input
stringlengths 912
558k
| output
stringlengths 234
2.18k
|
---|---|
No. 3/2/BKr
Jakarta, 11 Januari 2001
S U R A T E D A R A N
kepada
SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA
DAN PT. PERMODALAN NASIONAL MADANI (PERSERO)
Perihal : Pemberian Kredit Kepada Koperasi Primer Untuk Anggotanya
(KKPA) Dalam Rangka Penyaluran Kembali Angsuran Kredit
Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) Yang Dikelola Oleh
PT. Permodalan Nasional Madani (Persero).
Menunjuk Peraturan Bank Indonesia No.2/3/PBI tanggal 1 Februari 2000
tentang Pengalihan Pengelolaan KLBI Dalam Rangka Kredit Program, Surat
Edaran Bank Indonesia No. 2/5/DKr tanggal 11 Februari 2000 perihal
Pelaksanaan Pengalihan Pengelolaan Kredit Likuiditas Bank Indonesia Dalam
Rangka Kredit Program, Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia
No. 31/45/KEP/DIR tanggal 10 Juni 1998 dan Surat Edaran Bank Indonesia
No. 31/4/UK tanggal 10 Juni 1998 masing-masing tentang Kredit Kepada
Koperasi Primer Untuk Anggotanya (KKPA), dengan ini kami sampaikan
peraturan pelaksanaan ketentuan berkaitan dengan pemberian KKPA dalam
rangka penyaluran kembali angsuran KLBI yang dikelola oleh PT Permodalan
Nasional Madani (PT PNM) sebagai berikut :
I. POKOK ...
Lanj. SE No. 3/2/BKr . tanggal 11 Januari 2001
---------------------------------------------------------------
I. POKOK-POKOK KETENTUAN
1. Pemberian KKPA atas dasar angsuran KLBI yang dikelola oleh
PT. PNM, yang selanjutnya disebut pemberian KKPA atas dasar KLBI-
relending, pengajuannya oleh Bank kepada PT. PNM tidak lagi
memerlukan Plafon Induk, tetapi cukup dengan Plafon Individual.
2. Plafon Individual adalah jumlah maksimum KLBI-relending yang dapat
disetujui oleh PT. PNM untuk setiap pemberian KKPA kepada bank
untuk pembiayaan masing-masing proyek, baik proyek yang bersifat
bertahap (multiyears) maupun proyek yang sifatnya tidak bertahap (non-
multiyears).
3. Suku bunga KKPA dari Bank kepada nasabah adalah sebagaimana diatur
dalam Pasal 10 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia
No. 31/45/KEP/DIR tanggal 10 Juni 1998 tentang KKPA. Suku bunga
KKPA ditetapkan oleh Bank Indonesia, dan dapat ditinjau kembali bila
diperlukan.
4. Suku bunga KLBI-relending dari PT. PNM kepada Bank adalah
sebagaimana diatur dalam Pasal 16 ayat (1) dan (2) Surat Keputusan
Direksi Bank Indonesia No. 31/45/KEP/DIR tanggal 10 Juni 1998 dan
Surat Edaran Bank Indonesia No. 31/4/UK tanggal 10 Juni 1998 masing-
masing tentang KKPA. Dalam hal diperlukan peninjauan suku bunga
KLBI-relending dari PT. PNM kepada Bank, PT. PNM dapat
menyampaikan usulan perubahan suku bunga KLBI-relending kepada
Bank Indonesia, yang berlaku umum untuk semua Bank.
5. Pengaturan mengenai mekanisme pemberian KKPA atas dasar KLBI-
relending yang antara lain meliputi penyediaan plafon, pelimpahan,
pelunasan, pengenaan sanksi dan laporan, yang belum diatur dalam Surat
Edaran ini selanjutnya diatur oleh PT. PNM.
Lanj. SE No. 3/2/BKr . tanggal 11 Januari 2001
---------------------------------------------------------------
II. LAIN- ...
II. LAIN-LAIN
1. Surat Edaran ini berlaku terhadap pemberian KKPA atas dasar KLBI-
relending.
2. Pelaksanaan penyaluran kembali KLBI oleh PT. PNM yang berkaitan
dengan KKPA tetap mengikuti ketentuan yang diatur dalam Surat
Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 31/45/KEP/DIR tanggal 10 Juni
1998 dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 31/4/UK tanggal 10 Juni
1998 masing-masing tentang KKPA dan ketentuan pelaksanaan lainnya.
3. Pemberian KKPA atas dasar plafon yang telah disetujui oleh Bank
Indonesia sebelum adanya pengalihan KLBI dalam rangka kredit
program, tetap mengikuti ketentuan sebagaimana diatur dalam Surat
Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 31/45/KEP/DIR tanggal 10 Juni
1998 dan Surat Edaran No. 31/4/UK tanggal 10 Juni 1998 masing-
masing tentang KKPA, serta Surat Edaran Bank Indonesia No. 2/5/DKr
tanggal 11 Februari 2000 tentang Pelaksanaan Pengalihan Pengelolaan
Kredit Likuiditas Bank Indonesia Dalam Rangka Kredit Program.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
ABDUL AZIS
KEPALA BIRO
BKr
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 3/2/BKr|SE-BI/2001 </reg_id>
<reg_title> Pemberian Kredit Kepada Koperasi Primer Untuk Anggotanya (KKPA) Dalam Rangka Penyaluran Kembali Angsuran Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) Yang Dikelola Oleh PT. Permodalan Nasional Madani (Persero). </reg_title>
<set_date> 11 Januari 2001 </set_date>
<effective_date> 11 Januari 2001 </effective_date>
<related_reg> '2/5/DKr|SE-BI/2000', '2/3/PBI/2000', '31/45/KEP/DIR|SKDIR-BI/1998', '31/4/UK|SE-BI/1998' </related_reg>
|
No. 14/39/DPM
Jakarta, 28 Desember 2012
S U R A T E D A R A N
Perihal: Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
13/3/DPM tanggal 4 Februari 2011 perihal Laporan
Harian Bank Umum.
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
13/8/PBI/2011 tentang Laporan Harian Bank Umum (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 15, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5194), Peraturan Bank
Indonesia Nomor 8/12/PBI/2006 tentang Laporan Berkala Bank
Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 57,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4629)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
13/19/PBI/2011 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5240), dan adanya pengembangan sistem dan tata cara pelaporan
Laporan Harian Bank Umum yang mengakibatkan perubahan
beberapa form pelaporan, perlu mengubah beberapa ketentuan dalam
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/3/DPM tanggal 4 Februari
2011 perihal Laporan Harian Bank Umum sebagai berikut:
1. Ketentuan Bab III butir B.6 diubah dan butir B.9 dihapus,
sehingga Bab III huruf B berbunyi sebagai berikut:
B. Data Non Transaksional
1. Posisi akhir hari transaksi derivatif jual valuta asing bukan
investasi dengan pihak asing.
2. Posisi ...
2
2. Posisi akhir hari transaksi derivatif beli valuta asing bukan
investasi dengan pihak asing.
3. Posisi rekapitulasi transaksi derivatif.
4. Posisi Devisa Neto (PDN) untuk posisi akhir hari, terdiri
dari:
a. data gabungan yang mencakup kantor-kantor Bank
Pelapor di dalam negeri; dan
b. data gabungan yang mencakup kantor-kantor Bank
Pelapor di dalam negeri dan di luar negeri.
Dalam hal Bank Pelapor sebagaimana dimaksud pada
huruf b tidak memiliki kantor di luar negeri maka Bank
Pelapor tetap mengirimkan form header.
5. Pos-Pos Tertentu Neraca, terdiri dari:
a. data posisi pos-pos tertentu dari neraca gabungan
kantor-kantor Bank Pelapor dalam negeri; dan
b. data posisi pos-pos tertentu dari neraca gabungan
kantor-kantor Bank Pelapor dalam negeri dan luar
negeri.
Dalam hal Bank Pelapor sebagaimana dimaksud dalam
huruf b tidak memiliki kantor di luar negeri maka Bank
Pelapor tetap mengirimkan form header.
6. Proyeksi arus kas, terdiri dari:
a. proyeksi arus kas berdasarkan pendekatan remaining
maturity; dan
b. proyeksi arus kas berdasarkan pendekatan behavioral
dan rencana pendanaan-penggunaan.
7. Suku bunga penawaran rupiah dan valuta asing (USD).
8. Tingkat imbalan deposito investasi mudharabah Bank
syariah dalam rupiah.
9. Dihapus.
10. Suku ...
3
10. Suku bunga kredit rupiah dan valuta asing (USD).
11. Suku bunga deposito berjangka rupiah dan valuta asing
(USD), diskonto sertifikat deposito rupiah dan valuta asing
(USD) dan suku bunga tabungan rupiah.
12. Posisi saldo harian pinjaman luar negeri jangka pendek
Bank.
13. Posisi harian dana usaha kantor cabang bank asing.
2. Ketentuan Bab IV butir A.2.h dan butir A.2.i diubah, serta butir
A.2.m dihapus sehingga Bab IV butir A.2 berbunyi sebagai
berikut:
2. Data non transaksional LHBU disampaikan dengan
menggunakan jenis form sebagai berikut:
a. Form 204 (Posisi Akhir Hari Transaksi Derivatif Jual
Valuta Asing Bukan Investasi dengan Pihak Asing);
b. Form 205 (Posisi Akhir Hari Transaksi Derivatif Beli
Valuta Asing Bukan Investasi dengan Pihak Asing);
c. Form 206 (Rekapitulasi Transaksi Derivatif);
d. Form 401 (PDN Gabungan Kantor Dalam Negeri);
e. Form 402 (PDN Gabungan Kantor Dalam Negeri dan Luar
Negeri);
f. Form 403 (Pos-Pos tertentu Neraca Gabungan Kantor
Dalam Negeri);
g. Form 404 (Pos-pos tertentu Neraca Gabungan Kantor
Dalam Negeri dan Luar Negeri);
h. Form 405 (Laporan Proyeksi Arus Kas Berdasarkan
Pendekatan Remaining Maturity);
i. Form 406 (Laporan Proyeksi Arus Kas Berdasarkan
Pendekatan Behavioral dan Rencana Pendanaan-
Penggunaan);
j. Form 407 ...
4
j. Form 407 (Laporan Saldo Harian Pinjaman Luar Negeri
Jangka Pendek Bank);
k. Form 408 (Laporan Posisi Harian Dana Usaha Kantor
Cabang Bank Asing);
l. Form 501 (Suku Bunga Penawaran);
m. Dihapus;
n. Form 602 (Suku Bunga Kredit);
o. Form 603 (Suku Bunga Deposito Berjangka, Suku Bunga
Tabungan dan Diskonto Sertifikat Deposito); dan
p. Form 604 (Tingkat Imbalan Deposito Investasi
Mudharabah Bank Syariah).
3. Ketentuan Bab IV butir B.1 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
1. Penyampaian jenis form LHBU bagi kantor pusat Bank dan
kantor cabang bank asing yang melaksanakan kegiatan
usaha secara konvensional diatur sebagai berikut:
a. Bank yang berstatus Bank devisa wajib menyampaikan
form 101, form 102, form 201, form 202, form 203, form
204, form 205, form 206, form 301, form 401, form 402,
form 403, form 404, form 405, form 406, form 407, form
501, form 602, dan form 603.
Selain jenis-jenis form di atas, kantor cabang bank asing
wajib menyampaikan form 408.
Bank Pelapor yang tidak memiliki kantor di luar negeri
tetap wajib menyampaikan form header untuk form 402
dan form 404.
b. Bank yang berstatus Bank non devisa wajib
menyampaikan form 101, form 102, form 301, form 403,
form 405, form 406, form 407, form 501, form 602, dan
form 603.
4. Ketentuan ...
5
4. Ketentuan Bab IV butir B.2.b diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
b. Bank yang berstatus Bank non devisa wajib menyampaikan
form 102, form 403, form 405, form 406, form 407 dan form
604.
5. Ketentuan Bab V butir A.2.h diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
h. Data proyeksi arus kas yang disampaikan mencakup:
1) Proyeksi arus kas berdasarkan pendekatan remaining
maturity atas pos-pos sebagaimana diatur dalam
Pedoman dalam Lampiran 1, yaitu:
a) Posisi pos-pos pada tanggal laporan, kecuali untuk
posisi pos Kas, Dana Pihak Ketiga (DPK), dan Kredit
yang dilaporkan adalah posisi pada 1 (satu) hari
kerja sebelum tanggal laporan.
b) Proyeksi arus kas harian pos-pos setelah tanggal
laporan sampai dengan 30 (tiga puluh) hari
kalender.
Proyeksi arus kas dalam valuta asing dikonversi terlebih
dahulu ke dalam mata uang Rupiah.
Contoh:
Data proyeksi arus kas yang dilaporkan pada tanggal 1
Mei 2013, yaitu:
(1) Posisi pos-pos pada tanggal 1 Mei 2013, kecuali
untuk posisi pos Kas, Dana Pihak Ketiga (DPK), dan
Kredit yang dilaporkan adalah posisi pada tanggal
30 April 2013.
(2) Proyeksi arus kas harian pos-pos sejak tanggal 2
Mei 2013 sampai dengan 31 Mei 2013.
Data ...
6
Data proyeksi arus kas tersebut wajib disampaikan oleh
Bank Pelapor dan diterima oleh Bank Indonesia pada
tanggal 1 Mei 2013 paling lama pukul 23.59 WIB.
2) Proyeksi arus kas berdasarkan pendekatan behavioral
dan rencana pendanaan-penggunaan atas pos-pos
sebagaimana diatur dalam Pedoman dalam Lampiran 1,
yaitu:
a) Proyeksi arus kas harian pos-pos setelah tanggal
laporan sampai dengan 14 (empat belas) hari
kalender.
b) Proyeksi arus kas harian pos-pos secara kumulatif
terhitung sejak hari ke-15 (lima belas) sampai
dengan hari ke-21 (dua puluh satu).
c) Proyeksi arus kas harian pos-pos secara kumulatif
sejak hari ke-22 (dua puluh dua) sampai dengan
hari ke-28 (dua puluh delapan).
Proyeksi arus kas dalam valuta asing dikonversi terlebih
dahulu ke dalam mata uang Rupiah.
Contoh:
Data proyeksi arus kas yang dilaporkan pada tanggal 1
Mei 2013, yaitu:
a)
b)
tanggal 2 Mei 2013 sampai dengan 15 Mei 2013;
tanggal 16 Mei 2013 sampai dengan 22 Mei 2013
secara kumulatif untuk minggu ke-3 (tiga);
c)
tanggal 23 Mei 2013 sampai dengan 29 Mei 2013
secara kumulatif untuk minggu ke-4 (empat).
Data proyeksi arus kas tersebut wajib disampaikan oleh
Bank Pelapor dan diterima oleh Bank Indonesia pada
tanggal 1 Mei 2013 paling lama pukul 23.59 WIB.
6. Ketentuan ...
7
6. Ketentuan Bab V butir A.2.j diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
j. Data suku bunga kredit dalam rupiah dan valuta asing
(USD), suku bunga deposito berjangka dalam rupiah dan
valuta asing (USD), diskonto sertifikat deposito dalam rupiah
dan valuta asing (USD), suku bunga tabungan dalam rupiah
dan tingkat imbalan deposito investasi mudharabah Bank
syariah dalam rupiah yang disampaikan adalah data yang
berlaku pada tanggal laporan.
Contoh:
Data suku bunga kredit atau tingkat imbalan deposito
investasi mudharabah Bank syariah pada tanggal 7 Februari
2013 wajib disampaikan oleh Bank Pelapor dan diterima oleh
Bank Indonesia pada tanggal 7 Februari 2013 paling lama
pukul 18.00 WIB.
7. Ketentuan Bab V butir C.4.e dihapus sehingga Bab V butir C.4
berbunyi sebagai berikut:
4. Pukul 07.00 WIB sampai dengan pukul 18.00 WIB untuk
data:
a. PUAB valuta asing;
b. PUAS;
c. perdagangan surat berharga di pasar sekunder;
d.
tingkat imbalan deposito investasi mudharabah Bank
syariah dalam rupiah;
e. dihapus;
f.
suku bunga kredit dalam rupiah dan valuta asing (USD);
dan
g. suku bunga deposito berjangka dalam rupiah dan valuta
asing (USD), diskonto sertifikat deposito dalam rupiah
dan ...
8
dan valuta asing (USD), serta suku bunga tabungan
dalam rupiah.
8. Ketentuan Bab V butir D.1 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
1. Dalam hal terjadi kesalahan atas data suku bunga
penawaran yang disampaikan, Bank Pelapor wajib
menyampaikan koreksi terhadap data dimaksud pada tanggal
pelaporan paling lama pukul 10.45 WIB pada hari kerja yang
sama.
Contoh:
Dalam hal terjadi kesalahan atas data suku bunga
penawaran yang disampaikan pada tanggal 9 Desember 2013
maka koreksi atas kesalahan data tersebut wajib
disampaikan oleh Bank Pelapor pada tanggal 9 Desember
2013 paling lama pukul 10.45 WIB.
9. Ketentuan Bab V butir D.2.j dan butir D.2.k diubah, serta butir
D.2.m dihapus sehingga Bab V butir D.2 berbunyi sebagai berikut:
2. Dalam hal terjadi kesalahan atas data yang disampaikan:
a. PUAB pagi rupiah;
b. PUAB sore rupiah;
c. PUAB valuta asing;
d. PUAS;
e. perdagangan surat berharga di pasar sekunder;
f. PDN gabungan kantor dalam negeri;
g. PDN gabungan kantor dalam negeri dan luar negeri;
h. pos-pos tertentu neraca gabungan kantor dalam negeri;
i. pos-pos tertentu neraca gabungan kantor dalam negeri
dan luar negeri;
j. proyeksi arus kas berdasarkan pendekatan remaining
maturity;
k. proyeksi ...
9
k. proyeksi arus kas berdasarkan pendekatan behavioral
dan rencana pendanaan-penggunaan;
l.
tingkat imbalan deposito investasi mudharabah Bank
syariah dalam rupiah;
m. dihapus;
n. suku bunga kredit rupiah dan valuta asing (USD); dan
o. suku bunga deposito berjangka rupiah dan valuta asing
(USD), diskonto sertifikat deposito rupiah dan valuta
asing (USD), dan suku bunga tabungan rupiah.
Bank Pelapor wajib menyampaikan koreksi segera setelah
diketahui adanya kesalahan dan tetap dalam batas waktu
penyampaian sebagaimana dimaksud pada huruf C.
10. Ketentuan Bab V butir D ditambah 1 (satu) angka yakni angka 4
yang berbunyi sebagai berikut:
4. Dalam hal terjadi kesalahan atas jenis dokumen yang
disampaikan untuk:
a.
b.
c.
transaksi tod/tom/spot;
transaksi derivatif berupa forward, swap, option; dan
transaksi derivatif lainnya,
Bank Pelapor wajib menyampaikan koreksi terhadap jenis
dokumen dimaksud paling lama pukul 16.00 WIB pada
tanggal valuta transaksi yang bersangkutan.
Koreksi dimaksud disampaikan melalui daftar pesan pada
sistem LHBU.
Contoh:
Dalam hal terjadi kesalahan atas jenis dokumen untuk
transaksi spot pada tanggal 13 Mei 2013 dengan tanggal
valuta 15 Mei 2013, maka koreksi atas kesalahan jenis
dokumen tersebut dapat disampaikan oleh Bank Pelapor sejak
tanggal ...
10
tanggal 13 Mei 2013 sampai dengan tanggal valuta 15 Mei
2013 paling lama pukul 16.00 WIB.
11. Ketentuan Bab V butir E.6.a.7) dihapus sehingga Bab V butir E.6
berbunyi sebagai berikut:
6. Penyampaian data dan/atau koreksi LHBU sebagaimana
dimaksud pada angka 5 diatur sebagai berikut:
a. Paling lambat 2 (dua) jam setelah batas waktu pelaporan
pada Hari Kerja yang sama untuk data atau koreksi data
sebagai berikut:
1) PUAB pagi rupiah;
2) PUAB sore rupiah;
3) PUAB valuta asing;
4) PUAS;
5) perdagangan surat berharga di pasar sekunder;
6)
tingkat imbalan deposito investasi mudharabah
Bank syariah dalam rupiah;
7) dihapus;
8) suku bunga kredit rupiah dan valuta asing (USD);
dan
9) suku bunga deposito berjangka rupiah dan valuta
asing (USD), diskonto sertifikat deposito rupiah dan
valuta asing (USD), dan suku bunga tabungan
rupiah.
12. Ketentuan Bab X butir 3.a dihapus sehingga Bab X angka 3
berbunyi sebagai berikut:
3. Bank Pelapor yang tidak menyampaikan secara on-line atau
off-line data non transaksional sebagaimana dimaksud pada
butir III.B dalam batas waktu yang ditetapkan dalam Surat
Edaran Bank Indonesia ini, dikenakan sanksi kewajiban
membayar sebesar Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu
rupiah) ...
11
rupiah) untuk setiap data non transaksional yang tidak
disampaikan.
Contoh:
a. Dihapus.
b. Suku Bunga Kredit Rupiah dan USD (form 602).
Sebagai dasar dalam pengenaan sanksi, suku bunga
kredit rupiah dan valas (USD) memiliki paling banyak 6
(enam) jenis data yang wajib disampaikan yaitu (1) suku
bunga kredit modal kerja dalam rupiah, (2) suku bunga
kredit modal kerja dalam USD, (3) suku bunga kredit
investasi dalam rupiah, (4) suku bunga kredit investasi
dalam USD, (5) suku bunga kredit konsumsi dalam
rupiah, dan (6) suku bunga kredit konsumsi dalam USD.
Misalnya: Pada tanggal 7 Februari 2013, Bank A tidak
menyampaikan data suku bunga kredit sampai dengan
batas waktu pelaporan. Berdasarkan penelitian Bank
Indonesia, Bank A pada tanggal tersebut memiliki data
suku bunga kredit (6 jenis). Karena memiliki data suku
bunga kredit secara lengkap namun tidak disampaikan
kepada Bank Indonesia maka Bank A dikenakan sanksi
kewajiban membayar sebesar 6 (enam) x Rp250.000,00
(dua ratus lima puluh ribu rupiah) = Rp1.500.000,00
(satu juta lima ratus ribu rupiah).
Apabila pada tanggal tersebut Bank A ternyata hanya
memiliki 4 (empat) jenis data suku bunga kredit maka
Bank A dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar
4 (empat) x Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu
rupiah) = Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
c. Suku Bunga Deposito Berjangka, Sertifikat Deposito dan
Tabungan (form 603)
Sebagai ...
12
Sebagai dasar dalam pengenaan sanksi, suku bunga
deposito berjangka, sertifikat deposito dan tabungan
memiliki paling banyak 5 (lima) jenis data yang wajib
disampaikan yaitu (1) suku bunga deposito berjangka
dalam Rupiah, (2) suku bunga deposito berjangka dalam
USD, (3) suku bunga sertifikat deposito dalam rupiah, (4)
suku bunga sertifikat deposito dalam USD, dan (5) suku
bunga tabungan dalam rupiah.
Misalnya: Pada tanggal 7 Februari 2013, Bank A tidak
menyampaikan data suku bunga deposito berjangka,
sertifikat deposito dan tabungan sampai dengan batas
waktu pelaporan. Berdasarkan penelitian Bank
Indonesia, Bank A pada tanggal tersebut memiliki data
suku bunga deposito berjangka, sertifikat deposito dan
tabungan (5 jenis). Karena memiliki data suku bunga
deposito secara lengkap namun tidak disampaikan
kepada Bank Indonesia maka Bank A dikenakan sanksi
kewajiban membayar sebesar 5 (lima) x Rp250.000,00
(dua ratus lima puluh ribu rupiah) = Rp1.250.000,00
(satu juta dua ratus lima puluh ribu rupiah).
Apabila pada tanggal tersebut Bank A ternyata hanya
memiliki 3 (tiga) jenis data suku bunga deposito
berjangka, sertifikat deposito dan tabungan maka Bank
A dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar 3 (tiga)
x Rp250.000,00 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah) =
Rp750.000,00 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah).
d. Suku Bunga Penawaran (form 501)
Pada tanggal 7 Februari 2013 Bank devisa A melaporkan
suku bunga penawaran (Form 501). Sampai dengan
batas waktu penyampaian, Bank A tidak mengirimkan
data ...
13
data suku bunga penawaran rupiah dan USD. Atas
kesalahan tidak menyampaikan data, Bank A dikenakan
sanksi kewajiban membayar sebesar 2 (dua) x
Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) atau
sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).
13. Ketentuan Bab X butir 5.i dihapus sehingga Bab X angka 5
berbunyi sebagai berikut:
5. Bank Pelapor yang menyampaikan data transaksional dan
non transaksional LHBU secara tidak benar untuk data-data:
a. PUAB;
b. PUAS;
c. perdagangan surat berharga di pasar sekunder;
d. posisi devisa neto;
e. pos-pos tertentu neraca;
f. proyeksi arus kas;
g. suku bunga penawaran;
h.
i. dihapus;
j.
tingkat imbalan deposito investasi mudharabah Bank
syariah dalam rupiah;
suku bunga kredit rupiah dan valuta asing;
k. suku bunga deposito berjangka rupiah dan valuta asing
(USD) diskonto sertifikat deposito rupiah dan valuta
asing (USD) dan suku bunga tabungan rupiah;
l. posisi saldo harian pinjaman luar negeri jangka pendek
Bank; dan/atau
m. posisi harian dana usaha kantor cabang bank asing;
dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp50.000,00
(lima puluh ribu rupiah) untuk setiap butir (item) kesalahan
dengan sanksi kewajiban membayar paling banyak sebesar
Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah) setiap form per hari.
Contoh: ...
14
Contoh:
a. Untuk data transaksional:
Tanggal 7 Februari 2013 Bank A melakukan 30 (tiga
puluh) transaksi PUAB dengan informasi sebagai
berikut:
1. PUAB pagi rupiah (form 101) sebanyak 10 (sepuluh)
kali transaksi;
2. PUAB sore rupiah (form 101) sebanyak 10 (sepuluh)
kali transaksi;
3. PUAB valas (form 101) sebanyak 10 (sepuluh) kali
transaksi.
Berdasarkan hasil penelitian Bank Indonesia, terdapat
42 (empat puluh dua) item data tidak benar untuk form
101 yang disampaikan. Atas ketidakbenaran data
dimaksud Bank A dikenakan sanksi kewajiban
membayar sebesar Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah) dan
bukan sebesar 42 (empat puluh dua) x Rp50.000,00
(lima puluh ribu rupiah) atau sebesar Rp2.100.000,00
(dua juta seratus ribu rupiah).
b. Untuk data non transaksional:
Pada tanggal 7 Februari 2013, Bank A menyampaikan
data secara tidak benar form 603 (suku bunga deposito
berjangka, sertifikat deposito dan tabungan) sampai
dengan batas waktu pelaporan. Berdasarkan penelitian
Bank Indonesia, Bank A pada tanggal tersebut memiliki
5 jenis data dan 42 item yang terdiri dari suku bunga
deposito berjangka (USD dan IDR), sertifikat deposito
(USD dan IDR) dan tabungan (IDR). Karena memiliki
data secara lengkap dan seluruh data yang disampaikan
pada LHBU tidak benar, maka Bank A dikenakan sanksi
kewajiban ...
15
kewajiban membayar sebesar Rp2.000.000,00 (dua juta
rupiah) dan bukan sebesar 42 (empat puluh dua)
xRp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) atau sebesar
Rp2.100.000,00 (dua juta seratus ribu rupiah).
c. Untuk data transaksional dan non transaksional:
Tanggal 7 Februari 2013 Bank A menyampaikan:
- form 101 dengan jumlah transaksi sebanyak 15 (lima
belas) transaksi;
- form 401;
- form 402;
- form 403;
- form 404;
- form 405; dan
- form 406.
Berdasarkan hasil penelitian Bank Indonesia, terdapat 50
(lima puluh) item data tidak benar untuk seluruh form yang
disampaikan sebagai berikut:
- sebanyak 20 (dua puluh) item tidak benar pada form
101;
- sebanyak 5 (lima) item tidak benar pada form 401;
- sebanyak 5 (lima) item tidak benar pada form 402;
- sebanyak 5 (lima) item tidak benar pada form 403;
- sebanyak 5 (lima) item tidak benar pada form 404;
- sebanyak 5 (lima) item tidak benar pada form 405; dan
- sebanyak 5 (lima) item tidak benar pada form 406.
Atas ketidakbenaran data dimaksud Bank A akan
dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar
Rp2.500.000,00 (50 item x Rp50.000,00) karena nilai
kesalahan yang dilakukan oleh Bank A untuk data
transaksional dan data non transaksional tersebut di atas.
14. Penyebutan ...
16
14. Penyebutan Bank Indonesia c.q. Unit Khusus Manajemen
Informasi diubah menjadi Bank Indonesia c.q. Departemen
Pengelolaan Sistem Informasi.
15. Seluruh penyebutan Kantor Bank Indonesia diubah menjadi
Kantor Perwakilan Bank Indonesia.
16. Form 102, form 201, form 202, form 203, form 204, form 205, form
401, form 402, form 403, form 404, form 405, form 406 dan form
407 diubah menjadi sebagaimana dalam Lampiran 1 dan
Lampiran 2 Surat Edaran Bank Indonesia ini.
17. Lampiran 1, Lampiran 2, Lampiran 3, dan Lampiran 4 diubah
menjadi sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 1, Lampiran 2,
Lampiran 3, dan Lampiran 4 yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai
berlaku pada tanggal 11 Februari 2013.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HENDAR
KEPALA DEPARTEMEN
PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 14/39/DPM|SE-BI/2012 </reg_id>
<reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/3/DPM tanggal 4 Februari 2011 perihal Laporan Harian Bank Umum. </reg_title>
<set_date> 28 Desember 2012 </set_date>
<effective_date> 11 Februari 2013 </effective_date>
<changed_reg> '13/3/DPM|SE-BI/2011' </changed_reg>
<related_reg> '13/3/DPM|SE-BI/2011', '8/12/PBI/2006', '13/19/PBI/2011', '13/8/PBI/2011' </related_reg>
<penalty_list> 'Angka 13 Angka 5', 'Angka 12 Angka 3' </penalty_list>
|
No. 7/15/DPM
Jakarta, 29 April 2005
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal : Marjin Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar
Uang Antar Bank
Menunjuk Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/11/PBI/2004 tanggal 12 April
2004 tentang Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang
Antar Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 39
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4383), sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/11/PBI/2005 tanggal 31 Maret
2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 34, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4491), maka Bank Indonesia
menetapkan marjin suku bunga penjaminan simpanan pihak ketiga dan pasar uang
antar bank sebagai berikut:
1. Marjin untuk Maksimum Suku Bunga Simpanan Pihak Ketiga ditetapkan
sebesar:
Jangka Waktu
Simpanan
1 bulan
3 bulan
6 bulan
Marjin
(basis point)
Ditambah 0 (nol)
Ditambah 5 (lima)
Ditambah 10 (sepuluh)
12 bulan Ditambah 25 (dua puluh lima)
24 bulan Ditambah 55 (lima puluh lima)
dari …
2
dari rata-rata tertimbang tingkat diskonto SBI jangka waktu 3 (tiga) bulan pada
lelang terakhir.
2. Marjin untuk maksimum suku bunga simpanan pihak ketiga dalam valuta asing
US Dollar berjangka waktu 1, 3, 6 dan 12 bulan yang dijamin Pemerintah
masing-masing ditetapkan 135 (seratus tiga puluh lima) basis point sedangkan
yang berjangka waktu 24 bulan ditetapkan 139 (seratus tiga puluh sembilan)
basis point di atas rata-rata suku bunga deposito dalam US Dollar dari bank-
bank anggota Jakarta Inter Bank Offered Rates (JIBOR) yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia menurut jangka waktu tertentu selama 1 (satu) bulan
sebelumnya.
3. Marjin untuk maksimum Suku Bunga PUAB ditetapkan sebagai berikut :
a. Marjin untuk maksimum suku bunga PUAB dalam Rupiah yang dijamin
Pemerintah ditetapkan 0 (nol) basis point dari rata-rata tertimbang suku
bunga PUAB overnight pagi dalam Rupiah dari bank-bank anggota JIBOR
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia selama 1 (satu) bulan sebelumnya.
b. Marjin untuk maksimum suku bunga PUAB dalam valuta asing dalam US
Dollar yang dijamin Pemerintah ditetapkan sebesar 225 (dua ratus dua puluh
lima) basis point di bawah rata-rata tertimbang suku bunga PUAB overnight
dalam valuta asing US Dollar dari bank-bank anggota JIBOR yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia selama 1 (satu) bulan sebelumnya.
Dengan berlakunya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
6/20/DPM tanggal 26 April 2004 perihal Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak
Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank sebagaimana telah beberapa kali diubah,
terakhir dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/11/DPM tanggal 31 Maret
2005, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan …
3
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 29 April 2005.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran
ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
BUDI MULYA
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 7/15/DPM|SE-BI/2005 </reg_id>
<reg_title> Marjin Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank </reg_title>
<set_date> 29 April 2005 </set_date>
<effective_date> 29 April 2005 </effective_date>
<replaced_reg> '6/20/DPM|SE-BI/2004', '7/11/DPM|SE-BI/2005' </replaced_reg>
<related_reg> '6/11/PBI/2004', '7/11/PBI/2005' </related_reg>
|
No. 9/18/BKr
Jakarta, 29 Agustus 2007
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 31/13/UK
tanggal 9 September 1998 perihal Kredit Pemilikan Rumah
Sederhana dan Kredit Pemilikan Rumah Sangat Sederhana.
Sehubungan dengan hasil evaluasi terhadap ketentuan penyaluran skim
Kredit Pemilikan Rumah Sederhana (KPRS) dan Kredit Pemilikan Rumah
Sangat Sederhana (KPRSS), dan dengan mempertimbangkan ketentuan
penyaluran kembali skim KPRS dan KPRSS yang didasarkan kepada Peraturan
Menteri Negara Perumahan Rakyat tentang Pengadaan Perumahan dan
Permukiman Dengan Dukungan Fasilitas Subsidi Perumahan Melalui Kredit
Pemilikan Rumah Bersubsidi, maka dipandang perlu untuk melakukan perubahan
atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 31/13/UK tanggal 9 September 1998
perihal Kredit Pemilikan Rumah Sederhana dan Kredit Pemilikan Rumah Sangat
Sederhana sebagai berikut :
1. Ketentuan angka 1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
1. Pangsa Kredit Likuiditas
a. Pangsa pendanaan Kredit Likuiditas Bank Indonesia dan dana Bank
ditetapkan:
KELOMPOK...
KELOMPOK
SASARAN
I
II
III
Pangsa KLBI
65%
85%
100%
Pangsa Bank
35%
15%
0%
b. Perubahan pangsa KLBI sebagaimana dimaksud pada butir a hanya
diberlakukan terhadap kredit-kredit yang merupakan penyaluran
kembali (relending) yang disetujui sejak tanggal diberlakukannya
ketentuan ini.
2. Diantara angka 1 dan angka 2 disisipkan 1 (satu) angka yakni angka 1A yang
berbunyi sebagai berikut :
1A. Suku Bunga Kredit
Perubahan suku bunga sebagaimana diatur pada Pasal 9 ayat (5) Surat
Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 31/93/KEP/DIR tanggal
9 September 1998 mengacu kepada Peraturan Menteri Negara
Perumahan Rakyat.
3. Diantara angka 2 dan angka 3 disisipkan 1 (satu) angka yakni angka 2A yang
berbunyi sebagai berikut :
2A. Pelaporan Pelunasan Dini
a. Dalam hal terjadi pelunasan dini kredit oleh debitur kepada bank
sebagaimana diatur pada Pasal 26 Ayat (3) Surat Keputusan Direksi
Bank Indonesia Nomor 31/93/KEP/DIR tanggal 9 September 1998,
bank wajib menyampaikan laporan pelunasan dini kredit tersebut
dengan menggunakan format laporan sebagaimana dimaksud pada
Lampiran 1 Surat Edaran ini.
b. Dalam...
b. Dalam hal terjadi pelunasan dini kredit sebagaimana dimaksud pada
butir a, bank dapat mengajukan permohonan penyesuaian jadwal
angsuran kredit likuiditas kepada Bank Indonesia. Permohonan
tersebut diajukan selambat-lambatnya akhir bulan Mei untuk periode
angsuran Juni, dan pada akhir bulan November untuk periode angsuran
Desember.
c. Penyesuaian jadwal angsuran sebagaimana dimaksud pada butir b
ditetapkan oleh Bank Indonesia secara semesteran. Penyesuaian jadwal
angsuran tersebut didasarkan kepada baki debet kredit likuiditas yang
tercatat di Bank Indonesia.
d. Dalam hal bank tidak mengajukan permohonan penyesuaian jadwal
angsuran kredit likuiditas sebagaimana dimaksud pada butir b, maka
Bank Indonesia akan mengkompensir pada angsuran terakhir pada
jadwal angsuran.
4. Ketentuan angka 4 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Batas Penghasilan, Maksimum Harga Jual dan Jumlah Kredit Pemilikan
Rumah
Besarnya batas penghasilan, maksimum harga jual rumah dan jumlah Kredit
Pemilikan Rumah mengacu kepada Peraturan Menteri Negara Perumahan
Rakyat.
5. Setelah angka 5 ditambah 1 (satu) angka yakni angka 6 yang berbunyi sebagai
berikut :
6. Lain-lain
Ketentuan angka 1 sampai dengan angka 4 berlaku untuk PT. BTN
(Persero) selaku bank yang melakukan penyaluran kembali (relending)
kredit...
kredit skim KPRS dan KPRSS, sedangkan untuk bank lain yang
menyalurkan KPRS/KPRSS hanya berlaku ketentuan sebagaimana
dimaksud pada angka 3.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 29 Agustus
2007.....................
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
DETTY H. AGUSTONO
KEPALA BIRO KREDIT
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 9/18/BKr|SE-BI/2007 </reg_id>
<reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 31/13/UK tanggal 9 September 1998 perihal Kredit Pemilikan Rumah Sederhana dan Kredit Pemilikan Rumah Sangat Sederhana. </reg_title>
<set_date> 29 Agustus 2007 </set_date>
<effective_date> 29 Agustus 2007 </effective_date>
<changed_reg> '31/13/UK|SE-BI/1998' </changed_reg>
<related_reg> '31/13/UK|SE-BI/1998' </related_reg>
|
No.14/ 14 /DASP
Jakarta, 18 April 2012
SURAT EDARAN
Kepada
BANK, PERUSAHAAN EFEK,
DAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN
Perihal : Tata Cara Penerbitan dan Penatausahaan Surat Berharga
Syariah Negara
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
10/13/PBI/2008 tentang Lelang dan Penatausahaan Surat Berharga
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 123,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4888),
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 215/KMK.08/2008 tanggal
15 Agustus 2008 tentang Penunjukan Bank Indonesia Sebagai Agen
Penata Usaha, Agen Pembayar, dan Agen Lelang Surat Berharga
Syariah Negara di Pasar Dalam Negeri, Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 118/PMK.08/2008 tanggal 15 Agustus 2008 tentang Penerbitan
dan Penjualan Surat Berharga Syariah Negara Dengan Cara
Bookbuilding di Pasar Perdana Dalam Negeri, Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 218/PMK.08/2008 tanggal 16 Desember 2008
tentang Penerbitan dan Penjualan Surat Berharga Syariah Negara Ritel
di Pasar Perdana Dalam Negeri, Peraturan Menteri Keuangan Nomor
11/PMK.08/2009 tanggal 2 Februari 2009 tentang Penerbitan dan
Penjualan Surat Berharga Syariah Negara di Pasar Perdana Dalam
Negeri Dengan Cara Lelang, Peraturan Menteri Keuangan Nomor
75/PMK.08/2009 tanggal 17 April 2009 tentang Penerbitan dan
Penjualan Surat Berharga Syariah Negara Dengan Cara Penempatan
Langsung (Private Placement), dan dengan telah ditetapkannya
Peraturan ...
2
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 05/PMK.08/2012 tanggal
9 Januari 2012 tentang Penerbitan dan Penjualan Surat Berharga
Syariah Negara di Pasar Perdana Dalam Negeri dengan Cara Lelang,
khususnya terkait dengan adanya Lelang tambahan Surat Berharga
Syariah Negara (SBSN), perlu mengatur kembali tata cara penerbitan
dan penatausahaan SBSN dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai
berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan :
1. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat
SBSN, atau dapat disebut Sukuk Negara, adalah surat
berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip
syariah, dalam mata uang rupiah, sebagai bukti atas bagian
penyertaan terhadap aset SBSN.
2. SBSN Jangka Pendek atau dapat disebut Surat
Perbendaharaan Negara Syariah adalah SBSN yang berjangka
waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan dengan
pembayaran imbalan berupa kupon dan/atau secara
diskonto.
3. SBSN Jangka Panjang adalah SBSN yang berjangka waktu
lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran imbalan
berupa kupon dan/atau secara diskonto.
4. SBSN Ritel atau yang dapat disebut Sukuk Negara Ritel
adalah SBSN yang dijual kepada individu atau orang
perseorangan warga negara Indonesia melalui agen penjual.
5. Bookbuilding adalah kegiatan penjualan SBSN kepada pihak
melalui agen penjual, dimana agen penjual mengumpulkan
pemesanan pembelian dalam periode penawaran yang telah
ditentukan.
6. Lelang adalah Lelang SBSN dan Lelang SBSN tambahan.
7. Lelang SBSN adalah penjualan SBSN di pasar perdana yang
diikuti oleh peserta Lelang, Bank Indonesia, dan/atau
Lembaga ...
3
Lembaga Penjamin Simpanan dengan cara mengajukan
penawaran pembelian kompetitif
(competitive bidding)
dan/atau penawaran pembelian non-kompetitif (non-
competitive bidding) dalam suatu periode waktu penawaran
yang telah ditentukan dan diumumkan sebelumnya, melalui
sistem yang disediakan agen Lelang.
8. Lelang SBSN Tambahan (Green Shoe Option) selanjutnya
disebut Lelang SBSN Tambahan adalah penjualan SBSN di
pasar perdana dengan cara Lelang yang dilaksanakan pada 1
(satu) hari kerja setelah tanggal pelaksanaan Lelang SBSN.
9. Penempatan Langsung, yang selanjutnya disebut Private
Placement, adalah kegiatan penerbitan dan penjualan SBSN
yang dilakukan oleh pemerintah kepada pihak dengan
ketentuan dan persyaratan (terms and conditions) SBSN
sesuai kesepakatan.
10. Penatausahaan SBSN adalah kegiatan yang mencakup kliring
dan setelmen, pencatatan kepemilikan, serta agen pembayar
imbalan dan nilai nominal SBSN.
11. Pihak adalah orang perseorangan atau kumpulan orang
dan/atau kekayaan yang terorganisasi, baik merupakan
badan hukum maupun bukan badan hukum.
12. Agen Penjual adalah:
a. perusahaan efek yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal
Pengelolaan Utang atas nama Menteri Keuangan guna
melaksanakan penjualan SBSN dengan cara
Bookbuilding; atau
b. bank dan/atau perusahaan efek yang ditunjuk untuk
melaksanakan penjualan Sukuk Negara Ritel.
13. Peserta Lelang adalah bank dan perusahaan efek yang
ditunjuk Menteri Keuangan sebagai peserta Lelang SBSN di
pasar perdana dalam negeri.
14. Bank ...
4
14. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998 dan Bank Umum Syariah sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008
tentang Perbankan Syariah.
15. Perusahaan Efek adalah perusahaan efek sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995
tentang Pasar Modal, yang melakukan kegiatan usaha sebagai
penjamin emisi efek.
16. Lembaga Penjamin Simpanan yang selanjutnya disebut LPS
adalah lembaga yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 2009.
17. Imbalan adalah pembayaran yang dapat berupa sewa, bagi
hasil atau margin, atau bentuk pembayaran lainnya sesuai
dengan akad penerbitan SBSN, yang diberikan kepada
pemegang SBSN sampai dengan berakhirnya periode SBSN.
18. Nilai Nominal adalah nilai SBSN atas nama Bank dan/atau
Sub-Registry yang tercatat dalam BI-SSSS.
19. Sub-Registry adalah Bank dan lembaga yang melakukan
kegiatan kustodian, yang memenuhi persyaratan dan
disetujui Bank Indonesia melakukan fungsi penatausahaan
surat berharga termasuk SBSN untuk kepentingan nasabah.
20. Pasar Perdana adalah kegiatan penawaran dan penjualan
SBSN untuk pertama kali.
21. Pasar Sekunder adalah kegiatan perdagangan SBSN yang
telah dijual di Pasar Perdana.
22. Penawaran Pembelian Kompetitif adalah pengajuan
penawaran pembelian dengan mencantumkan:
a. volume ...
5
a. volume dan tingkat imbal hasil (yield) yang diinginkan
penawar, dalam hal Lelang SBSN dengan pembayaran
imbalan tetap (fixed coupon) atau pembayaran imbalan
secara diskonto; atau
b. volume dan harga (price) yang diinginkan penawar,
dalam hal Lelang SBSN dengan imbalan mengambang
(floating coupon).
23. Penawaran Pembelian Non-Kompetitif adalah pengajuan
penawaran pembelian dengan mencantumkan:
a. volume tanpa tingkat imbal hasil yang diinginkan
penawar, dalam hal Lelang SBSN dengan pembayaran
imbalan tetap atau pembayaran imbalan secara
diskonto; atau
b. volume tanpa harga yang diinginkan penawar, dalam hal
Lelang SBSN dengan pembayaran imbalan mengambang.
24. Imbal Hasil (Yield) adalah keuntungan yang diharapkan oleh
investor dalam persentase per tahun.
25. Harga Beragam (Multiple Price) adalah harga yang dibayarkan
oleh masing-masing pemenang Lelang SBSN sesuai dengan
harga penawaran yang diajukannya.
26. Harga Seragam (Uniform Price) adalah tingkat harga yang
sama yang dibayarkan oleh seluruh pemenang Lelang SBSN.
27. Harga/Imbal Hasil Rata-rata Tertimbang (Weighted Average
Price/Yield) adalah harga/Imbal Hasil yang dihitung dari hasil
bagi antara jumlah dari perkalian masing-masing volume
SBSN dengan harga/Imbal Hasil yang dimenangkan dan total
volume SBSN yang terjual.
28. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang
selanjutnya disebut dengan Sistem BI-RTGS adalah suatu
sistem transfer dana elektronik antar peserta Sistem BI-RTGS
dalam mata uang rupiah yang penyelesaiannya dilakukan
secara seketika per transaksi secara individual.
29. Bank ...
6
29. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang
selanjutnya disebut BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan
Bank Indonesia termasuk penatausahaannya dan
penatausahaan surat berharga secara elektronik dan
terhubung langsung antara peserta BI-SSSS, penyelenggara
BI-SSSS dan Sistem BI-RTGS.
30. Peserta BI-SSSS adalah pengguna BI-SSSS yang memenuhi
persyaratan dan/atau disetujui oleh Bank Indonesia untuk
melakukan kegiatan transaksi dengan Bank Indonesia
dan/atau penatausahaan surat berharga.
31. Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya disebut LHBU
adalah laporan yang disusun dan disampaikan oleh Bank
pelapor secara harian kepada Bank Indonesia.
32. Hari Kerja adalah hari operasional sistem pembayaran yang
diselenggarakan oleh Bank Indonesia.
II. TATA CARA PENERBITAN SBSN DI PASAR PERDANA DENGAN
CARA LELANG
A. Ketentuan dan Persyaratan Lelang
1. Pihak dan LPS dapat membeli SBSN di Pasar Perdana
baik untuk SBSN Jangka Pendek maupun SBSN Jangka
Panjang.
2. Bank Indonesia dapat membeli SBSN di Pasar Perdana
hanya untuk SBSN Jangka Pendek.
3. Pembelian SBSN di Pasar Perdana oleh Bank Indonesia
dan LPS hanya dapat dilakukan untuk dan atas nama
dirinya sendiri.
4. Bank Indonesia dan LPS menyampaikan penawaran
pembelian SBSN secara langsung.
5. Pihak menyampaikan penawaran pembelian SBSN
melalui Peserta Lelang.
6. Peserta ...
7
6. Peserta Lelang yang menyampaikan penawaran
pembelian SBSN untuk dan atas nama Pihak
menyampaikan penawarannya dengan cara:
a. Penawaran Pembelian Kompetitif, dalam hal
penawaran pembelian SBSN Jangka Pendek; dan
b. Penawaran Pembelian Kompetitif dan/atau
Penawaran Pembelian Non-Kompetitif, dalam hal
penawaran pembelian SBSN Jangka Panjang.
7. Peserta Lelang yang menyampaikan penawaran
pembelian SBSN untuk dan atas nama diri sendiri
dan/atau melalui Peserta Lelang lain, hanya dapat
melakukan Penawaran Pembelian Kompetitif.
8. Bank Indonesia dan LPS hanya dapat menyampaikan
Penawaran Pembelian Non-Kompetitif.
9. Sarana yang digunakan untuk pengajuan penawaran
Lelang SBSN adalah BI-SSSS.
10. Dalam hal Bank mengajukan penawaran pembelian
SBSN melalui Peserta Lelang maka Bank yang
bersangkutan harus menetapkan batas maksimum
nominal penawaran (Broker Bidding Limit) per hari bagi
Peserta Lelang SBSN yang ditunjuk.
11. Peserta Lelang selain Bank yang mengajukan penawaran
pembelian SBSN harus menunjuk Sub-Registry untuk
melakukan setelmen dan penatausahaan hasil Lelang
SBSN.
12. Sub-Registry sebagaimana dimaksud pada angka 11,
harus menetapkan batas maksimum nominal penawaran
(Broker Bidding Limit) per hari bagi Peserta Lelang untuk
kepentingan nasabah Sub-Registry.
13. Bank Indonesia mengadakan Lelang SBSN Tambahan
berdasarkan rencana lelang SBSN Tambahan yang
ditetapkan ...
8
ditetapkan oleh Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal
Pengelolaan Utang (DJPU).
14. Lelang SBSN Tambahan sebagaimana dimaksud pada
angka 13 dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. kepesertaan Lelang SBSN Tambahan terbatas
hanya dapat diikuti oleh Bank Indonesia, LPS
dan/atau Peserta Lelang, yang menyampaikan
penawaran pembelian dalam Lelang SBSN;
b. peserta Lelang SBSN Tambahan mengajukan
Penawaran Pembelian Non-Kompetitif;
c.
total penawaran masing-masing peserta Lelang
SBSN Tambahan dibatasi paling tinggi sebesar total
penawaran masing-masing peserta tersebut pada
Lelang SBSN sebelumnya; dan
d. penawaran pembelian dalam Lelang SBSN
Tambahan untuk SBSN Jangka Pendek hanya dapat
diikuti oleh Bank Indonesia.
B. Persiapan Lelang
1. Bank Indonesia mengumumkan rencana Lelang SBSN
paling lambat 1 (satu) Hari Kerja sebelum hari
pelaksanaan Lelang melalui BI-SSSS, LHBU dan sarana
lain yang ditetapkan Bank Indonesia.
2. Pengumuman rencana Lelang SBSN sebagaimana
dimaksud pada angka 1 paling kurang memuat:
a.
jenis dan seri;
b. Peserta Lelang;
c. waktu pelaksanaan Lelang;
d.
e.
f.
jangka waktu;
tanggal penerbitan;
tanggal setelmen;
g.
tanggal jatuh waktu;
h. jenis mata uang;
i. waktu ...
9
i. waktu pengumuman hasil Lelang; dan
j.
jumlah indikatif yang ditawarkan.
3. Bank Indonesia mengumumkan rencana Lelang SBSN
Tambahan setelah penetapan Lelang SBSN oleh Menteri
Keuangan c.q DJPU.
4. Pengumuman rencana Lelang SBSN Tambahan
sebagaimana dimaksud pada angka 2 paling kurang
memuat hal-hal sebagaimana dimaksud pada butir 2.a
sampai dengan butir 2.i dan harga/imbal hasil rata-rata
tertimbang Lelang SBSN.
C. Pelaksanaan Lelang
1. Penawaran Lelang dilakukan dari pukul 10.00 WIB
sampai dengan pukul 12.00 WIB atau waktu lain yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan cq. DJPU .
2. Penawaran volume dan tingkat Imbal Hasil atau harga
dalam Penawaran Pembelian Kompetitif dan Penawaran
Pembelian Non-Kompetitif dilakukan dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. penawaran volume paling rendah 1.000 (seribu) unit
atau Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan
selebihnya dengan kelipatan 100 (seratus) unit atau
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah);
b. penawaran tingkat Imbal Hasil diajukan dengan
kelipatan 1/32 (satu per tiga puluh dua) atau
0,03125 (tiga ribu seratus dua puluh lima per
seratus ribu) untuk Imbalan tetap dan SBSN tanpa
kupon (zero coupon bond),
sedangkan penawaran harga diajukan dengan kelipatan
0,05% (lima per sepuluh ribu) untuk Imbalan
mengambang.
3. Peserta ...
10
3. Peserta Lelang, LPS dan/atau Bank Indonesia
bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran
pembelian SBSN yang diajukannya.
4. Peserta Lelang, LPS dan/atau Bank Indonesia yang telah
mengajukan penawaran tidak dapat membatalkan
penawarannya.
D. Penentuan Pemenang Lelang
1. Menteri Keuangan c.q DJPU menetapkan hasil Lelang di
Pasar Perdana yang mencakup Nilai Nominal yang
dimenangkan, tingkat Imbalan dan/atau diskonto, serta
jenis dan nilai aset SBSN pada tanggal pelaksanaan
Lelang.
2. Penetapan hasil Lelang sebagaimana dimaksud pada
angka 1 berupa:
a. Penerimaan seluruh atau sebagian, atau penolakan
seluruh penawaran pembelian Lelang SBSN yang
masuk.
b. Penerimaan seluruh atau sebagian penawaran
pembelian yang masuk dalam Lelang SBSN
Tambahan.
3. Penetapan harga/Imbal Hasil SBSN bagi pemenang
Lelang dengan Penawaran Pembelian Kompetitif
dilakukan dengan metode Harga Beragam atau dengan
metode Harga Seragam.
4. Penetapan harga SBSN bagi pemenang Lelang dengan
Penawaran Pembelian Non-Kompetitif dilakukan
berdasarkan Harga/Imbal Hasil Rata-Rata Tertimbang
dari hasil Lelang Penawaran Pembelian Kompetitif.
5. Penetapan harga SBSN bagi pemenang Lelang SBSN
Tambahan ditetapkan berdasarkan Harga/Imbal Hasil
Rata-Rata Tertimbang (Weighted Average Yield) dari
Penawaran ...
11
Penawaran Pembelian Kompetitif yang dimenangkan
dalam Lelang SBSN.
E. Pengumuman Hasil Lelang
1. Bank Indonesia mengumumkan hasil Lelang melalui BI-
SSSS dan LHBU atau sarana lain yang ditetapkan Bank
Indonesia paling lambat pada akhir hari pelaksanaan
Lelang, berdasarkan hasil Lelang di Pasar Perdana yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan c.q. DJPU.
2. Pengumuman hasil Lelang sebagaimana dimaksud pada
angka 1 paling kurang memuat kuantitas keseluruhan
yang dimenangkan dan rata-rata tertimbang tingkat
Imbalan dan/atau diskonto.
3. Bank Indonesia menyampaikan hasil Lelang kepada
masing-masing Peserta Lelang melalui BI-SSSS yang
paling kurang memuat nama pemenang, nilai nominal
yang dimenangkan dan tingkat Imbalan dan/atau
diskonto.
4. Dalam hal Menteri Keuangan c.q. DJPU melakukan
pembatalan Lelang SBSN atau menolak seluruh
penawaran pembelian Lelang SBSN, Bank Indonesia
mengumumkan pembatalan atau penolakan tersebut
melalui BI-SSSS dan LHBU atau sarana lain yang
ditetapkan Bank Indonesia.
III. TATA CARA PENATAUSAHAAN SBSN
A. Setelmen Penerbitan SBSN dengan cara Lelang
1. Bank Indonesia melakukan setelmen SBSN berdasarkan
penetapan hasil pemenang Lelang oleh Menteri
Keuangan c.q. DJPU, dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Setelmen hasil Lelang SBSN Jangka Pendek
dilakukan paling lambat 2 (dua) Hari Kerja setelah
tanggal pelaksanaan Lelang (T+2); dan
b. Setelmen ...
12
b. Setelmen hasil Lelang SBSN Jangka Panjang
dilakukan paling lambat 5 (lima) Hari Kerja setelah
tanggal pelaksanaan Lelang (T+5).
c. Setelmen hasil Lelang SBSN Tambahan dilakukan
pada Hari Kerja yang sama dengan setelmen hasil
Lelang SBSN sebelumnya sebagaimana dimaksud
pada huruf a atau huruf b dan merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari setelmen hasil Lelang
SBSN sebelumnya.
2. Jangka waktu SBSN dinyatakan dalam jumlah hari
kalender dan dihitung sejak l (satu) hari setelah tanggal
setelmen sampai dengan tanggal jatuh waktu.
3. Dalam pelaksanaan setelmen hasil Lelang atas nama
nasabah, Sub-Registry harus menunjuk Bank pembayar
yang memiliki rekening giro rupiah di Bank Indonesia
untuk pelaksanaan setelmen dana.
4. Bank Indonesia melakukan setelmen hasil Lelang pada
tanggal setelmen dengan prosedur sebagai berikut:
a. Setelmen dana dilakukan dengan mendebet
rekening giro rupiah Bank pembayar di Bank
Indonesia melalui Sistem BI-RTGS, serta mengkredit
rekening giro rupiah Pemerintah di Bank Indonesia
sebesar nilai setelmen.
b. Setelmen surat berharga dilakukan dengan
mengkredit rekening surat berharga Peserta BI-
SSSS di Central Registry sebesar total Nilai Nominal
SBSN yang dimenangkan.
5. Pada hari yang sama dengan hari pengkreditan rekening
surat berharga Peserta BI-SSSS, Sub-Registry wajib
mencatat kepemilikan SBSN atas nama nasabah
pemenang SBSN secara individual pada sistem Sub-
Registry.
6. Berdasarkan ...
13
6. Berdasarkan setelmen hasil pemenang Lelang
sebagaimana dimaksud pada angka 4, Bank Indonesia
melakukan pencatatan penerbitan SBSN.
7. Pencatatan penerbitan SBSN sebagaimana dimaksud
pada angka 6, dilakukan sesuai ketentuan dan
persyaratan (terms and conditions) yang ditetapkan oleh
Menteri Keuangan c.q. DJPU.
8. Bank pembayar harus menjamin kecukupan dana pada
rekening giro rupiah Bank pembayar di Bank Indonesia
untuk pelaksanaan setelmen hasil Lelang.
9. Dalam hal saldo rekening giro rupiah Bank pembayar di
Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada butir 4.a
tidak mencukupi untuk melunasi seluruh atau sebagian
kewajibannya sampai dengan cut-off warning Sistem BI-
RTGS maka setelmen seluruh hasil Lelang yang
dilakukan melalui Bank pembayar dinyatakan gagal.
10. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis
kegagalan setelmen transaksi sebagaimana dimaksud
pada angka 9 kepada Menteri Keuangan cq. DJPU.
B. Setelmen Penerbitan SBSN dengan cara Bookbuilding
1. Bank Indonesia melakukan setelmen SBSN berdasarkan
penetapan hasil penjualan SBSN oleh Menteri Keuangan
cq. DJPU, paling lambat 2 (dua) Hari Kerja setelah
tanggal penetapan hasil penjualan SBSN (T+2).
2. Perhitungan harga setelmen per unit SBSN yang
diterbitkan dengan cara Bookbuilding dilakukan
berdasarkan metode penetapan harga yang tercantum
dalam memorandum informasi yang diterbitkan oleh
Menteri Keuangan.
3. Jangka waktu SBSN dinyatakan dalam jumlah hari
kalender dan dihitung sejak 1 (satu) hari setelah tanggal
setelmen sampai dengan tanggal jatuh waktu.
4. Agen ...
14
4. Agen Penjual bertanggungjawab terhadap setelmen
seluruh pemesanan pembelian masing-masing Pihak
yang pemesanan pembeliannya telah memperoleh
penjatahan.
5. Bank Indonesia melakukan setelmen hasil penjualan
SBSN pada tanggal setelmen dengan prosedur sebagai
berikut:
a. Setelmen dana dilakukan dengan mendebet
rekening giro rupiah Bank pembayar di Bank
Indonesia melalui Sistem BI-RTGS, serta mengkredit
rekening giro rupiah Pemerintah di Bank Indonesia
sebesar nilai setelmen.
b. Setelmen surat berharga dilakukan dengan
mengkredit rekening surat berharga Peserta BI-
SSSS di Central Registry sebesar total Nilai Nominal
SBSN yang dimenangkan.
6. Berdasarkan setelmen hasil
penjualan SBSN
sebagaimana dimaksud pada angka 5, Bank Indonesia
melakukan pencatatan penerbitan SBSN.
7. Pencatatan penerbitan SBSN sebagaimana dimaksud
pada angka 6 dilakukan sesuai ketentuan dan
persyaratan (terms and conditions) yang ditetapkan oleh
Menteri Keuangan cq. DJPU.
8. Dalam hal saldo rekening giro rupiah Bank pembayar di
Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada butir 5.a
tidak mencukupi untuk me1unasi seluruh atau sebagian
kewajibannya sampai dengan cut of warning Sistem BI-
RTGS maka setelmen seluruh hasil penjatahan SBSN
yang dilakukan melalui Bank pembayar dinyatakan
gagal.
9. Bank ...
15
9. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis
kegagalan setelmen transaksi sebagaimana dimaksud
pada angka 8 kepada Menteri Keuangan cq. DJPU.
C. Setelmen Penerbitan Sukuk Negara Ritel
1. Bank Indonesia melakukan setelmen Sukuk Negara Ritel
berdasarkan penetapan hasil penjualan dan penjatahan
Sukuk Negara Ritel oleh Direktur Jenderal Pengelolaan
Utang untuk dan atas nama Menteri Keuangan, paling
lambat 2 (dua) Hari Kerja setelah tanggal penetapan hasil
penjualan dan penjatahan Sukuk Negara Ritel (T+2).
2. Bank Indonesia melakukan setelmen hasil penjualan dan
penjatahan Sukuk Negara Ritel pada tanggal setelmen
dengan prosedur sebagai berikut:
a. Setelmen dana dilakukan dengan mendebet
rekening giro rupiah Bank pembayar di Bank
Indonesia melalui Sistem BI-RTGS, serta mengkredit
rekening giro rupiah Pemerintah di Bank Indonesia
sebesar nilai setelmen; dan
b. Setelmen surat berharga dilakukan dengan
mengkredit rekening surat berharga Peserta BI-
SSSS di Central Registry sebesar total Nilai Nominal
Sukuk Negara Ritel yang dimenangkan.
3. Pada hari yang sama dengan hari pengkreditan rekening
surat berharga Peserta BI-SSSS, Sub-Registry:
a. wajib mencatat kepemilikan Sukuk Negara Ritel atas
nama investor yang memperoleh penjatahan Sukuk
Negara Ritel secara individual pada sistem Sub-
Registry; dan
b. mengirimkan daftar rincian individual investor
Sukuk Negara Ritel kepada Bank Indonesia cq.
Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran yang
mencakup Account Identifier (AId), nama nasabah,
securities ...
16
securities code, status investor, tipe investor dan
nominal transaksi melalui sarana pelaporan yang
ditentukan oleh Bank Indonesia dalam ketentuan
yang mengatur mengenai Sub-Registry.
4. Dalam hal saldo rekening giro rupiah Bank pembayar di
Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada butir 2.a
tidak mencukupi untuk melunasi seluruh atau sebagian
kewajibannya sampai dengan cut of warning Sistem BI-
RTGS maka setelmen seluruh hasil penjatahan Sukuk
Negara Ritel yang dilakukan melalui Bank pembayar
dinyatakan gagal.
5. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis
kegagalan setelmen transaksi sebagaimana dimaksud
pada angka 4 kepada Menteri Keuangan cq. DJPU.
D. Setelmen Hasil Penjualan SBSN dengan cara Private
Placement
1. Setelmen hasil penjualan SBSN dengan cara Private
Placement dilakukan paling cepat 2 (dua) hari kerja dan
paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah tanggal
kesepakatan transaksi.
2. Peserta Transaksi dapat menunjuk Bank pembayar
untuk pelaksanaan setelmen dana.
3. Bank Indonesia melakukan setelmen dengan prosedur
sebagai berikut:
a. Pencatatan
Melakukan pencatatan penerbitan SBSN hasil
penjualan secara Private Placement yang ditetapkan
oleh Menteri Keuangan cq. DJPU.
b. Setelmen Dana
Setelmen dana dilakukan melalui Sistem BI-RTGS
dengan mendebet rekening giro peserta transaksi
dan/atau Bank pembayar yang ditunjuk, serta
mengkredit ...
17
mengkredit rekening giro pemerintah sebesar nilai
setelmen.
c. Setelmen Surat Berharga
Dalam hal setelmen dana berhasil dilakukan,
setelmen surat berharga dilakukan dengan
mengkredit
rekening surat berharga peserta
transaksi dan/atau Sub-Registry yang ditunjuk
sebesar nilai nominal SBSN.
d. Setelmen Surat Berharga Dinyatakan Gagal
Dalam hal dana pada rekening giro peserta
transaksi dan/atau Bank pembayar yang ditunjuk
tidak mencukupi sampai dengan cut of warning
Sistem BI-RTGS maka setelmen transaksi Private
Placement dimaksud dinyatakan gagal.
E. Pembayaran Imbalan dan atau Nilai Nominal SBSN
1. Bank Indonesia melakukan pembayaran Imbalan
dan/atau Nilai Nominal SBSN berdasarkan posisi
kepemilikan SBSN yang tercatat di BI-SSSS pada 2 (dua)
Hari Kerja sebelum tanggal jatuh waktu pembayaran
Imbalan dan/atau Nilai Nominal SBSN (T-2).
2. Pembayaran Imbalan dan/atau Nilai Nominal SBSN
dilakukan pada tanggal jatuh waktu atau pada Hari
Kerja berikutnya apabila tanggal jatuh waktu bertepatan
dengan hari libur dengan perhitungan sesuai terms and
conditions yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan cq.
DJPU.
3. Pembayaran Imbalan dan/atau Nilai Nominal SBSN
dilakukan dengan mendebet rekening giro rupiah
Pemerintah di Bank Indonesia dan mengkredit rekening
giro rupiah Bank pembayar di Bank Indonesia sebesar
Imbalan dan/atau Nilai Nominal SBSN.
4. Pada ...
18
4. Pada hari yang sama dengan hari pembayaran Imbalan
dan/atau Nilai Nominal SBSN oleh Bank Indonesia, Sub-
Registry wajib meneruskan pembayaran Imbalan dan
atau Nilai Nominal SBSN kepada investor yang tercatat di
Sub-Registry.
F. Transaksi SBSN di Pasar Sekunder
Prosedur setelmen transaksi SBSN di Pasar Sekunder
dilakukan sesuai ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai BI-SSSS.
IV. PENUTUP
Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku,
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/31/DASP tanggal 10
November 2010 perihal Tata Cara Lelang dan Penatausahaan
Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada
tanggal 18 April 2012.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
BOEDI ARMANTO
KEPALA DEPARTEMEN AKUNTING DAN
SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 14/14/DASP|SE-BI/2012 </reg_id>
<reg_title> Tata Cara Penerbitan dan Penatausahaan Surat Berharga Syariah Negara </reg_title>
<set_date> 18 April 2012 </set_date>
<effective_date> 18 April 2012 </effective_date>
<replaced_reg> '12/31/DASP|SE-BI/2010' </replaced_reg>
<related_reg> '11/PMK.08/2009|PER-MENKEU/2009', '215/KMK.08/2008|KEP-MENKEU/2008', '118/PMK.08/2008|PER-MENKEU/2008', '75/PMK.08/2009|PER-MENKEU/2009', '05/PMK.08/2012|PER-MENKEU/2012', '10/13/PBI/2008', '218/PMK.08/2008|PER-MENKEU/2008' </related_reg>
|
No. 7/62/DASP
Jakarta, 30 Desember 2005
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA PESERTA
SISTEM BANK INDONESIA REAL TIME GROSS SETTLEMENT (BI-RTGS)
DI INDONESIA
Perihal : Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement
Sehubungan dengan telah ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia
No. 6/8/PBI/2004 tanggal 11 Maret 2004 tentang Sistem Bank Indonesia Real
Time Gross Settlement (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4373)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia No. 6/13/PBI/2004
tanggal 9 Juni 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4387), perlu diatur
lebih lanjut peraturan pelaksanaan mengenai penyelenggara, kepesertaan,
kewajiban peserta, pelaksanaan operasional, perhitungan bunga dan kompensasi,
pengawasan, serta kondisi gangguan dan keadaan darurat Sistem Bank Indonesia
Real Time Gross Settlement (Sistem BI-RTGS).
Ketentuan mengenai penyelenggara, kepesertaan, kewajiban peserta,
pelaksanaan operasional, perhitungan bunga dan kompensasi, pengawasan, serta
kondisi gangguan dan keadaan darurat Sistem BI-RTGS sebagaimana tersebut di
atas dituangkan dalam Petunjuk Pelaksanaan Sistem Bank Indonesia Real Time
Gross Settlement yang merupakan lampiran Surat Edaran ini dan merupakan satu
kesatuan serta bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini.
Dengan …
Dengan berlakunya Surat Edaran ini maka:
1. Surat Edaran Bank Indonesia No.2/24/DASP tanggal 17 November 2000
perihal Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement sebagaimana
telah diubah terakhir dengan Surat Edaran Bank Indonesia No. 5/17/DASP
tanggal 15 Agustus 2003;
2. Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/14/DASP tanggal 31 Maret 2004
perihal Pedoman Penyusunan Kebijakan dan Prosedur Tertulis, Laporan
Pemeriksaan Internal, serta Laporan Hasil Security Audit;
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 1 Februari
2006.
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
MOHAMAD ISHAK
DIREKTUR AKUNTING DAN
SISTEM PEMBAYARAN
DASP
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 7/62/DASP|SE-BI/2005 </reg_id>
<reg_title> Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement </reg_title>
<set_date> 30 Desember 2005 </set_date>
<effective_date> 1 Februari 2006 </effective_date>
<replaced_reg> '2/24/DASP|SE-BI/2000', '6/14/DASP|SE-BI/2004', '5/17/DASP|SE-BI/2004' </replaced_reg>
<related_reg> '6/8/PBI/2004', '6/13/PBI/2004' </related_reg>
|
No.6/ 26 /DPNP
Jakarta, 30 Juni 2004
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN KONVENSIONAL
DI INDONESIA
Perihal : Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia
Dalam Rupiah Dan Valuta Asing
_____________________________________________
Sehubungan dengan ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
6/15/PBI/2004 tanggal 28 Juni 2004 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum
Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4390), dipandang perlu untuk menjelaskan lebih lanjut beberapa ketentuan dalam
Peraturan Bank Indonesia tersebut di atas sebagai berikut.
I. UMUM
Upaya-upaya untuk mempertahankan stabilitas moneter merupakan hal
yang sangat diperlukan dalam rangka menciptakan kondisi perekonomian
yang kondusif dan stabil. Salah satu piranti moneter yang digunakan Bank
Indonesia untuk mempertahankan stabilitas moneter adalah penerapan Giro
Wajib Minimum (GWM) kepada bank-bank di Indonesia.
Beberapa …
Beberapa indikator perekonomian sampai saat ini mengindikasikan perlunya
dilakukan perubahan dalam kebijakan Bank Indonesia yang terkait dengan
pengaturan likuiditas dalam rupiah, khususnya likuiditas rupiah dari sistem
perbankan. Berkenaan dengan hal tersebut, Bank Indonesia memandang
perlu untuk meningkatkan persentase GWM dalam Rupiah untuk beberapa
kategori Bank. Sebagai kompensasi atas peningkatan persentase GWM,
Bank Indonesia memberikan jasa giro terhadap kewajiban memelihara
tambahan GWM dimaksud.
II. JASA GIRO
Sesuai dengan Pasal 11 Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/15/PBI/2004,
Bank Indonesia memberikan jasa giro terhadap bagian saldo Rekening Giro
Rupiah Bank yang diperuntukkan untuk pemenuhan kewajiban memelihara
tambahan GWM dalam rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat
(2) huruf a, huruf b, atau huruf c, Peraturan Bank Indonesia Nomor
6/15/PBI/2004, sebesar 3% (tiga perseratus) per-tahun.
Jasa giro sebesar 3% (tiga perseratus) sebagaimana dimaksud merupakan
tingkat bunga efektif tahunan (effective annual rate) yang ditentukan
berdasarkan periode compounding harian selama 360 (tiga ratus enam
puluh) hari, dengan rumus sebagai berikut:
Tingkat bunga efektif tahunan =(1 + (
Tingkat bunga
tahunan
360 hari
Dengan demikian, jasa giro yang diberikan terhadap bagian saldo Rekening
Giro Rupiah Bank yang diperuntukkan untuk
memelihara tambahan GWM dalam rupiah adalah sebesar 0,0082% per-
hari.
Jasa …
pemenuhan kewajiban
))360 hari – 1
Jasa giro sebagaimana dimaksud di atas dihitung untuk setiap hari kerja
berdasarkan saldo Rekening Giro Rupiah Bank yang tercatat dan diperoleh
dari sistem akunting Bank Indonesia. Pengkreditan jasa giro pada Rekening
Giro Rupiah Bank, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Peraturan Bank
Indonesia Nomor 6/15/PBI/2004, dilakukan sebagai berikut:
a. tanggal 8 bagi jasa giro periode tanggal 1 sampai dengan tanggal 7 bulan
yang sama;
b. tanggal 16 bagi jasa giro periode tanggal 8 sampai dengan tanggal 15
bulan yang sama;
c. tanggal 24 bagi jasa giro periode tanggal 16 sampai dengan tanggal 23
bulan yang sama;
d. tanggal 1 bulan berikutnya bagi jasa giro periode tanggal 24 sampai
dengan tanggal akhir bulan sebelumnya.
Pendebetan Rekening Giro Bank, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17
Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/15/PBI/2004, sebagai akibat
pembebanan sanksi kekurangan GWM dilakukan pada hari kerja berikutnya
setelah tanggal terjadinya pelanggaran GWM.
Dalam hal tanggal-tanggal untuk pengkreditan jasa giro maupun tanggal
pendebetan Rekening Giro Bank jatuh pada hari libur, maka pengkreditan
maupun pendebetan saldo Rekening Giro Bank tersebut dilakukan oleh
Bank Indonesia pada hari kerja berikutnya.
Dalam hal terjadi kesalahan dalam pengkreditan maupun pendebetan yang
terkait dengan pemberian jasa giro maupun pengenaan sanksi pelanggaran
GWM oleh Bank Indonesia, Bank Indonesia dapat langsung mendebet atau
mengkredit rekening giro bank yang bersangkutan sebagaimana diatur
dalam ketentuan yang mengatur mengenai Bank Indonesia-Real Time Gross
Settlement.
Contoh …
Contoh perhitungan GWM, jasa giro dan sanksi pelanggaran GWM:
Bank A memiliki
rata-rata harian Dana Pihak Ketiga (DPK) dalam rupiah
dalam masa laporan sejak tanggal 8 sampai dengan tanggal 15 bulan Januari
2004 sebesar Rp55.000.000.000.000,00 (lima puluh lima triliun rupiah).
GWM harian yang wajib dipelihara untuk masa laporan sejak tanggal 24
sampai dengan tanggal akhir bulan Januari 2004 adalah sebesar:
1. 5% (lima perseratus) dari Rp55.000.000.000.000,00 (lima puluh lima
triliun rupiah) yaitu sebesar Rp2.750.000.000.000,00 (dua triliun tujuh
ratus lima puluh miliar rupiah), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
ayat (1) Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/15/PBI/2004; ditambah
dengan
2. 3% (tiga perseratus) dari Rp55.000.000.000.000,00 (lima puluh lima
triliun rupiah) yaitu sebesar Rp1.650.000.000.000,00 (satu triliun
enam ratus lima puluh miliar rupiah), sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (2) Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/15/PBI/2004.
Saldo Rekening Giro Rupiah Bank A di Bank Indonesia pada:
tanggal 24 Januari 2004 adalah sebesar Rp4.400.000.000.000,00 (empat
triliun empat ratus miliar rupiah) atau 8% dari DPK dalam rupiah;
tanggal 25 Januari 2004 adalah sebesar Rp4.400.000.000.000,00 (empat
triliun empat ratus miliar rupiah) atau 8% dari DPK dalam rupiah;
tanggal 26 Januari 2004 adalah sebesar Rp4.000.000.000.000,00 (empat
triliun rupiah) atau 7,3% dari DPK dalam rupiah;
tanggal 27 Januari 2004 adalah sebesar Rp5.000.000.000.000,00 (lima
triliun rupiah) atau 9,1% dari DPK dalam rupiah;
tanggal 28 Januari 2004 adalah sebesar Rp6.500.000.000.000,00 (enam
triliun lima ratus miliar rupiah) atau 11,82% dari DPK dalam rupiah;
tanggal …
tanggal 29 Januari 2004 adalah sebesar Rp5.500.000.000.000,00 (lima
triliun lima ratus miliar rupiah) atau 10% dari DPK dalam rupiah;
tanggal 30 Januari 2004 adalah sebesar Rp4.400.000.000.000,00 (empat
triliun empat ratus miliar rupiah) atau 8% dari DPK dalam rupiah;
tanggal 31 Januari 2004 adalah sebesar Rp4.400.000.000.000,00 (empat
triliun empat ratus miliar rupiah) atau 8% dari DPK dalam rupiah.
Tanggal 24, 25, 31 Januari 2004 dan tanggal 1 Februari 2004 adalah hari
libur.
Rata-rata suku bunga jangka waktu 1 (satu) hari overnight dari JIBOR pada
tanggal 26 Januari 2004 adalah sebesar 6%.
Saldo Rekening Giro Rupiah pada tanggal 24, 25, dan 31 Januari 2004 tidak
diberikan jasa giro, karena tanggal-tanggal tersebut jatuh pada hari bukan
hari kerja. Perhitungan jasa giro untuk masing-masing tanggal 27, 28, 29
dan 30 Januari 2004 adalah sebagai berikut:
0,0082% x bagian saldo Rekening Giro Rupiah Bank yang merupakan
kewajiban pemeliharaan tambahan GWM; yaitu
0,0082% x Rp1.650.000.000.000,00 = Rp135.300.000,00
Sanksi terhadap kekurangan jasa giro pada tanggal 26 Januari 2004 dihitung
sebagai berikut:
Rp400.000.000.000,00 x 1,25 x 6 x 1 hari
360 x 100
= Rp83.333.333,33
Pengkreditan jasa giro untuk masing-masing tanggal 27, 28, 29 dan 30
Januari 2004 dilakukan oleh Bank Indonesia pada Rekening Giro Rupiah
Bank pada
tanggal 2 Februari 2004, karena tanggal 1 Februari jatuh pada
hari …
hari libur. Jasa giro yang dikreditkan ke Rekening Giro Rupiah Bank pada
tanggal 2 Februari 2004 adalah sebesar:
4 x Rp135.300.000,00 = Rp541.200.000,00
Pendebetan Rekening Giro Rupiah Bank untuk sanksi atas kekurangan
GWM pada tanggal 26 Januari 2004 sebesar Rp83.333.333,33 dilakukan
pada hari kerja berikutnya, yaitu pada tanggal 27 Januari 2004.
III. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku sejak
tanggal 1 Juli 2004.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
Ttd.
MAMAN H. SOMANTRI
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 6/26/DPNP|SE-BI/2004 </reg_id>
<reg_title> Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing </reg_title>
<set_date> 30 Juni 2004 </set_date>
<effective_date> 1 Juli 2004 </effective_date>
<related_reg> '6/15/PBI/2004' </related_reg>
|
No. 12/ 37 /DInt
Jakarta, 23 Desember 2010
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA PERUSAHAAN BUKAN BANK DI INDONESIA
Perihal : Tata Cara Pelaporan Pinjaman Luar Negeri Perusahaan Bukan
Bank serta Format Indikator Keuangan
Sehubungan dengan telah dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
12/1/PBI/2010 tentang Pinjaman Luar Negeri Perusahaan Bukan Bank
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 20, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 5102), perlu diatur
ketentuan pelaksanaan dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut:
I. KEWAJIBAN PELAPORAN
1. Kewajiban menyampaikan laporan berada pada Perusahaan (entitas) yang
berencana melakukan PLN Perusahaan dan/atau yang memiliki kewajiban
membayar kembali atas PLN yang dilakukan.
2. Perusahaan wajib menyampaikan laporan kepada Bank Indonesia secara
benar dan lengkap, sebagai berikut :
a. Untuk Perusahaan yang berencana memperoleh PLN Perusahaan
Jangka Panjang, meliputi :
1) Laporan Rencana PLN Perusahaan untuk 1 (satu) tahun;
2) Hasil analisis manajemen risiko perusahaan;
3) Penilaian peringkat;
4) Rasio Keuangan; dan
5) Laporan Keuangan;
Rencana …
Rencana PLN Perusahaan Jangka Panjang termasuk juga antara lain :
- PLN Perusahaan Jangka Pendek yang akan diperpanjang lebih dari
1 (satu) tahun.
- Rencana roll over PLN Perusahaan Jangka Panjang yang sudah
direalisasikan oleh Perusahaan
Kewajiban menyampaikan laporan penilaian peringkat kepada Bank
Indonesia hanya berlaku bagi perusahaan yang memiliki nilai peringkat.
b. Untuk Perusahaan yang memiliki posisi PLN Perusahaan Jangka
Pendek dan/atau PLN Perusahaan Jangka Panjang, meliputi :
1) Rasio keuangan; dan
2) Laporan keuangan
Dalam hal laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a angka
5) dan huruf b angka 2) adalah laporan keuangan yang telah diaudit maka
harus mencantumkan nama auditor.
Dalam hal laporan keuangan dimaksud belum diaudit maka harus diberi
penjelasan bahwa laporan tersebut belum diaudit, atau dalam hal sedang
diaudit, maka mencantumkan nama auditor yang sedang melakukan
pemeriksaan.
II. LAPORAN
A. Jenis Laporan
Laporan PLN Perusahaan meliputi :
1. Laporan Rencana PLN Perusahaan Jangka Panjang untuk 1 (satu) tahun
yang akan datang ;
2. Hasil Analisis Manajemen Risiko Perusahaan ;
3. Penilaian Peringkat ;
4. Rasio Keuangan; dan
5. Laporan Keuangan;
6. Laporan …
6. Laporan perubahan rencana PLN Perusahaan Jangka Panjang, dalam
hal terdapat perubahan rencana nominal, mata uang (currency), jangka
waktu dan tujuan penggunaan PLN Perusahaan Jangka Panjang dengan
mengemukakan perubahan dan alasan terjadinya perubahan tersebut;
dan
7. Laporan perubahan hasil analisis manajemen risiko Perusahaan, dengan
mengemukakan perubahan dan alasan terjadinya perubahan.
B. Format Laporan
1. Laporan sebagaimana dimaksud dalam butir A.1 sampai dengan A.7
disusun sesuai dengan format laporan yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia.
2. Format Laporan dan Petunjuk Pengisian Pelaporan Pinjaman Luar
Negeri Perusahaan Bukan Bank adalah sebagaimana dimaksud dalam
lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat
Edaran Bank Indonesia ini.
C. Tatacara Penyampaian Laporan
1. Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam butir A.1 sampai
dengan A.7 dilakukan sebagai berikut :
a. Bagi Perusahaan pelapor yang kantor pusatnya berkedudukan di
Indonesia, laporan tersebut disampaikan oleh :
1) kantor pusat, yang merupakan gabungan dari perolehan PLN
Perusahaan yang dilakukan oleh kantor pusat dan kantor
lainnya yang berkedudukan di Indonesia ; atau
2) kantor cabang yang memiliki kewajiban untuk membayar
kembali atas PLN yang dilakukannya.
b. Bagi Perusahaan pelapor yang kantor pusatnya berkedudukan di
Luar Indonesia, laporan tersebut dapat disampaikan oleh kantor
koordinator dari kantor-kantor Perusahaan pelapor atau masing-
masing kantor Perusahaan Pelapor yang berkedudukan di Indonesia.
2. Penyampaian …
2. Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam butir A.1 sampai
dengan A.7 dapat dilakukan:
a. Media on line (web technology):
https://www.bi.go.id/siulweb/backendweb; atau
https://www.bi.go.id/siulweb/backendws.
b. Media off line :
1) Dalam bentuk disket/CD, media penyimpanan lainnya,
hardcopy atau media lainnya kepada:
Bank Indonesia
Direktorat Internasional c.q.
Bagian Penatausahaan Dan Publikasi Pinjaman Luar Negeri
(PPLN)
Menara Sjafrudin Prawiranegara, Lantai 5 Jl. M.H. Thamrin
No.2, Jakarta 10350.
Nomor Faksimili : (021) 2311936, (021) 3502002
2) Email : APLNSIUL@bi.go.id
3. Batas waktu penyampaian laporan kepada Bank Indonesia adalah
sebagai berikut :
a. Laporan sebagaimana dimaksud dalam butir A.1, A.2 dan A.3
termasuk revisinya disampaikan paling lambat tanggal 10 Maret
pada tahun yang bersangkutan atau hari kerja berikutnya apabila
tanggal tersebut jatuh pada hari libur.
b. Laporan sebagaimana dimaksud dalam butir A.4 dan A.5 termasuk
revisinya disampaikan per semester, paling lambat tanggal 10 Juni
dan 10 Desember atau hari kerja berikutnya apabila tanggal tersebut
jatuh pada hari libur.
c. Laporan perubahan rencana sebagaimana dimaksud dalam butir A.6
dan A.7 disampaikan paling lambat tanggal 1 Juli tahun yang
bersangkutan …
bersangkutan atau hari kerja berikutnya apabila tanggal tersebut
jatuh pada hari libur.
4. Perusahaan dianggap tidak menyampaikan laporan sebagaimana
dimaksud dalam butir A.1 sampai dengan A.7 dalam hal laporan tidak
diterima oleh Bank Indonesia 30 hari kalender setelah batas waktu yang
ditetapkan dan/atau laporan diterima oleh Bank Indonesia dalam batas
jangka waktu yang ditetapkan namun tidak lengkap sebagaimana diatur
dalam butir I.2.
III. INDIKATOR KEUANGAN PERUSAHAAN
Dalam melakukan PLN, Perusahaan dapat menerapkan fungsi manajemen
risiko antara lain dengan memperhatikan indikator-indikator yang diterbitkan
oleh Bank Indonesia yaitu :
1. Indikator mikro adalah indikator yang digunakan dalam rangka menerapkan
prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan PLN Perusahaan baik jangka
panjang maupun jangka pendek, yang diterbitkan dalam bentuk tabel
indikator rasio keuangan per sektor ekonomi (Financial Ratio Indicators by
Economic Sectors).
2. Indikator makro adalah indikator yang digunakan dalam rangka menerapkan
prinsip kehati-hatian atas exposure PLN Perusahaan dalam skala makro
(nasional) khususnya dari perspektif moneter yang diformulasikan dalam
bentuk debt indicator ratio.
3. Indikator mikro dan makro sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan 2 akan
dipublikasikan oleh Bank Indonesia antara lain melalui email dan/atau
website Bank Indonesia – Investor Relation Unit.
IV. TATA CARA PENGENAAN SANKSI
1. Perusahaan yang terlambat menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud
dalam …
dalam butir II.C.3 dan II.C.4. dikenakan sanksi administratif berupa surat
peringatan.
2. Perusahaan yang tidak menyampaikan laporan dan/atau laporan diterima
oleh Bank Indonesia sesuai jangka waktu yang ditetapkan namun tidak
lengkap sebagaimana dimaksud dalam butir II.C.4 dikenakan sanksi
administratif berupa surat peringatan.
3. Perusahaan yang tidak menyampaikan laporan dan/atau laporan diterima
oleh Bank Indonesia sesuai jangka waktu yang ditetapkan namun tidak
lengkap sebanyak lebih dari 2 (dua) kali secara berturut-turut, selain
dikenakan sanksi administratif berupa peringatan, juga dikenakan sanksi
administratif berupa pemberitahuan kepada otoritas yang berwenang.
V. PENUTUP
1. Ketentuan mengenai pengenaan sanksi mulai berlaku pada tanggal 1 Januari
2012.
2. Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini, maka Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 10/46/DInt tanggal 22 Desember 2008 perihal
Pinjaman Luar Negeri Perusahaan Bukan Bank, dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku.
3. Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 23 Desember
2010
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA
NELSON TAMPUBOLON
DIREKTUR INTERNASIONAL
DInt
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 12/37/DInt|SE-BI/2010 </reg_id>
<reg_title> Tata Cara Pelaporan Pinjaman Luar Negeri Perusahaan Bukan Bank serta Format Indikator Keuangan </reg_title>
<set_date> 23 Desember 2010 </set_date>
<effective_date> 23 Desember 2010 </effective_date>
<replaced_reg> '10/46/DInt|SE-BI/2008' </replaced_reg>
<related_reg> '12/1/PBI/2010' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi IV' </penalty_list>
|
No. 2/ 8 /DASP
Jakarta, 4 Mei 2000
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal : Penyelenggaraan Kliring Lokal Secara Semi Otomasi.
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 1/3/PBI/1999 tanggal 13
Agustus 1999 tentang Penyelenggaraan Kliring Lokal dan Penyelesaian Akhir
Transaksi Pembayaran Antar Bank Atas Hasil Kliring Lokal, sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/4/PBI/2000 tanggal 11
Februari 2000 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor
1/3/PBI/1999 tentang Penyelenggaraan Kliring Lokal dan Penyelesaian Akhir
Transaksi Pembayaran Antar Bank Atas Hasil Kliring Lokal, ditetapkan bahwa
penyelenggaraan Kliring Lokal antara lain dilakukan dengan sistem semi otomasi
diatur lebih lanjut dengan Surat Edaran Bank Indonesia.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, dengan ini dikemukakan
pengaturan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Kliring lokal dengan sistem
semi otomasi, yang selanjutnya disebut Semi Otomasi Kliring Lokal (SOKL),
sebagai berikut.
I. PENYELENGGARA
A. Penyelenggara
1. Penyelenggara SOKL di Wilayah Kliring yang terdapat kantor Bank
Indonesia adalah Bank Indonesia;
2. Penyelenggara…
2
2. Penyelenggara SOKL di Wilayah Kliring yang tidak terdapat kantor
Bank Indonesia adalah pihak lain yang telah memperoleh persetujuan
dari Bank Indonesia.
3. Dalam hal Penyelenggara adalah pihak lain sebagaimana dimaksud
pada angka 2 maka persyaratan penyelenggara dan tata cara
pemberian persetujuan terhadap Penyelenggara tersebut mengacu
kepada ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
1/4/DASP tanggal 29 November 1999 perihal Pemberian Persetujuan
Terhadap Pihak Lain Untuk Menyelenggarakan Kliring di Daerah
yang Tidak Terdapat Kantor Bank Indonesia.
B. Kewajiban Penyelenggara
Kewajiban Penyelenggara yang berkaitan dengan penyelenggaraan SOKL
adalah sebagai berikut :
1. Menyediakan fasilitas penyelenggaraan sebagai berikut :
a. Perangkat keras berupa personal computer, printer dan
uninterruptible power supply (UPS) yang memenuhi spesifikasi
teknis yang ditetapkan oleh Bank Indonesia;
b. Sistem back-up perangkat keras dan aplikasi;
c. Ruangan dan fasilitas pendukung untuk pertemuan Kliring antara
lain berupa meja, kursi dan papan nama Peserta;
d. Peralatan komunikasi berupa pesawat telepon, mesin teleks dan
faksimili;
e. Daftar Hadir Peserta.
2. Menatausahakan dokumen yang berkaitan dengan penyelenggaraan
Kliring Lokal sebagai berikut :
a. Daftar hadir Peserta;
b. Data yang berkaitan dengan wakil Peserta dan perubahannya
dengan menggunakan Kartu Tata Usaha Wakil
Peserta
sebagaimana…
3
./.
sebagaimana contoh pada Lampiran 1.
c. Dokumen-dokumen yang memuat data pendukung hasil Kliring
meliputi:
1) Bukti Penyerahan Rekaman Warkat Kliring Penyerahan dan
Pengembalian;
2) Daftar Warkat Yang Ditolak Dengan Alasan Kosong disertai
SKPnya;
3) Bilyet Saldo Kliring Penyerahan dan Pengembalian Per Peserta
Kliring;
4) Back-up rekaman data Kliring harian;
3. Meneruskan secara tertulis informasi penolakan Nota Debet yang
melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 1/10/DASP tanggal 31 Desember 1999 perihal
Penggunaan Nota Debet Dalam Kliring dari Peserta kepada Biro
Pengembangan Sistem Pembayaran Nasional, Jalan M.H. Thamrin
No.2 Jakarta, Kode Pos 10010, untuk wilayah DKI Jakarta Raya,
Serang, Pandeglang, Lebak, Tangerang, Bogor, Karawang, dan Bekasi
atau Kantor Bank Indonesia setempat untuk wilayah di luar wilayah
tersebut di atas (untuk selanjutnya disebut Bank Indonesia yang
mewilayahi);
4. Menjaga kerahasiaan data yang berkaitan dengan penyelenggaraan
Kliring.
5. Memberikan keputusan terlebih dahulu dalam hal terjadi perbedaan
pendapat antara 2 (dua) atau lebih Peserta mengenai dapat tidaknya
suatu Warkat diperhitungkan dalam Kliring Lokal. Dalam hal
keputusan tersebut masih belum dapat diterima oleh Peserta yang
terkait maka Penyelenggara menyerahkan penyelesaian masalah
tersebut…
4
tersebut kepada Bank Indonesia yang mewilayahi dan Bank Indonesia
berwenang memberikan keputusan terakhir.
II. WARKAT, DOKUMEN KLIRING DAN LAPORAN HASIL KLIRING
A. Warkat
Warkat yang dapat diperhitungkan dalam Kliring secara Semi Otomasi,
meliputi :
1. Cek;
2. Bilyet Giro;
3. Wesel Bank Untuk Transfer;
4. Surat Bukti Penerimaan Transfer;
5. Nota Debet;
6. Nota Kredit.
dengan spesifikasi teknis sesuai dengan ketentuan dalam Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 1/7/DASP tanggal 23 Desember 1999 perihal
Warkat, Dokumen Kliring dan Pencetakannya Pada Perusahaan
Percetakan Dokumen Sekuriti sebagaimana telah disempurnakan dengan
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/6/DASP tanggal 11 Februari
2000 perihal Penyempurnaan Surat Edaran Bank Indonesia No.
1/7/DASP tanggal 23 Desember 1999 perihal Warkat, Dokumen Kliring
dan Pencetakannya Pada Perusahaan Percetakan Dokumen Sekuriti.
./.
B. Dokumen Kliring
1. Jenis Dokumen Kliring
a. Yang digunakan pada Kliring Penyerahan :
1) Bukti Rekaman Warkat Penyerahan Kliring Penyerahan
(PSOKL-1206) sebagaimana contoh pada Lampiran 2;
2) Daftar Warkat Kliring Penyerahan menurut Bank Penerima
(PSOKL)...
5
./.
./.
(PSOKL-1201) sebagaimana contoh pada Lampiran 3;
3) Daftar Warkat Kliring Penyerahan menurut Bank Pengirim
(PSOKL-1205) sebagaimana contoh pada Lampiran 4.
./.
b. Yang digunakan pada Kliring Pengembalian :
1) Bukti Rekaman Warkat Tolakan Kliring Pengembalian
(PSOKL-2202) sebagaimana contoh pada Lampiran 5;
./.
2) Daftar Warkat Kliring Pengembalian menurut Bank
Penerima (PSOKL-2201) sebagaimana contoh pada
Lampiran 6;
./.
./.
./.
3) Daftar Warkat Kliring Pengembalian menurut Bank
Pengirim (PSOKL-2205) sebagaimana contoh pada
Lampiran 7;
4) Daftar Warkat yang Ditolak dengan Alasan Kosong
(PSOKL-2204) sebagaimana contoh pada Lampiran 8
disertai dengan Surat Keterangan Penolakan (PSOKL-2203)
sebagaimana contoh pada Lampiran 9.
c. Dokumen sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b dicetak oleh
Peserta sesuai dengan format yang terdapat pada program aplikasi
SOKL.
2. Spesifikasi Teknis Dokumen Kliring
Dokumen Kliring yang digunakan dalam SOKL wajib memenuhi
spesifikasi teknis sesuai dengan ketentuan dalam Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 1/7/DASP tanggal 23 Desember 1999 perihal
Warkat, Dokumen Kliring dan Pencetakannya pada Perusahaan
Percetakan Dokumen Sekuriti sebagaimana telah diubah dengan
Surat Edaran No. 2/6/DASP tanggal 11 Februari 2000 perihal
Penyempurnaan...
6
Penyempurnaan Surat Edaran Bank Indonesia No. 1/7/DASP yaitu
dengan mencetak pada kertas continuous form yang menggunakan
printer dot matrix dengan minimal kualitas cetaknya 300 cps.
./.
./.
./.
C. Laporan Hasil Kliring
1. Laporan Hasil Kliring dicetak oleh Penyelenggara, terdiri dari :
a. Rekapitulasi Kliring Penyerahan Per Peserta Kliring (PSOKL-
3204) sebagaimana contoh pada Lampiran 10;
b. Rekapitulasi Kliring Pengembalian Per Peserta Kliring
(PSOKL-3205) sebagaimana contoh pada Lampiran 11;
c. Bilyet Saldo Kliring Penyerahan dan Pengembalian (PSOKL-
3203) sebagaimana contoh pada Lampiran 12;
./.
d. Daftar Bilyet Saldo Akunting Kliring Penyerahan dan
Pengembalian Menurut Rekening Peserta Kliring di Bank
Indonesia (PSOKL-3206) sebagaimana contoh pada Lampiran
13.
2. Spesifikasi Laporan Hasil Kliring
Laporan Hasil Kliring merupakan print out (hasil cetakan) pada
kertas continuous form yang menggunakan printer dot matrix
dengan minimal kualitas cetaknya 300 cps.
III. STEMPEL DAN TANDA PENGENAL WAKIL PESERTA KLIRING
A. Stempel Kliring
1. Dalam penyelenggaraan SOKL Peserta wajib menggunakan 2 (dua)
jenis stempel yaitu:
a. Stempel Kliring yang memuat :
1) Kata “KLIRING”;
2) Tanggal...
7
2) Tanggal, Bulan dan Tahun pada saat Warkat dikliringkan;
3) Nama atau nama singkatan kantor Bank yang lazim
digunakan;
4) Identitas Peserta (Sandi Peserta Kliring).
b. Stempel Kliring Dibatalkan yang memuat :
1) Kata “STEMPEL KLIRING DIBATALKAN”;
2) Nama atau nama singkatan kantor Bank yang lazim
digunakan;
3) Kolom untuk tanda tangan pejabat.
./.
Bentuk serta ukuran Stempel Kliring dan Stempel Kliring
Dibatalkan sesuai dengan contoh pada Lampiran 14.
2. Penggunaan Stempel Kliring mengacu kepada Penjelasan Pasal 36
PBI No. 1/3/PBI/1999 sebagaimana telah diubah dengan PBI
Nomor 2/4/PBI/2000 tanggal 11 Februari 2000 tentang Perubahan
Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 1/3/PBI/1999 Tentang
Penyelenggaraan Kliring Lokal Dan Penyelesaian Akhir Transaksi
Pembayaran Antar Bank Atas Hasil Kliring Lokal.
B. Tanda Pengenal Wakil Peserta Kliring (TPWPK)
1. TPWPK merupakan tanda izin bagi setiap wakil Peserta untuk
memasuki ruangan Kliring dan wajib dikenakan oleh wakil Peserta
selama pertemuan Kliring.
2. TPWPK dikeluarkan oleh Penyelenggara pada waktu permohonan
sebagai Peserta disetujui atau setelah mendapat konfirmasi
secara tertulis dari Penyelenggara atas permohonan
penggantian/penambahan wakil Peserta sebagaimana dimaksud
pada angka IV huruf D.4.
3. Dalam hal TPWPK dimaksud hilang maka Peserta wajib
mengajukan...
8
mengajukan surat permohonan penggantian TPWPK kepada
Penyelenggara dengan dilampiri pas foto ukuran 2x3 cm sebanyak
1 (satu) lembar dan surat keterangan kehilangan dari Kepolisian.
Penyelenggara memberikan penggantian paling lambat 2 (dua) hari
kerja setelah permohonan diterima dengan lengkap.
4. Dalam hal TPWPK dimaksud rusak maka Peserta dapat
memperoleh penggantian dengan mengajukan surat permohonan
penggantian TPWPK kepada Penyelenggara dengan dilampiri
pas foto ukuran 2x3 cm sebanyak 1 (satu) lembar serta TPWPK
yang rusak. Penyelenggara memberikan penggantian paling lambat
2 (dua) hari kerja setelah permohonan diterima dengan lengkap.
5. Selama TPWPK sebagaimana dimaksud dalam angka 3 dan 4
belum memperoleh penggantian dari Penyelenggara, wakil Peserta
yang bersangkutan dapat mengikuti pertemuan Kliring dengan
membawa fotokopi surat permohonan yang telah dilegalisir oleh
Penyelenggara.
./.
6. Bentuk dan ukuran TPWPK sesuai dengan contoh pada Lampiran
15.
IV. KEPESERTAAN
A. Persyaratan menjadi Peserta
1. Persyaratan untuk menjadi Peserta Langsung
a. Kantor Bank yang dapat menjadi Peserta Langsung adalah :
1) Kantor cabang yang telah memperoleh izin pembukaan
kantor dari Bank Indonesia;
2) Kantor cabang pembantu dari Bank yang kantor pusatnya
berkedudukan di luar negeri, yang telah memperoleh izin
pembukaan kantor dari Bank Indonesia;
3) Kantor...
9
3) Kantor cabang pembantu dari Bank yang kantor pusatnya
berkedudukan di dalam negeri yang telah memperoleh izin
dari Bank Indonesia untuk beroperasi di Wilayah Kliring
yang berbeda dari kantor cabang induknya.
4) Termasuk dalam pengertian kantor cabang sebagaimana
dimaksud dalam angka 1) adalah kantor pusat operasional.
b. Kantor Bank atau kantor lain dari Bank sebagaimana dimaksud
pada huruf a memiliki rekening giro di salah satu kantor Bank
Indonesia.
c. Lokasi kantor Bank memungkinkan Bank tersebut untuk
mengikuti Kliring secara tertib sesuai jadwal Kliring Lokal
yang ditetapkan. Dalam hal ini yang perlu dipertimbangkan
adalah waktu tempuh dari lokasi kantor Bank ke lokasi
Penyelenggara maksimal 45 (empat puluh lima) menit.
2. Persyaratan untuk menjadi Peserta Tidak Langsung
a. Kantor Bank yang dapat menjadi Peserta Tidak Langsung adalah:
1) Kantor cabang yang telah memperoleh izin pembukaan kantor
dari Bank Indonesia;
2) Kantor cabang pembantu dari Bank yang kantor pusatnya
berkedudukan di luar negeri yang telah memperoleh izin
pembukaan kantor dari Bank Indonesia;
3) Kantor cabang pembantu dari Bank yang kantor pusatnya
berkedudukan di dalam negeri yang telah dilaporkan kepada
Bank Indonesia.
4) Termasuk dalam pengertian kantor cabang sebagaimana
dimaksud dalam angka 1) adalah kantor pusat operasional.
b. Kantor Bank sebagaimana dimaksud pada huruf a menginduk
kepada kantor lain yang merupakan Bank yang sama yang telah
menjadi...
10
menjadi Peserta Langsung di Wilayah Kliring yang sama.
./.
B. Tata cara menjadi Peserta
1. Penyelenggara adalah pihak lain yang mendapat persetujuan Bank
Indonesia
a. Tata cara menjadi Peserta Langsung
1) Dengan memperhatikan persyaratan pada angka IV.A.1,
kantor Bank dapat mengajukan permohonan secara tertulis
untuk menjadi Peserta Langsung kepada Penyelenggara
dengan tembusan kepada Bank Indonesia yang mewilayahi
dengan melampirkan :
a) Formulir Data Kepesertaan sebagaimana contoh pada
Lampiran 16 yang telah diisi lengkap;
./.
b) Formulir Penunjukan Pejabat Yang Berwenang Untuk
Menandatangani Surat Keterangan Penolakan dan Daftar
Warkat Yang Ditolak Dengan Alasan Kosong
sebagaimana contoh pada Lampiran 17 yang telah diisi
lengkap;
./.
c) Formulir Penunjukan Wakil Peserta sebagaimana contoh
pada Lampiran 18 yang telah diisi lengkap.
Dalam surat permohonan tersebut kantor Bank yang
bersangkutan dapat mengajukan sekaligus kantor lain yang
akan menjadi Peserta Tidak Langsung dengan memperhatikan
ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara permohonan
menjadi Peserta Tidak Langsung.
2) Dalam jangka waktu 3 (tiga) hari kerja setelah surat
permohonan diterima secara lengkap, Penyelenggara wajib
menyampaikan permintaan informasi secara tertulis kepada
Bank Indonesia yang mewilayahi mengenai status perizinan
pembukaan...
11
pembukaan kantor Bank pemohon, nomor sandi Kliring dan
rekening giro kantor lain yang akan digunakan untuk
pelimpahan hasil Kliring.
3) Dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja setelah surat
permintaan informasi dari Penyelenggara sebagaimana
dimaksud pada angka 2) diterima, Bank Indonesia yang
mewilayahi akan memberikan surat pemberitahuan kepada
Penyelenggara mengenai status izin pembukaan kantor Bank
pemohon, nomor sandi Kliring dan rekening giro kantor lain
dari kantor Bank pemohon yang akan digunakan untuk
pelimpahan hasil Kliring.
4) Penyelenggara wajib memberitahukan secara tertulis kepada
kantor Bank pemohon dengan tembusan kepada Bank
Indonesia yang mewilayahi mengenai keputusan untuk
menyetujui atau menolak kepesertaan dalam jangka waktu 3
(tiga) hari kerja setelah menerima surat pemberitahuan dari
Bank Indonesia yang mewilayahi.
./.
5) Dalam hal permohonan disetujui maka Penyelenggara akan
memberikan :
a) Surat Persetujuan Keikutsertaan Sebagai Peserta Langsung
kepada kantor Bank pemohon sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran 19a yang memuat antara lain :
(1) tanggal efektif keikutsertaan yaitu paling lambat 10
(sepuluh) hari kerja setelah tanggal surat persetujuan
dari Penyelenggara;
(2) identitas Peserta berupa nomor sandi kliring;
(3) kewajiban calon Peserta untuk menyampaikan fisik
stempel...
12
stempel Kliring, Stempel Kliring Dibatalkan dan
spesimen Warkat paling lambat 3 (tiga) hari kerja
sebelum tanggal efektif keikutsertaannya;
(4) pemberitahuan bahwa wakil Peserta telah didaftarkan
disertai TPWPK.
Dalam hal calon Peserta tidak dapat menyampaikan hal-
hal sebagaimana dimaksud dalam angka (3) dalam 3 (tiga)
hari kerja sebelum tanggal efektif keikutsertaan yang
ditetapkan maka tanggal efektif tersebut ditunda menjadi 3
(tiga) hari kerja setelah hal-hal sebagaimana dimaksud
dalam angka (3) dipenuhi.
b) Pelatihan singkat mengenai tata cara pelaksanaan Kliring
SOKL;
6) Selanjutnya Penyelenggara akan mengumumkan secara tertulis
kepada Peserta lainnya mengenai keikutsertaan Peserta tersebut
paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal efektif
keikutsertaannya, dengan melampirkan fotokopi contoh
Stempel Kliring, Stempel Kliring Dibatalkan, Warkat dari
Peserta tersebut.
7) Fisik Stempel Kliring dan Stempel Kliring Dibatalkan
dikembalikan oleh Penyelenggara kepada calon Peserta paling
lambat 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal efektif
keikutsertaannya.
b. Tata cara menjadi Peserta Tidak Langsung
1) Dengan memperhatikan persyaratan pada angka IV.A.2, kantor
Bank dapat mengajukan permohonan secara tertulis untuk
menjadi Peserta Tidak Langsung kepada Penyelenggara.
Permohonan tersebut diajukan oleh kantor Bank yang telah
menjadi...
13
./.
menjadi Peserta Langsung dengan melampirkan :
a) Formulir Data Kepesertaan sebagaimana contoh pada
Lampiran 16 yang telah diisi lengkap;
./.
b) Formulir Penunjukan Pejabat Yang Berwenang Untuk
Menandatangani Surat Keterangan Penolakan dan Daftar
Warkat Yang Ditolak Dengan Alasan Kosong sebagaimana
contoh pada Lampiran 17 yang telah diisi lengkap.
2) Dalam jangka waktu
3 (tiga) hari kerja setelah surat
permohonan diterima secara lengkap, Penyelenggara wajib
menyampaikan permintaan informasi secara tertulis kepada
Bank Indonesia yang mewilayahi mengenai status
perizinan/pelaporan pembukaan kantor Bank pemohon.
3) Dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja setelah surat permintaan
informasi dari Penyelenggara sebagaimana dimaksud angka 2)
diterima, Bank Indonesia yang mewilayahi akan memberikan
surat pemberitahuan kepada Penyelenggara mengenai izin
pembukaan/pelaporan kantor Bank pemohon.
4) Penyelenggara wajib memberitahukan secara tertulis kepada
kantor Bank pemohon dengan tembusan kepada Bank Indonesia
yang mewilayahi mengenai keputusan untuk menyetujui atau
menolak kepesertaan dalam jangka waktu 3 (tiga) hari kerja
setelah menerima surat pemberitahuan dari Bank Indonesia
yang mewilayahi.
./.
5) Dalam hal permohonan disetujui maka Penyelenggara akan
memberikan Surat Persetujuan Keikutsertaan Sebagai Peserta
Tidak Langsung kepada kantor Bank pemohon sebagaimana
contoh dalam Lampiran 19b yang memuat antara lain :
a) tanggal...
14
a) tanggal efektif keikutsertaan, yaitu paling lambat 10
(sepuluh) hari kerja setelah tanggal surat persetujuan dari
Penyelenggara;
b) kewajiban calon Peserta untuk menyampaikan fisik stempel
Kliring, Stempel Kliring Dibatalkan serta spesimen Warkat
paling lambat 3 (tiga) hari kerja sebelum tanggal efektif
keikutsertaannya;
c) pemberitahuan identitas Peserta Tidak Langsung yaitu
nomor sandi kliring kantor induknya yang menjadi Peserta
Langsung;
Dalam hal calon Peserta tidak dapat menyampaikan hal-hal
sebagaimana dimaksud dalam huruf b) dalam 3 (tiga) hari kerja
sebelum tanggal efektif keikutsertaan yang ditetapkan maka
tanggal efektif tersebut ditunda menjadi 3 (tiga) hari kerja
setelah hal-hal sebagaimana dimaksud dalam huruf b) dipenuhi.
6) Selanjutnya Penyelenggara akan mengumumkan secara tertulis
kepada Peserta lainnya mengenai keikutsertaan Peserta Tidak
Langsung tersebut paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum
tanggal efektif keikutsertaannya, dengan melampirkan fotokopi
contoh Stempel Kliring, Stempel Kliring Dibatalkan dan
Warkat.
7) Fisik Stempel Kliring dan Stempel Kliring Dibatalkan
dikembalikan oleh Penyelenggara kepada Peserta paling lambat
1 (satu) hari kerja sebelum tanggal efektif keikutsertaan.
2. Penyelenggara adalah Bank Indonesia
a. Tata cara menjadi Peserta Langsung
1) Dengan memperhatikan persyaratan pada angka IV.A.1, kantor
Bank...
15
./.
Bank dapat mengajukan permohonan secara tertulis untuk
menjadi Peserta Langsung kepada Penyelenggara dengan
melampirkan :
a) Formulir Data Kepesertaan sebagaimana contoh pada
Lampiran 16 yang telah diisi lengkap;
./.
./.
b) Formulir Penunjukan Pejabat Yang Berwenang untuk
menandatangani Surat Keterangan Penolakan dan Daftar
Warkat Yang Ditolak Dengan Alasan Kosong sebagaimana
contoh pada Lampiran 17 yang telah diisi lengkap;
c) Formulir Penunjukan Wakil Peserta sebagaimana contoh
pada Lampiran 18 yang telah diisi lengkap.
Dalam surat permohonan tersebut kantor Bank yang
bersangkutan dapat mengajukan sekaligus kantor lain yang akan
menjadi Peserta Tidak Langsung dengan memperhatikan
ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara permohonan
menjadi Peserta Tidak Langsung.
2) Penyelenggara wajib memberitahukan secara tertulis kepada
kantor Bank pemohon mengenai keputusan untuk menyetujui
atau menolak kepesertaan dalam jangka waktu 5 (lima) hari
kerja setelah surat permohonan diterima secara lengkap.
./.
3) Dalam hal permohonan disetujui maka Penyelenggara akan
memberikan :
a) Surat Persetujuan Keikutsertaan Sebagai Peserta Langsung
kepada kantor Bank pemohon sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran 19a yang memuat antara lain :
(1) tanggal efektif keikutsertaan paling lambat 10 (sepuluh)
hari kerja setelah Surat Persetujuan diberikan;
(2) identitas Peserta berupa nomor sandi kliring;
(3) kewajiban...
16
(3) kewajiban calon Peserta untuk menyampaikan contoh
fisik Stempel Kliring, Stempel Kliring Dibatalkan dan
spesimen Warkat paling lambat 3 (tiga) hari sebelum
tanggal efektif keikutsertaannya;
(4) pemberitahuan bahwa wakil Peserta telah didaftarkan
disertai TPWPK.
Dalam hal calon Peserta tidak dapat menyampaikan hal-hal
sebagaimana dimaksud dalam angka (3) 3 (tiga) hari kerja
sebelum tanggal efektif keikutsertaannya maka tanggal
efektif tersebut ditunda menjadi 3 (tiga) hari kerja setelah
hal-hal sebagaimana dimaksud dalam angka (3) dipenuhi.
b) Pelatihan singkat mengenai tata cara pelaksanaan Kliring
SOKL.
4) Penyelenggara akan mengumumkan secara tertulis kepada
Peserta lainnya mengenai keikutsertaan Peserta tersebut paling
lambat 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal efektif
keikutsertaannya, dengan melampirkan fotokopi contoh
Stempel Kliring, Stempel Kliring Dibatalkan dan Warkat.
5) Fisik stempel Kliring dan Stempel Kliring Dibatalkan
dikembalikan kepada Peserta paling lambat 1 (satu) hari kerja
sebelum tanggal efektif keikutsertaan.
b. Tata cara menjadi Peserta Tidak Langsung
1) Dengan memperhatikan persyaratan pada angka IV.A.2, kantor
Bank dapat mengajukan permohonan secara tertulis untuk
menjadi Peserta Tidak Langsung kepada Penyelenggara.
Permohonan tersebut diajukan oleh kantor Bank yang telah
menjadi Peserta Langsung dengan melampirkan :
a) Formulir Data Kepesertaan sebagaimana contoh pada
Lampiran...
17
./.
Lampiran 16 yang telah diisi lengkap;
./.
b) Formulir Penunjukan Pejabat Yang Berwenang untuk
menandatangani Surat Keterangan Penolakan dan Daftar
Warkat Yang Ditolak Dengan Alasan Kosong sebagaimana
contoh pada Lampiran 17 yang telah diisi lengkap.
./.
