimum BPR yang antara lain mengatur hal sebagai
berikut:
a. Kewajiban Penyediaan Modal Minimum yang selanjutnya
disingkat KPMM adalah rasio modal terhadap Aset
Tertimbang Menurut Risiko yang wajib disediakan oleh
BPR. Aset Tertimbang Menurut Risiko yang selanjutnya
disingkat ATMR adalah jumlah aset neraca BKD yang
diberikan bobot sesuai dengan kadar risiko yang melekat
pada setiap pos aset sesuai ketentuan.
b. BKD sebagai BPR wajib menyediakan modal minimum yang
dihitung dengan menggunakan rasio KPMM paling rendah
sebesar 12% (dua belas persen) dari ATMR.
c. BKD sebagai BPR wajib menyediakan modal inti paling
rendah 8% (delapan persen) dari ATMR.
d. BKD sebagai BPR wajib memiliki modal inti minimum
sebesar Rp6.000.000.000,00 (enam milyar rupiah) dengan
ketentuan:
1) BKD
Rp3.000.000.000,00 (tiga milyar rupiah) wajib
memenuhi modal inti minimum sebesar
Rp3.000.000.000,00 (tiga milyar rupiah) paling lambat
pada tanggal 31 Desember 2019.
2) BKD sebagaimana dimaksud pada angka 1) wajib
memenuhi modal inti minimum sebesar
Rp6.000.000.000,00 (enam milyar rupiah) paling
lambat pada tanggal 31 Desember 2024.
3) BKD dengan modal inti paling sedikit sebesar
Rp3.000.000.000,00 (tiga milyar rupiah) namun
kurang dari Rp6.000.000.000,00 (enam milyar rupiah),
wajib memenuhi modal inti minimum sebesar
Rp6.000.000.000,00 (enam milyar rupiah) paling
lambat pada tanggal 31 Desember 2019.
e. Pemenuhan kewajiban modal inti minimum sebagaimana
dimaksud pada huruf d dilakukan antara lain melalui
pertumbuhan laba, penambahan modal disetor, Penyatuan
BKD atau Pengalihan BKD.
3. Kualitas ...
dengan modal inti kurang dari
-14-
3. Kualitas Aktiva Produktif BPR
Pemenuhan ketentuan mengenai Kualitas Aktiva Produktif (KAP)
BPR oleh BKD mengacu pada Peraturan Bank Indonesia Nomor
8/19/PBI/2006 tentang Kualitas Aktiva Produktif dan
Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif Bank
Perkreditan Rakyat sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Bank Indonesia Nomor 13/26/PBI/2011 beserta ketentuan
pelaksanaan atau perubahannya yang antara lain mengatur hal
sebagai berikut:
a. Aktiva Produktif adalah penyediaan dana dalam Rupiah
untuk memperoleh penghasilan, dalam bentuk Kredit,
Sertifikat Bank Indonesia dan Penempatan Dana Antar
Bank.
b. Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif, yang selanjutnya
disebut PPAP, adalah cadangan yang harus dibentuk
sebesar persentase tertentu dari baki debet (saldo)
berdasarkan penggolongan Kualitas Aktiva Produktif.
c. Kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Kredit ditetapkan
dalam 4 (empat) golongan, yaitu Lancar, Kurang Lancar,
Diragukan dan Macet.
d. Kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Sertifikat Bank
Indonesia ditetapkan Lancar.
e. Kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Penempatan Dana
Antar Bank ditetapkan dalam 3 (tiga) golongan yaitu
Lancar, Kurang Lancar, dan Macet.
f. BPR wajib membentuk PPAP berupa PPAP umum dan PPAP
khusus.
g. PPAP sebagaimana dimaksud pada huruf f ditetapkan
paling kurang sebesar:
1) 0,5% (nol koma lima persen) dari Aktiva Produktif yang
memiliki kualitas Lancar;
2) 10% (sepuluh persen) dari Aktiva Produktif dengan
kualitas Kurang Lancar setelah dikurangi dengan nilai
agunan;
3) 50% (lima puluh persen) dari Aktiva Produktif dengan
kualitas Diragukan setelah dikurangi dengan nilai
agunan; dan
4) 100% ...
-15-
4) 100% (seratus persen) dari Aktiva Produktif dengan
kualitas Macet setelah dikurangi dengan nilai agunan.
4. Batas Maksimum Pemberian Kredit BPR
Pemenuhan ketentuan mengenai Penerapan Batas Maksimum
Pemberian Kredit BPR oleh BKD mengacu pada ketentuan
Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/13/PBI/2009 tentang
Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Perkreditan Rakyat
dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/21/DKBU tentang
Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Perkreditan Rakyat
beserta ketentuan pelaksanaan atau perubahannya yang antara
lain mengatur hal sebagai berikut:
a. Batas Maksimum Pemberian Kredit yang selanjutnya
disebut dengan BMPK adalah persentase maksimum
realisasi penyediaan dana yang diperkenankan terhadap
modal.
b. Penyediaan Dana adalah penanaman dana dalam bentuk
kredit dan/atau penempatan dana antar bank.
c. Penyediaan Dana kepada seluruh Pihak Terkait ditetapkan
paling tinggi 10% (sepuluh persen) dari Modal.
d. Penyediaan Dana dalam bentuk Penempatan Dana Antar
Bank kepada BPR/BKD lain yang merupakan Pihak Tidak
Terkait ditetapkan paling tinggi 20% (dua puluh persen)
dari Modal.
e. Penyediaan Dana dalam bentuk Kredit kepada 1 (satu)
Peminjam Pihak Tidak Terkait ditetapkan paling tinggi 20%
(dua puluh persen) dari Modal.
f.
Penyediaan Dana dalam bentuk Kredit kepada 1 (satu)
kelompok Peminjam Pihak Tidak Terkait ditetapkan paling
tinggi 30% (tiga puluh persen) dari Modal.
g. BKD dilarang memberikan Penyediaan Dana yang
mengakibatkan Pelanggaran BMPK pada huruf c sampai
dengan huruf f di atas.
5. Penilaian Tingkat Kesehatan
BPR wajib memelihara tingkat kesehatan agar selalu dalam
kondisi baik. Dalam memelihara tingkat kesehatan, BPR wajib
melakukan penilaian tingkat kesehatan BPR setiap bulan.
Penilaian tersebut mengacu pada Surat Keputusan Direksi Bank
Indonesia ...
-16-
Indonesia Nomor 30/12/KEP/DIR tentang Tata Cara Penilaian
Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat atau ketentuan
Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai penilaian
tingkat kesehatan BPR.
C. Pelaporan dan Transparansi Keuangan
Dalam rangka penerapan tata kelola (good governance), BKD sebagai
BPR wajib menyampaikan dan mengumumkan laporan keuangan
dalam bentuk neraca, laporan laba rugi, dan penjelasannya, serta
laporan berkala lainnya yang disusun sesuai dengan standar
akuntansi serta pedoman pencatatan dan pelaporan yang berlaku
bagi BPR dalam waktu dan bentuk yang ditetapkan oleh Otoritas
Jasa Keuangan. Laporan yang wajib disampaikan oleh BKD sebagai
BPR kepada Otoritas Jasa Keuangan dan diumumkan kepada
masyarakat, antara lain:
1. Laporan Bulanan
BKD sebagai BPR wajib menyusun dan menyampaikan Laporan
Bulanan mengacu pada Peraturan Bank Indonesia Nomor
7/51/PBI/2005 tentang Laporan Bulanan Bank Perkreditan
Rakyat dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/20/DKBU
perihal Laporan Bulanan Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana
telah diubah dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
15/39/DKBU yang antara lain ditetapkan sebagai berikut:
a. Laporan Bulanan BPR, selanjutnya disebut Laporan
Bulanan, adalah laporan keuangan yang disusun dan
disajikan menurut sistematika yang ditentukan oleh Bank
Indonesia dalam format dan definisi yang seragam serta
dilaporkan dengan menggunakan sandi dan angka.
b. BPR Pelapor wajib menyusun dan menyampaikan Laporan
Bulanan kepada Bank Indonesia/Otoritas Jasa Keuangan
secara online setiap bulan secara benar, lengkap, dan tepat
waktu mencakup seluruh aspek keuangan yaitu neraca,
rekening administratif, daftar rincian dari pos-pos tertentu
neraca dengan mengacu pedoman penyusunan Laporan
Bulanan yang diatur oleh Bank Indonesia.
c. Laporan Bulanan sebagaimana dimaksud pada huruf b
wajib disampaikan oleh BPR paling lambat tanggal 14
(empat ...
-17-
(empat belas) pada bulan berikutnya setelah berakhirnya
bulan laporan yang bersangkutan.
2. Laporan Rencana Kerja dan Pelaksanaan Rencana Kerja
BKD sebagai BPR wajib menyusun dan menyampaikan Laporan
Rencana Kerja dan Realisasi Rencana Kerja mengacu pada Surat
Keputusan Direksi BI Nomor 31/60/KEP/DIR tanggal 9 Juli
1998 tentang Rencana Kerja dan Laporan Pelaksanaan Rencana
Kerja BPR atau ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang
mengatur mengenai Rencana Bisnis BPR yang antara lain
ditetapkan sebagai berikut:
a. Laporan Rencana Kerja
1) Rencana Kerja adalah dokumen tertulis yang
menggambarkan rencana kegiatan usaha BPR dalam
jangka waktu tertentu, termasuk rencana untuk
meningkatkan kinerja usaha, serta strategi untuk
merealisasikan rencana tersebut sesuai dengan target
dan waktu yang ditetapkan, dengan tetap
memperhatikan pemenuhan ketentuan kehati-hatian
dan penerapan manajemen risiko.
2) Rencana Kerja tersebut wajib disusun secara realistis
dan sekurang-kurangnya memuat:
a) rencana penghimpunan dan penyaluran dana
yang disertai dengan penjelasan mengenai upaya-
upaya yang akan dilakukan untuk mencapai
target yang ditetapkan;
b) proyeksi neraca dan perhitungan laba rugi yang
dirinci dalam 2 (dua) semester;
c) rencana pengembangan sumber daya manusia;
dan
d) upaya yang akan dilakukan untuk memperbaiki/
meningkatkan kinerja BPR.
b. Laporan Pelaksanaan Rencana Kerja
1) Laporan Pelaksanaan Rencana Kerja atau Laporan
Realisasi Rencana Bisnis adalah laporan dari Direksi
BPR mengenai realisasi Rencana Kerja/Rencana Bisnis
BPR sampai dengan periode tertentu.
2) Laporan ...
-18-
2) Laporan Pelaksanaan Pengawasan oleh Dewan
Komisaris atau Laporan Pengawasan Rencana Bisnis
adalah laporan dari Dewan Komisaris BPR mengenai
hasil pengawasan yang bersangkutan terhadap
pelaksanaan Rencana Kerja/Rencana Bisnis sampai
dengan periode tertentu.
3) Laporan Pelaksanaan Rencana Kerja atau Laporan
Realisasi Rencana Bisnis dimaksud antara lain
memuat:
a) Penilaian terhadap pelaksanaan Rencana Kerja
yang disertai dengan penjelasan mengenai faktor-
faktor yang memengaruhi pencapaian target; dan
b) Uraian mengenai permasalahan yang dapat
mengganggu kelancaran operasional BPR serta
upaya yang telah dan akan dilakukan untuk
mengatasinya.
3. Laporan Keuangan Publikasi dan Laporan Keuangan Tahunan
BKD sebagai BPR wajib menyusun dan mengumumkan Laporan
Keuangan Publikasi dan Laporan Keuangan Tahunan mengacu
pada Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/3/PBI/2013 tanggal
21 Mei 2013 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank
Perkreditan Rakyat beserta ketentuan pelaksanaannya yang
antara lain ditetapkan sebagai berikut:
a. Laporan Keuangan Publikasi
1) Laporan Keuangan Publikasi adalah laporan keuangan
BPR yang disusun berdasarkan Standar Akuntansi
Keuangan yang berlaku bagi BPR dan dipublikasikan
setiap triwulan sesuai dengan ketentuan Otoritas Jasa
Keuangan;
2) BKD sebagai BPR wajib mengumumkan Laporan
Keuangan Publikasi triwulanan untuk posisi akhir
bulan Maret, Juni, September dan Desember sesuai
dengan bentuk dan tata cara yang ditetapkan oleh
Otoritas Jasa Keuangan;
3) Laporan Keuangan Publikasi untuk posisi bulan
Desember disusun berdasarkan Laporan Keuangan
Tahunan;
4) Laporan ...
-19-
4) Laporan Keuangan Publikasi tersebut paling sedikit
memuat:
a) laporan keuangan yang terdiri dari Neraca,
Laporan Laba Rugi, Laporan Komitmen dan
Kontinjensi;
b) informasi lainnya terdiri dari:
(1) Kualitas Aktiva Produktif (KAP) untuk
penempatan pada bank lain, kredit yang
diberikan, baik kepada pihak terkait maupun
pihak tidak terkait.
(2) rasio keuangan, yang terdiri dari Kewajiban
Penyediaan Modal Minimum, Non-Performing
Loans (NPL) dan Penyisihan Penghapusan,
Aktiva Produktif, Return on Asset (ROA) dan
Beban Operasional terhadap Pendapatan
Operasional (BOPO), Cash Ratio, dan Loan to
Deposit Ratio (LDR).
(3) Susunan Pengurus dan komposisi Pemegang
Saham, termasuk
Pengendali.
5) Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan sebagaimana
dimaksud pada angka 2) wajib disajikan dalam bentuk
perbandingan dengan Laporan Keuangan Publikasi
Triwulanan tahun sebelumnya;
6) BKD sebagai BPR yang mempunyai total aset lebih
kecil dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar
rupiah) wajib mengumumkan Laporan Keuangan
Publikasi posisi akhir bulan Maret, Juni, September,
dan Desember pada surat kabar lokal atau
menempelkannya pada papan pengumuman atau
media lainnya yang mudah dibaca oleh publik;
7) BKD sebagai BPR yang mempunyai total aset lebih
besar dari atau sama dengan Rp10.000.000.000,00
(sepuluh milyar rupiah) wajib:
a) mengumumkan Laporan Keuangan Publikasi
posisi akhir bulan Maret, Juni, dan September
dalam surat kabar harian lokal atau
menempelkannya ...
Pemegang Saham
-20-
menempelkannya pada papan pengumuman atau
media lainnya yang mudah dibaca oleh publik;
dan
b) mengumumkan Laporan Keuangan Publikasi
posisi akhir bulan Desember dalam surat kabar
harian lokal dan menempelkannya pada papan
pengumuman atau media lainnya yang mudah
dibaca oleh publik.
8) Pengumuman Laporan Keuangan Publikasi
sebagaimana dimaksud pada angka 6) dan 7) wajib
dilakukan paling lambat:
a) akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya bulan
laporan untuk Laporan Keuangan Publikasi posisi
akhir bulan Maret, Juni, dan September; dan
b) akhir bulan keempat tahun berikutnya setelah
berakhirnya bulan laporan untuk Laporan
Keuangan Publikasi posisi akhir bulan Desember.
b. Laporan Keuangan Tahunan
1) Laporan Keuangan Tahunan adalah laporan keuangan
akhir tahun BPR yang disusun berdasarkan Standar
Akuntansi Keuangan yang berlaku bagi BPR.
2) BKD sebagai BPR wajib menyusun dan menyajikan
laporan keuangan tahunan dengan bentuk dan
cakupan sebagaimana ditetapkan oleh Otoritas Jasa
Keuangan yang terdiri dari Neraca, Laporan Laba Rugi,
Laporan Perubahan Ekuitas, Laporan Arus Kas, dan
catatan atas laporan keuangan, termasuk informasi
tentang Komitmen dan Kontinjensi.
3) Laporan Keuangan Tahunan sebagaimana dimaksud
pada huruf b wajib disusun untuk 1 (satu) Tahun
Buku dan disajikan dengan perbandingan 1 (satu)
Tahun Buku sebelumnya.
4) Bagi BPR yang mempunyai total aset lebih besar dari
atau sama dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh
milyar rupiah), Laporan Keuangan Tahunan yang
disampaikan dalam Laporan Tahunan wajib diaudit
terlebih dahulu oleh Akuntan Publik.
D. Rencana ...
-21-
D. Rencana Tindak dan Laporan Perkembangan Realisasi Rencana
Tindak dalam Rangka Pemenuhan Ketentuan BPR
Dalam rangka pemenuhan ketentuan BPR tersebut di atas, BKD
menyusun dan menyampaikan rencana tindak serta melaporkan
perkembangan realisasi rencana tindak dalam rangka pemenuhan
ketentuan BPR sebagai berikut:
1. Rencana Tindak
a. Rencana tindak memuat paling sedikit:
1)
rencana pembentukan badan hukum yaitu dengan
memilih salah satu bentuk badan hukum berupa
Perseroan Terbatas, Koperasi, Perusahaan Umum
Daerah atau Perusahaan Perseroan Daerah. Dalam
rangka pembentukan badan hukum tersebut, harus
ditetapkan terlebih dahulu kepemilikan BKD.
2)
rencana pengangkatan anggota Direksi dan anggota
Dewan Komisaris. Calon anggota Direksi dan calon
anggota Dewan Komisaris yang diusulkan harus
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada
butir II.A.1.b tersebut di atas yang antara lain
memenuhi persyaratan integritas, kompetensi dan
reputasi keuangan;
3)
rencana pemenuhan modal inti BPR sebesar
Rp6.000.000.000,00 (enam milyar rupiah) dengan
ketentuan:
a) BKD dengan modal inti kurang dari
Rp3.000.000.000,00 (tiga milyar rupiah) wajib
memenuhi modal inti minimum sebesar
Rp3.000.000.000,00 (tiga milyar rupiah) paling
lambat pada tanggal 31 Desember 2019.
b) BKD sebagaimana dimaksud pada huruf a) wajib
memenuhi modal inti minimum sebesar
Rp6.000.000.000,00 (enam milyar rupiah) paling
lambat pada tanggal 31 Desember 2024.
c) BKD dengan modal inti paling sedikit sebesar
Rp3.000.000.000,00 (tiga milyar rupiah) namun
kurang dari Rp6.000.000.000,00 (enam milyar
rupiah), wajib memenuhi modal inti minimum
sebesar ...
-22-
sebesar Rp6.000.000.000,00 (enam milyar rupiah)
paling lambat pada tanggal 31 Desember 2019.
Perhitungan modal inti dimaksud mengacu pada
Peraturan Ootoritas
Jasa Keuangan Nomor
5/POJK.03/2015 tentang Kewajiban Penyediaan Modal
Minimum dan Pemenuhan Modal Inti Minimum BPR
yang antara lain terdiri dari modal disetor, cadangan
tambahan modal yaitu agio, dana setoran modal,
modal sumbangan, cadangan umum, cadangan tujuan,
laba tahun-tahun lalu, dan laba tahun berjalan serta
diperhitungkan dengan perhitungan pajak tangguhan
(deferred tax), goodwill, disagio, agunan yang diambil
alih yang telah melampaui jangka waktu 1 (satu) tahun
sejak pengambilalihan sebesar nilai yang tercatat pada
neraca BPR, rugi tahun-tahun lalu, dan rugi tahun
berjalan;
4)
rencana pemenuhan infrastruktur termasuk teknologi
informasi untuk mendukung kegiatan operasional dan
pelaporan, misalnya pemenuhan infrastruktur
termasuk teknologi informasi untuk mendukung
kegiatan operasional dan pelaporan, penyediaan
aplikasi laporan, sambungan telepon yang
memungkinkan koneksi ke jaringan extranet atau
virtual private network Bank Indonesia/Otoritas Jasa
Keuangan termasuk kebutuhan sumber daya manusia
yang diperlukan untuk pengoperasian aplikasi dan
penyusunan laporan tersebut serta sistem dan
prosedur kerja BPR;
5)
rencana hari kerja operasional, yaitu penerapan hari
kerja operasional menjadi paling sedikit 5 (lima) hari
dalam 1 (satu) minggu atau dari hari Senin sampai
Jumat (kecuali hari libur nasional). Apabila BKD
beroperasi di luar hari kerja yang telah ditentukan,
BKD wajib melaporkannya kepada Otoritas Jasa
Keuangan;
6) rencana Penyatuan BKD atau Pengalihan BKD yang
dimuat dalam rencana tindak, dalam hal berdasarkan
pertimbangan ...
-23-
pertimbangan BKD harus melakukan Penyatuan BKD
atau Pengalihan BKD untuk dapat memenuhi
ketentuan BPR.
b. Rencana tersebut harus dilengkapi dengan langkah-langkah
yang akan dilakukan terkait pemenuhan ketentuan BPR
tersebut, serta target waktu pelaksanannya dengan batas
waktu paling lambat tanggal 31 Desember 2019.
c.
Otoritas Jasa Keuangan dapat meminta BKD melakukan
revisi rencana tindak yang disampaikan oleh BKD tersebut
di atas apabila menurut penilaian Otoritas Jasa Keuangan
langkah-langkah dan/atau target waktu penyelesaian tidak
sejalan dengan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini
atau tidak mungkin dicapai.
d. Rencana tindak pemenuhan ketentuan BPR diajukan
kepada Otoritas Jasa Keuangan. Contoh surat dan format
rencana tindak sebagaimana Lampiran II.1.
2. Laporan Perkembangan Realisasi Rencana Tindak
a. BKD wajib melaksanakan rencana tindak yang telah
disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana
dimaksud pada angka 1.
b. BKD wajib menyampaikan Laporan Perkembangan Realisasi
Rencana Tindak untuk pemenuhan ketentuan BPR disertai
dengan bukti/dokumen pendukungnya kepada Otoritas
Jasa Keuangan setiap 6 (enam) bulan sekali untuk periode
laporan yang berakhir pada tanggal 30 Juni dan 31
Desember. Laporan untuk periode 30 Juni disampaikan
paling lambat pada tanggal 31 Juli pada tahun yang sama
dan untuk periode 31 Desember disampaikan paling lambat
pada tanggal 31 Januari tahun berikutnya. Apabila tanggal
tersebut merupakan hari libur, maka laporan disampaikan
pada hari kerja berikutnya.
c. Laporan perkembangan realisasi rencana tindak
sebagaimana dimaksud pada huruf b untuk pertama kali
yaitu periode 30 Juni 2017 yang disampaikan paling lambat
tanggal 31 Juli 2017.
d. Laporan perkembangan realisasi
rencana
tindak
pemenuhan ketentuan BPR diajukan kepada Otoritas Jasa
Keuangan ...
-24-
Keuangan. Contoh surat dan contoh laporan sebagaimana
Lampiran II.2.
3. Pengajuan Permohonan Pengalihan Izin Usaha
BKD yang telah memperoleh persetujuan anggaran dasar
pembentukan badan hukum dari instansi yang berwenang, wajib
mengajukan permohonan pengalihan izin usaha kepada Otoritas
Jasa Keuangan dengan dilampiri:
a. akta pendirian badan hukum yang memuat anggaran dasar
yang telah disahkan oleh instansi berwenang;
b. data kepemilikan yang terdiri dari:
1) daftar pemegang saham berikut rincian besarnya
masing-masing kepemilikan saham oleh BKD yang
memilih berbadan hukum Perseroan Terbatas atau
Perusahaan Perseroan Daerah; atau
2) daftar anggota berikut rincian jumlah simpanan pokok
dan simpanan wajib oleh BKD yang memilih berbadan
hukum Koperasi;
c. daftar anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris;
d. rencana struktur organisasi dan jumlah personalia; dan
e. rencana sistem dan prosedur kerja.
Contoh surat permohonan pengalihan izin usaha sebagaimana
Lampiran II.3.
III. PENYATUAN BKD DAN PENGALIHAN BKD
Dalam rangka pemenuhan ketentuan BPR sebagaimana dimaksud pada
angka II di atas, BKD dapat melakukan Penyatuan BKD atau Pengalihan
BKD. Penyatuan BKD dan Pengalihan BKD tersebut harus terlebih dahulu
memperoleh persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan.
A. Penyatuan BKD
Penyatuan BKD dapat dilakukan dalam 2 (dua) cara, yaitu melalui
proses penggabungan atau proses peleburan.
1. Penyatuan BKD melalui Proses Penggabungan
Penyatuan BKD melalui proses penggabungan adalah proses
penggabungan 1 (satu) BKD atau lebih ke dalam BPR milik
Pemerintah Daerah yang mengakibatkan beralihnya aset dan
kewajiban BKD dengan membubarkan BKD yang melakukan
penggabungan ...
-25-
penggabungan tanpa proses pemberesan. Tata cara untuk
melakukan Penyatuan BKD melalui proses penggabungan
tersebut di atas adalah sebagai berikut:
a. Kebijakan Penyatuan BKD melalui proses penggabungan
disepakati melalui musyawarah desa dan selanjutnya
ditetapkan dalam Peraturan Desa;
b. Masing-masing Pelaksana Operasional BKD dan direksi
BPR milik Pemerintah Daerah yang akan melakukan
penggabungan, secara bersama-sama menyusun rancangan
penggabungan BKD yang memuat paling sedikit:
1) nama dan tempat kedudukan BKD dan BPR milik
Pemerintah Daerah
yang
penggabungan;
2) alasan dan penjelasan masing-masing Pelaksana
Operasional BKD dan direksi BPR milik Pemerintah
Daerah yang akan melakukan penggabungan;
3)
tata cara konversi kepemilikan dari masing-masing
BKD dan BPR milik Pemerintah Daerah yang akan
melakukan penggabungan;
4) rancangan perubahan anggaran dasar BPR milik
Pemerintah Daerah setelah penggabungan;
5) rencana kerja BPR milik Pemerintah Daerah setelah
penggabungan selama 12 (dua belas) bulan termasuk
tingkat kesehatannya;
6) rencana status kantor-kantor BKD dan BPR milik
Pemerintah Daerah setelah penggabungan;
7) nama dan tempat kedudukan BPR hasil penggabungan
BKD;
8) nama pemegang saham atau pemilik BKD, calon
anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris BPR
milik Pemerintah Daerah hasil penggabungan BKD.
9) penegasan dari BPR milik Pemerintah Daerah
mengenai kesediaan untuk menerima pengalihan hak
dan kewajiban dari BKD yang melakukan
penggabungan; dan
akan
melakukan
10) hal ...
-26-
10) hal-hal lain yang perlu diketahui oleh masing-masing
pemilik BKD dan pemegang saham BPR milik
Pemerintah Daerah, antara lain:
a) perkiraan neraca BPR milik Pemerintah Daerah
hasil penggabungan sesuai dengan Standar
Akuntansi Keuangan yang berlaku;
b) cara penyelesaian status karyawan BKD yang
akan melakukan penggabungan;
c) cara penyelesaian hak dan kewajiban BKD yang
akan melakukan penggabungan, kepada debitur
dan kreditur;
d) cara penyelesaian hak-hak pemilik minoritas,
apabila ada;
e) perkiraan jangka waktu pelaksanaan
penggabungan; dan
f)
laporan mengenai kondisi dan permasalahan
selama tahun buku berjalan yang memengaruhi
kegiatan BPR milik Pemerintah Daerah setelah
penggabungan.
c. Rancangan penggabungan BKD sebagaimana dimaksud
dalam huruf b harus mendapat persetujuan dari masing-
masing Dewan Pengawas BKD dan Dewan Komisaris BPR
milik Pemerintah Daerah dan selanjutnya disusun konsep
akta penggabungan;
d. Pelaksana Operasional BKD dan anggota Direksi BPR milik
Pemerintah Daerah yang akan melakukan penggabungan
mengumumkan ringkasan rancangan penggabungan
sebagaimana dimaksud pada huruf b yang paling sedikit
memuat:
1) nama dan tempat kedudukan BKD dan BPR milik
Pemerintah Daerah
yang akan melakukan
penggabungan;
2)
rencana status kantor BKD dan BPR milik Pemerintah
Daerah hasil penggabungan; dan
3) nama pemilik/pemegang saham, calon anggota Direksi
dan calon anggota Dewan Komisaris BPR milik
Pemerintah Daerah hasil penggabungan.
e. Pengumuman ...
-27-
e. Pengumuman sebagaimana dimaksud pada huruf d
dilakukan dengan menempelkan pada papan pengumuman
di kantor masing-masing BKD dan kantor BPR milik
Pemerintah Daerah sebelum pelaksanaan musyawarah desa
dan Rapat Umum Pemegang Saham dalam rangka
persetujuan rancangan penggabungan BKD dan konsep
akta penggabungan sebagaimana dimaksud dalam huruf g;
Apabila terdapat keberatan atas
penggabungan
f.
BKD
oleh
kreditur
pelaksanaan
dan/atau
pemilik/pemegang saham minoritas dari BKD atau BPR
milik Pemerintah Daerah, diselesaikan dalam musyawarah
desa dan/atau Rapat Umum Pemegang Saham dalam
rangka persetujuan rancangan penggabungan BKD dan
konsep akta penggabungan;
g. Selama penyelesaian keberatan oleh kreditur dan/atau
pemilik/pemegang saham minoritas BKD atau BPR milik
Pemerintah Daerah atas pelaksanaan proses penggabungan
sebagaimana dimaksud pada huruf f belum tercapai,
penggabungan BKD tidak dapat dilaksanakan;
h. Rancangan penggabungan BKD dan konsep akta
penggabungan sebagaimana dimaksud pada huruf b dan
huruf c dimintakan persetujuan musyawarah desa dan
Peraturan Daerah/Rapat Umum Pemegang Saham masing-
masing BKD atau BPR milik Pemerintah Daerah yang akan
melakukan penggabungan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
i. Konsep akta penggabungan yang telah disetujui oleh
musyawarah desa dan Rapat Umum Pemegang Saham
sebagaimana dimaksud pada huruf h dituangkan dalam
akta penggabungan dan akta perubahan anggaran dasar
BPR milik Pemerintah Daerah hasil penggabungan yang
telah dinotariilkan;
j. Permohonan untuk memperoleh persetujuan penggabungan
BKD dan pencabutan izin usaha BKD diajukan kepada
Otoritas Jasa Keuangan oleh:
1) Ketua Pelaksana Operasional dari salah satu BKD; dan
2) direksi ...
