input
stringlengths
912
558k
output
stringlengths
234
2.18k
No. 3/2/BKr Jakarta, 11 Januari 2001 S U R A T E D A R A N kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA DAN PT. PERMODALAN NASIONAL MADANI (PERSERO) Perihal : Pemberian Kredit Kepada Koperasi Primer Untuk Anggotanya (KKPA) Dalam Rangka Penyaluran Kembali Angsuran Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) Yang Dikelola Oleh PT. Permodalan Nasional Madani (Persero). Menunjuk Peraturan Bank Indonesia No.2/3/PBI tanggal 1 Februari 2000 tentang Pengalihan Pengelolaan KLBI Dalam Rangka Kredit Program, Surat Edaran Bank Indonesia No. 2/5/DKr tanggal 11 Februari 2000 perihal Pelaksanaan Pengalihan Pengelolaan Kredit Likuiditas Bank Indonesia Dalam Rangka Kredit Program, Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 31/45/KEP/DIR tanggal 10 Juni 1998 dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 31/4/UK tanggal 10 Juni 1998 masing-masing tentang Kredit Kepada Koperasi Primer Untuk Anggotanya (KKPA), dengan ini kami sampaikan peraturan pelaksanaan ketentuan berkaitan dengan pemberian KKPA dalam rangka penyaluran kembali angsuran KLBI yang dikelola oleh PT Permodalan Nasional Madani (PT PNM) sebagai berikut : I. POKOK ... Lanj. SE No. 3/2/BKr . tanggal 11 Januari 2001 --------------------------------------------------------------- I. POKOK-POKOK KETENTUAN 1. Pemberian KKPA atas dasar angsuran KLBI yang dikelola oleh PT. PNM, yang selanjutnya disebut pemberian KKPA atas dasar KLBI- relending, pengajuannya oleh Bank kepada PT. PNM tidak lagi memerlukan Plafon Induk, tetapi cukup dengan Plafon Individual. 2. Plafon Individual adalah jumlah maksimum KLBI-relending yang dapat disetujui oleh PT. PNM untuk setiap pemberian KKPA kepada bank untuk pembiayaan masing-masing proyek, baik proyek yang bersifat bertahap (multiyears) maupun proyek yang sifatnya tidak bertahap (non- multiyears). 3. Suku bunga KKPA dari Bank kepada nasabah adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 10 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 31/45/KEP/DIR tanggal 10 Juni 1998 tentang KKPA. Suku bunga KKPA ditetapkan oleh Bank Indonesia, dan dapat ditinjau kembali bila diperlukan. 4. Suku bunga KLBI-relending dari PT. PNM kepada Bank adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 16 ayat (1) dan (2) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 31/45/KEP/DIR tanggal 10 Juni 1998 dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 31/4/UK tanggal 10 Juni 1998 masing- masing tentang KKPA. Dalam hal diperlukan peninjauan suku bunga KLBI-relending dari PT. PNM kepada Bank, PT. PNM dapat menyampaikan usulan perubahan suku bunga KLBI-relending kepada Bank Indonesia, yang berlaku umum untuk semua Bank. 5. Pengaturan mengenai mekanisme pemberian KKPA atas dasar KLBI- relending yang antara lain meliputi penyediaan plafon, pelimpahan, pelunasan, pengenaan sanksi dan laporan, yang belum diatur dalam Surat Edaran ini selanjutnya diatur oleh PT. PNM. Lanj. SE No. 3/2/BKr . tanggal 11 Januari 2001 --------------------------------------------------------------- II. LAIN- ... II. LAIN-LAIN 1. Surat Edaran ini berlaku terhadap pemberian KKPA atas dasar KLBI- relending. 2. Pelaksanaan penyaluran kembali KLBI oleh PT. PNM yang berkaitan dengan KKPA tetap mengikuti ketentuan yang diatur dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 31/45/KEP/DIR tanggal 10 Juni 1998 dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 31/4/UK tanggal 10 Juni 1998 masing-masing tentang KKPA dan ketentuan pelaksanaan lainnya. 3. Pemberian KKPA atas dasar plafon yang telah disetujui oleh Bank Indonesia sebelum adanya pengalihan KLBI dalam rangka kredit program, tetap mengikuti ketentuan sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 31/45/KEP/DIR tanggal 10 Juni 1998 dan Surat Edaran No. 31/4/UK tanggal 10 Juni 1998 masing- masing tentang KKPA, serta Surat Edaran Bank Indonesia No. 2/5/DKr tanggal 11 Februari 2000 tentang Pelaksanaan Pengalihan Pengelolaan Kredit Likuiditas Bank Indonesia Dalam Rangka Kredit Program. Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, ABDUL AZIS KEPALA BIRO BKr
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 3/2/BKr|SE-BI/2001 </reg_id> <reg_title> Pemberian Kredit Kepada Koperasi Primer Untuk Anggotanya (KKPA) Dalam Rangka Penyaluran Kembali Angsuran Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) Yang Dikelola Oleh PT. Permodalan Nasional Madani (Persero). </reg_title> <set_date> 11 Januari 2001 </set_date> <effective_date> 11 Januari 2001 </effective_date> <related_reg> '2/5/DKr|SE-BI/2000', '2/3/PBI/2000', '31/45/KEP/DIR|SKDIR-BI/1998', '31/4/UK|SE-BI/1998' </related_reg>
No. 14/39/DPM Jakarta, 28 Desember 2012 S U R A T E D A R A N Perihal: Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/3/DPM tanggal 4 Februari 2011 perihal Laporan Harian Bank Umum. Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/8/PBI/2011 tentang Laporan Harian Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5194), Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/12/PBI/2006 tentang Laporan Berkala Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4629) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/19/PBI/2011 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5240), dan adanya pengembangan sistem dan tata cara pelaporan Laporan Harian Bank Umum yang mengakibatkan perubahan beberapa form pelaporan, perlu mengubah beberapa ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/3/DPM tanggal 4 Februari 2011 perihal Laporan Harian Bank Umum sebagai berikut: 1. Ketentuan Bab III butir B.6 diubah dan butir B.9 dihapus, sehingga Bab III huruf B berbunyi sebagai berikut: B. Data Non Transaksional 1. Posisi akhir hari transaksi derivatif jual valuta asing bukan investasi dengan pihak asing. 2. Posisi ... 2 2. Posisi akhir hari transaksi derivatif beli valuta asing bukan investasi dengan pihak asing. 3. Posisi rekapitulasi transaksi derivatif. 4. Posisi Devisa Neto (PDN) untuk posisi akhir hari, terdiri dari: a. data gabungan yang mencakup kantor-kantor Bank Pelapor di dalam negeri; dan b. data gabungan yang mencakup kantor-kantor Bank Pelapor di dalam negeri dan di luar negeri. Dalam hal Bank Pelapor sebagaimana dimaksud pada huruf b tidak memiliki kantor di luar negeri maka Bank Pelapor tetap mengirimkan form header. 5. Pos-Pos Tertentu Neraca, terdiri dari: a. data posisi pos-pos tertentu dari neraca gabungan kantor-kantor Bank Pelapor dalam negeri; dan b. data posisi pos-pos tertentu dari neraca gabungan kantor-kantor Bank Pelapor dalam negeri dan luar negeri. Dalam hal Bank Pelapor sebagaimana dimaksud dalam huruf b tidak memiliki kantor di luar negeri maka Bank Pelapor tetap mengirimkan form header. 6. Proyeksi arus kas, terdiri dari: a. proyeksi arus kas berdasarkan pendekatan remaining maturity; dan b. proyeksi arus kas berdasarkan pendekatan behavioral dan rencana pendanaan-penggunaan. 7. Suku bunga penawaran rupiah dan valuta asing (USD). 8. Tingkat imbalan deposito investasi mudharabah Bank syariah dalam rupiah. 9. Dihapus. 10. Suku ... 3 10. Suku bunga kredit rupiah dan valuta asing (USD). 11. Suku bunga deposito berjangka rupiah dan valuta asing (USD), diskonto sertifikat deposito rupiah dan valuta asing (USD) dan suku bunga tabungan rupiah. 12. Posisi saldo harian pinjaman luar negeri jangka pendek Bank. 13. Posisi harian dana usaha kantor cabang bank asing. 2. Ketentuan Bab IV butir A.2.h dan butir A.2.i diubah, serta butir A.2.m dihapus sehingga Bab IV butir A.2 berbunyi sebagai berikut: 2. Data non transaksional LHBU disampaikan dengan menggunakan jenis form sebagai berikut: a. Form 204 (Posisi Akhir Hari Transaksi Derivatif Jual Valuta Asing Bukan Investasi dengan Pihak Asing); b. Form 205 (Posisi Akhir Hari Transaksi Derivatif Beli Valuta Asing Bukan Investasi dengan Pihak Asing); c. Form 206 (Rekapitulasi Transaksi Derivatif); d. Form 401 (PDN Gabungan Kantor Dalam Negeri); e. Form 402 (PDN Gabungan Kantor Dalam Negeri dan Luar Negeri); f. Form 403 (Pos-Pos tertentu Neraca Gabungan Kantor Dalam Negeri); g. Form 404 (Pos-pos tertentu Neraca Gabungan Kantor Dalam Negeri dan Luar Negeri); h. Form 405 (Laporan Proyeksi Arus Kas Berdasarkan Pendekatan Remaining Maturity); i. Form 406 (Laporan Proyeksi Arus Kas Berdasarkan Pendekatan Behavioral dan Rencana Pendanaan- Penggunaan); j. Form 407 ... 4 j. Form 407 (Laporan Saldo Harian Pinjaman Luar Negeri Jangka Pendek Bank); k. Form 408 (Laporan Posisi Harian Dana Usaha Kantor Cabang Bank Asing); l. Form 501 (Suku Bunga Penawaran); m. Dihapus; n. Form 602 (Suku Bunga Kredit); o. Form 603 (Suku Bunga Deposito Berjangka, Suku Bunga Tabungan dan Diskonto Sertifikat Deposito); dan p. Form 604 (Tingkat Imbalan Deposito Investasi Mudharabah Bank Syariah). 3. Ketentuan Bab IV butir B.1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 1. Penyampaian jenis form LHBU bagi kantor pusat Bank dan kantor cabang bank asing yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional diatur sebagai berikut: a. Bank yang berstatus Bank devisa wajib menyampaikan form 101, form 102, form 201, form 202, form 203, form 204, form 205, form 206, form 301, form 401, form 402, form 403, form 404, form 405, form 406, form 407, form 501, form 602, dan form 603. Selain jenis-jenis form di atas, kantor cabang bank asing wajib menyampaikan form 408. Bank Pelapor yang tidak memiliki kantor di luar negeri tetap wajib menyampaikan form header untuk form 402 dan form 404. b. Bank yang berstatus Bank non devisa wajib menyampaikan form 101, form 102, form 301, form 403, form 405, form 406, form 407, form 501, form 602, dan form 603. 4. Ketentuan ... 5 4. Ketentuan Bab IV butir B.2.b diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: b. Bank yang berstatus Bank non devisa wajib menyampaikan form 102, form 403, form 405, form 406, form 407 dan form 604. 5. Ketentuan Bab V butir A.2.h diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: h. Data proyeksi arus kas yang disampaikan mencakup: 1) Proyeksi arus kas berdasarkan pendekatan remaining maturity atas pos-pos sebagaimana diatur dalam Pedoman dalam Lampiran 1, yaitu: a) Posisi pos-pos pada tanggal laporan, kecuali untuk posisi pos Kas, Dana Pihak Ketiga (DPK), dan Kredit yang dilaporkan adalah posisi pada 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal laporan. b) Proyeksi arus kas harian pos-pos setelah tanggal laporan sampai dengan 30 (tiga puluh) hari kalender. Proyeksi arus kas dalam valuta asing dikonversi terlebih dahulu ke dalam mata uang Rupiah. Contoh: Data proyeksi arus kas yang dilaporkan pada tanggal 1 Mei 2013, yaitu: (1) Posisi pos-pos pada tanggal 1 Mei 2013, kecuali untuk posisi pos Kas, Dana Pihak Ketiga (DPK), dan Kredit yang dilaporkan adalah posisi pada tanggal 30 April 2013. (2) Proyeksi arus kas harian pos-pos sejak tanggal 2 Mei 2013 sampai dengan 31 Mei 2013. Data ... 6 Data proyeksi arus kas tersebut wajib disampaikan oleh Bank Pelapor dan diterima oleh Bank Indonesia pada tanggal 1 Mei 2013 paling lama pukul 23.59 WIB. 2) Proyeksi arus kas berdasarkan pendekatan behavioral dan rencana pendanaan-penggunaan atas pos-pos sebagaimana diatur dalam Pedoman dalam Lampiran 1, yaitu: a) Proyeksi arus kas harian pos-pos setelah tanggal laporan sampai dengan 14 (empat belas) hari kalender. b) Proyeksi arus kas harian pos-pos secara kumulatif terhitung sejak hari ke-15 (lima belas) sampai dengan hari ke-21 (dua puluh satu). c) Proyeksi arus kas harian pos-pos secara kumulatif sejak hari ke-22 (dua puluh dua) sampai dengan hari ke-28 (dua puluh delapan). Proyeksi arus kas dalam valuta asing dikonversi terlebih dahulu ke dalam mata uang Rupiah. Contoh: Data proyeksi arus kas yang dilaporkan pada tanggal 1 Mei 2013, yaitu: a) b) tanggal 2 Mei 2013 sampai dengan 15 Mei 2013; tanggal 16 Mei 2013 sampai dengan 22 Mei 2013 secara kumulatif untuk minggu ke-3 (tiga); c) tanggal 23 Mei 2013 sampai dengan 29 Mei 2013 secara kumulatif untuk minggu ke-4 (empat). Data proyeksi arus kas tersebut wajib disampaikan oleh Bank Pelapor dan diterima oleh Bank Indonesia pada tanggal 1 Mei 2013 paling lama pukul 23.59 WIB. 6. Ketentuan ... 7 6. Ketentuan Bab V butir A.2.j diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: j. Data suku bunga kredit dalam rupiah dan valuta asing (USD), suku bunga deposito berjangka dalam rupiah dan valuta asing (USD), diskonto sertifikat deposito dalam rupiah dan valuta asing (USD), suku bunga tabungan dalam rupiah dan tingkat imbalan deposito investasi mudharabah Bank syariah dalam rupiah yang disampaikan adalah data yang berlaku pada tanggal laporan. Contoh: Data suku bunga kredit atau tingkat imbalan deposito investasi mudharabah Bank syariah pada tanggal 7 Februari 2013 wajib disampaikan oleh Bank Pelapor dan diterima oleh Bank Indonesia pada tanggal 7 Februari 2013 paling lama pukul 18.00 WIB. 7. Ketentuan Bab V butir C.4.e dihapus sehingga Bab V butir C.4 berbunyi sebagai berikut: 4. Pukul 07.00 WIB sampai dengan pukul 18.00 WIB untuk data: a. PUAB valuta asing; b. PUAS; c. perdagangan surat berharga di pasar sekunder; d. tingkat imbalan deposito investasi mudharabah Bank syariah dalam rupiah; e. dihapus; f. suku bunga kredit dalam rupiah dan valuta asing (USD); dan g. suku bunga deposito berjangka dalam rupiah dan valuta asing (USD), diskonto sertifikat deposito dalam rupiah dan ... 8 dan valuta asing (USD), serta suku bunga tabungan dalam rupiah. 8. Ketentuan Bab V butir D.1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 1. Dalam hal terjadi kesalahan atas data suku bunga penawaran yang disampaikan, Bank Pelapor wajib menyampaikan koreksi terhadap data dimaksud pada tanggal pelaporan paling lama pukul 10.45 WIB pada hari kerja yang sama. Contoh: Dalam hal terjadi kesalahan atas data suku bunga penawaran yang disampaikan pada tanggal 9 Desember 2013 maka koreksi atas kesalahan data tersebut wajib disampaikan oleh Bank Pelapor pada tanggal 9 Desember 2013 paling lama pukul 10.45 WIB. 9. Ketentuan Bab V butir D.2.j dan butir D.2.k diubah, serta butir D.2.m dihapus sehingga Bab V butir D.2 berbunyi sebagai berikut: 2. Dalam hal terjadi kesalahan atas data yang disampaikan: a. PUAB pagi rupiah; b. PUAB sore rupiah; c. PUAB valuta asing; d. PUAS; e. perdagangan surat berharga di pasar sekunder; f. PDN gabungan kantor dalam negeri; g. PDN gabungan kantor dalam negeri dan luar negeri; h. pos-pos tertentu neraca gabungan kantor dalam negeri; i. pos-pos tertentu neraca gabungan kantor dalam negeri dan luar negeri; j. proyeksi arus kas berdasarkan pendekatan remaining maturity; k. proyeksi ... 9 k. proyeksi arus kas berdasarkan pendekatan behavioral dan rencana pendanaan-penggunaan; l. tingkat imbalan deposito investasi mudharabah Bank syariah dalam rupiah; m. dihapus; n. suku bunga kredit rupiah dan valuta asing (USD); dan o. suku bunga deposito berjangka rupiah dan valuta asing (USD), diskonto sertifikat deposito rupiah dan valuta asing (USD), dan suku bunga tabungan rupiah. Bank Pelapor wajib menyampaikan koreksi segera setelah diketahui adanya kesalahan dan tetap dalam batas waktu penyampaian sebagaimana dimaksud pada huruf C. 10. Ketentuan Bab V butir D ditambah 1 (satu) angka yakni angka 4 yang berbunyi sebagai berikut: 4. Dalam hal terjadi kesalahan atas jenis dokumen yang disampaikan untuk: a. b. c. transaksi tod/tom/spot; transaksi derivatif berupa forward, swap, option; dan transaksi derivatif lainnya, Bank Pelapor wajib menyampaikan koreksi terhadap jenis dokumen dimaksud paling lama pukul 16.00 WIB pada tanggal valuta transaksi yang bersangkutan. Koreksi dimaksud disampaikan melalui daftar pesan pada sistem LHBU. Contoh: Dalam hal terjadi kesalahan atas jenis dokumen untuk transaksi spot pada tanggal 13 Mei 2013 dengan tanggal valuta 15 Mei 2013, maka koreksi atas kesalahan jenis dokumen tersebut dapat disampaikan oleh Bank Pelapor sejak tanggal ... 10 tanggal 13 Mei 2013 sampai dengan tanggal valuta 15 Mei 2013 paling lama pukul 16.00 WIB. 11. Ketentuan Bab V butir E.6.a.7) dihapus sehingga Bab V butir E.6 berbunyi sebagai berikut: 6. Penyampaian data dan/atau koreksi LHBU sebagaimana dimaksud pada angka 5 diatur sebagai berikut: a. Paling lambat 2 (dua) jam setelah batas waktu pelaporan pada Hari Kerja yang sama untuk data atau koreksi data sebagai berikut: 1) PUAB pagi rupiah; 2) PUAB sore rupiah; 3) PUAB valuta asing; 4) PUAS; 5) perdagangan surat berharga di pasar sekunder; 6) tingkat imbalan deposito investasi mudharabah Bank syariah dalam rupiah; 7) dihapus; 8) suku bunga kredit rupiah dan valuta asing (USD); dan 9) suku bunga deposito berjangka rupiah dan valuta asing (USD), diskonto sertifikat deposito rupiah dan valuta asing (USD), dan suku bunga tabungan rupiah. 12. Ketentuan Bab X butir 3.a dihapus sehingga Bab X angka 3 berbunyi sebagai berikut: 3. Bank Pelapor yang tidak menyampaikan secara on-line atau off-line data non transaksional sebagaimana dimaksud pada butir III.B dalam batas waktu yang ditetapkan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini, dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) ... 11 rupiah) untuk setiap data non transaksional yang tidak disampaikan. Contoh: a. Dihapus. b. Suku Bunga Kredit Rupiah dan USD (form 602). Sebagai dasar dalam pengenaan sanksi, suku bunga kredit rupiah dan valas (USD) memiliki paling banyak 6 (enam) jenis data yang wajib disampaikan yaitu (1) suku bunga kredit modal kerja dalam rupiah, (2) suku bunga kredit modal kerja dalam USD, (3) suku bunga kredit investasi dalam rupiah, (4) suku bunga kredit investasi dalam USD, (5) suku bunga kredit konsumsi dalam rupiah, dan (6) suku bunga kredit konsumsi dalam USD. Misalnya: Pada tanggal 7 Februari 2013, Bank A tidak menyampaikan data suku bunga kredit sampai dengan batas waktu pelaporan. Berdasarkan penelitian Bank Indonesia, Bank A pada tanggal tersebut memiliki data suku bunga kredit (6 jenis). Karena memiliki data suku bunga kredit secara lengkap namun tidak disampaikan kepada Bank Indonesia maka Bank A dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar 6 (enam) x Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) = Rp1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah). Apabila pada tanggal tersebut Bank A ternyata hanya memiliki 4 (empat) jenis data suku bunga kredit maka Bank A dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar 4 (empat) x Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) = Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). c. Suku Bunga Deposito Berjangka, Sertifikat Deposito dan Tabungan (form 603) Sebagai ... 12 Sebagai dasar dalam pengenaan sanksi, suku bunga deposito berjangka, sertifikat deposito dan tabungan memiliki paling banyak 5 (lima) jenis data yang wajib disampaikan yaitu (1) suku bunga deposito berjangka dalam Rupiah, (2) suku bunga deposito berjangka dalam USD, (3) suku bunga sertifikat deposito dalam rupiah, (4) suku bunga sertifikat deposito dalam USD, dan (5) suku bunga tabungan dalam rupiah. Misalnya: Pada tanggal 7 Februari 2013, Bank A tidak menyampaikan data suku bunga deposito berjangka, sertifikat deposito dan tabungan sampai dengan batas waktu pelaporan. Berdasarkan penelitian Bank Indonesia, Bank A pada tanggal tersebut memiliki data suku bunga deposito berjangka, sertifikat deposito dan tabungan (5 jenis). Karena memiliki data suku bunga deposito secara lengkap namun tidak disampaikan kepada Bank Indonesia maka Bank A dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar 5 (lima) x Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) = Rp1.250.000,00 (satu juta dua ratus lima puluh ribu rupiah). Apabila pada tanggal tersebut Bank A ternyata hanya memiliki 3 (tiga) jenis data suku bunga deposito berjangka, sertifikat deposito dan tabungan maka Bank A dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar 3 (tiga) x Rp250.000,00 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah) = Rp750.000,00 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah). d. Suku Bunga Penawaran (form 501) Pada tanggal 7 Februari 2013 Bank devisa A melaporkan suku bunga penawaran (Form 501). Sampai dengan batas waktu penyampaian, Bank A tidak mengirimkan data ... 13 data suku bunga penawaran rupiah dan USD. Atas kesalahan tidak menyampaikan data, Bank A dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar 2 (dua) x Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) atau sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah). 13. Ketentuan Bab X butir 5.i dihapus sehingga Bab X angka 5 berbunyi sebagai berikut: 5. Bank Pelapor yang menyampaikan data transaksional dan non transaksional LHBU secara tidak benar untuk data-data: a. PUAB; b. PUAS; c. perdagangan surat berharga di pasar sekunder; d. posisi devisa neto; e. pos-pos tertentu neraca; f. proyeksi arus kas; g. suku bunga penawaran; h. i. dihapus; j. tingkat imbalan deposito investasi mudharabah Bank syariah dalam rupiah; suku bunga kredit rupiah dan valuta asing; k. suku bunga deposito berjangka rupiah dan valuta asing (USD) diskonto sertifikat deposito rupiah dan valuta asing (USD) dan suku bunga tabungan rupiah; l. posisi saldo harian pinjaman luar negeri jangka pendek Bank; dan/atau m. posisi harian dana usaha kantor cabang bank asing; dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) untuk setiap butir (item) kesalahan dengan sanksi kewajiban membayar paling banyak sebesar Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah) setiap form per hari. Contoh: ... 14 Contoh: a. Untuk data transaksional: Tanggal 7 Februari 2013 Bank A melakukan 30 (tiga puluh) transaksi PUAB dengan informasi sebagai berikut: 1. PUAB pagi rupiah (form 101) sebanyak 10 (sepuluh) kali transaksi; 2. PUAB sore rupiah (form 101) sebanyak 10 (sepuluh) kali transaksi; 3. PUAB valas (form 101) sebanyak 10 (sepuluh) kali transaksi. Berdasarkan hasil penelitian Bank Indonesia, terdapat 42 (empat puluh dua) item data tidak benar untuk form 101 yang disampaikan. Atas ketidakbenaran data dimaksud Bank A dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah) dan bukan sebesar 42 (empat puluh dua) x Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) atau sebesar Rp2.100.000,00 (dua juta seratus ribu rupiah). b. Untuk data non transaksional: Pada tanggal 7 Februari 2013, Bank A menyampaikan data secara tidak benar form 603 (suku bunga deposito berjangka, sertifikat deposito dan tabungan) sampai dengan batas waktu pelaporan. Berdasarkan penelitian Bank Indonesia, Bank A pada tanggal tersebut memiliki 5 jenis data dan 42 item yang terdiri dari suku bunga deposito berjangka (USD dan IDR), sertifikat deposito (USD dan IDR) dan tabungan (IDR). Karena memiliki data secara lengkap dan seluruh data yang disampaikan pada LHBU tidak benar, maka Bank A dikenakan sanksi kewajiban ... 15 kewajiban membayar sebesar Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah) dan bukan sebesar 42 (empat puluh dua) xRp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) atau sebesar Rp2.100.000,00 (dua juta seratus ribu rupiah). c. Untuk data transaksional dan non transaksional: Tanggal 7 Februari 2013 Bank A menyampaikan: - form 101 dengan jumlah transaksi sebanyak 15 (lima belas) transaksi; - form 401; - form 402; - form 403; - form 404; - form 405; dan - form 406. Berdasarkan hasil penelitian Bank Indonesia, terdapat 50 (lima puluh) item data tidak benar untuk seluruh form yang disampaikan sebagai berikut: - sebanyak 20 (dua puluh) item tidak benar pada form 101; - sebanyak 5 (lima) item tidak benar pada form 401; - sebanyak 5 (lima) item tidak benar pada form 402; - sebanyak 5 (lima) item tidak benar pada form 403; - sebanyak 5 (lima) item tidak benar pada form 404; - sebanyak 5 (lima) item tidak benar pada form 405; dan - sebanyak 5 (lima) item tidak benar pada form 406. Atas ketidakbenaran data dimaksud Bank A akan dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp2.500.000,00 (50 item x Rp50.000,00) karena nilai kesalahan yang dilakukan oleh Bank A untuk data transaksional dan data non transaksional tersebut di atas. 14. Penyebutan ... 16 14. Penyebutan Bank Indonesia c.q. Unit Khusus Manajemen Informasi diubah menjadi Bank Indonesia c.q. Departemen Pengelolaan Sistem Informasi. 15. Seluruh penyebutan Kantor Bank Indonesia diubah menjadi Kantor Perwakilan Bank Indonesia. 16. Form 102, form 201, form 202, form 203, form 204, form 205, form 401, form 402, form 403, form 404, form 405, form 406 dan form 407 diubah menjadi sebagaimana dalam Lampiran 1 dan Lampiran 2 Surat Edaran Bank Indonesia ini. 17. Lampiran 1, Lampiran 2, Lampiran 3, dan Lampiran 4 diubah menjadi sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 1, Lampiran 2, Lampiran 3, dan Lampiran 4 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 11 Februari 2013. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HENDAR KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 14/39/DPM|SE-BI/2012 </reg_id> <reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/3/DPM tanggal 4 Februari 2011 perihal Laporan Harian Bank Umum. </reg_title> <set_date> 28 Desember 2012 </set_date> <effective_date> 11 Februari 2013 </effective_date> <changed_reg> '13/3/DPM|SE-BI/2011' </changed_reg> <related_reg> '13/3/DPM|SE-BI/2011', '8/12/PBI/2006', '13/19/PBI/2011', '13/8/PBI/2011' </related_reg> <penalty_list> 'Angka 13 Angka 5', 'Angka 12 Angka 3' </penalty_list>
No. 7/15/DPM Jakarta, 29 April 2005 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Marjin Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank Menunjuk Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/11/PBI/2004 tanggal 12 April 2004 tentang Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 39 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4383), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/11/PBI/2005 tanggal 31 Maret 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 34, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4491), maka Bank Indonesia menetapkan marjin suku bunga penjaminan simpanan pihak ketiga dan pasar uang antar bank sebagai berikut: 1. Marjin untuk Maksimum Suku Bunga Simpanan Pihak Ketiga ditetapkan sebesar: Jangka Waktu Simpanan 1 bulan 3 bulan 6 bulan Marjin (basis point) Ditambah 0 (nol) Ditambah 5 (lima) Ditambah 10 (sepuluh) 12 bulan Ditambah 25 (dua puluh lima) 24 bulan Ditambah 55 (lima puluh lima) dari … 2 dari rata-rata tertimbang tingkat diskonto SBI jangka waktu 3 (tiga) bulan pada lelang terakhir. 2. Marjin untuk maksimum suku bunga simpanan pihak ketiga dalam valuta asing US Dollar berjangka waktu 1, 3, 6 dan 12 bulan yang dijamin Pemerintah masing-masing ditetapkan 135 (seratus tiga puluh lima) basis point sedangkan yang berjangka waktu 24 bulan ditetapkan 139 (seratus tiga puluh sembilan) basis point di atas rata-rata suku bunga deposito dalam US Dollar dari bank- bank anggota Jakarta Inter Bank Offered Rates (JIBOR) yang ditetapkan oleh Bank Indonesia menurut jangka waktu tertentu selama 1 (satu) bulan sebelumnya. 3. Marjin untuk maksimum Suku Bunga PUAB ditetapkan sebagai berikut : a. Marjin untuk maksimum suku bunga PUAB dalam Rupiah yang dijamin Pemerintah ditetapkan 0 (nol) basis point dari rata-rata tertimbang suku bunga PUAB overnight pagi dalam Rupiah dari bank-bank anggota JIBOR yang ditetapkan oleh Bank Indonesia selama 1 (satu) bulan sebelumnya. b. Marjin untuk maksimum suku bunga PUAB dalam valuta asing dalam US Dollar yang dijamin Pemerintah ditetapkan sebesar 225 (dua ratus dua puluh lima) basis point di bawah rata-rata tertimbang suku bunga PUAB overnight dalam valuta asing US Dollar dari bank-bank anggota JIBOR yang ditetapkan oleh Bank Indonesia selama 1 (satu) bulan sebelumnya. Dengan berlakunya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/20/DPM tanggal 26 April 2004 perihal Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/11/DPM tanggal 31 Maret 2005, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan … 3 Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 29 April 2005. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, BUDI MULYA DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 7/15/DPM|SE-BI/2005 </reg_id> <reg_title> Marjin Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank </reg_title> <set_date> 29 April 2005 </set_date> <effective_date> 29 April 2005 </effective_date> <replaced_reg> '6/20/DPM|SE-BI/2004', '7/11/DPM|SE-BI/2005' </replaced_reg> <related_reg> '6/11/PBI/2004', '7/11/PBI/2005' </related_reg>
No. 9/18/BKr Jakarta, 29 Agustus 2007 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 31/13/UK tanggal 9 September 1998 perihal Kredit Pemilikan Rumah Sederhana dan Kredit Pemilikan Rumah Sangat Sederhana. Sehubungan dengan hasil evaluasi terhadap ketentuan penyaluran skim Kredit Pemilikan Rumah Sederhana (KPRS) dan Kredit Pemilikan Rumah Sangat Sederhana (KPRSS), dan dengan mempertimbangkan ketentuan penyaluran kembali skim KPRS dan KPRSS yang didasarkan kepada Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat tentang Pengadaan Perumahan dan Permukiman Dengan Dukungan Fasilitas Subsidi Perumahan Melalui Kredit Pemilikan Rumah Bersubsidi, maka dipandang perlu untuk melakukan perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 31/13/UK tanggal 9 September 1998 perihal Kredit Pemilikan Rumah Sederhana dan Kredit Pemilikan Rumah Sangat Sederhana sebagai berikut : 1. Ketentuan angka 1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 1. Pangsa Kredit Likuiditas a. Pangsa pendanaan Kredit Likuiditas Bank Indonesia dan dana Bank ditetapkan: KELOMPOK... KELOMPOK SASARAN I II III Pangsa KLBI 65% 85% 100% Pangsa Bank 35% 15% 0% b. Perubahan pangsa KLBI sebagaimana dimaksud pada butir a hanya diberlakukan terhadap kredit-kredit yang merupakan penyaluran kembali (relending) yang disetujui sejak tanggal diberlakukannya ketentuan ini. 2. Diantara angka 1 dan angka 2 disisipkan 1 (satu) angka yakni angka 1A yang berbunyi sebagai berikut : 1A. Suku Bunga Kredit Perubahan suku bunga sebagaimana diatur pada Pasal 9 ayat (5) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 31/93/KEP/DIR tanggal 9 September 1998 mengacu kepada Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat. 3. Diantara angka 2 dan angka 3 disisipkan 1 (satu) angka yakni angka 2A yang berbunyi sebagai berikut : 2A. Pelaporan Pelunasan Dini a. Dalam hal terjadi pelunasan dini kredit oleh debitur kepada bank sebagaimana diatur pada Pasal 26 Ayat (3) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 31/93/KEP/DIR tanggal 9 September 1998, bank wajib menyampaikan laporan pelunasan dini kredit tersebut dengan menggunakan format laporan sebagaimana dimaksud pada Lampiran 1 Surat Edaran ini. b. Dalam... b. Dalam hal terjadi pelunasan dini kredit sebagaimana dimaksud pada butir a, bank dapat mengajukan permohonan penyesuaian jadwal angsuran kredit likuiditas kepada Bank Indonesia. Permohonan tersebut diajukan selambat-lambatnya akhir bulan Mei untuk periode angsuran Juni, dan pada akhir bulan November untuk periode angsuran Desember. c. Penyesuaian jadwal angsuran sebagaimana dimaksud pada butir b ditetapkan oleh Bank Indonesia secara semesteran. Penyesuaian jadwal angsuran tersebut didasarkan kepada baki debet kredit likuiditas yang tercatat di Bank Indonesia. d. Dalam hal bank tidak mengajukan permohonan penyesuaian jadwal angsuran kredit likuiditas sebagaimana dimaksud pada butir b, maka Bank Indonesia akan mengkompensir pada angsuran terakhir pada jadwal angsuran. 4. Ketentuan angka 4 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Batas Penghasilan, Maksimum Harga Jual dan Jumlah Kredit Pemilikan Rumah Besarnya batas penghasilan, maksimum harga jual rumah dan jumlah Kredit Pemilikan Rumah mengacu kepada Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat. 5. Setelah angka 5 ditambah 1 (satu) angka yakni angka 6 yang berbunyi sebagai berikut : 6. Lain-lain Ketentuan angka 1 sampai dengan angka 4 berlaku untuk PT. BTN (Persero) selaku bank yang melakukan penyaluran kembali (relending) kredit... kredit skim KPRS dan KPRSS, sedangkan untuk bank lain yang menyalurkan KPRS/KPRSS hanya berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 3. Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 29 Agustus 2007..................... Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, DETTY H. AGUSTONO KEPALA BIRO KREDIT
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 9/18/BKr|SE-BI/2007 </reg_id> <reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 31/13/UK tanggal 9 September 1998 perihal Kredit Pemilikan Rumah Sederhana dan Kredit Pemilikan Rumah Sangat Sederhana. </reg_title> <set_date> 29 Agustus 2007 </set_date> <effective_date> 29 Agustus 2007 </effective_date> <changed_reg> '31/13/UK|SE-BI/1998' </changed_reg> <related_reg> '31/13/UK|SE-BI/1998' </related_reg>
No.14/ 14 /DASP Jakarta, 18 April 2012 SURAT EDARAN Kepada BANK, PERUSAHAAN EFEK, DAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN Perihal : Tata Cara Penerbitan dan Penatausahaan Surat Berharga Syariah Negara Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/13/PBI/2008 tentang Lelang dan Penatausahaan Surat Berharga Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4888), Keputusan Menteri Keuangan Nomor 215/KMK.08/2008 tanggal 15 Agustus 2008 tentang Penunjukan Bank Indonesia Sebagai Agen Penata Usaha, Agen Pembayar, dan Agen Lelang Surat Berharga Syariah Negara di Pasar Dalam Negeri, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.08/2008 tanggal 15 Agustus 2008 tentang Penerbitan dan Penjualan Surat Berharga Syariah Negara Dengan Cara Bookbuilding di Pasar Perdana Dalam Negeri, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 218/PMK.08/2008 tanggal 16 Desember 2008 tentang Penerbitan dan Penjualan Surat Berharga Syariah Negara Ritel di Pasar Perdana Dalam Negeri, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.08/2009 tanggal 2 Februari 2009 tentang Penerbitan dan Penjualan Surat Berharga Syariah Negara di Pasar Perdana Dalam Negeri Dengan Cara Lelang, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 75/PMK.08/2009 tanggal 17 April 2009 tentang Penerbitan dan Penjualan Surat Berharga Syariah Negara Dengan Cara Penempatan Langsung (Private Placement), dan dengan telah ditetapkannya Peraturan ... 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 05/PMK.08/2012 tanggal 9 Januari 2012 tentang Penerbitan dan Penjualan Surat Berharga Syariah Negara di Pasar Perdana Dalam Negeri dengan Cara Lelang, khususnya terkait dengan adanya Lelang tambahan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), perlu mengatur kembali tata cara penerbitan dan penatausahaan SBSN dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan : 1. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN, atau dapat disebut Sukuk Negara, adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, dalam mata uang rupiah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN. 2. SBSN Jangka Pendek atau dapat disebut Surat Perbendaharaan Negara Syariah adalah SBSN yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran imbalan berupa kupon dan/atau secara diskonto. 3. SBSN Jangka Panjang adalah SBSN yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran imbalan berupa kupon dan/atau secara diskonto. 4. SBSN Ritel atau yang dapat disebut Sukuk Negara Ritel adalah SBSN yang dijual kepada individu atau orang perseorangan warga negara Indonesia melalui agen penjual. 5. Bookbuilding adalah kegiatan penjualan SBSN kepada pihak melalui agen penjual, dimana agen penjual mengumpulkan pemesanan pembelian dalam periode penawaran yang telah ditentukan. 6. Lelang adalah Lelang SBSN dan Lelang SBSN tambahan. 7. Lelang SBSN adalah penjualan SBSN di pasar perdana yang diikuti oleh peserta Lelang, Bank Indonesia, dan/atau Lembaga ... 3 Lembaga Penjamin Simpanan dengan cara mengajukan penawaran pembelian kompetitif (competitive bidding) dan/atau penawaran pembelian non-kompetitif (non- competitive bidding) dalam suatu periode waktu penawaran yang telah ditentukan dan diumumkan sebelumnya, melalui sistem yang disediakan agen Lelang. 8. Lelang SBSN Tambahan (Green Shoe Option) selanjutnya disebut Lelang SBSN Tambahan adalah penjualan SBSN di pasar perdana dengan cara Lelang yang dilaksanakan pada 1 (satu) hari kerja setelah tanggal pelaksanaan Lelang SBSN. 9. Penempatan Langsung, yang selanjutnya disebut Private Placement, adalah kegiatan penerbitan dan penjualan SBSN yang dilakukan oleh pemerintah kepada pihak dengan ketentuan dan persyaratan (terms and conditions) SBSN sesuai kesepakatan. 10. Penatausahaan SBSN adalah kegiatan yang mencakup kliring dan setelmen, pencatatan kepemilikan, serta agen pembayar imbalan dan nilai nominal SBSN. 11. Pihak adalah orang perseorangan atau kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi, baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum. 12. Agen Penjual adalah: a. perusahaan efek yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Utang atas nama Menteri Keuangan guna melaksanakan penjualan SBSN dengan cara Bookbuilding; atau b. bank dan/atau perusahaan efek yang ditunjuk untuk melaksanakan penjualan Sukuk Negara Ritel. 13. Peserta Lelang adalah bank dan perusahaan efek yang ditunjuk Menteri Keuangan sebagai peserta Lelang SBSN di pasar perdana dalam negeri. 14. Bank ... 4 14. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dan Bank Umum Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. 15. Perusahaan Efek adalah perusahaan efek sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, yang melakukan kegiatan usaha sebagai penjamin emisi efek. 16. Lembaga Penjamin Simpanan yang selanjutnya disebut LPS adalah lembaga yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2009. 17. Imbalan adalah pembayaran yang dapat berupa sewa, bagi hasil atau margin, atau bentuk pembayaran lainnya sesuai dengan akad penerbitan SBSN, yang diberikan kepada pemegang SBSN sampai dengan berakhirnya periode SBSN. 18. Nilai Nominal adalah nilai SBSN atas nama Bank dan/atau Sub-Registry yang tercatat dalam BI-SSSS. 19. Sub-Registry adalah Bank dan lembaga yang melakukan kegiatan kustodian, yang memenuhi persyaratan dan disetujui Bank Indonesia melakukan fungsi penatausahaan surat berharga termasuk SBSN untuk kepentingan nasabah. 20. Pasar Perdana adalah kegiatan penawaran dan penjualan SBSN untuk pertama kali. 21. Pasar Sekunder adalah kegiatan perdagangan SBSN yang telah dijual di Pasar Perdana. 22. Penawaran Pembelian Kompetitif adalah pengajuan penawaran pembelian dengan mencantumkan: a. volume ... 5 a. volume dan tingkat imbal hasil (yield) yang diinginkan penawar, dalam hal Lelang SBSN dengan pembayaran imbalan tetap (fixed coupon) atau pembayaran imbalan secara diskonto; atau b. volume dan harga (price) yang diinginkan penawar, dalam hal Lelang SBSN dengan imbalan mengambang (floating coupon). 23. Penawaran Pembelian Non-Kompetitif adalah pengajuan penawaran pembelian dengan mencantumkan: a. volume tanpa tingkat imbal hasil yang diinginkan penawar, dalam hal Lelang SBSN dengan pembayaran imbalan tetap atau pembayaran imbalan secara diskonto; atau b. volume tanpa harga yang diinginkan penawar, dalam hal Lelang SBSN dengan pembayaran imbalan mengambang. 24. Imbal Hasil (Yield) adalah keuntungan yang diharapkan oleh investor dalam persentase per tahun. 25. Harga Beragam (Multiple Price) adalah harga yang dibayarkan oleh masing-masing pemenang Lelang SBSN sesuai dengan harga penawaran yang diajukannya. 26. Harga Seragam (Uniform Price) adalah tingkat harga yang sama yang dibayarkan oleh seluruh pemenang Lelang SBSN. 27. Harga/Imbal Hasil Rata-rata Tertimbang (Weighted Average Price/Yield) adalah harga/Imbal Hasil yang dihitung dari hasil bagi antara jumlah dari perkalian masing-masing volume SBSN dengan harga/Imbal Hasil yang dimenangkan dan total volume SBSN yang terjual. 28. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disebut dengan Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana elektronik antar peserta Sistem BI-RTGS dalam mata uang rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara seketika per transaksi secara individual. 29. Bank ... 6 29. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya disebut BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaannya dan penatausahaan surat berharga secara elektronik dan terhubung langsung antara peserta BI-SSSS, penyelenggara BI-SSSS dan Sistem BI-RTGS. 30. Peserta BI-SSSS adalah pengguna BI-SSSS yang memenuhi persyaratan dan/atau disetujui oleh Bank Indonesia untuk melakukan kegiatan transaksi dengan Bank Indonesia dan/atau penatausahaan surat berharga. 31. Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya disebut LHBU adalah laporan yang disusun dan disampaikan oleh Bank pelapor secara harian kepada Bank Indonesia. 32. Hari Kerja adalah hari operasional sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia. II. TATA CARA PENERBITAN SBSN DI PASAR PERDANA DENGAN CARA LELANG A. Ketentuan dan Persyaratan Lelang 1. Pihak dan LPS dapat membeli SBSN di Pasar Perdana baik untuk SBSN Jangka Pendek maupun SBSN Jangka Panjang. 2. Bank Indonesia dapat membeli SBSN di Pasar Perdana hanya untuk SBSN Jangka Pendek. 3. Pembelian SBSN di Pasar Perdana oleh Bank Indonesia dan LPS hanya dapat dilakukan untuk dan atas nama dirinya sendiri. 4. Bank Indonesia dan LPS menyampaikan penawaran pembelian SBSN secara langsung. 5. Pihak menyampaikan penawaran pembelian SBSN melalui Peserta Lelang. 6. Peserta ... 7 6. Peserta Lelang yang menyampaikan penawaran pembelian SBSN untuk dan atas nama Pihak menyampaikan penawarannya dengan cara: a. Penawaran Pembelian Kompetitif, dalam hal penawaran pembelian SBSN Jangka Pendek; dan b. Penawaran Pembelian Kompetitif dan/atau Penawaran Pembelian Non-Kompetitif, dalam hal penawaran pembelian SBSN Jangka Panjang. 7. Peserta Lelang yang menyampaikan penawaran pembelian SBSN untuk dan atas nama diri sendiri dan/atau melalui Peserta Lelang lain, hanya dapat melakukan Penawaran Pembelian Kompetitif. 8. Bank Indonesia dan LPS hanya dapat menyampaikan Penawaran Pembelian Non-Kompetitif. 9. Sarana yang digunakan untuk pengajuan penawaran Lelang SBSN adalah BI-SSSS. 10. Dalam hal Bank mengajukan penawaran pembelian SBSN melalui Peserta Lelang maka Bank yang bersangkutan harus menetapkan batas maksimum nominal penawaran (Broker Bidding Limit) per hari bagi Peserta Lelang SBSN yang ditunjuk. 11. Peserta Lelang selain Bank yang mengajukan penawaran pembelian SBSN harus menunjuk Sub-Registry untuk melakukan setelmen dan penatausahaan hasil Lelang SBSN. 12. Sub-Registry sebagaimana dimaksud pada angka 11, harus menetapkan batas maksimum nominal penawaran (Broker Bidding Limit) per hari bagi Peserta Lelang untuk kepentingan nasabah Sub-Registry. 13. Bank Indonesia mengadakan Lelang SBSN Tambahan berdasarkan rencana lelang SBSN Tambahan yang ditetapkan ... 8 ditetapkan oleh Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU). 14. Lelang SBSN Tambahan sebagaimana dimaksud pada angka 13 dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. kepesertaan Lelang SBSN Tambahan terbatas hanya dapat diikuti oleh Bank Indonesia, LPS dan/atau Peserta Lelang, yang menyampaikan penawaran pembelian dalam Lelang SBSN; b. peserta Lelang SBSN Tambahan mengajukan Penawaran Pembelian Non-Kompetitif; c. total penawaran masing-masing peserta Lelang SBSN Tambahan dibatasi paling tinggi sebesar total penawaran masing-masing peserta tersebut pada Lelang SBSN sebelumnya; dan d. penawaran pembelian dalam Lelang SBSN Tambahan untuk SBSN Jangka Pendek hanya dapat diikuti oleh Bank Indonesia. B. Persiapan Lelang 1. Bank Indonesia mengumumkan rencana Lelang SBSN paling lambat 1 (satu) Hari Kerja sebelum hari pelaksanaan Lelang melalui BI-SSSS, LHBU dan sarana lain yang ditetapkan Bank Indonesia. 2. Pengumuman rencana Lelang SBSN sebagaimana dimaksud pada angka 1 paling kurang memuat: a. jenis dan seri; b. Peserta Lelang; c. waktu pelaksanaan Lelang; d. e. f. jangka waktu; tanggal penerbitan; tanggal setelmen; g. tanggal jatuh waktu; h. jenis mata uang; i. waktu ... 9 i. waktu pengumuman hasil Lelang; dan j. jumlah indikatif yang ditawarkan. 3. Bank Indonesia mengumumkan rencana Lelang SBSN Tambahan setelah penetapan Lelang SBSN oleh Menteri Keuangan c.q DJPU. 4. Pengumuman rencana Lelang SBSN Tambahan sebagaimana dimaksud pada angka 2 paling kurang memuat hal-hal sebagaimana dimaksud pada butir 2.a sampai dengan butir 2.i dan harga/imbal hasil rata-rata tertimbang Lelang SBSN. C. Pelaksanaan Lelang 1. Penawaran Lelang dilakukan dari pukul 10.00 WIB sampai dengan pukul 12.00 WIB atau waktu lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan cq. DJPU . 2. Penawaran volume dan tingkat Imbal Hasil atau harga dalam Penawaran Pembelian Kompetitif dan Penawaran Pembelian Non-Kompetitif dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. penawaran volume paling rendah 1.000 (seribu) unit atau Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan 100 (seratus) unit atau Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah); b. penawaran tingkat Imbal Hasil diajukan dengan kelipatan 1/32 (satu per tiga puluh dua) atau 0,03125 (tiga ribu seratus dua puluh lima per seratus ribu) untuk Imbalan tetap dan SBSN tanpa kupon (zero coupon bond), sedangkan penawaran harga diajukan dengan kelipatan 0,05% (lima per sepuluh ribu) untuk Imbalan mengambang. 3. Peserta ... 10 3. Peserta Lelang, LPS dan/atau Bank Indonesia bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran pembelian SBSN yang diajukannya. 4. Peserta Lelang, LPS dan/atau Bank Indonesia yang telah mengajukan penawaran tidak dapat membatalkan penawarannya. D. Penentuan Pemenang Lelang 1. Menteri Keuangan c.q DJPU menetapkan hasil Lelang di Pasar Perdana yang mencakup Nilai Nominal yang dimenangkan, tingkat Imbalan dan/atau diskonto, serta jenis dan nilai aset SBSN pada tanggal pelaksanaan Lelang. 2. Penetapan hasil Lelang sebagaimana dimaksud pada angka 1 berupa: a. Penerimaan seluruh atau sebagian, atau penolakan seluruh penawaran pembelian Lelang SBSN yang masuk. b. Penerimaan seluruh atau sebagian penawaran pembelian yang masuk dalam Lelang SBSN Tambahan. 3. Penetapan harga/Imbal Hasil SBSN bagi pemenang Lelang dengan Penawaran Pembelian Kompetitif dilakukan dengan metode Harga Beragam atau dengan metode Harga Seragam. 4. Penetapan harga SBSN bagi pemenang Lelang dengan Penawaran Pembelian Non-Kompetitif dilakukan berdasarkan Harga/Imbal Hasil Rata-Rata Tertimbang dari hasil Lelang Penawaran Pembelian Kompetitif. 5. Penetapan harga SBSN bagi pemenang Lelang SBSN Tambahan ditetapkan berdasarkan Harga/Imbal Hasil Rata-Rata Tertimbang (Weighted Average Yield) dari Penawaran ... 11 Penawaran Pembelian Kompetitif yang dimenangkan dalam Lelang SBSN. E. Pengumuman Hasil Lelang 1. Bank Indonesia mengumumkan hasil Lelang melalui BI- SSSS dan LHBU atau sarana lain yang ditetapkan Bank Indonesia paling lambat pada akhir hari pelaksanaan Lelang, berdasarkan hasil Lelang di Pasar Perdana yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan c.q. DJPU. 2. Pengumuman hasil Lelang sebagaimana dimaksud pada angka 1 paling kurang memuat kuantitas keseluruhan yang dimenangkan dan rata-rata tertimbang tingkat Imbalan dan/atau diskonto. 3. Bank Indonesia menyampaikan hasil Lelang kepada masing-masing Peserta Lelang melalui BI-SSSS yang paling kurang memuat nama pemenang, nilai nominal yang dimenangkan dan tingkat Imbalan dan/atau diskonto. 4. Dalam hal Menteri Keuangan c.q. DJPU melakukan pembatalan Lelang SBSN atau menolak seluruh penawaran pembelian Lelang SBSN, Bank Indonesia mengumumkan pembatalan atau penolakan tersebut melalui BI-SSSS dan LHBU atau sarana lain yang ditetapkan Bank Indonesia. III. TATA CARA PENATAUSAHAAN SBSN A. Setelmen Penerbitan SBSN dengan cara Lelang 1. Bank Indonesia melakukan setelmen SBSN berdasarkan penetapan hasil pemenang Lelang oleh Menteri Keuangan c.q. DJPU, dengan ketentuan sebagai berikut : a. Setelmen hasil Lelang SBSN Jangka Pendek dilakukan paling lambat 2 (dua) Hari Kerja setelah tanggal pelaksanaan Lelang (T+2); dan b. Setelmen ... 12 b. Setelmen hasil Lelang SBSN Jangka Panjang dilakukan paling lambat 5 (lima) Hari Kerja setelah tanggal pelaksanaan Lelang (T+5). c. Setelmen hasil Lelang SBSN Tambahan dilakukan pada Hari Kerja yang sama dengan setelmen hasil Lelang SBSN sebelumnya sebagaimana dimaksud pada huruf a atau huruf b dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari setelmen hasil Lelang SBSN sebelumnya. 2. Jangka waktu SBSN dinyatakan dalam jumlah hari kalender dan dihitung sejak l (satu) hari setelah tanggal setelmen sampai dengan tanggal jatuh waktu. 3. Dalam pelaksanaan setelmen hasil Lelang atas nama nasabah, Sub-Registry harus menunjuk Bank pembayar yang memiliki rekening giro rupiah di Bank Indonesia untuk pelaksanaan setelmen dana. 4. Bank Indonesia melakukan setelmen hasil Lelang pada tanggal setelmen dengan prosedur sebagai berikut: a. Setelmen dana dilakukan dengan mendebet rekening giro rupiah Bank pembayar di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS, serta mengkredit rekening giro rupiah Pemerintah di Bank Indonesia sebesar nilai setelmen. b. Setelmen surat berharga dilakukan dengan mengkredit rekening surat berharga Peserta BI- SSSS di Central Registry sebesar total Nilai Nominal SBSN yang dimenangkan. 5. Pada hari yang sama dengan hari pengkreditan rekening surat berharga Peserta BI-SSSS, Sub-Registry wajib mencatat kepemilikan SBSN atas nama nasabah pemenang SBSN secara individual pada sistem Sub- Registry. 6. Berdasarkan ... 13 6. Berdasarkan setelmen hasil pemenang Lelang sebagaimana dimaksud pada angka 4, Bank Indonesia melakukan pencatatan penerbitan SBSN. 7. Pencatatan penerbitan SBSN sebagaimana dimaksud pada angka 6, dilakukan sesuai ketentuan dan persyaratan (terms and conditions) yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan c.q. DJPU. 8. Bank pembayar harus menjamin kecukupan dana pada rekening giro rupiah Bank pembayar di Bank Indonesia untuk pelaksanaan setelmen hasil Lelang. 9. Dalam hal saldo rekening giro rupiah Bank pembayar di Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada butir 4.a tidak mencukupi untuk melunasi seluruh atau sebagian kewajibannya sampai dengan cut-off warning Sistem BI- RTGS maka setelmen seluruh hasil Lelang yang dilakukan melalui Bank pembayar dinyatakan gagal. 10. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kegagalan setelmen transaksi sebagaimana dimaksud pada angka 9 kepada Menteri Keuangan cq. DJPU. B. Setelmen Penerbitan SBSN dengan cara Bookbuilding 1. Bank Indonesia melakukan setelmen SBSN berdasarkan penetapan hasil penjualan SBSN oleh Menteri Keuangan cq. DJPU, paling lambat 2 (dua) Hari Kerja setelah tanggal penetapan hasil penjualan SBSN (T+2). 2. Perhitungan harga setelmen per unit SBSN yang diterbitkan dengan cara Bookbuilding dilakukan berdasarkan metode penetapan harga yang tercantum dalam memorandum informasi yang diterbitkan oleh Menteri Keuangan. 3. Jangka waktu SBSN dinyatakan dalam jumlah hari kalender dan dihitung sejak 1 (satu) hari setelah tanggal setelmen sampai dengan tanggal jatuh waktu. 4. Agen ... 14 4. Agen Penjual bertanggungjawab terhadap setelmen seluruh pemesanan pembelian masing-masing Pihak yang pemesanan pembeliannya telah memperoleh penjatahan. 5. Bank Indonesia melakukan setelmen hasil penjualan SBSN pada tanggal setelmen dengan prosedur sebagai berikut: a. Setelmen dana dilakukan dengan mendebet rekening giro rupiah Bank pembayar di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS, serta mengkredit rekening giro rupiah Pemerintah di Bank Indonesia sebesar nilai setelmen. b. Setelmen surat berharga dilakukan dengan mengkredit rekening surat berharga Peserta BI- SSSS di Central Registry sebesar total Nilai Nominal SBSN yang dimenangkan. 6. Berdasarkan setelmen hasil penjualan SBSN sebagaimana dimaksud pada angka 5, Bank Indonesia melakukan pencatatan penerbitan SBSN. 7. Pencatatan penerbitan SBSN sebagaimana dimaksud pada angka 6 dilakukan sesuai ketentuan dan persyaratan (terms and conditions) yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan cq. DJPU. 8. Dalam hal saldo rekening giro rupiah Bank pembayar di Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada butir 5.a tidak mencukupi untuk me1unasi seluruh atau sebagian kewajibannya sampai dengan cut of warning Sistem BI- RTGS maka setelmen seluruh hasil penjatahan SBSN yang dilakukan melalui Bank pembayar dinyatakan gagal. 9. Bank ... 15 9. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kegagalan setelmen transaksi sebagaimana dimaksud pada angka 8 kepada Menteri Keuangan cq. DJPU. C. Setelmen Penerbitan Sukuk Negara Ritel 1. Bank Indonesia melakukan setelmen Sukuk Negara Ritel berdasarkan penetapan hasil penjualan dan penjatahan Sukuk Negara Ritel oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Utang untuk dan atas nama Menteri Keuangan, paling lambat 2 (dua) Hari Kerja setelah tanggal penetapan hasil penjualan dan penjatahan Sukuk Negara Ritel (T+2). 2. Bank Indonesia melakukan setelmen hasil penjualan dan penjatahan Sukuk Negara Ritel pada tanggal setelmen dengan prosedur sebagai berikut: a. Setelmen dana dilakukan dengan mendebet rekening giro rupiah Bank pembayar di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS, serta mengkredit rekening giro rupiah Pemerintah di Bank Indonesia sebesar nilai setelmen; dan b. Setelmen surat berharga dilakukan dengan mengkredit rekening surat berharga Peserta BI- SSSS di Central Registry sebesar total Nilai Nominal Sukuk Negara Ritel yang dimenangkan. 3. Pada hari yang sama dengan hari pengkreditan rekening surat berharga Peserta BI-SSSS, Sub-Registry: a. wajib mencatat kepemilikan Sukuk Negara Ritel atas nama investor yang memperoleh penjatahan Sukuk Negara Ritel secara individual pada sistem Sub- Registry; dan b. mengirimkan daftar rincian individual investor Sukuk Negara Ritel kepada Bank Indonesia cq. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran yang mencakup Account Identifier (AId), nama nasabah, securities ... 16 securities code, status investor, tipe investor dan nominal transaksi melalui sarana pelaporan yang ditentukan oleh Bank Indonesia dalam ketentuan yang mengatur mengenai Sub-Registry. 4. Dalam hal saldo rekening giro rupiah Bank pembayar di Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada butir 2.a tidak mencukupi untuk melunasi seluruh atau sebagian kewajibannya sampai dengan cut of warning Sistem BI- RTGS maka setelmen seluruh hasil penjatahan Sukuk Negara Ritel yang dilakukan melalui Bank pembayar dinyatakan gagal. 5. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kegagalan setelmen transaksi sebagaimana dimaksud pada angka 4 kepada Menteri Keuangan cq. DJPU. D. Setelmen Hasil Penjualan SBSN dengan cara Private Placement 1. Setelmen hasil penjualan SBSN dengan cara Private Placement dilakukan paling cepat 2 (dua) hari kerja dan paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah tanggal kesepakatan transaksi. 2. Peserta Transaksi dapat menunjuk Bank pembayar untuk pelaksanaan setelmen dana. 3. Bank Indonesia melakukan setelmen dengan prosedur sebagai berikut: a. Pencatatan Melakukan pencatatan penerbitan SBSN hasil penjualan secara Private Placement yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan cq. DJPU. b. Setelmen Dana Setelmen dana dilakukan melalui Sistem BI-RTGS dengan mendebet rekening giro peserta transaksi dan/atau Bank pembayar yang ditunjuk, serta mengkredit ... 17 mengkredit rekening giro pemerintah sebesar nilai setelmen. c. Setelmen Surat Berharga Dalam hal setelmen dana berhasil dilakukan, setelmen surat berharga dilakukan dengan mengkredit rekening surat berharga peserta transaksi dan/atau Sub-Registry yang ditunjuk sebesar nilai nominal SBSN. d. Setelmen Surat Berharga Dinyatakan Gagal Dalam hal dana pada rekening giro peserta transaksi dan/atau Bank pembayar yang ditunjuk tidak mencukupi sampai dengan cut of warning Sistem BI-RTGS maka setelmen transaksi Private Placement dimaksud dinyatakan gagal. E. Pembayaran Imbalan dan atau Nilai Nominal SBSN 1. Bank Indonesia melakukan pembayaran Imbalan dan/atau Nilai Nominal SBSN berdasarkan posisi kepemilikan SBSN yang tercatat di BI-SSSS pada 2 (dua) Hari Kerja sebelum tanggal jatuh waktu pembayaran Imbalan dan/atau Nilai Nominal SBSN (T-2). 2. Pembayaran Imbalan dan/atau Nilai Nominal SBSN dilakukan pada tanggal jatuh waktu atau pada Hari Kerja berikutnya apabila tanggal jatuh waktu bertepatan dengan hari libur dengan perhitungan sesuai terms and conditions yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan cq. DJPU. 3. Pembayaran Imbalan dan/atau Nilai Nominal SBSN dilakukan dengan mendebet rekening giro rupiah Pemerintah di Bank Indonesia dan mengkredit rekening giro rupiah Bank pembayar di Bank Indonesia sebesar Imbalan dan/atau Nilai Nominal SBSN. 4. Pada ... 18 4. Pada hari yang sama dengan hari pembayaran Imbalan dan/atau Nilai Nominal SBSN oleh Bank Indonesia, Sub- Registry wajib meneruskan pembayaran Imbalan dan atau Nilai Nominal SBSN kepada investor yang tercatat di Sub-Registry. F. Transaksi SBSN di Pasar Sekunder Prosedur setelmen transaksi SBSN di Pasar Sekunder dilakukan sesuai ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai BI-SSSS. IV. PENUTUP Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku, Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/31/DASP tanggal 10 November 2010 perihal Tata Cara Lelang dan Penatausahaan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 18 April 2012. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, BOEDI ARMANTO KEPALA DEPARTEMEN AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 14/14/DASP|SE-BI/2012 </reg_id> <reg_title> Tata Cara Penerbitan dan Penatausahaan Surat Berharga Syariah Negara </reg_title> <set_date> 18 April 2012 </set_date> <effective_date> 18 April 2012 </effective_date> <replaced_reg> '12/31/DASP|SE-BI/2010' </replaced_reg> <related_reg> '11/PMK.08/2009|PER-MENKEU/2009', '215/KMK.08/2008|KEP-MENKEU/2008', '118/PMK.08/2008|PER-MENKEU/2008', '75/PMK.08/2009|PER-MENKEU/2009', '05/PMK.08/2012|PER-MENKEU/2012', '10/13/PBI/2008', '218/PMK.08/2008|PER-MENKEU/2008' </related_reg>
No. 7/62/DASP Jakarta, 30 Desember 2005 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA PESERTA SISTEM BANK INDONESIA REAL TIME GROSS SETTLEMENT (BI-RTGS) DI INDONESIA Perihal : Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement Sehubungan dengan telah ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia No. 6/8/PBI/2004 tanggal 11 Maret 2004 tentang Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4373) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia No. 6/13/PBI/2004 tanggal 9 Juni 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4387), perlu diatur lebih lanjut peraturan pelaksanaan mengenai penyelenggara, kepesertaan, kewajiban peserta, pelaksanaan operasional, perhitungan bunga dan kompensasi, pengawasan, serta kondisi gangguan dan keadaan darurat Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (Sistem BI-RTGS). Ketentuan mengenai penyelenggara, kepesertaan, kewajiban peserta, pelaksanaan operasional, perhitungan bunga dan kompensasi, pengawasan, serta kondisi gangguan dan keadaan darurat Sistem BI-RTGS sebagaimana tersebut di atas dituangkan dalam Petunjuk Pelaksanaan Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement yang merupakan lampiran Surat Edaran ini dan merupakan satu kesatuan serta bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini. Dengan … Dengan berlakunya Surat Edaran ini maka: 1. Surat Edaran Bank Indonesia No.2/24/DASP tanggal 17 November 2000 perihal Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement sebagaimana telah diubah terakhir dengan Surat Edaran Bank Indonesia No. 5/17/DASP tanggal 15 Agustus 2003; 2. Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/14/DASP tanggal 31 Maret 2004 perihal Pedoman Penyusunan Kebijakan dan Prosedur Tertulis, Laporan Pemeriksaan Internal, serta Laporan Hasil Security Audit; dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 1 Februari 2006. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, MOHAMAD ISHAK DIREKTUR AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN DASP
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 7/62/DASP|SE-BI/2005 </reg_id> <reg_title> Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement </reg_title> <set_date> 30 Desember 2005 </set_date> <effective_date> 1 Februari 2006 </effective_date> <replaced_reg> '2/24/DASP|SE-BI/2000', '6/14/DASP|SE-BI/2004', '5/17/DASP|SE-BI/2004' </replaced_reg> <related_reg> '6/8/PBI/2004', '6/13/PBI/2004' </related_reg>
No.6/ 26 /DPNP Jakarta, 30 Juni 2004 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal : Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing _____________________________________________ Sehubungan dengan ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/15/PBI/2004 tanggal 28 Juni 2004 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4390), dipandang perlu untuk menjelaskan lebih lanjut beberapa ketentuan dalam Peraturan Bank Indonesia tersebut di atas sebagai berikut. I. UMUM Upaya-upaya untuk mempertahankan stabilitas moneter merupakan hal yang sangat diperlukan dalam rangka menciptakan kondisi perekonomian yang kondusif dan stabil. Salah satu piranti moneter yang digunakan Bank Indonesia untuk mempertahankan stabilitas moneter adalah penerapan Giro Wajib Minimum (GWM) kepada bank-bank di Indonesia. Beberapa … Beberapa indikator perekonomian sampai saat ini mengindikasikan perlunya dilakukan perubahan dalam kebijakan Bank Indonesia yang terkait dengan pengaturan likuiditas dalam rupiah, khususnya likuiditas rupiah dari sistem perbankan. Berkenaan dengan hal tersebut, Bank Indonesia memandang perlu untuk meningkatkan persentase GWM dalam Rupiah untuk beberapa kategori Bank. Sebagai kompensasi atas peningkatan persentase GWM, Bank Indonesia memberikan jasa giro terhadap kewajiban memelihara tambahan GWM dimaksud. II. JASA GIRO Sesuai dengan Pasal 11 Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/15/PBI/2004, Bank Indonesia memberikan jasa giro terhadap bagian saldo Rekening Giro Rupiah Bank yang diperuntukkan untuk pemenuhan kewajiban memelihara tambahan GWM dalam rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a, huruf b, atau huruf c, Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/15/PBI/2004, sebesar 3% (tiga perseratus) per-tahun. Jasa giro sebesar 3% (tiga perseratus) sebagaimana dimaksud merupakan tingkat bunga efektif tahunan (effective annual rate) yang ditentukan berdasarkan periode compounding harian selama 360 (tiga ratus enam puluh) hari, dengan rumus sebagai berikut: Tingkat bunga efektif tahunan =(1 + ( Tingkat bunga tahunan 360 hari Dengan demikian, jasa giro yang diberikan terhadap bagian saldo Rekening Giro Rupiah Bank yang diperuntukkan untuk memelihara tambahan GWM dalam rupiah adalah sebesar 0,0082% per- hari. Jasa … pemenuhan kewajiban ))360 hari – 1 Jasa giro sebagaimana dimaksud di atas dihitung untuk setiap hari kerja berdasarkan saldo Rekening Giro Rupiah Bank yang tercatat dan diperoleh dari sistem akunting Bank Indonesia. Pengkreditan jasa giro pada Rekening Giro Rupiah Bank, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/15/PBI/2004, dilakukan sebagai berikut: a. tanggal 8 bagi jasa giro periode tanggal 1 sampai dengan tanggal 7 bulan yang sama; b. tanggal 16 bagi jasa giro periode tanggal 8 sampai dengan tanggal 15 bulan yang sama; c. tanggal 24 bagi jasa giro periode tanggal 16 sampai dengan tanggal 23 bulan yang sama; d. tanggal 1 bulan berikutnya bagi jasa giro periode tanggal 24 sampai dengan tanggal akhir bulan sebelumnya. Pendebetan Rekening Giro Bank, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/15/PBI/2004, sebagai akibat pembebanan sanksi kekurangan GWM dilakukan pada hari kerja berikutnya setelah tanggal terjadinya pelanggaran GWM. Dalam hal tanggal-tanggal untuk pengkreditan jasa giro maupun tanggal pendebetan Rekening Giro Bank jatuh pada hari libur, maka pengkreditan maupun pendebetan saldo Rekening Giro Bank tersebut dilakukan oleh Bank Indonesia pada hari kerja berikutnya. Dalam hal terjadi kesalahan dalam pengkreditan maupun pendebetan yang terkait dengan pemberian jasa giro maupun pengenaan sanksi pelanggaran GWM oleh Bank Indonesia, Bank Indonesia dapat langsung mendebet atau mengkredit rekening giro bank yang bersangkutan sebagaimana diatur dalam ketentuan yang mengatur mengenai Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement. Contoh … Contoh perhitungan GWM, jasa giro dan sanksi pelanggaran GWM: Bank A memiliki rata-rata harian Dana Pihak Ketiga (DPK) dalam rupiah dalam masa laporan sejak tanggal 8 sampai dengan tanggal 15 bulan Januari 2004 sebesar Rp55.000.000.000.000,00 (lima puluh lima triliun rupiah). GWM harian yang wajib dipelihara untuk masa laporan sejak tanggal 24 sampai dengan tanggal akhir bulan Januari 2004 adalah sebesar: 1. 5% (lima perseratus) dari Rp55.000.000.000.000,00 (lima puluh lima triliun rupiah) yaitu sebesar Rp2.750.000.000.000,00 (dua triliun tujuh ratus lima puluh miliar rupiah), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/15/PBI/2004; ditambah dengan 2. 3% (tiga perseratus) dari Rp55.000.000.000.000,00 (lima puluh lima triliun rupiah) yaitu sebesar Rp1.650.000.000.000,00 (satu triliun enam ratus lima puluh miliar rupiah), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/15/PBI/2004. Saldo Rekening Giro Rupiah Bank A di Bank Indonesia pada:  tanggal 24 Januari 2004 adalah sebesar Rp4.400.000.000.000,00 (empat triliun empat ratus miliar rupiah) atau 8% dari DPK dalam rupiah;  tanggal 25 Januari 2004 adalah sebesar Rp4.400.000.000.000,00 (empat triliun empat ratus miliar rupiah) atau 8% dari DPK dalam rupiah;  tanggal 26 Januari 2004 adalah sebesar Rp4.000.000.000.000,00 (empat triliun rupiah) atau 7,3% dari DPK dalam rupiah;  tanggal 27 Januari 2004 adalah sebesar Rp5.000.000.000.000,00 (lima triliun rupiah) atau 9,1% dari DPK dalam rupiah;  tanggal 28 Januari 2004 adalah sebesar Rp6.500.000.000.000,00 (enam triliun lima ratus miliar rupiah) atau 11,82% dari DPK dalam rupiah; tanggal …  tanggal 29 Januari 2004 adalah sebesar Rp5.500.000.000.000,00 (lima triliun lima ratus miliar rupiah) atau 10% dari DPK dalam rupiah;  tanggal 30 Januari 2004 adalah sebesar Rp4.400.000.000.000,00 (empat triliun empat ratus miliar rupiah) atau 8% dari DPK dalam rupiah;  tanggal 31 Januari 2004 adalah sebesar Rp4.400.000.000.000,00 (empat triliun empat ratus miliar rupiah) atau 8% dari DPK dalam rupiah. Tanggal 24, 25, 31 Januari 2004 dan tanggal 1 Februari 2004 adalah hari libur. Rata-rata suku bunga jangka waktu 1 (satu) hari overnight dari JIBOR pada tanggal 26 Januari 2004 adalah sebesar 6%. Saldo Rekening Giro Rupiah pada tanggal 24, 25, dan 31 Januari 2004 tidak diberikan jasa giro, karena tanggal-tanggal tersebut jatuh pada hari bukan hari kerja. Perhitungan jasa giro untuk masing-masing tanggal 27, 28, 29 dan 30 Januari 2004 adalah sebagai berikut: 0,0082% x bagian saldo Rekening Giro Rupiah Bank yang merupakan kewajiban pemeliharaan tambahan GWM; yaitu 0,0082% x Rp1.650.000.000.000,00 = Rp135.300.000,00 Sanksi terhadap kekurangan jasa giro pada tanggal 26 Januari 2004 dihitung sebagai berikut: Rp400.000.000.000,00 x 1,25 x 6 x 1 hari 360 x 100 = Rp83.333.333,33 Pengkreditan jasa giro untuk masing-masing tanggal 27, 28, 29 dan 30 Januari 2004 dilakukan oleh Bank Indonesia pada Rekening Giro Rupiah Bank pada tanggal 2 Februari 2004, karena tanggal 1 Februari jatuh pada hari … hari libur. Jasa giro yang dikreditkan ke Rekening Giro Rupiah Bank pada tanggal 2 Februari 2004 adalah sebesar: 4 x Rp135.300.000,00 = Rp541.200.000,00 Pendebetan Rekening Giro Rupiah Bank untuk sanksi atas kekurangan GWM pada tanggal 26 Januari 2004 sebesar Rp83.333.333,33 dilakukan pada hari kerja berikutnya, yaitu pada tanggal 27 Januari 2004. III. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku sejak tanggal 1 Juli 2004. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, Ttd. MAMAN H. SOMANTRI DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 6/26/DPNP|SE-BI/2004 </reg_id> <reg_title> Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing </reg_title> <set_date> 30 Juni 2004 </set_date> <effective_date> 1 Juli 2004 </effective_date> <related_reg> '6/15/PBI/2004' </related_reg>
No. 12/ 37 /DInt Jakarta, 23 Desember 2010 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA PERUSAHAAN BUKAN BANK DI INDONESIA Perihal : Tata Cara Pelaporan Pinjaman Luar Negeri Perusahaan Bukan Bank serta Format Indikator Keuangan Sehubungan dengan telah dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/1/PBI/2010 tentang Pinjaman Luar Negeri Perusahaan Bukan Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 5102), perlu diatur ketentuan pelaksanaan dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. KEWAJIBAN PELAPORAN 1. Kewajiban menyampaikan laporan berada pada Perusahaan (entitas) yang berencana melakukan PLN Perusahaan dan/atau yang memiliki kewajiban membayar kembali atas PLN yang dilakukan. 2. Perusahaan wajib menyampaikan laporan kepada Bank Indonesia secara benar dan lengkap, sebagai berikut : a. Untuk Perusahaan yang berencana memperoleh PLN Perusahaan Jangka Panjang, meliputi : 1) Laporan Rencana PLN Perusahaan untuk 1 (satu) tahun; 2) Hasil analisis manajemen risiko perusahaan; 3) Penilaian peringkat; 4) Rasio Keuangan; dan 5) Laporan Keuangan; Rencana … Rencana PLN Perusahaan Jangka Panjang termasuk juga antara lain : - PLN Perusahaan Jangka Pendek yang akan diperpanjang lebih dari 1 (satu) tahun. - Rencana roll over PLN Perusahaan Jangka Panjang yang sudah direalisasikan oleh Perusahaan Kewajiban menyampaikan laporan penilaian peringkat kepada Bank Indonesia hanya berlaku bagi perusahaan yang memiliki nilai peringkat. b. Untuk Perusahaan yang memiliki posisi PLN Perusahaan Jangka Pendek dan/atau PLN Perusahaan Jangka Panjang, meliputi : 1) Rasio keuangan; dan 2) Laporan keuangan Dalam hal laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a angka 5) dan huruf b angka 2) adalah laporan keuangan yang telah diaudit maka harus mencantumkan nama auditor. Dalam hal laporan keuangan dimaksud belum diaudit maka harus diberi penjelasan bahwa laporan tersebut belum diaudit, atau dalam hal sedang diaudit, maka mencantumkan nama auditor yang sedang melakukan pemeriksaan. II. LAPORAN A. Jenis Laporan Laporan PLN Perusahaan meliputi : 1. Laporan Rencana PLN Perusahaan Jangka Panjang untuk 1 (satu) tahun yang akan datang ; 2. Hasil Analisis Manajemen Risiko Perusahaan ; 3. Penilaian Peringkat ; 4. Rasio Keuangan; dan 5. Laporan Keuangan; 6. Laporan … 6. Laporan perubahan rencana PLN Perusahaan Jangka Panjang, dalam hal terdapat perubahan rencana nominal, mata uang (currency), jangka waktu dan tujuan penggunaan PLN Perusahaan Jangka Panjang dengan mengemukakan perubahan dan alasan terjadinya perubahan tersebut; dan 7. Laporan perubahan hasil analisis manajemen risiko Perusahaan, dengan mengemukakan perubahan dan alasan terjadinya perubahan. B. Format Laporan 1. Laporan sebagaimana dimaksud dalam butir A.1 sampai dengan A.7 disusun sesuai dengan format laporan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 2. Format Laporan dan Petunjuk Pengisian Pelaporan Pinjaman Luar Negeri Perusahaan Bukan Bank adalah sebagaimana dimaksud dalam lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. C. Tatacara Penyampaian Laporan 1. Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam butir A.1 sampai dengan A.7 dilakukan sebagai berikut : a. Bagi Perusahaan pelapor yang kantor pusatnya berkedudukan di Indonesia, laporan tersebut disampaikan oleh : 1) kantor pusat, yang merupakan gabungan dari perolehan PLN Perusahaan yang dilakukan oleh kantor pusat dan kantor lainnya yang berkedudukan di Indonesia ; atau 2) kantor cabang yang memiliki kewajiban untuk membayar kembali atas PLN yang dilakukannya. b. Bagi Perusahaan pelapor yang kantor pusatnya berkedudukan di Luar Indonesia, laporan tersebut dapat disampaikan oleh kantor koordinator dari kantor-kantor Perusahaan pelapor atau masing- masing kantor Perusahaan Pelapor yang berkedudukan di Indonesia. 2. Penyampaian … 2. Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam butir A.1 sampai dengan A.7 dapat dilakukan: a. Media on line (web technology): https://www.bi.go.id/siulweb/backendweb; atau https://www.bi.go.id/siulweb/backendws. b. Media off line : 1) Dalam bentuk disket/CD, media penyimpanan lainnya, hardcopy atau media lainnya kepada: Bank Indonesia Direktorat Internasional c.q. Bagian Penatausahaan Dan Publikasi Pinjaman Luar Negeri (PPLN) Menara Sjafrudin Prawiranegara, Lantai 5 Jl. M.H. Thamrin No.2, Jakarta 10350. Nomor Faksimili : (021) 2311936, (021) 3502002 2) Email : APLNSIUL@bi.go.id 3. Batas waktu penyampaian laporan kepada Bank Indonesia adalah sebagai berikut : a. Laporan sebagaimana dimaksud dalam butir A.1, A.2 dan A.3 termasuk revisinya disampaikan paling lambat tanggal 10 Maret pada tahun yang bersangkutan atau hari kerja berikutnya apabila tanggal tersebut jatuh pada hari libur. b. Laporan sebagaimana dimaksud dalam butir A.4 dan A.5 termasuk revisinya disampaikan per semester, paling lambat tanggal 10 Juni dan 10 Desember atau hari kerja berikutnya apabila tanggal tersebut jatuh pada hari libur. c. Laporan perubahan rencana sebagaimana dimaksud dalam butir A.6 dan A.7 disampaikan paling lambat tanggal 1 Juli tahun yang bersangkutan … bersangkutan atau hari kerja berikutnya apabila tanggal tersebut jatuh pada hari libur. 4. Perusahaan dianggap tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam butir A.1 sampai dengan A.7 dalam hal laporan tidak diterima oleh Bank Indonesia 30 hari kalender setelah batas waktu yang ditetapkan dan/atau laporan diterima oleh Bank Indonesia dalam batas jangka waktu yang ditetapkan namun tidak lengkap sebagaimana diatur dalam butir I.2. III. INDIKATOR KEUANGAN PERUSAHAAN Dalam melakukan PLN, Perusahaan dapat menerapkan fungsi manajemen risiko antara lain dengan memperhatikan indikator-indikator yang diterbitkan oleh Bank Indonesia yaitu : 1. Indikator mikro adalah indikator yang digunakan dalam rangka menerapkan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan PLN Perusahaan baik jangka panjang maupun jangka pendek, yang diterbitkan dalam bentuk tabel indikator rasio keuangan per sektor ekonomi (Financial Ratio Indicators by Economic Sectors). 2. Indikator makro adalah indikator yang digunakan dalam rangka menerapkan prinsip kehati-hatian atas exposure PLN Perusahaan dalam skala makro (nasional) khususnya dari perspektif moneter yang diformulasikan dalam bentuk debt indicator ratio. 3. Indikator mikro dan makro sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan 2 akan dipublikasikan oleh Bank Indonesia antara lain melalui email dan/atau website Bank Indonesia – Investor Relation Unit. IV. TATA CARA PENGENAAN SANKSI 1. Perusahaan yang terlambat menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam … dalam butir II.C.3 dan II.C.4. dikenakan sanksi administratif berupa surat peringatan. 2. Perusahaan yang tidak menyampaikan laporan dan/atau laporan diterima oleh Bank Indonesia sesuai jangka waktu yang ditetapkan namun tidak lengkap sebagaimana dimaksud dalam butir II.C.4 dikenakan sanksi administratif berupa surat peringatan. 3. Perusahaan yang tidak menyampaikan laporan dan/atau laporan diterima oleh Bank Indonesia sesuai jangka waktu yang ditetapkan namun tidak lengkap sebanyak lebih dari 2 (dua) kali secara berturut-turut, selain dikenakan sanksi administratif berupa peringatan, juga dikenakan sanksi administratif berupa pemberitahuan kepada otoritas yang berwenang. V. PENUTUP 1. Ketentuan mengenai pengenaan sanksi mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2012. 2. Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini, maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/46/DInt tanggal 22 Desember 2008 perihal Pinjaman Luar Negeri Perusahaan Bukan Bank, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. 3. Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 23 Desember 2010 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA NELSON TAMPUBOLON DIREKTUR INTERNASIONAL DInt
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 12/37/DInt|SE-BI/2010 </reg_id> <reg_title> Tata Cara Pelaporan Pinjaman Luar Negeri Perusahaan Bukan Bank serta Format Indikator Keuangan </reg_title> <set_date> 23 Desember 2010 </set_date> <effective_date> 23 Desember 2010 </effective_date> <replaced_reg> '10/46/DInt|SE-BI/2008' </replaced_reg> <related_reg> '12/1/PBI/2010' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi IV' </penalty_list>
No. 2/ 8 /DASP Jakarta, 4 Mei 2000 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Penyelenggaraan Kliring Lokal Secara Semi Otomasi. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 1/3/PBI/1999 tanggal 13 Agustus 1999 tentang Penyelenggaraan Kliring Lokal dan Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Antar Bank Atas Hasil Kliring Lokal, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/4/PBI/2000 tanggal 11 Februari 2000 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 1/3/PBI/1999 tentang Penyelenggaraan Kliring Lokal dan Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Antar Bank Atas Hasil Kliring Lokal, ditetapkan bahwa penyelenggaraan Kliring Lokal antara lain dilakukan dengan sistem semi otomasi diatur lebih lanjut dengan Surat Edaran Bank Indonesia. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, dengan ini dikemukakan pengaturan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Kliring lokal dengan sistem semi otomasi, yang selanjutnya disebut Semi Otomasi Kliring Lokal (SOKL), sebagai berikut. I. PENYELENGGARA A. Penyelenggara 1. Penyelenggara SOKL di Wilayah Kliring yang terdapat kantor Bank Indonesia adalah Bank Indonesia; 2. Penyelenggara… 2 2. Penyelenggara SOKL di Wilayah Kliring yang tidak terdapat kantor Bank Indonesia adalah pihak lain yang telah memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia. 3. Dalam hal Penyelenggara adalah pihak lain sebagaimana dimaksud pada angka 2 maka persyaratan penyelenggara dan tata cara pemberian persetujuan terhadap Penyelenggara tersebut mengacu kepada ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 1/4/DASP tanggal 29 November 1999 perihal Pemberian Persetujuan Terhadap Pihak Lain Untuk Menyelenggarakan Kliring di Daerah yang Tidak Terdapat Kantor Bank Indonesia. B. Kewajiban Penyelenggara Kewajiban Penyelenggara yang berkaitan dengan penyelenggaraan SOKL adalah sebagai berikut : 1. Menyediakan fasilitas penyelenggaraan sebagai berikut : a. Perangkat keras berupa personal computer, printer dan uninterruptible power supply (UPS) yang memenuhi spesifikasi teknis yang ditetapkan oleh Bank Indonesia; b. Sistem back-up perangkat keras dan aplikasi; c. Ruangan dan fasilitas pendukung untuk pertemuan Kliring antara lain berupa meja, kursi dan papan nama Peserta; d. Peralatan komunikasi berupa pesawat telepon, mesin teleks dan faksimili; e. Daftar Hadir Peserta. 2. Menatausahakan dokumen yang berkaitan dengan penyelenggaraan Kliring Lokal sebagai berikut : a. Daftar hadir Peserta; b. Data yang berkaitan dengan wakil Peserta dan perubahannya dengan menggunakan Kartu Tata Usaha Wakil Peserta sebagaimana… 3 ./. sebagaimana contoh pada Lampiran 1. c. Dokumen-dokumen yang memuat data pendukung hasil Kliring meliputi: 1) Bukti Penyerahan Rekaman Warkat Kliring Penyerahan dan Pengembalian; 2) Daftar Warkat Yang Ditolak Dengan Alasan Kosong disertai SKPnya; 3) Bilyet Saldo Kliring Penyerahan dan Pengembalian Per Peserta Kliring; 4) Back-up rekaman data Kliring harian; 3. Meneruskan secara tertulis informasi penolakan Nota Debet yang melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 1/10/DASP tanggal 31 Desember 1999 perihal Penggunaan Nota Debet Dalam Kliring dari Peserta kepada Biro Pengembangan Sistem Pembayaran Nasional, Jalan M.H. Thamrin No.2 Jakarta, Kode Pos 10010, untuk wilayah DKI Jakarta Raya, Serang, Pandeglang, Lebak, Tangerang, Bogor, Karawang, dan Bekasi atau Kantor Bank Indonesia setempat untuk wilayah di luar wilayah tersebut di atas (untuk selanjutnya disebut Bank Indonesia yang mewilayahi); 4. Menjaga kerahasiaan data yang berkaitan dengan penyelenggaraan Kliring. 5. Memberikan keputusan terlebih dahulu dalam hal terjadi perbedaan pendapat antara 2 (dua) atau lebih Peserta mengenai dapat tidaknya suatu Warkat diperhitungkan dalam Kliring Lokal. Dalam hal keputusan tersebut masih belum dapat diterima oleh Peserta yang terkait maka Penyelenggara menyerahkan penyelesaian masalah tersebut… 4 tersebut kepada Bank Indonesia yang mewilayahi dan Bank Indonesia berwenang memberikan keputusan terakhir. II. WARKAT, DOKUMEN KLIRING DAN LAPORAN HASIL KLIRING A. Warkat Warkat yang dapat diperhitungkan dalam Kliring secara Semi Otomasi, meliputi : 1. Cek; 2. Bilyet Giro; 3. Wesel Bank Untuk Transfer; 4. Surat Bukti Penerimaan Transfer; 5. Nota Debet; 6. Nota Kredit. dengan spesifikasi teknis sesuai dengan ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 1/7/DASP tanggal 23 Desember 1999 perihal Warkat, Dokumen Kliring dan Pencetakannya Pada Perusahaan Percetakan Dokumen Sekuriti sebagaimana telah disempurnakan dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/6/DASP tanggal 11 Februari 2000 perihal Penyempurnaan Surat Edaran Bank Indonesia No. 1/7/DASP tanggal 23 Desember 1999 perihal Warkat, Dokumen Kliring dan Pencetakannya Pada Perusahaan Percetakan Dokumen Sekuriti. ./. B. Dokumen Kliring 1. Jenis Dokumen Kliring a. Yang digunakan pada Kliring Penyerahan : 1) Bukti Rekaman Warkat Penyerahan Kliring Penyerahan (PSOKL-1206) sebagaimana contoh pada Lampiran 2; 2) Daftar Warkat Kliring Penyerahan menurut Bank Penerima (PSOKL)... 5 ./. ./. (PSOKL-1201) sebagaimana contoh pada Lampiran 3; 3) Daftar Warkat Kliring Penyerahan menurut Bank Pengirim (PSOKL-1205) sebagaimana contoh pada Lampiran 4. ./. b. Yang digunakan pada Kliring Pengembalian : 1) Bukti Rekaman Warkat Tolakan Kliring Pengembalian (PSOKL-2202) sebagaimana contoh pada Lampiran 5; ./. 2) Daftar Warkat Kliring Pengembalian menurut Bank Penerima (PSOKL-2201) sebagaimana contoh pada Lampiran 6; ./. ./. ./. 3) Daftar Warkat Kliring Pengembalian menurut Bank Pengirim (PSOKL-2205) sebagaimana contoh pada Lampiran 7; 4) Daftar Warkat yang Ditolak dengan Alasan Kosong (PSOKL-2204) sebagaimana contoh pada Lampiran 8 disertai dengan Surat Keterangan Penolakan (PSOKL-2203) sebagaimana contoh pada Lampiran 9. c. Dokumen sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b dicetak oleh Peserta sesuai dengan format yang terdapat pada program aplikasi SOKL. 2. Spesifikasi Teknis Dokumen Kliring Dokumen Kliring yang digunakan dalam SOKL wajib memenuhi spesifikasi teknis sesuai dengan ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 1/7/DASP tanggal 23 Desember 1999 perihal Warkat, Dokumen Kliring dan Pencetakannya pada Perusahaan Percetakan Dokumen Sekuriti sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran No. 2/6/DASP tanggal 11 Februari 2000 perihal Penyempurnaan... 6 Penyempurnaan Surat Edaran Bank Indonesia No. 1/7/DASP yaitu dengan mencetak pada kertas continuous form yang menggunakan printer dot matrix dengan minimal kualitas cetaknya 300 cps. ./. ./. ./. C. Laporan Hasil Kliring 1. Laporan Hasil Kliring dicetak oleh Penyelenggara, terdiri dari : a. Rekapitulasi Kliring Penyerahan Per Peserta Kliring (PSOKL- 3204) sebagaimana contoh pada Lampiran 10; b. Rekapitulasi Kliring Pengembalian Per Peserta Kliring (PSOKL-3205) sebagaimana contoh pada Lampiran 11; c. Bilyet Saldo Kliring Penyerahan dan Pengembalian (PSOKL- 3203) sebagaimana contoh pada Lampiran 12; ./. d. Daftar Bilyet Saldo Akunting Kliring Penyerahan dan Pengembalian Menurut Rekening Peserta Kliring di Bank Indonesia (PSOKL-3206) sebagaimana contoh pada Lampiran 13. 2. Spesifikasi Laporan Hasil Kliring Laporan Hasil Kliring merupakan print out (hasil cetakan) pada kertas continuous form yang menggunakan printer dot matrix dengan minimal kualitas cetaknya 300 cps. III. STEMPEL DAN TANDA PENGENAL WAKIL PESERTA KLIRING A. Stempel Kliring 1. Dalam penyelenggaraan SOKL Peserta wajib menggunakan 2 (dua) jenis stempel yaitu: a. Stempel Kliring yang memuat : 1) Kata “KLIRING”; 2) Tanggal... 7 2) Tanggal, Bulan dan Tahun pada saat Warkat dikliringkan; 3) Nama atau nama singkatan kantor Bank yang lazim digunakan; 4) Identitas Peserta (Sandi Peserta Kliring). b. Stempel Kliring Dibatalkan yang memuat : 1) Kata “STEMPEL KLIRING DIBATALKAN”; 2) Nama atau nama singkatan kantor Bank yang lazim digunakan; 3) Kolom untuk tanda tangan pejabat. ./. Bentuk serta ukuran Stempel Kliring dan Stempel Kliring Dibatalkan sesuai dengan contoh pada Lampiran 14. 2. Penggunaan Stempel Kliring mengacu kepada Penjelasan Pasal 36 PBI No. 1/3/PBI/1999 sebagaimana telah diubah dengan PBI Nomor 2/4/PBI/2000 tanggal 11 Februari 2000 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 1/3/PBI/1999 Tentang Penyelenggaraan Kliring Lokal Dan Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Antar Bank Atas Hasil Kliring Lokal. B. Tanda Pengenal Wakil Peserta Kliring (TPWPK) 1. TPWPK merupakan tanda izin bagi setiap wakil Peserta untuk memasuki ruangan Kliring dan wajib dikenakan oleh wakil Peserta selama pertemuan Kliring. 2. TPWPK dikeluarkan oleh Penyelenggara pada waktu permohonan sebagai Peserta disetujui atau setelah mendapat konfirmasi secara tertulis dari Penyelenggara atas permohonan penggantian/penambahan wakil Peserta sebagaimana dimaksud pada angka IV huruf D.4. 3. Dalam hal TPWPK dimaksud hilang maka Peserta wajib mengajukan... 8 mengajukan surat permohonan penggantian TPWPK kepada Penyelenggara dengan dilampiri pas foto ukuran 2x3 cm sebanyak 1 (satu) lembar dan surat keterangan kehilangan dari Kepolisian. Penyelenggara memberikan penggantian paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah permohonan diterima dengan lengkap. 4. Dalam hal TPWPK dimaksud rusak maka Peserta dapat memperoleh penggantian dengan mengajukan surat permohonan penggantian TPWPK kepada Penyelenggara dengan dilampiri pas foto ukuran 2x3 cm sebanyak 1 (satu) lembar serta TPWPK yang rusak. Penyelenggara memberikan penggantian paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah permohonan diterima dengan lengkap. 5. Selama TPWPK sebagaimana dimaksud dalam angka 3 dan 4 belum memperoleh penggantian dari Penyelenggara, wakil Peserta yang bersangkutan dapat mengikuti pertemuan Kliring dengan membawa fotokopi surat permohonan yang telah dilegalisir oleh Penyelenggara. ./. 6. Bentuk dan ukuran TPWPK sesuai dengan contoh pada Lampiran 15. IV. KEPESERTAAN A. Persyaratan menjadi Peserta 1. Persyaratan untuk menjadi Peserta Langsung a. Kantor Bank yang dapat menjadi Peserta Langsung adalah : 1) Kantor cabang yang telah memperoleh izin pembukaan kantor dari Bank Indonesia; 2) Kantor cabang pembantu dari Bank yang kantor pusatnya berkedudukan di luar negeri, yang telah memperoleh izin pembukaan kantor dari Bank Indonesia; 3) Kantor... 9 3) Kantor cabang pembantu dari Bank yang kantor pusatnya berkedudukan di dalam negeri yang telah memperoleh izin dari Bank Indonesia untuk beroperasi di Wilayah Kliring yang berbeda dari kantor cabang induknya. 4) Termasuk dalam pengertian kantor cabang sebagaimana dimaksud dalam angka 1) adalah kantor pusat operasional. b. Kantor Bank atau kantor lain dari Bank sebagaimana dimaksud pada huruf a memiliki rekening giro di salah satu kantor Bank Indonesia. c. Lokasi kantor Bank memungkinkan Bank tersebut untuk mengikuti Kliring secara tertib sesuai jadwal Kliring Lokal yang ditetapkan. Dalam hal ini yang perlu dipertimbangkan adalah waktu tempuh dari lokasi kantor Bank ke lokasi Penyelenggara maksimal 45 (empat puluh lima) menit. 2. Persyaratan untuk menjadi Peserta Tidak Langsung a. Kantor Bank yang dapat menjadi Peserta Tidak Langsung adalah: 1) Kantor cabang yang telah memperoleh izin pembukaan kantor dari Bank Indonesia; 2) Kantor cabang pembantu dari Bank yang kantor pusatnya berkedudukan di luar negeri yang telah memperoleh izin pembukaan kantor dari Bank Indonesia; 3) Kantor cabang pembantu dari Bank yang kantor pusatnya berkedudukan di dalam negeri yang telah dilaporkan kepada Bank Indonesia. 4) Termasuk dalam pengertian kantor cabang sebagaimana dimaksud dalam angka 1) adalah kantor pusat operasional. b. Kantor Bank sebagaimana dimaksud pada huruf a menginduk kepada kantor lain yang merupakan Bank yang sama yang telah menjadi... 10 menjadi Peserta Langsung di Wilayah Kliring yang sama. ./. B. Tata cara menjadi Peserta 1. Penyelenggara adalah pihak lain yang mendapat persetujuan Bank Indonesia a. Tata cara menjadi Peserta Langsung 1) Dengan memperhatikan persyaratan pada angka IV.A.1, kantor Bank dapat mengajukan permohonan secara tertulis untuk menjadi Peserta Langsung kepada Penyelenggara dengan tembusan kepada Bank Indonesia yang mewilayahi dengan melampirkan : a) Formulir Data Kepesertaan sebagaimana contoh pada Lampiran 16 yang telah diisi lengkap; ./. b) Formulir Penunjukan Pejabat Yang Berwenang Untuk Menandatangani Surat Keterangan Penolakan dan Daftar Warkat Yang Ditolak Dengan Alasan Kosong sebagaimana contoh pada Lampiran 17 yang telah diisi lengkap; ./. c) Formulir Penunjukan Wakil Peserta sebagaimana contoh pada Lampiran 18 yang telah diisi lengkap. Dalam surat permohonan tersebut kantor Bank yang bersangkutan dapat mengajukan sekaligus kantor lain yang akan menjadi Peserta Tidak Langsung dengan memperhatikan ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara permohonan menjadi Peserta Tidak Langsung. 2) Dalam jangka waktu 3 (tiga) hari kerja setelah surat permohonan diterima secara lengkap, Penyelenggara wajib menyampaikan permintaan informasi secara tertulis kepada Bank Indonesia yang mewilayahi mengenai status perizinan pembukaan... 11 pembukaan kantor Bank pemohon, nomor sandi Kliring dan rekening giro kantor lain yang akan digunakan untuk pelimpahan hasil Kliring. 3) Dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja setelah surat permintaan informasi dari Penyelenggara sebagaimana dimaksud pada angka 2) diterima, Bank Indonesia yang mewilayahi akan memberikan surat pemberitahuan kepada Penyelenggara mengenai status izin pembukaan kantor Bank pemohon, nomor sandi Kliring dan rekening giro kantor lain dari kantor Bank pemohon yang akan digunakan untuk pelimpahan hasil Kliring. 4) Penyelenggara wajib memberitahukan secara tertulis kepada kantor Bank pemohon dengan tembusan kepada Bank Indonesia yang mewilayahi mengenai keputusan untuk menyetujui atau menolak kepesertaan dalam jangka waktu 3 (tiga) hari kerja setelah menerima surat pemberitahuan dari Bank Indonesia yang mewilayahi. ./. 5) Dalam hal permohonan disetujui maka Penyelenggara akan memberikan : a) Surat Persetujuan Keikutsertaan Sebagai Peserta Langsung kepada kantor Bank pemohon sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 19a yang memuat antara lain : (1) tanggal efektif keikutsertaan yaitu paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah tanggal surat persetujuan dari Penyelenggara; (2) identitas Peserta berupa nomor sandi kliring; (3) kewajiban calon Peserta untuk menyampaikan fisik stempel... 12 stempel Kliring, Stempel Kliring Dibatalkan dan spesimen Warkat paling lambat 3 (tiga) hari kerja sebelum tanggal efektif keikutsertaannya; (4) pemberitahuan bahwa wakil Peserta telah didaftarkan disertai TPWPK. Dalam hal calon Peserta tidak dapat menyampaikan hal- hal sebagaimana dimaksud dalam angka (3) dalam 3 (tiga) hari kerja sebelum tanggal efektif keikutsertaan yang ditetapkan maka tanggal efektif tersebut ditunda menjadi 3 (tiga) hari kerja setelah hal-hal sebagaimana dimaksud dalam angka (3) dipenuhi. b) Pelatihan singkat mengenai tata cara pelaksanaan Kliring SOKL; 6) Selanjutnya Penyelenggara akan mengumumkan secara tertulis kepada Peserta lainnya mengenai keikutsertaan Peserta tersebut paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal efektif keikutsertaannya, dengan melampirkan fotokopi contoh Stempel Kliring, Stempel Kliring Dibatalkan, Warkat dari Peserta tersebut. 7) Fisik Stempel Kliring dan Stempel Kliring Dibatalkan dikembalikan oleh Penyelenggara kepada calon Peserta paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal efektif keikutsertaannya. b. Tata cara menjadi Peserta Tidak Langsung 1) Dengan memperhatikan persyaratan pada angka IV.A.2, kantor Bank dapat mengajukan permohonan secara tertulis untuk menjadi Peserta Tidak Langsung kepada Penyelenggara. Permohonan tersebut diajukan oleh kantor Bank yang telah menjadi... 13 ./. menjadi Peserta Langsung dengan melampirkan : a) Formulir Data Kepesertaan sebagaimana contoh pada Lampiran 16 yang telah diisi lengkap; ./. b) Formulir Penunjukan Pejabat Yang Berwenang Untuk Menandatangani Surat Keterangan Penolakan dan Daftar Warkat Yang Ditolak Dengan Alasan Kosong sebagaimana contoh pada Lampiran 17 yang telah diisi lengkap. 2) Dalam jangka waktu 3 (tiga) hari kerja setelah surat permohonan diterima secara lengkap, Penyelenggara wajib menyampaikan permintaan informasi secara tertulis kepada Bank Indonesia yang mewilayahi mengenai status perizinan/pelaporan pembukaan kantor Bank pemohon. 3) Dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja setelah surat permintaan informasi dari Penyelenggara sebagaimana dimaksud angka 2) diterima, Bank Indonesia yang mewilayahi akan memberikan surat pemberitahuan kepada Penyelenggara mengenai izin pembukaan/pelaporan kantor Bank pemohon. 4) Penyelenggara wajib memberitahukan secara tertulis kepada kantor Bank pemohon dengan tembusan kepada Bank Indonesia yang mewilayahi mengenai keputusan untuk menyetujui atau menolak kepesertaan dalam jangka waktu 3 (tiga) hari kerja setelah menerima surat pemberitahuan dari Bank Indonesia yang mewilayahi. ./. 5) Dalam hal permohonan disetujui maka Penyelenggara akan memberikan Surat Persetujuan Keikutsertaan Sebagai Peserta Tidak Langsung kepada kantor Bank pemohon sebagaimana contoh dalam Lampiran 19b yang memuat antara lain : a) tanggal... 14 a) tanggal efektif keikutsertaan, yaitu paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah tanggal surat persetujuan dari Penyelenggara; b) kewajiban calon Peserta untuk menyampaikan fisik stempel Kliring, Stempel Kliring Dibatalkan serta spesimen Warkat paling lambat 3 (tiga) hari kerja sebelum tanggal efektif keikutsertaannya; c) pemberitahuan identitas Peserta Tidak Langsung yaitu nomor sandi kliring kantor induknya yang menjadi Peserta Langsung; Dalam hal calon Peserta tidak dapat menyampaikan hal-hal sebagaimana dimaksud dalam huruf b) dalam 3 (tiga) hari kerja sebelum tanggal efektif keikutsertaan yang ditetapkan maka tanggal efektif tersebut ditunda menjadi 3 (tiga) hari kerja setelah hal-hal sebagaimana dimaksud dalam huruf b) dipenuhi. 6) Selanjutnya Penyelenggara akan mengumumkan secara tertulis kepada Peserta lainnya mengenai keikutsertaan Peserta Tidak Langsung tersebut paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal efektif keikutsertaannya, dengan melampirkan fotokopi contoh Stempel Kliring, Stempel Kliring Dibatalkan dan Warkat. 7) Fisik Stempel Kliring dan Stempel Kliring Dibatalkan dikembalikan oleh Penyelenggara kepada Peserta paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal efektif keikutsertaan. 2. Penyelenggara adalah Bank Indonesia a. Tata cara menjadi Peserta Langsung 1) Dengan memperhatikan persyaratan pada angka IV.A.1, kantor Bank... 15 ./. Bank dapat mengajukan permohonan secara tertulis untuk menjadi Peserta Langsung kepada Penyelenggara dengan melampirkan : a) Formulir Data Kepesertaan sebagaimana contoh pada Lampiran 16 yang telah diisi lengkap; ./. ./. b) Formulir Penunjukan Pejabat Yang Berwenang untuk menandatangani Surat Keterangan Penolakan dan Daftar Warkat Yang Ditolak Dengan Alasan Kosong sebagaimana contoh pada Lampiran 17 yang telah diisi lengkap; c) Formulir Penunjukan Wakil Peserta sebagaimana contoh pada Lampiran 18 yang telah diisi lengkap. Dalam surat permohonan tersebut kantor Bank yang bersangkutan dapat mengajukan sekaligus kantor lain yang akan menjadi Peserta Tidak Langsung dengan memperhatikan ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara permohonan menjadi Peserta Tidak Langsung. 2) Penyelenggara wajib memberitahukan secara tertulis kepada kantor Bank pemohon mengenai keputusan untuk menyetujui atau menolak kepesertaan dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja setelah surat permohonan diterima secara lengkap. ./. 3) Dalam hal permohonan disetujui maka Penyelenggara akan memberikan : a) Surat Persetujuan Keikutsertaan Sebagai Peserta Langsung kepada kantor Bank pemohon sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 19a yang memuat antara lain : (1) tanggal efektif keikutsertaan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah Surat Persetujuan diberikan; (2) identitas Peserta berupa nomor sandi kliring; (3) kewajiban... 16 (3) kewajiban calon Peserta untuk menyampaikan contoh fisik Stempel Kliring, Stempel Kliring Dibatalkan dan spesimen Warkat paling lambat 3 (tiga) hari sebelum tanggal efektif keikutsertaannya; (4) pemberitahuan bahwa wakil Peserta telah didaftarkan disertai TPWPK. Dalam hal calon Peserta tidak dapat menyampaikan hal-hal sebagaimana dimaksud dalam angka (3) 3 (tiga) hari kerja sebelum tanggal efektif keikutsertaannya maka tanggal efektif tersebut ditunda menjadi 3 (tiga) hari kerja setelah hal-hal sebagaimana dimaksud dalam angka (3) dipenuhi. b) Pelatihan singkat mengenai tata cara pelaksanaan Kliring SOKL. 4) Penyelenggara akan mengumumkan secara tertulis kepada Peserta lainnya mengenai keikutsertaan Peserta tersebut paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal efektif keikutsertaannya, dengan melampirkan fotokopi contoh Stempel Kliring, Stempel Kliring Dibatalkan dan Warkat. 5) Fisik stempel Kliring dan Stempel Kliring Dibatalkan dikembalikan kepada Peserta paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal efektif keikutsertaan. b. Tata cara menjadi Peserta Tidak Langsung 1) Dengan memperhatikan persyaratan pada angka IV.A.2, kantor Bank dapat mengajukan permohonan secara tertulis untuk menjadi Peserta Tidak Langsung kepada Penyelenggara. Permohonan tersebut diajukan oleh kantor Bank yang telah menjadi Peserta Langsung dengan melampirkan : a) Formulir Data Kepesertaan sebagaimana contoh pada Lampiran... 17 ./. Lampiran 16 yang telah diisi lengkap; ./. b) Formulir Penunjukan Pejabat Yang Berwenang untuk menandatangani Surat Keterangan Penolakan dan Daftar Warkat Yang Ditolak Dengan Alasan Kosong sebagaimana contoh pada Lampiran 17 yang telah diisi lengkap. ./. 2) Dalam hal permohonan disetujui maka Penyelenggara akan memberikan Surat Persetujuan Keikutsertaan Sebagai Peserta Tidak Langsung kepada kantor Bank pemohon sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 19b yang memuat antara lain : a) tanggal efektif keikutsertaan yaitu paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah tanggal Surat Persetujuan diterima; b) kewajiban calon Peserta untuk menyampaikan contoh fisik Stempel Kliring, Stempel Kliring Dibatalkan dan spesimen Warkat paling lambat 3 (tiga) hari sebelum tanggal efektif keikutsertaannya; c) Pemberitahuan identitas Peserta Tidak Langsung menggunakan nomor sandi kliring kantor induknya yang telah menjadi Peserta Langsung. Dalam hal calon Peserta tidak dapat menyampaikan hal-hal sebagaimana dimaksud dalam huruf b) 3 (tiga) hari kerja sebelum tanggal efektif keikutsertaannya maka tanggal efektif tersebut ditunda selama 3 (tiga) hari kerja setelah hal-hal sebagaimana dimaksud dalam huruf b) dipenuhi. 3) Selanjutnya Penyelenggara akan mengumumkan secara tertulis kepada Peserta lainnya mengenai keikutsertaan Peserta Tidak Langsung tersebut paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal... 18 tanggal efektif keikutsertaannya, dengan melampirkan fotokopi contoh stempel Kliring, stempel Kliring Dibatalkan dan Warkat. 4) Fisik stempel Kliring dan stempel Kliring Dibatalkan dikembalikan kepada Peserta paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal efektif keikutsertaan. C. Perubahan Nama, Status Kantor dan Status Kepesertaan 1. Perubahan nama Peserta a. Perubahan nama Peserta wajib dilaporkan secara tertulis kepada Penyelenggara paling lambat 3 (tiga) hari kerja sebelum tanggal efektif berlakunya nama Peserta yang baru dengan melampirkan: 1) fotokopi dokumen persetujuan perubahan nama Peserta dari instansi yang berwenang; 2) fisik Stempel Kliring dan Stempel Kliring Dibatalkan; 3) spesimen Warkat. b. Penyelenggara wajib mengumumkan secara tertulis kepada Peserta lainnya mengenai setiap perubahan nama Peserta tersebut paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal efektif berlakunya nama Peserta yang baru disertai fotokopi contoh Stempel Kliring, Stempel Kliring Dibatalkan dan Warkat. c. Dalam hal Peserta yang mengalami perubahan nama sebagaimana dimaksud dalam huruf a masih memiliki persediaan Warkat lama yang cukup banyak maka : 1) Peserta yang bersangkutan diberi kelonggaran paling lama 3 (tiga) bulan untuk tetap menggunakan Warkat lama terhitung sejak tanggal efektif berlakunya nama yang baru. 2) Peserta... 19 2) Peserta yang bersangkutan wajib menyampaikan spesimen Warkat kepada Penyelenggara paling lambat 3 (tiga) hari kerja sebelum kelonggaran batas waktu sebagaimana dimaksud dalam angka 1) berakhir. 3) Penyelenggara wajib mengumumkan kepada Peserta lainnya fotokopi contoh Warkat sebagaimana dimaksud dalam angka 2) paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum kelonggaran batas waktu sebagaimana dimaksud dalam angka 1) berakhir. 2. Perubahan status kantor dan status kepesertaan Perubahan status kantor Peserta dapat/tidak diikuti dengan perubahan status kepesertaannya dari Peserta Langsung menjadi Peserta Tidak Langsung atau sebaliknya. a. Kemungkinan perubahan status kantor Peserta yang tidak diikuti dengan perubahan status kepesertaan : 1) Peserta Langsung dengan status kantor cabang yang kemudian berubah menjadi kantor cabang pembantu, dapat mengikuti Kliring dengan status kepesertaan yang sama sepanjang memperoleh izin dari Bank Indonesia untuk menjadi kantor cabang pembantu di Wilayah Kliring yang berbeda dari kantor cabang induknya. 2) Peserta Tidak Langsung dengan status kantor cabang yang kemudian berubah menjadi kantor cabang pembantu, dapat mengikuti Kliring dengan status kepesertaan yang sama sepanjang terdapat kantor lain dari Bank tersebut yang telah menjadi Peserta Langsung di Wilayah Kliring yang sama. 3) Peserta... 20 3) Peserta Langsung dengan status kantor cabang pembantu yang kemudian berubah menjadi kantor cabang, dapat mengikuti kliring dengan status kepesertaan yang sama. 4) Peserta Tidak Langsung dengan status kantor cabang pembantu yang kemudian berubah menjadi kantor cabang, dapat mengikuti kliring dengan status kepesertaan yang sama sepanjang terdapat kantor lain dari Bank tersebut yang telah menjadi Peserta Langsung di Wilayah Kliring yang sama. b. Kemungkinan Perubahan status kantor Peserta yang diikuti dengan perubahan status kepesertaan : 1) Peserta Langsung dengan status kantor cabang yang kemudian berubah menjadi kantor cabang pembantu, dapat mengubah status kepesertaannya menjadi Peserta Tidak Langsung sepanjang terdapat kantor lain dari Bank tersebut yang telah menjadi Peserta Langsung di Wilayah Kliring yang sama. 2) Peserta Tidak Langsung dengan status kantor cabang yang kemudian berubah menjadi kantor cabang pembantu, dapat mengubah status kepesertaannya menjadi Peserta Langsung sepanjang memperoleh izin dari Bank Indonesia untuk menjadi kantor cabang pembantu di Wilayah Kliring yang berbeda dari kantor cabang induknya. 3) Peserta Langsung dengan status kantor cabang pembantu yang kemudian berubah menjadi kantor cabang, dapat mengubah status kepesertaannya menjadi Peserta Tidak Langsung sepanjang terdapat kantor lain dari Bank tersebut yang... 21 yang telah menjadi Peserta Langsung di Wilayah Kliring yang sama. 4) Peserta Tidak Langsung dengan status kantor cabang pembantu yang kemudian berubah menjadi kantor cabang, dapat mengubah status kepesertaannya menjadi Peserta Langsung. c. Dalam hal perubahan status kantor Peserta tidak diikuti dengan perubahan status kepesertaannya dalam Kliring Lokal sebagaimana dimaksud dalam huruf a.1) sampai dengan a.4) maka : 1) Penyelenggara adalah pihak lain yang memperoleh persetujuan Bank Indonesia a) Peserta tersebut wajib melaporkan perubahan status kantornya kepada Penyelenggara paling lambat 3 (tiga) hari kerja sebelum tanggal efektif perubahan status kantornya dengan melampirkan: (1) fotokopi dokumen perizinan/persetujuan perubahan status kantor kantor Peserta; (2) fisik Stempel Kliring dan Stempel Kliring Dibatalkan; ./. (3) formulir Penunjukan Pejabat Yang Berwenang untuk menandatangani Surat Keterangan Penolakan dan Daftar Warkat Yang Ditolak dengan Alasan Kosong sebagaimana contoh pada Lampiran 17 yang telah diisi lengkap, apabila akan melakukan penggantian pejabat yang berwenang; ./. (4) formulir penunjukan wakil Peserta sebagaimana contoh pada Lampiran 18 yang telah diisi lengkap apabila... 22 apabila akan melakukan penggantian wakil Peserta. b) Selanjutnya Penyelenggara wajib melaporkan perubahan status kantor Peserta tersebut kepada Bank Indonesia yang mewilayahi paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal efektif perubahan tersebut disertai fotokopi dokumen perizinan/persetujuan perubahan status kantor Peserta dimaksud. c) Penyelenggara wajib mengumumkan secara tertulis kepada Peserta lainnya mengenai perubahan status kantor Peserta tersebut paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal efektif perubahan tersebut disertai fotokopi contoh Stempel Kliring dan Stempel Kliring Dibatalkan. d) Dalam hal Peserta mengajukan penggantian wakil Peserta sebagaimana dimaksud dalam huruf a) (4) maka TPWPK untuk wakil Peserta yang baru akan diberikan pada tanggal efektif perubahan dengan mengembalikan TPWPK lama. 2) Penyelenggara adalah Bank Indonesia a) Peserta tersebut wajib melaporkan perubahan status kantornya kepada Penyelenggara paling lambat 3 (tiga) hari kerja sebelum tanggal efektif perubahan status kantornya dengan melampirkan : (1) fotokopi dokumen perizinan/persetujuan perubahan status kantor kantor Peserta; (2) fisik Stempel Kliring dan Stempel Kliring Dibatalkan; (3) formulir Penunjukan Pejabat Yang Berwenang untuk... 23 ./. untuk menandatangani Surat Keterangan Penolakan dan Daftar Warkat Yang Ditolak dengan Alasan Kosong sebagaimana contoh pada Lampiran 17 yang telah diisi lengkap, apabila akan melakukan penggantian pejabat yang berwenang; ./. (4) Formulir penunjukan wakil Peserta sebagaimana contoh pada Lampiran 18 yang telah diisi lengkap, apabila akan melakukan penggantian Wakil Peserta. b) Penyelenggara wajib mengumumkan secara tertulis kepada Peserta lainnya mengenai perubahan status kantor Peserta tersebut paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal efektif perubahan tersebut disertai fotokopi contoh Stempel Kliring dan Stempel Kliring Dibatalkan. c) Dalam hal Peserta mengajukan penggantian wakil Peserta sebagaimana dimaksud dalam huruf a) (4) maka TPWPK untuk wakil Peserta yang baru akan diberikan pada tanggal efektif perubahan dengan mengembalikan TPWPK lama. d. Dalam hal perubahan status kantor Peserta diikuti dengan perubahan status kepesertaan dari Peserta Tidak Langsung menjadi Peserta Langsung sebagaimana dimaksud dalam huruf b.2) dan b.4) maka : 1) Peserta tersebut wajib mengajukan permohonan secara tertulis untuk menjadi Peserta Langsung kepada Penyelenggara dengan melampirkan : a) formulir Data Kepesertaan sebagaimana contoh pada Lampiran... 24 ./. Lampiran 16 yang telah diisi lengkap; ./. b) formulir Penunjukan Pejabat Yang berwenang untuk menandatangani Surat Keterangan Penolakan dan Daftar Warkat Yang Ditolak Dengan Alasan Kosong sebagaimana contoh pada Lampiran 17 yang telah diisi lengkap; ./. c) Formulir Penunjukan Wakil Peserta sebagaimana contoh pada Lampiran 18 yang telah diisi lengkap. 2) Penyelenggara dalam mempertimbangkan permohonan tersebut wajib memperhatikan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka IV.A.1 dan tata cara sebagaimana dimaksud dalam angka IV.B.1.a dan IV.B.2.a. ./. e. Dalam hal perubahan status kantor Peserta akan diikuti dengan perubahan status kepesertaan dari Peserta Langsung menjadi Peserta Tidak Langsung sebagaimana sebagaimana dimaksud dalam huruf b.1) dan b.3) maka : 1) Peserta tersebut wajib mengajukan permohonan secara tertulis untuk menjadi Peserta Tidak Langsung kepada Penyelenggara dengan melampirkan : a) formulir Data Kepesertaan sebagaimana contoh pada Lampiran 16 yang telah diisi lengkap; ./. b) formulir Penunjukan Pejabat Yang Berwenang menandatangani Surat Keterangan Penolakan dan Daftar Warkat Yang Ditolak Dengan Alasan Kosong sebagaimana contoh pada Lampiran 17 yang telah diisi lengkap; c) TPWPK untuk dikembalikan kepada Penyelenggara. 2) Penyelenggara dalam mempertimbangkan permohonan tersebut... 25 tersebut wajib memperhatikan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka IV.A.2 dan tata cara sebagaimana dimaksud dalam angka IV.B.1.b dan IV.b.2.b. D. Wakil Peserta 1. Peserta Langsung wajib menunjuk wakil Peserta sekurang- kurangnya 2 (dua) orang yang mempunyai kewenangan untuk membuat dan menandatangani : a. Bukti Penyerahan Rekaman Warkat Kliring Penyerahan; b. Bukti Penyerahan Rekaman Warkat Kliring Pengembalian; c. Daftar Warkat Kliring Penyerahan Menurut Bank Penerima; d. Daftar Warkat Kliring Penyerahan Menurut Bank Pengirim; e. Daftar Warkat Kliring Pengembalian Menurut Bank Penerima; f. Daftar Warkat Kliring Pengembalian Menurut Bank Pengirim; g. Bilyet Saldo Kliring (BSK), serta menandatangani dan mencantumkan nama jelas sebagai tanda terima pada Daftar Warkat Kliring Penyerahan/Pengembalian yang diterima dari Peserta lain. ./. 2. Wakil Peserta tersebut wajib didaftarkan kepada Penyelenggara dengan menyampaikan surat permohonan yang dilampiri dengan: a. Formulir Penunjukan Wakil Peserta sebagaimana contoh pada Lampiran 18 yang telah diisi lengkap; b. Pasfoto ukuran 2 x 3 sebanyak 2 (dua) lembar; c. Fotokopi KTP/SIM, dari masing-masing wakil Peserta dimaksud. 3. Penunjukan wakil Peserta untuk pertama kali dilakukan pada saat kantor Bank mengajukan permohonan untuk menjadi Peserta Langsung kepada Penyelenggara dan mulai berlaku bersamaan dengan tanggal efektif keikutsertaan kantor Bank sebagai Peserta. 4. Dalam... 26 4. Dalam hal Peserta ingin mengganti atau menambah wakil Peserta maka Peserta wajib menyampaikan permohonan secara tertulis kepada Penyelenggara dengan memperhatikan ketentuan pada angka 2. 5. Penggantian atau penambahan wakil Peserta mulai berlaku setelah Peserta memperoleh konfirmasi secara tertulis mengenai pendaftaran wakil Peserta dimaksud serta TPWPK dari Penyelenggara. 6. Dalam hal penggantian wakil Peserta, TPWPK dari wakil Peserta yang lama wajib dikembalikan kepada Penyelenggara pada saat menerima TPWPK untuk wakil Peserta yang baru. 7. Konfirmasi tertulis sebagaimana dimaksud dalam angka 5 wajib diberikan oleh Penyelenggara paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap. V. TATA CARA PENYELENGGARAAN Penyelenggaraan Kliring Lokal secara semi otomasi terdiri dari 2 (dua) tahap yaitu Kliring Penyerahan dan Kliring Pengembalian yang merupakan satu kesatuan siklus Kliring. Peserta wajib mengikuti kedua kegiatan tersebut sampai Kliring dinyatakan selesai oleh Penyelenggara dengan mengirimkan wakil Peserta walaupun Peserta yang bersangkutan tidak mempunyai Warkat yang akan dikliringkan pada kedua tahap Kliring tersebut. A. Kliring Penyerahan Kliring Penyerahan meliputi kegiatan yang dilakukan di kantor Peserta dan kegiatan yang dilakukan di tempat Penyelenggara. 1. Kegiatan di kantor Peserta Sebelum... 27 Sebelum datang ke pertemuan Kliring Penyerahan di tempat Penyelenggara, Peserta harus melakukan persiapan sebagai berikut: a. Melakukan pengecekan terhadap Warkat yang akan dikliringkan apakah Warkat tersebut merupakan Warkat yang dapat dikliringkan dan telah memenuhi spesifikasi teknis sesuai ketentuan yang berlaku. Warkat-warkat yang telah memenuhi ketentuan dibubuhi Stempel Kliring. Dalam hal pada suatu Warkat terdapat lebih dari 1 (satu) Stempel Kliring, maka Stempel Kliring yang terdahulu harus dibatalkan dengan Stempel Kliring Dibatalkan dan ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dari Peserta yang bersangkutan. b. Merekam data setiap lembar Warkat yang akan dikliringkan ke dalam disket utama dan disket cadangan. Disket cadangan akan diserahkan kepada Penyelenggara apabila disket utama terdapat virus atau rusak. c. Mencetak hasil rekaman data berupa : 1) Bukti Penyerahan Rekaman Warkat Kliring Penyerahan dalam rangkap 2 (dua); 2) Daftar Warkat Kliring Penyerahan menurut Peserta Penerima dalam rangkap 2 (dua). d. Memilah Warkat berdasarkan Bank penerima, kemudian dipisahkan antara Warkat Debet dan Warkat Kredit. e. Meneliti kebenaran data yang direkam kemudian membubuhkan Stempel Kliring, tanda tangan dan mencantumkan nama jelas wakil Peserta pada Bukti Penyerahan Rekaman Warkat Kliring Penyerahan dan Daftar Warkat Kliring Penyerahan Menurut Peserta Penerima. Wakil... 28 Wakil Peserta tidak diperkenankan menerima setoran Warkat dari nasabah di tempat Penyelenggara untuk langsung dikliringkan. 2. Kegiatan Peserta di tempat Penyelenggara Pada saat pertemuan Kliring Penyerahan di tempat Penyelenggara wakil Peserta melakukan kegiatan sebagai berikut : a. Wakil Peserta wajib hadir dalam pertemuan Kliring Penyerahan pada jadwal yang telah ditetapkan dengan mengisi Daftar Hadir yang disediakan Penyelenggara. Dalam hal wakil Peserta hadir melewati batas akhir jadwal Kliring Penyerahan yang ditetapkan maka Wakil Peserta tersebut tidak diperkenankan menyerahkan Warkat kepada Peserta lain dan Rekaman Warkat kepada Penyelenggara untuk diperhitungkan dalam hari Kliring tersebut namun wajib menerima Warkat dari Peserta lain. Kegiatan wakil Peserta yang terlambat tersebut akan diambil alih oleh Petugas Penyelenggara sebagaimana dijelaskan pada angka 3.i. b. Menyerahkan disket serta Bukti Penyerahan Rekaman Warkat Kliring Penyerahan rangkap 2 (dua) kepada Penyelenggara dengan menunjukkan TPWPK yang berlaku. c. Menerima lembar kedua Bukti Penyerahan Rekaman Warkat yang telah ditandatangani dan diberi nama jelas petugas Penyelenggara sebagai tanda persetujuan pendistribusian Warkat. d. Menyerahkan ke masing-masing Peserta Penerima : 1) Lembar pertama Daftar Warkat Kliring Penyerahan; 2) Warkat. e. Menerima Warkat dan Daftar Warkat Kliring Penyerahan dari Peserta Pengirim. f. Mencocokan... 29 f. Mencocokan Warkat yang diterima dari Peserta lain dengan data dalam Daftar Warkat Kliring Penyerahan yang diterima. Apabila terdapat perbedaan antara warkat dengan data Daftar Warkat Kliring Penyerahan, maka Peserta wajib menyelesaikannya secara bilateral dengan Peserta lawan transaksinya. g. Membubuhkan tanda tangan dan mencantumkan nama jelas pada Daftar Warkat Kliring Penyerahan yang diterima dan mengembalikan lembar kedua kepada Peserta Pengirim sebagai bukti penerimaan Warkat tersebut. h. Menerima Rekapitulasi Kliring Penyerahan dari Penyelenggara. 3. Kegiatan Petugas Penyelenggara a. Menerima Warkat dan Bukti Penyerahan Rekaman Warkat Kliring Penyerahan serta memeriksa TPWPK yang dikenakan Wakil Peserta. b. Memeriksa Stempel Kliring pada Bukti Penyerahan Rekaman Warkat Kliring Penyerahan. c. Memeriksa tanda tangan dan nama jelas Wakil Peserta. d. Mencocokkan sandi Peserta pada Bukti Penyerahan Rekaman Warkat Kliring Penyerahan dengan sandi Peserta pada Stempel Kliring dan TPWPK. e. Mencocokkan jumlah lembar dan nominal Rekaman Warkat Kliring Penyerahan dengan Bukti Penyerahan Rekaman Warkat Kliring Penyerahan. f. Memproses disket Rekaman Warkat yang disampaikan Wakil Peserta. g. Menggabungkan Rekaman Warkat Kliring Penyerahan dari seluruh Peserta Pengirim. h. Mencetak.... 30 h. Mencetak laporan Rekapitulasi Kliring Penyerahan sebanyak rangkap 2 (dua) dan mendistribusikan kepada masing-masing Peserta. Dengan didistribusikannya laporan Rekapitulasi tersebut maka Kliring Penyerahan dinyatakan selesai. i. Apabila wakil Peserta belum hadir sampai dengan batas akhir jadwal Kliring Penyerahan yang ditetapkan, Penyelenggara akan melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud pada dalam angka 2 huruf e, f, g, h atas nama wakil Peserta. Dalam hal kemudian wakil Peserta hadir sebelum Kliring Penyerahan dinyatakan berakhir maka kegiatan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 huruf e, f, g, h yang belum dilaksanakan oleh petugas Penyelenggara akan dilanjutkan oleh wakil Peserta yang bersangkutan. Seluruh Warkat yang ditujukan kepada Peserta yang terlambat diserahkan oleh Penyelenggara kepada Peserta pada saat wakil Peserta yang bersangkutan hadir. Apabila wakil Peserta tidak hadir sampai Kliring Penyerahan dinyatakan berakhir maka Penyelenggara akan menghubungi Peserta untuk mengambil Warkat dan laporan Rekapitulasi Kliring Penyerahan. B. Kliring Pengembalian Kliring Pengembalian meliputi kegiatan yang dilakukan di kantor Peserta dan kegiatan yang dilakukan di tempat Penyelenggara. 1. Kegiatan di kantor Peserta Sebelum dibawa ke pertemuan Kliring Pengembalian di tempat Penyelenggara, Peserta harus melakukan persiapan sebagai berikut: a. Melakukan... 31 a. Melakukan verifikasi terhadap Warkat yang diterima Peserta pada pertemuan Kliring Penyerahan apakah telah memenuhi persyaratan untuk dibukukan. Dalam hal Warkat Debet : 1) Memenuhi salah satu atau lebih alasan penolakan sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 28/137/UPG tanggal 5 Januari 1996 perihal Cek/Bilyet Giro Kosong; atau 2) Merupakan Nota Debet, yang tidak memenuhi ketentuan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 1/10/DASP tanggal 31 Desember 1999 perihal Penggunaan Nota Debet Dalam Kliring, maka Warkat Debet tersebut wajib ditolak dalam pertemuan Kliring Pengembalian yang merupakan satu kesatuan siklus kliring dengan Kliring Penyerahan yang bersangkutan. Setiap Warkat Debet yang ditolak wajib disertai Surat Keterangan Penolakan (SKP) sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Nomor 28/137/UPG tanggal 5 Januari 1996 perihal Cek/Bilyet Giro Kosong. b. ./. Khusus untuk penolakan Nota Debet sebagaimana dimaksud dalam huruf a.2), dalam SKP harus dituliskan nomor, tanggal, dan nilai nominal Nota Debet serta alasan penolakan yaitu “nilai nominal Nota Debet diatas Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah)”. SKP tersebut kemudian diberi tanda tangan dan nama jelas pejabat yang berwenang. Contoh format SKP dapat dilihat pada Lampiran 20. Dalam hal warkat ditolak pembayarannya karena diduga terdapat hubungan dengan suatu tindak pidana sesuai dengan surat lapor dari pihak berwajib, selain membuat... 32 ./. membuat SKP, Peserta tertarik juga harus menahan Warkat tersebut dan membuat Surat Keterangan Penahanan Warkat rangkap 3 (tiga) yang ditujukan kepada nasabah penyetor, Peserta yang mengkliringkan dan Penyelenggara. Contoh Surat Keterangan Penahanan Warkat dapat dilihat pada Lampiran 21. Surat Keterangan Penahanan Warkat tersebut, dengan dilampiri fotokopi surat bukti lapor dari kepolisian dan fotokopi Warkat yang bersangkutan. Dalam hal terdapat kesalahan dalam Warkat Kredit maka pengembaliannya tidak dapat dilakukan melalui pertemuan Kliring Pengembalian, namun dapat dilakukan melalui Kliring Penyerahan segera setelah diketahui adanya kesalahan dengan menerbitkan Warkat baru. c. Merekam data setiap lembar Warkat yang ditolak ke dalam disket utama dan cadangan. d. Mencetak hasil rekaman tersebut berupa : 1) Bukti Penyerahan Rekaman Warkat Kliring Pengembalian dalam rangkap 2 (dua); 2) Daftar Warkat Kliring Pengembalian menurut Peserta Penerima dalam rangkap 2 (dua); 3) Surat Keterangan Penolakan (SKP) dalam rangkap 2 dengan pembagian, 1 (satu) lembar untuk nasabah dilampirkan pada Warkat dan 1 (satu) satu lembar lagi untuk arsip Peserta; 4) Daftar Warkat Yang Ditolak Dengan Alasan Kosong sebagai pengganti tembusan SKP untuk Penyelenggara. e. Meneliti kebenaran data yang direkam kemudian membubuhkan tanda tangan dan mencantumkan nama jelas serta... 33 serta stempel kliring pada dokumen-dokumen sebagaimana dimaksud pada huruf d di atas. Khusus untuk SKP harus ditandatangani oleh pejabat yang spesimen tanda tangannya telah terdaftar pada Penyelenggara sesuai dengan Surat Penunjukan Pejabat yang berwenang menandatangani SKP. 2. Kegiatan Peserta di tempat Penyelenggara Kliring Pada saat pertemuan Kliring Pengembalian di tempat Penyelenggara, wakil Peserta melakukan kegiatan sebagai berikut: a. Wakil Peserta hadir dalam pertemuan Kliring Pengembalian pada jadwal yang telah ditetapkan dengan mengisi Daftar Hadir yang disediakan Penyelenggara. Dalam hal wakil Peserta hadir melewati batas akhir jadwal Kliring Pengembalian yang ditetapkan maka wakil Peserta yang terlambat tersebut tidak diperkenankan menyerahkan Warkat Debet tolakan kepada Peserta lain untuk diperhitungkan dalam pertemuan Kliring tersebut namun wajib menerima Warkat Debet tolakan dari Peserta lain. Kegiatan wakil Peserta tersebut akan diambil alih oleh petugas Penyelenggara sebagaimana dijelaskan pada angka 3.k. b. Menyerahkan disket serta Bukti Penyerahan Rekaman Warkat Kliring Pengembalian kepada Penyelenggara dengan menunjukkan TPWPK yang berlaku. c. Menerima lembar kedua Bukti Penyerahan Rekaman Warkat Kliring... 34 Kliring Pengembalian yang telah ditandatangani dan diberi nama jelas petugas Penyelenggara sebagai tanda persetujuan pendistribusian Warkat. d. Menyerahkan kepada masing-masing Peserta penerima : 1) Daftar Warkat Kliring Pengembalian; 2) Warkat Debet tolakan; serta 3) lembar pertama dan lembar kedua SKP. Lembar kedua SKP untuk diteruskan oleh Peserta penerima kepada nasabah penyetor. e. Meminta tanda tangan dari wakil Peserta penerima pada lembar kedua Daftar Warkat Kliring Pengembalian sebagai bukti penerimaan Warkat Debet tolakan. f. Menyerahkan kepada Penyelenggara : 1) lembar ketiga Daftar Warkat Kliring Pengembalian; dan 2) Daftar Warkat Yang Ditolak Dengan Alasan Kosong sebagai pengganti tembusan SKP. g. Menerima dari Peserta lain : 1) lembar pertama Daftar Warkat Kliring Pengembalian; 2) Warkat Debet tolakan; serta 3) lembar pertama dan lembar kedua SKP. Lembar kedua SKP untuk diteruskan oleh Peserta kepada nasabah penyetor. h. Membubuhkan tanda tangan dan mencantumkan nama jelas pada lembar kedua Daftar Warkat Kliring Pengembalian yang diserahkan oleh Peserta lain sebagai bukti penerimaan Warkat Debet tolakan. i. Mencocokan... 35 i. Mencocokkan rincian yang tercantum pada Daftar Warkat Kliring Pengembalian dengan Warkat Debet tolakan yang diterima. j. Menerima Rekapitulasi Kliring Penyerahan dan Bilyet Saldo Kliring Penyerahan dan Kliring Pengembalian dari Penyelenggara. k. Menandatangani dan mencantumkan nama jelas wakil Peserta pada Bilyet Saldo Kliring Penyerahan dan Pengembalian dan menerima lembar pertama dari Penyelenggara. 3. Kegiatan Petugas Penyelenggara a. Memeriksa TPWPK yang dipakai Wakil Peserta. b. Memeriksa Stempel Kliring pada Bukti Penyerahan Rekaman Warkat Kliring Pengembalian. Apabila telah melampaui jadwal Kliring pengembalian, Penyelenggara berhak menolak Rekaman Warkat yang diserahkan Peserta. c. Memeriksa tanda tangan dan nama jelas wakil Peserta. d. Mencocokkan sandi Peserta pada Bukti Penyerahan Rekaman Warkat Kliring Pengembalian dengan sandi Peserta pada stempel kliring dan TPWPK. e. Mencocokkan jumlah lembar dan nominal Rekaman Warkat Kliring Pengembalian dengan Bukti Penyerahan Rekaman Warkat Kliring Pengembalian. f. Memproses disket Rekaman Warkat yang disampaikan wakil Peserta. g. Menggabungkan Rekaman Warkat Kliring Pengembalian dari seluruh Peserta Penerima. h. Mencetak... 36 h. Mencetak Bilyet Saldo Kliring Penyerahan dan Pengembalian Per Peserta Kliring; i. Menandatangani dan mencantumkan nama jelas petugas Penyelenggara pada Bilyet Saldo Kliring Penyerahan dan Pengembalian dalam rangkap 2 (dua). j. Mendistribusikan Bilyet Saldo Kliring Penyerahan dan Pengembalian sebagai berikut : 1) Lembar pertama untuk Penyelenggara; 2) Lembar kedua kepada masing-masing Peserta; Dengan didistribusikannya Bilyet Saldo Kliring Penyerahan dan Pengembalian maka Kliring Pengembalian dinyatakan berakhir. k. Apabila wakil Peserta belum hadir sampai dengan batas akhir jadwal Kliring Pengembalian yang ditetapkan, Penyelenggara akan melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 huruf g, h, i, j, dan k atas nama wakil Peserta yang bersangkutan. Dalam hal kemudian wakil Peserta hadir sebelum Kliring Pengembalian dinyatakan berakhir maka kegiatan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 huruf g, h, i, j, dan k yang belum dilaksanakan oleh petugas Penyelenggara akan dilanjutkan oleh wakil Peserta yang bersangkutan. Seluruh Warkat Debet tolakan yang ditujukan kepada Peserta yang terlambat akan diserahkan oleh Penyelenggara kepada Peserta yang bersangkutan pada saat wakil Peserta yang bersangkutan hadir. Apabila wakil Peserta tidak hadir sampai Kliring Pengembalian dinyatakan berakhir maka Penyelenggara akan menghubungi Peserta untuk mengambil Warkat Debet tolakan... 37 tolakan dari Peserta lain, Rekapitulasi Kliring Pengembalian dan BSK. Sementara itu, perhitungan atas Warkat Debet tolakan yang tidak dapat diserahkan pada pertemuan Kliring Pengembalian diselesaikan berdasarkan kesepakatan Peserta yang terkait. Namun, Peserta yang bersangkutan wajib menyampaikan Warkat Debet tolakan beserta lembar 1 dan 2 SKP kepada Peserta penerima tolakan dan lembar ketiga SKP kepada Penyelenggara pada saat Kliring Pengembalian tersebut. l. Melakukan verifikasi terhadap tanda tangan pejabat pada SKP, sebelum diteruskan untuk disampaikan kepada Bank Indonesia. m. Membuat back-up data kliring harian ke dalam disket. n. Membuat data interface untuk Tata Usaha Cek/Bilyet Giro Kosong. C. Penyelesaian Akhir Penyelesaian Akhir atas hasil Kliring dilakukan dengan membukukan hasil kliring pada masing-masing rekening giro Peserta di Bank Indonesia. Dalam hal Penyelenggara adalah pihak lain yang memperoleh persetujuan Bank Indonesia maka Penyelenggara akan melimpahkan hasil Kliring masing-masing Peserta ke rekening giro kantor lain dari Peserta di Bank Indonesia yang telah ditetapkan. Prosedur Penyelesaian Akhir dilakukan sebagai berikut : 1. Penyelenggara melimpahkan hasil Kliring dengan cara mengirimkan informasi hasil Kliring berdasarkan Bilyet Saldo Kliring ke Kantor Bank Indonesia yang ditetapkan melalui sarana teleks setelah dilakukan test key arrangement. Dalam Keadaan Darurat dimana tidak dimungkinkan menggunakan sarana teleks... 38 teleks maka pelimpahan tersebut dapat dilakukan dengan sarana telepon dan dikonfirmasikan kemudian dengan teleks apabila penggunaan teleks sudah dimungkinkan. Dalam hal terdapat perbedaan BSK antara penyampaian konfirmasi melalui sarana teleks dan penyampaian melalui sarana telepon maka yang akan digunakan adalah BSK yang disampaikan melalui sarana teleks. Bank Indonesia akan mengoreksi pembukuan BSK tersebut berdasarkan konfirmasi teleks yang dikirim Penyelenggara. 2. Atas dasar instruksi pelimpahan tersebut, kantor Bank Indonesia membukukan hasil Kliring ke rekening kantor lain dari masing- masing Peserta yang ada di kantor Bank Indonesia tersebut. 3. Tanggal valuta pembukuan hasil Kliring adalah sama dengan tanggal hari Kliring yang bersangkutan (same day settlement). 4. Apabila terdapat kesalahan perhitungan hasil Kliring yang diketahui setelah hasil Kliring tersebut dilimpahkan ke Bank Indonesia, maka penyelesaiannya dilakukan antara Penyelenggara dengan Peserta. 5. Dalam Keadaan Darurat dimana tidak dimungkinkan menggunakan sarana teleks dan telepon maka ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 3 tidak berlaku dan pelimpahan serta pembukuan hasil Kliring dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. VI. JADWAL KLIRING DAN PELIMPAHAN HASIL KLIRING A. Jadwal Kliring Lokal 1. Jadwal penyelenggaraan Kliring Lokal serta jadwal pelimpahan hasil Kliring ditetapkan oleh Penyelenggara dengan persetujuan Bank Indonesia yang mewilayahi. Jadwal Kliring Lokal yang ditetapkan merupakan rentang waktu bagi wakil Peserta diperkenankan... 39 diperkenankan untuk hadir dan mendistribusikan Warkat pada proses penyelenggaraan Kliring Penyerahan/Pengembalian. Sebagai contoh : a. Jadwal Kliring Penyerahan ditetapkan pukul 10.30 s/d 11.00. Hal ini berarti bahwa kehadiran wakil Peserta dan proses pendistribusian Warkat dapat dimulai pada pukul 10.30 dengan batas akhir kehadiran wakil Peserta pukul 11.00. Apabila wakil Peserta hadir pada pukul 11.00 maka wakil Peserta yang bersangkutan masih dapat mendistribusikan Warkat. Namun apabila wakil Peserta hadir setelah pukul 11.00 maka wakil Peserta yang bersangkutan dianggap terlambat dan terkena ketentuan pada angka V huruf A.2.a. b. Jadwal Kliring Pengembalian ditetapkan pukul 13.00 s/d 13.30. Hal ini berarti bahwa kehadiran wakil Peserta dan proses pendistribusian Warkat Debet tolakan dapat dimulai pada pukul 13.00 dengan batas akhir kehadiran wakil Peserta pukul 13.30. Apabila wakil Peserta hadir pada pukul 13.30 maka wakil Peserta yang bersangkutan masih dapat mendistribusikan Warkat Debet tolakan. Namun apabila wakil Peserta hadir setelah pukul 13.30 maka wakil Peserta yang bersangkutan dianggap terlambat dan terkena ketentuan pada angka V huruf B.2.a. 2. Jadwal Kliring Lokal diumumkan secara tertulis oleh Penyelenggara . B. Pelimpahan... 40 B. Pelimpahan hasil Kliring Jadwal pelimpahan hasil kliring ditetapkan oleh Penyelenggara dengan persetujuan Bank Indonesia yang mewilayahi. Usulan Jadwal Pelimpahan tersebut disampaikan Penyelenggara kepada Bank Indonesia bersamaan dengan usulan Jadwal Kliring Penyerahan dan Jadwal Kliring Pengembalian. VII. RENCANA PENANGGULANGAN SEGERA ATAS PENYELENGGARAAN KLIRING LOKAL DALAM KEADAAN DARURAT Penyelenggara wajib memiliki rencana penanggulangan segera atas penyelenggaraan Kliring Lokal dalam Keadaan Darurat dengan berpedoman pada ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 1/8/DASP tanggal 24 Desember 1999 perihal Rencana Penanggulangan Segera Atas Penyelenggaraan Kliring Lokal Dalam Keadaan Darurat. VIII. S A N K S I 1. Penyelenggara yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam angka I huruf B.1 dan B.2 dikenakan sanksi teguran secara tertulis. 2. Penyelenggara yang tidak meneruskan secara tertulis informasi mengenai penolakan Nota Debet kepada Bank Indonesia yang mewilayahi sebagaimana dimaksud dalam angka I huruf B.3 akan dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk setiap penolakan Nota Debet yang tidak diteruskan. 3. Penyelenggara yang tidak memenuhi kewajiban untuk menjaga kerahasiaan data yang berkaitan dengan penyelenggaraan Kliring sebagaimana... 41 sebagaimana dimaksud dalam angka I huruf B.4 dikenakan sanksi berupa penghentian sebagai Penyelenggara. 4. Wakil Peserta yang tidak mengenakan TPWPK akan dikenakan sanksi teguran tertulis kepada Peserta oleh Penyelenggara. 5. Dalam hal teguran sebagaimana dimaksud dalam angka 4 tidak diindahkan maka Penyelenggara memberlakukan ketentuan mengenai keterlambatan kehadiran wakil Peserta sebagaimana dimaksud dalam angka V huruf A.2.a dan huruf B.2.a. X. LAIN-LAIN Bank Indonesia akan menyediakan program dan pedoman teknis SOKL kepada Penyelenggara maupun Peserta Kliring yang akan dikinikan dari waktu ke waktu. Pedoman teknis SOKL tersebut merupakan acuan bagi Penyelenggara maupun Peserta dalam mengoperasikan program SOKL dalam penyelenggaraan kliring secara semi otomasi. XI. PENUTUP Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 25/138/UPG tanggal 4 Maret 1993 perihal Penyelenggaraan Kliring Lokal Semi Otomasi dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal Mei 2000. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian... 42 Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HARMAIN SALIM DEPUTI DIREKTUR AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN DASP/PSPN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 2/8/DASP|SE-BI/2000 </reg_id> <reg_title> Penyelenggaraan Kliring Lokal Secara Semi Otomasi. </reg_title> <set_date> 4 Mei 2000 </set_date> <effective_date> Mei 2000 </effective_date> <replaced_reg> '25/138/UPG|SE-BI/1993' </replaced_reg> <related_reg> '2/4/PBI/2000', '1/3/PBI/1999' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi VIII' </penalty_list>
No. 6/51/DLN Jakarta, 31 Desember 2004 SURAT EDARAN Kepada BANK, BADAN USAHA BUKAN BANK, DAN PERORANGAN DI INDONESIA Perihal : Kewajiban Pelaporan Utang Luar Negeri Sehubungan dengan penyempurnaan laporan dan sistem pelaporan, serta perubahan batas waktu penyampaian laporan utang luar negeri dalam rangka meningkatkan efektifitas dan efisiensi laporan utang luar negeri, dipandang perlu untuk mengatur kembali ketentuan pelaksanaan dari Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/22/PBI tanggal 2 Oktober 2000 tentang Kewajiban Pelaporan Utang Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 172; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4007), sebagai berikut : I. UMUM A. Pengertian Umum Dalam Surat Edaran ini yang dimaksud dengan : 1. Utang Luar Negeri atau selanjutnya disebut ULN adalah utang penduduk kepada bukan penduduk, dalam valuta asing dan atau rupiah, berdasarkan perjanjian kredit (loan perjanjian lainnya, kecuali giro, tabungan, dan deposito; agreement) atau 2. Penduduk adalah orang, badan hukum, atau badan lainnya yang berdomisili atau berencana berdomisili di Indonesia sekurang- kurangnya 1 (satu) tahun, termasuk perwakilan dan staf diplomatik Republik Indonesia di luar negeri; 3. Utang ... 2 3. Utang Penduduk kepada bukan Penduduk sebagaimana dimaksud pada angka 1 adalah sejumlah nilai pada periode dan posisi tertentu yang merupakan kewajiban penduduk kepada bukan Penduduk untuk melakukan pembayaran pokok dan atau bunga di masa mendatang; 4. ULN berdasarkan perjanjian kredit (loan agreement) sebagaimana dimaksud pada angka 1 adalah perjanjian tertulis yang berisi syarat dan kondisi pinjaman yang antara lain mengatur besarnya plafon kredit, suku bunga, jangka waktu, dan cara-cara pelunasannya; 5. ULN berdasarkan perjanjian lainnya sebagaimana dimaksud pada angka 1 terdiri atas surat utang (debt securities), utang dagang (trade credits), dan utang lainnya (other debts); 6. Surat Utang (Debt Securities) sebagaimana dimaksud pada angka 5 adalah surat pengakuan utang yang dapat diperdagangkan di pasar uang atau pasar modal di dalam maupun di luar negeri; 7. Utang Dagang (Trade Credits) sebagaimana dimaksud pada angka 5 adalah utang yang timbul dalam rangka kredit yang diberikan oleh supplier atas transaksi barang dan atau jasa; 8. Utang lainnya (Other Debts) sebagaimana dimaksud pada angka 5 adalah seluruh utang yang tidak termasuk utang berdasarkan Perjanjian Kredit (Loan Agreement), Surat Utang (Debt Securities), dan Utang Dagang (Trade Credits), antara lain berupa pembayaran klaim asuransi dan dividen yang sudah ditetapkan, namun belum dibayar; 9. Hari adalah hari kerja Bank Indonesia. B. Tujuan ... 3 B. Tujuan Pelaporan ULN dimaksudkan untuk memperoleh informasi mengenai ULN dalam rangka penyusunan Statistik Utang Luar Negeri Indonesia dan Statistik Neraca Pembayaran dalam upaya meningkatkan keberhasilan pengelolaan cadangan devisa dan perumusan kebijakan moneter. C. Pelapor 1. Berdasarkan jenis usaha, Pelapor terdiri dari : a. Bank; b. Badan Usaha Bukan Bank yang terdiri dari Lembaga Keuangan Bukan Bank dan Bukan Lembaga Keuangan; atau c. Perorangan. 2. Berdasarkan kepemilikan usaha, Pelapor terdiri dari : a. BUMN; b. BUMD; c. BUMS; d. Koperasi; atau e. Perorangan. 3. Pelaporan ULN Bank sebagaimana dimaksud pada butir 1.a dan Badan Usaha Bukan Bank sebagaimana dimaksud pada butir 1.b dilakukan oleh Kantor Pusat Pelapor. 4. Dalam hal Pelapor mempunyai Kantor Cabang Luar Negeri (KCLN), utang KCLN tersebut wajib dilaporkan oleh Kantor Pusat. 5. Pelaporan ULN Perorangan sebagaimana dimaksud pada butir 1.c dan butir 2.e dilakukan oleh Pelapor yang bersangkutan. 6. Pelapor sebagaimana dimaksud pada angka 3 dan 5 dapat memberi kuasa kepada pihak lain dengan hak substitusi untuk melakukan pelaporan ULN. II. RUANG ... 4 II. RUANG LINGKUP DAN JENIS LAPORAN A. Ruang Lingkup Laporan 1. ULN yang wajib dilaporkan meliputi : a. b. Surat Utang (Debt Securities); c. d. Perjanjian Kredit (Loan Agreement); Utang Dagang (Trade Credits); dan atau Utang Lainnya (Other Debts), dalam valuta rupiah dan atau valuta asing. 2. Surat Utang (Debt Securities) sebagaimana dimaksud pada butir 1.b meliputi antara lain Obligasi, Commercial Papers (CP), Promissory Notes (PN), Medium Term Notes (MTN), Floating Rate Notes (FRN), Bankers Acceptance (BA) dan transaksi Money Market (MM). 3. Bankers Acceptance (BA) sebagaimana dimaksud pada angka 2 adalah Letter of Credit (LC) impor yang diakseptasi oleh Bank. 4. Giro, Tabungan dan Deposito tidak termasuk dalam jenis ULN yang wajib dilaporkan. 5. ULN Bank dan Badan Usaha Bukan Bank wajib dilaporkan seluruhnya tanpa batasan minimum. 6. ULN Perorangan yang wajib dilaporkan meliputi : a. ULN dengan nominal paling sedikit USD 200.000,00 (dua ratus ribu USD) atau ekuivalen dengan mata uang lain dengan kurs yang berlaku pada saat ditandatangani atau diterbitkan; dan atau b. ULN telah mencapai jumlah USD 200.000,00 (dua ratus ribu USD) atau ekuivalen dengan mata uang lain dengan kurs yang berlaku pada saat ditandatangani atau diterbitkan. B. Jenis ... 5 B. Jenis Laporan Laporan ULN terdiri dari: 1. Laporan Data Pokok ULN dan atau perubahannya meliputi : a. Profil Pelapor mencakup informasi mengenai : nama, nomor pokok wajib pajak (NPWP), alamat, propinsi, kota/kabupaten, kode pos, nomor telepon, nomor faksimili, e-mail, penanggung jawab 1 (nama, e-mail, telepon dan hand phone), penanggung jawab 2 (nama, e-mail, telepon dan hand phone), jenis usaha pelapor, status kepemilikan, kepemilikan asing, nama grup perusahaan, dan informasi perusahaan hasil merger sebagai- mana dimaksud pada formulir Profil Pelapor (Lampiran 1), b. Profil ULN : 1) Profil ULN atas dasar Perjanjian Kredit (Loan Agreement) mencakup informasi mengenai : a) Status ULN, tanggal penandatanganan, valuta komitmen, nominal komitmen, tanggal jatuh tempo, jangka waktu, masa tenggang, jenis ULN revolving/automatic roll over, penerima pinjaman adalah kantor cabang luar negeri, tingkat bunga, total biaya/fee, lokasi proyek (nama proyek, negara, propinsi, kota/kabupaten), pemberi pinjaman (nama, negara, jenis usaha dan status pemberi pinjaman), bentuk ikatan perjanjian, penggunaan ULN, sektor ekonomi, rencana penarikan (tanggal, jenis penarikan, bank penarik, valuta, nilai penarikan, nilai sesuai valuta perjanjian), rencana pembayaran pokok dan bunga (tanggal, jenis pembayaran, bank pembayar, valuta, nilai pembayaran, nilai sesuai valuta perjanjian), dan informasi tranche sebagaimana dimaksud pada formulir PK01.1 (Lampiran 2). b) Tranche ... 6 b) Tranche mencakup informasi mengenai: nomor tranche, valuta komitmen, nominal komitmen, tanggal jatuh tempo, jangka waktu, masa tenggang, jenis ULN, penerima pinjaman, tingkat bunga, total biaya/fee, lokasi proyek (nama proyek, negara, propinsi, kota/kabupaten), pemberi pinjaman (nama, negara, jenis usaha dan status pemberi pinjaman), bentuk ikatan perjanjian, penggunaan ULN, sektor ekonomi, rencana penarikan (tanggal, jenis penarikan, bank penarik, valuta, nilai penarikan, nilai sesuai valuta perjanjian), serta rencana pembayaran pokok dan bunga (tanggal, jenis pembayaran, bank pembayar, valuta, nilai pembayaran, nilai sesuai valuta perjanjian), sebagaimana dimaksud pada formulir PK01.2 (Lampiran 3). 2) Profil ULN atas dasar Surat Utang (Debt Securities) mencakup informasi mengenai : status ULN, jenis surat utang, tanggal penerbitan, valuta, nominal, tanggal jatuh tempo, jangka waktu, lokasi penerbitan, status penerbit adalah kantor cabang luar negeri, tingkat bunga, total biaya/fee, lokasi proyek (nama proyek, negara, propinsi, kota/kabupaten), pemegang surat utang (nama, negara, jenis usaha dan status pemegang surat utang), penggunaan ULN, sektor ekonomi, rencana penarikan (tanggal, jenis penarikan, bank penarik, valuta, nilai penarikan, nilai sesuai valuta perjanjian), serta rencana pembayaran pokok dan bunga (tanggal, jenis pembayaran, bank pembayar, valuta, nilai pembayaran, nilai sesuai valuta perjanjian), sebagaimana dimaksud pada formulir SU01 (Lampiran 4). 3) Profil ... 7 3) Profil ULN atas dasar Utang Dagang (Trade Credits) mencakup informasi mengenai : status ULN, tanggal penerbitan fasilitas, tanggal jatuh tempo, jangka waktu, valuta, nominal, nama pemberi fasilitas, negara pemberi fasilitas, jenis usaha pemberi fasilitas, status pemberi fasilitas, rencana penarikan (tanggal, jenis penarikan, bank penarik, valuta, nilai penarikan, nilai sesuai valuta perjanjian), dan rencana pembayaran (tanggal, jenis pembayaran, bank pembayar, valuta, nilai pembayaran, nilai sesuai valuta perjanjian), sebagaimana dimaksud pada formulir UD01 (Lampiran 5). 4) Profil ULN atas dasar Utang Lainnya (Other Debts) mencakup informasi mengenai : status ULN, tanggal penandatanganan/penerbitan ULN, tanggal jatuh tempo, jangka waktu, valuta, nominal, nama pemberi ULN, negara pemberi ULN, jenis usaha pemberi ULN, status pemberi ULN, rencana penarikan (tanggal, jenis penarikan, bank penarik, valuta, nilai penarikan, nilai sesuai valuta perjanjian), serta rencana pembayaran (tanggal, jenis pembayaran, bank pembayar, valuta, nilai pembayaran, nilai sesuai valuta perjanjian), sebagaimana dimaksud pada formulir UL01 (Lampiran 6). 2. Laporan Data Realisasi ULN a. Data Realisasi ULN atas dasar Perjanjian Kredit (Loan Agreement) mencakup informasi mengenai : bulan laporan, kode pelapor, nama pelapor, nomor urut, nomor referensi, tanggal transaksi, bank tempat transaksi, valuta transaksi, realisasi ... 8 realisasi penarikan {jenis penarikan, nilai penarikan, nilai penarikan sesuai valuta perjanjian, akumulasi penarikan, dan keterangan selisih realisasi dengan rencana (jenis, nilai per periode, dan nilai akumulasi)}, realisasi pembayaran {jenis pembayaran, bentuk pembayaran, nilai pembayaran, nilai pembayaran sesuai valuta perjanjian, akumulasi pembayaran, dan keterangan selisih realisasi dengan rencana (jenis, nilai per periode, dan nilai akumulasi)}, dan posisi ULN, sebagaimana dimaksud pada formulir PK02 (Lampiran 7). b. Data Realisasi ULN atas dasar Surat Utang (Debt Securities) mencakup informasi mengenai : bulan laporan, kode pelapor, nama pelapor, nomor urut, nomor referensi, tanggal transaksi, bank tempat transaksi, valuta transaksi, realisasi penarikan {jenis penarikan, nilai penarikan, nilai penarikan sesuai valuta perjanjian, dan keterangan selisih realisasi dengan rencana (jenis dan nilai per periode)}, realisasi pembayaran {jenis pembayaran, bentuk pembayaran, nilai pembayaran, nilai pembayaran sesuai valuta perjanjian, akumulasi pembayaran, dan keterangan selisih realisasi dengan rencana (jenis, nilai per periode, dan nilai akumulasi)}, dan posisi ULN, sebagaimana dimaksud pada formulir SU02 (Lampiran 8). c. Data Realisasi ULN atas dasar Utang Dagang (Trade Credits) mencakup informasi mengenai : bulan laporan, kode pelapor, nama pelapor, nomor urut, nomor referensi, tanggal transaksi, bank tempat transaksi, valuta transaksi, realisasi penarikan {jenis penarikan, nilai penarikan, nilai penarikan sesuai valuta perjanjian, akumulasi penarikan, dan keterangan selisih realisasi dengan ... 9 dengan rencana (jenis, nilai per periode, dan nilai akumulasi)}, realisasi pembayaran {bentuk pembayaran, nilai pembayaran, nilai pembayaran sesuai valuta perjanjian, akumulasi pembayaran, dan keterangan selisih realisasi dengan rencana (jenis, nilai per periode, dan nilai akumulasi)}, dan posisi ULN, sebagaimana dimaksud pada formulir UD02 (Lampiran 9). d. Data Realisasi ULN atas dasar Utang Lainnya (Other Debts) mencakup informasi mengenai : bulan laporan, kode pelapor, nama pelapor, nomor urut, nomor referensi, tanggal transaksi, bank tempat transaksi, valuta transaksi, realisasi penarikan {jenis penarikan, nilai penarikan, nilai penarikan sesuai valuta perjanjian, akumulasi penarikan, dan keterangan selisih realisasi dengan rencana (jenis, nilai per periode, dan nilai akumulasi)}, realisasi pembayaran {bentuk pembayaran, nilai pembayaran, nilai pembayaran sesuai valuta perjanjian, akumulasi pembayaran, dan keterangan selisih realisasi dengan rencana (jenis, nilai per periode, dan nilai akumulasi)}, dan posisi ULN, sebagaimana dimaksud pada formulir UL02 (Lampiran 10). III. PROSEDUR DAN BATAS WAKTU PENYAMPAIAN LAPORAN A. Prosedur Penyusunan Laporan 1. Data Pokok ULN dan atau Perubahannya a. Data Profil Pelapor 1) Setiap pelapor yang baru pertama kali melaporkan ULN wajib menyampaikan Data Profil Pelapor dengan menggunakan Laporan Data Pokok ULN sebagaimana dimaksud pada butir II.B.1.a, dan disampaikan kepada Bank Indonesia dengan menggunakan formulir Profil Pelapor sebagaimana dimaksud pada Lampiran 1. 2) Untuk ... 10 2) Untuk setiap perubahan atas data sebagaimana dimaksud pada angka 1), wajib menyampaikan data perubahan dengan menggunakan Laporan Data Pokok ULN sebagaimana dimaksud pada butir II.B.1.a dan disampaikan kepada Bank Indonesia dengan menggunakan formulir Profil Pelapor sebagaimana dimaksud pada Lampiran 1. 3) Laporan Data Pokok ULN sebagaimana dimaksud pada angka 1) disampaikan dengan menyertakan dokumen pendukung yang terdiri dari : Fotokopi NPWP, fotokopi Anggaran Dasar, dan surat penunjukan penanggung jawab laporan sebagaimana dimaksud pada Lampiran 11. Khusus untuk Pelapor perorangan cukup menyampaikan : Fotokopi NPWP. 4) Dalam hal pelaporan dilakukan oleh pihak lain, dokumen pendukung yang disampaikan sebagaimana dimaksud pada angka 3) juga disertakan dengan surat kuasa Pelapor kepada pihak lain yang ditunjuk untuk menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada Lampiran 12. Sedangkan surat penunjukan penanggung jawab laporan sebagaimana dimaksud pada angka 3) adalah surat penunjukan dari penerima kuasa kepada penanggung jawab laporan. Dalam hal pihak lain yang diberi kuasa oleh Pelapor adalah perorangan, maka surat kuasa tersebut sekaligus sebagai surat penunjukan sebagaimana dimaksud pada Lampiran 13. 5) Laporan Data Pokok ULN sebagaimana dimaksud pada angka 2) disampaikan kepada Bank Indonesia dengan menyertakan dokumen pendukung perubahan data. b. Data ... 11 b. Data Profil ULN 1) Pelapor Bank dan Badan Usaha Bukan Bank a) ULN atas dasar Perjanjian Kredit (Loan Agreement) dengan nominal komitmen paling sedikit USD 200.000,00 (dua ratus ribu USD) atau ekuivalen dengan mata uang lain dengan kurs yang berlaku pada saat Perjanjian Kredit (Loan Agreement) ditandatangani, wajib dilaporkan per ULN; b) ULN atas dasar Perjanjian Kredit (Loan Agreement) dengan nominal komitmen di bawah USD 200.000,00 (dua ratus ribu USD) atau ekuivalen dengan mata uang lain dengan kurs yang berlaku pada saat perjanjian kredit ditandatangani, dapat dilaporkan secara gabungan; c) ULN atas dasar Surat Utang (Debt Securities) yang mempunyai jangka waktu paling sedikit 3 bulan dan atau berjumlah paling sedikit USD 200.000,00 (dua ratus ribu USD) atau ekuivalen dengan mata uang lain dengan kurs yang berlaku pada saat Surat Utang (Debt Securities) diterbitkan, wajib dilaporkan per ULN; d) ULN atas dasar Surat Utang (Debt Securities) yang mempunyai jangka waktu di bawah 3 bulan dan berjumlah di bawah USD 200.000,00 (dua ratus ribu USD) atau ekuivalen dengan mata uang lain dengan kurs yang berlaku pada saat Surat Utang (Debt Securities) diterbitkan, dapat dilaporkan secara gabungan; e) ULN atas dasar Utang Dagang (Trade Credits) yang berjangka waktu paling sedikit 3 bulan dan atau berjumlah ... 12 berjumlah paling sedikit USD 200.000,00 (dua ratus ribu USD) atau ekuivalen dengan mata uang lain dengan kurs yang berlaku pada saat Utang Dagang (Trade Credits) diterbitkan, wajib dilaporkan per ULN; f) ULN atas dasar Utang Dagang (Trade Credits) yang berjangka waktu di bawah 3 bulan dan berjumlah di bawah USD 200.000,00 (dua ratus ribu USD) atau ekuivalen dengan mata uang lain dengan kurs yang berlaku pada saat Utang Dagang (Trade Credits) diterbitkan, dapat dilaporkan secara gabungan; g) ULN atas dasar Utang Lainnya (Other Debts) yang berjangka waktu paling berjumlah paling sedikit USD 200.000,00 (dua ratus ribu USD) atau ekuivalen dengan mata uang lain dengan kurs yang berlaku pada saat Utang Lainnya (Other Debts) ditandatangani atau diterbitkan, wajib dilaporkan per ULN; h) ULN atas dasar Utang Lainnya (Other Debts) yang berjangka waktu di bawah 3 bulan dan berjumlah di bawah USD 200.000,00 (dua ratus ribu USD) atau ekuivalen dengan mata uang lain dengan kurs yang berlaku pada saat Utang Lainnya (Other Debts) ditandatangani atau diterbitkan, dapat dilaporkan secara gabungan. 2) Pelapor Perorangan a) ULN atas dasar Perjanjian Kredit ( Loan Agreement ) dengan nominal komitmen paling sedikit USD 200.000,00 (dua ratus ribu USD) atau ekuivalen dengan mata ... sedikit 3 bulan dan atau 13 mata uang lain dengan kurs yang berlaku pada saat Perjanjian Kredit (Loan Agreement) ditandatangani, wajib dilaporkan per ULN; b) ULN atas dasar Perjanjian Kredit ( Loan Agreement ) dengan nominal komitmen per ULN di bawah USD 200.000,00 (dua ratus ribu USD) atau ekuivalen dengan mata uang lain dengan kurs yang berlaku pada saat Perjanjian Kredit (Loan Agreement) ditandatangani, wajib dilaporkan setelah total nominal komitmen per ULN tersebut mencapai USD 200.000,00 (dua ratus ribu USD) atau ekuivalen dengan mata uang lain dengan kurs yang berlaku pada saat Perjanjian Kredit (Loan Agreement) ditandatangani, dan dapat dilaporkan secara gabungan; c) ULN atas dasar Surat Utang (Debt Securities) yang per ULN mempunyai jangka waktu paling sedikit 3 bulan dan berjumlah paling sedikit USD 200.000,00 (dua ratus ribu USD) atau ekuivalen dengan mata uang lain dengan kurs yang berlaku pada saat Surat Utang Securities) diterbitkan, wajib dilaporkan per ULN; d) ULN atas dasar Surat Utang (Debt Securities) yang per ULN mempunyai jangka waktu di di bawah 3 bulan dan berjumlah paling sedikit USD 200.000,00 (dua ratus ribu USD) atau ekuivalen dengan mata uang lain dengan kurs yang berlaku pada saat Surat Utang (Debt Securities) diterbitkan, dapat dilaporkan secara gabungan; e) ULN atas dasar Surat Utang (Debt Securities) yang per ULN berjumlah di bawah USD 200.000,00 (dua ratus ribu ... (Debt 14 ribu USD) atau ekuivalen dengan mata uang lain dengan kurs yang berlaku pada saat Surat Utang (Debt Securities) diterbitkan, wajib dilaporkan setelah total nominal per ULN tersebut mencapai USD 200.000,00 (dua ratus ribu USD) atau ekuivalen dengan mata uang lain dengan kurs yang berlaku pada saat Surat Utang (Debt Securities) diterbitkan, dan dapat dilaporkan secara gabungan; f) ULN atas dasar Utang Dagang (Trade Credits) yang per ULN mempunyai jangka waktu paling sedikit 3 bulan dan berjumlah paling sedikit USD 200.000,00 (dua ratus ribu USD) atau ekuivalen dengan mata uang lain dengan kurs yang berlaku pada saat Utang Dagang (Trade Credits) diterbitkan, wajib dilaporkan per ULN; g) ULN atas dasar Utang Dagang (Trade Credits) yang per ULN mempunyai jangka waktu di bawah 3 bulan dan berjumlah paling sedikit USD 200.000,00 (dua ratus ribu USD) atau ekuivalen dengan mata uang lain dengan kurs yang berlaku pada saat Utang Dagang (Trade Credits) diterbitkan, dapat dilaporkan secara gabungan; h) ULN atas dasar Utang Dagang (Trade Credits) yang per ULN berjumlah di bawah USD 200.000,00 (dua ratus ribu USD) atau ekuivalen dengan mata uang lain dengan kurs yang berlaku pada saat Utang Dagang (Trade Credits) diterbitkan, wajib dilaporkan setelah total nominal per ULN tersebut mencapai USD 200,000.00 (dua ratus ribu USD) atau ekuivalen dengan mata uang lain ... 15 lain dengan kurs yang berlaku pada saat Utang Dagang (Trade Credits) diterbitkan, dan dapat dilaporkan secara gabungan; i) ULN atas dasar Utang Lainnya (Other Debts) yang per ULN mempunyai jangka waktu paling sedikit 3 bulan dan berjumlah paling sedikit USD 200.000,00 (dua ratus ribu USD) atau ekuivalen dengan mata uang lain dengan kurs yang berlaku pada saat Utang Lainnya (Other Debts) ditandatangani atau diterbitkan, wajib dilaporkan per ULN; j) ULN atas dasar Utang Lainnya (Other Debts) yang per ULN mempunyai jangka waktu di bawah 3 bulan dan berjumlah paling sedikit USD 200.000,00 (dua ratus ribu USD) atau ekuivalen dengan mata uang lain dengan kurs yang berlaku pada saat Utang Lainnya (Other Debts) ditandatangani atau diterbitkan, dapat dilaporkan secara gabungan; k) ULN atas dasar Utang Lainnya (Other Debts) yang per ULN berjumlah di bawah USD 200.000,00 (dua ratus ribu USD) atau ekuivalen dengan mata uang lain dengan kurs yang berlaku pada saat Utang Lainnya (Other Debts) ditandatangani atau diterbitkan, wajib dilaporkan setelah total nominal per ULN tersebut mencapai USD200.000.- (Dua ratus ribu USD) atau ekuivalen dengan mata uang lain dengan kurs yang berlaku pada saat Utang Lainnya (Other Debts) ditandatangani atau diterbitkan, dan dapat dilaporkan secara gabungan; 3) Setiap ... 16 3) Setiap Pelapor yang memiliki ULN sebagaimana dimaksud pada butir 1)a) dan butir 1)b) serta butir 2)a) dan butir 2)b), wajib menyampaikan Data Profil ULN dengan menggunakan Laporan Data Pokok ULN sebagaimana dimaksud pada butir II.B.1.b.1), dan disampaikan kepada Bank Indonesia dengan menggunakan formulir PK01.1 dan atau PK01.2 sebagaimana dimaksud pada Lampiran 2 dan Lampiran 3. 4) Setiap Pelapor yang memiliki ULN sebagaimana dimaksud pada butir 1)c) dan butir 1)d) serta butir 2)c), butir 2)d), dan butir 2)e), wajib menyampaikan Data Profil ULN dengan menggunakan Laporan Data Pokok ULN sebagaimana dimaksud pada butir II.B.1.b.2), dan disampaikan kepada Bank Indonesia dengan menggunakan sebagaimana dimaksud pada Lampiran 4. 5) Setiap Pelapor yang memiliki ULN sebagaimana dimaksud pada butir 1)e) dan butir 1)f) serta butir 2)f), butir 2)g), dan butir 2)h), wajib menyampaikan Data Profil ULN dengan menggunakan Laporan Data Pokok ULN sebagaimana dimaksud pada butir II.B.1.b.3), dan disampaikan kepada Bank Indonesia dengan menggunakan sebagaimana dimaksud pada Lampiran 5. 6) Setiap Pelapor yang memiliki ULN sebagaimana dimaksud pada butir 1)g) dan butir 1)h) serta butir 2)i), butir 2)j), dan butir 2)k), wajib menyampaikan Data Profil ULN dengan menggunakan Laporan Data Pokok ULN sebagaimana dimaksud pada butir II.B.1.b.4), dan disampaikan kepada Bank Indonesia dengan menggunakan formulir UL01 sebagaimana dimaksud pada Lampiran 6. 7) Laporan ... formulir UD01 formulir SU01 17 7) Laporan Data Pokok ULN sebagaimana dimaksud pada angka 3), angka 4), angka 5) dan angka 6) disampaikan kepada Bank Indonesia dengan menyertakan dokumen pendukung ULN yang memuat data profil ULN, seperti fotokopi ringkasannya dan foto copy Surat Utang ( Debt Securities). 2. Laporan Data Realisasi ULN a. Laporan Data Realisasi ULN atas dasar Perjanjian Kredit (Loan Agreement) sebagaimana dimaksud pada butir II.B.2.a, disampaikan kepada Bank Indonesia dengan menggunakan formulir PK02 sebagaimana dimaksud pada Lampiran 7. b. Laporan Data Realisasi ULN atas dasar Surat Utang (Debt Securities) sebagaimana dimaksud pada butir II.B.2.b, disampaikan kepada Bank Indonesia dengan menggunakan formulir SU02 sebagaimana dimaksud pada Lampiran 8. c. Laporan Data Realisasi ULN atas dasar Utang Dagang (Trade Credits) sebagaimana dimaksud pada butir II.B.2.c, disampaikan kepada Bank Indonesia dengan menggunakan formulir UD02 sebagaimana dimaksud pada Lampiran 9. d. Laporan Data Realisasi ULN atas dasar Utang Lainnya (Other Debts) sebagaimana dimaksud pada butir II.B.2.d, disampaikan kepada Bank Indonesia dengan menggunakan formulir UL02 sebagaimana dimaksud pada Lampiran 10. e. Laporan Data Realisasi sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d merupakan data realisasi ULN yang terjadi selama periode laporan. 3. Seluruh field data pada formulir Laporan ULN sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2 wajib diisi. B. Penyampaian ... Perjanjian Kredit (Loan Agreement) atau 18 B. Penyampaian Laporan Laporan disampaikan kepada Bank Indonesia menggunakan media on line (web technology) atau media off line berupa attachment e-mail, Disket/CD, media penyimpanan lainnya, atau hard copy melalui kurir atau jasa ekspedisi dengan alamat : 1. Media on line (web technology) : https://www.bi.go.id/siulweb/backendweb; atau https://www.bi.go.id/siulweb/backendws. 2. Media off line : a. Disket/CD, media penyimpanan lainnya atau hard copy : Bagian Administrasi dan Analisis Pinjaman Luar Negeri, Bank Indonesia Gedung B Lt.5 Jalan MH. Thamrin No.2 Jakarta. b. E-mail : APLNSIUL@bi.go.id C. Batas Waktu Penyampaian Laporan 1. Laporan Data Pokok ULN a. Laporan Data Pokok ULN Baru atau perubahannya wajib disampaikan kepada Bank Indonesia paling lambat 10 hari setelah penandatanganan atau penerbitan ULN dan atau perubahannya untuk ULN atas dasar Perjanjian Kredit (Loan Agreement), Surat Utang (Debt Securities), Utang Dagang (Trade Credits) dan Utang Lainnya (Other Debt.). b. Dalam hal penarikan ULN atas dasar Perjanjian Kredit (Loan Agreement), Utang Dagang (Trade Credits) dan Utang Lainnya (Other Debts) dilakukan sebelum tanggal penandatanganan atau penerbitan ULN, Laporan Data Pokok ULN Baru wajib disampaikan kepada Bank Indonesia paling lambat 10 hari setelah tanggal penarikan ULN. 2. Laporan ... 19 2. Laporan Data Realisasi ULN wajib disampaikan kepada Bank Indonesia setiap bulan dengan batas waktu paling lambat pada tanggal 10 bulan berikutnya. 3. Apabila batas waktu penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada angka 2 jatuh pada Hari Sabtu atau Hari libur, laporan dimaksud disampaikan pada Hari sebelumnya. 4. Prosedur penyampaian laporan dengan media on line (web technology) sebagaimana dimaksud pada butir III.B.1 dicantumkan pada Buku Panduan Teknis Sistem Informasi Utang Luar Negeri Bank Indonesia versi 2.0 sebagaimana dimaksud pada Lampiran 14. 5. Laporan ULN dengan media off line berupa disket/CD, media penyimpanan lainnya, atau hard copy sebagaimana dimaksud pada butir III.B.2.a harus sudah diterima di Bank Indonesia dengan batas waktu sebagaimana dimaksud pada angka 1, angka 2 dan angka 3 paling lambat pukul 16.00 WIB. 6. Pelapor dinyatakan terlambat menyampaikan Laporan Data Pokok dan atau Laporan Data Realisasi ULN sebagaimana dimaksud pada butir III. A.1 dan butir III.A.2, apabila laporan disampaikan melewati batas akhir masa penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1, angka 2, dan angka 3. 7. Pelapor dinyatakan tidak menyampaikan Laporan Data Pokok dan atau Laporan Data Realisasi ULN sebagaimana dimaksud pada butir III.A.1 dan III.A.2, apabila pelapor tidak menyampaikan laporan dimaksud melampaui 6 (enam) bulan terhitung sejak batas akhir penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1, angka 2, dan angka 3. 8. Tanggal penerimaan laporan dengan menggunakan media off line berupa disket/CD, media penyimpanan lainnya, atau hard copy sebagaimana ... 20 sebagaimana dimaksud pada butir III.B.2.a oleh Bank Indonesia adalah sesuai dengan tanggal penerimaan di Bank Indonesia. Untuk pengiriman dengan pos, tanggal penerimaan laporan adalah tanggal stempel pos. D. Prosedur dan Batas Waktu Penyampaian Koreksi Laporan 1. Pelapor dapat menyampaikan koreksi Laporan Data Pokok ULN sampai dengan 20 hari setelah penandatanganan perjanjian ULN atas dasar Perjanjian Kredit (Loan Agreement), penerbitan Surat Utang (Debt Securities), penandatanganan Utang Dagang (Trade Credits) dan Utang Lainnya (Other Debts) atau setelah tanggal penarikan ULN. 2. Pelapor dapat menyampaikan koreksi Laporan Data Realisasi ULN sampai dengan tanggal 20 pada bulan penyampaian laporan. 3. Prosedur penyampaian koreksi Laporan menggunakan media on line (web technology) dicantumkan pada Buku Panduan Teknis Sistem Informasi Utang Luar Negeri Bank Indonesia versi 2.0 sebagaimana dimaksud pada Lampiran 14. 4. Koreksi Laporan menggunakan media off line sebagaimana dimaksud pada butir III.B.2 disampaikan dengan mencantumkan kata ”KOREKSI” pada setiap koreksi Laporan. E. Prosedur penyusunan dan penyampaian Laporan ULN kepada Bank Indonesia, tercantum dalam Buku Petunjuk Teknis Aplikasi Sistem Informasi Utang Luar Negeri Bank Indonesia versi 2.0 sebagaimana dimaksud pada Lampiran 14. IV. SANKSI ... 21 IV. SANKSI A. Sanksi Administratif Berupa Denda 1. Sanksi administratif bagi pelapor yang terlambat menyampaikan Laporan Data Pokok sebagaimana dimaksud butir III.C.1.a, dan butir III.C.1.b, rupiah) untuk adalah denda sebesar Rp 100.000,00 (seratus ribu setiap 1 hari keterlambatan. Jumlah hari keterlambatan dihitung mulai satu hari setelah berakhirnya masa penyampaian laporan sampai dengan tanggal diterimanya laporan oleh Bank Indonesia. 2. Sanksi administratif bagi pelapor yang terlambat menyampaikan Laporan Data Realisasi ULN sebagaimana dimaksud pada butir III.C.2 dan butir III.C.3 adalah denda sebesar Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk setiap 1 hari keterlambatan. Jumlah hari keterlambatan dihitung mulai satu hari setelah berakhirnya masa penyampaian laporan sampai dengan tanggal diterimanya laporan oleh Bank Indonesia. 3. Sanksi administratif bagi pelapor yang tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada butir III.C.7 adalah denda sebesar 1 0/00 (satu per mil) dari jumlah ULN yang diterima, ditambah dengan denda keterlambatan sebagaimana dimaksud pada angka 1, angka 2 dan angka 3 Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk setiap 1 (satu) hari keterlambatan. Jumlah hari keterlambatan dihitung mulai satu hari setelah berakhirnya masa penyampaian laporan sampai dengan tanggal diterimanya laporan oleh Bank Indonesia. 4. Bagi pelapor yang menyampaikan laporan ULN tidak lengkap dan atau tidak benar dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah). B. Pembayaran ... 22 B. Pembayaran Sanksi Administratif Berupa Denda 1. Pembayaran sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud pada huruf A disetorkan ke Rekening Kas Negara No. 501.000.000 yang ada di Bank Indonesia. 2. Pelaksanaan pembayaran sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan setelah adanya surat pemberitahuan secara tertulis dari Bank Indonesia yang antara lain berisi tentang penetapan besarnya denda yang harus dibayar, dan tata cara penyetoran, dengan tembusan kepada Kantor Kas Negara dan penyampaian bukti pembayaran kepada Bank Indonesia. V. PERALIHAN Penyampaian Laporan pada Masa Transisi 1. Khusus untuk periode Januari 2005 sampai dengan Maret 2005, selain wajib menyampaikan laporan sebagaimana diatur dalam SE BI No. 2/20/DLN tanggal 9 Oktober 2000 tentang Kewajiban Pelaporan Utang Luar Negeri sebagaimana telah diubah dengan SE No. 3/12/DLN tanggal 8 Juni 2001 juga menyampaikan laporan dalam format sebagaimana diatur dalam Surat Edaran ini. 2. Selama periode sebagaimana dimaksud pada angka 1, penyampaian laporan dengan format sebagaimana diatur dalam Surat Edaran ini disampaikan paling lambat tanggal 25 pada bulan berikutnya. Dengan diberlakukannya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/20/DLN tanggal 9 Oktober 2000 perihal Kewajiban Pelaporan Utang Luar Negeri dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/12/DLN tanggal 8 Juni 2001 perihal Perubahan Surat Edaran Bank Indonesia No. 2/20/DLN tanggal 9 Oktober 2000 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan ... 23 Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 1 April 2005. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA Kusumaningtuti S. S Direktur
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 6/51/DLN|SE-BI/2004 </reg_id> <reg_title> Kewajiban Pelaporan Utang Luar Negeri </reg_title> <set_date> 31 Desember 2004 </set_date> <effective_date> 1 April 2005 </effective_date> <replaced_reg> '3/12/DLN|SE-BI/2001', '2/20/DLN|SE-BI/2000' </replaced_reg> <related_reg> '2/22/PBI/2000' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi IV' </penalty_list>
No.6/44/DPNP Jakarta, 22 Oktober 2004 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal: Rencana Bisnis Bank Umum. Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/25/PBI/2004 tanggal 22 Oktober 2004 tentang Rencana Bisnis Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4457), Bank wajib menyusun Rencana Bisnis dan menyampaikannya kepada Bank Indonesia, serta melaporkan realisasi dan hasil pengawasan terhadap Rencana Bisnis tersebut. Sehubungan dengan hal tersebut perlu diatur ketentuan pelaksanaan tentang penyusunan dan pelaporan Rencana Bisnis dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia dengan pokok-pokok ketentuan sebagai berikut: I. UMUM 1. Dalam rangka mencapai tujuan usaha Bank yang berpedoman kepada visi dan misi yang telah ditetapkan maka Bank perlu menyusun suatu perencanaan yang matang dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian dan responsif terhadap perubahan eksternal dan internal. Untuk menghasilkan perencanaan yang matang tersebut, Bank harus menyusun … menyusun Rencana Bisnis yang realistis dan komprehensif dengan cakupan Rencana Bisnis yang diperluas sehingga lebih mencerminkan kompleksitas usaha Bank yang semakin meningkat. 2. Secara operasional Rencana Bisnis adalah dokumen tertulis yang menggambarkan rencana kegiatan usaha Bank jangka pendek (satu tahun) dan jangka menengah (tiga tahun), termasuk strategi untuk merealisasikan rencana tersebut, rencana untuk memperbaiki kinerja usaha, dan rencana pemenuhan ketentuan kehati-hatian sesuai dengan target dan waktu yang ditetapkan. Penyusunan Rencana Bisnis dilakukan oleh Direksi dan harus memperoleh persetujuan Komisaris Bank. Selanjutnya, dalam rangka mengimplementasikan Rencana Bisnis secara efektif maka Direksi wajib mengkomunikasikan rencana tersebut kepada pemegang saham dan seluruh jenjang organisasi yang ada pada Bank. II. CAKUPAN DAN PENYUSUNAN RENCANA BISNIS Sesuai dengan Pasal 5 Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/25/PBI/2004 tanggal 22.Oktober 2004 tentang Rencana Bisnis Bank Umum, cakupan Rencana Bisnis Bank sekurang-kurangnya meliputi ringkasan eksekutif, kinerja Bank saat ini, penerapan manajemen risiko, kebijakan dan strategi manajemen, proyeksi keuangan, rencana penghimpunan dana, rencana penyaluran dana, rencana permodalan, proyeksi rasio dan pos-pos tertentu, rencana pengembangan organisasi dan sumber daya manusia, rencana pengembangan produk dan aktivitas baru, rencana perubahan jaringan kantor, dan lain-lain. Cakupan Rencana Bisnis ini bersifat minimum sehingga apabila diperlukan Bank dapat memperluas cakupan tersebut sesuai dengan kebutuhan, dengan tetap memperhatikan hal-hal sebagaimana ditetapkan pada angka I di atas. 1. Ringkasan … 1. Ringkasan Eksekutif Ringkasan eksekutif ini berisi penjelasan umum, baik kuantitatif maupun kualitatif, mengenai hasil yang telah dicapai pada tahun sebelumnya, seperti kecukupan permodalan, kualitas aset, rasio obligasi pemerintah terhadap total aktiva produktif, penyaluran dana kepada usaha mikro, kecil, dan menengah, rentabilitas, penghimpunan dana, rasio likuiditas, dan target usaha Bank dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sampai dengan 3 (tiga) tahun ke depan, serta asumsi makro dan mikro yang digunakan. Ringkasan eksekutif ini sekurang-kurangnya memuat: a. Indikator Keuangan Utama Indikator keuangan utama antara lain memuat posisi saat ini maupun proyeksi sebagaimana contoh tabel di bawah ini. Periode Indikator CAR Rasio yang Des 04 Tw1 Tw2 Tw3 Tw4 Tahun 2005 aktiva produktif diklasifikasikan terhadap aktiva produktif Obligasi Pemerintah/ Total Aktiva Produktif NPL Ratio-Gross NPL Ratio-Net Kredit/Total Akt. Prod. Rasio KUK terhadap Total Kredit Rasio UMKM terhadap Total Kredit ROA ROE NIM BOPO Total DPK LDR b. Target … Des 06 Des 07 b. Target Jangka Pendek Bagian ini menguraikan target (fokus) kegiatan usaha Bank selama 1 (satu) tahun ke depan, baik kuantitatif maupun kualitatif, sesuai dengan visi dan misi Bank disertai dengan alasan pemilihan target, asumsi yang digunakan, dan strategi untuk mencapai target tersebut. Contoh target jangka pendek adalah pemeliharaan tingkat NPLs < 5%, peningkatan fungsi intermediasi, pengembangan perbankan Syariah, penerapan good corporate governance, dan peningkatan efisiensi. c. Target Jangka Menengah Bagian ini menguraikan target kegiatan usaha Bank selama 3 (tiga) tahun ke depan, sesuai dengan visi dan misi Bank. Penyusunan target jangka menengah disesuaikan pula dengan target jangka panjang Bank, khususnya yang terkait dengan rencana pencapaian pengelompokan Bank sebagaimana tercantum pada pilar pertama Arsitektur Perbankan Indonesia, seperti Bank internasional, Bank nasional, Bank dengan fokus kegiatan usaha pada segmen tertentu atau Bank dengan kegiatan usaha terbatas. d. Asumsi Makro dan Mikro Bagian ini menguraikan asumsi makro seperti tingkat pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi, dan asumsi mikro seperti tingkat persaingan antar bank dan pertumbuhan kredit industri perbankan, yang digunakan di dalam menyusun Rencana Bisnis Bank. 2. Kinerja … 2. Kinerja Bank saat ini Bagian ini berisi penjelasan umum, baik kuantitatif maupun kualitatif, mengenai kondisi Bank selama 1 (satu) tahun terakhir dan menyoroti hal-hal utama yang perlu mendapat perhatian atau permasalahan yang dihadapi serta hasil-hasil yang telah dicapai Bank dilihat dari faktor permodalan, kualitas aset, manajemen, rentabilitas, likuiditas, dan sensitivitas terhadap risiko pasar, yang untuk pertama kali didasarkan atas hasil uji coba untuk posisi tahun 2004. Dalam hal ini termasuk pula hasil pelaksanaan action plan dalam rangka memperbaiki kinerja Bank sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum (CAMELS). Uraian hasil pelaksanaan action plan ini dicantumkan pertama kali untuk Rencana Bisnis Tahun 2006. Selain penyajian penjelasan tersebut di atas, pada bagian ini juga harus disajikan realisasi pemberian kredit kepada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang menggambarkan keterlibatan Bank dalam rangka ikut serta mendorong perkembangan yang positif dari sektor usaha tersebut. Kinerja Bank saat ini sekurang-kurangnya memuat uraian kuantitatif dan kualitatif dari faktor-faktor: a. Permodalan Uraian mengenai kondisi kecukupan, komposisi, dan proyeksi (trend ke depan) permodalan serta kemampuan permodalan Bank dalam mengcover aset bermasalah, kondisi kemampuan Bank dalam penambahan modal yang berasal dari keuntungan, rencana permodalan Bank untuk mendukung pertumbuhan usaha, akses kepada sumber permodalan, dan kinerja keuangan pemegang saham untuk meningkatkan permodalan Bank. b. Kualitas… b. Kualitas Aset Uraian mengenai kondisi kualitas aktiva produktif, konsentrasi eksposur risiko kredit, perkembangan aktiva produktif bermasalah, kecukupan penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP), kecukupan kebijakan dan prosedur, sistem kaji ulang (review) internal, sistem dokumentasi, dan kinerja penanganan aktiva produktif bermasalah. c. Manajemen Uraian mengenai penerapan prinsip good corporate governance, penerapan manajemen risiko, efektivitas penerapan ketentuan prinsip mengenal nasabah (Know Your Customers) dan Undang- undang Tindak Pidana Pencucian Uang (Anti Money Laundering), dan kepatuhan Bank terhadap ketentuan yang komitmen kepada Bank Indonesia dan atau pihak lainnya. berlaku serta d. Rentabilitas Uraian mengenai pencapaian Return On Assets (ROA), Return On Equity (ROE), Net Interest Margin (NIM), tingkat efisiensi Bank (BOPO), perkembangan laba operasional, diversifikasi pendapatan, penerapan prinsip akuntansi dalam pengakuan pendapatan dan biaya, dan prospek laba operasional. e. Likuiditas Uraian mengenai kondisi likuiditas seperti rasio aktiva/pasiva likuid, potensi maturity mismatch, kondisi Loan to Deposit Ratio (LDR), proyeksi cash flow, konsentrasi pendanaan, kecukupan kebijakan dan pengelolaan likuiditas (assets and liabilities management/ALMA), akses kepada sumber pendanaan, dan stabilitas pendanaan. f. Sensitivitas … f. Sensitivitas terhadap Risiko Pasar Uraian mengenai kondisi kemampuan modal mengcover potensi kerugian sebagai akibat Bank dalam fluktuasi (adverse movement) suku bunga dan nilai tukar serta kecukupan penerapan manajemen risiko pasar. g. Realisasi Pemberian Kredit kepada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Kredit kepada usaha mikro adalah kredit kepada usaha mikro dengan plafon kredit sampai dengan Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Kredit kepada usaha kecil adalah kredit kepada usaha kecil dengan plafon kredit lebih besar dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Kredit kepada usaha menengah adalah kredit kepada usaha menengah dengan plafon kredit lebih besar dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah). 3. Penerapan Manajemen Risiko Penerapan manajemen risiko sekurang-kurangnya memuat: a. Faktor-faktor Risiko (Risk Factors) Uraian ini meliputi faktor-faktor yang mempengaruhi strategi usaha Bank termasuk yang secara langsung mempengaruhi rentabilitas, seperti faktor-faktor suku bunga, nilai tukar, fluktuasi pasar atau persaingan, dan masalah-masalah hukum yang sedang dan akan dihadapi Bank. b. Proses … b. Proses Manajemen Risiko Proses manajemen risiko pada Bank meliputi hasil penerapan manajemen risiko untuk periode awal tahun sampai dengan akhir tahun. Pada bagian ini, khususnya untuk Desember 2004, diuraikan secara singkat mengenai hasil kemajuan yang diperoleh Bank informasi per akhir atas action plan manajemen risiko yang disampaikan kepada Bank Indonesia sesuai dengan ketentuan yang berlaku. c. Profil Risiko Uraian mengenai profil risiko meliputi informasi yang dihasilkan berdasarkan penilaian Bank mengenai tingkat dan trend seluruh eksposur risiko. Penilaian tersebut mengkombinasikan penilaian kuantitatif dan kualitatif (kualitas penerapan manajemen risiko). Mengingat bahwa laporan profil risiko dipersyaratkan untuk dilaporkan pada posisi triwulan I tahun 2005 maka uraian profil risiko dicantumkan pertama kali untuk Rencana Bisnis Tahun 2006. 4. Kebijakan dan Strategi Manajemen Bagian ini berisi penjelasan umum mengenai kebijakan dan strategi manajemen selama 1 (satu) tahun ke depan, yang sekurang-kurangnya memuat: a. Kebijakan Manajemen (Policy Statements) Uraian kebijakan manajemen meliputi informasi umum kebijakan Bank dalam menjalankan strategi usaha. Dalam uraian ini termasuk pula uraian mengenai kebijakan manajemen risiko yang disusun berdasarkan … berdasarkan evaluasi atas penerapan manajemen risiko sebagaimana dimaksud pada angka 3 di atas. b. Strategi Bisnis Uraian strategi bisnis Bank meliputi informasi langkah-langkah strategis untuk mencapai tujuan usaha Bank yang telah ditetapkan, strategi untuk mengantisipasi perubahan kondisi eksternal, strategi manajemen risiko, dan strategi pengembangan teknologi informasi. Sebelum strategi bisnis ini disusun hendaknya Bank melakukan analisis terlebih dahulu mengenai strengths, weaknesses, opportunities, dan threats yang ada pada Bank. c. Kebijakan Remunerasi (Remuneration Policies) Uraian mengenai kebijakan remunerasi meliputi informasi kebijakan yang mengatur pemberian gaji, bonus (benefits), dan fasilitas lain kepada pengurus Bank termasuk besarannya. 5. Proyeksi Keuangan Mencerminkan kondisi keuangan Bank saat ini (actual) dan proyeksi untuk periode 3 (tiga) tahun ke depan secara triwulanan. Dalam bagian ini diuraikan juga mengenai asumsi yang digunakan dalam menyusun proyeksi keuangan dimaksud. Dalam penyajian kondisi keuangan Bank saat ini, Bank hendaknya menyajikan data keuangan terakhir yang tersedia. Proyeksi keuangan ini disajikan dengan mengacu pada: a. Lampiran 1 b. Lampiran 2 : Neraca : Komitmen, Kontinjensi dan Transaksi Derivatif c. Lampiran 3 : Laba Rugi d. Lampiran 4 (a) : Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Lampiran … Lampiran 4 (b) : Kewajiban Penyediaan Modal Minimum – Risiko Pasar 6. Rencana Penghimpunan Dana Mencerminkan posisi penghimpunan dana saat ini (actual) dan rencana penghimpunan dana untuk periode 1 (satu) tahun ke depan secara triwulanan. Dalam bagian ini diuraikan juga mengenai asumsi yang digunakan dalam menyusun rencana dimaksud serta strategi Bank untuk merealisasikan rencana tersebut. Rencana penghimpunan dana ini disajikan dengan mengacu pada: a. Lampiran 5 : b. Lampiran 6 Rencana Penghimpunan Dana Pihak Ketiga : Rencana Penerbitan Surat Berharga 7. Rencana Penyaluran Dana Mencerminkan posisi penyaluran dana saat ini (actual) dan rencana penyaluran dana untuk periode 1 (satu) tahun ke depan secara triwulanan. Dalam bagian ini diuraikan juga mengenai asumsi yag digunakan dalam menyusun rencana dimaksud serta strategi Bank untuk merealisasikan rencana tersebut. Rencana penyaluran dana ini wajib disajikan dengan mengacu pada: a. Lampiran 7 (a) : Rencana Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait b. Lampiran 7 (b) : Rencana Pemberian Kredit kepada Debitur Inti c. Lampiran 7 (c) : Rencana Pemberian Kredit menurut Kegiatan Usaha Utama Bank d. Lampiran 7 (d).1 : Rencana Pemberian Kredit menurut Sektor Ekonomi Lampiran 7 (d).2 : Rencana Pemberian Kredit kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah menurut Sektor Ekonomi Lampiran … Lampiran 7 (d).3 Rencana Pelimpahan Kredit kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah menurut Sektor Ekonomi e. Lampiran 7 (e).1 : Rencana Pemberian Kredit menurut Jenis Penggunaan Lampiran 7 (e).2 : Rencana Pemberian Kredit kepada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah menurut Jenis Penggunaan Lampiran 7 (e).3 : Rencana Pelimpahan Kredit kepada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah menurut Jenis Penggunaan f. Lampiran 7 (f).1 : Rencana Pemberian Kredit menurut Propinsi Lampiran 7 (f).2 : Rencana Pelimpahan Kredit menurut Propinsi g. Lampiran 8 h. Lampiran 9 : Rencana Penyaluran Dana dalam bentuk Surat Berharga : Rencana Penyaluran Dana dalam bentuk Penyertaan Modal 8. Rencana Permodalan Mencerminkan posisi permodalan saat ini (actual) dan rencana permodalan untuk periode 3 (tiga) tahun ke depan secara triwulanan. Dalam bagian ini diuraikan juga mengenai upaya-upaya Bank dalam rangka memenuhi Arsitektur Perbankan Indonesia (API) terutama yang terkait dengan Pilar 1 mengenai permodalan, termasuk rencana merger atau akuisisi. Selain itu dijelaskan pula asumsi yang digunakan untuk menyusun rencana dimaksud serta strategi Bank merealisasikan rencana tersebut. Rencana permodalan ini disajikan dengan mengacu pada Lampiran 10. untuk 9. Proyeksi … 9. Proyeksi Rasio dan Pos-pos Tertentu Proyeksi ini harus mencerminkan kondisi saat ini (actual) dan proyeksi rasio-rasio keuangan dan perkembangan pos-pos neraca tertentu untuk posisi terakhir dan periode 1 (satu) tahun ke depan secara triwulanan. Dalam bagian ini diuraikan juga mengenai asumsi yang digunakan untuk menyusun rencana dimaksud serta strategi Bank untuk merealisasikan rencana tersebut. Proyeksi Rasio dan Pos-pos Tertentu terdiri dari: a. Permodalan Proyeksi permodalan sekurang-kurangnya meliputi proyeksi rasio Kecukupan Penyediaan Modal Minimum (CAR), rasio modal inti terhadap modal pelengkap, dan rasio aktiva produktif yang diklasifikasikan terhadap modal. b. Kualitas Aset Proyeksi kualitas aset sekurang-kurangya meliputi rasio Aktiva Produktif yang Diklasifikasikan terhadap Aktiva Produktif, rasio Non Performing Loan, rasio aktiva produktif bermasalah terhadap aktiva produktif, rasio PPAP yang dibentuk terhadap PPAP yang wajib dibentuk, rasio agunan yang diambil alih terhadap total kredit, kredit yang diberikan, fasilitas kredit kepada nasabah yag belum ditarik, kredit kepada UMKM dan rasio KUK terhadap total kredit. c. Manajemen Proyeksi manajemen sekurang-kurangnya terdiri dari proyeksi predikat profil risiko (risiko komposit) sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum. d. Rentabilitas … d. Rentabilitas Proyeksi rentabilitas sekurang-kurangnya terdiri dari rasio Return On Equity (ROE), rasio Return on Asset (ROA), rasio Net Interest Margin (NIM), rasio Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO), rasio Fee Based Income terhadap total Pendapatan Operasional, Laba (rugi) Operasional, dan Laba (rugi) tahun berjalan. e. Likuiditas Proyeksi likuiditas sekurang-kurangnya terdiri dari Loan to Deposit Ratio (LDR) dan Dana Pihak Ketiga. f. Lainnya Proyeksi ini sekurang-kurangnya terdiri dari rasio obligasi pemerintah-trading/SUN terhadap total obligasi pemerintah, rasio dana pendidikan, rasio aktiva tetap terhadap modal, rasio aktiva tetap yang tidak digunakan dalam operasional Bank terhadap modal, dan total aset. Proyeksi rasio dan pos-pos tertentu ini disajikan dengan mengacu pada Lampiran 11. 10. Rencana Pengembangan Organisasi dan Sumber Daya Manusia Pada bagian ini diuraikan informasi terkini mengenai struktur organisasi dan pengembangan organisasi dan sumber daya manusia dan rencana pengembangannya selama 1 (satu) tahun ke depan, yang sekurang-kurangnya memuat: a. Rencana Pengembangan Organisasi Termasuk dalam rencana pengembangan organisasi adalah rencana pembentukan/perubahan satuan kerja dan atau komite, yang disesuaikan … disesuaikan dengan kemampuan, ukuran, dan kompleksitas usaha Bank. b. Rencana Pengembangan Sumber Daya Manusia Termasuk dalam rencana pengembangan sumber daya manusia adalah rencana kebutuhan, pendidikan, dan pelatihan sumber daya manusia berikut rencana biaya/anggaran pendidikan dan pelatihan sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku. 11. Rencana Pengembangan Produk dan Aktivitas Baru Pada bagian ini diuraikan mengenai rencana pengembangan produk dan aktivitas baru untuk periode 1 (satu) tahun ke depan, yang sekurang-kurangnya memuat: a. Rencana Produk dan Aktivitas Baru Yang dimaksud dengan produk dan aktivitas baru adalah produk/aktivitas yang nature-nya baru bagi Bank, menambah atau meningkatkan risiko tertentu pada Bank, termasuk produk dan aktivitas yang sudah banyak dilakukan oleh perbankan namun merupakan produk dan aktivitas baru bagi Bank. Tata cara dan persyaratan untuk menyelenggarakan produk dan aktivitas baru berpedoman kepada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum. Rencana Produk dan Aktivitas Baru disajikan dengan mengacu pada Lampiran 12. b. Rencana Pengembangan Pelayanan Rencana pengembangan pelayanan antara lain rencana pengembangan pengembangan sarana atau media informasi elektronik sarana kepada nasabah, untuk kebutuhan nasabah, pengembangan … pengembangan produk yang sudah ada, standarisasi sistem antrian nasabah, dan pelayanan pengaduan nasabah. 12. Rencana Perubahan Jaringan Kantor Rencana perubahan jaringan kantor meliputi rencana pembukaan jaringan kantor untuk periode 1 (satu) tahun ke depan yang sekurang- kurangnya mencantumkan lokasi kabupaten/kotamadya secara jelas, khusus untuk DKI Jakarta sekurang-kurangnya mencantumkan lokasi kecamatan secara jelas. Rencana perubahan jaringan kantor ini disajikan dengan mengacu pada Lampiran 13. 13. Lain-lain Hal-hal lain yang perlu diuraikan dalam Rencana Bisnis sekurang-kurangnya meliputi langkah-langkah penyelesaian Agunan Yang Diambil Alih (AYDA) dan aktiva tetap yang tidak digunakan dalam operasional Bank. Agunan yang diambil alih adalah aktiva yang diserahkan secara sukarela oleh pemilik agunan atau berdasarkan surat kuasa untuk menjual di luar pelelangan dalam hal debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada Bank. III. LAPORAN REALISASI DAN PENGAWASAN RENCANA BISNIS 1. Sesuai dengan Pasal 21 Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/25/PBI/2004 tanggal 22 Oktober 2004 tentang Rencana Bisnis Bank Umum, Bank wajib menyampaikan Laporan Realisasi Rencana Bisnis secara triwulanan, yaitu untuk posisi Maret, Juni, September dan Desember, yang sekurang-kurangnya mencakup: a. perbandingan … a. perbandingan antara Rencana Bisnis dengan realisasinya; b. penjelasan mengenai deviasi atas realisasi Rencana Bisnis, seperti kendala yang dihadapi, fokus, dan prioritas pencapaian Rencana Bisnis; c. tindak lanjut atau upaya yang akan dilakukan untuk memperbaiki pencapaian realisasi Rencana Bisnis. Hal-hal yang diperbandingkan sebagaimana dimaksud pada huruf a meliputi rasio dan pos-pos permodalan, kualitas aset, manajemen, rentabilitas, likuiditas, serta rasio dan pos-pos lainnya. Dalam hal terjadi deviasi antara Rencana Bisnis menyajikan penjelasan secara lengkap mengenai penyebab deviasi tersebut dan sekaligus penjelasan mengenai upaya perbaikannya. Laporan Realisasi Rencana Bisnis disajikan dengan mengacu pada Lampiran 14 (a) dan Lampiran 14 (b). 2. Sesuai dengan Pasal 4 Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/25/PBI/2004 tanggal 22 Oktober 2004 tentang Rencana Bisnis Bank Umum, Komisaris wajib melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Rencana Bisnis. Hasil pengawasan tersebut selanjutnya dituangkan dalam Laporan Pengawasan Rencana Bisnis sebagaimana dipersyaratkan dalam Pasal 22 Peraturan Bank Indonesia tersebut. Cakupan dalam laporan yang disusun Komisaris tersebut sekurang- kurangnya meliputi: a. pendapat Komisaris tentang pelaksanaan Rencana Bisnis berupa penilaian aspek kuantitatif maupun kualitatif terhadap realisasi Rencana Bisnis; dan realisasinya, Bank b. hasil … b. hasil penilaian Komisaris tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja Bank, seperti faktor permodalan, kualitas aset, manajemen, rentabilitas, likuiditas, dan sensitivitas terhadap risiko pasar (CAMELS); c. pendapat Komisaris mengenai upaya perbaikan apabila menurut penilaian yang bersangkutan kinerja Bank dari hasil CAMELS sebagaimana dimaksud pada huruf b di atas terjadi penurunan kinerja. Pendapat dan penilaian Komisaris pada huruf a sampai huruf c dapat dilengkapi pula dengan penilaian yang bersangkutan atas faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi operasional Bank. Dalam kaitan dengan tugas Komisaris ini, Bank harus memastikan adanya mekanisme internal yang mengatur bahan dan materi yang diperlukan dalam rangka penyusunan laporan tersebut di atas, sesuai dengan kebijakan internal Bank. Laporan Pengawasan Rencana Bisnis disajikan dengan mengacu pada Lampiran 15. IV. LAIN-LAIN 1. Lampiran dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini merupakan contoh untuk menyusun Rencana Bisnis Tahun 2005. Untuk penyusunan Rencana Bisnis periode berikutnya, pencantuman tahun hendaknya disesuaikan. Lampiran-lampiran tersebut merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 2. Istilah Rencana Kerja Tahunan Bank sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku khususnya dalam rangka proses perizinan/persetujuan, dipersamakan dengan Rencana Bisnis. V. PENUTUP … V. PENUTUP Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 27/3/UPPB tanggal 25 Januari 1995 perihal Penyampaian Rencana Kerja Bank dan Laporan Pelaksanaannya dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku sejak tanggal 22 Oktober 2004. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, MAMAN H. SOMANTRI DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 6/44/DPNP|SE-BI/2004 </reg_id> <reg_title> Rencana Bisnis Bank Umum. </reg_title> <set_date> 22 Oktober 2004 </set_date> <effective_date> 22 Oktober 2004 </effective_date> <replaced_reg> '27/3/UPPB|SE-BI/1995' </replaced_reg> <related_reg> '6/25/PBI/2004' </related_reg>
No. 15/27/DPNP Jakarta, 19 Juli 2013 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Persyaratan Bank Umum untuk Melakukan Kegiatan Usaha dalam Valuta Asing Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/26/PBI/2012 tentang Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor Berdasarkan Modal Inti Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 286, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5384), Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4292) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 103, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5029) dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/23/PBI/2011 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 103, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5247), perlu diatur ketentuan pelaksanaan mengenai Persyaratan Bank Umum untuk melakukan Kegiatan Usaha dalam Valuta Asing dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. UMUM ... I. UMUM A. Kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh Bank Umum dikelompokkan berdasarkan Modal Inti yang dimiliki, yang selanjutnya disebut Bank Umum berdasarkan Kegiatan Usaha (BUKU). Pengelompokan Bank Umum berdasarkan Kegiatan Usaha dimaksud terdiri dari 4 (empat) BUKU, yaitu BUKU 1, BUKU 2, BUKU 3, dan BUKU 4. B. Kegiatan Usaha dalam valuta asing hanya dapat dilakukan oleh Bank yang termasuk dalam kelompok BUKU 2, BUKU 3, dan BUKU 4. Bank yang termasuk BUKU 1 hanya dapat melakukan kegiatan sebagai Pedagang Valuta Asing (PVA) yang diatur dalam ketentuan tersendiri. C. Bank yang termasuk dalam kelompok BUKU 2, BUKU 3, dan BUKU 4 dapat melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing sepanjang telah memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia. D. Bank yang memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia untuk melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing disebut juga sebagai bank devisa. E. Dalam rangka penerapan prinsip kehati-hatian dan aspek pengawasan terhadap Kegiatan Usaha dalam valuta asing yang dilakukan Bank, Bank Indonesia mengatur dan menetapkan persyaratan bagi Bank yang melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing dalam Surat Edaran ini. II. KEGIATAN USAHA DALAM VALUTA ASING A. Kegiatan Usaha dalam valuta asing merupakan seluruh Kegiatan Usaha Bank yang meliputi penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas dalam valuta asing. B. Cakupan Kegiatan Usaha dalam valuta asing mengacu pada Kegiatan Usaha yang dapat dilakukan untuk masing-masing BUKU ... BUKU sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai kegiatan usaha dan jaringan kantor berdasarkan modal inti. C. Dalam hal Bank yang telah mendapatkan persetujuan untuk melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing akan menawarkan produk dan/atau aktivitas yang memiliki risiko dan kompleksitas yang tinggi maka Bank tetap wajib memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia sebelum melakukan penerbitan produk atau aktivitas tersebut. Contoh produk dan/atau aktivitas yang memiliki risiko dan/atau kompleksitas yang tinggi antara lain structured product dan produk keuangan luar negeri (offshore product). III. PERSYARATAN DAN PERSETUJUAN KEGIATAN USAHA DALAM VALUTA ASING A. Persyaratan untuk Melakukan Kegiatan Usaha dalam Valuta Asing. 1. Bank yang mengajukan permohonan untuk melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. tingkat kesehatan Bank dengan peringkat komposit 1 (satu) atau 2 (dua) selama 18 (delapan belas) bulan terakhir; b. memiliki Modal Inti paling sedikit Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah); dan c. memenuhi rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) sesuai Profil Risiko untuk penilaian KPMM terakhir sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai KPMM dengan persyaratan sebagai berikut : 1) Dalam hal KPMM sesuai Profil Risiko kurang dari 10% (sepuluh persen) maka KPMM ditetapkan paling kurang 10% (sepuluh persen). 2) KPMM ... 2) KPMM untuk Bank Umum Syariah (BUS) ditetapkan paling kurang 10% (sepuluh persen) sepanjang belum terdapat ketentuan yang mengatur mengenai KPMM sesuai profil risiko bagi Bank Umum Syariah. 2. Kantor cabang dari Bank yang berkedudukan di luar negeri dapat melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing sepanjang telah memenuhi persyaratan Modal Inti sebagaimana dimaksud pada butir 1.b yang berasal dari dana usaha yang telah dialokasikan sebagai Capital Equivalency Maintained Assets (CEMA) sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai KPMM. 3. Unit Usaha Syariah (UUS) dapat mengajukan permohonan untuk melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing sepanjang Bank Umum Konvensional (BUK) yang menjadi induknya telah mendapat persetujuan untuk melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing. B. Pengajuan Permohonan untuk Melakukan Kegiatan Usaha dalam Valuta Asing. 1. Bank yang akan melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing harus mencantumkan rencana dimaksud dalam Rencana Bisnis Bank (RBB) untuk tahun yang sama dengan tahun pengajuan permohonan. 2. Rencana Kegiatan Usaha dalam valuta asing yang tercantum pada RBB paling kurang memuat: a. tujuan dan manfaat Kegiatan Usaha dalam valuta asing bagi Bank, yang antara lain memuat : 1) hasil penilaian singkat terhadap peluang pasar atas Kegiatan Usaha dalam valuta asing dan potensi permintaan produk dan aktivitas dalam valuta asing yang mendukung perkembangan bisnis para nasabah Bank; dan 2) strategi ... 2) strategi bank dalam mengembangkan Kegiatan Usaha dalam valuta asing untuk mendukung bisnis Bank secara umum; b. cakupan Kegiatan Usaha dalam valuta asing, termasuk penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas baru yang akan dilakukan Bank; dan c. penjelasan singkat mengenai struktur organisasi, sumber daya manusia, dan sistem informasi yang akan dipersiapkan dalam rangka pelaksanaan Kegiatan Usaha dalam valuta asing. 3. Bank yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada butir A.1 dan butir B.1 dapat mengajukan permohonan untuk melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing kepada Bank Indonesia disertai dengan: a. Dokumen pendukung terkait persiapan Bank dalam rangka pelaksanaan Kegiatan Usaha dalam valuta asing paling kurang meliputi: 1) studi kelayakan usaha (feasibility study) Kegiatan Usaha dalam valuta asing, antara lain seperti potensi ekonomi, peluang pasar (penghimpunan dana dan penyaluran dana), tingkat persaingan antar bank, dan proyeksi pertumbuhan neraca terkait dengan produk dan aktivitas dalam valuta asing selama 12 (dua belas) bulan; 2) kesiapan penerapan manajemen risiko atas Kegiatan Usaha dalam valuta asing dengan mengacu kepada ketentuan Bank Indonesia mengenai penerapan manajemen risiko bagi Bank Umum atau penerapan manajemen risiko bagi BUS dan UUS; 3) prosedur pelaksanaan (standard operating procedure); 4) kesiapan struktur organisasi, sumber daya manusia dan sistem informasi yang digunakan; 5) rencana ... 5) rencana penerapan program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Teroris (APU PPT); dan 6) kesiapan hubungan korespondensi dengan bank di luar negeri. b. Daftar kantor cabang Bank yang akan melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing. 4. Pengajuan permohonan untuk melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing bagi UUS sebagaimana dimaksud pada butir A.3 dilakukan dengan mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai UUS. 5. Bank Indonesia memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan Bank untuk melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah seluruh persyaratan dipenuhi dan dokumen permohonan diterima secara lengkap oleh Bank Indonesia. 6. Dalam hal masih diperlukan tambahan dokumen dan/atau penjelasan berkenaan dengan evaluasi yang dilakukan oleh Bank Indonesia dalam proses memberikan persetujuan, maka batas waktu 60 (enam puluh) hari dihitung sejak Bank melengkapi dokumen dan/atau memberikan penjelasan yang diminta oleh Bank Indonesia. 7. Bank yang telah mendapatkan persetujuan untuk melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing harus melaksanakan Kegiatan Usaha dalam valuta asing dimaksud selambat- lambatnya 6 (enam) bulan sejak surat persetujuan diberikan. Apabila dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak persetujuan diberikan oleh Bank Indonesia, Bank tidak melaksanakan Kegiatan Usaha dalam valuta asing, maka persetujuan Bank Indonesia menjadi tidak berlaku. 8. Dalam hal persetujuan Bank Indonesia sudah tidak berlaku sebagaimana dimaksud pada angka 7, namun Bank tetap akan melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing, maka Bank ... Bank harus menyampaikan kembali permohonan persetujuan untuk melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing kepada Bank Indonesia. IV. PENURUNAN MODAL INTI DAN PENCABUTAN PERSETUJUAN BANK INDONESIA ATAS KEGIATAN USAHA DALAM VALUTA ASING A. Penurunan Modal Inti Bank. 1. Bank yang mengalami penurunan Modal Inti sehingga menjadi tidak sesuai dengan persyaratan Modal Inti untuk melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing sebagaimana dimaksud pada butir III.A.1.b selama 3 (tiga) bulan berturut- turut, menyampaikan rencana tindak (action plan) dalam rangka: a. pemenuhan persyaratan Modal Inti; atau b. penyesuaian Kegiatan Usaha dalam valuta asing. 2. Rencana tindak sebagaimana dimaksud pada angka 1 disampaikan kepada Bank Indonesia paling lama pada bulan keempat sejak terjadinya penurunan Modal Inti. Contoh: Bank X melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing. Pada posisi bulan Agustus 2013, modal inti Bank X adalah sebesar Rp1.050.000.000.000,00 (satu triliun lima puluh miliar rupiah). Pada posisi bulan September, Oktober dan November 2013, modal inti Bank X mengalami penurunan menjadi sebagai berikut: Bulan Modal Inti September Oktober November Rp980.000.000.000,00 Rp995.000.000.000,00 Rp960.000.000.000,00 Dengan demikian, rencana tindak Bank X sudah harus diterima oleh Bank Indonesia paling lama akhir bulan Desember 2013. 3. Rencana ... 3. Rencana tindak sebagaimana dimaksud pada butir 1.a paling kurang menjelaskan: a. penyebab penurunan Modal Inti; b. upaya yang akan dilakukan terkait mekanisme dan tahapan untuk pemenuhan Modal Inti; dan c. hal lain yang perlu diinformasikan kepada Bank Indonesia. 4. Rencana tindak sebagaimana dimaksud pada butir 1.b paling kurang menjelaskan: a. daftar produk dan/atau aktivitas dalam valuta asing yang harus dihentikan termasuk nilai nominal (outstanding) dan sisa jangka waktu; b. rencana tahapan penurunan eksposur valuta asing serta waktu penyelesaian akhir Kegiatan Usaha dalam valuta asing, baik secara agregat maupun untuk masing-masing produk atau aktivitas dalam valuta asing; c. rencana komunikasi atau pemberitahuan kepada nasabah dan/atau stakeholder mengenai penghentian Kegiatan Usaha dalam valuta asing; dan d. hal lain yang perlu diinformasikan kepada Bank Indonesia. 5. Penyelesaian Kegiatan Usaha dalam valuta asing sebagaimana dimaksud dalam butir 4.b dapat disesuaikan dengan sisa jangka waktu masing-masing produk dan/atau aktivitas dalam valuta asing dengan batas waktu paling lama 3 (tiga) tahun. Contoh : Pada tanggal 1 Desember 2014, rencana tindak penyelesaian kegiatan usaha dalam valuta asing pada Bank X telah disetujui dengan batas waktu penyelesaian sampai dengan tanggal 30 November 2017. Salah satu rencana tindak terhadap penyelesaian kredit valuta asing yang diberikan kepada PT. Y dengan jatuh tempo pada bulan Maret 2019 adalah target bahwa pada awal tahun 2017 kredit tersebut telah dialihkan kepada Bank lain. 6. Bank ... 6. Bank harus menyelesaikan rencana tindak pemenuhan Modal Inti sebagaimana dimaksud pada angka 3 paling lama 1 (satu) tahun sejak rencana tindak disetujui oleh Bank Indonesia. 7. Bank yang telah memperoleh persetujuan atas rencana tindak pemenuhan persyaratan Modal Inti sebagaimana dimaksud pada angka 3 maka: a. Bank dapat melaksanakan kegiatan usaha dalam valuta asing termasuk melakukan transaksi baru dengan nasabah, sepanjang memenuhi tahapan pemenuhan Modal Inti yang telah disetujui Bank Indonesia; atau b. Bank tidak diperkenankan melakukan transaksi baru sampai dengan terpenuhinya persyaratan Modal Inti sebagaimana dimaksud pada butir III.A.1.b apabila terjadi pelanggaran terhadap tahapan pemenuhan Modal Inti yang telah disetujui Bank Indonesia. 8. Bank yang tidak dapat memenuhi rencana tindak sebagaimana dimaksud pada angka 3 dalam waktu 1 (satu) tahun sejak rencana tindak disetujui oleh Bank Indonesia harus menyampaikan rencana tindak penyesuaian Kegiatan Usaha dalam valuta asing sebagaimana dimaksud pada angka 4. 9. Bank yang mengajukan rencana tindak dalam rangka penyesuaian Kegiatan Usaha dalam valuta asing sebagaimana dimaksud pada angka 4 tidak diperkenankan melakukan transaksi baru dalam valuta asing. 10. Transaksi baru sebagaimana dimaksud pada angka 7 dan angka 9 meliputi: a. penerimaan nasabah baru; dan/atau b. kontrak baru untuk seluruh produk dan/atau aktivitas dalam valuta asing. 11. Bank sebagaimana dimaksud angka 9 dapat melakukan kontrak baru dalam rangka penghimpunan dana sepanjang diperlukan ... diperlukan dalam rangka penyelesaian sisa outstanding (kewajiban, komitmen, dan/atau kontijen) dalam valuta asing dengan tetap memperhatikan tahapan penurunan eksposur dan jangka waktu penyelesaian Kegiatan Usaha dalam valuta asing sebagaimana dimaksud dalam butir 4.b dan angka 5, serta kepatuhan terhadap ketentuan lain seperti misalnya ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai posisi devisa neto. Contoh : Pada 1 Januari 2014, Bank A menyetujui pemberian kredit investasi dalam valas kepada PT. B dengan plafon sebesar USD150.000,00 (seratus lima puluh ribu dollar Amerika). Dikarenakan Bank A mengalami penurunan modal inti tiga bulan berturut-turut, maka bank mengajukan rencana tindak dalam rangka penyesuaian Kegiatan Usaha dalam valuta asing yang disetujui oleh Bank Indonesia pada 1 Oktober 2014. Sampai dengan tanggal tersebut PT. B telah melakukan penarikan atas fasilitas kredit tersebut sebesar USD100.000,00 (seratus ribu dolar Amerika). Dengan demikian, Bank A masih memiliki komitmen kepada PT. B berupa sisa kelonggaran tarik kredit valas sebesar USD50.000,00 (lima puluh ribu dollar Amerika) yang rencana penarikannya diajukan PT.B pada tanggal 18 November 2014. Dengan mempertimbangkan kondisi likuiditas valas yang hanya tersedia sebesar USD30.000,00 (tiga puluh ribu dollar Amerika), maka Bank A memutuskan untuk memenuhi kekurangan dana valuta asing sebesar USD20.000,00 (dua puluh ribu dollar Amerika) dengan menggunakan sumber dana antar bank dalam rangka memenuhi komitmen terhadap PT. B. B. Pencabutan ... B. Pencabutan Persetujuan Kegiatan Usaha dalam Valuta Asing. 1. Bank menyampaikan laporan realisasi rencana tindak dalam rangka penyesuaian Kegiatan Usaha valuta asing paling lama 7 (tujuh) hari sejak berakhirnya jangka waktu rencana tindak tersebut. 2. Bank Indonesia mencabut persetujuan untuk melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing apabila jangka waktu rencana tindak dalam rangka penyesuaian Kegiatan Usaha dalam valuta asing telah berakhir. V. PERLAKUAN TERHADAP BANK YANG MELAKUKAN MERGER, KONSOLIDASI, KONVERSI, DAN PEMISAHAN (SPIN OFF) 1. Dalam hal terjadi merger atau konsolidasi antara 2 (dua) Bank atau lebih, Bank hasil merger atau konsolidasi tetap dapat melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing apabila: a. paling kurang terdapat 1 (satu) Bank yang melakukan merger atau konsolidasi telah memperoleh persetujuan untuk melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing sebelum merger atau konsolidasi tersebut dilakukan; dan b. Bank hasil merger atau konsolidasi telah memenuhi persyaratan Modal Inti sebagaimana dimaksud pada butir III.A.1.b; dan c. Bank hasil merger atau konsolidasi memberitahukan kepada dan mendapatkan penegasan dari Bank Indonesia mengenai rencana penggunaan persetujuan untuk melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing yang telah dimiliki oleh salah satu bank peserta merger atau konsolidasi. 2. Dalam hal terjadi perubahan kegiatan usaha (konversi) BUK menjadi BUS maka apabila BUK dimaksud telah memperoleh persetujuan untuk melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing sebelum konversi dilakukan, Bank hasil konversi dimaksud tetap dapat melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing dengan ... dengan memberitahukan kepada dan mendapatkan penegasan dari Bank Indonesia. 3. Dalam hal UUS melakukan pemisahan (spin off) dari BUK yang menjadi induknya, diatur sebagai berikut: a. Apabila UUS yang telah memperoleh persetujuan untuk melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing melakukan spin off menjadi BUS maka BUS hasil spin off tetap dapat melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing sepanjang telah memenuhi persyaratan Modal Inti sebagaimana dimaksud pada butir III.A.1.b dan telah memberitahukan kepada serta mendapatkan penegasan dari Bank Indonesia. b. Apabila UUS yang telah memperoleh persetujuan untuk melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing melakukan spin off dan pada saat yang sama bergabung dengan BUS atau BUK yang melakukan perubahan kegiatan usaha (konversi) menjadi BUS maka BUS dimaksud dapat melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing sepanjang telah memenuhi persyaratan Modal Inti sebagaimana dimaksud pada butir III.A.1.b dan telah memberitahukan kepada serta mendapatkan penegasan dari Bank Indonesia. VI. LAIN - LAIN 1. Perubahan daftar kantor cabang Bank yang akan melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing harus dilaporkan kepada Bank Indonesia. 2. Pengajuan permohonan untuk melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing sebagaimana dimaksud pada butir III.B.3 dan pemberitahuan untuk melanjutkan Kegiatan Usaha dalam valuta asing sebagaimana dimaksud pada butir V, disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagai berikut: a. Bank ... a. Bank Umum Konvensional Departemen Perizinan dan Informasi Perbankan, Jl. M.H. Thamrin Nomor 2, Jakarta 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; atau Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia. b. Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah Departemen Perbankan Syariah, Jl. M.H. Thamrin Nomor 2, Jakarta 10350, bagi BUS atau bagi UUS yang dimiliki oleh BUK yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; atau Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat, bagi BUS atau bagi UUS yang dimiliki oleh BUK yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia. 3. Pengajuan rencana tindak sebagaimana dimaksud pada butir IV.A.1 serta laporan perubahan daftar kantor cabang Bank yang akan melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing sebagaimana dimaksud pada angka 1, disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagai berikut: a. Bank Umum Konvensional Departemen Pengawasan Bank, Jl. M.H. Thamrin Nomor 2, Jakarta 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; atau Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia. b. Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah Departemen Perbankan Syariah, Jl. M.H. Thamrin Nomor 2, Jakarta 10350, bagi BUS atau bagi UUS yang dimiliki oleh BUK yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; atau Kantor ... Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat, bagi BUS atau bagi UUS yang dimiliki oleh BUK yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia. VII. PERALIHAN 1. Bank yang telah memperoleh surat penunjukan sebagai Bank Devisa berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.28/64/KEP/DIR tanggal 7 September 1995 tentang Persyaratan Bank Umum Bukan Bank Devisa Menjadi Bank Umum Devisa ditetapkan sebagai berikut: a. tetap dapat melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing sepanjang telah memenuhi persyaratan Modal Inti sebesar Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah); atau b. harus menyampaikan rencana tindak untuk menyesuaikan Kegiatan Usaha atau meningkatkan Modal Inti dengan mengacu kepada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kegiatan usaha dan jaringan kantor berdasarkan modal inti Bank apabila belum memenuhi persyaratan Modal Inti sebesar Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah). 2. Dalam hal Bank sebagaimana dimaksud pada butir 1.b mengajukan rencana tindak untuk menyesuaikan Kegiatan Usaha atau meningkatkan Modal Inti maka penyesuaiannya dilakukan paling lambat akhir bulan Juni 2016 atau akhir bulan Juni 2018 untuk Bank yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah sebagaimana diatur dalam BAB VI Pasal 31 dan Pasal 33 ketentuan Bank Indonesia mengenai kegiatan usaha dan jaringan kantor berdasarkan modal inti. 3. Bank sebagaimana dimaksud pada butir 1.b yang tidak dapat memenuhi persyaratan Modal Inti atau yang memilih untuk menyesuaikan Kegiatan Usaha dalam valuta asing, dapat melakukan kegiatan sebagai PVA sepanjang mengajukan permohonan sebagai PVA sesuai ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai PVA. VIII. PENUTUP ... VIII. PENUTUP Pada saat Surat Edaran ini mulai berlaku, Surat Edaran No. 28/4/UPPB tanggal 7 September 1995 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 19 Juli 2013. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, JONI SWASTANTO KEPALA DEPARTEMEN PENELITIAN DAN PENGATURAN PERBANKAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 15/27/DPNP|SE-BI/2013 </reg_id> <reg_title> Persyaratan Bank Umum untuk Melakukan Kegiatan Usaha dalam Valuta Asing </reg_title> <set_date> 19 Juli 2013 </set_date> <effective_date> 19 Juli 2013 </effective_date> <replaced_reg> '28/4/UPPB|SE-BI/1995' </replaced_reg> <related_reg> '5/8/PBI/2003', '13/23/PBI/2011', '14/26/PBI/2012', '11/25/PBI/2009' </related_reg>
No. 7/21/DPM Jakarta, 1 Juli 2005 SURAT EDARAN Perihal : Tata Cara Penyimpanan Sekuritas, Surat Yang Berharga dan Barang Berharga Pada Bank Indonesia Sehubungan dengan telah dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/16/PBI/2005 tanggal 1 Juli 2005 tentang Penyimpanan Sekuritas, Surat Yang Berharga Dan Barang Berharga Pada Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4508), dipandang perlu menetapkan tata cara penyimpanan sekuritas, surat yang berharga dan barang berharga pada Bank Indonesia sebagai berikut: I. PENERIMAAN SIMPANAN Tata cara penerimaan Simpanan diatur sebagai berikut: 1. Calon Penyimpan yang bermaksud melakukan penyimpanan sekuritas, surat yang berharga dan barang berharga pada Bank Indonesia menyampaikan surat permohonan yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang kepada: a. Direktorat Pengelolaan Moneter, Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10110, bagi calon Penyimpan yang berdomisili di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia. b. Kantor Bank Indonesia, bagi calon Penyimpan yang berdomisili di wilayah kerja Kantor Bank Indonesia (KBI) setempat. 2. Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1 disampaikan kepada kantor Bank Indonesia sesuai dengan pembagian wilayah kerja sebagaimana dimaksud pada Lampiran 1. 3. Bank … 2 3. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kepada calon Penyimpan perihal persetujuan atau penolakan permohonan penyimpanan di Bank Indonesia paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak surat permohonan diterima oleh Bank Indonesia. 4. Dalam hal permohonan disetujui, calon Penyimpan harus datang ke kantor Bank Indonesia dengan membawa dan menyerahkan: a. asli surat persetujuan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam angka 3; b. asli surat penugasan untuk melakukan penyimpanan di Bank Indonesia yang ditandatangani oleh pimpinan atau pejabat berwenang dari instansi yang bersangkutan; fotokopi identitas diri yang masih berlaku dari petugas sebagaimana tercantum dalam surat penugasan pada huruf b; dan d. benda yang akan disimpan di Bank Indonesia. c. 5. Bank Indonesia melakukan pencocokan antara benda yang akan disimpan dengan yang tercantum pada surat permohonan yang disaksikan oleh Penyimpan; 6. Pencocokan sebagaimana dimaksud dalam angka 5 dimaksudkan untuk memastikan bahwa benda yang akan disimpan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang berlaku. 7. Dalam hal berdasarkan hasil pencocokan benda yang akan disimpan tidak memenuhi ketentuan yang penyimpanan pada Bank Indonesia. berlaku, Bank 8. Dalam hal hasil pencocokan telah sesuai, Bank Indonesia dan Penyimpan melakukan hal-hal sebagai berikut: a. mengemas benda yang akan disimpan; b. me-lak segel atau menyegel kemasan; Indonesia menolak c. membubuhi… 3 c. membubuhi tanda tangan pada kemasan yang telah di-lak segel atau disegel; d. mengisi jumlah, jenis, nilai dan kualitas Simpanan pada Bukti Depot Simpanan (BDS) sebagaimana dimaksud pada Lampiran 2; dan e. menandatangani BDS sebagai bukti sah penerimaan Simpanan. II. PENGAMBILAN SIMPANAN Tata cara pengambilan Simpanan baik pada saat jatuh waktu atau sebelum jatuh waktu diatur sebagai berikut: 1. Penyimpan dapat mengambil Simpanan pada saat jatuh waktu atau sebelum tanggal jatuh waktu dengan mengajukan permohonan secara tertulis kepada kantor Bank Indonesia yang menerbitkan BDS paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum pengambilan Simpanan. 2. Penyimpan melakukan pengambilan Simpanan pada kantor Bank Indonesia yang menerbitkan BDS, dengan membawa dan menyerahkan : a. asli surat penugasan untuk melakukan pengambilan Simpanan di Bank Indonesia yang ditandatangani oleh pimpinan atau pejabat berwenang dari instansi yang bersangkutan; b. asli BDS; dan c. fotokopi identitas diri yang masih berlaku dari petugas sebagaimana tercantum dalam surat penugasan pada huruf a. 3. Bank Indonesia melakukan verifikasi keaslian BDS. 4. Dalam hal hasil verifikasi dinyatakan sesuai, Bank Indonesia menerbitkan Bukti Penyerahan Simpanan (BPS) sebagaimana dimaksud pada Lampiran 3 yang ditandatangani oleh Bank Indonesia dan Penyimpan, sebagai bukti sah penyerahan Simpanan, dan menyerahkan Simpanan. 5. Dalam hal hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak sesuai, Bank Indonesia menolak pengambilan Simpanan. III. PENGGANTIAN … 4 III. PENGGANTIAN BDS MILIK PENYIMPAN Tata cara penggantian BDS milik Penyimpan diatur sebagai berikut: 1. Penggantian BDS yang hilang a. Penyimpan harus datang ke kantor Bank Indonesia yang menerbitkan BDS dengan membawa surat permohonan penggantian BDS yang hilang dan melampirkan: 1) asli surat keterangan kehilangan BDS, yang diterbitkan oleh Kepolisian; 2) asli surat penugasan untuk mengurus penggantian BDS yang hilang yang ditandatangani oleh pimpinan atau pejabat yang berwenang dari instansi yang bersangkutan; dan 3) fotokopi identitas diri yang masih berlaku dari petugas sebagaimana tercantum dalam surat penugasan pada angka 2). b. Berdasarkan surat permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a, Bank Indonesia melakukan pencocokan surat permohonan beserta lampirannya dengan lembar ke-2 BDS yang ditatausahakan di Bank Indonesia. c. Dalam hal pencocokan sebagaimana dimaksud pada huruf b telah sesuai, Bank Indonesia menerbitkan BDS Pengganti paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak surat permohonan penggantian BDS dan lampiran terkait telah diterima. d. BDS Pengganti ditandatangani oleh Penyimpan dan Bank Indonesia di kantor Bank Indonesia yang menerbitkan BDS. e. Dalam hal pencocokan sebagaimana dimaksud pada huruf b tidak sesuai, Bank Pengganti. Indonesia menolak permohonan penerbitan BDS 2. Penggantian … 5 2. Penggantian BDS yang rusak a. Penyimpan harus datang ke kantor Bank Indonesia yang menerbitkan BDS dengan membawa surat permohonan penggantian BDS yang rusak dan melampirkan: 1) asli surat pernyataan bermaterai cukup perihal BDS yang rusak, yang dikeluarkan oleh instansi yang bersangkutan; 2) asli surat penugasan untuk mengurus penggantian BDS yang rusak yang ditandatangani oleh pimpinan atau pejabat yang berwenang dari instansi yang bersangkutan; 3) fotokopi identitas diri yang masih berlaku dari petugas sebagaimana tercantum dalam surat penugasan pada angka 2); dan 4) asli BDS yang rusak. b. Berdasarkan surat permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a, Bank Indonesia melakukan pencocokan surat permohonan beserta lampirannya, dengan lembar ke-2 BDS yang ditatausahakan di Bank Indonesia. c. Dalam hal pencocokan sebagaimana dimaksud pada huruf b telah sesuai, Bank Indonesia menerbitkan BDS Pengganti paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak surat permohonan penggantian dan lampiran terkait telah diterima. d. BDS Pengganti ditandatangani oleh Penyimpan dan Bank Indonesia di kantor Bank Indonesia yang menerbitkan BDS. e. Dalam hal pencocokan sebagaimana dimaksud pada huruf b tidak sesuai, Bank Pengganti. Indonesia menolak permohonan penerbitan BDS IV. PERPANJANGAN … 6 IV. PERPANJANGAN JANGKA WAKTU SIMPANAN Tata cara perpanjangan jangka waktu Simpanan diatur sebagai berikut : 1. Penyimpan mengajukan surat permohonan yang ditandatangani oleh pimpinan atau pejabat yang berwenang dari instansi yang bersangkutan kepada kantor Bank Indonesia yang menerbitkan BDS dengan melampirkan fotokopi BDS milik Penyimpan. 2. Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1, sudah diterima oleh kantor Bank Indonesia paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum tanggal jatuh waktu Simpanan. 3. Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1, Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis perihal persetujuan atau penolakan kepada Penyimpan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak surat permohonan dan lampiran terkait diterima. 4. Dalam hal permohonan disetujui, Penyimpan harus datang ke kantor Bank Indonesia dengan membawa dan menyerahkan: a. asli surat persetujuan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam angka 3; b. asli BDS; c. asli surat penugasan untuk mengurus perpanjangan jangka waktu penyimpanan yang ditandatangani oleh pimpinan berwenang dari instansi yang bersangkutan; dan atau pejabat d. fotokopi identitas diri yang masih berlaku dari petugas sebagaimana tercantum dalam surat penugasan pada huruf c. 4. Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1, Bank Indonesia menerbitkan BDS Perpanjangan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak surat permohonan perpanjangan dan lampiran terkait diterima. 5. BDS Perpanjangan ditandatangani oleh Penyimpan dan Bank Indonesia di kantor Bank Indonesia yang menerbitkan BDS. V. PENYELESAIAN … 7 V. PENYELESAIAN SIMPANAN KADALUARSA Tata cara penyelesaian Simpanan kadaluarsa diatur sebagai berikut: 1. Dalam hal Simpanan dikategorikan sebagai Simpanan kadaluarsa, Bank Indonesia menyampaikan pemberitahuan secara tertulis perihal penyelesaian Simpanan kadaluarsa, paling lambat akhir bulan berikutnya sejak tanggal jatuh waktu Simpanan. 2. Dalam hal Penyimpan tidak memberikan tanggapan paling lambat akhir bulan berikutnya sejak tanggal surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada angka 1, Bank Indonesia dapat mengalihkan Simpanan dimaksud kepada pihak yang perundang-undangan yang berlaku. berwenang sesuai dengan peraturan 3. Dalam hal Penyimpan melakukan pengambilan Simpanan kadaluarsa, dan Simpanan belum dialihkan kepada pihak yang berwenang sebagaimana diatur pada angka 2, diberlakukan tata cara pengambilan Simpanan sebagaimana dimaksud dalam angka II. 2, 3, 4 dan 5. VI. PEMUTUSAN HUBUNGAN PENYIMPANAN OLEH BANK INDONESIA Tata cara pemutusan hubungan penyimpanan oleh Bank Indonesia diatur sebagai berikut: 1. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kepada Penyimpan perihal pemutusan hubungan penyimpanan disertai alasannya paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum tanggal pemutusan hubungan penyimpanan. 2. Penyimpan harus mengambil Simpanannya paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal surat pemberitahuan pemutusan penyimpanan sebagaimana dimaksud dalam angka 1. 3. Tata cara pengambilan Simpanan yang telah hubungan dilakukan pemutusan hubungan penyimpanan oleh Bank Indonesia diatur sebagaimana dimaksud dalam angka II.2, 3, 4 dan 5. 4. Dalam … 8 4. Dalam hal Penyimpan tidak mengambil Simpanannya sebagaimana dimaksud pada angka 2, diberlakukan tatacara penyelesaian Simpanan kadaluarsa sebagaimana diatur dalam angka V. VII. PENYELESAIAN SIMPANAN DALAM MASA PERALIHAN Tata cara penyelesaian atas simpanan yang ditatausahakan pada Bank Indonesia sebelum berlakunya ketentuan ini (masa peralihan), sebagai berikut: 1. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kepada dilakukan penyimpan mengenai simpanan yang masih tercatat di Bank Indonesia yang harus diambil oleh penyimpan di kantor Bank Indonesia yang menerbitkan Bilyet Depot Simpanan. 2. Dalam hal penyimpan tidak mengambil simpanan sebagaimana dimaksud pada angka 1 sampai dengan batas waktu 2 (dua) tahun sejak ketentuan ini berlaku, Bank Indonesia dapat melakukan pengalihan penatausahaan simpanan dimaksud kepada pihak yang peraturan perundang-undangan yang berlaku. berwenang sesuai dengan Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2005. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar maklum. BANK INDONESIA, BUDI MULYA DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 7/21/DPM|SE-BI/2005 </reg_id> <reg_title> Tata Cara Penyimpanan Sekuritas, Surat Yang Berharga dan Barang Berharga Pada Bank Indonesia </reg_title> <set_date> 1 Juli 2005 </set_date> <effective_date> 1 Juli 2005 </effective_date> <related_reg> '7/16/PBI/2005' </related_reg>
No. 18/ 17 /DSta Jakarta, 27 Juli 2016 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK Perihal : Perubahan Keenam atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/3/DPM tanggal 4 Februari 2011 perihal Laporan Harian Bank Umum Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/8/PBI/2011 tentang Laporan Harian Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5194) dan dalam rangka pelaksanaan Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/16/PBI/2014 tentang Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah Antara Bank Dengan Pihak Domestik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 212, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5581) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/15/PBI/2015 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 223, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5743), Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/17/PBI/2014 tentang Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah Antara Bank Dengan Pihak Asing (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 213, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5582) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/16/PBI/2015 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 224, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5744), Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/4/PBI/2015 tentang Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 87, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5693 ... 2 5693), dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/2/PBI/2016 tentang Transaksi Lindung Nilai Berdasarkan Prinsip Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5850), perlu melakukan perubahan keenam atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/3/DPM tanggal 4 Februari 2011 perihal Laporan Harian Bank Umum sebagaimana telah diubah beberapa kali dengan Surat Edaran Bank Indonesia: a. Nomor 14/39/DPM tanggal 28 Desember 2012; b. Nomor 15/48/DSta tanggal 2 Desember 2013; c. Nomor 15/52/DSta tanggal 30 Desember 2013; d. Nomor 16/17/DSta tanggal 22 Oktober 2014; dan e. Nomor 17/5/DSta tanggal 30 Maret 2015, sebagai berikut: 1. Setelah butir III.A.1.d ditambahkan 1 (satu) huruf, yakni huruf e sehingga butir III.A.1 berbunyi sebagai berikut: 1. Pasar Uang Antar Bank (PUAB), terdiri dari: a. PUAB pagi rupiah; b. PUAB sore rupiah; c. PUAB valuta asing; d. PUAB luar negeri; dan e. Deposit on Call. 2. Di antara butir III.A.4.b dan butir III.A.4.c disisipkan 1 (satu) butir, yakni butir b1 dan ketentuan butir III.A.4.c diubah sehingga butir III.A.4 berbunyi sebagai berikut: 4. Transaksi valuta asing, terdiri dari: a. transaksi tod/tom/spot; b. transaksi derivatif berupa forward, swap, option; b1. transaksi derivatif berupa Cross Currency Swap (CCS) dan Interest Rate Swap (IRS); dan c. transaksi derivatif lainnya selain sebagaimana dimaksud pada huruf b dan b1. 3. Di antara butir IV.A.1.e dan butir IV.A.1.f disisipkan 1 (satu) butir, yakni butir e1, sehingga butir IV.A.1 berbunyi sebagai berikut: 1. Data ... 3 1. Data transaksional LHBU disampaikan dengan menggunakan jenis form sebagai berikut: a. Form 101 (PUAB); b. Form 102 (PUAS); c. Form 201 (Transaksi Tod/Tom/Spot); d. Form 202 (Transaksi Forward/Swap/Option); e. Form 203 (Transaksi Derivatif Lainnya); e1. Form 207 (Transaksi Cross Currency Swap (CCS) dan Interest Rate Swap (IRS)); dan f. Form 301 (Perdagangan Surat Berharga di Pasar Sekunder), sebagaimana dimaksud dalam Pedoman yang tercantum dalam Lampiran 1. 4. Ketentuan butir IV.B.1.a diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: a. Bank yang berstatus Bank devisa wajib menyampaikan form 101, form 102, form 201, form 202, form 203, form 204, form 205, form 206, form 207, form 301, form 401, form 402, form 403, form 404, form 405, form 406, form 407, form 501, form 602, dan form 603. Selain jenis-jenis form di atas, kantor cabang bank asing wajib menyampaikan form 408. Bank Pelapor yang tidak memiliki kantor di luar negeri tetap wajib menyampaikan form header untuk form 402 dan form 404. 5. Ketentuan butir IV.B.2.a diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: a. Bank yang berstatus Bank devisa wajib menyampaikan form 102, form 201, form 202, form 301, form 401, form 402, form 403, form 404, form 405, form 406, form 407, dan form 604. Selain jenis-jenis form di atas, kantor cabang bank asing wajib menyampaikan form 408. Bank Pelapor yang tidak memiliki kantor di luar negeri tetap wajib menyampaikan form header untuk form 402 dan form 404. 6. Ketentuan butir IV.B.3 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: 3. Penyampaian jenis form LHBU bagi Unit Usaha Syariah diatur sebagai berikut: a. Unit ... 4 a. Unit Usaha Syariah yang berstatus devisa wajib menyampaikan form 102, form 201, form 202, form 301, dan form 604. b. Unit Usaha Syariah yang berstatus non devisa wajib menyampaikan form 102, form 301, dan form 604. 7. Di antara butir V.C.4.a dan butir V.C.4.b disisipkan 1 (satu) butir, yakni a1 sehingga butir V.C.4 berbunyi sebagai berikut: 4. Pukul 07.00 WIB sampai dengan pukul 18.00 WIB untuk data: a. PUAB valuta asing; a1. Deposit on Call; b. PUAS; c. perdagangan surat berharga di pasar sekunder; d. tingkat imbalan deposito investasi mudharabah Bank Syariah dalam rupiah; e. dihapus; f. suku bunga kredit dalam rupiah dan valuta asing (USD); dan g. suku bunga deposito berjangka dalam rupiah dan valuta asing (USD), diskonto sertifikat deposito dalam rupiah dan valuta asing (USD), serta suku bunga tabungan dalam rupiah. 8. Di antara butir V.D.2.c dan butir V.D.2.d disisipkan 1 (satu) butir, yakni butir c1 sehingga butir V.D.2 berbunyi sebagai berikut: 2. Dalam hal terjadi kesalahan atas data yang disampaikan: a. PUAB pagi rupiah; b. PUAB sore rupiah; c. PUAB valuta asing; c1. Deposit on Call; d. PUAS; e. perdagangan surat berharga di pasar sekunder; f. PDN gabungan kantor dalam negeri; g. PDN gabungan kantor dalam negeri dan luar negeri; h. pos-pos tertentu neraca gabungan kantor dalam negeri; i. pos-pos tertentu neraca gabungan kantor dalam negeri dan luar negeri; j. proyeksi ... 5 j. proyeksi arus kas berdasarkan pendekatan remaining maturity; k. proyeksi arus kas berdasarkan pendekatan behavioral dan rencana pendanaan-penggunaan; l. tingkat imbalan deposito investasi mudharabah Bank syariah dalam rupiah; m. dihapus; n. suku bunga kredit dalam rupiah dan valuta asing (USD); dan o. suku bunga deposito berjangka dalam rupiah dan valuta asing (USD), diskonto sertifikat deposito dalam rupiah dan valuta asing (USD), serta suku bunga tabungan dalam rupiah. Bank Pelapor wajib menyampaikan koreksi segera setelah diketahui adanya kesalahan dan tetap dalam batas waktu penyampaian sebagaimana dimaksud pada huruf C. 9. Di antara butir V.D.3.c dan butir V.D.3.d disisipkan 1 (satu) butir, yakni butir c1 dan bagian contoh diubah sehingga butir V.D.3 berbunyi sebagai berikut: 3. Dalam hal terjadi kesalahan atas data yang disampaikan: a. b. c. PUAB luar negeri; transaksi tod/tom/spot; transaksi derivatif berupa forward, swap, option; c1. transaksi derivatif berupa Cross Currency Swap (CCS) dan Interest Rate Swap (IRS); transaksi derivatif lainnya; d. e. f. g. h. i. posisi akhir hari transaksi derivatif jual valuta asing bukan investasi dengan pihak asing; posisi akhir hari transaksi derivatif beli valuta asing bukan investasi dengan pihak asing; posisi rekapitulasi transaksi derivatif; posisi saldo harian pinjaman luar negeri jangka pendek Bank; dan posisi harian dana usaha kantor cabang bank asing, Bank ... 6 Bank Pelapor wajib menyampaikan koreksi terhadap data dimaksud paling lama pukul 16.00 WIB pada hari kerja berikutnya. Contoh: Dalam hal terjadi kesalahan atas data transaksi valuta asing pada tanggal 8 Februari 2016 maka koreksi atas kesalahan data tersebut disampaikan oleh Bank Pelapor sejak tanggal 8 Februari 2016 sampai dengan tanggal 9 Februari 2016 paling lama pukul 16.00 WIB. 10. Di antara butir V.D.4.b dan butir V.D.4.c disisipkan 1 (satu) butir, yakni butir b1 dan bagian contoh diubah sehingga butir V.D.4 berbunyi sebagai berikut: 4. Dalam hal terjadi kesalahan atas jenis dokumen yang disampaikan untuk: a. transaksi tod/tom/spot; b. transaksi derivatif berupa forward, swap, option; b1. transaksi derivatif berupa Cross Currency Swap (CCS) dan Interest Rate Swap (IRS); dan transaksi derivatif lainnya, c. Bank Pelapor wajib menyampaikan koreksi terhadap jenis dokumen dimaksud paling lama pukul 16.00 WIB pada tanggal valuta transaksi yang bersangkutan. Koreksi dimaksud disampaikan melalui daftar pesan pada sistem LHBU. Contoh: Dalam hal terjadi kesalahan atas jenis dokumen untuk transaksi spot pada tanggal 13 Juni 2016 dengan tanggal valuta 15 Juni 2016, maka koreksi atas kesalahan jenis dokumen tersebut dapat disampaikan oleh Bank Pelapor sejak tanggal 13 Juni 2016 sampai dengan tanggal valuta 15 Juni 2016 paling lama pukul 16.00 WIB. 11. Diantara butir V.E.6.a.3) dan butir V.E.6.a.4) ditambahkan 1 (satu) butir, yakni butir 3a) sehingga butir V.E.6.a berbunyi sebagai berikut: a. Paling lambat 2 (dua) jam setelah batas waktu pelaporan pada Hari Kerja yang sama untuk data atau koreksi data sebagai berikut: 1) PUAB ... 7 1) PUAB pagi rupiah; 2) PUAB sore rupiah; 3) PUAB valuta asing; 3a) Deposit on Call; 4) PUAS; 5) perdagangan surat berharga di pasar sekunder; 6) tingkat imbalan deposito investasi mudharabah Bank syariah dalam rupiah; 7) dihapus; 8) suku bunga kredit dalam rupiah dan valuta asing (USD); dan 9) suku bunga deposito berjangka dalam rupiah dan valuta asing (USD), diskonto sertifikat deposito dalam rupiah dan valuta asing (USD), serta suku bunga tabungan dalam rupiah. 12. Di antara butir V.E.6.b.3) dan butir V.E.6.b.4) disisipkan 1 (satu) butir, yakni butir 3a) sehingga butir V.E.6.b berbunyi sebagai berikut: b. Paling lama pukul 10.00 WIB pada Hari Kerja berikutnya untuk data atau koreksi data sebagai berikut: 1) PUAB luar negeri; 2) transaksi tod/tom/spot; 3) transaksi derivatif berupa forward, swap, option; 3a) transaksi derivatif berupa Cross Currency Swap (CCS) dan Interest Rate Swap (IRS); 4) transaksi derivatif lainnya; 5) 6) posisi akhir hari transaksi derivatif jual valuta asing bukan investasi dengan pihak asing; posisi akhir hari transaksi derivatif beli valuta asing bukan investasi dengan pihak asing; 7) posisi rekapitulasi transaksi derivatif; 8) PDN gabungan kantor dalam negeri; 9) PDN gabungan kantor dalam negeri dan luar negeri; 10) pos-pos tertentu neraca gabungan kantor dalam negeri; 11) pos-pos tertentu neraca gabungan kantor dalam negeri dan luar negeri; 12) proyeksi ... 8 12) proyeksi arus kas berdasarkan pendekatan remaining maturity; 13) proyeksi arus kas berdasarkan pendekatan behavioral dan rencana pendanaan-penggunaan; 14) posisi saldo harian pinjaman luar negeri jangka pendek Bank; dan 15) posisi harian dana usaha kantor cabang bank asing. 13. Lampiran 1 diubah menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1 yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 14. Lampiran 2 diubah menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2 yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 8 Agustus 2016. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HENDY SULISTIOWATY KEPALA DEPARTEMEN STATISTIK
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 18/17/DSta|SE-BI/2016 </reg_id> <reg_title> Perubahan Keenam atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/3/DPM tanggal 4 Februari 2011 perihal Laporan Harian Bank Umum </reg_title> <set_date> 27 Juli 2016 </set_date> <effective_date> 8 Agustus 2016 </effective_date> <changed_reg> '13/3/DPM|SE-BI/2011' </changed_reg> <extension_of> '14/39/DPM|SE-BI/2012', '15/48/DSta|SE-BI/2013', '15/52/DSta|SE-BI/2013', '16/17/DSta|SE-BI/2014', '17/5/DSta|SE-BI/2015' </extension_of> <related_reg> '13/8/PBI/2011', '17/4/PBI/2015', '16/16/PBI/2014', '13/3/DPM|SE-BI/2011', '17/16/PBI/2015', '18/2/PBI/2016', '17/15/PBI/2015', '16/17/PBI/2014', '14/39/DPM|SE-BI/2012', '15/48/DSta|SE-BI/2013', '15/52/DSta|SE-BI/2013', '16/17/DSta|SE-BI/2014', '17/5/DSta|SE-BI/2015' </related_reg>