2) Dalam hal permohonan disetujui maka Penyelenggara akan
memberikan Surat Persetujuan Keikutsertaan Sebagai Peserta
Tidak Langsung kepada kantor Bank pemohon sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 19b yang memuat antara lain :
a) tanggal efektif keikutsertaan yaitu paling lambat 10
(sepuluh) hari kerja setelah tanggal Surat Persetujuan
diterima;
b) kewajiban calon Peserta untuk menyampaikan contoh fisik
Stempel Kliring, Stempel Kliring Dibatalkan dan spesimen
Warkat paling lambat 3 (tiga) hari sebelum tanggal efektif
keikutsertaannya;
c) Pemberitahuan identitas Peserta Tidak Langsung
menggunakan nomor sandi kliring kantor induknya yang
telah menjadi Peserta Langsung.
Dalam hal calon Peserta tidak dapat menyampaikan hal-hal
sebagaimana dimaksud dalam huruf b) 3 (tiga) hari kerja
sebelum tanggal efektif keikutsertaannya maka tanggal efektif
tersebut ditunda selama 3 (tiga) hari kerja setelah hal-hal
sebagaimana dimaksud dalam huruf b) dipenuhi.
3) Selanjutnya Penyelenggara akan mengumumkan secara tertulis
kepada Peserta lainnya mengenai keikutsertaan Peserta Tidak
Langsung tersebut paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum
tanggal...
18
tanggal efektif keikutsertaannya, dengan melampirkan fotokopi
contoh stempel Kliring, stempel Kliring Dibatalkan dan
Warkat.
4) Fisik stempel Kliring dan stempel Kliring Dibatalkan
dikembalikan kepada Peserta paling lambat 1 (satu) hari kerja
sebelum tanggal efektif keikutsertaan.
C. Perubahan Nama, Status Kantor dan Status Kepesertaan
1. Perubahan nama Peserta
a. Perubahan nama Peserta wajib dilaporkan secara tertulis kepada
Penyelenggara paling lambat 3 (tiga) hari kerja sebelum tanggal
efektif berlakunya nama Peserta yang baru dengan
melampirkan:
1) fotokopi dokumen persetujuan perubahan nama Peserta dari
instansi yang berwenang;
2) fisik Stempel Kliring dan Stempel Kliring Dibatalkan;
3) spesimen Warkat.
b. Penyelenggara wajib mengumumkan secara tertulis kepada
Peserta lainnya mengenai setiap perubahan nama Peserta
tersebut paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal efektif
berlakunya nama Peserta yang baru disertai fotokopi contoh
Stempel Kliring, Stempel Kliring Dibatalkan dan Warkat.
c. Dalam hal Peserta yang mengalami perubahan nama
sebagaimana dimaksud dalam huruf a masih memiliki
persediaan Warkat lama yang cukup banyak maka :
1) Peserta yang bersangkutan diberi kelonggaran paling lama 3
(tiga) bulan untuk tetap menggunakan Warkat lama
terhitung sejak tanggal efektif berlakunya nama yang baru.
2) Peserta...
19
2) Peserta yang bersangkutan wajib menyampaikan spesimen
Warkat kepada Penyelenggara paling lambat 3 (tiga) hari
kerja sebelum kelonggaran batas waktu sebagaimana
dimaksud dalam angka 1) berakhir.
3) Penyelenggara wajib mengumumkan kepada Peserta lainnya
fotokopi contoh Warkat sebagaimana dimaksud dalam
angka 2) paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum
kelonggaran batas waktu sebagaimana dimaksud dalam
angka 1) berakhir.
2. Perubahan status kantor dan status kepesertaan
Perubahan status kantor Peserta dapat/tidak diikuti dengan
perubahan status kepesertaannya dari Peserta Langsung menjadi
Peserta Tidak Langsung atau sebaliknya.
a. Kemungkinan perubahan status kantor Peserta yang tidak
diikuti dengan perubahan status kepesertaan :
1) Peserta Langsung dengan status kantor cabang yang
kemudian berubah menjadi kantor cabang pembantu, dapat
mengikuti Kliring dengan status kepesertaan yang sama
sepanjang memperoleh izin dari Bank Indonesia untuk
menjadi kantor cabang pembantu di Wilayah Kliring yang
berbeda dari kantor cabang induknya.
2) Peserta Tidak Langsung dengan status kantor cabang yang
kemudian berubah menjadi kantor cabang pembantu, dapat
mengikuti Kliring dengan status kepesertaan yang sama
sepanjang terdapat kantor lain dari Bank tersebut yang telah
menjadi Peserta Langsung di Wilayah Kliring yang sama.
3) Peserta...
20
3) Peserta Langsung dengan status kantor cabang pembantu
yang kemudian berubah menjadi kantor cabang, dapat
mengikuti kliring dengan status kepesertaan yang sama.
4) Peserta Tidak Langsung dengan status kantor cabang
pembantu yang kemudian berubah menjadi kantor cabang,
dapat mengikuti kliring dengan status kepesertaan yang
sama sepanjang terdapat kantor lain dari Bank tersebut yang
telah menjadi Peserta Langsung di Wilayah Kliring yang
sama.
b. Kemungkinan Perubahan status kantor Peserta yang diikuti
dengan perubahan status kepesertaan :
1) Peserta Langsung dengan status kantor cabang yang
kemudian berubah menjadi kantor cabang pembantu, dapat
mengubah status kepesertaannya menjadi Peserta Tidak
Langsung sepanjang terdapat kantor lain dari Bank tersebut
yang telah menjadi Peserta Langsung di Wilayah Kliring
yang sama.
2) Peserta Tidak Langsung dengan status kantor cabang yang
kemudian berubah menjadi kantor cabang pembantu, dapat
mengubah status kepesertaannya menjadi Peserta Langsung
sepanjang memperoleh izin dari Bank Indonesia untuk
menjadi kantor cabang pembantu di Wilayah Kliring yang
berbeda dari kantor cabang induknya.
3) Peserta Langsung dengan status kantor cabang pembantu
yang kemudian berubah menjadi kantor cabang, dapat
mengubah status kepesertaannya menjadi Peserta Tidak
Langsung sepanjang terdapat kantor lain dari Bank tersebut
yang...
21
yang telah menjadi Peserta Langsung di Wilayah Kliring
yang sama.
4) Peserta Tidak Langsung dengan status kantor cabang
pembantu yang kemudian berubah menjadi kantor cabang,
dapat mengubah status kepesertaannya menjadi Peserta
Langsung.
c. Dalam hal perubahan status kantor Peserta tidak diikuti dengan
perubahan status kepesertaannya dalam Kliring Lokal
sebagaimana dimaksud dalam huruf a.1) sampai dengan a.4)
maka :
1) Penyelenggara adalah pihak lain yang memperoleh
persetujuan Bank Indonesia
a) Peserta tersebut wajib melaporkan perubahan status
kantornya kepada Penyelenggara paling lambat 3 (tiga)
hari kerja sebelum tanggal efektif perubahan status
kantornya dengan melampirkan:
(1) fotokopi dokumen perizinan/persetujuan perubahan
status kantor kantor Peserta;
(2) fisik Stempel Kliring dan Stempel Kliring
Dibatalkan;
./.
(3) formulir Penunjukan Pejabat Yang Berwenang
untuk menandatangani Surat Keterangan Penolakan
dan Daftar Warkat Yang Ditolak dengan Alasan
Kosong sebagaimana contoh pada Lampiran 17
yang telah diisi lengkap, apabila akan melakukan
penggantian pejabat yang berwenang;
./.
(4) formulir penunjukan wakil Peserta sebagaimana
contoh pada Lampiran 18 yang telah diisi lengkap
apabila...
22
apabila akan melakukan penggantian wakil Peserta.
b) Selanjutnya Penyelenggara wajib melaporkan perubahan
status kantor Peserta tersebut kepada Bank Indonesia
yang mewilayahi paling lambat 2 (dua) hari kerja
sebelum tanggal efektif perubahan tersebut disertai
fotokopi dokumen perizinan/persetujuan perubahan
status kantor Peserta dimaksud.
c) Penyelenggara wajib mengumumkan secara tertulis
kepada Peserta lainnya mengenai perubahan status
kantor Peserta tersebut paling lambat 2 (dua) hari kerja
sebelum tanggal efektif perubahan tersebut disertai
fotokopi contoh Stempel Kliring dan Stempel Kliring
Dibatalkan.
d) Dalam hal Peserta mengajukan penggantian wakil
Peserta sebagaimana dimaksud dalam huruf a) (4) maka
TPWPK untuk wakil Peserta yang baru akan diberikan
pada tanggal efektif perubahan dengan mengembalikan
TPWPK lama.
2) Penyelenggara adalah Bank Indonesia
a) Peserta tersebut wajib melaporkan perubahan status
kantornya kepada Penyelenggara paling lambat 3
(tiga) hari kerja sebelum tanggal efektif perubahan
status kantornya dengan melampirkan :
(1) fotokopi dokumen perizinan/persetujuan perubahan
status kantor kantor Peserta;
(2) fisik Stempel Kliring dan Stempel Kliring
Dibatalkan;
(3) formulir Penunjukan Pejabat Yang Berwenang
untuk...
23
./.
untuk menandatangani Surat Keterangan Penolakan
dan Daftar Warkat Yang Ditolak dengan Alasan
Kosong sebagaimana contoh pada Lampiran 17 yang
telah diisi lengkap, apabila akan melakukan
penggantian pejabat yang berwenang;
./.
(4) Formulir penunjukan wakil Peserta sebagaimana
contoh pada Lampiran 18 yang telah
diisi
lengkap, apabila akan melakukan penggantian
Wakil Peserta.
b) Penyelenggara wajib mengumumkan secara tertulis
kepada Peserta lainnya mengenai perubahan status
kantor Peserta tersebut paling lambat 2 (dua) hari kerja
sebelum tanggal efektif perubahan tersebut disertai
fotokopi contoh Stempel Kliring dan Stempel Kliring
Dibatalkan.
c) Dalam hal Peserta mengajukan penggantian wakil
Peserta sebagaimana dimaksud dalam huruf a) (4) maka
TPWPK untuk wakil Peserta yang baru akan
diberikan pada tanggal efektif perubahan dengan
mengembalikan TPWPK lama.
d. Dalam hal perubahan status kantor Peserta diikuti dengan
perubahan status kepesertaan dari Peserta Tidak Langsung
menjadi Peserta Langsung sebagaimana dimaksud dalam huruf
b.2) dan b.4) maka :
1) Peserta tersebut wajib mengajukan permohonan secara
tertulis untuk menjadi
Peserta Langsung kepada
Penyelenggara dengan melampirkan :
a) formulir Data Kepesertaan sebagaimana contoh pada
Lampiran...
24
./.
Lampiran 16 yang telah diisi lengkap;
./.
b) formulir Penunjukan Pejabat Yang berwenang untuk
menandatangani Surat Keterangan Penolakan dan Daftar
Warkat Yang Ditolak Dengan Alasan Kosong
sebagaimana contoh pada Lampiran 17 yang telah diisi
lengkap;
./.
c) Formulir Penunjukan Wakil Peserta sebagaimana contoh
pada Lampiran 18 yang telah diisi lengkap.
2) Penyelenggara dalam mempertimbangkan permohonan
tersebut wajib memperhatikan persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam angka IV.A.1 dan tata cara sebagaimana
dimaksud dalam angka IV.B.1.a dan IV.B.2.a.
./.
e. Dalam hal perubahan status kantor Peserta akan diikuti dengan
perubahan status kepesertaan dari Peserta Langsung menjadi
Peserta Tidak Langsung sebagaimana sebagaimana dimaksud
dalam huruf b.1) dan b.3) maka :
1) Peserta tersebut wajib mengajukan permohonan secara
tertulis untuk menjadi Peserta Tidak Langsung kepada
Penyelenggara dengan melampirkan :
a) formulir Data Kepesertaan sebagaimana contoh pada
Lampiran 16 yang telah diisi lengkap;
./.
b) formulir Penunjukan Pejabat Yang Berwenang
menandatangani Surat Keterangan Penolakan dan Daftar
Warkat Yang Ditolak Dengan Alasan Kosong
sebagaimana contoh pada Lampiran 17 yang telah diisi
lengkap;
c) TPWPK untuk dikembalikan kepada Penyelenggara.
2) Penyelenggara dalam mempertimbangkan permohonan
tersebut...
25
tersebut wajib memperhatikan persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam angka IV.A.2 dan tata cara sebagaimana
dimaksud dalam angka IV.B.1.b dan IV.b.2.b.
D. Wakil Peserta
1. Peserta Langsung wajib menunjuk wakil Peserta sekurang-
kurangnya 2 (dua) orang yang mempunyai kewenangan untuk
membuat dan menandatangani :
a. Bukti Penyerahan Rekaman Warkat Kliring Penyerahan;
b. Bukti Penyerahan Rekaman Warkat Kliring Pengembalian;
c. Daftar Warkat Kliring Penyerahan Menurut Bank Penerima;
d. Daftar Warkat Kliring Penyerahan Menurut Bank Pengirim;
e. Daftar Warkat Kliring Pengembalian Menurut Bank Penerima;
f. Daftar Warkat Kliring Pengembalian Menurut Bank Pengirim;
g. Bilyet Saldo Kliring (BSK),
serta menandatangani dan mencantumkan nama jelas sebagai tanda
terima pada Daftar Warkat Kliring Penyerahan/Pengembalian yang
diterima dari Peserta lain.
./.
2. Wakil Peserta tersebut wajib didaftarkan kepada Penyelenggara
dengan menyampaikan surat permohonan yang dilampiri dengan:
a. Formulir Penunjukan Wakil Peserta sebagaimana contoh pada
Lampiran 18 yang telah diisi lengkap;
b. Pasfoto ukuran 2 x 3 sebanyak 2 (dua) lembar;
c. Fotokopi KTP/SIM,
dari masing-masing wakil Peserta dimaksud.
3. Penunjukan wakil Peserta untuk pertama kali dilakukan pada saat
kantor Bank mengajukan permohonan untuk menjadi Peserta
Langsung kepada Penyelenggara dan mulai berlaku bersamaan
dengan tanggal efektif keikutsertaan kantor Bank sebagai Peserta.
4. Dalam...
26
4. Dalam hal Peserta ingin mengganti atau menambah wakil Peserta
maka Peserta wajib menyampaikan permohonan secara tertulis
kepada Penyelenggara dengan memperhatikan ketentuan pada
angka 2.
5. Penggantian atau penambahan wakil Peserta mulai berlaku setelah
Peserta memperoleh konfirmasi secara tertulis mengenai
pendaftaran wakil Peserta dimaksud serta TPWPK dari
Penyelenggara.
6. Dalam hal penggantian wakil Peserta, TPWPK dari wakil Peserta
yang lama wajib dikembalikan kepada Penyelenggara pada saat
menerima TPWPK untuk wakil Peserta yang baru.
7. Konfirmasi tertulis sebagaimana dimaksud dalam angka 5 wajib
diberikan oleh Penyelenggara paling lambat 5 (lima) hari kerja
setelah permohonan diterima secara lengkap.
V. TATA CARA PENYELENGGARAAN
Penyelenggaraan Kliring Lokal secara semi otomasi terdiri dari 2 (dua) tahap
yaitu Kliring Penyerahan dan Kliring Pengembalian yang merupakan satu
kesatuan siklus Kliring. Peserta wajib mengikuti kedua kegiatan tersebut
sampai Kliring dinyatakan selesai oleh Penyelenggara dengan mengirimkan
wakil Peserta walaupun Peserta yang bersangkutan tidak mempunyai Warkat
yang akan dikliringkan pada kedua tahap Kliring tersebut.
A. Kliring Penyerahan
Kliring Penyerahan meliputi kegiatan yang dilakukan di kantor Peserta
dan kegiatan yang dilakukan di tempat Penyelenggara.
1.
Kegiatan di kantor Peserta
Sebelum...
27
Sebelum datang ke pertemuan Kliring Penyerahan di tempat
Penyelenggara, Peserta harus melakukan persiapan sebagai
berikut:
a. Melakukan pengecekan terhadap Warkat yang akan
dikliringkan apakah Warkat tersebut merupakan Warkat yang
dapat dikliringkan dan telah memenuhi spesifikasi teknis
sesuai ketentuan yang berlaku. Warkat-warkat yang telah
memenuhi ketentuan dibubuhi Stempel Kliring. Dalam hal
pada suatu Warkat terdapat lebih dari 1 (satu) Stempel Kliring,
maka Stempel Kliring yang terdahulu harus dibatalkan dengan
Stempel Kliring Dibatalkan dan ditandatangani oleh pejabat
yang berwenang dari Peserta yang bersangkutan.
b. Merekam data setiap lembar Warkat yang akan dikliringkan ke
dalam disket utama dan disket cadangan. Disket cadangan
akan diserahkan kepada Penyelenggara apabila disket utama
terdapat virus atau rusak.
c. Mencetak hasil rekaman data berupa :
1) Bukti Penyerahan Rekaman Warkat Kliring Penyerahan
dalam rangkap 2 (dua);
2) Daftar Warkat Kliring Penyerahan menurut Peserta
Penerima dalam rangkap 2 (dua).
d. Memilah Warkat berdasarkan Bank penerima, kemudian
dipisahkan antara Warkat Debet dan Warkat Kredit.
e. Meneliti kebenaran data yang direkam kemudian
membubuhkan Stempel
Kliring, tanda tangan
dan
mencantumkan nama jelas wakil Peserta pada Bukti
Penyerahan Rekaman Warkat Kliring Penyerahan dan Daftar
Warkat Kliring Penyerahan Menurut Peserta Penerima.
Wakil...
28
Wakil Peserta tidak diperkenankan menerima setoran Warkat dari
nasabah di tempat Penyelenggara untuk langsung dikliringkan.
2. Kegiatan Peserta di tempat Penyelenggara
Pada saat pertemuan Kliring Penyerahan di tempat Penyelenggara
wakil Peserta melakukan kegiatan sebagai berikut :
a. Wakil Peserta wajib hadir dalam pertemuan Kliring Penyerahan
pada jadwal yang telah ditetapkan dengan mengisi Daftar Hadir
yang disediakan Penyelenggara. Dalam hal wakil Peserta hadir
melewati batas akhir jadwal Kliring Penyerahan yang
ditetapkan maka Wakil Peserta tersebut tidak diperkenankan
menyerahkan Warkat kepada Peserta lain dan Rekaman Warkat
kepada Penyelenggara untuk diperhitungkan dalam hari Kliring
tersebut namun wajib menerima Warkat dari Peserta lain.
Kegiatan wakil Peserta yang terlambat tersebut akan diambil
alih oleh Petugas Penyelenggara sebagaimana dijelaskan pada
angka 3.i.
b. Menyerahkan disket serta Bukti Penyerahan Rekaman Warkat
Kliring Penyerahan rangkap 2 (dua) kepada Penyelenggara
dengan menunjukkan TPWPK yang berlaku.
c. Menerima lembar kedua Bukti Penyerahan Rekaman Warkat
yang telah ditandatangani dan diberi nama jelas petugas
Penyelenggara sebagai tanda persetujuan pendistribusian
Warkat.
d. Menyerahkan ke masing-masing Peserta Penerima :
1) Lembar pertama Daftar Warkat Kliring Penyerahan;
2) Warkat.
e. Menerima Warkat dan Daftar Warkat Kliring Penyerahan dari
Peserta Pengirim.
f. Mencocokan...
29
f. Mencocokan Warkat yang diterima dari Peserta lain dengan
data dalam Daftar Warkat Kliring Penyerahan yang diterima.
Apabila terdapat perbedaan antara warkat dengan data Daftar
Warkat Kliring Penyerahan, maka Peserta wajib
menyelesaikannya secara bilateral dengan Peserta lawan
transaksinya.
g. Membubuhkan tanda tangan dan mencantumkan nama jelas
pada Daftar Warkat Kliring Penyerahan yang diterima dan
mengembalikan lembar kedua kepada Peserta Pengirim sebagai
bukti penerimaan Warkat tersebut.
h. Menerima Rekapitulasi Kliring Penyerahan dari Penyelenggara.
3. Kegiatan Petugas Penyelenggara
a. Menerima Warkat dan Bukti Penyerahan Rekaman Warkat
Kliring Penyerahan serta memeriksa TPWPK yang dikenakan
Wakil Peserta.
b. Memeriksa Stempel Kliring pada Bukti Penyerahan Rekaman
Warkat Kliring Penyerahan.
c. Memeriksa tanda tangan dan nama jelas Wakil Peserta.
d. Mencocokkan sandi Peserta pada Bukti Penyerahan Rekaman
Warkat Kliring Penyerahan dengan sandi Peserta pada Stempel
Kliring dan TPWPK.
e. Mencocokkan jumlah lembar dan nominal Rekaman Warkat
Kliring Penyerahan dengan Bukti Penyerahan Rekaman Warkat
Kliring Penyerahan.
f. Memproses disket Rekaman Warkat yang disampaikan Wakil
Peserta.
g. Menggabungkan Rekaman Warkat Kliring Penyerahan dari
seluruh Peserta Pengirim.
h. Mencetak....
30
h. Mencetak laporan Rekapitulasi Kliring Penyerahan sebanyak
rangkap 2 (dua) dan mendistribusikan kepada masing-masing
Peserta. Dengan didistribusikannya laporan Rekapitulasi
tersebut maka Kliring Penyerahan dinyatakan selesai.
i. Apabila wakil Peserta belum hadir sampai dengan batas akhir
jadwal Kliring Penyerahan yang ditetapkan, Penyelenggara akan
melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud pada dalam
angka 2 huruf e, f, g, h atas nama wakil Peserta. Dalam hal
kemudian wakil Peserta hadir sebelum Kliring Penyerahan
dinyatakan berakhir maka kegiatan sebagaimana dimaksud
dalam angka 2 huruf e, f, g, h yang belum dilaksanakan oleh
petugas Penyelenggara akan dilanjutkan oleh wakil Peserta yang
bersangkutan. Seluruh Warkat yang ditujukan kepada Peserta
yang terlambat diserahkan oleh Penyelenggara kepada Peserta
pada saat wakil Peserta yang bersangkutan hadir. Apabila wakil
Peserta tidak hadir sampai Kliring Penyerahan dinyatakan
berakhir maka Penyelenggara akan menghubungi Peserta untuk
mengambil Warkat dan laporan Rekapitulasi Kliring
Penyerahan.
B. Kliring Pengembalian
Kliring Pengembalian meliputi kegiatan yang dilakukan di kantor
Peserta dan kegiatan yang dilakukan di tempat Penyelenggara.
1. Kegiatan di kantor Peserta
Sebelum dibawa ke pertemuan Kliring Pengembalian di tempat
Penyelenggara, Peserta harus melakukan persiapan sebagai
berikut:
a. Melakukan...
31
a.
Melakukan verifikasi terhadap Warkat yang diterima Peserta
pada pertemuan Kliring Penyerahan apakah telah memenuhi
persyaratan untuk dibukukan. Dalam hal Warkat Debet :
1) Memenuhi salah satu atau lebih alasan penolakan
sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 28/137/UPG tanggal 5 Januari 1996
perihal Cek/Bilyet Giro Kosong; atau
2) Merupakan Nota Debet, yang tidak memenuhi
ketentuan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
1/10/DASP tanggal 31 Desember 1999 perihal
Penggunaan Nota Debet Dalam Kliring,
maka Warkat Debet tersebut wajib ditolak dalam pertemuan
Kliring Pengembalian yang merupakan satu kesatuan siklus
kliring dengan Kliring Penyerahan yang bersangkutan.
Setiap Warkat Debet yang ditolak wajib disertai Surat
Keterangan Penolakan (SKP) sebagaimana diatur dalam
Surat Edaran Nomor 28/137/UPG tanggal 5 Januari 1996
perihal Cek/Bilyet Giro Kosong.
b.
./.
Khusus untuk penolakan Nota Debet sebagaimana dimaksud
dalam huruf a.2), dalam SKP harus dituliskan nomor,
tanggal, dan nilai nominal Nota Debet serta alasan
penolakan yaitu “nilai nominal Nota Debet diatas
Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah)”. SKP tersebut
kemudian diberi tanda tangan dan nama jelas pejabat yang
berwenang. Contoh format SKP dapat dilihat pada
Lampiran 20. Dalam hal warkat ditolak pembayarannya
karena diduga terdapat hubungan dengan suatu tindak
pidana sesuai dengan surat lapor dari pihak berwajib, selain
membuat...
32
./.
membuat SKP, Peserta tertarik juga harus menahan Warkat
tersebut dan membuat Surat Keterangan Penahanan Warkat
rangkap 3 (tiga) yang ditujukan kepada nasabah penyetor,
Peserta yang mengkliringkan dan Penyelenggara. Contoh
Surat Keterangan Penahanan Warkat dapat dilihat pada
Lampiran 21. Surat Keterangan Penahanan Warkat tersebut,
dengan dilampiri fotokopi surat bukti lapor dari kepolisian
dan fotokopi Warkat yang bersangkutan. Dalam hal
terdapat kesalahan dalam Warkat Kredit maka
pengembaliannya tidak dapat dilakukan melalui pertemuan
Kliring Pengembalian, namun dapat dilakukan melalui
Kliring Penyerahan segera setelah diketahui adanya
kesalahan dengan menerbitkan Warkat baru.
c. Merekam data setiap lembar Warkat yang ditolak ke dalam
disket utama dan cadangan.
d. Mencetak hasil rekaman tersebut berupa :
1) Bukti Penyerahan Rekaman Warkat Kliring
Pengembalian dalam rangkap 2 (dua);
2) Daftar Warkat Kliring Pengembalian menurut Peserta
Penerima dalam rangkap 2 (dua);
3) Surat Keterangan Penolakan (SKP) dalam rangkap 2
dengan pembagian, 1 (satu) lembar untuk nasabah
dilampirkan pada Warkat dan 1 (satu) satu lembar lagi
untuk arsip Peserta;
4) Daftar Warkat Yang Ditolak Dengan Alasan Kosong
sebagai pengganti tembusan SKP untuk Penyelenggara.
e. Meneliti kebenaran data yang direkam kemudian
membubuhkan tanda tangan dan mencantumkan nama jelas
serta...
33
serta stempel kliring pada dokumen-dokumen sebagaimana
dimaksud pada huruf d di atas.
Khusus untuk SKP harus ditandatangani oleh pejabat yang
spesimen tanda tangannya telah terdaftar pada
Penyelenggara sesuai dengan Surat Penunjukan Pejabat
yang berwenang menandatangani SKP.
2. Kegiatan Peserta di tempat Penyelenggara Kliring
Pada saat pertemuan Kliring Pengembalian di tempat
Penyelenggara, wakil Peserta melakukan kegiatan sebagai
berikut:
a. Wakil Peserta hadir dalam pertemuan Kliring Pengembalian
pada jadwal yang telah ditetapkan dengan mengisi Daftar
Hadir yang disediakan Penyelenggara. Dalam hal wakil
Peserta hadir melewati batas akhir jadwal Kliring
Pengembalian yang ditetapkan maka wakil Peserta yang
terlambat tersebut tidak diperkenankan menyerahkan
Warkat Debet tolakan kepada Peserta lain untuk
diperhitungkan dalam pertemuan Kliring tersebut namun
wajib menerima Warkat Debet tolakan dari Peserta lain.
Kegiatan wakil Peserta tersebut akan diambil alih oleh
petugas Penyelenggara sebagaimana dijelaskan pada angka
3.k.
b. Menyerahkan disket serta Bukti Penyerahan Rekaman
Warkat Kliring Pengembalian kepada Penyelenggara dengan
menunjukkan TPWPK yang berlaku.
c. Menerima lembar kedua Bukti Penyerahan Rekaman Warkat
Kliring...
34
Kliring Pengembalian yang telah ditandatangani dan diberi
nama jelas petugas Penyelenggara sebagai tanda persetujuan
pendistribusian Warkat.
d. Menyerahkan kepada masing-masing Peserta penerima :
1) Daftar Warkat Kliring Pengembalian;
2) Warkat Debet tolakan; serta
3) lembar pertama dan lembar kedua SKP.
Lembar kedua SKP untuk diteruskan oleh Peserta penerima
kepada nasabah penyetor.
e. Meminta tanda tangan dari wakil Peserta penerima pada
lembar kedua Daftar Warkat Kliring Pengembalian sebagai
bukti penerimaan Warkat Debet tolakan.
f.
Menyerahkan kepada Penyelenggara :
1) lembar ketiga Daftar Warkat Kliring Pengembalian;
dan
2) Daftar Warkat Yang Ditolak Dengan Alasan Kosong
sebagai pengganti tembusan SKP.
g. Menerima dari Peserta lain :
1) lembar pertama Daftar Warkat Kliring Pengembalian;
2) Warkat Debet tolakan; serta
3) lembar pertama dan lembar kedua SKP.
Lembar kedua SKP untuk diteruskan oleh Peserta
kepada nasabah penyetor.
h. Membubuhkan tanda tangan dan mencantumkan nama jelas
pada lembar kedua Daftar Warkat Kliring Pengembalian
yang diserahkan oleh Peserta lain sebagai bukti penerimaan
Warkat Debet tolakan.
i. Mencocokan...
35
i.
Mencocokkan rincian yang tercantum pada Daftar Warkat
Kliring Pengembalian dengan Warkat Debet tolakan yang
diterima.
j.
Menerima Rekapitulasi Kliring Penyerahan dan Bilyet Saldo
Kliring Penyerahan dan Kliring Pengembalian dari
Penyelenggara.
k. Menandatangani dan mencantumkan nama jelas wakil
Peserta pada Bilyet Saldo Kliring Penyerahan dan
Pengembalian dan menerima lembar pertama dari
Penyelenggara.
3. Kegiatan Petugas Penyelenggara
a. Memeriksa TPWPK yang dipakai Wakil Peserta.
b. Memeriksa Stempel Kliring pada Bukti Penyerahan
Rekaman Warkat Kliring Pengembalian. Apabila telah
melampaui jadwal Kliring pengembalian, Penyelenggara
berhak menolak Rekaman Warkat yang diserahkan Peserta.
c. Memeriksa tanda tangan dan nama jelas wakil Peserta.
d. Mencocokkan sandi Peserta pada Bukti Penyerahan
Rekaman Warkat Kliring Pengembalian dengan sandi
Peserta pada stempel kliring dan TPWPK.
e. Mencocokkan jumlah lembar dan nominal Rekaman Warkat
Kliring Pengembalian dengan Bukti Penyerahan Rekaman
Warkat Kliring Pengembalian.
f. Memproses disket Rekaman Warkat yang disampaikan
wakil Peserta.
g. Menggabungkan Rekaman Warkat Kliring Pengembalian
dari seluruh Peserta Penerima.
h. Mencetak...
36
h. Mencetak Bilyet Saldo Kliring Penyerahan dan
Pengembalian Per Peserta Kliring;
i.
Menandatangani dan mencantumkan nama jelas petugas
Penyelenggara pada Bilyet Saldo Kliring Penyerahan dan
Pengembalian dalam rangkap 2 (dua).
j.
Mendistribusikan Bilyet Saldo Kliring Penyerahan dan
Pengembalian sebagai berikut :
1) Lembar pertama untuk Penyelenggara;
2) Lembar kedua kepada masing-masing Peserta;
Dengan didistribusikannya Bilyet Saldo Kliring Penyerahan
dan Pengembalian maka Kliring Pengembalian dinyatakan
berakhir.
k. Apabila wakil Peserta belum hadir sampai dengan batas
akhir jadwal Kliring Pengembalian yang ditetapkan,
Penyelenggara akan melaksanakan kegiatan sebagaimana
dimaksud dalam angka 2 huruf g, h, i, j, dan k atas nama
wakil Peserta yang bersangkutan. Dalam hal kemudian
wakil Peserta hadir sebelum Kliring Pengembalian
dinyatakan berakhir maka kegiatan sebagaimana dimaksud
dalam angka 2 huruf g, h, i, j, dan k yang belum
dilaksanakan oleh petugas Penyelenggara akan dilanjutkan
oleh wakil Peserta yang bersangkutan. Seluruh Warkat
Debet tolakan yang ditujukan kepada Peserta yang terlambat
akan diserahkan oleh Penyelenggara kepada Peserta yang
bersangkutan pada saat wakil Peserta yang bersangkutan
hadir. Apabila wakil Peserta tidak hadir sampai Kliring
Pengembalian dinyatakan berakhir maka Penyelenggara
akan menghubungi Peserta untuk mengambil Warkat Debet
tolakan...
37
tolakan dari Peserta lain, Rekapitulasi Kliring Pengembalian
dan BSK. Sementara itu, perhitungan atas Warkat Debet
tolakan yang tidak dapat diserahkan pada pertemuan Kliring
Pengembalian diselesaikan berdasarkan kesepakatan Peserta
yang terkait. Namun, Peserta yang bersangkutan wajib
menyampaikan Warkat Debet tolakan beserta lembar 1 dan
2 SKP kepada Peserta penerima tolakan dan lembar ketiga
SKP kepada Penyelenggara pada saat Kliring Pengembalian
tersebut.
l.
Melakukan verifikasi terhadap tanda tangan pejabat pada
SKP, sebelum diteruskan untuk disampaikan kepada Bank
Indonesia.
m. Membuat back-up data kliring harian ke dalam disket.
n. Membuat data interface untuk Tata Usaha Cek/Bilyet Giro
Kosong.
C. Penyelesaian Akhir
Penyelesaian Akhir atas hasil Kliring dilakukan dengan membukukan
hasil kliring pada masing-masing rekening giro Peserta di Bank
Indonesia. Dalam hal Penyelenggara adalah pihak lain yang
memperoleh persetujuan Bank Indonesia maka Penyelenggara akan
melimpahkan hasil Kliring masing-masing Peserta ke rekening giro
kantor lain dari Peserta di Bank Indonesia yang telah ditetapkan.
Prosedur Penyelesaian Akhir dilakukan sebagai berikut :
1. Penyelenggara melimpahkan hasil Kliring dengan cara
mengirimkan informasi hasil Kliring berdasarkan Bilyet Saldo
Kliring ke Kantor Bank Indonesia yang ditetapkan melalui sarana
teleks setelah dilakukan test key arrangement. Dalam Keadaan
Darurat dimana tidak dimungkinkan menggunakan sarana
teleks...
38
teleks maka pelimpahan tersebut dapat dilakukan dengan sarana
telepon dan dikonfirmasikan kemudian dengan teleks apabila
penggunaan teleks sudah dimungkinkan. Dalam hal terdapat
perbedaan BSK antara penyampaian konfirmasi melalui sarana
teleks dan penyampaian melalui sarana telepon maka yang akan
digunakan adalah BSK yang disampaikan melalui sarana teleks.
Bank Indonesia akan mengoreksi pembukuan BSK tersebut
berdasarkan konfirmasi teleks yang dikirim Penyelenggara.
2. Atas dasar instruksi pelimpahan tersebut, kantor Bank Indonesia
membukukan hasil Kliring ke rekening kantor lain dari masing-
masing Peserta yang ada di kantor Bank Indonesia tersebut.
3. Tanggal valuta pembukuan hasil Kliring adalah sama dengan
tanggal hari Kliring yang bersangkutan (same day settlement).
4. Apabila terdapat kesalahan perhitungan hasil Kliring yang diketahui
setelah hasil Kliring tersebut dilimpahkan ke Bank Indonesia, maka
penyelesaiannya dilakukan antara Penyelenggara dengan Peserta.
5. Dalam Keadaan Darurat dimana tidak dimungkinkan menggunakan
sarana teleks dan telepon maka ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam angka 3 tidak berlaku dan pelimpahan serta pembukuan hasil
Kliring dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
VI. JADWAL KLIRING DAN PELIMPAHAN HASIL KLIRING
A. Jadwal Kliring Lokal
1.
Jadwal penyelenggaraan Kliring Lokal serta jadwal pelimpahan
hasil Kliring ditetapkan oleh Penyelenggara dengan persetujuan
Bank Indonesia yang mewilayahi. Jadwal Kliring Lokal yang
ditetapkan merupakan rentang waktu bagi wakil Peserta
diperkenankan...
39
diperkenankan untuk hadir dan mendistribusikan Warkat pada
proses penyelenggaraan Kliring Penyerahan/Pengembalian.
Sebagai contoh :
a.
Jadwal Kliring Penyerahan ditetapkan pukul 10.30 s/d
11.00.
Hal ini berarti bahwa kehadiran wakil Peserta dan proses
pendistribusian Warkat dapat dimulai pada pukul 10.30
dengan batas akhir kehadiran wakil Peserta pukul 11.00.
Apabila wakil Peserta hadir pada pukul 11.00 maka wakil
Peserta yang bersangkutan masih dapat mendistribusikan
Warkat. Namun apabila wakil Peserta hadir setelah pukul
11.00 maka wakil Peserta yang bersangkutan dianggap
terlambat dan terkena ketentuan pada angka V huruf
A.2.a.
b.
Jadwal Kliring Pengembalian ditetapkan pukul 13.00 s/d
13.30.
Hal ini berarti bahwa kehadiran wakil Peserta dan proses
pendistribusian Warkat Debet tolakan dapat dimulai pada
pukul 13.00 dengan batas akhir kehadiran wakil Peserta
pukul 13.30. Apabila wakil Peserta hadir pada pukul
13.30 maka wakil Peserta yang bersangkutan masih dapat
mendistribusikan Warkat Debet tolakan. Namun apabila
wakil Peserta hadir setelah pukul 13.30 maka wakil
Peserta yang bersangkutan dianggap terlambat dan
terkena ketentuan pada angka V huruf B.2.a.
2. Jadwal Kliring Lokal diumumkan secara tertulis oleh
Penyelenggara .
B. Pelimpahan...
40
B. Pelimpahan hasil Kliring
Jadwal pelimpahan hasil kliring ditetapkan oleh Penyelenggara
dengan persetujuan Bank Indonesia yang mewilayahi. Usulan Jadwal
Pelimpahan tersebut disampaikan Penyelenggara kepada Bank
Indonesia bersamaan dengan usulan Jadwal Kliring Penyerahan dan
Jadwal Kliring Pengembalian.
VII. RENCANA PENANGGULANGAN SEGERA ATAS
PENYELENGGARAAN KLIRING LOKAL DALAM KEADAAN
DARURAT
Penyelenggara wajib memiliki rencana penanggulangan segera atas
penyelenggaraan Kliring Lokal dalam Keadaan Darurat dengan
berpedoman pada ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
1/8/DASP tanggal 24 Desember 1999 perihal Rencana Penanggulangan
Segera Atas Penyelenggaraan Kliring Lokal Dalam Keadaan Darurat.
VIII. S A N K S I
1. Penyelenggara yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana
dimaksud dalam angka I huruf B.1 dan B.2 dikenakan sanksi teguran
secara tertulis.
2. Penyelenggara yang tidak meneruskan secara tertulis informasi
mengenai penolakan Nota Debet kepada Bank Indonesia yang
mewilayahi sebagaimana dimaksud dalam angka I huruf B.3 akan
dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp 100.000,00 (seratus
ribu rupiah) untuk setiap penolakan Nota Debet yang tidak diteruskan.
3. Penyelenggara yang tidak memenuhi kewajiban untuk menjaga
kerahasiaan data yang berkaitan dengan penyelenggaraan Kliring
sebagaimana...
41
sebagaimana dimaksud dalam angka I huruf B.4 dikenakan sanksi
berupa penghentian sebagai Penyelenggara.
4. Wakil Peserta yang tidak mengenakan TPWPK akan dikenakan sanksi
teguran tertulis kepada Peserta oleh Penyelenggara.
5. Dalam hal teguran sebagaimana dimaksud dalam angka 4 tidak
diindahkan maka Penyelenggara memberlakukan ketentuan mengenai
keterlambatan kehadiran wakil Peserta sebagaimana dimaksud dalam
angka V huruf A.2.a dan huruf B.2.a.
X.
LAIN-LAIN
Bank Indonesia akan menyediakan program dan pedoman teknis
SOKL kepada Penyelenggara maupun Peserta Kliring yang akan
dikinikan dari waktu ke waktu. Pedoman teknis SOKL tersebut
merupakan acuan bagi Penyelenggara maupun Peserta dalam
mengoperasikan program SOKL dalam penyelenggaraan kliring secara
semi otomasi.
XI. PENUTUP
Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini maka Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 25/138/UPG tanggal 4 Maret 1993 perihal
Penyelenggaraan Kliring Lokal Semi Otomasi dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal
Mei
2000.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian...
42
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HARMAIN SALIM
DEPUTI DIREKTUR AKUNTING
DAN SISTEM PEMBAYARAN
DASP/PSPN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 2/8/DASP|SE-BI/2000 </reg_id>
<reg_title> Penyelenggaraan Kliring Lokal Secara Semi Otomasi. </reg_title>
<set_date> 4 Mei 2000 </set_date>
<effective_date> Mei 2000 </effective_date>
<replaced_reg> '25/138/UPG|SE-BI/1993' </replaced_reg>
<related_reg> '2/4/PBI/2000', '1/3/PBI/1999' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi VIII' </penalty_list>
|
No. 6/51/DLN
Jakarta, 31 Desember 2004
SURAT EDARAN
Kepada
BANK, BADAN USAHA BUKAN BANK, DAN PERORANGAN
DI INDONESIA
Perihal :
Kewajiban Pelaporan Utang Luar Negeri
Sehubungan dengan penyempurnaan laporan dan sistem pelaporan, serta
perubahan batas waktu penyampaian laporan utang luar negeri dalam rangka
meningkatkan efektifitas dan efisiensi laporan utang luar negeri, dipandang perlu
untuk mengatur kembali ketentuan pelaksanaan dari Peraturan Bank Indonesia
Nomor 2/22/PBI
tanggal 2 Oktober 2000 tentang Kewajiban Pelaporan Utang
Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 172;
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4007), sebagai berikut :
I. UMUM
A. Pengertian Umum
Dalam Surat Edaran ini yang dimaksud dengan :
1. Utang Luar Negeri atau selanjutnya disebut ULN adalah utang
penduduk kepada bukan penduduk, dalam valuta asing dan atau
rupiah, berdasarkan perjanjian kredit (loan
perjanjian lainnya, kecuali giro, tabungan, dan deposito;
agreement) atau
2. Penduduk adalah orang, badan hukum, atau badan lainnya yang
berdomisili atau berencana berdomisili di Indonesia sekurang-
kurangnya 1 (satu) tahun, termasuk perwakilan dan staf diplomatik
Republik Indonesia di luar negeri;
3. Utang ...
2
3. Utang Penduduk kepada bukan Penduduk sebagaimana dimaksud
pada angka 1 adalah sejumlah nilai pada periode dan posisi tertentu
yang merupakan kewajiban penduduk kepada bukan Penduduk
untuk melakukan pembayaran pokok dan atau bunga di masa
mendatang;
4. ULN berdasarkan perjanjian kredit (loan agreement) sebagaimana
dimaksud pada angka 1 adalah perjanjian tertulis yang berisi syarat
dan kondisi pinjaman yang antara lain mengatur besarnya plafon
kredit, suku bunga, jangka waktu, dan cara-cara pelunasannya;
5. ULN berdasarkan perjanjian lainnya sebagaimana dimaksud pada
angka 1 terdiri atas surat utang (debt securities), utang dagang
(trade credits), dan utang lainnya (other debts);
6. Surat Utang (Debt Securities) sebagaimana dimaksud pada angka 5
adalah surat pengakuan utang yang dapat diperdagangkan di pasar
uang atau pasar modal di dalam maupun di luar negeri;
7. Utang Dagang (Trade Credits) sebagaimana dimaksud pada angka
5 adalah utang yang timbul dalam rangka kredit yang diberikan
oleh supplier atas transaksi barang dan atau jasa;
8. Utang lainnya (Other Debts) sebagaimana dimaksud pada angka 5
adalah seluruh utang yang tidak termasuk utang
berdasarkan
Perjanjian Kredit (Loan Agreement), Surat Utang (Debt Securities),
dan Utang Dagang (Trade Credits), antara lain berupa pembayaran
klaim asuransi dan dividen yang sudah ditetapkan, namun belum
dibayar;
9. Hari adalah hari kerja Bank Indonesia.
B. Tujuan ...
3
B. Tujuan
Pelaporan ULN dimaksudkan untuk memperoleh informasi mengenai
ULN dalam rangka penyusunan Statistik Utang Luar Negeri Indonesia
dan Statistik
Neraca Pembayaran
dalam upaya meningkatkan
keberhasilan pengelolaan cadangan devisa dan perumusan kebijakan
moneter.
C. Pelapor
1. Berdasarkan jenis usaha, Pelapor terdiri dari :
a. Bank;
b. Badan Usaha Bukan Bank yang terdiri dari Lembaga Keuangan
Bukan Bank dan Bukan Lembaga Keuangan; atau
c. Perorangan.
2. Berdasarkan kepemilikan usaha, Pelapor terdiri dari :
a. BUMN;
b. BUMD;
c. BUMS;
d. Koperasi; atau
e. Perorangan.
3. Pelaporan ULN Bank sebagaimana dimaksud pada butir 1.a dan
Badan Usaha Bukan Bank sebagaimana dimaksud pada butir 1.b
dilakukan oleh Kantor Pusat Pelapor.
4. Dalam hal Pelapor mempunyai Kantor Cabang Luar Negeri
(KCLN), utang KCLN tersebut wajib dilaporkan oleh Kantor Pusat.
5. Pelaporan ULN Perorangan sebagaimana dimaksud pada butir 1.c
dan butir 2.e dilakukan oleh Pelapor yang bersangkutan.
6. Pelapor sebagaimana dimaksud pada angka 3 dan 5 dapat memberi
kuasa kepada pihak lain dengan hak substitusi untuk melakukan
pelaporan ULN.
II. RUANG ...
4
II. RUANG LINGKUP DAN JENIS LAPORAN
A. Ruang Lingkup Laporan
1. ULN yang wajib dilaporkan meliputi :
a.
b. Surat Utang (Debt Securities);
c.
d.
Perjanjian Kredit (Loan Agreement);
Utang Dagang (Trade Credits); dan atau
Utang Lainnya (Other Debts),
dalam valuta rupiah dan atau valuta asing.
2. Surat Utang (Debt Securities) sebagaimana dimaksud pada butir 1.b
meliputi antara lain Obligasi, Commercial Papers (CP), Promissory
Notes (PN), Medium Term Notes (MTN), Floating Rate Notes
(FRN), Bankers Acceptance (BA) dan transaksi Money Market
(MM).
3. Bankers Acceptance (BA) sebagaimana dimaksud pada angka 2
adalah Letter of Credit (LC) impor yang diakseptasi oleh Bank.
4.
Giro, Tabungan dan Deposito tidak termasuk dalam jenis ULN
yang wajib dilaporkan.
5. ULN Bank dan Badan Usaha Bukan Bank wajib dilaporkan
seluruhnya tanpa batasan minimum.
6. ULN Perorangan yang wajib dilaporkan meliputi :
a. ULN dengan nominal paling sedikit USD 200.000,00 (dua ratus
ribu USD) atau ekuivalen dengan mata uang lain dengan kurs
yang berlaku pada saat ditandatangani atau diterbitkan; dan atau
b. ULN telah mencapai jumlah USD 200.000,00 (dua ratus ribu
USD) atau ekuivalen dengan mata uang lain dengan kurs yang
berlaku pada saat ditandatangani atau diterbitkan.
B. Jenis ...
5
B. Jenis Laporan
Laporan ULN terdiri dari:
1. Laporan Data Pokok ULN dan atau perubahannya meliputi :
a. Profil Pelapor mencakup informasi mengenai : nama, nomor
pokok wajib pajak (NPWP), alamat, propinsi, kota/kabupaten,
kode pos, nomor telepon, nomor faksimili, e-mail, penanggung
jawab 1 (nama, e-mail, telepon dan hand phone), penanggung
jawab 2 (nama, e-mail, telepon dan hand phone), jenis usaha
pelapor, status kepemilikan, kepemilikan asing, nama grup
perusahaan, dan informasi perusahaan hasil merger sebagai-
mana dimaksud pada formulir Profil Pelapor (Lampiran 1),
b. Profil ULN :
1) Profil ULN atas dasar Perjanjian Kredit (Loan Agreement)
mencakup informasi mengenai :
a) Status ULN, tanggal penandatanganan, valuta komitmen,
nominal komitmen, tanggal jatuh tempo, jangka waktu,
masa tenggang, jenis ULN revolving/automatic roll over,
penerima pinjaman adalah kantor cabang luar negeri,
tingkat bunga, total biaya/fee,
lokasi proyek (nama
proyek, negara, propinsi, kota/kabupaten), pemberi
pinjaman (nama, negara, jenis usaha dan status pemberi
pinjaman), bentuk ikatan perjanjian, penggunaan ULN,
sektor ekonomi, rencana penarikan (tanggal, jenis
penarikan, bank penarik, valuta, nilai penarikan, nilai
sesuai valuta perjanjian), rencana pembayaran pokok dan
bunga (tanggal, jenis pembayaran, bank pembayar, valuta,
nilai pembayaran, nilai sesuai valuta perjanjian), dan
informasi tranche sebagaimana dimaksud pada formulir
PK01.1 (Lampiran 2).
b) Tranche ...
6
b) Tranche mencakup informasi mengenai: nomor tranche,
valuta komitmen, nominal komitmen, tanggal jatuh
tempo, jangka waktu, masa tenggang, jenis ULN,
penerima pinjaman, tingkat bunga, total biaya/fee, lokasi
proyek (nama proyek, negara, propinsi, kota/kabupaten),
pemberi pinjaman (nama, negara, jenis usaha dan status
pemberi pinjaman), bentuk ikatan perjanjian, penggunaan
ULN, sektor ekonomi, rencana penarikan (tanggal, jenis
penarikan, bank penarik, valuta, nilai penarikan, nilai
sesuai valuta perjanjian), serta rencana pembayaran
pokok dan bunga (tanggal, jenis pembayaran, bank
pembayar, valuta, nilai pembayaran, nilai sesuai valuta
perjanjian), sebagaimana dimaksud pada formulir
PK01.2 (Lampiran 3).
2) Profil ULN atas dasar Surat Utang
(Debt Securities)
mencakup informasi mengenai : status ULN, jenis surat
utang, tanggal penerbitan, valuta, nominal, tanggal jatuh
tempo, jangka waktu, lokasi penerbitan, status penerbit
adalah kantor cabang luar negeri, tingkat bunga, total
biaya/fee, lokasi proyek (nama proyek, negara, propinsi,
kota/kabupaten), pemegang surat utang (nama, negara, jenis
usaha dan status pemegang surat utang), penggunaan ULN,
sektor ekonomi, rencana penarikan (tanggal, jenis penarikan,
bank penarik, valuta, nilai penarikan, nilai sesuai valuta
perjanjian), serta rencana pembayaran pokok dan bunga
(tanggal, jenis pembayaran, bank pembayar, valuta, nilai
pembayaran, nilai
sesuai valuta perjanjian), sebagaimana
dimaksud pada formulir SU01 (Lampiran 4).
3) Profil ...
7
3) Profil ULN atas dasar Utang Dagang (Trade Credits)
mencakup
informasi mengenai : status ULN, tanggal
penerbitan fasilitas, tanggal jatuh tempo, jangka waktu,
valuta, nominal, nama pemberi fasilitas, negara pemberi
fasilitas, jenis usaha pemberi fasilitas, status pemberi
fasilitas, rencana penarikan (tanggal, jenis penarikan, bank
penarik, valuta, nilai penarikan, nilai
sesuai valuta
perjanjian), dan rencana pembayaran (tanggal, jenis
pembayaran, bank pembayar, valuta, nilai pembayaran, nilai
sesuai valuta perjanjian), sebagaimana dimaksud pada
formulir UD01 (Lampiran 5).
4) Profil ULN atas dasar Utang Lainnya (Other Debts)
mencakup
informasi mengenai : status ULN, tanggal
penandatanganan/penerbitan ULN, tanggal jatuh tempo,
jangka waktu, valuta, nominal, nama pemberi ULN, negara
pemberi ULN, jenis usaha pemberi ULN, status pemberi
ULN, rencana penarikan (tanggal, jenis penarikan, bank
penarik, valuta, nilai penarikan, nilai
sesuai valuta
perjanjian), serta rencana pembayaran (tanggal, jenis
pembayaran, bank pembayar, valuta, nilai pembayaran, nilai
sesuai valuta perjanjian), sebagaimana dimaksud pada
formulir UL01 (Lampiran 6).
2. Laporan Data Realisasi ULN
a. Data Realisasi ULN atas dasar Perjanjian
Kredit (Loan
Agreement) mencakup informasi mengenai : bulan laporan,
kode pelapor, nama pelapor, nomor urut, nomor referensi,
tanggal
transaksi, bank
tempat
transaksi, valuta transaksi,
realisasi ...
8
realisasi penarikan {jenis penarikan, nilai penarikan, nilai
penarikan sesuai valuta perjanjian, akumulasi penarikan, dan
keterangan selisih realisasi dengan rencana (jenis, nilai per
periode, dan nilai akumulasi)}, realisasi pembayaran {jenis
pembayaran, bentuk pembayaran, nilai pembayaran, nilai
pembayaran sesuai valuta perjanjian, akumulasi pembayaran,
dan keterangan selisih realisasi dengan rencana (jenis, nilai per
periode, dan nilai akumulasi)}, dan posisi ULN, sebagaimana
dimaksud pada formulir PK02 (Lampiran 7).
b. Data Realisasi ULN atas dasar Surat Utang (Debt Securities)
mencakup informasi mengenai : bulan laporan, kode pelapor,
nama pelapor, nomor urut, nomor referensi, tanggal transaksi,
bank tempat transaksi, valuta transaksi, realisasi penarikan
{jenis penarikan, nilai penarikan, nilai penarikan sesuai valuta
perjanjian, dan keterangan selisih realisasi dengan rencana
(jenis dan nilai per periode)}, realisasi pembayaran {jenis
pembayaran, bentuk pembayaran, nilai pembayaran, nilai
pembayaran sesuai valuta perjanjian, akumulasi pembayaran,
dan keterangan selisih realisasi dengan rencana (jenis, nilai per
periode, dan nilai akumulasi)}, dan posisi ULN, sebagaimana
dimaksud pada formulir SU02 (Lampiran 8).
c. Data Realisasi ULN atas dasar Utang Dagang (Trade Credits)
mencakup informasi mengenai : bulan laporan, kode pelapor,
nama pelapor, nomor urut, nomor referensi, tanggal transaksi,
bank tempat transaksi, valuta transaksi, realisasi penarikan
{jenis penarikan, nilai penarikan, nilai penarikan sesuai valuta
perjanjian, akumulasi penarikan, dan keterangan selisih realisasi
dengan ...
9
dengan rencana (jenis, nilai per periode, dan nilai akumulasi)},
realisasi pembayaran {bentuk pembayaran, nilai pembayaran,
nilai pembayaran sesuai valuta perjanjian, akumulasi
pembayaran, dan keterangan selisih realisasi dengan rencana
(jenis, nilai per periode, dan nilai akumulasi)}, dan posisi ULN,
sebagaimana dimaksud pada formulir UD02 (Lampiran 9).
d. Data Realisasi ULN atas dasar Utang Lainnya (Other Debts)
mencakup informasi mengenai : bulan laporan, kode pelapor,
nama pelapor, nomor urut, nomor referensi, tanggal transaksi,
bank tempat transaksi, valuta transaksi, realisasi penarikan
{jenis penarikan, nilai penarikan, nilai penarikan sesuai valuta
perjanjian, akumulasi penarikan, dan keterangan selisih realisasi
dengan rencana (jenis, nilai per periode, dan nilai akumulasi)},
realisasi pembayaran {bentuk pembayaran, nilai pembayaran,
nilai
pembayaran sesuai
valuta perjanjian, akumulasi
pembayaran, dan keterangan selisih realisasi dengan rencana
(jenis, nilai per periode, dan nilai akumulasi)}, dan posisi ULN,
sebagaimana dimaksud pada formulir UL02 (Lampiran 10).
III. PROSEDUR DAN BATAS WAKTU PENYAMPAIAN LAPORAN
A. Prosedur Penyusunan Laporan
1. Data Pokok ULN dan atau Perubahannya
a. Data Profil Pelapor
1) Setiap pelapor yang baru pertama kali melaporkan ULN
wajib menyampaikan Data Profil Pelapor dengan
menggunakan Laporan Data Pokok ULN sebagaimana
dimaksud pada butir II.B.1.a, dan disampaikan kepada Bank
Indonesia dengan menggunakan formulir Profil Pelapor
sebagaimana dimaksud pada Lampiran 1.
2) Untuk ...
10
2) Untuk setiap perubahan atas data sebagaimana dimaksud
pada angka 1), wajib menyampaikan data perubahan dengan
menggunakan Laporan Data Pokok ULN sebagaimana
dimaksud pada butir II.B.1.a dan disampaikan kepada Bank
Indonesia dengan menggunakan formulir Profil Pelapor
sebagaimana dimaksud pada Lampiran 1.
3) Laporan Data Pokok ULN sebagaimana dimaksud pada
angka 1) disampaikan dengan menyertakan dokumen
pendukung yang terdiri dari : Fotokopi NPWP, fotokopi
Anggaran Dasar, dan surat penunjukan penanggung jawab
laporan sebagaimana dimaksud pada Lampiran 11. Khusus
untuk Pelapor perorangan cukup menyampaikan : Fotokopi
NPWP.
4) Dalam hal pelaporan dilakukan oleh pihak lain, dokumen
pendukung yang disampaikan sebagaimana dimaksud pada
angka 3) juga disertakan dengan surat kuasa Pelapor kepada
pihak lain yang ditunjuk untuk menyampaikan laporan
sebagaimana dimaksud pada Lampiran 12. Sedangkan surat
penunjukan penanggung
jawab laporan sebagaimana
dimaksud pada angka 3) adalah surat penunjukan dari
penerima kuasa kepada penanggung jawab laporan. Dalam
hal pihak lain yang diberi kuasa oleh Pelapor adalah
perorangan, maka surat kuasa tersebut sekaligus sebagai
surat penunjukan sebagaimana dimaksud pada Lampiran 13.
5) Laporan Data Pokok ULN sebagaimana dimaksud pada
angka 2) disampaikan kepada Bank Indonesia dengan
menyertakan dokumen pendukung perubahan data.
b. Data ...
11
b. Data Profil ULN
1) Pelapor Bank dan Badan Usaha Bukan Bank
a) ULN atas dasar Perjanjian Kredit (Loan Agreement)
dengan nominal komitmen paling
sedikit USD
200.000,00 (dua ratus ribu USD) atau ekuivalen dengan
mata uang lain dengan kurs yang berlaku pada saat
Perjanjian Kredit (Loan Agreement) ditandatangani,
wajib dilaporkan per ULN;
b) ULN atas dasar Perjanjian Kredit (Loan Agreement)
dengan nominal komitmen di bawah USD 200.000,00
(dua ratus ribu USD) atau ekuivalen dengan mata uang
lain dengan kurs yang berlaku pada saat perjanjian kredit
ditandatangani, dapat dilaporkan secara gabungan;
c) ULN atas dasar Surat Utang (Debt Securities) yang
mempunyai jangka waktu paling sedikit 3 bulan dan atau
berjumlah paling sedikit USD 200.000,00 (dua ratus ribu
USD) atau ekuivalen dengan mata uang lain dengan kurs
yang berlaku pada saat Surat Utang (Debt Securities)
diterbitkan, wajib dilaporkan per ULN;
d) ULN atas dasar Surat Utang (Debt Securities) yang
mempunyai jangka waktu di bawah 3 bulan dan
berjumlah di bawah USD 200.000,00 (dua ratus ribu
USD) atau ekuivalen dengan mata uang lain dengan kurs
yang berlaku pada saat Surat Utang (Debt Securities)
diterbitkan, dapat dilaporkan secara gabungan;
e) ULN atas dasar Utang Dagang (Trade Credits) yang
berjangka waktu
paling
sedikit
3 bulan
dan
atau
berjumlah ...
12
berjumlah paling sedikit USD 200.000,00 (dua ratus ribu
USD) atau ekuivalen dengan mata uang lain dengan kurs
yang berlaku pada saat Utang Dagang (Trade Credits)
diterbitkan, wajib dilaporkan per ULN;
f) ULN atas dasar Utang Dagang (Trade Credits) yang
berjangka waktu di bawah 3 bulan dan berjumlah di
bawah USD 200.000,00 (dua ratus ribu USD) atau
ekuivalen dengan mata uang lain dengan kurs yang
berlaku pada saat Utang Dagang
(Trade Credits)
diterbitkan, dapat dilaporkan secara gabungan;
g) ULN atas dasar Utang Lainnya (Other Debts) yang
berjangka waktu paling
berjumlah paling sedikit USD 200.000,00 (dua ratus ribu
USD) atau ekuivalen dengan mata uang lain dengan kurs
yang berlaku pada saat Utang Lainnya (Other Debts)
ditandatangani atau diterbitkan, wajib dilaporkan per
ULN;
h) ULN atas dasar Utang Lainnya (Other Debts) yang
berjangka waktu di bawah 3 bulan dan berjumlah di
bawah USD 200.000,00 (dua ratus ribu USD) atau
ekuivalen dengan mata uang lain dengan kurs yang
berlaku pada saat Utang Lainnya (Other Debts)
ditandatangani atau diterbitkan, dapat dilaporkan secara
gabungan.
2) Pelapor Perorangan
a) ULN atas dasar Perjanjian Kredit ( Loan Agreement )
dengan nominal komitmen paling
sedikit USD
200.000,00 (dua ratus ribu USD) atau ekuivalen dengan
mata ...
sedikit 3 bulan dan atau
13
mata uang lain dengan kurs yang berlaku pada saat
Perjanjian Kredit (Loan Agreement) ditandatangani,
wajib dilaporkan per ULN;
b) ULN atas dasar Perjanjian Kredit ( Loan Agreement )
dengan nominal komitmen per ULN di bawah USD
200.000,00 (dua ratus ribu USD) atau ekuivalen dengan
mata uang lain dengan kurs yang berlaku pada saat
Perjanjian Kredit (Loan Agreement) ditandatangani,
wajib dilaporkan setelah total nominal komitmen per
ULN tersebut mencapai USD 200.000,00 (dua ratus ribu
USD) atau ekuivalen dengan mata uang lain dengan kurs
yang
berlaku pada saat Perjanjian Kredit (Loan
Agreement) ditandatangani, dan dapat dilaporkan secara
gabungan;
c) ULN atas dasar Surat Utang (Debt Securities) yang per
ULN mempunyai jangka waktu paling sedikit 3 bulan
dan berjumlah paling sedikit USD 200.000,00 (dua ratus
ribu USD) atau ekuivalen dengan mata uang lain dengan
kurs yang
berlaku pada saat Surat Utang
Securities) diterbitkan, wajib dilaporkan per ULN;
d) ULN atas dasar Surat Utang (Debt Securities) yang per
ULN mempunyai jangka waktu di di bawah 3 bulan dan
berjumlah paling sedikit USD 200.000,00 (dua ratus ribu
USD) atau ekuivalen dengan mata uang lain dengan kurs
yang berlaku pada saat Surat Utang (Debt Securities)
diterbitkan, dapat dilaporkan secara gabungan;
e) ULN atas dasar Surat Utang (Debt Securities) yang per
ULN berjumlah di bawah USD 200.000,00 (dua ratus
ribu ...
(Debt
14
ribu USD) atau ekuivalen dengan mata uang lain dengan
kurs yang
berlaku pada saat Surat Utang
(Debt
Securities) diterbitkan, wajib dilaporkan setelah total
nominal per ULN tersebut mencapai USD 200.000,00
(dua ratus ribu USD) atau ekuivalen dengan mata uang
lain dengan kurs yang berlaku pada saat Surat Utang
(Debt Securities) diterbitkan, dan dapat dilaporkan secara
gabungan;
f) ULN atas dasar Utang Dagang (Trade Credits) yang per
ULN mempunyai jangka waktu paling sedikit 3 bulan
dan berjumlah paling sedikit USD 200.000,00 (dua ratus
ribu USD) atau ekuivalen dengan mata uang lain dengan
kurs yang berlaku pada saat Utang Dagang (Trade
Credits) diterbitkan, wajib dilaporkan per ULN;
g) ULN atas dasar Utang Dagang (Trade Credits) yang per
ULN mempunyai jangka waktu di bawah 3 bulan dan
berjumlah paling sedikit USD 200.000,00 (dua ratus ribu
USD) atau ekuivalen dengan mata uang lain dengan kurs
yang berlaku pada saat Utang Dagang (Trade Credits)
diterbitkan, dapat dilaporkan secara gabungan;
h) ULN atas dasar Utang Dagang (Trade Credits) yang per
ULN berjumlah di bawah USD 200.000,00 (dua ratus
ribu USD) atau ekuivalen dengan mata uang lain dengan
kurs yang berlaku pada saat Utang Dagang (Trade
Credits) diterbitkan, wajib dilaporkan setelah total
nominal per ULN tersebut mencapai USD 200,000.00
(dua ratus ribu USD) atau ekuivalen dengan mata uang
lain ...
15
lain dengan kurs yang berlaku pada saat Utang Dagang
(Trade Credits) diterbitkan, dan dapat dilaporkan secara
gabungan;
i) ULN atas dasar Utang Lainnya (Other Debts) yang per
ULN mempunyai jangka waktu paling sedikit 3 bulan
dan berjumlah paling sedikit USD 200.000,00 (dua ratus
ribu USD) atau ekuivalen dengan mata uang lain dengan
kurs yang berlaku pada saat Utang Lainnya (Other
Debts) ditandatangani atau diterbitkan, wajib dilaporkan
per ULN;
j) ULN atas dasar Utang Lainnya (Other Debts) yang per
ULN mempunyai jangka waktu di bawah 3 bulan dan
berjumlah paling sedikit USD 200.000,00 (dua ratus ribu
USD) atau ekuivalen dengan mata uang lain dengan kurs
yang berlaku pada saat Utang Lainnya (Other Debts)
ditandatangani atau diterbitkan, dapat dilaporkan secara
gabungan;
k) ULN atas dasar Utang Lainnya (Other Debts) yang per
ULN berjumlah di bawah USD 200.000,00 (dua ratus
ribu USD) atau ekuivalen dengan mata uang lain dengan
kurs yang berlaku pada saat Utang Lainnya (Other
Debts) ditandatangani atau diterbitkan, wajib dilaporkan
setelah total nominal per ULN tersebut mencapai
USD200.000.- (Dua ratus ribu USD) atau ekuivalen
dengan mata uang lain dengan kurs yang berlaku pada
saat Utang Lainnya (Other Debts) ditandatangani atau
diterbitkan, dan dapat dilaporkan secara gabungan;
3) Setiap ...
16
3) Setiap Pelapor yang memiliki ULN sebagaimana dimaksud
pada butir 1)a) dan butir 1)b) serta butir 2)a) dan butir 2)b),
wajib menyampaikan Data Profil ULN dengan
menggunakan Laporan Data Pokok ULN sebagaimana
dimaksud pada butir II.B.1.b.1), dan disampaikan kepada
Bank Indonesia dengan menggunakan formulir PK01.1 dan
atau PK01.2 sebagaimana dimaksud pada Lampiran 2 dan
Lampiran 3.
4) Setiap Pelapor yang memiliki ULN sebagaimana dimaksud
pada butir 1)c) dan butir 1)d) serta butir 2)c), butir 2)d), dan
butir 2)e), wajib menyampaikan Data Profil ULN dengan
menggunakan Laporan Data Pokok ULN sebagaimana
dimaksud pada butir II.B.1.b.2), dan disampaikan kepada
Bank
Indonesia
dengan menggunakan
sebagaimana dimaksud pada Lampiran 4.
5) Setiap Pelapor yang memiliki ULN sebagaimana dimaksud
pada butir 1)e) dan butir 1)f) serta butir 2)f), butir 2)g), dan
butir 2)h), wajib menyampaikan Data Profil ULN dengan
menggunakan Laporan Data Pokok ULN sebagaimana
dimaksud pada butir II.B.1.b.3), dan disampaikan kepada
Bank
Indonesia
dengan menggunakan
sebagaimana dimaksud pada Lampiran 5.
6) Setiap Pelapor yang memiliki ULN sebagaimana dimaksud
pada butir 1)g) dan butir 1)h) serta butir 2)i), butir 2)j), dan
butir 2)k), wajib menyampaikan Data Profil ULN dengan
menggunakan Laporan Data Pokok ULN sebagaimana
dimaksud pada butir II.B.1.b.4), dan disampaikan kepada
Bank Indonesia dengan menggunakan formulir UL01
sebagaimana dimaksud pada Lampiran 6.
7) Laporan ...
formulir UD01
formulir SU01
17
7) Laporan Data Pokok ULN sebagaimana dimaksud pada
angka 3), angka 4), angka 5) dan angka 6) disampaikan
kepada Bank Indonesia dengan menyertakan dokumen
pendukung ULN yang memuat data profil ULN, seperti
fotokopi
ringkasannya dan foto copy Surat Utang ( Debt Securities).
2. Laporan Data Realisasi ULN
a. Laporan Data Realisasi ULN atas dasar Perjanjian Kredit (Loan
Agreement) sebagaimana dimaksud pada butir II.B.2.a,
disampaikan kepada Bank Indonesia dengan menggunakan
formulir PK02 sebagaimana dimaksud pada Lampiran 7.
b. Laporan Data Realisasi ULN atas dasar Surat Utang (Debt
Securities) sebagaimana dimaksud pada butir II.B.2.b,
disampaikan kepada Bank Indonesia dengan menggunakan
formulir SU02 sebagaimana dimaksud pada Lampiran 8.
c. Laporan Data Realisasi ULN atas dasar Utang Dagang (Trade
Credits) sebagaimana dimaksud pada butir II.B.2.c,
disampaikan kepada Bank Indonesia dengan menggunakan
formulir UD02 sebagaimana dimaksud pada Lampiran 9.
d. Laporan Data Realisasi ULN atas dasar Utang Lainnya (Other
Debts) sebagaimana dimaksud pada butir II.B.2.d, disampaikan
kepada Bank Indonesia dengan menggunakan formulir UL02
sebagaimana dimaksud pada Lampiran 10.
e. Laporan Data Realisasi sebagaimana dimaksud pada huruf a,
huruf b, huruf c, dan huruf d merupakan data realisasi ULN
yang terjadi selama periode laporan.
3. Seluruh field data pada formulir Laporan ULN sebagaimana
dimaksud pada angka 1 dan angka 2 wajib diisi.
B. Penyampaian ...
Perjanjian Kredit (Loan Agreement) atau
18
B. Penyampaian Laporan
Laporan disampaikan kepada Bank Indonesia menggunakan media on
line (web technology) atau media off line berupa attachment e-mail,
Disket/CD, media penyimpanan lainnya, atau hard copy melalui kurir
atau jasa ekspedisi dengan alamat :
1. Media on line (web technology) :
https://www.bi.go.id/siulweb/backendweb; atau
https://www.bi.go.id/siulweb/backendws.
2. Media off line :
a. Disket/CD, media penyimpanan lainnya atau hard copy :
Bagian Administrasi dan Analisis Pinjaman Luar Negeri, Bank
Indonesia
Gedung B Lt.5 Jalan MH. Thamrin No.2 Jakarta.
b. E-mail : APLNSIUL@bi.go.id
C. Batas Waktu Penyampaian Laporan
1. Laporan Data Pokok ULN
a. Laporan Data Pokok ULN Baru atau perubahannya wajib
disampaikan kepada Bank Indonesia paling lambat 10 hari
setelah penandatanganan atau
penerbitan ULN dan atau
perubahannya untuk ULN atas dasar Perjanjian Kredit (Loan
Agreement), Surat Utang (Debt Securities), Utang Dagang
(Trade Credits) dan Utang Lainnya (Other Debt.).
b. Dalam hal penarikan ULN atas dasar Perjanjian Kredit (Loan
Agreement), Utang Dagang (Trade Credits) dan Utang Lainnya
(Other Debts) dilakukan sebelum tanggal penandatanganan atau
penerbitan ULN, Laporan Data Pokok ULN Baru wajib
disampaikan kepada Bank Indonesia paling lambat 10 hari
setelah tanggal penarikan ULN.
2. Laporan ...
19
2. Laporan Data Realisasi ULN wajib disampaikan kepada Bank
Indonesia setiap bulan dengan batas waktu paling lambat pada
tanggal 10 bulan berikutnya.
3. Apabila batas waktu penyampaian laporan sebagaimana dimaksud
pada angka 2 jatuh pada Hari Sabtu atau Hari libur, laporan
dimaksud disampaikan pada Hari sebelumnya.
4. Prosedur penyampaian
laporan dengan media on line (web
technology) sebagaimana dimaksud pada butir III.B.1 dicantumkan
pada Buku Panduan Teknis Sistem Informasi Utang Luar Negeri
Bank Indonesia versi 2.0 sebagaimana dimaksud pada Lampiran 14.
5. Laporan ULN dengan media off line berupa disket/CD, media
penyimpanan lainnya, atau hard copy sebagaimana dimaksud pada
butir III.B.2.a harus sudah diterima di Bank Indonesia dengan batas
waktu sebagaimana dimaksud pada angka 1, angka 2 dan angka 3
paling lambat pukul 16.00 WIB.
6. Pelapor dinyatakan terlambat menyampaikan Laporan Data Pokok
dan atau Laporan Data Realisasi ULN sebagaimana dimaksud pada
butir III. A.1 dan butir III.A.2, apabila laporan disampaikan
melewati batas akhir masa penyampaian laporan sebagaimana
dimaksud pada angka 1, angka 2, dan angka 3.
7. Pelapor dinyatakan tidak menyampaikan Laporan Data Pokok dan
atau Laporan Data Realisasi ULN sebagaimana dimaksud pada
butir III.A.1 dan III.A.2, apabila pelapor tidak menyampaikan
laporan dimaksud melampaui 6 (enam) bulan terhitung sejak batas
akhir penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1,
angka 2, dan angka 3.
8. Tanggal penerimaan laporan dengan menggunakan media off line
berupa disket/CD, media penyimpanan lainnya, atau hard copy
sebagaimana ...
20
sebagaimana dimaksud pada butir III.B.2.a oleh Bank Indonesia
adalah sesuai dengan tanggal penerimaan di Bank Indonesia. Untuk
pengiriman dengan pos, tanggal penerimaan laporan adalah tanggal
stempel pos.
D. Prosedur dan Batas Waktu Penyampaian Koreksi Laporan
1. Pelapor dapat menyampaikan koreksi Laporan Data Pokok ULN
sampai dengan 20 hari setelah penandatanganan perjanjian ULN
atas dasar Perjanjian Kredit (Loan Agreement), penerbitan Surat
Utang (Debt Securities), penandatanganan Utang Dagang (Trade
Credits) dan Utang Lainnya (Other Debts) atau setelah tanggal
penarikan ULN.
2. Pelapor dapat menyampaikan koreksi Laporan Data Realisasi ULN
sampai dengan tanggal 20 pada bulan penyampaian laporan.
3. Prosedur penyampaian koreksi Laporan menggunakan media on
line (web technology) dicantumkan pada Buku Panduan Teknis
Sistem Informasi Utang Luar Negeri Bank Indonesia versi 2.0
sebagaimana dimaksud pada Lampiran 14.
4. Koreksi Laporan menggunakan media off line sebagaimana
dimaksud pada butir III.B.2 disampaikan dengan mencantumkan
kata ”KOREKSI” pada setiap koreksi Laporan.
E. Prosedur penyusunan dan penyampaian Laporan ULN kepada Bank
Indonesia, tercantum dalam Buku Petunjuk Teknis Aplikasi Sistem
Informasi Utang Luar Negeri Bank Indonesia versi 2.0 sebagaimana
dimaksud pada Lampiran 14.
IV. SANKSI ...
21
IV. SANKSI
A. Sanksi Administratif Berupa Denda
1. Sanksi administratif bagi pelapor yang terlambat menyampaikan
Laporan Data Pokok sebagaimana dimaksud butir III.C.1.a, dan
butir III.C.1.b,
rupiah) untuk
adalah denda sebesar Rp 100.000,00 (seratus ribu
setiap 1 hari keterlambatan. Jumlah hari
keterlambatan dihitung mulai satu hari setelah berakhirnya masa
penyampaian laporan sampai dengan tanggal diterimanya laporan
oleh Bank Indonesia.
2. Sanksi administratif bagi pelapor yang terlambat menyampaikan
Laporan Data Realisasi ULN sebagaimana dimaksud pada butir
III.C.2 dan butir III.C.3 adalah denda sebesar Rp 100.000,00
(seratus ribu rupiah) untuk setiap 1 hari keterlambatan. Jumlah hari
keterlambatan dihitung mulai satu hari setelah berakhirnya masa
penyampaian laporan sampai dengan tanggal diterimanya laporan
oleh Bank Indonesia.
3. Sanksi administratif bagi
pelapor yang
tidak menyampaikan
laporan sebagaimana dimaksud pada butir III.C.7 adalah denda
sebesar 1 0/00 (satu per mil) dari jumlah ULN yang diterima,
ditambah dengan denda keterlambatan sebagaimana dimaksud pada
angka 1, angka 2 dan angka 3 Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah)
untuk setiap 1 (satu) hari keterlambatan. Jumlah hari keterlambatan
dihitung mulai satu hari setelah berakhirnya masa penyampaian
laporan sampai dengan tanggal diterimanya laporan oleh Bank
Indonesia.
4. Bagi pelapor yang menyampaikan laporan ULN tidak lengkap dan
atau tidak benar dikenakan sanksi administratif berupa denda
sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah).
B. Pembayaran ...
22
B. Pembayaran Sanksi Administratif Berupa Denda
1. Pembayaran sanksi administratif berupa denda sebagaimana
dimaksud pada huruf A disetorkan ke Rekening Kas Negara No.
501.000.000 yang ada di Bank Indonesia.
2. Pelaksanaan pembayaran sanksi administratif berupa denda
sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan setelah adanya
surat pemberitahuan secara tertulis dari Bank Indonesia yang antara
lain berisi tentang penetapan besarnya denda yang harus dibayar,
dan tata cara penyetoran, dengan tembusan kepada Kantor Kas
Negara dan penyampaian bukti pembayaran kepada Bank Indonesia.
V.
PERALIHAN
Penyampaian Laporan pada Masa Transisi
1. Khusus untuk periode Januari 2005 sampai dengan Maret 2005, selain
wajib menyampaikan laporan sebagaimana diatur dalam SE BI No.
2/20/DLN tanggal 9 Oktober 2000 tentang Kewajiban Pelaporan Utang
Luar Negeri sebagaimana telah diubah dengan SE No. 3/12/DLN
tanggal 8 Juni 2001 juga menyampaikan laporan dalam format
sebagaimana diatur dalam Surat Edaran ini.
2. Selama periode sebagaimana dimaksud pada angka 1, penyampaian
laporan dengan format sebagaimana diatur dalam Surat Edaran ini
disampaikan paling lambat tanggal 25 pada bulan berikutnya.
Dengan diberlakukannya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 2/20/DLN tanggal 9 Oktober 2000 perihal Kewajiban
Pelaporan Utang Luar Negeri dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
3/12/DLN tanggal 8 Juni 2001 perihal Perubahan Surat Edaran Bank Indonesia
No. 2/20/DLN tanggal 9 Oktober 2000 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan ...
23
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 1 April 2005.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA
Kusumaningtuti S. S
Direktur
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 6/51/DLN|SE-BI/2004 </reg_id>
<reg_title> Kewajiban Pelaporan Utang Luar Negeri </reg_title>
<set_date> 31 Desember 2004 </set_date>
<effective_date> 1 April 2005 </effective_date>
<replaced_reg> '3/12/DLN|SE-BI/2001', '2/20/DLN|SE-BI/2000' </replaced_reg>
<related_reg> '2/22/PBI/2000' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi IV' </penalty_list>
|
No.6/44/DPNP
Jakarta, 22 Oktober 2004
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal: Rencana Bisnis Bank Umum.
Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/25/PBI/2004
tanggal 22 Oktober 2004 tentang Rencana Bisnis Bank Umum (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 157, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4457), Bank wajib menyusun Rencana Bisnis
dan menyampaikannya kepada Bank Indonesia, serta melaporkan realisasi dan
hasil pengawasan terhadap Rencana Bisnis tersebut. Sehubungan dengan hal
tersebut perlu diatur ketentuan pelaksanaan tentang penyusunan dan pelaporan
Rencana Bisnis dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia dengan pokok-pokok
ketentuan sebagai berikut:
I. UMUM
1. Dalam rangka mencapai tujuan usaha Bank yang berpedoman kepada
visi dan misi yang telah ditetapkan maka Bank perlu menyusun suatu
perencanaan
yang matang
dengan
tetap memperhatikan
prinsip
kehati-hatian dan responsif terhadap perubahan eksternal dan internal.
Untuk menghasilkan perencanaan yang matang tersebut, Bank harus
menyusun …
menyusun Rencana Bisnis yang realistis dan komprehensif dengan
cakupan Rencana Bisnis yang diperluas sehingga lebih mencerminkan
kompleksitas usaha Bank yang semakin meningkat.
2. Secara operasional Rencana Bisnis adalah dokumen tertulis yang
menggambarkan rencana kegiatan usaha Bank jangka pendek (satu
tahun) dan jangka menengah (tiga tahun), termasuk strategi untuk
merealisasikan rencana tersebut, rencana untuk memperbaiki kinerja
usaha, dan rencana pemenuhan ketentuan kehati-hatian sesuai dengan
target dan waktu yang ditetapkan. Penyusunan Rencana Bisnis dilakukan
oleh Direksi dan harus memperoleh persetujuan Komisaris Bank.
Selanjutnya, dalam rangka mengimplementasikan Rencana Bisnis secara
efektif maka Direksi wajib mengkomunikasikan rencana tersebut kepada
pemegang saham dan seluruh jenjang organisasi yang ada pada Bank.
II. CAKUPAN DAN PENYUSUNAN RENCANA BISNIS
Sesuai dengan Pasal 5 Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/25/PBI/2004
tanggal 22.Oktober 2004 tentang Rencana Bisnis Bank Umum, cakupan
Rencana Bisnis Bank sekurang-kurangnya meliputi ringkasan eksekutif,
kinerja Bank saat ini, penerapan manajemen risiko, kebijakan dan strategi
manajemen, proyeksi keuangan, rencana penghimpunan dana, rencana
penyaluran dana, rencana permodalan, proyeksi rasio dan pos-pos tertentu,
rencana pengembangan organisasi dan sumber daya manusia, rencana
pengembangan produk dan aktivitas baru, rencana perubahan jaringan
kantor, dan lain-lain. Cakupan Rencana Bisnis ini bersifat minimum
sehingga apabila diperlukan Bank dapat memperluas cakupan tersebut
sesuai dengan kebutuhan, dengan tetap memperhatikan hal-hal sebagaimana
ditetapkan pada angka I di atas.
1. Ringkasan …
1. Ringkasan Eksekutif
Ringkasan eksekutif ini berisi penjelasan umum, baik kuantitatif
maupun kualitatif, mengenai hasil yang telah dicapai pada tahun
sebelumnya, seperti kecukupan permodalan, kualitas aset, rasio
obligasi pemerintah terhadap total aktiva produktif, penyaluran dana
kepada usaha mikro, kecil, dan menengah, rentabilitas, penghimpunan
dana, rasio likuiditas, dan target usaha Bank dalam jangka waktu
1 (satu) tahun sampai dengan 3 (tiga) tahun ke depan, serta asumsi
makro dan mikro yang digunakan.
Ringkasan eksekutif ini sekurang-kurangnya memuat:
a. Indikator Keuangan Utama
Indikator keuangan utama antara lain memuat posisi saat ini
maupun proyeksi sebagaimana contoh tabel di bawah ini.
Periode
Indikator
CAR
Rasio
yang
Des
04 Tw1 Tw2 Tw3 Tw4
Tahun 2005
aktiva produktif
diklasifikasikan
terhadap aktiva produktif
Obligasi Pemerintah/
Total Aktiva Produktif
NPL Ratio-Gross
NPL Ratio-Net
Kredit/Total Akt. Prod.
Rasio KUK terhadap
Total Kredit
Rasio UMKM terhadap
Total Kredit
ROA
ROE
NIM
BOPO
Total DPK
LDR
b. Target …
Des
06
Des
07
b. Target Jangka Pendek
Bagian ini menguraikan target (fokus) kegiatan usaha Bank selama
1 (satu) tahun ke depan, baik kuantitatif maupun kualitatif, sesuai
dengan visi dan misi Bank disertai dengan alasan pemilihan target,
asumsi yang digunakan, dan strategi
untuk mencapai target
tersebut.
Contoh target jangka pendek adalah pemeliharaan tingkat
NPLs < 5%, peningkatan fungsi intermediasi, pengembangan
perbankan Syariah, penerapan good corporate governance, dan
peningkatan efisiensi.
c. Target Jangka Menengah
Bagian ini menguraikan target kegiatan usaha Bank selama 3 (tiga)
tahun ke depan, sesuai dengan visi dan misi Bank.
Penyusunan target jangka menengah disesuaikan pula dengan
target jangka panjang Bank, khususnya yang terkait dengan
rencana pencapaian pengelompokan Bank sebagaimana tercantum
pada pilar pertama Arsitektur Perbankan Indonesia, seperti Bank
internasional, Bank nasional, Bank dengan fokus kegiatan usaha
pada segmen tertentu atau Bank dengan kegiatan usaha terbatas.
d. Asumsi Makro dan Mikro
Bagian ini menguraikan asumsi makro seperti tingkat pertumbuhan
ekonomi dan tingkat inflasi, dan asumsi mikro seperti tingkat
persaingan antar bank dan pertumbuhan kredit industri perbankan,
yang digunakan di dalam menyusun Rencana Bisnis Bank.
2. Kinerja …
2. Kinerja Bank saat ini
Bagian ini berisi penjelasan umum, baik kuantitatif maupun kualitatif,
mengenai kondisi Bank selama 1 (satu) tahun terakhir dan menyoroti
hal-hal utama yang perlu mendapat perhatian atau permasalahan yang
dihadapi serta hasil-hasil yang telah dicapai Bank dilihat dari faktor
permodalan, kualitas aset, manajemen, rentabilitas, likuiditas, dan
sensitivitas terhadap risiko pasar, yang untuk pertama kali didasarkan
atas hasil uji coba untuk posisi tahun 2004. Dalam hal ini termasuk
pula hasil pelaksanaan action plan dalam rangka memperbaiki kinerja
Bank sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum
(CAMELS). Uraian hasil pelaksanaan action plan ini dicantumkan
pertama kali untuk Rencana Bisnis Tahun 2006. Selain penyajian
penjelasan tersebut di atas, pada bagian ini juga harus disajikan
realisasi pemberian kredit kepada usaha mikro, kecil, dan menengah
(UMKM) yang menggambarkan keterlibatan Bank dalam rangka ikut
serta mendorong perkembangan yang positif dari sektor usaha tersebut.
Kinerja Bank saat ini sekurang-kurangnya memuat uraian kuantitatif
dan kualitatif dari faktor-faktor:
a. Permodalan
Uraian mengenai kondisi kecukupan, komposisi, dan proyeksi
(trend ke depan) permodalan serta kemampuan permodalan Bank
dalam mengcover aset bermasalah, kondisi kemampuan Bank
dalam penambahan modal yang berasal dari keuntungan, rencana
permodalan Bank untuk mendukung pertumbuhan usaha, akses
kepada sumber permodalan, dan kinerja keuangan pemegang
saham untuk meningkatkan permodalan Bank.
b. Kualitas…
b. Kualitas Aset
Uraian mengenai kondisi kualitas aktiva produktif, konsentrasi
eksposur risiko kredit, perkembangan aktiva produktif bermasalah,
kecukupan penyisihan penghapusan
aktiva produktif (PPAP),
kecukupan kebijakan dan prosedur, sistem kaji ulang (review)
internal, sistem dokumentasi, dan kinerja penanganan aktiva
produktif bermasalah.
c. Manajemen
Uraian mengenai penerapan prinsip good corporate governance,
penerapan manajemen risiko, efektivitas penerapan ketentuan
prinsip mengenal nasabah (Know Your Customers) dan Undang-
undang Tindak Pidana Pencucian Uang (Anti Money Laundering),
dan kepatuhan Bank terhadap ketentuan yang
komitmen kepada Bank Indonesia dan atau pihak lainnya.
berlaku
serta
d. Rentabilitas
Uraian mengenai pencapaian Return On Assets (ROA), Return On
Equity (ROE), Net Interest Margin (NIM), tingkat efisiensi Bank
(BOPO), perkembangan laba operasional, diversifikasi pendapatan,
penerapan prinsip akuntansi dalam pengakuan pendapatan dan
biaya, dan prospek laba operasional.
e. Likuiditas
Uraian mengenai kondisi likuiditas seperti rasio aktiva/pasiva
likuid, potensi maturity mismatch, kondisi Loan to Deposit Ratio
(LDR), proyeksi cash flow, konsentrasi pendanaan, kecukupan
kebijakan dan pengelolaan likuiditas (assets and liabilities
management/ALMA), akses kepada sumber pendanaan, dan
stabilitas pendanaan.
f. Sensitivitas …
f. Sensitivitas terhadap Risiko Pasar
Uraian mengenai kondisi kemampuan modal
mengcover potensi kerugian sebagai akibat
Bank
dalam
fluktuasi (adverse
movement) suku bunga dan nilai tukar serta kecukupan penerapan
manajemen risiko pasar.
g. Realisasi Pemberian Kredit kepada Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah
Kredit kepada usaha mikro adalah kredit kepada usaha mikro
dengan plafon kredit sampai dengan Rp50.000.000,00 (lima puluh
juta rupiah).
Kredit kepada usaha kecil adalah kredit kepada usaha kecil dengan
plafon kredit lebih besar dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah) sampai dengan Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Kredit kepada usaha menengah
adalah kredit kepada
usaha
menengah dengan plafon kredit lebih besar dari Rp500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah) sampai dengan Rp5.000.000.000,00 (lima
milyar rupiah).
3. Penerapan Manajemen Risiko
Penerapan manajemen risiko sekurang-kurangnya memuat:
a. Faktor-faktor Risiko (Risk Factors)
Uraian ini meliputi faktor-faktor yang mempengaruhi strategi usaha
Bank termasuk yang secara langsung mempengaruhi rentabilitas,
seperti faktor-faktor suku bunga, nilai tukar, fluktuasi pasar atau
persaingan, dan masalah-masalah hukum yang sedang dan akan
dihadapi Bank.
b. Proses …
b. Proses Manajemen Risiko
Proses manajemen risiko pada Bank meliputi hasil penerapan
manajemen risiko untuk periode awal tahun sampai dengan akhir
tahun.
Pada bagian ini, khususnya untuk
Desember 2004, diuraikan secara singkat mengenai hasil kemajuan
yang diperoleh Bank
informasi per akhir
atas action plan manajemen risiko yang
disampaikan kepada Bank Indonesia sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
c. Profil Risiko
Uraian mengenai profil risiko meliputi informasi yang dihasilkan
berdasarkan penilaian Bank mengenai tingkat dan trend seluruh
eksposur risiko. Penilaian tersebut mengkombinasikan penilaian
kuantitatif dan kualitatif (kualitas penerapan manajemen risiko).
Mengingat bahwa laporan profil risiko
dipersyaratkan untuk
dilaporkan pada posisi triwulan I tahun 2005 maka uraian profil
risiko dicantumkan pertama kali untuk Rencana Bisnis Tahun
2006.
4. Kebijakan dan Strategi Manajemen
Bagian ini berisi penjelasan umum mengenai kebijakan dan strategi
manajemen selama 1 (satu) tahun ke depan, yang sekurang-kurangnya
memuat:
a. Kebijakan Manajemen (Policy Statements)
Uraian kebijakan manajemen meliputi informasi umum kebijakan
Bank dalam menjalankan strategi usaha. Dalam uraian ini termasuk
pula uraian mengenai kebijakan manajemen risiko yang disusun
berdasarkan …
berdasarkan evaluasi atas penerapan manajemen risiko
sebagaimana dimaksud pada angka 3 di atas.
b. Strategi Bisnis
Uraian strategi bisnis Bank meliputi informasi langkah-langkah
strategis untuk mencapai tujuan usaha Bank yang telah ditetapkan,
strategi untuk mengantisipasi perubahan kondisi eksternal, strategi
manajemen risiko, dan strategi pengembangan teknologi informasi.
Sebelum strategi bisnis ini disusun hendaknya Bank melakukan
analisis terlebih dahulu mengenai strengths, weaknesses,
opportunities, dan threats yang ada pada Bank.
c. Kebijakan Remunerasi (Remuneration Policies)
Uraian mengenai kebijakan remunerasi meliputi informasi
kebijakan yang mengatur pemberian gaji, bonus (benefits), dan
fasilitas lain kepada pengurus Bank termasuk besarannya.
5. Proyeksi Keuangan
Mencerminkan kondisi keuangan Bank saat ini (actual) dan proyeksi
untuk periode 3 (tiga) tahun ke depan secara triwulanan. Dalam bagian
ini diuraikan juga mengenai asumsi yang digunakan dalam menyusun
proyeksi keuangan dimaksud.
Dalam penyajian kondisi keuangan Bank saat ini, Bank hendaknya
menyajikan data keuangan terakhir yang tersedia.
Proyeksi keuangan ini disajikan dengan mengacu pada:
a. Lampiran 1
b. Lampiran 2
: Neraca
: Komitmen, Kontinjensi dan Transaksi
Derivatif
c. Lampiran 3
: Laba Rugi
d. Lampiran 4 (a) : Kewajiban Penyediaan Modal Minimum
Lampiran …
Lampiran 4 (b) : Kewajiban Penyediaan Modal Minimum
– Risiko Pasar
6. Rencana Penghimpunan Dana
Mencerminkan posisi penghimpunan dana saat ini (actual) dan rencana
penghimpunan dana untuk periode 1 (satu) tahun ke depan secara
triwulanan. Dalam bagian ini diuraikan juga mengenai asumsi yang
digunakan dalam menyusun rencana dimaksud serta strategi Bank
untuk merealisasikan rencana tersebut.
Rencana penghimpunan dana ini disajikan dengan mengacu pada:
a. Lampiran 5
:
b. Lampiran 6
Rencana Penghimpunan Dana Pihak
Ketiga
: Rencana Penerbitan Surat Berharga
7. Rencana Penyaluran Dana
Mencerminkan posisi penyaluran dana saat ini (actual) dan rencana
penyaluran dana untuk periode 1 (satu) tahun ke depan secara
triwulanan. Dalam bagian ini diuraikan juga mengenai asumsi yag
digunakan dalam menyusun rencana dimaksud serta strategi Bank
untuk merealisasikan rencana tersebut.
Rencana penyaluran dana ini wajib disajikan dengan mengacu pada:
a. Lampiran 7 (a) : Rencana Penyediaan Dana kepada Pihak
Terkait
b. Lampiran 7 (b) : Rencana Pemberian Kredit kepada
Debitur Inti
c. Lampiran 7 (c) : Rencana Pemberian Kredit menurut
Kegiatan Usaha Utama Bank
d. Lampiran 7 (d).1 : Rencana Pemberian Kredit menurut
Sektor Ekonomi
Lampiran 7 (d).2 : Rencana Pemberian Kredit kepada Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah menurut
Sektor Ekonomi
Lampiran …
Lampiran 7 (d).3
Rencana Pelimpahan Kredit kepada
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
menurut Sektor Ekonomi
e. Lampiran 7 (e).1 : Rencana Pemberian Kredit menurut Jenis
Penggunaan
Lampiran 7 (e).2 : Rencana Pemberian Kredit kepada Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah menurut
Jenis Penggunaan
Lampiran 7 (e).3 : Rencana Pelimpahan Kredit kepada
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
menurut Jenis Penggunaan
f. Lampiran 7 (f).1 : Rencana Pemberian Kredit menurut
Propinsi
Lampiran 7 (f).2 : Rencana Pelimpahan Kredit menurut
Propinsi
g. Lampiran 8
h. Lampiran 9
: Rencana Penyaluran Dana dalam bentuk
Surat Berharga
: Rencana Penyaluran Dana dalam bentuk
Penyertaan Modal
8. Rencana Permodalan
Mencerminkan posisi permodalan saat ini (actual) dan rencana
permodalan untuk periode 3 (tiga) tahun ke depan secara triwulanan.
Dalam bagian ini diuraikan juga mengenai upaya-upaya Bank dalam
rangka memenuhi Arsitektur Perbankan Indonesia (API)
terutama
yang terkait dengan Pilar 1 mengenai permodalan, termasuk rencana
merger atau akuisisi. Selain itu dijelaskan pula asumsi yang digunakan
untuk menyusun rencana dimaksud serta strategi Bank
merealisasikan rencana tersebut.
Rencana permodalan ini disajikan dengan mengacu pada
Lampiran 10.
untuk
9. Proyeksi …
9. Proyeksi Rasio dan Pos-pos Tertentu
Proyeksi ini harus mencerminkan kondisi saat ini (actual) dan proyeksi
rasio-rasio keuangan dan perkembangan pos-pos neraca tertentu untuk
posisi terakhir dan periode 1 (satu) tahun ke depan secara triwulanan.
Dalam bagian ini diuraikan juga mengenai asumsi yang digunakan
untuk menyusun rencana dimaksud serta strategi Bank
untuk
merealisasikan rencana tersebut.
Proyeksi Rasio dan Pos-pos Tertentu terdiri dari:
a. Permodalan
Proyeksi permodalan sekurang-kurangnya meliputi proyeksi rasio
Kecukupan Penyediaan Modal Minimum (CAR), rasio modal inti
terhadap modal pelengkap, dan rasio aktiva produktif yang
diklasifikasikan terhadap modal.
b. Kualitas Aset
Proyeksi kualitas aset sekurang-kurangya meliputi rasio Aktiva
Produktif yang Diklasifikasikan terhadap Aktiva Produktif, rasio
Non Performing Loan, rasio aktiva produktif bermasalah terhadap
aktiva produktif, rasio PPAP yang dibentuk terhadap PPAP yang
wajib dibentuk, rasio agunan yang diambil alih terhadap total
kredit, kredit yang diberikan, fasilitas kredit kepada nasabah yag
belum ditarik, kredit kepada UMKM dan rasio KUK terhadap total
kredit.
c. Manajemen
Proyeksi manajemen sekurang-kurangnya terdiri dari proyeksi
predikat profil risiko (risiko komposit) sebagaimana diatur dalam
ketentuan Bank Indonesia tentang Penerapan Manajemen Risiko
bagi Bank Umum.
d. Rentabilitas …
d. Rentabilitas
Proyeksi rentabilitas sekurang-kurangnya terdiri dari rasio Return
On Equity (ROE), rasio Return on Asset (ROA), rasio Net Interest
Margin (NIM), rasio Biaya Operasional terhadap Pendapatan
Operasional (BOPO), rasio Fee Based Income terhadap total
Pendapatan Operasional, Laba (rugi) Operasional, dan Laba (rugi)
tahun berjalan.
e. Likuiditas
Proyeksi likuiditas sekurang-kurangnya terdiri dari Loan to Deposit
Ratio (LDR) dan Dana Pihak Ketiga.
f. Lainnya
Proyeksi ini sekurang-kurangnya terdiri dari rasio obligasi
pemerintah-trading/SUN terhadap total obligasi pemerintah, rasio
dana pendidikan, rasio aktiva tetap terhadap modal, rasio aktiva
tetap yang tidak digunakan dalam operasional Bank terhadap
modal, dan total aset.
Proyeksi rasio dan pos-pos tertentu ini disajikan dengan mengacu pada
Lampiran 11.
10. Rencana Pengembangan Organisasi dan Sumber Daya Manusia
Pada bagian
ini diuraikan informasi terkini mengenai struktur
organisasi dan pengembangan organisasi dan sumber daya manusia
dan rencana pengembangannya selama 1 (satu) tahun ke depan, yang
sekurang-kurangnya memuat:
a. Rencana Pengembangan Organisasi
Termasuk dalam rencana pengembangan organisasi adalah rencana
pembentukan/perubahan
satuan
kerja dan
atau
komite, yang
disesuaikan …
disesuaikan dengan kemampuan, ukuran, dan kompleksitas usaha
Bank.
b. Rencana Pengembangan Sumber Daya Manusia
Termasuk dalam rencana pengembangan sumber daya manusia
adalah rencana kebutuhan, pendidikan, dan pelatihan sumber daya
manusia berikut rencana biaya/anggaran pendidikan dan pelatihan
sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku.
11. Rencana Pengembangan Produk dan Aktivitas Baru
Pada bagian ini diuraikan mengenai rencana pengembangan produk
dan aktivitas baru untuk periode 1 (satu) tahun ke depan, yang
sekurang-kurangnya memuat:
a. Rencana Produk dan Aktivitas Baru
Yang
dimaksud dengan produk dan aktivitas baru adalah
produk/aktivitas yang nature-nya baru bagi Bank, menambah atau
meningkatkan risiko tertentu pada Bank, termasuk produk dan
aktivitas yang sudah banyak dilakukan oleh perbankan namun
merupakan produk dan aktivitas baru bagi Bank.
Tata cara dan persyaratan untuk menyelenggarakan produk dan
aktivitas baru berpedoman kepada ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank
Umum.
Rencana Produk dan Aktivitas Baru disajikan dengan mengacu
pada Lampiran 12.
b. Rencana Pengembangan Pelayanan
Rencana pengembangan pelayanan antara lain rencana
pengembangan
pengembangan
sarana atau media informasi
elektronik
sarana
kepada nasabah,
untuk kebutuhan nasabah,
pengembangan …
pengembangan produk yang sudah ada, standarisasi sistem antrian
nasabah, dan pelayanan pengaduan nasabah.
12. Rencana Perubahan Jaringan Kantor
Rencana perubahan jaringan kantor meliputi rencana pembukaan
jaringan kantor untuk periode 1 (satu) tahun ke depan yang sekurang-
kurangnya mencantumkan lokasi kabupaten/kotamadya secara jelas,
khusus untuk DKI Jakarta sekurang-kurangnya mencantumkan lokasi
kecamatan secara jelas.
Rencana perubahan jaringan kantor ini disajikan dengan mengacu pada
Lampiran 13.
13. Lain-lain
Hal-hal lain yang perlu diuraikan dalam Rencana Bisnis
sekurang-kurangnya meliputi langkah-langkah penyelesaian Agunan
Yang Diambil Alih (AYDA) dan aktiva tetap yang tidak digunakan
dalam operasional Bank.
Agunan yang diambil alih adalah aktiva yang diserahkan secara
sukarela oleh pemilik agunan atau berdasarkan surat kuasa untuk
menjual di luar pelelangan dalam hal debitur tidak memenuhi
kewajibannya kepada Bank.
III. LAPORAN REALISASI DAN PENGAWASAN RENCANA BISNIS
1. Sesuai dengan Pasal 21 Peraturan Bank Indonesia Nomor
6/25/PBI/2004 tanggal 22 Oktober 2004 tentang Rencana Bisnis Bank
Umum, Bank wajib menyampaikan Laporan Realisasi Rencana Bisnis
secara triwulanan, yaitu untuk posisi Maret, Juni, September dan
Desember, yang sekurang-kurangnya mencakup:
a. perbandingan …
a. perbandingan antara Rencana Bisnis dengan realisasinya;
b. penjelasan mengenai deviasi atas realisasi Rencana Bisnis, seperti
kendala yang dihadapi, fokus, dan prioritas pencapaian Rencana
Bisnis;
c. tindak lanjut atau upaya yang akan dilakukan untuk memperbaiki
pencapaian realisasi Rencana Bisnis.
Hal-hal yang diperbandingkan sebagaimana dimaksud pada huruf a
meliputi rasio dan pos-pos permodalan, kualitas aset, manajemen,
rentabilitas, likuiditas, serta rasio dan pos-pos lainnya. Dalam hal
terjadi deviasi antara Rencana Bisnis
menyajikan penjelasan secara lengkap mengenai penyebab deviasi
tersebut dan sekaligus penjelasan mengenai upaya perbaikannya.
Laporan Realisasi Rencana Bisnis disajikan dengan mengacu pada
Lampiran 14 (a) dan Lampiran 14 (b).
2. Sesuai dengan Pasal 4 Peraturan Bank Indonesia Nomor
6/25/PBI/2004 tanggal 22 Oktober 2004 tentang Rencana Bisnis Bank
Umum, Komisaris wajib melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan
Rencana Bisnis. Hasil pengawasan tersebut selanjutnya dituangkan
dalam Laporan Pengawasan Rencana Bisnis sebagaimana
dipersyaratkan dalam Pasal 22 Peraturan Bank Indonesia tersebut.
Cakupan dalam laporan yang disusun Komisaris tersebut sekurang-
kurangnya meliputi:
a. pendapat Komisaris tentang pelaksanaan Rencana Bisnis berupa
penilaian aspek kuantitatif maupun kualitatif terhadap realisasi
Rencana Bisnis;
dan realisasinya, Bank
b. hasil …
b. hasil penilaian Komisaris tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
kinerja Bank, seperti faktor permodalan, kualitas aset, manajemen,
rentabilitas, likuiditas, dan sensitivitas terhadap risiko pasar
(CAMELS);
c. pendapat Komisaris mengenai upaya perbaikan apabila menurut
penilaian yang bersangkutan kinerja Bank dari hasil CAMELS
sebagaimana dimaksud pada huruf b di atas terjadi penurunan
kinerja.
Pendapat dan penilaian Komisaris pada huruf a sampai huruf c dapat
dilengkapi pula dengan penilaian yang bersangkutan atas faktor-faktor
eksternal yang mempengaruhi operasional Bank.
Dalam kaitan dengan tugas Komisaris ini, Bank harus memastikan
adanya mekanisme internal yang mengatur bahan dan materi yang
diperlukan dalam rangka penyusunan laporan tersebut di atas, sesuai
dengan
kebijakan
internal Bank.
Laporan Pengawasan Rencana Bisnis disajikan dengan mengacu pada
Lampiran 15.
IV. LAIN-LAIN
1. Lampiran dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini merupakan contoh
untuk menyusun Rencana Bisnis Tahun 2005. Untuk penyusunan
Rencana Bisnis periode berikutnya, pencantuman tahun hendaknya
disesuaikan. Lampiran-lampiran tersebut merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
2. Istilah Rencana Kerja Tahunan Bank
sebagaimana diatur dalam
ketentuan Bank Indonesia yang berlaku khususnya dalam rangka proses
perizinan/persetujuan, dipersamakan dengan Rencana Bisnis.
V. PENUTUP …
V. PENUTUP
Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini maka Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 27/3/UPPB tanggal 25 Januari 1995 perihal
Penyampaian Rencana Kerja Bank dan Laporan Pelaksanaannya dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku sejak
tanggal 22 Oktober 2004.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
MAMAN H. SOMANTRI
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 6/44/DPNP|SE-BI/2004 </reg_id>
<reg_title> Rencana Bisnis Bank Umum. </reg_title>
<set_date> 22 Oktober 2004 </set_date>
<effective_date> 22 Oktober 2004 </effective_date>
<replaced_reg> '27/3/UPPB|SE-BI/1995' </replaced_reg>
<related_reg> '6/25/PBI/2004' </related_reg>
|
No. 15/27/DPNP
Jakarta, 19 Juli 2013
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal : Persyaratan Bank Umum untuk Melakukan Kegiatan
Usaha dalam Valuta Asing
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
14/26/PBI/2012 tentang Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor
Berdasarkan Modal Inti Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2012 Nomor 286, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5384), Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang
Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4292) sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 103, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5029) dan Peraturan Bank Indonesia Nomor
13/23/PBI/2011 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum
Syariah dan Unit Usaha Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2011 Nomor 103, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5247), perlu diatur ketentuan pelaksanaan mengenai Persyaratan
Bank Umum untuk melakukan Kegiatan Usaha dalam Valuta Asing dalam
Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut:
I. UMUM ...
I. UMUM
A. Kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh Bank Umum
dikelompokkan berdasarkan Modal Inti yang dimiliki, yang
selanjutnya disebut Bank Umum berdasarkan Kegiatan Usaha
(BUKU). Pengelompokan Bank Umum berdasarkan Kegiatan
Usaha dimaksud terdiri dari 4 (empat) BUKU, yaitu BUKU 1,
BUKU 2, BUKU 3, dan BUKU 4.
B. Kegiatan Usaha dalam valuta asing hanya dapat dilakukan oleh
Bank yang termasuk dalam kelompok BUKU 2, BUKU 3, dan
BUKU 4. Bank yang termasuk BUKU 1 hanya dapat melakukan
kegiatan sebagai Pedagang Valuta Asing (PVA) yang diatur dalam
ketentuan tersendiri.
C. Bank yang termasuk dalam kelompok BUKU 2, BUKU 3, dan
BUKU 4 dapat melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing
sepanjang telah memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia.
D. Bank yang memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia untuk
melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing disebut juga
sebagai bank devisa.
E. Dalam rangka penerapan prinsip kehati-hatian dan aspek
pengawasan terhadap Kegiatan Usaha dalam valuta asing yang
dilakukan Bank, Bank Indonesia mengatur dan menetapkan
persyaratan bagi Bank yang melakukan Kegiatan Usaha dalam
valuta asing dalam Surat Edaran ini.
II. KEGIATAN USAHA DALAM VALUTA ASING
A. Kegiatan Usaha dalam valuta asing merupakan seluruh Kegiatan
Usaha Bank yang meliputi penerbitan produk dan/atau
pelaksanaan aktivitas dalam valuta asing.
B. Cakupan Kegiatan Usaha dalam valuta asing mengacu pada
Kegiatan Usaha yang dapat dilakukan untuk masing-masing
BUKU ...
BUKU sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia
mengenai kegiatan usaha dan jaringan kantor berdasarkan modal
inti.
C. Dalam hal Bank yang telah mendapatkan persetujuan untuk
melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing akan menawarkan
produk dan/atau aktivitas yang memiliki risiko dan kompleksitas
yang tinggi maka Bank tetap wajib memperoleh persetujuan dari
Bank Indonesia sebelum melakukan penerbitan produk atau
aktivitas tersebut. Contoh produk dan/atau aktivitas yang
memiliki risiko dan/atau kompleksitas yang tinggi antara lain
structured product dan produk keuangan luar negeri (offshore
product).
III. PERSYARATAN DAN PERSETUJUAN KEGIATAN USAHA DALAM
VALUTA ASING
A. Persyaratan untuk Melakukan Kegiatan Usaha dalam Valuta
Asing.
1. Bank yang mengajukan permohonan untuk melakukan
Kegiatan Usaha dalam valuta asing wajib memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. tingkat kesehatan Bank dengan peringkat komposit
1 (satu) atau 2 (dua) selama 18 (delapan belas) bulan
terakhir;
b. memiliki Modal Inti paling sedikit Rp1.000.000.000.000,00
(satu triliun rupiah); dan
c. memenuhi rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum
(KPMM) sesuai Profil Risiko untuk penilaian KPMM
terakhir sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai KPMM dengan
persyaratan sebagai berikut :
1) Dalam hal KPMM sesuai Profil Risiko kurang dari 10%
(sepuluh persen) maka KPMM ditetapkan paling kurang
10% (sepuluh persen).
2) KPMM ...
2) KPMM untuk Bank Umum Syariah (BUS) ditetapkan
paling kurang 10% (sepuluh persen) sepanjang belum
terdapat ketentuan yang mengatur mengenai KPMM
sesuai profil risiko bagi Bank Umum Syariah.
2. Kantor cabang dari Bank yang berkedudukan di luar negeri
dapat melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing
sepanjang telah memenuhi persyaratan Modal Inti
sebagaimana dimaksud pada butir 1.b yang berasal dari dana
usaha yang telah dialokasikan sebagai Capital Equivalency
Maintained Assets (CEMA) sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai KPMM.
3. Unit Usaha Syariah (UUS) dapat mengajukan permohonan
untuk melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing
sepanjang Bank Umum Konvensional (BUK) yang menjadi
induknya telah mendapat persetujuan untuk melakukan
Kegiatan Usaha dalam valuta asing.
B. Pengajuan Permohonan untuk Melakukan Kegiatan Usaha dalam
Valuta Asing.
1. Bank yang akan melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta
asing harus mencantumkan rencana dimaksud dalam
Rencana Bisnis Bank (RBB) untuk tahun yang sama dengan
tahun pengajuan permohonan.
2. Rencana Kegiatan Usaha dalam valuta asing yang tercantum
pada RBB paling kurang memuat:
a. tujuan dan manfaat Kegiatan Usaha dalam valuta asing
bagi Bank, yang antara lain memuat :
1) hasil penilaian singkat terhadap peluang pasar atas
Kegiatan Usaha dalam valuta asing dan potensi
permintaan produk dan aktivitas dalam valuta asing
yang mendukung perkembangan bisnis para nasabah
Bank; dan
2) strategi ...
2) strategi bank dalam mengembangkan Kegiatan Usaha
dalam valuta asing untuk mendukung bisnis Bank
secara umum;
b. cakupan Kegiatan Usaha dalam valuta asing, termasuk
penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas baru
yang akan dilakukan Bank; dan
c. penjelasan singkat mengenai struktur organisasi, sumber
daya manusia, dan sistem informasi yang akan
dipersiapkan dalam rangka pelaksanaan Kegiatan Usaha
dalam valuta asing.
3. Bank yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
pada butir A.1 dan butir B.1 dapat mengajukan permohonan
untuk melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing kepada
Bank Indonesia disertai dengan:
a. Dokumen pendukung terkait persiapan Bank dalam
rangka pelaksanaan Kegiatan Usaha dalam valuta asing
paling kurang meliputi:
1) studi kelayakan usaha (feasibility study) Kegiatan
Usaha dalam valuta asing, antara lain seperti potensi
ekonomi, peluang pasar (penghimpunan dana dan
penyaluran dana), tingkat persaingan antar bank, dan
proyeksi pertumbuhan neraca terkait dengan produk
dan aktivitas dalam valuta asing selama 12 (dua belas)
bulan;
2) kesiapan penerapan manajemen risiko atas Kegiatan
Usaha dalam valuta asing dengan mengacu kepada
ketentuan Bank Indonesia mengenai penerapan
manajemen risiko bagi Bank Umum atau penerapan
manajemen risiko bagi BUS dan UUS;
3) prosedur pelaksanaan (standard operating procedure);
4) kesiapan struktur organisasi, sumber daya manusia
dan sistem informasi yang digunakan;
5) rencana ...
5) rencana penerapan program Anti Pencucian Uang dan
Pencegahan Pendanaan Teroris (APU PPT); dan
6) kesiapan hubungan korespondensi dengan bank di luar
negeri.
b. Daftar kantor cabang Bank yang akan melakukan Kegiatan
Usaha dalam valuta asing.
4. Pengajuan permohonan untuk melakukan Kegiatan Usaha
dalam valuta asing bagi UUS sebagaimana dimaksud pada
butir A.3 dilakukan dengan mengacu pada ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai UUS.
5. Bank Indonesia memberikan persetujuan atau penolakan atas
permohonan Bank untuk melakukan Kegiatan Usaha dalam
valuta asing paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah
seluruh persyaratan dipenuhi dan dokumen permohonan
diterima secara lengkap oleh Bank Indonesia.
6. Dalam hal masih diperlukan tambahan dokumen dan/atau
penjelasan berkenaan dengan evaluasi yang dilakukan oleh
Bank Indonesia dalam proses memberikan persetujuan, maka
batas waktu 60 (enam puluh) hari dihitung sejak Bank
melengkapi dokumen dan/atau memberikan penjelasan yang
diminta oleh Bank Indonesia.
7. Bank yang telah mendapatkan persetujuan untuk melakukan
Kegiatan Usaha dalam valuta asing harus melaksanakan
Kegiatan Usaha dalam valuta asing dimaksud selambat-
lambatnya 6 (enam) bulan sejak surat persetujuan diberikan.
Apabila dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak persetujuan
diberikan oleh Bank Indonesia, Bank tidak melaksanakan
Kegiatan Usaha dalam valuta asing, maka persetujuan Bank
Indonesia menjadi tidak berlaku.