-28-
2)
direksi BPR milik Pemerintah Daerah yang akan
menerima penggabungan BKD,
disampaikan setelah musyawarah desa dan Rapat Umum
Pemegang Saham BPR milik Pemerintah Daerah
sebagaimana dimaksud pada huruf h;
k. Permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf j diajukan
kepada Otoritas Jasa Keuangan. Contoh surat permohonan
sebagaimana Lampiran III.1 dan disertai dengan dokumen:
1)
rancangan penggabungan BKD sebagaimana dimaksud
pada huruf b di atas;
2) persetujuan para pemilik BKD yang melakukan
penggabungan BKD sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku antara
lain berupa notulen musyawarah desa/pemilik masing-
masing BKD yang menyetujui rancangan dan konsep
akta penggabungan BKD sebagaimana dimaksud pada
huruf h;
3) rancangan neraca dan laporan laba rugi BPR hasil
penggabungan sesuai dengan Standar Akuntansi
Keuangan yang berlaku;
4) akta penggabungan dan akta perubahan anggaran
dasar BPR hasil penggabungan sebagaimana dimaksud
pada huruf i;
5) bukti
l.
pengumuman ringkasan rancangan
penggabungan sebagaimana dimaksud pada huruf e;
Persetujuan atau penolakan atas permohonan izin
penggabungan diberikan secara tertulis oleh Otoritas Jasa
Keuangan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja
sejak permohonan berikut dokumen persyaratan diterima
secara lengkap.
m. Dalam memberikan persetujuan atau penolakan atas
permohonan izin penggabungan sebagaimana dimaksud
pada huruf l, Otoritas Jasa Keuangan melakukan:
1)
Penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen;
dan
2) Penilaian kemampuan dan kepatutan, dalam hal
terdapat penggantian atau penambahan terhadap
susunan ...
-29-
susunan anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris,
dan Pemegang Saham Pengendali pada BPR milik
Pemerintah Daerah hasil penggabungan.
n. Dalam hal permohonan izin penggabungan yang
disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan dinilai belum
lengkap atau diperlukan tambahan/perbaikan dokumen
dalam melakukan penelitian terhadap permohonan BKD,
maka:
1) Otoritas Jasa Keuangan berwenang meminta kepada
BKD dan/atau BPR milik Pemerintah Daerah pemohon
untuk
melengkapi
atau
tambahan/perbaikan dokumen;
2) apabila BKD dan/atau BPR milik Pemerintah Daerah
pemohon tidak melengkapi atau menyampaikan
tambahan/perbaikan dokumen yang diminta dan telah
menerima 3 (tiga) kali surat teguran dari Otoritas Jasa
Keuangan untuk menyampaikan tambahan/perbaikan
dokumen dimaksud dengan masa berlaku masing-
masing surat teguran 15 (lima belas) hari kerja, maka
permohonan persetujuan
dinyatakan ditolak; dan
penggabungan BKD
3) waktu yang diberikan kepada BKD dan/atau BPR milik
Pemerintah Daerah untuk
melengkapi atau
menyampaikan tambahan/perbaikan dokumen
sebagaimana dimaksud pada angka 1), tidak termasuk
dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja untuk
menyelesaikan seluruh proses perizinan sampai
dikeluarkannya persetujuan
atau
penolakan
permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf l.
o. Persetujuan izin penggabungan sebagaimana dimaksud
pada huruf l, berlaku:
1) bagi BPR yang berbadan hukum Perseroan Terbatas
atau Perusahaan Perseroan Daerah sejak:
a)
b)
menyampaikan
tanggal persetujuan perubahan Anggaran Dasar
BPR oleh Menteri Hukum dan HAM; atau
tanggal pemberitahuan perubahan Anggaran
Dasar BPR oleh Menteri Hukum dan HAM apabila
perubahan ...
-30-
perubahan Anggaran Dasar BPR tidak
memerlukan persetujuan Menteri Hukum dan
HAM.
2) bagi BPR yang berbadan hukum Perusahaan Umum
Daerah, sejak tanggal berlakunya Peraturan Daerah
yang menyetujui perubahan anggaran dasar;
2. Penyatuan BKD melalui Proses Peleburan
Penyatuan BKD melalui proses peleburan adalah proses
peleburan 2 (dua) BKD atau lebih menjadi 1 (satu) BPR tanpa
proses pemberesan. Tata cara untuk melakukan Penyatuan BKD
melalui proses peleburan tersebut di atas adalah sebagai
berikut:
a. Kebijakan Penyatuan BKD melalui proses peleburan
disepakati melalui musyawarah desa dan selanjutnya
ditetapkan dalam Peraturan Desa dan Peraturan Daerah.
b. Masing-masing Pelaksana Operasional BKD yang akan
melakukan peleburan secara bersama-sama menyusun
rancangan peleburan BKD yang memuat paling sedikit:
1) nama dan tempat kedudukan BKD yang akan
melakukan peleburan;
2) alasan dan penjelasan masing-masing Pelaksana
Operasional BKD yang akan melakukan peleburan;
3)
tata cara konversi kepemilikan dari masing-masing
BKD yang akan melakukan peleburan;
4) rancangan anggaran dasar BPR hasil peleburan;
5) rencana kerja BPR hasil peleburan selama 12 (dua
belas) bulan pertama;
6) rencana status kantor BKD setelah peleburan;
7) nama dan tempat kedudukan BPR hasil peleburan
BKD;
8) nama pemegang saham atau pemilik, calon anggota
Direksi, dan calon anggota Dewan Komisaris hasil
peleburan; dan
9) hal-hal lain yang perlu diketahui oleh masing-masing
pemilik BKD, antara lain:
a) perkiraan ...
-31-
a) perkiraan neraca dan laporan laba rugi BPR hasil
peleburan sesuai dengan Standar Akuntansi
Keuangan yang berlaku;
b) cara penyelesaian status karyawan/pengurus
BKD yang akan melakukan peleburan;
c) cara penyelesaian hak dan kewajiban BKD kepada
debitur dan kreditur;
d) cara penyelesaian hak-hak pemilik minoritas,
apabila ada;
e) perkiraan jangka waktu pelaksanaan peleburan;
dan
f)
laporan mengenai kondisi dan permasalahan
masing-masing BKD selama tahun buku berjalan
yang memengaruhi kegiatan BPR.
c. Rancangan peleburan BKD sebagaimana dimaksud pada
huruf b harus mendapat persetujuan dari masing-masing
Dewan Pengawas BKD dan selanjutnya disusun konsep
akta peleburan;
d. Pelaksana Operasional BKD yang akan melakukan
peleburan wajib mengumumkan ringkasan rancangan
peleburan sebagaimana dimaksud pada huruf b yang paling
sedikit memuat:
1) nama dan tempat kedudukan BKD yang akan
melakukan peleburan;
2) rencana status kantor BKD hasil peleburan; dan
3) nama pemilik/pemegang saham, calon anggota Direksi
dan calon anggota Dewan Komisaris BPR hasil
peleburan.
e. Pengumuman sebagaimana dimaksud pada huruf d
dilakukan dengan menempelkan pada papan pengumuman
di kantor masing-masing BKD sebelum musyawarah desa
dalam rangka persetujuan rancangan peleburan BKD dan
konsep akta peleburan;
f.
Apabila terdapat keberatan atas pelaksanaan peleburan
BKD oleh kreditur atau pemilik/pemegang saham minoritas
BKD dapat diselesaikan dalam musyawarah desa dalam
rangka ...
-32-
rangka persetujuan rancangan peleburan BKD dan konsep
akta peleburan;
g. Selama penyelesaian keberatan atas pelaksanaan peleburan
BKD oleh kreditur dan/atau pemilik/pemegang saham
minoritas BKD sebagaimana dimaksud pada huruf f belum
tercapai, Penyatuan BKD melalui proses peleburan tidak
dapat dilaksanakan;
h. Rancangan peleburan BKD dan konsep akta peleburan
sebagaimana dimaksud pada huruf b dan huruf c
dimintakan persetujuan musyawarah desa dan pemilik
masing-masing BKD yang akan melakukan peleburan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
i. Konsep akta peleburan yang telah disetujui oleh
musyawarah desa sebagaimana dimaksud pada huruf h
dituangkan dalam akta peleburan dan akta pendirian BPR
hasil peleburan yang telah dinotariilkan;
j. Permohonan untuk memperoleh persetujuan peleburan
BKD dan pencabutan izin usaha BKD diajukan kepada
Otoritas Jasa Keuangan oleh Ketua Pelaksana Operasional
dari salah satu BKD yang akan melakukan peleburan
setelah musyawarah desa sebagaimana dimaksud pada
huruf h.
k. Permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf j diajukan
kepada Otoritas Jasa Keuangan. Contoh surat permohonan
sebagaimana Lampiran III.2 dan dilampiri dengan
dokumen:
1)
rancangan peleburan BKD sebagaimana dimaksud
pada huruf b di atas.
2) persetujuan para pemilik BKD yang melakukan
Peleburan BKD sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku antara lain berupa
notulen musyawarah desa/pemilik masing-masing
BKD yang menyetujui rancangan dan konsep akta
peleburan BKD sebagaimana dimaksud pada huruf h;
3) rancangan neraca dan laporan laba rugi BPR hasil
peleburan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan
yang berlaku;
4) akta ...
-33-
4) akta peleburan dan akta pendirian BPR hasil
peleburan sebagaimana dimaksud pada huruf i;
5) bukti pengumuman ringkasan rancangan peleburan
sebagaimana dimaksud pada huruf e;
l.
Persetujuan atau penolakan atas permohonan izin
peleburan diberikan secara tertulis dalam jangka waktu 30
(tiga puluh) hari kerja setelah permohonan beserta
dokumen diterima secara lengkap.
m. Dalam memberikan persetujuan atau penolakan atas
permohonan izin peleburan sebagaimana dimaksud pada
huruf l, Otoritas Jasa Keuangan melakukan:
1) Penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen;
2) Penilaian kemampuan dan kepatutan terhadap calon
Direksi, calon Dewan Komisaris, dan Pemegang Saham
Pengendali BPR hasil peleburan.
n. Dalam hal permohonan izin peleburan yang disampaikan
kepada Otoritas Jasa Keuangan dinilai belum lengkap atau
diperlukan tambahan/perbaikan dokumen dalam
melakukan penelitian terhadap permohonan BKD, maka:
1) Otoritas Jasa Keuangan berwenang meminta kepada
BKD untuk melengkapi atau menyampaikan
tambahan/perbaikan dokumen;
2) apabila BKD pemohon tidak melengkapi atau
menyampaikan tambahan/perbaikan dokumen yang
diminta dan telah menerima 3 (tiga) kali surat teguran
dari Otoritas Jasa Keuangan untuk menyampaikan
tambahan/perbaikan dokumen dimaksud dengan
masa berlaku masing-masing surat teguran 15 (lima
belas) hari kerja, maka permohonan persetujuan
peleburan BKD dinyatakan ditolak; dan
3) waktu yang diberikan untuk melengkapi atau
menyampaikan tambahan/perbaikan dokumen pada
angka 1) tidak termasuk dalam jangka waktu 30 (tiga
puluh) hari kerja untuk menyelesaikan seluruh proses
perizinan sampai dikeluarkannya persetujuan atau
penolakan permohonan sebagaimana dimaksud pada
huruf l.
o. Izin ...
-34-
o.
Izin peleburan sebagaimana dimaksud pada huruf l
berlaku:
1) bagi BPR yang berbadan hukum Perseroan Terbatas
dan Perusahaan Perseroan Daerah, sejak tanggal
diterbitkannya Keputusan Menteri Hukum dan HAM
mengenai pengesahan akta pendirian BPR;
2) bagi BPR yang berbadan hukum Perusahaan Umum
Daerah, sejak tanggal berlakunya Peraturan Daerah
yang menetapkan/mengesahkan akta pendirian; atau
3) bagi BPR yang berbadan hukum Koperasi, sejak
tanggal pengesahan akta pendirian oleh instansi yang
berwenang.
3. Laporan Pelaksanaan Penyatuan BKD kepada Otoritas Jasa
Keuangan
a. BPR hasil Penyatuan BKD wajib melaporkan pelaksanaan
Penyatuan BKD paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja
setelah:
1) tanggal diterimanya persetujuan atau pemberitahuan
perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud
pada angka 1 huruf o; atau
2) tanggal diterimanya pengesahan akta pendirian BPR
sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf o.
b. Laporan pelaksanaan Penyatuan BKD sebagaimana
dimaksud pada huruf a disampaikan melalui surat kepada
Otoritas Jasa Keuangan. Contoh surat penyampaian
laporan sebagaimana Lampiran III.3 dan disertai dengan
dokumen:
1) fotokopi anggaran dasar atau akta pendirian BPR hasil
Penyatuan BKD yang telah disetujui atau disahkan
oleh instansi yang berwenang sebagaimana dimaksud
pada huruf a;
2) susunan organisasi dan kepengurusan BPR hasil
Penyatuan BKD, data Direksi dan Dewan Komisaris
serta data pemegang saham atau pemilik BPR hasil
Penyatuan BKD;
3) laporan ...
-35-
3) laporan neraca dan laba rugi BPR hasil Penyatuan
BKD; dan
4) alamat lengkap BPR hasil Penyatuan BKD.
B. Pengalihan BKD
Pengalihan BKD adalah pengambilalihan aset dan kewajiban 1 (satu)
BKD atau lebih oleh Pemerintah Daerah yang belum memiliki BPR,
diikuti dengan pembubaran BKD yang diambil alih tanpa proses
pemberesan dan dilanjutkan dengan pendirian BPR baru. Pengalihan
BKD dimaksud diajukan oleh Pemerintah Daerah kepada Otoritas
Jasa Keuangan dengan persyaratan dan tata cara sebagai berikut:
1. Rencana Pengalihan BKD tersebut telah dilengkapi dengan:
a. Persetujuan pemilik BKD atau musyawarah desa; dan
b. Peraturan Daerah mengenai rencana Pengalihan BKD;
2. Permohonan rencana Pengalihan BKD diajukan oleh Pemerintah
Daerah kepada Otoritas Jasa Keuangan. Contoh format surat
permohonan sebagaimana Lampiran III.4 dan disertai dengan
dokumen:
a. rancangan Pengalihan BKD yang memuat paling sedikit:
1) nama dan tempat kedudukan Pemerintah Daerah yang
akan mengambil alih BKD;
2) jumlah dan nilai nominal aset dan kewajiban yang
akan diambil alih beserta komposisi pemegang saham
atau pemilik setelah dilakukan Pengalihan BKD; dan
3) rencana status kantor BKD hasil Pengalihan BKD.
b. persetujuan para pemilik BKD yang melakukan Pengalihan
BKD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan misalnya antara lain berupa surat atau notulen
pemilik BKD atau musyawarah desa sebagaimana
dimaksud pada butir 1.a;
c. rancangan neraca dan laporan laba rugi setelah Pengalihan
BKD yang disusun sesuai dengan standar akuntansi serta
pedoman pencatatan dan pelaporan yang berlaku bagi BPR;
dan
d. rancangan pengumuman Pengalihan BKD yang paling
sedikit memuat:
1) nama ...
-36-
1) nama dan tempat kedudukan Pemerintah Daerah yang
akan mengambil alih BKD;
2) rencana status kantor BKD yang akan diambil alih;
3) cara penyelesaian hak dan kewajiban BKD yang akan
diambil alih, kepada debitur dan kreditur; dan
4) perkiraan jangka waktu pelaksanaan Pengalihan BKD;
3. Persetujuan atau penolakan atas pengajuan permohonan
rencana Pengalihan BKD sebagaimana dimaksud pada angka 2
diberikan secara tertulis dalam jangka waktu paling lama 20
(dua puluh) hari kerja sejak permohonan beserta dokumen
diterima secara lengkap.
4. Dalam memberikan persetujuan atau penolakan secara tertulis
atas pengajuan rencana Pengalihan BKD sebagaimana dimaksud
pada angka 3, Otoritas Jasa Keuangan melakukan penelitian
atas kelengkapan dan kebenaran dokumen;
5. Dalam hal berdasarkan penelitian Otoritas Jasa Keuangan pada
angka 4 dokumen rencana Pengalihan BKD yang disampaikan
kepada Otoritas Jasa Keuangan tersebut dinyatakan belum
lengkap, atau diperlukan tambahan/perbaikan dokumen dalam
melakukan penelitian terhadap permohonan Pengalihan BKD,
maka:
a. Otoritas Jasa Keuangan berwenang meminta kepada
Pemerintah Daerah sebagai pemohon untuk melengkapi
atau menyampaikan tambahan/perbaikan dokumen;
b. apabila Pemerintah Daerah tidak melengkapi atau
menyampaikan tambahan/perbaikan dokumen yang
diminta dan telah menerima 3 (tiga) kali surat teguran dari
Otoritas Jasa Keuangan
untuk menyampaikan
tambahan/perbaikan dokumen dimaksud dengan masa
berlaku masing-masing surat teguran 15 (lima belas) hari
kerja, maka permohonan Pengalihan BKD dinyatakan
ditolak; dan
c. waktu yang diberikan untuk melengkapi atau
menyampaikan
tambahan/perbaikan
dokumen
sebagaimana dimaksud pada huruf a tidak termasuk dalam
jangka waktu 20 (dua puluh) hari kerja untuk
menyelesaikan ...
-37-
menyelesaikan seluruh proses persetujuan Pengalihan BKD
sebagaimana dimaksud pada angka 3.
6. Pemerintah Daerah yang telah memperoleh persetujuan
Pengalihan BKD mengajukan permohonan izin usaha BPR
melalui surat kepada Otoritas Jasa Keuangan. Contoh surat
sebagaimana Lampiran III.5 dan dilengkapi dengan bukti
pemenuhan modal inti minimum sebagaimana dimaksud pada
butir II.D.1.a.3) dan disertai dengan dokumen:
a. akta pendirian badan hukum yang memuat anggaran dasar
badan hukum yang telah disahkan oleh instansi yang
berwenang yaitu;
1) dalam hal BPR yang akan didirikan berbadan hukum
Perusahaan Umum Daerah, akta pendirian BPR
dimaksud telah ditetapkan melalui Peraturan Daerah;
dan
2) dalam hal BPR yang akan didirikan berbadan hukum
Perusahaan Perseroan Daerah, akta pendirian BPR
dimaksud telah memperoleh pengesahan melalui
keputusan Menteri Hukum dan HAM.
b. Peraturan Daerah mengenai pendirian BPR;
c. bukti kesiapan operasional berupa dokumen antara lain:
1) daftar aset tetap dan inventaris;
2)
foto bangunan kantor, tata letak ruangan, dan sarana
pengamanan bangunan kantor yang memadai; dan
3) dokumen yang menunjukkan kesiapan teknologi
sistem informasi
berupa infrastruktur yang
mendukung kegiatan operasional dan pelaporan,
misalnya penyediaan komputer yang digunakan untuk
menyusun laporan, penyediaan aplikasi laporan,
sambungan telepon yang memungkinkan koneksi ke
jaringan extranet atau virtual private network Bank
Indonesia/Otoritas Jasa Keuangan
termasuk
kebutuhan sumber daya manusia yang diperlukan
untuk pengoperasian aplikasi dan penyusunan laporan
tersebut;
d. data kepemilikan berupa daftar pemegang saham berikut
rincian besarnya masing-masing kepemilikan saham
kecuali ...
-38-
kecuali bagi BPR yang berbadan hukum Perusahaan Umum
Daerah;
e. calon anggota Direksi dan calon Dewan Komisaris yang
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada butir
II.A.1.b. di atas;
f. susunan organisasi serta sistem dan prosedur kerja,
termasuk susunan personalia; dan
g. surat keputusan Kepala Daerah yang menyatakan bahwa
sumber dana setoran modal telah dianggarkan dalam APBD
dan telah disahkan oleh DPRD setempat,
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan mengenai kelembagaan
BPR.
IV. TRANSFORMASI BADAN KREDIT DESA
BKD wajib memenuhi ketentuan BPR yang mencakup antara lain
mengenai kelembagaan, prinsip kehati-hatian, pelaporan dan
transparansi keuangan, serta penerapan standar akuntansi bagi BPR.
Terkait dengan hal tersebut, berdasarkan POJK tentang BKD, setiap BKD
wajib untuk memenuhi ketentuan BPR dengan batas waktu paling lambat
tanggal 31 Desember 2019. Namun demikian, terhadap BKD yang
berdasarkan pertimbangan tidak mampu untuk memenuhi ketentuan
BPR dapat memilih untuk mengubah kegiatan usahanya menjadi
Lembaga Keuangan Mikro yang selanjutnya disebut LKM atau Badan
Usaha Milik Desa, yang selanjutnya disebut BUM Desa, atau unit usaha
BUM Desa, dengan ketentuan dan tata cara sebagai berikut:
A. Perubahan kegiatan usaha (transformasi) BKD menjadi LKM atau
BUM Desa/unit usaha BUM Desa hanya dapat dilakukan dengan izin
Otoritas Jasa Keuangan.
B. Pengambilan keputusan mengenai transformasi BKD menjadi LKM
atau BUM Desa/unit usaha BUM Desa harus dilakukan melalui
rapat pemilik BKD atau musyawarah desa yang kemudian ditetapkan
dalam Peraturan Desa dan/atau Peraturan Daerah.
C. Dalam rangka transformasi menjadi LKM sebagaimana dimaksud
pada huruf A, BKD dapat melakukan peleburan yaitu proses
peleburan 2 (dua) BKD atau lebih menjadi 1 (satu) LKM tanpa proses
pemberesan ...
-39-
pemberesan. Tata cara untuk melakukan peleburan BKD menjadi
LKM adalah sebagai berikut:
1. Kebijakan peleburan BKD menjadi LKM disepakati melalui
musyawarah desa dan selanjutnya ditetapkan dalam Peraturan
Desa.
2. Masing-masing Pelaksana Operasional BKD yang akan
melakukan peleburan secara bersama-sama menyusun
rancangan peleburan BKD yang memuat paling sedikit:
a. nama dan tempat kedudukan BKD yang akan melakukan
peleburan;
b. alasan dan penjelasan masing-masing Pelaksana
Operasional BKD yang akan melakukan peleburan;
c.
tata cara konversi kepemilikan dari masing-masing BKD
yang akan melakukan peleburan;
d. rancangan anggaran dasar LKM hasil peleburan;
e. rencana kerja LKM hasil peleburan selama 12 (dua belas)
bulan pertama;
f. rencana status kantor BKD setelah peleburan;
g. nama dan tempat kedudukan LKM hasil peleburan BKD;
h. data pemegang saham, calon anggota Direksi, dan calon
anggota Dewan Komisaris LKM hasil peleburan; dan
i.
hal-hal lain yang perlu diketahui oleh masing-masing
pemilik BKD, antara lain:
1) perkiraan neraca dan laporan laba rugi LKM hasil
peleburan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan
yang berlaku;
2) cara penyelesaian status karyawan/pengurus BKD
yang akan melakukan peleburan;
3) cara penyelesaian hak dan kewajiban BKD kepada
debitur dan kreditur;
4) cara penyelesaian hak-hak pemilik minoritas, apabila
ada;
5) perkiraan jangka waktu pelaksanaan peleburan; dan
6) laporan mengenai kondisi dan permasalahan masing-
masing BKD selama tahun buku berjalan yang
memengaruhi kegiatan LKM.
3. Rancangan ...
-40-
3. Rancangan peleburan BKD sebagaimana dimaksud pada angka
2 harus mendapat persetujuan dari masing-masing Dewan
Pengawas BKD dan selanjutnya disusun konsep akta peleburan;
4. Pelaksana Operasional BKD yang akan melakukan peleburan
wajib mengumumkan ringkasan rancangan peleburan
sebagaimana dimaksud pada angka 2 yang paling sedikit
memuat:
a. nama dan tempat kedudukan BKD yang akan melakukan
peleburan;
b. rencana status kantor BKD hasil peleburan; dan
c. data pemegang saham, calon anggota Direksi dan calon
anggota Dewan Komisaris LKM hasil peleburan.
5. Pengumuman sebagaimana dimaksud pada angka 4 dilakukan
dengan menempelkan pada papan pengumuman di kantor
masing-masing BKD sebelum musyawarah desa dalam rangka
persetujuan rancangan peleburan BKD dan konsep akta
peleburan;
6. Apabila terdapat keberatan atas pelaksanaan peleburan BKD
oleh kreditur atau pemilik/pemegang saham minoritas BKD
dapat diselesaikan dalam musyawarah desa dalam rangka
persetujuan rancangan peleburan BKD dan konsep akta
peleburan;
7. Selama penyelesaian keberatan atas pelaksanaan peleburan
BKD oleh kreditur dan/atau pemilik/pemegang saham minoritas
BKD sebagaimana dimaksud pada angka 6 belum tercapai,
peleburan BKD menjadi LKM tidak dapat dilaksanakan;
8. Rancangan peleburan BKD dan konsep akta peleburan
sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan angka 3 dimintakan
persetujuan musyawarah desa dan pemilik masing-masing BKD
yang akan melakukan peleburan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
9. Konsep akta peleburan yang telah disetujui oleh musyawarah
desa sebagaimana dimaksud pada angka 8 dituangkan dalam
akta peleburan dan akta pendirian LKM hasil peleburan yang
telah dinotariilkan;
10. Permohonan untuk memperoleh persetujuan peleburan BKD
dan pencabutan izin usaha BKD diajukan kepada Otoritas Jasa
Keuangan ...
-41-
Keuangan oleh Ketua Pelaksana Operasional dari salah satu
BKD yang akan melakukan peleburan setelah musyawarah desa
sebagaimana dimaksud pada angka 8.
11. Permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 10 diajukan
kepada Otoritas Jasa Keuangan. Contoh surat permohonan
sebagaimana Lampiran IV.1 dan dilampiri dengan dokumen:
a.
rancangan peleburan BKD sebagaimana dimaksud pada
angka 2 di atas.
b. persetujuan para pemilik BKD yang melakukan peleburan
BKD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku antara lain berupa notulen
musyawarah desa/pemilik masing-masing BKD yang
menyetujui rancangan dan konsep akta peleburan BKD
sebagaimana dimaksud pada angka 8;
c. rancangan neraca dan laporan laba rugi LKM hasil
peleburan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan
yang berlaku;
d. akta peleburan dan akta pendirian badan hukum LKM hasil
peleburan termasuk anggaran dasar sebagaimana
dimaksud pada angka 9;
e. bukti pengumuman ringkasan rancangan akta peleburan
sebagaimana dimaksud pada angka 5;
12. Persetujuan atau penolakan atas permohonan izin peleburan
diberikan secara tertulis dalam jangka waktu 30 (tiga puluh)
hari kerja setelah permohonan beserta dokumen diterima secara
lengkap.
13. Dalam memberikan persetujuan atau penolakan atas
permohonan izin peleburan sebagaimana dimaksud pada angka
12, Otoritas Jasa Keuangan melakukan:
a. penelitian atas kelengkapan dokumen; dan
b. analisis pemenuhan ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang LKM.
14. Dalam hal permohonan izin peleburan yang disampaikan kepada
Otoritas Jasa Keuangan dinilai belum lengkap atau diperlukan
tambahan/perbaikan dokumen dalam melakukan penelitian
terhadap permohonan BKD, maka:
a. Otoritas ...
-42-
a. Otoritas Jasa Keuangan berwenang meminta kepada BKD
untuk
melengkapi
tambahan/perbaikan dokumen;
b. apabila BKD pemohon tidak
melengkapi atau
menyampaikan tambahan/perbaikan dokumen yang
diminta dan telah menerima 3 (tiga) kali surat teguran dari
Otoritas Jasa Keuangan untuk menyampaikan
tambahan/perbaikan dokumen dimaksud dengan masa
berlaku masing-masing surat teguran 15 (lima belas) hari
kerja, maka permohonan persetujuan peleburan BKD
dinyatakan ditolak; dan
c. waktu yang diberikan untuk melengkapi atau
menyampaikan tambahan/perbaikan dokumen pada angka
1) tidak termasuk dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari
kerja untuk menyelesaikan seluruh proses perizinan sampai
dikeluarkannya persetujuan atau penolakan permohonan
sebagaimana dimaksud pada angka 12.
15. Izin peleburan sebagaimana dimaksud pada angka 12 berlaku:
a. bagi LKM yang berbadan hukum Perseroan Terbatas sejak
tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri Hukum dan
HAM mengenai pengesahan akta pendirian LKM; dan
b. bagi LKM yang berbadan hukum Koperasi, sejak
pengesahan akta pendirian oleh instansi yang berwenang.
D. Permohonan izin transformasi BKD menjadi LKM atau BUM Desa/
unit usaha BUM Desa kepada Otoritas Jasa Keuangan, diajukan oleh
Ketua Pelaksana Operasional BKD atau salah satu Ketua Pelaksana
Operasional BKD apabila terdapat beberapa BKD yang melakukan
peleburan dan mengubah kegiatan usaha menjadi LKM atau
mengubah badan usaha menjadi BUM Desa/unit usaha BUM Desa.
Contoh surat permohonan sebagaimana Lampiran IV.2 dan disertai
dengan:
1. dokumen persetujuan transformasi BKD berupa risalah rapat
pemilik BKD atau musyawarah desa dan Peraturan Desa
dan/atau Peraturan Daerah yang menyetujui rencana
transformasi BKD menjadi LKM atau BUM Desa/unit usaha
BUM Desa; dan
2. rencana tindak dalam rangka pelaksanaan transformasi BKD.
atau
menyampaikan
E. Rencana ...
-43-
E. Rencana tindak transformasi BKD sebagaimana dimaksud pada
huruf D.2 memuat paling sedikit:
1. Rencana tindak transformasi BKD menjadi LKM:
a. Penetapan kegiatan usaha sebagai LKM.
b. Pembentukan badan hukum yang sesuai dengan kegiatan
usaha LKM.
c. Pengangkatan Direksi dan Dewan Komisaris LKM dengan
mengacu pada POJK Nomor 12/POJK.05/2014
sebagaimana telah diubah dengan POJK Nomor
61/POJK.05/2015 tentang Perizinan Usaha dan
Kelembagaan Lembaga Keuangan Mikro yang selanjutnya
disebut POJK tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan
LKM.
d. Permohonan izin usaha BKD sebagai LKM dengan mengacu
pada POJK tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan LKM
yang antara lain memuat:
1) akta pendirian badan hukum termasuk anggaran
dasar berikut perubahannya;
2) proyeksi laporan posisi keuangan dan laporan kinerja
keuangan tahunan yang dimulai sejak LKM hasil
transformasi BKD melakukan kegiatan operasional
untuk 2 (dua) tahun pertama.
3)
laporan keuangan tahunan yang paling sedikit terdiri
dari laporan posisi keuangan dan laporan kinerja
keuangan selama 2 (tahun) terakhir;
4)
laporan posisi keuangan penutupan BKD dan laporan
posisi keuangan pembukaan dari LKM hasil
transformasi BKD;
5) daftar Pinjaman/Pembiayaan BKD selama 2 (dua)
tahun terakhir;
6) data Direksi, Dewan Komisaris, pemegang saham, dan
Dewan Pengawas Syariah (DPS) bagi LKM yang
melakukan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip
Syariah; dan
7) surat rekomendasi pengangkatan DPS dari Dewan
Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI)
bagi ...