1 No. 10/5/DSM Jakarta, 13 Februari 2008 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/19/DSM tanggal 3 Oktober 2000 perihal Laporan Bulanan Bank Umum Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/3/PBI/2008 tanggal 4 Februari 2008 tentang Laporan Kantor Pusat Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4810), perlu dilakukan perubahan terhadap Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/19/DSM tanggal 3 Oktober 2000 perihal Laporan Bulanan Bank Umum sebagai berikut: 1. Ketentuan Bab IV Laporan per Kantor Bank Pelapor Butir IV.33.1 mengenai Daftar Kegiatan Kustodian (form 33) pada Lampiran Surat Edaran berupa Buku Pedoman Penyusunan Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) dihapus. 2. Ketentuan Bab IV Laporan per Kantor Bank Pelapor Butir IV.33.2 mengenai Sandi Daftar Kegiatan Kustodian pada Lampiran Surat Edaran berupa Buku Pedoman Penyusunan Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) dihapus. 3. Ketentuan Bab IV Laporan per Kantor Bank Pelapor Butir IV.33.3 mengenai Penjelasan Daftar Kegiatan Kustodian pada Lampiran Surat Edaran berupa Buku Pedoman Penyusunan Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) dihapus. Ketentuan … 2 Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 13 Februari 2008. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HARTADI A. SARWONO DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 10/5/DSM|SE-BI/2008 </reg_id> <reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/19/DSM tanggal 3 Oktober 2000 perihal Laporan Bulanan Bank Umum </reg_title> <set_date> 13 Februari 2008 </set_date> <effective_date> 13 Februari 2008 </effective_date> <changed_reg> '2/19/DSM|SE-BI/2000' </changed_reg> <related_reg> '2/19/DSM|SE-BI/2000', '10/3/PBI/2008' </related_reg>
No. 15/23/DASP Jakarta, 27 Juni 2013 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK DAN BADAN USAHA BERBADAN HUKUM INDONESIA BUKAN BANK Perihal : Penyelenggaraan Transfer Dana Sehubungan dengan diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/23/PBI/2012 tentang Transfer Dana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 283, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5381), dan dalam rangka mendukung keamanan dan kelancaran transaksi transfer dana serta memberikan kejelasan pengaturan hak dan kewajiban bagi pihak yang terkait dalam penyelenggaraan kegiatan transfer dana, perlu diatur lebih lanjut peraturan pelaksanaan Peraturan Bank Indonesia tersebut yang antara lain meliputi ketentuan mengenai tata cara dan proses perizinan, penyelenggaraan transfer dana, dan penyampaian laporan oleh Penyelenggara, dalam Surat Edaran Bank Indonesia. I. TATA CARA DAN PROSES PERIZINAN UNTUK MENJADI PENYELENGGARA BAGI BADAN USAHA BERBADAN HUKUM INDONESIA BUKAN BANK Badan usaha berbadan hukum Indonesia bukan Bank yang melakukan penyelenggaraan kegiatan Transfer Dana wajib memperoleh izin dari Bank Indonesia. Tata cara dan proses untuk memperoleh izin sebagai Penyelenggara diatur sebagai berikut: A. Pengajuan Permohonan Izin sebagai Penyelenggara 1. Untuk memperoleh izin dari Bank Indonesia, badan usaha berbadan hukum Indonesia bukan Bank yang akan menjadi Penyelenggara (Pemohon) harus menyampaikan permohonan izin kepada Bank Indonesia. 2. Permohonan izin sebagaimana dimaksud pada angka 1 harus disampaikan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dan ditandatangani oleh direksi dari Pemohon. 3. Yang ... 2 3. Yang dimaksud dengan direksi sebagaimana dimaksud pada angka 2 antara lain adalah: a. direksi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Perseroan Terbatas, bagi Pemohon berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas; b. direksi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Perusahaan Daerah, bagi Pemohon berbentuk badan hukum Perusahaan Daerah; c. pengurus sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang yang mengatur mengenai Perkoperasian, bagi Pemohon berbentuk badan hukum Koperasi; d. direksi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Badan Usaha Milik Negara, bagi Pemohon berbentuk badan hukum Perusahaan Umum. B. Persyaratan Menjadi Penyelenggara 1. Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam butir A.1 harus dilengkapi dengan dokumen dan/atau persyaratan sebagai berikut: a. Dokumen terkait kelembagaan dan kondisi keuangan yang terdiri atas: 1) fotokopi akta pendirian badan usaha dan perubahannya, jika ada, yang telah memperoleh pengesahan dari instansi yang berwenang, yang mencantumkan secara tegas kegiatan transfer dana atau kegiatan pengiriman uang sebagai kegiatan atau salah satu kegiatan dari badan usaha yang bersangkutan; 2) asli surat keterangan domisili badan usaha dari instansi yang berwenang; 3) asli dokumen yang menjelaskan susunan direksi, dewan komisaris atau pengawas, dan pemegang saham badan usaha sesuai dengan kondisi terakhir; 4) asli surat pernyataan dari masing-masing direksi, dan komisaris atau pengawas bahwa yang bersangkutan: a) tidak ... 3 a) tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota direksi atau komisaris/pengawas yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu badan usaha dinyatakan pailit dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum mengajukan permohonan; b) tidak pernah dihukum atas tindak pidana di bidang perbankan, keuangan, dan/atau pencucian uang berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap; c) d) tidak tercantum dalam daftar kredit macet pada saat mengajukan permohonan; tidak masuk dalam daftar hitam nasional penarik cek/bilyet giro kosong yang ditatausahakan Bank Indonesia pada saat mengajukan permohonan, dengan mengacu pada contoh 1 dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini; 5) bukti setoran modal, dengan ketentuan sebagai berikut: a) untuk Pemohon yang menyediakan sistem yang dapat digunakan oleh Penyelenggara lain, besar modal disetor paling kurang Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); atau b) untuk Pemohon yang tidak menyediakan sistem yang dapat digunakan oleh Penyelenggara lain, besar modal disetor paling kurang Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah); 6) dokumen yang menjelaskan kondisi keuangan Pemohon berupa: a) laporan keuangan Pemohon posisi 3 (tiga) tahun terakhir, bagi Pemohon yang telah berdiri selama 3 (tiga) tahun atau lebih; b) laporan keuangan Pemohon posisi 2 (dua) tahun terakhir atau kurang, sesuai dengan masa ... 4 masa berdirinya Pemohon, bagi Pemohon yang berdiri kurang dari 3 (tiga) tahun; atau c) laporan keuangan, neraca, daftar aktiva dan pasiva, atau dokumen lainnya yang menjelaskan kondisi keuangan, bagi Pemohon yang baru berdiri. b. Dokumen terkait kesiapan operasional yang terdiri atas: 1) Kebijakan dan prosedur tertulis yang paling kurang mencakup: a) pelaksanaan penyelenggaraan kegiatan Transfer Dana, baik pengiriman maupun penerimaan, yang telah menerapkan prinsip kewenangan berjenjang; b) monitoring Dana yang dikirim dan/atau diterima; dan c) penerapan prinsip perlindungan konsumen sesuai peraturan perundang-undangan; 2) mekanisme penerapan manajemen risiko, yang meliputi antara lain risiko keuangan, risiko operasional, dan risiko hukum; 3) kebijakan dan prosedur tertulis mengenai penerapan program anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme sesuai dengan peraturan perundang-undangan; 4) bukti kesiapan operasional yang paling kurang meliputi aspek teknis (infrastruktur sistem dan jaringan komunikasi), sumber daya manusia (struktur organisasi, uraian tugas dan tanggung jawab), dan kesiapan tempat usaha; 5) bukti keamanan dan keandalan sistem atau mekanisme penyelenggaraan Transfer Dana, paling kurang berupa: a) fotokopi laporan hasil audit teknologi informasi dari auditor independen internal atau eksternal, bagi Pemohon yang menyediakan sistem yang dapat digunakan oleh Penyelenggara lain; atau b) asli ... 5 b) asli surat pernyataan dari direksi dan dewan komisaris atau pengawas mengenai keamanan dan keandalan sistem atau mekanisme penyelenggaraan Transfer Dana, bagi Pemohon yang tidak menyediakan sistem yang dapat digunakan oleh Penyelenggara lain, dengan mengacu pada contoh 2 dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini; 6) konsep perjanjian kerja sama dengan Penyelenggara lain dan/atau pihak ketiga terkait penyelenggaraan kegiatan Transfer Dana, termasuk kerja sama dengan Tempat Penguangan Tunai, apabila ada; 7) rincian informasi mengenai kantor cabang, identitas Penyelenggara lain dan/atau pihak lain yang bekerjasama dengan Penyelenggara terkait penyelenggaraan kegiatan Transfer Dana, termasuk informasi mengenai Tempat Penguangan Tunai, apabila ada; dan 8) kebijakan dan prosedur tertulis penanganan keadaan darurat (disaster recovery plan) dan kesinambungan kegiatan usaha (business continuity plan) yang efektif dalam mengatasi dan meminimalkan permasalahan yang timbul dari kejadian yang tidak diperkirakan yang dapat mengganggu kelancaran operasional penyelenggaraan kegiatan Transfer Dana. c. Persyaratan bahwa direksi dan dewan komisaris atau pengawas Pemohon memiliki integritas yang baik, antara lain berupa: 1) memiliki akhlak dan moral yang baik, antara lain ditunjukkan dengan memiliki sikap mematuhi ketentuan yang berlaku; 2) memiliki komitmen untuk mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan 3) memiliki ... 6 3) memiliki komitmen terhadap pengembangan penyelenggaraan kegiatan Transfer Dana yang dilakukan oleh Pemohon. Pada saat mengajukan permohonan perizinan, persyaratan ini antara lain dipenuhi dengan menyampaikan asli surat pernyataan dengan mengacu pada contoh 1 dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. d. Dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf c harus disampaikan dalam Bahasa Indonesia. 2. Bank Indonesia dapat melakukan uji kepatutan dan kelayakan antara lain melalui wawancara dengan direksi, dewan komisaris atau pengawas, dan/atau pemegang saham atau pemilik pengendali Pemohon sebagai bagian dari persyaratan yang harus dipenuhi oleh Pemohon. C. Proses Perizinan 1. Dalam rangka memberikan izin atau penolakan atas permohonan yang diajukan oleh Pemohon, Bank Indonesia melakukan hal-hal sebagai berikut: a. pemeriksaan administratif terhadap kelengkapan, kebenaran, dan kesesuaian dokumen yang diajukan oleh Pemohon; dan b. pemeriksaan (on site visit) ke Pemohon untuk melakukan verifikasi atas kebenaran dan kesesuaian dokumen yang diajukan, kesiapan operasional, jika diperlukan. 2. Dalam hal pemeriksaan administratif dokumen dan/atau pemeriksaan (on site visit) sebagaimana dimaksud pada angka 1 telah dilakukan, Bank Indonesia memberikan tanggapan berupa persetujuan atau penolakan permohonan, atau meminta Pemohon untuk melengkapi dokumen permohonan. 3. Tanggapan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada angka 2 disampaikan secara tertulis paling lambat 35 (tiga puluh lima) hari kerja terhitung sejak dokumen yang dipersyaratkan diterima secara lengkap. 4. Dalam ... serta untuk memastikan 7 4. Dalam hal Bank Indonesia menyetujui permohonan izin, maka pemberian izin tersebut dilakukan dengan penyampaian surat yang disertai dengan tanda izin. D. Laporan Tanggal Efektif Dimulainya Kegiatan 1. Penyelenggara yang telah memperoleh izin sebagaimana dimaksud butir C.4 harus menyelenggarakan kegiatannya paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal pemberian izin. 2. Penyelenggara yang telah menyelenggarakan kegiatannya dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada angka 1 harus menyampaikan laporan tertulis mengenai tanggal efektif dimulainya kegiatan sebagai Penyelenggara kepada Bank Indonesia. 3. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 2 disampaikan: a. paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal efektif dimulainya kegiatan sebagai Penyelenggara; dan b. dilengkapi dengan dokumen pendukung yang diperlukan, seperti perjanjian kerja sama yang telah ditandatangani, apabila ada. 4. Pemohon yang telah memperoleh izin namun tidak melaksanakan kegiatannya dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada angka 1 harus menyampaikan laporan tertulis kepada Bank Indonesia paling kurang meliputi hal-hal sebagai berikut: a. uraian kesiapan infrastruktur yang antara lain meliputi kesiapan operasional, kesiapan sistem yang akan digunakan dalam penyelenggaraan kegiatan Transfer Dana, dan kesiapan rencana kerja sama dengan Penyelenggara lain, jika ada; dan b. uraian kendala yang dihadapi yang mengakibatkan belum dapat dilaksanakannya kegiatan Transfer Dana. 5. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 4 disampaikan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada angka 1. 6. Berdasarkan ... 8 6. Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada angka 4, jika Bank Indonesia menilai terdapat permasalahan yang bersifat struktural yang dapat mengakibatkan Pemohon tidak mampu melaksanakan kegiatan sebagai Penyelenggara, Bank Indonesia berwenang membatalkan izin Penyelenggara yang bersangkutan. E. Pencantuman Dalam Daftar Penyelenggara dan Publikasi 1. Bank Indonesia mencantumkan identitas Penyelenggara yang telah menyampaikan laporan dimulainya kegiatan Transfer Dana sebagaimana dimaksud dalam butir D.2 dan D.3 dalam daftar Penyelenggara. 2. Bank Indonesia mempublikasikan daftar Penyelenggara, antara lain dalam situs Bank Indonesia. II. PENYELENGGARAAN TRANSFER DANA A. Standar Keamanan Sistem Penyelenggara harus memiliki standar keamanan sistem dalam penyelenggaraan kegiatan Transfer Dana dan pengelolaan risiko operasional yang dilakukan dengan penggunaan proven technology yang paling kurang mencakup pemenuhan aspek- aspek sebagai berikut: 1. Untuk sistem keamanan teknologi informasi harus memenuhi ketentuan: a. Penyelenggara yang menyediakan sistem yang dapat digunakan oleh Penyelenggara lain, paling kurang memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut: 1) kerahasiaan data (confidentiality); 2) integritas sistem dan data (integrity); 3) otentikasi sistem dan data (authentication); 4) pencegahan terjadinya penyangkalan transaksi yang telah dilakukan (non-repudiation); dan/atau 5) ketersediaan sistem (availability), yang dilakukan secara efektif dan efisien dengan memperhatikan kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku; atau b. Penyelenggara yang tidak menyediakan sistem yang digunakan oleh Penyelenggara lain, paling kurang harus ... 9 harus memastikan keamanan pada database dan back-up. 2. Adanya sistem dan/atau prosedur yang dapat menjamin efektivitas pengendalian internal (internal control); 3. Adanya sistem dan/atau prosedur yang menjamin dapat dilakukannya audit trail atas transaksi Transfer Dana; dan 4. Adanya sistem dan/atau prosedur yang menjamin kelangsungan penyelenggaraan kegiatan Transfer Dana. B. Penyelenggaraan Transfer Dana dari dan/atau ke Luar Negeri 1. Dalam menyelenggarakan kegiatan Transfer Dana dari dan/atau ke luar negeri, Penyelenggara yang telah memperoleh izin dari Bank Indonesia hanya dapat bekerjasama dengan penyelenggara yang telah memperoleh persetujuan dari otoritas negara setempat. 2. Penyelenggara harus menyampaikan informasi tertulis mengenai rencana dan realisasi kerja sama sebagaimana dimaksud pada angka 1 kepada Bank Indonesia, sesuai dengan tata cara yang ditetapkan Bank Indonesia mengenai penyampaian rencana bisnis Penyelenggara. 3. Dalam hal Bank Indonesia belum menetapkan tata cara penyampaian rencana bisnis Penyelenggara sebagaimana dimaksud pada angka 2 secara tersendiri, maka penyampaian informasi dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagai berikut: a. Informasi mengenai rencana kerja sama disampaikan: 1) paling lambat pada tanggal 31 Oktober untuk rencana kerja sama pada periode bulan Januari sampai dengan bulan Desember tahun berikutnya; 2) paling kurang mencakup: a) nama dan alamat penyelenggara asing; b) persetujuan dari otoritas negara setempat; c) cakupan kerja sama; d) e) tanggal rencana dimulainya kerja sama; dan jangka waktu kerja sama; 3) dengan disertai dokumen pendukung paling kurang berupa: a) konsep ... 10 a) konsep pokok-pokok hubungan bisnis (business arrangement) yang mencakup pengaturan hak dan kewajiban para pihak, atau konsep perjanjian kerja sama; dan b) analisis risiko dan mitigasi risiko terkait pelaksanaan kerja sama. b. Informasi mengenai realisasi kerja sama disampaikan: 1) paling lambat pada tanggal: a) 31 Juli untuk realisasi kerja sama yang dilaksanakan pada periode bulan Januari sampai dengan bulan Juni tahun tersebut; dan b) 31 Januari untuk realisasi kerja sama yang dilaksanakan pada periode bulan Juli sampai dengan bulan Desember tahun sebelumnya; 2) paling kurang mencakup: a) nama dan alamat penyelenggara asing; b) c) tanggal dimulainya kerja sama; dan informasi lainnya, dalam hal terdapat perubahan atas informasi yang disampaikan dalam rencana kerja sama sebagaimana dimaksud pada butir a.2); 3) dengan disertai dokumen pendukung paling kurang berupa pokok-pokok hubungan bisnis (business arrangement) yang telah disetujui para pihak, atau fotokopi perjanjian kerja sama yang telah ditandatangani. 4. Penyampaian informasi sebagaimana dimaksud pada angka 2 dapat dilakukan bersamaan dengan penyampaian informasi mengenai rencana bisnis kegiatan sistem pembayaran lainnya yang dilakukan oleh Penyelenggara, apabila ada. 5. Bank Indonesia berwenang untuk menyetujui atau menolak, serta menetapkan dan/atau membatasi kerja sama Penyelenggara sebagaimana dimaksud pada angka 2. 6. Persetujuan, penolakan, penetapan dan/atau pembatasan kerja sama sebagaimana dimaksud pada angka 5 disampaikan oleh Bank Indonesia kepada Penyelenggara paling lambat 35 (tiga puluh lima) hari kerja terhitung sejak Penyelenggara ... 11 Penyelenggara menyampaikan informasi sebagaimana dimaksud pada angka 2 secara lengkap dan benar. 7. Bank Indonesia berwenang menetapkan batas maksimal nilai nominal Transfer Dana dari dan ke luar negeri yang dilakukan melalui Penyelenggara yang berupa badan usaha berbadan hukum Indonesia bukan Bank. 8. Dalam menyelenggarakan kegiatan Transfer Dana dari dan ke luar negeri, Penyelenggara wajib mematuhi peraturan perundang-undangan lain yang terkait, antara lain kewajiban Penyelenggara untuk menyampaikan laporan transaksi keuangan Transfer Dana dari dan ke luar negeri yang ditetapkan dan diatur oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). C. Kerja sama Antar Penyelenggara di Indonesia 1. Penyelenggara yang telah memperoleh izin dari Bank Indonesia hanya dapat bekerjasama dengan Penyelenggara lain yang telah memperoleh izin dari Bank Indonesia dalam menyelenggarakan kegiatan Transfer Dana di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 2. Penyelenggara harus menyampaikan informasi tertulis mengenai rencana dan realisasi kerja sama sebagaimana dimaksud pada angka 1 kepada Bank Indonesia, sesuai dengan tata cara yang ditetapkan Bank Indonesia mengenai penyampaian rencana bisnis Penyelenggara. 3. Dalam hal Bank Indonesia belum menetapkan tata cara penyampaian rencana bisnis Penyelenggara sebagaimana dimaksud pada angka 2 secara tersendiri, maka penyampaian informasi dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagai berikut: a. Informasi mengenai rencana kerja sama disampaikan: 1) paling lambat pada tanggal 31 Oktober untuk rencana kerja sama pada periode bulan Januari sampai dengan bulan Desember tahun berikutnya; 2) paling kurang mencakup: a) nama dan alamat Penyelenggara; b) cakupan kerja sama; c) tanggal rencana dimulainya kerja sama; dan d) jangka ... 12 d) jangka waktu kerja sama; 3) dengan disertai dokumen pendukung paling kurang berupa: a) konsep pokok-pokok hubungan bisnis (business arrangement) yang mencakup pengaturan hak dan kewajiban para pihak, atau konsep perjanjian kerja sama; dan b) analisis risiko dan mitigasi risiko terkait pelaksanaan kerja sama. b. Informasi mengenai realisasi kerja sama disampaikan: 1) paling lambat pada tanggal: a) 31 Juli untuk realisasi kerja sama yang dilaksanakan pada periode bulan Januari sampai dengan bulan Juni tahun tersebut; dan b) 31 Januari untuk realisasi kerja sama yang dilaksanakan pada periode bulan Juli sampai dengan bulan Desember tahun sebelumnya; 2) paling kurang mencakup: a) nama dan alamat penyelenggara; b) c) tanggal dimulainya kerja sama; dan informasi lainnya, dalam hal terdapat perubahan atas informasi yang disampaikan dalam rencana kerja sama sebagaimana dimaksud pada butir a.2); 3) dengan disertai dokumen pendukung paling kurang berupa pokok-pokok hubungan bisnis (business arrangement) yang telah disetujui para pihak, atau fotokopi perjanjian kerja sama yang telah ditandatangani. 4. Penyampaian informasi sebagaimana dimaksud pada angka 2 dapat dilakukan bersamaan dengan penyampaian informasi mengenai rencana bisnis kegiatan sistem pembayaran lainnya yang dilakukan oleh Penyelenggara, apabila ada. 5. Bank Indonesia berwenang untuk menyetujui atau menolak, serta menetapkan dan/atau membatasi kerja sama Penyelenggara sebagaimana dimaksud pada angka 2. 6. Persetujuan ... 13 6. Persetujuan, penolakan, penetapan dan/atau pembatasan kerja sama sebagaimana dimaksud pada angka 4 disampaikan oleh Bank Indonesia kepada Penyelenggara paling lambat 35 (tiga puluh lima) hari kerja terhitung sejak Penyelenggara menyampaikan informasi sebagaimana dimaksud pada angka 2 secara lengkap dan benar. D. Pembukaan Kantor Cabang 1. Kantor Cabang merupakan bagian dari entitas Penyelenggara yang menyelenggarakan kegiatan operasional Transfer Dana berupa pengiriman dan/atau penerimaan Dana. 2. Penyelenggara harus menyampaikan informasi tertulis mengenai rencana dan realisasi pembukaan kantor cabang sebagaimana dimaksud pada angka 1 kepada Bank Indonesia, sesuai dengan tata cara yang ditetapkan Bank Indonesia mengenai penyampaian rencana bisnis Penyelenggara. 3. Dalam hal Bank Indonesia belum menetapkan tata cara penyampaian rencana bisnis Penyelenggara sebagaimana dimaksud pada angka 2 secara tersendiri, maka penyampaian informasi dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagai berikut: a. Informasi mengenai rencana pembukaan kantor cabang disampaikan: 1) paling lambat pada tanggal 31 Oktober untuk rencana kerja sama pada periode bulan Januari sampai dengan bulan Desember tahun berikutnya; 2) paling kurang mencakup: a) nama dan/atau alamat kantor cabang; dan b) tanggal rencana dibukanya kantor cabang; 3) dengan disertai dokumen pendukung paling kurang berupa analisis bisnis terkait pembukaan kantor cabang. b. Informasi mengenai realisasi pembukaan kantor cabang disampaikan: 1) paling lambat pada tanggal: a) 31 Juli ... 14 a) 31 Juli untuk realisasi kerja sama yang dilaksanakan pada periode bulan Januari sampai dengan bulan Juni tahun tersebut; dan b) 31 Januari untuk realisasi kerja sama yang dilaksanakan pada periode bulan Juli sampai dengan bulan Desember tahun sebelumnya; 2) paling kurang mencakup: a) nama dan/atau alamat kantor cabang; dan b) tanggal dibukanya kantor cabang; 3) dengan disertai dokumen pendukung paling kurang berupa bukti telah dibukanya kantor cabang. 4. Penyampaian informasi sebagaimana dimaksud pada angka 2 dapat dilakukan bersamaan dengan penyampaian informasi mengenai rencana bisnis kegiatan sistem pembayaran lainnya yang dilakukan oleh Penyelenggara, apabila ada. 5. Bank Indonesia berwenang menyetujui atau menolak, baik sebagian maupun seluruh rencana pembukaan kantor cabang yang diajukan oleh Penyelenggara berupa badan usaha berbadan hukum Indonesia bukan Bank. 6. Persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada angka 5 disampaikan oleh Bank Indonesia kepada Penyelenggara paling lambat 35 (tiga puluh lima) hari kerja terhitung sejak Penyelenggara menyampaikan informasi sebagaimana dimaksud pada angka 2 secara lengkap dan benar. E. Kerja sama dengan Tempat Penguangan Tunai 1. Tempat Penguangan Tunai (TPT) merupakan pihak yang bekerjasama dengan Penyelenggara dalam melakukan kegiatan penguangan Dana hasil transfer yang telah dialokasikan dalam Rekening untuk kepentingan Penerima, yang dalam pelaksanaan kegiatannya tidak melakukan langkah Pengaksepan untuk kepentingan Penerima. 2. Dalam hal Penyelenggara bekerjasama dengan TPT, maka Penyelenggara antara lain wajib: a. menetapkan ... 15 a. menetapkan persyaratan umum untuk menjadi TPT bagi Penyelenggara; b. menerapkan prinsip mengenali pengguna jasa terhadap TPT sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan; c. menetapkan kebijakan dan prosedur tertulis mengenai pelaksanaan penguangan Dana hasil transfer oleh TPT termasuk batasan nilai Dana dan frekuensi penguangan yang dapat dilakukan melalui TPT; d. memiliki prosedur pengendalian atas pelaksanaan kegiatan penguangan Dana yang dilakukan oleh TPT, termasuk mekanisme monitoring; dan e. bertanggung jawab atas seluruh pelaksanaan kegiatan penguangan Dana hasil transfer yang dilakukan oleh TPT, termasuk tanggung jawab atas: 1) ketersediaan Dana pada saat Penerima melakukan penguangan; dan 2) keterlambatan, kekeliruan, dan tidak terlaksananya penguangan Dana oleh TPT. 3. Kerja sama antara Penyelenggara dan TPT harus didasarkan pada perjanjian tertulis yang paling kurang memuat: a. hak, kewajiban, dan tanggung jawab masing-masing pihak; b. mekanisme atau prosedur penyelesaian permasalahan atau pengaduan dari Penerima; c. mekanisme atau prosedur penyelesaian masalah antara Penyelenggara dengan TPT; dan d. penetapan pembayaran fee atau imbalan kepada TPT, dan larangan bagi TPT untuk mengenakan biaya tambahan kepada Penerima di luar biaya yang ditetapkan oleh Penyelenggara. 4. Penyelenggara harus menyampaikan informasi tertulis mengenai rencana dan realisasi kerja sama dengan TPT kepada Bank Indonesia, sesuai dengan tata cara yang ditetapkan Bank Indonesia mengenai penyampaian rencana bisnis Penyelenggara. 5. Dalam hal Bank Indonesia belum menetapkan tata cara penyampaian rencana bisnis Penyelenggara sebagaimana dimaksud ... 16 dimaksud pada angka 2 secara tersendiri, maka penyampaian informasi dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagai berikut: a. Informasi mengenai rencana kerja sama disampaikan: 1) paling lambat pada tanggal 31 Oktober untuk rencana kerja sama pada periode bulan Januari sampai dengan bulan Desember tahun berikutnya; 2) paling kurang mencakup: a) nama dan alamat TPT; dan b) tanggal rencana dimulainya kerja sama; 3) dengan disertai dokumen pendukung paling kurang berupa: a) persyaratan umum untuk menjadi TPT bagi Penyelenggara; b) kebijakan dan prosedur tertulis mengenai pelaksanaan penguangan Dana hasil transfer oleh TPT termasuk batasan nilai Dana dan frekuensi penguangan yang dapat dilakukan melalui TPT; c) prosedur pengendalian atas pelaksanaan kegiatan penguangan Dana yang dilakukan oleh TPT, termasuk mekanisme monitoring; d) konsep perjanjian kerja sama antara Penyelenggara dan TPT; dan e) analisis risiko dan mitigasi risiko terkait pelaksanaan kerja sama. Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada butir 3)a) sampai dengan butir 3)c) tidak perlu disampaikan oleh Penyelenggara jika Penyelenggara sebelumnya telah menyampaikan seluruh dokumen tersebut kepada Bank Indonesia dan tidak terdapat perubahan dalam dokumen dimaksud. b. informasi mengenai realisasi kerja sama disampaikan: 1) paling lambat pada tanggal: a) 31 Juli untuk realisasi kerja sama yang dilaksanakan pada periode bulan Januari sampai ... 17 sampai dengan bulan Juni tahun tersebut; dan b) 31 Januari untuk realisasi kerja sama yang dilaksanakan pada periode bulan Juli sampai dengan bulan Desember tahun sebelumnya; 2) paling kurang mencakup: a) nama dan alamat TPT; dan b) tanggal dimulainya kerja sama; 3) dengan disertai dokumen pendukung paling kurang berupa fotokopi perjanjian kerja sama yang telah ditandatangani. 6. Penyampaian informasi dimaksud pada angka 4 dapat dilakukan bersamaan dengan penyampaian informasi mengenai rencana bisnis kegiatan sistem pembayaran lainnya yang dilakukan oleh Penyelenggara, apabila ada. 7. Bank Indonesia berwenang untuk menyetujui atau menolak, menetapkan dan/atau membatasi jumlah TPT yang dapat bekerjasama dengan Penyelenggara. 8. Persetujuan, penolakan, penetapan dan/atau pembatasan kerja sama sebagaimana dimaksud pada angka 7 disampaikan oleh Bank Indonesia kepada Penyelenggara paling lambat 35 (tiga puluh lima) hari kerja terhitung sejak Penyelenggara menyampaikan informasi sebagaimana dimaksud pada angka 4 secara lengkap dan benar. F. Penggunaan Tenaga Kerja Asing Penggunaan tenaga kerja asing oleh Penyelenggara dalam penyelenggaraan Transfer Dana dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang terkait, antara lain peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan. III. JASA, BUNGA, ATAU KOMPENSASI A. Kewajiban Pembayaran Jasa, Bunga, atau Kompensasi Penyelenggara wajib membayar jasa, bunga, atau kompensasi dalam hal: 1. Penyelenggara terlambat melaksanakan Transfer Dana setelah melakukan Pengaksepan; 2. Penyelenggara melakukan kekeliruan dalam pelaksanaan Transfer Dana setelah melakukan Pengaksepan; atau 3. Penyelenggara ... 18 3. Penyelenggara tidak melaksanakan Transfer Dana setelah melakukan Pengaksepan. B. Penghitungan Jangka Waktu Penghitungan jangka waktu pembayaran jasa, bunga, atau kompensasi dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1. dihitung sejak tanggal Pengaksepan sampai dengan tanggal pelaksanaan Transfer Dana oleh Penyelenggara, dalam hal Penyelenggara terlambat melaksanakan Transfer Dana sebagaimana dimaksud pada butir A.1; 2. dihitung sejak tanggal Pengaksepan sampai dengan tanggal pelaksanaan Transfer Dana sesuai isi Perintah Transfer Dana oleh Penyelenggara, dalam hal Penyelenggara melakukan kekeliruan dalam pelaksanaan Transfer Dana sebagaimana dimaksud pada butir A.2; atau 3. dihitung sejak tanggal Pengaksepan sampai dengan tanggal Penyelenggara melakukan pengembalian Dana, dalam hal Penyelenggara tidak melaksanakan Transfer Dana sebagaimana dimaksud pada butir A.3. C. Besarnya Jasa, Bunga, atau Kompensasi Besarnya jasa, bunga, atau kompensasi yang harus dibayarkan oleh Penyelenggara dihitung dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Dalam hal pihak yang berhak menerima jasa, bunga, atau kompensasi merupakan pihak yang memiliki simpanan di Penyelenggara, maka: a. Pembayaran jasa, bunga, atau kompensasi pada prinsipnya merupakan pemenuhan terhadap hak pemilik simpanan. b. Pembayaran jasa, bunga, atau kompensasi dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut: Nominal Dana x Jumlah Hari x Suku Bunga Simpanan Nasabah x 1/365 Yang dimaksud dengan suku bunga simpanan nasabah adalah suku bunga simpanan tahunan yang berlaku di Penyelenggara, untuk pemilik simpanan yang bersangkutan. c. Khusus untuk Penyelenggara yang melakukan kegiatan usaha simpanan berdasarkan prinsip syariah, penghitungan ... 19 penghitungan sebagaimana dimaksud pada huruf b dilakukan dengan menggunakan prinsip bagi hasil. d. Dalam hal simpanan tidak memberikan manfaat/imbalan berupa bunga/bagi hasil, atau besar manfaat/imbalan adalah sebesar 0% (nol persen), maka penghitungan besarnya jasa, bunga, atau kompensasi dilakukan sesuai dengan penghitungan bagi pihak yang tidak memiliki simpanan sebagaimana dimaksud pada angka 2. Yang dimaksud dengan simpanan adalah simpanan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan, antara lain Undang-undang yang mengatur mengenai perbankan, perkoperasian, atau pos. 2. Dalam hal pihak yang berhak menerima jasa, bunga, atau kompensasi merupakan pihak yang tidak memiliki simpanan di Penyelenggara, maka: a. pembayaran jasa, bunga, atau kompensasi pada prinsipnya merupakan denda terhadap Penyelenggara karena tidak melaksanakan kewajibannya sesuai ketentuan Peraturan Perundang-undangan; b. pembayaran jasa, bunga, atau kompensasi dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut: Nominal Dana x Jumlah Hari x Suku Bunga JIBOR Overnight x 1/365 Informasi mengenai nilai Jakarta Interbank Offered Rate (JIBOR) dapat diperoleh melalui situs Bank Indonesia. Contoh penghitungan jasa, bunga, atau kompensasi mengacu pada contoh 3 dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. D. Pengaturan Kewajiban Pembayaran Jasa, Bunga, atau Kompensasi pada Kondisi Tertentu Ketentuan mengenai kewajiban pembayaran, penghitungan jangka waktu, dan/atau besarnya jasa, bunga, atau kompensasi sebagaimana dimaksud pada huruf A, huruf B, dan/atau huruf C tidak berlaku dalam hal telah terdapat pengaturan khusus mengenai hal tersebut pada Sistem Transfer Dana tertentu, atau dalam kondisi darurat sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank ... 20 Bank Indonesia. Contoh dari ketentuan yang memuat pengaturan khusus mengenai kewajiban pembayaran, penghitungan jangka waktu, dan/atau besarnya jasa, bunga, atau kompensasi adalah ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Sistem BI- RTGS atau SKNBI. IV. LAPORAN PENYELENGGARAAN KEGIATAN TRANSFER DANA A. Laporan Penyelenggara berupa Bank Bank wajib menyampaikan laporan penyelenggaraan kegiatan Transfer Dana kepada Bank Indonesia, sebagai berikut: 1. Laporan Berkala a. Laporan berkala merupakan laporan yang wajib disampaikan secara lengkap, benar, akurat dan tepat waktu oleh Penyelenggara kepada Bank Indonesia, yang meliputi: 1) Laporan bulanan transaksi kegiatan Transfer Dana yang dilakukan melalui sistem atau sarana di luar sistem yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia, dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud pada contoh 4 dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. Contoh sistem yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia adalah Sistem BI-RTGS dan SKNBI. 2) Laporan bulanan fraud dalam kegiatan Transfer Dana, yang paling kurang meliputi informasi jenis fraud dan besarnya kerugian, baik berupa realisasi kerugian (actual losses) maupun potensi kerugian (potential losses), yang diakibatkan oleh fraud tersebut. 3) Laporan keluhan nasabah dalam penyelenggaraan kegiatan Transfer Dana. b. Laporan sebagaimana dimaksud pada butir a.1) dan butir a.2) disampaikan secara manual paling lambat setiap tanggal 15 bulan berikutnya, sedangkan laporan sebagaimana dimaksud pada butir a.3 disampaikan secara on-line sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai ... 21 mengenai laporan bagi kantor pusat bank umum atau laporan bagi bank perkreditan rakyat. 2. Laporan Insidentil a. Laporan insidentil merupakan laporan tertulis yang wajib disampaikan secara benar oleh Penyelenggara kepada Bank Indonesia, baik atas permintaan Bank Indonesia maupun atas inisiatif Penyelenggara sendiri, yang antara lain meliputi laporan insiden yang menyebabkan terganggunya penyelenggaraan kegiatan Transfer Dana oleh Penyelenggara, seperti kebakaran gedung, kegagalan sistem, dan kegagalan network. b. Laporan insiden sebagaimana dimaksud pada huruf a disampaikan sesegera mungkin melalui telepon atau faksimili yang diikuti dengan laporan tertulis yang disampaikan paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah kejadian. 3. Laporan Lainnya a. Selain laporan berkala dan laporan insidentil sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2, Bank Indonesia dapat meminta laporan lainnya terkait penyelenggaraan kegiatan Transfer Dana yang dilakukan oleh Penyelenggara, apabila diperlukan. b. Laporan lainnya sebagaimana dimaksud pada huruf a disampaikan oleh Penyelenggara sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan dalam permintaan tertulis dari Bank Indonesia. B. Laporan Penyelenggara berupa Badan Usaha Berbadan Hukum Indonesia Bukan Bank Badan usaha berbadan hukum Indonesia bukan Bank wajib menyampaikan laporan penyelenggaraan kegiatan Transfer Dana kepada Bank Indonesia, sebagai berikut: 1. Laporan Berkala a. Laporan berkala merupakan laporan yang wajib disampaikan secara lengkap, benar, akurat dan tepat waktu oleh Penyelenggara kepada Bank Indonesia, yang meliputi: 1) Laporan bulanan transaksi kegiatan Transfer Dana dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud ... 22 dimaksud pada contoh 5 dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 2) Laporan bulanan fraud dalam kegiatan Transfer Dana, yang paling kurang meliputi informasi jenis fraud dan besarnya kerugian, baik berupa realisasi kerugian (actual losses) maupun potensi kerugian (potential losses), yang diakibatkan oleh fraud tersebut. 3) Laporan triwulanan keluhan nasabah dalam kegiatan Transfer Dana, yang paling kurang meliputi informasi jenis keluhan nasabah dan jangka waktu penyelesaian keluhan tersebut. b. Laporan sebagaimana dimaksud pada butir a.1) dan butir a.2) disampaikan secara manual paling lambat setiap tanggal 15 bulan berikutnya, sedangkan laporan sebagaimana dimaksud pada butir a.3) disampaikan secara manual setiap tanggal 15 di bulan berikutnya setelah berakhirnya periode laporan. 2. Laporan Insidentil a. Laporan insidentil merupakan laporan tertulis yang wajib disampaikan secara benar oleh Penyelenggara kepada Bank Indonesia, baik atas permintaan Bank Indonesia maupun atas inisiatif Penyelenggara sendiri, yang antara lain meliputi laporan insiden yang menyebabkan terganggunya penyelenggaraan kegiatan Transfer Dana oleh Penyelenggara, seperti kebakaran gedung, kegagalan sistem, atau kegagalan network. b. Laporan insiden sebagaimana dimaksud pada huruf a disampaikan sesegera mungkin melalui telepon atau faksimili yang diikuti dengan laporan tertulis yang disampaikan paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah kejadian. 3. Laporan Perubahan Dokumen Perizinan Laporan perubahan dokumen perizinan merupakan laporan tertulis yang wajib disampaikan oleh Penyelenggara yang telah memperoleh izin dari Bank Indonesia dalam hal terdapat perubahan yang bersifat mendasar terkait dokumen atau informasi yang disampaikan kepada Bank Indonesia ... 23 Indonesia dalam proses pemberian izin, yang antara lain meliputi: a. Laporan perubahan anggaran dasar, dengan ketentuan sebagai berikut: 1) laporan dilengkapi dengan dokumen yang membuktikan telah terjadi perubahan anggaran dasar, yang dapat berupa fotokopi akta perubahan anggaran dasar Penyelenggara yang telah disetujui atau dilaporkan kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia; 2) dalam hal terjadi perubahan anggaran dasar karena perubahan pengurus, Bank Indonesia berwenang melakukan uji kepatutan dan kelayakan antara lain melalui wawancara dengan direksi dan/atau dewan komisaris atau pengawas yang baru; 3) dalam hal terjadi perubahan anggaran dasar karena adanya perubahan direksi Penyelenggara, maka Direktur yang baru harus menyampaikan surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada butir I.B.1.a.4). b. Laporan perubahan kebijakan dan prosedur tertulis mengenai pelaksanaan penyelenggaraan kegiatan Transfer Dana, atau monitoring Dana yang dikirim dan/atau diterima. 4. Laporan Pengambilalihan a. Pengambilalihan merupakan perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih saham Penyelenggara yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas Penyelenggara tersebut, sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi Penyelenggara yang bersangkutan. b. Dalam hal terjadi pengambilalihan pada Penyelenggara berupa badan usaha berbadan hukum Indonesia bukan Bank, maka berlaku ketentuan sebagai berikut: 1) Penyelenggara yang akan diambil alih harus melaporkan rencana pengambilalihan tersebut kepada Bank Indonesia. 2) Laporan ... 24 2) Laporan rencana pengambilalihan tersebut harus dilengkapi dengan informasi yang paling kurang meliputi latar belakang pengambilalihan, pihak yang akan melakukan pengambilalihan, target waktu pelaksanaan pengambilalihan, susunan pemilik dan/atau pemegang saham pengendali setelah dilakukannya pengambilalihan, serta rencana bisnis pengambilalihan, khususnya yang terkait dengan penyelenggaraan kegiatan Transfer Dana seperti rencana perubahan nama, perubahan struktur organisasi, atau perubahan sistem yang digunakan. 3) Laporan harus disampaikan bersamaan dengan penyampaian permohonan izin rencana pengambilalihan kepada otoritas yang berwenang mengawasi Penyelenggara, jika ada. 4) Laporan harus dilampiri dengan dokumen antara lain berupa rencana bisnis setelah pengambilalihan, termasuk: a) b) rencana penggunaan sistem; rencana pengembangan sistem; c) kesiapan infrastruktur; dan d) laporan hasil audit teknologi informasi dari auditor independen jika terjadi pengembangan sistem yang ada. 5. Laporan Lainnya a. Selain laporan berkala, laporan insidentil, laporan perubahan dokumen perizinan, dan laporan pengambilalihan sebagaimana dimaksud pada angka 1 sampai dengan angka 4 di atas, Bank Indonesia dapat meminta laporan lainnya terkait penyelenggaraan kegiatan Transfer Dana yang dilakukan oleh Penyelenggara, apabila diperlukan. b. Laporan lainnya sebagaimana dimaksud pada huruf a disampaikan oleh Penyelenggara sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan dalam permintaan tertulis dari Bank Indonesia. V. PERSYARATAN ... setelah dilakukannya 25 V. PERSYARATAN DAN TATA CARA PEROLEHAN IZIN DAN PENYAMPAIAN LAPORAN DALAM RANGKA PERALIHAN IZIN MELALUI PENGGABUNGAN, PELEBURAN, ATAU PEMISAHAN UNTUK BADAN USAHA BERBADAN HUKUM INDONESIA BUKAN BANK A. Penggabungan Penggabungan merupakan perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu badan hukum atau lebih untuk menggabungkan diri dengan badan hukum lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari badan hukum yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada badan hukum yang menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum yang menggabungkan diri berakhir karena hukum. Dalam hal Penyelenggara yang telah memperoleh izin Penyelenggara dari Bank Indonesia akan melakukan penggabungan dengan Penyelenggara yang telah atau belum memperoleh izin Penyelenggara dari Bank Indonesia, maka berlaku ketentuan sebagai berikut: 1. jika badan hukum hasil penggabungan adalah Penyelenggara berupa badan usaha berbadan hukum Indonesia bukan Bank yang sudah berizin, maka Penyelenggara tersebut harus melaporkan secara tertulis kepada Bank Indonesia mengenai rencana melanjutkan kegiatan Transfer Dana; atau 2. jika badan hukum hasil penggabungan adalah Penyelenggara berupa badan usaha berbadan hukum Indonesia bukan Bank yang belum memperoleh izin sebagai Penyelenggara, maka badan usaha berbadan hukum Indonesia bukan Bank hasil penggabungan tersebut wajib memperoleh izin dari Bank Indonesia terlebih dahulu untuk dapat melanjutkan kegiatan Transfer Dana. B. Peleburan Peleburan merupakan perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua badan hukum atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu badan hukum baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari badan hukum yang meleburkan diri dan status badan hukum dari badan hukum yang meleburkan diri berakhir karena hukum. Dalam hal terjadi peleburan ... 26 peleburan yang melibatkan Penyelenggara berupa badan usaha berbadan hukum Indonesia bukan Bank, maka badan usaha berbadan hukum Indonesia bukan Bank hasil peleburan wajib memperoleh izin dari Bank Indonesia terlebih dahulu untuk dapat melanjutkan kegiatan Transfer Dana. C. Pemisahan 1. Pemisahan merupakan perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum untuk memisahkan usaha yang mengakibatkan: a. seluruh aktiva dan pasiva badan hukum beralih karena hukum kepada 2 (dua) badan hukum atau lebih yang menerima peralihan dan badan hukum Indonesia yang melakukan pemisahan tersebut berakhir karena hukum (pemisahan murni); atau b. sebagian aktiva dan pasiva badan hukum beralih karena hukum kepada 1 (satu) badan hukum lain atau lebih yang menerima pengalihan, dan badan hukum yang melakukan pemisahan tersebut tetap ada (pemisahan tidak murni). 2. Dalam hal Penyelenggara berupa badan usaha berbadan hukum Indonesia bukan Bank melakukan pemisahan murni sebagaimana dimaksud pada butir 1.a, maka: a. Penyelenggara harus melaporkan secara tertulis kepada Bank Indonesia mengenai rencana pelaksanaan pemisahan murni tersebut; dan b. dalam hal badan usaha berbadan hukum Indonesia bukan Bank hasil pemisahan murni bermaksud untuk melanjutkan penyelenggaraan kegiatan Transfer Dana, maka badan usaha berbadan hukum Indonesia bukan Bank dimaksud wajib terlebih dahulu memperoleh izin sebagai Penyelenggara dari Bank Indonesia. 3. Dalam hal Penyelenggara berupa badan usaha berbadan hukum Indonesia bukan Bank melakukan pemisahan tidak murni (spin off), maka: a. izin sebagai Penyelenggara tetap melekat pada badan usaha berbadan hukum Indonesia bukan Bank yang melakukan pemisahan tidak murni (spin off), dan badan usaha berbadan hukum Indonesia bukan Bank dimaksud ... 27 dimaksud harus melaporkan secara tertulis kepada Bank Indonesia mengenai rencana melanjutkan kegiatan Transfer Dana; dan b. dalam hal badan usaha berbadan hukum Indonesia bukan Bank hasil pemisahan tidak murni (spin off) bermaksud untuk menyelenggarakan kegiatan Transfer Dana, maka badan usaha berbadan hukum Indonesia bukan Bank dimaksud wajib terlebih dahulu memperoleh izin sebagai Penyelenggara dari Bank Indonesia. D. Penyampaian Laporan Sehubungan dengan Terjadinya Penggabungan atau Pemisahan Laporan sebagaimana dimaksud pada butir A.1, butir C.2.a dan butir C.3.a harus disampaikan kepada Bank Indonesia dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Laporan harus disampaikan paling lambat bersamaan dengan penyampaian permohonan izin rencana penggabungan atau pemisahan kepada otoritas yang berwenang mengawasi badan usaha berbadan hukum Indonesia bukan Bank, jika ada. 2. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1, harus dilampiri dengan dokumen antara lain berupa rencana bisnis setelah penggabungan atau pemisahan, termasuk rencana penggunaan sistem dan pengembangan sistem, laporan kesiapan infrastruktur, dan laporan hasil audit teknologi informasi dari auditor independen internal atau eksternal dalam hal terjadi pengembangan dan/atau penggabungan sistem yang telah ada. E. Permohonan dan Pemrosesan Izin Sehubungan dengan Terjadinya Penggabungan, Peleburan atau Pemisahan Permohonan izin sebagaimana dimaksud pada butir A.2, huruf B, butir C.2.b, dan butir C.3.b. harus disampaikan kepada Bank Indonesia dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Permohonan perizinan wajib disampaikan bersamaan dengan penyampaian permohonan izin rencana penggabungan, peleburan, atau pemisahan kepada otoritas yang berwenang mengawasi badan usaha berbadan hukum Indonesia bukan Bank, jika ada. 2. Tata ... 28 2. Tata cara pengajuan permohonan dan pemrosesan izin dilakukan sesuai dengan ketentuan tata cara dan proses perizinan sebagaimana dimaksud pada Bab I Surat Edaran ini. VI. PENGHENTIAN KEGIATAN TRANSFER DANA DAN PENGHAPUSAN PENYELENGGARA DARI DAFTAR PENYELENGGARA 1. Penghentian kegiatan Transfer Dana dapat dilakukan berdasarkan permintaan tertulis dari Penyelenggara atau berdasarkan keputusan Bank Indonesia. Penghentian kegiatan sebagai Penyelenggara dilakukan dengan mencabut izin kegiatan Transfer Dana yang telah diberikan oleh Bank Indonesia. 2. Penghentian kegiatan Transfer Dana atas permintaan Penyelenggara sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Penyelenggara menyampaikan secara tertulis kepada Bank Indonesia mengenai laporan rencana penghentian penyelenggaraan kegiatan Transfer Dana, paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sebelum Penyelenggara menghentikan kegiatannya; b. melaporkan pelaksanaan penghentian kegiatan usaha secara tertulis kepada Bank Indonesia paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal penghentian kegiatan usaha, dengan melampirkan: 1) dokumen penyelesaian hak dan kewajiban kepada Pengirim dan/atau Penerima; dan 2) surat pernyataan dari pengurus dan/atau pemilik bahwa segala tuntutan yang timbul setelah penghentian kegiatan Transfer Dana menjadi tanggung jawab sepenuhnya dari pengurus dan/atau pemilik. 3. Penghentian kegiatan Transfer Dana oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan jika: a. terdapat putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap yang memerintahkan badan usaha bukan Bank yang melakukan kegiatan sebagai Penyelenggara Transfer Dana untuk menghentikan kegiatannya; b. terdapat rekomendasi dari otoritas pengawas yang berwenang kepada Bank Indonesia antara lain mengenai memburuknya ... 29 memburuknya kondisi keuangan dan/atau lemahnya manajemen risiko badan usaha bukan Bank; c. otoritas pengawas yang berwenang telah mencabut izin usaha dan/atau menghentikan kegiatan usaha badan usaha bukan Bank yang melakukan kegiatan Transfer Dana; d. terdapat permintaan tertulis atau rekomendasi dari otoritas pengawas yang berwenang kepada Bank Indonesia untuk menghentikan sementara kegiatan Transfer Dana. e. adanya permohonan pembatalan yang diajukan sendiri oleh badan usaha berbadan hukum Indonesia bukan Bank yang telah memperoleh izin dari Bank Indonesia. Memburuknya kondisi keuangan sebagaimana dimaksud pada huruf b antara lain dapat tercermin dari tidak adanya transaksi Transfer Dana yang dilakukan melalui Penyelenggara dalam jangka waktu tertentu. 4. Informasi penghentian kegiatan Transfer Dana dan/atau pencabutan izin sebagai Penyelenggara oleh Bank Indonesia disampaikan melalui website Bank Indonesia. VII. LAIN-LAIN A. Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Dalam hal Bank Indonesia mengenakan sanksi administratif berupa denda kepada Penyelenggara, maka pelaksanaan sanksi tersebut dilakukan dengan cara: 1. pendebetan rekening Penyelenggara yang ada di Bank Indonesia, dalam hal Penyelenggara memiliki rekening di Bank Indonesia; atau 2. pembayaran ke rekening Bank Indonesia yang ditunjuk, dalam hal Penyelenggara tidak memiliki rekening di Bank Indonesia. B. Alamat Penyampaian Permohonan Izin dan Laporan Penyampaian permohonan izin dan laporan, termasuk surat menyurat kepada Bank Indonesia dalam rangka penyelenggaraan kegiatan Transfer Dana disampaikan dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Bagi Pemohon atau Penyelenggara yang berkantor pusat atau berdomisili/bertempat kedudukan di wilayah DKI Jakarta ... 30 Jakarta, Kabupaten/Kota Bekasi, Kabupaten/Kota Bogor, Kabupaten Karawang dan Kota Depok disampaikan kepada: a. Departemen Akunting dan Sistem Pembayaran, dengan alamat Kompleks Perkantoran Bank Indonesia, Gedung D, Lantai 2, Jalan M.H. Thamrin No.2, Jakarta 10350, untuk permohonan yang diajukan sebelum tanggal 1 Juli 2013; atau b. Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran, dengan alamat Kompleks Perkantoran Bank Indonesia, Gedung D, Lantai 4, Jalan M.H. Thamrin No.2, Jakarta 10350, untuk permohonan yang diajukan pada tanggal 1 Juli 2013 dan setelahnya. 2. Bagi Pemohon atau Penyelenggara yang berkantor pusat atau berdomisili/bertempat kedudukan di luar wilayah sebagaimana dimaksud pada angka 1 disampaikan kepada Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri yang mewilayahi. Dalam hal terjadi perubahan alamat surat menyurat dan komunikasi akan diberitahukan melalui surat dan/atau media lainnya. C. Penyampaian Laporan secara On-line Dalam hal Bank Indonesia telah memberlakukan sistem penyampaian laporan penyelenggaraan kegiatan Transfer Dana sebagaimana dimaksud dalam Bab IV secara on-line, maka penyampaian laporan tersebut dilakukan sesuai dengan tata cara dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai sistem penyampaian laporan secara on-line tersebut. D. Penempatan Tanda Izin dan Nomor Izin oleh Penyelenggara Badan Usaha Berbadan Hukum Bukan Bank 1. Setiap Penyelenggara yang telah efektif menyelenggarakan kegiatannya wajib menempatkan tanda izin di tempat usaha yang bersangkutan, yakni di tempat yang mudah dilihat dan dibaca oleh pengguna jasa. Fotokopi tanda izin ditempatkan pula di setiap kantor cabang Penyelenggara. 2. Dalam hal Penyelenggara memasang papan nama atas kegiatan Transfer Dana yang dilakukan berdasarkan izin dari Bank Indonesia, maka pada papan nama tersebut dicantumkan ... 31 dicantumkan nomor izin yang telah diperoleh dari Bank Indonesia. VIII. PERALIHAN 1. Badan usaha berbadan hukum Indonesia yang telah menyelenggarakan kegiatan Transfer Dana dan memperoleh izin dari Bank Indonesia sebagai Penyelenggara Kegiatan Usaha Pengiriman Uang sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/49/DASP tanggal 24 Desember 2008 perihal Perizinan Kegiatan Usaha Pengiriman Uang bagi Perorangan dan Badan Usaha Selain Bank, harus telah memenuhi dan/atau menyesuaikan persyaratan menjadi Penyelenggara sebagaimana dimaksud pada butir I.B.1.a.4), I.B.1.a.5), I.B.1.a.6), I.B.1.b.1).c), I.B.1.b.2), I.B.1.b.5), I.B.1.b.8) dan I.B.1.c paling lambat 2 (dua) tahun sejak berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini. 2. Tanda izin sebagai Penyelenggara Kegiatan Usaha Pengiriman Uang yang masih berlaku dan telah diberikan oleh Bank Indonesia sebelum berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini tetap berlaku dan diakui sebagai tanda izin Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini. 3. Badan usaha berbadan hukum Indonesia yang telah mengajukan permohonan izin sebelum berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini namun belum memperoleh izin dari Bank Indonesia sebagai Penyelenggara Kegiatan Usaha Pengiriman Uang atau Transfer Dana harus memenuhi dan/atau menyesuaikan persyaratan untuk menjadi Penyelenggara sesuai butir I.B Surat Edaran Bank Indonesia ini. 4. Paling lambat tanggal 31 Oktober 2013, Penyelenggara wajib menyampaikan informasi mengenai: a. penyelenggaraan Transfer Dana dari dan/atau ke luar negeri sebagaimana dimaksud pada butir II.B; b. kerja sama antar Penyelenggara di Indonesia sebagaimana dimaksud pada butir II.C; c. pembukaan kantor cabang sebagaimana dimaksud pada butir II.D; dan d. kerja sama dengan TPT sebagaimana dimaksud pada butir II.E; yang ... 32 yang telah dilakukan sebelum berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini dan yang akan dilakukan di tahun 2013. IX. PENUTUP Pada saat Surat Edaran ini mulai berlaku, Surat Edaran Nomor 10/49/DASP tanggal 24 Desember 2008 perihal Perizinan Kegiatan Usaha Pengiriman Uang bagi Perorangan dan Badan Usaha Selain Bank dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, ROSMAYA HADI KEPALA GRUP PENGEMBANGAN DAN KEBIJAKAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 15/23/DASP|SE-BI/2013 </reg_id> <reg_title> Penyelenggaraan Transfer Dana </reg_title> <set_date> 27 Juni 2013 </set_date> <effective_date> 27 Juni 2013 </effective_date> <replaced_reg> '10/49/DASP|SE-BI/2008' </replaced_reg> <related_reg> '14/23/PBI/2012' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi VII Huruf A' </penalty_list>
No. 12/ 6 /DPbS Jakarta, 8 Maret 2010 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA Perihal : Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/31/PBI/2009 tentang Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5042), perlu diatur ketentuan pelaksanaan dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. UMUM A. Uji kemampuan dan kepatutan dilakukan oleh Bank Indonesia terhadap: 1. Calon Pemegang Saham Pengendali (PSP), calon anggota Dewan Komisaris, calon anggota Direksi Bank Syariah dan pihak-pihak yang dicalonkan menjadi Direktur UUS yang hanya bertugas mengelola UUS; 2. PSP, anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi dan Pejabat Eksekutif Bank Syariah dalam hal terdapat indikasi bahwa yang bersangkutan memiliki peranan atas terjadinya pelanggaran atau penyimpangan ... 2 penyimpangan, termasuk tindakan fraud (penipuan, penggelapan dan/atau kecurangan) dalam kegiatan operasional Bank Syariah; dan 3. Direktur UUS dan Pejabat Eksekutif UUS dalam hal terdapat indikasi bahwa yang bersangkutan memiliki peranan atas terjadinya pelanggaran atau penyimpangan, termasuk tindakan fraud (penipuan, penggelapan dan/atau kecurangan) dalam kegiatan operasional UUS. B. Uji kemampuan dan kepatutan terhadap pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada huruf A.1 dilakukan melalui penelitian administratif dan wawancara dalam rangka menilai pemenuhan persyaratan yang telah ditetapkan. Wawancara hanya dilakukan terhadap pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada huruf A.1 yang telah memenuhi persyaratan dalam penelitian administratif. C. Uji kemampuan dan kepatutan terhadap pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada huruf A.2 dan huruf A.3 dilakukan untuk menilai keterlibatan dan/atau keterkaitan yang bersangkutan (clearance test) atas pelanggaran atau penyimpangan, termasuk tindakan fraud (penipuan, penggelapan dan/atau kecurangan), yang terkait dengan faktor: 1. integritas dan kelayakan keuangan bagi PSP Bank Syariah; Termasuk dalam faktor integritas antara lain tindakan campur tangan PSP dalam operasional Bank Syariah. 2. integritas, kompetensi dan reputasi keuangan bagi anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi dan/atau Pejabat Eksekutif Bank Syariah; atau 3. integritas, kompetensi dan reputasi keuangan bagi Direktur UUS dan/atau Pejabat Eksekutif UUS. D. Perpanjangan jabatan anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi Bank Syariah serta Direktur UUS yang hanya bertugas mengelola UUS tidak dilakukan uji kemampuan dan kepatutan sepanjang tidak terdapat informasi ... 3 informasi atau indikasi tertentu yang telah menurunkan kredibilitas yang bersangkutan. Perpanjangan jabatan adalah setiap penugasan kembali atas seseorang yang dilakukan sebelum atau pada saat berakhirnya masa jabatan sebelumnya. Kredibilitas adalah hal-hal yang terkait dengan dapat dipercayanya seseorang dalam pengelolaan Bank Syariah atau UUS. E. Dalam hal terdapat informasi atau indikasi tertentu yang telah menurunkan kredibilitas yang bersangkutan maka atas perpanjangan jabatan sebagaimana dimaksud pada huruf D, harus dilakukan uji kemampuan dan kepatutan sebagaimana dimaksud pada huruf B. II. UJI KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN (FIT AND PROPER TEST) BAGI CALON PSP, CALON ANGGOTA DEWAN KOMISARIS DAN CALON ANGGOTA DIREKSI BANK SYARIAH SERTA CALON DIREKTUR UUS A. Cakupan Uji Kemampuan dan Kepatutan 1. Pihak-pihak yang wajib mengikuti uji kemampuan dan kepatutan bagi calon PSP, antara lain adalah: a. Perorangan dan/atau badan hukum yang bukan merupakan pemegang saham Bank Syariah yang akan membeli saham Bank Syariah, sehingga yang bersangkutan menjadi PSP Bank Syariah; b. Perorangan dan/atau badan hukum yang bukan merupakan pemegang saham Bank Syariah yang akan menerima hibah saham Bank Syariah, sehingga yang bersangkutan menjadi PSP Bank Syariah; c. Perorangan yang telah menerima pengalihan saham Bank Syariah melalui penerimaan hak waris sehingga mengakibatkan yang bersangkutan menjadi PSP Bank Syariah; d. Pemegang saham Bank Syariah baik perorangan maupun badan hukum ... 4 hukum yang tidak tergolong sebagai PSP yang akan membeli saham atau menerima hibah saham Bank Syariah, sehingga yang bersangkutan menjadi PSP Bank Syariah; e. Pemegang saham Bank Syariah perorangan yang tidak tergolong sebagai PSP yang menerima pengalihan saham Bank Syariah melalui hak waris, sehingga yang bersangkutan menjadi PSP Bank Syariah; f. Pemegang saham Bank Syariah yang melakukan tambahan setoran modal sehingga yang bersangkutan menjadi PSP Bank Syariah; g. Pemegang saham Bank Syariah yang tidak tergolong sebagai PSP yang secara sukarela mengajukan diri sebagai PSP Bank Syariah; h. Pemegang saham Bank Syariah yang menurut penilaian Bank Indonesia digolongkan sebagai pengendali Bank Syariah; dan i. PSP Bank Syariah yang berasal dari PSP bank konvensional yang melakukan perubahan kegiatan usaha menjadi Bank Syariah. 2. Pihak-pihak yang wajib mengikuti uji kemampuan dan kepatutan bagi calon anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi, antara lain adalah: a. Perorangan yang dicalonkan menjadi anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi Bank Syariah dan/atau Direktur UUS; b. Anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi dari bank konvensional yang melakukan perubahan kegiatan usaha menjadi Bank Syariah, yang akan diangkat menjadi Anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi Bank Syariah; c. Anggota Dewan Komisaris Bank Syariah yang beralih jabatan menjadi anggota Direksi pada Bank Syariah yang sama; dan d. Anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi Bank Syariah yang beralih jabatan menjadi Direktur Kepatuhan pada Bank Syariah yang sama. 3. Pihak-pihak ... 5 3. Pihak-pihak yang wajib mengikuti uji kemampuan dan kepatutan berupa penelitian administratif bagi calon anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi adalah: a. Anggota Direksi Bank Syariah yang beralih jabatan menjadi anggota Dewan Komisaris pada Bank Syariah yang sama; atau b. Anggota Dewan Komisaris atau anggota Direksi yang beralih jabatan ke jabatan yang lebih tinggi pada Bank Syariah yang sama. Dalam hal dari hasil penelitian administratif diketahui terdapat hal- hal yang memerlukan klarifikasi dan pendalaman lebih jauh, maka atas peralihan jabatan tersebut harus dilakukan wawancara. B. Persyaratan Administratif bagi Calon PSP 1. Permohonan untuk memperoleh persetujuan atas calon PSP Bank Syariah diajukan kepada Bank Indonesia dengan dilengkapi persyaratan administratif sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur tentang persyaratan pemegang saham, yaitu: a. Ketentuan mengenai Bank Umum Syariah; b. Ketentuan mengenai Bank Pembiayaan Rakyat Syariah; c. Ketentuan mengenai Persyaratan dan Tata Cara Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank Umum; d. Ketentuan mengenai Persyaratan dan Tata Cara Merger, Konsolidasi dan Akuisisi BPR. 2. Dalam pengajuan permohonan, Bank Syariah harus menyampaikan: a. Daftar Isian sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 1 dan/atau Lampiran 2 atau Lampiran 3 dan/atau Lampiran 4 yang telah diisi lengkap dan ditandatangani oleh calon PSP atau shareholders. b. Laporan keuangan audited 3 (tiga) tahun buku terakhir dari badan hukum yang akan mengakuisisi Bank Syariah, paling kurang terdiri dari laporan neraca, laporan administratif dan perhitungan laba ... ultimate 6 laba rugi beserta penjelasannya. Laporan keuangan tersebut disusun sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan. c. Dokumen pendukung yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari dokumen persyaratan administratif, antara lain: 1) perjanjian konsorsium apabila pembelian saham dilakukan secara bersama-sama dengan pihak lainnya; 2) dokumen yang menunjukkan keterkaitan antara PSP dengan ultimate shareholders; 3) dokumen keuangan yang dapat menunjukkan kemampuan keuangan calon PSP dan/atau ultimate shareholders; 4) dokumen keuangan yang dapat menunjukkan aliran dana pembelian saham; dan/atau 5) dokumen-dokumen lainnya yang dapat digunakan untuk mendukung kebenaran atau kewajaran dokumen-dokumen utama atau pernyataan-pernyataan yang disampaikan kepada Bank Indonesia. C. Persyaratan Administratif bagi Calon anggota Dewan Komisaris dan Calon anggota Direksi Bank Syariah serta Calon Direktur UUS 1. Permohonan untuk memperoleh persetujuan atas calon anggota Dewan Komisaris dan calon anggota Direksi Bank Syariah atau permohonan untuk memperoleh persetujuan atas calon Direktur UUS diajukan kepada Bank Indonesia dengan dilengkapi persyaratan administratif sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur tentang persyaratan anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi Bank Syariah dan/atau Direktur UUS, yaitu: a. Ketentuan mengenai Bank Umum Syariah; b. Ketentuan mengenai Bank Pembiayaan Rakyat Syariah; c. Ketentuan mengenai Unit Usaha Syariah; dan d. Ketentuan mengenai Direktur Kepatuhan (Compliance Director). 2. Dalam ... 7 2. Dalam pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1 di atas, juga disampaikan: a. Daftar Isian sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 5 atau Lampiran 6 dan Daftar Riwayat Hidup sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 7 yang telah diisi lengkap dan ditandatangani oleh calon anggota Dewan Komisaris, calon anggota Direksi Bank Syariah, atau calon Direktur UUS. b. Dokumen pendukung lain, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari dokumen persyaratan administratif, antara lain dokumen yang dapat digunakan untuk mendukung kebenaran atau kewajaran dokumen-dokumen utama atau pernyataan-pernyataan yang disampaikan kepada Bank Indonesia. D. Tata Cara Pelaksanaan Uji Kemampuan dan Kepatutan 1. Pelaksanaan uji kemampuan dan kepatutan terhadap calon PSP, calon anggota Dewan Komisaris, dan calon anggota Direksi Bank Syariah serta calon Direktur UUS dilakukan melalui penelitian administratif dan wawancara. 2. Penelitian administratif antara lain meliputi: a. Bagi Calon PSP Penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen administratif dan catatan administrasi Bank Indonesia dalam rangka penilaian atas faktor integritas serta kelayakan keuangan. b. Bagi Calon Anggota Dewan Komisaris dan Calon Anggota Direksi Bank Syariah serta Calon Direktur UUS Penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen administratif dan catatan administrasi Bank Indonesia dalam rangka penilaian atas faktor integritas, kompetensi serta reputasi keuangan. 3. Wawancara hanya dapat dilakukan terhadap calon PSP, calon anggota Dewan Komisaris dan calon anggota Direksi Bank Syariah serta calon Direktur ... 8 Direktur UUS yang telah memenuhi persyaratan dalam penelitian administratif. 4. Wawancara dilakukan untuk klarifikasi atas informasi yang telah diperoleh dan/atau untuk menggali informasi lebih lanjut dari calon PSP, calon anggota Dewan Komisaris dan calon anggota Direksi Bank Syariah serta calon Direktur UUS yang diajukan dalam rangka memperoleh keyakinan atas faktor integritas, kompetensi dan/atau kelayakan dan/atau reputasi keuangan yang bersangkutan. Hasil uji kemampuan dan kepatutan ditetapkan berdasarkan hasil penelitian administratif dan wawancara. Khusus untuk pihak-pihak sebagaimana dimaksud butir II.A angka 3 di atas, dalam hal tidak dilakukan wawancara, maka hasil uji kemampuan dan kepatutan hanya ditetapkan berdasarkan hasil penelitian administratif. E. Persetujuan atau penolakan 1. Persetujuan atau penolakan atas permohonan diberikan oleh Bank Indonesia paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah seluruh persyaratan terpenuhi dan dokumen permohonan diterima secara lengkap. 2. Dokumen permohonan diterima secara lengkap adalah apabila dokumen administratif dan dokumen pendukungnya (apabila diperlukan) telah disampaikan oleh pihak pemohon dan telah diterima secara lengkap oleh Bank Indonesia. F. Calon PSP, calon anggota Dewan komisaris dan calon anggota Direksi Bank Syariah dalam program penyelamatan 1. Dalam hal Bank Syariah berada dalam program penyelamatan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dimana LPS menjadi Pemegang Saham Pengendali (PSP) maka terhadap LPS dimaksud tidak dilakukan uji kemampuan dan kepatutan (fit and proper test). 2. Dalam hal Bank Syariah berada dalam program penyelamatan oleh Lembaga ... 9 Lembaga Penjamin Simpanan maka anggota Dewan Komisaris dan/atau anggota Direksi baru yang diangkat oleh LPS untuk pertama kalinya, dapat langsung menduduki jabatan dan melaksanakan tugasnya secara efektif hingga memperoleh pemberitahuan dari Bank Indonesia berdasarkan hasil uji kemampuan dan kepatutan (fit and proper test). III. UJI KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN (FIT AND PROPER TEST) BAGI PSP, ANGGOTA DEWAN KOMISARIS, ANGGOTA DIREKSI DAN PEJABAT EKSEKUTIF BANK SYARIAH SERTA DIREKTUR UUS DAN PEJABAT EKSEKUTIF UUS A. Tata Cara Pelaksanaan Uji Kemampuan dan Kepatutan Pelaksanaan uji kemampuan dan kepatutan dilakukan melalui langkah- langkah sebagai berikut: 1. pengumpulan data dan informasi; 2. pelaksanaan pemeriksaan khusus; 3. konfirmasi hasil pemeriksaan kepada pihak-pihak yang dinilai dan/atau pihak terkait lainnya; 4. 5. 6. penyampaian hasil penilaian pertama kepada pihak-pihak yang dinilai dan pihak terkait lainnya; penerimaan atas tanggapan pertama dari pihak-pihak yang dinilai dan pengkajian atas tanggapan tersebut; penyampaian hasil penilaian kedua kepada pihak-pihak yang dinilai; 7. penerimaan atas tanggapan kedua dari pihak-pihak yang dinilai dan pengkajian atas tanggapan tersebut; dan 8. penetapan dan pemberitahuan hasil akhir uji kemampuan dan kepatutan oleh Bank Indonesia. B. Tata Cara Penentuan Hasil Uji Kemampuan dan Kepatutan 1. Penentuan hasil uji kemampuan dan kepatutan bagi PSP dilaksanakan melalui ... 10 melalui pemberian nilai untuk masing-masing faktor sebagai berikut: a. Faktor Integritas Pelanggaran atau penyimpangan, termasuk tindakan fraud (penipuan, penggelapan dan/atau kecurangan) yang terkait dengan faktor integritas diberikan nilai faktor sebesar 5 (lima). b. Faktor Kelayakan Keuangan Pelanggaran atau penyimpangan, termasuk tindakan fraud (penipuan, penggelapan dan/atau kecurangan) yang terkait dengan faktor kelayakan keuangan diberikan nilai faktor sebesar maksimal 5 (lima). 2. Penentuan hasil uji kemampuan dan kepatutan bagi anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi dan/atau Pejabat Eksekutif Bank Syariah serta Direktur UUS dan/atau Pejabat Eksekutif UUS, dilaksanakan melalui pemberian nilai untuk masing-masing faktor sebagai berikut: a. Faktor Integritas Pelanggaran atau penyimpangan, termasuk tindakan fraud (penipuan, penggelapan dan/atau kecurangan) yang terkait dengan faktor integritas diberikan nilai faktor sebesar 5 (lima). b. Faktor Kompetensi Pelanggaran atau penyimpangan, termasuk tindakan fraud (penipuan, penggelapan dan/atau kecurangan) yang terkait dengan faktor kompetensi diberikan nilai faktor sebesar maksimal 5 (lima). c. Faktor Reputasi Keuangan Pelanggaran atau penyimpangan, termasuk tindakan fraud (penipuan, penggelapan dan/atau kecurangan) yang terkait dengan faktor reputasi keuangan diberikan nilai faktor sebesar maksimal 5 (lima). 3. Dalam uji atas faktor kelayakan atau reputasi keuangan sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf b dan angka 2 huruf c di atas, dalam hal yang ... 11 yang bersangkutan tercantum dalam Daftar Kredit Macet (DKM), maka yang bersangkutan: a. wajib menyelesaikan pembiayaan dan/atau kredit macet tersebut paling lama selama 90 (sembilan puluh) hari sejak tanggal surat pemberitahuan dari Bank Indonesia; dan b. diberi nilai faktor sebesar 5 (lima) tanpa melalui langkah-langkah uji kemampuan dan kepatutan sebagaimana dimaksud pada huruf A di atas, apabila yang bersangkutan tidak dapat menyelesaikan pembiayaan dan/atau kredit macet tersebut dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf a. 4. Penetapan hasil akhir uji kemampuan dan kepatutan dilakukan berdasarkan nilai dan bobot yang diformulasikan ke dalam tabel sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 8. C. Tata Cara Penentuan Predikat Hasil Uji Kemampuan dan Kepatutan Berdasarkan hasil akhir uji kemampuan dan kepatutan sebagaimana dimaksud dalam huruf B angka 4, maka PSP, anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi dan/atau Pejabat Eksekutif Bank Syariah serta Direktur UUS dan/atau Pejabat Eksekutif UUS diberikan predikat: a. Memenuhi Persyaratan (Lulus), apabila hasil akhir uji kemampuan dan kepatutan bernilai kurang dari 5 (lima); atau b. Tidak Memenuhi Persyaratan (Tidak Lulus), apabila hasil akhir uji kemampuan dan kepatutan bernilai sama dengan atau lebih dari 5 (lima). D. Larangan bagi Pihak-pihak yang Tidak Memenuhi Persyaratan (Tidak Lulus) Pihak-pihak yang diberikan predikat Tidak Memenuhi Persyaratan (Tidak Lulus) dilarang menjadi: 1. PSP dan/atau pengendali pada seluruh Bank Syariah; 2. Pemilik saham lebih dari 10% (sepuluh persen) pada seluruh Bank Syariah ... 12 Syariah; dan/atau 3. Anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi dan/atau Pejabat Eksekutif pada seluruh Bank Syariah. E. Penetapan Jangka Waktu Pengenaan Sanksi 1. Penetapan jangka waktu pengenaan sanksi larangan sebagaimana dimaksud dalam huruf D dihitung berdasarkan faktor materialitas atas kerugian yang ditimbulkan oleh yang bersangkutan terhadap permodalan dan tingkat keuntungan Bank Syariah atau UUS. Pengukuran tingkat materialitas atas kerugian yang ditimbulkan tersebut dilakukan dengan cara mengukur pengaruh kerugian terhadap posisi terakhir atas Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM), Return On Asset (ROA) dan/atau rata-rata gross income. Posisi terakhir adalah data terakhir yang tersedia berdasarkan hasil pengawasan Bank Indonesia, sebelum terjadinya perbuatan dan/atau tindakan yang bersangkutan. 2. Penghitungan kontribusi kerugian dari pihak-pihak yang dinyatakan Tidak Memenuhi Persyaratan (Tidak Lulus) adalah sebagai berikut: a. Penentuan beban kerugian terhadap setiap perbuatan dan/atau tindakan yang terjadi ditentukan atas besarnya kerugian yang berpengaruh pada permodalan Bank Syariah atau UUS, termasuk berkurangnya keuntungan Bank Syariah atau UUS dan/atau potensi kerugian yang ditimbulkan. b. Beban kerugian yang ditimbulkan sebagaimana dimaksud pada huruf a, kemudian diperhitungkan dengan KPMM, ROA dan/atau rata-rata gross income posisi terakhir. c. KPMM sebagaimana dimaksud huruf b di atas adalah rasio KPMM sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Syariah. d. ROA sebagaimana dimaksud huruf b di atas adalah ROA sebagaimana … 13 sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Syariah dan UUS. e. Gross Income sebagaimana dimaksud huruf b di atas adalah pendapatan operasional setelah dikurangi dengan bagi hasil dana investasi sebelum dikurangi dengan beban operasional dan beban non operasional. Gross Income rata-rata 12 (dua belas) bulan terakhir adalah rata-rata gross income dari 12 (dua belas) bulan terakhir yang bernilai positif. f. Dalam hal terdapat beberapa perbuatan dan/atau tindakan yang dilakukan, maka perhitungan dilakukan dengan cara menjumlahkan seluruh kerugian dari beberapa perbuatan dan/atau tindakan tersebut dibandingkan dengan posisi terakhir KPMM, ROA dan/atau rata-rata gross income sebelum perbuatan dan/atau tindakan terakhir tersebut dilakukan. Contoh perhitungan: Suatu pelanggaran telah dilakukan pada tanggal 15 Januari 2010 yang menyebabkan kerugian sebesar Rp. 10.000,00. Rasio KPMM pada akhir Desember 2009 adalah 10% (600.000,- / 6.000.000,-). Rasio ROA pada akhir Desember 2009 adalah 3% (300.000,- / 10.000.000,). Sedangkan rata-rata gross income dalam 12 bulan terakhir adalah sebesar Rp.100.000,00. Pengaruh kerugian tersebut terhadap KPMM, ROA dan rata-rata gross income adalah sebagai berikut: % penurunan KPMM = 10%-(Rp600.000,00-10.000,00)/ Rp6.000.000,00 = 10% - 9,83% = 0,17% % penurunan ROA = 3% - (Rp300.000,00-10.000,00)/ Rp10.000.000,00 = 3% - 2,9% = 0,1 % ... 14 = 0,1% % penurunan rata-rata gross income = Rp10.000,00 / Rp100.000,00 = 10% 3. Penetapan Tingkat Materialitas a. Perbuatan dan/atau tindakan dikategorikan telah menimbulkan kerugian yang tidak material terhadap permodalan dan tingkat keuntungan Bank Syariah atau UUS apabila: 1) menyebabkan: i. berkurangnya rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum sebesar kurang dari 0,5% (setengah persen); ii. berkurangnya rasio Return On Asset (ROA) sebesar kurang dari 0,125% (seperdelapan persen); dan/atau iii. berkurangnya gross income sebesar kurang dari 5% (lima persen) untuk Bank Umum Syariah dan UUS, atau kurang dari 10% (sepuluh persen) untuk BPRS; dan 2) rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum masih sesuai dengan ketentuan yang berlaku. b. Perbuatan dan/atau tindakan dikategorikan telah menimbulkan kerugian yang cukup material terhadap permodalan dan tingkat keuntungan Bank Syariah atau UUS apabila: 1) menyebabkan: i. berkurangnya rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum sebesar 0,5% (setengah persen) sampai dengan kurang dari 2% (dua persen); ii. berkurangnya rasio Return On Asset (ROA) sebesar 0,125% (seperdelapan persen) sampai dengan kurang dari 0,5% (setengah persen); dan/atau iii. berkurangnya rasio gross income sebesar 5% (lima persen) sampai dengan kurang dari 10% (sepuluh persen) untuk ... 15 untuk Bank Umum Syariah dan UUS, atau sebesar 10% (sepuluh persen) sampai dengan kurang dari 20% (dua puluh persen) untuk BPRS; dan 2) rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum masih sesuai dengan ketentuan yang berlaku. c. Perbuatan dan/atau tindakan dikategorikan telah menimbulkan kerugian yang sangat material terhadap permodalan dan tingkat keuntungan Bank Syariah atau UUS apabila: 1) menyebabkan: i. berkurangnya rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum sebesar sama dengan atau lebih dari 2 % (dua persen); ii. berkurangnya rasio Return On Asset (ROA) sebesar sama dengan atau lebih dari 0,5% (setengah persen); dan/atau iii. berkurangnya rasio gross income sebesar sama dengan atau lebih dari 10% (sepuluh persen) untuk Bank Umum Syariah dan UUS, atau sama dengan atau lebih dari 20% (dua puluh persen) untuk BPRS; dan/atau 2) rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Syariah atau UUS menjadi lebih rendah dari ketentuan yang berlaku. 4. Penetapan Jangka Waktu Sanksi a. Jangka waktu sanksi ditetapkan sebagai berikut: i. selama 2 (dua) tahun, apabila kerugian tidak material termasuk tidak terdapat kerugian; ii. selama 3 (tiga) tahun, apabila kerugian cukup material; dan iii. selama 5 (lima) tahun, apabila kerugian sangat material. b. Jangka waktu pengenaan sanksi larangan selama 5 (lima) tahun dapat langsung diberikan apabila: i. terjadi penyimpangan manajerial dan/atau operasional perbankan ... 16 perbankan yang bersifat serius (serious misconduct), antara lain berupa pemberian pembiayaan fiktif dan praktik bank dalam bank; dan/atau ii. pelanggaran atau penyimpangan dilakukan dengan sengaja atau dimaksudkan untuk memberikan keuntungan pribadi dan/atau keuntungan kepada pihak lain. Pengenaan sanksi dimaksud dilakukan tanpa melalui proses perhitungan tingkat materialitas kerugian yang ditimbulkan. 5. Permohonan peninjauan kembali oleh pihak-pihak yang memperoleh predikat Tidak Memenuhi Persyaratan (Tidak Lulus), diajukan kepada Bank Indonesia dengan disertai bukti baru yang kuat dan relevan. IV. ALAMAT PENYAMPAIAN Penyampaian atas: a. Surat permohonan perpanjangan jabatan sebagaimana dimaksud pada angka I.4; b. Surat permohonan berikut dokumen-dokumen sebagaimana dimaksud pada angka II huruf B dan C; dan/atau c. Surat permohonan peninjauan kembali sebagaimana dimaksud dalam angka III huruf E.5; disampaikan oleh Bank Syariah atau UUS kepada: 1. Direktorat Perbankan Syariah, Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, bagi Bank Syariah atau UUS yang berkantor pusat di wilayah DKI Jakarta Raya, Provinsi Banten, Bogor, Depok, Karawang dan Bekasi; atau 2. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank Syariah atau UUS yang berkantor pusat di luar wilayah DKI Jakarta Raya, Provinsi Banten, Bogor, Depok, Karawang dan Bekasi. V. PENUTUP ... 17 V. PENUTUP Dengan dikeluarkannya Surat Edaran ini, maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/15/DPNP tanggal 31 Maret 2004 perihal Penilaian Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) dinyatakan tidak berlaku bagi Bank Umum Syariah; dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/35/DPBPR tanggal 16 Agustus 2004 perihal Penilaian Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) Bank Perkreditan Rakyat dinyatakan tidak berlaku bagi BPRS. Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, MULIAMAN D. HADAD DEPUTI GUBERNUR DPbS
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 12/6/DPbS|SE-BI/2010 </reg_id> <reg_title> Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah </reg_title> <set_date> 8 Maret 2010 </set_date> <effective_date> 8 Maret 2010 </effective_date> <replaced_reg> '6/15/DPNP|SE-BI/2004', '6/35/DPBPR|SE-BI/2004' </replaced_reg> <related_reg> '11/31/PBI/2009' </related_reg>
No. 8 /2/DPNP Jakarta, 30 Januari 2006 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal : Pelaksanaan Penahapan Penetapan Kualitas yang Sama untuk Aktiva Produktif yang Diberikan oleh Lebih dari Satu Bank kepada Satu Debitur atau Proyek yang Sama ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Nomor 8/ Sehubungan dengan telah dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia /PBI/2006 tentang Perubahan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4598 ) (PBI), perlu diatur ketentuan pelaksanaan dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia dengan pokok-pokok ketentuan sebagai berikut: I. UMUM A. Mengingat kondisi perekonomian yang mengalami gejolak yang cukup berarti pada akhir-akhir ini dan juga untuk dapat tetap menjaga peran Bank dalam melaksanakan fungsi intermediasi, diperlukan langkah transisi … transisi dalam penerapan penetapan kualitas yang sama terhadap Aktiva Produktif yang digunakan untuk membiayai 1 (satu) debitur atau proyek yang sama (uniform classification). B. Diantara langkah transisi yang diambil sebagaimana dimaksud pada huruf A adalah implementasi bertahap penerapan uniform classification untuk Aktiva Produktif yang diberikan oleh lebih dari 1 (satu) Bank untuk membiayai 1 (satu) debitur atau proyek yang sama. C. Penahapan uniform classification sebagaimana dimaksud pada huruf B didasarkan pada klasifikasi debitur dan/atau batas jumlah (limit) Aktiva Produktif di setiap Bank yang diberikan kepada 1 (satu) debitur atau proyek yang sama. II. TAHAPAN IMPLEMENTASI PENETAPAN KUALITAS YANG SAMA A. Sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a PBI, Bank wajib menetapkan kualitas yang sama terhadap Aktiva Produktif yang diberikan oleh lebih dari 1 (satu) Bank untuk membiayai 1 (satu) debitur atau proyek yang sama dengan jumlah lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) pada setiap Bank. Dalam hal terdapat perbedaan penetapan kualitas Aktiva Produktif pada masing-masing Bank, maka kualitas yang ditetapkan oleh setiap Bank terhadap Aktiva Produktif tersebut mengikuti kualitas Aktiva Produktif yang paling rendah sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (3) PBI. B. Selanjutnya dalam Pasal 8 PBI diatur bahwa penetapan kualitas yang sama terhadap Aktiva Produktif sebagaimana dimaksud pada huruf A dilakukan secara bertahap. Penahapan tersebut ditetapkan berdasarkan klasifikasi … klasifikasi debitur dan/atau batas jumlah (limit) Aktiva Produktif yang diberikan Bank kepada 1 (satu) debitur atau proyek yang sama. Yang dimaksud dengan klasifikasi debitur adalah 50 (lima puluh) debitur terbesar Bank secara individual. C. Penahapan penetapan kualitas yang sama terhadap Aktiva Produktif Bank sebagaimana dimaksud pada huruf B dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Sejak diberlakukannya PBI, Bank wajib menetapkan kualitas yang sama untuk: a. Aktiva Produktif yang diberikan oleh setiap Bank kepada 50 (lima puluh) debitur terbesar Bank secara individual; dan/atau b. Aktiva Produktif yang diberikan oleh setiap Bank dengan jumlah Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) atau lebih untuk 1 (satu) debitur atau proyek yang sama. 2. 6 (enam) bulan sejak ditetapkannya PBI, Bank wajib menetapkan kualitas yang sama untuk: a. Aktiva Produktif yang diberikan oleh setiap Bank kepada 50 (lima puluh) debitur terbesar Bank secara individual; dan/atau b. Aktiva Produktif yang diberikan oleh setiap Bank dengan jumlah Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) atau lebih untuk 1 (satu) debitur atau proyek yang sama. 3. 12 (dua belas) bulan sejak ditetapkannya PBI, Bank wajib menetapkan kualitas yang sama untuk: a. Aktiva Produktif yang diberikan oleh setiap Bank kepada 50 (lima puluh) debitur terbesar Bank secara individual; dan/atau b. Aktiva Produktif yang diberikan oleh setiap Bank dengan jumlah Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) atau lebih untuk 1 (satu) debitur atau proyek yang sama. 4. 18 (delapan belas) … 4. 18 (delapan belas) bulan sejak ditetapkannya PBI, Bank wajib menetapkan kualitas yang sama untuk Aktiva Produktif yang diberikan oleh setiap Bank dengan jumlah lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) untuk 1 (satu) debitur atau proyek yang sama. Batas jumlah (limit) sebagaimana dimaksud pada angka 1, angka 2, angka 3, dan angka 4, diperhitungkan terhadap seluruh fasilitas yang diberikan kepada setiap debitur atau proyek, baik untuk debitur individual maupun Kelompok Peminjam dalam hal Aktiva Produktif digunakan untuk membiayai proyek yang sama. Berdasarkan hal tersebut di atas, untuk masing-masing periode penahapan, kualitas Aktiva Produktif Bank yang diberikan kepada 1 (satu) debitur atau proyek dan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 1, angka 2, angka 3, dan angka 4, wajib ditetapkan sama dengan kualitas Aktiva Produktif yang ditetapkan Bank lain untuk Aktiva Produktif yang diberikan Bank lain tersebut kepada debitur atau proyek yang sama. D. Penahapan penetapan kualitas yang sama terhadap Aktiva Produktif Bank sebagaimana dimaksud pada huruf C, dilakukan terhadap Aktiva Produktif yang diberikan Bank lain kepada debitur atau proyek yang sama dan memenuhi batas jumlah (limit) sebagai berikut: 1. Aktiva Produktif yang diberikan oleh setiap Bank dengan jumlah Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) atau lebih untuk 1 (satu) debitur atau proyek yang sama. Batasan Aktiva Produktif tersebut berlaku sejak ditetapkannya PBI. 2. Aktiva Produktif yang diberikan oleh setiap Bank dengan jumlah Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) atau lebih untuk 1 (satu) … 1 (satu) debitur atau proyek yang sama. Batasan Aktiva Produktif tersebut mulai berlaku 6 (enam) bulan sejak ditetapkannya PBI. 3. Aktiva Produktif yang diberikan oleh setiap Bank dengan jumlah Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) atau lebih untuk 1 (satu) debitur atau proyek yang sama. Batasan Aktiva Produktif tersebut mulai berlaku 12 (dua belas) bulan sejak ditetapkannya PBI. 4. Aktiva Produktif yang diberikan oleh setiap Bank dengan jumlah lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) untuk 1 (satu) debitur atau proyek yang sama. Batasan Aktiva Produktif tersebut mulai berlaku 18 (delapan belas) bulan sejak ditetapkannya PBI. Batas jumlah (limit) sebagaimana dimaksud pada angka 1, angka 2, angka 3, dan angka 4, diperhitungkan terhadap seluruh fasilitas yang diberikan kepada setiap debitur atau proyek, baik untuk debitur individual maupun Kelompok Peminjam dalam hal Aktiva Produktif digunakan untuk membiayai proyek yang sama. E. Dalam hal terdapat perbedaan penetapan kualitas untuk Aktiva Produktif Bank yang memenuhi ketentuan penahapan sebagaimana dimaksud pada huruf C dengan Aktiva Produktif di Bank lain untuk debitur atau proyek yang sama yang memenuhi batas jumlah (limit) sebagaimana dimaksud pada huruf D, maka penetapan kualitas Aktiva Produktif untuk debitur atau proyek dimaksud mengikuti kualitas Aktiva Produktif yang paling rendah. Namun apabila Aktiva Produktif yang diberikan kepada 1 (satu) debitur atau proyek memenuhi ketentuan penahapan sebagaimana dimaksud pada huruf C, tetapi Aktiva Produktif di Bank lain untuk debitur atau proyek yang sama tersebut tidak memenuhi batas jumlah (limit) pada tahapan yang sesuai sebagaimana dimaksud pada huruf D, maka penetapan kualitas Aktiva Produktif yang memenuhi ketentuan penahapan … penahapan sebagaimana dimaksud pada huruf C tidak dipengaruhi oleh kualitas Aktiva Produktif yang diberikan oleh Bank lain kepada debitur atau proyek yang sama tersebut. Contoh: a. Debitur Merupakan 50 (lima puluh) Debitur Terbesar Bank secara Individual dan Menerima Fasilitas dari Bank Lain dengan Jumlah Kurang dari Batas Jumlah (Limit) Debitur X merupakan salah satu dari 50 (lima puluh) debitur terbesar di Bank A. Debitur X juga menerima fasilitas di Bank B dengan jumlah Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah). Posisi penilaian kualitas Aktiva Produktif adalah pada bulan Maret 2006 sehingga batas jumlah (limit) Aktiva Produktif di Bank lain untuk debitur atau proyek yang sama yang harus diperhatikan dalam penetapan kualitas pada periode tersebut adalah Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah). Mengingat jumlah fasilitas yang diterima debitur X di Bank B kurang dari batas jumlah (limit) yang ditetapkan untuk periode tersebut maka penetapan kualitas debitur X di Bank A tidak dipengaruhi oleh kualitas debitur X di Bank B. b. Debitur Merupakan 50 (lima puluh) Debitur Terbesar Bank secara Individual dan Menerima Fasilitas dari Bank Lain dengan Jumlah Sama atau Lebih dari Batas Jumlah (Limit) Debitur X merupakan salah satu dari 50 (lima puluh) debitur terbesar di Bank A. Kualitas Aktiva Produktif debitur X di Bank A adalah Dalam Perhatian Khusus. Debitur X juga menerima fasilitas di Bank B sebesar Rp30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah), dengan kualitas Kurang Lancar. Posisi penilaian kualitas Aktiva Produktif adalah … adalah pada bulan Maret 2006 sehingga batas jumlah (limit) Aktiva Produktif di Bank lain untuk debitur atau proyek yang sama yang harus diperhatikan dalam penetapan kualitas pada periode tersebut adalah Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah). Mengingat jumlah fasilitas yang diterima debitur X di Bank B lebih dari batas jumlah (limit) yang ditetapkan untuk periode tersebut, maka penetapan kualitas debitur X di Bank A mengikuti kualitas Aktiva Produktif yang paling rendah, yaitu Kurang Lancar. c. Debitur Bukan Merupakan 50 (lima puluh) Debitur Terbesar Bank secara Individual namun Menerima Fasilitas dengan jumlah Sama atau Lebih dari Batas Jumlah (Limit) dan Menerima Fasilitas dari Bank Lain dengan Jumlah Kurang dari Batas Jumlah (Limit) Debitur X bukan merupakan salah satu dari 50 (lima puluh) debitur terbesar di Bank A namun menerima fasilitas Aktiva Produktif sebesar Rp30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah), dengan kualitas Dalam Perhatian Khusus. Debitur X juga menerima fasilitas dari Bank B sebesar Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah), dengan kualitas Kurang Lancar. Posisi penilaian kualitas Aktiva Produktif adalah pada bulan Maret 2006 sehingga batas jumlah (limit) Aktiva Produktif di Bank lain untuk debitur atau proyek yang sama yang harus diperhatikan dalam penetapan kualitas pada periode tersebut adalah Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah). Mengingat jumlah fasilitas yang diterima debitur X di Bank B kurang dari batas jumlah (limit) yang ditetapkan untuk periode tersebut, maka penetapan kualitas debitur X di Bank A tidak dipengaruhi oleh kualitas Aktiva Produktif di Bank B. d. Debitur … d. Debitur Merupakan 50 (lima puluh) Debitur Terbesar Bank secara Individual, Terlibat pada 1 (satu) Proyek dan Proyek tersebut Menerima Fasilitas dari Bank Lain dengan Jumlah Sama atau Lebih dari Batas Jumlah (Limit) Bank X memberikan fasilitas Kredit kepada debitur A dan debitur B masing-masing sejumlah Rp14.000.000.000,00 (empat belas miliar rupiah) dan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dengan kualitas Dalam Perhatian Khusus dan Kurang Lancar. Fasilitas Kredit tersebut digunakan untuk membiayai proyek Z. Debitur A merupakan salah satu dari 50 (lima puluh) debitur terbesar Bank X. Karena fasilitas Kredit kepada debitur A dan debitur B digunakan untuk membiayai proyek yang sama, yaitu proyek Z, maka kualitas Aktiva Produktif yang ditetapkan Bank X untuk Kredit kepada debitur A dan debitur B mengikuti kualitas paling rendah, yaitu Kurang Lancar. Bank Y memberikan fasilitas Kredit kepada debitur D dan debitur E masing-masing sejumlah Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah) dengan kualitas Kurang Lancar dan Diragukan. Fasilitas Kredit tersebut digunakan untuk membiayai proyek yang sama yaitu proyek Z. Karena fasilitas Kredit kepada debitur D dan debitur E digunakan untuk membiayai proyek yang sama, yaitu proyek Z, maka kualitas Aktiva Produktif yang ditetapkan Bank Y untuk Kredit kepada debitur D dan debitur E mengikuti kualitas paling rendah, yaitu Diragukan. Posisi penilaian kualitas Aktiva Produktif adalah pada bulan Maret 2006 sehingga batas jumlah (limit) Aktiva Produktif di Bank lain … lain untuk debitur atau proyek yang sama yang harus diperhatikan dalam penetapan kualitas pada periode tersebut adalah Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah). Mengingat debitur A merupakan salah satu dari 50 (lima puluh) debitur terbesar Bank X dan fasilitas Kredit yang diberikan Bank X kepada debitur A digunakan untuk membiayai proyek Z serta fasilitas yang diberikan oleh Bank Y untuk proyek Z sebesar Rp40.000.000.000,00 (empat puluh miliar rupiah) (lebih dari batas jumlah (limit) yang ditetapkan untuk periode penilaian tersebut), maka penetapan kualitas Aktiva Produktif debitur A di Bank X untuk proyek Z wajib ditetapkan sama dan mengikuti kualitas paling rendah, yaitu kualitas Aktiva Produktif untuk proyek Z di Bank Y (Diragukan). Selanjutnya, karena fasilitas Kredit kepada debitur A dan debitur B di Bank X digunakan untuk membiayai proyek yang sama, maka kualitas Aktiva Produktif debitur B mengikuti kualitas paling rendah, yaitu Diragukan. III. PELAPORAN Dalam Pasal 7 ayat (2) PBI diatur bahwa Bank wajib menyampaikan informasi dan penjelasan secara tertulis kepada Bank Indonesia dalam hal terdapat perbedaan penetapan kualitas Aktiva Produktif yang disebabkan oleh faktor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf a PBI. Informasi dan penjelasan tertulis tersebut disampaikan kepada Bank Indonesia dengan menggunakan format sebagaimana pada Lampiran I Surat Edaran Bank Indonesia ini. IV. PENUTUP … IV. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku sejak tanggal 30 Januari 2006. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, MAMAN H. SOMANTRI DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 8/2/DPNP|SE-BI/2006 </reg_id> <reg_title> Pelaksanaan Penahapan Penetapan Kualitas yang Sama untuk Aktiva Produktif yang Diberikan oleh Lebih dari Satu Bank kepada Satu Debitur atau Proyek yang Sama </reg_title> <set_date> 30 Januari 2006 </set_date> <effective_date> 30 Januari 2006 </effective_date> <related_reg> '7/2/PBI/2005', '8/ /PBI/2006' </related_reg>
No. 6/36/DPM Jakarta, 30 Agustus 2004 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Perubahan Kedua Atas Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/20/DPM Tanggal 26 April 2004 Perihal Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank Menunjuk Pasal 3 Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/11/PBI/2004 tanggal 12 April 2004 tentang Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4383), perlu dilakukan perubahan pada beberapa butir dalam Surat Edaran Nomor 6/20/DPM tanggal 26 April 2004 perihal Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank, sebagai berikut: 1. Butir I.B.2 diubah sehingga menjadi sebagai berikut: ”2. Marjin maksimum suku bunga Simpanan Pihak Ketiga dalam Rupiah ditetapkan sebesar: Jangka Waktu Simpanan 1 bulan 3 bulan 6 bulan 12 bulan 24 bulan Marjin (basis point) Dikurangi 6 (enam) Dikurangi 1(satu) Ditambah 4 (empat) Ditambah 19 (sembilan belas) Ditambah 49 (empat puluh sembilan) dari rata-rata tertimbang tingkat diskonto SBI jangka waktu 3 (tiga) bulan pada lelang terakhir.” 2. Butir … 2 2. Butir I.B.4 diubah sehingga menjadi sebagai berikut: “4. Marjin untuk maksimum suku bunga Simpanan Pihak Ketiga dalam valuta asing US Dollar berjangka waktu 1, 3, 6, 12 dan 24 bulan yang dijamin Pemerintah masing-masing ditambah 3 (tiga) basis point di atas rata-rata suku bunga deposito dalam valuta asing US Dollar dari bank-bank anggota Jakarta Inter Bank Offered Rates (JIBOR) yang ditetapkan oleh Bank Indonesia menurut jangka waktu tertentu selama 1 (satu) bulan sebelumnya.” 3. Butir II.B diubah sehingga menjadi sebagai berikut: “B. Maksimum Suku Bunga PUAB a. Maksimum suku bunga PUAB dalam Rupiah yang dijamin Pemerintah ditetapkan sebesar 60 (enam puluh) basis point di atas rata-rata tertimbang suku bunga PUAB overnight pagi dalam Rupiah dari bank- bank anggota JIBOR yang dipilih oleh Bank Indonesia selama 1 (satu) bulan sebelumnya. b. Maksimum suku bunga PUAB dalam valuta asing dalam US Dollar yang dijamin Pemerintah ditetapkan sebesar 45 (empat puluh lima) basis point di bawah rata-rata tertimbang suku bunga PUAB overnight pagi valuta asing dalam US Dollar dari bank-bank anggota JIBOR yang dipilih oleh Bank Indonesia selama 1 (satu) bulan sebelumnya.” Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 30Agustus 2004. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, Ttd. BUDI MULYA DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 6/36/DPM|SE-BI/2004 </reg_id> <reg_title> Perubahan Kedua Atas Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/20/DPM Tanggal 26 April 2004 Perihal Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank </reg_title> <set_date> 30 Agustus 2004 </set_date> <effective_date> 30 Agustus 2004 </effective_date> <changed_reg> '6/20/DPM|SE-BI/2004' </changed_reg> <related_reg> '6/11/PBI/2004 | Pasal 3', '6/20/DPM|SE-BI/2004' </related_reg>
No.14/ 29 /DPU Jakarta, 16 Oktober 2012 SURAT EDARAN Perihal : Tata Cara Penitipan Sementara Surat yang Berharga dan Barang Berharga pada Bank Indonesia Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/ 13 /PBI/2012 tentang Penitipan Sementara Surat yang Berharga dan Barang Berharga pada Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 191, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5350), perlu mengatur Surat Edaran Bank Indonesia mengenai tata cara penitipan sementara surat yang berharga dan barang berharga pada Bank Indonesia sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan: 1. Titipan adalah barang milik pihak lain yang dititipkan sementara dan ditatausahakan pada Bank Indonesia. 2. Penitip adalah pihak tertentu yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yang dapat melakukan penitipan sementara pada Bank Indonesia. 3. Surat yang Berharga adalah dokumen yang mempunyai nilai bagi Penitip yang tidak dapat diperdagangkan di pasar uang dan/atau pasar modal. 4. Sekuritas adalah surat berharga dalam bentuk fisik (warkat) yang mempunyai nilai uang baik yang diperdagangkan maupun yang tidak dapat diperdagangkan di pasar uang dan pasar modal. 5. Uang . . . 2 5. Uang Rupiah Palsu adalah suatu benda yang bahan, ukuran, warna, gambar, dan/atau desainnya menyerupai Rupiah yang dibuat, dibentuk, dicetak, digandakan, diedarkan, atau digunakan sebagai alat pembayaran secara melawan hukum. 6. Uang Rupiah Tiruan adalah suatu benda yang bahan, ukuran, warna, gambar, dan/atau desainnya menyerupai Rupiah yang dibuat, dibentuk, dicetak, digandakan, atau diedarkan, tidak digunakan sebagai alat pembayaran dengan merendahkan kehormatan Rupiah sebagai simbol negara. 7. Bukti Titipan Sementara yang selanjutnya disingkat BTS adalah bukti penerimaan Titipan pada Bank Indonesia. 8. Bukti Titipan Sementara Pengganti yang selanjutnya disingkat BTS Pengganti adalah bukti untuk menggantikan BTS yang hilang atau rusak. 9. Bukti Penyerahan Titipan yang selanjutnya disingkat BPT adalah bukti penyerahan Titipan oleh Bank Indonesia. II. PRINSIP UMUM 1. Bank Indonesia dapat menerima Titipan dari Penitip yang merupakan Titipan tertutup. 2. Titipan sebagaimana dimaksud pada angka 1 terdiri atas: a. Surat Yang Berharga, antara lain sertifikat tanah dan dokumen perjanjian; b. Sekuritas, antara lain saham dan obligasi; dan c. barang berharga, antara lain uang baik dalam Rupiah maupun valuta asing, logam mulia, platina dan batu mulia. 3. Bank Indonesia dapat menerima Titipan dari Penitip berupa Uang Rupiah Palsu dan Uang Rupiah Tiruan. 4. Titipan . . . 3 4. Titipan sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan angka 3 harus memiliki kriteria sebagai berikut: a. dalam rangka membantu pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan; dan/atau b. dalam rangka penyitaan oleh penyidik dan/atau penetapan sita oleh pengadilan tingkat pertama dalam perkara pidana, perdata atau tata usaha negara dalam rangka penanganan kasus yang berdampak luas. 5. Titipan sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan angka 3 bukan merupakan Titipan yang dianggap berbahaya atau dilarang oleh Pemerintah atau peraturan perundang- undangan yang berlaku. 6. Penitip sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan angka 3 terdiri atas: a. kementerian negara/lembaga pemerintah non kementerian negara/lembaga negara; b. pengadilan tingkat pertama atau lembaga yang mempunyai kewenangan penyidikan berdasarkan Undang- Undang; c. Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota; dan d. pihak internal Bank Indonesia. 7. Penitipan di Bank Indonesia memiliki jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal penitipan, dan dapat diperpanjang paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal jatuh waktu penitipan untuk setiap perpanjangan. 8. Bank Indonesia tidak mengenakan biaya atas Titipan yang ditatausahakan pada Bank Indonesia. 9. Bank Indonesia mengkategorikan Titipan menjadi Titipan kedaluwarsa apabila: a. Titipan telah jatuh waktu dan tidak diambil oleh Penitip; b. permohonan . . . 4 b. permohonan perpanjangan secara tertulis dari Penitip diterima setelah lewat jatuh waktu Titipan; atau c. Bank Indonesia telah memutuskan hubungan penitipan, dan tidak diambil oleh Penitip. 10. Penitip harus mengambil Titipan yang telah jatuh waktu atau Titipan kedaluwarsa di Bank Indonesia. 11. Bank Indonesia dibebaskan dari tanggung jawab apabila terjadi kehilangan, kerusakan, penyusutan, kedaluwarsa dan/atau hal-hal lain yang mungkin timbul atas Titipan yang mengakibatkan berkurangnya nilai, kualitas dan/atau fisik Titipan. III. PENERIMAAN TITIPAN Tata cara penerimaan Titipan diatur sebagai berikut: 1. Calon Penitip yang bermaksud melakukan penitipan barang sebagaimana dimaksud dalam butir II.1 dan butir II.2 pada Bank Indonesia, terlebih dahulu menyampaikan surat permohonan yang ditandatangani oleh pemimpin instansi Penitip kepada: a. Departemen Pengedaran Uang, Bank Indonesia, JI. M.H. Thamrin No.2, Jakarta 10350, bagi calon Penitip yang berdomisili di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia. b. Kantor Perwakilan Dalam Negeri Bank Indonesia (KPw DN), bagi calon Penitip yang berdomisili di wilayah kerja KPw DN setempat. 2. Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1 disampaikan kepada Departemen Pengedaran Uang atau KPw DN sesuai dengan pembagian wilayah kerja sebagaimana pada Lampiran-I yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 3. Surat . . . 5 3. Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1 memuat: a. jenis, dimensi dan volume barang yang akan dititipkan; b. jangka waktu penitipan; dan c. pernyataan bahwa barang yang akan dititipkan bukan merupakan barang yang berbahaya atau dilarang oleh Pemerintah atau peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana dimaksud dalam butir II.5. 4. Bank Indonesia memastikan kesesuaian jenis barang yang akan dititipkan dalam surat permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 3 dengan persyaratan dan kriteria penitipan. 5. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kepada calon Penitip perihal persetujuan awal atau penolakan permohonan penitipan di Bank Indonesia paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak surat permohonan diterima oleh Bank Indonesia. 6. Dalam hal permohonan disetujui, pemimpin instansi dari calon Penitip harus datang ke kantor Bank Indonesia dengan membawa dan menyerahkan asli surat persetujuan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada angka 5, fotokopi identitas pemimpin instansi tersebut dan barang yang akan dititipkan, untuk melakukan penitipan di Bank Indonesia. Yang dimaksud dengan pemimpin instansi dari calon Penitip, misalnya Kepala Kejaksaan Negeri untuk Kejaksaan Negeri, Direktur Jenderal untuk Direktorat Jenderal, Direktur untuk Direktorat, Kepala Kantor Wilayah untuk Kantor Wilayah, Kepala Kepolisian Resor untuk Kepolisian Resor. 7. Dalam hal pemimpin instansi dari calon Penitip tidak dapat datang ke kantor Bank Indonesia maka yang bersangkutan menugaskan pejabat/pegawai instansi calon Penitip disertai dengan . . . 6 dengan surat kuasa khusus, untuk melakukan penitipan di Bank Indonesia yang ditandatangani oleh pemimpin dari instansi yang bersangkutan. 8. Pejabat/pegawai instansi calon Penitip sebagaimana dimaksud pada angka 7, membawa dan menyerahkan: a. asli surat persetujuan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada angka 5; b. asli surat kuasa khusus; dan c. fotokopi identitas pemberi dan penerima kuasa yang masih berlaku yang tercantum dalam surat kuasa khusus sebagaimana dimaksud pada huruf b. 9. Calon Penitip memperlihatkan barang yang akan dititipkan kepada petugas Bank Indonesia, untuk mengetahui kesesuaian jenis barang yang akan dititipkan dengan informasi yang tercantum dalam surat permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 3. 10. Apabila barang yang diperlihatkan untuk dititipkan tidak sesuai dengan informasi yang tercantum dalam surat permohonan, Bank Indonesia menolak penitipan dengan menyampaikan surat pemberitahuan penolakan kepada calon Penitip. 11. Apabila barang yang diperlihatkan untuk dititipkan telah sesuai dengan surat permohonan maka Penitip dihadapan petugas Bank Indonesia melakukan hal-hal sebagai berikut: a. melakukan pengemasan terhadap Titipan yang ditempatkan dalam suatu wadah; b. menyegel kemasan; c. membubuhkan tanda tangan pada kemasan yang telah disegel; dan d. menandatangani . . . 7 d. menandatangani BTS sebagai bukti sah penitipan, sebagaimana terlampir pada Lampiran-II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 12. Dalam hal angka 11 telah dilakukan maka Bank Indonesia melakukan hal-hal sebagai berikut: a. mengisi formulir BTS berdasarkan informasi dari Penitip; b. menandatangani BTS sebagai bukti sah penerimaan Titipan bersama-sama dengan Penitip; dan c. menyerahkan lembar pertama BTS kepada Penitip. IV. PENGAMBILAN TITIPAN Tata cara pengambilan Titipan baik pada tanggal jatuh waktu maupun sebelum tanggal jatuh waktu diatur sebagai berikut: 1. Penitip dapat mengambil Titipan pada tanggal jatuh waktu atau sebelum tanggal jatuh waktu, dengan menyampaikan permohonan secara tertulis sebelumnya kepada Bank Indonesia yang menerbitkan BTS paling lambat diterima oleh Bank Indonesia 14 (empat belas) hari kerja sebelum tanggal pengambilan Titipan. Penyampaian surat permohonan pengambilan Titipan disertai fotokopi lembar pertama BTS. Contoh: a. pengambilan Titipan pada tanggal jatuh waktu Jatuh waktu Titipan pada tanggal 28 September 2012 maka permohonan tertulis dari Penitip paling lambat diterima oleh Bank Indonesia pada tanggal 10 September 2012. b. pengambilan Titipan sebelum tanggal jatuh waktu Jatuh waktu Titipan pada tanggal 28 September 2012, dan Penitip akan mengambil Titipan pada tanggal 25 September 2012 . . . 8 25 September 2012 maka permohonan tertulis dari Penitip paling lambat diterima oleh Bank Indonesia pada tanggal 5 September 2012. 2. Dalam hal Penitip menyampaikan permohonan pengambilan Titipan kurang dari batas waktu sebagaimana dimaksud pada angka 1 maka Bank Indonesia menyerahkan Titipan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah tanggal diterimanya surat permohonan oleh Bank Indonesia. Contoh: a. pengambilan Titipan pada tanggal jatuh waktu Jatuh waktu Titipan pada tanggal 28 September 2012, tetapi permohonan tertulis dari Penitip baru diterima oleh Bank Indonesia pada tanggal 14 September 2012 maka Bank Indonesia menyerahkan Titipan kepada Penitip paling lambat pada tanggal 4 Oktober 2012. b. pengambilan Titipan sebelum tanggal jatuh waktu Jatuh waktu Titipan pada tanggal 28 September 2012, dan Penitip akan mengambil Titipan pada tanggal 25 September 2012, tetapi permohonan tertulis dari Penitip baru diterima oleh Bank Indonesia pada tanggal 10 September 2012 maka Bank Indonesia menyerahkan Titipan kepada Penitip paling lambat pada tanggal 28 September 2012. 3. Untuk melakukan pengambilan Titipan di Bank Indonesia, pemimpin instansi dari Penitip harus datang ke kantor Bank Indonesia dengan membawa dan menyerahkan asli lembar pertama BTS sebagaimana dimaksud pada dalam butir III.12.c dan fotokopi identitas pemimpin instansi tersebut. 4. Dalam hal pemimpin instansi dari Penitip tidak dapat datang ke kantor Bank Indonesia maka yang bersangkutan menugaskan . . . 9 menugaskan pejabat/pegawai instansi Penitip disertai dengan surat kuasa khusus, untuk melakukan pengambilan Titipan di Bank Indonesia yang ditandatangani oleh pemimpin dari instansi yang bersangkutan. 5. Pejabat/pegawai instansi Penitip yang diberi kuasa tersebut membawa dan menyerahkan: a. asli surat kuasa khusus; b. asli lembar pertama BTS; dan c. fotokopi identitas diri pemberi dan penerima kuasa yang masih berlaku yang tercantum dalam surat kuasa khusus sebagaimana dimaksud pada huruf a. 6. Dalam hal pemimpin instansi dari Penitip yang datang untuk melakukan pengambilan Titipan di Bank Indonesia, Bank Indonesia melakukan pemeriksaan terhadap keaslian lembar pertama BTS untuk dicocokkan dengan lembar kedua BTS yang ditatausahakan di Bank Indonesia, dan pemeriksaan terhadap identitas pemimpin instansi tersebut. 7. Dalam hal pejabat/pegawai instansi Penitip yang diberi kuasa yang datang untuk melakukan pengambilan Titipan di Bank Indonesia, Bank Indonesia melakukan pemeriksaan terhadap: a. keabsahan surat kuasa khusus; b. keaslian lembar pertama BTS untuk dicocokkan dengan lembar kedua BTS yang ditatausahakan di Bank Indonesia; dan c. identitas pemberi dan penerima kuasa yang masih berlaku yang tercantum dalam surat kuasa khusus sebagaimana dimaksud pada butir 5.a. 8. Dalam hal hasil pemeriksaan atas dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 6 atau angka 7, telah sesuai maka . . . 10 maka Bank Indonesia menyerahkan kemasan yang berisi Titipan dalam kondisi masih tersegel kepada Penitip. 9. Bank Indonesia menerbitkan BPT sebagaimana pada Lampiran-III yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini, dan ditandatangani oleh Penitip dan Bank Indonesia. 10. Lembar pertama BPT sebagaimana dimaksud pada angka 9, ditatausahakan oleh Bank Indonesia sebagai bukti sah bahwa Titipan telah diserahkan kepada Penitip. 11. Lembar kedua BPT sebagaimana dimaksud pada angka 9, diserahkan oleh Bank Indonesia kepada Penitip sebagai bukti sah pengambilan Titipan. 12. Penitip harus mengambil seluruh Titipan secara sekaligus dari Bank Indonesia, sesuai dengan jumlah yang tercantum dalam BTS. V. PENGGANTIAN BUKTI TITIPAN SEMENTARA Tata cara penggantian BTS yang hilang atau rusak diatur sebagai berikut: 1. Penggantian BTS yang hilang a. Pemimpin dari instansi Penitip menyampaikan surat permohonan penggantian BTS yang hilang kepada kantor Bank Indonesia yang menerbitkan BTS dengan melampirkan fotokopi surat keterangan kehilangan BTS yang diterbitkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia setempat yang mencantumkan antara lain informasi jenis barang yang dititipkan di Bank Indonesia. b. Bank Indonesia melakukan verifikasi terhadap dokumen sebagaimana dimaksud pada huruf a, dengan cara melakukan pencocokan surat permohonan beserta lampirannya . . . 11 lampirannya dengan lembar kedua BTS yang ditatausahakan di Bank Indonesia. c. Dalam hal hasil verifikasi dokumen sebagaimana dimaksud pada huruf b telah sesuai maka Bank Indonesia menyampaikan surat pemberitahuan persetujuan penggantian BTS yang hilang kepada Penitip paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal diterimanya surat permohonan penggantian BTS yang hilang sebagaimana dimaksud pada huruf a oleh Bank Indonesia. d. Dalam hal hasil verifikasi dokumen sebagaimana dimaksud pada huruf b tidak sesuai maka Bank Indonesia menyampaikan surat pemberitahuan penolakan penggantian BTS yang hilang dan informasi permintaan kepada Penitip untuk melengkapi dokumen, paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal diterimanya surat permohonan penggantian BTS yang hilang sebagaimana dimaksud pada huruf a oleh Bank Indonesia. e. Sesuai surat pemberitahuan persetujuan penggantian BTS yang hilang sebagaimana dimaksud pada huruf c, pemimpin dari instansi Penitip harus datang ke kantor Bank Indonesia yang menerbitkan BTS dengan membawa asli surat keterangan kehilangan BTS yang diterbitkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia setempat dan fotokopi identitas pemimpin instansi tersebut. f. Dalam hal pemimpin dari instansi Penitip tidak dapat datang ke kantor Bank Indonesia maka yang bersangkutan menugaskan pejabat/pegawai dari instansi Penitip disertai dengan surat kuasa khusus, untuk mengurus penggantian BTS yang hilang di kantor Bank Indonesia . . . 12 Indonesia yang ditandatangani oleh pemimpin dari instansi yang bersangkutan. g. Pejabat/pegawai instansi Penitip yang diberikan kuasa tersebut membawa dan menyerahkan: 1) asli surat keterangan kehilangan BTS yang diterbitkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia setempat; 2) asli surat kuasa khusus; dan 3) fotokopi identitas pemberi dan penerima kuasa yang masih berlaku yang tercantum dalam surat kuasa khusus sebagaimana dimaksud pada angka 2). h. Dalam hal pemimpin instansi dari Penitip yang datang untuk mengurus penggantian BTS yang hilang di Bank Indonesia, Bank Indonesia melakukan pemeriksaan terhadap surat keterangan kehilangan BTS yang diterbitkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia setempat dan identitas pemimpin instansi tersebut. i. Dalam hal pejabat/pegawai instansi Penitip yang diberikan kuasa yang datang untuk mengurus penggantian BTS yang hilang di Bank Indonesia, Bank Indonesia melakukan pemeriksaan terhadap: 1) surat keterangan kehilangan BTS yang diterbitkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia setempat; 2) keabsahan surat kuasa khusus; dan 3) identitas pemberi dan penerima kuasa yang masih berlaku yang tercantum dalam surat kuasa khusus sebagaimana dimaksud pada angka 2). j. Dalam hal hasil pemeriksaan atas dokumen sebagaimana dimaksud pada huruf h atau huruf i, telah sesuai maka Bank Indonesia menerbitkan BTS Pengganti. k. BTS . . . 13 k. BTS Pengganti ditandatangani oleh Bank Indonesia dan pemimpin dari instansi Penitip sebagaimana dimaksud pada huruf h atau pejabat/pegawai dari instansi Penitip sebagaimana dimaksud pada huruf i, di kantor Bank Indonesia yang menerbitkan BTS Pengganti. l. Bank Indonesia menyerahkan lembar pertama BTS Pengganti kepada Penitip sebagaimana dimaksud pada huruf k. 2. Penggantian BTS yang rusak a. Pemimpin dari instansi Penitip menyampaikan surat permohonan penggantian BTS yang rusak dengan melampirkan fotokopi BTS yang rusak kepada Bank Indonesia. b. Dalam hal BTS yang rusak tidak lagi terlihat nomor dan informasi dalam BTS yang rusak tersebut maka dalam surat permohonan penggantian BTS yang rusak sebagaimana dimaksud pada huruf a, dilampirkan surat pernyataan dari pemimpin dari instansi Penitip bahwa lembar pertama BTS yang rusak tersebut adalah milik instansi yang bersangkutan dan penyebab kerusakan lembar pertama BTS. c. Bank Indonesia melakukan verifikasi terhadap dokumen sebagaimana dimaksud pada huruf a dan/atau huruf b, dengan cara melakukan pencocokan surat permohonan beserta lampirannya dengan lembar kedua BTS yang ditatausahakan di Bank Indonesia. d. Dalam hal hasil verifikasi dokumen sebagaimana dimaksud pada huruf c telah sesuai maka Bank Indonesia menyampaikan surat pemberitahuan persetujuan penggantian BTS yang rusak kepada Penitip paling lambat . . . 14 lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal diterimanya surat permohonan penggantian BTS yang rusak sebagaimana dimaksud pada huruf a oleh Bank Indonesia. e. Dalam hal hasil verifikasi dokumen sebagaimana dimaksud pada huruf c tidak sesuai maka Bank Indonesia menyampaikan surat pemberitahuan penolakan penggantian BTS yang rusak dan informasi permintaan kepada Penitip untuk melengkapi dokumen, paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal diterimanya surat permohonan penggantian BTS yang rusak sebagaimana dimaksud pada huruf a oleh Bank Indonesia. f. Sesuai surat pemberitahuan persetujuan penggantian BTS yang rusak sebagaimana dimaksud pada huruf d, pemimpin dari instansi Penitip harus datang ke kantor Bank Indonesia yang menerbitkan BTS dengan membawa asli BTS yang rusak dan fotokopi identitas pemimpin instansi tersebut. g. Dalam hal pemimpin dari instansi Penitip tidak dapat datang ke kantor Bank Indonesia maka yang bersangkutan menugaskan pejabat/pegawai dari instansi Penitip disertai dengan surat kuasa khusus, untuk mengurus penggantian BTS yang rusak di Bank Indonesia yang ditandatangani oleh pemimpin dari instansi yang bersangkutan. h. Pejabat/pegawai instansi Penitip yang diberikan kuasa tersebut membawa dan menyerahkan: 1) asli BTS yang rusak; 2) asli surat kuasa khusus; dan 3) fotokopi . . . 15 3) fotokopi identitas pemberi dan penerima kuasa yang masih berlaku yang tercantum dalam surat kuasa khusus sebagaimana dimaksud pada angka 2). i. Dalam hal pemimpin instansi dari Penitip yang datang untuk melakukan penggantian BTS yang rusak di Bank Indonesia, Bank Indonesia melakukan pemeriksaan terhadap BTS yang rusak dan identitas pemimpin instansi tersebut. j. Dalam hal pejabat/pegawai instansi Penitip yang diberikan kuasa yang datang untuk mengurus penggantian BTS yang rusak di Bank Indonesia, Bank Indonesia melakukan pemeriksaan terhadap: 1) keaslian BTS yang rusak; 2) keabsahan surat kuasa khusus; dan 3) fotokopi identitas pemberi dan penerima kuasa yang masih berlaku yang tercantum dalam surat kuasa khusus sebagaimana dimaksud pada angka 2). k. Dalam hal hasil pemeriksaan atas dokumen sebagaimana dimaksud pada huruf i atau huruf j, telah sesuai maka Bank Indonesia menerbitkan BTS Pengganti. l. BTS Pengganti ditandatangani oleh Bank Indonesia dan pemimpin dari instansi Penitip sebagaimana dimaksud pada huruf i atau pejabat/pegawai dari instansi Penitip sebagaimana dimaksud pada huruf j, di kantor Bank Indonesia yang menerbitkan BTS Pengganti. m. Bank Indonesia menyerahkan lembar pertama BTS Pengganti kepada Penitip sebagaimana dimaksud pada huruf l. VI. PERPANJANGAN . . . 16 VI. PERPANJANGAN JANGKA WAKTU TITIPAN Tata cara perpanjangan jangka waktu Titipan diatur sebagai berikut: 1. Pemimpin dari instansi Penitip menyampaikan surat permohonan perpanjangan jangka waktu Titipan kepada Bank Indonesia yang menerbitkan BTS dengan melampirkan fotokopi lembar pertama BTS. 2. Surat permohonan perpanjangan jangka waktu Titipan sebagaimana dimaksud pada angka 1, harus sudah diterima oleh Bank Indonesia paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sebelum tanggal jatuh waktu Titipan. 3. Berdasarkan permohonan perpanjangan jangka waktu Titipan sebagaimana dimaksud pada angka 1, Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis perihal persetujuan atau penolakan perpanjangan jangka waktu Titipan kepada Penitip paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya surat permohonan perpanjangan beserta lampirannya. 4. Dalam hal permohonan perpanjangan jangka waktu Titipan disetujui, pemimpin dari instansi Penitip harus datang ke kantor Bank Indonesia dengan membawa dan menyerahkan: a. asli surat persetujuan perpanjangan dari Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada angka 3; b. asli lembar pertama BTS; dan c. fotokopi identitas pemimpin dari instansi tersebut. 5. Dalam hal pemimpin dari instansi Penitip tidak dapat datang ke kantor Bank Indonesia maka yang bersangkutan menugaskan pejabat/pegawai dari instansi Penitip disertai dengan surat kuasa khusus, untuk mengurus perpanjangan jangka waktu Titipan di Bank Indonesia yang ditandatangani oleh pemimpin dari instansi yang bersangkutan. 6. Pejabat . . . 17 6. Pejabat/pegawai instansi Penitip yang diberikan kuasa tersebut membawa dan menyerahkan: a. asli surat persetujuan perpanjangan dari Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada angka 3; b. asli lembar pertama BTS; c. asli surat kuasa khusus; dan d. fotokopi identitas pemberi dan penerima kuasa yang masih berlaku yang tercantum dalam surat kuasa khusus sebagaimana dimaksud pada huruf c. 7. Dalam hal pemimpin instansi dari Penitip yang datang untuk mengurus perpanjangan jangka waktu Titipan di Bank Indonesia, Bank Indonesia melakukan pemeriksaan terhadap: a. surat persetujuan perpanjangan dari Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada angka 3; b. keaslian lembar pertama BTS yang dicocokkan dengan lembar kedua BTS yang ditatausahakan di Bank Indonesia; dan c. identitas pemimpin dari instansi tersebut. 8. Dalam hal pejabat/pegawai instansi Penitip yang diberikan kuasa yang datang untuk mengurus perpanjangan jangka waktu Titipan di Bank Indonesia, Bank Indonesia melakukan pemeriksaan terhadap: a. surat persetujuan perpanjangan dari Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada angka 3; b. keaslian lembar pertama BTS yang dicocokkan dengan lembar kedua BTS yang ditatausahakan di Bank Indonesia; c. keabsahan surat kuasa khusus; dan d. identitas . . . 18 d. identitas pemberi dan penerima kuasa yang masih berlaku yang tercantum dalam surat kuasa khusus sebagaimana dimaksud pada huruf c. 9. Dalam hal hasil pemeriksaan atas dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 7 atau angka 8, telah sesuai maka Bank Indonesia menerbitkan BTS Perpanjangan. 10. BTS Perpanjangan ditandatangani oleh Bank Indonesia dan pemimpin dari instansi Penitip sebagaimana dimaksud pada angka 7 atau pejabat/pegawai dari instansi Penitip sebagaimana dimaksud pada angka 8 di kantor Bank Indonesia yang menerbitkan BTS Perpanjangan. 11. Bank Indonesia menyerahkan lembar pertama BTS Perpanjangan kepada Penitip sebagaimana dimaksud pada angka 10. VII. WAKTU PELAKSANAAN PENERIMAAN, PENYERAHAN TITIPAN, PENGGANTIAN BUKTI TITIPAN SEMENTARA DAN PERPANJANGAN JANGKA WAKTU TITIPAN 1. Waktu pelaksanaan: a. penerimaan Titipan; b. penyerahan Titipan; c. penggantian BTS yang hilang atau rusak; atau d. perpanjangan jangka waktu Titipan, dilakukan pada hari kerja kecuali pada hari Jum’at, pada pukul 08.00 waktu setempat sampai dengan pukul 14.00 waktu setempat. 2. Dalam hal tanggal jatuh waktu Titipan bukan pada hari kerja sebagaimana dimaksud pada angka 1 maka waktu pelaksanaan: a. penyerahan Titipan; atau b. perpanjangan . . . 19 b. perpanjangan jangka waktu Titipan, dilakukan pada hari kerja sebelumnya. VIII. PENYELESAIAN TITIPAN KEDALUWARSA Tata cara penyelesaian Titipan kedaluwarsa diatur sebagai berikut: 1. Dalam hal Titipan dikategorikan sebagai Titipan kedaluwarsa, Bank Indonesia menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Penitip mengenai penyelesaian Titipan kedaluwarsa dan keharusan Penitip mengambil Titipan kedaluwarsa. 2. Penyampaian surat pemberitahuan kepada Penitip sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali, dengan rentang waktu 14 (empat belas) hari kerja untuk masing-masing pemberitahuan. 3. Untuk surat pemberitahuan ketiga sebagaimana dimaksud pada angka 2, Penitip diharuskan mengambil Titipan kedaluwarsa paling lambat akhir bulan yang bersangkutan sejak tanggal surat pemberitahuan ketiga. Contoh: a. surat pemberitahuan pertama keharusan mengambil Titipan kedaluwarsa disampaikan pada tanggal 3 September 2012; b. dalam hal Penitip tidak melakukan pengambilan Titipan kedaluwarsa dalam rentang waktu dalam surat pemberitahuan pertama sebagaimana dimaksud pada huruf a maka disampaikan surat pemberitahuan kedua keharusan mengambil Titipan kedaluwarsa pada tanggal 20 September 2012; atau c. dalam hal Penitip tidak melakukan pengambilan Titipan kedaluwarsa dalam rentang waktu dalam surat pemberitahuan kedua sebagaimana dimaksud pada huruf . . . 20 huruf b maka disampaikan surat pemberitahuan ketiga keharusan mengambil Titipan kedaluwarsa pada tanggal 9 Oktober 2012. Penitip diharuskan mengambil Titipan kedaluwarsa di Bank Indonesia paling lambat pada tanggal 31 Oktober 2012. 4. Penitip yang akan mengambil Titipan kedaluwarsa berdasarkan surat pemberitahuan pertama, surat pemberitahuan kedua atau surat pemberitahuan ketiga dari Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada angka 2, menyampaikan surat permohonan pengambilan Titipan kedaluwarsa kepada Bank Indonesia yang menerbitkan BTS paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum pengambilan Titipan kedaluwarsa, dengan melampirkan: a. fotokopi surat pemberitahuan dari Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada angka 2; dan b. fotokopi lembar pertama BTS. Contoh: Pengambilan Titipan kedaluwarsa pada tanggal 28 September 2012 maka surat permohonan dari Penitip paling lambat diterima oleh Bank Indonesia pada tanggal 19 September 2012. 5. Dalam hal Penitip menyampaikan surat permohonan pengambilan Titipan kedaluwarsa kurang dari batas waktu sebagaimana dimaksud pada angka 4 maka Bank Indonesia menyerahkan Titipan kedaluwarsa paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah tanggal diterimanya surat permohonan pengambilan. Contoh: Pengambilan Titipan kedaluwarsa pada tanggal 28 September 2012, tetapi surat permohonan dari Penitip baru diterima oleh Bank . . . 21 Bank Indonesia pada tanggal 21 September 2012 maka Bank Indonesia akan menyerahkan Titipan kedaluwarsa paling lambat pada tanggal 2 Oktober 2012. 6. Pemimpin dari instansi Penitip sesuai dengan surat pemberitahuan dari Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada angka 2, harus datang ke kantor Bank Indonesia untuk mengambil Titipan kedaluwarsa dengan membawa dan menyerahkan: a. asli surat pemberitahuan dari Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada angka 2; b. asli lembar pertama BTS; dan c. fotokopi identitas pemimpin dari instansi tersebut. 7. Dalam hal pemimpin instansi dari Penitip tidak dapat datang ke kantor Bank Indonesia maka yang bersangkutan menugaskan pejabat/pegawai instansi Penitip disertai dengan surat kuasa khusus, untuk melakukan pengambilan Titipan kedaluwarsa di Bank Indonesia yang ditandatangani oleh pemimpin dari instansi yang bersangkutan. 8. Pejabat/pegawai instansi Penitip yang diberi kuasa tersebut membawa dan menyerahkan: a. asli surat pemberitahuan dari Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada angka 2; b. asli lembar pertama BTS; c. asli surat kuasa khusus; dan d. fotokopi identitas pemberi dan penerima kuasa yang masih berlaku yang tercantum dalam surat kuasa khusus sebagaimana dimaksud pada huruf c. 9. Dalam hal pemimpin instansi dari Penitip yang datang untuk mengambil Titipan kedaluwarsa di Bank Indonesia, Bank Indonesia melakukan pemeriksaan terhadap: a. surat . . . 22 a. surat pemberitahuan dari Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada angka 2; b. keaslian lembar pertama BTS untuk dicocokkan dengan lembar kedua BTS yang ditatausahakan di Bank Indonesia; dan c. identitas pemimpin dari instansi tersebut. 10. Dalam hal pejabat/pegawai instansi Penitip yang diberikan kuasa yang datang untuk mengambil Titipan kedaluwarsa di Bank Indonesia, Bank Indonesia melakukan pemeriksaan terhadap: a. surat pemberitahuan dari Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada angka 2; b. keaslian lembar pertama BTS untuk dicocokkan dengan lembar kedua BTS yang ditatausahakan di Bank Indonesia; c. keabsahan surat kuasa khusus; dan d. identitas pemberi dan penerima kuasa yang masih berlaku yang tercantum dalam surat kuasa khusus sebagaimana dimaksud pada huruf c. 11. Dalam hal hasil pemeriksaan atas dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 9 atau angka 10, telah sesuai maka Bank Indonesia menyerahkan kemasan yang berisi Titipan kedaluwarsa dalam kondisi masih tersegel kepada Penitip. 12. Bank Indonesia menerbitkan BPT dan ditandatangani oleh Bank Indonesia dan pemimpin dari instansi Penitip sebagaimana dimaksud pada angka 9 atau pejabat/pegawai dari instansi Penitip sebagaimana dimaksud pada angka 10 di kantor Bank Indonesia yang menerbitkan BPT. 13. Lembar . . . 23 13. Lembar pertama BPT sebagaimana dimaksud pada angka 12, ditatausahakan oleh Bank Indonesia sebagai bukti sah bahwa Titipan kedaluwarsa telah diserahkan kepada Penitip. 14. Lembar kedua BPT sebagaimana dimaksud pada angka 12, diserahkan oleh Bank Indonesia kepada Penitip sebagai bukti sah pengambilan Titipan kedaluwarsa. 15. Penitip harus mengambil seluruh Titipan kedaluwarsa secara sekaligus dari Bank Indonesia, sesuai dengan jumlah yang tercantum dalam BTS. 16. Dalam hal Penitip melakukan pengambilan Titipan kedaluwarsa, dan Titipan kedaluwarsa belum dialihkan kepada pihak yang berwenang sebagaimana dimaksud pada butir 17.b di bawah, diberlakukan tata cara pengambilan Titipan kedaluwarsa sebagaimana dimaksud pada angka 6 sampai dengan angka 15. 17. Dalam hal Penitip tidak memberikan tanggapan atas surat pemberitahuan Titipan kedaluwarsa dari Bank Indonesia dan tidak melakukan pengambilan Titipan kedaluwarsa sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan angka 3 maka Bank Indonesia: a. mengembalikan Titipan kedaluwarsa secara langsung kepada Penitip; atau b. mengalihkan Titipan kedaluwarsa sebagaimana dimaksud dalam butir II.2 kepada pihak yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam hal Penitip tidak diketahui keberadaannya. 18. Dalam hal Penitip tidak memberikan tanggapan atas surat pemberitahuan Titipan kedaluwarsa dari Bank Indonesia dan tidak melakukan pengambilan Titipan kedaluwarsa sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan . . . 24 dan angka 3 maka Bank Indonesia mengembalikan Titipan kedaluwarsa sebagaimana dimaksud dalam butir II.3 secara langsung kepada Penitip. IX. PEMUTUSAN HUBUNGAN PENITIPAN OLEH BANK INDONESIA 1. Bank Indonesia dapat melakukan pemutusan hubungan penitipan dengan pertimbangan antara lain keterbatasan kapasitas ruangan penyimpanan. 2. Tata cara pemutusan hubungan penitipan oleh Bank Indonesia diatur sebagai berikut: a. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kepada Penitip perihal pemutusan hubungan penitipan disertai alasannya paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sebelum tanggal pemutusan hubungan penitipan. b. Penitip harus mengambil Titipan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal surat pemberitahuan pemutusan hubungan penitipan sebagaimana dimaksud pada huruf a. c. Terhadap pengambilan Titipan yang telah dilakukan pemutusan hubungan penitipan oleh Bank Indonesia, diberlakukan tata cara pengambilan Titipan sebagaimana dimaksud dalam angka IV. d. Dalam hal Penitip tidak mengambil Titipan sebagaimana dimaksud pada huruf b, diberlakukan tata cara penyelesaian terhadap Titipan kedaluwarsa sebagaimana dimaksud dalam angka VIII. X. PENUTUP . . . 25 X. PENUTUP Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku, Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/21/DPM tanggal 1 Juli 2005 perihal Tata Cara Penyimpanan Sekuritas, Surat yang Berharga dan Barang Berharga pada Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/20/DPM tanggal 4 Agustus 2009, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 16 Oktober 2012. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, GATOT SUGIONO S. KEPALA DEPARTEMEN PENGEDARAN UANG
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 14/29/DPU|SE-BI/2012 </reg_id> <reg_title> Tata Cara Penitipan Sementara Surat yang Berharga dan Barang Berharga pada Bank Indonesia </reg_title> <set_date> 16 Oktober 2012 </set_date> <effective_date> 16 Oktober 2012 </effective_date> <replaced_reg> '11/20/DPM|SE-BI/2009', '7/21/DPM|SE-BI/2005' </replaced_reg> <related_reg> '14/13/PBI/2012' </related_reg>
No.8/22/DPbS Jakarta, 18 Oktober 2006 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH DI INDONESIA Perihal : Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/21/PBI/2006 tanggal 5 Oktober 2006 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4647), perlu diatur ketentuan pelaksanaan dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia dengan pokok ketentuan sebagai berikut: I. UMUM 1. Sejalan dengan meningkatnya kompleksitas usaha, Bank perlu menjaga kelangsungan usahanya, antara lain dengan meningkatkan kemampuan dan efektivitas Bank dalam mengelola risiko pembiayaan (credit risk) dan meminimalkan potensi kerugian dari penyediaan dana. 2. Penetapan kualitas penyediaan dana merupakan hasil penilaian atas faktor-faktor … faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kondisi dan kinerja nasabah yang terdiri dari prospek usaha, kinerja (performance) nasabah, dan kemampuan membayar nasabah. Terkait dengan usaha nasabah yang dapat berpengaruh terhadap lingkungan hidup serta dapat berdampak terhadap kegiatan usaha dan kondisi keuangan nasabah, Bank dalam menilai prospek usaha nasabah perlu memperhatikan upaya yang dilakukan nasabah dalam rangka memelihara lingkungan hidup. 3. Mempertimbangkan kondisi perekonomian dan untuk lebih mendorong pertumbuhan perekonomian di masing-masing daerah di Indonesia yang beragam, dipandang perlu untuk menetapkan adanya perlakuan tertentu yang lebih ringan dalam melakukan penilaian penyediaan dana kepada nasabah dengan lokasi kegiatan usaha yang berada didaerah tertentu. II. KUALITAS PEMBIAYAAN 1. Penetapan Kualitas Pembiayaan a. Kualitas pembiayaan didasarkan kepada prospek usaha, kinerja (performance) nasabah dan kemampuan membayar nasabah dengan faktor-faktor yang harus diperhatikan adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Peraturan Bank Indonesia No.8/21/PBI/2006 tanggal 5 Oktober 2006 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah. b. Kriteria komponen-komponen sebagaimana dimaksud pada huruf a diuraikan dalam Lampiran I Surat Edaran Bank Indonesia ini. 2. Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup a. Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf e Peraturan Bank Indonesia No.8/21/PBI/2006, salah satu kriteria dalam penilaian prospek usaha adalah upaya yang dilakukan nasabah dalam … dalam rangka mengelola lingkungan hidup, khususnya nasabah berskala besar yang kegiatan usahanya memiliki dampak penting terhadap lingkungan hidup. Hal ini sejalan dengan Penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, yang antara lain menyatakan bahwa salah satu hal yang perlu dipertimbangkan dalam memberikan pembiayaan adalah hasil Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) bagi perusahaan yang berskala besar dan atau berisiko tinggi. Kewajiban AMDAL ini juga tercantum dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang AMDAL. b. AMDAL merupakan kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan atau kegiatan. Hasil AMDAL diperlukan untuk memastikan kelayakan proyek yang dibiayai dari aspek lingkungan. Kegiatan berdampak penting yang dilakukan tanpa AMDAL dapat membawa dampak yang merugikan di kemudian hari karena tidak adanya perencanaan pengelolaan lingkungan yang memadai oleh nasabah sehingga tidak akan diketahui dampak yang mungkin timbul dari kegiatan usaha nasabah. Hal ini selanjutnya dapat berdampak kepada kelangsungan usaha dan kemampuan nasabah untuk mengembalikan pembiayaan. Selain itu, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999, AMDAL merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan izin melakukan usaha dan atau kegiatan. c. Jenis … c. Jenis rencana usaha dan atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan AMDAL ditetapkan dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2001 tentang Jenis Usaha atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan AMDAL. Keputusan ini dapat ditinjau secara berkala, umumnya dalam jangka waktu 5 (lima) tahun. Hal-hal yang terkait dengan AMDAL bagi kegiatan yang wajib dilengkapi dengan AMDAL dapat dilihat di website Kementerian Lingkungan Hidup dengan alamat www.menlh.go.id/amdalnet. d. Selain pada awal pelaksanaan kegiatan usaha, upaya pengelolaan lingkungan hidup juga wajib dilakukan oleh nasabah secara terus menerus. Untuk ini Kementerian Lingkungan Hidup telah melakukan Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER). Perusahaan yang diikutsertakan dalam PROPER adalah: 1) perusahaan yang mempunyai dampak penting terhadap lingkungan; 2) perusahaan yang mempunyai dampak pencemaran atau kerusakan lingkungan sangat besar; 3) perusahaan yang mencemari dan merusak lingkungan dan atau berpotensi mencemari dan merusak lingkungan 4) perusahaan publik yang terdaftar pada pasar modal baik di dalam maupun di luar negeri; atau 5) perusahaan yang berorientasi ekspor. e. Hasil penilaian PROPER akan dikelompokkan dalam beberapa peringkat, yaitu emas, hijau, biru, merah, dan hitam. Hasil ini diumumkan kepada masyarakat secara berkala dan dapat diakses di website Kementerian Lingkungan Hidup dengan alamat www.menlh.go.id. f. Arti … f. Arti dari masing-masing peringkat PROPER adalah sebagai berikut: 1) peringkat emas, untuk usaha dan atau kegiatan yang telah berhasil melaksanakan upaya pengendalian pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup dan atau melaksanakan produksi bersih dan telah mencapai hasil yang sangat memuaskan; 2) peringkat hijau, untuk usaha dan atau kegiatan yang telah melaksanakan upaya pengendalian pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup dan mencapai hasil lebih baik dari persyaratan yang ditentukan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku; 3) peringkat biru, untuk usaha dan atau kegiatan yang telah melaksanakan upaya pengendalian pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup dan telah mencapai hasil yang sesuai dengan persyaratan minimum sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku; 4) peringkat merah, untuk usaha dan atau kegiatan yang telah melaksanakan upaya pengendalian pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup tetapi belum mencapai persyaratan minimum sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku; 5) peringkat hitam, untuk usaha dan atau kegiatan yang belum melaksanakan upaya pengendalian pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup dan dapat menimbulkan pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup. III. KUALITAS SURAT BERHARGA Penilaian atas kualitas surat berharga syariah diluar Surat Berharga … Berharga Pasar Uang Syariah, secara umum ditetapkan berdasarkan faktor-faktor peringkat yang dimiliki dari surat berharga atau aset yang mendasari surat berharga tersebut, kewajiban pembayaran yang dilakukan dalam waktu dan jumlah yang tepat sesuai perjanjian, dan periode waktu jatuh tempo dari surat berharga syariah yang bersangkutan. Kualitas aktiva surat berharga yang tergolong Lancar dan Kurang Lancar antara lain adalah paling kurang memiliki peringkat investasi. Peringkat investasi adalah peringkat sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Surat Edaran Bank Indonesia ini. Untuk surat berharga perusahaan Indonesia yang diperdagangkan di bursa efek terkemuka di luar negeri (paling kurang setara dengan bursa efek Indonesia), yang dimaksud dengan peringkat adalah peringkat untuk surat berharga yang diperdagangkan di bursa efek luar negeri tersebut atau peringkat dari surat berharga yang relatif sejenis yang diterbitkan oleh perusahaan tersebut yang diperdagangkan di bursa efek di Indonesia atau didasarkan atas ketentuan penilaian kualitas penyediaan dana dalam hal perusahaan tersebut tidak menerbitkan surat berharga di Indonesia. Untuk surat berharga yang berdasarkan karakteristiknya tidak aktif diperdagangkan di bursa efek dan tidak memiliki peringkat, seperti medium term note dan pengambilalihan wesel ekspor, penilaian kualitas didasarkan atas ketentuan kualitas penempatan apabila pihak yang wajib melunasi adalah Bank lain, atau didasarkan atas ketentuan kualitas penyediaan dana yang relevan apabila pihak yang wajib melunasi adalah bukan Bank. IV. KUALITAS PENYEDIAAN DANA DI DAERAH TERTENTU 1. Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 Peraturan Bank Indonesia No.8/21/PBI/2006 … No.8/21/PBI/2006, serta untuk meningkatkan fungsi intermediasi dan mendorong pertumbuhan perekonomian daerah tertentu, diberikan perlakuan khusus dalam melakukan penilaian kualitas penyediaan dana kepada nasabah dengan lokasi kegiatan usaha berada di daerah tertentu. Perlakuan khusus tersebut dalam bentuk keringanan ketika Bank melakukan penilaian kualitas, yakni hanya didasarkan atas kemampuan membayar yaitu faktor ketepatan pembayaran pokok dan marjin/bagi hasil/fee. 2. Penyediaan dana yang diberikan perlakuan khusus tersebut adalah penyediaan dana (termasuk penerbitan jaminan atau pembukaan L/C) sampai dengan jumlah Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) untuk investasi dan atau modal kerja kepada nasabah dengan lokasi kegiatan usaha berada di daerah-daerah sebagai berikut: a. Propinsi Maluku Utara; b. Propinsi Maluku; c. Propinsi Irian Jaya Barat; d. Propinsi Papua; dan e. Kabupaten Poso di Propinsi Sulawesi Tengah. 3. Penilaian kualitas penyediaan dana untuk jumlah tertentu yang diberikan kepada nasabah dengan lokasi kegiatan usaha berada di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Kabupaten Nias serta Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Daerah Sekitarnya di Propinsi Jawa Tengah, termasuk hal-hal yang berkaitan dengan restrukturisasi penyediaan dana, ditetapkan dalam ketentuan tersendiri. V. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2007. Agar … Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, MIRANDA S. GOELTOM DEPUTI GUBERNUR SENIOR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 8/22/DPbS|SE-BI/2006 </reg_id> <reg_title> Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah </reg_title> <set_date> 18 Oktober 2006 </set_date> <effective_date> 1 Januari 2007 </effective_date> <related_reg> '8/21/PBI/2006' </related_reg>
No. 4/10 /DASP Jakarta, 26 Juni 2002 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA PESERTA SISTEM BI-RTGS DI INDONESIA Perihal : Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/24/DASP tanggal 17 November 2000 perihal Bank Indonesia Real Time Gross Settlement. -------------------------------------------------------------------------------------- Dalam rangka mendukung kelancaran pelaksanaan Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS), perlu diadakan perubahan mengenai sarana pengambilan fisik uang di Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI), penyempurnaan kelengkapan persyaratan administrasi bagi Peserta, dan penerapan standar pengiriman transaksi melalui Sistem BI-RTGS. Berkaitan dengan hal tersebut, maka ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/24/DASP tanggal 17 November 2000 perihal Bank Indonesia Real Time Gross Settlement sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/20/DASP tanggal 31 Agustus 2001 perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/24/DASP tanggal 17 November 2000 perihal Bank Indonesia Real Time Gross Settlement diubah menjadi sebagai berikut. 1. Ketentuan angka III.A diubah, sehingga seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut : "A. Sifat Kepesertaan 1. Bank wajib menjadi Peserta; 2. Pihak selain Bank yang dapat memiliki Rekening Giro di Bank Indonesia sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang… tentang Hubungan Rekening Giro antara Bank Indonesia dengan Pihak Ekstern, dapat menjadi Peserta dengan persetujuan Bank Indonesia sepanjang kepesertaan pihak selain Bank tersebut untuk memperlancar sistem pembayaran nasional; 3. KPBI dan Kantor Bank Indonesia (KBI) secara otomatis menjadi Peserta.” 2. Ketentuan angka III.B diubah, sehingga seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut : "B. Jenis Kepesertaan Peserta dibedakan atas 2 (dua) jenis, yaitu Peserta Langsung dan Peserta Tidak Langsung. Peserta Langsung (principal member) adalah Peserta yang memiliki sarana dan prasarana Sistem BI-RTGS antara lain seperangkat RT Server dan RT Workstation serta memiliki member code tersendiri. Sedangkan Peserta Tidak Langsung adalah Peserta yang belum memiliki sarana dan prasarana Sistem BI-RTGS. Terkait dengan jenis kepesertaan ini dilakukan pengaturan sebagai berikut : 1. Bank wajib menjadi Peserta Langsung. Khusus bagi Bank yang mempunyai Unit Usaha Syariah (UUS) maka UUS tersebut wajib menjadi Peserta Langsung dengan member code tersendiri. Pada saat Bank diwajibkan menjadi Peserta Langsung namun Bank tersebut belum siap untuk menjadi Peserta Langsung maka dapat mengajukan permohonan secara tertulis kepada Bank Indonesia untuk menjadi Peserta Tidak Langsung. Bank yang telah disetujui menjadi Peserta Tidak Langsung wajib menjadi Peserta Langsung dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak kepesertaan sebagai Peserta Tidak Langsung dalam Sistem BI-RTGS. 2. Pihak selain Bank yang disetujui oleh Bank Indonesia sebagai Peserta, wajib menjadi Peserta Langsung. 3. KPBI… 3. KPBI dan KBI merupakan Peserta Langsung. Bagi KBI yang belum mengimplementasikan Sistem BI-RTGS menjadi Peserta Tidak Langsung dari KPBI.” 3. Ketentuan angka IV.B ditambah dengan ketentuan baru, sehingga menjadi sebagai berikut : “4. Standar Pengiriman Transaksi Dalam mengirimkan transaksi melalui Sistem BI-RTGS, Peserta pengirim wajib mengikuti standar yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dengan pengaturan lebih lanjut dalam Buku Pedoman Umum BI-RTGS. Dalam hal Peserta pengirim tidak mengikuti standar tersebut, maka Peserta penerima berhak untuk mengembalikan transaksi tersebut dan Peserta pengirim wajib memperbaiki kesalahan agar sesuai standar yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan mengirimkan kembali transaksi tersebut pada kesempatan pertama.” 4. Ketentuan angka VI.3 diubah, sehingga seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut : "3. Buku Pedoman Umum BI-RTGS sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 3 merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini. Bab III dan Bab VI Buku Pedoman Umum BI-RTGS diubah menjadi sebagaimana tercantum dalam lampiran Surat Edaran ini.” Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 1 Juli 2002. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, MOHAMAD ISHAK DIREKTUR AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN DASP
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 4/10/DASP|SE-BI/2002 </reg_id> <reg_title> Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/24/DASP tanggal 17 November 2000 perihal Bank Indonesia Real Time Gross Settlement </reg_title> <set_date> 26 Juni 2002 </set_date> <effective_date> 1 Juli 2002 </effective_date> <changed_reg> '2/24/DASP|SE-BI/2000' </changed_reg> <extension_of> '3/20/DASP|SE-BI/2001' </extension_of> <related_reg> '3/20/DASP|SE-BI/2001', '2/24/DASP|SE-BI/2000' </related_reg>
No. 6/33/DPBPR Jakarta, 13 Agustus 2004 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA Perihal : Bank Perkreditan Rakyat ____________________ Dengan telah dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/22/PBI/2004 tanggal 9 Agustus 2004 tentang Bank Perkreditan Rakyat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 80, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4409), perlu ditetapkan ketentuan pelaksanaan mengenai Bank Perkreditan Rakyat, yang selanjutnya disebut BPR, dalam Surat Edaran yang mencakup hal-hal sebagai berikut: I. UMUM 1. Pengajuan permohonan izin, pengajuan rencana dan/atau penyampaian laporan kepada Dewan Gubernur Bank Indonesia dan/atau Bank Indonesia sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tersebut di atas wajib menggunakan lampiran yang ditetapkan dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini. 2. Dalam hal format tidak diatur secara khusus dalam lampiran Surat Edaran ini maka format pengajuan permohonan izin, pengajuan rencana dan/atau penyampaian laporan diserahkan kepada masing-masing BPR. 3. Perhitungan … 2 3. Perhitungan hari dalam rangka pengajuan permohonan izin, pengajuan rencana dan/atau penyampaian laporan sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tersebut didasarkan pada hari kalender. 4. Pemenuhan persyaratan administratif berupa sertifikat kelulusan bagi calon anggota Direksi dalam rangka permohonan persetujuan prinsip pendirian BPR adalah sebagai berikut: a. sejak tanggal 1 Januari 2007 sampai dengan tanggal 31 Desember 2008, paling sedikit 1 (satu) orang calon anggota Direksi yang diajukan wajib memiliki sertifikat kelulusan; b. sejak tanggal 1 Januari 2009, seluruh calon anggota Direksi yang diajukan wajib memiliki sertifikat kelulusan. II. PENGAJUAN PERMOHONAN IZIN, PENGAJUAN RENCANA DAN PENYAMPAIAN LAPORAN 1. Pengajuan permohonan izin kepada Dewan Gubernur Bank Indonesia meliputi: a. Permohonan Persetujuan Prinsip Pendirian BPR, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 1; b. Permohonan Izin Usaha BPR, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 2. 2. Pengajuan permohonan izin kepada Bank Indonesia meliputi: a. Permohonan Persetujuan Pencairan Deposito, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 3; b. Permohonan Persetujuan Perubahan Kepemilikan BPR, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 5; c. Permohonan Persetujuan Calon Anggota Direksi dan/atau Dewan Komisaris BPR, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 9; d. Permohonan … 3 d. Permohonan Persetujuan Prinsip Pembukaan Kantor Cabang, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 13; e. Permohonan Izin Operasional Kantor Cabang, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 14; f. Permohonan Persetujuan Prinsip Pemindahan Alamat Kantor Pusat/Kantor Cabang, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 19; g. Permohonan Izin Efektif Pemindahan Alamat Kantor Pusat/Kantor Cabang, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 20; h. Permohonan Izin Efektif Pemindahan Alamat Kantor Pusat/Kantor Cabang, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 21; i. Permohonan Penetapan Penggunaan Izin Usaha yang Dimiliki BPR dengan Nama yang Baru, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 26; j. Permohonan Persetujuan Prinsip Perubahan Bentuk Badan Hukum, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 28; k. Permohonan Pengalihan Izin Usaha BPR dari Badan Hukum Lama kepada Badan Hukum Baru, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 29; l. Permohonan Penutupan Kantor Cabang, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 31; m. Permohonan Penutupan Kantor Sementara, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 35. 3. Pengajuan rencana kepada Bank Indonesia meliputi: a. Rencana Pembukaan Kantor Kas, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 16; b. Rencana Pemindahan Alamat Kantor Kas, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 23; c. Rencana … 4 c. Rencana Penutupan Kantor Kas/Kegiatan Kas di Luar Kantor BPR, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 33. 4. Penyampaian laporan kepada Bank Indonesia meliputi: a. Laporan Pelaksanaan Kegiatan Usaha BPR, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 4; b. Laporan Perubahan Kepemilikan BPR, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 6; c. Laporan Perubahan Komposisi Kepemilikan BPR, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 7; d. Laporan Perubahan Modal Dasar BPR, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 8; e. Laporan Pengangkatan Anggota Direksi dan/atau Dewan Komisaris BPR, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 10; f. Laporan Pengangkatan/Penggantian Pejabat Eksekutif BPR, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 11; g. Laporan Pemberhentian Pejabat Eksekutif BPR, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 12; h. Laporan Pelaksanaan Pembukaan Kantor Cabang, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 15; i. Laporan Pembukaan Kantor Kas, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 17; j. Laporan Pembukaan Kegiatan Kas di Luar Kantor, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 18; k. Laporan Pelaksanaan Pemindahan Alamat Kantor Pusat/Kantor Cabang, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 22; l. Laporan Pemindahan Alamat Kantor Kas, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 24; m. Laporan … 5 m. Laporan Pemindahan Alamat Kegiatan Kas di Luar Kantor, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 25; n. Laporan Pengumuman Perubahan Nama BPR, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 27; o. Laporan Pelaksanaan Pengumuman Perubahan Bentuk Badan Hukum Baru BPR, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 30; p. Laporan Pelaksanaan Penutupan Kantor Cabang, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 32; q. Laporan Penutupan Kantor Kas/Kegiatan Kas di Luar Kantor BPR, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 34; r. Laporan Pengumuman Penutupan Sementara Kantor, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 36; s. Laporan Pelaksanaan Penutupan dan Pembukaan Kembali Kantor, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 37. 5. Batas waktu penyampaian laporan oleh BPR dibuktikan sebagai berikut: a. berdasarkan stempel pos atau tanda terima jasa ekspedisi apabila laporan dikirim melalui kantor pos atau perusahaan jasa ekspedisi; b. berdasarkan tanggal penerimaan laporan oleh Bank Indonesia apabila laporan disampaikan secara langsung. III. ANALISIS POTENSI DAN KELAYAKAN Analisis potensi dan kelayakan dalam rangka pendirian BPR, pembukaan Kantor Cabang BPR, dan pemindahan alamat kantor pusat/Kantor Cabang BPR, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 38, dapat dilakukan sendiri oleh calon pemilik atau menggunakan konsultan. IV. ALAMAT … 6 IV. ALAMAT PENGAJUAN PERMOHONAN IZIN, PENGAJUAN RENCANA DAN/ATAU PENYAMPAIAN LAPORAN 1. Permohonan pendirian BPR ditujukan kepada: a. Dewan Gubernur Bank Indonesia u.p. Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat, Bank Indonesia, Jalan M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10110, bagi BPR yang akan didirikan di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya, Kabupaten/Kotamadya Bogor, Depok, Bekasi, Karawang Lampiran 39. dan Provinsi Banten dengan mengacu kepada b. Dewan Gubernur Bank Indonesia u.p. Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat, Bank Indonesia, Jalan M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10110, dengan tembusan kepada Kantor Bank Indonesia setempat, bagi BPR yang akan didirikan di luar wilayah sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dengan mengacu kepada pembagian wilayah kerja kantor Bank Indonesia pada Lampiran 39. 2. Pengajuan rencana dan penyampaian laporan ditujukan kepada: a. Bank Indonesia u.p. Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat, Bank Indonesia, Jalan M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10110, bagi BPR yang akan didirikan di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya, Kabupaten/Kotamadya Bogor, Depok, Bekasi, Karawang dan Provinsi Banten dengan mengacu kepada Lampiran 39. b. Bank Indonesia u.p. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi BPR yang berkantor pusat di luar wilayah sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dengan mengacu kepada pembagian wilayah kerja kantor Bank Indonesia pada Lampiran 39. V. PENUTUP … 7 V. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 13 Agustus 2004. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, Ttd. SRI MULYATI TRI SUBARI DEPUTI DIREKTUR PENGAWASAN BANK PERKREDITAN RAKYAT
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 6/33/DPBPR|SE-BI/2004 </reg_id> <reg_title> Bank Perkreditan Rakyat </reg_title> <set_date> 13 Agustus 2004 </set_date> <effective_date> 13 Agustus 2004 </effective_date> <related_reg> '6/22/PBI/2004' </related_reg>
No. 12/ 14 /DKBU Jakarta, 1 Juni 2010 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA Perihal : Pelaksanaan Pedoman Akuntansi Bank Perkreditan Rakyat Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia No. 8/20/PBI/2006 tanggal 5 Oktober 2006 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank Perkreditan Rakyat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 77, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4646) dan Surat Edaran Bank Indonesia No.11/37/DKBU tanggal 31 Desember 2009 perihal Penetapan Penggunaan Standar Akuntansi Keuangan bagi Bank Perkreditan Rakyat, perlu diatur hal-hal sebagai berikut: 1. Dalam rangka peningkatan transparansi kondisi keuangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan penyusunan laporan keuangan yang relevan, komprehensif, andal dan dapat diperbandingkan, BPR wajib menyusun dan menyajikan laporan keuangan berdasarkan standar akuntansi keuangan yang relevan bagi BPR, pedoman akuntansi bagi BPR dan ketentuan lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 2. Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP) merupakan Standar Akuntansi Keuangan yang relevan bagi BPR dan Pedoman Akuntansi BPR (PA-BPR) merupakan petunjuk pelaksanaan yang berisi penjabaran lebih lanjut dari SAK ETAP. 3. Penyusunan . . . . . 3. Penyusunan dan penyajian laporan keuangan BPR wajib berpedoman pada PA-BPR. 4. Perlakuan akuntansi keuangan BPR sejak 1 Januari 2010 yang masih mengacu pada Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia 2001 (PAPI), dengan diberlakukannya Surat Edaran ini agar disesuaikan dengan berpedoman pada Bab II PA-BPR. 5. Penyesuaian sebagaimana dimaksud pada angka 4 hanya dilakukan dalam rangka penyajian laporan keuangan per 31 Desember 2010 untuk tujuan umum (general purposes). Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2010. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, RATNA E. AMIATY DIREKTUR KREDIT, BPR DAN UMKM
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 12/14/DKBU|SE-BI/2010 </reg_id> <reg_title> Pelaksanaan Pedoman Akuntansi Bank Perkreditan Rakyat </reg_title> <set_date> 1 Juni 2010 </set_date> <effective_date> 1 Juli 2010 </effective_date> <related_reg> '8/20/PBI/2006', '11/37/DKBU|SE-BI/2009' </related_reg>
No.6/4/DPM Jakarta, 16 Februari 2004 November 2003 SURAT EDARAN Kepada BANK, PERANTARA PEDAGANG EFEK, DAN PIALANG PASAR UANG RUPIAH DAN VALUTA ASING Perihal : Penerbitan dan Perdagangan Sertifikat Bank Indonesia Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 4/9/PBI/2002 tanggal 18 November 2002 tentang Operasi Pasar Terbuka (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4243), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/4/PBI/20040tanggal 16 Februari 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 17, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4365) dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 4/10/PBI/2002 tanggal 18 November 2002 tentang Sertifikat Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4244), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/5/PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4366) serta Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/2/PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004 tentang Bank Indonesia - Scriptless Securities Settlement System (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4363) dipandang perlu untuk menyusun ketentuan tentang penerbitan dan perdagangan Sertifikat Bank Indonesia dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut : I. KETENTUAN … 2 I. KETENTUAN UMUM Yang dimaksud dalam Surat Edaran ini dengan: 1. Bank adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional. 2. Operasi Pasar Terbuka yang selanjutnya disebut OPT adalah kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan Bank dan pihak lain dalam rangka pengendalian moneter. 3. Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disebut SBI adalah surat berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek. 4. Lelang SBI adalah penjualan SBI yang dilakukan oleh Bank Indonesia dalam rangka pelaksanaan kebijakan moneter. 5. Stop-out Rate yang selanjutnya disebut SOR adalah tingkat diskonto tertinggi yang dihasilkan dari lelang dalam rangka mencapai target kuantitas SBI yang akan dijual Bank Indonesia. 6. Rekening Giro adalah rekening dana Rupiah milik Bank di Bank Indonesia. 7. Sistem Bank Indonesia - Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disebut dengan Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana elektronik antar Peserta dalam mata uang rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara seketika per transaksi secara individual. 8. Bank Indonesia - Scriptless Securities Settlement System yang selanjutnya disebut BI-SSSS adalah sarana Transaksi Dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaannya dan Penatausahaan Surat Berharga secara elektronik … 3 elektronik dan terhubung langsung antara Peserta, Penyelenggara dan Sistem BI-RTGS. 9. Central Registry adalah Bank Indonesia yang melakukan fungsi Penatausahaan Surat Berharga untuk kepentingan Bank, Sub-Registry dan pihak lain yang disetujui oleh Bank Indonesia. 10. Sub-Registry adalah Bank dan lembaga yang melakukan kegiatan kustodian, yang disetujui Bank Indonesia untuk melakukan fungsi Penatausahaan Surat Berharga untuk kepentingan nasabah. 11. Transaksi SBI yang dilakukan secara Repurchase Agreement yang selanjutnya disebut SBI Repo adalah transaksi penjualan SBI secara bersyarat berupa kewajiban membeli kembali oleh pihak penjual sesuai dengan harga dan jangka waktu yang ditetapkan. 12. Transaksi SBI yang dilakukan secara Outright yang selanjutnya disebut SBI Outright adalah transaksi pembelian atau penjualan SBI secara lepas atau putus tanpa kewajiban untuk menjual atau membeli kembali. 13. Rekening Surat Berharga SBI adalah rekening surat berharga yang digunakan untuk mencatat kepemilikan SBI di Central Registry. 14. Setelmen Surat Berharga (securities settlement) adalah perpindahan kepemilikan SBI antar pemilik rekening Surat Berharga yang tercatat dalam BI-SSSS dalam rangka pelaksanaan setelmen transaksi SBI melalui BI-SSSS. 15. Setelmen Dana (fund settlement) adalah perpindahan dana antar pemilik rekening giro Rupiah di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS dalam rangka pelaksanaan setelmen transaksi Surat Berharga melalui BI-SSSS. 16. Delivery Versus Payment yang selanjutnya disebut DVP adalah setelmen transaksi Surat Berharga dengan cara Setelmen Surat Berharga melalui BI- SSSS dilakukan bersamaan dengan Setelmen Dana di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS. 17. Free … 4 17. Free of Payment yang selanjutnya disebut FoP adalah setelmen transaksi Surat Berharga dengan cara Setelmen Surat Berharga dilakukan melalui BI-SSSS, sedangkan Setelmen Dana dilakukan tidak secara bersamaan dengan Setelmen Surat Berharga atau tanpa Setelmen Dana. 18. Pialang adalah perusahaan pialang pasar uang rupiah dan valuta asing serta perantara pedagang efek yang ditunjuk oleh Bank Indonesia. II. PENERBITAN SBI A. Karakteristik SBI 1. SBI memiliki satuan unit sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). 2. Jangka waktu SBI sekurang-kurangnya 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan yang dinyatakan dalam jumlah hari dan dihitung dari tanggal penyelesaian transaksi sampai dengan tanggal jatuh tempo. Contoh perhitungan jangka waktu SBI tercantum dalam Lampiran-1. 3. SBI diterbitkan dan diperdagangkan dengan sistem diskonto. 4. Nilai tunai transaksi dihitung berdasarkan diskonto murni (true discount) sebagai berikut: Nilai Nominal x 360 Nilai Tunai = ------------------------------------------------------------- 360 + {(Tingkat Diskonto) x (Jangka Waktu)} 5. Nilai diskonto dihitung sebagai berikut: Nilai Diskonto = Nilai Nominal – Nilai Tunai Contoh perhitungan Nilai Diskonto SBI tercantum dalam Lampiran-2. 6. SBI diterbitkan tanpa warkat (Scriptless). 7. SBI dapat diperdagangkan di pasar sekunder. B. Prinsip dan Persyaratan 1. SBI diterbitkan melalui mekanisme lelang. 2. Lelang … 5 2. Lelang SBI dilakukan berdasarkan target kuantitas dengan memperhatikan tingkat suku bunga/diskonto yang terjadi. 3. Bank Indonesia mengumumkan rencana Lelang SBI selambat- lambatnya pada 1 (satu) hari kerja sebelum hari pelaksanaan Lelang SBI melalui sarana BI-SSSS dan atau Pusat Informasi Pasar Uang (PIPU) dan atau sarana lain yang ditetapkan Bank Indonesia meliputi antara lain jangka waktu SBI, target indikatif, waktu pelaksanaan lelang dan waktu setelmen. 4. Pelaksanaan Lelang SBI dilakukan pada hari Rabu, atau pada hari kerja berikutnya atau hari kerja lain apabila hari Rabu adalah hari libur, yang dapat dilaksanakan pada setiap minggu dan atau setiap dua minggu dan atau setiap bulan. Dalam hal diperlukan, Bank Indonesia dapat mengadakan Lelang SBI tambahan pada hari kerja lain. 5. Tanggal jatuh waktu SBI ditetapkan pada hari Kamis atau hari kerja berikutnya apabila hari Kamis adalah hari libur. Dalam hal diperlukan, Bank Indonesia dapat menetapkan jatuh waktu pada hari kerja lain. 6. Peserta Lelang SBI dibedakan menjadi: a. Peserta langsung yaitu Bank dan Pialang yang melakukan transaksi Lelang SBI secara langsung dengan Bank Indonesia. b. Peserta tidak langsung yaitu Bank yang mengajukan penawaran Lelang SBI melalui Pialang. 7. Bank hanya dapat mengajukan penawaran Lelang SBI hanya untuk kepentingan diri sendiri. 8. Pialang dilarang mengajukan penawaran Lelang SBI untuk kepentingan diri sendiri. 9. Peserta Lelang SBI bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran Lelang SBI yang diajukan. 10. Peserta … 6 10. Peserta Lelang SBI sedang tidak dikenakan sanksi penghentian sementara atau permanen sebagai peserta BI-SSSS. 11. Bank Indonesia hanya menerima pengajuan transaksi dari peserta langsung dan menggunakan data penawaran Lelang SBI yang diajukan peserta langsung. 12. Bank Indonesia melakukan Setelmen Dana dan Setelmen Surat Berharga hasil Lelang SBI di pasar perdana pada hari kerja berikutnya setelah hari pelaksanaan Lelang SBI (one day settlement). 13. Bank, baik yang bertindak sebagai peserta langsung maupun sebagai peserta tidak langsung, wajib menyediakan dana sebesar jumlah transaksi Lelang SBI yang dimenangkan sampai dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS untuk keperluan setelmen SBI di pasar perdana. C. Pelaksanaan dan Pengajuan Penawaran Lelang SBI 1. Pada hari pelaksanaan Lelang SBI, peserta langsung mengajukan penawaran Lelang SBI kepada Bagian Operasi Pasar Uang, Direktorat Pengelolaan Moneter (OPU-DPM) melalui sarana BI-SSSS dari pukul 10.00 WIB sampai dengan pukul 14.00 WIB. 2. Pengajuan penawaran Lelang SBI sebagaimana dimaksud dalam angka 1 meliputi penawaran kuantitas dan tingkat diskonto menurut jangka waktu SBI yang akan diterbitkan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Pengajuan penawaran kuantitas dari setiap peserta Lelang SBI sekurang-kurangnya 1.000 (seribu) unit atau Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), dan selebihnya dengan kelipatan 100 (seratus) unit atau Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). b. Penawaran tingkat diskonto adalah dengan kelipatan 0,0625% (enam ratus dua puluh lima per satu juta). 3. Mekanisme … 7 3. Mekanisme pengajuan penawaran Lelang SBI melalui BI-SSSS dilakukan mengikuti tata cara sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran tentang BI-SSSS yang berlaku. D. Penetapan Pemenang Lelang SBI 1. Bank Indonesia dapat menyesuaikan realisasi kuantitas hasil Lelang SBI dibandingkan dengan target indikatif Lelang SBI yang diumumkan atau membatalkan seluruh kuantitas hasil Lelang SBI. 2. Bank Indonesia menetapkan kuantitas hasil Lelang SBI yang dimenangkan masing-masing Bank sebagai peserta Lelang SBI sebagai berikut: a. dalam hal tingkat diskonto penawaran lebih rendah dari SOR, peserta lelang yang bersangkutan memperoleh seluruh penawaran SBI yang diajukan; b. dalam hal tingkat diskonto penawaran sama dengan SOR, peserta lelang yang bersangkutan dapat memperoleh seluruh penawaran SBI yang diajukan atau sebagian dari penawaran SBI sebesar hasil perhitungan secara proporsional. Contoh perhitungan penetapan pemenang Lelang SBI tercantum dalam Lampiran-3. 3. Bank Indonesia akan mengumumkan hasil Lelang SBI secara luas antara lain meliputi kuantitas hasil Lelang SBI yang diterima dan atau rata-rata tertimbang tingkat diskonto Lelang SBI melalui sarana BI- SSSS dan atau PIPU dan atau sarana lainnya pada hari pelaksanaan Lelang SBI. 4. Bank Indonesia akan mengumumkan hasil Lelang SBI kepada setiap peserta langsung yang penawarannya diterima antara lain meliputi kuantitas penawaran dan tingkat diskonto SBI melalui sarana BI-SSSS. E. Setelmen … 8 E. Setelmen Transaksi Penerbitan dan Pelunasan Pokok SBI 1. Bank Indonesia melakukan Setelmen Dana hasil Lelang SBI dengan mendebet Rekening Giro Bank yang bersangkutan dan mengkredit Rekening Surat Berharga SBI milik Bank di Central Registry. 2. Dalam hal Bank tidak memiliki saldo Rekening Giro yang mencukupi untuk menutup seluruh kewajiban Setelmen Dana yang harus diselesaikan Bank sampai dengan waktu cut-off warning Sistem BI- RTGS maka hasil Lelang SBI yang dimenangkan Bank yang bersangkutan dinyatakan batal. 3. Pembatalan transaksi sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dikenakan hanya pada nomor seri SBI yang tidak dapat dilakukan Setelmen Dana seluruhnya. Atas batalnya transaksi, Bank dikenakan sanksi. Contoh pembatalan transaksi dapat dilihat dalam Lampiran-4. 4. Bank Indonesia akan melunasi SBI jatuh waktu berdasarkan pencatatan kepemilikan SBI yang tercatat dalam sarana BI-SSS pada 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal jatuh waktu. 5. Bank Indonesia melakukan pelunasan SBI pada saat SBI jatuh waktu dengan mengkredit Rekening Giro Bank yang bersangkutan dan mendebet Rekening Surat Berharga SBI milik Bank di Central Registry. 6. Mekanisme setelmen transaksi penerbitan dan pelunasan pokok SBI melalui BI-SSSS dilakukan mengikuti tata cara sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran tentang BI-SSSS yang berlaku. III. PERDAGANGAN SBI DI PASAR SEKUNDER A. Perdagangan SBI dengan Bank Indonesia Secara Repo 1. Prinsip dalam Perdagangan SBI Repo dengan Bank Indonesia a. Bank… 9 a. Bank Indonesia melakukan transaksi SBI Repo hanya dengan Bank pada setiap hari kerja. b. SBI yang dapat dijual secara Repo kepada Bank Indonesia adalah SBI milik Bank yang bersangkutan dan masih memiliki sisa jangka waktu lebih dari 2 (dua) hari kerja. c. Jumlah SBI milik Bank yang dapat dijual secara Repo kepada Bank Indonesia sebanyak-banyaknya 25% (dua puluh lima per seratus) dari rata-rata seri SBI yang dimenangkan Bank dalam 3 (tiga) hari Lelang SBI berdasarkan catatan yang ada pada Bank Indonesia. Contoh perhitungan jumlah SBI yang dapat direpokan tercantum dalam Lampiran-5. d. Jangka waktu Repo adalah 1 (satu) hari. e. Tingkat diskonto Repo adalah sebesar nilai tertinggi dari: 1) rata-rata tertimbang suku bunga PUAB sesi pagi jangka waktu 1 (satu) hari pada 1 (satu) hari kerja sebelum transaksi ditambah 100 (seratus) basis points; atau 2) rata-rata tertimbang tingkat diskonto SBI jangka waktu 1 (satu) bulan pada lelang terakhir ditambah 100 (seratus) basis points. f. Penyelesaian transaksi SBI Repo dilaksanakan pada hari transaksi SBI Repo (same-day settlement) melalui mekanisme DVP. g. Bank yang mengajukan transaksi SBI Repo wajib memiliki saldo Rekening Surat Berharga SBI yang mencukupi untuk keperluan Setelmen Surat Berharga dan saldo Rekening Giro yang mencukupi untuk keperluan Setelmen Dana pada saat pelunasan. h. Bank pemohon sedang tidak dikenakan sanksi penghentian sementara atau permanen sebagai peserta BI-SSSS. 2. Tata… 10 2. Tata Cara Transaksi SBI Repo dengan Bank Indonesia a. Bank Indonesia menerima transaksi SBI Repo dari Bank melalui sarana BI-SSSS antara lain meliputi kuantitas SBI Repo dan seri SBI yang akan direpokan dari pukul 15.00 WIB sampai dengan pukul 17.00 WIB. b. Mekanisme pengajuan transaksi SBI Repo melalui BI-SSSS dilakukan mengikuti tata cara sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran tentang BI-SSSS yang berlaku. 3. Tata Cara Setelmen Transaksi dan Pelunasan SBI Repo Jatuh Waktu a. Bank Indonesia melakukan Setelmen Dana dengan mengkredit Rekening Giro Bank dan Setelmen Surat Berharga dengan mendebet Rekening Surat Berharga SBI milik Bank pada hari pelaksanaan transaksi SBI Repo setelah waktu cut off warning Sistem BI-RTGS. b. Dalam hal Bank tidak memiliki saldo Rekening Surat Berharga SBI yang mencukupi untuk Setelmen Surat Berharga transaksi maka transaksi SBI Repo dinyatakan batal. c. Pada saat SBI Repo jatuh waktu, Bank Indonesia melakukan Setelmen Dana dengan mendebet Rekening Giro Bank dan Setelmen Surat Berharga dengan mengkredit Rekening Surat Berharga SBI pada awal hari. d. Dalam hal Bank tidak memiliki saldo Rekening Giro yang mencukupi untuk pelunasan SBI Repo maka transaksi pelunasan SBI Repo dinyatakan batal dan SBI yang direpokan dinyatakan lunas sebelum jatuh waktu. e. Atas pelunasan SBI sebagaimana dimaksud dalam huruf d, Bank Indonesia melakukan koreksi diskonto yang telah dibukukan. f. Mekanisme… 11 f. Mekanisme setelmen transaksi dan pelunasan SBI Repo melalui BI- SSSS dilakukan mengikuti tata cara sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran tentang BI-SSSS yang berlaku. B. Perdagangan SBI Antar Bank/Sub Registry Secara Repo atau Outright 1. Pemilik SBI dapat melaksanakan perdagangan SBI yang dimilikinya secara Repo atau Outright berdasarkan kesepakatan para pelaku transaksi. 2. SBI yang dapat ditransaksikan di pasar sekunder adalah SBI yang masih memiliki sisa jangka waktu lebih dari 1 (satu) hari kerja. 3. Setelmen transaksi perdagangan SBI di pasar sekunder wajib dilakukan melalui mekanisme DVP. 4. Penerapan mekanisme FoP dalam perdagangan SBI hanya dapat dilakukan pemilik SBI dalam rangka hibah, warisan, pelunasan kewajiban dari dan kepada Bank Indonesia atau dalam rangka penutupan rekening sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran tentang BI-SSSS yang berlaku. 5. Mekanisme transaksi SBI di pasar sekunder melalui sarana BI-SSSS dilakukan mengikuti tata cara sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran tentang BI-SSSS yang berlaku. IV. SANKSI 1. Dalam hal terjadi pembatalan transaksi Lelang SBI sebagaimana dimaksud dalam butir II.E.3 dan pembatalan transaksi SBI Repo sebagaimana dimaksud dalam butir III.A.3.b., Bank dikenakan sanksi berupa: a. teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada Lampiran-6 dengan tembusan kepada: 1) Direktorat… 12 1) Direktorat Pengawasan Bank yang terkait, dalam hal sanksi diberikan kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KPBI; atau 2) Tim Pengawas Bank-KBI setempat, dalam hal sanksi diberikan kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KBI, dan b. kewajiban membayar sebesar 10/00 (satu per seribu) dari nilai nominal transaksi SBI yang dibatalkan atau sebanyak-banyaknya Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar Rupiah), dan c. pemberhentian sementara untuk mengikuti kegiatan OPT selama 5 (lima) hari kerja dalam hal peserta langsung atau peserta tidak langsung dikenakan teguran tertulis untuk ketiga kalinya dalam jangka waktu 6 (enam) bulan karena pembatalan transaksi SBI di pasar perdana dan atau pembatalan transaksi SBI Repo dengan Bank Indonesia dan atau pembatalan transaksi FASBI sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 2. Penyampaian surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a. dan pemberitahuan sanksi pemberhentian sementara untuk mengikuti kegiatan OPT sebagaimana dimaksud dalam butir 1.c. dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi. 3. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b. dilakukan dengan mendebet Rekening Giro Bank yang bersangkutan di Bank Indonesia pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi. V. PENUTUP Dengan berlakunya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/9/DPM tanggal 10 Juni 2003 tentang Tata Cara Penerbitan, Perdagangan dan Penatausahaan Sertifikat Bank Indonesia dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan… 13 Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 16 Februari 2004. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, BUDI MULYA DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 6/4/DPM|SE-BI/2004 </reg_id> <reg_title> Penerbitan dan Perdagangan Sertifikat Bank Indonesia </reg_title> <set_date> 16 Februari 2004 </set_date> <effective_date> 16 Februari 2004 </effective_date> <replaced_reg> '5/9/DPM|SE-BI/2003' </replaced_reg> <related_reg> '6/2/PBI/2004', '6/4/PBI/2004', '6/5/PBI/2004', '4/10/PBI/2002', '4/9/PBI/2002' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi IV' </penalty_list>
No. 2/ 2 /DPM Jakarta, 21 Januari 2000 SURAT EDARAN Perihal : Persyaratan dan Tata Cara Penunjukan Sub-Registry Untuk Penatausahaan Obligasi Pemerintah Sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/2/PBI/2000 tanggal 21 Januari 2000 perihal Penatausahaan dan Perdagangan Obligasi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3923), dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/1/DPM perihal Tata Cara Pencatatan Kepemilikan dan Penyelesaian Transaksi Obligasi Pemerintah, bahwa penatausahaan Obligasi Pemerintah dilakukan dengan tanpa warkat (scripless) melalui sistem pencatatan (registry) yang disebut Bank Indonesia-Sistem Kliring, Registrasi, Informasi dan Penatausahaan (BI-SKRIP) yang terdiri dari Central Registry dan sejumlah Sub-Registry. Dalam sistem tersebut, Bank Indonesia berfungsi sebagai Central Registry dan lembaga-lembaga registry diluar Bank Indonesia sebagai Sub-Registry. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia tersebut diatas, Bank Indonesia selaku penatausaha Obligasi Pemerintah berwenang untuk menunjuk Sub- Registry. Selanjutnya ditetapkan persyaratan dan tata cara bagi bank atau lembaga keuangan bukan bank untuk dapat ditunjuk menjadi Sub-Registry sebagai berikut: I. PERSYARATAN 1. Berbentuk bank atau lembaga keuangan bukan bank yang berkedudukan di dalam wilayah hukum Indonesia. 2. Tidak….. 2. Tidak sedang dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga baik yang telah memiliki kekuatan hukum tetap atau belum. 3. Telah mempunyai pengalaman sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dalam kegiatan pencatatan surat berharga, dan atau sekurang-kurangnya tiga tahun dalam kegiatan penyimpanan surat berharga sejak memperoleh ijin dari Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam). 4. Memiliki jaringan usaha pencatatan ke luar negeri dan atau penyimpanan surat berharga ke luar negeri. 5. Memiliki jaringan usaha pencatatan surat berharga secara on line di dalam negeri. 6. Memiliki sistem pencatatan (registry) surat berharga secara scripless (book-entry registry) yang aman, handal dan terpercaya yang sekurang- kurangnya dapat menatausahakan transaksi outright, repo, dan pledging. 7. Pengurus baik secara langsung atau tidak langsung tidak termasuk dalam Daftar Orang Tercela dan atau dalam Daftar Kredit Macet. 8. Memiliki manajemen dan staf yang profesional dibidang pencatatan dan atau penyimpanan surat berharga. 9. Bank sebagai penyelenggara Sub-Registry wajib memiliki Rasio Kecukupan Modal sebagaimana yang ditetapkan oleh Bank Indonesia atau termasuk sebagai peserta Program Rekapitalisasi Perbankan sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Pemerintah. 10. Lembaga keuangan bukan bank sebagai penyelenggara Sub-Registry wajib memiliki Modal Kerja Bersih Disesuaikan sekurang-kurangnya Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah). 11. Surat berharga yang dicatat dan atau disimpan sekurang-kurangnya telah mencapai nilai nominal rata-rata Rp 1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah) rupiah dalam enam bulan terakhir. II. Tata….. II. Tata Cara Pengajuan Permohonan 1. Bank atau lembaga keuangan yang memenuhi persyaratan tersebut di atas dapat mengajukan permohonan kepada Bank Indonesia cq. Direktorat Pengelolaan Moneter, Bank Indonesia, Jl. MH. Thamrin No 2, Jakarta, sesuai dengan contoh surat permohonan (terlampir), dan dilampiri: a. Copy surat ijin sebagai Bank atau Lembaga Keuangan Bukan Bank. b. Copy Anggaran Dasar perusahaan . c. Keterangan mengenai fasilitas jaringan usaha pencatatan dan atau penyimpanan surat berharga secara on line di dalam negeri dan atau ke luar negeri. d. Copy bukti hasil pemeriksaan oleh lembaga auditor independen mengenai keamanan sistim pencatatan surat berharga secara scripless . e. Data mengenai jumlah dan nilai nominal transaksi pencatatan dan atau penyimpanan surat berharga dalam 6 (enam) bulan terakhir. f. Laporan keuangan tahunan terakhir yang telah diaudit oleh auditor independen. g. Riwayat pekerjaan atau keahlian dari anggota Direksi dan Komisaris serta tenaga ahli di bidang pencatatan dan atau penyimpanan surat berharga. 2. Bank Indonesia melakukan seleksi terhadap permohonan tersebut di atas dan selambat-lambatnya dua minggu setelah permohonan diterima, Bank Indonesia memberitahukan penolakan dan persetujuan terhadap masing-masing pemohon. 3. Bank atau lembaga keuangan bukan bank yang telah ditunjuk sebagai Sub-Registry wajib menandatangani perjanjian antara Sub-Registry dengan Bank Indonesia. III. Pelaporan….. III. Pelaporan: Bank atau lembaga keuangan bukan bank yang ditunjuk sebagai Sub- Registry wajib: 1. Melaporkan kegiatan usaha yang dilakukan kepada Bank Indonesia setiap bulannya selambat-lambatnya 5 (lima) hari setelah berakhirnya bulan yang bersangkutan. 2. Menyampaikan laporan secara harian kepada Bank Indonesia mengenai kegiatan usaha yang memuat rekapitulasi pencatatan Obligasi Pemerintah. 3. Menyampaikan laporan mengenai kegiatan perdagangan Obligasi Pemerintah secara harian melalui Pusat Informasi Pasar Uang sesuai format yang ditentukan oleh Bank Indonesia. Laporan sebagaimana pada angka 1 dan 2 di atas, disampaikan kepada Bank Indonesia, cq. Direktorat Pengelolaan Moneter, Jl. MH. Thamrin No.2 Jakarta. IV. Pengawasan Bank Indonesia berwenang untuk melakukan pengawasan terhadap Sub- Registry atas kegiatan yang terkait dengan penatausahaan Obligasi Pemerintah. V. Sanksi Penunjukan bank atau lembaga keuangan bukan bank sebagai lembaga Sub- Registry dapat dicabut oleh Bank Indonesia dalam hal melakukan pelanggaran sebagai berikut: 1. Sub-Registry menghentikan kegiatan usahanya. 2. Sub-Registry….. 2. Sub-Registry melakukan pelanggaran terhadap ketentuan pasar modal dan atau Bank Indonesia yang berlaku. 3. Berdasarkan penilaian Bank Indonesia penyelenggara Sub-Registry terancam kebangkrutan atau likuidasi. 4. Terjadi perubahan kepemilikan mayoritas dari penyelenggara Sub- Registry sebagai suatu perusahaan tanpa sepengetahuan otoritas pasar modal dan Bank Indonesia. 5. Manajemen Sub-Registry diambil alih oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (jika Sub-Registry adalah Bank). 6. Berdasarkan penilaian Bank Indonesia, terdapat potensi resiko yang diperkirakan dapat menurunkan kepercayaan pasar dan atau pemilik obligasi terhadap obligasi Pemerintah apabila penyelenggara Sub- Registry tetap melanjutkan usahanya. 7. Dalam hal pencabutan ijin sebagai penyelenggara Sub-Registry baik untuk sementara maupun secara permanen, Bank Indonesia tidak berkewajiban untuk memberikan alasan-alasan pencabutan. Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 21 Januari 2000 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA DJAKARIA DIREKTUR PENGELOLAAN MONETR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 2/2/DPM|SE-BI/2000 </reg_id> <reg_title> Persyaratan dan Tata Cara Penunjukan Sub-Registry Untuk Penatausahaan Obligasi Pemerintah </reg_title> <set_date> 21 Januari 2000 </set_date> <effective_date> 21 Januari 2000 </effective_date> <related_reg> '2/2/PBI/2000', '2/1/DPM|SE-BI' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi V' </penalty_list>
No. 9/ 25 /DASP Jakarta, 9 November 2007 S U R A T E D A R A N Perihal : Sarana Penarikan Rekening Giro Pihak Ekstern Yang Distandardisasi oleh Bank Indonesia Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/24/PBI/2000 tanggal 17 November 2000 tentang Hubungan Rekening Giro Antara Bank Indonesia Dengan Pihak Ekstern (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 205, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 4025) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/48/PBI/2005 tanggal 16 November 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 4570), dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/34/DASP tanggal 22 Desember 2006 perihal Hubungan Rekening Giro Antara Bank Indonesia Dengan Pihak Ekstern, bahwa perlu dilakukan pengaturan mengenai sarana penarikan yang distandardisasi dan diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengganti sarana berupa surat. Berkenaan dengan hal tersebut, perlu diatur mengenai format, spesifikasi, penggunaan dan prosedur yang berkaitan dengan sarana penarikan yang distandardisasi dan diterbitkan oleh Bank Indonesia dalam hubungan Rekening Giro antara Bank Indonesia dengan pihak ekstern sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM 1. Sarana penarikan yang distandardisasi dan diterbitkan oleh Bank Indonesia disebut Warkat Pembebanan Rekening, yang selanjutnya disebut WPR, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 1. 2. Pemegang Rekening Giro, yang selama ini menggunakan surat sebagai sarana penarikan Rekening Giro untuk transaksi tertentu, harus menggunakan … 2 menggunakan WPR dalam melakukan kegiatan penarikan Rekening Giro Rupiah atau Rekening Giro Valas. 3. WPR dapat digunakan sebagai sarana penarikan Rekening Giro Rupiah atau Rekening Giro Valas oleh Pemegang Rekening Giro. Penggunaan WPR tersebut hanya dapat dilakukan apabila sarana penarikan berikut: a. Bilyet Giro Bank Indonesia; b. Sarana Elektronik; dan c. Sarana Penarikan lain yang distandardisasi dan diterbitkan oleh pihak ekstern, tidak tepat digunakan untuk transaksi tertentu. 4. WPR hanya dapat digunakan untuk mendebet 1 (satu) Rekening Giro yang ada di Bank Indonesia dan dapat mengkredit lebih dari 1 (satu) rekening. 5. Dalam hal rekening yang dikredit berjumlah lebih dari 1 (satu), maka penyampaian WPR harus disertai dengan lampiran rincian rekening yang akan dikredit sesuai dengan contoh dalam Lampiran 2.a dan Lampiran 2.b. Nilai nominal yang tercantum dalam WPR merupakan total nilai nominal yang tercantum dalam lampiran. 6. WPR tidak digunakan sebagai warkat yang dapat dikliringkan dan/atau untuk melakukan penarikan tunai. 7. Prosedur dan tata cara hubungan Rekening Giro antara Bank Indonesia dengan pihak ekstern serta tata cara penarikan Rekening Giro dengan menggunakan WPR selain mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Hubungan Rekening Giro Antara Bank Indonesia dengan Pihak Ekstern juga mengacu pada ketentuan mengenai WPR dalam Surat Edaran ini. 8. Sarana Penarikan yang distandardisasi dan diterbitkan oleh pihak ekstern dan telah disetujui oleh Bank Indonesia serta telah digunakan oleh Pemegang Rekening Giro sebelum diberlakukannya Surat Edaran ini antara … 3 antara lain berupa Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D), Surat Perintah Pembebanan SP2D (SPB-SP2D), dan Surat Perintah Pembukuan/Pengesahan (SP3) tetap dapat digunakan oleh Pemegang Rekening Giro sebagai sarana penarikan. II. FORMAT SARANA PENARIKAN YANG DISTANDARDISASI DAN DITERBITKAN OLEH BANK INDONESIA Format sarana penarikan yang distandardisasi dan diterbitkan oleh Bank Indonesia diatur sebagai berikut: 1. WPR memuat klausula sebagai berikut: a. perintah bayar atau pemindahan dana; b. nomor Rekening Giro dan nama Rekening Giro yang didebet di Bank Indonesia; c. nomor rekening dan nama rekening yang dikredit di Bank Indonesia atau di Bank Umum; d. nilai nominal dalam angka dan huruf; dan e. tempat dan tanggal penarikan. 2. WPR dibuat dengan spesifikasi sebagai berikut: a. WPR memuat logo/identitas Bank Indonesia. b. WPR dibuat rangkap 2 (dua) yang terdiri dari 1 (satu) lembar asli untuk diserahkan kepada Bank Indonesia dan 1 (satu) lembar tembusan digunakan sebagai arsip Pemegang Rekening Giro. c. WPR dibuat dalam bentuk buku yang berisi: 1) sampul buku WPR; 2) Tanda Terima; 3) 25 (dua puluh lima) lembar blanko WPR yang masing-masing terdiri dari 1 (satu) lembar asli WPR dan 1 (satu) lembar tembusan WPR; dan 4) Lembar Permintaan. III. CARA … 4 III. CARA MEMPEROLEH BUKU WARKAT PEMBEBANAN REKENING Buku WPR dapat diperoleh di Bank Indonesia, dengan tata cara sebagai berikut: 1. Permintaan buku WPR diajukan oleh Pejabat Yang Mewakili yang telah memiliki Spesimen Tanda Tangan di Bank Indonesia, dengan ketentuan sebagai berikut: a. Bagi pihak-pihak yang baru pertama kali mengajukan permohonan permintaan buku WPR, permintaan buku WPR tersebut dilakukan dengan cara mengajukan surat permintaan buku WPR sebagaimana contoh pada Lampiran 3; b. Bagi Pemegang Rekening Giro yang telah memiliki buku WPR, permintaan buku WPR berikutnya dilakukan dengan cara mengisi dan menyampaikan Lembar Permintaan sebagaimana dimaksud pada Lampiran 4 yang terdapat di dalam buku WPR kepada Bank Indonesia. Dalam hal Lembar Permintaan tersebut hilang atau rusak, maka permintaan buku WPR diajukan secara tertulis oleh Pejabat Yang Mewakili yang telah memiliki Spesimen Tanda Tangan di Bank Indonesia, sebagaimana contoh pada Lampiran 5. 2. Pengambilan buku WPR dilakukan oleh Pejabat Yang Mewakili atau Petugas yang menerima kuasa dari Pejabat Yang Mewakili. 3. Pemegang Rekening Giro harus menyerahkan kepada Bank Indonesia Lembar Tanda Terima sebagaimana dimaksud pada Lampiran 6 yang telah ditandatangani oleh Pejabat Yang Mewakili atau penerima kuasa yang telah memiliki Spesimen Tanda Tangan di Bank Indonesia. Lembar Tanda Terima merupakan bukti yang menunjukkan bahwa Pemegang Rekening Giro telah menerima dari Bank Indonesia 1 (satu) buku WPR dengan jumlah lembar dan nomor seri sesuai dengan yang tercantum … 5 tercantum pada buku WPR tersebut. Apabila Pemegang Rekening Giro tidak menyerahkan Lembar Tanda Terima, maka blanko WPR belum dapat digunakan sebagai sarana penarikan Rekening Giro di Bank Indonesia. 4. Pengajuan permintaan, pengambilan buku WPR dan penyerahan Lembar Tanda Terima disampaikan kepada Bank Indonesia dengan ketentuan sebagai berikut: a. Di Kantor Pusat Bank Indonesia: 1) Untuk Rekening Giro Rupiah: Bagian Penyelesaian Transaksi Rupiah, Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran - Bank Indonesia; 2) Untuk Rekening Giro Valas: Bagian Akunting Devisa, Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran - Bank Indonesia. b. Di Kantor Bank Indonesia: untuk Rekening Giro Rupiah dan Valas disampaikan kepada Pimpinan Bank Indonesia setempat. IV. LAIN-LAIN 1. Dalam hal terdapat WPR yang tidak digunakan oleh Pemegang Rekening Giro karena rusak, hilang atau alasan-alasan lainnya, maka Pejabat Yang Mewakili yang telah memiliki Spesimen Tanda Tangan di Bank Indonesia harus segera memberitahukan secara tertulis kepada Bank Indonesia dengan menggunakan surat sebagaimana contoh pada Lampiran 7. 2. Dalam hal WPR hilang, maka surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada angka 1 harus disertai dengan surat keterangan kehilangan dari instansi yang berwenang atau kepolisian. 3. Sarana penarikan Rekening Giro Rupiah dan/atau Rekening Giro Valas berupa surat sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor … 6 Nomor 2/24/PBI/2000 tanggal 17 November 2000 tentang Hubungan Rekening Giro Antara Bank Indonesia Dengan Pihak Ekstern (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 205, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 4025) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/48/PBI/2005 tanggal 16 November 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 4570) dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/34/DASP tanggal 22 Desember 2006 perihal Hubungan Rekening Giro Antara Bank Indonesia Dengan Pihak Ekstern, tidak dapat digunakan oleh Pemegang Rekening Giro sebagai sarana penarikan karena digantikan dengan WPR terhitung sejak berlakunya Surat Edaran ini. V. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku sejak tanggal 16 November 2007 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. BANK INDONESIA, DYAH N.K. MAKHIJANI DIREKTUR AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 9/25/DASP|SE-BI/2007 </reg_id> <reg_title> Sarana Penarikan Rekening Giro Pihak Ekstern Yang Distandardisasi oleh Bank Indonesia </reg_title> <set_date> 9 November 2007 </set_date> <effective_date> 16 November 2007 </effective_date> <related_reg> '7/48/PBI/2005', '8/34/DASP|SE-BI/2006', '2/24/PBI/2000' </related_reg>
No. 6/31/DPbS Jakarta, 28 Juli 2004 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH DI INDONESIA Perihal : Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah Dengan telah dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/17/PBI/2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4392) tanggal 1 Juli 2004 tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah, perlu ditetapkan ketentuan pelaksanaan mengenai Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah (selanjutnya disebut BPRS) dalam Surat Edaran yang mencakup hal-hal sebagai berikut. I. UMUM 1. Pengajuan permohonan izin atau rencana dan atau penyampaian laporan sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tersebut wajib diajukan dengan menggunakan Lampiran yang ditetapkan dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan Surat Edaran ini. 2. Dalam hal bentuk Lampiran tidak diatur secara khusus dalam Surat Edaran ini maka format pengajuan permohonan izin atau rencana dan atau penyampaian laporan diserahkan kepada masing-masing Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah. II. PERMOHONAN… 2 II. PERMOHONAN IZIN, ATAU RENCANA, DAN ATAU LAPORAN 1. Pengajuan permohonan izin kepada Dewan Gubernur Bank Indonesia meliputi : a. Permohonan Persetujuan Prinsip Pendirian BPRS, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 1; b. Permohonan Izin Usaha BPRS, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 2; c. Permohonan Persetujuan Pencairan Deposito Mudharabah, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 3; d. Permohonan Persetujuan Prinsip Perubahan Kegiatan Usaha BPR Secara Konvensional Menjadi BPR Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 21; e. Permohonan Izin Perubahan Kegiatan Usaha BPR Secara Konvensional Menjadi BPR Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 22. 2. Pengajuan permohonan izin atau rencana dan atau laporan kepada Bank Indonesia meliputi : a. Permohonan Izin Pembukaan Kantor Cabang BPRS, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 10; b. Permohonan Penetapan Penggunaan Izin Usaha Yang Dimiliki Untuk BPRS Dengan Nama yang baru, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 17; c. Permohonan Izin Prinsip Perubahan Bentuk Badan Hukum BPRS, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 19; d. Permohonan… 3 d. Permohonan Persetujuan Pengalihan Izin Usaha BPRS Dari Badan Hukum Lama Kepada Badan Hukum Baru, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 20; e. Rencana Pembukaan Kantor Kas BPRS, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 12; f. Rencana Pemindahan Alamat Kantor Pusat atau Kantor Cabang BPRS, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 15; g. Rencana Penutupan Kantor Cabang BPRS, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 24; h. Rencana Penutupan Kantor Kas BPRS, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 25; i. Laporan Pelaksanaan Kegiatan Usaha BPRS, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 4; j. Laporan Perubahan Komposisi Kepemilikan BPRS, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 5; k. Laporan Pengangkatan Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas Syariah BPRS, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 6; l. Laporan Perubahan Modal Dasar BPRS, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 7; m. Laporan Pengangkatan Pejabat Eksekutif dan atau Pemimpin Cabang BPRS, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 8; n. Laporan Hasil Pengawasan Dewan Pengawas Syariah BPRS, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 9; o. Laporan Pelaksanaan Pembukaan Kantor Cabang BPRS, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 11; p. Laporan Pelaksanaan Pembukaan Kantor Kas BPRS, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 13; q. Laporan… 4 q. Laporan Pelaksanaan Kegiatan Kas di Luar Kantor BPRS, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 14; r. Laporan Pelaksanaan Pemindahan Alamat Kantor Pusat / Kantor Cabang BPRS, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 16; s. Laporan Pelaksanaan Perubahan Nama BPRS, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 18; t. Laporan Pelaksanaan Perubahan Kegiatan Usaha BPR Secara Konvensional Menjadi BPR Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 23; u. Laporan Penutupan Kantor Cabang / Kantor Kas BPRS, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 26. 3. Lampiran-Lampiran sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan angka 2, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini. 4. Perhitungan hari dalam hal penyampaian permohonan izin atau rencana dan atau laporan sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tersebut didasarkan pada hari kalender. 5. Perhitungan jangka waktu pengajuan permohonan izin atau rencana dan atau penyampaian laporan oleh BPRS kepada Dewan Gubernur Bank Indonesia dan atau Bank Indonesia dihitung sejak dokumen-dokumen tersebut diterima secara lengkap oleh Bank Indonesia. III. ALAMAT PENYAMPAIAN PERMOHONAN IZIN ATAU RENCANA DAN ATAU LAPORAN. 1. Penyampaian permohonan izin yang diajukan kepada Dewan Gubernur Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam angka II, dialamatkan ke Direktorat Perbankan Syariah, ke Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10110. 2. Penyampaian permohonan izin, atau rencana dan atau laporan yang diajukan … 5 diajukan kepada Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam angka II, dialamatkan ke : - Direktorat Perbankan Syariah, ke Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10110, bagi BPRS yang berlokasi di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia. - Kantor Bank Indonesia setempat, bagi BPRS yang berlokasi di wilayah kerja Kantor Bank Indonesia setempat. IV. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 28 Juli 2004. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HARISMAN DIREKTUR PERBANKAN SYARIAH
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 6/31/DPbS|SE-BI/2004 </reg_id> <reg_title> Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah </reg_title> <set_date> 28 Juli 2004 </set_date> <effective_date> 28 Juli 2004 </effective_date> <related_reg> '6/17/PBI/2004' </related_reg>
No. 16/ 2 /DPM Jakarta, 28 Januari 2014 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM Perihal : Transaksi Swap Lindung Nilai Kepada Bank Indonesia. Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/17/PBI/2013 tentang Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 237, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5480), perlu diatur ketentuan pelaksanaan mengenai Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia, sebagai berikut: A. DOKUMEN UNDERLYING TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA 1. Dokumen underlying milik Bank dalam Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) Peraturan Bank Indonesia tentang Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia diatur sebagai berikut: a. Dalam hal Underlying Transaksi berupa Pinjaman Luar Negeri Bank dalam bentuk perjanjian kredit maka dokumen underlying berupa perjanjian kredit (loan agreement) antara Bank dengan kreditur Bank. b. Dalam hal Underlying Transaksi berupa Pinjaman Luar Negeri Bank dalam bentuk penerbitan surat utang maka dokumen underlying antara lain berupa laporan penjualan surat utang yang dikeluarkan oleh global custody. 2. Dokumen underlying milik nasabah dalam Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) Peraturan Bank Indonesia tentang Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia, berupa dokumen transaksi swap jual antara Bank dengan nasabah dalam bentuk deal ticket atau kontrak swap. 3. Dokumen … 2 3. Dokumen underlying transaksi swap jual antara Bank dengan nasabah diatur sebagai berikut: a. Underlying transaksi berupa Pinjaman Luar Negeri dalam bentuk perjanjian kredit, maka dokumen underlying transaksi berupa perjanjian kredit (loan agreement) antara nasabah dengan kreditur nasabah. b. Underlying transaksi berupa Pinjaman Luar Negeri dalam bentuk penerbitan surat utang, maka dokumen underlying transaksi antara lain berupa laporan penjualan surat utang yang dikeluarkan oleh global custody. c. Underlying transaksi berupa Investasi Langsung, maka dokumen underlying transaksi antara lain berupa dokumen terkait dengan realisasi investasi. d. Underlying transaksi berupa Devisa Hasil Ekspor (DHE), maka dokumen underlying transaksi antara lain berupa Authenticated SWIFT message (MT910) yang berisi informasi penerimaan DHE. e. Underlying transaksi berupa investasi pada infrastruktur pembangunan sarana umum dan produksi, maka dokumen underlying transaksi berupa dokumen kegiatan investasi yang diatur sebagai berikut: 1) dalam hal pemilik proyek infrastruktur adalah pemerintah, maka dokumen kegiatan investasi antara lain berupa dokumen persetujuan proyek dari instansi yang berwenang; 2) dalam hal pemilik proyek infrastruktur adalah lembaga nonpemerintah, maka dokumen kegiatan investasi antara lain berupa dokumen persetujuan proyek dari lembaga pemilik proyek. f. Underlying transaksi berupa investasi pada surat berharga yang diterbitkan oleh Pemerintah Republik Indonesia, maka dokumen underlying transaksi antara lain berupa rencana dan bukti realisasi investasi pada Surat Berharga Negara. 4. Bank bertanggung jawab atas penatausahaan kelengkapan dokumen asli Underlying Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank … 3 Bank Indonesia dan dokumen fotokopi underlying transaksi swap jual antara Bank dengan nasabah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 Peraturan Bank Indonesia tentang Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia. 5. Dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 4 diterima oleh Bank dari nasabah paling lambat 1 (satu) bulan setelah tanggal Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia. B. PELAKSANAAN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA 1. Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia dilakukan melalui Transaksi Swap Beli Bank kepada Bank Indonesia dalam Dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah, dalam rangka Lindung Nilai yang dilakukan antara Bank dengan Bank Indonesia. 2. Jenis valuta asing dalam Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia adalah Dolar Amerika Serikat. 3. Kurs spot Dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah yang digunakan dalam Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia adalah kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) pada tanggal transaksi. 4. Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Pengumuman dan pelaksanaan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia 1) Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia dilakukan pada setiap hari kerja. 2) Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia dapat memiliki jangka waktu 3 (tiga) bulan, 6 (enam) bulan, atau 12 (dua belas) bulan, yang dihitung sejak 1 (satu) hari setelah tanggal setelmen sampai dengan tanggal jatuh waktu. 3) Bank Indonesia mengumumkan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia paling lambat 1 (satu) jam sebelum window time transaksi dibuka melalui sistem Laporan … 4 Laporan Harian Bank Umum (LHBU) atau sarana informasi lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 4) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada angka 3) paling kurang meliputi: a) jangka waktu swap; b) premi swap; c) tanggal transaksi; d) window time transaksi; e) tanggal setelmen (tanggal valuta); dan f) kurs JISDOR. 5) Bank dapat melakukan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia mulai pukul 14.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB, atau waktu lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. b. Pengajuan Kontrak Lindung Nilai 1) Pengajuan Kontrak Lindung Nilai dilakukan oleh Bank bersamaan dengan pengajuan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia melalui Reuters Monitoring Dealing System (RMDS) atau sarana komunikasi lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 2) Kontrak Lindung Nilai sebagaimana dimaksud dalam angka 1) berlaku efektif pada tanggal valuta. 3) Kontrak Lindung Nilai sebagaimana dimaksud dalam angka 1) meliputi informasi: a) nama Bank; b) jangka waktu Kontrak Lindung Nilai; c) Underlying Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam butir A.1 dan butir A.3 huruf a sampai huruf f; dan d) nilai nominal underlying yang dicantumkan dalam Kontrak Lindung Nilai. Contoh Kontrak Lindung Nilai untuk transaksi swap atas underlying milik nasabah Bank adalah sebagai berikut: Nama Bank : Bank A Jangka Waktu : 2 tahun Underlying … 5 Underlying : Kontrak transaksi swap Bank A dengan PT X atas Pinjaman Luar Negeri PT X Nilai Nominal : USD500 juta Contoh Kontrak Lindung Nilai untuk transaksi swap atas underlying milik Bank adalah sebagai berikut: Nama Bank : Bank A Jangka Waktu : 2 tahun Underlying : Kontrak Pinjaman Luar Negeri Bank Nilai Nominal : USD500 juta Contoh nilai nominal underlying yang dinyatakan dalam Kontrak Lindung Nilai tercantum pada Lampiran I. c. Pengajuan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia 1) Bank mengajukan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia secara langsung tanpa melalui lembaga perantara. 2) Pengajuan transaksi sebagaimana dimaksud pada angka 1) dilakukan melalui RMDS atau sarana komunikasi lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 3) Pengajuan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia paling kurang meliputi informasi: a) nama Bank; b) jangka waktu dan nominal Underlying Transaksi yang tercantum pada Kontrak Lindung Nilai; c) tanggal transaksi; d) tanggal valuta; e) jangka waktu Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia; f) tanggal jatuh waktu; g) nilai nominal; dan h) nomor rekening Bank di bank koresponden. 4) Setiap pengajuan Kontrak Lindung Nilai, sebagaimana dimaksud dalam butir 4.b disertai juga dengan informasi yang berisi pernyataan Bank bahwa seluruh persyaratan Transaksi … 6 Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia telah dipenuhi. Contoh pernyataan Bank mengenai pemenuhan persyaratan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia tercantum pada Lampiran II. 5) Setelah diterimanya pengajuan Kontrak Lindung Nilai sebagaimana dimaksud dalam butir b.3) dan pengajuan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam angka 3), Bank Indonesia akan memberikan nomor referensi kepada Bank untuk setiap Kontrak Lindung Nilai. 6) Pengajuan nominal Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia paling kurang sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh juta dolar Amerika Serikat) dan selanjutnya dengan kelipatan sebesar USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika Serikat). 7) Dalam hal terjadi koreksi atas pengajuan transaksi, Bank hanya dapat mengajukan 1 (satu) kali koreksi untuk setiap Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia yang diajukan dalam window time Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia. 8) Dalam hal dilakukan koreksi atas nilai nominal sebagaimana dimaksud dalam angka 7), nilai nominal dimaksud harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 6). 9) Bank bertanggung jawab atas kebenaran data Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia yang disampaikan kepada Bank Indonesia. 10) Pengajuan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia tidak dapat dibatalkan oleh Bank. 11) Kontrak Lindung Nilai berakhir apabila Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia telah berakhir dan tidak dilakukan perpanjangan oleh Bank. 12) Bank … 7 12) Bank Indonesia dapat menolak pengajuan Kontrak Lindung Nilai dan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia. d. Konfirmasi atas Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia Bank Indonesia meminta Bank untuk melakukan konfirmasi atas pengajuan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia yang dilakukan oleh Bank melalui RMDS atau sarana lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yang meliputi: 1) nominal transaksi; 2) jangka waktu transaksi; 3) tanggal valuta dan tanggal jatuh waktu; 4) kurs JISDOR; 5) kurs forward; 6) premi swap; 7) nomor rekening Bank di bank koresponden; dan 8) nomor rekening giro Bank di Bank Indonesia. e. Setelmen Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia 1) Setelmen first leg a) Bank Indonesia melakukan setelmen first leg paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah tanggal Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia, dengan mengkredit rekening giro Rupiah Bank sebesar nilai setelmen first leg. b) Nilai setelmen first leg dihitung sebesar nilai nominal Dolar Amerika Serikat yang diajukan dikalikan dengan kurs JISDOR. c) Bank wajib menyelesaikan transfer dana Dolar Amerika Serikat ke rekening Bank Indonesia di bank koresponden pada tanggal valuta (tanggal setelmen), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) Peraturan Bank Indonesia tentang Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia. d) Dalam … 8 d) Dalam hal pada tanggal setelmen first leg, Bank tidak melakukan transfer dana Dolar Amerika Serikat sebesar nilai transaksi yang diajukan, maka Bank wajib menyelesaikan transfer dana Dolar Amerika Serikat sebesar nilai transaksi yang diajukan pada hari kerja berikutnya. e) Atas keterlambatan penyelesaian kewajiban setelmen sebagaimana dimaksud dalam huruf d), Bank dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat (2) huruf a dan huruf b angka 1 Peraturan Bank Indonesia tentang Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia. 2) Setelmen second leg a) Pada tanggal Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia jatuh waktu (second leg), Bank Indonesia melakukan transfer dana Dolar Amerika Serikat ke rekening Bank di bank koresponden sebesar nilai nominal Dolar Amerika Serikat pada setelmen first leg. b) Bank Indonesia mendebet rekening giro Rupiah Bank sebesar nilai nominal Dolar Amerika Serikat pada setelmen first leg dikalikan kurs setelmen second leg. c) Kurs setelmen second leg adalah kurs JISDOR saat tanggal transaksi ditambah premi swap yang dibayarkan Bank kepada Bank Indonesia. d) Bank wajib menyediakan dana Rupiah pada tanggal valuta (tanggal setelmen second leg) di rekening giro Rupiah Bank pada Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) Peraturan Bank Indonesia tentang Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia. e) Dalam hal pada tanggal setelmen second leg, Bank tidak memiliki dana Rupiah yang cukup untuk memenuhi kewajiban setelmen sebagaimana dimaksud dalam huruf d), maka Bank wajib menyediakan … 9 menyediakan dana Rupiah yang cukup untuk memenuhi kewajiban setelmen pada hari kerja berikutnya. f) Pembayaran nominal Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam huruf d) dilakukan melalui pendebetan Rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia. g) Atas keterlambatan penyelesaian kewajiban setelmen sebagaimana dimaksud dalam huruf e), Bank dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat (2) huruf a dan huruf b angka 2 Peraturan Bank Indonesia tentang Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia. 3) Dalam hal setelah terjadinya Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dan angka 2), tanggal setelmen first leg atau tanggal setelmen second leg ditetapkan sebagai hari libur oleh pemerintah, pelaksanaan setelmen dilakukan pada hari kerja berikutnya. C. PERPANJANGAN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA 1. Bank dapat mengajukan perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia. 2. Bank Indonesia menerima perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia yang diajukan oleh Bank. 3. Jangka waktu perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia adalah 3 (tiga) bulan, 6 (enam) bulan, atau 12 (dua belas) bulan. 4. Bank yang akan mengajukan perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia diatur sebagai berikut: a. Bank harus memiliki Peringkat Komposit sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Peraturan Bank Indonesia tentang Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia. b. Bank … 10 b. Bank wajib memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (4) Peraturan Bank Indonesia tentang Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia. 5. Bank yang akan mengajukan perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia melakukan transaksi perpanjangan paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia jatuh waktu. 6. Bank yang mengajukan perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia melakukan prosedur yang sama dengan pengajuan pada awal Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia sebagaimana diatur dalam butir B.4.c. angka 1) sampai dengan angka 3), dan angka 6) sampai dengan angka 10). 7. Bank yang mengajukan perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia harus menginformasikan nomor referensi Kontrak Lindung Nilai sebagaimana dimaksud dalam butir B.4.c.5). 8. Setelmen perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia dapat dilakukan secara netting. 9. Bank Indonesia meminta Bank untuk melakukan konfirmasi atas pengajuan perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia melalui RMDS atau sarana lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yang meliputi: a. nominal transaksi; b. jangka waktu transaksi; c. tanggal valuta dan tanggal jatuh waktu; d. kurs JISDOR; e. kurs forward; f. premi swap; g. nilai nominal netting baik dalam Dolar Amerika Serikat maupun dalam Rupiah; h. nomor rekening Bank di bank koresponden; dan i. nomor rekening giro Bank di Bank Indonesia. 10. Setelmen secara netting untuk perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia meliputi: a. netting … 11 a. netting untuk nilai nominal yang sama pada setiap perpanjangan; b. netting untuk nilai nominal yang lebih kecil pada setiap perpanjangan; atau c. netting untuk nilai nominal yang sesuai dengan nilai outstanding Pinjaman Luar Negeri Bank pada setiap periode perpanjangan. 11. Setelmen netting untuk nilai nominal yang sama pada setiap perpanjangan sebagaimana dimaksud dalam butir 10.a dilakukan dengan mekanisme sebagai berikut: a. Nilai setelmen netting untuk nominal Rupiah dihitung sebagai berikut: ( ) b. Dalam hal perhitungan dalam huruf a menghasilkan selisih negatif, maka Bank Indonesia akan mengkredit rekening giro Rupiah Bank sebesar hasil perhitungan dalam huruf a. c. Dalam hal perhitungan dalam huruf a menghasilkan selisih positif, maka Bank Indonesia akan mendebet rekening giro Rupiah Bank sebesar hasil perhitungan dalam huruf a. Contoh perhitungan setelmen netting untuk nilai nominal yang sama tercantum pada Lampiran III dan Lampiran IV. 12. Setelmen netting untuk nilai nominal yang lebih kecil pada setiap perpanjangan sebagaimana dimaksud dalam butir 10.b dilakukan dengan mekanisme sebagai berikut: a. Nilai setelmen netting untuk Dolar Amerika Serikat dihitung sebagai berikut: b. Bank Indonesia melakukan transfer dana Dolar Amerika Serikat ke rekening Bank di bank koresponden sebesar nilai setelmen netting dalam huruf a. c. Nilai setelmen netting untuk Rupiah dihitung sebagai berikut: ( ( ) ) d. Dalam … 12 d. Dalam hal perhitungan dalam huruf c menghasilkan selisih positif, maka Bank Indonesia akan mendebet rekening giro Rupiah Bank sebesar hasil perhitungan dalam huruf c. e. Dalam hal perhitungan dalam huruf c menghasilkan selisih negatif, maka Bank Indonesia akan mengkredit rekening giro Rupiah Bank sebesar hasil perhitungan dalam huruf c. Contoh perhitungan setelmen netting untuk nilai nominal yang lebih kecil pada setiap perpanjangan adalah sebagaimana tercantum pada Lampiran V dan Lampiran VI. 13. Setelmen netting untuk nilai nominal yang sesuai dengan nilai outstanding Pinjaman Luar Negeri Bank pada setiap periode perpanjangan sebagaimana dimaksud dalam butir 10.c dilakukan dengan mekanisme sebagai berikut: a. Dalam hal Pinjaman Luar Negeri Bank dalam bentuk perjanjian kredit, maka nilai perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia disesuaikan dengan nilai outstanding Pinjaman Luar Negeri Bank yang telah berubah sesuai dengan jadwal pembayaran cicilan Pinjaman Luar Negeri Bank kepada kreditur. b. Dalam hal Pinjaman Luar Negeri Bank dalam bentuk penerbitan surat utang, maka nilai perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia disesuaikan dengan nilai outstanding surat utang yang diterbitkan Bank. c. Mekanisme perhitungan setelmen netting untuk nilai nominal yang sesuai dengan nilai outstanding Pinjaman Luar Negeri Bank pada setiap periode perpanjangan, mengacu pada mekanisme perhitungan setelmen netting untuk nilai nominal yang lebih kecil pada setiap perpanjangan sebagaimana dimaksud dalam angka 12. Contoh perhitungan setelmen netting untuk nilai nominal yang sesuai dengan nilai outstanding Pinjaman Luar Negeri Bank pada setiap periode perpanjangan tercantum pada Lampiran VII. Contoh format deal conversation di RMDS terkait pengajuan Kontrak Lindung Nilai, Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia, dan … 13 dan perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia tercantum pada Lampiran VIII. D. PENIADAAN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA 1. Bank Indonesia dapat meniadakan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia, kecuali dalam rangka perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia. 2. Pengumuman peniadaan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia, akan diumumkan Bank Indonesia paling lambat 3 (tiga) hari kerja sebelum tanggal peniadaan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia melalui sistem LHBU atau sarana informasi lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. E. TATA CARA PENGENAAN SANKSI Dalam hal Bank dikenakan sanksi atas pelanggaran setiap Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia dan/atau pelanggaran atas kewajiban setelmen Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 Peraturan Bank Indonesia tentang Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia, mekanisme pengenaan sanksi diatur sebagai berikut: 1. Bank Indonesia mengenakan sanksi berupa teguran tertulis dengan tembusan kepada Otoritas Jasa Keuangan. 2. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf b dan Pasal 15 ayat (2) huruf b Peraturan Bank Indonesia tentang Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia dilakukan dengan mendebet rekening giro Rupiah atau rekening giro valuta asing Bank yang ada di Bank Indonesia. F. LAIN-LAIN Lampiran I sampai dengan Lampiran VIII merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. Surat … 14 Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 3 Februari 2014 3 Februa Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, FILIANINGSIH HENDARTA KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER LAMPIRAN I SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 16/2 /DPM TANGGAL 28 JANUARI 2014 PERIHAL TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA Contoh Nilai Nominal Underlying yang Dinyatakan dalam Kontrak Lindung Nilai 1. Kontrak Lindung Nilai dengan Underlying berupa Pinjaman Luar Negeri dengan Penarikan Pinjaman Secara Langsung 0 USD10 juta 1 2 3 USD10 juta USD10 juta Bank yang memiliki Pinjaman Luar Negeri sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh juta dolar Amerika Serikat) dengan jangka waktu 3 (tiga) tahun akan mengajukan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh juta dolar Amerika Serikat) dan akan melakukan perpanjangan setiap tahun dengan nilai nominal sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh juta dolar Amerika Serikat) pada setiap perpanjangan, maka underlying yang dicantumkan dalam Kontrak Lindung Nilai adalah sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh juta dolar Amerika Serikat) dengan jangka waktu Kontrak Lindung Nilai selama 3 (tiga) tahun. 2. Kontrak Lindung Nilai dengan Underlying berupa Pinjaman Luar Negeri Milik Bank dengan Penarikan Secara Bertahap Pinjaman Luar Negeri USD30 juta Penarikan KLN 1 Swap 1 KLN 2 Swap 2 KLN 3 Swap 3 0 USD10 juta KLN 1 th USD10 USD 10juta KLN 1 th USD20 juta USD 20juta KLN 1 th USD30 juta USD30 juta Full movement Full movement 1 USD10 juta 2 USD10 juta 3 Berdasarkan … 2 Berdasarkan skenario di atas, Bank A memiliki Pinjaman Luar Negeri senilai USD30,000,000.00 (tiga puluh juta dolar Amerika Serikat) dari kreditur X di luar negeri dengan jangka waktu 3 (tiga) tahun. Penarikan pinjaman tersebut dilakukan setiap tahun dengan masing-masing nominal penarikan sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh juta dolar Amerika Serikat). Bank A melakukan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia atas Pinjaman Luar Negeri tersebut dengan mekanisme sebagai berikut: Tahun ke-1 : Pada tanggal 3 Februari 2014 Bank A mengajukan Kontrak Lindung Nilai dengan underlying transaksi berupa Pinjaman Luar Negeri yang diterima dari kreditur X sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh juta dolar Amerika Serikat) dan akan jatuh waktu pada 5 Februari 2015 dengan setelmen secara full movement. Nilai nominal underlying yang dapat dinyatakan pada Kontrak Lindung Nilai adalah sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh juta dolar Amerika Serikat) dan jangka waktu Kontrak Lindung Nilai adalah 1 (satu) tahun. Tahun ke-2 : Pada bulan Januari 2015 Bank A melakukan penarikan di tahun ke-2 atas Pinjaman Luar Negeri yang diterima dari kreditur X sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh juta dolar Amerika Serikat). Atas pinjaman tersebut Bank A mengajukan Kontrak Lindung Nilai pada tanggal 3 Februari 2015 dengan underlying transaksi berupa Pinjaman Luar Negeri yang diterima dari kreditur X sebesar USD20,000,000.00 (dua puluh juta dolar Amerika Serikat) dan akan jatuh waktu pada 5 Februari 2016 dengan setelmen secara full movement. Nilai nominal underlying yang dapat dinyatakan pada Kontrak Lindung Nilai adalah sebesar USD20,000,000.00 (dua puluh juta dolar Amerika Serikat) dan jangka waktu Kontrak Lindung Nilai adalah 1 (satu) tahun. Tahun ke-3 : Pada bulan Januari 2016 Bank A melakukan penarikan di … 3 di tahun ke-3 atas Pinjaman Luar Negeri yang diterima dari kreditur X sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh juta dolar Amerika Serikat). Atas pinjaman tersebut Bank A mengajukan Kontrak Lindung Nilai pada tanggal 3 Februari 2016 dengan underlying transaksi berupa Pinjaman Luar Negeri yang diterima dari kreditur X sebesar USD30,000,000.00 (tiga puluh juta dolar Amerika Serikat) dan akan jatuh waktu pada 6 Februari 2017 dengan setelmen secara full movement. Nilai nominal underlying yang dapat dinyatakan pada Kontrak Lindung Nilai adalah sebesar USD30,000,000.00 (tiga puluh juta dolar Amerika Serikat) dan jangka waktu Kontrak Lindung Nilai adalah 1 (satu) tahun. 3. Kontrak Lindung Nilai dengan Underlying berupa Transaksi Swap Bank dengan Nasabah atas Pinjaman Luar Negeri Milik Nasabah yang Penarikannya Dilakukan Secara Bertahap PT B memiliki Pinjaman Luar Negeri senilai USD30,000,000.00 (tiga puluh juta dolar Amerika Serikat) dari kreditur Y di luar negeri dengan jangka waktu 3 (tiga) tahun. Penarikan pinjaman tersebut dapat dilakukan setiap tahun dengan masing-masing nominal penarikan sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh juta dolar Amerika Serikat). PT B melakukan transaksi swap beli kepada Bank C atas Pinjaman Luar Negeri tersebut. Selanjutnya Bank C melakukan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia dengan underlying transaksi berupa swap jual antara Bank C dengan PT B, dengan mekanisme sebagai berikut: Alternatif … 4 Alternatif 1 Pinjaman Luar Negeri USD30 juta 0 KLN 1 Swap 1 KLN 2 Swap 2 KLN 3 Swap 3 USD10 juta KLN 1 th USD10 juta USD10 juta KLN 1 th USD20 juta USD 20 juta KLN 1 th USD30 juta USD30 juta Full movement Full movement Tahun ke-1 : Pada tanggal 3 Februari 2014 Bank C mengajukan Kontrak Lindung Nilai dengan underlying transaksi berupa swap jual antara Bank C dengan PT B sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh juta dolar Amerika Serikat) dan akan jatuh waktu pada 5 Februari 2015 dengan setelmen secara full movement. Nilai nominal underlying yang dapat dinyatakan pada Kontrak Lindung Nilai adalah sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh juta dolar Amerika Serikat) dan jangka waktu Kontrak Lindung Nilai adalah 1 (satu) tahun. Tahun ke-2 : Pada bulan Januari 2015 PT B melakukan transaksi swap beli kepada Bank C dengan underlying berupa penarikan di tahun ke-2 atas Pinjaman Luar Negeri yang diterima PT B sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh juta dolar Amerika Serikat). Atas transaksi tersebut pada tanggal 3 Februari 2015 Bank C mengajukan Kontrak Lindung Nilai dengan underlying transaksi berupa swap jual antara Bank C dengan PT B sebesar USD20,000,000.00 (dua puluh juta dolar Amerika Serikat) dan akan jatuh waktu pada 5 Februari 2016 dengan … 1 USD10 juta 2 USD10 juta 3 5 dengan setelmen secara full movement. Nilai nominal underlying yang dinyatakan pada Kontrak Lindung Nilai adalah sebesar USD20,000,000.00 (dua puluh juta dolar Amerika Serikat) dan jangka waktu Kontrak Lindung Nilai adalah 1 (satu) tahun. Tahun ke-3 : Pada bulan Januari 2016 PT B melakukan transaksi swap beli kepada Bank C dengan underlying berupa penarikan di tahun ke-3 atas Pinjaman Luar Negeri yang diterima PT B sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh juta dolar Amerika Serikat). Atas transaksi tersebut pada tanggal 3 Februari 2016 Bank C mengajukan Kontrak Lindung Nilai dengan underlying transaksi berupa swap jual antara Bank C dengan PT B sebesar sebesar USD30,000,000.00 (tiga puluh juta Dolar Amerika Serikat) dan akan jatuh waktu pada 6 Februari 2017 dengan setelmen secara full movement. Nilai nominal underlying yang dinyatakan pada Kontrak Lindung Nilai adalah sebesar USD30,000,000.00 (tiga puluh juta dolar Amerika Serikat) dan jangka waktu Kontrak Lindung Nilai adalah 1 (satu) tahun. Alternatif 2 Pinjaman Luar Negeri USD30 juta 0 USD10 juta 1 USD10 juta Roll-over 2 USD10 juta Roll-over Roll-over 3 KLN USD10 juta, 3 tahun KLN USD10 juta, 2 tahun KLN USD10 juta, 1 tahun Tahun ke-1 : Pada tanggal 3 Februari 2014 Bank C mengajukan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia dengan underlying transaksi berupa swap jual antara Bank C dengan PT B sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh juta dolar Amerika Serikat) dan akan jatuh waktu … 6 waktu pada 5 Februari 2015. Nilai nominal underlying yang dinyatakan pada Kontrak Lindung Nilai adalah sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh juta dolar Amerika Serikat) dan jangka waktu Kontrak Lindung Nilai adalah 3 (tiga) tahun. Bank C dapat melakukan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia dengan nilai USD10,000,000.00 (sepuluh juta dolar Amerika Serikat) selama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang setiap tahun sampai dengan tahun ke-3 dengan setelmen secara netting. Pada akhir tahun ke-3 setelmen transaksi dilakukan secara full movement. Tahun ke-2 : Pada bulan Januari 2015 PT B melakukan transaksi swap beli kepada Bank C dengan underlying berupa penarikan di tahun ke-2 atas Pinjaman Luar Negeri yang diterima PT B sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh juta dolar Amerika Serikat). Atas transaksi tersebut pada tanggal 3 Februari 2015 Bank C melakukan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia dengan underlying transaksi berupa swap jual antara Bank C dengan PT B sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh juta dolar Amerika Serikat) dan akan jatuh waktu pada 5 Februari 2016. Nilai nominal underlying yang dinyatakan pada Kontrak Lindung Nilai adalah sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh juta dolar Amerika Serikat) dan jangka waktu Kontrak Lindung Nilai adalah 2 (dua) tahun. Bank C dapat melakukan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia dengan nilai USD10,000,000.00 (sepuluh juta dolar Amerika Serikat) selama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang setiap tahun sampai dengan tahun ke-2 dengan setelmen secara netting. Pada akhir tahun ke-2 setelmen transaksi dilakukan secara full movement. Tahun ke-3 : Pada bulan Januari 2016 PT B melakukan transaksi swap beli kepada Bank C dengan underlying berupa penarikan di tahun ke-3 atas Pinjaman Luar Negeri yang … 7 yang diterima PT B sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh juta dolar Amerika Serikat). Atas transaksi tersebut pada tanggal 3 Februari 2016 Bank C melakukan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia dengan underlying transaksi berupa swap jual antara Bank C dengan PT B sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh juta dolar Amerika Serikat) dan akan jatuh waktu pada 6 Februari 2017. Nilai nominal underlying yang dinyatakan pada Kontrak Lindung Nilai adalah sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh juta dolar Amerika Serikat) dengan jangka waktu Kontrak Lindung Nilai adalah 1 (satu) tahun. Bank C dapat melakukan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia dengan nilai USD 10,000,000.00 (sepuluh juta dolar Amerika Serikat) selama 1 (satu) tahun dengan setelmen secara full movement. KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER, FILIANINGSIH HENDARTA 8 LAMPIRAN II SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 16/ 2 /DPM TANGGAL 28 JANUARI 2014 PERIHAL TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA Contoh Pernyataan Bank Mengenai Pemenuhan Persyaratan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia Bersama ini Bank D menyatakan bahwa Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia telah memenuhi seluruh persyaratan yang diatur dalam ketentuan mengenai Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia. KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER, FILIANINGSIH HENDARTA 9 LAMPIRAN III SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 16/ 2 /DPM TANGGAL 28 JANUARI 2014 PERIHAL TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA Contoh Perhitungan Setelmen Netting untuk Nilai Nominal yang Sama pada Setiap Perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia KONTRAK LINDUNG NILAI 1. Nominal Kontrak Lindung Nilai: USD20 juta. 2. Jangka waktu Kontrak Lindung Nilai: 2 tahun. TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA 1. Jangka waktu:12 bulan. 2. Nominal: USD20 juta. 3. Tanggal transaksi: 11 Februari 2014. 4. Tanggal valuta (setelmen 1st leg swap 1): 13 Februari 2014. 5. Kurs JISDOR 11 Februari 2014: Rp12.000,00. 6. Premi swap 12 bulan: Rp900,00. 7. Tanggal valuta jatuh waktu (setelmen 2nd leg swap 1): 13 Februari 2015. 8. Kurs setelmen 2nd leg swap 1: Rp12.900,00. PERPANJANGAN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA 1. Jangka waktu perpanjangan: 12 bulan. 2. Nominal: USD20 juta. 3. Tanggal transaksi perpanjangan: 11 Februari 2015. 4. Tanggal valuta perpanjangan (setelmen 1st leg swap 2): 13 Februari 2015. 5. Kurs JISDOR 11 Februari 2015 : Rp12.500,00. 6. Premi swap 12 bulan: Rp950,00. SETELMEN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA Perhitungan Setelmen 1. Saat Transaksi Swap jatuh waktu, perhitungan setelmen 2nd leg swap 1 pada tanggal 13 Februari 2015: a. Bank Indonesia akan mengembalikan ke Bank: USD20 juta. b. Bank akan mengembalikan ke Bank Indonesia: (Rp12.000,00 + Rp900,00) x USD20 juta = Rp258 milyar. 2. Saat perpanjangan Transaksi Swap, perhitungan setelmen 1st leg swap 2 pada tanggal 13 Februari 2015: a. Bank Indonesia akan menerima transfer dari Bank: USD20 juta. b. Bank akan menerima dari Bank Indonesia: Rp12.500,00 x USD20 juta = Rp250 milyar. Setelmen Transaksi Setelmen netting pada tanggal 13 Februari 2015: a. Setelmen USD = USD20 juta – USD20 juta = USD0. b. Setelmen Rp = Rp258 milyar – Rp250 milyar = Rp8 milyar. Berdasarkan … 10 Berdasarkan hasil perhitungan setelmen secara netting, maka Bank Indonesia akan mendebet rekening giro Rupiah Bank pada tanggal 13 Februari 2015 sebesar Rp8 milyar. KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER, FILIANINGSIH HENDARTA 11 LAMPIRAN IV SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 16/2 /DPM TANGGAL 28 JANUARI 2014 PERIHAL TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA Contoh Perhitungan Setelmen Netting untuk Nilai Nominal yang Sama pada Setiap Perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia KONTRAK LINDUNG NILAI 1. Nominal Kontrak Lindung Nilai: USD20 juta. 2. Jangka waktu Kontrak Lindung Nilai: 2 tahun. TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA 1. Jangka waktu:12 bulan. 2. Nominal: USD20 juta. 3. Tanggal transaksi: 11 Februari 2014. 4. Tanggal valuta (setelmen 1st leg swap 1): 13 Februari 2014. 5. Kurs JISDOR 11 Februari 2014 : Rp12.000,00. 6. Premi swap 12 bulan: Rp900,00. 7. Tanggal valuta jatuh waktu (setelmen 2nd leg swap 1): 13 Februari 2015. 8. Kurs setelmen 2nd leg swap 1: Rp12.900,00. PERPANJANGAN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA 1. Jangka waktu perpanjangan: 12 bulan. 2. Nominal: USD20 juta. 3. Tanggal transaksi perpanjangan: 11 Februari 2015. 4. Tanggal valuta perpanjangan (setelmen 1st leg swap 2): 13 Februari 2015. 5. Kurs JISDOR 11 Februari 2015: Rp13.000,00. 6. Premi swap 12 bulan: Rp950,00. SETELMEN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA Perhitungan Setelmen 1. Saat Transaksi Swap jatuh waktu, perhitungan setelmen 2nd leg swap 1 pada tanggal 13 Februari 2015: a. Bank Indonesia akan mengembalikan ke Bank: USD20 juta. b. Bank akan mengembalikan ke Bank Indonesia: (Rp12.000,00 + Rp900,00) x USD20 juta = Rp258 milyar. 2. Saat perpanjangan Transaksi Swap, perhitungan setelmen 1st leg swap 2 pada tanggal 13 Februari 2015: a. Bank Indonesia akan menerima transfer dari Bank: USD20 juta. b. Bank akan menerima dari Bank Indonesia: Rp13.000,00 x USD20 juta = Rp260 milyar. Setelmen Transaksi Setelmen netting pada tanggal 13 Februari 2015: a. Setelmen USD = USD20 juta – USD20 juta = USD0. b. Setelmen Rp = Rp258 milyar – Rp260 milyar = (Rp2 milyar). Berdasarkan … 12 Berdasarkan hasil perhitungan setelmen secara netting, maka Bank Indonesia akan mengkredit rekening giro Rupiah Bank pada tanggal 13 Februari 2015 sebesar Rp2 milyar. KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER, FILIANINGSIH HENDARTA 13 LAMPIRAN V SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 16/ 2 /DPM TANGGAL 28 JANUARI 2014 PERIHAL TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA Contoh Perhitungan Setelmen Netting untuk Nilai Nominal yang Lebih Kecil pada Setiap Perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia KONTRAK LINDUNG NILAI 1. Nominal Kontrak Lindung Nilai: USD20 juta. 2. Jangka waktu Kontrak Lindung Nilai: 2 tahun. TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA 1. Jangka waktu:12 bulan. 2. Nominal: USD20 juta. 3. Tanggal transaksi: 11 Februari 2014. 4. Tanggal valuta (setelmen 1st leg swap 1): 13 Februari 2014. 5. Kurs JISDOR 11 Februari 2014: Rp12.000,00. 6. Premi swap 12 bulan: Rp900,00. 7. Tanggal valuta jatuh waktu (setelmen 2nd leg swap 1): 13 Februari 2015. 8. Kurs setelmen 2nd leg swap 1: Rp12.900,00. PERPANJANGAN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA 1. Jangka waktu perpanjangan: 12 bulan. 2. Nominal: USD15 juta. 3. Tanggal transaksi perpanjangan: 11 Februari 2015. 4. Tanggal valuta perpanjangan (setelmen 1st leg swap 2): 13 Februari 2015. 5. Kurs JISDOR 11 Februari 2015: Rp12.500,00. 6. Premi swap 12 bulan: Rp950,00. SETELMEN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA Perhitungan Setelmen 1. Saat Transaksi Swap jatuh waktu, perhitungan setelmen 2nd leg swap 1 pada tanggal 13 Februari 2015: a. Bank Indonesia akan mengembalikan ke Bank: USD20 juta. b. Bank akan mengembalikan ke Bank Indonesia: (Rp12.000,00 + Rp900,00) x USD20 juta = Rp258 milyar. 2. Saat perpanjangan Transaksi Swap, perhitungan setelmen 1st leg swap 2 pada tanggal 13 Februari 2015: a. Bank Indonesia akan menerima transfer dari Bank: USD15 juta. b. Bank akan menerima dari Bank Indonesia: Rp12.500,00 x USD15 juta = Rp187,5 milyar. Setelmen Transaksi Setelmen netting pada tanggal 13 Februari 2015: a. Setelmen USD = USD20 juta – USD15 juta = USD5 juta. b. Setelmen Rp = Rp258 milyar – Rp187,5 milyar = Rp70,5 milyar. Berdasarkan hasil perhitungan setelmen secara netting, maka: a. Bank … 14 a. Bank Indonesia akan mentransfer ke rekening Bank di bank koresponden sebesar USD5 juta. b. Bank Indonesia mendebet rekening giro Rupiah Bank sebesar Rp70,5 milyar. KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER, FILIANINGSIH HENDARTA 15 LAMPIRAN VI SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 16/ 2 /DPM TANGGAL 28 JANUARI 2014 PERIHAL TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA Contoh Perhitungan Setelmen Netting untuk Nilai Nominal yang Lebih Kecil pada Setiap Perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia KONTRAK LINDUNG NILAI 1. Nominal Kontrak Lindung Nilai: USD20 juta. 2. Jangka waktu Kontrak Lindung Nilai: 2 tahun. TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA 1. Jangka waktu:12 bulan. 2. Nominal: USD20 juta. 3. Tanggal transaksi: 11 Februari 2014. 4. Tanggal valuta (setelmen 1st leg swap 1): 13 Februari 2014. 5. Kurs JISDOR 11 Februari 2014: Rp12.000,00. 6. Premi swap 12 bulan: Rp900,00. 7. Tanggal valuta jatuh waktu (setelmen 2nd leg swap 1): 13 Februari 2015. 8. Kurs setelmen 2nd leg swap 1: Rp12.900,00. PERPANJANGAN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA 1. Jangka waktu perpanjangan : 12 bulan. 2. Nominal: USD19 juta. 3. Tanggal transaksi perpanjangan: 11 Februari 2015. 4. Tanggal valuta perpanjangan (setelmen 1st leg swap 2): 13 Februari 2015. 5. Kurs JISDOR 11 Februari 2015: Rp14.000,00. 6. Premi swap 12 bulan: Rp950,00. SETELMEN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA Perhitungan Setelmen 1. Saat Transaksi Swap jatuh waktu, perhitungan setelmen 2nd leg swap 1 pada tanggal 13 Februari 2015: a. Bank Indonesia akan mengembalikan ke Bank: USD20 juta. b. Bank akan mengembalikan ke Bank Indonesia: (Rp12.000,00 + Rp900,00) x USD20 juta = Rp258 milyar. 2. Saat perpanjangan Transaksi swap, perhitungan setelmen 1st leg swap 2 pada tanggal 13 Februari 2015: a. Bank Indonesia akan menerima transfer dari Bank: USD19 juta. b. Bank akan menerima dari Bank Indonesia: Rp14.000,00 x USD19 juta = Rp266 milyar. Setelmen Transaksi Setelmen netting pada tanggal 13 Februari 2015: a. Setelmen USD = USD20 juta – USD19 juta = USD1 juta. b. Setelmen Rp = Rp258 milyar – Rp266 milyar = (Rp8 milyar). Berdasarkan hasil perhitungan setelmen secara netting, maka: a. Bank … 16 a. Bank Indonesia akan mentransfer ke rekening Bank di bank koresponden sebesar USD1 juta. b. Bank Indonesia mengkredit rekening giro Rupiah Bank sebesar Rp8 milyar. KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER, FILIANINGSIH HENDARTA 17 LAMPIRAN VII SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 16/ 2 /DPM TANGGAL 28 JANUARI 2014 PERIHAL TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA Contoh Perhitungan Setelmen Netting untuk Nilai nominal yang sesuai dengan nilai outstanding Pinjaman Luar Negeri Bank pada setiap periode perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia KONTRAK LINDUNG NILAI 1. Jadwal pembayaran cicilan Pinjaman Luar Negeri Bank: USD10 juta setiap tahun selama 2 tahun. 2. Nominal Kontrak Lindung Nilai: a. USD20 juta untuk tahun pertama. b. USD10 juta untuk tahun kedua. 3. Jangka waktu Kontrak Lindung Nilai: 2 tahun. TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA 1. Jangka waktu: 12 bulan. 2. Nominal: USD20 juta. 3. Tanggal transaksi: 11 Februari 2014. 4. Tanggal valuta (setelmen 1st leg swap 1): 13 Februari 2014. 5. Kurs spot 11 Februari 2014: Rp12.000,00. 6. Premi swap 12 bulan: Rp900,00. 7. Tanggal valuta jatuh waktu (setelmen 2nd leg swap 1): 13 Februari 2015. 8. Kurs setelmen 2nd leg swap 1: Rp12.900,00. PERPANJANGAN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA 1. Jangka waktu perpanjangan: 12 bulan. 2. Nominal: USD10 juta. 3. Tanggal transaksi perpanjangan: 11 Februari 2015. 4. Tanggal valuta perpanjangan (setelmen 1st leg swap 2): 13 Februari 2015. 5. Kurs spot 11 Februari 2015: Rp12.500,00. 6. Premi swap 12 bulan: Rp950,00. SETELMEN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA Perhitungan Setelmen 1. Saat Transaksi Swap jatuh waktu, perhitungan setelmen 2nd leg swap 1 pada tanggal 13 Februari 2015: a. Bank Indonesia akan mengembalikan ke Bank: USD20 juta. b. Bank akan mengembalikan ke Bank Indonesia: (Rp12.000,00 + Rp900,00) x USD20 juta = Rp258 milyar. 3. Saat perpanjangan Transaksi Swap, perhitungan setelmen 1st leg swap 2 pada tanggal 13 Februari 2015: a. Bank Indonesia akan menerima transfer dari Bank: USD10 juta. b. Bank akan menerima dari Bank Indonesia: Rp12.500,00 x USD10 juta = Rp125 milyar. Setelmen … 18 Setelmen Transaksi Setelmen netting pada tanggal 13 Februari 2015: a. Setelmen USD = USD20 juta – USD10 juta = USD10 juta. b. Setelmen Rp = Rp258 milyar – Rp125 milyar = Rp133 milyar. Berdasarkan hasil perhitungan setelmen secara netting, maka: a. Bank Indonesia akan mentransfer ke rekening Bank di bank koresponden sebesar USD10 juta. b. Bank Indonesia mendebet rekening giro Rupiah Bank sebesar Rp133 milyar. KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER, FILIANINGSIH HENDARTA 19 LAMPIRAN VIII SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 16/ 2 /DPM TANGGAL 28 JANUARI 2014 PERIHAL TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA Contoh Format Deal Conversation di RMDS Pengajuan Kontrak Lindung Nilai dan Transaksi Swap Awal BERSAMA INI BANK XXXX MENYATAKAN BAHWA TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA TELAH MEMENUHI SELURUH PERSYARATAN YANG DIATUR DALAM KETENTUAN MENGENAI TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA KONTRAK LINDUNG NILAI A. NAMA BANK BANK XXXX B. JANGKA WAKTU 2 TAHUN C. UNDERLYING KONTRAK TRANSAKSI SWAP BANK XXXX DENGAN PT XYZ ATAS PINJAMAN LUAR NEGERI PT XYZ D. NILAI NOMINAL USD500 JUTA TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI A. NAMA BANK BANK XXXX B. KONTRAK LINDUNG NILAI 2 TAHUN UNTUK USD500 JUTA C. TANGGAL TRANSAKSI 14 FEBRUARI 2014 D. TANGGAL VALUTA 18 FEBRUARI 2014 E. JANGKA WAKTU 12 BULAN F. TANGGAL JATUH WAKTU 18 FEBRUARI 2015 G. NILAI NOMINAL USD100 JUTA H. NOMOR REKENING USD FED RESERVE BK OF NY, NY AC 02108XXXXX BIC CODE FRNYUSXX Selanjutnya Bank Indonesia akan memberikan nomor referensi Kontrak Lindung Nilai kepada Bank NOMOR REFERENSI XXXX14021415B-0001 Contoh Pengajuan Perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai PERPANJANGAN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI A. NAMA BANK BANK XXXX B. KONTRAK … 20 B. KONTRAK LINDUNG NILAI 2 TAHUN UNTUK USD500 JUTA C. TANGGAL TRANSAKSI 14 FEBRUARI 2014 D. TANGGAL VALUTA 18 FEBRUARI 2014 E. JANGKA WAKTU 12 BULAN F. TANGGAL JATUH WAKTU 18 FEBRUARI 2015 G. NILAI NOMINAL USD100 JUTA H. NOMOR REKENING USD FED RESERVE BK OF NY, NY AC 02108XXXXX BIC CODE FRNYUSXX I. NOMOR REFERENSI XXXX14021415B-0001 KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER, FILIANINGSIH HENDARTA