8. Dalam hal persetujuan Bank Indonesia sudah tidak berlaku
sebagaimana dimaksud pada angka 7, namun Bank tetap
akan melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing, maka
Bank ...
Bank harus menyampaikan kembali permohonan persetujuan
untuk melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing kepada
Bank Indonesia.
IV. PENURUNAN MODAL INTI DAN PENCABUTAN PERSETUJUAN BANK
INDONESIA ATAS KEGIATAN USAHA DALAM VALUTA ASING
A. Penurunan Modal Inti Bank.
1. Bank yang mengalami penurunan Modal Inti sehingga
menjadi tidak sesuai dengan persyaratan Modal Inti untuk
melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing sebagaimana
dimaksud pada butir III.A.1.b selama 3 (tiga) bulan berturut-
turut, menyampaikan rencana tindak (action plan) dalam
rangka:
a. pemenuhan persyaratan Modal Inti; atau
b. penyesuaian Kegiatan Usaha dalam valuta asing.
2. Rencana tindak sebagaimana dimaksud pada angka 1
disampaikan kepada Bank Indonesia paling lama pada bulan
keempat sejak terjadinya penurunan Modal Inti.
Contoh:
Bank X melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing. Pada
posisi bulan Agustus 2013, modal inti Bank X adalah sebesar
Rp1.050.000.000.000,00 (satu triliun lima puluh miliar
rupiah). Pada posisi bulan September, Oktober dan November
2013, modal inti Bank X mengalami penurunan menjadi
sebagai berikut:
Bulan
Modal Inti
September
Oktober
November
Rp980.000.000.000,00
Rp995.000.000.000,00
Rp960.000.000.000,00
Dengan demikian, rencana tindak Bank X sudah harus
diterima oleh Bank Indonesia paling lama akhir bulan
Desember 2013.
3. Rencana ...
3. Rencana tindak sebagaimana dimaksud pada butir 1.a paling
kurang menjelaskan:
a. penyebab penurunan Modal Inti;
b. upaya yang akan dilakukan terkait mekanisme dan
tahapan untuk pemenuhan Modal Inti; dan
c. hal lain yang perlu diinformasikan kepada Bank Indonesia.
4. Rencana tindak sebagaimana dimaksud pada butir 1.b paling
kurang menjelaskan:
a. daftar produk dan/atau aktivitas dalam valuta asing yang
harus dihentikan termasuk nilai nominal (outstanding) dan
sisa jangka waktu;
b. rencana tahapan penurunan eksposur valuta asing serta
waktu penyelesaian akhir Kegiatan Usaha dalam valuta
asing, baik secara agregat maupun untuk masing-masing
produk atau aktivitas dalam valuta asing;
c. rencana komunikasi atau pemberitahuan kepada nasabah
dan/atau stakeholder mengenai penghentian Kegiatan
Usaha dalam valuta asing; dan
d. hal lain yang perlu diinformasikan kepada Bank Indonesia.
5. Penyelesaian Kegiatan Usaha dalam valuta asing sebagaimana
dimaksud dalam butir 4.b dapat disesuaikan dengan sisa
jangka waktu masing-masing produk dan/atau aktivitas
dalam valuta asing dengan batas waktu paling lama 3 (tiga)
tahun.
Contoh :
Pada tanggal 1 Desember 2014, rencana tindak penyelesaian
kegiatan usaha dalam valuta asing pada Bank X telah
disetujui dengan batas waktu penyelesaian sampai dengan
tanggal 30 November 2017. Salah satu rencana tindak
terhadap penyelesaian kredit valuta asing yang diberikan
kepada PT. Y dengan jatuh tempo pada bulan Maret 2019
adalah target bahwa pada awal tahun 2017 kredit tersebut
telah dialihkan kepada Bank lain.
6. Bank ...
6. Bank harus menyelesaikan rencana tindak pemenuhan Modal
Inti sebagaimana dimaksud pada angka 3 paling lama 1 (satu)
tahun sejak rencana tindak disetujui oleh Bank Indonesia.
7. Bank yang telah memperoleh persetujuan atas rencana tindak
pemenuhan persyaratan Modal Inti sebagaimana dimaksud
pada angka 3 maka:
a. Bank dapat melaksanakan kegiatan usaha dalam valuta
asing termasuk melakukan transaksi baru dengan
nasabah, sepanjang memenuhi tahapan pemenuhan Modal
Inti yang telah disetujui Bank Indonesia; atau
b. Bank tidak diperkenankan melakukan transaksi baru
sampai dengan terpenuhinya persyaratan Modal Inti
sebagaimana dimaksud pada butir III.A.1.b apabila terjadi
pelanggaran terhadap tahapan pemenuhan Modal Inti yang
telah disetujui Bank Indonesia.
8. Bank yang tidak dapat memenuhi rencana tindak
sebagaimana dimaksud pada angka 3 dalam waktu 1 (satu)
tahun sejak rencana tindak disetujui oleh Bank Indonesia
harus menyampaikan rencana tindak penyesuaian Kegiatan
Usaha dalam valuta asing sebagaimana dimaksud pada
angka 4.
9. Bank yang mengajukan rencana tindak dalam rangka
penyesuaian Kegiatan Usaha dalam valuta asing sebagaimana
dimaksud pada angka 4 tidak diperkenankan melakukan
transaksi baru dalam valuta asing.
10. Transaksi baru sebagaimana dimaksud pada angka 7 dan
angka 9 meliputi:
a. penerimaan nasabah baru; dan/atau
b. kontrak baru untuk seluruh produk dan/atau aktivitas
dalam valuta asing.
11. Bank sebagaimana dimaksud angka 9 dapat melakukan
kontrak baru dalam rangka penghimpunan dana sepanjang
diperlukan ...
diperlukan dalam rangka penyelesaian sisa outstanding
(kewajiban, komitmen, dan/atau kontijen) dalam valuta asing
dengan tetap memperhatikan tahapan penurunan eksposur
dan jangka waktu penyelesaian Kegiatan Usaha dalam valuta
asing sebagaimana dimaksud dalam butir 4.b dan angka 5,
serta kepatuhan terhadap ketentuan lain seperti misalnya
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai posisi
devisa neto.
Contoh :
Pada 1 Januari 2014, Bank A menyetujui pemberian kredit
investasi dalam valas kepada PT. B dengan plafon sebesar
USD150.000,00 (seratus lima puluh ribu dollar Amerika).
Dikarenakan Bank A mengalami penurunan modal inti tiga
bulan berturut-turut, maka bank mengajukan rencana tindak
dalam rangka penyesuaian Kegiatan Usaha dalam valuta asing
yang disetujui oleh Bank Indonesia pada 1 Oktober 2014.
Sampai dengan tanggal tersebut PT. B telah melakukan
penarikan atas fasilitas kredit tersebut sebesar
USD100.000,00 (seratus ribu dolar Amerika).
Dengan
demikian, Bank A masih memiliki komitmen kepada PT. B
berupa sisa kelonggaran tarik kredit valas sebesar
USD50.000,00 (lima puluh ribu dollar Amerika) yang rencana
penarikannya diajukan PT.B pada tanggal 18 November 2014.
Dengan mempertimbangkan kondisi likuiditas valas yang
hanya tersedia sebesar USD30.000,00 (tiga puluh ribu dollar
Amerika), maka Bank A memutuskan untuk memenuhi
kekurangan dana valuta asing sebesar USD20.000,00 (dua
puluh ribu dollar Amerika) dengan menggunakan sumber
dana antar bank dalam rangka memenuhi komitmen terhadap
PT. B.
B. Pencabutan ...
B. Pencabutan Persetujuan Kegiatan Usaha dalam Valuta Asing.
1. Bank menyampaikan laporan realisasi rencana tindak dalam
rangka penyesuaian Kegiatan Usaha valuta asing paling lama
7 (tujuh) hari sejak berakhirnya jangka waktu rencana tindak
tersebut.
2. Bank Indonesia mencabut persetujuan untuk melakukan
Kegiatan Usaha dalam valuta asing apabila jangka waktu
rencana tindak dalam rangka penyesuaian Kegiatan Usaha
dalam valuta asing telah berakhir.
V. PERLAKUAN TERHADAP BANK YANG MELAKUKAN MERGER,
KONSOLIDASI, KONVERSI, DAN PEMISAHAN (SPIN OFF)
1. Dalam hal terjadi merger atau konsolidasi antara 2 (dua) Bank
atau lebih, Bank hasil merger atau konsolidasi tetap dapat
melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing apabila:
a. paling kurang terdapat 1 (satu) Bank yang melakukan merger
atau konsolidasi telah memperoleh persetujuan untuk
melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing sebelum
merger atau konsolidasi tersebut dilakukan; dan
b. Bank hasil merger atau konsolidasi telah memenuhi
persyaratan Modal Inti sebagaimana dimaksud pada butir
III.A.1.b; dan
c. Bank hasil merger atau konsolidasi memberitahukan kepada
dan mendapatkan penegasan dari Bank Indonesia mengenai
rencana penggunaan persetujuan untuk melakukan Kegiatan
Usaha dalam valuta asing yang telah dimiliki oleh salah satu
bank peserta merger atau konsolidasi.
2. Dalam hal terjadi perubahan kegiatan usaha (konversi) BUK
menjadi BUS maka apabila BUK dimaksud telah memperoleh
persetujuan untuk melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta
asing sebelum konversi dilakukan, Bank hasil konversi dimaksud
tetap dapat melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing
dengan ...
dengan memberitahukan kepada dan mendapatkan penegasan
dari Bank Indonesia.
3. Dalam hal UUS melakukan pemisahan (spin off) dari BUK yang
menjadi induknya, diatur sebagai berikut:
a. Apabila UUS yang telah memperoleh persetujuan untuk
melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing melakukan
spin off menjadi BUS maka BUS hasil spin off tetap dapat
melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing sepanjang
telah memenuhi persyaratan Modal Inti sebagaimana
dimaksud pada butir III.A.1.b dan telah memberitahukan
kepada serta mendapatkan penegasan dari Bank Indonesia.
b. Apabila UUS yang telah memperoleh persetujuan untuk
melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing melakukan
spin off dan pada saat yang sama bergabung dengan BUS
atau BUK yang melakukan perubahan kegiatan usaha
(konversi) menjadi BUS maka BUS dimaksud dapat
melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing sepanjang
telah memenuhi persyaratan Modal Inti sebagaimana
dimaksud pada butir III.A.1.b dan telah memberitahukan
kepada serta mendapatkan penegasan dari Bank Indonesia.
VI. LAIN - LAIN
1. Perubahan daftar kantor cabang Bank yang akan melakukan
Kegiatan Usaha dalam valuta asing harus dilaporkan kepada
Bank Indonesia.
2. Pengajuan permohonan untuk melakukan Kegiatan Usaha dalam
valuta asing sebagaimana dimaksud pada butir III.B.3 dan
pemberitahuan untuk melanjutkan Kegiatan Usaha dalam valuta
asing sebagaimana dimaksud pada butir V, disampaikan kepada
Bank Indonesia dengan alamat sebagai berikut:
a. Bank ...
a. Bank Umum Konvensional
Departemen Perizinan dan Informasi Perbankan,
Jl. M.H. Thamrin Nomor 2, Jakarta 10350, bagi Bank yang
berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank
Indonesia; atau
Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang
berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank
Indonesia.
b. Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah
Departemen Perbankan Syariah, Jl. M.H. Thamrin Nomor 2,
Jakarta 10350, bagi BUS atau bagi UUS yang dimiliki oleh
BUK yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank
Indonesia; atau
Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat, bagi BUS atau
bagi UUS yang dimiliki oleh BUK yang berkantor pusat di luar
wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia.
3. Pengajuan rencana tindak sebagaimana dimaksud pada
butir IV.A.1 serta laporan perubahan daftar kantor cabang Bank
yang akan melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing
sebagaimana dimaksud pada angka 1, disampaikan kepada Bank
Indonesia dengan alamat sebagai berikut:
a. Bank Umum Konvensional
Departemen Pengawasan Bank, Jl. M.H. Thamrin Nomor 2,
Jakarta 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah
kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; atau
Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang
berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank
Indonesia.
b. Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah
Departemen Perbankan Syariah, Jl. M.H. Thamrin Nomor 2,
Jakarta 10350, bagi BUS atau bagi UUS yang dimiliki oleh
BUK yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank
Indonesia; atau
Kantor ...
Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat, bagi BUS atau
bagi UUS yang dimiliki oleh BUK yang berkantor pusat di luar
wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia.
VII. PERALIHAN
1. Bank yang telah memperoleh surat penunjukan sebagai Bank
Devisa berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia
No.28/64/KEP/DIR tanggal 7 September 1995 tentang
Persyaratan Bank Umum Bukan Bank Devisa Menjadi Bank
Umum Devisa ditetapkan sebagai berikut:
a. tetap dapat melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing
sepanjang telah memenuhi persyaratan Modal Inti sebesar
Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah); atau
b. harus menyampaikan rencana tindak untuk menyesuaikan
Kegiatan Usaha atau meningkatkan Modal Inti dengan
mengacu kepada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai kegiatan usaha dan jaringan kantor berdasarkan
modal inti Bank apabila belum memenuhi persyaratan Modal
Inti sebesar Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah).
2. Dalam hal Bank sebagaimana dimaksud pada butir 1.b
mengajukan rencana tindak untuk menyesuaikan Kegiatan Usaha
atau meningkatkan Modal Inti maka penyesuaiannya dilakukan
paling lambat akhir bulan Juni 2016 atau akhir bulan Juni 2018
untuk Bank yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah sebagaimana
diatur dalam BAB VI Pasal 31 dan Pasal 33 ketentuan Bank
Indonesia mengenai kegiatan usaha dan jaringan kantor
berdasarkan modal inti.
3. Bank sebagaimana dimaksud pada butir 1.b yang tidak dapat
memenuhi persyaratan Modal Inti atau yang memilih untuk
menyesuaikan Kegiatan Usaha dalam valuta asing, dapat
melakukan kegiatan sebagai PVA sepanjang mengajukan
permohonan sebagai PVA sesuai ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai PVA.
VIII. PENUTUP ...
VIII. PENUTUP
Pada saat Surat Edaran ini mulai berlaku, Surat Edaran
No. 28/4/UPPB tanggal 7 September 1995 dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai
berlaku pada tanggal 19 Juli 2013.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
JONI SWASTANTO
KEPALA DEPARTEMEN
PENELITIAN DAN PENGATURAN PERBANKAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 15/27/DPNP|SE-BI/2013 </reg_id>
<reg_title> Persyaratan Bank Umum untuk Melakukan Kegiatan Usaha dalam Valuta Asing </reg_title>
<set_date> 19 Juli 2013 </set_date>
<effective_date> 19 Juli 2013 </effective_date>
<replaced_reg> '28/4/UPPB|SE-BI/1995' </replaced_reg>
<related_reg> '5/8/PBI/2003', '13/23/PBI/2011', '14/26/PBI/2012', '11/25/PBI/2009' </related_reg>
|
No. 7/21/DPM
Jakarta, 1 Juli 2005
SURAT EDARAN
Perihal
: Tata Cara Penyimpanan Sekuritas, Surat Yang Berharga dan
Barang Berharga Pada Bank Indonesia
Sehubungan dengan telah dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
7/16/PBI/2005 tanggal 1 Juli 2005 tentang Penyimpanan Sekuritas, Surat Yang
Berharga Dan Barang Berharga Pada Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4508), dipandang perlu menetapkan tata cara penyimpanan sekuritas, surat
yang berharga dan barang berharga pada Bank Indonesia sebagai berikut:
I. PENERIMAAN SIMPANAN
Tata cara penerimaan Simpanan diatur sebagai berikut:
1. Calon Penyimpan yang bermaksud melakukan penyimpanan sekuritas,
surat yang
berharga dan barang berharga pada Bank Indonesia
menyampaikan surat permohonan yang ditandatangani oleh pejabat yang
berwenang kepada:
a. Direktorat Pengelolaan Moneter, Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin
No. 2, Jakarta 10110, bagi calon Penyimpan yang berdomisili di
wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia.
b. Kantor Bank Indonesia, bagi calon Penyimpan yang berdomisili di
wilayah kerja Kantor Bank Indonesia (KBI) setempat.
2. Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1 disampaikan
kepada kantor Bank Indonesia sesuai dengan pembagian wilayah kerja
sebagaimana dimaksud pada Lampiran 1.
3. Bank …
2
3. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kepada calon Penyimpan
perihal persetujuan atau penolakan permohonan penyimpanan di Bank
Indonesia paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak surat permohonan
diterima oleh Bank Indonesia.
4. Dalam hal permohonan disetujui, calon Penyimpan harus datang ke
kantor Bank Indonesia dengan membawa dan menyerahkan:
a. asli surat persetujuan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
angka 3;
b. asli surat penugasan untuk melakukan penyimpanan di Bank Indonesia
yang ditandatangani oleh pimpinan atau pejabat berwenang dari
instansi yang bersangkutan;
fotokopi identitas diri yang masih berlaku dari petugas sebagaimana
tercantum dalam surat penugasan pada huruf b; dan
d. benda yang akan disimpan di Bank Indonesia.
c.
5. Bank Indonesia melakukan pencocokan antara benda yang akan disimpan
dengan yang tercantum pada surat permohonan yang disaksikan oleh
Penyimpan;
6. Pencocokan sebagaimana dimaksud dalam angka 5 dimaksudkan untuk
memastikan bahwa benda yang akan disimpan memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang berlaku.
7. Dalam hal berdasarkan hasil pencocokan benda yang akan disimpan tidak
memenuhi ketentuan yang
penyimpanan pada Bank Indonesia.
berlaku, Bank
8. Dalam hal hasil pencocokan telah sesuai, Bank Indonesia dan Penyimpan
melakukan hal-hal sebagai berikut:
a. mengemas benda yang akan disimpan;
b. me-lak segel atau menyegel kemasan;
Indonesia menolak
c. membubuhi…
3
c. membubuhi tanda tangan pada kemasan yang telah di-lak segel atau
disegel;
d. mengisi jumlah, jenis, nilai dan kualitas Simpanan pada Bukti Depot
Simpanan (BDS) sebagaimana dimaksud pada Lampiran 2; dan
e. menandatangani BDS sebagai bukti sah penerimaan Simpanan.
II. PENGAMBILAN SIMPANAN
Tata cara pengambilan Simpanan baik pada saat jatuh waktu atau sebelum
jatuh waktu diatur sebagai berikut:
1. Penyimpan dapat mengambil Simpanan pada saat jatuh waktu atau
sebelum tanggal jatuh waktu dengan mengajukan permohonan secara
tertulis kepada kantor Bank Indonesia yang menerbitkan BDS paling
lambat 1 (satu) hari kerja sebelum pengambilan Simpanan.
2. Penyimpan melakukan pengambilan Simpanan pada kantor Bank
Indonesia yang menerbitkan BDS, dengan membawa dan menyerahkan :
a. asli surat penugasan untuk melakukan pengambilan Simpanan di Bank
Indonesia yang ditandatangani oleh pimpinan atau pejabat berwenang
dari instansi yang bersangkutan;
b. asli BDS; dan
c. fotokopi identitas diri yang masih berlaku dari petugas sebagaimana
tercantum dalam surat penugasan pada huruf a.
3. Bank Indonesia melakukan verifikasi keaslian BDS.
4. Dalam hal hasil verifikasi dinyatakan sesuai, Bank Indonesia menerbitkan
Bukti Penyerahan Simpanan (BPS) sebagaimana dimaksud pada Lampiran
3 yang ditandatangani oleh Bank Indonesia dan Penyimpan, sebagai bukti
sah penyerahan Simpanan, dan menyerahkan Simpanan.
5. Dalam hal hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak
sesuai, Bank Indonesia menolak pengambilan Simpanan.
III. PENGGANTIAN …
4
III. PENGGANTIAN BDS MILIK PENYIMPAN
Tata cara penggantian BDS milik Penyimpan diatur sebagai berikut:
1. Penggantian BDS yang hilang
a. Penyimpan harus datang ke kantor Bank Indonesia yang menerbitkan
BDS dengan membawa surat permohonan penggantian BDS yang
hilang dan melampirkan:
1) asli surat keterangan kehilangan BDS, yang diterbitkan oleh
Kepolisian;
2) asli surat penugasan untuk mengurus penggantian BDS yang
hilang yang ditandatangani oleh pimpinan atau pejabat yang
berwenang dari instansi yang bersangkutan; dan
3) fotokopi identitas diri yang masih berlaku dari petugas
sebagaimana tercantum dalam surat penugasan pada angka 2).
b. Berdasarkan surat permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a,
Bank Indonesia melakukan pencocokan surat permohonan beserta
lampirannya dengan lembar ke-2 BDS yang ditatausahakan di Bank
Indonesia.
c. Dalam hal pencocokan sebagaimana dimaksud pada huruf b telah
sesuai, Bank Indonesia menerbitkan BDS Pengganti paling lambat 7
(tujuh) hari kerja sejak surat permohonan penggantian BDS dan
lampiran terkait telah diterima.
d. BDS Pengganti ditandatangani oleh Penyimpan dan Bank Indonesia di
kantor Bank Indonesia yang menerbitkan BDS.
e. Dalam hal pencocokan sebagaimana dimaksud pada huruf b tidak
sesuai, Bank
Pengganti.
Indonesia menolak
permohonan
penerbitan BDS
2. Penggantian …
5
2. Penggantian BDS yang rusak
a. Penyimpan harus datang ke kantor Bank Indonesia yang menerbitkan
BDS dengan membawa surat permohonan penggantian BDS yang
rusak dan melampirkan:
1) asli surat pernyataan bermaterai cukup perihal BDS yang rusak,
yang dikeluarkan oleh instansi yang bersangkutan;
2)
asli surat penugasan untuk mengurus penggantian BDS yang
rusak yang ditandatangani oleh pimpinan atau pejabat yang
berwenang dari instansi yang bersangkutan;
3) fotokopi identitas diri yang masih
berlaku
dari
petugas
sebagaimana tercantum dalam surat penugasan pada angka 2);
dan
4) asli BDS yang rusak.
b. Berdasarkan surat permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a,
Bank Indonesia melakukan pencocokan surat permohonan beserta
lampirannya, dengan lembar ke-2 BDS yang ditatausahakan di Bank
Indonesia.
c. Dalam hal pencocokan sebagaimana dimaksud pada huruf b telah
sesuai, Bank Indonesia menerbitkan BDS Pengganti paling lambat 7
(tujuh) hari kerja sejak surat permohonan penggantian dan lampiran
terkait telah diterima.
d. BDS Pengganti ditandatangani oleh Penyimpan dan Bank Indonesia di
kantor Bank Indonesia yang menerbitkan BDS.
e. Dalam hal pencocokan sebagaimana dimaksud pada huruf b tidak
sesuai, Bank
Pengganti.
Indonesia menolak
permohonan
penerbitan BDS
IV. PERPANJANGAN …
6
IV. PERPANJANGAN JANGKA WAKTU SIMPANAN
Tata cara perpanjangan jangka waktu Simpanan diatur sebagai berikut :
1. Penyimpan mengajukan surat permohonan yang ditandatangani oleh
pimpinan atau pejabat yang berwenang dari instansi yang bersangkutan
kepada kantor Bank
Indonesia yang menerbitkan BDS dengan
melampirkan fotokopi BDS milik Penyimpan.
2. Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1, sudah diterima
oleh kantor Bank Indonesia paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum
tanggal jatuh waktu Simpanan.
3. Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1, Bank
Indonesia memberitahukan secara tertulis perihal persetujuan atau
penolakan kepada Penyimpan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak surat
permohonan dan lampiran terkait diterima.
4. Dalam hal permohonan disetujui, Penyimpan harus datang ke kantor Bank
Indonesia dengan membawa dan menyerahkan:
a. asli surat persetujuan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
angka 3;
b. asli BDS;
c. asli surat penugasan untuk mengurus perpanjangan jangka waktu
penyimpanan yang ditandatangani oleh pimpinan
berwenang dari instansi yang bersangkutan; dan
atau
pejabat
d. fotokopi identitas diri yang masih berlaku dari petugas sebagaimana
tercantum dalam surat penugasan pada huruf c.
4. Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1, Bank
Indonesia menerbitkan BDS Perpanjangan paling lambat 7 (tujuh) hari
kerja sejak surat permohonan perpanjangan dan lampiran terkait diterima.
5. BDS Perpanjangan ditandatangani oleh Penyimpan dan Bank Indonesia di
kantor Bank Indonesia yang menerbitkan BDS.
V. PENYELESAIAN …
7
V. PENYELESAIAN SIMPANAN KADALUARSA
Tata cara penyelesaian Simpanan kadaluarsa diatur sebagai berikut:
1. Dalam hal Simpanan dikategorikan sebagai Simpanan kadaluarsa, Bank
Indonesia menyampaikan pemberitahuan secara tertulis perihal
penyelesaian Simpanan kadaluarsa, paling lambat akhir bulan berikutnya
sejak tanggal jatuh waktu Simpanan.
2. Dalam hal Penyimpan tidak memberikan tanggapan paling lambat akhir
bulan berikutnya sejak
tanggal surat pemberitahuan sebagaimana
dimaksud pada angka 1, Bank Indonesia dapat mengalihkan Simpanan
dimaksud kepada pihak yang
perundang-undangan yang berlaku.
berwenang
sesuai dengan peraturan
3. Dalam hal Penyimpan melakukan pengambilan Simpanan kadaluarsa, dan
Simpanan belum dialihkan kepada pihak yang berwenang sebagaimana
diatur pada angka 2, diberlakukan tata cara pengambilan Simpanan
sebagaimana dimaksud dalam angka II. 2, 3, 4 dan 5.
VI. PEMUTUSAN HUBUNGAN PENYIMPANAN OLEH BANK INDONESIA
Tata cara pemutusan hubungan penyimpanan oleh Bank Indonesia diatur
sebagai berikut:
1. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kepada Penyimpan perihal
pemutusan hubungan penyimpanan disertai alasannya paling lambat 7
(tujuh) hari kerja sebelum tanggal pemutusan hubungan penyimpanan.
2. Penyimpan harus mengambil Simpanannya paling lambat 14 (empat belas)
hari kerja sejak
tanggal surat pemberitahuan pemutusan
penyimpanan sebagaimana dimaksud dalam angka 1.
3. Tata cara pengambilan Simpanan yang telah
hubungan
dilakukan pemutusan
hubungan penyimpanan oleh Bank Indonesia diatur sebagaimana
dimaksud dalam angka II.2, 3, 4 dan 5.
4. Dalam …
8
4. Dalam hal Penyimpan tidak mengambil Simpanannya sebagaimana
dimaksud pada angka 2, diberlakukan tatacara penyelesaian Simpanan
kadaluarsa sebagaimana diatur dalam angka V.
VII. PENYELESAIAN SIMPANAN DALAM MASA PERALIHAN
Tata cara penyelesaian atas simpanan yang ditatausahakan pada Bank
Indonesia sebelum berlakunya ketentuan ini (masa
peralihan),
sebagai berikut:
1. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kepada
dilakukan
penyimpan
mengenai simpanan yang masih tercatat di Bank Indonesia yang harus
diambil oleh penyimpan di kantor Bank Indonesia yang menerbitkan
Bilyet Depot Simpanan.
2. Dalam hal penyimpan tidak mengambil simpanan sebagaimana dimaksud
pada angka 1 sampai dengan batas waktu 2 (dua) tahun sejak ketentuan ini
berlaku, Bank Indonesia dapat melakukan pengalihan penatausahaan
simpanan dimaksud kepada pihak yang
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
berwenang
sesuai dengan
Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2005.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran
ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar maklum.
BANK INDONESIA,
BUDI MULYA
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 7/21/DPM|SE-BI/2005 </reg_id>
<reg_title> Tata Cara Penyimpanan Sekuritas, Surat Yang Berharga dan Barang Berharga Pada Bank Indonesia </reg_title>
<set_date> 1 Juli 2005 </set_date>
<effective_date> 1 Juli 2005 </effective_date>
<related_reg> '7/16/PBI/2005' </related_reg>
|
No. 18/ 17 /DSta
Jakarta, 27 Juli 2016
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK
Perihal : Perubahan Keenam atas Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 13/3/DPM tanggal 4 Februari 2011 perihal Laporan
Harian Bank Umum
Sehubungan dengan
Peraturan Bank Indonesia Nomor
13/8/PBI/2011 tentang Laporan Harian Bank Umum (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5194) dan dalam rangka pelaksanaan Peraturan
Bank Indonesia Nomor 16/16/PBI/2014 tentang Transaksi Valuta Asing
Terhadap Rupiah Antara Bank Dengan Pihak Domestik (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 212, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5581) sebagaimana telah diubah beberapa kali,
terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/15/PBI/2015
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 223, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5743), Peraturan Bank
Indonesia Nomor 16/17/PBI/2014 tentang Transaksi Valuta Asing
Terhadap Rupiah Antara Bank Dengan Pihak Asing (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 213, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5582) sebagaimana telah diubah beberapa kali,
terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/16/PBI/2015
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 224, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5744), Peraturan Bank
Indonesia Nomor 17/4/PBI/2015 tentang Pasar Uang Antarbank
Berdasarkan Prinsip Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2015 Nomor 87, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5693 ...
2
5693), dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/2/PBI/2016 tentang
Transaksi Lindung Nilai Berdasarkan Prinsip Syariah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5850), perlu melakukan perubahan keenam atas
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/3/DPM tanggal 4 Februari 2011
perihal Laporan Harian Bank Umum sebagaimana telah diubah beberapa
kali dengan Surat Edaran Bank Indonesia:
a. Nomor 14/39/DPM tanggal 28 Desember 2012;
b. Nomor 15/48/DSta tanggal 2 Desember 2013;
c. Nomor 15/52/DSta tanggal 30 Desember 2013;
d. Nomor 16/17/DSta tanggal 22 Oktober 2014; dan
e. Nomor 17/5/DSta tanggal 30 Maret 2015,
sebagai berikut:
1. Setelah butir III.A.1.d ditambahkan 1 (satu) huruf, yakni huruf e
sehingga butir III.A.1 berbunyi sebagai berikut:
1. Pasar Uang Antar Bank (PUAB), terdiri dari:
a. PUAB pagi rupiah;
b. PUAB sore rupiah;
c. PUAB valuta asing;
d. PUAB luar negeri; dan
e. Deposit on Call.
2. Di antara butir III.A.4.b dan butir III.A.4.c disisipkan 1 (satu) butir,
yakni butir b1 dan ketentuan butir III.A.4.c diubah sehingga butir III.A.4
berbunyi sebagai berikut:
4. Transaksi valuta asing, terdiri dari:
a. transaksi tod/tom/spot;
b. transaksi derivatif berupa forward, swap, option;
b1. transaksi derivatif berupa Cross Currency Swap (CCS) dan
Interest Rate Swap (IRS); dan
c. transaksi derivatif lainnya selain sebagaimana dimaksud pada
huruf b dan b1.
3. Di antara butir IV.A.1.e dan butir IV.A.1.f disisipkan 1 (satu) butir,
yakni butir e1, sehingga butir IV.A.1 berbunyi sebagai berikut:
1. Data ...
3
1. Data transaksional LHBU disampaikan dengan menggunakan jenis
form sebagai berikut:
a. Form 101 (PUAB);
b. Form 102 (PUAS);
c. Form 201 (Transaksi Tod/Tom/Spot);
d. Form 202 (Transaksi Forward/Swap/Option);
e. Form 203 (Transaksi Derivatif Lainnya);
e1. Form 207 (Transaksi Cross Currency Swap (CCS) dan Interest
Rate Swap (IRS)); dan
f. Form 301 (Perdagangan Surat Berharga di Pasar Sekunder),
sebagaimana dimaksud dalam Pedoman yang tercantum dalam
Lampiran 1.
4. Ketentuan butir IV.B.1.a diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
a. Bank yang berstatus Bank devisa wajib menyampaikan form 101,
form 102, form 201, form 202, form 203, form 204, form 205, form
206, form 207, form 301, form 401, form 402, form 403, form 404,
form 405, form 406, form 407, form 501, form 602, dan form 603.
Selain jenis-jenis form di atas, kantor cabang bank asing wajib
menyampaikan form 408.
Bank Pelapor yang tidak memiliki kantor di luar negeri tetap wajib
menyampaikan form header untuk form 402 dan form 404.
5. Ketentuan butir IV.B.2.a diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
a. Bank yang berstatus Bank devisa wajib menyampaikan form 102,
form 201, form 202, form 301, form 401, form 402, form 403, form
404, form 405, form 406, form 407, dan form 604.
Selain jenis-jenis form di atas, kantor cabang bank asing wajib
menyampaikan form 408.
Bank Pelapor yang tidak memiliki kantor di luar negeri tetap wajib
menyampaikan form header untuk form 402 dan form 404.
6. Ketentuan butir IV.B.3 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
3. Penyampaian jenis form LHBU bagi Unit Usaha Syariah diatur
sebagai berikut:
a. Unit ...
4
a. Unit Usaha Syariah yang berstatus devisa wajib
menyampaikan form 102, form 201, form 202, form 301, dan
form 604.
b. Unit Usaha Syariah yang berstatus non devisa wajib
menyampaikan form 102, form 301, dan form 604.
7. Di antara butir V.C.4.a dan butir V.C.4.b disisipkan 1 (satu) butir, yakni
a1 sehingga butir V.C.4 berbunyi sebagai berikut:
4. Pukul 07.00 WIB sampai dengan pukul 18.00 WIB untuk data:
a. PUAB valuta asing;
a1. Deposit on Call;
b. PUAS;
c. perdagangan surat berharga di pasar sekunder;
d. tingkat imbalan deposito investasi mudharabah Bank Syariah
dalam rupiah;
e. dihapus;
f. suku bunga kredit dalam rupiah dan valuta asing (USD); dan
g. suku bunga deposito berjangka dalam rupiah dan valuta asing
(USD), diskonto sertifikat deposito dalam rupiah dan valuta
asing (USD), serta suku bunga tabungan dalam rupiah.
8. Di antara butir V.D.2.c dan butir V.D.2.d disisipkan 1 (satu) butir, yakni
butir c1 sehingga butir V.D.2 berbunyi sebagai berikut:
2. Dalam hal terjadi kesalahan atas data yang disampaikan:
a. PUAB pagi rupiah;
b. PUAB sore rupiah;
c. PUAB valuta asing;
c1. Deposit on Call;
d. PUAS;
e. perdagangan surat berharga di pasar sekunder;
f. PDN gabungan kantor dalam negeri;
g. PDN gabungan kantor dalam negeri dan luar negeri;
h. pos-pos tertentu neraca gabungan kantor dalam negeri;
i. pos-pos tertentu neraca gabungan kantor dalam negeri dan
luar negeri;
j. proyeksi ...
5
j. proyeksi arus kas berdasarkan pendekatan remaining maturity;
k. proyeksi arus kas berdasarkan pendekatan behavioral dan
rencana pendanaan-penggunaan;
l. tingkat imbalan deposito investasi mudharabah Bank syariah
dalam rupiah;
m. dihapus;
n. suku bunga kredit dalam rupiah dan valuta asing (USD); dan
o. suku bunga deposito berjangka dalam rupiah dan valuta asing
(USD), diskonto sertifikat deposito dalam rupiah dan valuta
asing (USD), serta suku bunga tabungan dalam rupiah.
Bank Pelapor wajib menyampaikan koreksi segera setelah diketahui
adanya kesalahan dan tetap dalam batas waktu penyampaian
sebagaimana dimaksud pada huruf C.
9. Di antara butir V.D.3.c dan butir V.D.3.d disisipkan 1 (satu) butir, yakni
butir c1 dan bagian contoh diubah sehingga butir V.D.3 berbunyi
sebagai berikut:
3. Dalam hal terjadi kesalahan atas data yang disampaikan:
a.
b.
c.
PUAB luar negeri;
transaksi tod/tom/spot;
transaksi derivatif berupa forward, swap, option;
c1. transaksi derivatif berupa Cross Currency Swap (CCS) dan
Interest Rate Swap (IRS);
transaksi derivatif lainnya;
d.
e.
f.
g.
h.
i.
posisi akhir hari transaksi derivatif jual valuta asing bukan
investasi dengan pihak asing;
posisi akhir hari transaksi derivatif beli valuta asing bukan
investasi dengan pihak asing;
posisi rekapitulasi transaksi derivatif;
posisi saldo harian pinjaman luar negeri jangka pendek Bank;
dan
posisi harian dana usaha kantor cabang bank asing,
Bank ...
6
Bank Pelapor wajib menyampaikan koreksi terhadap data dimaksud
paling lama pukul 16.00 WIB pada hari kerja berikutnya.
Contoh:
Dalam hal terjadi kesalahan atas data transaksi valuta asing pada
tanggal 8 Februari 2016 maka koreksi atas kesalahan data tersebut
disampaikan oleh Bank Pelapor sejak tanggal 8 Februari 2016
sampai dengan tanggal 9 Februari 2016 paling lama pukul 16.00
WIB.
10. Di antara butir V.D.4.b dan butir V.D.4.c disisipkan 1 (satu) butir, yakni
butir b1 dan bagian contoh diubah sehingga butir V.D.4 berbunyi
sebagai berikut:
4. Dalam hal terjadi kesalahan atas jenis dokumen yang disampaikan
untuk:
a. transaksi tod/tom/spot;
b. transaksi derivatif berupa forward, swap, option;
b1. transaksi derivatif berupa Cross Currency Swap (CCS) dan
Interest Rate Swap (IRS); dan
transaksi derivatif lainnya,
c.
Bank Pelapor wajib menyampaikan koreksi terhadap jenis dokumen
dimaksud paling lama pukul 16.00 WIB pada tanggal valuta
transaksi yang bersangkutan.
Koreksi dimaksud disampaikan melalui daftar pesan pada sistem
LHBU.
Contoh:
Dalam hal terjadi kesalahan atas jenis dokumen untuk transaksi
spot pada tanggal 13 Juni 2016 dengan tanggal valuta 15 Juni
2016, maka koreksi atas kesalahan jenis dokumen tersebut dapat
disampaikan oleh Bank Pelapor sejak tanggal 13 Juni 2016 sampai
dengan tanggal valuta 15 Juni 2016 paling lama pukul 16.00 WIB.
11. Diantara butir V.E.6.a.3) dan butir V.E.6.a.4) ditambahkan 1 (satu)
butir, yakni butir 3a) sehingga butir V.E.6.a berbunyi sebagai berikut:
a. Paling lambat 2 (dua) jam setelah batas waktu pelaporan pada Hari
Kerja yang sama untuk data atau koreksi data sebagai berikut:
1) PUAB ...
7
1) PUAB pagi rupiah;
2) PUAB sore rupiah;
3) PUAB valuta asing;
3a) Deposit on Call;
4) PUAS;
5) perdagangan surat berharga di pasar sekunder;
6) tingkat imbalan deposito investasi mudharabah Bank syariah
dalam rupiah;
7) dihapus;
8) suku bunga kredit dalam rupiah dan valuta asing (USD); dan
9) suku bunga deposito berjangka dalam rupiah dan valuta asing
(USD), diskonto sertifikat deposito dalam rupiah dan valuta
asing (USD), serta suku bunga tabungan dalam rupiah.
12. Di antara butir V.E.6.b.3) dan butir V.E.6.b.4) disisipkan 1 (satu) butir,
yakni butir 3a) sehingga butir V.E.6.b berbunyi sebagai berikut:
b. Paling lama pukul 10.00 WIB pada Hari Kerja berikutnya untuk
data atau koreksi data sebagai berikut:
1) PUAB luar negeri;
2) transaksi tod/tom/spot;
3) transaksi derivatif berupa forward, swap, option;
3a) transaksi derivatif berupa Cross Currency Swap (CCS) dan
Interest Rate Swap (IRS);
4) transaksi derivatif lainnya;
5)
6)
posisi akhir hari transaksi derivatif jual valuta asing bukan
investasi dengan pihak asing;
posisi akhir hari transaksi derivatif beli valuta asing bukan
investasi dengan pihak asing;
7) posisi rekapitulasi transaksi derivatif;
8) PDN gabungan kantor dalam negeri;
9) PDN gabungan kantor dalam negeri dan luar negeri;
10) pos-pos tertentu neraca gabungan kantor dalam negeri;
11) pos-pos tertentu neraca gabungan kantor dalam negeri dan
luar negeri;
12) proyeksi ...
8
12) proyeksi arus kas berdasarkan pendekatan remaining maturity;
13) proyeksi arus kas berdasarkan pendekatan behavioral dan
rencana pendanaan-penggunaan;
14) posisi saldo harian pinjaman luar negeri jangka pendek Bank;
dan
15) posisi harian dana usaha kantor cabang bank asing.
13. Lampiran 1 diubah menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1
yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank
Indonesia ini.
14. Lampiran 2 diubah menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2
yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank
Indonesia ini.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 8
Agustus 2016.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HENDY SULISTIOWATY
KEPALA DEPARTEMEN STATISTIK
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 18/17/DSta|SE-BI/2016 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Keenam atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/3/DPM tanggal 4 Februari 2011 perihal Laporan Harian Bank Umum </reg_title>
<set_date> 27 Juli 2016 </set_date>
<effective_date> 8 Agustus 2016 </effective_date>
<changed_reg> '13/3/DPM|SE-BI/2011' </changed_reg>
<extension_of> '14/39/DPM|SE-BI/2012', '15/48/DSta|SE-BI/2013', '15/52/DSta|SE-BI/2013', '16/17/DSta|SE-BI/2014', '17/5/DSta|SE-BI/2015' </extension_of>
<related_reg> '13/8/PBI/2011', '17/4/PBI/2015', '16/16/PBI/2014', '13/3/DPM|SE-BI/2011', '17/16/PBI/2015', '18/2/PBI/2016', '17/15/PBI/2015', '16/17/PBI/2014', '14/39/DPM|SE-BI/2012', '15/48/DSta|SE-BI/2013', '15/52/DSta|SE-BI/2013', '16/17/DSta|SE-BI/2014', '17/5/DSta|SE-BI/2015' </related_reg>
|
1
No. 10/5/DSM
Jakarta, 13 Februari 2008
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/19/DSM
tanggal 3 Oktober 2000 perihal Laporan Bulanan Bank Umum
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor
10/3/PBI/2008 tanggal 4 Februari 2008 tentang Laporan Kantor Pusat Bank
Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 12,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4810), perlu dilakukan
perubahan terhadap Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/19/DSM tanggal
3 Oktober 2000 perihal Laporan Bulanan Bank Umum sebagai berikut:
1. Ketentuan Bab IV Laporan per Kantor Bank Pelapor Butir IV.33.1 mengenai
Daftar Kegiatan Kustodian (form 33) pada Lampiran Surat Edaran berupa
Buku Pedoman Penyusunan Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) dihapus.
2. Ketentuan Bab IV Laporan per Kantor Bank Pelapor Butir IV.33.2 mengenai
Sandi Daftar Kegiatan Kustodian pada Lampiran Surat Edaran berupa Buku
Pedoman Penyusunan Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) dihapus.
3. Ketentuan Bab IV Laporan per Kantor Bank Pelapor Butir IV.33.3 mengenai
Penjelasan Daftar Kegiatan Kustodian pada Lampiran Surat Edaran berupa
Buku Pedoman Penyusunan Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) dihapus.
Ketentuan …
2
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada
tanggal 13 Februari 2008.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HARTADI A. SARWONO
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 10/5/DSM|SE-BI/2008 </reg_id>
<reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/19/DSM tanggal 3 Oktober 2000 perihal Laporan Bulanan Bank Umum </reg_title>
<set_date> 13 Februari 2008 </set_date>
<effective_date> 13 Februari 2008 </effective_date>
<changed_reg> '2/19/DSM|SE-BI/2000' </changed_reg>
<related_reg> '2/19/DSM|SE-BI/2000', '10/3/PBI/2008' </related_reg>
|
No. 15/23/DASP
Jakarta, 27 Juni 2013
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK DAN
BADAN USAHA BERBADAN HUKUM INDONESIA BUKAN BANK
Perihal : Penyelenggaraan Transfer Dana
Sehubungan dengan diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia
Nomor 14/23/PBI/2012 tentang Transfer Dana (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 283, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5381), dan dalam rangka mendukung
keamanan dan kelancaran transaksi transfer dana serta memberikan
kejelasan pengaturan hak dan kewajiban bagi pihak yang terkait dalam
penyelenggaraan kegiatan transfer dana, perlu diatur lebih lanjut
peraturan pelaksanaan Peraturan Bank Indonesia tersebut yang antara
lain meliputi ketentuan mengenai tata cara dan proses perizinan,
penyelenggaraan transfer dana, dan penyampaian laporan oleh
Penyelenggara, dalam Surat Edaran Bank Indonesia.
I. TATA CARA DAN PROSES PERIZINAN UNTUK MENJADI
PENYELENGGARA BAGI BADAN USAHA BERBADAN HUKUM
INDONESIA BUKAN BANK
Badan usaha berbadan hukum Indonesia bukan Bank yang
melakukan penyelenggaraan kegiatan Transfer Dana wajib
memperoleh izin dari Bank Indonesia. Tata cara dan proses untuk
memperoleh izin sebagai Penyelenggara diatur sebagai berikut:
A. Pengajuan Permohonan Izin sebagai Penyelenggara
1. Untuk memperoleh izin dari Bank Indonesia, badan usaha
berbadan hukum Indonesia bukan Bank yang akan menjadi
Penyelenggara (Pemohon) harus menyampaikan
permohonan izin kepada Bank Indonesia.
2. Permohonan izin sebagaimana dimaksud pada angka 1
harus disampaikan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia
dan ditandatangani oleh direksi dari Pemohon.
3. Yang ...
2
3. Yang dimaksud dengan direksi sebagaimana dimaksud
pada angka 2 antara lain adalah:
a. direksi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
yang mengatur mengenai Perseroan Terbatas, bagi
Pemohon berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas;
b. direksi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
yang mengatur mengenai Perusahaan Daerah, bagi
Pemohon berbentuk badan hukum Perusahaan
Daerah;
c. pengurus sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang yang mengatur mengenai Perkoperasian, bagi
Pemohon berbentuk badan hukum Koperasi;
d. direksi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
yang mengatur mengenai Badan Usaha Milik Negara,
bagi Pemohon berbentuk badan hukum Perusahaan
Umum.
B. Persyaratan Menjadi Penyelenggara
1. Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam butir A.1
harus dilengkapi dengan dokumen dan/atau persyaratan
sebagai berikut:
a. Dokumen terkait kelembagaan dan kondisi keuangan
yang terdiri atas:
1)
fotokopi akta pendirian badan usaha dan
perubahannya, jika ada, yang telah memperoleh
pengesahan dari instansi yang berwenang, yang
mencantumkan secara tegas kegiatan transfer
dana atau kegiatan pengiriman uang sebagai
kegiatan atau salah satu kegiatan dari badan
usaha yang bersangkutan;
2) asli surat keterangan domisili badan usaha dari
instansi yang berwenang;
3) asli dokumen yang menjelaskan susunan direksi,
dewan komisaris atau pengawas, dan pemegang
saham badan usaha sesuai dengan kondisi
terakhir;
4) asli surat pernyataan dari masing-masing direksi,
dan komisaris atau pengawas bahwa yang
bersangkutan:
a) tidak ...
3
a)
tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi
anggota direksi atau komisaris/pengawas
yang dinyatakan bersalah menyebabkan
suatu badan usaha dinyatakan pailit dalam
waktu 5 (lima) tahun sebelum mengajukan
permohonan;
b)
tidak pernah dihukum atas tindak pidana di
bidang perbankan, keuangan, dan/atau
pencucian uang berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memiliki kekuatan
hukum tetap;
c)
d)
tidak tercantum dalam daftar kredit macet
pada saat mengajukan permohonan;
tidak masuk dalam daftar hitam nasional
penarik cek/bilyet giro kosong yang
ditatausahakan Bank Indonesia pada saat
mengajukan permohonan,
dengan mengacu pada contoh 1 dalam Lampiran
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Surat Edaran Bank Indonesia ini;
5) bukti setoran modal, dengan ketentuan sebagai
berikut:
a) untuk Pemohon yang menyediakan sistem
yang dapat digunakan oleh Penyelenggara
lain, besar modal disetor paling kurang
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);
atau
b) untuk Pemohon yang tidak menyediakan
sistem yang dapat digunakan oleh
Penyelenggara lain, besar modal disetor
paling kurang Rp100.000.000,00 (seratus
juta rupiah);
6) dokumen yang menjelaskan kondisi keuangan
Pemohon berupa:
a)
laporan keuangan Pemohon posisi 3 (tiga)
tahun terakhir, bagi Pemohon yang telah
berdiri selama 3 (tiga) tahun atau lebih;
b)
laporan keuangan Pemohon posisi 2 (dua)
tahun terakhir atau kurang, sesuai dengan
masa ...
4
masa berdirinya Pemohon, bagi Pemohon
yang berdiri kurang dari 3 (tiga) tahun; atau
c)
laporan keuangan, neraca, daftar aktiva dan
pasiva, atau dokumen lainnya yang
menjelaskan kondisi keuangan, bagi
Pemohon yang baru berdiri.
b. Dokumen terkait kesiapan operasional yang terdiri
atas:
1) Kebijakan dan prosedur tertulis yang paling
kurang mencakup:
a) pelaksanaan penyelenggaraan kegiatan
Transfer Dana, baik pengiriman maupun
penerimaan, yang telah menerapkan prinsip
kewenangan berjenjang;
b) monitoring Dana yang dikirim dan/atau
diterima; dan
c) penerapan prinsip perlindungan konsumen
sesuai peraturan perundang-undangan;
2) mekanisme penerapan manajemen risiko, yang
meliputi antara lain risiko keuangan, risiko
operasional, dan risiko hukum;
3) kebijakan dan prosedur tertulis mengenai
penerapan program anti pencucian uang dan
pencegahan pendanaan terorisme sesuai dengan
peraturan perundang-undangan;
4) bukti kesiapan operasional yang paling kurang
meliputi aspek teknis (infrastruktur sistem dan
jaringan komunikasi), sumber daya manusia
(struktur organisasi, uraian tugas dan tanggung
jawab), dan kesiapan tempat usaha;
5) bukti keamanan dan keandalan sistem atau
mekanisme penyelenggaraan Transfer Dana,
paling kurang berupa:
a)
fotokopi laporan hasil audit teknologi
informasi dari auditor independen internal
atau eksternal, bagi Pemohon yang
menyediakan sistem yang dapat digunakan
oleh Penyelenggara lain; atau
b) asli ...
5
b) asli surat pernyataan dari direksi dan dewan
komisaris atau pengawas mengenai
keamanan dan keandalan sistem atau
mekanisme penyelenggaraan Transfer Dana,
bagi Pemohon yang tidak menyediakan
sistem yang dapat digunakan oleh
Penyelenggara lain, dengan mengacu pada
contoh 2 dalam Lampiran yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran
Bank Indonesia ini;
6) konsep perjanjian kerja sama dengan
Penyelenggara lain dan/atau pihak ketiga terkait
penyelenggaraan kegiatan Transfer Dana,
termasuk kerja sama dengan Tempat Penguangan
Tunai, apabila ada;
7)
rincian informasi mengenai kantor cabang,
identitas Penyelenggara lain dan/atau pihak lain
yang bekerjasama dengan Penyelenggara terkait
penyelenggaraan kegiatan Transfer Dana,
termasuk informasi mengenai Tempat Penguangan
Tunai, apabila ada; dan
8) kebijakan dan prosedur tertulis penanganan
keadaan darurat (disaster recovery plan) dan
kesinambungan kegiatan usaha (business
continuity plan) yang efektif dalam mengatasi dan
meminimalkan permasalahan yang timbul dari
kejadian yang tidak diperkirakan yang dapat
mengganggu
kelancaran
operasional
penyelenggaraan kegiatan Transfer Dana.
c. Persyaratan bahwa direksi dan dewan komisaris atau
pengawas Pemohon memiliki integritas yang baik,
antara lain berupa:
1) memiliki akhlak dan moral yang baik, antara lain
ditunjukkan dengan memiliki sikap mematuhi
ketentuan yang berlaku;
2) memiliki komitmen untuk mematuhi peraturan
perundang-undangan yang berlaku; dan
3) memiliki ...
6
3) memiliki komitmen terhadap pengembangan
penyelenggaraan kegiatan Transfer Dana yang
dilakukan oleh Pemohon.
Pada saat mengajukan permohonan perizinan,
persyaratan ini antara lain dipenuhi dengan
menyampaikan asli surat pernyataan dengan mengacu
pada contoh 1 dalam Lampiran yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank
Indonesia ini.
d. Dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf a
sampai dengan huruf c harus disampaikan dalam
Bahasa Indonesia.
2. Bank Indonesia dapat melakukan uji kepatutan dan
kelayakan antara lain melalui wawancara dengan direksi,
dewan komisaris atau pengawas, dan/atau pemegang
saham atau pemilik pengendali Pemohon sebagai bagian
dari persyaratan yang harus dipenuhi oleh Pemohon.
C. Proses Perizinan
1. Dalam rangka memberikan izin atau penolakan atas
permohonan yang diajukan oleh Pemohon, Bank Indonesia
melakukan hal-hal sebagai berikut:
a. pemeriksaan administratif terhadap kelengkapan,
kebenaran, dan kesesuaian dokumen yang diajukan
oleh Pemohon; dan
b. pemeriksaan (on site visit) ke Pemohon untuk
melakukan verifikasi atas kebenaran dan kesesuaian
dokumen yang diajukan,
kesiapan operasional, jika diperlukan.
2. Dalam hal pemeriksaan administratif dokumen dan/atau
pemeriksaan (on site visit) sebagaimana dimaksud pada
angka 1 telah dilakukan, Bank Indonesia memberikan
tanggapan berupa persetujuan atau penolakan
permohonan, atau meminta Pemohon untuk melengkapi
dokumen permohonan.
3. Tanggapan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada
angka 2 disampaikan secara tertulis paling lambat 35 (tiga
puluh lima) hari kerja terhitung sejak dokumen yang
dipersyaratkan diterima secara lengkap.
4. Dalam ...
serta untuk memastikan
7
4. Dalam hal Bank Indonesia menyetujui permohonan izin,
maka pemberian izin tersebut dilakukan dengan
penyampaian surat yang disertai dengan tanda izin.
D. Laporan Tanggal Efektif Dimulainya Kegiatan
1. Penyelenggara yang telah memperoleh izin sebagaimana
dimaksud butir C.4 harus menyelenggarakan kegiatannya
paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal
pemberian izin.
2. Penyelenggara yang telah menyelenggarakan kegiatannya
dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada angka 1
harus menyampaikan laporan tertulis mengenai tanggal
efektif dimulainya kegiatan sebagai Penyelenggara kepada
Bank Indonesia.
3. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 2
disampaikan:
a. paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak
tanggal efektif dimulainya kegiatan sebagai
Penyelenggara; dan
b. dilengkapi dengan dokumen pendukung yang
diperlukan, seperti perjanjian kerja sama yang telah
ditandatangani, apabila ada.
4. Pemohon yang telah memperoleh izin namun tidak
melaksanakan kegiatannya dalam jangka waktu
sebagaimana dimaksud pada angka 1 harus menyampaikan
laporan tertulis kepada Bank Indonesia paling kurang
meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. uraian kesiapan infrastruktur yang antara lain
meliputi kesiapan operasional, kesiapan sistem yang
akan digunakan dalam penyelenggaraan kegiatan
Transfer Dana, dan kesiapan rencana kerja sama
dengan Penyelenggara lain, jika ada; dan
b. uraian kendala yang dihadapi yang mengakibatkan
belum dapat dilaksanakannya kegiatan Transfer Dana.
5. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 4 disampaikan
paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak
berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada
angka 1.
6. Berdasarkan ...
8
6. Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada angka 4,
jika Bank Indonesia menilai terdapat permasalahan yang
bersifat struktural yang dapat mengakibatkan Pemohon
tidak mampu melaksanakan kegiatan sebagai
Penyelenggara, Bank Indonesia berwenang membatalkan
izin Penyelenggara yang bersangkutan.
E. Pencantuman Dalam Daftar Penyelenggara dan Publikasi
1. Bank Indonesia mencantumkan identitas Penyelenggara
yang telah menyampaikan laporan dimulainya kegiatan
Transfer Dana sebagaimana dimaksud dalam butir D.2 dan
D.3 dalam daftar Penyelenggara.
2. Bank Indonesia mempublikasikan daftar Penyelenggara,
antara lain dalam situs Bank Indonesia.
II. PENYELENGGARAAN TRANSFER DANA
A. Standar Keamanan Sistem
Penyelenggara harus memiliki standar keamanan sistem dalam
penyelenggaraan kegiatan Transfer Dana dan pengelolaan risiko
operasional yang dilakukan dengan penggunaan proven
technology yang paling kurang mencakup pemenuhan aspek-
aspek sebagai berikut:
1. Untuk sistem keamanan teknologi informasi harus
memenuhi ketentuan:
a. Penyelenggara yang menyediakan sistem yang dapat
digunakan oleh Penyelenggara lain, paling kurang
memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut:
1) kerahasiaan data (confidentiality);
2)
integritas sistem dan data (integrity);
3) otentikasi sistem dan data (authentication);
4) pencegahan terjadinya penyangkalan transaksi
yang telah dilakukan (non-repudiation); dan/atau
5) ketersediaan sistem (availability),
yang dilakukan secara efektif dan efisien dengan
memperhatikan kepatuhan terhadap ketentuan yang
berlaku; atau
b. Penyelenggara yang tidak menyediakan sistem yang
digunakan oleh Penyelenggara lain, paling kurang
harus ...
9
harus memastikan keamanan pada database dan
back-up.
2. Adanya sistem dan/atau prosedur yang dapat menjamin
efektivitas pengendalian internal (internal control);
3. Adanya sistem dan/atau prosedur yang menjamin dapat
dilakukannya audit trail atas transaksi Transfer Dana; dan
4. Adanya sistem dan/atau prosedur yang menjamin
kelangsungan penyelenggaraan kegiatan Transfer Dana.
B. Penyelenggaraan Transfer Dana dari dan/atau ke Luar Negeri
1. Dalam menyelenggarakan kegiatan Transfer Dana dari
dan/atau ke luar negeri, Penyelenggara yang telah
memperoleh izin dari Bank Indonesia hanya dapat
bekerjasama dengan penyelenggara yang telah memperoleh
persetujuan dari otoritas negara setempat.
2. Penyelenggara harus menyampaikan informasi tertulis
mengenai rencana dan realisasi kerja sama sebagaimana
dimaksud pada angka 1 kepada Bank Indonesia, sesuai
dengan tata cara yang ditetapkan Bank Indonesia mengenai
penyampaian rencana bisnis Penyelenggara.
3. Dalam hal Bank Indonesia belum menetapkan tata cara
penyampaian rencana bisnis Penyelenggara sebagaimana
dimaksud pada angka 2 secara tersendiri, maka
penyampaian informasi dilakukan sesuai dengan ketentuan
sebagai berikut:
a.
Informasi mengenai rencana kerja sama disampaikan:
1) paling lambat pada tanggal 31 Oktober untuk
rencana kerja sama pada periode bulan Januari
sampai dengan bulan Desember tahun
berikutnya;
2) paling kurang mencakup:
a) nama dan alamat penyelenggara asing;
b) persetujuan dari otoritas negara setempat;
c) cakupan kerja sama;
d)
e)
tanggal rencana dimulainya kerja sama; dan
jangka waktu kerja sama;
3) dengan disertai dokumen pendukung paling
kurang berupa:
a) konsep ...
10
a) konsep pokok-pokok hubungan bisnis
(business arrangement) yang mencakup
pengaturan hak dan kewajiban para pihak,
atau konsep perjanjian kerja sama; dan
b) analisis risiko dan mitigasi risiko terkait
pelaksanaan kerja sama.
b.
Informasi mengenai realisasi kerja sama disampaikan:
1) paling lambat pada tanggal:
a) 31 Juli untuk realisasi kerja sama yang
dilaksanakan pada periode bulan Januari
sampai dengan bulan Juni tahun tersebut;
dan
b) 31 Januari untuk realisasi kerja sama yang
dilaksanakan pada periode bulan Juli sampai
dengan bulan Desember tahun sebelumnya;
2) paling kurang mencakup:
a) nama dan alamat penyelenggara asing;
b)
c)
tanggal dimulainya kerja sama; dan
informasi lainnya, dalam hal terdapat
perubahan atas informasi yang disampaikan
dalam rencana kerja sama sebagaimana
dimaksud pada butir a.2);
3) dengan disertai dokumen pendukung paling
kurang berupa pokok-pokok hubungan bisnis
(business arrangement) yang telah disetujui para
pihak, atau fotokopi perjanjian kerja sama yang
telah ditandatangani.
4. Penyampaian informasi sebagaimana dimaksud pada angka
2 dapat dilakukan bersamaan dengan penyampaian
informasi mengenai rencana bisnis kegiatan sistem
pembayaran lainnya yang dilakukan oleh Penyelenggara,
apabila ada.
5. Bank Indonesia berwenang untuk menyetujui atau
menolak, serta menetapkan dan/atau membatasi kerja
sama Penyelenggara sebagaimana dimaksud pada angka 2.
6. Persetujuan, penolakan, penetapan dan/atau pembatasan
kerja sama sebagaimana dimaksud pada angka 5
disampaikan oleh Bank Indonesia kepada Penyelenggara
paling lambat 35 (tiga puluh lima) hari kerja terhitung sejak
Penyelenggara ...
11
Penyelenggara menyampaikan informasi sebagaimana
dimaksud pada angka 2 secara lengkap dan benar.
7. Bank Indonesia berwenang menetapkan batas maksimal
nilai nominal Transfer Dana dari dan ke luar negeri yang
dilakukan melalui Penyelenggara yang berupa badan usaha
berbadan hukum Indonesia bukan Bank.
8. Dalam menyelenggarakan kegiatan Transfer Dana dari dan
ke luar negeri, Penyelenggara wajib mematuhi peraturan
perundang-undangan lain yang terkait, antara lain
kewajiban Penyelenggara untuk menyampaikan laporan
transaksi keuangan Transfer Dana dari dan ke luar negeri
yang ditetapkan dan diatur oleh Pusat Pelaporan dan
Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
C. Kerja sama Antar Penyelenggara di Indonesia
1. Penyelenggara yang telah memperoleh izin dari Bank
Indonesia hanya dapat bekerjasama dengan Penyelenggara
lain yang telah memperoleh izin dari Bank Indonesia dalam
menyelenggarakan kegiatan Transfer Dana di wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Penyelenggara harus menyampaikan informasi tertulis
mengenai rencana dan realisasi kerja sama sebagaimana
dimaksud pada angka 1 kepada Bank Indonesia, sesuai
dengan tata cara yang ditetapkan Bank Indonesia mengenai
penyampaian rencana bisnis Penyelenggara.
3. Dalam hal Bank Indonesia belum menetapkan tata cara
penyampaian rencana bisnis Penyelenggara sebagaimana
dimaksud pada angka 2 secara tersendiri, maka
penyampaian informasi dilakukan sesuai dengan ketentuan
sebagai berikut:
a.
Informasi mengenai rencana kerja sama disampaikan:
1) paling lambat pada tanggal 31 Oktober untuk
rencana kerja sama pada periode bulan Januari
sampai dengan bulan Desember tahun
berikutnya;
2) paling kurang mencakup:
a) nama dan alamat Penyelenggara;
b) cakupan kerja sama;
c)
tanggal rencana dimulainya kerja sama; dan
d) jangka ...
12
d)
jangka waktu kerja sama;
3) dengan disertai dokumen pendukung paling
kurang berupa:
a) konsep pokok-pokok hubungan bisnis
(business arrangement) yang mencakup
pengaturan hak dan kewajiban para pihak,
atau konsep perjanjian kerja sama; dan
b) analisis risiko dan mitigasi risiko terkait
pelaksanaan kerja sama.
b.
Informasi mengenai realisasi kerja sama disampaikan:
1) paling lambat pada tanggal:
a) 31 Juli untuk realisasi kerja sama yang
dilaksanakan pada periode bulan Januari
sampai dengan bulan Juni tahun tersebut;
dan
b) 31 Januari untuk realisasi kerja sama yang
dilaksanakan pada periode bulan Juli sampai
dengan bulan Desember tahun sebelumnya;
2) paling kurang mencakup:
a) nama dan alamat penyelenggara;
b)
c)
tanggal dimulainya kerja sama; dan
informasi lainnya, dalam hal terdapat
perubahan atas informasi yang disampaikan
dalam rencana kerja sama sebagaimana
dimaksud pada butir a.2);
3) dengan disertai dokumen pendukung paling
kurang berupa pokok-pokok hubungan bisnis
(business arrangement) yang telah disetujui para
pihak, atau fotokopi perjanjian kerja sama yang
telah ditandatangani.
4. Penyampaian informasi sebagaimana dimaksud pada angka
2 dapat dilakukan bersamaan dengan penyampaian
informasi mengenai rencana bisnis kegiatan sistem
pembayaran lainnya yang dilakukan oleh Penyelenggara,
apabila ada.
5. Bank Indonesia berwenang untuk menyetujui atau
menolak, serta menetapkan dan/atau membatasi kerja
sama Penyelenggara sebagaimana dimaksud pada angka 2.
6. Persetujuan ...
13
6. Persetujuan, penolakan, penetapan dan/atau pembatasan
kerja sama sebagaimana dimaksud pada angka 4
disampaikan oleh Bank Indonesia kepada Penyelenggara
paling lambat 35 (tiga puluh lima) hari kerja terhitung sejak
Penyelenggara menyampaikan informasi sebagaimana
dimaksud pada angka 2 secara lengkap dan benar.
D. Pembukaan Kantor Cabang
1. Kantor Cabang merupakan bagian dari entitas
Penyelenggara yang menyelenggarakan kegiatan operasional
Transfer Dana berupa pengiriman dan/atau penerimaan
Dana.
2. Penyelenggara harus menyampaikan informasi tertulis
mengenai rencana dan realisasi pembukaan kantor cabang
sebagaimana dimaksud pada angka 1 kepada Bank
Indonesia, sesuai dengan tata cara yang ditetapkan Bank
Indonesia mengenai penyampaian rencana bisnis
Penyelenggara.
3. Dalam hal Bank Indonesia belum menetapkan tata cara
penyampaian rencana bisnis Penyelenggara sebagaimana
dimaksud pada angka 2 secara tersendiri, maka
penyampaian informasi dilakukan sesuai dengan ketentuan
sebagai berikut:
a.
Informasi mengenai rencana pembukaan kantor
cabang disampaikan:
1) paling lambat pada tanggal 31 Oktober untuk
rencana kerja sama pada periode bulan Januari
sampai dengan bulan Desember tahun
berikutnya;
2) paling kurang mencakup:
a) nama dan/atau alamat kantor cabang; dan
b)
tanggal rencana dibukanya kantor cabang;
3) dengan disertai dokumen pendukung paling
kurang berupa analisis bisnis terkait pembukaan
kantor cabang.
b.
Informasi mengenai realisasi pembukaan kantor
cabang disampaikan:
1) paling lambat pada tanggal:
a) 31 Juli ...
14
a) 31 Juli untuk realisasi kerja sama yang
dilaksanakan pada periode bulan Januari
sampai dengan bulan Juni tahun tersebut;
dan
b) 31 Januari untuk realisasi kerja sama yang
dilaksanakan pada periode bulan Juli sampai
dengan bulan Desember tahun sebelumnya;
2) paling kurang mencakup:
a) nama dan/atau alamat kantor cabang; dan
b)
tanggal dibukanya kantor cabang;
3) dengan disertai dokumen pendukung paling
kurang berupa bukti telah dibukanya kantor
cabang.
4. Penyampaian informasi sebagaimana dimaksud pada angka
2 dapat dilakukan bersamaan dengan penyampaian
informasi mengenai rencana bisnis kegiatan sistem
pembayaran lainnya yang dilakukan oleh Penyelenggara,
apabila ada.
5. Bank Indonesia berwenang menyetujui atau menolak, baik
sebagian maupun seluruh rencana pembukaan kantor
cabang yang diajukan oleh Penyelenggara berupa badan
usaha berbadan hukum Indonesia bukan Bank.
6. Persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada
angka 5 disampaikan oleh Bank Indonesia kepada
Penyelenggara paling lambat 35 (tiga puluh lima) hari kerja
terhitung sejak Penyelenggara menyampaikan informasi
sebagaimana dimaksud pada angka 2 secara lengkap dan
benar.
E. Kerja sama dengan Tempat Penguangan Tunai
1. Tempat Penguangan Tunai (TPT) merupakan pihak yang
bekerjasama dengan Penyelenggara dalam melakukan
kegiatan penguangan Dana hasil transfer yang telah
dialokasikan dalam Rekening untuk kepentingan Penerima,
yang dalam pelaksanaan kegiatannya tidak melakukan
langkah Pengaksepan untuk kepentingan Penerima.
2. Dalam hal Penyelenggara bekerjasama dengan TPT, maka
Penyelenggara antara lain wajib:
a. menetapkan ...
15
a. menetapkan persyaratan umum untuk menjadi TPT
bagi Penyelenggara;
b. menerapkan prinsip mengenali pengguna jasa
terhadap TPT sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan;
c. menetapkan kebijakan dan prosedur tertulis mengenai
pelaksanaan penguangan Dana hasil transfer oleh TPT
termasuk batasan nilai Dana dan frekuensi
penguangan yang dapat dilakukan melalui TPT;
d. memiliki prosedur pengendalian atas pelaksanaan
kegiatan penguangan Dana yang dilakukan oleh TPT,
termasuk mekanisme monitoring; dan
e. bertanggung jawab atas seluruh pelaksanaan kegiatan
penguangan Dana hasil transfer yang dilakukan oleh
TPT, termasuk tanggung jawab atas:
1) ketersediaan Dana pada saat Penerima
melakukan penguangan; dan
2) keterlambatan, kekeliruan, dan tidak
terlaksananya penguangan Dana oleh TPT.
3. Kerja sama antara Penyelenggara dan TPT harus
didasarkan pada perjanjian tertulis yang paling kurang
memuat:
a. hak, kewajiban, dan tanggung jawab masing-masing
pihak;
b. mekanisme atau prosedur penyelesaian permasalahan
atau pengaduan dari Penerima;
c. mekanisme atau prosedur penyelesaian masalah
antara Penyelenggara dengan TPT; dan
d. penetapan pembayaran fee atau imbalan kepada TPT,
dan larangan bagi TPT untuk mengenakan biaya
tambahan kepada Penerima di luar biaya yang
ditetapkan oleh Penyelenggara.
4. Penyelenggara harus menyampaikan informasi tertulis
mengenai rencana dan realisasi kerja sama dengan TPT
kepada Bank Indonesia, sesuai dengan tata cara yang
ditetapkan Bank Indonesia mengenai penyampaian rencana
bisnis Penyelenggara.
5. Dalam hal Bank Indonesia belum menetapkan tata cara
penyampaian rencana bisnis Penyelenggara sebagaimana
dimaksud ...
16
dimaksud pada angka 2 secara tersendiri, maka
penyampaian informasi dilakukan sesuai dengan ketentuan
sebagai berikut:
a.
Informasi mengenai rencana kerja sama disampaikan:
1) paling lambat pada tanggal 31 Oktober untuk
rencana kerja sama pada periode bulan Januari
sampai dengan bulan Desember tahun
berikutnya;
2) paling kurang mencakup:
a) nama dan alamat TPT; dan
b)
tanggal rencana dimulainya kerja sama;
3) dengan disertai dokumen pendukung paling
kurang berupa:
a) persyaratan umum untuk menjadi TPT bagi
Penyelenggara;
b) kebijakan dan prosedur tertulis mengenai
pelaksanaan penguangan Dana hasil transfer
oleh TPT termasuk batasan nilai Dana dan
frekuensi penguangan yang dapat dilakukan
melalui TPT;
c) prosedur pengendalian atas pelaksanaan
kegiatan penguangan Dana yang dilakukan
oleh TPT, termasuk mekanisme monitoring;
d) konsep perjanjian kerja sama antara
Penyelenggara dan TPT; dan
e) analisis risiko dan mitigasi risiko terkait
pelaksanaan kerja sama.
Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud
pada butir 3)a) sampai dengan butir 3)c) tidak
perlu disampaikan oleh Penyelenggara jika
Penyelenggara sebelumnya telah menyampaikan
seluruh dokumen tersebut kepada Bank Indonesia
dan tidak terdapat perubahan dalam dokumen
dimaksud.
b.
informasi mengenai realisasi kerja sama disampaikan:
1) paling lambat pada tanggal:
a) 31 Juli untuk realisasi kerja sama yang
dilaksanakan pada periode bulan Januari
sampai
...
17
sampai dengan bulan Juni tahun tersebut;
dan
b) 31 Januari untuk realisasi kerja sama yang
dilaksanakan pada periode bulan Juli sampai
dengan bulan Desember tahun sebelumnya;
2) paling kurang mencakup:
a) nama dan alamat TPT; dan
b)
tanggal dimulainya kerja sama;
3) dengan disertai dokumen pendukung paling
kurang berupa fotokopi perjanjian kerja sama
yang telah ditandatangani.
6. Penyampaian informasi dimaksud pada angka 4 dapat
dilakukan bersamaan dengan penyampaian informasi
mengenai rencana bisnis kegiatan sistem pembayaran
lainnya yang dilakukan oleh Penyelenggara, apabila ada.
7. Bank Indonesia berwenang untuk menyetujui atau
menolak, menetapkan dan/atau membatasi jumlah TPT
yang dapat bekerjasama dengan Penyelenggara.
8. Persetujuan, penolakan, penetapan dan/atau pembatasan
kerja sama sebagaimana dimaksud pada angka 7
disampaikan oleh Bank Indonesia kepada Penyelenggara
paling lambat 35 (tiga puluh lima) hari kerja terhitung sejak
Penyelenggara menyampaikan informasi sebagaimana
dimaksud pada angka 4 secara lengkap dan benar.
F. Penggunaan Tenaga Kerja Asing
Penggunaan tenaga kerja asing oleh Penyelenggara dalam
penyelenggaraan Transfer Dana dilakukan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang terkait, antara lain
peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.
III. JASA, BUNGA, ATAU KOMPENSASI
A. Kewajiban Pembayaran Jasa, Bunga, atau Kompensasi
Penyelenggara wajib membayar jasa, bunga, atau kompensasi
dalam hal:
1. Penyelenggara terlambat melaksanakan Transfer Dana
setelah melakukan Pengaksepan;
2. Penyelenggara melakukan kekeliruan dalam pelaksanaan
Transfer Dana setelah melakukan Pengaksepan; atau
3. Penyelenggara ...
18
3. Penyelenggara tidak melaksanakan Transfer Dana setelah
melakukan Pengaksepan.
B. Penghitungan Jangka Waktu
Penghitungan jangka waktu pembayaran jasa, bunga, atau
kompensasi dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
1. dihitung sejak tanggal Pengaksepan sampai dengan tanggal
pelaksanaan Transfer Dana oleh Penyelenggara, dalam hal
Penyelenggara terlambat melaksanakan Transfer Dana
sebagaimana dimaksud pada butir A.1;
2. dihitung sejak tanggal Pengaksepan sampai dengan tanggal
pelaksanaan Transfer Dana sesuai isi Perintah Transfer
Dana oleh Penyelenggara, dalam hal Penyelenggara
melakukan kekeliruan dalam pelaksanaan Transfer Dana
sebagaimana dimaksud pada butir A.2; atau
3. dihitung sejak tanggal Pengaksepan sampai dengan tanggal
Penyelenggara melakukan pengembalian Dana, dalam hal
Penyelenggara tidak melaksanakan Transfer Dana
sebagaimana dimaksud pada butir A.3.
C. Besarnya Jasa, Bunga, atau Kompensasi
Besarnya jasa, bunga, atau kompensasi yang harus dibayarkan
oleh Penyelenggara dihitung dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Dalam hal pihak yang berhak menerima jasa, bunga, atau
kompensasi merupakan pihak yang memiliki simpanan di
Penyelenggara, maka:
a. Pembayaran jasa, bunga, atau kompensasi pada
prinsipnya merupakan pemenuhan terhadap hak
pemilik simpanan.
b. Pembayaran jasa, bunga, atau kompensasi dihitung
berdasarkan rumus sebagai berikut:
Nominal Dana x Jumlah Hari x Suku Bunga Simpanan
Nasabah x 1/365
Yang dimaksud dengan suku bunga simpanan
nasabah adalah suku bunga simpanan tahunan yang
berlaku di Penyelenggara, untuk pemilik simpanan
yang bersangkutan.
c. Khusus untuk Penyelenggara yang melakukan
kegiatan usaha simpanan berdasarkan prinsip syariah,
penghitungan ...
19
penghitungan sebagaimana dimaksud pada huruf b
dilakukan dengan menggunakan prinsip bagi hasil.
d. Dalam hal simpanan tidak memberikan
manfaat/imbalan berupa bunga/bagi hasil, atau besar
manfaat/imbalan adalah sebesar 0% (nol persen),
maka penghitungan besarnya jasa, bunga, atau
kompensasi dilakukan sesuai dengan penghitungan
bagi pihak yang tidak memiliki simpanan sebagaimana
dimaksud pada angka 2.
Yang dimaksud dengan simpanan adalah simpanan sesuai
dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan, antara
lain Undang-undang yang mengatur mengenai perbankan,
perkoperasian, atau pos.
2. Dalam hal pihak yang berhak menerima jasa, bunga, atau
kompensasi merupakan pihak yang tidak memiliki
simpanan di Penyelenggara, maka:
a. pembayaran jasa, bunga, atau kompensasi pada
prinsipnya merupakan denda terhadap Penyelenggara
karena tidak melaksanakan kewajibannya sesuai
ketentuan Peraturan Perundang-undangan;
b. pembayaran jasa, bunga, atau kompensasi dihitung
berdasarkan rumus sebagai berikut:
Nominal Dana x Jumlah Hari x Suku Bunga JIBOR
Overnight x 1/365
Informasi mengenai nilai Jakarta Interbank Offered
Rate (JIBOR) dapat diperoleh melalui situs Bank
Indonesia.
Contoh penghitungan jasa, bunga, atau kompensasi mengacu
pada contoh 3 dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
D. Pengaturan Kewajiban Pembayaran Jasa, Bunga, atau
Kompensasi pada Kondisi Tertentu
Ketentuan mengenai kewajiban pembayaran, penghitungan
jangka waktu, dan/atau besarnya jasa, bunga, atau kompensasi
sebagaimana dimaksud pada huruf A, huruf B, dan/atau huruf
C tidak berlaku dalam hal telah terdapat pengaturan khusus
mengenai hal tersebut pada Sistem Transfer Dana tertentu, atau
dalam kondisi darurat sebagaimana diatur dalam ketentuan
Bank ...
20
Bank Indonesia.
Contoh dari ketentuan yang memuat pengaturan khusus
mengenai kewajiban pembayaran, penghitungan jangka waktu,
dan/atau besarnya jasa, bunga, atau kompensasi adalah
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Sistem BI-
RTGS atau SKNBI.
IV. LAPORAN PENYELENGGARAAN KEGIATAN TRANSFER DANA
A. Laporan Penyelenggara berupa Bank
Bank wajib menyampaikan laporan penyelenggaraan kegiatan
Transfer Dana kepada Bank Indonesia, sebagai berikut:
1. Laporan Berkala
a. Laporan berkala merupakan laporan yang wajib
disampaikan secara lengkap, benar, akurat dan tepat
waktu oleh Penyelenggara kepada Bank Indonesia,
yang meliputi:
1) Laporan bulanan transaksi kegiatan Transfer
Dana yang dilakukan melalui sistem atau sarana
di luar sistem yang diselenggarakan oleh Bank
Indonesia, dengan menggunakan format
sebagaimana dimaksud pada contoh 4 dalam
Lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia
ini.
Contoh sistem yang diselenggarakan oleh Bank
Indonesia adalah Sistem BI-RTGS dan SKNBI.
2) Laporan bulanan fraud dalam kegiatan Transfer
Dana, yang paling kurang meliputi informasi jenis
fraud dan besarnya kerugian, baik berupa
realisasi kerugian (actual losses) maupun potensi
kerugian (potential losses), yang diakibatkan oleh
fraud tersebut.
3) Laporan keluhan nasabah dalam penyelenggaraan
kegiatan Transfer Dana.
b. Laporan sebagaimana dimaksud pada butir a.1) dan
butir a.2) disampaikan secara manual paling lambat
setiap tanggal 15 bulan berikutnya, sedangkan laporan
sebagaimana dimaksud pada butir a.3 disampaikan
secara on-line sesuai dengan ketentuan yang mengatur
mengenai
...
21
mengenai laporan bagi kantor pusat bank umum atau
laporan bagi bank perkreditan rakyat.
2. Laporan Insidentil
a. Laporan insidentil merupakan laporan tertulis yang
wajib disampaikan secara benar oleh Penyelenggara
kepada Bank Indonesia, baik atas permintaan Bank
Indonesia maupun atas inisiatif Penyelenggara sendiri,
yang antara lain meliputi laporan insiden yang
menyebabkan terganggunya penyelenggaraan kegiatan
Transfer Dana oleh Penyelenggara, seperti kebakaran
gedung, kegagalan sistem, dan kegagalan network.
b. Laporan insiden sebagaimana dimaksud pada huruf a
disampaikan sesegera mungkin melalui telepon atau
faksimili yang diikuti dengan laporan tertulis yang
disampaikan paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah
kejadian.
3. Laporan Lainnya
a. Selain laporan berkala dan laporan insidentil
sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2,
Bank Indonesia dapat meminta laporan lainnya terkait
penyelenggaraan kegiatan Transfer Dana yang
dilakukan oleh Penyelenggara, apabila diperlukan.
b. Laporan lainnya sebagaimana dimaksud pada huruf a
disampaikan oleh Penyelenggara sesuai dengan jangka
waktu yang ditetapkan dalam permintaan tertulis dari
Bank Indonesia.
B. Laporan Penyelenggara berupa Badan Usaha Berbadan Hukum
Indonesia Bukan Bank
Badan usaha berbadan hukum Indonesia bukan Bank wajib
menyampaikan laporan penyelenggaraan kegiatan Transfer Dana
kepada Bank Indonesia, sebagai berikut:
1. Laporan Berkala
a. Laporan berkala merupakan laporan yang wajib
disampaikan secara lengkap, benar, akurat dan tepat
waktu oleh Penyelenggara kepada Bank Indonesia,
yang meliputi:
1) Laporan bulanan transaksi kegiatan Transfer
Dana dengan menggunakan format sebagaimana
dimaksud ...
22
dimaksud pada contoh 5 dalam Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat
Edaran Bank Indonesia ini.
2) Laporan bulanan fraud dalam kegiatan Transfer
Dana, yang paling kurang meliputi informasi jenis
fraud dan besarnya kerugian, baik berupa
realisasi kerugian (actual losses) maupun potensi
kerugian (potential losses), yang diakibatkan oleh
fraud tersebut.
3) Laporan triwulanan keluhan nasabah dalam
kegiatan Transfer Dana, yang paling kurang
meliputi informasi jenis keluhan nasabah dan
jangka waktu penyelesaian keluhan tersebut.
b. Laporan sebagaimana dimaksud pada butir a.1) dan
butir a.2) disampaikan secara manual paling lambat
setiap tanggal 15 bulan berikutnya, sedangkan laporan
sebagaimana dimaksud pada butir a.3) disampaikan
secara manual setiap tanggal 15 di bulan berikutnya
setelah berakhirnya periode laporan.
2. Laporan Insidentil
a. Laporan insidentil merupakan laporan tertulis yang
wajib disampaikan secara benar oleh Penyelenggara
kepada Bank Indonesia, baik atas permintaan Bank
Indonesia maupun atas inisiatif Penyelenggara sendiri,
yang antara lain meliputi laporan insiden yang
menyebabkan terganggunya penyelenggaraan kegiatan
Transfer Dana oleh Penyelenggara, seperti kebakaran
gedung, kegagalan sistem, atau kegagalan network.
b. Laporan insiden sebagaimana dimaksud pada huruf a
disampaikan sesegera mungkin melalui telepon atau
faksimili yang diikuti dengan laporan tertulis yang
disampaikan paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah
kejadian.
3. Laporan Perubahan Dokumen Perizinan
Laporan perubahan dokumen perizinan merupakan laporan
tertulis yang wajib disampaikan oleh Penyelenggara yang
telah memperoleh izin dari Bank Indonesia dalam hal
terdapat perubahan yang bersifat mendasar terkait
dokumen atau informasi yang disampaikan kepada Bank
Indonesia ...
23
Indonesia dalam proses pemberian izin, yang antara lain
meliputi:
a. Laporan perubahan anggaran dasar, dengan ketentuan
sebagai berikut:
1)
laporan dilengkapi dengan dokumen yang
membuktikan telah terjadi perubahan anggaran
dasar, yang dapat berupa fotokopi akta perubahan
anggaran dasar Penyelenggara yang telah disetujui
atau dilaporkan kepada Kementerian Hukum dan
Hak Asasi Manusia;
2) dalam hal terjadi perubahan anggaran dasar
karena perubahan pengurus, Bank Indonesia
berwenang melakukan uji kepatutan dan
kelayakan antara lain melalui wawancara dengan
direksi dan/atau dewan komisaris atau pengawas
yang baru;
3) dalam hal terjadi perubahan anggaran dasar
karena adanya perubahan direksi Penyelenggara,
maka Direktur yang baru harus menyampaikan
surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada
butir I.B.1.a.4).
b. Laporan perubahan kebijakan dan prosedur tertulis
mengenai pelaksanaan penyelenggaraan kegiatan
Transfer Dana, atau monitoring Dana yang dikirim
dan/atau diterima.
4. Laporan Pengambilalihan
a. Pengambilalihan merupakan perbuatan hukum yang
dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan
untuk mengambil alih saham Penyelenggara yang
mengakibatkan beralihnya pengendalian atas
Penyelenggara tersebut, sebagaimana dimaksud dalam
peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi
Penyelenggara yang bersangkutan.
b. Dalam hal terjadi pengambilalihan pada Penyelenggara
berupa badan usaha berbadan hukum Indonesia
bukan Bank, maka berlaku ketentuan sebagai berikut:
1) Penyelenggara yang akan diambil alih harus
melaporkan rencana pengambilalihan tersebut
kepada Bank Indonesia.
2) Laporan ...
24
2) Laporan rencana pengambilalihan tersebut harus
dilengkapi dengan informasi yang paling kurang
meliputi latar belakang pengambilalihan, pihak
yang akan melakukan pengambilalihan, target
waktu pelaksanaan pengambilalihan, susunan
pemilik dan/atau pemegang saham pengendali
setelah dilakukannya pengambilalihan, serta
rencana bisnis
pengambilalihan, khususnya yang terkait dengan
penyelenggaraan kegiatan Transfer Dana seperti
rencana perubahan nama, perubahan struktur
organisasi, atau perubahan sistem yang
digunakan.
3) Laporan harus disampaikan bersamaan dengan
penyampaian permohonan izin rencana
pengambilalihan kepada otoritas yang berwenang
mengawasi Penyelenggara, jika ada.
4) Laporan harus dilampiri dengan dokumen antara
lain berupa rencana bisnis setelah
pengambilalihan, termasuk:
a)
b)
rencana penggunaan sistem;
rencana pengembangan sistem;
c) kesiapan infrastruktur; dan
d)
laporan hasil audit teknologi informasi dari
auditor
independen jika terjadi
pengembangan sistem yang ada.
5. Laporan Lainnya
a. Selain laporan berkala, laporan insidentil, laporan
perubahan dokumen perizinan, dan laporan
pengambilalihan sebagaimana dimaksud pada angka 1
sampai dengan angka 4 di atas, Bank Indonesia dapat
meminta laporan lainnya terkait penyelenggaraan
kegiatan Transfer Dana yang dilakukan oleh
Penyelenggara, apabila diperlukan.
b. Laporan lainnya sebagaimana dimaksud pada huruf a
disampaikan oleh Penyelenggara sesuai dengan jangka
waktu yang ditetapkan dalam permintaan tertulis dari
Bank Indonesia.
V. PERSYARATAN ...
setelah dilakukannya
25
V. PERSYARATAN DAN TATA CARA PEROLEHAN IZIN DAN
PENYAMPAIAN LAPORAN DALAM RANGKA PERALIHAN IZIN
MELALUI PENGGABUNGAN, PELEBURAN, ATAU PEMISAHAN
UNTUK BADAN USAHA BERBADAN HUKUM INDONESIA BUKAN
BANK
A. Penggabungan
Penggabungan merupakan perbuatan hukum yang dilakukan
oleh satu badan hukum atau lebih untuk menggabungkan diri
dengan badan hukum lain yang telah ada yang mengakibatkan
aktiva dan pasiva dari badan hukum yang menggabungkan diri
beralih karena hukum kepada badan hukum yang menerima
penggabungan dan selanjutnya status badan hukum yang
menggabungkan diri berakhir karena hukum. Dalam hal
Penyelenggara yang telah memperoleh izin Penyelenggara dari
Bank Indonesia akan melakukan penggabungan dengan
Penyelenggara yang telah atau belum memperoleh izin
Penyelenggara dari Bank Indonesia, maka berlaku ketentuan
sebagai berikut:
1.
jika badan hukum hasil penggabungan adalah
Penyelenggara berupa badan usaha berbadan hukum
Indonesia bukan Bank yang sudah berizin, maka
Penyelenggara tersebut harus melaporkan secara tertulis
kepada Bank Indonesia mengenai rencana melanjutkan
kegiatan Transfer Dana; atau
2.
jika badan hukum hasil penggabungan adalah
Penyelenggara berupa badan usaha berbadan hukum
Indonesia bukan Bank yang belum memperoleh izin sebagai
Penyelenggara, maka badan usaha berbadan hukum
Indonesia bukan Bank hasil penggabungan tersebut wajib
memperoleh izin dari Bank Indonesia terlebih dahulu untuk
dapat melanjutkan kegiatan Transfer Dana.
B. Peleburan
Peleburan merupakan perbuatan hukum yang dilakukan oleh
dua badan hukum atau lebih untuk meleburkan diri dengan
cara mendirikan satu badan hukum baru yang karena hukum
memperoleh aktiva dan pasiva dari badan hukum yang
meleburkan diri dan status badan hukum dari badan hukum
yang meleburkan diri berakhir karena hukum. Dalam hal terjadi
peleburan ...
26
peleburan yang melibatkan Penyelenggara berupa badan usaha
berbadan hukum Indonesia bukan Bank, maka badan usaha
berbadan hukum Indonesia bukan Bank hasil peleburan wajib
memperoleh izin dari Bank Indonesia terlebih dahulu untuk
dapat melanjutkan kegiatan Transfer Dana.
C. Pemisahan
1. Pemisahan merupakan perbuatan hukum yang dilakukan
oleh badan hukum untuk memisahkan usaha yang
mengakibatkan:
a. seluruh aktiva dan pasiva badan hukum beralih
karena hukum kepada 2 (dua) badan hukum atau
lebih yang menerima peralihan dan badan hukum
Indonesia yang melakukan pemisahan tersebut
berakhir karena hukum (pemisahan murni); atau
b. sebagian aktiva dan pasiva badan hukum beralih
karena hukum kepada 1 (satu) badan hukum lain atau
lebih yang menerima pengalihan, dan badan hukum
yang melakukan pemisahan tersebut tetap ada
(pemisahan tidak murni).
2. Dalam hal Penyelenggara berupa badan usaha berbadan
hukum Indonesia bukan Bank melakukan pemisahan
murni sebagaimana dimaksud pada butir 1.a, maka:
a. Penyelenggara harus melaporkan secara tertulis
kepada Bank Indonesia mengenai rencana
pelaksanaan pemisahan murni tersebut; dan
b. dalam hal badan usaha berbadan hukum Indonesia
bukan Bank hasil pemisahan murni bermaksud untuk
melanjutkan penyelenggaraan kegiatan Transfer Dana,
maka badan usaha berbadan hukum Indonesia bukan
Bank dimaksud wajib terlebih dahulu memperoleh izin
sebagai Penyelenggara dari Bank Indonesia.
3. Dalam hal Penyelenggara berupa badan usaha berbadan
hukum Indonesia bukan Bank melakukan pemisahan tidak
murni (spin off), maka:
a.
izin sebagai Penyelenggara tetap melekat pada badan
usaha berbadan hukum Indonesia bukan Bank yang
melakukan pemisahan tidak murni (spin off), dan
badan usaha berbadan hukum Indonesia bukan Bank
dimaksud ...
27
dimaksud harus melaporkan secara tertulis kepada
Bank Indonesia mengenai rencana melanjutkan
kegiatan Transfer Dana; dan
b. dalam hal badan usaha berbadan hukum Indonesia
bukan Bank hasil pemisahan tidak murni (spin off)
bermaksud untuk menyelenggarakan kegiatan Transfer
Dana, maka badan usaha berbadan hukum Indonesia
bukan Bank dimaksud wajib terlebih dahulu
memperoleh izin sebagai Penyelenggara dari Bank
Indonesia.
D. Penyampaian Laporan Sehubungan dengan Terjadinya
Penggabungan atau Pemisahan
Laporan sebagaimana dimaksud pada butir A.1, butir C.2.a dan
butir C.3.a harus disampaikan kepada Bank Indonesia dengan
ketentuan sebagai berikut:
1. Laporan harus disampaikan paling lambat bersamaan
dengan penyampaian permohonan izin rencana
penggabungan atau pemisahan kepada otoritas yang
berwenang mengawasi badan usaha berbadan hukum
Indonesia bukan Bank, jika ada.
2. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1, harus
dilampiri dengan dokumen antara lain berupa rencana
bisnis setelah penggabungan atau pemisahan, termasuk
rencana penggunaan sistem dan pengembangan sistem,
laporan kesiapan infrastruktur, dan laporan hasil audit
teknologi informasi dari auditor independen internal atau
eksternal dalam hal terjadi pengembangan dan/atau
penggabungan sistem yang telah ada.
E. Permohonan dan Pemrosesan Izin Sehubungan dengan
Terjadinya Penggabungan, Peleburan atau Pemisahan
Permohonan izin sebagaimana dimaksud pada butir A.2, huruf
B, butir C.2.b, dan butir C.3.b. harus disampaikan kepada Bank
Indonesia dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Permohonan perizinan wajib disampaikan bersamaan
dengan penyampaian permohonan izin rencana
penggabungan, peleburan, atau pemisahan kepada otoritas
yang berwenang mengawasi badan usaha berbadan hukum
Indonesia bukan Bank, jika ada.
2. Tata ...
28
2. Tata cara pengajuan permohonan dan pemrosesan izin
dilakukan sesuai dengan ketentuan tata cara dan proses
perizinan sebagaimana dimaksud pada Bab I Surat Edaran
ini.
VI. PENGHENTIAN KEGIATAN TRANSFER DANA DAN PENGHAPUSAN
PENYELENGGARA DARI DAFTAR PENYELENGGARA
1. Penghentian kegiatan Transfer Dana dapat dilakukan
berdasarkan permintaan tertulis dari Penyelenggara atau
berdasarkan keputusan Bank Indonesia. Penghentian kegiatan
sebagai Penyelenggara dilakukan dengan mencabut izin kegiatan
Transfer Dana yang telah diberikan oleh Bank Indonesia.
2. Penghentian kegiatan Transfer Dana atas permintaan
Penyelenggara sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Penyelenggara menyampaikan secara tertulis kepada Bank
Indonesia mengenai
laporan rencana penghentian
penyelenggaraan kegiatan Transfer Dana, paling lambat 30
(tiga puluh) hari kerja sebelum Penyelenggara
menghentikan kegiatannya;
b. melaporkan pelaksanaan penghentian kegiatan usaha
secara tertulis kepada Bank Indonesia paling lambat 10
(sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal penghentian
kegiatan usaha, dengan melampirkan:
1) dokumen penyelesaian hak dan kewajiban kepada
Pengirim dan/atau Penerima; dan
2) surat pernyataan dari pengurus dan/atau pemilik
bahwa segala tuntutan yang timbul setelah
penghentian kegiatan Transfer Dana menjadi tanggung
jawab sepenuhnya dari pengurus dan/atau pemilik.
3. Penghentian kegiatan Transfer Dana oleh Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan jika:
a.
terdapat putusan pengadilan yang telah berkekuatan
hukum tetap yang memerintahkan badan usaha bukan
Bank yang melakukan kegiatan sebagai Penyelenggara
Transfer Dana untuk menghentikan kegiatannya;
b.
terdapat rekomendasi dari otoritas pengawas yang
berwenang kepada Bank Indonesia antara lain mengenai
memburuknya ...
29
memburuknya kondisi keuangan dan/atau lemahnya
manajemen risiko badan usaha bukan Bank;
c. otoritas pengawas yang berwenang telah mencabut izin
usaha dan/atau menghentikan kegiatan usaha badan
usaha bukan Bank yang melakukan kegiatan Transfer
Dana;
d.
terdapat permintaan tertulis atau rekomendasi dari otoritas
pengawas yang berwenang kepada Bank Indonesia untuk
menghentikan sementara kegiatan Transfer Dana.
e. adanya permohonan pembatalan yang diajukan sendiri oleh
badan usaha berbadan hukum Indonesia bukan Bank yang
telah memperoleh izin dari Bank Indonesia.
Memburuknya kondisi keuangan sebagaimana dimaksud pada
huruf b antara lain dapat tercermin dari tidak adanya transaksi
Transfer Dana yang dilakukan melalui Penyelenggara dalam
jangka waktu tertentu.
4.
Informasi penghentian kegiatan Transfer Dana dan/atau
pencabutan izin sebagai Penyelenggara oleh Bank Indonesia
disampaikan melalui website Bank Indonesia.
VII. LAIN-LAIN
A. Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif
Dalam hal Bank Indonesia mengenakan sanksi administratif
berupa denda kepada Penyelenggara, maka pelaksanaan sanksi
tersebut dilakukan dengan cara:
1. pendebetan rekening Penyelenggara yang ada di Bank
Indonesia, dalam hal Penyelenggara memiliki rekening di
Bank Indonesia; atau
2. pembayaran ke rekening Bank Indonesia yang ditunjuk,
dalam hal Penyelenggara tidak memiliki rekening di Bank
Indonesia.
B. Alamat Penyampaian Permohonan Izin dan Laporan
Penyampaian permohonan izin dan laporan, termasuk surat
menyurat kepada Bank Indonesia dalam rangka
penyelenggaraan kegiatan Transfer Dana disampaikan dengan
ketentuan sebagai berikut:
1. Bagi Pemohon atau Penyelenggara yang berkantor pusat
atau berdomisili/bertempat kedudukan di wilayah DKI
Jakarta ...
30
Jakarta, Kabupaten/Kota Bekasi, Kabupaten/Kota Bogor,
Kabupaten Karawang dan Kota Depok disampaikan kepada:
a. Departemen Akunting dan Sistem Pembayaran, dengan
alamat Kompleks Perkantoran Bank Indonesia, Gedung
D, Lantai 2, Jalan M.H. Thamrin No.2, Jakarta 10350,
untuk permohonan yang diajukan sebelum tanggal 1
Juli 2013; atau
b. Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem
Pembayaran, dengan alamat Kompleks Perkantoran
Bank Indonesia, Gedung D, Lantai 4, Jalan M.H.
Thamrin No.2, Jakarta 10350, untuk permohonan
yang diajukan pada tanggal 1 Juli 2013 dan
setelahnya.
2. Bagi Pemohon atau Penyelenggara yang berkantor pusat
atau berdomisili/bertempat kedudukan di luar wilayah
sebagaimana dimaksud pada angka 1 disampaikan kepada
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri yang
mewilayahi.
Dalam hal terjadi perubahan alamat surat menyurat dan
komunikasi akan diberitahukan melalui surat dan/atau media
lainnya.
C. Penyampaian Laporan secara On-line
Dalam hal Bank Indonesia telah memberlakukan sistem
penyampaian laporan penyelenggaraan kegiatan Transfer Dana
sebagaimana dimaksud dalam Bab IV secara on-line, maka
penyampaian laporan tersebut dilakukan sesuai dengan tata
cara dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
sistem penyampaian laporan secara on-line tersebut.
D. Penempatan Tanda Izin dan Nomor Izin oleh Penyelenggara
Badan Usaha Berbadan Hukum Bukan Bank
1. Setiap Penyelenggara yang telah efektif menyelenggarakan
kegiatannya wajib menempatkan tanda izin di tempat usaha
yang bersangkutan, yakni di tempat yang mudah dilihat
dan dibaca oleh pengguna jasa. Fotokopi tanda izin
ditempatkan pula di setiap kantor cabang Penyelenggara.
2. Dalam hal Penyelenggara memasang papan nama atas
kegiatan Transfer Dana yang dilakukan berdasarkan izin
dari Bank Indonesia, maka pada papan nama tersebut
dicantumkan ...
31
dicantumkan nomor izin yang telah diperoleh dari Bank
Indonesia.
VIII. PERALIHAN
1. Badan usaha berbadan hukum Indonesia yang telah
menyelenggarakan kegiatan Transfer Dana dan memperoleh izin
dari Bank Indonesia sebagai Penyelenggara Kegiatan Usaha
Pengiriman Uang sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 10/49/DASP tanggal 24 Desember 2008
perihal Perizinan Kegiatan Usaha Pengiriman Uang bagi
Perorangan dan Badan Usaha Selain Bank, harus telah
memenuhi dan/atau menyesuaikan persyaratan menjadi
Penyelenggara sebagaimana dimaksud pada butir I.B.1.a.4),
I.B.1.a.5), I.B.1.a.6), I.B.1.b.1).c), I.B.1.b.2), I.B.1.b.5), I.B.1.b.8)
dan I.B.1.c paling lambat 2 (dua) tahun sejak berlakunya Surat
Edaran Bank Indonesia ini.
2. Tanda izin sebagai Penyelenggara Kegiatan Usaha Pengiriman
Uang yang masih berlaku dan telah diberikan oleh Bank
Indonesia sebelum berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini
tetap berlaku dan diakui sebagai tanda izin Penyelenggara
sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini.
3. Badan usaha berbadan hukum Indonesia yang telah
mengajukan permohonan izin sebelum berlakunya Surat Edaran
Bank Indonesia ini namun belum memperoleh izin dari Bank
Indonesia sebagai Penyelenggara Kegiatan Usaha Pengiriman
Uang atau Transfer Dana harus memenuhi dan/atau
menyesuaikan persyaratan untuk menjadi Penyelenggara sesuai
butir I.B Surat Edaran Bank Indonesia ini.
4. Paling lambat tanggal 31 Oktober 2013, Penyelenggara wajib
menyampaikan informasi mengenai:
a. penyelenggaraan Transfer Dana dari dan/atau ke luar
negeri sebagaimana dimaksud pada butir II.B;
b. kerja sama antar Penyelenggara di Indonesia sebagaimana
dimaksud pada butir II.C;
c. pembukaan kantor cabang sebagaimana dimaksud pada
butir II.D; dan
d. kerja sama dengan TPT sebagaimana dimaksud pada butir
II.E;
yang ...
32
yang telah dilakukan sebelum berlakunya Surat Edaran Bank
Indonesia ini dan yang akan dilakukan di tahun 2013.
IX. PENUTUP
Pada saat Surat Edaran ini mulai berlaku, Surat Edaran Nomor
10/49/DASP tanggal 24 Desember 2008 perihal Perizinan Kegiatan
Usaha Pengiriman Uang bagi Perorangan dan Badan Usaha Selain
Bank dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam
Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
ROSMAYA HADI
KEPALA GRUP PENGEMBANGAN DAN
KEBIJAKAN SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 15/23/DASP|SE-BI/2013 </reg_id>
<reg_title> Penyelenggaraan Transfer Dana </reg_title>
<set_date> 27 Juni 2013 </set_date>
<effective_date> 27 Juni 2013 </effective_date>
<replaced_reg> '10/49/DASP|SE-BI/2008' </replaced_reg>
<related_reg> '14/23/PBI/2012' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi VII Huruf A' </penalty_list>
|
No. 12/ 6 /DPbS
Jakarta, 8 Maret 2010
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK SYARIAH
DAN
UNIT USAHA SYARIAH
DI INDONESIA
Perihal :
Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) Bank
Syariah dan Unit Usaha Syariah
Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia
Nomor 11/31/PBI/2009 tentang Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper
Test) Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5042),
perlu diatur ketentuan pelaksanaan dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai
berikut:
I. UMUM
A. Uji kemampuan dan kepatutan dilakukan oleh Bank Indonesia terhadap:
1. Calon Pemegang Saham Pengendali (PSP), calon anggota Dewan
Komisaris, calon anggota Direksi Bank Syariah dan pihak-pihak yang
dicalonkan menjadi Direktur UUS yang hanya bertugas mengelola
UUS;
2. PSP, anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi dan Pejabat
Eksekutif Bank Syariah dalam hal terdapat indikasi bahwa yang
bersangkutan memiliki peranan atas terjadinya pelanggaran atau
penyimpangan ...
2
penyimpangan, termasuk tindakan fraud (penipuan, penggelapan
dan/atau kecurangan) dalam kegiatan operasional Bank Syariah; dan
3. Direktur UUS dan Pejabat Eksekutif UUS dalam hal terdapat indikasi
bahwa yang bersangkutan memiliki peranan atas terjadinya
pelanggaran atau penyimpangan, termasuk tindakan fraud (penipuan,
penggelapan dan/atau kecurangan) dalam kegiatan operasional UUS.
B. Uji kemampuan dan kepatutan terhadap pihak-pihak sebagaimana
dimaksud pada huruf A.1 dilakukan melalui penelitian administratif dan
wawancara dalam rangka menilai pemenuhan persyaratan yang telah
ditetapkan.
Wawancara hanya dilakukan terhadap pihak-pihak sebagaimana dimaksud
pada huruf A.1 yang telah memenuhi persyaratan dalam penelitian
administratif.
C. Uji kemampuan dan kepatutan terhadap pihak-pihak sebagaimana
dimaksud pada huruf A.2 dan huruf A.3 dilakukan untuk menilai
keterlibatan dan/atau keterkaitan yang bersangkutan (clearance test) atas
pelanggaran atau penyimpangan, termasuk tindakan fraud (penipuan,
penggelapan dan/atau kecurangan), yang terkait dengan faktor:
1. integritas dan kelayakan keuangan bagi PSP Bank Syariah;
Termasuk dalam faktor integritas antara lain tindakan campur tangan
PSP dalam operasional Bank Syariah.
2. integritas, kompetensi dan reputasi keuangan bagi anggota Dewan
Komisaris, anggota Direksi dan/atau Pejabat Eksekutif Bank Syariah;
atau
3. integritas, kompetensi dan reputasi keuangan bagi Direktur UUS
dan/atau Pejabat Eksekutif UUS.
D. Perpanjangan jabatan anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi
Bank Syariah serta Direktur UUS yang hanya bertugas mengelola UUS
tidak dilakukan uji kemampuan dan kepatutan sepanjang tidak terdapat
informasi ...
3
informasi atau indikasi tertentu yang telah menurunkan kredibilitas yang
bersangkutan.
Perpanjangan jabatan adalah setiap penugasan kembali atas seseorang
yang dilakukan sebelum atau pada saat berakhirnya masa jabatan
sebelumnya. Kredibilitas adalah hal-hal yang terkait dengan dapat
dipercayanya seseorang dalam pengelolaan Bank Syariah atau UUS.
E. Dalam hal terdapat informasi atau indikasi tertentu yang telah
menurunkan kredibilitas yang bersangkutan maka atas perpanjangan
jabatan sebagaimana dimaksud pada huruf D, harus dilakukan uji
kemampuan dan kepatutan sebagaimana dimaksud pada huruf B.
II. UJI KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN (FIT AND PROPER TEST) BAGI
CALON PSP, CALON ANGGOTA DEWAN KOMISARIS DAN CALON
ANGGOTA DIREKSI BANK SYARIAH SERTA CALON DIREKTUR
UUS
A. Cakupan Uji Kemampuan dan Kepatutan
1. Pihak-pihak yang wajib mengikuti uji kemampuan dan kepatutan bagi
calon PSP, antara lain adalah:
a. Perorangan dan/atau badan hukum yang bukan merupakan
pemegang saham Bank Syariah yang akan membeli saham Bank
Syariah, sehingga yang bersangkutan menjadi PSP Bank Syariah;
b. Perorangan dan/atau badan hukum yang bukan merupakan
pemegang saham Bank Syariah yang akan menerima hibah saham
Bank Syariah, sehingga yang bersangkutan menjadi PSP Bank
Syariah;
c. Perorangan yang telah menerima pengalihan saham Bank Syariah
melalui penerimaan hak waris sehingga mengakibatkan yang
bersangkutan menjadi PSP Bank Syariah;
d. Pemegang saham Bank Syariah baik perorangan maupun badan
hukum ...
4
hukum yang tidak tergolong sebagai PSP yang akan membeli
saham atau menerima hibah saham Bank Syariah, sehingga yang
bersangkutan menjadi PSP Bank Syariah;
e. Pemegang saham Bank Syariah perorangan yang tidak tergolong
sebagai PSP yang menerima pengalihan saham Bank Syariah
melalui hak waris, sehingga yang bersangkutan menjadi PSP Bank
Syariah;
f. Pemegang saham Bank Syariah yang melakukan tambahan setoran
modal sehingga yang bersangkutan menjadi PSP Bank Syariah;
g. Pemegang saham Bank Syariah yang tidak tergolong sebagai PSP
yang secara sukarela mengajukan diri sebagai PSP Bank Syariah;
h. Pemegang saham Bank Syariah yang menurut penilaian Bank
Indonesia digolongkan sebagai pengendali Bank Syariah; dan
i. PSP Bank Syariah yang berasal dari PSP bank konvensional yang
melakukan perubahan kegiatan usaha menjadi Bank Syariah.
2. Pihak-pihak yang wajib mengikuti uji kemampuan dan kepatutan bagi
calon anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi, antara lain
adalah:
a. Perorangan yang dicalonkan menjadi anggota Dewan Komisaris,
anggota Direksi Bank Syariah dan/atau Direktur UUS;
b. Anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi dari bank
konvensional yang melakukan perubahan kegiatan usaha menjadi
Bank Syariah, yang akan diangkat menjadi Anggota Dewan
Komisaris dan anggota Direksi Bank Syariah;
c. Anggota Dewan Komisaris Bank Syariah yang beralih jabatan
menjadi anggota Direksi pada Bank Syariah yang sama; dan
d. Anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi Bank Syariah
yang beralih jabatan menjadi Direktur Kepatuhan pada Bank
Syariah yang sama.
3. Pihak-pihak ...
5
3. Pihak-pihak yang wajib mengikuti uji kemampuan dan kepatutan
berupa penelitian administratif bagi calon anggota Dewan Komisaris
dan anggota Direksi adalah:
a. Anggota Direksi Bank Syariah yang beralih jabatan menjadi
anggota Dewan Komisaris pada Bank Syariah yang sama; atau
b. Anggota Dewan Komisaris atau anggota Direksi yang beralih
jabatan ke jabatan yang lebih tinggi pada Bank Syariah yang sama.
Dalam hal dari hasil penelitian administratif diketahui terdapat hal-
hal yang memerlukan klarifikasi dan pendalaman lebih jauh, maka
atas peralihan jabatan tersebut harus dilakukan wawancara.
B. Persyaratan Administratif bagi Calon PSP
1. Permohonan untuk memperoleh persetujuan atas calon PSP Bank
Syariah diajukan kepada Bank Indonesia dengan dilengkapi
persyaratan administratif sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur tentang persyaratan pemegang saham, yaitu:
a. Ketentuan mengenai Bank Umum Syariah;
b. Ketentuan mengenai Bank Pembiayaan Rakyat Syariah;
c. Ketentuan mengenai Persyaratan dan Tata Cara Merger,
Konsolidasi dan Akuisisi Bank Umum;
d. Ketentuan mengenai Persyaratan dan Tata Cara Merger,
Konsolidasi dan Akuisisi BPR.
2. Dalam pengajuan permohonan, Bank Syariah harus menyampaikan:
a. Daftar Isian sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 1 dan/atau
Lampiran 2 atau Lampiran 3 dan/atau Lampiran 4 yang telah diisi
lengkap dan ditandatangani oleh calon PSP atau
shareholders.
b. Laporan keuangan audited 3 (tiga) tahun buku terakhir
dari
badan hukum yang akan mengakuisisi Bank Syariah, paling kurang
terdiri dari laporan neraca, laporan administratif dan perhitungan
laba ...
ultimate
6
laba rugi beserta penjelasannya. Laporan keuangan tersebut disusun
sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan.
c. Dokumen pendukung yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari dokumen persyaratan administratif, antara lain:
1) perjanjian konsorsium apabila pembelian saham dilakukan
secara bersama-sama dengan pihak lainnya;
2) dokumen yang menunjukkan keterkaitan antara PSP dengan
ultimate shareholders;
3) dokumen keuangan yang dapat menunjukkan kemampuan
keuangan calon PSP dan/atau ultimate shareholders;
4) dokumen keuangan yang dapat menunjukkan aliran dana
pembelian saham; dan/atau
5) dokumen-dokumen lainnya yang dapat digunakan untuk
mendukung kebenaran atau kewajaran dokumen-dokumen
utama atau pernyataan-pernyataan yang disampaikan kepada
Bank Indonesia.
C. Persyaratan Administratif bagi Calon anggota Dewan Komisaris dan
Calon anggota Direksi Bank Syariah serta Calon Direktur UUS
1. Permohonan untuk memperoleh persetujuan atas calon anggota Dewan
Komisaris dan calon anggota Direksi Bank Syariah atau permohonan
untuk memperoleh persetujuan atas calon Direktur UUS diajukan
kepada Bank Indonesia dengan dilengkapi persyaratan administratif
sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
tentang persyaratan anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi Bank
Syariah dan/atau Direktur UUS, yaitu:
a. Ketentuan mengenai Bank Umum Syariah;
b. Ketentuan mengenai Bank Pembiayaan Rakyat Syariah;
c. Ketentuan mengenai Unit Usaha Syariah; dan
d. Ketentuan mengenai Direktur Kepatuhan (Compliance Director).
2. Dalam ...
7
2. Dalam pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1 di
atas, juga disampaikan:
a. Daftar Isian sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 5 atau
Lampiran 6 dan Daftar Riwayat Hidup sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran 7 yang telah diisi lengkap dan ditandatangani oleh
calon anggota Dewan Komisaris, calon anggota Direksi Bank
Syariah, atau calon Direktur UUS.
b. Dokumen pendukung lain, yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari dokumen persyaratan administratif, antara lain
dokumen yang dapat digunakan untuk mendukung kebenaran atau
kewajaran dokumen-dokumen utama atau pernyataan-pernyataan
yang disampaikan kepada Bank Indonesia.
D. Tata Cara Pelaksanaan Uji Kemampuan dan Kepatutan
1. Pelaksanaan uji kemampuan dan kepatutan terhadap calon PSP, calon
anggota Dewan Komisaris, dan calon anggota Direksi Bank Syariah
serta calon Direktur UUS dilakukan melalui penelitian administratif
dan wawancara.
2. Penelitian administratif antara lain meliputi:
a. Bagi Calon PSP
Penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen administratif
dan catatan administrasi Bank Indonesia dalam rangka penilaian
atas faktor integritas serta kelayakan keuangan.
b. Bagi Calon Anggota Dewan Komisaris dan Calon Anggota Direksi
Bank Syariah serta Calon Direktur UUS
Penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen administratif
dan catatan administrasi Bank Indonesia dalam rangka penilaian
atas faktor integritas, kompetensi serta reputasi keuangan.
3. Wawancara hanya dapat dilakukan terhadap calon PSP, calon anggota
Dewan Komisaris dan calon anggota Direksi Bank Syariah serta calon
Direktur ...
8
Direktur UUS yang telah memenuhi persyaratan dalam penelitian
administratif.