-44-
bagi LKM yang melakukan kegiatan usaha
berdasarkan Prinsip Syariah.
e. Rencana peleburan BKD yang dimuat dalam rencana
tindak, dalam hal berdasarkan pertimbangan BKD harus
melakukan peleburan untuk dapat memenuhi ketentuan
LKM.
f.
Pengajuan permohonan pencabutan izin usaha sebagai
BPR.
g. Contoh rencana tindak transformasi BKD menjadi LKM
sebagaimana Lampiran IV.3 yang merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari SEOJK ini.
2. Rencana tindak transformasi BKD menjadi BUM Desa atau unit
usaha BUM Desa
a. Rencana pendirian BUM Desa atau unit usaha BUM Desa;
b. Pelaksanaan musyawarah desa dan penerbitan Peraturan
Desa tentang pendirian BUM Desa atau unit usaha BUM
Desa, yang memuat tempat dan kedudukan BUM Desa atau
unit usaha BUM Desa dan organisasi pengelola BUM Desa
atau unit usaha BUM Desa sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
c. Pengajuan permohonan pencabutan izin usaha sebagai
BPR.
d. Contoh rencana tindak transformasi BKD menjadi BUM
Desa atau unit usaha BUM Desa sebagaimana Lampiran
IV.4 yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
SEOJK ini.
3. Rencana tindak sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka
2 harus dilengkapi dengan langkah yang akan dilakukan serta
target waktu pelaksanannya dengan batas waktu paling lambat
tanggal 31 Desember 2019.
4. Otoritas Jasa Keuangan dapat meminta BKD melakukan
revisi/penyesuaian rencana tindak yang disampaikan oleh BKD
tersebut di atas apabila menurut penilaian Otoritas Jasa
Keuangan langkah-langkah dan/atau target waktu penyelesaian
tidak sejalan dengan SEOJK ini atau tidak mungkin dicapai.
F. BKD menyampaikan laporan perkembangan realisasi rencana tindak
transformasi BKD menjadi LKM sebagaimana dimaksud pada
huruf ...
-45-
huruf E.1 kepada Otoritas Jasa Keuangan. Contoh surat dan format
laporan perkembangan realisasi rencana tindak sebagaimana
Lampiran IV.5.
G. BKD menyampaikan laporan perkembangan realisasi rencana tindak
transformasi BKD menjadi BUM Desa atau unit usaha BUM Desa
sebagaimana dimaksud pada huruf E.2 kepada Otoritas Jasa
Keuangan. Contoh surat dan contoh laporan perkembangan realisasi
rencana tindak sebagaimana Lampiran IV.6.
H. BKD wajib menyampaikan laporan perkembangan realisasi rencana
tindak transformasi setiap 6 (enam) bulan sekali untuk periode yang
berakhir pada tanggal 30 Juni dan 31 Desember.
V. PENGATURAN BKD DALAM MASA TRANSISI
Sesuai ketentuan, untuk memenuhi ketentuan BPR atau memilih untuk
mengubah kegiatan usaha (transformasi) menjadi LKM atau BUM
Desa/unit usaha BUM Desa, BKD diberikan batas waktu paling lambat
tanggal 31 Desember 2019. Sehubungan dengan hal tersebut, untuk
mengisi kekosongan pengaturan sampai dengan 31 Desember 2019
tersebut, dibuat ketentuan bagi BKD selama masa transisi sebagai
berikut:
A. Permodalan
Dalam rangka meningkatkan kemampuan BKD untuk menjalankan
fungsinya sebagai lembaga intermediasi dan mendukung
pengembangan BKD ke depan, BKD harus memiliki struktur
permodalan yang kuat sehingga dapat mendukung upaya BKD untuk
memenuhi ketentuan permodalan BPR pada 31 Desember 2019.
Salah satu upaya untuk memperkuat struktur permodalan tersebut
adalah melalui tambahan modal baru yang bersumber dari:
1. penyertaan oleh desa yang berasal dari kekayaan desa yang
dipisahkan dengan mengacu pada Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2014 tentang Desa beserta peraturan pelaksanaannya;
2. sumbangan penduduk desa antara lain berasal dari tabungan
atau simpanan masyarakat desa; dan/atau
3. sumber-sumber lain yang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
B. Kepengurusan ...
-46-
B. Kepengurusan
Sebagai BPR, BKD harus dikelola oleh Direksi dan Dewan Komisaris
yang memenuhi persyaratan integritas, kompetensi dan reputasi
keuangan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan penilaian
kemampuan dan kepatutan bagi pihak utama lembaga jasa
keuangan, khususnya bagi BPR yang mulai berlaku pada 31
Desember 2019. Namun demikian, selama masa transisi sampai
dengan 31 Desember 2019, kepengurusan BKD sebagai berikut:
1. Kepengurusan BKD terdiri dari Pelaksana Operasional dan
Dewan Pengawas, masing-masing paling sedikit 2 (dua) orang.
2. BKD tidak dapat memiliki struktur kepengurusan selain
sebagaimana dimaksud pada angka 1.
3. Pelaksana Operasional dan Dewan Pengawas harus memiliki
independensi dengan memerhatikan hal sebagai berikut:
a. Pelaksana Operasional dan Dewan Pengawas dilarang
menggunakan BKD untuk kepentingan pribadi, keluarga,
dan/atau pihak lain yang dapat merugikan atau
mengurangi keuntungan BKD.
b. Pelaksana Operasional dan Dewan Pengawas dilarang
mengambil dan/atau menerima keuntungan pribadi dari
BKD, selain upah dan fasilitas lainnya yang ditetapkan oleh
Pemilik BKD dengan memerhatikan kewajaran.
4. Selama Masa Transisi, pemilik BKD harus mengangkat pengurus
sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan wajib membentuk
struktur organisasi BKD yang terpisah dari struktur organisasi
Pemerintahan Desa.
5. Susunan pengurus dan struktur organisasi sebagaimana
dimaksud pada angka 1 untuk pertama kali wajib dilaporkan
kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 31 Desember
2016 disertai dengan bukti pengangkatan dan fotokopi kartu
identitas pengurus.
6. Perubahan susunan pengurus BKD wajib dilaporkan paling
lambat 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal berlakunya
perubahan kepengurusan disertai dengan fotokopi dokumen
pengangkatan, pemberhentian, dan/atau perubahan
kepengurusan dan fotokopi kartu identitas pengurus yang baru.
7. Laporan ...
-47-
7. Laporan susunan pengurus dan perubahannya serta struktur
organisasi BKD sebagaimana dimaksud pada angka 3 dan angka
4 disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan. Contoh format
surat dan laporan sebagaimana Lampiran V.1.
C. Penerapan Prinsip Kehati-hatian BKD
Sebagai BPR, BKD wajib menerapkan perinsip kehati-hatian dalam
operasionalnya. Selama masa transisi, prinsip kehati-hatian yang
harus senantiasa diterapkan oleh BKD sebagai berikut:
1. Aktiva Produktif BKD
a. Kualitas Aktiva Produktif
1) Ketentuan Umum
a) Aktiva Produktif adalah penyediaan dana BKD
untuk memperoleh penghasilan, dalam bentuk
kredit, pinjaman antar BKD, dan penempatan
pada bank lain.
b) Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang
dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam
antar BKD dengan pihak peminjam yang
mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi
utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan
pemberian bunga.
c) Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif, yang
selanjutnya disebut PPAP, adalah cadangan yang
harus dibentuk sebesar persentase tertentu dari
baki debet berdasarkan penggolongan kualitas
Aktiva Produktif.
2) Kualitas Aktiva Produktif
a) Kualitas Aktiva Produktif BKD ditetapkan dalam 4
(empat) golongan yang selanjutnya disebut
Kolektibilitas Kredit, yaitu: Lancar, Kurang
Lancar, Diragukan dan Macet.
b) Penilaian terhadap Aktiva Produktif sebagaimana
dimaksud pada huruf a) dilakukan berdasarkan
ketepatan membayar dan/atau kemampuan
membayar kewajiban oleh debitur.
c) Masa ...
-48-
c) Masa angsuran kredit diklasifikasikan menjadi 3
(tiga) yaitu:
(1) mingguan (jangka waktu 1 minggu);
(2) bulanan (jangka waktu 1 bulan) dan selapan
(jangka waktu 35 hari); dan
(3) musiman (jangka waktu 6 bulan).
d)
Kolektibilitas kredit
(1) Angsuran Kredit Mingguan, kolektibilitas
ditetapkan sebagai berikut:
(a) Lancar,
apabila
tidak terdapat
tunggakan angsuran pokok dan/atau
bunga atau terdapat tunggakan
angsuran pokok dan atau bunga tidak
lebih dari 4 (empat) kali angsuran dan
Kredit belum jatuh tempo.
(b) Kurang Lancar,
apabila
terdapat
tunggakan angsuran pokok dan/atau
bunga lebih dari 4 (empat) kali sampai
12 (dua belas) kali angsuran atau kredit
telah jatuh tempo tidak lebih dari 1
(satu) bulan.
(c) Diragukan, apabila terdapat tunggakan
angsuran pokok dan/atau bunga lebih
dari 12 (dua belas) kali dan tidak lebih
dari 24 (dua puluh empat) kali angsuran
atau Kredit telah jatuh tempo lebih dari
1 (satu) bulan tetapi tidak lebih dari 2
(dua) bulan.
(d) Macet, apabila terdapat tunggakan
angsuran pokok dan/atau bunga lebih
dari 24 (dua puluh empat) kali angsuran
atau Kredit telah jatuh tempo lebih dari
2 (dua) bulan sejak jatuh tempo.
(2) Angsuran Kredit Bulanan dan Selapan
kolektibilitas kredit ditetapkan sebagai
berikut:
(a) Lancar ...
-49-
(a) Lancar,
apabila
tidak terdapat
tunggakan angsuran pokok dan/atau
bunga; atau terdapat tunggakan
angsuran pokok dan/atau bunga tidak
lebih dari 3 (tiga) kali angsuran dan
Kredit belum jatuh tempo.
(b) Kurang Lancar,
apabila terdapat
tunggakan angsuran pokok dan/atau
bunga lebih dari 3 (tiga) kali angsuran
tetapi tidak lebih dari 6 (enam) kali
angsuran; dan/atau Kredit telah jatuh
tempo tidak lebih dari 1 (satu) bulan.
(c) Diragukan, apabila terdapat tunggakan
angsuran pokok dan/atau bunga lebih
dari 6 (enam) kali angsuran tetapi tidak
lebih dari 12 (dua belas) kali angsuran;
dan/atau Kredit telah jatuh tempo lebih
dari 1 (satu) bulan tetapi tidak lebih dari
2 (dua) bulan.
(d) Macet, apabila terdapat tunggakan
angsuran pokok dan/atau bunga lebih
dari 12 (dua belas) kali angsuran atau
kredit telah jatuh tempo lebih dari 2
(dua) bulan.
(3) Angsuran Kredit Musiman, kolektibilitas
kredit ditetapkan sebagai berikut:
(a) Lancar, apabila Kredit belum jatuh
tempo.
(b) Kurang Lancar, apabila Kredit lewat
jatuh tempo terdapat tunggakan
angsuran pokok dan/atau bunga tetapi
tidak lebih dari 1 (satu) bulan.
(c) Diragukan, apabila Kredit yang telah
jatuh tempo terdapat tunggakan
angsuran pokok dan/atau bunga lebih
dari 1 (satu) bulan tetapi tidak lebih dari
2 (dua) bulan.
(d) Macet ...
-50-
(d) Macet, apabila Kredit yang telah lewat
jatuh tempo terdapat tunggakan
angsuran pokok dan/atau bunga lebih
dari 2 (dua) bulan.
Dalam hal antara BKD dan debitur terdapat
perjanjian mengenai tenggang waktu
pembayaran (grace period), maka tunggakan
angsuran pokok dan/atau bunga dihitung
setelah tenggang waktu dimaksud berakhir.
b. Restrukturisasi Kredit
1) Restrukturisasi Kredit adalah upaya perbaikan yang
dilakukan BPR dalam kegiatan perkreditan terhadap
debitur yang mengalami kesulitan untuk memenuhi
kewajibannya, yang dilakukan melalui:
a) penjadwalan kembali, yaitu perubahan jadwal
pembayaran kewajiban debitur atau jangka
waktu;
b) persyaratan kembali, yaitu perubahan sebagian
atau seluruh persyaratan kredit yang tak terbatas
pada perubahan jadwal pembayaran, jangka
waktu, dan/atau persyaratan lainnya sepanjang
tidak menyangkut perubahan maksimum plafon
kredit;
c) penataan kembali, yaitu perubahan persyaratan
kredit yang menyangkut penambahan fasilitas
kredit dan konversi seluruh atau sebagian
tunggakan angsuran bunga menjadi pokok kredit
baru yang dapat disertai dengan penjadwalan
kembali dan/atau persyaratan kembali.
2) BKD dapat melakukan Restrukturisasi Kredit terhadap
debitur yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a) debitur mengalami kesulitan pembayaran pokok
dan/atau bunga Kredit; dan
b) debitur memiliki prospek usaha yang baik dan
diperkirakan mampu memenuhi kewajiban setelah
dilakukan restrukturisasi Kredit.
3) BKD ...
-51-
3) BKD dilarang melakukan Restrukturisasi Kredit
apabila bertujuan untuk menghindari:
a) penurunan kualitas Kredit;
b) peningkatan pembentukan PPAP.
4) Kualitas Kredit yang direstrukturisasi sebagai berikut:
a)
Setinggi-tingginya Kurang Lancar untuk kredit
yang sebelum direstrukturisasi memiliki kualitas
Diragukan atau Macet.
b) Untuk kredit yang sebelum direstrukturisasi
memiliki kualitas Lancar atau Kurang Lancar,
maka kualitasnya tidak berubah.
c. Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif
(PPAP)
1) BKD wajib membentuk PPAP berupa PPAP Umum dan
PPAP Khusus.
2) PPAP Umum ditetapkan paling kurang sebesar 0,5%
(nol koma lima persen) dari Aktiva Produktif yang
memiliki kualitas Lancar.
3) PPAP Khusus ditetapkan paling kurang sebesar:
a) 10% (sepuluh persen) dari Aktiva Produktif
dengan kualitas Kurang Lancar setelah dikurangi
nilai agunan.
b) 50% (lima puluh persen) dari nilai Aktiva
Produktif dengan kualitas Diragukan setelah
dikurangi nilai agunan.
c) 100% (seratus persen) dari Aktiva Produktif
dengan kualitas Macet setelah dikurangi dengan
nilai agunan.
4) Kelebihan perhitungan PPAP karena perbaikan kualitas
kredit yang direstrukturisasi, setelah diperhitungkan
dengan kerugian yang timbul dari restrukturisasi
kredit, hanya dapat diakui sebagai pendapatan apabila
telah terdapat 3 (tiga) kali penerimaan angsuran pokok
atas kredit yang direstrukturisasi.
2. Batas ...
-52-
2. Batas Maksimum Pemberian Kredit BKD
a. Batas Maksimum Pemberian Kredit BKD yang selanjutnya
disebut dengan BMPK BKD adalah batas maksimum
penyedian dana yang diperkenankan terhadap modal BKD.
b. Modal BKD adalah jumlah aktiva (aset) BKD dikurangi
dengan total kewajiban dan laba/rugi BKD.
c. BMPK BKD ditetapkan sebagai berikut:
1) BKD dengan modal di bawah Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah), dapat memberikan kredit dengan
plafon maksimum per orang sebesar Rp5.000.000,00
(lima juta rupiah) sesuai dengan jenis dan jangka
waktu kredit yang berlaku.
2) BKD dengan modal Rp100.000.000,00 (seratus juta
rupiah) s.d. Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah),
dapat memberikan kredit dengan plafon maksimum
per orang sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta
rupiah) sesuai dengan jenis dan jangka waktu kredit
yang berlaku.
3) BKD dengan modal di atas Rp500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah), dapat memberikan kredit dengan
plafon maksimum per orang sebesar Rp20.000.000,00
(dua puluh juta rupiah) sesuai dengan jenis dan
jangka waktu kredit yang berlaku.
D. Laporan Keuangan dan Pengumuman Laporan Keuangan
Dalam rangka memperoleh informasi mengenai kondisi keuangan
dan kegiatan usaha BKD secara akurat, benar, dan tepat waktu serta
dapat diperbandingkan dengan BKD lainnya, maka BKD wajib
menyusun laporan keuangan kepada Otoritas Jasa Keuangan.
Laporan Keuangan tersebut terdiri dari Neraca, Laba/Rugi, dan
Kolektibilitas Pinjaman sebagai berikut:
1. Periode Penyusunan dan Penyampaian Laporan Keuangan
kepada Otoritas Jasa Keuangan
a. Laporan keuangan BKD selama masa transisi disusun
secara triwulanan untuk periode yang berakhir pada
tanggal 31 Maret, 30 Juni, 30 September, dan 31 Desember.
b. Laporan tersebut wajib disampaikan paling lambat 1 (satu)
bulan setelah berakhirnya periode laporan yaitu pada
tanggal ...
-53-
tanggal 30 April untuk periode laporan yang berakhir 31
Maret, pada tanggal 31 Juli untuk periode laporan yang
berakhir 30 Juni, pada tanggal 31 Oktober untuk periode
laporan yang berakhir 30 September, dan pada tanggal 31
Januari tahun berikutnya untuk periode laporan yang
berakhir pada 31 Desember.
c. Apabila batas akhir tanggal penyampaian laporan
sebagaimana dimaksud pada huruf b jatuh pada hari libur,
maka laporan disampaikan pada hari kerja berikutnya.
d. Khusus laporan keuangan berupa neraca, laba rugi, serta
kolektabilitas pinjaman dan daftar rincian tabungan untuk
periode yang berakhir pada tanggal 31 Maret, 30 Juni, 30
September, dan 31 Desember 2016 disampaikan kepada
Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 1 (satu) tahun
setelah berlakunya POJK tentang BKD atau tanggal 2
Februari 2017.
2. BKD yang tidak menyampaikan laporan keuangan berupa
neraca dan laba rugi sebagaimana dimaksud pada angka 1
huruf d dinyatakan sebagai BKD yang tidak aktif beroperasi.
3. Format Laporan Keuangan
Laporan keuangan BKD disusun dengan berpedoman pada
format laporan sebagaimana Lampiran V.2 yang merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari SEOJK ini.
4. Pengumuman
a. BKD wajib mengumumkan laporan keuangan untuk periode
laporan yang berakhir pada 31 Desember tersebut di atas
dengan cara menempelkan pada papan pengumuman yang
mudah diketahui atau dibaca oleh masyarakat di kantor
BKD dan/atau kantor Desa tempat BKD berkedudukan.
b. Pengumuman tersebut paling sedikit memuat:
1) laporan keuangan yang terdiri dari Neraca dan
Laba/Rugi;
2) Kualitas Aktiva Produktif (KAP) untuk kredit yang
diberikan dan penempatan pada bank lain.
c. Pengumuman sebagaimana dimaksud pada huruf a
dilakukan paling lambat tanggal 1 Februari tahun
berikutnya.
d. Pengumuman ...
-54-
d. Pengumuman laporan keuangan dan KAP BKD pertama kali
untuk periode 31 Desember 2016 dilakukan paling lambat
tanggal 1 Februari 2017.
VI. PENCABUTAN IZIN USAHA BKD SEBAGAI BPR
1. Otoritas Jasa Keuangan mencabut izin usaha BKD dalam hal:
a. Otoritas Jasa Keuangan menyetujui permohonan BKD untuk
melakukan Penyatuan BKD.
b. Otoritas Jasa Keuangan menyetujui permohonan BKD untuk
diambil alih oleh Pemerintah Daerah.
c.
Otoritas Jasa Keuangan menyetujui permohonan BKD untuk
mengubah kegiatan usahanya menjadi LKM atau BUM
Desa/unit usaha BUM Desa.
d. BKD atas inisiatif sendiri mengajukan permohonan pencabutan
izin usaha apabila dengan pertimbangan tertentu tidak
melanjutkan kegiatan usahanya sebagai BPR.
e. BKD tidak dapat memenuhi ketentuan BPR atau tidak dapat
melaksanakan rencana tindak sampai dengan tanggal 31
Desember 2019.
f. BKD tidak aktif beroperasi, yaitu tidak menyampaikan informasi
mengenai keaktifan BKD dan laporan keuangan BKD secara
triwulanan selama 1 (satu) tahun untuk periode yang berakhir
pada tanggal 31 Maret 2016, 30 Juni 2016, 30 September 2016,
dan 31 Desember 2016.
2. Permohonan pencabutan izin usaha sebagai BPR sebagaimana
dimaksud pada angka 1 huruf d di atas diajukan melalui surat
kepada Otoritas Jasa Keuangan. Contoh surat permohonan
sebagaimana Lampiran VI dan disertai dengan dokumen:
a. Notulen hasil rapat pemilik BKD atau musyawarah desa;
b. Alasan pencabutan izin usaha;
c. Rancangan penyelesaian seluruh hak dan kewajiban BKD
kepada nasabah, kreditur, karyawan, dan pihak-pihak terkait
lainnya;
d. Laporan keuangan terakhir;
e. Bukti penyelesaian pajak dan kewajiban lainnya kepada negara,
apabila ada;
f. Bukti ...
-55-
f.
Bukti pengumuman rencana pembubaran badan hukum dan
rencana penyelesaian kewajiban BKD; dan
g. Surat pernyataan bermeterai cukup dari pemilik BKD yang
menyatakan bahwa seluruh kewajiban BKD telah diselesaikan
dan apabila terdapat tuntutan di kemudian hari menjadi
tanggung jawab pemilik BKD.
VII. PEMBERESAN BKD YANG DICABUT IZIN USAHANYA SEBAGAI BPR
1. Pemilik BKD membentuk Tim Pemberesan untuk melakukan proses
pemberesan kepada BKD yang dicabut izin usahanya apabila:
a. BKD tidak dapat memenuhi ketentuan BPR paling lambat 31
Desember 2019.
b. BKD tidak melaksanakan rencana tindak paling lambat 31
Desember 2019.
c. BKD mengajukan permohonan pencabutan izin usaha sebagai
BPR atas inisiatif BKD, sebagaimana dimaksud pada butir
VI.1.d.
2. Tim Pemberesan dibentuk paling lambat 3 (tiga) bulan sejak tanggal
pencabutan izin usaha.
3. Dengan terbentuknya Tim Pemberesan, wewenang dan tanggung
jawab pengelolaan BKD Dalam Pemberesan menjadi wewenang dan
tanggung jawab Tim Pemberesan.
4. Pelaksanaan Pemberesan BKD diselesaikan dalam jangka waktu
paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal Tim Pemberesan
dibentuk. Apabila Tim Pemberesan tidak dapat terbentuk,
Pemberesan BKD menjadi tanggung jawab pemilik BKD.
5. Pemberesan BKD dilakukan dengan cara:
a. pencairan harta BKD melalui penjualan aset BKD;
b. penagihan piutang kepada para Nasabah Debitur BKD;
c. pembayaran kewajiban BKD kepada penyimpan dana dan/atau
kreditur lainnya dari hasil pencairan harta dan/atau penagihan
tersebut. Pembayaran kewajiban kepada para kreditur tersebut
dilakukan setelah dikurangi dengan pembayaran gaji pegawai
yang terutang, pembayaran gaji pengurus kecuali Ex-Officio
Kepala Desa, biaya perkara di pengadilan, biaya lelang yang
terutang, pajak yang terutang berupa pajak BKD dan pajak yang
dipungut ...
-56-
dipungut oleh BKD selaku pemotong atau pemungut pajak, dan
pembayaran biaya kantor; dan/atau
d. penyerahan seluruh harta dan kewajiban BKD kepada pihak lain
yang disetujui oleh pemilik BKD.
6. Segala biaya yang berkaitan dengan Pemberesan BKD menjadi beban
harta kekayaan BKD Dalam Pemberesan dan dikeluarkan terlebih
dahulu dari setiap hasil pencairan yang bersangkutan.
7. Apabila setelah proses Pemberesan BKD terdapat kelebihan harta,
Tim Pemberesan menyerahkan kelebihan harta dimaksud kepada
pemilik BKD.
8. Tagihan yang timbul setelah proses Pemberesan BKD menjadi
tanggung jawab pemilik BKD.
9. Tim Pemberesan menyampaikan laporan pelaksanaan Pemberesan
BKD kepada pemilik BKD dilampiri dengan dokumen sebagai berikut:
a. Laporan Neraca Akhir; dan
b. Dokumen terkait Pemberesan BKD.
10. Pemilik BKD menyampaikan laporan pelaksanaan Pemberesan BKD
kepada Otoritas Jasa Keuangan. Contoh format surat penyampaian
laporan sebagaimana Lampiran VII dan disertai dengan dokumen:
a. Laporan Neraca Akhir;
b. Surat pernyataan pemilik BKD bahwa telah melakukan
penyelesaian kewajiban BKD kepada nasabah serta pihak-pihak
lain sesuai ketentuan yang berlaku. Apabila di kemudian hari
terdapat tuntutan dari nasabah dan pihak-pihak lain terkait
dengan penyelesaian tagihan dan kewajiban tersebut maka hal
tersebut menjadi tangung jawab pemilik BKD; dan
c. Dokumen terkait pembubaran Tim Pemberesan.
VIII. PENGAWASAN BKD
1. Pengawasan BKD dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan. Dalam
rangka melakukan pengawasan, Otoritas Jasa Keuangan berwenang
melakukan pemeriksaan terhadap BKD. Dalam melakukan
pengawasan Otoritas Jasa Keuangan dapat melakukan koordinasi
dengan instansi terkait antara lain Kementerian Desa, Pembangunan
Daerah Tertinggal dan Transmigrasi dan Kementerian Dalam Negeri.
2. Dalam ...
-57-
2. Dalam rangka pemeriksaan, BKD wajib memberikan:
a. keterangan dan data yang diminta;
b. kesempatan untuk melihat semua pembukuan, dokumen, dan
sarana fisik yang berkaitan dengan kegiatan usahanya; dan
c. hal-hal lain yang diperlukan.
3. Otoritas Jasa Keuangan dapat menugaskan kepada pihak lain untuk
dan atas nama Otoritas Jasa Keuangan melaksanakan pemeriksaaan
BKD.
4. Pihak lain yang ditugaskan untuk melaksanakan pemeriksaan harus
memenuhi persyaratan paling sedikit:
a. wajib merahasiakan keterangan dan data yang diperoleh;
b. bersedia untuk melaksanakan pemeriksaan BKD sesuai dengan
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan dan Surat Edaran Otoritas
Jasa Keuangan; dan
c. mempunyai pengetahuan dan pemahaman tentang operasional
BKD.
5. Pemeriksaan oleh pihak lain dapat dilakukan sendiri atau bersama-
sama dengan pemeriksa dari Otoritas Jasa Keuangan.
6. Pihak lain yang melaksanakan pemeriksaan BKD wajib melaporkan
hasil pemeriksaan BKD kepada Otoritas Jasa Keuangan paling
lambat 15 (lima belas) hari kerja setelah seluruh pemeriksaan selesai
dilaksanakan. Otoritas Jasa Keuangan melakukan evaluasi atas
pelaksanaan pemeriksaan BKD yang telah dilakukan oleh pihak lain
yang ditugaskan.
IX. ALAMAT KORESPONDENSI TERKAIT PERMOHONAN, PENYAMPAIAN
LAPORAN, DAN LAIN-LAIN
Penyampaian permohonan, penyampaian laporan, dan korespondensi
lainnya disampaikan kepada alamat Kantor Regional atau Kantor Otoritas
Jasa Keuangan setempat yang mewilayahi BKD bersangkutan
sebagaimana Lampiran VIII.
X. PENUTUP ...
-58-
X. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku
pada tanggal ditetapkan.
Demikian agar Saudara maklum.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 10 Juni 2016
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN
OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
NELSON TAMPUBOLON
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 19/SEOJK.03/2016 </reg_id>
<reg_title> PEMENUHAN KETENTUAN BANK PERKREDITAN RAKYAT DAN TRANSFORMASI BADAN KREDIT DESA YANG DIBERIKAN STATUS SEBAGAI BANK PERKREDITAN RAKYAT </reg_title>
<set_date> 10 Juni 2016 </set_date>
<effective_date> 10 Juni 2016 </effective_date>
<related_reg> '10/POJK.03/2016' </related_reg>
|
Yth.
Direksi Emiten dan Perusahaan Publik
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 27/SEOJK.04/2015
TENTANG
PERLAKUAN AKUNTANSI ATAS ASET MENARA TELEKOMUNIKASI YANG
DISEWAKAN
Sehubungan dengan Peraturan Nomor VIII.G.7, Lampiran
Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
Nomor: KEP-347/BL/2012 tanggal 25 Juni 2012 tentang Penyajian dan
Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten atau Perusahaan Publik juncto
Pasal 69 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar
Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3608) dan dalam
rangka menetapkan pedoman perlakuan akuntansi terhadap aset menara
telekomunikasi yang disewakan, perlu diatur ketentuan mengenai
perlakuan akuntansi atas aset menara telekomunikasi yang disewakan
dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
1. Berdasarkan peraturan perundang-undangan di sektor Pasar
Modal, diatur bahwa Emiten atau Perusahaan Publik
mempunyai kewajiban penyampaian laporan keuangan kepada
Otoritas Jasa Keuangan yang disusun sesuai dengan Standar
Akuntansi Keuangan.
2. Standar Akuntansi Keuangan, yang selanjutnya disebut dengan
SAK adalah Pernyataan dan Interpretasi yang dikeluarkan oleh
Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI) serta peraturan regulator pasar modal untuk
entitas yang berada di bawah pengawasannya.
3. Terdapat perbedaan perlakuan akuntansi atas aset menara
telekomunikasi Emiten atau Perusahaan Publik dan/atau
entitas anaknya yang disewakan sehingga laporan keuangan
Emiten...
-2-
Emiten atau Perusahaan Publik tersebut tidak dapat
diperbandingkan.
4. Emiten atau Perusahaan Publik hanya dapat mengubah suatu
kebijakan akuntansi apabila perubahan tersebut:
1) dipersyaratkan oleh suatu SAK;
2) diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan; atau
3) menghasilkan laporan keuangan yang memberikan
informasi yang andal dan lebih relevan tentang dampak
transaksi, peristiwa, atau kondisi lainnya terhadap posisi
keuangan, kinerja keuangan, atau arus kas entitas.