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 16/2/DPM|SE-BI/2014 </reg_id> <reg_title> Transaksi Swap Lindung Nilai Kepada Bank Indonesia. </reg_title> <set_date> 28 Januari 2014 </set_date> <effective_date> 3 Februari 2014 </effective_date> <related_reg> '15/17/PBI/2013' </related_reg> <penalty_list> 'Huruf E', 'Huruf B Angka 4 Huruf e Angka 1) Huruf e)', 'Huruf B Angka 4 Huruf e Angka 2) Huruf g)' </penalty_list>
No. 4/12/DASP Jakarta, 24 September 2002 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Jadwal Kliring dan Tanggal Valuta Penyelesaian Akhir, Sistem Penyelenggaraan Kliring Lokal serta Jenis dan Batasan Nominal Warkat atau Data Keuangan Elektronik Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 1/3/PBI/1999 tanggal 13 Agustus 1999 tentang Penyelenggaraan Kliring Lokal dan Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Antar Bank atas Hasil Kliring Lokal sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/14/PBI/2000 tanggal 9 Juni 2000 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 1/3/PBI/1999 tentang Penyelenggaraan Kliring Lokal dan Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Antar Bank atas Hasil Kliring Lokal, antara lain ditetapkan bahwa Penyelenggaraan Kliring Lokal dan Penyelesaian Akhir diatur lebih lanjut dalam Surat Edaran Bank Indonesia. Sehubungan dengan telah diimplementasikannya Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) pada Kantor Pusat Bank Indonesia dan beberapa Kantor Bank Indonesia (KBI) serta dalam rangka lebih mengoptimalkan upaya Bank Indonesia dalam meminimalkan timbulnya risiko-risiko sistem pembayaran antar Bank dalam kliring, perlu dilakukan perubahan atas ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/10/DASP tanggal 28 Mei 2001 perihal Jadwal Kliring dan Tanggal Valuta Penyelesaian Akhir, Sistem Penyelenggaraan… Penyelenggaraan Kliring Lokal serta Jenis dan Batasan Nominal Warkat atau Data Keuangan Elekronik sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/26/DASP tanggal 5 Desember 2001, sebagai berikut : I. JADWAL KLIRING DAN TANGGAL VALUTA PENYELESAIAN AKHIR Kegiatan Kliring dapat diselenggarakan dengan memisahkan atau tidak memisahkan Kliring Nominal Besar dengan Kliring Ritel. Berkenaan dengan hal tersebut, jadwal Kliring dan tanggal valuta Penyelesaian Akhir diatur sebagai berikut : A. Pada Penyelenggaraan Kliring Lokal di Wilayah Kliring yang Tidak Memisahkan Kliring Nominal Besar dan Kliring Ritel 1. Jadwal Kliring mencakup satu siklus kegiatan Kliring yang terdiri dari : a. Kliring Penyerahan; b. Kliring Pengembalian. 2. Kegiatan Kliring sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan pada tanggal yang sama. 3. Pengembalian Warkat atau Data Keuangan Elektronik (DKE) Debet Kliring Penyerahan yang ditolak pembayarannya oleh Bank Tertarik hanya dapat dilakukan pada kegiatan Kliring Pengembalian yang merupakan satu kesatuan siklus Kliring dengan Kliring Penyerahan yang bersangkutan. 4. Penyelesaian Akhir dilakukan sekaligus setelah kedua kegiatan Kliring sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dilaksanakan. Tanggal valuta Penyelesaian Akhir adalah tanggal yang dengan pelaksanaan angka 1. B. Pada… Kliring sebagaimana dimaksud dalam sama B. Pada penyelenggaraan Kliring Lokal di Wilayah Kliring yang Memisahkan Kliring Nominal Besar dan Kliring Ritel 1. Jadwal Kliring mencakup dua siklus kegiatan Kliring sebagai berikut : a. Siklus Kliring Nominal Besar, yang terdiri dari kegiatan : 1) Kliring Penyerahan Nominal Besar; 2) Kliring Pengembalian Nominal Besar. b. Siklus Kliring Ritel, yang terdiri dari kegiatan : 1) Kliring Penyerahan Ritel; 2) Kliring Pengembalian Ritel. 2. Kegiatan Kliring sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a.1) dan huruf a.2) dilakukan pada tanggal yang sama, sedangkan kegiatan sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf b.1) dan huruf b.2) dilakukan pada tanggal yang berbeda yaitu kegiatan Kliring sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf b.2) dilakukan pada hari kerja berikutnya setelah kegiatan Kliring sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf b.1). 3. Pengembalian Warkat atau DKE Debet Kliring Penyerahan sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a.1) dan b.1) yang ditolak pembayarannya oleh Bank Tertarik hanya dapat dilakukan pada kegiatan Kliring Pengembalian yang merupakan satu kesatuan siklus Kliring dengan Kliring Penyerahan yang bersangkutan. 4. Penyelesaian Akhir dilakukan untuk masing-masing kegiatan Kliring pada angka 1 huruf a.1), angka 1 huruf a.2), angka 1 huruf b.1) dan angka 1 huruf b.2). Tanggal valuta Penyelesaian Akhir masing - masing kegiatan Kliring sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a dan b sama dengan tanggal pelaksanaan masing- masing kegiatan Kliring. II. PEMBERITAHUAN… II. PEMBERITAHUAN JADWAL KLIRING DAN SISTEM PENYELENGGARAAN KLIRING LOKAL Sesuai Penjelasan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia Nomor 1/3/PBI/1999 tanggal 13 Agustus 1999 tentang Penyelenggaraan Kliring Lokal dan Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Antar Bank atas Hasil Kliring Lokal sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/14/PBI/2000 tanggal 9 Juni 2000 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 1/3/PBI/1999 tentang Penyelenggaraan Kliring Lokal dan Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Antar Bank atas Hasil Kliring Lokal, Penyelenggara menetapkan Sistem Penyelenggaraan Kliring Lokal. Selanjutnya Sistem Penyelenggaraan Kliring dan Jadwal kegiatan Kliring sebagaimana dimaksud pada angka I diumumkan secara tertulis oleh masing-masing Penyelenggara dengan mengacu pada Surat Edaran Bank Indonesia ini dan Surat Edaran Bank Indonesia untuk masing-masing Sistem Penyelenggaraan Kliring Lokal. III. JENIS DAN BATASAN NOMINAL WARKAT ATAU DKE A. Pada penyelenggaraan Kliring Lokal di Wilayah Kliring yang Tidak Memisahkan Kliring Nominal Besar dan Kliring Ritel 1. Warkat atau DKE Kredit yang dapat dikliringkan adalah Warkat atau DKE Kredit dengan nilai nominal di bawah Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). 2. Warkat atau DKE Debet yang dapat dikliringkan adalah Warkat atau DKE Debet dengan nilai nominal yang tidak terbatas. Khusus untuk Nota Debet, pelaksanaannya harus tunduk pada Surat Edaran Bank Indonesia yang mengatur mengenai Penggunaan Nota Debet Dalam Kliring. B. Pada penyelenggaraan Kliring Lokal di Wilayah Kliring yang Memisahkan Kliring Nominal Besar dan Kliring Ritel 1. Kliring Nominal Besar Warkat atau DKE yang dapat dikliringkan hanya Warkat atau DKE Debet… Debet dengan nilai nominal Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) ke atas. Khusus untuk Nota Debet, pelaksanaannya harus tunduk pada Surat Edaran Bank Indonesia yang mengatur mengenai Penggunaan Nota Debet Dalam Kliring. 2. Kliring Ritel a. Warkat atau DKE Kredit yang dapat dikliringkan adalah Warkat atau DKE Kredit dengan nilai nominal di bawah Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). b. Warkat atau DKE Debet yang dapat dikliringkan adalah warkat atau DKE Debet dengan nilai nominal di bawah Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Khusus untuk Nota Debet, pelaksanaannya harus tunduk pada Surat Edaran Bank Indonesia yang mengatur mengenai Penggunaan Nota Debet Dalam Kliring. C. Ketentuan dalam angka III huruf A dan B berlaku pula untuk penyelenggara kliring lokal non Bank Indonesia yang berada di wilayah kerja KBI yang telah mengimplementasikan Sistem BI-RTGS. D. Bank yang berada di wilayah kerja KBI yang belum mengimplementasikan Sistem BI-RTGS, tetap dapat mengkliringkan Warkat atau DKE Kredit dengan nilai nominal Rp. 100.000.000,00- (seratus juta rupiah) ke atas dan menyelesaikan transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) atau Pasar Uang Antar Bank berdasarkan prinsip Syariah (PUAS) termasuk penempatan dana antar Bank melalui kegiatan Kliring. IV. INFORMASI DINI HASIL KLIRING LOKAL Bank dapat mengetahui secara dini informasi hasil Kliring Lokal pada waktu penyediaan informasi dalam jadwal penyelenggaraan Kliring Lokal. Tata cara penyampaian informasi diumumkan oleh Penyelenggara melalui pengumuman sebagaimana dimaksud pada angka II. V. PASAR… V. PASAR UANG ANTAR BANK ATAU PASAR UANG ANTAR BANK BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH Seluruh pembayaran dan atau pelunasan atas transaksi PUAB atau PUAS termasuk penempatan dana antar bank dilakukan melalui Sistem BI-RTGS, kecuali untuk Bank yang berada di wilayah kerja KBI yang belum mengimplementasikan Sistem BI-RTGS sebagaimana diatur dalam angka III huruf D. VI. PENUTUP Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini, maka : 1. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/10/DASP tanggal 28 Mei 2001 perihal Jadwal Kliring dan Tanggal Valuta Penyelesaian Akhir, Sistem Penyelenggaraan Kliring Lokal serta Jenis dan Batasan Nominal Warkat atau Data Keuangan Elektronik; 2. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/26/DASP tanggal 5 Desember 2001 perihal Perubahan SE No. 3/10/DASP tanggal 28 Mei 2001 perihal Jadwal Kliring dan Tanggal Valuta Penyelesaian Akhir, Sistem Penyelenggaraan Kliring Lokal serta Jenis dan Batasan Nominal Warkat atau Data Keuangan Elektronik, dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 1 Oktober 2002. Agar setiap orang Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar saudara maklum. BANK INDONESIA, mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat MOHAMAD ISHAK DIREKTUR AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 4/12/DASP|SE-BI/2002 </reg_id> <reg_title> Jadwal Kliring dan Tanggal Valuta Penyelesaian Akhir, Sistem Penyelenggaraan Kliring Lokal serta Jenis dan Batasan Nominal Warkat atau Data Keuangan Elektronik </reg_title> <set_date> 24 September 2002 </set_date> <effective_date> 1 Oktober 2002 </effective_date> <replaced_reg> '3/26/DASP|SE-BI/2001', '3/10/DASP|SE-BI/2001' </replaced_reg> <related_reg> '2/14/PBI/2000', '1/3/PBI/1999', '3/26/DASP|SE-BI/2001', '3/10/DASP|SE-BI/2001' </related_reg>
No. 16/ 2 /DPM Jakarta, 28 Januari 2014 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM Perihal : Transaksi Swap Lindung Nilai Kepada Bank Indonesia. Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/17/PBI/2013 tentang Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 237, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5480), perlu diatur ketentuan pelaksanaan mengenai Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia, sebagai berikut: A. DOKUMEN UNDERLYING TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA 1. Dokumen underlying milik Bank dalam Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) Peraturan Bank Indonesia tentang Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia diatur sebagai berikut: a. Dalam hal Underlying Transaksi berupa Pinjaman Luar Negeri Bank dalam bentuk perjanjian kredit maka dokumen underlying berupa perjanjian kredit (loan agreement) antara Bank dengan kreditur Bank. b. Dalam hal Underlying Transaksi berupa Pinjaman Luar Negeri Bank dalam bentuk penerbitan surat utang maka dokumen underlying antara lain berupa laporan penjualan surat utang yang dikeluarkan oleh global custody. 2. Dokumen underlying milik nasabah dalam Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) Peraturan Bank Indonesia tentang Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia, berupa dokumen transaksi swap jual antara Bank dengan nasabah dalam bentuk deal ticket atau kontrak swap. 3. Dokumen … 2 3. Dokumen underlying transaksi swap jual antara Bank dengan nasabah diatur sebagai berikut: a. Underlying transaksi berupa Pinjaman Luar Negeri dalam bentuk perjanjian kredit, maka dokumen underlying transaksi berupa perjanjian kredit (loan agreement) antara nasabah dengan kreditur nasabah. b. Underlying transaksi berupa Pinjaman Luar Negeri dalam bentuk penerbitan surat utang, maka dokumen underlying transaksi antara lain berupa laporan penjualan surat utang yang dikeluarkan oleh global custody. c. Underlying transaksi berupa Investasi Langsung, maka dokumen underlying transaksi antara lain berupa dokumen terkait dengan realisasi investasi. d. Underlying transaksi berupa Devisa Hasil Ekspor (DHE), maka dokumen underlying transaksi antara lain berupa Authenticated SWIFT message (MT910) yang berisi informasi penerimaan DHE. e. Underlying transaksi berupa investasi pada infrastruktur pembangunan sarana umum dan produksi, maka dokumen underlying transaksi berupa dokumen kegiatan investasi yang diatur sebagai berikut: 1) dalam hal pemilik proyek infrastruktur adalah pemerintah, maka dokumen kegiatan investasi antara lain berupa dokumen persetujuan proyek dari instansi yang berwenang; 2) dalam hal pemilik proyek infrastruktur adalah lembaga nonpemerintah, maka dokumen kegiatan investasi antara lain berupa dokumen persetujuan proyek dari lembaga pemilik proyek. f. Underlying transaksi berupa investasi pada surat berharga yang diterbitkan oleh Pemerintah Republik Indonesia, maka dokumen underlying transaksi antara lain berupa rencana dan bukti realisasi investasi pada Surat Berharga Negara. 4. Bank bertanggung jawab atas penatausahaan kelengkapan dokumen asli Underlying Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank … 3 Bank Indonesia dan dokumen fotokopi underlying transaksi swap jual antara Bank dengan nasabah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 Peraturan Bank Indonesia tentang Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia. 5. Dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 4 diterima oleh Bank dari nasabah paling lambat 1 (satu) bulan setelah tanggal Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia. B. PELAKSANAAN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA 1. Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia dilakukan melalui Transaksi Swap Beli Bank kepada Bank Indonesia dalam Dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah, dalam rangka Lindung Nilai yang dilakukan antara Bank dengan Bank Indonesia. 2. Jenis valuta asing dalam Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia adalah Dolar Amerika Serikat. 3. Kurs spot Dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah yang digunakan dalam Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia adalah kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) pada tanggal transaksi. 4. Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Pengumuman dan pelaksanaan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia 1) Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia dilakukan pada setiap hari kerja. 2) Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia dapat memiliki jangka waktu 3 (tiga) bulan, 6 (enam) bulan, atau 12 (dua belas) bulan, yang dihitung sejak 1 (satu) hari setelah tanggal setelmen sampai dengan tanggal jatuh waktu. 3) Bank Indonesia mengumumkan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia paling lambat 1 (satu) jam sebelum window time transaksi dibuka melalui sistem Laporan … 4 Laporan Harian Bank Umum (LHBU) atau sarana informasi lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 4) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada angka 3) paling kurang meliputi: a) jangka waktu swap; b) premi swap; c) tanggal transaksi; d) window time transaksi; e) tanggal setelmen (tanggal valuta); dan f) kurs JISDOR. 5) Bank dapat melakukan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia mulai pukul 14.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB, atau waktu lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. b. Pengajuan Kontrak Lindung Nilai 1) Pengajuan Kontrak Lindung Nilai dilakukan oleh Bank bersamaan dengan pengajuan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia melalui Reuters Monitoring Dealing System (RMDS) atau sarana komunikasi lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 2) Kontrak Lindung Nilai sebagaimana dimaksud dalam angka 1) berlaku efektif pada tanggal valuta. 3) Kontrak Lindung Nilai sebagaimana dimaksud dalam angka 1) meliputi informasi: a) nama Bank; b) jangka waktu Kontrak Lindung Nilai; c) Underlying Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam butir A.1 dan butir A.3 huruf a sampai huruf f; dan d) nilai nominal underlying yang dicantumkan dalam Kontrak Lindung Nilai. Contoh Kontrak Lindung Nilai untuk transaksi swap atas underlying milik nasabah Bank adalah sebagai berikut: Nama Bank : Bank A Jangka Waktu : 2 tahun Underlying … 5 Underlying : Kontrak transaksi swap Bank A dengan PT X atas Pinjaman Luar Negeri PT X Nilai Nominal : USD500 juta Contoh Kontrak Lindung Nilai untuk transaksi swap atas underlying milik Bank adalah sebagai berikut: Nama Bank : Bank A Jangka Waktu : 2 tahun Underlying : Kontrak Pinjaman Luar Negeri Bank Nilai Nominal : USD500 juta Contoh nilai nominal underlying yang dinyatakan dalam Kontrak Lindung Nilai tercantum pada Lampiran I. c. Pengajuan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia 1) Bank mengajukan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia secara langsung tanpa melalui lembaga perantara. 2) Pengajuan transaksi sebagaimana dimaksud pada angka 1) dilakukan melalui RMDS atau sarana komunikasi lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 3) Pengajuan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia paling kurang meliputi informasi: a) nama Bank; b) jangka waktu dan nominal Underlying Transaksi yang tercantum pada Kontrak Lindung Nilai; c) tanggal transaksi; d) tanggal valuta; e) jangka waktu Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia; f) tanggal jatuh waktu; g) nilai nominal; dan h) nomor rekening Bank di bank koresponden. 4) Setiap pengajuan Kontrak Lindung Nilai, sebagaimana dimaksud dalam butir 4.b disertai juga dengan informasi yang berisi pernyataan Bank bahwa seluruh persyaratan Transaksi … 6 Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia telah dipenuhi. Contoh pernyataan Bank mengenai pemenuhan persyaratan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia tercantum pada Lampiran II. 5) Setelah diterimanya pengajuan Kontrak Lindung Nilai sebagaimana dimaksud dalam butir b.3) dan pengajuan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam angka 3), Bank Indonesia akan memberikan nomor referensi kepada Bank untuk setiap Kontrak Lindung Nilai. 6) Pengajuan nominal Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia paling kurang sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh juta dolar Amerika Serikat) dan selanjutnya dengan kelipatan sebesar USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika Serikat). 7) Dalam hal terjadi koreksi atas pengajuan transaksi, Bank hanya dapat mengajukan 1 (satu) kali koreksi untuk setiap Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia yang diajukan dalam window time Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia. 8) Dalam hal dilakukan koreksi atas nilai nominal sebagaimana dimaksud dalam angka 7), nilai nominal dimaksud harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 6). 9) Bank bertanggung jawab atas kebenaran data Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia yang disampaikan kepada Bank Indonesia. 10) Pengajuan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia tidak dapat dibatalkan oleh Bank. 11) Kontrak Lindung Nilai berakhir apabila Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia telah berakhir dan tidak dilakukan perpanjangan oleh Bank. 12) Bank … 7 12) Bank Indonesia dapat menolak pengajuan Kontrak Lindung Nilai dan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia. d. Konfirmasi atas Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia Bank Indonesia meminta Bank untuk melakukan konfirmasi atas pengajuan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia yang dilakukan oleh Bank melalui RMDS atau sarana lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yang meliputi: 1) nominal transaksi; 2) jangka waktu transaksi; 3) tanggal valuta dan tanggal jatuh waktu; 4) kurs JISDOR; 5) kurs forward; 6) premi swap; 7) nomor rekening Bank di bank koresponden; dan 8) nomor rekening giro Bank di Bank Indonesia. e. Setelmen Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia 1) Setelmen first leg a) Bank Indonesia melakukan setelmen first leg paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah tanggal Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia, dengan mengkredit rekening giro Rupiah Bank sebesar nilai setelmen first leg. b) Nilai setelmen first leg dihitung sebesar nilai nominal Dolar Amerika Serikat yang diajukan dikalikan dengan kurs JISDOR. c) Bank wajib menyelesaikan transfer dana Dolar Amerika Serikat ke rekening Bank Indonesia di bank koresponden pada tanggal valuta (tanggal setelmen), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) Peraturan Bank Indonesia tentang Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia. d) Dalam … 8 d) Dalam hal pada tanggal setelmen first leg, Bank tidak melakukan transfer dana Dolar Amerika Serikat sebesar nilai transaksi yang diajukan, maka Bank wajib menyelesaikan transfer dana Dolar Amerika Serikat sebesar nilai transaksi yang diajukan pada hari kerja berikutnya. e) Atas keterlambatan penyelesaian kewajiban setelmen sebagaimana dimaksud dalam huruf d), Bank dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat (2) huruf a dan huruf b angka 1 Peraturan Bank Indonesia tentang Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia. 2) Setelmen second leg a) Pada tanggal Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia jatuh waktu (second leg), Bank Indonesia melakukan transfer dana Dolar Amerika Serikat ke rekening Bank di bank koresponden sebesar nilai nominal Dolar Amerika Serikat pada setelmen first leg. b) Bank Indonesia mendebet rekening giro Rupiah Bank sebesar nilai nominal Dolar Amerika Serikat pada setelmen first leg dikalikan kurs setelmen second leg. c) Kurs setelmen second leg adalah kurs JISDOR saat tanggal transaksi ditambah premi swap yang dibayarkan Bank kepada Bank Indonesia. d) Bank wajib menyediakan dana Rupiah pada tanggal valuta (tanggal setelmen second leg) di rekening giro Rupiah Bank pada Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) Peraturan Bank Indonesia tentang Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia. e) Dalam hal pada tanggal setelmen second leg, Bank tidak memiliki dana Rupiah yang cukup untuk memenuhi kewajiban setelmen sebagaimana dimaksud dalam huruf d), maka Bank wajib menyediakan … 9 menyediakan dana Rupiah yang cukup untuk memenuhi kewajiban setelmen pada hari kerja berikutnya. f) Pembayaran nominal Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam huruf d) dilakukan melalui pendebetan Rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia. g) Atas keterlambatan penyelesaian kewajiban setelmen sebagaimana dimaksud dalam huruf e), Bank dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat (2) huruf a dan huruf b angka 2 Peraturan Bank Indonesia tentang Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia. 3) Dalam hal setelah terjadinya Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dan angka 2), tanggal setelmen first leg atau tanggal setelmen second leg ditetapkan sebagai hari libur oleh pemerintah, pelaksanaan setelmen dilakukan pada hari kerja berikutnya. C. PERPANJANGAN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA 1. Bank dapat mengajukan perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia. 2. Bank Indonesia menerima perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia yang diajukan oleh Bank. 3. Jangka waktu perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia adalah 3 (tiga) bulan, 6 (enam) bulan, atau 12 (dua belas) bulan. 4. Bank yang akan mengajukan perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia diatur sebagai berikut: a. Bank harus memiliki Peringkat Komposit sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Peraturan Bank Indonesia tentang Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia. b. Bank … 10 b. Bank wajib memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (4) Peraturan Bank Indonesia tentang Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia. 5. Bank yang akan mengajukan perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia melakukan transaksi perpanjangan paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia jatuh waktu. 6. Bank yang mengajukan perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia melakukan prosedur yang sama dengan pengajuan pada awal Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia sebagaimana diatur dalam butir B.4.c. angka 1) sampai dengan angka 3), dan angka 6) sampai dengan angka 10). 7. Bank yang mengajukan perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia harus menginformasikan nomor referensi Kontrak Lindung Nilai sebagaimana dimaksud dalam butir B.4.c.5). 8. Setelmen perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia dapat dilakukan secara netting. 9. Bank Indonesia meminta Bank untuk melakukan konfirmasi atas pengajuan perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia melalui RMDS atau sarana lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yang meliputi: a. nominal transaksi; b. jangka waktu transaksi; c. tanggal valuta dan tanggal jatuh waktu; d. kurs JISDOR; e. kurs forward; f. premi swap; g. nilai nominal netting baik dalam Dolar Amerika Serikat maupun dalam Rupiah; h. nomor rekening Bank di bank koresponden; dan i. nomor rekening giro Bank di Bank Indonesia. 10. Setelmen secara netting untuk perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia meliputi: a. netting … 11 a. netting untuk nilai nominal yang sama pada setiap perpanjangan; b. netting untuk nilai nominal yang lebih kecil pada setiap perpanjangan; atau c. netting untuk nilai nominal yang sesuai dengan nilai outstanding Pinjaman Luar Negeri Bank pada setiap periode perpanjangan. 11. Setelmen netting untuk nilai nominal yang sama pada setiap perpanjangan sebagaimana dimaksud dalam butir 10.a dilakukan dengan mekanisme sebagai berikut: a. Nilai setelmen netting untuk nominal Rupiah dihitung sebagai berikut: ( ) b. Dalam hal perhitungan dalam huruf a menghasilkan selisih negatif, maka Bank Indonesia akan mengkredit rekening giro Rupiah Bank sebesar hasil perhitungan dalam huruf a. c. Dalam hal perhitungan dalam huruf a menghasilkan selisih positif, maka Bank Indonesia akan mendebet rekening giro Rupiah Bank sebesar hasil perhitungan dalam huruf a. Contoh perhitungan setelmen netting untuk nilai nominal yang sama tercantum pada Lampiran III dan Lampiran IV. 12. Setelmen netting untuk nilai nominal yang lebih kecil pada setiap perpanjangan sebagaimana dimaksud dalam butir 10.b dilakukan dengan mekanisme sebagai berikut: a. Nilai setelmen netting untuk Dolar Amerika Serikat dihitung sebagai berikut: b. Bank Indonesia melakukan transfer dana Dolar Amerika Serikat ke rekening Bank di bank koresponden sebesar nilai setelmen netting dalam huruf a. c. Nilai setelmen netting untuk Rupiah dihitung sebagai berikut: ( ( ) ) d. Dalam … 12 d. Dalam hal perhitungan dalam huruf c menghasilkan selisih positif, maka Bank Indonesia akan mendebet rekening giro Rupiah Bank sebesar hasil perhitungan dalam huruf c. e. Dalam hal perhitungan dalam huruf c menghasilkan selisih negatif, maka Bank Indonesia akan mengkredit rekening giro Rupiah Bank sebesar hasil perhitungan dalam huruf c. Contoh perhitungan setelmen netting untuk nilai nominal yang lebih kecil pada setiap perpanjangan adalah sebagaimana tercantum pada Lampiran V dan Lampiran VI. 13. Setelmen netting untuk nilai nominal yang sesuai dengan nilai outstanding Pinjaman Luar Negeri Bank pada setiap periode perpanjangan sebagaimana dimaksud dalam butir 10.c dilakukan dengan mekanisme sebagai berikut: a. Dalam hal Pinjaman Luar Negeri Bank dalam bentuk perjanjian kredit, maka nilai perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia disesuaikan dengan nilai outstanding Pinjaman Luar Negeri Bank yang telah berubah sesuai dengan jadwal pembayaran cicilan Pinjaman Luar Negeri Bank kepada kreditur. b. Dalam hal Pinjaman Luar Negeri Bank dalam bentuk penerbitan surat utang, maka nilai perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia disesuaikan dengan nilai outstanding surat utang yang diterbitkan Bank. c. Mekanisme perhitungan setelmen netting untuk nilai nominal yang sesuai dengan nilai outstanding Pinjaman Luar Negeri Bank pada setiap periode perpanjangan, mengacu pada mekanisme perhitungan setelmen netting untuk nilai nominal yang lebih kecil pada setiap perpanjangan sebagaimana dimaksud dalam angka 12. Contoh perhitungan setelmen netting untuk nilai nominal yang sesuai dengan nilai outstanding Pinjaman Luar Negeri Bank pada setiap periode perpanjangan tercantum pada Lampiran VII. Contoh format deal conversation di RMDS terkait pengajuan Kontrak Lindung Nilai, Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia, dan … 13 dan perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia tercantum pada Lampiran VIII. D. PENIADAAN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA 1. Bank Indonesia dapat meniadakan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia, kecuali dalam rangka perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia. 2. Pengumuman peniadaan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia, akan diumumkan Bank Indonesia paling lambat 3 (tiga) hari kerja sebelum tanggal peniadaan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia melalui sistem LHBU atau sarana informasi lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. E. TATA CARA PENGENAAN SANKSI Dalam hal Bank dikenakan sanksi atas pelanggaran setiap Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia dan/atau pelanggaran atas kewajiban setelmen Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 Peraturan Bank Indonesia tentang Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia, mekanisme pengenaan sanksi diatur sebagai berikut: 1. Bank Indonesia mengenakan sanksi berupa teguran tertulis dengan tembusan kepada Otoritas Jasa Keuangan. 2. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf b dan Pasal 15 ayat (2) huruf b Peraturan Bank Indonesia tentang Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia dilakukan dengan mendebet rekening giro Rupiah atau rekening giro valuta asing Bank yang ada di Bank Indonesia. F. LAIN-LAIN Lampiran I sampai dengan Lampiran VIII merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. Surat … 14 Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 3 Februari 2014 3 Februa Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, FILIANINGSIH HENDARTA KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER LAMPIRAN I SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 16/2 /DPM TANGGAL 28 JANUARI 2014 PERIHAL TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA Contoh Nilai Nominal Underlying yang Dinyatakan dalam Kontrak Lindung Nilai 1. Kontrak Lindung Nilai dengan Underlying berupa Pinjaman Luar Negeri dengan Penarikan Pinjaman Secara Langsung 0 USD10 juta 1 2 3 USD10 juta USD10 juta Bank yang memiliki Pinjaman Luar Negeri sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh juta dolar Amerika Serikat) dengan jangka waktu 3 (tiga) tahun akan mengajukan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh juta dolar Amerika Serikat) dan akan melakukan perpanjangan setiap tahun dengan nilai nominal sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh juta dolar Amerika Serikat) pada setiap perpanjangan, maka underlying yang dicantumkan dalam Kontrak Lindung Nilai adalah sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh juta dolar Amerika Serikat) dengan jangka waktu Kontrak Lindung Nilai selama 3 (tiga) tahun. 2. Kontrak Lindung Nilai dengan Underlying berupa Pinjaman Luar Negeri Milik Bank dengan Penarikan Secara Bertahap Pinjaman Luar Negeri USD30 juta Penarikan KLN 1 Swap 1 KLN 2 Swap 2 KLN 3 Swap 3 0 USD10 juta KLN 1 th USD10 USD 10juta KLN 1 th USD20 juta USD 20juta KLN 1 th USD30 juta USD30 juta Full movement Full movement 1 USD10 juta 2 USD10 juta 3 Berdasarkan … 2 Berdasarkan skenario di atas, Bank A memiliki Pinjaman Luar Negeri senilai USD30,000,000.00 (tiga puluh juta dolar Amerika Serikat) dari kreditur X di luar negeri dengan jangka waktu 3 (tiga) tahun. Penarikan pinjaman tersebut dilakukan setiap tahun dengan masing-masing nominal penarikan sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh juta dolar Amerika Serikat). Bank A melakukan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia atas Pinjaman Luar Negeri tersebut dengan mekanisme sebagai berikut: Tahun ke-1 : Pada tanggal 3 Februari 2014 Bank A mengajukan Kontrak Lindung Nilai dengan underlying transaksi berupa Pinjaman Luar Negeri yang diterima dari kreditur X sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh juta dolar Amerika Serikat) dan akan jatuh waktu pada 5 Februari 2015 dengan setelmen secara full movement. Nilai nominal underlying yang dapat dinyatakan pada Kontrak Lindung Nilai adalah sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh juta dolar Amerika Serikat) dan jangka waktu Kontrak Lindung Nilai adalah 1 (satu) tahun. Tahun ke-2 : Pada bulan Januari 2015 Bank A melakukan penarikan di tahun ke-2 atas Pinjaman Luar Negeri yang diterima dari kreditur X sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh juta dolar Amerika Serikat). Atas pinjaman tersebut Bank A mengajukan Kontrak Lindung Nilai pada tanggal 3 Februari 2015 dengan underlying transaksi berupa Pinjaman Luar Negeri yang diterima dari kreditur X sebesar USD20,000,000.00 (dua puluh juta dolar Amerika Serikat) dan akan jatuh waktu pada 5 Februari 2016 dengan setelmen secara full movement. Nilai nominal underlying yang dapat dinyatakan pada Kontrak Lindung Nilai adalah sebesar USD20,000,000.00 (dua puluh juta dolar Amerika Serikat) dan jangka waktu Kontrak Lindung Nilai adalah 1 (satu) tahun. Tahun ke-3 : Pada bulan Januari 2016 Bank A melakukan penarikan di … 3 di tahun ke-3 atas Pinjaman Luar Negeri yang diterima dari kreditur X sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh juta dolar Amerika Serikat). Atas pinjaman tersebut Bank A mengajukan Kontrak Lindung Nilai pada tanggal 3 Februari 2016 dengan underlying transaksi berupa Pinjaman Luar Negeri yang diterima dari kreditur X sebesar USD30,000,000.00 (tiga puluh juta dolar Amerika Serikat) dan akan jatuh waktu pada 6 Februari 2017 dengan setelmen secara full movement. Nilai nominal underlying yang dapat dinyatakan pada Kontrak Lindung Nilai adalah sebesar USD30,000,000.00 (tiga puluh juta dolar Amerika Serikat) dan jangka waktu Kontrak Lindung Nilai adalah 1 (satu) tahun. 3. Kontrak Lindung Nilai dengan Underlying berupa Transaksi Swap Bank dengan Nasabah atas Pinjaman Luar Negeri Milik Nasabah yang Penarikannya Dilakukan Secara Bertahap PT B memiliki Pinjaman Luar Negeri senilai USD30,000,000.00 (tiga puluh juta dolar Amerika Serikat) dari kreditur Y di luar negeri dengan jangka waktu 3 (tiga) tahun. Penarikan pinjaman tersebut dapat dilakukan setiap tahun dengan masing-masing nominal penarikan sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh juta dolar Amerika Serikat). PT B melakukan transaksi swap beli kepada Bank C atas Pinjaman Luar Negeri tersebut. Selanjutnya Bank C melakukan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia dengan underlying transaksi berupa swap jual antara Bank C dengan PT B, dengan mekanisme sebagai berikut: Alternatif … 4 Alternatif 1 Pinjaman Luar Negeri USD30 juta 0 KLN 1 Swap 1 KLN 2 Swap 2 KLN 3 Swap 3 USD10 juta KLN 1 th USD10 juta USD10 juta KLN 1 th USD20 juta USD 20 juta KLN 1 th USD30 juta USD30 juta Full movement Full movement Tahun ke-1 : Pada tanggal 3 Februari 2014 Bank C mengajukan Kontrak Lindung Nilai dengan underlying transaksi berupa swap jual antara Bank C dengan PT B sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh juta dolar Amerika Serikat) dan akan jatuh waktu pada 5 Februari 2015 dengan setelmen secara full movement. Nilai nominal underlying yang dapat dinyatakan pada Kontrak Lindung Nilai adalah sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh juta dolar Amerika Serikat) dan jangka waktu Kontrak Lindung Nilai adalah 1 (satu) tahun. Tahun ke-2 : Pada bulan Januari 2015 PT B melakukan transaksi swap beli kepada Bank C dengan underlying berupa penarikan di tahun ke-2 atas Pinjaman Luar Negeri yang diterima PT B sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh juta dolar Amerika Serikat). Atas transaksi tersebut pada tanggal 3 Februari 2015 Bank C mengajukan Kontrak Lindung Nilai dengan underlying transaksi berupa swap jual antara Bank C dengan PT B sebesar USD20,000,000.00 (dua puluh juta dolar Amerika Serikat) dan akan jatuh waktu pada 5 Februari 2016 dengan … 1 USD10 juta 2 USD10 juta 3 5 dengan setelmen secara full movement. Nilai nominal underlying yang dinyatakan pada Kontrak Lindung Nilai adalah sebesar USD20,000,000.00 (dua puluh juta dolar Amerika Serikat) dan jangka waktu Kontrak Lindung Nilai adalah 1 (satu) tahun. Tahun ke-3 : Pada bulan Januari 2016 PT B melakukan transaksi swap beli kepada Bank C dengan underlying berupa penarikan di tahun ke-3 atas Pinjaman Luar Negeri yang diterima PT B sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh juta dolar Amerika Serikat). Atas transaksi tersebut pada tanggal 3 Februari 2016 Bank C mengajukan Kontrak Lindung Nilai dengan underlying transaksi berupa swap jual antara Bank C dengan PT B sebesar sebesar USD30,000,000.00 (tiga puluh juta Dolar Amerika Serikat) dan akan jatuh waktu pada 6 Februari 2017 dengan setelmen secara full movement. Nilai nominal underlying yang dinyatakan pada Kontrak Lindung Nilai adalah sebesar USD30,000,000.00 (tiga puluh juta dolar Amerika Serikat) dan jangka waktu Kontrak Lindung Nilai adalah 1 (satu) tahun. Alternatif 2 Pinjaman Luar Negeri USD30 juta 0 USD10 juta 1 USD10 juta Roll-over 2 USD10 juta Roll-over Roll-over 3 KLN USD10 juta, 3 tahun KLN USD10 juta, 2 tahun KLN USD10 juta, 1 tahun Tahun ke-1 : Pada tanggal 3 Februari 2014 Bank C mengajukan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia dengan underlying transaksi berupa swap jual antara Bank C dengan PT B sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh juta dolar Amerika Serikat) dan akan jatuh waktu … 6 waktu pada 5 Februari 2015. Nilai nominal underlying yang dinyatakan pada Kontrak Lindung Nilai adalah sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh juta dolar Amerika Serikat) dan jangka waktu Kontrak Lindung Nilai adalah 3 (tiga) tahun. Bank C dapat melakukan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia dengan nilai USD10,000,000.00 (sepuluh juta dolar Amerika Serikat) selama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang setiap tahun sampai dengan tahun ke-3 dengan setelmen secara netting. Pada akhir tahun ke-3 setelmen transaksi dilakukan secara full movement. Tahun ke-2 : Pada bulan Januari 2015 PT B melakukan transaksi swap beli kepada Bank C dengan underlying berupa penarikan di tahun ke-2 atas Pinjaman Luar Negeri yang diterima PT B sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh juta dolar Amerika Serikat). Atas transaksi tersebut pada tanggal 3 Februari 2015 Bank C melakukan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia dengan underlying transaksi berupa swap jual antara Bank C dengan PT B sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh juta dolar Amerika Serikat) dan akan jatuh waktu pada 5 Februari 2016. Nilai nominal underlying yang dinyatakan pada Kontrak Lindung Nilai adalah sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh juta dolar Amerika Serikat) dan jangka waktu Kontrak Lindung Nilai adalah 2 (dua) tahun. Bank C dapat melakukan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia dengan nilai USD10,000,000.00 (sepuluh juta dolar Amerika Serikat) selama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang setiap tahun sampai dengan tahun ke-2 dengan setelmen secara netting. Pada akhir tahun ke-2 setelmen transaksi dilakukan secara full movement. Tahun ke-3 : Pada bulan Januari 2016 PT B melakukan transaksi swap beli kepada Bank C dengan underlying berupa penarikan di tahun ke-3 atas Pinjaman Luar Negeri yang … 7 yang diterima PT B sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh juta dolar Amerika Serikat). Atas transaksi tersebut pada tanggal 3 Februari 2016 Bank C melakukan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia dengan underlying transaksi berupa swap jual antara Bank C dengan PT B sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh juta dolar Amerika Serikat) dan akan jatuh waktu pada 6 Februari 2017. Nilai nominal underlying yang dinyatakan pada Kontrak Lindung Nilai adalah sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh juta dolar Amerika Serikat) dengan jangka waktu Kontrak Lindung Nilai adalah 1 (satu) tahun. Bank C dapat melakukan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia dengan nilai USD 10,000,000.00 (sepuluh juta dolar Amerika Serikat) selama 1 (satu) tahun dengan setelmen secara full movement. KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER, FILIANINGSIH HENDARTA 8 LAMPIRAN II SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 16/ 2 /DPM TANGGAL 28 JANUARI 2014 PERIHAL TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA Contoh Pernyataan Bank Mengenai Pemenuhan Persyaratan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia Bersama ini Bank D menyatakan bahwa Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia telah memenuhi seluruh persyaratan yang diatur dalam ketentuan mengenai Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia. KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER, FILIANINGSIH HENDARTA 9 LAMPIRAN III SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 16/ 2 /DPM TANGGAL 28 JANUARI 2014 PERIHAL TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA Contoh Perhitungan Setelmen Netting untuk Nilai Nominal yang Sama pada Setiap Perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia KONTRAK LINDUNG NILAI 1. Nominal Kontrak Lindung Nilai: USD20 juta. 2. Jangka waktu Kontrak Lindung Nilai: 2 tahun. TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA 1. Jangka waktu:12 bulan. 2. Nominal: USD20 juta. 3. Tanggal transaksi: 11 Februari 2014. 4. Tanggal valuta (setelmen 1st leg swap 1): 13 Februari 2014. 5. Kurs JISDOR 11 Februari 2014: Rp12.000,00. 6. Premi swap 12 bulan: Rp900,00. 7. Tanggal valuta jatuh waktu (setelmen 2nd leg swap 1): 13 Februari 2015. 8. Kurs setelmen 2nd leg swap 1: Rp12.900,00. PERPANJANGAN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA 1. Jangka waktu perpanjangan: 12 bulan. 2. Nominal: USD20 juta. 3. Tanggal transaksi perpanjangan: 11 Februari 2015. 4. Tanggal valuta perpanjangan (setelmen 1st leg swap 2): 13 Februari 2015. 5. Kurs JISDOR 11 Februari 2015 : Rp12.500,00. 6. Premi swap 12 bulan: Rp950,00. SETELMEN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA Perhitungan Setelmen 1. Saat Transaksi Swap jatuh waktu, perhitungan setelmen 2nd leg swap 1 pada tanggal 13 Februari 2015: a. Bank Indonesia akan mengembalikan ke Bank: USD20 juta. b. Bank akan mengembalikan ke Bank Indonesia: (Rp12.000,00 + Rp900,00) x USD20 juta = Rp258 milyar. 2. Saat perpanjangan Transaksi Swap, perhitungan setelmen 1st leg swap 2 pada tanggal 13 Februari 2015: a. Bank Indonesia akan menerima transfer dari Bank: USD20 juta. b. Bank akan menerima dari Bank Indonesia: Rp12.500,00 x USD20 juta = Rp250 milyar. Setelmen Transaksi Setelmen netting pada tanggal 13 Februari 2015: a. Setelmen USD = USD20 juta – USD20 juta = USD0. b. Setelmen Rp = Rp258 milyar – Rp250 milyar = Rp8 milyar. Berdasarkan … 10 Berdasarkan hasil perhitungan setelmen secara netting, maka Bank Indonesia akan mendebet rekening giro Rupiah Bank pada tanggal 13 Februari 2015 sebesar Rp8 milyar. KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER, FILIANINGSIH HENDARTA 11 LAMPIRAN IV SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 16/2 /DPM TANGGAL 28 JANUARI 2014 PERIHAL TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA Contoh Perhitungan Setelmen Netting untuk Nilai Nominal yang Sama pada Setiap Perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia KONTRAK LINDUNG NILAI 1. Nominal Kontrak Lindung Nilai: USD20 juta. 2. Jangka waktu Kontrak Lindung Nilai: 2 tahun. TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA 1. Jangka waktu:12 bulan. 2. Nominal: USD20 juta. 3. Tanggal transaksi: 11 Februari 2014. 4. Tanggal valuta (setelmen 1st leg swap 1): 13 Februari 2014. 5. Kurs JISDOR 11 Februari 2014 : Rp12.000,00. 6. Premi swap 12 bulan: Rp900,00. 7. Tanggal valuta jatuh waktu (setelmen 2nd leg swap 1): 13 Februari 2015. 8. Kurs setelmen 2nd leg swap 1: Rp12.900,00. PERPANJANGAN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA 1. Jangka waktu perpanjangan: 12 bulan. 2. Nominal: USD20 juta. 3. Tanggal transaksi perpanjangan: 11 Februari 2015. 4. Tanggal valuta perpanjangan (setelmen 1st leg swap 2): 13 Februari 2015. 5. Kurs JISDOR 11 Februari 2015: Rp13.000,00. 6. Premi swap 12 bulan: Rp950,00. SETELMEN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA Perhitungan Setelmen 1. Saat Transaksi Swap jatuh waktu, perhitungan setelmen 2nd leg swap 1 pada tanggal 13 Februari 2015: a. Bank Indonesia akan mengembalikan ke Bank: USD20 juta. b. Bank akan mengembalikan ke Bank Indonesia: (Rp12.000,00 + Rp900,00) x USD20 juta = Rp258 milyar. 2. Saat perpanjangan Transaksi Swap, perhitungan setelmen 1st leg swap 2 pada tanggal 13 Februari 2015: a. Bank Indonesia akan menerima transfer dari Bank: USD20 juta. b. Bank akan menerima dari Bank Indonesia: Rp13.000,00 x USD20 juta = Rp260 milyar. Setelmen Transaksi Setelmen netting pada tanggal 13 Februari 2015: a. Setelmen USD = USD20 juta – USD20 juta = USD0. b. Setelmen Rp = Rp258 milyar – Rp260 milyar = (Rp2 milyar). Berdasarkan … 12 Berdasarkan hasil perhitungan setelmen secara netting, maka Bank Indonesia akan mengkredit rekening giro Rupiah Bank pada tanggal 13 Februari 2015 sebesar Rp2 milyar. KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER, FILIANINGSIH HENDARTA 13 LAMPIRAN V SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 16/ 2 /DPM TANGGAL 28 JANUARI 2014 PERIHAL TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA Contoh Perhitungan Setelmen Netting untuk Nilai Nominal yang Lebih Kecil pada Setiap Perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia KONTRAK LINDUNG NILAI 1. Nominal Kontrak Lindung Nilai: USD20 juta. 2. Jangka waktu Kontrak Lindung Nilai: 2 tahun. TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA 1. Jangka waktu:12 bulan. 2. Nominal: USD20 juta. 3. Tanggal transaksi: 11 Februari 2014. 4. Tanggal valuta (setelmen 1st leg swap 1): 13 Februari 2014. 5. Kurs JISDOR 11 Februari 2014: Rp12.000,00. 6. Premi swap 12 bulan: Rp900,00. 7. Tanggal valuta jatuh waktu (setelmen 2nd leg swap 1): 13 Februari 2015. 8. Kurs setelmen 2nd leg swap 1: Rp12.900,00. PERPANJANGAN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA 1. Jangka waktu perpanjangan: 12 bulan. 2. Nominal: USD15 juta. 3. Tanggal transaksi perpanjangan: 11 Februari 2015. 4. Tanggal valuta perpanjangan (setelmen 1st leg swap 2): 13 Februari 2015. 5. Kurs JISDOR 11 Februari 2015: Rp12.500,00. 6. Premi swap 12 bulan: Rp950,00. SETELMEN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA Perhitungan Setelmen 1. Saat Transaksi Swap jatuh waktu, perhitungan setelmen 2nd leg swap 1 pada tanggal 13 Februari 2015: a. Bank Indonesia akan mengembalikan ke Bank: USD20 juta. b. Bank akan mengembalikan ke Bank Indonesia: (Rp12.000,00 + Rp900,00) x USD20 juta = Rp258 milyar. 2. Saat perpanjangan Transaksi Swap, perhitungan setelmen 1st leg swap 2 pada tanggal 13 Februari 2015: a. Bank Indonesia akan menerima transfer dari Bank: USD15 juta. b. Bank akan menerima dari Bank Indonesia: Rp12.500,00 x USD15 juta = Rp187,5 milyar. Setelmen Transaksi Setelmen netting pada tanggal 13 Februari 2015: a. Setelmen USD = USD20 juta – USD15 juta = USD5 juta. b. Setelmen Rp = Rp258 milyar – Rp187,5 milyar = Rp70,5 milyar. Berdasarkan hasil perhitungan setelmen secara netting, maka: a. Bank … 14 a. Bank Indonesia akan mentransfer ke rekening Bank di bank koresponden sebesar USD5 juta. b. Bank Indonesia mendebet rekening giro Rupiah Bank sebesar Rp70,5 milyar. KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER, FILIANINGSIH HENDARTA 15 LAMPIRAN VI SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 16/ 2 /DPM TANGGAL 28 JANUARI 2014 PERIHAL TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA Contoh Perhitungan Setelmen Netting untuk Nilai Nominal yang Lebih Kecil pada Setiap Perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia KONTRAK LINDUNG NILAI 1. Nominal Kontrak Lindung Nilai: USD20 juta. 2. Jangka waktu Kontrak Lindung Nilai: 2 tahun. TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA 1. Jangka waktu:12 bulan. 2. Nominal: USD20 juta. 3. Tanggal transaksi: 11 Februari 2014. 4. Tanggal valuta (setelmen 1st leg swap 1): 13 Februari 2014. 5. Kurs JISDOR 11 Februari 2014: Rp12.000,00. 6. Premi swap 12 bulan: Rp900,00. 7. Tanggal valuta jatuh waktu (setelmen 2nd leg swap 1): 13 Februari 2015. 8. Kurs setelmen 2nd leg swap 1: Rp12.900,00. PERPANJANGAN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA 1. Jangka waktu perpanjangan : 12 bulan. 2. Nominal: USD19 juta. 3. Tanggal transaksi perpanjangan: 11 Februari 2015. 4. Tanggal valuta perpanjangan (setelmen 1st leg swap 2): 13 Februari 2015. 5. Kurs JISDOR 11 Februari 2015: Rp14.000,00. 6. Premi swap 12 bulan: Rp950,00. SETELMEN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA Perhitungan Setelmen 1. Saat Transaksi Swap jatuh waktu, perhitungan setelmen 2nd leg swap 1 pada tanggal 13 Februari 2015: a. Bank Indonesia akan mengembalikan ke Bank: USD20 juta. b. Bank akan mengembalikan ke Bank Indonesia: (Rp12.000,00 + Rp900,00) x USD20 juta = Rp258 milyar. 2. Saat perpanjangan Transaksi swap, perhitungan setelmen 1st leg swap 2 pada tanggal 13 Februari 2015: a. Bank Indonesia akan menerima transfer dari Bank: USD19 juta. b. Bank akan menerima dari Bank Indonesia: Rp14.000,00 x USD19 juta = Rp266 milyar. Setelmen Transaksi Setelmen netting pada tanggal 13 Februari 2015: a. Setelmen USD = USD20 juta – USD19 juta = USD1 juta. b. Setelmen Rp = Rp258 milyar – Rp266 milyar = (Rp8 milyar). Berdasarkan hasil perhitungan setelmen secara netting, maka: a. Bank … 16 a. Bank Indonesia akan mentransfer ke rekening Bank di bank koresponden sebesar USD1 juta. b. Bank Indonesia mengkredit rekening giro Rupiah Bank sebesar Rp8 milyar. KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER, FILIANINGSIH HENDARTA 17 LAMPIRAN VII SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 16/ 2 /DPM TANGGAL 28 JANUARI 2014 PERIHAL TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA Contoh Perhitungan Setelmen Netting untuk Nilai nominal yang sesuai dengan nilai outstanding Pinjaman Luar Negeri Bank pada setiap periode perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia KONTRAK LINDUNG NILAI 1. Jadwal pembayaran cicilan Pinjaman Luar Negeri Bank: USD10 juta setiap tahun selama 2 tahun. 2. Nominal Kontrak Lindung Nilai: a. USD20 juta untuk tahun pertama. b. USD10 juta untuk tahun kedua. 3. Jangka waktu Kontrak Lindung Nilai: 2 tahun. TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA 1. Jangka waktu: 12 bulan. 2. Nominal: USD20 juta. 3. Tanggal transaksi: 11 Februari 2014. 4. Tanggal valuta (setelmen 1st leg swap 1): 13 Februari 2014. 5. Kurs spot 11 Februari 2014: Rp12.000,00. 6. Premi swap 12 bulan: Rp900,00. 7. Tanggal valuta jatuh waktu (setelmen 2nd leg swap 1): 13 Februari 2015. 8. Kurs setelmen 2nd leg swap 1: Rp12.900,00. PERPANJANGAN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA 1. Jangka waktu perpanjangan: 12 bulan. 2. Nominal: USD10 juta. 3. Tanggal transaksi perpanjangan: 11 Februari 2015. 4. Tanggal valuta perpanjangan (setelmen 1st leg swap 2): 13 Februari 2015. 5. Kurs spot 11 Februari 2015: Rp12.500,00. 6. Premi swap 12 bulan: Rp950,00. SETELMEN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA Perhitungan Setelmen 1. Saat Transaksi Swap jatuh waktu, perhitungan setelmen 2nd leg swap 1 pada tanggal 13 Februari 2015: a. Bank Indonesia akan mengembalikan ke Bank: USD20 juta. b. Bank akan mengembalikan ke Bank Indonesia: (Rp12.000,00 + Rp900,00) x USD20 juta = Rp258 milyar. 3. Saat perpanjangan Transaksi Swap, perhitungan setelmen 1st leg swap 2 pada tanggal 13 Februari 2015: a. Bank Indonesia akan menerima transfer dari Bank: USD10 juta. b. Bank akan menerima dari Bank Indonesia: Rp12.500,00 x USD10 juta = Rp125 milyar. Setelmen … 18 Setelmen Transaksi Setelmen netting pada tanggal 13 Februari 2015: a. Setelmen USD = USD20 juta – USD10 juta = USD10 juta. b. Setelmen Rp = Rp258 milyar – Rp125 milyar = Rp133 milyar. Berdasarkan hasil perhitungan setelmen secara netting, maka: a. Bank Indonesia akan mentransfer ke rekening Bank di bank koresponden sebesar USD10 juta. b. Bank Indonesia mendebet rekening giro Rupiah Bank sebesar Rp133 milyar. KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER, FILIANINGSIH HENDARTA 19 LAMPIRAN VIII SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 16/ 2 /DPM TANGGAL 28 JANUARI 2014 PERIHAL TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA Contoh Format Deal Conversation di RMDS Pengajuan Kontrak Lindung Nilai dan Transaksi Swap Awal BERSAMA INI BANK XXXX MENYATAKAN BAHWA TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA TELAH MEMENUHI SELURUH PERSYARATAN YANG DIATUR DALAM KETENTUAN MENGENAI TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA KONTRAK LINDUNG NILAI A. NAMA BANK BANK XXXX B. JANGKA WAKTU 2 TAHUN C. UNDERLYING KONTRAK TRANSAKSI SWAP BANK XXXX DENGAN PT XYZ ATAS PINJAMAN LUAR NEGERI PT XYZ D. NILAI NOMINAL USD500 JUTA TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI A. NAMA BANK BANK XXXX B. KONTRAK LINDUNG NILAI 2 TAHUN UNTUK USD500 JUTA C. TANGGAL TRANSAKSI 14 FEBRUARI 2014 D. TANGGAL VALUTA 18 FEBRUARI 2014 E. JANGKA WAKTU 12 BULAN F. TANGGAL JATUH WAKTU 18 FEBRUARI 2015 G. NILAI NOMINAL USD100 JUTA H. NOMOR REKENING USD FED RESERVE BK OF NY, NY AC 02108XXXXX BIC CODE FRNYUSXX Selanjutnya Bank Indonesia akan memberikan nomor referensi Kontrak Lindung Nilai kepada Bank NOMOR REFERENSI XXXX14021415B-0001 Contoh Pengajuan Perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai PERPANJANGAN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI A. NAMA BANK BANK XXXX B. KONTRAK … 20 B. KONTRAK LINDUNG NILAI 2 TAHUN UNTUK USD500 JUTA C. TANGGAL TRANSAKSI 14 FEBRUARI 2014 D. TANGGAL VALUTA 18 FEBRUARI 2014 E. JANGKA WAKTU 12 BULAN F. TANGGAL JATUH WAKTU 18 FEBRUARI 2015 G. NILAI NOMINAL USD100 JUTA H. NOMOR REKENING USD FED RESERVE BK OF NY, NY AC 02108XXXXX BIC CODE FRNYUSXX I. NOMOR REFERENSI XXXX14021415B-0001 KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER, FILIANINGSIH HENDARTA
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 6/2/DPM|SE-BI/2004 </reg_id> <reg_title> Biaya Penggunaan Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System </reg_title> <set_date> 16 Februari 2004 </set_date> <effective_date> 16 Februari 2004 </effective_date> <related_reg> '6/2/PBI/2004', '6/1/DPM|SE-BI/2004' </related_reg>
No. 12/25/DPM Jakarta, 30 Agustus 2010 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH, UNIT USAHA SYARIAH DAN PIALANG PASAR UANG RUPIAH DAN VALUTA ASING DI INDONESIA Perihal : Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/16/DPM tanggal 31 Maret 2008 perihal Tata Cara Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia Syariah Melalui Lelang Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/11/PBI/2008 tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4835) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/18/PBI/2010 tanggal 30 Agustus 2010 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 108) serta dalam rangka penyelarasan ketentuan operasi moneter, perlu untuk mengubah ketentuan romawi IX, Lampiran 1, Lampiran 2 dan Lampiran 3 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/16/DPM tanggal 31 Maret 2008 perihal Tata Cara Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia Syariah melalui Lelang, sebagai berikut : 1. Ketentuan romawi IX diubah sehingga berbunyi sebagai berikut : IX. SANKSI 1. Dalam hal terjadi pembatalan hasil lelang SBIS sebagaimana dimaksud pada butir VIII.A. 2, BUS atau UUS dikenakan sanksi berupa : a. Teguran... 2 a. Teguran tertulis, dengan tembusan kepada : 1) Direktorat Perbankan Syariah (DPbS), dalam hal sanksi diberikan kepada BUS atau UUS yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; atau 2) Tim Pengawas Bank di Kantor Bank Indonesia (KBI) setempat, dalam hal sanksi diberikan kepada BUS atau UUS yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Bank Indonesia, dan b. Kewajiban membayar sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu) dari nilai nominal transaksi SBIS yang dibatalkan, paling sedikit sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) untuk setiap pembatalan. 2. Dengan tidak mengurangi sanksi sebagaimana dimaksud pada butir IX.1, dalam hal BUS atau UUS melakukan Transaksi SBIS dan/atau transaksi operasi moneter syariah lainnya sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Bank Indonesia yang mengatur mengenai operasi moneter syariah, yang dinyatakan batal sebanyak tiga kali dalam kurun waktu 6 (enam) bulan, BUS atau UUS dikenakan sanksi berupa penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan operasi moneter syariah selama 5 (lima) hari kerja berturut-turut. 3. Penyampaian surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada butir IX.1.a dan pemberitahuan sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan operasi moneter syariah sebagaimana dimaksud pada butir IX.2 dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi. 4. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud pada butir IX.1.b dilakukan dengan mendebet Rekening Giro BUS atau... 3 atau UUS yang dikenakan sanksi pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan hasil lelang SBIS sebagaimana dimaksud pada butir VIII.A.2 melalui BI-SSSS. Contoh pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada angka 1 tercantum pada Lampiran-2. 2. Lampiran 1 diubah, sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1 dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 3. Lampiran 2 diubah, sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2 dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 4. Lampiran 3 diubah, sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran 3 dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 30 Agustus 2010. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HENDAR DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 12/25/DPM|SE-BI/2010 </reg_id> <reg_title> Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/16/DPM tanggal 31 Maret 2008 perihal Tata Cara Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia Syariah Melalui Lelang </reg_title> <set_date> 30 Agustus 2010 </set_date> <effective_date> 30 Agustus 2010 </effective_date> <changed_reg> '10/16/DPM|SE-BI/2008' </changed_reg> <related_reg> '10/16/DPM|SE-BI/2008', '12/18/PBI/2010', '10/11/PBI/2008' </related_reg> <penalty_list> 'Angka 1 Romawi IX' </penalty_list>
No. 15/35/DPAU Jakarta, 29 Agustus 2013 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal: Pemberian Kredit atau Pembiayaan oleh Bank Umum dan Bantuan Teknis dalam rangka Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/22/PBI/2012 tentang Pemberian Kredit atau Pembiayaan oleh Bank Umum dan Bantuan Teknis dalam rangka Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 274, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5378), perlu diatur ketentuan pelaksanaan mengenai Pemberian Kredit atau Pembiayaan oleh Bank Umum dan Bantuan Teknis dalam rangka Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam Surat Edaran Bank Indonesia, sebagai berikut: I. UMUM A. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) selama ini telah menunjukkan peran strategis dalam memperluas lapangan kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat, dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia sehingga perlu didukung pengembangannya. B. Untuk mendukung pencapaian tersebut, peran serta perbankan nasional dalam bentuk pemberian Kredit atau Pembiayaan UMKM perlu didorong agar pangsa atau alokasi pemberian Kredit atau Pembiayaan UMKM semakin meningkat. C. Dalam rangka pencapaian pangsa pemberian Kredit atau Pembiayaan UMKM yang telah ditetapkan, diperlukan ketentuan pelaksanaan… 2 pelaksanaan yang mengatur mengenai tata cara penghitungan dan pemantauan atas pencapaian pangsa Kredit atau Pembiayaan UMKM, pelaksanaan pola kerja sama yang ditetapkan, kriteria dan prosedur penyediaan bantuan teknis, tata cara publikasi atas pencapaian pemberian Kredit atau Pembiayaan UMKM, kriteria dan tata cara pemberian penghargaan serta pemantauan terhadap kegiatan pelatihan yang diselenggarakan. II. RENCANA PEMBERIAN KREDIT ATAU PEMBIAYAAN UMKM A. Rencana pemberian Kredit atau Pembiayaan UMKM merupakan bagian dari Rencana Bisnis Bank (RBB), yang ditetapkan dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Bank Umum menyusun dan menyampaikan rencana pemberian Kredit atau Pembiayaan UMKM dengan memperhatikan tahapan pencapaian rasio Kredit atau Pembiayaan UMKM terhadap total Kredit atau Pembiayaan, yaitu: a. pada tahun 2013 dan tahun 2014, sesuai kemampuan Bank Umum; b. tahun 2015, paling rendah 5% (lima persen); c. tahun 2016, paling rendah 10% (sepuluh persen); d. tahun 2017, paling rendah 15% (lima belas persen); dan e. tahun 2018 dan seterusnya, paling rendah 20% (dua puluh persen). 2. Bank Umum menyusun rencana pemberian Kredit atau Pembiayaan UMKM yang dikelompokkan berdasarkan: a. lapangan usaha; b. jenis penggunaan; dan c. propinsi. B. Dalam hal terdapat perubahan rencana pemberian Kredit atau Pembiayaan UMKM dari rencana yang telah ditetapkan pada tahun berjalan, Bank Umum wajib menyampaikan perubahan berikut alasannya kepada Bank Indonesia. C. Format… 3 C. Format, cakupan, dan tata cara pelaporan rencana pemberian Kredit atau Pembiayaan UMKM maupun pelaporan perubahan rencana pemberian Kredit atau Pembiayaan UMKM dan penyampaiannya berpedoman pada ketentuan Bank Indonesia mengenai rencana bisnis bank. III. PENCAPAIAN PEMBERIAN KREDIT ATAU PEMBIAYAAN UMKM A. Bank Indonesia melakukan perhitungan pencapaian rasio pemberian Kredit atau Pembiayaan UMKM secara gabungan untuk seluruh kantor bank umum di dalam negeri posisi akhir bulan Desember tahun bersangkutan yang bersumber dari Laporan Bulanan Bank Umum yang disampaikan kepada Bank Indonesia pada bulan Januari tahun berikutnya sesuai batas waktu penyampaian secara online sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai laporan bulanan bank umum. B. Perhitungan pencapaian rasio pemberian Kredit atau Pembiayaan UMKM sebagaimana dimaksud pada huruf A dilakukan dengan formula sebagai berikut: Total Kredit atau Pembiayaan UMKM ----------------------------------------------------- x 100% Total Kredit atau Pembiayaan C. Dalam melakukan perhitungan pencapaian rasio pemberian Kredit atau Pembiayaan UMKM sebagaimana dimaksud pada huruf B, berlaku ketentuan sebagai berikut: 1. Total Kredit atau Pembiayaan UMKM adalah jumlah baki debet Kredit atau Pembiayaan UMKM dalam Rupiah dan valuta asing, yaitu: a. Untuk Bank Umum, berasal dari pemberian Kredit atau Pembiayaan UMKM kepada pelaku usaha yang memenuhi kriteria UMKM yang dilakukan secara: 1) langsung; dan/atau 2) tidak… 4 2) tidak langsung yaitu melalui kerjasama dengan pihak tertentu menggunakan pola executing, pola channeling, atau pembiayaan bersama (sindikasi). b. Untuk kantor cabang bank yang berkedudukan di luar negeri dan Bank Campuran, berasal dari: 1) pemberian Kredit atau Pembiayaan UMKM kepada pelaku usaha yang memenuhi kriteria UMKM yang dilakukan secara: a) langsung; dan/atau b) tidak langsung yaitu melalui kerjasama dengan pihak tertentu menggunakan pola executing; 2) pemberian kredit atau pembiayaan untuk produk ekspor non migas. c. Pedoman rincian komponen kredit atau pembiayaan UMKM dan/atau ekspor non migas yang diperhitungkan sebagai Kredit atau Pembiayaan UMKM sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b mengacu pada Lampiran I.a dan Lampiran I.b yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 2. Total Kredit atau Pembiayaan adalah jumlah baki debet Kredit atau Pembiayaan dalam Rupiah dan valuta asing. IV. POLA KERJASAMA PEMBERIAN KREDIT ATAU PEMBIAYAAN UMKM A. Pola Executing 1. Pola executing merupakan penyaluran Kredit atau Pembiayaan UMKM kepada debitur UMKM yang dilakukan oleh lembaga keuangan tertentu, yaitu: a. Bank Perkreditan Rakyat (BPR); b. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS); dan/atau c. Lembaga Keuangan Non Bank lainnya sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai pedoman penyusunan laporan bulanan bank umum, yaitu Koperasi… 5 Koperasi Simpan Pinjam, Baitul Maal Wa Tamwil dan lembaga- lembaga lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu. 2. Lembaga keuangan tertentu sebagaimana dimaksud pada angka 1 merupakan pihak yang menanggung risiko apabila debitur UMKM wanprestasi atau cidera janji. 3. Untuk memastikan bahwa lembaga keuangan tertentu sebagaimana dimaksud pada angka 1 menyalurkan dana tersebut kepada UMKM, maka Bank Umum membuat Perjanjian Kerjasama dengan lembaga keuangan tertentu dimaksud yang memuat paling kurang hal-hal sebagai berikut: a. penetapan jangka waktu maksimum penyaluran dana kepada UMKM; b. tahapan penyaluran dana dari Bank Umum dilakukan sesuai kesepakatan; c. kewajiban Bank Umum melakukan monitoring atas realisasi penyaluran dana; dan d. kewajiban lembaga keuangan tertentu untuk menyalurkan dan melaporkan realisasi penyaluran dana dari Bank Umum sesuai jangka waktu dan tahapan penyaluran. 4. Dalam rangka penghitungan pencapaian realisasi pemberian Kredit atau Pembiayaan UMKM, Bank Umum melaporkan realisasi penyaluran dana pola executing yang dilakukan melalui lembaga keuangan tertentu kepada Bank Indonesia secara triwulanan selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja setelah triwulan bersangkutan dengan format sesuai Lampiran 2, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 5. Pedoman rincian komponen kredit atau pembiayaan UMKM Bank Umum melalui kerjasama pola executing mengacu pada Lampiran 1.a dan 1.b yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. B. Pola… 6 B. Pola Channeling 1. Pola channeling merupakan penyaluran Kredit atau Pembiayaan UMKM kepada debitur UMKM melalui lembaga keuangan tertentu, yaitu: a. BPR; b. BPRS; dan/atau c. lembaga keuangan non bank lainnya sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai pedoman penyusunan laporan bulanan bank umum, yaitu Koperasi Simpan Pinjam, Baitul Maal Wa Tamwil dan lembaga-lembaga lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu. 2. Lembaga keuangan tertentu sebagaimana dimaksud pada angka 1 tidak mempunyai kewenangan memutus pemberian Kredit atau Pembiayaan UMKM. 3. Bank Umum sebagai pemilik dana merupakan pihak yang berwenang memutus pemberian Kredit atau Pembiayaan UMKM dan menanggung risiko apabila debitur UMKM wanprestasi atau cidera janji. 4. Pedoman rincian komponen kredit atau pembiayaan UMKM Bank Umum melalui kerjasama pola channeling mengacu pada Lampiran 1.a dan 1.b yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. C. Pembiayaan Bersama (Sindikasi) 1. Pembiayaan bersama merupakan penyaluran Kredit atau Pembiayaan UMKM kepada debitur UMKM yang dilakukan bersama oleh Bank Umum dan lembaga keuangan tertentu, yaitu: a. BPR b. BPRS; dan/atau c. lembaga keuangan non bank lainnya sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai pedoman… 7 pedoman penyusunan laporan bulanan bank umum, yaitu Koperasi Simpan Pinjam, Baitul Maal Wa Tamwil dan lembaga-lembaga lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu. 2. Bank Umum dan lembaga keuangan tertentu sebagaimana dimaksud pada angka 1 merupakan pihak yang menanggung risiko secara bersama-sama sesuai dengan porsi pembiayaan masing-masing apabila debitur UMKM wanprestasi atau cidera janji. 3. Pedoman rincian komponen kredit atau pembiayaan UMKM Bank Umum melalui kerjasama pola pembiayaan bersama (sindikasi) dilakukan dengan mengacu pada Lampiran 1.a dan 1.b yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. V. KRITERIA DAN TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN BANTUAN TEKNIS BANK INDONESIA A. Kegiatan Bantuan Teknis Bantuan teknis bertujuan untuk mendukung pengembangan UMKM dalam rangka meningkatkan kapasitas ekonomi daerah dan/atau pengendalian inflasi. Bantuan Teknis yang diberikan meliputi penelitian, pelatihan, penyediaan informasi dan/atau fasilitasi, dengan kegiatan sebagai berikut: 1. Penelitian a. Tujuan Penelitian 1) mengidentifikasi permasalahan UMKM dan memberi masukan dalam penetapan kebijakan dan pengaturan dalam pengembangan UMKM; 2) mendukung penyediaan informasi terkait pengembangan UMKM bagi stakeholder; dan 3) mendukung pelaksanaan koordinasi dengan stakeholder. b. Format… 8 b. Format Penelitian Penelitian dapat dilakukan antara lain dalam bentuk survei, kajian, dan studi banding. c. Topik Penelitian 1) Komoditas/produk/jenis usaha unggulan UMKM; 2) Pola pembiayaan untuk komoditas UMKM yang potensial dibiayai bank; 3) Pengembangan infrastruktur keuangan dan kelembagaan; dan 4) Topik lain yang terkait dengan upaya pengembangan UMKM. 2. Pelatihan a. Tujuan Pelatihan 1) meningkatkan pengetahuan dan kemampuan serta mendorong Bank dan Lembaga Pembiayaan UMKM dalam menyalurkan Kredit atau Pembiayaan UMKM; 2) meningkatkan pengetahuan dan kemampuan Lembaga Penyedia Jasa (LPJ) untuk memfasilitasi UMKM dalam meningkatkan akses terhadap kredit atau pembiayaan. 3) meningkatkan pengetahuan dan kemampuan UMKM dalam rangka meningkatkan elijibilitas dan kapasitas UMKM. b. Format Pelatihan Pelatihan dilaksanakan dalam bentuk klasikal. c. Kriteria Penerima Pelatihan 1) Bank Umum, BPR, dan/atau BPRS yang paling kurang memenuhi kriteria sebagai berikut: a) Bank Umum yang memiliki visi dan komitmen untuk menyalurkan Kredit atau Pembiayaan UMKM yang tercermin antara lain dalam visi dan misi, struktur organisasi, dan produk Kredit atau Pembiayaan UMKM. Bank Umum tersebut diprioritaskan yang belum mencapai… 9 mencapai rasio pemberian Kredit atau Pembiayaan UMKM yang ditetapkan; dan b) BPR dan/atau BPRS yang memiliki visi dan komitmen untuk menyalurkan Kredit atau Pembiayaan UMKM yang tercermin antara lain dalam visi dan misi, struktur organisasi, dan produk Kredit atau Pembiayaan UMKM. 2) Lembaga Pembiayaan UMKM yang paling kurang memenuhi kriteria sebagai berikut: a) merupakan lembaga keuangan non bank yang berbadan hukum; b) berada di bawah kepemilikan/pembinaan dan/atau direkomendasikan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah; dan c) memiliki tugas dalam menyediakan kredit atau pembiayaan bagi UMKM dan telah melakukan aktivitas usaha tersebut paling kurang 2 (dua) tahun. 3) LPJ yang paling kurang memenuhi kriteria sebagai berikut: a) berbentuk badan hukum dan telah terdaftar pada instansi pemerintah, dan/atau dibentuk oleh instansi pemerintah paling kurang selama 1 (satu) tahun; b) mempunyai komitmen dalam pengembangan UMKM yang tertuang dalam visi dan misi dalam Akta Pendirian dan/atau Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga; c) mempunyai pengalaman dalam membina UMKM selain di bidang keuangan paling kurang selama 1 (satu) tahun; dan d) membutuhkan peningkatan kompetensi di bidang keuangan. Termasuk dalam kriteria ini adalah Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) atau Petugas Pendamping yang berada di bawah pembinaan Kementerian, Dinas terkait, atau asosiasi. 4) UMKM… 10 4) UMKM yang paling kurang memenuhi kriteria sebagai berikut: a) tergabung dalam klaster yang dibina oleh Bank Indonesia; atau b) berada di bawah pembinaan Kementerian atau Dinas terkait atau anggota asosiasi usaha yang mempunyai kerjasama dengan Bank Indonesia. d. Topik Pelatihan 1) Topik pelatihan kepada Bank Umum, BPR atau BPRS dan Lembaga Pembiayaan UMKM, meliputi antara lain: a) Survei Potensi Pengembangan UMKM; b) Analisis Kredit atau Pembiayaan UMKM; c) Penanganan Kredit atau Pembiayaan UMKM Bermasalah; dan/ atau d) Pengembangan Hubungan Bank dengan Kelompok Swadaya Masyarakat (PHBK). 2) Topik pelatihan kepada LPJ yaitu berupa pelatihan mengenai aspek keuangan, yang meliputi aspek-aspek penyusunan kelayakan usaha (proposal kredit) dan perencanaan usaha (business plan). 3) Topik pelatihan kepada UMKM meliputi antara lain pembuatan laporan keuangan sederhana, penyusunan kelayakan usaha (proposal kredit) dan perencanaan usaha (business plan). 3. Penyediaan Informasi a. Tujuan Penyediaan Informasi Menginformasikan data dan program pengembangan UMKM Bank Indonesia kepada pihak internal dan eksternal. b. Format Penyediaan Informasi Penyediaan informasi antara lain dapat dilakukan melalui media cetak, media elektronik, website Bank Indonesia, pameran… 11 pameran, sosialisasi, workshop, seminar atau kegiatan sejenis lainnya. c. Jenis Penyediaan Informasi, meliputi antara lain: 1) Data statistik kredit UMKM; 2) Data komoditas/produk/jenis usaha unggulan UMKM atau potensial di suatu daerah 3) Pola pembiayaan komoditi yang potensial dibiayai bank (lending model); 4) Database profil UMKM; 5) Data sentra UMKM; 6) Program pengembangan klaster; 7) Ketentuan atau kebijakan Bank Indonesia terkait pengembangan UMKM. 4. Fasilitasi a. Tujuan Fasilitasi 1) mendukung pengembangan dan peningkatan daya saing UMKM melalui program yang terintegrasi, antara lain klaster, inkubator bisnis, dan pengembangan institusi pendukung dalam rangka kemandirian UMKM. 2) membantu mempersiapkan UMKM dalam rangka peningkatan akses keuangan. 3) mendorong lembaga keuangan untuk meningkatkan penyaluran Kredit atau Pembiayaan UMKM. b. Kriteria Penerima Fasilitasi 1) Bank Umum, BPR, BPRS, lembaga pembiayaan UMKM, dan/atau LPJ dapat memperoleh fasilitasi dalam rangka peningkatan penyaluran Kredit atau Pembiayaan UMKM dalam bentuk seminar/Focus Group Discussion dan kegiatan lain yang terkait antara lain fasilitasi kepada lembaga penunjang seperti asuransi, lembaga penjaminan kredit, dan lain-lain. Penerima fasilitasi tersebut paling kurang memenuhi kriteria sebagai berikut: a) Bank … 12 a) Bank Umum: i. memiliki visi dan komitmen untuk menyalurkan Kredit atau Pembiayaan UMKM yang tercermin antara lain dalam visi dan misi, struktur organisasi, dan produk Kredit atau Pembiayaan UMKM. Bank Umum tersebut diprioritaskan yang belum mencapai rasio pemberian Kredit atau Pembiayaan UMKM yang ditetapkan; atau ii. ditunjuk sebagai pelaksana kredit program Pemerintah, b) BPR dan/atau BPRS: i. memiliki visi dan komitmen untuk menyalurkan Kredit atau Pembiayaan UMKM yang tercermin antara lain dalam visi dan misi, struktur organisasi, dan produk Kredit atau Pembiayaan UMKM; atau ii. sebagai peserta program Pemerintah atau Bank Indonesia dalam pengembangan UMKM. c) Lembaga Pembiayaan UMKM: i. merupakan lembaga keuangan non bank yang berbadan hukum; ii. berada di bawah kepemilikan/pembinaan dan/ atau direkomendasikan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah; dan iii. memiliki tugas dalam menyediakan kredit atau pembiayaan bagi UMKM dan telah melakukan aktivitas usaha tersebut paling kurang 2 (dua) tahun. d) LPJ: i. berbentuk badan hukum dan telah terdaftar pada instansi pemerintah, dan/atau dibentuk oleh instansi pemerintah paling kurang selama 1 (satu) tahun; ii. mempunyai… 13 ii. mempunyai komitmen dalam pengembangan UMKM yang tertuang dalam visi dan misi dalam Akta Pendirian dan/atau Dasar/Anggaran Rumah Tangga; iii. mempunyai pengalaman dalam membina UMKM selain di bidang keuangan paling kurang selama 2 (dua) tahun; dan iv. membutuhkan peningkatan kompetensi di bidang keuangan. 2) UMKM dapat memperoleh fasilitasi dalam bentuk seminar/Focus Group Discussion, magang, studi banding, promosi, pendampingan, dan kegiatan yang sejenis, paling kurang memenuhi kriteria sebagai berikut: a) tergabung dalam klaster yang dibina oleh Bank Indonesia; atau b) berada di bawah pembinaan Kementerian atau Dinas terkait atau anggota asosiasi usaha yang mempunyai kerjasama dengan Bank Indonesia. B. Biaya Bantuan Teknis 1. Biaya pelaksanaan bantuan teknis ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 3 yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 2. Biaya pelaksanaan bantuan teknis dalam rangka kerjasama Bank Indonesia dengan kementerian, dinas terkait, lembaga domestik, atau lembaga internasional diatur sesuai dengan kesepakatan para pihak. C. Pengajuan Kegiatan Bantuan Teknis 1. Pihak yang memenuhi kriteria dapat mengajukan permintaan secara tertulis untuk memperoleh Bantuan Teknis kepada: a. Bank Indonesia c.q. Departemen Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM, Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350, Anggaran bagi… 14 bagi yang berkedudukan di propinsi DKI Jakarta, Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang dan Depok. b. Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat, bagi yang berkedudukan di luar wilayah sebagaimana dimaksud dalam huruf a. 2. Persetujuan atas permintaan sebagaimana dimaksud pada angka 1 didasarkan pada analisis yang dilakukan oleh Bank Indonesia yang antara lain didasarkan pada pertimbangan pemenuhan kriteria, pembiayaan, bentuk Bantuan Teknis, dan ketersediaan sumber daya manusia. 3. Pengajuan permintaan dan persetujuan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2 tidak berlaku untuk bantuan teknis berupa penyediaan informasi yang sudah dipublikasikan oleh Bank Indonesia baik melalui website atau media lainnya. VI. PUBLIKASI ATAS PENCAPAIAN PEMBERIAN KREDIT ATAU PEMBIAYAAN UMKM Bank Indonesia mempublikasikan peringkat pencapaian rasio Kredit atau Pembiayaan UMKM terhadap total Kredit atau Pembiayaan oleh Bank Umum dalam website Bank Indonesia yang antara lain dimuat dalam menu siaran pers atau info terbaru. VII. KRITERIA DAN TATA CARA PENILAIAN DALAM RANGKA PEMBERIAN PENGHARGAAN A. Bank Indonesia secara berkala memberikan penghargaan kepada Bank Umum yang berhasil menyalurkan Kredit atau Pembiayaan UMKM yang memenuhi kriteria yang ditetapkan dan memenuhi tema sesuai dengan program atau kebijakan Bank Indonesia. B. Kriteria yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada huruf A paling kurang adalah: 1. Pencapaian rasio realisasi Kredit atau Pembiayaan UMKM sesuai dengan tahapan yang telah ditetapkan; 2. Non… 15 2. Non Performing Loan – gross Kredit atau Pembiayaan UMKM paling tinggi 5% (lima persen); 3. Pertumbuhan pencapaian pemberian Kredit atau Pembiayaan UMKM lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan Kredit atau Pembiayaan UMKM nasional; dan 4. Memiliki produk dan/atau skim kredit untuk UMKM. C. Dalam proses penilaian, Bank Indonesia dapat membentuk tim penilai, atau bekerjasama dengan pihak ketiga sebagai pendukung penilaian. D. Dalam hal proses penilaian dilakukan oleh tim penilai yang dibentuk Bank Indonesia maka tim penilai paling kurang terdiri dari: 1. Bank Indonesia; 2. Kementerian terkait; 3. Pakar/pengamat UMKM atau akademisi; dan 4. Pihak eksternal terkait. E. Dalam hal proses penilaian dilakukan oleh pihak ketiga yang ditunjuk oleh Bank Indonesia maka tim penilai terdiri dari Bank Indonesia dan pihak ketiga sebagai pendukung penilaian yang paling kurang memenuhi kriteria sebagai berikut: 1. Merupakan badan hukum atau lembaga yang resmi; 2. Memiliki kompetensi di bidang UMKM; dan 3. Memiliki reputasi yang baik. F. Proses penilaian sebagaimana dimaksud pada huruf C dilakukan sebagai berikut: 1. Penetapan tema dan periode penilaian oleh Bank Indonesia; 2. Pengumuman tema dan periode penilaian oleh Bank Indonesia; 3. Pembentukan tim penilai atau penunjukan pihak ketiga sebagai pendukung penilaian; 4. Proses penilaian oleh Bank Indonesia atau tim penilai; dan 5. Penetapan dan pengumuman pemenang oleh Bank Indonesia. VIII. PELATIHAN… 16 VIII. PELATIHAN KEPADA PELAKU UMKM OLEH BANK UMUM A. Bank Umum yang tidak mencapai realisasi Kredit atau Pembiayaan UMKM sesuai rasio yang ditetapkan, wajib menyelenggarakan pelatihan kepada pelaku UMKM. Kewajiban tersebut mulai berlaku untuk pencapaian rasio pemberian Kredit atau Pembiayaan UMKM pada tahun 2015. B. Pelatihan sebagaimana dimaksud pada huruf A ditujukan kepada pelaku UMKM yang tidak sedang dan/atau belum pernah mendapat Kredit a tau Pembiayaan UMKM. Data pelaku UMKM bersumber dari data yang dimiliki Bank Umum, Bank Indonesia, dan/atau Kementerian dan Dinas terkait. C. Bank Umum menyampaikan rencana pelatihan yang disampaikan kepada Bank Indonesia sebelum batas waktu pelaksanaan pelatihan dan penyampaian laporan pada tanggal 30 September setiap tahunnya. Rencana pelatihan dilaporkan dengan format sesuai Lampiran 4, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini. D. Jumlah dana yang dialokasikan dalam rangka pelatihan sebagaimana dimaksud dalam huruf A adalah minimal sebesar 2% (dua persen) yang dihitung dari selisih antara kewajiban pencapaian rasio Kredit atau Pembiayaan UMKM dikurangi dengan realisasi pencapaian rasio Kredit atau Pembiayaan UMKM pada setiap akhir tahun berjalan, dengan jumlah paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah). Contoh 1: - Pada tahun 2015, total kredit atau pembiayaan yang diberikan Bank A sebesar Rp500 milyar. - Bank A wajib memberikan Kredit atau Pembiayaan UMKM sebesar 5% dari total kreditnya yaitu 5% x Rp500 milyar = Rp25 milyar. - Realisasi pencapaian pada akhir Desember 2015 sebesar Rp20 milyar. - Selisih… 17 - Selisih antara rasio Kredit atau Pembiayaan yang wajib dipenuhi dengan realisasi pencapaian pada akhir tahun = Rp25 milyar – Rp20 milyar = Rp5 milyar - 2% dari selisih antara rasio Kredit atau Pembiayaan yang wajib dipenuhi dengan realisasi pencapaian pada akhir tahun = 2% x Rp5 milyar = Rp100juta Bank A wajib menyelenggarakan pelatihan dengan dana pelatihan sebesar Rp100juta. Contoh 2: - Pada tahun 2015, total kredit atau pembiayaan yang diberikan Bank B sebesar Rp20 triliun. - Bank B wajib memberikan Kredit atau Pembiayaan UMKM sebesar 5% dari total kreditnya yaitu 5% x Rp20 triliun = Rp1 triliun. - Realisasi pencapaian pada akhir Desember 2015 sebesar Rp400 milyar. - Selisih antara rasio Kredit atau Pembiayaan yang wajib dipenuhi dengan realisasi pencapaian pada akhir tahun = Rp1 triliun – Rp400 milyar = Rp600 milyar - 2% dari selisih antara rasio Kredit atau Pembiayaan yang wajib dipenuhi dengan realisasi pencapaian pada akhir tahun = 2% x Rp600 milyar = Rp12 milyar Bank B wajib menyelenggarakan pelatihan dengan dana pelatihan sebesar Rp10 milyar E. Pelatihan kepada UMKM dilakukan dan dilaporkan kepada Bank Indonesia paling lambat pada tanggal 30 September tahun berikutnya dengan format sesuai Lampiran 5, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. Dalam hal tanggal 30 September jatuh pada hari libur, maka pelatihan kepada UMKM dan pelaporan kepada Bank Indonesia disampaikan pada 1 (satu) hari kerja sebelumnya. F. Topik… 18 F. Topik pelatihan yang dapat dilakukan oleh Bank Umum antara lain mengenai aspek keuangan, aspek pemasaran, aspek produksi, aspek kelembagaan, untuk meningkatkan jumlah pelaku UMKM yang dapat memperoleh Kredit atau Pembiayaan UMKM dari Bank Umum. G. Metode pelatihan dapat dilaksanakan dalam bentuk klasikal, magang, studi banding, promosi, dan pendampingan. IX. PENYAMPAIAN LAPORAN A. Pelaporan mengenai pencapaian realisasi pemberian Kredit atau Pembiayaan UMKM melalui kerja sama pola executing sebagaimana dimaksud pada Lampiran 2, disampaikan dalam bentuk hardcopy kepada: Departemen Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350 dengan tembusan kepada: a. Departemen Pengawasan Bank terkait, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, bagi Bank Umum yang berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia; b. Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat, bagi Bank Umum yang berkantor pusat selain di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia. B. Pelaporan mengenai rencana pelatihan dan pelaksanaan pelatihan kepada pelaku UMKM yang dilakukan oleh Bank Umum sebagaimana dimaksud pada Lampiran 4 dan Lampiran 5, disampaikan dalam bentuk hardcopy kepada: a. Departemen Pengawasan Bank terkait, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, bagi Bank Umum yang berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia; b. Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat, bagi Bank Umum yang berkantor pusat selain di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia. dengan tembusan kepada: Departemen… 19 Departemen Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350 X. TATA CARA PENGENAAN SANKSI A. Bank Umum yang melanggar ketentuan mengenai pentahapan pencapaian rasio pemberian Kredit atau Pembiayaan UMKM sebagaimana dimaksud pada butir II.A.1 dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis yang diikuti dengan kewajiban untuk menyelenggarakan pelatihan kepada pelaku UMKM sebagaimana dimaksud pada angka VIII. B. Bank Umum yang tidak melakukan kewajiban untuk menyelenggarakan pelatihan sebagaimana dimaksud pada huruf A, dikenakan sanksi administratif berupa penurunan peringkat faktor manajemen atau prinsip-prinsip Good Corporate Governance dalam penilaian tingkat kesehatan bank. Pengenaan sanksi dimaksud didasarkan pada analisis terkait Pengawasan Bank oleh Bank Indonesia. C. Kantor cabang bank yang berkedudukan di luar negeri dan Bank Campuran yang memberikan Kredit atau Pembiayaan UMKM melalui kerjasama pola channeling dan/atau pembiayaan bersama (sindikasi), dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis. D. Kantor cabang bank yang berkedudukan di luar negeri dan Bank Campuran yang tetap melakukan pelanggaran setelah adanya teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf C, dikenakan sanksi administratif berupa penurunan peringkat faktor manajemen atau prinsip-prinsip Good Corporate Governance dalam penilaian tingkat kesehatan bank. Pengenaan sanksi dimaksud didasarkan pada analisis terkait Pengawasan Bank oleh Bank Indonesia. XI. PENUTUP… 20 XI. PENUTUP Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 29 Agustus 2013. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. KEPALA DEPARTEMEN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM, ENI V. PANGGABEAN DPAU
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 15/35/DPAU|SE-BI/2013 </reg_id> <reg_title> Pemberian Kredit atau Pembiayaan oleh Bank Umum dan Bantuan Teknis dalam rangka Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah </reg_title> <set_date> 29 Agustus 2013 </set_date> <effective_date> 29 Agustus 2013 </effective_date> <related_reg> '14/22/PBI/2012' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi X' </penalty_list>
No. 7/ 51 /DPNP Jakarta, 9 November 2005 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Prinsip Kehati-hatian dalam Aktivitas Sekuritisasi Aset bagi Bank Umum Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/4/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005 tentang Prinsip Kehati-hatian dalam Aktivitas Sekuritisasi Aset bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4473), antara lain diatur bahwa Bank dapat melakukan berbagai fungsi dalam aktivitas Sekuritisasi Aset dengan memenuhi berbagai persyaratan dan memperhatikan prinsip hatian. Sehubungan dengan hal tersebut perlu kehati- diatur ketentuan pelaksanaan dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia, dengan pokok-pokok ketentuan sebagai berikut: A. UMUM 1. Sekuritisasi Aset adalah penerbitan surat berharga oleh Penerbit Efek Beragun Aset yang didasarkan pada pengalihan aset keuangan dari Kreditur Asal yang diikuti dengan pembayaran yang berasal dari hasil penjualan Efek Beragun Aset (EBA) kepada Pemodal. 2. Dalam … 2. Dalam aktivitas Sekuritisasi Aset, Bank dapat melakukan fungsi-fungsi sebagai Kreditur Asal, Penyedia Kredit Pendukung, Penyedia Fasilitas Likuiditas, Penyedia Jasa, Bank Kustodian, dan atau Pemodal. B. PELAKSANAAN FUNGSI DALAM AKTIVITAS SEKURITISASI ASET OLEH BANK 1. Bank yang melakukan fungsi-fungsi dalam aktivitas Sekuritisasi Aset sebagai Kreditur Asal, Penyedia Kredit Pendukung, Penyedia Fasilitas Likuiditas, Penyedia Jasa, Bank Kustodian, dan atau Pemodal wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. tidak mengakibatkan rasio kewajiban penyediaan modal minimum Bank lebih rendah dari ketentuan yang berlaku; dan b. melakukan fungsi tersebut sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/4/PBI/2005 serta memperhatikan prinsip kehati-hatian. 2. Pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada angka 1 berlaku bagi Bank baik yang hanya melakukan 1 (satu) fungsi tertentu dalam aktivitas Sekuritisasi Aset, maupun yang melakukan beberapa fungsi dalam aktivitas Sekuritisasi Aset secara bersamaan misalnya Bank sebagai Kreditur Asal, juga menjadi Penyedia Kredit Pendukung dan Penyedia Fasilitas Likuiditas. 3. Bank wajib memastikan bahwa persyaratan sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a dipenuhi, baik pada saat perencanaan maupun pada saat pelaksanaan fungsi-fungsi tersebut. 4. Apabila Bank memperkirakan pelaksanaan fungsi-fungsi tersebut mengakibatkan persyaratan sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a tidak terpenuhi, maka Bank wajib membatalkan pelaksanaan fungsi- fungsi tersebut. 5. Dalam … 5. Dalam rangka memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf b Bank wajib memiliki kebijakan dan pedoman aktivitas Sekuritisasi Aset yang didokumentasikan dengan baik dan menjadi bagian dari kebijakan dan pedoman manajemen risiko Bank secara umum sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum. 6. Direksi Bank bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan dan pedoman aktivitas Sekuritisasi Aset sehingga wajib memahami cakupan, tujuan, dan risiko-risiko yang dapat timbul dalam aktivitas Sekuritisasi Aset termasuk implikasinya terhadap kinerja Bank. C. BANK SEBAGAI KREDITUR ASAL 1. Bank sebagai Kreditur Asal hanya dapat mengeluarkan aset keuangan yang dialihkan dari neraca (derecognition), apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. aset keuangan yang dialihkan dari Kreditur Asal kepada Penerbit memenuhi kondisi jual putus; dan b. Kreditur Asal bukan merupakan pihak terkait dengan Penerbit. 2. Untuk memenuhi persyaratan kondisi jual putus sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a, Bank sebagai Kreditur Asal wajib memenuhi persyaratan yang diatur dalam Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/4/PBI/2005. 3. Dalam rangka memenuhi persyaratan bahwa risiko kredit dari aset keuangan yang dialihkan secara signifikan telah beralih kepada Penerbit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b Peraturan Bank Indonesia … Indonesia Nomor 7/4/PBI/2005, pada prinsipnya Bank sebagai Kreditur Asal wajib pula memenuhi kondisi antara lain tidak terdapat kewajiban untuk menukar aset keuangan yang dialihkan. Oleh karena itu, Bank sebagai Kreditur Asal wajib memastikan bahwa seluruh kondisi aset keuangan yang dialihkan seperti kelengkapan dan keabsahan dokumen sesuai dengan yang diperjanjikan. Penukaran aset keuangan yang dialihkan hanya dapat diminta oleh Penerbit atas aset keuangan yang diketahui kondisinya berbeda dengan yang diperjanjikan dan sepanjang telah diperjanjikan sebelumnya. Dalam hal diperjanjikan kemungkinan melakukan penukaran aset keuangan, maka dalam perjanjian tersebut wajib mencantumkan persyaratan antara lain: a. jangka waktu penukaran aset keuangan selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari kalender sejak perjanjian keuangan ditandatangani; dan pengalihan aset b. nilai aset keuangan yang dapat dipertukarkan maksimum sebesar 10% (sepuluh perseratus) dari Nilai Aset Keuangan yang Dialihkan. 4. Pemenuhan persyaratan kondisi jual putus sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan angka 3 wajib memperoleh pendapat auditor independen dan pendapat hukum yang independen. Apabila berdasarkan hasil pengawasan atau pemeriksaan ditemukan kondisi yang berbeda dengan pendapat auditor independen dan pendapat hukum yang independen dimaksud, maka Bank Indonesia dapat memberikan penilaian tersendiri atas pemenuhan persyaratan dan kondisi jual putus. 5. Apabila persyaratan dan kondisi jual putus sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan angka 3 dipenuhi, maka Bank sebagai Kreditur Asal dapat mengeluarkan aset keuangan yang dialihkan dari neraca (derecognition) dengan melakukan tindakan sebagai berikut: a. mengeluarkan … a. mengeluarkan aset keuangan yang dialihkan dari neraca Bank dan mengakui penerimaan dari pengalihan aset dalam neraca; b. memperhitungkan seluruh penerimaan/keuntungan dan biaya-biaya/ kerugian yang timbul dari pengalihan aset keuangan; 6. Apabila persyaratan kondisi jual putus sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan angka 3 tidak dipenuhi, maka atas aset keuangan yang telah dialihkan, Bank sebagai Kreditur Asal wajib mencatat kembali dalam neraca, memperhitungkan dalam aktiva tertimbang menurut risiko, menilai kualitas aktiva, dan memperhitungkan dalam BMPK. 7. Pencatatan kembali aset keuangan yang dialihkan diikuti dengan pencatatan penerimaan Bank atas pengalihan aset keuangan sebagai kewajiban kepada Pemodal. Selanjutnya Bank juga melakukan pengakuan terhadap penerimaan pokok dan bunga atas aset keuangan yang dicatat kembali dan pengakuan terhadap pembayaran pokok dan bunga sebagai kewajiban kepada Pemodal. 8. Sesuai Pasal 6 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/4/PBI/2005, Bank dilarang menjadi Kreditur Asal apabila pengalihan aset keuangan dalam rangka aktivitas Sekuritisasi Aset mengakibatkan rasio kewajiban penyediaan modal minimum Bank menurun. Untuk menghitung rasio kewajiban penyediaan modal minimum pada saat pengalihan aset oleh Bank yang menjadi Kreditur Asal, maka: a. aktiva tertimbang menurut risiko akan berkurang sebesar aktiva tertimbang menurut risiko dari aset keuangan yang dialihkan setelah dikurangi cadangan khusus yang telah dibentuk; dan b. modal dapat meningkat atau menurun sesuai dengan keuntungan atau kerugian akibat pengalihan aset keuangan dimaksud sebelum memperhitungkan biaya-biaya yang timbul dalam rangka proses pengalihan aset keuangan. D. BANK … D. BANK SEBAGAI PENYEDIA KREDIT PENDUKUNG 1. Penyediaan Kredit Pendukung oleh Bank dalam aktivitas Sekuritisasi Aset bertujuan untuk meningkatkan kualitas aset keuangan yang dialihkan dengan memberikan fasilitas untuk menanggung kerugian yang dapat dialami oleh Pemodal sebagai akibat penurunan kualitas aset keuangan. 2. Penyediaan Kredit Pendukung dimaksud terdiri dari fasilitas penanggung risiko pertama (first loss facility) dan fasilitas penanggung risiko kedua (second loss facility). Fasilitas penanggung risiko kedua diberikan setelah tersedia fasilitas penanggung risiko pertama dan baru dapat digunakan apabila fasilitas penanggung risiko digunakan. pertama telah habis 3. Bagi Bank yang akan bertindak sebagai penyedia fasilitas penanggung risiko pertama (first loss facility) perlu memperhatikan antara lain: a. jenis dan kualitas aset keuangan yang dialihkan; b. perkiraan kerugian yang dapat timbul dari aset keuangan yang dialihkan. 4. Bagi Bank yang akan bertindak sebagai penyedia fasilitas penanggung risiko kedua (second loss facility) selain memperhatikan hal-hal sebagaimana dimaksud pada angka 3, juga perlu menganalisis kredibilitas pihak yang memberikan fasilitas penanggung risiko pertama. 5. Penyediaan Kredit Pendukung berupa fasilitas penanggung risiko pertama dan fasilitas penanggung risiko kedua dapat berbentuk antara lain: a. Overcollateralisation yaitu fasilitas yang diberikan oleh Kreditur Asal berupa kelebihan nilai aset keuangan yang dialihkan, sebesar selisih antara nilai buku aset keuangan yang dialihkan dengan pembayaran … pembayaran yang diterima oleh Kreditur Asal yang berasal dari penerbitan EBA tanpa memperhitungkan keuntungan atau kerugian dari pengalihan aset keuangan. b. Garansi yaitu fasilitas jaminan yang diberikan oleh pihak ketiga untuk menanggung kerugian atas risiko kredit dari aset keuangan yang dialihkan sampai dengan nilai tertentu atau persentase tertentu. c. Cash collateral yaitu jaminan kas yang dapat ditarik untuk menutup kekurangan pembayaran kewajiban kepada Pemodal. Penyediaan dana ini dapat bersumber dari Kreditur Asal atau pihak ketiga. d. Pembelian junior tranche yaitu pembelian subordinasi kelas EBA yang dapat dilakukan oleh Kreditur Asal atau pihak ketiga. Kewajiban pembayaran kepada pemegang subordinasi EBA baru dapat dilakukan setelah pembayaran kepada pemegang EBA dengan kelas yang lebih senior dipenuhi. 6. Contoh cara perhitungan kewajiban penyediaan modal minimum bagi Bank sebagai Penyedia Kredit Pendukung adalah sebagaimana pada Lampiran 1. E. BANK SEBAGAI PENYEDIA FASILITAS LIKUIDITAS 1. Penyediaan Fasilitas Likuiditas oleh Bank kepada Penerbit diberikan dalam bentuk penyediaan fasilitas talangan untuk mengatasi mismatch yang timbul karena terdapat keterlambatan sementara dalam penerimaan bunga dan atau pokok dari aset keuangan yang dialihkan yang menjadi sumber pembayaran kewajiban kepada Pemodal sehingga pembayaran kepada Pemodal dapat dilakukan tepat waktu. 2. Penyediaan … 2. Penyediaan Fasilitas Likuiditas kepada Penerbit bersifat pass-through yaitu langsung digunakan untuk pemenuhan kewajiban pembayaran kepada Pemodal. 3. Mengingat Fasilitas Likuiditas merupakan talangan untuk pembayaran kewajiban kepada Pemodal, maka penyedia Fasilitas Likuiditas memiliki hak menerima pembayaran terlebih dahulu dibandingkan Pemodal atas pelunasan dari setiap arus kas aset keuangan yang dialihkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf f Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/4/PBI/2005. 4. Fasilitas Likuiditas hanya dapat diberikan maksimum selama 90 (sembilan puluh) hari kalender berturut-turut yang dihitung sejak tanggal awal penarikan sampai dengan tanggal pelunasan Likuiditas yang telah ditarik. seluruh Fasilitas 5. Apabila Bank menyediakan Fasilitas Likuiditas melebihi jangka waktu sebagaimana dimaksud pada angka 4, maka penyediaan Fasilitas Likuiditas tersebut diperlakukan sebagai penyediaan Fasilitas Likuiditas yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/4/PBI/2005. 6. Sesuai dengan penjelasan Pasal 9 ayat (1) huruf d Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/4/PBI/2005, yang dimaksud dengan tunggakan pembayaran adalah tunggakan pembayaran pokok dan atau bunga/kupon dari aset keuangan yang dialihkan. 7. Contoh cara perhitungan kewajiban penyediaan modal minimum bagi Bank sebagai Penyedia Fasilitas Likuiditas adalah sebagaimana pada Lampiran 2. F. BANK … F. BANK SEBAGAI PENYEDIA JASA 1. Bank yang berfungsi sebagai Penyedia Jasa wajib memenuhi persyaratan antara lain didukung oleh sistem administrasi yang memadai. Sistem administrasi yang memadai adalah sistem yang memiliki kemampuan antara lain untuk: a. mengidentifikasi aset keuangan dan agunan yang dialihkan oleh Kreditur Asal dan aset lain yang dimiliki Bank Penyedia Jasa; penerimaan arus kas dari aset keuangan yang b. memisahkan dialihkan dengan penerimaan lain Bank Penyedia Jasa; c. menyediakan informasi jumlah maupun jangka waktu tunggakan pokok dan atau tunggakan bunga/kupon dari arus kas keuangan yang dialihkan. aset 2. Dalam hal Bank sebagai Penyedia Jasa melakukan Pembelian Kembali, maka perhitungan nilai sisa aset keuangan yang dibeli kembali tersebut adalah sebesar nilai buku sisa aset keuangan. Yang diperhitungkan sebagai nilai buku aset keuangan termasuk tunggakan bunga. Apabila aset keuangan berupa surat berharga, maka perhitungan nilai sisa aset keuangan yang dibeli kembali adalah sebesar nilai pembelian awal (acquisition cost) ditambah tunggakan bunga/kupon. 3. Pembelian Kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/4/PBI/2005 diperlakukan sebagai fasilitas penanggung risiko pertama. Perlakuan sebagai fasilitas penanggung risiko pertama dalam kewajiban penyediaan modal minimum dihitung sebagai faktor pengurang modal sebesar nilai terkecil antara nilai buku sisa aset keuangan yang dibeli kembali dengan jumlah beban modal dari Nilai Aset Keuangan yang Dialihkan. 4. Pembelian … 4. Pembelian Kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/4/PBI/2005 diperlakukan sebagai Kredit Pendukung yang tidak memenuhi persyaratan. Perlakuan sebagai Kredit Pendukung yang tidak memenuhi persyaratan dalam kewajiban penyediaan modal minimum dihitung sebagai: a. faktor pengurang modal sebesar nilai terkecil antara nilai buku sisa aset keuangan yang dibeli kembali dengan jumlah beban modal dari Nilai Aset Keuangan yang Dialihkan dan komponen aktiva tertimbang menurut risiko sebesar nilai buku sisa aset keuangan yang dibeli kembali, bagi Bank Penyedia Jasa yang juga Kreditur Asal; b. faktor pengurang modal sebesar nilai terkecil antara nilai buku sisa aset keuangan yang dibeli kembali dengan jumlah beban modal dari Nilai Aset Keuangan yang Dialihkan, bagi Bank Penyedia Jasa yang bukan Kreditur Asal. G. BANK SEBAGAI PEMODAL 1. Dalam menilai risiko-risiko yang dapat timbul dari penanaman dana, Bank sebagai Pemodal EBA wajib mempelajari informasi yang terkait dengan aktivitas Sekuritisasi Aset dari propektus dan sumber-sumber lainnya berupa: a. b. struktur aktivitas Sekuritisasi Aset; jenis, nilai, dan kualitas (bila EBA tidak memiliki peringkat) aset keuangan yang dialihkan; c. d. informasi seluruh fasilitas yang tersedia termasuk informasi kemungkinan terjadinya kegagalan pembayaran kepada Pemodal; karakteristik, peringkat, dan jumlah EBA yang diterbitkan; dan e. informasi … e. informasi-informasi penting lainnya antara lain pemenuhan kondisi jual putus atas pengalihan aset keuangan, biaya-biaya yang menjadi tanggungan Pemodal termasuk biaya kepada Penyedia Jasa. 2. Jumlah EBA yang dimiliki oleh Bank Pemodal yang sekaligus sebagai Kreditur Asal melalui dialihkan menjadi bagian yang diperhitungkan dalam: a. batas maksimum EBA yang dapat dibeli yaitu sebesar 10% (sepuluh perseratus) dari Nilai Aset Keuangan yang Dialihkan; dan b. batas maksimum seluruh fasilitas dalam aktivitas Sekuritisasi Aset yaitu sebesar 20% (dua puluh perseratus) dari Nilai Aset Keuangan yang Dialihkan. 3. Contoh cara perhitungan kewajiban penyediaan modal minimum bagi Bank sebagai Pemodal adalah sebagaimana pada Lampiran 3. H. BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN KREDIT DAN PENILAIAN KUALITAS AKTIVA 1. Perhitungan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) atas penyediaan dana kepada Reference Entity dihitung secara proporsional berdasarkan proporsi aset keuangan yang dialihkan dari masing-masing Reference Entity. 2. Contoh penyediaan dana kepada Reference Entity: a. Bank “A” menyalurkan kredit kepada beberapa debitur (Reference Entity) masing-masing: • PT. “X” sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta Rupiah); • PT. “Y” sebesar Rp6.000.000,00 (enam juta Rupiah); dan • PT. “Z” sebesar Rp4.000.000,00 (empat juta Rupiah). b. Bank … tukar-menukar dengan aset keuangan yang b. Bank “A” kemudian menjual portofolio kredit kepada Penerbit dengan memenuhi kondisi jual putus dan memberikan fasilitas Kredit Pendukung berupa overcollateralisation. c. Berdasarkan portofolio kredit yang dialihkan tersebut, Penerbit menerbitkan EBA senilai Rp18.000.000,00 (delapan belas juta Rupiah). d. Dari keseluruhan EBA yang diterbitkan, Bank “B” membeli EBA sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta Rupiah). e. Pembelian EBA oleh Bank “B” ditetapkan sebagai penyediaan dana secara proporsional kepada PT. “X”, PT. “Y” dan PT “Z” dan perhitungan BMPK untuk masing-masing perusahaan adalah:  total aset keuangan setiap perusahaan yang dialihkan    total aset keuangan yang dialihkan  ×  Perhitungan untuk contoh ini adalah sebagai berikut: • PT X = (Rp10 juta/Rp20 juta) x Rp 10 juta = Rp5 juta; • PT Y = (Rp6 juta/20 juta) x Rp 10 juta = Rp3 juta; dan • PT Z = (Rp4 juta/Rp20 juta) x Rp 10 juta = Rp2 juta. 3. Bank yang menyediakan beberapa fasilitas dalam aktivitas Sekuritisasi Aset hanya dapat menyediakan seluruh fasilitas dalam aktivitas Sekuritisasi Aset maksimum 20% dari Nilai Aset Keuangan yang Dialihkan. 4. Contoh cara perhitungan kewajiban penyediaan modal minimum untuk seluruh fasilitas yang disediakan Bank dalam aktivitas Sekuritisasi Aset adalah sebagaimana pada Lampiran 4. EBA yang dibeli 5. Penilaian … 5. Penilaian kualitas EBA mengacu pada penilaian kualitas surat berharga sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/3/DPNP tanggal 31 Januari 2005 perihal Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/8/DPNP tanggal 31 Maret 2005 perihal Lembaga Pemeringkat dan Peringkat yang Diakui Bank Indonesia. 6. Dalam hal EBA tidak aktif diperdagangkan di bursa efek dan tidak terdapat informasi nilai pasar serta tidak memiliki peringkat, maka kualitas EBA didasarkan pada kualitas aset keuangan yang dialihkan sesuai dengan jenis aset keuangan yang dialihkan yang dihitung secara proporsional. Untuk mendukung penetapan kualitas EBA tersebut, Bank sebagai Pemodal mengupayakan informasi terkini kualitas aset keuangan yang dialihkan. Contoh perhitungan: a. Bank A mengalihkan aset keuangan berupa kredit sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta Rupiah) dengan kualitas masing- masing Lancar sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta Rupiah), Dalam Perhatian Khusus sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta Rupiah), dan Diragukan sebesar Rp40.000.000,00 (empat puluh juta Rupiah). b. Kualitas setiap kredit tersebut secara proporsional terhadap total kredit yang dialihkan adalah sebagai berikut: - Lancar sebesar 50% (lima puluh perseratus); - Dalam Perhatian Khusus sebesar 10% (sepuluh perseratus); dan - Diragukan sebesar 40% (empat puluh perseratus). c. Bank … c. Bank B membeli EBA dengan underlying aset keuangan yang dialihkan oleh Bank A sebesar Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta Rupiah). d. Perhitungan kualitas EBA yang dimiliki Bank B ditetapkan sebagai berikut: - Lancar: 50% x Rp25.000.000,00 = Rp12.500.000,00; - Dalam Perhatian Khusus: 10% x Rp25.000.000,00 Rp2.500.000,00; dan - Diragukan: 40% x Rp25.000.000,00 = Rp10.000.000,00 7. Penetapan kualitas Kredit Pendukung dan Fasilitas Likuiditas didasarkan pada kualitas aset keuangan yang dialihkan yaitu secara proporsional sesuai dengan jenis aset keuangan yang dialihkan. Contoh perhitungan: a. Bank A mengalihkan aset keuangan berupa kredit sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta Rupiah) dengan kualitas masing- masing Lancar sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta Rupiah), Dalam Perhatian Khusus sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta Rupiah), dan Diragukan sebesar Rp40.000.000,00 (empat puluh juta Rupiah). b. Kualitas setiap kredit tersebut secara proporsional terhadap total kredit yang dialihkan adalah sebagai berikut: - Lancar sebesar 50% (lima puluh perseratus); - Dalam Perhatian Khusus sebesar 10% (sepuluh perseratus); dan - Diragukan sebesar 40% (empat puluh perseratus). c. Bank A memberikan fasilitas Kredit Pendukung sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta Rupiah) maka kualitas Kredit Pendukung ditetapkan sebagai berikut: - Lancar … = - Lancar: 50% x Rp10.000.000,00 = Rp5.000.000,00 - Dalam Perhatian Rp1.000.000,00; dan - Diragukan: 40% x Rp10.000.000,00 = Rp4.000.000,00. d. Perhitungan yang sama berlaku juga untuk Fasilitas Likuiditas yang disediakan oleh Bank. I. PELAPORAN 1. Laporan rencana pengalihan aset keuangan dalam aktivitas Sekuritisasi Aset oleh Bank sebagai Kreditur Asal sekurang-kurangnya memuat informasi sebagai berikut: a. Umum, yaitu informasi yang mencakup : 1) tujuan pengalihan aset keuangan dalam kaitannya dengan rencana strategis bank dan rencana penggunaan dana yang diperoleh; 2) jenis dan nilai buku aset keuangan yang akan dialihkan, hasil penilaian (appraisal) serta perkiraan penerimaan dari pengalihan aset keuangan; 3) lembaga pemeringkat yang akan melakukan pemeringkatan EBA dan perkiraan hasil peringkat (jika tersedia); 4) perkiraan Nilai EBA yang akan diterbitkan; 5) draft perjanjian pengalihan aset keuangan; 6) informasi fasilitas lain yang akan disediakan oleh Kreditur Asal dan draft perjanjian (termasuk fungsi Penyedia Jasa); dan 7) informasi pihak lain yang akan menyediakan fasilitas lain dalam aktivitas Sekuritisasi Aset. b. Informasi calon Penerbit yang sekurang-kurangnya berupa: 1) nama dan bentuk badan hukum Penerbit; 2) struktur … Khusus: 10% x Rp10.000.000,00 = 2) struktur kepemilikan dan pengurus (termasuk pemilik/pengurus Manajer Investasi dan Bank Kustodian dalam hal Penerbit berbentuk KIK-EBA); dan 3) Anggaran Dasar atau Kontrak antara Manajer Investasi dengan Bank Kustodian dalam hal Penerbit berbentuk KIK-EBA. c. Informasi perhitungan rasio KPMM Kreditur Asal untuk beberapa kondisi yaitu: 1) sebelum aset keuangan dialihkan (posisi akhir bulan sebelum tanggal laporan); 2) simulasi setelah aset keuangan dialihkan; dan 3) simulasi Sekuritisasi Aset (bila akan melakukan). d. Manajemen risiko, yang berisi informasi analisis dampak pengalihan aset keuangan serta penyediaan fasilitas lainnya terhadap profil risiko Kreditur Asal. e. Dokumen pendukung lain yang dianggap perlu. 2. Laporan pelaksanaan pengalihan aset keuangan dalam rangka aktivitas Sekuritisasi Aset oleh Bank sebagai Kreditur Asal sekurang-kurangnya memuat informasi sebagai berikut: a. Penjelasan secara umum mengenai realisasi pengalihan aset keuangan dibandingkan dengan rencana yang telah dilaporkan. b. Informasi dan dokumen baru atas perubahan dari setiap jenis informasi yang disampaikan pada laporan rencana pengalihan aset keuangan sebagaimana dimaksud pada angka 1. c. Salinan dokumen yang meliputi: 1) perjanjian pengalihan aset keuangan; setelah penyediaan berbagai fasilitas dalam aktivitas 2) perjanjian … 2) perjanjian penyediaan fasilitas lain yang diberikan oleh Kreditur Asal; 3) perjanjian penyediaan fasilitas lain oleh pihak bukan Kreditur Asal; d. Informasi cara pembayaran aset keuangan yang dialihkan; e. Ringkasan pendapat auditor independen dan pendapat hukum yang independen; f. Informasi perhitungan rasio KPMM Kreditur Asal untuk beberapa kondisi yaitu: 1) sebelum aset keuangan dialihkan (posisi akhir bulan sebelum perjanjian ditandatangani); 2) setelah aset keuangan dialihkan (posisi akhir bulan sebelum perjanjian ditandatangani modal dan aktiva tertimbang menurut risiko akibat pengalihan aset keuangan); dan 3) setelah penyediaan berbagai fasilitas dalam aktivitas Sekuritisasi Aset (posisi akhir bulan sebelum perjanjian ditandatangani dengan memperhitungkan perubahan modal dan aktiva tertimbang menurut risiko akibat pengalihan aset keuangan serta perubahan modal dan aktiva tertimbang menurut risiko akibat penyediaan berbagai fasilitas), apabila bank melakukan penyediaan fasilitas dalam aktivitas Sekuritisasi Aset. g. Laporan atau dokumen lain yang wajib disampaikan oleh Bank yang melakukan produk dan aktivitas baru sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum, dalam hal Kreditur Asal juga menyediakan fasilitas lain dalam aktivitas Sekuritisasi Aset. 3. Laporan … dengan memperhitungkan perubahan 3. Laporan Bank sebagai Penyedia Kredit Pendukung, Penyedia Fasilitas Likuiditas, Penyedia Jasa atau Bank Kustodian sekurang-kurangnya memuat informasi sebagai berikut: a. Umum, yaitu informasi yang mencakup: 1) jenis, jumlah, dan jangka waktu fasilitas yang diberikan; 2) salinan perjanjian fasilitas; 3) informasi kesiapan sistem administrasi Bank untuk pelaksanaan fungsi Penyedia Jasa atau Bank Kustodian; b. Rasio KPMM, yaitu Informasi perhitungan rasio KPMM Bank setelah penyediaan fasilitas (posisi akhir bulan sebelum tanggal penandatanganan perjanjian); c. Manajemen risiko, yaitu Informasi analisis dampak pemberian fasilitas terhadap profil risiko Bank; d. Dokumen pendukung lain yang dianggap perlu. 4. Laporan Bank sebagai Penyedia Jasa yang melakukan Pembelian Kembali sekurang-kurangnya memuat informasi sebagaimana dimaksud pada huruf I angka 3 serta informasi tambahan antara lain: a. Alasan melakukan Pembelian Kembali; b. Nilai buku sisa aset keuangan yang dibeli kembali dan persentasenya terhadap Nilai Aset Keuangan yang Dialihkan; c. Rincian biaya dan pendapatan dari pelaksanaan fungsi Penyedia Jasa selama 3 (tiga) bulan terakhir; d. Rincian arus kas dari sisa aset keuangan yang dibeli kembali selama 3 (tiga) bulan terakhir; e. Sisa fasilitas Kredit Pendukung dalam hal Bank juga bertindak sebagai penyedia fasilitas Kredit Pendukung. Ketentuan … Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku sejak tanggal 9 November 2005 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, MAMAN H. SOMANTRI DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 7/51/DPNP|SE-BI/2005 </reg_id> <reg_title> Prinsip Kehati-hatian dalam Aktivitas Sekuritisasi Aset bagi Bank Umum </reg_title> <set_date> 9 November 2005 </set_date> <effective_date> 9 November 2005 </effective_date> <related_reg> '7/4/PBI/2005' </related_reg>
No.18/ 7 /DPSP Jakarta, 2 Mei 2016 SURAT EDARAN Perihal : Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal oleh Bank Indonesia Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/9/PBI/2015 tentang Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal oleh Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5704) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/5/PBI/2016 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5876), perlu mengatur kembali ketentuan pelaksanaan mengenai penyelenggaraan transfer dana dan kliring berjadwal oleh Bank Indonesia dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan: 1. Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal adalah kegiatan dalam rangka memproses perhitungan hak dan kewajiban antar Peserta Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia yang setelmennya dilakukan pada waktu tertentu. 2. Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia yang selanjutnya disingkat SKNBI adalah infrastruktur yang digunakan oleh Bank Indonesia dalam Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal untuk memproses Data Keuangan Elektronik pada Layanan Transfer Dana, Layanan Kliring Warkat Debit, Layanan Pembayaran Reguler, dan Layanan Penagihan Reguler. 3. Penyelenggara SKNBI yang selanjutnya disebut Penyelenggara adalah Bank Indonesia. 4. Peserta SKNBI yang selanjutnya disebut Peserta adalah pihak yang telah memenuhi persyaratan dan telah memperoleh persetujuan dari Penyelenggara sebagai Peserta. 5. Layanan ... 2 5. Layanan Transfer Dana adalah layanan dalam SKNBI yang memproses pemindahan sejumlah dana antar Peserta dari 1 (satu) pengirim kepada 1 (satu) penerima. 6. Layanan Kliring Warkat Debit adalah layanan dalam SKNBI yang memproses penagihan sejumlah dana yang dilakukan antar Peserta dari 1 (satu) pengirim tagihan kepada 1 (satu) penerima tagihan, disertai dengan fisik Warkat Debit. 7. Layanan Pembayaran Reguler adalah layanan dalam SKNBI yang memproses pemindahan sejumlah dana antar Peserta dari 1 (satu) atau beberapa pengirim kepada 1 (satu) atau beberapa penerima. 8. Layanan Penagihan Reguler adalah layanan dalam SKNBI yang memproses penagihan sejumlah dana antar Peserta dari 1 (satu) pengirim tagihan kepada beberapa penerima tagihan. 9. Data Keuangan Elektronik yang selanjutnya disingkat DKE adalah data keuangan dalam format elektronik yang digunakan sebagai dasar perhitungan dalam penyelenggaraan SKNBI. 10. DKE Transfer Dana adalah DKE yang dibuat berdasarkan perintah transfer dana dan digunakan sebagai dasar perhitungan dalam Layanan Transfer Dana. 11. DKE Warkat Debit adalah DKE yang dibuat berdasarkan perintah transfer debit dan digunakan sebagai dasar perhitungan dalam Layanan Kliring Warkat Debit. 12. DKE Pembayaran adalah DKE yang dibuat berdasarkan perintah transfer dana dan digunakan sebagai dasar perhitungan dalam Layanan Pembayaran Reguler. 13. DKE Penagihan adalah DKE yang dibuat berdasarkan perintah transfer debit dan digunakan sebagai dasar perhitungan dalam Layanan Penagihan Reguler. 14. Warkat Debit adalah alat pembayaran nontunai yang diperhitungkan atas beban nasabah atau Bank melalui Layanan Kliring Warkat Debit. 15. Kliring Penyerahan adalah kegiatan untuk memperhitungkan DKE Warkat Debit yang disampaikan oleh Peserta pengirim kepada Peserta penerima melalui Penyelenggara. 16. Kliring ... 3 16. Kliring Pengembalian adalah kegiatan untuk memperhitungkan DKE Warkat Debit yang diperhitungkan dalam Kliring Penyerahan namun ditolak oleh Peserta penerima berdasarkan alasan yang ditetapkan oleh Penyelenggara. 17. Penyerahan Tagihan adalah kegiatan untuk memperhitungkan DKE Penagihan yang disampaikan oleh Peserta pengirim kepada Peserta penerima melalui Penyelenggara. 18. Pengembalian Tagihan adalah kegiatan untuk memperhitungkan DKE Penagihan yang diperhitungkan dalam Penyerahan Tagihan namun ditolak oleh Peserta penerima berdasarkan alasan yang ditetapkan oleh Penyelenggara. 19. Peserta Langsung Utama yang selanjutnya disingkat PLU adalah Peserta yang mengirimkan DKE ke Penyelenggara secara langsung dengan menggunakan infrastruktur SKNBI dan Setelmen Dana dilakukan ke Rekening Setelmen Dana Peserta yang bersangkutan. 20. Peserta Langsung Afiliasi yang selanjutnya disingkat PLA adalah Peserta yang mengirimkan DKE ke Penyelenggara secara langsung dengan menggunakan infrastruktur SKNBI Peserta yang bersangkutan sedangkan Setelmen Dana dilakukan ke Rekening Setelmen Dana Bank Pembayar. 21. Peserta Tidak Langsung yang selanjutnya disingkat PTL adalah Peserta yang mengirimkan DKE ke Penyelenggara secara tidak langsung melalui Bank Penerus dan Setelmen Dana dilakukan ke Rekening Setelmen Dana Bank Penerus. 22. Bank Pembayar adalah PLU yang ditunjuk oleh PLA dalam rangka Setelmen Dana, penyediaan Prefund, dan/atau pembayaran kewajiban lainnya dalam penyelenggaraan SKNBI. 23. Bank Penerus adalah PLU yang memenuhi persyaratan dan telah memperoleh persetujuan dari Penyelenggara untuk melaksanakan pengiriman DKE, penyediaan Prefund, Setelmen Dana, dan/atau pembayaran kewajiban lainnya untuk kepentingan PTL. 24. Rekening Setelmen Dana adalah rekening Peserta dalam mata uang Rupiah yang ditatausahakan di Bank Indonesia. 25. Setelmen ... 4 25. Setelmen Dana adalah kegiatan pendebitan dan pengkreditan Rekening Setelmen Dana melalui Sistem BI-RTGS yang dilakukan berdasarkan perhitungan hak dan kewajiban masing-masing Peserta yang timbul dalam penyelenggaraan SKNBI. 26. Prefund adalah dana yang disediakan oleh Peserta untuk memenuhi kewajiban dalam penyelenggaraan SKNBI. 27. Prefund Kredit adalah Prefund yang disediakan untuk Layanan Transfer Dana dan Layanan Pembayaran Reguler. 28. Prefund Debit adalah Prefund yang disediakan untuk Layanan Kliring Warkat Debit dan Layanan Penagihan Reguler. 29. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai perbankan termasuk kantor cabang dari bank di luar negeri dan Bank Umum Syariah termasuk Unit Usaha Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai perbankan syariah. 30. Penyelenggara Transfer Dana Selain Bank adalah badan usaha berbadan hukum Indonesia bukan Bank yang telah memperoleh izin dari Bank Indonesia untuk menyelenggarakan kegiatan transfer dana. 31. Sistem Sentral Kliring yang selanjutnya disingkat SSK adalah infrastruktur SKNBI di Penyelenggara yang digunakan dalam penyelenggaraan SKNBI. 32. Sistem Peserta Kliring yang selanjutnya disingkat SPK adalah infrastruktur SKNBI di Peserta yang terhubung dengan SSK yang digunakan oleh Peserta dalam penyelenggaraan SKNBI. 33. Jaringan Komunikasi Data yang selanjutnya disingkat JKD adalah infrastruktur komunikasi data yang digunakan dalam penyelenggaraan SKNBI yang menghubungkan SSK dengan SPK. 34. Soft Token adalah sertifikat dalam bentuk file terproteksi yang memuat identitas pemilik sertifikat, kunci enkripsi untuk melakukan verifikasi tanda tangan digital pemilik, dan periode sertifikat yang dihasilkan oleh infrastruktur kunci publik Bank Indonesia. 35. Sistem ... 5 35. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS adalah infrastruktur yang digunakan sebagai sarana transfer dana elektronik yang setelmennya dilakukan seketika per transaksi secara individual. 36. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya disebut BI-SSSS adalah infrastruktur yang digunakan sebagai sarana Penatausahaan Transaksi dan Penatausahaan Surat Berharga yang dilakukan secara elektronik. 37. Keadaan Tidak Normal adalah situasi atau kondisi yang terjadi sebagai akibat adanya gangguan atau kerusakan pada perangkat keras, perangkat lunak, jaringan komunikasi, aplikasi, maupun sarana pendukung yang mempengaruhi kelancaran penyelenggaraan SKNBI. 38. Keadaan Darurat adalah suatu keadaan yang terjadi di luar kekuasaan Penyelenggara dan/atau Peserta yang menyebabkan kegiatan operasional SKNBI tidak dapat diselenggarakan yang diakibatkan oleh, tetapi tidak terbatas pada kebakaran, kerusuhan massa, sabotase, dan bencana alam seperti gempa bumi dan banjir yang dinyatakan oleh pihak penguasa atau pejabat setempat yang berwenang, termasuk Bank Indonesia. 39. Fasilitas Kontinjensi adalah fasilitas yang disediakan oleh Penyelenggara di lokasi Penyelenggara dan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri yang dapat digunakan oleh Peserta apabila terjadi Keadaan Tidak Normal atau Keadaan Darurat di lokasi kantor Peserta. 40. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri yang selanjutnya disingkat KPwDN adalah kantor Bank Indonesia selain kantor pusat Bank Indonesia yang melaksanakan fungsi sistem pembayaran. 41. Wilayah Kliring adalah suatu wilayah yang telah disetujui oleh Penyelenggara untuk melaksanakan kegiatan pertukaran Warkat Debit. 42. Wilayah ... 6 42. Wilayah Kliring Otomasi adalah Wilayah Kliring yang melaksanakan kegiatan pertukaran Warkat Debit secara otomasi. 43. Wilayah Kliring Manual adalah Wilayah Kliring yang melaksanakan kegiatan pertukaran Warkat Debit secara manual. 44. Koordinator Pertukaran Warkat Debit yang selanjutnya disebut Koordinator PWD adalah koordinator pertukaran Warkat Debit kantor Bank Indonesia dan koordinator pertukaran Warkat Debit selain Bank Indonesia yang melaksanakan pertukaran Warkat Debit di suatu Wilayah Kliring. 45. Perwakilan Peserta adalah kantor Peserta di suatu Wilayah Kliring yang ditunjuk sebagai wakil Peserta untuk melaksanakan pertukaran Warkat Debit yang dikliringkan di Wilayah Kliring tersebut. 46. Pimpinan adalah direksi atau pejabat yang berwenang mewakili Peserta sesuai dengan ketentuan yang berlaku bagi masing- masing Peserta sebagai berikut: a. Pimpinan untuk Peserta berupa Bank Umum dan Bank Umum Syariah adalah direksi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai perseroan terbatas; b. Pimpinan untuk Peserta berupa Unit Usaha Syariah adalah anggota direksi Bank Umum Konvensional yang membawahkan Unit Usaha Syariah atau pimpinan kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri yang mengelola dan bertanggung jawab terhadap operasional Unit Usaha Syariah; c. Pimpinan untuk Peserta berupa kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri adalah pemimpin kantor cabang dan pejabat satu tingkat di bawah pemimpin kantor cabang yang menerima surat kuasa (power of attorney) dari kantor pusat bank yang berkedudukan di luar negeri; d. Pimpinan... 7 d. Pimpinan untuk Penyelenggara Transfer Dana Selain Bank adalah direksi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan transfer dana. 47. Bukti Penyerahan Warkat Debit yang selanjutnya disingkat BPWD adalah dokumen kliring yang digunakan di Wilayah Kliring Otomasi yang berfungsi sebagai alat kontrol dalam pelaksanaan kegiatan pertukaran Warkat Debit. 48. Rincian Warkat Debit yang selanjutnya disingkat RWD adalah dokumen kliring yang digunakan di Wilayah Kliring Manual yang berfungsi sebagai alat kontrol dalam pelaksanaan kegiatan pertukaran Warkat Debit. 49. Tanda Pengenal Petugas Kliring yang selanjutnya disingkat TPPK adalah tanda pengenal yang digunakan oleh petugas kliring dalam kegiatan pertukaran Warkat Debit. II. PENYELENGGARA A. Organisasi Penyelenggara 1. Penyelenggara adalah Bank Indonesia c.q. Departemen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran. 2. Kegiatan korespondensi terkait penyelenggaraan SKNBI ditujukan kepada Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut: a. Kegiatan terkait kepesertaan dan operasional penyelenggaraan SKNBI ditujukan ke alamat: Bank Indonesia Departemen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran Divisi Kliring dan Transfer Dana Gedung D Lantai 3 Jalan M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350. b. Kegiatan korespondensi terkait pemantauan kepatuhan Peserta terhadap ketentuan dan prosedur dalam penyelenggaraan SKNBI ditujukan ke alamat: Bank ... 8 Bank Indonesia Departemen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran Divisi Kepatuhan dan Informasi Sistem Pembayaran Bank Indonesia Gedung D Lantai 3 Jalan M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350. 3. Penyelenggara menyediakan helpdesk untuk menangani permasalahan operasional SKNBI yang dihadapi oleh Peserta dengan nomor sebagai berikut: a. telepon : 021 29818888 b. faksimile : 021 2311902. 4. Dalam hal terdapat perubahan nama departemen, divisi, dan/atau alamat sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dan/atau perubahan nomor telepon dan/atau faksimile sebagaimana dimaksud dalam angka 3 maka Penyelenggara memberitahukan perubahan tersebut melalui surat dan/atau sarana lainnya. B. Tugas Penyelenggara Dalam rangka penyelenggaraan SKNBI, Penyelenggara melakukan hal-hal sebagai berikut: 1. menetapkan ketentuan dan prosedur penyelenggaraan SKNBI; 2. menyediakan sarana dan prasarana penyelenggaraan SKNBI sebagai berikut: a. perangkat keras dan aplikasi SSK di Penyelenggara; b. 1 (satu) JKD yang menghubungkan SPK dengan SSK; c. aplikasi SPK dan perubahannya serta buku pedoman pengoperasian aplikasi SPK yang disampaikan oleh Penyelenggara melalui surat dan/atau sarana lain; d. Fasilitas Kontinjensi; dan e. sarana dan prasarana pendukung lainnya; 3. melaksanakan kegiatan operasional SKNBI sesuai waktu yang telah ditetapkan, antara lain sebagai berikut: a. melakukan ... 9 a. melakukan monitoring pengiriman DKE dan penyediaan Prefund dalam rangka menjaga kelancaran kegiatan operasional SKNBI; b. melakukan perhitungan DKE yang dikirim oleh Peserta dan diterima oleh Penyelenggara; dan c. menyediakan data/informasi hasil perhitungan dalam SKNBI. 4. melakukan upaya untuk menjamin keandalan, ketersediaan, dan keamanan penyelenggaraan SKNBI, antara lain sebagai berikut: a. melakukan pengelolaan dan pengoperasian SSK; b. melakukan security audit terhadap SKNBI secara berkala; c. menyediakan helpdesk untuk menangani masalah: 1) operasional penyelenggaraan SKNBI; dan/atau 2) JKD; d. memberikan layanan yang berkaitan dengan kepesertaan dalam penyelenggaraan SKNBI; e. menetapkan waktu operasional penyelenggaraan SKNBI; f. memiliki standar layanan minimum penyelenggaraan SKNBI antara lain standar layanan waktu terkait kepesertaan dan standar layanan dalam penyelenggaraan SKNBI; g. menetapkan dan memberlakukan ketentuan dan prosedur penanganan Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat; h. memberikan pelatihan kepada calon Peserta dan pelatihan secara berkala kepada Peserta; dan i. menetapkan status kepesertaan Peserta; 5. melakukan pemantauan kepatuhan Peserta dan Koordinator PWD terhadap ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan transfer dana dan kliring berjadwal serta prosedur yang ditetapkan oleh Penyelenggara; 6. menetapkan ... 10 6. menetapkan dan mengenakan sanksi administratif kepada Peserta; 7. menetapkan batas nilai nominal transaksi yang dapat diperhitungkan dalam penyelenggaraan SKNBI; dan 8. menetapkan jenis dan besarnya biaya dalam penyelenggaraan SKNBI, termasuk batas biaya paling banyak yang dikenakan Peserta kepada nasabah. III. KEPESERTAAN A. Prinsip Umum 1. Pihak yang dapat menjadi Peserta yaitu: a. Bank Indonesia; b. Bank; dan c. Penyelenggara Transfer Dana Selain Bank. 2. Dalam hal Peserta sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b merupakan Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional sekaligus melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dalam bentuk Unit Usaha Syariah maka kepesertaan dalam penyelenggaraan SKNBI untuk kegiatan usaha secara konvensional harus terpisah dari kepesertaan untuk kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. 3. Jenis kepesertaan dalam SKNBI terdiri atas: a. PLU; b. PLA; atau c. PTL. 4. Berdasarkan jenis kepesertaan, pihak sebagaimana dimaksud dalam angka 1, diatur sebagai berikut: a. Bank Indonesia hanya dapat menjadi PLU; b. Bank hanya dapat menjadi PLU; dan c. Penyelenggara Transfer Dana Selain Bank hanya dapat menjadi PLA atau PTL. 5. Berdasarkan jenis layanan, keikutsertaan pihak sebagaimana dimaksud dalam angka 1 diatur sebagai berikut: a. Bank ... 11 a. Bank Indonesia dapat mengikuti seluruh layanan dalam penyelenggaraan SKNBI. b. Bank harus mengikuti seluruh layanan dalam penyelenggaraan SKNBI. c. Penyelenggara Transfer Dana Selain Bank hanya dapat mengikuti Layanan Transfer Dana dan/atau Layanan Pembayaran Reguler. 6. Keikutsertaan Penyelenggara Transfer Dana Selain Bank dalam Layanan Pembayaran Reguler hanya berlaku bagi Penyelenggara Transfer Dana Selain Bank yang mengelola rekening nasabah. 7. Penyelenggara berwenang untuk menetapkan ketentuan dan persyaratan yang berbeda sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik untuk Peserta. B. Persyaratan Menjadi Peserta Calon Peserta harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. Persyaratan Sebagai PLU a. memiliki surat izin usaha yang masih berlaku dari lembaga yang berwenang; b. tidak sedang dalam proses likuidasi atau kepailitan; c. telah menjadi peserta dalam Sistem BI-RTGS; d. Pimpinan calon Peserta telah memperoleh persetujuan atau dinyatakan lulus dalam fit and proper test yang dilakukan oleh lembaga pengawas yang berwenang; e. menyediakan infrastruktur SPK dengan spesifikasi sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.1; dan f. memiliki laporan hasil security audit atas sistem internal Peserta yang dilakukan dalam 1 (satu) tahun terakhir, dalam hal calon Peserta akan menghubungkan sistem internal Peserta ke SSK. 2. Persyaratan Sebagai PLA a. memiliki izin sebagai penyelenggara transfer dana yang masih berlaku dari Bank Indonesia; b. tidak sedang dalam proses likuidasi atau kepailitan; c. menyediakan layanan transfer dana kepada nasabah dan memiliki jaringan kantor yang luas di mayoritas provinsi di Indonesia; d. memiliki ... 12 d. memiliki kinerja keuangan yang baik selama 2 (dua) tahun terakhir; e. memiliki aset paling sedikit Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah) atau modal paling sedikit Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah) selama 1 (satu) tahun terakhir; f. Pimpinan calon PLA tidak tercantum dalam daftar kredit macet dan/atau daftar hitam nasional yang diterbitkan oleh lembaga yang berwenang; g. menyediakan infrastruktur SPK dengan spesifikasi sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.1; h. memiliki laporan hasil security audit atas sistem internal Peserta yang dilakukan dalam 1 (satu) tahun terakhir, dalam hal calon Peserta akan menghubungkan sistem internal Peserta ke SSK; i. menunjuk 1 (satu) Bank Pembayar dalam rangka pendebitan dan/atau pengkreditan dana untuk: 1) Setelmen Dana; 2) penyediaan Prefund Kredit; 3) pembebanan biaya dalam penyelenggaraan SKNBI; dan 4) pembebanan sanksi administratif berupa kewajiban membayar atas pelanggaran ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan transfer dana dan kliring berjadwal; dan j. memiliki perjanjian dengan Bank Pembayar yang paling kurang memuat: 1) hak dan kewajiban PLA dan Bank Pembayar; 2) mekanisme penyediaan Prefund Kredit; 3) batas waktu penerusan hasil Setelmen Dana dari Bank Pembayar ke PLA; 4) tanggung jawab atas kerahasiaan dan/atau penyalahgunaan informasi hasil Setelmen Dana; dan 5) mekanisme penyelesaian perselisihan. 3. Persyaratan ... 13 3. Persyaratan Sebagai PTL a. memiliki izin sebagai penyelenggara transfer dana yang masih berlaku dari Bank Indonesia; b. tidak sedang dalam proses likuidasi atau kepailitan; c. Pimpinan calon PTL tidak tercantum dalam daftar kredit macet dan/atau daftar hitam nasional yang diterbitkan oleh lembaga yang berwenang; d. menunjuk 1 (satu) Bank Penerus; dan e. memiliki perjanjian dengan Bank Penerus yang paling kurang memuat: 1) hak dan kewajiban PTL dan Bank Penerus; 2) tanggung jawab atas kerahasiaan dan/atau penyalahgunaan data dan informasi dalam penyelenggaraan SKNBI; 3) mekanisme pelaksanaan: a) penyediaan Prefund Kredit; b) pengiriman DKE kepada Penyelenggara; dan c) batas waktu penerusan hasil Setelmen Dana dari Bank Penerus kepada PTL, baik dalam keadaan normal, Keadaan Tidak Normal, dan Keadaan Darurat pada Bank Penerus; 4) pengaturan penyelesaian perselisihan; 5) biaya penggunaan infrastruktur yang dikenakan kepada PTL; dan 6) pembebanan sanksi administratif berupa kewajiban membayar atas pelanggaran ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan transfer dana dan kliring berjadwal. C. Prosedur untuk Memperoleh Persetujuan menjadi Peserta Prosedur untuk memperoleh persetujuan menjadi Peserta diatur sebagai berikut: 1. Prosedur ... 14 1. Prosedur menjadi PLU a. Calon PLU menyampaikan surat permohonan untuk menjadi Peserta kepada Penyelenggara dengan menggunakan format surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.2. b. Dalam hal calon PLU merupakan Unit Usaha Syariah maka surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a diajukan oleh Bank konvensional atas nama Unit Usaha Syariah. c. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut: 1) data kepesertaan SKNBI sesuai dengan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.3; 2) Wilayah Kliring yang dipilih oleh calon PLU dalam rangka pertukaran Warkat Debit; 3) fotokopi dokumen persetujuan izin usaha yang masih berlaku dari lembaga berwenang dan telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau dinyatakan sesuai dengan aslinya oleh Pimpinan calon PLU; 4) fotokopi anggaran dasar perusahaan dan perubahannya yang menunjukan informasi terakhir yang mencakup nama dan kepengurusan perusahaan telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau dinyatakan sesuai dengan aslinya oleh Pimpinan calon PLU; 5) fotokopi surat kuasa (power of attorney) dari kantor pusat calon PLU yang berkedudukan di luar negeri kepada pemimpin kantor cabang berikut terjemahannya dalam Bahasa Indonesia yang dibuat oleh penerjemah tersumpah, bagi calon PLU yang berkantor pusat di luar negeri; 6) surat pernyataan dari Pimpinan calon PLU yang menyatakan bahwa calon PLU tidak sedang dalam proses likuidasi atau kepailitan dengan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.4; 7) fotokopi ... 15 7) fotokopi keputusan hasil fit and proper test Pimpinan calon PLU yang dikeluarkan oleh pihak yang berwenang. Dalam hal calon Peserta adalah Unit Usaha Syariah maka yang disampaikan adalah fotokopi keputusan hasil fit and proper test sebagai Pimpinan Unit Usaha Syariah; 8) surat pernyataan dari Pimpinan calon PLU mengenai kesiapan infrastruktur SPK dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.5; dan 9) laporan hasil security audit atas sistem internal calon PLU yang dilakukan oleh auditor internal atau auditor independen, dalam hal sistem internal calon PLU akan dihubungkan ke SSK. Dalam hal security audit dilakukan oleh auditor internal, laporan hasil security audit dilengkapi dengan surat pernyataan dari Pimpinan calon PLU yang menyatakan bahwa security audit dilaksanakan secara independen. d. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a ditandatangani oleh Pimpinan PLU dan disampaikan kepada Penyelenggara dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a. e. Bagi calon PLU yang kantor pusatnya berkedudukan di wilayah kerja KPwDN, surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a disampaikan kepada Penyelenggara dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a dengan tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi. f. Dalam hal calon PLU merupakan peserta Sistem BI- RTGS dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam huruf c telah disampaikan kepada penyelenggara Sistem BI-RTGS, calon PLU tidak perlu menyampaikan dokumen pendukung dimaksud. g. Dalam ... 16 g. Dalam hal diperlukan, calon PLU harus dapat memperlihatkan asli dari dokumen sebagaimana dimaksud dalam butir c.3), butir c.4), butir c.5), dan butir c.7) kepada Penyelenggara. h. Berdasarkan surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Penyelenggara dapat melakukan pemeriksaan lokasi kantor calon PLU untuk memastikan antara lain kesesuaian informasi dalam dokumen yang disampaikan dan kesiapan infrastruktur SPK. i. Penyelenggara memberikan persetujuan prinsip atau penolakan atas permohonan calon PLU sebagaimana dimaksud dalam huruf a, paling lama 25 (dua puluh lima) hari kerja terhitung sejak surat permohonan dan dokumen diterima secara lengkap oleh Penyelenggara. j. Dalam hal permohonan calon PLU disetujui, Penyelenggara menyampaikan surat persetujuan prinsip sebagai PLU yang memuat antara lain hal-hal sebagai berikut: 1) persetujuan prinsip menjadi PLU; 2) nama dan kode Peserta; 3) kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan, antara lain: a) mengikuti kegiatan pelatihan; b) instalasi SPK; dan c) penandatanganan perjanjian, apabila diperlukan; 4) kelengkapan dokumen administrasi yang harus dipenuhi oleh pihak yang telah memperoleh persetujuan prinsip menjadi PLU dalam rangka pelaksanaan kegiatan operasional. k. Dalam hal permohonan calon PLU tidak disetujui, Penyelenggara menyampaikan surat pemberitahuan penolakan yang disertai dengan keterangan mengenai alasan penolakan. 1. Dokumen ... 17 l. Dokumen administrasi sebagaimana dimaksud dalam butir j.4) terdiri atas: 1) Surat pemberitahuan kewenangan Pimpinan dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.6. 2) Surat permohonan untuk memperoleh Soft Token disertai dengan file certificate signing request yang disimpan dalam compact disc dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.7. 3) Surat kuasa terkait dengan kepesertaan dan operasional SKNBI dengan ketentuan sebagai berikut: a) Pimpinan dapat memberikan kuasa tanpa hak subsitusi atau dengan 1 (satu) kali hak subsitusi dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.8. b) Surat kuasa sebagaimana dimaksud dalam huruf a) berlaku untuk 1 (satu) kantor Bank Indonesia. c) Surat kuasa sebagaimana dimaksud dalam huruf a) dibuat untuk melakukan kegiatan sebagai berikut: (1) penandatanganan surat menyurat, laporan, dan/atau dokumen lain, baik dokumen tertulis maupun dokumen elektronik, yang terkait dengan kepesertaan dan operasional dalam penyelenggaraan SKNBI; (2) penyerahan certificate signing request dan/atau pengambilan Soft Token; dan/atau (3) penyerahan dan/atau pengambilan surat, laporan, dan dokumen lain baik dokumen tertulis maupun dokumen elektronik ... 18 elektronik, yang terkait dengan kepesertaan dan operasional dalam SKNBI. d) Pimpinan atau pejabat penerima kuasa dengan 1 (satu) kali hak substitusi dapat memberikan kuasa tanpa hak substitusi kepada petugas di kantor pusat atau kantor cabang yang bersangkutan hanya untuk melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam butir c)(3). e) Jumlah pejabat penerima kuasa untuk melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam huruf c) paling banyak 5 (lima) orang. f) Surat kuasa disertai dengan fotokopi identitas diri yang masih berlaku dari penerima kuasa yaitu: (1) Kartu Tanda Penduduk (KTP), Surat Izin Mengemudi (SIM), atau paspor bagi Warga Negara Indonesia (WNI); atau (2) paspor, Keterangan Izin Tinggal Sementara (KITAS), dan surat izin kerja dari instansi berwenang bagi Warga Negara Asing (WNA). g) Dalam hal PLU adalah kantor cabang dari Bank yang berkedudukan di luar negeri maka surat kuasa terkait kepesertaan dan operasional SKNBI dapat diberikan oleh pemimpin kantor cabang dari Bank yang bersangkutan. 4) Surat permohonan untuk membuat spesimen tanda tangan bagi: a) Pimpinan; atau b) pejabat penerima kuasa untuk melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam butir 3)c), dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.9. 5) Dalam ... 19 5) Dalam hal Pimpinan dan/atau pejabat yang berwenang telah memiliki spesimen tanda tangan di Sistem BI-RTGS, dari pihak yang telah memperoleh persetujuan prinsip menjadi PLU dapat menyampaikan surat pemberitahuan mengenai penambahan kewenangan pejabat dimaksud kepada Penyelenggara dengan melampirkan fotokopi surat kuasa terkait dengan kewenangan operasional SKNBI. Surat pemberitahuan mengenai penambahan kewenangan tersebut menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.10. m. Pihak yang telah memperoleh persetujuan prinsip menjadi PLU menyampaikan seluruh dokumen administrasi sebagaimana dimaksud dalam huruf l kepada Penyelenggara dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a. n. Dalam hal terdapat kekurangan dokumen administrasi dalam rangka pelaksanaan kegiatan operasional SKNBI, Penyelenggara menginformasikan kepada pihak yang telah memperoleh persetujuan prinsip menjadi PLU melalui surat, telepon, atau sarana lain. o. Berdasarkan dokumen administrasi sebagaimana dimaksud dalam huruf l, Penyelenggara menyampaikan surat yang menginformasikan mengenai kegiatan yang harus dilakukan oleh pihak yang telah memperoleh persetujuan prinsip menjadi PLU dalam rangka persiapan operasional. p. Berdasarkan surat sebagaimana dimaksud dalam huruf o, pihak yang telah memperoleh persetujuan prinsip menjadi PLU melakukan hal-hal sebagai berikut: 1) mengikutsertakan pejabat dan/atau petugas yang akan menangani operasional SKNBI dalam kegiatan pelatihan; 2) melakukan ... 20 2) melakukan instalasi SPK dan uji koneksi SPK dengan SSK; 3) mengambil Soft Token yang pelaksanaannya dilakukan oleh Pimpinan atau pejabat yang menerima kuasa; 4) membuat spesimen tanda tangan Pimpinan dan/atau pejabat yang menerima kuasa; 5) menandatangani perjanjian, apabila diperlukan; 6) menunjuk salah satu kantor Peserta sebagai Perwakilan Peserta di setiap Wilayah Kliring; dan 7) menyediakan stempel kliring dan stempel kliring dibatalkan untuk setiap kantor di Wilayah Kliring yang dipilih dengan contoh sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.1. q. Pihak yang telah memperoleh persetujuan prinsip menjadi PLU harus menyampaikan dokumen administrasi sebagaimana dimaksud dalam huruf l, paling lama 60 (enam puluh) hari kerja sejak tanggal surat persetujuan prinsip dari Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam huruf j. r. Dalam hal pihak yang telah memperoleh persetujuan prinsip menjadi PLU tidak dapat memenuhi dokumen administrasi secara lengkap sesuai batas waktu sebagaimana dimaksud dalam huruf q maka: 1) persetujuan prinsip sebagai PLU menjadi tidak berlaku; 2) pihak yang telah memperoleh persetujuan prinsip menjadi PLU harus mengembalikan aplikasi SPK, buku petunjuk instalasi SPK, dan buku pedoman penggunaan aplikasi SPK kepada Penyelenggara paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak berakhirnya batas waktu sebagaimana dimaksud dalam huruf q; dan 3) pihak yang telah memperoleh persetujuan prinsip menjadi PLU harus mengajukan permohonan baru kepada Penyelenggara, dalam hal tetap ingin menjadi PLU. s. Setelah ... 21 s. Setelah pihak yang telah memperoleh persetujuan prinsip menjadi PLU memenuhi dokumen administrasi sebagaimana dimaksud dalam huruf l, Penyelenggara melakukan hal-hal sebagai berikut: 1) memberitahukan secara tertulis kepada pihak yang telah memperoleh persetujuan prinsip menjadi PLU mengenai: a) persetujuan operasional sebagai PLU; dan b) tanggal efektif operasional sebagai PLU, paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah pihak yang telah memperoleh persetujuan prinsip menjadi PLU melengkapi dokumen administrasi; dan 2) memberitahukan secara tertulis mengenai penambahan PLU dan tanggal efektif operasional sebagai PLU kepada: a) seluruh Peserta melalui fasilitas administrative message dan/atau sarana lainnya; dan b) Koordinator PWD yang di wilayah kerjanya terdapat Perwakilan Peserta melalui surat atau sarana lain. 2. Prosedur menjadi PLA a. Calon PLA menyampaikan surat permohonan untuk menjadi Peserta kepada Penyelenggara dengan menggunakan format surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.11. b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut: 1) data kepesertaan SKNBI sesuai dengan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.3; 2) fotokopi dokumen persetujuan izin sebagai penyelenggara transfer dana yang masih berlaku dari Bank Indonesia yang telah dilegalisasi oleh pejabat ... keikutsertaan 22 pejabat yang berwenang atau dinyatakan sesuai dengan aslinya oleh Pimpinan calon PLA; 3) fotokopi anggaran dasar perusahaan dan perubahannya yang menunjukan informasi terakhir yang mencakup nama dan kepengurusan perusahaan dan telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau dinyatakan sesuai dengan aslinya oleh Pimpinan calon PLA; 4) surat pernyataan dari Pimpinan calon PLA yang menyatakan bahwa calon PLA tidak sedang dalam proses kepailitan atau likuidasi dengan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.4; 5) susunan Pimpinan sesuai kondisi terakhir; 6) data mengenai lokasi kantor cabang calon PLA termasuk mengenai cakupan kegiatan transfer dana yang dilakukan oleh kantor cabang calon PLA; 7) laporan keuangan calon PLA posisi 2 (dua) tahun terakhir; 8) surat pernyataan dari Pimpinan calon PLA yang menyatakan tidak masuk dalam daftar kredit macet dan daftar hitam nasional; 9) surat pernyataan dari Pimpinan calon PLA mengenai kesiapan infrastruktur SPK yang memuat informasi spesifikasi infrastruktur SPK sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Penyelenggara dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.5; dan 10) laporan hasil security audit atas sistem internal calon PLA yang dilakukan oleh auditor internal atau auditor independen, dalam hal sistem internal calon PLA akan dihubungkan ke SSK. Dalam hal security audit dilakukan oleh auditor internal, laporan hasil security audit dilengkapi dengan ... 23 dengan surat pernyataan dari Pimpinan calon PLA yang menyatakan bahwa security audit dilaksanakan secara independen. c. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a ditandatangani oleh Pimpinan calon PLA dan disampaikan kepada Penyelenggara dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a. d. Bagi calon PLA yang kantor pusatnya berkedudukan di wilayah kerja KPwDN, surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a disampaikan kepada Penyelenggara dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a dengan tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi. e. Dalam hal diperlukan, calon PLA wajib memperlihatkan asli dari dokumen sebagaimana dimaksud dalam butir b.2) dan butir b.3) kepada Penyelenggara. f. Berdasarkan surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Penyelenggara dapat melakukan pemeriksaan lokasi kantor calon PLA untuk memastikan antara lain kesesuaian informasi dalam dokumen yang disampaikan dan kesiapan infrastruktur SPK. g. Penyelenggara memberikan persetujuan prinsip atau penolakan atas permohonan calon PLA sebagaimana dimaksud dalam huruf a, paling lama 25 (dua puluh lima) hari kerja terhitung sejak surat permohonan dan dokumen diterima secara lengkap oleh Penyelenggara. h. Dalam hal permohonan calon PLA disetujui, Penyelenggara menyampaikan surat persetujuan prinsip sebagai PLA yang memuat antara lain hal-hal sebagai berikut: 1) persetujuan prinsip menjadi PLA; 2) nama dan kode Peserta; 3) kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan, antara lain: a) mengikuti ... 24 a) mengikuti kegiatan pelatihan; b) instalasi SPK; dan c) penandatanganan perjanjian, diperlukan; apabila 4) kelengkapan dokumen administrasi yang harus dipenuhi oleh pihak yang telah memperoleh persetujuan prinsip menjadi PLA dalam rangka pelaksanaan kegiatan operasional. i. Dalam hal permohonan calon PLA tidak disetujui, Penyelenggara menyampaikan surat pemberitahuan penolakan yang disertai dengan keterangan mengenai alasan penolakan. j. Dokumen administrasi sebagaimana dimaksud dalam butir h.4) terdiri atas: 1) Surat pemberitahuan kewenangan Pimpinan PLA dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.6. 2) Surat permohonan untuk memperoleh Soft Token disertai dengan file certificate signing request yang disimpan dalam compact disc dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.7. 3) Surat kuasa terkait dengan kepesertaan dan operasional SKNBI dengan ketentuan sebagai berikut: a) Pimpinan dapat memberikan kuasa tanpa hak subsitusi atau dengan 1 (satu) kali hak subsitusi dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.8; b) Surat kuasa sebagaimana dimaksud dalam huruf a) berlaku untuk 1 (satu) kantor Bank Indonesia. c) Surat kuasa sebagaimana dimaksud dalam huruf a) dibuat untuk melakukan kegiatan sebagai berikut: (1) penandatanganan ... 25 (1) penandatanganan surat menyurat, laporan, dan/atau dokumen lain, baik dokumen tertulis maupun dokumen elektronik, yang terkait dengan kepesertaan dan operasional dalam penyelenggaraan SKNBI; (2) penyerahan certificate signing request dan/atau pengambilan Soft Token; dan/atau (3) penyerahan dan/atau pengambilan surat, laporan, dan dokumen lain baik dokumen tertulis maupun dokumen elektronik, yang terkait dengan kepesertaan dan operasional dalam SKNBI. d) Pimpinan atau pejabat penerima kuasa dengan 1 (satu) kali hak substitusi dapat memberikan kuasa tanpa hak substitusi kepada petugas di kantor pusat atau kantor cabang yang bersangkutan hanya untuk melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam butir c)(3). e) Jumlah pejabat penerima kuasa untuk melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam huruf c) paling banyak 5 (lima) orang. f) Surat kuasa disertai dengan fotokopi identitas diri yang masih berlaku dari penerima kuasa yaitu: (1) Kartu Tanda Penduduk (KTP), Surat Izin Mengemudi (SIM), atau paspor bagi Warga Negara Indonesia (WNI); atau (2) paspor, Keterangan Izin Tinggal Sementara (KITAS), dan Surat Izin kerja dari instansi berwenang bagi Warga Negara Asing (WNA). 4) Surat ... 26 4) Surat permohonan untuk membuat spesimen tanda tangan bagi: a) Pimpinan; atau b) pejabat penerima kuasa untuk melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam butir 3).c), dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.9. 5) Surat penunjukan Bank Pembayar dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.12 yang dilengkapi dengan: a) surat konfirmasi dari Bank Pembayar dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.13; dan b) surat kuasa pendebitan Rekening Setelmen Dana dari Bank Pembayar kepada Penyelenggara dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.14. k. Pihak yang telah memperoleh persetujuan prinsip menjadi PLA menyampaikan seluruh dokumen administrasi sebagaimana dimaksud dalam huruf j kepada Penyelenggara dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a. l. Dalam hal terdapat kekurangan dokumen administrasi dalam rangka pelaksanaan kegiatan operasional SKNBI, Penyelenggara menginformasikan kepada pihak yang telah memperoleh persetujuan prinsip menjadi PLA melalui surat, telepon, atau sarana lain. m. Berdasarkan dokumen administrasi sebagaimana dimaksud dalam huruf j, Penyelenggara menyampaikan surat yang menginformasikan mengenai kegiatan yang harus dilakukan oleh pihak yang telah memperoleh persetujuan prinsip menjadi PLA dalam rangka persiapan operasional. n. Berdasarkan ... 27 n. Berdasarkan surat sebagaimana dimaksud dalam huruf m, pihak yang telah memperoleh persetujuan prinsip menjadi PLA melakukan hal-hal sebagai berikut: 1) mengikutsertakan pejabat dan/atau petugas yang akan menangani operasional SKNBI dalam pelatihan; 2) melakukan instalasi SPK dan uji koneksi SPK dengan SSK; 3) mengambil Soft Token yang pelaksanaannya dilakukan oleh Pimpinan atau pejabat yang menerima kuasa; 4) membuat spesimen tanda tangan Pimpinan dan/atau pejabat yang menerima kuasa; dan 5) menandatangani perjanjian, apabila diperlukan. o. Pihak yang telah memperoleh persetujuan prinsip menjadi PLA harus menyampaikan dokumen administrasi sebagaimana dimaksud dalam huruf j, paling lama 60 (enam puluh) hari kerja sejak tanggal surat persetujuan prinsip dari Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam huruf h. p. Dalam hal pihak yang telah memperoleh persetujuan prinsip menjadi PLA tidak dapat memenuhi dokumen administrasi secara lengkap sesuai batas waktu sebagaimana dimaksud dalam huruf j maka: 1) persetujuan prinsip sebagai PLA menjadi tidak berlaku; 2) pihak yang telah memperoleh persetujuan prinsip menjadi PLA harus mengembalikan aplikasi SPK, buku petunjuk instalasi SPK, dan buku pedoman penggunaan aplikasi SPK kepada Penyelenggara paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak berakhirnya batas waktu sebagaimana dimaksud dalam huruf o; dan 3) pihak yang telah memperoleh persetujuan prinsip menjadi PLA harus mengajukan permohonan baru kepada Penyelenggara, dalam hal tetap ingin menjadi PLA. q. Setelah ... 28 q. Setelah pihak yang telah memperoleh persetujuan prinsip menjadi PLA memenuhi dokumen administrasi sebagaimana dimaksud dalam huruf j, Penyelenggara melakukan hal-hal sebagai berikut: 1) memberitahukan secara tertulis kepada pihak yang telah memperoleh persetujuan prinsip menjadi PLA mengenai: a) persetujuan operasional sebagai PLA; dan b) tanggal efektif operasional sebagai PLA, paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah PLA melengkapi dokumen administrasi sebagaimana dimaksud dalam huruf j. 2) memberitahukan mengenai penambahan PLA dan tanggal efektif operasional sebagai PLA kepada: a) seluruh Peserta melalui fasilitas administrative message dan/atau sarana lainnya; dan b) KPwDN yang mewilayahi PLA. 3. Prosedur menjadi PTL a. Permohonan untuk menjadi calon PTL dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: 1) Penunjukan Bank Penerus a) Calon PTL menyampaikan permohonan untuk menjadi PTL sekaligus penunjukan PLU sebagai Bank Penerus dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.12. b) Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a) disampaikan kepada PLU yang akan ditunjuk sebagai Bank Penerus. c) Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a) dilampiri dengan dokumen sebagai berikut: (1) fotokopi ... keikutsertaan 29 (1) fotokopi dokumen persetujuan izin sebagai penyelenggara transfer dana yang masih berlaku dari Bank Indonesia yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau dinyatakan sesuai dengan aslinya oleh Pimpinan calon PTL; (2) fotokopi anggaran dasar perusahaan dan perubahannya yang menunjukan informasi terakhir yang mencakup nama dan kepengurusan perusahaan dan telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau dinyatakan sesuai dengan aslinya oleh Pimpinan calon PTL; (3) surat pernyataan dari Pimpinan calon PTL yang menyatakan bahwa calon PTL tidak sedang dalam proses kepailitan atau proses likuidasi dengan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.4; dan (4) surat pernyataan dari Pimpinan calon PTL yang menyatakan bahwa pengurus calon PTL tidak masuk dalam daftar kredit macet dan daftar hitam nasional. d) Setelah menerima dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf c), PLU yang ditunjuk sebagai Bank Penerus melakukan verifikasi atas kelengkapan dan kebenaran dokumen. e) Berdasarkan verifikasi dokumen dan pertimbangan aspek kredibilitas, kondisi keuangan, dan kesiapan sistem calon PTL, PLU yang ditunjuk sebagai Bank Penerus dapat menyetujui atau menolak permohonan calon PTL. f) Dalam hal PLU yang ditunjuk sebagai Bank Penerus menyetujui permohonan calon PTL maka PLU melakukan hal-hal sebagai berikut: (1) membuat ... 30 (1) membuat surat konfirmasi Bank Penerus dengan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.13; (2) membuat surat kuasa pendebitan Rekening Setelmen Dana Bank Penerus dengan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.14; dan (3) membuat perjanjian kerja sama dengan PTL. 2) Permohonan sebagai PTL a) PLU menyampaikan surat yang memuat: (1) permohonan Penyelenggara Transfer Dana Selain Bank menjadi PTL; dan (2) penunjukan Bank Penerus oleh calon PTL, dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.15. b) Surat sebagaimana dimaksud dalam huruf a) disampaikan kepada Penyelenggara dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a yang dilengkapi dokumen sebagai berikut: (1) surat penunjukan dari calon PTL untuk bertindak sebagai Bank Penerus; (2) surat konfirmasi Bank Penerus sebagaimana dimaksud dalam butir 1)f)(1); (3) surat kuasa pendebitan Rekening Setelmen Dana Bank Penerus sebagaimana dimaksud dalam butir 1)f)(2); dan (4) fotokopi perjanjian antara Bank Penerus dengan calon PTL dimaksud dalam butir 1)f)(3). c) Surat ... 31 c) Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a) ditandatangani oleh Pimpinan yang ditunjuk sebagai Bank Penerus yang telah memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara. d) Dalam hal diperlukan, Penyelenggara dapat: (1) meminta PLU yang ditunjuk sebagai Bank Penerus untuk memperlihatkan asli dari dokumen sebagaimana dimaksud dalam butir 1)c)(1) dan butir 1)c)(2) kepada Penyelenggara; dan/atau (2) melakukan pemeriksaan ke lokasi kantor calon PTL untuk memastikan antara lain kesesuaian informasi dalam dokumen yang disampaikan. 3) Dalam hal PLU belum memperoleh persetujuan sebagai Bank Penerus dari Penyelenggara maka permohonan untuk menjadi Bank Penerus dapat dilakukan bersamaan dengan proses permohonan Penyelenggara Transfer Dana Selain Bank sebagai PTL sebagaimana dimaksud dalam angka 2). b. Penyelenggara memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam butir a.2)a) paling lama 25 (dua puluh lima) hari kerja terhitung sejak surat permohonan dan dokumen diterima secara lengkap oleh Penyelenggara, dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Dalam hal permohonan sebagai PTL disetujui, Penyelenggara menyampaikan surat persetujuan kepada Bank Penerus yang memuat antara lain sebagai berikut: a) persetujuan menjadi PTL; b) nama dan kode Peserta; dan c) tanggal efektif menjadi PTL. 2) Dalam ... 32 2) Dalam hal permohonan sebagai PTL tidak disetujui, Penyelenggara menyampaikan surat pemberitahuan mengenai penolakan permohonan sebagai PTL kepada Bank Penerus yang disertai dengan keterangan mengenai alasan penolakan. D. Persyaratan dan Prosedur untuk Memperoleh Persetujuan menjadi Bank Penerus 1. Calon Bank Penerus harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. masuk dalam kategori Bank Umum berdasarkan Kegiatan Usaha (BUKU) 4 sesuai penilaian terakhir yang dilakukan oleh otoritas pengawasan Bank; b. memiliki teknologi informasi yang memadai yaitu paling kurang memiliki kemampuan untuk: 1) melakukan pemrosesan dan pencatatan transaksi PTL secara seketika; dan 2) menyampaikan informasi transaksi secara terenkripsi; c. memiliki unit khusus dengan didukung oleh sumber daya manusia yang memadai untuk mengkoordinir kegiatan sebagai Bank Penerus; dan d. telah menerapkan manajemen risiko dengan mengacu pada ketentuan yang mengatur mengenai penerapan manajemen risiko bagi bank umum. 2. Prosedur untuk menjadi Bank Penerus adalah sebagai berikut: a. Calon Bank Penerus menyampaikan surat permohonan untuk menjadi Bank Penerus kepada Penyelenggara dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.16. b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a harus dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut: 1) surat ... 33 1) surat pernyataan dari Pimpinan calon Bank Penerus yang menyatakan bahwa calon Bank Penerus masuk kategori BUKU 4; 2) surat pernyataan dari Pimpinan calon Bank Penerus mengenai kesiapan teknologi informasi yang mendukung operasional sebagai Bank Penerus; 3) struktur organisasi calon Bank Penerus; dan 4) surat pernyataan dari Pimpinan calon Bank Penerus yang menyatakan bahwa calon Bank Penerus telah menerapkan manajemen risiko. c. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam butir b.1) ditandatangani oleh Pimpinan calon Bank Penerus atau pejabat yang berwenang yang telah memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara dan disampaikan kepada Penyelenggara dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a. d. Bagi calon Bank Penerus yang berkantor pusat di wilayah kerja KPwDN, surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam butir b.1) disampaikan kepada Penyelenggara dengan tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi. e. Berdasarkan surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam butir b.1), Penyelenggara dapat melakukan pemeriksaan lokasi kantor calon Bank Penerus untuk memastikan antara lain kesesuaian informasi dalam dokumen yang disampaikan dan kesiapan infrastruktur. f. Penyelenggara memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan calon Bank Penerus sebagaimana dimaksud dalam butir b.1), paling lama 25 (dua puluh lima) hari kerja terhitung sejak surat permohonan dan dokumen sebagaimana dimaksud butir b.2) diterima secara lengkap oleh Penyelenggara. E. Perubahan ... 34 E. Perubahan Data Kepesertaan 1. Perubahan Jenis Kepesertaan a. Penyelenggara Transfer Dana Selain Bank dapat melakukan perubahan jenis kepesertaan dari PTL menjadi PLA atau sebaliknya. b. Persyaratan dan prosedur perubahan jenis kepesertaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a mengacu pada persyaratan dan prosedur sebagaimana dimaksud dalam huruf B dan huruf C. 2. Perubahan Kode Peserta Perubahan kode Peserta dapat dilakukan antara lain karena perubahan kode peserta Sistem BI-RTGS, perubahan Peserta menjadi anggota Society for Worldwide Interbank Financial Telecommunication, atau perubahan Society for Worldwide Interbank Financial Telecommunication Bank Identifier Code dari Peserta. Dalam hal terdapat perubahan kode Peserta, Peserta harus mengganti Soft Token. Perubahan kode Peserta dan penggantian Soft Token diatur sebagai berikut: a. Peserta mengajukan surat permohonan perubahan kode Peserta dan penggantian Soft Token kepada Penyelenggara dengan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.17 dengan melampirkan: 1) dokumen pendukung yang menunjukkan adanya perubahan kode Peserta; dan 2) file certificate signing request yang disimpan dalam compact disc. Penggantian Soft Token sebagaimana dimaksud dalam huruf a mengacu pada ketentuan butir I.2.d sampai dengan butir I.2.g. b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a ditandatangani oleh pejabat yang berwenang yang telah memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara dan disampaikan kepada Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut: 1) surat ... 35 1) surat disampaikan ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a; dan 2) bagi Peserta yang berkantor pusat di wilayah kerja KPwDN, surat permohonan disampaikan dengan tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi. c. Penyelenggara menyampaikan persetujuan atau penolakan melalui surat yang dapat didahului dengan faksimile kepada Peserta yang bersangkutan paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah surat permohonan dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam huruf a diterima oleh Penyelenggara secara lengkap. d. Dalam hal Penyelenggara menyetujui permohonan perubahan kode Peserta maka: 1) Penyelenggara memberitahukan kepada Peserta yang bersangkutan mengenai persetujuan dan tanggal efektif perubahan kode Peserta; 2) Penyelenggara memberitahukan perubahan kode Peserta kepada: a) seluruh Peserta melalui administrative message atau sarana lainnya; dan b) Koordinator PWD yang di wilayah kerjanya terdapat Perwakilan Peserta melalui surat atau sarana lainnya. e. Dalam hal Penyelenggara menolak permohonan perubahan kode Peserta, menyampaikan surat penolakan dengan disertai alasannya. 3. Perubahan Nama Peserta Perubahan nama Peserta diatur sebagai berikut: a. Peserta mengajukan surat permohonan perubahan nama Peserta dalam SKNBI kepada Penyelenggara dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.18. b. Surat ... Penyelenggara 36 b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilengkapi dengan dokumen pendukung yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau dinyatakan sesuai asli oleh Pimpinan dari Peserta yang telah memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara berupa: 1) fotokopi akta perubahan anggaran dasar untuk badan hukum Indonesia; 2) fotokopi surat persetujuan perubahan anggaran dasar dari instansi yang berwenang; dan 3) fotokopi surat keputusan dari otoritas yang berwenang tentang perubahan nama Peserta dalam hal Peserta adalah Bank. Bagi Peserta berupa Bank yang berkantor pusat di luar negeri cukup menyampaikan surat keputusan sebagaimana dimaksud dalam angka 3). c. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a ditandatangani oleh pejabat yang berwenang yang telah memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara dan disampaikan kepada Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut: 1) surat permohonan disampaikan ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a; dan 2) bagi Peserta yang berkantor pusat di wilayah kerja KPwDN, surat permohonan disampaikan dengan tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi. d. Penyelenggara menyampaikan persetujuan atau penolakan kepada Peserta melalui surat yang penyampaiannya dapat didahului dengan faksimile kepada Peserta yang bersangkutan paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam huruf b diterima oleh Penyelenggara secara lengkap. e. Dalam ... 37 e. Dalam hal Penyelenggara menyetujui permohonan perubahan nama Peserta maka: 1) Penyelenggara menyampaikan surat persetujuan yang memuat informasi mengenai: a) persetujuan dan tanggal efektif perubahan nama Peserta; b) permintaan untuk menyediakan stempel kliring dan stempel kliring dibatalkan untuk setiap kantor Peserta di Wilayah Kliring yang dipilih, dengan contoh sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.1; dan/atau c) penyesuaian Warkat Debit dan dokumen kliring dengan mengacu pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir XI.C.8; 2) Penyelenggara memberitahukan perubahan nama Peserta kepada: a) seluruh Peserta melalui administrative message atau sarana lainnya; dan b) Koordinator PWD yang di wilayah kerjanya terdapat Perwakilan Peserta, melalui surat yang penyampaiannya dapat didahului dengan faksimile. f. Dalam hal Penyelenggara menolak permohonan perubahan nama Peserta, Penyelenggara menyampaikan surat penolakan dengan disertai alasannya. 4. Perubahan Kegiatan Usaha Perubahan kegiatan usaha Peserta dalam SKNBI dari Bank Umum Konvensional menjadi Bank Umum Syariah dapat menyebabkan adanya perubahan data kepesertaan antara lain nama Peserta dan/atau kode Peserta. Perubahan data kepesertaan karena adanya perubahan kegiatan usaha Peserta diatur sebagai berikut: a. Peserta mengajukan surat permohonan perubahan kegiatan usaha kepada Penyelenggara dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.19. b. Surat ... 38 b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilengkapi dengan dokumen pendukung yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau dinyatakan sesuai asli oleh Pimpinan dari Peserta yang telah memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara berupa: 1) fotokopi akta perubahan anggaran dasar; 2) fotokopi surat persetujuan perubahan anggaran dasar dari instansi yang berwenang; dan 3) fotokopi surat keputusan dari otoritas yang berwenang mengenai perubahan kegiatan usaha dari bank umum konvensional menjadi bank umum syariah. c. Dalam hal perubahan kegiatan usaha berdampak pada perubahan kode Peserta maka Peserta harus mengajukan permohonan perubahan kode Peserta dan penggantian Soft Token dengan mengacu pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 2. d. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a ditandatangani oleh Pimpinan atau pejabat yang berwenang yang telah memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara dan disampaikan kepada Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut: 1) surat disampaikan ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a; dan 2) bagi Peserta yang berkantor pusat di wilayah kerja KPwDN, surat permohonan disampaikan dengan tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi. e. Penyelenggara menyampaikan persetujuan atau penolakan melalui surat yang dapat didahului dengan faksimile kepada Peserta yang bersangkutan paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam huruf b diterima oleh Penyelenggara secara lengkap. f. Dalam ... 39 f. Dalam hal Penyelenggara menyetujui permohonan perubahan kegiatan usaha maka: 1) Penyelenggara menyampaikan surat persetujuan yang memuat informasi mengenai: a) persetujuan dan tanggal efektif perubahan kegiatan usaha Peserta; b) permintaan untuk menyediakan stempel kliring dan stempel kliring dibatalkan untuk setiap kantor Peserta di Wilayah Kliring yang dipilih, dengan contoh sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.1; dan/atau c) penyesuaian Warkat Debit dan dokumen kliring, dalam hal perubahan kegiatan usaha mempengaruhi spesifikasi dan informasi pada Warkat Debit dan dokumen kliring; 2) Penyelenggara memberitahukan perubahan kegiatan usaha Peserta kepada: a) seluruh Peserta melalui administrative message atau sarana lainnya; dan b) Koordinator PWD yang di wilayah kerjanya terdapat Perwakilan Peserta, melalui surat atau sarana lainnya. g. Dalam hal Penyelenggara menolak permohonan Peserta, Penyelenggara penolakan dengan disertai alasannya. 5. Perubahan Alamat Kantor Peserta Prosedur perubahan alamat kantor Peserta diatur sebagai berikut: a. Peserta mengajukan surat permohonan perubahan alamat Peserta kepada Penyelenggara dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.18. b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilengkapi dengan dokumen pendukung berupa fotokopi surat persetujuan atau penerimaan pemberitahuan perubahan alamat kantor dari otoritas atau lembaga yang berwenang yang telah dilegalisasi oleh ... menyampaikan surat 40 oleh pejabat yang berwenang atau dinyatakan sesuai asli oleh Pimpinan dari Peserta yang telah memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara. c. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a ditandatangani oleh pejabat yang berwenang yang telah memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara dan disampaikan kepada Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut: 1) surat permohonan disampaikan ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a; dan 2) bagi Peserta yang berkantor pusat di wilayah kerja KPwDN, surat permohonan disampaikan dengan tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi. d. Penyelenggara menyampaikan tanggapan yang dapat didahului dengan faksimile kepada Peserta yang menyatakan bahwa perubahan alamat kantor Peserta telah dicatat dalam tata usaha Penyelenggara paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam huruf b diterima oleh Penyelenggara secara lengkap. e. Dalam hal perubahan alamat kantor Peserta mengakibatkan perubahan lokasi SPK dan pemindahan JKD utama Peserta, surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a harus memuat perubahan lokasi SPK dan pemindahan JKD utama Peserta. 6. Perubahan Lokasi SPK dan/atau Pemindahan JKD Utama Peserta Perubahan lokasi SPK dan/atau pemindahan JKD utama Peserta diatur sebagai berikut: a. Peserta menyampaikan surat permohonan perubahan lokasi SPK utama, SPK cadangan, dan/atau pemindahan JKD utama kepada Penyelenggara dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.18. b. Surat ... 41 b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a ditandatangani oleh pejabat yang berwenang yang memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara dan disampaikan kepada Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut: 1) surat disampaikan ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a; dan 2) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja KPwDN, surat permohonan disampaikan dengan tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi. c. Penyelenggara menyampaikan persetujuan atau penolakan melalui surat yang penyampaiannya dapat didahului dengan faksimile kepada Peserta yang bersangkutan paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a diterima oleh Penyelenggara. d. Dalam hal Penyelenggara menyetujui permohonan perubahan lokasi SPK utama, SPK cadangan, dan/atau pemindahan JKD utama Peserta, Penyelenggara menyampaikan surat persetujuan yang memuat antara lain informasi mengenai: 1) perubahan lokasi SPK utama dan/atau SPK cadangan Peserta telah dicatat dalam tata usaha Penyelenggara; 2) pelaksanaan pemindahan JKD utama; dan 3) kegiatan yang harus dilakukan oleh Peserta terkait dengan perubahan lokasi SPK utama, SPK cadangan, dan/atau JKD utama. e. Dalam hal Penyelenggara menolak permohonan Peserta, penolakan dengan disertai alasannya. 7. Perubahan Pimpinan Perubahan Pimpinan dapat berupa perubahan susunan, nama, kewenangan, dan/atau jabatan Pimpinan. Perubahan Pimpinan diatur sebagai berikut: a. Peserta mengajukan surat permohonan perubahan Pimpinan kepada Penyelenggara yang ditandatangani oleh Pimpinan atau pejabat yang berwenang yang memiliki ... Penyelenggara menyampaikan surat 42 memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.20. b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilengkapi dengan dokumen pendukung yang telah dilegalisasi oleh pejabat atau pihak yang berwenang atau dinyatakan sesuai asli oleh Pimpinan Peserta yang telah memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara berupa: 1) fotokopi perubahan anggaran dasar mengenai pengangkatan Pimpinan, bagi Peserta yang berbadan hukum Indonesia; 2) fotokopi bukti identitas diri Pimpinan yang masih berlaku, berupa: a) Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau Surat Izin Mengemudi (SIM) atau paspor, bagi Warga Negara Indonesia (WNI); atau b) paspor, Keterangan Izin Tinggal Sementara (KITAS), dan surat izin kerja dari otoritas berwenang, bagi Warga Negara Asing (WNA). 3) bagi Pimpinan baru dari Peserta berupa Bank, selain memenuhi kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dan angka 2), harus melengkapi dokumen pendukung berupa: a) fotokopi keputusan fit and proper test; b) fotokopi surat kuasa (power of attorney) dari pimpinan kantor pusat Bank yang berkedudukan di luar negeri kepada pemimpin kantor cabang berikut terjemahannya dalam Bahasa Indonesia yang dibuat oleh penerjemah tersumpah; dan c) fotokopi struktur organisasi yang masih berlaku, bagi kantor cabang dari Bank yang kantor pusatnya berkedudukan di luar negeri. c. Dalam hal terdapat perubahan kewenangan dan/atau jabatan Pimpinan Peserta yang telah tercatat pada tata ... 43 tata usaha di Penyelenggara, surat permohonan dilengkapi dengan surat pernyataan bahwa spesimen tanda tangan Pimpinan tetap berlaku dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.21. d. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a disampaikan kepada Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut: 1) surat permohonan disampaikan ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a; dan 2) bagi Peserta yang berkantor pusat di wilayah kerja KPwDN, surat permohonan disampaikan dengan tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi. e. Dalam hal Peserta yang mengajukan permohonan perubahan Pimpinan merupakan peserta Sistem BI- RTGS dan Pimpinan baru telah memiliki spesimen tanda tangan yang digunakan dalam Sistem BI-RTGS maka Peserta dapat meminta penambahan kewenangan operasional SKNBI bagi Pimpinan pemilik spesimen tanda tangan di Sistem BI-RTGS dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.10 dan surat pernyataan tetap diberlakukannya spesimen tanda tangan Pimpinan tersebut dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.21. f. Penyelenggara memberikan persetujuan atau penolakan perubahan Pimpinan kepada Peserta melalui surat yang dapat didahului dengan faksimile kepada Peserta yang bersangkutan paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam huruf b diterima oleh Penyelenggara secara lengkap. g. Dalam hal Penyelenggara menyetujui permohonan perubahan Pimpinan maka: 1) Penyelenggara menyampaikan pemberitahuan mengenai: a. pembuatan ... surat 44 a) pembuatan spesimen tanda tangan Pimpinan baru; dan b) tanggal efektif pencabutan kewenangan Pimpinan dalam hal terdapat perubahan kewenangan Pimpinan; 2) spesimen tanda tangan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) berlaku efektif pemberitahuan dari Penyelenggara mengenai tanggal efektif berlakunya spesimen tanda tangan atau paling lama 5 (lima) hari kerja sejak pembuatan spesimen tanda tangan; 3) data yang telah ditatausahakan di Penyelenggara dianggap masih berlaku dan segala tindakan hukum yang dilakukan oleh Pimpinan sebagaimana dimaksud dalam butir 1)b) sepenuhnya menjadi tanggung jawab Peserta, dalam hal Peserta tidak memberitahukan perubahan data Pimpinan kepada Penyelenggara. h. Dalam hal Penyelenggara menolak permohonan perubahan Pimpinan, Penyelenggara menyampaikan surat penolakan perubahan Pimpinan dengan disertai dengan alasannya. 8. Perubahan Bank Pembayar Perubahan Bank Pembayar diatur sebagai berikut: a. Peserta mengajukan surat permohonan perubahan Bank Pembayar kepada Penyelenggara dengan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.22. b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a ditandatangani oleh pejabat yang berwenang yang telah memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara dilengkapi dokumen pendukung sebagai berikut: 1) surat penunjukan Bank Pembayar dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.12; 2) surat ... sejak 45 2) surat konfirmasi Bank Pembayar dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.13; dan 3) surat kuasa pendebitan Rekening Setelmen Dana Bank Pembayar dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.14. c. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a disampaikan kepada Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut: 1) surat permohonan disampaikan ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a; dan 2) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja KPwDN, surat permohonan disampaikan dengan tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi. d. Penyelenggara menyampaikan persetujuan atau penolakan perubahan Bank Pembayar melalui surat yang penyampaiannya dapat didahului dengan faksimile kepada Peserta yang bersangkutan paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam huruf b diterima oleh Penyelenggara secara lengkap. e. Dalam hal Penyelenggara menyetujui permohonan perubahan Bank Pembayar maka: 1) Penyelenggara menyampaikan surat persetujuan yang memuat informasi mengenai persetujuan dan tanggal efektif perubahan Bank Pembayar; 2) Bank Pembayar yang lama wajib tetap menjalankan fungsinya sampai dengan hari kerja terakhir sebelum tanggal penggantian Bank Pembayar baru berlaku efektif sebagaimana dimaksud dalam angka 1). k. Dalam hal Penyelenggara menolak permohonan Peserta, Penyelenggara menyampaikan surat pemberitahuan mengenai penolakan permohonan Peserta yang disertai dengan keterangan mengenai alasan penolakan. 9. Perubahan ... 46 9. Perubahan Bank Penerus Perubahan Bank Penerus diatur sebagai berikut: a. Bank Penerus pengganti mengajukan surat permohonan perubahan Bank Penerus kepada Penyelenggara dengan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.23. b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a ditandatangani oleh Pimpinan atau pejabat yang berwenang dari Bank Penerus pengganti yang memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara dengan dilengkapi dokumen pendukung sebagai berikut: 1) surat penunjukan Bank Penerus pengganti dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.12; 2) surat konfirmasi Bank Penerus pengganti dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.13; 3) surat kuasa pendebitan Rekening Setelmen Dana Bank Penerus pengganti dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.14; dan 4) fotokopi perjanjian kerjasama antara PTL dengan Bank Penerus pengganti. c. Dalam hal Bank Penerus pengganti belum memperoleh persetujuan sebagai Bank Penerus dari Penyelenggara maka permohonan sebagai Bank Penerus pengganti dapat dilakukan bersamaan dengan pengajuan sebagai Bank Penerus sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf D. d. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a disampaikan kepada Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut: 1) surat permohonan disampaikan ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a dengan tembusan kepada Bank Penerus lama; dan 2) bagi ... 47 2) bagi Peserta yang berkantor pusat di wilayah kerja KPwDN, surat permohonan disampaikan dengan tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi dan Bank Penerus lama. e. Penyelenggara menyampaikan persetujuan atau penolakan kepada Peserta melalui surat yang dapat didahului dengan faksimile kepada Bank Penerus pengganti dengan tembusan kepada Bank Penerus lama paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam huruf b diterima oleh Penyelenggara secara lengkap. f. Dalam hal Penyelenggara menyetujui permohonan perubahan Bank Penerus maka: 1) Penyelenggara menyampaikan surat persetujuan yang memuat informasi mengenai persetujuan dan tanggal efektif Bank Penerus pengganti; 2) Bank Penerus lama wajib tetap menjalankan fungsinya sampai dengan hari kerja terakhir sebelum tanggal efektif Bank Penerus pengganti sebagaimana dimaksud dalam angka 1) berlaku. l. Dalam hal Penyelenggara menolak permohonan Peserta, Penyelenggara menyampaikan surat pemberitahuan mengenai penolakan permohonan Peserta yang disertai dengan keterangan mengenai alasan penolakan. 10. Perubahan Kuasa Perubahan kuasa dilakukan antara lain karena penambahan, penggantian, pencabutan kuasa, dan/atau perubahan wewenang dari pejabat dan/atau petugas penerima kuasa. Perubahan kuasa diatur sebagai berikut: a. Dalam hal terjadi perubahan kuasa, Peserta harus mengajukan surat permohonan perubahan kuasa kepada Penyelenggara dengan menggunakan format sebagaimana ... 48 sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.24 dan melampirkan dokumen: 1) surat permintaan pembuatan spesimen tanda tangan dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.9; dan 2) surat pernyataan pencabutan kuasa yang ditandatangani oleh Pimpinan atau pemberi kuasa dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.25, yang disertai dengan surat kuasa baru. b. Perubahan kuasa sebagaimana dimaksud dalam huruf a harus memenuhi ketentuan, persyaratan, dan prosedur pemberian kuasa dengan berpedoman pada butir C.1.l.3) dan butir C.2.j.3). c. Perubahan kuasa berlaku efektif paling lama 5 (lima) hari kerja sejak dokumen diterima secara lengkap dan spesimen tanda tangan telah dipenuhi kelengkapannya. d. Surat permohonan perubahan surat kuasa sebagaimana dimaksud dalam huruf a disampaikan kepada: 1) Penyelenggara ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a, untuk pejabat penerima kuasa yang berada di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; dan 2) KPwDN yang mewilayahi, untuk pejabat penerima kuasa yang berada di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia. e. Penyelenggara memberikan persetujuan atau penolakan perubahan kuasa kepada Peserta melalui surat yang penyampaiannya dapat didahului dengan faksimile kepada Peserta yang bersangkutan paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah surat permohonan dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam huruf a diterima oleh Penyelenggara secara lengkap. f. Dalam ... 49 f. Dalam hal Penyelenggara menyetujui permohonan perubahan kuasa maka: 1) Penyelenggara pemberitahuan menyampaikan mengenai surat persetujuan permohonan perubahan kuasa dan pembuatan spesimen tanda tangan pejabat penerima kuasa; 2) spesimen tanda tangan berlaku efektif sejak persetujuan dari Penyelenggara mengenai tanggal efektif berlakunya spesimen tanda tangan atau paling lama 5 (lima) hari kerja sejak pembuatan spesimen tanda tangan; 3) spesimen tanda tangan bagi pejabat penerima kuasa yang sudah dicabut kewenangannya dinyatakan tidak berlaku terhitung sejak tanggal surat persetujuan perubahan kuasa pejabat dari Penyelenggara. g. Dalam hal Penyelenggara menolak permohonan Peserta, pemberitahuan penolakan yang disertai dengan keterangan mengenai alasan penolakan. h. Dalam hal Peserta tidak memberitahukan perubahan kewenangan pejabat atau petugas penerima kuasa kepada Penyelenggara maka data yang telah ditatausahakan di Penyelenggara dianggap masih berlaku. 11. Perubahan Keikutsertaan Peserta dalam Layanan Kliring Warkat Debit di Wilayah Kliring Dalam hal Peserta menambah atau menghentikan keikutsertaan Peserta dalam Layanan Kliring Warkat Debit di suatu Wilayah Kliring berlaku ketentuan sebagai berikut: a. Peserta mengajukan surat permohonan penambahan atau penghentian keikutsertaan Peserta dalam Layanan Kliring Warkat Debit di suatu Wilayah Kliring beserta tanggal efektif penambahan atau penghentian keikutsertaan ... Penyelenggara menyampaikan surat 50 keikutsertaan Peserta kepada Penyelenggara dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a dengan tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi. b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a ditandatangani oleh pejabat yang berwenang yang telah memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.26. c. Penyelenggara memberikan persetujuan atau penolakan melalui surat yang dapat didahului dengan faksimile kepada Peserta yang bersangkutan paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a diterima oleh Penyelenggara. d. Dalam hal Penyelenggara menyetujui permohonan perubahan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, surat persetujuan dari Penyelenggara memuat informasi mengenai persetujuan penambahan atau penghentian keikutsertaan Peserta di Wilayah Kliring dan tanggal efektif perubahan kepesertaan dengan tembusan kepada Koordinator PWD terkait. e. Dalam rangka penambahan keikutsertaan Peserta dalam Layanan Kliring Warkat Debit di suatu Wilayah Kliring, Peserta harus menunjuk Perwakilan Peserta dan mengajukan permohonan pendaftaran Perwakilan Peserta dengan mengacu pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir XII.C.1. 1) Penyelenggara memberitahukan penambahan atau penghentian keikutsertaan Peserta di Wilayah Kliring kepada: a) seluruh Peserta melalui administrative message atau sarana lainnya; dan b) Koordinator PWD yang di wilayah kerjanya terdapat penambahan atau penghentian Perwakilan Peserta, melalui surat atau sarana lainnya. f. Dalam ... 51 f. Dalam hal Penyelenggara menolak permohonan Peserta, pemberitahuan penolakan yang disertai dengan keterangan mengenai alasan penolakan. 12. Perbedaan Spesimen Tanda Tangan Dalam hal terdapat perbedaan antara tanda tangan yang tercantum pada identitas diri dengan spesimen tanda tangan pejabat atau petugas penerima kuasa yang ditatausahakan di Peserta maka Peserta harus menyampaikan surat pernyataan mengenai perbedaan tanda tangan dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.27. Dalam hal Peserta merupakan peserta Sistem BI-RTGS dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam angka 1 sampai dengan angka 12 yang perlu disampaikan dalam SKNBI sama dengan dokumen pendukung yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia sebagai penyelenggara Sistem BI-RTGS maka dokumen pendukung untuk perubahan data kepesertaan sebagaimana dimaksud pada angka 1 sampai dengan angka 11 dapat tidak disampaikan kepada Penyelenggara. F. Status Kepesertaan dan Perubahannya 1. Status Kepesertaan Dalam penyelenggaraan SKNBI, berlaku 4 (empat) jenis status kepesertaan yaitu: a. Aktif Peserta dengan status aktif dapat melakukan seluruh fungsi dalam SKNBI sesuai jenis kepesertaan yang bersangkutan. b. Ditangguhkan Peserta dengan status ditangguhkan dapat melakukan berbagai fungsi kegiatan dalam SKNBI, namun kegiatannya dibatasi sebagai berikut: 1) untuk Layanan Kliring Transfer Dana, Peserta tidak dapat mengirim DKE Transfer Dana; 2) untuk Layanan Kliring Warkat Debit, Peserta tidak dapat mengirimkan dan menerima DKE Warkat Debit; 3) untuk ... Penyelenggara menyampaikan surat 52 3) untuk Layanan Pembayaran Reguler, Peserta tidak dapat mengirim DKE Pembayaran; dan/atau 4) untuk Layanan Penagihan Reguler, Peserta tidak dapat mengirim dan menerima DKE Penagihan. c. Dibekukan Peserta dengan status dibekukan tidak dapat melakukan seluruh kegiatan dalam layanan SKNBI namun tetap memiliki hak akses terhadap informasi terkait SKNBI. d. Ditutup Peserta dengan status ditutup dihentikan secara tetap kepesertaannya dalam SKNBI dan tidak dapat diaktifkan kembali sebagai Peserta. 2. Perubahan Status Kepesertaan a. Perubahan status kepesertaan diatur sebagai berikut: 1) Perubahan status kepesertaan dapat ditetapkan dari: a) aktif menjadi ditangguhkan atau sebaliknya; b) aktif menjadi dibekukan atau sebaliknya; c) ditangguhkan menjadi dibekukan atau sebaliknya; d) aktif menjadi ditutup; e) ditangguhkan menjadi ditutup; atau f) dibekukan menjadi ditutup. 2) Perubahan status kepesertaan sebagaimana dimaksud dalam angka 1), disebabkan hal-hal sebagai berikut: a) dilakukan dalam rangka pengenaan sanksi administratif oleh Penyelenggara; b) dilakukan karena adanya perubahan status kepesertaan dalam Sistem BI-RTGS; c) dilakukan berdasarkan permintaan tertulis dari pihak yang berwenang melakukan pengawasan terhadap kegiatan Peserta, antara ... 53 antara lain Bank Indonesia sebagai otoritas pengawas makroprudensial dan sistem pembayaran dan Otoritas Jasa Keuangan sebagai otoritas pengawas mikroprudensial; dan/atau d) dilakukan berdasarkan permintaan tertulis dari Peserta yang bersangkutan. 3) Perubahan status kepesertaan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dapat dilakukan: a) pada jam layanan SKNBI; atau b) berdasarkan tanggal efektif perubahan status yang ditetapkan oleh Penyelenggara. 4) Penyelenggara menginformasikan perubahan status kepesertaan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) kepada: a) Peserta yang bersangkutan melalui surat yang dapat didahului dengan faksimile; b) seluruh Peserta melalui administrative message atau sarana lainnya; dan c) Koordinator PWD yang di wilayah kerjanya terdapat Perwakilan Peserta melalui surat atau sarana lainnya. 5) Informasi perubahan status kepesertan berdasarkan tanggal efektif sebagaimana dimaksud dalam butir 3)b) diberitahukan kepada pihak sebagaimana dimaksud dalam angka 4) paling lama 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal efektif perubahan status kepesertaan. 6) Perubahan status kepesertaan dalam rangka pengenaan sanksi administratif oleh Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam butir 2)a) dapat berupa: a) aktif menjadi ditangguhkan atau sebaliknya; b) aktif menjadi dibekukan atau sebaliknya; c) ditangguhkan menjadi dibekukan atau sebaliknya; d) aktif ... 54 d) aktif menjadi ditutup; e) ditangguhkan menjadi ditutup; atau f) dibekukan menjadi ditutup. 7) Perubahan status kepesertaan karena adanya perubahan status kepesertaan dalam Sistem BI- RTGS sebagaimana dimaksud dalam butir 2)b) dapat berupa: a) aktif menjadi dibekukan atau sebaliknya; b) aktif menjadi ditutup; atau c) dibekukan menjadi ditutup. 8) Perubahan status kepesertaan atas permintaan pihak yang berwenang melakukan pengawasan kegiatan Peserta sebagaimana dimaksud dalam butir 2)c) dapat berupa: a) aktif menjadi dibekukan atau sebaliknya; atau b) aktif menjadi ditutup. 9) Perubahan status kepesertaan atas permintaan dari Peserta sebagaimana dimaksud dalam butir 2)d), hanya berupa perubahan status kepesertaan dari aktif menjadi ditutup. 10) Dalam hal dilakukan perubahan status kepesertaan menjadi ditutup, Peserta harus menyelesaikan seluruh kewajiban dalam penyelenggaraan SKNBI. 11) Dalam hal perubahan status kepesertaan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) terjadi pada PLU yang berfungsi sebagai Bank Pembayar dan/atau Bank Penerus, maka: a) PLA harus menunjuk PLU lainnya sebagai Bank Pembayar pengganti; dan b) PTL harus menunjuk PLU lainnya sebagai Bank Penerus pengganti. 12) Penunjukan Bank Pembayar dan Bank Penerus sebagaimana dimaksud dalam angka 11) mengacu pada ketentuan dalam butir E.8 dan butir E.9. b. Prosedur ... 55 b. Prosedur perubahan status kepesertaan diatur sebagai berikut: 1) Perubahan status kepesertaan karena pengenaan sanksi oleh Penyelenggara a) Perubahan status kepesertaan karena pengenaan sanksi oleh Penyelenggara dapat ditetapkan oleh Penyelenggara berdasarkan hasil pemantauan kepatuhan Peserta terhadap ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan transfer dana dan kliring berjadwal. b) Penyelenggara dapat mengubah kembali status kepesertaan dari: (1) ditangguhkan menjadi aktif; (2) dibekukan menjadi aktif; atau (3) dibekukan menjadi ditangguhkan, setelah melakukan evaluasi atas perbaikan yang dilakukan oleh Peserta dalam rangka pemenuhan kepatuhan Peserta terhadap ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan transfer dana dan kliring berjadwal. c) Penyelenggara menginformasikan perubahan status kepesertaan SKNBI sebagaimana dimaksud dalam huruf b) dengan mengacu pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir a.4) dan butir a.5). 2) Perubahan status kepesertaan dalam penyelenggaraan Sistem BI-RTGS a) Penyelenggara dapat menetapkan perubahan status kepesertaan di SKNBI berdasarkan perubahan status kepesertaan di Sistem BI- RTGS. b) Penyelenggara menginformasikan perubahan status kepesertaan sebagaimana dimaksud dalam ... 56 dalam huruf a) dengan mengacu pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir a.4) dan butir a.5). 3) Perubahan status kepesertaan atas permintaan pihak yang berwenang melakukan pengawasan kegiatan Peserta a) Otoritas atau lembaga yang berwenang melakukan pengawasan kegiatan Peserta menyampaikan surat permohonan perubahan status kepesertaan kepada Gubernur Bank Indonesia dengan tembusan kepada Penyelenggara. b) Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a) memuat antara lain hal-hal sebagai berikut: (1) nama Peserta dan perubahan status kepesertaan yang diminta; (2) alasan perubahan status kepesertaan; dan (3) tanggal efektif perubahan status kepesertaan. c) Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a) disertai dengan dokumen pendukung yang menjadi dasar penetapan perubahan status Peserta. d) Dalam hal dimaksud dalam huruf a) permohonan sebagaimana disetujui, Penyelenggara memberitahukan perubahan status kepesertaan kepada: (1) otoritas atau lembaga yang mengajukan permohonan perubahan status kepesertaan; dan (2) pihak sebagaimana dimaksud dalam butir a.4). e) Informasi ... 57 e) Informasi perubahan status kepesertan sebagaimana dimaksud dalam huruf d) diberitahukan paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal efektif perubahan status kepesertaan. 4) Perubahan status kepesertaan atas permintaan Peserta a) Perubahan status kepesertaan menjadi ditutup karena pengunduran diri sebagai Peserta atau karena self-liquidation (1) Peserta mengajukan surat permohonan penutupan sebagai Peserta dilengkapi dengan dokumen yang mendasari. (2) Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka (1) harus memuat tanggal efektif penutupan kepesertaan dan alasan pengunduran diri dengan mengacu pada format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.28. (3) Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka (1) ditandatangani oleh Pimpinan yang memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara dan disampaikan kepada Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut: (a) surat Penyelenggara disampaikan kepada ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a; atau (b) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja KPwDN, surat permohonan disampaikan kepada Penyelenggara dengan tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi. (4) Berdasarkan ... 58 (4) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Penyelenggara angka (1), menyetujui dan mengubah status kepesertaan menjadi ditutup setelah: (a) dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka (1) telah diterima oleh Penyelenggara; dan (b) Peserta memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir a.10), butir a.11) dan butir a.12). (5) Penyelenggara perubahan status menginformasikan kepesertaan sebagaimana dimaksud dalam angka (4) dengan mengacu pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir a.4) dan butir a.5). b) Perubahan status kepesertaan karena penggabungan usaha (1) Setiap Peserta yang menggabungkan diri mengajukan surat permohonan penutupan kepesertaan, paling kurang memuat: (a) persetujuan dari lembaga yang berwenang; (b) rencana waktu pelaksanaan penggabungan secara operasional dalam SKNBI; (c) hak dan kewajiban terkait kepesertaan SKNBI yang akan dialihkan dari Peserta yang menggabungkan diri kepada Peserta yang menerima penggabungan, terhitung sejak tanggal penggabungan secara hukum; dan (d) spesiman ... 59 (d) spesimen tanda tangan Pimpinan atau pejabat dari Peserta yang menggabungkan diri yang akan dicabut terhitung sejak tanggal penggabungan secara hukum, menggunakan dengan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.28. (2) Surat permohonan surat sebagaimana dimaksud dalam angka (1) dilengkapi fotokopi persetujuan penggabungan yang telah dilegalisasi oleh pejabat atau pihak yang berwenang atau dinyatakan sesuai asli oleh Pimpinan. (3) Peserta yang menerima penggabungan mengajukan surat permohonan penggabungan dalam SKNBI yang paling kurang memuat informasi mengenai: (a) persetujuan penggabungan dari lembaga yang berwenang terkait; yang (b) Peserta penggabungan dan Peserta yang menggabungkan diri; (c) rencana waktu pelaksanaan: i. pengalihan operasional dalam penyelenggaraan SKNBI dari Peserta yang menggabungkan diri kepada Peserta yang menerima penggabungan; dan ii. penghentian kepesertaan dalam SKNBI dari Peserta yang menggabungkan diri; (d) hak dan kewajiban Peserta yang menggabungkan diri yang akan dialihkan kepada Peserta yang menerima ... menerima 60 menerima penggabungan terhitung sejak tanggal penggabungan secara hukum; dan (e) pengumuman penggabungan dalam surat nasional, dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.29. (4) Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka (3) dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut: (a) surat pernyataan yang memuat paling kurang: i. pengambilalihan hak dan kewajiban Peserta yang menggabungkan diri terhitung sejak tanggal penggabungan secara hukum; ii. pemberlakuan spesimen tanda tangan untuk Peserta yang menerima penggabungan dan penegasan status spesimen tanda tangan Peserta yang menggabungkan diri; dan iii. pengambilalihan wewenang dan tanggung jawab operasional Peserta yang menggabungkan diri terhitung sejak tanggal penggabungan secara hukum sampai dengan pelaksanaan penggabungan secara operasional dalam SKNBI, dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.30. (b) fotokopi ... kabar harian berskala tanggal 61 (b) fotokopi dokumen yang telah dilegalisasi berwenang atau dinyatakan sesuai asli oleh Pimpinan berupa: i. akta penggabungan; ii. akta perubahan anggaran dasar Peserta yang menerima penggabungan; iii. izin penggabungan dari otoritas atau lembaga yang berwenang; iv. surat persetujuan perubahan anggaran dasar Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia atau dokumen pendaftaran penggabungan dan dari oleh pejabat yang akta akta perubahan anggaran dasar dalam daftar perusahaan; dan v. pengumuman penggabungan yang dimuat dalam surat kabar harian berskala nasional. (5) Surat sebagaimana dimaksud dalam angka (1), angka (3), dan butir (4)(a) ditandatangani oleh Pimpinan yang memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut: (a) surat Penyelenggara disampaikan kepada ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a; dan (b) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja KPwDN, surat disampaikan kepada Penyelenggara dengan tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi. (6) Penyelenggara ... 62 (6) Penyelenggara memberitahukan kepada Peserta yang menerima penggabungan melalui surat mengenai telah disetujuinya waktu pelaksanaan penggabungan secara operasional dalam SKNBI beserta hal-hal yang harus dilakukan oleh Peserta yang bersangkutan, setelah dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka (1), angka (2), angka (3), dan angka (4) diterima secara lengkap. (7) Penyelenggara memberitahukan persetujuan pelaksanaan penggabungan secara operasional dalam SKNBI dan penutupan kepesertaan SKNBI dari Peserta yang menggabungkan diri kepada seluruh Peserta melalui administrative message atau sarana lainnya. (8) Status kepesertaan SKNBI dari Peserta yang menggabungkan diri efektif berubah menjadi ditutup pada tanggal pelaksanaan penggabungan secara operasional dalam SKNBI. (9) Penyelenggara menginformasikan penutupan kepesertaan SKNBI dengan mengacu pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir a.4) dan butir a.5). c) Perubahan status kepesertaan karena peleburan usaha (1) Calon Peserta yang merupakan hasil peleburan dalam SKNBI mengajukan permohonan menjadi Peserta dengan mengikuti ketentuan umum kepesertaan sebagaimana dimaksud dalam huruf A, persyaratan menjadi Peserta sebagaimana dimaksud dalam huruf ... 63 huruf B, dan prosedur menjadi Peserta sebagaimana dimaksud dalam huruf C. (2) Calon Peserta yang merupakan hasil peleburan menyampaikan surat permohonan peleburan dalam SKNBI yang memuat paling kurang: (a) persetujuan peleburan dari lembaga yang berwenang; (b) Peserta yang merupakan hasil peleburan dan Peserta yang meleburkan diri; (c) rencana waktu pelaksanaan: i. pengalihan operasional dalam penyelenggaraan SKNBI dari Peserta yang meleburkan diri kepada calon Peserta hasil peleburan; dan ii. penghentian meleburkan Peserta yang diri dari kepesertaan dalam SKNBI; (d) hak dan kewajiban Peserta yang akan dialihkan dari Peserta yang meleburkan diri kepada calon Peserta hasil peleburan terhitung sejak tanggal peleburan secara hukum; dan (e) pengumuman peleburan dalam surat kabar harian berskala nasional, dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.29. (3) Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka (2) dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut: (a) surat pernyataan yang memuat informasi paling kurang: i. hak ... 64 i. hak dan kewajiban Peserta yang dialihkan dari Peserta yang meleburkan diri kepada calon Peserta hasil peleburan, terhitung sejak tanggal peleburan secara hukum; ii. spesimen tanda tangan untuk Peserta hasil peleburan dan penegasan status spesimen tanda tangan Peserta yang meleburkan diri; dan iii. wewenang dan tanggung jawab operasional yang dialihkan dari Peserta yang meleburkan diri kepada Peserta hasil peleburan, terhitung sejak tanggal peleburan secara hukum sampai dengan tanggal pelaksanaan peleburan secara operasional, dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.29. (b) fotokopi dokumen yang telah dilegalisasi oleh pejabat atau pihak yang berwenang atau dinyatakan sesuai asli oleh Pimpinan calon Peserta berupa: i. akta peleburan; ii. akta pendirian Peserta yang merupakan hasil peleburan; iii. persetujuan peleburan dari otoritas atau lembaga yang berwenang; iv. surat pengesahan badan hukum perseroan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia atas ... 65 atas akta pendirian Peserta yang merupakan hasil peleburan; dan v. pengumuman penggabungan yang dimuat dalam surat kabar harian berskala nasional. (4) Setiap Peserta yang meleburkan diri mengajukan surat permohonan penutupan kepesertaan yang memuat paling kurang: (a) persetujuan peleburan dari otoritas atau lembaga yang berwenang; (b) waktu pelaksanaan peleburan secara operasional dalam SKNBI; (c) pengalihan hak dan kewajiban terkait kepesertaan SKNBI dari Peserta yang meleburkan diri kepada Peserta yang merupakan hasil peleburan, terhitung sejak tanggal peleburan secara hukum; dan (d) permohonan penutupan kepesertaan SKNBI dari Peserta yang meleburkan diri; (e) pencabutan spesimen tanda tangan Pimpinan dan pejabat dari Peserta yang meleburkan diri terhitung sejak tanggal peleburan secara hukum. dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.28. (5) Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka (4) dilengkapi fotokopi surat persetujuan peleburan yang telah dilegalisasi oleh pejabat atau pihak yang berwenang atau dinyatakan sesuai asli oleh Pimpinan calon Peserta. (6) Surat ... 66 (6) Surat sebagaimana dimaksud dalam angka (2), butir (3)(a), dan angka (4) ditandatangani oleh Pimpinan calon Peserta dengan ketentuan sebagai berikut: (a) surat Penyelenggara disampaikan kepada ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a; dan (b) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja KPwDN, surat disampaikan kepada Penyelenggara dengan tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi. (7) Penyelenggara memberitahukan kepada Peserta yang merupakan hasil peleburan melalui surat mengenai telah disetujuinya waktu pelaksanaan peleburan secara operasional dalam SKNBI beserta hal-hal yang harus dilakukan oleh Peserta yang bersangkutan, setelah dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka (2), angka (3), angka (4), dan angka (5) diterima secara lengkap. (8) Penyelenggara memberitahukan persetujuan pelaksanaan peleburan secara operasional dalam SKNBI dan penutupan kepesertaan SKNBI dari Peserta yang meleburkan diri kepada seluruh Peserta melalui administrative message atau sarana lainnya. (9) Status kepesertaan SKNBI dari Peserta yang meleburkan diri efektif berubah menjadi ditutup pada tanggal pelaksanaan peleburan secara operasional dalam SKNBI. (10) Penyelenggara ... 67 (10) Penyelenggara menginformasikan penutupan kepesertaan SKNBI dengan mengacu pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir a.4) dan butir a.5). d) Perubahan status kepesertaan SKNBI karena pemisahan usaha (1) Perubahan kepesertaan SKNBI karena pemisahan dilakukan dalam hal terdapat Peserta berupa Unit Usaha Syariah yang melakukan pemisahan dari Peserta berupa bank umum konvensional sebagai induk yang dilakukan dengan cara mendirikan Bank Umum Syariah baru atau mengalihkan hak dan kewajiban Unit Usaha Syariah kepada Bank Umum Syariah yang telah ada. (2) Perubahan kepesertaan SKNBI karena pemisahan dengan cara mendirikan Bank Umum Syariah baru mengikuti prosedur perubahan status kepesertaan karena peleburan sebagaimana dimaksud dalam huruf c). (3) Perubahan kepesertaan SKNBI karena pemisahan dengan cara mengalihkan hak dan kewajiban Unit Usaha Syariah kepada Bank Umum Syariah yang telah ada dilakukan dengan prosedur penggabungan sebagaimana dimaksud dalam huruf b). Dalam hal Peserta merupakan peserta Sistem BI-RTGS dan dokumen pendukung untuk perubahan status kepesertaan SKNBI karena pengunduran diri, self liquidation, penggabungan, peleburan, atau pemisahan sebagaimana dimaksud ... 68 dimaksud dalam huruf a), huruf b), huruf c), dan huruf d) telah disampaikan kepada penyelenggara Sistem BI-RTGS, Peserta tidak perlu menyampaikan dokumen pendukung dimaksud kepada Penyelenggara. 3. Dampak Perubahan Status Kepesertaan dalam Operasional SKNBI Dalam hal terdapat perubahan status kepesertaan dari aktif menjadi ditangguhkan atau ditangguhkan menjadi dibekukan yang ditetapkan pada jam operasional, berlaku ketentuan sebagai berikut: a. Untuk Layanan Transfer Dana dan/atau Layanan Pembayaran Reguler 1) DKE Transfer Dana dan/atau DKE Pembayaran yang telah diterima sebelum perubahan status kepesertaan tetap diteruskan dan diperhitungkan sepanjang didukung dengan dana yang cukup. 2) Dalam hal dana yang dimiliki Peserta tidak cukup untuk memenuhi kewajiban Peserta maka Peserta harus menyelesaikan DKE Transfer Dana dan/atau DKE Pembayaran yang tidak diperhitungkan oleh Penyelenggara (unconfirmed DKE Transfer Dana dan/atau DKE Pembayaran). b. Untuk Layanan Kliring Warkat Debit dan/atau Layanan Penagihan Reguler 1) DKE Warkat Debit dan/atau DKE Penagihan yang telah diterima sebelum perubahan status kepesertaan, tetap diteruskan dan diperhitungkan sepanjang didukung dengan dana yang cukup. 2) Dalam hal dana yang dimiliki Peserta tidak mencukupi maka Peserta harus menyelesaikan DKE Warkat Debit dan/atau DKE Penagihan yang tidak diperhitungkan oleh Penyelenggara (unconfirmed DKE Warkat Debit dan/atau DKE Penagihan). 3) Dalam ... 69 3) Dalam hal DKE Warkat Debit dan/atau DKE Penagihan telah diterima oleh Penyelenggara dan telah diteruskan kepada Peserta penerima, namun tidak dapat diperhitungkan oleh Penyelenggara akibat perubahan status kepesertaan maka penyelesaian perhitungan DKE Warkat Debit dan/atau DKE Penagihan diselesaikan antar Peserta. 4) Penerusan dana atas DKE Warkat Debit yang tidak diperhitungkan oleh Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam angka 2) dan angka 3), mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai perlindungan nasabah dalam pelaksanaan transfer dana dan kliring berjadwal melalui SKNBI. c. Untuk PLU yang berfungsi sebagai Bank Penerus dan/atau Bank Pembayar maka PLU yang bersangkutan harus memberitahukan secara tertulis kepada PLA dan PTL mengenai perubahan status PLU sesegera mungkin dan menyelesaikan kewajibannya sesuai ketentuan yang berlaku. G. Tindak Lanjut Administrasi Kepesertaan SKNBI oleh Koordinator PWD Dalam hal terdapat Peserta baru atau perubahan data kepesertaan SKNBI yang berdampak pada administrasi kepesertaan dalam kegiatan pertukaran Warkat Debit maka Koordinator PWD melakukan hal-hal sebagai berikut: 1. memberitahukan secara tertulis kepada Perwakilan Peserta di Wilayah Kliring mengenai: a. perubahan data kepesertaan SKNBI berikut tanggal efektif yang ditetapkan oleh Penyelenggara; dan/atau b. penambahan Perwakilan Peserta; 2. menyiapkan TPPK dengan contoh sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.2; dan 3. melakukan pengkinian data kepesertaan pertukaran Warkat Debit. H. Kewajiban ... 70 H. Kewajiban Peserta Dalam penyelenggaraan SKNBI, Peserta wajib: 1. Menjaga kelancaran dan keamanan penggunaan SKNBI. Dalam rangka menjaga kelancaran dan keamanan penggunaan SKNBI, Peserta melakukan hal-hal sebagai berikut: a. Menyusun Kebijakan dan Prosedur Tertulis (KPT) yang mendukung sistem kontrol internal yang baik dalam pelaksanaan operasional SKNBI, termasuk prosedur pengamanan penggunaan SKNBI di lingkungan internal Peserta, dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Kebijakan dan Prosedur Tertulis (KPT) merupakan aturan tertulis yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan yang berlaku di internal Peserta dan berlaku sebagai pedoman operasional SKNBI di Peserta. 2) Kebijakan dan Prosedur Tertulis (KPT) wajib dibuat paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal efektif kepesertaan SKNBI dan harus dievaluasi oleh satuan kerja audit internal Peserta. 3) Kebijakan dan Prosedur Tertulis (KPT) wajib dibuat dalam Bahasa Indonesia dengan mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan transfer dana dan kliring berjadwal dan ketentuan yang ditetapkan oleh penyelenggaraan SKNBI. 4) Kebijakan dan Prosedur Tertulis (KPT) paling kurang memuat materi sebagai berikut: a) pendahuluan; b) organisasi operasional SKNBI; c) ketentuan dan prosedur operasional SKNBI; d) pengawasan operasional SKNBI; e) penanganan Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat; dan f) perlindungan nasabah. Rincian ... asosiasi sistem pembayaran terkait 71 Rincian cakupan minimum materi Kebijakan dan Prosedur Tertulis (KPT) diatur dalam “Pedoman Penyusunan Kebijakan dan Prosedur Tertulis (KPT) SKNBI” sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.3. 5) Dalam hal terjadi perubahan materi Kebijakan dan Prosedur Tertulis (KPT) sebagaimana dimaksud dalam angka 4), perubahan ketentuan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dan/atau ketentuan yang dikeluarkan oleh asosiasi sistem pembayaran yang berdampak pada materi Kebijakan dan Prosedur Tertulis (KPT), Peserta harus melakukan pengkinian terhadap Kebijakan dan Prosedur Tertulis (KPT). 6) Pengkinian terhadap Kebijakan dan Prosedur Tertulis (KPT) sebagaimana dimaksud dalam angka 5) wajib dilakukan dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak terjadinya perubahan materi Kebijakan dan Prosedur Tertulis (KPT), ketentuan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, dan/atau ketentuan yang dikeluarkan oleh asosiasi sistem pembayaran. b. Melakukan pemeriksaan internal terhadap operasional SKNBI dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Pemeriksaan internal bertujuan memastikan pengendalian intern telah dilaksanakan sesuai ketentuan untuk menjamin keamanan dan kelancaran operasional SKNBI yang dilakukan oleh Peserta. 2) Pemeriksaan internal dilakukan oleh satuan kerja audit internal Peserta paling kurang 1 (satu) tahun sekali. 3) Pelaksanaan pemeriksaan internal paling kurang mencakup ruang lingkup materi penilaian kepatuhan Peserta terhadap hal-hal yang disampaikan oleh Penyelenggara. c. Melakukan ... 72 c. Melakukan security audit, dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Security audit bertujuan untuk memastikan keamanan dan keandalan teknologi informasi internal Peserta, hubungan (interface) antara SPK dengan sistem internal Peserta serta kondisi lingkungan Peserta dalam melakukan kegiatan operasional. 2) Security audit dilakukan: a) paling kurang 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) tahun terhitung sejak menjadi Peserta; atau b) paling lama 6 (enam) bulan sejak perubahan sistem teknologi informasi internal Peserta yang dapat mempengaruhi kelancaran operasional SKNBI di Peserta. 3) Security audit dapat dilakukan oleh auditor internal Peserta maupun auditor eksternal. 4) Security audit paling kurang mencakup ruang lingkup sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.4. d. Menyusun kebijakan dan prosedur penggunaan teknologi informasi terkait dengan SKNBI dan melakukan pengkinian dalam hal terdapat perubahan kebijakan teknologi informasi dan prosedur penggunaan teknologi informasi, paling lama 6 (enam) bulan sejak perubahan kebijakan teknologi informasi dengan mengacu pada ketentuan yang mengatur mengenai manajemen risiko dalam penggunaan teknologi informasi. e. Memiliki pedoman Business Continuity Plan (BCP) dan Disaster Recovery Plan (DRP) dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Pedoman Business Continuity Plan (BCP) atau Disaster Recovery Plan (DRP) memuat prosedur yang dilakukan oleh Peserta dalam hal terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat ... 73 Darurat atau upaya lainnya yang perlu dilakukan dalam hal sistem cadangan tidak dapat digunakan, untuk memastikan bahwa operasional SKNBI di Peserta tetap dapat dilakukan. 2) Pedoman Business Continuity Plan (BCP) sebagaimana dimaksud dalam angka 1) paling kurang memuat hal-hal sebagai berikut: a) unit kerja penanggung jawab; b) mekanisme koordinasi apabila penanggung jawab terdiri dari beberapa unit; c) langkah-langkah bisnis yang dilakukan untuk menjamin kegiatan operasional SKNBI tetap berjalan; d) mekanisme pengujian prosedur Business Continuity Plan (BCP); e) mekanisme pelaporan dan monitoring; dan f) petugas operasional (termasuk data nomor telepon yang dapat dihubungi). 3) Pedoman Disaster Recovery Plan (DRP) sebagaimana dimaksud dalam angka 1) paling kurang memuat hal-hal sebagai berikut: a) unit kerja penanggung jawab; b) mekanisme koordinasi apabila penanggung jawab terdiri dari beberapa unit; c) prosedur penyiapan infrastruktur cadangan untuk menjamin kegiatan operasional SKNBI tetap berjalan; d) mekanisme pelaporan dan monitoring; dan e) petugas operasional (termasuk data nomor telepon yang dapat dihubungi). f. Menggunakan aplikasi SPK sesuai dengan buku pedoman penggunaan aplikasi SPK. g. Menjamin SPK utama dan SPK cadangan berfungsi dengan baik. Untuk menjamin SPK utama dan SPK cadangan berfungsi dengan baik, Peserta melakukan hal-hal sebagai berikut: 1) Memastikan ... 74 1) Memastikan petugas yang menangani SKNBI memahami sistem dan prosedur operasional SKNBI yang telah ditetapkan baik oleh Penyelenggara maupun internal Peserta, antara lain melalui pelatihan secara berkala. 2) Mengatur dan menetapkan user dan kewenangan user yang melakukan operasional SKNBI dengan ketentuan sebagai berikut: a) pengaturan kewenangan user dengan memperhatikan rentang kendali (span of control) untuk meminimalisasi kesalahan manusia (human error) dan penyalahgunaan wewenang; b) pembuatan sampai dengan pengiriman DKE dilakukan secara berjenjang sesuai dengan tingkat kewenangan petugas; c) pengaturan petugas pengganti untuk user sesuai dengan perannya masing-masing; d) penetapan dan penatausahaan data user yang mengelola Soft Token sesuai ketentuan internal Peserta; dan e) memastikan keamanan penggunaan dan penyimpanan Soft Token sesuai ketentuan internal Peserta. 3) Melakukan pemeliharaan data dengan ketentuan sebagai berikut: a) Data yang disimpan dalam media elektronik harus mendapat pengamanan yang memadai dan terjaga kerahasiaannya, antara lain terlindung dari akses petugas yang tidak berhak. b) Data sebagaimana dimaksud dalam huruf a) antara lain meliputi data transaksi, aplikasi SPK yang diberikan oleh Penyelenggara, Soft Token, dan/atau ketentuan dan prosedur yang diberikan oleh Penyelenggara. c) Data ... 75 c) Data sebagaimana dimaksud dalam huruf a) dicadangkan dan disimpan dalam media elektronik. d) Peserta harus memastikan bahwa data yang tersimpan dalam media elektronik sebagaimana dimaksud dalam huruf a) dan cadangannya sebagaimana dimaksud dalam huruf c) tidak rusak antara lain dengan cara melakukan pemeliharaan atau pengecekan secara berkala. e) Seluruh data yang tersimpan dalam media elektronik sebagaimana dimaksud dalam huruf a) dan cadangannya sebagaimana dimaksud dalam huruf c) didokumentasikan dengan baik. 4) Menyediakan dan mengelola sistem cadangan untuk SKNBI di Peserta dengan ketentuan sebagai berikut: a) Peserta menyediakan: (1) SPK cadangan di lokasi cadangan (back up site) Peserta; dan (2) JKD cadangan dari lokasi cadangan (back up site) Peserta ke Penyelenggara, sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan oleh Penyelenggara. b) Biaya penyediaan dan penggunaan infrastruktur sebagaimana dimaksud dalam butir a)(2) menjadi beban Peserta. c) Pemilihan jenis dan lokasi SPK cadangan serta jenis JKD cadangan diserahkan kepada Peserta. d) Pemilihan jenis dan lokasi SPK cadangan serta jenis JKD cadangan sebagaimana dimaksud dalam huruf c) dilakukan berdasarkan pertimbangan antara lain: (1) volume ... 76 (1) volume transaksi Peserta dan tingkat urgensi SKNBI bagi Peserta; dan (2) pengendalian internal guna memitigasi risiko operasional di Peserta. 5) Menjamin sistem cadangan berfungsi dengan dengan baik, antara lain dengan cara sebagai berikut: a) Peserta ikut serta dalam uji coba SKNBI yang dilaksanakan oleh Penyelenggara dengan menggunakan sistem cadangan milik Peserta paling kurang 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun. b) Peserta melakukan uji coba koneksi sistem cadangan secara berkala dengan ketentuan sebagai berikut: (1) Uji coba koneksi sistem cadangan mencakup uji coba terhadap SPK cadangan, JKD cadangan, dan/atau data cadangan. (2) Uji coba koneksi sistem cadangan sebagaimana dimaksud dalam angka (1) dapat dilakukan dengan menggunakan environment production Penyelenggara dengan jadwal yang ditetapkan oleh Penyelenggara setelah seluruh layanan SKNBI di Penyelenggara berakhir dan pelaksanaannya dilakukan paling lama 1 (satu) jam. (3) Uji coba koneksi sistem cadangan dilakukan dengan tata cara sebagai berikut: (a) Peserta menyampaikan permohonan uji coba koneksi sistem cadangan melalui fasilitas administrative message dan/atau sarana lain kepada ... 77 kepada Penyelenggara paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum pelaksanaan uji coba. (b) Penyelenggara memberitahukan persetujuan uji coba koneksi sistem cadangan kepada Peserta melalui sarana administrative message. (c) Peserta menyampaikan laporan tertulis hasil pelaksanaan ujicoba koneksi kepada Penyelenggara paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah pelaksanaan uji coba. c) Mengoperasikan sistem cadangan untuk kegiatan operasional SKNBI dalam kondisi normal dengan ketentuan sebagai berikut: (1) Penggunaan sistem cadangan untuk kegiatan operasional dalam kondisi normal dilakukan secara berkala paling kurang 1 (satu) kali dalam setahun. (2) Pengoperasian sistem cadangan untuk kegiatan operasional dalam kondisi normal dapat mencakup pengoperasian SPK cadangan dan/atau JKD cadangan. (3) Tata cara penggunaan sistem cadangan untuk kegiatan operasional dalam kondisi normal adalah sebagai berikut: (a) Peserta menyampaikan surat permohonan yang dapat didahului dengan faksimile, administrative message dan/atau sarana lainnya kepada Penyelenggara paling lama 1 (satu) hari kerja sebelum menggunakan sistem cadangan untuk kegiatan operasional dalam kondisi normal. (b) Penyelenggara ... 78 (b) Penyelenggara memberitahukan persetujuan penggunaan sistem cadangan pada kondisi normal kepada Peserta melalui sarana administrative message. (c) Peserta menyampaikan laporan tertulis hasil penggunaan sistem cadangan untuk kegiatan operasional dalam kondisi normal kepada Penyelenggara paling lama 1 (satu) hari kerja setelah sistem cadangan selesai digunakan. 6) Menjamin keamanan dan keandalan dari JKD yang digunakan untuk menghubungkan SPK dengan: a) perangkat komputer Peserta yang digunakan untuk operasional SKNBI; dan b) sistem komputer internal Peserta, apabila Peserta menghubungkan SPK utama dan/atau SPK cadangan dengan sistem komputer internal Peserta, sehingga bebas dari segala kemungkinan hal-hal yang dapat merusak SKNBI termasuk tetapi tidak terbatas pada kemungkinan pemalsuan, pembobolan data elektronis (hacking), serta perusakan sistem dengan cara membanjiri sistem dengan data dan pesan pembayaran. 7) Melaporkan pengembangan aplikasi internal yang terkait dengan SKNBI kepada Penyelenggara secara tertulis dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a paling lama 1 (satu) bulan sebelum aplikasi tersebut diimplementasikan. 8) Melakukan langkah preventif yang diperlukan sehingga perangkat keras berfungsi dengan baik dan ... 79 dan perangkat lunak aplikasi yang digunakan dalam SKNBI dan/atau dalam kaitannya dengan SKNBI bebas dari segala jenis virus. 9) Menjamin integritas database SKNBI yang ada pada SPK utama dan SPK cadangan termasuk data cadangan yang disimpan dalam bentuk compact disk (CD), tape, cartridge, flashdisk, dan/atau media lainnya. 10) Melakukan instalasi setiap terjadi perubahan aplikasi SPK utama dan/atau SPK cadangan sesuai dengan buku pedoman penggunaan aplikasi SPK. 11) Menyimpan dengan baik aplikasi SPK dan perubahannya serta Soft Token di tempat yang aman dan bebas dari berbagai hal yang dapat merusak aplikasi SPK dan Soft Token. 12) Melakukan perpanjangan masa aktif Soft Token sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan oleh Penyelenggara. h. Melakukan pengkinian data kepesertaan dalam hal terdapat perubahan data kepesertaan SKNBI. 