4. Wawancara dilakukan untuk klarifikasi atas informasi yang telah
diperoleh dan/atau untuk menggali informasi lebih lanjut dari calon
PSP, calon anggota Dewan Komisaris dan calon anggota Direksi Bank
Syariah serta calon Direktur UUS yang diajukan dalam rangka
memperoleh keyakinan atas faktor integritas, kompetensi dan/atau
kelayakan dan/atau reputasi keuangan yang bersangkutan.
Hasil uji kemampuan dan kepatutan ditetapkan berdasarkan hasil
penelitian administratif dan wawancara. Khusus untuk pihak-pihak
sebagaimana dimaksud butir II.A angka 3 di atas, dalam hal tidak
dilakukan wawancara, maka hasil uji kemampuan dan kepatutan
hanya ditetapkan berdasarkan hasil penelitian administratif.
E. Persetujuan atau penolakan
1. Persetujuan atau penolakan atas permohonan diberikan oleh Bank
Indonesia paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah seluruh
persyaratan terpenuhi dan dokumen permohonan diterima secara
lengkap.
2. Dokumen permohonan diterima secara lengkap adalah apabila
dokumen administratif dan dokumen pendukungnya (apabila
diperlukan) telah disampaikan oleh pihak pemohon dan telah diterima
secara lengkap oleh Bank Indonesia.
F. Calon PSP, calon anggota Dewan komisaris dan calon anggota Direksi
Bank Syariah dalam program penyelamatan
1. Dalam hal Bank Syariah berada dalam program penyelamatan oleh
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dimana LPS menjadi Pemegang
Saham Pengendali (PSP) maka terhadap LPS dimaksud tidak
dilakukan uji kemampuan dan kepatutan (fit and proper test).
2. Dalam hal Bank Syariah berada dalam program penyelamatan oleh
Lembaga ...
9
Lembaga Penjamin Simpanan maka anggota Dewan Komisaris
dan/atau anggota Direksi baru yang diangkat oleh LPS untuk pertama
kalinya, dapat langsung menduduki jabatan dan melaksanakan
tugasnya secara efektif hingga memperoleh pemberitahuan dari Bank
Indonesia berdasarkan hasil uji kemampuan dan kepatutan (fit and
proper test).
III. UJI KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN (FIT AND PROPER TEST) BAGI
PSP, ANGGOTA DEWAN KOMISARIS, ANGGOTA DIREKSI DAN
PEJABAT EKSEKUTIF BANK SYARIAH SERTA DIREKTUR UUS DAN
PEJABAT EKSEKUTIF UUS
A. Tata Cara Pelaksanaan Uji Kemampuan dan Kepatutan
Pelaksanaan uji kemampuan dan kepatutan dilakukan melalui langkah-
langkah sebagai berikut:
1. pengumpulan data dan informasi;
2.
pelaksanaan pemeriksaan khusus;
3. konfirmasi hasil pemeriksaan kepada pihak-pihak yang dinilai
dan/atau pihak terkait lainnya;
4.
5.
6.
penyampaian hasil penilaian pertama kepada pihak-pihak yang
dinilai dan pihak terkait lainnya;
penerimaan atas tanggapan pertama dari pihak-pihak yang dinilai
dan pengkajian atas tanggapan tersebut;
penyampaian hasil penilaian kedua kepada pihak-pihak yang dinilai;
7. penerimaan atas tanggapan kedua dari pihak-pihak yang dinilai dan
pengkajian atas tanggapan tersebut; dan
8.
penetapan dan pemberitahuan hasil akhir uji kemampuan dan
kepatutan oleh Bank Indonesia.
B. Tata Cara Penentuan Hasil Uji Kemampuan dan Kepatutan
1. Penentuan hasil uji kemampuan dan kepatutan bagi PSP dilaksanakan
melalui ...
10
melalui pemberian nilai untuk masing-masing faktor sebagai berikut:
a. Faktor Integritas
Pelanggaran atau penyimpangan, termasuk tindakan fraud
(penipuan, penggelapan dan/atau kecurangan) yang terkait dengan
faktor integritas diberikan nilai faktor sebesar 5 (lima).
b. Faktor Kelayakan Keuangan
Pelanggaran atau penyimpangan, termasuk tindakan fraud
(penipuan, penggelapan dan/atau kecurangan) yang terkait dengan
faktor kelayakan keuangan diberikan nilai faktor sebesar maksimal
5 (lima).
2. Penentuan hasil uji kemampuan dan kepatutan bagi anggota Dewan
Komisaris, anggota Direksi dan/atau Pejabat Eksekutif Bank Syariah
serta Direktur UUS dan/atau Pejabat Eksekutif UUS, dilaksanakan
melalui pemberian nilai untuk masing-masing faktor sebagai berikut:
a. Faktor Integritas
Pelanggaran atau penyimpangan, termasuk tindakan fraud
(penipuan, penggelapan dan/atau kecurangan) yang terkait dengan
faktor integritas diberikan nilai faktor sebesar 5 (lima).
b. Faktor Kompetensi
Pelanggaran atau penyimpangan, termasuk tindakan fraud
(penipuan, penggelapan dan/atau kecurangan) yang terkait dengan
faktor kompetensi diberikan nilai faktor sebesar maksimal 5 (lima).
c. Faktor Reputasi Keuangan
Pelanggaran atau penyimpangan, termasuk tindakan fraud
(penipuan, penggelapan dan/atau kecurangan) yang terkait dengan
faktor reputasi keuangan diberikan nilai faktor sebesar maksimal 5
(lima).
3. Dalam uji atas faktor kelayakan atau reputasi keuangan sebagaimana
dimaksud pada angka 1 huruf b dan angka 2 huruf c di atas, dalam hal
yang ...
11
yang bersangkutan tercantum dalam Daftar Kredit Macet (DKM),
maka yang bersangkutan:
a. wajib menyelesaikan pembiayaan dan/atau kredit macet tersebut
paling lama selama 90 (sembilan puluh) hari sejak tanggal surat
pemberitahuan dari Bank Indonesia; dan
b. diberi nilai faktor sebesar 5 (lima) tanpa melalui langkah-langkah
uji kemampuan dan kepatutan sebagaimana dimaksud pada huruf
A di atas, apabila yang bersangkutan tidak dapat menyelesaikan
pembiayaan dan/atau kredit macet tersebut dalam jangka waktu
sebagaimana dimaksud pada huruf a.
4. Penetapan hasil akhir uji kemampuan dan kepatutan dilakukan
berdasarkan nilai dan bobot yang diformulasikan ke dalam tabel
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 8.
C. Tata Cara Penentuan Predikat Hasil Uji Kemampuan dan Kepatutan
Berdasarkan hasil akhir uji kemampuan dan kepatutan sebagaimana
dimaksud dalam huruf B angka 4, maka PSP, anggota Dewan Komisaris,
anggota Direksi dan/atau Pejabat Eksekutif Bank Syariah serta Direktur
UUS dan/atau Pejabat Eksekutif UUS diberikan predikat:
a. Memenuhi Persyaratan (Lulus), apabila hasil akhir uji kemampuan dan
kepatutan bernilai kurang dari 5 (lima); atau
b. Tidak Memenuhi Persyaratan (Tidak Lulus), apabila hasil akhir uji
kemampuan dan kepatutan bernilai sama dengan atau lebih dari 5
(lima).
D. Larangan bagi Pihak-pihak yang Tidak Memenuhi Persyaratan (Tidak
Lulus)
Pihak-pihak yang diberikan predikat Tidak Memenuhi Persyaratan (Tidak
Lulus) dilarang menjadi:
1. PSP dan/atau pengendali pada seluruh Bank Syariah;
2. Pemilik saham lebih dari 10% (sepuluh persen) pada seluruh Bank
Syariah ...
12
Syariah; dan/atau
3. Anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi dan/atau Pejabat
Eksekutif pada seluruh Bank Syariah.
E. Penetapan Jangka Waktu Pengenaan Sanksi
1. Penetapan jangka waktu pengenaan sanksi larangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf D dihitung berdasarkan faktor materialitas atas
kerugian yang ditimbulkan oleh yang bersangkutan terhadap
permodalan dan tingkat keuntungan Bank Syariah atau UUS.
Pengukuran tingkat materialitas atas kerugian yang ditimbulkan
tersebut dilakukan dengan cara mengukur pengaruh kerugian terhadap
posisi terakhir atas Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM),
Return On Asset (ROA) dan/atau rata-rata gross income. Posisi
terakhir adalah data terakhir yang tersedia berdasarkan hasil
pengawasan Bank Indonesia, sebelum terjadinya perbuatan dan/atau
tindakan yang bersangkutan.
2. Penghitungan kontribusi kerugian dari pihak-pihak yang dinyatakan
Tidak Memenuhi Persyaratan (Tidak Lulus) adalah sebagai berikut:
a. Penentuan beban kerugian terhadap setiap perbuatan dan/atau
tindakan yang terjadi ditentukan atas besarnya kerugian yang
berpengaruh pada permodalan Bank Syariah atau UUS, termasuk
berkurangnya keuntungan Bank Syariah atau UUS dan/atau potensi
kerugian yang ditimbulkan.
b. Beban kerugian yang ditimbulkan sebagaimana dimaksud pada
huruf a, kemudian diperhitungkan dengan KPMM, ROA dan/atau
rata-rata gross income posisi terakhir.
c. KPMM sebagaimana dimaksud huruf b di atas adalah rasio KPMM
sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai
Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Syariah.
d. ROA sebagaimana dimaksud huruf b di atas adalah ROA
sebagaimana …
13
sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai
Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Syariah dan UUS.
e. Gross Income sebagaimana dimaksud huruf b di atas adalah
pendapatan operasional setelah dikurangi dengan bagi hasil dana
investasi sebelum dikurangi dengan beban operasional dan beban
non operasional. Gross Income rata-rata 12 (dua belas) bulan
terakhir adalah rata-rata gross income dari 12 (dua belas) bulan
terakhir yang bernilai positif.
f. Dalam hal terdapat beberapa perbuatan dan/atau tindakan yang
dilakukan, maka perhitungan dilakukan dengan cara menjumlahkan
seluruh kerugian dari beberapa perbuatan dan/atau tindakan
tersebut dibandingkan dengan posisi terakhir KPMM, ROA
dan/atau rata-rata gross income sebelum perbuatan dan/atau
tindakan terakhir tersebut dilakukan.
Contoh perhitungan:
Suatu pelanggaran telah dilakukan pada tanggal 15 Januari 2010 yang
menyebabkan kerugian sebesar Rp. 10.000,00. Rasio KPMM pada
akhir Desember 2009 adalah 10% (600.000,- / 6.000.000,-). Rasio
ROA pada akhir Desember 2009 adalah 3% (300.000,- / 10.000.000,).
Sedangkan rata-rata gross income dalam 12 bulan terakhir adalah
sebesar Rp.100.000,00. Pengaruh kerugian tersebut terhadap KPMM,
ROA dan rata-rata gross income adalah sebagai berikut:
% penurunan KPMM = 10%-(Rp600.000,00-10.000,00)/
Rp6.000.000,00
= 10% - 9,83%
= 0,17%
% penurunan ROA = 3% - (Rp300.000,00-10.000,00)/
Rp10.000.000,00
= 3% - 2,9%
= 0,1 % ...
14
= 0,1%
% penurunan rata-rata gross income = Rp10.000,00 / Rp100.000,00
= 10%
3. Penetapan Tingkat Materialitas
a. Perbuatan dan/atau tindakan dikategorikan telah menimbulkan
kerugian yang tidak material terhadap permodalan dan tingkat
keuntungan Bank Syariah atau UUS apabila:
1) menyebabkan:
i. berkurangnya rasio Kewajiban Penyediaan Modal
Minimum sebesar kurang dari 0,5% (setengah persen);
ii. berkurangnya rasio Return On Asset (ROA) sebesar
kurang dari 0,125% (seperdelapan persen); dan/atau
iii. berkurangnya gross income sebesar kurang dari 5% (lima
persen) untuk Bank Umum Syariah dan UUS, atau kurang
dari 10% (sepuluh persen) untuk BPRS; dan
2) rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum masih sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
b. Perbuatan dan/atau tindakan dikategorikan telah menimbulkan
kerugian yang cukup material terhadap permodalan dan tingkat
keuntungan Bank Syariah atau UUS apabila:
1) menyebabkan:
i. berkurangnya rasio Kewajiban Penyediaan Modal
Minimum sebesar 0,5% (setengah persen) sampai dengan
kurang dari 2% (dua persen);
ii. berkurangnya rasio Return On Asset (ROA) sebesar
0,125% (seperdelapan persen) sampai dengan kurang dari
0,5% (setengah persen); dan/atau
iii. berkurangnya rasio gross income sebesar 5% (lima
persen) sampai dengan kurang dari 10% (sepuluh persen)
untuk ...
15
untuk Bank Umum Syariah dan UUS, atau sebesar 10%
(sepuluh persen) sampai dengan kurang dari 20% (dua
puluh persen) untuk BPRS; dan
2) rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum masih sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
c. Perbuatan dan/atau tindakan dikategorikan telah menimbulkan
kerugian yang sangat material terhadap permodalan dan tingkat
keuntungan Bank Syariah atau UUS apabila:
1) menyebabkan:
i. berkurangnya rasio Kewajiban Penyediaan Modal
Minimum sebesar sama dengan atau lebih dari 2 % (dua
persen);
ii. berkurangnya rasio Return On Asset (ROA) sebesar sama
dengan atau lebih dari 0,5% (setengah persen); dan/atau
iii. berkurangnya rasio gross income sebesar sama dengan
atau lebih dari 10% (sepuluh persen) untuk Bank Umum
Syariah dan UUS, atau sama dengan atau lebih dari 20%
(dua puluh persen) untuk BPRS; dan/atau
2) rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Syariah
atau UUS menjadi lebih rendah dari ketentuan yang berlaku.
4. Penetapan Jangka Waktu Sanksi
a. Jangka waktu sanksi ditetapkan sebagai berikut:
i. selama 2 (dua) tahun, apabila kerugian tidak material termasuk
tidak terdapat kerugian;
ii. selama 3 (tiga) tahun, apabila kerugian cukup material; dan
iii. selama 5 (lima) tahun, apabila kerugian sangat material.
b. Jangka waktu pengenaan sanksi larangan selama 5 (lima) tahun
dapat langsung diberikan apabila:
i. terjadi penyimpangan manajerial dan/atau operasional
perbankan ...
16
perbankan yang bersifat serius (serious misconduct), antara lain
berupa pemberian pembiayaan fiktif dan praktik bank dalam
bank; dan/atau
ii. pelanggaran atau penyimpangan dilakukan dengan sengaja atau
dimaksudkan untuk memberikan keuntungan pribadi dan/atau
keuntungan kepada pihak lain.
Pengenaan sanksi dimaksud dilakukan tanpa melalui proses
perhitungan tingkat materialitas kerugian yang ditimbulkan.
5. Permohonan peninjauan kembali oleh pihak-pihak yang memperoleh
predikat Tidak Memenuhi Persyaratan (Tidak Lulus), diajukan kepada
Bank Indonesia dengan disertai bukti baru yang kuat dan relevan.
IV. ALAMAT PENYAMPAIAN
Penyampaian atas:
a. Surat permohonan perpanjangan jabatan sebagaimana dimaksud pada
angka I.4;
b. Surat permohonan berikut dokumen-dokumen sebagaimana dimaksud
pada angka II huruf B dan C; dan/atau
c. Surat permohonan peninjauan kembali sebagaimana dimaksud dalam
angka III huruf E.5;
disampaikan oleh Bank Syariah atau UUS kepada:
1. Direktorat Perbankan Syariah, Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No.
2 Jakarta 10350, bagi Bank Syariah atau UUS yang berkantor pusat di
wilayah DKI Jakarta Raya, Provinsi Banten, Bogor, Depok, Karawang
dan Bekasi; atau
2. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank Syariah atau UUS yang
berkantor pusat di luar wilayah DKI Jakarta Raya, Provinsi Banten,
Bogor, Depok, Karawang dan Bekasi.
V. PENUTUP ...
17
V. PENUTUP
Dengan dikeluarkannya Surat Edaran ini, maka Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 6/15/DPNP tanggal 31 Maret 2004 perihal Penilaian
Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) dinyatakan tidak berlaku
bagi Bank Umum Syariah; dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
6/35/DPBPR tanggal 16 Agustus 2004 perihal Penilaian Kemampuan dan
Kepatutan (Fit and Proper Test) Bank Perkreditan Rakyat dinyatakan tidak
berlaku bagi BPRS.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
MULIAMAN D. HADAD
DEPUTI GUBERNUR
DPbS
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 12/6/DPbS|SE-BI/2010 </reg_id>
<reg_title> Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah </reg_title>
<set_date> 8 Maret 2010 </set_date>
<effective_date> 8 Maret 2010 </effective_date>
<replaced_reg> '6/15/DPNP|SE-BI/2004', '6/35/DPBPR|SE-BI/2004' </replaced_reg>
<related_reg> '11/31/PBI/2009' </related_reg>
|
No. 8 /2/DPNP
Jakarta, 30 Januari 2006
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM
YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL
DI INDONESIA
Perihal : Pelaksanaan Penahapan Penetapan Kualitas yang Sama untuk
Aktiva Produktif yang Diberikan oleh Lebih dari Satu Bank
kepada Satu Debitur atau Proyek yang Sama
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Nomor 8/
Sehubungan dengan telah dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia
/PBI/2006 tentang Perubahan Peraturan Bank Indonesia Nomor
7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor
4,
Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4598 ) (PBI), perlu diatur ketentuan
pelaksanaan dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia dengan pokok-pokok
ketentuan sebagai berikut:
I. UMUM
A. Mengingat kondisi perekonomian yang mengalami gejolak yang cukup
berarti pada akhir-akhir ini dan juga untuk dapat tetap menjaga peran
Bank dalam melaksanakan fungsi intermediasi, diperlukan langkah
transisi …
transisi dalam penerapan penetapan kualitas yang sama terhadap
Aktiva Produktif yang digunakan untuk membiayai 1 (satu) debitur
atau proyek yang sama (uniform classification).
B. Diantara langkah transisi yang diambil sebagaimana dimaksud pada
huruf A adalah implementasi bertahap
penerapan uniform
classification untuk Aktiva Produktif yang diberikan oleh lebih
dari 1 (satu) Bank untuk membiayai 1 (satu) debitur atau proyek yang
sama.
C. Penahapan uniform classification sebagaimana dimaksud pada huruf B
didasarkan pada klasifikasi debitur dan/atau batas jumlah (limit)
Aktiva Produktif di setiap Bank yang diberikan kepada 1 (satu) debitur
atau proyek yang sama.
II. TAHAPAN IMPLEMENTASI PENETAPAN KUALITAS YANG SAMA
A. Sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a PBI, Bank wajib
menetapkan kualitas yang
sama terhadap Aktiva Produktif yang
diberikan oleh lebih dari 1 (satu) Bank untuk membiayai 1 (satu) debitur
atau proyek yang sama dengan jumlah lebih dari Rp500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah) pada setiap Bank.
Dalam hal terdapat perbedaan penetapan kualitas Aktiva Produktif pada
masing-masing Bank, maka kualitas yang ditetapkan oleh setiap Bank
terhadap Aktiva Produktif tersebut mengikuti kualitas Aktiva Produktif
yang paling rendah sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (3) PBI.
B. Selanjutnya dalam Pasal 8 PBI diatur bahwa penetapan kualitas yang
sama terhadap Aktiva Produktif sebagaimana dimaksud pada huruf A
dilakukan secara bertahap. Penahapan tersebut ditetapkan berdasarkan
klasifikasi …
klasifikasi debitur dan/atau batas jumlah (limit) Aktiva Produktif yang
diberikan Bank kepada 1 (satu) debitur atau proyek yang sama. Yang
dimaksud dengan klasifikasi debitur adalah 50 (lima puluh) debitur
terbesar Bank secara individual.
C. Penahapan penetapan kualitas yang sama terhadap Aktiva Produktif
Bank sebagaimana dimaksud pada huruf B dilakukan dengan ketentuan
sebagai berikut:
1. Sejak diberlakukannya PBI, Bank wajib menetapkan kualitas yang
sama untuk:
a. Aktiva Produktif yang diberikan oleh setiap Bank kepada
50 (lima puluh) debitur terbesar Bank secara individual; dan/atau
b. Aktiva Produktif yang diberikan oleh setiap Bank dengan jumlah
Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) atau lebih
untuk 1 (satu) debitur atau proyek yang sama.
2. 6 (enam) bulan sejak ditetapkannya PBI, Bank wajib menetapkan
kualitas yang sama untuk:
a. Aktiva Produktif yang diberikan oleh setiap Bank kepada
50 (lima puluh) debitur terbesar Bank secara individual; dan/atau
b. Aktiva Produktif yang diberikan oleh setiap Bank dengan jumlah
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) atau lebih untuk
1 (satu) debitur atau proyek yang sama.
3. 12 (dua belas) bulan
sejak ditetapkannya PBI, Bank wajib
menetapkan kualitas yang sama untuk:
a. Aktiva Produktif yang diberikan oleh setiap Bank kepada
50 (lima puluh) debitur terbesar Bank secara individual; dan/atau
b. Aktiva Produktif yang diberikan oleh setiap Bank dengan jumlah
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) atau lebih untuk 1 (satu)
debitur atau proyek yang sama.
4. 18 (delapan belas) …
4. 18 (delapan belas) bulan sejak ditetapkannya PBI, Bank wajib
menetapkan kualitas yang sama untuk Aktiva Produktif yang
diberikan oleh setiap Bank dengan jumlah lebih dari
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) untuk 1 (satu) debitur atau
proyek yang sama.
Batas jumlah (limit) sebagaimana dimaksud pada angka 1, angka 2,
angka 3, dan angka 4, diperhitungkan terhadap seluruh fasilitas yang
diberikan kepada setiap debitur atau proyek, baik untuk debitur
individual maupun Kelompok Peminjam dalam hal Aktiva Produktif
digunakan untuk membiayai proyek yang sama.
Berdasarkan hal tersebut di atas, untuk masing-masing periode
penahapan, kualitas Aktiva Produktif Bank yang diberikan kepada
1 (satu) debitur atau proyek dan memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud pada angka 1, angka 2, angka 3, dan angka 4, wajib ditetapkan
sama dengan kualitas Aktiva Produktif yang ditetapkan Bank lain untuk
Aktiva Produktif yang diberikan Bank lain tersebut kepada debitur atau
proyek yang sama.
D. Penahapan penetapan kualitas yang sama terhadap Aktiva Produktif
Bank sebagaimana dimaksud pada huruf C, dilakukan terhadap Aktiva
Produktif yang diberikan Bank lain kepada debitur atau proyek yang
sama dan memenuhi batas jumlah (limit) sebagai berikut:
1. Aktiva Produktif yang diberikan oleh setiap Bank dengan jumlah
Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) atau lebih untuk
1 (satu) debitur atau proyek yang sama. Batasan Aktiva Produktif
tersebut berlaku sejak ditetapkannya PBI.
2. Aktiva Produktif yang diberikan oleh setiap Bank dengan
jumlah Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) atau lebih untuk
1 (satu) …
1 (satu) debitur atau proyek yang sama. Batasan Aktiva Produktif
tersebut mulai berlaku 6 (enam) bulan sejak ditetapkannya PBI.
3. Aktiva Produktif yang diberikan oleh setiap Bank dengan jumlah
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) atau lebih untuk 1 (satu)
debitur atau proyek yang sama. Batasan Aktiva Produktif tersebut
mulai berlaku 12 (dua belas) bulan sejak ditetapkannya PBI.
4. Aktiva Produktif yang diberikan oleh setiap Bank dengan jumlah
lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) untuk 1 (satu)
debitur atau proyek yang sama. Batasan Aktiva Produktif tersebut
mulai berlaku 18 (delapan belas) bulan sejak ditetapkannya PBI.
Batas jumlah (limit) sebagaimana dimaksud pada angka 1, angka 2,
angka 3, dan angka 4, diperhitungkan terhadap seluruh fasilitas yang
diberikan kepada setiap debitur atau proyek, baik untuk debitur
individual maupun Kelompok Peminjam dalam hal Aktiva Produktif
digunakan untuk membiayai proyek yang sama.
E. Dalam hal terdapat perbedaan penetapan kualitas untuk Aktiva Produktif
Bank yang memenuhi ketentuan penahapan sebagaimana dimaksud pada
huruf C dengan Aktiva Produktif di Bank lain untuk debitur atau proyek
yang sama yang memenuhi batas jumlah (limit) sebagaimana dimaksud
pada huruf D, maka penetapan kualitas Aktiva Produktif untuk debitur
atau proyek dimaksud mengikuti kualitas Aktiva Produktif yang paling
rendah. Namun apabila Aktiva Produktif yang diberikan kepada 1 (satu)
debitur atau proyek memenuhi ketentuan penahapan sebagaimana
dimaksud pada huruf C, tetapi Aktiva Produktif di Bank lain untuk
debitur atau proyek yang sama tersebut tidak memenuhi batas jumlah
(limit) pada tahapan yang sesuai sebagaimana dimaksud pada huruf D,
maka penetapan kualitas Aktiva Produktif yang memenuhi ketentuan
penahapan …
penahapan sebagaimana dimaksud pada huruf C tidak dipengaruhi oleh
kualitas Aktiva Produktif yang diberikan oleh Bank lain kepada debitur
atau proyek yang sama tersebut.
Contoh:
a. Debitur Merupakan 50 (lima puluh) Debitur Terbesar Bank secara
Individual dan Menerima Fasilitas dari Bank Lain dengan Jumlah
Kurang dari Batas Jumlah (Limit)
Debitur X merupakan salah satu dari 50 (lima puluh) debitur terbesar
di Bank A. Debitur X juga menerima fasilitas di Bank B dengan
jumlah Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah). Posisi
penilaian kualitas Aktiva Produktif adalah pada bulan Maret 2006
sehingga batas jumlah (limit) Aktiva Produktif di Bank lain untuk
debitur atau proyek yang sama yang harus diperhatikan dalam
penetapan kualitas pada periode tersebut adalah
Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah). Mengingat
jumlah fasilitas yang diterima debitur X di Bank B kurang dari batas
jumlah (limit) yang ditetapkan untuk periode tersebut maka
penetapan kualitas debitur X di Bank A tidak dipengaruhi oleh
kualitas debitur X di Bank B.
b. Debitur Merupakan 50 (lima puluh) Debitur Terbesar Bank secara
Individual dan Menerima Fasilitas dari Bank Lain dengan Jumlah
Sama atau Lebih dari Batas Jumlah (Limit)
Debitur X merupakan salah satu dari 50 (lima puluh) debitur terbesar
di Bank A. Kualitas Aktiva Produktif debitur X di Bank A adalah
Dalam Perhatian Khusus. Debitur X juga menerima fasilitas di Bank
B sebesar Rp30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah), dengan
kualitas Kurang Lancar. Posisi penilaian kualitas Aktiva Produktif
adalah …
adalah pada bulan Maret 2006 sehingga batas jumlah (limit) Aktiva
Produktif di Bank lain untuk debitur atau proyek yang sama yang
harus diperhatikan dalam penetapan kualitas pada periode tersebut
adalah Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah).
Mengingat jumlah fasilitas yang diterima debitur X di Bank B lebih
dari batas jumlah (limit) yang ditetapkan untuk periode tersebut,
maka penetapan kualitas debitur X di Bank A mengikuti kualitas
Aktiva Produktif yang paling rendah, yaitu Kurang Lancar.
c. Debitur Bukan Merupakan 50 (lima puluh) Debitur Terbesar Bank
secara Individual namun Menerima Fasilitas dengan jumlah Sama
atau Lebih dari Batas Jumlah (Limit) dan Menerima Fasilitas dari
Bank Lain dengan Jumlah Kurang dari Batas Jumlah (Limit)
Debitur X bukan merupakan salah satu dari 50 (lima puluh) debitur
terbesar di Bank A namun menerima fasilitas Aktiva Produktif
sebesar Rp30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah), dengan
kualitas Dalam Perhatian Khusus. Debitur X juga menerima fasilitas
dari Bank B sebesar Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah),
dengan kualitas Kurang Lancar. Posisi penilaian kualitas Aktiva
Produktif adalah pada bulan Maret 2006 sehingga batas jumlah
(limit) Aktiva Produktif di Bank lain untuk debitur atau proyek yang
sama yang harus diperhatikan dalam penetapan kualitas pada periode
tersebut adalah Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah).
Mengingat jumlah fasilitas yang diterima debitur X di Bank B
kurang dari batas jumlah (limit) yang ditetapkan untuk periode
tersebut, maka penetapan kualitas debitur X di Bank A tidak
dipengaruhi oleh kualitas Aktiva Produktif di Bank B.
d. Debitur …
d. Debitur Merupakan 50 (lima puluh) Debitur Terbesar Bank secara
Individual, Terlibat pada 1 (satu) Proyek dan Proyek tersebut
Menerima Fasilitas dari Bank Lain dengan Jumlah Sama atau Lebih
dari Batas Jumlah (Limit)
Bank X memberikan fasilitas Kredit kepada debitur A dan debitur B
masing-masing sejumlah Rp14.000.000.000,00 (empat belas miliar
rupiah) dan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dengan
kualitas Dalam Perhatian Khusus dan Kurang Lancar. Fasilitas
Kredit tersebut digunakan untuk membiayai proyek Z. Debitur A
merupakan salah satu dari 50 (lima puluh) debitur terbesar Bank X.
Karena fasilitas Kredit kepada debitur A dan debitur B digunakan
untuk membiayai proyek yang sama, yaitu proyek Z, maka kualitas
Aktiva Produktif yang ditetapkan Bank X untuk Kredit kepada
debitur A dan debitur B mengikuti kualitas paling rendah, yaitu
Kurang Lancar.
Bank Y memberikan fasilitas Kredit kepada debitur D dan debitur E
masing-masing sejumlah Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar
rupiah) dengan kualitas Kurang Lancar dan Diragukan. Fasilitas
Kredit tersebut digunakan untuk membiayai proyek yang sama yaitu
proyek Z. Karena fasilitas Kredit kepada debitur D dan debitur E
digunakan untuk membiayai proyek yang sama, yaitu proyek Z,
maka kualitas Aktiva Produktif yang ditetapkan Bank Y untuk Kredit
kepada debitur D dan debitur E mengikuti kualitas paling rendah,
yaitu Diragukan.
Posisi penilaian kualitas Aktiva Produktif adalah pada bulan
Maret 2006 sehingga batas jumlah (limit) Aktiva Produktif di Bank
lain …
lain untuk debitur atau proyek yang sama yang harus diperhatikan
dalam
penetapan kualitas pada periode tersebut adalah
Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah).
Mengingat debitur A merupakan salah satu dari 50 (lima puluh)
debitur
terbesar Bank X dan fasilitas Kredit yang diberikan Bank X
kepada debitur A digunakan untuk membiayai proyek Z serta
fasilitas yang diberikan oleh Bank Y untuk proyek Z sebesar
Rp40.000.000.000,00 (empat puluh miliar rupiah) (lebih dari batas
jumlah (limit) yang ditetapkan untuk periode penilaian tersebut),
maka penetapan kualitas Aktiva Produktif debitur A di Bank X untuk
proyek Z wajib ditetapkan sama dan mengikuti kualitas paling
rendah, yaitu kualitas Aktiva Produktif untuk proyek Z di Bank Y
(Diragukan). Selanjutnya, karena fasilitas Kredit kepada debitur A
dan debitur B di Bank X digunakan untuk membiayai proyek yang
sama, maka kualitas Aktiva Produktif debitur B mengikuti kualitas
paling rendah, yaitu Diragukan.
III. PELAPORAN
Dalam Pasal 7 ayat (2) PBI diatur bahwa Bank wajib menyampaikan
informasi dan penjelasan secara tertulis kepada Bank Indonesia dalam hal
terdapat perbedaan penetapan kualitas Aktiva Produktif yang disebabkan
oleh faktor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf a PBI.
Informasi dan penjelasan tertulis tersebut disampaikan kepada Bank
Indonesia dengan menggunakan format sebagaimana pada Lampiran I Surat
Edaran Bank Indonesia ini.
IV. PENUTUP …
IV. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku sejak
tanggal 30 Januari 2006.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
MAMAN H. SOMANTRI
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 8/2/DPNP|SE-BI/2006 </reg_id>
<reg_title> Pelaksanaan Penahapan Penetapan Kualitas yang Sama untuk Aktiva Produktif yang Diberikan oleh Lebih dari Satu Bank kepada Satu Debitur atau Proyek yang Sama </reg_title>
<set_date> 30 Januari 2006 </set_date>
<effective_date> 30 Januari 2006 </effective_date>
<related_reg> '7/2/PBI/2005', '8/ /PBI/2006' </related_reg>
|
No. 6/36/DPM
Jakarta, 30 Agustus 2004
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal :
Perubahan Kedua Atas Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/20/DPM
Tanggal 26 April 2004 Perihal Suku Bunga Penjaminan Simpanan
Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank
Menunjuk Pasal 3 Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/11/PBI/2004 tanggal
12 April 2004 tentang Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar
Uang Antar Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 39,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4383), perlu dilakukan
perubahan pada beberapa butir dalam Surat Edaran Nomor 6/20/DPM tanggal 26
April 2004 perihal Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar
Uang Antar Bank, sebagai berikut:
1. Butir I.B.2 diubah sehingga menjadi sebagai berikut:
”2. Marjin maksimum suku bunga Simpanan Pihak Ketiga dalam Rupiah
ditetapkan sebesar:
Jangka Waktu
Simpanan
1 bulan
3 bulan
6 bulan
12 bulan
24 bulan
Marjin
(basis point)
Dikurangi 6 (enam)
Dikurangi 1(satu)
Ditambah 4 (empat)
Ditambah 19 (sembilan belas)
Ditambah 49 (empat puluh
sembilan)
dari rata-rata tertimbang tingkat diskonto SBI jangka waktu 3 (tiga) bulan
pada lelang terakhir.”
2. Butir …
2
2. Butir I.B.4 diubah sehingga menjadi sebagai berikut:
“4. Marjin untuk maksimum suku bunga Simpanan Pihak Ketiga dalam valuta
asing US Dollar berjangka waktu 1, 3, 6, 12 dan 24 bulan yang dijamin
Pemerintah masing-masing ditambah 3 (tiga) basis point di atas rata-rata
suku bunga deposito dalam valuta asing US Dollar dari bank-bank anggota
Jakarta Inter Bank Offered Rates (JIBOR) yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia menurut jangka waktu tertentu selama 1 (satu) bulan sebelumnya.”
3. Butir II.B diubah sehingga menjadi sebagai berikut:
“B. Maksimum Suku Bunga PUAB
a. Maksimum suku bunga PUAB dalam Rupiah yang dijamin Pemerintah
ditetapkan sebesar 60 (enam puluh) basis point di atas rata-rata
tertimbang suku bunga PUAB overnight pagi dalam Rupiah dari bank-
bank anggota JIBOR yang dipilih oleh Bank Indonesia selama 1 (satu)
bulan sebelumnya.
b. Maksimum suku bunga PUAB dalam valuta asing dalam US Dollar yang
dijamin Pemerintah ditetapkan sebesar 45 (empat puluh lima) basis point
di bawah rata-rata tertimbang suku bunga PUAB overnight pagi valuta
asing dalam US Dollar dari bank-bank anggota JIBOR yang dipilih oleh
Bank Indonesia selama 1 (satu) bulan sebelumnya.”
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 30Agustus 2004.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran
ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
Ttd.
BUDI MULYA
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 6/36/DPM|SE-BI/2004 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Kedua Atas Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/20/DPM Tanggal 26 April 2004 Perihal Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank </reg_title>
<set_date> 30 Agustus 2004 </set_date>
<effective_date> 30 Agustus 2004 </effective_date>
<changed_reg> '6/20/DPM|SE-BI/2004' </changed_reg>
<related_reg> '6/11/PBI/2004 | Pasal 3', '6/20/DPM|SE-BI/2004' </related_reg>
|
No.14/ 29 /DPU
Jakarta, 16 Oktober 2012
SURAT EDARAN
Perihal : Tata Cara Penitipan Sementara Surat yang Berharga
dan Barang Berharga pada Bank Indonesia
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia
Nomor 14/ 13 /PBI/2012 tentang Penitipan Sementara Surat yang
Berharga dan Barang Berharga pada Bank Indonesia (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 191, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5350), perlu mengatur Surat Edaran
Bank Indonesia mengenai tata cara penitipan sementara surat yang
berharga dan barang berharga pada Bank Indonesia sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan:
1. Titipan adalah barang milik pihak lain yang dititipkan
sementara dan ditatausahakan pada Bank Indonesia.
2. Penitip adalah pihak tertentu yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia yang dapat melakukan penitipan sementara pada
Bank Indonesia.
3. Surat yang Berharga adalah dokumen yang mempunyai nilai
bagi Penitip yang tidak dapat diperdagangkan di pasar uang
dan/atau pasar modal.
4. Sekuritas adalah surat berharga dalam bentuk fisik (warkat)
yang mempunyai nilai uang baik yang diperdagangkan
maupun yang tidak dapat diperdagangkan di pasar uang dan
pasar modal.
5. Uang . . .
2
5. Uang Rupiah Palsu adalah suatu benda yang bahan, ukuran,
warna, gambar, dan/atau desainnya menyerupai Rupiah yang
dibuat, dibentuk, dicetak, digandakan, diedarkan, atau
digunakan sebagai alat pembayaran secara melawan hukum.
6. Uang Rupiah Tiruan adalah suatu benda yang bahan, ukuran,
warna, gambar, dan/atau desainnya menyerupai Rupiah yang
dibuat, dibentuk, dicetak, digandakan, atau diedarkan, tidak
digunakan sebagai alat pembayaran dengan merendahkan
kehormatan Rupiah sebagai simbol negara.
7. Bukti Titipan Sementara yang selanjutnya disingkat BTS
adalah bukti penerimaan Titipan pada Bank Indonesia.
8. Bukti Titipan Sementara Pengganti yang selanjutnya disingkat
BTS Pengganti adalah bukti untuk menggantikan BTS yang
hilang atau rusak.
9. Bukti Penyerahan Titipan yang selanjutnya disingkat BPT
adalah bukti penyerahan Titipan oleh Bank Indonesia.
II. PRINSIP UMUM
1. Bank Indonesia dapat menerima Titipan dari Penitip yang
merupakan Titipan tertutup.
2. Titipan sebagaimana dimaksud pada angka 1 terdiri atas:
a. Surat Yang Berharga, antara lain sertifikat tanah dan
dokumen perjanjian;
b. Sekuritas, antara lain saham dan obligasi; dan
c. barang berharga, antara lain uang baik dalam Rupiah
maupun valuta asing, logam mulia, platina dan batu
mulia.
3. Bank Indonesia dapat menerima Titipan dari Penitip berupa
Uang Rupiah Palsu dan Uang Rupiah Tiruan.
4. Titipan . . .
3
4. Titipan sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan angka 3
harus memiliki kriteria sebagai berikut:
a. dalam rangka membantu pelaksanaan tugas-tugas
pemerintahan; dan/atau
b. dalam rangka penyitaan oleh penyidik dan/atau
penetapan sita oleh pengadilan tingkat pertama dalam
perkara pidana, perdata atau tata usaha negara dalam
rangka penanganan kasus yang berdampak luas.
5. Titipan sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan angka 3
bukan merupakan Titipan yang dianggap berbahaya atau
dilarang oleh Pemerintah atau peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
6. Penitip sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan angka 3
terdiri atas:
a. kementerian negara/lembaga pemerintah non
kementerian negara/lembaga negara;
b. pengadilan tingkat pertama atau lembaga yang
mempunyai kewenangan penyidikan berdasarkan Undang-
Undang;
c. Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota; dan
d. pihak internal Bank Indonesia.
7. Penitipan di Bank Indonesia memiliki jangka waktu paling
lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal penitipan, dan dapat
diperpanjang paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal
jatuh waktu penitipan untuk setiap perpanjangan.
8. Bank Indonesia tidak mengenakan biaya atas Titipan yang
ditatausahakan pada Bank Indonesia.
9. Bank Indonesia mengkategorikan Titipan menjadi Titipan
kedaluwarsa apabila:
a. Titipan telah jatuh waktu dan tidak diambil oleh Penitip;
b. permohonan . . .
4
b. permohonan perpanjangan secara tertulis dari Penitip
diterima setelah lewat jatuh waktu Titipan; atau
c. Bank Indonesia telah memutuskan hubungan penitipan,
dan tidak diambil oleh Penitip.
10. Penitip harus mengambil Titipan yang telah jatuh waktu atau
Titipan kedaluwarsa di Bank Indonesia.
11. Bank Indonesia dibebaskan dari tanggung jawab apabila
terjadi kehilangan, kerusakan, penyusutan, kedaluwarsa
dan/atau hal-hal lain yang mungkin timbul atas Titipan yang
mengakibatkan berkurangnya nilai, kualitas dan/atau fisik
Titipan.
III. PENERIMAAN TITIPAN
Tata cara penerimaan Titipan diatur sebagai berikut:
1. Calon Penitip yang bermaksud melakukan penitipan barang
sebagaimana dimaksud dalam butir II.1 dan butir II.2 pada
Bank Indonesia, terlebih dahulu menyampaikan surat
permohonan yang ditandatangani oleh pemimpin instansi
Penitip kepada:
a. Departemen Pengedaran Uang, Bank Indonesia, JI. M.H.
Thamrin No.2, Jakarta 10350, bagi calon Penitip yang
berdomisili di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia.
b. Kantor Perwakilan Dalam Negeri Bank Indonesia
(KPw DN), bagi calon Penitip yang berdomisili di wilayah
kerja KPw DN setempat.
2. Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1
disampaikan kepada Departemen Pengedaran Uang atau
KPw DN sesuai dengan pembagian wilayah kerja sebagaimana
pada Lampiran-I yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
3. Surat . . .
5
3. Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1
memuat:
a. jenis, dimensi dan volume barang yang akan dititipkan;
b. jangka waktu penitipan; dan
c. pernyataan bahwa barang yang akan dititipkan bukan
merupakan barang yang berbahaya atau dilarang oleh
Pemerintah atau peraturan perundang-undangan yang
berlaku sebagaimana dimaksud dalam butir II.5.
4. Bank Indonesia memastikan kesesuaian jenis barang yang
akan dititipkan dalam surat permohonan sebagaimana
dimaksud pada angka 3 dengan persyaratan dan kriteria
penitipan.
5. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kepada calon
Penitip perihal persetujuan awal atau penolakan permohonan
penitipan di Bank Indonesia paling lama 14 (empat belas) hari
kerja sejak surat permohonan diterima oleh Bank Indonesia.
6. Dalam hal permohonan disetujui, pemimpin instansi dari
calon Penitip harus datang ke kantor Bank Indonesia dengan
membawa dan menyerahkan asli surat persetujuan Bank
Indonesia sebagaimana dimaksud pada angka 5, fotokopi
identitas pemimpin instansi tersebut dan barang yang akan
dititipkan, untuk melakukan penitipan di Bank Indonesia.
Yang dimaksud dengan pemimpin instansi dari calon Penitip,
misalnya Kepala Kejaksaan Negeri untuk Kejaksaan Negeri,
Direktur Jenderal untuk Direktorat Jenderal, Direktur untuk
Direktorat, Kepala Kantor Wilayah untuk Kantor Wilayah,
Kepala Kepolisian Resor untuk Kepolisian Resor.
7. Dalam hal pemimpin instansi dari calon Penitip tidak dapat
datang ke kantor Bank Indonesia maka yang bersangkutan
menugaskan pejabat/pegawai instansi calon Penitip disertai
dengan . . .
6
dengan surat kuasa khusus, untuk melakukan penitipan di
Bank Indonesia yang ditandatangani oleh pemimpin dari
instansi yang bersangkutan.
8. Pejabat/pegawai
instansi calon Penitip sebagaimana
dimaksud pada angka 7, membawa dan menyerahkan:
a. asli surat persetujuan Bank Indonesia sebagaimana
dimaksud pada angka 5;
b. asli surat kuasa khusus; dan
c. fotokopi identitas pemberi dan penerima kuasa yang
masih berlaku yang tercantum dalam surat kuasa khusus
sebagaimana dimaksud pada huruf b.
9. Calon Penitip memperlihatkan barang yang akan dititipkan
kepada petugas Bank Indonesia, untuk mengetahui
kesesuaian jenis barang yang akan dititipkan dengan
informasi yang tercantum dalam surat permohonan
sebagaimana dimaksud pada angka 3.
10. Apabila barang yang diperlihatkan untuk dititipkan tidak
sesuai dengan informasi yang tercantum dalam surat
permohonan, Bank Indonesia menolak penitipan dengan
menyampaikan surat pemberitahuan penolakan kepada calon
Penitip.
11. Apabila barang yang diperlihatkan untuk dititipkan telah
sesuai dengan surat permohonan maka Penitip dihadapan
petugas Bank Indonesia melakukan hal-hal sebagai berikut:
a. melakukan pengemasan terhadap Titipan yang
ditempatkan dalam suatu wadah;
b. menyegel kemasan;
c. membubuhkan tanda tangan pada kemasan yang telah
disegel; dan
d. menandatangani . . .
7
d. menandatangani BTS sebagai bukti sah penitipan,
sebagaimana terlampir pada Lampiran-II yang merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank
Indonesia ini.
12. Dalam hal angka 11 telah dilakukan maka Bank Indonesia
melakukan hal-hal sebagai berikut:
a. mengisi formulir BTS berdasarkan informasi dari Penitip;
b. menandatangani BTS sebagai bukti sah penerimaan
Titipan bersama-sama dengan Penitip; dan
c. menyerahkan lembar pertama BTS kepada Penitip.
IV. PENGAMBILAN TITIPAN
Tata cara pengambilan Titipan baik pada tanggal jatuh waktu
maupun sebelum tanggal jatuh waktu diatur sebagai berikut:
1. Penitip dapat mengambil Titipan pada tanggal jatuh waktu
atau sebelum tanggal jatuh waktu, dengan menyampaikan
permohonan secara tertulis sebelumnya kepada Bank
Indonesia yang menerbitkan BTS paling lambat diterima oleh
Bank Indonesia 14 (empat belas) hari kerja sebelum tanggal
pengambilan Titipan. Penyampaian surat permohonan
pengambilan Titipan disertai fotokopi lembar pertama BTS.
Contoh:
a. pengambilan Titipan pada tanggal jatuh waktu
Jatuh waktu Titipan pada tanggal 28 September 2012
maka permohonan tertulis dari Penitip paling lambat
diterima oleh Bank Indonesia pada tanggal 10 September
2012.
b. pengambilan Titipan sebelum tanggal jatuh waktu
Jatuh waktu Titipan pada tanggal 28 September 2012,
dan Penitip akan mengambil Titipan pada tanggal
25 September 2012 . . .
8
25 September 2012 maka permohonan tertulis dari
Penitip paling lambat diterima oleh Bank Indonesia pada
tanggal 5 September 2012.
2. Dalam hal Penitip menyampaikan permohonan pengambilan
Titipan kurang dari batas waktu sebagaimana dimaksud pada
angka 1 maka Bank Indonesia menyerahkan Titipan paling
lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah tanggal diterimanya
surat permohonan oleh Bank Indonesia.
Contoh:
a. pengambilan Titipan pada tanggal jatuh waktu
Jatuh waktu Titipan pada tanggal 28 September 2012,
tetapi permohonan tertulis dari Penitip baru diterima oleh
Bank Indonesia pada tanggal 14 September 2012 maka
Bank Indonesia menyerahkan Titipan kepada Penitip
paling lambat pada tanggal 4 Oktober 2012.
b. pengambilan Titipan sebelum tanggal jatuh waktu
Jatuh waktu Titipan pada tanggal 28 September 2012,
dan Penitip akan mengambil Titipan pada tanggal
25 September 2012, tetapi permohonan tertulis dari
Penitip baru diterima oleh Bank Indonesia pada tanggal
10 September 2012 maka Bank Indonesia menyerahkan
Titipan kepada Penitip paling lambat pada tanggal
28 September 2012.
3. Untuk melakukan pengambilan Titipan di Bank Indonesia,
pemimpin instansi dari Penitip harus datang ke kantor Bank
Indonesia dengan membawa dan menyerahkan asli lembar
pertama BTS sebagaimana dimaksud pada dalam butir III.12.c
dan fotokopi identitas pemimpin instansi tersebut.
4. Dalam hal pemimpin instansi dari Penitip tidak dapat datang
ke kantor Bank Indonesia maka yang bersangkutan
menugaskan . . .
9
menugaskan pejabat/pegawai instansi Penitip disertai dengan
surat kuasa khusus, untuk melakukan pengambilan Titipan
di Bank Indonesia yang ditandatangani oleh pemimpin dari
instansi yang bersangkutan.
5. Pejabat/pegawai instansi Penitip yang diberi kuasa tersebut
membawa dan menyerahkan:
a. asli surat kuasa khusus;
b. asli lembar pertama BTS; dan
c. fotokopi identitas diri pemberi dan penerima kuasa yang
masih berlaku yang tercantum dalam surat kuasa khusus
sebagaimana dimaksud pada huruf a.
6. Dalam hal pemimpin instansi dari Penitip yang datang untuk
melakukan pengambilan Titipan di Bank Indonesia, Bank
Indonesia melakukan pemeriksaan terhadap keaslian lembar
pertama BTS untuk dicocokkan dengan lembar kedua BTS
yang ditatausahakan di Bank Indonesia, dan pemeriksaan
terhadap identitas pemimpin instansi tersebut.
7. Dalam hal pejabat/pegawai instansi Penitip yang diberi kuasa
yang datang untuk melakukan pengambilan Titipan di Bank
Indonesia, Bank Indonesia melakukan pemeriksaan terhadap:
a. keabsahan surat kuasa khusus;
b. keaslian lembar pertama BTS untuk dicocokkan dengan
lembar kedua BTS yang ditatausahakan di Bank
Indonesia; dan
c. identitas pemberi dan penerima kuasa yang masih berlaku
yang tercantum dalam surat kuasa khusus sebagaimana
dimaksud pada butir 5.a.
8. Dalam hal hasil pemeriksaan atas dokumen sebagaimana
dimaksud pada angka 6 atau angka 7, telah sesuai
maka . . .
10
maka Bank Indonesia menyerahkan kemasan yang berisi
Titipan dalam kondisi masih tersegel kepada Penitip.
9. Bank Indonesia menerbitkan BPT sebagaimana pada
Lampiran-III yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari Surat Edaran Bank Indonesia ini, dan ditandatangani
oleh Penitip dan Bank Indonesia.
10. Lembar pertama BPT sebagaimana dimaksud pada angka 9,
ditatausahakan oleh Bank Indonesia sebagai bukti sah bahwa
Titipan telah diserahkan kepada Penitip.
11. Lembar kedua BPT sebagaimana dimaksud pada angka 9,
diserahkan oleh Bank Indonesia kepada Penitip sebagai bukti
sah pengambilan Titipan.
12. Penitip harus mengambil seluruh Titipan secara sekaligus dari
Bank Indonesia, sesuai dengan jumlah yang tercantum dalam
BTS.
V. PENGGANTIAN BUKTI TITIPAN SEMENTARA
Tata cara penggantian BTS yang hilang atau rusak diatur sebagai
berikut:
1. Penggantian BTS yang hilang
a. Pemimpin dari instansi Penitip menyampaikan surat
permohonan penggantian BTS yang hilang kepada kantor
Bank Indonesia yang menerbitkan BTS dengan
melampirkan fotokopi surat keterangan kehilangan BTS
yang diterbitkan oleh Kepolisian Negara Republik
Indonesia setempat yang mencantumkan antara lain
informasi jenis barang yang dititipkan di Bank Indonesia.
b. Bank Indonesia melakukan verifikasi terhadap dokumen
sebagaimana dimaksud pada huruf a, dengan cara
melakukan pencocokan surat permohonan beserta
lampirannya . . .
11
lampirannya dengan lembar kedua BTS yang
ditatausahakan di Bank Indonesia.
c. Dalam hal hasil verifikasi dokumen sebagaimana
dimaksud pada huruf b telah sesuai maka Bank Indonesia
menyampaikan surat pemberitahuan persetujuan
penggantian BTS yang hilang kepada Penitip paling lambat
14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal diterimanya surat
permohonan penggantian BTS yang hilang sebagaimana
dimaksud pada huruf a oleh Bank Indonesia.
d. Dalam hal hasil verifikasi dokumen sebagaimana
dimaksud pada huruf b tidak sesuai maka Bank Indonesia
menyampaikan surat pemberitahuan penolakan
penggantian BTS yang hilang dan informasi permintaan
kepada Penitip untuk melengkapi dokumen, paling lambat
14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal diterimanya surat
permohonan penggantian BTS yang hilang sebagaimana
dimaksud pada huruf a oleh Bank Indonesia.
e. Sesuai surat pemberitahuan persetujuan penggantian BTS
yang hilang sebagaimana dimaksud pada huruf c,
pemimpin dari instansi Penitip harus datang ke kantor
Bank Indonesia yang menerbitkan BTS dengan membawa
asli surat keterangan kehilangan BTS yang diterbitkan
oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia setempat dan
fotokopi identitas pemimpin instansi tersebut.
f. Dalam hal pemimpin dari instansi Penitip tidak dapat
datang ke kantor Bank Indonesia maka yang
bersangkutan menugaskan pejabat/pegawai dari instansi
Penitip disertai dengan surat kuasa khusus, untuk
mengurus penggantian BTS yang hilang di kantor Bank
Indonesia . . .
12
Indonesia yang ditandatangani oleh pemimpin dari
instansi yang bersangkutan.
g. Pejabat/pegawai instansi Penitip yang diberikan kuasa
tersebut membawa dan menyerahkan:
1) asli surat keterangan kehilangan BTS yang diterbitkan
oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia setempat;
2) asli surat kuasa khusus; dan
3) fotokopi identitas pemberi dan penerima kuasa yang
masih berlaku yang tercantum dalam surat kuasa
khusus sebagaimana dimaksud pada angka 2).
h. Dalam hal pemimpin instansi dari Penitip yang datang
untuk mengurus penggantian BTS yang hilang di Bank
Indonesia, Bank Indonesia melakukan pemeriksaan
terhadap surat keterangan kehilangan BTS yang
diterbitkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia
setempat dan identitas pemimpin instansi tersebut.
i. Dalam hal pejabat/pegawai instansi Penitip yang
diberikan kuasa yang datang untuk mengurus
penggantian BTS yang hilang di Bank Indonesia, Bank
Indonesia melakukan pemeriksaan terhadap:
1) surat keterangan kehilangan BTS yang diterbitkan
oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia setempat;
2) keabsahan surat kuasa khusus; dan
3) identitas pemberi dan penerima kuasa yang masih
berlaku yang tercantum dalam surat kuasa khusus
sebagaimana dimaksud pada angka 2).
j. Dalam hal hasil pemeriksaan atas dokumen sebagaimana
dimaksud pada huruf h atau huruf i, telah sesuai maka
Bank Indonesia menerbitkan BTS Pengganti.
k. BTS . . .
13
k. BTS Pengganti ditandatangani oleh Bank Indonesia dan
pemimpin dari instansi Penitip sebagaimana dimaksud
pada huruf h atau pejabat/pegawai dari instansi Penitip
sebagaimana dimaksud pada huruf i, di kantor Bank
Indonesia yang menerbitkan BTS Pengganti.
l. Bank Indonesia menyerahkan lembar pertama BTS
Pengganti kepada Penitip sebagaimana dimaksud pada
huruf k.
2. Penggantian BTS yang rusak
a. Pemimpin dari instansi Penitip menyampaikan surat
permohonan penggantian BTS yang rusak dengan
melampirkan fotokopi BTS yang rusak kepada Bank
Indonesia.
b. Dalam hal BTS yang rusak tidak lagi terlihat nomor dan
informasi dalam BTS yang rusak tersebut maka dalam
surat permohonan penggantian BTS yang rusak
sebagaimana dimaksud pada huruf a, dilampirkan surat
pernyataan dari pemimpin dari instansi Penitip bahwa
lembar pertama BTS yang rusak tersebut adalah milik
instansi yang bersangkutan dan penyebab kerusakan
lembar pertama BTS.
c. Bank Indonesia melakukan verifikasi terhadap dokumen
sebagaimana dimaksud pada huruf a dan/atau huruf b,
dengan cara melakukan pencocokan surat permohonan
beserta lampirannya dengan lembar kedua BTS yang
ditatausahakan di Bank Indonesia.
d. Dalam hal hasil verifikasi dokumen sebagaimana
dimaksud pada huruf c telah sesuai maka Bank Indonesia
menyampaikan surat pemberitahuan persetujuan
penggantian BTS yang rusak kepada Penitip paling
lambat . . .
14
lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal
diterimanya surat permohonan penggantian BTS yang
rusak sebagaimana dimaksud pada huruf a oleh Bank
Indonesia.
e. Dalam hal hasil verifikasi dokumen sebagaimana
dimaksud pada huruf c tidak sesuai maka Bank Indonesia
menyampaikan surat pemberitahuan penolakan
penggantian BTS yang rusak dan informasi permintaan
kepada Penitip untuk melengkapi dokumen, paling lambat
14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal diterimanya surat
permohonan penggantian BTS yang rusak sebagaimana
dimaksud pada huruf a oleh Bank Indonesia.
f. Sesuai surat pemberitahuan persetujuan penggantian BTS
yang rusak sebagaimana dimaksud pada huruf d,
pemimpin dari instansi Penitip harus datang ke kantor
Bank Indonesia yang menerbitkan BTS dengan membawa
asli BTS yang rusak dan fotokopi identitas pemimpin
instansi tersebut.
g. Dalam hal pemimpin dari instansi Penitip tidak dapat
datang ke kantor Bank Indonesia maka yang
bersangkutan menugaskan pejabat/pegawai dari instansi
Penitip disertai dengan surat kuasa khusus, untuk
mengurus penggantian BTS yang rusak di Bank Indonesia
yang ditandatangani oleh pemimpin dari instansi yang
bersangkutan.
h. Pejabat/pegawai instansi Penitip yang diberikan kuasa
tersebut membawa dan menyerahkan:
1) asli BTS yang rusak;
2) asli surat kuasa khusus; dan
3) fotokopi . . .
15
3) fotokopi identitas pemberi dan penerima kuasa yang
masih berlaku yang tercantum dalam surat kuasa
khusus sebagaimana dimaksud pada angka 2).
i. Dalam hal pemimpin instansi dari Penitip yang datang
untuk melakukan penggantian BTS yang rusak di Bank
Indonesia, Bank Indonesia melakukan pemeriksaan
terhadap BTS yang rusak dan identitas pemimpin instansi
tersebut.
j. Dalam hal pejabat/pegawai instansi Penitip yang
diberikan kuasa yang datang untuk mengurus
penggantian BTS yang rusak di Bank Indonesia, Bank
Indonesia melakukan pemeriksaan terhadap:
1) keaslian BTS yang rusak;
2) keabsahan surat kuasa khusus; dan
3) fotokopi identitas pemberi dan penerima kuasa yang
masih berlaku yang tercantum dalam surat kuasa
khusus sebagaimana dimaksud pada angka 2).
k. Dalam hal hasil pemeriksaan atas dokumen sebagaimana
dimaksud pada huruf i atau huruf j, telah sesuai maka
Bank Indonesia menerbitkan BTS Pengganti.
l. BTS Pengganti ditandatangani oleh Bank Indonesia dan
pemimpin dari instansi Penitip sebagaimana dimaksud
pada huruf i atau pejabat/pegawai dari instansi Penitip
sebagaimana dimaksud pada huruf j, di kantor Bank
Indonesia yang menerbitkan BTS Pengganti.
m. Bank Indonesia menyerahkan lembar pertama BTS
Pengganti kepada Penitip sebagaimana dimaksud pada
huruf l.
VI. PERPANJANGAN . . .
16
VI. PERPANJANGAN JANGKA WAKTU TITIPAN
Tata cara perpanjangan jangka waktu Titipan diatur sebagai
berikut:
1. Pemimpin dari instansi Penitip menyampaikan surat
permohonan perpanjangan jangka waktu Titipan kepada Bank
Indonesia yang menerbitkan BTS dengan melampirkan
fotokopi lembar pertama BTS.
2. Surat permohonan perpanjangan jangka waktu Titipan
sebagaimana dimaksud pada angka 1, harus sudah diterima
oleh Bank Indonesia paling lambat 14 (empat belas) hari kerja
sebelum tanggal jatuh waktu Titipan.
3. Berdasarkan permohonan perpanjangan jangka waktu Titipan
sebagaimana dimaksud pada angka 1, Bank Indonesia
memberitahukan secara tertulis perihal persetujuan atau
penolakan perpanjangan jangka waktu Titipan kepada Penitip
paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya
surat permohonan perpanjangan beserta lampirannya.
4. Dalam hal permohonan perpanjangan jangka waktu Titipan
disetujui, pemimpin dari instansi Penitip harus datang ke
kantor Bank Indonesia dengan membawa dan menyerahkan:
a. asli surat persetujuan perpanjangan dari Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud pada angka 3;
b. asli lembar pertama BTS; dan
c. fotokopi identitas pemimpin dari instansi tersebut.
5. Dalam hal pemimpin dari instansi Penitip tidak dapat datang
ke kantor Bank Indonesia maka yang bersangkutan
menugaskan pejabat/pegawai dari instansi Penitip disertai
dengan surat kuasa khusus, untuk mengurus perpanjangan
jangka waktu Titipan di Bank Indonesia yang ditandatangani
oleh pemimpin dari instansi yang bersangkutan.
6. Pejabat . . .
17
6. Pejabat/pegawai instansi Penitip yang diberikan kuasa
tersebut membawa dan menyerahkan:
a. asli surat persetujuan perpanjangan dari Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud pada angka 3;
b. asli lembar pertama BTS;
c. asli surat kuasa khusus; dan
d. fotokopi identitas pemberi dan penerima kuasa yang
masih berlaku yang tercantum dalam surat kuasa khusus
sebagaimana dimaksud pada huruf c.
7. Dalam hal pemimpin instansi dari Penitip yang datang untuk
mengurus perpanjangan jangka waktu Titipan di Bank
Indonesia, Bank Indonesia melakukan pemeriksaan terhadap:
a. surat persetujuan perpanjangan dari Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud pada angka 3;
b. keaslian lembar pertama BTS yang dicocokkan dengan
lembar kedua BTS yang ditatausahakan di Bank
Indonesia; dan
c. identitas pemimpin dari instansi tersebut.
8. Dalam hal pejabat/pegawai instansi Penitip yang diberikan
kuasa yang datang untuk mengurus perpanjangan jangka
waktu Titipan di Bank Indonesia, Bank Indonesia melakukan
pemeriksaan terhadap:
a. surat persetujuan perpanjangan dari Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud pada angka 3;
b. keaslian lembar pertama BTS yang dicocokkan dengan
lembar kedua BTS yang ditatausahakan di Bank
Indonesia;
c. keabsahan surat kuasa khusus; dan
d. identitas . . .
18
d. identitas pemberi dan penerima kuasa yang masih
berlaku yang tercantum dalam surat kuasa khusus
sebagaimana dimaksud pada huruf c.
9. Dalam hal hasil pemeriksaan atas dokumen sebagaimana
dimaksud pada angka 7 atau angka 8, telah sesuai maka
Bank Indonesia menerbitkan BTS Perpanjangan.
10. BTS Perpanjangan ditandatangani oleh Bank Indonesia dan
pemimpin dari instansi Penitip sebagaimana dimaksud pada
angka 7 atau pejabat/pegawai dari instansi Penitip
sebagaimana dimaksud pada angka 8 di kantor Bank
Indonesia yang menerbitkan BTS Perpanjangan.
11. Bank Indonesia menyerahkan lembar pertama BTS
Perpanjangan kepada Penitip sebagaimana dimaksud pada
angka 10.
VII. WAKTU PELAKSANAAN PENERIMAAN, PENYERAHAN TITIPAN,
PENGGANTIAN
BUKTI TITIPAN SEMENTARA
DAN
PERPANJANGAN JANGKA WAKTU TITIPAN
1. Waktu pelaksanaan:
a. penerimaan Titipan;
b. penyerahan Titipan;
c. penggantian BTS yang hilang atau rusak; atau
d. perpanjangan jangka waktu Titipan,
dilakukan pada hari kerja kecuali pada hari Jum’at, pada
pukul 08.00 waktu setempat sampai dengan pukul 14.00
waktu setempat.
2. Dalam hal tanggal jatuh waktu Titipan bukan pada hari kerja
sebagaimana dimaksud pada angka 1 maka waktu
pelaksanaan:
a. penyerahan Titipan; atau
b. perpanjangan . . .
19
b. perpanjangan jangka waktu Titipan,
dilakukan pada hari kerja sebelumnya.
VIII. PENYELESAIAN TITIPAN KEDALUWARSA
Tata cara penyelesaian Titipan kedaluwarsa diatur sebagai berikut:
1. Dalam hal Titipan dikategorikan sebagai Titipan kedaluwarsa,
Bank Indonesia menyampaikan pemberitahuan secara tertulis
kepada Penitip mengenai penyelesaian Titipan kedaluwarsa
dan keharusan Penitip mengambil Titipan kedaluwarsa.
2. Penyampaian surat pemberitahuan kepada Penitip
sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan sebanyak
3 (tiga) kali, dengan rentang waktu 14 (empat belas) hari kerja
untuk masing-masing pemberitahuan.
3. Untuk surat pemberitahuan ketiga sebagaimana dimaksud
pada angka 2, Penitip diharuskan mengambil Titipan
kedaluwarsa paling lambat akhir bulan yang bersangkutan
sejak tanggal surat pemberitahuan ketiga.
Contoh:
a. surat pemberitahuan pertama keharusan mengambil
Titipan kedaluwarsa disampaikan pada tanggal
3 September 2012;
b. dalam hal Penitip tidak melakukan pengambilan Titipan
kedaluwarsa dalam rentang waktu dalam surat
pemberitahuan pertama sebagaimana dimaksud pada
huruf a maka disampaikan surat pemberitahuan kedua
keharusan mengambil Titipan kedaluwarsa pada tanggal
20 September 2012; atau
c. dalam hal Penitip tidak melakukan pengambilan Titipan
kedaluwarsa dalam rentang waktu dalam surat
pemberitahuan kedua sebagaimana dimaksud pada
huruf . . .
20
huruf b maka disampaikan surat pemberitahuan ketiga
keharusan mengambil Titipan kedaluwarsa pada tanggal
9 Oktober 2012. Penitip diharuskan mengambil Titipan
kedaluwarsa di Bank Indonesia paling lambat pada
tanggal 31 Oktober 2012.
4. Penitip yang akan mengambil Titipan kedaluwarsa
berdasarkan surat pemberitahuan
pertama,
surat
pemberitahuan kedua atau surat pemberitahuan ketiga dari
Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada angka 2,
menyampaikan surat permohonan pengambilan Titipan
kedaluwarsa kepada Bank Indonesia yang menerbitkan BTS
paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum pengambilan
Titipan kedaluwarsa, dengan melampirkan:
a. fotokopi surat pemberitahuan dari Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud pada angka 2; dan
b. fotokopi lembar pertama BTS.
Contoh:
Pengambilan Titipan kedaluwarsa pada tanggal 28 September
2012 maka surat permohonan dari Penitip paling lambat
diterima oleh Bank Indonesia pada tanggal 19 September
2012.
5. Dalam hal Penitip menyampaikan surat permohonan
pengambilan Titipan kedaluwarsa kurang dari batas waktu
sebagaimana dimaksud pada angka 4 maka Bank Indonesia
menyerahkan Titipan kedaluwarsa paling lambat 7 (tujuh)
hari kerja setelah tanggal diterimanya surat permohonan
pengambilan.
Contoh:
Pengambilan Titipan kedaluwarsa pada tanggal 28 September
2012, tetapi surat permohonan dari Penitip baru diterima oleh
Bank . . .
21
Bank Indonesia pada tanggal 21 September 2012 maka Bank
Indonesia akan menyerahkan Titipan kedaluwarsa paling
lambat pada tanggal 2 Oktober 2012.
6. Pemimpin dari instansi Penitip sesuai dengan surat
pemberitahuan dari Bank Indonesia sebagaimana dimaksud
pada angka 2, harus datang ke kantor Bank Indonesia untuk
mengambil Titipan kedaluwarsa dengan membawa dan
menyerahkan:
a. asli surat pemberitahuan dari Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud pada angka 2;
b. asli lembar pertama BTS; dan
c. fotokopi identitas pemimpin dari instansi tersebut.
7. Dalam hal pemimpin instansi dari Penitip tidak dapat datang
ke kantor Bank Indonesia maka yang bersangkutan
menugaskan pejabat/pegawai instansi Penitip disertai dengan
surat kuasa khusus, untuk melakukan pengambilan Titipan
kedaluwarsa di Bank Indonesia yang ditandatangani oleh
pemimpin dari instansi yang bersangkutan.
8. Pejabat/pegawai instansi Penitip yang diberi kuasa tersebut
membawa dan menyerahkan:
a. asli surat pemberitahuan dari Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud pada angka 2;
b. asli lembar pertama BTS;
c. asli surat kuasa khusus; dan
d. fotokopi identitas pemberi dan penerima kuasa yang
masih berlaku yang tercantum dalam surat kuasa khusus
sebagaimana dimaksud pada huruf c.
9. Dalam hal pemimpin instansi dari Penitip yang datang untuk
mengambil Titipan kedaluwarsa di Bank Indonesia, Bank
Indonesia melakukan pemeriksaan terhadap:
a. surat . . .
22
a. surat pemberitahuan dari Bank Indonesia sebagaimana
dimaksud pada angka 2;
b. keaslian lembar pertama BTS untuk dicocokkan dengan
lembar kedua BTS yang ditatausahakan di Bank
Indonesia; dan
c. identitas pemimpin dari instansi tersebut.
10. Dalam hal pejabat/pegawai instansi Penitip yang diberikan
kuasa yang datang untuk mengambil Titipan kedaluwarsa di
Bank Indonesia, Bank Indonesia melakukan pemeriksaan
terhadap:
a. surat pemberitahuan dari Bank Indonesia sebagaimana
dimaksud pada angka 2;
b. keaslian lembar pertama BTS untuk dicocokkan dengan
lembar kedua BTS yang ditatausahakan di Bank
Indonesia;
c. keabsahan surat kuasa khusus; dan
d. identitas pemberi dan penerima kuasa yang masih
berlaku yang tercantum dalam surat kuasa khusus
sebagaimana dimaksud pada huruf c.
11. Dalam hal hasil pemeriksaan atas dokumen sebagaimana
dimaksud pada angka 9 atau angka 10, telah sesuai maka
Bank Indonesia menyerahkan kemasan yang berisi Titipan
kedaluwarsa dalam kondisi masih tersegel kepada Penitip.
12. Bank Indonesia menerbitkan BPT dan ditandatangani oleh
Bank Indonesia dan pemimpin dari instansi Penitip
sebagaimana dimaksud pada angka 9 atau pejabat/pegawai
dari instansi Penitip sebagaimana dimaksud pada angka 10
di kantor Bank Indonesia yang menerbitkan BPT.
13. Lembar . . .
23
13. Lembar pertama BPT sebagaimana dimaksud pada angka 12,
ditatausahakan oleh Bank Indonesia sebagai bukti sah bahwa
Titipan kedaluwarsa telah diserahkan kepada Penitip.
14. Lembar kedua BPT sebagaimana dimaksud pada angka 12,
diserahkan oleh Bank Indonesia kepada Penitip sebagai bukti
sah pengambilan Titipan kedaluwarsa.
15. Penitip harus mengambil seluruh Titipan kedaluwarsa secara
sekaligus dari Bank Indonesia, sesuai dengan jumlah yang
tercantum dalam BTS.
16. Dalam hal Penitip melakukan pengambilan Titipan
kedaluwarsa, dan Titipan kedaluwarsa belum dialihkan
kepada pihak yang berwenang sebagaimana dimaksud pada
butir 17.b di bawah, diberlakukan tata cara pengambilan
Titipan kedaluwarsa sebagaimana dimaksud pada angka 6
sampai dengan angka 15.
17. Dalam hal Penitip tidak memberikan tanggapan atas surat
pemberitahuan Titipan kedaluwarsa dari Bank Indonesia dan
tidak melakukan pengambilan Titipan kedaluwarsa sampai
dengan batas waktu sebagaimana dimaksud pada angka 2
dan angka 3 maka Bank Indonesia:
a. mengembalikan Titipan kedaluwarsa secara langsung
kepada Penitip; atau
b. mengalihkan Titipan kedaluwarsa sebagaimana dimaksud
dalam butir II.2 kepada pihak yang berwenang sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
dalam hal Penitip tidak diketahui keberadaannya.
18. Dalam hal Penitip tidak memberikan tanggapan atas surat
pemberitahuan Titipan kedaluwarsa dari Bank Indonesia dan
tidak melakukan pengambilan Titipan kedaluwarsa sampai
dengan batas waktu sebagaimana dimaksud pada angka 2
dan . . .
24
dan angka 3 maka Bank Indonesia mengembalikan Titipan
kedaluwarsa sebagaimana dimaksud dalam butir II.3 secara
langsung kepada Penitip.
IX. PEMUTUSAN HUBUNGAN PENITIPAN OLEH BANK INDONESIA
1. Bank Indonesia dapat melakukan pemutusan hubungan
penitipan dengan pertimbangan antara lain keterbatasan
kapasitas ruangan penyimpanan.
2. Tata cara pemutusan hubungan penitipan oleh Bank
Indonesia diatur sebagai berikut:
a. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kepada
Penitip perihal pemutusan hubungan penitipan disertai
alasannya paling lambat 14 (empat belas) hari kerja
sebelum tanggal pemutusan hubungan penitipan.
b. Penitip harus mengambil Titipan paling lambat 14 (empat
belas) hari kerja sejak tanggal surat pemberitahuan
pemutusan hubungan penitipan sebagaimana dimaksud
pada huruf a.
c. Terhadap pengambilan Titipan yang telah dilakukan
pemutusan hubungan penitipan oleh Bank Indonesia,
diberlakukan tata cara pengambilan Titipan sebagaimana
dimaksud dalam angka IV.
d. Dalam hal Penitip tidak mengambil Titipan sebagaimana
dimaksud pada huruf b, diberlakukan tata cara
penyelesaian terhadap Titipan kedaluwarsa sebagaimana
dimaksud dalam angka VIII.
X. PENUTUP . . .
25
X. PENUTUP
Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku,
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/21/DPM tanggal 1 Juli
2005 perihal Tata Cara Penyimpanan Sekuritas, Surat yang
Berharga dan Barang Berharga pada Bank Indonesia sebagaimana
telah diubah dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
11/20/DPM tanggal 4 Agustus 2009, dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada
tanggal 16 Oktober 2012.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
GATOT SUGIONO S.
KEPALA DEPARTEMEN PENGEDARAN UANG
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 14/29/DPU|SE-BI/2012 </reg_id>
<reg_title> Tata Cara Penitipan Sementara Surat yang Berharga dan Barang Berharga pada Bank Indonesia </reg_title>
<set_date> 16 Oktober 2012 </set_date>
<effective_date> 16 Oktober 2012 </effective_date>
<replaced_reg> '11/20/DPM|SE-BI/2009', '7/21/DPM|SE-BI/2005' </replaced_reg>
<related_reg> '14/13/PBI/2012' </related_reg>
|
No.8/22/DPbS
Jakarta, 18 Oktober 2006
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
YANG MELAKSANAKAN
KEGIATAN USAHA BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH
DI INDONESIA
Perihal : Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum Yang Melaksanakan
Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah
Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia
Nomor 8/21/PBI/2006 tanggal 5 Oktober 2006 tentang Penilaian Kualitas
Aktiva Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan
Prinsip Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor
78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4647), perlu
diatur ketentuan pelaksanaan dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia
dengan pokok ketentuan sebagai berikut:
I. UMUM
1. Sejalan dengan meningkatnya kompleksitas usaha, Bank perlu
menjaga kelangsungan usahanya, antara lain dengan meningkatkan
kemampuan dan efektivitas Bank dalam mengelola risiko
pembiayaan (credit risk) dan meminimalkan potensi kerugian dari
penyediaan dana.
2. Penetapan kualitas penyediaan dana merupakan hasil penilaian atas
faktor-faktor …
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kondisi dan kinerja nasabah
yang terdiri dari prospek usaha, kinerja (performance) nasabah, dan
kemampuan membayar nasabah. Terkait dengan usaha nasabah yang
dapat berpengaruh terhadap lingkungan hidup serta dapat berdampak
terhadap kegiatan usaha dan kondisi keuangan nasabah, Bank dalam
menilai prospek usaha nasabah perlu memperhatikan upaya yang
dilakukan nasabah dalam rangka memelihara lingkungan hidup.
3. Mempertimbangkan kondisi perekonomian dan untuk lebih
mendorong pertumbuhan perekonomian di masing-masing daerah di
Indonesia yang beragam, dipandang perlu untuk menetapkan adanya
perlakuan tertentu yang lebih ringan dalam melakukan penilaian
penyediaan dana kepada nasabah dengan lokasi kegiatan usaha yang
berada didaerah tertentu.
II. KUALITAS PEMBIAYAAN
1. Penetapan Kualitas Pembiayaan
a. Kualitas pembiayaan didasarkan kepada prospek usaha, kinerja
(performance) nasabah dan kemampuan membayar nasabah
dengan faktor-faktor yang harus diperhatikan adalah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 Peraturan Bank Indonesia
No.8/21/PBI/2006 tanggal 5 Oktober 2006 tentang Penilaian
Kualitas Aktiva Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan
Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.
b. Kriteria komponen-komponen sebagaimana dimaksud pada huruf
a diuraikan dalam Lampiran I Surat Edaran Bank Indonesia ini.
2. Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup
a. Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf e Peraturan
Bank Indonesia No.8/21/PBI/2006, salah satu kriteria dalam
penilaian prospek usaha adalah upaya yang dilakukan nasabah
dalam …
dalam rangka mengelola lingkungan hidup, khususnya nasabah
berskala besar yang kegiatan usahanya memiliki dampak penting
terhadap lingkungan hidup. Hal ini sejalan dengan Penjelasan
Pasal 8 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998, yang antara lain menyatakan bahwa salah satu hal
yang perlu dipertimbangkan dalam memberikan pembiayaan
adalah hasil Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
bagi perusahaan yang berskala besar dan atau berisiko tinggi.
Kewajiban AMDAL ini juga tercantum dalam Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang
AMDAL.
b. AMDAL merupakan kajian mengenai dampak besar dan penting
suatu usaha dan atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan
hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan
tentang penyelenggaraan usaha dan atau kegiatan. Hasil AMDAL
diperlukan untuk memastikan kelayakan proyek yang dibiayai
dari aspek lingkungan. Kegiatan berdampak penting yang
dilakukan tanpa AMDAL dapat membawa dampak yang
merugikan di kemudian hari karena tidak adanya perencanaan
pengelolaan lingkungan yang memadai oleh nasabah sehingga
tidak akan diketahui dampak yang mungkin timbul dari kegiatan
usaha nasabah. Hal ini selanjutnya dapat berdampak kepada
kelangsungan usaha dan kemampuan nasabah untuk
mengembalikan pembiayaan. Selain itu, berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999, AMDAL merupakan salah
satu syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan izin
melakukan usaha dan atau kegiatan.
c. Jenis …
c. Jenis rencana usaha dan atau kegiatan yang wajib dilengkapi
dengan AMDAL ditetapkan dalam Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2001 tentang Jenis Usaha
atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan AMDAL.
Keputusan ini dapat ditinjau secara berkala, umumnya dalam
jangka waktu 5 (lima) tahun. Hal-hal yang terkait dengan
AMDAL bagi kegiatan yang wajib dilengkapi dengan AMDAL
dapat dilihat di website Kementerian Lingkungan Hidup dengan
alamat www.menlh.go.id/amdalnet.
d. Selain pada awal pelaksanaan kegiatan usaha, upaya pengelolaan
lingkungan hidup juga wajib dilakukan oleh nasabah secara terus
menerus. Untuk ini Kementerian Lingkungan Hidup telah
melakukan Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan
dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER). Perusahaan
yang diikutsertakan dalam PROPER adalah:
1) perusahaan yang mempunyai dampak penting terhadap
lingkungan;
2) perusahaan yang mempunyai dampak pencemaran atau
kerusakan lingkungan sangat besar;
3) perusahaan yang mencemari dan merusak lingkungan dan atau
berpotensi mencemari dan merusak lingkungan
4) perusahaan publik yang terdaftar pada pasar modal baik di
dalam maupun di luar negeri; atau
5) perusahaan yang berorientasi ekspor.
e. Hasil penilaian PROPER akan dikelompokkan dalam beberapa
peringkat, yaitu emas, hijau, biru, merah, dan hitam. Hasil ini
diumumkan kepada masyarakat secara berkala dan dapat diakses
di website Kementerian Lingkungan Hidup dengan alamat
www.menlh.go.id.
f. Arti …
f. Arti dari masing-masing peringkat PROPER adalah sebagai
berikut:
1) peringkat emas, untuk usaha dan atau kegiatan yang telah
berhasil melaksanakan upaya pengendalian pencemaran dan
atau kerusakan lingkungan hidup dan atau melaksanakan
produksi bersih dan telah mencapai hasil yang sangat
memuaskan;
2) peringkat hijau, untuk usaha dan atau kegiatan yang telah
melaksanakan upaya pengendalian pencemaran dan atau
kerusakan lingkungan hidup dan mencapai hasil lebih baik
dari persyaratan yang ditentukan sebagaimana diatur dalam
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
3) peringkat biru, untuk usaha dan atau kegiatan yang telah
melaksanakan upaya pengendalian pencemaran dan atau
kerusakan lingkungan hidup dan telah mencapai hasil yang
sesuai dengan persyaratan minimum sebagaimana diatur
dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku;
4) peringkat merah, untuk usaha dan atau kegiatan yang telah
melaksanakan upaya pengendalian pencemaran dan atau
kerusakan lingkungan hidup tetapi belum mencapai
persyaratan minimum sebagaimana diatur dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
5) peringkat hitam, untuk usaha dan atau kegiatan yang belum
melaksanakan upaya pengendalian pencemaran dan atau
kerusakan lingkungan hidup dan dapat menimbulkan
pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup.
III. KUALITAS SURAT BERHARGA
Penilaian atas kualitas surat berharga syariah diluar Surat
Berharga …
Berharga Pasar Uang Syariah, secara umum ditetapkan berdasarkan
faktor-faktor peringkat yang dimiliki dari surat berharga atau aset yang
mendasari surat berharga tersebut, kewajiban pembayaran yang
dilakukan dalam waktu dan jumlah yang tepat sesuai perjanjian, dan
periode waktu jatuh tempo dari surat berharga syariah yang
bersangkutan. Kualitas aktiva surat berharga yang tergolong Lancar dan
Kurang Lancar antara lain adalah paling kurang memiliki peringkat
investasi.
Peringkat investasi adalah peringkat sebagaimana tercantum
dalam Lampiran II Surat Edaran Bank Indonesia ini.
Untuk surat berharga perusahaan Indonesia yang diperdagangkan
di bursa efek terkemuka di luar negeri (paling kurang setara dengan
bursa efek Indonesia), yang dimaksud dengan peringkat adalah peringkat
untuk surat berharga yang diperdagangkan di bursa efek luar negeri
tersebut atau peringkat dari surat berharga yang relatif sejenis yang
diterbitkan oleh perusahaan tersebut yang diperdagangkan di bursa efek
di Indonesia atau didasarkan atas ketentuan penilaian kualitas
penyediaan dana dalam hal perusahaan tersebut tidak menerbitkan surat
berharga di Indonesia.
Untuk surat berharga yang berdasarkan karakteristiknya tidak
aktif diperdagangkan di bursa efek dan tidak memiliki peringkat, seperti
medium term note dan pengambilalihan wesel ekspor, penilaian kualitas
didasarkan atas ketentuan kualitas penempatan apabila pihak yang wajib
melunasi adalah Bank lain, atau didasarkan atas ketentuan kualitas
penyediaan dana yang relevan apabila pihak yang wajib melunasi adalah
bukan Bank.
IV. KUALITAS PENYEDIAAN DANA DI DAERAH TERTENTU
1. Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 Peraturan Bank Indonesia
No.8/21/PBI/2006 …
No.8/21/PBI/2006, serta untuk meningkatkan fungsi intermediasi dan
mendorong pertumbuhan perekonomian daerah tertentu, diberikan
perlakuan khusus dalam melakukan penilaian kualitas penyediaan
dana kepada nasabah dengan lokasi kegiatan usaha berada di daerah
tertentu. Perlakuan khusus tersebut dalam bentuk keringanan ketika
Bank melakukan penilaian kualitas, yakni hanya didasarkan atas
kemampuan membayar yaitu faktor ketepatan pembayaran pokok dan
marjin/bagi hasil/fee.
2. Penyediaan dana yang diberikan perlakuan khusus tersebut adalah
penyediaan dana (termasuk penerbitan jaminan atau pembukaan L/C)
sampai dengan jumlah Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)
untuk investasi dan atau modal kerja kepada nasabah dengan lokasi
kegiatan usaha berada di daerah-daerah sebagai berikut:
a. Propinsi Maluku Utara;
b. Propinsi Maluku;
c. Propinsi Irian Jaya Barat;
d. Propinsi Papua; dan
e. Kabupaten Poso di Propinsi Sulawesi Tengah.
3. Penilaian kualitas penyediaan dana untuk jumlah tertentu yang
diberikan kepada nasabah dengan lokasi kegiatan usaha berada di
Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Kabupaten Nias serta Propinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta dan Daerah Sekitarnya di Propinsi Jawa
Tengah, termasuk hal-hal yang berkaitan dengan restrukturisasi
penyediaan dana, ditetapkan dalam ketentuan tersendiri.
V. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada
tanggal 1 Januari 2007.
Agar …
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
MIRANDA S. GOELTOM
DEPUTI GUBERNUR SENIOR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 8/22/DPbS|SE-BI/2006 </reg_id>
<reg_title> Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah </reg_title>
<set_date> 18 Oktober 2006 </set_date>
<effective_date> 1 Januari 2007 </effective_date>
<related_reg> '8/21/PBI/2006' </related_reg>
|
No. 4/10 /DASP
Jakarta, 26 Juni 2002
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA PESERTA SISTEM BI-RTGS
DI INDONESIA
Perihal :
Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/24/DASP
tanggal 17 November 2000 perihal Bank Indonesia Real Time Gross
Settlement.
--------------------------------------------------------------------------------------
Dalam rangka mendukung kelancaran pelaksanaan Sistem Bank Indonesia
Real Time Gross Settlement (BI-RTGS), perlu diadakan perubahan mengenai sarana
pengambilan fisik uang di Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI), penyempurnaan
kelengkapan persyaratan administrasi bagi Peserta, dan penerapan standar
pengiriman transaksi melalui Sistem BI-RTGS. Berkaitan dengan hal tersebut,
maka ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/24/DASP tanggal
17 November 2000 perihal Bank Indonesia Real Time Gross Settlement
sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/20/DASP
tanggal 31 Agustus 2001 perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 2/24/DASP tanggal 17 November 2000 perihal Bank Indonesia Real Time
Gross Settlement diubah menjadi sebagai berikut.
1. Ketentuan angka III.A diubah, sehingga seluruhnya menjadi berbunyi sebagai
berikut :
"A. Sifat Kepesertaan
1. Bank wajib menjadi Peserta;
2. Pihak selain Bank yang dapat memiliki Rekening Giro di Bank
Indonesia sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia
tentang…
tentang Hubungan Rekening Giro antara Bank Indonesia dengan
Pihak Ekstern, dapat menjadi Peserta dengan persetujuan Bank
Indonesia sepanjang kepesertaan pihak selain Bank tersebut untuk
memperlancar sistem pembayaran nasional;
3. KPBI dan Kantor Bank Indonesia (KBI) secara otomatis menjadi
Peserta.”
2. Ketentuan angka III.B diubah, sehingga seluruhnya menjadi berbunyi sebagai
berikut :
"B. Jenis Kepesertaan
Peserta dibedakan atas 2 (dua) jenis, yaitu Peserta Langsung dan Peserta
Tidak Langsung. Peserta Langsung (principal member) adalah Peserta
yang memiliki sarana dan prasarana Sistem BI-RTGS antara lain
seperangkat RT Server dan RT Workstation serta memiliki member code
tersendiri. Sedangkan Peserta Tidak Langsung adalah Peserta yang belum
memiliki sarana dan prasarana Sistem BI-RTGS.
Terkait dengan jenis kepesertaan ini dilakukan pengaturan sebagai
berikut :
1. Bank wajib menjadi Peserta Langsung. Khusus bagi Bank yang
mempunyai Unit Usaha Syariah (UUS) maka UUS tersebut wajib
menjadi Peserta Langsung dengan member code tersendiri.
Pada saat Bank diwajibkan menjadi Peserta Langsung namun Bank
tersebut belum siap untuk menjadi Peserta Langsung maka dapat
mengajukan permohonan secara tertulis kepada Bank Indonesia untuk
menjadi Peserta Tidak Langsung. Bank yang telah disetujui menjadi
Peserta Tidak Langsung wajib menjadi Peserta Langsung dalam
jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak kepesertaan
sebagai Peserta Tidak Langsung dalam Sistem BI-RTGS.
2. Pihak selain Bank yang disetujui oleh Bank Indonesia sebagai Peserta,
wajib menjadi Peserta Langsung.
3. KPBI…
3. KPBI dan KBI merupakan Peserta Langsung. Bagi KBI yang belum
mengimplementasikan Sistem BI-RTGS menjadi Peserta Tidak
Langsung dari KPBI.”
3. Ketentuan angka IV.B ditambah dengan ketentuan baru, sehingga menjadi
sebagai berikut :
“4. Standar Pengiriman Transaksi
Dalam mengirimkan transaksi melalui Sistem BI-RTGS, Peserta
pengirim wajib mengikuti standar yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
dengan pengaturan lebih lanjut dalam Buku Pedoman Umum BI-RTGS.
Dalam hal Peserta pengirim tidak mengikuti standar tersebut, maka
Peserta penerima berhak untuk mengembalikan transaksi tersebut dan
Peserta pengirim wajib memperbaiki kesalahan agar sesuai standar yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia dan mengirimkan kembali transaksi
tersebut pada kesempatan pertama.”
4. Ketentuan angka VI.3 diubah, sehingga seluruhnya menjadi berbunyi sebagai
berikut :
"3. Buku Pedoman Umum BI-RTGS sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran 3 merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran
ini. Bab III dan Bab VI Buku Pedoman Umum BI-RTGS diubah menjadi
sebagaimana tercantum dalam lampiran Surat Edaran ini.”
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 1 Juli 2002.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran
ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
MOHAMAD ISHAK
DIREKTUR AKUNTING
DAN SISTEM PEMBAYARAN
DASP
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 4/10/DASP|SE-BI/2002 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/24/DASP tanggal 17 November 2000 perihal Bank Indonesia Real Time Gross Settlement </reg_title>
<set_date> 26 Juni 2002 </set_date>
<effective_date> 1 Juli 2002 </effective_date>
<changed_reg> '2/24/DASP|SE-BI/2000' </changed_reg>
<extension_of> '3/20/DASP|SE-BI/2001' </extension_of>
<related_reg> '3/20/DASP|SE-BI/2001', '2/24/DASP|SE-BI/2000' </related_reg>
|
No. 6/33/DPBPR
Jakarta, 13 Agustus 2004
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT
DI INDONESIA
Perihal : Bank Perkreditan Rakyat
____________________
Dengan telah dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
6/22/PBI/2004 tanggal 9 Agustus 2004 tentang Bank Perkreditan Rakyat
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 80, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4409), perlu ditetapkan ketentuan pelaksanaan
mengenai Bank Perkreditan Rakyat, yang selanjutnya disebut BPR, dalam Surat
Edaran yang mencakup hal-hal sebagai berikut:
I. UMUM
1. Pengajuan permohonan izin, pengajuan rencana dan/atau penyampaian
laporan kepada Dewan Gubernur Bank Indonesia dan/atau Bank
Indonesia sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tersebut
di atas wajib menggunakan lampiran yang ditetapkan dan merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini.
2. Dalam hal format tidak diatur secara khusus dalam lampiran Surat
Edaran ini maka format pengajuan permohonan izin, pengajuan rencana
dan/atau penyampaian laporan diserahkan kepada masing-masing BPR.
3. Perhitungan …
2
3. Perhitungan hari dalam rangka pengajuan permohonan izin, pengajuan
rencana dan/atau penyampaian laporan sebagaimana diatur dalam
Peraturan Bank Indonesia tersebut didasarkan pada hari kalender.
4. Pemenuhan persyaratan administratif berupa sertifikat kelulusan bagi
calon anggota Direksi dalam rangka permohonan persetujuan prinsip
pendirian BPR adalah sebagai berikut:
a. sejak tanggal 1 Januari 2007 sampai dengan tanggal 31 Desember
2008, paling sedikit 1 (satu) orang calon anggota Direksi yang
diajukan wajib memiliki sertifikat kelulusan;
b. sejak tanggal 1 Januari 2009, seluruh calon anggota Direksi yang
diajukan wajib memiliki sertifikat kelulusan.
II. PENGAJUAN PERMOHONAN IZIN, PENGAJUAN RENCANA
DAN PENYAMPAIAN LAPORAN
1. Pengajuan permohonan izin kepada Dewan Gubernur Bank Indonesia
meliputi:
a. Permohonan Persetujuan Prinsip Pendirian BPR, sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 1;
b. Permohonan Izin Usaha BPR, sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran 2.
2. Pengajuan permohonan izin kepada Bank Indonesia meliputi:
a. Permohonan Persetujuan Pencairan Deposito, sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 3;
b. Permohonan Persetujuan Perubahan Kepemilikan BPR,
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 5;
c. Permohonan Persetujuan Calon Anggota Direksi dan/atau Dewan
Komisaris BPR, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 9;
d. Permohonan …
3
d. Permohonan Persetujuan Prinsip Pembukaan Kantor Cabang,
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 13;
e. Permohonan Izin Operasional Kantor Cabang, sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 14;
f. Permohonan Persetujuan Prinsip Pemindahan Alamat Kantor
Pusat/Kantor Cabang, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 19;
g. Permohonan Izin Efektif Pemindahan Alamat Kantor Pusat/Kantor
Cabang, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 20;
h. Permohonan Izin Efektif Pemindahan Alamat Kantor Pusat/Kantor
Cabang, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 21;
i. Permohonan Penetapan Penggunaan Izin Usaha yang Dimiliki BPR
dengan Nama yang Baru, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran
26;
j. Permohonan Persetujuan Prinsip Perubahan Bentuk Badan Hukum,
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 28;
k. Permohonan Pengalihan Izin Usaha BPR dari Badan Hukum Lama
kepada Badan Hukum Baru, sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran 29;
l. Permohonan Penutupan Kantor Cabang, sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran 31;
m. Permohonan Penutupan Kantor Sementara, sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran 35.
3. Pengajuan rencana kepada Bank Indonesia meliputi:
a. Rencana Pembukaan Kantor Kas, sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran 16;
b. Rencana Pemindahan Alamat Kantor Kas, sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran 23;
c. Rencana …
4
c. Rencana Penutupan Kantor Kas/Kegiatan Kas di Luar Kantor BPR,
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran, sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran 33.
4. Penyampaian laporan kepada Bank Indonesia meliputi:
a. Laporan Pelaksanaan Kegiatan Usaha BPR, sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran 4;
b. Laporan Perubahan Kepemilikan BPR, sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran 6;
c. Laporan Perubahan Komposisi Kepemilikan BPR, sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 7;
d. Laporan Perubahan Modal Dasar BPR, sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran 8;
e. Laporan Pengangkatan Anggota Direksi dan/atau Dewan Komisaris
BPR, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 10;
f. Laporan Pengangkatan/Penggantian Pejabat Eksekutif BPR,
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 11;
g. Laporan Pemberhentian Pejabat Eksekutif BPR, sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 12;
h. Laporan Pelaksanaan Pembukaan Kantor Cabang, sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 15;
i. Laporan Pembukaan Kantor Kas, sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran 17;
j. Laporan Pembukaan Kegiatan Kas di Luar Kantor, sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 18;
k. Laporan Pelaksanaan Pemindahan Alamat Kantor Pusat/Kantor
Cabang, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 22;
l. Laporan Pemindahan Alamat Kantor Kas, sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran 24;
m. Laporan …
5
m. Laporan Pemindahan Alamat Kegiatan Kas di Luar Kantor,
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 25;
n. Laporan Pengumuman Perubahan Nama BPR, sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 27;
o. Laporan Pelaksanaan Pengumuman Perubahan Bentuk Badan
Hukum Baru BPR, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 30;
p. Laporan Pelaksanaan Penutupan Kantor Cabang, sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 32;
q. Laporan Penutupan Kantor Kas/Kegiatan Kas di Luar Kantor BPR,
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 34;
r. Laporan Pengumuman Penutupan Sementara Kantor, sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 36;
s. Laporan Pelaksanaan Penutupan dan Pembukaan Kembali Kantor,
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 37.
5. Batas waktu penyampaian laporan oleh BPR dibuktikan sebagai berikut:
a. berdasarkan stempel pos atau tanda terima jasa ekspedisi apabila
laporan dikirim melalui kantor pos atau perusahaan jasa ekspedisi;
b. berdasarkan tanggal penerimaan laporan oleh Bank Indonesia apabila
laporan disampaikan secara langsung.
III. ANALISIS POTENSI DAN KELAYAKAN
Analisis potensi dan kelayakan dalam rangka pendirian BPR, pembukaan
Kantor Cabang BPR, dan pemindahan alamat kantor pusat/Kantor Cabang
BPR, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 38, dapat dilakukan sendiri
oleh calon pemilik atau menggunakan konsultan.
IV. ALAMAT …
6
IV. ALAMAT PENGAJUAN PERMOHONAN IZIN, PENGAJUAN
RENCANA DAN/ATAU PENYAMPAIAN LAPORAN
1. Permohonan pendirian BPR ditujukan kepada:
a. Dewan Gubernur Bank Indonesia u.p. Direktorat Pengawasan Bank
Perkreditan Rakyat, Bank Indonesia, Jalan M.H. Thamrin No. 2
Jakarta 10110, bagi BPR yang akan didirikan di wilayah Daerah
Khusus Ibukota Jakarta Raya, Kabupaten/Kotamadya Bogor, Depok,
Bekasi, Karawang
Lampiran 39.
dan Provinsi Banten dengan mengacu kepada
b. Dewan Gubernur Bank Indonesia u.p. Direktorat Pengawasan Bank
Perkreditan Rakyat, Bank Indonesia, Jalan M.H. Thamrin No. 2
Jakarta 10110, dengan tembusan kepada Kantor Bank Indonesia
setempat, bagi BPR yang akan didirikan di luar wilayah sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, dengan mengacu kepada pembagian
wilayah kerja kantor Bank Indonesia pada Lampiran 39.
2. Pengajuan rencana dan penyampaian laporan ditujukan kepada:
a. Bank Indonesia u.p. Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan
Rakyat, Bank Indonesia, Jalan M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10110,
bagi BPR yang akan didirikan di wilayah Daerah Khusus Ibukota
Jakarta Raya, Kabupaten/Kotamadya Bogor, Depok, Bekasi,
Karawang dan Provinsi Banten dengan mengacu kepada Lampiran
39.
b. Bank Indonesia u.p. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi BPR
yang berkantor pusat di luar wilayah sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, dengan mengacu kepada pembagian wilayah kerja kantor
Bank Indonesia pada Lampiran 39.
V. PENUTUP …
7
V. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 13 Agustus 2004.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
Ttd.
SRI MULYATI TRI SUBARI
DEPUTI DIREKTUR PENGAWASAN
BANK PERKREDITAN RAKYAT
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 6/33/DPBPR|SE-BI/2004 </reg_id>
<reg_title> Bank Perkreditan Rakyat </reg_title>
<set_date> 13 Agustus 2004 </set_date>
<effective_date> 13 Agustus 2004 </effective_date>
<related_reg> '6/22/PBI/2004' </related_reg>
|
No. 12/ 14 /DKBU
Jakarta, 1 Juni 2010
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT
DI INDONESIA
Perihal : Pelaksanaan Pedoman Akuntansi Bank Perkreditan Rakyat
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia No. 8/20/PBI/2006 tanggal 5
Oktober 2006 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank Perkreditan Rakyat
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 77, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4646) dan Surat Edaran Bank Indonesia
No.11/37/DKBU tanggal 31 Desember 2009 perihal Penetapan Penggunaan Standar
Akuntansi Keuangan bagi Bank Perkreditan Rakyat, perlu diatur hal-hal sebagai berikut:
1. Dalam rangka peningkatan transparansi kondisi keuangan Bank Perkreditan Rakyat
(BPR) dan penyusunan laporan keuangan yang relevan, komprehensif, andal dan
dapat diperbandingkan, BPR wajib menyusun dan menyajikan laporan keuangan
berdasarkan standar akuntansi keuangan yang relevan bagi BPR, pedoman akuntansi
bagi BPR dan ketentuan lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
2. Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP)
merupakan Standar Akuntansi Keuangan yang relevan bagi BPR dan Pedoman
Akuntansi BPR (PA-BPR) merupakan petunjuk pelaksanaan yang berisi penjabaran
lebih lanjut dari SAK ETAP.
3. Penyusunan . . . . .
3. Penyusunan dan penyajian laporan keuangan BPR wajib berpedoman pada PA-BPR.
4. Perlakuan akuntansi keuangan BPR sejak 1 Januari 2010 yang masih mengacu pada
Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia 2001 (PAPI), dengan diberlakukannya
Surat Edaran ini agar disesuaikan dengan berpedoman pada Bab II PA-BPR.
5. Penyesuaian sebagaimana dimaksud pada angka 4 hanya dilakukan dalam rangka
penyajian laporan keuangan per 31 Desember 2010 untuk tujuan umum (general
purposes).
Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2010.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini
dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
RATNA E. AMIATY
DIREKTUR KREDIT, BPR DAN UMKM
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 12/14/DKBU|SE-BI/2010 </reg_id>
<reg_title> Pelaksanaan Pedoman Akuntansi Bank Perkreditan Rakyat </reg_title>
<set_date> 1 Juni 2010 </set_date>
<effective_date> 1 Juli 2010 </effective_date>
<related_reg> '8/20/PBI/2006', '11/37/DKBU|SE-BI/2009' </related_reg>
|
No.6/4/DPM
Jakarta, 16 Februari 2004
November 2003
SURAT EDARAN
Kepada
BANK, PERANTARA PEDAGANG EFEK, DAN
PIALANG PASAR UANG RUPIAH DAN VALUTA ASING
Perihal : Penerbitan dan Perdagangan Sertifikat Bank Indonesia
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 4/9/PBI/2002
tanggal 18 November 2002 tentang Operasi Pasar Terbuka (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4243), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
6/4/PBI/20040tanggal 16 Februari 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 17, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4365) dan Peraturan
Bank Indonesia Nomor 4/10/PBI/2002 tanggal 18 November 2002 tentang
Sertifikat Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002
Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4244), sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/5/PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 18, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4366) serta Peraturan Bank Indonesia Nomor
6/2/PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004 tentang Bank Indonesia - Scriptless
Securities Settlement System (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4363) dipandang perlu untuk
menyusun ketentuan tentang penerbitan dan perdagangan Sertifikat Bank Indonesia
dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut :
I. KETENTUAN …
2
I. KETENTUAN UMUM
Yang dimaksud dalam Surat Edaran ini dengan:
1. Bank adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, yang melaksanakan kegiatan
usaha secara konvensional.
2. Operasi Pasar Terbuka yang selanjutnya disebut OPT adalah kegiatan
transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan Bank
dan pihak lain dalam rangka pengendalian moneter.
3. Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disebut SBI adalah surat
berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia
sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek.
4. Lelang SBI adalah penjualan SBI yang dilakukan oleh Bank Indonesia
dalam rangka pelaksanaan kebijakan moneter.
5. Stop-out Rate yang selanjutnya disebut SOR adalah tingkat diskonto
tertinggi yang dihasilkan dari lelang dalam rangka mencapai target
kuantitas SBI yang akan dijual Bank Indonesia.
6. Rekening Giro adalah rekening dana Rupiah milik Bank di Bank
Indonesia.
7. Sistem Bank Indonesia - Real Time Gross Settlement yang selanjutnya
disebut dengan Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana
elektronik antar Peserta dalam mata uang rupiah yang penyelesaiannya
dilakukan secara seketika per transaksi secara individual.
8. Bank Indonesia - Scriptless Securities Settlement System yang selanjutnya
disebut BI-SSSS adalah sarana Transaksi Dengan Bank Indonesia
termasuk penatausahaannya dan Penatausahaan Surat Berharga secara
elektronik …
3
elektronik dan terhubung langsung antara Peserta, Penyelenggara dan
Sistem BI-RTGS.
9. Central Registry adalah Bank Indonesia yang melakukan fungsi
Penatausahaan Surat Berharga untuk kepentingan Bank, Sub-Registry dan
pihak lain yang disetujui oleh Bank Indonesia.
10. Sub-Registry adalah Bank dan lembaga yang melakukan kegiatan
kustodian, yang disetujui Bank Indonesia untuk melakukan fungsi
Penatausahaan Surat Berharga untuk kepentingan nasabah.
11. Transaksi SBI yang dilakukan secara Repurchase Agreement yang
selanjutnya disebut SBI Repo adalah transaksi penjualan SBI secara
bersyarat berupa kewajiban membeli kembali oleh pihak penjual sesuai
dengan harga dan jangka waktu yang ditetapkan.
12. Transaksi SBI yang dilakukan secara Outright yang selanjutnya disebut
SBI Outright adalah transaksi pembelian atau penjualan SBI secara lepas
atau putus tanpa kewajiban untuk menjual atau membeli kembali.
13. Rekening Surat Berharga SBI adalah rekening surat berharga yang
digunakan untuk mencatat kepemilikan SBI di Central Registry.
14. Setelmen Surat Berharga (securities settlement) adalah perpindahan
kepemilikan SBI antar pemilik rekening Surat Berharga yang tercatat
dalam BI-SSSS dalam rangka pelaksanaan setelmen transaksi SBI melalui
BI-SSSS.
15. Setelmen Dana (fund settlement) adalah perpindahan dana antar pemilik
rekening giro Rupiah di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS dalam
rangka pelaksanaan setelmen transaksi Surat Berharga melalui BI-SSSS.
16. Delivery Versus Payment yang selanjutnya disebut DVP adalah setelmen
transaksi Surat Berharga dengan cara Setelmen Surat Berharga melalui BI-
SSSS dilakukan bersamaan dengan Setelmen Dana di Bank Indonesia
melalui Sistem BI-RTGS.
17. Free …
4
17. Free of Payment yang selanjutnya disebut FoP adalah setelmen transaksi
Surat Berharga dengan cara Setelmen Surat Berharga dilakukan melalui
BI-SSSS, sedangkan Setelmen Dana dilakukan tidak secara bersamaan
dengan Setelmen Surat Berharga atau tanpa Setelmen Dana.
18. Pialang adalah perusahaan pialang pasar uang rupiah dan valuta asing serta
perantara pedagang efek yang ditunjuk oleh Bank Indonesia.
II. PENERBITAN SBI
A. Karakteristik SBI
1. SBI memiliki satuan unit sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
2. Jangka waktu SBI sekurang-kurangnya 1 (satu) bulan dan paling lama
12 (dua belas) bulan yang dinyatakan dalam jumlah hari dan dihitung
dari tanggal penyelesaian transaksi sampai dengan tanggal jatuh tempo.
Contoh perhitungan jangka waktu SBI tercantum dalam Lampiran-1.
3. SBI diterbitkan dan diperdagangkan dengan sistem diskonto.
4. Nilai tunai transaksi dihitung berdasarkan diskonto murni (true
discount) sebagai berikut:
Nilai Nominal x 360
Nilai Tunai = -------------------------------------------------------------
360 + {(Tingkat Diskonto) x (Jangka Waktu)}
5. Nilai diskonto dihitung sebagai berikut:
Nilai Diskonto = Nilai Nominal – Nilai Tunai
Contoh perhitungan Nilai Diskonto SBI tercantum dalam Lampiran-2.
6. SBI diterbitkan tanpa warkat (Scriptless).
7. SBI dapat diperdagangkan di pasar sekunder.
B. Prinsip dan Persyaratan
1. SBI diterbitkan melalui mekanisme lelang.
2. Lelang …
5
2. Lelang SBI dilakukan berdasarkan target kuantitas dengan
memperhatikan tingkat suku bunga/diskonto yang terjadi.
3. Bank Indonesia mengumumkan rencana Lelang SBI selambat-
lambatnya pada 1 (satu) hari kerja sebelum hari pelaksanaan Lelang
SBI melalui sarana BI-SSSS dan atau Pusat Informasi Pasar Uang
(PIPU) dan atau sarana lain yang ditetapkan Bank Indonesia meliputi
antara lain jangka waktu SBI, target indikatif, waktu pelaksanaan lelang
dan waktu setelmen.
4. Pelaksanaan Lelang SBI dilakukan pada hari Rabu, atau pada hari kerja
berikutnya atau hari kerja lain apabila hari Rabu adalah hari libur, yang
dapat dilaksanakan pada setiap minggu dan atau setiap dua minggu dan
atau setiap bulan. Dalam hal diperlukan, Bank Indonesia dapat
mengadakan Lelang SBI tambahan pada hari kerja lain.
5. Tanggal jatuh waktu SBI ditetapkan pada hari Kamis atau hari kerja
berikutnya apabila hari Kamis adalah hari libur. Dalam hal diperlukan,
Bank Indonesia dapat menetapkan jatuh waktu pada hari kerja lain.
6. Peserta Lelang SBI dibedakan menjadi:
a. Peserta langsung yaitu Bank dan Pialang yang melakukan transaksi
Lelang SBI secara langsung dengan Bank Indonesia.
b. Peserta tidak langsung yaitu Bank yang mengajukan penawaran
Lelang SBI melalui Pialang.
7. Bank hanya dapat mengajukan penawaran Lelang SBI hanya untuk
kepentingan diri sendiri.
8. Pialang dilarang mengajukan penawaran Lelang SBI untuk kepentingan
diri sendiri.
9. Peserta Lelang SBI bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran
Lelang SBI yang diajukan.
10. Peserta …
6
10. Peserta Lelang SBI sedang tidak dikenakan sanksi penghentian
sementara atau permanen sebagai peserta BI-SSSS.
11. Bank Indonesia hanya menerima pengajuan transaksi dari peserta
langsung dan menggunakan data penawaran Lelang SBI yang diajukan
peserta langsung.
12. Bank Indonesia melakukan Setelmen Dana dan Setelmen Surat
Berharga hasil Lelang SBI di pasar perdana pada hari kerja berikutnya
setelah hari pelaksanaan Lelang SBI (one day settlement).
13. Bank, baik yang bertindak sebagai peserta langsung maupun sebagai
peserta tidak langsung, wajib menyediakan dana sebesar jumlah
transaksi Lelang SBI yang dimenangkan sampai dengan cut-off warning
Sistem BI-RTGS untuk keperluan setelmen SBI di pasar perdana.
C. Pelaksanaan dan Pengajuan Penawaran Lelang SBI
1. Pada hari pelaksanaan Lelang SBI, peserta langsung mengajukan
penawaran Lelang SBI kepada Bagian Operasi Pasar Uang, Direktorat
Pengelolaan Moneter (OPU-DPM) melalui sarana BI-SSSS dari pukul
10.00 WIB sampai dengan pukul 14.00 WIB.
2. Pengajuan penawaran Lelang SBI sebagaimana dimaksud dalam angka
1 meliputi penawaran kuantitas dan tingkat diskonto menurut jangka
waktu SBI yang akan diterbitkan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Pengajuan penawaran kuantitas dari setiap peserta Lelang SBI
sekurang-kurangnya 1.000 (seribu) unit atau Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah), dan selebihnya dengan kelipatan 100 (seratus)
unit atau Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
b. Penawaran tingkat diskonto adalah dengan kelipatan 0,0625%
(enam ratus dua puluh lima per satu juta).
3. Mekanisme …
7
3. Mekanisme pengajuan penawaran Lelang SBI melalui BI-SSSS
dilakukan mengikuti tata cara sebagaimana dimaksud dalam Surat
Edaran tentang BI-SSSS yang berlaku.
D. Penetapan Pemenang Lelang SBI
1. Bank Indonesia dapat menyesuaikan realisasi kuantitas hasil Lelang
SBI dibandingkan dengan target indikatif Lelang SBI yang diumumkan
atau membatalkan seluruh kuantitas hasil Lelang SBI.
2. Bank Indonesia menetapkan kuantitas hasil Lelang SBI yang
dimenangkan masing-masing Bank sebagai peserta Lelang SBI sebagai
berikut:
a. dalam hal tingkat diskonto penawaran lebih rendah dari SOR,
peserta lelang yang bersangkutan memperoleh seluruh penawaran
SBI yang diajukan;
b. dalam hal tingkat diskonto penawaran sama dengan SOR, peserta
lelang yang bersangkutan dapat memperoleh seluruh penawaran
SBI yang diajukan atau sebagian dari penawaran SBI sebesar hasil
perhitungan secara proporsional.
Contoh perhitungan penetapan pemenang Lelang SBI tercantum
dalam Lampiran-3.
3. Bank Indonesia akan mengumumkan hasil Lelang SBI secara luas
antara lain meliputi kuantitas hasil Lelang SBI yang diterima dan atau
rata-rata tertimbang tingkat diskonto Lelang SBI melalui sarana BI-
SSSS dan atau PIPU dan atau sarana lainnya pada hari pelaksanaan
Lelang SBI.
4. Bank Indonesia akan mengumumkan hasil Lelang SBI kepada setiap
peserta langsung yang penawarannya diterima antara lain meliputi
kuantitas penawaran dan tingkat diskonto SBI melalui sarana BI-SSSS.
E. Setelmen …
8
E. Setelmen Transaksi Penerbitan dan Pelunasan Pokok SBI
1. Bank Indonesia melakukan Setelmen Dana hasil Lelang SBI dengan
mendebet Rekening Giro Bank yang bersangkutan dan mengkredit
Rekening Surat Berharga SBI milik Bank di Central Registry.
2. Dalam hal Bank tidak memiliki saldo Rekening Giro yang mencukupi
untuk menutup seluruh kewajiban Setelmen Dana yang harus
diselesaikan Bank sampai dengan waktu cut-off warning Sistem BI-
RTGS maka hasil Lelang SBI yang dimenangkan Bank yang
bersangkutan dinyatakan batal.
3. Pembatalan transaksi sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dikenakan
hanya pada nomor seri SBI yang tidak dapat dilakukan Setelmen Dana
seluruhnya. Atas batalnya transaksi, Bank dikenakan sanksi. Contoh
pembatalan transaksi dapat dilihat dalam Lampiran-4.
4. Bank Indonesia akan melunasi SBI jatuh waktu berdasarkan pencatatan
kepemilikan SBI yang tercatat dalam sarana BI-SSS pada 1 (satu) hari
kerja sebelum tanggal jatuh waktu.
5. Bank Indonesia melakukan pelunasan SBI pada saat SBI jatuh waktu
dengan mengkredit Rekening Giro Bank yang bersangkutan dan
mendebet Rekening Surat Berharga SBI milik Bank di Central
Registry.
6. Mekanisme setelmen transaksi penerbitan dan pelunasan pokok SBI
melalui BI-SSSS dilakukan mengikuti tata cara sebagaimana dimaksud
dalam Surat Edaran tentang BI-SSSS yang berlaku.