II. PERLAKUAN AKUNTANSI UNTUK ASET MENARA TELEKOMUNIKASI
Aset menara telekomunikasi Emiten atau Perusahaan Publik
dan/atau entitas anaknya yang disewakan harus diakui sebagai
Properti Investasi.
III. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai
berlaku bagi penyusunan laporan keuangan untuk periode yang
berakhir pada dan setelah tanggal 31 Desember 2015.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 1 September 2015
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum,
Ttd.
Sudarmaji
KEPALA EKSEKUTIF
PENGAWAS PASAR MODAL,
Ttd.
NURHAIDA
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 27/SEOJK.04/2015 </reg_id>
<reg_title> PERLAKUAN AKUNTANSI ATAS ASET MENARA TELEKOMUNIKASI YANG DISEWAKAN </reg_title>
<set_date> 1 September 2015 </set_date>
<effective_date> mulai berlaku bagi penyusunan laporan keuangan untuk periode yang berakhir pada dan setelah tanggal 31 Desember 2015 </effective_date>
<related_reg> 'KEP-347/BL/2012|KEPTA-BAPEPAM-LK/2012 | Lampiran Peraturan Nomor VIII.G.7', '8/UU/1995 | Pasal 69 ayat (2)' </related_reg>
|
- 1 -
Yth.
Direksi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 53 /SEOJK.03/2016
TENTANG
RENCANA BISNIS BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
37/POJK.03/2016 tentang Rencana Bisnis Bank Perkreditan Rakyat dan Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016
Nomor 258, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5955),
selanjutnya disebut dengan POJK Rencana Bisnis BPR dan BPRS, Otoritas Jasa
Keuangan perlu mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai Rencana Bisnis
BPRS dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
1. Dalam rangka mencapai tujuan usaha sesuai dengan visi dan misi
yang telah ditetapkan, BPRS perlu menyusun Rencana Bisnis dengan
memperhatikan faktor eksternal dan internal yang dapat memengaruhi
kelangsungan usaha BPRS, prinsip kehati-hatian, asas perbankan
yang sehat, dan prinsip syariah. Rencana Bisnis harus disusun secara
matang, realistis dan komprehensif sehingga dapat digunakan sebagai
dasar untuk memberikan arah kebijakan dalam melaksanakan
kegiatan usaha untuk mencapai visi dan misi BPRS.
2. Rencana Bisnis adalah dokumen tertulis yang menggambarkan
rencana pengembangan dan kegiatan usaha BPRS dalam jangka waktu
tertentu serta strategi untuk merealisasikan rencana tersebut sesuai
target dan waktu yang ditetapkan.
3. Rencana Bisnis yang disusun oleh BPRS sebagaimana dimaksud pada
angka 2 mencakup rencana jangka pendek, jangka menengah,
dan/atau rencana strategis jangka panjang.
Yang dimaksud dengan rencana jangka pendek adalah rencana
- 2 -
kegiatan usaha BPRS dalam periode 1 (satu) tahun.
Yang dimaksud dengan rencana jangka menengah adalah rencana
kegiatan usaha BPRS dalam periode 3 (tiga) tahun.
Yang dimaksud dengan rencana strategis jangka panjang adalah
rencana kegiatan usaha BPRS dalam periode 5 (lima) tahun, dengan
cakupan antara lain berupa arah kebijakan pengembangan dan
penguatan permodalan, teknologi informasi dan sumber daya
manusia.
Rencana jangka pendek dan jangka menengah harus disusun dengan
mempertimbangkan rencana strategis jangka panjang dalam periode 5
(lima) tahun yang ditetapkan oleh BPRS.
4. Dengan mempertimbangkan perbedaan kapasitas permodalan yang
memengaruhi kompleksitas kegiatan usaha dan batasan wilayah
jaringan kantor BPRS, jangka waktu proyeksi dan perencanaan
beberapa cakupan materi dalam penyusunan Rencana Bisnis BPRS
dibedakan berdasarkan modal inti, yaitu:
a. BPRS dengan modal inti kurang dari Rp50.000.000.000,00 (lima
puluh miliar rupiah); dan
b. BPRS dengan modal inti paling sedikit Rp50.000.000.000,00 (lima
puluh miliar rupiah).
Pembedaan tersebut ditujukan agar setiap BPRS dapat berkembang
dan berkontribusi optimal menurut kelompok permodalannya.
5. Perhitungan hari yang dimaksud dalam POJK Rencana Bisnis BPR dan
BPRS terkait penyampaian Rencana Bisnis dan penyesuaiannya,
perubahan Rencana Bisnis, dan Laporan Realisasi Rencana Bisnis
adalah hari kalender.
6. Perhitungan hari yang dimaksud dalam POJK Rencana Bisnis BPR dan
BPRS terkait penyampaian Laporan Pengawasan Rencana Bisnis
adalah hari kerja.
II. CAKUPAN RENCANA BISNIS BPRS
Sesuai dengan Pasal 6 POJK Rencana Bisnis BPR dan BPRS, Rencana
Bisnis BPRS paling sedikit meliputi ringkasan eksekutif, strategi bisnis dan
kebijakan, proyeksi laporan keuangan, target rasio-rasio dan pos-pos
keuangan, rencana penghimpunan dana, rencana penyaluran dana,
rencana permodalan, rencana pengembangan organisasi, teknologi
informasi dan sumber daya manusia (SDM), rencana penerbitan produk
- 3 -
dan pelaksanaan aktivitas baru, rencana pengembangan dan/atau
perubahan jaringan kantor, dan informasi lainnya.
1. Ringkasan Eksekutif
Ringkasan eksekutif paling sedikit meliputi rencana dan langkah-
langkah strategis yang akan ditempuh oleh BPRS, indikator keuangan
utama, serta target jangka pendek dan jangka menengah, sebagai
berikut:
a. Rencana dan Langkah-langkah Strategis
Rencana dan langkah-langkah strategis yang akan ditempuh oleh
BPRS dijelaskan dalam jangka pendek untuk periode 1 (satu)
tahun, jangka menengah untuk periode 3 (tiga) tahun, dan
rencana strategis jangka panjang untuk periode 5 (lima) tahun.
b.
Indikator Keuangan Utama
Indikator keuangan utama paling sedikit meliputi kinerja BPRS
dan proyeksi dari faktor permodalan, kualitas aset, rentabilitas,
dan likuiditas sesuai dengan penilaian tingkat kesehatan BPRS,
sebagai berikut:
1) BPRS yang memiliki modal inti kurang dari
Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) harus
menyampaikan kinerja BPRS:
a)
posisi aktual akhir bulan Oktober tahun penyusunan
Rencana Bisnis BPRS;
b) proyeksi akhir bulan Desember tahun penyusunan
Rencana Bisnis BPRS; dan
c) proyeksi 1 (satu) tahun ke depan yang disajikan secara
semesteran,
dari faktor permodalan, kualitas aset, rentabilitas, dan
likuiditas sesuai dengan penilaian tingkat kesehatan BPRS.
Format tabel indikator keuangan utama Rencana Bisnis
BPRS tahun 2018 untuk BPRS dengan modal inti kurang
dari Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) paling
sedikit sebagai berikut:
- 4 -
Tabel Indikator Keuangan Utama:
(dalam persen)
No
Indikator Keuangan Utama
1 Rasio KPMM
2 Rasio Proyeksi Kecukupan Modal
3 Rasio Modal Inti
4 Rasio Kualitas Aset Produktif
5 Rasio Non Performing Financing (NPF)
a. Gross
b. Netto
6 Rasio Efisiensi Operasional (REO)
7 Rasio Aset yang Menghasilkan Pendapatan
8 Rasio Net Margin Operasional Utama
9 Rasio Return On Assets (ROA)
10 Cash Ratio (CR)
11 Rasio Short Term Mismatch (STM)
12 Rasio Net Imbalan (NI)
13 Financing to Deposit Ratio (FDR)
14 Rasio Pembiayaan UMKM terhadap Total
Pembiayaan
2) BPRS yang memiliki modal inti paling sedikit
Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah)
menyampaikan kinerja BPRS:
a)
posisi aktual akhir bulan Oktober tahun penyusunan
Rencana Bisnis BPRS;
b) proyeksi akhir bulan Desember tahun penyusunan
Rencana Bisnis BPRS;
c) proyeksi 1 (satu) tahun kedepan yang disajikan secara
semesteran; dan
d) proyeksi akhir tahun kedua dan ketiga yang disajikan
secara tahunan,
dari faktor permodalan, kualitas aset, rentabilitas, dan
likuiditas sesuai dengan penilaian tingkat kesehatan BPRS.
Format tabel indikator keuangan utama Rencana Bisnis
BPRS tahun 2018 untuk BPRS dengan modal inti paling
sedikit Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah)
paling sedikit sebagai berikut:
Tabel Indikator Keuangan Utama:
(dalam persen)
No
1
2
3
4
Indikator Keuangan Utama
Rasio KPMM
Rasio Proyeksi Kecukupan
Modal
Rasio Modal Inti
Rasio Kualitas Aset Produktif
Aktual
Okt
2017
Proyeksi
Des
2017
Tahun
2018
Jun Des
Des
2019
Des
2020
Kinerja
Okt
2017
Proyeksi
Des
2017
Tahun 2018
Jun
Des
- 5 -
No
5
Indikator Keuangan Utama
Rasio Non Performing Financing
(NPF)
a. Gross
b. Netto
6
7
8
9
Rasio Efisiensi Operasi (REO)
Rasio Aset yang Menghasilkan
Pendapatan
Rasio Net Margin Operasional
Utama
Rasio Return On Assets (ROA)
10 Cash Ratio (CR)
11 Rasio Short Term Mismatch
(STM)
12 Rasio Net Imbalan (NI)
13 Financing to Deposit Ratio (FDR)
14 Rasio Pembiayaan UMKM
terhadap Total Pembiayaan
c. Target Jangka Pendek dan Jangka Menengah
Target jangka pendek adalah target kegiatan usaha BPRS selama
1 (satu) tahun ke depan, paling sedikit meliputi penurunan Non
Performing Financing (NPF), peningkatan fungsi intermediasi, dan
peningkatan efisiensi.
Target jangka menengah adalah target kegiatan usaha BPRS
selama 3 (tiga) tahun ke depan, paling sedikit meliputi upaya
penguatan permodalan, serta penerapan tata kelola dan
manajemen risiko BPRS yang mengacu pada ketentuan mengenai
tata kelola dan manajemen risiko bagi BPRS.
Dalam hal belum terdapat ketentuan khusus yang mengatur
mengenai penerapan tata kelola BPRS dan manajemen risiko
BPRS, target penerapan tata kelola dan manajemen risiko
mengacu pada ketentuan mengenai sistem penilaian tingkat
kesehatan BPRS.
Format penyajian Ringkasan Eksekutif mengacu pada:
a. Lampiran I.1 : Ringkasan Eksekutif - Rencana dan
Langkah-Langkah Strategis
b. Lampiran I.2 : Ringkasan Eksekutif
-
Indikator
Keuangan Utama (Bagi BPRS dengan
modal inti kurang dari Rp50 miliar)
c. Lampiran I.3 : Ringkasan Eksekutif
-
Indikator
Keuangan Utama (Bagi BPRS dengan
modal inti paling sedikit Rp50 miliar)
Aktual
Okt
2017
Proyeksi
Des
2017
Tahun
2018
Jun Des
Des
2019
Des
2020
- 6 -
d. Lampiran I.4 : Ringkasan Eksekutif - Target Jangka
Pendek dan Jangka Menengah
2. Strategi Bisnis dan Kebijakan
Bagian ini berisi penjelasan mengenai strategi bisnis dan kebijakan
yang paling sedikit memuat visi dan misi BPRS, arah kebijakan BPRS,
kebijakan tata kelola dan manajemen risiko BPRS, analisis posisi BPRS
dalam persaingan usaha berdasarkan aset dan/atau lokasi, strategi
penyaluran pembiayaan kepada debitur menurut jenis usaha yang
mencakup usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah, serta
strategi pengembangan bisnis, sebagai berikut:
a. Visi dan Misi BPRS
Visi adalah tujuan yang ingin dicapai BPRS dalam jangka
menengah atau jangka panjang.
Misi adalah pernyataan yang digunakan untuk menggambarkan
tujuan dari BPRS.
Visi dan misi BPRS disusun untuk jangka waktu 5 (lima) tahun
dan disampaikan oleh BPRS setiap tahun. Visi dan misi BPRS
tahun 2018 sampai dengan tahun 2023 disampaikan pertama kali
pada 15 Desember 2017 dalam Rencana Bisnis BPRS tahun 2018.
b. Arah Kebijakan BPRS
Arah kebijakan BPRS dijelaskan dalam jangka pendek untuk
periode 1 (satu) tahun, jangka menengah untuk periode 3 (tiga)
tahun, dan rencana strategis jangka panjang untuk periode 5
(lima) tahun meliputi informasi umum kebijakan BPRS yang
ditetapkan oleh manajemen dalam pengembangan usaha BPRS di
waktu yang akan datang, termasuk arah kebijakan dalam rangka
penguatan penerapan prinsip-prinsip syariah.
c. Kebijakan Tata Kelola dan Manajemen Risiko BPRS
Uraian mengenai kebijakan tata kelola dan manajemen risiko
BPRS meliputi informasi mengenai langkah-langkah dalam
menerapkan manajemen risiko dan kebijakan dalam
melaksanakan tata kelola, termasuk kebijakan remunerasi yang
meliputi pemberian gaji, bonus dan fasilitas lain kepada Direksi,
Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas Syariah.
Dalam hal belum terdapat ketentuan khusus yang mengatur
mengenai kebijakan tata kelola BPRS dan manajemen risiko
- 7 -
BPRS, kebijakan tata kelola dan manajemen risiko BPRS mengacu
pada ketentuan mengenai sistem penilaian tingkat kesehatan
BPRS.
d. Analisis Posisi BPRS dalam Persaingan Usaha Berdasarkan Aset
dan/atau Lokasi
Untuk melakukan analisis posisi, BPRS dapat menggunakan
analisis SWOT yaitu Strength (Kekuatan), Weakness (Kelemahan),
Opportunity (Peluang), dan Threat (Ancaman) dalam menghadapi
persaingan usaha dengan BPRS dan/atau lembaga keuangan
lain.
Untuk melakukan analisis posisi dalam persaingan usaha
berdasarkan lokasi, BPRS dapat menggunakan batasan wilayah
kabupaten, kota dan/atau provinsi.
e.
Strategi Penyaluran Pembiayaan Berdasarkan Jenis Usaha
Strategi untuk merealisasikan rencana penyaluran pembiayaan
dikelompokan berdasarkan jenis usaha yaitu strategi penyaluran
pembiayaan kepada usaha mikro, usaha kecil, dan usaha
menengah yang mengacu pada kriteria usaha berdasarkan
undang-undang mengenai usaha mikro, kecil, dan menengah.
f. Strategi Pengembangan Bisnis
Uraian mengenai strategi pengembangan bisnis antara lain
memuat informasi langkah-langkah strategis untuk mencapai
tujuan usaha BPRS yang telah ditetapkan, termasuk penjelasan
mengenai strategi pengembangan organisasi dan teknologi
informasi, dan strategi untuk mengantisipasi perubahan kondisi
eksternal.
Format penyajian strategi bisnis dan kebijakan mengacu pada
Lampiran II.
3. Proyeksi Laporan Keuangan
Proyeksi laporan keuangan paling sedikit meliputi proyeksi neraca dan
proyeksi laba rugi, serta alasan atau pertimbangan mengenai
penetapan target dalam penyusunan proyeksi, sebagai berikut:
a. BPRS yang memiliki modal inti kurang dari Rp50.000.000.000,00
(lima puluh miliar rupiah)
Proyeksi laporan keuangan yang dijelaskan untuk:
1)
posisi aktual akhir bulan Oktober tahun penyusunan
Rencana Bisnis BPRS;
- 8 -
2) proyeksi akhir bulan Desember tahun penyusunan Rencana
Bisnis BPRS; dan
3) proyeksi 1 (satu) tahun ke depan yang disajikan secara
semesteran.
Format penyajian proyeksi laporan keuangan mengacu pada:
1) Lampiran III.1 : Proyeksi Neraca
2) Lampiran IV.1 : Proyeksi Laba Rugi
b. BPRS yang memiliki modal inti paling
Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah)
Proyeksi laporan keuangan yang dijelaskan untuk:
1)
sedikit
posisi aktual akhir bulan Oktober tahun penyusunan
Rencana Bisnis BPRS;
2) proyeksi akhir bulan Desember tahun penyusunan Rencana
Bisnis BPRS;
3) proyeksi 1 (satu) tahun ke depan yang disajikan secara
semesteran; dan
4) proyeksi akhir tahun kedua dan ketiga yang disajikan secara
tahunan.
Format penyajian proyeksi laporan keuangan mengacu pada:
1) Lampiran III.2 : Proyeksi Neraca
2) Lampiran IV.2 : Proyeksi Laba Rugi
4. Target Rasio-Rasio dan Pos-Pos Keuangan
Target rasio-rasio dan pos-pos keuangan paling sedikit meliputi target
rasio keuangan pokok dan target rasio pos-pos tertentu lainnya, serta
alasan atau pertimbangan mengenai penetapan target.
Target rasio keuangan pokok meliputi rasio-rasio yang paling sedikit
dapat memberikan informasi untuk penilaian kondisi permodalan,
kualitas aset, rentabilitas dan likuiditas yang mengacu pada ketentuan
mengenai sistem penilaian tingkat kesehatan BPRS.
Target rasio pos-pos tertentu lainnya paling sedikit meliputi target
beberapa rasio terkait pembiayaan usaha mikro, usaha kecil dan
usaha menengah terhadap total pembiayaan, rasio dana pendidikan
dan pelatihan terhadap total beban tenaga kerja tahun sebelumnya,
rasio realisasi dana pendidikan dan pelatihan terhadap total dana
pendidikan dan pelatihan yang dianggarkan, dan rasio agunan yang
diambil alih terhadap total pembiayaan.
- 9 -
a. BPRS yang memiliki modal inti kurang dari Rp50.000.000.000,00
(lima puluh miliar rupiah)
Target rasio-rasio dan pos-pos keuangan yang disajikan untuk:
1)
posisi aktual akhir bulan Oktober tahun penyusunan
Rencana Bisnis BPRS;
2)
3)
target akhir bulan Desember tahun penyusunan Rencana
Bisnis BPRS; dan
target 1 (satu) tahun ke depan yang disajikan secara
semesteran.
Format penyajian target rasio-rasio dan pos-pos keuangan
mengacu pada Lampiran V.1.
b. BPRS yang memiliki
modal inti paling sedikit
Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah)
Target rasio-rasio dan pos-pos keuangan yang disajikan untuk:
1)
2)
3)
4)
posisi aktual akhir bulan Oktober tahun penyusunan
Rencana Bisnis BPRS;
target akhir bulan Desember tahun penyusunan Rencana
Bisnis BPRS;
target 1 (satu) tahun ke depan yang disajikan secara
semesteran; dan
target akhir tahun kedua dan ketiga yang disajikan secara
tahunan.
Format penyajian target rasio-rasio dan pos-pos keuangan
mengacu pada Lampiran V.2.
Formula perhitungan rasio-rasio dan pos-pos keuangan mengacu pada
Lampiran V.3.
5. Rencana Penghimpunan Dana
Rencana penghimpunan dana paling sedikit meliputi:
a. rencana penghimpunan dana pihak ketiga meliputi rencana
penghimpunan tabungan dan deposito baik dari pihak terkait
maupun pihak tidak terkait, serta informasi mengenai penabung
dan deposan inti; dan
b. rencana pendanaan lainnya meliputi antara lain pinjaman dari
bank lain termasuk linkage program dan/atau pinjaman yang
tidak berasal dari bank.
- 10 -
Rencana tersebut mencerminkan posisi penghimpunan dana untuk:
a.
posisi aktual akhir bulan Oktober tahun penyusunan Rencana
Bisnis BPRS;
b. proyeksi akhir bulan Desember tahun penyusunan rencana bisnis
BPRS; dan
c. proyeksi 1 (satu) tahun ke depan yang disajikan secara
semesteran.
Dalam bagian ini diuraikan juga mengenai alasan atau pertimbangan
yang digunakan dalam menyusun rencana dimaksud serta strategi
BPRS untuk merealisasikan rencana tersebut.
Informasi mengenai penabung inti merupakan informasi mengenai 25
(dua puluh lima) data penabung terbesar, sementara deposan inti
merupakan informasi mengenai 25 (dua puluh lima) data deposan
terbesar.
Format penyajian rencana penghimpunan dana mengacu pada:
a. Lampiran VI
b. Lampiran VII : Rencana Pendanaan Lainnya
6. Rencana Penyaluran Dana
Rencana penyaluran dana paling sedikit meliputi:
a.
rencana penyaluran dana kepada pihak terkait
Pihak terkait adalah pihak terkait sebagaimana diatur dalam
ketentuan mengenai batas maksimum penyaluran dana BPRS.
Format penyajian rencana penyaluran dana kepada pihak terkait
mengacu pada Lampiran VIII.1.
b.
rencana penempatan pada bank lain
Penempatan pada bank lain dalam bentuk:
1) giro dan/atau tabungan pada bank umum konvensional;
2)
: Rencana Penghimpunan Dana Pihak Ketiga
giro, tabungan, deposito, dan/atau sertifikat deposito
syariah pada bank umum syariah dan unit usaha syariah;
dan/atau
3) tabungan dan/atau deposito pada BPRS lain.
Format penyajian rencana penempatan pada bank lain mengacu
pada Lampiran VIII.2.
c.
rencana penyaluran pembiayaan kepada bank lain
Informasi mengenai rencana penyaluran pembiayaan kepada
bank lain dapat disajikan secara individu bank maupun secara
kumulatif.
- 11 -
Format penyajian rencana penyaluran pembiayaan kepada bank
lain mengacu pada Lampiran VIII.3.
d.
rencana penyaluran pembiayaan kepada debitur inti
Debitur inti merupakan debitur individual atau debitur grup yang
masuk dalam kategori 25 (dua puluh lima) debitur terbesar pada
BPRS di luar pihak terkait.
Format penyajian rencana penyaluran pembiayaan kepada
debitur inti mengacu pada Lampiran VIII.4.
e.
rencana penyaluran pembiayaan berdasarkan sektor ekonomi
yang menjadi prioritas dalam penyaluran pembiayaan
Rencana penyaluran pembiayaan disajikan berdasarkan sektor
ekonomi yang menjadi prioritas dalam penyaluran pembiayaan
BPRS. Sektor ekonomi tersebut paling banyak 5 (lima) sektor
ekonomi dengan persentase penyaluran pembiayaan terbesar dari
total portofolio penyaluran pembiayaan BPRS. Rincian sektor
ekonomi adalah sebagaimana diatur dalam Pedoman Penyusunan
Laporan Bulanan BPRS.
Format penyajian rencana penyaluran pembiayaan berdasarkan
sektor ekonomi yang menjadi prioritas dalam penyaluran
pembiayaan mengacu pada Lampiran VIII.5.
f.
rencana penyaluran pembiayaan berdasarkan jenis penggunaan
Rencana penyaluran pembiayaan disajikan berdasarkan jenis
penggunaan yang meliputi pembiayaan modal kerja, pembiayaan
investasi, dan pembiayaan konsumsi sebagaimana diatur dalam
Pedoman Penyusunan Laporan Bulanan BPRS.
Format penyajian rencana penyaluran pembiayaan berdasarkan
jenis penggunaan mengacu pada Lampiran VIII.6.
g.
rencana penyaluran pembiayaan berdasarkan jenis usaha
Pengelompokan jenis usaha yang meliputi usaha mikro, usaha
kecil, dan usaha menengah mengacu pada kriteria usaha
berdasarkan undang-undang mengenai usaha mikro, kecil dan
menengah.
Format penyajian rencana penyaluran pembiayaan berdasarkan
jenis usaha mengacu pada Lampiran VIII.7.
h. rencana penyaluran pembiayaan berdasarkan jenis akad
Rencana penyaluran pembiayaan disajikan berdasarkan jenis
akad yang meliputi piutang (murabahah, salam, istishna’, dan
- 12 -
qardh), pembiayaan (mudharabah, musyarakah, dan lainnya), dan
sewa-menyewa (ijarah,
ijarah muntahiyah bittamlik, dan
multijasa).
Format penyajian rencana penyaluran pembiayaan berdasarkan
jenis penggunaan mengacu pada Lampiran VIII.8.
Rencana tersebut mencerminkan posisi penyaluran dana untuk:
a.
posisi aktual akhir bulan Oktober tahun penyusunan Rencana
Bisnis BPRS;
b. proyeksi akhir bulan Desember tahun penyusunan Rencana
Bisnis BPRS; dan
c. proyeksi 1 (satu) tahun ke depan yang disajikan secara
semesteran.
Dalam bagian ini diuraikan juga mengenai alasan atau pertimbangan
yang digunakan dalam menyusun rencana dimaksud serta strategi
BPRS untuk merealisasikan rencana tersebut.
7. Rencana Permodalan
Rencana permodalan paling sedikit meliputi rencana pemenuhan rasio
kewajiban penyediaan modal minimum dan rasio modal inti, rencana
pemenuhan modal inti minimum, dan rencana perubahan modal,
sebagai berikut:
a. Rencana Pemenuhan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum
(KPMM) dan Rasio Modal Inti
Rencana KPMM paling sedikit meliputi proyeksi modal, rencana
Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR), dan rencana rasio
KPMM yang dijelaskan untuk:
1)
posisi aktual akhir bulan Oktober penyusunan Rencana
Bisnis BPRS;
2) rencana akhir bulan Desember pada tahun penyusunan
Rencana Bisnis BPRS;
3) rencana 1 (satu) tahun ke depan yang disajikan secara
semesteran; dan
4) rencana akhir tahun kedua dan ketiga yang disajikan secara
tahunan.
Rencana pemenuhan rasio KPMM dan rasio modal inti mengacu
pada ketentuan mengenai kewajiban penyediaan modal minimum
dan pemenuhan modal inti minimum BPRS.
Rencana pemenuhan rasio KPMM dalam Rencana Bisnis BPRS
- 13 -
tahun 2018 sampai dengan tanggal berlaku perhitungan rasio
KPMM dan rasio modal inti sebagaimana diatur dalam ketentuan
mengenai kewajiban penyediaan modal minimum dan
pemenuhan modal inti minimum BPRS disusun dengan
menggunakan perhitungan yang mengacu pada ketentuan
mengenai kewajiban penyediaan modal minimum sebagaimana
diatur dalam PBI No.8/22/PBI/2006 tentang Kewajiban
Penyediaan Modal Minimum Bank Perkreditan Rakyat
Berdasarkan Prinsip Syariah.
Format penyajian rencana pemenuhan rasio KPMM untuk
Rencana Bisnis tahun 2018 sampai dengan tanggal berlaku
ketentuan mengenai kewajiban penyediaan modal minimum dan
pemenuhan modal inti minimum BPRS mengacu pada Lampiran
IX.1.
Format penyajian rencana pemenuhan rasio KPMM dan rasio
modal inti untuk Rencana Bisnis sejak tahun berlaku ketentuan
mengenai kewajiban penyediaan modal minimum dan
pemenuhan modal inti minimum BPRS mengacu pada Lampiran
IX.2.
b. Rencana Pemenuhan Modal Inti Minimum
Rencana pemenuhan modal inti minimum ditujukan bagi BPRS
yang belum memenuhi kewajiban pemenuhan modal inti
minimum sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai
kewajiban penyediaan modal minimum dan pemenuhan modal
inti minimum BPRS.
Dalam bagian ini diuraikan juga mengenai alasan atau
pertimbangan yang digunakan dalam menyusun rencana
dimaksud serta strategi BPRS untuk merealisasikan rencana
tersebut.
Rencana pemenuhan modal inti minimum tersebut disajikan
untuk:
1)
posisi aktual akhir bulan Oktober tahun penyusunan
Rencana Bisnis BPRS;
2) rencana akhir bulan Desember tahun penyusunan Rencana
Bisnis BPRS;
3) rencana 1 (satu) tahun ke depan yang disajikan secara
semesteran; dan
- 14 -
4) rencana akhir tahun kedua, ketiga, keempat, dan kelima
yang disajikan secara tahunan.
Format penyajian rencana pemenuhan modal inti minimum
mengacu pada Lampiran IX.3.
c. Rencana Penambahan Modal
Rencana penambahan modal merupakan proyeksi penambahan
modal selama 3 (tiga) tahun mendatang baik terkait struktur
maupun jumlah modal.
Rencana penambahan modal meliputi rencana penambahan
modal dari pemegang saham lama (existing shareholders) dan
rencana penambahan modal lainnya. Rencana tersebut dijelaskan
untuk:
1)
posisi aktual akhir bulan Oktober penyusunan Rencana
Bisnis BPRS;
2) rencana akhir bulan Desember pada tahun penyusunan
Rencana Bisnis BPRS;
3) rencana 1 (satu) tahun ke depan yang disajikan secara
semesteran; dan
4) rencana akhir tahun kedua dan ketiga yang disajikan secara
tahunan.
Format penyajian rencana penambahan modal mengacu pada
Lampiran IX.4.
8. Rencana Pengembangan Organisasi, Teknologi Informasi, dan Sumber
Daya Manusia (SDM)
Pada bagian ini diuraikan informasi mengenai struktur organisasi dan
jumlah SDM terkini, rencana pengembangan organisasi, teknologi
informasi dan SDM yang sedang berlangsung, maupun rencana
pengembangan organisasi, teknologi informasi, dan SDM lainnya
paling sedikit selama 1 (satu) tahun ke depan yang antara lain
memuat:
a. Rencana Pengembangan Organisasi
Rencana pengembangan organisasi antara lain meliputi rencana
pembentukan atau perubahan satuan kerja dan/atau komite
yang disesuaikan dengan ukuran dan kompleksitas usaha BPRS.
Format penyajian rencana pengembangan organisasi mengacu
pada Lampiran X.
- 15 -
b. Rencana Pengembangan dan Pengadaan Teknologi Informasi yang
Bersifat Mendasar
Rencana pengembangan dan pengadaan teknologi informasi yang
bersifat mendasar antara lain perubahan secara signifikan
terhadap konfigurasi teknologi informasi atau aplikasi inti
perbankan, pengadaan aplikasi inti perbankan baru, kerja sama
dengan penyedia jasa teknologi informasi, serta pengembangan
dan pengadaan teknologi informasi mendasar lainnya yang dapat
menambah dan/atau meningkatkan risiko BPRS.