2. Bertanggung jawab atas kebenaran DKE dan seluruh informasi yang dikirim Peserta kepada Penyelenggara melalui SKNBI. Dalam rangka memastikan kebenaran DKE dan seluruh informasi yang dikirim kepada Penyelenggara, Peserta melakukan hal-hal sebagai berikut: a. membuat DKE dan batch sesuai dengan buku pedoman penggunaan aplikasi SPK; dan b. mengirimkan batch DKE sesuai jadwal yang ditetapkan Penyelenggara. 3. Melaksanakan perjanjian dengan Penyelenggara apabila diperlukan dalam rangka penyelenggaraan SKNBI. 4. Menginformasikan ... 80 4. Menginformasikan biaya transaksi melalui SKNBI kepada nasabah secara transparan. Dalam rangka transparansi biaya transaksi melalui SKNBI kepada nasabah, Peserta mengumumkan secara tertulis mengenai biaya transaksi melalui SKNBI pada tempat yang mudah terlihat oleh nasabah. 5. Memberikan data dan informasi terkait penyelenggaraan SKNBI kepada Bank Indonesia. Dalam rangka pemberian data dan informasi terkait penyelenggaraan SKNBI kepada Bank Indonesia, Peserta memberikan data dan informasi yang diminta oleh Penyelenggara termasuk namun tidak terbatas pada dokumen asli dan/atau salinan dokumen yang berupa warkat dan/atau data elektronik pelaksanaan SKNBI. terkait dengan 6. Mematuhi peraturan yang dikeluarkan oleh asosiasi sistem pembayaran yang telah disetujui oleh Bank Indonesia. 7. Mematuhi ketentuan lain terkait operasional penyelenggaraan transfer dana dan kliring berjadwal. Dalam rangka memenuhi ketentuan mengenai penyelenggaraan transfer dana dan kliring berjadwal dan ketentuan terkait lainnya, berlaku ketentuan sebagai berikut: a. Pimpinan dan/atau pejabat yang berwenang wajib melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan Peserta terhadap ketentuan lainnya yang terkait dengan operasional penyelenggaraan transfer dana dan kliring berjadwal. b. Peserta menatausahakan perintah transfer dana, perintah transfer debit, dan hasil perhitungan SKNBI, dalam bentuk elektronik dan/atau hasil cetaknya, serta Warkat Debit sesuai dengan ketentuan pengarsipan yang berlaku di internal Peserta dan masa retensi sesuai peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai dokumen perusahaan. I. Penggunaan ... 81 I. Penggunaan Soft Token dalam SKNBI 1. Prinsip Penggunaan Soft Token a. Dalam operasional SKNBI, Peserta harus memiliki Soft Token yang merupakan salah satu sarana pengamanan dalam melakukan koneksi antara SPK dengan SSK. b. Soft Token sebagaimana dimaksud dalam huruf a terdiri atas: 1) Bank Indonesia Certificate of Authentification (BI- CA); 2) sertifikat SSK; dan 3) sertifikat SPK. c. Sertifikat SPK sebagaimana dimaksud dalam butir b.3) memiliki masa aktif paling lama 2 (dua) tahun sejak tanggal efektif. d. Peserta dapat mengajukan penggantian Soft Token antara lain karena masa aktif sertifikat SPK telah berakhir, hilang, rusak, atau tidak dapat digunakan karena sebab apapun. e. Soft Token yang telah diserahkan oleh Penyelenggara kepada Peserta digunakan sesuai ketentuan internal Peserta dan sepenuhnya menjadi tanggung jawab Peserta yang bersangkutan. 2. Prosedur Permohonan Penggunaan Soft Token, Penggantian Soft Token, dan Perpanjangan Masa Aktif Sertifikat SPK a. Peserta mengajukan surat permohonan kepada Penyelenggara untuk mendapatkan Soft Token, penggantian Soft Token, dan perpanjangan masa aktif sertifikat SPK, dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Untuk mendapatkan Soft Token, surat permohonan paling kurang memuat informasi sebagai berikut: a) nama Peserta; dan b) kode Peserta. 2) Untuk ... 82 2) Untuk penggantian Soft Token, surat permohonan paling kurang memuat informasi sebagai berikut: a) nama Peserta; b) kode Peserta; dan c) alasan penggantian. 3) Untuk perpanjangan masa aktif sertifikat SPK, surat permohonan paling kurang memuat informasi sebagai berikut: a) nama Peserta; b) kode Peserta; dan c) tanggal berakhirnya sertifikat SPK. b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a disertai dengan file certificate signing request yang disimpan dalam compact disc. Pembuatan file certificate signing request mengacu pada buku pedoman penggunaan aplikasi SPK. c. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.7 dan ditandatangani oleh pejabat yang berwenang yang memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara serta disampaikan kepada Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Surat permohonan disampaikan kepada Penyelenggara dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a. 2) Bagi Peserta yang berkantor pusat di wilayah kerja KPwDN, surat permohonan disampaikan kepada Penyelenggara dengan tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi. 3) Bagi Peserta yang mengajukan permohonan perpanjangan masa aktif sertifikat SPK, surat permohonan disampaikan paling lama 1 (satu) bulan sebelum masa aktif sertifikat SPK berakhir. d. Penyelenggara ... 83 d. Penyelenggara memberitahukan kepada Peserta melalui administrative message atau sarana lainnya untuk pengambilan Soft Token, Soft Token pengganti, atau sertifikat SPK yang telah diperpanjang masa aktifnya paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a diterima secara lengkap oleh Penyelenggara. e. Peserta melakukan pengambilan Soft Token, Soft Token pengganti, atau sertifikat SPK sebagaimana dimaksud dalam huruf d yang dilakukan oleh pejabat yang berwenang yang telah memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara, dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Bagi Peserta yang berkantor pusat di wilayah kerja KPBI, pengambilan dilakukan di Penyelenggara. 2) Bagi Peserta yang berkantor pusat di wilayah kerja KPwDN, pengambilan dilakukan di KPwDN setempat. f. Peserta melakukan instalasi Soft Token, Soft Token pengganti, atau sertifikat SPK yang diperoleh dari Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam huruf e ke server SPK yang menghasilkan certificate signing request. 3. Penghapusan Sertifikat SPK a. Penghapusan sertifikat SPK dapat dilakukan atas dasar: 1) inisiatif Penyelenggara; atau 2) permintaan Peserta. b. Penghapusan sertifikat SPK atas dasar inisiatif Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam butir a.1) antara lain dilakukan dalam hal Peserta telah dihentikan kepesertaannya dalam penyelenggaraan SKNBI. c. Penghapusan ... 84 c. Penghapusan sertifikat SPK atas dasar permintaan Peserta sebagaimana dimaksud dalam butir a.2) diatur dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Peserta penghapusan mengajukan surat permohonan sertifikat SPK kepada Penyelenggara dengan menyebutkan alasan dan tanggal efektif penghapusan sertifikat SPK tersebut paling lama 1 (satu) bulan sebelum tanggal efektif dimaksud. 2) Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) ditandatangani oleh pejabat yang berwenang yang memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara. 3) Surat permohonan penghapusan sertifikat SPK sebagaimana dimaksud dalam angka 1) menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.7 dan dapat disampaikan terlebih dahulu melalui faksimile. d. Penyelenggara menyampaikan surat permohonan kepada Peserta mengenai penghapusan sertifikat SPK paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah pelaksanaan penghapusan sertifikat SPK. IV. WAKTU OPERASIONAL SKNBI A. Prinsip Umum 1. Penyelenggara menetapkan waktu operasional SKNBI yang mencakup: a. hari operasional; b. jam operasional; c. jam layanan; dan d. periode waktu kegiatan. 2. Hari operasional sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a yaitu hari yang ditetapkan oleh Penyelenggara sebagai hari diselenggarakannya operasional SKNBI. 3. Jam ... 85 3. Jam operasional sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b yaitu jam yang ditetapkan oleh Penyelenggara sebagai waktu diselenggarakannya operasional SKNBI pada setiap hari operasional. 4. Jam layanan sebagaimana dimaksud dalam butir 1.c yaitu jadwal yang ditetapkan oleh Penyelenggara untuk setiap layanan dalam SKNBI, misalnya jam Layanan Transfer Dana, jam Layanan Kliring Warkat Debit, jam Layanan Pembayaran Reguler, dan jam Layanan Penagihan Reguler. 5. Periode waktu kegiatan sebagaimana dimaksud dalam butir 1.d yaitu jangka waktu yang ditetapkan oleh Penyelenggara untuk melaksanakan kegiatan operasional setiap layanan dalam SKNBI, misalnya periode waktu untuk pengiriman DKE dan periode waktu untuk penyediaan Prefund. 6. Peserta wajib melakukan kegiatan operasional SKNBI sesuai dengan waktu operasional yang ditetapkan oleh Penyelenggara. 7. Dalam kondisi tertentu, Keadaan Tidak Normal, dan/atau Keadaan Darurat, Peserta dapat tidak ikut serta dalam kegiatan SKNBI Penyelenggara. berdasarkan persetujuan dari 8. Prosedur permohonan Peserta yang tidak ikut dalam kegiatan SKNBI sebagaimana dimaksud dalam angka 7 adalah sebagai berikut: a. Peserta mengajukan permohonan melalui surat yang ditandatangani oleh Pimpinan atau pejabat yang berwenang yang memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara ke alamat II.A.2.a yang dapat didahului dengan faksimile atau administrative message. b. Penyelenggara memberitahukan persetujuan atau penolakan atas permohonan Peserta sebagaimana dimaksud dalam huruf a melalui surat yang dapat didahului administrative message atau sarana lainnya. c. Dalam ... 86 c. Dalam hal permohonan disetujui, Penyelenggara menginformasikan Peserta yang tidak ikut dalam kegiatan operasional SKNBI kepada seluruh Peserta melalui administrative message. 9. Untuk permohonan tidak ikut serta dalam kegiatan SKNBI dikarenakan kondisi tertentu, permohonan diajukan paling lama 7 (tujuh) hari kerja sebelum tanggal Peserta tidak ikut serta dalam kegiatan SKNBI. Alasan pengajuan permohonan antara lain sebagai berikut: a. kantor pusat Peserta berada dalam wilayah KPwDN tertentu yang menerapkan hari operasional sebagai libur fakultatif; dan/atau b. kondisi tertentu yang disetujui oleh Penyelenggara. 10. Dalam hal KPwDN di Wilayah Kliring tertentu menerapkan hari operasional sebagai libur fakultatif maka Peserta tidak dapat melakukan pengiriman DKE Warkat Debit ke Wilayah Kliring tersebut dan kegiatan pertukaran Warkat Debit di wilayah tersebut ditiadakan. 11. Waktu operasional SKNBI sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dapat diubah sewaktu-waktu oleh Penyelenggara. B. Penetapan Waktu Operasional SKNBI 1. Operasional SKNBI dilaksanakan pada setiap hari kalender yang ditetapkan sebagai Penyelenggara. hari operasional 2. Jam operasional SKNBI adalah pukul 06.30 WIB sampai dengan pukul 20.00 WIB. 3. Penyelenggara menetapkan jam layanan sebagaimana dimaksud dalam butir A.1.c dan periode waktu kegiatan sebagaimana dimaksud dalam butir A.1.d yang berlaku secara nasional dengan ketentuan sebagai berikut: a. Untuk Layanan Transfer Dana 1) Jam Layanan Transfer Dana mengacu kepada jam layanan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.5. 2) Dalam Layanan Transfer Dana, Penyelenggara menetapkan periode waktu kegiatan yang terdiri atas: a) penyediaan ... oleh 87 a) penyediaan Prefund Kredit; b) pengiriman DKE Transfer Dana ke SSK; c) penyediaan informasi awal; d) download confirmed incoming DKE Transfer Dana; dan e) Setelmen Dana, dengan rincian periode waktu kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.5. b. Untuk Layanan Kliring Warkat Debit 1) Layanan Kliring Warkat Debit ditetapkan dalam 4 (empat) zona, yang terdiri atas: a) Zona 1, Zona 2, dan Zona 3 dilaksanakan dalam 1 (satu) hari kerja, yaitu kegiatan Kliring Penyerahan dan Kliring Pengembalian dilakukan pada hari yang sama. b) Zona 4 dilaksanakan dalam 2 (dua) hari kerja, yaitu: (1) hari kerja pertama untuk kegiatan kliring penyerahan; dan (2) hari kerja kedua untuk kegiatan kliring pengembalian. 2) Jam layanan untuk Zona 1, Zona 2, Zona 3, dan Zona 4 mengacu pada jam layanan SKNBI sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.5. 3) Dalam setiap zona, Penyelenggara menetapkan periode waktu kegiatan sebagai berikut: a) pengiriman DKE Warkat Debit untuk kegiatan: (1) Kliring Penyerahan; dan (2) Kliring Pengembalian; b) download DKE Warkat Debit incoming untuk: (1) Kliring Penyerahan; dan (2) Kliring Pengembalian; c) download DKE Warkat Debit confirmed outgoing dalam kegiatan Kliring Penyerahan; d) penyediaan ... 88 d) penyediaan informasi awal; e) penambahan Prefund Debit; f) Setelmen Dana; dan g) proses pertukaran Warkat Debit untuk: (1) Kliring Penyerahan; dan (2) Kliring Pengembalian, dengan rincian periode waktu kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.5. 4) Penetapan zona dalam setiap Wilayah Kliring dilakukan oleh Koordinator PWD berdasarkan kesepakatan Perwakilan Peserta di Wilayah Kliring yang bersangkutan dengan mengacu pada kriteria sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.5. 5) Dalam kondisi tertentu, penetapan zona sebagaimana dimaksud dalam angka 4) dilakukan oleh Penyelenggara. c. Untuk Layanan Pembayaran Reguler 1) Jam Layanan Pembayaran Reguler ditetapkan dalam 2 (dua) periode, yaitu: a) periode 1 dilaksanakan dalam 1 (satu) hari kerja yaitu untuk kegiatan pengiriman DKE Pembayaran, pengecekan kecukupan dana dan Setelmen Dana. b) periode 2 dilaksanakan dalam 2 (dua) hari kerja, yaitu: (1) hari kerja pertama untuk kegiatan pengiriman DKE Pembayaran; dan (2) hari kerja kedua untuk kegiatan pengecekan kecukupan dana dan Setelmen Dana. c) Jam layanan kegiatan untuk periode 1 sebagaimana dimaksud dalam huruf a) dan untuk periode 2 sebagaimana dimaksud dalam huruf b) mengacu pada jam layanan SKNBI sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.5. 2) Dalam... 89 2) Dalam setiap periode, Penyelenggara menetapkan periode waktu kegiatan sebagai berikut: a) penyediaan Prefund Kredit; b) pengiriman DKE Pembayaran ke SSK; c) penyediaan informasi awal; d) download DKE Pembayaran confirmed incoming; dan e) Setelmen Dana, dengan rincian periode waktu kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.5. d. Untuk Layanan Penagihan Reguler 1) Jam Layanan Penagihan Reguler mengacu kepada jam layanan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.5. 2) Dalam Layanan Penagihan Reguler, Penyelenggara menetapkan periode waktu kegiatan sebagai berikut: a) pengiriman DKE Penagihan untuk kegiatan: (1) Penyerahan Tagihan; dan (2) Pengembalian Tagihan; b) Download DKE Penagihan incoming untuk: (1) Penyerahan Tagihan; dan (2) Pengembalian Tagihan; c) Download DKE Penagihan confirmed outgoing dalam kegiatan Penyerahan Tagihan; d) penyediaan informasi awal; e) penambahan Prefund Debit; dan f) Setelmen Dana, dengan rincian periode waktu kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.5. C. Perubahan Waktu Operasional SKNBI 1. Penyelenggara dapat melakukan perubahan waktu operasional SKNBI sebagaimana dimaksud dalam butir A.1 berdasarkan pertimbangan antara lain sebagai berikut: a. adanya Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat di Penyelenggara; b. adanya ... 90 b. adanya perubahan jam operasional Sistem BI-RTGS dan/atau BI-SSSS; c. adanya kepentingan Bank Indonesia dalam rangka menjaga kelancaran sistem pembayaran; d. adanya permohonan perpanjangan periode waktu kegiatan dari Peserta; dan/atau e. adanya permohonan perubahan jam Layanan Kliring Warkat Debit di suatu Wilayah Kliring dari Koordinator PWD. 2. Pengajuan permohonan perpanjangan periode waktu kegiatan oleh Peserta sebagaimana dimaksud dalam butir 1.d dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Peserta dapat mengajukan permohonan perpanjangan periode waktu kegiatan yang terdiri atas: 1) perpanjangan periode waktu pengiriman DKE Transfer Dana, DKE Pembayaran, dan DKE Penagihan; dan 2) perpanjangan periode waktu penambahan Prefund. b. Permohonan dapat diajukan apabila Peserta mengalami Keadaan Tidak Normal, Keadaan Darurat, dan/atau alasan tertentu yang mengakibatkan adanya kebutuhan perpanjangan periode waktu kegiatan pengiriman DKE dan/atau penyediaan Prefund. c. Perpanjangan periode waktu kegiatan sebagaimana dimaksud dalam huruf a yang dapat diberikan oleh Penyelenggara untuk setiap layanan adalah selama 30 (tiga puluh) menit dan dapat diperpanjang paling lama 30 (tiga puluh) menit kecuali dalam kondisi tertentu yang disetujui oleh Penyelenggara. d. Perpanjangan periode waktu kegiatan pengiriman DKE Transfer Dana, DKE Pembayaran, dan DKE Penagihan atas permintaan Peserta dikenakan biaya sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.6. e. Perpanjangan periode waktu kegiatan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Peserta ... 91 1) Peserta mengajukan permohonan perpanjangan periode waktu kegiatan kepada Penyelenggara paling lambat 30 (tiga puluh) menit sebelum periode waktu kegiatan berakhir kecuali dalam kondisi tertentu yang disetujui oleh Penyelenggara. 2) Permohonan perpanjangan periode waktu sebagaimana dimaksud dalam angka 1) disampaikan melalui surat yang dapat didahului dengan faksimile, administrative message, dan/atau sarana lainnya. 3) Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) ditandatangani oleh Pimpinan atau pejabat yang berwenang yang memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara. 4) Penyelenggara memberitahukan persetujuan atau penolakan atas permohonan perpanjangan periode waktu kegiatan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) kepada Peserta melalui surat yang dapat didahului dengan faksimile, administrative message, dan/atau sarana lainnya. 5) Dalam hal permohonan perpanjangan periode waktu kegiatan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) disetujui, memberitahukan perpanjangan periode waktu kegiatan kepada seluruh Peserta melalui administrative message dan/atau sarana lainnya. 3. Pengajuan permohonan perubahan jam Layanan Kliring Warkat Debit di suatu Wilayah Kliring oleh Koordinator PWD sebagaimana dimaksud dalam butir 1.e dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Perubahan jam Layanan Kliring Warkat Debit diatur sebagai berikut: 1) Untuk Wilayah Kliring yang terdaftar pada zona 1 dan zona 2, perubahan jam Layanan Kliring Warkat Debit dilakukan dengan mengacu pada jam Layanan Kliring Warkat Debit pada zona berikutnya. Sebagai ... Penyelenggara 92 Sebagai contoh, apabila terdapat permohonan perubahan jam Layanan Kliring Warkat Debit pada Wilayah Kliring zona 1 oleh Koordinator PWD maka perubahan jam Layanan Kliring Warkat Debit pada zona tersebut dilakukan dengan penyesuaian jam Layanan Kliring Warkat Debit yang mengacu pada jam layanan pada zona 2. 2) Untuk Wilayah Kliring yang terdaftar pada zona 3 dan zona 4, perubahan jam Layanan Kliring Warkat Debit dilakukan dengan perpanjangan periode waktu pengiriman DKE Warkat Debit pada zona tersebut. Sebagai contoh, apabila terdapat permohonan perubahan jam Layanan Kliring Warkat Debit pada Wilayah Kliring zona 4 oleh Koordinator PWD maka perubahan jam Layanan Kliring Warkat Debit pada zona tersebut dilakukan dengan cara perpanjangan periode waktu pengiriman DKE Warkat Debit. b. Koordinator PWD dapat mengajukan permohonan perubahan jam Layanan Kliring Warkat Debit di suatu Wilayah Kliring berdasarkan: 1) permintaan Perwakilan Peserta secara tertulis karena adanya Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat; atau 2) adanya Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat. c. Koordinator PWD menyampaikan surat permohonan perubahan jam Layanan Kliring Warkat Debit sebagaimana dimaksud dalam huruf b kepada Penyelenggara dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a. d. Penyelenggara memberitahukan persetujuan atau penolakan atas permohonan perubahan jam Layanan Kliring Warkat Debit di suatu Wilayah Kliring kepada Koordinator PWD melalui surat dan/atau sarana lainnya. e. Dalam ... 93 e. Dalam hal permohonan perubahan jam Layanan Kliring Warkat Debit disetujui, Penyelenggara memberitahukan perubahan jam Layanan Kliring Warkat Debit di suatu Wilayah Kliring kepada seluruh Peserta melalui administrative message dan/atau sarana lainnya. f. Dalam hal terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat yang berdampak pada operasional SKNBI di beberapa Wilayah Kliring, Peserta dapat mengajukan permohonan perubahan jam Layanan Kliring Warkat Debit yang diatur sebagai berikut: 1) Peserta mengajukan permohonan perubahan jam Layanan Kliring Warkat Debit kepada Penyelenggara dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a, yang dapat didahului dengan administrative message, faksimile, dan/atau sarana lainnya. 2) Penyelenggara memberitahukan persetujuan atau penolakan atas permohonan perubahan jam Layanan Kliring Warkat Debit kepada Peserta yang bersangkutan melalui surat yang dapat didahului melalui administrative message dan/atau sarana lainnya. 3) Penyelenggara memberitahukan perubahan jam Layanan Kliring Warkat Debit kepada: a) seluruh Peserta; dan b) Koordinator PWD terkait, melalui administrative message dan/atau sarana lainnya. g. Koordinator PWD mengumumkan perubahan jam Layanan Kliring Warkat Debit kepada seluruh Perwakilan Peserta di Wilayah Kliring yang bersangkutan berdasarkan pemberitahuan perubahan jam Layanan Kliring Warkat Debit sebagaimana dimaksud dalam huruf d dan butir f.3)b). V. PREFUND ... 94 V. PREFUND A. Jenis dan Pengelolaan Prefund 1. Jenis Prefund a. Jenis Prefund dalam SKNBI terdiri atas: 1) Prefund Kredit berupa dana tunai (cash Prefund); dan 2) Prefund Debit dapat berupa: a) dana tunai (cash Prefund); dan/atau b) surat berharga (collateral Prefund). b. Jenis surat berharga (collateral Prefund) yang dapat disediakan dalam Prefund Debit sebagaimana dimaksud dalam butir a.2)b) mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai tata cara penggunaan fasilitas likuiditas intrahari. c. Surat berharga (collateral Prefund) sebagaimana dimaksud dalam butir a.2)b) hanya berlaku untuk PLU. 2. Pengelolaan Prefund a. Dana tunai (cash Prefund) yang disediakan oleh PLU dan PLA untuk Prefund Kredit dan Prefund Debit ditatausahakan pada Sistem BI-RTGS dalam rekening milik Penyelenggara yang khusus menampung dana tunai (cash Prefund). Dana tunai (cash Prefund) untuk masing-masing PLU dan PLA ditatausahakan oleh Penyelenggara di SSK. b. Surat berharga (collateral Prefund) yang disediakan oleh PLU ditatausahakan pada BI-SSSS dalam rekening surat berharga masing-masing PLU yang digunakan khusus untuk menampung surat berharga (collateral Prefund) sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai BI-SSSS. B. Nilai Minimum Nominal Prefund Penyelenggara menetapkan besarnya nilai minimum nominal Prefund yang harus disediakan oleh masing-masing Peserta dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Penyelenggara ... 95 1. Penyelenggara tidak menetapkan nilai minimum nominal Prefund Kredit yang wajib disediakan oleh Peserta. 2. Penyelenggara menetapkan nilai minimum nominal Prefund Debit yang wajib disediakan oleh Peserta. 3. Nilai minimum nominal Prefund Debit yang wajib disediakan oleh Peserta sebagaimana dimaksud dalam angka 2 ditetapkan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Peserta wajib menyediakan minimum Prefund Debit sesuai dengan periode waktu sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.5. b. Nilai minimum Prefund Debit sebagaimana dimaksud dalam huruf a paling sedikit sebesar nilai nominal yang ditetapkan oleh Penyelenggara. c. Nilai minimum nominal Prefund Debit adalah sebesar total tagihan harian terbesar Peserta dalam Layanan Kliring Warkat Debit dan Layanan Penagihan Reguler dalam kurun waktu 12 (dua belas) bulan terakhir, dengan mengecualikan total tagihan harian yang nilainya di luar kebiasaan (outlier). Khusus untuk bulan ke-12 (keduabelas), data yang diperhitungkan adalah data transaksi sampai dengan tanggal 25. Apabila tanggal 25 pada bulan ke-12 (keduabelas) jatuh pada hari libur maka data yang diperhitungkan adalah data transaksi sampai dengan hari kerja terakhir sebelum tanggal 25 pada bulan yang bersangkutan. Contoh perhitungan minimum Prefund Debit sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.7. d. Total tagihan harian yang nilainya di luar kebiasaan (outlier) sebagaimana dimaksud dalam huruf c merupakan total tagihan harian yang nilainya di atas rata-rata total tagihan harian (incoming debit) Peserta yang bersangkutan dalam kurun waktu 12 (dua belas) bulan terakhir ditambah 3 (tiga) standar deviasi. e. Nilai minimum nominal Prefund Debit sebagaimana dimaksud dalam huruf b yang wajib disediakan oleh Peserta dapat diakses oleh Peserta melalui SPK pada tanggal ... 96 tanggal 26 setiap bulannya. Apabila tanggal 26 jatuh pada hari libur maka besarnya nilai minimum nominal Prefund Debit dapat diakses oleh Peserta melalui SPK pada hari kerja berikutnya. f. Dalam hal terdapat Peserta baru dan belum memiliki data historis transaksi Layanan Kliring Warkat Debit dan Layanan Penagihan Reguler, besarnya minimum nilai nominal Prefund Debit yang wajib disediakan oleh Peserta tersebut diatur dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Pada hari pertama keikutsertaan Peserta, nilai minimum nominal Prefund Debit yang harus disediakan adalah sebesar Rp0,00 (nol rupiah). 2) Pada hari kerja berikutnya di bulan yang sama dengan tanggal keikutsertaan Peserta, nilai minimum nominal Prefund Debit yang harus disediakan oleh Peserta ditetapkan berdasarkan data total tagihan harian (incoming debit) terbesar Peserta pada hari kerja sebelumnya. 3) Nilai minimum nominal Prefund Debit untuk bulan berikutnya ditetapkan dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf b sesuai dengan data historis yang dimiliki Peserta. Dalam hal data historis yang dimiliki oleh Peserta kurang dari 12 (dua belas) bulan maka data historis yang digunakan adalah data yang tersedia pada periode tersebut. g. Dalam hal terdapat Peserta yang melakukan penggabungan atau peleburan usaha, nilai minimum nominal Prefund Debit yang harus disediakan oleh Peserta hasil penggabungan atau peleburan usaha diatur dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Sejak tanggal efektif penggabungan atau peleburan usaha sampai dengan akhir bulan yang bersangkutan ... 97 bersangkutan, nilai nominal Prefund Debit yang harus disediakan adalah sebesar total nilai nominal Prefund Debit dari Peserta yang melakukan penggabungan atau peleburan usaha, yang telah ditetapkan pada awal bulan ketika Peserta tersebut belum melakukan penggabungan atau peleburan usaha. 2) Nilai nominal Prefund Debit untuk bulan berikutnya ditetapkan berdasarkan total tagihan harian terbesar Peserta hasil penggabungan atau peleburan usaha untuk Layanan Kliring Warkat Debit dan Layanan Penagihan Reguler dengan mengecualikan total tagihan harian yang nilainya di luar kebiasaan (outlier), dalam bulan sebelumnya terhitung sejak tanggal efektif penggabungan atau peleburan usaha. 3) Nilai minimum nominal Prefund Debit untuk bulan berikutnya ditetapkan dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 2) sesuai dengan data historis yang dimiliki oleh Peserta hasil penggabungan atau peleburan usaha. Dalam hal data historis yang dimiliki oleh Peserta hasil penggabungan atau peleburan usaha kurang dari 12 (dua belas) bulan maka data historis yang digunakan adalah data yang tersedia pada periode tersebut. h. Dalam hal terdapat perubahan kegiatan usaha Peserta dari konvensional menjadi syariah, nilai minimum nominal Prefund Debit yang harus disediakan oleh Peserta menggunakan data historis 12 (dua belas) bulan sebelumnya sebagaimana dimaksud dalam huruf b. i. Dalam ... 98 i. Dalam hal sampai batas waktu yang ditetapkan Peserta tidak memenuhi kewajiban penyediaan minimum Prefund Debit sebagaimana dimaksud dalam huruf b maka Peserta melakukan hal-hal sebagai berikut: 1) menginformasikan segera kepada Penyelenggara mengenai tidak dipenuhinya kewajiban penyediaan minimum Prefund Debit beserta alasannya, melalui faksimile dan/atau sarana lainnya. 2) menyampaikan surat pernyataan kepada Penyelenggara mengenai tidak dipenuhinya kewajiban penyediaan minimum Prefund Debit beserta alasan dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.9. j. Surat pernyataan sebagaimana dimaksud dalam huruf i.3) ditandatangani oleh Pimpinan atau pejabat yang berwenang yang memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara dan disampaikan ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a pada hari yang sama dengan Peserta tidak memenuhi kewajiban penyediaan minimum Prefund Debit. C. Tata Cara Penyediaan Prefund 1. Penyediaan Prefund Kredit Dalam melakukan kewajiban penyediaan Prefund Kredit, berlaku ketentuan sebagai berikut: a. Peserta menyediakan Prefund Kredit sesuai periode waktu kegiatan penyediaan Prefund Kredit yang ditetapkan oleh Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.5. b. Dalam melakukan penyediaan Prefund Kredit sebagaimana dimaksud dalam huruf a, berlaku ketentuan sebagai berikut: 1) Untuk ... 99 1) Untuk PLU, penyediaan Prefund Kredit dilakukan oleh Peserta yang bersangkutan. 2) Untuk PLA, penyediaan Prefund Kredit dilakukan melalui Bank Pembayar. 3) Untuk PTL, penyediaan Prefund Kredit dilakukan oleh Bank Penerus. c. Nilai nominal Prefund Kredit yang disediakan oleh Peserta paling sedikit sebesar total DKE Transfer Dana dan/atau DKE Pembayaran keluar (outgoing) dikurangi total DKE Transfer Dana dan/atau DKE Pembayaran masuk (incoming) dari Peserta lain yang didukung oleh dana yang cukup (confirmed incoming). d. Penyediaan Prefund Kredit dalam bentuk dana tunai (cash Prefund) dilakukan melalui Sistem BI-RTGS dengan cara melakukan transfer dana dari Rekening Setelmen Dana PLU atau Rekening Setelmen Dana Bank Pembayar ke rekening milik Penyelenggara yang digunakan khusus untuk menampung dana tunai (cash Prefund) dengan mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan Sistem BI-RTGS. 2. Penyediaan Prefund Debit Dalam melakukan kewajiban penyediaan nilai minimum nominal Prefund Debit, berlaku ketentuan sebagai berikut: a. Penyediaan Prefund Debit dalam bentuk dana tunai (cash Prefund) dilakukan melalui Sistem BI-RTGS dengan cara melakukan transfer dana dari Rekening Setelmen Dana PLU ke rekening milik Penyelenggara yang digunakan khusus untuk menampung dana tunai (cash Prefund) dengan mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan Sistem BI-RTGS. b. Penyediaan Prefund Debit dalam bentuk surat berharga (collateral Prefund) dilakukan melalui BI- SSSS, dengan prosedur sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan BI-SSSS. D. Tata ... 100 D. Tata Cara Penambahan Prefund 1. Penambahan Prefund Kredit a. Peserta wajib melakukan penambahan Prefund Kredit dalam hal Prefund Kredit yang disediakan oleh Peserta tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban Peserta dalam Layanan Transfer Dana dan/atau Layanan Pembayaran Reguler. b. Penambahan Prefund Kredit sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilakukan sesuai dengan periode waktu penambahan Prefund Kredit yang ditetapkan oleh Penyelenggara Lampiran II.5. sebagaimana dimaksud dalam c. Mekanisme penambahan Prefund Kredit sebagaimana dimaksud dalam huruf a mengacu pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir C.1. 2. Penambahan Prefund Debit a. Peserta wajib melakukan penambahan Prefund Debit dalam hal nilai minimum nominal Prefund Debit tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban Peserta dalam Layanan Kliring Warkat Debit dan/atau Layanan Penagihan Reguler. b. Penambahan Prefund Debit dilakukan sesuai dengan periode waktu penambahan Prefund Debit sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.5. c. Mekanisme penambahan Prefund Debit mengacu pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf C.2. E. Pengembalian Prefund 1. Pengembalian Prefund Kredit Dalam hal setelah jam layanan pada Layanan Transfer Dana dan Layanan Pembayaran Reguler berakhir, Peserta masih memiliki saldo dana tunai (cash Prefund) yang tidak dipergunakan dalam perhitungan Layanan Transfer Dana dan/atau Layanan Pembayaran Reguler maka saldo dana tunai (cash Prefund) tersebut dikembalikan oleh Penyelenggara ke Rekening Setelmen Dana PLU dan/atau Rekening Setelmen Dana Bank Pembayar. 2. Pengembalian ... 101 … 2. Pengembalian Prefund Debit Setelah jam layanan pada Layanan Kliring Warkat Debit dan Layanan Penagihan Reguler berakhir, Penyelenggara melakukan pengembalian dana tunai (cash Prefund) ke Rekening Setelmen Dana PLU dengan ketentuan sebagai berikut: a. Dalam hal saldo dana tunai (cash Prefund) menunjukkan nilai positif maka Penyelenggara mengembalikan saldo dana tunai (cash Prefund) sebesar nilai positif ke Rekening Setelmen Dana PLU. b. Dalam hal surat berharga (collateral Prefund) tidak digunakan maka: 1) Peserta dapat memindahkan kembali surat berharga (collateral Prefund) tersebut ke rekening surat berharga PLU sesuai ketentuan Bank Indonesia yang mengatur penyelenggaraan BI-SSSS. mengenai 2) Dalam hal Peserta tidak memindahkan kembali surat berharga (collateral Prefund) ke rekening surat berharga PLU maka surat berharga (collateral Prefund) tersebut akan diperhitungkan sebagai komponen Prefund Debit untuk hari kerja berikutnya. 3. Periode pengembalian Prefund Pengembalian Prefund Kredit dan pengembalian Prefund Debit dilakukan sesuai dengan periode waktu kegiatan pengembalian Prefund sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.5. VI. LAYANAN TRANSFER DANA A. Prinsip Umum 1. Dalam hari operasional, Layanan Transfer Dana dilakukan sesuai dengan jam layanan yang ditetapkan oleh Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.5. 2. Jenis ... 102 2. Jenis transfer dana yang dapat diperhitungkan dalam Layanan Transfer Dana adalah transfer dana yang berasal dari: a. perintah transfer dana dari Peserta kepada Peserta lainnya; b. perintah transfer dana dari Peserta kepada nasabah Peserta lainnya dan sebaliknya; dan c. perintah transfer dana dari nasabah Peserta kepada nasabah Peserta lainnya. 3. Transfer dana sebagaimana dimaksud dalam butir 2.a merupakan transaksi selain yang telah ditetapkan dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan Sistem BI-RTGS. 4. Nasabah sebagaimana dimaksud dalam butir 2.b dan butir 2.c meliputi: a. nasabah pengirim dapat berupa nasabah yang memiliki rekening dan yang tidak memiliki rekening di Peserta pengirim; dan b. nasabah penerima berupa nasabah yang memiliki rekening di Peserta penerima. 5. Nilai nominal transfer dana sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dibatasi sesuai ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai batas nilai nominal transfer dana melalui Sistem BI-RTGS dan SKNBI. 6. Transfer dana sebagaimana dimaksud dalam angka 2 diproses pada Layanan Transfer Dana dalam bentuk DKE Transfer Dana yang dihasilkan dari SPK. 7. DKE Transfer Dana yang telah diterima oleh Penyelenggara tidak dapat diubah atau dibatalkan oleh Peserta. 8. Perhitungan Layanan Transfer Dana dilakukan berdasarkan DKE Transfer Dana yang didukung dengan dana yang cukup. 9. Setelmen Dana atas perhitungan sebagaimana dimaksud dalam angka 8 dilakukan ke Rekening Setelmen Dana PLU dan/atau Rekening Setelmen Dana Bank Pembayar. 10. Setelmen Dana sebagaimana dimaksud dalam angka 9 dilakukan 5 (lima) kali dalam 1 (satu) hari operasional. B. Operasional ... 103 B. Operasional Layanan Transfer Dana 1. Pembuatan dan Pengiriman DKE Transfer Dana dan Batch DKE Transfer Dana a. Pembuatan DKE Transfer Dana 1) Pembuatan DKE Transfer Dana dilakukan oleh Peserta dengan cara sebagai berikut: a) input DKE Transfer Dana secara manual melalui SPK; atau b) interface DKE Transfer Dana dengan cara: (1) import file dari media rekam elektronik ke SPK; atau (2) Straight Through Processing (STP) dari sistem internal Peserta ke SPK. 2) Pembuatan DKE Transfer Dana sebagaimana dimaksud dalam angka 1) mengacu pada buku pedoman penggunaan aplikasi SPK. b. Pembuatan batch DKE Transfer Dana 1) Pembuatan batch DKE Transfer Dana dilakukan melalui SPK atau sistem internal Peserta. 2) Pembuatan batch DKE Transfer Dana oleh Peserta mengacu pada buku pedoman penggunaan aplikasi SPK. c. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan DKE Transfer Dana dan batch DKE Transfer Dana 1) Pengisian field kode transaksi pada DKE Transfer Dana wajib mengacu pada kode transaksi sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.9. 2) Field kode kota asal wajib diisi dengan ketentuan sebagai berikut: a. untuk perintah transfer dana yang diterima melalui over the counter, diisi dengan kode kota kantor Peserta yang menerima perintah transfer dana dari nasabah; atau b. untuk perintah transfer dana yang dilakukan melalui electronic channel, diisi dengan kode kota dari kantor Peserta yang mengelola electronic channel. 3) 1 ... 104 3) 1 (satu) batch DKE Transfer Dana paling banyak berisi 200 (dua ratus) transaksi atau 1 (satu) batch DKE Transfer Dana memiliki nilai nominal paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah). d. Pengiriman batch DKE Transfer Dana ke SSK Batch DKE Transfer Dana sebagaimana dimaksud dalam huruf b dikirim ke SSK dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Pengiriman batch DKE Transfer Dana oleh Peserta diatur sebagai berikut: a) Pengiriman batch DKE Transfer Dana oleh Peserta dilakukan melalui SPK. b) Batch DKE Transfer Dana yang dikirim oleh PLU dapat berupa: (1) batch DKE Transfer Dana milik PLU yang bersangkutan; dan/atau (2) batch DKE Transfer Dana milik PTL dalam hal PLU berfungsi sebagai Bank Penerus. c) Batch DKE Transfer Dana yang dikirim oleh PLA hanya milik PLA yang bersangkutan. 2) Pengiriman batch DKE Transfer Dana dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan periode waktu kegiatan pengiriman batch DKE Transfer Dana yang ditetapkan oleh Penyelenggara. 3) Dalam hal terjadi kegagalan pengiriman batch DKE Transfer Dana maka Peserta dapat mengirimkan kembali batch DKE Transfer Dana tersebut selama periode waktu pengiriman batch DKE Transfer Dana belum berakhir. 4) Atas pengiriman batch DKE Transfer Dana sebagaimana dimaksud dalam angka 1), SSK mengirimkan konfirmasi status pengiriman batch DKE Transfer Dana ke SPK. 2. Mekanisme ... 105 2. Mekanisme Perhitungan dalam Layanan Transfer Dana a. Selama periode waktu kegiatan pengiriman DKE Transfer Dana, SSK melakukan perhitungan setiap batch DKE Transfer Dana yang diterima dengan memperhatikan kecukupan dana yang dimiliki oleh Peserta. b. Dana yang dimiliki oleh Peserta sebagaimana dimaksud dalam huruf a bersumber dari: 1) dana tunai (cash Prefund) yang disediakan dalam Prefund Kredit; dan 2) confirmed incoming DKE Transfer Dana yaitu DKE Transfer Dana masuk dari Peserta lainnya yang telah didukung dengan dana yang dimiliki oleh Peserta lain tersebut. c. DKE Transfer Dana yang dikirim oleh Peserta dan didukung dengan dana sebagaimana dimaksud dalam huruf b dinyatakan sebagai confirmed outgoing DKE Transfer Dana. 3. Informasi Perhitungan Layanan Transfer Dana a. Penyelenggara menyediakan informasi hasil perhitungan dalam Layanan Transfer Dana sebagaimana dimaksud dalam butir 2.a yang dapat diperoleh Peserta melalui SPK secara seketika. b. Dalam hal PLU berfungsi sebagai Bank Penerus maka informasi hasil perhitungan sebagaimana dimaksud dalam huruf a mencakup hasil perhitungan PLU dan PTL. c. Apabila berdasarkan informasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a masih terdapat DKE Transfer Dana yang belum dapat diperhitungkan (unconfirmed DKE Transfer Dana) karena belum didukung dengan dana yang cukup maka Peserta wajib menambah Prefund Kredit sampai batas waktu yang ditetapkan oleh Penyelenggara. Tata cara penambahan Prefund Kredit sebagaimana dimaksud dalam butir V.D.1. 4. Setelmen ... 106 4. Setelmen Hasil Perhitungan Akhir dalam Layanan Transfer Dana a. Setelah batas waktu penambahan Prefund Kredit berakhir, Penyelenggara melakukan perhitungan akhir untuk masing-masing Peserta. b. Dalam hal setelah berakhirnya batas waktu sebagaimana dimaksud dalam huruf a Peserta masih memiliki unconfirmed DKE Transfer Dana maka mekanisme penyelesaiannya mengacu pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 5. c. Dalam hal PLU berfungsi sebagai Bank Penerus maka hasil perhitungan akhir sebagaimana dimaksud dalam huruf a mencakup hasil perhitungan akhir PLU dan PTL. d. Penyelenggara melakukan Setelmen Dana atas hasil perhitungan akhir sebagaimana dimaksud dalam huruf a ke Rekening Setelmen Dana PLU dan/atau Rekening Setelmen Dana Bank Pembayar sebesar nilai hasil perhitungan akhir Layanan Transfer Dana. 5. Penyelesaian Unconfirmed DKE Transfer Dana a. Dalam hal terdapat unconfirmed DKE Transfer Dana sebagaimana dimaksud dalam butir 4.b, berlaku ketentuan sebagai berikut: 1) apabila unconfirmed DKE Transfer Dana terjadi sebelum Setelmen Dana periode terakhir maka unconfirmed DKE Transfer Dana tersebut akan diperhitungkan secara otomatis ke periode Setelmen Dana berikutnya; dan 2) apabila pada Setelmen Dana terakhir masih terdapat unconfirmed DKE Transfer Dana maka unconfirmed DKE Transfer Dana tersebut tidak diperhitungkan oleh SSK. b. Penyelesaian unconfirmed DKE Transfer Dana sebagaimana dimaksud dalam butir a.2) dapat dilakukan dengan mengirimkan kembali unconfirmed DKE Transfer Dana tersebut pada hari kerja berikutnya, dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Peserta ... 107 1) Peserta pengirim melaporkan hasil penyelesaian unconfirmed DKE Transfer Dana kepada Penyelenggara paling lama 2 (dua) hari kerja sejak tanggal penyelesaian, dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.10. 2) Peserta pengirim memberikan kompensasi, jasa, dan/atau bunga kepada nasabah dengan mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai perlindungan nasabah pengguna SKNBI. 6. Penerusan Dana kepada Nasabah Penerima Peserta penerima wajib meneruskan dana kepada nasabah penerima sesuai amanat dalam DKE Transfer Dana yang diterima dari Peserta pengirim sesuai batas waktu yang ditetapkan dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai perlindungan nasabah pengguna SKNBI. VII. LAYANAN KLIRING WARKAT DEBIT A. Prinsip Umum 1. Dalam 1 (satu) hari operasional, Layanan Kliring Warkat Debit dilakukan dalam 4 (empat) zona sesuai dengan jam layanan yang ditetapkan oleh Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.5. 2. Layanan Kliring Warkat Debit dalam setiap zona terdiri atas Kliring Penyerahan dan Kliring Pengembalian, yang merupakan satu kesatuan siklus Layanan Kliring Warkat Debit. 3. Warkat Debit yang dapat diperhitungkan dalam Layanan Kliring Warkat Debit adalah Warkat Debit berupa cek, bilyet giro, nota debit, dan Warkat Debit lainnya yang telah disetujui oleh Penyelenggara untuk dikliringkan. 4. Warkat Debit sebagaimana dimaksud dalam angka 3 dapat dikliringkan oleh Peserta ke seluruh Wilayah Kliring sepanjang Peserta yang menerbitkan Warkat Debit memiliki Perwakilan Peserta di wilayah tersebut. 5. Nilai ... 108 5. Nilai nominal Warkat Debit sebagaimana dimaksud dalam angka 3 tidak dibatasi. 6. Warkat Debit sebagaimana dimaksud dalam angka 3 diproses pada Layanan Kliring Warkat Debit dalam bentuk DKE Warkat Debit yang dihasilkan dari SPK. 7. DKE Warkat Debit yang telah diterima oleh Penyelenggara tidak dapat diubah atau dibatalkan oleh Peserta. 8. DKE Warkat Debit yang telah dikirim oleh Peserta harus diikuti dengan penyampaian Warkat Debit kepada Peserta penerima di Wilayah Kliring dimana Warkat Debit tersebut dikliringkan. 9. Penyampaian Warkat Debit kepada Peserta penerima sebagaimana dimaksud dalam angka 8 dilakukan melalui pertukaran Warkat Debit sesuai mekanisme sebagaimana diatur dalam angka XII. 10. Perhitungan Layanan Kliring Warkat Debit dilakukan berdasarkan DKE Warkat Debit yang didukung dengan dana yang cukup. 11. Setelmen Dana atas perhitungan sebagaimana dimaksud dalam angka 10 dilakukan ke Rekening Setelmen Dana masing-masing Peserta. 12. Setelmen Dana sebagaimana dimaksud dalam angka 11 dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) hari operasional untuk setiap zona. B. Operasional Layanan Kliring Warkat Debit pada setiap Zona 1. Pembuatan dan Pengiriman DKE Warkat Debit dan Batch DKE Warkat Debit a. Kliring Penyerahan 1) Pembuatan DKE Warkat Debit a) Pembuatan DKE Warkat Debit dilakukan oleh Peserta dengan cara sebagai berikut: (1) input DKE Warkat Debit secara manual melalui SPK; atau (2) interface DKE Warkat Debit dengan cara: (a) import file dari media rekam elektronik ke SPK; atau (b) Straight ... 109 (b) Straight Through Processing (STP) dari sistem internal Peserta ke SPK. b) Pembuatan DKE Warkat Debit sebagaimana dimaksud dalam huruf a) mengacu pada buku pedoman penggunaan aplikasi SPK. 2) Pembuatan batch DKE Warkat Debit a) Pembuatan batch DKE Warkat Debit dilakukan melalui SPK atau sistem internal Peserta. b) Pembuatan batch DKE Warkat Debit oleh Peserta harus memenuhi persyaratan sesuai dengan buku pedoman penggunaan aplikasi SPK. 3) Pengiriman batch DKE Warkat Debit ke SSK Batch DKE Warkat Debit sebagaimana dimaksud dalam angka 2) dikirim ke SSK dengan ketentuan sebagai berikut: a) Pengiriman batch DKE Warkat Debit ke SSK dilakukan melalui SPK. b) Pengiriman batch DKE Warkat Debit sebagaimana dimaksud dalam huruf a) harus diikuti dengan penyampaian fisik Warkat Debit kepada Peserta penerima. c) Pengiriman batch DKE Warkat Debit dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan periode waktu kegiatan pengiriman batch DKE Warkat Debit yang ditetapkan oleh Penyelenggara. d) Dalam hal terjadi kegagalan pengiriman batch DKE Warkat Debit maka Peserta dapat mengirimkan kembali batch DKE Warkat Debit tersebut sepanjang periode waktu kegiatan pengiriman batch DKE Warkat Debit belum berakhir. e) Atas ... 110 e) Atas pengiriman batch DKE Warkat Debit sebagaimana dimaksud dalam huruf a), SSK akan mengirimkan konfirmasi status pengiriman batch DKE Warkat Debit ke SPK. b. Kliring Pengembalian 1) Proses Verifikasi a) Peserta melakukan verifikasi terhadap DKE Warkat Debit yang diterima dari SSK pada Kliring Penyerahan. b) Dalam hal terdapat DKE Warkat Debit sebagaimana dimaksud dalam huruf a) yang harus dikembalikan maka pengembalian DKE Warkat Debit tersebut dilakukan melalui Kliring Pengembalian sesuai dengan alasan penolakan DKE Warkat Debit sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.11. 2) Pembuatan DKE Warkat Debit a) Pembuatan DKE Warkat Debit pada Kliring Pengembalian sebagaimana dimaksud dalam butir 1)b) dilakukan dengan cara sebagai berikut: (1) input DKE Warkat Debit secara manual melalui SPK; atau (2) interface DKE Warkat Debit dengan cara: (a) import file dari media rekam elektronik ke SPK; atau (b) Straight Through Processing (STP) dari sistem internal Peserta ke SPK. b) Pembuatan DKE Warkat Debit sebagaimana dimaksud dalam huruf a) disertai alasan penolakan dengan mengacu pada buku pedoman penggunaan aplikasi SPK. 3) Pembuatan Batch DKE Warkat Debit a) Pembuatan batch DKE Warkat Debit dilakukan melalui SPK atau sistem internal Peserta. b) Pembuatan ... 111 b) Pembuatan batch DKE Warkat Debit oleh Peserta harus memenuhi persyaratan sesuai dengan buku pedoman penggunaan aplikasi SPK. 4) Pengiriman batch DKE Warkat Debit ke SSK Batch DKE Warkat Debit sebagaimana dimaksud dalam angka 3) dikirim ke SSK dengan ketentuan sebagai berikut: a) Pengiriman batch DKE Warkat Debit ke SSK dilakukan melalui SPK. b) Pengiriman batch DKE Warkat Debit sebagaimana dimaksud dalam huruf a) harus diikuti dengan penyampaian fisik Warkat Debit kepada Peserta pengirim. c) Pengiriman batch DKE Warkat Debit dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan waktu periode pengiriman batch DKE Warkat Debit yang ditetapkan oleh Penyelenggara. d) Dalam hal terjadi kegagalan pengiriman batch DKE Warkat Debit maka Peserta dapat mengirimkan kembali batch DKE Warkat Debit tersebut sepanjang periode waktu kegiatan pengiriman batch DKE Warkat Debit belum berakhir. e) Atas pengiriman batch DKE Warkat Debit sebagaimana dimaksud dalam huruf a), SSK akan mengirimkan konfirmasi status pengiriman batch DKE Warkat Debit ke SPK. 2. Mekanisme Perhitungan dalam Layanan Kliring Warkat Debit a. Setelah jam Layanan Kliring Pengembalian berakhir, Penyelenggara melakukan perhitungan Layanan Kliring Warkat Debit dengan memperhatikan kecukupan dana yang dimiliki oleh masing-masing Peserta. b. Perhitungan Layanan Kliring Warkat Debit sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: 1) Melakukan ... 112 1) Melakukan perhitungan tagihan atas DKE Warkat Debit outgoing pada Kliring Penyerahan dengan DKE Warkat Debit incoming pada Kliring Pengembalian untuk masing-masing Peserta pengirim. 2) Melakukan perhitungan kewajiban atas DKE Warkat Debit incoming pada Kliring Penyerahan dari Peserta lain dengan DKE Warkat Debit outgoing pada Kliring Pengembalian yang dikirim oleh Peserta yang bersangkutan. 3) Melakukan netting antara hasil perhitungan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dengan hasil perhitungan sebagaimana dimaksud dalam angka 2). c. Hasil perhitungan sebagaimana dimaksud dalam butir b.3) dapat berupa: 1) net kredit yaitu apabila total tagihan lebih besar dari total kewajiban Peserta; 2) net nihil yaitu apabila total tagihan sama dengan total kewajiban Peserta; atau 3) net debit yaitu apabila total tagihan lebih kecil dari total kewajiban Peserta. d. Dalam hal hasil perhitungan kliring menunjukkan net kredit sebagaimana dimaksud dalam butir c.1) atau net nihil sebagaimana dimaksud dalam butir c.2), seluruh DKE Warkat Debit yang diterima dinyatakan sebagai confirmed incoming DKE Warkat Debit. e. Dalam hal hasil perhitungan kliring menunjukkan net debit sebagaimana dimaksud dalam butir c.3), dilakukan perhitungan terhadap dana pada Prefund Debit, dengan ketentuan sebagai berikut: 1) DKE Warkat Debit yang diterima oleh Peserta dan didukung dengan dana yang cukup dinyatakan sebagai confirmed incoming DKE Warkat Debit. 2) Dalam hal DKE Warkat Debit yang diterima oleh Peserta tidak didukung dengan dana yang cukup, dinyatakan sebagai unconfirmed incoming DKE Warkat ... 113 Warkat Debit dan dikeluarkan dari perhitungan Layanan Kliring Warkat Debit. 3. Informasi Perhitungan Layanan Kliring Warkat Debit a. Penyelenggara menyediakan informasi hasil perhitungan Layanan Kliring Warkat Debit sebagaimana dimaksud dalam butir 2.c yang dapat diperoleh Peserta melalui SPK sesuai periode waktu yang ditetapkan oleh Penyelenggara. b. Apabila berdasarkan informasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a ketersediaan dana Prefund Debit tidak mencukupi untuk menyelesaikan perhitungan net debit maka Peserta wajib menambah Prefund Debit sampai dengan batas waktu yang ditetapkan oleh Penyelenggara dengan mengacu pada ketentuan mengenai penambahan Prefund Debit sebagaimana dimaksud dalam butir V.D.2. 4. Setelmen Dana Hasil Perhitungan Akhir dalam Layanan Kliring Warkat Debit a. Setelah batas waktu penambahan Prefund Debit berakhir, Penyelenggara melakukan perhitungan akhir untuk masing-masing Peserta. b. Dalam hal Peserta tidak melakukan penambahan Prefund Debit sampai dengan batas waktu yang ditetapkan oleh Penyelenggara maka DKE Warkat Debit yang tidak didukung dengan Prefund Debit yang cukup (unconfirmed DKE Warkat Debit) tidak diperhitungkan dan selanjutnya dibatalkan oleh SSK. c. Penyelenggara melakukan Setelmen Dana atas perhitungan akhir sebagaimana dimaksud dalam huruf a ke Rekening Setelmen Dana masing-masing Peserta dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Apabila hasil perhitungan akhir menunjukkan net kredit maka Setelmen Dana dilakukan dengan mengkredit Rekening Setelmen Dana Peserta sebesar total nilai net kredit. 2) Apabila hasil perhitungan akhir menunjukkan net nihil maka Setelmen Dana dilakukan dengan mengkredit ... 114 mengkredit Rekening Setelmen Dana Peserta sebesar nilai net nihil. 3) Apabila hasil perhitungan akhir menunjukkan net debit maka penyelesaian atas net debit tersebut dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: a) Posisi net debit akan mengurangi saldo dana tunai (cash Prefund). b) Dalam hal hasil pengurangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a) menunjukkan selisih positif atau selisih nihil maka Setelmen Dana dilakukan sebesar nilai nihil. c) Dalam hal hasil pengurangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a) menunjukkan selisih negatif maka Setelmen Dana dilakukan dengan cara sebagai berikut: (1) Mendebit Rekening Setelmen Dana Peserta yang bersangkutan sebesar selisih negatif tersebut. (2) Dalam hal Rekening Setelmen Dana Peserta yang bersangkutan sebagaimana pada angka (1) tidak mencukupi untuk menutup selisih negatif tersebut maka kekurangan dari selisih negatif yang telah diperhitungkan dengan dana pada Rekening Setelmen Peserta, dipenuhi dengan surat berharga Prefund). Mekanisme penggunaan surat berharga (collateral Prefund) mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai tata cara penggunaan fasilitas likuiditas intrahari. 5. Penyelesaian Unconfirmed DKE Warkat Debit a. Unconfirmed DKE Warkat Debit merupakan DKE Warkat Debit yang tidak diperhitungkan karena tidak didukung dengan dana yang cukup dari Peserta penerima. b. Warkat ... (collateral 115 b. Warkat Debit dari unconfirmed DKE Warkat Debit harus dikembalikan oleh Peserta penerima kepada Peserta pengirim melalui Perwakilan Peserta, dalam hal Warkat Debit tersebut tidak memenuhi persyaratan untuk dilakukan pembayaran. c. Peserta pengirim yang menerima unconfirmed DKE Warkat Debit harus menyelesaikan kewajiban pembayaran Warkat Debit sepanjang Warkat Debit tersebut memenuhi persyaratan untuk dilakukan pembayaran dan tersedia dana nasabah penarik yang cukup pada Peserta penerima. d. Penyelesaian kewajiban pembayaran Warkat Debit sebagaimana dalam huruf c dilakukan segera dengan memperhatikan kesepakatan antar Peserta sebagaimana diatur dalam peraturan asosiasi sistem pembayaran di Indonesia. e. Peserta penerima sebagaimana dimaksud dalam huruf a harus melaporkan tindak lanjut dan hasil penyelesaian unconfirmed DKE Warkat Debit kepada Penyelenggara paling lama 2 (dua) hari kerja sejak tanggal penyelesaian unconfirmed DKE Warkat Debit, dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.10. 6. Penerusan Dana kepada Nasabah Penerima Peserta pengirim wajib meneruskan dana kepada nasabah penerima sesuai amanat dalam Warkat Debit sesuai batas waktu yang ditetapkan dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai perlindungan nasabah pengguna SKNBI. 7. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam operasional Layanan Warkat Debit: a. Pembuatan DKE Warkat Debit dan batch DKE Warkat Debit 1) Pengisian field kode transaksi pada DKE Warkat Debit wajib mengacu pada kode transaksi sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.9. 2) Field ... 116 2) Field kode kota asal wajib diisi dengan kode kota kantor Peserta yang menerima Warkat Debit dari nasabah yang akan dikliringkan dalam Layanan Kliring Warkat Debit. 3) 1 (satu) batch DKE Warkat Debit paling banyak berisi 200 (dua ratus) transaksi atau 1 (satu) batch DKE Warkat Debit memiliki nilai nominal kurang dari Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah). b. Penolakan Warkat Debit karena adanya tindak pidana Dalam hal Warkat Debit ditolak karena diduga terkait suatu tindak pidana sesuai dengan surat keterangan dari pihak yang berwenang, berlaku ketentuan sebagai berikut: 1) Peserta penerima harus menahan Warkat Debit dan membuat surat keterangan yang menyatakan bahwa Peserta penerima telah menerima serta menahan Warkat Debit tersebut karena diduga terkait tindak pidana sesuai bukti lapor yang dikeluarkan oleh pihak yang berwenang, dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.12. 2) Pada saat Kliring Pengembalian, Peserta penerima menyampaikan: a) surat keterangan penahanan Warkat Debit dalam rangkap 2 (dua); b) fotokopi bukti lapor yang dikeluarkan oleh pihak yang berwenang; dan c) fotokopi Warkat Debit, kepada Peserta pengirim. 3) Berdasarkan dokumen yang diterima Peserta pengirim dari Peserta penerima pada Kliring Pengembalian, Peserta pengirim menyampaikan surat keterangan asli sebagaimana dimaksud dalam butir 2)a) kepada nasabah penagih. c. Penolakan ... 117 c. Penolakan Warkat Debit di luar mekanisme Kliring Pengembalian Dalam hal Peserta penerima dalam Kliring Penyerahan tidak dapat melakukan penolakan Warkat Debit yang seharusnya ditolak melalui mekanisme Kliring Pengembalian, antara lain karena adanya Keadaan Tidak Normal di Peserta penerima maka Peserta penerima harus segera menginformasikan hal tersebut kepada Peserta pengirim yang bersangkutan untuk diselesaikan secara bilateral. VIII. LAYANAN PEMBAYARAN REGULER A. Prinsip Umum 1. Dalam 1 (satu) hari operasional, Layanan Pembayaran Reguler dilakukan sebanyak 2 (dua) periode sesuai dengan jam layanan yang ditetapkan oleh Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.5. 2. Jenis transfer dana yang dapat diperhitungkan dalam Layanan Pembayaran Reguler adalah transfer dana yang berasal dari: a. perintah transfer dana dari 1 (satu) Peserta pengirim kepada 1 (satu) atau lebih nasabah di Peserta penerima; b. perintah transfer dana dari 1 (satu) atau lebih nasabah di Peserta pengirim kepada 1 (satu) Peserta penerima; c. perintah transfer dana dari 1 (satu) nasabah di Peserta pengirim kepada 1 (satu) atau lebih nasabah di Peserta penerima; dan d. perintah transfer dana dari 1 (satu) atau lebih nasabah di Peserta pengirim kepada 1 (satu) nasabah di Peserta penerima. 3. Nasabah sebagaimana dimaksud dalam angka 2 adalah nasabah yang memiliki rekening di Peserta. 4. Nilai nominal transfer dana sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dibatasi paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) per rincian transaksi. 5. Transfer ... 118 5. Transfer dana sebagaimana dimaksud dalam angka 2 diproses pada Layanan Pembayaran Reguler dalam bentuk DKE Pembayaran yang dihasilkan dari SPK. 6. DKE Pembayaran yang telah diterima oleh Penyelenggara tidak dapat diubah atau dibatalkan oleh Peserta. 7. Perhitungan Layanan Pembayaran Reguler dilakukan berdasarkan DKE Pembayaran yang didukung dengan dana yang cukup. 8. Setelmen Dana atas perhitungan sebagaimana dimaksud dalam angka 7 dilakukan ke Rekening Setelmen Dana PLU dan/atau Rekening Setelmen Dana Bank Pembayar. 9. Setelmen Dana sebagaimana dimaksud dalam angka 8 dilakukan 1 (satu) kali dalam setiap periode Layanan Pembayaran Regular. B. Operasional Layanan Pembayaran Reguler pada Setiap Periode 1. Pembuatan dan Pengiriman DKE Pembayaran dan Batch DKE Pembayaran a. Pembuatan DKE Pembayaran 1) Pembuatan DKE Pembayaran dilakukan oleh Peserta dengan cara sebagai berikut: a) Input DKE Pembayaran secara manual melalui SPK; atau b) interface DKE Pembayaran dengan cara: (1) import file dari media rekam elektronik ke SPK; atau (2) Straight Through Processing (STP) dari sistem internal Peserta ke SPK. 2) Pembuatan DKE Pembayaran sebagaimana dimaksud dalam angka 1) mengacu pada buku pedoman penggunaan aplikasi SPK. b. Pembuatan batch DKE Pembayaran 1) Pembuatan batch DKE Pembayaran dilakukan melalui SPK atau sistem internal Peserta. 2) Pembuatan batch DKE Pembayaran oleh Peserta mengacu pada buku pedoman penggunaan aplikasi SPK. c. Hal-hal ... 119 c. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan DKE Pembayaran dan batch DKE Pembayaran 1) Pengisian field kode transaksi pada DKE Pembayaran wajib mengacu pada kode transaksi sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.9. 2) Field kode kota asal wajib diisi dengan kode kota kantor Peserta yang menerima perintah transfer dana dari nasabah. 3) 1 (satu) batch DKE Pembayaran paling banyak berisi 10 (sepuluh) DKE Pembayaran atau 1 (satu) batch DKE Pembayaran memiliki nilai nominal paling banyak Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah). 4) Dalam 1 (satu) DKE Pembayaran paling banyak berisi 100 (seratus) rincian transaksi. d. Pengiriman batch DKE Pembayaran ke SSK Batch DKE Pembayaran sebagaimana dimaksud dalam huruf b dikirim ke SSK dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Pengiriman batch DKE Pembayaran oleh Peserta diatur sebagai berikut: a) Pengiriman batch DKE Pembayaran oleh Peserta dilakukan melalui SPK. b) Batch DKE Pembayaran yang dikirim oleh PLU dapat berupa: (1) batch DKE Pembayaran milik PLU yang bersangkutan; dan/atau (2) batch DKE Pembayaran milik PTL dalam hal PLU berfungsi sebagai Bank Penerus. c) Batch DKE Pembayaran yang dikirim oleh PLA hanya milik PLA yang bersangkutan. 2) Pengiriman batch DKE Pembayaran dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan periode waktu kegiatan pengiriman batch DKE Pembayaran yang ditetapkan oleh Penyelenggara. 3) Dalam ... 120 3) Dalam hal terjadi kegagalan pengiriman batch DKE Pembayaran maka Peserta dapat mengirimkan kembali batch DKE Pembayaran sepanjang periode waktu pengiriman batch DKE Pembayaran belum berakhir. 4) Atas pengiriman batch DKE Pembayaran sebagaimana dimaksud dalam angka 1), SSK akan mengirimkan konfirmasi status pengiriman batch DKE Pembayaran ke SPK. 2. Mekanisme Perhitungan dalam Layanan Pembayaran Reguler a. Selama periode waktu kegiatan pengiriman DKE Pembayaran, SSK melakukan perhitungan setiap batch DKE Pembayaran yang diterima dengan memperhatikan kecukupan dana yang dimiliki oleh Peserta. b. Dana yang dimiliki oleh Peserta sebagaimana dimaksud dalam huruf a bersumber dari: 1) dana tunai (cash Prefund) yang disediakan dalam Prefund Kredit; dan 2) confirmed incoming DKE Pembayaran, yaitu DKE Pembayaran masuk dari Peserta lainnya yang telah didukung dengan dana yang dimiliki oleh Peserta lain tersebut. c. DKE Pembayaran yang dikirim oleh Peserta dan didukung dengan dana sebagaimana dimaksud dalam huruf b dinyatakan sebagai confirmed outgoing DKE Pembayaran. 3. Informasi Perhitungan Layanan Pembayaran Reguler a. Penyelenggara menyediakan informasi hasil perhitungan Layanan Pembayaran Reguler sebagaimana dimaksud dalam butir 2.a yang dapat diperoleh Peserta melalui SPK secara seketika. b. Dalam hal PLU berfungsi sebagai Bank Penerus maka informasi hasil perhitungan sebagaimana dimaksud dalam huruf a mencakup hasil perhitungan PLU dan PTL. c. Apabila ... 121 c. Apabila berdasarkan informasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a masih terdapat DKE Pembayaran yang belum dapat diperhitungkan (unconfirmed DKE Pembayaran) karena belum didukung dengan dana yang cukup maka Peserta wajib menambah Prefund Kredit sampai batas waktu yang ditetapkan oleh Penyelenggara. Tata cara penambahan Prefund Kredit sebagaimana dimaksud dalam butir V.D.1. 4. Setelmen Hasil Perhitungan Akhir dalam Layanan Pembayaran Reguler a. Setelah batas waktu penambahan Prefund Kredit berakhir, Penyelenggara melakukan perhitungan akhir untuk masing-masing Peserta. b. Dalam hal setelah berakhirnya batas waktu sebagaimana dimaksud dalam huruf a Peserta masih memiliki unconfirmed DKE Pembayaran maka mekanisme penyelesaiannya mengacu pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 5. c. Dalam hal PLU berfungsi sebagai Bank Penerus maka hasil perhitungan akhir sebagaimana dimaksud dalam huruf a mencakup hasil perhitungan akhir PLU dan PTL. d. Penyelenggara melakukan Setelmen Dana atas hasil perhitungan akhir sebagaimana dimaksud dalam huruf a ke Rekening Setelmen Dana PLU dan/atau Rekening Setelmen Dana Bank Pembayar sebesar nilai hasil perhitungan akhir Layanan Pembayaran Reguler. 5. Penyelesaian Unconfirmed DKE Pembayaran Reguler a. Dalam hal terdapat unconfirmed DKE Pembayaran pada periode pertama maka unconfirmed DKE Pembayaran tersebut tidak secara otomatis akan diteruskan ke periode selanjutnya. Peserta harus mengirimkan kembali unconfirmed DKE Pembayaran tersebut pada periode kedua. b. Dalam ... 122 b. Dalam hal terdapat unconfirmed DKE Pembayaran pada periode kedua maka Peserta harus mengirimkan kembali unconfirmed DKE Pembayaran tersebut pada hari kerja berikutnya. c. Dalam hal penyelesaian unconfirmed DKE Pembayaran sebagaimana dimaksud dalam huruf b dilakukan pada hari kerja berikutnya, berlaku ketentuan sebagai berikut: 1) Peserta pengirim melaporkan hasil penyelesaian unconfirmed DKE Pembayaran kepada Penyelenggara paling lama 2 (dua) hari kerja sejak tanggal penyelesaian, dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.10. 2) Peserta pengirim memberikan kompensasi, jasa, dan/atau bunga kepada nasabah dengan mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai perlindungan kepada nasabah pengguna SKNBI. 6. Penerusan Dana kepada Nasabah Penerima Peserta penerima wajib meneruskan dana kepada nasabah penerima sesuai amanat dalam DKE Pembayaran yang diterima dari Peserta pengirim, sesuai batas waktu yang ditentukan dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai perlindungan nasabah pengguna SKNBI. IX. LAYANAN PENAGIHAN REGULER A. Prinsip Umum 1. Dalam 1 (satu) hari operasional, Layanan Penagihan Reguler dilakukan dalam 1 (satu) periode sesuai dengan jam layanan yang ditetapkan oleh Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.5. 2. Layanan Penagihan Reguler terdiri atas Penyerahan Tagihan dan Pengembalian Tagihan yang merupakan satu kesatuan siklus Layanan Penagihan Reguler. 3. Transfer ... 123 3. Transfer debit yang dapat diperhitungkan dalam Layanan Penagihan Reguler adalah transfer debit berupa tagihan rutin dari 1 (satu) nasabah di Peserta penagih untuk mendebit beberapa rekening nasabah di Peserta tertagih. 4. Dalam melaksanakan transfer debit sebagaimana dimaksud dalam angka 3, harus dilakukan berdasarkan: a. perjanjian Peserta penagih dengan nasabah penagih untuk meneruskan DKE Penagihan kepada Peserta tertagih; dan b. standing instruction dari nasabah tertagih kepada Peserta tertagih untuk melakukan pendebitan rekening dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.13, yang dibuat sebanyak 3 (tiga) rangkap untuk kepentingan sebagai berikut: 1) 1 (satu) lembar asli untuk Peserta tertagih, sebagai kuasa pendebitan rekening nasabah tertagih; dan 2) 2 (dua) lembar salinan masing-masing untuk nasabah tertagih dan nasabah penagih. 5. Standing instruction sebagaimana dimaksud dalam butir 4.b harus memuat nomor referensi standing instruction yang terdiri dari paling banyak 35 (tiga puluh lima) digit diawali dengan 4 (empat) digit pertama kode Peserta tertagih. 6. Seluruh Peserta harus menerima dan memproses permintaan dari nasabah tertagih untuk melaksanakan transfer debit sebagaimana dimaksud dalam angka 4. 7. Nilai nominal transfer debit sebagaimana dimaksud dalam angka 3 dibatasi paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) per rincian transaksi. 8. Transfer debit sebagaimana dimaksud dalam angka 3 diproses pada Layanan Penagihan Reguler dalam bentuk DKE Penagihan yang dihasilkan dari SPK. 9. DKE Penagihan yang telah diterima oleh Penyelenggara tidak dapat diubah atau dibatalkan oleh Peserta. 10. Perhitungan ... 124 10. Perhitungan Layanan Penagihan Reguler dilakukan berdasarkan DKE Penagihan yang didukung dengan dana yang cukup. 11. Setelmen Dana atas perhitungan sebagaimana dimaksud dalam angka 9 dilakukan ke Rekening Setelmen Dana masing-masing Peserta. 12. Setelmen Dana sebagaimana dimaksud dalam angka 10 dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) hari operasional. B. Operasional Layanan Penagihan Reguler 1. Pembuatan dan Pengiriman DKE Penagihan dan Batch DKE Penagihan a. Penyerahan Tagihan 1) Pembuatan DKE Penagihan a) Pembuatan DKE Penagihan dilakukan oleh Peserta dengan cara sebagai berikut: (1) input DKE Penagihan secara manual melalui SPK; atau (2) interface DKE Penagihandengan cara: (a) import file dari media rekam elektronik ke SPK; atau (b) Straight Through Processing (STP) dari sistem internal Peserta ke SPK. b) Pembuatan DKE Penagihan sebagaimana dimaksud dalam huruf a) mengacu pada buku pedoman penggunaan aplikasi SPK. 2) Pembuatan batch DKE Penagihan a) Pembuatan batch DKE Penagihan dilakukan melalui SPK atau sistem internal Peserta. b) Pembuatan batch DKE Penagihan oleh Peserta harus memenuhi persyaratan sesuai dengan buku pedoman penggunaan aplikasi SPK. 3) Pengiriman batch DKE Penagihan ke SSK Batch DKE Penagihan sebagaimana dimaksud dalam angka 2) dikirim ke SSK dengan ketentuan sebagai berikut: a) Pengiriman ... 125 a) Pengiriman batch DKE Penagihan ke SSK dilakukan melalui SPK. b) Pengiriman batch DKE Penagihan dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan periode waktu kegiatan pengiriman batch DKE Penagihan yang ditetapkan oleh Penyelenggara. c) Dalam hal terjadi kegagalan pengiriman batch DKE Penagihan maka Peserta dapat mengirimkan kembali batch DKE Penagihan tersebut sepanjang periode waktu kegiatan pengiriman batch DKE Penagihan belum berakhir. d) Atas pengiriman batch DKE Penagihan sebagaimana dimaksud dalam huruf a), SSK akan mengirimkan konfirmasi status pengiriman batch DKE Penagihan ke SPK. b. Pengembalian Tagihan 1) Proses Verifikasi a) Peserta melakukan verifikasi terhadap DKE Penagihan yang diterima dari SSK pada Penyerahan Tagihan. b) Dalam hal terdapat DKE Penagihan sebagaimana dimaksud dalam huruf a) yang harus dikembalikan maka pengembalian DKE Penagihan tersebut dilakukan melalui Pengembalian Tagihan sesuai dengan alasan penolakan DKE Penagihan sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.14. 2) Pembuatan DKE Penagihan a) Pembuatan DKE Penagihan pada Pengembalian Tagihan sebagaimana dimaksud dalam butir 1)b) dilakukan dengan cara sebagai berikut: (1) input DKE Penagihan secara manual melalui SPK; atau (2) interface ... 126 (2) interface DKE Penagihan dengan cara: (a) import file dari media rekam elektronik ke SPK; atau (b) Straight Through Processing (STP) dari sistem internal Peserta ke SPK. b) Pembuatan DKE Penagihan sebagaimana dimaksud dalam huruf a) disertai alasan penolakan dengan mengacu pada buku pedoman penggunaan aplikasi SPK. 3) Pembuatan batch DKE Penagihan a) Pembuatan batch DKE Penagihan dilakukan melalui SPK atau sistem internal Peserta. b) Pembuatan batch DKE Penagihan oleh Peserta harus memenuhi persyaratan sesuai dengan buku pedoman penggunaan aplikasi SPK. 4) Pengiriman batch DKE Penagihan ke SSK Batch DKE Penagihan sebagaimana dimaksud dalam angka 3) dikirim ke SSK dengan ketentuan sebagai berikut: a) Pengiriman batch DKE Penagihan ke SSK dilakukan melalui SPK. b) Pengiriman batch DKE Penagihan dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan periode waktu kegiatan pengiriman batch DKE Penagihan yang ditetapkan oleh Penyelenggara. c) Dalam hal terjadi kegagalan pengiriman batch DKE Penagihan maka Peserta dapat mengirimkan kembali batch DKE Penagihan tersebut sepanjang periode waktu kegiatan pengiriman batch DKE Penagihan belum berakhir. d) Atas pengiriman batch DKE Penagihan sebagaimana dimaksud dalam huruf a), SSK akan mengirimkan konfirmasi status pengiriman batch DKE Penagihan ke SPK. 2. Mekanisme ... 127 2. Mekanisme Perhitungan dalam Layanan Penagihan Reguler a. Setelah jam Layanan Penagihan Reguler berakhir, Penyelenggara melakukan perhitungan Layanan Penagihan Reguler dengan memperhatikan kecukupan dana yang dimiliki oleh masing-masing Peserta. b. Perhitungan Layanan Penagihan Reguler sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: 1) Melakukan perhitungan tagihan atas DKE Penagihan outgoing pada Penyerahan Tagihan dengan DKE Penagihan incoming pada Pengembalian Tagihan untuk masing-masing Peserta pengirim. 2) Melakukan perhitungan kewajiban atas DKE Penagihan incoming pada Penyerahan Tagihan dari Peserta lain dengan DKE Penagihan outgoing pada Pengembalian Tagihan yang dikirim oleh Peserta yang bersangkutan. 3) Melakukan netting antara hasil perhitungan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dengan hasil perhitungan sebagaimana dimaksud dalam angka 2). c. Hasil perhitungan sebagaimana dimaksud dalam butir b.3) dapat berupa: 1) net kredit yaitu apabila total tagihan lebih besar dari total kewajiban Peserta; 2) net nihil yaitu apabila total tagihan sama dengan total kewajiban Peserta; atau 3) net debit yaitu apabila total tagihan lebih kecil dari total kewajiban Peserta. d. Dalam hal hasil perhitungan kliring menunjukkan net kredit sebagaimana dimaksud dalam butir c.1) atau net nihil sebagaimana dimaksud dalam butir c.2), seluruh DKE Penagihan yang diterima dinyatakan sebagai confirmed incoming DKE Penagihan. e. Dalam hal hasil perhitungan kliring menunjukkan net debit sebagaimana dimaksud dalam butir c.3), dilakukan ... 128 dilakukan perhitungan terhadap dana pada Prefund Debit, dengan ketentuan sebagai berikut: 1) DKE Penagihan yang diterima oleh Peserta dan didukung dengan dana yang cukup dinyatakan sebagai confirmed incoming DKE Penagihan. 2) Dalam hal DKE Penagihan yang diterima oleh Peserta tidak didukung dengan dana yang cukup, dinyatakan sebagai unconfirmed incoming DKE Penagihan dan dikeluarkan dari perhitungan Layanan Penagihan Reguler. 3. Informasi Perhitungan Layanan Penagihan Reguler a. Penyelenggara menyediakan informasi hasil perhitungan Layanan Penagihan Reguler sebagaimana dimaksud dalam butir 2.c yang dapat diperoleh Peserta melalui SPK sesuai periode waktu yang ditetapkan oleh Penyelenggara. b. Apabila berdasarkan informasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a ketersediaan dana Prefund Debit tidak mencukupi untuk menyelesaikan perhitungan net debit maka Peserta wajib menambah Prefund Debit sampai dengan batas waktu yang ditetapkan oleh Penyelenggara dengan mengacu pada ketentuan mengenai penambahan Prefund Debit sebagaimana dimaksud dalam butir V.D.2. 4. Setelmen Dana Hasil Perhitungan Akhir dalam Layanan Penagihan Reguler a. Setelah batas waktu penambahan Prefund Debit berakhir, Penyelenggara melakukan perhitungan akhir untuk masing-masing Peserta. b. Dalam hal Peserta tidak melakukan penambahan Prefund Debit sampai dengan batas waktu yang ditetapkan oleh Penyelenggara maka DKE Penagihan yang tidak didukung dengan Prefund Debit yang cukup (unconfirmed DKE Penagihan) tidak diperhitungkan dan selanjutnya dibatalkan oleh SSK. c. Penyelenggara ... 129 c. Penyelenggara melakukan Setelmen Dana atas perhitungan akhir sebagaimana dimaksud dalam huruf a ke Rekening Setelmen Dana masing-masing Peserta dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Apabila hasil perhitungan akhir menunjukkan net kredit maka Setelmen Dana dilakukan dengan mengkredit Rekening Setelmen Dana Peserta sebesar total nilai net kredit. 2) Apabila hasil perhitungan akhir menunjukkan net nihil maka Setelmen Dana dilakukan dengan mengkredit Rekening Setelmen Dana Peserta sebesar nilai net nihil. 3) Apabila hasil perhitungan akhir menunjukkan net debit maka penyelesaian atas net debit tersebut dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: a) Posisi net debit akan mengurangi saldo dana tunai (cash Prefund). b) Dalam hal hasil pengurangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a) menunjukkan selisih negatif maka Setelmen Dana dilakukan dengan cara sebagai berikut: (1) Mendebit Rekening Setelmen Dana Peserta yang bersangkutan sebesar selisih negatif tersebut. (2) Dalam hal Rekening Setelmen Dana Peserta yang bersangkutan sebagaimana pada angka (1) tidak mencukupi untuk menutup selisih negatif tersebut maka kekurangan dari selisih negatif yang telah diperhitungkan dengan dana pada Rekening Setelmen Peserta, dipenuhi dengan surat berharga (collateral Prefund). Mekanisme penggunaan surat berharga (collateral Prefund) mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai fasilitas likuiditas intrahari. d. Pelaksanaan ... 130 d. Pelaksanaan Setelmen Dana pada perhitungan akhir sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilakukan apabila Prefund Debit setiap Peserta telah dapat menutup kewajiban atas hasil perhitungan masing- masing Peserta. 5. Penyelesaian Unconfirmed DKE Penagihan pada Layanan Penagihan Reguler a. Unconfirmed DKE Penagihan merupakan DKE Penagihan yang tidak diperhitungkan karena tidak didukung dengan dana yang cukup dari Peserta Penerima. b. Peserta pengirim yang menerima unconfirmed DKE Penagihan harus menyelesaikan kewajiban pembayaran sepanjang transfer debit memenuhi persyaratan untuk dilakukan pembayaran dan tersedia dana nasabah penarik yang cukup pada Peserta penerima. c. Peserta penerima sebagaimana dimaksud dalam huruf a harus melaporkan tindak lanjut dan hasil penyelesaian unconfirmed DKE Penagihan kepada Penyelenggara paling lama 2 (dua) hari kerja sejak tanggal penyelesaian unconfirmed DKE Penagihan, dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.10, serta memperhatikan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai perlindungan nasabah pengguna SKNBI 6. Penerusan Dana kepada Nasabah Penerima Peserta pengirim wajib meneruskan dana kepada nasabah penerima sesuai amanat dalam DKE Penagihan, dengan mengacu pada batas waktu yang ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai perlindungan nasabah pengguna SKNBI. 7. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan DKE Penagihan dan batch DKE Penagihan a. Pengisian field kode transaksi pada DKE Penagihan wajib mengacu pada kode transaksi sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.9. b. Field ... ditetapkan dalam 131 b. Field kode kota asal wajib diisi dengan kode kota kantor Peserta yang menerima perintah transfer debit dari nasabah. c. 1 (satu) batch DKE Penagihan paling banyak berisi 10 (sepuluh) DKE Penagihan atau 1 (satu) batch DKE Penagihan memiliki nilai nominal paling banyak Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah). d. Dalam 1 (satu) DKE Penagihan paling banyak berisi 100 (seratus) transaksi. X. PENYEDIAAN INFORMASI DALAM PENYELENGGARAAN SKNBI A. Data Individual Penyelengggaraan SKNBI 1. Penyelenggara menyediakan data hasil proses dalam penyelenggaraan SKNBI yang dapat diakses oleh masing- masing Peserta. 2. Data hasil proses dalam penyelenggaraan SKNBI sebagaimana dimaksud dalam angka 1 yang disediakan oleh Penyelenggara adalah data hasil proses 90 (sembilan puluh) hari kalender terakhir. 3. Data sebagaimana dimaksud dalam angka 1, terdiri atas data hasil proses pada: a. Layanan Transfer Dana; b. Layanan Kliring Warkat Debit; c. Layanan Pembayaran Reguler; dan d. Layanan Penagihan Reguler. 4. Data hasil proses sebagaimana dimaksud dalam angka 3 dapat diperoleh Peserta dengan cara download dari SSK yang meliputi: a. DKE confirmed outgoing; b. DKE confirmed incoming; c. DKE incoming; d. DKE outgoing; e. DKE yang di-reject oleh SSK; f. status pengiriman DKE; dan g. laporan-laporan hasil perhitungan DKE, dilakukan sesuai jam layanan SKNBI sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.5. B. Data ... 132 B. Data Hasil Perhitungan secara Agregat 1. Penyelenggara menyediakan fasilitas data hasil perhitungan setiap layanan SKNBI secara agregat. 2. Data hasil perhitungan dalam layanan SKNBI secara agregat sebagaimana dimaksud dalam angka 1 yang disediakan oleh Penyelenggara adalah data hasil perhitungan 90 (sembilan puluh) hari kalender terakhir. 3. Peserta yang akan menggunakan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam angka 1 harus mengajukan permohonan kepada Penyelenggara dengan mekanisme sebagai berikut: a. Peserta mengajukan surat permohonan yang ditandatangani oleh Pimpinan atau pejabat yang berwenang yang mempunyai spesimen tanda tangan di Penyelenggara dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.15. b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a ditujukan kepada Penyelenggara dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a. 4. Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 3, Penyelenggara memberikan tanggapan atas permohonan Peserta secara tertulis paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak surat permohonan diterima secara lengkap. 5. Dalam hal Peserta akan mengakhiri penggunaan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam angka 1, Peserta harus mengajukan permohonan penghentian penggunaan fasilitas tersebut kepada Penyelenggara dengan mengacu pada mekanisme sebagaimana dimaksud dalam angka 3. XI. WARKAT DEBIT DAN DOKUMEN KLIRING A. Warkat Debit 1. Jenis Warkat Debit Jenis Warkat Debit yang dapat diperhitungkan dalam Layanan Kliring Warkat Debit terdiri atas: a. cek ... 133 a. cek sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) yang ditarik baik atas beban nasabah Peserta atau atas beban Peserta; b. bilyet giro sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai bilyet giro; c. nota debit yaitu Warkat Debit yang digunakan untuk menagih dana pada Peserta lain untuk untung nasabah Peserta atau Peserta yang menyampaikan Nota Debit tersebut; dan d. Warkat Debit lainnya yang disetujui oleh Penyelenggara untuk dikliringkan. 2. Spesifikasi teknis Warkat Debit Jenis Warkat Debit sebagaimana dimaksud dalam angka 1 wajib memenuhi spesifikasi teknis sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.16. B. Dokumen Kliring 1. Dokumen kliring merupakan dokumen yang berfungsi sebagai alat kontrol dalam pelaksanaan pertukaran Warkat Debit. 2. Dokumen kliring sebagaimana dimaksud dalam angka 1 terdiri atas: a. Jenis dokumen kliring di Wilayah Kliring Otomasi: 1) BPWD Kliring Penyerahan; 2) BPWD Kliring Pengembalian; dan 3) kartu batch. b. Jenis dokumen kliring di Wilayah Kliring Manual: a) RWD Kliring Penyerahan; dan b) RWD Kliring Pengembalian. 3. Spesifikasi teknis dokumen kliring adalah sebagai berikut: a. Dokumen kliring sebagaimana dimaksud dalam butir 2.a wajib memenuhi spesifikasi teknis sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.17. b. Dokumen kliring sebagaimana dimaksud dalam butir 2.b harus menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.18. C. Prosedur ... 134 C. Prosedur Permohonan Pencetakan Warkat Debit dan/atau Dokumen Kliring 1. Warkat Debit sebagaimana dimaksud dalam butir A.1 wajib dicetak di perusahaan percetakan dokumen sekuriti yang telah memperoleh izin dari otoritas atau lembaga yang berwenang. 2. Dokumen kliring sebagaimana dimaksud dalam butir B.2.a dapat dicetak di perusahaan percetakan dokumen sekuriti yang telah memperoleh izin dari lembaga yang berwenang. 3. Sebelum melakukan pencetakan Warkat Debit dan/atau dokumen kliring, Peserta mengajukan surat permohonan pencetakan Warkat Debit dan/atau dokumen kliring dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.19, ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a atau KPwDN yang mewilayahi. 4. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 3 dilampiri dengan: a. fotokopi surat keterangan dari lembaga atau instansi yang berwenang yang menyatakan bahwa kertas yang digunakan dalam Warkat Debit telah sesuai dengan spesifikasi teknis Warkat Debit; b. surat pernyataan dari perusahaan percetakan dokumen sekuriti yang telah memperoleh izin dari lembaga atau instansi yang berwenang dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.20; dan c. spesimen Warkat Debit dan/atau dokumen kliring masing-masing sebanyak 100 (seratus) lembar dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Seluruh spesimen harus memenuhi ketentuan spesifikasi teknis Warkat Debit sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.16 dan dokumen kliring sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.17. 2) Seluruh ... 135 2) Seluruh spesimen harus dibubuhi tambahan tulisan “spesimen”, ”speciment”, ”cetak coba” atau tulisan lain yang semakna, dengan ukuran tulisan yang relatif besar dan menggunakan warna yang terang atau jelas. Tulisan tersebut ditulis pada bagian depan Warkat Debit dan/atau dokumen kliring, sehingga mudah dibedakan dengan Warkat Debit dan/atau dokumen kliring yang bukan merupakan spesimen Warkat Debit dan/atau dokumen kliring. 3) Seluruh lembar spesimen Warkat Debit harus telah dipisahkan dari lembar pertinggal. 4) Apabila spesimen Warkat Debit dan/atau dokumen kliring akan digunakan oleh Peserta di Wilayah Kliring Otomasi maka: a) pada bagian depan dari 5 (lima) lembar spesimen Warkat Debit dapat ditambahkan informasi dummy dalam bentuk tulisan yang antara lain mencakup nama penerima, jumlah nominal dalam angka dan huruf, tempat dan tanggal penerbitan atau penarikan, tanda tangan serta nama jelas penandatangan untuk dilakukan uji perekaman data spesimen Warkat Debit dalam bentuk salinan (image); b) pada clear band spesimen Warkat Debit dan/atau dokumen kliring harus dibubuhi informasi Magnetic Ink Character Recognition (MICR) code line guna dilakukan pengujian oleh Penyelenggara; dan c) pencantuman informasi Magnetic Ink Character Recognition (MICR) code line sebagaimana dimaksud dalam huruf b) harus sesuai dengan tata cara pencantuman Magnetic Ink Character Recognition (MICR) code line sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.21. 5. Spesimen ... 136 5. Spesimen Warkat Debit dan/atau dokumen kliring yang telah diisi informasi Magnetic Ink Character Recognition (MICR) code line sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.21 harus memenuhi syarat pengujian, sebagai berikut: a. tingkat penolakan Warkat Debit dan/atau dokumen kliring paling tinggi sampai dengan 2% (dua persen); dan b. salinan (image) spesimen Warkat Debit yang telah diambil rekaman gambarnya menunjukkan hasil yang baik yaitu tulisan pada salinan (image) Warkat Debet dapat terlihat cukup jelas. 6. Atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 3, Penyelenggara atau KPwDN memberikan persetujuan atau penolakan kepada Peserta paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak surat permohonan diterima secara lengkap dan benar. 7. Penolakan sebagaimana dimaksud dalam angka 6 dilakukan antara lain apabila hasil pengujian tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 5. 8. Dalam hal terdapat perubahan nama Peserta yang mengakibatkan perubahan Warkat Debit dan/atau dokumen kliring, permohonan pencetakan Warkat Debit dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Peserta yang berubah nama karena penggabungan atau peleburan harus mengajukan surat permohonan persetujuan pencetakan Warkat Debit dan/atau dokumen kliring dengan nama Peserta yang baru sebelum Warkat Debit dan/atau dokumen kliring lama diperkirakan habis, sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 sampai dengan angka 5. b. Warkat Debit dan/atau dokumen kliring dengan nama Peserta yang lama masih dapat dipergunakan dalam penyelenggaraan SKNBI sampai dengan persediaan Warkat Debit dan/atau dokumen kliring yang lama habis, dengan ketentuan sebagai berikut: 1) memperhatikan ... 137 1) memperhatikan aspek risiko keamanan dan risiko reputasi (corporate image) serta aspek kepercayaan nasabah terkait rencana penggunaan Warkat Debit; 2) mencoret nama Peserta yang lama pada Warkat Debit dan/atau dokumen kliring dan menambahkan nama Peserta yang baru dengan menggunakan ketikan, stempel, atau dengan cara sejenis lainnya; 3) khusus untuk perubahan nama Peserta yang diikuti dengan perubahan sandi kliring maka sandi kliring lama dalam bentuk MICR code line untuk Warkat Debit yang akan dikliringkan di Wilayah Pertukaran Otomasi harus disesuaikan menjadi sandi kliring yang baru dengan menggunakan stiker paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal efektif perubahan nama yang dikeluarkan oleh Penyelenggara; dan 4) untuk Warkat Debit berupa cek, bilyet giro, dan/atau Warkat Debit lainnya, antara lain voucher perjalanan (traveller’s cheque), voucher cinderamata (gift cheque), dengan nama Peserta lama yang telah beredar di masyarakat dan perubahan nama Peserta tersebut diikuti pula dengan perubahan sandi kliring maka Peserta penerima yang bermaksud melakukan penagihan cek, bilyet giro, dan/atau Warkat Debit lainnya dalam Layanan Kliring Warkat Debit harus menyesuaikan sandi kliring lama menjadi sandi kliring baru dengan menggunakan stiker. D. Tata Cara Penulisan Warkat Debit Dalam penulisan Warkat Debit perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1. Nilai nominal Warkat Debit dinyatakan dalam mata uang Rupiah. 2. Pencantuman ... 138 2. Pencantuman nilai nominal Warkat Debit dalam mata uang Rupiah ditulis secara lengkap dengan angka dan huruf dalam Bahasa Indonesia dan apabila diperlukan, dapat ditambahkan padanan katanya dalam Bahasa Inggris. 3. Penulisan nilai nominal dalam angka dan huruf serta pengisian redaksional Warkat Debit dilakukan dengan menggunakan huruf latin, kecuali untuk tanda tangan. 4. Penulisan dan/atau penandatanganan cek, bilyet giro, dan/atau Warkat Debit lainnya hendaknya menggunakan alat tulis atau sarana yang: a. tidak menyebabkan kerusakan dan/atau menyebabkan tulisan dalam cek , bilyet giro, dan/atau Warkat Debit lainnya sulit terbaca dengan jelas; dan/atau b. tidak mudah diubah. 5. Tambahan penulisan nilai nominal dengan peralatan apapun yang dimaksudkan untuk memperjelas nilai nominal, baik dalam angka dan huruf, misalnya dengan menggunakan peralatan tertentu seperti cheque-writer (protectograph) dianggap tidak ada, karena hasilnya dapat menimbulkan bermacam-macam penafsiran. 6. Penulisan cek, bilyet giro, dan Warkat Debit lainnya disarankan untuk tidak diperjelas dengan menggunakan fluorescent pen karena akan menimbulkan kesulitan untuk mendeteksi perubahan penulisan. Di samping itu, penggunaan alat tersebut pada angka nominal dapat menimbulkan cahaya sehingga akan menyulitkan penelitian dalam hal terjadi perubahan nilai nominal. Dalam hal masih terdapat Warkat Debit yang menggunakan fluorescent pen maka sebelum Peserta melakukan pembayaran hendaknya terlebih dahulu menghubungi nasabah yang bersangkutan untuk konfirmasi. XII. PERTUKARAN ... 139 XII. PERTUKARAN WARKAT DEBIT A. Prinsip Umum 1. Koordinator PWD menetapkan jadwal pertukaran Warkat Debit dengan mengacu pada rentang waktu jadwal pertukaran Warkat Debit yang ditetapkan oleh Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.5. 2. Jadwal pertukaran Warkat Debit sebagaimana dimaksud dalam angka 1 disampaikan kepada seluruh Perwakilan Peserta di Wilayah Kliring yang bersangkutan. 3. Pertukaran Warkat Debit sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dilakukan secara otomasi atau manual. 4. Warkat Debit yang dipertukarkan di Wilayah Kliring Otomasi wajib mencantumkan Magnetic Ink Character Recognition (MICR) code line sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.21. 5. Peserta harus menunjuk salah satu kantor Peserta di Wilayah Kliring sebagai Perwakilan Peserta. 6. Dalam rangka pertukaran Warkat Debit, Perwakilan Peserta harus menunjuk petugas kliring untuk melakukan kegiatan penyerahan, penerimaan, dan/atau pengambilan Warkat Debit pada Kliring Penyerahan dan Kliring Pengembalian. 7. Petugas kliring sebagaimana dimaksud dalam angka 5 dapat merupakan petugas internal Perwakilan Peserta atau petugas perusahaan jasa kurir yang diberi kuasa atau wewenang tertentu. 8. Perusahaan jasa kurir sebagaimana dimaksud dalam angka 6 harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Penyelenggara. B. Tanggungjawab Koordinator PWD 1. Menyusun Kebijakan dan Prosedur Tertulis (KPT) mengenai pelaksanaan pertukaran Warkat Debit Dalam rangka menjaga kelancaran pelaksanaan pertukaran Warkat Debit, Koordinator PWD melakukan hal-hal sebagai berikut: a. Koordinator ... 140 a. Koordinator PWD harus menyusun Kebijakan dan Prosedur Tertulis (KPT) mengenai pelaksanaan pertukaran Warkat Debit dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Kebijakan dan Prosedur Tertulis (KPT) merupakan aturan tertulis yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan yang berlaku di internal Koordinator PWD dan berlaku sebagai pedoman dalam kegiatan pertukaran Warkat Debit. 2) Kebijakan dan Prosedur Tertulis (KPT) dibuat paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal efektif sebagai Koordinator PWD. 3) Kebijakan dan Prosedur Tertulis (KPT) dibuat dalam Bahasa Indonesia, dengan mengacu pada ketentuan mengenai penyelenggaraan transfer dana dan kliring berjadwal paling kurang memuat materi sebagai berikut: a) pendahuluan; b) organisasi Koordinator PWD; c) pengelolaan administrasi Perwakilan Peserta; d) prosedur pertukaran Warkat Debit; e) penanganan Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat. Rincian cakupan minimum materi Kebijakan dan Prosedur Tertulis (KPT) diatur dalam “Pedoman Penyusunan Kebijakan dan Prosedur Tertulis (KPT) Pertukaran Warkat Debit” sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.22. b. Dalam hal terjadi perubahan ketentuan yang dikeluarkan oleh Penyelenggara yang berdampak pada materi Kebijakan dan Prosedur Tertulis (KPT), Koordinator PWD harus melakukan pengkinian Kebijakan dan Prosedur Tertulis (KPT) paling lama 6 (enam) bulan sejak terjadinya perubahan materi dan ketentuan tersebut. 2. Menyediakan ... 141 2. Menyediakan sarana dan prasarana dalam rangka pertukaran Warkat Debit Dalam rangka penyediaan sarana dan prasarana pertukaran Warkat Debit, Koordinator PWD menyediakan fasilitas pertukaran warkat sebagai berikut: a. Untuk Wilayah Kliring Otomasi paling kurang: 1) mesin penera waktu; 2) telepon; 3) sarana penerimaan Warkat Debit; 4) sistem pilah Warkat Debit; dan 5) sarana pengarsipan. b. Untuk Wilayah Kliring Manual paling kurang: 1) mesin penera waktu; 2) telepon; 3) ruangan dan fasilitas pendukung untuk pelaksanaan pertukaran Warkat Debit, antara lain berupa meja dan kursi; 4) daftar hadir; dan 5) sarana pengarsipan. 3. Menjaga kelancaran pelaksanaan pertukaran Warkat Debit Dalam menjaga kelancaran pelaksanaan pertukaran Warkat Debit, Koordinator PWD melakukan antara lain hal-hal sebagai berikut: a. Koordinator PWD di Wilayah Kliring Otomasi: 1) menyelenggarakan pertukaran Warkat Debit sesuai dengan jadwal yang ditetapkan oleh Koordinator PWD; 2) melakukan upaya untuk menjamin kehandalan sistem penerimaan Warkat Debit dan sistem pilah Warkat Debit; dan 3) menetapkan langkah yang harus dilakukan apabila terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat dengan sejauh mungkin menghindari alternatif penghentian pelaksanaan pertukaran Warkat Debit. b. Koordinator ... 142 b. Koordinator PWD di Wilayah Kliring Manual: 1) memantau pelaksanaan pertukaran Warkat Debit; 2) memastikan pelaksanaan pertukaran Warkat Debit dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang ditetapkan oleh Koordinator PWD; dan 3) menetapkan langkah yang harus dilakukan apabila terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat dengan sejauh mungkin menghindari alternatif penghentian pelaksanaan pertukaran Warkat Debit. 4. Mengelola administrasi kepesertaan pertukaran Warkat Debit Dalam rangka mengelola administrasi kepesertaan pertukaran Warkat Debit di Wilayah Kliring, Koordinator PWD melakukan antara lain hal-hal sebagai berikut: a. mengadministrasikan data Perwakilan Peserta dan petugas kliring; b. menginformasikan penambahan dan/atau perubahan data Perwakilan Peserta kepada seluruh Perwakilan Peserta di Wilayah Kliring yang bersangkutan; dan c. menyediakan TPPK tanpa foto atau TPPK dengan menggunakan foto sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir XII.I.2. 5. Menyediakan fasilitas penyelesaian permasalahan dalam proses Warkat Debit Koordinator PWD menyediakan fasilitas penyelesaian permasalahan dalam pelaksanaan pertukaran Warkat Debit bagi Perwakilan Peserta. 6. Menyediakan sarana kontinjensi pertukaran Warkat Debit pada saat terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat Koordinator PWD harus menyediakan sarana kontinjensi pertukaran Warkat Debit agar kegiatan pertukaran Warkat Debit tetap dapat dilaksanakan, antara lain lokasi back-up pertukaran Warkat Debit dan sistem cadangan pilah Warkat Debit. C. Pendaftaran ... 143 C. Pendaftaran atau Perubahan Perwakilan Peserta 1. Pendaftaran Perwakilan Peserta a. Calon Perwakilan Peserta di suatu Wilayah Kliring mengajukan surat permohonan pendaftaran sebagai Perwakilan Peserta beserta tanggal efektif Perwakilan Peserta dan daftar petugas kliring dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.23. b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a ditandatangani oleh pimpinan atau pejabat yang berwenang mewakili calon Perwakilan Peserta dan disampaikan kepada: 1) Koordinator PWD di Wilayah Kliring Jakarta dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a, bagi calon Perwakilan Peserta yang berada di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; atau 2) Koordinator PWD di Wilayah Kliring yang bersangkutan, bagi calon Perwakilan Peserta yang berada di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia. c. Berdasarkan surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Koordinator PWD melakukan hal-hal sebagai berikut: 1) memberitahukan secara tertulis kepada Perwakilan Peserta yang bersangkutan mengenai: a) persetujuan sebagai Perwakilan Peserta; b) penyediaan stempel dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.1; dan c) waktu pengambilan TPPK, paling lambat 5 (lima) hari kerja sebelum tanggal efektif Perwakilan Peserta; dan 2) memberitahukan ... 144 2) memberitahukan tanggal efektif Perwakilan Peserta paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal efektif kepada seluruh Perwakilan Peserta di Wilayah Kliring yang bersangkutan. d. Pengambilan TPPK dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Dalam hal pengambilan TPPK dilakukan oleh petugas internal Perwakilan Peserta maka petugas yang bersangkutan harus menunjukkan surat sebagaimana dimaksud dalam butir c.1). 2) Dalam hal pengambilan TPPK dilakukan oleh petugas jasa kurir maka petugas yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam butir c.1) dan surat kuasa pengambilan TPPK dari Perwakilan Peserta. 2. Perubahan Perwakilan Peserta dan Petugas Kliring a. Peserta dapat melakukan perubahan Perwakilan Peserta dan/atau petugas kliring di suatu Wilayah Kliring karena pertimbangan internal Peserta. b. Dalam hal Peserta akan melakukan perubahan Perwakilan Peserta maka Perwakilan Peserta pengganti mengajukan surat permohonan perubahan Perwakilan Peserta beserta tanggal efektif perubahan Perwakilan Peserta kepada Koordinator PWD dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.24. c. Dalam hal perubahan Perwakilan Peserta sebagaimana dimaksud dalam huruf b berdampak terhadap perubahan petugas kliring maka surat permohonan dilengkapi dengan daftar petugas kliring pengganti. d. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf b ditandatangani oleh Pimpinan atau pejabat yang berwenang mewakili Perwakilan Peserta pengganti dan disampaikan kepada: 1) Koordinator ... harus menunjukkan surat 145 1) Koordinator PWD di Wilayah Kliring Jakarta dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a, bagi Perwakilan Peserta yang berada di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; atau 2) Koordinator PWD di Wilayah Kliring yang bersangkutan, bagi Perwakilan Peserta yang berada di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia. e. Berdasarkan surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf c, Koordinator PWD melakukan hal-hal sebagai berikut: 1) memberitahukan secara tertulis kepada Perwakilan Peserta pengganti mengenai: a) persetujuan perubahan Perwakilan Peserta; b) penyediaan stempel kliring dan stempel kliring dibatalkan dengan mengacu pada Lampiran II.1; dan c) waktu pengambilan TPPK, apabila perubahan Perwakilan Peserta dan/atau petugas kliring berdampak pada perubahan TPPK, paling lama 5 (lima) hari kerja sebelum tanggal efektif perubahan Perwakilan Peserta. 2) memberitahukan tanggal efektif perubahan Perwakilan Peserta paling lama 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal efektif kepada seluruh Perwakilan Peserta di Wilayah Kliring yang bersangkutan. 3) memberikan TPPK kepada Perwakilan Peserta pengganti apabila perubahan Perwakilan Peserta tersebut berdampak pada perubahan TPPK sesuai dengan waktu pengambilan sebagaimana dimaksud dalam butir 1)c) dengan cara pengambilan mengacu pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir 1.d. f. Dalam ... 146 f. Dalam hal terdapat perubahan petugas kliring maka berlaku ketentuan sebagai berikut: 1) Perwakilan Peserta menyampaikan surat permohonan dengan mengacu pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf b, huruf c, dan huruf d. 2) Berdasarkan surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1), Koordinator PWD menginformasikan waktu pengambilan TPPK, apabila perubahan petugas kliring berdampak pada perubahan TPPK. g. TPPK baru akan diberikan apabila Perwakilan Peserta telah menyerahkan TPPK lama kepada Koordinator PWD. Dalam hal TPPK lama hilang maka Perwakilan Peserta harus membuat surat pernyataan kehilangan TPPK dan segala risiko menjadi tanggung jawab Peserta. D. Tata Cara Pertukaran Warkat Debit di Wilayah Kliring Otomasi 1. Kegiatan di Perwakilan Peserta Dalam rangka kegiatan pertukaran Warkat Debit, petugas di Perwakilan Peserta melakukan kegiatan sebagai berikut: a. mencantumkan informasi Magnetic Ink Character Recognition (MICR) code line pada Warkat Debit dan dokumen kliring dengan tata cara sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.21; b. membubuhkan stempel kliring pada setiap Warkat Debit dan dokumen kliring dengan ketentuan sebagai berikut: 1) stempel kliring tidak boleh mengenai clear band; 2) stempel kliring tidak boleh menutupi angka nominal; 3) dalam hal pada Warkat Debit telah terdapat stempel kliring maka stempel kliring yang terdahulu harus dibatalkan dengan stempel kliring dibatalkan dan diparaf oleh pejabat yang berwenang dari Perwakilan Peserta yang bersangkutan; dan 4) khusus ... 147 4) khusus untuk zona 4, tanggal kliring yang dicantumkan dalam stempel kliring adalah tanggal DKE Warkat Debit diperhitungkan oleh Penyelenggara, dengan format stempel kliring dan stempel kliring dibatalkan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.1; dan c. menyusun bundel Warkat Debit dengan urutan sebagai berikut: 1) BPWD-Kliring Penyerahan atau BPWD-Kliring Pengembalian; 2) kartu batch; dan 3) Warkat Debit. Jumlah nominal dalam 1 (satu) bundel Warkat Debit paling banyak kurang dari Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah). 2. Kegiatan di Kantor Koordinator PWD Kegiatan pertukaran Warkat Debit di kantor Koordinator PWD dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Petugas kliring melakukan kegiatan sebagai berikut: 1) mencantumkan waktu penyerahan bundel Warkat Debit pada BPWD-Kliring Penyerahan atau BPWD-Kliring Pengembalian; dan 2) menyerahkan bundel Warkat Debit kepada petugas Koordinator PWD dengan menunjukkan TPPK. b. Petugas Koordinator PWD melakukan kegiatan sebagai berikut: 1) memastikan adanya TPPK; 2) menerima bundel Warkat Debit dari petugas kliring; 3) memeriksa persyaratan kelengkapan informasi pada BPWD-Kliring Penyerahan atau BPWD- Kliring Pengembalian dan kartu batch, yang meliputi: a) pencantuman ... 148 a) pencantuman waktu penyerahan bundel Warkat Debit sesuai dengan jadwal pertukaran Warkat Debit; b) pencantuman stempel kliring; c) pencantuman nama dan tanda tangan; dan d) pencocokan kode Peserta dengan kode Peserta yang terdapat pada TPPK. Pemeriksaan dilakukan hanya untuk memeriksa kelengkapan, bukan untuk memeriksa keabsahan informasi yang tercantum dalam BPWD-Kliring Penyerahan atau BPWD-Kliring Pengembalian. Keabsahan informasi pada BPWD-Kliring Penyerahan atau BPWD-Kliring Pengembalian termasuk kebenaran tanda tangan dan nama yang tercantum pada BPWD-Kliring Penyerahan atau BPWD-Kliring Pengembalian, sepenuhnya menjadi tanggung jawab Perwakilan Peserta dan bukan merupakan tanggung jawab Koordinator PWD; 4) dalam hal persyaratan kelengkapan informasi pada BPWD-Kliring Penyerahan atau BPWD- Kliring Pengembalian sebagaimana dimaksud dalam angka 3) telah dipenuhi, melakukan hal- hal sebagai berikut: a) mengembalikan BPWD-Kliring Penyerahan atau BPWD-Kliring Pengembalian yang telah disetujui secara otomasi oleh petugas Koordinator PWD kepada petugas kliring sebagai tanda terima bundel Warkat Debit; b) memilah Warkat Debit berdasarkan Peserta penerima secara otomasi; dan c) mendistribusikan Warkat Debit dan laporan hasil pilah Warkat Debit kepada petugas kliring sesuai dengan jadwal yang ditetapkan oleh Koordinator PWD; 5) dalam ... 149 5) dalam hal persyaratan kelengkapan informasi pada BPWD-Kliring Penyerahan atau BPWD- Kliring Pengembalian sebagaimana dimaksud dalam angka 3) tidak dipenuhi, melakukan hal- hal sebagai berikut: a) membatalkan waktu penyerahan BPWD, dengan cara mencoret dan menuliskan alasan pembatalan serta membubuhkan paraf pada BPWD-Kliring Penyerahan atau BPWD-Kliring Pengembalian; dan b) mengembalikan BPWD-Kliring Penyerahan atau BPWD-Kliring Pengembalian dan bundel Warkat Debit kepada petugas kliring. c. Dalam hal proses persetujuan BPWD-Kliring Penyerahan atau BPWD-Kliring Pengembalian secara otomasi tidak dapat dilakukan, Koordinator PWD melakukan kegiatan sebagai berikut: 1) menginformasikan mekanisme penyerahan bundel Warkat Debit Kliring Penyerahan atau Kliring Pengembalian dengan menggunakan daftar bundel Warkat Debit yang diserahkan dalam Kliring Penyerahan atau Kliring Pengembalian sebagai pengganti BPWD-Kliring Penyerahan atau BPWD-Kliring Pengembalian; dan 2) membuat daftar bundel Warkat Debit sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dalam rangkap 2 (dua) dengan mengacu pada format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.25. d. Dalam hal pada saat proses pemilahan Warkat Debit sebagaimana dimaksud dalam butir b.4)b) terdapat Warkat Debit reject yaitu Warkat Debit yang tidak dapat diproses secara otomasi, yang mencapai lebih dari 2% (dua persen), Koordinator PWD mengenakan biaya atas kelebihan Warkat Debit yang tidak dapat diproses. 3. Fasilitas ... 150 3. Fasilitas yang disediakan oleh Koordinator PWD a. Fasilitas pengujian kualitas Magnetic Ink Character Recognition (MICR) code line 1) Dalam rangka menjaga kelancaran pertukaran Warkat Debit di Wilayah Kliring Otomasi, Koordinator PWD menyediakan fasilitas pengujian kualitas Magnetic Ink Character Recognition (MICR) code line pada Warkat Debit dan kartu batch. 2) Dalam hal Peserta akan memanfaatkan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam angka 1), Peserta mengajukan surat permohonan pemanfaatan fasilitas dimaksud kepada Koordinator PWD di Wilayah Kliring Otomasi. 3) Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 2) dilengkapi dengan spesimen Warkat Debit dan/atau dokumen kliring yang akan dilakukan pengujian masing-masing sebanyak 100 (seratus) lembar. 4) Koordinator PWD menyampaikan hasil pengujian atas spesimen Warkat Debit dan/atau dokumen kliring kepada Peserta paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap. b. Fasilitas salinan Warkat Debit Koordinator PWD dapat menyediakan salinan Warkat Debit yang telah diproses secara otomasi dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Permintaan salinan Warkat Debit diajukan secara tertulis oleh pejabat Perwakilan Peserta yang berwenang dengan menyebutkan alasan permintaan dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.26. 2) Permintaan salinan Warkat Debit sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dilakukan paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak Warkat Debit tersebut dikliringkan. 3) Dalam ... 151 3) Dalam hal salinan Warkat Debit tidak dapat diberikan akibat kerusakan pada mesin pilah Warkat Debit dan Peserta dapat membuktikan bahwa Warkat Debit tersebut telah diproses oleh Koordinator PWD maka Koordinator PWD memberikan surat keterangan bahwa Warkat Debit tersebut telah diproses sebagai pengganti salinan Warkat Debit. 4) Apabila salinan Warkat Debit sebagaimana dimaksud dalam angka 3) digunakan sebagai dasar pembukuan rekening nasabah maka segala konsekuensi yang timbul atas pembukuan tersebut merupakan tanggung jawab Peserta. 5) Dalam hal Peserta penerima akan melakukan penolakan terhadap DKE Warkat Debit, namun Warkat Debit yang telah diproses secara otomasi dalam Kliring Penyerahan hilang sebelum Kliring Pengembalian maka Peserta penerima dapat menolak DKE Warkat Debit yang hilang tersebut melalui mekanisme Kliring Pengembalian dengan melampirkan salinan Warkat Debit dan surat keterangan hilang dari Peserta penerima yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dari Peserta penerima. E. Tata Cara Pertukaran Warkat Debit di Wilayah Kliring Manual 1. Kegiatan di Perwakilan Peserta Dalam rangka kegiatan pertukaran Warkat Debit, petugas di Perwakilan Peserta melakukan kegiatan sebagai berikut: a. memilah Warkat Debit berdasarkan Peserta penerima; b. menyiapkan RWD-Kliring Penyerahan atau RWD- Kliring Pengembalian sebanyak 2 (dua) rangkap yang dibubuhi stempel kliring dan tanda tangan serta nama petugas Perwakilan Peserta dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.18; c. membubuhkan ... 152 c. membubuhkan stempel kliring pada setiap Warkat Debit dengan ketentuan sebagai berikut: 1) stempel kliring tidak boleh menutupi angka nominal; dan 2) dalam hal pada Warkat Debit telah terdapat stempel kliring maka stempel kliring yang terdahulu harus dibatalkan dengan stempel kliring dibatalkan dan diparaf oleh pejabat yang berwenang dari Perwakilan Peserta yang bersangkutan, dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.1. 2. Kegiatan di Kantor Koordinator PWD Kegiatan pertukaran Warkat Debit di kantor Koordinator PWD dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Petugas kliring melakukan kegiatan sebagai berikut: 1) mencantumkan waktu penyerahan pada RWD- Kliring Penyerahan Pengembalian; 2) menyerahkan kepada petugas kliring penerima: a) Warkat Debit; dan b) lembar pertama RWD-Kliring Penyerahan atau RWD-Kliring Pengembalian; 3) menerima dari petugas kliring pengirim: a) Warkat Debit; dan b) lembar kedua RWD-Kliring Penyerahan atau RWD-Kliring Pengembalian; 4) membubuhkan tanda tangan dan mencantumkan nama petugas kliring pada lembar pertama RWD- Kliring Penyerahan atau RWD-Kliring atau RWD-Kliring Pengembalian yang diterima dari petugas kliring lainnya dan mengembalikan kepada petugas kliring yang menyerahkan sebagai bukti penyerahan Warkat Debit. b. Petugas ... 153 b. Petugas Koordinator PWD memantau dan memastikan pelaksanaan pertukaran Warkat Debit dilakukan sesuai jadwal yang ditetapkan. F. Kehadiran Petugas Kliring pada saat Kliring Penyerahan dan Kliring Pengembalian 1. Pertukaran Warkat Debit di Wilayah Kliring Otomasi a. Pada saat Kliring Penyerahan dan Kliring Pengembalian, petugas kliring harus hadir dan menyerahkan Warkat Debit kepada Koordinator PWD pada tempat dan jadwal yang telah ditetapkan. b. Dalam hal petugas kliring menyerahkan Warkat Debit setelah batas akhir jadwal pertukaran warkat yang telah ditetapkan Koordinator PWD maka: 1) petugas Koordinator PWD dapat menolak Warkat Debit yang diserahkan; dan 2) dalam hal Koordinator PWD menolak Warkat Debit sebagaimana dimaksud dalam angka 1), petugas kliring yang bersangkutan bertanggung jawab untuk mendistribusikan Warkat Debit yang terlambat tersebut kepada Perwakilan Peserta penerima. c. Petugas kliring harus menerima Warkat Debit sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan oleh Koordinator PWD. 2. Pertukaran Warkat Debit di Wilayah Kliring Manual a. Pada saat Kliring Penyerahan dan Kliring Pengembalian, petugas kliring harus hadir dan menyerahkan dan/atau menerima Warkat Debit pada tempat dan jadwal yang telah ditetapkan oleh Koordinator PWD. b. Dalam hal petugas kliring hadir melewati batas akhir jadwal pertukaran warkat yang ditetapkan Koordinator PWD maka petugas kliring bertanggung jawab untuk menyerahkan Warkat Debit secara langsung kepada Perwakilan Peserta penerima. c. Petugas ... 154 c. Petugas kliring dinyatakan tidak hadir apabila petugas kliring tidak datang pada tempat dan jadwal yang telah ditetapkan oleh Koordinator PWD sampai dengan 30 (tiga puluh) menit sejak batas akhir jadwal pertukaran Warkat Debit. d. Dalam hal petugas kliring tidak hadir atau dinyatakan tidak hadir sebagaimana dimaksud dalam huruf c maka petugas Koordinator PWD meminta petugas kliring pengirim untuk mengambil Warkat Debit yang sebelumnya akan diserahkan kepada petugas kliring yang tidak hadir. Segala risiko dan dampak akibat ketidakhadiran petugas kliring dimaksud menjadi tanggung jawab Perwakilan Peserta bersangkutan sepenuhnya. G. Perubahan Jadwal Pertukaran Warkat Debit 1. Perubahan jadwal pertukaran Warkat Debit di suatu Wilayah Kliring dapat dilakukan berdasarkan permintaan Perwakilan Peserta yang mengalami Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat di Wilayah Kliring. 2. Perubahan jadwal pertukaran Warkat Debit sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Perwakilan Peserta mengajukan permohonan perubahan jadwal pertukaran Warkat Debit kepada Koordinator PWD yang disertai dengan alasan. b. Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Koordinator PWD menyetujui atau menolak permohonan perubahan jadwal pertukaran Warkat Debit. c. Dalam hal permohonan perubahan jadwal pertukaran Warkat Debit disetujui, Koordinator PWD melakukan hal-hal sebagai berikut: 1) menginformasikan kepada Perwakilan Peserta yang bersangkutan secara tertulis mengenai persetujuan atas permohonan perubahan jadwal pertukaran Warkat Debit; dan 2) mengumumkan ... yang 155 2) mengumumkan kepada seluruh Perwakilan Peserta di Wilayah Kliring tersebut mengenai perubahan jadwal pertukaran Warkat Debit. d. Dalam hal permohonan Perwakilan Peserta sebagaimana dimaksud dalam huruf a mencakup permohonan perubahan jam Layanan Kliring Warkat Debit maka: 1) Koordinator PWD mengajukan permohonan perpanjangan jam Layanan Kliring Warkat Debit kepada Penyelenggara dengan melampirkan surat permohonan yang diajukan oleh Perwakilan Peserta. 2) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) disampaikan secara tertulis dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a yang penyampaiannya dapat didahului melalui faksimile atau sarana lainnya. 3) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) disetujui, Koordinator PWD mengumumkan perubahan jam Layanan Kliring Warkat Debit kepada seluruh Perwakilan Peserta di Wilayah Kliring yang bersangkutan. H. Penggunaan Perusahaan Jasa Kurir 1. Ruang lingkup kegiatan perusahaan jasa kurir Kegiatan Perwakilan Peserta yang dapat dilakukan oleh perusahaan jasa kurir meliputi kegiatan sebagai berikut: a. penyerahan bundel Warkat Debit kepada petugas Koordinator PWD pada Kliring Penyerahan dan Kliring Pengembalian; b. penerimaan BPWD-Kliring Penyerahan dan/atau BPWD-Kliring Pengembalian dari petugas Koordinator PWD; c. penerimaan ... 156 c. penerimaan Warkat Debit dan laporan hasil proses Warkat Debit pada Kliring Penyerahan dan Kliring Pengembalian dari petugas Koordinator PWD; d. penerimaan salinan Warkat Debit hasil Kliring Penyerahan dari petugas Koordinator PWD; dan/atau e. penerimaan surat pemberitahuan dan/atau surat yang bersifat tidak rahasia dari Koordinator PWD. 2. Persyaratan perusahaan jasa kurir Perusahaan jasa kurir yang dapat ditunjuk oleh Perwakilan Peserta harus berbentuk Perseroan Terbatas dan terdaftar di instansi yang berwenang sebagai perusahaan jasa kurir yang dibuktikan dengan Tanda Daftar Perusahaan yang masih berlaku. 3. Persyaratan penggunaan perusahaan jasa kurir a. Penggunaan perusahaan jasa kurir oleh Perwakilan Peserta harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: 1) efisiensi, keamanan, dan kecepatan dalam penyampaian Warkat Debit dengan tidak mengurangi jam pelayanan kepada nasabah; 2) jumlah Perwakilan Peserta lain yang telah dilayani oleh perusahaan jasa kurir tersebut; dan 3) kredibilitas perusahaan jasa kurir serta pengurus perusahaan jasa kurir. b. Dalam hal Perwakilan Peserta menggunakan perusahaan jasa kurir maka kegiatan pertukaran Warkat Debit harus dilakukan oleh petugas jasa kurir kecuali terjadi Keadaan Darurat dan/atau kondisi tertentu berdasarkan pertimbangan Koordinator PWD, yang mengakibatkan perusahaan jasa kurir tidak dapat melakukan kewajibannya. c. Dalam hal terjadi keadaan sebagaimana dimaksud dalam huruf b, kegiatan pertukaran Warkat Debit dilakukan oleh petugas internal Perwakilan Peserta. d. Dalam ... 157 d. Dalam hal terjadi keadaan sebagaimana dimaksud dalam huruf c, petugas internal Perwakilan Peserta menyampaikan surat pemberitahuan kepada Koordinator PWD. Surat pemberitahuan tersebut harus ditandatangani oleh pimpinan atau pejabat yang berwenang mewakili Perwakilan Peserta yang bersangkutan dengan menyebutkan alasan dan nama petugas yang ditunjuk untuk melakukan kegiatan pertukaran Warkat Debit dan disampaikan paling lambat pada saat melakukan kegiatan pertukaran Warkat Debit dengan menunjukkan kartu identitas pegawai yang menggunakan foto. 4. Tata Cara Penggunaan Perusahaan Jasa Kurir a. Penggunaan perusahaan jasa kurir harus didasarkan pada perjanjian antara Peserta atau Perwakilan Peserta dengan perusahaan jasa kurir yang paling kurang memuat pengaturan mengenai hal-hal sebagai berikut: 1) Kewajiban petugas jasa kurir untuk mencocokkan: a) jumlah bundel Warkat Debit yang diserahkan kepada Koordinator PWD pada saat Kliring Penyerahan dengan jumlah Bukti BPWD- Kliring Penyerahan yang diterima dari Koordinator PWD; dan b) jumlah bundel Warkat Debit yang diserahkan kepada Koordinator PWD pada saat Kliring Pengembalian dengan jumlah BPWD-Kliring Pengembalian yang diterima dari Koordinator PWD. 2) Kewajiban perusahaan jasa kurir untuk melakukan tindakan pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya penyalahgunaan ataupun kesalahan yang dapat merugikan Perwakilan Peserta, nasabah, maupun masyarakat luas baik secara langsung maupun tidak langsung. 3) Kewajiban ... 158 3) Kewajiban perusahaan jasa kurir untuk memperhatikan aspek keamanan dalam penggunaan sarana yang dipakai dalam pengemasan bundel Warkat Debit dan laporan hasil proses pertukaran Warkat Debit. 4) Pemberian kuasa dari Perwakilan Peserta kepada perusahaan jasa kurir untuk melakukan penyerahan dan penerimaan dalam kegiatan pertukaran Warkat Debit. b. Penunjukan dan penggantian perusahaan jasa kurir wajib diberitahukan kepada Koordinator PWD paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum tanggal efektif penggunaan perusahaan jasa kurir oleh Perwakilan Peserta, dengan melampirkan fotokopi perjanjian sebagaimana dimaksud dalam huruf a. 5. Kewajiban Perwakilan Peserta dalam Penggunaan Perusahaan Jasa Kurir a. Sebelum bundel Warkat Debit diserahkan kepada petugas perusahaan jasa kurir, Perwakilan Peserta wajib mengisi informasi secara lengkap pada BPWD, kartu batch, dan Warkat Debit. b. Peserta bertanggung jawab penuh kepada Koordinator PWD terhadap segala akibat yang timbul dari setiap penyimpangan yang dilakukan oleh petugas perusahaan jasa kurir. c. Perwakilan Peserta melaporkan penyimpangan secara tertulis kepada Koordinator PWD dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender sejak tanggal terjadinya penyimpangan yang dilakukan oleh petugas jasa kurir sebagaimana dimaksud dalam huruf b beserta langkah penanganan yang telah dilakukan dan Perwakilan Peserta harus memberikan keterangan apabila diminta oleh Koordinator PWD. d. Perwakilan ... 159 d. Perwakilan Peserta harus memberikan pengarahan dan pembinaan kepada petugas perusahaan jasa kurir untuk mematuhi segala tata tertib selama berada di lokasi Koordinator PWD. Apabila dalam pelaksanaan pertukaran Warkat Debit petugas jasa kurir melanggar tata tertib, Koordinator PWD dapat meminta Peserta untuk mengganti petugas perusahaan jasa kurir. e. Dalam hal Peserta tidak memenuhi permintaan Koordinator PWD untuk mengganti petugas perusahaan jasa kurir sebagaimana dimaksud dalam huruf d, Koordinator PWD dapat menolak petugas perusahaan jasa kurir yang ditunjuk oleh Peserta yang bersangkutan untuk melakukan kegiatan pertukaran Warkat Debit. Selanjutnya kegiatan tersebut dilaksanakan sendiri oleh petugas internal Peserta. I. TPPK 1. TPPK a. Selama mengikuti kegiatan pertukaran Warkat Debit di lokasi Koordinator PWD, petugas kliring harus menggunakan TPPK. b. Petugas kliring harus menunjukkan TPPK pada saat: 1) menyerahkan bundel Warkat Debit; dan 2) menerima Warkat Debit dan laporan pertukaran Warkat Debit. c. Apabila diperlukan, selain menunjukkan TPPK sebagaimana dimaksud dalam huruf b, petugas Koordinator PWD sewaktu-waktu dapat meminta Petugas Kliring untuk memperlihatkan kartu identitas pegawai Bank atau Perusahaan Jasa Kurir. d. Dalam hal petugas kliring tidak dapat menunjukkan TPPK sebagaimana dimaksud dalam huruf b atau kartu identitas sebagaimana dimaksud dalam huruf c maka: 1) Untuk ... 160 1) Untuk Wilayah Kliring Otomasi, petugas Koordinator PWD tidak mengikutsertakan petugas kliring yang bersangkutan dalam proses penerimaan dan penyerahan Warkat Debit; atau 2) untuk Wilayah Kliring secara manual, melarang petugas kliring yang bersangkutan untuk mendistribusikan Warkat Debit kepada petugas kliring lainnya. e. Peserta bertanggungjawab atas penggunaan TPPK yang diterbitkan oleh Koordinator PWD 2. SpesifikasiTPPK a. TPPK tanpa foto 1) Bagi petugas internal Perwakilan Peserta, bagian depan TPPK memuat informasi sebagai berikut: a) nama Koordinator PWD; b) nama Peserta; dan c) kode Peserta. 2) Bagi petugas perusahaan jasa kurir, bagian depan TPPK memuat informasi sebagai berikut: a) nama Koordinator PWD; b) nama perusahaan jasa kurir; c) nama Peserta yang diwakili; dan d) kode Peserta yang diwakili. 3) Bagian belakang TPPK sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dan angka 2) memuat nama dan tanda tangan pejabat Koordinator PWD. b. TPPK dengan menggunakan foto 1) Pada bagian depan, TPPK memuat: a) nama Koordinator PWD; b) nama Peserta; c) nama petugas internal Peserta; dan d) pas foto petugas internal Peserta. 2) Pada bagian belakang, TPPK memuat: a) kode Peserta; b) alamat Peserta; c) nama ... 161 c) nama dan tanda tangan pejabat Koordinator PWD; dan d) nama dan tanda tangan petugas internal Peserta. Contoh TPPK sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.2. c. Apabila terdapat perubahan spesifikasi TPPK, Koordinator PWD memberitahukan secara tertulis kepada seluruh Peserta. 3. Tata Cara Memperoleh TPPK a. Permohonan TPPK untuk petugas internal Peserta 1) Untuk pertama kali, permohonan TPPK bagi petugas internal Peserta diajukan oleh calon Perwakilan Peserta kepada Koordinator PWD. 2) Koordinator PWD memberikan paling banyak 3 (tiga) buah TPPK bagi petugas internal sebagaimana dimaksud dalam angka 1). b. Permohonan TPPK untuk Perusahaan Jasa Kurir 1) Untuk pertama kali, permohonan TPPK bagi petugas perusahaan jasa kurir diajukan oleh Perwakilan Peserta secara tertulis kepada Koordinator PWD, dengan melampirkan fotokopi perjanjian antara Perwakilan Peserta dengan perusahaan jasa kurir. 2) Setiap perusahaan jasa kurir mendapatkan paling banyak 3 (tiga) buah TPPK untuk masing-masing Perwakilan Peserta yang diwakilinya. 3) TPPK untuk perusahaan jasa kurir sebagaimana dimaksud dalam angka 2) diserahkan oleh Koordinator PWD kepada Perwakilan Peserta yang mengajukan permohonan. 4) Tanggal efektif penggunaan TPPK ditetapkan oleh Koordinator PWD. c. Dalam hal TPPK akan menggunakan foto, maka permohonan TPPK kepada Koordinator PWD harus dilampiri ... 162 dilampiri pas foto ukuran 2x3 cm sebanyak 2 (dua) lembar untuk masing-masing petugas kliring yang didaftarkan. d. Dalam hal Perwakilan Peserta telah memiliki TPPK untuk petugas internal kemudian menunjuk perusahaan jasa kurir maka Perwakilan Peserta yang bersangkutan harus mengembalikan TPPK yang telah dimiliki kepada Koordinator PWD pada tanggal efektif penggunaan perusahaan jasa kurir. Koordinator PWD tidak akan memberikan TPPK yang baru untuk perusahaan jasa kurir sebelum TPPK untuk petugas internal Perwakilan Peserta dikembalikan. e. Dalam hal TPPK hilang, Peserta harus segera mengajukan permohonan penggantian TPPK secara tertulis kepada Koordinator PWD dengan melampirkan surat keterangan kehilangan dari Kepolisian. Koordinator PWD memberikan TPPK baru paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah permohonan diterima. f. Dalam hal TPPK rusak, Perwakilan Peserta dapat mengajukan permohonan secara tertulis kepada Koordinator PWD untuk mengganti TPPK. Koordinator PWD memberikan TPPK baru paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah permohonan diterima. Pemberian TPPK baru dilakukan setelah TPPK yang rusak dikembalikan. g. Dalam hal TPPK hilang sebagaimana dimaksud dalam huruf e atau rusak sebagaimana dimaksud dalam huruf f adalah TPPK yang menggunakan foto, permohonan penggantian TPPK dilampiri pas foto ukuran 2x3 cm sebanyak 2 (dua) lembar dari petugas kliring. h. Selama Perwakilan Peserta belum memperoleh penggantian atas TPPK yang hilang sebagaimana dimaksud dalam huruf e atau TPPK yang rusak sebagaimana dimaksud dalam huruf f, petugas kliring Perwakilan... 163 Perwakilan Peserta dapat menggunakan fotokopi surat permohonan penggantian TPPK yang dilegalisasi oleh Koordinator PWD sebagai pengganti TPPK dalam mengikuti penyelenggaraan SKNBI. Legalisasi tersebut dilakukan dengan cara membubuhkan stempel Koordinator PWD dan tanda tangan pejabat Koordinator PWD. i. Perwakilan Peserta dikenakan biaya penggantian atas pembuatan TPPK. XIII. PROSEDUR PEMBUKAAN WILAYAH KLIRING DI WILAYAH YANG TIDAK TERDAPAT KANTOR BANK INDONESIA A. Prinsip Umum 1. Pembukaan Wilayah Kliring di wilayah yang tidak terdapat kantor Bank Indonesia didasarkan pada kebutuhan dan kesepakatan beberapa kantor Peserta di wilayah yang bersangkutan. 2. Salah satu kantor Peserta sebagaimana dimaksud dalam angka 1 ditunjuk sebagai Koordinator PWD selain Bank Indonesia atas kesepakatan seluruh kantor Peserta di wilayah yang bersangkutan dan dengan persetujuan dari Penyelenggara. B. Persyaratan Pembukaan Wilayah Kliring Persyaratan pembukaan Wilayah Kliring paling kurang sebagai berikut: 1. jumlah kantor Peserta paling kurang 4 (empat) kantor Peserta yang berbeda. Kantor Peserta dapat berupa kantor pusat, kantor cabang, kantor cabang pembantu, dan/atau kantor kas; 2. dalam periode 6 (enam) bulan terakhir, jumlah Warkat Debit yang beredar di wilayah tersebut rata-rata paling kurang 30 (tiga puluh) Warkat Debit per hari; dan 3. terdapat kantor Peserta yang bersedia sebagai Koordinator PWD selain Bank Indonesia. C. Persyaratan ... 164 C. Persyaratan untuk menjadi Koordinator PWD Selain Bank Indonesia 1. Koordinator PWD selain Bank Indonesia adalah kantor Peserta yang memenuhi persyaratan menjadi penyelenggara pertukaran Warkat Debit di suatu Wilayah Kliring. 2. Kantor Peserta sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dapat berupa kantor pusat, kantor cabang, kantor cabang pembantu, dan/atau kantor kas. 3. Untuk dapat memperoleh persetujuan sebagai Koordinator PWD selain Bank Indonesia, kantor Peserta yang diusulkan menjadi Koordinator PWD selain Bank Indonesia harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. mampu menyediakan sarana dan prasarana dalam rangka pertukaran Warkat Debit; b. memiliki lokasi yang mudah dijangkau oleh kantor Peserta. Lokasi pelaksanaan pertukaran Warkat Debit tidak harus berada pada lokasi yang sama dengan lokasi kantor Peserta yang diusulkan sebagai Koordinator PWD selain Bank Indonesia; dan c. memperoleh persetujuan dari kantor pusat Peserta yang bersangkutan untuk diusulkan sebagai Koordinator PWD selain Bank Indonesia, dalam hal calon Koordinator PWD selain Bank Indonesia berupa kantor cabang, kantor cabang pembantu, atau kantor kas. D. Tata Cara Permohonan Pembukaan Wilayah Kliring Permohonan pembukaan Wilayah Kliring diatur sebagai berikut: 1. Kesepakatan Tertulis a. Dengan memperhatikan pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam huruf C, beberapa kantor Peserta di suatu wilayah membuat kesepakatan tertulis mengenai kebutuhan pertukaran Warkat Debit di wilayah tersebut termasuk usulan kantor Peserta yang akan ditunjuk sebagai Koordinator PWD selain Bank Indonesia. b. Kesepakatan ... 165 b. Kesepakatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam huruf a ditandatangani oleh seluruh pimpinan kantor Peserta yang mendukung pembukaan Wilayah Kliring. 2. Pengajuan Permohonan a. Calon Koordinator PWD selain Bank Indonesia menyampaikan surat permohonan rencana pembukaan Wilayah Kliring yang dilampiri dengan dokumen sebagai berikut: 1) kesepakatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam angka 1; 2) daftar nama dan alamat kantor Peserta yang mendukung pembukaan Wilayah Kliring; 3) zona yang diusulkan dengan mengacu pada jam operasional Layanan Kliring Warkat Debit sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.5; 4) surat persetujuan dari kantor pusat Peserta untuk menjadi Koordinator PWD selain Bank Indonesia; 5) surat pernyataan kesanggupan penyediaan sarana dan prasarana yang mendukung kegiatan penyelenggaraan pertukaran Warkat Debit; dan 6) informasi tertulis yang menunjukkan rata-rata Warkat Debit yang beredar di wilayah tersebut paling kurang 30 (tiga puluh) Warkat Debit per hari dalam periode 6 (enam) bulan terakhir, dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.27. b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a disampaikan kepada: 1) Penyelenggara dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a, apabila pembukaan Wilayah Kliring berada di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; atau 2) KPwDN apabila pembukaan Wilayah Kliring berada di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia. c. Persetujuan ... 166 c. Persetujuan atau penolakan atas permohonan pembukaan Wilayah Kliring oleh Penyelenggara atau KPwDN diberikan paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak dokumen permohonan diterima secara lengkap. 3. Persetujuan Permohonan a. Dalam hal permohonan pembukaan Wilayah Kliring disetujui maka Penyelenggara mengeluarkan surat persetujuan yang antara lain memuat penetapan mengenai: 1) Wilayah Kliring; 2) Koordinator PWD selain Bank Indonesia; 3) jadwal pertukaran Warkat Debit; dan 4) tanggal efektif pembukaan Wilayah Kliring. b. Surat persetujuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a disampaikan kepada kantor Peserta yang ditetapkan sebagai Koordinator PWD selain Bank Indonesia dengan tembusan kepada: 1) kantor pusat dari kantor Peserta yang ditetapkan sebagai Koordinator PWD selain Bank Indonesia, dalam hal Koordinator PWD selain Bank Indonesia berupa kantor cabang, kantor cabang pembantu, atau kantor kas; dan/atau 2) Penyelenggara apabila persetujuan pembukaan Wilayah Kliring diberikan oleh KPwDN. 4. Penolakan Permohonan a. Dalam hal permohonan pembukaan Wilayah Kliring ditolak maka Penyelenggara atau KPwDN menyampaikan secara tertulis kepada calon Koordinator PWD selain Bank Indonesia mengenai penolakan yang disertai dengan alasan penolakan, dengan tembusan kepada: 1) Kantor pusat dari kantor Peserta yang diusulkan sebagai Koordinator PWD selain Bank Indonesia, dalam hal Koordinator PWD selain Bank Indonesia berupa kantor cabang, kantor cabang pembantu, atau kantor kas; dan/atau 2) Penyelenggara ... 167 2) Penyelenggara apabila penolakan pembukaan Wilayah Kliring diberikan oleh KPwDN. b. Alasan penolakan sebagaimana dimaksud dalam huruf a adalah sebagai berikut: 1) persyaratan sebagaimana dimaksud dalam huruf B dan huruf C tidak dipenuhi; 2) dokumen permohonan sebagaimana dimaksud dalam butir 2.a tidak lengkap; dan/atau 3) terdapat faktor lain yang menurut pertimbangan Penyelenggara atau KPwDN belum layak untuk dilakukan pembukaan Wilayah Kliring. c. Apabila penolakan dikarenakan persyaratan tidak dipenuhi dan/atau dokumen permohonan tidak lengkap, kantor Peserta yang diusulkan sebagai Koordinator PWD selain Bank Indonesia dapat mengajukan permohonan kembali setelah memenuhi persyaratan dan dokumen yang ditetapkan. E. Tindak Lanjut atas Persetujuan Pembukaan Wilayah Kliring Berdasarkan persetujuan pembukaan Wilayah Kliring sebagaimana dimaksud dalam butir D.3, kantor Peserta yang ditetapkan sebagai Koordinator PWD selain Bank Indonesia melakukan hal-hal sebagai berikut: 1. menyampaikan informasi secara tertulis kepada seluruh Perwakilan Peserta di Wilayah Kliring yang bersangkutan mengenai: a. persetujuan pembukaan Wilayah Kliring; b. daftar nama dan alamat Perwakilan Peserta; c. jadwal penyelenggaraan pertukaran Warkat Debit; d. tanggal efektif pembukaan Wilayah Kliring; dan e. permintaan untuk: 1) menyampaikan daftar nama petugas kliring dalam rangka pembuatan TPPK; 2) menyiapkan stempel kliring dan stempel kliring dibatalkan dengan contoh sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.1; dan 3) menyampaikan ... 168 3) menyampaikan contoh stempel kliring dan stempel kliring dibatalkan sebagaimana dimaksud dalam angka 1), paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal efektif; 2. menyediakan sarana dan prasarana pertukaran Warkat Debit antara lain: a. ruangan dan peralatan yang diperlukan dalam pertukaran Warkat Debit; dan b. TPPK dengan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.2; dan 3. mengadministrasikan data Perwakilan Peserta dan petugas kliring. F. Penggantian Koordinator PWD Selain Bank Indonesia 1. Penggantian Koordinator PWD selain Bank Indonesia dapat dilakukan berdasarkan persetujuan lebih dari 50% (lima puluh persen) Perwakilan Peserta di Wilayah Kliring tersebut yang disertai dengan usulan penunjukan Koordinator PWD selain Bank Indonesia baru. 2. Berdasarkan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam angka 1, calon Koordinator PWD selain Bank Indonesia pengganti menyampaikan surat kepada Penyelenggara atau KPwDN yang memuat: a. pemberitahuan mengenai penggantian Koordinator PWD selain Bank Indonesia; dan b. permohonan mengenai penggantian Koordinator PWD selain Bank Indonesia, disertai alasan dan usulan tanggal efektif penggantian Koordinator PWD selain Bank Indonesia. 3. Surat sebagaimana dimaksud dalam angka 2 disampaikan kepada: a. Penyelenggara dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a, apabila calon Koordinator PWD selain Bank Indonesia pengganti berada di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; atau b. KPwDN, ... 169 b. KPwDN, apabila calon Koordinator PWD selain Bank Indonesia pengganti berada di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia, dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.28. 4. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam butir 2.b dilampiri dengan dokumen: a. Persetujuan tertulis lebih dari 50% (lima puluh persen) Perwakilan Peserta sebagaimana dimaksud dalam angka 1 yang ditandatangani oleh seluruh pimpinan Perwakilan Peserta yang menyetujui penggantian Koordinator PWD selain Bank Indonesia; b. surat pernyataan kesanggupan penyediaan sarana dan prasarana yang mendukung kegiatan penyelenggaraan pertukaran Warkat Debit; dan c. surat persetujuan untuk diusulkan sebagai Koordinator PWD selain Bank Indonesia pengganti dari kantor pusat yang bersangkutan, dalam hal Koordinator PWD selain Bank Indonesia pengganti berupa kantor cabang, kantor cabang pembantu, atau kantor kas. 5. Atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 2, Penyelenggara atau KPwDN memberikan persetujuan atau penolakan atas penggantian Koordinator PWD selain Bank Indonesia paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak dokumen permohonan diterima secara lengkap. 6. Dalam hal permohonan penggantian Koordinator PWD selain Bank Indonesia disetujui, Penyelenggara atau KPwDN menyampaikan surat persetujuan sebagai Koordinator PWD selain Bank Indonesia pengganti. 7. Surat persetujuan sebagaimana dimaksud dalam angka 6 disampaikan kepada kantor Peserta yang disetujui sebagai Koordinator PWD selain Bank Indonesia pengganti dengan tembusan kepada: a. Kantor ... 170 a. Kantor pusat dari Koordinator PWD selain Bank Indonesia pengganti, dalam hal Koordinator PWD selain Bank Indonesia pengganti berupa kantor cabang, kantor cabang pembantu, atau kantor kas; b. Kantor pusat dari Koordinator PWD selain Bank Indonesia lama, dalam hal Koordinator PWD selain Bank Indonesia berupa kantor cabang, kantor cabang pembantu, atau kantor kas; dan/atau c. Penyelenggara, dalam hal persetujuan penggantian Koordinator PWD selain Bank Indonesia diberikan oleh KPwDN. 8. Dalam hal permohonan penggantian Koordinator PWD selain Bank Indonesia ditolak, Penyelenggara atau KPwDN menyampaikan surat pemberitahuan penolakan disertai dengan keterangan alasan penolakan. 9. Surat pemberitahuan penolakan sebagaimana dimaksud dalam angka 8 disampaikan kepada kantor Peserta yang ditolak sebagai Koordinator PWD selain Bank Indonesia pengganti dengan tembusan kepada: a. Kantor pusat dari Koordinator PWD selain Bank Indonesia pengganti yang ditolak, dalam hal Koordinator PWD selain Bank Indonesia pengganti berupa kantor cabang, kantor cabang pembantu, atau kantor kas; b. Kantor pusat dari Koordinator PWD selain Bank Indonesia lama, dalam hal Koordinator PWD selain Bank Indonesia berupa kantor cabang, kantor cabang pembantu, atau kantor kas; dan/atau d. Penyelenggara apabila persetujuan penggantian Koordinator PWD selain Bank Indonesia diberikan oleh KPwDN. 10. Berdasarkan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam angka 6 Koordinator PWD selain Bank Indonesia pengganti menyediakan sarana dan prasarana penyelenggaraan pertukaran Warkat Debit, antara lain mencakup: a. ruangan ... 171 a. ruangan dan peralatan yang diperlukan dalam pertukaran Warkat Debit; dan b. TPPK dengan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.2. 11. Koordinator PWD selain Bank Indonesia lama harus tetap menjalankan fungsinya sampai dengan hari kerja terakhir sebelum tanggal penggantian Koordinator PWD selain Bank Indonesia pengganti berlaku efektif. G. Penutupan Wilayah Kliring Permohonan penutupan Wilayah Kliring diatur dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Penutupan Wilayah Kliring dapat dilakukan berdasarkan: a. kesepakatan tertulis dari kantor Peserta di Wilayah Kliring tersebut; atau b. kebijakan Penyelenggara atau KPwDN. 2. Dalam hal penutupan Wilayah Kliring dilakukan berdasarkan kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a berlaku ketentuan sebagai berikut: a. Koordinator PWD selain Bank Indonesia mengajukan surat permohonan mengenai penutupan Wilayah Kliring dengan memberitahukan alasan dan tanggal efektif penutupan Wilayah Kliring kepada: 1) Penyelenggara dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a, apabila Wilayah Kliring berada di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; atau 2) KPwDN apabila Wilayah Kliring berada di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia. Surat permohonan penutupan Wilayah Kliring menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.29. b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a yang ditandatangani oleh seluruh pimpinan Perwakilan Peserta di Wilayah Kliring yang bersangkutan dan dilampiri dengan dokumen mengenai kesepakatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a. c. Atas ... 172 c. Atas surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf b, Penyelenggara atau KPwDN memberikan persetujuan atas penutupan Wilayah Kliring paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak dokumen permohonan diterima secara lengkap. d. Dalam hal permohonan penutupan Wilayah Kliring disetujui, Penyelenggara atau KPwDN menyampaikan surat persetujuan kepada kantor Peserta yang sebelumnya menjadi Koordinator PWD selain Bank Indonesia dengan tembusan kepada: 1) Kantor pusat dari kantor Peserta yang sebelumnya menjadi Koordinator PWD selain Bank Indonesia; dan/atau 2) Penyelenggara apabila persetujuan penutupan Wilayah Kliring diberikan oleh KPwDN. e. Berdasarkan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam huruf d, kantor Peserta yang sebelumnya menjadi Koordinator PWD selain Bank Indonesia menyampaikan informasi mengenai tanggal efektif penutupan Wilayah Kliring kepada seluruh Perwakilan Peserta di Wilayah Kliring yang bersangkutan. f. Koordinator PWD selain Bank Indonesia harus tetap menjalankan fungsinya sampai dengan hari kerja terakhir sebelum tanggal pengunduran diri sebagai Koordinator PWD selain Bank Indonesia dan/atau penutupan Wilayah Kliring berlaku efektif. g. Setelah Wilayah Kliring tersebut ditutup, pertukaran Warkat Debit di wilayah tersebut tetap dapat dilaksanakan secara bilateral sesuai kesepakatan. 3. Dalam hal penutupan Wilayah Kliring dilakukan berdasarkan kebijakan Penyelenggara atau KPwDN sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b, Penyelenggara atau KPwDN menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Koodinator PWD selain Bank Indonesia dengan tembusan kepada: a. kantor ... 173 a. kantor pusat dari Koordinator PWD selain Bank Indonesia; b. seluruh Perwakilan Peserta di Wilayah Kliring; dan c. Penyelenggara dalam hal penutupan Wilayah Kliring berdasarkan kebijakan KPwDN. 4. Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam angka 3 mencakup informasi mengenai: a. tanggal efektif penutupan Wilayah Kliring; dan b. penghentian bantuan keuangan kepada Koordinator PWD selain Bank Indonesia. 5. Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam angka 3 disampaikan paling lambat 1 (satu) bulan sebelum tanggal efektif penutupan Wilayah Kliring tersebut. Setelah Wilayah Kliring tersebut ditutup, pertukaran Warkat Debit di wilayah tersebut tetap dapat dilaksanakan secara bilateral sesuai kesepakatan. H. Bantuan Keuangan Dalam pelaksanaan pertukaran Warkat Debit yang dilaksanakan oleh Koordinator PWD selain Bank Indonesia, Penyelenggara memberikan bantuan keuangan dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Nominal dan Kriteria Bantuan Keuangan a. Penyelenggara memberikan bantuan keuangan kepada Koordinator PWD selain Bank Indonesia setiap bulan terhitung sejak Kordinator PWD selain Bank Indonesia efektif menyelenggarakan pertukaran Warkat Debit. b. Bantuan keuangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a diberikan sesuai kriteria sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.30. c. Nilai nominal bantuan keuangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a ditetapkan oleh Penyelenggara dan disampaikan kepada kantor pusat dari Koordinator PWD selain Bank Indonesia. 2. Mekanisme ... 174 2. Mekanisme Pemberian Bantuan Keuangan a. Pemberian bantuan keuangan sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a disampaikan oleh Penyelenggara kepada kantor pusat Koordinator PWD selain Bank Indonesia paling lambat pada akhir bulan berjalan. b. Bantuan keuangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a diberikan dengan cara mengkredit Rekening Setelmen Dana kantor pusat Koordinator PWD selain Bank Indonesia di Bank Indonesia. 3. Bantuan Keuangan bagi Koordinator PWD Selain Bank Indonesia yang Baru a. Dalam hal Peserta bertindak sebagai Koordinator PWD selain Bank Indonesia di Wilayah Kliring yang baru dibentuk maka: 1) untuk jangka waktu 3 (tiga) bulan pertama sejak tanggal efektif pembentukan Koordinator PWD selain Bank Indonesia tersebut diberi bantuan setiap bulan sebesar 100% (seratus persen) dari nilai nominal yang ditetapkan oleh Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam butir 1.c. Penetapan jangka waktu 3 (tiga) bulan pertama diatur dengan ketentuan sebagai berikut: a) apabila tanggal efektif pembentukan Wilayah Kliring ditetapkan pada tanggal 1 sampai dengan tanggal 15 bulan berjalan maka masa 3 (tiga) bulan pertama dihitung sejak bulan yang bersangkutan; atau b) apabila tanggal efektif pembentukan Wilayah Kliring ditetapkan setelah tanggal 15 bulan berjalan maka masa 3 (tiga) bulan pertama dihitung sejak bulan berikutnya; 2) bantuan keuangan per bulan yang akan diberikan kepada Koordinator PWD selain Bank Indonesia setelah masa 3 (tiga) bulan tersebut disesuaikan dengan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.30. Contoh ... 175 Contoh perhitungan pemberian bantuan keuangan kepada Koordinator PWD selain Bank Indonesia di Wilayah Kliring yang baru dibentuk mengacu pada Lampiran II.31. b. Dalam hal kantor Peserta bertindak sebagai Koordinator PWD selain Bank Indonsia pengganti maka: 1) bantuan keuangan diberikan sesuai dengan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.30; 2) pemberian bantuan keuangan kepada Koordinator PWD selain Bank Indonesia yang mengalami perubahan diatur sebagai berikut: a) apabila tanggal efektif pengalihan dilaksanakan pada tanggal 1 sampai dengan tanggal 15 bulan berjalan maka bantuan keuangan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) untuk bulan yang bersangkutan diberikan kepada KPWD selain Bank Indonesia yang menerima pengalihan; atau b) apabila tanggal efektif pembentukan Wilayah Kliring ditetapkan setelah tanggal 15 bulan berjalan maka bantuan keuangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a) untuk bulan yang bersangkutan diberikan kepada Koordinator PWD selain Bank Indonesia yang mengalihkan. Contoh perhitungan pemberian bantuan keuangan kepada Koordinator PWD selain Bank Indonesia yang baru adalah sebagaimana dalam Lampiran II.31. I. Iuran Perwakilan Peserta 1. Apabila bantuan keuangan yang diberikan oleh Penyelenggara tidak dapat menutupi seluruh biaya operasional Koordinator PWD selain Bank Indonesia dalam pertukaran Warkat Debit, Koordinator PWD selain Bank Indonesia ... 176 Indonesia dapat menetapkan iuran kepada kantor Peserta di Wilayah Kliring. 2. Besarnya iuran sebagaimana dimaksud dalam angka 1 ditetapkan berdasarkan selisih biaya operasional yang dikeluarkan Koordinator PWD selain Bank Indonesia dalam rangka pertukaran Warkat Debit. 3. Biaya operasional sebagaimana dimaksud dalam angka 2 antara lain mencakup biaya tenaga kerja serta biaya penyediaan sarana dan prasarana pertukaran Warkat Debit. 4. Besarnya iuran dan perhitungan biaya operasional yang menjadi dasar penetapan iuran wajib disampaikan kepada dan disetujui oleh seluruh Perwakilan Peserta di Wilayah Kliring. J. Pelaporan 1. Kantor Pusat dari Koordinator PWD selain Bank Indonesia wajib menyampaikan laporan bulanan mengenai pendistribusian dan besarnya nilai nominal bantuan keuangan sebagaimana dimaksud dalam H.1.c paling lambat pada akhir bulan berikutnya. 2. Laporan bulanan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 disampaikan kepada Penyelenggara dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a dengan menggunakan format laporan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.32. 3. Koordinator PWD selain Bank Indonesia wajib menyampaikan laporan triwulanan mengenai penggunaan bantuan keuangan dan iuran Perwakilan Peserta dalam pelaksanaan pertukaran Warkat Debit paling lama 7 (tujuh) hari kerja pada bulan berikutnya dengan format laporan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.33 kepada: a. seluruh Perwakilan Peserta di Wilayah Kliring yang bersangkutan; b. Penyelenggara dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.b, untuk Koordinator PWD selain Bank Indonesia yang berada di wilayah KPBI; dan c. KPwDN ... 177 c. KPwDN untuk Koordinator PWD selain Bank Indonesia yang berada di wilayah KPwDN. XIV. BIAYA DALAM PENYELENGGARAAN SKNBI A. Prinsip Umum 1. Peserta dikenakan biaya dalam penyelenggaraan SKNBI. 2. Peserta dapat mengenakan biaya transaksi melalui SKNBI kepada nasabah. 3. Penyelenggara menetapkan batas maksimal biaya yang dapat dikenakan Peserta kepada nasabah. B. Biaya Penyelenggaraan SKNBI yang Dikenakan kepada Peserta 1. Jenis dan besarnya biaya a. Jenis biaya dalam penyelenggaraan SKNBI terdiri atas: 1) biaya proses meliputi: a) biaya proses DKE Transfer Dana; b) biaya proses DKE Transfer Dana dalam rangka Treasury Single Account (TSA); c) biaya proses DKE Warkat Debit; d) biaya proses DKE Pembayaran; e) biaya proses DKE Penagihan; f) biaya rincian transaksi pembayaran; dan g) biaya rincian transaksi penagihan. 2) biaya akses informasi data agregat. 3) biaya penggunaan Fasilitas Kontinjensi. 4) biaya perpanjangan periode waktu pengiriman DKE Transfer Dana, DKE Pembayaran, dan DKE Penagihan. 5) biaya sortasi Warkat Debit. 6) biaya Warkat Debit reject. 7) biaya pembuatan dan/atau penggantian TPPK. b. Besar biaya sebagaimana dimaksud dalam huruf a mengacu pada rincian biaya sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.6. c. Besarnya biaya sebagaimana dimaksud dalam huruf b tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai. d. Besarnya ... 178 d. Besarnya biaya sebagaimana dimaksud dalam butir a.1) tidak berlaku untuk pengiriman pengembalian DKE, rincian transaksi pembayaran, dan rincian transaksi penagihan oleh Peserta penerima, yang dilakukan paling lambat pada 1 (satu) hari kerja sejak DKE, rincian transaksi pembayaran, dan rincian transaksi penagihan diterima oleh Peserta penerima. e. Dalam hal terdapat DKE Transfer Dana dalam rangka Treasury Single Account (TSA) menggunakan kode transaksi Treasury Single Account (TSA) yang tidak mengacu pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.9 maka DKE Transfer Dana tersebut dikenakan biaya proses DKE Transfer Dana dan sanksi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan transfer dana dan kliring berjadwal. f. Penyelenggara dapat tidak memberlakukan biaya sebagaimana dimaksud dalam butir a.3) dan/atau butir a.4), apabila terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat di Penyelenggara. g. Penyelenggara dapat membebaskan biaya dalam sebagaimana dimaksud dalam butir dalam butir a.3) dan/atau butir a.4), apabila terjadi Keadaan Tidak Normal bukan disebabkan oleh kelalaian Peserta dan/atau terjadi Keadaan Darurat di lokasi Peserta. h. Dalam hal Penyelenggara membebaskan biaya sebagaimana dimaksud dalam huruf g, Peserta tetap harus membayar Pajak Pertambahan Nilai atas biaya tertentu yang dibebaskan oleh Penyelenggara. 2. Perhitungan dan Pembebanan Biaya a. Perhitungan dan pembebanan biaya sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a.1) sampai dengan butir 1.a.4) dilakukan oleh Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Biaya proses sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a.1) dan Pajak Pertambahan Nilai dihitung setiap ... 179 setiap bulan atas dasar total DKE dan rincian transaksi yang diterima dan diperhitungkan oleh Penyelenggara. 2) Biaya akses informasi data agregat sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a.2) dan Pajak Pertambahan Nilai dihitung setiap bulan dan hanya dibebankan kepada Peserta yang terdaftar sebagai pengguna fasilitas informasi. 3) Biaya penggunaan Fasilitas Kontinjensi sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a.3) dan Pajak Pertambahan Nilai untuk penggunaan: a) fasilitas guest bank dihitung atas dasar durasi waktu penggunaan fasilitas tersebut setiap 1 (satu) jam berdasarkan absensi yang telah ditandatangani oleh Penyelenggara dan Peserta; dan b) fasilitas upload DKE dihitung atas dasar penggunaan fasilitas upload DKE setiap layanan. 4) Biaya perpanjangan pengiriman DKE sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a.4) dan Pajak Pertambahan Nilai dihitung atas dasar durasi waktu perpanjangan kegiatan tersebut setiap 30 (tiga puluh) menit. 5) Pembebanan biaya sebagaimana dimaksud dalam angka 1) sampai dengan angka 4) dilakukan oleh Penyelenggara dengan cara mendebit Rekening Setelmen Dana Peserta dan/atau Rekening Setelmen Dana Bank Pembayar, dengan ketentuan sebagai berikut: a) biaya sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dan angka 2) dibebankan setiap akhir bulan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja pada bulan berikutnya; b) biaya sebagaimana dimaksud dalam angka 3) dan angka 4) dibebankan paling lama 1 (satu) hari kerja setelah Peserta menggunakan Fasilitas Kontinjensi dan/atau perpanjangan ... 180 perpanjangan periode waktu pengiriman DKE; b. Perhitungan dan pembebanan biaya sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a.5) sampai dengan butir 1.a.7) dilakukan oleh Koordinator PWD dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Biaya sortasi Warkat Debit sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a.5) dihitung atas dasar total Warkat Debit dalam Kliring Penyerahan yang diserahkan oleh Peserta dan diproses oleh Koordinator PWD yang melakukan pertukaran Warkat Debit secara otomasi. 2) Biaya Warkat Debit reject sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a.6) dihitung dan dibebankan oleh Koordinator PWD yang melakukan pertukaran Warkat Debit secara otomasi dengan ketentuan sebagai berikut: a) Warkat Debit reject adalah Warkat Debit dalam Kliring Penyerahan yang tidak dapat diproses secara otomasi. b) Biaya Warkat Debit reject dikenakan apabila total Warkat Debit reject harian melebihi 2% (dua persen) dari total Warkat Debit yang diproses oleh Koordinator PWD. c) Biaya Warkat Debit reject sebagaimana dimaksud dalam huruf b) dibebankan kepada Peserta penerima. 3) Biaya pembuatan dan/atau penggantian TPPK sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a.7) dihitung oleh Koordinator PWD untuk setiap permohonan pembuatan dan/atau penggantian TPPK. 4) Pembebanan biaya sebagaimana dimaksud dalam angka 1), angka 2), dan angka 3) dilakukan oleh Koordinator PWD setiap akhir bulan paling lama 7 (tujuh) hari kerja pada bulan berikutnya dengan ketentuan sebagai berikut: a) Dalam ... 181 a) Dalam hal pertukaran Warkat Debit dilakukan oleh Koordinator PWD maka pembebanan biaya dilakukan dengan cara mendebit Rekening Setelmen Dana Peserta. b) Dalam hal pertukaran Warkat Debit dilakukan oleh Koordinator PWD selain Bank Indonesia maka pembebanan biaya dilakukan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan oleh Koordinator PWD selain Bank Indonesia. C. Biaya Transaksi melalui SKNBI yang Dikenakan kepada Nasabah Peserta 1. Dalam rangka mendukung kelancaran penyelesaian transaksi melalui SKNBI, Peserta dapat menetapkan dan mengenakan biaya transaksi kepada nasabah dengan batas maksimal yang ditetapkan oleh Penyelenggara. 2. Biaya transaksi yang dikenakan oleh Peserta kepada nasabah sebagaimana dimaksud dalam angka 1 ditetapkan paling banyak Rp5.000,00 (lima ribu rupiah). 3. Peserta wajib mengumumkan besarnya biaya transaksi melalui SKNBI dengan mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai perlindungan nasabah pengguna SKNBI. XV. PENANGANAN KEADAAN TIDAK NORMAL DAN/ATAU KEADAAN DARURAT A. Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat di Penyelenggara Dalam rangka menjaga kelangsungan operasional SKNBI apabila terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat di Penyelenggara berlaku ketentuan sebagai berikut: 1. Keadaan Tidak Normal di Penyelenggara Dalam hal terjadi Keadaan Tidak Normal di Penyelenggara yang mempengaruhi kelancaran penyelenggaraan SKNBI maka penanganan dilakukan sebagai berikut: a. Penyelenggara ... 182 a. Penyelenggara memberitahukan kepada seluruh Peserta mengenai Keadaan Tidak Normal dan langkah- langkah yang harus dilakukan adalah sebagai berikut: 1) menghentikan sementara kegiatan pengiriman DKE dan kegiatan lainnya yang terhubung ke SSK; 2) dalam hal SSK dapat berfungsi kembali, Peserta melakukan hal-hal sebagai berikut: a) melakukan koneksi ulang ke SSK; b) melakukan rekonsiliasi antara status batch DKE pada SPK dengan status batch DKE pada SSK; dan/atau c) melakukan pengiriman ulang dalam hal terdapat batch DKE yang belum berhasil dikirim. b. Pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilakukan oleh Peserta berdasarkan pemberitahuan dari Penyelenggara melalui administrative message, help desk SKNBI, dan/atau sarana lainnya. c. Dalam hal terjadi Keadaan Tidak Normal sebagaimana dimaksud dalam huruf a yang mengakibatkan SKNBI tidak dapat beroperasi sampai dengan batas waktu yang ditentukan oleh Penyelenggara maka Penyelenggara menetapkan kebijakan dan prosedur penanganan Keadaan Tidak Normal dan memberitahukan kepada Peserta mengenai hal-hal yang harus dilakukan oleh Peserta. 2. Keadaan Darurat di Penyelenggara a. Dalam hal terjadi Keadaan Darurat di lokasi Penyelenggara yang menyebabkan SKNBI tidak dapat beroperasi maka Penyelenggara menetapkan kebijakan dan prosedur penanggulangan Keadaan Darurat dan memberitahukan kepada seluruh Peserta mengenai Keadaan Darurat serta hal-hal yang harus dilakukan oleh Peserta. b. Kebijakan ... 183 b. Kebijakan sebagaimana dimaksud dalam huruf a antara lain sebagai berikut: 1) perubahan waktu operasional SKNBI; 2) mengalihkan perhitungan transfer dana melalui SKNBI ke Sistem BI-RTGS; 3) perhitungan dalam Layanan Kliring Warkat Debit dilakukan oleh Koordinator PWD di setiap Wilayah Kliring berdasarkan Warkat Debit; dan/atau 4) penghentian sementara sebagian atau seluruh layanan dalam penyelenggaraan SKNBI. B. Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat di Peserta Dalam rangka menjaga kelangsungan operasional SKNBI apabila terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat di Peserta berlaku ketentuan sebagai berikut: 1. Dalam hal terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat di Peserta yang menyebabkan terganggunya kelancaran operasional SKNBI maka Peserta harus memberitahukan kepada Penyelenggara mengenai terjadinya Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat. 2. Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 disampaikan kepada: a. Helpdesk SKNBI melalui sarana telepon paling lama 30 (tiga puluh) menit sejak terjadinya Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat; dan b. Penyelenggara melalui surat yang didahului dengan faksimile dalam hal memerlukan tindak lanjut perpanjangan periode waktu kegiatan pengiriman DKE sesuai dengan prosedur sebagaimana dimaksud dalam butir IV.A.5. 3. Dalam hal terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat sebagaimana dimaksud dalam angka 1 yang menyebabkan Peserta tidak dapat melakukan kegiatan operasional SKNBI di lokasi Peserta maka Peserta dapat menggunakan Fasilitas Kontinjensi, yang terdiri atas: a. fasilitas ... 184 a. fasilitas guest bank; dan b. fasilitas upload DKE. 4. Penggunaan fasilitas upload DKE sebagaimana dimaksud dalam butir 3.b hanya dapat digunakan oleh Peserta berdasarkan kebijakan Penyelenggara. 5. Dalam hal Peserta memutuskan untuk tidak melakukan kegiatan operasional SKNBI maka Peserta harus segera memberitahukan kepada Penyelenggara melalui surat yang dapat didahului dengan faksimile atau sarana lain. 6. Dalam hal terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat di Peserta, Penyelenggara dapat menetapkan kebijakan, prosedur, dan hal lain yang diperlukan untuk penyelesaian transaksi oleh Peserta melalui SKNBI. C. Penggunaan Fasilitas Kontinjensi Tata cara penggunaan Fasilitas Kontinjensi diatur sebagai berikut: 1. Peserta mengajukan surat permohonan dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.34. 2. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 paling kurang memuat: a. alasan untuk menggunakan Fasilitas Kontinjensi; b. lokasi penggunaanFasilitas Kontinjensi; dan c. pernyataan bahwa Peserta yang bersangkutan membebaskan Penyelenggara atau KPwDN dari tanggung jawab atas segala kerugian yang timbul (indemnity) pada Peserta terkait dengan penggunaan Fasilitas Kontinjensi. 3. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 ditandatangani oleh Pimpinan atau pejabat yang memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara dan dapat disampaikan terlebih dahulu kepada Penyelenggara melalui faksimile ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a. 4. Untuk ... 185 4. Untuk Peserta yang berada di wilayah kerja KPwDN, surat sebagaimana dimaksud dalam angka 1 disampaikan kepada Penyelenggara dengan tembusan kepada KPwDN yang menyediakan Fasilitas Kontinjensi, dengan memperhatikan jam kerja KPwDN. 5. Persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 disampaikan melalui administrative message atau sarana lainnya. 6. Dalam hal surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 disetujui, Peserta harus menyiapkan data transaksi dan hal lain yang diperlukan dalam rangka penggunaan Fasilitas Kontinjensi yang ditetapkan oleh Penyelenggara sesuai dengan buku pedoman penggunaan aplikasi SPK. 7. Dalam hal Penyelenggara menetapkan Fasilitas Kontinjensi yang dapat digunakan oleh Peserta adalah fasilitas upload DKE maka: a. data transaksi sebagaimana dimaksud dalam angka 6 disampaikan kepada Penyelenggara disertai dengan bukti pengiriman DKE offline sebanyak 2 (dua) rangkap. b. penyampaian data transaksi dan bukti pengiriman DKE offline kepada Penyelenggara atau KPwDN harus dilakukan oleh pejabat yang berwenang atau petugas Peserta yang diberi kuasa oleh Pimpinan atau pejabat yang berwenang yang memiliki spesimen di Penyelenggara. 8. Penyelenggara dapat menetapkan batas maksimal waktu dan/atau urutan penggunaan Fasilitas Kontinjensi dalam hal jumlah Peserta yang mengajukan permohonan penggunaan Fasilitas Kontinjensi melebihi kapasitas yang tersedia. XVI. PEMANTAUAN KEPATUHAN Pelaksanaan pemantauan kepatuhan Peserta dan Koordinator PWD diatur dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Penyelenggara ... 186 1. Penyelenggara melakukan pemantauan kepatuhan: a. Peserta; dan b. Koordinator PWD, terhadap ketentuan yang ditetapkan oleh Penyelenggara. 2. Pemantauan kepatuhan Peserta terhadap ketentuan yang mengatur mengenai penyelenggaraan transfer dana dan kliring berjadwal dilakukan dalam rangka menjaga kelancaran operasional SKNBI. 3. Pemantauan kepatuhan Koordinator PWD terhadap ketentuan yang mengatur mengenai penyelenggaraan transfer dana dan kliring berjadwal dilakukan dalam rangka menjaga kelancaran kegiatan pertukaran Warkat Debit. 4. Pemantauan kepatuhan oleh Penyelenggara dilakukan secara langsung dan tidak langsung. 5. Dalam rangka pemantauan tidak langsung, berlaku ketentuan sebagai berikut: a. Pemantauan kepatuhan kepada Peserta 1) Pemantauan secara tidak langsung kepada Peserta dilakukan berdasarkan: a) data, informasi, dan/atau dokumen yang diperoleh dari: (1) Peserta yang bersangkutan; (2) sistem Penyelenggara; dan/atau (3) pihak lain. b) laporan berkala dan/atau laporan sewaktu-waktu yang disampaikan oleh Peserta kepada Penyelenggara. 2) Laporan berkala dan/atau laporan sewaktu-waktu sebagaimana dimaksud dalam butir 1)b) wajib disampaikan kepada Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut: a) Laporan Berkala berupa Laporan Hasil Penilaian Kepatuhan (LHPK) (1) Laporan Hasil Penilaian Kepatuhan (LHPK) merupakan laporan tahunan hasil penilaian pemeriksaan internal sebagaimana dimaksud dalam ... 187 dalam butir III.H.1.b.2) untuk periode 1 Januari sampai dengan 31 Desember. Format Laporan Hasil Penilaian Kepatuhan (LHPK) ditetapkan oleh Penyelenggara dan disampaikan kepada Peserta melalui surat dan/atau sarana lain. (2) Laporan Hasil Penilaian Kepatuhan (LHPK) sebagaimana dimaksud dalam angka (1) disampaikan oleh Peserta paling lambat tanggal 31 Maret tahun berikutnya. (3) Dalam hal batas waktu penyampaian sebagaimana dimaksud dalam angka (1) jatuh pada hari Sabtu atau hari libur maka batas waktu penyampaian adalah hari kerja berikutnya. (4) Laporan Hasil Penilaian Kepatuhan (LHPK) sebagaimana dimaksud dalam angka (1) disampaikan kepada Penyelenggara melalui surat dan/atau sarana lain yang ditetapkan oleh Penyelenggara. b) Laporan sewaktu-waktu (1) Laporan sewaktu-waktu disampaikan atas inisiatif Peserta atau permintaan Penyelenggara, antara lain laporan gangguan SKNBI pada Peserta atau laporan dalam rangka kegiatan operasional SKNBI oleh Peserta. (2) Laporan sewaktu-waktu atas inisiatif Peserta sebagaimana dimaksud dalam angka (1) disampaikan kepada Penyelenggara paling lama 5 (lima) hari kerja sejak tanggal kejadian; (3) Laporan sewaktu-waktu atas permintaan Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam angka (1) disampaikan sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan Penyelenggara. 3) Laporan ... 188 3) Laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 2) disampaikan kepada Penyelenggara dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.b. 4) Berdasarkan hasil pemantauan tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam huruf a), Penyelenggara dapat melakukan klarifikasi dan/atau konfirmasi kepada Peserta atas data, informasi, dokumen, dan/atau laporan. 5) Dalam hal berdasarkan hasil pemantauan tidak langsung terdapat hal-hal yang perlu ditindaklanjuti oleh Peserta, Penyelenggara menyampaikan surat pemberitahuan kepada Peserta untuk melakukan upaya perubahan dalam rangka pemenuhan ketentuan yang ditetapkan oleh Penyelenggara. 6) Peserta wajib menindaklanjuti hasil pemantauan tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam angka 5). b. Pemantauan kepada Koordinator PWD 1) Pemantauan secara tidak langsung kepada Koordinator PWD dilakukan berdasarkan laporan triwulanan dan/atau laporan sewaktu-waktu yang disampaikan oleh Koordinator PWD. 2) Laporan triwulanan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) merupakan laporan yang memuat informasi jumlah Perwakilan Peserta, jumlah transaksi, jumlah nominal transaksi, dan jadwal pelaksanaan pertukaran Warkat Debit, dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.35. 3) Laporan triwulanan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) disampaikan paling lama 7 (tujuh) hari kerja pada bulan berikutnya kepada: a) Penyelenggara dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.b, untuk Koordinator PWD Bank Indonesia dan Koordinator PWD selain Bank Indonesia yang berada di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; atau b) KPwDN ... 189 b) KPwDN apabila Koordinator PWD selain Bank Indonesia berada di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia. 4) Berdasarkan hasil pemantauan tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam angka 1), Penyelenggara dapat melakukan klarifikasi dan/atau konfirmasi kepada Koordinator PWD atas data, informasi, dokumen, dan/atau laporan. 5) Dalam hal berdasarkan hasil pemantauan tidak langsung terdapat hal-hal yang perlu ditindaklanjuti oleh Koordinator PWD, Penyelenggara menyampaikan surat pemberitahuan kepada Koordinator PWD untuk melakukan upaya perubahan dalam rangka pemenuhan ketentuan yang ditetapkan oleh Penyelenggara. 6) Koordinator PWD harus menindaklanjuti hasil pemantauan tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam angka 5). 6. Dalam rangka pemantauan langsung, berlaku ketentuan sebagai berikut: a. Pemantauan kepatuhan kepada Peserta 1) Pemantauan secara langsung dilakukan melalui kunjungan ke lokasi Peserta secara berkala atau sewaktu-waktu apabila diperlukan. 2) Dalam kunjungan pemeriksaan di lokasi Peserta, berlaku ketentuan dan prosedur sebagai berikut: a) Petugas pemeriksaan di lokasi Peserta dilengkapi dengan surat tugas dari Penyelenggara. b) Peserta wajib memberikan akses kepada petugas Penyelenggara, paling kurang untuk: (1) memperoleh data, informasi, dan/atau dokumen yang diperlukan, termasuk namun tidak terbatas pada dokumen asli dan/atau salinan dokumen yang berupa warkat, dan/atau ... Penyelenggara yang melakukan 190 dan/atau data elektronik yang terkait dengan pelaksanaan SKNBI sesuai dengan permintaan petugas Penyelenggara; dan/atau (2) memeriksa sarana fisik dan aplikasi pendukung yang terkait dengan operasional SKNBI di Peserta, antara lain SPK serta interface dari dan ke sistem internal Peserta. 3) Penyelenggara dapat menunjuk pihak lain untuk dan atas nama Penyelenggara untuk melaksanakan pemantauan Peserta sebagaimana dimaksud dalam angka 1). Pihak lain yang ditugaskan tersebut dilengkapi dengan surat penugasan dari Penyelenggara. 4) Petugas Penyelenggara melakukan exit meeting dengan Peserta yang dituangkan dalam laporan hasil exit meeting yang ditandatangani oleh Penyelenggara dan pejabat Peserta yang berwenang. 5) Penyelenggara menyampaikan surat pemberitahuan kepada Peserta untuk melakukan tindak lanjut dan mendorong Peserta untuk melakukan upaya perubahan dalam rangka pemenuhan ketentuan yang ditetapkan oleh Penyelenggara sesuai dengan laporan hasil exit meeting sebagaimana dimaksud dalam angka 4). 6) Peserta wajib menindaklanjuti hasil pemantauan langsung sebagaimana dimaksud dalam angka 5). b. Pemantauan kepatuhan kepada Koordinator PWD 1) Pemantauan secara langsung dilakukan melalui kunjungan ke lokasi Koordinator PWD secara berkala atau sewaktu-waktu apabila diperlukan. 2) Dalam kunjungan pemeriksaan di lokasi Koordinator PWD, berlaku ketentuan dan prosedur sebagai berikut: a) Petugas ... 191 a) Petugas Penyelenggara yang melakukan pemeriksaan di lokasi Koordinator PWD dilengkapi dengan surat tugas dari Penyelenggara. b) Koordinator PWD harus memberikan akses kepada petugas Penyelenggara, paling kurang untuk memperoleh data, informasi, dan/atau dokumen yang diperlukan terkait dengan pelaksanaan pertukaran Warkat Debit sesuai dengan permintaan petugas Penyelenggara. c) Petugas Penyelenggara melakukan exit meeting dengan Koordinator PWD yang dituangkan dalam laporan hasil exit meeting yang ditandatangani oleh Penyelenggara dan pejabat Koordinator PWD yang berwenang. d) Penyelenggara menyampaikan surat pemberitahuan kepada Koordinator PWD untuk melakukan tindak lanjut dan mendorong Koordinator PWD untuk melakukan upaya perubahan dalam rangka pemenuhan ketentuan yang ditetapkan oleh Penyelenggara sesuai dengan laporan hasil exit meeting sebagaimana dimaksud dalam huruf c). e) Koordinator PWD harus menindaklanjuti hasil pemantauan langsung sebagaimana dimaksud dalam huruf d). 7. Dalam rangka pemantauan kepatuhan Peserta, Penyelenggara dapat meminta Peserta untuk melakukan pengujian terhadap infrastruktur SPK yang digunakan dalam operasional SKNBI. XVII. TATACARA PENGENAAN SANKSI A. Sanksi Administratif Terkait Pembuatan DKE 1. Peserta yang tidak memenuhi ketentuan mengenai pembuatan DKE sebagaimana dimaksud dalam butir VI.B.1.c.1), butir VI.B.1.c.2), butir VII.B.7.a.1), butir VII.B.7.a.2), ... 192 VII.B.7.a.2), butir VIII.B.1.c.1), butir VIII.B.1.c.2), butir IX.B.7.a, dan/atau butir IX.B.7.b dikenakan sanksi administratif berupa kewajiban membayar sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) per DKE dengan jumlah kewajiban membayar paling banyak sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dalam bulan berjalan. 2. Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dilakukan dengan mendebit Rekening Setelmen Dana Peserta atau Rekening Setelmen Dana Bank Pembayar. B. Sanksi Administratif Terkait Penyediaan dan Penambahan Prefund 1. Bagi Peserta yang tidak memenuhi ketentuan mengenai penyediaan minimum nominal Prefund Debit sebagaimana dimaksud dalam butir V.B.3 yang dikarenakan kelalaian Peserta, berlaku ketentuan sebagai berikut: a. Peserta dikenakan sanksi administratif berupa kewajiban membayar sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) namun tetap dapat ikut serta dalam Layanan Kliring Warkat Debit dan Layanan Penagihan Reguler. Pengenaan sanksi dilaksanakan paling lama 1 (satu) hari kerja berikutnya, dengan mendebit Rekening Setelmen Dana Peserta. b. Terhadap Peserta yang dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Penyelenggara melakukan pemantauan selama 6 (enam) bulan. c. Apabila selama periode pemantauan sebagaimana dimaksud dalam huruf b Peserta tidak memenuhi kewajiban penyediaan Prefund Debit sebanyak 6 (enam) kali maka Peserta dapat dikenakan sanksi berupa penurunan status kepesertaan dari aktif menjadi ditangguhkan. d. Penyelenggara dapat mengubah kembali status Peserta dari ditangguhkan menjadi aktif berdasarkan kebijakan Penyelenggara. e. Penyelenggara ... 193 e. Penyelenggara menginformasikan perubahan status Peserta sebagaimana dimaksud dalam huruf c dan huruf d kepada: 1) Peserta yang bersangkutan melalui surat; 2) seluruh Peserta melalui fasilitas administrative message dan/atau sarana lainnya; dan 3) Koordinator PWD yang di wilayah kerjanya terdapat Perwakilan Peserta melalui surat atau sarana lainnya. 2. Bagi Peserta yang tidak memenuhi ketentuan penyediaan minimum nominal Prefund Debit sebagaimana dimaksud dalam butir V.B.3 dikarenakan ketidakmampuan dalam penyediaan Prefund Debit, berlaku ketentuan sebagai berikut: a. Peserta dikenakan sanksi administratif berupa penurunan status kepesertaan dari aktif menjadi ditangguhkan. b. Penyelenggara dapat mengubah kembali status Peserta dari ditangguhkan menjadi aktif apabila Peserta dapat memenuhi kewajiban penyediaan minimum nominal Prefund Debit. c. Penyelenggara menginformasikan perubahan status Peserta sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b kepada: 1) Peserta yang bersangkutan melalui surat; 2) seluruh Peserta melalui fasilitas administrative message dan/atau sarana lainnya; dan 3) Koordinator PWD yang di wilayah kerjanya terdapat Perwakilan Peserta, melalui surat atau sarana lainnya. 3. Bagi Peserta yang tidak memenuhi ketentuan penambahan Prefund sebagaimana dimaksud dalam butir VI.B.3.c, butir VII.B.3.b, butir VIII.B.3.c, dan/atau butir IX.B.3.b, berlaku ketentuan sebagai berikut: a. Peserta dikenakan sanksi administratif berupa kewajiban membayar sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) per 1 (satu) hari kerja. b. Pengenaan ... 194 b. Pengenaan sanksi administratif berupa kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilakukan paling lama 1 (satu) hari kerja berikutnya, dengan mendebit Rekening Setelmen Dana Peserta atau Rekening Setelmen Dana Bank Pembayar. C. Sanksi Administratif Terkait Penolakan Warkat Debit dan/atau DKE Warkat Debit Dalam hal Peserta melakukan penolakan Warkat Debit atau DKE Warkat Debit sebagaimana dimaksud dalam butir VII.B.1.b.1)b), berlaku ketentuan sebagai berikut: 1. Peserta pengirim, Peserta penerima, atau nasabah dikenakan sanksi administratif berupa kewajiban membayar sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) per DKE Warkat Debit yang ditolak. 2. Pengenaan sanksi administratif berupa kewajiban membayar kepada Peserta pengirim, Peserta penerima, atau nasabah sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dilakukan berdasarkan alasan penolakan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.36. 3. Pembebanan sanksi administratif berupa kewajiban membayar sebagaimana dalam angka 1 dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Sanksi administratif yang dikenakan kepada nasabah Peserta dibebankan oleh Penyelenggara dengan cara mendebit Rekening Setelmen Dana Peserta. Selanjutnya, Peserta membebankan sanksi administratif tersebut kepada nasabahnya. b. Sanksi administratif yang dikenakan kepada Peserta dibebankan oleh Penyelenggara dengan cara mendebit Rekening Setelmen Dana Peserta. Peserta dilarang membebankan biaya pengenaan sanksi administratif tersebut kepada nasabahnya, mengingat alasan penolakan Warkat Debit atau DKE Debit tersebut disebabkan oleh kekeliruan Peserta. sanksi c. Pengenaan administratif sebagaimana dimaksud dalam huruf b dilakukan paling lama 7 (tujuh) hari kerja pada bulan berikutnya. D. Sanksi ... 195 D. Sanksi Administratif Terkait Warkat Debit 1. Bagi Peserta yang tidak mencantumkan Magnetic Ink Character Recognition (MICR) code line sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir XII.A.3 dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis. 2. Bagi Peserta yang tidak melaksanakan teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam angka 1 sehingga mengganggu proses pertukaran Warkat Debit secara otomasi, Koordinator PWD dapat tidak memproses Warkat Debit Peserta dalam pertukaran Warkat Debit. E. Sanksi Administratif Terkait Pemantauan Kepatuhan 1. Bagi Peserta yang tidak memenuhi ketentuan kewajiban menjaga kelancaran dan keamanan penggunaan SKNBI sebagaimana dimaksud dalam butir III.H.1 dikenakan sanksi administratif sebagai berikut: a. Peserta yang tidak memenuhi ketentuan kewajiban menjaga kelancaran dan keamanan penggunaan SKNBI dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis. b. Dalam hal Peserta tidak menindaklanjuti sanksi administratif berupa teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam huruf a dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak teguran tertulis diterima, dapat dikenakan sanksi administratif berupa berupa penurunan status kepesertaan. 2. Bagi Peserta yang tidak menginformasikan biaya transaksi dalam penyelenggaraan SKNBI kepada nasabah secara transparan sebagaimana dimaksud dalam butir III.H.4 dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis. 3. Bagi Peserta yang tidak mencetak Warkat Debit di perusahaan percetakan dokumen sekuriti sebagaimana dimaksud dalam butir XI.C.1 dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis. 4. Bagi Peserta yang tidak mencetak Warkat Debit sesuai dengan spesifikasi teknis sebagaimana dimaksud dalam butir XI.A.2, berlaku ketentuan sebagai berikut: a. Peserta ... 196 a. Peserta yang tidak mencetak Warkat Debit sesuai dengan spesifikasi teknis administratif berupa teguran tertulis. b. Dalam hal Peserta tidak menindaklanjuti sanksi administratif berupa teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam huruf a sehingga mengganggu proses pertukaran Warkat Debit secara otomasi, Koordinator PWD dapat tidak memproses Warkat Debit Peserta dalam pertukaran Warkat Debit 5. Bagi Peserta yang tidak memberikan data, informasi, dan/atau dokumen terkait penyelenggaraan SKNBI sebagaimana dimaksud dalam butir III.H.5 dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis. 6. Bagi Peserta yang tidak memberikan akses kepada Penyelenggara untuk melakukan pemeriksaan secara langsung sebagaimana dimaksud dalam butir XVI.6.a.2)b), berlaku ketentuan sebagai berikut: a. Peserta yang tidak memberikan akses kepada Penyelenggara untuk melakukan pemeriksaan secara langsung dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis. b. Dalam hal Peserta tidak menindaklanjuti sanksi administratif berupa teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam huruf a dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari sejak teguran tertulis diterima, dapat dikenakan sanksi penurunan status kepesertaan. 7. Bagi Peserta yang tidak menindaklanjuti hasil pemantauan sebagaimana dimaksud dalam butir XVI.6.a.6), berlaku ketentuan sebagai berikut: a. Peserta yang tidak menindaklanjuti hasil pemantauan dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis. b. Dalam hal Peserta tidak menindaklanjuti sanksi administratif berupa teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dapat dikenakan sanksi penurunan status kepesertaan. 8. Bagi ... dikenakan sanksi 197 8. Bagi Peserta yang terlambat menyampaikan laporan berkala sebagaimana dimaksud dalam butir XVI.5.a.2)a)(1) berlaku ketentuan sebagai berikut: a. Peserta dikenakan sanksi administratif berupa kewajiban membayar sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) per hari kerja keterlambatan sejak batas waktu penyampaian pelaporan, dengan jumlah kewajiban membayar paling banyak sebesar Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah). b. Pengenaan sanksi administratif berupa kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilakukan dengan mendebit Rekening Setelmen Dana Peserta atau Rekening Setelmen Dana Bank Pembayar. c. Penyelenggara menginformasikan pembebanan pengenaan sanksi administratif berupa kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam huruf b melalui surat setelah pelaksanaan pembebanan sanksi. d. Dalam hal Peserta terlambat menyampaikan laporan berkala sesuai batas waktu, Peserta tetap wajib menyampaikan laporan berkala paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak batas waktu penyampaian laporan berkala yang ditetapkan oleh Penyelenggara. e. Dalam hal Peserta tidak menyampaikan laporan berkala sebagaimana dimaksud dalam huruf d, Peserta dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis. f. Peserta yang tidak menindaklanjuti sanksi teguran tertulis sebagimana dimaksud dalam huruf e, dapat dikenakan sanksi administratif berupa penurunan status kepesertaan. 9. Dalam hal Penyelenggara mengenakan sanksi administratif berupa penurunan status kepesertaan, Penyelenggara menginformasikan kepada: a. Peserta ... 198 a. Peserta yang bersangkutan melalui surat; b. seluruh Peserta melalui fasilitas administrative message dan/atau sarana lainnya; dan c. Koordinator PWD yang di wilayah kerjanya terdapat Perwakilan Peserta, melalui surat atau sarana lainnya. XVIII. LAIN-LAIN 1. Dalam rangka keikutsertaan dalam Layanan Pembayaran Reguler dan/atau Layanan Penagihan Reguler, diatur ketentuan sebagai berikut: a. Peserta yang memanfaatkan Layanan Pembayaran Reguler dan/atau Layanan Penagihan Reguler untuk pertama kalinya harus menyampaikan pemberitahuan kepada Penyelenggara mengenai pengiriman DKE Pembayaran dan/atau DKE Penagihan. b. Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a disampaikan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum tanggal pengiriman DKE Pembayaran dan/atau DKE Penagihan. c. Berdasarkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Penyelenggara menginformasikan kepada seluruh Peserta mengenai penggunaan Layanan Pembayaran Reguler dan/atau Layanan Penagihan Reguler. 2. Lampiran I dan Lampiran II merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. XIX. KETENTUAN PENUTUP 1. Ketentuan mengenai penyediaan JKD cadangan dari lokasi cadangan (back up site) Peserta ke Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam butir III.H.1.h.4)a)(2) wajib dipenuhi paling lambat tanggal 31 Desember 2016. 2. Ketentuan mengenai penyesuaian indemnity dan jumlah lembar Warkat Debit pada BPWD-Kliring Penyerahan dan BPWD- Kliring Pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.17 dipenuhi paling lambat tanggal 31 Desember 2016. 3. Ketentuan ... 199 3. Ketentuan mengenai pencantuman jumlah lembar Warkat Debit dalam MICR code line pada BPWD-Kliring Penyerahan dan BPWD-Kliring Pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.21 dipenuhi paling lambat tanggal 31 Desember 2016. 4. Ketentuan mengenai pengenaan biaya penggunaan akses data agregat hasil perhitungan SKNBI sebagaimana dimaksud dalam butir XIV.B.1.a.2) mulai berlaku pada 1 Juli 2016. 5. Ketentuan mengenai penyampaian laporan triwulanan oleh Koordinator PWD sebagaimana dimaksud dalam butir 5.b.3) untuk pertama kali mulai berlaku untuk periode laporan triwulan II yang penyampaiannya paling lama 7 (tujuh) hari kerja pada bulan Juli 2016. 6. Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/13/DPSP tanggal 5 Juni 2015 perihal Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal oleh Bank Indonesia, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 2 Mei 2016 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. BANK INDONESIA, BRAMUDIJA HADINOTO KEPALA DEPARTEMEN PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 18/7/DPSP|SE-BI/2016 </reg_id> <reg_title> Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal oleh Bank Indonesia </reg_title> <set_date> 2 Mei 2016 </set_date> <effective_date> 2 Mei 2016 </effective_date> <replaced_reg> '17/13/DPSP|SE-BI/2015' </replaced_reg> <related_reg> '18/5/PBI/2016', '17/9/PBI/2015' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi XVII' </penalty_list>
No.15/36/DKEM Jakarta, 30 Agustus 2013 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Perubahan Ketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/1/DInt tanggal 15 Februari 2007 perihal Pinjaman Luar Negeri Bank. Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/1/PBI/2005 tentang Pinjaman Luar Negeri Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4467) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/6/PBI/2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5442), perlu untuk dilakukan perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/1/DInt tanggal 15 Februari 2007 perihal Pinjaman Luar Negeri Bank sebagaimana telah diubah beberapa kali dengan Surat Edaran Bank Indonesia: a. Nomor 10/32/DInt tanggal 14 Oktober 2008 perihal Perubahan Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/1/DInt tanggal 15 Februari 2007 perihal Pinjaman Luar Negeri Bank; b. Nomor 14/30/DInt tanggal 22 Oktober 2012 perihal Perubahan Kedua atas Surat Edaran Nomor 9/1/DInt tanggal 15 Februari 2007 perihal Pinjaman Luar Negeri Bank; diubah sebagai berikut: C. PLN... C. PLN Jangka Pendek 1. Bank dapat memperoleh PLN Jangka Pendek tanpa persetujuan dari Bank Indonesia. 2. Bank wajib membatasi posisi saldo harian PLN Jangka Pendek paling tinggi 30% (tiga puluh perseratus) dari modal Bank termasuk yang dimiliki oleh kantor cabangnya di luar negeri. 3. Pembatasan posisi saldo harian PLN Jangka Pendek sebagaimana dimaksud pada angka 2 dikecualikan terhadap: a. PLN Jangka Pendek dari pemegang saham pengendali dalam rangka mengatasi kesulitan likuiditas Bank. PLN Jangka Pendek dari pemegang saham pengendali dimaksud dikecualikan mengingat pemegang saham pengendali mempunyai kewajiban untuk membantu Bank apabila Bank mengalami kesulitan likuiditas. Yang dimaksud dengan pemegang saham pengendali adalah pemegang saham pengendali sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Bank Umum. Yang dimaksud dengan kesulitan likuiditas adalah kesulitan memenuhi kewajiban jangka pendek yang disebabkan oleh terjadinya arus dana masuk yang lebih kecil dibandingkan dengan arus dana keluar (mismatch) baik valas maupun rupiah, tidak termasuk dalam rangka kegiatan ekspansi usaha. b. PLN Jangka Pendek dari pemegang saham pengendali dalam rangka penyaluran kredit ke sektor riil. Yang dimaksud dengan “penyaluran kredit ke sektor riil” adalah pemberian pinjaman kepada debitur entitas Indonesia dalam rangka mendukung atau mengembangkan usaha di Indonesia. c. Dana... c. Dana Usaha kantor cabang bank asing di Indonesia sampai dengan paling tinggi 100% (seratus perseratus) dari Dana Usaha yang dinyatakan (declared Dana Usaha). d. Giro, tabungan, dan deposito milik perwakilan negara asing serta lembaga internasional, termasuk anggota stafnya. Perwakilan negara asing termasuk juga perwakilan pemerintah daerah negara asing yang mewakili secara resmi pemerintah daerah negara asing tersebut dalam melakukan tugasnya. Lembaga internasional termasuk antara lain International Monetary Fund (IMF), World Bank, dan lembaga internasional lainnya sejenis yang kegiatannya bersifat nirlaba. e. Giro milik Bukan Penduduk yang digunakan untuk kegiatan investasi di Indonesia. Deposito, tabungan, dan lainnya yang sejenis di luar giro milik Bukan Penduduk yang digunakan untuk kegiatan investasi tidak termasuk yang dikecualikan. f. Giro milik Bukan Penduduk yang menampung dana hasil penjualan kembali (divestasi) atas penyertaan langsung, pembelian saham, pembelian obligasi korporasi Indonesia, dan/atau pembelian Surat Berharga Negara (SBN). 4. PLN Jangka Pendek yang diperpanjang (roll over) tetap merupakan PLN Jangka Pendek. Dalam hal akan diperpanjang lebih dari 1 (satu) tahun maka akan diberlakukan sebagai PLN Jangka Panjang baru yang harus mengikuti prosedur sesuai ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai PLN. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 30 Agustus 2013. Agar... Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, DODY BUDI WALUYO KEPALA DEPARTEMEN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 15/36/DKEM|SE-BI/2013 </reg_id> <reg_title> Perubahan Ketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/1/DInt tanggal 15 Februari 2007 perihal Pinjaman Luar Negeri Bank. </reg_title> <set_date> 30 Agustus 2013 </set_date> <effective_date> 30 Agustus 2013 </effective_date> <changed_reg> '9/1/DInt|SE-BI/2007' </changed_reg> <extension_of> '10/32/DInt|SE-BI/2008', '14/30/DInt|SE-BI/2012' </extension_of> <related_reg> '7/1/PBI/2005', '15/6/PBI/2013', '9/1/DInt|SE-BI/2007' </related_reg>
No. 6/52/DASP Jakarta, 31 Desember 2004 S U R A T E D A R A N Perihal : Warkat dan Dokumen Kliring serta Pencetakannya pada Perusahaan Percetakan Warkat dan Dokumen Kliring Sehubungan dengan adanya beberapa perubahan kebijakan yang terkait dengan pencetakan Warkat dan Dokumen Kliring dalam rangka mendukung kelancaran penyelenggaraan Kliring, dipandang perlu untuk mengatur kembali peraturan pelaksanaan dari Peraturan Bank Indonesia Nomor 1/3/PBI/1999 tanggal 13 Agustus 1999 tentang Penyelenggaraan Kliring Lokal dan Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Antar Bank Atas Hasil Kliring Lokal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3873) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/14/PBI/2000 tanggal 9 Juni 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 88), sebagai berikut. I. PEMBAKUAN WARKAT DAN DOKUMEN KLIRING Dalam upaya untuk meningkatkan efektivitas, efisiensi, keamanan, dan kemudahan pengawasan dalam penyelenggaraan Kliring, perlu dilakukan pembakuan Warkat dan Dokumen Kliring yang digunakan dalam Kliring. A. WARKAT Warkat merupakan alat pembayaran bukan tunai yang diperhitungkan atas beban atau untuk untung rekening nasabah atau Bank yang digunakan dalam penyelenggaraan Kliring. 1. JENIS … 2 1. JENIS WARKAT Jenis Warkat yang dibakukan untuk diperhitungkan dalam Kliring yaitu: a. Cek adalah cek sebagaimana diatur dalam Kitab Undang- undang Hukum Dagang (KUHD), dan jenis-jenis Warkat serupa cek yang penggunaannya dalam Kliring telah disetujui oleh Bank Indonesia, antara lain cek deviden (dividend cheque), cek perjalanan (traveller’s cheque), cek cinderamata (gift cheque), dan cek bank (bank’s cheque). b. Bilyet Giro adalah surat perintah dari nasabah kepada Bank penyimpan dana untuk memindahbukukan sejumlah dana dari rekening yang bersangkutan kepada rekening pemegang yang disebutkan namanya sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai Bilyet Giro, termasuk Bilyet Giro Bank Indonesia (BGBI). c. Wesel Bank Untuk Transfer (WBUT) adalah wesel sebagaimana diatur dalam KUHD yang diterbitkan oleh Bank khusus untuk sarana transfer. d. Surat Bukti Penerimaan Transfer (SBPT) adalah surat bukti penerimaan transfer dari luar kota yang dapat ditagihkan kepada Bank Peserta penerima dana transfer melalui Kliring. e. Nota Debet adalah Warkat yang digunakan untuk menagih dana pada Bank lain untuk untung Bank atau nasabah Bank yang menyampaikan Warkat tersebut. Nota Debet yang dikliringkan hendaknya telah diperjanjikan dan dikonfirmasikan terlebih dahulu oleh Bank yang menyampaikan … 3 menyampaikan Nota Debet kepada Bank menerima Nota Debet tersebut. f. Nota Kredit adalah Warkat yang yang akan digunakan untuk menyampaikan dana pada Bank lain untuk untung Bank atau nasabah Bank yang menerima Warkat tersebut. 2. SPESIFIKASI TEKNIS WARKAT a. Spesifikasi Teknis yang harus dicantumkan dalam Warkat Spesifikasi teknis Warkat yang harus dicantumkan dalam Warkat yang Kliring secara Manual, Semi Kertas akan digunakan dalam penyelenggaraan Otomasi, Otomasi dan Elektronik diatur sebagai berikut: 1) Kertas yang digunakan harus memenuhi kualitas “The London Clearing Bank’s Paper Specification No. 1” (kertas CBS-1), yang sekurang-kurangnya memenuhi standar sebagai berikut: a) berat kertas (gramatur) : 95 +/- 5 % g/M2; b) ketebalan : 105 sampai dengan 135 micron; dan c) memuat tanda air (watermark) berupa logo perusahaan percetakan Warkat dan Dokumen Kliring (PPWDK). 2) Ukuran Ukuran Warkat yang digunakan harus merupakan ukuran seragam, yaitu panjang 7 (tujuh) inci dan lebar 2 ¾ (dua tiga per empat) inci. Khusus untuk Nota Kredit … 4 Kredit, dapat pula digunakan ukuran panjang 8 (delapan) inci dan ukuran lebar 3 ⅔ (tiga dua per tiga) inci. 3) Rancang Bangun Pembakuan Warkat tidak dimaksudkan untuk membakukan redaksi yang tercantum dalam Warkat. Namun demikian untuk lebih memudahkan pengenalan dan pemeriksaan Warkat maupun sandi atau informasi yang tercantum di dalamnya maka rancang bangun Warkat diatur sebagai berikut: a) nama dan logo Bank nama dan logo Bank harus dicetak lebih jelas dan atau lebih besar daripada cetakan lainnya pada Warkat dimaksud dan ditempatkan pada bagian kiri atas Warkat. Pencantuman logo dimaksud tidak berlaku dalam hal Peserta tidak memiliki logo; b) penulisan jenis Warkat jenis Warkat sebagaimana dimaksud dalam angka 1 harus ditulis dalam bahasa Indonesia dan apabila diperlukan dapat ditambahkan padanan katanya dalam bahasa Inggris. Tulisan jenis Warkat tersebut harus dicetak lebih jelas dan atau lebih besar daripada tulisan lain pada redaksi Warkat dan ditempatkan pada bagian atas Warkat; c) penggunaan … 5 c) penggunaan bahasa Indonesia pada redaksi Warkat redaksi Warkat harus ditulis dalam bahasa Indonesia dan apabila diperlukan, dapat ditambahkan padanan katanya dalam bahasa Inggris; d) nomor seri nomor seri yang digunakan sebagai sarana kontrol penggunaan Warkat harus dicantumkan pada bagian kanan atas Warkat; e) nilai nominal ruangan untuk menuliskan nilai nominal dalam angka dan huruf harus cukup luas dan ditempatkan di bagian tengah Warkat, sehingga perbandingan tulisan nilai nominal dalam angka dan huruf pada Warkat dapat terlihat atau terbaca dengan jelas; f) tempat dan tanggal penerbitan kolom penulisan tempat dan tanggal penerbitan Warkat harus disediakan pada Warkat; g) ruangan tanda tangan ruangan untuk tanda tangan dan atau pencantuman nama jelas penerbit atau penarik Warkat harus disediakan dengan cukup luas serta … 6 serta ditempatkan pada bagian bawah Warkat di atas garis batas clear band; h) nama PPWDK nama PPWDK harus dicantumkan secara vertikal pada sisi sebelah kiri atau kanan Warkat, atau secara horisontal di bagian bawah Warkat di atas garis batas clear band; i) penulisan Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah harus menuliskan istilah “Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah”, “Dapat dikliringkan pada seluruh cabang bank di Indonesia”, “Peserta intercity clearing” atau istilah yang sejenis lainnya pada bagian tengah atas Warkat atau pada bagian lain yang masih kosong dan menurut Peserta ./. j) merupakan tempat yang paling tepat. Contoh penulisan istilah Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah pada Cek dan Bilyet Giro adalah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 1.a dan Lampiran 1.b; penggunaan warna yang kontras komposisi warna antara latar belakang Warkat dan tulisan pada Warkat yang digunakan pada seluruh sistem penyelenggaraan Kliring harus cukup kontras, sehingga apabila Warkat diproses oleh mesin baca pilah (reader sorter) pada sistem … 7 sistem Otomasi atau Elektronik, tulisan pada hasil reproduksi image Warkat atas Warkat yang sebelumnya telah direkam gambarnya dalam penyelenggaraan Kliring dengan menggunakan mesin baca pilah, dapat dibaca dengan jelas. Dengan demikian, dalam pemilihan komposisi warna pada latar belakang Warkat, Peserta harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: (1) menghindari penggunaan warna yang sama atau hampir sama antara latar belakang Warkat dengan warna tulisan pada redaksi Warkat (tidak kontras); (2) khusus untuk tulisan pada redaksi Warkat, hendaknya menggunakan pilihan jenis dan besar huruf yang memadai serta menggunakan pilihan warna tinta yang tegas; 4) tinta untuk mencetak Magnetic Ink Character Recognition E-13B (MICR) code line pada bagian clear band Warkat, harus menggunakan tinta MICR yang memenuhi standar ISO 1004:1995; 5) clear band clear band adalah ruang kosong dengan ukuran seragam yang terdapat pada bagian bawah Warkat dengan panjang disesuaikan dengan ukuran panjang Warkat … 8 Warkat sebagaimana dimaksud dalam angka 2) dan lebar 5/8 (lima per delapan) inci diukur dari sisi bagian paling bawah Warkat. Ruangan clear band tersebut disediakan khusus untuk pencetakan angka dan simbol MICR code line untuk diproses dalam penyelenggaraan Kliring dengan menggunakan sistem Otomasi atau Elektronik; 6) garis batas clear band pada setiap clear band Warkat sebagaimana dimaksud dalam angka 5) harus terdapat batas clear band dengan bagian lain dari Warkat dimaksud yang dapat berupa garis, huruf mikro (micro text) atau perbedaan warna yang membentuk garis pada posisi 5/8 (lima per delapan) inci dari bagian paling bawah Warkat; 7) pembedaan warna untuk lebih memudahkan pengenalan dan pembedaan Warkat Kredit (Nota Kredit) dengan Warkat Debet (Cek, Bilyet Giro, Nota Debet, WBUT dan SBPT) dalam pemrosesan Warkat di tempat Peserta pengirim, Penyelenggara dan Peserta penerima, maka pada sudut kanan atas semua Nota Kredit sebagaimana dimaksud dalam butir 1.f harus diberi tanda dengan bentuk segitiga siku-siku berwarna merah, dengan ukuran sisi tegak masing-masing 1½ (satu setengah) centimeter; 8) pertinggal … 9 8) pertinggal untuk keperluan administrasi atas penarikan atau penerbitan Cek dan Bilyet Giro, pada setiap lembar Cek dan Bilyet Giro harus ditambahkan lembar pertinggal yang ditempatkan pada sebelah kiri atau sebelah atas Warkat dan diadministrasikan di bagian depan/belakang bundel Warkat atau berupa carbonized paper. Dalam hal diperlukan, Peserta dapat menambahkan lembar pertinggal dimaksud pada Warkat-Warkat selain Cek dan Bilyet Giro; 9) perforasi untuk menghindari kerusakan pada waktu pengolahan oleh mesin baca pilah dan atau MICR encoder/reader- encoder, perforasi untuk memisahkan Warkat dengan lembar pertinggal harus ditempatkan pada sebelah kiri atau sebelah atas Warkat. Dalam hal digunakan continuous form, perforasinya disesuaikan dengan kebutuhan dan harus dilakukan secara deep cut. Selain itu lem perekat tidak dapat digunakan pada Warkat, kecuali apabila ditujukan untuk menjilid blanko Warkat yang telah diperforasi. b. Spesifikasi Teknis Warkat yang Dapat Ditambahkan dalam Warkat (bersifat fakultatif) Spesifikasi teknis Warkat yang dapat ditambahkan dalam Warkat yang akan digunakan dalam penyelenggaraan Kliring … 10 Kliring secara Manual, Semi Elektronik, diatur sebagai berikut: 1) Otomasi, Otomasi dan disain sekuriti pada latar belakang untuk meningkatkan keamanan Warkat dari kemungkinan upaya pemalsuan, disain sekuriti latar belakang Warkat dapat menggunakan satu atau lebih fitur disain sekuriti seperti guillosche, roschette, numismatic (line relief) atau raster sekuriti lain seperti raster anti fotokopi, micro text (huruf mikro), dan atau hidden image; 2) personalisasi nasabah dalam hal diperlukan personalisasi nasabah pada Warkat Cek atau Bilyet Giro, maka pencantuman informasi personalisasi nasabah (nama, alamat, nomor rekening dan atau identitas lainnya dari nasabah penarik Cek atau Bilyet Giro) dimaksud dapat ./. 3) ditempatkan di sebelah kiri bawah Warkat, sejajar dengan tanda tangan atau di tempat lain yang menurut Peserta merupakan tempat yang paling tepat. Contoh personalisasi nasabah pada Cek dan Bilyet Giro adalah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 2.a dan Lampiran 2.b. tinta a) tinta sekuriti untuk latar belakang Warkat untuk meningkatkan keamanan terhadap kemungkinan adanya upaya pemalsuan, pencetakan … 11 pencetakan latar belakang Warkat dapat menggunakan satu atau lebih tinta sekuriti. Tinta sekuriti yang digunakan dapat merupakan tinta tak tampak (invisible ink) yang akan berpendar apabila disinari dengan cahaya ultra violet, dan atau tinta tampak (visible ink) yang ditempatkan pada latar belakang Warkat. Lokasi cetakan tinta tak tampak (invisible ink) dapat meliputi: (1) tempat penulisan tanggal penerbitan Warkat; (2) tempat penulisan angka nominal; (3) tempat penulisan terbilang nominal; atau angka (4) tempat tanda tangan penarik atau penerbit Warkat. b) tinta penetrasi untuk nomor seri Warkat untuk meningkatkan keamanan terhadap upaya manipulasi terhadap nomor seri (nomorator) Warkat, maka pencetakan nomor seri (nomorator) Warkat dapat menggunakan tinta penetrasi merah kuning. ber-fluorescent hijau atau c. ./. Contoh rancang bangun Warkat adalah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 3.a sampai dengan Lampiran 3.e, Lampiran 3.f.1) sampai dengan Lampiran Lampiran 3.g.1) serta Lampiran 3.g.2). 3.f.4) dan 3. SARANA … 12 3. SARANA PENUNJANG WARKAT Sarana penunjang Warkat berupa stiker hanya dapat digunakan dalam penyelenggaraan Kliring yang menggunakan sistem Otomasi dan Elektronik. Stiker digunakan untuk mengoreksi kesalahan encode MICR code line pada clear band Warkat, dengan cara menutup informasi MICR code line yang salah secara penuh dengan stiker kosong dan meng-encode kembali informasi MICR code line yang benar di atasnya. Adapun penggunaan stiker harus memenuhi ketentuan sebagai berikut : a. ukuran stiker tidak melebihi ruang clear band dan dengan ketebalan yang memadai sehingga tidak mengganggu pembacaan MICR code line hasil koreksi oleh mesin baca pilah; b. B. stiker tidak diperkenankan digunakan untuk mengoreksi kesalahan encode pada Dokumen Kliring. DOKUMEN KLIRING Dokumen Kliring merupakan dokumen kontrol dan berfungsi sebagai alat bantu dalam proses perhitungan Kliring. 1. JENIS DOKUMEN KLIRING Jenis Dokumen Kliring yang digunakan dalam kegiatan Kliring adalah sebagai berikut: a. Dalam Sistem Otomasi dan Elektronik adalah : 1) Bukti Penyerahan Warkat Debet - Kliring Penyerahan (BPWD); 2) Bukti Penyerahan Warkat Kredit - Kliring Penyerahan (BPWK); 3) Kartu … 13 3) 4) Kartu Batch Warkat Debet (KBWD); Kartu Batch Warkat Kredit (KBWK); 5) Bukti Penyerahan Rekaman Warkat - Kliring Pengembalian (BPRWKP); dan 6) Lembar Substitusi. b. Dalam Sistem Semi Otomasi adalah: 1) Bukti Rekaman Warkat Penyerahan - Kliring Penyerahan (BRWPKP); 2) Daftar Warkat Kliring Penyerahan Menurut Bank Penerima; 3) Daftar Warkat Kliring Penyerahan Menurut Bank Pengirim; 4) Bukti Rekaman Warkat Tolakan Kliring Pengembalian; 5) Daftar Warkat Kliring Pengembalian Menurut Bank Penerima; 6) Daftar Warkat Kliring Pengembalian Menurut Bank Pengirim; dan 7) Daftar Warkat Yang Ditolak Dengan Alasan Kosong. c. 2. Dalam Sistem Manual adalah Daftar Warkat Kliring Penyerahan/Pengembalian. SPESIFIKASI TEKNIS DOKUMEN KLIRING Spesifikasi teknis Dokumen Kliring yang akan digunakan dalam penyelenggaraan Kliring secara Manual, Semi Otomasi, Otomasi dan Elektronik diatur sebagai berikut: a. Dokumen … 14 a. Dokumen Kliring Sistem Otomasi dan Elektronik 1) Spesifikasi teknis yang BPWK, KBWD dan KBWK a) Kertas Kertas yang digunakan harus memenuhi kualitas CBS-1, yang sekurang-kurangnya memenuhi standar sebagai berikut: (1) berat kertas (gramatur) : 95 +/- 5 % g/M2; (2) ketebalan : 105 sampai dengan 135 micron; dan (3) memuat tanda air (watermark) berupa logo PPWDK; b) Ukuran Ukuran BPWD, BPWK, KBWD dan KBWK yang digunakan harus merupakan ukuran seragam, yaitu panjang 7 (tujuh) inci dan lebar 2¾ (dua tiga per empat) inci; c) Rancang Bangun Untuk lebih memudahkan dalam pengenalan dan pemeriksaan sandi atau informasi di dalam BPWD, BPWK, KBWD dan KBWK, rancang bangun BPWD, BPWK, KBWD dan KBWK diatur sebagai berikut: (1) nama … harus ada pada BPWD, 15 (1) nama dan logo Bank nama dan logo Bank harus dicetak lebih jelas dan atau lebih besar daripada cetakan lainnya pada BPWD, BPWK, KBWD dan KBWK dimaksud dan ditempatkan pada bagian kiri atas BPWD, BPWK, KBWD dan KBWK. Pencantuman logo dimaksud tidak berlaku dalam hal Peserta tidak memiliki logo; (2) penulisan BPWD, BPWK, KBWD dan KBWK BPWD, BPWK, KBWD dan KBWK harus ditulis dalam bahasa Indonesia. Tulisan BPWD, BPWK, KBWD dan KBWK tersebut harus dicetak lebih jelas dan atau lebih besar daripada tulisan pada redaksi Dokumen Kliring dan ditempatkan pada bagian atas BPWD, BPWK, KBWD dan KBWK; (3) penggunaan bahasa Indonesia pada redaksi BPWD, BPWK, KBWD dan KBWK redaksi BPWD, BPWK, KBWD dan KBWK harus ditulis dalam bahasa Indonesia; (4) nomor … 16 (4) nomor seri nomor seri yang digunakan sebagai sarana kontrol penggunaan BPWD, BPWK, KBWD, dan KBWK harus dicantumkan pada bagian kanan atas BPWD, BPWK, KBWD dan KBWK dimaksud; (5) nilai nominal ruangan untuk menuliskan nilai nominal harus cukup luas yang ditempatkan di bagian kanan BPWD dan BPWK, di atas ruangan untuk tanda tangan dan pencantuman nama jelas petugas yang menyerahkan, sehingga nilai nominal pada BPWD dan BPWK dimaksud dapat terlihat atau terbaca dengan jelas; (6) tempat dan tanggal penerbitan kolom penulisan tempat dan tanggal penerbitan BPWD dan BPWK harus disediakan pada BPWD dan BPWK; (7) ruangan tanda tangan ruangan untuk tanda tangan dan pencantuman nama jelas petugas yang menyerahkan harus disediakan dengan cukup luas serta ditempatkan pada bagian sebelah … 17 (8) sebelah kanan bawah BPWD dan BPWK di atas garis batas clear band; tinta untuk mencetak MICR code line pada bagian clear band BPWD, BPWK, KBWD, dan KBWK, harus menggunakan tinta MICR yang memenuhi standar ISO 1004:1995; (9) clear band clear band adalah ruang kosong dengan ukuran seragam yang harus terdapat pada bagian bawah BPWD, BPWK, KBWD, dan KBWK dengan panjang sesuai ukuran panjang BPWD, BPWK, KBWD dan KBWK sebagaimana dimaksud dalam butir 1).b) dan lebar 5/8 (lima per delapan) inci diukur dari sisi bagian paling bawah BPWD, BPWK, KBWD, dan KBWK. Ruangan clear band tersebut disediakan khusus untuk pencetakan angka dan simbol MICR code line untuk diproses dalam penyelenggaraan Kliring dengan menggunakan atau Elektronik; sistem Otomasi (10) garis … 18 (10) garis batas clear band pada clear band BPWD, BPWK, KBWD dan KBWK sebagaimana dimaksud dalam angka (9), harus terdapat batas clear band dengan bagian lain dari BPWD, BPWK, KBWD dan KBWK dimaksud yang dapat berupa garis, huruf mikro (micro text) atau perbedaan warna yang membentuk garis pada posisi 5/8 (lima perdelapan) inci dari bagian paling bawah BPWD, BPWK, KBWD, dan KBWK; (11) pembedaan warna untuk membedakan BPWD, BPWK, KBWD, dan KBWK dalam pengolahan di Penyelenggara, maka pada bagian paling atas: (a) BPWD dan KBWD harus diberi warna hijau; dan (b) BPWK dan KBWK harus diberi warna merah, dengan ukuran panjang 7 (tujuh) inci dan lebar 1 (satu) centimeter. 2) Spesifikasi teknis yang dapat ditambahkan pada BPWD, BPWK, KBWD dan KBWK (bersifat fakultatif) a) nama … 19 a) nama PPWDK nama PPWDK dapat dicantumkan secara vertikal pada sisi sebelah kiri atau kanan BPWD, BPWK, KBWD, dan KBWK, atau secara horisontal di bagian bawah BPWD, BPWK, KBWD dan KBWK di atas garis batas clear band; b) disain sekuriti pada latar belakang untuk meningkatkan keamanan BPWD, BPWK, KBWD dan KBWK dari kemungkinan upaya pemalsuan, disain sekuriti latar belakang BPWD, BPWK, KBWD dan KBWK dapat menggunakan satu atau lebih fitur disain sekuriti seperti guillosche, roschette, numismatic (line relief) atau raster sekuriti lain seperti raster anti fotokopi, micro text (huruf mikro), dan atau hidden image; c) tinta (1) tinta sekuriti untuk mencetak latar belakang BPWD, BPWK, KBWD dan KBWK untuk meningkatkan keamanan terhadap kemungkinan adanya upaya pemalsuan, pencetakan latar belakang BPWD, BPWK, KBWD dan KBWK dapat menggunakan satu atau lebih tinta sekuriti … 20 sekuriti. Penggunaan tinta sekuriti merupakan tinta tak tampak (invisible ink) yang akan berpendar apabila disinari dengan cahaya ultra violet, dan atau tinta tampak (visible ink) yang ditempatkan pada latar belakang BPWD, BPWK, KBWD dan KBWK. Lokasi cetakan tinta tak tampak (invisible ink) ditempatkan di bagian Dokumen Kliring yang menurut Peserta paling tepat, kecuali pada bagian clear band; (2) tinta penetrasi untuk nomor seri BPWD, BPWK, KBWD, dan KBWK untuk meningkatkan keamanan terhadap upaya menipulasi terhadap nomor seri (nomorator) BPWD, BPWK, KBWD, dan KBWK, maka pencetakan nomor seri (nomorator) BPWD, BPWK, KBWD, dan KBWK dapat menggunakan tinta penetrasi merah ber-fluorescent hijau atau kuning. 3) Lembar Substitusi Lembar Substitusi harus menggunakan kertas HVS minimal 60 g/M2 warna putih, tanpa mencantumkan logo dan nama Bank, dengan ukuran panjang 7 (tujuh) inci dan lebar 2 ¾ (dua tiga per empat) inci. 4) BPRWKP … 21 4) BPRWKP BPRWKP merupakan cetakan (print out) hasil pengolahan rekaman Warkat melalui aplikasi sistem Semi Otomasi yang penyelenggaraan Kliring Pengembalian pada sistem Otomasi dan Elektronik. BPRWKP tersebut harus dicetak pada kertas continuous form yang menggunakan printer dot matrix dengan minimal kualitas cetak sebesar 300 cps dibuat rangkap 2 (dua), dengan lembar kedua menggunakan carbonized paper. b. Dokumen Kliring sistem Semi Otomasi Dokumen Kliring yang digunakan pada penyelenggaraan Kliring dengan menggunakan sistem Semi Otomasi harus merupakan cetakan (print out) hasil pengolahan rekaman Warkat melalui aplikasi sistem Semi Otomasi. Dokumen Kliring tersebut harus dicetak pada kertas continuous form yang menggunakan printer dot matrix dengan minimal kualitas cetak sebesar 300 cps. c. Dokumen Kliring sistem Manual Dokumen Kliring berupa Daftar Warkat Kliring Penyerahan/ Pengembalian yang digunakan pada penyelenggaraan Kliring dengan menggunakan sistem Manual harus memenuhi spesifikasi teknis sebagai berikut: digunakan untuk 1) Kertas … 22 1) Kertas Kertas yang digunakan untuk lembar pertama adalah jenis kertas HVS minimal 60 g/M2 sedangkan untuk warna putih, lembar kedua dan ketiga menggunakan carbonized paper. 2) Ukuran Ukuran Dokumen Kliring yang digunakan yaitu panjang 27 (dua puluh tujuh) centimeter dan lebar 8 ½ (delapan setengah) centimeter. 3) Rancang Bangun Rancang bangun Dokumen Kliring memuat hal-hal sebagai berikut: a) nama Bank pada bagian atas Dokumen Kliring dicantumkan nama Bank penerbit yang dicetak lebih jelas dibandingkan cetakan lainnya dan pada sudut kiri atas; b) keterangan Daftar Warkat Kliring Penyerahan/ Pengembalian pada bagian tengah atas Dokumen Kliring tercantum keterangan Daftar Warkat Kliring Penyerahan/ Pengembalian; ditempatkan c) keterangan … 23 c) keterangan debet/kredit keterangan Debet/Kredit dicantumkan di bawah keterangan Daftar Warkat Kliring Penyerahan/ Pengembalian; d) nilai nominal ruangan nilai nominal pada Dokumen Kliring dibuat cukup luas sehingga nilai nominal dapat terlihat secara jelas; e) tanda tangan dan nama jelas ruangan untuk tanda tangan dan pencantuman nama jelas petugas yang menyerahkan dan yang menerima dibuat cukup luas dan ditempatkan di bagian bawah dan bersebelahan; d. ./. Contoh rancang bangun Dokumen Kliring pada huruf a dan huruf c adalah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 4.a sampai dengan Lampiran 4.g. II. PENCETAKAN DAN PERSETUJUAN PENCETAKAN WARKAT DAN DOKUMEN KLIRING, SERTA WARKAT DAN DOKUMEN KLIRING KE BANK INDONESIA A. PENCETAKAN WARKAT DAN DOKUMEN KLIRING 1. Pencetakan Warkat yang digunakan untuk seluruh sistem kliring, yaitu Manual, Semi Otomasi, Otomasi dan Elektronik wajib dilakukan oleh perusahaan percetakan dokumen sekuriti (PPDS) yang ditetapkan oleh Bank Indonesia sebagai PPWDK. 2. Pencetakan … PELAPORAN PENCETAKAN 24 2. Pencetakan Dokumen Kliring (BPWD, BPWK, KBWD, dan KBWK) untuk sistem Otomasi dan Elektronik wajib dilakukan oleh PPWDK sebagaimana dimaksud dalam angka 1. B. PERSETUJUAN PENCETAKAN WARKAT DAN ATAU DOKUMEN KLIRING OLEH BANK INDONESIA 1. Peserta wajib memperoleh persetujuan secara tertulis terlebih dahulu dari Bank Indonesia apabila akan melakukan pencetakan Warkat dan atau Dokumen Kliring (BPWD, BPWK, KBWD dan KBWK) untuk digunakan dalam penyelenggaraan Kliring, yang merupakan pencetakan: a. untuk pertama kalinya; b. untuk perubahan atas disain dan atau rancang bangun Warkat dan Dokumen Kliring (BPWD, BPWK, KBWD dan KBWK) yang sebelumnya telah disetujui pencetakan dan penggunaannya oleh Bank Indonesia, antara lain yang meliputi perubahan sebagai berikut: 1) nama Peserta; 2) 3) logo Peserta; redaksi, termasuk tetapi tidak terbatas pada penambahan tulisan sebagaimana dimaksud dalam butir I.A.2.a.3).i); 4) disain gambar latar belakang; 5) komposisi warna; dan atau 6) disain sekuriti latar belakang. c. pemesanan baru pada PPWDK yang berbeda. 2. Pengajuan … 25 2. Pengajuan permohonan persetujuan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam angka 1, dilakukan oleh: a. Kantor Pusat Bank Konvensional; b. Kantor Pusat Bank Syariah; c. Kantor Cabang dari suatu Bank yang berkedudukan di luar negeri; d. Kantor Cabang Peserta yang berkedudukan di Jakarta berdasarkan surat kuasa dari Kantor Pusat Peserta yang berkedudukan di luar Jakarta; e. UUS f. UUS atau Kantor Pusat Bank membawahi UUS tersebut; atau Kantor Cabang dari suatu bank yang berkedudukan di luar negeri yang membawahi UUS tersebut. 3. Untuk mencegah adanya duplikasi pengajuan spesimen Warkat dan Dokumen Kliring (BPWD, BPWK, KBWD dan KBWK), maka Kantor Pusat Peserta yang berkedudukan di luar Jakarta yang telah memberikan surat kuasa kepada Kantor Cabang Peserta yang berkedudukan di Jakarta sebagaimana dimaksud dalam butir 2.d, tidak dapat lagi mengajukan permohonan pencetakan Warkat dan atau Dokumen Kliring (BPWD, BPWK, KBWD dan KBWK) kepada Bank Indonesia yang mewilayahi kecuali telah terdapat pencabutan surat kuasa tersebut secara tertulis. 4. Spesimen Warkat Cek dan atau Bilyet Giro Peserta yang sebelumnya telah disetujui pencetakan dan penggunaannya oleh Bank … Konvensional yang 26 Bank Indonesia dan hanya mengalami perubahan atas rancang bangun Warkat berupa penambahan informasi personalisasi nasabah sebagaimana dimaksud dalam butir I.A.2.b.2), maka atas penambahan informasi dimaksud, Peserta yang bersangkutan dapat langsung melakukan pemesanan dan pencetakan Warkat Cek dan atau Bilyet Giro dimaksud pada PPWDK sesuai dengan kebutuhannya, tanpa perlu memperoleh persetujuan secara tertulis terlebih dahulu dari Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam angka 1. C. PERSYARATAN DAN TATA CARA BAGI PESERTA UNTUK MEMPEROLEH PERSETUJUAN PENCETAKAN WARKAT DAN ATAU DOKUMEN KLIRING Untuk memperoleh persetujuan atas pencetakan Warkat dan atau Dokumen Kliring (BPWD, BPWK, KBWD dan KBWK) sebagaimana dimaksud dalam butir B.1, Peserta harus melakukan hal-hal sebagai berikut: 1. ./. Menyampaikan surat permohonan persetujuan pencetakan Warkat dan atau Dokumen Kliring kepada Bank Indonesia yang mewilayahi sesuai contoh dalam Lampiran 5.a, yang sekurang- kurangnya memuat informasi sebagai berikut: a. jenis Warkat dan atau Dokumen Kliring yang akan dicetak pada PPWDK. Dalam hal jenis Warkat yang akan dicetak tersebut merupakan cek yang penggunaannya dalam Kliring belum disetujui oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam butir I.A.1.a, maka permohonan persetujuan atas penggunaan cek dimaksud harus dinyatakan secara jelas dalam surat permohonan; b. nama … 27 b. c. nama PPWDK yang akan mencetak Warkat dan atau Dokumen Kliring; dan alamat khusus Peserta untuk penyampaian surat balasan dari Bank Indonesia yang mewilayahi mengenai persetujuan atau penolakan atas permohonan persetujuan pencetakan Warkat dan atau Dokumen Kliring Peserta, dalam hal alamat khusus Peserta dimaksud berbeda dengan alamat surat-menyurat Peserta yang tercantum dalam header permohonan Peserta. atau footer 2. surat Menyampaikan dokumen-dokumen tertentu sebagai lampiran surat permohonan persetujuan pencetakan Warkat dan atau Dokumen Kliring sebagaimana dimaksud dalam angka 1, yang terdiri atas : a. spesimen Warkat dan atau Dokumen Kliring sebanyak 135 (seratus tiga puluh lima) lembar untuk masing-masing jenis Warkat dan Dokumen Kliring yang akan dicetak, dengan ketentuan sebagai berikut: 1) seluruh spesimen Warkat dan atau Dokumen Kliring harus memenuhi ketentuan spesifikasi teknis Warkat dan Dokumen Kliring sebagaimana dimaksud dalam butir I.A.2 dan butir I.B.2; 2) seluruh spesimen Warkat dan atau Dokumen Kliring harus dibubuhi tambahan tulisan “spesimen”, ”specimen”, ”speciment”, ”cetak coba” atau tulisan lain yang sejenis, dengan ukuran tulisan yang relatif besar dan menggunakan warna yang tegas/terang. Tulisan tersebut ditulis pada bagian depan Warkat dan atau … 28 atau Dokumen Kliring, sehingga mudah dibedakan dengan Warkat dan atau Dokumen Kliring yang bukan merupakan spesimen Warkat dan Dokumen Kliring; 3) seluruh lembar spesimen Warkat harus telah dipisahkan dari lembar pertinggal sebagaimana dimaksud dalam butir I.A.2.a.8); 4) khusus untuk spesimen Warkat berupa Cek dan Bilyet Giro, spesimen Warkat dimaksud harus memenuhi ketentuan yang mengatur mengenai Cek dan Bilyet Giro sebagaimana dimaksud dalam butir I.A.1.a dan butir I.A.1.b, khususnya terkait dengan pemenuhan persyaratan formal atas Cek dan Bilyet Giro serta ketentuan mengenai tata cara penulisan Warkat dan Dokumen Kliring angka III; sebagaimana dimaksud dalam 5) apabila spesimen Warkat dan Dokumen Kliring akan digunakan oleh Peserta dalam sistem Kliring Otomasi dan atau Elektronik maka : a. khusus pada bagian depan dari 5 (lima) lembar spesimen Warkat sebagaimana dimaksud dalam angka 1), dapat ditambahkan informasi dummy dalam bentuk tulisan yang antara lain mencakup nama penerima, jumlah nominal dalam angka dan huruf, tempat dan tanggal penerbitan/ penarikan, tanda tangan serta nama jelas penandatangan … 29 penandatangan untuk dilakukan uji reproduksi spesimen Warkat dalam bentuk image. b. pada clear band spesimen Warkat dan atau Dokumen Kliring sebagaimana dimaksud dalam angka 1) harus dibubuhi informasi MICR code line guna diuji dengan mesin baca pilah Penyelenggara. c. pencantuman informasi MICR code line sebagaimana dimaksud dalam huruf b) harus dilakukan sesuai dengan tata cara pencantuman MICR code line sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Penyelenggaraan Kliring secara Otomasi dan Elektronik, dengan pedoman tambahan sebagai berikut: (1) Spesimen Warkat (a) Kolom Nomor Seri, diisi dengan data dummy yang bukan angka “000000” (6 (enam) digit); (b) Kolom Sandi Peserta untuk semua jenis Warkat, diisi dengan sandi khusus pengujian Warkat dan Dokumen Kliring yaitu 888 9993 (7 (tujuh) digit); (c) Kolom Nomor Rekening, diisi dengan data dummy yang bukan angka … 30 angka “0000000000” (10 (sepuluh) digit); (d) Kolom Sandi Transaksi, diisi dengan sandi transaksi yang sesuai dengan jenis Warkat, yaitu: i. 00 sampai dengan 09 untuk Cek (2 (dua) digit); ii. 10 sampai dengan 19 untuk Bilyet Giro (2 (dua) digit); iii. 20 sampai dengan 29 untuk WBUT (2 (dua) digit); iv. 30 sampai dengan 39 untuk SBPT (2 (dua) digit); v. sampai dengan 49 untuk Nota Debet (2 (dua) digit); 40 vi. 50 sampai dengan 59 untuk Nota Kredit (2 (dua) digit). (e) Kolom Nilai Nominal, diisi dengan data dummy yang bukan angka “00000000000000” (14 (empat belas) digit). Khusus untuk nilai nominal Warkat Nota Debet diisi data dummy dengan nilai nominal paling (sepuluh juta rupiah). Sedangkan untuk nilai nominal Warkat Nota Kredit diisi dengan data dummy yang … banyak Rp 10.000.000,00 31 yang bukan angka “00000000000000” (14 (empat belas) digit) dengan nilai nominal paling banyak disesuaikan dengan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai nominal Warkat Kliring. batasan nilai (2) Spesimen Dokumen Kliring (a) Kolom Nomor Seri, diisi dengan sandi khusus pengujian Warkat dan Dokumen Kliring yaitu 888 9993 (7 (tujuh) digit), dengan tata cara pengisian yang berbeda dengan tata cara pengisian Nomor Seri pada spesimen Warkat, yaitu 3 (tiga) digit pertama diisi dengan angka “000” dan 3 (tiga) digit terakhir diisi dengan angka “888”. Dengan demikian, kolom Nomor Seri pada Dokumen Kliring dimaksud diisi dengan data “000888”; (b) Kolom Sandi Peserta, diisi dengan tata cara yang berbeda dengan tata cara pengisian Sandi Peserta pada spesimen Warkat, yaitu 3 (tiga) digit pertama diisi dengan angka “999” dan 4 (empat) digit terakhir diisi … 32 diisi dengan angka “9999”. Dengan demikian, kolom Sandi Peserta pada spesimen dimaksud diisi dengan data “999 9999”; (c) Kolom Nomor Rekening, tidak perlu dilakukan pengisian (dibiarkan kosong); (d) Kolom Sandi Transaksi, diisi dengan angka “60” (2 (dua) digit) untuk BPWD, angka “61” (2 (dua) digit) untuk BPWK, dan angka “96” (2 (dua) digit) untuk KBWD/KBWK; (e) Kolom Nilai Nominal Warkat, diisi dengan data dummy yang bukan angka “00000000000000” (empat belas) digit). (14 ./. b. Surat pernyataan dari PPWDK sesuai contoh dalam Lampiran 5.b, yang menerangkan informasi sebagai berikut: 1) bahwa kertas CBS-1 yang digunakan untuk mencetak Warkat dan Dokumen Kliring, merupakan kertas CBS-1 yang telah diuji di Balai Besar Pulp dan Kertas-Bandung (BBP&K) serta telah disetujui oleh Bank Indonesia; dan atau Dokumen Kliring 2) penjelasan … 33 2) penjelasan atas spesifikasi fitur disain sekuriti pada latar belakang yang digunakan dalam Warkat dan atau Dokumen Kliring, serta lokasi penempatan disain sekuriti tersebut (bila ada). c. fitur Surat pemberian kuasa dari pimpinan Kantor Pusat Peserta yang berkedudukan di luar Jakarta kepada Kantor Cabang Peserta yang berkedudukan di Jakarta, dalam hal surat permohonan persetujuan diajukan oleh Kantor Cabang Peserta yang berkedudukan di Jakarta sebagaimana dimaksud dalam butir B.2.d. 3. Spesimen Warkat dan atau Dokumen Kliring sebagaimana dimaksud dalam butir 2.a.1) yang telah diisi sandi MICR sebagaimana dimaksud dalam butir 2.a.5).c), harus memenuhi syarat pengujian dengan mesin baca pilah, sebagai berikut: a. tingkat penolakan Warkat dan atau Dokumen Kliring (KBWD dan atau KBWK) paling tinggi sampai dengan 2% (dua perseratus); dan b. reproduksi spesimen Warkat sebagaimana dimaksud dalam butir 2.a.5).a) yang telah diambil rekaman gambarnya menunjukkan hasil yang baik yaitu tulisan pada reproduksi Warkat dapat terlihat cukup jelas. D. PERSETUJUAN PENGGUNAAN DAN PENCETAKAN WARKAT DAN DOKUMEN KLIRING OLEH BANK INDONESIA Hasil penelitian dan pengujian terhadap kelengkapan surat permohonan serta spesimen Warkat dan Dokumen Kliring (BPWD, BPWK, KBWD dan KBWK) sebagaimana dimaksud dalam butir C.1, butir … 34 butir C.2 dan butir C.3, diberitahukan kepada Peserta yang mengajukan permohonan (Peserta pemohon) sebagaimana dimaksud dalam butir B.2, dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Pemberitahuan mengenai hasil penelitian dan pengujian disampaikan dengan menggunakan surat tertulis paling lambat 21 (dua puluh satu) hari kerja sejak surat permohonan persetujuan pencetakan Warkat dan Dokumen Kliring beserta lampirannya sebagaimana dimaksud dalam butir C.1 dan butir C.2 diterima secara lengkap dan benar oleh Bank Indonesia yang mewilayahi; 2. Surat tertulis sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dapat berupa: a. Surat penolakan, dalam hal surat permohonan persetujuan pencetakan Warkat dan atau Dokumen Kliring serta lampirannya sebagaimana dimaksud dalam butir C.1 dan butir C.2 yang diteliti dan diuji tersebut, tidak memenuhi salah satu atau lebih ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir C.1, butir C.2 dan butir C.3. Berkenaan dengan hal ini, selanjutnya Bank Indonesia yang mewilayahi menyampaikan surat penolakan dan mengembalikan seluruh spesimen Warkat dan atau Dokumen Kliring dimaksud kepada Peserta pemohon untuk diperbaiki/diperbaharui. Peserta pemohon kemudian dapat menyampaikan kembali surat permohonan kepada Bank Indonesia yang mewilayahi dengan melampirkan spesimen Warkat dan atau Dokumen Kliring yang telah diperbaiki/diperbaharui; b. Surat … 35 b. Surat persetujuan, dalam hal surat permohonan persetujuan pencetakan Warkat dan atau Dokumen Kliring serta lampirannya sebagaimana dimaksud dalam butir C.1 dan butir C.2 yang diteliti dan diuji tersebut telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir C.1, butir C.2 dan butir C.3. Berkenaan dengan hal ini, selanjutnya Bank Indonesia yang mewilayahi menyampaikan surat persetujuan kepada Peserta pemohon yang bersangkutan untuk dapat melakukan pencetakan Warkat dan atau Dokumen Kliring sesuai kebutuhan untuk dipergunakan dalam kegiatan Kliring, dengan dilampiri sebanyak 3 (tiga) lembar dari masing-masing spesimen Warkat dan atau Dokumen Kliring sebagaimana dimaksud dalam butir C.2.a yang telah diuji dengan hasil baik. Adapun sebanyak 132 (seratus tiga puluh dua) lembar sisa masing-masing spesimen Warkat dan atau Dokumen Kliring digunakan oleh Bank Indonesia yang mewilayahi sebagai arsip dan didistribusikan ke seluruh kantor Bank Indonesia (termasuk Kantor Pusat Bank Indonesia) dan Penyelenggara di daerah yang tidak terdapat kantor Bank Indonesia lainnya untuk digunakan sebagai arsip. 3. Dalam penyelenggaraan Kliring, Peserta wajib menggunakan Warkat dan atau Dokumen Kliring yang dicetak pada PPWDK berdasarkan surat persetujuan dari Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam butir 2.b. E. PELAPORAN … 36 E. PELAPORAN PENCETAKAN WARKAT DAN DOKUMEN KLIRING. 1. Kantor Pusat Peserta dan Kantor Cabang Peserta dari suatu Bank yang berkedudukan di luar negeri, setiap periode 1 (satu) tahun wajib menyampaikan laporan tahunan tertulis dengan menggunakan surat tertulis kepada Kantor Pusat Bank Indonesia mengenai Warkat dan atau Dokumen Kliring (BPWD, BPWK, KBWD dan KBWK) yang telah dicetak oleh PPWDK (ditandai dengan adanya delivery order dari PPWDK) pada periode 1 (satu) tahun sebelumnya, dengan ketentuan sebagai berikut: a. laporan tahunan wajib memuat : 1) nama Bank; 2) 3) periode laporan; tanggal pemesanan; 4) nama PPWDK; 5) tanggal pengiriman; dan ./. b. 6) jenis dan jumlah lembar Warkat dan atau Dokumen Kliring yang telah dicetak oleh PPWDK selama periode 1 (satu) tahun sebelumnya, dengan contoh format sesuai dengan Lampiran 6; dalam hal pada kurun waktu 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam angka 1, Kantor Pusat Peserta atau Kantor Cabang Peserta dari suatu Bank yang berkedudukan di luar negeri tidak melakukan pencetakan Warkat dan atau Dokumen Kliring maka Kantor Pusat Peserta atau dan Kantor Cabang Peserta dari suatu Bank yang berkedudukan di luar negeri yang bersangkutan tetap diwajibkan menyampaikan … 37 menyampaikan laporan pencetakan ./. Warkat dan atau Dokumen Kliring dengan keterangan ‘Nihil’ pada laporan tahunan sesuai dengan format Lampiran 7; c. penyampaian laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dilakukan paling lambat pada tanggal 25 Januari tahun berikutnya. Dalam hal tanggal 25 tersebut di atas adalah hari libur maka batas waktu pelaporan tersebut dihitung pada tanggal hari kerja berikutnya; d. penyampaian laporan tersebut ditujukan kepada : Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran, Bagian Pengawasan Sistem Pembayaran, dengan alamat : Bank Indonesia Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran Bagian Pengawasan Sistem Pembayaran Gedung D, Lantai 9 Jl. MH. Thamrin No. 2 Jakarta 10110; 2. Dalam hal Kantor Pusat Peserta sebagaimana dimaksud dalam angka 1 berada di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia, maka Kantor Pusat Peserta tersebut wajib menyampaikan tembusan surat dan laporan tertulis sebagaimana dimaksud dalam angka 1 kepada kantor Bank Indonesia yang mewilayahi. F. BANK … 38 F. BANK INDONESIA YANG MEWILAYAHI Bank Indonesia yang mewilayahi sebagaimana dimaksud dalam butir B.3, huruf C, huruf D dan huruf E adalah : 1. Bank Indonesia c.q. Pembayaran - Bagian Pengawasan Sistem Pembayaran (Bagian PwSP), untuk Peserta yang: a. Kantor Pusatnya berkedudukan di wilayah DKI Jakarta Raya, Serang, Pandeglang, Lebak, Tangerang, Bogor, Karawang dan Bekasi; atau b. Kantor Pusatnya berkedudukan di luar wilayah Kantor Pusat Bank Indonesia, namun telah memberikan surat kuasa kepada Kantor cabangnya yang berkedudukan di Jakarta sebagaimana dimaksud dalam butir B.2.d; dengan alamat surat sebagaimana dimaksud dalam butir E.1.d. 2. Kantor Bank Indonesia setempat, untuk Peserta yang Kantor Pusatnya berkedudukan di luar wilayah Kantor Pusat Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a. G. KETENTUAN KHUSUS MENGENAI PERUBAHAN NAMA PESERTA Berkenaan dengan permohonan pencetakan Warkat dan Dokumen Kliring (BPWD, BPWK, KBWD dan KBWK) yang disebabkan oleh adanya perubahan nama Peserta sebagaimana dimaksud dalam butir B.1.b.1), berlaku ketentuan sebagai berikut : 1. Bagi Peserta yang berubah nama baik karena merger, konsolidasi atau karena sebab lainnya, Peserta yang bersangkutan harus memberitahukan … Direktorat Akunting dan Sistem 39 memberitahukan perubahan nama tersebut dengan menggunakan surat tertulis kepada Kantor Pusat Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran - Bagian Pengawasan Sistem Pembayaran dengan alamat surat sebagaimana dimaksud dalam butir E.1.d paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender terhitung sejak tanggal perubahan nama Peserta dimaksud disetujui oleh Bank Indonesia. Surat pemberitahuan perubahan nama tersebut memuat informasi sebagai berikut: a. jumlah Warkat dan Dokumen Kliring lama yang masih tersedia pada Peserta; b. perkiraan lamanya waktu untuk menghabiskan persediaan Warkat dan Dokumen Kliring lama sebagaimana dimaksud dalam huruf a; dan c. rencana waktu pencetakan Warkat dan Dokumen Kliring dengan nama Peserta yang baru. 2. Peserta yang berubah nama sebagaimana dimaksud dalam angka 1 harus mengajukan permohonan persetujuan pencetakan Warkat dan Dokumen Kliring dengan nama Peserta yang baru paling lambat sebelum Warkat dan Dokumen Kliring lama diperkirakan habis, dengan persyaratan dan tata cara pengajuan permohonan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam huruf C. 3. Dalam hal Peserta sebagaimana dimaksud dalam angka 1 tidak melakukan pencetakan seluruh Warkat dan atau Dokumen Kliring dengan nama Peserta yang baru secara sekaligus pada saat yang sama, pengajuan surat permohonan persetujuan pencetakan Warkat dan Dokumen Kliring dimaksud dapat dilakukan lebih dari 1 (satu) kali sesuai dengan jenis Warkat dan atau … 40 atau Dokumen Kliring yang dicetaknya, dengan tetap memperhatikan ketersediaan Warkat dan Dokumen Kliring sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a). 4. Warkat dan atau Dokumen Kliring dengan nama Peserta yang lama masih dapat dipergunakan dalam Kliring sampai persediaan Warkat dan atau Dokumen Kliring lama tersebut habis, dengan ketentuan sebagai berikut : a. untuk Warkat dan Dokumen Kliring Peserta lama yang masih terdapat pada tata usaha Peserta, maka Peserta yang bersangkutan harus melakukan hal-hal sebagai berikut: 1) memperhatikan aspek risiko keamanan dan risiko reputasi (corporate image) serta aspek kepercayaan nasabah, terkait dengan rencana penggunaan Warkat dan atau Dokumen Kliring lama dimaksud; 2) mencoret nama Peserta yang lama dan menambahkan tulisan nama Peserta yang baru dengan menggunakan ketikan, stempel atau dengan cara-cara sejenis lainnya; 3) khusus untuk perubahan nama Peserta yang diikuti dengan perubahan sandi Peserta, maka: a. Peserta lama yang kolom dalam penyelenggaraan Kliring dengan sistem Otomasi dan Elektronik, dalam hal terdapat Warkat sandi Pesertanya telah terlanjur di-encode dengan menggunakan sandi MICR code line Peserta yang lama, maka sandi Peserta lama dalam bentuk… 41 bentuk MICR code line dimaksud harus disesuaikan menjadi sandi MICR code line Peserta yang baru dengan menggunakan stiker sebagaimana dimaksud dalam butir I.A.3 paling lama dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal efektif perubahan nama Peserta dikeluarkan Penyelenggara untuk Kantor Pusat Peserta atau atau Kantor Cabang dari suatu Bank yang kantor pusatnya berkedudukan di luar negeri tersebut; dan b. dalam penyelenggaraan Kliring dengan sistem Manual dan Semi Otomasi, penyesuaian sandi Peserta baik pada Penyelenggara maupun seluruh Peserta Kliring dilakukan pada tanggal yang sama dengan tanggal efektif perubahan nama Peserta sebagai Peserta Kliring. b. Untuk Warkat berupa Cek, Bilyet Giro, WBUT dan SBPT dengan nama Peserta lama yang telah beredar di masyarakat dan perubahan nama Peserta tersebut diikuti pula dengan perubahan sandi Peserta sebagaimana dimaksud dalam butir a.3), maka Peserta penerima yang bermaksud melakukan penagihan Cek, Bilyet Giro, WBUT dan SBPT dimaksud dalam penyelenggaraan Kliring, harus menyesuaikan sandi Peserta lama menjadi sandi Peserta baru dengan menggunakan stiker sebagaimana dimaksud dalam butir I.A.3. III. TATA … 42 III. TATA CARA PENULISAN WARKAT DAN DOKUMEN KLIRING Untuk memperlancar proses penyelenggaraan Kliring baik di Penyelenggara maupun di Peserta dan menjamin pemenuhan ketentuan hukum yang berlaku atas Warkat-Warkat yang dikliringkan khususnya untuk Cek, Bilyet Giro dan WBUT, serta dalam rangka mengurangi risiko pemalsuan Warkat dan Dokumen Kliring (BPWD, BPWK, KBWD dan KBWK), maka dalam penulisan Warkat dan Dokumen Kliring tersebut perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut : A. WARKAT 1. Warkat dinyatakan dalam mata uang rupiah; 2. Pencantuman nilai nominal Warkat dalam mata uang rupiah ditulis secara lengkap dengan angka dan huruf dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris. 3. Penulisan nilai nominal dalam angka dan huruf serta pengisian redaksional Wakat dilakukan dengan menggunakan huruf latin, kecuali untuk tanda tangan. 4. Penulisan dan atau penandatanganan Cek dan Bilyet Giro hendaknya menggunakan alat tulis atau sarana yang: a. tidak menyebabkan kerusakan pada Warkat tersebut dan atau menyebabkan tulisan dalam Cek dan Bilyet Giro sulit terbaca dengan jelas; dan atau b. tidak mudah diubah. 5. Tambahan penulisan nilai nominal dengan peralatan apapun yang dimaksudkan untuk memperjelas nilai nominal baik dalam angka dan huruf misalnya dengan menggunakan peralatan tertentu seperti cheque-writer (protectograph) dianggap tidak ada, karena … 43 karena hasilnya dapat menimbulkan bermacam-macam penafsiran, misalnya perbedaan penafsiran dalam hal angka dan huruf yang ditulis oleh penarik berbeda dengan cheque-writer (protectograph). 6. Penulisan Cek, Bilyet Giro, dan Warkat lainnya disarankan untuk tidak diperjelas dengan menggunakan fluorescent pen karena akan menimbulkan kesulitan untuk mendeteksi apabila terjadi perubahan penulisan. Di samping itu, penggunaan alat tersebut pada angka rupiah dapat menimbulkan cahaya sehingga akan menyulitkan penelitian dalam hal terjadi perubahan nilai nominal. Dalam hal masih terdapat Warkat yang menggunakan fluorescent pen maka sebelum Peserta melakukan pembayaran hendaknya terlebih dahulu menghubungi nasabah yang bersangkutan untuk konfirmasi. B. DOKUMEN KLIRING 1. Penulisan Dokumen Kliring pada penyelenggaraan Kliring dengan menggunakan sistem Elektronik, Otomasi dan Manual mengacu pada cara penulisan Warkat sebagaimana dimaksud dalam huruf A, kecuali butir A.2 dan butir A.3 dimana dalam Dokumen Kliring nilai nominal yang ditulis adalah hanya berupa angka saja. 2. Penulisan Dokumen Kliring pada penyelenggaraan Kliring dengan menggunakan sistem Semi Otomasi merupakan cetakan (print out) hasil pengolahan rekaman Warkat melalui aplikasi sistem Semi Otomasi. IV. PENETAPAN … 44 IV. PENETAPAN PERUSAHAAN PERCETAKAN WARKAT DAN DOKUMEN KLIRING Perusahaan percetakan dokumen sekuriti (PPDS) yang bermaksud untuk menjadi PPWDK, harus dapat memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu dari Bank Indonesia. A. PERSYARATAN PPDS yang dapat memperoleh penetapan dari Bank Indonesia untuk melakukan pencetakan Warkat dan Dokumen Kliring (BPWD, BPWK, KBWD dan KBWK) harus memenuhi sekurang-kurangnya persyaratan sebagai berikut: 1. mempunyai izin operasional yang masih berlaku sebagai PPDS yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang; 2. 3. mempunyai rencana kerja (business plan) terkait dengan pencetakan Warkat dan Dokumen Kliring; mempunyai kertas CBS-1 dengan spesifikasi teknis kertas sebagaimana dimaksud dalam butir I.A.2.a.1) dan butir I.B.2.a.1).a); 4. mempunyai laporan hasil uji atas kertas CBS-1 sebagaimana dimaksud dalam angka 3, dari Balai Besar Pulp dan Kertas – Bandung (BBP&K); 5. mempunyai mesin disain sekuriti, mesin cetak sekuriti, mesin cetak penomoran untuk mencetak MICR code line dan mesin pembaca MICR yang dapat berfungsi dengan baik; 6. mampu mencetak seluruh jenis Warkat sebagaimana dimaksud dalam butir I.A.1 dan Dokumen Kliring sebagaimana dimaksud dalam … 45 dalam butir I.B.1.a.1) sampai dengan butir I.B.1.a.4) dengan kertas CBS-1 sebagaimana dimaksud dalam angka 3 dan menggunakan mesin-mesin sebagaimana dimaksud dalam angka 5. B. TATA CARA PENETAPAN 1. Untuk memperoleh penetapan dari Bank Indonesia agar dapat mencetak Warkat dan Dokumen Kliring (BPWD, BPWK, KBWD dan KBWK), PPDS harus mengajukan surat permohonan menjadi PPWDK secara tertulis kepada Kantor Pusat Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran, Jl. M.H. Thamrin No. 2 - Jakarta 10110, dengan melampirkan dokumen-dokumen sebagai berikut: a. fotokopi izin operasional sebagai PPDS yang masih berlaku dari instansi yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam butir A.1, yang telah mendapatkan pernyataan dari Notaris bahwa fotokopi izin operasional tersebut sesuai dengan asli dokumen yang diperlihatkan PPDS kepada Notaris; b. fotokopi anggaran dasar PPDS perubahannya, yang beserta perubahan- telah mendapatkan pernyataan dari Notaris bahwa fotokopi anggaran dasar PPDS tersebut sesuai dengan asli dokumen yang Notaris; diperlihatkan PPDS kepada c. rencana kerja (business plan) yang terkait dengan pencetakan Warkat dan Dokumen Kliring; d. daftar … 46 d. daftar mesin dan atau peralatan untuk mencetak Warkat dan Dokumen Kliring sebagaimana dimaksud dalam butir A.5 dengan menyebutkan kapasitas mesin dimaksud; e. fotokopi laporan hasil uji kertas CBS-1 milik PPDS dari BBP&K sebagaimana dimaksud dalam butir A.4, yang telah mendapatkan pernyataan fotokopi sesuai dengan aslinya dari BBP&K atau Notaris, yang memuat informasi mengenai spesifikasi kertas sebagaimana dimaksud dalam I.A.2.a.1) atau butir I.B.2.a.1)a); butir f. spesimen kertas CBS-1 milik PPDS sebagaimana dimaksud dalam butir A.3 yang telah memiliki laporan hasil uji kertas CBS-1 dari BBP&K sebagaimana dimaksud dalam butir A.4, masing-masing dengan ukuran : 1) 20 cm x 20 cm sebanyak 50 (lima puluh) lembar yang pada bagian depannya harus telah diberi stempel atau cetakan nama PPDS yang bersangkutan; dan 2) 7 (tujuh) inci x 2¾ (dua tiga per empat) inci sebanyak 135 (seratus tiga puluh lima) lembar yang pada bagian depannya telah diberi stempel atau cetakan nama PPDS yang bersangkutan dan MICR code line sesuai dengan tata cara pencantuman MICR code line sebagaimana dimaksud Khusus untuk dalam butir II.C.2.a.5).c). pengisian kolom sandi transaksi, Peserta dapat menggunakan salah satu sandi transaksi yang ada, yaitu 00 (Cek), 10 (Bilyet Giro), 20 (WBUT), 30 (SBPT), 40 (Nota Debet) atau 50 (nota Kredit). 2. Setelah … 47 2. Setelah surat permohonan dan lampiran sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a sampai dengan butir 1.f diterima secara lengkap, Kantor Pusat Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran melakukan : a. pemeriksaan administratif terhadap kelengkapan dan kesesuaian dokumen-dokumen Peserta sebagaimana dimaksud dalam angka 1; b. pengujian spesimen kertas CBS-1 sebagaimana dimaksud dalam butir 1.f.2) pada mesin baca pilah Bank Indonesia. Spesimen kertas CBS-1 dianggap memenuhi syarat pengujian dengan mesin baca pilah apabila tingkat penolakan (tingkat reject) spesimen kertas CBS-1 paling tinggi sampai dengan 2% (dua perseratus). Dalam hal tingkat penolakan hasil pengujian spesimen kertas CBS-1 dimaksud pada mesin baca pilah menunjukkan tingkat penolakan spesimen yang lebih tinggi dari 2% (dua per seratus), PPDS dimaksud berdasarkan surat pemberitahuan tertulis dari Kantor Pusat Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran dapat diberikan kesempatan untuk menyampaikan kembali spesimen kertas CBS-1 yang telah diperbaiki kepada Kantor Pusat Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran untuk dilakukan pengujian kembali dengan mesin baca pilah; dan c. melakukan pemeriksaan langsung (on site supervision) ke PPDS yang bersangkutan untuk melakukan verifikasi atas kebenaran dokumen-dokumen Peserta sebagaimana dimaksud … 48 dimaksud dalam huruf a, apabila spesimen kertas CBS-1 yang disampaikan PPDS telah memenuhi syarat pengujian dengan mesin baca pilah sebagaimana dimaksud dalam huruf 3. Dalam hal kegiatan pemeriksaan administratif dokumen, pengujian kertas CBS-1 dan pemeriksaan langsung sebagaimana dimaksud dalam angka 2 telah dilakukan, Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran akan melakukan : a. penolakan, apabila hasil kegiatan pemeriksaan administratif dokumen, pengujian kertas CBS-1 dan atau pemeriksaan langsung menunjukkan hasil yang tidak baik atau tidak memenuhi salah satu atau lebih persyaratan yang ditetapkan Bank Indonesia. Selanjutnya Kantor Pusat Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran menyampaikan surat penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan, dengan disertai pengembalian seluruh lampiran sebagaimana dimaksud dalam angka 1 kepada PPDS yang bersangkutan untuk dapat diperbaiki dan atau dilengkapi. Terhadap penolakan dimaksud, PPDS yang bersangkutan, dapat mengajukan kembali surat permohonan izin operasional beserta lampirannya yang telah diperbaiki atau dilengkapi kepada Kantor Pusat Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran, dengan mengikuti tata cara sebagaimana dimaksud dalam angka 1; atau b. persetujuan, apabila hasil kegiatan pemeriksaan administrasi dokumen, pengujian kertas CBS-1 dan pemeriksaan langsung sebagaimana … 49 sebagaimana dimaksud dalam angka 2 menunjukkan hasil baik atau memenuhi keseluruhan persyaratan yang ditetapkan Bank Indonesia. 4. Dalam hal surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 disetujui oleh Kantor Pusat Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran sebagaimana dimaksud dalam butir 3.b, persetujuan tersebut dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: a. Direktur Akunting dan Sistem Pembayaran menerbitkan Keputusan yang berisi penetapan PPDS dimaksud sebagai PPWDK; b. menyampaikan surat pemberitahuan penetapan sebagai PPWDK disertai asli Keputusan sebagaimana dimaksud dalam huruf a kepada PPWDK yang bersangkutan; c. menyampaikan surat pemberitahuan penetapan sebagai PPWDK disertai tembusan Keputusan sebagaimana dimaksud dalam huruf a kepada instansi yang berwenang memberikan izin operasional kepada PPDS; d. mengumumkan penetapan PPWDK sebagaimana dimaksud dalam huruf a dengan menggunakan Pengumuman Bank Indonesia kepada seluruh Kantor Pusat Peserta, Kantor Cabang Peserta dari Bank yang berkedudukan di luar negeri dan PPWDK lainnya di seluruh Indonesia. 5. Pemberian surat penolakan atau Keputusan persetujuan kepada PPDS untuk mencetak Warkat dan Dokumen Kliring sebagaimana dimaksud dalam butir 3.a dan butir 3.b, dilakukan Bank … 50 Bank Indonesia paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sejak tanggal pemeriksaan langsung ke PPDS yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam butir 2.c. V. KEWAJIBAN PERUSAHAAN PERCETAKAN WARKAT DAN DOKUMEN KLIRING Dalam melakukan pencetakan Warkat dan Dokumen Kliring (BPWD, BPWK, KBWD dan KBWK), PPWDK wajib : 1. menerima pesanan pencetakan Warkat dan Dokumen Kliring hanya dari Peserta sebagaimana dimaksud dalam butir II.B.2; 2. melaksanakan sendiri segala pekerjaan yang pencetakan Yourself/Under One Roof) Warkat dan Dokumen Kliring berkaitan dengan (prinsip Do It atau tidak mensubkontrakkan atau mengalihkan pekerjaan pencetakan Warkat dan Dokumen Kliring tersebut kepada PPWDK lain, atau menerima pengalihan pekerjaan dari PPWDK lain; 3. mencetak Warkat dan Dokumen Kliring sesuai dengan spesifikasi teknis yang ditetapkan dalam butir I.A.2 dan butir I.B.2; 4. melakukan pengujian ke BBP&K atas setiap kertas CBS-1 sebagaimana dimaksud dalam butir I.A.2.a.1) dan butir I.B.2.a.1)a) yang akan digunakan untuk mencetak Warkat dan Dokumen Kliring Peserta yang merupakan: a. kertas CBS-1 baru yang akan digunakan untuk mencetak Warkat dan Dokumen Kliring Peserta untuk pertama kalinya; atau b. kertas … 51 b. kertas CBS-1 yang telah disetujui oleh Bank Indonesia dan mengalami perubahan atau penggantian yang berupa perubahan atau penggantian: 1) produsen kertas CBS-1; 2) tanda air (water mark) logo PPWDK yang bersangkutan; dan atau 3) ketentuan Bank Indonesia yang mengubah spesifikasi teknis kertas CBS-1. 5. melaporkan hasil pengujian kertas CBS-1 sebagaimana dimaksud dalam angka 4 yang telah memenuhi standar Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam butir I.A.2.a.1) atau butir I.B.2.a.1)a) kepada Kantor Pusat Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran dengan menggunakan surat tertulis paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sejak tanggal surat BBP&K kepada PPWDK yang bersangkutan perihal hasil pengujian kertas CBS-1, dengan melampirkan: a. fotokopi laporan hasil uji kertas CBS-1 baru dari BBP&K, yang telah mendapatkan pernyataan dari Notaris bahwa fotokopi laporan tersebut sesuai dengan dokumen asli yang diperlihatkan kepada Notaris atau yang telah mendapatkan pernyataan sesuai aslinya oleh BBP&K, yang memuat informasi mengenai spesifikasi kertas sebagaimana dimaksud dalam butir I.A.2.a.1) atau butir I.B.2.a.1)a); b. spesimen kertas CBS-1 yang diuji oleh BBP&K sebagaimana dimaksud dalam angka 4 dan telah memiliki laporan hasil uji kertas … 52 kertas CBS-1 sebagaimana dimaksud dalam huruf a, masing- masing dengan ukuran : 1) 20 cm x 20 cm sebanyak 50 (lima puluh) lembar yang telah dibubuhi stempel PPWDK; dan 2) 7 (tujuh) inci x 2¾ (dua tiga per empat) inci sebanyak 135 (seratus tiga puluh lima) lembar yang telah dibubuhi stempel PPWDK dan MICR code line sesuai dengan tata cara pencantuman informasi MICR code line sebagaimana dimaksud dalam butir II.C.2.a.5).c), untuk dilakukan pengujian dengan mesin baca pilah oleh Penyelenggara. Spesimen kertas CBS-1 dianggap memenuhi syarat pengujian dengan mesin baca pilah apabila tingkat penolakan (tingkat reject) spesimen kertas CBS-1 paling tinggi sampai dengan 2% (dua perseratus). Dalam hal tingkat penolakan hasil pengujian spesimen kertas CBS-1 dimaksud pada mesin baca pilah menunjukkan tingkat penolakan spesimen yang lebih tinggi dari 2% (dua per seratus), PPDS dimaksud berdasarkan surat pemberitahuan tertulis dari Kantor Pusat Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran dapat diberikan kesempatan untuk menyampaikan kembali spesimen kertas CBS-1 yang telah diperbaiki kepada Kantor Pusat Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran untuk dilakukan pengujian dengan mesin baca pilah; 6. melakukan pencetakan Warkat dan Dokumen Kliring Peserta dengan menggunakan kertas CBS-1 sebagaimana dimaksud dalam butir … 53 butir I.A.2.a.1) dan butir I.B.2.a.1)a) yang telah disetujui oleh Bank Indonesia; 7. setiap tahun menyampaikan laporan pencetakan Warkat dan Dokumen Kliring dengan menggunakan surat kepada Kantor Pusat Bank Indonesia mengenai Warkat dan Dokumen Kliring yang telah dicetak dan dikirim oleh PPWDK tersebut kepada Peserta pada periode 1 (satu) tahun sebelumnya, yaitu periode bulan Januari sampai dengan bulan Desember. Laporan tersebut wajib memuat: a. nama Bank; b. c. periode laporan; tanggal pemesanan; d. nama PPWDK; e. f. tanggal pengiriman; dan jenis dan jumlah lembar Warkat dan atau Dokumen Kliring yang telah dicetak oleh PPWDK selama periode 1 (satu) tahun sebelumnya; ./. dengan contoh format sesuai dengan Lampiran 8; ./. 8. apabila dalam kurun waktu 1 (satu) tahun sebelumnya sebagaimana dimaksud dalam angka 7, tidak terdapat pemesanan/pencetakan Warkat dan atau Dokumen Kliring, maka PPWDK yang bersangkutan tetap diwajibkan menyampaikan laporan pencetakan Warkat dan Dokumen Kliring dengan keterangan dengan format dalam Lampiran 9; ‘Nihil’ pada laporan sesuai 9. menyampaikan … 54 9. menyampaikan laporan periode 1 (satu) tahun sebelumnya paling lambat pada tanggal 25 Januari tahun berikutnya. Dalam hal tanggal 25 tersebut di atas adalah hari libur maka batas waktu pelaporan tersebut adalah hari kerja berikutnya; 10. menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 7 dan 8 yang ditujukan kepada Kantor Pusat Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran - Bagian Pengawasan Sistem Pembayaran dengan alamat surat sebagaimana dimaksud dalam butir II.E.1.d. 11. menyampaikan fotokopi perubahan anggaran dasar PPWDK yang berkaitan dengan perubahan nama, kepemilikan, direksi dan atau komisaris yang telah dinyatakan sesuai dengan aslinya oleh Notaris, kepada Kantor Pusat Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran - Bagian Pengawasan Sistem Pembayaran, dengan alamat surat sebagaimana dimaksud dalam butir II.E.1.d; 12. menyampaikan tembusan atau fotokopi ”surat permohonan perpanjangan izin operasional PPDS kepada instansi yang berwenang” dan atau fotokopi ”surat dalam masa proses” yang diterbitkan oleh instansi yang Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran - Bagian Pengawasan Sistem Pembayaran dengan alamat surat sebagaimana dimaksud dalam butir II.E.1.d; 13. menyampaikan fotokopi perpanjangan izin operasional PPDS dari instansi yang berwenang dengan menggunakan surat kepada Kantor Pusat Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting berwenang tersebut, kepada Kantor Pusat Bank dan Sistem Pembayaran – Bagian Pengawasan Sistem Pembayaran dengan alamat surat sebagaimana dimaksud dalam butir II.E.1.d, paling lambat 14 (empat … 55 (empat belas) hari kerja sejak operasional dimaksud; dikeluarkan perpanjangan izin 14. mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku, antara lain Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. VI. PENCABUTAN PENETAPAN PERUSAHAAN PERCETAKAN WARKAT DAN DOKUMEN KLIRING Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran dapat mencabut penetapan PPWDK sebagaimana dimaksud dalam butir IV.B.4, apabila terdapat kondisi-kondisi sebagai berikut: 1. izin operasional PPDS sebagaimana dimaksud dalam butir IV.A.1 tidak diperpanjang lagi dan atau telah dicabut oleh instansi yang berwenang; 2. PPWDK dikenai suatu sanksi tertentu oleh instansi yang berwenang yang telah memiliki kekuatan hukum tetap; 3. PPWDK tidak lagi mempunyai mesin disain sekuriti, mesin cetak sekuriti, mesin cetak penomoran untuk mencetak MICR code line dan atau mesin pembaca MICR yang dapat berfungsi dengan baik sebagaimana dimaksud dalam butir IV.A.5 dan sekurang-kurangnya telah memperoleh surat teguran dari Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran - Bagian Pengawasan Sistem Pembayaran sebanyak 2 (dua) kali. VII. PENGAWASAN … 56 VII. PENGAWASAN Untuk memastikan kepatuhan terhadap ketentuan Bank Indonesia yang terkait dengan pencetakan Warkat dan Dokumen Kliring, Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran - Bagian Pengawasan Sistem Pembayaran melakukan pengawasan secara langsung dan tidak langsung terhadap Peserta dan PPWDK. A. Pengawasan Langsung 1. Dalam pelaksanaan pengawasan secara langsung, Bank Indonesia dapat melakukan sendiri pengawasan secara langsung atau meminta bantuan kepada instansi lain yang mempunyai keahlian dan kompetensi dalam operasional pencetakan dokumen sekuriti. 2. Pengawasan langsung meliputi : a. b. terhadap Peserta, antara lain dapat pengecekan atas kebenaran laporan Peserta; yang disampaikan penelitian terhadap keabsahan perusahaan percetakan yang digunakan untuk mencetak Warkat dan atau Dokumen Kliring (BPWD, BPWK, KBWD dan KBWK) Peserta. 3. Pengawasan langsung terhadap PPWDK, antara lain dapat meliputi : a. pengecekan atas kebenaran laporan PPWDK; b. yang disampaikan penelitian terhadap ketersediaan dan kondisi mesin-mesin percetakan Warkat dan Dokumen Kliring (BPWD, BPWK, KBWD dan KBWK). B. Pengawasan … 57 B. Pengawasan Tidak Langsung Pengawasan tidak langsung dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1. menganalisis laporan-laporan yang disampaikan oleh Peserta dan PPWDK, yang antara lain meliputi ketepatan waktu penyampaian laporan, keakuratan isi laporan dan kesesuaian penggunaan format laporan yang ditetapkan Bank Indonesia; 2. melakukan pengujian secara sampling terhadap Warkat dan atau Dokumen Kliring (BPWD, BPWK, KBWD dan KBWK) Peserta yang memiliki tingkat reject relatif tinggi (di atas 2%) dan atau memiliki indikasi ketidaksesuaian dengan spesifikasi teknis Warkat dan Dokumen Kliring sebagaimana dimaksud dalam butir I.A.2 dan butir I.B.2. VIII. SANKSI Apabila dalam penyelenggaraan Kliring Peserta tidak memenuhi kewajiban penggunaan Warkat dan atau Dokumen Kliring yang dicetak pada PPWDK berdasarkan surat persetujuan dari Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam butir II.D.3, dan PPWDK tidak mencetak Warkat dan Dokumen Kliring (BPWD, BPWK, KBWD dan KBWK) sesuai kewajiban sebagaimana dimaksud dalam angka V, berlaku ketentuan sebagai berikut: A. Sanksi Untuk Peserta 1. Dalam hal Warkat dan atau Dokumen Kliring Peserta menggunakan kertas CBS-1 yang tidak memenuhi persyaratan spesifikasi teknis Warkat dan Dokumen Kliring sebagaimana dimaksud dalam butir I.A.2.a.1) dan butir I.B.2.a.1)a) atau tidak menggunakan … 58 menggunakan kertas CBS-1, maka berlaku ketentuan sebagai berikut: a. Peserta wajib mengganti Warkat dan atau Dokumen Kliring tersebut dengan Warkat dan Dokumen Kliring yang menggunakan kertas CBS-1 sebagaimana dimaksud dalam butir I.A.2.a.1) dan butir I.B.2.a.1)a), dalam waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari kalender sejak tanggal surat pengenaan sanksi oleh Bank Indonesia; b. Kewajiban penggantian Warkat dan Dokumen Kliring oleh Peserta sebagaimana dimaksud dalam huruf a menjadi tanggungjawab PPWDK, apabila tidak dipenuhinya persyaratan tersebut timbul akibat adanya kelalaian atau kesalahan PPWDK; c. Warkat dan Dokumen Kliring yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 tidak diperkenankan untuk digunakan dalam penyelenggaraan Kliring. 2. Peserta sebagaimana dimaksud dalam butir II.B.2 yang melakukan pencetakan Warkat dan Dokumen Kliring selain kepada PPWDK yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam butir IV.B.4, berlaku ketentuan sebagai berikut: a. Kantor Pusat Peserta, Kantor cabang Peserta dari suatu Bank yang dikenakan sanksi oleh Kantor Pusat Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting berkedudukan di luar negeri, atau UUS dan Sistem Pembayaran - Bagian Pengawasan … 59 Pengawasan Sistem Pembayaran berupa kewajiban membayar sebesar Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah); dan b. kewajiban untuk mengganti Warkat dan atau Dokumen Kliring yang dicetak di perusahaan percetakan selain PPWDK, dengan Warkat dan atau Dokumen Kliring yang dicetak pada PPWDK paling lambat 60 (enam puluh) hari kalender sejak diterbitkan surat pengenaan sanksi oleh Bank Indonesia. c. Warkat dan Dokumen Kliring yang dicetak di perusahaan percetakan selain PPWDK tersebut tidak diperkenankan untuk digunakan dalam penyelenggaraan Kliring. 2. Dalam hal Peserta sebagaimana dimaksud dalam butir II.B.2 tidak melaksanakan penggantian Warkat dan atau Dokumen Kliring dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a dan butir 2.b, Kantor Pusat Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran mengenakan sanksi berupa kewajiban membayar sebesar Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah) untuk setiap hari keterlambatan dengan maksimum kewajiban membayar sebesar Rp 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah). 3. Dalam hal Peserta telah melakukan pencetakan Warkat dan atau Dokumen Kliring dengan menggunakan kertas CBS-1 sesuai ketentuan dalam butir I.A.2.a.1) dan atau butir I.B.2.a.1).a) namun tidak memenuhi spesifikasi teknis Warkat sebagaimana dimaksud dalam butir I.A.2.a.2) sampai dengan butir I.A.2.a.9) dan atau spesifikasi teknis Dokumen Kliring sebagaimana dimaksud dalam butir I.B.2.a.1).b) dan butir I.B.2.a.1).c), serta tanpa … 60 tanpa memperoleh persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam butir II.D.2.b, maka, Kantor Pusat Bank Indonesia c.q Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran mengenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) per hari terhitung sejak tanggal pencetakan dimaksud sampai dengan tanggal surat persetujuan pencetakan Warkat dan atau Dokumen Kliring dikeluarkan oleh Bank Indonesia dengan maksimum sebesar Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah). 4. Dalam hal Kantor Pusat Peserta atau Kantor Cabang dari suatu Bank yang kantor pusatnya berkedudukan di luar negeri terlambat atau belum menyampaikan laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam butir II.E.1, Kantor Pusat Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran mengenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk setiap hari keterlambatan dengan maksimum sebesar Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah). Khusus Kantor Pusat Peserta atau Kantor Cabang dari suatu Bank yang kantor pusatnya berkedudukan di luar negeri yang belum menyampaikan laporan, yang bersangkutan tetap diwajibkan untuk menyampaikan laporan tersebut. 5. Dalam hal Kantor Pusat Peserta tidak melaporkan perubahan nama Bank dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender sebagaimana dimaksud dalam butir II.G.1, Kantor Pusat Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran mengenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis. B. Sanksi … 61 B. Sanksi Untuk PPWDK 1. Dalam hal PPWDK mencetak Warkat dan atau Dokumen Kliring Peserta dengan menggunakan kertas CBS-1 yang tidak memenuhi persyaratan spesifikasi teknis Warkat dan Dokumen Kliring sebagaimana dimaksud dalam angka V.6 atau tidak menggunakan kertas CBS-1, PPWDK dikenakan sanksi berupa kewajiban membayar sebesar Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan mengganti Warkat dan Dokumen Kliring Peserta sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir A.1.b. 2. Dalam hal PPWDK terlambat atau belum menyampaikan laporan hasil pengujian kertas CBS-1 sebagaimana dimaksud dalam angka V.5, Kantor Pusat Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran mengenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk setiap hari keterlambatan dengan maksimum sebesar Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah). Khusus PPWDK yang belum menyampaikan laporan, yang bersangkutan tetap diwajibkan untuk menyampaikan laporan tersebut. 3. Dalam hal PPWDK terlambat atau belum menyampaikan laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam angka V.7 atau angka V.8, Kantor Pusat Bank Indonesia c.q Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran mengenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk setiap hari keterlambatan dengan maksimum sebesar Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah). Khusus PPWDK yang belum menyampaikan laporan … 62 laporan tersebut, PPWDK yang bersangkutan tetap diwajibkan untuk menyampaikan laporan dimaksud. 4. Dalam hal PPWDK tidak menyampaikan tembusan atau fotokopi ”surat permohonan perpanjangan izin operasional PPDS” dan atau fotokopi ”surat sedang dalam proses” sebagaimana dimaksud dalam angka V.12 serta fotokopi perpanjangan izin operasional PPDS sebagaimana dimaksud dalam angka V.13, Kantor Pusat Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran tidak memproses permohonan persetujuan pencetakan Warkat dan Dokumen Kliring menggunakan PPWDK yang bersangkutan dan mengembalikan dokumen yang disampaikan dalam permohonan tersebut. 5. Dalam hal PPWDK tidak memenuhi ketentuan atau kewajiban sebagaimana dimaksud dalam angka V.1, angka V.2, angkaV.6, angka V.14, butir VIII.B.1, Butir VIII.B.2, dan atau butir VIII.B.3, maka Kantor Pusat Bank Indonesia c.q Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran dapat mengenakan sanksi berupa pencabutan penetapan sebagai PPWDK. IX. LAIN-LAIN 1. Dalam hal instansi yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam butir IV.A.1 mencabut atau tidak memperpanjang izin operasional perusahaan percetakan dokumen sekuriti maka surat keputusan Bank Indonesia yang menetapkan perusahaan percetakan dokumen sekuriti dimaksud sebagai PPWDK sebagaimana dimaksud dalam butir IV.B.4 menjadi tidak berlaku. Kantor Pusat Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran selanjutnya menerbitkan Keputusan … Peserta yang 63 Keputusan Direktur Akunting dan Sistem Pembayaran mengenai pencabutan/penghentian persetujuan PPWDK dan memberitahukannya kepada seluruh Peserta dengan menggunakan pengumuman. 2. Pelunasan bea meterai pada Warkat Cek dan Bilyet Giro yang diperhitungkan dalam Kliring, wajib dilakukan dengan cara sebagai berikut : a. untuk Peserta Kliring dengan sistem Manual dan Semi Otomasi yang belum menjadi peserta Warkat Kliring Luar Wilayah, dilakukan dengan menggunakan meterai tempel, menggunakan mesin teraan meterai, atau pencantuman tanda Bea Meterai Lunas; b. untuk Peserta Kliring dengan sistem Otomasi dan Elektronik dilakukan dengan pencantuman tanda Bea Meterai Lunas; c. untuk Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah, dilakukan dengan pencetakan tanda Bea Meterai Lunas atau menggunaan mesin teraan meterai, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3. Untuk pengenaan sanksi kewajiban membayar bagi Peserta sebagaimana dimaksud dalam butir VIII.A, Kantor Pusat Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran menghitung sanksi kewajiban membayar dimaksud pada setiap akhir bulan dan membebankannya paling lambat minggu pertama bulan berikutnya dengan cara mendebet rekening Kantor Pusat Peserta atau kantor cabang bank dari suatu bank yang kantor pusatnya berkedudukan di luar negeri yang berada di Bank Indonesia. 4. Untuk … 64 4. Untuk pengenaan sanksi kewajiban membayar bagi PPWDK sebagaimana dimaksud dalam butir VIII.B, Kantor Pusat Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran menyampaikan surat pengenaan sanksi kewajiban membayar kepada PPWDK yang bersangkutan yang antara lain berisi informasi jumlah sanksi kewajiban membayar dimaksud dan tata cara pembayarannya kepada Bank Indonesia. 5. Bank-bank di daerah yang tidak terdapat kegiatan Kliring apabila memberikan fasilitas Cek dan Bilyet Giro bagi nasabahnya, hendaknya menggunakan Cek dan Bilyet Giro dengan spesifikasi teknis berdasarkan Surat Edaran ini mengingat dengan adanya Kliring Warkat Luar Wilayah, Cek dan Bilyet Giro dimaksud menjadi dapat dikliringkan dalam penyelenggaraan Kliring. 6. Warkat berupa Cek dan Bilyet Giro tidak dapat digunakan untuk sarana penarikan rekening giro dalam mata uang asing, baik dalam mata uang asal maupun konversinya dalam mata uang rupiah. 7. Penggunaan bahan baku untuk Warkat dan Dokumen Kliring (BPWD, BPWK, KBWD dan KBWK) diutamakan menggunakan produk dalam negeri, sepanjang spesifikasi teknis kertasnya memenuhi spesifikasi teknis kertas CBS-1 sebagaimana dimaksud dalam butir I.A.2.a.1) dan butir I.B.2.a.1).a). X. KETENTUAN PERALIHAN 1. Warkat dan Dokumen Kliring (BPWD, BPWK, KBWD dan KBWK) lama yang telah memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia pada saat diberlakukannya Surat Edaran ini masih dapat dipergunakan dalam Kliring. 2. Khusus … 65 2. Khusus untuk cek dan Bilyet Giro, Peserta masih dapat mengajukan permohonan persetujuan pencetakan cek dan Bilyet Giro dengan menggunakan redaksi yang lama, paling lambat sampai dengan tanggal 31 Maret 2005. 3. Penyampaian laporan pemesanan Warkat dan Dokumen Kliring (BPWD, BPWK, KBWD dan KBWK) periode 6 (enam) bulan untuk periode bulan Juli sampai dengan bulan Desember 2004, dilakukan paling lambat pada tanggal 25 Januari 2005 atau hari kerja berikutnya apabila tanggal 25 Januari tersebut jatuh pada hari libur. XI. PENUTUP Dengan berlakunya Surat Edaran ini, maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/15/DASP tanggal 18 Juli 2003 perihal Warkat, Dokumen Kliring dan Pencetakannya Pada Perusahaan Percetakan Dokumen Sekuriti dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 31 Desember 2004. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, MOHAMAD ISHAK DIREKTUR AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 6/52/DASP|SE-BI/2004 </reg_id> <reg_title> Warkat dan Dokumen Kliring serta Pencetakannya pada Perusahaan Percetakan Warkat dan Dokumen Kliring </reg_title> <set_date> 31 Desember 2004 </set_date> <effective_date> 31 Desember 2004 </effective_date> <replaced_reg> '5/15/DASP|SE-BI/2003' </replaced_reg> <related_reg> '2/14/PBI/2000', '1/3/PBI/1999' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi VIII' </penalty_list>