III. PERDAGANGAN SBI DI PASAR SEKUNDER
A. Perdagangan SBI dengan Bank Indonesia Secara Repo
1. Prinsip dalam Perdagangan SBI Repo dengan Bank Indonesia
a. Bank…
9
a. Bank Indonesia melakukan transaksi SBI Repo hanya dengan Bank
pada setiap hari kerja.
b. SBI yang dapat dijual secara Repo kepada Bank Indonesia adalah
SBI milik Bank yang bersangkutan dan masih memiliki sisa jangka
waktu lebih dari 2 (dua) hari kerja.
c. Jumlah SBI milik Bank yang dapat dijual secara Repo kepada Bank
Indonesia sebanyak-banyaknya 25% (dua puluh lima per seratus)
dari rata-rata seri SBI yang dimenangkan Bank dalam 3 (tiga) hari
Lelang SBI berdasarkan catatan yang ada pada Bank Indonesia.
Contoh perhitungan jumlah SBI yang dapat direpokan tercantum
dalam Lampiran-5.
d. Jangka waktu Repo adalah 1 (satu) hari.
e. Tingkat diskonto Repo adalah sebesar nilai tertinggi dari:
1) rata-rata tertimbang suku bunga PUAB sesi pagi jangka waktu
1 (satu) hari pada 1 (satu) hari kerja sebelum transaksi
ditambah 100 (seratus) basis points; atau
2) rata-rata tertimbang tingkat diskonto SBI jangka waktu 1 (satu)
bulan pada lelang terakhir ditambah 100 (seratus) basis points.
f. Penyelesaian transaksi SBI Repo dilaksanakan pada hari transaksi
SBI Repo (same-day settlement) melalui mekanisme DVP.
g. Bank yang mengajukan transaksi SBI Repo wajib memiliki saldo
Rekening Surat Berharga SBI yang mencukupi untuk keperluan
Setelmen Surat Berharga dan saldo Rekening Giro yang mencukupi
untuk keperluan Setelmen Dana pada saat pelunasan.
h. Bank pemohon sedang tidak dikenakan sanksi penghentian
sementara atau permanen sebagai peserta BI-SSSS.
2. Tata…
10
2. Tata Cara Transaksi SBI Repo dengan Bank Indonesia
a. Bank Indonesia menerima transaksi SBI Repo dari Bank melalui
sarana BI-SSSS antara lain meliputi kuantitas SBI Repo dan seri
SBI yang akan direpokan dari pukul 15.00 WIB sampai dengan
pukul 17.00 WIB.
b. Mekanisme pengajuan transaksi SBI Repo melalui BI-SSSS
dilakukan mengikuti tata cara sebagaimana dimaksud dalam Surat
Edaran tentang BI-SSSS yang berlaku.
3. Tata Cara Setelmen Transaksi dan Pelunasan SBI Repo Jatuh Waktu
a. Bank Indonesia melakukan Setelmen Dana dengan mengkredit
Rekening Giro Bank dan Setelmen Surat Berharga dengan mendebet
Rekening Surat Berharga SBI milik Bank pada hari pelaksanaan
transaksi SBI Repo setelah waktu cut off warning Sistem BI-RTGS.
b. Dalam hal Bank tidak memiliki saldo Rekening Surat Berharga SBI
yang mencukupi untuk Setelmen Surat Berharga transaksi maka
transaksi SBI Repo dinyatakan batal.
c. Pada saat SBI Repo jatuh waktu, Bank Indonesia melakukan
Setelmen Dana dengan mendebet Rekening Giro Bank dan
Setelmen Surat Berharga dengan mengkredit Rekening Surat
Berharga SBI pada awal hari.
d. Dalam hal Bank tidak memiliki saldo Rekening Giro yang
mencukupi untuk pelunasan SBI Repo maka transaksi pelunasan
SBI Repo dinyatakan batal dan SBI yang direpokan dinyatakan
lunas sebelum jatuh waktu.
e. Atas pelunasan SBI sebagaimana dimaksud dalam huruf d, Bank
Indonesia melakukan koreksi diskonto yang telah dibukukan.
f. Mekanisme…
11
f. Mekanisme setelmen transaksi dan pelunasan SBI Repo melalui BI-
SSSS dilakukan mengikuti tata cara sebagaimana dimaksud dalam
Surat Edaran tentang BI-SSSS yang berlaku.
B. Perdagangan SBI Antar Bank/Sub Registry Secara Repo atau Outright
1. Pemilik SBI dapat melaksanakan perdagangan SBI yang dimilikinya
secara Repo atau Outright berdasarkan kesepakatan para pelaku
transaksi.
2. SBI yang dapat ditransaksikan di pasar sekunder adalah SBI yang masih
memiliki sisa jangka waktu lebih dari 1 (satu) hari kerja.
3. Setelmen transaksi perdagangan SBI di pasar sekunder wajib dilakukan
melalui mekanisme DVP.
4. Penerapan mekanisme FoP dalam perdagangan SBI hanya dapat
dilakukan pemilik SBI dalam rangka hibah, warisan, pelunasan
kewajiban dari dan kepada Bank Indonesia atau dalam rangka
penutupan rekening sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran tentang
BI-SSSS yang berlaku.
5. Mekanisme transaksi SBI di pasar sekunder melalui sarana BI-SSSS
dilakukan mengikuti tata cara sebagaimana dimaksud dalam Surat
Edaran tentang BI-SSSS yang berlaku.
IV. SANKSI
1. Dalam hal terjadi pembatalan transaksi Lelang SBI sebagaimana
dimaksud dalam butir II.E.3 dan pembatalan transaksi SBI Repo
sebagaimana dimaksud dalam butir III.A.3.b., Bank dikenakan sanksi
berupa:
a. teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada Lampiran-6 dengan
tembusan kepada:
1) Direktorat…
12
1) Direktorat Pengawasan Bank yang terkait, dalam hal sanksi
diberikan kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja
KPBI; atau
2) Tim Pengawas Bank-KBI setempat, dalam hal sanksi diberikan
kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KBI, dan
b. kewajiban membayar sebesar 10/00 (satu per seribu) dari nilai nominal
transaksi SBI yang dibatalkan atau sebanyak-banyaknya Rp
1.000.000.000,00 (satu miliar Rupiah), dan
c. pemberhentian sementara untuk mengikuti kegiatan OPT selama 5
(lima) hari kerja dalam hal peserta langsung atau peserta tidak
langsung dikenakan teguran tertulis untuk ketiga kalinya dalam
jangka waktu 6 (enam) bulan karena pembatalan transaksi SBI di
pasar perdana dan atau pembatalan transaksi SBI Repo dengan Bank
Indonesia dan atau pembatalan transaksi FASBI sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
2. Penyampaian surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir
1.a. dan pemberitahuan sanksi pemberhentian sementara untuk mengikuti
kegiatan OPT sebagaimana dimaksud dalam butir 1.c. dilakukan pada 1
(satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi.
3. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam
butir 1.b. dilakukan dengan mendebet Rekening Giro Bank yang
bersangkutan di Bank Indonesia pada 1 (satu) hari kerja setelah
terjadinya pembatalan transaksi.
V. PENUTUP
Dengan berlakunya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 5/9/DPM tanggal 10 Juni 2003 tentang Tata Cara Penerbitan, Perdagangan
dan Penatausahaan Sertifikat Bank Indonesia dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan…
13
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 16 Februari 2004.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran
ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
BUDI MULYA
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 6/4/DPM|SE-BI/2004 </reg_id>
<reg_title> Penerbitan dan Perdagangan Sertifikat Bank Indonesia </reg_title>
<set_date> 16 Februari 2004 </set_date>
<effective_date> 16 Februari 2004 </effective_date>
<replaced_reg> '5/9/DPM|SE-BI/2003' </replaced_reg>
<related_reg> '6/2/PBI/2004', '6/4/PBI/2004', '6/5/PBI/2004', '4/10/PBI/2002', '4/9/PBI/2002' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi IV' </penalty_list>
|
No. 2/ 2 /DPM
Jakarta, 21 Januari 2000
SURAT EDARAN
Perihal :
Persyaratan dan Tata Cara Penunjukan Sub-Registry Untuk
Penatausahaan Obligasi Pemerintah
Sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor
2/2/PBI/2000 tanggal 21 Januari 2000 perihal Penatausahaan dan Perdagangan
Obligasi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000
Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3923), dan
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/1/DPM perihal Tata Cara Pencatatan
Kepemilikan dan Penyelesaian Transaksi Obligasi Pemerintah, bahwa
penatausahaan Obligasi Pemerintah dilakukan dengan tanpa warkat (scripless)
melalui sistem pencatatan (registry) yang disebut Bank Indonesia-Sistem
Kliring, Registrasi, Informasi dan Penatausahaan (BI-SKRIP) yang terdiri dari
Central Registry dan sejumlah Sub-Registry. Dalam sistem tersebut, Bank
Indonesia berfungsi sebagai Central Registry dan lembaga-lembaga registry
diluar Bank Indonesia sebagai Sub-Registry.
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia tersebut diatas, Bank Indonesia
selaku penatausaha Obligasi Pemerintah berwenang untuk menunjuk Sub-
Registry. Selanjutnya ditetapkan persyaratan dan tata cara bagi bank atau
lembaga keuangan bukan bank untuk dapat ditunjuk menjadi Sub-Registry
sebagai berikut:
I. PERSYARATAN
1. Berbentuk bank atau lembaga keuangan bukan bank yang berkedudukan
di dalam wilayah hukum Indonesia.
2. Tidak…..
2. Tidak sedang dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga baik yang telah
memiliki kekuatan hukum tetap atau belum.
3. Telah mempunyai pengalaman sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dalam
kegiatan pencatatan surat berharga, dan atau sekurang-kurangnya tiga
tahun dalam kegiatan penyimpanan surat berharga sejak memperoleh
ijin dari Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam).
4. Memiliki jaringan usaha pencatatan ke luar negeri dan atau
penyimpanan surat berharga ke luar negeri.
5. Memiliki jaringan usaha pencatatan surat berharga secara on line di
dalam negeri.
6. Memiliki sistem pencatatan (registry) surat berharga secara scripless
(book-entry registry) yang aman, handal dan terpercaya yang sekurang-
kurangnya dapat menatausahakan transaksi outright, repo, dan pledging.
7. Pengurus baik secara langsung atau tidak langsung tidak termasuk dalam
Daftar Orang Tercela dan atau dalam Daftar Kredit Macet.
8. Memiliki manajemen dan staf yang profesional dibidang pencatatan dan
atau penyimpanan surat berharga.
9. Bank sebagai penyelenggara Sub-Registry wajib memiliki Rasio
Kecukupan Modal sebagaimana yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
atau termasuk sebagai peserta Program Rekapitalisasi Perbankan
sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Pemerintah.
10. Lembaga keuangan bukan bank sebagai penyelenggara Sub-Registry
wajib memiliki Modal Kerja Bersih Disesuaikan sekurang-kurangnya
Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah).
11. Surat berharga yang dicatat dan atau disimpan sekurang-kurangnya telah
mencapai nilai nominal rata-rata Rp 1.000.000.000.000,00 (satu triliun
rupiah) rupiah dalam enam bulan terakhir.
II. Tata…..
II. Tata Cara Pengajuan Permohonan
1. Bank atau lembaga keuangan yang memenuhi persyaratan tersebut di
atas dapat mengajukan permohonan kepada Bank Indonesia cq.
Direktorat Pengelolaan Moneter, Bank Indonesia, Jl. MH. Thamrin No
2, Jakarta, sesuai dengan contoh surat permohonan (terlampir), dan
dilampiri:
a. Copy surat ijin sebagai Bank atau Lembaga Keuangan Bukan Bank.
b. Copy Anggaran Dasar perusahaan .
c. Keterangan mengenai fasilitas jaringan usaha pencatatan dan atau
penyimpanan surat berharga secara on line di dalam negeri dan atau
ke luar negeri.
d. Copy bukti hasil pemeriksaan oleh lembaga auditor independen
mengenai keamanan sistim pencatatan surat berharga secara
scripless .
e. Data mengenai jumlah dan nilai nominal transaksi pencatatan dan
atau penyimpanan surat berharga dalam 6 (enam) bulan terakhir.
f. Laporan keuangan tahunan terakhir yang telah diaudit oleh auditor
independen.
g. Riwayat pekerjaan atau keahlian dari anggota Direksi dan Komisaris
serta tenaga ahli di bidang pencatatan dan atau penyimpanan surat
berharga.
2. Bank Indonesia melakukan seleksi terhadap permohonan tersebut di atas
dan selambat-lambatnya dua minggu setelah permohonan diterima,
Bank Indonesia memberitahukan penolakan dan persetujuan terhadap
masing-masing pemohon.
3. Bank atau lembaga keuangan bukan bank yang telah ditunjuk sebagai
Sub-Registry wajib menandatangani perjanjian antara Sub-Registry
dengan Bank Indonesia.
III. Pelaporan…..
III. Pelaporan:
Bank atau lembaga keuangan bukan bank yang ditunjuk sebagai Sub-
Registry wajib:
1. Melaporkan kegiatan usaha yang dilakukan kepada Bank Indonesia
setiap bulannya selambat-lambatnya 5 (lima) hari setelah berakhirnya
bulan yang bersangkutan.
2. Menyampaikan laporan secara harian kepada Bank Indonesia
mengenai kegiatan usaha yang memuat rekapitulasi pencatatan
Obligasi Pemerintah.
3. Menyampaikan laporan mengenai kegiatan perdagangan Obligasi
Pemerintah secara harian melalui Pusat Informasi Pasar Uang sesuai
format yang ditentukan oleh Bank Indonesia.
Laporan sebagaimana pada angka 1 dan 2 di atas, disampaikan
kepada Bank Indonesia, cq. Direktorat Pengelolaan Moneter, Jl. MH.
Thamrin No.2 Jakarta.
IV. Pengawasan
Bank Indonesia berwenang untuk melakukan pengawasan terhadap Sub-
Registry atas kegiatan yang terkait dengan penatausahaan Obligasi
Pemerintah.
V. Sanksi
Penunjukan bank atau lembaga keuangan bukan bank sebagai lembaga Sub-
Registry dapat dicabut oleh Bank Indonesia dalam hal melakukan
pelanggaran sebagai berikut:
1. Sub-Registry menghentikan kegiatan usahanya.
2. Sub-Registry…..
2. Sub-Registry melakukan pelanggaran terhadap ketentuan pasar modal
dan atau Bank Indonesia yang berlaku.
3. Berdasarkan penilaian Bank Indonesia penyelenggara Sub-Registry
terancam kebangkrutan atau likuidasi.
4. Terjadi perubahan kepemilikan mayoritas dari penyelenggara Sub-
Registry sebagai suatu perusahaan tanpa sepengetahuan otoritas pasar
modal dan Bank Indonesia.
5. Manajemen Sub-Registry diambil alih oleh Badan Penyehatan
Perbankan Nasional (jika Sub-Registry adalah Bank).
6. Berdasarkan penilaian Bank Indonesia, terdapat potensi resiko yang
diperkirakan dapat menurunkan kepercayaan pasar dan atau pemilik
obligasi terhadap obligasi Pemerintah apabila penyelenggara Sub-
Registry tetap melanjutkan usahanya.
7. Dalam hal pencabutan ijin sebagai penyelenggara Sub-Registry baik
untuk sementara maupun secara permanen, Bank Indonesia tidak
berkewajiban untuk memberikan alasan-alasan pencabutan.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 21 Januari 2000
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran
ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA
DJAKARIA
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 2/2/DPM|SE-BI/2000 </reg_id>
<reg_title> Persyaratan dan Tata Cara Penunjukan Sub-Registry Untuk Penatausahaan Obligasi Pemerintah </reg_title>
<set_date> 21 Januari 2000 </set_date>
<effective_date> 21 Januari 2000 </effective_date>
<related_reg> '2/2/PBI/2000', '2/1/DPM|SE-BI' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi V' </penalty_list>
|
No. 9/ 25 /DASP
Jakarta, 9 November 2007
S U R A T E D A R A N
Perihal : Sarana Penarikan Rekening Giro Pihak Ekstern Yang
Distandardisasi oleh Bank Indonesia
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/24/PBI/2000 tanggal
17 November 2000 tentang Hubungan Rekening Giro Antara Bank Indonesia
Dengan Pihak Ekstern (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000
Nomor 205, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000
Nomor 4025) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Bank
Indonesia Nomor 7/48/PBI/2005 tanggal 16 November 2005 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 4570), dan Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 8/34/DASP tanggal 22 Desember 2006 perihal Hubungan Rekening Giro
Antara Bank Indonesia Dengan Pihak Ekstern, bahwa perlu dilakukan
pengaturan mengenai sarana penarikan yang distandardisasi dan diterbitkan oleh
Bank Indonesia sebagai pengganti sarana berupa surat. Berkenaan dengan hal
tersebut, perlu diatur mengenai format, spesifikasi, penggunaan dan prosedur
yang berkaitan dengan sarana penarikan yang distandardisasi dan diterbitkan oleh
Bank Indonesia dalam hubungan Rekening Giro antara Bank Indonesia dengan
pihak ekstern sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
1. Sarana penarikan yang distandardisasi dan diterbitkan oleh Bank
Indonesia disebut Warkat Pembebanan Rekening, yang selanjutnya
disebut WPR, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 1.
2. Pemegang Rekening Giro, yang selama ini menggunakan surat sebagai
sarana penarikan Rekening Giro untuk transaksi tertentu, harus
menggunakan …
2
menggunakan WPR dalam melakukan kegiatan penarikan Rekening
Giro Rupiah atau Rekening Giro Valas.
3. WPR dapat digunakan sebagai sarana penarikan Rekening Giro Rupiah
atau Rekening Giro Valas oleh Pemegang Rekening Giro. Penggunaan
WPR tersebut hanya dapat dilakukan apabila sarana penarikan berikut:
a. Bilyet Giro Bank Indonesia;
b. Sarana Elektronik; dan
c. Sarana Penarikan lain yang distandardisasi dan diterbitkan oleh pihak
ekstern,
tidak tepat digunakan untuk transaksi tertentu.
4. WPR hanya dapat digunakan untuk mendebet 1 (satu) Rekening Giro
yang ada di Bank Indonesia dan dapat mengkredit lebih dari 1 (satu)
rekening.
5. Dalam hal rekening yang dikredit berjumlah lebih dari 1 (satu), maka
penyampaian WPR harus disertai dengan lampiran rincian rekening
yang akan dikredit sesuai dengan contoh dalam Lampiran 2.a dan
Lampiran 2.b. Nilai nominal yang tercantum dalam WPR merupakan
total nilai nominal yang tercantum dalam lampiran.
6. WPR tidak digunakan sebagai warkat yang dapat dikliringkan dan/atau
untuk melakukan penarikan tunai.
7. Prosedur dan tata cara hubungan Rekening Giro antara Bank Indonesia
dengan pihak ekstern serta tata cara penarikan Rekening Giro dengan
menggunakan WPR selain mengacu pada ketentuan Bank Indonesia
yang mengatur mengenai Hubungan Rekening Giro Antara Bank
Indonesia dengan Pihak Ekstern juga mengacu pada ketentuan mengenai
WPR dalam Surat Edaran ini.
8. Sarana Penarikan yang distandardisasi dan diterbitkan oleh pihak ekstern
dan telah disetujui oleh Bank Indonesia serta telah digunakan oleh
Pemegang Rekening Giro sebelum diberlakukannya Surat Edaran ini
antara …
3
antara lain berupa Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D), Surat Perintah
Pembebanan SP2D (SPB-SP2D), dan Surat Perintah
Pembukuan/Pengesahan (SP3) tetap dapat digunakan oleh Pemegang
Rekening Giro sebagai sarana penarikan.
II. FORMAT SARANA PENARIKAN YANG DISTANDARDISASI DAN
DITERBITKAN OLEH BANK INDONESIA
Format sarana penarikan yang distandardisasi dan diterbitkan oleh Bank
Indonesia diatur sebagai berikut:
1. WPR memuat klausula sebagai berikut:
a. perintah bayar atau pemindahan dana;
b. nomor Rekening Giro dan nama Rekening Giro yang didebet di Bank
Indonesia;
c. nomor rekening dan nama rekening yang dikredit di Bank Indonesia
atau di Bank Umum;
d. nilai nominal dalam angka dan huruf; dan
e. tempat dan tanggal penarikan.
2. WPR dibuat dengan spesifikasi sebagai berikut:
a. WPR memuat logo/identitas Bank Indonesia.
b. WPR dibuat rangkap 2 (dua) yang terdiri dari 1 (satu) lembar asli
untuk diserahkan kepada Bank Indonesia dan 1 (satu) lembar
tembusan digunakan sebagai arsip Pemegang Rekening Giro.
c. WPR dibuat dalam bentuk buku yang berisi:
1) sampul buku WPR;
2) Tanda Terima;
3) 25 (dua puluh lima) lembar blanko WPR yang masing-masing
terdiri dari 1 (satu) lembar asli WPR dan 1 (satu) lembar
tembusan WPR; dan
4) Lembar Permintaan.
III. CARA …
4
III. CARA MEMPEROLEH BUKU WARKAT PEMBEBANAN REKENING
Buku WPR dapat diperoleh di Bank Indonesia, dengan tata cara sebagai
berikut:
1. Permintaan buku WPR diajukan oleh Pejabat Yang Mewakili yang telah
memiliki Spesimen Tanda Tangan di Bank Indonesia, dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. Bagi pihak-pihak yang baru pertama kali mengajukan permohonan
permintaan buku WPR, permintaan buku WPR tersebut dilakukan
dengan cara mengajukan surat permintaan buku WPR sebagaimana
contoh pada Lampiran 3;
b. Bagi Pemegang Rekening Giro yang telah memiliki buku WPR,
permintaan buku WPR berikutnya dilakukan dengan cara mengisi
dan menyampaikan Lembar Permintaan sebagaimana dimaksud pada
Lampiran 4 yang terdapat di dalam buku WPR kepada Bank
Indonesia.
Dalam hal Lembar Permintaan tersebut hilang atau rusak, maka
permintaan buku WPR diajukan secara tertulis oleh Pejabat Yang
Mewakili yang telah memiliki Spesimen Tanda Tangan di Bank
Indonesia, sebagaimana contoh pada Lampiran 5.
2. Pengambilan buku WPR dilakukan oleh Pejabat Yang Mewakili atau
Petugas yang menerima kuasa dari Pejabat Yang Mewakili.
3. Pemegang Rekening Giro harus menyerahkan kepada Bank Indonesia
Lembar Tanda Terima sebagaimana dimaksud pada Lampiran 6 yang
telah ditandatangani oleh Pejabat Yang Mewakili atau penerima kuasa
yang telah memiliki Spesimen Tanda Tangan di Bank Indonesia.
Lembar Tanda Terima merupakan bukti yang menunjukkan bahwa
Pemegang Rekening Giro telah menerima dari Bank Indonesia 1 (satu)
buku WPR dengan jumlah lembar dan nomor seri sesuai dengan yang
tercantum …
5
tercantum pada buku WPR tersebut. Apabila Pemegang Rekening Giro
tidak menyerahkan Lembar Tanda Terima, maka blanko WPR belum
dapat digunakan sebagai sarana penarikan Rekening Giro di Bank
Indonesia.
4. Pengajuan permintaan, pengambilan buku WPR dan penyerahan Lembar
Tanda Terima disampaikan kepada Bank Indonesia dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. Di Kantor Pusat Bank Indonesia:
1) Untuk Rekening Giro Rupiah: Bagian Penyelesaian Transaksi
Rupiah, Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran - Bank
Indonesia;
2) Untuk Rekening Giro Valas: Bagian Akunting Devisa,
Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran - Bank Indonesia.
b. Di Kantor Bank Indonesia: untuk Rekening Giro Rupiah dan Valas
disampaikan kepada Pimpinan Bank Indonesia setempat.
IV. LAIN-LAIN
1. Dalam hal terdapat WPR yang tidak digunakan oleh Pemegang
Rekening Giro karena rusak, hilang atau alasan-alasan lainnya, maka
Pejabat Yang Mewakili yang telah memiliki Spesimen Tanda Tangan di
Bank Indonesia harus segera memberitahukan secara tertulis kepada
Bank Indonesia dengan menggunakan surat sebagaimana contoh pada
Lampiran 7.
2. Dalam hal WPR hilang, maka surat pemberitahuan sebagaimana
dimaksud pada angka 1 harus disertai dengan surat keterangan
kehilangan dari instansi yang berwenang atau kepolisian.
3. Sarana penarikan Rekening Giro Rupiah dan/atau Rekening Giro Valas
berupa surat sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Bank Indonesia
Nomor …
6
Nomor 2/24/PBI/2000 tanggal 17 November 2000 tentang Hubungan
Rekening Giro Antara Bank Indonesia Dengan Pihak Ekstern (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 205, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 4025)
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia
Nomor 7/48/PBI/2005 tanggal 16 November 2005 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 131, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 4570) dan Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 8/34/DASP tanggal 22 Desember 2006 perihal
Hubungan Rekening Giro Antara Bank Indonesia Dengan Pihak Ekstern,
tidak dapat digunakan oleh Pemegang Rekening Giro sebagai sarana
penarikan karena digantikan dengan WPR terhitung sejak berlakunya
Surat Edaran ini.
V. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku sejak tanggal
16 November 2007
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
BANK INDONESIA,
DYAH N.K. MAKHIJANI
DIREKTUR AKUNTING DAN
SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 9/25/DASP|SE-BI/2007 </reg_id>
<reg_title> Sarana Penarikan Rekening Giro Pihak Ekstern Yang Distandardisasi oleh Bank Indonesia </reg_title>
<set_date> 9 November 2007 </set_date>
<effective_date> 16 November 2007 </effective_date>
<related_reg> '7/48/PBI/2005', '8/34/DASP|SE-BI/2006', '2/24/PBI/2000' </related_reg>
|
No. 6/31/DPbS
Jakarta, 28 Juli 2004
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT BERDASARKAN PRINSIP
SYARIAH DI INDONESIA
Perihal : Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah
Dengan telah dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
6/17/PBI/2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 58,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4392) tanggal 1 Juli
2004 tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah, perlu
ditetapkan ketentuan pelaksanaan mengenai Bank
Perkreditan Rakyat
Berdasarkan Prinsip Syariah (selanjutnya disebut BPRS) dalam Surat Edaran
yang mencakup hal-hal sebagai berikut.
I. UMUM
1. Pengajuan permohonan izin atau rencana dan atau penyampaian laporan
sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tersebut wajib
diajukan dengan menggunakan Lampiran yang
ditetapkan dan
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan Surat Edaran ini.
2. Dalam hal bentuk Lampiran tidak diatur secara khusus dalam Surat
Edaran ini maka format pengajuan permohonan izin atau rencana dan
atau penyampaian laporan diserahkan kepada masing-masing Bank
Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah.
II. PERMOHONAN…
2
II. PERMOHONAN IZIN, ATAU RENCANA, DAN ATAU LAPORAN
1. Pengajuan permohonan izin kepada Dewan Gubernur Bank Indonesia
meliputi :
a. Permohonan Persetujuan Prinsip Pendirian BPRS, sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 1;
b. Permohonan Izin Usaha BPRS, sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran 2;
c. Permohonan Persetujuan Pencairan Deposito Mudharabah,
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 3;
d. Permohonan Persetujuan Prinsip Perubahan Kegiatan Usaha BPR
Secara Konvensional Menjadi BPR Yang Melaksanakan Kegiatan
Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah, sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran 21;
e. Permohonan Izin Perubahan Kegiatan Usaha BPR Secara
Konvensional Menjadi BPR Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha
Berdasarkan Prinsip Syariah, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran
22.
2. Pengajuan permohonan izin atau rencana dan atau laporan kepada Bank
Indonesia meliputi :
a. Permohonan Izin Pembukaan Kantor Cabang BPRS, sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 10;
b. Permohonan Penetapan Penggunaan Izin Usaha Yang Dimiliki Untuk
BPRS Dengan Nama yang baru, sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran 17;
c. Permohonan Izin Prinsip Perubahan Bentuk Badan Hukum BPRS,
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 19;
d. Permohonan…
3
d. Permohonan Persetujuan Pengalihan Izin Usaha BPRS Dari Badan
Hukum Lama Kepada Badan Hukum Baru, sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran 20;
e. Rencana Pembukaan Kantor Kas BPRS, sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran 12;
f. Rencana Pemindahan Alamat Kantor Pusat atau Kantor Cabang BPRS,
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 15;
g. Rencana Penutupan Kantor Cabang BPRS, sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran 24;
h. Rencana Penutupan Kantor Kas BPRS, sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran 25;
i. Laporan Pelaksanaan Kegiatan Usaha BPRS, sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran 4;
j. Laporan Perubahan Komposisi Kepemilikan BPRS, sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 5;
k. Laporan Pengangkatan Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan
Pengawas Syariah BPRS, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 6;
l. Laporan Perubahan Modal Dasar BPRS, sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran 7;
m. Laporan Pengangkatan Pejabat Eksekutif dan atau Pemimpin Cabang
BPRS, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 8;
n. Laporan Hasil Pengawasan Dewan Pengawas Syariah BPRS,
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 9;
o. Laporan Pelaksanaan Pembukaan Kantor Cabang BPRS, sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 11;
p. Laporan Pelaksanaan Pembukaan Kantor Kas BPRS, sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 13;
q. Laporan…
4
q. Laporan Pelaksanaan Kegiatan
Kas di Luar Kantor BPRS,
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 14;
r. Laporan Pelaksanaan Pemindahan Alamat Kantor Pusat / Kantor
Cabang BPRS, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 16;
s. Laporan Pelaksanaan Perubahan Nama BPRS, sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran 18;
t. Laporan Pelaksanaan Perubahan Kegiatan Usaha BPR Secara
Konvensional Menjadi BPR Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha
Berdasarkan Prinsip Syariah, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran
23;
u. Laporan Penutupan Kantor Cabang / Kantor Kas BPRS, sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 26.
3. Lampiran-Lampiran sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan angka 2,
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini.
4. Perhitungan hari dalam hal penyampaian permohonan izin atau rencana
dan atau laporan sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia
tersebut didasarkan pada hari kalender.
5. Perhitungan jangka waktu pengajuan permohonan izin atau rencana dan
atau penyampaian laporan oleh BPRS kepada Dewan Gubernur Bank
Indonesia dan atau Bank Indonesia dihitung sejak dokumen-dokumen
tersebut diterima secara lengkap oleh Bank Indonesia.
III. ALAMAT PENYAMPAIAN PERMOHONAN IZIN ATAU RENCANA
DAN ATAU LAPORAN.
1. Penyampaian permohonan izin yang diajukan kepada Dewan Gubernur
Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam angka II, dialamatkan ke
Direktorat Perbankan Syariah, ke Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10110.
2. Penyampaian permohonan izin, atau rencana dan atau laporan yang
diajukan …
5
diajukan kepada Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam angka II,
dialamatkan ke :
- Direktorat Perbankan Syariah, ke Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta
10110, bagi BPRS yang berlokasi di wilayah kerja kantor pusat
Bank Indonesia.
- Kantor Bank Indonesia setempat, bagi BPRS yang berlokasi di
wilayah kerja Kantor Bank Indonesia setempat.
IV. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal
28 Juli 2004.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HARISMAN
DIREKTUR PERBANKAN SYARIAH
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 6/31/DPbS|SE-BI/2004 </reg_id>
<reg_title> Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah </reg_title>
<set_date> 28 Juli 2004 </set_date>
<effective_date> 28 Juli 2004 </effective_date>
<related_reg> '6/17/PBI/2004' </related_reg>
|
No. 16/ 2 /DPM
Jakarta, 28 Januari 2014
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
Perihal :
Transaksi Swap Lindung Nilai Kepada Bank Indonesia.
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor
15/17/PBI/2013 tentang Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank
Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 237,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5480), perlu diatur
ketentuan pelaksanaan mengenai Transaksi Swap Lindung Nilai kepada
Bank Indonesia, sebagai berikut:
A. DOKUMEN UNDERLYING TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA
BANK INDONESIA
1. Dokumen underlying milik Bank dalam Transaksi Swap Lindung
Nilai kepada Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2 ayat (3) Peraturan Bank Indonesia tentang Transaksi Swap
Lindung Nilai kepada Bank Indonesia diatur sebagai berikut:
a. Dalam hal Underlying Transaksi berupa Pinjaman Luar Negeri
Bank dalam bentuk perjanjian kredit maka dokumen
underlying berupa perjanjian kredit (loan agreement) antara
Bank dengan kreditur Bank.
b. Dalam hal Underlying Transaksi berupa Pinjaman Luar Negeri
Bank dalam bentuk penerbitan surat utang maka dokumen
underlying antara lain berupa laporan penjualan surat utang
yang dikeluarkan oleh global custody.
2. Dokumen underlying milik nasabah dalam Transaksi Swap
Lindung Nilai kepada Bank Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (4) Peraturan Bank Indonesia tentang
Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia, berupa
dokumen transaksi swap jual antara Bank dengan nasabah dalam
bentuk deal ticket atau kontrak swap.
3. Dokumen …
2
3. Dokumen underlying transaksi swap jual antara Bank dengan
nasabah diatur sebagai berikut:
a. Underlying transaksi berupa Pinjaman Luar Negeri dalam
bentuk perjanjian kredit, maka dokumen underlying transaksi
berupa perjanjian kredit (loan agreement) antara nasabah
dengan kreditur nasabah.
b. Underlying transaksi berupa Pinjaman Luar Negeri dalam
bentuk penerbitan surat utang, maka dokumen underlying
transaksi antara lain berupa laporan penjualan surat utang
yang dikeluarkan oleh global custody.
c. Underlying transaksi berupa Investasi Langsung, maka
dokumen underlying transaksi antara lain berupa dokumen
terkait dengan realisasi investasi.
d. Underlying transaksi berupa Devisa Hasil Ekspor (DHE),
maka dokumen underlying transaksi antara lain berupa
Authenticated SWIFT message (MT910) yang berisi informasi
penerimaan DHE.
e. Underlying transaksi berupa investasi pada infrastruktur
pembangunan sarana umum dan produksi, maka dokumen
underlying transaksi berupa dokumen kegiatan investasi yang
diatur sebagai berikut:
1) dalam hal pemilik proyek infrastruktur adalah
pemerintah, maka dokumen kegiatan investasi antara lain
berupa dokumen persetujuan proyek dari instansi yang
berwenang;
2) dalam hal pemilik proyek infrastruktur adalah lembaga
nonpemerintah, maka dokumen kegiatan investasi antara
lain berupa dokumen persetujuan proyek dari lembaga
pemilik proyek.
f.
Underlying transaksi berupa investasi pada surat berharga
yang diterbitkan oleh Pemerintah Republik Indonesia, maka
dokumen underlying transaksi antara lain berupa rencana
dan bukti realisasi investasi pada Surat Berharga Negara.
4. Bank bertanggung jawab atas penatausahaan kelengkapan
dokumen asli Underlying Transaksi Swap Lindung Nilai kepada
Bank …
3
Bank Indonesia dan dokumen fotokopi underlying transaksi swap
jual antara Bank dengan nasabah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12 Peraturan Bank Indonesia tentang Transaksi Swap
Lindung Nilai kepada Bank Indonesia.
5. Dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 4 diterima oleh
Bank dari nasabah paling lambat 1 (satu) bulan setelah tanggal
Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia.
B. PELAKSANAAN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK
INDONESIA
1. Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia dilakukan
melalui Transaksi Swap Beli Bank kepada Bank Indonesia dalam
Dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah, dalam rangka Lindung
Nilai yang dilakukan antara Bank dengan Bank Indonesia.
2. Jenis valuta asing dalam Transaksi Swap Lindung Nilai kepada
Bank Indonesia adalah Dolar Amerika Serikat.
3. Kurs spot Dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah yang digunakan
dalam Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia
adalah kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) pada
tanggal transaksi.
4. Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia dilakukan
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Pengumuman dan pelaksanaan Transaksi Swap Lindung Nilai
kepada Bank Indonesia
1) Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia
dilakukan pada setiap hari kerja.
2) Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia
dapat memiliki jangka waktu 3 (tiga) bulan, 6 (enam)
bulan, atau 12 (dua belas) bulan, yang dihitung sejak 1
(satu) hari setelah tanggal setelmen sampai dengan
tanggal jatuh waktu.
3) Bank Indonesia mengumumkan Transaksi Swap Lindung
Nilai kepada Bank Indonesia paling lambat 1 (satu) jam
sebelum window time transaksi dibuka melalui sistem
Laporan …
4
Laporan Harian Bank Umum (LHBU) atau sarana
informasi lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
4) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada angka 3)
paling kurang meliputi:
a) jangka waktu swap;
b) premi swap;
c)
tanggal transaksi;
d) window time transaksi;
e) tanggal setelmen (tanggal valuta); dan
f)
kurs JISDOR.
5) Bank dapat melakukan Transaksi Swap Lindung Nilai
kepada Bank Indonesia mulai pukul 14.00 WIB sampai
dengan pukul 16.00 WIB, atau waktu lain yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
b. Pengajuan Kontrak Lindung Nilai
1) Pengajuan Kontrak Lindung Nilai dilakukan oleh Bank
bersamaan dengan pengajuan Transaksi Swap Lindung
Nilai kepada Bank Indonesia melalui Reuters Monitoring
Dealing System (RMDS) atau sarana komunikasi lain yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
2) Kontrak Lindung Nilai sebagaimana dimaksud dalam
angka 1) berlaku efektif pada tanggal valuta.
3) Kontrak Lindung Nilai sebagaimana dimaksud dalam
angka 1) meliputi informasi:
a) nama Bank;
b) jangka waktu Kontrak Lindung Nilai;
c) Underlying Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam butir A.1 dan
butir A.3 huruf a sampai huruf f; dan
d) nilai nominal underlying yang dicantumkan dalam
Kontrak Lindung Nilai.
Contoh Kontrak Lindung Nilai untuk transaksi swap atas
underlying milik nasabah Bank adalah sebagai berikut:
Nama Bank
: Bank A
Jangka Waktu : 2 tahun
Underlying …
5
Underlying
: Kontrak transaksi swap Bank A
dengan PT X atas Pinjaman Luar
Negeri PT X
Nilai Nominal : USD500 juta
Contoh Kontrak Lindung Nilai untuk transaksi swap atas
underlying milik Bank adalah sebagai berikut:
Nama Bank
: Bank A
Jangka Waktu : 2 tahun
Underlying
: Kontrak Pinjaman Luar Negeri Bank
Nilai Nominal : USD500 juta
Contoh nilai nominal underlying yang dinyatakan dalam
Kontrak Lindung Nilai tercantum pada Lampiran I.
c. Pengajuan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank
Indonesia
1) Bank mengajukan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada
Bank Indonesia secara langsung tanpa melalui lembaga
perantara.
2) Pengajuan transaksi sebagaimana dimaksud pada angka
1) dilakukan melalui RMDS atau sarana komunikasi lain
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
3) Pengajuan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank
Indonesia paling kurang meliputi informasi:
a) nama Bank;
b) jangka waktu dan nominal Underlying Transaksi yang
tercantum pada Kontrak Lindung Nilai;
c) tanggal transaksi;
d) tanggal valuta;
e) jangka waktu Transaksi Swap Lindung Nilai kepada
Bank Indonesia;
f) tanggal jatuh waktu;
g) nilai nominal; dan
h) nomor rekening Bank di bank koresponden.
4) Setiap pengajuan Kontrak Lindung Nilai, sebagaimana
dimaksud dalam butir 4.b disertai juga dengan informasi
yang berisi pernyataan Bank bahwa seluruh persyaratan
Transaksi …
6
Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia
telah dipenuhi.
Contoh pernyataan Bank mengenai pemenuhan
persyaratan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank
Indonesia tercantum pada Lampiran II.
5) Setelah diterimanya pengajuan Kontrak Lindung Nilai
sebagaimana dimaksud dalam butir b.3) dan pengajuan
Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam angka 3), Bank Indonesia
akan memberikan nomor referensi kepada Bank untuk
setiap Kontrak Lindung Nilai.
6) Pengajuan nominal Transaksi Swap Lindung Nilai kepada
Bank Indonesia paling kurang sebesar USD10,000,000.00
(sepuluh juta dolar Amerika Serikat) dan selanjutnya
dengan kelipatan sebesar USD1,000,000.00 (satu juta
dolar Amerika Serikat).
7) Dalam hal terjadi koreksi atas pengajuan transaksi, Bank
hanya dapat mengajukan 1 (satu) kali koreksi untuk
setiap Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank
Indonesia yang diajukan dalam window time Transaksi
Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia.
8) Dalam hal dilakukan koreksi atas nilai nominal
sebagaimana dimaksud dalam angka 7), nilai nominal
dimaksud harus memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam angka 6).
9) Bank bertanggung jawab atas kebenaran data Transaksi
Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia yang
disampaikan kepada Bank Indonesia.
10) Pengajuan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank
Indonesia yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia
tidak dapat dibatalkan oleh Bank.
11) Kontrak Lindung Nilai berakhir apabila Transaksi Swap
Lindung Nilai kepada Bank Indonesia telah berakhir dan
tidak dilakukan perpanjangan oleh Bank.
12) Bank …
7
12) Bank Indonesia dapat menolak pengajuan Kontrak
Lindung Nilai dan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada
Bank Indonesia.
d. Konfirmasi atas Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank
Indonesia
Bank Indonesia meminta Bank untuk melakukan konfirmasi
atas pengajuan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank
Indonesia yang dilakukan oleh Bank melalui RMDS atau
sarana lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yang
meliputi:
1) nominal transaksi;
2) jangka waktu transaksi;
3) tanggal valuta dan tanggal jatuh waktu;
4) kurs JISDOR;
5) kurs forward;
6) premi swap;
7) nomor rekening Bank di bank koresponden; dan
8) nomor rekening giro Bank di Bank Indonesia.
e. Setelmen Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank
Indonesia
1) Setelmen first leg
a) Bank Indonesia melakukan setelmen first leg paling
lambat 2 (dua) hari kerja setelah tanggal Transaksi
Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia, dengan
mengkredit rekening giro Rupiah Bank sebesar nilai
setelmen first leg.
b) Nilai setelmen first leg dihitung sebesar nilai nominal
Dolar Amerika Serikat yang diajukan dikalikan
dengan kurs JISDOR.
c) Bank wajib menyelesaikan transfer dana Dolar
Amerika Serikat ke rekening Bank Indonesia di bank
koresponden pada tanggal valuta (tanggal setelmen),
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2)
Peraturan Bank Indonesia tentang Transaksi Swap
Lindung Nilai kepada Bank Indonesia.
d) Dalam …
8
d) Dalam hal pada tanggal setelmen first leg, Bank tidak
melakukan transfer dana Dolar Amerika Serikat
sebesar nilai transaksi yang diajukan, maka Bank
wajib menyelesaikan transfer dana Dolar Amerika
Serikat sebesar nilai transaksi yang diajukan pada
hari kerja berikutnya.
e) Atas keterlambatan penyelesaian kewajiban setelmen
sebagaimana dimaksud dalam huruf d), Bank
dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 15
ayat (2) huruf a dan huruf b angka 1 Peraturan Bank
Indonesia tentang Transaksi Swap Lindung Nilai
kepada Bank Indonesia.
2) Setelmen second leg
a) Pada tanggal Transaksi Swap Lindung Nilai kepada
Bank Indonesia jatuh waktu (second leg), Bank
Indonesia melakukan transfer dana Dolar Amerika
Serikat ke rekening Bank di bank koresponden
sebesar nilai nominal Dolar Amerika Serikat pada
setelmen first leg.
b) Bank Indonesia mendebet rekening giro Rupiah Bank
sebesar nilai nominal Dolar Amerika Serikat pada
setelmen first leg dikalikan kurs setelmen second leg.
c) Kurs setelmen second leg adalah kurs JISDOR saat
tanggal transaksi ditambah premi swap yang
dibayarkan Bank kepada Bank Indonesia.
d) Bank wajib menyediakan dana Rupiah pada tanggal
valuta (tanggal setelmen second leg) di rekening giro
Rupiah Bank pada Bank Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) Peraturan Bank
Indonesia tentang Transaksi Swap Lindung Nilai
kepada Bank Indonesia.
e) Dalam hal pada tanggal setelmen second leg, Bank
tidak memiliki dana Rupiah yang cukup untuk
memenuhi kewajiban setelmen
sebagaimana
dimaksud dalam huruf d), maka Bank wajib
menyediakan …
9
menyediakan dana Rupiah yang cukup untuk
memenuhi kewajiban setelmen pada hari kerja
berikutnya.
f) Pembayaran nominal Transaksi Swap Lindung Nilai
kepada Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
huruf d) dilakukan melalui pendebetan Rekening giro
Rupiah Bank di Bank Indonesia.
g) Atas keterlambatan penyelesaian kewajiban setelmen
sebagaimana dimaksud dalam huruf e), Bank
dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 15
ayat (2) huruf a dan huruf b angka 2 Peraturan Bank
Indonesia tentang Transaksi Swap Lindung Nilai
kepada Bank Indonesia.
3) Dalam hal setelah terjadinya Transaksi Swap Lindung
Nilai kepada Bank Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam angka 1) dan angka 2), tanggal setelmen first leg
atau tanggal setelmen second leg ditetapkan sebagai hari
libur oleh pemerintah, pelaksanaan setelmen dilakukan
pada hari kerja berikutnya.
C. PERPANJANGAN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK
INDONESIA
1. Bank dapat mengajukan perpanjangan Transaksi Swap Lindung
Nilai kepada Bank Indonesia.
2. Bank Indonesia menerima perpanjangan Transaksi Swap Lindung
Nilai kepada Bank Indonesia yang diajukan oleh Bank.
3. Jangka waktu perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada
Bank Indonesia adalah 3 (tiga) bulan, 6 (enam) bulan, atau 12
(dua belas) bulan.
4. Bank yang akan mengajukan perpanjangan Transaksi Swap
Lindung Nilai kepada Bank Indonesia diatur sebagai berikut:
a. Bank harus memiliki Peringkat Komposit sebagaimana diatur
dalam Pasal 3 Peraturan Bank Indonesia tentang Transaksi
Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia.
b. Bank …
10
b. Bank wajib memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam
Pasal 6 ayat (4) Peraturan Bank Indonesia tentang Transaksi
Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia.
5. Bank yang akan mengajukan perpanjangan Transaksi Swap
Lindung Nilai kepada Bank Indonesia melakukan transaksi
perpanjangan paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum Transaksi
Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia jatuh waktu.
6. Bank yang mengajukan perpanjangan Transaksi Swap Lindung
Nilai kepada Bank Indonesia melakukan prosedur yang sama
dengan pengajuan pada awal Transaksi Swap Lindung Nilai
kepada Bank Indonesia sebagaimana diatur dalam butir B.4.c.
angka 1) sampai dengan angka 3), dan angka 6) sampai dengan
angka 10).
7. Bank yang mengajukan perpanjangan Transaksi Swap Lindung
Nilai kepada Bank Indonesia harus menginformasikan nomor
referensi Kontrak Lindung Nilai sebagaimana dimaksud dalam
butir B.4.c.5).
8. Setelmen perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada
Bank Indonesia dapat dilakukan secara netting.
9. Bank Indonesia meminta Bank untuk melakukan konfirmasi atas
pengajuan perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada
Bank Indonesia melalui RMDS atau sarana lain yang ditetapkan
oleh Bank Indonesia yang meliputi:
a. nominal transaksi;
b. jangka waktu transaksi;
c. tanggal valuta dan tanggal jatuh waktu;
d. kurs JISDOR;
e. kurs forward;
f. premi swap;
g. nilai nominal netting baik dalam Dolar Amerika Serikat maupun
dalam Rupiah;
h. nomor rekening Bank di bank koresponden; dan
i. nomor rekening giro Bank di Bank Indonesia.
10. Setelmen secara netting untuk perpanjangan Transaksi Swap
Lindung Nilai kepada Bank Indonesia meliputi:
a. netting …
11
a. netting untuk nilai nominal yang sama pada setiap
perpanjangan;
b. netting untuk nilai nominal yang lebih kecil pada setiap
perpanjangan; atau
c. netting untuk nilai nominal yang sesuai dengan nilai
outstanding Pinjaman Luar Negeri Bank pada setiap periode
perpanjangan.
11. Setelmen netting untuk nilai nominal yang sama pada setiap
perpanjangan sebagaimana dimaksud dalam butir 10.a dilakukan
dengan mekanisme sebagai berikut:
a. Nilai setelmen netting untuk nominal Rupiah dihitung sebagai
berikut:
(
)
b. Dalam hal perhitungan dalam huruf a menghasilkan selisih
negatif, maka Bank Indonesia akan mengkredit rekening giro
Rupiah Bank sebesar hasil perhitungan dalam huruf a.
c. Dalam hal perhitungan dalam huruf a menghasilkan selisih
positif, maka Bank Indonesia akan mendebet rekening giro
Rupiah Bank sebesar hasil perhitungan dalam huruf a.
Contoh perhitungan setelmen netting untuk nilai nominal yang
sama tercantum pada Lampiran III dan Lampiran IV.
12. Setelmen netting untuk nilai nominal yang lebih kecil pada setiap
perpanjangan sebagaimana dimaksud dalam butir 10.b dilakukan
dengan mekanisme sebagai berikut:
a. Nilai setelmen netting untuk Dolar Amerika Serikat dihitung
sebagai berikut:
b. Bank Indonesia melakukan transfer dana Dolar Amerika
Serikat ke rekening Bank di bank koresponden sebesar nilai
setelmen netting dalam huruf a.
c. Nilai setelmen netting untuk Rupiah dihitung sebagai berikut:
(
(
)
)
d. Dalam …
12
d. Dalam hal perhitungan dalam huruf c menghasilkan selisih
positif, maka Bank Indonesia akan mendebet rekening giro
Rupiah Bank sebesar hasil perhitungan dalam huruf c.
e. Dalam hal perhitungan dalam huruf c menghasilkan selisih
negatif, maka Bank Indonesia akan mengkredit rekening giro
Rupiah Bank sebesar hasil perhitungan dalam huruf c.
Contoh perhitungan setelmen netting untuk nilai nominal yang
lebih kecil pada setiap perpanjangan adalah sebagaimana
tercantum pada Lampiran V dan Lampiran VI.
13. Setelmen netting untuk nilai nominal yang sesuai dengan nilai
outstanding Pinjaman Luar Negeri Bank pada setiap periode
perpanjangan sebagaimana dimaksud dalam butir 10.c dilakukan
dengan mekanisme sebagai berikut:
a. Dalam hal
Pinjaman Luar Negeri Bank dalam bentuk
perjanjian kredit, maka nilai perpanjangan Transaksi Swap
Lindung Nilai kepada Bank Indonesia disesuaikan dengan nilai
outstanding Pinjaman Luar Negeri Bank yang telah berubah
sesuai dengan jadwal pembayaran cicilan Pinjaman Luar
Negeri Bank kepada kreditur.
b. Dalam hal Pinjaman Luar Negeri Bank dalam bentuk
penerbitan surat utang, maka nilai perpanjangan Transaksi
Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia disesuaikan
dengan nilai outstanding surat utang yang diterbitkan Bank.
c. Mekanisme perhitungan setelmen netting untuk nilai nominal
yang sesuai dengan nilai outstanding Pinjaman Luar Negeri
Bank pada setiap periode perpanjangan, mengacu pada
mekanisme perhitungan setelmen netting untuk nilai nominal
yang lebih kecil pada setiap perpanjangan sebagaimana
dimaksud dalam angka 12.
Contoh perhitungan setelmen netting untuk nilai nominal yang
sesuai dengan nilai outstanding Pinjaman Luar Negeri Bank pada
setiap periode perpanjangan tercantum pada Lampiran VII.
Contoh format deal conversation di RMDS terkait pengajuan Kontrak
Lindung Nilai, Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia,
dan …
13
dan perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank
Indonesia tercantum pada Lampiran VIII.
D. PENIADAAN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK
INDONESIA
1. Bank Indonesia dapat meniadakan Transaksi Swap Lindung Nilai
kepada Bank Indonesia, kecuali dalam rangka perpanjangan
Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia.
2. Pengumuman peniadaan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada
Bank Indonesia, akan diumumkan Bank Indonesia paling lambat
3 (tiga) hari kerja sebelum tanggal peniadaan Transaksi Swap
Lindung Nilai kepada Bank Indonesia melalui sistem LHBU atau
sarana informasi lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
E. TATA CARA PENGENAAN SANKSI
Dalam hal Bank dikenakan sanksi atas pelanggaran setiap Transaksi
Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia dan/atau pelanggaran atas
kewajiban setelmen Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 Peraturan Bank
Indonesia tentang Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank
Indonesia, mekanisme pengenaan sanksi diatur sebagai berikut:
1. Bank Indonesia mengenakan sanksi berupa teguran tertulis
dengan tembusan kepada Otoritas Jasa Keuangan.
2. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 15 ayat (1) huruf b dan Pasal 15 ayat (2) huruf b
Peraturan Bank Indonesia tentang Transaksi Swap Lindung Nilai
kepada Bank Indonesia dilakukan dengan mendebet rekening giro
Rupiah atau rekening giro valuta asing Bank yang ada di Bank
Indonesia.
F. LAIN-LAIN
Lampiran I sampai dengan Lampiran VIII merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
Surat …
14
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 3
Februari 2014 3 Februa
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
FILIANINGSIH HENDARTA
KEPALA DEPARTEMEN
PENGELOLAAN MONETER
LAMPIRAN I
SURAT EDARAN BANK INDONESIA
NOMOR 16/2 /DPM TANGGAL 28 JANUARI 2014
PERIHAL
TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA
Contoh Nilai Nominal Underlying yang Dinyatakan dalam Kontrak
Lindung Nilai
1. Kontrak Lindung Nilai dengan Underlying berupa Pinjaman Luar
Negeri dengan Penarikan Pinjaman Secara Langsung
0
USD10 juta
1
2
3
USD10 juta USD10 juta
Bank yang memiliki Pinjaman Luar Negeri sebesar USD10,000,000.00
(sepuluh juta dolar Amerika Serikat) dengan jangka waktu 3 (tiga) tahun
akan mengajukan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia
sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh juta dolar Amerika Serikat) dan
akan melakukan perpanjangan setiap tahun dengan nilai nominal
sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh juta dolar Amerika Serikat) pada
setiap perpanjangan, maka underlying yang dicantumkan dalam Kontrak
Lindung Nilai adalah sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh juta dolar
Amerika Serikat) dengan jangka waktu Kontrak Lindung Nilai selama 3
(tiga) tahun.
2. Kontrak Lindung Nilai dengan Underlying berupa Pinjaman Luar
Negeri Milik Bank dengan Penarikan Secara Bertahap
Pinjaman Luar Negeri USD30 juta
Penarikan
KLN 1
Swap 1
KLN 2
Swap 2
KLN 3
Swap 3
0
USD10 juta
KLN 1 th USD10
USD 10juta
KLN 1 th USD20 juta
USD 20juta
KLN 1 th USD30 juta
USD30 juta
Full movement
Full movement
1
USD10 juta
2
USD10 juta
3
Berdasarkan …
2
Berdasarkan skenario di atas, Bank A memiliki Pinjaman Luar Negeri
senilai USD30,000,000.00 (tiga puluh juta dolar Amerika Serikat) dari
kreditur X di luar negeri dengan jangka waktu 3 (tiga) tahun. Penarikan
pinjaman tersebut dilakukan setiap tahun dengan masing-masing
nominal penarikan sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh juta dolar
Amerika Serikat). Bank A melakukan Transaksi Swap Lindung Nilai
kepada Bank Indonesia atas Pinjaman Luar Negeri tersebut dengan
mekanisme sebagai berikut:
Tahun ke-1 : Pada tanggal 3 Februari 2014 Bank A mengajukan
Kontrak Lindung Nilai dengan underlying transaksi
berupa Pinjaman Luar Negeri yang diterima dari
kreditur X sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh juta
dolar Amerika Serikat) dan akan jatuh waktu pada 5
Februari 2015 dengan setelmen secara full movement.
Nilai nominal underlying yang dapat dinyatakan pada
Kontrak Lindung Nilai
adalah sebesar
USD10,000,000.00 (sepuluh juta dolar Amerika Serikat)
dan jangka waktu Kontrak Lindung Nilai adalah 1 (satu)
tahun.
Tahun ke-2 : Pada bulan Januari 2015 Bank A melakukan penarikan
di tahun ke-2 atas Pinjaman Luar Negeri yang diterima
dari kreditur X sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh
juta dolar Amerika Serikat). Atas pinjaman tersebut
Bank A mengajukan Kontrak Lindung Nilai pada tanggal
3 Februari 2015 dengan underlying transaksi berupa
Pinjaman Luar Negeri yang diterima dari kreditur X
sebesar USD20,000,000.00 (dua puluh juta dolar
Amerika Serikat) dan akan jatuh waktu pada 5 Februari
2016 dengan setelmen secara full movement. Nilai
nominal underlying yang dapat dinyatakan pada
Kontrak Lindung Nilai
adalah sebesar
USD20,000,000.00 (dua puluh juta dolar Amerika
Serikat) dan jangka waktu Kontrak Lindung Nilai adalah
1 (satu) tahun.
Tahun ke-3 : Pada bulan Januari 2016 Bank A melakukan penarikan
di …
3
di tahun ke-3 atas Pinjaman Luar Negeri yang diterima
dari kreditur X sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh
juta dolar Amerika Serikat). Atas pinjaman tersebut
Bank A mengajukan Kontrak Lindung Nilai pada tanggal
3 Februari 2016 dengan underlying transaksi berupa
Pinjaman Luar Negeri yang diterima dari kreditur X
sebesar USD30,000,000.00 (tiga puluh juta dolar
Amerika Serikat) dan akan jatuh waktu pada 6 Februari
2017 dengan setelmen secara full movement. Nilai
nominal underlying yang dapat dinyatakan pada
Kontrak Lindung Nilai adalah sebesar
USD30,000,000.00 (tiga puluh juta dolar Amerika
Serikat) dan jangka waktu Kontrak Lindung Nilai adalah
1 (satu) tahun.
3. Kontrak Lindung Nilai dengan Underlying berupa Transaksi Swap
Bank dengan Nasabah atas Pinjaman Luar Negeri Milik Nasabah yang
Penarikannya Dilakukan Secara Bertahap
PT B memiliki Pinjaman Luar Negeri senilai USD30,000,000.00 (tiga
puluh juta dolar Amerika Serikat) dari kreditur Y di luar negeri dengan
jangka waktu 3 (tiga) tahun. Penarikan pinjaman tersebut dapat
dilakukan setiap tahun dengan masing-masing nominal penarikan
sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh juta dolar Amerika Serikat). PT B
melakukan transaksi swap beli kepada Bank C atas Pinjaman Luar
Negeri tersebut. Selanjutnya Bank C melakukan Transaksi Swap
Lindung Nilai kepada Bank Indonesia dengan underlying transaksi
berupa swap jual antara Bank C dengan PT B, dengan mekanisme
sebagai berikut:
Alternatif …
4
Alternatif 1
Pinjaman Luar Negeri USD30 juta
0
KLN 1
Swap 1
KLN 2
Swap 2
KLN 3
Swap 3
USD10 juta
KLN 1 th USD10
juta
USD10 juta
KLN 1 th USD20
juta
USD 20 juta
KLN 1 th USD30
juta
USD30 juta
Full movement
Full movement
Tahun ke-1 : Pada tanggal 3 Februari 2014 Bank C mengajukan
Kontrak Lindung Nilai dengan underlying transaksi
berupa swap jual antara Bank C dengan PT B sebesar
USD10,000,000.00 (sepuluh juta dolar Amerika Serikat)
dan akan jatuh waktu pada 5 Februari 2015 dengan
setelmen secara full movement. Nilai nominal underlying
yang dapat dinyatakan pada Kontrak Lindung Nilai
adalah sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh juta dolar
Amerika Serikat) dan jangka waktu Kontrak Lindung
Nilai adalah 1 (satu) tahun.
Tahun ke-2 : Pada bulan Januari 2015 PT B melakukan transaksi
swap beli kepada Bank C dengan underlying berupa
penarikan di tahun ke-2 atas Pinjaman Luar Negeri
yang diterima PT B sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh
juta dolar Amerika Serikat). Atas transaksi tersebut
pada tanggal 3 Februari 2015 Bank C mengajukan
Kontrak Lindung Nilai dengan underlying transaksi
berupa swap jual antara Bank C dengan PT B sebesar
USD20,000,000.00 (dua puluh juta dolar Amerika
Serikat) dan akan jatuh waktu pada 5 Februari 2016
dengan …
1
USD10 juta
2
USD10 juta
3
5
dengan setelmen secara full movement. Nilai nominal
underlying yang dinyatakan pada Kontrak Lindung Nilai
adalah sebesar USD20,000,000.00 (dua puluh juta
dolar Amerika Serikat) dan jangka waktu Kontrak
Lindung Nilai adalah 1 (satu) tahun.
Tahun ke-3 : Pada bulan Januari 2016 PT B melakukan transaksi
swap beli kepada Bank C dengan underlying berupa
penarikan di tahun ke-3 atas Pinjaman Luar Negeri
yang diterima PT B sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh
juta dolar Amerika Serikat). Atas transaksi tersebut
pada tanggal 3 Februari 2016 Bank C mengajukan
Kontrak Lindung Nilai dengan underlying transaksi
berupa swap jual antara Bank C dengan PT B sebesar
sebesar USD30,000,000.00 (tiga puluh juta Dolar
Amerika Serikat) dan akan jatuh waktu pada 6 Februari
2017 dengan setelmen secara full movement. Nilai
nominal underlying yang dinyatakan pada Kontrak
Lindung Nilai adalah sebesar USD30,000,000.00 (tiga
puluh juta dolar Amerika Serikat) dan jangka waktu
Kontrak Lindung Nilai adalah 1 (satu) tahun.
Alternatif 2
Pinjaman Luar Negeri USD30 juta
0
USD10
juta
1
USD10
juta
Roll-over
2
USD10
juta
Roll-over
Roll-over
3
KLN USD10 juta, 3 tahun
KLN USD10 juta, 2 tahun
KLN USD10 juta, 1 tahun
Tahun ke-1 : Pada tanggal 3 Februari 2014 Bank C mengajukan
Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia
dengan underlying transaksi berupa swap jual antara
Bank C dengan PT B sebesar USD10,000,000.00
(sepuluh juta dolar Amerika Serikat) dan akan jatuh
waktu …
6
waktu pada 5 Februari 2015. Nilai nominal underlying
yang dinyatakan pada Kontrak Lindung Nilai adalah
sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh juta dolar Amerika
Serikat) dan jangka waktu Kontrak Lindung Nilai adalah
3 (tiga) tahun. Bank C dapat melakukan Transaksi
Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia dengan
nilai USD10,000,000.00 (sepuluh juta dolar Amerika
Serikat) selama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang
setiap tahun sampai dengan tahun ke-3 dengan
setelmen secara netting. Pada akhir tahun ke-3
setelmen transaksi dilakukan secara full movement.
Tahun ke-2 : Pada bulan Januari 2015 PT B melakukan transaksi
swap beli kepada Bank C dengan underlying berupa
penarikan di tahun ke-2 atas Pinjaman Luar Negeri
yang diterima PT B sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh
juta dolar Amerika Serikat). Atas transaksi tersebut
pada tanggal 3 Februari 2015 Bank C melakukan
Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia
dengan underlying transaksi berupa swap jual antara
Bank C dengan PT B sebesar USD10,000,000.00
(sepuluh juta dolar Amerika Serikat) dan akan jatuh
waktu pada 5 Februari 2016. Nilai nominal underlying
yang dinyatakan pada Kontrak Lindung Nilai adalah
sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh juta dolar Amerika
Serikat) dan jangka waktu Kontrak Lindung Nilai adalah
2 (dua) tahun. Bank C dapat melakukan Transaksi
Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia dengan
nilai USD10,000,000.00 (sepuluh juta dolar Amerika
Serikat) selama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang
setiap tahun sampai dengan tahun ke-2 dengan
setelmen secara netting. Pada akhir tahun ke-2
setelmen transaksi dilakukan secara full movement.
Tahun ke-3 : Pada bulan Januari 2016 PT B melakukan transaksi
swap beli kepada Bank C dengan underlying berupa
penarikan di tahun ke-3 atas Pinjaman Luar Negeri
yang …
7
yang diterima PT B sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh
juta dolar Amerika Serikat). Atas transaksi tersebut
pada tanggal 3 Februari 2016 Bank C melakukan
Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia
dengan underlying transaksi berupa swap jual antara
Bank C dengan PT B sebesar USD10,000,000.00
(sepuluh juta dolar Amerika Serikat) dan akan jatuh
waktu pada 6 Februari 2017. Nilai nominal underlying
yang dinyatakan pada Kontrak Lindung Nilai adalah
sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh juta dolar Amerika
Serikat) dengan jangka waktu Kontrak Lindung Nilai
adalah 1 (satu) tahun. Bank C dapat melakukan
Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia
dengan nilai USD 10,000,000.00 (sepuluh juta dolar
Amerika Serikat) selama 1 (satu) tahun dengan setelmen
secara full movement.
KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER,
FILIANINGSIH HENDARTA
8
LAMPIRAN II
SURAT EDARAN BANK INDONESIA
NOMOR 16/ 2 /DPM TANGGAL 28 JANUARI 2014
PERIHAL
TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA
Contoh Pernyataan Bank Mengenai Pemenuhan Persyaratan Transaksi
Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia
Bersama ini Bank D menyatakan bahwa Transaksi Swap Lindung Nilai
kepada Bank Indonesia telah memenuhi seluruh persyaratan yang diatur
dalam ketentuan mengenai Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank
Indonesia.
KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER,
FILIANINGSIH HENDARTA
9
LAMPIRAN III
SURAT EDARAN BANK INDONESIA
NOMOR 16/ 2 /DPM TANGGAL 28 JANUARI 2014
PERIHAL
TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA
Contoh Perhitungan Setelmen Netting untuk Nilai Nominal yang Sama
pada Setiap Perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank
Indonesia
KONTRAK LINDUNG NILAI
1. Nominal Kontrak Lindung Nilai: USD20 juta.
2. Jangka waktu Kontrak Lindung Nilai: 2 tahun.
TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA
1. Jangka waktu:12 bulan.
2. Nominal: USD20 juta.
3. Tanggal transaksi: 11 Februari 2014.
4. Tanggal valuta (setelmen 1st leg swap 1): 13 Februari 2014.
5. Kurs JISDOR 11 Februari 2014: Rp12.000,00.
6. Premi swap 12 bulan: Rp900,00.
7. Tanggal valuta jatuh waktu (setelmen 2nd leg swap 1): 13 Februari 2015.
8. Kurs setelmen 2nd leg swap 1: Rp12.900,00.
PERPANJANGAN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK
INDONESIA
1. Jangka waktu perpanjangan: 12 bulan.
2. Nominal: USD20 juta.
3. Tanggal transaksi perpanjangan: 11 Februari 2015.
4. Tanggal valuta perpanjangan (setelmen 1st leg swap 2): 13 Februari
2015.
5. Kurs JISDOR 11 Februari 2015 : Rp12.500,00.
6. Premi swap 12 bulan: Rp950,00.
SETELMEN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK
INDONESIA
Perhitungan Setelmen
1. Saat Transaksi Swap jatuh waktu, perhitungan setelmen 2nd leg swap 1
pada tanggal 13 Februari 2015:
a. Bank Indonesia akan mengembalikan ke Bank: USD20 juta.
b. Bank akan mengembalikan ke Bank Indonesia: (Rp12.000,00 +
Rp900,00) x USD20 juta = Rp258 milyar.
2. Saat perpanjangan Transaksi Swap, perhitungan setelmen 1st leg swap 2
pada tanggal 13 Februari 2015:
a. Bank Indonesia akan menerima transfer dari Bank: USD20 juta.
b. Bank akan menerima dari Bank Indonesia: Rp12.500,00 x USD20 juta
= Rp250 milyar.
Setelmen Transaksi
Setelmen netting pada tanggal 13 Februari 2015:
a. Setelmen USD = USD20 juta – USD20 juta = USD0.
b. Setelmen Rp = Rp258 milyar – Rp250 milyar = Rp8 milyar.
Berdasarkan …
10
Berdasarkan hasil perhitungan setelmen secara netting, maka Bank
Indonesia akan mendebet rekening giro Rupiah Bank pada tanggal 13
Februari 2015 sebesar Rp8 milyar.
KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER,
FILIANINGSIH HENDARTA
11
LAMPIRAN IV
SURAT EDARAN BANK INDONESIA
NOMOR 16/2 /DPM TANGGAL 28 JANUARI 2014
PERIHAL
TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA
Contoh Perhitungan Setelmen Netting untuk Nilai Nominal yang Sama
pada Setiap Perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank
Indonesia
KONTRAK LINDUNG NILAI
1. Nominal Kontrak Lindung Nilai: USD20 juta.
2. Jangka waktu Kontrak Lindung Nilai: 2 tahun.
TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA
1. Jangka waktu:12 bulan.
2. Nominal: USD20 juta.
3. Tanggal transaksi: 11 Februari 2014.
4. Tanggal valuta (setelmen 1st leg swap 1): 13 Februari 2014.
5. Kurs JISDOR 11 Februari 2014 : Rp12.000,00.
6. Premi swap 12 bulan: Rp900,00.
7. Tanggal valuta jatuh waktu (setelmen 2nd leg swap 1): 13 Februari 2015.
8. Kurs setelmen 2nd leg swap 1: Rp12.900,00.
PERPANJANGAN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK
INDONESIA
1. Jangka waktu perpanjangan: 12 bulan.
2. Nominal: USD20 juta.
3. Tanggal transaksi perpanjangan: 11 Februari 2015.
4. Tanggal valuta perpanjangan (setelmen 1st leg swap 2): 13 Februari
2015.
5. Kurs JISDOR 11 Februari 2015: Rp13.000,00.
6. Premi swap 12 bulan: Rp950,00.
SETELMEN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK
INDONESIA
Perhitungan Setelmen
1. Saat Transaksi Swap jatuh waktu, perhitungan setelmen 2nd leg swap 1
pada tanggal 13 Februari 2015:
a. Bank Indonesia akan mengembalikan ke Bank: USD20 juta.
b. Bank akan mengembalikan ke Bank Indonesia: (Rp12.000,00 +
Rp900,00) x USD20 juta = Rp258 milyar.
2. Saat perpanjangan Transaksi Swap, perhitungan setelmen 1st leg swap
2 pada tanggal 13 Februari 2015:
a. Bank Indonesia akan menerima transfer dari Bank: USD20 juta.
b. Bank akan menerima dari Bank Indonesia: Rp13.000,00 x USD20
juta = Rp260 milyar.
Setelmen Transaksi
Setelmen netting pada tanggal 13 Februari 2015:
a. Setelmen USD = USD20 juta – USD20 juta = USD0.
b. Setelmen Rp = Rp258 milyar – Rp260 milyar = (Rp2 milyar).
Berdasarkan …
12
Berdasarkan hasil perhitungan setelmen secara netting, maka Bank
Indonesia akan mengkredit rekening giro Rupiah Bank pada tanggal 13
Februari 2015 sebesar Rp2 milyar.
KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER,
FILIANINGSIH HENDARTA
13
LAMPIRAN V
SURAT EDARAN BANK INDONESIA
NOMOR 16/ 2 /DPM TANGGAL
28 JANUARI 2014
PERIHAL
TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA
Contoh Perhitungan Setelmen Netting untuk Nilai Nominal yang Lebih
Kecil pada Setiap Perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada
Bank Indonesia
KONTRAK LINDUNG NILAI
1. Nominal Kontrak Lindung Nilai: USD20 juta.
2. Jangka waktu Kontrak Lindung Nilai: 2 tahun.
TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA
1. Jangka waktu:12 bulan.
2. Nominal: USD20 juta.
3. Tanggal transaksi: 11 Februari 2014.
4. Tanggal valuta (setelmen 1st leg swap 1): 13 Februari 2014.
5. Kurs JISDOR 11 Februari 2014: Rp12.000,00.
6. Premi swap 12 bulan: Rp900,00.
7. Tanggal valuta jatuh waktu (setelmen 2nd leg swap 1): 13 Februari 2015.
8. Kurs setelmen 2nd leg swap 1: Rp12.900,00.
PERPANJANGAN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK
INDONESIA
1. Jangka waktu perpanjangan: 12 bulan.
2. Nominal: USD15 juta.
3. Tanggal transaksi perpanjangan: 11 Februari 2015.
4. Tanggal valuta perpanjangan (setelmen 1st leg swap 2): 13 Februari
2015.
5. Kurs JISDOR 11 Februari 2015: Rp12.500,00.
6. Premi swap 12 bulan: Rp950,00.
SETELMEN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK
INDONESIA
Perhitungan Setelmen
1. Saat Transaksi Swap jatuh waktu, perhitungan setelmen 2nd leg swap 1
pada tanggal 13 Februari 2015:
a. Bank Indonesia akan mengembalikan ke Bank: USD20 juta.
b. Bank akan mengembalikan ke Bank Indonesia: (Rp12.000,00 +
Rp900,00) x USD20 juta = Rp258 milyar.
2. Saat perpanjangan Transaksi Swap, perhitungan setelmen 1st leg swap
2 pada tanggal 13 Februari 2015:
a. Bank Indonesia akan menerima transfer dari Bank: USD15 juta.
b. Bank akan menerima dari Bank Indonesia: Rp12.500,00 x USD15
juta = Rp187,5 milyar.
Setelmen Transaksi
Setelmen netting pada tanggal 13 Februari 2015:
a. Setelmen USD = USD20 juta – USD15 juta = USD5 juta.
b. Setelmen Rp = Rp258 milyar – Rp187,5 milyar = Rp70,5 milyar.
Berdasarkan hasil perhitungan setelmen secara netting, maka:
a. Bank …
14
a. Bank Indonesia akan mentransfer ke rekening Bank di bank
koresponden sebesar USD5 juta.
b. Bank Indonesia mendebet rekening giro Rupiah Bank sebesar Rp70,5
milyar.
KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER,
FILIANINGSIH HENDARTA
15
LAMPIRAN VI
SURAT EDARAN BANK INDONESIA
NOMOR 16/ 2 /DPM TANGGAL 28 JANUARI 2014
PERIHAL
TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA
Contoh Perhitungan Setelmen Netting untuk Nilai Nominal yang Lebih
Kecil pada Setiap Perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada
Bank Indonesia
KONTRAK LINDUNG NILAI
1. Nominal Kontrak Lindung Nilai: USD20 juta.
2. Jangka waktu Kontrak Lindung Nilai: 2 tahun.
TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA
1. Jangka waktu:12 bulan.
2. Nominal: USD20 juta.
3. Tanggal transaksi: 11 Februari 2014.
4. Tanggal valuta (setelmen 1st leg swap 1): 13 Februari 2014.
5. Kurs JISDOR 11 Februari 2014: Rp12.000,00.
6. Premi swap 12 bulan: Rp900,00.
7. Tanggal valuta jatuh waktu (setelmen 2nd leg swap 1): 13 Februari 2015.
8. Kurs setelmen 2nd leg swap 1: Rp12.900,00.
PERPANJANGAN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK
INDONESIA
1. Jangka waktu perpanjangan : 12 bulan.
2. Nominal: USD19 juta.
3. Tanggal transaksi perpanjangan: 11 Februari 2015.
4. Tanggal valuta perpanjangan (setelmen 1st leg swap 2): 13 Februari
2015.
5. Kurs JISDOR 11 Februari 2015: Rp14.000,00.
6. Premi swap 12 bulan: Rp950,00.
SETELMEN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK
INDONESIA
Perhitungan Setelmen
1. Saat Transaksi Swap jatuh waktu, perhitungan setelmen 2nd leg swap 1
pada tanggal 13 Februari 2015:
a. Bank Indonesia akan mengembalikan ke Bank: USD20 juta.
b. Bank akan mengembalikan ke Bank Indonesia: (Rp12.000,00 +
Rp900,00) x USD20 juta = Rp258 milyar.
2. Saat perpanjangan Transaksi swap, perhitungan setelmen 1st leg swap 2
pada tanggal 13 Februari 2015:
a. Bank Indonesia akan menerima transfer dari Bank: USD19 juta.
b. Bank akan menerima dari Bank Indonesia: Rp14.000,00 x USD19
juta = Rp266 milyar.
Setelmen Transaksi
Setelmen netting pada tanggal 13 Februari 2015:
a. Setelmen USD = USD20 juta – USD19 juta = USD1 juta.
b. Setelmen Rp = Rp258 milyar – Rp266 milyar = (Rp8 milyar).
Berdasarkan hasil perhitungan setelmen secara netting, maka:
a. Bank …
16
a. Bank Indonesia akan mentransfer ke rekening Bank di bank
koresponden sebesar USD1 juta.
b. Bank Indonesia mengkredit rekening giro Rupiah Bank sebesar Rp8
milyar.
KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER,
FILIANINGSIH HENDARTA
17
LAMPIRAN VII
SURAT EDARAN BANK INDONESIA
NOMOR 16/ 2 /DPM TANGGAL 28 JANUARI 2014
PERIHAL
TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA
Contoh Perhitungan Setelmen Netting untuk Nilai nominal yang sesuai
dengan nilai outstanding Pinjaman Luar Negeri Bank pada setiap
periode perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank
Indonesia
KONTRAK LINDUNG NILAI
1. Jadwal pembayaran cicilan Pinjaman Luar Negeri Bank:
USD10 juta setiap tahun selama 2 tahun.
2. Nominal Kontrak Lindung Nilai:
a. USD20 juta untuk tahun pertama.
b. USD10 juta untuk tahun kedua.
3. Jangka waktu Kontrak Lindung Nilai: 2 tahun.
TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA
1. Jangka waktu: 12 bulan.
2. Nominal: USD20 juta.
3. Tanggal transaksi: 11 Februari 2014.
4. Tanggal valuta (setelmen 1st leg swap 1): 13 Februari 2014.
5. Kurs spot 11 Februari 2014: Rp12.000,00.
6. Premi swap 12 bulan: Rp900,00.
7. Tanggal valuta jatuh waktu (setelmen 2nd leg swap 1): 13 Februari 2015.
8. Kurs setelmen 2nd leg swap 1: Rp12.900,00.
PERPANJANGAN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA
BANK INDONESIA
1. Jangka waktu perpanjangan: 12 bulan.
2. Nominal: USD10 juta.
3. Tanggal transaksi perpanjangan: 11 Februari 2015.
4. Tanggal valuta perpanjangan (setelmen 1st leg swap 2): 13 Februari
2015.
5. Kurs spot 11 Februari 2015: Rp12.500,00.
6. Premi swap 12 bulan: Rp950,00.
SETELMEN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA
BANK INDONESIA
Perhitungan Setelmen
1. Saat Transaksi Swap jatuh waktu, perhitungan setelmen 2nd leg swap 1
pada tanggal 13 Februari 2015:
a. Bank Indonesia akan mengembalikan ke Bank: USD20 juta.
b. Bank akan mengembalikan ke Bank Indonesia: (Rp12.000,00 +
Rp900,00) x USD20 juta = Rp258 milyar.
3. Saat perpanjangan Transaksi Swap, perhitungan setelmen 1st leg swap 2
pada tanggal 13 Februari 2015:
a. Bank Indonesia akan menerima transfer dari Bank: USD10 juta.
b. Bank akan menerima dari Bank Indonesia: Rp12.500,00 x USD10
juta = Rp125 milyar.
Setelmen …
18
Setelmen Transaksi
Setelmen netting pada tanggal 13 Februari 2015:
a. Setelmen USD = USD20 juta – USD10 juta = USD10 juta.
b. Setelmen Rp = Rp258 milyar – Rp125 milyar = Rp133 milyar.
Berdasarkan hasil perhitungan setelmen secara netting, maka:
a. Bank Indonesia akan mentransfer ke rekening Bank di bank
koresponden sebesar USD10 juta.
b. Bank Indonesia mendebet rekening giro Rupiah Bank sebesar Rp133 milyar.
KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER,
FILIANINGSIH HENDARTA
19
LAMPIRAN VIII
SURAT EDARAN BANK INDONESIA
NOMOR 16/ 2 /DPM TANGGAL
28 JANUARI 2014
PERIHAL
TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA
Contoh Format Deal Conversation di RMDS
Pengajuan Kontrak Lindung Nilai dan Transaksi Swap Awal
BERSAMA INI BANK XXXX MENYATAKAN BAHWA TRANSAKSI SWAP
LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA TELAH MEMENUHI SELURUH
PERSYARATAN YANG DIATUR DALAM KETENTUAN MENGENAI TRANSAKSI
SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA
KONTRAK LINDUNG NILAI
A. NAMA BANK BANK XXXX
B. JANGKA WAKTU 2 TAHUN
C. UNDERLYING KONTRAK TRANSAKSI SWAP BANK XXXX DENGAN PT
XYZ ATAS PINJAMAN LUAR NEGERI PT XYZ
D. NILAI NOMINAL USD500 JUTA
TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI
A. NAMA BANK BANK XXXX
B. KONTRAK LINDUNG NILAI 2 TAHUN UNTUK USD500 JUTA
C. TANGGAL TRANSAKSI 14 FEBRUARI 2014
D. TANGGAL VALUTA 18 FEBRUARI 2014
E. JANGKA WAKTU 12 BULAN
F. TANGGAL JATUH WAKTU 18 FEBRUARI 2015
G. NILAI NOMINAL USD100 JUTA
H. NOMOR REKENING USD FED RESERVE BK OF NY, NY AC
02108XXXXX BIC CODE FRNYUSXX
Selanjutnya Bank Indonesia akan memberikan nomor referensi Kontrak
Lindung Nilai kepada Bank
NOMOR REFERENSI XXXX14021415B-0001
Contoh Pengajuan Perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai
PERPANJANGAN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI
A. NAMA BANK BANK XXXX
B. KONTRAK …
20
B. KONTRAK LINDUNG NILAI 2 TAHUN UNTUK USD500 JUTA
C. TANGGAL TRANSAKSI 14 FEBRUARI 2014
D. TANGGAL VALUTA 18 FEBRUARI 2014
E. JANGKA WAKTU 12 BULAN
F. TANGGAL JATUH WAKTU 18 FEBRUARI 2015
G. NILAI NOMINAL USD100 JUTA
H. NOMOR REKENING USD FED RESERVE BK OF NY, NY AC
02108XXXXX BIC CODE FRNYUSXX
I. NOMOR REFERENSI XXXX14021415B-0001
KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER,
FILIANINGSIH HENDARTA
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 16/2/DPM|SE-BI/2014 </reg_id>
<reg_title> Transaksi Swap Lindung Nilai Kepada Bank Indonesia. </reg_title>
<set_date> 28 Januari 2014 </set_date>
<effective_date> 3 Februari 2014 </effective_date>
<related_reg> '15/17/PBI/2013' </related_reg>
<penalty_list> 'Huruf E', 'Huruf B Angka 4 Huruf e Angka 1) Huruf e)', 'Huruf B Angka 4 Huruf e Angka 2) Huruf g)' </penalty_list>
|
No. 4/12/DASP
Jakarta, 24 September 2002
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal :
Jadwal Kliring dan Tanggal Valuta Penyelesaian Akhir, Sistem
Penyelenggaraan Kliring Lokal serta Jenis dan Batasan
Nominal Warkat atau Data Keuangan Elektronik
Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 1/3/PBI/1999 tanggal
13 Agustus 1999 tentang Penyelenggaraan Kliring Lokal dan Penyelesaian Akhir
Transaksi Pembayaran Antar Bank atas Hasil Kliring Lokal sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/14/PBI/2000 tanggal
9 Juni 2000 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Bank Indonesia Nomor
1/3/PBI/1999 tentang Penyelenggaraan Kliring Lokal dan Penyelesaian Akhir
Transaksi Pembayaran Antar Bank atas Hasil Kliring Lokal, antara lain ditetapkan
bahwa Penyelenggaraan Kliring Lokal dan Penyelesaian Akhir diatur lebih lanjut
dalam Surat Edaran Bank Indonesia.
Sehubungan dengan telah diimplementasikannya Sistem Bank Indonesia
Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) pada Kantor Pusat Bank Indonesia dan
beberapa Kantor Bank Indonesia (KBI) serta dalam rangka lebih mengoptimalkan
upaya Bank Indonesia dalam meminimalkan timbulnya risiko-risiko sistem
pembayaran antar Bank dalam kliring, perlu dilakukan perubahan atas ketentuan
dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/10/DASP tanggal 28 Mei 2001
perihal Jadwal Kliring dan Tanggal Valuta Penyelesaian Akhir, Sistem
Penyelenggaraan…
Penyelenggaraan Kliring Lokal serta Jenis dan Batasan Nominal Warkat atau Data
Keuangan Elekronik sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 3/26/DASP tanggal 5 Desember 2001, sebagai berikut :
I. JADWAL KLIRING DAN TANGGAL VALUTA PENYELESAIAN
AKHIR
Kegiatan Kliring dapat diselenggarakan dengan memisahkan atau tidak
memisahkan Kliring Nominal Besar dengan Kliring Ritel. Berkenaan dengan
hal tersebut, jadwal Kliring dan tanggal valuta Penyelesaian Akhir diatur
sebagai berikut :
A. Pada Penyelenggaraan Kliring Lokal di Wilayah Kliring yang Tidak
Memisahkan Kliring Nominal Besar dan Kliring Ritel
1. Jadwal Kliring mencakup satu siklus kegiatan Kliring yang terdiri
dari :
a. Kliring Penyerahan;
b. Kliring Pengembalian.
2. Kegiatan Kliring sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan
pada tanggal yang sama.
3. Pengembalian Warkat atau Data Keuangan Elektronik (DKE) Debet
Kliring Penyerahan yang ditolak pembayarannya oleh Bank
Tertarik hanya dapat dilakukan pada kegiatan Kliring Pengembalian
yang merupakan satu kesatuan siklus Kliring dengan Kliring
Penyerahan yang bersangkutan.
4. Penyelesaian Akhir dilakukan sekaligus setelah kedua kegiatan
Kliring sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dilaksanakan.
Tanggal valuta Penyelesaian Akhir adalah tanggal yang
dengan
pelaksanaan
angka 1.
B. Pada…
Kliring
sebagaimana
dimaksud dalam
sama
B. Pada penyelenggaraan Kliring Lokal di Wilayah Kliring yang
Memisahkan Kliring Nominal Besar dan Kliring Ritel
1. Jadwal Kliring mencakup dua siklus kegiatan Kliring sebagai
berikut :
a. Siklus Kliring Nominal Besar, yang terdiri dari kegiatan :
1) Kliring Penyerahan Nominal Besar;
2) Kliring Pengembalian Nominal Besar.
b. Siklus Kliring Ritel, yang terdiri dari kegiatan :
1) Kliring Penyerahan Ritel;
2) Kliring Pengembalian Ritel.
2. Kegiatan Kliring sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a.1)
dan huruf a.2) dilakukan pada tanggal yang sama, sedangkan
kegiatan sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf b.1) dan huruf
b.2) dilakukan pada tanggal yang berbeda yaitu kegiatan Kliring
sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf b.2) dilakukan pada hari
kerja berikutnya setelah kegiatan Kliring sebagaimana dimaksud
pada angka 1 huruf b.1).
3. Pengembalian Warkat atau DKE Debet Kliring Penyerahan
sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a.1) dan b.1) yang
ditolak pembayarannya oleh Bank Tertarik hanya dapat dilakukan
pada kegiatan Kliring Pengembalian yang merupakan satu kesatuan
siklus Kliring dengan Kliring Penyerahan yang bersangkutan.
4. Penyelesaian Akhir dilakukan untuk masing-masing kegiatan
Kliring pada angka 1 huruf a.1), angka 1 huruf a.2), angka 1 huruf
b.1) dan angka 1 huruf b.2). Tanggal valuta Penyelesaian Akhir
masing - masing kegiatan Kliring sebagaimana dimaksud pada
angka 1 huruf a dan b sama dengan tanggal pelaksanaan masing-
masing kegiatan Kliring.
II. PEMBERITAHUAN…
II. PEMBERITAHUAN JADWAL KLIRING DAN SISTEM
PENYELENGGARAAN KLIRING LOKAL
Sesuai Penjelasan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia Nomor
1/3/PBI/1999 tanggal 13 Agustus 1999 tentang Penyelenggaraan Kliring
Lokal dan Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Antar Bank atas Hasil
Kliring Lokal sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia
Nomor 2/14/PBI/2000 tanggal 9 Juni 2000 tentang Perubahan Kedua atas
Peraturan Bank Indonesia Nomor 1/3/PBI/1999 tentang Penyelenggaraan
Kliring Lokal dan Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Antar Bank
atas Hasil Kliring Lokal, Penyelenggara menetapkan Sistem
Penyelenggaraan Kliring Lokal. Selanjutnya Sistem Penyelenggaraan Kliring
dan Jadwal kegiatan Kliring sebagaimana dimaksud pada angka I
diumumkan secara tertulis oleh masing-masing Penyelenggara dengan
mengacu pada Surat Edaran Bank Indonesia ini dan Surat Edaran Bank
Indonesia untuk masing-masing Sistem Penyelenggaraan Kliring Lokal.
III. JENIS DAN BATASAN NOMINAL WARKAT ATAU DKE
A.
Pada penyelenggaraan Kliring Lokal di Wilayah Kliring yang Tidak
Memisahkan Kliring Nominal Besar dan Kliring Ritel
1. Warkat atau DKE Kredit yang dapat dikliringkan adalah Warkat
atau DKE Kredit dengan nilai nominal di bawah
Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
2. Warkat atau DKE Debet yang dapat dikliringkan adalah Warkat
atau DKE Debet dengan nilai nominal yang tidak terbatas. Khusus
untuk Nota Debet, pelaksanaannya harus tunduk pada Surat Edaran
Bank Indonesia yang mengatur mengenai Penggunaan Nota Debet
Dalam Kliring.
B. Pada penyelenggaraan Kliring Lokal di Wilayah Kliring yang
Memisahkan Kliring Nominal Besar dan Kliring Ritel
1. Kliring Nominal Besar
Warkat atau DKE yang dapat dikliringkan hanya Warkat atau DKE
Debet…
Debet dengan nilai nominal Rp. 100.000.000,00 (seratus juta
rupiah) ke atas. Khusus untuk Nota Debet, pelaksanaannya harus
tunduk pada Surat Edaran Bank Indonesia yang mengatur mengenai
Penggunaan Nota Debet Dalam Kliring.
2. Kliring Ritel
a. Warkat atau DKE Kredit yang dapat dikliringkan adalah Warkat
atau DKE Kredit dengan nilai nominal di bawah
Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
b. Warkat atau DKE Debet yang dapat dikliringkan adalah warkat
atau DKE Debet dengan nilai nominal di bawah
Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Khusus untuk Nota
Debet, pelaksanaannya harus tunduk pada Surat Edaran Bank
Indonesia yang mengatur mengenai Penggunaan Nota Debet
Dalam Kliring.
C. Ketentuan dalam angka III huruf A dan B berlaku pula untuk
penyelenggara kliring lokal non Bank Indonesia yang berada di
wilayah kerja KBI yang telah mengimplementasikan Sistem BI-RTGS.
D. Bank yang berada di wilayah kerja KBI yang belum
mengimplementasikan Sistem BI-RTGS, tetap dapat mengkliringkan
Warkat atau DKE Kredit dengan nilai nominal Rp. 100.000.000,00-
(seratus juta rupiah) ke atas dan menyelesaikan transaksi Pasar Uang
Antar Bank (PUAB) atau Pasar Uang Antar Bank berdasarkan prinsip
Syariah (PUAS) termasuk penempatan dana antar Bank melalui
kegiatan Kliring.
IV. INFORMASI DINI HASIL KLIRING LOKAL
Bank dapat mengetahui secara dini informasi hasil Kliring Lokal pada waktu
penyediaan informasi dalam jadwal penyelenggaraan Kliring Lokal. Tata
cara penyampaian informasi diumumkan oleh Penyelenggara melalui
pengumuman sebagaimana dimaksud pada angka II.
V. PASAR…
V. PASAR UANG ANTAR BANK ATAU PASAR UANG ANTAR BANK
BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH
Seluruh pembayaran dan atau pelunasan atas transaksi PUAB atau PUAS
termasuk penempatan dana antar bank dilakukan melalui Sistem BI-RTGS,
kecuali untuk Bank yang berada di wilayah kerja KBI yang belum
mengimplementasikan Sistem BI-RTGS sebagaimana diatur dalam angka III
huruf D.
VI. PENUTUP
Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini, maka :
1. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/10/DASP tanggal 28 Mei 2001
perihal Jadwal Kliring dan Tanggal Valuta Penyelesaian Akhir, Sistem
Penyelenggaraan Kliring Lokal serta Jenis dan Batasan Nominal Warkat
atau Data Keuangan Elektronik;
2. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/26/DASP tanggal 5 Desember
2001 perihal Perubahan SE No. 3/10/DASP tanggal 28 Mei 2001 perihal
Jadwal Kliring dan Tanggal Valuta Penyelesaian Akhir, Sistem
Penyelenggaraan Kliring Lokal serta Jenis dan Batasan Nominal Warkat
atau Data Keuangan Elektronik,
dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 1 Oktober 2002.
Agar
setiap
orang
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar saudara maklum.
BANK INDONESIA,
mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
MOHAMAD ISHAK
DIREKTUR AKUNTING
DAN SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 4/12/DASP|SE-BI/2002 </reg_id>
<reg_title> Jadwal Kliring dan Tanggal Valuta Penyelesaian Akhir, Sistem Penyelenggaraan Kliring Lokal serta Jenis dan Batasan Nominal Warkat atau Data Keuangan Elektronik </reg_title>
<set_date> 24 September 2002 </set_date>
<effective_date> 1 Oktober 2002 </effective_date>
<replaced_reg> '3/26/DASP|SE-BI/2001', '3/10/DASP|SE-BI/2001' </replaced_reg>
<related_reg> '2/14/PBI/2000', '1/3/PBI/1999', '3/26/DASP|SE-BI/2001', '3/10/DASP|SE-BI/2001' </related_reg>
|
No. 16/ 2 /DPM
Jakarta, 28 Januari 2014
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
Perihal :
Transaksi Swap Lindung Nilai Kepada Bank Indonesia.
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor
15/17/PBI/2013 tentang Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank
Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 237,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5480), perlu diatur
ketentuan pelaksanaan mengenai Transaksi Swap Lindung Nilai kepada
Bank Indonesia, sebagai berikut:
A. DOKUMEN UNDERLYING TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA
BANK INDONESIA
1. Dokumen underlying milik Bank dalam Transaksi Swap Lindung
Nilai kepada Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2 ayat (3) Peraturan Bank Indonesia tentang Transaksi Swap
Lindung Nilai kepada Bank Indonesia diatur sebagai berikut:
a. Dalam hal Underlying Transaksi berupa Pinjaman Luar Negeri
Bank dalam bentuk perjanjian kredit maka dokumen
underlying berupa perjanjian kredit (loan agreement) antara
Bank dengan kreditur Bank.
b. Dalam hal Underlying Transaksi berupa Pinjaman Luar Negeri
Bank dalam bentuk penerbitan surat utang maka dokumen
underlying antara lain berupa laporan penjualan surat utang
yang dikeluarkan oleh global custody.
2. Dokumen underlying milik nasabah dalam Transaksi Swap
Lindung Nilai kepada Bank Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (4) Peraturan Bank Indonesia tentang
Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia, berupa
dokumen transaksi swap jual antara Bank dengan nasabah dalam
bentuk deal ticket atau kontrak swap.
3. Dokumen …
2
3. Dokumen underlying transaksi swap jual antara Bank dengan
nasabah diatur sebagai berikut:
a. Underlying transaksi berupa Pinjaman Luar Negeri dalam
bentuk perjanjian kredit, maka dokumen underlying transaksi
berupa perjanjian kredit (loan agreement) antara nasabah
dengan kreditur nasabah.
b. Underlying transaksi berupa Pinjaman Luar Negeri dalam
bentuk penerbitan surat utang, maka dokumen underlying
transaksi antara lain berupa laporan penjualan surat utang
yang dikeluarkan oleh global custody.
c. Underlying transaksi berupa Investasi Langsung, maka
dokumen underlying transaksi antara lain berupa dokumen
terkait dengan realisasi investasi.
d. Underlying transaksi berupa Devisa Hasil Ekspor (DHE),
maka dokumen underlying transaksi antara lain berupa
Authenticated SWIFT message (MT910) yang berisi informasi
penerimaan DHE.
e. Underlying transaksi berupa investasi pada infrastruktur
pembangunan sarana umum dan produksi, maka dokumen
underlying transaksi berupa dokumen kegiatan investasi yang
diatur sebagai berikut:
1) dalam hal pemilik proyek infrastruktur adalah
pemerintah, maka dokumen kegiatan investasi antara lain
berupa dokumen persetujuan proyek dari instansi yang
berwenang;
2) dalam hal pemilik proyek infrastruktur adalah lembaga
nonpemerintah, maka dokumen kegiatan investasi antara
lain berupa dokumen persetujuan proyek dari lembaga
pemilik proyek.
f.
Underlying transaksi berupa investasi pada surat berharga
yang diterbitkan oleh Pemerintah Republik Indonesia, maka
dokumen underlying transaksi antara lain berupa rencana
dan bukti realisasi investasi pada Surat Berharga Negara.
4. Bank bertanggung jawab atas penatausahaan kelengkapan
dokumen asli Underlying Transaksi Swap Lindung Nilai kepada
Bank …
3
Bank Indonesia dan dokumen fotokopi underlying transaksi swap
jual antara Bank dengan nasabah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12 Peraturan Bank Indonesia tentang Transaksi Swap
Lindung Nilai kepada Bank Indonesia.
5. Dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 4 diterima oleh
Bank dari nasabah paling lambat 1 (satu) bulan setelah tanggal
Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia.
B. PELAKSANAAN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK
INDONESIA
1. Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia dilakukan
melalui Transaksi Swap Beli Bank kepada Bank Indonesia dalam
Dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah, dalam rangka Lindung
Nilai yang dilakukan antara Bank dengan Bank Indonesia.
2. Jenis valuta asing dalam Transaksi Swap Lindung Nilai kepada
Bank Indonesia adalah Dolar Amerika Serikat.
3. Kurs spot Dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah yang digunakan
dalam Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia
adalah kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) pada
tanggal transaksi.
4. Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia dilakukan
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Pengumuman dan pelaksanaan Transaksi Swap Lindung Nilai
kepada Bank Indonesia
1) Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia
dilakukan pada setiap hari kerja.
2) Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia
dapat memiliki jangka waktu 3 (tiga) bulan, 6 (enam)
bulan, atau 12 (dua belas) bulan, yang dihitung sejak 1
(satu) hari setelah tanggal setelmen sampai dengan
tanggal jatuh waktu.
3) Bank Indonesia mengumumkan Transaksi Swap Lindung
Nilai kepada Bank Indonesia paling lambat 1 (satu) jam
sebelum window time transaksi dibuka melalui sistem
Laporan …
4
Laporan Harian Bank Umum (LHBU) atau sarana
informasi lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
4) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada angka 3)
paling kurang meliputi:
a) jangka waktu swap;
b) premi swap;
c)
tanggal transaksi;
d) window time transaksi;
e) tanggal setelmen (tanggal valuta); dan
f)
kurs JISDOR.
5) Bank dapat melakukan Transaksi Swap Lindung Nilai
kepada Bank Indonesia mulai pukul 14.00 WIB sampai
dengan pukul 16.00 WIB, atau waktu lain yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
b. Pengajuan Kontrak Lindung Nilai
1) Pengajuan Kontrak Lindung Nilai dilakukan oleh Bank
bersamaan dengan pengajuan Transaksi Swap Lindung
Nilai kepada Bank Indonesia melalui Reuters Monitoring
Dealing System (RMDS) atau sarana komunikasi lain yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
2) Kontrak Lindung Nilai sebagaimana dimaksud dalam
angka 1) berlaku efektif pada tanggal valuta.
3) Kontrak Lindung Nilai sebagaimana dimaksud dalam
angka 1) meliputi informasi:
a) nama Bank;
b) jangka waktu Kontrak Lindung Nilai;
c) Underlying Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam butir A.1 dan
butir A.3 huruf a sampai huruf f; dan
d) nilai nominal underlying yang dicantumkan dalam
Kontrak Lindung Nilai.
Contoh Kontrak Lindung Nilai untuk transaksi swap atas
underlying milik nasabah Bank adalah sebagai berikut:
Nama Bank
: Bank A
Jangka Waktu : 2 tahun
Underlying …
5
Underlying
: Kontrak transaksi swap Bank A
dengan PT X atas Pinjaman Luar
Negeri PT X
Nilai Nominal : USD500 juta
Contoh Kontrak Lindung Nilai untuk transaksi swap atas
underlying milik Bank adalah sebagai berikut:
Nama Bank
: Bank A
Jangka Waktu : 2 tahun
Underlying
: Kontrak Pinjaman Luar Negeri Bank
Nilai Nominal : USD500 juta
Contoh nilai nominal underlying yang dinyatakan dalam
Kontrak Lindung Nilai tercantum pada Lampiran I.
c. Pengajuan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank
Indonesia
1) Bank mengajukan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada
Bank Indonesia secara langsung tanpa melalui lembaga
perantara.
2) Pengajuan transaksi sebagaimana dimaksud pada angka
1) dilakukan melalui RMDS atau sarana komunikasi lain
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
3) Pengajuan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank
Indonesia paling kurang meliputi informasi:
a) nama Bank;
b) jangka waktu dan nominal Underlying Transaksi yang
tercantum pada Kontrak Lindung Nilai;
c) tanggal transaksi;
d) tanggal valuta;
e) jangka waktu Transaksi Swap Lindung Nilai kepada
Bank Indonesia;
f) tanggal jatuh waktu;
g) nilai nominal; dan
h) nomor rekening Bank di bank koresponden.
4) Setiap pengajuan Kontrak Lindung Nilai, sebagaimana
dimaksud dalam butir 4.b disertai juga dengan informasi
yang berisi pernyataan Bank bahwa seluruh persyaratan
Transaksi …
6
Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia
telah dipenuhi.
Contoh pernyataan Bank mengenai pemenuhan
persyaratan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank
Indonesia tercantum pada Lampiran II.
5) Setelah diterimanya pengajuan Kontrak Lindung Nilai
sebagaimana dimaksud dalam butir b.3) dan pengajuan
Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam angka 3), Bank Indonesia
akan memberikan nomor referensi kepada Bank untuk
setiap Kontrak Lindung Nilai.
6) Pengajuan nominal Transaksi Swap Lindung Nilai kepada
Bank Indonesia paling kurang sebesar USD10,000,000.00
(sepuluh juta dolar Amerika Serikat) dan selanjutnya
dengan kelipatan sebesar USD1,000,000.00 (satu juta
dolar Amerika Serikat).
7) Dalam hal terjadi koreksi atas pengajuan transaksi, Bank
hanya dapat mengajukan 1 (satu) kali koreksi untuk
setiap Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank
Indonesia yang diajukan dalam window time Transaksi
Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia.
8) Dalam hal dilakukan koreksi atas nilai nominal
sebagaimana dimaksud dalam angka 7), nilai nominal
dimaksud harus memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam angka 6).
9) Bank bertanggung jawab atas kebenaran data Transaksi
Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia yang
disampaikan kepada Bank Indonesia.
10) Pengajuan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank
Indonesia yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia
tidak dapat dibatalkan oleh Bank.
11) Kontrak Lindung Nilai berakhir apabila Transaksi Swap
Lindung Nilai kepada Bank Indonesia telah berakhir dan
tidak dilakukan perpanjangan oleh Bank.
12) Bank …
7
12) Bank Indonesia dapat menolak pengajuan Kontrak
Lindung Nilai dan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada
Bank Indonesia.
d. Konfirmasi atas Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank
Indonesia
Bank Indonesia meminta Bank untuk melakukan konfirmasi
atas pengajuan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank
Indonesia yang dilakukan oleh Bank melalui RMDS atau
sarana lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yang
meliputi:
1) nominal transaksi;
2) jangka waktu transaksi;
3) tanggal valuta dan tanggal jatuh waktu;
4) kurs JISDOR;
5) kurs forward;
6) premi swap;
7) nomor rekening Bank di bank koresponden; dan
8) nomor rekening giro Bank di Bank Indonesia.
e. Setelmen Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank
Indonesia
1) Setelmen first leg
a) Bank Indonesia melakukan setelmen first leg paling
lambat 2 (dua) hari kerja setelah tanggal Transaksi
Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia, dengan
mengkredit rekening giro Rupiah Bank sebesar nilai
setelmen first leg.
b) Nilai setelmen first leg dihitung sebesar nilai nominal
Dolar Amerika Serikat yang diajukan dikalikan
dengan kurs JISDOR.
c) Bank wajib menyelesaikan transfer dana Dolar
Amerika Serikat ke rekening Bank Indonesia di bank
koresponden pada tanggal valuta (tanggal setelmen),
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2)
Peraturan Bank Indonesia tentang Transaksi Swap
Lindung Nilai kepada Bank Indonesia.
d) Dalam …
8
d) Dalam hal pada tanggal setelmen first leg, Bank tidak
melakukan transfer dana Dolar Amerika Serikat
sebesar nilai transaksi yang diajukan, maka Bank
wajib menyelesaikan transfer dana Dolar Amerika
Serikat sebesar nilai transaksi yang diajukan pada
hari kerja berikutnya.
e) Atas keterlambatan penyelesaian kewajiban setelmen
sebagaimana dimaksud dalam huruf d), Bank
dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 15
ayat (2) huruf a dan huruf b angka 1 Peraturan Bank
Indonesia tentang Transaksi Swap Lindung Nilai
kepada Bank Indonesia.
2) Setelmen second leg
a) Pada tanggal Transaksi Swap Lindung Nilai kepada
Bank Indonesia jatuh waktu (second leg), Bank
Indonesia melakukan transfer dana Dolar Amerika
Serikat ke rekening Bank di bank koresponden
sebesar nilai nominal Dolar Amerika Serikat pada
setelmen first leg.
b) Bank Indonesia mendebet rekening giro Rupiah Bank
sebesar nilai nominal Dolar Amerika Serikat pada
setelmen first leg dikalikan kurs setelmen second leg.
c) Kurs setelmen second leg adalah kurs JISDOR saat
tanggal transaksi ditambah premi swap yang
dibayarkan Bank kepada Bank Indonesia.
d) Bank wajib menyediakan dana Rupiah pada tanggal
valuta (tanggal setelmen second leg) di rekening giro
Rupiah Bank pada Bank Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) Peraturan Bank
Indonesia tentang Transaksi Swap Lindung Nilai
kepada Bank Indonesia.
e) Dalam hal pada tanggal setelmen second leg, Bank
tidak memiliki dana Rupiah yang cukup untuk
memenuhi kewajiban setelmen
sebagaimana
dimaksud dalam huruf d), maka Bank wajib
menyediakan …
9
menyediakan dana Rupiah yang cukup untuk
memenuhi kewajiban setelmen pada hari kerja
berikutnya.
f) Pembayaran nominal Transaksi Swap Lindung Nilai
kepada Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
huruf d) dilakukan melalui pendebetan Rekening giro
Rupiah Bank di Bank Indonesia.
g) Atas keterlambatan penyelesaian kewajiban setelmen
sebagaimana dimaksud dalam huruf e), Bank
dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 15
ayat (2) huruf a dan huruf b angka 2 Peraturan Bank
Indonesia tentang Transaksi Swap Lindung Nilai
kepada Bank Indonesia.
3) Dalam hal setelah terjadinya Transaksi Swap Lindung
Nilai kepada Bank Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam angka 1) dan angka 2), tanggal setelmen first leg
atau tanggal setelmen second leg ditetapkan sebagai hari
libur oleh pemerintah, pelaksanaan setelmen dilakukan
pada hari kerja berikutnya.
C. PERPANJANGAN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK
INDONESIA
1. Bank dapat mengajukan perpanjangan Transaksi Swap Lindung
Nilai kepada Bank Indonesia.
2. Bank Indonesia menerima perpanjangan Transaksi Swap Lindung
Nilai kepada Bank Indonesia yang diajukan oleh Bank.
3. Jangka waktu perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada
Bank Indonesia adalah 3 (tiga) bulan, 6 (enam) bulan, atau 12
(dua belas) bulan.
4. Bank yang akan mengajukan perpanjangan Transaksi Swap
Lindung Nilai kepada Bank Indonesia diatur sebagai berikut:
a. Bank harus memiliki Peringkat Komposit sebagaimana diatur
dalam Pasal 3 Peraturan Bank Indonesia tentang Transaksi
Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia.
b. Bank …
10
b. Bank wajib memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam
Pasal 6 ayat (4) Peraturan Bank Indonesia tentang Transaksi
Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia.
5. Bank yang akan mengajukan perpanjangan Transaksi Swap
Lindung Nilai kepada Bank Indonesia melakukan transaksi
perpanjangan paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum Transaksi
Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia jatuh waktu.
6. Bank yang mengajukan perpanjangan Transaksi Swap Lindung
Nilai kepada Bank Indonesia melakukan prosedur yang sama
dengan pengajuan pada awal Transaksi Swap Lindung Nilai
kepada Bank Indonesia sebagaimana diatur dalam butir B.4.c.
angka 1) sampai dengan angka 3), dan angka 6) sampai dengan
angka 10).
7. Bank yang mengajukan perpanjangan Transaksi Swap Lindung
Nilai kepada Bank Indonesia harus menginformasikan nomor
referensi Kontrak Lindung Nilai sebagaimana dimaksud dalam
butir B.4.c.5).
8. Setelmen perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada
Bank Indonesia dapat dilakukan secara netting.
9. Bank Indonesia meminta Bank untuk melakukan konfirmasi atas
pengajuan perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada
Bank Indonesia melalui RMDS atau sarana lain yang ditetapkan
oleh Bank Indonesia yang meliputi:
a. nominal transaksi;
b. jangka waktu transaksi;
c. tanggal valuta dan tanggal jatuh waktu;
d. kurs JISDOR;
e. kurs forward;
f. premi swap;
g. nilai nominal netting baik dalam Dolar Amerika Serikat maupun
dalam Rupiah;
h. nomor rekening Bank di bank koresponden; dan
i. nomor rekening giro Bank di Bank Indonesia.
10. Setelmen secara netting untuk perpanjangan Transaksi Swap
Lindung Nilai kepada Bank Indonesia meliputi:
a. netting …
11
a. netting untuk nilai nominal yang sama pada setiap
perpanjangan;
b. netting untuk nilai nominal yang lebih kecil pada setiap
perpanjangan; atau
c. netting untuk nilai nominal yang sesuai dengan nilai
outstanding Pinjaman Luar Negeri Bank pada setiap periode
perpanjangan.
11. Setelmen netting untuk nilai nominal yang sama pada setiap
perpanjangan sebagaimana dimaksud dalam butir 10.a dilakukan
dengan mekanisme sebagai berikut:
a. Nilai setelmen netting untuk nominal Rupiah dihitung sebagai
berikut:
(
)
b. Dalam hal perhitungan dalam huruf a menghasilkan selisih
negatif, maka Bank Indonesia akan mengkredit rekening giro
Rupiah Bank sebesar hasil perhitungan dalam huruf a.
c. Dalam hal perhitungan dalam huruf a menghasilkan selisih
positif, maka Bank Indonesia akan mendebet rekening giro
Rupiah Bank sebesar hasil perhitungan dalam huruf a.
Contoh perhitungan setelmen netting untuk nilai nominal yang
sama tercantum pada Lampiran III dan Lampiran IV.
12. Setelmen netting untuk nilai nominal yang lebih kecil pada setiap
perpanjangan sebagaimana dimaksud dalam butir 10.b dilakukan
dengan mekanisme sebagai berikut:
a. Nilai setelmen netting untuk Dolar Amerika Serikat dihitung
sebagai berikut:
b. Bank Indonesia melakukan transfer dana Dolar Amerika
Serikat ke rekening Bank di bank koresponden sebesar nilai
setelmen netting dalam huruf a.
c. Nilai setelmen netting untuk Rupiah dihitung sebagai berikut:
(
(
)
)
d. Dalam …
12
d. Dalam hal perhitungan dalam huruf c menghasilkan selisih
positif, maka Bank Indonesia akan mendebet rekening giro
Rupiah Bank sebesar hasil perhitungan dalam huruf c.
e. Dalam hal perhitungan dalam huruf c menghasilkan selisih
negatif, maka Bank Indonesia akan mengkredit rekening giro
Rupiah Bank sebesar hasil perhitungan dalam huruf c.
Contoh perhitungan setelmen netting untuk nilai nominal yang
lebih kecil pada setiap perpanjangan adalah sebagaimana
tercantum pada Lampiran V dan Lampiran VI.
13. Setelmen netting untuk nilai nominal yang sesuai dengan nilai
outstanding Pinjaman Luar Negeri Bank pada setiap periode
perpanjangan sebagaimana dimaksud dalam butir 10.c dilakukan
dengan mekanisme sebagai berikut:
a. Dalam hal
Pinjaman Luar Negeri Bank dalam bentuk
perjanjian kredit, maka nilai perpanjangan Transaksi Swap
Lindung Nilai kepada Bank Indonesia disesuaikan dengan nilai
outstanding Pinjaman Luar Negeri Bank yang telah berubah
sesuai dengan jadwal pembayaran cicilan Pinjaman Luar
Negeri Bank kepada kreditur.
b. Dalam hal Pinjaman Luar Negeri Bank dalam bentuk
penerbitan surat utang, maka nilai perpanjangan Transaksi
Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia disesuaikan
dengan nilai outstanding surat utang yang diterbitkan Bank.
c. Mekanisme perhitungan setelmen netting untuk nilai nominal
yang sesuai dengan nilai outstanding Pinjaman Luar Negeri
Bank pada setiap periode perpanjangan, mengacu pada
mekanisme perhitungan setelmen netting untuk nilai nominal
yang lebih kecil pada setiap perpanjangan sebagaimana
dimaksud dalam angka 12.
Contoh perhitungan setelmen netting untuk nilai nominal yang
sesuai dengan nilai outstanding Pinjaman Luar Negeri Bank pada
setiap periode perpanjangan tercantum pada Lampiran VII.
Contoh format deal conversation di RMDS terkait pengajuan Kontrak
Lindung Nilai, Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia,
dan …
13
dan perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank
Indonesia tercantum pada Lampiran VIII.
D. PENIADAAN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK
INDONESIA
1. Bank Indonesia dapat meniadakan Transaksi Swap Lindung Nilai
kepada Bank Indonesia, kecuali dalam rangka perpanjangan
Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia.
2. Pengumuman peniadaan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada
Bank Indonesia, akan diumumkan Bank Indonesia paling lambat
3 (tiga) hari kerja sebelum tanggal peniadaan Transaksi Swap
Lindung Nilai kepada Bank Indonesia melalui sistem LHBU atau
sarana informasi lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
E. TATA CARA PENGENAAN SANKSI
Dalam hal Bank dikenakan sanksi atas pelanggaran setiap Transaksi
Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia dan/atau pelanggaran atas
kewajiban setelmen Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 Peraturan Bank
Indonesia tentang Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank
Indonesia, mekanisme pengenaan sanksi diatur sebagai berikut:
1. Bank Indonesia mengenakan sanksi berupa teguran tertulis
dengan tembusan kepada Otoritas Jasa Keuangan.
2. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 15 ayat (1) huruf b dan Pasal 15 ayat (2) huruf b
Peraturan Bank Indonesia tentang Transaksi Swap Lindung Nilai
kepada Bank Indonesia dilakukan dengan mendebet rekening giro
Rupiah atau rekening giro valuta asing Bank yang ada di Bank
Indonesia.