Format penyajian rencana pengembangan dan pengadaan
teknologi informasi yang bersifat mendasar mengacu pada
Lampiran XI.
c. Rencana Pengembangan SDM
Rencana pengembangan SDM antara lain meliputi pemenuhan
SDM pada BPRS, rencana kebutuhan pendidikan dan pelatihan
SDM, termasuk rencana biaya/anggaran pendidikan dan
pelatihan sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai
kewajiban penyediaan dana pendidikan dan pelatihan untuk
pengembangan sumber daya manusia BPRS.
Format penyajian rencana pengembangan SDM mengacu pada
Lampiran XII.
d. Rencana Pemanfaatan Tenaga Kerja Alih Daya
Alih daya adalah penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan
kepada perusahaan penyedia jasa melalui perjanjian
pemborongan pekerjaan dan/atau melalui perjanjian penyediaan
jasa tenaga kerja.
Rencana pemanfaatan tenaga kerja alih daya antara lain meliputi
rencana pemanfaatan tenaga kerja di luar tenaga kerja tetap, yang
meliputi jumlah maupun bidang kerja penugasan.
Format penyajian rencana pemanfaatan tenaga kerja alih daya
mengacu pada Lampiran XIII.
9. Rencana Penerbitan Produk dan Pelaksanaan Aktivitas Baru
Rencana penerbitan produk dan pelaksanaan aktivitas baru meliputi:
a.
b.
rencana penerbitan produk baru; dan
rencana pelaksanaan aktivitas baru,
paling sedikit untuk periode 1 (satu) tahun ke depan.
Rencana penerbitan produk dan pelaksanaan aktivitas baru yang
- 16 -
wajib dicantumkan dalam Rencana Bisnis BPRS adalah produk dan
aktivitas baru yang belum pernah diterbitkan atau dilaksanakan
sebelumnya oleh BPRS yang bersangkutan sebagaimana diatur dalam
peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai produk dan aktivitas
bank syariah dan unit usaha syariah.
Format penyajian rencana Penerbitan Produk dan Pelaksanaan
Aktivitas Baru mengacu pada Lampiran XIV.
10. Rencana Pengembangan dan/atau Perubahan Jaringan Kantor
Rencana pengembangan dan/atau perubahan jaringan kantor paling
sedikit meliputi:
a. rencana pemindahan alamat kantor pusat;
b. rencana pembukaan, pemindahan alamat dan/atau penutupan
kantor cabang dan/atau kantor kas;
c. rencana pelaksanaan kegiatan pelayanan kas dan rencana
penutupan kegiatan pelayanan kas berupa kas keliling, payment
point, dan perangkat perbankan elektronis; dan
d. rencana pemindahan payment point dan lokasi perangkat
Automated Teller Machine dan/atau Automated Deposit Machine.
Pengertian kantor cabang, kantor kas, dan kegiatan pelayanan kas
berupa kas keliling, payment point, dan perangkat perbankan
elektronis mengacu pada peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai
BPRS.
Rencana tersebut disajikan untuk periode 1 (satu) tahun ke depan.
Format penyajian rencana pengembangan dan/atau perubahan
jaringan kantor mengacu pada Lampiran XV.
11. Informasi Lainnya
Informasi lainnya meliputi informasi yang diperkirakan
memengaruhi kegiatan usaha BPRS, namun belum disebutkan
dalam cakupan Rencana Bisnis antara lain langkah-langkah
penyelesaian pembiayaan bermasalah termasuk dengan cara
pengambilalihan agunan dan/atau penghapusbukuan,
penyelesaian Agunan Yang Diambil Alih (AYDA) dan hapus buku,
serta laporan BPRS sebagai Penyelenggara Layanan Keuangan
Tanpa Kantor dalam Rangka Keuangan Inklusif (Laku Pandai).
Format penyajian informasi lainnya mengacu pada Lampiran XVI.
- 17 -
III. PERUBAHAN RENCANA BISNIS
1. Otoritas Jasa Keuangan berwenang meminta BPRS untuk melakukan
penyesuaian terhadap Rencana Bisnis yang disampaikan oleh BPRS,
apabila:
a. Rencana Bisnis dinilai belum memenuhi cakupan Rencana Bisnis
sebagaimana diatur dalam POJK Rencana Bisnis BPR dan BPRS;
dan/atau
b. proyeksi, target atau rencana yang disampaikan dalam Rencana
Bisnis dinilai tidak realistis, sebagai contoh:
1) Proyeksi pembiayaan yang tinggi tanpa diimbangi dengan
kemampuan pendanaan dan jumlah sumber daya manusia
yang memadai.
2) Rencana investasi berupa pembelian aset tetap dalam jumlah
besar tanpa memperhatikan rentabilitas BPRS.
2. BPRS hanya dapat melakukan perubahan terhadap Rencana Bisnis,
apabila:
a. terdapat faktor eksternal dan internal yang secara signifikan
memengaruhi operasional BPRS;
Yang dimaksud dengan faktor eksternal antara lain adalah
kondisi perekonomian, perkembangan sosial dan politik, serta
perkembangan teknologi.
Contoh:
Penurunan pertumbuhan ekonomi daerah yang menyebabkan
permintaan pembiayaan pada sektor perdagangan yang menjadi
prioritas penyaluran pembiayaan BPRS mengalami penurunan
sehingga dapat memengaruhi kemampuan membayar debitur di
sektor tersebut. Berdasarkan kondisi tersebut, BPRS dapat
mengubah prioritas penyaluran pembiayaan pada sektor lainnya
yang selanjutnya strategi tersebut dituangkan dalam perubahan
Rencana Bisnis.
Yang dimaksud dengan faktor internal antara lain adalah kondisi
keuangan, manajemen, dan perubahan kepemilikan.
Contoh:
Terjadi perubahan kepemilikan BPRS yang menyebabkan
terjadinya perubahan strategi bisnis BPRS, sehingga BPRS perlu
melakukan perubahan Rencana Bisnis.
- 18 -
b. berdasarkan pertimbangan Otoritas Jasa Keuangan terdapat
faktor yang secara signifikan memengaruhi kinerja BPRS, antara
lain meliputi permasalahan solvabilitas, likuiditas, dan/atau
permasalahan eksternal yang secara signifikan berdampak pada
kinerja BPRS.
IV. LAPORAN REALISASI DAN PENGAWASAN RENCANA BISNIS
1. Sesuai dengan Pasal 21 ayat (1) POJK Rencana Bisnis BPR dan BPRS,
Laporan Realisasi Rencana Bisnis wajib disampaikan BPRS secara
semesteran, yaitu posisi akhir bulan Juni dan Desember. Laporan
dimaksud meliputi:
a. pencapaian Rencana Bisnis yaitu perbandingan antara rencana
dengan realisasi;
b. penjelasan mengenai penyebab dan kendala terjadinya perbedaan
antara rencana dengan realisasi Rencana Bisnis; dan
c. upaya tindak lanjut yang telah dan akan dilakukan untuk
memperbaiki pencapaian realisasi Rencana Bisnis.
Penjelasan mengenai realisasi Rencana Bisnis tersebut paling sedikit
meliputi:
a. strategi bisnis dan kebijakan;
b.
c.
realisasi kinerja keuangan pada neraca, laba rugi, serta rasio-
rasio dan pos-pos keuangan;
realisasi penghimpunan dana;
d. realisasi penyaluran dana;
e.
realisasi pemenuhan rasio kewajiban penyediaan modal
minimum, pemenuhan modal inti minimum, dan rencana
penambahan modal;
f.
realisasi pengembangan organisasi, teknologi informasi, dan
SDM;
g. realisasi penerbitan produk dan pelaksanaan aktivitas baru;
h. realisasi pengembangan dan/atau perubahan jaringan kantor;
dan
i.
realisasi informasi lainnya.
Format penyajian Laporan Realisasi Rencana Bisnis mengacu pada
Lampiran XVII.1.
- 19 -
Format penyajian realisasi kinerja keuangan pada neraca, laba rugi,
serta rasio-rasio dan pos-pos keuangan sebagaimana dimaksud pada
huruf b mengacu pada Lampiran XVII.2, XVII.3, dan XVII.4.
Format pengisian realisasi informasi lainnya sebagaimana dimaksud
pada huruf i mengacu pada Lampiran XVII.5.
2. Sesuai dengan Pasal 5 POJK Rencana Bisnis BPR dan BPRS, Dewan
Komisaris wajib melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan
Rencana Bisnis. Hasil pengawasan tersebut selanjutnya dituangkan
dalam Laporan Pengawasan Rencana Bisnis sebagaimana diwajibkan
dalam Pasal 22 ayat (1) POJK Rencana Bisnis BPR dan BPRS. Cakupan
dalam laporan yang disusun Dewan Komisaris tersebut paling sedikit
meliputi penilaian mengenai:
a. pelaksanaan Rencana Bisnis berupa penilaian aspek kuantitatif
maupun kualitatif terhadap realisasi Rencana Bisnis;
b. faktor-faktor yang memengaruhi kinerja BPRS antara lain faktor
permodalan, kualitas aset, rentabilitas, dan likuiditas yang
mengacu pada ketentuan mengenai penilaian tingkat kesehatan
BPRS;
c. penerapan tata kelola dan manajemen risiko BPRS; dan
d. upaya memperbaiki kinerja BPRS, dalam hal hasil penilaian
sebagaimana dimaksud pada huruf b di atas terjadi penurunan
kinerja.
Penilaian Dewan Komisaris pada huruf a sampai dengan huruf d dapat
dilengkapi pula dengan penilaian atas faktor-faktor eksternal yang
memengaruhi operasional BPRS.
Dalam kaitan dengan tugas Dewan Komisaris ini, BPRS harus memiliki
mekanisme internal dalam rangka penyusunan Laporan Pengawasan
Rencana Bisnis tersebut di atas.
Format penyajian Laporan Pengawasan Rencana Bisnis mengacu pada
Lampiran XVIII.
V. FORMAT SURAT PENGANTAR
Penyampaian Rencana Bisnis secara offline, surat pengantar penyampaian
perubahan/penyesuaian Rencana Bisnis secara offline, surat pengantar
penyampaian Laporan Realisasi Rencana Bisnis secara offline, dan surat
pengantar penyampaian Laporan Pengawasan Rencana Bisnis mengacu
pada Lampiran XIX.
- 20 -
VI. PENYAMPAIAN LAPORAN
1. Jangka Waktu
Mengacu pada Pasal 24 ayat (1), Pasal 24 ayat (2), Pasal 25 ayat (1) dan
Pasal 25 ayat (2) POJK Rencana Bisnis BPR dan BPRS, BPRS
dinyatakan terlambat menyampaikan Rencana Bisnis, penyesuaian
Rencana Bisnis, Laporan Realisasi Rencana Bisnis, dan/atau Laporan
Pengawasan Rencana Bisnis, apabila:
a. BPRS menyampaikan Rencana Bisnis melewati batas waktu
penyampaian sampai dengan 30 (tiga puluh) hari setelah akhir
batas waktu penyampaian Rencana Bisnis;
b. BPRS menyampaikan penyesuaian Rencana Bisnis melewati
batas waktu penyampaian sampai dengan 20 (dua puluh) hari
setelah akhir batas waktu penyampaian penyesuaian Rencana
Bisnis;
c. BPRS menyampaikan Laporan Realisasi Rencana Bisnis melewati
batas waktu penyampaian sampai dengan 30 (tiga puluh) hari
setelah akhir batas waktu penyampaian Laporan Realisasi
Rencana Bisnis; dan/atau
d. BPRS menyampaikan Laporan Pengawasan Rencana Bisnis
melewati batas waktu penyampaian sampai dengan paling lama
30 (tiga puluh) hari kerja setelah akhir batas waktu penyampaian
Laporan Pengawasan Rencana Bisnis.
Mengacu pada Pasal 24 ayat (3) dan Pasal 25 ayat (3) POJK Rencana
Bisnis BPR dan BPRS, BPRS dinyatakan tidak menyampaikan
Rencana Bisnis, penyesuaian Rencana Bisnis, Laporan Realisasi
Rencana Bisnis, dan/atau Laporan Pengawasan Rencana Bisnis
apabila sampai dengan berakhirnya batas waktu keterlambatan, BPRS
belum menyampaikan laporan dimaksud.
2. Penyampaian Laporan Secara Offline
a. Dalam hal BPRS menyampaikan Rencana Bisnis, penyesuaian
Rencana Bisnis, perubahan Rencana Bisnis, dan Laporan
Realisasi Rencana Bisnis secara offline, penyampaian dimaksud
dapat dilakukan dengan menggunakan media perekam data
elektronik (antara lain compact disk, flashdisk atau media
perekam data elektronik lainnya) disampaikan kepada Otoritas
Jasa Keuangan sesuai dengan wilayah kantor pusat BPRS.
- 21 -
b. Dalam hal terjadi kerusakan media perekam data elektronik yang
diterima oleh Otoritas Jasa Keuangan secara offline, BPRS
menyampaikan ulang media perekam data elektronik tersebut.
c. BPRS menyampaikan Laporan Pengawasan Rencana Bisnis
secara offline kepada Otoritas Jasa Keuangan dalam bentuk
hardcopy (hasil cetak), dan softcopy berupa media perekam data
elektronik.
VII. LAIN-LAIN
Lampiran dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini merupakan
format untuk menyusun Rencana Bisnis, Laporan Realisasi Rencana
Bisnis, dan Laporan Pengawasan Rencana Bisnis sejak tahun 2018.
Lampiran dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan
ini.
VIII. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku
pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 23 Desember 2016
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN
OTORITAS JASA KEUANGAN,
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
ttd
NELSON TAMPUBOLON
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 53/SEOJK.03/2016 </reg_id>
<reg_title> RENCANA BISNIS BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH </reg_title>
<set_date> 23 Desember 2016 </set_date>
<effective_date> 23 Desember 2016 </effective_date>
<related_reg> '37/POJK.03/2016' </related_reg>
|
-
Yth.
Direksi Perusahaan Efek yang Melakukan Kegiatan Usaha sebagai Penjamin
Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 55 /SEOJK.04/2017
TENTANG
LAPORAN PENERAPAN TATA KELOLA PERUSAHAAN EFEK YANG
MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SEBAGAI PENJAMIN EMISI EFEK DAN
PERANTARA PEDAGANG EFEK
Dalam rangka pelaksanaan amanat ketentuan Pasal 55 Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan Nomor 57/POJK.04/2017 tentang Penerapan Tata Kelola
Perusahaan Efek yang Melakukan Kegiatan Usaha sebagai Penjamin Emisi
Efek dan Perantara Pedagang Efek (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2017 Nomor 211, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 6126), perlu untuk mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai
Laporan Penerapan Tata Kelola Perusahaan Efek yang Melakukan Kegiatan
Usaha Sebagai Penjamin Emisi Efek dan Perantara Pedagang Efek, dalam
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Perusahaan Efek sebagai salah satu Lembaga Jasa Keuangan,
mendukung eksistensi industri pasar modal Indonesia khususnya dalam
mengembangkan perdagangan, pelayanan, dan produk baru. Perusahaan
Efek juga memiliki pengaruh terhadap arus perputaran dana dan
informasi, mendukung sistem dan aktivitas Bursa Efek sebagai bagian
dari Pasar Modal dan sebagai unit usaha, serta meningkatkan kegiatan
investasi di Pasar Modal untuk menunjang perekonomian nasional. Oleh
sebab itu, diperlukan Tata Kelola berdasarkan kepada prinsip Tata Kelola
untuk dapat meningkatkan peran Perusahaan Efek dalam industri
-2-
keuangan di Indonesia. Lebih jauh, melalui penerapan Tata Kelola,
Perusahaan Efek dapat bertahan dalam menghadapi berbagai macam
krisis dan tumbuh secara berkelanjutan.
Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan:
1. Perusahaan Efek adalah Pihak yang melakukan kegiatan usaha
sebagai penjamin emisi Efek, perantara pedagang Efek, dan/atau
Manajer Investasi.
2. Penjamin Emisi Efek adalah Pihak yang membuat kontrak dengan
Emiten untuk melakukan Penawaran Umum bagi kepentingan
Emiten dengan atau tanpa kewajiban untuk membeli sisa Efek yang
tidak terjual.
3. Perantara Pedagang Efek adalah Pihak yang melakukan kegiatan
usaha jual beli Efek untuk kepentingan sendiri atau Pihak lain.
4. Anggota Bursa Efek adalah Perantara Pedagang Efek yang telah
memperoleh izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan dan mempunyai
hak untuk mempergunakan sistem dan atau sarana bursa efek
sesuai dengan peraturan bursa efek.
5. Bursa Efek adalah Pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan
sistem dan/atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan
beli Efek Pihak lain dengan tujuan memperdagangkan Efek di antara
mereka.
6. Tata Kelola Perusahaan Efek Yang Baik yang selanjutnya disebut
Tata Kelola adalah tata kelola Perusahaan Efek yang menerapkan
prinsip keterbukaan (transparency), akuntabilitas (accountability),
pertanggungjawaban (responsibility), independensi (independency),
dan kewajaran (fairness).
7. Rapat Umum Pemegang Saham yang selanjutnya disingkat RUPS
adalah organ Perusahaan Efek yang mempunyai wewenang yang
tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang mengenai perseroan terbatas
dan/atau anggaran dasar Perusahaan Efek.
8. Direksi adalah organ Perusahaan Efek yang berwenang dan
bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perusahaan Efek untuk
kepentingan Perusahaan Efek, sesuai dengan maksud dan tujuan
Perusahaan Efek serta mewakili Perusahaan Efek, baik di dalam
maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.
-3-
9. Dewan Komisaris adalah organ Perusahaan Efek yang bertugas
melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai
dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi.
10. Akuntan Publik adalah seseorang yang telah memperoleh izin untuk
memberikan jasa sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-
undangan mengenai akuntan publik dan terdaftar di Otoritas Jasa
Keuangan.
11. Kantor Akuntan Publik, yang selanjutnya disingkat KAP, adalah
badan usaha yang didirikan berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan dan mendapatkan izin usaha berdasarkan
Undang-Undang mengenai Akuntan Publik.
12. Rencana Bisnis adalah dokumen tertulis yang menggambarkan
rencana kegiatan usaha Perusahaan Efek dalam jangka waktu
1 (satu) tahun, termasuk rencana untuk meningkatkan kinerja
usaha, serta strategi untuk merealisasikan rencana tersebut sesuai
dengan target dan waktu yang ditetapkan, dengan tetap
memperhatikan pemenuhan ketentuan kehati-hatian dan penerapan
manajemen risiko.
13. Situs Web adalah kumpulan halaman web yang memuat informasi
atau data yang dapat diakses melalui suatu sistem jaringan internet.
14. Pemangku Kepentingan (stakeholders) adalah seluruh pihak yang
memiliki kepentingan secara langsung atau tidak langsung terhadap
kegiatan usaha Penjamin Emisi Efek dan Perantara Pedagang Efek.
15. Afiliasi adalah:
a. hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai
derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertikal;
b. hubungan antara Pihak dengan pegawai, direktur, atau
komisaris dari Pihak tersebut;
c. hubungan antara 2 (dua) perusahaan di mana terdapat satu
atau lebih anggota Direksi atau Dewan Komisaris yang sama;
d. hubungan antara perusahaan dan Pihak, baik langsung
maupun tidak langsung, mengendalikan atau dikendalikan oleh
perusahaan tersebut;
e. hubungan antara 2 (dua) perusahaan yang dikendalikan, baik
langsung maupun tidak langsung, oleh Pihak yang sama; atau
f. hubungan antara perusahaan dan pemegang saham utama.
-4-
16. Peringkat Komposit adalah peringkat akhir hasil penilaian sendiri
(self assessment).
17. Lembaga Jasa Keuangan adalah lembaga yang melaksanakan
kegiatan di sektor Perbankan, Pasar Modal, Perasuransian, Dana
Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan
Lainnya.
18. Komisaris Independen adalah anggota Dewan Komisaris yang
berasal dari luar Perusahaan Efek dan memenuhi persyaratan
sebagai Komisaris Independen sebagaimana dimaksud dalam
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 57/POJK.04/2017 tentang
Penerapan Tata Kelola Perusahaan Efek yang Melakukan Kegiatan
Usaha Sebagai Penjamin Emisi Efek dan Perantara Pedagang Efek.
II. TATA KELOLA PERUSAHAAN EFEK
1. Penerapan Tata Kelola Perusahaan Efek berdasarkan pada 5 (lima)
prinsip Tata Kelola sebagai berikut:
a. Keterbukaan (transparency) yaitu keterbukaan dalam proses
pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam pengungkapan
dan penyediaan informasi yang material dan relevan mengenai
kegiatan perusahaan.
b. Akuntabilitas (accountability) yaitu kejelasan fungsi, struktur,
sistem, dan pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga
pengelolaan perusahaan berjalan secara transparan, wajar,
efektif, dan efisien.
c. Pertanggungjawaban (responsibility)
yaitu
kesesuaian
(kepatuhan) pengelolaan perusahaan terhadap peraturan
perundang-undangan.
d.
Independensi (independency) yaitu suatu keadaan di mana
perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan
kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pihak manapun
yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
e. Kewajaran (fairness) yaitu keadilan dan kesetaraan dalam
memenuhi hak Pemangku Kepentingan yang timbul berdasarkan
perjanjian dan peraturan perundang-undangan.
2. Perusahaan Efek yang wajib memenuhi ketentuan Surat Edaran
Otoritas Jasa Keuangan ini adalah Perusahaan Efek yang melakukan
kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara
Pedagang Efek yang merupakan Anggota Bursa Efek.
-5-
III. LAPORAN PENERAPAN TATA KELOLA
Laporan penerapan Tata Kelola, paling sedikit meliputi:
a. transparansi;
b.
hasil penilaian sendiri (self assessment) atas penerapan Tata Kelola
yang terdiri atas penilaian kertas kerja dan Peringkat Komposit
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini; dan
c. rencana tindak (action plan) sebagaimana dimaksud dalam Lampiran
II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran
Otoritas Jasa Keuangan ini, bagi Perusahaan Efek yang memperoleh
Peringkat Komposit 4 atau 5.
IV. TRANSPARANSI
Transparansi sebagaimana dimaksud dalam angka III huruf a, paling
sedikit meliputi:
1. Pengungkapan bentuk penerapan Tata Kelola yaitu:
a. Komitmen pemegang saham dan RUPS, paling sedikit meliputi:
1) nomor dan tanggal surat persetujuan Otoritas Jasa
Keuangan terkait penilaian kemampuan dan kepatutan
pemegang saham;
2) tanggal pemanggilan dan tanggal pelaksanaan RUPS; dan
3) keputusan RUPS.
b. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi, paling sedikit
meliputi:
1) jumlah, nama,
jabatan, nomor dan tanggal surat
persetujuan Otoritas Jasa Keuangan terkait penilaian
kemampuan dan kepatutan anggota Direksi, tanggal
pengangkatan oleh RUPS, masa jabatan, kewarganegaraan,
domisili, izin wakil Perusahaan Efek yang dimiliki, riwayat
kerja dalam 5 (lima) tahun terakhir, pendidikan terakhir,
dan gelar profesi;
2) tugas dan tanggung jawab masing-masing anggota Direksi;
3) rangkap jabatan anggota Direksi (jika ada);
4) pendidikan dan/atau pelatihan yang telah diikuti terkait
dengan peningkatan pengetahuan dan pemahaman dalam
rangka membantu pelaksanaan tugas anggota Direksi;
-6-
5) kebijakan dan pelaksanaan rapat Direksi termasuk jumlah
rapat yang diselenggarakan dalam 1 (satu) tahun dan
kehadiran masing-masing anggota Direksi di setiap rapat;
6) pelaksanaan kegiatan yang merupakan rekomendasi dari
Dewan Komisaris dan/atau hasil pengawasan Otoritas Jasa
Keuangan; dan
7) tindak lanjut terhadap hal yang memerlukan perhatian
Direksi atas rekomendasi fungsi manajemen risiko dan
fungsi kepatuhan dan audit internal.
c. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris, paling
sedikit meliputi:
1) jumlah, nama,
jabatan, nomor dan tanggal surat
persetujuan Otoritas Jasa Keuangan terkait penilaian
kemampuan dan kepatutan anggota Dewan Komisaris,
tanggal pengangkatan oleh RUPS, masa jabatan,
kewarganegaraan, domisili, izin wakil Perusahaan Efek yang
dimiliki, riwayat kerja dalam 5 (lima) tahun terakhir,
pendidikan terakhir, dan gelar profesi;
2) tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris;
3) rangkap jabatan anggota Dewan Komisaris (jika ada);
4) pendidikan dan/atau pelatihan yang telah diikuti terkait
dengan peningkatan pengetahuan dan pemahaman dalam
rangka membantu pelaksanaan tugas anggota Dewan
Komisaris;
5) kebijakan dan pelaksanaan rapat Dewan Komisaris
termasuk jumlah rapat yang diselenggarakan dalam 1 (satu)
tahun dan kehadiran masing-masing anggota Dewan
Komisaris di setiap rapat;
6) rekomendasi yang diberikan Dewan Komisaris kepada
Direksi;
7) pelaksanaan tugas Komisaris Independen; dan
8) daftar
indikasi
pelanggaran ketentuan peraturan
perundang-undangan di Sektor Jasa Keuangan yang
dilaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan (jika ada).
-7-
d. Kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite (jika ada) yang
dibentuk oleh Direksi dan/atau Dewan Komisaris, paling sedikit
meliputi:
1) struktur, keanggotaan, keahlian, dan pernyataan
independensi anggota komite;
2) tugas dan tanggung jawab komite;
3) kebijakan dan pelaksanaan rapat komite termasuk jumlah
rapat yang diselenggarakan dalam 1 (satu) tahun dan
kehadiran masing-masing anggota komite di setiap rapat;
4) program kerja komite dan realisasinya; dan
5) piagam (charter) komite.
e. Remunerasi Direksi dan Dewan Komisaris, paling sedikit
meliputi:
1) Paket atau kebijakan remunerasi yang ditetapkan dalam
RUPS (jika ada), paling sedikit meliputi:
a.
gaji;
b. honorarium;
c.
insentif; dan/atau
d. tunjangan yang bersifat tetap dan/atau variabel.
2) Besarnya remunerasi Direksi dan Dewan Komisaris serta
hubungan antara remunerasi dengan kinerja Perusahaan
Efek dalam 1 (satu) tahun.
f.
Etika bisnis, paling sedikit meliputi:
1) uraian singkat pelaksanaan tugas unit kerja khusus atau
pejabat sebagai penanggung jawab penerapan program anti
pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme yang
di dalamnya mencakup prinsip mengenal nasabah
Perusahaan Efek;
2) pokok-pokok kode etik Perusahaan Efek yang berlaku bagi
seluruh anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan
karyawan atau pegawai, serta pendukung organ;
3) pelaksanaan sosialisasi kode etik dan upaya
penegakannya; dan
4) pokok-pokok pedoman yang mengikat setiap anggota
Direksi dan anggota Dewan Komisaris Perusahaan Efek.
-8-
g. Pengendalian Internal paling sedikit meliputi:
1) Fungsi manajemen risiko, paling sedikit meliputi:
a) unit kerja, anggota Direksi atau pejabat setingkat di
bawah Direksi yang menjalankan fungsi manajemen
risiko;
b) uraian singkat kebijakan manajemen risiko termasuk
strategi, kerangka, dan prosedur, serta penetapan limit
risiko (risk appetite) dan toleransi risiko (risk tolerance);
c) jenis risiko dan mitigasi risiko; dan
d) laporan hasil pelaksanaan tugas fungsi manajemen
risiko.
2) Fungsi kepatuhan dan audit internal, paling sedikit
meliputi:
a) Kepatuhan:
(1) unit kerja, anggota Direksi atau pejabat setingkat
di bawah Direksi yang menjalankan fungsi
kepatuhan;
(2) pokok-pokok pakta (charter) yang secara tertulis
mengikat unit kerja, anggota Direksi atau pejabat
setingkat di bawah Direksi yang menjalankan
fungsi kepatuhan dan fungsi-fungsi lain di
Perusahaan Efek; dan
(3) laporan hasil pelaksanaan tugas fungsi
kepatuhan.
b) Audit internal:
(1) ruang lingkup pekerjaan audit internal;
(2) struktur atau kedudukan satuan kerja fungsi
audit internal;
(3) pernyataan independensi fungsi audit internal;
(4) pokok-pokok piagam (charter) audit internal; dan
(5) laporan hasil pelaksanaan tugas fungsi audit
internal.
h. Kebijakan sistem pelaporan pelanggaran dan pengaduan
nasabah, memuat informasi paling sedikit:
1) pokok-pokok kebijakan pelaporan pelanggaran dan
pengaduan nasabah Perusahaan Efek;
-9-
2) uraian singkat pelaksanaan kebijakan sistem pelaporan
pelanggaran dan penanganan pengaduan nasabah oleh unit
kerja atau fungsi yang bertanggung jawab; dan
3)
i.
j.
hasil evaluasi Direksi dan Dewan Komisaris terhadap
kebijakan pelaporan pelanggaran dan pengaduan nasabah.
Alamat Situs Web.
Auditor eksternal, memuat informasi paling sedikit:
1)
efektivitas pelaksanaan tugas auditor eksternal, antara lain
mengenai komentar atau catatan auditor eksternal atas
penyediaan data yang diperlukan bagi auditor eksternal,
sehingga memungkinkan auditor eksternal memberikan
pendapatnya tentang kewajaran, ketaatan, dan kesesuaian
laporan keuangan Perusahaan Efek dengan standar audit
yang berlaku; dan
2) KAP dan Akuntan Publik yang melakukan audit laporan
keuangan Perusahaan Efek selama 5 (lima) tahun terakhir.
2. Kepemilikan saham anggota Direksi dan/atau anggota Dewan
Komisaris baik secara langsung maupun tidak langsung yang
meliputi jenis dan jumlah lembar saham pada:
a. Perusahaan Efek yang bersangkutan;
b. Perusahaan Efek lain; dan
c. Lembaga Jasa Keuangan selain Perusahaan Efek.
3. Hubungan keuangan dan/atau hubungan keluarga anggota Direksi
dan anggota Dewan Komisaris dengan anggota Direksi dan/atau
anggota Dewan Komisaris lain, dan/atau pemegang saham
Perusahaan Efek.
4. Jenis, jumlah, dan upaya penyelesaian penyimpangan internal terkait
keuangan yang dilakukan oleh anggota Direksi, anggota Dewan
Komisaris, dan pegawai (jika ada), paling sedikit meliputi:
a. penyimpangan internal yang telah diselesaikan;
b. penyimpangan internal yang sedang dalam proses penyelesaian
di internal perusahaan;
c. penyimpangan internal yang belum diupayakan
penyelesaiannya; dan
d. penyimpangan internal yang telah ditindaklanjuti melalui proses
hukum.