No. 17/41/DPM Jakarta, 16 November 2015 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH, UNIT USAHA SYARIAH DAN LEMBAGA PERANTARA DI INDONESIA Perihal : Tata Cara Transaksi Reverse Repurchase Agreement Surat Berharga Syariah Negara Dengan Bank Indonesia Dalam Rangka Operasi Pasar Terbuka Syariah Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/12/PBI/2014 tentang Operasi Moneter Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 178, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5567) dan dalam rangka upaya penguatan infrastruktur transaksi Operasi Moneter Syariah, perlu diatur kembali ketentuan pelaksanaan mengenai tata cara transaksi reverse repurchase agreement (reverse repo) SBSN dengan Bank Indonesia dalam rangka operasi pasar terbuka syariah dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan: 1. Bank adalah Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. 2. Bank Umum Syariah yang selanjutnya disingkat BUS adalah Bank Umum Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang yang mengatur mengenai Perbankan Syariah. 3. Unit Usaha Syariah yang selanjutnya disingkat UUS adalah Unit Usaha Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Perbankan Syariah. 4. Lembaga … 2 4. Lembaga Perantara adalah pialang pasar uang Rupiah dan valuta asing dan/atau perusahaan efek yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 5. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN atau dapat disebut Sukuk Negara adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas penyertaan terhadap aset SBSN dalam mata uang Rupiah. 6. SBSN Jangka Panjang adalah SBSN yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran imbalan berupa kupon dan/atau secara diskonto. 7. SBSN Jangka Pendek atau Surat Perbendaharaan Negara Syariah adalah SBSN yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran imbalan berupa kupon dan/atau secara diskonto. 8. Operasi Moneter Syariah yang selanjutnya disingkat OMS adalah pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dalam rangka pengendalian moneter melalui kegiatan operasi pasar terbuka dan penyediaan standing facilities berdasarkan prinsip syariah. 9. Operasi Pasar Terbuka Syariah yang selanjutnya disebut OPT Syariah adalah kegiatan transaksi pasar uang berdasarkan prinsip syariah yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan Bank dan pihak lain dalam rangka OMS. 10. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS adalah infrastruktur yang digunakan sebagai sarana transfer dana elektronik yang setelmennya dilakukan seketika per transaksi secara individual sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan transaksi, penatausahaan surat berharga dan setelmen dana seketika. 11. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya disingkat BI-SSSS adalah infrastruktur yang digunakan sebagai sarana penatausahaan transaksi dengan Bank Indonesia dan transaksi pasar keuangan, serta penatausahaan surat berharga, yang dilakukan secara elektronik … 3 elektronik sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan transaksi, penatausahaan surat berharga dan setelmen dana seketika. 12. Sistem Bank Indonesia-Electronic Trading Platform yang selanjutnya disebut Sistem BI-ETP adalah infrastruktur yang digunakan sebagai sarana transaksi dengan Bank Indonesia dan transaksi pasar keuangan yang dilakukan secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan transaksi, penatausahaan surat berharga dan setelmen dana seketika. 13. Transaksi Reverse Repurchase Agreement SBSN dalam rangka OPT Syariah yang selanjutnya disebut Transaksi Reverse Repo SBSN adalah transaksi pembelian SBSN oleh Bank dari Bank Indonesia, dengan janji penjualan kembali oleh Bank sesuai dengan harga dan jangka waktu yang disepakati. 14. Rekening Giro adalah rekening giro milik Bank di Bank Indonesia. 15. Rekening Surat Berharga adalah rekening Bank pada BI-SSSS dalam mata uang Rupiah dan/atau valuta asing yang ditatausahakan di Bank Indonesia dalam rangka pencatatan kepemilikan dan setelmen atas transaksi surat berharga, transaksi dengan Bank Indonesia, dan/atau transaksi pasar keuangan. 16. Setelmen Surat Berharga adalah kegiatan pendebetan dan pengkreditan Rekening Surat Berharga dalam rangka penatausahaan. 17. Setelmen Dana adalah kegiatan pendebetan dan pengkreditan Rekening Giro di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS dalam rangka penatausahaan. 18. Delivery Versus Payment yang selanjutnya disingkat DVP adalah mekanisme setelmen transaksi dengan cara Setelmen Surat Berharga dan Setelmen Dana dilakukan secara bersamaan. 19. Sistem Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya disebut Sistem LHBU adalah sarana pelaporan Bank kepada Bank Indonesia … 4 Indonesia secara harian, termasuk penyediaan informasi pasar uang dan pengumuman dari Bank Indonesia. 20. Financing to Deposit Ratio yang selanjutnya disingkat FDR adalah rasio pembiayaan yang diberikan kepada pihak ketiga dalam Rupiah dan valuta asing, tidak termasuk pembiayaan kepada bank lain, terhadap dana pihak ketiga yang mencakup giro, tabungan, deposito dalam Rupiah dan valuta asing, tidak termasuk antarbank. 21. Marjin Transaksi Reverse Repo SBSN adalah tingkat keuntungan (profit rate) dalam setahun (per annum) yang disepakati oleh para pihak yang melakukan Transaksi Reverse Repo SBSN. II. KARAKTERISTIK REVERSE REPO SBSN 1. Transaksi Reverse Repo SBSN merupakan instrumen yang digunakan oleh Bank Indonesia dalam rangka absorpsi likuiditas perbankan syariah dalam rangka OMS. 2. Transaksi Reverse Repo SBSN dilakukan dengan menggunakan akad al bai’ (jual beli) yang disertai dengan janji (al wa’d) oleh Bank kepada Bank Indonesia, dalam dokumen terpisah, untuk menjual kembali SBSN dalam jangka waktu dan harga tertentu yang disepakati. 3. Transaksi Reverse Repo SBSN dapat dilakukan pada setiap hari kerja yang ditetapkan Bank Indonesia. 4. Jangka waktu Transaksi Reverse Repo SBSN paling singkat 1 (satu) hari dan paling lama 12 (dua belas) bulan yang dinyatakan dalam hari yang dihitung sejak 1 (satu) hari setelah tanggal setelmen sampai dengan tanggal jatuh waktu. 5. Transaksi Reverse Repo SBSN dilakukan dengan mekanisme lelang melalui Sistem BI-ETP. 6. Pelaksanaan lelang Transaksi Reverse Repo SBSN dilakukan dengan metode sebagai berikut: a. Harga tetap (fixed rate tender) dengan Marjin Transaksi Reverse Repo SBSN ditetapkan oleh Bank Indonesia. b. Harga … 5 b. Harga beragam (variable rate tender) dengan Marjin Transaksi Reverse Repo SBSN diajukan Bank dan Lembaga Perantara. 7. Marjin Transaksi Reverse Repo SBSN diperhitungkan pada saat setelmen second leg Transaksi Reverse Repo SBSN. 8. Persyaratan Bank yang dapat mengikuti Transaksi Reverse Repo SBSN sebagai berikut: a. memiliki FDR paling kurang 80% (delapan puluh persen) berdasarkan perhitungan Otoritas Jasa Keuangan yang diterima oleh Bank Indonesia; b. berstatus aktif sebagai peserta Sistem BI-ETP, BI-SSSS, dan Sistem BI-RTGS; c. tidak sedang dikenakan sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan OMS; d. harus memiliki Rekening Giro di Bank Indonesia; dan e. harus memiliki Rekening Surat Berharga pada BI-SSSS. 9. Dalam hal Bank yang mengikuti Transaksi Reverse Repo SBSN berasal dari perubahan kegiatan usaha bank konvensional dan data FDR Bank tersebut belum tersedia, perhitungan FDR sebagaimana dimaksud dalam butir 8.a menggunakan data Loan to Deposit (LDR) dari bank umum konvensional sebelum diubah kegiatan usahanya menjadi Bank. 10. Bank mengajukan Transaksi Reverse Repo SBSN kepada Bank Indonesia untuk kepentingan diri sendiri. 11. Bank dapat mengajukan penawaran Transaksi Reverse Repo SBSN secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara kepada Bank Indonesia melalui Sistem BI-ETP dalam window time yang ditetapkan. 12. Lembaga Perantara mengajukan penawaran Transaksi Reverse Repo SBSN untuk kepentingan Bank. 13. Persyaratan Lembaga Perantara adalah sebagai berikut: a. berstatus aktif sebagai peserta Sistem BI-ETP; dan b. tidak sedang dikenakan sanksi terkait izin usaha oleh otoritas pengawas yang berwenang. III. PERSYARATAN … 6 III. PERSYARATAN UMUM 1. Bank mengajukan Transaksi Reverse Repo SBSN setelah menandatangani Janji (Wa’d) Untuk Menjual Kembali SBSN Dalam Rangka Transaksi Reverse Repo SBSN, yang selanjutnya disebut Dokumen Janji, yang telah dibubuhi meterai cukup dan menyampaikan dokumen pendukung yang dipersyaratkan kepada Bank Indonesia. Contoh Dokumen Janji sebagaimana dimaksud pada Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 2. Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam angka 1 meliputi: a. Bank yang kantor pusatnya berkedudukan di Indonesia: 1) fotokopi anggaran dasar Bank atau perubahan terakhir yang dilegalisir Bank, yang memuat kewenangan direksi untuk mewakili Bank jika penandatanganan Dokumen Janji dilakukan oleh direksi; 2) fotokopi anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dan surat kuasa dari direksi kepada pejabat yang menandatangani Dokumen Janji jika penandatanganan Dokumen Janji tidak dilakukan oleh direksi; atau 3) fotokopi peraturan daerah bagi Bank yang berbadan hukum perusahaan daerah yang memuat kewenangan direksi untuk mewakili Bank jika penandatanganan Dokumen Janji dilakukan oleh direksi; 4) fotokopi peraturan daerah sebagaimana dimaksud dalam angka 3) dan surat kuasa dari direksi kepada pejabat yang menandatangani Dokumen Janji jika penandatanganan Dokumen Janji tidak dilakukan oleh direksi; dan 5) fotokopi identitas diri yang masih berlaku berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau paspor dari pejabat yang berwenang untuk menandatangani Dokumen Janji. b. Bank yang kantor pusatnya berkedudukan di luar negeri: 1) fotokopi … 7 1) fotokopi surat kuasa (power of attorney) dari kantor pusatnya yang memuat kewenangan pejabat untuk mewakili Bank jika penandatanganan Dokumen Janji dilakukan oleh Chief Executive Officer (CEO); 2) fotokopi surat kuasa sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dan surat kuasa dari CEO kepada pejabat yang diberikan wewenang untuk menandatangani Dokumen Janji jika penandatanganan Dokumen Janji tidak dilakukan oleh CEO; 3) dalam hal penandatanganan Dokumen Janji tidak dilakukan oleh CEO maka surat kuasa (power of attorney) dari kantor pusat sebagaimana dimaksud dalam angka 1) harus memuat hak CEO untuk mengalihkan kewenangannya (hak substitusi); dan 4) fotokopi identitas diri yang masih berlaku berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau paspor dari pejabat Bank yang berwenang untuk menandatangani Dokumen Janji. 3. Penandatanganan Dokumen Janji sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dilakukan pada saat Bank pertama kali mengajukan Transaksi Reverse Repo SBSN dengan Bank Indonesia. 4. Dokumen Janji yang telah ditandatangani berlaku seterusnya sepanjang tidak ada perubahan isi Dokumen Janji dan/atau perubahan Anggaran Dasar Bank atau peraturan daerah mengenai kewenangan Direksi Bank untuk mewakili Bank atau ketentuan internal Bank yang mengatur mengenai pendelegasian wewenang. 5. Dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan angka 2 disampaikan dengan surat pengantar kepada: Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia Menara Sjafruddin Prawiranegara Jl M.H Thamrin No.2 Jakarta 10350 IV. PERSYARATAN … 8 IV. PERSYARATAN DAN NILAI SBSN 1. SBSN yang dapat di-reverse repo-kan terdiri dari SBSN Jangka Panjang dan/atau SBSN Jangka Pendek. 2. Harga SBSN ditetapkan dan diumumkan oleh Bank Indonesia di Sistem BI-ETP, BI-SSSS dan/atau sarana lainnya dengan mempertimbangkan antara lain harga pasar masing-masing jenis dan seri SBSN. 3. Bank Indonesia menetapkan besarnya haircut untuk SBSN dalam rangka penentuan nilai setelmen Transaksi Reverse Repo SBSN (first leg). 4. Haircut merupakan faktor pengurang terhadap harga SBSN yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 5. Bank Indonesia dapat melakukan perubahan haircut dan mengumumkan perubahan tersebut melalui Sistem BI-ETP, BI- SSSS, Sistem LHBU, dan/atau sarana lainnya. 6. Hak penerimaan imbalan atas SBSN yang di-reverse repo-kan selama periode Transaksi Reverse Repo SBSN tetap merupakan milik Bank Indonesia. V. PENGUMUMAN DAN PENGAJUAN TRANSAKSI REVERSE REPO SBSN 1. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang Transaksi Reverse Repo SBSN paling lambat sebelum window time melalui Sistem BI-ETP, Sistem LHBU, dan/atau sarana lainnya yang ditetapkan Bank Indonesia. 2. Pengumuman rencana lelang Transaksi Reverse Repo SBSN memuat antara lain: a. sarana transaksi; b. tanggal lelang; c. jangka waktu dan tanggal jatuh waktu; d. metode lelang; e. target indikatif, apabila lelang dilakukan dengan metode variable rate tender; f. Marjin Transaksi Reverse Repo SBSN, apabila lelang dilakukan dengan metode fixed rate tender; g. jenis dan seri SBSN yang dapat di-reverse repo-kan; h. haircut … 9 h. haircut; i. window time; dan/atau j. tanggal dan waktu setelmen. 3. Window time Transaksi Reverse Repo SBSN dapat dilakukan antara pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB atau waktu lain yang ditetapkan Bank Indonesia. 4. Pengajuan Penawaran Transaksi Reverse Repo SBSN a. Bank secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara mengajukan penawaran Transaksi Reverse Repo SBSN kepada Bank Indonesia melalui Sistem BI-ETP dalam window time yang ditetapkan. b. Pengajuan penawaran Transaksi Reverse Repo SBSN antara lain meliputi: 1) nilai nominal transaksi untuk lelang dengan metode fixed rate tender; atau 2) nilai nominal transaksi dan Marjin Transaksi Reverse Repo SBSN untuk lelang dengan metode variable rate tender, untuk masing-masing jangka waktu Transaksi Reverse Repo SBSN yang akan dilakukan. c. Pengajuan penawaran nilai nominal dari Bank dan Lembaga Perantara paling sedikit sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). d. Dalam hal lelang dilakukan dengan metode variable rate tender, pengajuan penawaran Marjin Transaksi Reverse Repo SBSN dilakukan dengan kelipatan sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu). e. Bank dan Lembaga Perantara bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran Transaksi Reverse Repo SBSN yang disampaikan kepada Bank Indonesia. f. Bank dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan penawaran yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia. VI. PENETAPAN … 10 VI. PENETAPAN PEMENANG LELANG TRANSAKSI REVERSE REPO SBSN 1. Dalam hal lelang Transaksi Reverse Repo SBSN dilakukan dengan metode fixed rate tender maka penetapan nilai nominal Transaksi Reverse Repo SBSN yang dimenangkan dihitung dengan cara: a. penawaran nilai nominal yang diajukan oleh Bank dimenangkan seluruhnya; atau b. dalam hal diperlukan, penawaran nilai nominal yang diajukan oleh Bank dapat dimenangkan sebagian dengan perhitungan secara proporsional sesuai dengan perhitungan Bank Indonesia, dengan pembulatan nominal terkecil sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). 2. Dalam hal lelang Transaksi Reverse Repo SBSN dilakukan dengan metode variable rate tender maka penetapan nilai nominal Transaksi Reverse Repo SBSN yang dimenangkan dihitung dengan cara: a. Bank Indonesia menetapkan Marjin Transaksi Reverse Repo SBSN tertinggi yang dapat diterima (Stop Out Rate/SOR); dan b. Bank Indonesia menetapkan nilai nominal yang dimenangkan dengan cara: 1) dalam hal Marjin Transaksi Reverse Repo SBSN yang diajukan Bank lebih rendah dari SOR yang ditetapkan, Bank yang bersangkutan memenangkan seluruh penawaran Transaksi Reverse Repo SBSN yang diajukan; dan 2) dalam hal Marjin Transaksi Reverse Repo SBSN yang diajukan Bank sama dengan SOR yang ditetapkan maka Bank yang bersangkutan memenangkan seluruh atau sebagian dari penawaran Transaksi Reverse Repo SBSN yang diajukan dengan perhitungan secara proporsional sesuai dengan perhitungan Bank Indonesia, dengan pembulatan nominal terkecil sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). 3. Dalam … 11 3. Dalam hal Bank Indonesia menawarkan lebih dari 1 (satu) seri SBSN dalam lelang Transaksi Reverse Repo SBSN, Bank Indonesia menentukan alokasi seri dan nominal SBSN yang dimenangkan Bank. 4. Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada pemenang lelang Transaksi Reverse Repo SBSN. VII. PENGUMUMAN HASIL LELANG TRANSAKSI REVERSE REPO SBSN Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang Transaksi Reverse Repo SBSN setelah window time ditutup dengan cara sebagai berikut: 1. secara individual kepada pemenang lelang melalui Sistem BI- ETP, antara lain berupa nilai nominal yang dimenangkan, Marjin Transaksi Reverse Repo SBSN, jenis dan seri SBSN yang dimenangkan dan nilai transaksi; dan 2. secara keseluruhan melalui Sistem BI-ETP, Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya antara lain berupa nominal seluruh penawaran yang dimenangkan, kisaran penawaran Marjin Transaksi Reverse Repo SBSN (bid rate), SOR, dan/atau rata- rata tertimbang Marjin Transaksi Reverse Repo SBSN. VIII. SETELMEN TRANSAKSI REVERSE REPO SBSN 1. Setelmen Transaksi Reverse Repo SBSN melalui BI-SSSS dilakukan dengan mekanisme penyelesaian transaksi per transaksi (gross to gross) dan DVP. 2. Setelmen First Leg a. Bank Indonesia melakukan setelmen first leg paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah pengumuman hasil lelang Transaksi Reverse Repo SBSN. b. Bank wajib memiliki dana di Rekening Giro Rupiah yang mencukupi untuk setelmen first leg. c. Setelmen first leg dilakukan melalui Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS sebagai berikut: 1) Setelmen Dana, dengan mendebet Rekening Giro Rupiah Bank sebesar nilai setelmen first leg; dan 2) Setelmen … 12 2) Setelmen Surat Berharga, dengan mengkredit Rekening Surat Berharga sebesar nilai nominal SBSN yang dimenangkan. d. Nilai setelmen first leg dihitung sebagai berikut: 1) Dalam hal SBSN Jangka Panjang Nilai setelmen first leg = [ nominal SBSN yang di-reverse repo-kan x ( Harga SBSN 2) Dalam hal SBSN Jangka Pendek Nilai setelmen first leg Keterangan: Harga SBSN = [ nominal SBSN yang di-reverse repo-kan x ( Harga SBSN - haircut)] : Harga SBSN sebagaimana diumumkan pada Sistem BI- ETP dan BI-SSSS pada tanggal transaksi. haircut : haircut sebagaimana diumumkan pada Sistem BI-ETP dan BI-SSSS. Accrued imbalan : - Hak atas imbalan SBSN yang dihitung sejak 1 (satu) hari kalender sesudah tanggal pembayaran imbalan terakhir sampai dengan tanggal setelmen first leg. - Perhitungan hak atas imbalan SBSN didasarkan pada jumlah hari yang sebenarnya (actual per actual). e. Dalam hal dana di Rekening Giro Rupiah Bank tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen sampai dengan … - haircut)] + Accrued imbalan 13 dengan awal periode cut off warning Sistem BI-RTGS sehingga mengakibatkan kegagalan setelmen first leg, BI- SSSS secara otomatis membatalkan Transaksi Reverse Repo SBSN. f. Atas batalnya Transaksi Reverse Repo SBSN sebagaimana dimaksud dalam huruf e, Bank yang bersangkutan dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Operasi Moneter Syariah. g. Dalam hal pada lelang yang sama terdapat lebih dari 1 (satu) kali pembatalan Transaksi Reverse Repo SBSN (first leg), dalam rangka perhitungan pengenaan sanksi penghentian sementara mengikuti kegiatan OMS, pembatalan transaksi tersebut dihitung sebanyak 1 (satu) kali. 3. Setelmen Second Leg a. Pada tanggal Transaksi Reverse Repo SBSN jatuh waktu (second leg), BI-SSSS secara otomatis melakukan setelmen second leg sejak Sistem BI-RTGS dibuka sampai dengan sebelum periode cut-off warning Sistem BI-RTGS. b. Bank wajib memiliki jenis dan seri SBSN yang mencukupi dalam Rekening Surat Berharga untuk setelmen second leg. c. Setelmen second leg dilakukan melalui Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS sebagai berikut: 1) Setelmen Surat Berharga, dengan mendebet Rekening Surat Berharga sebesar nilai nominal SBSN yang di- reverse repo-kan. 2) Setelmen Dana, dengan mengkredit Rekening Giro Rupiah Bank sebesar nilai setelmen second leg. d. Nilai setelmen second leg dihitung sebagai berikut: Nilai Nilai Setelmen Second Leg = Setelmen First Leg + Nilai Marjin Transaksi Reverse Repo SBSN Keterangan … 14 Keterangan: Nilai Marjin Transaksi Reverse Repo SBSN adalah jumlah penerimaan Bank sesuai jangka waktu Transaksi Reverse Repo SBSN. Nilai Marjin Transaksi Reverse Repo Nilai = e. Dalam hal setelah terjadinya Transaksi Reverse Repo SBSN, tanggal Transaksi Reverse Repo SBSN jatuh waktu (second leg) ditetapkan sebagai hari libur oleh pemerintah, pelaksanaan setelmen dilakukan pada hari kerja berikutnya tanpa memperhitungkan tambahan nilai Marjin Transaksi Reverse Repo SBSN untuk hari libur dimaksud. Jangka Waktu 360 f. Dalam hal jenis dan seri surat berharga di Rekening Surat Berharga tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen second leg sampai dengan sebelum periode cut off warning Sistem BI-RTGS sehingga mengakibatkan kegagalan setelmen second leg, BI-SSSS secara otomatis membatalkan Transaksi Reverse Repo SBSN jatuh waktu (second leg). 4. Kegagalan setelmen second leg a. Dalam hal Bank gagal melakukan setelmen second leg maka Transaksi Reverse Repo SBSN diperlakukan sebagai transaksi pembelian secara outright oleh Bank. b. Perhitungan nilai setelmen transaksi pembelian SBSN secara outright oleh Bank sebagai berikut: 1) Dalam hal SBSN Jangka Pendek Nilai Setelmen Pembelian SBSN outright = [Nominal SBSN 2) Dalam hal SBSN Jangka Panjang Nilai Setelmen Pembelian SBSN Outright = [Nominal SBSN × Harga SBSN ] + Accrued imbalan × Harga SBSN ] Setelmen first leg × Marjin Reverse Repo × Keterangan … 15 Keterangan: Harga SBSN : Harga SBSN pada transaksi first leg. Accrued Imbalan : Hak atas imbalan SBSN yang dihitung sejak 1 (satu) hari kalender sesudah tanggal pembayaran imbalan terakhir sampai dengan tanggal setelmen outright (tanggal setelmen first leg Transaksi Reverse Repo SBSN). c. Rekening Giro Rupiah Bank akan didebet sebesar nilai haircut sebagaimana ditetapkan dalam transaksi first leg. d. Rekening Giro Rupiah Bank akan didebet sebesar nilai accrued imbalan sejak tanggal transaksi first leg sampai dengan tanggal second leg. e. Atas kegagalan setelmen second leg, Bank Indonesia tidak membayarkan Marjin Transaksi Reverse Repo SBSN kepada Bank. f. Atas batalnya Transaksi Reverse Repo SBSN jatuh waktu (second leg) sebagaimana dimaksud dalam butir 3.f, Bank dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Operasi Moneter Syariah. g. Dalam hal pada hari yang sama terdapat lebih dari 1 (satu) kali pembatalan Transaksi Reverse Repo SBSN jatuh waktu (second leg), dalam rangka perhitungan pengenaan sanksi penghentian sementara mengikuti kegiatan OMS, pembatalan transaksi tersebut hanya dihitung sebanyak 1 (satu) kali. 5. Imbalan SBSN Perlakukan imbalan dalam hal terdapat kegagalan setelmen second leg, maka diatur sebagai berikut: a. Dalam … 16 a. Dalam hal setelah tanggal transaksi outright, Bank menerima pembayaran imbalan atas SBN yang di-reverse repo-kan oleh Bank Indonesia, maka imbalan yang diterima menjadi milik Bank. b. Dalam hal pada tanggal transaksi outright, Bank Indonesia menerima pembayaran imbalan atas SBN yang di-reverse repo-kan oleh Bank Indonesia, maka Bank Indonesia akan mengkredit Rekening Giro Rupiah Bank sebesar imbalan yang diterima oleh Bank Indonesia. c. Dalam hal setelah tanggal transaksi outright, Bank Indonesia menerima pembayaran imbalan atas SBN yang di-reverse repo-kan oleh Bank Indonesia, maka pada tanggal pembayaran imbalan Bank Indonesia mengkredit Rekening Giro Rupiah Bank sebesar imbalan yang diterima oleh Bank Indonesia. IX. TATA CARA PENGENAAN SANKSI 1. Dalam hal terjadi pembatalan setelmen Transaksi Reverse Repo SBSN sebagaimana dimaksud dalam butir VIII.2.e dan butir VIII.3.f, Bank dikenakan sanksi berupa: a. teguran tertulis, dengan tembusan kepada Otoritas Jasa Keuangan; b. kewajiban membayar sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu) dari nilai Transaksi Reverse Repo SBSN yang dinyatakan batal, paling sedikit sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah); dan c. dengan tidak mengurangi sanksi sebagaimana dimaksud dalam huruf b, dalam hal Bank melakukan transaksi OMS yang dinyatakan batal sebanyak 3 (tiga) kali dalam kurun waktu 6 (enam) bulan, Bank dikenakan sanksi berupa penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan OMS selama 5 (lima) hari kerja berturut-turut. 2. Dalam hal terjadi pembatalan transaksi sebagaimana dimaksud dalam butir VIII.3.f dan dalam hal harga pasar SBSN pada saat second … 17 second leg lebih tinggi dari harga pada transaksi first leg, selain dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam angka 1, Bank dikenakan sanksi tambahan berupa kewajiban membayar sebesar selisih harga pada transaksi second leg dan harga pada transaksi first leg, setelah dikalikan dengan nominal SBSN yang di-reverse repo-kan. 3. Penyampaian surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a dan pemberitahuan sanksi berupa penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan OMS sebagaimana dimaksud dalam butir 1.c dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi. 4. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b dan sanksi tambahan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dilakukan dengan mendebet Rekening Giro Rupiah Bank pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi. X. KETENTUAN PERALIHAN Transaksi Reverse Repo SBSN yang dilakukan setelah berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini yang merupakan bagian dari transaksi yang telah dilakukan sebelum Surat Edaran Bank Indonesia ini berlaku, tetap tunduk pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/27/DPM tanggal 1 Desember 2011 perihal Tata Cara Transaksi Reverse Repo Surat Berharga Syariah Negara Dengan Bank Indonesia Dalam Rangka Operasi Pasar Terbuka Syariah sampai dengan transaksi yang bersangkutan jatuh waktu. XI. KETENTUAN PENUTUP Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/27/DPM tanggal 1 Desember 2011 perihal Tata Cara Transaksi Reverse Repo Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) Dengan Bank Indonesia Dalam Rangka Operasi Pasar Terbuka Syariah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Surat … 18 Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 16 November 2015. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, DODDY ZULVERDI KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 17/41/DPM|SE-BI/2015 </reg_id> <reg_title> Tata Cara Transaksi Reverse Repurchase Agreement Surat Berharga Syariah Negara Dengan Bank Indonesia Dalam Rangka Operasi Pasar Terbuka Syariah </reg_title> <set_date> 16 November 2015 </set_date> <effective_date> 16 November 2015 </effective_date> <replaced_reg> '13/27/DPM|SE-BI/2011' </replaced_reg> <related_reg> '16/12/PBI/2014' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi IX' </penalty_list>
No. 3/15 /DPM Jakarta, 5 Juli 2001 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal: Peningkatan Prosentase Portofolio Obligasi Pemerintah Yang Dapat Diperdagangkan Bagi Bank Umum Peserta Program Rekapitalisasi Perbankan Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 1/10/PBI/1999 tanggal 3 Desember 1999 tentang Portofolio Obligasi Pemerintah Bagi Bank Umum Peserta Program Rekapitalisasi dan Peraturan Bank Indonesia No.2/10/PBI/2000 tanggal 29 Maret 2000 tentang Perubahan Peraturan Bank Indonesia Nomor 1/10/PBI/1999 tentang Portofolio Obligasi Bank Umum Peserta Program Rekapitalisasi, Bank Indonesia berwenang meningkatkan prosentase Obligasi Pemerintah yang dapat diperdagangkan, serta menetapkan dan mengumumkan jenis dan seri Obligasi Pemerintah yang dapat diperdagangkan melalui Surat Edaran. Dengan mempertimbangkan bahwa transaksi perdagangan Obligasi di pasar sekunder oleh perbankan (termasuk transaksi Repo) dewasa ini cenderung meningkat dan guna mengantisipasi penggunaan Obligasi Pemerintah oleh perbankan dalam waktu dekat bagi keperluan antara lain : a. sebagai agunan, baik dalam transaksi di pasar uang maupun dalam rangka memperoleh Fasilitas Likuiditas Intrahari (FLI) dan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP); b. untuk melakukan kegiatan assets bonds swap atas kredit dengan kategori non performing loan yang telah direstrukturisasi oleh BPPN, dengan Obligasi Pemerintah yang dimiliki oleh bank-bank peserta rekap… rekap, termasuk mengantisipasi peningkatan kegiatan assets bonds swap tersebut; c. untuk melakukan pelunasan kewajiban dengan Obligasi Pemerintah (set-off kewajiban), maka dipandang perlu untuk meningkatkan prosentase Obligasi Pemerintah yang dapat diperdagangkan di pasar sekunder dengan ketentuan sebagai berikut : I. JUMLAH DAN SERI OBLIGASI YANG DAPAT DIPERDAGANGKAN 1. Jumlah prosentase Obligasi yang dapat diperdagangkan yang semula ditetapkan setinggi-tingginya sebesar 35% (tiga puluh lima perseratus) ditingkatkan menjadi setinggi-tingginya sebesar 50% (lima puluh perseratus) dari nilai keseluruhan Obligasi Pemerintah yang dibeli pada saat Bank menerima penyertaan tunai dari Pemerintah sehubungan dengan Program Rekapitalisasi Bank Umum. 2. Bank wajib memindah-bukukan seluruh Obligasi Pemerintah yang akan diperdagangkan dari portofolio investasi ke dalam portofolio perdagangan sebesar jumlah nominalnya. 3. Obligasi Pemerintah yang dapat dipindahkan kedalam portofolio perdagangan adalah Obligasi Pemerintah yang telah dapat perdagangkan pada pasar sekunder yaitu seri FR0001, FR0002, FR0003, FR0004, FR0005, FR0006, FR0007, FR0008, FR0009, VR0001, VR0002, VR0003, VR0004, VR0005, VR0007, VR0009, VR0011, VR0013 dan VR0015, sebagaimana ditetapkan oleh Bank Indonesia pada : - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/14/DPNP tanggal 27 Juni 2000 tentang Penetapan Obligasi Pemerintah Seri FR0002 untuk Diperdagangkan di Pasar Sekunder. - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/16/DPNP tanggal 25 Juli 2000 Tentang Penetapan Obligasi Pemerintah Seri FR0003, FR0004 dan FR0005 untuk Diperdagangkan di Pasar Sekunder. - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/26/DPM tanggal 8 Desember 2000 Tentang Penetapan Obligasi Pemerintah Seri FR0006, FR0007, FR0008 dan FR0009 untuk Diperdagangkan di Pasar Sekunder .….. Pasar Sekunder Serta Peningkatan Prosentase Portofolio Obligasi Pemerintah Yang Dapat Diperdagangkan. - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/6/DPM tanggal 9 Februari 2001 Tentang Penetapan Obligasi Pemerintah Seri VR0003, VR0004, VR0007, VR0009, VR00011, VR0013 dan VR0015 untuk Diperdagangkan Di Pasar Sekunder Serta Peningkatan Prosentase Portofolio Obligasi Pemerintah Yang Dapat Diperdagangkan oleh Bank Umum Peserta Program Rekapitalisasi Perbankan. II. TATA CARA PENGAJUAN PENAMBAHAN JUMLAH OBLIGASI YANG DAPAT DIPERDAGANGKAN DI PASAR SEKUNDER 1. Bank wajib melaporkan secara tertulis kepada Bank Indonesia mengenai jenis, seri dan tambahan jumlah dari Obligasi yang akan dipindahkan kedalam portofolio perdagangan; 2. Surat pelaporan sebagaimana dimaksud dalam angka 1, wajib dilengkapi dengan jumlah nominal yang akan diperdagangkan; 3. Surat pelaporan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan angka 2 diajukan kepada Direktorat Pengelolaan Moneter – Bank Indonesia, Gedung B – Lantai 11, Jl. MH. Thamrin No.2 Jakarta, dengan tembusan kepada Direktorat Pengawasan Bank terkait. III. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 5 Juli 2001. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA Tarmiden Sitorus Deputi Direktur
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 3/15/DPM|SE-BI/2001 </reg_id> <reg_title> Peningkatan Prosentase Portofolio Obligasi Pemerintah Yang Dapat Diperdagangkan Bagi Bank Umum Peserta Program Rekapitalisasi Perbankan </reg_title> <set_date> 5 Juli 2001 </set_date> <effective_date> 5 Juli 2001 </effective_date> <related_reg> '1/10/PBI/1999', '2/10/PBI/2000' </related_reg>
No. 8/1/DPM Jakarta, 27 Januari 2006 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK, PIALANG PASAR UANG DAN PIALANG PASAR MODAL DI INDONESIA Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/21/DPM tanggal 26 Maret 2004 perihal Tata Cara Pembelian dan atau Penjualan Surat Utang Negara oleh Bank Indonesia di Pasar Sekunder Dalam Rangka Operasi Pasar Terbuka Dalam rangka penyempurnaan setelmen pembelian dan atau penjualan Surat Utang Negara oleh Bank Indonesia di pasar sekunder dalam rangka Operasi Pasar Terbuka maka dipandang perlu untuk mengubah Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/21/DPM tanggal 26 Maret 2004 tentang Tata Cara Pembelian dan atau Penjualan Surat Utang Negara oleh Bank Indonesia di Pasar Sekunder Dalam Rangka Operasi Pasar Terbuka sebagai berikut: 1. Ketentuan butir III.A.1.d, diubah sehingga berbunyi sebagai berikut : d. Pada hari pelaksanaan lelang SUN, peserta lelang mengajukan penawaran lelang SUN kepada Biro Operasi Moneter (Tim Pelaksana Operasi Moneter) – Direktorat Pengelolaan Moneter Bank Indonesia pada window time melalui sarana BI-SSSS. 2. Ketentuan butir III.A.3.a, diubah sehingga berbunyi sebagai berikut : a. Bank … a. Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang SUN melalui sarana BI-SSSS atau sarana lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia pada hari pelaksanaan lelang SUN paling lambat pukul 17.00 WIB berupa kuantitas lelang secara keseluruhan dan rata-rata tertimbang yield pemenang lelang per seri. 3. Ketentuan butir IV.3, diubah sehingga berbunyi sebagai berikut : 3. Setelmen transaksi SUN dilaksanakan pada 1 (satu) hari kerja setelah tanggal transaksi (T + 1). 4. Ketentuan butir IV.4, diubah sehingga berbunyi sebagai berikut : 4. Dalam hal saldo Rekening Surat Berharga SUN milik Bank penjual tidak mencukupi untuk Setelmen Surat Berharga SUN sampai dengan ”cut off warning” sistem BI-RTGS maka sistem secara otomatis membatalkan transaksi lelang SUN dimaksud secara ”gross to gross” . Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 27 Januari 2006. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, Surat BUDI MULYA DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 8/1/DPM|SE-BI/2006 </reg_id> <reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/21/DPM tanggal 26 Maret 2004 perihal Tata Cara Pembelian dan atau Penjualan Surat Utang Negara oleh Bank Indonesia di Pasar Sekunder Dalam Rangka Operasi Pasar Terbuka </reg_title> <set_date> 27 Januari 2006 </set_date> <effective_date> 27 Januari 2006 </effective_date> <changed_reg> '6/21/DPM|SE-BI/2004' </changed_reg> <related_reg> '6/21/DPM|SE-BI/2004' </related_reg>
No. 18/31/DPM Jakarta, 29 November 2016 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH, UNIT USAHA SYARIAH, DAN PIALANG PASAR UANG RUPIAH DAN VALUTA ASING DI INDONESIA Perihal : Tata Cara Penempatan Berjangka (Term Deposit) Syariah dalam Valuta Asing Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/12/PBI/2014 tentang Operasi Moneter Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 178, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5567), serta dalam rangka meningkatkan governance dan mendukung kelancaran pelaksanaan transaksi penempatan berjangka (term deposit) syariah dalam valuta asing, perlu mengatur kembali ketentuan pelaksanaan mengenai tata cara penempatan berjangka (term deposit) syariah dalam valuta asing dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM 1. Bank adalah Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah yang merupakan bank devisa. 2. Bank Umum Syariah yang selanjutnya disingkat BUS adalah Bank Umum Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang mengenai perbankan syariah. 3. Unit Usaha Syariah yang selanjutnya disingkat UUS adalah Unit Usaha Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai perbankan syariah. 4. Operasi … 2 4. Operasi Moneter Syariah yang selanjutnya disingkat OMS adalah pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dalam rangka pengendalian moneter melalui kegiatan operasi pasar terbuka dan penyediaan standing facilities berdasarkan prinsip syariah. 5. Operasi Pasar Terbuka Syariah yang selanjutnya disebut OPT Syariah adalah kegiatan transaksi pasar uang berdasarkan prinsip syariah yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan Bank dan pihak lain dalam rangka OMS. 6. Transaksi Penempatan Berjangka (Term Deposit) Syariah Dalam Valuta Asing yang selanjutnya disebut Term Deposit Valas Syariah adalah penempatan secara berjangka dana valuta asing milik Bank di Bank Indonesia. 7. Akad Ju’alah adalah janji atau komitmen (iltizam) untuk memberikan imbalan tertentu (’iwadh/ju’l) atas pencapaian hasil (natijah) yang ditentukan dari suatu pekerjaan. 8. Perusahaan Pialang Pasar Uang Rupiah dan Valuta Asing yang selanjutnya disebut Pialang adalah perusahaan yang didirikan khusus untuk melakukan kegiatan jasa perantara bagi kepentingan nasabahnya di bidang pasar uang Rupiah dan valuta asing dengan memperoleh imbalan atas jasanya. 9. Sistem Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya disebut Sistem LHBU adalah sarana pelaporan Bank kepada Bank Indonesia secara harian, termasuk penyediaan informasi pasar uang dan pengumuman dari Bank Indonesia. 10. Bank Koresponden adalah bank yang memelihara rekening giro valuta asing dalam rangka pembayaran dan/atau penerimaan dana valuta asing ke dan/atau dari Bank. II. PERSYARATAN UMUM 1. Transaksi Term Deposit Valas Syariah dilakukan dengan menggunakan akad ju’alah oleh Bank kepada Bank Indonesia. 2. Transaksi Term Deposit Valas Syariah memiliki karakteristik sebagai berikut: a. jenis … 3 a. jenis valuta asing yang digunakan adalah Dolar Amerika Serikat; b. memiliki jangka waktu paling singkat 1 (satu) hari dan paling lama 12 (dua belas) bulan yang dinyatakan dalam hari, yang dihitung sejak 1 (satu) hari setelah tanggal setelmen sampai dengan tanggal jatuh waktu; c. dilakukan tanpa disertai dengan penerbitan surat berharga; d. atas transaksi Term Deposit Valas Syariah, Bank Indonesia memberikan imbalan; dan e. dapat dicairkan sebelum tanggal jatuh waktu (early redemption) baik keseluruhan atau sebagian. 3. Persyaratan Bank yang dapat mengikuti transaksi Term Deposit Valas Syariah sebagai berikut: a. tidak sedang dalam masa pengenaan sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan OMS; dan b. memiliki rekening giro dalam valuta asing di Bank Indonesia. 4. Bank mengajukan transaksi Term Deposit Valas Syariah kepada Bank Indonesia untuk kepentingan diri sendiri. 5. Bank dapat mengajukan penawaran transaksi Term Deposit Valas Syariah secara langsung dan/atau melalui Pialang. 6. Pialang mengajukan penawaran transaksi Term Deposit Valas Syariah untuk kepentingan Bank. 7. Pialang yang dapat mengajukan penawaran sebagaimana dimaksud dalam angka 5 dan angka 6 tidak sedang dikenakan sanksi terkait izin usaha oleh Bank Indonesia. 8. Transaksi Term Deposit Valas Syariah dilakukan pada hari kerja yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 9. Transaksi Term Deposit Valas Syariah dilakukan melalui sarana dealing system yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 10. Imbalan Term Deposit Valas Syariah ditetapkan sebagai berikut: a. Bank Indonesia membayar imbalan atas Term Deposit Valas Syariah pada saat Term Deposit Valas Syariah jatuh waktu atau pada tanggal setelmen early redemption. b. Tingkat … 4 b. Tingkat imbalan yang diberikan mengacu pada suku bunga hasil lelang transaksi Term Deposit valuta asing (valas) konvensional berjangka waktu sama, yang dilakukan secara bersamaan dengan transaksi Term Deposit Valas Syariah, dengan ketentuan sebagai berikut: 1) dalam hal transaksi Term Deposit valas konvensional menggunakan metode harga tetap (fixed rate tender) maka tingkat imbalan Term Deposit Valas Syariah ditetapkan sama dengan suku bunga transaksi Term Deposit valas konvensional; atau 2) dalam hal transaksi Term Deposit valas konvensional menggunakan metode harga beragam (variable rate tender) maka tingkat imbalan Term Deposit Valas Syariah ditetapkan sama dengan rata-rata tertimbang suku bunga hasil transaksi Term Deposit valas konvensional. c. Dalam hal pada saat yang bersamaan tidak terdapat lelang Term Deposit valas konvensional berjangka waktu sama, tingkat imbalan yang diberikan sebagaimana dimaksud dalam huruf b mengacu pada tingkat imbalan Term Deposit Valas Syariah atau suku bunga Term Deposit valas konvensional pada lelang sebelumnya, yang terkini di antara keduanya dan masing-masing berjangka waktu sama. d. Perhitungan nilai imbalan Term Deposit Valas Syariah dihitung dengan rumus sebagai berikut: Nominal Nilai imbalan = Keterangan: k = Term Deposit Valas Syariah × Tingkat imbalan k × 360 jangka waktu sampai dengan tanggal setelmen Term Deposit Valas Syariah jatuh waktu atau tanggal setelmen early redemption Term Deposit Valas Syariah (dalam hari) Contoh … 5 Contoh perhitungan imbalan tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. III. PELAKSANAAN LELANG A. Pendaftaran dan Pengkinian Informasi Untuk Mengikuti Lelang Transaksi Term Deposit Valas Syariah 1. Sebelum pelaksanaan lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah, dilakukan pendaftaran dengan ketentuan sebagai berikut: a. Bank menyampaikan surat pemohonan pendaftaran untuk mengikuti lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah, yang dilengkapi dengan informasi paling kurang sebagai berikut: 1) nama Bank; 2) Bank Identifier Code (BIC) Bank; 3) 1 (satu) Terminal Controller Identifier (TCID), dalam hal Bank telah memiliki Terminal Controller Identifier (TCID); 4) dalam hal UUS belum memiliki Terminal Controller Identifier (TCID), menyampaikan 1 (satu) Terminal Controller Identifier (TCID) bank konvensional dari UUS yang bersangkutan; 5) dalam hal Bank memiliki rekening di Bank Koresponden, Bank menyampaikan: a) nama Bank Koresponden; b) 1 (satu) nomor rekening Bank di Bank Koresponden; dan c) Bank Identifier Code (BIC) Bank Koresponden. 6) dalam hal Bank tidak memiliki rekening di Bank Koresponden, Bank menyampaikan: a) nama bank perantara (intermediary bank) yang ditunjuk untuk keperluan setelmen; b) 1 … 6 b) 1 (satu) nomor rekening Bank di bank perantara (intermediary bank) yang ditunjuk untuk keperluan setelmen; c) Bank Identifier Code (BIC) bank perantara (intermediary bank) yang ditunjuk untuk keperluan setelmen; d) nama Bank Koresponden; e) 1 (satu) nomor rekening bank perantara (intermediary bank) yang ditunjuk untuk keperluan setelmen di Bank Koresponden; dan f) Bank Identifier Code (BIC) Bank Koresponden. 7) nama, e-mail, dan contoh tanda tangan dealer yang berwenang melakukan transaksi Term Deposit Valas Syariah; dan 8) nama, e-mail, dan contoh tanda tangan pejabat yang membawahi dealer yang berwenang melakukan transaksi Term Deposit Valas Syariah sebagaimana dimaksud dalam angka 7). b. Pialang menyampaikan surat permohonan pendaftaran untuk mengikuti lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah, yang dilengkapi dengan informasi paling kurang sebagai berikut: 1) nama Pialang; 2) 1 (satu) Terminal Controller Identifier (TCID) Pialang; 3) nama, e-mail, dan contoh tanda tangan broker yang berwenang melakukan transaksi Term Deposit Valas Syariah; dan 4) nama, e-mail, dan contoh tanda tangan dari pejabat yang membawahi broker yang berwenang melakukan transaksi Term Deposit Valas Syariah sebagaimana dimaksud dalam angka 3). 2. Surat permohonan pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam angka 1 ditandatangani oleh pejabat yang berwenang mewakili Bank atau Pialang dan hanya disampaikan pada saat ... 7 saat pertama kali akan melakukan transaksi Term Deposit Valas Syariah melalui surat kepada Bank Indonesia. Contoh surat tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 3. Surat sebagaimana dimaksud dalam angka 2 disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagai berikut: Bank Indonesia c.q. Departemen Operasional Tresuri dan Pinjaman, Grup Operasional Tresuri Divisi Pengelolaan Sistem dan Informasi Operasi Moneter Menara Sjafruddin Prawiranegara Lantai 11 Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350 cc. Departemen Pengelolaan Moneter c.q. Grup Operasi Moneter Dalam hal terjadi perubahan atau penggantian alamat surat- menyurat akan diberitahukan melalui surat dan/atau media lain. 4. Dalam hal informasi sebagaimana dimaksud dalam angka 1 mengalami perubahan, Bank dan Pialang menyampaikan pengkinian informasi melalui surat dengan menggunakan contoh surat sebagaimana dimaksud dalam angka 2. 5. Surat sebagaimana dimaksud dalam angka 4 disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam angka 3. 6. Apabila seluruh persyaratan telah dipenuhi, Bank Indonesia menyampaikan persetujuan pendaftaran untuk mengikuti lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah kepada Bank dan Pialang melalui surat yang memuat informasi antara lain sebagai berikut: a. nama Bank dan/atau Pialang; b. Bank Identifier Code (BIC) Bank; c. Terminal Controller Identifier (TCID) Bank dan/atau Pialang; d. kode ... 8 d. kode individual page yang terdiri dari active page, historical page, dan confirmation page pada sistem otomasi lelang OMS valas; e. Standard Settlement Instruction (SSI); dan/atau f. tanggal efektif untuk mengikuti lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah. B. Pengumuman Rencana Transaksi Term Deposit Valas Syariah 1. Transaksi Term Deposit Valas Syariah dilakukan pada hari kerja yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 2. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah paling lambat sebelum window time melalui sistem otomasi lelang OMS valas, Sistem LHBU, dan/atau sarana lain yang ditetapkan Bank Indonesia. 3. Window time transaksi Term Deposit Valas Syariah dapat dilakukan antara pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB atau waktu lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 4. Pengumuman rencana transaksi Term Deposit Valas Syariah memuat antara lain: a. sarana transaksi; b. tanggal lelang; c. nama lelang (auction name); d. jangka waktu; e. window time; f. metode lelang; g. target indikatif; h. persentase besaran sanksi; i. tanggal setelmen (tanggal valuta); dan/atau tanggal jatuh waktu. IV. PENGAJUAN PENAWARAN LELANG 1. Bank dapat mengajukan penawaran lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah secara langsung dan/atau melalui Pialang dalam window time yang ditetapkan sesuai dengan pengaturan waktu yang tercatat pada sistem di Bank Indonesia. 2. Pengajuan ... 9 2. Pengajuan penawaran transaksi Term Deposit Valas Syariah sebagaimana dimaksud dalam angka 1 memuat informasi paling kurang sebagai berikut: a. nama lelang (auction name); b. penawaran nilai nominal; dan c. Terminal Controller Identifier (TCID) Bank, dalam hal Pialang mengajukan penawaran untuk dan atas nama Bank, untuk masing-masing jangka waktu transaksi Term Deposit Valas Syariah yang diumumkan. 3. Pengajuan penawaran lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. pengajuan setiap penawaran nilai nominal dari Bank paling kurang sebesar USD5,000,000.00 (lima juta dolar Amerika Serikat) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika Serikat); b. dalam hal terjadi koreksi penawaran, Bank dan Pialang dapat mengajukan koreksi untuk setiap penawaran yang diajukan dalam window time transaksi Term Deposit Valas Syariah; c. koreksi sebagaimana dimaksud dalam huruf b dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Bank dapat mengajukan koreksi terhadap informasi penawaran selain informasi nama lelang (auction name); dan/atau 2) Pialang yang mengajukan penawaran lelang Term Deposit Valas Syariah untuk dan atas nama Bank dapat mengajukan koreksi terhadap informasi penawaran selain informasi Terminal Controller Identifier (TCID) Bank dan nama lelang (auction name); d. koreksi penawaran harus memenuhi persyaratan pengajuan penawaran sebagaimana dimaksud dalam huruf a; e. Bank dan Pialang harus memantau kebenaran data penawaran transaksi Term Deposit Valas Syariah yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia; f. Bank ... 10 f. Bank dan Pialang bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran yang disampaikan kepada Bank Indonesia; g. Bank dan Pialang dilarang membatalkan penawaran yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia; dan h. Pialang harus menyampaikan informasi kepada Bank mengenai transaksi Term Deposit Valas Syariah yang telah diajukan untuk kepentingan Bank. V. PENETAPAN PEMENANG LELANG 1. Bank Indonesia menetapkan nilai nominal transaksi Term Deposit Valas Syariah yang dimenangkan dengan cara: a. penawaran nilai nominal yang diajukan Bank dimenangkan seluruhnya; b. dalam hal diperlukan, penawaran nilai nominal yang diajukan Bank dapat dimenangkan sebagian secara proporsional sesuai perhitungan Bank Indonesia dengan pembulatan ke seratus ribuan Dolar Amerika Serikat terdekat dengan ketentuan: 1) untuk nominal kurang dari USD50,000.00 (lima puluh ribu dolar Amerika Serikat) dibulatkan menjadi 0 (nol); dan 2) untuk nominal USD50,000.00 (lima puluh ribu dolar Amerika Serikat) atau lebih dibulatkan menjadi USD100,000.00 (seratus ribu dolar Amerika Serikat). Contoh perhitungan nilai nominal dan penetapan pemenang lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 2. Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada pemenang lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah. VI. PENGUMUMAN HASIL LELANG 1. Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah setelah dilakukan proses penetapan pemenang ... 11 pemenang lelang oleh Bank Indonesia dengan ketentuan sebagai berikut: a. secara keseluruhan kepada semua Bank dan/atau Pialang, pengumuman hasil lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah disampaikan melalui sistem otomasi lelang OMS valas, Sistem LHBU, dan/atau sarana lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, antara lain berupa: 1) nilai nominal penawaran yang dimenangkan; dan/atau 2) tingkat imbalan Term Deposit Valas Syariah; b. secara individual kepada masing-masing pemenang lelang, pengumuman hasil lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah disampaikan melalui sistem otomasi lelang OMS valas dan/atau sarana lain yang ditetapkan Bank Indonesia, antara lain berupa: 1) jangka waktu; 2) nilai nominal; 3) tingkat imbalan; dan/atau 4) nominal imbalan Term Deposit Valas Syariah, yang dimenangkan. 2. Bank dapat mengakses pengumuman hasil lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dalam confirmation page pada sistem otomasi lelang OMS valas. VII. SETELMEN 1. Setelmen Transaksi Term Deposit Valas Syariah a. Setelmen transaksi Term Deposit Valas Syariah dilakukan paling lama 2 (dua) hari kerja setelah tanggal transaksi. b. Bank menyediakan dana di rekening giro pada Bank Koresponden atau bank perantara (intermediary bank) yang ditunjuk untuk keperluan setelmen, yang mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen transaksi Term Deposit Valas Syariah. c. Pada tanggal setelmen, Bank wajib mentransfer dana atas kewajiban setelmen transaksi Term Deposit Valas Syariah untuk setiap penawaran atau sesuai dengan jumlah nominal yang … 12 yang dimenangkan ke rekening Bank Indonesia di Bank Koresponden. d. Bank menyampaikan konfirmasi setelmen transaksi Term Deposit Valas Syariah sebagaimana dimaksud dalam huruf c melalui SWIFT message format MT320 atau sarana lain kepada Bank Indonesia c.q. Departemen Operasional Tresuri dan Pinjaman. e. Dalam hal Bank tidak mentransfer dana atas kewajiban setelmen sebagaimana dimaksud dalam huruf c maka transaksi Term Deposit Valas Syariah dinyatakan batal. f. Atas batalnya transaksi Term Deposit Valas Syariah sebagaimana dimaksud dalam huruf e, Bank dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam butir X.1. g. Dalam rangka perhitungan pengenaan sanksi penghentian sementara mengikuti kegiatan OMS, apabila pada hari yang sama terdapat lebih dari 1 (satu) kali pembatalan transaksi Term Deposit Valas Syariah maka pembatalan tersebut hanya dihitung sebanyak 1 (satu) kali. 2. Setelmen Jatuh Waktu Transaksi Term Deposit Valas Syariah a. Pada tanggal jatuh waktu transaksi Term Deposit Valas Syariah, Bank Indonesia melakukan pelunasan Term Deposit Valas Syariah jatuh waktu dengan melakukan transfer ke rekening Bank pada Bank Koresponden sebesar nilai tunai. b. Nilai tunai sebagaimana dimaksud dalam huruf a dihitung dengan rumus sebagai berikut : Nilai tunai = N × (1 + r k 360 hari Keterangan: N = nilai nominal Term Deposit Valas Syariah r = tingkat imbalan k = jangka waktu Term Deposit Valas Syariah 3. Dalam hal setelah terjadinya transaksi Term Deposit Valas Syariah, tanggal jatuh waktu transaksi Term Deposit Valas Syariah ditetapkan sebagai hari libur oleh Pemerintah, pelaksanaan setelmen transaksi dimaksud dilakukan pada hari kerja … ) 13 kerja berikutnya tanpa memperhitungkan tambahan imbalan untuk hari libur dimaksud. VIII. PENCAIRAN SEBELUM JATUH WAKTU (EARLY REDEMPTION) 1. Pengajuan Early Redemption a. Bank dapat mengajukan early redemption Term Deposit Valas Syariah paling cepat 3 (tiga) hari setelah setelmen hasil lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah yang akan dilakukan early redemption. b. Bank dapat mengajukan early redemption pada setiap hari kerja, kecuali pada hari pelaksanaan lelang Term Deposit Valas Syariah dengan jangka waktu melebihi overnight. c. Pengajuan early redemption sebagaimana dimaksud dalam huruf b dilakukan dari pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 11.00 WIB. d. Pengajuan early redemption sebagaimana dimaksud dalam huruf b dilakukan melalui sarana dealing system yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. e. Pengajuan early redemption dilakukan paling kurang sebesar USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika Serikat) dengan kelipatan sebesar USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika Serikat). f. Pengajuan early redemption disertai informasi reference number dan informasi nama lelang (auction name) pada saat pengajuan transaksi lelang Term Deposit Valas Syariah. g. Pengajuan early redemption baik keseluruhan atau sebagian, dilakukan untuk nilai nominal penuh yang tercantum dalam setiap deal ticket. h. Pengajuan early redemption disertai informasi deal ticket konfirmasi pada saat transaksi yang diperoleh Peserta OPT pada saat pengumuman hasil lelang, dengan mencantumkan informasi waktu transaksi lelang yang akan dilakukan early redemption (waktu Greenwich Mean Time/GMT). i. Bank ... 14 i. Bank yang melakukan early redemption Term Deposit Valas Syariah memperoleh imbalan secara proporsional dengan rumus sebagai berikut: Imbalan = Keterangan: k = Nominal early redemption × Tingkat imbalan k × 360 jangka waktu sampai dengan setelmen early redemption Term Deposit Valas Syariah j. Bank dikenakan biaya early redemption Term Deposit Valas Syariah sebesar 10% (sepuluh persen) dari sebagaimana dimaksud dalam huruf i. imbalan 2. Setelmen Early Redemption Bank Indonesia melakukan setelmen early redemption pada 2 (dua) hari kerja setelah tanggal pengajuan early redemption. 3. Perhitungan Nilai Early Redemption Nilai tunai early redemption adalah sebesar nilai nominal Term Deposit Valas Syariah yang dilakukan early redemption ditambah imbalan kemudian dikurangi biaya early redemption, dengan rumus sebagai berikut: Nilai tunai Nominal early redemption = early redemption Term Deposit Valas Syariah yang di-earlyredeem + Imbalan - Biaya early redemption IX. PELAKSANAAN LELANG DALAM KEADAAN TIDAK NORMAL 1. Dalam hal terjadi keadaan tidak normal pada sistem otomasi lelang OMS valas yang mempengaruhi kelancaran pelaksanaan lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah, Bank Indonesia dapat melakukan hal-hal sebagai berikut: a. menyesuaikan window time transaksi Term Deposit Valas Syariah; b. membatalkan proses lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah yang dilakukan melalui sistem otomasi lelang OMS valas; dan/atau c. melakukan ... 15 c. melakukan transaksi Term Deposit Valas Syariah secara manual. 2. Dalam hal dilakukan penyesuaian window time atau pembatalan proses lelang sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a dan butir 1.b, Bank Indonesia menginformasikan kepada Bank melalui sistem otomasi lelang OMS valas, Sistem LHBU, dan/atau sarana lain. 3. Dalam hal diperlukan, Bank Indonesia dapat melakukan proses lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah secara manual sebagaimana dimaksud dalam butir 1.c, lelang dilaksanakan melalui sarana dealing system dan/atau sarana lain yang ditetapkan Bank Indonesia, misalnya e-mail atau faksimili. 4. Dalam hal Bank Indonesia menetapkan lebih dari 1 (satu) sarana transaksi yang dapat digunakan sebagaimana dimaksud dalam angka 3, Bank dan/atau Pialang hanya dapat mengajukan penawaran transaksi Term Deposit Valas Syariah melalui 1 (satu) sarana transaksi yang ditetapkan Bank Indonesia. 5. Proses lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah yang dilakukan secara manual sebagaimana dimaksud dalam angka 3 diatur dengan ketentuan sebagai berikut: a. Pengumuman Lelang 1) Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah paling lambat sebelum window time melalui Sistem LHBU dan/atau sarana lain. 2) Window time transaksi Term Deposit Valas Syariah dapat dilakukan antara pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB, atau waktu lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 3) Pengumuman rencana lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah memuat informasi antara lain: a) sarana transaksi; b) c) tanggal lelang; jangka waktu; d) window time; e) metode ... 16 e) metode lelang; f) target indikatif; g) persentase besaran sanksi; h) tanggal setelmen (tanggal valuta); dan/atau i) tanggal jatuh waktu. b. Pengajuan Penawaran Lelang 1) Bank dan Pialang mengajukan penawaran lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah kepada Bank Indonesia melalui sarana dealing system dan/atau sarana lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dalam window time yang ditetapkan oleh Bank Indonesia sesuai dengan waktu yang tercatat pada sistem di Bank Indonesia. 2) Pengajuan penawaran lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah sebagaimana dimaksud dalam angka 1) meliputi informasi antara lain: a) nama Bank; b) c) d) tanggal transaksi; jangka waktu; tanggal jatuh waktu; e) Standard Settlement Instruction (SSI); f) penawaran nilai nominal; dan/atau g) tingkat imbalan sesuai dengan yang diumumkan oleh Bank Indonesia. 3) Pengajuan penawaran lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah sebagaimana dimaksud dalam angka 2) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a) penawaran dapat diajukan paling banyak 2 (dua) kali untuk masing-masing jangka waktu yang ditawarkan; b) pengajuan setiap penawaran nilai nominal dari Bank paling kurang sebesar USD5,000,000.00 (lima juta dolar Amerika Serikat) dan selebihnya dengan kelipatan USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika Serikat); c) dalam ... 17 c) dalam hal terjadi koreksi penawaran, Bank dan Pialang hanya dapat mengajukan 1 (satu) kali koreksi untuk setiap penawaran yang diajukan dalam window time transaksi Term Deposit Valas Syariah; d) koreksi sebagaimana dimaksud dalam huruf c) dapat dilakukan terhadap informasi penawaran selain informasi nama Bank dan jangka waktu Term Deposit Valas Syariah; e) koreksi penawaran harus memenuhi persyaratan pengajuan penawaran sebagaimana dimaksud dalam huruf b); f) Bank dan Pialang harus memantau kebenaran data penawaran transaksi Term Deposit Valas Syariah yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia; g) Bank dan Pialang bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran yang disampaikan kepada Bank Indonesia; h) Bank dan Pialang dilarang membatalkan penawaran yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia; i) Pialang harus menyampaikan informasi kepada Bank mengenai transaksi Term Deposit Valas Syariah yang telah diajukan untuk kepentingan Bank; dan j) Dalam hal penawaran yang diajukan oleh Bank dan Pialang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a) sampai dengan huruf d) atau tidak melakukan koreksi pengajuan penawaran dalam window time transaksi Term Deposit Valas Syariah maka penawaran dimaksud dinyatakan batal. c. Penetapan ... 18 c. Penetapan pemenang lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah sebagaimana diatur dalam angka V. d. Pengumuman Hasil Lelang Transaksi Term Deposit Valas Syariah Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah setelah dilakukan proses penetapan pemenang lelang oleh Bank Indonesia dengan mekanisme sebagai berikut: 1) mengumumkan hasil penetapan pemenang lelang secara keseluruhan kepada semua Bank dan Pialang melalui Sistem LHBU dan/atau sarana lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, antara lain berupa: a) nilai nominal yang dimenangkan; dan/atau b) tingkat imbalan Term Deposit Valas Syariah; 2) melakukan konfirmasi kepada Bank yang memenangkan lelang secara individual melalui sarana dealing system dan/atau sarana lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, misalnya e-mail atau faksimili, antara lain berupa: a) nilai nominal dan tingkat imbalan; b) c) d) jangka waktu; tanggal setelmen (tanggal valuta); tanggal jatuh waktu; dan/atau e) permintaan Standard Settlement Instruction (SSI) Bank. 3) dalam hal penawaran lelang diajukan melalui Pialang, konfirmasi sebagaimana dimaksud dalam angka 2) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a) konfirmasi dilakukan melalui Pialang, apabila Bank yang bersangkutan tidak memiliki sarana dealing system yang ditetapkan Bank Indonesia; atau b) konfirmasi ... 19 b) konfirmasi dilakukan kepada Bank yang bersangkutan, apabila Bank yang bersangkutan memiliki sarana dealing system yang ditetapkan Bank Indonesia. e. Setelmen transaksi Term Deposit Valas Syariah dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Transfer dana atas kewajiban setelmen transaksi Term Deposit Valas Syariah dilakukan sesuai dengan nilai nominal yang tercantum pada setiap deal ticket konfirmasi lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah. 2) Pelaksanaan setelmen transaksi Term Deposit Valas Syariah dalam hal terjadi keadaan tidak normal pada sistem otomasi lelang OMS valas dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Bab VII. X. TATA CARA PENGENAAN SANKSI 1. Dalam hal Bank tidak dapat memenuhi kewajiban setelmen yang menyebabkan batalnya transaksi Term Deposit Valas Syariah sebagaimana dimaksud dalam butir VII.1.e, Bank dikenakan sanksi berupa: a. teguran tertulis dengan tembusan kepada Otoritas Jasa Keuangan; dan b. kewajiban membayar sebesar persentase tertentu dari nilai transaksi yang batal, yang diumumkan Bank Indonesia pada saat pengumuman rencana transaksi sebagaimana dimaksud dalam butir III.B.4 dengan rumus sebagai berikut: Kewajiban Membayar = Persentase besaran sanksi × Nominal transaksi 2. Teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a. disampaikan paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah pembatalan transaksi sebagaimana dimaksud dalam butir VII.1.e. 3. Pengenaan ... 20 3. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b. dilakukan dengan mendebet rekening giro valas Bank di Bank Indonesia paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi sebagaimana dimaksud dalam butir VII.1.e. 4. Dengan tidak mengurangi sanksi sebagaimana dimaksud dalam angka 1, dalam hal Bank melakukan transaksi OMS yang dinyatakan batal sebanyak 3 (tiga) kali dalam kurun waktu 6 (enam) bulan, Bank dikenakan sanksi berupa penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan OMS selama 5 (lima) hari kerja berturut-turut. 5. Sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan OMS sebagaimana dimaksud dalam angka 4 diberlakukan mulai 1 (satu) hari kerja setelah diperoleh informasi adanya pembatalan transaksi OMS yang ketiga kalinya. XI. KETENTUAN PENUTUP Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini maka: 1. Surat Edaran Bank Indonesia No.16/13/DPM tanggal 24 Juli 2014 perihal Tata Cara Penempatan Berjangka (Term Deposit) Syariah dalam Valuta Asing; dan 2. Surat Edaran Bank Indonesia No.17/9/DPM tanggal 20 Mei 2015 perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia No.16/13/DPM tanggal 24 Juli 2014 perihal Tata Cara Penempatan Berjangka (Term Deposit) Syariah dalam Valuta Asing, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 29 November 2016. Agar ... 21 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, DODDY ZULVERDI KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 18/31/DPM|SE-BI/2016 </reg_id> <reg_title> Tata Cara Penempatan Berjangka (Term Deposit) Syariah dalam Valuta Asing </reg_title> <set_date> 29 November 2016 </set_date> <effective_date> 29 November 2016 </effective_date> <replaced_reg> '16/13/DPM|SE-BI/2014', '17/9/DPM|SE-BI/2015' </replaced_reg> <related_reg> '16/12/PBI/2014' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi X' </penalty_list>
No.16/11/DKSP Jakarta, 22 Juli 2014 S U R A T E D A R A N Perihal : Penyelenggaraan Uang Elektronik (Electronic Money) Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik (Electronic Money) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5001) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/8/PBI/2014 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5524) yang selanjutnya disebut PBI Uang Elektronik, perlu diatur ketentuan pelaksanaan mengenai penyelenggaraan Uang Elektronik dalam Surat Edaran Bank Indonesia, sebagai berikut: I. UMUM A. Uang Elektronik adalah alat pembayaran yang memenuhi unsur- unsur sebagai berikut: 1. diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor terlebih dahulu kepada Penerbit; 2. nilai uang disimpan secara elektronik dalam suatu media server atau chip; 3. digunakan sebagai alat pembayaran kepada pedagang yang bukan merupakan Penerbit Uang Elektronik tersebut; dan 4. nilai Uang Elektronik yang dikelola oleh Penerbit bukan merupakan simpanan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai perbankan. B. Penyelenggara Uang Elektronik yang selanjutnya disebut Penyelenggara adalah Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring, dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir yang telah memperoleh izin dari Bank Indonesia. C. Berdasarkan … C. Berdasarkan pencatatan data identitas Pemegang, Uang Elektronik dapat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu: 1. Uang Elektronik yang data identitas Pemegangnya terdaftar dan tercatat pada Penerbit (registered); dan 2. Uang Elektronik yang data identitas Pemegangnya tidak terdaftar dan tidak tercatat pada Penerbit (unregistered). II. PERSYARATAN DAN TATA CARA MEMPEROLEH IZIN SEBAGAI PENERBIT A. Persyaratan Sebagai Penerbit 1. Kegiatan sebagai Penerbit dapat dilakukan oleh Bank atau Lembaga Selain Bank. 2. Bank atau Lembaga Selain Bank yang akan melakukan kegiatan sebagai Penerbit harus memperoleh izin dari Bank Indonesia. 3. Bank atau Lembaga Selain Bank (pemohon) yang akan menyelenggarakan kegiatan sebagai Penerbit harus terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari otoritas pengawas Bank bagi pemohon berupa Bank atau rekomendasi dari otoritas pengawas Lembaga Selain Bank bagi pemohon berupa Lembaga Selain Bank (jika ada). 4. Lembaga Selain Bank yang wajib mengajukan permohonan izin sebagai Penerbit adalah Lembaga Selain Bank yang telah mengelola atau merencanakan mengelola Dana Float sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) atau lebih. 5. Lembaga Selain Bank yang mengajukan permohonan izin sebagai Penerbit wajib berbadan hukum Indonesia dalam bentuk perseroan terbatas yang telah menjalankan kegiatan usahanya di bidang: a. keuangan; b. telekomunikasi; c. penyedia sistem dan jaringan; d. transportasi publik; dan/atau e. bidang usaha lainnya yang disetujui Bank Indonesia. 6. Persyaratan … 6. Persyaratan dokumen bagi Bank dan Lembaga Selain Bank yang mengajukan permohonan izin sebagai Penerbit mengacu pada Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. B. Permohonan Izin sebagai Penerbit Permohonan izin sebagai Penerbit disampaikan kepada Bank Indonesia secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dan memuat informasi yang paling kurang mengenai: 1. penjelasan mengenai Uang Elektronik yang akan diterbitkan meliputi: a. jenis Uang Elektronik berupa registered dan/atau unregistered; b. penggunaan media penyimpanan nilai Uang Elektronik berupa server dan/atau chip; dan c. ada atau tidaknya fasilitas transfer dana; 2. rencana waktu dimulainya kegiatan; 3. nama produk Uang Elektronik yang akan digunakan; dan 4. narahubung (contact person) dan/atau penanggung jawab (person in charge) pemohon yang dapat dihubungi. III. PEMROSESAN PERMOHONAN IZIN DAN EVALUASI PERIZINAN SEBAGAI PENERBIT A. Pemrosesan Permohonan Izin Sebagai Penerbit 1. Terhadap permohonan izin yang diterima, Bank Indonesia melakukan hal-hal sebagai berikut: a. pemeriksaan administratif terhadap dokumen yang disampaikan oleh pemohon, meliputi: 1) pemeriksaan kelengkapan dokumen; dan 2) pemeriksaan kesesuaian dokumen. Bank Indonesia melakukan pemeriksaan kesesuaian dokumen apabila dokumen yang disampaikan telah lengkap. Dalam hal dokumen yang disampaikan tidak lengkap, Bank Indonesia mengembalikan dokumen tersebut kepada pemohon. b. pemeriksaan … b. pemeriksaan lapangan (on site visit) untuk melakukan verifikasi atas kebenaran dan kesesuaian dokumen yang diajukan serta memastikan kesiapan operasional. 2. Dalam hal berdasarkan hasil penelitian administratif berupa pemeriksaan kesesuaian dokumen sebagaimana dimaksud pada butir 1.a.2) terdapat ketidaksesuaian persyaratan dokumen yang disampaikan oleh pemohon, pemohon harus menyampaikan dokumen yang telah disesuaikan kepada Bank Indonesia dalam jangka waktu 90 (sembilan puluh) hari kalender sejak tanggal surat pemberitahuan yang pertama kali disampaikan oleh Bank Indonesia mengenai ketidaksesuaian persyaratan dokumen tersebut. Dalam hal sampai dengan jangka waktu tersebut pemohon belum menyampaikan dokumen yang telah disesuaikan, maka Bank Indonesia dapat menolak permohonan izin. 3. Pemohon yang permohonan izinnya ditolak oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada angka 2 dapat mengajukan permohonan izin kembali setelah jangka waktu 180 (seratus delapan puluh) hari kalender terhitung sejak tanggal ditolaknya permohonan izin. 4. Dalam hal dokumen permohonan dinyatakan telah benar dan sesuai dengan persyaratan, Bank Indonesia melakukan pemeriksaan lapangan (on site visit). 5. Berdasarkan hasil penelitian administratif dokumen dan hasil pemeriksaan lapangan (on site visit), Bank Indonesia dapat: a. menyetujui permohonan izin; atau b. menolak permohonan izin. 6. Persetujuan atau penolakan permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam angka 5 disampaikan secara tertulis oleh Bank Indonesia kepada pemohon. 7. Selama masih dalam proses perizinan, pemohon dilarang melakukan kegiatan Uang Elektronik kecuali dalam rangka menguji kesiapan penyelenggaraan Uang Elektronik dengan ketentuan sebagai berikut: a. uji … a. uji coba dilakukan secara terbatas pada pengguna dan lokasi transaksi di lingkup internal pemohon; b. menyampaikan laporan kepada Bank Indonesia mengenai rencana pelaksanaan dan pengakhiran uji coba, sebagai berikut: 1) laporan rencana pelaksanaan uji coba disampaikan kepada Bank Indonesia paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sebelum pelaksanaan uji coba; dan 2) laporan pengakhiran uji coba disampaikan kepada Bank Indonesia paling lama 10 (sepuluh) hari kalender setelah tanggal uji coba berakhir. 8. Dalam hal Lembaga Selain Bank yang telah menyelenggarakan kegiatan Uang Elektronik dengan Dana Float di bawah Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) mengajukan permohonan izin kepada Bank Indonesia maka selama dalam proses perizinan, Lembaga Selain Bank tersebut tetap dapat menjalankan kegiatannya dengan ketentuan tidak menambah Dana Float. B. Masa Berlaku Izin, Pemrosesan Perpanjangan Izin sebagai Penerbit, dan Evaluasi Izin 1. Masa Berlaku Izin a. Izin sebagai Penerbit berlaku untuk jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pemberian izin dari Bank Indonesia dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu 5 (lima) tahun berikutnya. b. Perpanjangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dapat dilakukan lebih dari 1 (satu) kali. 2. Perpanjangan Izin a. Penerbit yang akan memperpanjang masa berlaku izin harus menyampaikan surat permohonan perpanjangan izin kepada Bank Indonesia. b. Surat permohonan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud dalam huruf a disampaikan dengan ketentuan: 1) paling … 1) paling cepat 18 (delapan belas) bulan; dan 2) paling lambat 12 (dua belas) bulan, sebelum masa berlaku izin berakhir. c. Dalam hal Penerbit menyampaikan surat permohonan perpanjangan izin tidak sesuai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud dalam huruf b maka Penerbit dianggap tidak mengajukan perpanjangan izin. d. Surat permohonan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud dalam huruf a harus dilengkapi dengan pengkinian dokumen perizinan yang disampaikan pemohon pada saat pertama kali mengajukan izin. Berdasarkan hasil penelitian administratif dokumen, Bank Indonesia memutuskan: 1) menyetujui permohonan perpanjangan izin; atau 2) menolak permohonan perpanjangan izin. e. Persetujuan atau penolakan permohonan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud dalam huruf d disampaikan secara tertulis oleh Bank Indonesia kepada pemohon. f. Penerbit yang dianggap tidak memperpanjang izin sebagaimana dimaksud dalam huruf c atau Penerbit yang tidak memperpanjang izin harus memberitahukan kepada Bank Indonesia dengan ketentuan sebagai berikut: 1) pemberitahuan kepada Bank Indonesia disampaikan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia paling lambat 12 (dua belas) bulan sebelum masa berlaku izin berakhir; 2) surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dilengkapi dengan dokumen yang menjelaskan: a) alasan tidak memperpanjang izin sebagai Penerbit; b) tanggal efektif penghentian penyelenggaraan kegiatan Uang Elektronik; c) mekanisme … c) mekanisme pemberitahuan atau publikasi kepada Pemegang, Pedagang, dan/atau pihak lainnya mengenai rencana penghentian penyelenggaraan kegiatan Uang Elektronik; d) jumlah Dana Float yang masih dikelola dan mekanisme penyelesaian kewajiban kepada Pemegang dan/atau Pedagang serta jangka waktu penyelesaiannya; dan e) informasi lainnya yang terkait dengan rencana penghentian penyelenggaraan kegiatan Uang Elektronik; 3) informasi mengenai rencana Penerbit tidak memperpanjang izin harus disampaikan secara terbuka kepada masyarakat luas melalui paling kurang 3 (tiga) surat kabar yang berskala nasional. 3. Evaluasi Izin a. Selama berlakunya jangka waktu izin sebagaimana dimaksud dalam angka 1 huruf a, Bank Indonesia berwenang melakukan evaluasi terhadap izin sebagai Penerbit yang telah diberikan. b. Evaluasi atas izin sebagai Penerbit sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilakukan Bank Indonesia dengan mempertimbangkan paling kurang: 1) tingkat optimalisasi dan perkembangan kegiatan penyelenggaraan Uang Elektronik. Pertimbangan ini dilihat dari tingkat pertumbuhan atas beberapa faktor yaitu: a) transaksi Uang Elektronik, baik jumlah maupun nilai transaksi; dan/atau b) kontribusi pendapatan dari kegiatan Uang Elektronik terhadap pendapatan Penerbit; 2) tingkat kepatuhan Penerbit terhadap ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pertimbangan ini dilihat dari beberapa faktor yaitu: a) tingkat … a) tingkat pemenuhan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam pelaksanaan kegiatan Uang Elektronik; dan/atau b) jenis atau bentuk pelanggaran yang pernah dilakukan serta perbaikan yang telah dilakukan. Tingkat kepatuhan dan pemenuhan terhadap ketentuan yang berlaku tidak terbatas pada ketentuan mengenai Uang Elektronik, melainkan termasuk pula terhadap peraturan perundang- undangan lainnya, seperti peraturan mengenai anti pencucian uang dan pendanaan terorisme, peraturan mengenai persaingan usaha yang sehat, dan peraturan mengenai transfer dana; dan/atau 3) aspek perlindungan konsumen. Pertimbangan ini dilihat dari beberapa faktor yaitu: a) tingkat pemenuhan prinsip-prinsip perlindungan konsumen sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai perlindungan konsumen; b) peningkatan jumlah dan jenis pengaduan; dan/atau c) kualitas penanganan serta penyelesaian pengaduan; c. hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam huruf b, digunakan Bank Indonesia untuk melakukan tindakan berupa: 1) pencabutan izin; 2) mempersingkat masa berlaku izin; dan/atau 3) membatasi kegiatan penyelenggaraan Uang Elektronik. IV. PEMBERITAHUAN TANGGAL EFEKTIF DIMULAINYA KEGIATAN SEBAGAI PENERBIT A. Bank atau Lembaga Selain Bank yang telah memperoleh izin sebagai Penerbit harus menyelenggarakan kegiatan Uang Elektronik paling lambat 180 (seratus delapan puluh) hari kalender … kalender terhitung sejak tanggal surat persetujuan pemberian izin dari Bank Indonesia. B. Penerbit yang telah menyelenggarakan kegiatan Uang Elektronik sebagaimana dimaksud dalam huruf A harus menyampaikan laporan tertulis kepada Bank Indonesia paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal efektif dimulainya kegiatan sebagai Penerbit. Penerbit dinyatakan telah melaksanakan kegiatannya secara efektif apabila jaringan atau sistemnya telah dioperasikan dan produknya telah digunakan oleh masyarakat luas sebagai Uang Elektronik. C. Penerbit yang tidak dapat menyelenggarakan kegiatan Uang Elektronik dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam huruf A harus menyampaikan laporan tertulis kepada Bank Indonesia mengenai alasan dan kendala yang menyebabkan belum dapat dilaksanakannya kegiatan sebagai Penerbit disertai dengan bukti pendukung sebelum berakhirnya jangka waktu 180 (seratus delapan puluh) hari kalender sebagaimana dimaksud dalam huruf A. Berdasarkan alasan dan kendala yang disampaikan, Bank Indonesia dapat memberikan perpanjangan jangka waktu atau membatalkan izin. D. Penerbit yang tidak menyelenggarakan kegiatan Uang Elektronik dalam jangka waktu 180 (seratus delapan puluh) hari kalender dan tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam huruf C maka izin yang telah diberikan oleh Bank Indonesia dinyatakan batal dan tidak berlaku. V. PERSYARATAN DOKUMEN, TATA CARA PERMOHONAN, PEMROSESAN PERMOHONAN IZIN DAN EVALUASI PERIZINAN, SERTA PEMBERITAHUAN TANGGAL EFEKTIF DIMULAINYA KEGIATAN SEBAGAI PRINSIPAL, ACQUIRER, PENYELENGGARA KLIRING DAN/ATAU PENYELENGGARA PENYELESAIAN AKHIR A. Persyaratan dokumen untuk permohonan izin sebagai Prinsipal, Acquirer, Penyelenggara Kliring, dan/atau Penyelenggara Penyelesaian … Penyelesaian Akhir mengacu pada Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. B. Tata cara permohonan, pemrosesan permohonan izin, dan evaluasi perizinan sebagai Penerbit sebagaimana dimaksud dalam Bab II dan Bab III serta pemberitahuan tanggal efektif dimulainya kegiatan sebagai Penerbit sebagaimana dimaksud dalam Bab IV berlaku juga bagi tata cara permohonan, pemrosesan permohonan izin dan evaluasi perizinan, serta pemberitahuan tanggal efektif dimulainya kegiatan sebagai Prinsipal, Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir. VI. PENYELENGGARAAN UANG ELEKTRONIK A. Pencatatan Identitas dan Transaksi Pemegang 1. Penerbit yang menyelenggarakan kegiatan Uang Elektronik dengan jenis registered harus melakukan pencatatan data identitas dan transaksi Pemegang. 2. Pencatatan data identitas dan transaksi Pemegang sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dilakukan sesuai ketentuan mengenai anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme bagi Bank dan penyelenggara jasa sistem pembayaran selain Bank. 3. Penerbit harus memiliki database yang menatausahakan seluruh data identitas dan transaksi Pemegang. B. Batas Nilai Uang Elektronik 1. Batas Nilai Uang Elektronik untuk jenis unregistered dan registered diatur sebagai berikut: a. untuk jenis unregistered paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); dan b. untuk jenis registered paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah). 2. Batas nilai transaksi Uang Elektronik jenis unregistered dan registered dalam 1 (satu) bulan masing-masing paling banyak Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah). Pembatasan … Pembatasan nilai transaksi tersebut diperhitungkan dari transaksi yang bersifat incoming, antara lain setoran awal, transfer dana masuk, Pengisian Ulang (top up), dan/atau transaksi lainnya. C. Fasilitas Uang Elektronik 1. Fasilitas yang terdapat dalam Uang Elektronik registered adalah: a. registrasi Pemegang; b. Pengisian Ulang (top up); c. pembayaran transaksi; d. pembayaran tagihan (tagihan yang bersifat rutin atau berkala seperti tagihan listrik, tagihan air, tagihan telepon dan/atau tagihan lainnya); e. transfer dana; f. Tarik Tunai; g. penyaluran program bantuan pemerintah kepada masyarakat; dan/atau h. fasilitas lain berdasarkan persetujuan Bank Indonesia. 2. Fasilitas yang terdapat dalam Uang Elektronik unregistered adalah: a. Pengisian Ulang (top up); b. pembayaran transaksi; c. pembayaran tagihan (tagihan yang bersifat rutin atau berkala seperti tagihan listrik, tagihan air, tagihan telepon dan/atau tagihan lainnya); dan/atau d. fasilitas lain berdasarkan persetujuan Bank Indonesia. D. Fasilitas Transfer Dana 1. Dalam hal Uang Elektronik registered disertai dengan fasilitas transfer dana, maka transaksi transfer dana melalui Uang Elektronik registered tersebut harus diproses secara online dan real time. 2. Fasilitas transfer dana sebagaimana dimaksud dalam angka 1 meliputi: a. person to person transfer yang meliputi: 1) antar … 1) antar Uang Elektronik registered; dan/atau 2) Uang Elektronik registered ke Uang Elektronik unregistered yang diperlakukan sebagai Pengisian Ulang (top up); b. person to account transfer, yaitu transfer dari Uang Elektronik ke rekening simpanan; dan c. account to person transfer (top up), yaitu transfer dari rekening ke Uang Elektronik yang diperlakukan sebagai Pengisian Ulang (top up). 3. Penerbit yang menerbitkan Uang Elektronik dengan fasilitas transfer dana harus menyediakan fasilitas Tarik Tunai. Dalam rangka penyediaan fasilitas Tarik Tunai, Penerbit dapat bekerjasama dengan tempat penguangan tunai sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai transfer dana. 4. Kerja sama Penerbit dengan tempat penguangan tunai harus dilaporkan kepada Bank Indonesia dengan mengacu pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir VIII.C.4.b.2). 5. Tarik Tunai dapat dilakukan terhadap sebagian atau seluruh Nilai Uang Elektronik. 6. Penerbit yang menyediakan fasilitas transfer dana berupa person to person transfer sebagaimana dimaksud dalam butir 2.a harus menyediakan sistem yang dapat mencatat transaksi perpindahan dana dari pengirim dan penerima. E. Penyediaan Fasilitas Lain Dalam rangka penyediaan fasilitas lain sebagaimana dimaksud pada butir C.1.h dan butir C.2.d berlaku ketentuan sebagai berikut: 1. fasilitas lain yang akan diselenggarakan harus sesuai dengan jenis Uang Elektronik (registered atau unregistered); 2. Penerbit yang akan menyediakan fasilitas lain harus menyampaikan permohonan kepada Bank Indonesia, dengan dilengkapi informasi yang paling kurang meliputi: a. latar belakang penyediaan fasilitas lain tersebut; b jenis … b. jenis fasilitas lain yang akan diselenggarakan; dan c. proses bisnis dan mitigasi risiko terhadap penyelenggaraan fasilitas lain tersebut; dan 3. penyediaan fasilitas lain hanya dapat dilakukan setelah Penerbit memperoleh penegasan dari Bank Indonesia. F. Penerbitan Uang Elektronik dengan Jenis, Nama yang Berbeda, Pengembangan, dan/atau Penambahan Fasilitas Baru 1. Penerbit yang akan menerbitkan Uang Elektronik dengan jenis, nama yang berbeda dengan yang telah diterbitkan sebelumnya, dan/atau pengembangan dan/atau penambahan fasilitas baru harus menyampaikan rencana tersebut kepada Bank Indonesia. 2. Penyampaian rencana penerbitan uang elektronik dengan jenis, nama yang berbeda, pengembangan, dan/atau penambahan fasilitas baru sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. rencana penerbitan Uang Elektronik dengan jenis, nama yang berbeda, pengembangan, dan/atau penambahan fasilitas baru disampaikan paling lambat 45 (empat puluh lima) hari kerja sebelum rencana penerbitan produk Uang Elektronik dengan jenis, nama yang berbeda, pengembangan, dan/atau penambahan fasilitas baru; b. rencana penerbitan Uang Elektronik dengan jenis, nama yang berbeda, pengembangan, dan/atau penambahan fasilitas baru sebagaimana dimaksud dalam huruf a mencakup informasi paling kurang mengenai: 1) rencana bisnis antara lain informasi mengenai segmen pasar yang akan dituju dan target pendapatan yang akan dicapai dari produk dengan jenis, nama yang berbeda, dan/atau pengembangan dan/atau penambahan fasilitas baru tersebut; 2) penjelasan jenis, nama yang berbeda, pengembangan, dan/atau penambahan fasilitas baru meliputi … meliputi alur transaksi, mekanisme serta upaya peningkatan keamanan sistem, dan perbedaan antara produk baru dengan produk sebelumnya; dan 3) hasil analisis dan/atau kajian manajemen risiko termasuk mitigasinya yang paling kurang meliputi risiko operasional, risiko likuiditas, dan risiko hukum; 3. realisasi penerbitan Uang Elektronik dengan jenis, nama yang berbeda, pengembangan, dan/atau penambahan fasilitas baru dilaporkan kepada Bank Indonesia paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah dilaksanakannya penerbitan produk Uang Elektronik dengan jenis, nama yang berbeda, dan/atau pengembangan, dan/atau penambahan fasilitas baru; 4. laporan realisasi penerbitan Uang Elektronik dengan jenis, nama yang berbeda, pengembangan, dan/atau penambahan fasilitas baru sebagaimana dimaksud dalam angka 3 paling kurang mencakup informasi mengenai: a. jenis, nama yang berbeda, dan/atau penambahan fasilitas baru; b. tanggal pelaksanaan penerbitan produk Uang Elektronik dengan jenis, nama yang berbeda, dan/atau penambahan fasilitas baru; dan c. informasi lainnya, dalam hal terdapat perubahan atas informasi rencana penerbitan produk Uang Elektronik dengan jenis, nama yang berbeda, pengembangan, dan/atau penambahan fasilitas baru sebagaimana dimaksud dalam butir 2.b. 5. Penerbit hanya dapat melakukan penerbitan produk Uang Elektronik dengan jenis, nama yang berbeda, pengembangan, dan/atau penambahan fasilitas baru setelah memperoleh penegasan dari Bank Indonesia. G. Penerapan … G. Penerapan Manajemen Risiko Operasional dan Peningkatan Keamanan Teknologi 1. Penyelenggara harus menerapkan manajemen risiko operasional dan menjaga keamanan teknologi yang paling kurang mencakup: a. penggunaan sistem teknologi informasi yang andal dan aman yang paling kurang memenuhi prinsip-prinsip: 1) kerahasiaan data (confidentiality); 2) integritas sistem dan data (integrity); 3) otentikasi sistem dan data (authentication); 4) pencegahan terjadinya penyangkalan transaksi yang telah dilakukan (non-repudiation); dan 5) ketersediaan sistem (availability); b. adanya sistem dan prosedur untuk melakukan audit trail; c. adanya kebijakan dan prosedur internal untuk sistem dan sumber daya manusia; dan d. adanya business continuity plan (BCP) yang dapat menjamin kelangsungan penyelenggaraan Uang Elektronik. BCP tersebut meliputi tindakan preventif maupun contingency plan (termasuk penyediaan sarana back-up) jika terjadi kondisi darurat atau gangguan yang mengakibatkan sistem utama penyelenggaraan Uang Elektronik tidak dapat digunakan. 2. Keamanan dan keandalan sistem teknologi informasi dalam penyelenggaraan Uang Elektronik sebagaimana dimaksud dalam angka 1 huruf a paling kurang meliputi keamanan dan keandalan dalam: a. proses penerbitan Uang Elektronik; b. pengelolaan data; dan c. media penyimpan Uang Elektronik. 3. Keamanan dan keandalan media penyimpan Uang Elektronik sebagaimana dimaksud dalam angka 2 huruf c yang berupa chip mengacu pada Lampiran yang merupakan bagian … bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 4. Dalam rangka menjaga keamanan dan keandalan sistem teknologi informasi dalam penyelenggaraan Uang Elektronik, Penyelenggara harus melakukan: a. peningkatan sistem teknologi informasi yang digunakan; dan b. melakukan audit teknologi informasi melalui auditor eksternal secara berkala minimal 3 (tiga) tahun sekali atau setiap ada perubahan. 5. Pelaksanaan audit teknologi informasi sebagaimana dimaksud dalam butir 4.b paling kurang mencakup: a. aspek teknologi informasi yang meliputi: 1) keamanan operasional; 2) keamanan jaringan, aplikasi, dan sistem; 3) keamanan dan integritas data atau informasi; 4) keamanan fisik dan lingkungan, termasuk kontrol terhadap akses sistem dan data; 5) manajemen perubahan sistem; 6) manajemen implementasi sistem; dan 7) prosedur tertulis terkait keamanan teknologi; b. aspek bisnis yang meliputi: 1) transaksi dan rekonsiliasi; 2) terminal dan device management; dan 3) delivery, functionality, dan environment. H. Pengelolaan Dana Float 1. Penerbit harus melakukan pencatatan Dana Float Uang Elektronik dengan ketentuan sebagai berikut: a. pencatatan Dana Float Uang Elektronik registered harus dilengkapi dengan daftar nominatif yang paling kurang meliputi nama Pemegang, nomor Uang Elektronik, dan Nilai Uang Elektronik. b. pencatatan … b. pencatatan Dana Float Uang Elektronik unregistered harus dilengkapi dengan nomor dan Nilai Uang Elektronik. 2. Penerbit harus menjamin keamanan atas Dana Float yang ditempatkan dan/atau ditatausahakan dari risiko likuiditas, risiko kredit, risiko hukum, maupun risiko operasional. 3. Penempatan dan/atau penatausahaan Dana Float dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. penempatan Dana Float oleh Penerbit berupa Lembaga Selain Bank dilakukan sebagai berikut: 1) Dana Float harus ditempatkan sebesar 100% (seratus persen) pada Bank Umum dalam bentuk rekening simpanan berupa tabungan, giro, dan/atau deposito; 2) Dana Float tidak dapat digunakan untuk membiayai kegiatan di luar kewajiban Penerbit kepada Pemegang dan Pedagang; dan 3) Penerbit harus memisahkan antara komposisi pokok dengan bunga, bagi hasil, atau jasa yang diterima dari hasil penempatan Dana Float; b. penatausahaan Dana Float oleh Penerbit berupa Bank dilakukan sebagai berikut: 1) penatausahaan Dana Float oleh Penerbit dilakukan dengan pencatatan pada pos kewajiban segera atau rupa-rupa pasiva; dan 2) jika penatausahaan Dana Float oleh Penerbit dilakukan melalui penempatan pada pihak lain maka penempatan Dana Float harus dilakukan pada instrumen investasi yang aman dan likuid. 4. Penempatan dan/atau penatausahaan Dana Float oleh Penerbit sebagaimana dimaksud dalam angka 3 harus memperhatikan kebutuhan likuiditas Penerbit untuk memenuhi kewajiban kepada Pemegang dan/atau Pedagang dengan tepat waktu dan akurat. I. Transparansi … I. Transparansi 1. Penerbit harus menyediakan informasi kepada calon Pemegang dan Pemegang secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan lengkap dan jelas mengenai produk dan biaya Uang Elektronik. 2. Informasi sebagaimana dimaksud dalam angka 1 paling kurang meliputi: a. informasi mengenai produk Uang Elektronik yang mencakup: 1) penjelasan bahwa Uang Elektronik bukan merupakan simpanan sehingga tidak dijamin oleh lembaga penjamin simpanan; 2) prosedur dan tata cara penggunaan Uang Elektronik; 3) fasilitas yang melekat pada Uang Elektronik, seperti Pengisian Ulang (top up), pembayaran transaksi, pembayaran tagihan, transfer dana, Tarik Tunai, dan penyaluran program bantuan pemerintah kepada masyarakat; 4) risiko yang mungkin timbul dari penggunaan Uang Elektronik, seperti tidak terdapatnya penggantian terhadap Uang Elektronik unregistered yang hilang; 5) tata cara dan konsekuensi penggunaan produk termasuk tata cara pengembalian seluruh Nilai Uang Elektronik yang tersisa pada Uang Elektronik pada saat Pemegang mengakhiri penggunaan Uang Elektronik (redeem); 6) masa berlaku media Uang Elektronik (jika ada), serta hak dan kewajiban Pemegang atas berakhirnya masa berlaku media Uang Elektronik tersebut; 7) tata cara pelaporan kehilangan Uang Elektronik registered dan permohonan pemblokiran Uang Elektronik; dan 8) hak dan kewajiban Pemegang dalam hal terjadi kegagalan sistem atau sebab lainnya yang mengakibatkan kerugian bagi Pemegang; b. informasi … b. informasi mengenai jenis, besarnya biaya, dan mekanisme pengenaan biaya layanan; dan c. informasi lainnya seperti tata cara pengajuan pengaduan yang berkaitan dengan penggunaan Uang Elektronik dan perkiraan lamanya waktu penanganan pengaduan. J. Biaya Layanan 1. Pengenaan biaya layanan oleh Penerbit harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: a. biaya layanan atas penggunaan Uang Elektronik yang dapat dikenakan meliputi: 1) biaya penggantian media Uang Elektronik untuk penggunaan pertama kali atau penggantian media Uang Elektronik yang rusak atau hilang; 2) biaya Pengisian Ulang (top up) melalui pihak lain yang bekerjasama dengan Penerbit atau melalui delivery channel pihak lain seperti ATM dan/atau EDC yang bersifat not on us (tidak dalam jaringan Penerbit sendiri). 3) biaya Tarik Tunai melalui pihak lain yang bekerjasama dengan Penerbit atau melalui delivery channel pihak lain seperti ATM dan/atau EDC yang bersifat not on us (tidak dalam jaringan Penerbit sendiri); dan/atau 4) biaya administrasi untuk Uang Elektronik yang tidak digunakan dalam jangka waktu tertentu; dan b. Penerbit harus memberikan notifikasi kepada Pemegang untuk setiap pengenaan biaya layanan tersebut. 2. Penerbit dapat mengenakan biaya administrasi sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a.4) apabila Uang Elektronik tidak digunakan (tidak aktif) dalam jangka waktu paling singkat 6 (enam) bulan berturut-turut. K. Masa Berlaku Media Uang Elektronik 1. Penerbit dapat menetapkan masa berlaku media Uang Elektronik dengan pertimbangan antara lain adanya batas usia … usia teknis dari media Uang Elektronik yang digunakan. 2. Berakhirnya masa berlaku media Uang Elektronik tidak menghapus dan/atau menghilangkan Nilai Uang Elektronik yang belum digunakan sehingga Pemegang masih memiliki hak tagih atas Nilai Uang Elektronik yang belum digunakan. 3. Penerbit harus menginformasikan kepada Pemegang mengenai berakhirnya masa berlaku media Uang Elektronik dan menyampaikan mekanisme penyelesaian atas Nilai Uang Elektronik yang belum digunakan. VII. KERJA SAMA DALAM PENYELENGGARAAN UANG ELEKTRONIK A. Kerja sama antar Penyelenggara Penyelenggara yang telah memperoleh izin dari Bank Indonesia hanya dapat bekerjasama dengan Penyelenggara yang telah memperoleh izin dari Bank Indonesia. B. Kerja sama antara Penyelenggara dengan pihak lain 1. Kerja sama Penyelenggara dengan pihak lain dalam rangka penyediaan sarana pemroses dan infrastruktur pendukung penyelenggaraan Uang Elektronik a. Penyelenggara dapat melakukan kerja sama dengan perusahaan penyedia sarana dan infrastruktur pendukung antara lain berupa perusahaan personalisasi atau perusahaan penyedia jasa teknologi dalam penyelenggaraan Uang Elektronik. b. Kerja sama sebagaimana dimaksud dalam huruf a harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: 1) Penyelenggara harus memastikan bahwa: a) pengoperasian sistem dilakukan oleh perusahaan penyedia sarana pemroses dan infrastruktur pendukung yang mempunyai jaminan keamanan atas keseluruhan proses transaksi Uang Elektronik, yang dibuktikan dengan: (1) hasil audit teknologi informasi oleh auditor eksternal; dan (2) hasil … (2) hasil sertifikasi yang dilakukan oleh Prinsipal, jika Penerbit menjadi anggota Prinsipal. b) perusahaan penyedia sarana dan infrastruktur pendukung dapat menjaga kerahasiaan data identitas Pemegang dan data transaksi. 2) Dalam hal perusahaan penyedia sarana pemroses dan infrastruktur pendukung yang bekerja sama dengan Penyelenggara menggunakan jasa pihak lain maka: a) Penyelenggara harus memastikan keamanan atas keseluruhan proses transaksi; dan b) melaporkan pihak-pihak lain yang kerja sama yang dilakukan oleh perusahaan penyedia sarana pemroses dan infrastruktur pendukung kepada Bank Indonesia. c. Pelaksanaan kerja sama antara Penyelenggara dengan penyedia sarana dan infrastruktur pendukung untuk memproses transaksi Uang Elektronik harus memperhatikan dan memenuhi paling kurang aspek anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme, perlindungan konsumen, manajemen risiko, dan persaingan usaha yang sehat. 2. Kerja sama Penerbit dengan pihak lain dalam rangka kegiatan Layanan Keuangan Digital (LKD) a. Dalam rangka kegiatan LKD, Penerbit dapat bekerjasama dengan Agen LKD berupa: 1) penyelenggara transfer dana; 2) badan usaha berbadan hukum Indonesia; dan/atau 3) individu. b. Layanan yang dapat dilakukan oleh Agen LKD meliputi: 1) fasilitator registrasi Pemegang; 2) Pengisian Ulang (top up); 3) pembayaran … 3) pembayaran tagihan (tagihan yang bersifat rutin atau berkala seperti tagihan listrik, tagihan air, tagihan telepon dan/atau tagihan lainnya); 4) Tarik Tunai; 5) penyaluran program bantuan pemerintah kepada masyarakat; 6) fasilitas lain berdasarkan persetujuan Bank Indonesia. Layanan transfer dana hanya dapat disediakan oleh Agen LKD berupa penyelenggara transfer dana sebagaimana dimaksud pada butir a.1). Penyediaan layanan transfer dana tersebut dilakukan oleh penyelenggara transfer dana yang bekerjasama dengan Penerbit, sehingga bukan merupakan fasilitas layanan dalam keagenan LKD. c. Kerja sama Penerbit dengan Agen LKD individu sebagaimana dimaksud dalam butir 2.a.3) hanya dapat dilakukan oleh Penerbit berupa Bank yang: 1) berbadan hukum Indonesia; 2) merupakan Bank Umum berdasarkan Kegiatan Usaha (BUKU) 4 sesuai penilaian periode terakhir oleh otoritas pengawasan Bank; 3) telah menjadi Penerbit paling singkat selama 2 (dua) tahun; dan 4) memenuhi persyaratan operasional sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia perihal Penyelenggaraan LKD Dalam Rangka Keuangan Inklusif Melalui Agen LKD Individu. d. Kerja sama penerbit dengan pihak lain yang berupa penyelenggara transfer dana dan/atau badan usaha berbadan hukum Indonesia dalam rangka kegiatan LKD berlaku ketentuan sebagai berikut: 1) Dalam hal Penerbit akan bekerjasama dengan penyelenggara transfer dana maka Penerbit harus memastikan … memastikan bahwa penyelenggara transfer dana tersebut: a) telah memperoleh izin dari Bank Indonesia; b) menempatkan deposit pada Penerbit dengan jumlah sesuai yang ditetapkan Penerbit sebagai jaminan ketersediaan likuiditas dari penyelenggara transfer dana; dan c) lulus proses uji tuntas (due diligence) oleh Penerbit. 2) Dalam hal Penerbit akan bekerjasama dengan badan usaha berbadan hukum Indonesia maka Penerbit harus memastikan hal-hal sebagai berikut: a) memiliki kemampuan, reputasi, dan integritas di wilayah operasionalnya; b) telah melaksanakan kegiatan usaha paling kurang selama 2 (dua) tahun; c) menempatkan deposit pada Penerbit dengan jumlah sesuai yang ditetapkan Penerbit sebagai jaminan ketersediaan likuiditas dari badan usaha yang berbadan hukum Indonesia; dan d) lulus proses uji tuntas (due diligence) oleh Penerbit. e. Dalam hal Penerbit akan bekerjasama dengan Agen LKD individu untuk kegiatan LKD sebagaimana dimaksud dalam butir 2.a.3) maka Penerbit harus melakukan proses uji tuntas (due diligence) dan memastikan bahwa individu harus memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia perihal Penyelenggaraan LKD Dalam Rangka Keuangan Inklusif Melalui Agen LKD Individu. f. Proses uji tuntas (due diligence) oleh Penerbit sebagaimana dimaksud dalam butir d.1)c) dan butir d.2)d) dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) dilakukan sebelum perjanjian kerja sama ditandatangani; dan 2) cakupan … 2) cakupan proses uji tuntas (due diligence) paling kurang meliputi: a) komitmen terhadap pengembangan penyelenggaraan kegiatan Uang Elektronik yang dilakukan oleh Penerbit; b) kemampuan menjalankan usaha dan keuangan termasuk dari aspek permodalan; dan c) reputasi, dan integritas dalam melaksanakan kegiatan usaha. g. Dalam hal kerja sama Penerbit dengan Agen LKD dilakukan dalam rangka penyediaan fasilitas registrasi Pemegang sebagaimana dimaksud dalam butir b.1), berlaku ketentuan sebagai berikut: 1) persetujuan registrasi Pemegang tetap menjadi wewenang dan tanggung jawab Penerbit; dan 2) Penerbit harus memastikan bahwa fasilitator registrasi Pemegang menerapkan prinsip anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme, serta prinsip perlindungan konsumen sebagaimana diatur dalam ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3. Kerja sama Penerbit dengan tempat penguangan tunai a. Dalam rangka menyediakan fasilitas Tarik Tunai, Penerbit yang menyediakan fasilitas transfer dana melalui Uang Elektronik dapat melakukan kerja sama dengan tempat penguangan tunai. b. Kerja sama Penerbit dengan tempat penguangan tunai sebagaimana dimaksud pada huruf a di atas tunduk pada ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini, ketentuan transfer dana, dan peraturan perundang- undangan terkait yang berlaku. 4. Kerja sama Penerbit dan/atau Acquirer dengan Pedagang Kerja sama Penerbit dan/atau Acquirer dengan Pedagang harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: a. Penerbit dan/atau Acquirer harus memastikan bahwa bidang … bidang usaha Pedagang tidak termasuk bidang usaha yang dilarang oleh undang-undang; dan b. kerja sama antara Penerbit dan/atau Acquirer dengan Pedagang harus dituangkan dalam perjanjian tertulis yang paling kurang memuat klausula: 1) hak dan kewajiban Penerbit dan/atau Acquirer dan Pedagang; 2) larangan bagi Pedagang untuk mengenakan biaya tambahan kepada Pemegang; 3) kewajiban bagi Pedagang untuk menjaga kerahasiaan data atau informasi mengenai transaksi dan Pemegang; 4) larangan bagi Pedagang bekerjasama dengan pelaku kejahatan (fraudster); dan/atau 5) kewajiban bagi Penerbit dan/atau Acquirer untuk memberikan edukasi dan pembinaan secara berkala kepada Pedagang termasuk jika terdapat jenis, nama yang berbeda, pengembangan, dan/atau penambahan fasilitas baru Uang Elektronik. 5. Kerja sama Penerbit dalam rangka co-branding Kerja sama Penerbit dalam rangka co-branding berlaku ketentuan sebagai berikut: a. co-branding adalah kerja sama yang dapat dilakukan antara: 1) Penerbit dengan Penerbit lainnya; dan/atau 2) Penerbit dengan pihak lain (co-brand partner). b. co-branding adalah kegiatan Uang Elektronik yang dilakukan melalui kerja sama pemasaran produk; c. dalam hal kerja sama co-branding dilakukan antara Penerbit dengan pihak lain (co-brand partner), seluruh tanggung jawab dalam kegiatan Uang Elektronik menjadi tanggung jawab Penerbit; d. dalam … d. dalam kerja sama co-branding, pihak lain (co-brand partner) yang bekerjasama dengan Penerbit hanya dapat melakukan kegiatan pemasaran atas Uang Elektronik yang diterbitkan oleh Penerbit; e. hak, kewajiban, dan risiko terkait penyelenggaraan Uang Elektronik tetap melekat pada Penerbit dan tidak dapat diserahkan atau dialihkan kepada pihak lain (co-brand partner); f. penanganan dan penyelesaian pengaduan konsumen merupakan tanggung jawab Penerbit, yang pelaksanaannya merupakan kewajiban bersama Penerbit dan pihak lain (co-brand partner); g. perjanjian kerja sama co-branding paling kurang memuat: 1) hak dan kewajiban Penerbit; 2) hak dan kewajiban pihak lain (co-brand partner); 3) mekanisme penyelesaian sengketa; 4) mekanisme penyelesaian pengaduan nasabah; 5) mekanisme penyelesaian tranksaksi antara Penerbit dan pihak lain (co-brand partner); dan 6) klausula yang menyatakan bahwa pihak lain (co- brand partner) yang bekerjasama dengan Penerbit bersedia untuk menyampaikan data dan informasi kepada Bank Indonesia dan dilakukan pemeriksaan oleh Bank Indonesia apabila diperlukan; h. Bank Indonesia dapat meminta Penerbit menghentikan atau tidak memperpanjang kerja sama co-branding apabila kerja sama co-branding: 1) melanggar aspek-aspek penyelenggaraan Uang Elektronik dan ketentuan anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme serta perlindungan konsumen; 2) tidak memberikan peningkatan terhadap kegiatan Uang Elektronik; atau 3) berpotensi … 3) berpotensi merugikan atau menurunkan kinerja Penerbit baik dalam penyelenggaraan kegiatan Uang Elektronik maupun bagi industri Uang Elektronik. C. Mekanisme kerja sama 1. Mekanisme untuk kerja sama sebagaimana dimaksud dalam huruf A dan huruf B diatur sebagai berikut: a. kerja sama harus dituangkan dalam perjanjian tertulis dalam Bahasa Indonesia; b. Penyelenggara harus menyampaikan laporan kerja sama kepada Bank Indonesia dengan tata cara dan mekanisme penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam butir VIII.C.4.b.1), VIII.C.4.b.2), dan VIII.C.4.b.3); dan c. Penyelenggara Uang Elektronik hanya dapat melakukan kerja sama setelah memperoleh penegasan dari Bank Indonesia. 2. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b dan butir 1.c tidak berlaku bagi kerja sama antara Penerbit dan/atau Acquirer dengan Pedagang. Kerja sama antara Penerbit dan/atau Acquirer dengan Pedagang dilaporkan kepada Bank Indonesia dalam laporan bulanan Penerbit sebagaimana dimaksud dalam butir VIII.C.3.b.2)a). VIII. PENGAWASAN DAN LAPORAN PENYELENGGARAAN KEGIATAN UANG ELEKTRONIK A. Pengawasan Penyelenggaraan Kegiatan Uang Elektronik 1. Pengawasan bertujuan untuk memastikan penyelenggaraan kegiatan Uang Elektronik dilakukan secara efisien, cepat, aman, dan andal dengan memperhatikan prinsip perlindungan konsumen, anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme. 2. Bank Indonesia melakukan pengawasan terhadap kegiatan penyelenggaraan Uang Elektronik yang dilakukan oleh: a. Prinsipal; b. Penerbit … b. Penerbit; c. Acquirer; d. Penyelenggara Kliring; dan e. Penyelenggara Penyelesaian Akhir. 3. Dalam rangka pengawasan terhadap pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam angka 2, Bank Indonesia berwenang melakukan pemeriksaan langsung (on site visit) terhadap pihak-pihak yang bekerjasama dengan Penyelenggara. 4. Pengawasan terhadap penyelenggaraan Uang Elektronik difokuskan pada: a. penerapan aspek manajemen risiko; b. kepatuhan terhadap ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk kebenaran dan ketepatan penyampaian informasi dan laporan, penerapan anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme, prinsip persaingan usaha yang sehat, transfer dana, dan peraturan perundang-undangan lainnya; dan c. penerapan aspek perlindungan konsumen. 5. Pengawasan terhadap penyelenggaraan kegiatan Uang Elektronik dilakukan Bank Indonesia melalui: a. penelitian, analisis, dan evaluasi, yang didasarkan atas laporan berkala, laporan insidentil, data, dan/atau informasi lainnya yang diperoleh Bank Indonesia dari pihak lain, dan diskusi dengan Penyelenggara; b. pemeriksaan langsung (on site visit) terhadap Penyelenggara dilakukan dalam rangka: 1) memastikan pemenuhan ketentuan penyelenggaraan Uang Elektronik; 2) memastikan kebenaran laporan dan data yang disampaikan; 3) memeriksa sarana fisik, sistem, aplikasi pendukung, dan database; serta 4) memeriksa … 4) memeriksa kegiatan penyelenggaraan Uang Elektronik apabila terdapat laporan atau dugaan fraud, pencucian uang dan pendanaan terorisme di Penyelenggara. Dalam hal diperlukan, pemeriksaan langsung (on site visit) dapat dilakukan terhadap pihak yang bekerjasama dengan Penyelenggara; c. pertemuan konsultasi dengan Penyelenggara untuk mendapatkan informasi penyelenggaraan dan menyampaikan saran; dan d. pembinaan terhadap Penyelenggara termasuk untuk melakukan perubahan atau perbaikan dalam penyelenggaraan Uang Elektronik. 6. Dalam rangka pengawasan, Penyelenggara harus memberikan: a. keterangan dan/atau data yang terkait dengan penyelenggaraan Uang Elektronik, baik dalam bentuk hard copy maupun soft copy; dan b. akses kepada Bank Indonesia untuk melakukan pemeriksaan (on site visit) terhadap penyelenggaraan Uang Elektronik termasuk sarana fisik, sistem, aplikasi pendukung, dan database. 7. Bank Indonesia dapat menugaskan pihak lain untuk dan atas nama Bank Indonesia melaksanakan pemeriksaan (on site visit) terhadap Penyelenggara. B. Pengawasan Agen LKD 1. Dalam rangka pengawasan terhadap Penerbit yang menyelenggarakan LKD, Bank Indonesia berwenang melakukan pemeriksaan langsung (on site visit) terhadap Agen LKD berupa penyelenggara transfer dana, badan usaha berbadan hukum Indonesia, dan/atau individu. 2. Pemeriksaan langsung terhadap Agen LKD sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dilakukan untuk memastikan pemenuhan aspek-aspek antara lain: a. pemenuhan ketentuan penyelenggaraan LKD; b. kepatuhan … b. kepatuhan terhadap SOP dan perjanjian kerja sama; c. kepatuhan terhadap prosedur standar kerja sama Agen LKD; d. pemenuhan Agen LKD terhadap kriteria uji tuntas; e. keamanan aplikasi dan sistem; f. kontrol terhadap akses sistem dan data; g. pemenuhan terhadap ketentuan perlindungan konsumen jasa sistem pembayaran; dan h. pemenuhan terhadap ketentuan anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme. 3. Dalam rangka pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dan/atau untuk memastikan kebenaran laporan mengenai kegiatan LKD yang disampaikan oleh Penerbit, Agen LKD harus memberikan keterangan, dan/atau data yang diminta oleh Bank Indonesia. 4. Berdasarkan hasil pengawasan dan/atau pemeriksaan langsung (on site visit), Bank Indonesia dapat menetapkan tindakan berupa: a. memerintahkan Bank untuk membatasi kegiatan LKD, antara lain termasuk namun tidak terbatas pada membatasi jumlah Agen LKD dan membatasi jenis layanan agen LKD; b. memerintahkan Bank untuk mengambil tindakan kepada Agen LKD; dan/atau c. menghentikan kegiatan LKD. C. Laporan Penyelenggaraan Kegiatan Uang Elektronik 1. Penyelenggara harus menyampaikan: a. laporan berkala; dan b. laporan insidentil, secara lengkap, benar, akurat, dan tepat waktu. 2. Laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 disampaikan dengan menggunakan Bahasa Indonesia. 3. Laporan Berkala a. Laporan … a. Laporan berkala sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a terdiri atas laporan bulanan, laporan triwulanan, dan laporan tahunan. b. Jenis laporan berkala yang disampaikan oleh Penyelenggara meliputi: 1) Prinsipal a) Laporan Tahunan yang paling kurang meliputi informasi mengenai: (1) rencana kerja dan target pengembangan usaha 1 (satu) tahun ke depan termasuk rencana pengembangan produk dan kerja sama dengan pihak lain; (2) realisasi rencana kerja tahun sebelumnya; (3) anggota yang tergabung dalam jaringan Prinsipal; dan (4) jenis dan besarnya biaya yang dikenakan kepada anggota. b) Laporan Hasil Audit Teknologi Informasi dari auditor eksternal secara berkala paling kurang 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) tahun, dengan cakupan audit antara lain meliputi: (1) kerahasiaan data (confidentiality); (2) integritas sistem dan data (integrity); (3) dua faktor otentikasi sistem dan data (two factors authentication); (4) pencegahan terjadinya penyangkalan transaksi yang telah dilakukan (non- repudiation); dan (5) ketersediaan sistem (availability). 2) Penerbit a) Laporan Bulanan Penerbit, yang antara lain meliputi: (1) jumlah Uang Elektronik; (2) nilai dan volume transaksi; dan (3) jumlah … (3) jumlah Pedagang yang bekerja sama; b) Laporan Bulanan Fraud; c) Laporan Triwulanan Penanganan dan Penyelesaian Pengaduan Konsumen; d) Laporan Hasil Audit Teknologi Informasi dari auditor eksternal yang periode penyampaian dan cakupan auditnya sebagaimana dimaksud dalam butir 3.b.1)b); dan e) Laporan Bulanan Penyelenggaraan Kegiatan LKD yang meliputi: (1) Laporan penyelenggaraan kegiatan LKD melalui Agen LKD berupa penyelenggara transfer dana atau badan usaha berbadan hukum Indonesia; dan (2) Laporan penyelenggaraan kegiatan LKD melalui Agen LKD individu. 3) Acquirer a) Laporan Bulanan penyelenggaraan kegiatan Uang Elektronik sebagai Acquirer; dan b) Laporan Hasil Audit Teknologi Informasi dari auditor eksternal yang periode penyampaian dan cakupan auditnya sebagaimana dimaksud dalam butir 3.b.1)b). 4) Penyelenggara Kliring a) Laporan Triwulanan Penyelenggaraan Kegiatan Kliring; dan b) Laporan Hasil Audit Teknologi Informasi dari auditor eksternal yang periode penyampaian dan cakupan auditnya sebagaimana dimaksud dalam butir 3.b.1)b). 5) Penyelenggara Penyelesaian Akhir a) Laporan Triwulanan Penyelenggaraan Kegiatan Penyelesaian Akhir; dan b) Laporan Hasil Audit Teknologi Informasi dari auditor eksternal yang periode penyampaian dan cakupan … cakupan auditnya sebagaimana dimaksud dalam butir 3.b.1)b). 4. Laporan Insidentil a. Laporan Insidentil sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b. merupakan laporan tertulis yang disampaikan oleh Penyelenggara kepada Bank Indonesia baik atas permintaan Bank Indonesia maupun atas inisiatif Penyelenggara. b. Jenis Laporan Insidentil meliputi: 1) Laporan kerja sama antar Penyelenggara a) Penyelenggara yang akan melakukan kerja sama dengan pihak lain harus menyampaikan laporan rencana dan realisasi kerja sama kepada Bank Indonesia. b) Penyampaian laporan rencana dan realisasi kerja sama disampaikan dengan ketentuan sebagai berikut: (1) laporan rencana kerja sama disampaikan paling lambat 45 (empat puluh lima) hari kerja sebelum perjanjian kerja sama ditandatangani; (2) laporan rencana kerja sama sebagaimana dimaksud dalam angka (1) mencakup informasi paling kurang mengenai: (a) data, informasi, atau profil perusahaan pihak lain yang akan bekerjasama dengan Penyelenggara; (b) dasar pertimbangan dilakukannya kerja sama; (c) tanggal efektif dilaksanakannya kerja sama; (d) jangka waktu rencana pelaksanaan kerja sama; dan (e) hak dan kewajiban para pihak; (3) penyampaian … rencana (3) penyampaian laporan rencana kerja sama sebagaimana dimaksud dalam angka (1) disertai dokumen berupa: (a) fotokopi konsep final perjanjian kerja sama antar Penyelenggara; (b) hasil analisis dan/atau kajian manajemen risiko termasuk mitigasinya yang paling kurang meliputi risiko operasional, risiko likuiditas, risiko reputasi, dan risiko hukum; dan/atau (c) fotokopi konsep final perjanjian kerja sama yang dilakukan oleh pihak lain dengan pihak ketiga (jika ada). c) Laporan realisasi kerja sama dilaporkan kepada Bank Indonesia paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak ditandatanganinya perjanjian kerja sama yang paling kurang mencakup informasi mengenai: (1) (2) tanggal dimulainya kerja sama; dan informasi lainnya dalam hal terdapat perubahan atas informasi rencana kerja sama sebagaimana dimaksud dalam butir b)(2). d) penyampaian laporan realisasi kerja sama disertai fotokopi perjanjian kerja sama antar Penyelenggara yang telah ditandatangani. 2) Laporan kerja sama Penyelenggara dengan pihak lain a) Penyelenggara yang akan melakukan kerja sama dengan pihak lain harus menyampaikan laporan rencana dan realisasi kerja sama kepada Bank Indonesia. b) Penyampaian laporan rencana dan realisasi kerja sama disampaikan dengan ketentuan sebagai berikut: (1) laporan … (1) laporan rencana kerja sama disampaikan paling lambat 45 (empat puluh lima) hari kerja sebelum perjanjian kerja sama ditandatangani; (2) laporan rencana kerja sama sebagaimana dimaksud dalam angka (1) mencakup informasi paling kurang mengenai: (a) data, informasi, atau profil perusahaan pihak lain yang akan bekerjasama dengan Penyelenggara; (b) dasar pertimbangan dilakukannya kerja sama; (c) tanggal efektif dilaksanakannya kerja sama; (d) jangka waktu rencana pelaksanaan kerja sama; dan (e) hak dan kewajiban para pihak; (3) penyampaian laporan rencana kerja sama sebagaimana dimaksud dalam angka (1) disertai dokumen berupa: (a) fotokopi konsep final perjanjian kerja sama antara Penyelenggara dengan pihak lain; (b) hasil analisis dan/atau kajian manajemen risiko termasuk mitigasinya yang paling kurang meliputi risiko operasional, risiko likuiditas, dan risiko hukum; (c) hasil audit teknologi informasi dari auditor eksternal, jika pihak lain yang bekerjasama dengan Penyelenggara merupakan perusahaan penyedia jasa teknologi dan/atau pihak lain yang menyediakan sarana pemrosesan transaksi Uang Elektronik; (d) fotokopi … rencana (d) fotokopi sertifikat hasil asesmen dari Prinsipal terhadap pihak lain yang bekerjasama dengan Penerbit atau Acquirer, jika Penerbit atau Acquirer menjadi anggota Prinsipal; (e) surat pernyataan kesanggupan pihak lain yang bekerjasama dengan Prinsipal, Penerbit atau Acquirer untuk menjaga kerahasiaan data; dan/atau (f) fotokopi konsep final perjanjian kerja sama yang dilakukan oleh pihak lain dengan pihak ketiga (jika ada). c) Laporan realisasi kerja sama dilaporkan kepada Bank Indonesia paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak ditandatanganinya perjanjian kerja sama yang paling kurang mencakup informasi mengenai: (1) data, informasi, atau profil perusahaan pihak lain yang bekerjasama dengan Penyelenggara; (2) (3) tanggal dimulainya kerja sama; dan informasi lainnya dalam hal terdapat perubahan atas informasi rencana kerja sama sebagaimana dimaksud dalam butir b)2). d) penyampaian laporan realisasi kerja sama disertai fotokopi perjanjian kerja sama yang telah ditandatangani. 3) Laporan kerja sama Penerbit dengan Agen LKD a) Penerbit yang akan melakukan kerja sama dengan Agen LKD harus menyampaikan laporan rencana dan realisasi kerja sama Agen LKD kepada Bank Indonesia. b) Penyampaian … b) Penyampaian laporan rencana dan realisasi kerja sama disampaikan dengan ketentuan sebagai berikut: (1) laporan rencana kerja sama disampaikan paling lambat 45 (empat puluh lima) hari kerja sebelum rencana perjanjian kerja sama ditandatangani; (2) laporan rencana kerja sama sebagaimana dimaksud dalam angka (1) mencakup informasi paling kurang mengenai: (a) data dan informasi Agen LKD yang akan bekerjasama dengan Penerbit; (b) dasar pertimbangan dilakukannya kerja sama; tanggal (c) (d) efektif dilaksanakannya kerja sama; jangka waktu rencana pelaksanaan kerja sama; dan (e) hak dan kewajiban para pihak; (3) penyampaian laporan rencana kerja sama sebagaimana dimaksud dalam angka (1) disertai dokumen berupa: (a) rencana bisnis kegiatan LKD; (b) studi kelayakan usaha dan strategi bisnis kegiatan LKD dalam 2 (dua) tahun pertama; dan (c) kesiapan operasional kegiatan LKD, yang terdiri dari kebijakan dan prosedur tertulis Operational Procedure/SOP) dan bukti kesiapan operasional; c) realisasi kerja sama disampaikan kepada Bank Indonesia paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak ditandatanganinya perjanjian rencana (Standard kerja … kerja sama yang paling kurang mencakup informasi mengenai: (1) tanggal efektif penyelenggaraan; (2) jumlah Agen LKD; dan (3) lokasi Agen LKD; d) penyampaian realisasi kerja sama disertai fotokopi perjanjian kerja sama yang telah ditandatangani antara Penerbit dengan Agen LKD. 3) Laporan Insiden (incident report) Penyelenggara harus menyampaikan kepada Bank Indonesia laporan insiden (incident report) yakni laporan atas terjadinya gangguan pada sistem dan upaya yang telah dilakukan untuk menanggulanginya, antara lain seperti: a) adanya kegagalan network dalam memproses transaksi Uang Elektronik; b) adanya kegagalan pusat data dan pusat penanggulangan bencana; dan/atau c) fraud yang terjadi paling kurang meliputi informasi terkait: (1) kronologis; dan (2) dampak kerugian yang diakibatkan. 4) Laporan Perubahan Data atau Informasi Penyelenggara harus menyampaikan laporan tertulis kepada Bank Indonesia yang dilampiri dengan dokumen pendukung, dalam hal: a) terdapat perubahan mengenai: (1) nama dan/atau alamat kantor; (2) Direksi dan/atau Dewan Komisaris; (3) dokumen pokok-pokok hubungan bisnis; (4) pengaturan hak dan kewajiban para pihak; (5) perjanjian kerja sama; (6) para pihak yang bekerjasama; dan/atau (7) prosedur penyelesaian sengketa; b) terjadi … b) terjadi penggabungan, peleburan, pemisahan, atau pengambilalihan. Dokumen yang disampaikan meliputi: (1) (2) kesiapan infrastruktur; dan/atau (3) rencana bisnis termasuk rencana penggunaan dan pengembangan sistem; laporan hasil audit teknologi informasi dari auditor eksternal dalam hal terjadi pengembangan dan/atau penggabungan sistem yang ada. 5. Penyampaian Laporan a. Laporan Tahunan Prinsipal sebagaimana dimaksud dalam butir 3.b.1)a) harus sudah diterima oleh Bank Indonesia paling lambat pada tanggal 15 Februari tahun berikutnya. Apabila tanggal 15 Februari jatuh pada hari libur maka laporan harus sudah diterima pada hari kerja berikutnya. Contoh: Laporan untuk periode bulan Januari sampai dengan Desember 2014 harus sudah diterima oleh Bank Indonesia paling lambat tanggal 15 Februari 2015. b. Laporan Hasil Audit Teknologi Informasi sebagaimana dimaksud dalam butir 3.b.1)b), butir 3.b.2)d), butir 3.b.3)b), butir 3.b.4)b), dan butir 3.b.5)b) harus sudah diterima oleh Bank Indonesia paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak Laporan Hasil Audit Teknologi Informasi diterbitkan. c. Laporan Insiden (incident report) sebagaimana dimaksud dalam butir 4.b.4) harus disampaikan kepada Bank Indonesia cq. Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran - Divisi Pengawasan Sistem Pembayaran 2, segera setelah kejadian melalui telepon, faksimili, dan/atau sarana informasi lainnya yang diikuti dengan penyampaian laporan tertulis paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah kejadian. d. Laporan … d. Laporan Perubahan Data atau Informasi sebagaimana dimaksud dalam butir 4.b.5) harus disampaikan kepada Bank Indonesia paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak dilakukannya perubahan. e. Untuk laporan berkala berupa laporan bulanan dan/atau laporan triwulanan sebagaimana dimaksud dalam butir 3.b.2)a), butir 3.b.2)b), butir 3.b.2)c), butir 3.b.2)e), butir 3.b.3)a), butir 3.b.4)a), dan butir 3.b.5)a) disampaikan secara online dengan format, tata cara penyampaian, dan tata cara pengenaan sanksi pelaporan berpedoman pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Laporan Kantor Pusat Bank Umum dan ketentuan mengenai Laporan Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu dan Uang Elektronik oleh Bank Perkreditan Rakyat dan Lembaga Selain Bank. f. Untuk laporan sebagaimana dimaksud dalam butir 3.b.2)e), dalam hal Bank Indonesia belum memberlakukan sistem penyampaian laporan secara online sebagaimana dimaksud dalam huruf e, maka laporan tersebut disampaikan secara manual kepada Bank Indonesia paling lambat setiap tanggal 15 bulan berikutnya. IX. PENYELENGGARAAN UANG ELEKTRONIK DENGAN DANA FLOAT KURANG DARI RP1.000.000.000,00 (SATU MILIAR RUPIAH) DAN/ATAU PENYELENGGARAAN ALAT PEMBAYARAN NON TUNAI BERUPA STORED VALUE A. Dalam rangka pemetaan industri Uang Elektronik, Bank Indonesia berwenang meminta informasi, data, dan/atau laporan kepada: 1. penyelenggara Uang Elektronik dengan Dana Float kurang dari Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), yaitu penyelenggara Uang Elektronik yang Dana Float-nya belum mencapai … mencapai dan/atau tidak direncanakan mencapai nilai Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah); dan 2. penyelenggara alat pembayaran non tunai yang berupa stored value, yaitu alat pembayaran non tunai yang dananya tersimpan dalam satu media namun tidak memenuhi sebagian atau seluruh unsur-unsur Uang Elektronik sebagaimana yang dimaksud dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini. B. Informasi, data, dan/atau laporan sebagaimana dimaksud dalam huruf A antara lain meliputi: 1. Dana Float; 2. nilai dan jumlah transaksi; dan/atau 3. pihak yang bekerjasama. C. Permintaan informasi, data, dan/atau laporan sebagaimana dimaksud dalam huruf A disampaikan oleh Bank Indonesia secara tertulis. D. Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam huruf A harus menyampaikan informasi, data, dan/atau laporan yang diminta paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal surat pemberitahuan Bank Indonesia. X. PENGEMBANGAN DAN PENYEDIAAN SISTEM UANG ELEKTRONIK YANG DAPAT SALING DIKONEKSIKAN DENGAN SISTEM UANG ELEKTRONIK LAINNYA. A. Dalam rangka meningkatkan efisiensi, kelancaran, dan memberikan manfaat yang lebih luas kepada Pemegang dalam bertransaksi, Penyelenggara harus mengembangkan sistem yang dapat saling dikoneksikan dengan Penyelenggara lain dalam memproses transaksi. B. Dalam mengembangkan sistem yang saling dikoneksikan sebagaimana dimaksud dalam huruf A, Penyelenggara harus: 1. membuka koneksi sistem Uang Elektronik sehingga dapat diterima oleh Penyelenggara lain; 2. menyediakan … 2. menyediakan alat pembaca Uang Elektronik yang dapat diterima oleh Penerbit lain; dan/atau 3. menetapkan kesepakatan industri melalui Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) untuk menetapkan aturan yang dapat menjamin interkoneksi antar penyelenggaraan Uang Elektronik. C. Untuk mendukung hal tersebut Bank Indonesia dapat mewajibkan Penyelenggara untuk mengikuti dan menyesuaikan sistemnya sesuai kesepakatan industri. D. Bank Indonesia dapat menetapkan standar Uang Elektronik untuk meningkatkan efisiensi penyelenggaraan Uang Elektronik. XI. PERSYARATAN DAN TATA CARA MEMPEROLEH IZIN DAN PENYAMPAIAN LAPORAN DALAM RANGKA PERALIHAN PERIZINAN MELALUI PENGGABUNGAN, PELEBURAN, PEMISAHAN, ATAU PENGAMBILALIHAN A. Penggabungan Penggabungan merupakan perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu badan hukum atau lebih untuk menggabungkan diri dengan badan hukum lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari badan hukum yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada badan hukum yang menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum yang menggabungkan diri berakhir karena hukum. Dalam hal Penyelenggara yang telah memperoleh izin sebagai dari Bank Indonesia akan melakukan penggabungan dengan Penyelenggara yang telah memperoleh atau yang belum izin dari Bank Indonesia, maka berlaku ketentuan sebagai berikut: 1. Dalam hal Bank yang telah memperoleh izin penyelenggaraan kegiatan Uang Elektronik melakukan penggabungan dengan Bank lain yang juga telah memperoleh izin penyelenggaraan kegiatan Uang Elektronik maka Bank hasil penggabungan harus melaporkan secara tertulis … tertulis kepada Bank Indonesia jika akan melanjutkan kegiatan Uang Elektronik. 2. Dalam hal Bank yang telah memperoleh izin penyelenggaraan kegiatan Uang Elektronik melakukan penggabungan dengan Bank lain yang belum memperoleh izin penyelenggaraan kegiatan Uang Elektronik, berlaku ketentuan sebagai berikut: a. dalam hal Bank hasil penggabungan adalah Bank yang telah memperoleh izin penyelenggaraan kegiatan Uang Elektronik dari Bank Indonesia, Bank hasil penggabungan tersebut harus melaporkan secara tertulis kepada Bank Indonesia jika akan melanjutkan kegiatan Uang Elektronik; dan b. dalam hal Bank hasil penggabungan adalah Bank yang belum memperoleh izin penyelenggaraan kegiatan Uang Elektronik, Bank hasil penggabungan tersebut harus memperoleh izin terlebih dahulu untuk melakukan kegiatan Uang Elektronik. 3. Dalam hal Lembaga Selain Bank yang telah memperoleh izin penyelenggaraan kegiatan Uang Elektronik melakukan penggabungan dengan Lembaga Selain Bank lain yang juga telah memperoleh izin penyelenggaraan kegiatan Uang Elektronik maka Lembaga Selain Bank hasil penggabungan harus melaporkan secara tertulis kepada Bank Indonesia jika akan melanjutkan kegiatan Uang Elektronik. 4. Dalam hal Lembaga Selain Bank yang telah memperoleh izin penyelenggaraan kegiatan Uang Elektronik melakukan penggabungan dengan Lembaga Selain Bank lain yang belum memperoleh izin penyelenggaraan kegiatan Uang Elektronik, berlaku ketentuan sebagai berikut: a. dalam hal Lembaga Selain Bank hasil penggabungan adalah Lembaga Selain Bank yang telah memperoleh izin penyelenggaraan kegiatan Uang Elektronik dari Bank Indonesia, Lembaga Selain Bank hasil penggabungan tersebut harus melaporkan secara tertulis kepada Bank Indonesia … Indonesia jika akan melanjutkan kegiatan Uang Elektronik; dan b. dalam hal Lembaga Selain Bank hasil penggabungan adalah Lembaga Selain Bank yang belum memperoleh izin penyelenggaraan kegiatan Uang Elektronik, Lembaga Selain Bank hasil penggabungan tersebut harus memperoleh izin terlebih dahulu untuk melakukan kegiatan Uang Elektronik. B. Peleburan Peleburan merupakan perbuatan hukum yang dilakukan dua badan hukum atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu badan hukum baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari badan hukum yang meleburkan diri berakhir karena hukum. Dalam hal terjadi peleburan yang melibatkan Penyelenggara maka berlaku ketentuan sebagai berikut: 1. Dalam hal Bank yang telah memperoleh izin penyelenggaraan kegiatan Uang Elektronik melakukan peleburan dengan Bank lain yang telah atau belum memperoleh izin penyelenggaraan kegiatan Uang Elektronik, Bank hasil peleburan harus memperoleh izin terlebih dahulu untuk melakukan kegiatan Uang Elektronik. 2. Dalam hal Lembaga Selain Bank yang telah memperoleh izin penyelenggaraan kegiatan Uang Elektronik melakukan peleburan dengan Lembaga Selain Bank yang telah atau belum memperoleh izin penyelenggaraan kegiatan Uang Elektronik, Lembaga Selain Bank hasil peleburan harus memperoleh izin terlebih dahulu untuk melakukan kegiatan Uang Elektronik. C. Pemisahan 1. Pemisahan merupakan perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum untuk memisahkan usaha yang mengakibatkan: a. seluruh … a. seluruh aktiva dan pasiva badan hukum beralih karena hukum kepada 2 (dua) badan hukum atau lebih yang menerima peralihan dan badan hukum Indonesia yang melakukan pemisahan tersebut berakhir karena hukum (pemisahan murni); atau b. sebagian aktiva dan pasiva badan hukum beralih karena hukum kepada 1 (satu) badan hukum lain atau lebih yang menerima pengalihan, dan badan hukum yang melakukan pemisahan tersebut tetap ada (pemisahan tidak murni). 2. Dalam hal Bank atau Lembaga Selain Bank yang telah memperoleh izin penyelenggaraan kegiatan Uang Elektronik melakukan pemisahan murni, Bank atau Lembaga Selain Bank hasil pemisahan murni harus memperoleh izin terlebih dahulu untuk melakukan kegiatan Uang Elektronik. 3. Dalam hal Bank atau Lembaga Selain Bank yang telah memperoleh izin penyelenggaraan kegiatan Uang Elektronik melakukan pemisahan tidak murni (spin off), berlaku ketentuan sebagai berikut: a. Izin penyelenggaraan kegiatan Uang Elektronik tetap melekat pada Bank atau Lembaga Selain Bank yang melakukan pemisahan tidak murni (spin off). Bank atau Lembaga Selain Bank yang melakukan pemisahan tidak murni (spin off) tersebut harus melaporkan secara tertulis kepada Bank Indonesia mengenai pemisahan tidak murni (spin off) tersebut. b. Bank atau Lembaga Selain Bank hasil pemisahan tidak murni (spin off) harus memperoleh izin terlebih dahulu untuk melakukan kegiatan Uang Elektronik. D. Pengambilalihan Dalam hal terjadi pengambilalihan terhadap Bank atau Lembaga Selain Bank yang telah memperoleh izin penyelenggaraan kegiatan Uang Elektronik maka izin penyelenggaraan kegiatan Uang Elektronik tetap melekat pada Bank atau Lembaga Selain Bank … Bank yang diambilalih. Bank atau Lembaga Selain Bank yang diambilalih tersebut harus melaporkan secara tertulis kepada Bank Indonesia mengenai pengambilalihan tersebut. E. Laporan sebagaimana dimaksud dalam butir A.1, butir A.2.a, butir A.3, butir A.4.a, butir C.3.a, dan huruf D harus disampaikan kepada Bank Indonesia, dengan ketentuan sebagai berikut: 1. laporan harus disampaikan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dan ditujukan kepada Bank Indonesia cq. Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran - Divisi Pengawasan Sistem Pembayaran 2; dan 2. laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 disampaikan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah tanggal efektif penggabungan, pemisahan, atau pengambilalihan. F. Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam butir A.2.b, butir A.4.b, butir B.1, butir B.2, butir C.2, dan butir C.3.b, disampaikan kepada Bank Indonesia, dengan ketentuan sebagai berikut: 1. permohonan izin disampaikan secara tertulis dan ditujukan kepada Bank Indonesia cq. Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran - Divisi Perizinan dan Informasi Sistem Pembayaran; dan 2. persyaratan dokumen, tata cara permohonan izin, dan pemrosesan perizinan mengacu pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Bab II, Bab III, Bab IV, dan Bab V. XII. PERUBAHAN ANGGOTA DIREKSI YANG BERTANGGUNG JAWAB ATAS PENYELENGGARAAN UANG ELEKTRONIK A. Dalam hal Penyelenggara yang telah memperoleh izin akan melakukan perubahan anggota direksi yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan Uang Elektronik maka rencana perubahan tersebut harus dilaporkan terlebih dahulu kepada Bank Indonesia. B. Dalam … B. Dalam hal menurut penilaian Bank Indonesia, calon anggota direksi yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan Uang Elektronik tidak memenuhi persyaratan maka Bank Indonesia dapat meminta penggantian calon anggota direksi yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan Uang Elektronik. C. Penilaian Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam huruf B dapat didasarkan pada informasi yang diperoleh dari hasil pemeriksaan administratif dan/atau hasil wawancara dengan calon anggota direksi yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan Uang Elektronik. XIII. PENGHENTIAN KEGIATAN PENYELENGGARAAN UANG ELEKTRONIK A. Penghentian kegiatan penyelenggaraan Uang Elektronik dapat dilakukan karena: 1. keinginan Penyelenggara sendiri; atau 2. pencabutan izin oleh Bank Indonesia. B. Penghentian kegiatan penyelenggaraan Uang Elektronik karena keinginan Penyelenggara sendiri harus diberitahukan kepada Bank Indonesia dengan ketentuan sebagai berikut: 1. pemberitahuan penghentian kegiatan kepada Bank Indonesia disampaikan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia paling lambat 12 (dua belas) bulan sebelum masa berlaku izin berakhir atau sebelum tanggal efektif penghentian kegiatan penyelenggaraan Uang Elektronik; 2. pemberitahuan penghentian kegiatan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dilengkapi dengan dokumen yang menjelaskan: a. alasan penghentian kegiatan sebagai Penyelenggara; b. tanggal efektif penghentian penyelenggaraan kegiatan Uang Elektronik; c. mekanisme pemberitahuan atau publikasi kepada Pemegang, Pedagang, dan/atau pihak lainnya mengenai rencana penghentian penyelenggaraan kegiatan Uang Elektronik; d. jumlah … d. jumlah Dana Float yang masih dikelola dan mekanisme penyelesaian kewajiban kepada Pemegang dan/atau Pedagang serta jangka waktu penyelesaiannya; dan e. informasi lainnya yang terkait dengan rencana penghentian penyelenggaraan kegiatan Uang Elektronik; 3. rencana penghentian kegiatan sebagai Penyelenggara harus disampaikan secara terbuka melalui 3 (tiga) surat kabar yang berskala nasional. XIV. LAIN-LAIN A. Dalam hal Self Regulation Organization (SRO) yang tercatat di Bank Indonesia akan mengatur hal teknis selain yang telah diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini, berlaku ketentuan sebagai berikut: 1. Peraturan yang diterbitkan oleh SRO tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Bank Indonesia dan/atau Surat Edaran Bank Indonesia. 2. Setiap anggota yang tergabung dalam SRO dan pihak lain yang terkait dengan penyelenggaraan Uang Elektronik harus mematuhi peraturan yang diterbitkan oleh SRO. B. Penyampaian permohonan izin penyelenggaraan Uang Elektronik, penyampaian laporan, informasi lainnya, dan/atau surat menyurat disampaikan kepada: Bank Indonesia cq. Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran Gedung D Lantai 5, Kompleks Perkantoran Bank Indonesia Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta – 10350 XV. TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF A. Penyelenggara yang melanggar ketentuan mengenai penyelenggaraan Uang Elektronik sebagaimana yang diatur dalam PBI Uang Elektronik dan ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini dikenakan sanksi administratif berupa: 1. teguran; 2. denda … 2. denda atau kewajiban membayar; 3. penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan Uang Elektronik; dan/atau 4. pencabutan izin penyelenggaraan Uang Elektronik. B. Dalam mengenakan dan/atau menerapkan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam butir A.1, butir A.3, dan/atau butir A.4, Bank Indonesia mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: 1. tingkat kesalahan dan/atau pelanggaran; dan 2. akibat yang ditimbulkannya terhadap aspek kelancaran dan keamanan sistem pembayaran, khususnya terhadap kegiatan Uang Elektronik, aspek perlindungan konsumen, aspek anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme, serta aspek lainnya. C. Dalam mengenakan sanksi denda atau kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam butir A.2, berlaku ketentuan sebagai berikut: 1. Besarnya denda atau kewajiban membayar berpedoman pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Laporan Kantor Pusat Bank Umum dan ketentuan mengenai Laporan Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu dan Uang Elektronik oleh Bank Perkreditan Rakyat dan Lembaga Selain Bank. 2. Dalam hal Penyelenggara berupa Bank maka pengenaan sanksi berupa denda atau kewajiban membayar dilakukan oleh Bank Indonesia dengan cara mendebet rekening giro Penyelenggara di Bank Indonesia. 3. Dalam hal Penyelenggara berupa Lembaga Selain Bank maka pengenaan sanksi berupa denda atau kewajiban membayar dilakukan melalui transfer dana ke rekening Bank Indonesia yang besarnya denda atau kewajiban membayar dan nomor rekening diinformasikan dalam surat pengenaan sanksi. XVI. PERALIHAN … XVI. PERALIHAN A. Bank atau Lembaga Selain Bank yang telah memperoleh izin sebagai Penyelenggara sebelum berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini, harus menyesuaikan persyaratan dokumen sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini dalam jangka waktu paling lama 180 (seratus delapan puluh) hari kalender sejak tanggal berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini. B. Bank atau Lembaga Selain Bank yang sedang dalam proses perizinan sebagai Penyelenggara sebelum berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini, harus melengkapi persyaratan dokumen sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini dalam jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari kalender sejak tanggal berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini. C. Penyelenggara yang telah bekerjasama dengan pihak lain dalam rangka penyediaan layanan umum yang dilakukan secara eksklusif sebelum berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini, dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender sejak tanggal berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini harus melaporkan perjanjian kerja sama tersebut kepada Bank Indonesia. XVII. PENUTUP A. Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku, Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/11/DASP tanggal 13 April 2009 perihal Uang Elektronik (Electronic Money) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. B.Surat … B. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 22 Juli 2014. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, ROSMAYA HADI KEPALA DEPARTEMEN KEBIJAKAN DAN PENGAWASAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 16/11/DKSP|SE-BI/2014 </reg_id> <reg_title> Penyelenggaraan Uang Elektronik (Electronic Money) </reg_title> <set_date> 22 Juli 2014 </set_date> <effective_date> 22 Juli 2014 </effective_date> <replaced_reg> '11/11/DASP|SE-BI/2009' </replaced_reg> <related_reg> '16/8/PBI/2014', '11/12/PBI/2009' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi XV' </penalty_list>
No.17/1 /DSta Jakarta, 26 Januari 2015 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/31/DPNP tanggal 31 Oktober 2012 perihal Laporan Kantor Pusat Bank Umum Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/12/PBI/2012 tentang Laporan Kantor Pusat Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 190, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5349) dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik (Electronic Money) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5001) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/8/PBI/2014 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5524) maka perlu dilakukan perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/31/DPNP tanggal 31 Oktober 2012 perihal Laporan Kantor Pusat Bank Umum sebagai berikut: 1. Ketentuan dalam butir III.A.2.c diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: c. penyelenggaraan kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu (APMK) dan Uang Elektronik bulanan: 1) Penerbit kartu kredit menggunakan Form 301; 2) Penerbit selain kartu kredit menggunakan Form 302; 3) Acquirer menggunakan Form 303; 4) infrastruktur ... 2 4) infrastruktur menggunakan Form 304; 5) fraud APMK dan Uang Elektronik menggunakan Form 306; 6) perkembangan LKD menggunakan Form 314; 7) transaksi LKD menggunakan Form 315; 8) Agen LKD menggunakan Form 316; 9) permasalahan LKD menggunakan Form 317; 2. Ketentuan dalam butir III.B.1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 1. Kantor Pusat Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional wajib menyampaikan Laporan dengan format sebagai berikut: Form 101, Form 201, Form 202, Form 203, Form 301, Form 302, Form 303, Form 304, Form 305, Form 306, Form 314, Form 315, Form 316, Form 317, Form 401, Form 402, Form 501, Form 601, Form 602, Form 603, Form 604, Form 605, Form 701, Form 702, Form 703, Form 704, Form 705, Form 706, Form 707, Form 801, Form 802, Form 803, Form 804, Form 805, Form 806, Form 807, Form 901, dan Form 902. 3. Ketentuan dalam butir III.B.2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 2. Kantor Pusat Bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah wajib menyampaikan Laporan dengan format sebagai berikut: Form 101, Form 201, Form 202, Form 203, Form 301, Form 302, Form 303, Form 304, Form 305, Form 306, Form 314, Form 315, Form 316, Form 317, Form 401, Form 402, Form 501, Form 601, Form 602, Form 603, Form 604, Form 605, Form 701, Form 702, Form 704, Form 707, Form 801, Form 802, Form 803, Form 804, Form 805, Form 806, Form 807, Form 901, dan Form 902. 4. Ketentuan dalam butir III.B.3 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 3. Kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional wajib menyampaikan ... 3 menyampaikan Laporan dengan format sebagai berikut: Form 101, Form 201, Form 202, Form 203, Form 301, Form 302, Form 303, Form 304, Form 305, Form 306, Form 314, Form 315, Form 316, Form 317, Form 401, Form 402, Form 501, Form 601, Form 602, Form 603, Form 604, Form 605, Form 701, Form 702, Form 703, Form 704, Form 705, Form 706, Form 707, Form 801, Form 802, Form 803, Form 804, Form 805, Form 806, Form 807, Form 901, dan Form 902. 5. Ketentuan dalam butir III.B.4 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 4. UUS wajib menyampaikan Laporan dengan format sebagai berikut: Form 301, Form 302, Form 303, Form 304, Form 305, Form 306, Form 314, Form 315, Form 316, Form 317, dan Form 902. 6. Ketentuan dalam butir III.C.2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 2. Bank Pelapor yang tidak menyelenggarakan kegiatan APMK dan Uang Elektronik tidak menyampaikan Form 301, Form 302, Form 303, Form 304, Form 305, Form 306, Form 314, Form 315, Form 316, dan Form 317. 7. Diantara butir III.C.2 dan III.C.3 ditambahkan 1 (satu) butir, yakni butir III.C.2a yang berbunyi sebagai berikut: 2a. Bank Pelapor yang belum memperoleh penegasan dari Bank Indonesia terhadap rencana penyelenggaraan kegiatan LKD, tidak menyampaikan Form 314, Form 315, Form 316, dan Form 317. 8. Ketentuan dalam butir IV.D.2.b diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: b. Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam huruf a ditandatangani oleh pejabat Bank Pelapor yang berwenang dan disampaikan kepada: 1) Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, bagi Bank Pelapor yang berkedudukan ... 4 berkedudukan di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; atau 2) Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350 dengan tembusan kepada Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat, bagi Bank Pelapor yang berkedudukan di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia. 9. Ketentuan dalam butir IV.D.2.c diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: c. Bank Pelapor yang tidak dapat menyampaikan Laporan, form header, dan/atau koreksi Laporan secara On-Line karena gangguan teknis sebagaimana dimaksud dalam huruf a wajib menyampaikan Laporan, form header, dan/atau koreksi Laporan secara Off-Line kepada Bank Indonesia dengan alamat: 1) Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, bagi Bank Pelapor yang berkedudukan di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia paling lambat pukul 10.00 WIB pada Hari Kerja berikutnya; atau 2) Kantor Perwakilan Bank Indonesia yang mewilayahi Bank Pelapor yang berkedudukan di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia paling lambat pukul 10.00 waktu setempat pada Hari Kerja berikutnya. Contoh: Pada tanggal 5 Februari 2015 Bank Pelapor X mengalami gangguan teknis sehingga tidak dapat menyampaikan Laporan, form header, dan/atau koreksi Laporan secara On-Line maka Bank Pelapor X wajib menyampaikan Laporan, form header, dan/atau koreksi Laporan secara Off-Line paling lambat tanggal 6 Februari 2015 pukul 10.00 waktu setempat. 10. Ketentuan ... 5 10. Ketentuan dalam butir IV.D.2.f diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: f. Bank Pelapor yang tidak dapat menyampaikan Laporan, form header, dan/atau koreksi Laporan karena keadaan memaksa (force majeure) wajib segera memberitahukan secara tertulis disertai penjelasan mengenai penyebab terjadinya keadaan memaksa (force majeure) yang ditandatangani oleh pejabat Bank Pelapor yang berwenang kepada Bank Indonesia dengan alamat: 1) Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, bagi Bank Pelapor yang berkedudukan di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; atau 2) Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350 dengan tembusan kepada Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat, bagi Bank Pelapor yang berkedudukan di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia. 11. Menambahkan Form 314 sampai dengan Form 317 dalam Lampiran 1 - Pedoman Penyusunan Laporan Kantor Pusat Bank Umum, yaitu pada: a. butir I.C – Jenis Laporan dan butir I.H – Waktu Penyampaian Laporan; b. butir II.III – Form 301 sampai dengan Form 306: Laporan Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu (APMK) dan Uang Elektronik; dan c. angka III – Penjelasan Pengisian Field atau Kolom, sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1 yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 12. Menambahkan Informasi Profil Penyelenggara Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu (APMK) dan Profil Penyelenggara Uang Elektronik dalam Lampiran 1 - Pedoman Penyusunan Laporan Kantor Pusat ... 6 Pusat Bank Umum pada angka III - Penjelasan Pengisian Field atau Kolom sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1. 13. Mengubah penjelasan Form 304 dalam Lampiran 1 dengan menambahkan kewajiban pelaporan oleh Penerbit Uang Elektronik sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1. 14. Menambahkan Form 314 sampai dengan Form 317 dalam Lampiran 2 - Petunjuk Teknis Aplikasi Laporan Kantor Pusat Bank Umum, yaitu pada: a. Bab 2 - Sistem Validasi; b. Bab 4 - Daftar Formulir LKPBU; dan c. Bab 5 - Spesifikasi Teknis, sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2 yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 15. Mengubah Lampiran 2a – Sandi Bank Pelapor dalam Lampiran 2 - Petunjuk Teknis Aplikasi Laporan Kantor Pusat Bank Umum, sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku untuk pelaporan data bulan Januari 2015 yang disampaikan pada bulan Februari 2015. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HENDY SULISTIOWATY KEPALA DEPARTEMEN STATISTIK
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 17/1/DSta|SE-BI/2015 </reg_id> <reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/31/DPNP tanggal 31 Oktober 2012 perihal Laporan Kantor Pusat Bank Umum </reg_title> <set_date> 26 Januari 2015 </set_date> <effective_date> pelaporan data bulan Januari 2015 yang disampaikan pada bulan Februari 2015 </effective_date> <changed_reg> '14/31/DPNP|SE-BI/2012' </changed_reg> <related_reg> '16/8/PBI/2014', '14/12/PBI/2012', '14/31/DPNP|SE-BI/2012', '11/12/PBI/2009' </related_reg>
No. 2/ 1 /DPM Jakarta, 21 Januari 2000 SURAT EDARAN Perihal: Tata Cara Pencatatan Kepemilikan dan Penyelesaian Transaksi Obligasi Pemerintah Sehubungan dengan ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/2/PBI/2000 tanggal 21 Januari 2000 tentang Penatausahaan dan Perdagangan Obligasi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3923), maka dipandang perlu untuk menetapkan petunjuk pelaksanaan mengenai tata cara pencatatan kepemilikan dan penyelesaian transaksi Obligasi Pemerintah. Petunjuk pelaksanaan ini mencakup pencatatan kepemilikan, pembayaran kupon dan pajak obligasi, pelunasan pokok obligasi, dan jadwal kliring serta setelmen. I. Tata Cara Pencatatan Kepemilikan 1. Pencatatan Kepemilikan dan Penyelesaian Transaksi a. Pencatatan kepemilikan obligasi dilakukan di dalam suatu sistem registry yang terintegrasi dalam BI-SKRIP. BI-SKRIP terdiri dari: 1). Central Registry yang dioperasikan oleh Bank Indonesia dengan menggunakan Book Entry Registry (BER). 2). Sub-Registry yang dioperasikan oleh bank atau bukan bank yang ditunjuk oleh Bank Indonesia. 3). Sistem….. 3). Sistem dan prosedur kliring serta setelmen yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia dan Sub-Registry. b. Pencatatan kepemilikan obligasi dalam sistem BER adalah seluruh jumlah obligasi yang dimiliki oleh pihak yang mempunyai rekening surat berharga di Central Registry pada Bank Indonesia. c. Catatan obligasi dalam BI-SKRIP sebagaimana dimaksud pada huruf a adalah pencatatan kepemilikan yang sah. d. Sebagai bukti pencatatan kepemilikan obligasi, Central Registry dan Sub-Registry pada akhir hari menerbitkan Konfirmasi Pencatatan Surat Berharga (KPS) kepada pemilik obligasi yang tercatat pada masing- masing registry untuk setiap perpindahan kepemilikan. e. Central Registry dan Sub-Registry secara bulanan menerbitkan KPS yang memuat saldo akhir bulan dari masing-masing seri obligasi yang dimiliki oleh nasabahnya, dan menyampaikan kepada nasabahnya selambat-lambatnya 2 (dua) hari kerja setelah akhir bulan dengan menggunakan formulir BER-102. 2. Tata Cara Pembukaan Rekening a. Bank, Sub-Registry, Market Maker dan pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia wajib membuka rekening Surat Berharga pada Central Registry. b. Bank sebagai Sub-Registry atau Market Maker serta bank yang bukan merupakan Sub-Registry atau Market Maker wajib membuka rekening dana registry di Central Registry, sedangkan bagi yang bukan bank wajib menunjuk bank dalam melakukan penyelesaian dana termasuk penerimaan kupon dan pelunasan pokok obligasi. c. Sub-Registry….. c. Sub-Registry wajib membuka rekening pada salah satu bank yang secara khusus disediakan untuk menampung penerimaan dan pembayaran kupon serta pokok obligasi. d. Permohonan pembukaan rekening sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b diajukan kepada Central Registry dengan alamat Direktorat Pengelolaan Moneter – Bank Indonesia u.p. Bagian Penyelesaian Transaksi Pasar Uang, Jl. MH. Thamrin No.2 Jakarta, dengan melampirkan: 1) surat kuasa kepada Central Registry untuk melakukan repo obligasi yang menjadi bagian dalam debit cap; 2) contoh stempel lembaga; 3) contoh tanda tangan pejabat yang diberi kuasa oleh lembaga yang bersangkutan maksimum 5 (lima) orang pejabat dengan menggunakan formulir terlampir BER-010 dan BER-020; II. Tata Cara Kliring Dan Setelmen 1. Central Registry melakukan penyelesaian (kliring dan setelmen) dan pemindahan hak kepemilikan untuk kegiatan sebagai berikut: a. Transaksi antar Sub-Registry untuk kepentingan nasabahnya. b. Transaksi antar Market Maker untuk kepentingan diri sendiri. c. Transaksi antar bank untuk kepentingan diri sendiri. d. Transaksi antara Market Maker dengan Sub-Registry. e. Transaksi yang dilakukan oleh pihak lain dengan persetujuan Bank Indonesia. 2. Central Registry….. 2. Central Registry dapat melakukan penyelesaian transaksi pada hari yang sama atau transaksi titipan yang diselesaikan pada tanggal valuta yang akan datang. 3. BI-SKRIP menyediakan fasilitas untuk pelaksanaan penyelesaian transaksi sebagai berikut : a. Perpindahan kepemilikan obligasi dan dana dengan prinsip Delivery Versus Payment (DVP). b. Perpindahan obligasi tanpa pergerakan dana atau Free of Payment (FoP); c. Transaksi repurchase agreement (repo) dengan reverse repo secara otomatis. d. Pengagunan obligasi. A. Tata Cara Penyelenggaraan Kliring Penyelenggaraan kliring dilakukan untuk transaksi berdasarkan Delivery Versus Payment (DVP), Free of Payment (FoP), Repo, dan Agunan. 1. Kliring transaksi berdasarkan prinsip DVP dilakukan sebagai berikut: a. Pihak penjual yang merupakan bank atau Market Maker menyerahkan Surat Permohonan Perpindahan Registrasi (SPPR-DVP) dengan menggunakan formulir BER-040 kepada Central Registry. b. Pihak penjual yang bukan bank atau bukan Market Maker menyerahkan SPPR-DVP dengan menggunakan formulir BER-040 kepada Sub-Registry. c. Sub-Registry selanjutnya melakukan validasi, yaitu pengecekan atas keabsahan tanda tangan dan stempel lembaga pada SPPR-DVP serta jumlah nominal obligasi yang dapat dijual. Setelah melakukan validasi….. validasi, Sub-Registry membubuhkan cap tanda validasi dan meneruskan SPPR-DVP dimaksud kepada Central Registry. d. Pihak pembeli yang merupakan bank menyerahkan Surat Perintah Penyelesaian Pembayaran (SPPP-DVP) dengan menggunakan formulir BER-050 kepada Central Registry. e. Pihak pembeli yang bukan bank menyerahkan SPPP-DVP dengan menggunakan formulir BER-050 kepada bank yang ditunjuk untuk melakukan pembayaran. f. Bank yang ditunjuk untuk melakukan pembayaran selanjutnya melakukan validasi, yaitu pengecekan atas keabsahan tanda tangan dan stempel lembaga pada SPPP-DVP serta kecukupan dana nasabahnya. Setelah melakukan validasi, bank yang bersangkutan membubuhkan cap tanda validasi dan meneruskan SPPP-DVP dimaksud kepada Central Registry. g. Central Registry melakukan pengecekan keabsahan SPPR-DVP dan SPPP-DVP. h. Central Registry melakukan pencocokan data (matching) yang berpedoman pada beberapa hal sebagai berikut: 1) nomor seri obligasi yang diperdagangkan; 2) jumlah nominal transaksi; 3) sandi bank dan nomor rekening penerima dana; 4) sandi Sub-Registry dan nomor rekening penerima Surat berharga; 5) jumlah dana yang dibayarkan; 6) tanggal valuta. i. Apabila dalam pencocokan data sebagaimana dimaksud pada huruf h tidak sesuai, maka transaksi dimaksud menjadi batal. j). Setelah….. j. Setelah pencocokan data selesai, maka dilakukan setelmen transaksi yang selanjutnya dijelaskan pada bagian II B; k. Setelah setelmen transaksi dilakukan, Central Registry membubuhkan cap tanda selesai (settled) pada: 1) tembusan SPPR-DVP dan menyampaikannya kepada Sub-Registry pihak pembeli; 2) tembusan SPPP-DVP dan menyampaikannya kepada bank pihak penjual. l. Sub-Registry pembeli, pada tanggal valuta, mengkredit rekening surat berharga nasabahnya berdasarkan tembusan SPPR-DVP yang telah dibubuhkan cap tanda selesai oleh Central Registry. m. Bank penjual, pada tanggal valuta, mengkredit rekening dana registry nasabahnya berdasarkan tembusan SPPP-DVP yang telah dibubuhkan cap tanda selesai oleh Central Registry. 2. Kliring transaksi berdasarkan prinsip FoP dilakukan sebagai berikut: a. Pihak penjual yang merupakan bank atau Market Maker menyerahkan Surat Permohonan Perpindahan Registrasi (SPPR-FoP) dengan menggunakan formulir BER-060 kepada Central Registry; b. Pihak penjual yang bukan bank atau bukan Market Maker menyerahkan SPPR-FoP dengan menggunakan formulir BER-060 kepada Sub-Registry. c. Sub-Registry pihak penjual selanjutnya melakukan validasi yaitu pengecekan atas keabsahan tanda tangan dan stempel lembaga pada SPPR-FoP serta jumlah nominal obligasi yang dapat dijual. SPPR- FoP yang telah dibubuhi cap tanda validasi disampaikan kepada Central Registry; d. Central Registry….. d. Central Registry melakukan setelmen transaksi setelah melakukan validasi atas SPPR-FoP. e. Apabila penyelesaian transaksi telah selesai, Central Registry membubuhkan cap tanda selesai pada tembusan SPPR-FoP dan menyampaikannya kepada Sub-Registry pihak pembeli. f. Sub-Registry pihak pembeli, pada tanggal valuta, mengkredit rekening surat berharga nasabahnya berdasarkan tembusan SPPR-FoP yang dibubuhkan cap tanda selesai oleh Central Registry. 3. Penyelesaian Transaksi Repo Pihak penjual dalam transaksi repo dengan reverse repo secara otomatis berdasarkan prinsip DVP adalah semua pemilik obligasi, sedangkan pihak pembeli terbatas pada bank dan Market Maker. Penyelesaian transaksi repo dengan reverse repo secara otomatis dilakukan sebagai berikut: a. Pihak penjual yang merupakan bank atau Market Maker menyerahkan SPPR-Repo dengan menggunakan formulir BER-070 kepada Central Registry, sedangkan penjual yang bukan bank atau bukan Market Maker menyerahkan SPPR-Repo kepada Sub-Registry. b. Bagi pihak penjual yang bukan bank, penyampaian SPPR-Repo dilampiri dengan surat kuasa dari bank yang ditunjuk oleh penjual (bank pihak penjual) untuk keperluan Central Registry mendebet rekening dana registry bank pihak penjual pada tanggal jatuh waktu repo; c. Sub-Registry selanjutnya melakukan validasi yaitu pengecekan atas keabsahan tanda tangan dan stempel lembaga pada SPPR-Repo serta jumlah nominal obligasi yang dapat dijual. SPPR-Repo yang telah dibubuhi….. dibubuhi cap tanda validasi, bersama surat kuasa sebagaimana dimaksud pada huruf b disampaikan kepada Central Registry; d. Pihak pembeli yang merupakan bank menyerahkan SPPP-Repo dengan menggunakan formulir BER-080 kepada Central Registry. e. Pihak pembeli bukan bank menyerahkan SPPP-Repo dengan menggunakan formulir BER-080 kepada bank yang ditunjuk untuk melakukan pembayaran f. Bank yang ditunjuk untuk melakukan pembayaran selanjutnya melakukan validasi yaitu pengecekan atas keabsahan tanda tangan dan stempel lembaga pada SPPP-Repo serta kecukupan dana nasabahnya. SPPP-Repo yang telah dibubuhi cap tanda validasi disampaikan kepada Central Registry. g. Central Registry melakukan pencocokan (matching) data yang terdapat pada SPPR-Repo dengan data yang terdapat pada SPPP-Repo, yaitu: 1) nomor seri obligasi yang direpokan; 2) jumlah nominal transaksi; 3) sandi bank dan nomor rekening penerima dana pada tanggal valuta repo; 4) sandi Sub-Registry dan nomor rekening penerima surat berharga pada tanggal valuta repo; 5) jumlah dana yang dibayarkan pada tanggal valuta repo 6) tanggal valuta repo; 7) sandi bank dan nomor rekening penerima dana pada tanggal valuta reverse repo; 8) sandi Sub-Registry dan nomor rekening penerima surat berharga pada tanggal valuta reverse repo; 9) jumlah….. 9) jumlah dana yang dibayarkan pada tanggal valuta reverse repo 10) tanggal valuta reverse repo. h. Apabila dalam pencocokan data sebagaimana dimaksud pada huruf g tidak sesuai maka setelmen dan pencatatan transaksi dimaksud dapat dibatalkan. i. Setelah pencocokan data selesai, maka dilakukan setelmen transaksi yang selanjutnya dijelaskan pada bagian II B. j. Setelah setelmen transaksi dilakukan, Central Registry membubuhkan cap tanda selesai (settled) pada tembusan SPPP-Repo dan menyampaikannya kepada bank pihak penjual. k. Berdasarkan tembusan SPPP-Repo, bank pihak penjual mengkredit rekening dana registry nasabahnya. l. Pada tanggal jatuh waktu transaksi repo, Central Registry secara otomatis memindahkan kembali kepemilikan obligasi dari pihak pembeli kepada penjual sesuai dengan perjanjian dalam transaksi repo. m. Central Registry mendebet rekening dana registry bank pihak penjual berdasarkan surat kuasa sebagaimana dimaksud pada huruf b dan mengkredit rekening dana registry bank pihak pembeli pada hari yang sama dan menyampaikan kembali tembusan SPPP-Repo kepada bank pihak pembeli dan bank pihak penjual. Dalam hal pihak pembeli adalah bukan bank dan bukan Market Maker, maka penyelesaian transaksi repo dan transaksi reverse repo dilakukan secara manual dengan mengacu pada tata cara kliring transaksi berdasarkan prinsip DVP sebagaimana dijelaskan pada II.A.1. 4. Pencatatan…. 4. Pencatatan Obligasi Sebagai Agunan a. Pemilik obligasi yang bukan bank dan bukan Market Maker yang mengagunkan obligasinya menyampaikan Permohonan Penerbitan Surat Keterangan Surat Berharga yang Diagunkan (PP-SKSD) kepada Sub- Registry dengan menggunakan formulir BER-100. b. Bank dan Market Maker yang mengagunkan obligasinya menyampaikan PP-SKSD kepada Central Registry dengan menggunakan formulir BER- 100. c. Atas dasar permohonan tersebut, Central Registry atau Sub-Registry melakukan validasi, yaitu pengecekan atas keabsahan tanda tangan dan stempel lembaga pada PP-SKSD, jangka waktu obligasi dan jangka waktu pengagunan serta kecukupan obligasi yang dimiliki untuk diagunkan. d. Apabila persyaratan sebagaimana pada huruf c di atas dapat dipenuhi, Central Registry atau Sub-Registry memblokir obligasi, yaitu memberi tanda bahwa obligasi dimaksud hak kepemilikannya tidak dapat dipindahkan. e. Central Registry atau Sub-Registry menerbitkan Surat Keterangan Surat Berharga yang Diagunkan (SKSD) kepada nasabahnya dengan menggunakan formulir BER-103. f. Tanggal jatuh waktu SKSD sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) hari kerja sebelum jatuh waktu obligasi. g. Sub-Registry wajib melaporkan SKSD yang diterbitkannya kepada Central Registry dengan menggunakan formulir BER-104. h. Pada saat periode SKSD berakhir, Central Registry atau Sub-Registry melepas pemblokiran obligasi secara otomatis. i. Central Registry atau Sub-Registry dapat melepaskan pemblokiran obligasi lebih awal dari jangka waktu SKSD setelah pihak yang mengagunkan menyampaikan…. menyampaikan surat permohonan pelepasan pemblokiran obligasi yang dilampiri dengan SKSD yang bersangkutan. j. Central Registry atau Sub-Registry, sebelum berakhirnya masa berlakunya SKSD, dapat memindahkan hak kepemilikan obligasi dari pemberi agunan kepada penerima agunan berdasarkan permohonan permintaan penerima agunan dengan disertai SKSD dan surat kuasa dari pemberi agunan. k. Dalam hal persyaratan permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf c di atas tidak dipenuhi, Central Registry atau Sub-Registry mengembalikan PP-SKSD yang telah dibubuhi cap penolakan disertai alasan penolakan kepada pemohon. B. Tata Cara Penyelenggaraan Setelmen Setelmen adalah proses pemindahbukuan surat berharga pada rekening surat berharga, dan pemindahbukuan dana pada rekening dana registry. Dalam hal transaksi dilakukan secara DVP atau repo, maka setelmennya harus terjadi pada rekening surat berharga dan rekening dana registry sebelum transaksi tersebut diselesaikan. Penyelenggaraan setelmen dilakukan sebagai berikut: 1. Surat Berharga a. Penyelesaian transaksi untuk surat berharga pada Central Registry atau Sub-Registry dilakukan dengan cara gross settlement. b. Pelaksanaan gross settlement pada Central Registry atau Sub-Registry dilakukan dengan terlebih dahulu membandingkan jumlah nominal obligasi yang dicatat pada rekening surat berharga penjual dengan jumlah nominal obligasi yang ditransaksikan. c. Dalam…. c. Dalam hal jumlah nominal obligasi yang dimiliki lebih besar atau sama dengan jumlah nominal transaksi, maka penyelesaian transaksi diproses lebih lanjut, dan sebaliknya apabila nilai transaksi lebih besar dari jumlah nominal obligasi yang dimiliki maka penyelesaiannya ditunda sampai dipenuhi jumlah nominal obligasi yang diperlukan pada akhir hari. d. Apabila sampai dengan akhir hari jumlah nominal obligasi yang diperlukan untuk menutup kekurangan sebagaimana dimaksud pada huruf c tidak dapat dipenuhi, maka penyelesaian transaksi dibatalkan dan diberitahukan kepada pihak yang melakukan transaksi. e. Central Registry atau Sub-Registry melakukan pengkreditan rekening obligasi milik pembeli dan pendebetan rekening obligasi milik penjual. f. Central Registry atau Sub-Registry menerbitkan Konfirmasi Pencatatan Surat Berharga (KPS) secara harian yang memuat saldo awal, mutasi dan saldo akhir rekening surat berharga dengan menggunakan formulir BER-101. g. Central Registry atau Sub-Registry menerbitkan pencatatan kepemilikan obligasi secara harian yang berisi informasi kepemilikan obligasi berdasarkan seri obligasi. 2. Rekening dana registry pada Central Registry a. Penyelesaian transaksi untuk rekening dana registry pada Central Registry dilakukan dengan netting settlement secara novasi dan substitusi. b. Pada awal hari, bank dapat menyampaikan permohonan pemblokiran rekening giro untuk kepentingan pengisian rekening dana registry kepada Direktorat Akunting dan Sistim Pembayaran (DASP) dengan tembusan kepada Central Registry. c. Tembusan…. c. Tembusan permohonan pemblokiran kepada Central Registry harus dibubuhi nomor konfirmasi pemblokiran. Selanjutnya, Central Registry mengisi rekening dana registry setelah memperoleh konfirmasi bahwa DASP telah melakukan pemblokiran. d. Pelaksanaan netting settlement dilakukan oleh Central Registry dengan membandingkan antara hasil saldo rekening dana registry setelah dikurangi nilai transaksi pembelian obligasi dengan nilai debit cap milik bank pihak pembeli yang tersedia. Dalam hal posisi rekening dana registry bersaldo kredit, atau posisi bersaldo debet tetapi tidak melebihi nilai debit cap, maka transaksi diselesaikan lebih lanjut. Sebaliknya apabila saldo debet melebihi debit cap maka penyelesaian transaksi ditunda. e. Tata cara pelaksanaan debit cap adalah sebagai berikut: 1). Besarnya debit cap ditetapkan sebesar saldo rekening dana registry ditambah dengan jumlah nominal obligasi yang dapat diperdagangkan setelah dikurangi dengan collateral margin dari obligasi dimaksud ditambah dengan agunan lain sebagaimana dimaksud pada angka 4 dan 5 di bawah yang dapat diterima oleh Central Registry. Collateral margin ditetapkan oleh Bank Indonesia berdasarkan fluktuasi harga pasar dalam suatu kurun waktu tertentu. 2). Central Registry menunda penyelesaian transaksi apabila transaksi yang diselesaikan tersebut mengakibatkan saldo debet pada rekening dana registry melampaui nilai debit cap. 3). Central Registry segera memberitahukan kepada bank mengenai penundaan dan meminta bank melakukan penambahan rekening dana registry atau penambahan nilai debit cap minimal sebesar nilai transaksi yang ditunda. 4). Jumlah…. 4). Jumlah debit cap dapat ditambah dengan agunan yang dapat diterima oleh Central Registry dengan cara menyampaikan Surat Permohonan debit cap dengan menggunakan formulir BER-13. 5). Penambahan jumlah debit cap juga dapat dilakukan dengan cara pemblokiran rekening giro bank pada Bank Indonesia melalui pengajuan permohonan yang disampaikan kepada DASP, Bank Indonesia dan hanya berlaku untuk hari yang bersangkutan. 6). Apabila sampai dengan akhir hari transaksi tidak dapat diselesaikan maka seluruh transaksi yang ditunda dibatalkan. f. Central Registry menerbitkan perintah pemindahbukuan kepada Bagian Akunting Rupiah yang memuat saldo netto rekening dana registry untuk dibukukan pada rekening giro bank di Bank Indonesia. g. Apabila saldo rekening giro bank di Bank Indonesia tidak mencukupi, Central Registry secara otomatis melakukan repo atas surat berharga dalam jumlah yang cukup untuk menutupi kekurangan saldo rekening giro tersebut. h. Nilai surat berharga yang direpokan adalah nilai nominal surat berharga dikurangi dengan collateral margin sebagaimana dimaksud dalam huruf e angka 1. i. Central Registry menerbitkan dan menyampaikan Konfirmasi Pencatatan Tunai (KPT) kepada bank dengan menggunakan formulir BER-106. 3. Kliring dan setelmen pada Sub-Registry a. Sistem kliring dan penyelesaian transaksi yang dilakukan oleh Sub- Registry harus mendapat persetujuan dari Bank Indonesia. b. Bank Indonesia melakukan pengawasan terhadap kegiatan kliring dan penyelesaian transaksi oleh Sub-Registry. C. Jadwal…. C. Jadwal Penyelesaian Transaksi Jadwal penyelesaian transaksi di Central Registry secara singkat adalah sebagai berikut: Kegiatan 1. Perdagangan obligasi 2. Penyerahan pertama 3. First cut off 4. Penyerahan kedua 5. Setelmen pada rekening giro bank 6. Setelmen transaksi Repo 7. End of day/ distribusi laporan dan warkat Waktu (WIB) 09.00 – 12.00 08.00 – 14.30 15.30 15.00 – 16.30 17.00 17.30 18.00 D. Pelaksanaan Penyelesaian Transaksi Obligasi Secara DVP 1. Pelaksanaan Transaksi Penjualan dan Pembelian Obligasi a. Pelaksanaan penyelesaian transaksi obligasi 1). Dari pukul 09.00 WIB sampai dengan pukul 12.00 WIB, SPPR- DVP (BER-040) yang telah ditandatangani oleh pejabat yang berwenang diajukan kepada Central Registry. 2). Central Registry melakukan penelitian atas formulir BER-040 mengenai hal-hal sebagai berikut: a). Obligasi yang diperdagangkan tidak sedang diagunkan kepada pihak ketiga. b). Obligasi yang diperdagangkan masih mempunyai sisa jangka waktu sekurang-kurangnya 5 (lima) hari. c). Pencocokan…. c). Pencocokan tanda tangan pejabat pada formulir BER-040 dengan contoh tanda tangan pejabat yang berwenang. 3). Apabila dalam penelitian data terdapat ketidaksesuaian, maka SPPR-DVP (BER-040) akan dikembalikan kepada pihak penjual. 4). Dari pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 14.30 WIB, Central Registry akan melakukan kegiatan sebagai berikut: a). Memasukan data penjual obligasi melalui sistem Book Entry Registry (BER). b). Sistem BER akan melakukan pencocokan data secara otomatis dengan data pembeli. c). Dalam hal kegiatan pencocokan data tertunda (pending) karena rekening surat berharga tidak mencukupi, maka Central Registry akan memberitahukan kekurangan obligasi tersebut kepada pihak penjual. b. Penyelesaian transaksi obligasi secara DVP untuk pihak pembeli 1). Dari pukul 09.00 WIB sampai dengan pukul 12.00 WIB, SPPP- DVP (BER-050) yang telah ditandatangani oleh pejabat yang berwenang diajukan kepada Central Registry. 2). Central Registry melakukan penelitian atas formulir BER-050 mengenai kecocokan tanda tangan pejabat yang menandatangani pada formulir BER-050 dengan contoh tanda tangan yang ada. 3). Apabila dalam penelitian data terdapat ketidaksesuaian, maka formulir pengajuan pembelian obligasi secara DVP akan dikembalikan kepada pihak penjual. 4). Dari pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 14.30 WIB, Central Registry akan melakukan kegiatan sebagai berikut: a). Memasukan…. a). Memasukan data pembeli obligasi melalui sistem Book Entry Registry (BER). b). Sistem BER akan melakukan pencocokan data secara otomatis dengan data penjual. c). Dalam hal kegiatan pencocokan data tertunda (pending) karena rekening dana registry tidak mencukupi, maka Central Registry akan memberitahukan kekurangan dana tersebut kepada pihak pembeli. 2. Penolakan dan Pembatalan Transaksi a. Atas formulir SPPR-DVP atau SPPP-DVP yang dikembalikan, pihak penjual maupun pihak pembeli dapat mengajukan kembali kepada Central Registry selambat-lambatnya pukul 16.30 WIB. b. Pada pukul 17.00 WIB, Sistem BER akan menolak transaksi penjualan atau pembelian obligasi akibat : 1). Ketidakcocokan antara data penjual dan data pembeli; maupun 2). Transaksi yang tidak settled akibat kekurangan dana pada rekening dana registry dipihak pembeli atau akibat kekurangan obligasi pada rekening surat berharga dipihak penjual. 3. Cash settlement melalui BIASA (Bank Indonesia Aplikasi Sistem Akunting) Penyelesaian transaksi untuk rekening dana registry (cash account) dilakukan pukul 17.00 WIB secara netting settlement melalui interface data dari sistem BER dengan BIASA untuk memastikan kesediaan dana pada rekening giro bank di Bank Indonesia. 4. Registrasi…. 4. Registrasi a. Atas hasil interface yang dilakukan, pada pukul 18.00 WIB, sistem BER akan melakukan registrasi seluruh transaksi yang settled dan menghapus semua data transaksi yang pending dan tidak settled. b. Atas hasil registrasi tersebut, selanjutnya dilakukan proses back up data. 5. Pencetakan dan Pendistribusian KPS Sistem BER akan mencetak KPS atas transaksi yang settled dan akan didistribusikan melalui pigeon hole yang berada di Central Registry untuk masing-masing peserta. E. Transaksi Obligasi Secara FoP 1. Tata Cara Penyelesaian Transaksi Penjualan dan Pembelian Obligasi a. Penyelesaian transaksi obligasi secara FoP untuk pihak penjual 1). Dari pukul 09.00 WIB sampai dengan pukul 12.00 WIB, SPPR- FoP (BER-060) yang telah ditandatangani oleh pejabat yang berwenang diajukan kepada Central Registry. 2). Central Registry melakukan penelitian atas formulir BER-060 mengenai hal-hal sebagai berikut: a) Obligasi yang diperdagangkan tidak sedang diagunkan kepada pihak ketiga; b) Obligasi yang diperdagangkan masih mempunyai sisa jangka waktu sekurang-kurangnya 5 (lima) hari; c) Pencocokan tanda tangan pejabat pada formulir BER-060 dengan contoh tanda tangan pejabat yang berwenang. 3). Apabila…. 3). Apabila dalam penelitan data terdapat ketidaksesuaian, maka formulir SPPR-FoP akan dikembalikan kepada pihak penjual. 4). Dari pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 14.30 WIB, Central Registry akan melakukan kegiatan sebagai berikut: a). Pencatatan dan pemindahbukuan obligasi dari penjual kepada pihak pembeli melalui sistem Book Entry Registry (BER). b). Dalam hal kegiatan pemindahbukuan obligasi tertunda (pending) karena rekening surat berharga tidak mencukupi, maka Central Registry akan memberitahukan kekurangan obligasi tersebut kepada pihak penjual. 2. Penolakan dan Pembatalan Transaksi a. Atas formulir SPPR-FoP yang dikembalikan, pihak penjual dapat mengajukan kembali kepada Central Registry selambat-lambatnya pukul 16.30 WIB. b. Pada pukul 17.00 WIB, Sistem BER menolak transaksi penjualan obligasi akibat : 1). Ketidakcocokan antara data penjual dan data pembeli; maupun 2). Transaksi yang tidak settled akibat kekurangan obligasi pada rekening surat berharga dipihak penjual. 3. Registrasi a. Pemindahbukuan dilakukan apabila rekening surat berharga dipihak penjual mencukupi dan Sistem BER akan melakukan registrasi dan menghapus semua data transaksi yang pending dan tidak settled. b. Atas hasil registrasi tersebut, selanjutnya dilakukan proses back up data. 4. Pencetakan…. 4. Pencetakan dan Pendistribusian KPS Sistem BER akan mencetak KPS atas transaksi yang settled dan akan didistribusikan melalui pigeon hole yang terdapat di Central Registry untuk masing-masing peserta. F. Transaksi Obligasi Secara Repo 1. Tata Cara Penyelesaian Transaksi Penjualan dan Pembelian Obligasi a. Penyelesaian transaksi obligasi secara repo dan reverse repo sebelum jatuh waktu berdasarkan prinsip DVP untuk pihak penjual. 1). Dari pukul 09.00 WIB sampai dengan pukul 12.00 WIB, SPPR- DVP (BER-040) yang telah ditandatangani oleh pejabat yang berwenang diajukan kepada Central Registry. 2). Central Registry melakukan penelitian atas formulir BER-040 mengenai hal-hal sebagai berikut: a). Jangka waktu obligasi yang direpokan maksimum 90 hari. b). Obligasi yang direpokan tidak sedang diagunkan kepada pihak ketiga; c). Pada saat obligasi yang direpokan akan jatuh waktu, obligasi yang bersangkutan masih mempunyai sisa jangka waku sekurang-kurangnya 5 (lima) hari; d). Pencocokan tanda tangan pejabat pada formulir BER-040 dengan contoh tanda tangan pejabat yang berwenang. 3). Apabila dalam penelitian data terdapat ketidaksesuaian, maka formulir pengajuan pembelian obligasi secara DVP akan dikembalikan kepada pihak penjual. 4). Dari…. 4). Dari pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 14.30 WIB, Central Registry akan melakukan kegiatan sebagai berikut: a). Memasukan data pembeli obligasi melalui sistem Book Entry Registry (BER). b). Sistem BER akan melakukan pencocokan data secara otomatis dengan data penjual. c). Dalam hal kegiatan pencocokan data tertunda (pending) karena rekening dana registry tidak mencukupi, maka Central Registry akan memberitahukan kekurangan dana tersebut kepada pihak pembeli. b. Penyelesaian transaksi obligasi secara Repo dan Reverse Repo sebelum jatuh waktu berdasarkan prinsip DVP untuk pihak pembeli 1). Dari pukul 09.00 WIB sampai dengan pukul 12.00 WIB, SPPP- DVP (BER-050) yang telah ditandatangani oleh pejabat yang berwenang diajukan kepada Central Registry. 2). Central Registry melakukan penelitian atas formulir BER-050 mengenai kecocokan tanda tangan pejabat yang menandatangani pada formulir BER-050 dengan contoh tanda tangan yang ada. 3). Apabila dalam penelitian data terdapat ketidaksesuaian, maka formulir pengajuan pembelian obligasi secara DVP akan dikembalikan kepada pihak penjual. 4). Dari pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 14.30 WIB, Central Registry akan melakukan kegiatan sebagai berikut: a). Memasukan data pembeli obligasi Melalui sistem Book Entry Registry (BER). b). Sistem BER akan melakukan pencocokan data secara otomatis dengan data penjual. c). Dalam…. c). Dalam hal kegiatan pencocokan data tertunda (pending) karena rekening dana registry tidak mencukupi, maka Central Registry akan memberitahukan kekurangan dana tersebut kepada pihak pembeli. 2. Penolakan dan Pembatalan Transaksi 1). Atas formulir pengajuan penjualan atau pembelian yang dikembalikan, pihak penjual maupun pihak pembeli dapat mengajukan kembali kepada Central Registry selambat-lambatnya pukul 16.30 WIB. 2). Pada pukul 17.00 WIB, Sistem BER akan menolak transaksi penjualan atau pembelian obligasi akibat : a). Ketidakcocokan data antara data penjual dan data pembeli; b). Transaksi yang tidak settled akibat kekurangan dana pada rekening dana registry dipihak pembeli atau akibat kekurangan obligasi pada rekening surat berharga dipihak penjual. 3. Cash settlement melalui BIASA (Bank Indonesia Sistem Akuntansi) Penyelesaian transaksi untuk rekening dana registry (cash account) selambat-lambatnya dilakukan pukul 17.00 secara netting settlement melalui interface data dari sistem BER dengan BIASA untuk memastikan kesediaan dana pada rekening giro bank di Bank Indonesia. 4. Registrasi 1). Atas hasil interface yang dilakukan, selambat-lambat pada pukul 18.00 WIB, sistem BER akan melakukan registrasi seluruh transaksi yang settled dan menghapus semua data transaksi yang pending dan tidak settled. 2). Atas…. 2). Atas hasil registrasi tersebut, selanjutnya dilakukan proses back up data. 5. Pencetakan dan Pendistribusian KPS Sistem BER akan mencetak KPS atas transaksi yang settled dan akan didistribusikan melalui pigeon hole untuk masing-masing peserta. G. Transaksi Obligasi Reverse Repo Secara Otomatis 1. Transaksi Reverse Repo Transaksi obligasi reverse repo akan secara otomatis dipindahbukukan sesuai dengan jangka waktu repo yang diperjanjikan. 2. Pencetakan dan Pendistribusian KPS Sistem BER akan mencetak KPS atas reverse repo yang telah dilakukan dan akan didistribusikan melalui pigeon hole yang berada pada Central Registry untuk masing-masing peserta. H. Transaksi Obligasi Sebagai Agunan 1. Tata Cara Penyelesaian Transaksi Obligasi Sebagai Agunan a. Penyelesaian transaksi obligasi sebagai agunan 1). Dari pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 14.30 WIB, PP-SKSD yang telah ditandatangani oleh pejabat yang berwenang diajukan kepada Central Registry. 2). Central Registry melakukan penelitian atas PP-SKSD mengenai hal- hal sebagai berikut: a). Obligasi yang diagunkan tidak melebihi dari ketentuan obligasi yang bisa diperdagangkan; b). Jangka waktu agunan tidak melebihi jatuh waktu obligasi; Apabila…. Apabila dalam penelitan data terdapat ketidaksesuaian, maka formulir pengajuan obligasi untuk diagunkan akan dikembalikan kepada pihak penjual. 3). Dari pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 14.30 WIB, Central Registry akan melakukan kegiatan sebagai berikut: a). Pencatatan blocking account obligasi pada rekening surat berharga dari pemberi agunan melalui sistem Book Entry Registry (BER); b). Dalam hal kegiatan blocking account obligasi tertunda (pending) karena rekening surat berharga tidak mencukupi atau melebihi dari ketentuan yang telah ditetapkan, maka Central Registry akan memberitahukan kekurangan obligasi tersebut kepada pihak pemberi agunan penjual. 2. Penolakan dan Pembatalan Transaksi a. Atas formulir pengajuan penjualan yang dikembalikan, pihak pemberi agunan dapat mengajukan kembali kepada Central Registry selambat- lambatnya pukul 16.30 WIB. b. Pada pukul 17.00 WIB, Sistem BER akan menolak transaksi obligasi yang diagunan akibat Transaksi yang tidak settled akibat kekurangan obligasi pada rekening surat berharga dipihak penjual. 3. Registrasi a. Pemindahbukuan dilakukan apabila rekening surat berharga dipihak pemberi obligasi mencukupi dan Sistem BER akan melakukan registrasi dan menghapus semua data transaksi yang pending. b. Atas hasil registrasi tersebut, selanjutnya dilakukan proses back up data. 4. Pencetakan….. 4. Pencetakan dan Pendistribusian KPS Sistem BER akan mencetak KPS atas transaksi obligasi yang diagunakan akan didistribusikan melalui pigeon hole untuk masing-masing peserta. III. Pembayaran Kupon dan Pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) Atas Kupon Obligasi Pemerintah A. Tata Cara Pembayaran kupon 1. Pembayaran kupon obligasi dilakukan oleh Bank Indonesia berdasarkan pencatatan posisi kepemilikan obligasi pada dua hari kerja sebelum tanggal jatuh waktu pembayaran kupon obligasi (T-2). 2. Central Registry dan Sub-Registry menyampaikan surat konfirmasi jatuh waktu kupon obligasi kepada pemilik obligasi yang tercatat pada masing-masing Registry pada akhir hari T-2 dengan menggunakan formulir BER-104. 3. Sub-Registry menyampaikan kepada Central Registry daftar konfirmasi rincian penerima kupon obligasi yang jatuh waktu milik nasabahnya berdasarkan posisi sebagaimana dimaksud pada butir (1) dengan menggunakan formulir BER-106 serta melampirkan hasil rekonsiliasi (perbedaan antara data dalam formulir BER-104 dari Central Registry dengan BER-106) dengan menggunakan formulir BER-107, selambat-lambatnya pada pukul 12.00 WIB satu hari kerja sebelum jatuh waktu pembayaran kupon. 4. Bank Indonesia selaku agen pembayar pada satu hari kerja tanggal jatuh waktu pembayaran kupon (T-1) menerbitkan advis pembayaran kupon dan menyampaikan kepada bank sebagai pemilik obligasi dan bank yang ditunjuk oleh Sub-Registry dan Market Maker….. Market Maker yang memberitahukan adanya pembayaran kupon dengan menggunakan formulir BER-105. 5. Sub-Registry wajib menyampaikan instruksi pembayaran kupon obligasi kepada bank untuk untung rekening nasabah Sub-Registry yang bersangkutan satu hari kerja sebelum jatuh waktu kupon (T-1). 6. Bank Indonesia selaku agen pembayar melakukan pembayaran kupon saat tanggal jatuh waktu (T-0) dengan mengkredit rekening giro bank sebagai pemilik obligasi pada Bank Indonesia dan mengkredit rekening giro bank yang ditunjuk oleh Sub-Registry dan Market Maker pada Bank Indonesia untuk untung Sub-Registry dan Market Maker yang bersangkutan. 7. Berdasarkan advis dalam formulir BER-105 dan instruksi pembayaran dari Sub-Registry, bank melakukan pembayaran kupon obligasi kepada nasabah Sub-Registry dengan tanggal valuta (T-0). B. Tata cara pemungutan PPh Bank yang ditunjuk oleh Sub-Registry atau Market Maker bukan bank untuk melakukan pembayaran kupon obligasi, wajib memungut PPh atas kupon obligasi sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. IV. Pelunasan Pokok Obligasi Pemerintah 1. Obligasi pemerintah dilunasi dengan nilai seratus persen dari jumlah pokok obligasi. 2. Pembayaran pelunasan pokok obligasi dan kupon yang terakhir dilakukan pada saat tanggal jatuh waktu obligasi. 3. Penyelesaian….. 3. Penyelesaian perdagangan obligasi yang akan jatuh waktu dilakukan selambat-lambatnya 5 hari kerja (T-5) sebelum pelunasan pokok obligasi. 4. Tata cara pelunasan pokok obligasi a. Pembayaran pokok obligasi dilakukan oleh Bank Indonesia berdasarkan pencatatan posisi kepemilikan obligasi pada dua hari kerja (T-2) sebelum tanggal jatuh waktu pokok obligasi. b. Central Registry dan Sub-Registry menyampaikan surat konfirmasi jatuh waktu pokok obligasi kepada pemilik obligasi yang tercatat pada masing-masing Registry pada akhir hari T-2 dengan menggunakan formulir BER-104. c. Sub-Registry menyampaikan kepada Central Registry daftar konfirmasi rincian penerima pokok obligasi yang jatuh waktu milik nasabahnya berdasarkan posisi sebagaimana dimaksud pada butir (1) dengan menggunakan formulir BER-106 serta melampirkan hasil rekonsiliasi (perbedaan antara data dalam formulir BER-104 dari Central Registry dengan BER-106) dengan menggunakan formulir BER-107, selambat-lambatnya pada pukul 12.00 WIB satu hari kerja sebelum jatuh waktu pembayaran pokok. d. Bank Indonesia selaku agen pembayar pada satu hari kerja tanggal jatuh waktu pembayaran kupon (T-1)menerbitkan advis pembayaran pokok dan menyampaikan kepada bank sebagai pemilik obligasi dan bank yang ditunjuk oleh Sub-Registry dan Market Maker yang memberitahukan adanya pembayaran pokok dengan menggunakan formulir BER-105. e. Sub-Registry wajib menyampaikan instruksi pembayaran pokok obligasi kepada bank untuk untung rekening nasabah Sub-Registry yang bersangkutan. f. Bank…. f. Bank Indonesia selaku agen pembayar melakukan pembayaran pokok saat tanggal jatuh waktu T-0 dengan mengkredit rekening giro bank sebagai pemilik obligasi pada Bank Indonesia dan mengkredit rekening giro bank yang ditunjuk oleh Sub-Registry dan Market Maker pada Bank Indonesia untuk untung Sub-Registry dan Market Maker yang bersangkutan. g. Berdasarkan advis dalam formulir BER-105 dan instruksi pembayaran dari Sub-Registry, bank melakukan pembayaran pokok obligasi kepada nasabah Sub-Registry dengan tanggal valuta (T-0). h. Sub-Registry yang memiliki obligasi atas nama nasabah wajib membayar pokok obligasi pada hari yang sama kepada nasabah obligasi yang tercatat pada Sub-Registry tersebut. V. Kondisi Diluar Tanggung Jawab Bank Indonesia Hal-hal diluar tanggung jawab Bank Indonesia sebagai Central Registry adalah sebagai berikut: a. instruksi pembelian atau penjual Obligasi dari anggota DIBERI tanpa ada wewenang dari pejabat yang berwenang dari masing-masing anggota BISKRIP; b. kesalahan karena penggunaan form SPPR/SPPP ataupun pengisian form SPPR/SPPP oleh anggota BI-SKRIP; c. kehilangan form SPPR/SPPP pada saat pengiriman; d. kekurangan pengiriman data akibat terputusnya jaringan komunikasi data; e. kesalahan akibat participant lain termasuk didalamnya akibat kekurangan dana untuk menutupi transaksi yang terjadi; f. kesalahan….. f. kesalahan pelaporan dari Bank Indonesia yang tidak dikonfirmasi oleh anggota BI-SKRIP setelah 1 (satu) hari pengiriman bukti Konfirmasi Pencatatan Surat Berharga. Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 21 Januari 2000 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA DJAKARIA DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER DPM BI-SKRIP Informasi Tentang Surat Berharga Nomor: Rekening Baru Perubahan Rekening Nama Rekening Surat Berharga No. Rekening Surat Berharga Nomor Telepon TIPE REKENING Rekening Penerbitan Surat Berharga Rekening Agunan Rekening Surat Berharga Rekening Sub Registry ALAMAT SURAT MENYURAT (harap melengkapi kedua kotak untuk perubahan alamat) Alamat Lama (atau alamat semula jika merupakan rkg baru) Alamat Baru INSTRUKSI PEMBAYARAN BUNGA Nama Bank Cabang Sandi Bank: Nama Rekening Nomor Rekening N.P.W.P PEJABAT BERWENANG (untuk konfirmasi transaksi lebih lanjut) Nama pejabat yang diberi kuasa Jabatan Nomor telepon TANDA TANGAN Tanda tangan Pemegang Rekening Stempel Perusahaan Tanggal: BER-010 BI-SKRIP Contoh Tandatangan/Verifikasi Stempel Perusahaan Nomor: Contoh tanda tangan pejabat yang berwenang Tambahan contoh tanda tangan pejabat yang berwenang Nama Rekening Surat Berharga Nomor Rekening Surat Berharga Daftar pejabat yang berwenang melakukan perintah atas Rekening Surat Berharga diatas: N a m a Jabatan Resmi Contoh Tanda Tangan Pejabat yang diberi kuasa untuk menandatangani : ……..orang, atas nama : (nama perusahaan) sesuai dengan stempel perusahaan sebagaimana dicontohkan dibawah (kosongkan bila tidak dibutuhkan) Stempel perusahaan BER-020 BI-SKRIP Surat Pemohonan Perpindahan Registrasi – DVP Nomor: Kepada : Saya/Kami: PENJUAL Rekening Surat Berharga atas nama : Nomor Rekening Surat Berharga Nomor Telepon Alamat Dengan ini memindahkan kepemilikan Surat Berharga kepada PEMBELI Nama rekening surat berharga Sandi Registry di Central Registry Nama registry Nomor Rekening Surat Berharga Seluruh kepemilikan saya/kami dan hak penerimaan pembayaran kupon atas surat berharga berikut : Seri Surat Berharga Tanggal Jatuh Waktu Nilai Nominal Rp Tgl Valuta Penyelesaian Transaksi Dengan syarat bahwa surat berharga tidak akan dipindahtangankan oleh pembeli kecuali pihak pembeli telah melunasi pembayaran sesuai dengan persyaratan tersebut di atas, sebagai berikut : Jumlah Pembayaran Rp Bank/ /Cabang Penerima Pembayaran Sandi Bank Rekening Pembayar PEJABAT YANG BERWENANG Tanda Tangan Pihak Penjual Stempel Perusahaan Meterai Tanggal: PENGESAHAN PEMINDAHAN Pengesahan Sub-Registry Penjual BER-040 Stempel Sub-Registry Penjual Stempel Central Registry BI-SKRIP Surat Perintah Penyelesaian Pembayaran – DVP Nomor : _________ Kepada : Saya/Kami : PIHAK PEMBAYAR Nama Pemegang Rekening Dana Dengan ini memindahkan kepada PIHAK PENERIMA DANA Nama Bank/Cabang Sandi Bank Nomor Rekening Jumlah (dalam huruf) Rp. Dengan syarat bahwa pembayaran tidak akan dilakukan kecuali surat berharga telah diserahkan ke rekening surat berharga Saya/Kami : Nama Registry Sandi Registry Nomor Rekening Surat Berharga Untuk surat berharga sebagai berikut : Seri Surat Berharga Tanggal Jatuh Waktu Nilai Nominal Tgl Valuta Penyelesaian Transaksi PEJABAT YANG BERWENANG Tanda Tangan Pembayar Stempel Perusahaan Nomor Rkg. Giro/Tabungan Rp Tanggal : PENGESAHAN PEMINDAHAN Pengesahan Bank Stempel Bank Stempel Central Registry BER-050 BI-SKRIP Surat Pemohonan Perpindahan Registrasi – Free of Payment Nomor : _________ Kepada : Saya/Kami : PENJUAL/PEMBERI HIBAH/WARISAN Rekening Surat Berharga Penjual/Pemberi Hibah/Warisan atas nama : Nomor Rekening Surat Berharga Nomor Telpon Alamat Dengan ini memindahkan kepada PEMBELI/PENERIMA HIBAH/WARISAN Rekening Surat Berharga Pembeli/Penerima Hibah/Warisan Sandi Registry di Central Registry Nama Registry Pembeli/Penerima Hibah/Warisan Nomor Rekening Surat Berharga Seluruh kepemilikan Saya/Kami atas, dan hak penerimaan pembayaran kupon atas surat berharga sebagai berikut : Seri Surat Berharga Tanggal Jatuh Waktu Nilai Nominal Rp Tgl Valuta Penyelesaian Transaksi PEJABAT YANG BERWENANG Tanda Tangan Penjual Stempel Perusahaan Tanggal : PENGESAHAN PEMINDAHAN Otorisasi Sub-Registry Stempel Sub-Registry Stempel Central Registry BER-060 BI-SKRIP Surat Pemohonan Perpindahan Registrasi – Repo Nomor : _________ Kepada : Saya/Kami : PENJUAL Rek. Surat Berharga Penjual atas nama : Nama Sub-Registry Alamat Dengan ini memindahkan kepada PEMBELI Rekening Surat Berharga Pembeli atas nama : Sandi Registry Nomor Rekening Seluruh kepemilikan Saya/Kami atas, dan hak penerimaan pembayaran kupon atas surat berharga sebagai berikut : Seri Surat Berharga Tanggal Jatuh Waktu Nilai Nominal Rp Tgl Valuta Penyelesaian Transaksi Dengan syarat bahwa pengalihan surat berharga tidak dapat dilakukan oleh pembeli kecuali Pihak Pembeli telah melunasi pembayaran (Prinsip DVP) sesuai dengan pemindahan surat berharga/obligasi di atas sebagai berikut : Jumlah Pembayaran Rp Bank/Cabang Penerima Pembayaran Sandi Bank Rkg Penerima Pembayaran Dan,, selanjutnya Saya/Kami mohon pembalikan transaksi ini atas dasar prinsip DVP dengan mendebet rekening bank Saya/Kami sesuai dengan bank garansi terlampir (hapus jika tidak tersedia) sebesar jumlah tersebut di bawah, dan mengkredit rekening surat berharga Saya/Kami sebesar jumlah nominal surat berharga/obligasi : Tanggal Transaksi Pembalikan Nominal Transaksasi Pembalikan Rp PEJABAT YANG BERWENANG Tanda Tangan Penjual Tanggal : PENGESAHAN PEMINDAHAN Pengesahan Sub-Registry Penjual Stempel Sub-Registry Penjual Stempel Central Registry Stempel Perusahaan Nama Registry Sandi Sub-Registry Nomor Surat Berharga Nomor Telepon BER-070 BI-SKRIP Surat Perintah Penyelesaian Pembayaran – Repo Nomor : _________ Kepada : Saya/Kami : PIHAK PEMBAYAR Nama Pemegang Rekening Dana Dengan ini memindahkan kepada PIHAK PENERIMA DANA Nama Bank/Cabang Sandi Bank Nomor Rekening Jumlah (dalam huruf) Rp. Dengan syarat bahwa pembayaran tidak akan dilakukan kecuali surat berharga telah dipindahkan ke rekening surat berharga Saya/Kami (Prinsip DVP) Nama Registry Sandi Registry Nomor Rekening Surat Berharga Atas surat berharga sebagai berikut : Seri Surat Berharga Tanggal Jatuh Waktu Nilai Nominal Tgl Valuta Penyelesaian Transaksi Dan,, selanjutnya Saya/Kami mohon pembalikan transaksi ini atas dasar prinsip DVP dengan mendebet rekening surat berharga Saya/Kami sebesar nominal surat berharga dan mengkredit rekening bank saya sebagai berikut : Tanggal Transaksi Pembalikan Nominal Transaksi Pembalikan Rp PEJABAT YANG BERWENANG Tanda Tangan Pembayar Stempel Perusahaan Meterai Nomor Rekening Giro/Tabungan Rp Tanggal : PENGESAHAN PEMINDAHAN Pengesahan Bank Stempel Bank Stempel Central Registry BER-080 BI-SKRIP PERMOHONAN PERUBAHAN SPPR/SPPP Nomor : _________ Kepada : Sehubungan dengan hal berikut : SPPR Nomor ________________ SPPP Nomor ________________ PEMOHON Nama Bank/Sub-Registry Sandi Bank/Sub-Registry Dengan ini mengajukan permohonan kepada Central Registry untuk mengubah SPPP/SPPR di atas sebagai berikut. (Semua kolom agar diisi sesuai dengan perubahan yang diinginkan; cantumkan tanda N/A pada kolom yang tidak ada perubahan) Materi Perubahan SPPR Sandi Sub-Registry Penjual No. Rkg. Surat Berharga Penjual Sandi Sub-Registry Pembeli No. Rkg. Surat Berharga Pembeli Nama Surat Berharga/Obligasi Tanggal Jatuh Waktu Nilai Nominal Surat Berharga/- Obligasi yang dipindahkan Tgl Valuta Penyelesaian Transaksi Jumlah Pembayaran Transaksi Bank Penerima/Sandi Bank No. Rekening Penerima SPPP Bank Pemindah Dana/Sandi Bank Bank Penerima Dana/Sandi Bank Sandi Bank Penerima Dana Jumlah Pembayaran Transaksi Sandi Registry Pembeli No. Rkg Surat Berh arga Pembeli Nama Surat Berharga/Obligasi Tanggal Jatuh Waktu Nilai Nominal Surat Berharga yang dipindahkan Tgl. Valuta Penyelesaian Transaksi PENGESAHAN PERUBAHAN Otorisasi Bank/Sub Registry Stempel Bank/Sub- Registry BER-090 Stempel Central Registry Data Sebelumnya Data Baru BI-SKRIP Pemohonan Penerbitan Surat Keterangan Surat Berharga yang Diagunkan (SKSD) Nomor _________ Kepada : Saya/Kami: PIHAK PEMBERI AGUNAN Nama Rekening Surat Berharga Nomor Rekening Surat Berharga Nomor Telepon Alamat Dengan ini mengajukan permohonan kepada Sub-Registry/Central Registry untuk menerbitkan Surat Keterangan Surat Berharga yang Diagunkan (SKSD), untuk diagunkan kepada pihak penerima agunan sebagai berikut: PIHAK PENERIMA AGUNAN Nama Alamat Dan untuk memblokir seluruh kepemilikan Saya/Kami atas surat berharga sebagai berikut : Seri Surat Berharga Tanggal Jatuh Waktu Nilai nominal yang akan diagunkan Rp Tanggal Jatuh Waktu SKSD Sejak tanggal penerbitan sampai dengan tanggal jatuh waktu SKSD. PEJABAT YANG BERWENANG Tanda tangan Pemberi Agunan Stempel Perusahaan Tanggal: BER-100 BER-101 Bank Indonesia1 [alamat dan nomor telepon ] 2 KONFIRMASI PENCATATAN SURAT BERHARGA (Harian) Kepada : (Nama dan alamat pemegang obligasi) Nomor Rekening : 3 . Mohon mengkutip nomor rekening ini pada seluruh transaksi, surat - menyurat dan apabila membutuhkan konfirmasi [Nama Rekening Surat Berharga] [Tipe Rekening4] Transaksi dibawah ini dilakukan atas rekening tersebut diatas pada [tanggal] Transaction Details Trans. Ref Series, coupon rate, maturity date Security Investment5 Series, coupon rate, maturity date Transfer [to/from] [Counterparty] Transfer [to/from] [Counterparty] Series, coupon rate, maturity date Security Redemption 7 6 [Issue #] [SPPR #] [SPPR #] [Red. #] Transaction Amount Opening Balance +Rpxx.xxx.xxx.xx Opening Balance ±Rpxx.xxx.xxx.xx ±Rpxx.xxx.xxx.xx Opening Balance -Rpxx.xxx.xxx.xx Balance Rp 0.00 Rp xx.xxx.xxx.xx Rp xx.xxx.xxx.xx Rp xx.xxx.xxx.xx Rp xx.xxx.xxx.xx Rp xx.xxx.xxx.xx Rp 0.00 1 2 3 4 Or name of Sub-Registry In the forms that follow, items in [square brackets] will be completed by the computer system Show Sandi Registry + Account Number 5 For primary market 6 For secondary market transaction 7 For primary market Insert “Free Account” or “Collateral Account” as appropriate BER-102 Bank Indonesia8 [alamat dan nomor telepon ] KONFIRMASI PENCATATAN SURAT BERHARGA (Bulanan) Kepada: [Nama dan alamat pemegang obligasi ] Mohon mengkutip nomor rekening ini pada semua transaksi, surat menyurat dan jika membutuhkan konfirmasi Nomor Rekening : 9 . [Nama Rekening Surat Berharga] [Tipe Rekening10] Saldo surat berharga di bawah ini dipegang oleh pemegang rekening tersebut di atas pada [tanggal] Rinsian Surat Berharga Saldo Seri, kupon, tanggal jatuh waktu Seri, kupon, tanggal jatuh waktu Seri, kupon, tanggal jatuh waktu Rp xx.xxx.xxx.xx Rp xx.xxx.xxx.xx Rp xx.xxx.xxx.xx 8 atau nama dari Sub-Registry 9 Show Sandi Registry + Account Number 10 Insert “Free Account” or “Collateral Account” as appropriate BER-103 Bank Indonesia11 [address and telephone number] SURAT KETERANGAN SURAT BERHARGA YANG DIAGUNKAN (SKSD) To: [Name and address of party receiving pledge] (the “Pledge Recipient”) [Name of Securities Account] Account Number : 12 . Please quote this account number on all transactions, correspondence and enquiries (the “Account Holder”) This letter certifies that the following financial security has been pledged by the Account Holder from [commencement date] up to and including [expiry date] (expiry date) in favour of the Pledge Recipient. If a claim should arise in connection with this pledge, then the claim must be lodged with the Registry prior to the expiry date. This letter shall expire on the expiry date. Securuty Details Series, coupon rate, maturity date Nominal Amount Rp xx.xxx.xxx.xx Registry Authorised Signatures Registry Stamp Notes: 1. This is a valuable document. It must be maintained securely. 2. In the event that the original copy of this letter is returned to the origin ating Registry prior to the expiry date by the Account Holder, the security shall be released to the Account Holder. 3. In the event that the original copy of this letter, with a duly executed power of attorney from the Account Holder, is presented to the originating registry prior to the expiry date by the Pledge Recipient, the pledge security shall be released, and all ownership rights shall be transferred to the Pledge Recipient. 4. The rights to coupon payments shall remain with the Account Holder during the validity period of this letter. 5. This document may not be assigned or traded. 11 Or name of Sub-Registry 12 Show Sandi Registry + Account Number BER-104 Bank Indonesia13 [address and telephone number] PAYMENT ADVICE To: [Name and address of account holder] Account Number : 14 . Please quote this account number on all t ransactions, correspondence and enquiries [Name of Securities Account] [Type of Account 15 ] [Type of Account] Payment(s) of coupon and/or principal shall be made on [date] by credit to the following bank account: Name of Bank Branch Name of Account Account Number [Name] [Branch] [Name of Account] [Account Number] Transaction Details Series, coupon rate, maturity date Coupon Payment Series, coupon rate, maturity date Coupon Payment Security Redemption Total Transaction Amount Rpxx.xxx.xxx.xx Rpxx.xxx.xxx.xx Rpxx.xxx.xxx.xx Rpxx.xxx.xxx.xx Sandi Bank: [Sandi Bank] 13 14 Show Sandi Registry + Account Number 15 Insert “Free Account” or “Collateral Account” as appropriate, and combine Free and Collateral accounts on a single statement. Or name of Sub-Registry BER-105 Bank Indonesia [address and telephone number] PAYMENT ADVICE Number: [BER-105 #] To: [Name and address of Bank] Payment(s) of coupon and/or principal of Financial Securities held in the Bank Indonesia Central Registry shall be made on [date] (value date) by credit from Bank Indonesia to your settlement account number [Rekening Giro number] at Bank Indonesia on behalf of the following parties: Transaction Details Name of Beneficary [Sandi Bank], [Account Number] Name of Beneficary [Sandi Bank], [Account Number] Name of Beneficary [Sandi Bank], [Account Number] Total – Reference Number [BER105#] Rpxx.xxx.xxx.xx Rpxx.xxx.xxx.xx Rpxx.xxx.xxx.xx Rpxx.xxx.xxx.xx Transaction Amount Bank Indonesia Authorised Signatures Bank Indonesia Stamp Notes: 1. The Bank is required to make funds available to the above parties on the value date on the basis of this advice. BER-106 Bank Indonesia [address and telephone number] KONFIRMASI PENCATATAN TUNAI To: [Name and address of Bank] Registry Cash Account Number : 16 . Please quote this account number on all transactions, correspondence and enquiries The following cash transactions were undertaken in respect of Securities Transactions at the Central Registry, Bank Indonesia, on the above account on [date] Transaction Details Opening Balance Coupon/Principal Payment Transfer to Rekening Giro [Number] Payment from [Sandi Bank] [Nomor Rekening] Receipt for [Sandi Bank] [Nomor Rekening] Transfer to/from Rekening Giro [Number] Closing Balance [Ref 105#] [Int 17 #] [SPPP #] [SPPP #] [Int #] +Rpxx.xxx.xxx.xx - Rpxx.xxx.xxx.xx - Rpxx.xxx.xxx.xx +Rpxx.xxx.xxx.xx ±Rpxx.xxx.xxx.xx Trans. Ref Transaction Amount Balance Rp 0.00 Rp xx.xxx.xxx.xx Rp 0.00 Rp xx.xxx.xxx.xx Rp xx.xxx.xxx.xx Rp 0.00 Rp0.00 16 Show Sandi Registry + Account Number 17 Interface Number BER-107 [Name of Sub-Registry] [address and telephone number] ACCOUNT RECONCILIATION ADVICE Account Balance reconciliation Coupon Payment Reconciliation Based on BI Statement of Account (BER-102) dated Rp___________ BI Coupon/Redemption Payment Advice (BER-104) dated: Rp___________ ________ with balance ________ with balance and the attached report from our records showing a balance of Rp_____________, resulting in a difference of Rp ________________, the following items account for the difference (if any): Date Reference Transaction Amount Total Rp Notes: Sub-Registry Authorised Signatures Sub-Registry Stamp Date: ___________________
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 2/1/DPM|SE-BI/2000 </reg_id> <reg_title> Tata Cara Pencatatan Kepemilikan dan Penyelesaian Transaksi Obligasi Pemerintah </reg_title> <set_date> 21 Januari 2000 </set_date> <effective_date> 21 Januari 2000 </effective_date> <related_reg> '2/2/PBI/2000' </related_reg>
No. 2/17/DPNP Jakarta, 28 Juli 2000 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal: Perubahan atas Marjin Suku Bunga Simpanan Pihak Ketiga Yang Dijamin Pemerintah Dalam rangka pelaksanaan kebijakan moneter khususnya kebijakan suku bunga dan berkaitan dengan pelaksanaan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 31/32/KEP/DIR tanggal 29 Mei 1998 tentang Penjaminan atas Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank, dan memperhatikan surat Badan Penyehatan Perbankan Nasional Nomor PROG-2345/BPPN/0700 tanggal 28 Juli 2000 perihal Penetapan Marjin Suku Bunga Simpanan Pihak Ketiga dan Maksimum Suku Bunga Pasar Uang Antar Bank Yang Dijamin oleh Pemerintah, dengan ini ditegaskan bahwa marjin suku bunga Simpanan Pihak Ketiga dalam Rupiah dan valuta asing yang dijamin Pemerintah diatur sebagai berikut: 1. Marjin suku bunga Simpanan Pihak Ketiga dalam Rupiah sebesar 200 (dua ratus) basis point. 2. Marjin suku bunga Simpanan Pihak Ketiga dalam valuta asing sebesar 100 (seratus) basis point. Dengan dikeluarkannya Surat Edaran ini maka angka 1 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 1/6/DPNP tanggal 17 Desember 1999 perihal Penetapan Marjin Suku Bunga Simpanan Pihak Ketiga dan Maksimum Suku Bunga Pasar Uang Antar Bank yang Dijamin Pemerintah dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku sejak tanggal 31 Juli 2000. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA DJOKO SARWONO Deputi Direktur DPNP.