F. LAIN-LAIN
Lampiran I sampai dengan Lampiran VIII merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
Surat …
14
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 3
Februari 2014 3 Februa
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
FILIANINGSIH HENDARTA
KEPALA DEPARTEMEN
PENGELOLAAN MONETER
LAMPIRAN I
SURAT EDARAN BANK INDONESIA
NOMOR 16/2 /DPM TANGGAL 28 JANUARI 2014
PERIHAL
TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA
Contoh Nilai Nominal Underlying yang Dinyatakan dalam Kontrak
Lindung Nilai
1. Kontrak Lindung Nilai dengan Underlying berupa Pinjaman Luar
Negeri dengan Penarikan Pinjaman Secara Langsung
0
USD10 juta
1
2
3
USD10 juta USD10 juta
Bank yang memiliki Pinjaman Luar Negeri sebesar USD10,000,000.00
(sepuluh juta dolar Amerika Serikat) dengan jangka waktu 3 (tiga) tahun
akan mengajukan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia
sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh juta dolar Amerika Serikat) dan
akan melakukan perpanjangan setiap tahun dengan nilai nominal
sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh juta dolar Amerika Serikat) pada
setiap perpanjangan, maka underlying yang dicantumkan dalam Kontrak
Lindung Nilai adalah sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh juta dolar
Amerika Serikat) dengan jangka waktu Kontrak Lindung Nilai selama 3
(tiga) tahun.
2. Kontrak Lindung Nilai dengan Underlying berupa Pinjaman Luar
Negeri Milik Bank dengan Penarikan Secara Bertahap
Pinjaman Luar Negeri USD30 juta
Penarikan
KLN 1
Swap 1
KLN 2
Swap 2
KLN 3
Swap 3
0
USD10 juta
KLN 1 th USD10
USD 10juta
KLN 1 th USD20 juta
USD 20juta
KLN 1 th USD30 juta
USD30 juta
Full movement
Full movement
1
USD10 juta
2
USD10 juta
3
Berdasarkan …
2
Berdasarkan skenario di atas, Bank A memiliki Pinjaman Luar Negeri
senilai USD30,000,000.00 (tiga puluh juta dolar Amerika Serikat) dari
kreditur X di luar negeri dengan jangka waktu 3 (tiga) tahun. Penarikan
pinjaman tersebut dilakukan setiap tahun dengan masing-masing
nominal penarikan sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh juta dolar
Amerika Serikat). Bank A melakukan Transaksi Swap Lindung Nilai
kepada Bank Indonesia atas Pinjaman Luar Negeri tersebut dengan
mekanisme sebagai berikut:
Tahun ke-1 : Pada tanggal 3 Februari 2014 Bank A mengajukan
Kontrak Lindung Nilai dengan underlying transaksi
berupa Pinjaman Luar Negeri yang diterima dari
kreditur X sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh juta
dolar Amerika Serikat) dan akan jatuh waktu pada 5
Februari 2015 dengan setelmen secara full movement.
Nilai nominal underlying yang dapat dinyatakan pada
Kontrak Lindung Nilai
adalah sebesar
USD10,000,000.00 (sepuluh juta dolar Amerika Serikat)
dan jangka waktu Kontrak Lindung Nilai adalah 1 (satu)
tahun.
Tahun ke-2 : Pada bulan Januari 2015 Bank A melakukan penarikan
di tahun ke-2 atas Pinjaman Luar Negeri yang diterima
dari kreditur X sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh
juta dolar Amerika Serikat). Atas pinjaman tersebut
Bank A mengajukan Kontrak Lindung Nilai pada tanggal
3 Februari 2015 dengan underlying transaksi berupa
Pinjaman Luar Negeri yang diterima dari kreditur X
sebesar USD20,000,000.00 (dua puluh juta dolar
Amerika Serikat) dan akan jatuh waktu pada 5 Februari
2016 dengan setelmen secara full movement. Nilai
nominal underlying yang dapat dinyatakan pada
Kontrak Lindung Nilai
adalah sebesar
USD20,000,000.00 (dua puluh juta dolar Amerika
Serikat) dan jangka waktu Kontrak Lindung Nilai adalah
1 (satu) tahun.
Tahun ke-3 : Pada bulan Januari 2016 Bank A melakukan penarikan
di …
3
di tahun ke-3 atas Pinjaman Luar Negeri yang diterima
dari kreditur X sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh
juta dolar Amerika Serikat). Atas pinjaman tersebut
Bank A mengajukan Kontrak Lindung Nilai pada tanggal
3 Februari 2016 dengan underlying transaksi berupa
Pinjaman Luar Negeri yang diterima dari kreditur X
sebesar USD30,000,000.00 (tiga puluh juta dolar
Amerika Serikat) dan akan jatuh waktu pada 6 Februari
2017 dengan setelmen secara full movement. Nilai
nominal underlying yang dapat dinyatakan pada
Kontrak Lindung Nilai adalah sebesar
USD30,000,000.00 (tiga puluh juta dolar Amerika
Serikat) dan jangka waktu Kontrak Lindung Nilai adalah
1 (satu) tahun.
3. Kontrak Lindung Nilai dengan Underlying berupa Transaksi Swap
Bank dengan Nasabah atas Pinjaman Luar Negeri Milik Nasabah yang
Penarikannya Dilakukan Secara Bertahap
PT B memiliki Pinjaman Luar Negeri senilai USD30,000,000.00 (tiga
puluh juta dolar Amerika Serikat) dari kreditur Y di luar negeri dengan
jangka waktu 3 (tiga) tahun. Penarikan pinjaman tersebut dapat
dilakukan setiap tahun dengan masing-masing nominal penarikan
sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh juta dolar Amerika Serikat). PT B
melakukan transaksi swap beli kepada Bank C atas Pinjaman Luar
Negeri tersebut. Selanjutnya Bank C melakukan Transaksi Swap
Lindung Nilai kepada Bank Indonesia dengan underlying transaksi
berupa swap jual antara Bank C dengan PT B, dengan mekanisme
sebagai berikut:
Alternatif …
4
Alternatif 1
Pinjaman Luar Negeri USD30 juta
0
KLN 1
Swap 1
KLN 2
Swap 2
KLN 3
Swap 3
USD10 juta
KLN 1 th USD10
juta
USD10 juta
KLN 1 th USD20
juta
USD 20 juta
KLN 1 th USD30
juta
USD30 juta
Full movement
Full movement
Tahun ke-1 : Pada tanggal 3 Februari 2014 Bank C mengajukan
Kontrak Lindung Nilai dengan underlying transaksi
berupa swap jual antara Bank C dengan PT B sebesar
USD10,000,000.00 (sepuluh juta dolar Amerika Serikat)
dan akan jatuh waktu pada 5 Februari 2015 dengan
setelmen secara full movement. Nilai nominal underlying
yang dapat dinyatakan pada Kontrak Lindung Nilai
adalah sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh juta dolar
Amerika Serikat) dan jangka waktu Kontrak Lindung
Nilai adalah 1 (satu) tahun.
Tahun ke-2 : Pada bulan Januari 2015 PT B melakukan transaksi
swap beli kepada Bank C dengan underlying berupa
penarikan di tahun ke-2 atas Pinjaman Luar Negeri
yang diterima PT B sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh
juta dolar Amerika Serikat). Atas transaksi tersebut
pada tanggal 3 Februari 2015 Bank C mengajukan
Kontrak Lindung Nilai dengan underlying transaksi
berupa swap jual antara Bank C dengan PT B sebesar
USD20,000,000.00 (dua puluh juta dolar Amerika
Serikat) dan akan jatuh waktu pada 5 Februari 2016
dengan …
1
USD10 juta
2
USD10 juta
3
5
dengan setelmen secara full movement. Nilai nominal
underlying yang dinyatakan pada Kontrak Lindung Nilai
adalah sebesar USD20,000,000.00 (dua puluh juta
dolar Amerika Serikat) dan jangka waktu Kontrak
Lindung Nilai adalah 1 (satu) tahun.
Tahun ke-3 : Pada bulan Januari 2016 PT B melakukan transaksi
swap beli kepada Bank C dengan underlying berupa
penarikan di tahun ke-3 atas Pinjaman Luar Negeri
yang diterima PT B sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh
juta dolar Amerika Serikat). Atas transaksi tersebut
pada tanggal 3 Februari 2016 Bank C mengajukan
Kontrak Lindung Nilai dengan underlying transaksi
berupa swap jual antara Bank C dengan PT B sebesar
sebesar USD30,000,000.00 (tiga puluh juta Dolar
Amerika Serikat) dan akan jatuh waktu pada 6 Februari
2017 dengan setelmen secara full movement. Nilai
nominal underlying yang dinyatakan pada Kontrak
Lindung Nilai adalah sebesar USD30,000,000.00 (tiga
puluh juta dolar Amerika Serikat) dan jangka waktu
Kontrak Lindung Nilai adalah 1 (satu) tahun.
Alternatif 2
Pinjaman Luar Negeri USD30 juta
0
USD10
juta
1
USD10
juta
Roll-over
2
USD10
juta
Roll-over
Roll-over
3
KLN USD10 juta, 3 tahun
KLN USD10 juta, 2 tahun
KLN USD10 juta, 1 tahun
Tahun ke-1 : Pada tanggal 3 Februari 2014 Bank C mengajukan
Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia
dengan underlying transaksi berupa swap jual antara
Bank C dengan PT B sebesar USD10,000,000.00
(sepuluh juta dolar Amerika Serikat) dan akan jatuh
waktu …
6
waktu pada 5 Februari 2015. Nilai nominal underlying
yang dinyatakan pada Kontrak Lindung Nilai adalah
sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh juta dolar Amerika
Serikat) dan jangka waktu Kontrak Lindung Nilai adalah
3 (tiga) tahun. Bank C dapat melakukan Transaksi
Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia dengan
nilai USD10,000,000.00 (sepuluh juta dolar Amerika
Serikat) selama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang
setiap tahun sampai dengan tahun ke-3 dengan
setelmen secara netting. Pada akhir tahun ke-3
setelmen transaksi dilakukan secara full movement.
Tahun ke-2 : Pada bulan Januari 2015 PT B melakukan transaksi
swap beli kepada Bank C dengan underlying berupa
penarikan di tahun ke-2 atas Pinjaman Luar Negeri
yang diterima PT B sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh
juta dolar Amerika Serikat). Atas transaksi tersebut
pada tanggal 3 Februari 2015 Bank C melakukan
Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia
dengan underlying transaksi berupa swap jual antara
Bank C dengan PT B sebesar USD10,000,000.00
(sepuluh juta dolar Amerika Serikat) dan akan jatuh
waktu pada 5 Februari 2016. Nilai nominal underlying
yang dinyatakan pada Kontrak Lindung Nilai adalah
sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh juta dolar Amerika
Serikat) dan jangka waktu Kontrak Lindung Nilai adalah
2 (dua) tahun. Bank C dapat melakukan Transaksi
Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia dengan
nilai USD10,000,000.00 (sepuluh juta dolar Amerika
Serikat) selama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang
setiap tahun sampai dengan tahun ke-2 dengan
setelmen secara netting. Pada akhir tahun ke-2
setelmen transaksi dilakukan secara full movement.
Tahun ke-3 : Pada bulan Januari 2016 PT B melakukan transaksi
swap beli kepada Bank C dengan underlying berupa
penarikan di tahun ke-3 atas Pinjaman Luar Negeri
yang …
7
yang diterima PT B sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh
juta dolar Amerika Serikat). Atas transaksi tersebut
pada tanggal 3 Februari 2016 Bank C melakukan
Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia
dengan underlying transaksi berupa swap jual antara
Bank C dengan PT B sebesar USD10,000,000.00
(sepuluh juta dolar Amerika Serikat) dan akan jatuh
waktu pada 6 Februari 2017. Nilai nominal underlying
yang dinyatakan pada Kontrak Lindung Nilai adalah
sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh juta dolar Amerika
Serikat) dengan jangka waktu Kontrak Lindung Nilai
adalah 1 (satu) tahun. Bank C dapat melakukan
Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia
dengan nilai USD 10,000,000.00 (sepuluh juta dolar
Amerika Serikat) selama 1 (satu) tahun dengan setelmen
secara full movement.
KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER,
FILIANINGSIH HENDARTA
8
LAMPIRAN II
SURAT EDARAN BANK INDONESIA
NOMOR 16/ 2 /DPM TANGGAL 28 JANUARI 2014
PERIHAL
TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA
Contoh Pernyataan Bank Mengenai Pemenuhan Persyaratan Transaksi
Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia
Bersama ini Bank D menyatakan bahwa Transaksi Swap Lindung Nilai
kepada Bank Indonesia telah memenuhi seluruh persyaratan yang diatur
dalam ketentuan mengenai Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank
Indonesia.
KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER,
FILIANINGSIH HENDARTA
9
LAMPIRAN III
SURAT EDARAN BANK INDONESIA
NOMOR 16/ 2 /DPM TANGGAL 28 JANUARI 2014
PERIHAL
TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA
Contoh Perhitungan Setelmen Netting untuk Nilai Nominal yang Sama
pada Setiap Perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank
Indonesia
KONTRAK LINDUNG NILAI
1. Nominal Kontrak Lindung Nilai: USD20 juta.
2. Jangka waktu Kontrak Lindung Nilai: 2 tahun.
TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA
1. Jangka waktu:12 bulan.
2. Nominal: USD20 juta.
3. Tanggal transaksi: 11 Februari 2014.
4. Tanggal valuta (setelmen 1st leg swap 1): 13 Februari 2014.
5. Kurs JISDOR 11 Februari 2014: Rp12.000,00.
6. Premi swap 12 bulan: Rp900,00.
7. Tanggal valuta jatuh waktu (setelmen 2nd leg swap 1): 13 Februari 2015.
8. Kurs setelmen 2nd leg swap 1: Rp12.900,00.
PERPANJANGAN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK
INDONESIA
1. Jangka waktu perpanjangan: 12 bulan.
2. Nominal: USD20 juta.
3. Tanggal transaksi perpanjangan: 11 Februari 2015.
4. Tanggal valuta perpanjangan (setelmen 1st leg swap 2): 13 Februari
2015.
5. Kurs JISDOR 11 Februari 2015 : Rp12.500,00.
6. Premi swap 12 bulan: Rp950,00.
SETELMEN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK
INDONESIA
Perhitungan Setelmen
1. Saat Transaksi Swap jatuh waktu, perhitungan setelmen 2nd leg swap 1
pada tanggal 13 Februari 2015:
a. Bank Indonesia akan mengembalikan ke Bank: USD20 juta.
b. Bank akan mengembalikan ke Bank Indonesia: (Rp12.000,00 +
Rp900,00) x USD20 juta = Rp258 milyar.
2. Saat perpanjangan Transaksi Swap, perhitungan setelmen 1st leg swap 2
pada tanggal 13 Februari 2015:
a. Bank Indonesia akan menerima transfer dari Bank: USD20 juta.
b. Bank akan menerima dari Bank Indonesia: Rp12.500,00 x USD20 juta
= Rp250 milyar.
Setelmen Transaksi
Setelmen netting pada tanggal 13 Februari 2015:
a. Setelmen USD = USD20 juta – USD20 juta = USD0.
b. Setelmen Rp = Rp258 milyar – Rp250 milyar = Rp8 milyar.
Berdasarkan …
10
Berdasarkan hasil perhitungan setelmen secara netting, maka Bank
Indonesia akan mendebet rekening giro Rupiah Bank pada tanggal 13
Februari 2015 sebesar Rp8 milyar.
KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER,
FILIANINGSIH HENDARTA
11
LAMPIRAN IV
SURAT EDARAN BANK INDONESIA
NOMOR 16/2 /DPM TANGGAL 28 JANUARI 2014
PERIHAL
TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA
Contoh Perhitungan Setelmen Netting untuk Nilai Nominal yang Sama
pada Setiap Perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank
Indonesia
KONTRAK LINDUNG NILAI
1. Nominal Kontrak Lindung Nilai: USD20 juta.
2. Jangka waktu Kontrak Lindung Nilai: 2 tahun.
TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA
1. Jangka waktu:12 bulan.
2. Nominal: USD20 juta.
3. Tanggal transaksi: 11 Februari 2014.
4. Tanggal valuta (setelmen 1st leg swap 1): 13 Februari 2014.
5. Kurs JISDOR 11 Februari 2014 : Rp12.000,00.
6. Premi swap 12 bulan: Rp900,00.
7. Tanggal valuta jatuh waktu (setelmen 2nd leg swap 1): 13 Februari 2015.
8. Kurs setelmen 2nd leg swap 1: Rp12.900,00.
PERPANJANGAN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK
INDONESIA
1. Jangka waktu perpanjangan: 12 bulan.
2. Nominal: USD20 juta.
3. Tanggal transaksi perpanjangan: 11 Februari 2015.
4. Tanggal valuta perpanjangan (setelmen 1st leg swap 2): 13 Februari
2015.
5. Kurs JISDOR 11 Februari 2015: Rp13.000,00.
6. Premi swap 12 bulan: Rp950,00.
SETELMEN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK
INDONESIA
Perhitungan Setelmen
1. Saat Transaksi Swap jatuh waktu, perhitungan setelmen 2nd leg swap 1
pada tanggal 13 Februari 2015:
a. Bank Indonesia akan mengembalikan ke Bank: USD20 juta.
b. Bank akan mengembalikan ke Bank Indonesia: (Rp12.000,00 +
Rp900,00) x USD20 juta = Rp258 milyar.
2. Saat perpanjangan Transaksi Swap, perhitungan setelmen 1st leg swap
2 pada tanggal 13 Februari 2015:
a. Bank Indonesia akan menerima transfer dari Bank: USD20 juta.
b. Bank akan menerima dari Bank Indonesia: Rp13.000,00 x USD20
juta = Rp260 milyar.
Setelmen Transaksi
Setelmen netting pada tanggal 13 Februari 2015:
a. Setelmen USD = USD20 juta – USD20 juta = USD0.
b. Setelmen Rp = Rp258 milyar – Rp260 milyar = (Rp2 milyar).
Berdasarkan …
12
Berdasarkan hasil perhitungan setelmen secara netting, maka Bank
Indonesia akan mengkredit rekening giro Rupiah Bank pada tanggal 13
Februari 2015 sebesar Rp2 milyar.
KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER,
FILIANINGSIH HENDARTA
13
LAMPIRAN V
SURAT EDARAN BANK INDONESIA
NOMOR 16/ 2 /DPM TANGGAL
28 JANUARI 2014
PERIHAL
TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA
Contoh Perhitungan Setelmen Netting untuk Nilai Nominal yang Lebih
Kecil pada Setiap Perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada
Bank Indonesia
KONTRAK LINDUNG NILAI
1. Nominal Kontrak Lindung Nilai: USD20 juta.
2. Jangka waktu Kontrak Lindung Nilai: 2 tahun.
TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA
1. Jangka waktu:12 bulan.
2. Nominal: USD20 juta.
3. Tanggal transaksi: 11 Februari 2014.
4. Tanggal valuta (setelmen 1st leg swap 1): 13 Februari 2014.
5. Kurs JISDOR 11 Februari 2014: Rp12.000,00.
6. Premi swap 12 bulan: Rp900,00.
7. Tanggal valuta jatuh waktu (setelmen 2nd leg swap 1): 13 Februari 2015.
8. Kurs setelmen 2nd leg swap 1: Rp12.900,00.
PERPANJANGAN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK
INDONESIA
1. Jangka waktu perpanjangan: 12 bulan.
2. Nominal: USD15 juta.
3. Tanggal transaksi perpanjangan: 11 Februari 2015.
4. Tanggal valuta perpanjangan (setelmen 1st leg swap 2): 13 Februari
2015.
5. Kurs JISDOR 11 Februari 2015: Rp12.500,00.
6. Premi swap 12 bulan: Rp950,00.
SETELMEN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK
INDONESIA
Perhitungan Setelmen
1. Saat Transaksi Swap jatuh waktu, perhitungan setelmen 2nd leg swap 1
pada tanggal 13 Februari 2015:
a. Bank Indonesia akan mengembalikan ke Bank: USD20 juta.
b. Bank akan mengembalikan ke Bank Indonesia: (Rp12.000,00 +
Rp900,00) x USD20 juta = Rp258 milyar.
2. Saat perpanjangan Transaksi Swap, perhitungan setelmen 1st leg swap
2 pada tanggal 13 Februari 2015:
a. Bank Indonesia akan menerima transfer dari Bank: USD15 juta.
b. Bank akan menerima dari Bank Indonesia: Rp12.500,00 x USD15
juta = Rp187,5 milyar.
Setelmen Transaksi
Setelmen netting pada tanggal 13 Februari 2015:
a. Setelmen USD = USD20 juta – USD15 juta = USD5 juta.
b. Setelmen Rp = Rp258 milyar – Rp187,5 milyar = Rp70,5 milyar.
Berdasarkan hasil perhitungan setelmen secara netting, maka:
a. Bank …
14
a. Bank Indonesia akan mentransfer ke rekening Bank di bank
koresponden sebesar USD5 juta.
b. Bank Indonesia mendebet rekening giro Rupiah Bank sebesar Rp70,5
milyar.
KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER,
FILIANINGSIH HENDARTA
15
LAMPIRAN VI
SURAT EDARAN BANK INDONESIA
NOMOR 16/ 2 /DPM TANGGAL 28 JANUARI 2014
PERIHAL
TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA
Contoh Perhitungan Setelmen Netting untuk Nilai Nominal yang Lebih
Kecil pada Setiap Perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada
Bank Indonesia
KONTRAK LINDUNG NILAI
1. Nominal Kontrak Lindung Nilai: USD20 juta.
2. Jangka waktu Kontrak Lindung Nilai: 2 tahun.
TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA
1. Jangka waktu:12 bulan.
2. Nominal: USD20 juta.
3. Tanggal transaksi: 11 Februari 2014.
4. Tanggal valuta (setelmen 1st leg swap 1): 13 Februari 2014.
5. Kurs JISDOR 11 Februari 2014: Rp12.000,00.
6. Premi swap 12 bulan: Rp900,00.
7. Tanggal valuta jatuh waktu (setelmen 2nd leg swap 1): 13 Februari 2015.
8. Kurs setelmen 2nd leg swap 1: Rp12.900,00.
PERPANJANGAN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK
INDONESIA
1. Jangka waktu perpanjangan : 12 bulan.
2. Nominal: USD19 juta.
3. Tanggal transaksi perpanjangan: 11 Februari 2015.
4. Tanggal valuta perpanjangan (setelmen 1st leg swap 2): 13 Februari
2015.
5. Kurs JISDOR 11 Februari 2015: Rp14.000,00.
6. Premi swap 12 bulan: Rp950,00.
SETELMEN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK
INDONESIA
Perhitungan Setelmen
1. Saat Transaksi Swap jatuh waktu, perhitungan setelmen 2nd leg swap 1
pada tanggal 13 Februari 2015:
a. Bank Indonesia akan mengembalikan ke Bank: USD20 juta.
b. Bank akan mengembalikan ke Bank Indonesia: (Rp12.000,00 +
Rp900,00) x USD20 juta = Rp258 milyar.
2. Saat perpanjangan Transaksi swap, perhitungan setelmen 1st leg swap 2
pada tanggal 13 Februari 2015:
a. Bank Indonesia akan menerima transfer dari Bank: USD19 juta.
b. Bank akan menerima dari Bank Indonesia: Rp14.000,00 x USD19
juta = Rp266 milyar.
Setelmen Transaksi
Setelmen netting pada tanggal 13 Februari 2015:
a. Setelmen USD = USD20 juta – USD19 juta = USD1 juta.
b. Setelmen Rp = Rp258 milyar – Rp266 milyar = (Rp8 milyar).
Berdasarkan hasil perhitungan setelmen secara netting, maka:
a. Bank …
16
a. Bank Indonesia akan mentransfer ke rekening Bank di bank
koresponden sebesar USD1 juta.
b. Bank Indonesia mengkredit rekening giro Rupiah Bank sebesar Rp8
milyar.
KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER,
FILIANINGSIH HENDARTA
17
LAMPIRAN VII
SURAT EDARAN BANK INDONESIA
NOMOR 16/ 2 /DPM TANGGAL 28 JANUARI 2014
PERIHAL
TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA
Contoh Perhitungan Setelmen Netting untuk Nilai nominal yang sesuai
dengan nilai outstanding Pinjaman Luar Negeri Bank pada setiap
periode perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank
Indonesia
KONTRAK LINDUNG NILAI
1. Jadwal pembayaran cicilan Pinjaman Luar Negeri Bank:
USD10 juta setiap tahun selama 2 tahun.
2. Nominal Kontrak Lindung Nilai:
a. USD20 juta untuk tahun pertama.
b. USD10 juta untuk tahun kedua.
3. Jangka waktu Kontrak Lindung Nilai: 2 tahun.
TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA
1. Jangka waktu: 12 bulan.
2. Nominal: USD20 juta.
3. Tanggal transaksi: 11 Februari 2014.
4. Tanggal valuta (setelmen 1st leg swap 1): 13 Februari 2014.
5. Kurs spot 11 Februari 2014: Rp12.000,00.
6. Premi swap 12 bulan: Rp900,00.
7. Tanggal valuta jatuh waktu (setelmen 2nd leg swap 1): 13 Februari 2015.
8. Kurs setelmen 2nd leg swap 1: Rp12.900,00.
PERPANJANGAN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA
BANK INDONESIA
1. Jangka waktu perpanjangan: 12 bulan.
2. Nominal: USD10 juta.
3. Tanggal transaksi perpanjangan: 11 Februari 2015.
4. Tanggal valuta perpanjangan (setelmen 1st leg swap 2): 13 Februari
2015.
5. Kurs spot 11 Februari 2015: Rp12.500,00.
6. Premi swap 12 bulan: Rp950,00.
SETELMEN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA
BANK INDONESIA
Perhitungan Setelmen
1. Saat Transaksi Swap jatuh waktu, perhitungan setelmen 2nd leg swap 1
pada tanggal 13 Februari 2015:
a. Bank Indonesia akan mengembalikan ke Bank: USD20 juta.
b. Bank akan mengembalikan ke Bank Indonesia: (Rp12.000,00 +
Rp900,00) x USD20 juta = Rp258 milyar.
3. Saat perpanjangan Transaksi Swap, perhitungan setelmen 1st leg swap 2
pada tanggal 13 Februari 2015:
a. Bank Indonesia akan menerima transfer dari Bank: USD10 juta.
b. Bank akan menerima dari Bank Indonesia: Rp12.500,00 x USD10
juta = Rp125 milyar.
Setelmen …
18
Setelmen Transaksi
Setelmen netting pada tanggal 13 Februari 2015:
a. Setelmen USD = USD20 juta – USD10 juta = USD10 juta.
b. Setelmen Rp = Rp258 milyar – Rp125 milyar = Rp133 milyar.
Berdasarkan hasil perhitungan setelmen secara netting, maka:
a. Bank Indonesia akan mentransfer ke rekening Bank di bank
koresponden sebesar USD10 juta.
b. Bank Indonesia mendebet rekening giro Rupiah Bank sebesar Rp133 milyar.
KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER,
FILIANINGSIH HENDARTA
19
LAMPIRAN VIII
SURAT EDARAN BANK INDONESIA
NOMOR 16/ 2 /DPM TANGGAL
28 JANUARI 2014
PERIHAL
TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA
Contoh Format Deal Conversation di RMDS
Pengajuan Kontrak Lindung Nilai dan Transaksi Swap Awal
BERSAMA INI BANK XXXX MENYATAKAN BAHWA TRANSAKSI SWAP
LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA TELAH MEMENUHI SELURUH
PERSYARATAN YANG DIATUR DALAM KETENTUAN MENGENAI TRANSAKSI
SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA
KONTRAK LINDUNG NILAI
A. NAMA BANK BANK XXXX
B. JANGKA WAKTU 2 TAHUN
C. UNDERLYING KONTRAK TRANSAKSI SWAP BANK XXXX DENGAN PT
XYZ ATAS PINJAMAN LUAR NEGERI PT XYZ
D. NILAI NOMINAL USD500 JUTA
TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI
A. NAMA BANK BANK XXXX
B. KONTRAK LINDUNG NILAI 2 TAHUN UNTUK USD500 JUTA
C. TANGGAL TRANSAKSI 14 FEBRUARI 2014
D. TANGGAL VALUTA 18 FEBRUARI 2014
E. JANGKA WAKTU 12 BULAN
F. TANGGAL JATUH WAKTU 18 FEBRUARI 2015
G. NILAI NOMINAL USD100 JUTA
H. NOMOR REKENING USD FED RESERVE BK OF NY, NY AC
02108XXXXX BIC CODE FRNYUSXX
Selanjutnya Bank Indonesia akan memberikan nomor referensi Kontrak
Lindung Nilai kepada Bank
NOMOR REFERENSI XXXX14021415B-0001
Contoh Pengajuan Perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai
PERPANJANGAN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI
A. NAMA BANK BANK XXXX
B. KONTRAK …
20
B. KONTRAK LINDUNG NILAI 2 TAHUN UNTUK USD500 JUTA
C. TANGGAL TRANSAKSI 14 FEBRUARI 2014
D. TANGGAL VALUTA 18 FEBRUARI 2014
E. JANGKA WAKTU 12 BULAN
F. TANGGAL JATUH WAKTU 18 FEBRUARI 2015
G. NILAI NOMINAL USD100 JUTA
H. NOMOR REKENING USD FED RESERVE BK OF NY, NY AC
02108XXXXX BIC CODE FRNYUSXX
I. NOMOR REFERENSI XXXX14021415B-0001
KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER,
FILIANINGSIH HENDARTA
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 6/2/DPM|SE-BI/2004 </reg_id>
<reg_title> Biaya Penggunaan Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System </reg_title>
<set_date> 16 Februari 2004 </set_date>
<effective_date> 16 Februari 2004 </effective_date>
<related_reg> '6/2/PBI/2004', '6/1/DPM|SE-BI/2004' </related_reg>
|
No. 12/25/DPM
Jakarta, 30 Agustus 2010
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM SYARIAH, UNIT USAHA SYARIAH DAN
PIALANG PASAR UANG RUPIAH DAN VALUTA ASING
DI INDONESIA
Perihal : Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
10/16/DPM tanggal 31 Maret 2008 perihal Tata Cara Penerbitan
Sertifikat Bank Indonesia Syariah Melalui Lelang
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/11/PBI/2008
tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4835) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
12/18/PBI/2010 tanggal 30 Agustus 2010 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 108) serta dalam rangka penyelarasan ketentuan
operasi moneter, perlu untuk mengubah ketentuan romawi IX, Lampiran 1,
Lampiran 2 dan Lampiran 3 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/16/DPM
tanggal 31 Maret 2008 perihal Tata Cara Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia
Syariah melalui Lelang, sebagai berikut :
1. Ketentuan romawi IX diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
IX. SANKSI
1. Dalam hal terjadi pembatalan hasil lelang SBIS sebagaimana
dimaksud pada butir VIII.A. 2, BUS atau UUS dikenakan sanksi
berupa :
a. Teguran...
2
a. Teguran tertulis, dengan tembusan kepada :
1) Direktorat Perbankan Syariah (DPbS), dalam hal sanksi
diberikan kepada BUS atau UUS yang berkantor pusat di
wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; atau
2) Tim Pengawas Bank di Kantor Bank Indonesia (KBI)
setempat, dalam hal sanksi diberikan kepada BUS atau UUS
yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Bank
Indonesia, dan
b. Kewajiban membayar sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu) dari
nilai nominal transaksi SBIS yang dibatalkan, paling sedikit
sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling
banyak sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) untuk
setiap pembatalan.
2. Dengan tidak mengurangi sanksi sebagaimana dimaksud pada butir
IX.1, dalam hal BUS atau UUS melakukan Transaksi SBIS
dan/atau transaksi operasi moneter syariah lainnya sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai operasi moneter syariah, yang dinyatakan batal sebanyak
tiga kali dalam kurun waktu 6 (enam) bulan, BUS atau UUS
dikenakan sanksi berupa penghentian sementara untuk mengikuti
kegiatan operasi moneter syariah selama 5 (lima) hari kerja
berturut-turut.
3. Penyampaian surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada
butir IX.1.a dan pemberitahuan sanksi penghentian sementara untuk
mengikuti kegiatan operasi moneter syariah sebagaimana dimaksud
pada butir IX.2 dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya
pembatalan transaksi.
4. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud
pada butir IX.1.b dilakukan dengan mendebet Rekening Giro BUS
atau...
3
atau UUS yang dikenakan sanksi pada 1 (satu) hari kerja setelah
terjadinya pembatalan hasil lelang SBIS sebagaimana dimaksud
pada butir VIII.A.2 melalui BI-SSSS.
Contoh pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada angka 1
tercantum pada Lampiran-2.
2. Lampiran 1 diubah, sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam
Lampiran 1 dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
3. Lampiran 2 diubah, sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam
Lampiran 2 dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
4. Lampiran 3 diubah, sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam
Lampiran 3 dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada
tanggal 30 Agustus 2010.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HENDAR
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 12/25/DPM|SE-BI/2010 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/16/DPM tanggal 31 Maret 2008 perihal Tata Cara Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia Syariah Melalui Lelang </reg_title>
<set_date> 30 Agustus 2010 </set_date>
<effective_date> 30 Agustus 2010 </effective_date>
<changed_reg> '10/16/DPM|SE-BI/2008' </changed_reg>
<related_reg> '10/16/DPM|SE-BI/2008', '12/18/PBI/2010', '10/11/PBI/2008' </related_reg>
<penalty_list> 'Angka 1 Romawi IX' </penalty_list>
|
No. 15/35/DPAU
Jakarta, 29 Agustus 2013
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal:
Pemberian Kredit atau Pembiayaan oleh Bank
Umum dan Bantuan Teknis dalam rangka
Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor
14/22/PBI/2012 tentang Pemberian Kredit atau Pembiayaan oleh Bank
Umum dan Bantuan Teknis dalam rangka Pengembangan Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012
Nomor 274, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5378),
perlu diatur ketentuan pelaksanaan mengenai Pemberian Kredit atau
Pembiayaan oleh Bank Umum dan Bantuan Teknis dalam rangka
Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam Surat Edaran
Bank Indonesia, sebagai berikut:
I. UMUM
A. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) selama ini telah
menunjukkan peran strategis dalam memperluas lapangan kerja,
meningkatkan pendapatan masyarakat, dan pertumbuhan ekonomi
di Indonesia sehingga perlu didukung pengembangannya.
B. Untuk mendukung pencapaian tersebut, peran serta perbankan
nasional dalam bentuk pemberian Kredit atau Pembiayaan UMKM
perlu didorong agar pangsa atau alokasi pemberian Kredit atau
Pembiayaan UMKM semakin meningkat.
C. Dalam rangka pencapaian pangsa pemberian Kredit atau
Pembiayaan UMKM yang telah ditetapkan, diperlukan ketentuan
pelaksanaan…
2
pelaksanaan yang mengatur mengenai tata cara penghitungan dan
pemantauan atas pencapaian pangsa Kredit atau Pembiayaan
UMKM, pelaksanaan pola kerja sama yang ditetapkan, kriteria dan
prosedur penyediaan bantuan teknis, tata cara publikasi atas
pencapaian pemberian Kredit atau Pembiayaan UMKM, kriteria dan
tata cara pemberian penghargaan serta pemantauan terhadap
kegiatan pelatihan yang diselenggarakan.
II. RENCANA PEMBERIAN KREDIT ATAU PEMBIAYAAN UMKM
A. Rencana pemberian Kredit atau Pembiayaan UMKM merupakan
bagian dari Rencana Bisnis Bank (RBB), yang ditetapkan dengan
ketentuan sebagai berikut:
1. Bank Umum menyusun dan menyampaikan rencana pemberian
Kredit atau Pembiayaan UMKM dengan memperhatikan tahapan
pencapaian rasio Kredit atau Pembiayaan UMKM terhadap total
Kredit atau Pembiayaan, yaitu:
a. pada tahun 2013 dan tahun 2014, sesuai kemampuan Bank
Umum;
b. tahun 2015, paling rendah 5% (lima persen);
c. tahun 2016, paling rendah 10% (sepuluh persen);
d. tahun 2017, paling rendah 15% (lima belas persen); dan
e. tahun 2018 dan seterusnya, paling rendah 20% (dua puluh
persen).
2. Bank Umum menyusun rencana pemberian Kredit atau
Pembiayaan UMKM yang dikelompokkan berdasarkan:
a. lapangan usaha;
b. jenis penggunaan; dan
c. propinsi.
B. Dalam hal terdapat perubahan rencana pemberian Kredit atau
Pembiayaan UMKM dari rencana yang telah ditetapkan pada tahun
berjalan, Bank Umum wajib menyampaikan perubahan berikut
alasannya kepada Bank Indonesia.
C. Format…
3
C. Format, cakupan, dan tata cara pelaporan rencana pemberian Kredit
atau Pembiayaan UMKM maupun pelaporan perubahan rencana
pemberian Kredit atau Pembiayaan UMKM dan penyampaiannya
berpedoman pada ketentuan Bank Indonesia mengenai rencana
bisnis bank.
III. PENCAPAIAN PEMBERIAN KREDIT ATAU PEMBIAYAAN UMKM
A. Bank Indonesia melakukan perhitungan pencapaian rasio pemberian
Kredit atau Pembiayaan UMKM secara gabungan untuk seluruh
kantor bank umum di dalam negeri posisi akhir bulan Desember
tahun bersangkutan yang bersumber dari Laporan Bulanan Bank
Umum yang disampaikan kepada Bank Indonesia pada bulan
Januari tahun berikutnya sesuai batas waktu penyampaian secara
online sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia
mengenai laporan bulanan bank umum.
B. Perhitungan pencapaian rasio pemberian Kredit atau Pembiayaan
UMKM sebagaimana dimaksud pada huruf A dilakukan dengan
formula sebagai berikut:
Total Kredit atau Pembiayaan UMKM
-----------------------------------------------------
x 100%
Total Kredit atau Pembiayaan
C. Dalam melakukan perhitungan pencapaian rasio pemberian Kredit
atau Pembiayaan UMKM sebagaimana dimaksud pada huruf B,
berlaku ketentuan sebagai berikut:
1. Total Kredit atau Pembiayaan UMKM adalah jumlah baki debet
Kredit atau Pembiayaan UMKM dalam Rupiah dan valuta asing,
yaitu:
a. Untuk Bank Umum, berasal dari pemberian Kredit atau
Pembiayaan UMKM kepada pelaku usaha yang memenuhi
kriteria UMKM yang dilakukan secara:
1) langsung; dan/atau
2) tidak…
4
2) tidak langsung yaitu melalui kerjasama dengan pihak
tertentu menggunakan pola executing, pola channeling,
atau pembiayaan bersama (sindikasi).
b. Untuk kantor cabang bank yang berkedudukan di luar negeri
dan Bank Campuran, berasal dari:
1) pemberian Kredit atau Pembiayaan UMKM kepada pelaku
usaha yang memenuhi kriteria UMKM yang dilakukan
secara:
a) langsung; dan/atau
b) tidak langsung yaitu melalui kerjasama dengan pihak
tertentu menggunakan pola executing;
2) pemberian kredit atau pembiayaan untuk produk ekspor
non migas.
c. Pedoman rincian komponen kredit atau pembiayaan UMKM
dan/atau ekspor non migas yang diperhitungkan sebagai
Kredit atau Pembiayaan UMKM sebagaimana dimaksud pada
huruf a dan b mengacu pada Lampiran I.a dan Lampiran I.b
yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat
Edaran Bank Indonesia ini.
2. Total Kredit atau Pembiayaan adalah jumlah baki debet Kredit
atau Pembiayaan dalam Rupiah dan valuta asing.
IV. POLA KERJASAMA PEMBERIAN KREDIT ATAU PEMBIAYAAN UMKM
A. Pola Executing
1. Pola executing merupakan penyaluran Kredit atau Pembiayaan
UMKM kepada debitur UMKM yang dilakukan oleh lembaga
keuangan tertentu, yaitu:
a. Bank Perkreditan Rakyat (BPR);
b. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS); dan/atau
c. Lembaga Keuangan Non Bank lainnya sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
pedoman penyusunan laporan bulanan bank umum, yaitu
Koperasi…
5
Koperasi Simpan Pinjam, Baitul Maal Wa Tamwil dan lembaga-
lembaga lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu.
2. Lembaga keuangan tertentu sebagaimana dimaksud pada angka 1
merupakan pihak yang menanggung risiko apabila debitur UMKM
wanprestasi atau cidera janji.
3. Untuk memastikan bahwa lembaga keuangan tertentu
sebagaimana dimaksud pada angka 1 menyalurkan dana tersebut
kepada UMKM, maka Bank Umum membuat Perjanjian
Kerjasama dengan lembaga keuangan tertentu dimaksud yang
memuat paling kurang hal-hal sebagai berikut:
a. penetapan jangka waktu maksimum penyaluran dana kepada
UMKM;
b. tahapan penyaluran dana dari Bank Umum dilakukan sesuai
kesepakatan;
c. kewajiban Bank Umum melakukan monitoring atas realisasi
penyaluran dana; dan
d. kewajiban lembaga keuangan tertentu untuk menyalurkan dan
melaporkan realisasi penyaluran dana dari Bank Umum sesuai
jangka waktu dan tahapan penyaluran.
4. Dalam rangka penghitungan pencapaian realisasi pemberian
Kredit atau Pembiayaan UMKM, Bank Umum melaporkan
realisasi penyaluran dana pola executing yang dilakukan melalui
lembaga keuangan tertentu kepada Bank Indonesia secara
triwulanan selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja setelah
triwulan bersangkutan dengan format sesuai Lampiran 2, yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran
Bank Indonesia ini.
5. Pedoman rincian komponen kredit atau pembiayaan UMKM Bank
Umum melalui kerjasama pola executing mengacu pada Lampiran
1.a dan 1.b yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Surat Edaran Bank Indonesia ini.
B. Pola…
6
B. Pola Channeling
1. Pola channeling merupakan penyaluran Kredit atau Pembiayaan
UMKM kepada debitur UMKM melalui lembaga keuangan
tertentu, yaitu:
a. BPR;
b. BPRS; dan/atau
c. lembaga keuangan non bank lainnya sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
pedoman penyusunan laporan bulanan bank umum, yaitu
Koperasi Simpan Pinjam, Baitul Maal Wa Tamwil dan
lembaga-lembaga lainnya yang dapat dipersamakan dengan
itu.
2. Lembaga keuangan tertentu sebagaimana dimaksud pada angka 1
tidak mempunyai kewenangan memutus pemberian Kredit atau
Pembiayaan UMKM.
3. Bank Umum sebagai pemilik dana merupakan pihak yang
berwenang memutus pemberian Kredit atau Pembiayaan UMKM
dan menanggung risiko apabila debitur UMKM wanprestasi atau
cidera janji.
4. Pedoman rincian komponen kredit atau pembiayaan UMKM Bank
Umum melalui kerjasama pola channeling mengacu pada
Lampiran 1.a dan 1.b yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
C. Pembiayaan Bersama (Sindikasi)
1. Pembiayaan bersama merupakan penyaluran Kredit atau
Pembiayaan UMKM kepada debitur UMKM yang dilakukan
bersama oleh Bank Umum dan lembaga keuangan tertentu,
yaitu:
a. BPR
b. BPRS; dan/atau
c. lembaga keuangan non bank lainnya sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
pedoman…
7
pedoman penyusunan laporan bulanan bank umum, yaitu
Koperasi Simpan Pinjam, Baitul Maal Wa Tamwil dan
lembaga-lembaga lainnya yang dapat dipersamakan dengan
itu.
2. Bank Umum dan lembaga keuangan tertentu sebagaimana
dimaksud pada angka 1 merupakan pihak yang menanggung
risiko secara bersama-sama sesuai dengan porsi pembiayaan
masing-masing apabila debitur UMKM wanprestasi atau cidera
janji.
3. Pedoman rincian komponen kredit atau pembiayaan UMKM Bank
Umum melalui kerjasama pola pembiayaan bersama (sindikasi)
dilakukan dengan mengacu pada Lampiran 1.a dan 1.b yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran
Bank Indonesia ini.
V. KRITERIA DAN TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN BANTUAN
TEKNIS BANK INDONESIA
A. Kegiatan Bantuan Teknis
Bantuan teknis bertujuan untuk mendukung pengembangan UMKM
dalam rangka meningkatkan kapasitas ekonomi daerah dan/atau
pengendalian inflasi. Bantuan Teknis yang diberikan meliputi
penelitian, pelatihan, penyediaan informasi dan/atau fasilitasi,
dengan kegiatan sebagai berikut:
1. Penelitian
a. Tujuan Penelitian
1) mengidentifikasi permasalahan UMKM dan memberi
masukan dalam penetapan kebijakan dan pengaturan
dalam pengembangan UMKM;
2) mendukung penyediaan informasi terkait pengembangan
UMKM bagi stakeholder; dan
3) mendukung pelaksanaan koordinasi dengan stakeholder.
b. Format…
8
b. Format Penelitian
Penelitian dapat dilakukan antara lain dalam bentuk survei,
kajian, dan studi banding.
c. Topik Penelitian
1) Komoditas/produk/jenis usaha unggulan UMKM;
2) Pola pembiayaan untuk komoditas UMKM yang potensial
dibiayai bank;
3) Pengembangan infrastruktur keuangan dan kelembagaan;
dan
4) Topik lain yang terkait dengan upaya pengembangan
UMKM.
2. Pelatihan
a. Tujuan Pelatihan
1) meningkatkan pengetahuan dan kemampuan serta
mendorong Bank dan Lembaga Pembiayaan UMKM dalam
menyalurkan Kredit atau Pembiayaan UMKM;
2) meningkatkan pengetahuan dan kemampuan Lembaga
Penyedia Jasa (LPJ) untuk memfasilitasi UMKM dalam
meningkatkan akses terhadap kredit atau pembiayaan.
3) meningkatkan pengetahuan dan kemampuan UMKM
dalam rangka meningkatkan elijibilitas dan kapasitas
UMKM.
b. Format Pelatihan
Pelatihan dilaksanakan dalam bentuk klasikal.
c. Kriteria Penerima Pelatihan
1) Bank Umum, BPR, dan/atau BPRS yang paling kurang
memenuhi kriteria sebagai berikut:
a) Bank Umum yang memiliki visi dan komitmen untuk
menyalurkan Kredit atau Pembiayaan UMKM yang
tercermin antara lain dalam visi dan misi, struktur
organisasi, dan produk Kredit atau Pembiayaan UMKM.
Bank Umum tersebut diprioritaskan yang belum
mencapai…
9
mencapai rasio pemberian Kredit atau Pembiayaan
UMKM yang ditetapkan; dan
b) BPR dan/atau BPRS yang memiliki visi dan komitmen
untuk menyalurkan Kredit atau Pembiayaan UMKM
yang tercermin antara lain dalam visi dan misi, struktur
organisasi, dan produk Kredit atau Pembiayaan UMKM.
2) Lembaga Pembiayaan UMKM yang paling kurang
memenuhi kriteria sebagai berikut:
a) merupakan lembaga keuangan non bank yang
berbadan hukum;
b) berada di bawah kepemilikan/pembinaan dan/atau
direkomendasikan oleh Pemerintah atau Pemerintah
Daerah; dan
c) memiliki tugas dalam menyediakan kredit atau
pembiayaan bagi UMKM dan telah melakukan aktivitas
usaha tersebut paling kurang 2 (dua) tahun.
3) LPJ yang paling kurang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a) berbentuk badan hukum dan telah terdaftar pada
instansi pemerintah, dan/atau dibentuk oleh instansi
pemerintah paling kurang selama 1 (satu) tahun;
b) mempunyai komitmen dalam pengembangan UMKM
yang tertuang dalam visi dan misi dalam Akta
Pendirian dan/atau Anggaran Dasar/Anggaran Rumah
Tangga;
c) mempunyai pengalaman dalam membina UMKM selain
di bidang keuangan paling kurang selama 1 (satu)
tahun; dan
d) membutuhkan peningkatan kompetensi di bidang
keuangan.
Termasuk dalam kriteria ini adalah Petugas Penyuluh
Lapangan (PPL) atau Petugas Pendamping yang berada di
bawah pembinaan Kementerian, Dinas terkait, atau
asosiasi.
4) UMKM…
10
4) UMKM yang paling kurang memenuhi kriteria sebagai
berikut:
a) tergabung dalam klaster yang dibina oleh Bank
Indonesia; atau
b) berada di bawah pembinaan Kementerian atau Dinas
terkait atau anggota asosiasi usaha yang mempunyai
kerjasama dengan Bank Indonesia.
d. Topik Pelatihan
1) Topik pelatihan kepada Bank Umum, BPR atau BPRS dan
Lembaga Pembiayaan UMKM, meliputi antara lain:
a) Survei Potensi Pengembangan UMKM;
b) Analisis Kredit atau Pembiayaan UMKM;
c) Penanganan Kredit atau Pembiayaan UMKM
Bermasalah; dan/ atau
d) Pengembangan Hubungan Bank dengan Kelompok
Swadaya Masyarakat (PHBK).
2) Topik pelatihan kepada LPJ yaitu berupa pelatihan
mengenai aspek keuangan, yang meliputi aspek-aspek
penyusunan kelayakan usaha (proposal kredit) dan
perencanaan usaha (business plan).
3) Topik pelatihan kepada UMKM meliputi antara lain
pembuatan laporan keuangan sederhana, penyusunan
kelayakan usaha (proposal kredit) dan perencanaan usaha
(business plan).
3. Penyediaan Informasi
a. Tujuan Penyediaan Informasi
Menginformasikan data dan program pengembangan UMKM
Bank Indonesia kepada pihak internal dan eksternal.
b. Format Penyediaan Informasi
Penyediaan informasi antara lain dapat dilakukan melalui
media cetak, media elektronik, website Bank Indonesia,
pameran…
11
pameran, sosialisasi, workshop, seminar atau kegiatan sejenis
lainnya.
c. Jenis Penyediaan Informasi, meliputi antara lain:
1) Data statistik kredit UMKM;
2) Data komoditas/produk/jenis usaha unggulan UMKM atau
potensial di suatu daerah
3) Pola pembiayaan komoditi yang potensial dibiayai bank
(lending model);
4) Database profil UMKM;
5) Data sentra UMKM;
6) Program pengembangan klaster;
7) Ketentuan atau kebijakan Bank Indonesia terkait
pengembangan UMKM.
4. Fasilitasi
a. Tujuan Fasilitasi
1) mendukung pengembangan dan peningkatan daya saing
UMKM melalui program yang terintegrasi, antara lain
klaster, inkubator bisnis, dan pengembangan institusi
pendukung dalam rangka kemandirian UMKM.
2) membantu mempersiapkan UMKM dalam rangka
peningkatan akses keuangan.
3) mendorong lembaga keuangan untuk meningkatkan
penyaluran Kredit atau Pembiayaan UMKM.
b. Kriteria Penerima Fasilitasi
1) Bank Umum, BPR, BPRS, lembaga pembiayaan UMKM,
dan/atau LPJ dapat memperoleh fasilitasi dalam rangka
peningkatan penyaluran Kredit atau Pembiayaan UMKM
dalam bentuk seminar/Focus Group Discussion dan
kegiatan lain yang terkait antara lain fasilitasi kepada
lembaga penunjang seperti asuransi, lembaga penjaminan
kredit, dan lain-lain. Penerima fasilitasi tersebut paling
kurang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a) Bank …
12
a) Bank Umum:
i. memiliki visi dan komitmen untuk menyalurkan
Kredit atau Pembiayaan UMKM yang tercermin
antara lain dalam visi dan misi, struktur
organisasi, dan produk Kredit atau Pembiayaan
UMKM. Bank Umum tersebut diprioritaskan yang
belum mencapai rasio pemberian Kredit atau
Pembiayaan UMKM yang ditetapkan; atau
ii. ditunjuk sebagai pelaksana kredit program
Pemerintah,
b) BPR dan/atau BPRS:
i. memiliki visi dan komitmen untuk menyalurkan
Kredit atau Pembiayaan UMKM yang tercermin
antara lain dalam visi dan misi, struktur
organisasi, dan produk Kredit atau Pembiayaan
UMKM; atau
ii. sebagai peserta program Pemerintah atau Bank
Indonesia dalam pengembangan UMKM.
c) Lembaga Pembiayaan UMKM:
i. merupakan lembaga keuangan non bank yang
berbadan hukum;
ii. berada di bawah kepemilikan/pembinaan dan/
atau direkomendasikan oleh Pemerintah atau
Pemerintah Daerah; dan
iii. memiliki tugas dalam menyediakan kredit atau
pembiayaan bagi UMKM dan telah melakukan
aktivitas usaha tersebut paling kurang 2 (dua)
tahun.
d) LPJ:
i. berbentuk badan hukum dan telah terdaftar pada
instansi pemerintah, dan/atau dibentuk oleh
instansi pemerintah paling kurang selama 1 (satu)
tahun;
ii. mempunyai…
13
ii. mempunyai komitmen dalam pengembangan
UMKM yang tertuang dalam visi dan misi dalam
Akta
Pendirian
dan/atau
Dasar/Anggaran Rumah Tangga;
iii. mempunyai pengalaman dalam membina UMKM
selain di bidang keuangan paling kurang selama 2
(dua) tahun; dan
iv. membutuhkan peningkatan kompetensi di bidang
keuangan.
2) UMKM dapat memperoleh fasilitasi dalam bentuk
seminar/Focus Group Discussion, magang, studi banding,
promosi, pendampingan, dan kegiatan yang sejenis, paling
kurang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a) tergabung dalam klaster yang dibina oleh Bank
Indonesia; atau
b) berada di bawah pembinaan Kementerian atau Dinas
terkait atau anggota asosiasi usaha yang mempunyai
kerjasama dengan Bank Indonesia.
B. Biaya Bantuan Teknis
1. Biaya pelaksanaan bantuan teknis ditetapkan sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 3 yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
2. Biaya pelaksanaan bantuan teknis dalam rangka kerjasama Bank
Indonesia dengan kementerian, dinas terkait, lembaga domestik,
atau lembaga internasional diatur sesuai dengan kesepakatan
para pihak.
C. Pengajuan Kegiatan Bantuan Teknis
1. Pihak yang memenuhi kriteria dapat mengajukan permintaan
secara tertulis untuk memperoleh Bantuan Teknis kepada:
a. Bank Indonesia c.q. Departemen Pengembangan Akses
Keuangan dan UMKM, Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350,
Anggaran
bagi…
14
bagi yang berkedudukan di propinsi DKI Jakarta,
Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang dan Depok.
b. Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat, bagi yang
berkedudukan di luar wilayah sebagaimana dimaksud dalam
huruf a.
2. Persetujuan atas permintaan sebagaimana dimaksud pada angka
1 didasarkan pada analisis yang dilakukan oleh Bank Indonesia
yang antara lain didasarkan pada pertimbangan pemenuhan
kriteria, pembiayaan, bentuk Bantuan Teknis, dan ketersediaan
sumber daya manusia.
3. Pengajuan permintaan dan persetujuan sebagaimana dimaksud
pada angka 1 dan angka 2 tidak berlaku untuk bantuan teknis
berupa penyediaan informasi yang sudah dipublikasikan oleh
Bank Indonesia baik melalui website atau media lainnya.
VI. PUBLIKASI ATAS PENCAPAIAN PEMBERIAN KREDIT ATAU
PEMBIAYAAN UMKM
Bank Indonesia mempublikasikan peringkat pencapaian rasio Kredit
atau Pembiayaan UMKM terhadap total Kredit atau Pembiayaan oleh
Bank Umum dalam website Bank Indonesia yang antara lain dimuat
dalam menu siaran pers atau info terbaru.
VII. KRITERIA DAN TATA CARA PENILAIAN DALAM RANGKA PEMBERIAN
PENGHARGAAN
A. Bank Indonesia secara berkala memberikan penghargaan kepada
Bank Umum yang berhasil menyalurkan Kredit atau Pembiayaan
UMKM yang memenuhi kriteria yang ditetapkan dan memenuhi
tema sesuai dengan program atau kebijakan Bank Indonesia.
B. Kriteria yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada huruf A paling
kurang adalah:
1. Pencapaian rasio realisasi Kredit atau Pembiayaan UMKM sesuai
dengan tahapan yang telah ditetapkan;
2. Non…
15
2. Non Performing Loan – gross Kredit atau Pembiayaan UMKM
paling tinggi 5% (lima persen);
3. Pertumbuhan pencapaian pemberian Kredit atau Pembiayaan
UMKM lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan Kredit
atau Pembiayaan UMKM nasional; dan
4. Memiliki produk dan/atau skim kredit untuk UMKM.
C. Dalam proses penilaian, Bank Indonesia dapat membentuk tim
penilai, atau bekerjasama dengan pihak ketiga sebagai pendukung
penilaian.
D. Dalam hal proses penilaian dilakukan oleh tim penilai yang dibentuk
Bank Indonesia maka tim penilai paling kurang terdiri dari:
1. Bank Indonesia;
2. Kementerian terkait;
3. Pakar/pengamat UMKM atau akademisi; dan
4. Pihak eksternal terkait.
E. Dalam hal proses penilaian dilakukan oleh pihak ketiga yang
ditunjuk oleh Bank Indonesia maka tim penilai terdiri dari Bank
Indonesia dan pihak ketiga sebagai pendukung penilaian yang paling
kurang memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Merupakan badan hukum atau lembaga yang resmi;
2. Memiliki kompetensi di bidang UMKM; dan
3. Memiliki reputasi yang baik.
F. Proses penilaian sebagaimana dimaksud pada huruf C dilakukan
sebagai berikut:
1. Penetapan tema dan periode penilaian oleh Bank Indonesia;
2. Pengumuman tema dan periode penilaian oleh Bank Indonesia;
3. Pembentukan tim penilai atau penunjukan pihak ketiga sebagai
pendukung penilaian;
4. Proses penilaian oleh Bank Indonesia atau tim penilai; dan
5. Penetapan dan pengumuman pemenang oleh Bank Indonesia.
VIII. PELATIHAN…
16
VIII. PELATIHAN KEPADA PELAKU UMKM OLEH BANK UMUM
A. Bank Umum yang tidak mencapai realisasi Kredit atau Pembiayaan
UMKM sesuai rasio yang ditetapkan, wajib menyelenggarakan
pelatihan kepada pelaku UMKM. Kewajiban tersebut mulai berlaku
untuk pencapaian rasio pemberian Kredit atau Pembiayaan UMKM
pada tahun 2015.
B. Pelatihan sebagaimana dimaksud pada huruf A ditujukan kepada
pelaku UMKM yang tidak sedang dan/atau belum pernah mendapat
Kredit a tau Pembiayaan UMKM. Data pelaku UMKM bersumber dari
data yang dimiliki Bank Umum, Bank Indonesia, dan/atau
Kementerian dan Dinas terkait.
C. Bank Umum menyampaikan rencana pelatihan yang disampaikan
kepada Bank Indonesia sebelum batas waktu pelaksanaan pelatihan
dan penyampaian laporan pada tanggal 30 September setiap
tahunnya. Rencana pelatihan dilaporkan dengan format sesuai
Lampiran 4, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Surat Edaran ini.
D. Jumlah dana yang dialokasikan dalam rangka pelatihan
sebagaimana dimaksud dalam huruf A adalah minimal sebesar 2%
(dua persen) yang dihitung dari selisih antara kewajiban pencapaian
rasio Kredit atau Pembiayaan UMKM dikurangi dengan realisasi
pencapaian rasio Kredit atau Pembiayaan UMKM pada setiap akhir
tahun berjalan, dengan jumlah paling banyak Rp10.000.000.000,00
(sepuluh milyar rupiah).
Contoh 1:
- Pada tahun 2015, total kredit atau pembiayaan yang diberikan
Bank A sebesar Rp500 milyar.
- Bank A wajib memberikan Kredit atau Pembiayaan UMKM
sebesar 5% dari total kreditnya yaitu 5% x Rp500 milyar =
Rp25 milyar.
-
Realisasi pencapaian pada akhir Desember 2015 sebesar
Rp20 milyar.
- Selisih…
17
-
Selisih antara rasio Kredit atau Pembiayaan yang wajib dipenuhi
dengan realisasi pencapaian pada akhir tahun = Rp25 milyar –
Rp20 milyar = Rp5 milyar
- 2% dari selisih antara rasio Kredit atau Pembiayaan yang wajib
dipenuhi dengan realisasi pencapaian pada akhir tahun = 2% x
Rp5 milyar = Rp100juta
Bank A wajib menyelenggarakan pelatihan dengan dana pelatihan
sebesar Rp100juta.
Contoh 2:
- Pada tahun 2015, total kredit atau pembiayaan yang diberikan
Bank B sebesar Rp20 triliun.
- Bank B wajib memberikan Kredit atau Pembiayaan UMKM
sebesar 5% dari total kreditnya yaitu 5% x Rp20 triliun =
Rp1 triliun.
- Realisasi pencapaian pada akhir Desember 2015 sebesar Rp400
milyar.
-
Selisih antara rasio Kredit atau Pembiayaan yang wajib dipenuhi
dengan realisasi pencapaian pada akhir tahun = Rp1 triliun –
Rp400 milyar = Rp600 milyar
- 2% dari selisih antara rasio Kredit atau Pembiayaan yang wajib
dipenuhi dengan realisasi pencapaian pada akhir tahun = 2% x
Rp600 milyar = Rp12 milyar
Bank B wajib menyelenggarakan pelatihan dengan dana pelatihan
sebesar Rp10 milyar
E. Pelatihan kepada UMKM dilakukan dan dilaporkan kepada Bank
Indonesia paling lambat pada tanggal 30 September tahun
berikutnya dengan format sesuai Lampiran 5, yang merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
Dalam hal tanggal 30 September jatuh pada hari libur, maka
pelatihan kepada UMKM dan pelaporan kepada Bank Indonesia
disampaikan pada 1 (satu) hari kerja sebelumnya.
F. Topik…
18
F. Topik pelatihan yang dapat dilakukan oleh Bank Umum antara lain
mengenai aspek keuangan, aspek pemasaran, aspek produksi, aspek
kelembagaan, untuk meningkatkan jumlah pelaku UMKM yang
dapat memperoleh Kredit atau Pembiayaan UMKM dari Bank Umum.
G. Metode pelatihan dapat dilaksanakan dalam bentuk klasikal,
magang, studi banding, promosi, dan pendampingan.
IX. PENYAMPAIAN LAPORAN
A. Pelaporan mengenai pencapaian realisasi pemberian Kredit atau
Pembiayaan UMKM melalui kerja sama pola executing sebagaimana
dimaksud pada Lampiran 2, disampaikan dalam bentuk hardcopy
kepada:
Departemen Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350
dengan tembusan kepada:
a. Departemen Pengawasan Bank terkait, Jl. M.H. Thamrin No. 2
Jakarta 10350, bagi Bank Umum yang berkantor pusat di wilayah
kerja kantor pusat Bank Indonesia;
b. Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat, bagi Bank Umum
yang berkantor pusat selain di wilayah kerja kantor pusat Bank
Indonesia.
B. Pelaporan mengenai rencana pelatihan dan pelaksanaan pelatihan
kepada pelaku UMKM yang dilakukan oleh Bank Umum
sebagaimana dimaksud pada Lampiran 4 dan Lampiran 5,
disampaikan dalam bentuk hardcopy kepada:
a. Departemen Pengawasan Bank terkait, Jl. M.H. Thamrin No. 2
Jakarta 10350, bagi Bank Umum yang berkantor pusat di wilayah
kerja kantor pusat Bank Indonesia;
b. Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat, bagi Bank Umum
yang berkantor pusat selain di wilayah kerja kantor pusat Bank
Indonesia.
dengan tembusan kepada:
Departemen…
19
Departemen Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350
X. TATA CARA PENGENAAN SANKSI
A. Bank Umum yang melanggar ketentuan mengenai pentahapan
pencapaian rasio pemberian Kredit atau Pembiayaan UMKM
sebagaimana dimaksud pada butir II.A.1 dikenakan sanksi
administratif berupa teguran tertulis yang diikuti dengan kewajiban
untuk menyelenggarakan pelatihan kepada pelaku UMKM
sebagaimana dimaksud pada angka VIII.
B. Bank Umum yang tidak melakukan kewajiban untuk
menyelenggarakan pelatihan sebagaimana dimaksud pada huruf A,
dikenakan sanksi administratif berupa penurunan peringkat faktor
manajemen atau prinsip-prinsip Good Corporate Governance dalam
penilaian tingkat kesehatan bank. Pengenaan sanksi dimaksud
didasarkan pada analisis terkait Pengawasan Bank oleh Bank
Indonesia.
C. Kantor cabang bank yang berkedudukan di luar negeri dan Bank
Campuran yang memberikan Kredit atau Pembiayaan UMKM melalui
kerjasama pola channeling dan/atau pembiayaan bersama
(sindikasi), dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis.
D. Kantor cabang bank yang berkedudukan di luar negeri dan Bank
Campuran yang tetap melakukan pelanggaran setelah adanya
teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf C, dikenakan
sanksi administratif berupa penurunan peringkat faktor manajemen
atau prinsip-prinsip Good Corporate Governance dalam penilaian
tingkat kesehatan bank. Pengenaan sanksi dimaksud didasarkan
pada analisis terkait Pengawasan Bank oleh Bank Indonesia.
XI. PENUTUP…
20
XI. PENUTUP
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 29
Agustus 2013.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
KEPALA DEPARTEMEN PENGEMBANGAN
AKSES KEUANGAN DAN UMKM,
ENI V. PANGGABEAN
DPAU
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 15/35/DPAU|SE-BI/2013 </reg_id>
<reg_title> Pemberian Kredit atau Pembiayaan oleh Bank Umum dan Bantuan Teknis dalam rangka Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah </reg_title>
<set_date> 29 Agustus 2013 </set_date>
<effective_date> 29 Agustus 2013 </effective_date>
<related_reg> '14/22/PBI/2012' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi X' </penalty_list>
|
No. 7/ 51 /DPNP
Jakarta, 9 November 2005
S U R A T
E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal : Prinsip Kehati-hatian dalam Aktivitas Sekuritisasi Aset bagi
Bank Umum
Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/4/PBI/2005 tanggal
20 Januari 2005 tentang Prinsip Kehati-hatian dalam Aktivitas Sekuritisasi Aset
bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 14,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4473), antara lain diatur
bahwa Bank dapat melakukan berbagai fungsi dalam aktivitas Sekuritisasi Aset
dengan memenuhi berbagai
persyaratan dan memperhatikan prinsip
hatian. Sehubungan dengan hal tersebut perlu
kehati-
diatur ketentuan pelaksanaan
dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia, dengan pokok-pokok ketentuan
sebagai berikut:
A. UMUM
1. Sekuritisasi Aset adalah penerbitan surat berharga oleh Penerbit
Efek Beragun Aset yang didasarkan pada pengalihan aset keuangan dari
Kreditur Asal yang diikuti dengan pembayaran yang berasal dari hasil
penjualan Efek Beragun Aset (EBA) kepada Pemodal.
2. Dalam …
2. Dalam aktivitas Sekuritisasi Aset, Bank dapat melakukan fungsi-fungsi
sebagai Kreditur Asal, Penyedia Kredit Pendukung, Penyedia Fasilitas
Likuiditas, Penyedia Jasa, Bank Kustodian, dan atau Pemodal.
B. PELAKSANAAN FUNGSI DALAM AKTIVITAS SEKURITISASI ASET
OLEH BANK
1. Bank yang melakukan fungsi-fungsi dalam aktivitas Sekuritisasi Aset
sebagai Kreditur Asal, Penyedia Kredit Pendukung, Penyedia Fasilitas
Likuiditas, Penyedia Jasa, Bank Kustodian, dan atau Pemodal wajib
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. tidak mengakibatkan rasio kewajiban penyediaan modal minimum
Bank lebih rendah dari ketentuan yang berlaku; dan
b. melakukan fungsi tersebut sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia
Nomor 7/4/PBI/2005 serta memperhatikan prinsip kehati-hatian.
2. Pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada angka 1 berlaku
bagi Bank baik yang hanya melakukan 1 (satu) fungsi tertentu dalam
aktivitas Sekuritisasi Aset, maupun yang melakukan beberapa fungsi
dalam aktivitas Sekuritisasi Aset secara bersamaan misalnya Bank
sebagai Kreditur Asal, juga menjadi Penyedia Kredit Pendukung dan
Penyedia Fasilitas Likuiditas.
3. Bank wajib memastikan bahwa persyaratan sebagaimana dimaksud pada
angka 1 huruf a dipenuhi, baik pada saat perencanaan maupun pada saat
pelaksanaan fungsi-fungsi tersebut.
4. Apabila Bank memperkirakan
pelaksanaan fungsi-fungsi tersebut
mengakibatkan persyaratan sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a
tidak terpenuhi, maka Bank wajib membatalkan pelaksanaan fungsi-
fungsi tersebut.
5. Dalam …
5. Dalam rangka memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada
angka 1 huruf b Bank wajib memiliki kebijakan dan pedoman aktivitas
Sekuritisasi Aset yang didokumentasikan dengan baik dan menjadi
bagian dari kebijakan dan pedoman manajemen risiko Bank secara
umum sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor
5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang Penerapan Manajemen
Risiko bagi Bank Umum.
6. Direksi Bank bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan dan
pedoman aktivitas Sekuritisasi Aset sehingga wajib memahami cakupan,
tujuan, dan risiko-risiko yang dapat timbul dalam aktivitas Sekuritisasi
Aset termasuk implikasinya terhadap kinerja Bank.
C. BANK SEBAGAI KREDITUR ASAL
1. Bank sebagai Kreditur Asal hanya dapat mengeluarkan aset keuangan
yang dialihkan
dari neraca
(derecognition), apabila memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. aset keuangan yang dialihkan dari Kreditur Asal kepada Penerbit
memenuhi kondisi jual putus; dan
b. Kreditur Asal bukan merupakan pihak terkait dengan Penerbit.
2. Untuk memenuhi persyaratan kondisi jual putus sebagaimana dimaksud
pada angka 1 huruf a, Bank sebagai Kreditur Asal wajib memenuhi
persyaratan yang diatur dalam Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan
Bank Indonesia Nomor 7/4/PBI/2005.
3. Dalam rangka memenuhi persyaratan bahwa risiko kredit dari aset
keuangan yang dialihkan secara signifikan telah beralih kepada Penerbit
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b Peraturan Bank
Indonesia …
Indonesia Nomor 7/4/PBI/2005, pada prinsipnya Bank sebagai Kreditur
Asal wajib pula memenuhi kondisi antara lain tidak terdapat kewajiban
untuk menukar aset keuangan yang dialihkan. Oleh karena itu, Bank
sebagai Kreditur Asal wajib memastikan bahwa seluruh kondisi aset
keuangan yang dialihkan seperti kelengkapan dan keabsahan dokumen
sesuai dengan yang diperjanjikan.
Penukaran aset keuangan yang dialihkan hanya dapat diminta oleh
Penerbit atas aset keuangan yang diketahui kondisinya berbeda dengan
yang diperjanjikan dan sepanjang telah diperjanjikan sebelumnya.
Dalam hal diperjanjikan kemungkinan melakukan penukaran aset
keuangan, maka
dalam perjanjian tersebut wajib mencantumkan
persyaratan antara lain:
a. jangka waktu penukaran aset keuangan selambat-lambatnya 60
(enam puluh) hari kalender sejak perjanjian
keuangan ditandatangani; dan
pengalihan aset
b. nilai aset keuangan yang dapat dipertukarkan maksimum sebesar
10% (sepuluh perseratus) dari Nilai Aset Keuangan yang Dialihkan.
4. Pemenuhan persyaratan kondisi jual putus sebagaimana dimaksud pada
angka 2 dan angka 3 wajib memperoleh pendapat auditor independen
dan pendapat hukum yang independen. Apabila berdasarkan hasil
pengawasan atau pemeriksaan ditemukan kondisi yang berbeda dengan
pendapat auditor independen dan pendapat hukum yang independen
dimaksud, maka Bank Indonesia dapat memberikan penilaian tersendiri
atas pemenuhan persyaratan dan kondisi jual putus.
5. Apabila persyaratan dan kondisi jual putus sebagaimana dimaksud pada
angka 2 dan angka 3 dipenuhi, maka Bank sebagai Kreditur Asal dapat
mengeluarkan aset keuangan yang dialihkan dari neraca (derecognition)
dengan melakukan tindakan sebagai berikut:
a. mengeluarkan …
a. mengeluarkan aset keuangan yang dialihkan dari neraca Bank dan
mengakui penerimaan dari pengalihan aset dalam neraca;
b. memperhitungkan seluruh penerimaan/keuntungan dan biaya-biaya/
kerugian yang timbul dari pengalihan aset keuangan;
6. Apabila persyaratan kondisi
jual putus sebagaimana dimaksud pada
angka 2 dan angka 3 tidak dipenuhi, maka atas aset keuangan yang telah
dialihkan, Bank sebagai Kreditur Asal wajib mencatat kembali dalam
neraca, memperhitungkan dalam aktiva
tertimbang menurut risiko,
menilai kualitas aktiva, dan memperhitungkan dalam BMPK.
7. Pencatatan kembali aset keuangan yang dialihkan diikuti dengan
pencatatan penerimaan Bank atas pengalihan aset keuangan sebagai
kewajiban
kepada Pemodal. Selanjutnya Bank juga melakukan
pengakuan terhadap penerimaan pokok dan bunga atas aset keuangan
yang dicatat kembali dan pengakuan terhadap pembayaran pokok dan
bunga sebagai kewajiban kepada Pemodal.
8. Sesuai Pasal 6 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/4/PBI/2005, Bank
dilarang menjadi Kreditur Asal apabila pengalihan aset keuangan dalam
rangka aktivitas Sekuritisasi Aset mengakibatkan rasio kewajiban
penyediaan modal minimum Bank menurun. Untuk menghitung rasio
kewajiban penyediaan modal minimum pada saat pengalihan aset oleh
Bank yang menjadi Kreditur Asal, maka:
a. aktiva tertimbang menurut risiko akan berkurang sebesar aktiva
tertimbang menurut risiko dari aset keuangan yang dialihkan setelah
dikurangi cadangan khusus yang telah dibentuk; dan
b. modal dapat meningkat atau menurun sesuai dengan keuntungan atau
kerugian
akibat pengalihan aset keuangan
dimaksud sebelum
memperhitungkan biaya-biaya yang timbul dalam rangka proses
pengalihan aset keuangan.
D. BANK …
D. BANK SEBAGAI PENYEDIA KREDIT PENDUKUNG
1. Penyediaan Kredit Pendukung oleh Bank dalam aktivitas Sekuritisasi
Aset
bertujuan
untuk meningkatkan
kualitas aset
keuangan
yang
dialihkan dengan memberikan fasilitas untuk menanggung kerugian yang
dapat dialami oleh Pemodal sebagai akibat penurunan kualitas aset
keuangan.
2. Penyediaan Kredit Pendukung dimaksud terdiri dari fasilitas penanggung
risiko pertama (first loss facility) dan fasilitas penanggung risiko kedua
(second loss facility). Fasilitas penanggung risiko kedua diberikan
setelah tersedia fasilitas penanggung risiko pertama dan baru dapat
digunakan apabila fasilitas penanggung risiko
digunakan.
pertama
telah habis
3. Bagi Bank yang akan bertindak sebagai penyedia fasilitas penanggung
risiko pertama (first loss facility) perlu memperhatikan antara lain:
a. jenis dan kualitas aset keuangan yang dialihkan;
b. perkiraan kerugian yang dapat timbul dari aset keuangan yang
dialihkan.
4. Bagi Bank yang akan bertindak sebagai penyedia fasilitas penanggung
risiko kedua (second loss
facility) selain memperhatikan hal-hal
sebagaimana dimaksud pada angka 3, juga perlu menganalisis
kredibilitas pihak yang memberikan fasilitas penanggung risiko pertama.
5. Penyediaan Kredit Pendukung berupa fasilitas penanggung risiko
pertama dan fasilitas penanggung risiko kedua dapat berbentuk antara
lain:
a. Overcollateralisation yaitu fasilitas yang diberikan oleh Kreditur
Asal berupa kelebihan nilai aset keuangan yang dialihkan, sebesar
selisih antara nilai buku aset keuangan yang dialihkan dengan
pembayaran …
pembayaran yang diterima oleh Kreditur Asal yang berasal dari
penerbitan EBA tanpa memperhitungkan keuntungan atau kerugian
dari pengalihan aset keuangan.
b. Garansi yaitu fasilitas jaminan yang diberikan oleh pihak ketiga
untuk menanggung kerugian atas risiko kredit dari aset keuangan
yang dialihkan sampai dengan nilai tertentu atau persentase
tertentu.
c. Cash collateral yaitu jaminan kas yang dapat ditarik untuk
menutup kekurangan pembayaran kewajiban kepada Pemodal.
Penyediaan dana ini dapat bersumber dari Kreditur Asal atau pihak
ketiga.
d. Pembelian junior tranche yaitu pembelian subordinasi kelas EBA
yang dapat dilakukan oleh Kreditur Asal atau pihak ketiga.
Kewajiban pembayaran kepada pemegang subordinasi EBA baru
dapat dilakukan setelah pembayaran kepada pemegang EBA
dengan kelas yang lebih senior dipenuhi.
6. Contoh cara perhitungan kewajiban penyediaan modal minimum bagi
Bank sebagai Penyedia Kredit Pendukung adalah sebagaimana pada
Lampiran 1.
E. BANK SEBAGAI PENYEDIA FASILITAS LIKUIDITAS
1. Penyediaan Fasilitas Likuiditas oleh Bank kepada Penerbit diberikan
dalam bentuk penyediaan fasilitas talangan untuk mengatasi mismatch
yang timbul karena terdapat keterlambatan sementara dalam penerimaan
bunga dan atau pokok dari aset keuangan yang dialihkan yang menjadi
sumber pembayaran kewajiban kepada Pemodal sehingga pembayaran
kepada Pemodal dapat dilakukan tepat waktu.
2. Penyediaan …
2. Penyediaan Fasilitas Likuiditas kepada Penerbit bersifat pass-through
yaitu langsung digunakan untuk pemenuhan kewajiban pembayaran
kepada Pemodal.
3. Mengingat Fasilitas Likuiditas merupakan talangan untuk pembayaran
kewajiban kepada Pemodal, maka penyedia Fasilitas Likuiditas memiliki
hak menerima pembayaran terlebih dahulu dibandingkan Pemodal atas
pelunasan dari setiap arus kas aset keuangan yang dialihkan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf f Peraturan Bank Indonesia
Nomor 7/4/PBI/2005.
4. Fasilitas Likuiditas hanya dapat diberikan maksimum selama 90
(sembilan puluh) hari kalender berturut-turut yang dihitung sejak tanggal
awal penarikan sampai dengan tanggal pelunasan
Likuiditas yang telah ditarik.
seluruh Fasilitas
5. Apabila Bank menyediakan Fasilitas Likuiditas melebihi jangka waktu
sebagaimana dimaksud pada angka 4, maka penyediaan Fasilitas
Likuiditas tersebut diperlakukan sebagai penyediaan Fasilitas Likuiditas
yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10
ayat (2) Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/4/PBI/2005.
6. Sesuai dengan penjelasan Pasal 9 ayat (1) huruf d Peraturan Bank
Indonesia Nomor
7/4/PBI/2005, yang dimaksud dengan tunggakan
pembayaran adalah tunggakan pembayaran pokok dan atau bunga/kupon
dari aset keuangan yang dialihkan.
7. Contoh cara perhitungan kewajiban penyediaan modal minimum bagi
Bank sebagai Penyedia Fasilitas Likuiditas adalah sebagaimana pada
Lampiran 2.
F. BANK …
F. BANK SEBAGAI PENYEDIA JASA
1. Bank yang berfungsi sebagai Penyedia Jasa wajib memenuhi persyaratan
antara lain didukung oleh sistem administrasi yang memadai. Sistem
administrasi yang memadai adalah sistem yang memiliki kemampuan
antara lain untuk:
a. mengidentifikasi aset keuangan dan agunan yang dialihkan oleh
Kreditur Asal dan aset lain yang dimiliki Bank Penyedia Jasa;
penerimaan arus kas dari aset keuangan yang
b. memisahkan
dialihkan dengan penerimaan lain Bank Penyedia Jasa;
c. menyediakan informasi jumlah maupun jangka waktu tunggakan
pokok dan atau tunggakan bunga/kupon dari arus kas
keuangan yang dialihkan.
aset
2. Dalam hal Bank sebagai Penyedia Jasa melakukan Pembelian Kembali,
maka perhitungan nilai sisa aset keuangan yang dibeli kembali tersebut
adalah sebesar nilai buku sisa aset keuangan. Yang diperhitungkan
sebagai nilai buku aset keuangan termasuk tunggakan bunga. Apabila
aset keuangan berupa surat berharga, maka perhitungan nilai sisa aset
keuangan yang dibeli kembali adalah sebesar nilai pembelian awal
(acquisition cost) ditambah tunggakan bunga/kupon.
3. Pembelian Kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2)
Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/4/PBI/2005 diperlakukan sebagai
fasilitas penanggung risiko pertama. Perlakuan sebagai fasilitas
penanggung
risiko
pertama dalam kewajiban
penyediaan
modal
minimum dihitung sebagai faktor pengurang modal sebesar nilai terkecil
antara nilai buku sisa aset keuangan yang dibeli kembali dengan jumlah
beban modal dari Nilai Aset Keuangan yang Dialihkan.
4. Pembelian …
4. Pembelian Kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3)
Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/4/PBI/2005 diperlakukan sebagai
Kredit Pendukung yang tidak memenuhi persyaratan. Perlakuan sebagai
Kredit Pendukung yang tidak memenuhi persyaratan dalam kewajiban
penyediaan modal minimum dihitung sebagai:
a. faktor pengurang modal sebesar nilai terkecil antara nilai buku sisa
aset keuangan yang dibeli kembali dengan jumlah beban modal dari
Nilai Aset Keuangan yang Dialihkan dan komponen aktiva
tertimbang menurut risiko sebesar nilai buku sisa aset keuangan yang
dibeli kembali, bagi Bank Penyedia Jasa yang juga Kreditur Asal;
b. faktor pengurang modal sebesar nilai terkecil antara nilai buku sisa
aset keuangan yang dibeli kembali dengan jumlah beban modal dari
Nilai Aset Keuangan yang Dialihkan, bagi Bank Penyedia Jasa yang
bukan Kreditur Asal.
G. BANK SEBAGAI PEMODAL
1. Dalam menilai risiko-risiko yang dapat timbul dari penanaman dana,
Bank sebagai Pemodal EBA wajib mempelajari informasi yang terkait
dengan aktivitas Sekuritisasi Aset dari propektus dan sumber-sumber
lainnya berupa:
a.
b.
struktur aktivitas Sekuritisasi Aset;
jenis, nilai, dan kualitas (bila EBA tidak memiliki peringkat) aset
keuangan yang dialihkan;
c.
d.
informasi seluruh
fasilitas yang tersedia termasuk informasi
kemungkinan terjadinya kegagalan pembayaran kepada Pemodal;
karakteristik, peringkat, dan jumlah EBA yang diterbitkan; dan
e. informasi …
e.
informasi-informasi penting lainnya antara lain pemenuhan kondisi
jual putus atas pengalihan aset keuangan, biaya-biaya yang menjadi
tanggungan Pemodal termasuk biaya kepada Penyedia Jasa.
2. Jumlah EBA yang dimiliki oleh Bank Pemodal yang sekaligus sebagai
Kreditur Asal melalui
dialihkan menjadi bagian yang diperhitungkan dalam:
a.
batas maksimum EBA yang dapat dibeli yaitu sebesar 10%
(sepuluh perseratus) dari Nilai Aset Keuangan yang Dialihkan; dan
b. batas maksimum seluruh fasilitas dalam aktivitas Sekuritisasi Aset
yaitu sebesar 20% (dua puluh perseratus) dari Nilai Aset Keuangan
yang Dialihkan.
3. Contoh cara perhitungan kewajiban penyediaan modal minimum bagi
Bank sebagai Pemodal adalah sebagaimana pada Lampiran 3.
H. BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN KREDIT DAN PENILAIAN
KUALITAS AKTIVA
1. Perhitungan Batas Maksimum
Pemberian Kredit
(BMPK)
atas
penyediaan dana kepada Reference Entity dihitung secara proporsional
berdasarkan proporsi aset keuangan yang dialihkan dari masing-masing
Reference Entity.
2. Contoh penyediaan dana kepada Reference Entity:
a. Bank “A” menyalurkan kredit kepada beberapa debitur (Reference
Entity) masing-masing:
• PT. “X” sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta Rupiah);
• PT. “Y” sebesar Rp6.000.000,00 (enam juta Rupiah); dan
• PT. “Z” sebesar Rp4.000.000,00 (empat juta Rupiah).
b. Bank …
tukar-menukar dengan aset keuangan yang
b. Bank “A” kemudian menjual portofolio kredit kepada Penerbit
dengan memenuhi kondisi jual putus dan memberikan fasilitas
Kredit Pendukung berupa overcollateralisation.
c. Berdasarkan portofolio kredit yang dialihkan tersebut, Penerbit
menerbitkan EBA senilai Rp18.000.000,00 (delapan belas juta
Rupiah).
d. Dari keseluruhan EBA yang diterbitkan, Bank “B” membeli EBA
sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta Rupiah).
e. Pembelian EBA oleh Bank “B” ditetapkan sebagai penyediaan
dana secara proporsional kepada PT. “X”, PT. “Y” dan PT “Z” dan
perhitungan BMPK untuk masing-masing perusahaan adalah:
total aset keuangan setiap perusahaan yang dialihkan
total aset keuangan yang dialihkan
×
Perhitungan untuk contoh ini adalah sebagai berikut:
• PT X = (Rp10 juta/Rp20 juta) x Rp 10 juta = Rp5 juta;
• PT Y = (Rp6 juta/20 juta) x Rp 10 juta = Rp3 juta; dan
• PT Z = (Rp4 juta/Rp20 juta) x Rp 10 juta = Rp2 juta.
3. Bank yang menyediakan beberapa fasilitas dalam aktivitas Sekuritisasi
Aset hanya dapat menyediakan
seluruh
fasilitas dalam aktivitas
Sekuritisasi Aset maksimum 20% dari Nilai Aset Keuangan yang
Dialihkan.
4. Contoh cara perhitungan kewajiban penyediaan modal minimum untuk
seluruh fasilitas yang disediakan Bank dalam aktivitas Sekuritisasi Aset
adalah sebagaimana pada Lampiran 4.
EBA yang dibeli
5. Penilaian …
5. Penilaian kualitas EBA mengacu pada penilaian kualitas surat berharga
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor
7/2/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva
Bank Umum, Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/3/DPNP tanggal
31 Januari 2005 perihal Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum dan Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 7/8/DPNP tanggal 31 Maret 2005 perihal
Lembaga Pemeringkat dan Peringkat yang Diakui Bank Indonesia.
6. Dalam hal EBA tidak aktif diperdagangkan di bursa efek dan tidak
terdapat informasi nilai pasar serta tidak memiliki peringkat, maka
kualitas EBA didasarkan pada kualitas aset keuangan yang dialihkan
sesuai dengan jenis aset keuangan yang dialihkan yang dihitung secara
proporsional. Untuk mendukung penetapan kualitas EBA tersebut, Bank
sebagai Pemodal mengupayakan informasi terkini kualitas aset keuangan
yang dialihkan.
Contoh perhitungan:
a. Bank A mengalihkan
aset
keuangan
berupa
kredit
sebesar
Rp100.000.000,00 (seratus juta Rupiah) dengan kualitas masing-
masing Lancar sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta Rupiah),
Dalam Perhatian Khusus sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta
Rupiah), dan Diragukan sebesar Rp40.000.000,00 (empat puluh juta
Rupiah).
b. Kualitas setiap kredit tersebut secara proporsional terhadap total
kredit yang dialihkan adalah sebagai berikut:
- Lancar sebesar 50% (lima puluh perseratus);
- Dalam Perhatian Khusus sebesar 10% (sepuluh perseratus); dan
- Diragukan sebesar 40% (empat puluh perseratus).
c. Bank …
c. Bank B membeli EBA dengan underlying aset keuangan yang
dialihkan oleh Bank A sebesar Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta
Rupiah).
d. Perhitungan kualitas EBA yang dimiliki Bank B ditetapkan sebagai
berikut:
- Lancar: 50% x Rp25.000.000,00 = Rp12.500.000,00;
- Dalam
Perhatian Khusus: 10% x Rp25.000.000,00
Rp2.500.000,00; dan
- Diragukan: 40% x Rp25.000.000,00 = Rp10.000.000,00
7. Penetapan kualitas Kredit Pendukung dan Fasilitas Likuiditas didasarkan
pada kualitas aset keuangan yang dialihkan yaitu secara proporsional
sesuai dengan jenis aset keuangan yang dialihkan.
Contoh perhitungan:
a. Bank A mengalihkan
aset
keuangan
berupa
kredit
sebesar
Rp100.000.000,00 (seratus juta Rupiah) dengan kualitas masing-
masing Lancar sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta Rupiah),
Dalam Perhatian Khusus sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta
Rupiah), dan Diragukan sebesar Rp40.000.000,00 (empat puluh juta
Rupiah).
b. Kualitas setiap kredit tersebut secara proporsional terhadap total
kredit yang dialihkan adalah sebagai berikut:
- Lancar sebesar 50% (lima puluh perseratus);
- Dalam Perhatian Khusus sebesar 10% (sepuluh perseratus); dan
- Diragukan sebesar 40% (empat puluh perseratus).
c. Bank A memberikan
fasilitas
Kredit Pendukung
sebesar
Rp10.000.000,00 (sepuluh juta Rupiah) maka kualitas Kredit
Pendukung ditetapkan sebagai berikut:
- Lancar …
=
- Lancar: 50% x Rp10.000.000,00 = Rp5.000.000,00
- Dalam
Perhatian
Rp1.000.000,00; dan
- Diragukan: 40% x Rp10.000.000,00 = Rp4.000.000,00.
d. Perhitungan yang sama berlaku juga untuk Fasilitas Likuiditas yang
disediakan oleh Bank.
I. PELAPORAN
1. Laporan rencana pengalihan aset keuangan dalam aktivitas Sekuritisasi
Aset oleh Bank sebagai Kreditur Asal sekurang-kurangnya memuat
informasi sebagai berikut:
a. Umum, yaitu informasi yang mencakup :
1) tujuan pengalihan aset keuangan dalam kaitannya dengan rencana
strategis bank dan rencana penggunaan dana yang diperoleh;
2) jenis dan nilai buku aset keuangan yang akan dialihkan, hasil
penilaian (appraisal) serta perkiraan penerimaan dari pengalihan
aset keuangan;
3) lembaga pemeringkat yang akan melakukan pemeringkatan EBA
dan perkiraan hasil peringkat (jika tersedia);
4) perkiraan Nilai EBA yang akan diterbitkan;
5) draft perjanjian pengalihan aset keuangan;
6) informasi fasilitas lain yang akan disediakan oleh Kreditur Asal
dan draft perjanjian (termasuk fungsi Penyedia Jasa); dan
7) informasi pihak lain yang akan menyediakan fasilitas lain dalam
aktivitas Sekuritisasi Aset.
b. Informasi calon Penerbit yang sekurang-kurangnya berupa:
1) nama dan bentuk badan hukum Penerbit;
2) struktur …
Khusus: 10% x Rp10.000.000,00
=
2) struktur kepemilikan dan pengurus
(termasuk pemilik/pengurus
Manajer Investasi dan Bank Kustodian dalam hal Penerbit
berbentuk KIK-EBA); dan
3) Anggaran Dasar atau Kontrak antara Manajer Investasi dengan
Bank Kustodian dalam hal Penerbit berbentuk KIK-EBA.
c. Informasi perhitungan rasio KPMM Kreditur Asal untuk beberapa
kondisi yaitu:
1) sebelum aset keuangan dialihkan (posisi akhir bulan sebelum
tanggal laporan);
2) simulasi setelah aset keuangan dialihkan; dan
3) simulasi
Sekuritisasi Aset (bila akan melakukan).
d. Manajemen risiko, yang berisi informasi analisis dampak pengalihan
aset keuangan serta penyediaan fasilitas lainnya terhadap profil risiko
Kreditur Asal.
e. Dokumen pendukung lain yang dianggap perlu.
2. Laporan pelaksanaan pengalihan aset keuangan dalam rangka aktivitas
Sekuritisasi Aset oleh Bank sebagai Kreditur Asal sekurang-kurangnya
memuat informasi sebagai berikut:
a. Penjelasan secara umum mengenai realisasi pengalihan aset keuangan
dibandingkan dengan rencana yang telah dilaporkan.
b. Informasi dan dokumen baru atas perubahan dari setiap jenis informasi
yang disampaikan pada laporan rencana pengalihan aset keuangan
sebagaimana dimaksud pada angka 1.
c. Salinan dokumen yang meliputi:
1) perjanjian pengalihan aset keuangan;
setelah penyediaan berbagai fasilitas dalam aktivitas
2) perjanjian …
2) perjanjian penyediaan fasilitas lain yang diberikan oleh Kreditur
Asal;
3) perjanjian penyediaan fasilitas lain oleh pihak bukan Kreditur Asal;
d. Informasi cara pembayaran aset keuangan yang dialihkan;
e. Ringkasan pendapat auditor independen dan pendapat hukum yang
independen;
f. Informasi perhitungan rasio KPMM Kreditur Asal untuk beberapa
kondisi yaitu:
1) sebelum aset keuangan dialihkan (posisi akhir bulan sebelum
perjanjian ditandatangani);
2) setelah aset keuangan dialihkan (posisi akhir bulan sebelum
perjanjian ditandatangani
modal dan aktiva tertimbang menurut risiko akibat pengalihan aset
keuangan); dan
3) setelah penyediaan berbagai fasilitas dalam aktivitas Sekuritisasi
Aset (posisi akhir bulan sebelum perjanjian ditandatangani dengan
memperhitungkan perubahan modal dan aktiva tertimbang menurut
risiko akibat pengalihan aset keuangan serta perubahan modal dan
aktiva
tertimbang menurut risiko akibat penyediaan
berbagai
fasilitas), apabila bank melakukan penyediaan fasilitas dalam
aktivitas Sekuritisasi Aset.
g. Laporan atau dokumen lain yang wajib disampaikan oleh Bank yang
melakukan produk dan aktivitas baru sebagaimana dimaksud dalam
Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003
tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum, dalam hal
Kreditur Asal juga menyediakan fasilitas lain dalam aktivitas
Sekuritisasi Aset.
3. Laporan …
dengan memperhitungkan perubahan
3. Laporan Bank sebagai Penyedia Kredit Pendukung, Penyedia Fasilitas
Likuiditas, Penyedia Jasa atau Bank Kustodian sekurang-kurangnya
memuat informasi sebagai berikut:
a. Umum, yaitu informasi yang mencakup:
1) jenis, jumlah, dan jangka waktu fasilitas yang diberikan;
2) salinan perjanjian fasilitas;
3) informasi kesiapan sistem administrasi Bank untuk pelaksanaan
fungsi Penyedia Jasa atau Bank Kustodian;
b. Rasio KPMM, yaitu Informasi perhitungan rasio KPMM Bank
setelah penyediaan fasilitas (posisi akhir bulan sebelum tanggal
penandatanganan perjanjian);
c. Manajemen risiko, yaitu Informasi analisis dampak pemberian
fasilitas terhadap profil risiko Bank;
d. Dokumen pendukung lain yang dianggap perlu.
4. Laporan Bank sebagai Penyedia Jasa yang melakukan Pembelian
Kembali sekurang-kurangnya memuat informasi sebagaimana dimaksud
pada huruf I angka 3 serta informasi tambahan antara lain:
a. Alasan melakukan Pembelian Kembali;
b. Nilai buku sisa aset keuangan yang dibeli kembali dan persentasenya
terhadap Nilai Aset Keuangan yang Dialihkan;
c. Rincian biaya dan pendapatan dari pelaksanaan fungsi Penyedia Jasa
selama 3 (tiga) bulan terakhir;
d. Rincian arus kas dari sisa aset keuangan yang dibeli kembali selama
3 (tiga) bulan terakhir;
e. Sisa fasilitas Kredit Pendukung dalam hal Bank juga bertindak
sebagai penyedia fasilitas Kredit Pendukung.
Ketentuan …
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku sejak
tanggal 9 November 2005
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
MAMAN H. SOMANTRI
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 7/51/DPNP|SE-BI/2005 </reg_id>
<reg_title> Prinsip Kehati-hatian dalam Aktivitas Sekuritisasi Aset bagi Bank Umum </reg_title>
<set_date> 9 November 2005 </set_date>
<effective_date> 9 November 2005 </effective_date>
<related_reg> '7/4/PBI/2005' </related_reg>
|
No.18/ 7 /DPSP
Jakarta, 2 Mei 2016
SURAT EDARAN
Perihal : Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal oleh
Bank Indonesia
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor
17/9/PBI/2015 tentang Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring
Berjadwal oleh Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5704) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia
Nomor 18/5/PBI/2016 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016
Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5876), perlu mengatur kembali ketentuan pelaksanaan mengenai
penyelenggaraan transfer dana dan kliring berjadwal oleh Bank Indonesia
dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut:
I.
KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan:
1. Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal adalah
kegiatan dalam rangka memproses perhitungan hak dan
kewajiban antar Peserta Sistem Kliring Nasional Bank
Indonesia yang setelmennya dilakukan pada waktu tertentu.
2. Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia yang selanjutnya
disingkat SKNBI adalah infrastruktur yang digunakan oleh
Bank Indonesia dalam Penyelenggaraan Transfer Dana dan
Kliring Berjadwal untuk memproses Data Keuangan Elektronik
pada Layanan Transfer Dana, Layanan Kliring Warkat Debit,
Layanan Pembayaran Reguler, dan Layanan Penagihan Reguler.
3. Penyelenggara SKNBI yang selanjutnya disebut Penyelenggara
adalah Bank Indonesia.
4. Peserta SKNBI yang selanjutnya disebut Peserta adalah pihak
yang telah memenuhi persyaratan dan telah memperoleh
persetujuan dari Penyelenggara sebagai Peserta.
5. Layanan ...
2
5. Layanan Transfer Dana adalah layanan dalam SKNBI yang
memproses pemindahan sejumlah dana antar Peserta dari 1
(satu) pengirim kepada 1 (satu) penerima.
6. Layanan Kliring Warkat Debit adalah layanan dalam SKNBI
yang memproses penagihan sejumlah dana yang dilakukan
antar Peserta dari 1 (satu) pengirim tagihan kepada 1 (satu)
penerima tagihan, disertai dengan fisik Warkat Debit.
7. Layanan Pembayaran Reguler adalah layanan dalam SKNBI
yang memproses pemindahan sejumlah dana antar Peserta dari
1 (satu) atau beberapa pengirim kepada 1 (satu) atau beberapa
penerima.
8. Layanan Penagihan Reguler adalah layanan dalam SKNBI yang
memproses penagihan sejumlah dana antar Peserta dari 1
(satu) pengirim tagihan kepada beberapa penerima tagihan.
9. Data Keuangan Elektronik yang selanjutnya disingkat DKE
adalah data keuangan dalam format elektronik yang digunakan
sebagai dasar perhitungan dalam penyelenggaraan SKNBI.
10. DKE Transfer Dana adalah DKE yang dibuat berdasarkan
perintah transfer dana dan digunakan sebagai dasar
perhitungan dalam Layanan Transfer Dana.
11. DKE Warkat Debit adalah DKE yang dibuat berdasarkan
perintah transfer debit dan digunakan sebagai dasar
perhitungan dalam Layanan Kliring Warkat Debit.
12. DKE Pembayaran adalah DKE yang dibuat berdasarkan
perintah transfer dana dan digunakan sebagai dasar
perhitungan dalam Layanan Pembayaran Reguler.
13. DKE Penagihan adalah DKE yang dibuat berdasarkan perintah
transfer debit dan digunakan sebagai dasar perhitungan dalam
Layanan Penagihan Reguler.
14. Warkat Debit adalah alat pembayaran nontunai yang
diperhitungkan atas beban nasabah atau Bank melalui
Layanan Kliring Warkat Debit.
15. Kliring Penyerahan adalah kegiatan untuk memperhitungkan
DKE Warkat Debit yang disampaikan oleh Peserta pengirim
kepada Peserta penerima melalui Penyelenggara.
16. Kliring ...
3
16. Kliring Pengembalian adalah kegiatan untuk memperhitungkan
DKE Warkat Debit yang diperhitungkan dalam Kliring
Penyerahan namun ditolak oleh Peserta penerima berdasarkan
alasan yang ditetapkan oleh Penyelenggara.
17. Penyerahan Tagihan adalah kegiatan untuk memperhitungkan
DKE Penagihan yang disampaikan oleh Peserta pengirim
kepada Peserta penerima melalui Penyelenggara.
18. Pengembalian Tagihan adalah
kegiatan untuk
memperhitungkan DKE Penagihan yang diperhitungkan dalam
Penyerahan Tagihan namun ditolak oleh Peserta penerima
berdasarkan alasan yang ditetapkan oleh Penyelenggara.
19. Peserta Langsung Utama yang selanjutnya disingkat PLU
adalah Peserta yang mengirimkan DKE ke Penyelenggara secara
langsung dengan menggunakan infrastruktur SKNBI dan
Setelmen Dana dilakukan ke Rekening Setelmen Dana Peserta
yang bersangkutan.
20. Peserta Langsung Afiliasi yang selanjutnya disingkat PLA
adalah Peserta yang mengirimkan DKE ke Penyelenggara secara
langsung dengan menggunakan infrastruktur SKNBI Peserta
yang bersangkutan sedangkan Setelmen Dana dilakukan ke
Rekening Setelmen Dana Bank Pembayar.
21. Peserta Tidak Langsung yang selanjutnya disingkat PTL adalah
Peserta yang mengirimkan DKE ke Penyelenggara secara tidak
langsung melalui Bank Penerus dan Setelmen Dana dilakukan
ke Rekening Setelmen Dana Bank Penerus.
22. Bank Pembayar adalah PLU yang ditunjuk oleh PLA dalam
rangka Setelmen Dana, penyediaan Prefund, dan/atau
pembayaran kewajiban lainnya dalam penyelenggaraan SKNBI.
23. Bank Penerus adalah PLU yang memenuhi persyaratan dan
telah memperoleh persetujuan dari Penyelenggara untuk
melaksanakan pengiriman DKE, penyediaan Prefund, Setelmen
Dana, dan/atau pembayaran kewajiban lainnya untuk
kepentingan PTL.
24. Rekening Setelmen Dana adalah rekening Peserta dalam mata
uang Rupiah yang ditatausahakan di Bank Indonesia.
25. Setelmen ...
4
25. Setelmen Dana adalah kegiatan pendebitan dan pengkreditan
Rekening Setelmen Dana melalui Sistem BI-RTGS yang
dilakukan berdasarkan perhitungan hak dan kewajiban
masing-masing Peserta yang timbul dalam penyelenggaraan
SKNBI.
26. Prefund adalah dana yang disediakan oleh Peserta untuk
memenuhi kewajiban dalam penyelenggaraan SKNBI.
27. Prefund Kredit adalah Prefund yang disediakan untuk Layanan
Transfer Dana dan Layanan Pembayaran Reguler.
28. Prefund Debit adalah Prefund yang disediakan untuk Layanan
Kliring Warkat Debit dan Layanan Penagihan Reguler.
29. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang yang mengatur mengenai perbankan termasuk
kantor cabang dari bank di luar negeri dan Bank Umum
Syariah termasuk Unit Usaha Syariah sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai perbankan
syariah.
30. Penyelenggara Transfer Dana Selain Bank adalah badan usaha
berbadan hukum Indonesia bukan Bank yang telah
memperoleh izin dari Bank Indonesia untuk menyelenggarakan
kegiatan transfer dana.
31. Sistem Sentral Kliring yang selanjutnya disingkat SSK adalah
infrastruktur SKNBI di Penyelenggara yang digunakan dalam
penyelenggaraan SKNBI.
32. Sistem Peserta Kliring yang selanjutnya disingkat SPK adalah
infrastruktur SKNBI di Peserta yang terhubung dengan SSK
yang digunakan oleh Peserta dalam penyelenggaraan SKNBI.
33. Jaringan Komunikasi Data yang selanjutnya disingkat JKD
adalah infrastruktur komunikasi data yang digunakan dalam
penyelenggaraan SKNBI yang menghubungkan SSK dengan
SPK.
34. Soft Token adalah sertifikat dalam bentuk file terproteksi yang
memuat identitas pemilik sertifikat, kunci enkripsi untuk
melakukan verifikasi tanda tangan digital pemilik, dan periode
sertifikat yang dihasilkan oleh infrastruktur kunci publik Bank
Indonesia.
35. Sistem ...
5
35. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang
selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS adalah infrastruktur yang
digunakan sebagai sarana transfer dana elektronik yang
setelmennya dilakukan seketika per transaksi secara
individual.
36. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang
selanjutnya disebut BI-SSSS adalah infrastruktur yang
digunakan sebagai sarana Penatausahaan Transaksi dan
Penatausahaan Surat Berharga yang dilakukan secara
elektronik.
37. Keadaan Tidak Normal adalah situasi atau kondisi yang terjadi
sebagai akibat adanya gangguan atau kerusakan pada
perangkat keras, perangkat lunak, jaringan komunikasi,
aplikasi, maupun sarana pendukung yang mempengaruhi
kelancaran penyelenggaraan SKNBI.
38. Keadaan Darurat adalah suatu keadaan yang terjadi di luar
kekuasaan Penyelenggara dan/atau Peserta yang menyebabkan
kegiatan operasional SKNBI tidak dapat diselenggarakan yang
diakibatkan oleh, tetapi tidak terbatas pada kebakaran,
kerusuhan massa, sabotase, dan bencana alam seperti gempa
bumi dan banjir yang dinyatakan oleh pihak penguasa atau
pejabat setempat yang berwenang, termasuk Bank Indonesia.
39. Fasilitas Kontinjensi adalah fasilitas yang disediakan oleh
Penyelenggara di lokasi Penyelenggara dan Kantor Perwakilan
Bank Indonesia Dalam Negeri yang dapat digunakan oleh
Peserta apabila terjadi Keadaan Tidak Normal atau Keadaan
Darurat di lokasi kantor Peserta.
40. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri yang
selanjutnya disingkat KPwDN adalah kantor Bank Indonesia
selain kantor pusat Bank Indonesia yang melaksanakan fungsi
sistem pembayaran.
41. Wilayah Kliring adalah suatu wilayah yang telah disetujui oleh
Penyelenggara untuk melaksanakan kegiatan pertukaran
Warkat Debit.
42. Wilayah ...
6
42. Wilayah Kliring Otomasi adalah Wilayah Kliring yang
melaksanakan kegiatan pertukaran Warkat Debit secara
otomasi.
43. Wilayah Kliring Manual adalah Wilayah Kliring yang
melaksanakan kegiatan pertukaran Warkat Debit secara
manual.
44. Koordinator Pertukaran Warkat Debit yang selanjutnya disebut
Koordinator PWD adalah koordinator pertukaran Warkat Debit
kantor Bank Indonesia dan koordinator pertukaran Warkat
Debit selain Bank Indonesia yang melaksanakan pertukaran
Warkat Debit di suatu Wilayah Kliring.
45. Perwakilan Peserta adalah kantor Peserta di suatu Wilayah
Kliring yang ditunjuk sebagai wakil Peserta untuk
melaksanakan pertukaran Warkat Debit yang dikliringkan di
Wilayah Kliring tersebut.
46. Pimpinan adalah direksi atau pejabat yang berwenang mewakili
Peserta sesuai dengan ketentuan yang berlaku bagi masing-
masing Peserta sebagai berikut:
a. Pimpinan untuk Peserta berupa Bank Umum dan Bank
Umum Syariah adalah direksi sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai
perseroan terbatas;
b. Pimpinan untuk Peserta berupa Unit Usaha Syariah
adalah anggota direksi Bank Umum Konvensional yang
membawahkan Unit Usaha Syariah atau pimpinan kantor
cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri yang
mengelola dan bertanggung jawab terhadap operasional
Unit Usaha Syariah;
c. Pimpinan untuk Peserta berupa kantor cabang dari bank
yang berkedudukan di luar negeri adalah pemimpin kantor
cabang dan pejabat satu tingkat di bawah pemimpin
kantor cabang yang menerima surat kuasa (power of
attorney) dari kantor pusat bank yang berkedudukan di
luar negeri;
d. Pimpinan...
7
d. Pimpinan untuk Penyelenggara Transfer Dana Selain Bank
adalah direksi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan
transfer dana.
47. Bukti Penyerahan Warkat Debit yang selanjutnya disingkat
BPWD adalah dokumen kliring yang digunakan di Wilayah
Kliring Otomasi yang berfungsi sebagai alat kontrol dalam
pelaksanaan kegiatan pertukaran Warkat Debit.
48. Rincian Warkat Debit yang selanjutnya disingkat RWD adalah
dokumen kliring yang digunakan di Wilayah Kliring Manual
yang berfungsi sebagai alat kontrol dalam pelaksanaan
kegiatan pertukaran Warkat Debit.
49. Tanda Pengenal Petugas Kliring yang selanjutnya disingkat
TPPK adalah tanda pengenal yang digunakan oleh petugas
kliring dalam kegiatan pertukaran Warkat Debit.
II. PENYELENGGARA
A. Organisasi Penyelenggara
1. Penyelenggara adalah Bank Indonesia c.q. Departemen
Penyelenggaraan Sistem Pembayaran.
2. Kegiatan korespondensi terkait penyelenggaraan SKNBI
ditujukan kepada Penyelenggara dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. Kegiatan terkait kepesertaan dan operasional
penyelenggaraan SKNBI ditujukan ke alamat:
Bank Indonesia
Departemen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran
Divisi Kliring dan Transfer Dana
Gedung D Lantai 3
Jalan M.H. Thamrin No. 2
Jakarta 10350.
b. Kegiatan korespondensi terkait pemantauan
kepatuhan Peserta terhadap ketentuan dan prosedur
dalam penyelenggaraan SKNBI ditujukan ke alamat:
Bank ...
8
Bank Indonesia
Departemen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran
Divisi Kepatuhan dan Informasi Sistem Pembayaran
Bank Indonesia
Gedung D Lantai 3
Jalan M.H. Thamrin No. 2
Jakarta 10350.
3. Penyelenggara menyediakan helpdesk untuk menangani
permasalahan operasional SKNBI yang dihadapi oleh
Peserta dengan nomor sebagai berikut:
a. telepon : 021 29818888
b. faksimile : 021 2311902.
4. Dalam hal terdapat perubahan nama departemen, divisi,
dan/atau alamat sebagaimana dimaksud dalam angka 2
dan/atau perubahan nomor telepon dan/atau faksimile
sebagaimana dimaksud dalam angka 3 maka
Penyelenggara memberitahukan perubahan tersebut
melalui surat dan/atau sarana lainnya.
B. Tugas Penyelenggara
Dalam rangka penyelenggaraan SKNBI, Penyelenggara
melakukan hal-hal sebagai berikut:
1. menetapkan ketentuan dan prosedur penyelenggaraan
SKNBI;
2. menyediakan sarana dan prasarana penyelenggaraan
SKNBI sebagai berikut:
a. perangkat keras dan aplikasi SSK di Penyelenggara;
b. 1 (satu) JKD yang menghubungkan SPK dengan SSK;
c. aplikasi SPK dan perubahannya serta buku pedoman
pengoperasian aplikasi SPK yang disampaikan oleh
Penyelenggara melalui surat dan/atau sarana lain;
d. Fasilitas Kontinjensi; dan
e. sarana dan prasarana pendukung lainnya;
3. melaksanakan kegiatan operasional SKNBI sesuai waktu
yang telah ditetapkan, antara lain sebagai berikut:
a. melakukan ...
9
a. melakukan monitoring pengiriman DKE dan
penyediaan Prefund dalam rangka menjaga kelancaran
kegiatan operasional SKNBI;
b. melakukan perhitungan DKE yang dikirim oleh
Peserta dan diterima oleh Penyelenggara; dan
c. menyediakan data/informasi hasil perhitungan dalam
SKNBI.
4. melakukan
upaya untuk menjamin keandalan,
ketersediaan, dan keamanan penyelenggaraan SKNBI,
antara lain sebagai berikut:
a. melakukan pengelolaan dan pengoperasian SSK;
b. melakukan security audit terhadap SKNBI secara
berkala;
c. menyediakan helpdesk untuk menangani masalah:
1) operasional penyelenggaraan SKNBI; dan/atau
2) JKD;
d. memberikan layanan yang berkaitan dengan
kepesertaan dalam penyelenggaraan SKNBI;
e. menetapkan waktu operasional penyelenggaraan
SKNBI;
f.
memiliki standar layanan minimum penyelenggaraan
SKNBI antara lain standar layanan waktu terkait
kepesertaan dan standar layanan dalam
penyelenggaraan SKNBI;
g. menetapkan dan memberlakukan ketentuan dan
prosedur penanganan Keadaan Tidak Normal
dan/atau Keadaan Darurat;
h. memberikan pelatihan kepada calon Peserta dan
pelatihan secara berkala kepada Peserta; dan
i. menetapkan status kepesertaan Peserta;
5. melakukan pemantauan kepatuhan Peserta dan
Koordinator PWD terhadap ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai penyelenggaraan transfer dana dan
kliring berjadwal serta prosedur yang ditetapkan oleh
Penyelenggara;
6. menetapkan ...
10
6. menetapkan dan mengenakan sanksi administratif kepada
Peserta;
7. menetapkan batas nilai nominal transaksi yang dapat
diperhitungkan dalam penyelenggaraan SKNBI; dan
8. menetapkan jenis dan besarnya biaya dalam
penyelenggaraan SKNBI, termasuk batas biaya paling
banyak yang dikenakan Peserta kepada nasabah.
III. KEPESERTAAN
A. Prinsip Umum
1. Pihak yang dapat menjadi Peserta yaitu:
a. Bank Indonesia;
b. Bank; dan
c. Penyelenggara Transfer Dana Selain Bank.
2. Dalam hal Peserta sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b
merupakan Bank yang melaksanakan kegiatan usaha
secara konvensional sekaligus melaksanakan kegiatan
usaha berdasarkan prinsip syariah dalam bentuk Unit
Usaha Syariah maka kepesertaan dalam penyelenggaraan
SKNBI untuk kegiatan usaha secara konvensional harus
terpisah dari kepesertaan untuk kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah.
3. Jenis kepesertaan dalam SKNBI terdiri atas:
a. PLU;
b. PLA; atau
c. PTL.
4. Berdasarkan jenis kepesertaan, pihak sebagaimana
dimaksud dalam angka 1, diatur sebagai berikut:
a. Bank Indonesia hanya dapat menjadi PLU;
b. Bank hanya dapat menjadi PLU; dan
c. Penyelenggara Transfer Dana Selain Bank hanya
dapat menjadi PLA atau PTL.
5. Berdasarkan jenis
layanan, keikutsertaan pihak
sebagaimana dimaksud dalam angka 1 diatur sebagai
berikut:
a. Bank ...
11
a. Bank Indonesia dapat mengikuti seluruh layanan
dalam penyelenggaraan SKNBI.
b. Bank harus mengikuti seluruh layanan dalam
penyelenggaraan SKNBI.
c. Penyelenggara Transfer Dana Selain Bank hanya
dapat mengikuti Layanan Transfer Dana dan/atau
Layanan Pembayaran Reguler.
6. Keikutsertaan Penyelenggara Transfer Dana Selain Bank
dalam Layanan Pembayaran Reguler hanya berlaku bagi
Penyelenggara Transfer Dana Selain Bank yang mengelola
rekening nasabah.
7. Penyelenggara berwenang untuk menetapkan ketentuan
dan persyaratan yang berbeda sesuai dengan kebutuhan
dan karakteristik untuk Peserta.
B. Persyaratan Menjadi Peserta
Calon Peserta harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Persyaratan Sebagai PLU
a. memiliki surat izin usaha yang masih berlaku dari
lembaga yang berwenang;
b. tidak sedang dalam proses likuidasi atau kepailitan;
c. telah menjadi peserta dalam Sistem BI-RTGS;
d. Pimpinan calon Peserta telah memperoleh persetujuan
atau dinyatakan lulus dalam fit and proper test yang
dilakukan oleh lembaga pengawas yang berwenang;
e. menyediakan infrastruktur SPK dengan spesifikasi
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.1; dan
f.
memiliki laporan hasil security audit atas sistem
internal Peserta yang dilakukan dalam 1 (satu) tahun
terakhir, dalam hal calon Peserta akan
menghubungkan sistem internal Peserta ke SSK.