-10-
5. Jenis, jumlah, dan upaya penyelesaian permasalahan hukum baik
hukum perdata maupun hukum pidana dan telah diajukan melalui
proses hukum (jika ada), paling sedikit meliputi:
a. permasalahan hukum perdata dan/atau hukum pidana yang
dihadapi dan telah selesai (telah mempunyai kekuatan hukum
yang tetap); dan
b. permasalahan hukum perdata dan/atau hukum pidana yang
dihadapi dan masih dalam proses penyelesaian.
6. Benturan kepentingan dan/atau transaksi dengan pihak Afiliasi yang
terjadi paling sedikit mencakup nama dan jabatan pihak yang
memiliki benturan kepentingan dan/atau transaksi dengan pihak
Afiliasi, sifat hubungan Afiliasi, nama dan jabatan pengambil
keputusan, jenis transaksi, nilai transaksi, dan keterangan.
7. Pengungkapan hal penting lainnya, paling sedikit meliputi:
a. pengunduran diri atau pemberhentian anggota Direksi dan
anggota Dewan Komisaris; dan
b. fungsi perusahaan yang dialihdayakan kepada pihak lain
(outsourcing) (jika ada).
V. PENILAIAN SENDIRI (SELF ASSESSMENT) ATAS PENERAPAN TATA
KELOLA
1. Penilaian sendiri (self assessment) sebagaimana dimaksud dalam
angka III huruf b digunakan sebagai tolok ukur untuk menilai sejauh
mana Perusahaan Efek menerapkan Tata Kelola berdasarkan prinsip
Tata Kelola. Perusahaan Efek harus melakukan penilaian sendiri (self
assessment) secara terstruktur dan komprehensif terhadap
kecukupan pelaksanaan Tata Kelola, sehingga Perusahaan Efek
dapat segera mengambil langkah strategis untuk memperbaiki
kelemahan terkait dengan Tata Kelola di perusahaannya.
2. Perusahaan Efek melakukan penilaian sendiri (self assessment) atas
penerapan Tata Kelola setiap 1 (satu) tahun 1 (satu) kali untuk
periode bulan Januari sampai dengan bulan Desember.
3. Penilaian sendiri (self assessment) dilakukan terhadap bentuk-
bentuk penerapan Tata Kelola sebagaimana diatur dalam Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan mengenai penerapan Tata Kelola Perusahaan
Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek
dan Perantara Pedagang Efek serta peraturan perundang-undangan
mengenai Perusahaan Efek yang dikembangkan menjadi 12 (dua
-11-
belas) faktor penilaian Tata Kelola, sebagai berikut:
a. pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi;
b. pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris;
c. kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite (jika ada);
d. benturan kepentingan dan transaksi dengan pihak Afiliasi;
e. fungsi manajemen risiko;
f.
fungsi kepatuhan;
g. fungsi audit internal;
h. auditor eksternal;
i.
j.
k. etika bisnis; dan
l.
keterbukaan informasi;
Rencana Bisnis;
sistem pelaporan pelanggaran dan sistem pengaduan nasabah.
4. Penilaian sendiri (self assessment) dituangkan dalam kertas kerja
yang berisi sekumpulan pertanyaan untuk menilai kualitas
penerapan Tata Kelola.
5. Pertanyaan yang terdapat dalam kertas kerja sebagaimana dimaksud
dalam angka 4, diintegrasikan menjadi 3 (tiga) aspek penilaian Tata
Kelola, yaitu:
a. penilaian struktur Tata Kelola, yang bertujuan untuk melihat
kecukupan struktur dan infrastruktur Tata Kelola agar proses
pelaksanaan prinsip Tata Kelola menghasilkan keluaran yang
sesuai dengan harapan Pemangku Kepentingan Perusahaan
Efek. Yang termasuk dalam struktur Tata Kelola adalah Direksi,
Dewan Komisaris, satuan kerja, komite, dan fungsi pada
Perusahaan Efek. Adapun yang termasuk infrastruktur Tata
Kelola adalah kebijakan dan prosedur Perusahaan Efek dan
tugas pokok dan fungsi (tupoksi) masing-masing jabatan dalam
organisasi;
b. penilaian proses Tata Kelola bertujuan untuk menilai efektivitas
proses pelaksanaan prinsip Tata Kelola yang didukung oleh
kecukupan struktur dan infrastruktur Tata Kelola sehingga
menghasilkan keluaran yang sesuai dengan harapan Pemangku
Kepentingan Perusahaan Efek; dan
c.
penilaian keluaran Tata Kelola bertujuan untuk menilai kualitas
keluaran Tata Kelola yang memenuhi harapan Pemangku
Kepentingan Perusahaan Efek yang merupakan hasil proses
-12-
pelaksanaan prinsip Tata Kelola yang didukung oleh kecukupan
struktur dan infrastruktur Tata Kelola.
6.
Kriteria penilaian pada struktur Tata Kelola, proses Tata Kelola, dan
keluaran Tata Kelola, saling memiliki keterkaitan, sebagai contoh
terdapat permasalahan pada struktur Tata Kelola seperti tidak
terdapat anggota Direksi yang membawahi fungsi kepatuhan,
sehingga mengakibatkan timbulnya kelemahan pada proses Tata
Kelola dalam penerapan fungsi kepatuhan yaitu tidak terdapat
tindakan pencegahan terhadap kebijakan dan/atau keputusan
Direksi yang menyimpang dari ketentuan.
Selanjutnya kelemahan pada proses Tata Kelola tersebut akan
berdampak pada keluaran Tata Kelola berupa terjadinya pelanggaran
terhadap ketentuan. Perusahaan Efek harus memperhatikan apakah
pelanggaran tersebut terjadi secara berulang, materialitas, dan
signifikansi pelanggaran tersebut terhadap Perusahaan Efek baik
saat ini maupun di masa mendatang.
7. Perusahaan Efek harus mempersiapkan data dan informasi yang
dijadikan dasar untuk menyusun analisis kecukupan dan efektivitas
penerapan prinsip Tata Kelola dan didokumentasikan dengan baik.
Data dan informasi sebagaimana dimaksud mencakup seluruh
laporan dan dokumen yang diungkapkan dalam angka III dan
angka IV.
8. Penilaian sendiri (self assessment) Tata Kelola dilakukan dengan
menggunakan 2 (dua) tipe pertanyaan, yakni dikotomi (pertanyaan
dengan jawaban Ya atau Tidak) dan diskrit (pertanyaan dengan
jawaban berupa jenjang dari Sangat Baik sampai Tidak Baik).
Nilai untuk masing-masing jawaban adalah sebagai berikut:
Tipe Pertanyaan Dikotomi:
a. tanda centang (√) pada kolom Ya bernilai 1: apabila indikator
telah sepenuhnya diterapkan atau dipenuhi.
b. tanda centang (√) pada kolom Tidak bernilai 0: apabila indikator
sepenuhnya tidak diterapkan atau dipenuhi
Tipe Pertanyaan Diskrit:
a. tanda centang (√) pada kolom SB (Sangat Baik) bernilai 1:
apabila indikator telah sepenuhnya diterapkan atau dipenuhi.
-13-
b. tanda centang (√) pada kolom B (Baik) bernilai 0,75: apabila
indikator sebagian besar telah diterapkan atau dipenuhi.
c. tanda centang (√) pada kolom CB (Cukup Baik) bernilai 0,5:
apabila indikator sebagian telah diterapkan atau dipenuhi.
d. tanda centang (√) pada kolom KB (Kurang Baik) bernilai 0,25:
apabila indikator sebagian besar belum diterapkan atau
dipenuhi.
e. tanda centang (√) pada kolom TB (Tidak Baik) bernilai 0: apabila
indikator sepenuhnya tidak diterapkan atau dipenuhi.
9. Kolom keterangan pada kertas kerja harus diisi dengan alasan, dasar
penerapan, atau informasi tambahan lain yang harus diungkapkan
untuk mendukung jawaban pada indikator faktor penilaian.
10. Untuk mendapatkan nilai dari masing-masing faktor, Perusahaan
Efek menggunakan rumus sebagai berikut:
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐹𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 =
∑ 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑘𝑎𝑡𝑜𝑟
𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑘𝑎𝑡𝑜𝑟
Keterangan:
Nilai Faktor
× 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 × 100
: Hasil pembagian dari jumlah nilai indikator
terhadap jumlah indikator dan dikalikan dengan
bobot setiap faktor yang telah ditentukan pada
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
Nilai Indikator : Jumlah indikator yang dipenuhi oleh Perusahaan
Efek dalam setiap faktor penilaian.
Total
Indikator
Bobot faktor
: Jumlah seluruh indikator dalam setiap faktor
penilaian.
: Nilai bobot pada setiap faktor penilaian yang
ditetapkan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan ini.
Sebagai contoh:
Menghitung nilai faktor dari pelaksanaan tugas dan tanggung jawab
Direksi (Struktur: 9, Proses: 16, dan Keluaran: 5)
Perusahaan Efek A menjawab sebagai berikut:
a. Struktur:
Dari 9 indikator, Perusahaan Efek memberikan jawaban YA di 7
indikator, dan jawaban TIDAK di 2 indikator.
-14-
b. Proses:
Dari 16 indikator, Perusahaan Efek memberikan jawaban
SANGAT BAIK di 8 indikator, CUKUP BAIK di 2 indikator, dan
jawaban YA di 6 indikator.
c. Keluaran:
Dari 5 indikator, Perusahaan Efek memberikan jawaban
SANGAT BAIK di 3 indikator, dan jawaban KURANG BAIK di 2
indikator.
Maka perhitungannya adalah sebagai berikut:
Nilai Faktor =
= 17
Dengan demikian, nilai faktor Tata Kelola dari pelaksanaan tugas dan
tanggung jawab Direksi adalah sebesar 17,00.
11. Bobot setiap faktor ditetapkan sebagaimana tabel berikut:
Faktor
No.
1. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi
2. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan
Komisaris
3. Kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite
4. Benturan kepentingan dan transaksi dengan
pihak Afiliasi
5. Fungsi manajemen risiko
6. Fungsi kepatuhan
7. Fungsi audit internal
8. Auditor eksternal
9. Keterbukaan informasi
10. Rencana bisnis
11. Etika bisnis
12. Sistem pelaporan pelanggaran dan sistem
pengaduan nasabah
Total
Bobot (%)
20
20
2,5
10
7,5
7,5
7,5
2,5
5
7,5
5
5
100
12. Setelah menentukan nilai setiap faktor penilaian Tata Kelola,
Perusahaan Efek menjumlahkan seluruh nilai sehingga mendapatkan
nilai akhir, sebagaimana dijelaskan dalam tabel di bawah:
∑{[(1x7)+(0x2)]+[(1x8)+(0,5x2)+(1x6)]+[(1x3)+(0,25x2)]}
30
x 20% x 100
-15-
Nilai
90 – 100
Peringkat
Komposit
Definisi
Peringkat 1 Tata kelola diimplementasikan dengan
sangat baik di mana seluruh atau
hampir seluruh indikator Tata Kelola
telah dipenuhi.
77 – 89
Peringkat 2 Tata kelola diimplementasikan dengan
baik di mana sebagian besar indikator
Tata Kelola telah dipenuhi.
64 – 76
Peringkat 3 Tata kelola diimplementasikan dengan
cukup baik di mana sebagian indikator
Tata Kelola telah dipenuhi.
51 – 63
Peringkat 4 Tata kelola diimplementasikan dengan
kurang baik di mana sebagian besar
indikator Tata Kelola tidak dipenuhi.
≤ 50
Peringkat 5 Tata kelola diimplementasikan dengan
tidak baik di mana hampir seluruh
indikator Tata Kelola tidak dipenuhi.
13. Dalam hal hasil penilaian sendiri (self assessment) penerapan Tata
Kelola diperoleh Peringkat Komposit faktor Tata Kelola adalah 4 atau
5, maka Perusahaan Efek harus menyusun dan menyampaikan
rencana tindak (action plan) yang memuat langkah perbaikan secara
komprehensif dan sistematis beserta target waktu pelaksanaannya
kepada Otoritas Jasa Keuangan.
14. Otoritas Jasa Keuangan melakukan evaluasi atas hasil penilaian
sendiri (self assessment) yang dilakukan oleh Perusahaan Efek.
Apabila terdapat perbedaan antara Peringkat Komposit hasil
penilaian sendiri (self assessment) dengan hasil penilaian atau
evaluasi yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan, maka
Perusahaan Efek harus melakukan revisi terhadap hasil penilaian
sendiri (self assessment) penerapan Tata Kelola.
15. Apabila hasil penilaian peringkat faktor Tata Kelola oleh Otoritas Jasa
Keuangan memperoleh Peringkat Komposit 4 atau 5, maka Otoritas
Jasa Keuangan dapat meminta Perusahaan Efek untuk
menyampaikan rencana tindak (action plan) yang memuat langkah
-16-
perbaikan secara komprehensif dan sistematis beserta target waktu
pelaksanaannya.
VI. RENCANA TINDAK (ACTION PLAN)
1. Rencana tindak (action plan) sebagaimana dimaksud dalam angka III
huruf c, disusun dalam rangka meningkatkan atau
menyempurnakan penerapan Tata Kelola sebagai tindak lanjut atas
hasil penilaian sendiri (self assessment). Rencana tindak (action plan)
dimaksud meliputi tindakan korektif (corrective action) yang
diperlukan, target atau waktu penyelesaian, dan kendala atau
hambatan penyelesaiannya apabila masih terdapat kekurangan
dalam penerapan Tata Kelola.
2. Perusahaan Efek harus menyampaikan laporan pelaksanaan rencana
tindak (action plan), paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah
target waktu penyelesaian rencana tindak (action plan).
3. Otoritas Jasa Keuangan dapat melakukan evaluasi terhadap rencana
tindak (action plan) yang telah disampaikan oleh Perusahaan Efek
sebagaimana dimaksud dalam angka 1. Dalam hal diperlukan,
Otoritas Jasa Keuangan dapat meminta Perusahaan Efek untuk
melakukan penyesuaian rencana tindak (action plan) dan
menyampaikan kembali penyesuaian rencana tindak (action plan)
tersebut kepada Otoritas Jasa Keuangan untuk dievaluasi.
VII. TATA CARA PENYAMPAIAN LAPORAN PENERAPAN TATA KELOLA
1. Perusahaan Efek menyampaikan laporan penerapan Tata Kelola yang
telah ditandatangani oleh Direktur Utama dan Komisaris Utama,
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. surat pengantar penyampaian laporan penerapan Tata Kelola
yang ditandatangani oleh Direktur Utama disampaikan dalam
bentuk dokumen cetak (hardcopy); dan
b.
isi laporan penerapan Tata Kelola disampaikan dalam bentuk
dokumen cetak (hardcopy) dan dokumen elektronik (softcopy).
2. Laporan penerapan Tata Kelola sebagaimana dimaksud dalam
angka 1 disampaikan secara lengkap kepada:
Otoritas Jasa Keuangan
u.p. Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A
-17-
VIII. PENUTUP
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 6 Desember 2017
KEPALA EKSEKUTIF
PENGAWAS PASAR MODAL,
ttd
HOESEN
Salinan ini sesuai dengan aslinya
Deputi Direktur Hukum 1 selaku
Plh. Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Wiwit Puspasari
-1-
LAMPIRAN I
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 55 /SEOJK.04/2017
TENTANG
LAPORAN PENERAPAN TATA KELOLA PERUSAHAAN EFEK YANG
MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SEBAGAI PENJAMIN EMISI EFEK DAN
PERANTARA PEDAGANG EFEK
- 2 -
KERTAS KERJA PENILAIAN SENDIRI (SELF ASSESSMENT) LAPORAN PENERAPAN TATA KELOLA PERUSAHAAN EFEK YANG
MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SEBAGAI PENJAMIN EMISI EFEK DAN PERANTARA PEDAGANG EFEK
No.
I.
Kriteria/Indikator
Pelaksanaan Tugas dan Tanggung Jawab Direksi
A. Struktur Tata Kelola
1. Jumlah anggota Direksi paling sedikit 2
(dua) orang.
2.
Seluruh anggota Direksi telah memiliki izin
perseorangan sebagai Wakil Penjamin Emisi
Efek dan/atau Wakil Perantara Pedagang
Efek.
3.
Seluruh anggota Direksi memenuhi
persyaratan integritas, reputasi keuangan,
serta kompetensi dan keahlian di bidang
Pasar Modal (telah lulus Penilaian
kemampuan dan kepatutan atau fit and
proper test)
4.
Seluruh anggota Direksi diangkat melalui
RUPS termasuk perpanjangan masa jabatan
Direksi.
a
Ya
b
Penilaian
c
d
e
Tidak
Keterangan
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
- 3 -
No.
Kriteria/Indikator
5.
Penentuan jumlah dan komposisi Direksi
memperhatikan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan, kondisi
Perusahaan
Efek,
keberagaman
pengetahuan, pengalaman dan/atau
keahlian yang dibutuhkan, dan efektivitas
dalam pengambilan keputusan.
6.
7.
Seluruh anggota Direksi berdomisili di
Indonesia.
Anggota Direksi baik secara sendiri-sendiri
atau bersama-sama tidak memiliki saham
melebihi 20% (dua puluh persen) dari modal
disetor pada Perusahaan Efek lain.
8.
Mayoritas anggota Direksi tidak saling
memiliki hubungan keuangan dan/atau
hubungan keluarga sampai dengan derajat
kedua dengan sesama anggota Direksi,
dan/atau dengan anggota Dewan Komisaris
dan/atau pemegang saham Perusahaan
Ya
Tidak
Penilaian
Keterangan
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
- 4 -
No.
Kriteria/Indikator
Efek.
9.
Perusahaan Efek memiliki pedoman yang
mengikat seluruh anggota Direksi.
B. Proses Tata Kelola
10. Anggota
Direksi
mampu
mengimplementasikan kompetensi yang
dimiliki dalam pelaksanaan tugas dan
tanggung jawabnya.
11. Direksi melaksanakan pengurusan dengan
itikad baik, kehati-hatian dan penuh
tanggung jawab sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan, anggaran
dasar, dan pedoman Direksi serta bertindak
secara independen untuk kepentingan
Perusahaan Efek.
12. Anggota Direksi tidak memberikan kuasa
umum kepada pihak lain yang
mengakibatkan pengalihan tugas dan fungsi
day to day Direksi.
SB
B
CB
KB
TB
Ya
a
b
c
d
Tidak
e
Penilaian
Keterangan
SB
B
CB
KB
TB
Ya
Tidak
- 5 -
No.
Kriteria/Indikator
13. Direksi memastikan Tata Kelola diterapkan
secara efektif pada Perusahaan Efek.
14. Direksi membentuk komite dan/atau unit
pendukung Direksi dalam rangka
mendukung efektivitas pelaksanaan tugas
dan memastikan komite dan/atau unit
pendukung tersebut menjalankan tugasnya
secara efektif.
15. Direksi menindaklanjuti hasil pengawasan
Dewan Komisaris dan hasil pengawasan
Otoritas Jasa Keuangan.
16. Direksi menyediakan data dan informasi
yang akurat, relevan, dan tepat waktu
kepada Dewan Komisaris.
17. Direksi menetapkan kebijakan dan
keputusan strategis melalui mekanisme
rapat Direksi.
18. Direksi mengadakan rapat paling sedikit 1
(satu) kali setiap 2 (dua) bulan.
SB
B
Penilaian
CB
KB
TB
Keterangan
SB
B
CB
KB
TB
SB
B
CB
KB
TB
SB
B
CB
KB
TB
SB
Ya
B
CB
KB
TB
Tidak
- 6 -
No.
Kriteria/Indikator
19. Anggota Direksi menghadiri paling sedikit
75% (tujuh puluh lima persen) dari jumlah
keseluruhan rapat Direksi dalam setahun,
baik hadir secara fisik maupun melalui
telekonferensi.
20. Pengambilan keputusan rapat Direksi
dilakukan berdasarkan musyawarah
mufakat, dalam hal tidak tercapai
musyawarah mufakat pengambilan
keputusan dilakukan berdasarkan suara
terbanyak, atau sesuai ketentuan yang
berlaku.
21. Setiap keputusan rapat yang diambil Direksi
dapat diimplementasikan dan sesuai dengan
kebijakan, pedoman, serta tata tertib kerja
yang berlaku.
22. Anggota Direksi mengikuti program
pendidikan berkelanjutan paling sedikit 1
(satu) kali dalam 2 (dua) tahun terakhir.
Penilaian
Keterangan
Ya
Tidak
SB
B
CB
KB
TB
SB
B
CB
KB
TB
Ya
Tidak
- 7 -
No.
Kriteria/Indikator
23. Anggota Direksi tidak menyalahgunakan
wewenangnya untuk kepentingan pribadi,
keluarga, dan/atau pihak lain.
24. Anggota Direksi tidak mengambil dan/atau
menerima keuntungan pribadi dari kegiatan
Perusahaan Efek baik secara langsung
maupun tidak langsung selain penghasilan
yang sah dan fasilitas lainnya yang
ditetapkan RUPS.
25. Remunerasi Direksi memperhatikan:
a.
remunerasi yang berlaku pada
industri dan skala usaha Perusahaan
Efek.
b.
tugas, tanggung jawab, dan wewenang
anggota Direksi dikaitkan dengan
pencapaian tujuan dan kinerja
Perusahaan Efek baik dalam jangka
pendek ataupun dalam jangka
panjang.
Ya
Penilaian
Tidak
Keterangan
Ya
Tidak
SB
B
CB
KB
TB
- 8 -
No.
Kriteria/Indikator
c.
target kinerja atau kinerja masing-
masing anggota Direksi.
d. keseimbangan tunjangan antara yang
bersifat tetap dan bersifat variabel.
C. Keluaran Tata Kelola
26. Direksi
a
mempertanggungjawabkan
pelaksanaan tugasnya kepada pemegang
saham melalui RUPS.
27. Hasil rapat Direksi dituangkan dalam
risalah rapat dan didokumentasikan dengan
baik termasuk pengungkapan secara jelas
dissenting opinions yang terjadi dalam rapat
Direksi.
28. Hasil rapat Direksi dibagikan kepada
seluruh anggota Direksi.
29. Peningkatan pengetahuan, keahlian, dan
kemampuan anggota Direksi dalam
pengelolaan Perusahaan Efek yang
ditunjukkan antara lain melalui
SB
B
CB
KB
TB
b
c
d
e
Penilaian
Keterangan
SB
B
CB
KB
TB
SB
B
CB
KB
TB
SB
B
CB
KB
TB
- 9 -
No.
Kriteria/Indikator
peningkatan kinerja Perusahaan Efek,
penyelesaian permasalahan yang dihadapi
Perusahaan Efek, dan/atau pencapaian
hasil sesuai ekspektasi
Kepentingan.
Pemangku
30. Dalam laporan penerapan Tata Kelola,
seluruh
anggota Direksi
mengungkapkan paling sedikit:
a. uraian tugas dan tanggung jawab
anggota Direksi.
b. kepemilikan saham pada Perusahaan
Efek yang bersangkutan, Perusahaan
Efek lain, dan Lembaga Jasa
Keuangan selain Perusahaan Efek.
c. hubungan keuangan dan hubungan
keluarga dengan anggota Dewan
Komisaris, anggota Direksi lainnya
dan/atau Pemegang Saham
Pengendali Perusahaan Efek.
telah
SB
B
CB
KB
TB
Penilaian
Keterangan
- 10 -
No.
Kriteria/Indikator
d.
total remunerasi dan fasilitas lain
yang ditetapkan oleh RUPS.
Hasil Penilaian
II.
Pelaksanaan Tugas dan Tanggung Jawab Dewan
Komisaris
A. Struktur Tata Kelola
1. Seluruh anggota Dewan Komisaris
memenuhi persayaratan integritas, reputasi
keuangan, serta kompetensi dan keahlian di
bidang Pasar Modal (telah lulus Penilaian
kemampuan dan kepatutan/fit and proper
test).
2.
Seluruh anggota Dewan Komisaris diangkat
melalui RUPS termasuk perpanjangan masa
jabatan Dewan Komisaris.
3. Jumlah anggota Dewan Komisaris
Perusahaan Efek paling sedikit 1 (satu)
orang.
4.
Penentuan jumlah dan komposisi Dewan
Penilaian
Keterangan
a x 1 b x 0,75 c x 0,5 d x 0,25 e x 0
a
b
c
d
e
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
- 11 -
No.
Kriteria/Indikator
Komisaris memperhatikan ketentuan
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai
perizinan Perusahaan Efek yang melakukan
kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek
dan Perantara Pedagang Efek, kondisi
Perusahaan
Efek,
keberagaman
pengetahuan, pengalaman dan/atau
keahlian yang dibutuhkan, efektivitas dalam
pengawasan, dan pemberian nasihat kepada
Direksi.
5. Jumlah anggota Dewan Komisaris
Perusahaan Efek tidak melebihi jumlah
anggota Direksi.
6.
7.
Memiliki Komisaris Independen.
Mayoritas anggota Dewan Komisaris tidak
saling memiliki hubungan keuangan
dan/atau hubungan keluarga sampai
dengan derajat kedua dengan sesama
anggota Dewan Komisaris, dan/atau dengan
Ya
Ya
Tidak
Tidak
Penilaian
Keterangan
Ya
Tidak
- 12 -
No.
Kriteria/Indikator
anggota Direksi dan/atau pemegang saham
Perusahaan Efek.
8.
Perusahaan Efek memiliki pedoman yang
mengikat seluruh anggota Dewan Komisaris.
B. Proses Tata Kelola
9.
Anggota
Dewan
Komisaris mampu
mengimplementasikan kompetensi yang
dimilikinya dalam pelaksanaan tugas dan
tanggung jawabnya.
10. Dewan Komisaris memperoleh data dan
informasi yang lengkap, akurat, terkini, dan
tepat waktu dari Direksi.
Komisaris
11. Dewan
melaksanakan
pengawasan terhadap pelaksanaan tugas
dan tanggung jawab Direksi secara berkala
maupun sewaktu-waktu dan dilakukan
secara independen.
12. Dewan Komisaris memberikan nasihat
kepada Direksi dan dilakukan secara
SB
B
CB
KB
TB
SB
B
CB
KB
TB
Ya
a
b
c
d
Tidak
e
Penilaian
Keterangan
SB
B
CB
KB
TB
SB
B
CB
KB
TB
- 13 -
No.
Kriteria/Indikator
independen.
13. Dewan Komisaris memastikan bahwa
Direksi telah menindaklanjuti hasil
pengawasan Dewan Komisaris dan hasil
pengawasan Otoritas Jasa Keuangan.
14. Dalam hal Dewan Komisaris ikut mengambil
keputusan mengenai hal-hal yang
ditetapkan dalam anggaran dasar dan/atau
ketentuan peraturan perundang-undangan,
pengambilan keputusan dimaksud
dilakukan dalam fungsinya sebagai
pengawas dan pemberi nasihat kepada
Direksi.
Sebagai contoh: Dewan Komisaris tidak
terlibat dalam pengambilan keputusan
kegiatan operasional Perusahaan Efek,
kecuali dalam hal penyediaan dana kepada
pihak terkait dan hal-hal lain yang
ditetapkan dalam anggaran dasar
SB
B
CB
KB
TB
Penilaian
Keterangan
SB
B
CB
KB
TB
- 14 -
No.
Kriteria/Indikator
Perusahaan Efek dan/atau peraturan
perundangan yang berlaku dalam rangka
melaksanakan fungsi pengawasan.
15. Dalam rangka melakukan tugas
pengawasan, Dewan Komisaris telah
mengarahkan,
memantau,
dan
mengevaluasi pelaksanaan kebijakan
strategis Perusahaan Efek.
16. Dewan Komisaris membentuk komite untuk
membantu tugas Dewan Komisaris dan
memastikan komite tersebut menjalankan
tugasnya secara efektif.
17. Dalam melaksanakan fungsi audit, Dewan
Komisaris melalui Komisaris Independen
melakukan penelaahan atas:
a.
SB
B
CB
KB
TB
Penilaian
Keterangan
SB
B
CB
KB
TB
SB
informasi keuangan yang akan
dikeluarkan Perusahaan Efek kepada
publik dan/atau pihak otoritas.
b. independensi,
ruang lingkup
B
CB
KB
TB
- 15 -
No.
Kriteria/Indikator
penugasan, dan biaya sebagai dasar
pada penunjukan Akuntan Publik.
c. rencana dan pelaksanaan audit oleh
Akuntan Publik.
d. pelaksanaan fungsi manajemen risiko
dan fungsi kepatuhan dan audit
internal Perusahaan Efek.
18. Dewan Komisaris melakukan pengawasan
atas terselenggaranya penerapan Tata
Kelola.
19. Dewan Komisaris melaksanakan rapat
Dewan Komisaris dengan mengundang
Direksi dalam hal terdapat temuan indikasi
pelanggaran peraturan perundang-
undangan di sektor jasa keuangan.
20. Dewan Komisaris mengadakan rapat paling
kurang 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan.
21. Anggota Dewan Komisaris menghadiri paling
sedikit 75% (tujuh puluh lima persen) dari
SB
B
CB
KB
TB
Penilaian
Keterangan
SB
B
CB
KB
TB
Ya
Tidak
Ya
Tidak
- 16 -
No.
Kriteria/Indikator
jumlah keseluruhan rapat Dewan Komisaris
dalam setahun, baik hadir secara fisik
maupun melalui telekonferensi.
22. Pengambilan keputusan rapat Dewan
Komisaris
dilakukan
berdasarkan
musyawarah mufakat, dalam hal tidak
tercapai musyawarah mufakat pengambilan
keputusan dilakukan berdasarkan suara
terbanyak, atau sesuai dengan ketentuan.
23. Setiap keputusan rapat yang diambil Dewan
Komisaris dapat diimplementasikan dan
sesuai dengan kebijakan, pedoman, serta
tata tertib kerja yang berlaku.
24. Anggota Dewan Komisaris mengikuti
program pendidikan berkelanjutan paling
sedikit 1 (satu) kali dalam 2 (dua) tahun
terakhir.
25. Anggota Dewan Komisaris tidak
menyalahgunakan wewenangnya untuk
SB
B
CB
KB
TB
Penilaian
Keterangan
SB
B
CB
KB
TB
Ya
Tidak
Ya
Tidak
- 17 -
No.
Kriteria/Indikator
kepentingan pribadi, keluarga, dan/atau
pihak lain.