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 2/17/DPNP|SE-BI/2000 </reg_id> <reg_title> Perubahan atas Marjin Suku Bunga Simpanan Pihak Ketiga Yang Dijamin Pemerintah </reg_title> <set_date> 28 Juli 2000 </set_date> <effective_date> 31 Juli 2000 </effective_date> <replaced_reg> '1/6/DPNP|SE-BI/1999 | angka 1' </replaced_reg> <related_reg> 'PROG-2345/BPPN/0700|SRT-BPPN/2000', '31/32/KEP/DIR|SKDIR-BI/1998' </related_reg>
No. 15/28/DPNP Jakarta, 31 Juli 2013 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal: Penilaian Kualitas Aset Bank Umum Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/15/PBI/2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 202, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5354), perlu diatur ketentuan pelaksanaan mengenai penilaian kualitas aset bank umum dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. UMUM A. Dengan meningkatnya kompleksitas usaha dan profil risiko serta dalam rangka mengantisipasi pengaruh perekonomian global, Bank perlu meningkatkan kemampuan dan efektivitas dalam mengelola risiko Kredit, meminimalkan potensi kerugian dari penyediaan dana, dan mensyaratkan peringkat yang lebih tinggi terhadap prime bank penerbit standby letter of credit (SBLC) yang diperlakukan sebagai agunan tunai. B. Dalam rangka mengelola risiko Kredit, Bank menetapkan kualitas Kredit yang merupakan hasil penilaian atas faktor yang berpengaruh terhadap kondisi dan kinerja debitur yang terdiri dari prospek usaha, kinerja (performance) debitur, dan kemampuan membayar debitur. C. Selanjutnya … C. Selanjutnya, untuk meminimalkan potensi kerugian dari penyediaan dana, Bank dapat melakukan Restrukturisasi Kredit terhadap debitur yang masih memiliki prospek usaha dan kemampuan membayar dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian dan standar akuntansi keuangan yang berlaku. D. Dalam rangka penerapan prinsip kehati-hatian, pemenuhan kewajiban pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga yang dilakukan debitur mempengaruhi secara bertahap perbaikan kualitas Kredit atas Kredit yang direstrukturisasi. E. Bank harus menyajikan laporan keuangan yang akurat, komprehensif, dan mencerminkan kinerja Bank secara utuh sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku, khususnya dalam pembentukan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai. Selain memenuhi Standar Akuntasi Keuangan, Bank harus tetap menghitung Penyisihan Penghapusan Aset yang akan mempengaruhi rasio permodalan Bank. II. KUALITAS KREDIT A. Kualitas Kredit ditetapkan berdasarkan analisis terhadap 3 (tiga) faktor penilaian yaitu prospek usaha, kinerja (performance) debitur, dan kemampuan membayar. B. Penetapan kualitas Kredit dilakukan dengan mempertimbangkan signifikansi dan materialitas dari ketiga faktor penilaian dan masing- masing komponennya, serta relevansinya terhadap karakteristik debitur yang bersangkutan. Kriteria masing-masing komponen dalam penetapan kualitas kredit adalah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I. C. Kualitas Kredit ditetapkan dalam 5 (lima) kategori penilaian, yaitu Lancar, Dalam Perhatian Khusus, Kurang Lancar, Diragukan, atau Macet. D. Salah satu komponen dalam faktor penilaian prospek usaha sebagaimana dimaksud dalam huruf A adalah upaya yang dilakukan debitur … debitur berskala besar dan/atau berisiko tinggi dalam rangka menjaga kelestarian lingkungan hidup, yang dibuktikan dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Hal ini sejalan dengan Penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1998, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Ijin Lingkungan. Hasil AMDAL diperlukan oleh Bank untuk memastikan bahwa proyek yang dibiayai telah menjaga kelestarian lingkungan hidup. Dalam rangka penyaluran dana, Bank harus memperhatikan jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan AMDAL sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun 2012 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki AMDAL. Sementara dalam melakukan penilaian kualitas Kredit, khususnya prospek usaha debitur, Bank harus tetap memperhatikan hasil penilaian Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER) yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup. E. Dalam penerapan penetapan kualitas yang sama, apabila terdapat perbedaan penetapan kualitas Aset Produktif yang disebabkan oleh faktor penilaian tambahan berupa risiko negara (country risk) Republik Indonesia, Bank harus menyampaikan informasi dan penjelasan tertulis dengan menggunakan format sebagaimana dalam Lampiran II kepada Bank Indonesia dengan alamat: 1. Departemen Pengawasan Bank terkait, Jalan M.H. Thamrin Nomor 2, Jakarta 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia; atau 2. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia. III. KUALITAS … III. KUALITAS SURAT BERHARGA Untuk surat berharga yang berdasarkan karakteristiknya tidak aktif diperdagangkan di bursa efek dan tidak memiliki peringkat, penilaian kualitas didasarkan atas ketentuan kualitas Penempatan apabila pihak yang melunasi adalah Bank lain di Indonesia, atau didasarkan atas ketentuan kualitas Kredit apabila pihak yang melunasi adalah bukan Bank di Indonesia. Dalam hal Surat Berharga memiliki lebih dari satu peringkat yang diperoleh dari lembaga pemeringkat yang berbeda maka yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. memiliki 2 (dua) peringkat yang berbeda maka Bank wajib menggunakan peringkat yang terendah, 2. memiliki 3 (tiga) peringkat atau lebih yang berbeda maka Bank wajib menggunakan peringkat tertinggi kedua. Contoh: Surat Berharga memiliki peringkat AA, A+, BBB+, maka dalam menilai kualitas Surat Berharga tersebut, peringkat yang digunakan adalah peringkat tertinggi kedua yaitu A+. Surat berharga berupa SBI dan SUN, dan/atau penanaman dana lain pada Bank Indonesia maupun Pemerintah ditetapkan memiliki kualitas Lancar. Yang dimaksud dengan Pemerintah adalah Pemerintah Pusat. IV. TRANSAKSI REKENING ADMINISTRATIF Penilaian kualitas Transaksi Rekening Administratif (TRA) dilakukan terhadap seluruh fasilitas TRA, baik yang berasal dari perjanjian yang bersifat committed maupun uncommitted. Perjanjian Kredit yang memuat klausul yang menyatakan bahwa Bank dapat membatalkan atau tidak memenuhi fasilitas Kredit apabila kondisi atau alasan tertentu yang diperjanjikan terpenuhi, dapat dianggap sebagai Kredit yang bersifat uncommitted sejak terpenuhinya kondisi atau alasan tertentu yang diperjanjikan, misalnya karena adanya penurunan kualitas Kredit debitur maka fasilitas kredit digolongkan sebagai fasilitas uncommitted sejak terjadinya penurunan kualitas kredit. Terhadap… Terhadap TRA perlu dihitung cadangan umum dan cadangan khusus. Namun untuk TRA yang berupa fasilitas Kredit yang belum ditarik tidak perlu dihitung cadangan umum. V. AGUNAN TUNAI Prime bank penerbit SBLC yang diakui sebagai agunan tunai wajib memenuhi persyaratan memiliki peringkat investasi atas penilaian terhadap prospek usaha jangka panjang (long term outlook) Bank yang diberikan oleh lembaga pemeringkat, paling kurang: 1. AA- berdasarkan penilaian Standard & Poors; 2. Aa3 berdasarkan penilaian Moody’s; 3. AA- berdasarkan penilaian Fitch; atau 4. Peringkat setara dengan angka 1, angka 2, dan/atau angka 3, berdasarkan penilaian lembaga pemeringkat terkemuka lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Dalam hal prime bank penerbit SBLC memiliki lebih dari satu peringkat yang diperoleh dari lembaga pemeringkat yang berbeda maka yang digunakan adalah peringkat yang terendah. VI. PENYEDIAAN DANA DI DAERAH TERTENTU A. Untuk meningkatkan fungsi intermediasi dan mendorong pertumbuhan perekonomian di daerah tertentu yang menurut penilaian Bank Indonesia memerlukan penanganan khusus, Bank diberikan perlakuan khusus selama jangka waktu tertentu dalam melakukan penilaian kualitas penyediaan dana kepada debitur dengan lokasi kegiatan usaha berada di daerah tertentu dimaksud. Perlakuan khusus tersebut diberikan dalam melakukan penilaian kualitas, yakni hanya didasarkan atas faktor ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga. B. Penyediaan dana yang diberikan perlakuan khusus tersebut adalah Kredit dan penyediaan dana lain (berupa penerbitan jaminan atau pembukaan letter of credit) Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) untuk investasi dan/atau modal kerja. C. Penetapan… sampai dengan jumlah C. Penetapan daerah tertentu dan jangka waktu tertentu sebagaimana dimaksud dalam huruf A, ditetapkan dalam Surat Keputusan Gubernur Bank Indonesia. VII. PROPERTI TERBENGKALAI Properti terbengkalai (abandoned property) adalah aset tetap dalam bentuk properti yang dimiliki Bank tetapi tidak digunakan untuk kegiatan usaha Bank yang lazim. Termasuk dalam kegiatan usaha Bank yang lazim adalah properti yang digunakan sebagai penunjang kegiatan usaha Bank dan dimiliki dalam jumlah yang wajar, seperti rumah dinas, properti yang digunakan untuk sarana pendidikan, dan properti lain yang telah ditetapkan untuk digunakan dalam kegiatan usaha dalam waktu dekat. VIII. PENYISIHAN PENGHAPUSAN ASET DAN CADANGAN KERUGIAN PENURUNAN NILAI Sejak berlakunya Standar Akuntansi Keuangan yang mengatur mengenai pembentukan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) dalam rangka pencadangan kerugian aset, Bank diwajibkan membentuk CKPN sebagai pengganti Penyisihan Penghapusan Aset (PPA) dalam laporan keuangan Bank. Namun demikian, dalam rangka memenuhi prinsip kehati-hatian perbankan, Bank Indonesia tetap mewajibkan Bank untuk menghitung PPA, walaupun hasil perhitungan PPA tersebut tidak dicatat dalam laporan keuangan Bank. PPA tersebut akan mempengaruhi perhitungan modal dalam perhitungan rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) dengan cara sebagai berikut: 1. PPA atas Aset Produktif a. Dalam hal hasil perhitungan PPA wajib atas Aset Produktif lebih besar dari CKPN yang dibentuk, Bank memperhitungkan selisih perhitungan PPA dengan CKPN menjadi pengurang modal dalam perhitungan rasio KPMM. b. Dalam… b. Dalam hal hasil perhitungan PPA wajib atas Aset Produktif sama dengan atau lebih kecil dari CKPN yang dibentuk, Bank tidak dapat memperhitungkan selisih perhitungan PPA dengan CKPN dalam perhitungan rasio KPMM. Contoh PPA atas Aset Produktif: Modal Bank sebesar Rp100.000.000.000,00 (seratus milyar rupiah) dan hasil perhitungan PPA wajib atas Kredit sebesar Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) maka pengaruh perhitungan PPA terhadap modal adalah sebagai berikut: Tabel 1 Rp. juta Hasil Skenario 1 2 3 perhitungan PPA 10.000 10.000 10.000 CKPN yang dibentuk 10.000 8.000 (2.000) 0 11.000 1.000 Selisih Pengaruh terhadap perhitungan rasio KPMM (2.000) 0 0 Modal setelah dipengaruhi perhitungan PPA 98.000 100.000 100.000 2. PPA atas Aset Non Produktif Untuk Aset Non Produktif, Bank memperhitungkan seluruh hasil perhitungan PPA sebagai pengurang dalam perhitungan rasio KPMM. Contoh PPA atas Aset Non Produktif: Modal Bank sebesar Rp100.000.000.000,00 (seratus milyar rupiah) dan Bank memiliki AYDA selama 4 (empat) tahun, sehingga kualitas AYDA tersebut Diragukan. Oleh karena itu, PPA yang dihitung atas AYDA tersebut sebesar 50% (lima puluh persen) dari nilai AYDA setelah dikurangi kerugian penurunan nilai. Dengan demikian pengaruh perhitungan PPA terhadap perhitungan rasio KPMM adalah sebagai berikut: Tabel 2 … Tabel 2 Rp. juta Ske- nario Nilai AYDA Penuru- nan nilai atas AYDA Nilai AYDA setelah penuru- nan nilai 1 2 1.000 1.000 0 200 PPA Non Produktif yang wajib dihitung Pengaruh terhadap perhitu- ngan rasio KPMM 1.000 50% x 1.000 = 500 800 50% x 800 = 400 500 400 Modal setelah dipenga- ruhi perhitu- ngan PPA Non Produktif 99.500 99.600 IX. RESTRUKTURISASI KREDIT Dalam rangka meminimalkan potensi kerugian akibat debitur bermasalah, Bank dapat melakukan Restrukturisasi Kredit atas debitur yang mengalami kesulitan pembayaran pokok dan/atau bunga sepanjang debitur yang bersangkutan masih memiliki prospek usaha yang baik dan dinilai mampu memenuhi kewajiban setelah Kredit direstrukturisasi. Restrukturisasi Kredit dimaksud dilaksanakan sesuai dengan prinsip kehati-hatian dan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku. Dalam rangka menerapkan prinsip kehati-hatian, Bank harus memiliki pedoman Restrukturisasi Kredit yang memuat prosedur dan tata cara dalam melaksanakan Restrukturisasi Kredit yang paling kurang memuat hal-hal sebagai berikut: 1. Analisis dan Dokumentasi Dalam melakukan analisis terhadap Kredit yang akan direstrukturisasi, Bank paling kurang memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. Evaluasi terhadap permasalahan debitur, yang meliputi: 1) evaluasi terhadap penyebab terjadinya tunggakan pokok dan/atau bunga yang didasarkan atas laporan keuangan, arus kas… kas (cash flow), proyeksi keuangan, kondisi pasar, dan faktor lain yang berkaitan dengan usaha debitur; 2) perkiraan pengembalian seluruh pokok dan/atau bunga berdasarkan perjanjian Kredit sebelum dan setelah Restrukturisasi Kredit. Perkiraan tersebut hendaknya didasarkan pada rasio keuangan, termasuk proyeksi rasio keuangan, yang mencerminkan kondisi keuangan dan kemampuan debitur untuk membayar kembali pinjamannya; dan 3) evaluasi terhadap kinerja manajemen debitur untuk menentukan diperlukannya restrukturisasi organisasi perusahaan debitur, antara lain dapat dilakukan dengan cara penggantian pemegang saham, direksi, dan perubahan manajerial lainnya. Apabila diperlukan, Bank dapat menggunakan bantuan tenaga ahli eksternal untuk melakukan restrukturisasi organisasi tersebut. b. Pendekatan dan asumsi yang digunakan dalam perhitungan proyeksi arus kas (projected cash flows) dan nilai tunai (present value) dari angsuran pokok dan/atau bunga yang akan diterima. c. Analisis, kesimpulan, dan rekomendasi dalam melakukan penyesuaian persyaratan Kredit seperti penurunan suku bunga, pengurangan tunggakan pokok dan/atau bunga, perubahan jangka waktu, dan/atau penambahan fasilitas. Penyesuaian tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan siklus usaha dan kemampuan membayar debitur sehingga debitur dapat memenuhi kewajiban pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga hingga jatuh tempo. d. Apabila Restrukturisasi Kredit dilakukan dengan cara pemberian tambahan Kredit, tujuan dan penggunaan tambahan Kredit tersebut harus jelas. Tambahan Kredit tidak diperkenankan untuk melunasi tunggakan pokok dan/atau bunga. Dalam hal Restrukturisasi Kredit mengakibatkan kewajiban debitur menjadi lebih besar, maka Bank dapat mensyaratkan adanya agunan baru. e. Penyesuaian … e. Penyesuaian atas jadwal pembayaran kembali telah mencerminkan kemampuan membayar debitur. f. Rincian yang terkait dengan transparansi persyaratan Kredit termasuk kesepakatan keuangan dalam perjanjian Kredit, seperti rencana rekapitalisasi perusahaan debitur atau adanya klausul bahwa Bank dapat meningkatkan suku bunga sejalan dengan kemampuan membayar debitur. g. Persyaratan bahwa perjanjian Kredit dan dokumen lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan Restrukturisasi Kredit harus mempunyai kekuatan hukum. h. Kelengkapan dokumen yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan Restrukturisasi Kredit. 2. Prosedur Pemantauan Bank harus memiliki prosedur tertulis untuk memantau kredit yang telah direstrukturisasi guna memastikan kesanggupan debitur untuk melakukan pembayaran sesuai persyaratan dalam perjanjian Kredit baru. Beberapa langkah yang harus dilakukan Bank dalam rangka pemantauan pelaksanaan Restrukturisasi Kredit antara lain: a. meminta debitur untuk menyampaikan laporan keuangan yang dilengkapi dengan rasio keuangan pokok, perkembangan usaha, pelaksanaan rencana tindak (action plan), yang diperlukan Bank dalam rangka memantau kondisi usaha dan keuangan debitur secara terus menerus. Debitur juga melaporkan dampak dari berbagai tindakan yang ditempuh sebagai bagian dari Restrukturisasi Kredit, seperti rekapitalisasi perusahaan debitur dan kebijakan untuk tidak membagikan dividen; b. mengevaluasi kredit yang telah direstrukturisasi setiap triwulan, termasuk apabila terdapat perbedaan yang signifikan antara proyeksi dan realisasi, terutama dari angsuran pokok dan bunga, jangka waktu, arus kas, tingkat bunga, dan/atau nilai taksasi agunan; dan c. menyusun … c. menyusun langkah yang akan diambil jika debitur ternyata kembali mengalami kesulitan membayar setelah Restrukturisasi Kredit. Penetapan kualitas Kredit yang direstrukturisasi adalah sebagai berikut: 1. paling tinggi sama dengan kualitas Kredit sebelum dilakukan Restrukturisasi Kredit, sepanjang debitur belum memenuhi kewajiban pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga secara berturut-turut selama 3 (tiga) kali periode sesuai waktu yang diperjanjikan; 2. dapat meningkat paling tinggi 1 (satu) tingkat dari kualitas Kredit sebelum dilakukan Restrukturisasi Kredit, apabila debitur telah memenuhi kewajiban pembayaran sebagaimana dimaksud dalam angka 1; dan 3. kualitas Kredit ditetapkan berdasarkan faktor penilaian prospek usaha, kinerja debitur, dan kemampuan membayar: a. setelah penetapan kualitas Kredit sebagaimana dimaksud dalam angka 2; atau b. dalam hal debitur tidak memenuhi syarat-syarat dan/atau kewajiban pembayaran dalam perjanjian Restrukturisasi Kredit, baik selama maupun setelah 3 (tiga) kali periode kewajiban pembayaran sesuai waktu yang diperjanjikan. Contoh 1: Pada bulan Desember 2012, Bank melakukan Restrukturisasi Kredit terhadap fasilitas Kredit debitur A dengan kualitas Kredit digolongkan Macet. Dalam perjanjian Restrukturisasi Kredit dinyatakan bahwa debitur A harus membayar angsuran pokok dan/atau bunga secara bulanan mulai tanggal 10 Januari 2013. Selanjutnya debitur A dalam 3 (tiga) kali periode pembayaran berturut-turut (10 Januari 2013, 10 Februari 2013, dan 10 Maret 2013) dapat memenuhi kewajiban pembayaran sesuai waktu perjanjian Restrukturisasi Kredit. Dengan … Dengan demikian kualitas Kredit debitur A sejak bulan Januari 2013 ditetapkan sebagai berikut: Tabel 3 Pemenuhan Perjanjian Periode Pembayaran Persyaratan lain Jan 2013 memenuhi memenuhi Feb 2013 memenuhi memenuhi Mar 2013 memenuhi memenuhi Kualitas Kredit pada akhir bulan penilaian Macet Macet Dapat naik satu tingkat paling tinggi menjadi Diragukan April 2013 dan seterusnya memenuhi memenuhi Berdasarkan faktor penilaian prospek usaha, kinerja debitur, dan kemampuan membayar Contoh 2: Pada bulan Desember 2012, Bank melakukan Restrukturisasi Kredit terhadap fasilitas Kredit debitur B dengan kualitas Kredit digolongkan Diragukan. Dalam perjanjian Restrukturisasi Kredit dinyatakan bahwa debitur B harus membayar angsuran pokok dan/atau bunga secara bulanan mulai tanggal 10 Januari 2013. Selanjutnya pada periode pembayaran ketiga (10 Maret 2013), debitur B tidak dapat memenuhi kewajiban pembayaran pada waktunya. Dengan demikian kualitas Kredit debitur B sejak bulan Januari 2013 ditetapkan sebagai berikut: Tabel 4… Tabel 4 Pemenuhan Perjanjian Periode Jan 2013 Feb 2013 Mar 2013 Pembayaran Persyaratan lain memenuhi memenuhi memenuhi memenuhi tidak memenuhi memenuhi Kualitas Kredit pada akhir bulan penilaian Diragukan Diragukan Berdasarkan faktor penilaian prospek usaha, kinerja debitur, dan kemampuan membayar, paling tinggi Diragukan April 2013 memenuhi memenuhi paling tinggi Diragukan (sama dengan kualitas Kredit sebelum restrukturisasi) Mei 2013 memenuhi memenuhi paling tinggi Diragukan (sama dengan kualitas Kredit sebelum restrukturisasi) Juni 2013 memenuhi memenuhi Dapat naik satu tingkat paling tinggi menjadi Kurang Lancar Juli 2013 dan seterus nya memenuhi memenuhi Berdasarkan faktor penilaian prospek usaha, kinerja debitur, dan kemampuan membayar Contoh 3: Pada bulan Desember 2012, Bank melakukan Restrukturisasi Kredit terhadap fasilitas Kredit debitur C dengan kualitas Kredit digolongkan Diragukan. Dalam … Dalam perjanjian Restrukturisasi Kredit dinyatakan bahwa debitur C harus membayar angsuran pokok dan/atau bunga secara bulanan mulai tanggal 10 Januari 2013, selain itu debitur juga diminta mengganti salah satu pengurus selambat-lambatnya 31 Desember 2012. Debitur C selalu dapat memenuhi kewajiban pembayaran pada waktunya. Namun penggantian pengurus dimaksud baru dilakukan pada bulan Maret 2013, sehingga sebelum penggantian pengurus tersebut, debitur C dianggap tidak memenuhi persyaratan yang telah diperjanjikan. Dengan demikian kualitas Kredit debitur C sejak bulan Januari 2013 ditetapkan sebagai berikut: Tabel 5 Pemenuhan Periode Pembayaran Persyaratan lain Jan 2013 memenuhi tidak memenuhi Kualitas Kredit pada akhir bulan penilaian Berdasarkan faktor penilaian prospek usaha, kinerja debitur, dan kemampuan membayar, paling tinggi Diragukan Feb 2013 memenuhi tidak memenuhi Berdasarkan faktor penilaian prospek usaha, kinerja debitur, dan kemampuan membayar, paling tinggi Diragukan Mar 2013 memenuhi memenuhi Dapat naik satu tingkat paling tinggi menjadi Kurang Lancar April 2013 dan seterusnya memenuhi memenuhi Berdasarkan faktor penilaian prospek usaha, kinerja debitur, dan kemampuan membayar Dalam melakukan Restrukturisasi Kredit, Bank dapat memberikan fasilitas kemudahan berupa pemberian tenggang waktu pembayaran (grace period). Kualitas… Kualitas Kredit setelah direstrukturisasi dengan pemberian tenggang waktu pembayaran diatur secara berbeda, yaitu selama tenggang waktu pembayaran kualitasnya ditetapkan sama dengan kualitas Kredit sebelum dilakukan restrukturisasi. Pada umumnya, tenggang waktu pembayaran dapat diberikan Bank kepada debitur, dalam bentuk penundaan pembayaran pokok pinjaman, bunga pinjaman, atau kombinasi dari keduanya. Contoh 1: Restrukturisasi Kredit dilakukan terhadap fasilitas Kredit debitur X dengan kualitas Kredit digolongkan Macet. Terhadap debitur X, Bank memberikan tenggang waktu pembayaran pokok pinjaman selama 3 (tiga) bulan, sedangkan pembayaran bunga dilakukan setiap bulan. Selama periode tenggang waktu pembayaran (3 bulan) kualitas debitur ditetapkan mengikuti kualitas sebelum dilakukan restrukturisasi, yaitu Macet. Setelah berakhirnya masa tenggang waktu pembayaran, debitur X dapat memenuhi kewajibannya sesuai dengan perjanjian Restrukturisasi Kredit. Dengan demikian kualitas Kredit debitur X ditetapkan sebagai berikut: Tabel 6 Periode 1 2 3 4 5 6 - - - Pembayaran Pokok Bunga memenuhi memenuhi memenuhi memenuhi memenuhi memenuhi memenuhi memenuhi memenuhi Kualitas Kredit pada akhir bulan penilaian Macet Macet Macet Macet Macet Dapat naik satu tingkat paling tinggi menjadi Diragukan 7 dan seterusnya memenuhi memenuhi Berdasarkan faktor penilaian prospek usaha, kinerja debitur, dan kemampuan membayar Contoh … Contoh 2: Restrukturisasi Kredit dilakukan terhadap fasilitas Kredit debitur Y dengan kualitas Kredit digolongkan Kurang Lancar. Terhadap debitur Y, Bank memberikan tenggang waktu pembayaran pokok dan bunga pinjaman selama 6 (enam) bulan. Selama periode tenggang waktu pembayaran (6 bulan) kualitas debitur ditetapkan mengikuti kualitas sebelum dilakukan restrukturisasi, yaitu Kurang Lancar. Setelah berakhirnya masa tenggang waktu pembayaran, debitur Y dapat memenuhi kewajibannya sesuai dengan perjanjian Restrukturisasi Kredit. Dengan demikian kualitas Kredit debitur Y ditetapkan sebagai berikut: Tabel 7 Periode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 - - - - - - Pembayaran Pokok Bunga - - - - - - memenuhi memenuhi memenuhi memenuhi memenuhi memenuhi Kualitas Kredit pada akhir bulan penilaian Kurang Lancar Kurang Lancar Kurang Lancar Kurang Lancar Kurang Lancar Kurang Lancar Kurang Lancar Kurang Lancar Dapat naik satu tingkat paling tinggi menjadi Dalam Perhatian Khusus 10 dan seterusnya memenuhi memenuhi Berdasarkan faktor penilaian prospek usaha, kinerja debitur, dan kemampuan membayar X. LAIN-LAIN … X. LAIN-LAIN Lampiran I dan Lampiran II merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. XI. PENUTUP Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini maka: 1. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/3/DPNP tanggal 31 Januari 2005 perihal Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum; dan 2. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/2/DPNP tanggal 30 Januari 2006 perihal Pelaksanaan Penahapan Penetapan Kualitas yang Sama untuk Aktiva Produktif yang Diberikan oleh Lebih dari Satu Bank kepada Satu Debitur atau Proyek yang Sama, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 1 Agustus 2013. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, JONI SWASTANTO KEPALA DEPARTEMEN PENELITIAN DAN PENGATURAN PERBANKAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 15/28/DPNP|SE-BI/2013 </reg_id> <reg_title> Penilaian Kualitas Aset Bank Umum </reg_title> <set_date> 31 Juli 2013 </set_date> <effective_date> 1 Agustus 2013 </effective_date> <replaced_reg> '7/3/DPNP|SE-BI/2005', '8/2/DPNP|SE-BI/2006' </replaced_reg> <related_reg> '14/15/PBI/2012' </related_reg>
No. 9/13/DASP Jakarta, 19 Juni 2007 SURAT EDARAN Perihal : Daftar Hitam Nasional Penarik Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong --------------------------------------------------------------------------- Sehubungan dengan diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/29/PBI/2006 tanggal 20 Desember 2006 tentang Daftar Hitam Nasional Penarik Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4669), perlu diatur lebih lanjut ketentuan pelaksanaan penyelenggaraan Daftar Hitam Nasional Penarik Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong dalam Surat Edaran Bank Indonesia yang mencakup hal-hal sebagai berikut. I. PENGELOLAAN REKENING GIRO Pengertian Rekening Giro dalam ketentuan ini merupakan rekening giro rupiah yang Dananya dapat ditarik setiap saat dengan Cek dan/atau Bilyet Giro, sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan pemindahbukuan. A. Jenis dan Persyaratan Pembukaan Rekening Giro 1. Jenis Rekening Giro Rekening Giro dapat dibagi menjadi 3 (tiga) jenis berdasarkan Nasabah yang melakukan Perjanjian Pembukaan Rekening Giro, yaitu: a. Rekening Giro Perorangan Rekening Giro perorangan adalah Rekening Giro atas nama perorangan yang dibuka oleh orang-perorangan termasuk … 2 termasuk individu yang memiliki usaha seperti toko, restoran, bengkel, dan/atau warung. b. Rekening Giro Badan Rekening Giro badan adalah Rekening Giro atas nama instansi pemerintah/lembaga negara, organisasi masyarakat dan sejenisnya, badan usaha dan/atau badan hukum, termasuk didalamnya Bank dan Bank Perkreditan Rakyat. Contoh Rekening Giro badan antara lain Rekening Giro yang dibuka oleh badan usaha atau badan hukum yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) atau peraturan perundangan lainnya, seperti Perseroan Terbatas (PT), Yayasan, Firma, atau Commanditaire Vennootschap (CV). c. Rekening Giro Gabungan (joint account) Rekening Giro Gabungan adalah Rekening Giro yang dimiliki oleh lebih dari satu Pemilik Rekening, yang dapat terdiri dari gabungan badan, orang pribadi, dan/atau campuran dari keduanya. 2. Persyaratan Pembukaan Rekening Giro Permohonan pembukaan Rekening Giro dari calon Pemilik Rekening kepada Bank harus dilakukan secara tertulis dengan melampirkan persyaratan paling kurang meliputi: a. data sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles), seperti identitas calon Nasabah serta maksud dan tujuan pembukaan Rekening Giro oleh calon Pemilik Rekening … 3 Rekening; b. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) untuk Nasabah yang diwajibkan memiliki NPWP sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku; dan c. data serta informasi lain yang dipersyaratkan sesuai ketentuan yang berlaku, seperti ketentuan tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank. B. Perjanjian Pembukaan Rekening Giro Berkenaan dengan penggunaan Cek dan/atau Bilyet Giro, Bank harus mencantumkan klausula-klausula tertentu dalam Perjanjian Pembukaan Rekening Giro yang paling kurang memuat hal-hal sebagai berikut: 1. Pemilik Rekening bertanggung jawab atas Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro termasuk blanko Cek dan/atau Bilyet Giro yang diperoleh dari Bank. 2. Pemilik Rekening wajib menyediakan Dana yang cukup pada Rekening Giro atau Rekening Khusus paling kurang sebesar nilai nominal Cek dan/atau Bilyet Giro yang masih beredar. 3. Pemilik Rekening tidak akan melakukan Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong dengan alasan apapun. 4. Pemilik Rekening akan dikenakan sanksi pembekuan hak penggunaan Cek dan/atau Bilyet Gironya dan/atau dicantumkan identitasnya dalam Daftar Hitam Nasional (DHN) jika melakukan Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong yang memenuhi kriteria DHN sebagaimana dimaksud pada angka IV.1 atau karena identitasnya … 4 identitasnya telah dicantumkan dalam DHN oleh Bank lain. 5. Pemilik Rekening wajib mengembalikan sisa blanko Cek dan/atau Bilyet Giro kepada Bank jika hak penggunaan Cek dan/atau Bilyet Gironya dibekukan, identitas Pemilik Rekening dicantumkan dalam DHN, atau Rekening Giro ditutup atas permintaan sendiri. 6. Pemilik Rekening wajib melaporkan pemenuhan kewajiban penyelesaian Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong yang pemenuhannya dilakukan dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah tanggal penolakan. 7. Rekening Giro Pemilik Rekening akan ditutup apabila yang bersangkutan melakukan Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong lagi dalam masa pengenaan sanksi DHN atau sebab- sebab lain yang telah diperjanjikan dalam pembukaan Rekening Giro. 8. Pemilik Rekening membebaskan Bank Tertarik dari segala tuntutan hukum atas setiap konsekuensi hukum yang timbul akibat penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong yang dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam Surat Edaran ini. 9. Pemilik Rekening wajib mematuhi ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai Cek dan/atau Bilyet Giro, antara lain mengenai penandatanganan Cek dan/atau Bilyet Giro, pelunasan bea meterai, serta Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro. 10. Pemilik Rekening wajib segera menginformasikan kepada Bank jika terdapat perubahan identitas, antara lain perubahan nama, alamat, nomor telepon, dan/atau NPWP. 11. Dalam hal Rekening Giro berupa Rekening Giro Gabungan, Bank … 5 Bank mencantumkan klausula tambahan sebagai berikut: a. Seluruh Pemilik Rekening Giro Gabungan wajib memberikan pernyataan secara tertulis yang menyebutkan pihak yang memiliki hak tanda tangan atas Cek dan/atau Bilyet Giro. Pemegang hak tanda tangan dapat diberikan kepada salah satu atau lebih pihak yang membuka Rekening Giro Gabungan. b. Segala konsekuensi hukum yang timbul atas Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong oleh salah satu atau lebih Pemilik Rekening Giro Gabungan dan memenuhi kriteria DHN sebagaimana dimaksud pada angka IV.1, menjadi tanggung jawab seluruh Pemilik Rekening Giro Gabungan secara tanggung renteng. Bank dapat mensyaratkan hal-hal lain yang dianggap perlu dalam Perjanjian Pembukaan Rekening Giro untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan Cek dan/atau Bilyet Giro oleh Pemilik Rekening atau pihak-pihak lain yang tidak berhak. C. Penatausahaan Blanko Cek dan/atau Bilyet Giro Bank harus menatausahakan pemberian blanko Cek dan/atau Bilyet Giro kepada Nasabahnya, yang antara lain meliputi pencatatan blanko Cek dan/atau Bilyet Giro yang diberikan kepada Nasabah dan yang telah dilunasi pembayarannya baik melalui Kliring maupun over the counter. D. Kewajiban Penyediaan Dana Penarik wajib menyediakan Dana yang cukup dalam Rekening Gironya pada Bank Tertarik, dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Kewajiban … 6 1. Kewajiban penyediaan Dana untuk Cek a. Penarik Cek wajib menyediakan Dana yang cukup pada Rekening Gironya pada saat Cek diunjukkan kepada Bank Tertarik. b. Kewajiban sebagaimana dimaksud pada huruf a termasuk pula penyediaan Dana atas Pengunjukan Cek yang dilakukan sebelum Tanggal Penarikan (post dated cheque). c. Dalam hal Pengunjukan Cek sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b tidak didukung Dana yang cukup atau Rekening telah ditutup, maka Penarikan tersebut dikategorikan sebagai Penarikan Cek Kosong. d. Dana dianggap tersedia apabila pada saat Cek diunjukkan Dana tersebut telah efektif dalam Rekening Giro Pemilik Rekening. 2. Penarik wajib menyediakan Dana untuk Bilyet Giro mulai Tanggal Efektif sampai dengan tanggal daluwarsa sepanjang Bilyet Giro tersebut tidak dibatalkan oleh Penarik setelah berakhirnya Tenggang Waktu Pengunjukan. Dalam hal Pengunjukan Bilyet Giro tersebut tidak didukung Dana yang cukup atau Rekening telah ditutup, maka Penarikan tersebut dikategorikan sebagai Penarikan Bilyet Giro Kosong. 3. Penarik tidak diwajibkan menyediakan Dana, jika: a. Bilyet Giro diunjukkan sebelum Tanggal Efektif. b. Cek dan/atau Bilyet Giro dibatalkan oleh Penarik setelah tanggal berakhirnya Tenggang Waktu Pengunjukan. c. Cek dan/atau Bilyet Giro hapus karena daluwarsa yaitu setelah waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak berakhirnya Tenggang Waktu Pengunjukan. E. Penutupan … 7 E. Penutupan Rekening Giro atas Permintaan Sendiri atau Berdasarkan Ketentuan Internal Bank Dalam hal Rekening Giro ditutup karena adanya permintaan sendiri Pemilik Rekening atau adanya ketentuan internal Bank yang bersangkutan, hal-hal yang wajib dilakukan oleh Bank dan Pemilik Rekening adalah: 1. Kewajiban Bank a. Bank wajib meneliti data Pemilik Rekening dan memastikan sisa blanko Cek dan/atau Bilyet Giro yang tidak dipergunakan oleh Pemilik Rekening. b. Bank wajib meminta kembali seluruh blanko Cek dan/atau Bilyet Giro yang tidak dipergunakan oleh Pemilik Rekening. c. Dalam hal terdapat Cek dan/atau Bilyet Giro yang masih beredar, maka Bank wajib: 1) membuka Rekening Khusus untuk menyelesaikan kewajiban pembayaran atas Cek dan/atau Bilyet Giro yang masih beredar; dan 2) meminta Pemilik Rekening untuk menyediakan Dana yang cukup untuk memenuhi kewajiban pembayaran atas Cek dan/atau Bilyet Giro yang masih beredar. d. Dalam hal seluruh kewajiban pembayaran atas Cek dan/atau Bilyet Giro yang masih beredar telah diselesaikan, Bank wajib menutup Rekening Khusus. Penutupan Rekening Khusus tersebut diberitahukan secara tertulis kepada Pemilik Rekening. 2. Kewajiban … 8 2. Kewajiban Pemilik Rekening Pemilik Rekening wajib melakukan hal-hal sebagai berikut: a. mengembalikan sisa blanko Cek dan/atau Bilyet Giro yang belum digunakan kepada Bank; b. menyediakan Dana yang cukup pada Rekening Khusus apabila terdapat Cek dan/atau Bilyet Giro yang masih beredar; dan c. menyerahkan surat di atas meterai yang cukup, yang paling kurang memuat pernyataan bahwa: 1) semua kewajiban pembayaran atas Cek dan/atau Bilyet Giro yang ditarik telah diselesaikan dengan baik; 2) tidak terdapat Cek dan/atau Bilyet Giro Pemilik Rekening yang masih beredar di masyarakat; dan 3) Pemilik Rekening bersedia identitasnya dicantumkan atau dicantumkan kembali dalam DHN sebagai perpanjangan, apabila ternyata di kemudian hari masih terdapat Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong yang memenuhi kriteria DHN sebagaimana dimaksud pada angka IV.1. d. Kewajiban sebagaimana dimaksud pada huruf c tidak berlaku apabila Pemilik Rekening: 1) tidak pernah memperoleh Cek dan/atau Bilyet Giro dari Bank; atau 2) memperoleh Cek dan/atau Bilyet Giro namun seluruhnya telah kembali ke dalam tata usaha Bank. F. Tata … 9 F. Tata Cara Pembatalan Cek dan/atau Bilyet Giro oleh Pemilik Rekening 1. Pembatalan Cek dan/atau Bilyet Giro hanya dapat dilakukan oleh Pemilik Rekening dengan cara menyampaikan perintah pembatalan Cek dan/atau Bilyet Giro secara tertulis kepada Bank Tertarik, dengan memuat informasi mengenai Cek dan/atau Bilyet Giro yang dimintakan pembatalan, paling kurang: a. nomor Cek dan/atau Bilyet Giro; b. tanggal Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro; c. nilai nominal Cek dan/atau Bilyet Giro; dan d. tanggal mulai berlakunya pembatalan. Pemilik Rekening yang melakukan pembatalan melampirkan fotokopi identitas diri. Dalam hal tanggal mulai berlakunya pembatalan tidak dicantumkan dalam surat perintah pembatalan maka tanggal mulai berlakunya pembatalan adalah tanggal diterimanya surat perintah pembatalan oleh Bank Tertarik. 2. Sesuai dengan Pasal 209 KUHD, pelaksanaan perintah pembatalan atas Cek hanya dapat dilakukan setelah berakhirnya Tenggang Waktu Pengunjukan. II. ALASAN DAN TATA CARA PENATAUSAHAAN PENOLAKAN CEK DAN/ATAU BILYET GIRO A. Alasan Penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro Bank Tertarik wajib menolak Cek dan/atau Bilyet Giro jika Cek dan/atau Bilyet Giro memenuhi salah satu atau lebih alasan penolakan sebagai berikut: 1. Saldo … 10 1. Saldo Rekening Giro atau Rekening Khusus tidak cukup. 2. Rekening Giro atau Rekening Khusus telah ditutup. 3. Unsur Cek sebagaimana diatur dalam Pasal 178 KUHD atau syarat formal Bilyet Giro sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 28/32/KEP/DIR tanggal 4 Juli 1995 tentang Bilyet Giro tidak dipenuhi, yaitu tidak terdapat penyebutan tempat dan tanggal Penarikan. 4. Unsur Cek sebagaimana diatur dalam Pasal 178 KUHD tidak dipenuhi, yaitu tidak terdapat tanda tangan Penarik. Tanda tangan dalam hal ini antara lain dengan tanda tangan basah. 5. Syarat formal Bilyet Giro sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 28/32/KEP/DIR tanggal 4 Juli 1995 tentang Bilyet Giro tidak dipenuhi, yaitu tidak terdapat nama dan nomor Rekening Giro Pemegang. 6. Syarat formal Bilyet Giro sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 28/32/KEP/DIR tanggal 4 Juli 1995 tentang Bilyet Giro tidak dipenuhi, yaitu tidak terdapat nama Bank penerima. 7. Syarat formal Bilyet Giro sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 28/32/KEP/DIR tanggal 4 Juli 1995 tentang Bilyet Giro tidak dipenuhi, yaitu tidak terdapat jumlah Dana yang dipindahbukukan baik dalam angka maupun dalam huruf selengkap-lengkapnya. 8. Syarat formal Bilyet Giro sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 28/32/KEP/DIR tanggal 4 Juli 1995 tentang Bilyet Giro tidak dipenuhi, yaitu tidak terdapat tanda tangan, nama jelas dan/atau dilengkapi dengan cap/stempel sesuai dengan persyaratan pembukaan rekening. 9. Bilyet … 11 9. Bilyet Giro diunjukkan sebelum Tanggal Efektif, atau Tanggal Efektif dicantumkan tidak dalam Tenggang Waktu Pengunjukan. 10. Cek dan/atau Bilyet Giro dibatalkan oleh Penarik setelah berakhirnya Tenggang Waktu Pengunjukan berdasarkan surat pembatalan dari Penarik. 11. Cek dan/atau Bilyet Giro sudah daluwarsa. Cek dan/atau Bilyet Giro telah daluwarsa apabila telah melampaui waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak berakhirnya Tenggang Waktu Pengunjukan. 12. Perubahan teks/perintah yang telah tertulis pada Bilyet Giro tidak ditandatangani oleh Penarik. Yang dimaksud dengan perubahan teks/perintah ini adalah pencoretan dan penggantian teks/perintah yang tertulis pada Bilyet Giro dengan teks/perintah yang baru. Alasan penolakan ini hanya untuk Bilyet Giro. Sedangkan untuk Cek mengacu pada Pasal 228 KUHD, diatur bahwa dalam hal ada perubahan pada naskah surat Cek, mereka yang menaruh tanda tangannya sesudah adanya perubahan, terikat pada naskah baru, yakni naskah sesudah ada perubahan. Tetapi bagi orang- orang yang tanda tangannya sudah ada sebelum adanya perubahan, terikat pada naskah lama. Jika tidak terdapat tanda tangan atas perubahan baru tersebut maka Bank memproses pembayaran sesuai dengan naskah lamanya 13. Tanda tangan Penarik tidak cocok dengan spesimen yang berlaku. 14. Bank Penagih bukan merupakan Bank penerima yang disebut dalam … 12 dalam Cek silang khusus atau dalam Bilyet Giro sebagai Bank penerima Dana. Misalnya pada Bilyet Giro atau Cek silang khusus ditulis nama Bank penerima Dana (Bank A). Kemudian Bilyet Giro atau Cek dimaksud ditagihkan oleh Bank lain (Bank B) kepada Bank Tertarik (Bank C) maka Bank C wajib menolak. 15. Cek dan/atau Bilyet Giro diblokir pembayarannya oleh Penarik karena hilang (harus dilampiri dengan surat keterangan kepolisian). Dalam memproses penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro yang diblokir pembayarannya oleh Penarik karena hilang, Bank Tertarik harus mendasarkan pada surat permintaan pemblokiran Cek dan/atau Bilyet Giro dari Penarik yang dilampiri dengan asli surat keterangan kehilangan dari kepolisian. 16. Cek dan/atau Bilyet Giro diblokir pembayarannya oleh instansi yang berwenang karena diduga terkait dengan tindak pidana yang dilakukan oleh Penarik (harus dilampiri dengan surat pemblokiran dari instansi yang berwenang). Dalam memproses penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro yang diblokir pembayarannya oleh instansi yang berwenang karena Penarik diduga terkait dengan tindak pidana, Bank Tertarik harus mendasarkan pada asli surat pemblokiran Cek dan/atau Bilyet Giro dari instansi yang berwenang. 17. Rekening Giro diblokir oleh instansi yang berwenang (harus dilampiri dengan surat pemblokiran dari instansi yang berwenang). Dalam memproses penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro yang Rekening Gironya diblokir oleh instansi yang berwenang, Bank Tertarik harus mendasarkan pada asli surat pemblokiran Rekening Giro dari instansi yang berwenang. 18. Perintah … 13 18. Perintah dalam data elektronik Cek dan/atau Bilyet Giro tidak sesuai dengan perintah dalam Cek dan/atau Bilyet Giro. 19. Penerimaan data elektronik Cek dan/atau Bilyet Giro tidak disertai dengan penerimaan fisik Cek dan/atau Bilyet Giro. 20. Cek dan/atau Bilyet Giro diduga palsu/dimanipulasi. Cek dan/atau Bilyet Giro diduga palsu atau dimanipulasi jika Cek dan/atau Bilyet Giro tersebut secara fisik dan dalam teks/perintahnya diduga palsu atau secara fisik asli namun berisi perintah palsu atau berisi perintah yang dimanipulasi. 21. Cek atau Bilyet Giro yang diterima oleh Bank Tertarik bukan ditujukan untuk Bank Tertarik. Bank Tertarik yang melakukan penolakan dengan alasan ini dapat menggunakan frase “Cek atau Bilyet Giro bukan untuk kami”. 22. Tidak ada Endosemen pada Cek atas nama yang dialihkan pada pihak lain. Alasan ini berlaku khusus untuk Pengunjukan Cek atas nama yang dialihkan pada pihak lain dan Cek dimaksud diunjukkan secara langsung kepada Bank Tertarik (over the counter). B. Tata Cara Penatausahaan Penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro 1. Bank Tertarik wajib melakukan penatausahaan atas penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro paling kurang mencakup hal-hal sebagai berikut: a. Penatausahaan atas seluruh Cek dan/atau Bilyet Giro yang ditolak dengan alasan sebagaimana dimaksud pada butir A.1 sampai dengan butir A.22. b. Penatausahaan … 14 b. Penatausahaan tersendiri atas Cek dan/atau Bilyet Giro yang ditolak karena dikategorikan sebagai Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong sebagaimana dimaksud butir A.1 dan butir A.2. 2. Penatausahaan sebagaimana dimaksud pada butir 1.b paling kurang mencakup informasi yang dibutuhkan untuk pencantuman identitas Pemilik Rekening dalam Daftar Hitam Individual Bank (DHIB) secara lengkap dan benar yang antara lain berisi nama, alamat, tanggal lahir, NPWP, nomor Cek atau Bilyet Giro, tanggal penolakan, alasan penolakan, Surat Keterangan Penolakan, dan Surat Pemberitahuan. 3. Masing-masing Bank dapat menyusun dan mengembangkan sistem penatausahaan penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro sesuai dengan kebutuhannya. 4. Bank Tertarik wajib mengembalikan Cek dan/atau Bilyet Giro yang ditolak pembayarannya kepada Pemegang baik secara langsung atau melalui Bank Penagih, kecuali jika terdapat ketentuan perundang-undangan yang mengatur berbeda ataupun alasan yang sah, misalnya Cek dan/atau Bilyet Giro disita oleh yang berwajib. 5. Cek dan/atau Bilyet Giro yang memenuhi kombinasi alasan penolakan sebagaimana dimaksud pada butir A.1 atau A.2 dengan salah satu atau lebih alasan sebagaimana dimaksud pada butir A.3, butir A.4, butir A.5, butir A.6, butir A.7, butir A.8, butir A.9, butir A.10, butir A.11, butir A.15, butir … 15 butir A.19, butir A.20 dan butir A.21, tidak dikategorikan sebagai Penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong. Sebaliknya Cek atau Bilyet Giro yang memenuhi kombinasi alasan penolakan sebagaimana dimaksud pada butir A.1 atau butir A.2 dengan salah satu atau lebih alasan sebagaimana dimaksud pada butir A.12, butir A.13, butir A.14, butir A.16, butir A.17, butir A.18, dan butir A.22, dikategorikan sebagai Penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong dan Bank Tertarik cukup mencantumkan alasan penolakan butir A.1 atau butir A.2. Pengkategorian Cek dan/atau Bilyet Giro yang ditolak pembayarannya oleh Bank Tertarik dalam kategori Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong mengacu pada Lampiran 1. 6. Dalam menatausahakan penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong sebagaimana dimaksud pada angka 1, Bank Tertarik wajib membuat: a. Data Penolakan Data penolakan berisi informasi antara lain alasan penolakan sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a. dan butir 1.b atas Cek dan/atau Bilyet Giro yang ditolak baik melalui Kliring maupun over the counter. b. Surat Keterangan Penolakan (SKP) Dalam hal Bank melakukan penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro baik melalui Kliring maupun over the counter, Bank wajib membuat SKP dan menyampaikan kepada Pemegang dengan tata cara sebagai berikut: 1) Untuk penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro melalui Sistem … 16 Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI), dilakukan hal-hal sebagai berikut: a) Bank Tertarik wajib mengisi informasi pada “DKE Debet Kliring Pengembalian” secara lengkap dan benar untuk disampaikan kepada penyelenggara Kliring. b) Bank Tertarik wajib membuat “Daftar Data Kliring Elektronik (DKE) yang Ditolak per Peserta Pengirim” (D3P3) berdasarkan data “DKE Debet Kliring Pengembalian” untuk disampaikan kepada Bank Penagih. c) Penyelenggara Kliring memproses “DKE Debet Kliring Pengembalian” dan mendistribusikannya kepada Bank Penagih. d) Bank Penagih mencetak SKP berdasarkan incoming “DKE Debet Kliring Pengembalian”. e) Bank Penagih wajib mencocokkan SKP tersebut dengan D3P3. f) Bank Penagih menyampaikan SKP dimaksud kepada Pemegang. g) SKP dibuat dalam rangkap 2 (dua), masing- masing ditujukan: (1) Lembar ke-1 untuk Pemegang; dan (2) Lembar ke-2 untuk Bank Penagih. 2) Untuk … 17 2) Untuk penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro melalui wilayah Kliring yang belum menerapkan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) dilakukan hal-hal sebagai berikut: a) SKP dibuat oleh Bank Tertarik secara lengkap dan benar. b) SKP disampaikan oleh Bank Tertarik kepada Pemegang melalui Bank Penagih. c) SKP dibuat dalam rangkap 3 (tiga), masing- masing ditujukan untuk: (1) Lembar ke-1 untuk Pemegang; (2) Lembar ke-2 untuk Bank Penagih; dan (3) Lembar ke-3 untuk Penyelenggara Kliring. 3) Untuk penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro yang diunjukkan langsung kepada Bank Tertarik (over the counter) dilakukan hal-hal sebagai berikut: a) Bank Tertarik wajib menyampaikan data Penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong yang diunjukkan langsung kepada Bank Indonesia sesuai dengan jadwal periode penyampaian. b) Bank Tertarik wajib membuat SKP secara lengkap dan benar terhadap penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro. c) SKP dibuat dalam rangkap 2 (dua), masing- masing ditujukan untuk: (1) Lembar … 18 (1) Lembar ke-1 untuk Pemegang; dan (2) Lembar ke-2 untuk Bank Tertarik sebagai arsip. Contoh format SKP adalah sebagaimana pada Lampiran 2.a untuk penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro yang diproses melalui wilayah Kliring sebagaimana dimaksud pada angka 2) dan Lampiran 2.b untuk penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro yang diunjukkan langsung kepada Bank Tertarik (over the counter) sebagaimana dimaksud pada angka 3). c. Surat Pemberitahuan (SP) 1) SP merupakan surat pemberitahuan bahwa telah terjadi Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong. SP ditujukan kepada Pemilik Rekening secara langsung atau melalui Penarik agar Pemilik Rekening menyadari kemungkinan Bank akan melakukan: a) pembekuan hak penggunaan Cek dan/atau Bilyet Giro jika Pemilik Rekening telah memenuhi kriteria DHN sebagaimana dimaksud pada angka IV.1; b) pencantuman identitas Pemilik Rekening dalam DHN; dan c) penutupan Rekening Giro jika Pemilik Rekening melakukan lagi Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong setelah dicantumkan dalam DHN. 2) SP … 19 2) SP terdiri dari: a) SP I SP I dikenakan kepada Pemilik Rekening yang melakukan Penarikan 1 (satu) lembar Cek atau Bilyet Giro Kosong dan dalam kurun waktu 6 (enam) bulan sebelumnya tidak pernah melakukan Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong. Dalam hal Pemilik Rekening Giro dimaksud melakukan Penarikan kembali Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong yang berbeda dalam jangka waktu 6 (enam) bulan maka dikenakan SP II. Apabila penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong dilakukan kembali setelah melampaui jangka waktu 6 (enam) bulan sejak Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong terakhir maka Pemilik Rekening dikenakan SP I kembali. SP I berisi hal-hal sebagai berikut: (1) Pemberitahuan kepada Pemilik Rekening bahwa yang bersangkutan telah melakukan Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong. (2) Peringatan bahwa apabila yang bersangkutan melakukan penarikan kembali Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong yang berbeda dalam kurun waktu 6 (enam) bulan sejak Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong yang terakhir maka yang bersangkutan akan dikenakan SP II atau bahkan identitas yang bersangkutan dicantumkan … 20 dicantumkan dalam DHN apabila memenuhi kriteria DHN sebagaimana dimaksud pada angka IV.1. Contoh format SP I adalah sebagaimana pada Lampiran 3. b) SP II SP II dikenakan kepada Pemilik Rekening yang melakukan: (1) Penarikan kembali 1 (satu) lembar Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong yang berbeda dalam kurun waktu 6 (enam) bulan sejak Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong pertama; atau (2) Penarikan sebanyak 2 (dua) lembar Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong pada hari yang sama, dan dalam kurun waktu 6 (enam) bulan sebelumnya tidak pernah melakukan Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong. SP II berisi hal-hal sebagai berikut: (1) pemberitahuan kepada Pemilik Rekening bahwa yang bersangkutan telah melakukan Penarikan lagi Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong dalam kurun waktu 6 (enam) bulan sejak Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong terakhir. (2) peringatan bahwa apabila yang bersangkutan … 21 bersangkutan melakukan Penarikan lagi 1 (satu) lembar Cek atau Bilyet Giro Kosong yang berbeda dan merupakan Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong untuk ketiga kalinya dalam kurun waktu 6 (enam) bulan sejak Penarikan Cek atau Bilyet Giro Kosong yang pertama maka Bank akan membekukan hak penggunaan Cek dan/atau Bilyet Giro serta mencantumkan identitas Pemilik Rekening dalam DHN. Dalam hal Pemilik Rekening melakukan Penarikan 2 (dua) lembar Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong pada hari yang sama, maka Bank langsung membuat dan menyampaikan SP II kepada Pemilik Rekening tanpa harus menyampaikan SP I terlebih dahulu. SP II (tanpa adanya SP I) berisi: (1) pemberitahuan bahwa yang bersangkutan telah melakukan Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong sebanyak 2 (dua) lembar pada hari yang sama dalam jangka waktu 6 (enam) bulan. (2) peringatan bahwa apabila yang bersangkutan melakukan Penarikan lagi 1 (satu) lembar Cek atau Bilyet Giro Kosong … 22 Kosong yang berbeda dan merupakan Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong untuk ketiga kalinya dalam kurun waktu 6 (enam) bulan sejak Penarikan Cek atau Bilyet Giro Kosong yang pertama maka Bank akan membekukan hak penggunaan Cek dan/atau Bilyet Giro serta mencantumkan identitas Pemilik Rekening dalam DHN. Contoh format SP II untuk pemberitahuan yang telah dilakukan melalui SP I adalah sebagaimana pada Lampiran 4.a sedangkan format SP II tanpa adanya SP I adalah sebagaimana pada Lampiran 4.b. 3) Tata Cara Pembuatan dan Peruntukan SP a) Bank Tertarik membuat SP secara benar dan lengkap, serta memuat informasi tentang: (1) pemberitahuan bahwa telah terjadi Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong; (2) nomor, Tanggal Penarikan, nilai nominal Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong; (3) tanggal penolakan; dan (4) alasan penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong (butir A.1 atau butir A.2). b) Bank … 23 b) Bank Tertarik harus menyampaikan SP kepada Pemilik Rekening secara langsung atau melalui Penarik paling lambat 2 (dua) hari kerja sejak tanggal penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong yang dibuktikan dengan tanggal yang tertera pada stempel pos pengiriman atau bukti pengiriman lainnya. c) Dalam hal Rekening Giro adalah Rekening Gabungan, maka SP ditujukan kepada seluruh Pemilik Rekening. d) SP disampaikan kepada Pemilik Rekening yang melakukan Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong, baik yang diunjukkan melalui proses Kliring, maupun secara langsung kepada Bank Tertarik (over the counter). e) SP dibuat dalam rangkap 2 (dua), masing- masing ditujukan: (1) Lembar ke-1 untuk Pemilik Rekening; dan (2) Lembar ke-2 untuk Bank Tertarik sebagai arsip. d. Surat Pemberitahuan Pembekuan Hak Penggunaan Cek dan/atau Bilyet Giro (SPP) 1) SPP merupakan surat pemberitahuan bahwa hak penggunaan Cek dan/atau Bilyet Giro Pemilik Rekening … 24 Rekening dibekukan oleh Bank karena memenuhi satu atau lebih hal-hal sebagai berikut: a) Pemilik Rekening telah melakukan Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong yang memenuhi kriteria DHN sebagaimana dimaksud pada angka IV.1; atau b) identitas Pemilik Rekening dicantumkan dalam DHN oleh Bank lain. 2) SPP sebagaimana dimaksud pada angka 1) berisi hal- hal sebagai berikut: a) pemberitahuan bahwa hak penggunaan Cek dan/atau Bilyet Giro Pemilik Rekening dibekukan oleh Bank Tertarik; b) permintaan untuk memenuhi kewajiban pengembalian sisa blanko Cek dan/atau Bilyet Giro yang belum digunakan; c) permintaan untuk memenuhi kewajiban penyediaan Dana yang cukup di Rekening Giro yang bersangkutan jika masih terdapat Cek dan/atau Bilyet Giro yang masih beredar; d) pemberitahuan bahwa identitas Pemilik Rekening akan dicantumkan dalam DHN; dan e) pemberitahuan bahwa jika Pemilik Rekening melakukan Penarikan lagi Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong 1 (satu) lembar dengan nilai berapapun, Rekening Giro Pemilik Rekening tersebut akan ditutup dan identitasnya dicantumkan kembali dalam DHN. 3) Dalam … 25 3) Dalam hal Pemilik Rekening telah melakukan 1 (satu) kali Penarikan Cek atau Bilyet Giro Kosong dan pada hari selanjutnya dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak Penarikan Cek atau Bilyet Giro Kosong yang pertama melakukan kembali Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong 2 (dua) lembar atau lebih pada hari yang sama, maka Bank Tertarik langsung menyampaikan SPP kepada Pemilik Rekening yang bersangkutan tanpa menyampaikan SP II terlebih dahulu. 4) Dalam hal Pemilik Rekening pada hari yang sama melakukan Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong yang berbeda sebanyak 3 (tiga) lembar atau lebih pada Bank Tertarik yang sama atau melakukan Penarikan 1 (satu) lembar Cek atau Bilyet Giro dengan nilai nominal Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) atau lebih, maka Bank Tertarik menyampaikan SPP kepada Pemilik Rekening yang bersangkutan tanpa menyampaikan SP I dan SP II terlebih dahulu. 5) Tata Cara Pembuatan dan Peruntukan SPP a) Bank Tertarik wajib membuat dan menyampaikan SPP kepada Pemilik Rekening yang telah memenuhi kriteria DHN sebagaimana dimaksud pada angka IV.1. b) Bank selain Bank Tertarik yang memelihara Rekening Giro atas nama Pemilik Rekening yang identitasnya telah dicantumkan dalam DHN oleh bank sebagaimana dimaksud dalam huruf a), wajib membuat dan menyampaikan SPP kepada Pemilik Rekening … 26 Rekening tersebut di atas yang berisi hal-hal sebagaimana dimaksud pada angka 2). c) SPP sebagaimana dimaksud pada huruf a) dan huruf b) wajib disampaikan secara benar dan lengkap. d) SPP disampaikan kepada Pemilik Rekening dengan ketentuan sebagai berikut: (1) Bank Tertarik, wajib menyampaikan SPP paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong yang menyebabkan Pemilik Rekening dicantumkan dalam DHN; (2) Bank selain Bank Tertarik sebagaimana dimaksud pada huruf b), wajib menyampaikan SPP paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal penerbitan DHN yang mencantumkan identitas Pemilik Rekening tersebut; (3) Kewajiban penyampaian SPP oleh Bank Tertarik atau Bank selain Bank Tertarik sebagaimana dimaksud pada angka (1) dan angka (2) dibuktikan dengan tanggal yang tertera pada stempel pos pengiriman atau bukti pengiriman lainnya. e) SPP diberikan kepada Pemilik Rekening atau melalui Penarik yang melakukan Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong, baik yang diunjukkan … 27 diunjukkan melalui proses Kliring maupun secara langsung kepada Bank Tertarik (over the counter). f) Dalam hal Rekening Giro adalah Rekening Giro Gabungan, maka SPP disampaikan kepada seluruh Pemilik Rekening Giro Gabungan. g) SPP dibuat dalam rangkap 2 (dua), masing- masing ditujukan: (1) Lembar ke-1 untuk Pemilik Rekening; dan (2) Lembar ke-2 untuk arsip Bank Tertarik atau Bank selain Bank Tertarik. Contoh format SPP adalah sebagaimana pada Lampiran 5.a untuk Bank Tertarik dan Lampiran 5.b untuk Bank Selain Bank Tertarik. e. Surat Pemberitahuan Penutupan Rekening Giro (SPPR) 1) SPPR merupakan surat pemberitahuan ditutupnya Rekening Giro Pemilik Rekening karena melakukan lagi Penarikan 1 (satu) lembar atau lebih Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong setelah identitas Pemilik Rekening tersebut dicantumkan dalam DHN. 2) SPPR kepada Pemilik Rekening berisi hal-hal sebagai berikut: a) Penarik telah melakukan Penarikan kembali Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong setelah identitas Pemilik … 28 Pemilik Rekening tersebut dicantumkan dalam DHN; b) permintaan untuk memenuhi kewajiban pengembalian sisa blanko Cek dan/atau Bilyet Giro yang belum digunakan, apabila masih terdapat sisa blanko Cek dan/atau Bilyet Giro yang belum digunakan; c) permintaan untuk memenuhi kewajiban penyediaan Dana yang cukup di Rekening Khusus jika masih terdapat Cek dan/atau Bilyet Giro yang masih beredar; dan d) pemberitahuan pencantuman kembali identitas Pemilik Rekening dalam DHN periode berikutnya. 3) Dalam hal Pemilik Rekening yang identitasnya dicantumkan dalam DHN melakukan Penarikan lagi 1 (satu) lembar atau lebih Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong sebelum dibekukan hak penggunaan Cek dan/atau Bilyet Gironya, Bank Tertarik wajib menerbitkan SPPR tanpa didahului dengan penerbitan SPP. 4) Tata Cara Pembuatan dan Peruntukan SPPR a) Bank Tertarik wajib membuat dan menyampaikan SPPR kepada Pemilik Rekening yang melakukan lagi Penarikan 1 (satu) lembar atau lebih Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong setelah identitas Pemilik Rekening tersebut dicantumkan dalam DHN. b) SPPR sebagaimana dimaksud pada huruf a) wajib dibuat secara benar dan lengkap. c) SPPR … 29 c) SPPR disampaikan kepada Pemilik Rekening paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong yang mengakibatkan ditutupnya Rekening Giro Pemilik Rekening. d) Kewajiban penyampaian SPPR oleh Bank Tertarik sebagaimana dimaksud pada huruf c) dibuktikan dengan tanggal yang tertera pada stempel pos pengiriman atau bukti pengiriman lainnya. e) SPPR diberikan kepada Pemilik Rekening yang melakukan Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong, baik yang diunjukkan melalui proses Kliring maupun secara langsung kepada Bank Tertarik (over the counter). f) SPPR dibuat dalam rangkap 2 (dua), masing- masing ditujukan: (1) Lembar ke-1 untuk Pemilik Rekening; dan (2) Lembar ke-2 untuk arsip Bank Tertarik. Untuk Rekening Giro Gabungan, SPPR dibuat sebanyak jumlah Pemilik Rekening Giro Gabungan. g) Penutupan Rekening Giro Pemilik Rekening oleh Bank Tertarik dilakukan pada tanggal penerbitan SPPR. Contoh format SPPR adalah sebagaimana pada Lampiran 6. III. PENETAPAN … 30 III. PENETAPAN DAN PENDAFTARAN KANTOR PENGELOLA DAFTAR HITAM NASIONAL (KPDHN) Penatausahaan Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong, diatur sebagai berikut: 1. Bank menetapkan salah satu kantornya, baik kantor pusat Bank atau kantor dibawah kantor pusat Bank, sebagai KPDHN. 2. Setiap KPDHN memperoleh 1 (satu) user id dan password dari Bank Indonesia untuk mengakses Sistem Informasi Daftar Hitam Nasional (SIDHN) dan melaksanakan seluruh kewajiban yang terkait dengan penatausahaan DHN. 3. Bank konvensional yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah/Unit Usaha Syariah (UUS) diatur sebagai berikut: a. Bank dapat menetapkan 2 (dua) KPDHN, masing-masing 1 (satu) untuk Bank konvensional dan 1 (satu) untuk UUS. b. Dalam hal Bank tersebut hanya menetapkan 1 (satu) KPDHN, Bank memperoleh 2 (dua) user id dan password masing-masing 1 (satu) untuk Bank konvensional dan 1 (satu) untuk UUS. c. Penatausahaan Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong pada Bank Konvensional dan UUS dilakukan secara terpisah karena Bank konvensional dan UUS diperlakukan sebagai Bank yang berbeda. Dengan demikian pelaporan DHIB kedua kegiatan usaha Bank dimaksud dilakukan secara terpisah dengan menggunakan user id dan password masing- masing. 4. Pendaftaran KPDHN a. Bank wajib mendaftarkan secara tertulis KPDHN yang telah ditetapkan kepada Bank Indonesia. b. Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada huruf a berisi informasi … 31 informasi mengenai identitas kantor Bank yang ditetapkan sebagai KPDHN, sekurang-kurangnya meliputi nama kantor, alamat, 7 (tujuh) digit sandi kliring kantor bank yang ditetapkan sebagai KPDHN, dan satu atau lebih contact person untuk hubungan korespondensi. c. Dalam hal Bank dimaksud memiliki UUS sebagaimana dimaksud pada angka 3 maka pendaftaran yang dilakukan oleh Bank meliputi pendaftaran KPDHN untuk Bank konvensional dan KPDHN untuk UUS. d. Pendaftaran KPDHN diatur sebagai berikut: 1) Pendaftaran KPDHN untuk Bank yang beroperasi setelah ketentuan ini berlaku harus dilakukan paling lambat 6 (enam) bulan setelah diperoleh izin operasional. 2) Pendaftaran disampaikan secara tertulis kepada: Bagian Kliring, Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran, Gedung D, Lantai 2, Kompleks Perkantoran Bank Indonesia, Jl. MH Thamrin No. 2 Jakarta 10350 e. Bagian Kliring memberikan tanggapan secara tertulis atas pendaftaran KPDHN yang dilakukan oleh Bank antara lain memuat informasi untuk melakukan pengambilan user id dan password, paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak dokumen diterima secara lengkap. f. Pengambilan user id dan password sebagaimana dimaksud pada huruf e dilakukan oleh pimpinan kantor Bank yang ditetapkan sebagai KPDHN. Dalam hal pimpinan kantor Bank yang ditetapkan sebagai KPDHN berhalangan, pengambilan dapat dilakukan oleh pejabat atau pegawai Bank yang ditunjuk dengan … 32 dengan membawa surat kuasa bermaterai cukup dengan menggunakan kertas berlogo Bank yang bersangkutan. Dalam hal kantor Bank yang ditetapkan sebagai KPDHN berkedudukan di luar Jakarta, pengambilan dapat dilakukan melalui Kantor Bank Indonesia di Wilayah Kliring dimana kantor Bank yang ditetapkan sebagai KPDHN berada. 5. Kewajiban KPDHN Kewajiban KPDHN antara lain sebagai berikut: a. Menatausahakan dan memantau setiap Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong yang wajib dilaporkan oleh seluruh kantornya; b. Menetapkan Penarik Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong yang memenuhi kriteria DHN sebagaimana dimaksud pada angka IV.1; c. Menyusun DHIB dan menyampaikan laporan DHIB kepada Bank Indonesia pada periode pelaporan yang telah ditetapkan; d. Melakukan koreksi atas penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong dalam DHIB yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia pada periode penyampaian DHIB; e. Memonitor informasi penerbitan DHN dan mengambil tindak lanjut langkah yang harus dilakukan Bank seperti menyebarluaskan kepada seluruh kantornya untuk melakukan pembekuan hak penggunaan Cek dan/atau Bilyet Giro; f. Meneruskan informasi kepada seluruh kantor Bank untuk melaksanakan penutupan Rekening Giro Penarik apabila Penarik melakukan Penarikan lagi Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong setelah identitas Penarik dicantumkan dalam DHN; dan g. Melakukan … 33 g. Melakukan pembatalan atas penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong dan rehabilitasi Pemilik Rekening yang identitasnya telah dicantumkan dalam DHN. IV. KRITERIA DHN 1. Bank wajib menetapkan dan mencantumkan dalam DHIB identitas Pemilik Rekening yang melakukan Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong jika memenuhi kriteria DHN yaitu sebagai berikut: a. Melakukan Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong yang berbeda sebanyak 3 (tiga) lembar atau lebih dengan nilai nominal masing-masing di bawah Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) pada Bank Tertarik yang sama dalam jangka waktu 6 (enam) bulan; atau b. Melakukan Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong 1 (satu) lembar dengan nilai nominal Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) atau lebih. 2. Penghitungan Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong baik yang diunjukkan melalui proses Kliring maupun melalui loket Bank secara langsung (over the counter) kepada Bank Tertarik dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Setiap lembar Cek dan/atau Bilyet Giro yang diunjukkan oleh Pemegang dan ditolak pembayarannya oleh Bank Tertarik dengan alasan: 1) Saldo Rekening Giro atau Rekening Khusus tidak cukup; atau 2) Rekening Giro atau Rekening Khusus telah ditutup, dikategorikan sebagai Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong. b. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf a tidak berlaku untuk Cek dan/atau Bilyet Giro yang ditolak dengan alasan: 1) unsur-unsur Cek atau syarat formal Bilyet Giro tidak terpenuhi; 2) Cek … 34 2) Cek dan/atau Bilyet Giro dibatalkan setelah Tenggang Waktu Pengunjukan berakhir; 3) Cek dan/atau Bilyet Giro telah daluwarsa; 4) Bilyet Giro diunjukkan sebelum Tanggal Efektif, atau Tanggal Efektif dicantumkan tidak dalam Tenggang Waktu Pengunjukan; dan/atau 5) Cek dan/atau Bilyet Giro diblokir pembayarannya oleh Penarik karena hilang (harus dilampiri dengan surat keterangan kepolisian). Pengkategorian Cek dan/atau Bilyet Giro yang ditolak pembayarannya oleh Bank Tertarik dalam kategori Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong mengacu pada Lampiran 1. c. 1 (satu) lembar Cek dan/atau Bilyet Giro yang sama dan diunjukkan berulang-ulang oleh Pemegang kepada Bank Tertarik dan ditolak pembayarannya dengan alasan saldo Rekening Giro atau Rekening Khusus tidak cukup, atau Rekening Giro atau Rekening Khusus telah ditutup, dihitung sebagai 1 (satu) lembar Penarikan Cek atau Bilyet Giro Kosong. d. Beberapa lembar Cek dan/atau Bilyet Giro yang diunjukkan oleh Pemegang dan ditolak pembayarannya oleh Bank Tertarik pada tanggal yang sama dengan alasan saldo Rekening Giro atau Rekening Khusus tidak cukup, atau Rekening Giro atau Rekening Khusus telah ditutup, jumlah Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosongnya dihitung sebanyak jumlah lembar Cek dan/atau Bilyet Giro ditolak. V. DAFTAR HITAM INDIVIDUAL BANK (DHIB) Penetapan dan pencantuman identitas Penarik Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong yang memenuhi kriteria DHN sebagaimana dimaksud pada angka … 35 angka IV.1 dilakukan oleh KPDHN dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Tata Cara Penetapan Identitas Penarik Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong oleh KPDHN ke dalam DHIB a. Setiap kantor Bank wajib menatausahakan Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong yang memenuhi kriteria DHN sebagaimana dimaksud pada angka IV.1 dan menyampaikan identitas Penariknya kepada KPDHN. b. KPDHN melakukan kompilasi data Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong dari seluruh kantornya sebagaimana dimaksud pada huruf a dan menetapkan Penarik Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong yang memenuhi kriteria DHN sebagaimana dimaksud pada angka IV.1. c. KPDHN mencantumkan identitas Penarik Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong yang memenuhi kriteria DHN sebagaimana dimaksud pada angka IV.1 ke dalam DHIB. d. Pencantuman identitas Pemilik Rekening dalam DHIB dilakukan sesuai dengan identitas Pemilik Rekening pada saat melakukan pembukaan Rekening Giro. Untuk Rekening Giro Gabungan, identitas seluruh Pemilik Rekening Giro Gabungan tersebut dicantumkan dalam DHIB. e. DHIB sebagaimana dimaksud pada huruf c disampaikan kepada Bank Indonesia untuk diterbitkan menjadi DHN, dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Penyampaian DHIB oleh KPDHN Bank Tertarik kepada Bank Indonesia dilakukan secara on line melalui Sistem Informasi Daftar Hitam Nasional (SIDHN). 2) Dalam hal terjadi gangguan yang menyebabkan KPDHN tidak dapat menyampaikan DHIB secara on line, maka KPDHN menggunakan aplikasi SIDHN yang ada di kantor Bank Indonesia yang mewilayahi atau KPDHN … 36 KPDHN Bank lain yang terdekat dengan tetap memakai user id dan password KPDHN Bank Tertarik yang bersangkutan. 2. Periode Penyampaian DHIB Penyampaian DHIB dilakukan secara berkala dengan ketentuan sebagai berikut: a. Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong yang telah ditetapkan memenuhi kriteria DHN sebagaimana dimaksud pada angka IV.1 pada periode I yaitu periode tanggal 1 sampai dengan tanggal 15 dicantumkan sebagai data DHIB periode I. Data DHIB dimaksud wajib disampaikan KPDHN kepada Bank Indonesia mulai tanggal 16 sampai dengan paling lambat tanggal terakhir pada bulan yang bersangkutan. b. Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong yang telah ditetapkan memenuhi kriteria DHN sebagaimana dimaksud pada angka IV.1 pada periode II yaitu tanggal 16 sampai dengan tanggal terakhir pada bulan yang bersangkutan dicantumkan sebagai data DHIB periode II. Data DHIB dimaksud wajib disampaikan KPDHN kepada Bank Indonesia mulai tanggal 1 sampai dengan paling lambat tanggal 15 pada bulan berikutnya. c. Dalam hal tanggal terakhir masa penyampaian DHIB sebagaimana dimaksud pada huruf a dan/atau huruf b adalah hari Sabtu, Minggu, atau hari libur nasional, maka penyampaian DHIB dilakukan paling lambat pada hari kerja sebelumnya. Contoh dan ilustrasi periode penyampaian DHIB adalah sebagaimana pada Lampiran 7. VI. PEMBEKUAN … 37 VI. PEMBEKUAN HAK PENGGUNAAN CEK DAN/ATAU BILYET GIRO 1. Bank Tertarik wajib membekukan hak penggunaan Cek dan/atau Bilyet Giro Pemilik Rekening yang telah memenuhi kriteria DHN sebagaimana dimaksud pada angka IV.1 dan mencantumkan identitas Pemilik Rekening dimaksud dalam DHIB serta menyampaikan DHIB dimaksud kepada Bank Indonesia untuk dicantumkan dalam DHN. 2. Bank selain Bank Tertarik wajib membekukan hak penggunaan Cek dan/atau Bilyet Giro Pemilik Rekening yang identitasnya telah dicantumkan dalam DHN. 3. Pembekuan hak penggunaan Cek dan/atau Bilyet Giro dilakukan dengan menyampaikan SPP kepada Pemilik Rekening dengan ketentuan sebagaimana diatur pada butir II.B.6.d.5)d). 4. Pembekuan hak penggunaan Cek dan/atau Bilyet Giro Pemilik Rekening dilakukan oleh Bank Tertarik maupun oleh Bank selain Bank Tertarik pada tanggal atau bersamaan dengan saat penyampaian SPP kepada Pemilik Rekening sebagaimana dimaksud pada angka 3. 5. Pembekuan hak penggunaan Cek dan/atau Bilyet Giro Pemilik Rekening dilakukan sampai dengan berakhirnya masa pencantuman identitas Pemilik Rekening dalam DHN. 6. Selama identitas Pemilik Rekening tercantum dalam DHN, Bank Tertarik maupun Bank Selain Bank Tertarik tidak diperkenankan memberikan blanko Cek dan/atau Bilyet Giro kepada Pemilik Rekening tersebut. 7. Untuk Rekening Giro Gabungan, pembekuan hak penggunaan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Dalam … 38 a. Dalam hal salah satu atau lebih Pemilik Rekening Giro Gabungan melakukan Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong pada Rekening Giro Gabungan dan telah memenuhi kriteria DHN sebagaimana dimaksud pada angka IV.1 maka: 1) Bank Tertarik wajib membekukan hak penggunaan Cek dan/atau Bilyet Giro seluruh Pemilik Rekening Giro Gabungan yang bersangkutan dan mencantumkan identitas Pemilik Rekening Gabungan tersebut dalam DHIB. 2) Bank selain Bank Tertarik wajib membekukan hak penggunaan Cek dan/atau Bilyet Giro seluruh Pemilik Rekening Giro Gabungan yang salah satu atau seluruh nama Pemilik Rekening tersebut tercantum dalam DHN. b. Dalam hal Pemilik Rekening selain memiliki Rekening Giro Gabungan juga memiliki Rekening Giro pribadi dan melakukan Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong atas Rekening Giro Gabungan dan Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong tersebut memenuhi kriteria DHN sebagaimana dimaksud pada angka IV.1, maka Bank Tertarik maupun Bank selain Bank Tertarik wajib: 1) membekukan hak penggunaan Cek dan/atau Bilyet Giro Rekening Giro Gabungan; dan 2) membekukan hak penggunaan Cek dan/atau Bilyet Giro Pemilik Rekening Giro pribadi tersebut baik pada Bank Tertarik maupun pada Bank selain Bank Tertarik. c. Dalam hal Pemilik Rekening selain memiliki Rekening Giro Gabungan juga memiliki Rekening Giro pribadi dan melakukan Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong atas Rekening Giro pribadi dan Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong tersebut memenuhi kriteria DHN sebagaimana dimaksud pada angka IV.1, maka Bank Tertarik maupun Bank selain Bank Tertarik wajib: 1) membekukan … 39 1) membekukan hak penggunaan Cek dan/atau Bilyet Giro Pemilik Rekening pribadi tersebut; dan 2) membekukan hak penggunaan Cek dan/atau Bilyet Giro Pemilik Rekening yang tergabung dalam Rekening Giro Gabungan (joint account). Dalam kaitan ini identitas Pemilik Rekening Giro Gabungan (joint account) yang tidak melakukan Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong tidak dicantumkan dalam DHN dan masih berhak atas penggunaan Cek dan/atau Bilyet Giro pribadi serta dapat membuka Rekening Giro baru dengan memperoleh hak penggunaan Cek dan/atau Bilyet Giro. Contoh dan Ilustrasi Perhitungan Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong oleh Pemilik Rekening Giro Gabungan (Joint Account) sebagaimana pada Lampiran 8. 8. Pembekuan hak penggunaan Cek dan/atau Bilyet Giro Pemilik Rekening oleh Bank selain Bank Tertarik sebagaimana dimaksud pada angka 2 wajib disampaikan kepada Bank Indonesia sesuai dengan jadwal periode pelaporan DHIB. VII. PENERBITAN DAFTAR HITAM NASIONAL Data DHIB dari KPDHN diproses dan diterbitkan oleh Bank Indonesia secara berkala menjadi DHN, dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Bank Indonesia menerbitkan DHN melalui Sistem Informasi Daftar Hitam Nasional (SIDHN). 2. Waktu penerbitan DHN adalah sebagai berikut: a. Data DHIB Periode I yang disampaikan KPDHN kepada Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada butir V.2.a diterbitkan menjadi DHN oleh Bank Indonesia pada tanggal 1 bulan berikutnya, dan b. Data … 40 b. Data DHIB Periode II yang disampaikan KPDHN kepada Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada butir V.2.b diterbitkan menjadi DHN oleh Bank Indonesia pada tanggal 16 pada bulan yang sama dengan penyampaian data DHIB tersebut ke Bank Indonesia. Contoh dan ilustrasi periode penyampaian DHIB dan penerbitan DHN adalah sebagaimana pada Lampiran 7. 3. Dalam hal penerbitan DHN pada tanggal 1 atau tanggal 16 sebagaimana dimaksud pada angka 2 adalah hari Sabtu, Minggu, atau hari libur nasional, maka penerbitan DHN dilakukan pada hari kerja berikutnya. 4. Pencantuman identitas Pemilik Rekening dalam DHN yang diterbitkan oleh Bank Indonesia berlaku selama 1 (satu) tahun sejak tanggal penerbitan. Dalam hal Pemilik Rekening melakukan Penarikan lagi Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong pada saat identitasnya masih tercantum dalam DHN maka Bank Tertarik wajib mencantumkan kembali identitas Pemilik Rekening ke dalam DHIB dan menyampaikan kepada Bank Indonesia untuk dicantumkan ke dalam DHN pada periode berikutnya dan pencantuman berlaku 1 (satu) tahun sejak tanggal penerbitan DHN yang terakhir. 5. Data dalam DHN bersifat rahasia dan hanya dapat diakses serta dipergunakan untuk kepentingan Bank. Bank bertanggung jawab atas kerahasiaan informasi dalam DHN dan penyalahgunaannya oleh pihak lain. Bank dapat memberikan informasi secara tertulis mengenai DHN atas nama Pemilik Rekening Bank tersebut atas permintaan tertulis dari Pemilik Rekening yang bersangkutan atau kuasanya. VIII. PENUTUPAN … 41 VIII. PENUTUPAN REKENING KARENA PENARIKAN CEK DAN/ATAU BILYET GIRO KOSONG 1. Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak identitas Pemilik Rekening dicantumkan dalam DHN oleh suatu Bank, Pemilik Rekening tersebut melakukan lagi Penarikan 1 (satu) lembar atau lebih Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong dengan nilai nominal berapapun pada satu atau lebih Bank, maka satu atau lebih Bank Tertarik yang menolak Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong tersebut wajib menutup setiap Rekening Giro atas nama Pemilik Rekening pada Bank tersebut. 2. Kewajiban penutupan Rekening Giro sebagaimana dimaksud pada angka 1 tidak berlaku untuk: a. Rekening Giro pada Bank selain Bank Tertarik; b. Rekening Giro Pemilik Rekening yang dimaksudkan hanya untuk menampung kredit/pinjaman sepanjang kredit/ pinjaman tersebut masih berjalan; dan c. Rekening Giro pada Bank Tertarik yang selain merupakan Rekening simpanan juga dipergunakan untuk menampung kredit/pinjaman dari Bank Tertarik sepanjang kredit/ pinjaman tersebut masih berjalan. 3. Bank Tertarik yang melakukan penutupan Rekening Giro Pemilik Rekening sebagaimana dimaksud pada angka 1 wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Penutupan Rekening Giro (SPPR) kepada Pemilik Rekening yang bersangkutan. Contoh format SPPR adalah sebagaimana pada Lampiran 6. 4. Dalam hal Bank Tertarik menutup Rekening Giro baik atas permintaan Pemilik Rekening maupun karena sebab lain namun masih terdapat Cek dan/atau Bilyet Giro yang masih beredar, Bank Tertarik wajib: a. membuka … 42 a. membuka Rekening Khusus untuk: 1) menampung pemindahan Dana dari Rekening Giro yang ditutup jika masih terdapat sisa Dana pada Rekening Giro yang ditutup; dan/atau 2) menampung penyediaan Dana untuk menyelesaikan kewajiban atas pembayaran jika masih terdapat Cek dan/atau Bilyet Giro yang masih beredar. b. meminta kepada Pemilik Rekening untuk menyediakan Dana yang cukup pada Rekening Khusus untuk memenuhi kewajiban atas pembayaran Cek dan/atau Bilyet Giro yang masih beredar. 5. Dalam hal Rekening Giro ditutup dan masih terdapat sisa Dana pada Rekening Giro tersebut namun tidak terdapat Cek dan/atau Bilyet Giro yang masih beredar, maka penyelesaian sisa Dana diserahkan pada kebijakan Bank Tertarik. 6. Penarikan atas dana pada Rekening Khusus selain untuk kepentingan pemenuhan Cek dan/atau Bilyet Giro yang masih beredar dapat dilakukan dengan sarana pembayaran selain Cek dan/atau Bilyet Giro, antara lain berupa slip penarikan/kuitansi, slip transfer dan/atau sarana lain yang ditetapkan oleh Bank Tertarik. 7. Bank Tertarik wajib menutup Rekening Khusus jika kewajiban terhadap seluruh Cek dan/atau Bilyet Giro yang masih beredar telah diselesaikan disertai dengan pemberitahuan secara tertulis kepada Penarik. 8. Dalam hal terdapat sisa Dana pada Rekening Khusus, Bank menyelesaikan sisa Dana tersebut dengan Pemilik Rekening Giro sesuai dengan kebijakan intern Bank. 9. Dalam … 43 9. Dalam hal Penarik Cek dan/atau Bilyet Giro melakukan lagi Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong setelah Rekening Giro atau Rekening Khusus ditutup pada saat identitasnya masih tercantum dalam DHN maka Bank Tertarik wajib mencantumkan kembali identitas Pemilik Rekening dalam DHIB dan menyampaikan kepada Bank Indonesia untuk dicantumkan ke dalam DHN pada periode berikutnya dan pencantuman ke dalam DHN tersebut berlaku 1 (satu) tahun sejak tanggal penerbitan DHN yang terakhir. 10. Dalam hal Bank selain Bank Tertarik dalam proses membekukan hak penggunaan Cek dan/atau Bilyet Giro Pemilik Rekening yang telah dicantumkan dalam DHN, namun Pemilik Rekening yang bersangkutan telah melakukan Penarikan lagi 1 (satu) lembar atau lebih Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong pada Bank tersebut maka Bank tersebut menjadi Bank Tertarik dan wajib melakukan penutupan Rekening Giro Pemilik Rekening. 11. Penutupan Rekening Giro Gabungan a. Dalam hal satu atau lebih Pemilik Rekening Giro Gabungan yang identitasnya telah dicantumkan dalam DHN melakukan lagi Penarikan 1 (satu) lembar atau lebih Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong atas Rekening Giro Gabungan dimaksud maka Bank Tertarik wajib: 1) menutup seluruh Rekening Giro Gabungan yang dimiliki oleh salah satu dan/atau seluruh Pemilik Rekening Giro Gabungan dimaksud yang ada pada Bank yang bersangkutan; dan 2) menutup Rekening Giro pribadi atas nama Pemilik Rekening Giro Gabungan jika Pemilik Rekening Giro Gabungan tersebut memiliki Rekening Giro pribadi pada Bank Tertarik yang bersangkutan. b. Dalam … 44 b. Dalam hal salah satu atau lebih Pemilik Rekening Giro Gabungan juga memiliki Rekening Giro pribadi dan identitas Pemilik Rekening dimaksud telah dicantumkan dalam DHN melakukan lagi Penarikan 1 (satu) lembar atau lebih Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong atas Rekening Giro pribadi dimaksud maka: 1) Bank Tertarik wajib menutup Rekening Giro pribadi dimaksud dan mencantumkan kembali identitas Pemilik Rekening yang bersangkutan ke dalam DHIB dan menyampaikan kepada Bank Indonesia untuk dicantumkan ke dalam DHN. 2) Bank Tertarik wajib menutup Rekening Giro Gabungan yang bersangkutan dan mencantumkan kembali identitas salah satu atau lebih Pemilik Rekening yang bersangkutan ke dalam DHIB dan menyampaikan kepada Bank Indonesia untuk dicantumkan ke dalam DHN. 3) Pemilik Rekening Giro Gabungan lain yang tidak melakukan Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong dan tidak dicantumkan dalam DHN masih berhak atas penggunaan Cek dan/atau Bilyet Giro pribadi serta dapat membuka Rekening Giro baru dengan memperoleh hak penggunaan Cek dan/atau Bilyet Giro. 4) Pemilik Rekening Giro Gabungan lain yang tidak melakukan Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong dan tidak dicantumkan dalam DHN serta mempunyai Rekening Giro pribadi maka Rekening Giro pribadi tersebut tidak ditutup. IX. PEMBATALAN … 45 IX. PEMBATALAN ATAS PENOLAKAN CEK DAN/ATAU BILYET GIRO KOSONG DAN REHABILITASI IDENTITAS PEMILIK REKENING YANG DICANTUMKAN DALAM DHN Pembatalan terhadap penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong dilakukan oleh Bank Tertarik dengan memenuhi ketentuan sebagai berikut: 1. Pembatalan terhadap penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong hanya dapat dilakukan jika: a. Terdapat kesalahan administrasi yang dilakukan oleh Bank Tertarik karena: 1) Bank Tertarik telah melakukan penolakan atas Cek dan/atau Bilyet Giro dengan alasan saldo Rekening Giro atau Rekening Khusus tidak cukup yang sebenarnya Dana pada Rekening Giro Penarik atau Rekening Khusus mencukupi, yang antara lain disebabkan: a) Bank Tertarik tidak melaksanakan kesepakatan antara Pemilik Rekening dengan Bank bahwa pembayaran Cek dan/atau Bilyet Giro atas nama Pemilik Rekening dapat dipenuhi dari Dana dari Rekening lain yang dimiliki Penarik pada Bank tersebut; atau b) terdapat gangguan pada sistem Bank yang menyebabkan Dana Pemilik Rekening menjadi tidak tersedia pada waktu Cek dan/atau Bilyet Giro diunjukkan. 2) Bank Tertarik salah dalam menetapkan alasan penolakan atas Cek dan/atau Bilyet Giro yaitu menolak dengan alasan kosong yang seharusnya ditolak dengan selain … 46 selain alasan kosong. Sebagai contoh, Cek dan/atau Bilyet Giro ditolak pembayarannya karena terdapat 2 (dua) alasan penolakan yaitu unsur-unsur Cek/syarat formal Bilyet Giro tidak dipenuhi dan saldo Rekening Giro tidak cukup, namun Bank Tertarik menolak dengan alasan saldo Rekening Giro tidak cukup, yang seharusnya Bank Tertarik menolak dengan alasan unsur-unsur Cek/syarat formal Bilyet Giro tidak dipenuhi. b. Bank Tertarik telah menerima bukti penyelesaian kewajiban atas Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong dari Pemilik Rekening kepada Pemegang dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah tanggal penolakan. Pemenuhan kewajiban pembayaran oleh Pemilik Rekening kepada Pemegang dapat dilakukan melalui Kliring, pembayaran tunai, transfer, atau cara-cara lainnya. c. Terdapat putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap yang menyatakan bahwa Bank harus membatalkan penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong atau menyatakan bahwa Pemilik Rekening tidak dikategorikan melakukan Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong; d. Terjadi Keadaan Darurat yang mengakibatkan Pemilik Rekening tidak dapat memenuhi kewajibannya atas Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro. Keadaan Darurat adalah suatu kondisi dimana terjadi suatu bencana alam seperti gempa bumi, banjir bandang, gunung meletus atau bencana lainnya atau peristiwa tak terduga atau tidak dapat diperkirakan sebelumnya seperti kerusuhan masal yang melanda di suatu wilayah tanah air Indonesia. e. Terbukti … 47 e. Terbukti bahwa pembayaran atau pemindahbukuan dari Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong diperuntukkan bagi Pemilik Rekening itu sendiri sehingga tidak ada pihak lain yang dirugikan. 2. Pembatalan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dapat dilakukan oleh Bank Tertarik dengan terlebih dahulu mengajukan permohonan secara tertulis untuk memperoleh persetujuan pembatalan dari Bank Indonesia. 3. Khusus untuk pembatalan karena alasan kesalahan administrasi, Bank Tertarik wajib segera mengajukan permohonan pembatalan kepada Bank Indonesia paling lambat dalam 3 (tiga) periode penyampaian DHIB berikutnya sejak tanggal pencantuman identitas Pemilik Rekening dalam DHN. Contoh: telah dimasukkan dalam DHN tanggal 1 September 2007 maka permohonan pembatalan paling lambat dapat diajukan dalam periode sejak tanggal 1 September 2007 sampai dengan tanggal 16 Oktober 2007 (3 kali periode penyampaian data DHIB). 4. Dalam hal Bank Tertarik melakukan kesalahan administrasi dan mengajukan permohonan pembatalan kepada Bank Indonesia melampaui 3 (tiga) periode sebagaimana dimaksud pada angka 3, Bank Tertarik dikenakan sanksi kewajiban membayar sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 31 Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/29/PBI/2006 tanggal 20 Desember 2006 tentang Daftar Hitam Nasional Penarik Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong (PBI tentang DHN). 5. Permohonan pembatalan sebagaimana dimaksud pada angka 2 disertai dengan dokumen-dokumen pendukung sebagai berikut: a. Untuk … 48 a. Untuk kesalahan administrasi Bank Tertarik sebagaimana dimaksud pada butir 1.a Dokumen pendukung yang wajib dilampirkan adalah bukti- bukti tertulis yang membuktikan adanya kesalahan administrasi Bank Tertarik yang telah dilegalisir oleh pejabat Bank yang berwenang, antara lain fotokopi rekening koran Nasabah, fotokopi kesepakatan perjanjian standing instruction antara Bank dengan Pemilik Rekening, dan/atau fotokopi dokumen yang membuktikan terjadinya gangguan pada sistem Bank sehingga menyebabkan Dana menjadi tidak tersedia pada waktu Cek dan/atau Bilyet Giro diunjukkan; atau b. Untuk penyelesaian kewajiban pembayaran dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja sebagaimana dimaksud pada butir 1.b diatur sebagai berikut: 1) Untuk penyelesaian kewajiban melalui Kliring, dokumen pendukung yang harus dilampirkan paling kurang berupa: a) Fotokopi Cek dan/atau Bilyet Giro yang ditolak dengan alasan kosong dan telah diselesaikan pembayarannya serta telah dinyatakan sesuai dengan aslinya dari pejabat Bank Tertarik; dan b) Fotokopi rekening koran yang menunjukkan bahwa Penarik telah menyelesaikan kewajiban Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong tersebut melalui Kliring serta telah dinyatakan sesuai dengan aslinya dari pejabat Bank Tertarik. 2) Untuk penyelesaian kewajiban di luar Kliring, dokumen pendukung yang harus dilampirkan paling kurang berupa: a) Fotokopi … 49 a) Fotokopi identitas Penarik dan Pemegang seperti KTP, SIM atau Paspor; b) Fotokopi Cek dan/atau Bilyet Giro yang ditolak dengan alasan kosong dan telah diselesaikan pembayarannya serta telah dinyatakan sesuai dengan aslinya dari pejabat Bank Tertarik; dan c) Pernyataan tertulis di atas materai yang ditandatangani oleh Penarik dan Pemegang yang menyatakan bahwa kewajiban pembayaran atas Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong telah diselesaikan dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah tanggal penolakan. Pernyataan tertulis tersebut paling kurang memuat hal-hal sebagai berikut identitas Penarik dan Pemegang; nomor dan nilai nominal Cek dan/atau Bilyet Giro yang telah diselesaikan; tanggal penolakan dalam Kliring; tanggal penyelesaian pembayaran; dan cara penyelesaian pembayaran yang telah dilakukan d) fotokopi kuitansi penerimaan pembayaran yang ditandatangani Pemegang yang telah dinyatakan sesuai dengan aslinya dari pejabat Bank Tertarik; e) dokumen-dokumen lain yang membuktikan telah diselesaikannya kewajiban Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong (jika ada). c. Untuk putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada butir 1.c dokumen pendukung yang harus dilampirkan paling kurang berupa fotokopi salinan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yang menyatakan bahwa Bank harus membatalkan penolakan Cek dan/atau Bilyet … 50 Bilyet Giro Kosong atau menyatakan bahwa Pemilik Rekening tidak dikategorikan melakukan Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong. d. Untuk Keadaan Darurat sebagaimana dimaksud pada butir 1.d, dokumen pendukung yang harus dilampirkan paling kurang berupa: 1) Fotokopi Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong yang dimintakan pembatalan; 2) Surat pernyataan Penarik yang menjelaskan bahwa Keadaan Darurat yang terjadi berdampak langsung pada diri Penarik sehingga menyebabkan terjadinya Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong; Jika dipandang perlu, Bank Indonesia dapat meminta bukti-bukti lainnya yang mendukung adanya hubungan kausalitas antara terjadinya Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong dengan adanya suatu Keadaan Darurat yang dialami Penarik, misalnya foto-foto yang menggambarkan terjadinya keadaan darurat, pemberitaan media massa. 3) Surat keterangan dari kepolisian dan/atau pejabat pemerintahan setempat (Kepala Desa, Lurah, Camat dan/atau Pejabat lainnya yang berwenang) yang menjelaskan bahwa Penarik terkena dampak dari adanya suatu Keadaan Darurat. Dalam hal Keadaan Darurat yang terjadi berskala luas sehingga infrastruktur kepolisian dan/atau pemerintahan setempat tidak berjalan sebagaimana mestinya, maka surat keterangan dimaksud tidak diperlukan. e. Untuk pembayaran atau pemindahbukuan dari Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong diperuntukkan bagi Pemilik Rekening itu … 51 itu sendiri sebagaimana dimaksud pada butir 1.e, dokumen pendukung yang harus dilampirkan adalah bukti tertulis yang membuktikan bahwa Penarik dan Pemegang Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong adalah pihak yang sama, antara lain fotokopi Rekening, identitas Penarik, NPWP, dan/atau Anggaran Dasar badan hukum/badan usaha. 6. Setiap permohonan pembatalan sebagaimana dimaksud pada angka 2 dikenakan biaya administrasi sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah), kecuali untuk permohonan pembatalan karena Keadaan Darurat yang disetujui oleh Bank Indonesia dikenakan biaya administrasi sebesar Rp0,00. 7. Maksud pengertian setiap permohonan pembatalan sebagaimana dimaksud pada angka 6 diartikan sebagai berikut: a. permohonan pembatalan atas 1 (satu) atau beberapa Cek dan/atau Bilyet Giro atas nama satu Pemilik Rekening dalam 1 (satu) surat permohonan dihitung sebagai 1 (satu) permohonan; b. permohonan pembatalan atas 2 (dua) atau lebih Cek dan/atau Bilyet Giro atas nama 2 (dua) atau lebih Pemilik Rekening dalam satu surat permohonan dihitung sesuai jumlah nama Pemilik Rekening yang diajukan pembatalannya; dan/atau c. permohonan yang ditolak oleh Bank Indonesia kemudian diajukan lagi dihitung sebagai permohonan baru. Pengenaan biaya administrasi permohonan pembatalan dilakukan dengan mendebet rekening giro Bank Tertarik di Bank Indonesia pada awal bulan berikutnya setelah Bank Indonesia memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan pembatalan tersebut. 8. Permohonan … 52 8. Permohonan pembatalan sebagaimana dimaksud pada angka 2 dapat diajukan sepanjang identitas Penarik masih dicantumkan dalam DHN yang masih berlaku. 9. Permohonan pembatalan sebagaimana dimaksud pada angka 2 diajukan kepada Kantor Pusat Bank Indonesia dengan alamat: Bagian Kliring Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran Gedung D Lantai 2 Kompleks Perkantoran Bank Indonesia Jl. MH Thamrin No. 2 Jakarta 10350 10. Bank Indonesia memberikan persetujuan atau penolakan permohonan pembatalan secara tertulis kepada Bank Tertarik paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender setelah dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 5 diterima secara lengkap. 11. Dalam proses pemberian persetujuan atau penolakan permohonan pembatalan dari Bank Tertarik sebagaimana dimaksud pada angka 10, Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan langsung kepada Bank Tertarik. 12. Dalam hal permohonan pembatalan sebagaimana dimaksud pada angka 2 ditolak oleh Bank Indonesia, maka Bank Indonesia memberitahukan penolakan tersebut secara tertulis kepada Bank Tertarik disertai alasan penolakan. 13. Dalam hal permohonan pembatalan sebagaimana dimaksud pada angka 2 disetujui oleh Bank Indonesia, maka setelah Bank Tertarik menerima surat persetujuan dari Bank Indonesia, Bank Tertarik melakukan rehabilitasi Pemilik Rekening dari DHN. 14. Berlakunya rehabilitasi identitas Pemilik Rekening dari DHN sebagaimana dimaksud pada angka 13 diatur sebagai berikut: a. Untuk Bank Tertarik terhitung sejak tanggal diterimanya surat persetujuan dari Bank Indonesia; atau b. Untuk … 53 b. Untuk Bank selain Bank Tertarik terhitung sejak tanggal dilakukannya rehabilitasi identitas Pemilik Rekening dari DHN oleh Bank Tertarik. 15. Pembatalan penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong yang terjadi sebelum identitas Pemilik Rekening dicantumkan dalam DHN, dilakukan oleh Bank Tertarik secara langsung (on line) tanpa memerlukan persetujuan Bank Indonesia. X. PENGAWASAN Bank Indonesia melakukan pengawasan terhadap Bank atas pelaksanaan ketentuan-ketentuan Bank Indonesia yang terkait dengan pelaksanaan penatausahaan DHN Penarik Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong, dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Pengawasan dilakukan secara tidak langsung maupun langsung. 2. Dalam rangka pengawasan tidak langsung, Bank wajib menyampaikan laporan, keterangan dan penjelasan yang diminta Bank Indonesia. 3. Dalam rangka pengawasan langsung, Bank wajib memberikan kepada Bank Indonesia: a. keterangan dan data serta dokumen yang diminta; b. kesempatan untuk melihat semua dokumen dan sarana fisik yang berkaitan dengan pembukaan Rekening Giro, Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro dan Tata Usaha Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro; dan/atau c. hal-hal lain yang diperlukan. XI. TATA CARA PENGENAAN SANKSI KEWAJIBAN MEMBAYAR Dalam hal Bank Indonesia mengenakan sanksi kewajiban membayar terhadap Bank yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Bank Indonesia terkait dengan tata usaha Cek dan/atau Bilyet Giro, Cek dan/atau … 54 dan/atau Bilyet Giro Kosong, dan/atau DHN, sanksi kewajiban membayar tersebut dilakukan oleh Bank Indonesia dengan cara mendebet rekening giro Bank di Bank Indonesia. XII. LAIN-LAIN 1. Edukasi dan Pembinaan terhadap Pemilik Rekening Bank harus melakukan edukasi terhadap seluruh Pemilik Rekening di Bank yang memperoleh Cek dan/atau Bilyet Giro, antara lain dengan cara termasuk pembinaan terhadap Penarik Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong yang antara lain dilakukan dengan cara memberikan informasi lisan dan/atau tertulis mengenai ketentuan Cek dan/atau Bilyet Giro, termasuk ketentuan mengenai DHN Penarik Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong dan risiko akibat Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong termasuk pembinaan terhadap Penarik Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong. 2. Jika Bank Tertarik menolak pembayaran atau pemindahbukuan Cek dan/atau Bilyet Giro dengan menggunakan alasan di luar yang ditetapkan oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada butir II.A, Bank Tertarik harus: a. mempertanggungjawabkan penolakan tersebut atas dasar ketentuan perundang-undangan yang berlaku. b. melaporkan secara tertulis kepada Kantor Pusat Bank Indonesia c.q Bagian Kliring-Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran disertai dengan alasan-alasan yang mendasari penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro tersebut. c. pelaporan sebagaimana dimaksud pada huruf b dilakukan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal penolakan. Bank … 55 Bank Tertarik bertanggung jawab atas penggunaan alasan penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro di luar sebagaimana dimaksud pada butir II.A. 3. Pembekuan dan Penutupan Rekening Giro Pemilik Rekening Berdasarkan Pertimbangan Internal Bank a. Bank dapat membekukan hak penggunaan Cek dan/atau Bilyet Giro atau menutup Rekening Giro Pemilik Rekening atas pertimbangan-pertimbangan internal Bank, meskipun Pemilik Rekening tersebut tidak dicantumkan dalam DHN sepanjang alasan pembekuan dan/atau penutupan telah diperjanjikan dalam perjanjian Pembukaan Rekening Giro atau dengan persetujuan Pemilik Rekening atau berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. b. Pertimbangan internal Bank dimaksud antara lain dapat dilandasi oleh adanya fakta bahwa Pemilik Rekening memiliki itikad buruk yang antara lain tercermin dari relatif banyaknya Cek dan/atau Bilyet Giro yang ditolak oleh Bank Tertarik oleh berbagai alasan penolakan di luar alasan Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong, sehingga dapat merugikan Pemegang Cek dan/atau Bilyet Giro yang bersangkutan dan/atau dapat merusak reputasi Bank Tertarik. c. Dalam hal Bank Tertarik melakukan pembekuan atau penutupan Rekening Giro dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, pelaksanaan pembekuan atau penutupan Rekening Giro beserta dasar pertimbangannya diberitahukan kepada Pemilik Rekening. 4. Untuk Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong oleh Bank maupun Bank Perkreditan Rakyat, instansi pemerintah, atau lembaga negara, yang memenuhi kriteria DHN sebagaimana dimaksud pada angka IV.1, berlaku ketentuan sebagai berikut: a. Penarikan … 56 a. Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong oleh pihak- pihak sebagaimana tersebut tidak dikenakan sanksi penutupan Rekening Giro, pencantuman identitas Pemilik Rekening dalam DHIB atau sanksi lain sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai DHN tetapi Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong oleh pihak- pihak sebagaimana tersebut dikenakan sanksi pembekuan hak penggunaan Cek dan/atau Bilyet Giro yang berlaku selama 1 (satu) tahun sejak Pemilik Rekening memenuhi kriteria DHN sebagaimana dimaksud pada angka IV.1. b. Pengenaan sanksi pembekuan hak penggunaan Cek dan/atau Bilyet Giro sebagaimana dimaksud pada huruf a dilakukan oleh Bank Tertarik dengan menyampaikan SPP kepada Pemilik Rekening yang bersangkutan dengan tata cara sebagaimana diatur dalam butir II.B.6.d.5)d). Contoh format SP I, SP II, dan SPP untuk Penarik Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong berupa lembaga Negara/Institusi pemerintah, Bank Perkreditan Rakyat dan Bank yang tidak dikenakan sanksi penutupan Rekening Giro dan pencantuman indentitas Pemilik Rekening dalam DHN adalah sebagaimana tercantum pada Lampiran 9. XIII. KETENTUAN PERALIHAN 1. Bank Tertarik wajib mencatat data Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong yang dilakukan sebelum diberlakukannya ketentuan mengenai DHN ini, dengan ketentuan sebagai berikut: a. Pencatatan dan penatausahaan hanya dilakukan terhadap data Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong yang belum memenuhi kriteria dicantumkan dalam daftar hitam sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor … 57 Nomor 2/10/DASP tanggal 8 Juni 2000 perihal Tata Usaha Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong beserta perubahannya (SE TUCK), diperlakukan sebagai data yang berpotensi untuk dicantumkan dalam DHN; b. Dalam hal Pemilik Rekening belum memenuhi kriteria dicantumkan dalam daftar hitam sebagaimana dimaksud pada huruf a, melakukan lagi Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong setelah diberlakukannya ketentuan tentang DHN sehingga Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong yang dilakukan oleh Pemilik Rekening tersebut mengakibatkan Pemilik Rekening memenuhi kriteria DHN sebagaimana dimaksud pada angka IV.1, Bank Tertarik wajib mencantumkan identitas Pemilik Rekening dimaksud dalam DHIB untuk selanjutnya diterbitkan menjadi DHN oleh Bank Indonesia. c. Bank Tertarik tidak perlu secara khusus menatausahakan data Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong yang telah dicantumkan dalam daftar hitam berdasarkan ketentuan Bank Indonesia yang ada sebelum diterbitkannya ketentuan mengenai DHN. 2. Daftar hitam yang telah diterbitkan pada masing-masing wilayah Kliring lokal dan masih berlaku pada saat diberlakukannya ketentuan mengenai DHN, dinyatakan tetap berlaku pada masing- masing wilayah Kliring lokal dimaksud sampai dengan berakhirnya masa berlaku daftar hitam yang bersangkutan, sesuai dengan SE TUCK. 3. Dalam hal Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong ditolak pembayarannya sebelum berlakunya ketentuan mengenai DHN dan dimintakan pembatalan setelah berlakunya ketentuan mengenai DHN maka tata cara pembatalan tetap mengacu pada SE TUCK sampai berakhirnya masa sanksi daftar hitam yang bersangkutan. Ketentuan … 58 Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2007. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, EDI SISWANTO DIREKTUR AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN DASP
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 9/13/DASP|SE-BI/2007 </reg_id> <reg_title> Daftar Hitam Nasional Penarik Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong </reg_title> <set_date> 19 Juni 2007 </set_date> <effective_date> 1 Juli 2007 </effective_date> <related_reg> '8/29/PBI/2006' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi I Huruf B Angka 4', 'Romawi XII Angka 4', 'Romawi I Huruf B Angka 7' </penalty_list>
No. 7/2/DPM Jakarta, 28 Januari 2005 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Perubahan Ketujuh Atas Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/20/DPM Tanggal 26 April 2004 Tentang Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank Menunjuk Pasal 3 Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/11/PBI/2004 tanggal 12 April 2004 tentang Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank, maka perlu dilakukan perubahan pada beberapa butir dalam Surat Edaran Nomor 6/20/DPM tanggal 26 April 2004 perihal Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank, sebagai berikut: 1. Butir I.B.2 diubah sehingga menjadi sebagai berikut: ”2. Marjin Maksimum Suku Bunga Simpanan Pihak Ketiga ditetapkan sebesar: Jangka Waktu Simpanan 1 bulan 3 bulan 6 bulan 12 bulan 24 bulan Marjin (basis point) Dikurangi 5 (lima) Ditambah 0 (nol) Ditambah 5 (lima) Ditambah 20 (dua puluh) Ditambah 50 (lima puluh) dari rata-rata tertimbang tingkat diskonto SBI jangka waktu 3 (tiga) bulan pada lelang terakhir.” 2. Butir I.B.4 diubah sehingga menjadi sebagai berikut: “4. Marjin … 2 “4. Marjin untuk maksimum suku bunga simpanan pihak ketiga dalam valuta asing US Dollar berjangka waktu 1, 3, 6, dan 12 bulan yang dijamin Pemerintah masing-masing ditambah 3 (tiga) basis point, sedangkan yang berjangka waktu 24 bulan ditambah 2 (dua) basis point di atas rata-rata suku bunga deposito dalam valuta asing US Dollar dari bank-bank anggota Jakarta Inter Bank Offered Rates (JIBOR) yang ditetapkan oleh Bank Indonesia menurut jangka waktu tertentu selama 1 (satu) bulan sebelumnya.” 3. Butir II.B diubah sehingga menjadi sebagai berikut: “B. Maksimum Suku Bunga PUAB a. Maksimum suku bunga PUAB dalam Rupiah yang dijamin Pemerintah ditetapkan sebesar 189 (seratus delapan puluh sembilan) basis point di atas rata-rata tertimbang suku bunga PUAB overnight pagi dalam Rupiah dari bank-bank anggota JIBOR yang dipilih oleh Bank Indonesia selama 1 (satu) bulan sebelumnya. b. Maksimum suku bunga PUAB dalam valuta asing dalam US Dollar yang dijamin Pemerintah ditetapkan sebesar 139 (seratus tiga puluh sembilan) basis point di bawah rata-rata tertimbang suku bunga PUAB overnight pagi valuta asing dalam US Dollar dari bank-bank anggota JIBOR yang dipilih oleh Bank Indonesia selama 1 (satu) bulan sebelumnya.” Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 28 Januari 2005. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, BUDI MULYA DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 7/2/DPM|SE-BI/2005 </reg_id> <reg_title> Perubahan Ketujuh Atas Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/20/DPM Tanggal 26 April 2004 Tentang Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank </reg_title> <set_date> 28 Januari 2005 </set_date> <effective_date> 28 Januari 2005 </effective_date> <changed_reg> '6/20/DPM|SE-BI/2004' </changed_reg> <related_reg> '6/20/DPM|SE-BI/2004', '6/11/PBI/2004 | Pasal 3' </related_reg>
No.5/24/DSM Jakarta, 3 Oktober 2003 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA PERUSAHAAN BUKAN LEMBAGA KEUANGAN DI INDONESIA Perihal: Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Oleh Perusahaan Bukan Lembaga Keuangan Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia No.4/2/PBI/2002 tanggal 28 Maret 2002 tentang Pemantauan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Perusahaan Bukan Lembaga Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4178) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/1/PBI/2003 tanggal 31 Januari 2003 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia No.4/2/PBI/2002 tentang Pemantauan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Perusahaan Bukan Lembaga Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 11), maka dalam rangka lebih meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelaporan kegiatan lalu lintas devisa, peraturan pelaksanaan dan petunjuk teknis pelaporan kegiatan lalu lintas devisa oleh perusahaan bukan lembaga keuangan perlu diatur kembali sebagai berikut: I. UMUM … I. UMUM A. Tujuan Pelaporan kegiatan lalu lintas devisa oleh perusahaan bukan lembaga keuangan dimaksudkan untuk memperoleh keterangan dan data mengenai kegiatan lalu lintas devisa secara lengkap, akurat, dan tepat waktu yang diperlukan terutama untuk penyusunan Statistik Neraca Pembayaran dan Posisi Investasi Internasional Indonesia. B. Pengertian 1. Lalu Lintas Devisa (LLD) adalah perpindahan aset dan kewajiban finansial antara penduduk dan bukan penduduk, termasuk perpindahan aset dan kewajiban finansial luar negeri antar penduduk. 2. Aset Finansial Luar Negeri (AFLN) adalah aktiva Perusahaan yang merupakan tagihan terhadap bukan penduduk baik dalam valuta asing maupun rupiah, antara lain penyertaan modal pada perusahaan di luar negeri, simpanan pada bank di luar negeri, pemilikan surat-surat berharga yang diterbitkan oleh bukan penduduk, dan rekening giro pada bank di luar negeri. 3. Kewajiban Finansial Luar Negeri (KFLN) adalah pasiva Perusahaan yang merupakan kewajiban terhadap bukan penduduk baik dalam valuta asing maupun rupiah, antara lain dalam bentuk utang luar negeri (loans), utang dagang (accounts payable) kepada perusahaan di luar negeri, dan surat utang (debt securities) kepada bukan penduduk. 4. Penduduk adalah orang, badan hukum, atau badan lainnya yang berdomisili atau berencana berdomisili di Indonesia sekurang- kurangnya 1 (satu) tahun, termasuk perwakilan dan staf diplomatik Republik Indonesia di luar negeri. 5. Perusahaan … 5. Perusahaan Bukan Lembaga Keuangan (selanjutnya disebut Perusahaan) adalah Badan Usaha yang melakukan kegiatan usaha selain sebagai Bank dan selain sebagai Lembaga Keuangan Non Bank (LKNB) sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang terdiri dari: a. Badan Usaha Milik Negara (BUMN); b. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD); dan c. Badan Usaha Milik Swasta (BUMS) yang berkedudukan di Indonesia, baik berbadan hukum Indonesia atau asing maupun tidak berbadan hukum. C. Perusahaan Pelapor 1. Perusahaan pelapor adalah Perusahaan yang memiliki total aset/aktiva sekurang-kurangnya Rp.100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) atau omset penjualan bruto selama 1 (satu) tahun sekurang-kurangnya Rp.100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah), dan a. Melakukan transaksi LLD tidak melalui Bank atau LKNB dalam negeri, yaitu melalui: 1) Rekening giro perusahaan pada bank di luar negeri (Overseas Current Account/OCA); dan atau 2) Rekening antar perusahaan/kantor pada perusahaan/kantor yang berkedudukan di luar negeri (Inter Company/Office Account/ ICA); dan atau b. Memiliki posisi AFLN dan atau posisi KFLN. Jumlah aset/aktiva dan omset penjualan tersebut di atas didasarkan pada laporan keuangan terakhir yang telah diaudit. Dalam hal laporan keuangan… keuangan yang telah diaudit belum tersedia, maka digunakan laporan keuangan terakhir yang belum diaudit. 2. Perusahaan pelapor yang mengalami penurunan total aset/aktiva dan atau omset penjualan bruto sehingga masing-masing menjadi kurang dari Rp.100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah), tetap wajib menyampaikan laporan sepanjang masih melakukan transaksi LLD sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a. dan atau memiliki posisi AFLN dan atau KFLN sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b. 3. Perusahaan pelapor yang dalam suatu periode laporan tertentu tidak melakukan transaksi LLD sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a. wajib menyampaikan laporan transaksi nihil. Contoh 1: Dalam bulan September 2003, Perusahaan A tidak melakukan transaksi LLD baik melalui OCA maupun ICA, namun pada bulan Oktober 2003 mendapat pinjaman luar negeri yang ditransfer melalui OCA. Berdasarkan hal tersebut, maka untuk periode laporan bulan September 2003 Perusahaan A wajib menyampaikan laporan transaksi nihil, sedangkan untuk periode laporan bulan Oktober 2003, Perusahaan A wajib menyampaikan laporan transaksi LLD melalui OCA. 4. Perusahaan pelapor yang tidak melakukan transaksi LLD sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a. namun memiliki posisi AFLN dan atau KFLN sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b., tidak perlu menyampaikan laporan transaksi nihil namun wajib menyampaikan Surat Pernyataan Tidak Melakukan Transaksi LLD dengan dibubuhi meterai secukupnya sebagaimana format pada Lampiran 1. Contoh 2: … Contoh 2: Perusahaan X hanya memiliki pinjaman luar negeri, namun seluruh penerimaan dan pembayarannya selalu dilakukan melalui bank dalam negeri dan tidak melakukan transaksi LLD melalui OCA dan ICA. Berdasarkan hal tersebut, maka Perusahaan X cukup menyampaikan Surat Pernyataan Tidak Melakukan Transaksi LLD dan tetap menyampaikan laporan posisi secara rutin. 5. Surat Pernyataan Tidak Melakukan Kegiatan LLD dengan dibubuhi meterai secukupnya sebagaimana format pada Lampiran 2 disampaikan dalam hal: a. Perusahaan pelapor tidak lagi melakukan transaksi LLD sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a. serta tidak lagi memiliki posisi AFLN dan atau KFLN sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b. b. Perusahaan memiliki total aset/aktiva sekurang-kurangnya Rp.100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) atau omset penjualan bruto selama 1 (satu) tahun sekurang-kurangnya Rp.100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah), namun tidak melakukan kegiatan LLD sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a. dan butir 1.b. 6. Penyampaian Surat Pernyataan sebagaimana dimaksud dalam angka 4 dan angka 5 adalah sebagai berikut: a. Bagi Perusahaan yang kantor pusatnya berkedudukan di wilayah Jakarta, Depok, Bogor, Bekasi, Karawang, dan Propinsi Banten ditujukan kepada: Bank… Bank Indonesia Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter c.q. Bagian Statistik Neraca Pembayaran Gedung B, Lantai 14, Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10110. b. Bagi Perusahaan yang kantor pusatnya berkedudukan di luar wilayah Jakarta, Depok, Bogor, Bekasi, Karawang, dan Propinsi Banten ditujukan kepada Kantor Bank Indonesia setempat sebagaimana terdapat dalam Petunjuk Teknis (Lampiran 3). II. LAPORAN A. Jenis Laporan Laporan kegiatan LLD meliputi Laporan Transaksi dan Laporan Posisi. 1. Laporan Transaksi a. Laporan Transaksi memuat keterangan dan data mengenai: 1) Penerimaan dan atau pembayaran melalui rekening giro Perusahaan pelapor pada bank di luar negeri atau OCA, seperti penerimaan hasil ekspor, pembayaran impor, penarikan dan pembayaran pinjaman luar negeri, penerimaan bunga simpanan, penerimaan pelunasan piutang dagang dan pembayaran utang dagang; dan atau 2) Pengakuan utang piutang yang diselesaikan secara netting/offsetting antara Perusahaan pelapor dengan kantor pusat Perusahaan pelapor yang berkedudukan di luar negeri dan atau antara Perusahaan pelapor dengan perusahaan/badan/ lembaga lain yang berkedudukan di luar negeri melalui Rekening … Rekening Antar Perusahaan/Kantor atau ICA, seperti pengakuan utang/piutang dagang. b. Setiap transaksi dengan nilai minimal (threshold) USD1.000,- atau ekuivalennya wajib dilaporkan secara rinci sesuai dengan jenis transaksi yang melatarbelakanginya (underlying transaction), sedangkan setiap transaksi dengan nilai kurang dari USD1.000,- atau ekuivalennya dapat dilaporkan secara gabungan dengan menggunakan sandi khusus. 2. Laporan Posisi a. Laporan Posisi AFLN dan atau KFLN mencakup baik posisi AFLN dan atau KFLN yang sudah efektif menjadi tagihan dan atau kewajiban Perusahaan pelapor (Laporan Posisi on balance sheet) maupun posisi AFLN dan atau KFLN yang masih merupakan komitmen dan atau kontinjensi (Laporan Posisi Komitmen dan Kontinjensi). Laporan Posisi on balance sheet meliputi posisi awal, mutasi, dan posisi akhir dari setiap rekening AFLN dan atau KFLN Perusahaan pelapor, sedangkan Laporan Posisi Komitmen dan Kontinjensi hanya meliputi posisi akhir periode laporan. b. Posisi AFLN dan atau KFLN sebagaimana dimaksud dalam huruf a didasarkan pada laporan keuangan terakhir yang telah diaudit. Dalam hal laporan keuangan yang telah diaudit belum tersedia maka digunakan laporan keuangan yang belum diaudit. B. Format Laporan Laporan sebagaimana dimaksud dalam butir A.1. dan butir A.2. disusun sesuai dengan format laporan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia sebagaimana tercantum dalam Petunjuk Teknis (Lampiran 3). Masing- masing laporan terdiri dari satu atau beberapa baris (record) yang memuat… memuat keterangan dan data (field) yang harus dilaporkan, seperti sandi jenis transaksi dan sandi mitra transaksi dalam Laporan Transaksi serta nilai posisi awal dan posisi akhir dalam Laporan Posisi. C. Penyampaian Laporan 1. Periode Laporan (PL) a. PL Transaksi adalah bulanan, yang mencakup transaksi LLD dari tanggal 1 (satu) sampai dengan akhir bulan yang bersangkutan. b. PL Posisi adalah semesteran, yaitu laporan posisi AFLN dan atau KFLN pada setiap akhir bulan Juni untuk laporan semester I dan akhir bulan Desember untuk laporan semester II. 2. Masa Penyampaian Laporan (MPL) a. MPL transaksi adalah selama 1 (satu) bulan setelah berakhirnya PL, yaitu dari tanggal 1 (satu) sampai dengan akhir bulan pukul 16.00 waktu setempat. Contoh 3: MPL untuk Laporan Transaksi PL bulan September 2003 adalah dari tanggal 1 Oktober 2003 sampai dengan 31 Oktober 2003 pukul 16.00 waktu setempat. b. MPL posisi adalah selama 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya PL. Contoh 4: MPL untuk Laporan Posisi semester II tahun 2003 adalah dari tanggal 1 Januari 2004 sampai dengan 31 Maret 2004 pukul 16.00 waktu setempat. c. Apabila batas akhir MPL sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b jatuh pada hari Sabtu atau hari libur, maka batas akhir MPL adalah … adalah pada hari kerja pertama berikutnya pukul 16.00 waktu setempat. Contoh 5: Batas akhir MPL untuk Laporan Transaksi PL bulan Oktober 2003 adalah tanggal 1 Desember 2003 pukul 16.00 waktu setempat (tanggal 30 Nopember 2003 adalah hari Minggu). 3. Masa Keterlambatan Penyampaian Laporan (MKPL) dan Tidak Menyampaikan Laporan. a. MKPL transaksi adalah masa setelah berakhirnya MPL transaksi sampai dengan akhir bulan berikutnya pukul 16.00 waktu setempat. Contoh 6: MKPL untuk Laporan Transaksi PL bulan Agustus 2003 adalah dari tanggal 30 September 2003 setelah pukul 16.00 waktu setempat sampai dengan tanggal 31 Oktober 2003 pukul 16.00 waktu setempat. b. MKPL posisi adalah masa setelah berakhirnya MPL posisi sampai dengan akhir bulan berikutnya pukul 16.00 waktu setempat. Contoh 7: MKPL untuk Laporan Posisi semester II tahun 2003 adalah dari tanggal 31 Maret 2004 setelah pukul 16.00 waktu setempat sampai dengan tanggal 30 April 2004 pukul 16.00 waktu setempat. c. Apabila batas akhir MKPL sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b jatuh pada hari Sabtu atau hari libur, maka batas akhir MKPL adalah pada hari kerja pertama berikutnya pukul 16.00 waktu setempat. Contoh 8: … Contoh 8: Batas akhir MKPL untuk Laporan Transaksi PL bulan September 2003 adalah tanggal 1 Desember 2003 pukul 16.00 waktu setempat (30 Nopember 2003 adalah hari Minggu). Contoh 9: Batas akhir MKPL untuk Laporan Posisi semester II tahun 2004 adalah tanggal 2 Mei 2005 pukul 16.00 waktu setempat (30 April dan 1 Mei 2005 merupakan hari libur). d. Apabila sampai dengan batas akhir MKPL sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf c, Perusahaan pelapor belum menyampaikan laporan, maka Perusahaan yang bersangkutan dinyatakan tidak menyampaikan laporan. Contoh 10: Laporan Transaksi PL bulan September 2003 belum diterima Bank Indonesia sampai dengan tanggal 1 Desember 2003 pukul 16.00 waktu setempat. Contoh 11: Laporan Posisi semester II tahun 2003 belum diterima Bank Indonesia sampai dengan tanggal 30 April 2004 pukul 16.00 waktu setempat. 4. Cara Penyampaian Laporan a. Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam butir A.1. dan butir A.2. dilakukan sebagai berikut: 1) Bagi Perusahaan pelapor yang kantor pusatnya berkedudukan di Indonesia, laporan tersebut disampaikan oleh kantor pusat dan merupakan gabungan dari kegiatan LLD yang dilakukan oleh kantor pusat dan kantor lainnya yang berkedudukan di Indonesia. 2) Bagi … 2) Bagi Perusahaan pelapor yang kantor pusatnya berkedudukan di luar Indonesia, laporan tersebut dapat disampaikan oleh koordinator kantor Perusahaan pelapor atau masing-masing kantor Perusahaan pelapor yang berkedudukan di Indonesia. b. Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam butir A.1. dan butir A.2. dilakukan melalui surat, faksimili, atau media lainnya dengan tatacara sebagai berikut: 1) Penyampaian laporan dengan surat: a) Bagi Perusahaan pelapor yang kantor pusatnya berkedudukan di wilayah Jakarta, Depok, Bogor, Bekasi, Karawang, dan Propinsi Banten, laporan disampaikan kepada: Bank Indonesia Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter c.q. Bagian Statistik Neraca Pembayaran Gedung B, Lantai 14, Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10110 b) Bagi Perusahaan pelapor yang kantor pusatnya berkedudukan di luar wilayah Jakarta, Depok, Bogor, Bekasi, Karawang, dan Propinsi Banten, laporan disampaikan kepada Kantor Bank Indonesia setempat sebagaimana terdapat dalam Petunjuk Teknis (Lampiran 3). 2) Penyampaian laporan dengan faksimili: a) Bagi Perusahaan pelapor yang berkedudukan di wilayah Jakarta, Depok, Bogor, Bekasi, Karawang, dan Propinsi Banten, laporan disampaikan kepada: Bank … Bank Indonesia Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter c.q. Bagian Statistik Neraca Pembayaran Nomor Faksimili: 0-800-1501829 (bebas pulsa), (021) 3866063, (021) 3501974. b) Bagi Perusahaan pelapor yang berkedudukan di luar wilayah Jakarta, Depok, Bogor, Bekasi, Karawang, dan Propinsi Banten, laporan disampaikan kepada Kantor Bank Indonesia setempat sebagaimana terdapat dalam Petunjuk Teknis (Lampiran 3). c) Bagi Perusahaan pelapor yang menyampaikan laporan dengan faksimili sebagaimana dimaksud dalam huruf a) dan huruf b) wajib menyampaikan pula laporan aslinya. Laporan asli tersebut harus sudah diterima Bank Indonesia selambat- lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal pengiriman laporan melalui faksimili. Tanggal penerimaan laporan baik yang disampaikan dengan surat maupun dengan faksimili adalah tanggal diterimanya surat atau faksimili tersebut oleh Bank Indonesia. 3) Penyampaian laporan dengan menggunakan media lainnya. Pengiriman laporan dengan menggunakan media lainnya merupakan pengiriman yang dilakukan melalui media selain surat dan faksimili. Prosedur dan jenis media lainnya yang digunakan akan diatur lebih lanjut oleh Bank Indonesia. 5. Perpindahan alamat penyampaian laporan a. Bagi Perusahaan pelapor yang kantor pusatnya berkedudukan di suatu wilayah kerja Bank Indonesia, dapat menyampaikan laporan LLD ke wilayah … wilayah Bank Indonesia lainnya sepanjang hal tersebut mempermudah penyampaian laporan. Perpindahan penyampaian tersebut terlebih dahulu wajib diberitahukan kepada Kantor Pusat Bank Indonesia dengan tembusan kepada Kantor Bank Indonesia yang semula menerima laporan dan Kantor Bank Indonesia yang dituju. b. Bagi Perusahaan pelapor yang bermaksud menyampaikan laporan LLD ke wilayah kerja Bank Indonesia lainnya karena berpindah kedudukan kantor pusatnya dari satu wilayah kerja Bank Indonesia ke wilayah kerja Bank Indonesia lainnya, terlebih dahulu wajib menyampaikan surat pemberitahuan ke Kantor Pusat Bank Indonesia dengan tembusan kepada Kantor Bank Indonesia yang semula menerima laporan dan Kantor Bank Indonesia yang dituju. c. Penyampaian surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b dialamatkan kepada: Bank Indonesia Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter c.q. Bagian Statistik Neraca Pembayaran Gedung B, Lantai 14, Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10110 Untuk tembusan surat pemberitahuan disampaikan kepada Kantor Bank Indonesia sebagaimana terdapat dalam Petunjuk Teknis (Lampiran 3). III. KOREKSI DAN KLARIFIKASI LAPORAN Dalam hal laporan yang diterima oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam butir II.C.4.b. tidak lengkap dan atau tidak benar, maka Perusahaan… Perusahaan pelapor harus menyampaikan laporan koreksi sebagaimana format dalam Petunjuk Teknis (Lampiran 3). Laporan dinyatakan tidak lengkap apabila satu atau lebih keterangan dan data (field) yang meliputi sandi jenis transaksi, sandi mitra transaksi, dan nilai transaksi sebagaimana dimaksud dalam Petunjuk Teknis (Lampiran 3) tidak diisi. Laporan dinyatakan tidak benar apabila satu atau lebih keterangan dan data (field) yang meliputi sandi jenis transaksi, sandi mitra transaksi, dan nilai transaksi sebagaimana dimaksud dalam Petunjuk Teknis (Lampiran 3) terdapat kesalahan dan atau tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya. Perusahaan pelapor dapat melakukan koreksi baik selama MPL maupun setelah MPL dengan ketentuan berikut: A. Koreksi selama MPL Perusahaan pelapor dapat melakukan koreksi satu kali atau lebih atas laporan yang telah disampaikan apabila laporan tersebut tidak lengkap dan atau tidak benar. Laporan koreksi yang terakhir diterima oleh Bank Indonesia merupakan laporan pengganti atas laporan yang diterima sebelumnya. Laporan koreksi dimaksud harus disampaikan secara lengkap untuk suatu periode laporan tertentu yang mencakup baik yang dikoreksi maupun yang tidak dikoreksi. B. Koreksi setelah MPL 1. Perusahaan pelapor hanya dapat melakukan koreksi setelah MPL apabila terdapat surat permintaan klarifikasi secara tertulis dari Bank Indonesia atas laporan yang tidak lengkap dan atau diindikasikan tidak benar kepada Perusahaan pelapor. 2. Perusahaan 2. Perusahaan pelapor wajib menyampaikan tanggapan secara tertulis dan sudah diterima Bank Indonesia selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal diterimanya surat permintaan klarifikasi dari Bank Indonesia. Tanggapan disampaikan dengan koreksi apabila laporan yang tidak lengkap dan atau diindikasikan tidak benar oleh Bank Indonesia diakui ketidaklengkapan dan atau ketidakbenarannya oleh Perusahaan pelapor, sehingga harus dilakukan koreksi. Laporan Koreksi harus disampaikan secara lengkap untuk suatu periode laporan tertentu yang mencakup baik yang dikoreksi maupun yang tidak dikoreksi. Apabila laporan yang diindikasikan tidak benar oleh Bank Indonesia dianggap benar oleh Perusahaan pelapor sesuai dengan keterangan dan data yang dimiliki, maka Perusahaan pelapor cukup memberikan tanggapan dengan surat yang menyatakan bahwa laporan yang disampaikan sudah benar. Proses klarifikasi dianggap selesai apabila Bank Indonesia telah menerima tanggapan dari Perusahaan pelapor tersebut. C. Perusahaan pelapor yang melakukan koreksi selama dan setelah MPL sebagaimana dimaksud dalam huruf A dan huruf B tidak dikenakan sanksi. D. Apabila Perusahaan pelapor tidak menyampaikan tanggapan atau tanggapan diterima oleh Bank Indonesia melewati batas waktu sebagaimana dimaksud dalam butir B.2., maka laporan tidak lengkap dan atau diindikasikan tidak benar dianggap diakui ketidaklengkapan dan atau ketidakbenarannya oleh Perusahaan pelapor, dan Bank Indonesia akan mengenakan sanksi denda laporan tidak lengkap dan atau tidak benar… benar tersebut untuk setiap baris (record) yang tidak lengkap dan atau tidak benar. IV. PENELITIAN KEBENARAN LAPORAN A. Bank Indonesia dapat melakukan penelitian terhadap laporan Perusahaan pelapor yang diragukan kebenarannya, termasuk meminta bukti pembukuan, catatan, dan dokumen yang berkaitan dengan pelaporan dimaksud apabila diperlukan. B. Penelitian sebagaimana dimaksud dalam huruf A dapat dilakukan dengan bekerja sama dengan instansi yang berwenang. V. SANKSI A. Laporan Tidak Lengkap dan atau Tidak Benar Perusahaan pelapor yang menyampaikan Laporan Transaksi tidak lengkap dan atau tidak benar, termasuk ketidaklengkapan dan ketidakbenaran laporan yang ditemukan berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam butir IV, dikenakan sanksi berupa denda sebesar Rp.50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) untuk setiap baris (record) yang tidak lengkap dan atau tidak benar dengan denda paling banyak sebesar Rp.20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah). Contoh 12 (Laporan Tidak Lengkap): Dalam rangka ekspor, Perusahaan X di Indonesia menerima dana melalui rekening gironya pada bank di luar negeri (OCA) sebesar USD5.000,- dari perusahaan non afiliasi (N) di Singapura (SG). Berdasarkan … Berdasarkan contoh tersebut, laporan transaksi LLD melalui OCA yang seharusnya dilaporkan adalah sandi jenis transaksi (1011), sandi mitra transaksi yang terdiri dari sandi negara (SG) dan sandi hubungan keuangan (N), dan nilai transaksi (USD5.000,-). Apabila Perusahaan tersebut hanya melaporkan sandi mitra transaksi (SG dan N) dan nilai transaksi (USD5.000,-), sedangkan sandi jenis transaksinya (1011) tidak diisi, maka laporan tersebut dinyatakan tidak lengkap sebanyak 1 (satu) baris (record). Contoh 13 (Laporan Tidak Benar): Dalam rangka impor, Perusahaan Y di Indonesia membayar melalui rekening gironya pada bank di luar negeri (OCA) sebesar USD1.500,- kepada perusahaan afiliasi-pemegang saham (P) di Singapura (SG). Berdasarkan contoh tersebut, laporan transaksi LLD melalui OCA yang seharusnya dilaporkan adalah sandi jenis transaksi (2012), sandi mitra transaksi yang terdiri dari sandi negara (SG) dan sandi hubungan keuangan (P), dan nilai transaksi (USD1.500,-). Apabila Perusahaan tersebut telah melaporkan keterangan dan data (field) secara lengkap, namun pengisian sandi negara yang seharusnya SG diisi ID, maka laporan tersebut dinyatakan tidak benar sebanyak 1 (satu) baris (record). Berdasarkan contoh 12 dan contoh 13 tersebut, apabila setelah dimintakan klarifikasi oleh Bank Indonesia, Perusahaan tidak memberikan tanggapan sampai dengan batas waktu yang ditentukan atau tanggapan diterima oleh Bank Indonesia melewati batas waktu sebagaimana dimaksud dalam butir III.B.2., maka Perusahaan X dikenakan sanksi berupa denda sebesar Rp.50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) untuk 1 (satu) baris (record) yang tidak lengkap, sedangkan Perusahaan … Perusahaan Y dikenakan sanksi berupa denda sebesar Rp.50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) untuk 1 (satu) baris (record) yang tidak benar. B. Terlambat Menyampaikan Laporan Perusahaan pelapor yang terlambat menyampaikan Laporan Transaksi dikenakan sanksi berupa denda sebesar Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk setiap hari keterlambatan dengan denda paling banyak sebesar Rp.10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). Jumlah hari keterlambatan dihitung mulai dari hari setelah berakhirnya MPL sampai dengan tanggal diterimanya laporan oleh Bank Indonesia dalam MKPL sebagaimana dimaksud dalam butir II.C.3. Khusus untuk laporan transaksi yang disampaikan pada akhir MPL setelah pukul 16.00 waktu setempat sampai dengan 1 (satu) hari setelah MPL dianggap mengalami keterlambatan selama 1 (satu) hari. Contoh 14: Laporan Transaksi periode laporan bulan September 2003 diterima Bank Indonesia pada tanggal 7 Nopember 2003. Perusahaan dinyatakan terlambat menyampaikan laporan selama 7 (tujuh) hari dan dikenakan sanksi berupa denda sebesar Rp.7.000.000,00 (7 x Rp.1.000.000,00). Contoh 15: Laporan Transaksi periode laporan bulan September 2003 diterima Bank Indonesia pada tanggal 17 Nopember 2003. Perusahaan dinyatakan terlambat menyampaikan laporan dan dikenakan sanksi berupa denda paling banyak sebesar Rp.10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). Contoh 16: Laporan Transaksi periode laporan bulan Agustus 2003 diterima Bank Indonesia pada tanggal 30 September 2003 pukul 17.00 waktu setempat atau tanggal 1 Oktober 2003 pukul 09.00 waktu setempat. Perusahaan dinyatakan… dinyatakan terlambat menyampaikan laporan selama 1 (satu) hari dan dikenakan sanksi (1x Rp.1.000.000,00). C. Tidak Menyampaikan Laporan 1. Perusahaan pelapor yang tidak menyampaikan Laporan Transaksi sebagaimana dimaksud dalam butir II.C.3.d. dikenakan sanksi berupa denda sebesar Rp.30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah). Contoh 17: Laporan Transaksi periode laporan bulan September 2003 diterima Bank Indonesia tanggal 2 Desember 2003, maka Perusahaan dikenakan sanksi berupa denda sebesar Rp.30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah). 2. Apabila Perusahaan pelapor tidak menyampaikan Laporan Transaksi selama 6 (enam) periode laporan berturut-turut, Bank Indonesia merekomendasikan sanksi administratif berupa pencabutan atau pembatalan izin usaha kepada instansi yang berwenang setelah melakukan koordinasi dengan instansi yang berwenang dimaksud. D. Tidak Memberikan Bukti Pembukuan, Catatan, dan Dokumen yang Berkaitan dengan Pelaporan Kegiatan LLD Bagi Perusahaan pelapor yang tidak memberikan bukti pembukuan, catatan, dan dokumen yang diperlukan sebagaimana dimaksud dalam angka IV, Bank Indonesia merekomendasikan sanksi administratif berupa pencabutan atau pembatalan izin usaha kepada instansi yang berwenang setelah melakukan koordinasi dengan instansi yang berwenang dimaksud. berupa denda sebesar Rp.1.000.000,00 E. Pengenaan … E. Pengenaan Sanksi Pengenaan sanksi bagi Perusahaan pelapor sebagaimana dimaksud dalam huruf A, huruf B, dan huruf C dilakukan dengan surat penetapan sanksi secara tertulis dari Bank Indonesia dengan tembusan kepada instansi yang berwenang dan atau Kantor Kas Negara. Surat penetapan sanksi secara tertulis dari Bank Indonesia antara lain mencantumkan jenis pelanggaran dan atau besarnya denda yang harus dibayar. F. Pembayaran Sanksi Denda 1. Pembayaran sanksi denda sebagaimana dimaksud dalam butir V.A., butir V.B., dan butir V.C. selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal surat penetapan sanksi oleh Bank Indonesia. 2. Pembayaran sanksi denda sebagaimana dimaksud dalam angka 1 disetorkan ke rekening Kas Negara nomor 501.000000 yang terdapat pada Bank Indonesia setempat. 3. Tembusan bukti pembayaran disampaikan kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah pembayaran sanksi denda sebagaimana dimaksud dalam angka 1, dengan ketentuan sebagai berikut: a. Bagi Perusahaan pelapor yang berkedudukan di wilayah Jakarta, Depok, Bogor, Bekasi, Karawang, dan Propinsi Banten disampaikan kepada: Bank Indonesia Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter c.q. Bagian Statistik Neraca Pembayaran Gedung B, Lantai 14, Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10110 b. Bagi … b. Bagi Perusahaan pelapor yang berkedudukan di luar wilayah Jakarta, Depok, Bogor, Bekasi, Karawang, dan Propinsi Banten disampaikan kepada Kantor Bank Indonesia setempat sebagaimana terdapat dalam Petunjuk Teknis (Lampiran 3). 4. Apabila Bank Indonesia belum menerima tembusan bukti pembayaran sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud dalam angka 3, maka Bank Indonesia menyampaikan surat pemberitahuan kepada instansi yang berwenang dan atau Kantor Kas Negara untuk dapat ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku. VI. PENUTUP A. Dengan berlakunya Surat Edaran ini, maka Surat Edaran No.4/5/DSM tanggal 28 Maret 2002 perihal Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa oleh Perusahaan Bukan Lembaga Keuangan dan Surat Edaran No.5/3/DSM tanggal 10 Februari 2003 perihal Perubahan atas Surat Edaran No.4/5/DSM tanggal 28 Maret 2002 perihal Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa oleh Perusahaan Bukan Lembaga Keuangan dinyatakan tidak berlaku. B. Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku untuk kegiatan LLD periode laporan bulan Oktober 2003 yang disampaikan pada bulan Nopember 2003. C. Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam angka V diberlakukan mulai tanggal 1 Februari 2004 untuk kegiatan LLD periode laporan bulan Januari 2004. D. Bagi … D. Bagi Perusahaan yang memerlukan penjelasan lebih lanjut sehubungan dengan pelaksanaan pelaporan ini dapat menghubungi: Bank Indonesia Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter c.q. Bagian Statistik Neraca Pembayaran Help Desk LLD Perusahaan Telepon : 0-800- 1501969 (bebas pulsa), 3817040, 3817041, 3817469 Faksimili : 0-800- 1501829 (bebas pulsa), 3866063, 3501974. E-mail : lldperusahaan@bi.go.id Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku pada tanggal 1 Nopember 2003. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, Ttd. HARTADI A. SARWONO DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 5/24/DSM|SE-BI/2003 </reg_id> <reg_title> Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Oleh Perusahaan Bukan Lembaga Keuangan </reg_title> <set_date> 3 Oktober 2003 </set_date> <effective_date> 1 Nopember 2003 </effective_date> <replaced_reg> '5/3/DSM|SE-BI/2003', '4/5/DSM|SE-BI/2002' </replaced_reg> <related_reg> '5/1/PBI/2003', '4/2/PBI/2002' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi V', 'Romawi III Huruf D' </penalty_list>
No.18/21/DKSP Jakarta, 27 September 2016 S U R A T E D A R A N Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/11/DKSP tanggal 22 Juli 2014 Penyelenggaraan Uang Elektronik (Electronic Money) Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik (Electronic Money) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5001) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/17/PBI/2016 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 179, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5925) yang selanjutnya disebut PBI Uang Elektronik dan dalam rangka meningkatkan penggunaan Uang Elektronik oleh masyarakat sebagai upaya mendorong peningkatan transaksi non tunai antara lain melalui penyesuaian batas nilai Uang Elektronik, perlu dilakukan perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/11/DKSP tanggal 22 Juli 2014 perihal Penyelenggaraan Uang Elektronik (Electronic Money) sebagai berikut: 1. Ketentuan butir III.A diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: A. Pemrosesan Permohonan Izin sebagai Penerbit 1. Terhadap permohonan izin yang diterima, Bank Indonesia melakukan hal-hal sebagai berikut: a. Penelitian administratif terhadap dokumen yang disampaikan oleh pemohon, meliputi: 1) pemeriksaan kelengkapan dokumen; dan 2) pemeriksaan kesesuaian dokumen. Bank Indonesia melakukan pemeriksaan kesesuaian dokumen apabila dokumen yang disampaikan telah lengkap. Dalam hal dokumen yang disampaikan tidak lengkap … perihal 2 lengkap, Bank Indonesia mengembalikan dokumen tersebut kepada pemohon. b. Pemeriksaan lapangan (on site visit) untuk melakukan verifikasi atas kebenaran dan kesesuaian dokumen yang diajukan serta memastikan kesiapan operasional. 2. Dalam hal berdasarkan hasil penelitian administratif berupa pemeriksaan kesesuaian dokumen sebagaimana dimaksud pada butir 1.a.2) terdapat ketidaksesuaian persyaratan dokumen yang disampaikan oleh pemohon, pemohon harus menyampaikan dokumen yang telah disesuaikan kepada Bank Indonesia dalam jangka waktu 90 (sembilan puluh) hari kalender sejak tanggal surat pemberitahuan yang pertama kali disampaikan oleh Bank Indonesia mengenai ketidaksesuaian persyaratan dokumen tersebut. Dalam hal sampai dengan jangka waktu tersebut pemohon belum menyampaikan dokumen yang telah disesuaikan maka Bank Indonesia menolak permohonan izin. 3. Pemohon yang permohonan izinnya ditolak oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada angka 2 dapat mengajukan permohonan izin kembali setelah jangka waktu 180 (seratus delapan puluh) hari kalender terhitung sejak tanggal ditolaknya permohonan izin. 4. Dalam hal dokumen permohonan dinyatakan telah lengkap dan sesuai dengan persyaratan, Bank Indonesia melakukan pemeriksaan lapangan (on site visit). 5. Berdasarkan hasil penelitian administratif dokumen dan hasil pemeriksaan lapangan (on site visit), Bank Indonesia dapat: a. menyetujui permohonan izin; atau b. menolak permohonan izin. 6. Persetujuan atau penolakan permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam angka 5 disampaikan secara tertulis oleh Bank Indonesia kepada pemohon. 7. Dihapus. 8. Dalam … 3 8. Dalam hal Lembaga Selain Bank yang telah menyelenggarakan kegiatan Uang Elektronik dengan Dana Float di bawah Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) mengajukan permohonan izin kepada Bank Indonesia maka selama dalam proses perizinan, Lembaga Selain Bank tersebut tetap dapat menjalankan kegiatannya dengan ketentuan tidak menambah Dana Float. 2. Diantara Bab III dan Bab IV disisipkan 1 (satu) bab, yakni Bab IIIA yang berbunyi sebagai berikut: IIIA. PELAKSANAAN UJI COBA A. Dalam rangka menguji kesiapan penyelenggaraan Uang Elektronik, calon Penerbit yang sedang dalam proses perizinan dapat melakukan uji coba secara terbatas pada pengguna dan lokasi transaksi di lingkup internal calon Penerbit. B. Dalam melakukan kegiatan uji coba sebagaimana dimaksud pada angka 1, calon Penerbit harus menyampaikan laporan kepada Bank Indonesia mengenai rencana pelaksanaan dan pengakhiran uji coba dengan ketentuan sebagai berikut: a. laporan rencana pelaksanaan uji coba disampaikan kepada Bank Indonesia paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sebelum pelaksanaan uji coba; dan b. laporan pengakhiran uji coba disampaikan kepada Bank Indonesia paling lama 10 (sepuluh) hari kalender setelah tanggal uji coba berakhir. C. Penerbit atau calon Penerbit yang akan menyelenggarakan kegiatan LKD dapat melakukan uji coba dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai layanan keuangan digital. 3. Ketentuan butir VI.B.1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: B. Batas Nilai Uang Elektronik 1. Batas Nilai Uang Elektronik untuk jenis unregistered dan registered diatur sebagai berikut: a. untuk … 4 a. untuk jenis unregistered paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); dan b. untuk jenis registered paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). 4. Ketentuan butir VI.E.3 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 3. penyediaan fasilitas lain hanya dapat dilakukan setelah Penerbit memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia. 5. Ketentuan butir VI.F.5 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 5. Penerbit hanya dapat melakukan penerbitan produk Uang Elektronik dengan jenis, nama yang berbeda, pengembangan, dan/atau penambahan fasilitas baru setelah memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia. 6. Ketentuan butir VII.B.2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 2. Kerja sama Penerbit dengan pihak lain dalam rangka kegiatan LKD a. Dalam rangka kegiatan LKD, Penerbit dapat bekerjasama dengan Agen LKD berupa: 1) penyelenggara transfer dana; 2) badan usaha berbadan hukum Indonesia; dan/atau 3) individu. b. Pelaksanaan kerja sama Penerbit dengan Agen LKD sebagaimana dimaksud pada huruf a mengikuti ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai layanan keuangan digital. 7. Ketentuan butir VII.C.1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 1. Mekanisme untuk kerja sama sebagaimana dimaksud dalam huruf A dan huruf B diatur sebagai berikut: a. Kerja sama harus dituangkan dalam perjanjian tertulis dalam Bahasa Indonesia. b. Penyelenggara harus menyampaikan rencana kerja sama tersebut kepada Bank Indonesia, dengan tata cara dan mekanisme … 5 mekanisme penyampaian sebagai berikut: 1) penyampaian rencana kerja sama disampaikan paling lambat 45 (empat puluh lima) hari kerja sebelum perjanjian kerja sama ditandatangani; 2) rencana kerja sama sebagaimana dimaksud dalam angka 1) mencakup informasi paling kurang mengenai: a) data, informasi, atau profil perusahaan pihak lain yang akan bekerjasama dengan Penyelenggara; b) dasar pertimbangan dilakukannya kerja sama; c) tanggal efektif rencana dilaksanakannya kerja sama; d) jangka waktu rencana pelaksanaan kerja sama; dan e) hak dan kewajiban para pihak; dan 3) penyampaian rencana kerja sama sebagaimana dimaksud dalam angka 1) disertai dokumen berupa: a) fotokopi konsep final perjanjian kerja sama; b) hasil analisis dan/atau kajian manajemen risiko termasuk mitigasinya yang paling kurang meliputi risiko operasional, risiko likuiditas, risiko reputasi, dan risiko hukum; dan c) fotokopi konsep final perjanjian kerja sama yang dilakukan oleh pihak lain dengan pihak ketiga (apabila ada). c. Penyelenggara hanya dapat melaksanakan kerja sama setelah memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia. d. Bank Indonesia dapat memberikan kemudahan kepada Penyelenggara yang telah memperoleh izin, atas proses persetujuan kerja sama dalam rangka penggunaan dan perluasan penggunaan Uang Elektronik untuk program yang terkait kebijakan nasional. Kemudahan tersebut diberikan dengan tetap memperhatikan risiko penyelenggaraan kegiatan Uang Elektronik. e. Realisasi kerja sama dilaporkan kepada Bank Indonesia paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak ditandatanganinya … 6 ditandatanganinya perjanjian kerja sama yang paling kurang mencakup informasi mengenai: 1) tanggal dimulainya kerja sama; dan 2) informasi lainnya dalam hal terdapat perubahan atas informasi rencana kerja sama sebagaimana dimaksud dalam butir b.2). f. Laporan realisasi kerja sama sebagaimana dimaksud dalam huruf e disertai fotokopi perjanjian kerja sama yang telah ditandatangani. 8. Ketentuan butir VIII.B diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: B. Pengawasan Agen LKD 1. Dalam rangka pengawasan terhadap Penerbit yang menyelenggarakan LKD, Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan langsung (on site visit) terhadap Agen LKD berupa penyelenggara transfer dana, badan usaha berbadan hukum Indonesia, dan/atau individu. 2. Pelaksanaan pemeriksaan langsung (on site visit) terhadap Agen LKD sebagaimana dimaksud pada angka 1 mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai layanan keuangan digital. 9. Ketentuan butir VIII.C.4.b diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: b. Jenis Laporan Insidentil meliputi: 1) Dihapus. 2) Dihapus. 3) Dihapus. 4) Laporan Insiden (incident report) Penyelenggara harus menyampaikan kepada Bank Indonesia laporan insiden (incident report) yakni laporan atas terjadinya gangguan pada sistem dan upaya yang telah dilakukan untuk menanggulanginya, antara lain seperti: a) adanya kegagalan network dalam memproses transaksi Uang Elektronik; b) adanya … 7 b) adanya kegagalan pusat data dan pusat penanggulangan bencana; dan/atau c) fraud yang terjadi paling kurang meliputi informasi terkait: (1) kronologis; dan (2) dampak kerugian yang diakibatkan. 5) Laporan Perubahan Data atau Informasi Penyelenggara harus menyampaikan laporan tertulis kepada Bank Indonesia yang dilampiri dengan dokumen pendukung, dalam hal: a) terdapat perubahan mengenai: (1) nama dan/atau alamat kantor; (2) Direksi dan/atau Dewan Komisaris; (3) dokumen pokok-pokok hubungan bisnis; (4) pengaturan hak dan kewajiban para pihak; (5) perjanjian kerja sama; (6) para pihak yang bekerjasama; dan/atau (7) prosedur penyelesaian sengketa; b) terjadi penggabungan, peleburan, pemisahan, atau pengambilalihan, dengan dilengkapi dokumen pendukung berupa: (1) rencana bisnis termasuk rencana penggunaan dan pengembangan sistem; (2) kesiapan infrastruktur; dan/atau (3) laporan hasil audit teknologi informasi dari auditor eksternal dalam hal terjadi pengembangan dan/atau penggabungan sistem yang ada. 10. Ketentuan Bab X diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: X. PENGEMBANGAN DAN PENYEDIAAN SISTEM UANG ELEKTRONIK YANG DAPAT SALING DIKONEKSIKAN DENGAN SISTEM UANG ELEKTRONIK LAINNYA A. Dalam rangka meningkatkan efisiensi, kelancaran, dan memberikan manfaat yang lebih luas kepada Pemegang dalam bertransaksi, Penyelenggara harus mengembangkan sistem … 8 sistem yang dapat saling dikoneksikan dengan Penyelenggara lain dalam memproses transaksi. B. Dalam mengembangkan sistem yang saling dikoneksikan sebagaimana dimaksud dalam huruf A, Penyelenggara harus: 1. membuka koneksi sistem Uang Elektronik sehingga dapat diterima oleh Penyelenggara lain, paling kurang untuk penyediaan fasilitas Uang Elektronik berupa: a. transfer dana; b. Pengisian Ulang (top up); dan c. Tarik Tunai; dan 2. menyediakan alat pembaca Uang Elektronik yang dapat menerima Uang Elektronik Penerbit lain. C. Bank Indonesia dapat menetapkan standar Uang Elektronik untuk meningkatkan efisiensi penyelenggaraan Uang Elektronik. 11. Ketentuan butir XI.E.1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 1. Laporan harus disampaikan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dan ditujukan kepada Bank Indonesia cq. Departemen Surveilans Sistem Keuangan. 12. Ketentuan butir XI.F.1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 1. Permohonan izin disampaikan secara tertulis dan ditujukan kepada Bank Indonesia cq. Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran. 13. Ketentuan butir XIV.B diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: B. Penyampaian permohonan izin, penyampaian rencana kerja sama, penyampaian rencana penerbitan produk Uang Elektronik dengan jenis, nama yang berbeda, pengembangan, dan/atau penambahan fasilitas baru, dan laporan penyelenggaraan Uang Elektronik, diatur sebagai berikut: 1. Permohonan izin penyelenggaraan Uang Elektronik dan laporan terkait pelaksanaan uji coba calon Penerbit disampaikan … 9 disampaikan kepada: Bank Indonesia cq. Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran Gedung D Lantai 5, Kompleks Perkantoran Bank Indonesia Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350. 2. Rencana penerbitan produk Uang Elektronik dengan jenis, nama yang berbeda, pengembangan, dan/atau penambahan fasilitas baru, rencana kerja sama, dan laporan terkait penyelenggaraan Uang Elektronik, disampaikan kepada: Bank Indonesia cq. Departemen Surveilans Sistem Keuangan Gedung D Lantai 8, Kompleks Perkantoran Bank Indonesia Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350. 14. Angka V mengenai Format Laporan Penyelenggaraan LKD melalui Agen LKD dan Angka VI mengenai Sandi dalam Lampiran dihapus sehingga Lampiran menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 27 September 2016. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, ENI V. PANGGABEAN KEPALA DEPARTEMEN KEBIJAKAN DAN PENGAWASAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 18/21/DKSP|SE-BI/2016 </reg_id> <reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/11/DKSP tanggal 22 Juli 2014 perihal Penyelenggaraan Uang Elektronik (Electronic Money) </reg_title> <set_date> 27 September 2016 </set_date> <effective_date> 27 September 2016 </effective_date> <changed_reg> '16/11/DKSP|SE-BI/2014' </changed_reg> <related_reg> '11/12/PBI/2009', '18/17/PBI/2016', '16/11/DKSP|SE-BI/2014' </related_reg>
No. 6/ 28 /BKr Jakarta, 9 Juli 2004 S U R A T E D A R A N kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA DAN PT. PERMODALAN NASIONAL MADANI (PERSERO) Perihal : Perubahan Atas Surat Edaran Bank Indonesia No. 5/30/BKr Tanggal 18 November 2003 Perihal Pelaksanaan Pengalihan Pengelolaan Kredit Likuiditas Bank Indonesia Dalam Rangka Kredit Program Sehubungan dengan addendum Perjanjian Pengalihan Pengelolaan Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) antara Bank Indonesia dan BUMN Koordinator penerima pengalihan pengelolaan tanggal 29 Januari 2004, maka perlu dilakukan perubahan terhadap Surat Edaran No. 5/30/BKr tanggal 18 November 2003 perihal Pelaksanaan Pengalihan Pengelolaan Kredit Likuiditas Bank Indonesia Dalam Rangka Kredit Program, sebagai berikut: Ketentuan pada butir VI.3 diubah sehingga seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut : “3. Pelunasan Sebelum Tanggal Jatuh Tempo a. 1) Dalam hal debitur dan atau bank pelaksana melunasi KLBI Dengan Angsuran sebelum tanggal jatuh tempo, atau proyek yang dibiayai oleh KLBI Dengan Angsuran dialihkan kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) atau Lembaga Pengelola Aset Negara lainnya, maka bank pelaksana harus memberitahukan pelunasan atau pengalihan tersebut kepada Bank Indonesia dengan tembusan kepada Kantor … Kantor BUMN, paling lambat 14 (empat belas) hari kalender terhitung sejak tanggal pelunasan atau pengalihan dimaksud. Pemberitahuan dimaksud sekurang-kurangnya memuat informasi mengenai tanggal pelunasan atau pengalihan, nama skim, nama proyek, nomor SPK, dan jumlah KLBI yang dilunasi atau dialihkan. 2) Dalam hal debitur dan atau bank pelaksana melunasi KLBI Dengan Angsuran sebelum tanggal jatuh tempo sebelum tanggal berlakunya Peraturan Bank Indonesia No. 5/20/PBI/2003 tanggal 17 September 2003 tentang Pengalihan Pengelolaan Kredit Likuiditas Bank Indonesia Dalam Rangka Kredit Program, bank pelaksana harus memberitahukan kepada Bank Indonesia. 3) Atas dasar pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dan angka 2), Bank Indonesia mendebet rekening giro bank pelaksana sebesar baki debet KLBI yang dilunasi sebelum tanggal jatuh tempo atau yang dialihkan kepada BPPN atau Lembaga Pengelola Aset Negara Lainnya. 4) Jumlah angsuran pokok KLBI yang telah diterima oleh Kantor BUMN akan didebet oleh Bank Indonesia pada saat jatuh tempo KLBI. b. 1) Dalam hal proyek yang dibiayai oleh KLBI Dengan Angsuran dibatalkan oleh Bank Indonesia karena adanya pelanggaran ketentuan atau hal-hal lain yang dapat menyebabkan batalnya SPK, maka Bank Indonesia mendebet rekening giro bank pelaksana sebesar baki debet KLBI yang dibatalkan. 2) Jumlah angsuran pokok KLBI yang telah diterima oleh Kantor BUMN didebet oleh Bank Indonesia pada saat jatuh tempo KLBI. c. Atas dana angsuran KLBI yang telah dikelola BUMN untuk skim- skim kredit yang dipercepat pelunasannya sebagaimana dimaksud dalam huruf … huruf a dan b tersebut, maka Bank Indonesia menerbitkan Surat Penegasan kepada BUMN untuk mengelola angsuran KLBI yang telah diterima BUMN sebelum percepatan pelunasan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, sampai dengan jatuh tempo KLBI sesuai dengan masing-masing SPK. Untuk pertama kali Surat Penegasan dimaksud mencantumkan seluruh angsuran KLBI yang dilunasi sebelum tanggal jatuh tempo KLBI, yang dilakukan sebelum berlakunya Surat Edaran ini. Surat Penegasan dimaksud memuat sekurang-kurangnya: 1) Nomor SPK; 2) Bank pelaksana; 3) Skim kredit; 4) Nama debitur; 5) Jumlah angsuran KLBI yang telah diterima BUMN; dan 6) Tanggal jatuh tempo KLBI sesuai dengan masing-masing SPK. d. 1) Dalam hal debitur dan atau bank pelaksana melunasi KLBI Tanpa Angsuran sebelum jatuh tempo atau proyek yang dibiayai oleh KLBI Tanpa Angsuran dialihkan kepada BPPN atau Lembaga Pengelola Aset Negara lainnya, maka bank pelaksana harus memberitahukan pelunasan atau pengalihan tersebut kepada Bank Indonesia dengan tembusan kepada Kantor BUMN, paling lambat 14 (empat belas) hari kalender terhitung sejak tanggal pelunasan atau pengalihan dimaksud. 2) Atas dasar pemberitahuan dimaksud, Bank Indonesia mendebet rekening giro bank pelaksana sebesar baki debet KLBI.” Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 9 Juli 2004. Agar … Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, Ttd. RATNA E. AMIATY KEPALA BIRO KREDIT
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 6/28/BKr|SE-BI/2004 </reg_id> <reg_title> Perubahan Atas Surat Edaran Bank Indonesia No. 5/30/BKr Tanggal 18 November 2003 Perihal Pelaksanaan Pengalihan Pengelolaan Kredit Likuiditas Bank Indonesia Dalam Rangka Kredit Program </reg_title> <set_date> 9 Juli 2004 </set_date> <effective_date> 9 Juli 2004 </effective_date> <changed_reg> '5/30/BKr|SE-BI/2003' </changed_reg> <related_reg> '5/30/BKr|SE-BI/2003' </related_reg>
No. 9/34/DSM Jakarta, 18 Desember 2007 SURAT EDARAN Kepada SEMUA LEMBAGA KEUANGAN NON BANK DI INDONESIA Perihal: Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/14/DSM tanggal 13 Juni 2001 Perihal Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Oleh Lembaga Keuangan Non Bank Dalam rangka peningkatan efektivitas pemantauan terhadap kegiatan Lalu Lintas Devisa (LLD) khususnya terkait dengan transaksi surat-surat berharga yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi perekonomian nasional dan mempertimbangkan perkembangan teknologi serta untuk meningkatkan kualitas data Laporan LLD, maka dipandang perlu dilakukan perubahan terhadap Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/14/DSM tanggal 13 Juni 2001 Perihal Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Oleh Lembaga Keuangan Non Bank sebagai berikut: 1. Ketentuan butir I.B.b.1. diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: b.1. LKNB pelapor adalah seluruh LKNB yang berbadan hukum Indonesia dan kantor cabang LKNB asing yang berkedudukan di Indonesia, yang meliputi antara lain perusahaan asuransi, perusahaan efek/sekuritas, perusahaan pembiayaan, dan modal ventura, yang: b.1.1. Melakukan transaksi LLD melalui rekening giro pada bank di luar negeri (Overseas Current Account), melalui pengakuan utang … utang-piutang antar perusahaan/kantor (Inter Company/Inter Office Account), dan atau b.1.2. Memiliki posisi Aset dan atau Kewajiban Finansial Luar Negeri (AFLN/KFLN). 2. Ketentuan butir I.B.b.3. diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: b.3. Bagi LKNB yang pernah menyampaikan laporan kegiatan LLD, namun pada periode tertentu tidak melakukan kegiatan LLD sebagaimana dimaksud dalam butir b.1.1., wajib mencantumkan kode nihil pada tampilan sistem online seperti pada petunjuk teknis terlampir. 3. Setelah ketentuan butir I.B.b.3. ditambahkan 1 (satu) butir, yaitu butir b.4. yang berbunyi sebagai berikut: b.4. Bagi LKNB pelapor yang tidak melakukan transaksi LLD sebagaimana dimaksud dalam butir b.1.1. namun memiliki posisi AFLN dan atau KFLN sebagaimana dimaksud dalam butir b.1.2., wajib mencantumkan kode tidak memiliki OCA dan ICA pada tampilan sistem online seperti pada petunjuk teknis terlampir. 4. Ketentuan butir II.A.1. diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 1. Laporan Transaksi Laporan transaksi adalah laporan yang memuat keterangan dan data mengenai: a. Penerimaan dan atau pembayaran melalui Overseas Current Account (OCA), dan atau b. Pengakuan utang-piutang melalui Inter Company/Inter Office Account (ICA), sebagai berikut: b.1. Perusahaan efek/sekuritas Mencakup seluruh pengakuan utang-piutang dengan badan atau lembaga … lembaga lain yang berkedudukan di luar negeri termasuk dengan afiliasi di luar negeri yang penyelesaiannya dilakukan secara netting/offsetting dan non netting/non offsetting. b.2. Selain perusahaan efek/sekuritas Mencakup seluruh pengakuan utang-piutang dengan badan atau lembaga lain yang berkedudukan di luar negeri termasuk dengan afiliasi di luar negeri yang penyelesaiannya dilakukan secara netting/offsetting. 5. Ketentuan angka III diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: A. Periode Laporan 1. Periode Laporan Transaksi adalah bulanan, yaitu dari tanggal 1 sampai dengan akhir bulan. 2. Periode Laporan Posisi adalah triwulanan, yaitu posisi akhir Maret untuk triwulan 1, posisi akhir Juni untuk triwulan 2, posisi akhir September untuk triwulan 3, dan posisi akhir Desember untuk triwulan 4. B. Masa Penyampaian Laporan (MPL) 1. MPL adalah 20 (dua puluh) hari setelah berakhirnya periode laporan, yaitu dari tanggal 1 sampai dengan tanggal 20. Contoh: - MPL untuk Laporan Transaksi periode bulan Januari 2008 adalah tanggal 1 sampai dengan 20 Februari 2008. - MPL untuk Laporan Posisi triwulan I tahun 2008 adalah tanggal 1 sampai dengan 20 April 2008. 2. Batas akhir MPL untuk laporan yang disampaikan secara offline adalah tanggal 20 pukul 16.00 WIB. Apabila batas akhir MPL jatuh pada hari Sabtu atau hari libur, maka penyampaian laporan adalah pada hari kerja pertama berikutnya pukul 16.00 WIB. C. Masa … C. Masa Keterlambatan Penyampaian Laporan (MKPL) 1. MKPL adalah masa setelah berakhirnya MPL pukul 24.00 WIB sampai dengan akhir bulan penyampaian laporan untuk periode laporan yang bersangkutan. Contoh: - MKPL untuk Laporan Transaksi periode bulan Januari 2008 adalah mulai tanggal 21 sampai dengan 29 Februari 2008. - MKPL untuk Laporan Posisi triwulan I tahun 2008 adalah mulai tanggal 21 sampai dengan 30 April 2008. 2. Apabila sampai dengan batas akhir MKPL sebagaimana dimaksud dalam butir 1 LKNB pelapor belum menyampaikan laporan, maka LKNB yang bersangkutan dianggap tidak menyampaikan laporan. D. Cara Penyampaian Laporan 1. Laporan Transaksi dan atau Laporan Posisi disampaikan kepada Bank Indonesia secara online dengan alamat https://www.bi.go.id/lld-lknb atau http://192.168.32.8/lld-lknb. 2. Dalam hal terjadi gangguan teknis seperti gangguan jaringan dan komunikasi yang mengakibatkan LKNB pelapor tidak dapat menyampaikan laporan melalui media online, maka laporan disampaikan melalui surat (offline) disertai disket atau media penyimpanan data lainnya untuk dilakukan upload di: Bank Indonesia Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter Biro Neraca Pembayaran Menara Sjafruddin Prawiranegara, Lantai 16 Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10350 3. Tanggal penerimaan laporan yang disampaikan secara online dan melalui… melalui surat (offline) disertai disket atau media penyimpanan data lainnya adalah tanggal penerimaan laporan dalam sistem komputer Bank Indonesia atau tanggal penerimaan surat di Bank Indonesia. 4. Dalam hal terjadi perubahan alamat penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan 2, maka perubahan tersebut akan diberitahukan secara tertulis oleh Bank Indonesia. 6. Ketentuan dalam angka VII ditambah 1 (satu) huruf, yakni huruf D yang berbunyi sebagai berikut: D. Semua alamat, nomor telpon, nomor faksimili, alamat e-mail yang ditujukan kepada Kantor Pusat Bank Indonesia sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Nomor 3/14/DSM tanggal 13 Juni 2001, harus dibaca sebagai berikut: Bank Indonesia Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter Biro Neraca Pembayaran Menara Sjafruddin Prawiranegara, Lantai 16 Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350 - Telp - Faks - E-mail : (021) 381-7606, 381-7607, dan 231-0108 ext 6726 : (021) 350-1974, 386-6063 : lldlknb@bi.go.id 7. Lampiran Surat Edaran berupa Petunjuk Teknis Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Oleh Lembaga Keuangan Non Bank diubah sehingga menjadi sebagaimana terlampir. berlaku untuk periode Kewajiban pelaporan sebagaimana diatur dalam Surat Edaran ini mulai laporan bulan Januari 2008 yang penyampaiannya dilakukan… dilakukan pada bulan Februari 2008. Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 2 Januari 2008. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, TRIONO WIDODO DIREKTUR STATISTIK EKONOMI DAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 9/34/DSM|SE-BI/2007 </reg_id> <reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/14/DSM tanggal 13 Juni 2001 Perihal Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Oleh Lembaga Keuangan Non Bank </reg_title> <set_date> 18 Desember 2007 </set_date> <effective_date> 2 Januari 2008 </effective_date> <changed_reg> '3/14/DSM|SE-BI/2001' </changed_reg> <related_reg> '3/14/DSM|SE-BI/2001' </related_reg>
No. 8/3/DPNP Jakarta, 30 Januari 2006 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal: Perubahan Penghitungan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko untuk Kredit Usaha Kecil, Kredit Pemilikan Rumah dan Kredit Pegawai/Pensiunan ----------------------------------------------------------------------------- Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/21/PBI/2001 tanggal 13 Desember 2001 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum, Bank Indonesia memandang perlu untuk melakukan perubahan terhadap penghitungan aktiva tertimbang menurut risiko untuk Kredit Usaha Kecil, Kredit Pemilikan Rumah dan Kredit Pegawai/Pensiunan dalam Surat Edaran Bank Indonesia dengan pokok-pokok ketentuan sebagai berikut: I. UMUM 1. Sejalan dengan upaya menggerakkan perekonomian dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, Bank Indonesia memandang perlu untuk meningkatkan … meningkatkan peran perbankan dalam pembiayaan kegiatan ekonomi, terutama dalam rangka pembiayaan terhadap usaha kecil, pemilikan rumah dan pegawai/pensiunan. 2. Kebijakan peningkatan peran perbankan tersebut dilakukan dengan menurunkan penetapan bobot risiko atas Kredit Usaha Kecil, Kredit Pemilikan Rumah dan Kredit Pegawai/Pensiunan dalam penghitungan aktiva tertimbang menurut risiko untuk kredit yang memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini. Kredit yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini tetap dikenakan bobot risiko sesuai dengan ketentuan yang berlaku. II. PENGHITUNGAN AKTIVA TERTIMBANG MENURUT RISIKO (ATMR) 1. Bobot Risiko untuk Kredit Usaha Kecil (KUK) Dalam penghitungan ATMR, KUK dikenakan bobot risiko sebesar 85% (delapan puluh lima perseratus). KUK yang dapat dikenakan bobot risiko tersebut adalah kredit yang memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku tentang Pemberian Kredit Usaha Kecil. 2. Bobot Risiko untuk Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Dalam penghitungan ATMR, KPR dikenakan bobot risiko sebesar 40% (empat puluh perseratus). KPR yang dapat dikenakan bobot risiko tersebut adalah kredit yang dijamin dengan hak tanggungan pertama dengan tujuan untuk dihuni, berupa kredit untuk membeli atau memperbaiki/memugar rumah atau apartemen. 3. Bobot … 3. Bobot Risiko untuk Kredit Pegawai/Pensiunan Dalam penghitungan ATMR, Kredit Pegawai/Pensiunan dikenakan bobot risiko sebesar 50% (lima puluh perseratus). Kredit Pegawai/Pensiunan yang dapat dikenakan bobot risiko tersebut adalah kredit yang memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Pegawai/pensiunan yang menerima kredit adalah: 1) pegawai negeri sipil (PNS), anggota TNI/POLRI, pegawai lembaga negara atau Negara/Daerah (BUMN/BUMD); 2) pensiunan dari PNS, pensiunan dari anggota TNI/POLRI, pensiunan dari pegawai lembaga negara atau pensiunan dari pegawai BUMN/BUMD; b. c. Plafon kredit keseluruhan maksimum Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) per pegawai/pensiunan; Pegawai/pensiunan dijamin dengan asuransi jiwa dari perusahaan asuransi yang berstatus sebagai BUMN atau perusahaan asuransi swasta yang memiliki peringkat paling kurang peringkat investasi dari lembaga pemeringkat yang diakui Bank Indonesia sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku tentang Lembaga Pemeringkat dan Peringkat Yang Diakui Bank Indonesia; d. Pembayaran angsuran/pelunasan kredit bersumber dari gaji/pensiun berdasarkan Surat Kuasa Memotong Gaji/Pensiun kepada Bank pemberi kredit. Dalam hal pembayaran gaji/pensiun dilakukan melalui Bank lain atau BUMN lain, maka Bank pemberi kredit harus memiliki perjanjian kerja sama dengan Bank pegawai Badan Usaha Milik lain … lain atau BUMN lain pembayar gaji/pensiun untuk melakukan pemotongan gaji/pensiun dalam angsuran/pelunasan kredit; dan e. Bank menyimpan asli surat pengangkatan pegawai atau surat keputusan pensiun atau Kartu Registrasi Induk Pensiun (KARIP) dan polis pertanggungan asuransi jiwa debitur. 4. Dengan diberlakukannya perubahan penghitungan ATMR sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini, maka perlu dilakukan penyesuaian terhadap pedoman perhitungan ATMR berdasarkan Laporan Bulanan Bank Umum sesuai dengan Lampiran 1 Surat Edaran Bank Indonesia ini. III. PELAPORAN 1. Bank wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia laporan mengenai Kredit Pegawai/Pensiunan yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada angka II.3, sesuai dengan Lampiran 2 Surat Edaran Bank Indonesia ini setiap bulan selambat-lambatnya tanggal 24 bulan berikutnya. Apabila tanggal 24 jatuh pada hari Sabtu/Minggu/Libur, maka laporan disampaikan pada hari kerja sebelumnya. 2. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1 disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat: a. Direktorat Pengawasan Bank terkait, Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10110 bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia; b. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia. 3. Dalam … rangka pembayaran 3. Dalam hal Bank tidak menyampaikan laporan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada angka 1, maka perhitungan ATMR akan dilakukan berdasarkan data yang tersedia dalam Laporan Bulanan Bank Umum. 4. Kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud pada angka 1 hanya berlaku sampai dengan ketentuan penyempurnaan Laporan Bulanan Bank Umum diberlakukan. IV. PENUTUP 1. Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini, maka: a. Lampiran 3 angka I Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 26/1/BPPP tanggal 29 Mei 1993 perihal Kewajiban Penyediaan Modal Minimum bagi Bank Umum; dan b. Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/12/DPNP tanggal 12 Juni 2000 perihal Penilaian Aktiva Produktif dalam Penghitungan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko; dinyatakan tidak berlaku. 2. Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini, maka Lampiran 13a Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/10/DPNP tanggal 31 Maret 2005 perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/30/DPNP tanggal 14 Desember 2001 perihal Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan dan Bulanan Bank Umum serta Laporan tertentu yang disampaikan kepada Bank Indonesia disesuaikan dengan ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini. Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku sejak tanggal 31 Maret 2006. Agar … Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, MAMAN H. SOMANTRI DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 8/3/DPNP|SE-BI/2006 </reg_id> <reg_title> Perubahan Penghitungan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko untuk Kredit Usaha Kecil, Kredit Pemilikan Rumah dan Kredit Pegawai/Pensiunan </reg_title> <set_date> 30 Januari 2006 </set_date> <effective_date> 31 Maret 2006 </effective_date> <replaced_reg> '2/12/DPNP|SE-BI/2002 | Lampiran', '26/1/BPPP|SE-BI/1993 | Lampiran 3 angka I' </replaced_reg> <related_reg> '3/21/PBI/2001' </related_reg>
No. 7/41/DPM Jakarta, 1 September 2005 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Marjin Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank Menunjuk Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/11/PBI/2004 tanggal 12 April 2004 tentang Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 39 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4383), sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/28/PBI/2005 tanggal 1 September 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 77, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4526), maka Bank Indonesia menetapkan marjin suku bunga penjaminan simpanan pihak ketiga dan pasar uang antar bank sebagai berikut: 1. Marjin untuk Maksimum Suku Bunga Simpanan Pihak Ketiga dalam Rupiah ditetapkan sebesar: Jangka Waktu Simpanan 1 bulan Marjin (basis point) Ditambah 50 (lima puluh) 3 bulan Ditambah 55 (lima puluh lima) 6 bulan Ditambah 60 (enam puluh) 12 bulan Ditambah 75 (tujuh puluh lima) 24 bulan Ditambah 105 (seratus lima) dari …. 2 dari BI Rate terakhir. 2. Marjin untuk Maksimum Suku Bunga Simpanan Pihak Ketiga dalam US Dollar ditetapkan sebesar: Jangka Waktu Simpanan 1 bulan Marjin (basis point) Ditambah 208 (dua ratus delapan) 3 bulan Ditambah 199 (seratus sembilan puluh sembilan) 6 bulan Ditambah 189 (seratus delapan puluh sembilan) 12 bulan 24 bulan Ditambah 178 (seratus tujuh puluh delapan) Ditambah 167 (seratus enam puluh tujuh) dari rata-rata suku bunga deposito dalam US Dollar bank-bank anggota Jakarta Inter Bank Offered Rates (JIBOR) yang ditetapkan oleh Bank Indonesia menurut jangka waktu tertentu selama 1 (satu) bulan sebelumnya. 3. Marjin untuk maksimum Suku Bunga PUAB ditetapkan sebagai berikut : a. Marjin untuk maksimum suku bunga PUAB dalam Rupiah yang dijamin Pemerintah ditetapkan 0 (nol) basis point di atas rata-rata tertimbang suku bunga PUAB overnight pagi dalam Rupiah dari bank-bank anggota JIBOR yang ditetapkan oleh Bank Indonesia selama 1 (satu) bulan sebelumnya. b. Marjin untuk maksimum suku bunga PUAB dalam valuta asing dalam US Dollar yang dijamin Pemerintah ditetapkan sebesar 219 (dua ratus sembilan belas) basis point di bawah rata-rata tertimbang suku bunga PUAB overnight dalam valuta asing US Dollar dari bank-bank anggota JIBOR yang ditetapkan oleh Bank Indonesia selama 1 (satu) bulan sebelumnya. Dengan berlakunya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/32/DPM tanggal 1 Agustus 2005 perihal Marjin Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 1 September 2005. Agar …. 3 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, BUDI MULYA DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 7/41/DPM|SE-BI/2005 </reg_id> <reg_title> Marjin Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank </reg_title> <set_date> 1 September 2005 </set_date> <effective_date> 1 September 2005 </effective_date> <replaced_reg> '7/32/DPM|SE-BI/2005' </replaced_reg> <related_reg> '6/11/PBI/2004', '7/28/PBI/2005' </related_reg>
No. 11/ 34 /DPbS Jakarta, 23 Desember 2009 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DI INDONESIA Perihal: Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Dengan telah diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/23/PBI/2009 tanggal 1 Juli 2009 tentang Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5027), maka perlu diatur lebih lanjut peraturan pelaksanaan mengenai Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) dalam Surat Edaran yang mencakup hal-hal sebagai berikut: I. PENDIRIAN BPRS A. PERSETUJUAN PRINSIP Permohonan persetujuan prinsip untuk melakukan persiapan pendirian BPRS diajukan oleh salah satu calon pemilik BPRS kepada Bank Indonesia dengan menggunakan format surat sesuai Lampiran 1 dan didukung dengan dokumen sebagai berikut: 1. akta pendirian atau rancangan akta pendirian badan hukum Perseroan Terbatas (PT), termasuk anggaran dasar atau rancangan anggaran dasar yang paling kurang memuat: a. nama dan tempat kedudukan; b. kegiatan usaha sebagai BPRS; c. modal; d. kepemilikan ... 2 d. kepemilikan; e. aturan tentang pengangkatan anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi dan anggota DPS yang berlaku efektif setelah mendapat persetujuan Bank Indonesia; f. aturan mengenai jumlah, kewenangan, tanggung jawab, tugas dan persyaratan lainnya Dewan Komisaris, Direksi, dan DPS yang harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan; g. aturan tentang rapat umum pemegang saham yang menetapkan bahwa tugas manajemen, remunerasi Dewan Komisaris dan Direksi, laporan pertanggungjawaban tahunan, penunjukan dan biaya jasa akuntan publik, penggunaan laba, dan hal-hal lainnya yang harus sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia; dan h. aturan mengenai rapat umum pemegang saham yang harus dipimpin oleh Presiden Komisaris atau Komisaris Utama. Dalam hal Komisaris Utama berhalangan, maka rapat umum pemegang saham dapat dipimpin oleh anggota Dewan Komisaris lainnya; 2. daftar pemegang saham berikut rincian besarnya masing-masing kepemilikan saham: a. dalam hal pemegang saham adalah perorangan maka harus dilampiri dokumen sebagai berikut: 1) pas foto 1 (satu) bulan terakhir ukuran 4 x 6 cm; 2) fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang masih berlaku; 3) 4) riwayat hidup (curriculum vitae); surat pernyataan pribadi yang menyatakan tidak pernah melakukan tindakan fraud (penipuan, penggelapan dan kecurangan) ... 3 kecurangan) di bidang perbankan, keuangan, dan usaha lainnya, serta tidak pernah dihukum karena terbukti melakukan tindak pidana kejahatan; 5) dalam hal calon pemegang saham perorangan sebagai PSP maka harus dilampiri tambahan dokumen sebagai berikut: a) surat pernyataan pribadi yang menyatakan bahwa yang bersangkutan tidak pernah dinyatakan pailit atau tidak pernah menjadi pemegang saham, anggota Dewan Komisaris, atau anggota Direksi dari perseroan dan/atau pengurus pada badan hukum lainnya yang dinyatakan bersalah sehingga menyebabkan suatu perseroan dan/atau badan hukum lainnya dinyatakan pailit berdasarkan penetapan pengadilan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir sebelum tanggal pengajuan permohonan; b) surat pernyataan pribadi yang menyatakan bersedia untuk mengatasi kesulitan likuiditas dan/atau modal BPRS; c) surat pernyataan pribadi yang menyatakan tidak memiliki hutang yang bermasalah; dan d) daftar kekayaan dan sumber pendapatan serta jumlah hutang yang dimiliki sesuai dengan laporan pajak tahun terakhir; b. dalam hal pemegang saham adalah badan hukum maka harus dilampiri dokumen sebagai berikut: 1) akta pendirian badan hukum, yang memuat anggaran dasar berikut perubahan-perubahan yang telah mendapat pengesahan ... 4 pengesahan dari instansi berwenang; 2) dokumen sebagaimana dimaksud pada butir a. angka 1) sampai dengan angka 4) dari: a) masing-masing anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi dalam hal bentuk badan hukum adalah Perseroan Terbatas; atau b) masing-masing anggota pengurus dalam hal bentuk badan hukum selain Perseroan Terbatas; 3) daftar pemegang saham dan jumlah nominal kepemilikannya; 4) laporan keuangan badan hukum yang telah diaudit oleh akuntan publik dengan posisi paling lama 6 (enam) bulan sebelum tanggal pengajuan permohonan persetujuan prinsip. Dalam hal badan hukum tersebut masih dalam proses audit maka laporan keuangan yang disampaikan adalah laporan keuangan audited tahun sebelumnya dan laporan keuangan unaudited tahun terakhir. Laporan keuangan tahun terakhir yang telah diaudit (audited) harus segera disampaikan kepada Bank Indonesia setelah diterima dari Kantor Akuntan Publik; 5) dalam hal calon pemegang saham berbentuk badan hukum sebagai PSP, maka harus dilampiri tambahan dokumen sebagai berikut: a) informasi mengenai pemegang saham badan hukum sampai dengan penanggung jawab terakhir (ultimate shareholders); b) surat pernyataan pribadi dari: (1) masing-masing anggota Dewan Komisaris dan ... 5 dan anggota Direksi dari badan hukum dimaksud dalam hal bentuk badan hukumnya adalah Perseroan Terbatas; atau (2) masing-masing anggota pengurus dari badan hukum dimaksud dalam hal bentuk badan hukumnya selain Perseroan Terbatas; yang menyatakan bahwa masing-masing tidak pernah dinyatakan pailit atau tidak pernah menjadi pemegang saham, anggota Dewan Komisaris, atau anggota Direksi dari perseroan dan/atau pengurus dari badan hukum lainnya yang dinyatakan bersalah sehingga menyebabkan suatu perseroan dan/atau badan hukum lainnya dinyatakan pailit berdasarkan penetapan pengadilan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir sebelum tanggal pengajuan permohonan; c) surat pernyataan yang menyatakan badan hukum tersebut bersedia untuk mengatasi kesulitan likuiditas dan/atau modal BPRS yang ditandatangani oleh anggota Direksi atau pengurus yang berwenang mewakili badan hukum yang bersangkutan. Dalam hal BPRS merupakan bagian dari kelompok usaha yang dimiliki oleh suatu badan hukum, maka surat pernyataan dimaksud harus ditandatangani pula oleh penanggung jawab terakhir dari badan hukum tersebut (ultimate shareholders); d) surat pernyataan yang menyatakan bahwa badan hukum tidak memiliki hutang yang bermasalah yang ... 6 yang ditandatangani oleh anggota Direksi atau pengurus dari badan hukum yang bersangkutan; dan e) proyeksi laporan keuangan untuk jangka waktu paling kurang 3 (tiga) tahun; c. dalam hal calon pemegang saham adalah pemerintah daerah, maka harus dilampiri dokumen sebagai berikut: 1) surat keterangan yang mencantumkan nama pejabat yang berwenang mewakili pemerintah daerah; 2) dokumen sebagaimana dimaksud pada huruf a. angka 1) dan angka 2) dari pejabat yang berwenang mewakili pemerintah daerah; 3) dokumen yang menyebutkan mengenai sumber dana untuk setoran modal dalam rangka pendirian BPRS; dan 4) dalam hal calon pemegang saham pemerintah daerah sebagai PSP maka harus dilampiri tambahan dokumen yaitu surat pernyataan dari pejabat yang berwenang yang menyatakan bahwa pemerintah daerah bersedia untuk mengatasi kesulitan likuiditas dan/atau modal BPRS; 3. daftar calon anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, dan anggota DPS disertai dengan dokumen sebagai berikut: a. pas foto 1 (satu) bulan terakhir ukuran 4 x 6 cm; b. c. d. fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang masih berlaku; riwayat hidup (curriculum vitae); surat pernyataan pribadi dari masing-masing calon yang menyatakan tidak pernah melakukan tindakan fraud (penipuan, penggelapan, dan kecurangan) di bidang perbankan, keuangan, dan usaha lainnya, tidak pernah dihukum karena terbukti melakukan tindak pidana kejahatan; e. surat ... 7 e. surat pernyataan pribadi dari masing-masing calon yang menyatakan tidak pernah dinyatakan pailit atau tidak pernah menjadi pemegang saham, anggota Dewan Komisaris, atau anggota Direksi dari perseroan dan/atau pengurus dari badan hukum lainnya yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dan/atau badan hukum lainnya dinyatakan pailit berdasarkan penetapan pengadilan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir sebelum tanggal pengajuan permohonan; f. surat pernyataan pribadi dari masing-masing calon anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi yang menyatakan bahwa masing-masing tidak memiliki hutang yang bermasalah; g. surat keterangan atau sertifikat dari lembaga pendidikan dan pelatihan mengenai pendidikan dan/atau pelatihan di bidang perbankan syariah yang pernah diikuti calon anggota Dewan Komisaris dan calon anggota Direksi, sesuai dengan persyaratan kompetensi; h. surat keterangan atau sertifikat dari lembaga pendidikan dan pelatihan dan/atau Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia mengenai pendidikan dan/atau pelatihan di bidang syariah mu’amalah dan di bidang perbankan dan/atau keuangan secara umum yang pernah diikuti calon anggota DPS; i. surat pernyataan dari masing-masing calon anggota Dewan Komisaris, calon anggota Direksi dan calon anggota DPS bahwa yang bersangkutan tidak melanggar ketentuan rangkap jabatan sebagai berikut: 1) anggota Dewan Komisaris tidak merangkap jabatan sebagai: a. anggota ... 8 a. anggota Dewan Komisaris pada lebih dari 2 (dua) BPRS atau Bank Perkreditan Rakyat lain; atau b. anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau Pejabat Eksekutif pada lebih dari 2 (dua) lembaga/perusahaan lain bukan bank; 2) anggota Direksi tidak merangkap jabatan sebagai anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, anggota DPS atau Pejabat eksekutif pada lembaga keuangan, badan usaha atau lembaga lain; dan 3) anggota DPS tidak merangkap jabatan sebagai anggota DPS pada lebih dari 4 (empat) lembaga keuangan syariah lain; j. surat pernyataan dari calon anggota Direksi bahwa yang bersangkutan tidak memiliki hubungan keluarga dengan: 1) calon anggota Direksi lainnya, dalam hubungan sebagai orang tua, anak, mertua, besan, menantu, suami, istri, saudara kandung atau ipar; atau 2) calon anggota Dewan Komisaris, dalam hubungan sebagai orang tua, anak, mertua, besan, menantu, suami, istri, saudara kandung; k. surat pernyataan dari calon anggota DPS yang menyatakan bahwa yang bersangkutan memiliki komitmen untuk mematuhi peraturan perbankan syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku; l. surat pernyataan dari calon anggota DPS yang menyatakan bahwa yang bersangkutan memiliki komitmen yang tinggi terhadap pengembangan operasional BPRS yang sehat; dan m. surat rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia bagi calon anggota DPS yang belum pernah memiliki ... 9 memiliki surat rekomendasi dimaksud; 4. 5. 6. rencana struktur organisasi dan nama-nama calon Pejabat Eksekutif; studi kelayakan mengenai peluang pasar dan potensi ekonomi; rencana bisnis (business plan) yang paling kurang memuat: a. rencana kegiatan usaha yang mencakup penghimpunan dan penyaluran dana serta strategi pencapainnya; dan b. proyeksi neraca bulanan dan laporan laba rugi kumulatif bulanan selama 12 (dua belas) bulan yang dimulai sejak BPRS melakukan kegiatan operasional; 7. sistem dan prosedur kerja termasuk buku pedoman (manual) yang lengkap dan komprehensif untuk digunakan dalam kegiatan operasional BPRS; 8. bukti setoran modal paling kurang 30 % (tiga puluh persen) dari modal disetor dalam bentuk fotokopi bilyet deposito iB dari Bank Umum Syariah dan/atau Unit Usaha Syariah di Indonesia yang telah dilegalisir, atas nama “Dewan Gubernur Bank Indonesia qq. salah satu PSP”. Bilyet deposito iB tersebut harus mencantumkan keterangan bahwa pencairannya hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan tertulis dari Dewan Gubernur Bank Indonesia. Dalam hal pendirian BPRS dilakukan oleh pemerintah daerah maka ketentuan mengenai bukti setoran modal dan tata cara penyetoran modal dilakukan sesuai dengan Peraturan Daerah yang berlaku; dan 9. surat pernyataan dari pemegang saham bahwa sumber dana yang digunakan dalam rangka kepemilikan BPRS: a. tidak berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari bank dan/atau pihak lain; dan/atau b. tidak berasal dari dan untuk tujuan pencucian uang (money laundering ... 10 laundering). Dalam hal calon pemegang saham BPRS berbentuk badan hukum, maka surat pernyataan ditandatangani oleh pengurus yang berwenang mewakili badan hukum yang bersangkutan. Proses analisis atas permohonan persetujuan prinsip pendirian BPRS dilakukan dalam jangka waktu tertentu yang diatur dalam ketentuan intern Bank Indonesia. B. IZIN USAHA Permohonan izin usaha BPRS diajukan kepada Bank Indonesia dengan menggunakan format surat sesuai Lampiran 2 dan didukung dengan dokumen sebagai berikut: 1. akta pendirian badan hukum Perseroan Terbatas (PT), yang memuat anggaran dasar yang telah disahkan oleh instansi berwenang; 2. daftar pemegang saham sebagaimana dimaksud dalam butir A. angka 2., dalam hal terjadi perubahan pemegang saham; 3. daftar calon anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi dan anggota DPS sebagaimana dimaksud dalam butir A. angka 3., dalam hal terjadi perubahan calon anggota Dewan Komisaris, calon anggota Direksi dan/atau calon anggota DPS; 4. rencana struktur organisasi, studi kelayakan, rencana bisnis, sistem dan prosedur kerja sebagaimana dimaksud dalam butir A. angka 4. sampai dengan angka 7., dalam hal terjadi perubahan; 5. bukti pemenuhan modal disetor minimum dalam bentuk fotokopi bilyet deposito iB dari Bank Umum Syariah dan/atau Unit Usaha Syariah di Indonesia yang telah dilegalisir, atas nama “Dewan Gubernur Bank Indonesia qq. salah satu PSP”. Bilyet ... 11 Bilyet deposito iB tersebut harus mencantumkan keterangan bahwa pencairannya hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan tertulis dari Dewan Gubernur Bank Indonesia. Dalam hal pendirian BPRS dilakukan oleh pemerintah daerah maka ketentuan mengenai bukti setoran modal dan tata cara penyetoran modal dilakukan sesuai dengan Peraturan Daerah yang berlaku; 6. surat pernyataan dari pemegang saham mengenai sumber dan setoran modal sebagaimana dimaksud dalam butir A. angka 9.; dan 7. bukti kesiapan operasional paling kurang berupa: a. kesiapan gedung, peralatan kantor dan tata letak ruangan, termasuk foto yang menunjukkan kesiapan gedung dan ruangan kantor; b. dokumen yang menunjukkan kesiapan teknologi sistem informasi yang terkait dengan penyusunan laporan keuangan dan informasi mengenai jaringan telekomunikasi; c. bukti kepemilikan atau dokumen penguasaan atas gedung kantor antara lain berupa bukti hak atas tanah atau surat perjanjian sewa; dan d. contoh formulir/warkat BPRS berlogo iB yang akan digunakan untuk operasional BPRS. Proses analisis atas permohonan izin usaha BPRS dilakukan dalam jangka waktu tertentu yang diatur dalam ketentuan intern Bank Indonesia. C. PERSETUJUAN PENCAIRAN DEPOSITO iB Permohonan persetujuan pencairan deposito iB diajukan kepada Bank Indonesia dengan menggunakan format surat sesuai Lampiran 3. D. PELAKSANAAN ... 12 D. PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA BPRS Laporan pelaksanaan kegiatan usaha BPRS diajukan kepada Bank Indonesia dengan menggunakan format surat sesuai Lampiran 4. II. PERUBAHAN KEPEMILIKAN DAN MODAL BPRS A. PERUBAHAN KEPEMILIKAN BPRS YANG TIDAK MENGAKIBATKAN PERUBAHAN PENGENDALIAN Perubahan kepemilikan BPRS yang tidak mengakibatkan perubahan pengendalian dilaporkan kepada Bank Indonesia dengan menggunakan format surat sesuai Lampiran 5 yang dibedakan sebagai berikut: 1. Dalam hal perubahan kepemilikan disertai dengan penambahan modal disetor, maka harus didukung dengan dokumen sebagai berikut: a. fotokopi risalah rapat umum pemegang saham; b. dokumen atas pemegang saham baru sesuai jenisnya yaitu perorangan, badan hukum dan/atau pemerintah daerah, sebagaimana dimaksud dalam butir I.A. angka 2.; c. bukti penyetoran; dan d. surat pernyataan mengenai sumber dana setoran modal dari pemegang saham yang melakukan penyetoran modal sebagaimana dimaksud dalam butir I.A. angka 9.; 2. Dalam hal perubahan kepemilikan tidak disertai dengan penambahan modal disetor, maka harus didukung dengan dokumen sebagai berikut: a. fotokopi risalah rapat umum pemegang saham; dan b. dokumen atas pemegang saham baru sesuai jenisnya yaitu perorangan, badan hukum dan/atau pemerintah daerah, sebagaimana dimaksud dalam butir I.A. angka 2; B. PERUBAHAN... 13 B. PERUBAHAN MODAL DASAR BPRS Perubahan modal dasar BPRS dilaporkan kepada Bank Indonesia dengan menggunakan format surat sesuai Lampiran 6 dan didukung dengan dokumen sebagai berikut: 1. 2. fotokopi risalah rapat umum pemegang saham; dan fotokopi akta perubahan Anggaran Dasar yang telah disetujui oleh instansi berwenang. C. PEMBELIAN KEMBALI SAHAM BPRS 1. Permohonan izin pembelian kembali saham hanya dapat diajukan setelah dipenuhinya persyaratan paling kurang sebagai berikut: a. b. peringkat komposit tingkat kesehatan BPRS selama 2 (dua) periode penilaian terakhir paling kurang 2 (dua); dan c. pembelian kembali saham tidak mengakibatkan tidak terpenuhinya rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) dan terjadinya pelampauan Batas Maksimum Penyaluran Dana (BMPD). 2. Permohonan izin pembelian saham kembali diajukan kepada Bank Indonesia dengan menggunakan format surat sesuai Lampiran 7 dan didukung dengan fotokopi risalah rapat umum pemegang saham. III. DEWAN KOMISARIS, DIREKSI, DAN/ATAU DEWAN PENGAWAS SYARIAH BPRS 1. telah mendapat persetujuan dari rapat umum pemegang saham; Permohonan persetujuan pengangkatan calon, pemberhentian dan/atau pengunduran diri anggota Dewan Komisaris, Direksi, dan/atau DPS BPRS diajukan kepada Bank Indonesia dengan menggunakan format surat ... 14 surat sesuai Lampiran 8. Khusus untuk pengangkatan calon anggota Dewan Komisaris, Direksi, dan/atau DPS BPRS didukung dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam butir I.A. angka 3. Penegasan atas permohonan persetujuan pengangkatan calon, pemberhentian dan/atau pengunduran diri anggota Dewan Komisaris, Direksi, dan/atau DPS BPRS diberikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah dokumen diterima secara lengkap. 2. Pengangkatan, pemberhentian dan/atau pengunduran diri anggota Dewan Komisaris, Direksi, dan/atau DPS BPRS dilaporkan kepada Bank Indonesia dengan menggunakan format surat sesuai Lampiran 9 dan didukung dengan fotokopi risalah rapat umum pemegang saham. IV. PENGANGKATAN, PEMBERHENTIAN ATAU PENGGANTIAN PEJABAT EKSEKUTIF BPRS 1. Pengangkatan, pemberhentian atau penggantian Pejabat Eksekutif BPRS dilaporkan kepada Bank Indonesia dengan menggunakan format surat sesuai Lampiran 10 dan didukung dengan dokumen sebagai berikut: a. surat pengangkatan, pemberhentian, penggantian dan/atau pemberian kuasa sebagai Pejabat Eksekutif dari Direksi BPRS atau pejabat yang berwenang; dan b. dokumen identitas Pejabat Eksekutif yang diangkat sebagaimana dimaksud dalam butir I.A.3. huruf a. sampai dengan huruf d. 2. Penilaian aspek integritas dan kompetensi terhadap Pejabat Eksekutif BPRS dilakukan melalui penelitian data dalam Daftar Kepatutan dan Kelayakan (Daftar Tidak Lulus) dan Daftar Kredit Macet, serta dapat juga dilakukan melalui wawancara, pengamatan dan pengujian (interview, observation and test) pada saat pelaksanaan pemeriksaan BPRS, informasi track record yang berasal dari pengawasan Bank Indonesia atau sumber-sumber lainnya. V. PEMBUKAAN ... 15 V. PEMBUKAAN KANTOR BPRS A. KANTOR CABANG 1. Permohonan izin pembukaan Kantor Cabang hanya dapat diajukan setelah dipenuhinya persyaratan paling kurang sebagai berikut: a. lokasi Kantor Cabang berada dalam 1 (satu) wilayah propinsi yang sama dengan kantor pusatnya. Khusus untuk BPRS yang berkantor pusat di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya dan Kabupaten/Kota Tangerang, Bogor, Depok dan Bekasi, selain dapat membuka Kantor Cabang di wilayah dalam 1 (satu) wilayah propinsi yang sama, juga dapat membuka Kantor Cabang di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya dan Kabupaten/Kota Tangerang, Bogor, Depok dan Bekasi; b. pembukaan Kantor Cabang tercantum dalam rencana kerja tahunan BPRS; c. memiliki teknologi sistem informasi yang memungkinkan adanya pencatatan transaksi nasabah di Kantor Cabang secara otomasi dan online dengan kantor lain BPRS; d. peringkat komposit tingkat kesehatan BPRS selama 2 (dua) periode penilaian terakhir paling kurang 3 (tiga); e. menambah modal disetor paling kurang 75% (tujuh puluh lima persen) dari persyaratan modal disetor BPRS untuk setiap pembukaan 1 (satu) Kantor Cabang sesuai dengan lokasi Kantor Cabang yang akan dibuka; f. tidak terdapat pelanggaran dan/atau pelampauan Batas Maksimum Penyaluran Dana (BMPD); g. rasio Non Performing Financing (NPF) gross sebesar 15% atau kurang; Perhitungan ... 16 Perhitungan rasio NPF gross adalah sebagai berikut: Pembiayaan ( L, , N gross = PF K D M) Jumlah Seluruh Pembiayaan h. kegiatan usaha BPRS tidak dalam keadaan rugi yang semakin besar. 2. Permohonan izin pembukaan Kantor Cabang diajukan kepada Bank Indonesia dengan menggunakan format surat sesuai Lampiran 11 dan didukung dengan dokumen sebagai berikut: a. bukti persiapan operasional dalam rangka pembukaan Kantor Cabang, antara lain: 1) struktur organisasi dan personalia; 2) kesiapan gedung, peralatan kantor dan tata letak ruangan, termasuk foto yang menunjukkan kesiapan gedung dan ruangan kantor; 3) dokumen yang menunjukkan kesiapan teknologi sistem informasi, yang memungkinkan adanya pencatatan transaksi nasabah di Kantor Cabang secara otomasi dan online dengan kantor lain BPRS; dan 4) bukti kepemilikan atau dokumen penguasaan atas gedung kantor antara lain berupa hak atas tanah atau surat perjanjian sewa; b. hasil studi kelayakan yang paling kurang memuat potensi ekonomi, peluang pasar dan tingkat kejenuhan jumlah BPRS; dan c. rencana penghimpunan dan penyaluran dana Kantor Cabang paling kurang selama 12 (dua belas) bulan beserta penjelasannya. X1 %00 Persetujuan ... 17 Persetujuan atau penolakan atas permohonan izin pembukaan Kantor Cabang diberikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah dokumen diterima secara lengkap. 3. Pelaksanaan pembukaan Kantor Cabang dilaporkan kepada Bank Indonesia dengan menggunakan format surat sesuai Lampiran 12. B. KANTOR KAS 1. Pembukaan Kantor Kas hanya dapat dilakukan setelah dipenuhinya persyaratan paling kurang sebagai berikut: a. b. rencana pembukaan Kantor Kas telah dicantumkan dalam rencana bisnis BPRS; lokasi Kantor Kas berada di sekitar lokasi kantor induknya, antara lain dalam wilayah kabupaten/kota yang sama dengan tempat kedudukan kantor induknya; c. BPRS mampu menggabungkan laporan keuangan Kantor Kas ke dalam laporan keuangan kantor induknya pada hari yang sama; dan d. terdapat kesiapan gedung dan peralatan kantor yang memadai; 2. Pelaksanaan pembukaan Kantor Kas dilaporkan kepada Bank Indonesia dengan menggunakan format surat sesuai Lampiran 13. C. KEGIATAN KAS DI LUAR KANTOR 1. Kegiatan Kas Di Luar Kantor hanya dapat dilakukan setelah dipenuhinya persyaratan paling kurang sebagai berikut: a. rencana kegiatan kas di luar kantor telah dicantumkan dalam rencana bisnis BPRS; b. lokasi kegiatan kas di luar kantor berada di sekitar lokasi kantor induknya, antara lain dalam wilayah kabupaten/kota yang sama dengan tempat kedudukan kantor induknya; dan c. BPRS ... 18 c. BPRS mampu menggabungkan transaksi keuangan kegiatan kas di luar kantor ke dalam laporan keuangan kantor induknya pada hari yang sama. 2. Pelaksanaan Kegiatan Kas di Luar Kantor dilaporkan kepada Bank Indonesia dengan menggunakan format surat sesuai Lampiran 14. VI. PEMINDAHAN ALAMAT KANTOR BPRS A. KANTOR PUSAT DAN KANTOR CABANG 1. Permohonan izin pemindahan alamat kantor pusat dan Kantor Cabang diajukan kepada Bank Indonesia dengan menggunakan format surat sesuai Lampiran 15 dan didukung dengan dokumen antara lain: a. bukti persiapan operasional yang meliputi antara lain: 1) kesiapan gedung dan peralatan kantor termasuk foto gedung kantor dan tata letak ruangan; 2) dokumen yang menunjukkan kesiapan teknologi sistem informasi; dan 3) bukti kepemilikan atau dokumen penguasaan atas gedung kantor antara lain berupa hak atas tanah atau surat perjanjian sewa; b. hasil analisis mengenai komposisi penyebaran lokasi nasabah dan langkah-langkah antisipatif yang akan dilakukan untuk tetap mempertahankan kualitas pelayanan kepada nasabah; dan c. hasil analisis atas kinerja pada lokasi kantor lama dan studi kelayakan usaha pada lokasi kantor yang baru. Persetujuan atau penolakan atas permohonan izin pemindahan alamat kantor pusat dan Kantor Cabang diberikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah dokumen diterima secara lengkap. 2. Pelaksanaan ... 19 2. Pelaksanaan pemindahan alamat kantor pusat atau Kantor Cabang BPRS dilaporkan kepada Bank Indonesia dengan menggunakan format surat sesuai Lampiran 16 dan didukung dengan bukti pengumumam kepada nasabah dan masyarakat. B. KANTOR KAS Pelaksanaan pemindahan alamat Kantor Kas dilaporkan kepada Bank Indonesia dengan menggunakan format surat sesuai Lampiran 17 dan didukung dengan bukti pengumumam kepada nasabah dan masyarakat. C. KEGIATAN KAS DI LUAR KANTOR Pelaksanaan pemindahan alamat Kegiatan Kas di Luar Kantor BPRS dilaporkan kepada Bank Indonesia dengan menggunakan format surat sesuai Lampiran 18. VII. PENUTUPAN KANTOR BPRS A. KANTOR CABANG 1. Permohonan izin penutupan Kantor Cabang diajukan kepada Bank Indonesia dengan menggunakan format surat sesuai Lampiran 19. 2. Pelaksanaan penutupan Kantor Cabang dilaporkan kepada Bank Indonesia dengan menggunakan format surat sesuai Lampiran 20 dan didukung dengan dokumen sebagai berikut: a. bukti penyelesaian seluruh kewajiban Kantor Cabang kepada nasabah dan pihak lain; dan b. guntingan surat kabar atau salinan pengumuman di kantor BPRS yang memuat rencana penutupan Kantor Cabang. Persetujuan atau penolakan atas permohonan izin penutupan Kantor cabang diberikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah dokumen diterima secara lengkap. B. KANTOR ... 20 B. KANTOR KAS Pelaksanaan penutupan Kantor Kas dilaporkan kepada Bank Indonesia dengan menggunakan format surat sesuai Lampiran 21. C. KEGIATAN KAS DI LUAR KANTOR Pelaksanaan penghentian Kegiatan Kas di Luar Kantor dilaporkan kepada Bank Indonesia dengan menggunakan format surat sesuai Lampiran 22. VIII. PERUBAHAN ANGGARAN DASAR BPRS Perubahan anggaran dasar BPRS dilaporkan kepada Bank Indonesia dengan menggunakan format surat sesuai Lampiran 23 dan didukung dengan fotokopi anggaran dasar yang telah mendapat persetujuan dari instansi yang berwenang atau bukti penerimaan pemberitahuan perubahan anggaran dasar dari instansi yang berwenang. IX. PERUBAHAN NAMA BPRS 1. Permohonan penetapan izin usaha karena perubahan nama BPRS diajukan kepada Bank Indonesia dengan menggunakan format surat sesuai Lampiran 24 dan didukung dengan fotokopi akta perubahan anggaran dasar yang telah mendapat persetujuan dari instansi yang berwenang. Persetujuan atas permohonan penetapan izin usaha dengan nama yang baru diberikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah dokumen diterima secara lengkap. 2. Penggunaan nama BPRS yang baru dilaporkan kepada Bank Indonesia dengan dengan menggunakan format surat sesuai Lampiran 25 dan didukung dengan bukti pengumumam kepada nasabah dan masyarakat. X. PENCABUTAN ... 21 X. PENCABUTAN IZIN USAHA ATAS PERMINTAAN BPRS 1. Permohonan persetujuan pencabutan izin usaha BPRS diajukan kepada Bank Indonesia dengan menggunakan format surat sesuai Lampiran 26 dan didukung dengan dokumen sebagai berikut: a. b. c. risalah rapat umum pemegang saham yang memuat keputusan mengenai penghentian seluruh kegiatan usaha BPRS; rencana penyelesaian seluruh kewajiban kepada nasabah dan pihak lainnya; dan laporan keuangan BPRS posisi bulan terakhir pada saat permohonan. Persetujuan atau penolakan atas permohonan persetujuan pencabutan izin usaha BPRS diberikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah dokumen diterima secara lengkap. 2. Pelaksanaan penghentian kegiatan usaha BPRS dilaporkan kepada Bank Indonesia dengan menggunakan format surat sesuai Lampiran 27 dan didukung dengan dokumen sebagai berikut: a. bukti pengumuman mengenai penghentian seluruh kegiatan usaha BPRS kepada nasabah dan masyarakat; b. bukti penyelesaian seluruh hak dan kewajiban BPRS; dan c. surat pernyataan dari pemegang saham bahwa langkah-langkah penyelesaian kewajiban BPRS telah dilakukan dan apabila terdapat tuntutan di kemudian hari menjadi tanggung jawab pemegang saham. XI. KANTOR BPRS TIDAK BEROPERASI PADA HARI KERJA Permohonan kantor BPRS untuk tidak beroperasi pada hari kerja diajukan kepada Bank Indonesia dengan menggunakan format surat sesuai Lampiran 28. XII. ALAMAT ... 22 XII. ALAMAT PERMOHONAN IZIN DAN/ATAU PENYAMPAIAN LAPORAN Permohonan izin atau rencana dan/atau penyampaian laporan diajukan kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagai berikut: 1. Direktorat Perbankan Syariah, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350. 2. Kantor Bank Indonesia setempat. dengan berpedoman pada Lampiran 29 XIII. PENUTUP Dengan dikeluarkannya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Nomor 6/31/DPbS tanggal 28 Juli 2004 perihal Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 23 Desember 2009. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, MULIAMAN D. HADAD DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 11/34/DPbS|SE-BI/2009 </reg_id> <reg_title> Bank Pembiayaan Rakyat Syariah </reg_title> <set_date> 23 Desember 2009 </set_date> <effective_date> 23 Desember 2009 </effective_date> <replaced_reg> '6/31/DPbS|SE-BI/2004' </replaced_reg> <related_reg> '11/23/PBI/2009' </related_reg>
No. 15/44/DPbS Jakarta, 22 Oktober 2013 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DI INDONESIA Perihal: Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Syariah Bagi Bank Umum Syariah. Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/24/PBI/2009 tentang Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 102, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5028), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/20/PBI/2012 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 272, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5376), perlu diatur ketentuan pelaksanaan mengenai fasilitas pendanaan jangka pendek syariah bagi Bank Umum Syariah dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan: 1. Bank Umum Syariah yang selanjutnya disebut Bank adalah bank syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. 2. Giro Wajib Minimum yang selanjutnya disingkat GWM adalah simpanan minimum yang harus dipelihara oleh Bank dalam bentuk saldo rekening giro pada Bank Indonesia sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai GWM bagi Bank. 3. Fasilitas... 2 3. Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Syariah yang selanjutnya disebut FPJPS adalah fasilitas pendanaan berdasarkan prinsip syariah dari Bank Indonesia kepada Bank yang hanya dapat digunakan untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek. 4. Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek adalah suatu kondisi yang dialami Bank yaitu arus dana masuk lebih kecil dibandingkan dengan arus dana keluar yang dapat menimbulkan tidak terpenuhinya kewajiban GWM dalam mata uang rupiah pada Bank. 5. Sertifikat Bank Indonesia Syariah yang selanjutnya disingkat SBIS adalah surat berharga berdasarkan prinsip syariah berjangka waktu pendek dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia. 6. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN adalah surat berharga negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara. 7. Obligasi Syariah Korporasi yang selanjutnya disebut Sukuk Korporasi adalah surat utang yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah oleh korporasi dan ditatausahakan di Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI). 8. Pembiayaan adalah Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. 9. Mudharabah adalah perjanjian antara pemilik dana dengan pengelola dana untuk memelihara likuiditas Bank. 10. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS adalah Sistem BI-RTGS sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai sistem BI-RTGS. 11. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya disingkat BI-SSSS adalah BI-SSSS sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai BI-SSSS. 12. Central... 3 12. Central Registry adalah Bank Indonesia yang melakukan fungsi penatausahaan surat berharga untuk kepentingan peserta yang memiliki rekening surat berharga di BI-SSSS. 13. Sub-Registry adalah bank dan lembaga yang melakukan kegiatan kustodian yang memenuhi persyaratan dan disetujui oleh Bank Indonesia melakukan fungsi penatausahaan surat berharga untuk kepentingan nasabah. 14. Pialang adalah perusahaan pialang pasar uang Rupiah dan valuta asing serta perantara pedagang efek yang telah ditunjuk oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia sebagai dealer utama. II. PERSYARATAN FPJPS A. Umum 1. Bank yang dapat mengajukan permohonan awal, permohonan penambahan plafon, dan/atau permohonan perpanjangan FPJPS adalah Bank yang mengalami Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek dan memiliki agunan yang berkualitas tinggi dengan nilai agunan yang mencukupi. 2. Bank sebagaimana dimaksud pada angka 1 harus memiliki rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) paling rendah 8% (delapan persen) dan memenuhi modal sesuai dengan profil risiko Bank, berdasarkan perhitungan Bank Indonesia. 3. FPJPS diberikan paling banyak sebesar plafon FPJPS yang dihitung berdasarkan perkiraan jumlah kebutuhan likuiditas sampai dengan Bank memenuhi GWM sesuai dengan ketentuan yang berlaku berdasarkan hasil analisis Bank Indonesia atas proyeksi arus kas paling lama 14 (empat belas) hari kalender ke depan yang disampaikan oleh Bank. 4. Pencairan FPJPS sebagaimana dimaksud pada angka 3 dilakukan oleh Bank Indonesia secara harian sebesar kebutuhan Bank untuk memenuhi kewajiban GWM, selama memenuhi plafon dan jangka waktu FPJPS yang telah disetujui oleh Bank Indonesia. 5. Selama... 4 5. Selama periode pemberian FPJPS, Bank penerima FPJPS tidak dapat menempatkan dana di Bank Indonesia. 6. Jangka waktu FPJPS ditetapkan sebagai berikut: a. Jangka waktu setiap FPJPS paling lama 14 (empat belas) hari kalender. b. Jangka waktu FPJPS dapat diperpanjang secara berturut-turut dengan jangka waktu FPJPS keseluruhan paling lama 90 (sembilan puluh) hari kalender yang dihitung sejak penandatanganan perjanjian pemberian FPJPS awal antara Bank Indonesia dengan Bank. 7. Bank Indonesia memperoleh imbalan atas FPJPS yang digunakan Bank dengan nisbah bagi hasil ditetapkan sebesar 90% (sembilan puluh persen) dari tingkat realisasi imbalan sebelum distribusi pada Bank penerima FPJPS. Tingkat realisasi imbalan sebelum distribusi pada Bank penerima FPJPS adalah tingkat realisasi imbalan sebelum didistribusikan pada bulan terakhir atas deposito mudharabah 3 (tiga) bulan atau deposito mudharabah 1 (satu) bulan dari Bank penerima FPJPS dalam hal deposito mudharabah 3 (tiga) bulan tidak tersedia. 8. Jumlah FPJPS yang dikenakan imbalan sebagaimana dimaksud pada angka 7 adalah sebesar realisasi penggunaan FPJPS secara harian selama periode pemberian FPJPS. Contoh: Pada tanggal 1 Oktober 2013 Bank A mendapatkan FPJPS dari Bank Indonesia dengan plafon sebesar Rp100.000.000.000,00 (seratus milyar rupiah) dengan jangka waktu 10 (sepuluh) hari. Tingkat realisasi imbalan sebelum distribusi deposito mudharabah 3 (tiga) bulan pada Bank A bulan September 2013 adalah sebesar 12,5% (dua belas koma lima persen). Pada hari pertama dilakukan pencairan FPJPS sebesar Rp40.000.000.000,00 (empat puluh milyar rupiah) dan pada hari keenam dilakukan pencairan FPJPS kedua sebesar Rp60.000.000.000,00 (enam puluh milyar rupiah). Perhitungan... 5 Perhitungan nilai imbalan FPJPS Bank A adalah sebagai berikut: (Jumlah FPJPS) x (Tingkat realisasi imbalan sebelum distribusi pada Bank penerima FPJPS) x (Nisbah bagi hasil bagi Bank Indonesia) x (Jumlah hari kalender penggunaan FPJPS) 360 Nilai imbalan untuk pencairan pertama ..........................(I): = (Rp40.000.000.000,00 x 12,5% x 90% x 10) 360 = Rp125.000.000,00 Nilai imbalan untuk pencairan kedua .............................(II): = (Rp60.000.000.000,00 x 12,5% x 90% x 5) 360 = Rp93.750.000,00 Total imbalan FPJPS (I+II) menjadi sebesar Rp218.750.000,00 (dua ratus delapan belas juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah). B. Agunan FPJPS 1. Bank menjamin FPJPS dengan agunan milik Bank berupa SBIS, SBSN, Sukuk Korporasi, dan/atau aset Pembiayaan. 2. Sukuk Korporasi hanya dapat dijadikan agunan FPJPS dalam hal: a. Bank memiliki SBIS dan/atau SBSN, namun tidak mencukupi untuk menjadi agunan FPJPS; atau b. Bank tidak memiliki SBIS dan/atau SBSN. 3. Aset Pembiayaan hanya dapat dijadikan agunan FPJPS dalam hal: a. Bank memiliki SBIS, SBSN, dan/atau Sukuk Korporasi, namun tidak mencukupi untuk menjadi agunan FPJPS; atau b. Bank tidak memiliki SBIS, SBSN, dan/atau Sukuk Korporasi. 4. Agunan yang menjadi jaminan FPJPS merupakan agunan yang berkualitas tinggi yang nilainya mencukupi dan memenuhi ketentuan sebagai berikut: a. Untuk... 6 a. Untuk agunan berupa SBIS dan/atau SBSN: 1) Persyaratan: Pada tanggal FPJPS jatuh tempo SBIS dan/atau SBSN yang diagunkan memiliki sisa jangka waktu: a) paling singkat 3 (tiga) hari kerja untuk SBIS; atau b) paling singkat 12 (dua belas) hari kerja untuk SBSN. 2) Nilai agunan SBIS dan/atau SBSN ditetapkan sebagai berikut: a) dalam hal agunan berupa SBIS, nilai agunan ditetapkan sebesar 100% (seratus persen) dari plafon FPJPS yang dijamin dengan SBIS; atau b) dalam hal agunan berupa SBSN, nilai agunan FPJPS ditetapkan paling rendah sebesar 105% (seratus lima persen) dari plafon FPJPS yang dijamin dengan SBSN, dengan perhitungan sebagaimana dimaksud pada butir IV.A dan butir IV.B. 3) Jangka waktu pengikatan agunan FPJPS berupa SBIS dan SBSN ditetapkan sebagai berikut: a) untuk SBIS, yaitu selama jangka waktu FPJPS ditambah 2 (dua) hari kerja; b) untuk SBSN, yaitu selama jangka waktu FPJPS ditambah 10 (sepuluh) hari kerja; c) dalam hal terjadi pelunasan FPJPS, maka pengagunan FPJPS berupa SBIS dan SBSN dilepas (release) paling lama 1 (satu) hari kerja setelah FPJPS dilunasi; d) dalam hal terjadi perpanjangan FPJPS dan digunakan agunan yang sama, maka pengagunan FPJPS dilepas (release) pada saat FPJPS jatuh tempo dan pada saat yang bersamaan diagunkan kembali. b. Untuk... 7 b. Untuk agunan berupa Sukuk Korporasi: 1) Persyaratan: a) pada tanggal FPJPS jatuh tempo, Sukuk Korporasi yang diagunkan memiliki sisa jangka waktu paling singkat 90 (sembilan puluh) hari kalender; b) aktif diperdagangkan, yaitu pernah diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia dalam 30 (tiga puluh) hari kalender terakhir. Contoh: Dalam hal Bank mengajukan FPJPS pada tanggal 5 Desember 2013, maka perhitungan 30 (tiga puluh) hari kalender terakhir Sukuk Korporasi aktif diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia adalah sejak tanggal 5 November 2013 sampai dengan 4 Desember 2013; c) memiliki peringkat paling kurang 3 (tiga) peringkat (notch) teratas pada 1 (satu) tahun terakhir berdasarkan hasil penilaian lembaga pemeringkat yang diakui oleh Bank Indonesia sesuai ketentuan Bank Indonesia yang berlaku. Contoh lembaga pemeringkat dan peringkat yang diakui Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I; dan d) hasil pemeringkatan terkini Sukuk Korporasi disampaikan ke Bank Indonesia bersamaan dengan pengajuan permohonan FPJPS, paling kurang dari 1 (satu) lembaga pemeringkat yang diakui oleh Bank Indonesia sesuai ketentuan Bank Indonesia yang berlaku. 2) Nilai agunan Sukuk Korporasi ditetapkan paling rendah sebesar 120% (seratus dua puluh persen) dari plafon FPJPS yang dijamin dengan Sukuk Korporasi... 8 Korporasi, dengan perhitungan sebagaimana dimaksud pada butir IV.C. 3) Jangka waktu pengikatan agunan Sukuk Korporasi ditetapkan sebagai berikut: a) selama jangka waktu FPJPS ditambah 10 (sepuluh) hari kerja; b) dalam hal terjadi pelunasan FPJPS, maka pengagunan FPJPS dilepas (release) paling lama 1 (satu) hari kerja setelah FPJPS dilunasi; c) dalam hal terjadi perpanjangan FPJPS dan digunakan agunan yang sama, maka pengagunan FPJPS diperpanjang pada saat FPJPS jatuh tempo. c. Untuk agunan berupa aset Pembiayaan: 1) Persyaratan: a) kualitas tergolong lancar selama paling singkat 12 (dua belas) bulan terakhir berturut-turut; Informasi mengenai aset Pembiayaan yang mempunyai kualitas lancar diperoleh dari laporan kualitas Pembiayaan yang disampaikan Bank ke dalam Sistem Informasi Debitur (SID) dan informasi lain yang dimiliki oleh Bank Indonesia. Dalam hal terdapat perbedaan penilaian kualitas aset Pembiayaan antara yang telah dilaporkan Bank dengan penilaian oleh Bank Indonesia, maka kualitas aset Pembiayaan yang digunakan adalah berdasarkan penilaian kualitas aset Pembiayaan oleh Bank Indonesia; b) bukan berupa Pembiayaan konsumsi kecuali Pembiayaan Kepemilikan Rumah; c) Pembiayaan dijamin dengan agunan tanah dan/atau bangunan yang memiliki nilai paling rendah 140% (seratus empat puluh persen) dari plafon Pembiayaan. Agunan Pembiayaan tersebut... 9 tersebut sudah dinilai oleh penilai independen dengan mekanisme sesuai ketentuan mengenai penilaian kualitas aktiva Bank; d) bukan merupakan Pembiayaan kepada pihak terkait Bank sesuai dengan kriteria sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Batas Maksimum Penyaluran Dana (BMPD) Bank pada saat diberikan; e) Pembiayaan belum pernah direstrukturisasi; f) sisa jangka waktu jatuh tempo Pembiayaan paling singkat 12 (dua belas) bulan sejak tanggal persetujuan FPJPS; g) saldo pokok Pembiayaan tidak melebihi plafon Pembiayaan dan tidak melebihi BMPD; dan h) memiliki akad Pembiayaan dan pengikatan agunan yang mempunyai kekuatan hukum sesuai ketentuan yang berlaku. 2) Nilai agunan aset Pembiayaan ditetapkan paling rendah sebesar 200% (dua ratus persen) dari plafon FPJPS yang dijamin dengan aset Pembiayaan, yang dihitung berdasarkan saldo pokok aset Pembiayaan, dengan perhitungan sebagaimana dimaksud pada butir IV.D. 3) Pengikatan agunan berupa aset Pembiayaan dilakukan dengan fidusia yang mencakup hak tagih Bank yang timbul dari akad Pembiayaan antara Bank dengan debitur. 4) Dalam hal diperlukan, Bank Indonesia dapat meminta Bank untuk menyampaikan dokumen pendukung antara lain fotokopi perjanjian Pembiayaan, fotokopi bukti pengikatan agunan aset Pembiayaan dan/atau fotokopi bukti kepemilikan atas aset yang menjadi agunan Pembiayaan Bank; 5) Dalam... 10 5) Dalam hal menurut Bank Indonesia aset Pembiayaan yang tercantum dalam daftar aset Pembiayaan yang diajukan oleh Bank sebelumnya tidak memenuhi persyaratan agunan FPJPS, Bank Indonesia akan mengembalikan dokumen pendukung aset Pembiayaan yang tidak memenuhi persyaratan FPJPS yang telah disampaikan Bank; 6) Bank Indonesia dapat meminta Bank untuk menyampaikan tambahan dokumen aset Pembiayaan lainnya dalam rangka mengantisipasi penurunan nilai, penggantian agunan, dan/atau penambahan plafon FPJPS, yang akan dijadikan agunan dalam rangka FPJPS. 5. Agunan FPJPS sebagaimana dimaksud pada butir B.1, berlaku ketentuan sebagai berikut: a. bebas dari segala bentuk perikatan dan sengketa serta tidak sedang dijaminkan kepada pihak lain dan/atau Bank Indonesia, yang dinyatakan dalam surat pernyataan Bank kepada Bank Indonesia; b. dilarang diperjualbelikan dan/atau dijaminkan; 6. Bank wajib melakukan penilaian terhadap agunan FPJPS secara berkala setiap hari; 7. Bank wajib mengganti dan/atau menambah agunan FPJPS selama periode FPJPS apabila: a. b. c. tidak memenuhi kondisi-kondisi sebagaimana dimaksud pada butir 5; terjadi perbedaan penilaian agunan antara Bank dengan Bank Indonesia; terjadi penurunan nilai surat berharga berupa SBSN dan Sukuk Korporasi; dan/atau d. aset Pembiayaan yang diagunkan tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada butir 4.c.1) dan/atau terjadi penurunan nilai aset Pembiayaan. 8. Dalam hal setelah memperoleh FPJPS yang dijamin oleh sebagian atau seluruhnya dengan aset Pembiayaan, Bank memiliki… 11 memiliki surat berharga yang memenuhi syarat untuk menjadi agunan FPJPS, Bank wajib mengganti aset Pembiayaan yang diagunkan dengan surat berharga tersebut. 9. Untuk keperluan perpanjangan FPJPS, agunan FPJPS dapat dijaminkan kembali. 10. Pengikatan agunan dilakukan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. III. PENGAJUAN FPJPS A. Permohonan Awal FPJPS 1. Bank dapat mengajukan permohonan FPJPS kepada Bank Indonesia paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum rencana kebutuhan FPJPS pada setiap hari kerja mulai pukul 08.30 WIB sampai dengan 12.00 WIB. Contoh: Bank A memproyeksikan kebutuhan FPJPS pada tanggal 29 Oktober 2013. Sehubungan dengan hal tersebut, Bank A dapat mengajukan permohonan FPJPS sebelum atau paling lambat tanggal 18 Oktober 2013. 2. Bank Indonesia akan memproses permohonan FPJPS setelah dokumen permohonan FPJPS diterima secara lengkap. 3. Permohonan FPJPS disampaikan kepada Bank Indonesia melalui surat yang ditandatangani oleh Direksi Bank dan diketahui oleh Dewan Komisaris, sebagaimana contoh pada Lampiran II.a, dilengkapi dengan dokumen: a. Surat Pernyataan yang ditandatangani oleh Direksi Bank, yang terdiri atas: 1) surat pernyataan bahwa Bank mengalami kesulitan likuiditas disertai dengan penjelasan mengenai penyebab dialaminya kesulitan likuiditas dan upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi kesulitan likuiditas, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.b; 2) surat pernyataan bahwa seluruh aset yang menjadi agunan FPJPS tidak sedang dijaminkan kepada pihak... 12 pihak lain, tidak di bawah sitaan, tidak tersangkut dalam suatu perkara atau sengketa dan memenuhi seluruh persyaratan agunan FPJPS sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.c; 3) surat pernyataan kesanggupan Bank untuk membayar segala kewajiban terkait FPJPS pada saat jatuh tempo, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.d; dan 4) surat pernyataan Bank mengenai kebenaran, kelengkapan data dan dokumen yang disampaikan termasuk namun tidak terbatas pada kualitas Pembiayaan dan agunan yang menyertainya, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.e; b. Surat persetujuan dari Dewan Komisaris atau dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), mengenai penggunaan seluruh aset Bank sebagai agunan FPJPS sesuai dengan anggaran dasar Bank dan perundang-undangan yang berlaku; c. Dokumen pendukung perhitungan atas rasio KPMM; d. Dokumen yang mendukung jumlah kebutuhan likuiditas, paling kurang berupa proyeksi arus kas paling lama 14 (empat belas) hari ke depan dengan contoh format proyeksi arus kas sebagaimana contoh pada Lampiran III dan dokumen lain sesuai permintaan Bank Indonesia; e. Daftar aset yang menjadi agunan FPJPS sebagaimana contoh pada: 1) Lampiran IV.a, untuk agunan FPJPS berupa SBIS, SBSN dan/atau Sukuk Korporasi ; dan 2) Lampiran IV.b, untuk agunan FPJPS berupa aset Pembiayaan; f. Dalam hal agunan FPJPS berupa SBIS dan/atau SBSN, dilengkapi dengan bukti bahwa SBIS dan/atau SBSN telah diagunkan kepada Bank Indonesia, yaitu berupa print-out hasil pengagunan di BI-SSSS; g. Dalam... 13 g. Dalam hal agunan FPJPS berupa Sukuk Korporasi, dilengkapi dengan: 1) bukti bahwa Sukuk Korporasi telah diagunkan kepada Bank Indonesia yang berasal dari KSEI; dan 2) hasil pemeringkatan dari lembaga pemeringkat yang diakui oleh Bank Indonesia. h. Dalam hal agunan FPJPS berupa aset Pembiayaan, dilengkapi dengan: 1) Surat Pernyataan Agunan berupa aset Pembiayaan, sebagaimana contoh pada Lampiran V, yang telah ditandatangani oleh Direksi atau Pejabat Bank yang berwenang sesuai dengan anggaran dasar Bank yang memuat pernyataan: a) bahwa aset Pembiayaan yang diajukan bukan Pembiayaan konsumsi kecuali Pembiayaan Kepemilikan Rumah; b) bahwa aset Pembiayaan dijamin dengan agunan tanah dan/atau bangunan yang memiliki nilai paling rendah 140% (seratus empat puluh persen) dari plafon Pembiayaan. Aset Pembiayaan tersebut sudah dinilai oleh penilai independen dengan mekanisme sesuai ketentuan mengenai penilaian kualitas aktiva Bank; c) bahwa sisa jangka waktu jatuh tempo Pembiayaan paling singkat 12 (dua belas) bulan sejak tanggal persetujuan FPJPS; d) bahwa saldo pokok Pembiayaan tidak melebihi plafon Pembiayaan dan tidak melebihi BMPD selama periode FPJPS diberikan; e) bahwa aset Pembiayaan yang diagunkan memiliki akad Pembiayaan dan pengikatan agunan yang mempunyai kekuatan hukum; f) bahwa... 14 f) bahwa aset Pembiayaan yang diagunkan bukan merupakan Pembiayaan kepada pihak terkait Bank; g) bahwa kualitas aset Pembiayaan yang diajukan untuk menjadi agunan FPJPS adalah benar tergolong kualitas lancar paling singkat 12 (dua belas) bulan terakhir berturut-turut; dan h) bahwa aset Pembiayaan belum pernah direstrukturisasi. Pernyataan sebagaimana dimaksud pada huruf a) sampai dengan huruf h) berlaku pula dalam hal terjadi penambahan dan/atau penggantian agunan FPJPS. 2) dokumen asli akad Pembiayaan antara Bank dan debitur beserta seluruh perubahannya; 3) dokumen asli pengikatan agunan atas akad Pembiayaan antara Bank dan debitur beserta seluruh perubahannya; 4) dokumen asli bukti kepemilikan agunan yang menjadi jaminan Pembiayaan Bank; 5) dokumen asli hasil penilaian agunan oleh lembaga penilai independen paling lama 6 (enam) bulan terakhir dari tanggal pengajuan permohonan FPJPS; dan 6) dokumen asli polis asuransi agunan aset Pembiayaan, jika ada. 4. Mekanisme pelaksanaan pengagunan sebagaimana dimaksud pada butir 3.f dilakukan sesuai mekanisme setelmen transaksi agunan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai BI-SSSS. 5. Surat permohonan FPJPS yang dilengkapi dengan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada butir 3.a sampai dengan butir 3.h.1), disampaikan kepada Gubernur Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, dengan tembusan kepada: a. Departemen… 15 a. Departemen Perbankan Syariah; atau b. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat, dalam hal Bank yang mengajukan FPJPS berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri. 6. Dokumen aset Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada butir 3.h.2) sampai dengan butir 3.h.6) disampaikan kepada: a. Departemen Perbankan Syariah; atau b. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat, dalam hal Bank yang mengajukan FPJPS berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri. B. Permohonan Perpanjangan FPJPS 1. Apabila pada saat FPJPS jatuh tempo Bank belum dapat melunasi pokok FPJPS, Bank dapat memperpanjang FPJPS dengan perubahan jangka waktu dan/atau plafon FPJPS sesuai kebutuhan. 2. Permohonan perpanjangan FPJPS yang jatuh tempo dilakukan dengan persyaratan sebagai berikut: a. Bank melunasi imbalan FPJPS jatuh tempo terlebih dahulu; b. Bank tidak dapat memenuhi kewajiban GWM berdasarkan perkiraan arus kas selama 14 (empat belas) hari ke depan; c. Bank memiliki agunan yang nilainya mencukupi dan memenuhi persyaratan sebagaimana ketentuan Surat Edaran Bank Indonesia ini; d. Bank memiliki rasio KPMM paling rendah 8% (delapan persen) dan memenuhi modal sesuai dengan profil risiko Bank berdasarkan perhitungan Bank Indonesia; dan e. Bank belum menggunakan FPJPS selama 90 (sembilan puluh) hari berturut-turut. 3. Besarnya jumlah plafon perpanjangan diperhitungkan dengan nilai pokok FPJPS jatuh tempo dengan tetap memenuhi... 16 memenuhi persyaratan FPJPS sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini. 4. Pengajuan permohonan perpanjangan FPJPS: a. Bank dapat mengajukan permohonan perpanjangan FPJPS pada setiap hari kerja mulai pukul 08.30 WIB sampai dengan 12.00 WIB. b. Surat permohonan perpanjangan FPJPS disampaikan oleh Bank kepada Bank Indonesia paling lambat 3 (tiga) hari kerja sebelum tanggal jatuh tempo FPJPS. Contoh: Bank A memperoleh FPJPS yang akan jatuh tempo pada tanggal 11 November 2013. Apabila pada saat FPJPS jatuh tempo Bank A memperkirakan belum dapat melunasi pokok FPJPS, maka Bank A dapat mengajukan permohonan perpanjangan FPJPS sebelum atau paling lambat tanggal 6 November 2013. c. Permohonan perpanjangan FPJPS sebagaimana dimaksud pada huruf a disampaikan melalui Surat Permohonan Perpanjangan FPJPS sebagaimana contoh pada Lampiran II.a, dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud pada butir A.3. 5. Dalam rangka perpanjangan FPJPS, Bank dapat menggunakan agunan yang telah diagunkan sebelumnya, sepanjang agunan dimaksud masih memenuhi persyaratan FPJPS dan nilainya mencukupi. 6. Pelaksanaan pengagunan kembali sebagaimana dimaksud pada angka 5 untuk agunan berupa SBIS dan/atau SBSN dilakukan sesuai dengan mekanisme setelmen transaksi agunan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai BI-SSSS dan dilaksanakan paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum pengajuan perpanjangan FPJPS. 7. Pemenuhan... 17 7. Pemenuhan dokumen aset Pembiayaan yang telah diagunkan sebagaimana dimaksud pada butir A.3.h.2), sampai dengan butir A.3.h.6) hanya dilakukan dalam hal terdapat perubahan agunan berupa aset Pembiayaan. 8. Bank menyampaikan daftar aset Pembiayaan yang menjadi agunan FPJPS dengan ketentuan, yaitu: a. dalam hal tidak terdapat perubahan agunan aset Pembiayaan, Bank cukup menyampaikan daftar aset Pembiayaan yang menjadi agunan FPJPS dengan format sebagaimana Lampiran IV.b; atau b. dalam hal terdapat perubahan agunan aset Pembiayaan, Bank cukup menyampaikan daftar aset Pembiayaan yang menjadi agunan FPJPS dengan format sebagaimana Lampiran IV.c. 9. Surat permohonan perpanjangan FPJPS sebagaimana dimaksud pada butir 4.b yang dilengkapi dengan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada butir A.3.h.1) disampaikan kepada Gubernur Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, dengan tembusan kepada: a. Departemen Perbankan Syariah; atau b. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat, dalam hal Bank yang mengajukan FPJPS berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri. 10. Dokumen aset Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada butir B.7 dan B.8 disampaikan kepada: a. Departemen Perbankan Syariah; atau b. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat, dalam hal Bank yang mengajukan FPJPS berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri. C. Permohonan Penambahan Plafon FPJPS 1. Apabila diperlukan, selama masa periode FPJPS Bank dapat mengajukan penambahan plafon FPJPS sesuai kebutuhan. 2. Penambahan... 18 2. Penambahan plafon FPJPS dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Bank tidak dapat memenuhi kewajiban GWM berdasarkan perkiraan arus kas selama periode FPJPS; b. Bank memiliki agunan yang nilainya mencukupi dan memenuhi persyaratan sebagaimana ketentuan Surat Edaran ini; dan c. Bank memiliki rasio KPMM paling rendah 8% (delapan persen) dan memenuhi modal sesuai dengan profil risiko Bank berdasarkan perhitungan Bank Indonesia. 3. Pengajuan permohonan: a. Bank dapat mengajukan permohonan penambahan plafon FPJPS pada setiap hari kerja mulai pukul 08.30 WIB sampai dengan 12.00 WIB selama periode FPJPS. b. Bank dapat mengajukan permohonan penambahan FPJPS kepada Bank Indonesia paling lambat 3 (tiga) hari kerja sebelum kebutuhan penambahan plafon dan tanggal jatuh tempo FPJPS. Contoh: Bank A memperoleh FPJPS dengan periode jangka waktu tanggal 1 sampai dengan 14 November 2013 dengan plafon Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah). Bank A memperkirakan adanya kebutuhan penambahan plafon pada tanggal 13 November 2013 sebesar Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah). Dalam hal Bank A memenuhi persyaratan penambahan plafon, maka Bank A dapat mengajukan permohonan penambahan plafon FPJPS sebelum atau paling lambat tanggal 8 November 2013. c. Surat Permohonan Penambahan FPJPS sebagaimana contoh pada Lampiran VI, yang dilengkapi dengan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam butir A.3.a sampai dengan butir A.3.h1), disampaikan kepada Gubernur Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, dengan tembusan kepada: 1) Departemen... 19 1) Departemen Perbankan Syariah; atau 2) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat, dalam hal Bank yang mengajukan permohonan penambahan FPJPS berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri. d. Dalam hal penambahan plafon FPJPS dijamin dengan agunan berupa aset Pembiayaan, dokumen aset Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada butir B.7 dan B.8 disampaikan kepada: 1) Departemen Perbankan Syariah; atau 2) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat, dalam hal Bank yang mengajukan permohonan penambahan FPJPS berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri. IV. PERHITUNGAN NILAI AGUNAN FPJPS Perhitungan nilai Agunan FPJPS dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: A. Agunan berupa SBIS 1. Nilai agunan ditetapkan berdasarkan pada nilai nominal SBIS pada saat permohonan awal, permohonan penambahan dan/atau perpanjangan FPJPS disetujui. 2. Nilai nominal SBIS sebagaimana dimaksud pada angka 1 dihitung berdasarkan nilai nominal SBIS yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yang tercantum dalam BI-SSSS, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai operasi moneter syariah. B. Agunan berupa SBSN 1. Nilai agunan ditetapkan berdasarkan nilai pasar SBSN pada saat permohonan awal, permohonan penambahan dan/atau perpanjangan FPJPS disetujui. 2. Nilai pasar SBSN dihitung berdasarkan nominal dan harga setiap seri SBSN yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yang tercantum... 20 tercantum dalam BI-SSSS, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai operasi moneter syariah. 3. Harga setiap seri SBSN ditetapkan oleh Bank Indonesia dengan mempertimbangkan harga pasar masing-masing jenis dan seri SBSN yang diagunkan, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai operasi moneter syariah. C. Agunan berupa Sukuk Korporasi 1. Nilai agunan ditetapkan berdasarkan pada nilai pasar Sukuk Korporasi pada saat permohonan awal, permohonan penambahan dan/atau perpanjangan FPJPS disetujui. 2. Besarnya nilai agunan sebagaimana dimaksud pada angka 1 ditetapkan sebesar: a. 120% (seratus dua puluh persen) dari plafon FPJPS yang dijamin dengan Sukuk Korporasi yang diterbitkan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan/atau dijamin oleh pemerintah pusat, dengan peringkat teratas berdasarkan penilaian lembaga pemeringkat yang diakui oleh Bank Indonesia. b. 135% (seratus tiga puluh lima persen) dari plafon FPJPS yang dijamin dengan Sukuk Korporasi yang diterbitkan oleh pemerintah daerah, badan hukum lainnya selain BUMN, dengan peringkat teratas berdasarkan penilaian lembaga pemeringkat yang diakui oleh Bank Indonesia. c. 140% (seratus empat puluh persen) dari plafon FPJPS yang dijamin dengan Sukuk Korporasi, dengan peringkat ke-2 (dua) teratas berdasarkan penilaian lembaga pemeringkat yang diakui oleh Bank Indonesia. d. 145% (seratus empat puluh lima persen) dari plafon FPJPS yang dijamin dengan Sukuk Korporasi, dengan peringkat ke-3 (tiga) teratas berdasarkan penilaian lembaga pemeringkat yang diakui oleh Bank Indonesia. 3. Nilai... 21 3. Nilai pasar Sukuk Korporasi sebagaimana dimaksud pada angka 1 dihitung berdasarkan harga penutupan terkini di Bursa Efek Indonesia dari Sukuk Korporasi yang aktif diperdagangkan dalam 30 (tiga puluh) hari kalender terakhir sampai dengan permohonan awal, permohonan penambahan dan/atau perpanjangan FPJPS disetujui. D. Agunan berupa aset Pembiayaan 1. Nilai agunan ditetapkan berdasarkan saldo pokok aset Pembiayaan 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal permohonan awal, permohonan penambahan dan/atau perpanjangan FPJPS. 2. Besarnya nilai agunan sebagaimana dimaksud pada angka 1 ditetapkan 200% (dua ratus persen) dari plafon FPJPS yang dijamin dengan aset Pembiayaan. 3. Apabila terdapat Pembiayaan dalam valuta asing, maka konversi ke dalam mata uang Rupiah dilakukan dengan kurs tengah Bank Indonesia 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal permohonan awal, penambahan dan/atau perpanjangan FPJPS. Perhitungan nilai agunan dalam bentuk SBIS, SBSN, Sukuk Korporasi, dan/atau aset Pembiayaan sebagaimana contoh pada Lampiran VII. V. PERSETUJUAN FPJPS 1. Bank Indonesia dalam memberikan persetujuan atau penolakan FPJPS melakukan verifikasi dan analisis atas dokumen persyaratan pengajuan permohonan awal, permohonan penambahan dan/atau perpanjangan FPJPS sebagaimana dimaksud dalam angka III serta informasi tambahan yang dimiliki Bank Indonesia. 2. Bank Indonesia dapat meminta informasi tambahan kepada Bank dalam rangka melakukan verifikasi dan analisis atas dokumen persyaratan pengajuan permohonan awal, permohonan penambahan dan/atau perpanjangan FPJPS. 3. Bank... 22 3. Bank Indonesia menyetujui permohonan awal, penambahan dan/atau perpanjangan FPJPS dalam hal: a. Bank telah memenuhi persyaratan dan kelengkapan dokumen permohonan awal, penambahan dan/atau perpanjangan FPJPS sebagaimana diatur dalam ketentuan Surat Edaran Bank Indonesia ini; b. Berdasarkan analisis Bank Indonesia, diperkirakan bahwa Bank tidak dapat memenuhi kewajiban GWM berdasarkan perkiraan arus kas yang disampaikan oleh Bank. 4. Dalam hal permohonan awal, penambahan dan/atau perpanjangan FPJPS disetujui oleh Bank Indonesia: a. Bank meminta notaris untuk mempersiapkan Akta Perjanjian Pemberian FPJPS, Akta Gadai, dan/atau Akta Jaminan Fidusia sebagaimana contoh pada Lampiran VIII.a, Lampiran VIII.b, Lampiran VIII.c, Lampiran IX.a, Lampiran IX.b, Lampiran IX.c, dan/atau Lampiran X; b. Bank membuka rekening penampungan (escrow account) di Bank yang bersangkutan untuk menampung angsuran pokok dan segala pendapatan yang diperoleh dari surat berharga dan hak tagih Bank atas aset Pembiayaan yang menjadi agunan FPJPS, antara lain namun tidak terbatas pada penerimaan kupon, pendapatan margin/bagi hasil, klaim asuransi Pembiayaan; dan c. Bank membuat surat kuasa pencairan rekening penampungan (escrow account) kepada Bank Indonesia sebagai bagian dari Akta Perjanjian Pemberian FPJPS sebagaimana dimaksud pada huruf a. 5. Akta sebagaimana dimaksud pada butir 4.a ditandatangani oleh Direksi Bank yang berwenang sesuai dengan Anggaran Dasar Bank bersangkutan dan Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia yang membawahi pengawasan Bank. 6. Bank Indonesia menolak permohonan awal, penambahan dan/atau perpanjangan FPJPS yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada angka 3. 7. Bank... 23 7. Bank Indonesia memberitahukan persetujuan atau penolakan atas permohonan awal, penambahan dan/atau perpanjangan FPJPS kepada Bank melalui surat. VI. PELAKSANAAN PEMBERIAN FPJPS A. Pengikatan dan Penandatanganan FPJPS 1. Dalam hal Bank Indonesia menyetujui permohonan awal FPJPS, Bank Indonesia dan Bank menandatangani: a. akta perjanjian pemberian FPJPS; dan b. akta gadai dan/atau akta jaminan fidusia. 2. Dalam hal Bank Indonesia menyetujui permohonan penambahan dan/atau perpanjangan FPJPS, Bank Indonesia dan Bank menandatangani: a. adendum akta perjanjian pemberian FPJPS; dan b. perubahan akta pengikatan agunan, dalam hal terdapat penyerahan atau perubahan agunan FPJPS. 3. Penandatanganan akta gadai dan/atau akta jaminan fidusia sebagaimana dimaksud pada butir 1.b dan butir 2.b dilakukan bersamaan dengan penandatanganan akta perjanjian pemberian FPJPS atau adendum akta perjanjian FPJPS sebagaimana dimaksud pada butir 1.a dan butir 2.a. 4. Akta jaminan fidusia didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia di tempat kedudukan Bank pemberi fidusia oleh notaris yang ditunjuk oleh Bank. B. Penatausahaan dokumen aset Pembiayaan 1. Dokumen aset Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada butir III.A.3.h yang menjadi agunan FPJPS ditatausahakan oleh Bank Indonesia. 2. Dalam rangka penatausahaan dokumen oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada angka 1, Bank Indonesia dapat menugaskan pihak lain untuk melakukan penatausahaan dokumen aset Pembiayaan atas beban biaya Bank. 3. Dalam hal dokumen disimpan oleh pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia, maka pihak lain tersebut harus memelihara kelengkapan dan keamanan dokumen. C. Pencairan... 24 C. Pencairan FPJPS 1. Dalam hal permohonan FPJPS disetujui, Bank Indonesia akan mencairkan pemberian FPJPS sebesar kekurangan GWM yang dihitung berdasarkan posisi harian saldo giro Bank pada saat pre cut off Sistem BI-RTGS dengan mengkredit Rekening Giro Rupiah Bank yang bersangkutan di Bank Indonesia. 2. Pencairan pemberian FPJPS sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan setelah pre cut off Sistem BI-RTGS. 3. Pencairan pemberian FPJPS sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan paling banyak sebesar plafon FPJPS yang disetujui. D. Pemantauan FPJPS 1. Penggunaan FPJPS Bank menyampaikan laporan kepada Bank Indonesia c.q.: a. Departemen Perbankan Syariah; atau b. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat, dalam hal Bank yang mengajukan FPJPS berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri, mengenai penggunaan FPJPS dan kondisi likuiditas Bank pada setiap akhir hari kerja. 2. Rasio KPMM a. Bank melakukan perhitungan rasio KPMM secara harian selama periode pemberian FPJPS. b. Bank menyampaikan hasil perhitungan rasio tersebut kepada Bank Indonesia setiap hari untuk posisi data 2 (dua) hari kerja sebelumnya (T-2). c. Penyampaian hasil perhitungan tersebut disertai dengan dokumen pendukung perhitungan. d. Hasil perhitungan dan dokumen pendukung rasio KPMM disampaikan kepada Bank Indonesia c.q.: 1) Departemen Perbankan Syariah; atau 2) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat, dalam hal Bank yang mengajukan FPJPS berkantor... 25 berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri, setiap hari kerja paling lambat pada pukul 12.00 WIB. 3. Agunan FPJPS a. Bank melakukan penilaian dan pemantauan pemenuhan persyaratan agunan terhadap seluruh agunan FPJPS secara harian. b. Bank menyampaikan hasil penilaian agunan FPJPS berupa SBIS, SBSN, Sukuk Korporasi dan/atau aset Pembiayaan kepada Bank Indonesia setiap hari kerja. c. Penyampaian hasil penilaian agunan sebagaimana dimaksud pada huruf b disertai dengan laporan posisi SBIS, SBSN, dan/atau Sukuk Korporasi yang dimiliki oleh Bank pada akhir hari kerja sebelumnya, termasuk penyampaian laporan posisi saldo rekening penampungan (escrow account). d. Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada huruf c disampaikan paling lambat pukul 12.00 WIB, dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Hasil penilaian SBIS, SBSN dan/atau Sukuk Korporasi disampaikan dalam bentuk hardcopy yang didahului dengan faksimili dengan format laporan sebagaimana contoh pada Lampiran XI.a kepada: a) Departemen Pengelolaan Moneter, dengan tembusan kepada Departemen Perbankan Syariah; atau b) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat dengan tembusan kepada Departemen Pengelolaan Moneter dan Departemen Perbankan Syariah, dalam hal Bank yang mengajukan FPJPS berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri. 2) Hasil... 26 2) Hasil penilaian aset Pembiayaan disampaikan dalam bentuk hardcopy yang didahului dengan faksimili dan softcopy dalam format Microsoft Excel dengan format laporan sebagaimana contoh pada Lampiran XI.b kepada: a) Departemen Perbankan Syariah Departemen Pengelolaan Moneter; atau dan b) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat dengan tembusan kepada Departemen Perbankan Syariah, dalam hal Bank yang mengajukan FPJPS berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri. e. Dalam hal terdapat perbedaan perhitungan nilai agunan FPJPS oleh Bank dibandingkan dengan hasil penilaian oleh Bank Indonesia maka yang digunakan adalah hasil penilaian oleh Bank Indonesia. f. Dalam hal berdasarkan penilaian dan pemantauan agunan FPJPS sebagaimana dimaksud pada huruf a, agunan yang disampaikan oleh Bank tidak memenuhi persyaratan, dan/atau Bank memiliki surat berharga yang memenuhi persyaratan setelah Bank memperoleh FPJPS, Bank harus menambah dan/atau mengganti agunan FPJPS sehingga nilai agunan FPJPS sesuai dengan persyaratan sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini. g. Dalam hal Bank melakukan penambahan dan/atau penggantian agunan FPJPS, Bank wajib melengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud pada butir III.A.3.e, butir III.A.3.f, butir III.A.3.g dan butir III.A.3.h.2) sampai dengan butir III.A.3.h.6). h. Bank meminta notaris untuk mempersiapkan perubahan akta pengikatan yang ditandatangani oleh Direksi Bank yang berwenang sesuai dengan anggaran dasar... 27 dasar Bank bersangkutan dan Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia yang membawahi pengawasan Bank. i. Dalam hal penambahan dan/atau penggantian agunan disebabkan oleh perbedaan nilai agunan sebagaimana dimaksud pada huruf e dan/atau atas permintaan Bank Indonesia, maka Bank: 1) melengkapi dokumen penambahan dan/atau penggantian agunan paling lambat pukul 15.00 WIB pada hari kerja yang sama; dan 2) melakukan perubahan Akta Perjanjian Pemberian FPJPS secara notariil pada hari kerja yang sama. j. Dokumen penambahan dan/atau penggantian agunan berupa SBIS, SBSN, dan/atau Sukuk Korporasi disampaikan kepada: 1) Departemen Pengelolaan Moneter dengan tembusan kepada Departemen Perbankan Syariah; atau 2) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat dengan tembusan kepada Departemen Pengelolaan Moneter dan Departemen Perbankan Syariah, dalam hal Bank yang mengajukan FPJPS berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri. k. Dokumen penambahan dan/atau penggantian agunan berupa aset Pembiayaan disampaikan kepada: 1) Departemen Perbankan Syariah; atau 2) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat, dalam hal Bank yang mengajukan FPJPS berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri. 4. Penghentian pencairan FPJPS a. Bank Indonesia akan menghentikan pencairan FPJPS dalam hal: 1) hasil perhitungan rasio KPMM Bank di bawah 8% (delapan persen); 2) terjadi... 28 2) terjadi penurunan nilai agunan FPJPS dengan kondisi sebagai berikut: a) Bank tidak dapat menyerahkan agunan untuk menambah dan/atau mengganti agunan FPJPS setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada butir 3.i.1) berakhir; dan b) Bank masih memiliki sisa plafon yang belum digunakan lebih besar daripada penurunan nilai agunan. b. Penghentian pencairan FPJPS sebagaimana dimaksud pada butir a.1) dilakukan pada hari yang sama dengan penerimaan laporan perhitungan rasio KPMM. c. Penghentian pencairan FPJPS sebagaimana dimaksud pada butir a.2) dilakukan pada hari kerja yang sama dengan hasil laporan penilaian agunan. d. Penghentian pencairan FPJPS sebagaimana dimaksud pada huruf a dilakukan sampai dengan FPJPS jatuh tempo. 5. Pengakhiran FPJPS Bank Indonesia akan mengakhiri perjanjian FPJPS dalam hal: a. terjadi penurunan nilai agunan pada saat periode penghentian pencairan FPJPS sebagaimana dimaksud pada angka 4 sehingga nilai sisa plafon lebih kecil dibandingkan dengan nilai penurunan agunan; atau b. terjadi penurunan nilai agunan FPJPS dengan kondisi sebagai berikut: 1) Bank tidak dapat menyerahkan agunan untuk menambah dan/atau mengganti agunan FPJPS setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada butir 3.i berakhir; dan 2) Bank masih memiliki sisa plafon yang belum digunakan lebih kecil daripada penurunan nilai agunannya atau Bank sudah menggunakan seluruh plafon FPJPS. VII. PELUNASAN... 29 VII. PELUNASAN FPJPS 1. Apabila selama jangka waktu pemberian FPJPS saldo rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia melebihi kewajiban GWM, Bank Indonesia akan mendebet rekening giro Rupiah Bank sebesar kelebihan GWM tersebut sebagai pelunasan keseluruhan atau sebagian nilai pokok FPJPS. 2. Pada saat FPJPS jatuh tempo atau FPJPS diakhiri sebelum jatuh tempo, Bank Indonesia mendebet Rekening Giro Rupiah Bank di Bank Indonesia dengan mendahulukan pembayaran imbalan FPJPS kemudian pelunasan pokok FPJPS. 3. Pendebetan sebagaimana dimaksud pada angka 2 dilakukan oleh Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS sebesar imbalan dan pokok FPJPS jatuh tempo yang dilakukan pada awal hari. 4. Dalam hal saldo Rekening Giro Rupiah Bank di Bank Indonesia tidak mencukupi untuk melunasi imbalan FPJPS dan/atau pokok FPJPS yang jatuh tempo sampai dengan cut off warning Sistem BI-RTGS, maka Bank Indonesia mendebet Rekening Giro Rupiah Bank di Bank Indonesia sampai dengan Rekening Giro Rupiah Bank bersaldo nihil. 5. Untuk memenuhi kekurangan pelunasan FPJPS sebagaimana dimaksud pada angka 4, Bank Indonesia mencairkan rekening penampungan (escrow account) sebagaimana dimaksud pada butir V.4.b berdasarkan surat kuasa yang diberikan Bank kepada Bank Indonesia dan melakukan eksekusi agunan . 6. Sepanjang eksekusi agunan belum dilaksanakan atau belum selesai dilaksanakan dan kemudian terdapat dana dalam Rekening Giro Rupiah Bank maka Bank Indonesia mendebet Rekening Giro Rupiah Bank tersebut untuk melunasi FPJPS. VIII. EKSEKUSI AGUNAN FPJPS 1. Bank Indonesia melakukan eksekusi agunan FPJPS dalam hal: a. FPJPS jatuh tempo dan tidak terdapat perpanjangan FPJPS, atau perjanjian FPJPS diakhiri; dan b. saldo... 30 b. saldo Rekening Giro Rupiah Bank di Bank Indonesia tidak mencukupi untuk melunasi imbalan FPJPS dan/atau nilai pokok FPJPS. 2. Eksekusi agunan FPJPS dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Eksekusi agunan berupa SBIS dilakukan dengan cara mencairkan SBIS sebelum jatuh tempo (early redemption). b. Eksekusi agunan berupa SBSN dan/atau Sukuk Korporasi dilakukan melalui penjualan agunan oleh Pialang, dengan pengaturan sebagai berikut: 1) Calon pembeli agunan dapat merupakan Bank, perorangan, atau pihak lain. 2) Window time penjualan SBSN dan/atau Sukuk Korporasi dapat dilakukan antara jam 08.00 WIB sampai dengan jam 16.00 WIB. 3) Bank Indonesia-Departemen Pengelolaan Moneter akan mengumumkan rencana penjualan SBSN dan/atau Sukuk Korporasi kepada Pialang paling lambat sebelum window time melalui sarana BI-SSSS atau sarana lainnya. 4) Transaksi penjualan SBSN dan/atau Sukuk Korporasi dilakukan melalui sarana Reuters Monitoring Dealing System (RMDS) atau sarana lainnya. 5) Bank Indonesia-Departemen Pengelolaan Moneter akan mengumumkan kepada Pialang mengenai calon pembeli SBSN dan/atau Sukuk Korporasi yang penawarannya diterima melalui sarana BI-SSSS atau sarana lainnya. 6) Pialang yang penawarannya diterima menginformasikan kepada Bank Indonesia-Departemen Pengelolaan Moneter antara lain hal-hal sebagai berikut: a) Sub-Registry bagi calon pembeli agunan selain bank yang penawarannya diterima untuk pelaksanaan setelmen SBSN; b) Lembaga… 31 b) Lembaga kustodian untuk calon pembeli agunan yang penawarannya diterima untuk pelaksanaan setelmen Sukuk Korporasi; c) Bank Pembayar bagi calon pembeli agunan selain bank yang penawarannya diterima untuk pelaksanaan setelmen dana. 7) Calon pembeli yang penawarannya diterima yang merupakan Bank dan Bank Pembayar yang ditunjuk wajib menyediakan dana di Rekening Giro di Bank Indonesia. 8) Bank Indonesia melakukan setelmen paling lambat pada 5 (lima) hari kerja (T+5) setelah pengumuman dengan mendebet rekening giro Bank atau Bank Pembayar yang ditunjuk bagi calon pembeli agunan selain Bank. 9) Dalam hal agunan berupa SBSN dan/atau Sukuk Korporasi tidak terjual dan saldo Rekening Giro Rupiah Bank di Bank Indonesia tidak mencukupi sampai dengan berakhirnya jangka waktu pengikatan agunan SBSN dan/atau Sukuk Korporasi (jangka waktu FPJPS ditambah 10 (sepuluh) hari kerja), Bank Indonesia meminta Bank untuk memperpanjang jangka waktu pengikatan pengagunan SBSN dan/atau Sukuk Korporasi sampai dengan Bank dapat melunasi pokok FPJPS ditambah bagi hasil FPJPS dan biaya lain terkait dengan pemberian FPJPS. c. Eksekusi agunan berupa aset Pembiayaan, dilakukan dengan mekanisme sebagai berikut: 1) Eksekusi agunan dapat dilakukan dengan cara: a) menjual hak tagih atas dasar Sertifikat Jaminan Fidusia; b) menjual hak tagih atas kekuasaan penerima fidusia sendiri melalui pelelangan umum; atau c) menjual... 32 c) menjual di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan pemberi dan penerima fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak. 2) Pelaksanaan eksekusi agunan sebagaimana dimaksud pada huruf a) berpedoman pada ketentuan perundang- undangan yang mengatur mengenai jaminan fidusia. 3) Dalam hal eksekusi penjualan dibawah tangan dilakukan oleh Bank, maka Bank harus menyampaikan rencana pelaksanaan eksekusi agunan berupa hak tagih atas aset Pembiayaan tersebut serta melaporkan realisasi eksekusi agunan dimaksud kepada Bank Indonesia c.q. Departemen Penyelesaian Aset dengan tembusan: a) Departemen Perbankan Syariah; atau b) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat, dalam hal Bank yang mengajukan FPJPS berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri. 4) Dalam hal dilakukan eksekusi agunan aset Pembiayaan, Bank wajib menginformasikan pengalihan tagihan Pembiayaan kepada masing-masing debitur, berdasarkan surat pemberitahuan dari Bank Indonesia. 3. Hasil eksekusi agunan FPJPS disetorkan ke rekening hasil eksekusi agunan FPJPS di Bank Indonesia. 4. Selama eksekusi agunan belum selesai dilaksanakan, Bank tetap dikenakan imbalan FPJPS yang besarnya dihitung berdasarkan saldo FPJPS yang belum dilunasi dan tingkat imbalan FPJPS terakhir. 5. Hasil eksekusi agunan diperhitungkan sebagai pelunasan FPJPS yang terdiri dari nilai pokok FPJPS ditambah dengan akumulasi imbalan FPJPS, biaya eksekusi agunan, dan biaya lain yang timbul dalam pemberian FPJPS. 6. Dalam... 33 6. Dalam hal hasil eksekusi agunan lebih besar dari nilai pelunasan FPJPS maka Bank Indonesia mengkredit Rekening Giro Rupiah Bank di Bank Indonesia sebesar kelebihan nilai dimaksud. 7. Dalam hal hasil eksekusi agunan lebih kecil dari nilai pelunasan FPJPS maka Bank Indonesia mendebet Rekening Giro Rupiah Bank di Bank Indonesia sebesar kekurangan nilai dimaksud. 8. Dalam hal saldo Rekening Giro Rupiah Bank tidak mencukupi untuk pendebetan sebagaimana dimaksud pada angka 7, Bank wajib menyetor tambahan dana untuk menutup kekurangan dimaksud kepada Bank Indonesia. 9. Selama berlangsungnya eksekusi agunan, Bank Indonesia tetap mengupayakan pelunasan FPJPS dengan cara mendebet Rekening Giro Rupiah Bank di Bank Indonesia sebesar nilai pokok FPJPS ditambah imbalan FPJPS yang belum dilunasi dan biaya lain terkait dengan pelaksanaan eksekusi agunan atau sampai dengan nilai saldo giro Bank nihil. IX. BIAYA FPJPS Biaya yang timbul sehubungan dengan pemberian FPJPS menjadi beban Bank penerima FPJPS, antara lain berupa: 1. imbalan FPJPS sampai dengan FPJPS dilunasi; 2. biaya pembuatan akta perjanjian FPJPS dan pengikatan agunan FPJPS; 3. biaya proses eksekusi agunan; 4. biaya transaksi, biaya kustodian dan biaya lainnya yang timbul atas pengagunan Sukuk Korporasi di otoritas penatausahaan surat berharga dimaksud; dan 5. biaya lainnya terkait pemberian FPJPS. X. PENGAWASAN 1. Bank Indonesia dapat meminta Bank untuk melakukan tindakan tertentu guna penyelesaian kesulitan likuiditas Bank atau tidak melakukan tindakan tertentu yang dapat menambah kesulitan likuiditas Bank. 2. Bank... 34 2. Bank wajib menyampaikan rencana tindak perbaikan (remedial action plan) untuk mengatasi kesulitan likuiditas kepada Bank Indonesia c.q. Departemen Perbankan Syariah atau Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat dalam hal Bank yang mengajukan FPJPS berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri, paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah pencairan FPJPS. XI. LAIN-LAIN 1. Bank wajib memelihara dan menatausahakan daftar aset Pembiayaan beserta dokumen-dokumen pendukungnya yang sewaktu-waktu dapat digunakan sebagai agunan FPJPS. 2. Bank wajib menyampaikan laporan daftar aset Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada angka 1 setiap 6 (enam) bulan sekali yaitu untuk posisi akhir bulan Juni dan akhir bulan Desember sebagaimana contoh pada Lampiran XII. 3. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 2 disampaikan paling lambat tanggal 15 setelah posisi akhir bulan yang bersangkutan dalam bentuk hardcopy dan softcopy dengan menggunakan format excel. 4. Untuk pertama kali laporan sebagaimana dimaksud pada angka 2 disampaikan untuk posisi Juni 2013. 5. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 4 disampaikan paling lambat tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini. 6. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan angka 4 disampaikan kepada Bank Indonesia c.q.: a. Departemen Perbankan Syariah; atau b. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat, dalam hal Bank berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri. 7. Lampiran I sampai dengan Lampiran XII merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. XII. PENUTUP... 35 XII. PENUTUP Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku: 1. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/9/DPM tanggal 16 Februari 2004 perihal Tata Cara Pemberian Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek Bagi Bank Syariah; dan 2. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/35/DPM tanggal 3 Agustus 2005 perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/9/DPM tanggal 16 Februari 2004 perihal Tata Cara Pemberian Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek Bagi Bank Syariah, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 22 Oktober 2013. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, EDY SETIADI KEPALA DEPARTEMEN PERBANKAN SYARIAH
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 15/44/DPbS|SE-BI/2013 </reg_id> <reg_title> Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Syariah Bagi Bank Umum Syariah. </reg_title> <set_date> 22 Oktober 2013 </set_date> <effective_date> 22 Oktober 2013 </effective_date> <replaced_reg> '7/35/DPM|SE-BI/2005', '6/9/DPM|SE-BI/2004' </replaced_reg> <related_reg> '11/24/PBI/2009', '14/20/PBI/2012' </related_reg>
No.13/33/DSM Jakarta, 30 Desember 2011 SURA T EDARA N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal: Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa oleh Bank. Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/20/PBI/2011 tentang Penerimaan Devisa Hasil Ekspor dan Penarikan Devisa Utang Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5241) dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/21/PBI/2011 tentang Pemantauan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5242), maka dalam rangka meningkatkan efektivitas pelaksanaan pelaporan kegiatan Lalu Lintas Devisa oleh Bank, perlu diatur kembali peraturan pelaksanaan dan petunjuk teknis pelaporan kegiatan Lalu Lintas Devisa oleh Bank sebagai berikut: I. UMUM Pelaporan kegiatan Lalu Lintas Devisa oleh Bank dimaksudkan untuk memperoleh keterangan dan data mengenai kegiatan Lalu Lintas Devisa secara benar dan tepat waktu yang diperlukan untuk penyusunan statistik Neraca Pembayaran Indonesia, Posisi Investasi Internasional … 2 Internasional Indonesia, dan statistik lainnya, serta untuk mendukung pelaksanaan kebijakan terkait penerimaan devisa hasil ekspor. II. PENGERTIAN 1. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, termasuk kantor cabang bank asing di Indonesia, dan Bank Umum Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. 2. Lalu Lintas Devisa yang selanjutnya disebut LLD adalah perpindahan aset dan kewajiban finansial antara penduduk dan bukan penduduk, termasuk perpindahan aset dan kewajiban finansial luar negeri antar penduduk. 3. Kegiatan Lalu Lintas Devisa yang selanjutnya disebut Kegiatan LLD adalah kegiatan yang menimbulkan perpindahan aset dan kewajiban finansial antara penduduk dan bukan penduduk, termasuk perpindahan aset dan kewajiban finansial luar negeri antar penduduk. 4. Aset Finansial Luar Negeri yang selanjutnya disebut AFLN adalah aktiva Penduduk terhadap bukan Penduduk baik dalam valuta asing maupun rupiah, antara lain dalam bentuk kas dalam valuta asing, simpanan pada bukan penduduk, dan kepemilikan surat berharga yang diterbitkan oleh bukan penduduk. 5. Kewajiban Finansial Luar Negeri yang selanjutnya disebut KFLN adalah pasiva Penduduk terhadap bukan Penduduk baik dalam valuta asing maupun rupiah, antara lain dalam bentuk simpanan milik bukan penduduk, kepemilikan bukan penduduk pada surat berharga … 3 berharga yang diterbitkan penduduk, pinjaman dari bukan penduduk, dan ekuitas dari bukan penduduk. 6. Penduduk adalah orang, badan hukum, atau badan lainnya yang berdomisili atau berencana berdomisili di Indonesia sekurang- kurangnya 1 (satu) tahun, termasuk perwakilan dan staf diplomatik Republik Indonesia di luar negeri sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. 7. Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa Bank. 8. Laporan Kegiatan LLD yang selanjutnya disebut Laporan LLD adalah laporan atas kegiatan yang menimbulkan perpindahan aset dan kewajiban finansial antara penduduk dan bukan penduduk termasuk perpindahan aset dan kewajiban finansial luar negeri antar penduduk. 9. Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean sebagaimana diatur dalam ketentuan kepabeanan. 10. Periode Laporan yang selanjutnya disebut PL adalah periode data dari tanggal 1 sampai dengan akhir bulan yang bersangkutan. 11. Masa Penyampaian Laporan yang selanjutnya disebut MPL adalah periode penyampaian Laporan LLD dari tanggal 1 sampai dengan tanggal 15 setelah berakhirnya PL. 12. Masa Penyampaian Koreksi Laporan yang selanjutnya disebut MPKL adalah periode penyampaian koreksi Laporan LLD dari tanggal 1 sampai dengan tanggal 20 setelah berakhirnya PL. 13. 14. Devisa Hasil Ekspor yang selanjutnya disebut DHE adalah devisa yang diterima eksportir dari hasil kegiatan ekspor. Pemberitahuan Ekspor Barang yang selanjutnya disebut PEB adalah dokumen pabean yang digunakan untuk pemberitahuan pelaksanaan … 4 pelaksanaan ekspor barang yang dapat berupa tulisan di atas formulir atau media elektronik sebagaimana diatur dalam ketentuan kepabeanan. 15. Tanggal PEB adalah tanggal pendaftaran PEB. 16. Nilai PEB adalah nilai Ekspor atas dasar free on board (FOB) yang tercantum pada PEB. 17. Dokumen Pendukung adalah dokumen terkait transaksi ekspor nasabah. 18. Jam Kerja adalah jam kerja Bank Indonesia setempat sesuai dengan kedudukan Bank. III. PELAPOR Pelapor meliputi seluruh Bank. IV. LAPORAN LLD, KOREKSI LAPORAN, DAN FORMAT LAPORAN LLD A. LAPORAN LLD Laporan LLD yang wajib disampaikan Bank kepada Bank Indonesia terdiri dari: 1. Laporan Transaksi, yaitu laporan mengenai transaksi Bank dan/atau Nasabah yang mempengaruhi AFLN/KFLN Bank, dan Rincian Transaksi Ekspor (RTE) yang disertai Dokumen Pendukung dan Daftar Penyampaian Dokumen Pendukung apabila pada Laporan Transaksi yang disampaikan Bank terdapat transaksi terkait Ekspor Nasabah. Cakupan Laporan Transaksi terdiri atas: a. Transaksi di atas USD10.000,00 (sepuluh ribu dollar Amerika Serikat) atau ekuivalennya. Transaksi di atas USD10.000,00 (sepuluh ribu dollar Amerika … 5 Amerika Serikat) atau ekuivalennya dilaporkan secara individual per transaksi dan terinci, yang mencakup keterangan dan data antara lain mengenai: 1) Jenis AFLN/KFLN, status dan kategori pelaku transaksi, hubungan keuangan antar pelaku transaksi, jenis valuta dan nilai transaksi, serta tujuan transaksi. 2) Khusus untuk transaksi terkait Ekspor Nasabah, RTE meliputi antara lain keterangan dan data mengenai nama penerima DHE, sandi kantor pabean, serta tanggal dan nomor pendaftaran PEB. 3) Khusus transaksi ekspor yang memerlukan dokumen pendukung, Daftar Penyampaian Dokumen Pendukung meliputi antara lain sandi kantor pabean, nomor pendaftaran PEB, dan nama file. b. Transaksi sampai dengan USD10.000,00 (sepuluh ribu dollar Amerika Serikat) atau ekuivalennya. Transaksi sampai dengan USD10.000,00 (sepuluh ribu dollar Amerika Serikat) atau ekuivalennya dilaporkan secara gabungan dan dikelompokkan menurut jenis rekening dan jenis valuta, tanpa dilengkapi dengan keterangan mengenai status dan kategori pelaku transaksi, hubungan keuangan antar pelaku transaksi dan tujuan transaksi. Dalam hal Nasabah memberikan keterangan dan data sebagaimana dimaksud pada huruf a, maka Bank wajib melaporkan transaksi dimaksud secara individual per transaksi dan terinci. Perhitungan nilai ekuivalen USD untuk transaksi dalam mata uang selain USD menggunakan kurs tengah akhir bulan yang diumumkan Bank Indonesia pada PL sebelumnya. 2. Laporan … 6 2. Laporan Posisi, yaitu laporan mengenai posisi dan penambahan atau pengurangan dari setiap jenis AFLN/KFLN Bank. Cakupan Laporan Posisi meliputi antara lain keterangan dan data mengenai negara debitur/kreditur dan jenis valuta dari masing-masing AFLN/KFLN Bank. Penjelasan lebih lanjut mengenai cakupan Laporan Transaksi termasuk RTE, Dokumen Pendukung dan Daftar Penyampaian Dokumen Pendukung, serta Laporan Posisi, adalah sebagaimana diatur dalam Petunjuk Teknis Pelaporan Kegiatan LLD oleh Bank, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. B. KOREKSI LAPORAN LLD 1. Laporan dinyatakan benar apabila laporan memuat keterangan dan data Kegiatan LLD sesuai dengan fakta sebenarnya atau dokumen pendukungnya, serta telah memenuhi rincian cakupan yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia. 2. Dalam hal Bank tidak menyampaikan Laporan LLD secara benar sebagaimana dimaksud pada angka 1, maka Bank wajib menyampaikan koreksi atas Laporan LLD yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia. 3. Koreksi terhadap Laporan LLD sebagaimana dimaksud pada angka 2 disampaikan secara lengkap untuk setiap jenis file laporan yang dikoreksi. Contoh: … 7 Contoh: Bank telah menyampaikan Laporan LLD untuk PL September 2012, namun masih terdapat kesalahan pada file RTE, yaitu field nilai PEB pada baris ke-6 dan baris ke-25. Dalam hal ini, Bank wajib melakukan koreksi terhadap kesalahan pengisian field nilai PEB pada baris ke-6 dan 25 dalam file RTE bulan September 2012 dan menyampaikan kembali secara utuh file RTE tersebut kepada Bank Indonesia . 4. Koreksi Laporan LLD sebagaimana dimaksud pada angka 3 yang terakhir diterima oleh Bank Indonesia merupakan pengganti atas laporan yang disampaikan sebelumnya. 5. Apabila Laporan Transaksi dan Laporan Posisi yang telah disampaikan Bank kepada Bank Indonesia diindikasikan tidak benar, termasuk Laporan Transaksi terkait RTE yang masih harus dilengkapi dengan data/informasi dari nasabah berikut Dokumen Pendukung, Bank Indonesia akan meminta klarifikasi kepada Bank melalui surat dan/atau media lainnya. Contoh-1: Bank Indonesia akan meminta klarifikasi kepada Bank apabila dalam Laporan Transaksi terkait RTE terdapat perbedaan antara nilai DHE dengan nilai Ekspor berdasarkan PEB. Contoh-2: Bank Indonesia akan meminta klarifikasi kepada Bank apabila dalam Laporan Transaksi terkait RTE terdapat field keterangan yang diisi dengan pembayaran di muka yang dibayar … 8 dibayar penuh atau pembayaran di muka yang dibayar sebagian, dan belum dilengkapi dengan informasi PEB. 6. Bank harus menyampaikan tanggapan atas permintaan klarifikasi dari Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada angka 5 dengan ketentuan sebagai berikut: a. Untuk Laporan Transaksi dan Laporan Posisi yang diindikasikan tidak benar, tanggapan Bank disampaikan melalui surat atau dengan media lainnya paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah batas akhir MPKL. Tanggapan dimaksud harus disampaikan dengan koreksi apabila laporan yang diindikasikan tidak benar tersebut diakui ketidakbenarannya oleh Bank. Khusus untuk koreksi Laporan Transaksi terkait RTE wajib dilampiri dengan Dokumen Pendukung. Apabila laporan yang diindikasikan tidak benar tersebut dianggap benar oleh Bank dan telah sesuai dengan keterangan dan data yang dimiliki, maka Bank cukup memberikan tanggapan berupa klarifikasi tanpa melakukan koreksi. b. Untuk Laporan Transaksi terkait RTE yang masih perlu dilengkapi keterangan dan data dari nasabah, yaitu untuk record dengan field keterangan yang berisi ‘pembayaran di muka yang dibayar penuh’ atau ‘pembayaran di muka yang dibayar sebagian,’ Bank harus menyampaikan tanggapan dengan melengkapi RTE tersebut dengan informasi PEB yang meliputi Sandi Kantor Pabean, Nomor Pendaftaran PEB, Tanggal PEB, dan Nilai PEB, berikut Dokumen Pendukung. Tanggapan dimaksud disampaikan secara online sesuai dengan MPL. Contoh: … 9 Contoh: Nasabah Bank, PT. C, menerima pembayaran di muka sebagian pada tanggal 20 Agustus 2012 (hari Senin). Bank menyampaikan RTE terkait hal ini dengan nomor identifikasi tertentu dalam Laporan LLD PL bulan Agustus 2012, namun belum mencakup informasi PEB yang meliputi Sandi Kantor Pabean, Nomor Pendaftaran PEB, Tanggal PEB, dan Nilai PEB. Terkait dengan RTE tersebut, pada bulan September 2012 Bank Indonesia meminta Bank untuk melengkapi RTE dengan informasi PEB dari Nasabah berikut Dokumen Pendukung. Nasabah kemudian memberikan informasi PEB kepada Bank bersamaan dengan saat diterbitkannya PEB tersebut, yaitu tanggal 20 November 2012 (hari Selasa) berikut Dokumen Pendukung. Berdasarkan contoh di atas, Bank menyampaikan informasi PEB PT. C dalam RTE PL bulan November 2012 beserta Dokumen Pendukung pada MPL bulan Desember 2012 dengan nomor identifikasi yang sama dengan RTE PL bulan Agustus 2012. 7. Bank Indonesia dapat meminta konfirmasi atas Laporan LLD yang telah disampaikan Bank melalui surat dan/atau media lainnya untuk memperoleh informasi lebih lanjut dalam rangka monitoring LLD serta penyusunan statistik dan analisisnya. 8. Bank harus menyampaikan tanggapan atas permintaan konfirmasi sebagaimana dimaksud pada angka 7 paling lama 5 (lima) hari kerja sejak tanggal diterimanya permintaan konfirmasi tersebut. Apabila berdasarkan permintaan konfirmasi dimaksud terdapat kesalahan Laporan LLD, maka Bank … 10 Bank harus melakukan koreksi terhadap Laporan LLD dan menyampaikannya kepada Bank Indonesia secara online selama MPKL atau secara offline setelah MPKL. C. FORMAT LAPORAN Laporan Transaksi termasuk RTE, Dokumen Pendukung, dan Daftar Penyampaian Dokumen Pendukung, serta Laporan Posisi disusun berdasarkan spesifikasi format laporan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Laporan Transaksi termasuk RTE dan Daftar Penyampaian Dokumen Pendukung serta Laporan Posisi terdiri dari beberapa baris (record) dan setiap record terdiri dari beberapa rincian baris (field) yang dinyatakan dalam bentuk sandi-sandi dengan format American Standard Code for Information Interchange (ASCII). Sementara, Dokumen Pendukung disampaikan dalam bentuk softcopy dengan format PDF atau file yang telah dikompresi. Penjelasan lebih lanjut mengenai format laporan adalah sebagaimana diatur dalam Petunjuk Teknis Pelaporan Kegiatan LLD oleh Bank. V. PENYAMPAIAN LAPORAN LLD DAN/ATAU KOREKSI LAPORAN LLD A. TATA CARA PELAPORAN 1. Laporan LLD dan/atau koreksi Laporan LLD disampaikan kepada Bank Indonesia oleh kantor pusat bagi Bank yang berkantor pusat di Indonesia dan oleh kantor cabang yang bertindak sebagai koordinator bagi Bank yang berkantor pusat di luar Indonesia. 2. Penyampaian … 11 2. Penyampaian Laporan LLD dan/atau koreksi Laporan LLD sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan secara online, masing-masing sesuai MPL dan MPKL. 3. Apabila dalam suatu PL tertentu Bank tidak melakukan Kegiatan LLD, Bank tetap wajib menyampaikan Laporan LLD. 4. Laporan LLD sebagaimana dimaksud pada angka 3 berupa laporan yang isinya nihil sebagaimana diatur dalam Petunjuk Teknis Pelaporan Kegiatan LLD oleh Bank. 5. Khusus untuk Laporan LLD terkait RTE, Bank wajib menyampaikan Dokumen Pendukung untuk setiap record pada RTE tersebut yang memenuhi kriteria tertentu, dengan ketentuan sebagai berikut: a. Dalam hal pada suatu record dalam RTE terdapat selisih kurang antara nilai DHE dan Nilai PEB, penyampaian Dokumen Pendukung diatur sebagai berikut: 1) Untuk selisih kurang yang jumlahnya lebih besar dari 10% (sepuluh per seratus) Nilai PEB atau di atas ekuivalen Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), Bank harus menyampaikan Dokumen Pendukung. 2) Untuk selisih kurang yang jumlahnya lebih kecil atau sama dengan 10% (sepuluh per seratus) Nilai PEB atau paling banyak ekuivalen Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dari nilai PEB yang disebabkan antara lain karena adanya biaya administrasi dan komisi, Bank tidak perlu menyampaikan Dokumen Pendukung. b. Dokumen Pendukung sebagaimana dimaksud pada butir a meliputi antara lain surat keterangan tentang penangguhan pembayaran dari importir dan perjanjian jual beli antara eksportir dan importir. Penjelasan lebih lanjut … 12 lanjut mengenai Dokumen Pendukung adalah sebagaimana diatur dalam Petunjuk Teknis Pelaporan Kegiatan LLD oleh Bank. c. Dokumen Pendukung disampaikan Bank dengan menggunakan Daftar Penyampaian Dokumen Pendukung sebagaimana diatur dalam Petunjuk Teknis Pelaporan Kegiatan LLD oleh Bank yang disampaikan dalam bentuk softcopy. d. Dalam hal Bank melaporkan RTE atau Bank menerima Dokumen Pendukung untuk transaksi Ekspor dengan cara pembayaran usance L/C, konsinyasi, pembayaran kemudian, collection yang jatuh temponya melebihi atau sama dengan 90 (sembilan puluh) hari setelah tanggal PEB, Bank wajib menyampaikan Dokumen Pendukung sesuai dengan MPL. Contoh: Nasabah Bank, PT. A, mengirimkan barang ke luar negeri dengan cara pembayaran menggunakan usance L/C 180 (seratus delapan puluh) hari. Selanjutnya, berdasarkan dokumen PEB diperoleh informasi PEB antara lain Tanggal PEB yaitu 12 Maret 2012. PT. A menyampaikan informasi PEB beserta dokumen pendukung yaitu perjanjian penjualan dan usance L/C kepada Bank tanggal 15 Maret 2012. Dalam hal ini, Bank wajib menyampaikan informasi PEB PT. A dalam RTE bulan Maret 2012 beserta Dokumen Pendukungnya pada MPL bulan April 2012. e. Untuk RTE terkait pembayaran di muka, Bank menyampaikan informasi PEB, yang meliputi Sandi Kantor Pabean, Nomor Pendaftaran PEB, Tanggal PEB, dan Nilai PEB kepada Bank Indonesia, setelah Bank memperoleh informasi dimaksud … 13 dimaksud dari Nasabah sesuai dengan MPL. Contoh: Nasabah memperoleh informasi atas PEB yang diterbitkan tanggal 11 Mei 2012 (hari Jum’at), yaitu saat barang dikirim. Nasabah menyampaikan informasi tersebut kepada Bank tanggal 14 Mei 2012 (hari Senin). Dalam hal ini, Bank menyampaikan informasi PEB PT. A dalam RTE bulan Mei 2012 pada MPL bulan Juni 2012. f. Bagi Bank yang telah menyampaikan RTE terkait pembayaran di muka, Bank wajib melengkapi RTE tersebut dengan nomor identifikasi dan informasi mengenai PEB sebagaimana dimaksud pada huruf e dan menyampaikannya beserta Dokumen Pendukung kepada Bank Indonesia pada MPL berikutnya setelah Bank memperoleh informasi PEB dari Nasabah. Contoh: Nasabah Bank, PT. B, menerima pembayaran di muka pada tanggal 20 April 2012 (hari Jum’at) dan Bank telah menyampaikan RTE terkait informasi atas penerimaan di muka Nasabah tersebut untuk PL bulan April 2012 yang disampaikan bulan Mei 2012 dengan nomor identifikasi tertentu, namun belum mencakup informasi PEB yang meliputi Sandi Kantor Pabean, Nomor Pendaftaran PEB, Tanggal PEB, dan Nilai PEB. Selanjutnya, berdasarkan dokumen PEB yang diterbitkan tanggal 21 Juni 2012 (hari Kamis) yaitu saat barang dikirim, Nasabah memperoleh informasi PEB dimaksud yang kemudian disampaikan kepada Bank tanggal 25 Juni 2012 (hari Senin) berikut Dokumen Pendukung … 14 Pendukung berupa perjanjian penjualan. Dalam hal ini, Bank menyampaikan informasi PEB PT. B dalam RTE bulan Juni 2012 beserta Dokumen Pendukungnya pada MPL bulan Juli 2012 dengan nomor identifikasi yang sama dengan yang dicantumkan pada RTE bulan April 2012. 6. Dalam hal Laporan LLD terkait RTE tidak dilengkapi dengan Dokumen Pendukung sebagaimana dimaksud pada angka 5, maka RTE dimaksud dianggap tidak benar. 7. Laporan LLD atau koreksi Laporan LLD yang disampaikan oleh Bank dinyatakan telah diterima Bank Indonesia apabila laporan tersebut telah memenuhi persyaratan kuantitas dan kualitas yang ditandai dengan UJI KUALITAS OK dalam aplikasi sistem pelaporan LLD Bank. Penjelasan lebih lanjut mengenai persyaratan kuantitas dan kualitas diatur dalam Petunjuk Teknis Pelaporan Kegiatan LLD oleh Bank. 8. Tanggal penerimaan Laporan LLD atau koreksi Laporan LLD adalah tanggal penerimaan file laporan tersebut yang telah memenuhi persyaratan kuantitas dan kualitas sebagaimana dimaksud pada angka 7. 9. Apabila Bank dalam MPL melakukan koreksi atas Laporan LLD yang dinyatakan telah diterima sebagaimana dimaksud pada angka 8, maka status laporan yang berlaku sesuai dengan status koreksi laporan yang terakhir disampaikan oleh Bank kepada Bank Indonesia. Contoh: Bank telah menyampaikan laporan LLD untuk PL Juni 2012 pada tanggal 5 Juli 2012 yang telah memenuhi persyaratan kuantitas dan kualitas. Pada tanggal 9 Juli 2012 Bank menyampaikan koreksi … 15 koreksi atas Laporan LLD tersebut yang telah memenuhi persyaratan kuantitas dan kualitas. Selanjutnya, apabila pada tanggal 15 Juli 2012 (akhir MPL) Bank kembali mengoreksi dan sampai dengan pukul 24.00 WIB masih belum memenuhi persyaratan kuantitas dan kualitas, maka status laporan yang berlaku adalah status laporan yang disampaikan tanggal 15 Juli 2012. Dalam hal ini Bank dinyatakan belum menyampaikan laporan. Selanjutnya apabila Bank menyampaikan kembali koreksi atas Laporan LLD tersebut pada tanggal 16 Juli 2012 dan telah memenuhi persyaratan kuantitas dan kualitas, maka dalam hal ini Bank dinyatakan terlambat menyampaikan laporan. 10. Tata cara pelaporan lebih lanjut diatur dalam Petunjuk Teknis Pelaporan Kegiatan LLD oleh Bank . B. MEDIA PENYAMPAIAN LAPORAN 1. Laporan LLD dan/atau koreksi Laporan LLD disampaikan kepada Bank Indonesia secara online melalui media ekstranet Bank Indonesia dengan menggunakan akses ke ekstranet yang diberikan oleh Bank Indonesia kepada Bank. 2. Dalam hal Laporan LLD dan/atau koreksi Laporan LLD tidak dapat disampaikan secara online karena adanya gangguan teknis atau penyampaian koreksi Laporan LLD yang melampaui tanggal 20 setelah berakhirnya PL, maka Laporan LLD dan/atau koreksi Laporan LLD disampaikan secara offline dengan menggunakan media antara lain compact disk (CD), flash disk, dan/atau media perekaman data elektronik lainnya melalui Kantor Pusat Bank Indonesia atau Kantor Bank Indonesia dengan alamat sebagaimana dimaksud pada angka … 16 angka IX. C. PERIODE LAPORAN 1. Laporan LLD disampaikan secara bulanan yang meliputi data selama 1 (satu) PL. 2. Laporan LLD sebagaimana dimaksud pada angka 1 mencakup Laporan Transaksi sejak tanggal 1 (satu) sampai dengan akhir bulan, serta data posisi dan mutasi AFLN/KFLN Bank. D. MPL MPL diatur dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Untuk Laporan LLD yang disampaikan secara online, batas akhir MPL adalah tanggal 15 bulan MPL pukul 24.00 WIB. Contoh: Untuk kegiatan LLD PL Juli 2012, batas akhir MPL adalah tanggal 15 Agustus 2012 (hari Rabu) pukul 24.00 WIB. 2. Apabila hari terakhir penyampaian Laporan LLD secara online jatuh pada hari Sabtu, Minggu, atau hari libur, maka batas akhir MPL tidak berubah, kecuali ditetapkan lain melalui pengumuman resmi Bank Indonesia. Contoh: Untuk kegiatan LLD PL Agustus 2012, batas akhir MPL adalah tanggal 15 September 2012 (hari Sabtu) pukul 24.00 WIB. 3. Apabila terjadi gangguan teknis yang menyebabkan Bank tidak dapat menyampaikan Laporan LLD secara online, maka Laporan LLD disampaikan selama MPL secara offline dalam Jam Kerja. Contoh: Gangguan teknis terjadi pada tanggal 10 Agustus 2012 (hari Jum’at) … 17 Jum’at) pukul 09.20 WIB, maka Bank dapat menyampaikan Laporan LLD PL Juli 2012 secara offline pada tanggal 10 Agustus 2012 dalam Jam Kerja. 4. Dalam hal gangguan teknis yang menyebabkan Bank tidak dapat menyampaikan Laporan LLD secara online terjadi pada tanggal 15 bulan MPL, penyampaian Laporan LLD diatur sebagai berikut: a. Untuk gangguan teknis yang terjadi di Bank dan dapat diatasi sebelum pukul 24.00 WIB, Bank menyampaikan Laporan LLD secara online pada tanggal 15 bulan MPL sampai dengan pukul 24.00 WIB. Contoh: Gangguan teknis di Bank terjadi pada tanggal 15 Agustus 2012 (hari Rabu) pukul 11.00 WIB dan telah diatasi pada pukul 16.10 WIB, maka Bank menyampaikan Laporan LLD PL Juli 2012 secara online pada tanggal 15 Agustus 2012 sampai dengan pukul 24.00 WIB. b. Untuk gangguan teknis yang terjadi di Bank dan belum dapat diatasi sampai dengan pukul 24.00 WIB, Bank menyampaikan Laporan LLD secara offline pada hari kerja berikutnya dalam Jam Kerja dengan memberikan bukti-bukti pendukung terjadinya gangguan teknis. Contoh: Gangguan teknis di Bank terjadi pada tanggal 15 Oktober 2012 (hari Senin) sampai dengan pukul 24.00 WIB, maka Bank dapat menyampaikan Laporan LLD PL September 2012 secara offline pada tanggal 16 Oktober 2012 (hari Selasa) dalam Jam Kerja dengan memberikan bukti-bukti pendukung terjadinya gangguan teknis. c. Untuk gangguan teknis yang terjadi di Bank Indonesia yang dapat diatasi sebelum berakhirnya Jam Kerja, Bank menyampaikan … 18 menyampaikan Laporan LLD secara online pada tanggal 15 sampai dengan pukul 24.00 WIB. Contoh: Gangguan teknis di Bank Indonesia terjadi pada tanggal 15 Agustus 2012 (hari Rabu) pukul 10.00 WIB dan telah diatasi pada pukul 15.25 WIB, maka Bank menyampaikan Laporan LLD PL Juli 2012 secara online pada tanggal 15 Agustus 2012 sampai dengan pukul 24.00 WIB. d. Untuk gangguan teknis yang terjadi di Bank Indonesia yang belum dapat diatasi sampai dengan berakhirnya Jam Kerja, Bank menyampaikan Laporan LLD pada hari kerja berikutnya secara online jika gangguan teknis dapat diatasi atau secara offline dalam Jam Kerja jika gangguan belum dapat diatasi. Contoh-1: Gangguan teknis di Bank Indonesia terjadi pada tanggal 15 Agustus 2012 (hari Rabu) dan belum teratasi sampai dengan pukul 16.15 WIB, maka Bank menyampaikan Laporan LLD PL Juli 2012 secara offline pada tanggal 16 Agustus 2012 (hari Kamis) dalam Jam Kerja. Contoh-2: Apabila gangguan teknis pada Contoh-1 di atas dapat diatasi pada tanggal 16 Agustus 2012, maka Bank menyampaikan laporan LLD PL Juli 2012 secara online pada tanggal 16 Agustus 2012 sampai dengan pukul 24.00 WIB. E. MPKL MPKL diatur dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Untuk koreksi Laporan LLD yang disampaikan secara online, batas akhir MPKL adalah tanggal 20 bulan MPL pukul 24.00 WIB. Contoh: … 19 Contoh: Koreksi Laporan LLD untuk PL Juli 2012 dapat disampaikan secara online paling lama tanggal 20 Agustus 2012 (hari Senin) pukul 24.00 WIB. 2. Apabila hari terakhir penyampaian koreksi Laporan LLD secara online jatuh pada hari Sabtu, Minggu, atau hari libur, maka batas akhir MPKL tidak berubah, kecuali ditetapkan lain melalui pengumuman resmi Bank Indonesia. Contoh: Koreksi Laporan LLD untuk PL September 2012 dapat disampaikan secara online paling lama tanggal 20 Oktober 2012 (hari Sabtu) pukul 24.00 WIB. 3. Apabila Bank menyampaikan koreksi Laporan LLD pada tanggal 16 sampai dengan 20 dan tidak memenuhi persyaratan kuantitas dan kualitas, maka Laporan LLD yang dinyatakan diterima Bank Indonesia adalah laporan terakhir yang telah memenuhi persyaratan kuantitas dan kualitas. Contoh: Bank telah menyampaikan Laporan LLD untuk periode laporan bulan Juni 2012 pada tanggal 15 Juli 2012 dan telah memenuhi persyaratan kuantitas dan kualitas. Pada tanggal 19 Juli 2012 Bank menyampaikan koreksi atas Laporan LLD yang disampaikan pada tanggal 15 Juli 2012 dan telah memenuhi persyaratan kuantitas dan kualitas. Selanjutnya apabila pada tanggal 20 Juli 2012 (akhir MPKL) Bank melakukan koreksi kembali dan sampai dengan pukul 24.00 WIB masih belum memenuhi persyaratan kuantitas dan kualitas, maka status laporan yang berlaku adalah status laporan yang disampaikan tanggal 19 Juli 2012. 4. Koreksi … 20 4. Koreksi Laporan LLD atas dasar permintaan klarifikasi Bank Indonesia dapat dilakukan secara offline dalam Jam Kerja. Contoh: Bank Indonesia meminta klarifikasi kepada Bank pada tanggal 25 Mei 2012 atas sejumlah record Laporan Transaksi PL bulan April 2012. Setelah membandingkan dengan bukti yang dimiliki, Bank menemukan beberapa kesalahan yang mengakibatkan Laporan Transaksi tersebut harus dikoreksi. Dalam hal ini, sebagaimana diatur pada butir IV.B.6.a., Bank dapat menyampaikan koreksi Laporan Transaksi PL April 2012 kepada Bank Indonesia secara offline paling lama 10 hari kerja setelah batas akhir MPKL. 5. Dalam hal terjadi gangguan teknis yang menyebabkan Bank tidak dapat menyampaikan koreksi Laporan LLD secara online terjadi pada tanggal 20 bulan MPL, maka penyampaian koreksi Laporan LLD tersebut diatur sebagai berikut: a. Untuk gangguan teknis yang terjadi di Bank dan dapat diatasi sebelum pukul 24.00 WIB, Bank menyampaikan koreksi Laporan LLD secara online pada tanggal 20 bulan MPL sampai dengan pukul 24.00 WIB. Contoh: Gangguan teknis di Bank terjadi pada tanggal 20 Agustus 2012 (hari Senin) pukul 10.00 WIB dan telah diatasi pada pukul 16.10 WIB, maka Bank menyampaikan koreksi Laporan LLD PL Juli 2012 secara online pada tanggal 20 Agustus 2012 sampai dengan pukul 24.00 WIB. b. Untuk gangguan teknis yang terjadi di Bank dan belum dapat diatasi sampai dengan pukul 24.00 WIB, Bank menyampaikan koreksi Laporan LLD secara offline pada hari kerja … 21 kerja berikutnya dalam Jam Kerja dengan memberikan bukti- bukti pendukung terjadinya gangguan teknis. Contoh: Gangguan teknis di Bank terjadi pada tanggal 20 September 2012 (hari Kamis) sampai dengan pukul 24.00 WIB, maka Bank menyampaikan koreksi Laporan LLD PL Agustus 2012 secara offline pada tanggal 21 September 2012 (hari Jum’at) dalam Jam Kerja dengan memberikan bukti-bukti pendukung terjadinya gangguan teknis. c. Untuk gangguan teknis yang terjadi di Bank Indonesia yang dapat diatasi sebelum berakhirnya Jam Kerja, Bank menyampaikan koreksi Laporan LLD secara online pada tanggal 20 bulan MPL sampai dengan pukul 24.00 WIB. Contoh: Gangguan teknis di Bank Indonesia terjadi pada tanggal 20 November 2012 (hari Selasa) pukul 11.10 WIB dan telah diatasi pada pukul 15.15 WIB, maka Bank menyampaikan koreksi Laporan LLD PL Oktober 2012 secara online pada tanggal 20 November 2012. d. Untuk gangguan teknis yang terjadi di Bank Indonesia yang belum dapat diatasi sampai dengan berakhirnya Jam Kerja, Bank menyampaikan koreksi Laporan LLD pada hari kerja berikutnya secara online jika gangguan teknis dapat diatasi atau secara offline dalam Jam Kerja jika gangguan belum dapat diatasi. Contoh-1: Gangguan teknis di Bank Indonesia terjadi pada tanggal 20 Desember 2012 (hari Kamis) dan belum teratasi sampai dengan pukul 16.15 WIB, maka Bank menyampaikan koreksi Laporan LLD PL November 2012 secara offline pada tanggal 21 Desember … 22 Desember 2012 (hari Jum’at) dalam Jam Kerja. Contoh-2: Apabila gangguan teknis pada Contoh-1 di atas dapat diatasi pada tanggal 21 Desember 2012, maka Bank dapat menyampaikan koreksi laporan LLD PL November 2012 secara online pada tanggal 21 Desember 2012 sampai dengan pukul 24.00 WIB. F. TERLAMBAT MENYAMPAIKAN LAPORAN 1. Bank dinyatakan terlambat menyampaikan Laporan LLD apabila Laporan LLD disampaikan setelah berakhirnya MPL sebagaimana dimaksud pada butir V.D.1, V.D.2, V.D.3, atau V.D.4 sampai dengan akhir bulan MPL dalam Jam Kerja. Contoh: Apabila Laporan LLD Bank untuk PL Juli 2012 diterima Bank Indonesia secara online pada tanggal 16 Agustus 2012 (hari Kamis), maka Bank tersebut dinyatakan terlambat menyampaikan laporan. 2. Dalam hal akhir bulan MPL jatuh pada hari Sabtu, Minggu, atau hari libur, Bank dinyatakan terlambat menyampaikan Laporan LLD apabila Laporan LLD disampaikan setelah berakhirnya MPL sampai dengan hari kerja berikutnya setelah akhir bulan MPL dalam Jam Kerja. Contoh: Bank terlambat menyampaikan Laporan LLD untuk PL Agustus 2012 apabila Laporan LLD disampaikan tanggal 1 Oktober 2012 (hari senin) dalam Jam Kerja. 3. Batas akhir penyampaian Laporan LLD secara online bagi Bank yang terlambat menyampaikan Laporan LLD, adalah tanggal 20 bulan … 23 bulan MPL pukul 24.00 WIB. Contoh: Batas akhir penyampaian Laporan LLD PL September 2012 secara online adalah tanggal 20 Oktober 2012 (hari Sabtu) sampai dengan pukul 24.00 WIB. 4. Penyampaian Laporan LLD setelah tanggal 20 bulan MPL sampai dengan akhir bulan MPL dalam Jam Kerja dilakukan secara offline. Contoh: Batas akhir penyampaian Laporan LLD PL Juni 2012 secara offline adalah tanggal 31 Juli 2012 (hari Selasa) dalam Jam Kerja. G. TIDAK MENYAMPAIKAN LAPORAN 1. Bank dinyatakan tidak menyampaikan Laporan LLD apabila sampai dengan Jam Kerja berakhir pada akhir bulan MPL , Bank Indonesia belum menerima Laporan LLD. 2. Dalam hal akhir bulan MPL jatuh pada hari Sabtu, Minggu, atau hari libur, Bank dinyatakan tidak menyampaikan Laporan LLD apabila sampai dengan Jam Kerja berakhir pada hari kerja berikutnya, Bank Indonesia belum menerima Laporan LLD. Contoh: Sampai dengan tanggal 1 Oktober 2012 (hari Senin) sampai dengan berakhirnya Jam Kerja, Bank Indonesia belum menerima Laporan LLD Bank untuk PL Agustus 2012, maka Bank dinyatakan tidak menyampaikan Laporan LLD. 3. Bank sebagaimana dimaksud angka 1 dan 2 tetap wajib menyampaikan Laporan LLD kepada Bank Indonesia secara offline. H. PENELITIAN … 24 H. PENELITIAN KEBENARAN LAPORAN 1. Bank Indonesia dapat melakukan penelitian terhadap kebenaran keterangan dan data dalam bentuk kegiatan evaluasi, dan pemeriksaan langsung (on-site). 2. Dalam rangka meningkatkan kualitas Laporan LLD, Bank Indonesia secara berkala atau sewaktu-waktu dapat melakukan penelitian atas kebenaran Laporan LLD dalam bentuk kegiatan evaluasi. Kesalahan Laporan LLD yang ditemukan dalam kegiatan evaluasi akan dikenakan sanksi administratif berupa denda laporan tidak benar sesuai jumlah isian field yang tidak benar. 3. Apabila diperlukan, Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan langsung terhadap Laporan LLD Bank yang masih diragukan kebenarannya. Pemeriksaan tersebut meliputi antara lain pemeriksaan bukti transaksi, pembukuan, catatan dan dokumen yang berkaitan dengan pelaporan dimaksud. Kesalahan Laporan LLD yang ditemukan dalam kegiatan pemeriksaan langsung akan dikenakan sanksi administratif berupa denda laporan tidak benar sesuai dengan jumlah isian field yang tidak benar. VI. PROSEDUR PEROLEHAN INFORMASI Dalam rangka mendukung kelancaran penyampaian Laporan LLD kepada Bank Indonesia, ditetapkan hal-hal sebagai berikut: 1. Bank wajib meminta keterangan dan data kepada nasabah yang melakukan Kegiatan LLD melalui Bank, baik untuk kepentingan administrasi pelaporan Bank maupun untuk memenuhi permintaan Bank Indonesia. 2. Dalam … 25 2. Dalam hal suatu Kegiatan LLD melibatkan lebih dari satu Bank di dalam negeri, maka untuk mendukung kelancaran pelaporan ditetapkan sebagai berikut: a. Bank dapat melakukan tukar-menukar informasi yang diperlukan untuk pelaporan Kegiatan LLD dengan Bank lain dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku mengenai kerahasiaan data dan/atau informasi. b. Tukar-menukar informasi sebagaimana dimaksud pada huruf a harus memperhatikan batas waktu MPL. c. Untuk keperluan komunikasi dalam rangka tukar-menukar informasi antar Bank, setiap Bank harus menunjuk petugas (contact person) yang bertanggung jawab terhadap kelancaran komunikasi tersebut dilengkapi dengan alamat e-mail, nomor telepon dan/atau nomor faksimili. Penjelasan lebih lanjut mengenai pelaporan Kegiatan LLD yang melibatkan lebih dari satu Bank di dalam negeri dapat dilihat pada Petunjuk Teknis Pelaporan Kegiatan LLD oleh Bank. 3. Bank harus melakukan verifikasi terhadap keterangan dan data yang diperoleh dari Nasabah untuk memastikan akurasi Laporan LLD. 4. Bank harus melakukan verifikasi terhadap Dokumen Pendukung untuk memastikan keterangan dan data yang disampaikan Nasabah sesuai dengan Dokumen Pendukung. 5. Bank harus memiliki sistem dan prosedur dalam perolehan keterangan dan data serta dalam penyusunan Laporan LLD yang dituangkan dalam suatu pedoman tertulis, sehingga Bank dapat menyampaikan Laporan LLD dengan benar dan tepat waktu. 6. Bank harus menunjuk petugas dan penanggung jawab untuk menyusun, memverifikasi, dan menyampaikan Laporan LLD kepada Bank … 26 Bank Indonesia. Nama petugas dan penanggung jawab tersebut termasuk perubahannya harus disampaikan kepada Bank Indonesia melalui surat yang ditandatangani oleh Direktur Bank. VII. PENGENAAN SANKSI A. SANKSI ATAS LAPORAN TIDAK BENAR Bagi Bank yang menyampaikan laporan tidak secara benar sebagaimana dimaksud pada butir IV.B.1 dikenakan sanksi administratif berupa denda dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Apabila Bank menyampaikan Laporan LLD yang belum memuat keterangan dan data sesuai dengan fakta sebenarnya atau secara teknis masih diisi dengan sandi sementara dan tidak diperbaiki sampai dengan berakhirnya MPL, Bank dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) untuk setiap field yang tidak benar atau masih diisi dengan sandi sementara dengan denda paling banyak sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Contoh: Dalam Laporan Transaksi terkait RTE PL Juni 2012 terdapat 1 record yang masih menggunakan sandi sementara, yaitu untuk field sandi kantor pabean (diisi ‘YYYYYY’) dan nomor pendaftaran PEB (diisi ‘YYYYYYYY’). Berdasarkan contoh tersebut, apabila sampai dengan tanggal 15 Juli 2012 sandi sementara tersebut belum diperbaiki, Bank dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp100.000,00 (2 field x Rp50.000,00). 2. Apabila laporan yang tidak benar ditemukan pada kegiatan evaluasi, Bank dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) untuk setiap isian field … 27 field yang tidak benar dengan denda paling banyak sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Contoh: Berdasarkan kegiatan evaluasi terhadap Laporan Transaksi terkait RTE untuk PL bulan Juli sampai dengan Desember 2012 terdapat 22 isian field yang tidak benar, yang terdiri dari 5 field sandi kantor pabean, 10 field tanggal PEB, dan 7 field nilai PEB. Berdasarkan contoh tersebut, Bank dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp1.100.000,00 (22 record x Rp50.000,00). 3. Apabila laporan yang tidak benar ditemukan berdasarkan pemeriksaan langsung oleh Bank Indonesia, Bank dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp50.000,00 (lima puluh rupiah) untuk setiap isian field yang tidak benar dengan denda paling banyak sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Contoh-1: Berdasarkan pemeriksaan langsung, ditemukan bahwa dari seluruh record Laporan Transaksi PL Desember 2012 terdapat 20 isian field yang tidak benar dalam 11 record, maka Bank dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp1.000.000,00 (20 field x Rp50.000,00). B. SANKSI ATAS KETERLAMBATAN PENYAMPAIAN LAPORAN Bagi Bank yang terlambat menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada butir V.F dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk setiap hari keterlambatan. Contoh: … 28 Contoh: Apabila Laporan LLD untuk PL Oktober 2012 diterima Bank Indonesia tanggal 19 November 2012, maka Bank dinyatakan terlambat menyampaikan laporan selama 4 (empat) hari keterlambatan dan dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp4.000.000,00 (4 xRp1.000.000,00). C. SANKSI TIDAK MENYAMPAIKAN LAPORAN Bagi Bank yang tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada butir V.G. dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Contoh: Apabila sampai dengan 31 Oktober 2012 Laporan LLD untuk PL September 2012 belum diterima Bank Indonesia, maka Bank dinyatakan tidak menyampaikan Laporan LLD dan dikenakan sanksi denda sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). D. TATA CARA PENGENAAN SANKSI DENDA Pengenaan sanksi denda sebagaimana dimaksud pada huruf A, B, dan C, diatur sebagai berikut: 1. Bank Indonesia menyampaikan surat pemberitahuan sanksi denda kepada Bank. 2. Bank dapat mengajukan tanggapan atas surat pemberitahuan sanksi denda sebagaimana dimaksud pada angka 1. Tanggapan tersebut disampaikan secara tertulis dan harus telah diterima oleh Bank Indonesia paling lambat 15 (lima belas) hari kerja sejak diterimanya surat pemberitahuan sanksi denda oleh Bank. 3. Pembebanan … 29 3. Pembebanan sanksi denda dilakukan setelah adanya surat penetapan sanksi denda dari Bank Indonesia. 4. Pembebanan sanksi denda sebagaimana dimaksud dalam angka 3 dilakukan dengan cara mendebet rekening giro Bank di Bank Indonesia untuk rekening Kas Negara yang terdapat di Bank Indonesia. VIII. PENYAMPAIAN LAPORAN DALAM KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) 1. Keadaan memaksa merupakan keadaan yang secara nyata-nyata menyebabkan Bank tidak dapat menyampaikan Laporan LLD dan/atau koreksi Laporan LLD, antara lain karena kebakaran, kerusuhan massa, terorisme, bom, perang, sabotase, serta bencana alam seperti gempa bumi dan banjir yang dibenarkan oleh penguasa atau pejabat dari instansi terkait di daerah setempat. 2. Bank yang mengalami keadaan memaksa selama satu MPL atau lebih, dikecualikan dari kewajiban menyampaikan Laporan LLD dan/atau koreksi Laporan LLD. Bank wajib menyampaikan Laporan LLD dan/atau koreksi Laporan LLD setelah Bank kembali melakukan kegiatan operasional secara normal. Contoh: Daerah tempat Bank beroperasi mengalami gempa bumi pada tanggal 28 September 2012 yang mengakibatkan Bank tidak dapat melakukan kegiatan operasional selama 1 (satu) bulan. Dalam kondisi ini, Bank dikecualikan dari kewajiban menyampaikan Laporan LLD dan/atau koreksi Laporan LLD PL September 2012. Dalam hal Bank kembali melakukan kegiatan operasional secara normal, Bank harus menyampaikan Laporan LLD … 30 LLD dan/atau koreksi Laporan LLD. 3. Bank yang mengalami keadaan memaksa kurang dari 1 (satu) MPL, dikecualikan dari kewajiban menyampaikan Laporan LLD dan/atau koreksi Laporan LLD sesuai batas waktu yang telah ditentukan. Contoh: Daerah tempat Bank beroperasi mengalami banjir yang mengakibatkan Bank tidak dapat melakukan kegiatan operasional sejak tanggal 3 Oktober sampai dengan 6 Oktober 2012. Dalam kondisi ini, Bank diperbolehkan menyampaikan Laporan LLD dan/atau koreksi Laporan LLD PL bulan September 2012 melewati tanggal 15 Oktober 2012. 4. Bank yang mengalami keadaan memaksa harus segera menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Bank Indonesia disertai penjelasan mengenai keadaan memaksa tersebut yang paling kurang memuat informasi mengenai: a. jenis keadaan memaksa dengan melampirkan surat keterangan yang dibenarkan oleh penguasa atau pejabat dari instansi terkait di daerah setempat; b. dampak terhadap penyampaian Laporan LLD; dan c. perkiraan lamanya keadaan memaksa. 5. Bank dapat menyampaikan pemberitahuan secara tertulis mengenai keadaan memaksa melalui kantor pusat Bank, kantor cabang Bank, atau pihak lain yang ditunjuk oleh Bank. 6. Pemberitahuan secara tertulis mengenai keadaan memaksa yang terjadi selama 1 (satu) MPL atau lebih, harus disampaikan untuk setiap MPL sampai dengan berakhirnya keadaan memaksa. IX. ALAMAT … 31 IX. ALAMAT PENYAMPAIAN LAPORAN LLD DAN/ATAU KOREKSI LAPORAN LLD SECARA OFFLINE DAN SURAT MENYURAT KEPADA BANK INDONESIA Penyampaian Laporan LLD dan/atau koreksi Laporan LLD secara offline dan surat menyurat kepada Bank Indonesia diatur sebagai berikut: 1. Bagi Bank yang berkedudukan di dalam wilayah Jakarta, Depok, Bogor, Bekasi, Karawang, dan Provinsi Banten ditujukan kepada: Bank Indonesia Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter Biro Neraca Pembayaran Menara Sjafruddin Prawiranegara, Lantai 16 Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350 2. Bagi Bank yang berkedudukan di luar wilayah Jakarta, Depok, Bogor, Bekasi, Karawang, dan Provinsi Banten ditujukan kepada Kantor Bank Indonesia setempat sebagaimana terdapat pada Petunjuk Teknis Pelaporan Kegiatan LLD oleh Bank. 3. Help desk untuk komunikasi melalui media elektronik: Telepon : Faksimili : E-mail : (021) 3817410 dan (021) 3818388 (021) 3866063 dan (021) 3800134 lldbank@bi.go.id Khusus komunikasi terkait sistem informasi dan jaringan, ditujukan kepada Direktorat Pengelolaan Sistem Informasi Bank Indonesia dengan nomor telepon (021) 3818000. X. KETENTUAN … 32 X. KETENTUAN PERALIHAN 1. Untuk data Laporan LLD PL Oktober 2011 yang disampaikan pada bulan November 2011 sampai dengan data Laporan LLD PL Mei 2012 yang disampaikan pada bulan Juni 2012 diatur sebagai berikut: a. MPL paling lama tanggal 20 setelah berakhirnya PL; dan b. MPKL paling lama tanggal 25 setelah berakhirnya PL. 2. Tanggapan atas permintaan klarifikasi Laporan LLD sampai dengan PL Juni 2012 disampaikan paling lambat 15 (lima belas) hari kerja setelah diterimanya permintaan klarifikasi dari Bank Indonesia. XI. PENUTUP Pengenaan sanksi ketidakbenaran terhadap Laporan Transaksi terkait RTE yang diisi dengan sandi sementara sebagaimana dimaksud pada butir VII.A.1, serta bagi Bank yang tidak menyampaikan Dokumen Pendukung sebagaimana dimaksud pada butir V.A.6 mulai diberlakukan untuk data PL bulan Maret 2012 yang disampaikan pada bulan April 2012. Dengan diberlakukannya Surat Edaran ini maka: 1. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/13/DSM langgal 13 Juni 2001 perihal Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa oleh Bank; dan 2. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/28/DSM tanggal 30 November 2007 perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/13/DSM tanggal 13 Juni 2001 perihal Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa oleh Bank, dicabut … 33 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi sejak data PL Januari 2012 yang disampaikan bulan Februari 2012. Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 30 Desember 2011. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HARTADI A. SARWONO DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 13/33/DSM|SE-BI/2011 </reg_id> <reg_title> Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa oleh Bank. </reg_title> <set_date> 30 Desember 2011 </set_date> <effective_date> 30 Desember 2011 </effective_date> <replaced_reg> '3/13/DSM|SE-BI/2001', '9/28/DSM|SE-BI/2007' </replaced_reg> <related_reg> '13/20/PBI/2011', '13/21/PBI/2011' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi VII', 'Romawi V Huruf H Angka 3', 'Romawi V Huruf H Angka 2' </penalty_list>