2. Persyaratan Sebagai PLA
a. memiliki izin sebagai penyelenggara transfer dana
yang masih berlaku dari Bank Indonesia;
b. tidak sedang dalam proses likuidasi atau kepailitan;
c. menyediakan layanan transfer dana kepada nasabah
dan memiliki jaringan kantor yang luas di mayoritas
provinsi di Indonesia;
d. memiliki ...
12
d. memiliki kinerja keuangan yang baik selama 2 (dua)
tahun terakhir;
e. memiliki aset paling sedikit Rp1.000.000.000.000,00
(satu triliun rupiah) atau modal paling sedikit
Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah)
selama 1 (satu) tahun terakhir;
f. Pimpinan calon PLA tidak tercantum dalam daftar
kredit macet dan/atau daftar hitam nasional yang
diterbitkan oleh lembaga yang berwenang;
g. menyediakan infrastruktur SPK dengan spesifikasi
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.1;
h. memiliki laporan hasil security audit atas sistem
internal Peserta yang dilakukan dalam 1 (satu) tahun
terakhir, dalam hal calon Peserta akan
menghubungkan sistem internal Peserta ke SSK;
i. menunjuk 1 (satu) Bank Pembayar dalam rangka
pendebitan dan/atau pengkreditan dana untuk:
1) Setelmen Dana;
2) penyediaan Prefund Kredit;
3) pembebanan biaya dalam penyelenggaraan
SKNBI; dan
4) pembebanan sanksi administratif berupa
kewajiban membayar atas pelanggaran ketentuan
Bank Indonesia yang mengatur mengenai
penyelenggaraan transfer dana dan kliring
berjadwal; dan
j.
memiliki perjanjian dengan Bank Pembayar yang
paling kurang memuat:
1) hak dan kewajiban PLA dan Bank Pembayar;
2) mekanisme penyediaan Prefund Kredit;
3) batas waktu penerusan hasil Setelmen Dana dari
Bank Pembayar ke PLA;
4) tanggung jawab atas kerahasiaan dan/atau
penyalahgunaan informasi hasil Setelmen Dana;
dan
5) mekanisme penyelesaian perselisihan.
3. Persyaratan ...
13
3. Persyaratan Sebagai PTL
a. memiliki izin sebagai penyelenggara transfer dana
yang masih berlaku dari Bank Indonesia;
b. tidak sedang dalam proses likuidasi atau kepailitan;
c. Pimpinan calon PTL tidak tercantum dalam daftar
kredit macet dan/atau daftar hitam nasional yang
diterbitkan oleh lembaga yang berwenang;
d. menunjuk 1 (satu) Bank Penerus; dan
e. memiliki perjanjian dengan Bank Penerus yang paling
kurang memuat:
1) hak dan kewajiban PTL dan Bank Penerus;
2) tanggung jawab atas kerahasiaan dan/atau
penyalahgunaan data dan informasi dalam
penyelenggaraan SKNBI;
3) mekanisme pelaksanaan:
a) penyediaan Prefund Kredit;
b) pengiriman DKE kepada Penyelenggara; dan
c) batas waktu penerusan hasil Setelmen Dana
dari Bank Penerus kepada PTL,
baik dalam keadaan normal, Keadaan Tidak
Normal, dan Keadaan Darurat pada Bank
Penerus;
4) pengaturan penyelesaian perselisihan;
5) biaya penggunaan infrastruktur yang dikenakan
kepada PTL; dan
6) pembebanan sanksi administratif berupa
kewajiban membayar atas pelanggaran ketentuan
Bank Indonesia yang mengatur mengenai
penyelenggaraan transfer dana dan kliring
berjadwal.
C. Prosedur untuk Memperoleh Persetujuan menjadi Peserta
Prosedur untuk memperoleh persetujuan menjadi Peserta
diatur sebagai berikut:
1. Prosedur ...
14
1. Prosedur menjadi PLU
a. Calon PLU menyampaikan surat permohonan untuk
menjadi Peserta kepada Penyelenggara dengan
menggunakan format surat permohonan sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran I.2.
b. Dalam hal calon PLU merupakan Unit Usaha Syariah
maka surat permohonan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a diajukan oleh Bank konvensional atas
nama Unit Usaha Syariah.
c. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut:
1) data kepesertaan SKNBI sesuai dengan format
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.3;
2) Wilayah Kliring yang dipilih oleh calon PLU dalam
rangka pertukaran Warkat Debit;
3) fotokopi dokumen persetujuan izin usaha yang
masih berlaku dari lembaga berwenang dan telah
dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau
dinyatakan sesuai dengan aslinya oleh Pimpinan
calon PLU;
4) fotokopi anggaran dasar perusahaan dan
perubahannya yang menunjukan informasi
terakhir yang mencakup nama dan kepengurusan
perusahaan telah dilegalisasi oleh pejabat yang
berwenang atau dinyatakan sesuai dengan
aslinya oleh Pimpinan calon PLU;
5) fotokopi surat kuasa (power of attorney) dari
kantor pusat calon PLU yang berkedudukan di
luar negeri kepada pemimpin kantor cabang
berikut terjemahannya dalam Bahasa Indonesia
yang dibuat oleh penerjemah tersumpah, bagi
calon PLU yang berkantor pusat di luar negeri;
6) surat pernyataan dari Pimpinan calon PLU yang
menyatakan bahwa calon PLU tidak sedang dalam
proses likuidasi atau kepailitan dengan format
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.4;
7) fotokopi ...
15
7) fotokopi keputusan hasil fit and proper test
Pimpinan calon PLU yang dikeluarkan oleh pihak
yang berwenang.
Dalam hal calon Peserta adalah Unit Usaha
Syariah maka yang disampaikan adalah fotokopi
keputusan hasil fit and proper test sebagai
Pimpinan Unit Usaha Syariah;
8) surat pernyataan dari Pimpinan calon PLU
mengenai kesiapan infrastruktur SPK dengan
menggunakan format sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran I.5; dan
9) laporan hasil security audit atas sistem internal
calon PLU yang dilakukan oleh auditor internal
atau auditor independen, dalam hal sistem
internal calon PLU akan dihubungkan ke SSK.
Dalam hal security audit dilakukan oleh auditor
internal, laporan hasil security audit dilengkapi
dengan surat pernyataan dari Pimpinan calon
PLU yang menyatakan bahwa security audit
dilaksanakan secara independen.
d. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a ditandatangani oleh Pimpinan PLU dan
disampaikan kepada Penyelenggara dengan alamat
sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a.
e. Bagi calon PLU yang kantor pusatnya berkedudukan
di wilayah kerja KPwDN, surat permohonan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a disampaikan
kepada Penyelenggara dengan alamat sebagaimana
dimaksud dalam butir II.A.2.a dengan tembusan
kepada KPwDN yang mewilayahi.
f. Dalam hal calon PLU merupakan peserta Sistem BI-
RTGS dan dokumen pendukung sebagaimana
dimaksud dalam huruf c telah disampaikan kepada
penyelenggara Sistem BI-RTGS, calon PLU tidak perlu
menyampaikan dokumen pendukung dimaksud.
g. Dalam ...
16
g. Dalam hal diperlukan, calon PLU harus dapat
memperlihatkan asli dari dokumen sebagaimana
dimaksud dalam butir c.3), butir c.4), butir c.5), dan
butir c.7) kepada Penyelenggara.
h. Berdasarkan surat permohonan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, Penyelenggara dapat
melakukan pemeriksaan lokasi kantor calon PLU
untuk memastikan antara lain kesesuaian informasi
dalam dokumen yang disampaikan dan kesiapan
infrastruktur SPK.
i.
Penyelenggara memberikan persetujuan prinsip atau
penolakan atas permohonan calon PLU sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, paling lama 25 (dua puluh
lima) hari kerja terhitung sejak surat permohonan dan
dokumen diterima secara lengkap oleh Penyelenggara.
j. Dalam hal permohonan calon PLU disetujui,
Penyelenggara menyampaikan surat persetujuan
prinsip sebagai PLU yang memuat antara lain hal-hal
sebagai berikut:
1) persetujuan prinsip menjadi PLU;
2) nama dan kode Peserta;
3) kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan, antara
lain:
a) mengikuti kegiatan pelatihan;
b) instalasi SPK; dan
c) penandatanganan perjanjian, apabila
diperlukan;
4) kelengkapan dokumen administrasi yang harus
dipenuhi oleh pihak yang telah memperoleh
persetujuan prinsip menjadi PLU dalam rangka
pelaksanaan kegiatan operasional.
k. Dalam hal permohonan calon PLU tidak disetujui,
Penyelenggara menyampaikan surat pemberitahuan
penolakan yang disertai dengan keterangan mengenai
alasan penolakan.
1. Dokumen ...
17
l. Dokumen administrasi sebagaimana dimaksud dalam
butir j.4) terdiri atas:
1) Surat pemberitahuan kewenangan Pimpinan
dengan menggunakan format sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran I.6.
2) Surat permohonan untuk memperoleh Soft Token
disertai dengan file certificate signing request yang
disimpan dalam
compact disc
dengan
menggunakan format sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran I.7.
3) Surat kuasa terkait dengan kepesertaan dan
operasional SKNBI dengan ketentuan sebagai
berikut:
a) Pimpinan dapat memberikan kuasa tanpa
hak subsitusi atau dengan 1 (satu) kali hak
subsitusi dengan menggunakan format
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.8.
b) Surat kuasa sebagaimana dimaksud dalam
huruf a) berlaku untuk 1 (satu) kantor Bank
Indonesia.
c) Surat kuasa sebagaimana dimaksud dalam
huruf a) dibuat untuk melakukan kegiatan
sebagai berikut:
(1) penandatanganan surat menyurat,
laporan, dan/atau dokumen lain, baik
dokumen tertulis maupun dokumen
elektronik, yang terkait dengan
kepesertaan dan operasional dalam
penyelenggaraan SKNBI;
(2) penyerahan certificate signing request
dan/atau pengambilan Soft Token;
dan/atau
(3) penyerahan dan/atau pengambilan
surat, laporan, dan dokumen lain baik
dokumen tertulis maupun dokumen
elektronik ...
18
elektronik, yang terkait dengan
kepesertaan dan operasional dalam
SKNBI.
d) Pimpinan atau pejabat penerima kuasa
dengan 1 (satu) kali hak substitusi dapat
memberikan kuasa tanpa hak substitusi
kepada petugas di kantor pusat atau kantor
cabang yang bersangkutan hanya untuk
melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud
dalam butir c)(3).
e) Jumlah pejabat penerima kuasa untuk
melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud
dalam huruf c) paling banyak 5 (lima) orang.
f) Surat kuasa disertai dengan fotokopi
identitas diri yang masih berlaku dari
penerima kuasa yaitu:
(1) Kartu Tanda Penduduk (KTP), Surat Izin
Mengemudi (SIM), atau paspor bagi
Warga Negara Indonesia (WNI); atau
(2) paspor, Keterangan Izin Tinggal
Sementara (KITAS), dan surat izin kerja
dari instansi berwenang bagi Warga
Negara Asing (WNA).
g) Dalam hal PLU adalah kantor cabang dari
Bank yang berkedudukan di luar negeri
maka surat kuasa terkait kepesertaan dan
operasional SKNBI dapat diberikan oleh
pemimpin kantor cabang dari Bank yang
bersangkutan.
4) Surat permohonan untuk membuat spesimen
tanda tangan bagi:
a) Pimpinan; atau
b) pejabat penerima kuasa untuk melakukan
kegiatan sebagaimana dimaksud dalam butir
3)c),
dengan menggunakan format sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran I.9.
5) Dalam ...
19
5) Dalam hal Pimpinan dan/atau pejabat yang
berwenang telah memiliki spesimen tanda tangan
di Sistem BI-RTGS, dari pihak yang telah
memperoleh persetujuan prinsip menjadi PLU
dapat menyampaikan surat pemberitahuan
mengenai penambahan kewenangan pejabat
dimaksud kepada Penyelenggara dengan
melampirkan fotokopi surat kuasa terkait dengan
kewenangan operasional SKNBI. Surat
pemberitahuan
mengenai penambahan
kewenangan tersebut menggunakan format
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.10.
m. Pihak yang telah memperoleh persetujuan prinsip
menjadi PLU menyampaikan seluruh dokumen
administrasi sebagaimana dimaksud dalam huruf l
kepada Penyelenggara dengan alamat sebagaimana
dimaksud dalam butir II.A.2.a.
n. Dalam hal terdapat kekurangan dokumen
administrasi dalam rangka pelaksanaan kegiatan
operasional SKNBI, Penyelenggara menginformasikan
kepada pihak yang telah memperoleh persetujuan
prinsip menjadi PLU melalui surat, telepon, atau
sarana lain.
o. Berdasarkan dokumen administrasi sebagaimana
dimaksud dalam huruf
l, Penyelenggara
menyampaikan surat yang menginformasikan
mengenai kegiatan yang harus dilakukan oleh pihak
yang telah memperoleh persetujuan prinsip menjadi
PLU dalam rangka persiapan operasional.
p. Berdasarkan surat sebagaimana dimaksud dalam
huruf o, pihak yang telah memperoleh persetujuan
prinsip menjadi PLU melakukan hal-hal sebagai
berikut:
1) mengikutsertakan pejabat dan/atau petugas yang
akan menangani operasional SKNBI dalam
kegiatan pelatihan;
2) melakukan ...
20
2) melakukan instalasi SPK dan uji koneksi SPK
dengan SSK;
3) mengambil Soft Token yang pelaksanaannya
dilakukan oleh Pimpinan atau pejabat yang
menerima kuasa;
4) membuat spesimen tanda tangan Pimpinan
dan/atau pejabat yang menerima kuasa;
5) menandatangani perjanjian, apabila diperlukan;
6) menunjuk salah satu kantor Peserta sebagai
Perwakilan Peserta di setiap Wilayah Kliring; dan
7) menyediakan stempel kliring dan stempel kliring
dibatalkan untuk setiap kantor di Wilayah Kliring
yang dipilih dengan contoh sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran II.1.
q. Pihak yang telah memperoleh persetujuan prinsip
menjadi PLU harus menyampaikan dokumen
administrasi sebagaimana dimaksud dalam huruf l,
paling lama 60 (enam puluh) hari kerja sejak tanggal
surat persetujuan prinsip
dari Penyelenggara
sebagaimana dimaksud dalam huruf j.
r. Dalam hal pihak yang telah memperoleh persetujuan
prinsip menjadi PLU tidak dapat memenuhi dokumen
administrasi secara lengkap sesuai batas waktu
sebagaimana dimaksud dalam huruf q maka:
1) persetujuan prinsip sebagai PLU menjadi tidak
berlaku;
2) pihak yang telah memperoleh persetujuan prinsip
menjadi PLU harus mengembalikan aplikasi SPK,
buku petunjuk instalasi SPK, dan buku pedoman
penggunaan aplikasi SPK kepada Penyelenggara
paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak berakhirnya
batas waktu sebagaimana dimaksud dalam huruf
q; dan
3) pihak yang telah memperoleh persetujuan prinsip
menjadi PLU harus mengajukan permohonan
baru kepada Penyelenggara, dalam hal tetap ingin
menjadi PLU.
s. Setelah ...
21
s. Setelah pihak yang telah memperoleh persetujuan
prinsip menjadi PLU memenuhi dokumen administrasi
sebagaimana dimaksud dalam huruf l, Penyelenggara
melakukan hal-hal sebagai berikut:
1) memberitahukan secara tertulis kepada pihak
yang telah memperoleh persetujuan prinsip
menjadi PLU mengenai:
a) persetujuan
operasional
sebagai PLU; dan
b) tanggal efektif operasional sebagai PLU,
paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah
pihak yang telah memperoleh persetujuan prinsip
menjadi PLU melengkapi dokumen administrasi;
dan
2) memberitahukan secara tertulis mengenai
penambahan PLU dan tanggal efektif operasional
sebagai PLU kepada:
a) seluruh Peserta melalui fasilitas
administrative message dan/atau sarana
lainnya; dan
b) Koordinator PWD yang di wilayah kerjanya
terdapat Perwakilan Peserta melalui surat
atau sarana lain.
2. Prosedur menjadi PLA
a. Calon PLA menyampaikan surat permohonan untuk
menjadi Peserta kepada Penyelenggara dengan
menggunakan format surat permohonan sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran I.11.
b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut:
1) data kepesertaan SKNBI sesuai dengan format
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.3;
2) fotokopi dokumen persetujuan izin sebagai
penyelenggara transfer dana yang masih berlaku
dari Bank Indonesia yang telah dilegalisasi oleh
pejabat ...
keikutsertaan
22
pejabat yang berwenang atau dinyatakan sesuai
dengan aslinya oleh Pimpinan calon PLA;
3) fotokopi anggaran dasar perusahaan dan
perubahannya yang menunjukan informasi
terakhir yang mencakup nama dan kepengurusan
perusahaan dan telah dilegalisasi oleh pejabat
yang berwenang atau dinyatakan sesuai dengan
aslinya oleh Pimpinan calon PLA;
4) surat pernyataan dari Pimpinan calon PLA yang
menyatakan bahwa calon PLA tidak sedang dalam
proses kepailitan atau likuidasi dengan format
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.4;
5) susunan Pimpinan sesuai kondisi terakhir;
6) data mengenai lokasi kantor cabang calon PLA
termasuk mengenai cakupan kegiatan transfer
dana yang dilakukan oleh kantor cabang calon
PLA;
7) laporan keuangan calon PLA posisi 2 (dua) tahun
terakhir;
8) surat pernyataan dari Pimpinan calon PLA yang
menyatakan tidak masuk dalam daftar kredit
macet dan daftar hitam nasional;
9) surat pernyataan dari Pimpinan calon PLA
mengenai kesiapan infrastruktur SPK yang
memuat informasi spesifikasi infrastruktur SPK
sebagaimana yang telah ditetapkan oleh
Penyelenggara dengan menggunakan format
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.5; dan
10) laporan hasil security audit atas sistem internal
calon PLA yang dilakukan oleh auditor internal
atau auditor independen, dalam hal sistem
internal calon PLA akan dihubungkan ke SSK.
Dalam hal security audit dilakukan oleh auditor
internal, laporan hasil security audit dilengkapi
dengan ...
23
dengan surat pernyataan dari Pimpinan calon
PLA yang menyatakan bahwa security audit
dilaksanakan secara independen.
c. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a ditandatangani oleh Pimpinan calon PLA dan
disampaikan kepada Penyelenggara dengan alamat
sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a.
d. Bagi calon PLA yang kantor pusatnya berkedudukan
di wilayah kerja KPwDN, surat permohonan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a disampaikan
kepada Penyelenggara dengan alamat sebagaimana
dimaksud dalam butir II.A.2.a dengan tembusan
kepada KPwDN yang mewilayahi.
e. Dalam hal diperlukan, calon PLA wajib
memperlihatkan asli dari dokumen sebagaimana
dimaksud dalam butir b.2) dan butir b.3) kepada
Penyelenggara.
f. Berdasarkan
surat permohonan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, Penyelenggara dapat
melakukan pemeriksaan lokasi kantor calon PLA
untuk memastikan antara lain kesesuaian informasi
dalam dokumen yang disampaikan dan kesiapan
infrastruktur SPK.
g. Penyelenggara memberikan persetujuan prinsip atau
penolakan atas permohonan calon PLA sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, paling lama 25 (dua puluh
lima) hari kerja terhitung sejak surat permohonan dan
dokumen diterima secara lengkap oleh Penyelenggara.
h. Dalam hal permohonan calon PLA disetujui,
Penyelenggara menyampaikan surat persetujuan
prinsip sebagai PLA yang memuat antara lain hal-hal
sebagai berikut:
1) persetujuan prinsip menjadi PLA;
2) nama dan kode Peserta;
3) kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan, antara
lain:
a) mengikuti ...
24
a) mengikuti kegiatan pelatihan;
b) instalasi SPK; dan
c) penandatanganan perjanjian,
diperlukan;
apabila
4) kelengkapan dokumen administrasi yang harus
dipenuhi oleh pihak yang telah memperoleh
persetujuan prinsip menjadi PLA dalam rangka
pelaksanaan kegiatan operasional.
i. Dalam hal permohonan calon PLA tidak disetujui,
Penyelenggara menyampaikan surat pemberitahuan
penolakan yang disertai dengan keterangan mengenai
alasan penolakan.
j. Dokumen administrasi sebagaimana dimaksud dalam
butir h.4) terdiri atas:
1) Surat pemberitahuan kewenangan Pimpinan PLA
dengan menggunakan format sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran I.6.
2) Surat permohonan untuk memperoleh Soft Token
disertai dengan file certificate signing request yang
disimpan dalam
compact disc
dengan
menggunakan format sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran I.7.
3) Surat kuasa terkait dengan kepesertaan dan
operasional SKNBI dengan ketentuan sebagai
berikut:
a) Pimpinan dapat memberikan kuasa tanpa
hak subsitusi atau dengan 1 (satu) kali hak
subsitusi dengan menggunakan format
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.8;
b) Surat kuasa sebagaimana dimaksud dalam
huruf a) berlaku untuk 1 (satu) kantor Bank
Indonesia.
c) Surat kuasa sebagaimana dimaksud dalam
huruf a) dibuat untuk melakukan kegiatan
sebagai berikut:
(1) penandatanganan ...
25
(1) penandatanganan surat menyurat,
laporan, dan/atau dokumen lain, baik
dokumen tertulis maupun dokumen
elektronik, yang terkait dengan
kepesertaan dan operasional dalam
penyelenggaraan SKNBI;
(2) penyerahan certificate signing request
dan/atau pengambilan Soft Token;
dan/atau
(3) penyerahan dan/atau pengambilan
surat, laporan, dan dokumen lain baik
dokumen tertulis maupun dokumen
elektronik, yang terkait dengan
kepesertaan dan operasional dalam
SKNBI.
d) Pimpinan atau pejabat penerima kuasa
dengan 1 (satu) kali hak substitusi dapat
memberikan kuasa tanpa hak substitusi
kepada petugas di kantor pusat atau kantor
cabang yang bersangkutan hanya untuk
melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud
dalam butir c)(3).
e) Jumlah pejabat penerima kuasa untuk
melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud
dalam huruf c) paling banyak 5 (lima) orang.
f) Surat kuasa disertai dengan fotokopi
identitas diri yang masih berlaku dari
penerima kuasa yaitu:
(1) Kartu Tanda Penduduk (KTP), Surat Izin
Mengemudi (SIM), atau paspor bagi
Warga Negara Indonesia (WNI); atau
(2) paspor, Keterangan Izin Tinggal
Sementara (KITAS), dan Surat Izin kerja
dari instansi berwenang bagi Warga
Negara Asing (WNA).
4) Surat ...
26
4) Surat permohonan untuk membuat spesimen
tanda tangan bagi:
a) Pimpinan; atau
b) pejabat penerima kuasa untuk melakukan
kegiatan sebagaimana dimaksud dalam butir
3).c),
dengan menggunakan format sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran I.9.
5) Surat penunjukan Bank Pembayar dengan
menggunakan format sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran I.12 yang dilengkapi dengan:
a) surat konfirmasi dari Bank Pembayar dengan
menggunakan format sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran I.13; dan
b) surat kuasa pendebitan Rekening Setelmen
Dana dari Bank Pembayar kepada
Penyelenggara dengan menggunakan format
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.14.
k. Pihak yang telah memperoleh persetujuan prinsip
menjadi PLA menyampaikan seluruh dokumen
administrasi sebagaimana dimaksud dalam huruf j
kepada Penyelenggara dengan alamat sebagaimana
dimaksud dalam butir II.A.2.a.
l. Dalam hal
terdapat
kekurangan dokumen
administrasi dalam rangka pelaksanaan kegiatan
operasional SKNBI, Penyelenggara menginformasikan
kepada pihak yang telah memperoleh persetujuan
prinsip menjadi PLA melalui surat, telepon, atau
sarana lain.
m. Berdasarkan dokumen administrasi sebagaimana
dimaksud dalam huruf
j,
Penyelenggara
menyampaikan surat yang menginformasikan
mengenai kegiatan yang harus dilakukan oleh pihak
yang telah memperoleh persetujuan prinsip menjadi
PLA dalam rangka persiapan operasional.
n. Berdasarkan ...
27
n. Berdasarkan surat sebagaimana dimaksud dalam
huruf m, pihak yang telah memperoleh persetujuan
prinsip menjadi PLA melakukan hal-hal sebagai
berikut:
1) mengikutsertakan pejabat dan/atau petugas yang
akan menangani operasional SKNBI dalam
pelatihan;
2) melakukan instalasi SPK dan uji koneksi SPK
dengan SSK;
3) mengambil Soft Token yang pelaksanaannya
dilakukan oleh Pimpinan atau pejabat yang
menerima kuasa;
4) membuat spesimen tanda tangan Pimpinan
dan/atau pejabat yang menerima kuasa; dan
5) menandatangani perjanjian, apabila diperlukan.
o. Pihak yang telah memperoleh persetujuan prinsip
menjadi PLA harus menyampaikan dokumen
administrasi sebagaimana dimaksud dalam huruf j,
paling lama 60 (enam puluh) hari kerja sejak tanggal
surat persetujuan prinsip
dari Penyelenggara
sebagaimana dimaksud dalam huruf h.
p. Dalam hal pihak yang telah memperoleh persetujuan
prinsip menjadi PLA tidak dapat memenuhi dokumen
administrasi secara lengkap sesuai batas waktu
sebagaimana dimaksud dalam huruf j maka:
1) persetujuan prinsip sebagai PLA menjadi tidak
berlaku;
2) pihak yang telah memperoleh persetujuan prinsip
menjadi PLA harus mengembalikan aplikasi SPK,
buku petunjuk instalasi SPK, dan buku pedoman
penggunaan aplikasi SPK kepada Penyelenggara
paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak berakhirnya
batas waktu sebagaimana dimaksud dalam huruf
o; dan
3) pihak yang telah memperoleh persetujuan prinsip
menjadi PLA harus mengajukan permohonan
baru kepada Penyelenggara, dalam hal tetap ingin
menjadi PLA.
q. Setelah ...
28
q. Setelah pihak yang telah memperoleh persetujuan
prinsip menjadi PLA memenuhi dokumen administrasi
sebagaimana dimaksud dalam huruf j, Penyelenggara
melakukan hal-hal sebagai berikut:
1) memberitahukan secara tertulis kepada pihak
yang telah memperoleh persetujuan prinsip
menjadi PLA mengenai:
a) persetujuan operasional
sebagai PLA; dan
b) tanggal efektif operasional sebagai PLA,
paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah
PLA melengkapi dokumen administrasi
sebagaimana dimaksud dalam huruf j.
2) memberitahukan mengenai penambahan PLA dan
tanggal efektif operasional sebagai PLA kepada:
a) seluruh Peserta melalui fasilitas
administrative message dan/atau sarana
lainnya; dan
b) KPwDN yang mewilayahi PLA.
3. Prosedur menjadi PTL
a. Permohonan untuk menjadi calon PTL dilakukan
dengan prosedur sebagai berikut:
1) Penunjukan Bank Penerus
a) Calon PTL menyampaikan permohonan
untuk menjadi PTL sekaligus penunjukan
PLU sebagai Bank Penerus dengan
menggunakan format sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran I.12.
b) Surat permohonan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a) disampaikan kepada PLU
yang akan ditunjuk sebagai Bank Penerus.
c) Surat permohonan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a) dilampiri dengan dokumen
sebagai berikut:
(1) fotokopi ...
keikutsertaan
29
(1) fotokopi dokumen persetujuan izin
sebagai penyelenggara transfer dana
yang masih berlaku dari Bank Indonesia
yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang
berwenang atau dinyatakan sesuai
dengan aslinya oleh Pimpinan calon PTL;
(2) fotokopi anggaran dasar perusahaan dan
perubahannya yang menunjukan
informasi terakhir yang mencakup nama
dan kepengurusan perusahaan dan
telah dilegalisasi oleh pejabat yang
berwenang atau dinyatakan sesuai
dengan aslinya oleh Pimpinan calon PTL;
(3) surat pernyataan dari Pimpinan calon
PTL yang menyatakan bahwa calon PTL
tidak sedang dalam proses kepailitan
atau proses likuidasi dengan format
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran
I.4; dan
(4) surat pernyataan dari Pimpinan calon
PTL yang menyatakan bahwa pengurus
calon PTL tidak masuk dalam daftar
kredit macet dan daftar hitam nasional.
d) Setelah menerima dokumen sebagaimana
dimaksud dalam huruf c), PLU yang ditunjuk
sebagai Bank Penerus melakukan verifikasi
atas kelengkapan dan kebenaran dokumen.
e) Berdasarkan verifikasi dokumen dan
pertimbangan aspek kredibilitas, kondisi
keuangan, dan kesiapan sistem calon PTL,
PLU yang ditunjuk sebagai Bank Penerus
dapat menyetujui atau menolak permohonan
calon PTL.
f) Dalam hal PLU yang ditunjuk sebagai Bank
Penerus menyetujui permohonan calon PTL
maka PLU melakukan hal-hal sebagai
berikut:
(1) membuat ...
30
(1) membuat surat konfirmasi Bank
Penerus dengan format sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran I.13;
(2) membuat surat kuasa pendebitan
Rekening Setelmen Dana Bank Penerus
dengan format sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran I.14; dan
(3) membuat perjanjian kerja sama dengan
PTL.
2) Permohonan sebagai PTL
a) PLU menyampaikan surat yang memuat:
(1) permohonan Penyelenggara Transfer
Dana Selain Bank menjadi PTL; dan
(2) penunjukan Bank Penerus oleh calon
PTL,
dengan menggunakan format sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran I.15.
b) Surat sebagaimana dimaksud dalam huruf a)
disampaikan kepada Penyelenggara dengan
alamat sebagaimana dimaksud dalam butir
II.A.2.a yang dilengkapi dokumen sebagai
berikut:
(1) surat penunjukan dari calon PTL untuk
bertindak sebagai Bank Penerus;
(2) surat
konfirmasi Bank Penerus
sebagaimana dimaksud dalam butir
1)f)(1);
(3) surat kuasa pendebitan Rekening
Setelmen Dana Bank Penerus
sebagaimana dimaksud dalam butir
1)f)(2); dan
(4) fotokopi perjanjian antara Bank Penerus
dengan calon PTL dimaksud dalam butir
1)f)(3).
c) Surat ...
31
c) Surat permohonan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a) ditandatangani oleh Pimpinan
yang ditunjuk sebagai Bank Penerus yang
telah memiliki spesimen tanda tangan di
Penyelenggara.
d) Dalam hal diperlukan, Penyelenggara dapat:
(1) meminta PLU yang ditunjuk sebagai
Bank Penerus untuk memperlihatkan
asli dari dokumen sebagaimana
dimaksud dalam butir 1)c)(1) dan butir
1)c)(2) kepada Penyelenggara; dan/atau
(2) melakukan pemeriksaan ke lokasi
kantor calon PTL untuk memastikan
antara lain kesesuaian informasi dalam
dokumen yang disampaikan.
3) Dalam hal PLU belum memperoleh persetujuan
sebagai Bank Penerus dari Penyelenggara maka
permohonan untuk menjadi Bank Penerus dapat
dilakukan bersamaan dengan proses permohonan
Penyelenggara Transfer Dana Selain Bank sebagai
PTL sebagaimana dimaksud dalam angka 2).
b. Penyelenggara memberikan persetujuan atau
penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud
dalam butir a.2)a) paling lama 25 (dua puluh lima)
hari kerja terhitung sejak surat permohonan dan
dokumen diterima secara lengkap oleh Penyelenggara,
dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Dalam hal permohonan sebagai PTL disetujui,
Penyelenggara menyampaikan surat persetujuan
kepada Bank Penerus yang memuat antara lain
sebagai berikut:
a) persetujuan menjadi PTL;
b) nama dan kode Peserta; dan
c) tanggal efektif menjadi PTL.
2) Dalam ...
32
2) Dalam hal permohonan sebagai PTL tidak
disetujui, Penyelenggara menyampaikan surat
pemberitahuan mengenai penolakan permohonan
sebagai PTL kepada Bank Penerus yang disertai
dengan keterangan mengenai alasan penolakan.
D. Persyaratan dan Prosedur untuk Memperoleh Persetujuan
menjadi Bank Penerus
1. Calon Bank Penerus harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
a. masuk dalam kategori Bank Umum berdasarkan
Kegiatan Usaha (BUKU) 4 sesuai penilaian terakhir
yang dilakukan oleh otoritas pengawasan Bank;
b. memiliki teknologi informasi yang memadai yaitu
paling kurang memiliki kemampuan untuk:
1) melakukan pemrosesan dan pencatatan transaksi
PTL secara seketika; dan
2) menyampaikan informasi transaksi secara
terenkripsi;
c. memiliki unit khusus dengan didukung oleh sumber
daya manusia yang memadai untuk mengkoordinir
kegiatan sebagai Bank Penerus; dan
d. telah menerapkan manajemen risiko dengan mengacu
pada ketentuan yang mengatur mengenai penerapan
manajemen risiko bagi bank umum.
2. Prosedur untuk menjadi Bank Penerus adalah sebagai
berikut:
a. Calon Bank Penerus menyampaikan surat
permohonan untuk menjadi Bank Penerus kepada
Penyelenggara dengan menggunakan format
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.16.
b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a harus dilengkapi dengan dokumen sebagai
berikut:
1) surat ...
33
1) surat pernyataan dari Pimpinan calon Bank
Penerus yang menyatakan bahwa calon Bank
Penerus masuk kategori BUKU 4;
2) surat pernyataan dari Pimpinan calon Bank
Penerus mengenai kesiapan teknologi informasi
yang mendukung operasional sebagai Bank
Penerus;
3) struktur organisasi calon Bank Penerus; dan
4) surat pernyataan dari Pimpinan calon Bank
Penerus yang menyatakan bahwa calon Bank
Penerus telah menerapkan manajemen risiko.
c. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
butir b.1) ditandatangani oleh Pimpinan calon Bank
Penerus atau pejabat yang berwenang yang telah
memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara dan
disampaikan kepada Penyelenggara dengan alamat
sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a.
d. Bagi calon Bank Penerus yang berkantor pusat di
wilayah kerja KPwDN, surat permohonan sebagaimana
dimaksud dalam butir b.1) disampaikan kepada
Penyelenggara dengan tembusan kepada KPwDN yang
mewilayahi.
e. Berdasarkan surat permohonan sebagaimana
dimaksud dalam butir b.1), Penyelenggara dapat
melakukan pemeriksaan lokasi kantor calon Bank
Penerus untuk memastikan antara lain kesesuaian
informasi dalam dokumen yang disampaikan dan
kesiapan infrastruktur.
f. Penyelenggara memberikan persetujuan atau
penolakan atas permohonan calon Bank Penerus
sebagaimana dimaksud dalam butir b.1), paling lama
25 (dua puluh lima) hari kerja terhitung sejak surat
permohonan dan dokumen sebagaimana dimaksud
butir b.2) diterima secara lengkap oleh Penyelenggara.
E. Perubahan ...
34
E. Perubahan Data Kepesertaan
1. Perubahan Jenis Kepesertaan
a. Penyelenggara Transfer Dana Selain Bank dapat
melakukan perubahan jenis kepesertaan dari PTL
menjadi PLA atau sebaliknya.
b. Persyaratan dan prosedur
perubahan jenis
kepesertaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
mengacu pada persyaratan dan prosedur sebagaimana
dimaksud dalam huruf B dan huruf C.
2. Perubahan Kode Peserta
Perubahan kode Peserta dapat dilakukan antara lain
karena perubahan kode peserta Sistem BI-RTGS,
perubahan Peserta menjadi anggota Society for Worldwide
Interbank Financial Telecommunication, atau perubahan
Society for Worldwide Interbank Financial
Telecommunication Bank Identifier Code dari Peserta.
Dalam hal terdapat perubahan kode Peserta, Peserta harus
mengganti Soft Token.
Perubahan kode Peserta dan penggantian Soft Token diatur
sebagai berikut:
a. Peserta mengajukan surat permohonan perubahan
kode Peserta dan penggantian Soft Token kepada
Penyelenggara dengan format sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran I.17 dengan melampirkan:
1) dokumen pendukung yang menunjukkan adanya
perubahan kode Peserta; dan
2) file certificate signing request yang disimpan
dalam compact disc.
Penggantian Soft Token sebagaimana dimaksud dalam
huruf a mengacu pada ketentuan butir I.2.d sampai
dengan butir I.2.g.
b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a ditandatangani oleh pejabat yang berwenang
yang telah memiliki spesimen tanda tangan di
Penyelenggara dan disampaikan kepada Penyelenggara
dengan ketentuan sebagai berikut:
1) surat ...
35
1) surat disampaikan ke alamat sebagaimana
dimaksud dalam butir II.A.2.a; dan
2) bagi Peserta yang berkantor pusat di wilayah
kerja KPwDN, surat permohonan disampaikan
dengan tembusan kepada KPwDN yang
mewilayahi.
c. Penyelenggara menyampaikan persetujuan atau
penolakan melalui surat yang dapat didahului dengan
faksimile kepada Peserta yang bersangkutan paling
lama 14 (empat belas) hari kerja setelah surat
permohonan dan dokumen pendukung sebagaimana
dimaksud dalam huruf a diterima oleh Penyelenggara
secara lengkap.
d. Dalam hal Penyelenggara menyetujui permohonan
perubahan kode Peserta maka:
1) Penyelenggara memberitahukan kepada Peserta
yang bersangkutan mengenai persetujuan dan
tanggal efektif perubahan kode Peserta;
2) Penyelenggara memberitahukan perubahan kode
Peserta kepada:
a) seluruh Peserta melalui administrative
message atau sarana lainnya; dan
b) Koordinator PWD yang di wilayah kerjanya
terdapat Perwakilan Peserta melalui surat
atau sarana lainnya.
e. Dalam hal Penyelenggara menolak permohonan
perubahan kode Peserta,
menyampaikan surat penolakan dengan disertai
alasannya.
3. Perubahan Nama Peserta
Perubahan nama Peserta diatur sebagai berikut:
a. Peserta mengajukan surat permohonan perubahan
nama Peserta dalam SKNBI kepada Penyelenggara
dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran I.18.
b. Surat ...
Penyelenggara
36
b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dilengkapi dengan dokumen pendukung yang
telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau
dinyatakan sesuai asli oleh Pimpinan dari Peserta
yang telah memiliki spesimen tanda tangan di
Penyelenggara berupa:
1) fotokopi akta perubahan anggaran dasar untuk
badan hukum Indonesia;
2) fotokopi surat persetujuan perubahan anggaran
dasar dari instansi yang berwenang; dan
3) fotokopi surat keputusan dari otoritas yang
berwenang tentang perubahan nama Peserta
dalam hal Peserta adalah Bank.
Bagi Peserta berupa Bank yang berkantor pusat di
luar negeri cukup menyampaikan surat keputusan
sebagaimana dimaksud dalam angka 3).
c. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a ditandatangani oleh pejabat yang berwenang
yang telah memiliki spesimen tanda tangan di
Penyelenggara dan disampaikan kepada Penyelenggara
dengan ketentuan sebagai berikut:
1) surat permohonan disampaikan ke alamat
sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a; dan
2) bagi Peserta yang berkantor pusat di wilayah
kerja KPwDN, surat permohonan disampaikan
dengan tembusan kepada KPwDN yang
mewilayahi.
d. Penyelenggara menyampaikan persetujuan atau
penolakan kepada Peserta melalui surat yang
penyampaiannya dapat didahului dengan faksimile
kepada Peserta yang bersangkutan paling lama 14
(empat belas) hari kerja setelah surat permohonan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan dokumen
pendukung sebagaimana dimaksud dalam huruf b
diterima oleh Penyelenggara secara lengkap.
e. Dalam ...
37
e. Dalam hal Penyelenggara menyetujui permohonan
perubahan nama Peserta maka:
1) Penyelenggara menyampaikan surat persetujuan
yang memuat informasi mengenai:
a) persetujuan dan tanggal efektif perubahan
nama Peserta;
b) permintaan untuk menyediakan stempel
kliring dan stempel kliring dibatalkan untuk
setiap kantor Peserta di Wilayah Kliring yang
dipilih,
dengan
contoh sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran II.1; dan/atau
c) penyesuaian Warkat Debit dan dokumen
kliring dengan mengacu pada ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam butir XI.C.8;
2) Penyelenggara memberitahukan perubahan nama
Peserta kepada:
a) seluruh Peserta melalui administrative
message atau sarana lainnya; dan
b) Koordinator PWD yang di wilayah kerjanya
terdapat Perwakilan Peserta, melalui surat
yang penyampaiannya dapat didahului
dengan faksimile.
f. Dalam hal Penyelenggara menolak permohonan
perubahan nama
Peserta, Penyelenggara
menyampaikan surat penolakan dengan disertai
alasannya.
4. Perubahan Kegiatan Usaha
Perubahan kegiatan usaha Peserta dalam SKNBI dari Bank
Umum Konvensional menjadi Bank Umum Syariah dapat
menyebabkan adanya perubahan data kepesertaan antara
lain nama Peserta dan/atau kode Peserta.
Perubahan data kepesertaan karena adanya perubahan
kegiatan usaha Peserta diatur sebagai berikut:
a. Peserta mengajukan surat permohonan perubahan
kegiatan usaha kepada Penyelenggara dengan
menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran I.19.
b. Surat ...
38
b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dilengkapi dengan dokumen pendukung yang
telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau
dinyatakan sesuai asli oleh Pimpinan dari Peserta
yang telah memiliki spesimen tanda tangan di
Penyelenggara berupa:
1) fotokopi akta perubahan anggaran dasar;
2) fotokopi surat persetujuan perubahan anggaran
dasar dari instansi yang berwenang; dan
3) fotokopi surat keputusan dari otoritas yang
berwenang mengenai perubahan kegiatan usaha
dari bank umum konvensional menjadi bank
umum syariah.
c. Dalam hal perubahan kegiatan usaha berdampak
pada perubahan kode Peserta maka Peserta harus
mengajukan permohonan perubahan kode Peserta dan
penggantian Soft Token dengan mengacu pada
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 2.
d. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a ditandatangani oleh Pimpinan atau pejabat
yang berwenang yang telah memiliki spesimen tanda
tangan di Penyelenggara dan disampaikan kepada
Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut:
1) surat disampaikan ke alamat sebagaimana
dimaksud dalam butir II.A.2.a; dan
2) bagi Peserta yang berkantor pusat di wilayah
kerja KPwDN, surat permohonan disampaikan
dengan tembusan kepada KPwDN yang
mewilayahi.
e. Penyelenggara menyampaikan persetujuan atau
penolakan melalui surat yang dapat didahului dengan
faksimile kepada Peserta yang bersangkutan paling
lama 14 (empat belas) hari kerja setelah surat
permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud
dalam huruf b diterima oleh Penyelenggara secara
lengkap.
f. Dalam ...
39
f. Dalam hal Penyelenggara menyetujui permohonan
perubahan kegiatan usaha maka:
1) Penyelenggara menyampaikan surat persetujuan
yang memuat informasi mengenai:
a) persetujuan dan tanggal efektif perubahan
kegiatan usaha Peserta;
b) permintaan untuk menyediakan stempel
kliring dan stempel kliring dibatalkan untuk
setiap kantor Peserta di Wilayah Kliring yang
dipilih,
dengan contoh sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran II.1; dan/atau
c) penyesuaian Warkat Debit dan dokumen
kliring, dalam hal perubahan kegiatan usaha
mempengaruhi spesifikasi dan informasi
pada Warkat Debit dan dokumen kliring;
2) Penyelenggara
memberitahukan perubahan
kegiatan usaha Peserta kepada:
a) seluruh Peserta melalui administrative
message atau sarana lainnya; dan
b) Koordinator PWD yang di wilayah kerjanya
terdapat Perwakilan Peserta, melalui surat
atau sarana lainnya.
g. Dalam hal Penyelenggara menolak permohonan
Peserta,
Penyelenggara
penolakan dengan disertai alasannya.
5. Perubahan Alamat Kantor Peserta
Prosedur perubahan alamat kantor Peserta diatur sebagai
berikut:
a. Peserta mengajukan surat permohonan perubahan
alamat Peserta kepada Penyelenggara dengan
menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran I.18.
b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dilengkapi dengan dokumen pendukung
berupa fotokopi surat persetujuan atau penerimaan
pemberitahuan perubahan alamat kantor dari otoritas
atau lembaga yang berwenang yang telah dilegalisasi
oleh ...
menyampaikan surat
40
oleh pejabat yang berwenang atau dinyatakan sesuai
asli oleh Pimpinan dari Peserta yang telah memiliki
spesimen tanda tangan di Penyelenggara.
c. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a ditandatangani oleh pejabat yang berwenang
yang telah memiliki spesimen tanda tangan di
Penyelenggara dan disampaikan kepada Penyelenggara
dengan ketentuan sebagai berikut:
1) surat permohonan disampaikan ke alamat
sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a; dan
2) bagi Peserta yang berkantor pusat di wilayah
kerja KPwDN, surat permohonan disampaikan
dengan tembusan kepada KPwDN yang
mewilayahi.
d. Penyelenggara menyampaikan tanggapan yang dapat
didahului dengan faksimile kepada Peserta yang
menyatakan bahwa perubahan alamat kantor Peserta
telah dicatat dalam tata usaha Penyelenggara paling
lama 14 (empat belas) hari kerja setelah surat
pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud
dalam huruf b diterima oleh Penyelenggara secara
lengkap.
e. Dalam hal perubahan alamat kantor Peserta
mengakibatkan perubahan lokasi SPK dan
pemindahan JKD utama Peserta, surat permohonan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a harus memuat
perubahan lokasi SPK dan pemindahan JKD utama
Peserta.
6. Perubahan Lokasi SPK dan/atau Pemindahan JKD Utama
Peserta
Perubahan lokasi SPK dan/atau pemindahan JKD utama
Peserta diatur sebagai berikut:
a. Peserta menyampaikan surat permohonan perubahan
lokasi SPK utama, SPK cadangan, dan/atau
pemindahan JKD utama kepada Penyelenggara
dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran I.18.
b. Surat ...
41
b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a ditandatangani oleh pejabat yang berwenang
yang memiliki spesimen tanda tangan di
Penyelenggara dan disampaikan kepada Penyelenggara
dengan ketentuan sebagai berikut:
1) surat disampaikan ke alamat sebagaimana
dimaksud dalam butir II.A.2.a; dan
2) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja
KPwDN, surat permohonan disampaikan dengan
tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi.
c. Penyelenggara menyampaikan persetujuan atau
penolakan melalui surat yang penyampaiannya dapat
didahului dengan faksimile kepada Peserta yang
bersangkutan paling lama 14 (empat belas) hari kerja
setelah surat permohonan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a diterima oleh Penyelenggara.
d. Dalam hal Penyelenggara menyetujui permohonan
perubahan lokasi SPK utama, SPK cadangan,
dan/atau pemindahan JKD utama Peserta,
Penyelenggara menyampaikan surat persetujuan yang
memuat antara lain informasi mengenai:
1) perubahan lokasi SPK utama dan/atau SPK
cadangan Peserta telah dicatat dalam tata usaha
Penyelenggara;
2) pelaksanaan pemindahan JKD utama; dan
3) kegiatan yang harus dilakukan oleh Peserta
terkait dengan perubahan lokasi SPK utama, SPK
cadangan, dan/atau JKD utama.
e. Dalam hal Penyelenggara menolak permohonan
Peserta,
penolakan dengan disertai alasannya.
7. Perubahan Pimpinan
Perubahan Pimpinan dapat berupa perubahan susunan,
nama, kewenangan, dan/atau jabatan Pimpinan.
Perubahan Pimpinan diatur sebagai berikut:
a. Peserta mengajukan surat permohonan perubahan
Pimpinan kepada Penyelenggara yang ditandatangani
oleh Pimpinan atau pejabat yang berwenang yang
memiliki ...
Penyelenggara menyampaikan surat
42
memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara
dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran I.20.
b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dilengkapi dengan dokumen pendukung yang
telah dilegalisasi oleh pejabat atau pihak yang
berwenang atau dinyatakan sesuai asli oleh Pimpinan
Peserta yang telah memiliki spesimen tanda tangan di
Penyelenggara berupa:
1) fotokopi perubahan anggaran dasar mengenai
pengangkatan Pimpinan, bagi Peserta yang
berbadan hukum Indonesia;
2) fotokopi bukti identitas diri Pimpinan yang masih
berlaku, berupa:
a) Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau Surat Izin
Mengemudi (SIM) atau paspor, bagi Warga
Negara Indonesia (WNI); atau
b) paspor, Keterangan Izin Tinggal Sementara
(KITAS), dan surat izin kerja dari otoritas
berwenang, bagi Warga Negara Asing (WNA).
3) bagi Pimpinan baru dari Peserta berupa Bank,
selain memenuhi kelengkapan dokumen
sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dan
angka 2), harus melengkapi dokumen pendukung
berupa:
a) fotokopi keputusan fit and proper test;
b) fotokopi surat kuasa (power of attorney) dari
pimpinan kantor pusat Bank yang
berkedudukan di luar negeri kepada
pemimpin
kantor cabang berikut
terjemahannya dalam Bahasa Indonesia yang
dibuat oleh penerjemah tersumpah; dan
c) fotokopi struktur organisasi yang masih
berlaku, bagi kantor cabang dari Bank yang
kantor pusatnya berkedudukan di luar
negeri.
c. Dalam hal terdapat perubahan kewenangan dan/atau
jabatan Pimpinan Peserta yang telah tercatat pada
tata ...
43
tata usaha di Penyelenggara, surat permohonan
dilengkapi dengan surat pernyataan bahwa spesimen
tanda tangan Pimpinan tetap berlaku dengan
menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran I.21.
d. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a disampaikan kepada Penyelenggara dengan
ketentuan sebagai berikut:
1) surat permohonan disampaikan ke alamat
sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a; dan
2) bagi Peserta yang berkantor pusat di wilayah
kerja KPwDN, surat permohonan disampaikan
dengan tembusan kepada KPwDN yang
mewilayahi.
e. Dalam hal Peserta yang mengajukan permohonan
perubahan Pimpinan merupakan peserta Sistem BI-
RTGS dan Pimpinan baru telah memiliki spesimen
tanda tangan yang digunakan dalam Sistem BI-RTGS
maka Peserta dapat meminta penambahan
kewenangan operasional SKNBI bagi Pimpinan pemilik
spesimen tanda tangan di Sistem BI-RTGS dengan
menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran I.10 dan surat pernyataan tetap
diberlakukannya spesimen tanda tangan Pimpinan
tersebut dengan menggunakan format sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran I.21.
f. Penyelenggara memberikan persetujuan atau
penolakan perubahan Pimpinan kepada Peserta
melalui surat yang dapat didahului dengan faksimile
kepada Peserta yang bersangkutan paling lama 14
(empat belas) hari kerja setelah surat permohonan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan dokumen
pendukung sebagaimana dimaksud dalam huruf b
diterima oleh Penyelenggara secara lengkap.
g. Dalam hal Penyelenggara menyetujui permohonan
perubahan Pimpinan maka:
1) Penyelenggara
menyampaikan
pemberitahuan mengenai:
a. pembuatan ...
surat
44
a) pembuatan spesimen tanda tangan Pimpinan
baru; dan
b) tanggal efektif pencabutan kewenangan
Pimpinan dalam hal terdapat perubahan
kewenangan Pimpinan;
2) spesimen tanda tangan sebagaimana dimaksud
dalam angka 1)
berlaku efektif
pemberitahuan dari Penyelenggara mengenai
tanggal efektif berlakunya spesimen tanda tangan
atau paling lama 5 (lima) hari kerja sejak
pembuatan spesimen tanda tangan;
3) data yang telah ditatausahakan di Penyelenggara
dianggap masih berlaku dan segala tindakan
hukum yang dilakukan oleh Pimpinan
sebagaimana dimaksud dalam butir 1)b)
sepenuhnya menjadi tanggung jawab Peserta,
dalam hal Peserta tidak memberitahukan
perubahan data Pimpinan kepada Penyelenggara.
h. Dalam hal Penyelenggara menolak permohonan
perubahan Pimpinan, Penyelenggara menyampaikan
surat penolakan perubahan Pimpinan dengan disertai
dengan alasannya.
8. Perubahan Bank Pembayar
Perubahan Bank Pembayar diatur sebagai berikut:
a. Peserta mengajukan surat permohonan perubahan
Bank Pembayar kepada Penyelenggara dengan format
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.22.
b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a ditandatangani oleh pejabat yang berwenang
yang telah memiliki spesimen tanda tangan di
Penyelenggara dilengkapi dokumen pendukung
sebagai berikut:
1) surat penunjukan Bank Pembayar dengan
menggunakan format sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran I.12;
2) surat ...
sejak
45
2) surat konfirmasi Bank Pembayar dengan
menggunakan format sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran I.13; dan
3) surat kuasa pendebitan Rekening Setelmen Dana
Bank Pembayar dengan menggunakan format
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.14.
c. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a disampaikan kepada Penyelenggara dengan
ketentuan sebagai berikut:
1) surat permohonan disampaikan ke alamat
sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a; dan
2) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja
KPwDN, surat permohonan disampaikan dengan
tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi.
d. Penyelenggara menyampaikan persetujuan atau
penolakan perubahan Bank Pembayar melalui surat
yang penyampaiannya dapat didahului dengan
faksimile kepada Peserta yang bersangkutan paling
lama 14 (empat belas) hari kerja setelah surat
permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud
dalam huruf b diterima oleh Penyelenggara secara
lengkap.
e. Dalam hal Penyelenggara menyetujui permohonan
perubahan Bank Pembayar maka:
1) Penyelenggara menyampaikan surat persetujuan
yang memuat informasi mengenai persetujuan
dan tanggal efektif perubahan Bank Pembayar;
2) Bank Pembayar yang lama wajib tetap
menjalankan fungsinya sampai dengan hari kerja
terakhir sebelum tanggal penggantian Bank
Pembayar baru berlaku efektif sebagaimana
dimaksud dalam angka 1).
k. Dalam hal Penyelenggara menolak permohonan
Peserta,
Penyelenggara menyampaikan surat
pemberitahuan mengenai penolakan permohonan
Peserta yang disertai dengan keterangan mengenai
alasan penolakan.
9. Perubahan ...
46
9. Perubahan Bank Penerus
Perubahan Bank Penerus diatur sebagai berikut:
a. Bank Penerus pengganti mengajukan surat
permohonan perubahan Bank Penerus kepada
Penyelenggara dengan format sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran I.23.
b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a ditandatangani oleh Pimpinan atau pejabat
yang berwenang dari Bank Penerus pengganti yang
memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara
dengan dilengkapi dokumen pendukung sebagai
berikut:
1) surat penunjukan Bank Penerus pengganti
dengan menggunakan format sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran I.12;
2) surat konfirmasi Bank Penerus pengganti dengan
menggunakan format sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran I.13;
3) surat kuasa pendebitan Rekening Setelmen Dana
Bank Penerus pengganti dengan menggunakan
format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran
I.14; dan
4) fotokopi perjanjian kerjasama antara PTL dengan
Bank Penerus pengganti.
c. Dalam hal Bank Penerus pengganti belum
memperoleh persetujuan sebagai Bank Penerus dari
Penyelenggara maka permohonan sebagai Bank
Penerus pengganti dapat dilakukan bersamaan
dengan pengajuan sebagai Bank Penerus sesuai
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf D.
d. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a disampaikan kepada Penyelenggara dengan
ketentuan sebagai berikut:
1) surat permohonan disampaikan ke alamat
sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a
dengan tembusan kepada Bank Penerus lama;
dan
2) bagi ...
47
2) bagi Peserta yang berkantor pusat di wilayah
kerja KPwDN, surat permohonan disampaikan
dengan tembusan kepada KPwDN yang
mewilayahi dan Bank Penerus lama.
e. Penyelenggara menyampaikan persetujuan atau
penolakan kepada Peserta melalui surat yang dapat
didahului dengan faksimile kepada Bank Penerus
pengganti dengan tembusan kepada Bank Penerus
lama paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah
surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dan dokumen pendukung sebagaimana
dimaksud dalam huruf b diterima oleh Penyelenggara
secara lengkap.
f. Dalam hal Penyelenggara menyetujui permohonan
perubahan Bank Penerus maka:
1) Penyelenggara menyampaikan surat persetujuan
yang memuat informasi mengenai persetujuan
dan tanggal efektif Bank Penerus pengganti;
2) Bank Penerus lama wajib tetap menjalankan
fungsinya sampai dengan hari kerja terakhir
sebelum tanggal efektif Bank Penerus pengganti
sebagaimana dimaksud dalam angka 1) berlaku.
l. Dalam hal Penyelenggara menolak permohonan
Peserta,
Penyelenggara menyampaikan surat
pemberitahuan mengenai penolakan permohonan
Peserta yang disertai dengan keterangan mengenai
alasan penolakan.
10. Perubahan Kuasa
Perubahan kuasa dilakukan antara lain karena
penambahan, penggantian, pencabutan kuasa, dan/atau
perubahan wewenang dari pejabat dan/atau petugas
penerima kuasa. Perubahan kuasa diatur sebagai berikut:
a. Dalam hal terjadi perubahan kuasa, Peserta harus
mengajukan surat permohonan perubahan kuasa
kepada Penyelenggara dengan menggunakan format
sebagaimana ...
48
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.24 dan
melampirkan dokumen:
1) surat permintaan pembuatan spesimen tanda
tangan
dengan menggunakan format
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.9; dan
2) surat pernyataan pencabutan kuasa yang
ditandatangani oleh Pimpinan atau pemberi
kuasa dengan menggunakan format sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran I.25, yang disertai
dengan surat kuasa baru.
b. Perubahan kuasa sebagaimana dimaksud dalam huruf
a harus memenuhi ketentuan, persyaratan, dan
prosedur pemberian kuasa dengan berpedoman pada
butir C.1.l.3) dan butir C.2.j.3).
c. Perubahan kuasa berlaku efektif paling lama 5 (lima)
hari kerja sejak dokumen diterima secara lengkap dan
spesimen tanda tangan telah dipenuhi
kelengkapannya.
d. Surat permohonan perubahan surat kuasa
sebagaimana dimaksud dalam huruf a disampaikan
kepada:
1) Penyelenggara ke alamat sebagaimana dimaksud
dalam butir II.A.2.a, untuk pejabat penerima
kuasa yang berada di wilayah kerja Kantor Pusat
Bank Indonesia; dan
2) KPwDN yang mewilayahi, untuk pejabat penerima
kuasa yang berada di luar wilayah kerja Kantor
Pusat Bank Indonesia.
e. Penyelenggara memberikan persetujuan atau
penolakan perubahan kuasa kepada Peserta melalui
surat yang penyampaiannya dapat didahului dengan
faksimile kepada Peserta yang bersangkutan paling
lama 14 (empat belas) hari kerja setelah surat
permohonan dan dokumen pendukung sebagaimana
dimaksud dalam huruf a diterima oleh Penyelenggara
secara lengkap.
f. Dalam ...
49
f. Dalam hal Penyelenggara menyetujui permohonan
perubahan kuasa maka:
1) Penyelenggara
pemberitahuan
menyampaikan
mengenai
surat
persetujuan
permohonan perubahan kuasa dan pembuatan
spesimen tanda tangan pejabat penerima kuasa;
2) spesimen tanda tangan berlaku efektif sejak
persetujuan dari Penyelenggara mengenai tanggal
efektif berlakunya spesimen tanda tangan atau
paling lama 5 (lima) hari kerja sejak pembuatan
spesimen tanda tangan;
3) spesimen tanda tangan bagi pejabat penerima
kuasa yang sudah dicabut kewenangannya
dinyatakan tidak berlaku terhitung sejak tanggal
surat persetujuan perubahan kuasa pejabat dari
Penyelenggara.
g. Dalam hal Penyelenggara menolak permohonan
Peserta,
pemberitahuan penolakan yang disertai dengan
keterangan mengenai alasan penolakan.
h. Dalam hal Peserta tidak memberitahukan perubahan
kewenangan pejabat atau petugas penerima kuasa
kepada Penyelenggara maka data yang telah
ditatausahakan di Penyelenggara dianggap masih
berlaku.
11. Perubahan Keikutsertaan Peserta dalam Layanan Kliring
Warkat Debit di Wilayah Kliring
Dalam hal Peserta menambah atau menghentikan
keikutsertaan Peserta dalam Layanan Kliring Warkat Debit
di suatu Wilayah Kliring berlaku ketentuan sebagai
berikut:
a. Peserta mengajukan surat permohonan penambahan
atau penghentian keikutsertaan Peserta dalam
Layanan Kliring Warkat Debit di suatu Wilayah Kliring
beserta tanggal efektif penambahan atau penghentian
keikutsertaan ...
Penyelenggara menyampaikan surat
50
keikutsertaan Peserta kepada Penyelenggara dengan
alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a
dengan tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi.
b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a ditandatangani oleh pejabat yang berwenang
yang telah memiliki spesimen tanda tangan di
Penyelenggara
dengan menggunakan format
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.26.
c. Penyelenggara
memberikan persetujuan atau
penolakan melalui surat yang dapat didahului dengan
faksimile kepada Peserta yang bersangkutan paling
lama 14 (empat belas) hari kerja sejak surat
permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
diterima oleh Penyelenggara.
d. Dalam hal Penyelenggara menyetujui permohonan
perubahan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
surat persetujuan dari Penyelenggara memuat
informasi mengenai persetujuan penambahan atau
penghentian keikutsertaan Peserta di Wilayah Kliring
dan tanggal efektif perubahan kepesertaan dengan
tembusan kepada Koordinator PWD terkait.
e. Dalam rangka penambahan keikutsertaan Peserta
dalam Layanan Kliring Warkat Debit di suatu Wilayah
Kliring, Peserta harus menunjuk Perwakilan Peserta
dan mengajukan permohonan pendaftaran Perwakilan
Peserta dengan mengacu pada ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam butir XII.C.1.
1) Penyelenggara memberitahukan penambahan
atau penghentian keikutsertaan Peserta di
Wilayah Kliring kepada:
a) seluruh Peserta melalui administrative
message atau sarana lainnya; dan
b) Koordinator PWD yang di wilayah kerjanya
terdapat penambahan atau penghentian
Perwakilan Peserta, melalui surat atau
sarana lainnya.
f. Dalam ...
51
f. Dalam hal Penyelenggara menolak permohonan
Peserta,
pemberitahuan penolakan yang disertai dengan
keterangan mengenai alasan penolakan.
12. Perbedaan Spesimen Tanda Tangan
Dalam hal terdapat perbedaan antara tanda tangan yang
tercantum pada identitas diri dengan spesimen tanda
tangan pejabat atau petugas penerima kuasa yang
ditatausahakan di Peserta maka Peserta harus
menyampaikan surat pernyataan mengenai perbedaan
tanda tangan dengan menggunakan format sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran I.27.
Dalam hal Peserta merupakan peserta Sistem BI-RTGS dan
dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam angka 1
sampai dengan angka 12 yang perlu disampaikan dalam SKNBI
sama dengan dokumen pendukung yang telah disampaikan
kepada Bank Indonesia sebagai penyelenggara Sistem BI-RTGS
maka dokumen pendukung untuk perubahan data kepesertaan
sebagaimana dimaksud pada angka 1 sampai dengan angka 11
dapat tidak disampaikan kepada Penyelenggara.
F. Status Kepesertaan dan Perubahannya
1. Status Kepesertaan
Dalam penyelenggaraan SKNBI, berlaku 4 (empat) jenis
status kepesertaan yaitu:
a. Aktif
Peserta dengan status aktif dapat melakukan seluruh
fungsi dalam SKNBI sesuai jenis kepesertaan yang
bersangkutan.
b. Ditangguhkan
Peserta dengan status ditangguhkan dapat melakukan
berbagai fungsi kegiatan dalam SKNBI, namun
kegiatannya dibatasi sebagai berikut:
1) untuk Layanan Kliring Transfer Dana, Peserta
tidak dapat mengirim DKE Transfer Dana;
2) untuk Layanan Kliring Warkat Debit, Peserta
tidak dapat mengirimkan dan menerima DKE
Warkat Debit;
3) untuk ...
Penyelenggara menyampaikan surat
52
3) untuk Layanan Pembayaran Reguler, Peserta
tidak dapat mengirim DKE Pembayaran;
dan/atau
4) untuk Layanan Penagihan Reguler, Peserta tidak
dapat mengirim dan menerima DKE Penagihan.
c. Dibekukan
Peserta dengan status dibekukan tidak dapat
melakukan seluruh kegiatan dalam layanan SKNBI
namun tetap memiliki hak akses terhadap informasi
terkait SKNBI.
d. Ditutup
Peserta dengan status ditutup dihentikan secara tetap
kepesertaannya dalam SKNBI dan tidak dapat
diaktifkan kembali sebagai Peserta.
2. Perubahan Status Kepesertaan
a. Perubahan status kepesertaan diatur sebagai berikut:
1) Perubahan status kepesertaan dapat ditetapkan
dari:
a) aktif menjadi ditangguhkan atau sebaliknya;
b) aktif menjadi dibekukan atau sebaliknya;
c) ditangguhkan menjadi dibekukan atau
sebaliknya;
d) aktif menjadi ditutup;
e) ditangguhkan menjadi ditutup; atau
f) dibekukan menjadi ditutup.
2) Perubahan status kepesertaan sebagaimana
dimaksud dalam angka 1), disebabkan hal-hal
sebagai berikut:
a) dilakukan dalam rangka pengenaan sanksi
administratif oleh Penyelenggara;
b) dilakukan karena adanya perubahan status
kepesertaan dalam Sistem BI-RTGS;
c) dilakukan berdasarkan permintaan tertulis
dari pihak yang berwenang melakukan
pengawasan terhadap kegiatan Peserta,
antara ...
53
antara lain Bank Indonesia sebagai otoritas
pengawas makroprudensial dan sistem
pembayaran dan Otoritas Jasa Keuangan
sebagai otoritas pengawas mikroprudensial;
dan/atau
d) dilakukan berdasarkan permintaan tertulis
dari Peserta yang bersangkutan.
3) Perubahan status kepesertaan sebagaimana
dimaksud dalam angka 1) dapat dilakukan:
a) pada jam layanan SKNBI; atau
b) berdasarkan tanggal efektif perubahan status
yang ditetapkan oleh Penyelenggara.
4) Penyelenggara menginformasikan perubahan
status kepesertaan sebagaimana dimaksud dalam
angka 1) kepada:
a) Peserta yang bersangkutan melalui surat
yang dapat didahului dengan faksimile;
b) seluruh Peserta melalui administrative
message atau sarana lainnya; dan
c) Koordinator PWD yang di wilayah kerjanya
terdapat Perwakilan Peserta melalui surat
atau sarana lainnya.
5) Informasi perubahan status kepesertan
berdasarkan tanggal efektif sebagaimana
dimaksud dalam butir 3)b) diberitahukan kepada
pihak sebagaimana dimaksud dalam angka 4)
paling lama 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal
efektif perubahan status kepesertaan.
6) Perubahan status kepesertaan dalam rangka
pengenaan sanksi
administratif
oleh
Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam
butir 2)a) dapat berupa:
a) aktif menjadi ditangguhkan atau sebaliknya;
b) aktif menjadi dibekukan atau sebaliknya;
c) ditangguhkan menjadi dibekukan atau
sebaliknya;
d) aktif ...
54
d) aktif menjadi ditutup;
e) ditangguhkan menjadi ditutup; atau
f) dibekukan menjadi ditutup.
7) Perubahan status kepesertaan karena adanya
perubahan status kepesertaan dalam Sistem BI-
RTGS sebagaimana dimaksud dalam butir 2)b)
dapat berupa:
a) aktif menjadi dibekukan atau sebaliknya;
b) aktif menjadi ditutup; atau
c) dibekukan menjadi ditutup.
8) Perubahan status kepesertaan atas permintaan
pihak yang berwenang melakukan pengawasan
kegiatan Peserta sebagaimana dimaksud dalam
butir 2)c) dapat berupa:
a) aktif menjadi dibekukan atau sebaliknya;
atau
b) aktif menjadi ditutup.
9) Perubahan status kepesertaan atas permintaan
dari Peserta sebagaimana dimaksud dalam butir
2)d), hanya berupa perubahan status kepesertaan
dari aktif menjadi ditutup.
10) Dalam hal dilakukan perubahan status
kepesertaan menjadi ditutup, Peserta harus
menyelesaikan seluruh kewajiban dalam
penyelenggaraan SKNBI.
11) Dalam hal perubahan status kepesertaan
sebagaimana dimaksud dalam angka 1) terjadi
pada PLU yang berfungsi sebagai Bank Pembayar
dan/atau Bank Penerus, maka:
a) PLA harus menunjuk PLU lainnya sebagai
Bank Pembayar pengganti; dan
b) PTL harus menunjuk PLU lainnya sebagai
Bank Penerus pengganti.
12) Penunjukan Bank Pembayar dan Bank Penerus
sebagaimana dimaksud dalam angka 11)
mengacu pada ketentuan dalam butir E.8 dan
butir E.9.
b. Prosedur ...
55
b. Prosedur perubahan status kepesertaan diatur sebagai
berikut:
1) Perubahan status kepesertaan karena pengenaan
sanksi oleh Penyelenggara
a) Perubahan status kepesertaan karena
pengenaan sanksi oleh Penyelenggara dapat
ditetapkan oleh Penyelenggara berdasarkan
hasil pemantauan kepatuhan Peserta
terhadap ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai penyelenggaraan transfer
dana dan kliring berjadwal.
b) Penyelenggara dapat mengubah kembali
status kepesertaan dari:
(1) ditangguhkan menjadi aktif;
(2) dibekukan menjadi aktif; atau
(3) dibekukan menjadi ditangguhkan,
setelah melakukan evaluasi atas perbaikan
yang dilakukan oleh Peserta dalam rangka
pemenuhan kepatuhan Peserta terhadap
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai penyelenggaraan transfer dana dan
kliring berjadwal.
c) Penyelenggara menginformasikan perubahan
status kepesertaan SKNBI sebagaimana
dimaksud dalam huruf b) dengan mengacu
pada ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam butir a.4) dan butir a.5).
2) Perubahan
status kepesertaan dalam
penyelenggaraan Sistem BI-RTGS
a) Penyelenggara dapat menetapkan perubahan
status kepesertaan di SKNBI berdasarkan
perubahan status kepesertaan di Sistem BI-
RTGS.
b) Penyelenggara menginformasikan perubahan
status kepesertaan sebagaimana dimaksud
dalam ...
56
dalam huruf a) dengan mengacu pada
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
butir a.4) dan butir a.5).
3) Perubahan status kepesertaan atas permintaan
pihak yang berwenang melakukan pengawasan
kegiatan Peserta
a) Otoritas atau lembaga yang berwenang
melakukan pengawasan kegiatan Peserta
menyampaikan surat
permohonan
perubahan status kepesertaan kepada
Gubernur Bank Indonesia dengan tembusan
kepada Penyelenggara.
b) Surat permohonan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a) memuat antara lain hal-hal
sebagai berikut:
(1) nama Peserta dan perubahan status
kepesertaan yang diminta;
(2) alasan perubahan status kepesertaan;
dan
(3) tanggal efektif perubahan status
kepesertaan.
c) Surat permohonan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a) disertai dengan dokumen
pendukung yang menjadi dasar penetapan
perubahan status Peserta.
d) Dalam hal
dimaksud dalam huruf a)
permohonan sebagaimana
disetujui,
Penyelenggara memberitahukan perubahan
status kepesertaan kepada:
(1) otoritas atau lembaga yang mengajukan
permohonan perubahan status
kepesertaan; dan
(2) pihak sebagaimana dimaksud dalam
butir a.4).
e) Informasi ...
57
e)
Informasi perubahan status kepesertan
sebagaimana dimaksud dalam huruf d)
diberitahukan paling lambat 1 (satu) hari
kerja sebelum tanggal efektif perubahan
status kepesertaan.
4) Perubahan status kepesertaan atas permintaan
Peserta
a) Perubahan status kepesertaan menjadi
ditutup karena pengunduran diri sebagai
Peserta atau karena self-liquidation
(1) Peserta mengajukan surat permohonan
penutupan sebagai Peserta dilengkapi
dengan dokumen yang mendasari.
(2) Surat permohonan sebagaimana
dimaksud dalam angka (1) harus
memuat tanggal efektif penutupan
kepesertaan dan alasan pengunduran
diri dengan mengacu pada format
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran
I.28.
(3) Surat permohonan sebagaimana
dimaksud
dalam
angka (1)
ditandatangani oleh Pimpinan yang
memiliki spesimen tanda tangan di
Penyelenggara dan disampaikan kepada
Penyelenggara dengan ketentuan sebagai
berikut:
(a) surat
Penyelenggara
disampaikan kepada
ke
alamat
sebagaimana dimaksud dalam butir
II.A.2.a; atau
(b) bagi Peserta yang berkedudukan di
wilayah kerja KPwDN, surat
permohonan disampaikan kepada
Penyelenggara dengan tembusan
kepada KPwDN yang mewilayahi.
(4) Berdasarkan ...
58
(4) Berdasarkan permohonan sebagaimana
dimaksud
dalam
Penyelenggara
angka (1),
menyetujui dan
mengubah status kepesertaan menjadi
ditutup setelah:
(a) dokumen sebagaimana dimaksud
dalam angka (1) telah diterima oleh
Penyelenggara; dan
(b) Peserta memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam butir
a.10), butir a.11) dan butir a.12).
(5) Penyelenggara
perubahan status
menginformasikan
kepesertaan
sebagaimana dimaksud dalam angka (4)
dengan mengacu pada ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam butir a.4)
dan butir a.5).
b) Perubahan status kepesertaan karena
penggabungan usaha
(1) Setiap Peserta yang menggabungkan diri
mengajukan
surat permohonan
penutupan kepesertaan, paling kurang
memuat:
(a) persetujuan dari lembaga yang
berwenang;
(b) rencana
waktu pelaksanaan
penggabungan secara operasional
dalam SKNBI;
(c) hak dan kewajiban terkait
kepesertaan SKNBI yang akan
dialihkan
dari Peserta yang
menggabungkan diri kepada Peserta
yang menerima penggabungan,
terhitung
sejak
tanggal
penggabungan secara hukum; dan
(d) spesiman ...
59
(d) spesimen tanda tangan Pimpinan
atau pejabat dari Peserta yang
menggabungkan diri yang akan
dicabut terhitung sejak tanggal
penggabungan secara hukum,
menggunakan
dengan
format
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran
I.28.
(2) Surat
permohonan
surat
sebagaimana
dimaksud dalam angka (1) dilengkapi
fotokopi
persetujuan
penggabungan yang telah dilegalisasi
oleh pejabat atau pihak yang berwenang
atau dinyatakan sesuai asli oleh
Pimpinan.
(3) Peserta yang menerima penggabungan
mengajukan surat permohonan
penggabungan dalam SKNBI yang paling
kurang memuat informasi mengenai:
(a) persetujuan penggabungan dari
lembaga yang berwenang terkait;
yang
(b) Peserta
penggabungan dan Peserta yang
menggabungkan diri;
(c) rencana waktu pelaksanaan:
i.
pengalihan operasional dalam
penyelenggaraan SKNBI dari
Peserta yang menggabungkan
diri kepada Peserta yang
menerima penggabungan; dan
ii. penghentian kepesertaan dalam
SKNBI dari Peserta yang
menggabungkan diri;
(d) hak dan kewajiban Peserta yang
menggabungkan diri yang akan
dialihkan kepada Peserta yang
menerima ...
menerima
60
menerima penggabungan terhitung
sejak tanggal penggabungan secara
hukum; dan
(e) pengumuman penggabungan dalam
surat
nasional,
dengan
menggunakan
format
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran
I.29.
(4) Surat
permohonan
sebagaimana
dimaksud dalam angka (3) dilengkapi
dengan dokumen sebagai berikut:
(a) surat pernyataan yang memuat
paling kurang:
i. pengambilalihan
hak dan
kewajiban Peserta yang
menggabungkan diri terhitung
sejak tanggal penggabungan
secara hukum;
ii. pemberlakuan spesimen tanda
tangan untuk Peserta yang
menerima penggabungan dan
penegasan status spesimen
tanda tangan Peserta yang
menggabungkan diri; dan
iii. pengambilalihan wewenang dan
tanggung jawab operasional
Peserta yang menggabungkan
diri terhitung sejak tanggal
penggabungan secara hukum
sampai dengan
pelaksanaan penggabungan
secara operasional dalam
SKNBI,
dengan menggunakan format
sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran I.30.
(b) fotokopi ...
kabar harian berskala
tanggal
61
(b) fotokopi dokumen yang telah
dilegalisasi
berwenang atau dinyatakan sesuai
asli oleh Pimpinan berupa:
i.
akta penggabungan;
ii. akta perubahan
anggaran
dasar Peserta yang menerima
penggabungan;
iii. izin penggabungan dari otoritas
atau lembaga yang berwenang;
iv. surat persetujuan perubahan
anggaran
dasar
Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia atau dokumen
pendaftaran
penggabungan dan
dari
oleh pejabat yang
akta
akta
perubahan anggaran dasar
dalam daftar perusahaan; dan
v. pengumuman penggabungan
yang dimuat dalam surat kabar
harian berskala nasional.
(5) Surat sebagaimana dimaksud dalam
angka (1), angka (3), dan butir (4)(a)
ditandatangani oleh Pimpinan yang
memiliki spesimen tanda tangan di
Penyelenggara dengan ketentuan sebagai
berikut:
(a) surat
Penyelenggara
disampaikan kepada
ke
alamat
sebagaimana dimaksud dalam butir
II.A.2.a; dan
(b) bagi Peserta yang berkedudukan di
wilayah kerja KPwDN, surat
disampaikan kepada Penyelenggara
dengan tembusan kepada KPwDN
yang mewilayahi.
(6) Penyelenggara ...
62
(6) Penyelenggara memberitahukan kepada
Peserta yang menerima penggabungan
melalui surat mengenai telah disetujuinya
waktu pelaksanaan penggabungan secara
operasional dalam SKNBI beserta hal-hal
yang harus dilakukan oleh Peserta yang
bersangkutan,
setelah dokumen
sebagaimana dimaksud dalam angka (1),
angka (2), angka (3), dan angka (4)
diterima secara lengkap.
(7) Penyelenggara
memberitahukan
persetujuan pelaksanaan penggabungan
secara operasional dalam SKNBI dan
penutupan kepesertaan SKNBI dari
Peserta yang menggabungkan diri
kepada seluruh Peserta melalui
administrative message atau sarana
lainnya.
(8) Status kepesertaan SKNBI dari Peserta
yang menggabungkan diri efektif
berubah menjadi ditutup pada tanggal
pelaksanaan penggabungan secara
operasional dalam SKNBI.
(9) Penyelenggara
menginformasikan
penutupan kepesertaan SKNBI dengan
mengacu pada ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam butir a.4) dan butir
a.5).
c) Perubahan status kepesertaan karena
peleburan usaha
(1) Calon Peserta yang merupakan hasil
peleburan dalam SKNBI mengajukan
permohonan menjadi Peserta dengan
mengikuti
ketentuan umum
kepesertaan sebagaimana dimaksud
dalam huruf A, persyaratan menjadi
Peserta sebagaimana dimaksud dalam
huruf ...
63
huruf B, dan prosedur menjadi Peserta
sebagaimana dimaksud dalam huruf C.
(2) Calon Peserta yang merupakan hasil
peleburan menyampaikan surat
permohonan peleburan dalam SKNBI
yang memuat paling kurang:
(a) persetujuan peleburan dari lembaga
yang berwenang;
(b) Peserta yang merupakan hasil
peleburan dan Peserta yang
meleburkan diri;
(c) rencana waktu pelaksanaan:
i.
pengalihan operasional dalam
penyelenggaraan SKNBI dari
Peserta yang meleburkan diri
kepada calon Peserta hasil
peleburan; dan
ii. penghentian
meleburkan
Peserta yang
diri
dari
kepesertaan dalam SKNBI;
(d) hak dan kewajiban Peserta yang
akan dialihkan dari Peserta yang
meleburkan diri kepada calon
Peserta hasil peleburan terhitung
sejak tanggal peleburan secara
hukum; dan
(e) pengumuman peleburan dalam
surat kabar harian berskala
nasional,
dengan
menggunakan
format
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran
I.29.
(3) Surat
permohonan
sebagaimana
dimaksud dalam angka (2) dilengkapi
dengan dokumen sebagai berikut:
(a) surat pernyataan yang memuat
informasi paling kurang:
i. hak ...
64
i. hak dan kewajiban Peserta
yang dialihkan dari Peserta
yang meleburkan diri kepada
calon Peserta hasil peleburan,
terhitung
sejak
tanggal
peleburan secara hukum;
ii. spesimen tanda tangan untuk
Peserta hasil peleburan dan
penegasan status spesimen
tanda tangan Peserta yang
meleburkan diri; dan
iii. wewenang dan tanggung jawab
operasional yang dialihkan dari
Peserta yang meleburkan diri
kepada Peserta hasil peleburan,
terhitung
sejak
tanggal
peleburan secara hukum
sampai dengan tanggal
pelaksanaan peleburan secara
operasional,
dengan menggunakan format
sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran I.29.
(b) fotokopi dokumen yang telah
dilegalisasi oleh pejabat atau pihak
yang berwenang atau dinyatakan
sesuai asli oleh Pimpinan calon
Peserta berupa:
i. akta peleburan;
ii. akta pendirian Peserta yang
merupakan hasil peleburan;
iii. persetujuan peleburan dari
otoritas atau lembaga yang
berwenang;
iv. surat pengesahan badan hukum
perseroan dari Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia
atas ...
65
atas akta pendirian Peserta yang
merupakan hasil peleburan; dan
v. pengumuman penggabungan
yang dimuat dalam surat kabar
harian berskala nasional.
(4) Setiap Peserta yang meleburkan diri
mengajukan surat permohonan
penutupan kepesertaan yang memuat
paling kurang:
(a) persetujuan peleburan dari otoritas
atau lembaga yang berwenang;
(b) waktu pelaksanaan peleburan
secara operasional dalam SKNBI;
(c) pengalihan hak dan kewajiban
terkait kepesertaan SKNBI dari
Peserta yang meleburkan diri
kepada Peserta yang merupakan
hasil peleburan, terhitung sejak
tanggal peleburan secara hukum;
dan
(d) permohonan penutupan kepesertaan
SKNBI dari Peserta yang meleburkan
diri;
(e) pencabutan spesimen tanda tangan
Pimpinan dan pejabat dari Peserta
yang meleburkan diri terhitung
sejak tanggal peleburan secara
hukum.
dengan
menggunakan
format
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran
I.28.
(5) Surat
permohonan
sebagaimana
dimaksud dalam angka (4) dilengkapi
fotokopi surat persetujuan peleburan
yang telah dilegalisasi oleh pejabat atau
pihak yang berwenang atau dinyatakan
sesuai asli oleh Pimpinan calon Peserta.
(6) Surat ...
66
(6) Surat sebagaimana dimaksud dalam
angka (2), butir (3)(a), dan angka (4)
ditandatangani oleh Pimpinan calon
Peserta dengan ketentuan sebagai
berikut:
(a) surat
Penyelenggara
disampaikan kepada
ke
alamat
sebagaimana dimaksud dalam butir
II.A.2.a; dan
(b) bagi Peserta yang berkedudukan di
wilayah kerja KPwDN, surat
disampaikan kepada Penyelenggara
dengan tembusan kepada KPwDN
yang mewilayahi.
(7) Penyelenggara memberitahukan kepada
Peserta yang merupakan hasil peleburan
melalui surat mengenai telah
disetujuinya waktu pelaksanaan
peleburan secara operasional dalam
SKNBI beserta hal-hal yang harus
dilakukan oleh Peserta yang
bersangkutan, setelah dokumen
sebagaimana dimaksud dalam angka (2),
angka (3), angka (4), dan angka (5)
diterima secara lengkap.
(8) Penyelenggara
memberitahukan
persetujuan pelaksanaan peleburan
secara operasional dalam SKNBI dan
penutupan kepesertaan SKNBI dari
Peserta yang meleburkan diri kepada
seluruh Peserta melalui administrative
message atau sarana lainnya.
(9) Status kepesertaan SKNBI dari Peserta
yang meleburkan diri efektif berubah
menjadi ditutup pada tanggal
pelaksanaan
peleburan
secara
operasional dalam SKNBI.
(10) Penyelenggara ...
67
(10) Penyelenggara
menginformasikan
penutupan kepesertaan SKNBI dengan
mengacu pada ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam butir a.4) dan butir
a.5).
d) Perubahan status kepesertaan SKNBI karena
pemisahan usaha
(1) Perubahan kepesertaan SKNBI karena
pemisahan dilakukan dalam hal terdapat
Peserta berupa Unit Usaha Syariah yang
melakukan pemisahan dari Peserta
berupa bank umum konvensional
sebagai induk yang dilakukan dengan
cara mendirikan Bank Umum Syariah
baru atau mengalihkan hak dan
kewajiban Unit Usaha Syariah kepada
Bank Umum Syariah yang telah ada.
(2) Perubahan kepesertaan SKNBI karena
pemisahan dengan cara mendirikan Bank
Umum Syariah baru mengikuti prosedur
perubahan status kepesertaan karena
peleburan sebagaimana dimaksud dalam
huruf c).
(3) Perubahan kepesertaan SKNBI karena
pemisahan dengan cara mengalihkan
hak dan kewajiban Unit Usaha Syariah
kepada Bank Umum Syariah yang telah
ada dilakukan dengan
prosedur
penggabungan sebagaimana dimaksud
dalam huruf b).
Dalam hal Peserta merupakan peserta Sistem BI-RTGS dan
dokumen pendukung untuk perubahan status kepesertaan
SKNBI karena pengunduran diri, self liquidation,
penggabungan, peleburan, atau pemisahan sebagaimana
dimaksud ...
68
dimaksud dalam huruf a), huruf b), huruf c), dan huruf d)
telah disampaikan kepada penyelenggara Sistem BI-RTGS,
Peserta tidak perlu menyampaikan dokumen pendukung
dimaksud kepada Penyelenggara.
3. Dampak Perubahan Status Kepesertaan dalam Operasional
SKNBI
Dalam hal terdapat perubahan status kepesertaan dari
aktif menjadi ditangguhkan atau ditangguhkan menjadi
dibekukan yang ditetapkan pada jam operasional, berlaku
ketentuan sebagai berikut:
a. Untuk Layanan Transfer Dana dan/atau Layanan
Pembayaran Reguler
1) DKE Transfer Dana dan/atau DKE Pembayaran
yang telah diterima sebelum perubahan status
kepesertaan tetap diteruskan dan diperhitungkan
sepanjang didukung dengan dana yang cukup.
2) Dalam hal dana yang dimiliki Peserta tidak cukup
untuk memenuhi kewajiban Peserta maka Peserta
harus menyelesaikan
DKE Transfer Dana
dan/atau DKE Pembayaran yang tidak
diperhitungkan oleh Penyelenggara (unconfirmed
DKE Transfer Dana dan/atau DKE Pembayaran).
b. Untuk Layanan Kliring Warkat Debit dan/atau
Layanan Penagihan Reguler
1) DKE Warkat Debit dan/atau DKE Penagihan yang
telah diterima sebelum perubahan status
kepesertaan,
tetap
diteruskan dan
diperhitungkan sepanjang didukung dengan dana
yang cukup.
2) Dalam hal dana yang dimiliki Peserta tidak
mencukupi maka Peserta harus menyelesaikan
DKE Warkat Debit dan/atau DKE Penagihan yang
tidak diperhitungkan oleh Penyelenggara
(unconfirmed DKE Warkat Debit dan/atau DKE
Penagihan).
3) Dalam ...
69
3) Dalam hal DKE Warkat Debit dan/atau DKE
Penagihan telah diterima oleh Penyelenggara dan
telah diteruskan kepada Peserta penerima,
namun tidak dapat diperhitungkan oleh
Penyelenggara akibat
perubahan status
kepesertaan maka penyelesaian perhitungan DKE
Warkat Debit dan/atau DKE Penagihan
diselesaikan antar Peserta.
4) Penerusan dana atas DKE Warkat Debit yang
tidak diperhitungkan oleh Penyelenggara
sebagaimana dimaksud dalam angka 2) dan
angka 3), mengacu pada ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai perlindungan
nasabah dalam pelaksanaan transfer dana dan
kliring berjadwal melalui SKNBI.
c. Untuk PLU yang berfungsi sebagai Bank Penerus
dan/atau Bank Pembayar maka PLU yang
bersangkutan harus memberitahukan secara tertulis
kepada PLA dan PTL mengenai perubahan status PLU
sesegera mungkin dan menyelesaikan kewajibannya
sesuai ketentuan yang berlaku.
G. Tindak Lanjut Administrasi Kepesertaan SKNBI oleh
Koordinator PWD
Dalam hal terdapat Peserta baru atau perubahan data
kepesertaan SKNBI yang berdampak pada administrasi
kepesertaan dalam kegiatan pertukaran Warkat Debit maka
Koordinator PWD melakukan hal-hal sebagai berikut:
1. memberitahukan secara tertulis kepada Perwakilan Peserta
di Wilayah Kliring mengenai:
a. perubahan data kepesertaan SKNBI berikut tanggal
efektif yang ditetapkan oleh Penyelenggara; dan/atau
b. penambahan Perwakilan Peserta;
2. menyiapkan TPPK dengan contoh sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran II.2; dan
3. melakukan pengkinian data kepesertaan pertukaran
Warkat Debit.
H. Kewajiban ...
70
H. Kewajiban Peserta
Dalam penyelenggaraan SKNBI, Peserta wajib:
1. Menjaga kelancaran dan keamanan penggunaan SKNBI.
Dalam rangka menjaga kelancaran dan keamanan
penggunaan SKNBI, Peserta melakukan hal-hal sebagai
berikut:
a. Menyusun Kebijakan dan Prosedur Tertulis (KPT) yang
mendukung sistem kontrol internal yang baik dalam
pelaksanaan operasional SKNBI, termasuk prosedur
pengamanan penggunaan SKNBI di lingkungan
internal Peserta, dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Kebijakan dan Prosedur Tertulis (KPT) merupakan
aturan tertulis yang ditetapkan oleh pejabat yang
berwenang sesuai dengan ketentuan yang berlaku
di internal Peserta dan berlaku sebagai pedoman
operasional SKNBI di Peserta.
2) Kebijakan dan Prosedur Tertulis (KPT) wajib
dibuat paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal
efektif kepesertaan SKNBI dan harus dievaluasi
oleh satuan kerja audit internal Peserta.
3) Kebijakan dan Prosedur Tertulis (KPT) wajib
dibuat dalam Bahasa Indonesia dengan mengacu
pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai penyelenggaraan transfer dana dan
kliring berjadwal dan ketentuan yang ditetapkan
oleh
penyelenggaraan SKNBI.
4) Kebijakan dan Prosedur Tertulis (KPT) paling
kurang memuat materi sebagai berikut:
a) pendahuluan;
b) organisasi operasional SKNBI;
c) ketentuan dan prosedur operasional SKNBI;
d) pengawasan operasional SKNBI;
e) penanganan Keadaan Tidak Normal
dan/atau Keadaan Darurat; dan
f) perlindungan nasabah.
Rincian ...
asosiasi sistem pembayaran terkait
71
Rincian cakupan minimum materi Kebijakan dan
Prosedur Tertulis (KPT) diatur dalam “Pedoman
Penyusunan Kebijakan dan Prosedur Tertulis
(KPT) SKNBI” sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran II.3.
5) Dalam hal terjadi perubahan materi Kebijakan
dan Prosedur Tertulis (KPT) sebagaimana
dimaksud dalam angka 4), perubahan ketentuan
yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dan/atau
ketentuan yang dikeluarkan oleh asosiasi sistem
pembayaran yang berdampak pada materi
Kebijakan dan Prosedur Tertulis (KPT), Peserta
harus melakukan pengkinian terhadap Kebijakan
dan Prosedur Tertulis (KPT).
6) Pengkinian terhadap Kebijakan dan Prosedur
Tertulis (KPT) sebagaimana dimaksud dalam
angka 5) wajib dilakukan dalam waktu paling
lama 6 (enam) bulan sejak terjadinya perubahan
materi Kebijakan dan Prosedur Tertulis (KPT),
ketentuan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia,
dan/atau ketentuan yang dikeluarkan oleh
asosiasi sistem pembayaran.
b. Melakukan pemeriksaan internal terhadap operasional
SKNBI dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Pemeriksaan internal bertujuan memastikan
pengendalian intern telah dilaksanakan sesuai
ketentuan untuk menjamin keamanan dan
kelancaran operasional SKNBI yang dilakukan
oleh Peserta.
2) Pemeriksaan internal dilakukan oleh satuan kerja
audit internal Peserta paling kurang 1 (satu)
tahun sekali.
3) Pelaksanaan pemeriksaan internal paling kurang
mencakup ruang lingkup materi penilaian
kepatuhan Peserta terhadap hal-hal yang
disampaikan oleh Penyelenggara.
c. Melakukan ...
72
c. Melakukan security audit, dengan ketentuan sebagai
berikut:
1) Security audit bertujuan untuk memastikan
keamanan dan keandalan teknologi informasi
internal Peserta, hubungan (interface) antara SPK
dengan sistem internal Peserta serta kondisi
lingkungan Peserta dalam melakukan kegiatan
operasional.
2) Security audit dilakukan:
a) paling kurang 1 (satu) kali dalam 3 (tiga)
tahun terhitung sejak menjadi Peserta; atau
b) paling lama 6 (enam) bulan sejak perubahan
sistem teknologi informasi internal Peserta
yang dapat mempengaruhi kelancaran
operasional SKNBI di Peserta.
3) Security audit dapat dilakukan oleh auditor
internal Peserta maupun auditor eksternal.
4) Security audit paling kurang mencakup ruang
lingkup sebagaimana dimaksud dalam Lampiran
II.4.
d. Menyusun kebijakan dan prosedur penggunaan
teknologi informasi terkait dengan SKNBI dan
melakukan pengkinian dalam hal terdapat perubahan
kebijakan teknologi informasi dan prosedur
penggunaan teknologi informasi, paling lama 6 (enam)
bulan sejak perubahan kebijakan teknologi informasi
dengan mengacu pada ketentuan yang mengatur
mengenai manajemen risiko dalam penggunaan
teknologi informasi.
e. Memiliki pedoman Business Continuity Plan (BCP) dan
Disaster Recovery Plan (DRP) dengan ketentuan
sebagai berikut:
1) Pedoman Business Continuity Plan (BCP) atau
Disaster Recovery Plan (DRP) memuat prosedur
yang dilakukan oleh Peserta dalam hal terjadi
Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan
Darurat ...
73
Darurat atau upaya lainnya yang perlu dilakukan
dalam hal sistem cadangan tidak dapat
digunakan, untuk memastikan bahwa operasional
SKNBI di Peserta tetap dapat dilakukan.
2) Pedoman Business Continuity Plan (BCP)
sebagaimana dimaksud dalam angka 1) paling
kurang memuat hal-hal sebagai berikut:
a) unit kerja penanggung jawab;
b) mekanisme koordinasi apabila penanggung
jawab terdiri dari beberapa unit;
c) langkah-langkah bisnis yang dilakukan
untuk menjamin kegiatan operasional SKNBI
tetap berjalan;
d) mekanisme pengujian prosedur Business
Continuity Plan (BCP);
e) mekanisme pelaporan dan monitoring; dan
f) petugas operasional (termasuk data nomor
telepon yang dapat dihubungi).
3) Pedoman Disaster Recovery Plan (DRP)
sebagaimana dimaksud dalam angka 1) paling
kurang memuat hal-hal sebagai berikut:
a) unit kerja penanggung jawab;
b) mekanisme koordinasi apabila penanggung
jawab terdiri dari beberapa unit;
c) prosedur penyiapan infrastruktur cadangan
untuk menjamin kegiatan operasional SKNBI
tetap berjalan;
d) mekanisme pelaporan dan monitoring; dan
e) petugas operasional (termasuk data nomor
telepon yang dapat dihubungi).
f. Menggunakan aplikasi SPK sesuai dengan buku
pedoman penggunaan aplikasi SPK.
g. Menjamin SPK utama dan SPK cadangan berfungsi
dengan baik.
Untuk menjamin SPK utama dan SPK cadangan
berfungsi dengan baik, Peserta melakukan hal-hal
sebagai berikut:
1) Memastikan ...
74
1) Memastikan petugas yang menangani SKNBI
memahami sistem dan prosedur operasional
SKNBI yang telah ditetapkan baik oleh
Penyelenggara maupun internal Peserta, antara
lain melalui pelatihan secara berkala.
2) Mengatur dan menetapkan user dan kewenangan
user yang melakukan operasional SKNBI dengan
ketentuan sebagai berikut:
a) pengaturan kewenangan user dengan
memperhatikan rentang kendali (span of
control) untuk meminimalisasi kesalahan
manusia (human error) dan penyalahgunaan
wewenang;
b) pembuatan sampai dengan pengiriman DKE
dilakukan secara berjenjang sesuai dengan
tingkat kewenangan petugas;
c) pengaturan petugas pengganti untuk user
sesuai dengan perannya masing-masing;
d) penetapan dan penatausahaan data user
yang mengelola Soft Token sesuai ketentuan
internal Peserta; dan
e) memastikan keamanan penggunaan dan
penyimpanan Soft Token sesuai ketentuan
internal Peserta.
3) Melakukan pemeliharaan data dengan ketentuan
sebagai berikut:
a) Data yang disimpan dalam media elektronik
harus mendapat pengamanan yang memadai
dan terjaga kerahasiaannya, antara lain
terlindung dari akses petugas yang tidak
berhak.
b) Data sebagaimana dimaksud dalam huruf a)
antara lain meliputi data transaksi, aplikasi
SPK yang diberikan oleh Penyelenggara, Soft
Token, dan/atau ketentuan dan prosedur
yang diberikan oleh Penyelenggara.
c) Data ...
75
c) Data sebagaimana dimaksud dalam huruf a)
dicadangkan dan disimpan dalam media
elektronik.
d) Peserta harus memastikan bahwa data yang
tersimpan dalam media elektronik
sebagaimana dimaksud dalam huruf a) dan
cadangannya sebagaimana dimaksud dalam
huruf c) tidak rusak antara lain dengan cara
melakukan pemeliharaan atau pengecekan
secara berkala.
e) Seluruh data yang tersimpan dalam media
elektronik sebagaimana dimaksud dalam
huruf a) dan cadangannya sebagaimana
dimaksud dalam huruf c) didokumentasikan
dengan baik.
4) Menyediakan dan mengelola sistem cadangan
untuk SKNBI di Peserta dengan ketentuan
sebagai berikut:
a) Peserta menyediakan:
(1) SPK cadangan di lokasi cadangan (back
up site) Peserta; dan
(2) JKD cadangan dari lokasi cadangan
(back up site) Peserta ke Penyelenggara,
sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan
oleh Penyelenggara.
b) Biaya penyediaan dan penggunaan
infrastruktur sebagaimana dimaksud dalam
butir a)(2) menjadi beban Peserta.
c) Pemilihan jenis dan lokasi SPK cadangan
serta jenis JKD cadangan diserahkan kepada
Peserta.
d) Pemilihan jenis dan lokasi SPK cadangan
serta jenis JKD cadangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf c) dilakukan
berdasarkan pertimbangan antara lain:
(1) volume ...
76
(1) volume transaksi Peserta dan tingkat
urgensi SKNBI bagi Peserta; dan
(2) pengendalian internal guna memitigasi
risiko operasional di Peserta.
5) Menjamin sistem cadangan berfungsi dengan
dengan baik, antara lain dengan cara sebagai
berikut:
a) Peserta ikut serta dalam uji coba SKNBI yang
dilaksanakan oleh Penyelenggara dengan
menggunakan sistem cadangan milik Peserta
paling kurang 1 (satu) kali dalam 1 (satu)
tahun.
b) Peserta melakukan uji coba koneksi sistem
cadangan secara berkala dengan ketentuan
sebagai berikut:
(1) Uji coba koneksi sistem cadangan
mencakup uji coba terhadap SPK
cadangan, JKD cadangan, dan/atau
data cadangan.
(2) Uji coba koneksi sistem cadangan
sebagaimana dimaksud dalam angka (1)
dapat dilakukan dengan menggunakan
environment production Penyelenggara
dengan jadwal yang ditetapkan oleh
Penyelenggara setelah seluruh layanan
SKNBI di Penyelenggara berakhir dan
pelaksanaannya dilakukan paling lama 1
(satu) jam.
(3) Uji coba koneksi sistem cadangan
dilakukan dengan tata cara sebagai
berikut:
(a) Peserta menyampaikan permohonan
uji coba koneksi sistem cadangan
melalui fasilitas administrative
message dan/atau sarana lain
kepada ...
77
kepada Penyelenggara paling lambat
1 (satu) hari kerja sebelum
pelaksanaan uji coba.
(b) Penyelenggara memberitahukan
persetujuan uji coba koneksi sistem
cadangan kepada Peserta melalui
sarana administrative message.
(c) Peserta menyampaikan laporan
tertulis hasil pelaksanaan ujicoba
koneksi kepada Penyelenggara
paling lambat 1 (satu) hari kerja
setelah pelaksanaan uji coba.
c) Mengoperasikan sistem cadangan untuk
kegiatan operasional SKNBI dalam kondisi
normal dengan ketentuan sebagai berikut:
(1) Penggunaan sistem cadangan untuk
kegiatan operasional dalam kondisi
normal dilakukan secara berkala paling
kurang 1 (satu) kali dalam setahun.
(2) Pengoperasian sistem cadangan untuk
kegiatan operasional dalam kondisi
normal dapat mencakup pengoperasian
SPK cadangan dan/atau JKD cadangan.
(3) Tata cara penggunaan sistem cadangan
untuk kegiatan operasional dalam
kondisi normal adalah sebagai berikut:
(a) Peserta menyampaikan
surat
permohonan yang dapat didahului
dengan faksimile, administrative
message dan/atau sarana lainnya
kepada Penyelenggara paling lama 1
(satu) hari kerja sebelum
menggunakan sistem cadangan
untuk kegiatan operasional dalam
kondisi normal.
(b) Penyelenggara ...
78
(b) Penyelenggara memberitahukan
persetujuan penggunaan sistem
cadangan pada kondisi normal
kepada Peserta melalui sarana
administrative message.
(c) Peserta menyampaikan laporan
tertulis hasil penggunaan sistem
cadangan
untuk kegiatan
operasional dalam kondisi normal
kepada Penyelenggara paling lama 1
(satu) hari kerja setelah sistem
cadangan selesai digunakan.
6) Menjamin keamanan dan keandalan dari JKD
yang digunakan untuk menghubungkan SPK
dengan:
a) perangkat komputer Peserta yang digunakan
untuk operasional SKNBI; dan
b) sistem komputer internal Peserta, apabila
Peserta menghubungkan SPK utama
dan/atau SPK cadangan dengan sistem
komputer internal Peserta,
sehingga bebas dari segala kemungkinan hal-hal
yang dapat merusak SKNBI termasuk tetapi tidak
terbatas pada kemungkinan pemalsuan,
pembobolan data elektronis (hacking), serta
perusakan sistem dengan cara membanjiri sistem
dengan data dan pesan pembayaran.
7) Melaporkan pengembangan aplikasi internal yang
terkait dengan SKNBI kepada Penyelenggara
secara tertulis dengan alamat sebagaimana
dimaksud dalam butir II.A.2.a paling lama 1
(satu) bulan sebelum aplikasi tersebut
diimplementasikan.
8) Melakukan langkah preventif yang diperlukan
sehingga perangkat keras berfungsi dengan baik
dan ...
79
dan perangkat lunak aplikasi yang digunakan
dalam SKNBI dan/atau dalam kaitannya dengan
SKNBI bebas dari segala jenis virus.
9) Menjamin integritas database SKNBI yang ada
pada SPK utama dan SPK cadangan termasuk
data cadangan yang disimpan dalam bentuk
compact disk (CD), tape, cartridge, flashdisk,
dan/atau media lainnya.
10) Melakukan instalasi setiap terjadi perubahan
aplikasi SPK utama dan/atau SPK cadangan
sesuai dengan buku pedoman penggunaan
aplikasi SPK.
11) Menyimpan dengan baik aplikasi SPK dan
perubahannya serta Soft Token di tempat yang
aman dan bebas dari berbagai hal yang dapat
merusak aplikasi SPK dan Soft Token.
12) Melakukan perpanjangan masa aktif Soft Token
sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan oleh
Penyelenggara.
h. Melakukan pengkinian data kepesertaan dalam hal
terdapat perubahan data kepesertaan SKNBI.
2. Bertanggung jawab atas kebenaran DKE dan seluruh
informasi yang dikirim Peserta kepada Penyelenggara
melalui SKNBI.
Dalam rangka memastikan kebenaran DKE dan seluruh
informasi yang dikirim kepada Penyelenggara, Peserta
melakukan hal-hal sebagai berikut:
a. membuat DKE dan batch sesuai dengan buku
pedoman penggunaan aplikasi SPK; dan
b. mengirimkan batch DKE sesuai jadwal yang
ditetapkan Penyelenggara.
3. Melaksanakan perjanjian dengan Penyelenggara apabila
diperlukan dalam rangka penyelenggaraan SKNBI.
4. Menginformasikan ...
80
4. Menginformasikan biaya transaksi melalui SKNBI kepada
nasabah secara transparan.
Dalam rangka transparansi biaya transaksi melalui SKNBI
kepada nasabah, Peserta mengumumkan secara tertulis
mengenai biaya transaksi melalui SKNBI pada tempat yang
mudah terlihat oleh nasabah.
5. Memberikan data dan informasi terkait penyelenggaraan
SKNBI kepada Bank Indonesia.
Dalam rangka pemberian data dan informasi terkait
penyelenggaraan SKNBI kepada Bank Indonesia, Peserta
memberikan data dan informasi yang diminta oleh
Penyelenggara termasuk namun tidak terbatas pada
dokumen asli dan/atau salinan dokumen yang berupa
warkat dan/atau data elektronik
pelaksanaan SKNBI.
terkait dengan
6. Mematuhi peraturan yang dikeluarkan oleh asosiasi sistem
pembayaran yang telah disetujui oleh Bank Indonesia.
7. Mematuhi ketentuan lain terkait operasional
penyelenggaraan transfer dana dan kliring berjadwal.
Dalam rangka memenuhi ketentuan mengenai
penyelenggaraan transfer dana dan kliring berjadwal dan
ketentuan terkait lainnya, berlaku ketentuan sebagai
berikut:
a. Pimpinan dan/atau pejabat yang berwenang wajib
melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan
untuk memastikan ketaatan Peserta terhadap
ketentuan lainnya yang terkait dengan operasional
penyelenggaraan transfer dana dan kliring berjadwal.
b. Peserta menatausahakan perintah transfer dana,
perintah transfer debit, dan hasil perhitungan SKNBI,
dalam bentuk elektronik dan/atau hasil cetaknya,
serta Warkat Debit sesuai dengan ketentuan
pengarsipan yang berlaku di internal Peserta dan
masa retensi sesuai peraturan perundang-undangan
yang mengatur mengenai dokumen perusahaan.
I. Penggunaan ...
81
I. Penggunaan Soft Token dalam SKNBI
1. Prinsip Penggunaan Soft Token
a. Dalam operasional SKNBI, Peserta harus memiliki Soft
Token yang merupakan salah satu sarana
pengamanan dalam melakukan koneksi antara SPK
dengan SSK.
b. Soft Token sebagaimana dimaksud dalam huruf a
terdiri atas:
1) Bank Indonesia Certificate of Authentification (BI-
CA);
2) sertifikat SSK; dan
3) sertifikat SPK.
c. Sertifikat SPK sebagaimana dimaksud dalam butir b.3)
memiliki masa aktif paling lama 2 (dua) tahun sejak
tanggal efektif.
d. Peserta dapat mengajukan penggantian Soft Token
antara lain karena masa aktif sertifikat SPK telah
berakhir, hilang, rusak, atau tidak dapat digunakan
karena sebab apapun.
e. Soft Token yang telah diserahkan oleh Penyelenggara
kepada Peserta digunakan sesuai ketentuan internal
Peserta dan sepenuhnya menjadi tanggung jawab
Peserta yang bersangkutan.
2. Prosedur
Permohonan
Penggunaan
Soft Token,
Penggantian Soft Token, dan Perpanjangan Masa Aktif
Sertifikat SPK
a. Peserta mengajukan surat permohonan kepada
Penyelenggara untuk mendapatkan Soft Token,
penggantian Soft Token, dan perpanjangan masa aktif
sertifikat SPK, dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Untuk mendapatkan Soft Token,
surat
permohonan paling kurang memuat informasi
sebagai berikut:
a) nama Peserta; dan
b) kode Peserta.
2) Untuk ...
82
2) Untuk penggantian Soft Token, surat permohonan
paling kurang memuat informasi sebagai berikut:
a) nama Peserta;
b) kode Peserta; dan
c) alasan penggantian.
3) Untuk perpanjangan masa aktif sertifikat SPK,
surat permohonan paling kurang memuat
informasi sebagai berikut:
a) nama Peserta;
b) kode Peserta; dan
c) tanggal berakhirnya sertifikat SPK.
b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a disertai dengan file certificate signing request
yang disimpan dalam compact disc. Pembuatan file
certificate signing request mengacu pada buku
pedoman penggunaan aplikasi SPK.
c. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a menggunakan format sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran I.7 dan ditandatangani oleh pejabat
yang berwenang yang memiliki spesimen tanda tangan
di
Penyelenggara
serta disampaikan kepada
Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Surat permohonan disampaikan kepada
Penyelenggara dengan alamat sebagaimana
dimaksud dalam butir II.A.2.a.
2) Bagi Peserta yang berkantor pusat di wilayah
kerja KPwDN, surat permohonan disampaikan
kepada Penyelenggara dengan tembusan kepada
KPwDN yang mewilayahi.
3) Bagi Peserta yang mengajukan permohonan
perpanjangan masa aktif sertifikat SPK, surat
permohonan disampaikan paling lama 1 (satu)
bulan sebelum masa aktif sertifikat SPK berakhir.
d. Penyelenggara ...
83
d. Penyelenggara memberitahukan kepada Peserta
melalui administrative message atau sarana lainnya
untuk pengambilan Soft Token, Soft Token pengganti,
atau sertifikat SPK yang telah diperpanjang masa
aktifnya paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak
surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a diterima secara lengkap oleh Penyelenggara.
e. Peserta melakukan pengambilan Soft Token, Soft
Token pengganti, atau sertifikat SPK sebagaimana
dimaksud dalam huruf d yang dilakukan oleh pejabat
yang berwenang yang telah memiliki spesimen tanda
tangan di Penyelenggara, dengan ketentuan sebagai
berikut:
1) Bagi Peserta yang berkantor pusat di wilayah
kerja
KPBI, pengambilan dilakukan di
Penyelenggara.
2) Bagi Peserta yang berkantor pusat di wilayah
kerja KPwDN, pengambilan dilakukan di KPwDN
setempat.
f.
Peserta melakukan instalasi Soft Token, Soft Token
pengganti, atau sertifikat SPK yang diperoleh dari
Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam huruf e
ke server SPK yang menghasilkan certificate signing
request.
3. Penghapusan Sertifikat SPK
a. Penghapusan sertifikat SPK dapat dilakukan atas
dasar:
1) inisiatif Penyelenggara; atau
2) permintaan Peserta.
b. Penghapusan sertifikat SPK atas dasar inisiatif
Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam butir
a.1) antara lain dilakukan dalam hal Peserta telah
dihentikan kepesertaannya dalam penyelenggaraan
SKNBI.
c. Penghapusan ...
84
c. Penghapusan sertifikat SPK atas dasar permintaan
Peserta sebagaimana dimaksud dalam butir a.2)
diatur dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Peserta
penghapusan
mengajukan surat permohonan
sertifikat
SPK
kepada
Penyelenggara dengan menyebutkan alasan dan
tanggal efektif penghapusan sertifikat SPK
tersebut paling lama 1 (satu) bulan sebelum
tanggal efektif dimaksud.
2) Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
angka 1) ditandatangani oleh pejabat yang
berwenang yang memiliki spesimen tanda tangan
di Penyelenggara.
3) Surat permohonan penghapusan sertifikat SPK
sebagaimana dimaksud dalam angka 1)
menggunakan format sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran I.7 dan dapat disampaikan
terlebih dahulu melalui faksimile.
d. Penyelenggara menyampaikan surat permohonan
kepada Peserta mengenai penghapusan sertifikat SPK
paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah
pelaksanaan penghapusan sertifikat SPK.
IV. WAKTU OPERASIONAL SKNBI
A. Prinsip Umum
1. Penyelenggara menetapkan waktu operasional SKNBI yang
mencakup:
a. hari operasional;
b. jam operasional;
c. jam layanan; dan
d. periode waktu kegiatan.
2. Hari operasional sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a
yaitu hari yang ditetapkan oleh Penyelenggara sebagai hari
diselenggarakannya operasional SKNBI.
3. Jam ...
85
3. Jam operasional sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b
yaitu jam yang ditetapkan oleh Penyelenggara sebagai
waktu diselenggarakannya operasional SKNBI pada setiap
hari operasional.
4. Jam layanan sebagaimana dimaksud dalam butir 1.c yaitu
jadwal yang ditetapkan oleh Penyelenggara untuk setiap
layanan dalam SKNBI, misalnya jam Layanan Transfer
Dana, jam Layanan Kliring Warkat Debit, jam Layanan
Pembayaran Reguler, dan jam Layanan Penagihan Reguler.
5. Periode waktu kegiatan sebagaimana dimaksud dalam
butir 1.d yaitu jangka waktu yang ditetapkan oleh
Penyelenggara untuk melaksanakan kegiatan operasional
setiap layanan dalam SKNBI, misalnya periode waktu
untuk pengiriman DKE dan periode waktu untuk
penyediaan Prefund.
6. Peserta wajib melakukan kegiatan operasional SKNBI
sesuai dengan waktu operasional yang ditetapkan oleh
Penyelenggara.
7. Dalam kondisi tertentu, Keadaan Tidak Normal, dan/atau
Keadaan Darurat, Peserta dapat tidak ikut serta dalam
kegiatan SKNBI
Penyelenggara.
berdasarkan
persetujuan dari
8. Prosedur permohonan Peserta yang tidak ikut dalam
kegiatan SKNBI sebagaimana dimaksud dalam angka 7
adalah sebagai berikut:
a. Peserta mengajukan permohonan melalui surat yang
ditandatangani oleh Pimpinan atau pejabat yang
berwenang yang memiliki spesimen tanda tangan di
Penyelenggara ke alamat II.A.2.a yang dapat didahului
dengan faksimile atau administrative message.
b. Penyelenggara memberitahukan persetujuan atau
penolakan atas permohonan Peserta sebagaimana
dimaksud dalam huruf a melalui surat yang dapat
didahului administrative message atau sarana lainnya.
c. Dalam ...
86
c. Dalam hal permohonan disetujui, Penyelenggara
menginformasikan Peserta yang tidak ikut dalam
kegiatan operasional SKNBI kepada seluruh Peserta
melalui administrative message.
9. Untuk permohonan tidak ikut serta dalam kegiatan SKNBI
dikarenakan kondisi tertentu, permohonan diajukan paling
lama 7 (tujuh) hari kerja sebelum tanggal Peserta tidak
ikut serta dalam kegiatan SKNBI. Alasan pengajuan
permohonan antara lain sebagai berikut:
a. kantor pusat Peserta berada dalam wilayah KPwDN
tertentu yang menerapkan hari operasional sebagai
libur fakultatif; dan/atau
b. kondisi tertentu yang disetujui oleh Penyelenggara.