26. Anggota Dewan Komisaris tidak mengambil
dan/atau menerima keuntungan pribadi
dari kegiatan Perusahaan Efek baik secara
langsung maupun tidak langsung selain
penghasilan yang sah dan fasilitas lainnya
yang ditetapkan RUPS.
27. Remunerasi
memperhatikan:
a.
Dewan
Komisaris
SB
remunerasi yang berlaku pada
industri dan skala usaha Perusahaan
Efek;
b.
tugas, tanggung jawab, dan wewenang
anggota Dewan Komisaris dikaitkan
dengan pencapaian tujuan dan kinerja
Perusahaan Efek baik dalam jangka
pendek ataupun dalam jangka
panjang;
B
CB
KB
TB
Penilaian
Keterangan
Ya
Tidak
- 18 -
No.
Kriteria/Indikator
c.
target kinerja atau kinerja masing-
masing anggota Dewan Komisaris; dan
d. keseimbangan tunjangan antara yang
bersifat tetap dan bersifat variabel.
28. Dewan Komisaris menyediakan waktu yang
cukup untuk melaksanakan tugas dan
tanggung jawabnya secara optimal.
C. Keluaran Tata Kelola
29. Dewan Komisaris mempertanggungjawabkan
pelaksanaan tugasnya kepada pemegang
saham melalui RUPS.
30. Hasil rapat Dewan Komisaris dituangkan
dalam risalah rapat dan didokumentasikan
dengan baik termasuk pengungkapan
secara jelas dissenting opinions yang terjadi
dalam rapat Dewan Komisaris.
31. Hasil rapat Dewan Komisaris dibagikan
kepada seluruh anggota Dewan Komisaris.
32. Peningkatan pengetahuan, keahlian, dan
SB
a
SB
B
b
B
CB
c
CB
KB
d
KB
TB
e
TB
Penilaian
Keterangan
SB
B
CB
KB
TB
SB
SB
B
B
CB
CB
KB
KB
TB
TB
- 19 -
No.
Kriteria/Indikator
kemampuan anggota Dewan Komisaris
dalam pengelolaan Perusahaan Efek yang
ditunjukkan antara lain melalui peningkatan
kinerja Perusahaan Efek, penyelesaian
permasalahan yang dihadapi Perusahaan
Efek, dan/atau pencapaian hasil sesuai
ekspektasi Pemangku Kepentingan.
33. Dalam laporan penerapan Tata Kelola,
anggota
Dewan
Komisaris
mengungkapkan paling sedikit:
a. uraian tugas dan tanggung jawab
Dewan Komisaris;
b. kepemilikan saham pada Perusahaan
Efek yang bersangkutan, Perusahaan
Efek lain, dan Lembaga Jasa Keuangan
selain Perusahaan Efek;
c. hubungan keuangan dan hubungan
keluarga dengan anggota Dewan
Komisaris lainnya, anggota Direksi,
telah
SB
B
CB
KB
TB
Penilaian
Keterangan
- 20 -
No.
Kriteria/Indikator
dan/atau
d.
pemegang
Perusahaan Efek; dan
total remunerasi dan fasilitas lain yang
ditetapkan oleh RUPS.
Hasil Penilaian
III. Kelengkapan dan Pelaksanaan Tugas Komite (Jika
Ada)
A. Struktur Tata Kelola
1.
saham
Penilaian
Keterangan
a x 1 b x 0,75 c x 0,5 d x 0,25
e x 0
a
Perusahaan Efek memiliki komite untuk
menunjang pelaksanaan tugas Direksi
dan/atau Dewan Komisaris.
2.
3.
4.
Struktur komite terdiri dari 1 (satu) orang
ketua dan 2 (dua) anggota.
Setiap anggota komite memiliki keahlian
dalam pelaksanaan tugas.
Komite memiliki piagam (charter) yang
digunakan sebagai acuan dalam melakukan
tugas dan tanggung jawabnya.
5.
Seluruh anggota komite memiliki integritas,
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
b
c
d
e
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
- 21 -
No.
Kriteria/Indikator
akhlak dan moral yang baik.
6.
Anggota komite yang merupakan pihak
independen tidak memiliki hubungan
keuangan,
kepengurusan,
Direksi
kepemilikan
saham dan/atau hubungan keluarga dengan
Dewan Komisaris,
dan/atau
Pemegang Saham Pengendali atau hubungan
dengan Perusahaan Efek, yang dapat
mempengaruhi kemampuannya untuk
bertindak independen.
7.
Anggota komite yang merupakan pihak
independen yang berasal dari anggota
Direksi,
Ya
Tidak
Penilaian
Keterangan
anggota Dewan Komisioner,
dan/atau pegawai Perusahaan Efek yang
bersangkutan telah menjalani masa tunggu
(cooling off) paling sedikit selama 6 (enam)
bulan.
8. Tidak ada intervensi pemegang saham dalam
menentukan komposisi komite.
Ya
Tidak
Ya
Tidak
- 22 -
No.
Kriteria/Indikator
B. Proses Tata Kelola
9.
a
Rapat komite diselenggarakan sesuai dengan
tata cara yang tercantum dalam piagam
(charter) komite. Rapat dimaksud dihadiri
oleh mayoritas anggota komite.
10. Pengambilan keputusan rapat komite
dilakukan
berdasarkan
mufakat, dalam hal
musyawarah
mufakat
tidak
musyawarah
tercapai
pengambilan
keputusan dilakukan berdasarkan suara
terbanyak, atau sesuai ketentuan yang
berlaku.
11. Hasil rapat komite merupakan rekomendasi
yang dapat dimanfaatkan secara optimal
oleh Direksi atau Dewan Komisaris.
C. Keluaran Tata Kelola
12. Hasil rapat komite dituangkan dalam risalah
rapat dan didokumentasikan dengan baik
termasuk pengungkapan secara jelas
SB
B
CB
KB
TB
SB
B
CB
KB
TB
SB
b
B
Penilaian
c
CB
d
KB
e
TB
Keterangan
SB
B
CB
KB
TB
- 23 -
No.
Kriteria/Indikator
dissenting opinions yang terjadi dalam rapat
komite.
13. Setiap
komite
telah
memberikan
rekomendasi kepada Direksi atau Dewan
Komisaris terkait tugas dan tanggung
jawabnya.
14. Setiap komite mengungkapkan dalam
laporan penerapan Tata Kelola, paling
sedikit:
a. uraian tugas dan tanggung jawab;
b.
pengungkapan independensi; dan
c.
pengungkapan kebijakan frekuensi
rapat dan tingkat kehadiran anggota
komite dalam rapat tersebut.
Hasil Penilaian
IV. Benturan Kepentingan dan Transaksi dengan Pihak
Afiliasi
A. Struktur Tata Kelola
1.
Perusahaan Efek memiliki kebijakan, sistem,
SB
B
CB
KB
TB
Penilaian
Keterangan
SB
B
CB
KB
TB
a x 1 b x 0,75 c x 0,5 d x 0,25
e x 0
a
Ya
b
c
d
e
Tidak
- 24 -
No.
Kriteria/Indikator
dan/atau prosedur mengenai benturan
kepentingan yang mengikat setiap anggota
Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan
pegawai Perusahaan Efek sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
2.
Perusahaan Efek memiliki kebijakan, sistem,
dan/atau prosedur mengenai transaksi
dengan pihak Afiliasi (pribadi Pemegang
Saham, anggota Direksi, anggota Dewan
Komisaris, karyawan/pegawai, dan/atau
pihak terkait dengan Perusahaan Efek)
sesuai
dengan
3.
ketentuan
perundang-undangan.
Perusahaan Efek memiliki kebijakan, sistem,
dan/atau prosedur mengenai administrasi,
dokumentasi, dan pengungkapan benturan
kepentingan.
4.
Perusahaan Efek memiliki kebijakan, sistem,
dan/atau prosedur mengenai administrasi,
Ya
Tidak
Penilaian
Keterangan
Ya
Tidak
peraturan
Ya
Tidak
- 25 -
No.
Kriteria/Indikator
dokumentasi, dan pengungkapan transaksi
dengan pihak Afiliasi.
B. Proses Tata Kelola
5. Dalam hal terjadi benturan kepentingan,
anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris,
dan pegawai bertindak sesuai dengan
kebijakan, sistem dan/atau prosedur yang
dimiliki.
6.
Kegiatan operasional Perusahaan Efek bebas
dari intervensi pemegang saham/pihak
terkait lainnya yang dapat menimbulkan
benturan kepentingan yang merugikan atau
mengurangi keuntungan Perusahaan Efek.
7.
Direksi melakukan tindak lanjut terkait
pelanggaran
kebijakan
benturan
SB
kepentingan dan/atau kebijakan transaksi
dengan pihak Afiliasi.
8.
Direksi melakukan evaluasi dan pengkinian
kebijakan benturan kepentingan dan
SB
B
CB
KB
TB
B
CB
KB
TB
a
b
c
d
e
Penilaian
Keterangan
SB
B
CB
KB
TB
SB
B
CB
KB
TB
- 26 -
No.
Kriteria/Indikator
kebijakan transaksi dengan pihak Afiliasi.
9. Dewan Komisaris melakukan pengawasan
atas efektivitas pelaksanaan kebijakan
benturan kepentingan dan kebijakan
transaksi dengan pihak Afiliasi secara
berkala.
10. Dewan Komisaris memberikan rekomendasi
perbaikan dalam meningkatkan efektivitas
pelaksanaan
kebijakan
benturan
kepentingan dan kebijakan transaksi dengan
pihak Afiliasi.
C. Keluaran Tata Kelola
11. Hasil penanganan benturan kepentingan
diungkapkan dan terdokumentasi dengan
baik.
12. Hasil penanganan transaksi dengan pihak
Afiliasi diungkapkan dan terdokumentasi
dengan baik.
13. Tidak terdapat pelanggaran atas kebijakan
a
SB
b
B
c
CB
d
KB
e
TB
Penilaian
Keterangan
SB
B
CB
KB
TB
SB
B
CB
KB
TB
SB
Ya
B
CB
KB
TB
Tidak
- 27 -
No.
Kriteria/Indikator
benturan kepentingan.
14. Tidak terdapat pelanggaran atas kebijakan
transaksi dengan pihak Afiliasi.
Hasil Penilaian
V.
Fungsi Manajemen Risiko
A. Struktur Tata Kelola
1.
Perusahaan Efek
memiliki
kebijakan
manajemen risiko termasuk strategi,
kerangka, dan prosedur manajemen risiko
yang mencakup identifikasi, diversifikasi,
pengukuran, pemantauan, pengendalian,
risk appetite, risk tolerance, dan mitigasi
risiko.
2.
Memiliki struktur organisasi yang memadai
untuk mendukung fungsi manajemen risiko.
3. Terdapat sumber daya yang berkualitas pada
satuan kerja manajemen risiko untuk
menyelesaikan tugas secara efektif.
melaksanakan
4.
Pegawai
yang
Ya
Tidak
a x 1 b x 0,75 c x 0,5 d x 0,25 e x 0
a
b
c
d
e
Penilaian
Keterangan
Ya
Tidak
SB
SB
fungsi
Ya
B
B
CB
CB
KB
KB
TB
TB
Tidak
- 28 -
No.
Kriteria/Indikator
5.
manajemen risiko tidak merangkap untuk
melaksanakan fungsi lainnya kecuali diatur
dalam peraturan perundang-undangan.
melaksanakan
Pegawai
yang
Penilaian
Keterangan
fungsi
manajemen risiko memiliki izin Wakil
Perantara Pedagang Efek dan melaksanakan
tugas dan tanggung jawabnya secara
independen.
B. Proses Tata Kelola
Pelaksanaan fungsi manajemen risiko paling
sedikit mencakup:
6. membantu Direksi
dan/atau
penyempurnaan
atas penyusunan
kebijakan
termasuk strategi, kerangka, dan prosedur
manajemen risiko.
7. merumuskan strategi guna mendorong
budaya manajemen risiko.
8. memastikan pelaksanaan kegiatan usaha
Perusahaan Efek sesuai dengan kebijakan
SB
SB
B
B
CB
CB
KB
KB
TB
TB
SB
B
CB
KB
TB
Ya
Tidak
a
b
c
d
e
- 29 -
No.
Kriteria/Indikator
manajemen risiko.
9. mengidentifikasi potensi maupun risiko
signifikan yang memiliki dampak terhadap
keberhasilan pencapaian tujuan Perusahaan
Efek.
10. menyusun sekaligus melaksanakan langkah
antisipasi maupun usaha untuk mengurangi
risiko signifikan sesuai dengan kebijakan
manajemen risiko.
11. melakukan identifikasi terhadap hal-hal lain
terkait manajemen risiko yang memerlukan
perhatian Direksi.
12. mengembangkan sumber daya manusia
secara berkala dan berkelanjutan.
Direksi bertugas dan bertanggung jawab antara
lain:
13. menyusun kebijakan manajemen risiko.
14. memastikan
pelaksanaan
kebijakan
termasuk strategi, kerangka, dan prosedur
SB
B
CB
KB
TB
Penilaian
Keterangan
SB
B
CB
KB
TB
SB
SB
B
B
CB
CB
KB
KB
TB
TB
Ya
Tidak
SB
B
CB
KB
TB
- 30 -
No.
Kriteria/Indikator
manajemen risiko dilakukan secara efektif.
15. menindaklanjuti identifikasi hal-hal yang
berhubungan dengan manajemen risiko yang
memerlukan perhatian Direksi.
16. memastikan fungsi manajemen risiko telah
diterapkan secara independen.
Sebagai contoh, terdapat pemisahan fungsi
antara fungsi manajemen risiko yang
melakukan
identifikasi,
pengukuran,
pemantauan dan pengendalian risiko
dengan satuan kerja yang melakukan dan
menyelesaikan transaksi.
17. memastikan
struktur
organisasi,
infrastruktur, dan sumber daya memadai
untuk mendukung fungsi manajemen risiko.
18. meningkatkan budaya manajemen risiko
Perusahaan Efek.
Dewan Komisaris bertugas dan bertanggung jawab
antara lain:
SB
SB
B
B
CB
CB
KB
KB
TB
TB
SB
B
CB
KB
TB
Penilaian
Keterangan
SB
B
CB
KB
TB
- 31 -
No.
Kriteria/Indikator
19. menyetujui kebijakan manajemen risiko
termasuk strategi dan kerangka manajemen
risiko yang ditetapkan sesuai dengan tingkat
risiko yang diambil (risk appetite) dan
toleransi risiko (risk tolerance).
20. melakukan pengawasan secara aktif atas
efektivitas pelaksanaan fungsi manajemen
risiko termasuk kebijakan manajemen risiko.
21. memastikan bahwa Direksi menindaklanjuti
identifikasi hal-hal yang berhubungan
dengan manajemen risiko yang memerlukan
perhatian Direksi.
22. mengevaluasi dan memberikan rekomendasi
perbaikan atas pelaksanaan fungsi dan
kebijakan manajemen risiko.
C. Keluaran Tata Kelola
23. Tidak terdapat potensi maupun risiko
signifikan yang tidak diatasi.
24. Hasil pelaksanaan fungsi manajemen risiko
Penilaian
Keterangan
SB
B
CB
KB
TB
SB
B
CB
KB
TB
SB
B
CB
KB
TB
SB
a
Ya
SB
B
CB
KB
B
b
CB
c
KB
d
TB
e
Tidak
TB
- 32 -
No.
Kriteria/Indikator
mampu memberi arah bagi Perusahaan Efek
dalam melihat pengaruh-pengaruh yang
mungkin timbul baik secara jangka pendek
dan jangka panjang.
25. Perusahaan Efek tidak melakukan aktivitas
bisnis
permodalan untuk menyerap risiko kerugian.
26. Tindak lanjut atas hal-hal yang berhubungan
dengan manajemen risiko yang memerlukan
perhatian Direksi telah dilaksanakan.
27. Terdapat evaluasi oleh Direksi dan Dewan
Komisaris
atas
manajemen risiko.
28. Laporan atas pelaksanaan fungsi manajemen
risiko disampaikan kepada Direksi dan
ditembuskan kepada Dewan Komisaris,
yakni:
a.
b.
laporan insidental; dan
laporan berkala minimal 1 (satu) kali
SB
B
CB
KB
TB
pelaksanaan
fungsi
SB
B
CB
KB
TB
yang melampaui kemampuan
Ya
Tidak
Penilaian
Keterangan
SB
B
CB
KB
TB
- 33 -
No.
Kriteria/Indikator
dalam setahun.
Hasil Penilaian
VI. Fungsi Kepatuhan
A. Struktur Tata Kelola
1. Memiliki
kebijakan
kepatuhan
yang
mencakup prosedur atau tata cara
pelaksanaannya.
2.
Memiliki pakta (charter) yang secara tertulis
mengikat unit kerja, anggota Direksi, atau
pejabat setingkat di bawah Direksi yang
menjalankan fungsi kepatuhan dan fungsi-
fungsi lain di Perusahaan Efek.
3.
Memiliki struktur organisasi yang memadai
untuk mendukung fungsi kepatuhan.
4. Terdapat sumber daya yang berkualitas pada
satuan
kerja
5.
Pegawai
yang
kepatuhan
menyelesaikan tugas secara efektif.
melaksanakan
kepatuhan
tidak
merangkap
untuk
fungsi
untuk
Ya
Tidak
a x 1 b x 0,75 c x 0,5 d x 0,25
a
b
c
d
e x 0
e
Penilaian
Keterangan
Ya
Tidak
SB
SB
Ya
B
B
CB
CB
KB
KB
TB
TB
Tidak
- 34 -
No.
Kriteria/Indikator
melaksanakan fungsi lainnya kecuali diatur
dalam peraturan perundang-undangan.
6.
Pegawai yang melakukan kegiatan sebagai
pejabat
yang membawahkan
fungsi
kepatuhan memiliki izin Wakil Perantara
Pedagang Efek.
B. Proses Tata Kelola
Pelaksanaan fungsi kepatuhan paling kurang
mencakup:
1. membantu Direksi
dan/atau
kepatuhan.
2. merumuskan strategi guna mendorong
budaya kepatuhan.
3. menilai dan mengevaluasi kecukupan dan
kesesuaian kebijakan kepatuhan dengan
peraturan perundang-undangan.
4. memastikan kegiatan usaha Perusahaan
Efek dilakukan berdasarkan kebijakan
SB
SB
SB
B
B
B
CB
CB
CB
KB
KB
KB
TB
TB
TB
penyempurnaan
atas penyusunan
kebijakan
Ya
Tidak
a
b
c
d
e
Ya
Tidak
Penilaian
Keterangan
- 35 -
No.
Kriteria/Indikator
kepatuhan yang dimiliki dan peraturan
perundang-undangan.
5. melakukan
identifikasi
hal-hal
yang
berhubungan dengan kepatuhan yang
memerlukan perhatian Direksi.
6.
tata cara pengangkatan, pemberhentian
dan/atau pengunduran diri pegawai dan
anggota Direksi yang menjalankan fungsi
kepatuhan sesuai dengan ketentuan Otoritas
Jasa Keuangan.
7. mengembangkan sumber daya manusia
secara berkala dan berkelanjutan.
Direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan
bertugas dan bertanggung jawab antara lain:
8.
berperan aktif dalam proses penyusunan
dan/atau evaluasi
rekomendasi atas kebijakan kepatuhan.
9. memastikan pelaksanaan fungsi kepatuhan
dilakukan secara efektif.
SB
B
CB
KB
TB
serta memberikan
SB
B
CB
KB
TB
SB
B
CB
KB
TB
Penilaian
Keterangan
Ya
Tidak
SB
B
CB
KB
TB
- 36 -
No.
Kriteria/Indikator
10. memantau dan menjaga
kepatuhan
Perusahaan Efek terhadap peraturan
perundang-undangan dan seluruh perjanjian
dan komitmen yang dibuat oleh Perusahaan
Efek.
11. meningkatkan
Perusahaan Efek.
Direksi bertugas dan bertanggung jawab antara
lain:
12. menyusun kebijakan kepatuhan.
13. menindaklanjuti identifikasi hal-hal yang
berhubungan dengan kepatuhan yang
memerlukan perhatian Direksi.
struktur
14. memastikan
organisasi,
infrastruktur, dan sumber daya memadai
untuk mendukung fungsi kepatuhan.
Dewan Komisaris bertugas dan bertanggung jawab
antara lain:
15. menyetujui kebijakan kepatuhan.
SB
B
CB
KB
TB
budaya
kepatuhan
SB
B
CB
KB
TB
Penilaian
Keterangan
SB
B
CB
KB
TB
Ya
Tidak
SB
B
CB
KB
TB
SB
B
CB
KB
TB
- 37 -
No.
Kriteria/Indikator
16. melakukan pengawasan atas efektivitas
pelaksanaan fungsi kepatuhan termasuk
kebijakan kepatuhan.
17. memastikan bahwa Direksi menindaklanjuti
identifikasi hal-hal yang berhubungan
dengan kepatuhan yang memerlukan
perhatian Direksi.
18. mengevaluasi dan memberikan rekomendasi
perbaikan atas pelaksanaan fungsi dan
kebijakan kepatuhan.
C. Keluaran Tata Kelola
19. Perusahaan Efek berhasil menurunkan
jumlah dan tingkat pelanggaran terhadap
ketentuan yang berlaku.
20. Tindak lanjut atas hal-hal yang berhubungan
dengan kepatuhan yang memerlukan
perhatian Direksi telah dilaksanakan.
21. Terdapat evaluasi oleh Direksi dan Dewan
Komisaris terhadap pelaksanaan fungsi
SB
B
Penilaian
CB
KB
TB
Keterangan
SB
B
CB
KB
TB
SB
a
SB
B
b
B
CB
c
CB
KB
d
KB
TB
e
TB
SB
SB
B
B
CB
CB
KB
KB
TB
TB
- 38 -
No.
Kriteria/Indikator
kepatuhan.
22. Laporan atas pelaksanaan fungsi kepatuhan
disampaikan
kepada
Direksi
dan
SB
ditembuskan kepada Dewan Komisaris,
yakni:
a.
b.
laporan insidental; dan
laporan berkala minimal 1 (satu) kali
dalam setahun.
Hasil Penilaian
VII. Fungsi Audit Internal
A. Struktur Tata Kelola
1.
2.
Perusahaan Efek memiliki piagam (charter)
audit internal yang memuat prosedur atau
tata cara pelaksanaannya.
Perusahaan
Efek
memiliki
struktur
organisasi yang memadai untuk mendukung
fungsi audit internal.
3. Terdapat sumber daya yang berkualitas pada
satuan kerja
audit
internal untuk
SB
SB
B
B
CB
CB
KB
KB
TB
TB
a x 1 b x 0,75 c x 0,5 d x 0,25
a
Ya
b
c
d
e x 0
e
Tidak
B
CB
KB
TB
Penilaian
Keterangan
- 39 -
No.
Kriteria/Indikator
menyelesaikan tugas secara efektif.
4.
Fungsi audit internal independen terhadap
satuan kerja operasional.
B. Proses Tata Kelola
Pelaksanaan fungsi audit internal paling kurang
mencakup:
5. membantu Direksi
atas penyusunan
dan/atau penyempurnaan piagam (charter)
audit internal secara berkala sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
6. melaksanakan program pemeriksaan/audit
internal baik insidental maupun berkala
secara independen, objektif, dan tidak
membatasi cakupan dan ruang lingkup
audit.
7. memastikan pelaksanaan kegiatan usaha
Perusahaan Efek sesuai dengan piagam
(charter) audit internal yang dimiliki.
8. melakukan kaji ulang secara berkala atas
Ya
Tidak
Ya
a
b
c
d
Tidak
e
Penilaian
Keterangan
SB
B
CB
KB
TB
SB
SB
B
B
CB
CB
KB
KB
TB
TB
- 40 -
No.
Kriteria/Indikator
efektivitas pelaksanaan kerja audit internal
dan kepatuhannya terhadap Standar
Pelaksanaan
fungsi
audit
Perusahaan Efek oleh pihak eksternal setiap
3 (tiga) tahun.
9. melakukan
identifikasi
hal-hal
yang
berhubungan dengan audit internal yang
memerlukan perhatian Direksi.
10. mengembangkan sumber daya manusia
secara berkala dan berkelanjutan.
11. melakukan penilaian terhadap:
a. kecukupan
b.
sistem pengendalian
internal Perusahaan Efek;
efektivitas
sistem pengendalian
internal Perusahaan Efek; dan
c. kualitas kinerja Perusahaan Efek.
12. melaporkan kepada Direksi seluruh temuan
hasil pemeriksaan sesuai ketentuan yang
berlaku.
Ya
Tidak
SB
SB
SB
B
B
B
CB
CB
CB
KB
KB
KB
TB
TB
TB
Penilaian
Keterangan
internal
- 41 -
No.
Kriteria/Indikator
13. memantau, menganalisis, dan melaporkan
perkembangan tindak lanjut perbaikan yang
dilakukan auditee.
Direksi bertugas dan bertanggung jawab antara
lain:
14. menyusun dan menetapkan piagam (charter)
audit internal.
15. memastikan pelaksanaan fungsi dan piagam
(charter) audit internal dilakukan secara
efektif.
16. menindaklanjuti identifikasi hal-hal yang
berhubungan dengan audit internal yang
memerlukan perhatian Direksi.
struktur
17. memastikan
organisasi,
infrastruktur, dan sumber daya memadai
untuk mendukung fungsi audit internal.
Dewan Komisaris bertugas dan bertanggung jawab
antara lain:
18. menyetujui piagam (charter) audit internal.
SB
B
CB
KB
TB
SB
B
Penilaian
CB
KB
TB
Keterangan
Ya
Tidak
SB
B
CB
KB
TB
SB
B
CB
KB
TB
Ya
Tidak
- 42 -
No.
Kriteria/Indikator
19. melakukan pengawasan secara aktif atas
efektivitas pelaksanaan fungsi audit internal
termasuk piagam (charter) audit internal.
20. memastikan bahwa Direksi menindaklanjuti
identifikasi hal-hal yang berhubungan
dengan audit internal yang memerlukan
perhatian Direksi.
21. mengevaluasi dan memberikan rekomendasi
perbaikan atas pelaksanaan fungsi dan
piagam (charter) audit internal.
C. Keluaran Tata Kelola
22. Tidak terjadi
23. Tidak
temuan berulang atas
pemeriksaan audit internal.
terdapat penyimpangan dalam
realisasi atas rencana pemeriksaan audit
internal Perusahaan Efek.
24. Tindak lanjut atas hal-hal yang berhubungan
dengan audit internal yang memerlukan
perhatian Direksi telah dilaksanakan.
Ya
Tidak
SB
B
Penilaian
CB
KB
TB
Keterangan
SB
B
CB
KB
TB
SB
a
Ya
B
b
CB
c
KB
d
TB
e
Tidak
SB
B
CB
KB
TB
- 43 -
No.
Kriteria/Indikator
25. Terdapat evaluasi oleh Direksi dan Dewan
Komisaris terhadap pelaksanaan fungsi audit
internal.
26. Laporan atas pelaksanaan fungsi audit
internal disampaikan kepada Direksi dan
ditembuskan kepada Dewan Komisaris,
yakni:
a.
b.
laporan insidental; dan
laporan berkala minimal 1 (satu) kali
dalam setahun.
Hasil Penilaian
VIII. . Auditor Eksternal
A. Struktur Tata Kelola
1. Terdapat auditor eksternal yang terdaftar di
Otoritas Jasa Keuangan untuk melakukan
audit atas laporan keuangan Perusahaan
Efek.
2.
Penugasan audit kepada Akuntan Publik (AP)
dan Kantor Akuntan Publik (KAP) paling
a x 1 b x 0,75 c x 0,5 d x 0,25
a
Ya
b
c
d
e x 0
e
Tidak
Ya
Penilaian
Tidak
Keterangan
SB
B
CB
KB
TB
Ya
Tidak
- 44 -
No.
Kriteria/Indikator
sedikit memenuhi aspek:
a.
b.
kapasitas AP dan KAP yang ditunjuk;
legalitas perjanjian kerja;
c. ruang lingkup audit; dan
d. Standar Profesional Akuntan Publik.
B. Proses Tata Kelola
3.
4.
a
Penunjukan auditor eksternal terlebih
dahulu memperoleh persetujuan RUPS.
Auditor eksternal yang ditunjuk, mampu
bekerja secara independen, memenuhi
Standar Profesional Akuntan Publik dan
perjanjian kerja serta ruang lingkup audit
yang ditetapkan.
5.
Direksi menindaklanjuti temuan dan
rekomendasi dari auditor eksternal.
6. Dewan Komisaris memastikan bahwa Direksi
menindaklanjuti temuan dan rekomendasi
dari auditor eksternal.
7.
Perusahaan Efek menyampaikan laporan
Ya
b
c
d
e
Tidak
Penilaian
Keterangan
SB
B
CB
KB
TB
SB
SB
Ya
B
B
CB
CB
KB
KB
TB
TB
Tidak
- 45 -
No.
Kriteria/Indikator
keuangan yang telah diaudit oleh auditor
eksternal yang ditunjuk kepada Otoritas Jasa
Keuangan.
C. Keluaran Tata Kelola
8.
a
Auditor eksternal bertindak objektif sehingga
hasil audit dan management letter telah
menggambarkan kondisi Perusahaan Efek.
9. Cakupan hasil audit paling kurang sesuai
dengan ruang lingkup audit sebagaimana
diatur dalam ketentuan yang berlaku.
Hasil Penilaian
IX. Keterbukaan Informasi
A. Struktur Tata Kelola
1.
SB
b
B
c
CB
d
KB
e
TB
Penilaian
Keterangan
SB
B
CB
KB
a x 1 b x 0,75 c x 0,5 d x 0,25
a
Perusahaan Efek memiliki kebijakan dan
prosedur mengenai tata cara pelaporan
terkait kondisi keuangan dan non-keuangan.
2.
Perusahaan Efek memiliki sistem informasi
yang andal yang didukung oleh sumber daya
manusia yang kompeten untuk menyusun
Ya
b
c
d
TB
e x 0
e
Tidak
SB
B
CB
KB
TB
- 46 -
No.
Kriteria/Indikator
laporan keuangan dan non-keuangan
3.
Perusahaan Efek memiliki situs web yang
memuat informasi paling sedikit meliputi:
informasi umum;
a.
b.
c.
informasi bagi nasabah; dan
informasi Tata Kelola.
B. Proses Tata Kelola
4.
a
Perusahaan Efek menyampaikan laporan
keuangan dan non-keuangan kepada
Otoritas Jasa Keuangan dan/atau Pemangku
Kepentingan
lainnya
ketentuan.
5.