No. 6/45/DASP Jakarta, 25 Oktober 2004 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Batasan Nominal Transaksi Antar Bank Untuk Kepentingan Nasabah Melalui Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement Sehubungan Dengan Hari Libur Nasional Tertentu. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/8/PBI/2004 tanggal 11 Maret 2004 tentang Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4373) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/13/PBI/2004 tanggal 9 Juni 2004 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/8/PBI/2004 tentang Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4387), Penyelenggara mempunyai kewajiban untuk menjamin Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (Sistem BI- RTGS) berfungsi dengan baik. Berkenaan dengan hal tersebut di atas dan sehubungan dengan terjadinya peningkatan volume transaksi pembayaran antar Bank melalui Sistem BI-RTGS yang sangat signifikan pada periode waktu tertentu, seperti menjelang dan setelah Idul Fitri, Natal dan Tahun Baru serta hari-hari besar nasional lainnya, maka untuk menjaga kelancaran kegiatan operasional Sistem BI-RTGS dipandang perlu untuk melakukan pembatasan volume transaksi yang dapat dilakukan melalui Sistem BI- RTGS pada periode tertentu sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini, sebagai berikut : 1. Transaksi … 1. Transaksi antar Peserta untuk kepentingan nasabah yang menggunakan TRN IFT00000 bagi Bank, dan BIRBI540 bagi Bank Indonesia, dengan batasan nominal transaksi di bawah Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah), tidak dapat dilakukan melalui Sistem BI-RTGS. 2. Bagi transaksi antar Peserta untuk kepentingan nasabah yang berupa transaksi multiple credit, batasan nominal transaksi untuk setiap rekening penerima dana yang dituju ditetapkan sesuai dengan batasan nilai nominal sebagaimana dimaksud dalam angka 1. 3. Batasan nominal transaksi sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan angka 2, berlaku untuk periode transaksi yang Penyelesaian Akhirnya dilakukan pada tanggal 8 November 2004 sampai dengan tanggal 22 November 2004 dan tanggal 20 Desember 2004 sampai dengan tanggal 31 Desember 2004. 4. Agar transaksi antar Peserta untuk kepentingan nasabah sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan angka 2 dapat tetap dilakukan oleh Bank, maka transaksi tersebut dapat diselesaikan melalui kliring penyerahan sesuai dengan jadwal yang akan diumumkan oleh penyelenggara kliring. 5. Berkaitan dengan ketentuan pembatasan nominal transaksi sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan angka 2, seluruh Peserta wajib menginformasikan hal tersebut kepada nasabah masing-masing Peserta. Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 25 Oktober 2004. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, Ttd. MOHAMAD ISHAK DIREKTUR AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 6/45/DASP|SE-BI/2004 </reg_id> <reg_title> Batasan Nominal Transaksi Antar Bank Untuk Kepentingan Nasabah Melalui Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement Sehubungan Dengan Hari Libur Nasional Tertentu. </reg_title> <set_date> 25 Oktober 2004 </set_date> <effective_date> 25 Oktober 2004 </effective_date> <related_reg> '6/8/PBI/2004', '6/13/PBI/2004' </related_reg>
No.10/ 33 /DPNP Jakarta, 15 Oktober 2008 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal : Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing Sehubungan dengan ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/19/PBI/2008 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 145, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4904) perlu diatur ketentuan pelaksanaan dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. UMUM Stabilitas moneter merupakan hal yang sangat diperlukan dalam rangka menciptakan kondisi perekonomian yang kondusif dan stabil. Krisis ekonomi global berdampak pada terjadinya kekeringan likuiditas keuangan dan perbankan yang dapat mengancam stabilitas moneter. Untuk mengatasi kekeringan likuiditas tersebut, Bank Indonesia menempuh beberapa kebijakan pelonggaran likuiditas untuk meminimalkan risiko yang dapat mempengaruhi … mempengaruhi stabilitas, antara lain melalui penetapan Giro Wajib Minimum. II. JASA GIRO 1. Persentase Jasa Giro a. Sesuai dengan Pasal 11 Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/19/PBI/2008 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing, Bank Indonesia memberikan jasa giro setiap hari kerja yang diperhitungkan secara harian terhadap bagian tertentu saldo Rekening Giro Rupiah Bank, bagi Bank yang memenuhi GWM dalam rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/19/PBI/2008 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing. b. Jasa giro diberikan terhadap 2,5% (dua koma lima persen) dari rata-rata harian total DPK Bank dalam rupiah bagi Bank yang memenuhi GWM dalam rupiah sebagaimana dimaksud pada huruf a. c. Jasa giro sebagaimana dimaksud pada huruf b diberikan setiap hari kerja yang diperhitungkan secara harian dengan persentase ditetapkan berdasarkan tingkat bunga efektif tahunan dengan metode perhitungan sebagai berikut: Persentase jasa irog harian= +    1 Tingkat bunga  efektif tahunan        (1/ 360) −1 Tingkat bunga efektif tahunan ditetapkan sebesar BI-Rate yang berlaku pada hari yang sama dengan perhitungan bagian tertentu dari pemenuhan kewajiban GWM dalam rupiah yang diberikan jasa … jasa giro (2,5% dari total DPK dalam rupiah) dikurangi dengan 600 (enam ratus) basis points. Dengan demikian, persentase jasa giro harian pada periode t menjadi sebagai berikut: { Persentase jasa irog hariant = +1 (BI Ratet −600bps)}(1/ 360) 1 − Hasil perhitungan persentase jasa giro harian tersebut di atas dibulatkan menjadi 4 (empat) angka dibelakang koma sesuai dengan sistem yang berlaku. Contoh : Perhitungan persentase jasa giro harian pada tanggal 27 Januari dengan asumsi BI-Rate yang berlaku pada tanggal tersebut adalah 9% (sembilan persen) maka tingkat bunga efektif tahunan untuk perhitungan persentase jasa giro adalah sebesar 9% (sembilan persen) dikurangi 600 basis points yaitu sebesar 3% (tiga persen). Berdasarkan metode perhitungan tersebut, persentase jasa giro harian yang diberikan pada tanggal 27 Januari terhadap bagian tertentu saldo Rekening Giro Rupiah Bank yang diperuntukkan untuk pemenuhan kewajiban GWM dalam rupiah adalah: Persentase jasa giro harian = {1 + (9% - 600bps)} 1/360 – 1 = 0,0082% 2. Perhitungan Jasa Giro a. Jasa giro dihitung untuk setiap hari kerja berdasarkan saldo Rekening Giro Rupiah Bank yang tercatat dan diperoleh dari sistem akunting Bank Indonesia. Pengkreditan jasa giro pada Rekening Giro Rupiah Bank, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/19/PBI/2008 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing, dilakukan sebagai berikut: 1) Paling … 1) Paling lambat tanggal 10 bagi jasa giro periode tanggal 1 sampai dengan tanggal 7 bulan yang sama; 2) Paling lambat tanggal 18 bagi jasa giro periode tanggal 8 sampai dengan tanggal 15 bulan yang sama; 3) Paling lambat tanggal 26 bagi jasa giro periode tanggal 16 sampai dengan tanggal 23 bulan yang sama; 4) Paling lambat tanggal 3 bulan berikutnya bagi jasa giro periode tanggal 24 sampai dengan tanggal akhir bulan sebelumnya. b. Dalam hal tanggal pengkreditan jasa giro jatuh pada hari libur, maka pengkreditan saldo Rekening Giro Bank dilakukan oleh Bank Indonesia pada hari kerja berikutnya. c. Dalam hal dikemudian hari diketahui terjadi kekurangan atau kelebihan dalam pengkreditan yang terkait dengan pemberian jasa giro dimaksud, Bank Indonesia dapat langsung mengkredit atau mendebet rekening giro bank yang bersangkutan sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement. III. PENGENAAN SANKSI ATAS PELANGGARAN GWM 1. Pendebetan Rekening Giro Bank dalam rangka pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/19/PBI/2008 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing dilakukan paling lambat pada 3 (tiga) hari kerja berikutnya setelah tanggal terjadinya pelanggaran GWM. 2. Dalam hal tanggal pendebetan Rekening Giro Bank jatuh pada hari libur, maka pendebetan dilakukan oleh Bank Indonesia pada hari kerja berikutnya. 3. Dalam … 3. Dalam hal dikemudian hari diketahui terjadi kekurangan atau kelebihan dalam pendebetan yang terkait dengan pengenaan sanksi dimaksud, Bank Indonesia dapat langsung mendebet atau mengkredit rekening giro bank yang bersangkutan sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement. IV. PERHITUNGAN GWM, JASA GIRO DAN SANKSI PELANGGARAN GWM Contoh: Bank A memiliki rata-rata harian DPK dalam rupiah dalam masa laporan sejak tanggal 8 sampai dengan tanggal 15 bulan Januari sebesar Rp55.000.000.000.000,00 (lima puluh lima trilyun rupiah). Saldo Rekening Giro Rupiah Bank A di Bank Indonesia pada: - tanggal 24 Januari adalah sebesar Rp4.125.000.000.000,00 (empat trilyun seratus dua puluh lima milyar rupiah) atau 7,5% dari DPK dalam rupiah; - tanggal 25 Januari adalah sebesar Rp4.125.000.000.000,00 (empat trilyun seratus dua puluh lima milyar rupiah) atau 7,5% dari DPK dalam rupiah; - tanggal 26 Januari adalah sebesar Rp3.850.000.000.000,00 (tiga trilyun delapan ratus lima puluh milyar rupiah) atau 7% dari DPK dalam rupiah; - tanggal 27 Januari adalah sebesar Rp4.950.000.000.000,00 (empat trilyun sembilan ratus lima puluh milyar rupiah) atau 9% dari DPK dalam rupiah; - tanggal … - tanggal 28 Januari adalah sebesar Rp4.125.000.000.000,00 (empat trilyun seratus dua puluh lima milyar rupiah) atau 7,5% dari DPK dalam rupiah; - - tanggal 29 Januari adalah sebesar Rp4.400.000.000.000,00 (empat trilyun empat ratus milyar rupiah) atau 8% dari DPK dalam rupiah; tanggal 30 Januari adalah sebesar Rp4.950.000.000.000,00 (empat trilyun sembilan ratus lima puluh milyar rupiah) atau 9% dari DPK dalam rupiah; - tanggal 31 Januari adalah sebesar Rp4.950.000.000.000,00 (empat trilyun sembilan ratus lima puluh milyar rupiah) atau 9% dari DPK dalam rupiah. Diasumsikan tanggal 24, 25, 31 Januari dan tanggal 3 Februari bukan merupakan hari kerja (hari libur) dan rata-rata suku bunga jangka waktu 1 (satu) hari overnight dari JIBOR pada tanggal 26 Januari adalah sebesar 10%. Dengan data tersebut di atas, maka: 1. Perhitungan GWM GWM harian yang wajib dipelihara untuk masa laporan sejak tanggal 24 sampai dengan tanggal akhir bulan Januari adalah sebesar 7,5% (tujuh koma lima persen) dari Rp55.000.000.000.000,00 (lima puluh lima trilyun rupiah) yaitu sebesar Rp4.125.000.000.000,00 (empat trilyun seratus dua puluh lima milyar rupiah), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/19/PBI/2008 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing. 2. Perhitungan Jasa Giro a. Perhitungan jasa giro untuk masing-masing tanggal 27, 28, 29 dan 30 Januari adalah sebagai berikut: 0,0082% … 0,0082% x bagian saldo Rekening Giro Rupiah Bank yang diberikan jasa giro; yaitu 0,0082% x Rp1.375.000.000.000,00 = Rp112.750.000,00 Saldo Rekening Giro Rupiah pada tanggal 24, 25, dan 31 Januari tidak diberikan jasa giro, karena tanggal-tanggal tersebut bukan merupakan hari kerja. b. Pengkreditan jasa giro untuk masing-masing tanggal 27, 28, 29 dan 30 Januari dilakukan oleh Bank Indonesia pada Rekening Giro Rupiah Bank paling lambat pada tanggal 4 Februari, karena tanggal 3 Februari bukan merupakan hari kerja. Jasa giro yang dikreditkan ke Rekening Giro Rupiah Bank adalah sebesar: 4 x Rp112.750.000,00= Rp451.000.000,00 Pembulatan dalam rangka pengkreditan Rekening Giro Bank oleh Bank Indonesia dilakukan dengan memperhatikan sistem akunting Bank Indonesia. 3. Perhitungan Sanksi Pelanggaran GWM a. Sanksi terhadap kekurangan pemenuhan GWM pada tanggal 26 Januari dihitung sebagai berikut: Rp275.000.000.000,00 x 1,25 x 10 x 1 hari 360 x 100 = Rp95.486.111,11 b. Pendebetan Rekening Giro Rupiah Bank untuk sanksi atas kekurangan GWM pada tanggal 26 Januari sebesar Rp95.486.111,11 dilakukan paling lambat pada 3 (tiga) hari kerja berikutnya, yaitu pada tanggal 29 Januari. Pembulatan dalam rangka pendebetan Rekening Giro Bank oleh Bank Indonesia dilakukan dengan memperhatikan sistem akunting Bank Indonesia. V. PENUTUP … V. PENUTUP Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/54/DPNP tanggal 29 November 2005 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing sebagaimana telah diubah terakhir dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/11/DPNP tanggal 30 April 2007 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini: 1. Untuk ketentuan yang berkaitan dengan GWM dalam valuta asing mulai berlaku pada tanggal diterbitkan dan berlaku surut sejak tanggal 13 Oktober 2008; 2. Untuk ketentuan yang berkaitan dengan GWM dalam rupiah mulai berlaku pada tanggal 24 Oktober 2008. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HALIM ALAMSYAH DIREKTUR DIREKTORAT PENELITIAN DAN PENGATURAN PERBANKAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 10/33/DPNP|SE-BI/2008 </reg_id> <reg_title> Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing </reg_title> <set_date> 15 Oktober 2008 </set_date> <replaced_reg> '9/11/DPNP|SE-BI/2007', '7/54/DPNP|SE-BI/2005' </replaced_reg> <related_reg> '10/19/PBI/2008' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi III' </penalty_list>
No. 7/12/DPM NoAAve Jakarta, 8 April 2005 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM Perihal : Perubahan Ketiga Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/17/DPM Tanggal 6 April 2004 perihal Transaksi Perdagangan Sertifikat Bank Indonesia Secara Repurchase Agreement (Repo) Dengan Bank Indonesia Di Pasar Sekunder. Dalam rangka penyesuaian mekanisme pengajuan transaksi SBI Repo yang dapat terdiri dari 1 (satu) atau lebih seri SBI yang dimiliki Bank sepanjang tidak melebihi batas maksimum yang ditetapkan yaitu sebesar 50% (lima puluh per seratus) dari jumlah kepemilikan SBI yang tercatat dalam rekening perdagangan pada 1 (satu) hari kerja sebelum pengajuan transaksi SBI Repo maka Surat Edaran Bank Indonesia No.6/17/DPM tanggal 6 April 2004 tentang Transaksi Perdagangan Sertifikat Bank Indonesia Secara Repurchase Agreement (Repo) Dengan Bank Indonesia di Pasar Sekunder, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/47/DPM tanggal 29 Oktober 2004, yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Peraturan Bank Indonesia Nomor 4/9/PBI/2002 tanggal 18 November 2002 tentang Operasi Pasar Terbuka (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4243), sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/33/PBI/2004 tanggal 31 Desember 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4463), Peraturan Bank Indonesia Nomor 4/10/PBI/2002 tanggal 18 November 2002 tentang … 2 tentang Sertifikat Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4244), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/5/PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4366) dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/2/PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004 tentang Bank Indonesia – Scripless Securities Settlement System (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4363), dipandang perlu untuk diatur kembali sebagai berikut: Angka II.9 dihapus sehingga angka II berbunyi sebagai berikut : “II. PERSYARATAN TRANSAKSI SBI REPO DENGAN BANK INDONESIA 1. SBI yang dapat dijual secara Repo kepada Bank Indonesia adalah : a. SBI milik Bank yang tercatat dalam rekening perdagangan (active account) dalam sarana BI-SSSS pada hari pengajuan transaksi; dan b. Memiliki sisa jangka waktu sekurang-kurangnya 2 (dua) hari kerja. 2. Jumlah SBI milik Bank yang dapat dijual secara Repo kepada Bank Indonesia adalah sebanyak-banyaknya 50% (lima puluh per seratus) dari jumlah kepemilikan SBI yang tercatat pada rekening perdagangan di sarana BI-SSSS pada 1 (satu) hari kerja sebelum pengajuan SBI Repo (T-1). 3. Jangka waktu SBI Repo adalah 1 (satu) hari. Dalam hal pengajuan transaksi dilakukan pada 1 (satu) hari kerja sebelum hari libur maka tanggal jatuh waktu SBI Repo ditetapkan pada hari kerja berikutnya. 4. Tingkat diskonto SBI Repo ditetapkan sebesar nilai tertinggi dari: a. rata-rata tertimbang suku bunga PUAB sesi pagi jangka waktu 1 (satu) hari pada 1 (satu) hari kerja sebelum transaksi ditambah 100 (seratus) basis points; atau b. rata-rata … 3 b. rata-rata tertimbang tingkat diskonto SBI jangka waktu 1 (satu) bulan pada lelang terakhir ditambah 100 (seratus) basis points. 5. Perhitungan jumlah hari dalam diskonto SBI Repo berdasarkan hari kalender. 6. Penyelesaian SBI Repo dilaksanakan pada hari transaksi (same-day settlement) melalui mekanisme DVP. 7. Bank yang mengajukan SBI Repo wajib memiliki saldo Rekening Surat Berharga SBI yang mencukupi di Central Registry untuk keperluan Setelmen Surat Berharga SBI pada saat setelmen penjualan SBI Repo. 8. Bank wajib memiliki saldo rekening giro Rupiah di Bank Indonesia yang mencukupi untuk keperluan Setelmen Dana pada saat setelmen pembelian kembali SBI Repo. 9. Dihapus. 10. Bank tidak sedang dikenakan sanksi diberhentikan sementara (suspend) atau diberhentikan secara permanen (close) sebagai peserta BI-SSSS.” Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, BUDI MULYA DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 7/12/DPM|SE-BI/2005 </reg_id> <reg_title> Perubahan Ketiga Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/17/DPM Tanggal 6 April 2004 perihal Transaksi Perdagangan Sertifikat Bank Indonesia Secara Repurchase Agreement (Repo) Dengan Bank Indonesia Di Pasar Sekunder. </reg_title> <set_date> 8 April 2005 </set_date> <effective_date> 8 April 2005 </effective_date> <changed_reg> '6/17/DPM|SE-BI/2004' </changed_reg> <extension_of> '6/47/DPM|SE-BI/2004' </extension_of> <related_reg> '6/33/PBI/2004', '6/2/PBI/2004', '6/5/PBI/2004', '4/10/PBI/2002', '4/9/PBI/2002', '6/17/DPM|SE-BI/2004', '6/47/DPM|SE-BI/2004' </related_reg>
No.14/ 13 /DPNP Jakarta, 9 April 2012 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Pencabutan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 23/15/BPPP tanggal 28 Februari 1991 perihal Kegiatan Bank di Pasar Modal Sehubungan dengan kedudukan dan kewenangan Bank Indonesia untuk menetapkan peraturan berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3843) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4962) dan telah dicabutnya ketentuan yang mendasari penerbitan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 23/15/BPPP tanggal 28 Februari 1991 perihal Kegiatan Bank di Pasar Modal, perlu untuk mencabut Surat Edaran Bank Indonesia dimaksud. Berdasarkan… Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 23/15/BPPP tanggal 28 Februari 1991 perihal Kegiatan Bank di Pasar Modal dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 9 April 2012. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, MULYA E. SIREGAR KEPALA DEPARTEMEN PENELITIAN DAN PENGATURAN PERBANKAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 14/13/DPNP|SE-BI/2012 </reg_id> <reg_title> Pencabutan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 23/15/BPPP tanggal 28 Februari 1991 perihal Kegiatan Bank di Pasar Modal </reg_title> <set_date> 9 April 2012 </set_date> <effective_date> 9 April 2012 </effective_date> <replaced_reg> '23/15/BPPP|SE-BI/1991' </replaced_reg> <related_reg> '2/PERPPU/2008', '6/UU/2009', '23/UU/1999', '23/15/BPPP|SE-BI/1991' </related_reg>
No. 7/43/DASP Jakarta, 7 September 2005 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Batas Nilai Nominal Nota Debet dan Transfer Kredit dalam Penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia Sehubungan dengan telah diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/18/PBI/2005 tanggal 22 Juli 2005 tentang Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4516), perlu dilakukan pengaturan lebih lanjut mengenai batas nilai nominal Nota Debet dan transfer kredit dalam penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut. I. BATAS NILAI NOMINAL NOTA DEBET A. Nota Debet yang Diterbitkan oleh Bank Nilai nominal Nota Debet yang diterbitkan oleh Bank untuk dikliringkan melalui Kliring Debet dalam penyelenggaraan SKNBI paling banyak sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) per Nota Debet. B. Nota … 2 B. Nota Debet yang Diterbitkan oleh Bank Indonesia 1. Nilai nominal Nota Debet yang diterbitkan oleh Bank Indonesia tidak dibatasi. 2. Nota Debet dengan nilai nominal di atas Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) yang diterbitkan oleh Bank Indonesia dapat dikliringkan untuk ditujukan kepada Bank dan/atau nasabah Bank hanya untuk kepentingan sebagai berikut: a. tagihan realisasi dan/atau biaya-biaya sehubungan dengan pembukaan atau perubahan L/C impor; b. tagihan pokok dan/atau bunga Kredit Likuiditas Proyek Kredit Mikro (KL PKM), Kredit Likuiditas Program Kredit Modal Kerja Bank Indonesia dalam rangka Pengembangan Bank Perkreditan Rakyat (KL KMK-BPR), Pembiayaan Likuiditas Pembiayaan Modal Kerja dalam Pengembangan Bank rangka Perkreditan Syariah (PL PMK- BPRS), Kredit Likuiditas Kredit kepada Pengusaha Kecil dan Pengusaha Mikro melalui Bank Perkreditan Rakyat (KL KPKM-BPR), dan Pembiayaan Likuiditas Pembiayaan kepada Pengusaha Kecil dan Pengusaha Mikro melalui Bank Perkreditan Rakyat Syariah (PL KPKM-BPRS). 3. Pelunasan tagihan-tagihan selain yang dimaksud pada angka 2, apabila dilakukan melalui penyelenggaraan SKNBI harus dilakukan dengan mengirimkan DKE Kredit oleh pihak yang berhutang/pihak peminjam atau dengan memperhitungkan cek atau bilyet giro yang berhutang/pihak peminjam. diterbitkan oleh pihak 4. Dalam hal Bank yang Indonesia memperhitungkan Nota Debet sebagaimana dimaksud pada angka 2, Bank Indonesia menggunakan sandi transaksi 45. C. Pelanggaran … 3 C. Pelanggaran Penggunaan Nota Debet pada Wilayah Kliring PKL Selain BI 1. Dalam hal terjadi penolakan Nota Debet pada Wilayah Kliring yang diselenggarakan oleh PKL Selain BI karena Nota Debet yang dikliringkan tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf A dan/atau huruf B, maka Peserta yang melakukan penolakan terhadap Nota Debet tersebut harus melaporkan secara tertulis kepada PKL Selain BI disertai fotokopi Nota Debet yang bersangkutan. 2. Dalam hal PKL Selain BI mengetahui adanya Nota Debet yang dikliringkan tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf A dan/atau huruf B, baik yang diketahui berdasarkan laporan Peserta sebagaimana dimaksud pada angka 1 maupun berdasarkan hasil pengamatan PKL Selain BI dari DKE Debet yang diproses, maka PKL Selain BI harus menyampaikan informasi dimaksud secara tertulis kepada Bank Indonesia yang mewilayahi, dengan disertai: a. Fotokopi Nota Debet, apabila informasi diketahui dari Peserta yang melakukan penolakan; dan/atau b. Fotokopi rincian DKE Debet yang diserahkan atau yang diterima yang menunjukkan pelanggaran Nota Debet dan informasi mengenai ditolak atau tidaknya Nota Debet tersebut, apabila informasi diketahui dari hasil pengamatan PKL Selain BI. 3. Informasi sebagaimana dimaksud pada angka 2 disampaikan paling lambat pada hari kerja berikutnya setelah diterimanya informasi dari Peserta atau diketahui adanya pelanggaran penggunaan Nota Debet oleh PKL Selain BI. 4. Berdasarkan … 4 4. Berdasarkan informasi sebagaimana dimaksud pada angka 3, Bank Indonesia mengenakan sanksi kepada Peserta pengirim dan/atau Peserta penerima Nota Debet sesuai dengan Pasal 70 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/18/PBI/2005 tanggal 22 Juli 2005 tentang Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia. II. BATAS NILAI NOMINAL TRANSFER KREDIT Batas nilai nominal transfer kredit yang dapat dikliringkan melalui Kliring Kredit dalam penyelenggaraan SKNBI adalah transfer kredit dengan nilai nominal di bawah Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) per transaksi. III. KETENTUAN PERALIHAN Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini, maka: A. Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 1/10/DASP tanggal 31 Desember 1999 perihal Penggunaan Nota Debet Dalam Kliring; dan B. Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 4/12/DASP tanggal 24 September 2002 perihal Jadwal Kliring dan Tanggal Valuta Penyelesaian Akhir, Sistem Penyelenggaraan Kliring Lokal serta Jenis dan Batasan Nominal Warkat atau Data Keuangan Elektronik; dinyatakan tetap berlaku untuk Wilayah Kliring yang belum mengimplementasikan SKNBI sampai dengan Wilayah Kliring tersebut mengimplementasikan SKNBI. IV. PENUTUP Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini, maka: A. Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 1/10/DASP tanggal 31 Desember 1999 perihal Penggunaan Nota Debet Dalam Kliring; dan B. Ketentuan … 5 B. Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 4/12/DASP tanggal 24 September 2002 perihal Jadwal Kliring dan Tanggal Valuta Penyelesaian Akhir, Sistem Penyelenggaraan Kliring Lokal serta Jenis dan Batasan Nominal Warkat atau Data Keuangan Elektronik; dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran ini dilaksanakan sejak tanggal implementasi SKNBI di Wilayah Kliring yang bersangkutan sesuai dengan pengumuman Bank Indonesia. Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 7 September 2005. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, MOHAMAD ISHAK DIREKTUR AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN DASP
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 7/43/DASP|SE-BI/2005 </reg_id> <reg_title> Batas Nilai Nominal Nota Debet dan Transfer Kredit dalam Penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia </reg_title> <set_date> 7 September 2005 </set_date> <effective_date> 7 September 2005 </effective_date> <replaced_reg> '1/10/DASP|SE-BI/1999', '4/12/DASP|SE-BI/2002' </replaced_reg> <related_reg> '7/18/PBI/2005' </related_reg>
No. 8/18/DASP Jakarta, 23 Agustus 2006 S U R A T E D A R A N Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/60/DASP tanggal 30 Desember 2005 perihal Prinsip Perlindungan Nasabah dan Kehati-hatian, serta Peningkatan Keamanan Dalam Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu ------------------------------------------------------------------------- Dalam rangka meningkatkan kelancaran pelaksanaan implementasi teknologi chip pada Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu (APMK), dan mengingat Penerbit dan Acquirer APMK membutuhkan waktu yang lebih panjang untuk persiapan dan pengembangan sarana serta prasarana dalam mengimplementasikan teknologi chip, perlu dilakukan perubahan terhadap jadwal pelaksanaan implementasi teknologi chip pada APMK dimaksud. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, perlu dilakukan perubahan terhadap Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/60/DASP tanggal 30 Desember 2005 perihal Prinsip Perlindungan Nasabah dan Kehati-hatian, serta Peningkatan Keamanan Dalam Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu, sebagai berikut: 1. Ketentuan butir III.4 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 4. Penggunaan teknologi chip pada Kartu Kredit, Kartu ATM, Kartu Debet, dan Kartu Prabayar wajib dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Kartu … 2 a. Kartu Kredit Seluruh Kartu Kredit yang diterbitkan di Indonesia baik untuk kartu baru maupun penggantian kartu lama (renewal) wajib telah menggunakan teknologi chip paling lambat pada tanggal 31 Desember 2009. b. Kartu ATM dan Kartu Debet Jadwal implementasi dan standar teknologi chip untuk Kartu ATM dan Kartu Debet akan ditetapkan dalam Surat Edaran Bank Indonesia tersendiri. c. Kartu Prabayar Kartu Prabayar yang penerbitannya memerlukan persetujuan Bank Indonesia wajib menggunakan teknologi chip dengan standar yang akan ditetapkan dalam Surat Edaran Bank Indonesia tersendiri. 2. Ketentuan butir III.5 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 5. Penggunaan teknologi yang dapat memproses kartu chip pada sistem APMK seperti EDC, ATM, dan back end system sebagai upaya peningkatan keamanan sistem, dan penggunaan 6 digit PIN untuk pengamanan proses transaksi, dilakukan secara bertahap sebagai berikut: a. Acquirer Kartu Kredit wajib mengganti atau meningkatkan keamanan pada seluruh EDC dan back end system yang disediakan sehingga seluruh EDC dan back end system tersebut dapat memproses transaksi dari Kartu Kredit yang menggunakan teknologi chip paling lambat tanggal 31 Desember 2009. b. Kewajiban penggantian atau peningkatan keamanan pada seluruh ATM dan back end system, yang dimaksudkan agar seluruh ATM dan back end system tersebut dapat memproses transaksi Kartu ATM … 3 ATM dan Kartu Debet yang menggunakan teknologi chip, akan ditetapkan dalam Surat Edaran Bank Indonesia tersendiri. c. Jadwal implementasi penggunaan 6 digit PIN untuk pengamanan proses transaksi APMK akan ditetapkan dalam Surat Edaran Bank Indonesia tersendiri. 3. Ketentuan butir III.6 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 6. Berkaitan dengan kewajiban penggantian sebagaimana dimaksud pada angka 4 dan angka 5, maka seluruh Kartu Kredit yang diterbitkan oleh Penerbit di Indonesia, termasuk pemrosesan transaksinya, wajib sepenuhnya telah berbasis teknologi chip paling lambat tanggal 31 Desember 2009. Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 23 Agustus 2006. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, EDI SISWANTO DIREKTUR AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 8/18/DASP|SE-BI/2006 </reg_id> <reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/60/DASP tanggal 30 Desember 2005 perihal Prinsip Perlindungan Nasabah dan Kehati-hatian, serta Peningkatan Keamanan Dalam Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu </reg_title> <set_date> 23 Agustus 2006 </set_date> <effective_date> 23 Agustus 2006 </effective_date> <changed_reg> '7/60/DASP|SE-BI/2005' </changed_reg> <related_reg> '7/60/DASP|SE-BI/2005' </related_reg>
No.8/ 8 /DPbS Jakarta, 1 Maret 2006 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM KONVENSIONAL YANG MENGUBAH KEGIATAN USAHA MENJADI BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH DAN BANK UMUM KONVENSIONAL YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH DI INDONESIA Perihal : Perubahan Kegiatan Usaha Bank Umum Konvensional Menjadi Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah dan Pembukaan Kantor Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah oleh Bank Umum Konvensional Dengan telah dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/3/PBI/2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4599) tanggal 30 Januari 2006 tentang Perubahan Kegiatan Usaha Bank Umum Konvensional Menjadi Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah dan Pembukaan Kantor Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah oleh Bank Umum Konvensional, perlu ditetapkan ketentuan pelaksanaan mengenai perubahan kegiatan usaha Bank Umum konvensional menjadi bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dan pembukaan kantor Bank yang melaksanakan kegiatan ... kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah oleh Bank Umum konvensional dalam Surat Edaran yang mencakup hal-hal sebagai berikut: I. UMUM 1. Pengajuan permohonan izin atau rencana dan atau penyampaian laporan sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/3/PBI/2006 wajib menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Surat Edaran ini. 2. Dalam hal pengaturan pada Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/3/PBI/2006 mengacu pada Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/24/PBI/2004 tanggal 14 Oktober 2004 tentang Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah maka format permohonan izin atau rencana dan atau laporan pelaksanaannya menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Surat Edaran Nomor 7/5/DPbS tanggal 8 Februari 2005 tentang Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah. 3. Dalam hal format permohonan izin atau rencana dan atau laporan pelaksanaan tidak diatur secara khusus dalam Surat Edaran ini dan Surat Edaran Ekstern Nomor 7/5/DPbS tanggal 8 Februari 2005 tentang Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah maka pembuatan format tersebut diserahkan kepada masing-masing Bank. II. PENYELESAIAN HAK DAN KEWAJIBAN BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL YANG BERUBAH MENJADI BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH 1. Penyelesaian seluruh hak dan kewajiban debitur dan kreditur dari kegiatan usaha secara konvensional dilakukan paling lambat 360 (tiga ratus enam puluh) hari sejak tanggal surat izin perubahan kegiatan usaha dikeluarkan. Contoh ... Contoh: - Bank mengajukan izin perubahan kegiatan usaha tanggal 1 Januari 2006; - dokumen izin perubahan kegiatan usaha diterima secara lengkap oleh Bank Indonesia pada tanggal 15 Januari 2006; - Bank Indonesia mengeluarkan izin perubahan kegiatan usaha pada tanggal 15 Februari 2006; maka seluruh hak dan kewajiban debitur dan kreditur dari kegiatan usaha secara konvensional paling lambat harus diselesaikan pada tanggal 11 Februari 2007. 2. Dalam hal terdapat perbedaan antara tanggal izin perubahan kegiatan usaha yang diberikan oleh Bank Indonesia dengan tanggal efektif berlakunya izin perubahan kegiatan usaha Bank sesuai dengan tanggal persetujuan dari instansi yang berwenang, maka Bank hanya dapat melakukan kegiatan usaha syariah sejak tanggal efektif berlakunya izin perubahan kegiatan usaha Bank sesuai dengan tanggal persetujuan dari instansi yang berwenang. Contoh: - Bank Indonesia mengeluarkan izin perubahan kegiatan usaha pada tanggal 1 Maret 2006; - Perubahan anggaran dasar Bank disetujui oleh instansi yang berwenang pada tanggal 1 April 2006; - Terdapat nasabah Bank yang memiliki deposito dengan jatuh tempo tanggal 27 Maret 2006, maka a. jika nasabah ingin mencairkan depositonya maka Bank langsung membayar; b. jika nasabah ingin memperpanjang depositonya dan bersedia menggunakan skema syariah maka Bank dapat memperpanjang deposito nasabah tersebut mulai tanggal 1 April 2006. III. PERMOHONAN ... III. PERMOHONAN IZIN DAN PENYAMPAIAN LAPORAN 1. Pengajuan permohonan izin kepada Gubernur Bank Indonesia menggunakan format sebagaimana terlampir, dengan ketentuan sebagai berikut: a. Permohonan Izin Perubahan Kegiatan Usaha Konvensional Menjadi Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1; b. Permohonan Persetujuan Prinsip Pembukaan Kantor Cabang Syariah, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 3; c. Permohonan Izin Pembukaan Kantor Cabang Syariah, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 4; d. Permohonan Persetujuan Prinsip Pembukaan Kantor Cabang Syariah dengan cara Mengubah Kegiatan Usaha Kantor Cabang atau Meningkatkan Status Kantor dibawah Kantor Cabang Menjadi Kantor Cabang Syariah, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 6; e. Permohonan Izin Pembukaan Kantor Cabang Syariah dengan cara Mengubah Kegiatan Usaha Kantor Cabang atau Meningkatkan Status Kantor dibawah Kantor Cabang Menjadi Kantor Cabang Syariah, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 7; f. Permohonan Izin Pembukaan Unit Syariah, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 9; g. Permohonan Izin Pembukaan Kantor Cabang Syariah dengan cara Mengubah Kegiatan Usaha Kantor Cabang yang sebelumnya telah membuka Unit Syariah menjadi Kantor Cabang Syariah atau Meningkatkan Status Kantor Cabang Pembantu yang sebelumnya telah membuka Unit Syariah menjadi Kantor Cabang Syariah, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 11; h. Permohonan Izin Pembukaan Kantor Cabang Syariah yang berasal dari ... dari Unit Syariah dari Kantor Cabang dan atau Kantor Cabang Pembantu, di lokasi yang sama atau di luar lokasi Kantor Cabang dan atau Kantor Cabang Pembantu dimana Unit Syariah sebelumnya berada, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 13; i. Permohonan Izin Penutupan Unit Syariah, menggunakan sebagaimana tercantum dalam Lampiran 18. format 2. Penyampaian laporan kepada Bank Indonesia menggunakan format sebagaimana terlampir, dengan ketentuan sebagai berikut: a. Laporan Pelaksanaan Perubahan Kegiatan Usaha Bank Konvensional Menjadi Bank Berdasarkan Prinsip Syariah, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2; b. Laporan Pelaksanaan Pembukaan Kantor Cabang Syariah, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 5; c. Laporan Pelaksanaan Pembukaan Kantor Cabang Syariah dengan cara Mengubah Kantor Cabang atau Meningkatkan status Kantor dibawah Kantor Cabang Menjadi Kantor Cabang Syariah, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 8; d. Laporan Pelaksanaan Pembukaan Unit Syariah, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 10; e. Laporan Pelaksanaan Pembukaan Kantor Cabang Syariah dengan cara Mengubah Kegiatan Usaha Kantor Cabang yang sebelumnya telah membuka Unit Syariah atau Meningkatkan Status Kantor Cabang Pembantu yang sebelumnya telah membuka Unit Syariah Menjadi Kantor Cabang Syariah, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 12; f. Laporan Pelaksanaan Pembukaan Kantor Cabang Syariah yang berasal dari Unit Syariah dari Kantor Cabang dan atau Kantor Cabang Pembantu ... Pembantu, di lokasi yang sama atau di luar Kantor Cabang dan atau Kantor Cabang Pembantu dimana Unit Syariah sebelumnya berada, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 14; g. Laporan Rencana Pembukaan Kantor dibawah Kantor Cabang Syariah, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 15; h. Laporan Pelaksanaan Pembukaan Kantor dibawah Kantor Cabang Syariah, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 16; i. Laporan Rencana Pembukaan Layanan Syariah, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 17; j. Laporan Pelaksanaan Layanan Syariah, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 20; k. Laporan Rencana Penutupan Unit Syariah, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 19; l. Laporan Pelaksanaan Penutupan Unit Syariah, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 21; m. Laporan Rencana Penutupan Kantor dibawah Kantor Cabang Syariah, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 22; n. Laporan Rencana Penghentian Layanan Syariah, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 23; o. Laporan Pelaksanaan Penghentian Layanan Syariah, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 24; 3. Lampiran-lampiran sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan angka 2, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini. 4. Perhitungan hari dalam hal penyampaian permohonan izin atau rencana dan atau laporan sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/3/PBI/2006 didasarkan pada hari kalender. 5. Perhitungan jangka waktu pengajuan permohonan izin oleh Bank kepada Gubernur ... Gubernur Bank Indonesia dan penyampaian rencana atau laporan oleh Bank kepada Bank Indonesia dihitung sejak dokumen-dokumen tersebut diterima secara lengkap. IV. ALAMAT PENYAMPAIAN PERMOHONAN IZIN DAN ATAU LAPORAN 1. Permohonan izin kepada Gubernur Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam angka III, dialamatkan ke Direktorat Perbankan Syariah, Menara Radius Prawiro Lantai 22, Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10110. 2. Penyampaian Laporan yang diajukan kepada Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam angka III, dialamatkan ke : - Direktorat Perbankan Syariah, Menara Radius Prawiro Lantai 22, Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10110, bagi Bank yang berlokasi di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia. - Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berlokasi di wilayah kerja Kantor Bank Indonesia setempat. V. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 1 Maret 2006. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HARISMAN DIREKTUR PERBANKAN SYARIAH
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 8/8/DPbS|SE-BI/2006 </reg_id> <reg_title> Perubahan Kegiatan Usaha Bank Umum Konvensional Menjadi Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah dan Pembukaan Kantor Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah oleh Bank Umum Konvensional </reg_title> <set_date> 1 Maret 2006 </set_date> <effective_date> 1 Maret 2006 </effective_date> <related_reg> '8/3/PBI/2006' </related_reg>
No. 12/1/DASP Jakarta, 21 Januari 2010 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA PESERTA SISTEM BANK INDONESIA REAL TIME GROSS SETTLEMENT DI INDONESIA Perihal : Penyelenggaraan Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement Sehubungan dengan diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia No.10/6/PBI/2008 tentang Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement dan dalam rangka implementasi mekanisme penyelesaian akhir secara payment versus payment untuk transaksi jual beli mata uang Dolar Amerika Serikat terhadap mata uang Rupiah antar Peserta yang dilakukan dengan menghubungkan Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (Sistem BI- RTGS) di Indonesia dengan United States Dollar Clearing House Automated Transfer System (USD-CHATS) di Hong Kong, atau yang disebut dengan Mekanisme USD/IDR PvP, perlu diatur kembali ketentuan mengenai penyelenggaraan Sistem BI-RTGS, sebagai berikut: A. Pedoman Penyelenggaraan Sistem BI-RTGS Ketentuan mengenai penyelenggaraan Sistem BI-RTGS sebagaimana tersebut di atas dituangkan dalam Pedoman Penyelenggaraan Sistem BI- RTGS, yang terdiri dari: 1. Bab I mengenai Pendahuluan; 2. Bab II mengenai Landasan Hukum; 3. Bab III mengenai Ketentuan dan Prosedur; 4. Bab IV mengenai Pengelolaan Risiko Kredit dan Risiko Likuiditas; 5. Bab V mengenai Dana yang digunakan dalam Penyelesaian Akhir; 6. Bab VI mengenai Kepastian Penyelesaian Akhir; 7. Bab VII mengenai Keamanan dan Keandalan Sistem BI-RTGS; 8. Bab VIII mengenai Efisiensi Penyelenggaraan Sistem BI-RTGS; 9. Bab IX mengenai Kepesertaan; dan 10. Bab … 2 10. Bab X mengenai Tata Kelola yang Baik dalam Penyelenggaraan Sistem BI-RTGS, yang merupakan lampiran yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini. B. Ketentuan Peralihan 1. Peserta yang telah menyampaikan konfirmasi tertulis mengenai keikutsertaannya dalam Mekanisme USD/IDR PvP kepada Penyelenggara sebelum berlakunya Surat Edaran ini dapat menggunakan Mekanisme USD/IDR PvP sejak tanggal implementasi Mekanisme USD/IDR PvP yang ditetapkan oleh Penyelenggara. 2. Nama Peserta yang telah menyampaikan konfirmasi dan penetapan tanggal implementasi Mekanisme USD/IDR PvP sebagaimana dimaksud pada angka 1 akan diberitahukan oleh Penyelenggara melalui pengumuman dan/atau sarana lainnya seperti administrative message. 3. Peserta sebagaimana dimaksud pada angka 1 harus memenuhi persyaratan untuk dapat menggunakan Mekanisme USD/IDR PvP sebagaimana diatur dalam Bab IX mengenai Kepesertaan paling lambat 4 (empat) bulan sejak berlakunya Surat Edaran ini. C. Ketentuan Penutup Dengan berlakunya Surat Edaran ini maka Surat Edaran No.10/11/DASP tanggal 5 Maret 2008 Perihal Penyelenggaraan Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 25 Januari 2010. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, RONALD WAAS DIREKTUR AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 12/1/DASP|SE-BI/2010 </reg_id> <reg_title> Penyelenggaraan Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement </reg_title> <set_date> 21 Januari 2010 </set_date> <effective_date> 25 Januari 2010 </effective_date> <replaced_reg> '10/11/DASP|SE-BI/2008' </replaced_reg> <related_reg> '10/6/PBI/2008' </related_reg>
No.15/42/DPM Jakarta, 8 Oktober 2013 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DEVISA DI INDONESIA Perihal : Transaksi Lindung Nilai Kepada Bank Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/8/PBI/2013 tentang Transaksi Lindung Nilai Kepada Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 162, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5451), perlu diatur ketentuan pelaksanaan mengenai Transaksi Lindung Nilai Kepada Bank dalam Surat Edaran Bank Indonesia, sebagai berikut: I. DOKUMEN PENYELESAIAN TRANSAKSI 1. Pengecualian kewajiban penyelesaian Transaksi Lindung Nilai dengan pemindahan dana pokok secara penuh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) Peraturan Bank Indonesia tentang Transaksi Lindung Nilai Kepada Bank wajib didukung dengan bukti dokumen yang diatur sebagai berikut: a. Dokumen transaksi valuta asing terhadap rupiah dalam rangka Lindung Nilai yang dilakukan oleh Bank dan/atau Nasabah yang mengalami kejadian luar biasa (force majeure) paling kurang meliputi: 1) kontrak transaksi valuta asing terhadap rupiah dalam rangka Lindung Nilai yang masih outstanding; dan 2) dokumen tertulis yang dikeluarkan oleh pihak berwenang, yang menerangkan bahwa kejadian luar biasa tersebut dialami oleh Bank dan/atau Nasabah yang bertransaksi. Dokumen … 2 Dokumen tersebut juga berlaku apabila transaksi valuta asing terhadap rupiah dalam rangka Lindung Nilai diperpanjang. b. Dokumen perpanjangan transaksi valuta asing terhadap rupiah untuk keperluan Lindung Nilai (hedging) atas kegiatan ekspor atau impor paling kurang meliputi: 1) kontrak transaksi valuta asing terhadap rupiah dalam rangka Lindung Nilai yang diperpanjang; dan 2) fotokopi letter of credit (L/C), invoice, Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB), Pemberitahuan Impor Barang (PIB), salinan dokumen bill of lading (B/L), atau dokumen sejenis. c. Dokumen perpanjangan transaksi valuta asing terhadap rupiah untuk keperluan Lindung Nilai atas dana usaha, modal disetor, laba ditahan, dan pinjaman sub-ordinasi Bank yang diperhitungkan dalam kewajiban pemenuhan modal minimum Bank, paling kurang meliputi: 1) kontrak transaksi valuta asing terhadap rupiah yang diperpanjang dan dokumen bukti setoran modal dari kantor pusat; 2) kontrak transaksi valuta asing terhadap rupiah yang diperpanjang dan laporan keuangan Bank; atau 3) kontrak transaksi valuta asing terhadap rupiah yang diperpanjang dan perjanjian pinjaman sub-ordinasi Bank; d. Dokumen perpanjangan transaksi valuta asing terhadap rupiah untuk keperluan Lindung Nilai atas kegiatan penyertaan langsung di sektor riil paling kurang meliputi: 1) kontrak transaksi valuta asing terhadap rupiah yang diperpanjang; dan 2) fotokopi bukti penyertaan langsung yang dilakukan oleh kantor pusat atau penanam modal (investor). e. Dokumen perpanjangan transaksi valuta asing terhadap rupiah untuk keperluan Lindung Nilai atas pinjaman luar negeri dalam valuta asing paling kurang meliputi: 1) kontrak … 3 1) kontrak transaksi valuta asing terhadap rupiah yang diperpanjang; dan 2) fotokopi surat perjanjian kredit (loan agreement) dan/atau dokumen utang terkait lainnya. f. Dokumen perpanjangan transaksi valuta asing terhadap rupiah untuk keperluan Lindung Nilai atas Surat Utang Negara (SUN), saham dan obligasi korporasi paling kurang meliputi: 1) kontrak transaksi valuta asing terhadap rupiah yang diperpanjang dan fotokopi dokumen kepemilikan SUN; 2) kontrak transaksi valuta asing terhadap rupiah yang diperpanjang dan fotokopi dokumen kepemilikan saham; atau 3) kontrak transaksi valuta asing terhadap rupiah yang diperpanjang dan fotokopi dokumen kepemilikan obligasi korporasi. 2. Nilai nominal perpanjangan (rollover) transaksi valuta asing terhadap rupiah untuk keperluan lindung nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf b Peraturan Bank Indonesia tentang Transaksi Lindung Nilai Kepada Bank paling banyak sebesar nilai nominal underlying dari transaksi dimaksud. 3. Frekuensi dan jangka waktu yang sesuai dengan kondisi yang dihadapi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf b Peraturan Bank Indonesia tentang Transaksi Lindung Nilai Kepada Bank adalah sesuai dengan jangka waktu underlying yang tercantum dalam bukti dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 1. Contoh: Pada tanggal 14 November 2013, PT. A melakukan ekspor barang ke luar negeri menggunakan L/C dengan nilai ekspor sebesar USD500,000.00 (lima ratus ribu US Dollar). Untuk melakukan Lindung Nilai atas penerimaan hasil ekspor tersebut, pada tanggal 13 Desember 2013 PT. A melakukan transaksi derivatif dengan Bank B melalui forward jual USD/IDR 1 bulan dengan … 4 dengan nilai nominal sebesar hasil ekspor yang tertera di L/C USD500,000.00 (lima ratus ribu US Dollar) dan jatuh tempo pada tanggal 13 Januari 2014. Pada tanggal valuta, PT. A tidak dapat menyerahkan dana valuta asing yang diperjanjikan akibat importir tidak dapat melakukan pembayaran sesuai tanggal kesepakatan. Transaksi lindung nilai yang dilakukan antara PT. A dan Bank B tersebut dapat diperpanjang dengan nilai nominal yang sesuai dengan dokumen L/C yaitu paling banyak sebesar USD500,000.00 (lima ratus ribu US Dollar), dan frekuensi serta jangka waktu perpanjangan yang sesuai dengan kebutuhan pemenuhan kontrak transaksinya. II. PENUTUP Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku, ketentuan angka 5 huruf b sampai dengan huruf f, angka 7, dan angka 8 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/48/DPD tanggal 24 Desember 2008 perihal Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 8 Oktober 2013 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, FILIANINGSIH HENDARTA KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 15/42/DPM|SE-BI/2013 </reg_id> <reg_title> Transaksi Lindung Nilai Kepada Bank </reg_title> <set_date> 8 Oktober 2013 </set_date> <effective_date> 8 Oktober 2013 </effective_date> <replaced_reg> '10/48/DPD|SE-BI/2008 | ketentuan angka 5 huruf b sampai dengan huruf f, angka 7, dan angka 8' </replaced_reg> <related_reg> '15/8/PBI/2013' </related_reg>
No. 5/12/DASP Jakarta, 7 Juli 2003 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 4/7/DASP tanggal 7 Mei 2002 Perihal Penyelenggaraan Kliring Lokal Secara Otomasi Berkenaan dengan diimplementasikannya Sistem Penerimaan Bundel Warkat Secara Otomasi (Pay In Slip System) dan untuk memberikan penegasan lebih lanjut mengenai ketentuan pengisian nomor sandi Peserta Kliring pada spesimen Warkat, jangka waktu penyesuaian Warkat dan Dokumen Kliring dalam hal terdapat perubahan nama Peserta, status kantor dan atau status kepesertaan, cara pencantuman Magnetic Ink Character Recognition (MICR) code line pada clear band Bukti Penyerahan Warkat (BPW), prosedur penanganan Warkat reject, pendistribusian disket data Kliring pengembalian, selisih Kliring dan penyediaan fasilitas informasi hasil Kliring dipandang perlu untuk melakukan perubahan atas beberapa ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/7/DASP tanggal 7 Mei 2002 perihal Penyelenggaraan Kliring Lokal Secara Otomasi sebagai berikut. 1. Ketentuan butir III.C.1.b diubah sehingga menjadi sebagai berikut : “b. foto kopi surat persetujuan penggunaan Warkat dan Dokumen Kliring. Berkaitan dengan hal tersebut, Bank baru yang telah memperoleh izin prinsip dalam rangka pendirian Bank dapat segera mengajukan permohonan … 2 permohonan persetujuan Warkat dan Dokumen Kliring kepada Bank Indonesia dengan tata cara sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Warkat, Dokumen Kliring, dan pencetakannya pada perusahaan percetakan dokumen sekuriti. Dalam hal ini, khusus untuk mendapat persetujuan atas Warkat dan Dokumen Kliring yang akan digunakan, pengisian nomor sandi Peserta Kliring pada spesimen Warkat dan Dokumen Kliring menggunakan nomor sandi 888- 9993.” 2. Ketentuan butir III.D.1 diubah sehingga menjadi sebagai berikut : “1. Perubahan nama Peserta a. Kantor Pusat Peserta wajib melaporkan perubahan nama Peserta secara tertulis kepada Penyelenggara paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sejak tanggal surat persetujuan perihal penggunaan Warkat dan Dokumen Kliring dengan nama baru dari Bank Indonesia dengan melampirkan : 1) foto kopi salinan keputusan tentang perubahan nama Bank dari Bank Indonesia; 2) contoh Stempel Kliring dan Stempel Kliring Dibatalkan; 3) foto kopi surat persetujuan penggunaan Warkat dan Dokumen Kliring dengan nama baru, sekurang-kurangnya meliputi persetujuan untuk Cek, Bilyet Giro, Nota Debet, Nota Kredit, Kartu Batch dan BPW; 4) 2 (dua) disket kosong ukuran 3.5” (90 mm) untuk diisi rekaman aplikasi SOKL untuk kegiatan Kliring pengembalian. b. Paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak semua lampiran sebagaimana dimaksud dalam huruf a dipenuhi, kepada Peserta yang bersangkutan diberikan : 1) surat … 3 1) surat persetujuan penggunaan nama Peserta yang baru dalam Kliring; 2) TPPK untuk Peserta Langsung; 3) 2 (dua) disket ukuran 3.5” (90 mm) yang berisi rekaman aplikasi SOKL untuk kegiatan Kliring pengembalian. c. Penyelenggara mengumumkan secara tertulis kepada seluruh Peserta mengenai perubahan nama Peserta paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal efektif berlakunya nama Peserta yang baru yang tercantum dalam surat persetujuan sebagaimana dimaksud dalam butir b.1), disertai foto kopi contoh Stempel Kliring dan Stempel Kliring Dibatalkan.” 3. Ketentuan butir III.D.3.p diubah sehingga menjadi sebagai berikut : “p. Dalam hal Peserta mengalami perubahan nama, status kantor, dan atau status kepesertaan sebagaimana dimaksud dalam butir III.D.1 dan III.D.3 maka Peserta yang bersangkutan wajib untuk melakukan penyesuaian terhadap Warkat dan Dokumen Kliring paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak : 1) tanggal surat persetujuan penggunaan nama Peserta yang baru dalam Kliring sebagaimana dimaksud dalam butir III.D.1.b.1) yang berlaku secara nasional; dan atau 2) penetapan tanggal efektif keikutsertaan Peserta dengan status kantor dan atau status kepesertaan yang baru dalam Kliring Lokal oleh Penyelenggara.” 4. Ketentuan butir IV.B.2.c diubah sehingga menjadi sebagai berikut : “c. BPW sebagaimana dimaksud dalam butir IV.B.1.a dan IV.B.1.b dibuat oleh Bank Pengirim dengan ketentuan sebagai berikut : 1) BPW … 4 1) BPW diisi dengan informasi dalam bentuk MICR code line; 2) BPW dibubuhi tanda tangan dan nama jelas oleh Peserta pada kolom yang telah tersedia; 3) BPW akan diserahkan kembali kepada Petugas Kliring yang menyerahkan Bundel Warkat setelah sisi belakang BPW dicetak informasi penerimaan Bundel Warkat dengan mesin baca MICR oleh Penyelenggara sebagai bukti telah menerima Bundel Warkat yang dianggap telah memenuhi persyaratan dan pengisian Bundel Warkat.” 5. Ketentuan butir IV.B.2.e diubah sehingga menjadi sebagai berikut: “e. Kartu Batch merupakan sarana untuk mengetahui jumlah keseluruhan nominal Bundel Warkat dari masing-masing Peserta dan sebagai sarana kontrol dalam proses Kliring. Kartu Batch terdiri dari Kartu Batch Warkat Debet (KBWD) dan Kartu Batch Warkat Kredit (KBWK).” 6. Ketentuan pada alinea terakhir butir IV.E.3 diubah sehingga menjadi berbunyi sebagai berikut : “Cara pencantuman MICR Code Line pada BPWD dan BPWK sebagaimana terdapat pada Lampiran 4a dan 4b.” 7. Ketentuan butir V.A.5 dihapus. 8. Ketentuan butir VI.A.1.a.4) diubah sehingga menjadi sebagai berikut : “4) menyusun Bundel Warkat berikut Dokumen Kliring dengan urutan sebagai berikut : a) Bundel Warkat debet terdiri dari : (1) BPWD; (2) Lembar Substitusi yang dilampiri add-list; (3) KBWD … 5 (3) KBWD; dan (4) Warkat debet yang bersangkutan. b) Bundel Warkat kredit terdiri dari : (1) BPWK; (2) Lembar Substitusi yang dilampiri add-list; (3) KBWK; dan (4) Warkat kredit yang bersangkutan.” 9. Ketentuan butir VI.A.1.b.1) diubah sehingga menjadi sebagai berikut : “1) Petugas Kliring mencantumkan waktu penyerahan Bundel Warkat dengan cara memasukkan BPW ke dalam mesin tera waktu (time stamp) yang telah disediakan oleh Penyelenggara;” 10. Ketentuan butir VI.A.1.b.3) diubah sehingga menjadi sebagai berikut : “3) Petugas loket memeriksa kelengkapan dan pengisian Dokumen Kliring dalam setiap Bundel Warkat. Apabila Dokumen Kliring telah memenuhi persyaratan kelengkapan dan pengisian maka petugas loket mencetak informasi penerimaan Bundel Warkat dengan menggunakan mesin baca MICR pada sisi belakang BPW sebagai pengganti paraf petugas loket, kemudian mengembalikan BPW tersebut kepada Petugas Kliring sebagai tanda terima;” 11. Ketentuan butir VI.A.1.b.4) diubah sehingga menjadi sebagai berikut : “4) Dalam hal persyaratan kelengkapan dan pengisian Dokumen Kliring sebagaimana dalam butir VI.A.1.b.3) tidak dipenuhi, petugas loket melakukan hal-hal sebagai berikut : a) Apabila pencetakan tanda terima dengan mesin baca MICR belum dilakukan, pembatalan penerimaan Bundel Warkat dilakukan dengan mencoret time stamp dan membubuhkan paraf disertai alasan pembatalan; b) Apabila … 6 b) Apabila pencetakan tanda terima dengan mesin baca MICR telah dilakukan, pembatalan penerimaan Bundel Warkat dilakukan dengan cara membubuhi Stempel Tanda Terima Dibatalkan disertai alasan pembatalan. Contoh Stempel Tanda Terima Dibatalkan sebagaimana pada Lampiran 6a.” 12. “Isi Lampiran 7 sebagaimana dimaksud dalam ketentuan butir VI.A.1.b.5) diubah sehingga menjadi sebagaimana terlampir pada Surat Edaran ini”. 13. Ketentuan butir VI.A.1.c.2) diubah sehingga menjadi sebagai berikut : “2) mencocokkan total nominal pada BPW sebagaimana dimaksud pada angka VI.A.1.b.3) serta jumlah lembar Warkat yang diserahkan dengan laporan “Daftar Warkat Kliring Penyerahan yang Diserahkan” (KNB- OK(X)-1205/POK(X)-1205);” 14. Ketentuan butir VI.A.2.b.6) diubah sehingga menjadi sebagai berikut : “6) Petugas Kliring menerima lembar kedua BPRWKP yang telah diparaf oleh petugas Penyelenggara.” 15. Ketentuan butir VI.A.2.b.8) diubah sehingga menjadi sebagai berikut : “8) Penyelenggara mendistribusikan Warkat yang telah diproses, laporan hasil proses Kliring pengembalian dan disket rekaman data Kliring pengembalian kepada Petugas Kliring.” 16. Ketentuan butir VI.A.2.c diubah sehingga menjadi sebagai berikut : “c. Kegiatan di kantor Peserta setelah menerima Warkat, laporan hasil proses Kliring pengembalian dan disket rekaman data Kliring Pengembalian dari Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam butir VI.A.2.b.8), adalah meneliti dan mencocokkan laporan hasil proses Kliring pengembalian dengan … 7 dengan data Warkat yang diserahkan maupun fisik Warkat yang diterima.” 17. Ketentuan butir VI.B.1.a diubah sehingga menjadi sebagai berikut : “a. Melakukan penelitian atas Warkat dan Dokumen Kliring sebelum Bundel Warkat diserahkan kepada Penyelenggara. Dalam hal ini Peserta wajib meneliti dan bertanggung jawab atas : 1) keabsahan Warkat dan Dokumen Kliring Peserta yang bersangkutan; 2) kebenaran pencantuman informasi MICR code line pada Warkat; 3) kebenaran jumlah lembar dan nominal pada Warkat dan Dokumen Kliring; dan 4) kelengkapan Dokumen Kliring. Jumlah nominal yang tercantum pada BPW dan Kartu Batch harus sama dengan jumlah nominal keseluruhan Warkat berdasarkan add-list (bukti penjumlahan mesin hitung) yang dilampirkan pada Lembar Substitusi.” 18. Ketentuan butir VI.B.1.b diubah sehingga menjadi sebagai berikut : “b Penyelenggara tidak bertanggung jawab atas : 1) keabsahan Warkat dan Dokumen Kliring; dan 2) kebenaran jumlah lembar dan nominal pada Warkat dan Dokumen Kliring.” 19. Ketentuan butir VI.B.1.h diubah sehingga menjadi sebagai berikut : “h. Melakukan pencocokan antara nominal yang tercantum pada BPW dan jumlah lembar BPW yang diterima dari Penyelenggara dengan catatan intern Peserta mengenai nominal yang tercantum pada BPW dan jumlah lembar BPW yang diserahkan kepada Penyelenggara.” 20. Isi … 8 20. Isi Lampiran 9 sebagaimana dimaksud dalam ketentuan butir VI.D diubah sehingga menjadi sebagaimana terlampir pada Surat Edaran ini.” 21. Ketentuan butir VI.E.4 diubah sehingga menjadi sebagai berikut : “4. Informasi hasil Kliring Informasi hasil Kliring merupakan informasi untuk mengetahui posisi perhitungan Kliring masing-masing Peserta yang dapat diakses melalui sarana elektronis meliputi informasi sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Sistem Informasi Kliring Jarak Jauh.” 22. Ketentuan butir VI.E.6 diubah sehingga menjadi sebagai berikut : “6. Penyelenggara menyediakan fasilitas investigasi selisih yaitu fasilitas untuk melakukan penelitian terhadap ketidaksesuaian antara laporan hasil proses Kliring dengan : a. Warkat yang diterima dari Penyelenggara; dan atau b. Warkat yang diserahkan kepada Penyelenggara. Permintaan terhadap fasilitas investigasi selisih dilakukan dengan telepon atau faksimili oleh Peserta untuk selanjutnya ditegaskan secara tertulis dengan surat yang dilampiri BPW dan laporan hasil proses Kliring atau data pendukung lainnya. Permintaan untuk melakukan investigasi selisih hanya dapat diajukan oleh Peserta dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja setelah hasil Kliring dibukukan oleh Bank Indonesia. Ketentuan batas waktu tersebut tidak berlaku apabila terdapat indikasi tindak pidana.” Ketentuan … 9 Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku sejak tanggal 1 Agustus 2003. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, Ttd. MOHAMAD ISHAK DIREKTUR AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 5/12/DASP|SE-BI/2003 </reg_id> <reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 4/7/DASP tanggal 7 Mei 2002 Perihal Penyelenggaraan Kliring Lokal Secara Otomasi </reg_title> <set_date> 7 Juli 2003 </set_date> <effective_date> 1 Agustus 2003 </effective_date> <changed_reg> '4/7/DASP|SE-BI/2002' </changed_reg> <related_reg> '4/7/DASP|SE-BI/2002' </related_reg>
No. 7/24/DPNP Jakarta, 18 Juli 2005 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK DI INDONESIA Perihal: Penyelesaian Pengaduan Nasabah --------------------------------------------- Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/7/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 17, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4476), Bank wajib menetapkan kebijakan dan memiliki prosedur tertulis tentang penerimaan Pengaduan, penanganan dan penyelesaian Pengaduan, serta pemantauan penanganan dan penyelesaian Pengaduan. Sehubungan dengan hal tersebut perlu diatur ketentuan pelaksanaan tentang penyusunan kebijakan dan prosedur tertulis dimaksud dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia, dengan pokok-pokok ketentuan sebagai berikut: I. UMUM 1. Kewajiban Bank untuk menyelesaikan Pengaduan mencakup kewajiban menyelesaikan Pengaduan yang diajukan secara lisan dan atau tertulis oleh Nasabah dan atau Perwakilan Nasabah, termasuk yang diajukan oleh suatu lembaga, badan hukum, dan atau bank lain yang menjadi Nasabah Bank tersebut. 2. Setiap ... 2. Setiap Nasabah, termasuk walk-in customer, memiliki hak untuk mengajukan Pengaduan. 3. Pengajuan Pengaduan dapat dilakukan oleh Perwakilan Nasabah yang bertindak untuk dan atas nama Nasabah berdasarkan surat kuasa khusus dari Nasabah. II. FUNGSI PENYELESAIAN PENGADUAN NASABAH 1. Setiap Kantor Bank membentuk unit dan atau fungsi yang dibentuk secara khusus untuk menangani dan menyelesaikan Pengaduan. Pemilihan bentuk unit dan atau fungsi khusus penanganan dan penyelesaian Pengaduan didasarkan pada skala usaha Bank dan kompleksitas kegiatan usaha Bank. Dalam pembentukan unit dan atau fungsi khusus penanganan dan penyelesaian Pengaduan dimungkinkan adanya kombinasi pembentukan unit khusus pada kantor tertentu dan fungsi khusus pada Kantor Bank lainnya. 2. Dalam hal dibentuk unit khusus penanganan dan penyelesaian Pengaduan di Kantor Bank, maka unit khusus tersebut diperlakukan sebagai unit kerja yang terpisah dari unit kerja lain dan dicantumkan dalam struktur organisasi Bank. 3. Dalam hal dibentuk fungsi khusus penanganan dan penyelesaian Pengaduan di Kantor Bank, maka penugasan pejabat/petugas yang ditunjuk dituangkan dalam suatu surat keputusan Direksi Bank. 4. Direksi Bank menetapkan kewenangan unit dan atau fungsi khusus penanganan dan penyelesaian Pengaduan dalam kebijakan dan prosedur baku penerimaan, penanganan, dan pemantauan penyelesaian Pengaduan. Kewenangan tersebut harus dapat menjamin terselesaikannya Pengaduan secara efektif dalam jangka waktu yang ditetapkan. 5. Setiap ... 5. Setiap Kantor Bank melaksanakan kebijakan dan prosedur penerimaan, penanganan dan penyelesaian Pengaduan, serta pemantauan terhadap penanganan dan penyelesaian Pengaduan dengan berpedoman pada kebijakan dan prosedur tertulis yang telah ditetapkan Bank. 6. Setiap Pengaduan diselesaikan dalam jangka waktu yang ditetapkan. III. KEBIJAKAN DAN PROSEDUR PENERIMAAN PENGADUAN 1. Direksi Bank dengan persetujuan Komisaris menetapkan kebijakan penerimaan Pengaduan yang sekurang-kurangnya memuat kewajiban unit dan atau fungsi khusus penanganan dan penyelesaian Pengaduan di setiap Kantor Bank untuk: a. menerima setiap Pengaduan yang diajukan oleh Nasabah dan atau Perwakilan Nasabah yang terkait dengan Transaksi Keuangan yang dilakukan oleh Nasabah tanpa memperhatikan Kantor Bank tempat Nasabah membuka rekening dan atau Kantor Bank tempat Nasabah melakukan Transaksi Keuangan; b. meminta surat kuasa khusus dari Perwakilan Nasabah yang menyatakan Nasabah memberikan kewenangan kepada perseorangan, lembaga, dan atau badan hukum yang mewakilinya bertindak untuk dan atas nama Nasabah dalam hal Pengaduan diajukan oleh Perwakilan Nasabah; c. mencatat setiap Pengaduan dalam register penerimaan Pengaduan; dan d. menjelaskan kebijakan dan prosedur penyelesaian Pengaduan kepada Nasabah dan atau Perwakilan Nasabah pada saat yang bersangkutan mengajukan Pengaduan. 2. Direksi ... 2. Direksi Bank berdasarkan kebijakan yang telah disetujui Komisaris menetapkan prosedur tertulis penerimaan Pengaduan, baik untuk Pengaduan yang diajukan secara lisan maupun untuk Pengaduan yang diajukan secara tertulis. 3. Prosedur tertulis penerimaan Pengaduan yang diajukan secara lisan sekurang-kurangnya memuat hal-hal sebagai berikut: a. Pengaduan lisan yang dilakukan tanpa tatap muka dengan pejabat dan atau petugas unit dan atau fungsi khusus penanganan dan penyelesaian Pengaduan hanya dapat diajukan secara langsung oleh Nasabah yang bersangkutan. b. Pengaduan lisan yang dilakukan secara tatap muka dengan pejabat dan atau petugas unit dan atau fungsi khusus penanganan dan penyelesaian Pengaduan dapat diajukan oleh Nasabah dan atau Perwakilan Nasabah. c. Pejabat dan atau petugas unit dan atau fungsi khusus penanganan dan penyelesaian Pengaduan meminta informasi dari Nasabah yang sekurang-kurangnya meliputi: 1) nama Nasabah; 2) nomor rekening dan atau jenis Transaksi Keuangan; 3) tanggal Transaksi Keuangan; dan 4) permasalahan yang diadukan. Dalam hal Pengaduan diajukan oleh Perwakilan Nasabah, maka selain informasi di atas Bank juga meminta: 1) fotokopi bukti identitas Perwakilan Nasabah; dan 2) surat kuasa khusus dari Nasabah kepada Perwakilan Nasabah yang menyatakan bahwa Nasabah memberikan kewenangan kepada perseorangan, lembaga, atau badan hukum yang mewakilinya bertindak untuk dan atas nama Nasabah. Dalam ... Dalam hal Perwakilan Nasabah adalah lembaga atau badan hukum maka yang berwenang mewakili lembaga dan atau badan hukum tersebut harus menyertakan dokumen yang menyatakan kewenangannya. d. Pejabat dan atau petugas unit dan atau fungsi khusus penanganan dan penyelesaian Pengaduan mencatat informasi yang diterima dari Nasabah pada register penerimaan Pengaduan. e. Pejabat dan atau petugas unit dan atau fungsi khusus penanganan dan penyelesaian Pengaduan menyampaikan kepada Nasabah: 1) nomor registrasi Pengaduan; 2) nama dan nomor telepon pejabat dan atau petugas yang menerima Pengaduan; dan 3) penjelasan singkat mengenai kebijakan dan prosedur yang akan ditempuh Bank dalam menyelesaikan Pengaduan, termasuk didalamnya pemberitahuan bahwa Pengaduan akan diselesaikan dalam waktu 2 (dua) hari kerja. f. Dalam hal jangka waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan Pengaduan lisan diperkirakan melebihi 2 (dua) hari kerja, maka pejabat dan atau petugas unit dan atau fungsi khusus penanganan dan penyelesaian Pengaduan meminta Nasabah untuk mengajukan Pengaduan secara tertulis pada saat Nasabah mengajukan Pengaduan secara lisan. 4. Prosedur tertulis penerimaan Pengaduan yang diajukan secara tertulis sekurang-kurangnya memuat hal-hal sebagai berikut: a. Pengaduan dapat diajukan oleh Nasabah dan atau Perwakilan Nasabah. b. Pengaduan ... b. Pengaduan tertulis sekurang-kurangnya memuat: 1) nama Nasabah; 2) nomor rekening dan atau jenis Transaksi Keuangan; 3) tanggal Transaksi Keuangan; dan 4) permasalahan yang diadukan. c. Pengajuan Pengaduan tertulis dilampiri dengan: 1) fotokopi bukti identitas Nasabah; dan 2) fotokopi dokumen pendukung Pengaduan yang antara lain dapat berupa: a) bukti setoran atau penarikan; b) bukti transfer; c) statement of Account; dan atau d) dokumen pendukung dikuasai oleh Nasabah. Dalam hal Pengaduan diajukan oleh Perwakilan Nasabah, maka selain dokumen di atas Bank juga meminta: a) fotokopi bukti identitas Perwakilan Nasabah; dan b) surat kuasa dari Nasabah kepada Perwakilan Nasabah yang menyatakan bahwa Nasabah memberikan kewenangan kepada perseorangan, lembaga, atau badan hukum yang mewakilinya bertindak untuk dan atas nama Nasabah. Dalam hal Perwakilan Nasabah adalah lembaga atau badan hukum maka yang berwenang mewakili lembaga dan atau badan hukum tersebut harus menyertakan dokumen yang menyatakan kewenangannya. lainnya yang dimiliki dan atau d. Pejabat ... d. Pejabat dan atau petugas unit dan atau fungsi khusus penanganan dan penyelesaian Pengaduan menyampaikan bukti tanda terima Pengaduan kepada Nasabah dan atau Perwakilan Nasabah yang sekurang-kurangnya memuat: 1) nomor registrasi Pengaduan; 2) tanggal penerimaan Pengaduan; 3) nama Nasabah; 4) nama Perwakilan Nasabah (bila diwakilkan); 5) nomor rekening dan atau jenis Transaksi Keuangan; 6) nama dan nomor telepon pejabat/petugas Bank yang menerima Pengaduan; dan 7) deskripsi singkat Pengaduan. e. Bukti tanda terima Pengaduan ditandatangani oleh pejabat dan atau petugas unit dan atau fungsi khusus penanganan dan penyelesaian Pengaduan yang menerima Pengaduan dari Nasabah dan atau Perwakilan Nasabah. f. Penyampaian bukti tanda terima Pengaduan kepada Nasabah dan atau Perwakilan Nasabah disertai dengan penjelasan singkat mengenai kebijakan dan prosedur penyelesaian Pengaduan. IV. KEBIJAKAN DAN PROSEDUR PENANGANAN DAN PENYELESAIAN PENGADUAN 1. Direksi Bank dengan persetujuan Komisaris menetapkan kebijakan penanganan dan penyelesaian Pengaduan yang sekurang-kurangnya memuat kewajiban unit dan atau fungsi khusus penanganan dan penyelesaian Pengaduan untuk: a. meminta ... a. meminta kepada Nasabah dan atau Perwakilan Nasabah untuk mengajukan Pengaduan secara tertulis dalam hal Pengaduan yang diajukan secara lisan oleh yang bersangkutan tidak diselesaikan oleh Bank dalam 2 (dua) hari kerja; dapat b. menyelesaikan setiap Pengaduan tertulis yang terkait dengan produk yang diterbitkan Bank; c. menyelesaikan Pengaduan yang menyangkut produk lembaga keuangan dan atau pihak lain yang dipasarkan oleh Bank sesuai dengan perjanjian kerjasama antara penerbit dan atau pengelola produk dengan Bank; d. melimpahkan Pengaduan yang terkait dengan Transaksi Keuangan yang melibatkan kewenangan pejabat dan atau petugas Bank yang ditugaskan dan bertanggungjawab atas pelaksanaan fungsi khusus penanganan dan penyelesaian Pengaduan kepada pejabat yang lebih tinggi tingkatannya; e. melimpahkan Pengaduan yang terkait dengan Transaksi Keuangan yang melibatkan kewenangan pemimpin Kantor Bank tempat Nasabah mengalami permasalahan kepada unit dan atau fungsi khusus penanganan dan penyelesaian Pengaduan pada Kantor Bank yang lebih tinggi tingkatannya; dan f. menyampaikan hasil penyelesaian Pengaduan secara tertulis dalam hal Nasabah dan atau Perwakilan Nasabah menyampaikan Pengaduan secara tertulis. Dalam hal Pengaduan disampaikan secara lisan, maka hasil penyelesaian Pengaduan disampaikan secara tertulis dan atau lisan. 2. Direksi Bank berdasarkan kebijakan yang telah disetujui Komisaris menetapkan prosedur tertulis penanganan dan penyelesaian Pengaduan yang sekurang-kurangnya meliputi hal-hal sebagai berikut: a. Prosedur ... a. Prosedur penanganan dan penyelesaian Pengaduan secara lisan terhadap produk yang diterbitkan Bank yang sekurang-kurangnya memuat hal-hal sebagai berikut: 1) Unit dan atau fungsi khusus penanganan dan penyelesaian Pengaduan bekerja sama dengan unit kerja yang terkait dengan permasalahan yang diadukan untuk menyelesaikan Pengaduan. 2) Proses penanganan dan penyelesaian Pengaduan lisan diadministrasikan dalam register penanganan dan penyelesaian Pengaduan yang ditatausahakan oleh unit dan atau fungsi khusus penanganan dan penyelesaian Pengaduan. 3) Unit dan atau fungsi khusus penanganan dan penyelesaian Pengaduan menyampaikan hasil penyelesaian Pengaduan secara lisan dan atau tertulis kepada Nasabah dan atau Perwakilan Nasabah dalam waktu 2 (dua) hari kerja sejak diterimanya Pengaduan. 4) Unit dan atau fungsi khusus penanganan dan penyelesaian Pengaduan menyusun ringkasan penyelesaian Pengaduan lisan yang memuat data dan informasi singkat penerimaan, penanganan dan hasil penyelesaian Pengaduan. b. Prosedur penanganan dan penyelesaian Pengaduan secara tertulis terhadap produk yang diterbitkan Bank yang sekurang-kurangnya memuat hal-hal sebagai berikut: 1) Unit dan atau fungsi khusus penanganan dan penyelesaian Pengaduan bekerja sama dengan unit kerja yang terkait dengan permasalahan yang diadukan untuk menyelesaikan Pengaduan. 2) Proses ... 2) Proses penanganan dan penyelesaian Pengaduan diadministrasikan dalam register penanganan dan penyelesaian Pengaduan yang ditatausahakan oleh unit dan atau fungsi khusus penanganan dan penyelesaian Pengaduan. 3) Perpanjangan jangka waktu penyelesaian Pengaduan harus diberitahukan terlebih dahulu kepada Nasabah dan atau Perwakilan Nasabah yang mengajukan Pengaduan sebelum batas waktu 20 (dua puluh) hari kerja pertama berakhir. 4) Unit dan atau fungsi khusus penanganan dan penyelesaian Pengaduan menyampaikan hasil penyelesaian Pengaduan secara tertulis kepada Nasabah dan atau Perwakilan Nasabah dalam jangka waktu: a) dua puluh hari kerja sejak diterimanya Pengaduan tertulis dari Nasabah dan atau Perwakilan Nasabah apabila tidak terdapat perpanjangan waktu penyelesaian Pengaduan; atau b) empat puluh hari kerja sejak diterimanya Pengaduan tertulis dari Nasabah dan atau Perwakilan Nasabah apabila terdapat perpanjangan waktu penyelesaian Pengaduan. 5) Unit dan atau fungsi khusus penanganan dan penyelesaian Pengaduan menyusun ringkasan penyelesaian Pengaduan tertulis yang memuat data dan informasi singkat penerimaan, penanganan dan hasil penyelesaian Pengaduan. c. Prosedur penanganan dan penyelesaian Pengaduan secara lisan dan atau tertulis terhadap produk lembaga keuangan dan atau pihak lain yang dipasarkan oleh Bank yang sekurang-kurangnya memuat hal-hal sebagai berikut: 1) Unit ... 1) Unit dan atau fungsi khusus penanganan dan penyelesaian Pengaduan bekerja sama dengan unit kerja yang menangani masalah hukum untuk menentukan apakah Pengaduan tersebut berada dalam batasan tanggung jawab Bank sebagai agen penjualan sesuai perjanjian kerjasama antara Bank dengan penerbit dan atau pengelola produk. 2) Dalam hal permasalahan yang diadukan berada dalam batasan tanggung jawab Bank sebagai agen penjualan produk, maka prosedur penanganan dan penyelesaian Pengaduan dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang terdapat pada bagian IV.2.a dan IV.2.b. 3) Dalam hal permasalahan yang diadukan berada di luar batasan tanggung jawab Bank sebagai agen penjualan produk, maka Bank memberikan penjelasan kepada Nasabah dan atau Perwakilan Nasabah bahwa: a) penyelesaian Pengaduan menjadi tanggung jawab penerbit dan atau pengelola produk serta berada diluar kewenangan Bank; b) Bank akan meneruskan Pengaduan kepada penerbit dan atau pengelola produk; dan c) Bank akan membantu memonitor penyelesaian yang dilakukan oleh penerbit atau pengelola produk. 4) Proses penanganan dan penyelesaian Pengaduan terhadap produk lembaga keuangan dan atau pihak lain yang dipasarkan Bank diadministrasikan dalam register penanganan dan penyelesaian Pengaduan yang ditatausahakan oleh unit dan atau fungsi khusus penanganan dan penyelesaian Pengaduan. V. KEBIJAKAN ... V. KEBIJAKAN DAN PROSEDUR PEMANTAUAN PENANGANAN DAN PENYELESAIAN PENGADUAN 1. Direksi Bank dengan persetujuan Komisaris menetapkan kebijakan pemantauan penanganan dan penyelesaian Pengaduan yang sekurang- kurangnya memuat kewajiban unit dan atau fungsi khusus penanganan dan penyelesaian Pengaduan untuk: a. mengadministrasikan dan menatausahakan seluruh dokumen yang terkait dengan penerimaan, penanganan, dan penyelesaian Pengaduan; dan b. menyusun laporan internal yang sekurang-kurangnya memuat informasi mengenai jenis produk, permasalahan, dan analisa penyebab terjadinya Pengaduan serta menyampaikannya kepada pimpinan Bank secara periodik. 2. Direksi Bank berdasarkan kebijakan yang telah disetujui Komisaris menetapkan prosedur pemantauan penanganan dan penyelesaian Pengaduan yang sekurang-kurangnya memuat hal-hal sebagai berikut: a. Prosedur pemantauan penanganan dan penyelesaian Pengaduan yang diajukan secara lisan yang sekurang-kurangnya memuat penugasan unit dan atau fungsi khusus penanganan penyelesaian Pengaduan untuk dan mengadministrasikan dan menatausahakan dokumen penerimaan Pengaduan lisan yang sekurang-kurangnya terdiri dari: 1) register penerimaan Pengaduan; 2) register penanganan dan penyelesaian Pengaduan yang dilengkapi dengan dokumen yang menyelesaikan Pengaduan; 3) hasil penyelesaian Pengaduan; dan 4) ringkasan penyelesaian Pengaduan. b. Prosedur ... digunakan untuk b. Prosedur pemantauan penanganan dan penyelesaian Pengaduan yang diajukan secara tertulis yang sekurang-kurangnya memuat penugasan unit dan atau fungsi khusus penanganan penyelesaian Pengaduan untuk dan mengadministrasikan dan menatausahakan dokumen penerimaan Pengaduan tertulis yang sekurang-kurangnya terdiri dari: 1) register penerimaan Pengaduan yang dokumen yang dilengkapi dengan diserahkan Nasabah dan atau Perwakilan Nasabah pada saat mengajukan Pengaduan; 2) register penanganan dan penyelesaian Pengaduan yang dilengkapi dengan dokumen yang menyelesaikan Pengaduan; 3) surat pemberitahuan perpanjangan jangka waktu penyelesaian Pengaduan dalam hal waktu penyelesaian lebih dari 20 (dua puluh) hari kerja; 4) hasil penyelesaian Pengaduan; dan 5) ringkasan penyelesaian Pengaduan. c. Prosedur penyusunan laporan internal yang paling kurang memuat tatacara pengumpulan informasi mengenai penerimaan, penanganan, dan penyelesaian Pengaduan dari setiap Kantor Bank dan penyampaiannya secara periodik kepada pimpinan Bank. VI. PELAPORAN PENYELESAIAN PENGADUAN NASABAH KEPADA BANK INDONESIA 1. Bank menyampaikan laporan penanganan dan penyelesaian Pengaduan secara triwulanan kepada Bank Indonesia, yaitu untuk periode pelaporan yang berakhir pada bulan Maret, Juni, September, dan Desember dengan format sebagaimana pada lampiran Surat Edaran ini. 2. Untuk ... digunakan untuk 2. Untuk pertama kalinya laporan penanganan dan penyelesaian Pengaduan disampaikan untuk periode laporan yang berakhir pada bulan September 2005. Laporan tersebut memuat penanganan dan penyelesaian Pengaduan yang dilakukan oleh Bank pada bulan Juli, Agustus, dan September 2005 3. Laporan penanganan dan penyelesaian Pengaduan disampaikan dalam masa 1 (satu) bulan sejak berakhirnya periode laporan. Apabila batas waktu penyampaian laporan adalah hari libur maka penyampaian laporan dilakukan pada 1 (satu) hari kerja sebelumnya. Sebagai contoh, laporan penanganan dan penyelesaian Pengaduan untuk periode laporan yang berakhir pada bulan September 2005 wajib disampaikan paling lambat tanggal 31 Oktober 2005. 4. Dalam hal tidak terdapat Pengaduan dalam periode pelaporan, maka Bank tetap menyampaikan laporan penanganan dan penyelesaian Pengaduan dengan mencantumkan nihil pada laporan tersebut. 5. Bank dianggap terlambat menyampaikan laporan apabila penyampaian laporan penanganan dan penyelesaian Pengaduan Nasabah melebihi jangka waktu 1 (satu) bulan setelah berakhirnya periode laporan, namun belum melampaui 1 (bulan) sejak akhir batas waktu penyampaian laporan. Sebagai contoh, Bank akan dianggap terlambat apabila laporan penanganan dan penyelesaian Pengaduan untuk periode pelaporan yang berakhir pada bulan September 2005 disampaikan pada bulan November 2005. 6. Bank dinyatakan tidak menyampaikan laporan apabila penyampaian laporan penanganan dan penyelesaian Pengaduan melebihi jangka waktu 1 (satu) bulan sejak akhir batas waktu penyampaian laporan. Sebagai ... Sebagai contoh, Bank dianggap tidak menyampaikan laporan apabila laporan penanganan dan penyelesaian Pengaduan untuk periode pelaporan yang berakhir pada bulan September 2005 disampaikan pada bulan Desember 2005. 7. Pengenaan sanksi kewajiban membayar atas keterlambatan dan atau tidak disampaikannya laporan penanganan dan penyelesaian Pengaduan tidak menghapuskan kewajiban Bank untuk menyampaikan laporan tersebut. 8. Laporan penanganan dan penyelesaian Pengaduan disampaikan kepada: a. Direktorat Pengawasan Bank terkait, Jl. MH Thamrin No. 2 Jakarta 10110, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; atau b. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah Kantor Pusat Bank Indonesia; dengan tembusan ditujukan kepada Unit Khusus Investigasi Perbankan, Jl. MH Thamrin No. 2 Jakarta 10110. 9. Bagi Bank Perkreditan Rakyat yang berkantor pusat di luar wilayah Kantor Pusat Bank Indonesia, penyampaian tembusan laporan penanganan dan penyelesaian Pengaduan kepada Unit Khusus Investigasi Perbankan dilaksanakan melalui Kantor Bank Indonesia setempat. VII. PENUTUP Lampiran mengenai Laporan Penanganan dan Penyelesaian Pengaduan Nasabah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. Ketentuan ... Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku sejak tanggal 20 Juli 2005. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, MAMAN H. SOMANTRI DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 7/24/DPNP|SE-BI/2005 </reg_id> <reg_title> Penyelesaian Pengaduan Nasabah </reg_title> <set_date> 18 Juli 2005 </set_date> <effective_date> 20 Juli 2005 </effective_date> <related_reg> '7/7/PBI/2005' </related_reg>
No.7/56/DPbS Jakarta, 9 Desember 2005 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA Perihal : Laporan Tahunan, Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan dan Bulanan serta Laporan tertentu disampaikan kepada Bank Indonesia Dengan telah dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/22/PBI/2001 tanggal 13 Desember 2001 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 4159), sebagaimana telah diubah dari Bank yang dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/50/PBI/2005 tanggal 29 November 2005 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/22/PBI/2001 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 135, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 4573), perlu ditetapkan ketentuan pelaksanaan mengenai Laporan Tahunan, Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan dan Bulanan serta Laporan tertentu dari Bank yang disampaikan kepada Bank Indonesia bagi Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah termasuk Unit Usaha Syariah, dan kantor cabang dari suatu Bank yang berkedudukan di luar negeri … negeri yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dalam Surat Edaran yang mencakup hal-hal sebagai berikut : I. UMUM 1. Sesuai dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, Bank diwajibkan untuk menyampaikan keterangan dan penjelasan yang berkaitan dengan kegiatan usaha Bank dalam rangka pemantauan keadaan usaha Bank oleh publik dan Bank Indonesia. 2. Dalam rangka pemenuhan informasi yang disampaikan Bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah (Bank) dan UUS untuk mencapai dan memelihara kepercayaan investasi masyarakat terhadap Bank serta upaya meningkatkan transparansi kondisi keuangan Bank kepada publik, maka informasi dalam laporan tersebut harus bisa menyajikan hak dan kewajiban dari pihak terkait, memberikan kontribusi untuk melindungi asset Bank dan pemenuhan prinsip syariah dalam semua transaksi, serta dapat memberikan informasi yang berguna tentang perkembangan usaha dan kinerja Bank kepada para pihak terkait (stakeholders) dalam hubungannya dengan Bank. 3. Bentuk penyampaian keterangan dan pengumuman atau publikasi kegiatan usaha Bank dalam rangka pemantauan oleh publik dan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam angka 2 adalah berupa Laporan Tahunan, Laporan Keuangan Publikasi, dan Laporan Informasi Tertentu yang ditetapkan oleh Bank Indonesia 4. Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan disusun untuk memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja atau hasil usaha Bank dan UUS … UUS serta informasi keuangan lainnya kepada berbagai pihak yang berkepentingan dengan perkembangan usaha Bank dan UUS. Agar Laporan Keuangan Publikasi dapat diperbandingkan, perlu ditetapkan bentuk dan cakupan penyajian yang didasarkan pada Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang relevan untuk perbankan syariah, Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI), serta ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 5. Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan yang wajib disajikan oleh Bank adalah laporan keuangan untuk posisi akhir Maret, Juni, September dan Desember. Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan ini selain wajib diumumkan dalam surat kabar juga akan diumumkan dalam home page Bank Indonesia. Bank Indonesia juga akan mengumumkan Laporan Bulanan dalam bentuk Laporan Keuangan Publikasi Bulanan pada home page Bank Indonesia 6. Apabila Laporan Tahunan, Laporan Keuangan Publikasi dan Laporan Informasi Tertentu juga dibuat selain dalam Bahasa Indonesia, baik dalam dokumen yang sama maupun terpisah, maka Laporan dimaksud harus memuat informasi yang sama. 7. Unit Usaha Syariah, yang selanjutnya disebut UUS, adalah unit kerja di kantor pusat bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang syariah dan atau unit syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari bank yang berkedudukan diluar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan atau unit syariah. 8. Unit Usaha Syariah harus menyajikan informasi keuangan syariah secara … secara triwulanan untuk posisi Maret, Juni, September dan Desember berupa neraca, laba rugi, komitmen dan kontinjensi sebagaimana tercantum dalam lampiran 16, informasi perhitungan bagi hasil sebagaimana tercantum dalam Lampiran 15, dan pedoman penyusunan neraca, laba rugi dan komitmen dan kontinjensi sebagaimana tercantum dalam Lampiran 17, Lampiran 18 dan Lampiran 19. Informasi kegiatan usaha syariah tersebut harus ditanda tangani oleh Dewan Pengawas Syariah dan Pimpinan Unit Usaha Syariah. 9. Khusus untuk pelaporan publikasi UUS posisi bulan Juni dan Desember, selain menyajikan laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 8, harus pula menyajikan Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat, Infaq dan Shadaqah (ZIS) sebagaimana tercantum dalam lampiran 12; Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Qardh sebagaimana tercantum dalam lampiran 13 ; serta Laporan Perubahan Dana Investasi Terikat , jika ada sebagaimana lampiran 14 . tercantum dalam 10. UUS melalui kantor pusatnya harus menyajikan laporan publikasi triwulanan sebagaimana dimaksud dalam angka 5, termasuk juga akan diumumkan kedalam home page Bank Indonesia. 11. Angka-angka dalam Laporan wajib disajikan dalam mata uang Rupiah. II. LAPORAN TAHUNAN Laporan Tahunan Bank paling sedikit mencakup : 1. Informasi Umum Informasi … Informasi Umum dalam Laporan Tahunan paling sedikit berisi : a. kepengurusan, meliputi susunan Dewan Komisaris, Direksi, Dewan Pengawas Syariah dan pejabat eksekutif beserta jabatan dan ringkasan riwayat hidupnya ; b. rincian Kepemilikan Saham, berupa nama pemilik dan besaran kepemilikan ; c. perkembangan usaha Bank dan kelompok usaha Bank, yang memuat data mengenai : 1) Ikhtisar data keuangan penting paling sedikit mencakup pendapatan penyaluran dana, laba rugi bersih, laba operasi, laba sebelum pajak, aktiva produktif, sumber dana dan komposisinya, pembiayaan dan komposisinya, modal sendiri, jumlah lembar saham yang ditempatkan dan disetor ; dan 2) Rasio keuangan yang wajib disajikan paling sedikit mencakup rasio keuangan sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank khususnya Bab tentang Laporan Keuangan Publikasi Bank Umum sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. d. sasaran, strategi dan kebijakan manajemen yang digunakan dalam pengembangan usaha Bank e. laporan manajemen yang menyajikan informasi mengenai pengelolaan Bank oleh pengurus atau manajemen dalam rangka good corporate governance, dan paling sedikit mencakup : 1) struktur organisasi ; 2) aktivitas … 2) aktivitas utama ; 3) 4) 5) 6) teknologi informasi ; jenis produk dan jasa yang ditawarkan, termasuk penyaluran Kredit Usaha Kecil (KUK) ; tanggung jawab sosial perusahaan ; realisasi bagi hasil/imbalan distribusi bagi hasil ; 7) perkembangan perekonomian dan target pasar ; 8) 9) jumlah, jenis dan lokasi kantor ; 10) kepemilikan Direksi, Komisaris dan pemegang saham dalam kelompok usaha Bank, dan perubahan dari tahun sebelumnya ; 11) perubahan-perubahan penting yang terjadi di Bank dan kelompok usaha Bank dalam tahun yang bersangkutan ; 12) hal-hal penting yang diperkirakan terjadi di masa mendatang ; 13) sumber daya manusia, meliputi jumlah, struktur pendidikan, pelatihan dan pengembangan SDM ; 14) pengungkapan remuneration policy yang mencakup fees and salaries dan fasilitas yang diterima lainnya termasuk bonus dan tantiem untuk direksi sampai dengan satu level dibawah direksi, komisaris dan Dewan Pengawas Syariah ; dan 15) Pemeringkatan … dan metode penghitungan jaringan kerja dan mitra usaha baik didalam dan atau di luar negeri ; 15) Pemeringkatan oleh perusahaan pemeringkat yang diakui, jika ada. f. UUS melalui kantor pusatnya harus menyajikan informasi kegiatan UUS yang mencakup paling sedikit : 1) sasaran, strategi dan kebijakan manajemen yang digunakan dalam pengembangan Unit Usaha Syariah ; 2) perkembangan usaha syariah, yaitu penyaluran dana beserta komposisinya, laba bersih, Return on Asset (ROA), Non Performing komposisinya, relevan ; 3) 4) 5) Financing (NPF), sumber dana beserta jumlah aset dan informasi lainnya yang jenis produk dan jasa yang ditawarkan ; tanggung jawab sosial perusahaan ; dan realisasi bagi hasil/imbalan distribusi bagi hasil. 2. Laporan Keuangan Tahunan Laporan Keuangan Tahunan ini paling sedikit mencakup hal-hal sebagai berikut : a. Laporan Keuangan , yang terdiri dari : 1) Neraca ; 2) Laporan Laba Rugi ; 3) Laporan Arus Kas ; 4) Laporan … dan metode penghitungan 4) Laporan Perubahan Ekuitas ; 5) Laporan Perubahan Dana Investasi Terikat ; 6) Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat, Infaq, dan Shadaqah (ZIS) ; 7) Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Qardh ; dan 8) Catatan atas Laporan Keuangan, termasuk informasi mengenai Komitmen dan kontinjensi serta hak minoritas. b. Laporan Keuangan Konsolidasi yang telah diaudit yang merupakan konsolidasi Laporan Keuangan Bank dan Perusahaan Anak, yang terdiri dari : 1) Neraca ; 2) Laporan Laba Rugi ; 3) Laporan Perubahan Ekuitas ; 4) Laporan Arus Kas ; 5) Catatan atas Laporan Keuangan, termasuk informasi mengenai komitmen dan kontinjensi serta hak minoritas. Laporan keuangan konsolidasi ini disertai dengan opini Akuntan Publik. c. Laporan Keuangan Perusahaan Induk di bidang keuangan yang telah diaudit oleh Akuntan Publik, yang terdiri dari : 1) Laporan Keuangan Perusahaan Induk di bidang keuangan merupakan … dari merupakan hasil konsolidasi dari seluruh perusahaan di dalam kelompok bidang keuangan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku, dan meliputi : a) Neraca ; b) Laporan Laba Rugi ; c) Laporan Perubahan Ekuitas ; dan d) Daftar Komitmen dan Kontinjensi ; 2) Dalam hal kelompok usaha tidak memiliki Perusahaan Induk di bidang keuangan maka laporan keuangan yang disampaikan adalah Laporan Keuangan Perusahaan Induk d. Laporan Keuangan Perusahaan Induk yang telah diaudit oleh Akuntan Publik, yang merupakan hasil konsolidasi dari seluruh perusahaan di dalam kelompok akuntansi yang berlaku, yang terdiri dari : 1) Neraca ; 2) Laporan Laba Rugi ; 3) Laporan Perubahan Ekuitas ; dan 4) Daftar Komitmen dan Kontinjensi. 3. Opini dari Akuntan Publik Opini dari Akuntan Publik antara lain memuat pendapat Akuntan Publik atas laporan keuangan konsolidasi sebagaimana dimaksud dalam angka 2. huruf b. 4. Aspek … usaha sesuai dengan standar 4. Aspek Transparansi yang terkait dengan Kelompok Usaha Sesuai dengan Pasal 25 Peraturan Bank Indonesia No. 3/22/PBI/2001 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank (PBI), dinyatakan bahwa Laporan Tahunan yang disampaikan oleh Bank wajib memuat pula informasi yang terkait dengan kegiatan di dalam kelompok usaha, yang terdiri dari : a. Struktur kelompok usaha Bank, yang disajikan sampai dengan pemilik terakhir (ultimate shareholder), serta struktur keterkaitan kepengurusan dan pemegang saham yang bertindak atas nama pemegang saham lain (shareholders acting in concert). Pengertian pemegang saham yang bertindak atas nama pemegang saham lain adalah pemegang saham perorangan atau perusahaan/badan hukum yang memiliki tujuan bersama yaitu mengendalikan Bank, berdasarkan atau tidak berdasarkan suatu perjanjian. b. Transaksi dengan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa (related party transaction), dengan memperhatikan hal - hal sebagai berikut : 1) informasi transaksi dengan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa disajikan baik yang dilakukan Bank maupun yang dilakukan oleh setiap perusahaan atau badan hukum di dalam kelompok usaha Bank yang bergerak di bidang keuangan ; 2) pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa adalah pihak- pihak sebagaimana diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang berlaku ; 3) jenis … 3) jenis transaksi dengan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa, antara lain meliputi : a) kepemilikan silang (cross shareholders) ; b) transaksi dari suatu kelompok usaha yang bertindak untuk kepentingan kelompok usaha yang lain; c) pengelolaan likuiditas jangka pendek yang dipusatkan dalam kelompok usaha; d) penyediaan dana yang diberikan atau diterima perusahaan lain dalam satu kelompok usaha ; e) eksposur kepada pemegang saham mayoritas antara lain dalam bentuk pinjaman, komitmen dan garansi ; f) pembelian atau penjualan aset dengan perusahaan lain dalam suatu kelompok usaha, termasuk yang dilakukan dengan repurchase agreement. c. Pemberian penyediaan dana, komitmen maupun fasilitas lain yang dapat dipersamakan dengan itu dari setiap perusahaan atau badan hukum yang berada dalam satu kelompok usaha dengan Bank kepada debitur yang telah memperoleh penyediaan dana dari Bank. 5. Aspek Transparansi sesuai PSAK yang berlaku, dan Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI) Laporan Keuangan Tahunan sebagaimana dimaksud Pedoman dalam angka 2 huruf a dan angka 2 huruf b wajib memenuhi seluruh aspek pengungkapan (disclosure) sebagaimana ditetapkan dalam Pernyataan Standar Akuntasi Keuangan untuk perbankan syariah dan PAPSI yang berlaku … oleh berlaku. Pengungkapan tersebut paling sedikit terdiri dari : a) Laporan Keuangan yang meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas, investasi terikat laporan arus kas, laporan perubahan dana jika ada, laporan sumber dan penggunaan dana zakat, infaq dan shadaqah (ZIS) , serta laporan sumber dan penggunaan dana qardh ; b) Komitmen dan Kontinjensi ; c) Jumlah aktiva produktif yang diberikan kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa ; d) Jumlah aktiva produktif yang telah direstrukturisasi dan informasi lain tentang aktiva produktif yang direstrukturisasi selama periode berjalan ; e) Klasifikasi aktiva produktif menurut jangka waktu, dan kualitas aktiva produktif ; f) Persentase pelanggaran Pemberian Kredit ; dan pelampauan Batas Maksimum g) Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) yang telah dibentuk dibandingkan dengan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) yang wajib dibentuk ; h) Perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) ; i) Rasio Posisi Devisa Neto ; j) Aktiva … j) Aktiva Bank yang dijaminkan ; k) Beberapa rasio keuangan Bank ; dan l) Kredit Usaha Kecil (KUK). 6. Eksposur dan Manajemen Risiko Informasi mengenai eksposur dan manajemen risiko paling sedikit mencakup informasi mengenai identifikasi risiko (risk identification) dan pengukuran terhadap risk exposure yang dihadapi bank (risk measurement) serta praktek manajemen risiko lainnya yaitu pemantauan (risk monitoring) dan pengendalian risiko (risk controlling). 7. Informasi Lain Cakupan dalam informasi lain terdiri dari : a. Langkah-langkah dan rencana dalam mengantisipasi risiko atas transaksi mata uang asing karena perubahan kurs. pasar b. Transaksi-transaksi penting lainnya dalam jumlah yang signifikan. c. Informasi kejadian penting setelah tanggal laporan Akuntan Publik (subsequent event). d. Karakteristik kegiatan usaha Bank dan jasa utama yang disediakan. e. Peranan, tugas dan kewenangan Dewan Pengawas Syariah dalam melakukan pengawasan syariah atas operasional Bank berdasarkan fatwa dan ketentuan hukum lainnya. III. LAPORAN … III. LAPORAN TAHUNAN TERTENTU YANG WAJIB DISAMPAIKAN KEPADA BANK INDONESIA Sesuai dengan Pasal 27 PBI, selain menyampaikan Laporan Tahunan, dalam hal Bank merupakan bagian dari kelompok usaha dan atau Bank memiliki Perusahaan Anak, wajib menyampaikan Laporan Tahunan (annual report) dari : 1. Perusahaan Induk; 2. Perusahaan Induk di bidang keuangan; dan 3. Perusahaan Anak, Kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya 5 (lima) bulan setelah Tahun Buku terakhir. IV. BATAS WAKTU DAN ALAMAT PENYAMPAIAN LAPORAN TAHUNAN 1. Sesuai dengan Pasal 4 PBI, Laporan Tahunan dan Laporan Keuangan Tahunan Bank sebagaimana dimaksud dalam Angka II wajib disampaikan selambat-lambatnya 5 (lima) bulan setelah Tahun Buku berakhir. 2. Bank dianggap terlambat menyampaikan laporan, apabila Bank menyampaikan Laporan Tahunan melampaui batas akhir waktu penyampaian laporan, tetapi belum melampaui 1 (satu) bulan sejak batas akhir waktu penyampaian laporan. Selanjutnya Bank dianggap tidak menyampaikan laporan apabila lebih dari 1 (satu) bulan sejak batas akhir waktu penyampaian, Bank tidak menyampaikan Laporan Tahunan … Tahunan atau Laporan Keuangan Tahunan tidak diaudit oleh Akuntan Publik yang terdaftar di Bank Indonesia Contoh : Untuk Laporan Tahunan yang berakhir pada bulan Desember 2005 : a. batas akhir waktu penyampaian : 31 Mei 2006 b. terlambat menyampaikan c. tidak menyampaikan : 1 Juni s.d. 30 Juni 2006 : 1 Juli 2006 dan seterusnya, atau Laporan Keuangan Tahunan tidak diaudit oleh Akuntan Publik yang Terdaftar di Bank Indonesia. 3. Laporan Tahunan dan Laporan Tahunan Tertentu Bank disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat : a. Direktorat Perbankan Syariah, Jl.M.H.Thamrin No.2 Jakarta 10110, bagi Bank yang berkantor pusat atau Kantor Cabang Bank Asing yang berada diwilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia; atau b. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat diluar wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia. V. LAPORAN KEUANGAN PUBLIKASI TRIWULANAN POSISI AKHIR BULAN MARET DAN SEPTEMBER 1. Pedoman Umum a. Laporan … a. Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan yang disajikan terdiri dari laporan keuangan Bank secara individu dan laporan keuangan Bank secara konsolidasi dengan anak perusahaan. b. Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan wajib disusun dalam bahasa Indonesia dan angka-angka yang disajikan dalam jutaan Rupiah. c. Format Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan merupakan standar minimal yang wajib dipenuhi. Apabila terdapat pos yang jumlahnya material dan tidak terdapat dalam format tersebut, Bank dapat menyajikan pos tersebut secara tersendiri, namun apabila pos dimaksud jumlahnya tidak material dapat digabungkan dengan pos lain yang sejenis. d. Pos-pos yang memiliki saldo nihil dalam format Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan yang diumumkan di surat kabar tetap harus dicantumkan dengan memberi garis pendek (-) pada pos yang bersangkutan. e. Penyajian Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan 1) Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan wajib disajikan paling sedikit dalam bentuk perbandingan dengan laporan pada periode yang sama tahun sebelumnya. 2) Posisi pembanding hendaknya disajikan sesuai format yang sama dengan posisi Laporan Keuangan Publikasi Triwulan yang diumumkan. 3) Khusus untuk perlakuan akuntansi yang baru berlaku dalam posisi Laporan, maka penyajian posisi pembanding hendaknya mengacu … mengacu kepada PSAK Nomor 25 tentang Laba atau Rugi Bersih Perubahan Kebijakan Akuntansi. f. Bagi Bank yang tidak memiliki konsolidasi dapat ditiadakan. anak perusahaan, kolom g. Untuk pengisian pemilik Bank dalam format Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan, nama pemegang saham yang wajib dicantumkan adalah perorangan atau perusahaan yang memiliki saham sebesar 5% (lima perseratus) atau lebih dari modal Bank, baik melalui atau tidak melalui Pasar Modal. 2. Cakupan a. Laporan yang wajib disajikan dalam Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan paling sedikit terdiri dari : 1) Lampiran 1 : Neraca 2) Lampiran 2 : Laporan Laba Rugi dan Saldo Laba 3) Lampiran 3 : Komitmen dan Kontinjensi 4) Lampiran 4 : Kualitas Aktiva Produktif dan Informasi Lainnya 5) Lampiran 5 : Perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum 6) Lampiran 6 : Rasio Keuangan untuk Periode Berjalan, Kesalahan Mendasar dan 7) Lampiran … 7) Lampiran 15 : Tabel Distribusi Bagi hasil b. Dalam penyusunan Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, untuk kolom laporan keuangan Bank secara individu, Bank wajib berpedoman pada pedoman penyusunan sebagai berikut : 1) Lampiran 4b : Pedoman Penyusunan KAP berdasarkan LBUS 2) Lampiran 4c : Pedoman Penyusunan Laporan Kualitas Aktiva Produktif dan Informasi lainnya 3) Lampiran 7 : Pedoman Penyusunan Neraca 4) Lampiran 8 : Pedoman Penyusunan Laporan Laba Rugi dan Perubahan Saldo Laba 5) Lampiran 9 : Pedoman Penyusunan Komitmen dan Kontinjensi 6) Lampiran 10 : Pedoman Perhitungan Rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum 7) Lampiran 10a : Pedoman Perhitungan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko 8) Lampiran 10b : 9) Lampiran 11 Pedoman Perhitungan Modal : Pedoman Perhitungan Rasio Keuangan VI. LAPORAN … VI. LAPORAN KEUANGAN PUBLIKASI TRIWULANAN POSISI JUNI DAN POSISI AKHIR DESEMBER Format dan cakupan Laporan Keuangan Publikasi untuk posisi Juni dan posisi akhir Desember adalah sama dengan format dan cakupan Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan untuk posisi Maret dan September dengan beberapa tambahan laporan dan informasi yang ditetapkan sebagai berikut : 1. Laporan Sumber dan Penggunaan Dana ZIS sebagaimana tercantum dalam Lampiran 12, Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Qardh sebagaimana tercantum dalam Lampiran 13, dan Laporan Perubahan Dana Investasi Terikat jika ada sebagaimana tercantum dalam Lampiran 14. 2. Bagi Bank yang merupakan bagian dari suatu kelompok usaha, selain menyajikan laporan keuangan Bank secara individu dan laporan keuangan Bank secara konsolidasi dengan anak perusahaan, Bank wajib menyajikan neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas, serta daftar komitmen dan kontinjensi perusahaan induk di bidang keuangan yang merupakan hasil konsolidasi dari seluruh perusahaan didalam kelompok bidang keuangan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku. Dalam hal kelompok usaha tidak memiliki perusahaan induk di bidang keuangan, Bank wajib menyajikan neraca, laporan laba rugi, dan daftar komitmen dan kontinjensi perusahaan yang merupakan hasil konsolidasi dari seluruh perusahaan di dalam kelompok usaha sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku. 3. Neraca dan Laporan laba rugi perusahaan induk di bidang keuangan atau perusahaan induk wajib disajikan dalam bentuk perbandingan dengan … dengan posisi yang sama pada tahun sebelumnya. 4. Khusus untuk posisi akhir Desember, a. Laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 wajib diaudit oleh Akuntan Publik, dan wajib mencantumkan nama Akuntan Publik yang bertanggung jawab (partner in charge) , serta nama Kantor Akuntan Publik dan opini yang diberikan . b. Format Neraca dan Laporan Laba Rugi perusahaan induk di bidang keuangan atau perusahaan induk disesuaikan dengan Neraca dan Laporan Laba Rugi yang disajikan dalam laporan audit (audit report). VII. LAPORAN KEUANGAN PUBLIKASI BULANAN 1. Laporan Bulanan yang disampaikan oleh Bank kepada Bank Indonesia untuk posisi bulan Januari sampai dengan Desember akan diumumkan pada home page Bank Indonesia. 2. Format yang digunakan untuk Laporan Keuangan Publikasi Bulanan tersebut sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1a, Lampiran 2a, Lampiran 3a, Lampiran 4a, Lampiran 5a. 3. Penyusunan penyajian publikasi sebagaimana tercantum dalam Lampiran 4b, Lampiran 4c, Lampiran 7, Lampiran 8, Lampiran 9, Lampiran 10. 4. Laporan keuangan Publikasi Bulanan merupakan laporan keuangan Bank secara individu yang merupakan gabungan antara kantor pusat Bank dengan seluruh kantor Bank. VIII. LAPORAN … VIII. LAPORAN TERTENTU YANG DISAMPAIKAN KEPADA BANK INDONESIA Sesuai Pasal 28 PBI, Bank wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia, laporan mengenai : 1. Transaksi antara Bank dengan Pihak-pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa. Hal-hal yang wajib dilaporkan, paling sedikit meliputi : a. Nama pihak yang memiliki hubungan istimewa dengan Bank; b. Hubungan keterkaitan dengan Bank; c. Jenis transaksi; d. Jumlah atau nominal transaksi; dan e. Kualitas Aktiva Produktif untuk transaksi penyediaan dana. 2. Pemberian penyediaan dana, komitmen maupun fasilitas lain yang dapat dipersamakan dengan itu dari setiap perusahaan yang berada dalam satu kelompok usaha dengan Bank kepada debitur yang telah memperoleh penyediaan dana dari Bank, bagi Bank yang merupakan bagian dari kelompok usaha. Hal-hal yang wajib dilaporkan, paling sedikit meliputi : a. nama debitur; b. jumlah dan kualitas penyediaan dana yang diberikan oleh Bank; c. nama kelompok usaha pemberi penyediaan dana serta hubungan keterkaitan … keterkaitan dengan Bank ; dan d. jenis penyediaan dana dan jumlah penyediaan dana yang diberikan oleh kelompok usaha. Laporan-laporan sebagaimana dimaksud pada angka V, VI, VII dan angka VIII disampaikan kepada Bank Indonesia sesuai dengan jadwal dan batas waktu penyampaian Laporan sebagaimana diatur dalam PBI dimaksud. IX. ALAMAT PENYAMPAIAN LAPORAN KEUANGAN PUBLIKASI TRIWULANAN 1. Fotokopi atau guntingan surat kabar Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan, serta Laporan Tertentu disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat : a. Direktorat Perbankan Syariah, Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10110, dengan tembusan kepada Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan, bagi Bank yang berkantor pusat atau Kantor Cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri, di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia; atau b. Kantor Bank Indonesia setempat, dengan tembusan kepada Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia. 2. Disket yang berisi informasi Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan disampaikan kepada Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10110, atau dengan melalui e-mail dengan alamat … alamat cfs@bi.go.id. X. PENUTUP 1. Bank dan UUS wajib menyampaikan Laporan Tahunan sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran ini sejak Laporan Tahunan untuk Tahun Buku 2005. 2. Dengan dikeluarkannya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Bank Indonesia No. 3/30/DPNP tanggal 14 Desember 2001 sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Bank Indonesia No.7/10/DPNP tanggal 31 Maret 2005 tentang Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan dan Bulanan Bank Umum serta Laporan tertentu yang disampaikan kepada Bank Indonesia, dan SE No. 3/31/DPNP tanggal 14 Desember 2001 tentang Laporan Tahunan Bank Umum dan Laporan Tahunan Tertentu yang disampaikan kepada Bank Indonesia, dinyatakan tidak berlaku bagi Bank dan UUS . Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA SITI CH. FADJRIJAH DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 7/56/DPbS|SE-BI/2005 </reg_id> <reg_title> Laporan Tahunan, Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan dan Bulanan serta Laporan tertentu dari Bank yang disampaikan kepada Bank Indonesia </reg_title> <set_date> 9 Desember 2005 </set_date> <effective_date> 9 Desember 2005 </effective_date> <replaced_reg> '3/31/DPNP|SE-BI/2001', '7/10/DPNP|SE-BI/2005', '3/30/DPNP|SE-BI/2001' </replaced_reg> <related_reg> '3/22/PBI/2001', '7/50/PBI/2005' </related_reg>
No. 15/11/DPNP Jakarta, 8 April 2013 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/16/PBI/2012 tentang Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 259, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5367), perlu untuk mengatur kembali ketentuan mengenai fasilitas pendanaan jangka pendek bagi bank umum dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan: 1. Bank adalah Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional sebagaimana dimaksud dalam Undang- undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, tidak termasuk kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri. 2. Giro … 2 2. Giro Wajib Minimum yang selanjutnya disingkat GWM adalah GWM Primer dalam Rupiah sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai giro wajib minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam rupiah dan valuta asing. 3. Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek yang selanjutnya disingkat FPJP adalah fasilitas pendanaan dari Bank Indonesia kepada Bank untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek yang dialami oleh Bank. 4. Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek adalah keadaan yang dialami Bank yang disebabkan oleh terjadinya arus dana masuk yang lebih kecil dibandingkan dengan arus dana keluar (mismatch) dalam Rupiah sehingga Bank tidak dapat memenuhi kewajiban GWM. 5. Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disingkat SBI adalah surat berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek. 6. Sertifikat Bank Indonesia Syariah yang selanjutnya disingkat SBIS adalah surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah berjangka waktu pendek dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia. 7. Surat Berharga Negara yang selanjutnya disingkat SBN adalah Surat Utang Negara dan Surat Berharga Syariah Negara. 8. Surat Utang Negara yang selanjutnya disingkat SUN adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang Rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya, sebagaimana dimaksud adalam Undang- Undang yang berlaku. 9. Surat … 3 9. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN atau Sukuk Negara adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang Rupiah maupun valuta asing, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang berlaku. 10. Obligasi Korporasi adalah surat utang yang diterbitkan secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah oleh badan hukum lain dan ditatausahakan di Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI). 11. Aset Kredit adalah kredit sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai penilaian kualitas aset Bank Umum. 12. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disingkat Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana elektronik antar peserta dalam mata uang Rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara seketika per transaksi secara individual. 13. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya disingkat BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaannya dan penatausahaan surat berharga secara elektronik dan terhubung langsung antara peserta, penyelenggara dan Sistem BI-RTGS. 14. Central Registry adalah Bank Indonesia yang melakukan fungsi penatausahaan surat berharga untuk kepentingan peserta yang memiliki rekening surat berharga di BI-SSSS. 15. Sub-Registry adalah Bank dan lembaga yang melakukan kegiatan kustodian yang memenuhi persyaratan dan disetujui oleh Bank Indonesia melakukan fungsi penatausahaan surat berharga untuk kepentingan nasabah. 16. Pialang … 4 16. Pialang adalah perusahaan pialang pasar uang Rupiah dan valuta asing serta perantara pedagang efek yang telah ditunjuk oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia sebagai Dealer Utama. 17. Repurchase agreement (repo) rate adalah tingkat suku bunga Lending Facility sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai operasi moneter. II. PERSYARATAN FPJP 1. Umum a. Bank yang dapat mengajukan permohonan awal, permohonan penambahan plafon dan/atau permohonan perpanjangan FPJP adalah Bank yang mengalami Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek dan memiliki agunan yang berkualitas tinggi dengan nilai agunan yang mencukupi. b. Bank sebagaimana dimaksud pada huruf a wajib memiliki rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) paling rendah 8% (delapan persen) dan memenuhi modal sesuai dengan profil risiko Bank, berdasarkan perhitungan Bank Indonesia. c. FPJP diberikan paling banyak sebesar plafon FPJP yang dihitung berdasarkan perkiraan jumlah kebutuhan likuiditas sampai dengan Bank memenuhi GWM sesuai dengan ketentuan yang berlaku berdasarkan hasil analisis Bank Indonesia atas proyeksi arus kas paling lama 14 (empat belas) hari kalender ke depan yang disampaikan oleh Bank. d. Pencairan FPJP dilakukan oleh Bank Indonesia secara harian sebesar kebutuhan Bank untuk memenuhi kewajiban GWM selama memenuhi plafon dan jangka waktu FPJP yang disetujui. e. Selama … 5 e. Selama periode pemberian FPJP, Bank penerima FPJP tidak dapat menempatkan dana di Bank Indonesia. f. Jangka waktu FPJP ditetapkan sebagai berikut: 1) Jangka waktu setiap FPJP paling lama 14 (empat belas) hari kalender. 2) Jangka waktu FPJP dapat diperpanjang secara berturut- turut dengan jangka waktu FPJP keseluruhan paling lama 90 (sembilan puluh) hari kalender yang dihitung sejak penandatanganan perjanjian pemberian FPJP awal antara Bank Indonesia dengan Bank. g. Bank Indonesia mengenakan biaya bunga atas FPJP yang digunakan Bank dengan tingkat bunga ditetapkan sebesar tingkat suku bunga Lending Facility sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai operasi moneter, ditambah dengan 100 (seratus) basis poin. h. Jumlah FPJP yang dikenakan biaya bunga sebagaimana dimaksud pada huruf g adalah sebesar realisasi penggunaan FPJP secara harian selama periode pemberian FPJP. 2. Agunan FPJP a. Bank menjamin FPJP dengan agunan milik Bank berupa SBI, SBIS, SBN, Obligasi Korporasi dan/atau Aset Kredit. b. Obligasi Korporasi hanya dapat dijadikan agunan FPJP dalam hal: 1) Bank memiliki SBI, SBIS, dan/atau SBN, namun tidak mencukupi untuk menjadi agunan FPJP; atau 2) Bank tidak memiliki SBI, SBIS, dan/atau SBN. c. Aset … 6 c. Aset Kredit hanya dapat dijadikan agunan FPJP dalam hal: 1) Bank memiliki SBI, SBIS, SBN, dan/atau Obligasi Korporasi, namun tidak mencukupi untuk menjadi agunan FPJP; atau 2) Bank tidak memiliki SBI, SBIS, SBN, dan/atau Obligasi Korporasi. d. Agunan yang menjadi jaminan FPJP merupakan agunan yang berkualitas tinggi yang nilainya mencukupi dan memenuhi ketentuan sebagai berikut: 1) Untuk agunan berupa SBI, SBIS, dan/atau SBN: a) Persyaratan: Pada tanggal FPJP jatuh tempo, SBI, SBIS, dan/atau SBN yang diagunkan memiliki sisa jangka waktu: (1) paling singkat 3 (tiga) hari kerja untuk SBI dan SBIS. (2) paling singkat 12 (dua belas) hari kerja untuk SBN. b) Nilai agunan SBI, SBIS, dan/atau SBN ditetapkan sebagai berikut: (1) dalam hal agunan berupa SBI, nilai agunan ditetapkan sebesar 100% (seratus persen) dari plafon FPJP; (2) dalam hal agunan berupa SBIS, nilai agunan ditetapkan sebesar 100% (seratus persen) dari plafon FPJP; (3) dalam hal agunan berupa SBN, nilai agunan FPJP ditetapkan paling rendah sebesar 105% (seratus lima persen) dari plafon FPJP, dengan perhitungan sebagaimana dimaksud pada butir IV.1 dan butir IV.2. c) Jangka … 7 c) Jangka waktu pengikatan agunan FPJP berupa SBI, SBIS dan SBN ditetapkan sebagai berikut: (1) Untuk SBI dan SBIS, yaitu selama jangka waktu FPJP ditambah 2 (dua) hari kerja. (2) Untuk SBN, yaitu selama jangka waktu FPJP ditambah 10 (sepuluh) hari kerja. (3) Dalam hal terjadi pelunasan FPJP, maka pengagunan FPJP berupa SBI, SBIS, dan SBN dilepas (release) paling lama 1 (satu) hari kerja setelah FPJP dilunasi. (4) Dalam hal terjadi perpanjangan FPJP dan digunakan agunan yang sama, maka pengagunan FPJP dilepas (release) pada saat FPJP jatuh tempo dan pada saat yang bersamaan diagunkan kembali. 2) Untuk agunan berupa Obligasi Korporasi: a) Persyaratan: (1) pada tanggal FPJP jatuh tempo, Obligasi Korporasi yang diagunkan memiliki sisa jangka waktu paling singkat 90 (sembilan puluh) hari kalender; (2) aktif diperdagangkan, yaitu pernah diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia dalam 30 (tiga puluh) hari kalender terakhir. Contoh: Dalam hal Bank mengajukan FPJP pada tanggal 5 Desember 2012, maka perhitungan 30 (tiga puluh) hari kalender terakhir Obligasi Korporasi aktif diperdagangkan di bursa efek di Indonesia adalah sejak tanggal 5 November 2012 sampai dengan 4 Desember 2012; (3) memiliki … 8 (3) memiliki peringkat paling kurang 3 (tiga) peringkat (notch) teratas pada 1 (satu) tahun terakhir berdasarkan hasil penilaian lembaga pemeringkat yang diakui oleh Bank Indonesia sesuai ketentuan Bank Indonesia yang berlaku. Contoh lembaga pemeringkat dan peringkat yang diakui Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I; dan (4) hasil pemeringkatan terkini Obligasi Korporasi disampaikan ke Bank Indonesia bersamaan dengan pengajuan permohonan FPJP, paling kurang dari 1 (satu) lembaga pemeringkat yang diakui oleh Bank Indonesia sesuai ketentuan Bank Indonesia yang berlaku. b) Jangka waktu pengikatan agunan Obligasi Korporasi ditetapkan selama jangka waktu FPJP ditambah 10 (sepuluh) hari kerja. c) Dalam hal terjadi pelunasan FPJP, maka pengagunan FPJP berupa Obligasi Korporasi dilepas (release) paling lama 1 (satu) hari kerja setelah FPJP dilunasi. d) Dalam hal terjadi perpanjangan FPJP dan digunakan agunan yang sama, maka pengagunan FPJP diperpanjang pada saat FPJP jatuh tempo. e) Nilai agunan Obligasi Korporasi ditetapkan paling rendah sebesar 120% (seratus dua puluh persen) dari plafon FPJP, dengan perhitungan sebagaimana dimaksud pada butir IV.3. 3) Untuk … 9 3) Untuk agunan berupa Aset Kredit: a) Persyaratan: (1) kualitas tergolong lancar selama paling singkat 12 (dua belas) bulan terakhir berturut-turut; Informasi mengenai Aset Kredit yang mempunyai kualitas lancar diperoleh dari laporan kualitas kredit yang disampaikan Bank ke dalam Sistem Informasi Debitur (SID) dan informasi lain yang dimiliki oleh Bank Indonesia. Dalam hal terdapat perbedaan penilaian kualitas Aset Kredit antara yang telah dilaporkan Bank dengan penilaian oleh Bank Indonesia, maka kualitas Aset Kredit yang digunakan adalah berdasarkan penilaian kualitas Aset Kredit oleh Bank Indonesia; (2) bukan berupa kredit konsumsi kecuali Kredit Pemilikan Rumah (KPR); (3) kredit dijamin dengan agunan tanah dan/atau bangunan yang memiliki nilai paling rendah 140% (seratus empat puluh persen) dari plafon kredit. Agunan kredit tersebut sudah dinilai oleh penilai independen dengan mekanisme sesuai ketentuan mengenai penilaian kualitas aset bank umum; (4) bukan merupakan kredit kepada pihak terkait Bank sesuai dengan kriteria sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) Bank Umum pada saat diberikan; (5) kredit belum pernah direkstrukturisasi; (6) sisa … 10 (6) sisa jangka waktu jatuh tempo kredit paling singkat 12 (dua belas) bulan sejak tanggal persetujuan FPJP; (7) baki debet (outstanding) kredit tidak melebihi plafon kredit dan tidak melanggar BMPK; dan (8) memiliki perjanjian kredit dan pengikatan agunan yang mempunyai kekuatan hukum sesuai ketentuan yang berlaku. b) Nilai agunan Aset Kredit ditetapkan paling rendah sebesar 200% (dua ratus persen) dari plafon FPJP, yang dihitung berdasarkan baki debet (outstanding) Aset Kredit, dengan perhitungan sebagaimana dimaksud pada butir IV.4. c) Pengikatan agunan berupa Aset Kredit dilakukan dengan fidusia yang mencakup hak tagih Bank yang timbul dari perjanjian kredit antara Bank dengan debitur. d) Dalam rangka memenuhi persyaratan agunan FPJP berupa Aset Kredit, Bank harus melakukan hal-hal sebagai berikut: (1) memelihara dan menatausahakan daftar Aset Kredit beserta dokumen-dokumen pendukungnya yang sewaktu-waktu dapat digunakan sebagai agunan FPJP; (2) daftar Aset Kredit sebagaimana dimaksud pada angka (1) disampaikan setiap 6 (enam) bulan sekali yaitu untuk posisi akhir bulan Juni dan akhir bulan Desember, paling lambat tanggal 15 setelah posisi akhir bulan yang bersangkutan; (3) dalam … 11 (3) dalam hal diperlukan, Bank Indonesia cq. Departemen Pengawasan Bank terkait atau Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat dapat meminta Bank untuk menyampaikan dokumen pendukung antara lain fotokopi perjanjian kredit, fotokopi bukti pengikatan agunan Aset Kredit dan/atau fotokopi bukti kepemilikan atas aset yang menjadi agunan kredit Bank; (4) dalam hal menurut Bank Indonesia cq. Departemen Pengawasan Bank terkait atau Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat, Aset Kredit yang tercantum dalam daftar Aset Kredit yang diajukan oleh Bank sebelumnya tidak memenuhi persyaratan agunan FPJP, Bank Indonesia akan mengembalikan dokumen pendukung Aset Kredit yang tidak memenuhi persyaratan FPJP yang telah disampaikan Bank; (5) Bank Indonesia meminta Bank untuk menyampaikan tambahan dokumen Aset Kredit lainnya dalam rangka mengantisipasi penurunan nilai, penggantian agunan, dan/atau penambahan plafon FPJP, yang akan dijadikan agunan dalam rangka FPJP. e. Agunan FPJP sebagaimana dimaksud pada butir 2.a, berlaku ketentuan sebagai berikut: 1) bebas dari segala bentuk perikatan, sengketa, dan tidak sedang dijaminkan kepada pihak lain dan/atau Bank Indonesia, yang dinyatakan dalam surat pernyataan Bank kepada Bank Indonesia; 2) dilarang … 12 2) dilarang diperjualbelikan dan/atau dijaminkan; 3) Bank wajib melakukan penilaian terhadap agunan FPJP secara berkala setiap hari; 4) Bank wajib mengganti dan/atau menambah agunan FPJP selama periode FPJP apabila: a) tidak memenuhi kondisi-kondisi sebagaimana dimaksud pada angka 1) dan angka 2); b) terjadi perbedaan penilaian agunan antara Bank dengan Bank Indonesia; c) terjadi penurunan nilai surat berharga berupa SBN dan Obligasi Korporasi; d) Aset Kredit yang diagunkan tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada butir d.3).a) dan/atau terjadi penurunan nilai Aset Kredit; dan/atau e) setelah memperoleh FPJP yang dijamin dengan sebagian atau seluruhnya dengan Aset Kredit, Bank memiliki surat berharga yang memenuhi syarat untuk menjadi agunan FPJP. f. Untuk keperluan perpanjangan FPJP, agunan FPJP dapat dijaminkan kembali. g. Pengikatan agunan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. III. PENGAJUAN FPJP 1. Permohonan Awal FPJP a. Bank dapat mengajukan permohonan FPJP paling cepat 7 (tujuh) hari kerja sebelum rencana kebutuhan FPJP pada setiap hari kerja pukul 08.30 WIB sampai dengan 12.00 WIB. b. Bank … 13 b. Bank Indonesia akan memproses permohonan FPJP setelah dokumen permohonan FPJP diterima secara lengkap. c. Permohonan FPJP disampaikan kepada Bank Indonesia melalui surat yang ditandatangani oleh Direksi Bank dan diketahui oleh Dewan Komisaris, sebagaimana contoh pada Lampiran II.a, dilengkapi dengan dokumen: 1) Surat Pernyataan yang ditandatangani oleh Direksi Bank, yang terdiri atas: a) surat pernyataan bahwa Bank mengalami kesulitan likuiditas disertai dengan penjelasan mengenai penyebab dialaminya kesulitan likuiditas dan upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi kesulitan likuiditas, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.b; b) surat pernyataan bahwa seluruh aset yang menjadi agunan FPJP tidak sedang dijaminkan kepada pihak lain, tidak di bawah sitaan, tidak tersangkut dalam suatu perkara atau sengketa dan memenuhi seluruh persyaratan agunan FPJP sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) tentang FPJP bagi Bank Umum, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.c; c) surat pernyataan kesanggupan Bank untuk membayar segala kewajiban terkait FPJP pada saat jatuh tempo, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.d; dan d) surat pernyataan Bank mengenai kebenaran, kelengkapan data dan dokumen yang disampaikan termasuk namun tidak terbatas pada kualitas kredit dan agunan yang menyertainya, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.e; 2) Surat … 14 2) Surat persetujuan dari Dewan Komisaris atau dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), mengenai penggunaan seluruh aset bank sebagai agunan FPJP sesuai dengan Anggaran Dasar Bank dan perundang-undangan yang berlaku; 3) Dokumen pendukung perhitungan atas rasio KPMM; 4) Dokumen yang mendukung jumlah kebutuhan likuiditas, paling kurang berupa proyeksi arus kas paling lama 14 (empat belas) hari ke depan dengan contoh format proyeksi arus kas sebagaimana contoh pada Lampiran III dan dokumen lain sesuai permintaan Bank Indonesia; 5) Daftar aset yang menjadi agunan FPJP sebagaimana contoh pada: a) Lampiran IV.a, untuk agunan FPJP berupa SBI, SBIS, SBN dan/atau Obligasi Korporasi; dan b) Lampiran IV.b, untuk agunan FPJP berupa Aset Kredit; 6) Dalam hal agunan FPJP berupa SBI dan/atau SBN, dilengkapi dengan bukti bahwa SBI dan/atau SBN telah diagunkan kepada Bank Indonesia, yaitu berupa print-out hasil pengagunan di BI-SSSS; 7) Dalam hal agunan FPJP berupa Obligasi Korporasi, dilengkapi dengan: a) bukti bahwa Obligasi Korporasi telah diagunkan kepada Bank Indonesia yang berasal dari otoritas penatausahaan surat berharga dimaksud; dan b) hasil pemeringkatan dari lembaga pemeringkat yang diakui oleh Bank Indonesia. 8) Dalam … 15 8) Dalam hal agunan FPJP berupa Aset Kredit, dilengkapi dengan: a) Surat Pernyataan Agunan berupa Aset Kredit, sebagaimana contoh pada Lampiran V, yang telah ditandatangani oleh Direksi atau Pejabat Bank yang berwenang sesuai dengan Anggaran Dasar Bank yang memuat pernyataan: (1) bahwa Aset Kredit yang diajukan bukan kredit konsumsi kecuali KPR; (2) bahwa Aset Kredit dijamin dengan agunan tanah dan/atau bangunan yang memiliki nilai paling rendah 140% (seratus empat puluh persen) dari plafon kredit. Aset Kredit tersebut sudah dinilai oleh penilai independen dengan mekanisme sesuai ketentuan mengenai penilaian kualitas aset bank umum; (3) bahwa sisa jangka waktu jatuh tempo kredit paling singkat 12 (dua belas) bulan sejak penandatanganan FPJP; (4) bahwa baki debet (outstanding) kredit tidak melebihi plafon kredit dan BMPK pada saat FPJP diberikan; (5) bahwa Aset Kredit yang diagunkan memiliki perjanjian kredit dan pengikatan agunan yang mempunyai kekuatan hukum; (6) bahwa Aset Kredit yang diagunkan bukan merupakan kredit kepada pihak terkait Bank; (7) bahwa kualitas Aset Kredit yang diajukan untuk menjadi agunan FPJP adalah benar tergolong kualitas lancar paling singkat 12 (dua belas) bulan terakhir berturut-turut; (8) bahwa … 16 (8) bahwa Aset Kredit belum pernah direstrukturisasi; dan (9) bahwa pernyataan sebagaimana dimaksud pada angka (1) sampai dengan angka (8) berlaku pula dalam hal terjadi penambahan dan/atau penggantian agunan FPJP. b) dokumen asli perjanjian kredit antara Bank dan debitur beserta seluruh perubahannya; c) dokumen asli pengikatan agunan atas perjanjian kredit antara Bank dan debitur beserta seluruh perubahannya; d) dokumen asli bukti kepemilikan agunan yang menjadi jaminan kredit Bank; e) dokumen asli hasil penilaian agunan oleh lembaga penilai independen paling lama 6 (enam) bulan terakhir dari tanggal pengajuan permohonan FPJP; dan f) dokumen asli polis asuransi agunan Aset Kredit, jika ada. d. Mekanisme pelaksanaan pengagunan sebagaimana dimaksud pada butir c.6) dilakukan sesuai mekanisme setelmen transaksi agunan pada ketentuan BI-SSSS. e. Dalam hal agunan FPJP berupa SBIS, Bank menyampaikan surat pernyataan yang menyatakan bahwa SBIS yang menjadi agunan FPJP tidak akan digunakan untuk kepentingan lain selain FPJP, yang ditandatangani oleh Direktur yang membawahi Unit Usaha Syariah. f. Surat … 17 f. Surat permohonan FPJP yang dilengkapi dengan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada butir 1.c.1) sampai dengan butir 1.c.5), disampaikan kepada Gubernur Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, dengan tembusan kepada Departemen Pengawasan Bank terkait; atau Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri dalam hal Bank yang mengajukan FPJP berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri. g. Dokumen Aset Kredit sebagaimana dimaksud pada butir 1.c.8) disampaikan kepada : 1) Departemen Pengawasan Bank terkait; atau 2) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat, dalam hal Bank yang mengajukan FPJP berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri. 2. Permohonan Perpanjangan FPJP a. Apabila pada saat FPJP jatuh tempo Bank belum dapat melunasi pokok FPJP, Bank dapat memperpanjang FPJP dengan perubahan jangka waktu dan/atau plafon FPJP sesuai kebutuhan. b. Permohonan perpanjangan FPJP yang jatuh tempo dilakukan dengan persyaratan sebagai berikut: 1) Bank melunasi biaya bunga FPJP jatuh tempo terlebih dahulu; 2) Bank tidak dapat memenuhi kewajiban GWM berdasarkan perkiraan arus kas selama 14 (empat belas) hari ke depan; 3) Bank memiliki agunan yang nilainya mencukupi dan memenuhi persyaratan sebagaimana ketentuan Surat Edaran Bank Indonesia ini; 4) Bank … 18 4) Bank memiliki rasio KPMM paling rendah 8% (delapan persen) dan memenuhi modal sesuai dengan profil risiko Bank berdasarkan perhitungan Bank Indonesia; dan 5) Bank belum menggunakan FPJP selama 90 (sembilan puluh) hari berturut-turut. c. Besarnya jumlah plafon perpanjangan diperhitungkan dengan nilai pokok FPJP jatuh tempo dengan tetap memenuhi persyaratan FPJP sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini. d. Pengajuan permohonan perpanjangan FPJP: 1) Bank dapat mengajukan permohonan perpanjangan FPJP pada setiap hari kerja pukul 08.30 WIB sampai dengan 12.00 WIB. 2) Bank menyampaikan surat permohonan perpanjangan FPJP paling lambat 3 (tiga) hari kerja sebelum tanggal jatuh tempo FPJP. 3) Permohonan perpanjangan FPJP sebagaimana dimaksud pada huruf a disampaikan melalui Surat Permohonan Perpanjangan FPJP sebagaimana contoh pada Lampiran II.a, dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud pada butir 1.c.1) sampai dengan butir 1.c.8). e. Dalam rangka perpanjangan FPJP, Bank dapat menggunakan agunan yang telah diagunkan sebelumnya, sepanjang agunan dimaksud masih memenuhi persyaratan FPJP dan nilainya mencukupi. f. Pelaksanaan pengagunan kembali sebagaimana dimaksud pada huruf e, berlaku ketentuan sebagai berikut: 1) untuk … 19 1) untuk agunan berupa SBI dan/atau SBN, dilakukan sesuai dengan mekanisme setelmen transaksi agunan pada ketentuan BI-SSSS dan dilaksanakan paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum pengajuan perpanjangan FPJP. 2) untuk agunan berupa SBIS, Bank menyampaikan surat pernyataan yang menyatakan bahwa SBIS yang menjadi agunan FPJP tidak akan digunakan untuk kepentingan lain selain FPJP, yang ditandatangani oleh Direktur yang membawahi Unit Usaha Syariah. g. Pemenuhan dokumen Aset Kredit yang telah diagunkan sebagaimana dimaksud pada butir 1.c.8) huruf b), huruf d), huruf e), dan huruf f) hanya dilakukan dalam hal terdapat perubahan agunan berupa Aset Kredit. h. Bank menyampaikan daftar Aset Kredit yang menjadi agunan FPJP dengan ketentuan, yaitu: 1) dalam hal tidak terdapat perubahan agunan Aset Kredit, Bank cukup menyampaikan daftar Aset Kredit yang menjadi agunan FPJP dengan format sebagaimana Lampiran IV.b; atau 2) dalam hal terdapat perubahan agunan Aset Kredit, Bank cukup menyampaikan daftar Aset Kredit yang menjadi agunan FPJP dengan format sebagaimana Lampiran IV.c. i. Surat … 20 i. Surat permohonan perpanjangan FPJP yang dilengkapi dengan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada huruf d disampaikan kepada Gubernur Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, dengan tembusan kepada Departemen Pengawasan Bank terkait; atau Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri dalam hal Bank yang mengajukan FPJP berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri. 3. Dokumen Aset Kredit sebagaimana dimaksud pada butir 2.h disampaikan kepada: a. Departemen Pengawasan Bank terkait; atau b. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat, dalam hal Bank yang mengajukan FPJP berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri. 4. Permohonan Penambahan Plafon FPJP a. Apabila diperlukan, selama masa periode FPJP Bank dapat mengajukan penambahan plafon FPJP sesuai kebutuhan. b. Penambahan plafon FPJP dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Bank tidak dapat memenuhi kewajiban GWM berdasarkan perkiraan arus kas selama periode FPJP; 2) Bank memiliki agunan yang nilainya mencukupi dan memenuhi persyaratan sebagaimana ketentuan Surat Edaran ini; dan 3) Bank memiliki rasio KPMM paling rendah 8% (delapan persen) dan memenuhi modal sesuai dengan profil risiko Bank berdasarkan perhitungan Bank Indonesia. c. Pengajuan… 21 c. Pengajuan permohonan: 1) Bank dapat mengajukan permohonan penambahan plafon FPJP pada setiap hari kerja pukul 08.30 WIB sampai dengan 12.00 WIB selama periode FPJP. 2) Bank menyampaikan surat permohonan penambahan FPJP paling lambat 3 (tiga) hari kerja sebelum tanggal jatuh tempo FPJP. 3) Surat Permohonan Penambahan FPJP sebagaimana contoh pada Lampiran VI, yang dilengkapi dengan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam butir 1.c sampai dengan 1.f, disampaikan kepada Gubernur Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, dengan tembusan kepada Departemen Pengawasan Bank terkait; atau Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri dalam hal Bank yang mengajukan permohonan penambahan FPJP berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri. 4) Dalam hal penambahan plafon FPJP dijamin dengan agunan berupa Aset Kredit, dokumen Aset Kredit disampaikan kepada: a) Departemen Pengawasan Bank terkait; atau b) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat, dalam hal Bank yang mengajukan FPJP berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri. IV. PERHITUNGAN… 22 IV. PERHITUNGAN NILAI AGUNAN FPJP Perhitungan nilai agunan FPJP dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Agunan berupa SBI dan/atau SBIS a. Nilai agunan ditetapkan berdasarkan pada nilai jual SBI dan/atau nilai nominal SBIS pada saat permohonan awal, permohonan penambahan dan/atau perpanjangan FPJP disetujui. b. Nilai jual SBI dan/atau nilai nominal SBIS sebagaimana dimaksud pada huruf a dihitung berdasarkan nominal dan harga setiap seri SBI dan/atau nilai nominal SBIS yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yang tercantum dalam BI- SSSS, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai operasi moneter. c. Harga setiap seri SBI dan/atau SBIS ditetapkan oleh Bank Indonesia dengan mempertimbangkan rata-rata tertimbang tingkat diskonto saat penerbitan dan/atau tingkat imbalan dan sisa jangka waktu setiap seri SBI dan/atau SBIS, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai operasi moneter. 2. Agunan berupa SBN a. Nilai agunan ditetapkan berdasarkan nilai pasar SBN pada saat permohonan FPJP disetujui. b. Nilai pasar SBN dihitung berdasarkan nominal dan harga setiap seri SBN yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yang tercantum dalam BI-SSSS, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai operasi moneter. c. Harga … 23 c. Harga setiap seri SBN ditetapkan oleh Bank Indonesia dengan mempertimbangkan harga pasar masing-masing jenis dan seri SBN yang diagunkan, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai operasi moneter. 3. Agunan berupa Obligasi Korporasi a. Nilai agunan ditetapkan berdasarkan pada nilai pasar Obligasi Korporasi pada saat permohonan FPJP disetujui. b. Besarnya nilai agunan sebagaimana dimaksud pada huruf a ditetapkan sebesar: 1) 120% (seratus dua puluh persen) dari plafon FPJP yang dijamin dengan Obligasi Korporasi yang diterbitkan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan/atau dijamin oleh pemerintah pusat, dengan peringkat teratas berdasarkan penilaian lembaga pemeringkat yang diakui oleh Bank Indonesia. 2) 135% (seratus tiga puluh lima persen) dari plafon FPJP yang dijamin dengan Obligasi Korporasi yang diterbitkan oleh pemerintah daerah, badan hukum lainnya selain BUMN, dengan peringkat teratas berdasarkan penilaian lembaga pemeringkat yang diakui oleh Bank Indonesia. 3) 140% (seratus empat puluh persen) dari plafon FPJP yang dijamin dengan Obligasi Korporasi, dengan peringkat ke-2 (dua) teratas berdasarkan penilaian lembaga pemeringkat yang diakui oleh Bank Indonesia. 4) 145% (seratus empat puluh lima persen) dari plafon FPJP yang dijamin dengan Obligasi Korporasi, dengan peringkat ke-3 (tiga) teratas berdasarkan penilaian lembaga pemeringkat yang diakui oleh Bank Indonesia. c. Nilai… 24 c. Nilai pasar Obligasi Korporasi sebagaimana dimaksud pada huruf a dihitung berdasarkan harga penutupan terkini di Bursa Efek Indonesia dalam 30 (tiga puluh) hari kalender terakhir. d. Perhitungan nilai agunan dalam bentuk SBI, SBIS, SBN, dan/atau Obligasi Korporasi sebagaimana contoh pada Lampiran VII. 4. Agunan berupa Aset Kredit a. Nilai agunan ditetapkan berdasarkan nilai baki debet Aset Kredit 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal permohonan FPJP. b. Besarnya nilai agunan sebagaimana dimaksud pada huruf a ditetapkan 200% (dua ratus persen) dari plafon FPJP yang dijamin dengan Aset Kredit. c. Apabila terdapat kredit dalam valuta asing, maka konversi ke dalam mata uang Rupiah dilakukan dengan kurs tengah Bank Indonesia 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal permohonan awal, penambahan dan/atau perpanjangan FPJP. V. PERSETUJUAN FPJP 1. Bank Indonesia dalam memberikan persetujuan atau penolakan FPJP melakukan verifikasi dan analisis atas dokumen persyaratan pengajuan permohonan FPJP sebagaimana dimaksud dalam angka III serta informasi lain yang dimiliki Bank Indonesia. 2. Bank Indonesia dapat meminta informasi lain kepada Bank dalam rangka melakukan verifikasi dan analisis atas dokumen persyaratan pengajuan permohonan FPJP. 3. Bank Indonesia menyetujui permohonan awal, penambahan dan/atau perpanjangan FPJP dalam hal: a. Bank… 25 a. Bank telah memenuhi persyaratan dan kelengkapan dokumen permohonan awal, penambahan dan/atau perpanjangan FPJP sebagaimana ketentuan Surat Edaran Bank Indonesia ini; b. Berdasarkan analisis Bank Indonesia, diperkirakan bahwa Bank tidak dapat memenuhi kewajiban GWM berdasarkan perkiraan arus kas yang disampaikan oleh Bank. 4. Dalam hal permohonan awal, penambahan dan/atau perpanjangan FPJP disetujui oleh Bank Indonesia: a. Bank meminta notaris untuk mempersiapkan Akta Perjanjian Pemberian FPJP, Akta Gadai, dan/atau Akta Jaminan Fidusia sebagaimana contoh pada Lampiran VIII, Lampiran IX, dan Lampiran X; b. Bank harus membuka rekening penampungan (escrow account) di Bank yang bersangkutan untuk menampung angsuran pokok dan segala pendapatan yang diperoleh dari surat berharga dan hak tagih Bank atas Aset Kredit yang menjadi agunan FPJP, antara lain namun tidak terbatas pada penerimaan kupon, pendapatan bunga, klaim asuransi kredit; dan c. Bank membuat surat kuasa pencairan rekening penampungan (escrow account) kepada Bank Indonesia sebagai bagian dari Akta Perjanjian Pemberian FPJP sebagaimana dimaksud pada huruf a. 5. Akta sebagaimana dimaksud pada butir 4.a ditandatangani oleh Direksi Bank yang berwenang sesuai dengan Anggaran Dasar Bank bersangkutan dan Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia yang membawahi pengawasan Bank. 6. Bank… 26 6. Bank Indonesia menolak permohonan awal, penambahan dan/atau perpanjangan FPJP yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada angka 3. 7. Bank Indonesia memberitahukan persetujuan atau penolakan atas permohonan awal, penambahan dan/atau perpanjangan FPJP kepada Bank melalui surat. VI. PELAKSANAAN PEMBERIAN FPJP 1. Pengikatan dan Penandatanganan FPJP a. Dalam hal Bank Indonesia menyetujui permohonan awal FPJP, Bank Indonesia dan Bank menandatangani: 1) akta perjanjian pemberian FPJP; dan 2) akta gadai dan/atau akta jaminan fidusia. b. Dalam hal Bank Indonesia menyetujui permohonan penambahan dan/atau perpanjangan FPJP, Bank Indonesia dan Bank menandatangani: 1) addendum akta perjanjian pemberian FPJP; dan 2) perubahan akta pengikatan agunan. c. Penandatanganan akta sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b dilakukan bersamaan dengan penandatanganan akta perjanjian pemberian FPJP atau addendum akta perjanjian FPJP. d. Akta jaminan fidusia didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia di tempat kedudukan Bank pemberi fidusia oleh notaris yang ditunjuk oleh Bank. 2. Penatausahaan dokumen Aset Kredit a. Dokumen Aset Kredit sebagaimana dimaksud pada butir III.1.c.8) yang menjadi agunan FPJP ditatausahakan oleh Bank Indonesia. b. Dalam… 27 b. Dalam rangka penatausahaan dokumen oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada huruf a, Bank Indonesia dapat menugaskan pihak lain untuk melakukan penatausahaan dokumen Aset Kredit atas beban biaya Bank. c. Dalam hal dokumen disimpan oleh pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia, maka pihak lain tersebut harus memelihara kelengkapan dan keamanan dokumen. 3. Pencairan FPJP a. Dalam hal permohonan FPJP disetujui, Bank Indonesia akan mencairkan pemberian FPJP sebesar kekurangan GWM yang dihitung berdasarkan posisi harian saldo giro Bank pada saat pre cut off Sistem BI-RTGS dengan mengkredit Rekening Giro Rupiah Bank yang bersangkutan di Bank Indonesia. b. Pencairan pemberian FPJP sebagaimana dimaksud pada huruf a dilakukan setelah pre cut off sistem BI-RTGS. c. Pencairan pemberian FPJP sebagaimana dimaksud pada huruf a dilakukan sepanjang tidak melebihi plafon FPJP yang disetujui. 4. Pemantauan FPJP a. Penggunaan FPJP Bank harus menyampaikan laporan kepada Bank Indonesia cq. Departemen Pengawasan Bank terkait atau Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri mengenai penggunaan FPJP dan kondisi likuiditas Bank pada setiap akhir hari kerja. b. Rasio KPMM 1) Bank melakukan perhitungan rasio KPMM secara harian selama periode pemberian FPJP. 2) Bank … 28 2) Bank menyampaikan hasil perhitungan rasio tersebut kepada Bank Indonesia setiap hari untuk posisi data 2 (dua) hari kerja sebelumnya (T-2). 3) Penyampaian hasil perhitungan tersebut disertai dengan dokumen pendukung perhitungan. 4) Hasil perhitungan dan dokumen pendukung rasio KPMM disampaikan kepada Bank Indonesia c.q. Departemen Pengawasan Bank terkait atau Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setiap hari kerja paling lambat pada pukul 12.00 WIB. c. Agunan FPJP 1) Bank melakukan penilaian dan pemantauan pemenuhan persyaratan agunan terhadap seluruh agunan FPJP secara harian. 2) Bank menyampaikan hasil penilaian agunan FPJP berupa SBI, SBIS, SBN, Obligasi Korporasi dan/atau Aset Kredit kepada Bank Indonesia setiap hari kerja. 3) Penyampaian hasil penilaian agunan sebagaimana dimaksud pada angka 2) disertai dengan laporan posisi kepemilikan seluruh SBI, SBIS, SBN, dan/atau Obligasi Korporasi yang dimiliki oleh Bank pada akhir hari kerja sebelumnya, termasuk penyampaian laporan posisi saldo escrow account. 4) Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada angka 3) disampaikan paling lambat pukul 12.00 WIB, dengan ketentuan sebagai berikut: a) Hasil … 29 a) Hasil penilaian SBI, SBIS, SBN dan/atau Obligasi Korporasi disampaikan dalam bentuk hardcopy yang didahului dengan faksimili dengan format laporan sebagaimana contoh pada Lampiran XI.a kepada: (1) Departemen Pengelolaan Moneter cq. Grup Operasi Moneter, dengan tembusan kepada Departemen Pengawasan Bank terkait; atau (2) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat dengan tembusan kepada Departemen Pengelolaan Moneter cq. Grup Operasi Moneter dan Departemen Pengawasan Bank terkait, dalam hal Bank yang mengajukan FPJP berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri. b) Hasil penilaian Aset Kredit disampaikan dalam bentuk hardcopy yang didahului dengan faksimili dan softcopy dalam format Microsoft Excel dengan format laporan sebagaimana contoh pada Lampiran XI.b kepada: (1) Departemen Pengawasan Bank terkait dengan tembusan kepada Departemen Kredit, BPR dan UMKM dan Departemen Pengelolaan Moneter cq. Grup Operasi Moneter; atau (2) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat dengan tembusan kepada Departemen Pengawasan Bank terkait, dalam hal Bank yang mengajukan FPJP berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri. 5) Dalam … 30 5) Dalam hal terdapat perbedaan perhitungan nilai agunan FPJP oleh Bank dibandingkan dengan hasil penilaian oleh Bank Indonesia maka yang digunakan adalah hasil penilaian oleh Bank Indonesia. 6) Dalam hal berdasarkan penilaian dan pemantauan agunan FPJP sebagaimana dimaksud pada angka 1), agunan yang disampaikan oleh Bank tidak memenuhi persyaratan, dan /atau Bank memiliki surat berharga yang memenuhi persyaratan setelah Bank memperoleh FPJP, Bank harus menambah dan/atau mengganti agunan FPJP sehingga nilai agunan FPJP sesuai dengan persyaratan sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini. 7) Dalam hal Bank melakukan penambahan dan/atau penggantian agunan FPJP, Bank wajib melengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud pada butir III.1.c.5), butir III.1.c.6), butir III.1.c.7) dan butir III.1.c.8).b) sampai dengan butir III.1.c.8).f). 8) Bank meminta notaris untuk mempersiapkan perubahan akta pengikatan yang ditandatangani oleh Direksi Bank yang berwenang sesuai dengan Anggaran Dasar Bank bersangkutan dan Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia yang membawahi pengawasan Bank. 9) Dalam hal penambahan dan/atau penggantian agunan disebabkan oleh perbedaan nilai agunan sebagaimana dimaksud pada angka 5) dan/atau atas permintaan Bank Indonesia, maka: a) Bank harus melengkapi dokumen penambahan dan/atau penggantian agunan paling lambat pukul 15.00 WIB pada hari kerja yang sama; dan b) Melakukan … 31 b) Melakukan perubahan Akta Perjanjian Pemberian FPJP secara notariil pada hari kerja yang sama. 10) Dokumen penambahan dan/atau penggantian agunan berupa SBI, SBIS, SBN, dan/atau Obligasi Korporasi disampaikan kepada: a) Departemen Pengelolaan Moneter cq. Grup Operasi Moneter dengan tembusan kepada Departemen Pengawasan Bank terkait; atau b) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat dengan tembusan kepada Departemen Pengelolaan Moneter cq. Grup Operasi Moneter dan Departemen Pengawasan Bank terkait, dalam hal Bank yang mengajukan FPJP berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri. 11) Dokumen penambahan dan/atau penggantian agunan berupa Aset Kredit disampaikan kepada: a) Departemen Pengawasan Bank terkait; atau b) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat, dalam hal Bank yang mengajukan FPJP berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri. d. Penghentian pencairan FPJP 1) Bank Indonesia akan menghentikan pencairan FPJP dalam hal: a) hasil perhitungan rasio KPMM bank di bawah 8% (delapan persen); b) terjadi penurunan nilai agunan FPJP dengan kondisi sebagai berikut: (1) Bank … 32 (1) Bank tidak dapat menyerahkan agunan untuk menambah dan/atau mengganti agunan FPJP setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada butir c.9).a) berakhir; dan (2) Bank masih memiliki sisa plafon yang belum digunakan lebih besar daripada penurunan nilai agunannya. 2) Penghentian pencairan FPJP sebagaimana dimaksud pada butir 1).a dilakukan pada hari yang sama dengan penerimaan laporan perhitungan rasio KPMM. 3) Penghentian pencairan FPJP sebagaimana dimaksud pada butir 1).b dilakukan pada hari kerja yang sama dengan hasil laporan penilaian agunan. 4) Penghentian pencairan FPJP sebagaimana dimaksud pada angka 1) dilakukan sampai dengan FPJP jatuh tempo. e. Pengakhiran FPJP Bank Indonesia akan mengakhiri perjanjian FPJP dalam hal: 1) terjadi penurunan nilai agunan pada saat periode penghentian pencairan FPJP sebagaimana dimaksud pada huruf d sehingga nilai sisa plafon lebih kecil dibandingkan dengan nilai penurunan agunan; 2) terjadi penurunan nilai agunan FPJP dengan kondisi sebagai berikut: a) Bank tidak dapat menyerahkan agunan untuk menambah dan/atau mengganti agunan FPJP setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada butir c.9) berakhir; dan b). Bank … 33 b) Bank masih memiliki sisa plafon yang belum digunakan lebih kecil daripada penurunan nilai agunannya atau Bank sudah menggunakan seluruh plafon FPJP. VII. PELUNASAN FPJP 1. Apabila selama jangka waktu pemberian FPJP saldo rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia melebihi kewajiban GWM, Bank Indonesia akan mendebet rekening giro Rupiah Bank sebesar kelebihan GWM tersebut sebagai pelunasan keseluruhan atau sebagian nilai pokok FPJP. 2. Pada saat FPJP jatuh tempo, Bank Indonesia mendebet Rekening Giro Rupiah Bank di Bank Indonesia dengan mendahulukan pembayaran biaya bunga FPJP kemudian pelunasan pokok FPJP. 3. Pendebetan sebagaimana dimaksud pada angka 2 dilakukan oleh Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS sebesar biaya bunga FPJP jatuh tempo yang dilakukan pada awal hari dan pendebetan sebesar pokok FPJP jatuh tempo yang dilakukan paling cepat pada pukul 16.00 WIB. 4. Dalam hal saldo Rekening Giro Rupiah Bank di Bank Indonesia tidak mencukupi untuk melunasi biaya bunga FPJP dan/atau pokok FPJP yang jatuh tempo sampai dengan cut off warning Sistem BI-RTGS, maka Bank Indonesia mendebet Rekening Giro Rupiah Bank di Bank Indonesia sampai dengan Rekening Giro Rupiah Bank bersaldo nihil. 5. Untuk … 34 5. Untuk memenuhi kekurangan pelunasan FPJP sebagaimana dimaksud pada angka 4, Bank Indonesia melakukan eksekusi agunan dan mencairkan rekening penampungan sebagaimana dimaksud pada butir V.4.b berdasarkan surat kuasa yang diberikan Bank kepada Bank Indonesia. 6. Sepanjang eksekusi agunan belum dilaksanakan atau belum selesai dilaksanakan dan kemudian terdapat dana dalam Rekening Giro Rupiah Bank, maka Bank Indonesia mendebet Rekening Giro Rupiah Bank tersebut untuk melunasi FPJP. VIII. EKSEKUSI AGUNAN FPJP 1. Bank Indonesia melakukan eksekusi agunan FPJP dalam hal: a. FPJP jatuh tempo dan tidak terdapat perpanjangan FPJP, atau perjanjian FPJP diakhiri; dan b. saldo Rekening Giro Rupiah Bank di Bank Indonesia tidak mencukupi untuk melunasi biaya bunga dan/atau nilai pokok FPJP. 2. Eksekusi agunan FPJP dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Eksekusi agunan berupa SBI dan/atau SBIS dilakukan dengan cara mencairkan SBI dan/atau SBIS sebelum jatuh tempo (early redemption). b. Eksekusi agunan berupa SBN dan/atau Obligasi Korporasi dilakukan melalui penjualan agunan oleh Pialang, dengan pengaturan sebagai berikut: 1) Calon pembeli agunan dapat merupakan Bank, perorangan, atau pihak lain. 2) Window … 35 2) Window time penjualan SBN dan/atau Obligasi Korporasi dapat dilakukan antara jam 08.00 WIB sampai dengan jam 16.00 WIB. 3) Bank Indonesia cq. Grup Operasi Moneter-Departemen Pengelolaan Moneter akan mengumumkan rencana penjualan SBN dan/atau Obligasi Korporasi kepada Pialang paling lambat sebelum window time melalui sarana BI-SSSS atau sarana lainnya. 4) Transaksi dilakukan melalui sarana Reuters Monitoring Dealing System (RMDS) atau sarana lainnya. 5) Bank Indonesia cq. Grup Operasi Moneter-Departemen Pengelolaan Moneter akan mengumumkan kepada Pialang mengenai calon pembeli agunan yang penawarannya diterima melalui sarana BI-SSSS atau sarana lainnya. 6) Pialang menginformasikan kepada Bank Indonesia cq. Grup Operasi Moneter-Departemen Pengelolaan Moneter antara lain hal-hal sebagai berikut: a) Sub-Registry bagi calon pembeli agunan selain bank yang penawarannya diterima untuk pelaksanaan setelmen SBN; b) Lembaga kustodian untuk calon pembeli agunan yang penawarannya diterima untuk pelaksanaan setelmen Obligasi Korporasi; c) Bank Pembayar bagi calon pembeli agunan selain bank yang penawarannya diterima untuk pelaksanaan setelmen dana. 7) Calon pembeli yang penawarannya diterima yang merupakan Bank dan Bank Pembayar yang ditunjuk wajib menyediakan dana di Rekening Giro di Bank Indonesia. 8) Bank … 36 8) Bank Indonesia melakukan setelmen paling lambat pada 5 (lima) hari kerja (T+5) setelah pengumuman dengan mendebet rekening giro Bank atau Bank Pembayar yang ditunjuk bagi calon pembeli agunan selain Bank. 9) Dalam hal agunan berupa SBN dan/atau Obligasi Korporasi tidak terjual dan saldo Rekening Giro Rupiah Bank di Bank Indonesia tidak mencukupi sampai dengan berakhirnya jangka waktu pengikatan agunan Obligasi Korporasi (jangka waktu FPJP ditambah 10 (sepuluh) hari kerja), Bank Indonesia meminta Bank untuk memperpanjang jangka waktu pengikatan pengagunan Obligasi Korporasi sampai dengan Bank dapat melunasi pokok FPJP ditambah biaya bunga FPJP dan biaya lain terkait dengan pemberian FPJP. c. Eksekusi agunan berupa Aset Kredit, dilakukan dengan mekanisme sebagai berikut: 1) Eksekusi agunan dapat dilakukan dengan cara: a) menjual hak tagih atas dasar Sertifikat Jaminan Fidusia; b) menjual hak tagih atas kekuasaan penerima fidusia sendiri melalui pelelangan umum; atau c) menjual di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan pemberi dan penerima fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak. 2) Pelaksanaan eksekusi agunan sebagaimana dimaksud pada angka 1) berpedoman pada ketentuan perundang- undangan yang mengatur mengenai jaminan fidusia. 3) Dalam … 37 3) Dalam hal eksekusi penjualan dibawah tangan dilakukan oleh Bank, maka Bank harus menyampaikan rencana pelaksanaan eksekusi agunan berupa hak tagih atas Aset Kredit tersebut serta melaporkan realisasi eksekusi agunan dimaksud kepada Bank Indonesia cq. Departemen Kredit, BPR dan UMKM atau Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri dengan tembusan kepada Bank Indonesia cq. Departemen Pengawasan Bank terkait dan Departemen Pengelolaan Moneter. 4) Dalam hal dilakukan eksekusi agunan Aset Kredit, Bank wajib menginformasikan pengalihan tagihan kredit kepada masing-masing debitur, berdasarkan surat pemberitahuan dari Bank Indonesia. 3. Hasil eksekusi agunan FPJP disetorkan ke rekening hasil eksekusi agunan FPJP di Bank Indonesia. 4. Selama agunan belum dapat dieksekusi, Bank tetap dikenakan biaya bunga FPJP yang besarnya dihitung berdasarkan saldo FPJP yang belum dilunasi dan tingkat bunga FPJP terakhir. 5. Hasil eksekusi agunan diperhitungkan sebagai pelunasan FPJP yang terdiri dari nilai pokok FPJP ditambah dengan akumulasi biaya bunga FPJP, biaya eksekusi agunan, dan biaya lain yang timbul dalam pemberian FPJP. 6. Dalam hal hasil eksekusi agunan lebih besar dari nilai pelunasan FPJP maka Bank Indonesia mengkredit Rekening Giro Rupiah Bank di Bank Indonesia sebesar kelebihan nilai dimaksud. 7. Dalam hal hasil eksekusi agunan lebih kecil dari nilai pelunasan FPJP maka Bank Indonesia mendebet Rekening Giro Rupiah Bank di Bank Indonesia sebesar kekurangan nilai dimaksud. 8. Dalam … 38 8. Dalam hal saldo Rekening Giro Rupiah Bank tidak mencukupi untuk pendebetan sebagaimana dimaksud pada angka 7, Bank wajib menyetor tambahan dana untuk menutup kekurangan dimaksud kepada Bank Indonesia. 9. Selama berlangsungnya eksekusi agunan, Bank Indonesia tetap mengupayakan pelunasan FPJP dengan cara mendebet Rekening Giro Rupiah Bank di Bank Indonesia sebesar nilai pokok FPJP ditambah biaya bunga FPJP yang belum dilunasi dan biaya lain terkait dengan pelaksanaan eksekusi agunan atau sampai dengan nilai saldo giro Bank nihil. IX. BIAYA FPJP Biaya yang timbul sehubungan dengan pemberian FPJP menjadi beban Bank penerima FPJP, antara lain berupa: 1. biaya bunga FPJP sampai dengan FPJP dilunasi; 2. biaya pembuatan akta perjanjian FPJP dan pengikatan agunan FPJP; 3. biaya proses eksekusi agunan; 4. biaya transaksi, biaya kustodian dan biaya lainnya yang timbul atas pengagunan Obligasi Korporasi di otoritas penatausahaan surat berharga dimaksud; dan 5. biaya lainnya terkait pemberian FPJP. X. PENGAWASAN 1. Bank Indonesia dapat meminta Bank untuk melakukan tindakan tertentu guna penyelesaian kesulitan likuiditas Bank atau tidak melakukan tindakan tertentu yang dapat menambah kesulitan likuiditas Bank. 2. Bank … 39 2. Bank wajib menyampaikan rencana tindak perbaikan (remedial action plan) untuk mengatasi kesulitan likuiditas kepada Bank Indonesia cq. Departemen Pengawasan Bank terkait atau Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah pencairan FPJP. XI. LAIN-LAIN 1. Untuk pertama kalinya, Bank harus menyampaikan daftar Aset Kredit sebagaimana contoh pada Lampiran XII, baik dalam bentuk hardcopy maupun softcopy dalam bentuk excel daftar Aset Kredit untuk posisi Juni 2013, kepada Bank Indonesia cq. Departemen Pengawasan Bank terkait atau Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri dalam hal Bank berkantor pusat di wilayah Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri. 2. Lampiran I sampai dengan Lampiran XII merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. XII. Penutup … 40 XII. PENUTUP Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku, Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/39/DPM tanggal 14 November 2008 perihal Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 8 April 2013. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, MULYA E. SIREGAR KEPALA DEPARTEMEN PENELITIAN DAN PENGATURAN PERBANKAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 15/11/DPNP|SE-BI/2013 </reg_id> <reg_title> Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum </reg_title> <set_date> 8 April 2013 </set_date> <effective_date> 8 April 2013 </effective_date> <replaced_reg> '10/39/DPM|SE-BI/2008' </replaced_reg> <related_reg> '14/16/PBI/2012' </related_reg>
No. 2/ 25 /DASP Jakarta, 17 November 2000 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Biaya Dalam Penggunaan Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement Sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/24/PBI/2000 tanggal 17 November 2000 tentang Hubungan Rekening Giro Antara Bank Indonesia dengan Pihak Ekstern, penarikan Rekening Giro dapat dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik dan akan diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia. Adapun salah satu sarana elektronik yang digunakan dalam penarikan Rekening Giro adalah melalui Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS). Sehubungan dengan hal tersebut di atas, dalam Surat Edaran ini diatur lebih lanjut ketentuan mengenai jenis biaya, besarnya biaya, dan tata cara pembebanan biaya tersebut oleh Bank Indonesia, sebagai berikut : I. JENIS DAN BESARNYA BIAYA A. Jenis biaya dalam penggunaan sistem BI-RTGS terdiri dari : 1. 2. Biaya transaksi; Biaya perpanjangan Jam Operasional. B. Besarnya biaya transaksi adalah sebagai berikut : 1. biaya single credit transaction sebesar Rp 10.000,00 (sepuluh ribu rupiah) per transaksi; 2. biaya … 2. 3. biaya multiple credit transaction sebesar Rp 50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) per transaksi; biaya pengiriman Administrative Message sebesar Rp 2.500,00 (dua ribu lima ratus rupiah) per Administrative Message. C. Besarnya biaya perpanjangan Jam Operasional adalah Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah) untuk 30 (tiga puluh) menit pertama dan Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) untuk 30 (tiga puluh) menit kedua, dan dikenakan kepada Peserta yang mengajukan perpanjangan Jam Operasional. D. Dalam hal terjadi Contingency Plan dimana Peserta membawa Cek Bank Indonesia dan atau Bilyet Giro Bank Indonesia ke Bank Indonesia dan Bank Indonesia melakukan construct atas nama Peserta maka Peserta dikenakan biaya sebagaimana diatur dalam huruf B dan C. II. PENGHITUNGAN DAN PEMBEBANAN BIAYA Bank Indonesia menghitung biaya sebagaimana dimaksud dalam angka I huruf B dan C setiap akhir bulan dan membebankan biaya tersebut paling lambat pada minggu pertama bulan berikutnya, dengan cara mendebet rekening Peserta yang berada di Bank Indonesia. III. PENGENAAN BIAYA OLEH PESERTA KEPADA NASABAH Mengingat dalam penggunaan sistem BI-RTGS Peserta dikenakan biaya oleh Bank Indonesia maka untuk mendukung kelancaran pelaksanaan sistem transfer dana secara elektronik melalui sistem BI-RTGS, Peserta dapat mengenakan biaya yang wajar kepada nasabahnya. Dalam hal Peserta mengenakan biaya kepada nasabah yang melakukan transfer dana melalui sistem BI-RTGS maka Peserta wajib mengumumkan jenis dan besarnya biaya tersebut secara tertulis di kantor Peserta pada tempat yang mudah terlihat oleh nasabah. IV. PENUTUP… IV. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 17 November 2000. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HARMAIN SALIM DEPUTI DIREKTUR AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 2/25/DASP|SE-BI/2000 </reg_id> <reg_title> Biaya Dalam Penggunaan Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement </reg_title> <set_date> 17 November 2000 </set_date> <effective_date> 17 November 2000 </effective_date> <related_reg> '2/24/PBI/2000' </related_reg>
No. 2 / 3 / DPNP Jakarta, 26 Januari 2000 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Tata Cara Penentuan Hasil Penilaian Kemampuan dan Kepatutan Dengan telah dikeluarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/1/PBI/2000 tanggal 14 Januari 2000 tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) maka perlu diatur ketentuan pelaksanaan atas Peraturan Bank Indonesia tersebut. I. TATACARA PENENTUAN PENILAIAN Penentuan hasil akhir Penilaian Kemampuan dan Kepatutan dilaksanakan dengan tatacara sebagai berikut: A. Faktor Integritas 1. Penetapan nilai faktor untuk faktor integritas yaitu: a. rekayasa dan praktek-praktek perbankan yang menyimpang dari ketentuan perbankan diberikan nilai faktor sebesar 20 (dua puluh); b. perbuatan yang dapat dikategorikan tidak memenuhi komitmen yang telah disepakati dengan Bank Indonesia dan atau Pemerintah diberikan nilai faktor sebesar 20 (dua puluh); c. perbuatan yang dapat memberikan keuntungan kepada pribadi pemilik, Pengurus, Pegawai Bank, dan atau pihak lainnya … 2 lainnya yang dapat merugikan atau mengurangi keuntungan Bank diberikan nilai faktor sebesar 15 (lima belas); d. perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap ketentuan yang berkaitan dengan prinsip kehati- hatian di bidang perbankan diberikan nilai faktor sebesar 10 (sepuluh); e. perbuatan dari Pengurus dan Pejabat Eksekutif yang dapat dikategorikan tidak independen diberikan nilai faktor sebesar 5 (lima). 2. Penetapan bobot pelaku untuk faktor integritas yai tu: a. pelaku, pemutus, pemrakarsa, atau penanggung jawab diberikan bobot pelaku sebesar 100% (seratus perseratus); b. pelaksana, pihak yang turut menandatangani, atau pihak yang turut menyetujui diberikan bobot pelaku sebesar 60% (enam puluh perseratus); c. pihak yang hanya mengetahui diberikan bobot pelaku sebesar 25% (dua puluh lima perseratus). 3. Penetapan hasil akhir untuk faktor integritas dilakukan setelah memperhitungkan nilai faktor sebagaimana dimaksud pada huruf A.1 dengan bobot pelaku sebagaimana dimaksud pada huruf A.2. B. Faktor Kompetensi Penetapan nilai faktor untuk faktor kompetensi yaitu: a. pengetahuan di bidang perbankan diberikan nilai faktor setinggi- tingginya sebesar 4 (empat); b. pengalaman dan keahlian di bidang perbankan dan atau lembaga keuangan diberikan nilai faktor setinggi-tingginya sebesar 4 (empat); c. kemampuan untuk melakukan pengelolaan strategis dalam rangka pengembangan Bank yang sehat diberikan nilai faktor setinggi-tingginya sebesar 4 (empat). Penilaian faktor kompetensi didasarkan atas skala penilaian sebagai berikut: a. baik diberikan nilai faktor sebesar 0 (nol); b. kurang … 3 b. kurang baik diberikan nilai faktor sebesar 2 (dua); c. tidak baik diberikan nilai faktor sebesar 4 (empat). C. Hasil Akhir Penilaian Penetapan hasil akhir Penilaian Kemampuan dan Kepatutan dilakukan dengan menjumlahkan hasil penilaian faktor integritas sebagaimana dimaksud pada huruf A.3 dan hasil penilaian faktor kompetensi sebagaimana dimaksud pada huruf B. Berdasarkan hasil akhir penilaian sebagaimana dimaksud pada huruf C maka Pemegang Saham Pengendali, Pengurus, dan atau Pejabat Eksekutif diklasifikasikan menjadi: a. lulus apabila hasil akhir penilaian sebesar 0 (nol); b. lulus bersyarat apabila hasil akhir penilaian sebesar 1 (satu) sampai dengan 19 (sembilan belas); c. tidak lulus apabila hasil akhir penilaian sebesar 20 (dua puluh) atau lebih. II. PROSEDUR PENGUNDURAN DIRI PENGURUS DAN PEJABAT EKSEKUTIF Sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 8 dan Pasal 9 pada Peraturan Bank Indonesia tersebut diatas, pihak-pihak yang dinyatakan tidak lulus dan pihak-pihak yang dinyatakan lulus bersyarat namun tidak dapat memenuhi persyaratan yang diminta, diwajibkan untuk: A. bagi Pengurus dan Pejabat Eksekutif wajib segera mengundurkan diri sebagai Pengurus dan Pejabat Eksekutif Bank; B. bagi Pemegang Saham Pengendali wajib melepaskan seluruh atau sebagian kepemilikannya sehingga menjadi setinggi-tingginya 10% (sepuluh perseratus) dalam jangka waktu 1 (satu) tahun. Sehubungan dengan huruf A tersebut diatas maka prosedur pengunduran diri dari Pengurus dimaksud serta tindak lanjut dalam pengelolaan Bank diatur sebagai berikut : 1. Pengunduran … 4 1. Pengunduran Diri Pengurus a. Dalam hal masih terdapat Pengurus yang dinyatakan lulus atau lulus bersyarat dan dinilai dapat menjalankan kegiatan operasional Bank sesuai ketentuan yang berlaku maka: 1) Pemegang saham dalam jangka waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya surat pemberitahuan dari Bank Indonesia wajib segera menyelenggarakan Rapat Umum Luar Biasa Pemegang Saham atau Rapat Anggota Koperasi untuk mengesahkan pengunduran diri Pengurus yang dinyatakan tidak lulus dan Pengurus yang dinyatakan lulus bersyarat namun tidak dapat memenuhi persyaratan yang diminta, serta mengangkat penggantinya; 2) Dalam hal Pengurus yang dinyatakan tidak lulus dan atau Pengurus yang dinyatakan lulus bersyarat namun tidak dapat memenuhi persyaratan yang diminta, tidak bersedia mengundurkan diri dan tetap melaksanakan tugasnya sampai dengan Rapat Umum Luar Biasa Pemegang Saham atau Rapat Anggota Koperasi maka segala tindakan yang diambilnya merupakan tanggung jawab pribadi yang bersangkutan. b. Dalam hal tidak terdapat Pengurus yang dinyatakan lulus atau lulus bersyarat atau kepengurusan Bank yang masih ada dinilai dapat mengganggu kegiatan operasional Bank sesuai ketentuan yang berlaku maka Bank Indonesia menunjuk dan mengangkat pengganti sementara sampai Rapat Umum Luar Biasa Pemegang Saham atau Rapat Anggota Koperasi mengangkat pengganti yang tetap sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 2. Pengunduran Diri Pejabat Eksekutif a. Pengurus Bank melaksanakan pemberhentian Pejabat Eksekutif dalam jangka waktu selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari sejak diterimanya surat pemberitahuan dari Bank Indonesia. b. Laporan pelaksanaan pemberhentian Pejabat Eksekutif sebagaimana dimaksud pada huruf a disampaikan oleh Bank selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sejak pelaksanaan pemberhentian dimaksud, dengan alamat: i. Direktorat Pengawasan Bank, Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10110 bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah Jabotabek; atau ii. Kantor … 5 ii. Kantor Bank Indonesia setempat bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah Jabotabek. Sehubungan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf B maka pelepasan kepemilikan atas saham yang melebihi 10 (sepuluh perseratus) dari Pemegang Saham Pengendali dimaksud kepada pihak lain wajib dilaporkan oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf c selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sejak pelepasan kepemilikan tersebut. Selain pelaksanaan pelaporan tersebut, maka pengalihan kepemilikan dari Pemegang Saham Pengendali kepada pihak lain juga tetap dilaksanakan sesuai dengan ketentuan kelembagaan yang berlaku antara lain ketentuan tentang Pembelian Saham Bank Umum serta ketentuan tentang Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank Umum. III. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 26 Januari 2000. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA IWAN R. PRAWIRANATA Deputi Gubernur
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 2/3/DPNP|SE-BI/2000 </reg_id> <reg_title> Tata Cara Penentuan Hasil Penilaian Kemampuan dan Kepatutan </reg_title> <set_date> 26 Januari 2000 </set_date> <effective_date> 26 Januari 2000 </effective_date> <related_reg> '2/1/PBI/2000' </related_reg>
No. 9/11/DPNP Jakarta, 30 April 2007 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal: Perubahan atas Surat Edaran Nomor 7/54/DPNP tanggal 29 November 2005 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/15/PBI/2004 tanggal 28 Juni 2004 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4390) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/49/PBI/2005 tanggal 29 November 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4572), dan dalam rangka menciptakan kondisi perekonomian yang kondusif dan stabil serta mempertahankan stabilitas moneter melalui penerapan Giro Wajib Minimum (GWM), dipandang perlu untuk mengubah beberapa butir ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/54/DPNP tanggal 29 November 2005 perihal Giro Wajib Minimum … Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing, sebagai berikut: 1. Ketentuan butir II.1. diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: II. JASA GIRO 1. Persentase Jasa Giro a. Sesuai dengan Pasal 11 Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/15/PBI/2004 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/49/PBI/2005 (PBI Giro Wajib Minimum), Bank Indonesia memberikan jasa giro setiap hari kerja yang diperhitungkan secara harian terhadap bagian saldo Rekening Giro Rupiah Bank yang diperuntukkan untuk pemenuhan kewajiban memelihara tambahan GWM dalam rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dan ayat (4) PBI Giro Wajib Minimum. Sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 11 ayat (2) dan ayat (3), penyesuaian besarnya persentase jasa giro dilakukan dengan Surat Edaran Bank Indonesia. b. Persentase jasa giro harian ditetapkan berdasarkan tingkat bunga efektif tahunan dengan metode perhitungan sebagai berikut: ( Persentase jasa irog harian= +    1 Tingkat bunga  efektif tahunan        1/ 360) −1 Berdasarkan surat edaran ini tingkat bunga efektif tahunan dimaksud ditetapkan menjadi BI-Rate yang berlaku pada hari yang sama dengan perhitungan saldo pemenuhan kewajiban memelihara tambahan GWM dalam rupiah dikurangi dengan 600 (enam ratus) basis points. Dengan demikian, persentase jasa giro harian pada periode t menjadi sebagai berikut: Persentase … Persentase jasa irog hariant = + {1 (BI Ratet − 600bps)}(1/ 360) 1 − Hasil perhitungan persentase jasa giro harian dibulatkan menjadi 4 (empat) digit di belakang koma sesuai dengan sistem yang berlaku. c. Sebagai contoh, perhitungan persentase jasa giro harian pada tanggal 27 Januari adalah sebagai berikut: BI-Rate yang berlaku pada tanggal 27 Januari sebesar 9% (sembilan perseratus). Dengan demikian, tingkat bunga efektif tahunan untuk perhitungan persentase jasa giro adalah sebesar 9% (sembilan perseratus) dikurangi 600 basis points yaitu sebesar 3% (tiga perseratus). Berdasarkan metode perhitungan sebagaimana tersebut dalam huruf b, persentase jasa giro harian yang diberikan pada tanggal 27 Januari terhadap bagian saldo Rekening Giro Rupiah Bank yang diperuntukkan untuk pemenuhan kewajiban memelihara tambahan GWM dalam rupiah adalah: Persentase jasa giro harian = {1 + (9% - 600bps)} (1/360) – 1 = 0,0082% 2. Ketentuan butir IV. 2. diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: IV. PERHITUNGAN GWM, JASA GIRO, DAN SANKSI PELANGGARAN GWM 2. PERHITUNGAN JASA GIRO a. Perhitungan jasa giro untuk masing-masing tanggal 27, 28, 29, dan 30 Januari (asumsi BI-Rate yang berlaku pada tanggal-tanggal tersebut sebesar 9%) adalah sebagai berikut: 0,0082% x bagian saldo Rekening Giro Rupiah Bank yang merupakan kewajiban pemeliharaan tambahan GWM; yaitu 0,0082% x Rp2.200.000.000.000,00 =Rp180.400.000,00 Saldo … Saldo Rekening Giro Rupiah pada tanggal 24, 25, dan 31 Januari tidak diberikan jasa giro, karena tanggal-tanggal tersebut jatuh pada hari bukan hari kerja. b. Pengkreditan jasa giro untuk masing-masing tanggal 27, 28, 29, dan 30 Januari dilakukan oleh Bank Indonesia pada Rekening Giro Rupiah Bank pada tanggal 2 Februari, karena tanggal 1 Februari jatuh pada hari libur. Jasa giro yang dikreditkan ke Rekening Giro Rupiah Bank pada tanggal 2 Februari adalah sebesar: 4 x Rp180.400.000,00= Rp721.600.000,00 Pembulatan dalam rangka pengkreditan Rekening Giro Bank oleh Bank Indonesia dilakukan dengan memperhatikan sistem akunting Bank Indonesia. Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 1 Mei 2007. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA MULIAMAN D. HADAD DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 9/11/DPNP|SE-BI/2007 </reg_id> <reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Nomor 7/54/DPNP tanggal 29 November 2005 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing </reg_title> <set_date> 30 April 2007 </set_date> <effective_date> 1 Mei 2007 </effective_date> <changed_reg> '7/54/DPNP|SE-BI/2005' </changed_reg> <related_reg> '7/54/DPNP|SE-BI/2005', '7/49/PBI/2005', '6/15/PBI/2004' </related_reg>
No. 15/21/DPNP Jakarta, 14 Juni 2013 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Umum. Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/27/PBI/2012 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 290, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5385) perlu diatur ketentuan pelaksanaan mengenai Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Umum sebagai berikut: I. UMUM A. Pilihan transaksi perbankan yang beragam mengakibatkan perbankan sangat rentan terhadap kemungkinan digunakan sebagai media pencucian uang dan pendanaan terorisme. Dalam rangka mencegah Bank digunakan sebagai media pencucian uang dan pendanaan terorisme maka diperlukan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (Program APU dan PPT). B. Dalam melaksanakan Program APU dan PPT, Bank harus memiliki Pedoman Penerapan Program APU dan PPT (PPP APU dan PPT) yang disusun dengan mengacu pada Pedoman Standar… Standar Penerapan Program APU dan PPT sebagaimana dimaksud pada Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini, dan harus disesuaikan dengan struktur organisasi, kompleksitas usaha serta jenis produk dan jasa layanan Bank. C. Bank yang telah memiliki PPP APU dan PPT namun belum memenuhi acuan minimum dalam pedoman standar sebagaimana dimaksud pada Lampiran, wajib menyesuaikan dan menyempurnakan PPP APU dan PPT yang telah dimiliki dengan pedoman standar. II. PENGAWASAN AKTIF DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS A. Pengawasan Aktif Direksi 1. Dalam melaksanakan pengawasan aktif, Direksi perlu memiliki pemahaman yang memadai mengenai risiko pencucian uang dan pendanaan teroris yang melekat pada seluruh aktivitas operasional Bank sehingga Direksi mampu mengambil tindakan yang diperlukan sesuai dengan profil risiko Bank. 2. Pengawasan aktif dilakukan oleh Direktur yang membawahkan fungsi Kepatuhan yang paling kurang mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai berikut: a. menetapkan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan Bank telah memenuhi ketentuan Bank Indonesia mengenai APU dan PPT dan peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait; b. memantau pelaksanaan tugas unit kerja khusus dan/atau pejabat Bank yang bertanggung jawab atas penerapan Program APU dan PPT; c. memberikan rekomendasi kepada Direktur Utama mengenai pejabat yang akan memimpin unit kerja khusus atau… atau pejabat yang bertanggung jawab atas penerapan Program APU dan PPT; d. memberikan persetujuan terhadap Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM); dan e. mengevaluasi transaksi yang memerlukan persetujuan pejabat senior. B. Unit Kerja Khusus 1. Pembentukan dan Struktur Organisasi Unit Kerja Khusus a. Unit Kerja Khusus (UKK) merupakan unit kerja yang bertanggung jawab terhadap penerapan Program APU dan PPT. b. Berdasarkan pertimbangan beban tugas operasional dan kompleksitas usaha, Bank dapat menunjuk paling kurang seorang pejabat Bank yang bertanggung jawab dalam menjalankan fungsi UKK. 2. Pejabat UKK atau pejabat Bank yang bertanggung jawab menjalankan fungsi UKK paling kurang memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. memiliki pengetahuan yang memadai mengenai APU dan PPT dan peraturan lainnya yang terkait dengan produk dan aktivitas perbankan; b. memiliki pengalaman yang memadai di bidang perbankan; dan c. memiliki pengetahuan yang memadai mengenai risk assessment dan risk mitigation yang terkait dengan penerapan Program APU dan PPT. 3. Pejabat UKK atau pejabat Bank yang bertanggung jawab menjalankan fungsi UKK memiliki kewenangan untuk mengakses seluruh data Nasabah dan informasi lainnya yang terkait dalam rangka pelaksanaan tugas. 4. Pelaksanaan… 4. Pelaksanaan fungsi UKK di kantor cabang dilakukan oleh pejabat atau pegawai paling kurang setingkat dengan penyelia. 5. Terhadap kantor cabang dengan kompleksitas usaha tinggi, pejabat atau pegawai yang menjalankan fungsi UKK tidak berasal dari unit kerja yang melaksanakan kebijakan dan prosedur Program APU dan PPT atau yang berhubungan dengan Nasabah. 6. Terhadap kantor cabang dengan kompleksitas usaha tinggi dan didalamnya hanya terdapat unit kerja yang berhubungan dengan Nasabah maka pejabat atau pegawai yang menjalankan fungsi UKK dapat: a. berasal dari kantor pusat atau kantor wilayah dengan tugas dan tanggung jawab khusus mengawasi pelaksanaan Program APU dan PPT di beberapa kantor cabang tertentu; atau b. dirangkap oleh pegawai dari unit kerja yang tidak berhubungan dengan Nasabah (non operasional) pada kantor cabang lainnya. 7. Terhadap kantor cabang dengan kompleksitas usaha rendah maka pegawai yang menjalankan fungsi UKK dapat dirangkap oleh pegawai yang berasal dari unit kerja yang berhubungan dengan Nasabah (operasional), sepanjang tugas operasional tersebut independensi dan profesionalisme pegawai tersebut dalam menjalankan fungsi UKK. 8. Dalam menetapkan kompleksitas usaha kantor cabang, Bank menggunakan pendekatan berdasarkan risiko (risk based approach) dengan memperhatikan antara lain hal-hal sebagai berikut: a. produk… tidak mempengaruhi a. produk dan jasa Bank yang memerlukan persetujuan Bank Indonesia; b. jumlah Nasabah berisiko tinggi yang dimiliki; c. volume usaha kantor cabang; d. aktivitas transaksi dengan luar negeri; dan/atau e. lokasi kantor cabang berada pada wilayah yang masyarakatnya dikenal sebagai cash society. III. KEBIJAKAN DAN PROSEDUR A. Kebijakan Customer Due Dilligence (CDD) 1. Prosedur CDD dilakukan terhadap Calon Nasabah yang akan melakukan hubungan usaha dengan Bank antara lain pada saat pembukaan rekening, pemilikan kartu kredit, atau penyewaan safe deposit box. 2. Bank harus melakukan CDD ulang terhadap Nasabah dalam hal terdapat transaksi yang memenuhi salah satu kriteria dari Transaksi Keuangan Mencurigakan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, dengan tetap memperhatikan ketentuan anti tipping off. 3. Apabila CDD ulang dikhawatirkan akan mengakibatkan terjadinya tipping off, Bank dapat melaporkan transaksi yang diindikasikan mencurigakan dalam LTKM tanpa didahului dengan proses CDD ulang. 4. Bank dapat meminta pihak lain (outsourcing atau agen) untuk melakukan CDD berupa pertemuan langsung (face to face), permintaan informasi dan dokumen pendukung, serta proses verifikasi terhadap dokumen pendukung. 5. Dalam hal Bank menggunakan pihak lain dalam melakukan prosedur CDD, Bank harus: a. memberikan… a. memberikan informasi mengenai prosedur CDD kepada pihak lain; b. memberikan pelatihan mengenai pelaksanaan CDD kepada pihak lain tersebut; dan c. membuat perjanjian atau kontrak sebagai dasar kerja sama antara Bank dengan pihak lain dengan salah satu materi perjanjiannya adalah mewajibkan pihak lain untuk menerapkan prosedur CDD sesuai dengan prosedur Bank. 6. Bank bertanggung jawab atas hasil CDD yang dilakukan oleh pihak lain. B. Kebijakan Pendekatan Berdasarkan Risiko (Risk Based Approach) 1. Pelaksanaan Program APU dan PPT harus dilakukan dengan pendekatan berdasarkan risiko yang dituangkan dalam kebijakan secara tertulis dan komprehensif yang paling kurang mencakup: a. proses risk assesment yang meliputi identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko terhadap seluruh faktor risiko yang bersifat material, dengan melakukan analisis terhadap hal-hal sebagai berikut: 1) seluruh karakteristik risiko yang melekat pada Bank dan upaya mitigasi risiko yang dilakukan; dan 2) risiko dari produk, jasa, dan aktivitas yang berisiko tinggi, termasuk transaksi yang dilakukan Politically Exposed Person (PEP); b. pengukuran risiko yang paling kurang mencakup: 1) evaluasi secara berkala untuk memastikan ketepatan kebijakan, prosedur dan penetapan tingkat risiko dari produk… produk, jasa, dan aktivitas yang berisiko tinggi, termasuk PEP; dan 2) penyempurnaan terhadap sistem pengukuran risiko; c. pendokumentasian hasil risk assessment terhadap ancaman, kerentanan (vulnerability), dan konsekuensi yang mungkin timbul dari aktivitas perbankan; d. pengkinian risk assessment secara berkala; e. penyediaan informasi mengenai risk assessment kepada otoritas yang berwenang atau Bank Indonesia; f. pengendalian dan prosedur mitigasi risiko; g. pemantauan terhadap penerapan fungsi pengendalian termasuk pengembangannya, apabila diperlukan; dan h. penetapan tindak lanjut yang diperlukan untuk mengelola dan memitigasi risiko yang berindikasi meningkat. 2. Kebijakan pendekatan berdasarkan risiko juga dilakukan dalam rangka pengelompokan Nasabah, termasuk Walk in Customer (WIC) yang melakukan transaksi sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) atau lebih atau yang nilainya setara baik yang dilakukan dalam 1 (satu) kali maupun beberapa kali transaksi dalam 1 (satu) hari kerja. 3. Pengelompokan Nasabah dan WIC sebagaimana dimaksud dalam angka 2 paling kurang terdiri dari 3 (tiga) klasifikasi risiko, yaitu: a. rendah, sehingga terhadap yang bersangkutan diterapkan prosedur CDD sederhana. b. menengah, sehingga terhadap yang bersangkutan diterapkan prosedur CDD. c. tinggi, sehingga terhadap yang bersangkutan diterapkan prosedur Enhanced Due Dilligence (EDD). 4. Penetapan… 4. Penetapan klasifikasi tingkat risiko tidak berlaku bagi Nasabah atau WIC yang tergolong PEP atau pihak yang terafiliasi dengan PEP, sehingga yang bersangkutan secara otomatis diklasifikasikan sebagai Nasabah atau WIC berisiko tinggi. 5. Pengelompokan Nasabah dan WIC sebagaimana dimaksud dalam angka 2 harus didokumentasikan dan dipantau secara berkesinambungan untuk memastikan kesesuaian tingkat risiko yang telah ditetapkan. 6. Apabila terdapat ketidaksesuaian antara transaksi dan/atau profil Nasabah dengan tingkat risiko yang telah ditetapkan, Bank harus menyesuaikan tingkat risiko dengan cara: a. menerapkan prosedur CDD bagi Nasabah yang semula tergolong berisiko rendah berubah menjadi berisiko menengah sesuai dengan penetapan tingkat risiko yang baru; atau b. menerapkan prosedur EDD bagi Nasabah yang semula tergolong berisiko rendah atau menengah berubah menjadi berisiko tinggi. C. Prosedur Penerimaan dan Identifikasi Calon Nasabah 1. Dalam rangka melakukan hubungan usaha dengan Nasabah, Bank wajib meminta informasi untuk mengetahui profil Calon Nasabah. Informasi yang harus diminta Bank dari Calon Nasabah perorangan antara lain mengenai: a. perkiraan nilai transaksi dalam 1 (satu) tahun yang paling kurang menggambarkan rata-rata transaksi dalam 1 (satu) tahun; dan b. informasi lainnya seperti rata-rata penghasilan dalam 1 (satu) tahun. 2. Dalam rangka meyakini identitas Calon Nasabah, Bank wajib melakukan… melakukan pertemuan langsung dengan Calon Nasabah pada awal melakukan hubungan usaha. 3. Dalam melakukan identifikasi terhadap Calon Nasabah perusahaan, Bank wajib menetapkan Beneficial Owner. Dasar pertimbangan Bank dalam menetapkan Beneficial Owner adalah dengan tahapan sebagai berikut: a. perorangan yang memiliki saham sebesar 25% (dua puluh lima persen) atau lebih; b. perorangan yang memiliki saham kurang dari 25% (dua puluh lima persen) namun dapat dibuktikan yang bersangkutan melakukan pengendalian; atau c. perorangan dalam perusahaan tersebut yang menjabat sebagai anggota direksi yang paling berperan dalam pengendalian perusahaan. 4. Untuk memastikan bahwa Calon Nasabah tidak memiliki rekam jejak negatif, Bank melakukan verifikasi identitas Calon Nasabah dengan sumber independen lainnya, antara lain sebagai berikut: a. Daftar Teroris dan/atau Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris yang diterbitkan oleh Kepolisian Republik Indonesia; b. Daftar Hitam Nasional (DHN); dan/atau c. Data lainnya yang dimiliki Bank. 5. Terhadap Calon Nasabah, WIC, atau Beneficial Owner yang hubungan usaha atau transaksinya ditolak, Bank harus memperoleh informasi paling kurang adalah nama, nomor identitas, alamat dan tempat tanggal lahir sesuai dengan salinan dokumen identitas yang diperoleh Bank untuk kepentingan pelaporan LTKM. 6. Nasabah yang telah mendapatkan perlakuan CDD yang lebih sederhana (CDD sederhana) harus dikeluarkan dari daftar Nasabah… Nasabah CDD sederhana apabila memenuhi kriteria sebagai berikut: a. diindikasikan terkait dengan pencucian uang atau pendanaan terorisme; b. tidak sesuai dengan tujuan awal pembukaan rekening yaitu hanya untuk pembayaran atau penerimaan gaji; atau c. saldo pada akhir bulan melebihi Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan transaksi dalam 1 (satu) bulan melebihi Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah). 7. Terhadap Nasabah sebagaimana dimaksud dalam angka 6 harus mendapatkan perlakuan CDD atau EDD dengan prosedur sebagaimana berlaku pada Nasabah biasa dan dilaporkan dalam LTKM apabila transaksi diindikasikan terkait dengan pencucian uang atau pendanaan terorisme. D. Penutupan Hubungan Usaha atau Penolakan Transaksi 1. Penolakan atau pembatalan transaksi terhadap rekening Nasabah penerima yang digunakan untuk menampung hasil kejahatan dapat disertai dengan pengembalian dana kepada Nasabah pengirim apabila memenuhi syarat sebagai berikut: a. terdapat laporan dari Nasabah pengirim kepada Bank Pengirim dengan dilengkapi dokumen pendukung laporan tersebut seperti laporan kepada Kepolisian; b. identitas Nasabah penerima diketahui dan/atau patut diduga palsu; c. masih terdapat sisa dana di rekening Nasabah penerima; d. transaksi dari rekening Nasabah pengirim dilakukan melalui transfer dana; e. dana yang tersimpan pada rekening Nasabah penerima baik sebagian maupun seluruhnya adalah berasal dari rekening… rekening Nasabah pengirim; f. rekening atau saldo dana dalam rekening Nasabah penerima tidak sedang dalam status diblokir atau disita oleh instansi yang berwenang; g. terdapat klausula dalam perjanjian pembukaan rekening mengenai kewajiban Bank untuk menolak transaksi, membatalkan transaksi, dan/atau menutup hubungan usaha dengan Nasabah; dan/atau h. pengembalian dana melalui proses pendebetan dana dari rekening Nasabah penerima untuk dikreditkan kembali ke rekening Nasabah pengirim. 2. Prosedur pengembalian dana sebagaimana dimaksud dalam angka 1 adalah apabila: a. hanya terdapat 1 (satu) Nasabah pengirim yang mengajukan permohonan pengembalian dana maka dana yang dikembalikan kepada Nasabah pengirim adalah sebesar dana milik Nasabah pengirim yang masih ada pada rekening Nasabah penerima; atau b. terdapat lebih dari 1 (satu) Nasabah pengirim yang mengajukan permohonan pengembalian dana maka dalam hal dana yang terdapat pada rekening penerima diyakini oleh Bank: 1) berasal dari beberapa Nasabah pengirim dan jumlah dananya mencukupi untuk pengembalian dana kepada semua Nasabah pengirim maka Bank dapat mengembalikan dana tersebut; 2) hanya berasal dari sebagian Nasabah pengirim maka Bank hanya akan mengembalikan dana kepada sebagian Nasabah pengirim yang diyakini Bank sebagai sumber atas dana pada rekening Nasabah penerima; 3) berasal… 3) berasal dari semua Nasabah pengirim dan jumlah dananya tidak mencukupi untuk pengembalian dana kepada semua Nasabah pengirim maka pengembalian dana hanya dilakukan berdasarkan kesepakatan para Nasabah pengirim. Apabila tidak tercapai kesepakatan, pengembalian dana dilakukan berdasarkan pada Putusan Pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap yang memerintahkan Bank untuk mengembalikan dana kepada pihak yang berhak; atau 4) berasal dari sebagian Nasabah pengirim dan jumlah dananya tidak mencukupi untuk pengembalian dana kepada sebagian Nasabah pengirim maka pengembalian dana hanya dilakukan kepada masing- masing Nasabah pengirim yang diyakini Bank dananya masih ada pada rekening Nasabah penerima berdasarkan kesepakatan para Nasabah pengirim tersebut. Apabila tidak tercapai kesepakatan, pengembalian dana dilakukan berdasarkan pada Putusan Pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap yang memerintahkan Bank untuk mengembalikan dana kepada pihak yang berhak. Pada saat telah terjadi pengembalian dana kepada Nasabah pengirim, Bank Pengirim membuat Berita Acara Pengembalian Dana yang ditandatangani oleh pejabat Bank Pengirim dan Nasabah pengirim. 3. Prosedur pengembalian dana sebagaimana dimaksud dalam angka 2 tidak berlaku terhadap Nasabah penerima dan/atau Nasabah pengirim yang namanya tercantum dalam Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris. E. Politically… E. Politically Exposed Person (PEP) dan Area Berisiko Tinggi 1. Dalam menetapkan tingkat risiko Nasabah, jasa, dan produk Bank, Bank berpedoman pada: a. ketentuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang mengatur mengenai pedoman identifikasi produk, nasabah, usaha, dan negara berisiko tinggi bagi penyedia jasa keuangan; dan b. referensi lainnya yang diterbitkan oleh otoritas berwenang atau yang telah menjadi international best practice. 2. Dalam hal terdapat Nasabah atau WIC yang menggunakan produk dan/atau jasa yang berisiko tinggi maka transaksi yang dilakukan akan memenuhi kriteria sebagai risiko tinggi apabila jumlah transaksi yang dilakukan tidak sesuai dengan profil Nasabah atau WIC. 3. Beberapa aktivitas atau produk Bank yang berisiko tinggi untuk digunakan sebagai sarana untuk pencucian uang atau pendanaan teroris adalah: a. Penitipan dengan pengelolaan (trust) Bank yang melakukan trust wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut: 1) Bank melakukan EDD terhadap: a) pihak yang memiliki dan menitipkan pengelolaan hartanya (settlor); dan b) pihak yang menerima manfaat dari harta yang dititipkan (beneficiary). Dalam hal settlor juga bertindak sebagai beneficiary maka EDD dilakukan hanya pada settlor atau beneficiary dengan menjelaskan bahwa settlor dan beneficiary adalah pihak yang sama. 2) Bank meminta informasi kepada settlor dengan berpedoman pada ketentuan yang berlaku bagi Calon Nasabah… Nasabah perusahaan. 3) Bank meminta informasi kepada beneficiary paling kurang mencakup: a) jenis informasi dengan berpedoman pada ketentuan yang berlaku bagi Calon Nasabah perorangan atau Calon Nasabah perusahaan; b) nomor rekening beneficiary; dan c) nama bank yang menerima pemindahan dana dari rekening settlor. 4) Dalam hal bank yang menerima pemindahan dana dari rekening settlor pada Bank yang berada di luar negeri maka harus memenuhi persyaratan: a) memiliki prosedur CDD sesuai dengan ketentuan yang berlaku;dan b) berkedudukan di negara yang tidak tergolong berisiko tinggi. 5) Dalam hal bank yang menerima pemindahan dana dari rekening settlor pada Bank yang berada di negara yang tergolong berisiko tinggi maka harus memenuhi persyaratan: a) berada dalam kelompok usaha yang sama dengan Bank tempat settlor tercatat, yaitu pemegang saham pengendali antara bank tempat settlor tercatat dengan bank yang menerima pemindahan dana dari rekening settlor adalah sama; dan b) kelompok usaha tersebut telah menjalankan CDD, penatausahaan dokumen, dan Program APU dan PPT secara efektif sesuai dengan Rekomendasi Financial Action Task Force (FATF). b. Kartu kredit Bagi Bank yang menyediakan produk kartu kredit melalui program… program member get member, maka proses EDD yang dilakukan termasuk: 1) memastikan bahwa dokumen pendukung yang memuat identitas Calon Nasabah telah dilegalisir oleh lembaga yang berwenang; 2) transaksi pembayaran dengan Bank untuk pertama kalinya secara tunai di Bank penerbit kartu kredit yang berkedudukan di Indonesia. F. Prosedur Transfer Dana 1. Apabila pengirim asal telah menjadi Nasabah pada Bank Pengirim maka Bank pengirim harus memperoleh informasi sebagai berikut: a. nama Nasabah pengirim; b. nomor rekening Nasabah pengirim; c. sumber dana Nasabah pengirim; d. nama Nasabah atau WIC penerima; e. nomor rekening Nasabah penerima atau alamat WIC penerima; f. jumlah uang dan jenis mata uang; dan g. tanggal transaksi. 2. Dalam hal kegiatan transfer dana memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Tujuan transfer dana di luar wilayah Republik Indonesia; dan b. Terdapat transaksi transfer dana yang dilakukan oleh beberapa Nasabah atau WIC pengirim dari pengirim yang sama dalam bentuk batch file transmission; maka Bank Pengirim wajib memperoleh informasi mengenai masing-masing Nasabah atau WIC penerima sebagai berikut: a. nama Nasabah atau WIC penerima; dan b. nomor… b. nomor rekening Nasabah penerima atau alamat WIC penerima. 3. Bank Penerus wajib meneruskan pesan dan perintah transfer dana, serta menatausahakan informasi yang diterima dari Bank Pengirim. Dalam menatausahakan informasi yang diterima, Bank Penerus harus memastikan kelengkapan informasi mengenai Nasabah atau WIC pengirim dan Nasabah atau WIC penerima terhadap transaksi transfer dana ke luar wilayah Indonesia dengan pola straight-through processing. 4. Bank Penerima wajib memastikan kelengkapan informasi Nasabah atau WIC pengirim dan Nasabah atau WIC penerima dalam transaksi transfer dana dari luar wilayah Indonesia baik pada saat transaksi dilakukan (real-time monitoring) maupun setelah transaksi dilakukan (post-event monitoring). IV. PENGENDALIAN INTERN A. Untuk meminimalkan potensi risiko yang dihadapi Bank, sistem pengendalian intern harus mampu secara tepat waktu mendeteksi kelemahan dan penyimpangan yang terjadi dalam penerapan Program APU dan PPT. B. Pengendalian intern dalam rangka penerapan Program APU dan PPT dilaksanakan oleh Satuan Kerja Audit Intern (SKAI) dengan kewenangan paling kurang mencakup: 1. melakukan uji kepatuhan terhadap kebijakan dan prosedur melalui penggunaan sample testing dari beberapa jasa, produk, dan Nasabah dengan pendekatan berdasarkan risiko untuk mendapatkan gambaran efektifitas penerapan kebijakan dan prosedur; 2. menyusun program dan prosedur audit berbasis risiko dengan… dengan prioritas audit pada satuan kerja atau kantor cabang yang tergolong memiliki kompleksitas usaha yang tinggi; dan 3. melakukan penilaian atas kecukupan proses yang berlaku di Bank dalam mengidentifikasi dan melaporkan transaksi yang mencurigakan dengan memperhatikan ketentuan anti tipping-off. V. SISTEM INFORMASI MANAJEMEN Sistem informasi manajemen untuk mengidentifikasi transaksi keuangan yang mencurigakan dengan menggunakan parameter disesuaikan secara berkala dan memperhatikan kompleksitas usaha, volume transaksi, dan risiko yang dimiliki Bank. Parameter yang digunakan untuk mengidentifikasi transaksi keuangan yang mencurigakan mengacu pada Lampiran. VI. SUMBER DAYA MANUSIA DAN PELATIHAN A. Dalam rangka pencegahan penggunaan Bank sebagai media atau tujuan pencucian uang dan pendanaan terorisme, Bank melakukan prosedur penyaringan (pre-employee screening), pengenalan, dan pemantauan profil karyawan yang dituangkan dalam kebijakan Know Your Employee (KYE) yang berpedoman pada ketentuan yang mengatur mengenai penerapan strategi anti fraud. B. Bank harus memberikan pelatihan mengenai penerapan Program APU dan PPT kepada seluruh karyawan. Dalam menentukan peserta pelatihan, Bank mengutamakan karyawan yang tugas sehari-harinya memenuhi kriteria sebagai berikut: a. berhadapan langsung dengan Nasabah (front liner); b. melakukan pengawasan pelaksanaan penerapan Program APU dan PPT; atau c. terkait dengan penyusunan pelaporan kepada PPATK dan Bank… Bank Indonesia. C. Karyawan yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam huruf B harus mendapatkan pelatihan secara berkala, sedangkan karyawan lainnya harus mendapatkan pelatihan paling kurang 1 (satu) kali dalam masa kerjanya. Khusus bagi karyawan yang berhadapan langsung dengan Nasabah (front liner) harus mendapatkan pelatihan sebelum penempatan. D. Untuk mengetahui tingkat pemahaman karyawan dan kesesuaian materi pelatihan, Bank harus melakukan evaluasi terhadap setiap pelatihan yang telah diselenggarakan. Bank melakukan tindak lanjut dari hasil evaluasi pelatihan melalui penyempurnaan materi dan metode pelatihan. VII. PENERAPAN PROGRAM APU DAN PPT BAGI KANTOR CABANG DARI BANK YANG BERBADAN HUKUM INDONESIA DI LUAR NEGERI A. Dalam rangka pemantauan pelaksanaan Program APU dan PPT pada jaringan kantor dan anak perusahaan di luar negeri maka Bank meminta jaringan kantor dan anak perusahaan tersebut untuk melaporkan pelaksanaan Program APU dan PPT secara berkala, termasuk statistik LTKM yang telah dilaporkan kepada otoritas setempat. B. Dalam hal peraturan di Indonesia mengenai penerapan Program APU dan PPT mengakibatkan pelanggaran terhadap ketentuan perundang-undangan yang berlaku di negara tempat jaringan kantor dan anak perusahaan berada maka Bank harus melakukan tindakan yang memadai untuk memitigasi risiko pencucian uang dan pendanaan terorisme serta melaporkannya kepada Bank Indonesia. VIII. PELAPORAN… VIII. PELAPORAN A. Action plan pelaksanaan Program APU dan PPT memuat strategi, langkah-langkah, dan/atau rencana pemenuhan kewajiban, antara lain: 1. penyesuaian sistem, perjanjian pembukaan hubungan usaha, dan mitigasi risiko terkait penerapan CDD sederhana dalam rangka financial inclusion; 2. pengelompokan Nasabah berdasarkan RBA; 3. penyempurnaan infrastruktur terkait dengan teknologi informasi; 4. persiapan dalam pembangunan single Customer Identification File (CIF); 5. penunjukan pegawai yang menjalankan fungsi UKK di kantor cabang yang kompleksitas usahanya tinggi; 6. penyiapan sumber daya manusia yang memadai; dan/atau 7. penyesuaian teknologi informasi untuk pelaksanaan program pengkinian data Nasabah. B. Laporan action plan dan laporan rencana pengkinian data mendapatkan persetujuan dari 2 (dua) anggota Direksi yaitu Direktur Utama dan Direktur yang membawahkan fungsi Kepatuhan. C. Laporan realisasi kegiatan pengkinian data yang disampaikan telah mendapatkan persetujuan dari Direktur yang membawahkan fungsi Kepatuhan. D. Perubahan atas laporan action plan dan laporan rencana kegiatan pengkinian data dapat dilakukan sepanjang terdapat perubahan yang terjadi di luar kendali Bank dan disampaikan kepada Bank Indonesia paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak perubahan dilakukan. IX. LAIN-LAIN… IX. LAIN-LAIN Bank Umum menyampaikan PPP APU dan PPT kepada Bank Indonesia paling lambat tanggal 28 Juni 2013. X. PENUTUP Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/31/DPNP tanggal 30 November 2009 perihal Pedoman Standar Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Umum dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 14 Juni 2013. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, JONI SWASTANTO KEPALA DEPARTEMEN PENELITIAN DAN PENGATURAN PERBANKAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 15/21/DPNP|SE-BI/2013 </reg_id> <reg_title> Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Umum. </reg_title> <set_date> 14 Juni 2013 </set_date> <effective_date> 14 Juni 2013 </effective_date> <replaced_reg> '11/31/DPNP|SE-BI/2009' </replaced_reg> <related_reg> '14/27/PBI/2012' </related_reg>
No. 1/5/DPNP Jakarta, 10 Desember 1999 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal: Persyaratan dan Tatacara Pengajuan Pengagunan Obligasi Pemerintah bagi Bank Umum peserta Program Rekapitalisasi Berkenaan dengan dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 1/10/PBI/1999 tanggal 3 Desember 1999 tentang tentang Portofolio Obligasi Pemerintah Bagi Bank Umum Peserta Program Rekapitalisasi maka perlu ditetapkan beberapa hal menyangkut pelaksanaan Peraturan Bank Indonesia tersebut di atas. Sebagaimana diketahui Pasal 9 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia Nomor 1/10/PBI/1999 tanggal 3 Desember 1999 tentang Portofolio Obligasi Pemerintah Bagi Bank Umum Peserta Program Rekapitalisasi menetapkan bahwa sebelum 1 Februari 2000 Bank diperkenankan mengagunkan Obligasi yang dimilikinya kepada pihak ketiga dengan persetujuan Bank Indonesia. Selanjutnya Pasal 9 ayat (2) Peraturan Bank Indonesia tersebut di atas menetapkan bahwa persetujuan Bank Indonesia dapat diberikan apabila Bank telah memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut: 1. Bank mengalami kesulitan likuiditas antara lain terjadinya pelanggaran ketentuan Giro Wajib Minimum yang ditetapkan Bank Indonesia; dan 2. Bank telah mempunyai kewajiban antar bank jangka pendek sekurang- kurangnya sebesar 50% (lima puluh perseratus) dari kewajiban segera yang dimiliki; dan 3. Jangka … 2 3. Jangka waktu pinjaman yang diterima Bank dengan agunan Obligasi dimaksud sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan. Sehubungan dengan itu, bersama ini ditetapkan ketentuan pelaksanaan mengenai persyaratan dan tata cara pemberian persetujuan Bank Indonesia terhadap permohonan Bank untuk mengagunkan Obligasi yang dimilikinya kepada pihak ketiga sebagai berikut: I. PERSYARATAN 1. Bank Mengalami Kesulitan Likuiditas Bank dikategorikan sebagai Bank yang mengalami kesulitan likuiditas apabila: a. Bank tidak dapat memenuhi kewajiban Giro Wajib Minimum (GWM) sekurang-kurangnya 3 (tiga) hari kerja berturut-turut atau 5 (lima) hari kerja tidak berturut-turut selama 2 (dua) minggu; atau b. saldo giro Bank pada akhir hari tidak dapat memenuhi kewajiban Bank pada hari yang bersangkutan; sejak Peraturan Bank Indonesia No.1/10/PBI/1999 tanggal 3 Desember 1999 diberlakukan. 2. Kewajiban Antar Bank Kewajiban antar Bank yang diperhitungkan adalah kewajiban bersih antar Bank yang mempunyai jangka waktu maupun sisa jangka waktu tidak melebihi 90 (sembilan puluh) hari, yang terjadi pada saat Bank mengajukan permohonan. Kewajiban segera yang diperhitungkan adalah pos kewajiban segera lainnya sebagaimana diatur dalam ketentuan tentang Laporan Keuangan Tahunan dan Laporan Keuangan Publikasi yang berlaku yaitu pos kewajiban segera lainnya yang meliputi penjumlahan dari pasiva neraca (sandi 312, sandi 313, sandi 315, dan sandi 316), antar bank pasiva (sandi 12 dan sandi 13), dan Pasiva dalam valuta asing lainnya (sandi 20, sandi 61, sandi 62, sandi 64, dan sandi 99), pada posisi neraca 2 (dua) minggu sebelum Bank mengajukan permohonan. Jumlah kewajiban antar Bank jangka pendek yang diperhitungkan adalah sebesar 50% (lima puluh per seratus) dari kewajiban segera lainnya yang didasarkan pada masing-masing posisi tersebut di atas. 3. Jangka … 3 3. Jangka Waktu Pinjaman Jangka waktu pinjaman yang diterima Bank dengan agunan Obligasi sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan sejak tanggal efektif berlakunya perjanjian kredit antara Bank dengan krediturnya. II. TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN PENGAGUNAN OBLIGASI 1. Bank mengajukan surat permohonan untuk mengagunkan Obligasi kepada Direktorat Pengelolaan Moneter, Bank Indonesia dengan tembusan kepada Direktorat Pengawasan Bank terkait. Surat permohonan tersebut wajib dilengkapi dengan: a. Rencana pengagunan Obligasi, yang sekurang-kurangnya memuat: 1) Nama counterparty; 2) Jumlah pinjaman yang diterima Bank; 3) Tanggal efektif dan jatuh tempo; 4) Suku bunga. b. Rencana penggunaan dana, yang sekurang-kurangnya memuat : 1) Tujuan penggunaan dana; 2) Nama penerima dana (beneficiary); 3) Rincian dan jumlah pelunasan kewajiban; 4) Tanggal jatuh tempo kewajiban; 2. Bersamaan dengan surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 di atas, Bank mengajukan pula permohonan penerbitan Surat Keterangan Obligasi Dijaminkan (SKOD) kepada Direktorat Pengelolaan Moneter Bank Indonesia, seperti contoh surat pada Lampiran 1, dengan tembusan kepada Direktorat Pengawasan Bank terkait. 3. Berdasarkan rekomendasi dari Direktorat Pengawasan Bank terkait, Direktorat Pengelolaan Moneter Bank Indonesia menyampaikan surat persetujuan untuk mengagunkan Obligasi, disertai dengan penerbitan SKOD kepada Bank pemohon seperti contoh surat pada Lampiran 2, dengan tembusan kepada Direktorat Pengawasan Bank terkait. 4. Bank wajib menyampaikan laporan realisasi penggunaan dana dari hasil agunan kepada Direktorat Pengawasan Bank, dengan tembusan kepada … 4 kepada Direktorat Pengelolaan Moneter selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja setelah realisasi pembayaran kewajiban. III. S A N K S I Apabila di kemudian hari diketahui bahwa data dan informasi yang disampaikan Bank tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya maka kepada pengurus Bank dikenakan sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 52 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998. Sanksi administratif tersebut berupa: a. Teguran tertulis; dan/atau b. Pencantuman anggota pengurus, pegawai Bank, dan pemegang saham dalam daftar orang tercela di bidang perbankan. IV. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 10 Desember 1999. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA ACHJAR ILJAS DEPUTI GUBERNUR 5 Lampiran 1 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 1/5/DPNP tgl. 10 Desember 1999 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengajuan Pengagunan Obligasi Pemerintah bagi Bank Umum Peserta Program Rekapitalisasi Nomor: P-SKOD/(nomor)/(nama Bank)/(tahun) Kepada BANK INDONESIA Gedung B lantai 11 V. Jl. M.H. Thamrin No.2 A. Jakarta 10010 u.p. Direktorat Pengelolaan Moneter Perihal : Permohonan Penerbitan Surat Keterangan Obligasi Dijaminkan (SKOD) Sehubungan dengan rencana kami untuk mengagunkan Obligasi Pemerintah yang kami miliki kepada ………………………………………..., dengan ini diharapkan bantuan Saudara untuk menerbitkan SKOD dengan perincian sebagai berikut: Seri Obligasi Tanggal Jatuh Tempo Jumlah yang dijaminkan Tanggal berakhirnya Penjaminan Demikian agar Saudara maklum. …(tempat), ……………(tanggal) Komisaris Utama/ Direktur Utama Komisaris Materai ( ………………….) (…………………..) c.c.: - Direktorat Pengawasan Bank terkait : ……………………….. : ……………………….. : Rp…………………….. : dd/mm/yy 6 Lampiran 2 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 1/5/DPNP tanggal 10 Desember 1999 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengajuan Pengagunan Obligasi Pemerintah bagi Bank Umum Peserta Program Rekapitalisasi Nomor : SKOD/ (nomor) / (nama Bank) / (tahun) Kepada Yth. ……………………… ……………………… VI. ………………………. B. ……………………….. Perihal : Surat Keterangan Obligasi Dijaminkan (SKOD) Dengan ini diberitahukan bahwa Obligasi Saudara telah dicatat untuk dijaminkan kepada ………………. dengan perincian sebagai berikut: Seri Obligasi Tanggal Jatuh Tempo Jumlah yang dijaminkan Tanggal berkahirnya Penjaminan Demikian agar Saudara maklum. Jakarta, …………………… Bagian Penyelesaian Transaksi Pasar Uang : ……………………….. : ……………………….. : Rp…………………….. : dd/mm/yy (Pimpinan Bagian)
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 1/5/DPNP|SE-BI/1999 </reg_id> <reg_title> Persyaratan dan Tatacara Pengajuan Pengagunan Obligasi Pemerintah bagi Bank Umum peserta Program Rekapitalisasi </reg_title> <set_date> 10 Desember 1999 </set_date> <effective_date> 10 Desember 1999 </effective_date> <related_reg> '1/10/PBI/1999' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi III' </penalty_list>
No. 7/ 9 /DPNP Jakarta, 31 Maret 2005 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Sistem Informasi Debitur Sehubungan dengan telah dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/8/PBI/2005 tanggal 24 Januari 2005 tentang Sistem Informasi Debitur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4477), perlu diatur ketentuan pelaksanaan dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. UMUM 1. Penyelenggaraan Sistem Informasi Debitur dimaksudkan untuk membantu Pelapor dalam memperlancar proses penyediaan dana, mempermudah penerapan manajemen risiko, dan melakukan identifikasi kualitas Debitur untuk pemenuhan ketentuan berlaku. 2. Guna mencapai tujuan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan agar Sistem Informasi Debitur dapat menghasilkan informasi yang berkualitas, Pelapor diwajibkan untuk: a. menyampaikan … yang a. menyampaikan Laporan Debitur kepada Bank Indonesia setiap bulan untuk posisi akhir bulan secara benar, lengkap, terkini, dan tepat waktu; b. melakukan dan menyampaikan koreksi atas Laporan Debitur kepada Bank Indonesia dalam hal Laporan Debitur yang telah disampaikan oleh Pelapor kepada Bank Indonesia tidak memenuhi ketentuan, baik yang ditemukan oleh Pelapor sendiri, oleh Bank Indonesia, maupun oleh pihak lain; c. bertanggung jawab atas isi dan ketepatan waktu penyampaian Laporan Debitur dimaksud. 3. Untuk menciptakan keseragaman dalam penyusunan Laporan Debitur perlu ditetapkan suatu Pedoman Penyusunan Laporan Debitur bagi Bank Umum sebagaimana terlampir, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini. II. PELAPOR 1. Pelapor yang wajib menyampaikan Laporan Debitur dalam Sistem Informasi Debitur sebagaimana diatur dalam Surat Edaran ini adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/8/PBI/2005 tanggal 24 Januari 2005 tentang Sistem Informasi Debitur yang selanjutnya disebut ”Bank Pelapor”, yaitu: a. Kantor Pusat dan Kantor Cabang dari Bank Umum yang melakukan kegiatan operasional di wilayah Indonesia; b. Kantor Cabang dan Kantor Cabang Pembantu dari bank asing yang melakukan kegiatan operasional di wilayah Indonesia. 2. Bagi … 2. Bagi Bank Pelapor yang melakukan kegiatan operasional di luar wilayah Indonesia, Laporan Debitur disusun dan disampaikan oleh Kantor Pusat Bank Pelapor yang bersangkutan. 3. Dalam hal Bank Pelapor melakukan merger atau konsolidasi, maka Kantor Bank Pelapor peserta merger atau konsolidasi menyampaikan Laporan Debitur sampai dengan proses merger atau konsolidasi selesai. Setelah proses merger atau konsolidasi tersebut selesai, kewajiban penyampaian Laporan Debitur dilakukan oleh kantor Bank Pelapor hasil merger atau konsolidasi tersebut. III. SISTEM DAN PROSEDUR PENYAMPAIAN LAPORAN DAN PENERIMAAN INFORMASI DEBITUR 1. Dalam rangka menjamin kebenaran, kelengkapan, kekinian isi laporan, dan ketepatan waktu penyampaian Laporan Debitur serta keamanan penerimaan Informasi Debitur, Bank Pelapor harus memiliki sistem dan prosedur yang dituangkan dalam suatu pedoman tertulis yang disetujui oleh Direksi Bank, yang sekurang-kurangnya memuat: a. wewenang dan tanggung jawab petugas yang diberi akses untuk menyusun, melakukan verifikasi, dan menyampaikan Laporan Debitur kepada Bank Indonesia; b. wewenang dan tanggung jawab petugas yang diberi akses untuk mengajukan permohonan dan menerima Informasi Debitur dari Bank Indonesia. 2. Kantor Bank Pelapor harus melakukan pengamanan terhadap sistem teknologi informasi di Bank Pelapor yang terkait dengan Sistem Informasi … Informasi Debitur di Bank Indonesia termasuk melakukan langkah- langkah pengamanan alur/proses pengiriman Laporan Debitur dari sistem komputer Bank Pelapor ke Bank Indonesia dan penerimaan Informasi Debitur dari Bank Indonesia. IV. LAPORAN DEBITUR DAN INFORMASI DEBITUR 1. Laporan Debitur yang disampaikan Bank Pelapor kepada Bank Indonesia meliputi: a. identitas Debitur: 1) bagi Debitur perorangan, antara lain berisi nama, nomor KTP, nama gadis ibu kandung, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak bagi Debitur yang diwajibkan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku; 2) bagi Debitur perusahaan atau badan, antara lain berisi nama, nomor akta pendirian, Nomor Pokok Wajib Pajak, dan informasi keterkaitan Debitur dari sisi kepengurusan, kepemilikan, dan hubungan keuangan; b. informasi pengurus dan pemilik perusahaan atau badan, antara lain berisi informasi mengenai nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak, jabatan, dan pangsa (persentase) kepemilikan; c. informasi fasilitas penyediaan dana yang diterima oleh Debitur, antara lain berisi informasi mengenai jenis penyediaan dana, jumlah fasilitas yang diberikan dan kolektibilitas, termasuk penyediaan dana yang dihapusbuku, yang dihapustagih, serta yang diselesaikan dengan cara pengambilalihan agunan atau penyelesaian melalui pengadilan; d. informasi … d. informasi agunan, antara lain berisi informasi mengenai bukti (status) kepemilikan, nilai agunan, nama pemilik agunan, lokasi agunan, dan jenis pengikatan; e. informasi penjamin, antara lain berisi identitas penjamin seperti nama, alamat, dan identitas (KTP/akte pendirian) dari penjamin, serta persentase bagian fasilitas penyediaan dana yang dijamin; informasi laporan keuangan Debitur bagi perusahaan/badan f. yang menerima fasilitas nasabah sebesar Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) atau lebih. Informasi keuangan Debitur antara lain berisi data yang berasal dari neraca dan laba rugi serta posisi laporan keuangan. 2. Bank Pelapor yang telah memenuhi kewajiban pelaporan dapat meminta Informasi Debitur dari Bank Indonesia. Permintaan Informasi Debitur harus dilakukan secara on line. 3. Informasi Debitur yang disediakan kepada Bank Pelapor meliputi antara lain: a. identitas Debitur, yang berupa informasi Debitur individual; b. pengurus dan pemilik; c. fasilitas penyediaan dana yang diterima Debitur; d. agunan; e. penjamin; dan f. kolektibilitas. V. PENANGGUNG … V. PENANGGUNG JAWAB LAPORAN DAN INFORMASI DEBITUR 1. Dalam rangka penyampaian Laporan Debitur dan permohonan permintaan Informasi Debitur, Bank Pelapor menunjuk petugas operator/pelaksana dan atau pejabat penanggungjawab dengan wewenang dan tanggung jawab: a. menyusun dan menyampaikan Laporan Debitur kepada Bank Indonesia; b. melakukan verifikasi, keabsahan, Debitur yang Indonesia; dan kelengkapan Laporan terkini sebelum disampaikan kepada Bank c. mengajukan permohonan dan menerima Informasi Debitur dari Bank Indonesia. 2. Bank Pelapor selanjutnya memberitahukan secara tertulis: a. nama, nomor telepon, nomor facsimile, dan alamat e-mail petugas dan atau penanggungjawab Laporan Debitur; b. nama, nomor telepon, nomor facsimile, dan alamat e-mail petugas dan atau penanggungjawab menerima Informasi Debitur; yang berwenang meminta dan kepada Bank Indonesia up Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan (DPIP) c.q. Bagian Data Perbankan Jl. MH. Thamrin No.2 Indonesia setempat bagi Bank Pelapor yang berkedudukan di luar wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia. 3. Setiap petugas dan penanggungjawab yang telah diberi wewenang tersebut wajib menjaga dan bertanggung jawab atas kerahasiaan password dan user-id. Jakarta 10110, dengan tembusan kepada Kantor Bank VI. FORMAT … VI. FORMAT LAPORAN DAN TATA CARA PELAPORAN Format laporan, tata cara pengisian, dan penyusunan Laporan Debitur berpedoman pada Pedoman Penyusunan Laporan Debitur bagi Bank Umum yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini. VII. PERIODE PENYAMPAIAN LAPORAN DAN KOREKSI LAPORAN DEBITUR 1. Bank Pelapor wajib menyampaikan Laporan Debitur setiap bulan kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya tanggal 12 (dua belas) setelah berakhirnya bulan Laporan Debitur yang bersangkutan. 2. Dalam hal Bank Pelapor belum atau tidak memiliki Debitur dan atau tidak memberikan fasilitas penyediaan dana, Bank menyampaikan laporan dengan menggunakan Form 05 - Data Kontrol LBU. 3. Sesuai Pasal 6 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/8/PBI/2005 tanggal 24 Januari 2005 tentang Sistem Informasi Debitur, Bank Pelapor wajib melakukan koreksi atas Laporan Debitur yang tidak memenuhi ketentuan, baik yang ditemukan oleh Bank Pelapor sendiri maupun yang ditemukan oleh Bank Indonesia. Dalam hal terdapat perbedaan antara Bank Indonesia dan Bank Pelapor berkaitan dengan penyampaian Laporan Debitur, maka yang diberlakukan adalah yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 4. Koreksi atas Laporan Debitur yang tidak memenuhi ketentuan dan ditemukan oleh Bank Pelapor sendiri wajib disampaikan kepada Bank Indonesia paling lambat tanggal 12 (dua belas) setelah berakhirnya bulan Laporan Debitur yang bersangkutan. VIII. PROSEDUR … VIII. PROSEDUR PENYAMPAIAN LAPORAN DEBITUR DAN KOREKSI ATAS LAPORAN DEBITUR 1. Bank Pelapor wajib menyampaikan Laporan Debitur dan atau koreksi atas Laporan Debitur kepada Bank Indonesia secara on line. Penyampaian secara on line dilakukan dengan cara mengirim atau mentransfer rekaman data Laporan Debitur atau koreksi atas Laporan Debitur secara langsung melalui fasilitas komunikasi/jaringan ekstranet atau saluran komunikasi lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 2. Penyampaian Laporan Debitur dan atau koreksi atas Laporan Debitur dapat dilakukan secara off line dengan menggunakan media perekaman seperti disket atau compact disc, dalam hal: a. Bank Pelapor berkedudukan di daerah yang belum tersedia fasilitas telekomunikasi atau yang mengalami keadaan memaksa (force majeure) seperti kebakaran, kerusuhan massa, perang, sabotase, serta bencana alam seperti banjir dan gempa bumi; b. Kantor Bank Pelapor baru dibuka atau baru memulai kegiatan operasional, dengan batas waktu paling lama 2 (dua) bulan setelah melakukan kegiatan operasional; atau c. Bank Pelapor mengalami gangguan teknis dalam menyampaikan Laporan Debitur dan atau koreksi atas Laporan Debitur, seperti gangguan jaringan telekomunikasi atau pemadaman aliran listrik yang berkepanjangan yang harus disertai keterangan tertulis dari pejabat Bank Pelapor. 3. Bank Pelapor dinyatakan telah menyampaikan Laporan Debitur dan atau koreksi atas Laporan Debitur pada tanggal diterimanya Laporan Debitur dan atau koreksi atas Laporan Debitur oleh Bank Indonesia. a. Penyampaian … a. Penyampaian secara on line Apabila Laporan Debitur dan atau koreksi atas Laporan Debitur disampaikan secara on line, maka Bank Pelapor akan menerima tanda bukti penyampaian dan pengkinian Laporan Debitur dan atau koreksi atas Laporan Debitur yang tercetak secara otomatis pada komputer Bank Pelapor setelah Bank Pelapor selesai menyampaikan dan mengkinikan Laporan Debitur dan atau koreksi atas Laporan Debitur. b. Penyampaian secara off line Untuk Laporan Debitur dan atau koreksi atas Laporan Debitur yang disampaikan secara off line, maka Bank Pelapor akan menerima tanda bukti penerimaan Laporan Debitur dan atau koreksi atas Laporan Debitur dari Bank Indonesia apabila Bank Pelapor menyampaikan secara langsung, atau tanda bukti penerimaan/cap pos apabila disampaikan melalui pos, khusus bagi Bank Pelapor yang berada di luar wilayah kedudukan Kantor Bank Indonesia. IX. SANKSI Tata cara pengenaan sanksi kewajiban membayar terhadap Bank Pelapor: 1. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kepada Bank Pelapor mengenai pelanggaran yang dilakukan oleh Bank Pelapor dan sanksi yang dikenakan. 2. Pengenaan sanksi kewajiban membayar dilakukan dengan mendebet rekening giro Bank Pelapor di Bank Indonesia. X. ALAMAT … X. ALAMAT PENYAMPAIAN LAPORAN DAN KOREKSI LAPORAN DEBITUR SECARA OFF LINE 1. Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan (DPIP) c.q. Bagian Data Perbankan, Jl. MH. Thamrin No.2 Jakarta 10110, bagi Bank Pelapor yang berkedudukan di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia; atau 2. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank Pelapor yang berkedudukan di luar wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia. XI. PENYAMPAIAN PERTANYAAN 1. Pertanyaan yang berkaitan dengan Laporan dan Informasi Debitur disampaikan kepada Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan (DPIP) c.q. Bagian Data Perbankan, Jl. MH. Thamrin No.2 Jakarta 10110 dan atau melalui e-mail sid@bi.go.id. 2. Pertanyaan yang berkaitan dengan aplikasi dan otomasi Sistem Informasi Debitur disampaikan kepada Help Desk Bank Indonesia melalui e-mail: hdbi@bi.go.id dan atau telepon 021-3818000. XII. PENUTUP Kewajiban penyampaian Laporan Debitur untuk posisi data bulan Maret sampai dengan bulan Mei 2005, dilakukan secara bersamaan (paralel) antara penyampaian Laporan Debitur sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 1/7/PBI/1999 tanggal 20 September 1999 dan penyampaian Laporan Debitur sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/8/PBI/2005 tanggal 24 Januari 2005 yang dilakukan melalui Web Aplikasi. Surat … Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 31 Maret 2005. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, MAMAN H. SOMANTRI DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 7/9/DPNP|SE-BI/2005 </reg_id> <reg_title> Sistem Informasi Debitur </reg_title> <set_date> 31 Maret 2005 </set_date> <effective_date> 31 Maret 2005 </effective_date> <related_reg> '7/8/PBI/2005' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi IX' </penalty_list>
No. 7/18/DPM NoAAve Jakarta, 1 Juni 2005 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM Perihal : Perubahan Keempat Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/17/DPM Tanggal 6 April 2004 perihal Transaksi Perdagangan Sertifikat Bank Indonesia Secara Repurchase Agreement (Repo) Dengan Bank Indonesia Di Pasar Sekunder. Dalam rangka penyesuaian jumlah kepemilikan SBI milik Bank yang dapat direpokan ke Bank Indonesia dan tingkat diskonto SBI Repo yang berlaku maka Surat Edaran Bank Indonesia No.6/17/DPM tanggal 6 April 2004 tentang Transaksi Perdagangan Sertifikat Bank Indonesia Secara Repurchase Agreement (Repo) Dengan Bank Indonesia di Pasar Sekunder, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/12/DPM tanggal 8 April 2005, yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Peraturan Bank Indonesia Nomor 4/9/PBI/2002 tanggal 18 November 2002 tentang Operasi Pasar Terbuka (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4243), sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/33/PBI/2004 tanggal 31 Desember 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4463), Peraturan Bank Indonesia Nomor 4/10/PBI/2002 tanggal 18 November 2002 tentang Sertifikat Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4244), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/5/PBI/2004 tanggal … 2 tanggal 16 Februari 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4366) dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/2/PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004 tentang Bank Indonesia – Scripless Securities Settlement System (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4363), perlu dilakukan perubahan sebagai berikut: 1. Ketentuan angka II.2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 2. Jumlah SBI milik Bank yang dapat dijual secara Repo kepada Bank Indonesia paling banyak 25% (dua puluh lima per seratus) dari jumlah kepemilikan SBI yang tercatat pada rekening perdagangan di sarana BI- SSSS pada 1 (satu) hari kerja sebelum pengajuan SBI Repo. 2. Ketentuan angka II.4 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 4. Tingkat diskonto SBI Repo ditetapkan sebesar nilai tertinggi dari: a. rata-rata tertimbang suku bunga PUAB sesi pagi jangka waktu 1 (satu) hari pada tanggal pengajuan transaksi SBI Repo ditambah 200 (dua ratus) basis points; atau b. rata-rata tertimbang tingkat diskonto SBI jangka waktu 1 (satu) bulan pada lelang terakhir ditambah 200 (dua ratus) basis points. Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 1 Juni 2005. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, BUDI MULYA DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 7/18/DPM|SE-BI/2005 </reg_id> <reg_title> Perubahan Keempat Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/17/DPM Tanggal 6 April 2004 perihal Transaksi Perdagangan Sertifikat Bank Indonesia Secara Repurchase Agreement (Repo) Dengan Bank Indonesia Di Pasar Sekunder. </reg_title> <set_date> 1 Juni 2005 </set_date> <effective_date> 1 Juni 2005 </effective_date> <changed_reg> '6/17/DPM|SE-BI/2004' </changed_reg> <extension_of> '7/12/DPM|SE-BI/2005' </extension_of> <related_reg> '6/33/PBI/2004', '6/17/DPM|SE-BI/2004', '6/2/PBI/2004', '6/5/PBI/2004', '4/10/PBI/2002', '7/12/DPM|SE-BI/2005', '4/9/PBI/2002' </related_reg>
No.12/ 12 /DPD Jakarta, 8 April 2010 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DAN BANK UMUM SYARIAH DI INDONESIA Perihal : Transaksi Repurchase Agreement Chinese Yuan terhadap Surat Berharga Rupiah Bank kepada Bank Indonesia Sehubungan dengan ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/6/PBI/2010 tanggal 7 April 2010 tentang Transaksi Repurchase Agreement Chinese Yuan terhadap Surat Berharga Rupiah Bank kepada Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5127), perlu ditetapkan peraturan pelaksanaan Transaksi Repurchase Agreement Chinese Yuan terhadap Surat Berharga Rupiah Bank kepada Bank Indonesia dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia dengan pokok-pokok ketentuan sebagai berikut: I. PENGAJUAN RENCANA KEBUTUHAN CNY DAN TRANSAKSI CNY/IDR REPO BANK KEPADA BANK INDONESIA 1. Pengajuan rencana kebutuhan CNY Bank kepada Bank Indonesia dilakukan melalui Reuters Monitoring Dealing System (RMDS) dan ditujukan kepada Biro Manajemen Devisa dan Nilai Tukar Bank Indonesia (Biro MDNT), pada setiap hari Rabu pukul 09.00 WIB sampai dengan 11.00 WIB, dengan dealing code BIJA. 2. Rencana kebutuhan CNY didasarkan pada kebutuhan nasabah yang memiliki mitra perdagangan perusahaan China yang pada saat transaksi termasuk dalam The List of Pilot Enterprises, yaitu daftar perusahaan di China yang memiliki ijin dari Otoritas China untuk melakukan cross-border Renminbi trade … 2 trade settlement, sebagaimana pada Lampiran 1 Surat Edaran ini yang merupakan satu kesatuan dan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini. 3. Bank Indonesia mengumumkan: a. Repo Rate dan Tenor transaksi CNY/IDR Repo paling lambat pukul 12.00 WIB pada 5 (lima) Hari Kerja setelah hari pengajuan rencana kebutuhan CNY Bank melalui Reuters atau sarana komunikasi lainnya apabila Reuters mengalami gangguan; b. harga Surat Berharga dan Haircut, yang dapat dilihat pada BI-SSSS; c. kurs CNY/IDR, yang dapat dilihat pada Reuters page BIXY. 4. Bank harus melakukan konfirmasi kepada Bank Indonesia terkait dengan transaksi pengajuan CNY/IDR Repo kepada Bank Indonesia pada saat Window Time Transaksi CNY/IDR Repo melalui RMDS, dengan materi antara lain: a. nilai total nominal Surat Berharga; b. identitas masing-masing Surat Berharga; c. nominal masing-masing Surat Berharga; d. sisa jangka waktu Surat Berharga; dan e. kesanggupan untuk menyampaikan surat permohonan pledge Surat Berharga dan surat kuasa kepada BI. 5. Bank menyampaikan surat permohonan pledge dan surat kuasa sebagaimana contoh pada Lampiran 2 dan Lampiran 3 paling lambat 1 (satu) hari kerja Jakarta setelah Window Time Transaksi CNY/IDR Repo pukul 12.00 WIB. 6. Surat permohonan pledge dan surat kuasa disampaikan kepada Bank Indonesia yang dialamatkan kepada: Direktorat Pengelolaan Devisa - Bagian Penyelesaian Transaksi Devisa Bank Indonesia Gedung Sjafruddin Prawiranegara Lt.7 Jl. MH. Thamrin No.2 Jakarta Pusat 7. Bank … 3 7. Bank melakukan pledge Surat Berharga paling lambat 1 (satu) hari kerja Jakarta sebelum Tanggal Valuta dan akan berlaku efektif pada Tanggal Valuta. 8. Jangka waktu pledge atas Surat Berharga sesuai dengan Tenor CNY/IDR Repo ditambah 6 (enam) hari kerja Jakarta. II. PERHITUNGAN NILAI SURAT BERHARGA Perhitungan Nilai Surat Berharga yang diserahkan oleh Bank dan Nilai Pembelian Kembali 1. Nilai Surat Berharga yang diserahkan Bank pada Tanggal Valuta CNY/IDR Repo (first leg) dihitung sebagai berikut: D IDR = D CNY× K Transaksi J CNY/IDR B Indonesia ana ana Nilai Surat Berharga = urs ual Dana IDR x 100 Harga Surat Berharga + Accrued Interest - Haircut Accrued Interest = Jumlah hari accrued interest Jumlah hari dalam 1 tahun x Kupon x 100 Jumlah hari accrued interest dan jumlah hari dalam 1 (satu) tahun dihitung berdasarkan day count conventions yang berlaku untuk Surat Berharga yang di-repo-kan. Day count conventions antara lain ACT/ACT, ACT/360, ACT/365, dan 30/360. 2. Nilai Pembelian Kembali pada Tanggal Jatuh Tempo CNY/IDR Repo (second leg) dihitung sebagai berikut: Nilai Pembelian Kembali = Dana CNY pada Tanggal Valuta CNY/IDR Repo + (Dana CNY pada Tanggal Valuta CNY/IDR Repo x Repo Rate x act/360) a. Nilai nominal Repo Rate Nilai nominal Repo Rate = dana CNY pada tanggal valuta x (jumlah hari repo/360) x (Repo Rate) ank b. Nilai … 4 b. Nilai pembelian kembali Nilai pembelian kembali = Dana CNY pada tanggal valuta + Nilai nominal Repo Rate 3. Haircut Surat Berharga mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai transaksi repurchase agreement Bank dengan Bank Indonesia dalam denominasi rupiah. 4. Dalam hal terjadi perbedaan perhitungan pada angka 1 antara Bank dengan Bank Indonesia, yang digunakan adalah hasil perhitungan Bank Indonesia. 5. Dalam hal pada Tanggal Valuta terjadi kekurangan nilai Surat Berharga yang di-pledge oleh Bank , Bank harus menambah kekurangan dimaksud. III. PENYELESAIAN TRANSAKSI CNY/IDR REPO A. PENYELESAIAN TRANSAKSI PADA FIRST LEG 1. Bank wajib melakukan pledge Surat Berharga 1 (satu) Hari Kerja sebelum Tanggal Valuta. 2. Bank yang melakukan transaksi CNY/IDR Repo harus mengkonfirmasikan pengiriman instruksi penyelesaian pada BI-SSSS melalui telepon atau e-mail kepada Bank Indonesia c.q. Direktorat Pengelolaan Devisa - Bagian Penyelesaian Transaksi Devisa. 3. Kupon Surat Berharga yang di-repo-kan dalam transaksi CNY/IDR Repo merupakan hak Bank yang melakukan transaksi CNY/IDR Repo. 4. Dalam hal terdapat pembayaran kupon atas Surat Berharga Bank yang di- repo-kan ke Bank Indonesia, maka Bank Indonesia akan melakukan pengkreditan rekening giro rupiah Bank di Bank Indonesia. B. PENYELESAIAN TRANSAKSI PADA SECOND LEG 1. Bank wajib menyelesaikan transaksi CNY/IDR Repo dengan membeli kembali Surat Berharga sebesar Nilai Pembelian Kembali pada Tanggal Jatuh Tempo. 2. Atas … 5 2. Atas pembelian kembali Surat Berharga sebagaimana dimaksud pada angka 1, Bank wajib mengirimkan dana CNY sebesar Nilai Pembelian Kembali ke rekening Bank Indonesia di People’s Bank of China. 3. Bank wajib menyampaikan konfirmasi kepada Bank Indonesia c.q. Direktorat Pengelolaan Devisa – Bagian Penyelesaian Transaksi Devisa mengenai pengiriman dana CNY ke rekening Bank Indonesia di People’s Bank of China. 4. Konfirmasi sebagaimana dimaksud pada angka 3 disampaikan paling lambat 2 (dua) Hari Kerja sebelum Tanggal Jatuh Tempo. 5. Bank Indonesia akan melepaskan (release) pledge Surat Berharga kepada Bank yang bersangkutan paling lambat 1 (satu) hari kerja Jakarta setelah dana CNY diterima di rekening Bank Indonesia pada People’s Bank of China. IV. PENYELESAIAN TRANSAKSI CNY/IDR REPO DALAM KONDISI KHUSUS A. BANK TIDAK MELAKUKAN PENYERAHAN SURAT BERHARGA PADA FIRST LEG Bank yang tidak melakukan pledge Surat Berharga pada Tanggal Valuta, wajib mengembalikan dana CNY ke rekening CNY Bank Indonesia di People’s Bank of China paling lambat 3 (tiga) Hari Kerja setelah Tanggal Valuta. B. BANK TIDAK MENYERAHKAN DANA CNY PADA SECOND LEG 1. Dalam hal Bank tidak dapat memenuhi kewajiban pengiriman Dana CNY pada Tanggal Jatuh Tempo (second leg), Bank Indonesia melakukan penjualan dan/atau early redemption Surat Berharga pada 3 (tiga) hari kerja Jakarta setelah Tanggal Jatuh Tempo. 2. Harga transaksi penjualan Surat Berharga Bank oleh Bank Indonesia adalah harga yang berlaku di pasar. 3. Dalam hal hasil penjualan dan/atau early redemption Surat Berharga Bank tidak mencukupi Nilai Pembelian Kembali dan kewajiban lainnya, Bank Indonesia … 6 Indonesia membebankan kekurangan pembayaran tersebut pada rekening giro valuta asing Bank yang bersangkutan di Bank Indonesia. Kewajiban a. Kewajiban Membayar Use of fund dikenakan biaya sebesar Repo Rate + 200 bps Use of fund = Nilai pembelian kembali x (Repo Rate + 200bps) x b. Total Kewajiban Total kewajiban = Nilai pembelian kembali + Use of fund Harga Pasar SSB Harga pasar SSB = Nominal SSB yang di-repo-kan x Harga pasar SSB dalam CNY = Jumlah hari 360 Dirty price 100 Harga pasar Surat Berharga Kurs transaksi jual CNY/IDR Bank Indonesia 4. Dalam hal nilai pembebanan rekening giro valuta asing Bank di Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak mencukupi, Bank Indonesia membebankan kekurangan pembayaran tersebut pada rekening giro rupiah Bank yang bersangkutan di Bank Indonesia. 5. Dalam hal hasil penjualan atau early redemption Surat Berharga sebagaimana dimaksud pada angka 1 melebihi kewajiban membayar yang telah disepakati dalam CNY/IDR Repo dan kewajiban Bank lainnya, selisih lebih tersebut akan dikembalikan kepada Bank melalui rekening giro rupiah Bank yang bersangkutan di Bank Indonesia. Karena total kewajiban lebih rendah dari harga pasar SSB dalam CNY maka dihitung jumlah rupiah yang dibutuhkan untuk membeli CNY dengan perhitungan sebagai berikut: Total kewajiban (rupiah) = Total Kewajiban x Kurs CNY/IDR Kelebihan hasil penjualan SSB sesuai perhitungan akan dikembalikan kepada Bank. C. BANK … 7 C. BANK MENGALAMI PENURUNAN PK DAN/ATAU DITEMUKAN PELANGGARAN ATAS PBI CNY/IDR REPO 1. Early termination terhadap kontrak CNY/IDR Repo dilakukan apabila Bank yang bersangkutan dalam periode transaksi CNY/IDR Repo mengalami penurunan PK menjadi di bawah persyaratan paling rendah PK-3 dan/atau ditemukan pelanggaran atas PBI Transaksi CNY/IDR Repo Bank kepada Bank Indonesia antara lain: a. Ketidaksesuaian underlying; atau b. Mitra dagang nasabah Bank di luar The List of Pilot Enterprises. 2. Dalam hal terjadi early termination, Bank wajib menyelesaikan transaksi CNY/IDR Repo dengan melakukan pembelian kembali Surat Berharga. 3. Bank Indonesia akan menyampaikan surat kepada Bank yang berisi pemberitahuan pemberlakuan early termination, tanggal penyetoran dan jumlah Nilai Pembelian Kembali yang wajib dibayar oleh Bank. 4. Dalam hal Bank tidak dapat memenuhi kewajiban pembelian kembali Surat Berharga sebesar Nilai Pembelian Kembali pada tanggal sebagaimana dimaksud pada angka 3, maka akan berlaku mekanisme pelunasan CNY/IDR Repo sebagaimana diatur dalam huruf B. V. SANKSI 1. Dalam hal Bank tidak melakukan pledge pada 1 (satu) Hari Kerja sebelum Tanggal Valuta (first leg) dan dana CNY belum diterima maka Bank dikenakan sanksi berupa teguran tertulis. 2. Dalam hal Bank tidak melakukan pledge pada 1 (satu) Hari Kerja sebelum Tanggal Valuta (first leg) dan dana CNY sudah diterima maka Bank dikenakan sanksi berupa a. teguran tertulis; dan b. kewajiban membayar dengan perhitungan sebagai berikut: Sanksi kewajiban membayar Nilai = transaksi x (Repo Rate + 200 bps) x Jumlah hari 360 Perhitungan … 8 Perhitungan hari dalam pengenaan sanksi menggunakan hari kalender dimulai sejak Tanggal Valuta sampai tanggal pengembalian (tidak termasuk tanggal pengembalian). 3. Dalam hal pada Tanggal Jatuh Tempo (second leg) Bank tidak mengirimkan dana CNY sebesar Nilai Pembelian Kembali ke rekening Bank Indonesia pada Bank Koresponden yang ditunjuk oleh Bank Indonesia, Bank dikenakan sanksi kewajiban membayar dengan perhitungan sebagai berikut: Sanksi Nilai kewajiban membayar = pembelian kembali x (Repo Rate + 200 bps) x Jumlah hari 360 Perhitungan hari dalam pengenaan sanksi menggunakan hari kalender dimulai sejak Tanggal Jatuh Tempo sampai tanggal pelunasan (tidak termasuk tanggal pelunasan). VI. CONTOH … 9 VI. CONTOH PERHITUNGAN TERKAIT TRANSAKSI CNY/IDR REPO Untuk contoh perhitungan terkait transaksi CNY/IDR Repo, yaitu : 1. perhitungan nilai Surat Berharga, sebagaimana dimaksud pada butir II.A.1 dan butir II.A.2; 2. perhitungan kewajiban membayar, sebagaimana dimaksud pada butir IV.B.3, butir IV.B.4, dan butir IV.B.5; 3. perhitungan sanksi sebagaimana dimaksud pada butir V; tercantum dalam Lampiran 4 yang merupakan satu kesatuan dan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini. Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 8 April 2010. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, BUDI MULYA DEPUTI GUBERNUR Lampiran 1 Surat Edaran Bank Indonesia No.12/12/DPD tanggal 8 April 2010 1 List of Pilot Enterprises Participating in RMB Cross-border Trade Settlement Name Of Company City 1 Guangdong Commercial Trading Import And Export Corporation 2 Guangdong Silique International Group Maufar Corp.,Ltd. 3 Guangdong Silique International Group Wintex Corp.Ltd 4 Guangdong Silique International Group Garment Co.,Ltd. 5 Guangdong Light Industrial Products Imp And Exp Holdings Corp. 6 Guangdong Foreign Trade Imp.And Exp. Corp. 7 Guangdong Foodstuffs Import & Export (Group) Corparation 8 Guangdong Native Produce I/E Corp. (Group).Ltd 9 China National Nonferrous Metals Imp.& Exp. Guangdong Corp. 10 Guanddong Stationary And Sporting Goods Imp And Exp Corp. 11 Guangzhou Henghao Chemical Science Co.Ltd. 12 Ho Yu Shoe Material Ltd 13 Gise Kam Kwan International Trade Ltd. 14 Guangzhou Flashlight Industrial Corporation 15 Guangzhou Automobile Trading Co Ltd 16 Htc Trade Co Ltd 17 Guangzhou Pearl River Piano Group Co., Ltd 18 Guangzhou Shunlung Industrial Corp. 19 Guangzhou Shun Lung Industrial Corp. 20 Guangzhou Lun Rigid New Material Corporation 23 Pan-Asia Pet Resin(Guangzhou)Co.,Ltd. 24 Guangdong Silkgroup Fortune Co.,Ltd. 25 Guangzhou Nypro Molding Plastics Products Co.,Ltd. 26 Telegoal (Guangzhou) Garment Company Limited 27 Guang Zhou Panyu Massway Stationnery & Gift Box Co.,Ltd. 28 Exquisite Knitters (Guangzhou) Ltd. 29 Guangzhou Huabao Glass Co.,Ltd 30 Guangzhou City Pan Yu Chun Fung Footwear Company Limited 31 Grg Banking Equipment Co.,Ltd. 32 Guangzhou Economic And Technical Development District Construction Import And Export Co. Ltd 33 Golden Ware Enterprise Limited 34 Guangdong Guangxin Trade Development Co.,Ltd 35 Guangzhou Evervan Footwear Co.,Ltd. Guang Zhou Guang Zhou Guang Zhou Guang Zhou Guang Zhou Guang Zhou Guang Zhou Guang Zhou Guang Zhou Guang Zhou Guang Zhou Guang Zhou Guang Zhou Guang Zhou Guang Zhou Guang Zhou Guang Zhou Guang Zhou Guang Zhou Guang Zhou 21 Guangzhou Elec&Eltek Megenetic Integrated Connetors First Co.,Ltd Guang Zhou 22 W & G Biaxial Materials Technology Corporation Guang Zhou Guang Zhou Guang Zhou Guang Zhou Guang Zhou Guang Zhou Guang Zhou Guang Zhou Guang Zhou Guang Zhou Guang Zhou Guang Zhou Guang Zhou Guang Zhou 36 Guangzhou Sunmile… Lampiran 1 Surat Edaran Bank Indonesia No.12/12/DPD tanggal 8 April 2010 2 36 Guangzhou Sunmile Industries Co Ltd 37 Guangzhou Trademaster & Creation Ltd. 38 Hedy Holding Co.,Ltd 39 Guangdong Silk I/E Corp.(Group).Ltd 40 Guangzhou Grace Electron Corporation 41 Epoxy Base Electronic Material Co.,Ltd. 42 Guangzhou Panyu Southern Star Co. Ltd. 43 Guangzhou Huasheng Paints And Pigments Co., Ltd 44 Guangzhou Shipyard International Co. Ltd. 45 China National Aero-Technology Guangzhou Co.,Ltd 46 Eleceltek (Guangzhou ) Electronics Co.,Ltd 47 Lg Chemical (Guangzhou) Engineering Plastics Co.,Ltd. 48 Guangzhou Zhujiang Steel Co Ltd 49 Guangzhou Tws Electronics Limited 50 Pan Overseas (Guangzhou) Electronic Co.,Ltd 51 Guangzhou Malting Company Ltd 52 Guangzhou Yiguan Leather Products Co.,Ltd 53 Wells Electronic Material(Guangzhou)Co.,Ltd. 54 Guangzhou Starlite Environmental Friendly Center Limited 55 Guangzhou Jianyuan Material Trade And Logistics Co.Ltd 56 Kingfa Sci.& Tech.Co.,Ltd 57 Guangdong Petro_Trade Development Corporation. 58 Tai-I Jiang Corp (Guangzhou) Co., Ltd 59 Tai-I Copper (Guangzhou) Co., Ltd 60 Huntsman Advanced Materials (Guangdong) Company Limited 61 Huntsman Textile Effects (China) Co.,Ltd. 62 Guangzhou Power Construct Trade Co. Ltd. 63 Panyu Metals And Minerals Imp And Exp Corp 64 Guangzhou Zhujiang Lianggua Footwear Co.,Ltd 65 High Sun Electrical Industrial Co., Ltd. 66 Ggec Thchnology Limited 67 Guoguang Electric Company Limited 68 First Audio Manufacturing Co.,Ltd. 69 Guangzhou Tiger Head Battery Group Co.,Ltd 70 Guangzhou Nansha Santis Substrates Ltd 71 Panyu Juda Car Audio Equipment Co.,Ltd 72 Guangzhou Kwangfeng Industrial Co.,Ltd. 73 Guangzhou Couger Metal Material Ltd. 74 Guangzhou Kam Hing Textile Dyeing Co Ltd Guang Zhou Guang Zhou Guang Zhou Guang Zhou Guang Zhou Guang Zhou Guang Zhou Guang Zhou Guang Zhou Guang Zhou Guang Zhou Guang Zhou Guang Zhou Guang Zhou Guang Zhou Guang Zhou Guang Zhou Guang Zhou Guang Zhou Guang Zhou Guang Zhou Guang Zhou Guang Zhou Guang Zhou Guang Zhou Guang Zhou Guang Zhou Guang Zhou Guang Zhou Guang Zhou Guang Zhou Guang Zhou Guang Zhou Guang Zhou Guang Zhou Guang Zhou Guang Zhou Guang Zhou Guang Zhou 75 Bogart … Lampiran 1 Surat Edaran Bank Indonesia No.12/12/DPD tanggal 8 April 2010 3 75 Bogart Lingerie (Guangzhou) Limited 76 Guangzhou Panyu Pegasus Footwear Co.,Ltd. 77 Guang Zhou Chuang De Shoes Co.,Limited 78 Guangzhou Chuangyu Garment Co.,Ltd 79 Guangzhou City Panyu Ever Rich Knitting Garment Co.,Ltd. 80 Guangzhou Xingxiangweiye Development Co.,Ltd 81 Guangzhou Pule Packaging Container Co.,Ltd 82 Guangzhou Younibao Trade Co.,Ltd 83 Guangzhou Runtian Import And Export Co Ltd 84 Df Import & Export Corp.,Ltd 85 Tency Enterprise Ltd. 86 Sabic Innovative Plastics Co.,Ltd (China) 87 Guangzhou Textile Industry Union Import Export Corporation 88 Guangzhou Light Holdings Limited 89 Gree Electric Appliances, Inc. Of Zhuhai 90 Zhuhai Unicizers Industrial Co.,Ltd. 91 Philips Dap Company Ltd Zhuhai S.E.Z 92 New Ocean Energy Holdings Limited 93 Zhuhai Hansen Technology Co.,Ltd. 94 China Electronics Zhuhai Co.,Ltd. 95 Zhuhai Yueyufeng Iron And Steel Co Ltd 96 Elec-Tech International Co.,Ltd. 97 Zhuhai Wonderful Electric Power Goods And Materdals Co.Ltd. 98 Yuhua Polyester Co.,Ltd Of Zhuhai 99 Zhuhai Founder Technology Multi-Layer Pcb Co.,Ltd. 100 Eastcom Peace Smart Card Co.,Ltd. 101 Intelligent Components Technology Zhuhai Ltd 102 V.S. Technology Industry Park(Zhuhai) Co.,Ltd 103 Zhuhai Chi Cheng Technology Co.,Ltd 104 Zhuhai Shi You Chemical Co.,Ltd 105 Zhuhai S.E.Z. Hongta Renheng Paper Co.,Ltd 106 Print-Rite. Unicorn Iwage Products Co.,Ltd Of Zhuhai 107 Jin Pin Electrical Co., Ltd Zhuhai S.E.Z. 108 Zhuhai Qinfa Trading Co.,Ltd 109 Taltex(Zhuhai) Ltd 110 Teck Soon Hong (Zhuhai) Flavours And Fragrances Ltd 111 Zhuhai Yinghao Electronic Technology Co Ltd 112 Zhuhai Sunland Trading Co.,Ltd. 113 Guangdong Ronsen Super Micro-Wire Co.,Ltd Guang Zhou Guang Zhou Guang Zhou Guang Zhou Guang Zhou Guang Zhou Guang Zhou Guang Zhou Guang Zhou Guang Zhou Guang Zhou Guang Zhou Guang Zhou Guang Zhou Zhu Hai Zhu Hai Zhu Hai Zhu Hai Zhu Hai Zhu Hai Zhu Hai Zhu Hai Zhu Hai Zhu Hai Zhu Hai Zhu Hai Zhu Hai Zhu Hai Zhu Hai Zhu Hai Zhu Hai Zhu Hai Zhu Hai Zhu Hai Zhu Hai Zhu Hai Zhu Hai Zhu Hai Zhu Hai 114 Apollo … Lampiran 1 Surat Edaran Bank Indonesia No.12/12/DPD tanggal 8 April 2010 4 114 Apollo Zhuhai Electronics Co.,Ltd 115 Zhuhai Lewaunion Woollen Mills Limited 116 Zhuhai Novel Spinning Knitting And Dyeing Co.,Ltd 117 Sing Hwa Garment Dlpt (Zhuhai) Ltd 118 Sunway Plastics And Electric(Zhuhai) Co.,Ltd 119 Kingtech (Zhuhai) Pcb Limited 120 Zhuhai Doree Electronic Co.,Ltd. 121 Zhuhai Lightex Woollen Mills Limited 122 Luen Fung (Zhuhai) Knitwear Ltd. 123 Zhuhai Lichen Medicine Co.,Ltd 124 Dai Cheong (Zhuhai) Concretepile Co.,Ltd 125 Zhuhai Golden Clothing Co.,Ltd 126 Guangdong Nam Kwong Industrial And Trading Corp. 127 Dongguan Fay Candle Co., Ltd 128 Dongguan Aall & Zyleman Baby Goods Ltd 129 Dongguan Datlywtn Watch Co., Ltd 130 Dongguan Supreme Plastic And Metal Manufacturing Company Limited 131 Dongguan Nine Dragons Paper Industries Co.,Ltd. 132 Dongguan Texwinca Textile & Garment Ltd. 133 Dongguan Kingsun Optoelectronic Co.,Ltd. 134 Dongguan Xinya Electronic Technology Co.,Ltd 135 Dongguan Ming Hui Shoes And Garment Co.,Ltd 136 Dongguan Wisetex Knitwear Manufactoring Ltd 137 Dongguan Walltes Decorative Material Co.,Ltd. 138 Dongguan Piko Model Manufacturing Ltd. 139 Dongguan Win-Tech Plastic Materials Ltd 140 Iriver China Co Ltd 141 Guangdong Shengyi Sci. Tech Co., Ltd 142 Konica Minolta Business Technologies(Dongguan)Co Ltd 143 Dongguan Shung Chong Steel Products Co Ltd 144 Fugang Electronic (Dongguan) Co.,Ltd 145 Topship Chemical Co., Ltd 146 Foxlink Electronic (Dongguan) Co.,Ltd 147 Tatsin Furniture(Dongguan) Co.Ltd 148 Dongguan Island Printing Co,Ltd 149 Dongguan Taifu Electronic Co.,Ltd 150 Dongguan Senlin Textile Ltd 151 Guangdong Silver Age Sci And Tech. Co.,Ltd. Zhu Hai Zhu Hai Zhu Hai Zhu Hai Zhu Hai Zhu Hai Zhu Hai Zhu Hai Zhu Hai Zhu Hai Zhu Hai Zhu Hai Zhu Hai Dong Guan Dong Guan Dong Guan Dong Guan Dong Guan Dong Guan Dong Guan Dong Guan Dong Guan Dong Guan Dong Guan Dong Guan Dong Guan Dong Guan Dong Guan Dong Guan Dong Guan Dong Guan Dong Guan Dong Guan Dong Guan Dong Guan Dong Guan Dong Guan Dong Guan 152 Dongguan Nova… Lampiran 1 Surat Edaran Bank Indonesia No.12/12/DPD tanggal 8 April 2010 5 152 Dongguan Nova Furniture Co.,Ltd 153 Dongguan Sheng He Chemicals Co., Ltd. 154 Dongguan Keystone Electric Wire And Cable Co.,Ltd 155 Dongguan Qifeng Foreign Trade Co.,Ltd 156 Dongguan Gloss Mind Apparel Co.,Ltd 157 Dongguan Maugee Industril. Ltd 158 Dongguan Jing Yi Knitted Garment Co.Ltd 159 Million Harvest Dongguan Co.Ltd 160 Dongguan Xinlong Varnished Wire Co., Ltd 161 Good Prosperity Furniture(Dongguan)Company Ltd 162 Dongguan City Xingye Industry Co.,Ltd. 163 Dongguan Universal Circuit Board Equipment Co.,Ltd 164 Dongguan Fortune Furniture Ltd 165 Dongguan Nan Sing Plastics Ltd. 166 Dongguan Aoyu Hardware And Plastic Co.,Ltd 167 Dongguan Yihui Trade Co.Ltd 168 The Wing Fat Printing(Dongguan)Co.Ltd 169 Silver Age Engineering Plastics (Dongguan) Co.,Ltd. 170 Dongguan Great Eastern Garment Limited 171 Dong Guan Wan Tai Rubber Co.,Ltd. 172 Dongguan Lingqiao Metaland Plastic Manufacturing Ltd 173 Dongguan Huasheng Audio Products Co.,Ltd. 174 Dongguan Aeon Tech Co.,Ltd. 175 Dongguan Land Dragon Paper Industries Co., Ltd 176 Dongguan Sea Dragon Paper Industries Co., Ltd 177 Best System (Dg) Limited 178 Dongguan Skywalk Sole Co.,Ltd 179 Dongguan Shingtak Shoes Company Ltd 180 Dongguan Ming Hoi Dyeing & Finishing Factory Co., Ltd. 181 Dongguan Janus Plastic Product Co Ltd 182 Dongguan Yongqiang Vehicles Manufacturing Co.,Ltd 183 Ricoh Elemex (Shenzhen) Co., Ltd. 184 Hung Hing Printing(China) Co., Ltd. 185 Shenzhen Vitasoy (Guangming) Foods And Beverage Co., Ltd 186 Shenzhen Globe Union Industrial Corp. 187 Haojia Electronic (Shenzhen) Ltd 188 Unimicron Technology (Shenzhen) Corp. 189 Z.China Paint Mist. Co.,(Shenzhen) Ltd 190 Shenzhen Jianyi Tower Electronic Co., Ltd Dong Guan Dong Guan Dong Guan Dong Guan Dong Guan Dong Guan Dong Guan Dong Guan Dong Guan Dong Guan Dong Guan Dong Guan Dong Guan Dong Guan Dong Guan Dong Guan Dong Guan Dong Guan Dong Guan Dong Guan Dong Guan Dong Guan Dong Guan Dong Guan Dong Guan Dong Guan Dong Guan Dong Guan Dong Guan Dong Guan Dong Guan Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen 191 Action… Lampiran 1 Surat Edaran Bank Indonesia No.12/12/DPD tanggal 8 April 2010 6 191 Action Technology (Shenzhen) Co.,Ltd 192 Shenzhen Huili Electronic Co.,Ltd 193 China Associate (Group) Co., Ltd. 194 Zte Kangxun Telecom Co.,Ltd 195 Shenzhen China Silk Enterprise Limited 196 Shekou Lam Soon Flour Mills Co., Ltd 197 Zte Corporation 198 Shenzhen Mindray Bio-Medical&Electronics Co.,Ltd 199 Shenzhen Huali Packing & Trading Co., Ltd 200 Konka Group Co., Ltd 201 Ce Lighting Ltd. 202 Byd Precision Manufacture Co., Ltd 203 Shenzhen Huawei Communication Technology Co.,Ltd 204 Shenzhen Konka Communication Technology Co.,Ltd 205 Shenzhen Zhongjin Lingnan Nonfemet Co.,Ltd 206 China Electronics Shenzhen Company 207 Tianma Microelectronics Co., Ltd 208 Strongjet Technology Co., Ltd 209 Ykk Zipper (Shenzhen) Co., Ltd 210 Toshiba Tec Information Systems(Shen Zhen)Co.,Ltd 211 Ricoh Componenis Asia (Shenzhen) Co., Ltd 212 Timely Electronics (Shenzhen) Co., Ltd 213 Regina Miracle Intimate Apparel (Shenzhen) Co., Ltd 214 Simtai Optics (Shenzhen) Co., Ltd 215 Fuding Precision Components (Shenzhen) Co., Ltd 216 Sheng Longxing Electronics (Shenzhen) Co., Ltd 217 Merry Electronics (Shenzhen) Co., Ltd 218 Msi Computer (Shenzhen) Co., Ltd 219 Winner Industries (Shenzhen) Co.,Ltd. 220 Wei Chang Sing Electronics (Shenzhen) Co., Ltd 221 Apcb Electronics (Shen Zhen) Co., Ltd. 222 Shenzhen Yu Da Fu Electronic Co., Ltd 223 Sanmina-Sci Enclosure Systems (Shenzhen) Co., Ltd. 224 Chochuen Garment (Shenzhen) Co., Ltd 225 Shenzhen Baohing Electronic Wire&Cable Manufacture Co., Ltd 226 Nishoku Plastic Mold (Shenzhen)Co.,Ltd 227 Sharetronic Digital Electronic (Shenzhen) Co.,Ltd 228 Shenzhen Oriental Wanghe Industrial Co.,Ltd 229 Pantene Industrial Co., Ltd. Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen 230 Gode… Lampiran 1 Surat Edaran Bank Indonesia No.12/12/DPD tanggal 8 April 2010 7 230 Gode Electronics (Shenzhen) Co.,Ltd 231 Starlite Printers (Shenzhen)Co.,Ltd 232 Embry (China) Garments Limited 233 Shenzhen Yuanxing Fruit Co., Ltd 234 Shenzhen Bada Logistics Co., Ltd. 235 Cnbmit Co.,Ltd 236 Clad Garments (SHENZHEN)Co.Ltd 237 SHENZHEN Harson Shoes.Limited 238 Southseas Oils&Fats Industrial (Chiwan) Co.,Ltd 239 Skyworth Multimedia (Shenzhen) Co., Ltd 240 A-Max Technology (China) Ltd. 241 Huike Electronics (Shenzhen) Co. Ltd 242 Epson Engineering (Shenzhen) Ltd. 243 Leefung-Asco Printers Holdings Limited 244 Wynne Wood Toys Industrial (Shenzhen) Co., Ltd. 245 Shenzhen Wanhe Pharmaceutical Co., Ltd 246 Shenzhen Sangfei Consumer Communications Co,Ltd. 247 Shenzhen Seastar Technology Co.,Ltd 248 Shenzhen Zowee Technology Co.,Ltd 249 Shenzhen Chuangwei-RGB Electronics Co., Ltd. 250 Shenzhen Diguang Electronics Co., Ltd. 251 Shenzhen Coship Electronics Co.,Ltd. 252 Emerson Network Power Co., Ltd. 253 Shenzhen Yifang Digital Technologies Co.,Ltd 254 Measurement Specialties (China) Ltd 255 Shenzhen Southern Cimc Eastern Logistics Equipment Manufatore Co., Ltd 256 Byd Company Ltd 257 Omron Electronic Components (Shenzhen) Ltd. 258 Shenzhen BAK Battery CO., LTD. 259 Join-One Electric(Shenzhen) Co.,Ltd 260 Huawei Technologies Co., Ltd 261 Monforts Fong's Textile Machinery(Shenzhen)Co.,Ltd 262 Shenzhen Ktc Computer Technology Co., Ltd 263 Cnb Technology Inc. 264 Mingle Metal (Shen Zhen) Co., Ltd 265 Shenzhen Excelstor Technology Ltd 266 Shenzhen Samsung Sdi Co., Ltd 267 Shenzhen Hi-Optel Technology Co., Ltd. Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen 268 Shenzhen Aerospace… Lampiran 1 Surat Edaran Bank Indonesia No.12/12/DPD tanggal 8 April 2010 8 268 Shenzhen Aerospace Guangyu Industry(Group)Corp. 269 Shenzhen Hongji Entertrises (Holdings) Ltd 270 Eternal Asia Supply Chain Management Ltd. 271 Shenzhen Prolto Supply Chain Management Co. Ltd. 272 Tianji Electronics (Shenzhen) Co.,Ltd 273 Shenzhen Longgang Foreign Economic Development Co.,Ltd. 274 Baoshan Iron&Steel Co.,Ltd. 275 Sinochem Shanghai Co.,Ltd 276 Siic Shanghai Int'l Trade(Group) Co.,Ltd. 277 Shanghai Silk Groub Co.,Ltd 278 Shanghai Foreign Trade Enterprises Co.,Ltd. 279 Shanghai Foreign Trade Enterprises Pudong Co.,Ltd. 280 Shanghai Flying Horse Imp.&Exp.Co.,Ltd. 281 Shanghai Metals & Minerals Imp&Exp Corp. 282 Ikea(China)Investment Co.,Ltd 283 Sassin International Electric Shanghai Co.,Ltd 284 Shanghai Baolong Sales Co.,Ltd. 285 Shanghai Electric Group Company Limited 286 Shanghai Zhenhua Heavy Industry Co.,Ltd. 287 Shanghai Urban Construction Group 288 China Building Material International Engineering Co.,Ltd. 289 Sinochem International Corporation 290 Shanghai Zhongze International Trade Co.,Ltd. 291 Shanghai Electric International Economic & Trade Co.,Ltd. 292 Shanghai Huanyu Import & Export Co.,Ltd. 293 Semiconductor Manufacturing International Corporation 294 Shanghai Bell Co.,Ltd. 295 Hudong-Zhonghua Shipbuilding (Group) Co., Ltd. 296 Shanghai Hewlett-Packard Co.,Ltd 297 STATS Chippac Shanghai Co., Ltd 298 Basf Auxiliary Chemicals Company Limited 299 Shanghai Michelin Warrior Tire Co.,Ltd. 300 Shanghai Shipyard Co.,Ltd. 301 Orient International Holding Shanghai Knitwear I/E Co.,Ltd. 302 Shanghai San Kai Imp. &Exp. Co.,Ltd.C46 303 Shanghai Bada Textile Printing And Dyeing Garment Co.,Ltd. 304 305 China Shanghai (Group) Corporation For Foreign Economic & Technological Cooperation China,S Dongfeng Automobile Import & Export Co.,Ltd. Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shen Zhen Shang Hai Shang Hai Shang Hai Shang Hai Shang Hai Shang Hai Shang Hai Shang Hai Shang Hai Shang Hai Shang Hai Shang Hai Shang Hai Shang Hai Shang Hai Shang Hai Shang Hai Shang Hai Shang Hai Shang Hai Shang Hai Shang Hai Shang Hai Shang Hai Shang Hai Shang Hai Shang Hai Shang Hai Shang Hai Shang Hai Shang Hai Shang Hai 306 Shanghai Win… Lampiran 1 Surat Edaran Bank Indonesia No.12/12/DPD tanggal 8 April 2010 9 306 Shanghai Win-Wing Imp.&Exp. Co.,Ltd. 307 Shanghai Haicheng Economic & Trade Co.,Ltd 308 Shanghai Dongyuan Enterprise Development Co.,Ltd. 309 Shanghai Jianpu Import & Export Co.,Ltd. 310 Shanghai Jin Jiang International Trading Co.,Ltd. 311 Shanghai Atomic Energy Industry Co.,Ltd. 312 Shanghai New World Corporation Ltd. 313 Shanghai Foodstuffs Imp.& Exp.Corp. 314 Shanghai Minguang Imp.& Exp.Co.,Ltd. 315 Shanghai Light Industrial Prodocts Imp. & Exp.Co.,Ltd. 316 Shanghai Hansen Investment Developing Co.,Ltd 317 Shanghai Lansheng Corporation 318 Shanghai Shenda Imp.& Exp.Co.,Ltd. 319 Jiangnan Shipbuilding(Group)Co.,Ltd. 320 China Mcc International Economic And Trade Co.,Ltd. 321 Shanghai Toys Imp.& Exp.Co.,Ltd. 322 Shanghai Dragon (Group) Corporation(Sdc) 323 Sinosteel Shanghai Co.,Ltd. 324 Shanghai Baoqing Asset Management Co.,Ltd. 325 Shanghai Baolong Int,L Trading Co.,Ltd. 326 Shanghai Senlian Timber Industrail Development Co.,Ltd. 327 Shanghai Tunnel Engineering Co.,Ltd. 328 China Haisum Engineering Co.,Ltd. 329 Shanghai Port Technology Engineer Service Co.,Ltd. 330 Double Coin Holdings Ltd. 331 Shanghai Chemical Industry Supply & Sales Co.,Ltd. 332 Shanghai Dongsong International Trading Co.,Ltd. 333 Shanghai Shenlong International Trading Co.,Ltd. 334 Shanghai Vostosun Industrial Co.,Ltd. 335 Shanghai Wor-Biz. Trading Co.,Ltd. 336 Shanghai Tiqiao Textile &Yarn Dyeing Co.,Ltd 337 Shanghai Povos Enterprise(Group)Co.,Ltd. 338 Shanghai Sanweng International Trading Co.,Ltd. 339 Ningbo United Group Shanghai Imp.& Exp. Co.,Ltd. 340 Shanghai Tianyuan International Trade Co.,Ltd. 341 Johnson & Johnson (China) Co.,Ltd. 342 Shanghai Jinneng International Trade Co.,Ltd 343 Shanghai Shenlong Bus Co.,Ltd. 344 Shanghai Dynacast Electron Parts Co.,Ltd. Shang Hai Shang Hai Shang Hai Shang Hai Shang Hai Shang Hai Shang Hai Shang Hai Shang Hai Shang Hai Shang Hai Shang Hai Shang Hai Shang Hai Shang Hai Shang Hai Shang Hai Shang Hai Shang Hai Shang Hai Shang Hai Shang Hai Shang Hai Shang Hai Shang Hai Shang Hai Shang Hai Shang Hai Shang Hai Shang Hai Shang Hai Shang Hai Shang Hai Shang Hai Shang Hai Shang Hai Shang Hai Shang Hai Shang Hai 345 Shanghai Lansheng… Lampiran 1 Surat Edaran Bank Indonesia No.12/12/DPD tanggal 8 April 2010 10 345 Shanghai Lansheng Daewoo Corp. 346 Evapco (Shanghai) Cooling Equipment Co.,Ltd. 347 Shanghai Baoshan Taiping Container Co.,Ltd. 348 Bayer (Shanghai) Polyurethane Co.,Ltd. 349 Hannspree Technology (Shanghai) Co.,Ltd. 350 Shanghai Taiping Int,L Container Co.,Ltd. 351 Shanghai Singamas Container Holdings Co.,Ltd. 352 Pulcra Chemicals (Shanghai) Co.,Ltd. 353 Cognis Chemicals (China) Co.,Ltd. 354 Shanghai Mitsubishi Elevator Co.,Ltd. 355 Shanghai Fuji Xerox Co.,Ltd. 356 Shanghai Eternal Information Technology Co.,Ltd. 357 Shanghai Ab Food &Beverages Ltd. 358 Mitsubishi Electric Shanghai Electric Elevator Co.,Ltd Shang Hai Shang Hai Shang Hai Shang Hai Shang Hai Shang Hai Shang Hai Shang Hai Shang Hai Shang Hai Shang Hai Shang Hai Shang Hai Shang Hai 359 Cooltech Power(Shanghai)Ltd.&Shantou S.E.Z.Cooltech Power Ltd. Shang Hai 360 Shanghai Bcd Semiconductor Manufacturing Co.,Ltd. 361 Salim Van (Shanghai) Enterprise Group Co.,Ltd. 362 Bayer Paint Systems Shanghai Co.,Ltd. 363 Bayer (Shanghai) Polymer Co.,Ltd. 364 Shanghai Kerry Food Industries Co.,Ltd. 365 Shanghai Aotuolifu Automobile Security System Co.,Ltd. Shang Hai Shang Hai Shang Hai Shang Hai Shang Hai Shang Hai Lampiran 2 Surat Edaran Bank Indonesia No.12/12/DPD tanggal 8 April 2010 1 SURAT PERMOHONAN PLEDGE Kepada Bank Indonesia – Direktorat Pengolaan Devisa Cq. Bagian Penyelesaian Transaksi Devisa Menara Sjafruddin Prawiranegara Lantai 7 Jl. MH Thamrin No.2 Jakarta 10350 Perihal: Permohonan Pledge Dalam Rangka Transaksi CNY/IDR Repurchase Agreement Sehubungan dengan rencana pengajuan transaksi CNY/IDR Repurchase Agreement (Repo) kami kepada Bank Indonesia dengan jangka waktu Repo selama................... (sebut dengan huruf) hari, dengan ini kami mengajukan permohonan pelaksanaan transaksi agunan (pledge) atas SBI/SUN/SBSN milik kami yang tercatat pada BI-SSSS sebagaimana terlampir. Nama Peserta Member Code : ............................................................... : ............................................................... Seri Surat Berharga : ............................................................... Nominal Harga Tanggal Setelmen : ............................................................... Tenor Pledge : ............................................................... : ............................................................... : ............................................................... Surat permohonan beserta lampiran tersebut diatas kami buat dengan sebenar-benarnya dan apabila di kemudian hari diketahui terdapat hal-hal yang tidak benar maka kami membebaskan Bank Indonesia dari tuntutan hukum dan bertanggung jawab atas tuntutan hukum terhadap Penyelenggara dan tuntutan lainnya yang timbul terkait pelaksanaan pledge dimaksud. Demikian agar maklum dan atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih. Jakarta, ............................... Nama Perusahaan Tandatangan Pejabat berwenang dan stempel Perusahaan Lampiran 3 Surat Edaran Bank Indonesia No.12/12/DPD tanggal 8 April 2010 1 SURAT KUASA Yang bertandatangan di bawah ini : ......(nama)......, .......(jabatan)......, bertempat tinggal di ....................., dalam hal ini bertindak dalam jabatannya tersebut, selaku demikian mewakili (Direksi/Perusahaan Perseroan PT. Bank......), berdasarkan karena itu ..................... dan oleh karena itu bertindak untuk dan atas nama Bank ...................., berdasarkan ............* (Pasal....Anggaran Dasar-nya yang dimuat dalam Akta Notaris ....., Nomor ....., tanggal ......) berkedudukan di .........., dan beralamat di ............ selanjutnya disebut sebagai Pemberi Kuasa. *) Jika Bank adalah Bank Asing, maka : ......(nama)......, .......(jabatan)......, bertempat tinggal di ....................., dalam hal ini bertindak ..... berdasarkan kekuatan Akta Power of Attorney tertanggal ..... Nomor .... dibuat di hadapan ......, Notaris di Jakarta, demikian bertindak untuk dan atas nama ..........................., cabang Indonesia, suatu bank yang didirikan berdasarkan hukum ......(negara kantor pusat bank asing) .........., dan dalam hal ini bertindak melalui kantor cabangnya di Indonesia, berkedudukan di Jakarta, ..........(alamat)..........., selanjutnya disebut sebagai Pemberi Kuasa. ---- KHUSUS ---- 1) Untuk melakukan penjualan dan/atau melakukan early termination Surat Berharga Bank (....... identitas Surat Berharga......) yang diagunkan (pledge) dalam rangka penyelesaian transaksi CNY/IDR Repurchase Agreement. 2) Mendebit rekening giro valas Bank (....... nama Bank .......) di Bank Indonesia, dalam hal nilai hasil penjualan Surat Berharga tidak mencukupi Nilai Pembelian Kembali dan kewajiban Bank lainnya terkait transaksi CNY/IDR Repurchase Agreement. 3) Mendebit rekening giro valas Bank (....... nama Bank .......) di Bank Indonesia, dalam hal saldo rekening giro valas Bank (....... nama Bank .......) di Bank Lampiran 3 Surat Edaran Bank Indonesia No.12/12/DPD tanggal 8 April 2010 2 Indonesia, tidak mencukupi untuk memenuhi kekurangan Nilai Pembelian Kembali dan kewajiban Bank lainnya terkait transaksi CNY/IDR Repurchase Agreement. dengan mengacu pada ketentukan PBI Nomor 12/ -- /PBI/2010 tentang Transaksi Repurchase Agreement Chinese Yuan Terhadap Surat Berharga Rupiah Bank Kepada Bank Indonesia. Surat Kuasa ini berlaku sejak tanggal ditandatangani sampai dengan .................... Demikian Kuasa ini diberikan untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya. Jakarta, ............................... Penerima Kuasa Pemberi Kuasa ........................... .......................... Lampiran 4 Surat Edaran Bank Indonesia No.12/12/DPD tanggal 8 April 2010 1 Contoh Perhitungan Transaksi CNY/IDR Repo ----------------------------------------------------------- Pada tanggal 28 Januari 2010, Bank “A” mengajukan CNY/IDR Repo sebesar CNY 1.000.000,00 selama 31 hari (jatuh tempo CNY/IDR Repo tanggal 28 Februari 2010) menggunakan SUN dengan karakteristik sebagai berikut: - Kupon : 13,55% - Clean Price - Accrued Interest Accrued Interest = 74 360 Data lainnya pada tanggal transaksi: - Kurs Transaksi Jual CNY/IDR Bank Indonesia : Rp1.500 per CNY - Haircut - Repo rate : 5% : 4% Perhitungan Nominal Surat Berharga yang di-repo-kan a. Jumlah dana CNY/IDR Repo dalam rupiah Jumlah pengajuan CNY/IDR Repo dalam rupiah Jumlah dana = CNY/IDR Repo x Kurs Transaksi Jual CNY/IDR Bank Indonesia = CNY1.000.000,00 x Rp1.500/CNY = Rp1.500.000.000,00 b. Nominal Surat Berharga yang di-repo-kan Nominal Surat Berharga yang di-repo-kan = = Jumlah dana CNY/IDR Repo dalam rupiah Clean Price + Accrued Interest - Haircut Rp1.500.000,00 104,83000% + 2,78530% - 5% ≈ Rp1.462.000.000,00 = Rp1.461.770.320,80 : 104,83000% : 2,78530% Dengan perhitungan sebagai berikut: x 13,55% x 100 = 2,79 Perhitungan… Lampiran 4 Surat Edaran Bank Indonesia No.12/12/DPD tanggal 8 April 2010 2 Perhitungan Nilai Pembelian Kembali (second leg) a. Nilai nominal repo rate Nilai nominal repo rate = Jumlah dana CNY/IDR Repo x Jumlah hari repo 360 x Repo rate = CNY1.000.000,00 x 31 x 4% = CNY3.444,44 360 b. Nilai pembelian kembali Nilai pembelian kembali Jumlah dana = CNY/IDR Repo x Nilai nominal repo rate = CNY1.000.000,00 + CNY3.444,44 = CNY1.003.444,44 Contoh Penyelesaian Transaksi CNY/IDR Repo jika bank tidak menyerahkan dana CNY pada second leg ----------------------------------------------------------- Jika pada contoh di atas Bank tidak dapat memenuhi kewajiban pengiriman Dana CNY pada Tanggal Jatuh Tempo maka Bank Indonesia melakukan penjualan Surat Berharga pada 3 (tiga) hari kerja Jakarta setelah Tanggal Jatuh Tempo. I. Hasil penjualan Surat Berharga Bank tidak mencukupi Nilai Pembelian Kembali dan kewajiban lainnya Pada Tanggal Jatuh Tempo, Kurs transaksi jual CNY/IDR Bank Indonesia sebesar 1.600 per CNY dan dirty price (clean price ditambah accrued interest) SUN Seri FR0011adalah 99,00000%. a. Harga pasar Surat Berharga Harga pasar = surat berharga Nominal Surat Berharga yang di-repo-kan x Dirty price = Rp1462.000.000,00 x 99,00000% = Rp1.447.380.000,00 b. Harga… Lampiran 4 Surat Edaran Bank Indonesia No.12/12/DPD tanggal 8 April 2010 3 b. Harga pasar Surat Berharga dalam CNY Harga pasar surat berharga dalam CNY = = Rp1.447.380.000,00 Rp1.600/CNY Harga pasar surat berharga Kurs transaksi jual CNY/IDR Bank Indonesia = CNY904.612,50 c. Sanksi kewajiban membayar Bank dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Repo Rate ditambah 200 bps dikalikan jumlah hari dengan nominal Nilai Pembelian Kembali sejak Tanggal Jatuh Tempo sampai dengan pelunasan. Sanksi Nilai kewajiban membayar = pembelian kembali x (repo rate + 200bps) x 5 = CNY1.003.444,44 x (4% + 2%) x d. Total kewajiban Total = kewajiban 360 Jumlah hari 360 = CNY836,20 Nilai Sanksi pembelian kembali + kewajiban membayar = CNY1.003.444,44 + CNY836,20 = CNY1.004.280,64 Karena total kewajiban lebih besar dari harga pasar SSB dalam CNY maka terdapat kekurangan pembayaran sebesar CNY99.668,14 (CNY1.004.280,64 – CNY904.612,50) yang akan dibebankan ke rekening giro valuta asing Bank di Bank Indonesia. Apabila pada Tanggal Jatuh Tempo jumlah rekening giro valuta asing Bank A di Bank Indonesia hanya sebesar ekuivalen CNY50.000,00, maka sisanya sebesar CNY49.668,14 akan dibebankan pada rekening giro rupiah Bank A di Bank Indonesia. II. Hasil… Lampiran 4 Surat Edaran Bank Indonesia No.12/12/DPD tanggal 8 April 2010 4 II. Hasil penjualan Surat Berharga Bank lebih besar dari Nilai Pembelian Kembali dan kewajiban lainnya Pada Tanggal Jatuh Tempo, Kurs transaksi jual CNY/IDR Bank Indonesia sebesar 1.400 per CNY dan dirty price (clean price ditambah accrued interest) SUN Seri FR0011adalah 109,00000%. a. Harga pasar Surat Berharga Harga pasar = surat berharga Nominal Surat Berharga yang di-repo-kan x Dirty price = Rp1462.000.000,00 x 109,00000% = Rp1.593.580.000,00 b. Harga pasar Surat Berharga dalam CNY Harga pasar surat berharga dalam CNY = = Rp1.593.580.000,00 Rp1.400/CNY Harga pasar surat berharga Kurs transaksi jual CNY/IDR Bank Indonesia = CNY1.138.271,43 c. Sanksi kewajiban membayar Bank dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Repo Rate ditambah 200 bps dikalikan jumlah hari dengan nominal Nilai Pembelian Kembali sejak Tanggal Jatuh Tempo sampai dengan pelunasan. Sanksi Nilai kewajiban membayar = pembelian kembali x (repo rate + 200bps) x 5 = CNY1.003.444,44 x (4% + 2%) d. Total kewajiban Total = kewajiban x 360 Jumlah hari 360 = CNY836,20 Nilai Sanksi pembelian kembali + kewajiban membayar = CNY1.003.444,44 + CNY836,20 = CNY1.004.280,64 e. Total… Lampiran 4 Surat Edaran Bank Indonesia No.12/12/DPD tanggal 8 April 2010 5 e. Total kewajiban dalam rupiah Total kewajiban dalam rupiah Total = kewajiban x Kurs transaksi jual CNY/IDR Bank Indonesia = CNY1.004.280,64 + Rp1.400/CNY = Rp1.405.992.901,18 Karena total kewajiban lebih rendah dari harga pasar SSB dalam CNY maka kelebihan hasil penjualan SSB sebesar Rp187.587.098,82 (Rp1.593.580.000,00 – Rp1.405.992.901,18) akan dikembalikan kepada Bank. Contoh Perhitungan Jumlah Hari dalam Pengenaan Sanksi Kewajiban membayar ----------------------------------------------------------- Tanggal Jatuh Tempo CNY/IDR Repo: 1 Februari 2010. Tanggal pelunasan dana CNY hasil eksekusi/penjualan Surat Berharga yang di-repo-kan: 8 Februari 2010. Jumlah hari pengenaan sanksi kewajiban membayar adalah 7 (tujuh) hari kalender (jumlah hari dihitung dari tanggal 1 sampai dengan 7 Februari 2010, tidak termasuk tanggal pelunasan dana CNY 8 Februari 2010).
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 12/12/DPD|SE-BI/2010 </reg_id> <reg_title> Transaksi Repurchase Agreement Chinese Yuan terhadap Surat Berharga Rupiah Bank kepada Bank Indonesia </reg_title> <set_date> 8 April 2010 </set_date> <effective_date> 8 April 2010 </effective_date> <related_reg> '12/6/PBI/2010' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi V' </penalty_list>
No. 3/ 11 /DLN Jakarta, 7 Juni 2001 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Perubahan kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia No. 29/10/ULN tanggal 4 Juni 1996 tentang Pelaksanaan Pembayaran Transaksi Impor. Dalam rangka penyederhanaan laporan bank-bank kepada Bank Indonesia, diberitahukan bahwa ketentuan dalam angka 11 mengenai penyampaian laporan pembukaan L/C dan perubahan pembukaan L/C sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 29/10/ULN sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Bank Indonesia No. 29/57/ULN tentang Pelaksanaan Pembayaran Transaksi Impor, dihapus. Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 7 Juni 2001. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumumabn Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, VERONICA W. SULISTYO DIREKTUR LUAR NEGERI DLN 2
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 3/11/DLN|SE-BI/2001 </reg_id> <reg_title> Perubahan kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia No. 29/10/ULN tanggal 4 Juni 1996 tentang Pelaksanaan Pembayaran Transaksi Impor. </reg_title> <set_date> 7 Juni 2001 </set_date> <effective_date> 7 Juni 2001 </effective_date> <changed_reg> '29/10/ULN|SE-BI/1996' </changed_reg> <extension_of> '29/57/ULN|SE-BI' </extension_of> <related_reg> '29/57/ULN|SE-BI', '29/10/ULN|SE-BI/1996' </related_reg>
No.6/ 25 /DPU Jakarta, 30 Juni 2004 SURAT EDARAN Perihal : Penukaran Uang Rupiah Sehubungan dengan ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/14/PBI/2004 tanggal 22 Juni 2004 tentang Pengeluaran, Pengedaran, Pencabutan dan Penarikan, serta Pemusnahan Uang Rupiah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4388), masyarakat diberikan kesempatan untuk memperoleh layanan penukaran dari Bank Indonesia dan atau pihak lain yang disetujui oleh Bank Indonesia, dengan pengaturan sebagai berikut : I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran ini yang dimaksud dengan : 1. Uang adalah uang rupiah. 2. Uang Kertas adalah Uang dalam bentuk lembaran yang terbuat dari bahan kertas atau bahan lainnya. 3. Uang Logam adalah Uang dalam bentuk koin yang terbuat dari aluminium, aluminium bronze, kupronikel atau bahan lainnya. 4. Uang Tidak Layak Edar adalah Uang lusuh, Uang cacat, Uang rusak, dan Uang yang telah dicabut dan ditarik dari peredaran. 5. Uang … 5. Uang Lusuh adalah Uang yang ukuran fisiknya tidak berubah dari ukuran aslinya tetapi kondisi Uang telah berubah yang disebabkan antara lain karena jamur, minyak, bahan kimia, coretan-coretan. 6. Uang Cacat adalah Uang hasil cetak yang spesifikasi teknisnya tidak sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia. 7. Uang Rusak adalah Uang yang ukuran atau fisiknya telah berubah dari ukuran aslinya yang antara lain karena terbakar, berlubang, hilang sebagian, atau Uang yang ukuran fisiknya tidak berubah dari ukuran aslinya antara lain karena robek, atau Uang yang mengerut. tanda-tanda tertentu pada setiap Uang 8. Ciri Uang adalah ditetapkan oleh Bank Indonesia, dengan tujuan untuk mengamankan Uang tersebut dari upaya pemalsuan. Tanda-tanda tersebut dapat berupa warna, gambar, ukuran, berat dan tanda-tanda lainnya yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 9. Layanan Penukaran adalah kegiatan penerimaan Uang oleh Bank Indonesia dari masyarakat dengan memberikan penggantian berupa Uang yang masih layak edar dalam pecahan yang sama atau pecahan lainnya. II. PENUKARAN UANG Bank Indonesia dan atau pihak lain yang disetujui oleh Bank Indonesia memberikan Layanan Penukaran kepada masyarakat untuk menukarkan : 1. Uang yang masih layak edar dengan Uang yang masih layak edar dalam pecahan yang sama atau pecahan lainnya; atau 2. Uang Tidak Layak Edar dengan Uang yang masih layak edar dalam pecahan yang sama atau pecahan lainnya. yang III. TEMPAT … III. TEMPAT DAN WAKTU PENUKARAN UANG 1. Pelaksanaan Layanan Penukaran dilakukan : a. di kantor Bank Indonesia dan atau di kantor pihak lain yang disetujui oleh Bank Indonesia; dan atau b. di luar kantor Bank Indonesia dan atau di luar kantor pihak lain yang disetujui oleh Bank Indonesia yang dilakukan dengan menggunakan alat transportasi. 2. Penukaran Uang yang dilakukan di kantor Bank Indonesia, hanya dapat dilayani selama jam kerja Layanan Penukaran di Bank Indonesia. IV. TATA CARA PENUKARAN UANG 1. Uang Kertas : a. Uang Kertas yang akan ditukarkan harus dipilah menurut pecahan dan tahun emisi, serta disusun searah, dan dipisahkan antara Uang yang masih layak edar dan Uang Tidak Layak Edar. b. Uang Kertas dalam jumlah 100 (seratus) lembar dengan pecahan dan tahun emisi yang sama diikat menjadi satu pak. c. Uang Kertas dalam jumlah 10 (sepuluh) pak dengan pecahan dan tahun emisi yang sama diikat menjadi satu brood. d. Uang Kertas dalam jumlah 10 (sepuluh) brood dengan pecahan dan tahun emisi yang sama dikemas dalam plastik transparan. 2. Uang Logam : a. Uang Logam yang akan ditukarkan harus dipilah menurut pecahan dan tahun emisi, serta dipisahkan antara Uang yang masih layak edar dan Uang Tidak Layak Edar. b. Uang Logam dalam jumlah 500 (lima ratus) keping dengan pecahan dan tahun emisi yang sama dimasukkan ke dalam kantong. V. PENETAPAN … V. PENETAPAN BESARNYA PENGGANTIAN UANG 1. Uang Lusuh atau Uang Cacat a. Bank Indonesia dan atau pihak lain yang disetujui oleh Bank Indonesia memberikan penggantian sebesar nilai nominal kepada masyarakat yang menukar Uang Lusuh atau Uang Cacat. b. Penggantian Uang Lusuh atau Uang Cacat sebagaimana dimaksud pada butir V.1.a. diberikan sepanjang Bank Indonesia dan atau pihak lain yang disetujui oleh Bank Indonesia dapat mengenali tanda keaslian Uang. 2. Uang Rusak a. Bank Indonesia dan atau pihak lain yang disetujui oleh Bank Indonesia memberikan penggantian kepada masyarakat yang menukar Uang Rusak. b. Besarnya penggantian atas Uang Rusak sebagaimana dimaksud pada butir V.2.a. diatur sebagai berikut : 1) Uang Kertas atau Uang Logam apabila : a) fisik Uang lebih besar dari setengah ukuran aslinya dan Ciri Uang dapat dikenali keasliannya diberikan penggantian sebesar nilai nominal; b) fisik Uang sama dengan atau kurang dari setengah ukuran aslinya tidak diberikan penggantian. 2) Uang Kertas yang terbuat dari bahan plastik (polimer) apabila : a) fisik Uang mengerut dan masih utuh serta Ciri Uang dapat dikenali keasliannya diberikan penggantian sebesar nilai nominal; b) fisik Uang mengerut dan tidak utuh serta Ciri Uang dapat dikenali keasliannya besarnya penggantian sebagaimana dimaksud pada butir V.2.b.1). c. Penggantian … c. Penggantian sebesar nilai nominal terhadap Uang Kertas sebagaimana dimaksud pada butir V.2.b. diberikan apabila : 1) Uang Rusak masih merupakan satu kesatuan dan terdapat salah satu nomor serinya secara lengkap; atau 2) Uang Rusak tidak merupakan satu kesatuan tetapi masih terdapat kedua nomor serinya secara lengkap dan sama. d. Uang Lusuh atau Uang Cacat dalam kondisi rusak, diberikan penggantian yang besarnya sebagaimana dimaksud pada butir V.2.b. dengan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada butir V.2.c. 3. Uang yang telah dicabut dan ditarik dari peredaran a. Bank Indonesia dan atau pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia memberikan penggantian kepada masyarakat yang menukar Uang yang telah dicabut dan ditarik dari peredaran. b. Besarnya penggantian atas Uang yang telah dicabut dan ditarik dari peredaran sebagaimana dimaksud pada butir V.3.a. diatur sebagai berikut : 1) Uang Lusuh atau Uang Cacat diberikan penggantian sebesar nilai nominal; 2) Uang Rusak diberikan penggantian yang besarnya sebagaimana dimaksud pada butir V.2.b. dengan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada butir V.2.c. c. Penukaran Uang yang telah dicabut dan ditarik dari peredaran sebagaimana dimaksud pada butir V.3.a. dilakukan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak tanggal pencabutan. VI. KETENTUAN … VI. KETENTUAN PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 2 Agustus 2004. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, Ttd BUDIMAN KOSTAMAN DIREKTUR PENGEDARAN UANG
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 6/25/DPU|SE-BI/2004 </reg_id> <reg_title> Penukaran Uang Rupiah </reg_title> <set_date> 30 Juni 2004 </set_date> <effective_date> 2 Agustus 2004 </effective_date> <related_reg> '6/14/PBI/2004' </related_reg>
No. 10 /44 /DPM Jakarta, 10 Desember 2008 November 2008 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA Perihal : Tata Cara Transaksi Repurchase Agreement (Repo) Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dengan Bank Indonesia. Sehubungan dengan telah ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/36/PBI/2008 tanggal 10 Desember 2008 tentang Operasi Moneter Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 197, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4944), perlu ditetapkan ketentuan mengenai tata cara transaksi repo Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dengan Bank Indonesia dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut : I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran ini yang dimaksud dengan : 1. Bank adalah Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. 2. Bank Umum Syariah adalah Bank Umum Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. 3. Unit Usaha Syariah adalah Unit Usaha Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. 4. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disebut SBSN adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN dalam mata uang rupiah. 5. Operasi… 2 5. Operasi Moneter Syariah yang selanjutnya disebut OMS adalah pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dalam rangka pengendalian moneter melalui kegiatan operasi pasar terbuka dan penyediaan standing facilities berdasarkan prinsip syariah. 6. Standing Facilities Syariah adalah fasilitas yang disediakan oleh Bank Indonesia kepada Bank dalam rangka OMS. 7. Haircut adalah marjin yang ditetapkan Bank Indonesia sebagai faktor pengurang harga SBSN. 8. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana elektronik antar peserta dalam mata uang rupiah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Sistem BI-RTGS. 9. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya disebut BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaannya dan penatausahaan surat berharga secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai BI-SSSS. 10. Transaksi Repurchase Agreement SBSN yang selanjutnya disebut Repo SBSN adalah transaksi penjualan SBSN oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan janji pembelian kembali sesuai dengan harga dan jangka waktu yang disepakati dalam rangka Standing Facilities Syariah. 11. Rekening Giro adalah rekening giro milik Bank dalam mata uang rupiah di Bank Indonesia. 12. Rekening Perdagangan adalah rekening surat berharga milik Bank yang digunakan untuk mencatat kepemilikan surat berharga di Central Registry yang dapat diperdagangkan. 13. Sistem Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya disebut Sistem LHBU adalah sarana pelaporan Bank kepada Bank Indonesia secara harian, termasuk penyediaan informasi pasar uang dan pengumuman dari Bank Indonesia. II. PERSYARATAN... 3 II. PERSYARATAN UMUM 1. Repo SBSN dilakukan dengan menggunakan akad al bai’ (jual beli) yang disertai dengan al wa’ad (janji) oleh Bank kepada Bank Indonesia dalam dokumen terpisah untuk membeli kembali SBSN dalam jangka waktu dan harga tertentu yang disepakati. 2. Jangka waktu Repo SBSN sebagaimana dimaksud pada angka 1 paling lama 14 (empat belas) hari kalender dihitung dari tanggal penyelesaian transaksi sampai dengan tanggal jatuh tempo. 3. Dalam hal tanggal jatuh tempo Repo SBSN bertepatan dengan hari libur maka tanggal jatuh tempo Repo SBSN sebagaimana dimaksud pada angka 2 ditetapkan pada hari kerja berikutnya. 4. Bank Indonesia menetapkan repo rate SBSN sebesar BI-Rate yang berlaku pada tanggal transaksi ditambah marjin 50 (lima puluh) basis poin. 5. Bank Indonesia dapat mengubah marjin sebagaimana dimaksud pada angka 4 yang diumumkan melalui BI-SSSS, Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya yang ditetapkan oleh Bank Indonesia paling lambat sebelum window time Repo SBSN dibuka (T+0). 6. Bank Indonesia membuka window time Repo SBSN dengan mengumumkannya melalui BI-SSSS, Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya yang ditetapkan Bank Indonesia. 7. Bank Indonesia dapat mengubah atau menutup window time Repo SBSN dan mengumumkan perubahan atau penutupan tersebut melalui BI-SSSS, Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya yang ditetapkan Bank Indonesia, paling lambat pada 1 (satu) hari kerja sebelum perubahan atau penutupan window time tersebut. 8. Bank mengajukan Repo SBSN kepada Bank Indonesia untuk kepentingan diri sendiri. 9. Bank dapat mengajukan Repo SBSN apabila Bank tersebut tidak dalam masa pengenaan sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan OMS. 10. Bank… 4 10. Bank mengajukan Repo SBSN setelah menandatangani Janji (wa’ad) Untuk Membeli Kembali SBSN Dalam Rangka Repo SBSN yang telah dibubuhi meterai cukup sebagaimana contoh yang tercantum pada Lampiran-1 yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini dan menyampaikan dokumen pendukung yang dipersyaratkan kepada Bank Indonesia. 11. Janji (wa’ad) sebagaimana dimaksud pada angka 10 ditandatangani oleh Direksi Bank atau Pejabat Bank yang diberikan wewenang oleh Direksi dengan Surat Kuasa sebagai dasar bagi Bank untuk mengajukan Repo SBSN. 12. Penandatanganan janji (wa’ad) sebagaimana dimaksud pada angka 10 dilakukan pada saat Bank pertama kali mengajukan Repo SBSN dan berlaku seterusnya sepanjang tidak ada perubahan isi janji dan data dokumen pendukung. 13. Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada angka 10 meliputi : a. fotokopi Anggaran Dasar Bank; dan b. fotokopi identitas diri yang masih berlaku berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau paspor Direksi, Chief Executive Officer (CEO) dan/atau Pejabat Bank yang diberi kuasa untuk menandatangani janji (wa’ad) sebagaimana dimaksud pada angka 10. 14. Bank yang melakukan Repo SBSN bertanggung jawab terhadap kebenaran data Repo SBSN yang diajukan. 15. Bank yang melakukan Repo SBSN wajib : a. memiliki jenis dan seri SBSN yang mencukupi dalam Rekening Perdagangan untuk setelmen penjualan SBSN secara repo paling lambat pada saat dilakukan setelmen Repo SBSN (first leg); dan b. memiliki saldo Rekening Giro yang mencukupi untuk setelmen pembelian kembali SBSN pada tanggal Repo SBSN jatuh tempo (second leg). 16. Setelmen… 5 16. Setelmen Repo SBSN dilaksanakan pada hari transaksi (same day settlement) melalui mekanisme penyelesaian transaksi per transaksi (gross to gross) dan delivery versus payment. III. PERSYARATAN DAN NILAI SBSN 1. SBSN milik Bank yang dapat direpokan adalah: a. tercatat dalam Rekening Perdagangan di BI-SSSS; dan b. memiliki sisa jangka waktu paling singkat 10 (sepuluh) hari kerja yang dihitung 1 (satu) hari setelah Repo SBSN jatuh tempo. 2. SBSN yang dapat direpokan oleh Bank paling banyak sebesar nilai nominal SBSN yang dimiliki Bank. 3. Bank Indonesia menetapkan jenis dan seri SBSN yang dapat direpokan. 4. Bank Indonesia menetapkan dan mengumumkan harga SBSN yang dapat direpokan dengan mempertimbangkan harga pasar masing-masing jenis dan seri SBSN. 5. Bank Indonesia menetapkan besarnya Haircut untuk masing-masing jenis dan seri SBSN dalam rangka penentuan nilai setelmen penjualan SBSN. 6. Harga SBSN yang digunakan dalam perhitungan penjualan SBSN pada tanggal Repo SBSN (first leg) sama dengan harga SBSN yang digunakan dalam perhitungan pembelian kembali SBSN pada tanggal Repo SBSN jatuh tempo (second leg). IV. PENGAJUAN REPO SBSN 1. Bank Indonesia cq. Direktorat Pengelolaan Moneter-Biro Operasi Moneter (DPM-BOpM) mengumumkan jenis dan seri SBSN yang dapat direpokan, repo rate SBSN, jangka waktu Repo SBSN dan Haircut melalui sarana BI-SSSS dan/atau Sistem-LHBU paling lambat sebelum window time Repo SBSN dibuka (T+0). 2. Bank… 6 2. Bank mengajukan Repo SBSN melalui BI-SSSS atau secara tertulis melalui surat yang didahului dengan pemberitahuan melalui Reuters Monitoring Dealing System (RMDS), faksimili dan/atau telepon dengan mencantumkan antara lain jenis, seri, dan nominal SBSN yang direpokan kepada DPM-BOpM (pengajuan Repo SBSN melalui surat sebagaimana contoh pada Lampiran-2). 3. Window time Repo SBSN ditetapkan sebagai berikut: a. Dalam hal pengajuan dilakukan melalui BI-SSSS, window time adalah dari pukul 16.00 WIB sampai dengan pukul 17.00 WIB pada setiap hari kerja; atau b. Dalam hal pengajuan dilakukan melalui surat, window time adalah dari pukul 12.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB pada setiap hari kerja. 4. Bank Indonesia menetapkan dan mengumumkan cara pengajuan dan window time transaksi Repo SBSN sebagaimana dimaksud pada angka 3 melalui BI-SSSS, Sistem LHBU dan/atau sarana lain yang ditetapkan Bank Indonesia. 5. Tata cara pengajuan Repo SBSN melalui BI-SSSS sebagaimana dimaksud pada butir 3.a mengikuti ketentuan yang mengatur mengenai BI-SSSS. 6. Nilai setelmen atas setiap SBSN yang direpokan dihitung berdasarkan nilai nominal, harga, Haircut, accrued imbalan SBSN, repo rate SBSN (repo rate) dan jangka waktu Repo SBSN. Contoh perhitungan Repo SBSN adalah sebagaimana Lampiran-3. V. SETELMEN 1. Setelmen Repo SBSN melalui BI-SSSS dilakukan dengan mekanisme penyelesaian transaksi per transaksi (gross to gross) dan delivery versus payment. 2. Dalam… 7 2. Dalam hal pengajuan Repo SBSN menggunakan surat sebagaimana dimaksud pada butir IV.3.b., Bank Indonesia dan Bank melakukan setelmen Repo SBSN melalui sarana BI-SSSS Terminal (ST). 3. Setelmen Repo SBSN sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2 terdiri dari: a. Setelmen penjualan SBSN (first leg). 1) Pada tanggal setelmen Repo SBSN, DPM melakukan setelmen first leg setelah window time Repo SBSN tutup. 2) Nilai setelmen first leg sebagaimana dimaksud pada angka 1) dihitung sebagai berikut : – haircut$ % & '' ( ) Keterangan : Perhitungan accrued imbalan SBSN didasarkan pada jumlah hari yang sebenarnya (actual per actual). 3) Setelmen first leg dilakukan dengan cara : a) Mendebet Rekening Perdagangan sebesar nilai nominal dari SBSN yang direpokan; dan b) Mengkredit Rekening Giro sebesar nilai setelmen first leg sebagaimana dimaksud pada angka 2). 4) Bank wajib menyediakan jenis dan seri SBSN yang direpokan dalam jumlah yang cukup untuk setelmen first leg. 5) Dalam hal Bank tidak memiliki jenis dan seri SBSN yang mencukupi sebagaimana dimaksud pada angka 4), setelmen first leg Repo SBSN dibatalkan. 6) Pembatalan setelmen first leg sebagaimana dimaksud pada angka 5) hanya dikenakan untuk Repo SBSN yang tidak memiliki jenis dan seri SBSN yang mencukupi. 7) Dalam … 8 7) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) kali pembatalan setelmen first leg pada hari yang sama, pembatalan transaksi untuk pengenaan sanksi dihitung sebanyak 1 (satu) kali. b. Setelmen pembelian kembali SBSN (second leg). 1) Setelmen second leg dilakukan secara otomatis pada saat BI-SSSS dibuka pada tanggal Repo SBSN jatuh tempo. 2) Nilai atas setelmen second leg dihitung sebesar : ' Keterangan : & * X , t = jumlah hari kalender Repo SBSN Dalam hal selama periode Repo SBSN terdapat pembayaran imbalan SBSN maka akan mengurangi nilai setelmen second leg. 3) Setelmen second leg dilakukan dengan cara : a) Mendebet Rekening Giro sebesar nilai setelmen second leg sebagaimana dimaksud pada angka 2); dan b) Mengkredit Rekening Perdagangan sebesar nilai nominal surat berharga yang direpokan. 4) Bank wajib menyediakan saldo Rekening Giro dalam jumlah yang cukup untuk setelmen second leg. 5) Dalam hal Bank tidak memiliki saldo Rekening Giro dalam jumlah yang cukup sampai dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS, BI- SSSS secara otomatis membatalkan setelmen second leg. 6) Pembatalan setelmen second leg hanya dikenakan pada Repo SBSN jatuh tempo yang tidak memiliki kecukupan dana. 7) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) kali pembatalan setelmen second leg pada hari yang sama, pembatalan transaksi untuk pengenaan sanksi dihitung sebanyak 1 (satu) kali. 8) Dalam… 360 0% 9 8) Dalam rangka pemenuhan kewajiban Bank untuk penyelesaian Repo SBSN jatuh tempo yang diakibatkan karena pembatalan setelmen second leg, dilakukan hal-hal sebagai berikut: a) Bank Indonesia mendebet Rekening Giro melalui Sistem BI- RTGS untuk setelmen biaya Repo SBSN yang harus dibayar; dan b) Bank Indonesia melakukan setelmen SBSN sebesar nilai nominal SBSN yang batal dilakukan setelmen, dengan cara memperlakukan jenis dan seri SBSN yang batal dibeli kembali oleh Bank sebagai transaksi jual putus (outright selling) secara otomatis melalui BI-SSSS. VI. SANKSI 1. Dalam hal terjadi pembatalan setelmen Repo SBSN sebagaimana dimaksud pada butir V.3.a.5) dan V.3.b.5), Bank dikenakan sanksi berupa: a. teguran tertulis, dengan tembusan kepada: 1) Direktorat Perbankan Syariah, dalam hal sanksi diberikan kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI); atau 2) Kantor Bank Indonesia (KBI) setempat cq. Tim Pengawas Bank, dalam hal sanksi diberikan kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KBI; dan b. kewajiban membayar sebesar 10/00 (satu per seribu) dari nilai nominal Repo SBSN yang dinyatakan batal atau paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar Rupiah); dan c. penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan OMS selama 5 (lima) hari kerja berturut-turut dalam hal Bank dikenakan teguran tertulis untuk ketiga kalinya dalam jangka waktu 6 (enam) bulan karena pembatalan transaksi kegiatan OMS dengan Bank Indonesia sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 2. Penyampaian… 10 2. Penyampaian surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada butir 1.a. dan pemberitahuan sanksi larangan mengajukan Repo SBSN sebagaimana dimaksud pada butir 1.c. dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi. 3. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud pada butir 1.b. dilakukan dengan mendebet Rekening Giro Bank yang dikenakan sanksi pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan setelmen Repo SBSN. VII. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 10 Desember 2008. 1 Februari 20 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA EDDY SULAEMAN YUSUF DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER DPM
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 10/44/DPM|SE-BI/2008 </reg_id> <reg_title> Tata Cara Transaksi Repurchase Agreement (Repo) Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dengan Bank Indonesia. </reg_title> <set_date> 10 Desember 2008 </set_date> <effective_date> 10 Desember 2008 </effective_date> <related_reg> '10/36/PBI/2008' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi VI' </penalty_list>
No. 10/ 30/DPM Jakarta, 23 September 2008 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM DAN PIALANG Perihal : Perubahan Ketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/1/DPM tanggal 3 Januari 2005 perihal Pelaksanaan Transaksi Fine Tune Operations dalam rangka Operasi Pasar Terbuka Dalam rangka meningkatkan efektivitas pelaksanaan transaksi Fine Tune Operations, dipandang perlu untuk mengubah ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/1/DPM tanggal 3 Januari 2005 perihal Pelaksanaan Transaksi Fine Tune Operations dalam rangka Operasi Pasar Terbuka sebagaimana telah diubah terakhir dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/23/DPM tanggal 14 Juli 2008, sebagai berikut: Ketentuan BAB II huruf A angka 3 diubah, sehingga BAB II huruf A berbunyi sebagai berikut: II. MEKANISME UMUM PELAKSANAAN TRANSAKSI FTO A. Mekanisme Transaksi FTO 1. Bank Indonesia melakukan transaksi FTO sewaktu-waktu apabila diperlukan dengan mekanisme lelang melalui BI-SSSS. 2. Mekanisme lelang transaksi FTO dilakukan dengan metode: a. Harga tetap (fixed rate) Bank Indonesia menetapkan tingkat diskonto atau suku bunga (repo rate) transaksi FTO. b. Harga beragam (variable rate) Bank ... 2 Bank dan/atau Pialang mengajukan penawaran kuantitas dan tingkat diskonto atau suku bunga (repo rate) transaksi FTO. 3. Transaksi FTO memiliki jangka waktu 1 (satu) hari sampai dengan 3 (tiga) bulan yang dinyatakan dalam hari kalender. Dalam hal tanggal jatuh waktu transaksi FTO bertepatan dengan hari libur maka tanggal jatuh waktu transaksi dimaksud ditetapkan pada hari kerja berikutnya. Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 23 September 2008. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, EDDY SULAEMAN YUSUF DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER DPM
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 10/30/DPM|SE-BI/2008 </reg_id> <reg_title> Perubahan Ketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/1/DPM tanggal 3 Januari 2005 perihal Pelaksanaan Transaksi Fine Tune Operations dalam rangka Operasi Pasar Terbuka </reg_title> <set_date> 23 September 2008 </set_date> <effective_date> 23 September 2008 </effective_date> <changed_reg> '7/1/DPM|SE-BI/2005' </changed_reg> <extension_of> '10/23/DPM|SE-BI/2008' </extension_of> <related_reg> '7/1/DPM|SE-BI/2005', '10/23/DPM|SE-BI/2008' </related_reg>
No. 14/ 6 /DPM 2008 31 Maret Jakarta, 13 Februari 2012 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH ,UNIT USAHA SYARIAH, DAN LEMBAGA PERANTARA Perihal : Tata Cara Pembelian dan Penjualan Surat Berharga Syariah Negara Secara Outright Dari Bank Indonesia di Pasar Sekunder Dalam Rangka Operasi Pasar Terbuka Syariah. Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/36/PBI/2008 perihal Operasi Moneter Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 197, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4944) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/24/PBI/2011 perihal Perubahan Kedua Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/36/PBI/2008 Tentang Operasi Moneter Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2011 Nomor 119), perlu untuk mengatur ketentuan mengenai tata cara pembelian dan penjualan SBSN secara outright dari Bank Indonesia di pasar sekunder dalam rangka Operasi Pasar Terbuka Syariah dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut : I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan : 1. Bank adalah Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. 2. Bank Umum Syariah yang selanjutnya disingkat BUS adalah Bank … 2 Bank Umum Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. 3. Unit Usaha Syariah yang selanjutnya disingkat UUS adalah Unit Usaha Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. 4. Lembaga Perantara adalah pialang pasar uang rupiah dan valuta asing, dan pialang pasar modal yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia sebagai dealer utama. 5. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN dalam mata uang rupiah. 6. SBSN Jangka Panjang adalah SBSN yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran imbalan berupa kupon dan/atau secara diskonto. 7. SBSN Jangka Pendek atau Surat Perbendaharaan Negara Syariah adalah SBSN yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran imbalan berupa kupon dan/atau secara diskonto. 8. Operasi Moneter Syariah yang selanjutnya disingkat OMS adalah pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dalam rangka pengendalian moneter melalui kegiatan operasi pasar terbuka dan penyediaan standing facilities berdasarkan prinsip syariah. 9. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana elektronik antar peserta dalam mata uang rupiah. 10. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya disingkat BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaannya dan penatausahaan … 3 penatausahaan surat berharga secara elektronik . 11. Rekening Giro adalah rekening giro milik Bank dalam mata uang rupiah di Bank Indonesia. 12. Rekening Surat Berharga adalah rekening surat berharga milik Bank yang digunakan untuk mencatat kepemilikan surat berharga di Central Registry yang dapat diperdagangkan. 13. Sistem Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya disebut Sistem LHBU adalah sarana pelaporan Bank kepada Bank Indonesia secara harian, termasuk penyediaan informasi pasar uang dan pengumuman dari Bank Indonesia. II. PEMBELIAN DAN PENJUALAN SBSN SECARA OUTRIGHT DARI BANK INDONESIA DI PASAR SEKUNDER 1. Pembelian dan penjualan SBSN secara outright dari Bank Indonesia di pasar sekunder dilakukan dalam rangka kontraksi moneter dan/atau ekspansi moneter serta dalam rangka menjaga ketersediaan SBSN yang diperlukan sebagai instrumen OMS dalam mencapai sasaran operasional kebijakan moneter Bank Indonesia. 2. SBSN yang dapat ditransaksikan terdiri dari SBSN Jangka Panjang dan SBSN Jangka Pendek. 3. Bank Indonesia melakukan transaksi pembelian dan penjualan SBSN secara outright di pasar sekunder dengan mekanisme lelang atau non lelang. 4. Bank Indonesia dapat melakukan transaksi pembelian dan penjualan SBSN secara outright di pasar sekunder pada setiap hari kerja. 5. Transaksi pembelian dan penjualan SBSN secara outright di pasar sekunder dapat diikuti oleh Bank yang memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Berstatus … 4 a. Berstatus aktif sebagai peserta BI-SSSS dan BI-RTGS; b. Tidak dalam masa penghentian sanksi sementara untuk mengikuti OMS; c. Memiliki Rekening Giro; dan d. Memiliki Rekening Surat Berharga. 6. Transaksi pembelian dan penjualan SBSN secara outright di pasar sekunder dengan mekanisme Lelang a. Metode Transaksi 1) Bank Indonesia melakukan lelang transaksi pembelian dan penjualan SBSN secara outright di pasar sekunder melalui BI-SSSS atau melalui sarana lainnya. 2) Mekanisme lelang dilakukan dengan metode sebagai berikut : a) harga tetap (fixed rate tender) Yield atau harga transaksi pembelian dan penjualan SBSN ditetapkan oleh Bank Indonesia; atau b) harga beragam (variable rate tender) Yield atau harga transaksi pembelian dan penjualan SBSN diajukan oleh Bank. b. Pengumuman Lelang 1) Window time transaksi pembelian dan penjualan SBSN secara outright di pasar sekunder dapat dilakukan antara pukul 08.00 WIB sampai dengan 16.00 WIB. 2) Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang transaksi pembelian dan penjualan SBSN secara outright di pasar sekunder paling lambat sebelum window time, melalui BI-SSSS, Sistem-LHBU dan/atau sarana lainnya. 3) Pengumuman rencana lelang pembelian dan penjualan SBSN secara outright di pasar sekunder, antara lain meliputi: a) tanggal … 5 a) tanggal lelang; b) window time; c) target indikatif (apabila lelang dilakukan dengan metode variable rate tender); d) yield atau harga SBSN (apabila lelang dilakukan dengan metode fixed rate tender); e) f) jenis dan seri SBSN yang akan ditransaksikan; dan tanggal dan waktu setelmen. c. Pengajuan Penawaran 1) Bank dapat mengajukan penawaran lelang pembelian dan penjualan SBSN secara outright di pasar sekunder secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara. 2) Lembaga Perantara mengajukan penawaran lelang pembelian dan penjualan SBSN secara outright di pasar sekunder untuk kepentingan Bank. 3) Bank secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara mengajukan penawaran lelang pembelian dan penjualan SBSN secara outright di pasar sekunder kepada Bank Indonesia melalui BI-SSSS dalam window time yang ditetapkan. 4) Pengajuan penawaran lelang pembelian dan penjualan SBSN secara outright di pasar sekunder antara lain meliputi: a) kuantitas transaksi, untuk lelang dengan metode fixed rate tender; b) kuantitas transaksi dan yield atau harga SBSN, untuk lelang dengan metode variable rate tender. 5) Pengajuan setiap penawaran kuantitas dari Bank paling kurang 1.000 (seribu) unit atau sebesar Rp … 6 Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan 100 (seratus) unit atau sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). 6) Dalam hal transaksi pembelian dan penjualan SBSN secara outright di pasar sekunder dilakukan dengan metode variable rate tender, penawaran yield dilakukan dengan kelipatan sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu). 7) Bank dan Lembaga Perantara bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran pembelian dan penjualan SBSN secara outright di pasar sekunder yang disampaikan kepada Bank Indonesia. 8) Bank dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan penawaran yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia. d. Penetapan Pemenang Lelang 1) Dalam hal lelang pembelian dan penjualan SBSN secara outright di pasar sekunder dengan metode fixed rate tender, maka penetapan kuantitas yang dimenangkan dihitung dengan cara : a) Penawaran kuantitas yang diajukan Bank dimenangkan seluruhnya; atau b) Dalam hal diperlukan, penawaran kuantitas yang diajukan Bank dapat dimenangkan sebagian dengan perhitungan secara proporsional dengan pembulatan nominal terkecil SBSN sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). 2) Dalam hal lelang pembelian dan penjualan SBSN secara outright di pasar sekunder dilakukan dengan metode variable rate tender, maka Bank Indonesia menetapkan tingkat yield yang dapat diterima (Stop Out Rate/SOR) atau … 7 atau harga yang dapat diterima, dan kuantitas yang dimenangkan dihitung dengan cara : a) Lelang pembelian SBSN (1) dalam hal yield yang diajukan oleh Bank lebih tinggi dari SOR atau harga yang diajukan oleh Bank lebih rendah dari harga yang dapat diterima, Bank memenangkan seluruh kuantitas yang diajukan. (2) dalam hal yield yang diajukan oleh Bank sama dengan SOR atau harga yang diajukan oleh Bank sama dengan harga yang dapat diterima, Bank dapat memenangkan seluruh atau sebagian penawaran kuantitas yang diajukan dengan perhitungan secara proporsional dengan pembulatan nominal berdasarkan unit terkecil SBSN sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah). b) Lelang penjualan SBSN (1) dalam hal yield yang diajukan oleh Bank lebih rendah dari SOR atau harga yang diajukan oleh Bank lebih tinggi dari harga yang dapat diterima, Bank memenangkan seluruh kuantitas SBSN yang diajukan; dan (2) dalam hal yield yang diajukan oleh Bank sama dengan SOR atau harga yang diajukan oleh Bank sama dengan harga yang dapat diterima, Bank dapat memenangkan seluruh atau sebagian penawaran kuantitas yang diajukan dengan perhitungan secara proporsional dengan pembulatan nominal berdasarkan unit terkecil SBSN sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah). 3) Bank … 8 3) Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada pemenang lelang pembelian dan penjualan SBSN. Contoh perhitungan pemenang lelang SBSN tercantum dalam Lampiran 1 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. e. Pengumuman Hasil Lelang Pembelian dan Penjualan SBSN Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang penjualan dan pembelian SBSN setelah window time ditutup, sebagai berikut: 1) secara individual kepada pemenang lelang melalui BI-SSSS, antara lain berupa nilai nominal dan yield atau harga yang dimenangkan; dan 2) secara keseluruhan melalui BI-SSSS, Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya, antara lain berupa nominal seluruh penawaran yang masuk, kisaran bid rate dan rata-rata tertimbang tingkat yield. 7. Pembelian dan Penjualan SBSN secara outright di pasar sekunder secara Non Lelang a. Pembelian dan penjualan SBSN secara outright di pasar sekunder dilakukan secara bilateral antara Bank Indonesia dengan Bank secara langsung atau melalui Lembaga Perantara. b. Transaksi dilakukan melalui sarana Reuters Monitoring Dealing System (RMDS) atau Bloomberg atau sarana lainnya. 8. Setelmen Pembelian dan Penjualan SBSN secara outright di pasar sekunder secara Lelang dan Non Lelang a. Bank wajib memiliki dana di Rekening Giro yang mencukupi untuk setelmen pembelian SBSN secara outright di pasar sekunder dari Bank Indonesia atau memiliki jenis dan seri SBSN … 9 SBSN di Rekening Surat Berharga yang mencukupi untuk setelmen penjualan SBSN secara outright di pasar sekunder kepada Bank Indonesia. b. Setelmen pembelian dan penjualan SBSN secara outright di pasar sekunder dilakukan melalui Sistem BI-RTGS dan BI- SSSS secara delivery versus payment (DVP) dengan mekanisme transaksi per transaksi (gross to gross). c. Bank Indonesia melakukan setelmen pembelian dan penjualan SBSN secara outright di pasar sekunder paling lama 2 (dua) hari kerja. Perhitungan nilai dan setelmen penjualan dan pembelian SBSN secara outright di pasar sekunder terdapat pada Lampiran 1 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. d. Dalam hal Bank tidak memiliki jenis dan seri SBSN di Rekening Surat Berharga atau tidak memiliki dana di Rekening Giro yang mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen pembelian dan penjualan SBSN secara outright di pasar sekunder yang dilakukan sampai dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS sehingga mengakibatkan kegagalan setelmen, BI-SSSS secara otomatis membatalkan transaksi pembelian dan penjualan SBSN dimaksud. e. Atas batalnya transaksi pembelian dan penjualan SBSN secara outright di pasar sekunder sebagaimana dimaksud dalam huruf d, maka Bank yang bersangkutan dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Operasi Moneter Syariah. III. TATA … 10 III. TATA CARA PENGENAAN SANKSI 1. Sanksi karena batalnya transaksi pembelian dan penjualan SBSN secara outright di pasar sekunder dari Bank Indonesia dalam rangka Operasi Pasar Terbuka Syariah a. Dalam hal Bank tidak dapat memenuhi kewajiban pada saat dilakukan setelmen sehingga menyebabkan batalnya transaksi pembelian dan penjualan SBSN secara outright di pasar sekunder dari Bank Indonesia dalam rangka Operasi Pasar Terbuka Syariah, Bank dikenakan sanksi berupa: 1) teguran tertulis dengan tembusan kepada: a) Direktorat Perbankan Syariah, dalam hal sanksi diberikan kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI); atau b) Kantor Bank Indonesia (KBI) setempat cq. Tim Pengawas Bank, dalam hal sanksi diberikan kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KBI; dan 2) kewajiban membayar sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu) dari nilai transaksi pembelian dan penjualan SBSN secara outright di pasar sekunder yang dinyatakan batal, paling sedikit sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). b. Dengan tidak mengurangi sanksi sebagaimana dimaksud pada butir a.2 dalam hal Bank melakukan transaksi OMS yang dinyatakan batal sebanyak 3 (tiga) kali dalam kurun waktu 6 (enam) bulan, Bank dikenakan sanksi berupa penghentian sementara untuk mengikuti OMS selama 5 (lima) hari kerja berturut-turut. c. Penyampaian … 11 c. Penyampaian teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir a.1) dan pemberitahuan sanksi larangan mengajukan transaksi OMS sebagaimana dimaksud pada huruf b dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi. d. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam butir a.2) dilakukan dengan mendebet Rekening Giro Bank yang bersangkutan pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi. e. Sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan OMS sebagaimana dimaksud dalam huruf b diberlakukan mulai 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi. f. Dalam hal terdapat lebih dari 3 (tiga) kali pembatalan transaksi OMS dalam 1 (satu) hari, maka pengenaan sanksi penghentian sementara sebagaimana dimaksud dalam huruf b hanya memperhitungkan 3 (tiga) kali pembatalan. 2. Contoh pengenaan sanksi karena pembatalan transaksi OMS terdapat pada Lampiran 2 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. IV. PENUTUP Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 13 Februari 2012. Agar … 12 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar maklum. BANK INDONESIA, HENDAR DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 14/6/DPM|SE-BI/2012 </reg_id> <reg_title> Tata Cara Pembelian dan Penjualan Surat Berharga Syariah Negara Secara Outright Dari Bank Indonesia di Pasar Sekunder Dalam Rangka Operasi Pasar Terbuka Syariah. </reg_title> <set_date> 13 Februari 2012 </set_date> <effective_date> 13 Februari 2012 </effective_date> <related_reg> '10/36/PBI/2008', '13/24/PBI/2011' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi III' </penalty_list>
No.13/ 10 /DPbS Jakarta, 13 April 2011 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA Perihal: Penilaian Kualitas Aktiva Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/13/PBI/2011 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5205), yang selanjutnya disebut PBI Kualitas Aktiva, perlu mengatur kembali ketentuan pelaksanaan mengenai penilaian kualitas aktiva bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, sebagai berikut: I. UMUM 1. Sejalan dengan meningkatnya kompleksitas usaha, Bank perlu menjaga kelangsungan usahanya, antara lain dengan meningkatkan kemampuan dan efektivitas Bank dalam mengelola risiko kredit dan meminimalkan potensi kerugian dari penyediaan dana. 2. Pengembangan industri perbankan syariah perlu didukung antara lain dengan perangkat penilaian kualitas aktiva yang lebih menggambarkan karakteristik usaha nasabah yang dibiayai dan produk yang … 2 yang ditawarkan Bank. 3. Penetapan kualitas aktiva merupakan hasil penilaian atas faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kondisi dan kinerja nasabah yang antara lain terdiri dari prospek usaha, kinerja (performance), dan kemampuan membayar nasabah. 4. Dalam menilai prospek usaha nasabah, Bank perlu memperhatikan upaya yang dilakukan nasabah dalam rangka memelihara lingkungan hidup. II. KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DALAM BENTUK PEMBIAYAAN 1. Penetapan Kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Pembiayaan a. Penilaian kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Pembiayaan ditetapkan berdasarkan faktor-faktor sebagai berikut: prospek usaha; kinerja (performance); dan kemampuan membayar nasabah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 PBI Kualitas Aktiva. b. Parameter komponen-komponen dari masing-masing faktor penilaian sebagaimana dimaksud pada huruf a diuraikan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. c. Dalam hal terdapat 2 (dua) atau lebih parameter dari komponen faktor penilaian yang menunjukkan kualitas yang berbeda untuk 1 (satu) rekening maka penggolongan kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Pembiayaan menggunakan kualitas yang paling rendah. 2. Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup a. Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf e PBI Kualitas Aktiva, salah satu kriteria untuk penilaian prospek usaha adalah upaya yang dilakukan nasabah dalam rangka memelihara … 3 memelihara lingkungan hidup, khususnya nasabah yang berskala besar yang kegiatan usahanya memiliki dampak penting terhadap lingkungan hidup. Kewajiban melakukan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) mengacu pada peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. b. AMDAL merupakan kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Hasil AMDAL diperlukan untuk memastikan kelayakan proyek yang dibiayai dari aspek lingkungan. Kegiatan berdampak penting yang dilakukan tanpa AMDAL dapat membawa dampak yang merugikan di kemudian hari karena tidak adanya perencanaan pengelolaan lingkungan yang memadai oleh nasabah sehingga tidak akan diketahui dampak yang mungkin timbul dari kegiatan usaha nasabah. Hal ini selanjutnya dapat berdampak kepada kelangsungan usaha dan kemampuan nasabah untuk mengembalikan Pembiayaan. c. Jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan AMDAL mengacu pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup yang mengatur mengenai jenis usaha atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan AMDAL. III. KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DALAM BENTUK SURAT BERHARGA SYARIAH 1. Surat Berharga Syariah dapat digolongkan menjadi surat berharga yang diakui berdasarkan nilai pasar yaitu berupa surat berharga yang tersedia … 4 tersedia untuk dijual (Available For Sale) dan/atau untuk diperdagangkan (Trading), dan surat berharga yang diakui berdasarkan harga perolehan yaitu untuk surat berharga yang dimiliki hingga jatuh tempo (Hold To Maturity). Selain itu, dalam rangka mengakomodasi karakteristik tertentu dari surat berharga yang tersedia di pasar yang dapat dimiliki oleh Bank, terdapat juga surat berharga yang dihubungkan atau dijamin dengan aset tertentu yang mendasari dan surat berharga yang diterbitkan dan/atau diendos oleh bank lain. 2. Penilaian kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Surat Berharga Syariah secara umum ditetapkan berdasarkan faktor-faktor sebagai berikut: peringkat yang dimiliki dari Surat Berharga Syariah atau aset yang mendasari Surat Berharga Syariah tersebut; kewajiban pembayaran yang dilakukan dalam waktu dan jumlah yang tepat sesuai perjanjian; waktu jatuh tempo dari Surat Berharga Syariah; dan kualitas penerbit Surat Berharga Syariah yang bersangkutan. Sebagai contoh, dalam hal penerbit Surat Berharga Syariah adalah bank, maka penetapan kualitas Surat Berharga Syariah didasarkan pada kualitas penempatan dari bank yang bersangkutan. 3. Peringkat investasi dalam penetapan kualitas Surat Berharga Syariah mengacu kepada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai lembaga pemeringkat dan peringkat yang diakui oleh Bank Indonesia. 4. Peringkat untuk Surat Berharga Syariah perusahaan Indonesia yang diperdagangkan di bursa efek terkemuka di luar negeri yang paling kurang setara dengan bursa efek di Indonesia, adalah peringkat Surat Berharga Syariah yang diperdagangkan di bursa efek luar negeri tersebut. Dalam hal tidak terdapat peringkat untuk Surat Berharga Syariah yang diperdagangkan di bursa efek luar negeri tersebut maka mengacu pada peringkat dari Surat Berharga Syariah yang relatif sejenis … 5 sejenis yang diterbitkan oleh perusahaan tersebut yang diperdagangkan di bursa efek di Indonesia atau didasarkan atas ketentuan penilaian kualitas penyediaan dana dalam hal perusahaan tersebut tidak menerbitkan Surat Berharga Syariah di Indonesia. IV. PENUTUP Dengan diberlakukannya Surat Edaran Bank Indonesia ini maka: a. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/22/DPbS tanggal 18 Oktober 2006 perihal Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah; dan b. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/36/DPbS tanggal 22 Oktober 2008 perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/22/DPbS tanggal 18 Oktober 2006 perihal Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HALIM ALAMSYAH DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 13/10/DPbS|SE-BI/2011 </reg_id> <reg_title> Penilaian Kualitas Aktiva Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. </reg_title> <set_date> 13 April 2011 </set_date> <effective_date> 13 April 2011 </effective_date> <replaced_reg> '10/36/DPbS|SE-BI/2008', '8/22/DPbS|SE-BI/2006' </replaced_reg> <related_reg> '13/13/PBI/2011' </related_reg>
No. 10 /26/ DPNP Jakarta, 15 Juli 2008 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/15/DPNP tanggal 12 Juli 2006 perihal Laporan Berkala Bank Umum Menunjuk Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/15/DPNP tanggal 12 Juli 2006 perihal Laporan Berkala Bank Umum, khususnya pada Bab V mengenai Format Laporan Berkala Bank Umum (LBBU), dan memperhatikan adanya tambahan informasi yang diperlukan sehubungan dengan penerapan manajemen risiko secara konsolidasi serta perubahan metode perhitungan kewajiban penyediaan modal minimum dengan memperhitungkan risiko pasar, maka dipandang perlu untuk melakukan perubahan format laporan dan penjelasan dalam Pedoman Penyusunan Laporan Berkala Bank Umum yang merupakan lampiran dari Surat Edaran tersebut di atas. Perubahan format LBBU dan Pedoman Penyusunan Laporan Berkala Bank Umum dimaksud adalah sebagai berikut: I. Format LBBU untuk data Maturity Profile diubah menjadi sesuai dengan format dalam Formulir 4b pada Pedoman Penyusunan LBBU. II. Format … II. Format LBBU untuk data BMPK diubah menjadi sesuai dengan format dalam Formulir 5a, Formulir 5b, Formulir 6a, Formulir 6b, Formulir 7a, dan Formulir 7b pada Pedoman Penyusunan LBBU. III. Format LBBU untuk data Kewajiban Penyediaan Modal Minimum dengan Memperhitungkan Risiko Pasar diubah menjadi sesuai dengan format dalam Formulir 9a, Formulir 9b, Formulir 9c, Formulir 9d, Formulir 9e, Formulir 9f, Formulir 9g, Formulir 9h, Formulir 9i, Formulir 9j, Formulir 9k, Formulir 9l, Formulir 9m, dan Formulir 9n pada Pedoman Penyusunan LBBU. Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini berlaku sejak tanggal 1 Agustus 2008. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HALIM ALAMSYAH DIREKTUR DIREKTORAT PENELITIAN DAN PENGATURAN PERBANKAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 10/26/DPNP|SE-BI/2008 </reg_id> <reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/15/DPNP tanggal 12 Juli 2006 perihal Laporan Berkala Bank Umum </reg_title> <set_date> 15 Juli 2008 </set_date> <effective_date> 1 Agustus 2008 </effective_date> <changed_reg> '8/15/DPNP|SE-BI/2006' </changed_reg> <related_reg> '8/15/DPNP|SE-BI/2006' </related_reg>
No. 7/58/DPBPR Jakarta, 23 Desember 2005 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA Perihal : Penilaian dan Pengenaan Sanksi atas Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah dan Kewajiban Lain Terkait dengan Undang-Undang tentang Tindak Pidana Pencucian Uang -------------------------------------------------------------------------- Sehubungan dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 30, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4191) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4324), yang untuk selanjutnya disebut dengan UU TPPU, dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/23/PBI/2003 tanggal 23 Oktober 2003 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles) Bagi Bank Perkreditan Rakyat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4328) maka dalam rangka memastikan kepatuhan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) terhadap kewajiban penerapan prinsip mengenal nasabah dan kewajiban lain terkait dengan UU TPPU, Bank Indonesia memandang perlu untuk melakukan penilaian atas penerapan prinsip mengenal nasabah… nasabah dan kewajiban lain terkait dengan UU TPPU serta mengenakan sanksi atas pelanggaran yang dilakukan BPR, dengan ketentuan sebagai berikut: I. TUJUAN DAN CARA PENILAIAN 1. Penilaian atas penerapan prinsip mengenal nasabah dan kewajiban lain terkait dengan UU TPPU, untuk selanjutnya disebut dengan Penilaian atas Penerapan KYC dan UU TPPU, dimaksudkan untuk memperoleh gambaran menyeluruh mengenai kecukupan dan efektivitas penerapan KYC dan UU TPPU pada setiap BPR. Gambaran menyeluruh mengenai kecukupan dan efektivitas penerapan KYC dan UU TPPU tersebut diperlukan untuk mengetahui tingkat kepatuhan BPR terhadap ketentuan yang berlaku dan efektivitas penerapannya, serta untuk mengidentifikasi langkah-langkah perbaikan yang diperlukan. 2. Bank Indonesia melakukan penilaian secara kuantitatif atas faktor-faktor manajemen terhadap penerapan KYC dan UU TPPU berdasarkan hasil pemeriksaan Bank Indonesia. II. CAKUPAN DAN KRITERIA PENILAIAN 1. Penilaian atas penerapan KYC dan UU TPPU pada BPR mencakup 5 (lima) faktor manajemen dalam penerapan KYC dan UU TPPU, yakni: a. Pengawasan secara aktif oleh Direksi dan Dewan Komisaris; b. Kebijakan dan Prosedur; c. Sistem Informasi Manajemen; d. Pengendalian Intern; dan e. Sumber Daya Manusia dan Pelatihan. 2. Kriteria… 2. Kriteria penilaian terhadap masing-masing faktor tersebut adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran Surat Edaran ini. 3. Hasil penilaian diberikan terhadap masing-masing faktor tersebut berupa nilai dalam skala 1 (satu) sampai dengan 5 (lima) sesuai dengan kriteria sebagaimana dimaksud dalam angka 2. 4. Berdasarkan hasil penilaian atas masing-masing faktor tersebut, secara kuantitatif ditetapkan hasil akhir penilaian atas penerapan KYC dan UU TPPU yang dituangkan dalam predikat penilaian berupa nilai dalam skala 1 sampai dengan 5 sebagai berikut : a. Nilai 1 sampai dengan 1,9 mencerminkan bahwa penerapan KYC dan UU TPPU tergolong Sangat Baik, karena penerapannya dinilai sangat memadai dan sangat efektif untuk mengurangi risiko terkait dengan pencucian uang serta untuk memenuhi kewajiban sesuai ketentuan yang berlaku antara lain kewajiban pelaporan transaksi keuangan mencurigakan dan transaksi b. tunai kepada Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK); Nilai 2 sampai dengan 2,9 mencerminkan bahwa penerapan KYC dan UU TPPU tergolong Baik, memadai dan efektif untuk mengurangi karena penerapannya dinilai telah risiko terkait dengan pencucian uang dan untuk memenuhi kewajiban sesuai ketentuan yang berlaku antara lain kewajiban pelaporan transaksi keuangan mencurigakan dan transaksi tunai kepada PPATK; c. Nilai 3 sampai dengan 3,9 mencerminkan bahwa penerapan KYC dan UU TPPU tergolong Cukup Baik, karena penerapannya dinilai cukup memadai dan cukup efektif untuk mengurangi risiko terkait dengan pencucian uang dan untuk memenuhi kewajiban sesuai ketentuan… Pusat ketentuan yang berlaku antara lain kewajiban pelaporan transaksi keuangan mencurigakan dan transaksi tunai kepada PPATK, walaupun masih terdapat kelemahan-kelemahan cukup signifikan; d. Nilai 4 sampai dengan 4,9 mencerminkan bahwa penerapan KYC dan UU TPPU tergolong Kurang Baik, karena penerapannya dinilai kurang memadai dan kurang efektif untuk mengurangi risiko terkait dengan pencucian uang dan untuk memenuhi kewajiban sesuai ketentuan yang berlaku antara lain kewajiban pelaporan transaksi keuangan mencurigakan dan transaksi tunai kepada PPATK dan masih terdapat kelemahan-kelemahan signifikan yang harus diperbaiki; e. Nilai 5 mencerminkan bahwa penerapan KYC dan UU TPPU tergolong Tidak Baik, karena penerapannya dinilai tidak memadai dan tidak efektif untuk mengurangi risiko terkait dengan pencucian uang dan untuk memenuhi kewajiban sesuai ketentuan yang berlaku antara lain kewajiban pelaporan transaksi mencurigakan dan transaksi tunai kepada PPATK. III. TINDAK LANJUT HASIL PENILAIAN 1. Hasil penilaian penerapan KYC dan UU TPPU diperhitungkan dalam penilaian tingkat kesehatan BPR melalui faktor manajemen. 2. Dalam hal hasil penilaian penerapan KYC dan UU TPPU adalah 5 (Tidak Baik) maka dikenakan angka IV. sanksi sebagaimana diatur dalam keuangan IV. PENGENAAN… IV. PENGENAAN SANKSI Bank Indonesia mengenakan sanksi administratif atas pelanggaran terhadap Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 6, Pasal 7 Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 dan Pasal 15 Peraturan Bank Indonesia tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles) Bagi BPR, antara lain: 1. Teguran Tertulis. 2. Penurunan Tingkat Kesehatan BPR menjadi Tidak Sehat. Yang dimaksud dengan tingkat kesehatan BPR adalah tingkat kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 30/12/KEP/DIR tanggal 30 April 1997 tentang Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat. 3. Pembekuan Kegiatan Usaha Tertentu. Pembekuan kegiatan usaha tertentu adalah larangan terhadap kegiatan usaha yang menurut penilaian Bank Indonesia merupakan kegiatan usaha berisiko tinggi untuk digunakan sebagai sarana pencucian uang dalam hal BPR tidak menerapkan prinsip mengenal nasabah secara memadai. 4. Pemberhentian Pengurus BPR dan Pencantuman dalam Daftar Tidak Lulus (DTL). Pemberhentian pengurus BPR dan Pencantuman dalam DTL melalui mekanisme penilaian kemampuan dan kepatutan (fit and proper test) dilakukan dalam hal: a. Pengurus BPR tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan BPR terhadap ketentuan KYC, dan/atau b. Pengurus BPR terlibat dalam tindak pidana pencucian uang. V. PENUTUP… V. PENUTUP Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 23 Desember 2005. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, IRMAN DJAJA DALIMI DIREKTUR PENGAWASAN BANK PERKREDITAN RAKYAT DPBPR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 7/58/DPBPR|SE-BI/2005 </reg_id> <reg_title> Penilaian dan Pengenaan Sanksi atas Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah dan Kewajiban Lain Terkait dengan Undang-Undang tentang Tindak Pidana Pencucian Uang </reg_title> <set_date> 23 Desember 2005 </set_date> <effective_date> 23 Desember 2005 </effective_date> <related_reg> '15/UU/2002', '5/23/PBI/2003', '25/UU/2003' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi IV' </penalty_list>
No.15/33/DPM Jakarta, 27 Agustus 2013 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Perubahan Ketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/42/DPD tanggal 27 November 2008 perihal Pembelian Valuta Asing terhadap Rupiah kepada Bank Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/28/PBI/2008 tentang Pembelian Valuta Asing terhadap Rupiah kepada Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 172, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4921), dan sebagai salah satu upaya untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah, perlu untuk melakukan perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/42/DPD tanggal 27 November 2008 perihal Pembelian Valuta Asing terhadap Rupiah kepada Bank sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/3/DPM tanggal 28 Februari 2013, sebagai berikut: 1. Ketentuan angka 4 huruf a ditambah satu angka yakni angka 7) sehingga angka 4 huruf a berbunyi sebagai berikut: 4. Pembelian valuta asing terhadap rupiah oleh Nasabah atau Pihak Asing kepada Bank di atas USD100,000.00 (seratus ribu US Dollar) atau ekuivalen per bulan per Nasabah atau per Pihak Asing hanya dapat dilakukan untuk kegiatan yang tidak bersifat spekulatif, dengan underlying sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3) PBI, diatur sebagai berikut: a. Untuk … 2 a. Untuk Nasabah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 PBI, jenis underlying transaksi antara lain dapat berupa: 1) Kegiatan impor barang dan jasa; 2) Pembayaran jasa, seperti: a) Biaya sekolah di luar negeri; b) Biaya berobat ke luar negeri; c) Biaya perjalanan luar negeri untuk keperluan haji, perjalanan ibadah/wisata rohani, atau wisata lainnya; d) Pembayaran atas penggunaan jasa konsultan luar negeri; e) Pembayaran yang terkait dengan penggunaan tenaga kerja asing di Indonesia; 3) Pembayaran utang dalam valuta asing; 4) Pembayaran atas pembelian aset di luar negeri; 5) Kegiatan usaha jual beli uang kertas asing (UKA) oleh pedagang valuta asing (PVA) Bank dan PVA bukan Bank yang memiliki ijin dari Bank Indonesia yang masih berlaku untuk memenuhi kebutuhan nasabah PVA, dengan ketentuan: a) Bank dapat memenuhi kebutuhan pembelian valuta asing terhadap rupiah yang dilakukan PVA hanya dalam bentuk UKA; b) Penyerahan UKA dalam penyelesaian transaksi pembelian valuta asing terhadap rupiah dari Bank kepada PVA harus dilakukan secara fisik; c) Penyerahan dana rupiah dalam penyelesaian transaksi pembelian valuta asing terhadap rupiah dapat dilakukan melalui pemindahbukuan rekening. 6) Kegiatan … 3 6) Kegiatan usaha travel agent; 7) Kegiatan ekspor barang dan jasa. 2. Ketentuan butir 7.c.2)a) diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: a) Untuk kegiatan impor barang dan jasa, dokumen antara lain berupa fotokopi Pemberitahuan Impor Barang (PIB) yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, Letter of Credit (L/C), invoice dengan masa berlaku paling lama 6 (enam) bulan setelah tanggal penerbitan invoice, proforma invoice atau list of invoices; (1) Dokumen underlying berupa list of invoices diatur sebagai berikut: (a) list of invoices ditandatangani oleh pihak berwenang dari Nasabah; dan (b) penyerahan list of invoices oleh Nasabah disertakan dengan invoices asli untuk kepentingan verifikasi oleh Bank dan untuk selanjutnya invoices asli tersebut dapat ditatausahakan oleh Nasabah. (2) Dokumen underlying berupa proforma invoice diatur sebagai berikut: (a) proforma invoice bersifat tetap dan final, dan menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan invoice final; (b) jumlah pembelian valuta asing terhadap rupiah dengan dasar dokumen proforma invoice paling banyak sebesar jumlah yang tercantum dalam proforma invoice; (c) jumlah pembelian valuta asing terhadap rupiah maksimal yang tercantum dalam invoice final, dan sudah termasuk jumlah yang tercantum dalam proforma invoice. (3) Bank Indonesia dapat meminta Bank untuk menyediakan invoices asli sewaktu-waktu untuk kepentingan pemeriksaan Bank (post audit). 3. Ketentuan … 4 3. Ketentuan butir 7.c.2)d) diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: d) Untuk pembayaran atas pembelian aset di luar negeri, dokumen antara lain berupa proforma invoice, invoices atas pembelian aset di luar negeri; 4. Setelah butir 7.c.2)f) ditambahkan satu butir yakni butir 7.c.2)g) yang berbunyi sebagai berikut: g) Untuk kegiatan ekspor barang dan jasa, diatur sebagai berikut: (1) Pembelian valuta asing terhadap rupiah hanya dapat dilakukan oleh eksportir yang telah melakukan penjualan valuta asing atas hasil ekspor. (2) Valuta asing yang dibeli eksportir sebagaimana dimaksud pada angka (1) dapat digunakan antara lain untuk penempatan pada simpanan dalam valuta asing. (3) Dokumen untuk kegiatan ekspor barang dan jasa antara lain berupa dokumen penjualan valuta asing terhadap rupiah yang berasal dari penjualan valuta asing hasil ekspor. (4) Masa berlaku dokumen penjualan valuta asing yang dapat digunakan sebagai underlying paling lama 6 (enam) bulan setelah tanggal penerbitan dokumen penjualan valuta asing. (5) Nilai pembelian valuta asing terhadap rupiah maksimal sebesar nilai penjualan valuta asing yang tercantum di dalam dokumen penjualan valuta asing terhadap rupiah. 5. Ketentuan angka 9 huruf b diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 9. Persyaratan dokumen untuk transaksi pembelian valuta asing terhadap rupiah yang dilakukan oleh Pihak Asing dengan nilai nominal di atas USD100,000.00 (seratus ribu US Dollar) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) PBI diatur sebagai berikut: b. Dokumen … 5 b. Dokumen yang dipersyaratkan dilampirkan pada setiap transaksi berdasarkan tanggal transaksi. Dalam hal dokumen yang dipersyaratkan tidak dapat dilampirkan pada tanggal transaksi maka dokumen dapat disampaikan paling lambat pada tanggal valuta transaksi yang bersangkutan dengan mencantumkan tanggal transaksi. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 27 Agustus 2013. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, FILIANINGSIH HENDARTA KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 15/33/DPM|SE-BI/2013 </reg_id> <reg_title> Perubahan Ketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/42/DPD tanggal 27 November 2008 perihal Pembelian Valuta Asing terhadap Rupiah kepada Bank </reg_title> <set_date> 27 Agustus 2013 </set_date> <effective_date> 27 Agustus 2013 </effective_date> <changed_reg> '10/42/DPD|SE-BI/2008' </changed_reg> <extension_of> '15/3/DPM|SE-BI/2013' </extension_of> <related_reg> '15/3/DPM|SE-BI/2013', '10/28/PBI/2008', '10/42/DPD|SE-BI/2008' </related_reg>
No. 16/13/DPM Jakarta, 24 Juli 2014 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH, UNIT USAHA SYARIAH, DAN PIALANG PASAR UANG RUPIAH DAN VALUTA ASING DI INDONESIA Perihal : Tata Cara Penempatan Berjangka (Term Deposit) Syariah dalam Valuta Asing. Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/12/PBI/2014 tentang Operasi Moneter Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor23178, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5567), perlu diatur ketentuan pelaksanaan mengenai tata cara penempatan berjangka (term deposit) syariah dalam valuta asing dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan: 1. Bank adalah Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah yang merupakan bank devisa. 2. Bank Umum Syariah yang selanjutnya disingkat BUS adalah Bank Umum Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang mengenai perbankan syariah. 3. Unit Usaha Syariah yang selanjutnya disingkat UUS adalah Unit Usaha Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai perbankan syariah. 4. Operasi Moneter Syariah yang selanjutnya disingkat OMS adalah pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dalam rangka pengendalian moneter melalui kegiatan operasi pasar terbuka dan penyediaan standing facilities berdasarkan prinsip syariah. 5. Operasi … 2 5. Operasi Pasar Terbuka Syariah yang selanjutnya disebut OPT Syariah adalah kegiatan transaksi pasar uang berdasarkan prinsip syariah yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan Bank dan pihak lain dalam rangka OMS. 6. Transaksi Penempatan Berjangka (Term Deposit) Syariah Dalam Valuta Asing yang selanjutnya disebut Term Deposit Valas Syariah adalah penempatan secara berjangka dana valuta asing milik Bank di Bank Indonesia. 7. Akad Ju’alah adalah janji atau komitmen (iltizam) untuk memberikan imbalan tertentu (’iwadh/ju’l) atas pencapaian hasil (natijah) yang ditentukan dari suatu pekerjaan. 8. Perusahaan Pialang Pasar Uang Rupiah dan Valuta Asing yang selanjutnya disebut Pialang adalah perusahaan yang didirikan khusus untuk melakukan kegiatan jasa perantara bagi kepentingan nasabahnya di bidang pasar uang Rupiah dan valuta asing dengan memperoleh imbalan atas jasanya. 9. Sistem Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya disebut Sistem LHBU adalah sarana pelaporan Bank kepada Bank Indonesia secara harian, termasuk penyediaan informasi pasar uang dan pengumuman dari Bank Indonesia. II. PERSYARATAN UMUM 1. Transaksi Term Deposit Valas Syariah dilakukan dengan menggunakan akad ju’alah oleh Bank kepada Bank Indonesia. 2. Karakteristik transaksi Term Deposit Valas Syariah sebagai berikut: a. jenis valuta asing dalam transaksi Term Deposit Valas Syariah adalah Dolar Amerika Serikat; b. transaksi Term Deposit Valas Syariah memiliki jangka waktu paling singkat 1 (satu) hari dan paling lama 12 (dua belas) bulan yang dinyatakan dalam hari sejak 1 (satu) hari setelah tanggal setelmen sampai dengan tanggal jatuh waktu; c. transaksi Term Deposit Valas Syariah dilakukan tanpa disertai dengan penerbitan surat berharga; d. atas … 3 d. atas transaksi Term Deposit Valas Syariah, Bank Indonesia memberikan imbalan; dan e. Term Deposit Valas Syariah dapat dicairkan sebelum tanggal jatuh waktu (early redemption) baik keseluruhan atau sebagian. 3. Persyaratan Bank yang dapat mengikuti Term Deposit Valas Syariah sebagai berikut: a. b. memiliki rekening giro dalam valuta asing di Bank Indonesia. 4. Bank mengajukan Term Deposit Valas Syariah kepada Bank Indonesia untuk kepentingan diri sendiri. 5. Bank dapat mengajukan penawaran Term Deposit Valas Syariah secara langsung dan/atau melalui Pialang. 6. Pialang mengajukan penawaran Term Deposit Valas Syariah untuk kepentingan Bank. 7. Pialang sebagaimana dimaksud dalam angka 5 dan angka 6 tidak sedang dikenakan sanksi terkait izin usaha oleh Bank Indonesia. 8. Transaksi Term Deposit Valas Syariah dilakukan melalui sarana Reuters Monitoring Dealing System (RMDS) atau sarana lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 9. Imbalan Term Deposit Valas Syariah ditetapkan sebagai berikut: a. Bank Indonesia membayar imbalan atas Term Deposit Valas Syariah pada saat Term Deposit Valas Syariah jatuh waktu atau pada tanggal setelmen early redemption. b. Tingkat imbalan yang diberikan mengacu pada tingkat bunga hasil lelang transaksi Term Deposit valuta asing (valas) konvensional berjangka waktu sama, yang dilakukan secara bersamaan dengan transaksi Term Deposit Valas Syariah, dengan ketentuan sebagai berikut: 1) dalam hal transaksi Term Deposit valas konvensional menggunakan metode fixed rate tender maka imbalan Term Deposit Valas Syariah ditetapkan sama dengan tingkat … tidak dalam masa pengenaan sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan OMS; dan 4 tingkat bunga transaksi Term Deposit valas konvensional; atau 2) dalam hal transaksi Term Deposit valas konvensional menggunakan metode variable rate tender maka imbalan Term Deposit Valas Syariah ditetapkan sama dengan rata-rata tertimbang tingkat bunga hasil transaksi Term Deposit valas konvensional. c. Dalam hal pada saat yang bersamaan tidak terdapat lelang Term Deposit valas konvensional berjangka waktu sama, tingkat imbalan yang diberikan sebagaimana dimaksud dalam huruf b mengacu pada data terkini antara tingkat imbalan Term Deposit Valas Syariah atau tingkat bunga Term Deposit valas konvensional, yang masing-masing berjangka waktu (tenor) yang sama. d. Perhitungan imbalan Term Deposit Valas Syariah dihitung dengan rumus sebagai berikut: Nominal Nilai imbalan = TD Valas Syariah Keterangan: k = × Tingkat imbalan k × 360 jangka waktu sampai dengan tanggal setelmen Term Deposit Valas Syariah jatuh waktu atau tanggal setelmen early redemption Term Deposit Valas Syariah (dalam hari). Contoh perhitungan imbalan tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. III. PENGUMUMAN DAN PELAKSANAAN LELANG 1. Transaksi Term Deposit Valas Syariah dilakukan pada hari kerja yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 2. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah paling lambat sebelum window time melalui Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya. 3. Window … 5 3. Window time transaksi Term Deposit Valas Syariah dapat dilakukan antara pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB atau waktu lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 4. Pengumuman rencana transaksi Term Deposit Valas Syariah, memuat antara lain: a. sarana pengajuan penawaran lelang; b. c. d. tanggal lelang; jangka waktu dan tanggal jatuh waktu; target indikatif; e. persentase besaran sanksi; f. window time; dan/atau g. tanggal setelmen (tanggal valuta). IV. PENGAJUAN PENAWARAN 1. Bank dan Pialang mengajukan penawaran lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah kepada Bank Indonesia dalam window time yang ditetapkan. 2. Pengajuan penawaran transaksi Term Deposit Valas Syariah sebagaimana dimaksud dalam angka 1 adalah penawaran kuantitas menurut jangka waktu Term Deposit Valas Syariah, yang meliputi informasi: a. nama Bank sebagai peserta transaksi Term Deposit Valas Syariah; b. c. tanggal transaksi; jangka waktu Term Deposit Valas Syariah; d. nomor rekening pada bank koresponden; dan e. penawaran kuantitas. 3. Pengajuan penawaran lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. pengajuan setiap penawaran kuantitas dari Bank dan Pialang paling kurang sebesar USD5,000,000.00 (lima juta dolar Amerika Serikat) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika Serikat); b. dalam … 6 b. dalam hal terjadi koreksi penawaran, Bank dan Pialang hanya dapat mengajukan 1 (satu) kali koreksi untuk setiap penawaran yang diajukan dalam window time transaksi Term Deposit Valas Syariah; c. koreksi sebagaimana dimaksud dalam huruf b dapat dilakukan terhadap informasi penawaran selain informasi nama Bank dan jangka waktu Term Deposit Valas Syariah; d. koreksi penawaran harus memenuhi persyaratan pengajuan penawaran; e. Bank dan Pialang bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran yang disampaikan kepada Bank Indonesia; f. Bank dan Pialang dilarang membatalkan penawaran yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia; dan g. dalam hal Bank dan Pialang mengajukan penawaran tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan tidak melakukan koreksi pengajuan penawaran dalam window time transaksi Term Deposit Valas Syariah maka penawaran dimaksud dinyatakan batal. V. PENETAPAN PEMENANG LELANG 1. Bank Indonesia menetapkan kuantitas Term Deposit Valas Syariah yang dimenangkan dengan cara: a. penawaran kuantitas yang diajukan Bank dimenangkan seluruhnya; b. dalam hal diperlukan, penawaran kuantitas yang diajukan Bank dapat dimenangkan sebagian dengan perhitungan secara proporsional dengan pembulatan ke seratus ribuan Dolar Amerika Serikat terdekat dengan ketentuan: 1) untuk nominal kurang dari USD50,000.00 (lima puluh ribu dolar Amerika Serikat) dibulatkan menjadi nol; dan 2) untuk nominal USD50,000.00 (lima puluh ribu dolar Amerika Serikat) atau lebih dibulatkan menjadi USD100,000.00 (seratus ribu dolar Amerika Serikat). Contoh … 7 Contoh perhitungan kuantitas dan penetapan pemenang lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 2. Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada pemenang lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah. VI. PENGUMUMAN HASIL LELANG TRANSAKSI TERM DEPOSIT VALAS SYARIAH Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah setelah dilakukan proses penetapan pemenang lelang oleh Bank Indonesia dengan mekanisme sebagai berikut: 1. mengumumkan hasil penetapan pemenang lelang secara keseluruhan kepada semua Bank dan Pialang melalui Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, antara lain berupa nominal yang dimenangkan dan tingkat imbalan Term Deposit Valas Syariah; 2. melakukan konfirmasi kepada Bank yang memenangkan lelang secara individual melalui RMDS atau sarana lainnya antara lain berupa: a. nominal yang dimenangkan dan tingkat imbalan; b. tanggal setelmen atau tanggal valuta; dan c. permintaan Standard Settlement Instruction Bank; dan 3. dalam hal penawaran lelang diajukan melalui Pialang, konfirmasi sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. dalam hal Bank tidak memiliki RMDS, konfirmasi dilakukan melalui Pialang; atau b. dalam hal Bank memiliki RMDS, konfirmasi dilakukan kepada Bank yang bersangkutan. VII. SETELMEN … 8 VII. SETELMEN TRANSAKSI TERM DEPOSIT VALAS SYARIAH 1. Setelmen Lelang Transaksi Term Deposit Valas Syariah a. Bank Indonesia melakukan setelmen transaksi Term Deposit Valas Syariah paling lama 2 (dua) hari kerja setelah tanggal transaksi. b. Nilai nominal yang tercantum pada setiap deal ticket konfirmasi, harus sama dengan nilai nominal setiap penawaran yang dimenangkan. c. Bank menyediakan dana di rekening giro pada bank koresponden, yang mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen transaksi Term Deposit Valas Syariah. d. Pada tanggal setelmen, Bank mentransfer kewajiban setelmen transaksi Term Deposit Valas Syariah untuk setiap penawaran yang dimenangkan ke rekening Bank Indonesia di bank koresponden. e. Dalam hal Bank tidak mentransfer kewajiban setelmen sebagaimana dimaksud dalam huruf d maka transaksi Term Deposit Valas Syariah dinyatakan batal. f. Atas batalnya transaksi Term Deposit Valas Syariah sebagaimana dimaksud dalam huruf e, Bank dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Operasi Moneter Syariah. g. Dalam rangka perhitungan pengenaan sanksi penghentian sementara mengikuti kegiatan OMS, apabila pada hari yang sama terdapat lebih dari 1 (satu) kali pembatalan transaksi Term Deposit Valas Syariah maka pembatalan tersebut hanya dihitung sebanyak 1 (satu) kali. 2. Setelmen Jatuh Waktu Transaksi Term Deposit Valas Syariah a. Pada tanggal jatuh waktu transaksi Term Deposit Valas Syariah, Bank Indonesia melakukan pelunasan Term Deposit Valas Syariah jatuh waktu dengan melakukan transfer ke rekening Bank pada bank koresponden sebesar nilai tunai. b. Nilai … 9 b. Nilai tunai sebagaimana dimaksud dalam huruf a dihitung dengan rumus sebagai berikut : Nilai tunai = N × 1 + r k 360 hari Keterangan: N = Nominal Term Deposit Valas Syariah r = tingkat imbalan yang dimenangkan k = jangka waktu Term Deposit Valas Syariah VIII. PENCAIRAN SEBELUM JATUH WAKTU (EARLY REDEMPTION) TRANSAKSI TERM DEPOSIT VALAS SYARIAH 1. Pengajuan Early Redemption a. Bank dapat mengajukan early redemption Term Deposit Valas Syariah paling cepat 3 (tiga) hari setelah setelmen transaksi Term Deposit Valas Syariah yang akan dilakukan early redemption. b. Bank dapat mengajukan early redemption pada setiap hari kerja, kecuali pada hari pelaksanaan lelang Term Deposit Valas Syariah dengan jangka waktu melebihi overnight. c. Pengajuan early redemption sebagaimana dimaksud dalam huruf b diajukan dari pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 11.00 WIB. d. Pengajuan dilakukan melalui RMDS atau sarana lain yang ditetapkan Bank Indonesia. e. Pengajuan early redemption dilakukan paling kurang sebesar USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika Serikat) dengan kelipatan sebesar USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika Serikat). f. Pengajuan early redemption disertai informasi deal ticket konfirmasi pada saat transaksi, dengan mencantumkan informasi waktu transaksi (GMT). g. Bank … 10 g. Bank yang melakukan early redemption Term Deposit Valas Syariah memperoleh imbalan secara proporsional dengan rumus sebagai berikut: Imbalan = Nominal early redemption × keterangan : k = Tingkat imbalan k × 360 jangka waktu sampai dengan setelmen early redemption Term Deposit Valas Syariah di Bank Indonesia h. Bank dikenakan biaya early redemption Term Deposit Valas Syariah sebesar 10% (sepuluh persen) dari imbalan sebagaimana dimaksud dalam huruf f. 2. Setelmen Early Redemption Bank Indonesia melakukan setelmen early redemption pada 2 (dua) hari kerja setelah tanggal pengajuan early redemption. 3. Perhitungan Nilai Early Redemption Nilai tunai early redemption adalah sebesar nilai nominal Term Deposit Valas Syariah yang dilakukan early redemption ditambah imbalan kemudian dikurangi biaya early redemption, dengan rumus sebagai berikut: Nilai tunai early redemption Nominal = TD Valas Syariah yang di IX. TATA CARA PENGENAAN SANKSI TRANSAKSI TERM DEPOSIT VALAS SYARIAH 1. Dalam hal Bank tidak dapat memenuhi kewajiban setelmen yang menyebabkan batalnya transaksi Term Deposit Valas Syariah sebagaimana dimaksud dalam butir VII.1.e, Bank dikenakan sanksi berupa: a. teguran tertulis dengan tembusan kepada Otoritas Jasa Keuangan cq. Departemen Perbankan Syariah; dan b. kewajiban … + Imbalan − Biaya early redemption 11 b. kewajiban membayar sebesar persentase tertentu dari nilai transaksi yang batal, yang diumumkan Bank Indonesia pada saat pengumuman rencana transaksi sebagaimana dimaksud dalam butir III.4.e. dengan rumus sebagai berikut: Kewajiban Membayar = Persentase besaran sanksi × Nominal transaksi 2. Penyampaian teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a. paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah pembatalan transaksi sebagaimana dimaksud dalam butir VII.1.e. 3. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b. dilakukan dengan mendebet rekening giro valas Bank di Bank Indonesia paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi sebagaimana dimaksud dalam butir VII.1.e. X. KETENTUAN PENUTUP Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 24 Juli 2014. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, FILIANINGSIH HENDARTA KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 6/13/DPM|SE-BI/2004 </reg_id> <reg_title> Tata Cara Perizinan, Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah, Pengawasan, Pelaporan, dan Pengenaan Sanksi Bagi Pedagang Valuta Asing Bukan Bank </reg_title> <set_date> 11 Maret 2004 </set_date> <effective_date> 11 Maret 2004 </effective_date> <replaced_reg> '5/2/DPM|SE-BI/2003' </replaced_reg> <related_reg> '6/1/PBI/2004' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi V' </penalty_list>
No. 2/11/DASP Jakarta, 9 Juni 2000 S U R A T E D A R A N Perihal : Perubahan Kedua Atas Surat Edaran No. 1/7/DASP tanggal 23 Desember 1999 perihal Warkat, Dokumen Kliring dan Pencetakannya Pada Perusahaan Percetakan Dokumen Sekuriti. Menunjuk Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/14/PBI/2000 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 1/3/PBI/1999 tentang Penyelenggaraan Kliring Lokal dan Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Antar Bank Atas Hasil Kliring Lokal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 88 ), dengan ini diberitahukan bahwa dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia dimaksud maka beberapa ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 1/7/DASP tanggal 23 Desember 1999 perihal Warkat, Dokumen Kliring dan Pencetakannya Pada Perusahaan Percetakan Dokumen Sekuriti sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Bank Indonesia No. 2/6/DASP tanggal 11 Februari 2000 perihal Penyempurnaan SE No. 1/7/DASP tanggal 23 Desember 1999 perihal Warkat, Dokumen Kliring dan Pencetakannya Pada Perusahaan Percetakan Dokumen Sekuriti disempurnakan menjadi sebagai berikut : 1. Ketentuan dalam angka VI.1 mengenai Lain-lain diubah menjadi berbunyi sebagai berikut : "Peserta Kliring Lokal dengan sistem Manual, Semi Otomasi, Otomasi dan Elektronik wajib menggunakan Warkat dan Dokumen Kliring yang memenuhi spesifikasi teknis dan persyaratan lainnya sesuai dengan ketentuan dalam Surat Edaran ini paling lambat tanggal 2 Januari 2001." 2. Ketentuan dalam angka VI.2 dihapus. 3. Ketentuan dalam angka VI.5 mengenai Lain-lain diubah menjadi berbunyi sebagai berikut : Khusus untuk pelunasan bea meterai pada Warkat Cek dan Bilyet Giro yang diperhitungkan dalam Kliring Lokal dengan sistem Otomasi dan Elektronik wajib dilakukan dengan cara pencantuman tanda Bea Meterai Lunas pada Warkat yang bersangkutan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2000 Tentang Perubahan Tarif Bea Meterai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal yang Dikenakan Bea Meterai." Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 9 Juni 2000. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HARMAIN SALIM DEPUTI DIREKTUR AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 2/11/DASP|SE-BI/2000 </reg_id> <reg_title> Perubahan Kedua Atas Surat Edaran No. 1/7/DASP tanggal 23 Desember 1999 perihal Warkat, Dokumen Kliring dan Pencetakannya Pada Perusahaan Percetakan Dokumen Sekuriti. </reg_title> <set_date> 9 Juni 2000 </set_date> <effective_date> 9 Juni 2000 </effective_date> <changed_reg> '1/7/DASP|SE-BI/1999' </changed_reg> <extension_of> '2/6/DASP|SE-BI/2000' </extension_of> <related_reg> '2/14/PBI/2000', '2/6/DASP|SE-BI/2000', '1/3/PBI/1999', '1/7/DASP|SE-BI/1999' </related_reg>
No.17/15/DPM Jakarta, 12 Juni 2015 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DEVISA DI INDONESIA Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/14/DPM perihal Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Domestik Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/16/PBI/2014 tentang Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Domestik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 212, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5581), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/6/PBI/2015 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/16/PBI/2014 tentang Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Domestik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5701), yang selanjutnya disebut PBI, perlu dilakukan perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/14/DPM tanggal 17 September 2014 perihal Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Domestik, sebagai berikut: 1. Ketentuan butir I.2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 2. Edukasi tentang Transaksi Derivatif Valuta Asing Terhadap Rupiah yang dilakukan oleh Bank kepada Nasabah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf f PBI antara lain dilakukan melalui seminar, workshop, Focus Group Discussion (FGD), dan kegiatan sejenis yang bertujuan untuk memberikan pemahaman ... 2 pemahaman kepada Nasabah mengenai manfaat dan risiko Transaksi Derivatif Valuta Asing Terhadap Rupiah. 2. Ketentuan butir III.23 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 23. Dalam hal terdapat jenis dokumen selain sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV dan Lampiran V, Bank dapat: a. mengajukan terlebih dahulu jenis dokumen tersebut kepada Indonesia Foreign Exchange Market Committee (IFEMC) untuk dikonsultasikan kepada Bank Indonesia, atau b. mengajukan secara tertulis kepada Bank Indonesia, cq. Pusat Program Trasformasi Bank Indonesia-Program Pendalaman Pasar Keuangan. 3. Ketentuan butir IV.2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 3. Larangan pemberian kredit atau pembiayaan dalam valuta asing dan/atau Rupiah kepada Nasabah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 PBI diatur sebagai berikut: a. Larangan pemberian kredit atau pembiayaan dalam valuta asing dan/atau Rupiah kepada Nasabah hanya untuk kredit atau pembiayaan yang diberikan bank secara khusus untuk membiayai kegiatan Transaksi Derivatif Valuta Asing Terhadap Rupiah Nasabah. b. Pemberian kredit atau pembiayaan Bank dalam valuta asing dan/atau dalam Rupiah untuk kegiatan perdagangan dan investasi, dapat menjadi Underlying Transaksi dari Transaksi Derivatif Valuta Asing Terhadap Rupiah dalam rangka lindung nilai. Contoh: Nasabah mengajukan permintaan kredit kepada Bank A sebesar USD100,000,000.00 (seratus juta dolar Amerika Serikat), untuk tujuan investasi berupa pembangunan pabrik. Bank menyetujui permohonan kredit nasabah dengan perjanjian kredit sebagai berikut: 1) Kredit diberikan dalam mata uang USD. 2) Bunga ... 3 2) Bunga kredit berupa variable rate yaitu 6 Months USD LIBOR + 3% dengan repricing date setiap 6 (enam) bulan sekali. 3) Jangka waktu kredit selama 5 (lima) tahun dengan mekanisme pembayaran prinsipal kredit secara balloon payment pada akhir tahun ke-5 dan pembayaran bunga secara semesteran. Karena alasan tertentu, Nasabah memiliki kebutuhan untuk menerima dana pencairan kredit dalam mata uang Rupiah dan membayar bunga kredit dalam fixed rate. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, Nasabah melakukan kontrak Cross-Currency Swap (CCS) valuta asing terhadap Rupiah yang berjangka waktu 5 tahun, dengan Bank A sesuai mekanisme sebagai berikut: 1) Pada awal kontrak, Nasabah memberikan prinsipal sebesar USD100,000,000.00 (seratus juta dolar Amerika Serikat), sedangkan Bank A memberikan sejumlah nominal tertentu dalam Rupiah yang ekuivalen dengan USD100,000,000.00 (seratus juta dolar Amerika Serikat), sesuai dengan kurs yang berlaku saat itu kepada Nasabah. 2) Setiap 6 (enam) bulan sampai akhir kontrak, Nasabah (fixed payer) membayar 10% dalam mata uang Rupiah kepada Bank A, sedangkan Bank A (variable payer) membayar LIBOR +3% dalam mata uang USD kepada Nasabah. 3) Pada akhir kontrak, Nasabah memberikan nominal tertentu dalam Rupiah yang ekuivalen dengan USD100,000,000.00 (seratus juta dolar Amerika Serikat), sesuai dengan kurs yang disepakati kepada Bank A, sedangkan Bank A menyerahkan USD100,000,000.00 (seratus juta dolar Amerika Serikat), kepada Nasabah. Dalam hal ini, kredit yang diberikan oleh Bank A kepada Nasabah bukan ditujukan untuk melakukan Transaksi Derivatif Valuta Asing Terhadap Rupiah melainkan untuk pembangunan pabrik. Selanjutnya, pada saat Nasabah melakukan kontrak derivatif ... 4 derivatif CCS valuta asing terhadap Rupiah dengan Bank A, kredit yang didapatkan dari Bank A dijadikan Underlying Transaksi dalam kontrak derivatif dengan Bank A. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 12 Juni 2015 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, MIRZA ADITYASWARA DEPUTI GUBERNUR SENIOR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 17/15/DPM|SE-BI/2015 </reg_id> <reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/14/DPM perihal Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Domestik </reg_title> <set_date> 12 Juni 2015 </set_date> <effective_date> 12 Juni 2015 </effective_date> <changed_reg> '16/14/DPM|SE-BI/2014' </changed_reg> <related_reg> '17/6/PBI/2015', '16/14/DPM|SE-BI/2014', '16/16/PBI/2014' </related_reg>
No.3/ 22 /BKr Jakarta, 16 Oktober 2001 S U R A T E D A R A N Kepada BANK PEMBANGUNAN DAERAH DAN BANK PERKREDITAN RAKYAT Perihal : Perubahan Surat Edaran Bank Indonesia No.3/3/BKr tanggal 16 Januari 2001 tentang Proyek Kredit Mikro Menunjuk Peraturan Bank Indonesia No.3/16/PBI/2001 tanggal 3 Oktober 2001 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Bank Indonesia No.3/1/PBI/2001 tentang Proyek Kredit Mikro (PKM), dengan ini diberitahukan bahwa dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia dimaksud, maka ketentuan dalam Surat Edaran No.3/3/BKr tanggal 16 Januari 2001 tentang Proyek Kredit Mikro perlu disempurnakan menjadi sebagai berikut : 1. Huruf A “TATA CARA KEIKUTSERTAAN DALAM PROYEK KREDIT MIKRO (PKM)” butir 2 diubah sehingga butir 2 seluruhnya menjadi sebagai berikut : A. TATA CARA KEIKUTSERTAAN DALAM PROYEK KREDIT MIKRO (PKM) 2. Lembaga yang dapat menjadi peserta PKM adalah Bank Pembangunan Daerah (BPD), Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Lembaga Pengembangan Swadaya Masyarakat (LPSM) yang berada di wilayah Kantor Bank Indonesia (KBI) sebagaimana disebut pada butir ….. 2 butir 1 di atas. BPR yang berkedudukan di Bogor, Bekasi dan Propinsi Banten termasuk Tangerang, masuk ke dalam wilayah KBI Bandung. 2. Huruf B “TATA CARA PENGAJUAN KREDIT” butir 2 diubah sehingga butir 2 seluruhnya menjadi sebagai berikut : B. TATA CARA PENGAJUAN KREDIT 2. BPD atau BPR mengajukan permohonan kredit ke KBI setempat dengan melampiri rincian kebutuhan kredit untuk masing-masing kategori tersebut di atas. Khusus untuk BPR yang berkedudukan di Bogor, Bekasi dan Propinsi Banten termasuk Tangerang, permohonan diajukan kepada KBI Bandung dengan tembusan kepada Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (DPBPR) di Jakarta. 3. Huruf E “PENGENAAN SANKSI” diubah sehingga seluruhnya menjadi sebagai berikut : E. PENGENAAN SANKSI Pelaksanaan sanksi sebagaimana diatur pada Pasal 23 No.3/1/PBI/2001 tanggal 4 Januari 2001 dan perubahannya dalam PBI No.3/16/PBI/2001 tanggal 3 Oktober 2001 adalah sebagai berikut : 1. Perhitungan dan pengenaan sanksi dilakukan sebagaimana lampiran Surat Edaran ini. 2. Pengenaan sanksi dilakukan setelah besarnya sanksi diketahui oleh KBI dengan mendebet : a. rekening giro BPD di KBI; atau b. rekening giro atau tabungan BPR yang ada di bank umum yang ditunjuk oleh BPR. 4. Huruf ….. 3 4. Huruf F “PELAPORAN” butir 3 diubah sehingga butir 3 seluruhnya menjadi sebagai berikut: F. PELAPORAN 3. BPR a. Laporan bulanan paling lambat tanggal 7 bulan berikutnya yang berisi jumlah realisasi kumulatif dan saldo debet kredit per kategori disertai rincian kolektibilitas kredit kepada nasabah pengusaha mikro dan rincian realisasi kredit kepada nasabah pengusaha mikro baru dalam bulan laporan. Dalam laporan tersebut selain nasabah pengusaha mikro baru juga dilaporkan nasabah ulangan yaitu nasabah mikro yang pernah menerima kredit mikro dalam rangka PKM di bank yang bersangkutan. Khusus laporan realisasi pembelian komputer dan kendaraan bermotor agar disertai fotokopi bukti pembelian barang. Laporan tersebut sesuai dengan formulir 4, 5, 6 dan 7 terlampir. b. Khusus untuk BPR yang berkedudukan di Bogor, Bekasi dan Tangerang, laporan disampaikan kepada KBI Bandung dengan tembusan kepada Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (DPBPR) di Jakarta. Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan berlaku surut sampai dengan tanggal 1 Juli 2001 kecuali ketentuan mengenai perhitungan dan pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Surat Edaran ini. Agar ….. 4 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA ROSWITA ROZA KEPALA BIRO BKr
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 3/22/BKr|SE-BI/2001 </reg_id> <reg_title> Perubahan Surat Edaran Bank Indonesia No.3/3/BKr tanggal 16 Januari 2001 tentang Proyek Kredit Mikro </reg_title> <set_date> 16 Oktober 2001 </set_date> <effective_date> 16 Oktober 2001 dan berlaku surut sampai dengan tanggal 1 Juli 2001 </effective_date> <changed_reg> '3/3/BKr|SE-BI/2001' </changed_reg> <related_reg> '3/3/BKr|SE-BI/2001', '3/16/PBI/2001', '3/1/PBI/2001' </related_reg> <penalty_list> 'Angka 3 Huruf E' </penalty_list>
No. 2/ 24 /DASP Jakarta, 17 November 2000 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK DI INDONESIA Perihal : Bank Indonesia Real Time Gross Settlement Sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/ 24 /PBI/2000 tanggal 17 November 2000 tentang Hubungan Rekening Giro Antara Bank Indonesia dengan Pihak Ekstern, penarikan Rekening Giro dapat dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik dan akan diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia. Adapun salah satu sarana elektronik yang digunakan dalam penarikan Rekening Giro adalah melalui Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement. Sehubungan dengan hal tersebut bersama ini dikemukakan pokok-pokok pengaturan lebih lanjut mengenai pelaksanaan penarikan Rekening Giro secara elektronik melalui Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement, sebagai berikut: I. PENGERTIAN UMUM Dalam Surat Edaran ini yang dimaksud dengan : 1. Bank adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998; 2. Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana elektronik antar Bank dalam mata uang rupiah yang penyelesaiannya dilakukan per transaksi secara individual; 3. Rekening… 3. Rekening Giro adalah sarana bagi penatausahaan transaksi dari simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat; 4. Settlement adalah suatu kondisi dimana telah terjadi pendebetan Rekening Giro Peserta pengirim dana di Bank Indonesia di satu pihak dan pengkreditan Rekening Giro Peserta penerima dana di Bank Indonesia di pihak lainnya untuk penyelesaian pembayaran atau pemenuhan kewajiban yang timbul antar Peserta tersebut atau antar nasabah Peserta tersebut; 5. Penyelenggara adalah Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI) c.q Bagian Penyelesaian Transaksi Rupiah (PTR); 6. Peserta adalah peserta Sistem BI-RTGS yang telah memenuhi persyaratan; 7. RTGS Central Computer yang selanjutnya disebut RCC, adalah komputer utama (host computer) dari Sistem BI-RTGS yang berada di lokasi Penyelenggara, yang digunakan untuk melakukan pengendalian sistem terhadap semua aktivitas kegiatan transfer dana yang dilakukan oleh Peserta; 8. RCC Back-up adalah perangkat komputer yang berada di lokasi Penyelenggara yang mempunyai fungsi sama dengan RCC dan digunakan sebagai back-up apabila terjadi keadaan darurat sehingga Penyelenggara tidak dapat menggunakan RCC; 9. RTGS Terminal yang selanjutnya disebut RT, adalah suatu sistem komputer yang terdiri dari RT Server dan RT Workstation yang berada di Lokasi Produksi yang terhubung dengan RCC dan RCC back-up secara on-line, yang memungkinkan Peserta melakukan berbagai transaksi sebagaimana diatur dalam Surat Edaran ini; 10. Aplikasi RTGS Terminal yang selanjutnya disebut Aplikasi RT adalah program aplikasi kepesertaan Sistem BI-RTGS yang disediakan oleh Penyelenggara yang dipasang (installed) pada RT dan RT Back-up untuk digunakan oleh Peserta dalam melakukan berbagai transaksi sebagaimana diatur dalam Surat Edaran ini; 11. Lokasi… 11. Lokasi Produksi adalah lokasi kantor Peserta dimana yang bersangkutan dapat melakukan berbagai transaksi sebagaimana diatur dalam Surat Edaran ini; 12. Sistem Antrian adalah mekanisme yang mengatur urutan transaksi pembayaran dari Peserta tertentu yang belum dapat dilakukan Settlement- nya oleh RCC atau RCC Back-up karena saldo Rekening Giro Peserta tidak mencukupi; 13. Gridlock adalah suatu keadaan dimana terjadi kemacetan Settlement secara menyeluruh (systemic) yang disebabkan karena antrian seluruh Peserta tidak dapat dilakukan Settlement-nya; 14. Metode First In First Out atau FIFO adalah metode Settlement transaksi dalam keadaan Rekening Giro Peserta bersaldo cukup dimana transaksi yang lebih dahulu masuk akan diselesaikan lebih dahulu; 15. Metode First Available First Out atau FAFO adalah metode Settlement transaksi dalam kondisi Gridlock dimana transaksi yang nilainya lebih kecil atau sama dengan saldo pada Rekening Giro Peserta akan diselesaikan lebih dahulu; 16. Jam Operasional Sistem BI-RTGS adalah waktu dimana RT dapat menerima dan atau mengirimkan transfer dana; 17. Waktu Tutup Sistem BI-RTGS (cut off time Sistem BI-RTGS) adalah waktu dimana RT tidak dapat lagi menerima dan atau mengirimkan transfer dana; 18. Hari kerja adalah hari Senin sampai Jumat, kecuali hari libur nasional dan hari libur yang ditentukan Bank Indonesia; 19. Disaster Recovery Center yang selanjutnya disebut DRC adalah back-up dari sistem yang digunakan untuk mendukung kegiatan pada mesin utama; 20. Contingency Plan adalah tahapan-tahapan yang harus dilakukan dalam hal sistem utama dan sistem back-up tidak dapat berfungsi; 21. RTGS Terminal Server yang selanjutnya disebut RT Server adalah server yang digunakan untuk memproses Aplikasi RT dan database Sistem BI- RTGS pada Peserta; 22. RTGS… 22. RTGS Terminal Workstation yang selanjutnya disebut RT Workstation adalah suatu perangkat komputer yang berfungsi sebagai client dari RT Server dan atau RT Server Back-up; 23. Authenticator Text adalah suatu sarana security yang menghubungkan antara RT dengan RCC yang berfungsi sebagai test key dengan masa berlaku selama periode tertentu; 24. Administrative Messages adalah suatu fasilitas yang digunakan untuk menyampaikan informasi dari Penyelenggara kepada Peserta atau sebaliknya atau antar Peserta. II. PENYELENGGARA Penyelenggara Sistem BI-RTGS adalah Kantor Bank Indonesia (KPBI) c.q Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran (DASP)/Bagian Penyelesaian Transaksi Rupiah (PTR). Penyelenggara bertugas melakukan pengendalian sistem terhadap semua aktivitas kegiatan transfer dana yang dilakukan Peserta. Dalam rangka penyelenggaraan Sistem BI-RTGS Penyelenggara mempunyai kewajiban sebagai berikut : 1. Melakukan pembukaan, penutupan, dan perubahan Rekening Giro sesuai permintaan Peserta dan atau calon Peserta; 2. Menyediakan Aplikasi RT untuk Peserta dan melakukan up-date Aplikasi RT; Menyediakan saluran komunikasi leased line yang menghubungkan antara Lokasi Produksi dengan RCC dan RCC Back-up. Kewajiban Penyelenggara dijelaskan lebih lanjut dalam Pedoman Umum Sistem BI-RTGS. 3. III. KEPESERTAAN A. Sifat Kepesertaan 1. 2. Seluruh Bank di Indonesia wajib menjadi Peserta. Lembaga-lembaga selain Bank yang memiliki Rekening Giro di Bank Indonesia dapat menjadi Peserta Sistem BI-RTGS dengan persetujuan Bank… Bank Indonesia, sepanjang kepesertaan lembaga selain Bank tersebut untuk memperlancar kepentingan sistem pembayaran nasional. 3. Kantor Pusat dan Kantor Bank Indonesia secara otomatis menjadi Peserta. B. Jenis Kepesertaan Peserta dibedakan atas 2 (dua) jenis, yaitu Peserta Langsung dan Peserta Tidak Langsung. Peserta Langsung (principal member) adalah Peserta yang memiliki infrastruktur RT yang terdiri dari seperangkat RT Server dan RT Workstation serta memiliki kode kepesertaan (member code) sendiri. Sedangkan Peserta Tidak Langsung (Subsidiary Member) adalah Peserta yang karena pertimbangan tertentu belum dapat menjadi Peserta Langsung. Semua Bank wajib menjadi Peserta Langsung Sistem BI-RTGS. Apabila Bank tersebut mempunyai Unit Usaha Syariah (UUS) maka UUS tersebut wajib menjadi Peserta Langsung. Bagi Bank yang belum siap untuk menjadi Peserta Langsung dapat mengajukan permohonan secara tertulis kepada Bank Indonesia untuk menjadi Peserta Tidak Langsung dengan menyebutkan alasannya dan periode menjadi Peserta Tidak Langsung. Peserta Tidak Langsung sebagaimana tersebut di atas wajib menjadi Peserta Langsung dalam waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak kepesertaan Bank tersebut dalam Sistem BI- RTGS. C. Persyaratan Menjadi Peserta 1. Peserta Langsung a. Memiliki Rekening Giro di Bank Indonesia; b. Mengisi formulir kepesertaan Sistem BI-RTGS dengan format formulir sebagaimana Lampiran 1; c. Memiliki sarana dan prasarana Sistem BI-RTGS beserta back- upnya sebagaimana tercantum dalam Pedoman Umum Sistem BI- RTGS ; d. Menandatangani… d. 2. Menandatangani perjanjian penggunaan Sistem BI-RTGS dengan Penyelenggara. Peserta Tidak Langsung a. Memiliki Rekening Giro di Bank Indonesia; b. Mengisi formulir kepesertaan Sistem BI-RTGS dengan format formulir sebagaimana Lampiran 1; c. Menandatangani perjanjian penggunaan Sistem BI-RTGS dengan Penyelenggara. Tata cara menjadi Peserta diatur lebih lanjut dalam Pedoman Umum Sistem BI-RTGS. D. Status Kepesertaan Status kepesertaan dalam Sistem BI-RTGS dibedakan atas : 1. Aktif (active) Kondisi yang memungkinkan Peserta dapat melakukan pengiriman maupun penerimaan transfer serta melakukan seluruh fungsi lainnya dalam Sistem BI-RTGS. 2. Ditangguhkan (suspend) Kondisi yang memungkinkan Peserta hanya dapat menerima transfer serta melakukan seluruh fungsi lainnya dalam Sistem BI-RTGS tetapi tidak dapat melakukan pengiriman transfer. Kriteria yang menyebabkan terjadinya perubahan status dari active menjadi suspend adalah : a. saldo Rekening Giro Peserta dibawah 0 (nol) atau negatif dan tidak dapat ditutup sampai dengan cut off time Sistem BI-RTGS; b. adanya keputusan atau permintaan tertulis dari instansi atau pihak yang berwenang dalam pengawasan Bank. Pengaktifan kembali status Peserta dari suspend menjadi active dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut : a. Dalam… a. Dalam hal status suspend disebabkan karena saldo Rekening Giro Peserta dibawah 0 (nol) atau negatif dan tidak dapat ditutup sampai dengan cut off time Sistem BI-RTGS, maka pengaktifan kembali status Peserta dari suspend menjadi active dilakukan secara otomatis apabila Rekening Giro Peserta telah menunjukan saldo positif. b. Dalam hal status suspend disebabkan karena adanya keputusan atau permintaan tertulis dari instansi atau pihak yang berwenang dalam pengawasan Bank maka pengaktifan kembali status Peserta dari suspend menjadi active dilakukan setelah adanya permohonan tertulis untuk mengubah status suspend menjadi active dari instansi atau pihak yang berwenang dalam pengawasan Bank. Akibat kondisi suspend, terhadap Peserta berlaku hal-hal sebagai berikut : a. Dalam hal status suspend disebabkan karena saldo Rekening Giro Peserta dibawah 0 (nol) atau negatif dan tidak dapat ditutup sampai dengan cut off time Sistem BI-RTGS, maka Peserta hanya dapat menerima transfer masuk dan tidak dapat melakukan transfer keluar. b. Dalam hal status suspend disebabkan karena adanya keputusan atau permintaan tertulis dari instansi atau pihak yang berwenang dalam pengawasan Bank, maka terhadap Peserta berlaku hal-hal sebagai berikut : 1) Dana yang diterima tidak dapat digunakan untuk menyelesaikan transaksi dalam Sistem Antrian; 2) Transaksi yang masih dalam Sistem Antrian tetap berada pada tempatnya namun akan dibatalkan pada saat cut off time Sistem BI-RTGS. 3. Dibekukan… 3. Dibekukan (freeze) Freeze adalah kondisi dimana Peserta tidak dapat mengirim transfer ataupun menerima transfer kecuali untuk melakukan fasilitas enquiry. Kriteria yang menyebabkan terjadinya perubahan status dari suspend menjadi freeze atau dari active menjadi freeze adalah adanya keputusan atau permintaan tertulis dari instansi atau pihak yang berwenang dalam pengawasan Bank. Pengaktifan kembali status Peserta dilakukan setelah adanya permohonan tertulis untuk mengubah status freeze menjadi active dari instansi atau pihak yang berwenang dalam pengawasan Bank. Akibat kondisi freeze transaksi yang masih dalam Sistem Antrian tetap berada pada tempatnya namun akan dibatalkan pada saat cut off time Sistem BI-RTGS. 4. Ditutup (close) Kondisi dimana kepesertaan Bank sebagai anggota Sistem BI-RTGS akan dicabut dan Rekening Giro Peserta akan ditutup baik atas permintaan secara tertulis dari Peserta yang bersangkutan maupun atas permintaan tertulis dari pihak atau instansi yang berwenang dalam pengawasan Bank. Untuk mencabut kepesertaan dan penutupan Rekening Giro disyaratkan Rekening Giro yang bersangkutan telah bersaldo nihil. Penihilan saldo dilakukan dengan memindahkan saldo ke Rekening Giro tertentu yang diminta Peserta setelah diselesaikannya penghitungan hak dan kewajiban terhadap Bank Indonesia. Dalam hal perhitungan hak dan kewajiban terhadap Bank Indonesia belum terselesaikan, maka penihilan saldo dilakukan dengan memindahkan saldo ke Rekening Giro intern Bank Indonesia yang ditentukan. Akibat kondisi close, terhadap Peserta berlaku hal-hal sebagai berikut : a. seluruh transaksi yang ditujukan kepada Peserta ditolak oleh RCC; b. transaksi… b. transaksi yang masih dalam Sistem Antrian akan batal secara otomatis oleh sistem. IV. PELAKSANAAN SISTEM BI-RTGS A. Jam Operasional Sistem BI-RTGS 1. Waktu RCC buka sampai dengan cut off warning (Pukul 6.30 - 18.00 WIB) Transaksi-transaksi melalui Sistem BI-RTGS yang dapat dilakukan dalam periode ini meliputi transaksi sebagaimana dalam Lampiran 2. Pelaksanaan pengiriman transfer dana melebihi waktu sebagaimana dalam Lampiran 2 secara otomatis akan ditolak oleh sistem. Apabila dalam jangka waktu 15 menit RT tidak dapat melakukan log- on ke RCC melalui sarana komunikasi leased line maka Peserta tersebut harus segera melakukan log-on dengan sarana komunikasi dial up. 2. Waktu antara Cut off warning sampai dengan pre cut off (Pukul 18.00 - 19.00 WIB) Dalam periode ini terdapat beberapa kegiatan sebagai berikut : a. Seluruh Peserta memperoleh informasi secara otomatis dari RCC mengenai posisi saldo Rekening Giro setelah Settlement hasil kliring; b. Bank Indonesia melakukan special Gridlock resolution, yaitu menyelesaikan seluruh Sistem Antrian Peserta berdasarkan kecukupan dana masing-masing transaksi; c. Bank diberikan kesempatan untuk melakukan transfer dana antar Bank dalam rangka menutupi kekurangan likuiditasnya (Interbank Cover Position). Pada Cut off warning, transaksi yang masuk ke dalam Sistem Antrian akan dibatalkan secara otomatis oleh sistem. 3. Waktu… 3. Waktu antara pre cut off sampai dengan cut off (Pukul 19.00 - 20.00 WIB) Dalam periode waktu tersebut Bank Indonesia melakukan pemenuhan dana Bank (BI Cover Position) dengan cara melakukan proses pendanaan jangka pendek atas dasar permohonan Peserta yang telah diajukan sebelumnya. 4. Cut off time Cut off Time Sistem BI-RTGS dilaksanakan pada pukul 20.00 WIB. Pada saat ini seluruh transaksi yang dikirimkan melalui RT tidak dapat diproses. RCC melakukan pengiriman data mengenai posisi akhir hari ke seluruh Peserta secara otomatis. 5. Perpanjangan Jam Operasional Sistem BI-RTGS Jam Operasional Sistem BI-RTGS sebagaimana dimaksud diatas berlaku dalam kondisi normal, namun waktu tersebut dapat berubah atau diperpanjang dalam hal : a. Permintaan Peserta Peserta dapat mengajukan permintaan perpanjangan Jam Operasional Sistem BI-RTGS dalam hal terjadi kondisi darurat pada Lokasi Produksi atau terdapat kerusakan pada RT Peserta sehingga waktu yang tersedia untuk melakukan transaksi menjadi terbatas. Permohonan perpanjangan Jam Operasional Sistem BI-RTGS dilakukan paling lambat 2 (dua) jam sebelum cut-off warning melalui Administrative Messages dalam Sistem BI-RTGS. Lamanya perpanjangan waktu maksimal adalah 1 (satu) jam. Apabila dalam Jam Operasional Sistem BI-RTGS tersebut telah terdapat 1 (satu) Peserta yang mengajukan perpanjangan Jam Operasional maka Peserta lainnya tidak dapat mengajukan perpanjangan Jam Operasional. Persetujuan Penyelenggara atas perpanjangan… b. perpanjangan Jam Operasional diberitahukan melalui Administrative Messages dalam Sistem BI-RTGS. Kebijakan Bank Indonesia Perpanjangan Jam Operasional Sistem BI-RTGS dapat dilakukan atas dasar kebijakan Bank Indonesia dalam hal : 1) 2) Adanya kerusakan pada Sistem BI-RTGS; Terjadi keterlambatan waktu pembukuan hasil kliring; 3) Terdapat suatu kebijakan yang menyebabkan Bank Indonesia harus melakukan pembukuan melebihi Jam Operasional Sistem BI-RTGS. Dalam hal terdapat perpanjangan atau perubahan Jam Operasional Sistem BI-RTGS maka RCC akan memberitahukan kepada seluruh Peserta melalui Administrative Messages. 6. Bank Indonesia sewaktu-waktu dapat melakukan perubahan Jam Operasional Sistem BI-RTGS sebagaimana dimaksud dalam angka 1 sampai dengan angka 4 dalam Surat Edaran Bank Indonesia. B. Transaksi Sistem BI-RTGS 1. Batasan Transaksi Sistem BI-RTGS Pada prinsipnya transfer dana yang dapat diproses melalui Sistem BI- RTGS adalah transfer kredit. Transfer debit hanya dapat dilakukan oleh Bank Indonesia dalam rangka penyelesaian kewajiban Peserta kepada Bank Indonesia. 2. Jenis Transaksi Sistem BI-RTGS Jenis transaksi yang dapat diproses melalui Sistem BI-RTGS meliputi : a. Untuk Peserta Langsung : 1) Transaksi antar Bank; 2) Transaksi antar Bank untuk kepentingan nasabah Bank; 3) Transaksi Bank dengan pemerintah; 4) Transaksi Bank dengan Bank Indonesia; 5) Transaksi… 5) b. Transaksi lainnya yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Untuk Peserta Tidak Langsung 1) 2) 3) Transaksi antar Bank; Transaksi Bank dengan pemerintah; Transaksi Bank dengan Bank Indonesia; Jenis transaksi beserta Rekening Giro yang dituju diidentifikasikan berdasarkan nomor referensi yang disebut dengan Transaction Reference Number (TRN), yaitu kode yang terdiri dari 8 (delapan) karakter yang terdiri dari alfa numerik yang ditentukan oleh Bank Indonesia. 3. Tipe Transaksi Tipe Transaksi yang dapat diproses melalui Sistem BI-RTGS adalah : a. Single Credit Transaction yaitu transaksi atau pemindahan dana yang dilakukan untuk mendebet Rekening Giro Peserta pengirim dan mengkredit Rekening Giro Peserta lainnya atau Rekening Giro lainnya di Bank Indonesia yang hanya berisi 1 (satu) instruksi kredit; b. Multiple Credit Transaction yaitu transaksi atau pemindahan dana yang dilakukan untuk mendebet Rekening Giro Peserta pengirim dan mengkredit Rekening Giro Peserta lainnya yang berisi lebih dari 1 (satu) instruksi kredit dan maksimum 10 (sepuluh) instruksi untuk diteruskan kepada beberapa Rekening Giro nasabah di Bank penerima. Multiple Credit Transaction hanya dapat dipergunakan untuk transaksi antar Bank untuk untung nasabah Bank dan tidak dapat dipergunakan untuk transaksi Bank dengan pemerintah atau Bank Indonesia. c. Single Debit Transaction yaitu transaksi atau pemindahan dana yang dilakukan untuk mendebet Rekening Giro Peserta lainnya dan… dan mengkredit Rekening Giro pengirim. Transaksi ini hanya dapat dilakukan oleh Bank Indonesia. C. Warkat Pembukuan dalam Sistem BI-RTGS Setiap transaksi yang dilakukan oleh Peserta melalui Sistem BI-RTGS harus dilakukan berdasarkan suatu perintah pembukuan atau instrumen transfer dana yang disebut warkat, yang formatnya ditetapkan oleh masing-masing Peserta. Namun dalam hal pembukuan melalui Sistem BI-RTGS tersebut dilakukan oleh Bank Indonesia dalam situasi Contingency Plan atau dalam hal Peserta berstatus sebagai Peserta Tidak Langsung, maka warkat yang diserahkan oleh Peserta adalah Cek Bank Indonesia, Bilyet Giro Bank Indonesia, dan atau slip setoran. D. Sistem Antrian dan Penyelesaian Gridlock 1. 2. Transaksi-transaksi yang telah dikirim tetapi saldo tidak mencukupi akan dimasukkan dalam Sistem Antrian. Transaksi-transaksi yang berada dalam Sistem Antrian dibedakan atas transaksi level prioritas yaitu level 01-98 dan transaksi level normal yaitu level 99. 3. Peserta hanya dapat mengubah urutan antrian pada level normal sedangkan Bank Indonesia dapat mengubah urutan antrian pada level prioritas. 4. Untuk mencegah terjadinya Gridlock terdapat suatu fungsi dalam Sistem BI-RTGS berupa Gridlock resolution yang dilakukan dalam hal sistem antrian telah mencapai suatu kriteria tertentu yang ditetapkan oleh Penyelenggara. 5. Penyelesaian Gridlock dapat dilakukan secara otomatis oleh sistem namun dimungkinkan pula penyelesaian Gridlock dilaksanakan secara manual oleh petugas RCC berdasarkan kriteria kecukupan saldo atau menggunakan metoda FAFO. E. Koreksi… E. Koreksi Kesalahan dan Pembatalan Transfer 1. Peserta dapat melakukan koreksi atas instruksi transfer sebelum instruksi transfer tersebut dikirim ke RCC. 2. Untuk transaksi yang telah dikirim ke RCC tetapi masih berada dalam Sistem Antrian, Peserta dapat melakukan koreksi setelah sebelumnya melakukan pembatalan atas transaksi dalam Sistem Antrian tersebut. 3. Untuk transaksi yang telah di settle, apabila Peserta ingin melakukan koreksi : a. terhadap data selain nomor Rekening Giro atau nama penerima (beneficiary), maka perubahan dilakukan dengan mengirim pengumuman melalui Administrative Messages yang isinya meminta kepada Bank penerima untuk mengembalikan dana tersebut untuk Bank pengirim disertai dengan indemnity. b. terhadap data nomor Rekening Giro atau nama beneficiary maka Bank tersebut harus mengirimkan transaksi sebesar Rp 1,00 (satu rupiah) dengan nomor Rekening Giro 1 (satu) dan mengisi payment detail berisi perubahan nomor Rekening Giro atau beneficiary tersebut. Transaksi tersebut disertai pula pengumuman melalui Administrative Message yang berisi indemnity. 4. Dalam hal terjadi kesalahan penulisan TRN dalam transaksi penarikan tunai yang dilakukan oleh Bank, maka Bank yang melakukan kesalahan tersebut wajib menyampaikan surat permohonan koreksi kepada Bank Indonesia c.q Bagian PTR yang antara lain berisi alasan yang menyebabkan kesalahan tersebut serta dilampiri dengan completion advice. 5. Bank Indonesia dapat langsung melakukan koreksi terhadap kesalahan atas transfer dana yang dibukukan oleh Bank Indonesia untuk beban atau untuk untung Peserta lainnya. 6. Pembatalan… 6. Pembatalan instruksi transfer oleh Peserta hanya dapat dilakukan untuk transfer yang masih berada dalam Sistem Antrian yang bukan termasuk antrian dengan level prioritas. V. CONTINGENCY PLAN (CP) Dalam hal terjadi gangguan pada Sistem BI-RTGS baik pada RT Peserta maupun RCC, maka Peserta dapat menghubungi help desk Bagian PTR untuk mengidentifikasikan kerusakan yang terjadi. Adapun cara untuk mengatasi kondisi tersebut dapat dibedakan sebagai berikut : 1. Gangguan pada lokal RT atau saluran komunikasi antara RT dan RCC Dalam hal Bank mempunyai back-up sistem dan back-up komunikasi dengan Sentral Telephone Otomat (STO) lain maka kegiatan operasional akan pindah ke sistem back-up tersebut. Dalam hal sistem back-up juga tidak berfungsi maka petugas pelaksana dari masing-masing Peserta dapat datang ke Bank Indonesia c.q. Bagian PTR dengan membawa pemberitahuan tertulis yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dan telah memiliki spesimen di Bank Indonesia disertai warkat berupa Cek dan atau Bilyet Giro Bank Indonesia yang telah dibubuhi stempel Contingency Plan di belakangnya untuk dibukukan (construct) oleh petugas Bank Indonesia. Pemberitahuan tertulis tersebut antara lain memuat alasan yang menyebabkan dilakukannya upaya Contingency Plan disertai pernyataan bahwa yang bersangkutan membebaskan Bank Indonesia dari tanggung jawab atas keterlambatan pelaksanaan transfer dan segala kerugian yang timbul sehubungan dengan pelaksanaan construct oleh Bank Indonesia (indemnity). Pelaksanaan transaksi dalam situasi Contingency Plan ini dibatasi hanya untuk transaksi antar Bank bukan untuk untung nasabah. Sedangkan transaksi antar bank untuk untung nasabah dilakukan melalui kliring. Adapun … Adapun prosedur pengoperasian serta warkat yang dipergunakan dalam kondisi Contingency Plan diatur lebih lanjut dalam Pedoman Umum Sistem BI-RTGS. 2. Gangguan pada RCC Dalam hal terjadi gangguan pada RCC maka pengoperasian RCC akan dialihkan pada aplikasi RCC Back-up yang berada pada Disaster Recovery Centre (DRC) Bank Indonesia. Berkaitan dengan hal tersebut maka Bank Indonesia akan menginformasikan kepada seluruh Peserta untuk menghentikan transaksi selama proses recovery melalui Administrative Messages. Apabila proses recovery telah selesai maka Bank Indonesia akan menginformasikan selama proses recovery maupun setelah proses recovery diatur dalam Pedoman Umum Sistem BI-RTGS. VI. LAIN-LAIN 1. kembali kepada seluruh Peserta. Langkah-langkah Peserta wajib membuat Bye-Laws yang memuat aturan yang berlaku di antara Peserta yang dibuat berdasarkan kesepakatan para Peserta, yang antara lain memuat cakupan kegagalan pembayaran dan kompensasi, indemnity dalam rangka koreksi suatu transaksi, Gridlock avoidance dan pembentukan arbitrase untuk penyelesaian sengketa dalam rangka pelaksanaan Bye-Laws. Bank Indonesia akan mengakomodasi aturan dalam Bye-Laws dalam pelaksanaan transaksi oleh Peserta. 2. Implementasi Sistem BI-RTGS dilakukan secara bertahap. Untuk tahap pertama Sistem BI-RTGS diterapkan di Jakarta, dan yang menjadi Peserta Langsung adalah : a. Bank umum yang berkantor pusat di Jakarta; b. Salah satu kantor cabang di Jakarta dari Bank umum yang berkantor pusat di luar Jakarta; c. UUS… c. UUS dari Bank umum yang berkantor pusat di Jakarta atau kantor cabang syariah di Jakarta dari Bank umum yang berkantor pusat di luar Jakarta; d. Lembaga-lembaga non Bank yang telah disetujui oleh Bank Indonesia untuk menjadi Peserta, dengan memperhatikan ketentuan tentang Peserta Tidak Langsung dalam angka III.B. 3. Pedoman Umum sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 3 merupakan bagian yang tidak terpisah dari Surat Edaran ini. VII. SANKSI Bank yang disetujui untuk menjadi Peserta Tidak Langsung sebagaimana dimaksud dalam angka III.B yang tidak mengubah jenis kepesertaannya menjadi Peserta Langsung pada akhir periode 2 (dua) tahun setelah menjadi Peserta maka status kepesertaannya diturunkan menjadi suspend. VIII. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 17 November 2000. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HARMAIN SALIM DEPUTI DIREKTUR AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 2/24/DASP|SE-BI/2000 </reg_id> <reg_title> Bank Indonesia Real Time Gross Settlement </reg_title> <set_date> 17 November 2000 </set_date> <effective_date> 17 November 2000 </effective_date> <related_reg> '2/24/PBI/2000' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi VII' </penalty_list>
No. 6/21/DPM Jakarta, 26 April 2004 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK, PIALANG PASAR UANG DAN PIALANG PASAR MODAL DI INDONESIA Perihal: Tata Cara Pembelian dan atau Penjualan Surat Utang Negara oleh Bank Indonesia di Pasar Sekunder dalam rangka Operasi Pasar Terbuka Sehubungan dengan ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 4/9/PBI/2002 tanggal 18 November 2002 perihal Operasi Pasar Terbuka (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4243) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/4/PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 17, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4365), dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/2/PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004 tentang Bank Indonesia - Scripless Securities Settlement System (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4363), dipandang perlu untuk menetapkan tata cara pembelian dan atau penjualan surat utang negara oleh Bank Indonesia di pasar sekunder sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Yang dimaksud dalam Surat Edaran ini dengan : 1. Bank adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang.... 2 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 yang melaksanakan kegiatan usaha perbankan konvensional. 2. Operasi Pasar Terbuka yang selanjutnya disebut OPT adalah kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan Bank dan pihak lain dalam rangka pengendalian moneter. 3. Pembelian dan atau Penjualan SUN adalah pembelian dan atau penjualan SUN oleh Bank Indonesia di pasar sekunder dalam rangka OPT yang dilakukan melalui mekanisme lelang dan atau non-lelang. 4. Surat Utang Negara yang selanjutnya disebut SUN adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang sebagaimana dimaksud dalam Undang- undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara, yang terdiri atas Surat Perbendaharaan Negara dan Obligasi Negara. 5. Surat Perbendaharaan Negara adalah SUN yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran bunga secara diskonto. 6. Obligasi Negara adalah SUN yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan kupon dan atau dengan pembayaran bunga secara diskonto. 7. Pasar Sekunder adalah kegiatan perdagangan SUN yang telah dijual di pasar perdana. 8. Pialang adalah pialang pasar uang dan pialang pasar modal dengan mengacu kepada ketentuan yang berlaku. 9. Stop-out Rate yang selanjutnya disebut SOR adalah tingkat diskonto atau yield yang dihasilkan dari lelang dalam rangka mencapai kuantitas SUN tertentu yang akan dibeli/dijual oleh Bank Indonesia. 10. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disebut dengan Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana secara 10. Sistem ... 3 elektronik antar peserta Sistem BI-RTGS dalam mata uang Rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara seketika per transaksi secara individual. 11. Bank Indonesia - Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya disebut BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaannya dan Penatausahaan Surat Berharga secara elektronik dan terhubung langsung antara Peserta, Penyelenggara dan Sistem BI-RTGS. 12. Rekening Perdagangan SUN adalah rekening surat berharga yang digunakan untuk menampung pencatatan kepemilikan SUN yang dapat diperdagangkan yang dipelihara dalam sistem BI-SSSS oleh Central Registry c.q. Bagian Penyelesaian Transaksi Pasar Uang Direktorat Pengelolaan Moneter Bank Indonesia. 13. Setelmen Transaksi SUN adalah setelmen yang terdiri dari setelmen surat berharga SUN dan setelmen dana. 14. Setelmen Surat Berharga SUN adalah perpindahan kepemilikan SUN dari pihak penjual kepada Bank Indonesia atau perpindahan kepemilikan SUN dari Bank Indonesia kepada pihak pembeli. 15. Setelmen Dana adalah perpindahan dana antara pemilik rekening giro Rupiah di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS dalam pelaksanaan setelmen transaksi Surat Berharga melalui BI-SSSS. 16. Harga Setelmen adalah harga yang dibayarkan pembeli kepada penjual baik melalui lelang maupun non lelang yang terdiri dari harga bersih (clean price) ditambah bunga berjalan (accrued interest). 17. Delivery Versus Payment yang untuk selanjutnya disebut DVP adalah setelmen transaksi Surat Berharga dengan cara Setelmen Surat Berharga melalui BI-SSSS dilakukan bersamaan dengan Setelmen Dana di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS. rangka melalui… 4 18. Central Registry adalah Bank Indonesia yang melakukan fungsi penatausahaan Surat Berharga untuk kepentingan Bank, Sub Registry dan pihak lain yang disetujui oleh Bank Indonesia. II. KRITERIA SUN DAN KRITERIA PESERTA LELANG A. Kriteria SUN yang dapat ditransaksikan dengan Bank Indonesia 1. SUN milik Bank yang bersangkutan yang tercatat dalam rekening perdagangan di Central Registry; 2. tidak sedang diagunkan; dan 3. jenis dan seri SUN yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. B. Kriteria Peserta Lelang 1. Pihak-pihak yang dapat melakukan pembelian dan atau penjualan SUN dengan Bank Indonesia yang untuk selanjutnya disebut Peserta Lelang adalah : a. Bank, untuk kepentingan diri sendiri; b. Pialang, untuk kepentingan bank. 2. Pialang sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b adalah : a. pialang pasar uang, yang ditunjuk oleh Bank Indonesia sebagai pialang dalam transaksi OPT; b. pialang pasar modal, yang mengikuti lelang SUN di pasar primer berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia yang berlaku; 3. Peserta Lelang sebagaimana dimaksud dalam angka 1 yang dapat melakukan pembelian dan atau penjualan SUN dengan Bank Indonesia : 3. Peserta … 5 a. sedang tidak dikenakan sanksi pemberhentian sementara dalam rangka kegiatan OPT; dan atau b. sedang tidak dikenakan sanksi diberhentikan sementara (suspend) atau diberhentikan secara permanen (close) sebagai peserta BI- SSSS. 4. Bank sebagai Peserta Lelang maupun Bank yang diwakili oleh Pialang wajib memiliki : a. saldo rekening surat berharga SUN pada Central Registry yang mencukupi untuk keperluan Setelmen Surat Berharga SUN; b. saldo rekening giro rupiah pada Bank Indonesia yang mencukupi untuk keperluan Setelmen Dana. III. TATA CARA PEMBELIAN DAN ATAU PENJUALAN SUN A. Pembelian dan atau Penjualan SUN secara Lelang 1. Pelaksanaan Lelang a. Lelang pembelian dan atau penjualan SUN dilaksanakan pada hari kerja yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. b. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang pembelian dan atau penjualan SUN selambat-lambatnya pada hari pelaksanaan lelang SUN, melalui sarana BI-SSSS dan atau Pusat Informasi Pasar Uang (PIPU) dan atau sarana lainnya yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. c. Pengumuman lelang pembelian dan atau penjualan SUN mencakup sekurang-kurangnya : tanggal pelaksanaan, waktu pembukaan dan penutupan lelang (window time), target kuantitas, serta tanggal setelmen. c. Pengumuman… 6 d. Pada hari pelaksanaan lelang SUN, peserta lelang mengajukan penawaran lelang SUN kepada Bagian Operasi Pasar Uang – Direktorat Pengelolaan Moneter Bank Indonesia pada window time melalui sarana BI-SSSS. e. Penawaran lelang SUN sebagaimana dimaksud dalam huruf d, meliputi : 1) Penawaran kuantitas sekurang-kurangnya 1.000 (seribu) unit atau Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar Rupiah), dan selebihnya dengan kelipatan 100 (seratus) unit atau Rp 100.000.000,00 (seratus juta Rupiah); 2) Penawaran yield diajukan dengan kelipatan 0,01% (satu per seratus persen); f. Peserta lelang bertanggungjawab atas kebenaran data penawaran yang diajukan. 2. Penetapan Pemenang Lelang a. Penetapan pemenang lelang dengan sistem SOR dilaksanakan sebagaimana contoh perhitungan penetapan pemenang lelang SUN dalam Lampiran 1.a dan 1.b. b. Bank Indonesia menetapkan pemenang ketentuan sebagai berikut : lelang SUN dengan 1) Lelang Pembelian SUN i. Dalam hal yield yang ditawarkan oleh peserta lelang lebih tinggi dari SOR, peserta lelang memperoleh kuantitas SUN yang diajukan; 1) Lelang … seluruh 7 ii. Dalam hal yield yang ditawarkan oleh peserta lelang sama dengan SOR, peserta lelang dapat memperoleh seluruh atau sebagian penawaran kuantitas SUN yang diajukan berdasarkan perhitungan secara proporsional. 2) Lelang Penjualan SUN i. Dalam hal yield yang ditawarkan oleh peserta lelang lebih rendah dari SOR, peserta lelang memperoleh seluruh kuantitas SUN yang diajukan; ii. Dalam hal yield yang ditawarkan oleh peserta lelang sama dengan SOR, peserta lelang dapat memperoleh seluruh atau sebagian penawaran kuantitas SUN yang diajukan berdasarkan perhitungan secara proporsional. c. Bank Indonesia dapat menyesuaikan realisasi kuantitas hasil lelang SUN atau membatalkan seluruh pelaksanaan lelang SUN dalam hal penawaran yield di luar batas kewajaran. 3. Pengumuman Hasil Lelang a. Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang SUN melalui sarana PIPU dan atau sarana lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia pada hari pelaksanaan lelang SUN selambat-lambatnya pukul 17.00 WIB berupa kuantitas lelang secara keseluruhan dan rata- rata tertimbang yield pemenang lelang per seri. b. Bank Indonesia memberitahukan hasil lelang SUN kepada pemenang lelang SUN melalui sarana BI-SSSS selambat- lambatnya pukul 17.00 WIB berupa kuantitas dan harga setelmen SUN. b. Bank… 8 c. Dalam hal Bank Indonesia membatalkan lelang SUN sebagaimana dimaksud pada butir 2.c, maka Bank Indonesia mengumumkan pembatalan tersebut melalui sarana BI-SSSS dan atau PIPU dan atau sarana lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia pada hari pelaksanaan lelang SUN selambat-lambatnya pukul 17.00 WIB. B. Pembelian dan atau Penjualan secara Non Lelang 1. Pelaksanaan pembelian dan atau penjualan SUN melalui non-lelang dilakukan secara bilateral antara Bank Indonesia dengan Bank atau Bank Indonesia dengan Pialang melalui sarana RMDS atau Bloomberg atau sarana lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 2. Bank Indonesia menghubungi Bank dan atau pialang yang ditunjuk oleh Bank Indonesia untuk mengikuti pembelian dan atau penjualan SUN secara bilateral. 3. Dalam hal telah terjadi kesepakatan transaksi, setelmen transaksi Surat Berharga SUN dilakukan melalui menu SSTS pada BI-SSSS. IV. SETELMEN TRANSAKSI PEMBELIAN DAN PENJUALAN SUN 1. Setelmen transaksi SUN dilaksanakan dengan prinsip DVP, atas dasar sistem setelmen gross to gross. 2. Perhitungan harga setelmen transaksi SUN didasarkan pada formula sebagaimana terdapat pada lampiran 2. 3. Setelmen transaksi SUN dilaksanakan selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal transaksi (T+3). 4. Dalam hal saldo Rekening Surat Berharga SUN milik Bank penjual tidak mencukupi untuk Setelmen Surat Berharga SUN sesuai 3. Setelmen … dengan 9 ketentuan jangka waktu transaksi dalam sistem antrian BI-SSSS, sistem secara otomatis membatalkan transaksi lelang SUN. 5. Dalam hal saldo Rekening Giro Rupiah Bank milik Bank pembeli tidak mencukupi untuk Setelmen Dana sampai dengan waktu cut off warning sarana BI-RTGS, sistem secara otomatis membatalkan transaksi lelang SUN. 6. Atas batalnya transaksi SUN sebagaimana dimaksud dalam angka 4 dan 5 maka Bank dikenakan sanksi. 7. Setelmen transaksi SUN dilaksanakan pada BI-SSSS dengan tata cara sebagaimana diatur dalam Surat Edaran BI-SSSS. V. PENGENAAN SANKSI 1. Dalam hal terjadi pembatalan transaksi SUN sebagaimana dimaksud dalam angka IV.4 dan IV.5, Bank dikenakan sanksi berupa : a. Teguran tertulis, dengan tembusan kepada : 1) Direktorat Pengawasan Bank terkait, dalam hal sanksi diberikan kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KPBI; atau 2) Tim Pengawas Bank-KBI setempat, dalam hal sanksi diberikan kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KBI, dan b. Kewajiban membayar sebesar 1 0/00 (satu per seribu) dari nilai nominal transaksi SUN yang dibatalkan atau sebanyak-banyaknya Rp1.000.000.000,00 (satu miliar Rupiah), dan c. Pemberhentian sementara untuk mengikuti kegiatan OPT selama 5 (lima) hari kerja dalam hal peserta lelang telah dikenakan teguran tertulis untuk ketiga kalinya dalam jangka waktu 6 (enam) bulan karena pembatalan transaksi kegiatan OPT. c. Pemberhentian ... 10 d. Penyampaian surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a dan pemberitahuan sanksi pemberhentian sementara untuk mengikuti kegiatan OPT sebagaimana dimaksud dalam butir 1.c dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi. 2. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b dilakukan dengan mendebet Rekening Giro Rupiah Bank yang bersangkutan di Bank Indonesia pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi. VI. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 26 April 2004. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, Ttd. BUDI MULYA DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER 11
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 6/21/DPM|SE-BI/2004 </reg_id> <reg_title> Tata Cara Pembelian dan atau Penjualan Surat Utang Negara oleh Bank Indonesia di Pasar Sekunder dalam rangka Operasi Pasar Terbuka </reg_title> <set_date> 26 April 2004 </set_date> <effective_date> 26 April 2004 </effective_date> <related_reg> '6/4/PBI/2004', '6/2/PBI/2004', '4/9/PBI/2002' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi V' </penalty_list>
No. 13/ 14 /DKBU Jakarta, 12 Mei 2011 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DAN BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DI INDONESIA Perihal : Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Sehubungan dengan diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/20/PBI/2010 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5159) yang selanjutnya disebut sebagai PBI APU dan PPT perlu untuk mengatur kembali ketentuan pelaksanaan mengenai penerapan program Anti Pencucian Uang (APU) dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (PPT) mencakup penetapan pedoman standar pelaksanaan, penilaian serta pengenaan sanksi atas penerapan program APU dan PPT bagi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) sebagai berikut: I. PEDOMAN STANDAR PELAKSANAAN PROGRAM APU DAN PPT Sesuai PBI APU dan PPT, setiap BPR dan BPRS wajib menyampaikan Pedoman Pelaksanaan Program APU dan PPT kepada Bank Indonesia paling lambat tanggal 1 Desember 2011. Pedoman standar pelaksanaan program … I. P e n e t a p 2 program APU dan PPT sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 1 yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini, menjadi acuan standar minimum yang wajib dipenuhi oleh BPR dan BPRS dalam menyusun Pedoman Pelaksanaan Program APU dan PPT. BPR dan BPRS dapat menyusun dan mengembangkan Pedoman Pelaksanaan Program APU dan PPT sesuai dengan kebutuhan dan kompleksitas operasional usahanya dengan tetap mengacu pada pedoman standar pelaksanaan program APU dan PPT dalam Lampiran 1 Surat Edaran ini. II. PENILAIAN PENERAPAN PROGRAM APU DAN PPT Penilaian penerapan program APU dan PPT bagi BPR dan BPRS adalah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 2 yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini. 1. Tujuan Penilaian a. Penilaian atas penerapan program APU dan PPT dan kewajiban lainnya terkait dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU PPTPPU) dimaksudkan untuk memperoleh gambaran menyeluruh mengenai kecukupan dan efektifitas penerapan program APU dan PPT dan kewajiban lainnya terkait dengan UU PPTPPU pada setiap BPR dan BPRS. Gambaran menyeluruh tersebut diperlukan untuk memastikan tingkat kepatuhan BPR dan BPRS terhadap ketentuan yang berlaku dan efektivitas penerapannya, serta untuk mengidentifikasi langkah- langkah perbaikan yang diperlukan. b. Bank Indonesia melakukan penilaian secara kuantitatif terhadap penerapan program APU dan PPT dan kewajiban lain terkait dengan UU PPTPPU berdasarkan hasil pemeriksaan Bank Indonesia. 2. Cakupan … 3 2. Cakupan Penilaian Penilaian atas penerapan program APU dan PPT dan kewajiban lain terkait dengan UU PPTPPU pada BPR dan BPRS paling kurang mencakup 4 (empat) aspek sebagai berikut: a. b. c. pengawasan aktif Direksi dan Dewan Komisaris; kebijakan dan prosedur; pengendalian intern; dan d. sumber daya manusia dan pelatihan. 3. Hasil Penilaian Penilaian atas penerapan program APU dan PPT dilakukan terhadap masing-masing aspek sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan diberikan nilai dalam skala 1 (satu) sampai dengan 5 (lima) sesuai kriteria sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 2 . Berdasarkan penilaian terhadap masing-masing aspek tersebut, secara kuantitatif ditetapkan hasil akhir penilaian berupa nilai dalam skala 1 sampai dengan 5 dan predikat sebagai berikut: a. Nilai 1 sampai dengan 1,9 mencerminkan bahwa penerapan program APU dan PPT dan kewajiban lain terkait dengan UU PPTPPU tergolong Sangat Baik. Predikat Sangat Baik diberikan karena penerapannya dinilai sangat memadai dan sangat efektif untuk mengurangi risiko terkait dengan pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme serta memenuhi kewajiban pelaporan transaksi keuangan mencurigakan dan transaksi keuangan tunai kepada PPATK. b. Nilai 2 sampai dengan 2,9 mencerminkan bahwa penerapan program APU dan PPT dan kewajiban lain terkait dengan UU PPTPPU tergolong Baik. Predikat Baik diberikan karena penerapannya dinilai memadai dan efektif untuk mengurangi risiko terkait dengan pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme … 4 terorisme serta memenuhi kewajiban pelaporan transaksi keuangan mencurigakan dan transaksi keuangan tunai kepada PPATK. c. Nilai 3 sampai dengan 3,9 mencerminkan bahwa penerapan program APU dan PPT dan kewajiban lain terkait dengan UU PPTPPU tergolong Cukup Baik. Predikat Cukup Baik diberikan karena penerapannya dinilai cukup memadai dan cukup efektif untuk mengurangi risiko terkait dengan pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme serta memenuhi kewajiban pelaporan transaksi keuangan mencurigakan dan transaksi keuangan tunai kepada PPATK. d. Nilai 4 sampai dengan 4,9 mencerminkan bahwa penerapan program APU dan PPT dan kewajiban lain terkait dengan UU PPTPPU tergolong Kurang Baik. Predikat Kurang Baik diberikan karena penerapannya dinilai kurang memadai dan kurang efektif untuk mengurangi risiko terkait dengan pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme serta memenuhi kewajiban pelaporan transaksi keuangan mencurigakan dan transaksi keuangan tunai kepada PPATK. e. Nilai 5 mencerminkan bahwa penerapan program APU dan PPT dan kewajiban lain terkait dengan UU PPTPPU tergolong Tidak Baik. Predikat Tidak Baik diberikan karena penerapannya dinilai tidak memadai dan tidak efektif untuk mengurangi risiko terkait dengan pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme serta memenuhi kewajiban pelaporan transaksi keuangan yang mencurigakan dan transaksi keuangan tunai kepada PPATK. 4. Tindak Lanjut Hasil Penilaian Hasil penilaian atas penerapan program APU dan PPT dan kewajiban lain … 5 lain terkait dengan UU PPTPPU diperhitungkan dalam penilaian faktor manajemen tingkat kesehatan BPR dan BPRS. III. PENGENAAN SANKSI 1. Sanksi Administratif Bank Indonesia berwenang mengenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No.10 Tahun 1998 dan Pasal 58 UU No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah atas pelanggaran terhadap Pasal 2, Pasal 6 ayat (1), Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19 ayat (1), ayat (4), ayat (6), Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22 ayat (1), Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 27, Pasal 28 ayat (1), ayat (3), Pasal 29, Pasal 30, Pasal 32, Pasal 33, Pasal 34 ayat (3), Pasal 35 ayat (3), Pasal 36, Pasal 37, Pasal 38, Pasal 39, Pasal 40, Pasal 42 dan/atau Pasal 44 Peraturan Bank Indonesia tentang Penerapan Program APU dan PPT bagi BPR dan BPRS antara lain berupa: a. Teguran Tertulis b. Penurunan Tingkat Kesehatan BPR/BPRS. Yang dimaksud dengan tingkat kesehatan BPR/BPRS adalah tingkat kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan BPR/BPRS. c. Pembekuan Kegiatan Usaha Tertentu Pembekuan kegiatan usaha tertentu adalah larangan terhadap kegiatan usaha yang menurut penilaian Bank Indonesia merupakan kegiatan usaha berisiko tinggi untuk digunakan sebagai sarana pencucian uang dan pendanaan terorisme dalam c . P e hal … m b e k u a n … 6 hal BPR/BPRS tidak menerapkan program APU dan PPT secara memadai. d. Pemberhentian Pengurus BPR/BPRS; dan/atau Pencantuman dalam DTL. 2. Sanksi kewajiban membayar Bank Indonesia mengenakan sanksi denda berupa kewajiban membayar kepada BPR dan BPRS dalam hal: a. BPR dan BPRS terlambat menyampaikan Pedoman Pelaksanaan Program APU dan PPT dan/atau perubahannya. 1) BPR dan BPRS dianggap terlambat menyampaikan Pedoman Pelaksanaan Program APU dan PPT apabila menyampaikan Pedoman Pelaksanaan Program APU dan PPT setelah tanggal 1 Desember 2011. 2) BPR dan BPRS dianggap terlambat menyampaikan perubahan Pedoman Pelaksanaan Program APU dan PPT apabila menyampaikan perubahan Pedoman Pelaksanaan Program APU dan PPT lebih dari 30 (tiga puluh) hari sejak perubahan tersebut ditandatangani oleh Dewan Komisaris. 3) BPR dan BPRS sebagaimana dimaksud pada angka 1) dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) per hari keterlambatan dan paling banyak sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). 4) BPR dan BPRS sebagaimana dimaksud pada angka 2) dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) per hari keterlambatan dan paling banyak sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). b. BPR dan BPRS terlambat menyampaikan Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan. 1). BPR … 7 1) BPR dan BPRS dianggap terlambat menyampaikan Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan apabila menyampaikan Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan lebih dari 3 (tiga) hari kerja setelah BPR dan BPRS mengetahui adanya unsur Transaksi Keuangan Mencurigakan, yaitu sejak direktur yang berwenang menyetujui transaksi tersebut sebagai Transaksi Keuangan Mencurigakan. 2) BPR dan BPRS sebagaimana dimaksud pada angka 1) dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) per hari keterlambatan dan paling banyak sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). c. BPR dan BPRS tidak menyampaikan Pedoman Pelaksanaan Program APU dan PPT dan/atau perubahannya. 1) BPR dan BPRS dianggap tidak menyampaikan Pedoman Pelaksanaan Program APU dan PPT apabila belum menyampaikan Pedoman Pelaksanaan Program APU dan PPT sampai dengan tanggal 2 Januari 2012. 2) BPR dan BPRS dianggap tidak menyampaikan perubahan Pedoman Pelaksanaan Program APU dan PPT apabila BPR dan BPRS belum menyampaikan perubahan Pedoman Pelaksanaan Program APU dan PPT lebih dari 1 (satu) bulan sejak batas waktu sebagaimana dimaksud pada butir III.2.a.2. 3) BPR dan BPRS sebagaimana dimaksud pada angka 1) dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) serta teguran tertulis. 4) BPR dan BPRS sebagaimana dimaksud pada angka 2) dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) serta teguran tertulis. d. BPR … 8 d. BPR dan BPRS tidak menyampaikan Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan. 1) BPR dan BPRS dianggap tidak menyampaikan Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan apabila menyampaikan Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan lebih dari 1 (satu) bulan sejak ditemukan pada saat pemeriksaan. 2) BPR dan BPRS sebagaimana dimaksud pada angka 1) dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) serta teguran tertulis. IV. PENUTUP Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku maka: 1. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/19/DPBPR tanggal 22 April 2004 perihal Pedoman Standar Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah bagi Bank Perkreditan Rakyat (BPR); 2. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/58/DPBPR tanggal 23 Desember 2005 perihal Penilaian dan Pengenaan Sanksi atas Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah dan Kewajiban Lain Terkait dengan Undang-Undang tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 12 Mei 2011. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. A BANK INDONESIA, g a r … S. BUDI ROCHADI DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 13/14/DKBU|SE-BI/2011 </reg_id> <reg_title> Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. </reg_title> <set_date> 12 Mei 2011 </set_date> <effective_date> 12 Mei 2011 </effective_date> <replaced_reg> '6/19/DPBPR|SE-BI/2004', '7/58/DPBPR|SE-BI/2005' </replaced_reg> <related_reg> '12/20/PBI/2010' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi III' </penalty_list>
No. 11/ 13 /DASP Jakarta, 4 Mei 2009 S U R A T Perihal E D A R A N : Batas Nilai Nominal Nota Debet dan Transfer Kredit dalam Penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia Dengan diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/18/PBI/2005 tanggal 22 Juli 2005 tentang Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4516) dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/35/PBI/2008 tanggal 5 Desember 2008 tentang Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Perkreditan Rakyat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 196, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4943), maka perlu diatur kembali ketentuan mengenai batas nilai nominal Nota Debet dan transfer kredit dalam penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut. I. BATAS NILAI NOMINAL NOTA DEBET A. Nota Debet yang Diterbitkan oleh Bank Nilai nominal Nota Debet yang diterbitkan oleh Bank yang ditujukan kepada Bank lain untuk dikliringkan melalui Kliring Debet dalam penyelenggaraan SKNBI paling banyak sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) per Nota Debet. B. Nota Debet yang Diterbitkan oleh Bank Indonesia 1. Nilai nominal Nota Debet yang diterbitkan oleh Bank Indonesia tidak dibatasi. 2. Nota Debet dengan nilai nominal di atas Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) yang diterbitkan oleh Bank Indonesia dapat dikliringkan … 2 dikliringkan untuk ditujukan kepada Bank dan/atau nasabah Bank hanya untuk kepentingan sebagai berikut: a. tagihan pokok dan/atau bunga untuk: 1) Kredit Likuiditas Program Kredit Modal Kerja Bank Indonesia dalam Perkreditan Rakyat (KL KMK-BPR); 2) 3) Kredit Likuiditas Kredit kepada Pengusaha Kecil dan Pengusaha Mikro melalui Bank Perkreditan Rakyat (KL KPKM-BPR); dan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek bagi Bank Perkreditan Rakyat (FPJP BPR). b. biaya-biaya yang timbul sehubungan dengan pemberian FPJP BPR. c. tagihan pokok, bagi hasil dan/atau fee (ujroh) untuk: 1) Pembiayaan Likuiditas Pembiayaan Modal Kerja dalam rangka Pengembangan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (PL PMK-BPRS); dan 2) Pembiayaan Likuiditas Pembiayaan kepada Pengusaha Kecil dan Pengusaha Mikro melalui Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (PL PPKM-BPRS). 3. Pelunasan tagihan-tagihan selain yang dimaksud pada angka 2, jika dilakukan melalui penyelenggaraan SKNBI harus dilakukan dengan mengirimkan Data Keuangan Elektronik (DKE) Kredit oleh pihak yang berutang/pihak peminjam atau dengan memperhitungkan cek atau bilyet giro yang diterbitkan oleh pihak yang berutang/pihak peminjam. 4. Dalam hal Bank Indonesia memperhitungkan Nota Debet sebagaimana dimaksud pada angka 2, Bank Indonesia menggunakan sandi transaksi 45. C. Pelanggaran … rangka pengembangan Bank 3 C. Pelanggaran Penggunaan Nota Debet pada Wilayah Kliring Penyelenggara Kliring Lokal Selain Bank Indonesia (PKL Selain BI) 1. Dalam hal terjadi penolakan Nota Debet pada Wilayah Kliring yang diselenggarakan oleh PKL Selain BI karena Nota Debet yang dikliringkan tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf A dan/atau huruf B, maka Peserta yang melakukan penolakan terhadap Nota Debet tersebut harus melaporkan secara tertulis kepada PKL Selain BI disertai fotokopi Nota Debet yang bersangkutan. 2. Dalam hal PKL Selain BI mengetahui adanya Nota Debet yang dikliringkan tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf A dan/atau huruf B, baik yang diketahui berdasarkan laporan Peserta sebagaimana dimaksud pada angka 1 maupun berdasarkan hasil pengamatan PKL Selain BI dari DKE Debet yang diproses, maka PKL Selain BI harus menyampaikan informasi dimaksud secara tertulis kepada Bank Indonesia yang mewilayahi, dengan disertai: a. Fotokopi Nota Debet, jika informasi diketahui dari Peserta yang melakukan penolakan; dan/atau b. Fotokopi rincian DKE Debet yang diserahkan atau yang diterima yang menunjukkan pelanggaran Nota Debet dan informasi mengenai ditolak atau tidaknya Nota Debet tersebut, jika informasi diketahui dari hasil pengamatan PKL Selain BI. 3. Informasi sebagaimana dimaksud pada angka 2 disampaikan paling lambat pada hari kerja berikutnya setelah diterimanya informasi dari Peserta atau diketahui adanya pelanggaran Nota Debet oleh PKL Selain BI. 4. Berdasarkan … 4 4. Berdasarkan informasi sebagaimana dimaksud pada angka 3, Bank Indonesia mengenakan sanksi kepada Peserta pengirim dan/atau Peserta penerima Nota Debet sesuai dengan Pasal 70 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/18/PBI/2005 tanggal 22 Juli 2005 tentang Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia. II. BATAS NILAI NOMINAL TRANSFER KREDIT Batas nilai nominal transfer kredit yang dapat dikliringkan melalui Kliring Kredit dalam penyelenggaraan SKNBI adalah transfer kredit dengan nilai nominal di bawah Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) per transaksi. III. PENUTUP Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini, maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/43/DASP tanggal 7 September 2005 perihal Batas Nilai Nominal Nota Debet dan Transfer Kredit dalam Penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 4 Mei 2009. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, SWD. MURNIASTUTI DIREKTUR AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 11/13/DASP|SE-BI/2009 </reg_id> <reg_title> Batas Nilai Nominal Nota Debet dan Transfer Kredit dalam Penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia </reg_title> <set_date> 4 Mei 2009 </set_date> <effective_date> 4 Mei 2009 </effective_date> <replaced_reg> '7/43/DASP|SE-BI/2005' </replaced_reg> <related_reg> '7/18/PBI/2005', '10/35/PBI/2008' </related_reg>
No.5/ 22 /DPNP Jakarta, 29 September 2003 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Pedoman Standar Sistem Pengendalian Intern bagi Bank Umum Dalam rangka menerapkan Sistem Pengendalian Intern yang menyeluruh secara efektif sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4292), maka perlu diatur ketentuan pelaksanaan dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia, dengan pokok-pokok ketentuan sebagai berikut: 1. Pedoman Standar Sistem Pengendalian Intern bagi Bank Umum merupakan acuan standar Sistem Pengendalian Intern yang wajib dipenuhi oleh Bank sehingga Bank dapat memperluas dan memperdalam sesuai dengan kebutuhan Bank. 2. Bank yang telah memiliki Sistem Pengendalian Intern namun belum memenuhi acuan Pedoman Standar Sistem Pengendalian Intern bagi Bank Umum, wajib menyesuaikan dan menyempurnakannya dengan berpedoman pada Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia ini. 3. Pedoman Standar Sistem Pengendalian Intern sebagaimana dimaksud pada angka 2, disampaikan kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak ditetapkannya pedoman yang disempurnakan. Penyempurnaan pedoman tersebut dilakukan sesuai dengan jadwal yang dimuat dalam action plan atau selambat-lambatnya tanggal 31 Desember 2004. 4. Dalam … 4. Dalam penyusunan Sistem Pengendalian Intern, Bank wajib mempertimbangkan total aset, produk dan jasa yang ditawarkan, termasuk produk dan jasa baru, kompleksitas operasional, jaringan kantor, profil risiko dari setiap kegiatan usaha, metode yang digunakan untuk pengolahan data dan pengukuran risiko, serta ketentuan terkait yang berlaku. 5. Pedoman Standar Sistem Pengendalian Intern bagi Bank Umum sekurang- kurangnya mencakup 5 (lima) elemen pokok, yaitu: a. pengawasan oleh manajemen dan budaya pengendalian; b. identifikasi dan penilaian risiko; c. kegiatan pengendalian dan pemisahan fungsi; d. sistem akuntansi, informasi dan komunikasi; dan e. kegiatan pemantauan dan tindakan koreksi penyimpangan. 6. Lampiran mengenai Pedoman Standar Sistem Pengendalian Intern bagi Bank Umum merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. Surat Edaran Bank Indonesia ini berlaku sejak tanggal 1 Januari 2004. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, ttd NELSON TAMPUBOLON DIREKTUR PENELITIAN DAN PENGATURAN PERBANKAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 5/22/DPNP|SE-BI/2003 </reg_id> <reg_title> Pedoman Standar Sistem Pengendalian Intern bagi Bank Umum </reg_title> <set_date> 29 September 2003 </set_date> <effective_date> 1 Januari 2004 </effective_date> <related_reg> '5/8/PBI/2003' </related_reg>
No.12/ 4 /DASP Jakarta, 1 Februari 2010 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Nomor 11/17/DPM tanggal 7 Juli 2009 perihal Tata Cara Pemberian Fasilitas Likuiditas Intrahari Berdasarkan Prinsip Syariah Sehubungan dengan dilakukannya penyempurnaan organisasi di Bank Indonesia, khususnya yang terkait dengan pelaksanaan fungsi setelmen dan penatausahaan surat berharga, maka perlu untuk melakukan perubahan terhadap ketentuan mengenai pelaksanaan pemberian fasilitas likuiditas intrahari berdasarkan prinsip syariah sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Nomor 11/17/DPM tanggal 7 Juli 2009 sebagai berikut: 1. Ketentuan romawi II angka 5 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 5. Dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 3 dan angka 4 disampaikan dengan surat pengantar kepada: Bank Indonesia Bagian Penyelenggaraan Setelmen Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran Gedung D, Lantai 3 Jl. M.H. Thamrin No.2, Jakarta 10350. 2. Ketentuan … 2 2. Ketentuan romawi III angka 4 dan angka 5 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 4. SBIS sebagaimana dimaksud pada angka 1 harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. memiliki sisa jangka waktu paling singkat 2 (dua) hari kerja pada saat FLIS jatuh waktu; dan b. tidak sedang diagunkan kepada Bank Indonesia. 5. SBSN sebagaimana dimaksud pada angka 1 harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. memiliki sisa jangka waktu paling singkat 10 (sepuluh) hari kerja pada saat FLIS jatuh waktu; dan tidak sedang diagunkan. b. 3. Lampiran 1 diubah, sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1 yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini. Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 1 Februari 2010. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, RONALD WAAS DIREKTUR AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 12/4/DASP|SE-BI/2010 </reg_id> <reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Nomor 11/17/DPM tanggal 7 Juli 2009 perihal Tata Cara Pemberian Fasilitas Likuiditas Intrahari Berdasarkan Prinsip Syariah </reg_title> <set_date> 1 Februari 2010 </set_date> <effective_date> 1 Februari 2010 </effective_date> <changed_reg> '11/17/DPM|SE-BI/2009' </changed_reg> <related_reg> '11/17/DPM|SE-BI/2009' </related_reg>
No. 9/28/DSM Jakarta, 30 November 2007 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal: Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/13/DSM tanggal 13 Juni 2001 Perihal Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Oleh Bank Sehubungan dengan perlunya pemantauan yang lebih efektif terhadap kegiatan Lalu Lintas Devisa yang dilakukan melalui bank umum di dalam negeri, terutama terkait transaksi surat-surat berharga yang aliran dananya dapat berpindah sewaktu-waktu dalam jumlah yang signifikan sehingga dapat menimbulkan dampak negatif bagi perekonomian nasional, maka dipandang perlu dilakukan perubahan terhadap Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/13/DSM tanggal 13 Juni 2001 Perihal Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Oleh Bank sebagai berikut: 1. Ketentuan dalam angka IX ditambah 1 (satu) huruf, yakni huruf C yang berbunyi sebagai berikut: C. Semua alamat, nomor telepon, nomor faksimili, alamat e-mail yang ditujukan kepada Kantor Pusat Bank Indonesia sebagaimana diatur dalam SE Nomor 3/13/DSM tanggal 13 Juni 2001, harus dibaca sebagai berikut: Bank … Bank Indonesia Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter c.q. Biro Neraca Pembayaran - Alamat : Menara Sjafruddin Prawiranegara Lt.16 Jl. M. H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350 - Telp - Fax - E-mail : (021) 381-7410, 381-7411, dan 381-8388 : (021) 350-1974 : lldbank@bi.go.id 2. Ketentuan butir III.A.2.c.1.2.(iii) pada Lampiran Surat Edaran berupa Petunjuk Teknis Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Oleh Bank diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: (iii) Apabila nasabah bank ’A’ adalah NR dan nasabah bank ’B’ juga NR, maka bank ’A’ melaporkan transaksi tersebut dengan kaidah khusus butir c.3.1. mengenai transaksi antar NR, sedangkan bank ’B’ dengan kaidah khusus. Khusus untuk transaksi bukan penduduk dalam rangka transaksi surat berharga yang mempengaruhi rekening ’4A’ atau ’4B’ di masing- masing bank pelapor, maka record dengan rekening ’4A’ atau ’4B’ baik di bank ’A’ maupun bank ’B’ dilaporkan dengan kaidah umum dimana field ’o’ diisi dengan tujuan transaksi sesuai jenis surat berharga yang diperdagangkan. 3. Ketentuan butir III.A.2.c.2. pada Lampiran Surat Edaran berupa Petunjuk Teknis Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Oleh Bank diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: c.2. Transaksi yang mempengaruhi lebih dari satu rekening Transaksi yang mempengaruhi lebih dari satu rekening adalah transaksi yang dilaporkan dalam beberapa record sesuai dengan rekening AFLN/ KFLN… KFLN bank pelapor yang dipengaruhinya, dengan ketentuan sebagai berikut: c.2.1. Apabila dari seluruh rekening yang dipengaruhi terdapat rekening ’3C’, maka record dengan rekening ’3C’ harus diisi dengan kaidah umum, sedangkan record lainnya diisi sesuai dengan kaidah khusus dimana field ’o’ diisi dengan sandi dummy ’xNNN’. Khusus untuk transaksi oleh bukan penduduk dalam rangka transaksi surat berharga yang mempengaruhi rekening ’3C’ dan ’4A’, atau rekening ’3C’ dan ’4B’ di bank pelapor, maka semua record pada rekening yang terpengaruh dilaporkan dengan kaidah umum. Dalam hal ini, untuk record dengan rekening ’3C’, field ’o’ diisi dengan tujuan transaksi sesuai jenis surat berharga yang diperdagangkan. Sedangkan untuk record dengan rekening ’4A’ atau ’4B’, field ’o’ diisi dengan tujuan transaksi perdagangan valas. c.2.2. Apabila dari seluruh rekening yang dipengaruhi tidak terdapat rekening ’3C’, namun terdapat rekening ’4A’ dan atau ’4B’, maka record dengan rekening ’4A’ atau ’4B’ harus diisi dengan kaidah umum, sedangkan record lainnya diisi sesuai dengan kaidah khusus dimana field ’o’ diisi dengan sandi dummy ’xNNN’. Khusus untuk transaksi oleh bukan penduduk dalam rangka transaksi surat berharga yang mempengaruhi rekening ’4A’ dengan ’4A’, ’4A’ dengan ’4B’, atau ’4B’ dengan ’4B’ di bank pelapor, maka record pada masing-masing rekening tersebut dilaporkan dengan kaidah umum. Dalam hal ini, record baik pada rekening yang mengalami mutasi debet maupun mutasi kredit diisi dengan tujuan transaksi sesuai jenis surat berharga yang diperdagangkan… diperdagangkan. c.2.3. Apabila dari seluruh rekening yang dipengaruhi tidak terdapat rekening ’3C’, ’4A’ atau ’4B’, maka salah satu record diisi sesuai dengan kaidah umum, sedangkan record lainnya diisi sesuai dengan kaidah khusus dimana field ’o’ diisi dengan sandi dummy ’xNNN’. 4. Lampiran 4 pada Lampiran Surat Edaran berupa Petunjuk Teknis Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Oleh Bank diubah sehingga menjadi sebagaimana terlampir. Kewajiban pelaporan sebagaimana diatur dalam Surat Edaran ini mulai berlaku untuk periode laporan bulan Maret 2008 yang penyampaiannya dilakukan pada bulan April 2008. Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 3 Maret 2008. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, TRIONO WIDODO DIREKTUR STATISTIK EKONOMI DAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 9/28/DSM|SE-BI/2007 </reg_id> <reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/13/DSM tanggal 13 Juni 2001 Perihal Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Oleh Bank </reg_title> <set_date> 30 November 2007 </set_date> <effective_date> 3 Maret 2008 </effective_date> <changed_reg> '3/13/DSM|SE-BI/2001' </changed_reg> <related_reg> '3/13/DSM|SE-BI/2001' </related_reg>
No. 6/41/DPM Jakarta, 5 Oktober 2004 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA PEDAGANG VALUTA ASING BUKAN BANK DI INDONESIA Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/13/DPM tanggal 11 Maret 2004 perihal Tata Cara Perizinan, Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah, Pengawasan, Pelaporan, dan Pengenaan Sanksi Bagi Pedagang Valuta Asing Bukan Bank. Dalam rangka standarisasi laporan keuangan berdasarkan Pernyataan Sistem Akuntansi Keuangan (PSAK), dipandang perlu untuk melakukan perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/13/DPM tanggal 11 Maret 2004 perihal Tata Cara Perizinan, Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah, Pengawasan, Pelaporan, dan Pengenaan Sanksi Bagi Pedagang Valuta Asing Bukan Bank, yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/1/PBI/2004 tanggal 6 Januari 2004 tentang Pedagang Valuta Asing (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4354), menjadi sebagai berikut: 1. Tatacara penyampaian laporan sebagaimana diatur pada angka IV diubah, sehingga angka IV seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut : ” IV. TATA CARA PELAPORAN 1. PVA BB … B 2 1. PVA BB menyampaikan laporan berkala berupa laporan kegiatan usaha dan laporan keuangan, serta laporan khusus dan laporan lain kepada Bank Indonesia, yang diatur sebagai berikut: a. Laporan Berkala 1) Laporan Kegiatan Usaha PVA BB menyampaikan laporan transaksi penjualan dan pembelian UKA serta pembelian TC setiap triwulan selambat-lambatnya pada akhir bulan berikutnya, dengan menggunakan formulir sebagaimana contoh pada Lampiran 12.a dan Lampiran 12.b, misalnya laporan triwulan I (Januari, Februari dan Maret) diterima oleh Bank Indonesia selambat-lambatnya akhir April tahun berjalan. 2) Laporan Keuangan Laporan keuangan terdiri dari Neraca, Laporan Laba Rugi, Laporan Perubahan Ekuitas, Laporan Arus Kas, dan Catatan Atas Laporan Keuangan akhir tahun berjalan. Laporan tersebut diterima oleh Bank Indonesia selambat-lambatnya akhir bulan Januari tahun berikutnya dengan menggunakan formulir sebagaimana contoh pada Lampiran 13.a sampai dengan Lampiran 13.d. Catatan atas laporan keuangan disampaikan jika terdapat hal-hal yang perlu dijelaskan dalam laporan keuangan. b. Laporan Khusus Dalam hal diperlukan Bank Indonesia dapat meminta laporan khusus yang bersifat insidentil kepada PVA BB. c. Laporan Lain Selain laporan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, PVA BB menyampaikan laporan yang berkaitan dengan kegiatan lalu lintas devisa dan tindak pidana pencucian uang sesuai peraturan perundang- undangan yang berlaku. 2. Laporan… 3 2. Laporan berkala sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a.1) dan butir 1.a.2) dibuat oleh kantor pusat PVA BB secara konsolidasi yang meliputi laporan kantor pusat dan kantor cabang. 3. Kantor cabang PVA BB yang berkedudukan di luar wilayah kerja kantor Bank Indonesia dimana kantor pusat PVA BB berada wajib menyampaikan 1 (satu) tembusan laporan kegiatan usaha kepada kantor Bank Indonesia dimana kantor cabang PVA BB berada. 4. Dalam rangka keseragamanan dalam perlakuan akuntansi dan penyusunan pembukuan PVA BB, PVA BB sekurang-kurangnya mengikuti Pedoman Penyusunan Pembukuan dan Laporan Keuangan PVA BB sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 14. 5. Laporan sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a dan butir 1.b dibuat secara benar, akurat dan distempel cap perusahaan, serta ditandatangani oleh pengurus PVA BB. 6. Laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 5 disampaikan ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir I.A.8.a atau butir I.A.8.b.” 2. Lampiran 12 diubah sehingga menjadi Lampiran 12. a dan Lampiran 12.b. 3. Lampiran 13.a dan Lampiran 13.b diubah sehingga menjadi Lampiran 13.a sampai dengan Lampiran 13.d. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka IV.4 mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 2005. Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 5 Oktober 2004. Agar Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, BUDI MULYA DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 6/41/DPM|SE-BI/2004 </reg_id> <reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/13/DPM tanggal 11 Maret 2004 perihal Tata Cara Perizinan, Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah, Pengawasan, Pelaporan, dan Pengenaan Sanksi Bagi Pedagang Valuta Asing Bukan Bank. </reg_title> <set_date> 5 Oktober 2004 </set_date> <effective_date> 5 Oktober 2004 </effective_date> <changed_reg> '6/13/DPM|SE-BI/2004' </changed_reg> <related_reg> '6/13/DPM|SE-BI/2004', '6/1/PBI/2004' </related_reg>
No. 11/ 15 /DASP Jakarta, 18 Juni 2009 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia oleh Penyelenggara Kliring Lokal Selain Bank Indonesia Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/18/PBI/2005 tanggal 22 Juli 2005 tentang Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4516), untuk meningkatkan kelancaran dan efisiensi penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI), perlu diatur kembali ketentuan mengenai penyelenggaraan SKNBI oleh Penyelenggara Kliring Lokal Selain Bank Indonesia (PKL Selain BI) dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut. I. PERSYARATAN DAN TATA CARA PENYELENGGARAAN SKNBI A. Persyaratan Penyelenggaraan SKNBI oleh PKL Selain BI Penyelenggaraan SKNBI di suatu wilayah yang tidak terdapat Kantor Bank Indonesia (KBI) didasarkan pada kebutuhan dan kesepakatan Bank- Bank setempat akan perlunya penyelenggaraan SKNBI. 1. Persyaratan Penyelenggaraan SKNBI Persyaratan penyelenggaraan merupakan persyaratan paling sedikit yang harus dipenuhi pada saat mengajukan permohonan penyelenggaraan SKNBI yaitu: a. Jumlah … 2 a. Jumlah Bank Jumlah Bank yang mendukung dan akan menjadi peserta penyelenggaraan SKNBI paling kurang 4 (empat) Bank yang berbeda. Masing-masing Bank yang mendukung dan akan menjadi peserta tersebut diwakili oleh kantor bank yang bersangkutan termasuk kantor cabang, kantor cabang pembantu dan/atau kantor kas. b. Jumlah Warkat Debet Jumlah Warkat Debet antar Bank setempat yang berpotensi untuk dikliringkan melalui Kliring Debet rata-rata paling kurang 30 (tiga puluh) Warkat Debet per hari dalam periode 6 (enam) bulan terakhir. Warkat Debet tersebut antara lain berupa Cek, Bilyet Giro, Wesel, Nota Debet, voucher perjalanan (traveller’s cheque), voucher untuk deviden (dividen cheque), voucher cinderamata (gift cheque) dan Surat Bukti Penerimaan Transfer (SBPT). Dalam pengertian rata-rata tersebut terdapat kemungkinan pada hari tertentu kurang dari 30 (tiga puluh) Warkat Debet namun secara keseluruhan rata-rata harian selama enam bulan paling kurang 30 (tiga puluh) Warkat Debet. c. Adanya kantor Bank yang bersedia diusulkan untuk menjadi PKL Selain BI. 2. Persyaratan untuk menjadi PKL Selain BI Kantor Bank yang dapat diusulkan untuk menjadi PKL Selain BI harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Kantor bank yang dapat berupa kantor cabang, kantor cabang pembantu dan/atau kantor kas baik sebagai peserta maupun tidak sebagai peserta; b. Memiliki kesiapan dari segi organisasi dan Sumber Daya Manusia (SDM) yang memungkinkan dilaksanakannya kegiatan penyelenggaraan SKNBI, serta mempunyai sistem administrasi yang memadai. c. Memiliki … 3 c. Memiliki kemampuan dan kesediaan untuk menyediakan: 1) perangkat keras Komputer Penyelenggara Kliring (KPK) berupa KPK Utama dan KPK Back-up; dan 2) fasilitas penyelenggaraan SKNBI; sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai SKNBI. d. Menyediakan lokasi yang mudah dijangkau oleh kantor Bank calon Peserta sehingga penyelenggaraan SKNBI dapat dilakukan sesuai dengan jadwal yang ditetapkan. Lokasi penyelenggaraan SKNBI tersebut tidak harus berada pada lokasi yang sama dengan lokasi kantor Bank yang diusulkan sebagai PKL Selain BI. e. Memperoleh persetujuan dari kantor pusat Bank yang bersangkutan untuk diusulkan sebagai PKL Selain BI. B. Tata Cara Permohonan Penyelenggaraan SKNBI 1. Kesepakatan Tertulis Dengan memperhatikan persyaratan sebagaimana dimaksud pada butir A.1 dan butir A.2, kantor-kantor Bank di suatu wilayah harus membuat kesepakatan tertulis mengenai perlunya penyelenggaraan SKNBI di wilayah tersebut dan kantor Bank yang diusulkan sebagai PKL Selain BI. Kesepakatan tersebut harus ditandatangani oleh seluruh pimpinan kantor Bank yang mendukung diselenggarakannya SKNBI. Contoh Kesepakatan tertulis sebagaimana pada lampiran 1. 2. Pengajuan Permohonan Penyelenggaraan SKNBI a. Atas dasar kesepakatan sebagaimana dimaksud pada angka 1, kantor Bank yang diusulkan sebagai PKL Selain BI (calon PKL Selain BI) mengajukan permohonan secara tertulis kepada Bank Indonesia tentang rencana penyelenggaraan SKNBI di wilayah yang bersangkutan, dengan melampirkan dokumen sebagai berikut: 1) Kesepakatan tertulis sebagaimana dimaksud pada angka 1. 2) Daftar nama dan alamat kantor Bank yang akan menjadi peserta dan mendukung penyelenggaraan SKNBI. 3) Data … 4 3) Data rata-rata harian Warkat Debet yang berpotensi untuk dikliringkan melalui Kliring Debet selama enam bulan terakhir dari Bank yang menandatangani kesepakatan. 4) Struktur organisasi dan SDM saat ini dari kantor Bank calon PKL Selain BI serta rencana unit operasional dan SDM yang akan menangani kegiatan operasional SKNBI di dalam organisasi kantor Bank calon PKL Selain BI. 5) Informasi mengenai prakiraan waktu tempuh dari lokasi kantor- kantor Bank calon Peserta ke lokasi yang diusulkan sebagai tempat penyelenggaraan SKNBI. 6) Surat pernyataan kesanggupan dan kesediaan dari kantor Bank yang diusulkan sebagai PKL Selain BI untuk menyediakan: a) perangkat KPK untuk KPK Utama dan KPK Back-up; serta b) fasilitas penyelenggaraan SKNBI, sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai SKNBI. 7) Surat persetujuan untuk diusulkan sebagai PKL Selain BI dari kantor pusat Bank yang bersangkutan. Contoh permohonan tertulis sebagaimana pada lampiran 2. b. Permohonan tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a, disampaikan kepada Bank Indonesia, dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Jika kantor Bank yang mengajukan permohonan sebagai PKL Selain BI berada di wilayah Tangerang, Bogor, Karawang, Bekasi dan Depok, maka permohonan ditujukan kepada Kantor Pusat Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran (KPBI c.q. DASP), Gedung D Lantai 2, Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350; atau 2) Jika … 5 2) Jika kantor Bank yang mengajukan permohonan sebagai PKL Selain BI berada di luar wilayah sebagaimana dimaksud pada angka 1), permohonan ditujukan kepada KBI setempat yang mewilayahi. C. Tindak Lanjut Atas Permohonan Penyelenggaraan SKNBI 1. Atas permohonan yang diajukan oleh calon PKL Selain BI sebagaimana dimaksud pada butir B.2.a, KPBI c.q. DASP atau KBI yang mewilayahi sebagaimana dimaksud pada butir B.2.b melakukan pengecekan terhadap kelengkapan dan kebenaran dokumen permohonan serta penelitian lapangan dengan memperhatikan persyaratan sebagaimana dimaksud pada butir A.1 dan butir A.2. 2. KPBI c.q. DASP atau KBI yang mewilayahi menyampaikan persetujuan atau penolakan atas permohonan penyelenggaraan SKNBI paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja setelah dokumen permohonan diterima secara lengkap. 3. Persetujuan Permohonan Penyelenggaraan SKNBI Dalam hal KPBI c.q. DASP atau KBI yang mewilayahi menyetujui penyelenggaraan SKNBI, maka KPBI c.q. DASP atau KBI yang mewilayahi melakukan hal-hal sebagai berikut: a. Mengeluarkan surat persetujuan yang antara lain berisikan: 1) penetapan nama Wilayah Kliring untuk penyelenggaraan SKNBI dimaksud; 2) penetapan kantor Bank calon PKL Selain BI sebagai PKL Selain BI. b. Menyampaikan surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada huruf a kepada PKL Selain BI dengan tembusan kepada: 1) kantor pusat dari PKL Selain BI yang telah ditetapkan; dan 2) KPBI c.q. DASP, jika persetujuan penyelenggaraan PKL Selain BI diberikan oleh KBI. 4. Penolakan … 6 4. Penolakan Permohonan Penyelenggaraan SKNBI a. KPBI c.q. DASP atau KBI yang mewilayahi dapat menolak permohonan penyelenggaraan SKNBI jika: 1) persyaratan sebagaimana dimaksud pada butir A.1 dan/atau butir A.2 tidak dipenuhi; 2) dokumen permohonan tidak lengkap dan/atau tidak benar; 3) terdapat faktor-faktor lain yang menurut pertimbangan KPBI c.q. DASP atau KBI yang mewilayahi belum layak untuk diselenggarakan SKNBI di wilayah tersebut, antara lain terkait dengan ketersediaan infrastruktur jaringan komunikasi di wilayah yang bersangkutan atau jarak dan/atau waktu tempuh yang dibutuhkan oleh Bank-Bank di wilayah yang diusulkan masih memungkinkan bagi Bank-Bank tersebut untuk mengikuti penyelenggaraan SKNBI yang sudah ada di wilayah kliring lain yang terdekat. b. KPBI c.q. DASP atau KBI yang mewilayahi memberitahukan secara tertulis kepada calon PKL Selain BI mengenai penolakan sebagaimana dimaksud pada huruf a dengan menyebutkan alasan penolakan, dengan tembusan kepada kantor pusat Bank yang bersangkutan. c. Jika penolakan dikarenakan dokumen permohonan tidak lengkap dan/atau tidak benar atau persyaratan sebagaimana dimaksud pada butir A.1 dan butir A.2 tidak dipenuhi, calon PKL Selain BI dapat mengajukan permohonan kembali setelah memenuhi dokumen dan persyaratan yang ditetapkan. D. Tindak Lanjut atas Persetujuan Penyelenggaraan SKNBI 1. Persiapan oleh PKL Selain BI yang telah ditetapkan dan persiapan kantor Bank calon Peserta. a. Berdasarkan … 7 a. Berdasarkan surat persetujuan dari KPBI c.q. DASP atau KBI yang mewilayahi sebagaimana dimaksud pada butir C.3.a: 1) PKL Selain BI yang telah ditetapkan, menyediakan perangkat keras KPK, Jaringan Komunikasi Data (JKD) dan fasilitas penyelenggaraan SKNBI sesuai ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai SKNBI. 2) Kantor Bank calon Peserta melakukan pendaftaran kepesertaan SKNBI sesuai ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai SKNBI. b. Berdasarkan kesiapan perangkat keras KPK yang disediakan oleh PKL Selain BI, Bank Indonesia melakukan instalasi aplikasi KPK pada perangkat keras KPK yang telah disediakan oleh PKL Selain BI. c. Berdasarkan hasil instalasi sebagaimana dimaksud pada huruf b, PKL Selain BI memberitahukan secara tertulis kode mesin KPK hasil proses instalasi kepada KPBI c.q. DASP. d. Berdasarkan kode mesin yang diterima dari PKL Selain BI, KPBI c.q. DASP melakukan pendaftaran kode mesin dimaksud dan menyerahkan secara tertulis kepada PKL Selain BI mengenai informasi sebagai berikut: 1) master key; 2) security key; 3) kode registrasi; 4) sandi terminal; 5) password untuk login ke Sistem Sentral Kliring (SSK); 6) alamat Uniform Resource Locator (URL); 7) user id dan password Remote Access Server (RAS) untuk mengakses jaringan ekstranet Bank Indonesia; dan 8) Test … 8 8) Test Key Arrangement (TKA), yang digunakan untuk pengiriman Bilyet Saldo Kliring (BSK) ke PKN jika JKD mengalami gangguan. e. Informasi sebagaimana dimaksud pada huruf d harus diambil di KPBI c.q. DASP atau KBI yang mewilayahi oleh pimpinan kantor Bank PKL Selain BI. Dalam hal pimpinan kantor Bank berhalangan, maka informasi tersebut dapat diambil oleh pejabat atau pegawai Bank yang ditunjuk dengan menggunakan surat kuasa yang bermeterai cukup dan menggunakan kertas berlogo Bank yang bersangkutan. f. Berdasarkan kesiapan yang telah dilakukan, PKL Selain BI dan kantor Bank calon Peserta mengikuti pelatihan tata cara penyelenggaraan SKNBI yang diselenggarakan oleh KPBI c.q. DASP atau KBI yang mewilayahi. 2. Penetapan Jadwal Kliring dan Tanggal Efektif Penyelenggaraan SKNBI a. Penetapan Jadwal Kliring PKL Selain BI menyampaikan usulan secara tertulis kepada KPBI c.q. DASP atau KBI yang mewilayahi mengenai rencana jadwal Kliring Debet dengan mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Jadwal Penyelenggaraan SKNBI. b. Tanggal Efektif Penyelenggaraan SKNBI Setelah memperoleh persetujuan tertulis dari KPBI c.q. DASP atau KBI yang mewilayahi mengenai usulan jadwal Kliring Debet sebagaimana dimaksud pada huruf a, serta berdasarkan kesiapan PKL Selain BI dan kantor Bank calon Peserta, PKL Selain BI melakukan hal-hal sebagai berikut: 1) Menetapkan tanggal efektif penyelenggaraan SKNBI di Wilayah Kliring yang bersangkutan. 2) Memberitahukan … 9 2) Memberitahukan secara tertulis tanggal efektif penyelenggaraan SKNBI sebagaimana dimaksud pada angka 1) kepada KPBI c.q. DASP atau KBI yang mewilayahi, paling lambat 5 (lima) hari kerja sebelum tanggal efektif penyelenggaraan SKNBI. 3) Memberitahukan secara tertulis kepada seluruh Peserta di Wilayah Kliring yang bersangkutan, mengenai: a) jadwal Kliring Debet sebagaimana dimaksud pada huruf a yang telah disetujui oleh KPBI c.q. DASP; dan b) tanggal efektif penyelenggaraan SKNBI sebagaimana dimaksud pada angka 1), paling lambat 5 (lima) hari kerja sebelum tanggal efektif penyelenggaraan SKNBI. II. PENGGANTIAN PKL SELAIN BI A. Persyaratan Penggantian PKL Selain BI 1. Peserta di Wilayah Kliring yang diselenggarakan oleh PKL Selain BI, dapat mengusulkan penggantian PKL Selain BI dengan kantor Bank lain berdasarkan kesepakatan yang disetujui oleh lebih dari 50 % (lima puluh persen) jumlah Peserta. 2. Pengusulan kantor Bank sebagai PKL Selain BI yang baru sebagaimana dimaksud pada angka 1 harus memperhatikan persyaratan sebagaimana dimaksud pada butir I.A.2. B. Tata Cara Permohonan Penggantian PKL Selain BI 1. Berdasarkan kesepakatan sebagaimana dimaksud pada butir A.1, kantor Bank yang diusulkan sebagai PKL Selain BI baru, mengajukan secara tertulis permohonan penggantian PKL Selain BI serta alasan penggantian kepada KPBI c.q. DASP atau KBI yang mewilayahi dengan melampirkan dokumen sebagai berikut: a. Kesepakatan tertulis mengenai usulan penggantian PKL Selain BI yang ditandatangani oleh seluruh pimpinan kantor Bank yang mendukung usulan penggantian. b. Struktur … 10 b. Struktur organisasi dan SDM saat ini dari kantor Bank yang diusulkan sebagai PKL Selain BI baru serta rencana unit operasional dan SDM yang akan menangani kegiatan operasional SKNBI di dalam organisasi kantor Bank tersebut. c. Informasi mengenai prakiraan waktu tempuh dari lokasi kantor- kantor Bank Peserta ke lokasi yang diusulkan sebagai tempat penyelenggaraan SKNBI yang baru. d. Surat pernyataan kesanggupan dari kantor Bank yang diusulkan sebagai PKL Selain BI baru untuk menyediakan: 1) perangkat KPK untuk KPK Utama dan KPK Back-up; dan 2) fasilitas penyelenggaraan SKNBI. sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai SKNBI. e. Surat persetujuan untuk diusulkan sebagai PKL Selain BI baru dari kantor pusat Bank yang bersangkutan. Contoh permohonan tertulis sebagaimana pada lampiran 3. 2. Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1, KPBI c.q. DASP atau KBI yang mewilayahi melakukan pengecekan terhadap kelengkapan dan kebenaran dokumen permohonan serta penelitian lapangan dengan memperhatikan persyaratan sebagaimana dimaksud pada butir I.A.2. 3. KPBI c.q. DASP atau KBI yang mewilayahi menyampaikan surat persetujuan atau penolakan atas permohonan penyelenggaraan SKNBI paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja setelah dokumen permohonan diterima secara lengkap. 4. Dalam hal permohonan penggantian PKL Selain BI disetujui, maka KPBI c.q. DASP atau KBI yang mewilayahi menyampaikan surat persetujuan penggantian kepada kantor Bank yang diusulkan sebagai PKL Selain BI baru, dengan tembusan kepada: a. PKL … 11 a. PKL Selain BI lama; b. Kantor pusat dari PKL Selain BI baru; c. Kantor pusat dari PKL Selain BI lama; dan d. KPBI c.q. DASP jika persetujuan penggantian PKL Selain BI baru diberikan oleh KBI. 5. Surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada angka 3 merupakan persetujuan prinsip, sebagai dasar bagi kantor Bank yang diusulkan sebagai PKL Selain BI baru untuk melakukan persiapan. PKL Selain BI yang lama masih tetap menyelenggarakan SKNBI sampai ditetapkannya tanggal efektif penggantian melalui surat keputusan sebagaimana dimaksud pada butir D.1.a. 6. Dalam hal permohonan penggantian PKL Selain BI ditolak, maka KPBI c.q. DASP atau KBI yang mewilayahi menyampaikan penolakan secara tertulis kepada kantor Bank yang diusulkan sebagai PKL Selain BI. Kantor Bank yang bersangkutan dapat mengajukan permohonan kembali setelah memenuhi persyaratan yang ditetapkan. C. Persiapan oleh PKL Selain BI baru 1. Berdasarkan surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada butir B.4., kantor Bank yang akan menjadi PKL Selain BI baru menyediakan perangkat keras KPK, JKD dan fasilitas penyelenggaraan SKNBI sesuai ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai SKNBI. 2. Berdasarkan kesiapan perangkat keras KPK yang disediakan oleh kantor Bank yang akan menjadi PKL Selain BI baru, Bank Indonesia dan PKL Selain BI melakukan hal-hal sebagaimana dimaksud dalam butir I.D.1.b sampai dengan butir I.D.1.f. D. Tanggal Efektif Penggantian PKL Selain BI baru 1. Berdasarkan kesiapan kantor bank yang akan menjadi PKL Selain BI baru, KPBI c.q. DASP atau KBI yang mewilayahi melakukan hal-hal sebagai berikut: a. Mengeluarkan … 12 a. Mengeluarkan surat persetujuan yang antara lain berisikan: 1) pencabutan penetapan PKL Selain BI lama; 2) penetapan kantor Bank yang menjadi PKL Selain BI baru; dan 3) tanggal efektif penggantian PKL Selain BI. b. Menyampaikan surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada huruf a kepada PKL Selain BI lama dan PKL Selain BI baru dengan tembusan kepada: 1) kantor pusat dari PKL Selain BI baru; 2) kantor pusat dari PKL Selain BI lama; dan 3) KPBI c.q. DASP jika surat persetujuan mengenai tanggal efektif penggantian PKL Selain BI baru, diberikan oleh KBI. paling lambat 5 (lima) hari kerja sebelum tanggal efektif penggantian PKL Selain BI. 2. PKL Selain BI yang lama wajib menyelenggarakan SKNBI sampai dengan hari kerja terakhir sebelum tanggal penggantian PKL Selain BI baru berlaku efektif sebagaimana dimaksud pada butir D.1.a.3). III. PENGUNDURAN DIRI DAN PENGHENTIAN PKL SELAIN BI, SERTA PEMBUBARAN PENYELENGGARAAN SKNBI A. Pengunduran diri PKL Selain BI 1. Kantor Bank yang menjadi PKL Selain BI dapat mengajukan pengunduran diri sebagai PKL Selain BI karena alasan tertentu. Rencana pengunduran diri tersebut harus dibicarakan terlebih dahulu dengan seluruh Peserta di Wilayah Kliring yang bersangkutan. 2. Permohonan dan alasan pengunduran diri sebagaimana dimaksud pada angka 1, disampaikan secara tertulis oleh PKL Selain BI kepada KPBI c.q. DASP atau KBI yang mewilayahi, paling lambat 90 (sembilan puluh) hari kalender sebelum tanggal rencana pengunduran diri sebagai PKL Selain BI. Contoh permohonan tertulis sebagaimana pada lampiran 4. 3. Jika … 13 3. Jika Peserta di Wilayah Kliring tersebut masih memandang perlu diselenggarakannya SKNBI, Peserta dapat mengajukan permohonan penggantian PKL Selain BI baru sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka II. Dalam hal ini, PKL Selain BI lama tetap menyelenggarakan SKNBI sampai dengan hari kerja terakhir sebelum tanggal pengunduran diri PKL Selain BI berlaku efektif. 4. Jika Peserta di Wilayah Kliring tersebut tidak lagi memandang perlu diselenggarakannya SKNBI, maka pengunduran diri oleh PKL Selain BI diajukan sekaligus sebagai permohonan pembubaran penyelenggaraan SKNBI sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf C. B. Penghentian Sebagai PKL Selain BI 1. KPBI c.q. DASP atau KBI yang mewilayahi dapat menghentikan PKL Selain BI karena alasan tertentu, antara lain: a. PKL Selain BI tidak memberikan keterangan dan data yang terkait dengan penyelenggaraan SKNBI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (4) huruf a Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/18/PBI/2005 tanggal 22 Juli 2005 tentang Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia; atau b. adanya permohonan pengunduran diri sebagai PKL Selain BI sebagaimana dimaksud dalam butir A.1. 2. Dalam hal terjadi kondisi sebagaimana dimaksud pada angka 1, KPBI c.q. DASP atau KBI yang mewilayahi melakukan hal-hal sebagai berikut: a. Mengeluarkan surat penghentian sebagai PKL Selain BI. b. Menyampaikan surat penghentian sebagaimana dimaksud pada huruf a kepada PKL Selain BI dengan tembusan kepada: 1) kantor pusat dari PKL Selain BI yang dihentikan; 2) kantor pusat dari PKL Selain BI sementara; dan 3) KPBI … 14 3) KPBI c.q. DASP jika surat keputusan penghentian PKL Selain BI diberikan oleh KBI. 3. Dengan dihentikannya PKL Selain BI sebagaimana dimaksud pada butir 2.a. di atas, PKL Selain BI yang dihentikan harus: a. mengembalikan sarana penyelenggaraan SKNBI kepada Bank Indonesia, jika sarana tersebut merupakan hak milik Bank Indonesia; dan b. merahasiakan serta menjamin bahwa seluruh data, dokumen, dan hal-hal lain yang terkait langsung dengan penyelenggaraan SKNBI tidak disalahgunakan oleh pihak manapun. 4. Jika Peserta di Wilayah Kliring tersebut masih memandang perlu diselenggarakannya SKNBI, Peserta dapat mengajukan permohonan penggantian PKL Selain BI baru sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka II. Dalam hal ini KPBI c.q. DASP atau KBI yang mewilayahi atas dasar kesepakatan Peserta dapat menunjuk salah satu Peserta untuk menjadi PKL Selain BI sementara sampai ditetapkannya PKL Selain BI baru yang definitif atau meniadakan sementara penyelenggaraan SKNBI sampai dengan ditetapkannya PKL Selain BI baru yang definitif. 5. Penyelenggaraan SKNBI sementara oleh Peserta yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada angka 4 dapat menggunakan KPK yang sebelumnya digunakan oleh PKL Selain BI yang dihentikan, sepanjang KPK tersebut merupakan KPK yang disediakan oleh Bank Indonesia. 6. Jika para Peserta di Wilayah Kliring tersebut tidak lagi memandang perlu diselenggarakannya SKNBI, maka para Peserta dapat mengajukan permohonan pembubaran penyelenggaraan SKNBI sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf C. C. Pembubaran Penyelenggaraan SKNBI 1. Berdasarkan kesepakatan tertulis seluruh Peserta, penyelenggaraan SKNBI di suatu Wilayah Kliring yang diselenggarakan oleh PKL Selain BI dapat diusulkan untuk dibubarkan. 2. Berdasarkan … 15 2. Berdasarkan kesepakatan sebagaimana dimaksud pada angka 1, PKL Selain BI mengajukan secara tertulis permohonan pembubaran penyelenggaraan SKNBI serta alasan pembubaran kepada KPBI c.q. DASP atau KBI yang mewilayahi, dengan melampirkan dokumen kesepakatan tertulis mengenai usulan pembubaran penyelenggaraan SKNBI yang ditandatangani oleh seluruh pimpinan kantor Bank yang mendukung usulan pembubaran tersebut. Contoh permohonan tertulis sebagaimana pada lampiran 5. 3. Dalam hal KPBI c.q. DASP atau KBI yang mewilayahi menyetujui permohonan pembubaran penyelenggaraan SKNBI sebagaimana dimaksud pada angka 2, maka KPBI c.q. DASP atau KBI yang mewilayahi melakukan hal-hal sebagai berikut: a. Mengeluarkan surat penghentian yang berisikan tentang: 1) penghentian sebagai PKL Selain BI; 2) pembubaran penyelenggaraan SKNBI di Wilayah Kliring dimaksud; 3) tanggal efektif penghentian sebagai PKL Selain BI dan pembubaran penyelenggaraan SKNBI. b. Menyampaikan surat keputusan sebagaimana dimaksud pada huruf a kepada PKL Selain BI dengan tembusan kepada: 1) kantor pusat dari PKL Selain BI; dan 2) KPBI c.q. DASP, jika surat keputusan pembubaran penyelenggaraan PKL Selain BI diberikan oleh KBI. selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kalender sebelum tanggal efektif pembubaran penyelenggaraan SKNBI. 4. Dengan dibubarkannya penyelenggaraan SKNBI di suatu Wilayah Kliring, PKL Selain BI wajib: a. mengembalikan sarana penyelenggaraan SKNBI kepada KPBI c.q. DASP atau KBI yang mewilayahi, jika sarana penyelenggaraan SKNBI merupakan hak milik Bank Indonesia; dan b. merahasiakan … 16 b. merahasiakan serta menjamin bahwa seluruh data, dokumen, dan hal-hal lain yang terkait langsung dengan penyelenggaraan SKNBI tidak disalahgunakan oleh pihak manapun. IV. BANTUAN KEUANGAN A. Prinsip Pemberian Bantuan Keuangan Bank Indonesia memberikan bantuan keuangan setiap bulan kepada setiap kantor Bank yang telah disetujui menjadi PKL Selain BI. Pemberian bantuan keuangan tersebut dimaksudkan untuk membantu biaya operasional penyelenggaraan SKNBI oleh PKL Selain BI. Dalam hal ini, pemberian bantuan keuangan tidak dimaksudkan untuk menutupi seluruh biaya operasional yang dikeluarkan oleh PKL Selain BI. B. Penghentian Bantuan Keuangan Bank Indonesia akan menghentikan bantuan keuangan sebagaimana dimaksud pada huruf A apabila dalam kurun waktu 6 (enam) bulan terakhir jumlah Bank yang menjadi peserta kliring kurang dari 4 (empat) Bank yang berbeda atau rata-rata jumlah warkat yang diproses melalui kliring debet kurang dari 30 (tiga puluh) warkat per hari. Dalam hal 6 (enam) bulan berikutnya jumlah bank peserta kliring menjadi paling kurang 4 (empat) bank yang berbeda dan rata-rata jumlah warkat yang diproses melalui kliring debet paling kurang 30 (tiga puluh) lembar per hari maka PKL Selain BI dapat memperoleh kembali bantuan keuangan. C. Nominal dan Mekanisme Pemberian Bantuan Keuangan 1. Bantuan keuangan diberikan oleh Bank Indonesia melalui kantor pusat Bank dengan perhitungan sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) per bulan untuk setiap kantor Bank yang telah disetujui menjadi PKL Selain BI terhitung sejak PKL Selain BI efektif melakukan kegiatan sebagai penyelenggara kliring. 2. Bantuan … 17 2. Bantuan Keuangan sebagaimana dimaksud pada angka 1 diberikan pada bulan berikutnya setiap tanggal 10 atau pada hari kerja berikutnya setelah tanggal 10 apabila tanggal 10 jatuh pada hari libur. Sebagai contoh, bantuan keuangan untuk bulan Januari diberikan pada tanggal 10 bulan Februari atau pada hari kerja berikutnya apabila tanggal 10 Februari merupakan hari libur. 3. Bantuan keuangan sebagaimana dimaksud pada angka 1 diberikan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Apabila tanggal efektif kegiatan sebagai PKL Selain BI dilakukan mulai tanggal 1 sampai dengan tanggal 15 maka bantuan keuangan untuk bulan yang bersangkutan diberikan secara utuh sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah). Sebagai contoh tanggal efektif penyelenggaraan kliring oleh PKL Selain BI dilakukan pada salah satu tanggal mulai tanggal 1 sampai dengan tanggal 15 Juni, maka bantuan keuangan diberikan sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) pada tanggal 10 bulan Juli; atau b. Apabila tanggal efektif kegiatan sebagai PKL Selain BI dilakukan mulai tanggal 16 sampai dengan akhir bulan maka bantuan keuangan untuk bulan yang bersangkutan tidak diberikan. Sebagai contoh tanggal efektif penyelenggaraan kliring oleh PKL Selain BI dilakukan pada salah satu tanggal mulai tanggal 16 sampai dengan tanggal 30 Juni, maka bantuan keuangan pada bulan yang bersangkutan tidak diberikan atau bantuan keuangan baru akan diberikan pada tanggal 10 bulan Agustus. 4. Bantuan Keuangan sebagaimana dimaksud pada angka 1 diberikan kepada kantor pusat dari PKL Selain BI dengan cara mengkredit rekening giro Bank tersebut yang ada di Bank Indonesia. Untuk selanjutnya pendistribusian besarnya jumlah bantuan keuangan kepada masing-masing kantor Bank yang menjadi PKL Selain BI merupakan kewenangan dari kantor pusat Bank yang bersangkutan dengan mempertimbangkan kebutuhan biaya operasional masing-masing PKL Selain BI. D. Dalam … 18 D. Dalam hal terdapat penggantian PKL Selain BI dengan kantor Bank lain berdasarkan kesepakatan, maka bantuan keuangan yang diberikan kepada PKL Selain BI diatur dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Dalam hal tanggal efektif penggantian sebagai PKL Selain BI dilakukan mulai tanggal 1 sampai dengan tanggal 15 maka bantuan keuangan untuk bulan yang bersangkutan diberikan kepada PKL Selain BI yang baru secara utuh sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah). Sebagai contoh tanggal efektif penggantian sebagai PKL Selain BI dilakukan pada salah satu tanggal mulai tanggal 1 sampai dengan tanggal 15 Juni, maka bantuan keuangan diberikan kepada PKL Selain BI yang baru sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) pada tanggal 10 bulan Juli; atau 2. Dalam hal tanggal efektif penggantian sebagai PKL Selain BI dilakukan mulai tanggal 16 sampai dengan akhir bulan maka bantuan keuangan kepada PKL Selain BI yang lama tetap diberikan secara utuh pada tanggal 10 bulan berikutnya, sedangkan bantuan keuangan kepada PKL Selain BI yang menggantikan untuk bulan yang bersangkutan tidak diberikan. Sebagai contoh tanggal efektif penggantian sebagai PKL Selain BI dilakukan pada salah satu tanggal mulai tanggal 16 sampai dengan tanggal 30 Juni, maka bantuan keuangan kepada PKL Selain BI yang lama diberikan secara utuh sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) pada tanggal 10 bulan Juli, sedangkan bantuan keuangan untuk PKL Selain BI yang menggantikan untuk bulan yang bersangkutan tidak diberikan, namun baru akan diberikan pada tanggal 10 bulan Agustus. E. Laporan Pendistribusian Bantuan Keuangan Kantor Pusat Bank PKL Selain BI diwajibkan menyampaikan laporan bulanan pendistribusian bantuan keuangan kepada KPBI c.q. DASP setiap 3 (tiga) … 19 3 (tiga) bulan sekali dengan menggunakan format sebagaimana lampiran 6. F. Penetapan Iuran Peserta 1. Dalam hal bantuan keuangan yang diberikan oleh Bank Indonesia tidak dapat menutupi seluruh biaya operasional yang dikeluarkan oleh PKL Selain BI dalam menyelenggarakan SKNBI, maka PKL Selain BI dan seluruh kantor Bank yang menjadi Peserta secara bersama-sama dapat menetapkan suatu iuran bagi seluruh kantor bank Peserta. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa Penyelenggaraan SKNBI oleh PKL Selain BI merupakan kebutuhan kantor-kantor Bank setempat, sebagaimana dimaksud pada butir I.A. 2. Penetapan besarnya iuran sebagaimana dimaksud pada angka 1 tersebut harus dilakukan secara transparan oleh PKL Selain BI kepada seluruh kantor Bank yang menjadi Peserta dengan mempertimbangkan aspek kewajaran, antara lain sebagai berikut: a. Perhitungan biaya operasional dilakukan secara proporsional berdasarkan pengeluaran riil yang dilakukan untuk penyelenggaraan SKNBI. b. Penetapan besarnya iuran didasarkan pada selisih antara biaya operasional yang dikeluarkan dengan jumlah bantuan keuangan yang diberikan oleh Bank Indonesia. V. PEMINDAHAN LOKASI PENYELENGGARAAN SKNBI. A. Persyaratan Pemindahan Lokasi PKL Selain BI dapat mengajukan pemindahan lokasi penyelenggaraan SKNBI dengan persyaratan lokasi yang baru tersebut mudah dijangkau oleh Peserta sehingga penyelenggaraan SKNBI dapat dilakukan sesuai dengan jadwal yang ditetapkan. B. Tata … 20 B. Tata Cara Pemindahan Lokasi Dalam hal PKL Selain BI akan memindahkan lokasi penyelenggaraan SKNBI, maka pelaksanaannya diatur sebagai berikut: 1. PKL Selain BI mengajukan permohonan secara tertulis kepada KPBI c.q. DASP atau KBI yang mewilayahi untuk memindahkan lokasi penyelenggaraan SKNBI disertai dengan alasan pemindahan lokasi paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sebelum tanggal pemindahan lokasi yang direncanakan. 2. Permohonan pemindahan lokasi sebagaimana dimaksud pada angka 1 diajukan dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam lampiran 7. 3. Jika lokasi yang baru memenuhi persyaratan, KPBI c.q. DASP atau KBI yang mewilayahi memberikan persetujuan tertulis untuk pemindahan lokasi tersebut paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah permohonan tertulis diterima secara lengkap. 4. PKL Selain BI harus memberitahukan tanggal efektif pemindahan lokasi penyelenggaraan SKNBI kepada: a. KPBI c.q. DASP atau KBI yang mewilayahi; dan b. seluruh Peserta; paling lambat 3 (tiga) hari kerja sebelum tanggal efektif pemindahan lokasi penyelenggaraan SKNBI. VI. LAIN-LAIN 1. PKL Selain BI dilarang mengenakan biaya proses Kliring Debet dan biaya proses Kliring Kredit kepada Peserta dalam penyelenggaraan SKNBI. 2. PKL Selain BI dapat mengenakan biaya pembuatan dan/atau penggantian Tanda Pengenal Petugas Kliring (TPPK) yang besarnya diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai biaya dalam penyelenggaraan SKNBI. VII. KETENTUAN … 21 VII. KETENTUAN PERALIHAN Dalam hal PKL Selain BI yang sudah ada sebelum berlakunya Surat Edaran ini, di dalam penyelenggaraannya tidak memenuhi persyaratan paling sedikit 4 (empat) Bank yang berbeda atau rata-rata jumlah warkat yang diproses melalui Kliring Debet paling kurang 30 (tiga puluh) Warkat Debet per hari dalam 6 (enam) bulan terakhir sejak bulan Juli 2009, maka Bank Indonesia akan menghentikan bantuan keuangan pada bulan Januari 2010. VIII. PENUTUP Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini, maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/29/DASP tanggal 22 Juli 2005 perihal Pemberian Persetujuan Terhadap Penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia oleh Penyelenggara Kliring Lokal Selain Bank Indonesia dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 18 Juni 2009. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, SWD. MURNIASTUTI DIREKTUR AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 11/15/DASP|SE-BI/2009 </reg_id> <reg_title> Penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia oleh Penyelenggara Kliring Lokal Selain Bank Indonesia </reg_title> <set_date> 18 Juni 2009 </set_date> <effective_date> 18 Juni 2009 </effective_date> <replaced_reg> '7/29/DASP|SE-BI/2005' </replaced_reg> <related_reg> '7/18/PBI/2005' </related_reg>