Perusahaan Efek menyampaikan informasi
produk kepada nasabah sesuai ketentuan
Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur
mengenai perlindungan konsumen sektor
jasa keuangan, antara lain:
a.
informasi secara tertulis mengenai
produk Perusahaan Efek
yang
sesuai
dengan
b
c
d
e
Penilaian
Keterangan
Ya
Tidak
SB
B
CB
KB
TB
SB
B
CB
KB
TB
- 47 -
No.
Kriteria/Indikator
memenuhi
persyaratan
sebagaimana ditentukan;
b. petugas Perusahaan Efek (Customer
Service
dan Marketing)
menjelaskan
c.
produk kepada nasabah;
informasi produk yang disampaikan
sesuai
dengan
sebenarnya;
d. Perusahaan
kepada
nasabah
Efek menyampaikan
jika
perubahan-perubahan
produk;
e.
terdapat
informasi
informasi-informasi produk dapat
terbaca dengan jelas dan dapat
dimengerti; dan
f.
Perusahaan Efek memiliki layanan
informasi produk yang dapat diperoleh
dengan mudah oleh masyarakat.
kondisi
yang
telah
informasi-informasi
minimal
Penilaian
Keterangan
- 48 -
No.
Kriteria/Indikator
6.
Perusahaan Efek menyampaikan informasi
tata
cara pengaduan nasabah dan
penyelesaian sengketa kepada nasabah
sesuai ketentuan Otoritas Jasa Keuangan
tentang Pengaduan Nasabah dan Mediasi
pasar modal.
7.
Perusahaan Efek melakukan pengkinian dan
validasi informasi secara berkala pada situs
web.
C. Keluaran Tata Kelola
8.
Laporan keuangan dan non-keuangan telah
disampaikan secara lengkap dan tepat waktu
kepada Otoritas Jasa Keuangan dan/atau
Pemangku Kepentingan lainnya, meliputi:
laporan Keuangan Berkala;
laporan Kegiatan;
a.
b.
c.
d.
laporan Akuntan atas Modal Kerja
Bersih Disesuaikan Tahunan; dan
laporan penerapan Tata Kelola.
Ya
Tidak
Penilaian
Keterangan
Ya
Tidak
a
SB
b
B
c
CB
d
KB
e
TB
- 49 -
No.
Kriteria/Indikator
9.
Produk yang diterbitkan,
tata
cara
pengaduan nasabah, dan penyelesaian
sengketa telah disampaikan kepada nasabah
Perusahaan Efek.
10. Informasi yang terdapat dalam situs web
Perusahaan Efek merupakan informasi yang
akurat dan terkini.
Hasil Penilaian
X. Rencana Bisnis
A. Struktur Tata Kelola
1.
SB
B
CB
KB
TB
Penilaian
Keterangan
SB
B
CB
KB
a x 1 b x 0,75 c x 0,5 d x 0,25
a
Perusahaan Efek memiliki Rencana Bisnis
yang
realistis,
berkesinambungan.
2.
Rencana Bisnis paling sedikit memuat:
a. penetapan sasaran Perusahaan Efek
yang harus dicapai dalam jangka
waktu 1 (satu) tahun;
strategi
b.
pencapaian
Perusahaan Efek; dan
sasaran
Ya
Tidak
terukur,
dan
Ya
b
c
d
TB
e x 0
e
Tidak
- 50 -
No.
Kriteria/Indikator
c. proyeksi keuangan 1 (satu) tahun ke
depan.
3.
Rencana Bisnis Perusahaan Efek didukung
sepenuhnya oleh Pemegang Saham, antara
lain dapat dilihat dari komitmen dan upaya
Pemegang Saham untuk memperkuat
permodalan Perusahaan Efek.
B. Proses Tata Kelola
4.
a.
b.
Perusahaan Efek menyusun Rencana Bisnis
dengan memperhatikan:
rencana strategis Perusahaan Efek;
faktor internal dan eksternal yang
dapat mempengaruhi kelangsungan
usaha Perusahaan Efek;
c. prinsip kehati-hatian; dan
d. penerapan manajemen risiko.
5.
Rencana Bisnis disusun oleh Direksi dan
disetujui oleh Dewan Komisaris atau RUPS
sebagaimana ditentukan dalam anggaran
Ya
Tidak
Penilaian
Keterangan
SB
B
CB
KB
TB
a
SB
b
B
c
CB
d
KB
e
TB
- 51 -
No.
Kriteria/Indikator
dasar.
6.
Direksi memastikan pelaksanaan atas
Rencana Bisnis Perusahaan Efek.
7. Dewan
Komisaris
melaksanakan
pengawasan atas pelaksanaan Rencana
Bisnis.
C. Keluaran Tata Kelola
8.
Rencana Bisnis beserta realisasinya telah
disosialisasikan Direksi kepada seluruh
pegawai/karyawan.
9. Tidak terdapat deviasi yang signifikan antara
Rencana Bisnis dengan realisasi.
10. Realisasi Rencana Bisnis berdampak pada
pertumbuhan kinerja Perusahaan Efek.
Hasil Penilaian
XI. Etika Bisnis Perusahaan Efek
A. Struktur Tata Kelola
1.
SB
a
Ya
SB
SB
B
B
CB
CB
KB
KB
a x 1 b x 0,75 c x 0,5 d x 0,25
a
Perusahaan Efek memiliki kebijakan, sistem,
dan prosedur prinsip mengenal nasabah
Ya
b
c
d
B
b
CB
c
KB
d
TB
e
Tidak
TB
TB
e x 0
e
Tidak
SB
B
CB
KB
TB
Penilaian
Keterangan
- 52 -
No.
Kriteria/Indikator
sesuai ketentuan Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan mengenai Penerapan Program Anti
Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan
Terorisme di Sektor Jasa Keuangan.
2.
Perusahaan Efek memiliki unit kerja khusus
atau pejabat sebagai penanggung jawab
penerapan program anti pencucian uang dan
pencegahan pendanaan terorisme yang di
dalamnya mencakup penerapan prinsip
mengenal nasabah.
3.
Unit kerja khusus atau pejabat sebagai
penanggung jawab penerapan program anti
pencucian uang dan pencegahan pendanaan
terorisme
memiliki kemampuan yang
memadai dan kewenangan untuk mengakses
seluruh data nasabah dan informasi lainnya
yang terkait.
4.
Perusahaan Efek memiliki kode etik yang
disusun oleh Direksi dan Dewan Komisaris,
Ya
Tidak
Penilaian
Keterangan
Ya
Tidak
SB
B
CB
KB
TB
- 53 -
No.
Kriteria/Indikator
berlaku bagi seluruh seluruh anggota
Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan
karyawan/pegawai, serta pendukung organ
yang dimiliki Perusahaan Efek yang paling
sedikit memuat:
a. nilai-nilai perusahaan;
b. prinsip pelaksanaan tugas Direksi,
Dewan Komisaris, karyawan/pegawai,
dan/atau pendukung organ yang
dimiliki Perusahaan Efek wajib
dilakukan dengan itikad baik, penuh
tanggung jawab, dan kehati-hatian;
c. penanganan pelanggaran kode etik;
d. akuntabilitas
pengenaan
pelanggaran kode etik; dan
e.
kebijakan Perusahaan Efek terkait
benturan kepentingan.
B. Proses Tata Kelola
5.
a
Direksi memastikan bahwa prinsip mengenal
SB
b
B
c
CB
d
KB
e
TB
sanksi
Penilaian
Keterangan
- 54 -
No.
Kriteria/Indikator
nasabah yang diterapkan melalui program
anti pencucian uang dan pencegahan
pendanaan terorisme dilaksanakan sesuai
dengan kebijakan dan prosedur penerapan
program anti pencucian uang dan
pencegahan pendanaan terorisme.
6.
Direksi memastikan bahwa karyawan yang
melakukan
pengawasan
pelaksanaan
7.
penerapan prinsip mengenal nasabah yang
diterapkan melalui program anti pencucian
uang dan pencegahan pendanaan terorisme
telah mendapatkan pelatihan secara berkala.
Unit khusus atau
pejabat
sebagai
penanggung jawab penerapan program anti
pencucian uang dan pencegahan pendanaan
terorisme melakukan identifikasi, verifikasi,
pemantauan, dan evaluasi menyeluruh
terhadap nasabah.
8.
Kode etik disosialisasikan kepada seluruh
SB
B
CB
KB
TB
SB
B
CB
KB
TB
Penilaian
Keterangan
Ya
Tidak
- 55 -
No.
Kriteria/Indikator
karyawan/pegawai Perusahaan Efek.
9. Dalam hal terdapat dugaan pelanggaran kode
etik,
Direksi,
Dewan
Komisaris,
karyawan/pegawai, dan/atau pendukung
organ yang dimiliki Perusahaan Efek
melaporkan melalui sistem pelaporan
pelanggaran.
C. Keluaran Tata Kelola
10. Seluruh karyawan Perusahaan Efek telah
menerapkan program anti pencucian uang
dan pencegahan pendanaan terorisme
termasuk prinsip mengenal nasabah dan
mematuhi kode etik.
11. Seluruh pelanggaran kode etik
ditangani dengan baik.
telah
Ya
12. Hasil pemantauan dan evaluasi penerapan
program anti pencucian uang dan
pencegahan pendanaan terorisme termasuk
prinsip
mengenal
nasabah
Tidak
Ya
Tidak
Penilaian
Keterangan
a
b
c
d
e
SB
B
CB
KB
TB
SB
B
CB
KB
TB
- 56 -
No.
Kriteria/Indikator
didokumentasikan dengan baik.
Hasil Penilaian
XII. .
Sistem Pelaporan Pelanggaran Dan Sistem
Pengaduan Nasabah
A. Struktur Tata Kelola
1.
Perusahaan Efek memiliki kebijakan sistem
pelaporan pelanggaran.
2.
Kebijakan sistem pelaporan pelanggaran,
paling sedikit memuat:
sistematika
a.
b.
c.
pelanggaran;
jenis
dilaporkan;
cara
proses
pelanggaran
penyampaian
pelanggaran;
d. perlindungan
dan
kerahasiaan pelapor;
e. penanganan pelaporan pelanggaran.
f.
pihak yang mengelola penanganan
jaminan
pelaporan
yang
dapat
laporan
Penilaian
a x 1 b x 0,75 c x 0,5 d x 0,25
e x 0
Keterangan
a
Ya
Ya
b
c
d
e
Tidak
Tidak
- 57 -
No.
Kriteria/Indikator
laporan pelanggaran;
g. hasil penanganan dan tindak lanjut
laporan pelanggaran; dan
h. evaluasi secara berkala oleh Direksi
dan Dewan Komisaris terhadap
kebijakan
sistem
pelanggaran.
3.
4.
Perusahaan Efek
memiliki
penanganan pengaduan nasabah.
Kebijakan penanganan pengaduan nasabah,
paling sedikit memuat:
sistematika
a.
nasabah;
b.
jangka waktu penanganan pengaduan;
c. penanganan pangaduan;
d.
unit kerja atau pihak yang mengelola
penanganan pengaduan;
e. hasil penanganan dan tindak lanjut
pengaduan; dan
proses
pengaduan
Ya
Tidak
kebijakan
Ya
Tidak
pelaporan
Penilaian
Keterangan
- 58 -
No.
Kriteria/Indikator
f.
evaluasi secara berkala oleh Direksi
dan Dewan Komisaris terhadap
kebijakan penanganan pengaduan
nasabah.
5.
Perusahaan Efek memiliki unit kerja atau
penanggungjawab terhadap pelaksanaan
sistem
pelaporan
Proses Tata Kelola
6.
pelanggaran
penanganan pengaduan nasabah.
a
Unit kerja atau penanggungjawab terhadap
pelaksanaan sistem pelaporan pelanggaran
dan penanganan pengaduan nasabah
bertindak secara independen.
7. Dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh
Direksi, Dewan Komisaris, dan/atau
pegawai/karyawan
Perusahaan
Efek
SB
ditangani dengan objektif dan tepat waktu
sesuai dengan kebijakan yang telah
ditetapkan.
B
CB
KB
TB
SB
b
B
c
CB
d
KB
e
TB
dan
Ya
Tidak
Penilaian
Keterangan
- 59 -
No.
Kriteria/Indikator
8.
Pengaduan nasabah ditangani dengan
objektif dan tepat waktu sesuai dengan
kebijakan yang telah ditetapkan.
C. Keluaran Tata Kelola
9.
Perusahaan Efek mendokumentasikan dan
memelihara catatan atas:
a. pelanggaran yang dilakukan oleh
Direksi, Dewan Komisaris, dan/atau
pegawai/karyawan Perusahaan Efek.
b. pengaduan nasabah.
c.
d.
langkah-langkah yang telah dan akan
diambil.
SB
status penyelesaian atas pelanggaran
yang dilakukan oleh Direksi, Dewan
Komisaris,
dan/atau
pegawai/karyawan Perusahaan Efek.
e.
status penyelesaian atas pengaduan
nasabah.
10. Mediasi
dalam
rangka
penyelesaian
SB
B
CB
KB
TB
B
CB
KB
TB
SB
a
B
b
Penilaian
CB
c
KB
d
TB
e
Keterangan
- 60 -
No.
Kriteria/Indikator
pengaduan nasabah dilaksanakan dengan
baik.
Hasil Penilaian
Penilaian
Keterangan
a x 1 b x 0,75 c x 0,5 d x 0,25
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 6 Desember 2017
KEPALA EKSEKUTIF
PENGAWAS PASAR MODAL,
ttd
Salinan ini sesuai dengan aslinya
Deputi Direktur Direktorat Hukum 1
selaku Plh. Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Wiwit Puspasari
HOESEN
e x 0
LAMPIRAN II
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 55 /SEOJK.04/2017
TENTANG
LAPORAN PENERAPAN TATA KELOLA PERUSAHAAN EFEK YANG
MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SEBAGAI PENJAMIN EMISI EFEK DAN
PERANTARA PEDAGANG EFEK
- 2 -
RENCANA TINDAK (ACTION PLAN)
No.
1.
2.
3.
Dst.
Tindakan
Korektif
Target
Penyelesaian
Kendala
Penyelesaian
Keterangan
Menyetujui,
......, ..............................20........
Direktur Utama
Perusahaan Efek
Komisaris Utama
Perusahaan Efek
...................................................
(nama jelas dan tanda tangan)
....................................................
(nama jelas dan tanda tangan)
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 6 Desember 2017
KEPALA EKSEKUTIF
PENGAWAS PASAR MODAL,
Salinan ini sesuai dengan aslinya
Deputi Direktur Direktorat Hukum 1
selaku Plh. Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Wiwit Puspasari
ttd
HOESEN
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 5/SEOJK.04/2017 </reg_id>
<reg_title> PENCABUTAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 22/SEOJK.04/2015 TENTANG KONDISI LAIN SEBAGAI KONDISI PASAR YANG BERFLUKTUASI SECARA SIGNIFIKAN DALAM PELAKSANAAN PEMBELIAN KEMBALI SAHAM YANG DIKELUARKAN OLEH EMITEN ATAU PERUSAHAAN PUBLIK </reg_title>
<set_date> 19 Januari 2017 </set_date>
<effective_date> 19 Januari 2017 </effective_date>
<replaced_reg> '22/SEOJK.04/2015' </replaced_reg>
<related_reg> '2/POJK.04/2013', '22/SEOJK.04/2015' </related_reg>
|
Yth.
Direksi Bank Umum Konvensional
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 26 /SEOJK.03/2016
TENTANG
KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM SESUAI PROFIL RISIKO DAN
PEMENUHAN CAPITAL EQUIVALENCY MAINTAINED ASSETS
Sehubungan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
11/POJK.03/2016 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 25, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5848), perlu untuk mengatur
ketentuan pelaksanaan mengenai Kewajiban Penyediaan Modal Minimum
Sesuai Profil Risiko dan Pemenuhan Capital Equivalency Maintained Assets
dalam suatu Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
1. Kewajiban Bank untuk menyediakan modal minimum sesuai profil
risiko selain bertujuan untuk mengantisipasi potensi kerugian yang
antara lain timbul dari Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) yang
telah memperhitungkan Risiko Kredit, Risiko Pasar, dan Risiko
Operasional, juga untuk mengantisipasi potensi kerugian pada masa
mendatang dari risiko-risiko yang belum sepenuhnya diperhitungkan
dalam ATMR, antara lain risiko konsentrasi, risiko likuiditas, risiko
suku bunga pada banking book (interest rate risk in banking book),
risiko hukum, risiko kepatuhan, risiko reputasi, dan risiko stratejik,
serta untuk mengantisipasi dampak penerapan skenario stress testing
terhadap kecukupan modal Bank.
2. Dalam memenuhi kewajiban penyediaan modal minimum sesuai profil
risiko, baik secara individu maupun konsolidasi dengan Perusahaan
Anak, Bank wajib memiliki dan menerapkan proses perhitungan
kecukupan ...
- 2 -
kecukupan modal secara internal atau Internal Capital Adequacy
Assessment Process (ICAAP) sebagaimana dimaksud dalam Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan mengenai kewajiban penyediaan modal
minimum bank umum.
3. Kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri, selain
wajib menyediakan modal minimum sesuai profil risiko, juga wajib
memenuhi Capital Equivalency Maintained Assets (CEMA) minimum
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
mengenai kewajiban penyediaan modal minimum bank umum, untuk
memperkuat permodalan dalam rangka memelihara stabilitas sistem
keuangan secara umum dan sektor perbankan secara khusus.
II. KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM SESUAI PROFIL RISIKO
A. Internal Capital Adequacy Assessment Process (ICAAP)
1.
ICAAP adalah proses yang dilakukan Bank untuk menetapkan
kecukupan modal sesuai dengan profil risiko Bank dan penetapan
strategi untuk memelihara tingkat permodalan.
2. Komponen ICAAP paling sedikit mencakup:
a. Pengawasan aktif Direksi dan Dewan Komisaris, paling
sedikit mencakup:
1) Direksi dan Dewan Komisaris bertanggung jawab:
a) memahami sifat dan tingkat risiko yang dihadapi
oleh Bank, menilai kecukupan kualitas manajemen
risiko, dan mengaitkan tingkat risiko dengan
kecukupan modal yang dimiliki Bank untuk
mengantisipasi risiko-risiko yang dihadapi dan
untuk mendukung rencana bisnis serta rencana
strategis Bank pada masa mendatang; dan
b) memastikan terlaksananya ICAAP secara konsisten
dan terintegrasi dalam aktivitas operasional Bank.
2) Direksi berwenang dan bertanggung jawab paling
sedikit:
a) menyusun kebijakan, strategi, dan prosedur
pengelolaan modal sesuai dengan ukuran,
karakteristik, kompleksitas usaha, dan tingkat
risiko Bank serta memastikan Bank senantiasa
memelihara ...
- 3 -
memelihara tingkat permodalan yang memadai
untuk mengantisipasi risiko-risiko Bank;
b) mengembangkan kerangka untuk menilai tingkat
risiko yang dihadapi Bank dan proses yang
mengaitkan tingkat risiko dengan kebutuhan
modal;
c) memastikan bahwa rencana strategis Bank
mencakup strategi pengelolaan modal yang
menggambarkan kebutuhan modal, antisipasi
belanja modal (capital expenditure), target
permodalan yang ingin dicapai, dan sumber
permodalan yang diharapkan; dan
d) memastikan strategi, kebijakan, dan prosedur
pengelolaan modal dikomunikasikan dan
dilaksanakan secara menyeluruh (bank-wide).
3) Dewan Komisaris berwenang dan bertanggung jawab
paling sedikit:
a) menyetujui kebijakan, strategi, dan prosedur
pengelolaan modal Bank;
b) melakukan kaji ulang terhadap kualitas dan
efektivitas pengelolaan modal yang dilakukan oleh
Direksi; dan
c) melakukan evaluasi berkala terhadap kualitas dan
efektivitas kebijakan, strategi, dan prosedur
pengelolaan modal serta melakukan penyesuaian
dalam hal diperlukan.
b. Penilaian kecukupan modal, paling sedikit mencakup:
1) kebijakan dan prosedur yang memadai untuk
memastikan seluruh risiko telah diidentifikasi, diukur,
dan dilaporkan secara berkala kepada Direksi dan
Dewan Komisaris. Jenis risiko dan faktor-faktor yang
dipertimbangkan dalam penilaian setiap risiko mengacu
pada ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur
mengenai penilaian tingkat kesehatan Bank, sedangkan
untuk penerapan manajemen risiko seperti proses
identifikasi dan pengukuran mengacu pada
ketentuan ...
- 4 -
ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur
mengenai penerapan manajemen risiko bagi Bank;
2) metode dan proses dalam melakukan penilaian
kecukupan permodalan dengan mengaitkan tingkat
risiko dengan tingkat permodalan yang dibutuhkan
untuk menyerap potensi kerugian dari risiko dimaksud;
3) penyesuaian metode dan asumsi yang digunakan dalam
hal terjadi perubahan pada rencana bisnis, profil risiko,
dan faktor eksternal; dan
4) dokumentasi hasil pengukuran risiko dan perhitungan
tingkat permodalan yang dibutuhkan, termasuk metode
dan asumsi yang digunakan.
c. Pemantauan dan pelaporan, paling sedikit mencakup:
1) sistem informasi yang memadai untuk memantau dan
melaporkan eksposur risiko serta mengukur dampak
perubahan profil risiko terhadap kebutuhan modal
Bank; dan
2)
laporan profil risiko dan tingkat permodalan yang
disampaikan secara berkala kepada Direksi dan Dewan
Komisaris, yang digunakan oleh Direksi untuk:
a) mengevaluasi tingkat risiko, kecenderungan (trend)
pergerakan risiko, dan dampak yang ditimbulkan
terhadap tingkat permodalan;
b) mengevaluasi kewajaran metode serta sensitivitas
dan kewajaran asumsi yang digunakan dalam
pengukuran tingkat risiko dan penilaian
kecukupan modal Bank;
c) menetapkan ketersediaan modal Bank yang
memadai sesuai profil risiko; dan
d) mengukur estimasi kebutuhan modal pada masa
mendatang berdasarkan hasil penilaian profil
risiko terkini dan melakukan penyesuaian rencana
strategis Bank dalam hal diperlukan.
d. Pengendalian internal, paling sedikit mencakup:
1) sistem pengendalian intern yang memadai untuk
memastikan keandalan dari ICAAP yang diterapkan;
dan
2) kaji ...
- 5 -
2) kaji ulang ICAAP secara berkala paling sedikit 1 (satu)
tahun sekali dan sewaktu-waktu sesuai kebutuhan
Bank, untuk memastikan keandalan, akurasi, dan
kewajaran dari proses dimaksud. Proses kaji ulang
dilakukan oleh pihak internal Bank yang memiliki
kompetensi yang memadai dan independen terhadap
proses penetapan kecukupan modal. Cakupan kaji
ulang ICAAP paling sedikit:
a) kesesuaian proses penilaian kecukupan modal
dengan ukuran, karakteristik, dan kompleksitas
usaha Bank;
b) akurasi dan kelengkapan data yang digunakan
dalam proses penilaian kecukupan modal;
c) kewajaran metode dan asumsi yang digunakan
dalam proses penilaian kecukupan modal; dan
d) kewajaran skenario stress testing yang digunakan
dalam proses penilaian kecukupan modal.
B. Supervisory Review and Evaluation Process (SREP)
1. SREP adalah proses kaji ulang yang dilakukan oleh Otoritas Jasa
Keuangan atas hasil ICAAP Bank.
2. SREP meliputi penilaian terhadap kecukupan:
a. pengawasan aktif Direksi dan Dewan Komisaris;
b. penilaian kecukupan modal;
c. pemantauan dan pelaporan; dan
d. pengendalian internal.
C. Perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Sesuai Profil
Risiko
1. Bank menyediakan modal minimum sesuai profil risiko, baik
secara individu maupun secara konsolidasi dengan Perusahaan
Anak.
2. Penyediaan modal minimum ditetapkan paling rendah:
a. 8% (delapan persen) dari ATMR, untuk Bank dengan profil
risiko Peringkat 1;
b. 9% ...
- 6 -
b. 9% (sembilan persen) sampai dengan kurang dari 10%
(sepuluh persen) dari ATMR, untuk Bank dengan profil risiko
Peringkat 2;
c. 10% (sepuluh persen) sampai dengan kurang dari 11%
(sebelas persen) dari ATMR, untuk Bank dengan profil risiko
Peringkat 3; atau
d. 11% (sebelas persen) sampai dengan 14% (empat belas
persen) dari ATMR, untuk Bank dengan profil Risiko
Peringkat 4 atau Peringkat 5.
3. Total ATMR merupakan penjumlahan dari ATMR untuk Risiko
Kredit, ATMR untuk Risiko Pasar, dan ATMR untuk Risiko
Operasional.
4. Otoritas Jasa Keuangan berwenang menetapkan modal minimum
lebih besar dari modal minimum sebagaimana pada angka 2,
dalam hal Otoritas Jasa Keuangan menilai Bank menghadapi
potensi kerugian yang membutuhkan modal lebih besar.
5. Beberapa ilustrasi perhitungan modal minimum sesuai profil
risiko sebagai berikut:
Ilustrasi 1:
Bank A memiliki total modal sebesar Rp130 miliar dan total ATMR
sebesar Rp1.300 miliar sehingga rasio KPMM Bank A adalah
sebesar 10%. Bank A memiliki profil risiko dengan Peringkat 2.
Berdasarkan hasil ICAAP dan perhitungan Otoritas Jasa
Keuangan, Bank A perlu menyediakan modal minimum sesuai
profil risiko sebesar 9% dari ATMR.
Dengan demikian, Bank A wajib menyediakan modal minimum
sesuai profil risiko sebesar 9% dari Rp1.300 miliar atau sebesar
Rp117 miliar.
Dengan rasio KPMM Bank A sebesar 10% maka dalam hal ini
Bank A telah memenuhi persyaratan minimum rasio KPMM
sesuai profil risiko sebesar 9%.
Ilustrasi 2:
Bank B memiliki total modal sebesar Rp900 miliar dan total ATMR
sebesar Rp9.000 miliar sehingga rasio KPMM Bank B adalah 10%.
Bank B memiliki profil risiko dengan Peringkat 3. Berdasarkan
hasil ICAAP, Bank B memerlukan modal minimum sebesar 10%
dari ATMR, namun berdasarkan hasil penilaian Otoritas Jasa
Keuangan ...
- 7 -
Keuangan, Bank B memerlukan modal minimum sebesar 11%,
antara lain karena terdapat potensi kerugian yang membutuhkan
modal lebih besar.
Dengan demikian, Bank B wajib menyediakan modal minimum
sesuai profil risiko sebesar 11% dari Rp9.000 miliar atau sebesar
Rp990 miliar.
Dengan rasio KPMM Bank B sebesar 10% maka Bank B tidak
memenuhi persyaratan minimum rasio KPMM sesuai profil risiko
yaitu sebesar 11%. Bank B memerlukan tambahan modal paling
sedikit sebesar Rp990 miliar dikurangi Rp900 miliar atau sebesar
Rp90 miliar.
D. Pelaporan
1. Bank menyampaikan laporan penilaian kecukupan modal
minimum sesuai profil risiko kepada Otoritas Jasa Keuangan
dengan mengacu pada format sebagaimana Lampiran I paling
sedikit setiap semester untuk posisi akhir bulan Juni dan posisi
akhir bulan Desember.
Laporan tersebut disampaikan bersamaan dengan penyampaian
hasil self-assessment tingkat kesehatan bank sesuai ketentuan
Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai penilaian
tingkat kesehatan Bank.
2. Laporan sebagaimana pada angka 1 disampaikan kepada:
a. Departemen Pengawasan Bank terkait, bagi Bank yang
berkantor pusat atau kantor cabang dari bank yang
berkedudukan di luar negeri yang berada di wilayah Daerah
Khusus Ibukota Jakarta; atau
b. Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor
Otoritas Jasa Keuangan setempat sesuai wilayah tempat
kedudukan kantor pusat Bank.
III. PEMENUHAN CAPITAL EQUIVALENCY MAINTAINED ASSETS
1. Capital Equivalency Maintained Assets (CEMA) adalah alokasi dana
usaha kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri yang
wajib ditempatkan pada aset keuangan dalam jumlah dan persyaratan
tertentu, sebagaimana diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa
Jasa ...
- 8 -
Keuangan mengenai kewajiban penyediaan modal minimum bank
umum.
2. Aset keuangan yang digunakan sebagai CEMA harus bebas dari klaim
pihak manapun yang dibuktikan antara lain dengan surat pernyataan
dari kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri yang
disusun dengan format sebagaimana tercantum pada Lampiran II.
3. CEMA minimum ditetapkan sebesar 8% (delapan persen) dari total
kewajiban bank yang berkedudukan di luar negeri setiap bulan dan
paling sedikit sebesar Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah).
4. Pemenuhan CEMA minimum sebagaimana pada angka 3 dilakukan:
a. sampai dengan posisi bulan November 2017, CEMA minimum
ditetapkan sebesar 8% (delapan persen) dari total kewajiban
kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri pada
setiap bulan; dan
b. mulai posisi bulan Desember 2017, CEMA minimum ditetapkan
8% (delapan persen) dari total kewajiban kantor cabang dari bank
yang berkedudukan di luar negeri pada setiap bulan dan paling
sedikit sebesar Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah).
5. Laporan pemenuhan CEMA minimum disampaikan setiap bulan paling
lambat tanggal 8 pada bulan berikutnya setelah akhir bulan laporan.
Contoh:
Laporan pemenuhan CEMA bulan Mei 2016 disampaikan paling
lambat pada tanggal 8 Juni 2016.
6. Laporan pemenuhan CEMA minimum sebagaimana pada angka 5
disampaikan kepada Departemen Pengawasan Bank terkait, bagi
kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri yang
berada di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
7. Laporan pemenuhan CEMA disusun dengan berpedoman pada
Lampiran III.
IV. KETENTUAN LAIN-LAIN
Lampiran I sampai dengan Lampiran III merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
V. KETENTUAN PENUTUP
Pada saat Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku, Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 14/37/DPNP tanggal 27 Desember 2012
perihal ...
- 9 -
perihal Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Sesuai Profil Risiko dan
Pemenuhan Capital Equivalency Maintained Assets (CEMA) dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku
pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 14 Juli 2016
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN
OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
NELSON TAMPUBOLON
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 6/SEOJK.03/2016 </reg_id>
<reg_title> PENERAPAN FUNGSI KEPATUHAN BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT </reg_title>
<set_date> 10 Maret 2016 </set_date>
<effective_date> 10 Maret 2016 </effective_date>
<related_reg> '4/POJK.03/2015' </related_reg>
|