10. Dalam hal KPwDN di Wilayah Kliring tertentu menerapkan
hari operasional sebagai libur fakultatif maka Peserta tidak
dapat melakukan pengiriman DKE Warkat Debit ke
Wilayah Kliring tersebut dan kegiatan pertukaran Warkat
Debit di wilayah tersebut ditiadakan.
11. Waktu operasional SKNBI sebagaimana dimaksud dalam
angka 1 dapat diubah sewaktu-waktu oleh Penyelenggara.
B. Penetapan Waktu Operasional SKNBI
1. Operasional SKNBI dilaksanakan pada setiap hari kalender
yang ditetapkan sebagai
Penyelenggara.
hari operasional
2. Jam operasional SKNBI adalah pukul 06.30 WIB sampai
dengan pukul 20.00 WIB.
3. Penyelenggara menetapkan jam layanan sebagaimana
dimaksud dalam butir A.1.c dan periode waktu kegiatan
sebagaimana dimaksud dalam butir A.1.d yang berlaku
secara nasional dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Untuk Layanan Transfer Dana
1) Jam Layanan Transfer Dana mengacu kepada jam
layanan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran
II.5.
2) Dalam Layanan Transfer Dana, Penyelenggara
menetapkan periode waktu kegiatan yang terdiri
atas:
a) penyediaan ...
oleh
87
a) penyediaan Prefund Kredit;
b) pengiriman DKE Transfer Dana ke SSK;
c) penyediaan informasi awal;
d) download confirmed incoming DKE Transfer
Dana; dan
e) Setelmen Dana,
dengan rincian periode waktu kegiatan
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.5.
b. Untuk Layanan Kliring Warkat Debit
1) Layanan Kliring Warkat Debit ditetapkan dalam 4
(empat) zona, yang terdiri atas:
a) Zona 1, Zona 2, dan Zona 3 dilaksanakan
dalam 1 (satu) hari kerja, yaitu kegiatan
Kliring Penyerahan dan Kliring Pengembalian
dilakukan pada hari yang sama.
b) Zona 4 dilaksanakan dalam 2 (dua) hari
kerja, yaitu:
(1) hari kerja pertama untuk kegiatan
kliring penyerahan; dan
(2) hari kerja kedua untuk kegiatan kliring
pengembalian.
2) Jam layanan untuk Zona 1, Zona 2, Zona 3, dan
Zona 4 mengacu pada jam layanan SKNBI
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.5.
3) Dalam setiap zona, Penyelenggara menetapkan
periode waktu kegiatan sebagai berikut:
a) pengiriman DKE Warkat Debit untuk
kegiatan:
(1) Kliring Penyerahan; dan
(2) Kliring Pengembalian;
b) download DKE Warkat Debit incoming untuk:
(1) Kliring Penyerahan; dan
(2) Kliring Pengembalian;
c) download DKE Warkat Debit confirmed
outgoing dalam kegiatan Kliring Penyerahan;
d) penyediaan ...
88
d) penyediaan informasi awal;
e) penambahan Prefund Debit;
f) Setelmen Dana; dan
g) proses pertukaran Warkat Debit untuk:
(1) Kliring Penyerahan; dan
(2) Kliring Pengembalian,
dengan rincian periode waktu kegiatan
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.5.
4) Penetapan zona dalam setiap Wilayah Kliring
dilakukan oleh Koordinator PWD berdasarkan
kesepakatan Perwakilan Peserta di Wilayah
Kliring yang bersangkutan dengan mengacu pada
kriteria sebagaimana dimaksud dalam Lampiran
II.5.
5) Dalam kondisi tertentu, penetapan zona
sebagaimana dimaksud dalam angka 4) dilakukan
oleh Penyelenggara.
c. Untuk Layanan Pembayaran Reguler
1) Jam Layanan Pembayaran Reguler ditetapkan
dalam 2 (dua) periode, yaitu:
a) periode 1 dilaksanakan dalam 1 (satu) hari
kerja yaitu untuk kegiatan pengiriman DKE
Pembayaran, pengecekan kecukupan dana
dan Setelmen Dana.
b) periode 2 dilaksanakan dalam 2 (dua) hari
kerja, yaitu:
(1) hari kerja pertama untuk kegiatan
pengiriman DKE Pembayaran; dan
(2) hari kerja kedua untuk kegiatan
pengecekan kecukupan dana dan
Setelmen Dana.
c) Jam layanan kegiatan untuk periode 1
sebagaimana dimaksud dalam huruf a) dan
untuk periode 2 sebagaimana dimaksud
dalam huruf b) mengacu pada jam layanan
SKNBI sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran II.5.
2) Dalam...
89
2) Dalam setiap periode, Penyelenggara menetapkan
periode waktu kegiatan sebagai berikut:
a) penyediaan Prefund Kredit;
b) pengiriman DKE Pembayaran ke SSK;
c) penyediaan informasi awal;
d) download DKE Pembayaran confirmed
incoming; dan
e) Setelmen Dana,
dengan rincian periode waktu kegiatan
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.5.
d. Untuk Layanan Penagihan Reguler
1) Jam Layanan Penagihan Reguler mengacu kepada
jam layanan sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran II.5.
2) Dalam Layanan Penagihan Reguler,
Penyelenggara menetapkan periode waktu
kegiatan sebagai berikut:
a) pengiriman DKE Penagihan untuk kegiatan:
(1) Penyerahan Tagihan; dan
(2) Pengembalian Tagihan;
b) Download DKE Penagihan incoming untuk:
(1) Penyerahan Tagihan; dan
(2) Pengembalian Tagihan;
c) Download DKE Penagihan confirmed outgoing
dalam kegiatan Penyerahan Tagihan;
d) penyediaan informasi awal;
e) penambahan Prefund Debit; dan
f) Setelmen Dana,
dengan rincian periode waktu kegiatan
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.5.
C. Perubahan Waktu Operasional SKNBI
1. Penyelenggara dapat melakukan perubahan waktu
operasional SKNBI sebagaimana dimaksud dalam butir A.1
berdasarkan pertimbangan antara lain sebagai berikut:
a. adanya Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan
Darurat di Penyelenggara;
b. adanya ...
90
b. adanya perubahan jam operasional Sistem BI-RTGS
dan/atau BI-SSSS;
c. adanya kepentingan Bank Indonesia dalam rangka
menjaga kelancaran sistem pembayaran;
d. adanya permohonan perpanjangan periode waktu
kegiatan dari Peserta; dan/atau
e. adanya permohonan perubahan jam Layanan Kliring
Warkat Debit di suatu Wilayah Kliring dari
Koordinator PWD.
2. Pengajuan permohonan perpanjangan periode waktu
kegiatan oleh Peserta sebagaimana dimaksud dalam butir
1.d dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Peserta dapat mengajukan permohonan perpanjangan
periode waktu kegiatan yang terdiri atas:
1) perpanjangan periode waktu pengiriman DKE
Transfer Dana, DKE Pembayaran, dan DKE
Penagihan; dan
2) perpanjangan periode waktu penambahan
Prefund.
b. Permohonan dapat diajukan apabila
Peserta
mengalami Keadaan Tidak Normal, Keadaan Darurat,
dan/atau alasan tertentu yang mengakibatkan adanya
kebutuhan perpanjangan periode waktu kegiatan
pengiriman DKE dan/atau penyediaan Prefund.
c. Perpanjangan periode waktu kegiatan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a yang dapat diberikan oleh
Penyelenggara untuk setiap layanan adalah selama 30
(tiga puluh) menit dan dapat diperpanjang paling lama
30 (tiga puluh) menit kecuali dalam kondisi tertentu
yang disetujui oleh Penyelenggara.
d. Perpanjangan periode waktu kegiatan pengiriman DKE
Transfer Dana, DKE Pembayaran, dan DKE Penagihan
atas permintaan Peserta dikenakan biaya
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.6.
e. Perpanjangan periode waktu kegiatan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dilakukan dengan ketentuan
sebagai berikut:
1) Peserta ...
91
1) Peserta mengajukan permohonan perpanjangan
periode waktu kegiatan kepada Penyelenggara
paling lambat 30 (tiga puluh) menit sebelum
periode waktu kegiatan berakhir kecuali dalam
kondisi tertentu yang disetujui oleh
Penyelenggara.
2) Permohonan perpanjangan periode waktu
sebagaimana dimaksud dalam angka 1)
disampaikan melalui surat yang dapat didahului
dengan faksimile, administrative message,
dan/atau sarana lainnya.
3) Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
angka 1) ditandatangani oleh Pimpinan atau
pejabat yang berwenang yang memiliki spesimen
tanda tangan di Penyelenggara.
4) Penyelenggara memberitahukan persetujuan atau
penolakan atas permohonan perpanjangan
periode waktu kegiatan sebagaimana dimaksud
dalam angka 1) kepada Peserta melalui surat
yang dapat didahului dengan faksimile,
administrative message, dan/atau sarana lainnya.
5) Dalam hal permohonan perpanjangan periode
waktu kegiatan sebagaimana dimaksud dalam
angka
1)
disetujui,
memberitahukan perpanjangan periode waktu
kegiatan kepada seluruh Peserta melalui
administrative message dan/atau sarana lainnya.
3. Pengajuan permohonan perubahan jam Layanan Kliring
Warkat Debit di suatu Wilayah Kliring oleh Koordinator
PWD sebagaimana dimaksud dalam butir 1.e dilakukan
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Perubahan jam Layanan Kliring Warkat Debit diatur
sebagai berikut:
1) Untuk Wilayah Kliring yang terdaftar pada zona 1
dan zona 2, perubahan jam Layanan Kliring
Warkat Debit dilakukan dengan mengacu pada
jam Layanan Kliring Warkat Debit pada zona
berikutnya.
Sebagai ...
Penyelenggara
92
Sebagai contoh, apabila terdapat permohonan
perubahan jam Layanan Kliring Warkat Debit
pada Wilayah Kliring zona 1 oleh Koordinator
PWD maka perubahan jam Layanan Kliring
Warkat Debit pada zona tersebut dilakukan
dengan penyesuaian jam Layanan Kliring Warkat
Debit yang mengacu pada jam layanan pada zona
2.
2) Untuk Wilayah Kliring yang terdaftar pada zona 3
dan zona 4, perubahan jam Layanan Kliring
Warkat Debit dilakukan dengan perpanjangan
periode waktu pengiriman DKE Warkat Debit
pada zona tersebut.
Sebagai contoh, apabila terdapat permohonan
perubahan jam Layanan Kliring Warkat Debit
pada Wilayah Kliring zona 4 oleh Koordinator
PWD maka perubahan jam Layanan Kliring
Warkat Debit pada zona tersebut dilakukan
dengan cara perpanjangan periode waktu
pengiriman DKE Warkat Debit.
b. Koordinator PWD dapat mengajukan permohonan
perubahan jam Layanan Kliring Warkat Debit di suatu
Wilayah Kliring berdasarkan:
1) permintaan Perwakilan Peserta secara tertulis
karena adanya Keadaan Tidak Normal dan/atau
Keadaan Darurat; atau
2) adanya Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan
Darurat.
c. Koordinator PWD menyampaikan surat permohonan
perubahan jam Layanan Kliring Warkat Debit
sebagaimana dimaksud dalam huruf b kepada
Penyelenggara dengan alamat sebagaimana dimaksud
dalam butir II.A.2.a.
d. Penyelenggara memberitahukan persetujuan atau
penolakan atas permohonan perubahan jam Layanan
Kliring Warkat Debit di suatu Wilayah Kliring kepada
Koordinator PWD melalui surat dan/atau sarana
lainnya.
e. Dalam ...
93
e. Dalam hal permohonan perubahan jam Layanan
Kliring Warkat Debit disetujui, Penyelenggara
memberitahukan perubahan jam Layanan Kliring
Warkat Debit di suatu Wilayah Kliring kepada seluruh
Peserta melalui administrative message dan/atau
sarana lainnya.
f. Dalam hal terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau
Keadaan Darurat yang berdampak pada operasional
SKNBI di beberapa Wilayah Kliring, Peserta dapat
mengajukan permohonan perubahan jam Layanan
Kliring Warkat Debit yang diatur sebagai berikut:
1) Peserta mengajukan permohonan perubahan jam
Layanan Kliring Warkat Debit
kepada
Penyelenggara dengan alamat sebagaimana
dimaksud dalam butir II.A.2.a, yang dapat
didahului dengan administrative message,
faksimile, dan/atau sarana lainnya.
2) Penyelenggara memberitahukan persetujuan atau
penolakan atas permohonan perubahan jam
Layanan Kliring Warkat Debit kepada Peserta yang
bersangkutan melalui surat yang dapat didahului
melalui administrative message dan/atau sarana
lainnya.
3) Penyelenggara memberitahukan perubahan jam
Layanan Kliring Warkat Debit kepada:
a) seluruh Peserta; dan
b) Koordinator PWD terkait,
melalui administrative message dan/atau sarana
lainnya.
g. Koordinator PWD mengumumkan perubahan jam
Layanan Kliring Warkat Debit kepada seluruh
Perwakilan Peserta di Wilayah Kliring yang
bersangkutan berdasarkan pemberitahuan perubahan
jam Layanan Kliring Warkat Debit sebagaimana
dimaksud dalam huruf d dan butir f.3)b).
V. PREFUND ...
94
V. PREFUND
A. Jenis dan Pengelolaan Prefund
1. Jenis Prefund
a. Jenis Prefund dalam SKNBI terdiri atas:
1) Prefund Kredit berupa dana tunai (cash Prefund);
dan
2) Prefund Debit dapat berupa:
a) dana tunai (cash Prefund); dan/atau
b) surat berharga (collateral Prefund).
b. Jenis surat berharga (collateral Prefund) yang dapat
disediakan dalam Prefund Debit sebagaimana
dimaksud dalam butir a.2)b) mengacu pada ketentuan
Bank Indonesia yang mengatur mengenai tata cara
penggunaan fasilitas likuiditas intrahari.
c. Surat berharga (collateral Prefund) sebagaimana
dimaksud dalam butir a.2)b) hanya berlaku untuk
PLU.
2. Pengelolaan Prefund
a. Dana tunai (cash Prefund) yang disediakan oleh PLU
dan PLA untuk Prefund Kredit dan Prefund Debit
ditatausahakan pada Sistem BI-RTGS dalam rekening
milik Penyelenggara yang khusus menampung dana
tunai (cash Prefund). Dana tunai (cash Prefund) untuk
masing-masing PLU dan PLA ditatausahakan oleh
Penyelenggara di SSK.
b. Surat berharga (collateral Prefund) yang disediakan
oleh PLU ditatausahakan pada BI-SSSS dalam
rekening surat berharga masing-masing PLU yang
digunakan khusus untuk menampung surat berharga
(collateral Prefund) sebagaimana diatur dalam
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
BI-SSSS.
B. Nilai Minimum Nominal Prefund
Penyelenggara menetapkan besarnya nilai minimum nominal
Prefund yang harus disediakan oleh masing-masing Peserta
dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Penyelenggara ...
95
1. Penyelenggara tidak menetapkan nilai minimum nominal
Prefund Kredit yang wajib disediakan oleh Peserta.
2. Penyelenggara menetapkan nilai minimum nominal
Prefund Debit yang wajib disediakan oleh Peserta.
3. Nilai minimum nominal Prefund Debit yang wajib
disediakan oleh Peserta sebagaimana dimaksud dalam
angka 2 ditetapkan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Peserta wajib menyediakan minimum Prefund Debit
sesuai dengan periode waktu sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran II.5.
b. Nilai minimum Prefund Debit sebagaimana dimaksud
dalam huruf a paling sedikit sebesar nilai nominal
yang ditetapkan oleh Penyelenggara.
c.
Nilai minimum nominal Prefund Debit adalah sebesar
total tagihan harian terbesar Peserta dalam Layanan
Kliring Warkat Debit dan Layanan Penagihan Reguler
dalam kurun waktu 12 (dua belas) bulan terakhir,
dengan mengecualikan total tagihan harian yang
nilainya di luar kebiasaan (outlier). Khusus untuk
bulan ke-12 (keduabelas), data yang diperhitungkan
adalah data transaksi sampai dengan tanggal 25.
Apabila tanggal 25 pada bulan ke-12 (keduabelas)
jatuh pada hari libur maka data yang diperhitungkan
adalah data transaksi sampai dengan hari kerja
terakhir sebelum tanggal 25 pada bulan yang
bersangkutan. Contoh perhitungan minimum Prefund
Debit sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.7.
d. Total tagihan harian yang nilainya di luar kebiasaan
(outlier) sebagaimana dimaksud dalam huruf c
merupakan total tagihan harian yang nilainya di atas
rata-rata total tagihan harian (incoming debit) Peserta
yang bersangkutan dalam kurun waktu 12 (dua belas)
bulan terakhir ditambah 3 (tiga) standar deviasi.
e. Nilai minimum nominal Prefund Debit sebagaimana
dimaksud dalam huruf b yang wajib disediakan oleh
Peserta dapat diakses oleh Peserta melalui SPK pada
tanggal ...
96
tanggal 26 setiap bulannya. Apabila tanggal 26 jatuh
pada hari libur maka besarnya nilai minimum nominal
Prefund Debit dapat diakses oleh Peserta melalui SPK
pada hari kerja berikutnya.
f. Dalam hal terdapat Peserta baru dan belum memiliki
data historis transaksi Layanan Kliring Warkat Debit
dan Layanan Penagihan Reguler, besarnya minimum
nilai nominal Prefund Debit yang wajib disediakan oleh
Peserta tersebut diatur dengan ketentuan sebagai
berikut:
1) Pada hari pertama keikutsertaan Peserta, nilai
minimum nominal Prefund Debit yang harus
disediakan adalah sebesar Rp0,00 (nol rupiah).
2) Pada hari kerja berikutnya di bulan yang sama
dengan tanggal keikutsertaan Peserta, nilai
minimum nominal Prefund Debit yang harus
disediakan oleh Peserta ditetapkan berdasarkan
data total tagihan harian (incoming debit) terbesar
Peserta pada hari kerja sebelumnya.
3) Nilai minimum nominal Prefund Debit untuk
bulan berikutnya ditetapkan dengan
memperhatikan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam huruf b sesuai dengan data
historis yang dimiliki Peserta. Dalam hal data
historis yang dimiliki oleh Peserta kurang dari 12
(dua belas) bulan maka data historis yang
digunakan adalah data yang tersedia pada
periode tersebut.
g. Dalam hal terdapat Peserta yang melakukan
penggabungan atau peleburan usaha, nilai minimum
nominal Prefund Debit yang harus disediakan oleh
Peserta hasil penggabungan atau peleburan usaha
diatur dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Sejak tanggal efektif penggabungan atau
peleburan usaha sampai dengan akhir bulan yang
bersangkutan ...
97
bersangkutan, nilai nominal Prefund Debit yang
harus disediakan adalah sebesar total nilai
nominal Prefund Debit dari Peserta yang
melakukan penggabungan atau peleburan usaha,
yang telah ditetapkan pada awal bulan ketika
Peserta tersebut belum melakukan penggabungan
atau peleburan usaha.
2) Nilai nominal Prefund Debit untuk bulan
berikutnya ditetapkan berdasarkan total tagihan
harian terbesar Peserta hasil penggabungan atau
peleburan usaha untuk Layanan Kliring Warkat
Debit dan Layanan Penagihan Reguler dengan
mengecualikan total tagihan harian yang nilainya
di luar kebiasaan (outlier), dalam bulan
sebelumnya terhitung sejak tanggal efektif
penggabungan atau peleburan usaha.
3) Nilai minimum nominal Prefund Debit untuk
bulan berikutnya ditetapkan dengan
memperhatikan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam angka 2) sesuai dengan data
historis yang dimiliki oleh Peserta hasil
penggabungan atau peleburan usaha. Dalam hal
data historis yang dimiliki oleh Peserta hasil
penggabungan atau peleburan usaha kurang dari
12 (dua belas) bulan maka data historis yang
digunakan adalah data yang tersedia pada
periode tersebut.
h. Dalam hal terdapat perubahan kegiatan usaha Peserta
dari konvensional menjadi syariah, nilai minimum
nominal Prefund Debit yang harus disediakan oleh
Peserta menggunakan data historis 12 (dua belas)
bulan sebelumnya sebagaimana dimaksud dalam
huruf b.
i. Dalam ...
98
i. Dalam hal sampai batas waktu yang ditetapkan
Peserta tidak memenuhi kewajiban penyediaan
minimum Prefund Debit sebagaimana dimaksud
dalam huruf b maka Peserta melakukan hal-hal
sebagai berikut:
1) menginformasikan segera kepada Penyelenggara
mengenai tidak dipenuhinya kewajiban
penyediaan minimum Prefund Debit beserta
alasannya, melalui faksimile dan/atau sarana
lainnya.
2) menyampaikan surat pernyataan kepada
Penyelenggara mengenai tidak dipenuhinya
kewajiban penyediaan minimum Prefund Debit
beserta alasan dengan menggunakan format
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.9.
j. Surat pernyataan sebagaimana dimaksud dalam huruf
i.3) ditandatangani oleh Pimpinan atau pejabat yang
berwenang yang memiliki spesimen tanda tangan di
Penyelenggara dan disampaikan ke alamat
sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a pada hari
yang sama dengan Peserta tidak memenuhi kewajiban
penyediaan minimum Prefund Debit.
C. Tata Cara Penyediaan Prefund
1. Penyediaan Prefund Kredit
Dalam melakukan kewajiban penyediaan Prefund Kredit,
berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. Peserta menyediakan Prefund Kredit sesuai periode
waktu kegiatan penyediaan Prefund Kredit yang
ditetapkan oleh Penyelenggara sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran II.5.
b. Dalam melakukan penyediaan Prefund Kredit
sebagaimana dimaksud dalam huruf a, berlaku
ketentuan sebagai berikut:
1) Untuk ...
99
1) Untuk PLU, penyediaan Prefund Kredit dilakukan
oleh Peserta yang bersangkutan.
2) Untuk PLA, penyediaan Prefund Kredit dilakukan
melalui Bank Pembayar.
3) Untuk PTL, penyediaan Prefund Kredit dilakukan
oleh Bank Penerus.
c.
Nilai nominal Prefund Kredit yang disediakan oleh
Peserta paling sedikit sebesar total DKE Transfer Dana
dan/atau DKE Pembayaran keluar (outgoing)
dikurangi total DKE Transfer Dana dan/atau DKE
Pembayaran masuk (incoming) dari Peserta lain yang
didukung oleh dana yang cukup (confirmed incoming).
d. Penyediaan Prefund Kredit dalam bentuk dana tunai
(cash Prefund) dilakukan melalui Sistem BI-RTGS
dengan cara melakukan transfer dana dari Rekening
Setelmen Dana PLU atau Rekening Setelmen Dana
Bank Pembayar ke rekening milik Penyelenggara yang
digunakan khusus untuk menampung dana tunai
(cash Prefund) dengan mengacu pada ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan
Sistem BI-RTGS.
2. Penyediaan Prefund Debit
Dalam melakukan kewajiban penyediaan nilai minimum
nominal Prefund Debit, berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. Penyediaan Prefund Debit dalam bentuk dana tunai
(cash Prefund) dilakukan melalui Sistem BI-RTGS
dengan cara melakukan transfer dana dari Rekening
Setelmen Dana PLU ke rekening milik Penyelenggara
yang digunakan khusus untuk menampung dana
tunai (cash Prefund) dengan mengacu pada ketentuan
Bank Indonesia yang mengatur mengenai
penyelenggaraan Sistem BI-RTGS.
b. Penyediaan Prefund Debit dalam bentuk surat
berharga (collateral Prefund) dilakukan melalui BI-
SSSS, dengan prosedur sebagaimana diatur dalam
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
penyelenggaraan BI-SSSS.
D. Tata ...
100
D. Tata Cara Penambahan Prefund
1. Penambahan Prefund Kredit
a. Peserta wajib melakukan penambahan Prefund Kredit
dalam hal Prefund Kredit yang disediakan oleh Peserta
tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban Peserta
dalam Layanan Transfer Dana dan/atau Layanan
Pembayaran Reguler.
b. Penambahan Prefund Kredit sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dilakukan sesuai dengan periode waktu
penambahan Prefund Kredit yang ditetapkan oleh
Penyelenggara
Lampiran II.5.
sebagaimana
dimaksud dalam
c. Mekanisme penambahan Prefund Kredit sebagaimana
dimaksud dalam huruf a mengacu pada ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam butir C.1.
2. Penambahan Prefund Debit
a. Peserta wajib melakukan penambahan Prefund Debit
dalam hal nilai minimum nominal Prefund Debit tidak
mencukupi untuk memenuhi kewajiban Peserta dalam
Layanan Kliring Warkat Debit dan/atau Layanan
Penagihan Reguler.
b. Penambahan Prefund Debit dilakukan sesuai dengan
periode waktu penambahan Prefund Debit
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.5.
c. Mekanisme penambahan Prefund Debit mengacu pada
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf C.2.
E. Pengembalian Prefund
1. Pengembalian Prefund Kredit
Dalam hal setelah jam layanan pada Layanan Transfer
Dana dan Layanan Pembayaran Reguler berakhir, Peserta
masih memiliki saldo dana tunai (cash Prefund) yang tidak
dipergunakan dalam perhitungan Layanan Transfer Dana
dan/atau Layanan Pembayaran Reguler maka saldo dana
tunai (cash Prefund)
tersebut dikembalikan oleh
Penyelenggara ke Rekening Setelmen Dana PLU dan/atau
Rekening Setelmen Dana Bank Pembayar.
2. Pengembalian ...
101
…
2. Pengembalian Prefund Debit
Setelah jam layanan pada Layanan Kliring Warkat Debit
dan Layanan Penagihan Reguler berakhir, Penyelenggara
melakukan pengembalian dana tunai (cash Prefund) ke
Rekening Setelmen Dana PLU dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. Dalam hal saldo dana tunai (cash Prefund)
menunjukkan nilai positif maka Penyelenggara
mengembalikan saldo dana tunai (cash Prefund)
sebesar nilai positif ke Rekening Setelmen Dana PLU.
b. Dalam hal surat berharga (collateral Prefund) tidak
digunakan maka:
1) Peserta dapat memindahkan kembali surat
berharga (collateral Prefund) tersebut ke rekening
surat berharga PLU sesuai ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur
penyelenggaraan BI-SSSS.
mengenai
2) Dalam hal Peserta tidak memindahkan kembali
surat berharga (collateral Prefund) ke rekening
surat berharga PLU maka surat berharga
(collateral Prefund) tersebut akan diperhitungkan
sebagai komponen Prefund Debit untuk hari kerja
berikutnya.
3. Periode pengembalian Prefund
Pengembalian Prefund Kredit dan pengembalian Prefund
Debit dilakukan sesuai dengan periode waktu kegiatan
pengembalian Prefund sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran II.5.
VI. LAYANAN TRANSFER DANA
A. Prinsip Umum
1. Dalam hari operasional, Layanan Transfer Dana dilakukan
sesuai dengan jam layanan yang ditetapkan oleh
Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam Lampiran
II.5.
2. Jenis ...
102
2. Jenis transfer dana yang dapat diperhitungkan dalam
Layanan Transfer Dana adalah transfer dana yang berasal
dari:
a. perintah transfer dana dari Peserta kepada Peserta
lainnya;
b. perintah transfer dana dari Peserta kepada nasabah
Peserta lainnya dan sebaliknya; dan
c. perintah transfer dana dari nasabah Peserta kepada
nasabah Peserta lainnya.
3. Transfer dana sebagaimana dimaksud dalam butir 2.a
merupakan transaksi selain yang telah ditetapkan dalam
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
penyelenggaraan Sistem BI-RTGS.
4. Nasabah sebagaimana dimaksud dalam butir 2.b dan butir
2.c meliputi:
a. nasabah pengirim dapat berupa nasabah yang
memiliki rekening dan yang tidak memiliki rekening di
Peserta pengirim; dan
b. nasabah penerima berupa nasabah yang memiliki
rekening di Peserta penerima.
5. Nilai nominal transfer dana sebagaimana dimaksud dalam
angka 2 dibatasi sesuai ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai batas nilai nominal transfer dana
melalui Sistem BI-RTGS dan SKNBI.
6. Transfer dana sebagaimana dimaksud dalam angka 2
diproses pada Layanan Transfer Dana dalam bentuk DKE
Transfer Dana yang dihasilkan dari SPK.
7. DKE Transfer Dana yang telah diterima oleh Penyelenggara
tidak dapat diubah atau dibatalkan oleh Peserta.
8. Perhitungan
Layanan Transfer Dana dilakukan
berdasarkan DKE Transfer Dana yang didukung dengan
dana yang cukup.
9. Setelmen Dana atas perhitungan sebagaimana dimaksud
dalam angka 8 dilakukan ke Rekening Setelmen Dana PLU
dan/atau Rekening Setelmen Dana Bank Pembayar.
10. Setelmen Dana sebagaimana dimaksud dalam angka 9
dilakukan 5 (lima) kali dalam 1 (satu) hari operasional.
B. Operasional ...
103
B. Operasional Layanan Transfer Dana
1. Pembuatan dan Pengiriman DKE Transfer Dana dan Batch
DKE Transfer Dana
a. Pembuatan DKE Transfer Dana
1) Pembuatan DKE Transfer Dana dilakukan oleh
Peserta dengan cara sebagai berikut:
a) input DKE Transfer Dana secara manual
melalui SPK; atau
b) interface DKE Transfer Dana dengan cara:
(1) import file dari media rekam elektronik
ke SPK; atau
(2) Straight Through Processing (STP) dari
sistem internal Peserta ke SPK.
2) Pembuatan DKE Transfer Dana sebagaimana
dimaksud dalam angka 1) mengacu pada buku
pedoman penggunaan aplikasi SPK.
b. Pembuatan batch DKE Transfer Dana
1) Pembuatan batch DKE Transfer Dana dilakukan
melalui SPK atau sistem internal Peserta.
2) Pembuatan batch DKE Transfer Dana oleh Peserta
mengacu pada buku pedoman penggunaan
aplikasi SPK.
c. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan
DKE Transfer Dana dan batch DKE Transfer Dana
1) Pengisian field kode transaksi pada DKE Transfer
Dana wajib mengacu pada kode transaksi
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.9.
2) Field kode kota asal wajib diisi dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. untuk perintah transfer dana yang diterima
melalui over the counter, diisi dengan kode
kota kantor Peserta yang menerima perintah
transfer dana dari nasabah; atau
b. untuk perintah transfer dana yang dilakukan
melalui electronic channel, diisi dengan kode
kota dari kantor Peserta yang mengelola
electronic channel.
3) 1 ...
104
3) 1 (satu) batch DKE Transfer Dana paling banyak
berisi 200 (dua ratus) transaksi atau 1 (satu)
batch DKE Transfer Dana memiliki nilai nominal
paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus
miliar rupiah).
d. Pengiriman batch DKE Transfer Dana ke SSK
Batch DKE Transfer Dana sebagaimana dimaksud
dalam huruf b dikirim ke SSK dengan ketentuan
sebagai berikut:
1) Pengiriman batch DKE Transfer Dana oleh Peserta
diatur sebagai berikut:
a) Pengiriman batch DKE Transfer Dana oleh
Peserta dilakukan melalui SPK.
b) Batch DKE Transfer Dana yang dikirim oleh
PLU dapat berupa:
(1) batch DKE Transfer Dana milik PLU
yang bersangkutan; dan/atau
(2) batch DKE Transfer Dana milik PTL
dalam hal PLU berfungsi sebagai Bank
Penerus.
c) Batch DKE Transfer Dana yang dikirim oleh
PLA hanya milik PLA yang bersangkutan.
2) Pengiriman batch DKE Transfer Dana dapat
dilakukan secara bertahap sesuai dengan periode
waktu kegiatan pengiriman batch DKE Transfer
Dana yang ditetapkan oleh Penyelenggara.
3) Dalam hal terjadi kegagalan pengiriman batch
DKE Transfer Dana maka Peserta dapat
mengirimkan kembali batch DKE Transfer Dana
tersebut selama periode waktu pengiriman batch
DKE Transfer Dana belum berakhir.
4) Atas pengiriman batch DKE Transfer Dana
sebagaimana dimaksud dalam angka 1), SSK
mengirimkan konfirmasi status pengiriman batch
DKE Transfer Dana ke SPK.
2. Mekanisme ...
105
2. Mekanisme Perhitungan dalam Layanan Transfer Dana
a. Selama periode waktu kegiatan pengiriman DKE
Transfer Dana, SSK melakukan perhitungan setiap
batch DKE Transfer Dana yang diterima dengan
memperhatikan kecukupan dana yang dimiliki oleh
Peserta.
b. Dana yang dimiliki oleh Peserta sebagaimana
dimaksud dalam huruf a bersumber dari:
1) dana tunai (cash Prefund) yang disediakan dalam
Prefund Kredit; dan
2) confirmed incoming DKE Transfer Dana yaitu DKE
Transfer Dana masuk dari Peserta lainnya yang
telah didukung dengan dana yang dimiliki oleh
Peserta lain tersebut.
c. DKE Transfer Dana yang dikirim oleh Peserta dan
didukung dengan dana sebagaimana dimaksud dalam
huruf b dinyatakan sebagai confirmed outgoing DKE
Transfer Dana.
3. Informasi Perhitungan Layanan Transfer Dana
a. Penyelenggara menyediakan informasi hasil
perhitungan dalam Layanan Transfer Dana
sebagaimana dimaksud dalam butir 2.a yang dapat
diperoleh Peserta melalui SPK secara seketika.
b. Dalam hal PLU berfungsi sebagai Bank Penerus maka
informasi hasil perhitungan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a mencakup hasil perhitungan PLU dan
PTL.
c. Apabila berdasarkan informasi sebagaimana
dimaksud dalam huruf a masih terdapat DKE Transfer
Dana yang belum dapat diperhitungkan (unconfirmed
DKE Transfer Dana) karena belum didukung dengan
dana yang cukup maka Peserta wajib menambah
Prefund Kredit sampai batas waktu yang ditetapkan
oleh Penyelenggara. Tata cara penambahan Prefund
Kredit sebagaimana dimaksud dalam butir V.D.1.
4. Setelmen ...
106
4. Setelmen Hasil Perhitungan Akhir dalam Layanan Transfer
Dana
a. Setelah batas waktu penambahan Prefund Kredit
berakhir, Penyelenggara melakukan perhitungan akhir
untuk masing-masing Peserta.
b. Dalam hal setelah berakhirnya batas waktu
sebagaimana dimaksud dalam huruf a Peserta masih
memiliki unconfirmed DKE Transfer Dana maka
mekanisme penyelesaiannya mengacu pada ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam angka 5.
c. Dalam hal PLU berfungsi sebagai Bank Penerus maka
hasil perhitungan akhir sebagaimana dimaksud dalam
huruf a mencakup hasil perhitungan akhir PLU dan
PTL.
d. Penyelenggara melakukan Setelmen Dana atas hasil
perhitungan akhir sebagaimana dimaksud dalam
huruf a ke Rekening Setelmen Dana PLU dan/atau
Rekening Setelmen Dana Bank Pembayar sebesar nilai
hasil perhitungan akhir Layanan Transfer Dana.
5. Penyelesaian Unconfirmed DKE Transfer Dana
a. Dalam hal terdapat unconfirmed DKE Transfer Dana
sebagaimana dimaksud dalam butir 4.b, berlaku
ketentuan sebagai berikut:
1) apabila unconfirmed DKE Transfer Dana terjadi
sebelum Setelmen Dana periode terakhir maka
unconfirmed DKE Transfer Dana tersebut akan
diperhitungkan secara otomatis ke periode
Setelmen Dana berikutnya; dan
2) apabila pada Setelmen Dana terakhir masih
terdapat unconfirmed DKE Transfer Dana maka
unconfirmed DKE Transfer Dana tersebut tidak
diperhitungkan oleh SSK.
b. Penyelesaian unconfirmed DKE Transfer Dana
sebagaimana dimaksud dalam butir a.2) dapat
dilakukan dengan mengirimkan kembali unconfirmed
DKE Transfer Dana tersebut pada hari kerja
berikutnya, dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Peserta ...
107
1) Peserta pengirim melaporkan hasil penyelesaian
unconfirmed DKE Transfer Dana kepada
Penyelenggara paling lama 2 (dua) hari kerja sejak
tanggal penyelesaian, dengan menggunakan
format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran
II.10.
2) Peserta pengirim memberikan kompensasi, jasa,
dan/atau bunga kepada nasabah dengan
mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai perlindungan nasabah
pengguna SKNBI.
6. Penerusan Dana kepada Nasabah Penerima
Peserta penerima wajib meneruskan dana kepada nasabah
penerima sesuai amanat dalam DKE Transfer Dana yang
diterima dari Peserta pengirim sesuai batas waktu yang
ditetapkan dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai perlindungan nasabah pengguna
SKNBI.
VII. LAYANAN KLIRING WARKAT DEBIT
A. Prinsip Umum
1. Dalam 1 (satu) hari operasional, Layanan Kliring Warkat
Debit dilakukan dalam 4 (empat) zona sesuai dengan jam
layanan yang ditetapkan oleh Penyelenggara sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran II.5.
2. Layanan Kliring Warkat Debit dalam setiap zona terdiri
atas Kliring Penyerahan dan Kliring Pengembalian, yang
merupakan satu kesatuan siklus Layanan Kliring Warkat
Debit.
3. Warkat Debit yang dapat diperhitungkan dalam Layanan
Kliring Warkat Debit adalah Warkat Debit berupa cek,
bilyet giro, nota debit, dan Warkat Debit lainnya yang telah
disetujui oleh Penyelenggara untuk dikliringkan.
4. Warkat Debit sebagaimana dimaksud dalam angka 3 dapat
dikliringkan oleh Peserta ke seluruh Wilayah Kliring
sepanjang Peserta yang menerbitkan Warkat Debit
memiliki Perwakilan Peserta di wilayah tersebut.
5. Nilai ...
108
5. Nilai nominal Warkat Debit sebagaimana dimaksud dalam
angka 3 tidak dibatasi.
6. Warkat Debit sebagaimana dimaksud dalam angka 3
diproses pada Layanan Kliring Warkat Debit dalam bentuk
DKE Warkat Debit yang dihasilkan dari SPK.
7. DKE Warkat Debit yang telah diterima oleh Penyelenggara
tidak dapat diubah atau dibatalkan oleh Peserta.
8. DKE Warkat Debit yang telah dikirim oleh Peserta harus
diikuti dengan penyampaian Warkat Debit kepada Peserta
penerima di Wilayah Kliring dimana Warkat Debit tersebut
dikliringkan.
9. Penyampaian Warkat Debit kepada Peserta penerima
sebagaimana dimaksud dalam angka 8 dilakukan melalui
pertukaran Warkat Debit sesuai mekanisme sebagaimana
diatur dalam angka XII.
10. Perhitungan Layanan Kliring Warkat Debit dilakukan
berdasarkan DKE Warkat Debit yang didukung dengan
dana yang cukup.
11. Setelmen Dana atas perhitungan sebagaimana dimaksud
dalam angka 10 dilakukan ke Rekening Setelmen Dana
masing-masing Peserta.
12. Setelmen Dana sebagaimana dimaksud dalam angka 11
dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) hari operasional
untuk setiap zona.
B. Operasional Layanan Kliring Warkat Debit pada setiap Zona
1. Pembuatan dan Pengiriman DKE Warkat Debit dan Batch
DKE Warkat Debit
a. Kliring Penyerahan
1) Pembuatan DKE Warkat Debit
a) Pembuatan DKE Warkat Debit dilakukan oleh
Peserta dengan cara sebagai berikut:
(1) input DKE Warkat Debit secara manual
melalui SPK; atau
(2) interface DKE Warkat Debit dengan cara:
(a) import file dari media rekam
elektronik ke SPK; atau
(b) Straight ...
109
(b) Straight Through Processing (STP)
dari sistem internal Peserta ke SPK.
b) Pembuatan DKE Warkat Debit sebagaimana
dimaksud dalam huruf a) mengacu pada
buku pedoman penggunaan aplikasi SPK.
2) Pembuatan batch DKE Warkat Debit
a) Pembuatan batch DKE Warkat Debit
dilakukan melalui SPK atau sistem internal
Peserta.
b) Pembuatan batch DKE Warkat Debit oleh
Peserta harus memenuhi persyaratan sesuai
dengan buku pedoman penggunaan aplikasi
SPK.
3) Pengiriman batch DKE Warkat Debit ke SSK
Batch DKE Warkat Debit sebagaimana dimaksud
dalam angka 2) dikirim ke SSK dengan ketentuan
sebagai berikut:
a) Pengiriman batch DKE Warkat Debit ke SSK
dilakukan melalui SPK.
b) Pengiriman batch DKE Warkat Debit
sebagaimana dimaksud dalam huruf a) harus
diikuti dengan penyampaian fisik Warkat
Debit kepada Peserta penerima.
c) Pengiriman batch DKE Warkat Debit dapat
dilakukan secara bertahap sesuai dengan
periode waktu kegiatan pengiriman batch
DKE Warkat Debit yang ditetapkan oleh
Penyelenggara.
d) Dalam hal terjadi kegagalan pengiriman batch
DKE Warkat Debit maka Peserta dapat
mengirimkan kembali batch DKE Warkat
Debit tersebut sepanjang periode waktu
kegiatan pengiriman batch DKE Warkat Debit
belum berakhir.
e) Atas ...
110
e) Atas pengiriman batch DKE Warkat Debit
sebagaimana dimaksud dalam huruf a), SSK
akan mengirimkan konfirmasi status
pengiriman batch DKE Warkat Debit ke SPK.
b. Kliring Pengembalian
1) Proses Verifikasi
a) Peserta melakukan verifikasi terhadap DKE
Warkat Debit yang diterima dari SSK pada
Kliring Penyerahan.
b) Dalam hal terdapat DKE Warkat Debit
sebagaimana dimaksud dalam huruf a) yang
harus dikembalikan maka pengembalian DKE
Warkat Debit tersebut dilakukan melalui
Kliring Pengembalian sesuai dengan alasan
penolakan DKE Warkat Debit sebagaimana
tercantum dalam Lampiran II.11.
2) Pembuatan DKE Warkat Debit
a) Pembuatan DKE Warkat Debit pada Kliring
Pengembalian sebagaimana dimaksud dalam
butir 1)b) dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
(1) input DKE Warkat Debit secara manual
melalui SPK; atau
(2) interface DKE Warkat Debit dengan cara:
(a) import file dari media rekam
elektronik ke SPK; atau
(b) Straight Through Processing (STP)
dari sistem internal Peserta ke SPK.
b) Pembuatan DKE Warkat Debit sebagaimana
dimaksud dalam huruf a) disertai alasan
penolakan dengan mengacu pada buku
pedoman penggunaan aplikasi SPK.
3) Pembuatan Batch DKE Warkat Debit
a) Pembuatan batch DKE Warkat Debit
dilakukan melalui SPK atau sistem internal
Peserta.
b) Pembuatan ...
111
b) Pembuatan batch DKE Warkat Debit oleh
Peserta harus memenuhi persyaratan sesuai
dengan buku pedoman penggunaan aplikasi
SPK.
4) Pengiriman batch DKE Warkat Debit ke SSK
Batch DKE Warkat Debit sebagaimana dimaksud
dalam angka 3) dikirim ke SSK dengan ketentuan
sebagai berikut:
a) Pengiriman batch DKE Warkat Debit ke SSK
dilakukan melalui SPK.
b) Pengiriman batch DKE Warkat Debit
sebagaimana dimaksud dalam huruf a) harus
diikuti dengan penyampaian fisik Warkat
Debit kepada Peserta pengirim.
c) Pengiriman batch DKE Warkat Debit dapat
dilakukan secara bertahap sesuai dengan
waktu periode pengiriman batch DKE Warkat
Debit yang ditetapkan oleh Penyelenggara.
d) Dalam hal terjadi kegagalan pengiriman batch
DKE Warkat Debit maka Peserta dapat
mengirimkan kembali batch DKE Warkat
Debit tersebut sepanjang periode waktu
kegiatan pengiriman batch DKE Warkat Debit
belum berakhir.
e) Atas pengiriman batch DKE Warkat Debit
sebagaimana dimaksud dalam huruf a), SSK
akan mengirimkan konfirmasi status
pengiriman batch DKE Warkat Debit ke SPK.
2. Mekanisme Perhitungan dalam Layanan Kliring Warkat
Debit
a. Setelah jam Layanan Kliring Pengembalian berakhir,
Penyelenggara melakukan perhitungan Layanan
Kliring Warkat Debit dengan memperhatikan
kecukupan dana yang dimiliki oleh masing-masing
Peserta.
b. Perhitungan Layanan Kliring Warkat Debit
sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilakukan
dengan tahapan sebagai berikut:
1) Melakukan ...
112
1) Melakukan perhitungan tagihan atas DKE Warkat
Debit outgoing pada Kliring Penyerahan dengan
DKE Warkat Debit incoming pada Kliring
Pengembalian untuk masing-masing Peserta
pengirim.
2) Melakukan perhitungan kewajiban atas DKE
Warkat Debit incoming pada Kliring Penyerahan
dari Peserta lain dengan DKE Warkat Debit
outgoing pada Kliring Pengembalian yang dikirim
oleh Peserta yang bersangkutan.
3) Melakukan netting antara hasil perhitungan
sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dengan
hasil perhitungan sebagaimana dimaksud dalam
angka 2).
c. Hasil perhitungan sebagaimana dimaksud dalam butir
b.3) dapat berupa:
1) net kredit yaitu apabila total tagihan lebih besar
dari total kewajiban Peserta;
2) net nihil yaitu apabila total tagihan sama dengan
total kewajiban Peserta; atau
3) net debit yaitu apabila total tagihan lebih kecil
dari total kewajiban Peserta.
d. Dalam hal hasil perhitungan kliring menunjukkan net
kredit sebagaimana dimaksud dalam butir c.1) atau
net nihil sebagaimana dimaksud dalam butir c.2),
seluruh DKE Warkat Debit yang diterima dinyatakan
sebagai confirmed incoming DKE Warkat Debit.
e. Dalam hal hasil perhitungan kliring menunjukkan net
debit sebagaimana dimaksud dalam butir c.3),
dilakukan perhitungan terhadap dana pada Prefund
Debit, dengan ketentuan sebagai berikut:
1) DKE Warkat Debit yang diterima oleh Peserta dan
didukung dengan dana yang cukup dinyatakan
sebagai confirmed incoming DKE Warkat Debit.
2) Dalam hal DKE Warkat Debit yang diterima oleh
Peserta tidak didukung dengan dana yang cukup,
dinyatakan sebagai unconfirmed incoming DKE
Warkat ...
113
Warkat Debit dan dikeluarkan dari perhitungan
Layanan Kliring Warkat Debit.
3. Informasi Perhitungan Layanan Kliring Warkat Debit
a. Penyelenggara menyediakan informasi hasil
perhitungan
Layanan Kliring Warkat Debit
sebagaimana dimaksud dalam butir 2.c yang dapat
diperoleh Peserta melalui SPK sesuai periode waktu
yang ditetapkan oleh Penyelenggara.
b. Apabila berdasarkan informasi sebagaimana
dimaksud dalam huruf a ketersediaan dana Prefund
Debit tidak mencukupi untuk menyelesaikan
perhitungan net debit maka Peserta wajib menambah
Prefund Debit sampai dengan batas waktu yang
ditetapkan oleh Penyelenggara dengan mengacu pada
ketentuan mengenai penambahan Prefund Debit
sebagaimana dimaksud dalam butir V.D.2.
4. Setelmen Dana Hasil Perhitungan Akhir dalam Layanan
Kliring Warkat Debit
a. Setelah batas waktu penambahan Prefund Debit
berakhir, Penyelenggara melakukan perhitungan akhir
untuk masing-masing Peserta.
b. Dalam hal Peserta tidak melakukan penambahan
Prefund Debit sampai dengan batas waktu yang
ditetapkan oleh Penyelenggara maka DKE Warkat
Debit yang tidak didukung dengan Prefund Debit yang
cukup (unconfirmed DKE Warkat Debit) tidak
diperhitungkan dan selanjutnya dibatalkan oleh SSK.
c. Penyelenggara melakukan Setelmen Dana atas
perhitungan akhir sebagaimana dimaksud dalam
huruf a ke Rekening Setelmen Dana masing-masing
Peserta dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Apabila hasil perhitungan akhir menunjukkan net
kredit maka Setelmen Dana dilakukan dengan
mengkredit Rekening Setelmen Dana Peserta
sebesar total nilai net kredit.
2) Apabila hasil perhitungan akhir menunjukkan net
nihil maka Setelmen Dana dilakukan dengan
mengkredit ...
114
mengkredit Rekening Setelmen Dana Peserta
sebesar nilai net nihil.
3) Apabila hasil perhitungan akhir menunjukkan net
debit maka penyelesaian atas net debit tersebut
dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
a)
Posisi net debit akan mengurangi saldo dana
tunai (cash Prefund).
b) Dalam hal hasil pengurangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a) menunjukkan
selisih positif atau selisih nihil maka
Setelmen Dana dilakukan sebesar nilai nihil.
c) Dalam hal hasil pengurangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a) menunjukkan
selisih negatif maka Setelmen Dana
dilakukan dengan cara sebagai berikut:
(1) Mendebit Rekening Setelmen Dana
Peserta yang bersangkutan sebesar
selisih negatif tersebut.
(2) Dalam hal Rekening Setelmen Dana
Peserta yang bersangkutan sebagaimana
pada angka (1) tidak mencukupi untuk
menutup selisih negatif tersebut maka
kekurangan dari selisih negatif yang
telah diperhitungkan dengan dana pada
Rekening Setelmen Peserta, dipenuhi
dengan surat berharga
Prefund). Mekanisme penggunaan surat
berharga (collateral Prefund) mengacu
pada ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai tata cara
penggunaan fasilitas likuiditas intrahari.
5. Penyelesaian Unconfirmed DKE Warkat Debit
a. Unconfirmed DKE Warkat Debit merupakan DKE
Warkat Debit yang tidak diperhitungkan karena tidak
didukung dengan dana yang cukup dari Peserta
penerima.
b. Warkat ...
(collateral
115
b. Warkat Debit dari unconfirmed DKE Warkat Debit
harus dikembalikan oleh Peserta penerima kepada
Peserta pengirim melalui Perwakilan Peserta, dalam
hal Warkat Debit tersebut tidak memenuhi
persyaratan untuk dilakukan pembayaran.
c. Peserta pengirim yang menerima unconfirmed DKE
Warkat Debit harus menyelesaikan kewajiban
pembayaran Warkat Debit sepanjang Warkat Debit
tersebut memenuhi persyaratan untuk dilakukan
pembayaran dan tersedia dana nasabah penarik yang
cukup pada Peserta penerima.
d. Penyelesaian kewajiban pembayaran Warkat Debit
sebagaimana dalam huruf c dilakukan segera dengan
memperhatikan kesepakatan antar Peserta
sebagaimana diatur dalam peraturan asosiasi sistem
pembayaran di Indonesia.
e. Peserta penerima sebagaimana dimaksud dalam huruf
a harus melaporkan tindak lanjut dan hasil
penyelesaian unconfirmed DKE Warkat Debit kepada
Penyelenggara paling lama 2 (dua) hari kerja sejak
tanggal penyelesaian unconfirmed DKE Warkat Debit,
dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran II.10.
6. Penerusan Dana kepada Nasabah Penerima
Peserta pengirim wajib meneruskan dana kepada nasabah
penerima sesuai amanat dalam Warkat Debit sesuai batas
waktu yang ditetapkan dalam ketentuan Bank Indonesia
yang mengatur mengenai perlindungan nasabah pengguna
SKNBI.
7. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam operasional
Layanan Warkat Debit:
a. Pembuatan DKE Warkat Debit dan batch DKE Warkat
Debit
1) Pengisian field kode transaksi pada DKE Warkat
Debit wajib mengacu pada kode transaksi
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.9.
2) Field ...
116
2) Field kode kota asal wajib diisi dengan kode kota
kantor Peserta yang menerima Warkat Debit dari
nasabah yang akan dikliringkan dalam Layanan
Kliring Warkat Debit.
3) 1 (satu) batch DKE Warkat Debit paling banyak
berisi 200 (dua ratus) transaksi atau 1 (satu)
batch DKE Warkat Debit memiliki nilai nominal
kurang dari Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun
rupiah).
b. Penolakan Warkat Debit karena adanya tindak pidana
Dalam hal Warkat Debit ditolak karena diduga terkait
suatu tindak pidana sesuai dengan surat keterangan
dari pihak yang berwenang, berlaku ketentuan sebagai
berikut:
1) Peserta penerima harus menahan Warkat Debit
dan membuat surat keterangan yang menyatakan
bahwa Peserta penerima telah menerima serta
menahan Warkat Debit tersebut karena diduga
terkait tindak pidana sesuai bukti lapor yang
dikeluarkan oleh pihak yang berwenang, dengan
menggunakan format sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran II.12.
2) Pada saat Kliring Pengembalian, Peserta penerima
menyampaikan:
a) surat keterangan penahanan Warkat Debit
dalam rangkap 2 (dua);
b) fotokopi bukti lapor yang dikeluarkan oleh
pihak yang berwenang; dan
c) fotokopi Warkat Debit,
kepada Peserta pengirim.
3) Berdasarkan dokumen yang diterima Peserta
pengirim dari Peserta penerima pada Kliring
Pengembalian, Peserta pengirim menyampaikan
surat keterangan asli sebagaimana dimaksud
dalam butir 2)a) kepada nasabah penagih.
c. Penolakan ...
117
c. Penolakan Warkat Debit di luar mekanisme Kliring
Pengembalian
Dalam hal Peserta penerima dalam Kliring Penyerahan
tidak dapat melakukan penolakan Warkat Debit yang
seharusnya ditolak melalui mekanisme Kliring
Pengembalian, antara lain karena adanya Keadaan
Tidak Normal di Peserta penerima maka Peserta
penerima harus segera menginformasikan hal tersebut
kepada Peserta pengirim yang bersangkutan untuk
diselesaikan secara bilateral.
VIII. LAYANAN PEMBAYARAN REGULER
A. Prinsip Umum
1. Dalam 1 (satu) hari operasional, Layanan Pembayaran
Reguler dilakukan sebanyak 2 (dua) periode sesuai dengan
jam layanan yang ditetapkan oleh Penyelenggara
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.5.
2. Jenis transfer dana yang dapat diperhitungkan dalam
Layanan Pembayaran Reguler adalah transfer dana yang
berasal dari:
a. perintah transfer dana dari 1 (satu) Peserta pengirim
kepada 1 (satu) atau lebih nasabah di Peserta
penerima;
b. perintah transfer dana dari 1 (satu) atau lebih
nasabah di Peserta pengirim kepada 1 (satu) Peserta
penerima;
c. perintah transfer dana dari 1 (satu) nasabah di Peserta
pengirim kepada 1 (satu) atau lebih nasabah di
Peserta penerima; dan
d. perintah transfer dana dari 1 (satu) atau lebih
nasabah di Peserta pengirim kepada 1 (satu) nasabah
di Peserta penerima.
3. Nasabah sebagaimana dimaksud dalam angka 2 adalah
nasabah yang memiliki rekening di Peserta.
4. Nilai nominal transfer dana sebagaimana dimaksud dalam
angka 2 dibatasi paling banyak Rp500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah) per rincian transaksi.
5. Transfer ...
118
5. Transfer dana sebagaimana dimaksud dalam angka 2
diproses pada Layanan Pembayaran Reguler dalam bentuk
DKE Pembayaran yang dihasilkan dari SPK.
6. DKE Pembayaran yang telah diterima oleh Penyelenggara
tidak dapat diubah atau dibatalkan oleh Peserta.
7. Perhitungan Layanan Pembayaran Reguler dilakukan
berdasarkan DKE Pembayaran yang didukung dengan
dana yang cukup.
8. Setelmen Dana atas perhitungan sebagaimana dimaksud
dalam angka 7 dilakukan ke Rekening Setelmen Dana PLU
dan/atau Rekening Setelmen Dana Bank Pembayar.
9. Setelmen Dana sebagaimana dimaksud dalam angka 8
dilakukan 1 (satu) kali dalam setiap periode Layanan
Pembayaran Regular.
B. Operasional Layanan Pembayaran Reguler pada Setiap Periode
1. Pembuatan dan Pengiriman DKE Pembayaran dan Batch
DKE Pembayaran
a. Pembuatan DKE Pembayaran
1) Pembuatan DKE Pembayaran dilakukan oleh
Peserta dengan cara sebagai berikut:
a)
Input DKE Pembayaran secara manual
melalui SPK; atau
b) interface DKE Pembayaran dengan cara:
(1) import file dari media rekam elektronik
ke SPK; atau
(2) Straight Through Processing (STP) dari
sistem internal Peserta ke SPK.
2) Pembuatan DKE Pembayaran sebagaimana
dimaksud dalam angka 1) mengacu pada buku
pedoman penggunaan aplikasi SPK.
b. Pembuatan batch DKE Pembayaran
1) Pembuatan batch DKE Pembayaran dilakukan
melalui SPK atau sistem internal Peserta.
2) Pembuatan batch DKE Pembayaran oleh Peserta
mengacu pada buku pedoman penggunaan
aplikasi SPK.
c. Hal-hal ...
119
c. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan
DKE Pembayaran dan batch DKE Pembayaran
1) Pengisian field kode transaksi pada DKE
Pembayaran wajib mengacu pada kode transaksi
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.9.
2) Field kode kota asal wajib diisi dengan kode kota
kantor Peserta yang menerima perintah transfer
dana dari nasabah.
3) 1 (satu) batch DKE Pembayaran paling banyak
berisi 10 (sepuluh) DKE Pembayaran atau 1 (satu)
batch DKE Pembayaran memiliki nilai nominal
paling banyak Rp500.000.000.000,00 (lima ratus
miliar rupiah).
4) Dalam 1 (satu) DKE Pembayaran paling banyak
berisi 100 (seratus) rincian transaksi.
d. Pengiriman batch DKE Pembayaran ke SSK
Batch DKE Pembayaran sebagaimana dimaksud dalam
huruf b dikirim ke SSK dengan ketentuan sebagai
berikut:
1) Pengiriman batch DKE Pembayaran oleh Peserta
diatur sebagai berikut:
a) Pengiriman batch DKE Pembayaran oleh
Peserta dilakukan melalui SPK.
b) Batch DKE Pembayaran yang dikirim oleh
PLU dapat berupa:
(1) batch DKE Pembayaran milik PLU yang
bersangkutan; dan/atau
(2) batch DKE Pembayaran milik PTL dalam
hal PLU berfungsi sebagai Bank Penerus.
c) Batch DKE Pembayaran yang dikirim oleh
PLA hanya milik PLA yang bersangkutan.
2) Pengiriman batch DKE Pembayaran dapat
dilakukan secara bertahap sesuai dengan periode
waktu kegiatan pengiriman
batch DKE
Pembayaran yang ditetapkan oleh Penyelenggara.
3) Dalam ...
120
3) Dalam hal terjadi kegagalan pengiriman batch
DKE Pembayaran maka Peserta dapat
mengirimkan kembali batch DKE Pembayaran
sepanjang periode waktu pengiriman batch DKE
Pembayaran belum berakhir.
4) Atas pengiriman batch DKE Pembayaran
sebagaimana dimaksud dalam angka 1), SSK
akan mengirimkan konfirmasi status pengiriman
batch DKE Pembayaran ke SPK.
2. Mekanisme Perhitungan dalam Layanan Pembayaran
Reguler
a. Selama periode waktu kegiatan pengiriman DKE
Pembayaran, SSK melakukan perhitungan setiap
batch DKE Pembayaran yang diterima dengan
memperhatikan kecukupan dana yang dimiliki oleh
Peserta.
b. Dana yang dimiliki oleh Peserta sebagaimana
dimaksud dalam huruf a bersumber dari:
1) dana tunai (cash Prefund) yang disediakan dalam
Prefund Kredit; dan
2) confirmed incoming DKE Pembayaran, yaitu DKE
Pembayaran masuk dari Peserta lainnya yang
telah didukung dengan dana yang dimiliki oleh
Peserta lain tersebut.
c. DKE Pembayaran yang dikirim oleh Peserta dan
didukung dengan dana sebagaimana dimaksud dalam
huruf b dinyatakan sebagai confirmed outgoing DKE
Pembayaran.
3. Informasi Perhitungan Layanan Pembayaran Reguler
a. Penyelenggara menyediakan informasi hasil
perhitungan Layanan
Pembayaran Reguler
sebagaimana dimaksud dalam butir 2.a yang dapat
diperoleh Peserta melalui SPK secara seketika.
b. Dalam hal PLU berfungsi sebagai Bank Penerus maka
informasi hasil perhitungan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a mencakup hasil perhitungan PLU dan
PTL.
c. Apabila ...
121
c. Apabila berdasarkan informasi sebagaimana
dimaksud dalam huruf a masih terdapat DKE
Pembayaran yang belum dapat diperhitungkan
(unconfirmed DKE Pembayaran) karena belum
didukung dengan dana yang cukup maka Peserta
wajib menambah Prefund Kredit sampai batas waktu
yang ditetapkan oleh Penyelenggara. Tata cara
penambahan Prefund Kredit sebagaimana dimaksud
dalam butir V.D.1.
4. Setelmen Hasil Perhitungan Akhir dalam Layanan
Pembayaran Reguler
a. Setelah batas waktu penambahan Prefund Kredit
berakhir, Penyelenggara melakukan perhitungan akhir
untuk masing-masing Peserta.
b. Dalam hal setelah berakhirnya batas waktu
sebagaimana dimaksud dalam huruf a Peserta masih
memiliki unconfirmed DKE Pembayaran maka
mekanisme penyelesaiannya mengacu pada ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam angka 5.
c. Dalam hal PLU berfungsi sebagai Bank Penerus maka
hasil perhitungan akhir sebagaimana dimaksud dalam
huruf a mencakup hasil perhitungan akhir PLU dan
PTL.
d. Penyelenggara melakukan Setelmen Dana atas hasil
perhitungan akhir sebagaimana dimaksud dalam
huruf a ke Rekening Setelmen Dana PLU dan/atau
Rekening Setelmen Dana Bank Pembayar sebesar nilai
hasil perhitungan akhir Layanan Pembayaran Reguler.
5. Penyelesaian Unconfirmed DKE Pembayaran Reguler
a. Dalam hal terdapat unconfirmed DKE Pembayaran
pada periode pertama maka unconfirmed DKE
Pembayaran tersebut tidak secara otomatis akan
diteruskan ke periode selanjutnya. Peserta harus
mengirimkan kembali unconfirmed DKE Pembayaran
tersebut pada periode kedua.
b. Dalam ...
122
b. Dalam hal terdapat unconfirmed DKE Pembayaran
pada periode kedua maka Peserta harus mengirimkan
kembali unconfirmed DKE Pembayaran tersebut pada
hari kerja berikutnya.
c. Dalam hal penyelesaian unconfirmed DKE Pembayaran
sebagaimana dimaksud dalam huruf b dilakukan pada
hari kerja berikutnya, berlaku ketentuan sebagai
berikut:
1) Peserta pengirim melaporkan hasil penyelesaian
unconfirmed
DKE Pembayaran kepada
Penyelenggara paling lama 2 (dua) hari kerja sejak
tanggal penyelesaian, dengan menggunakan
format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran
II.10.
2) Peserta pengirim memberikan kompensasi, jasa,
dan/atau bunga kepada nasabah dengan
mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai perlindungan kepada
nasabah pengguna SKNBI.
6. Penerusan Dana kepada Nasabah Penerima
Peserta penerima wajib meneruskan dana kepada nasabah
penerima sesuai amanat dalam DKE Pembayaran yang
diterima dari Peserta pengirim, sesuai batas waktu yang
ditentukan dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai perlindungan nasabah pengguna
SKNBI.
IX. LAYANAN PENAGIHAN REGULER
A. Prinsip Umum
1. Dalam 1 (satu) hari operasional, Layanan Penagihan
Reguler dilakukan dalam 1 (satu) periode sesuai dengan
jam layanan yang ditetapkan oleh Penyelenggara
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.5.
2. Layanan Penagihan Reguler terdiri atas Penyerahan
Tagihan dan Pengembalian Tagihan yang merupakan satu
kesatuan siklus Layanan Penagihan Reguler.
3. Transfer ...
123
3. Transfer debit yang dapat diperhitungkan dalam Layanan
Penagihan Reguler adalah transfer debit berupa tagihan
rutin dari 1 (satu) nasabah di Peserta penagih untuk
mendebit beberapa rekening nasabah di Peserta tertagih.
4. Dalam melaksanakan transfer debit sebagaimana
dimaksud dalam angka 3, harus dilakukan berdasarkan:
a. perjanjian Peserta penagih dengan nasabah penagih
untuk meneruskan DKE Penagihan kepada Peserta
tertagih; dan
b. standing instruction dari nasabah tertagih kepada
Peserta tertagih untuk melakukan pendebitan
rekening dengan menggunakan format sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran II.13, yang dibuat
sebanyak 3 (tiga) rangkap untuk kepentingan sebagai
berikut:
1) 1 (satu) lembar asli untuk Peserta tertagih,
sebagai kuasa pendebitan rekening nasabah
tertagih; dan
2) 2 (dua) lembar salinan masing-masing untuk
nasabah tertagih dan nasabah penagih.
5. Standing instruction sebagaimana dimaksud dalam butir
4.b harus memuat nomor referensi standing instruction
yang terdiri dari paling banyak 35 (tiga puluh lima) digit
diawali dengan 4 (empat) digit pertama kode Peserta
tertagih.
6. Seluruh Peserta harus menerima dan memproses
permintaan dari nasabah tertagih untuk melaksanakan
transfer debit sebagaimana dimaksud dalam angka 4.
7. Nilai nominal transfer debit sebagaimana dimaksud dalam
angka 3 dibatasi paling banyak Rp500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah) per rincian transaksi.
8. Transfer debit sebagaimana dimaksud dalam angka 3
diproses pada Layanan Penagihan Reguler dalam bentuk
DKE Penagihan yang dihasilkan dari SPK.
9. DKE Penagihan yang telah diterima oleh Penyelenggara
tidak dapat diubah atau dibatalkan oleh Peserta.
10. Perhitungan ...
124
10. Perhitungan Layanan Penagihan Reguler dilakukan
berdasarkan DKE Penagihan yang didukung dengan dana
yang cukup.
11. Setelmen Dana atas perhitungan sebagaimana dimaksud
dalam angka 9 dilakukan ke Rekening Setelmen Dana
masing-masing Peserta.
12. Setelmen Dana sebagaimana dimaksud dalam angka 10
dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) hari operasional.
B. Operasional Layanan Penagihan Reguler
1. Pembuatan dan Pengiriman DKE Penagihan dan Batch
DKE Penagihan
a. Penyerahan Tagihan
1) Pembuatan DKE Penagihan
a) Pembuatan DKE Penagihan dilakukan oleh
Peserta dengan cara sebagai berikut:
(1) input DKE Penagihan secara manual
melalui SPK; atau
(2) interface DKE Penagihandengan cara:
(a) import file dari media rekam
elektronik ke SPK; atau
(b) Straight Through Processing (STP)
dari sistem internal Peserta ke SPK.
b) Pembuatan DKE Penagihan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a) mengacu pada
buku pedoman penggunaan aplikasi SPK.
2) Pembuatan batch DKE Penagihan
a) Pembuatan batch DKE Penagihan dilakukan
melalui SPK atau sistem internal Peserta.
b) Pembuatan batch DKE Penagihan oleh
Peserta harus memenuhi persyaratan sesuai
dengan buku pedoman penggunaan aplikasi
SPK.
3) Pengiriman batch DKE Penagihan ke SSK
Batch DKE Penagihan sebagaimana dimaksud
dalam angka 2) dikirim ke SSK dengan ketentuan
sebagai berikut:
a) Pengiriman ...
125
a) Pengiriman batch DKE Penagihan ke SSK
dilakukan melalui SPK.
b) Pengiriman batch DKE Penagihan dapat
dilakukan secara bertahap sesuai dengan
periode waktu kegiatan pengiriman batch
DKE Penagihan yang ditetapkan oleh
Penyelenggara.
c) Dalam hal terjadi kegagalan pengiriman batch
DKE Penagihan maka Peserta dapat
mengirimkan kembali batch DKE Penagihan
tersebut sepanjang periode waktu kegiatan
pengiriman batch DKE Penagihan belum
berakhir.
d) Atas pengiriman batch DKE Penagihan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a), SSK
akan mengirimkan konfirmasi status
pengiriman batch DKE Penagihan ke SPK.
b. Pengembalian Tagihan
1) Proses Verifikasi
a) Peserta melakukan verifikasi terhadap DKE
Penagihan yang diterima dari SSK pada
Penyerahan Tagihan.
b) Dalam hal terdapat DKE Penagihan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a) yang
harus dikembalikan maka pengembalian DKE
Penagihan tersebut dilakukan melalui
Pengembalian Tagihan sesuai dengan alasan
penolakan DKE Penagihan sebagaimana
tercantum dalam Lampiran II.14.
2) Pembuatan DKE Penagihan
a) Pembuatan
DKE Penagihan
pada
Pengembalian Tagihan sebagaimana
dimaksud dalam butir 1)b) dilakukan dengan
cara sebagai berikut:
(1) input DKE Penagihan secara manual
melalui SPK; atau
(2) interface ...
126
(2) interface DKE Penagihan dengan cara:
(a) import file dari media rekam
elektronik ke SPK; atau
(b) Straight Through Processing (STP)
dari sistem internal Peserta ke SPK.
b) Pembuatan DKE Penagihan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a) disertai alasan
penolakan dengan mengacu pada buku
pedoman penggunaan aplikasi SPK.
3) Pembuatan batch DKE Penagihan
a) Pembuatan batch DKE Penagihan dilakukan
melalui SPK atau sistem internal Peserta.
b) Pembuatan batch DKE Penagihan oleh
Peserta harus memenuhi persyaratan sesuai
dengan buku pedoman penggunaan aplikasi
SPK.
4) Pengiriman batch DKE Penagihan ke SSK
Batch DKE Penagihan sebagaimana dimaksud
dalam angka 3) dikirim ke SSK dengan ketentuan
sebagai berikut:
a) Pengiriman batch DKE Penagihan ke SSK
dilakukan melalui SPK.
b) Pengiriman batch DKE Penagihan dapat
dilakukan secara bertahap sesuai dengan
periode waktu kegiatan pengiriman batch
DKE Penagihan yang ditetapkan oleh
Penyelenggara.
c) Dalam hal terjadi kegagalan pengiriman
batch DKE Penagihan maka Peserta dapat
mengirimkan kembali batch DKE Penagihan
tersebut sepanjang periode waktu kegiatan
pengiriman batch DKE Penagihan belum
berakhir.
d) Atas pengiriman batch DKE Penagihan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a), SSK
akan mengirimkan konfirmasi status
pengiriman batch DKE Penagihan ke SPK.
2. Mekanisme ...
127
2. Mekanisme Perhitungan dalam Layanan Penagihan Reguler
a. Setelah jam Layanan Penagihan Reguler berakhir,
Penyelenggara melakukan perhitungan Layanan
Penagihan Reguler dengan memperhatikan kecukupan
dana yang dimiliki oleh masing-masing Peserta.
b. Perhitungan Layanan
Penagihan Reguler
sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilakukan
dengan tahapan sebagai berikut:
1) Melakukan perhitungan tagihan atas DKE
Penagihan outgoing pada Penyerahan Tagihan
dengan DKE Penagihan
incoming pada
Pengembalian Tagihan untuk masing-masing
Peserta pengirim.
2) Melakukan perhitungan kewajiban atas DKE
Penagihan incoming pada Penyerahan Tagihan
dari Peserta lain dengan DKE Penagihan outgoing
pada Pengembalian Tagihan yang dikirim oleh
Peserta yang bersangkutan.
3) Melakukan netting antara hasil perhitungan
sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dengan
hasil perhitungan sebagaimana dimaksud dalam
angka 2).
c. Hasil perhitungan sebagaimana dimaksud dalam butir
b.3) dapat berupa:
1) net kredit yaitu apabila total tagihan lebih besar
dari total kewajiban Peserta;
2) net nihil yaitu apabila total tagihan sama dengan
total kewajiban Peserta; atau
3) net debit yaitu apabila total tagihan lebih kecil
dari total kewajiban Peserta.
d. Dalam hal hasil perhitungan kliring menunjukkan net
kredit sebagaimana dimaksud dalam butir c.1) atau
net nihil sebagaimana dimaksud dalam butir c.2),
seluruh DKE Penagihan yang diterima dinyatakan
sebagai confirmed incoming DKE Penagihan.
e. Dalam hal hasil perhitungan kliring menunjukkan net
debit sebagaimana dimaksud dalam butir c.3),
dilakukan ...
128
dilakukan perhitungan terhadap dana pada Prefund
Debit, dengan ketentuan sebagai berikut:
1) DKE Penagihan yang diterima oleh Peserta dan
didukung dengan dana yang cukup dinyatakan
sebagai confirmed incoming DKE Penagihan.
2) Dalam hal DKE Penagihan yang diterima oleh
Peserta tidak didukung dengan dana yang cukup,
dinyatakan sebagai unconfirmed incoming DKE
Penagihan dan dikeluarkan dari perhitungan
Layanan Penagihan Reguler.
3. Informasi Perhitungan Layanan Penagihan Reguler
a. Penyelenggara menyediakan informasi hasil
perhitungan Layanan Penagihan Reguler sebagaimana
dimaksud dalam butir 2.c yang dapat diperoleh
Peserta melalui SPK sesuai periode waktu yang
ditetapkan oleh Penyelenggara.
b. Apabila berdasarkan informasi sebagaimana
dimaksud dalam huruf a ketersediaan dana Prefund
Debit tidak mencukupi untuk menyelesaikan
perhitungan net debit maka Peserta wajib menambah
Prefund Debit sampai dengan batas waktu yang
ditetapkan oleh Penyelenggara dengan mengacu pada
ketentuan mengenai penambahan Prefund Debit
sebagaimana dimaksud dalam butir V.D.2.
4. Setelmen Dana Hasil Perhitungan Akhir dalam Layanan
Penagihan Reguler
a. Setelah batas waktu penambahan Prefund Debit
berakhir, Penyelenggara melakukan perhitungan akhir
untuk masing-masing Peserta.
b. Dalam hal Peserta tidak melakukan penambahan
Prefund Debit sampai dengan batas waktu yang
ditetapkan oleh Penyelenggara maka DKE Penagihan
yang tidak didukung dengan Prefund Debit yang
cukup (unconfirmed DKE Penagihan) tidak
diperhitungkan dan selanjutnya dibatalkan oleh SSK.
c. Penyelenggara ...
129
c. Penyelenggara melakukan Setelmen Dana atas
perhitungan akhir sebagaimana dimaksud dalam
huruf a ke Rekening Setelmen Dana masing-masing
Peserta dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Apabila hasil perhitungan akhir menunjukkan net
kredit maka Setelmen Dana dilakukan dengan
mengkredit Rekening Setelmen Dana Peserta
sebesar total nilai net kredit.
2) Apabila hasil perhitungan akhir menunjukkan net
nihil maka Setelmen Dana dilakukan dengan
mengkredit Rekening Setelmen Dana Peserta
sebesar nilai net nihil.
3) Apabila hasil perhitungan akhir menunjukkan net
debit maka penyelesaian atas net debit tersebut
dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
a) Posisi net debit akan mengurangi saldo dana
tunai (cash Prefund).
b) Dalam hal hasil pengurangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a) menunjukkan
selisih negatif maka Setelmen Dana
dilakukan dengan cara sebagai berikut:
(1) Mendebit Rekening Setelmen Dana
Peserta yang bersangkutan sebesar
selisih negatif tersebut.
(2) Dalam hal Rekening Setelmen Dana
Peserta yang bersangkutan sebagaimana
pada angka (1) tidak mencukupi untuk
menutup selisih negatif tersebut maka
kekurangan dari selisih negatif yang
telah diperhitungkan dengan dana pada
Rekening Setelmen Peserta, dipenuhi
dengan surat berharga (collateral
Prefund). Mekanisme penggunaan surat
berharga (collateral Prefund) mengacu
pada ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai fasilitas likuiditas
intrahari.
d. Pelaksanaan ...
130
d. Pelaksanaan Setelmen Dana pada perhitungan akhir
sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilakukan
apabila Prefund Debit setiap Peserta telah dapat
menutup kewajiban atas hasil perhitungan masing-
masing Peserta.
5. Penyelesaian Unconfirmed DKE Penagihan pada Layanan
Penagihan Reguler
a. Unconfirmed DKE Penagihan merupakan DKE
Penagihan yang tidak diperhitungkan karena tidak
didukung dengan dana yang cukup dari Peserta
Penerima.
b. Peserta pengirim yang menerima unconfirmed DKE
Penagihan
harus menyelesaikan kewajiban
pembayaran sepanjang transfer debit memenuhi
persyaratan untuk dilakukan pembayaran dan
tersedia dana nasabah penarik yang cukup pada
Peserta penerima.
c. Peserta penerima sebagaimana dimaksud dalam huruf
a harus melaporkan tindak lanjut dan hasil
penyelesaian unconfirmed DKE Penagihan kepada
Penyelenggara paling lama 2 (dua) hari kerja sejak
tanggal penyelesaian unconfirmed DKE Penagihan,
dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran II.10, serta memperhatikan
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
perlindungan nasabah pengguna SKNBI
6. Penerusan Dana kepada Nasabah Penerima
Peserta pengirim wajib meneruskan dana kepada nasabah
penerima sesuai amanat dalam DKE Penagihan, dengan
mengacu pada batas waktu yang
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
perlindungan nasabah pengguna SKNBI.
7. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan DKE
Penagihan dan batch DKE Penagihan
a. Pengisian field kode transaksi pada DKE Penagihan
wajib mengacu pada kode transaksi sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran II.9.
b. Field ...
ditetapkan dalam
131
b. Field kode kota asal wajib diisi dengan kode kota
kantor Peserta yang menerima perintah transfer debit
dari nasabah.
c. 1 (satu) batch DKE Penagihan paling banyak berisi 10
(sepuluh) DKE Penagihan atau 1 (satu) batch DKE
Penagihan memiliki nilai nominal paling banyak
Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah).
d. Dalam 1 (satu) DKE Penagihan paling banyak berisi
100 (seratus) transaksi.
X. PENYEDIAAN INFORMASI DALAM PENYELENGGARAAN SKNBI
A. Data Individual Penyelengggaraan SKNBI
1. Penyelenggara menyediakan data hasil proses dalam
penyelenggaraan SKNBI yang dapat diakses oleh masing-
masing Peserta.
2. Data hasil proses dalam penyelenggaraan SKNBI
sebagaimana dimaksud dalam angka 1 yang disediakan
oleh Penyelenggara adalah data hasil proses 90 (sembilan
puluh) hari kalender terakhir.
3. Data sebagaimana dimaksud dalam angka 1, terdiri atas
data hasil proses pada:
a. Layanan Transfer Dana;
b. Layanan Kliring Warkat Debit;
c. Layanan Pembayaran Reguler; dan
d. Layanan Penagihan Reguler.
4. Data hasil proses sebagaimana dimaksud dalam angka 3
dapat diperoleh Peserta dengan cara download dari SSK
yang meliputi:
a. DKE confirmed outgoing;
b. DKE confirmed incoming;
c. DKE incoming;
d. DKE outgoing;
e. DKE yang di-reject oleh SSK;
f.
status pengiriman DKE; dan
g. laporan-laporan hasil perhitungan DKE,
dilakukan sesuai jam layanan SKNBI sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran II.5.
B. Data ...
132
B. Data Hasil Perhitungan secara Agregat
1. Penyelenggara menyediakan fasilitas data hasil
perhitungan setiap layanan SKNBI secara agregat.
2. Data hasil perhitungan dalam layanan SKNBI secara
agregat sebagaimana dimaksud dalam angka 1 yang
disediakan oleh Penyelenggara adalah data hasil
perhitungan 90 (sembilan puluh) hari kalender terakhir.
3. Peserta yang akan menggunakan fasilitas sebagaimana
dimaksud dalam angka 1 harus mengajukan permohonan
kepada Penyelenggara dengan mekanisme sebagai berikut:
a. Peserta mengajukan surat permohonan yang
ditandatangani oleh Pimpinan atau pejabat yang
berwenang yang mempunyai spesimen tanda tangan
di Penyelenggara dengan menggunakan format
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.15.
b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a ditujukan kepada Penyelenggara dengan
alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a.
4. Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam
angka 3, Penyelenggara memberikan tanggapan atas
permohonan Peserta secara tertulis paling lama 7 (tujuh)
hari kerja sejak surat permohonan diterima secara
lengkap.
5. Dalam hal Peserta akan mengakhiri penggunaan fasilitas
sebagaimana dimaksud dalam angka 1, Peserta harus
mengajukan permohonan penghentian penggunaan
fasilitas tersebut kepada Penyelenggara dengan mengacu
pada mekanisme sebagaimana dimaksud dalam angka 3.
XI. WARKAT DEBIT DAN DOKUMEN KLIRING
A. Warkat Debit
1. Jenis Warkat Debit
Jenis Warkat Debit yang dapat diperhitungkan dalam
Layanan Kliring Warkat Debit terdiri atas:
a. cek ...
133
a. cek sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang (KUHD) yang ditarik baik atas beban
nasabah Peserta atau atas beban Peserta;
b. bilyet giro sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai bilyet giro;
c. nota debit yaitu Warkat Debit yang digunakan untuk
menagih dana pada Peserta lain untuk untung
nasabah Peserta atau Peserta yang menyampaikan
Nota Debit tersebut; dan
d. Warkat Debit
lainnya yang disetujui oleh
Penyelenggara untuk dikliringkan.
2. Spesifikasi teknis Warkat Debit
Jenis Warkat Debit sebagaimana dimaksud dalam angka 1
wajib memenuhi spesifikasi teknis sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran II.16.
B. Dokumen Kliring
1. Dokumen kliring merupakan dokumen yang berfungsi
sebagai alat kontrol dalam pelaksanaan pertukaran Warkat
Debit.
2. Dokumen kliring sebagaimana dimaksud dalam angka 1
terdiri atas:
a. Jenis dokumen kliring di Wilayah Kliring Otomasi:
1) BPWD Kliring Penyerahan;
2) BPWD Kliring Pengembalian; dan
3) kartu batch.
b. Jenis dokumen kliring di Wilayah Kliring Manual:
a) RWD Kliring Penyerahan; dan
b) RWD Kliring Pengembalian.
3. Spesifikasi teknis dokumen kliring adalah sebagai berikut:
a. Dokumen kliring sebagaimana dimaksud dalam butir
2.a wajib memenuhi spesifikasi teknis sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran II.17.
b. Dokumen kliring sebagaimana dimaksud dalam butir
2.b harus menggunakan format sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran II.18.
C. Prosedur ...
134
C. Prosedur Permohonan Pencetakan Warkat Debit dan/atau
Dokumen Kliring
1. Warkat Debit sebagaimana dimaksud dalam butir A.1
wajib dicetak di perusahaan percetakan dokumen sekuriti
yang telah memperoleh izin dari otoritas atau lembaga
yang berwenang.
2. Dokumen kliring sebagaimana dimaksud dalam butir B.2.a
dapat dicetak di perusahaan percetakan dokumen sekuriti
yang telah memperoleh izin dari lembaga yang berwenang.
3. Sebelum melakukan pencetakan Warkat Debit dan/atau
dokumen kliring, Peserta mengajukan surat permohonan
pencetakan Warkat Debit dan/atau dokumen kliring
dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran II.19, ke alamat sebagaimana dimaksud
dalam butir II.A.2.a atau KPwDN yang mewilayahi.
4. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 3
dilampiri dengan:
a. fotokopi surat keterangan dari lembaga atau instansi
yang berwenang yang menyatakan bahwa kertas yang
digunakan dalam Warkat Debit telah sesuai dengan
spesifikasi teknis Warkat Debit;
b. surat pernyataan dari perusahaan percetakan
dokumen sekuriti yang telah memperoleh izin dari
lembaga atau instansi yang berwenang dengan
menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran II.20; dan
c. spesimen Warkat Debit dan/atau dokumen kliring
masing-masing sebanyak 100 (seratus) lembar dengan
ketentuan sebagai berikut:
1) Seluruh spesimen harus memenuhi ketentuan
spesifikasi teknis Warkat Debit sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran II.16 dan dokumen
kliring sebagaimana dimaksud dalam Lampiran
II.17.
2) Seluruh ...
135
2) Seluruh spesimen harus dibubuhi tambahan
tulisan “spesimen”, ”speciment”, ”cetak coba” atau
tulisan lain yang semakna, dengan ukuran
tulisan yang relatif besar dan menggunakan
warna yang terang atau jelas. Tulisan tersebut
ditulis pada bagian depan Warkat Debit dan/atau
dokumen kliring, sehingga mudah dibedakan
dengan Warkat Debit dan/atau dokumen kliring
yang bukan merupakan spesimen Warkat Debit
dan/atau dokumen kliring.
3) Seluruh lembar spesimen Warkat Debit harus
telah dipisahkan dari lembar pertinggal.
4) Apabila spesimen Warkat Debit dan/atau
dokumen kliring akan digunakan oleh Peserta di
Wilayah Kliring Otomasi maka:
a) pada bagian depan dari 5 (lima) lembar
spesimen Warkat Debit dapat ditambahkan
informasi dummy dalam bentuk tulisan yang
antara lain mencakup nama penerima,
jumlah nominal dalam angka dan huruf,
tempat dan tanggal penerbitan atau
penarikan, tanda tangan serta nama jelas
penandatangan untuk dilakukan uji
perekaman data spesimen Warkat Debit
dalam bentuk salinan (image);
b) pada clear band spesimen Warkat Debit
dan/atau dokumen kliring harus dibubuhi
informasi Magnetic Ink Character Recognition
(MICR) code line guna dilakukan pengujian
oleh Penyelenggara; dan
c) pencantuman informasi Magnetic Ink
Character Recognition (MICR) code line
sebagaimana dimaksud dalam huruf b) harus
sesuai dengan tata cara pencantuman
Magnetic Ink Character Recognition (MICR)
code line sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran II.21.
5. Spesimen ...
136
5. Spesimen Warkat Debit dan/atau dokumen kliring yang
telah diisi informasi Magnetic Ink Character Recognition
(MICR) code line sebagaimana dimaksud dalam Lampiran
II.21 harus memenuhi syarat pengujian, sebagai berikut:
a. tingkat penolakan Warkat Debit dan/atau dokumen
kliring paling tinggi sampai dengan 2% (dua persen);
dan
b. salinan (image) spesimen Warkat Debit yang telah
diambil rekaman gambarnya menunjukkan hasil yang
baik yaitu tulisan pada salinan (image) Warkat Debet
dapat terlihat cukup jelas.
6. Atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 3,
Penyelenggara atau KPwDN memberikan persetujuan atau
penolakan kepada Peserta paling lama 14 (empat belas)
hari kerja sejak surat permohonan diterima secara lengkap
dan benar.
7. Penolakan sebagaimana dimaksud dalam angka 6
dilakukan antara lain apabila hasil pengujian tidak
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
angka 5.
8. Dalam hal terdapat perubahan nama Peserta yang
mengakibatkan perubahan Warkat Debit dan/atau
dokumen kliring, permohonan pencetakan Warkat Debit
dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Peserta yang berubah nama karena penggabungan
atau peleburan harus mengajukan surat permohonan
persetujuan pencetakan Warkat Debit dan/atau
dokumen kliring dengan nama Peserta yang baru
sebelum Warkat Debit dan/atau dokumen kliring lama
diperkirakan habis, sesuai ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam angka 1 sampai dengan angka 5.
b. Warkat Debit dan/atau dokumen kliring dengan nama
Peserta yang lama masih dapat dipergunakan dalam
penyelenggaraan SKNBI sampai dengan persediaan
Warkat Debit dan/atau dokumen kliring yang lama
habis, dengan ketentuan sebagai berikut:
1) memperhatikan ...
137
1) memperhatikan aspek risiko keamanan dan risiko
reputasi (corporate image) serta aspek
kepercayaan nasabah terkait rencana
penggunaan Warkat Debit;
2) mencoret nama Peserta yang lama pada Warkat
Debit dan/atau dokumen kliring
dan
menambahkan nama Peserta yang baru dengan
menggunakan ketikan, stempel, atau dengan cara
sejenis lainnya;
3) khusus untuk perubahan nama Peserta yang
diikuti dengan perubahan sandi kliring maka
sandi kliring lama dalam bentuk MICR code line
untuk Warkat Debit yang akan dikliringkan di
Wilayah Pertukaran Otomasi harus disesuaikan
menjadi sandi kliring yang baru dengan
menggunakan stiker paling lama 3 (tiga) bulan
sejak tanggal efektif perubahan nama yang
dikeluarkan oleh Penyelenggara; dan
4) untuk Warkat Debit berupa cek, bilyet giro,
dan/atau Warkat Debit lainnya, antara lain
voucher perjalanan (traveller’s cheque), voucher
cinderamata (gift cheque), dengan nama Peserta
lama yang telah beredar di masyarakat dan
perubahan nama Peserta tersebut diikuti pula
dengan perubahan sandi kliring maka Peserta
penerima yang bermaksud melakukan penagihan
cek, bilyet giro, dan/atau Warkat Debit lainnya
dalam Layanan Kliring Warkat Debit harus
menyesuaikan sandi kliring lama menjadi sandi
kliring baru dengan menggunakan stiker.
D. Tata Cara Penulisan Warkat Debit
Dalam penulisan Warkat Debit perlu diperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
1. Nilai nominal Warkat Debit dinyatakan dalam mata uang
Rupiah.
2. Pencantuman ...
138
2. Pencantuman nilai nominal Warkat Debit dalam mata
uang Rupiah ditulis secara lengkap dengan angka dan
huruf dalam Bahasa Indonesia dan apabila diperlukan,
dapat ditambahkan padanan katanya dalam Bahasa
Inggris.
3. Penulisan nilai nominal dalam angka dan huruf serta
pengisian redaksional Warkat Debit dilakukan dengan
menggunakan huruf latin, kecuali untuk tanda tangan.
4. Penulisan dan/atau penandatanganan cek, bilyet giro,
dan/atau Warkat Debit lainnya hendaknya menggunakan
alat tulis atau sarana yang:
a. tidak menyebabkan kerusakan dan/atau
menyebabkan tulisan dalam cek , bilyet giro, dan/atau
Warkat Debit lainnya sulit terbaca dengan jelas;
dan/atau
b. tidak mudah diubah.
5. Tambahan penulisan nilai nominal dengan peralatan
apapun yang dimaksudkan untuk memperjelas nilai
nominal, baik dalam angka dan huruf, misalnya dengan
menggunakan peralatan tertentu seperti cheque-writer
(protectograph) dianggap tidak ada, karena hasilnya dapat
menimbulkan bermacam-macam penafsiran.
6. Penulisan cek, bilyet giro, dan Warkat Debit lainnya
disarankan untuk tidak diperjelas dengan menggunakan
fluorescent pen karena akan menimbulkan kesulitan untuk
mendeteksi perubahan penulisan. Di samping itu,
penggunaan alat tersebut pada angka nominal dapat
menimbulkan cahaya sehingga akan menyulitkan
penelitian dalam hal terjadi perubahan nilai nominal.
Dalam hal masih terdapat Warkat Debit yang
menggunakan fluorescent pen maka sebelum Peserta
melakukan pembayaran hendaknya terlebih dahulu
menghubungi nasabah yang bersangkutan untuk
konfirmasi.
XII. PERTUKARAN ...
139
XII. PERTUKARAN WARKAT DEBIT
A. Prinsip Umum
1. Koordinator PWD menetapkan jadwal pertukaran Warkat
Debit dengan mengacu pada rentang waktu jadwal
pertukaran Warkat Debit yang ditetapkan oleh
Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam Lampiran
II.5.
2. Jadwal pertukaran Warkat Debit sebagaimana dimaksud
dalam angka 1 disampaikan kepada seluruh Perwakilan
Peserta di Wilayah Kliring yang bersangkutan.
3. Pertukaran Warkat Debit sebagaimana dimaksud dalam
angka 1 dilakukan secara otomasi atau manual.
4. Warkat Debit yang dipertukarkan di Wilayah Kliring
Otomasi wajib mencantumkan Magnetic Ink Character
Recognition (MICR) code line sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran II.21.
5. Peserta harus menunjuk salah satu kantor Peserta di
Wilayah Kliring sebagai Perwakilan Peserta.
6. Dalam rangka pertukaran Warkat Debit, Perwakilan
Peserta harus menunjuk petugas kliring untuk melakukan
kegiatan penyerahan, penerimaan, dan/atau pengambilan
Warkat Debit pada Kliring Penyerahan dan Kliring
Pengembalian.
7. Petugas kliring sebagaimana dimaksud dalam angka 5
dapat merupakan petugas internal Perwakilan Peserta atau
petugas perusahaan jasa kurir yang diberi kuasa atau
wewenang tertentu.
8. Perusahaan jasa kurir sebagaimana dimaksud dalam
angka 6 harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan
oleh Penyelenggara.
B. Tanggungjawab Koordinator PWD
1. Menyusun Kebijakan dan Prosedur Tertulis (KPT)
mengenai pelaksanaan pertukaran Warkat Debit
Dalam rangka menjaga kelancaran pelaksanaan
pertukaran Warkat Debit, Koordinator PWD melakukan
hal-hal sebagai berikut:
a. Koordinator ...
140
a. Koordinator PWD harus menyusun Kebijakan dan
Prosedur Tertulis (KPT) mengenai pelaksanaan
pertukaran Warkat Debit dengan ketentuan sebagai
berikut:
1) Kebijakan dan Prosedur Tertulis (KPT) merupakan
aturan tertulis yang ditetapkan oleh pejabat yang
berwenang sesuai dengan ketentuan yang berlaku
di internal Koordinator PWD dan berlaku sebagai
pedoman dalam kegiatan pertukaran Warkat
Debit.
2) Kebijakan dan Prosedur Tertulis (KPT) dibuat
paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal efektif
sebagai Koordinator PWD.
3) Kebijakan dan Prosedur Tertulis (KPT) dibuat
dalam Bahasa Indonesia, dengan mengacu pada
ketentuan mengenai penyelenggaraan transfer
dana dan kliring berjadwal paling kurang memuat
materi sebagai berikut:
a) pendahuluan;
b) organisasi Koordinator PWD;
c) pengelolaan administrasi Perwakilan Peserta;
d) prosedur pertukaran Warkat Debit;
e) penanganan Keadaan Tidak Normal
dan/atau Keadaan Darurat.
Rincian cakupan minimum materi Kebijakan dan
Prosedur Tertulis (KPT) diatur dalam “Pedoman
Penyusunan Kebijakan dan Prosedur Tertulis
(KPT) Pertukaran Warkat Debit” sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran II.22.
b. Dalam hal terjadi perubahan ketentuan yang
dikeluarkan oleh Penyelenggara yang berdampak pada
materi Kebijakan dan Prosedur Tertulis (KPT),
Koordinator PWD harus melakukan pengkinian
Kebijakan dan Prosedur Tertulis (KPT) paling lama 6
(enam) bulan sejak terjadinya perubahan materi dan
ketentuan tersebut.
2. Menyediakan ...
141
2. Menyediakan sarana dan prasarana dalam rangka
pertukaran Warkat Debit
Dalam rangka penyediaan sarana dan prasarana
pertukaran Warkat Debit, Koordinator PWD menyediakan
fasilitas pertukaran warkat sebagai berikut:
a. Untuk Wilayah Kliring Otomasi paling kurang:
1) mesin penera waktu;
2) telepon;
3) sarana penerimaan Warkat Debit;
4) sistem pilah Warkat Debit; dan
5) sarana pengarsipan.
b. Untuk Wilayah Kliring Manual paling kurang:
1) mesin penera waktu;
2) telepon;
3) ruangan dan fasilitas pendukung untuk
pelaksanaan pertukaran Warkat Debit, antara
lain berupa meja dan kursi;
4) daftar hadir; dan
5) sarana pengarsipan.
3. Menjaga kelancaran pelaksanaan pertukaran Warkat Debit
Dalam menjaga kelancaran pelaksanaan pertukaran
Warkat Debit, Koordinator PWD melakukan antara lain
hal-hal sebagai berikut:
a. Koordinator PWD di Wilayah Kliring Otomasi:
1) menyelenggarakan pertukaran Warkat Debit
sesuai dengan jadwal yang ditetapkan oleh
Koordinator PWD;
2) melakukan upaya untuk menjamin kehandalan
sistem penerimaan Warkat Debit dan sistem pilah
Warkat Debit; dan
3) menetapkan langkah yang harus dilakukan
apabila terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau
Keadaan Darurat dengan sejauh mungkin
menghindari alternatif penghentian pelaksanaan
pertukaran Warkat Debit.
b. Koordinator ...
142
b. Koordinator PWD di Wilayah Kliring Manual:
1) memantau pelaksanaan pertukaran Warkat
Debit;
2) memastikan pelaksanaan pertukaran Warkat
Debit dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang
ditetapkan oleh Koordinator PWD; dan
3) menetapkan langkah yang harus dilakukan
apabila terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau
Keadaan Darurat dengan sejauh mungkin
menghindari alternatif penghentian pelaksanaan
pertukaran Warkat Debit.
4. Mengelola administrasi kepesertaan pertukaran Warkat
Debit
Dalam rangka mengelola administrasi kepesertaan
pertukaran Warkat Debit di Wilayah Kliring, Koordinator
PWD melakukan antara lain hal-hal sebagai berikut:
a. mengadministrasikan data Perwakilan Peserta dan
petugas kliring;
b. menginformasikan penambahan dan/atau perubahan
data Perwakilan Peserta kepada seluruh Perwakilan
Peserta di Wilayah Kliring yang bersangkutan; dan
c. menyediakan TPPK tanpa foto atau TPPK dengan
menggunakan foto sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam butir XII.I.2.
5. Menyediakan fasilitas penyelesaian permasalahan dalam
proses Warkat Debit
Koordinator PWD menyediakan fasilitas penyelesaian
permasalahan dalam pelaksanaan pertukaran Warkat
Debit bagi Perwakilan Peserta.
6. Menyediakan sarana kontinjensi pertukaran Warkat Debit
pada saat terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau
Keadaan Darurat
Koordinator PWD harus menyediakan sarana kontinjensi
pertukaran Warkat Debit agar kegiatan pertukaran Warkat
Debit tetap dapat dilaksanakan, antara lain lokasi back-up
pertukaran Warkat Debit dan sistem cadangan pilah
Warkat Debit.
C. Pendaftaran ...
143
C. Pendaftaran atau Perubahan Perwakilan Peserta
1. Pendaftaran Perwakilan Peserta
a. Calon Perwakilan Peserta di suatu Wilayah Kliring
mengajukan surat permohonan pendaftaran sebagai
Perwakilan Peserta beserta tanggal efektif Perwakilan
Peserta dan daftar petugas kliring dengan
menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran II.23.
b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a ditandatangani oleh pimpinan atau pejabat
yang berwenang mewakili calon Perwakilan Peserta
dan disampaikan kepada:
1) Koordinator PWD di Wilayah Kliring Jakarta
dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam
butir II.A.2.a, bagi calon Perwakilan Peserta yang
berada di wilayah kerja Kantor Pusat Bank
Indonesia; atau
2) Koordinator PWD di Wilayah Kliring yang
bersangkutan, bagi calon Perwakilan Peserta yang
berada di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank
Indonesia.
c. Berdasarkan
surat permohonan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, Koordinator PWD
melakukan hal-hal sebagai berikut:
1) memberitahukan secara tertulis kepada
Perwakilan Peserta yang bersangkutan mengenai:
a) persetujuan sebagai Perwakilan Peserta;
b) penyediaan stempel dengan menggunakan
format sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran II.1; dan
c) waktu pengambilan TPPK,
paling lambat 5 (lima) hari kerja sebelum tanggal
efektif Perwakilan Peserta; dan
2) memberitahukan ...
144
2) memberitahukan tanggal efektif Perwakilan
Peserta paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum
tanggal efektif kepada seluruh Perwakilan Peserta
di Wilayah Kliring yang bersangkutan.
d. Pengambilan TPPK dilakukan dengan ketentuan
sebagai berikut:
1) Dalam hal pengambilan TPPK dilakukan oleh
petugas internal Perwakilan Peserta maka
petugas yang bersangkutan harus menunjukkan
surat sebagaimana dimaksud dalam butir c.1).
2) Dalam hal pengambilan TPPK dilakukan oleh
petugas jasa kurir maka petugas yang
bersangkutan
sebagaimana dimaksud dalam butir c.1) dan
surat kuasa pengambilan TPPK dari Perwakilan
Peserta.
2. Perubahan Perwakilan Peserta dan Petugas Kliring
a. Peserta dapat melakukan perubahan Perwakilan
Peserta dan/atau petugas kliring di suatu Wilayah
Kliring karena pertimbangan internal Peserta.
b. Dalam hal Peserta akan melakukan perubahan
Perwakilan Peserta maka Perwakilan Peserta
pengganti mengajukan surat permohonan perubahan
Perwakilan Peserta beserta tanggal efektif perubahan
Perwakilan Peserta kepada Koordinator PWD dengan
menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran II.24.
c. Dalam hal perubahan Perwakilan Peserta
sebagaimana dimaksud dalam huruf b berdampak
terhadap perubahan petugas kliring maka surat
permohonan dilengkapi dengan daftar petugas kliring
pengganti.
d. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
huruf b ditandatangani oleh Pimpinan atau pejabat
yang berwenang mewakili Perwakilan Peserta
pengganti dan disampaikan kepada:
1) Koordinator ...
harus menunjukkan surat
145
1) Koordinator PWD di Wilayah Kliring Jakarta
dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam
butir II.A.2.a, bagi Perwakilan Peserta yang
berada di wilayah kerja Kantor Pusat Bank
Indonesia; atau
2) Koordinator PWD di Wilayah Kliring yang
bersangkutan, bagi Perwakilan Peserta yang
berada di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank
Indonesia.
e. Berdasarkan
surat permohonan sebagaimana
dimaksud dalam huruf c, Koordinator PWD
melakukan hal-hal sebagai berikut:
1) memberitahukan secara tertulis kepada
Perwakilan Peserta pengganti mengenai:
a) persetujuan perubahan Perwakilan Peserta;
b) penyediaan stempel kliring dan stempel
kliring dibatalkan dengan mengacu pada
Lampiran II.1; dan
c) waktu pengambilan TPPK, apabila perubahan
Perwakilan Peserta dan/atau petugas kliring
berdampak pada perubahan TPPK,
paling lama 5 (lima) hari kerja sebelum tanggal
efektif perubahan Perwakilan Peserta.
2) memberitahukan tanggal efektif perubahan
Perwakilan Peserta paling lama 1 (satu) hari kerja
sebelum tanggal efektif kepada seluruh
Perwakilan Peserta di Wilayah Kliring yang
bersangkutan.
3) memberikan TPPK kepada Perwakilan Peserta
pengganti apabila perubahan Perwakilan Peserta
tersebut berdampak pada perubahan TPPK sesuai
dengan waktu pengambilan sebagaimana
dimaksud dalam butir 1)c) dengan cara
pengambilan
mengacu pada ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam butir 1.d.
f. Dalam ...
146
f. Dalam hal terdapat perubahan petugas kliring maka
berlaku ketentuan sebagai berikut:
1) Perwakilan Peserta menyampaikan surat
permohonan dengan mengacu pada ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam huruf b, huruf c,
dan huruf d.
2) Berdasarkan surat permohonan sebagaimana
dimaksud dalam angka 1), Koordinator PWD
menginformasikan waktu pengambilan TPPK,
apabila perubahan petugas kliring berdampak
pada perubahan TPPK.
g. TPPK baru akan diberikan apabila Perwakilan Peserta
telah menyerahkan TPPK lama kepada Koordinator
PWD. Dalam hal TPPK lama hilang maka Perwakilan
Peserta harus membuat surat pernyataan kehilangan
TPPK dan segala risiko menjadi tanggung jawab
Peserta.
D. Tata Cara Pertukaran Warkat Debit di Wilayah Kliring Otomasi
1. Kegiatan di Perwakilan Peserta
Dalam rangka kegiatan pertukaran Warkat Debit, petugas
di Perwakilan Peserta melakukan kegiatan sebagai berikut:
a. mencantumkan informasi Magnetic Ink Character
Recognition (MICR) code line pada Warkat Debit dan
dokumen kliring dengan tata cara sesuai ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.21;
b. membubuhkan stempel kliring pada setiap Warkat
Debit dan dokumen kliring dengan ketentuan sebagai
berikut:
1) stempel kliring tidak boleh mengenai clear band;
2) stempel kliring tidak boleh menutupi angka
nominal;
3) dalam hal pada Warkat Debit telah terdapat
stempel kliring maka stempel kliring yang
terdahulu harus dibatalkan dengan stempel
kliring dibatalkan dan diparaf oleh pejabat yang
berwenang dari Perwakilan Peserta yang
bersangkutan; dan
4) khusus ...
147
4) khusus untuk zona 4, tanggal kliring yang
dicantumkan dalam stempel kliring adalah
tanggal DKE Warkat Debit diperhitungkan oleh
Penyelenggara,
dengan format stempel kliring dan stempel kliring
dibatalkan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran
II.1; dan
c. menyusun bundel Warkat Debit dengan urutan
sebagai berikut:
1) BPWD-Kliring Penyerahan atau BPWD-Kliring
Pengembalian;
2) kartu batch; dan
3) Warkat Debit.
Jumlah nominal dalam 1 (satu) bundel Warkat Debit
paling banyak kurang dari Rp1.000.000.000.000,00
(satu triliun rupiah).
2. Kegiatan di Kantor Koordinator PWD
Kegiatan pertukaran Warkat Debit di kantor Koordinator
PWD dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Petugas kliring melakukan kegiatan sebagai berikut:
1) mencantumkan waktu penyerahan bundel
Warkat Debit pada BPWD-Kliring Penyerahan
atau BPWD-Kliring Pengembalian; dan
2) menyerahkan bundel Warkat Debit kepada
petugas Koordinator PWD dengan menunjukkan
TPPK.
b. Petugas Koordinator PWD melakukan kegiatan sebagai
berikut:
1) memastikan adanya TPPK;
2) menerima bundel Warkat Debit dari petugas
kliring;
3) memeriksa persyaratan kelengkapan informasi
pada BPWD-Kliring Penyerahan atau BPWD-
Kliring Pengembalian dan kartu batch, yang
meliputi:
a) pencantuman ...
148
a) pencantuman waktu penyerahan bundel
Warkat Debit sesuai dengan jadwal
pertukaran Warkat Debit;
b) pencantuman stempel kliring;
c) pencantuman nama dan tanda tangan; dan
d) pencocokan kode Peserta dengan kode
Peserta yang terdapat pada TPPK.
Pemeriksaan dilakukan hanya untuk memeriksa
kelengkapan, bukan untuk memeriksa keabsahan
informasi yang tercantum dalam BPWD-Kliring
Penyerahan atau BPWD-Kliring Pengembalian.
Keabsahan informasi pada BPWD-Kliring
Penyerahan atau BPWD-Kliring Pengembalian
termasuk kebenaran tanda tangan dan nama
yang tercantum pada BPWD-Kliring Penyerahan
atau BPWD-Kliring Pengembalian, sepenuhnya
menjadi tanggung jawab Perwakilan Peserta dan
bukan merupakan tanggung jawab Koordinator
PWD;
4) dalam hal persyaratan kelengkapan informasi
pada BPWD-Kliring Penyerahan atau BPWD-
Kliring Pengembalian sebagaimana dimaksud
dalam angka 3) telah dipenuhi, melakukan hal-
hal sebagai berikut:
a) mengembalikan BPWD-Kliring Penyerahan
atau BPWD-Kliring Pengembalian yang telah
disetujui secara otomasi oleh petugas
Koordinator PWD kepada petugas kliring
sebagai tanda terima bundel Warkat Debit;
b) memilah Warkat Debit berdasarkan Peserta
penerima secara otomasi; dan
c) mendistribusikan Warkat Debit dan laporan
hasil pilah Warkat Debit kepada petugas
kliring sesuai dengan jadwal yang ditetapkan
oleh Koordinator PWD;
5) dalam ...
149
5) dalam hal persyaratan kelengkapan informasi
pada BPWD-Kliring Penyerahan atau BPWD-
Kliring Pengembalian sebagaimana dimaksud
dalam angka 3) tidak dipenuhi, melakukan hal-
hal sebagai berikut:
a) membatalkan waktu penyerahan BPWD,
dengan cara mencoret dan menuliskan
alasan pembatalan serta membubuhkan
paraf pada BPWD-Kliring Penyerahan atau
BPWD-Kliring Pengembalian; dan
b) mengembalikan BPWD-Kliring Penyerahan
atau BPWD-Kliring Pengembalian dan bundel
Warkat Debit kepada petugas kliring.
c. Dalam hal
proses persetujuan BPWD-Kliring
Penyerahan atau BPWD-Kliring Pengembalian secara
otomasi tidak dapat dilakukan, Koordinator PWD
melakukan kegiatan sebagai berikut:
1) menginformasikan
mekanisme penyerahan
bundel Warkat Debit Kliring Penyerahan atau
Kliring Pengembalian dengan menggunakan
daftar bundel Warkat Debit yang diserahkan
dalam Kliring Penyerahan
atau
Kliring
Pengembalian sebagai pengganti BPWD-Kliring
Penyerahan atau BPWD-Kliring Pengembalian;
dan
2) membuat daftar bundel Warkat Debit
sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dalam
rangkap 2 (dua) dengan mengacu pada format
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.25.
d. Dalam hal pada saat proses pemilahan Warkat Debit
sebagaimana dimaksud dalam butir b.4)b) terdapat
Warkat Debit reject yaitu Warkat Debit yang tidak
dapat diproses secara otomasi, yang mencapai lebih
dari 2% (dua persen), Koordinator PWD mengenakan
biaya atas kelebihan Warkat Debit yang tidak dapat
diproses.
3. Fasilitas ...
150
3. Fasilitas yang disediakan oleh Koordinator PWD
a. Fasilitas pengujian kualitas Magnetic Ink Character
Recognition (MICR) code line
1) Dalam rangka menjaga kelancaran pertukaran
Warkat Debit di Wilayah Kliring Otomasi,
Koordinator PWD menyediakan fasilitas pengujian
kualitas Magnetic Ink Character Recognition
(MICR) code line pada Warkat Debit dan kartu
batch.
2) Dalam hal Peserta akan memanfaatkan fasilitas
sebagaimana dimaksud dalam angka 1), Peserta
mengajukan surat permohonan pemanfaatan
fasilitas dimaksud kepada Koordinator PWD di
Wilayah Kliring Otomasi.
3) Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
angka 2) dilengkapi dengan spesimen Warkat
Debit dan/atau dokumen kliring yang akan
dilakukan pengujian masing-masing sebanyak
100 (seratus) lembar.
4) Koordinator PWD menyampaikan hasil pengujian
atas spesimen Warkat Debit dan/atau dokumen
kliring kepada Peserta paling lama 14 (empat
belas) hari kerja sejak permohonan diterima
secara lengkap.
b. Fasilitas salinan Warkat Debit
Koordinator PWD dapat menyediakan salinan Warkat
Debit yang telah diproses secara otomasi dengan
ketentuan sebagai berikut:
1) Permintaan salinan Warkat Debit diajukan secara
tertulis oleh pejabat Perwakilan Peserta yang
berwenang
dengan menyebutkan alasan
permintaan dengan menggunakan format
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.26.
2) Permintaan salinan Warkat Debit sebagaimana
dimaksud dalam angka 1) dilakukan paling lama
7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak Warkat Debit
tersebut dikliringkan.
3) Dalam ...
151
3) Dalam hal salinan Warkat Debit tidak dapat
diberikan akibat kerusakan pada mesin pilah
Warkat Debit dan Peserta dapat membuktikan
bahwa Warkat Debit tersebut telah diproses oleh
Koordinator PWD maka Koordinator PWD
memberikan surat keterangan bahwa Warkat
Debit tersebut telah diproses sebagai pengganti
salinan Warkat Debit.
4) Apabila salinan Warkat Debit sebagaimana
dimaksud dalam angka 3) digunakan sebagai
dasar pembukuan rekening nasabah maka segala
konsekuensi yang timbul atas pembukuan
tersebut merupakan tanggung jawab Peserta.
5) Dalam hal Peserta penerima akan melakukan
penolakan terhadap DKE Warkat Debit, namun
Warkat Debit yang telah diproses secara otomasi
dalam Kliring Penyerahan hilang sebelum Kliring
Pengembalian maka Peserta penerima dapat
menolak DKE Warkat Debit yang hilang tersebut
melalui mekanisme Kliring Pengembalian dengan
melampirkan salinan Warkat Debit dan surat
keterangan hilang dari Peserta penerima yang
ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dari
Peserta penerima.
E. Tata Cara Pertukaran Warkat Debit di Wilayah Kliring Manual
1. Kegiatan di Perwakilan Peserta
Dalam rangka kegiatan pertukaran Warkat Debit, petugas
di Perwakilan Peserta melakukan kegiatan sebagai berikut:
a. memilah Warkat Debit berdasarkan Peserta penerima;
b. menyiapkan RWD-Kliring Penyerahan atau RWD-
Kliring Pengembalian sebanyak 2 (dua) rangkap yang
dibubuhi stempel kliring dan tanda tangan serta nama
petugas Perwakilan Peserta dengan menggunakan
format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.18;
c. membubuhkan ...
152
c. membubuhkan stempel kliring pada setiap Warkat
Debit dengan ketentuan sebagai berikut:
1) stempel kliring tidak boleh menutupi angka
nominal; dan
2) dalam hal pada Warkat Debit telah terdapat
stempel kliring maka stempel kliring yang
terdahulu harus dibatalkan dengan stempel
kliring dibatalkan dan diparaf oleh pejabat yang
berwenang dari Perwakilan Peserta yang
bersangkutan,
dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran II.1.
2. Kegiatan di Kantor Koordinator PWD
Kegiatan pertukaran Warkat Debit di kantor Koordinator
PWD dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Petugas kliring melakukan kegiatan sebagai berikut:
1) mencantumkan waktu penyerahan pada RWD-
Kliring
Penyerahan
Pengembalian;
2) menyerahkan kepada petugas kliring penerima:
a) Warkat Debit; dan
b) lembar pertama RWD-Kliring Penyerahan
atau RWD-Kliring Pengembalian;
3) menerima dari petugas kliring pengirim:
a) Warkat Debit; dan
b) lembar kedua RWD-Kliring Penyerahan atau
RWD-Kliring Pengembalian;
4) membubuhkan tanda tangan dan mencantumkan
nama petugas kliring pada lembar pertama RWD-
Kliring Penyerahan
atau RWD-Kliring
atau RWD-Kliring
Pengembalian yang diterima dari petugas kliring
lainnya dan mengembalikan kepada petugas
kliring yang menyerahkan sebagai bukti
penyerahan Warkat Debit.
b. Petugas ...
153
b. Petugas Koordinator PWD memantau dan memastikan
pelaksanaan pertukaran Warkat Debit dilakukan
sesuai jadwal yang ditetapkan.
F. Kehadiran Petugas Kliring pada saat Kliring Penyerahan dan
Kliring Pengembalian
1. Pertukaran Warkat Debit di Wilayah Kliring Otomasi
a. Pada saat Kliring Penyerahan dan Kliring
Pengembalian, petugas kliring harus hadir dan
menyerahkan Warkat Debit kepada Koordinator PWD
pada tempat dan jadwal yang telah ditetapkan.
b. Dalam hal petugas kliring menyerahkan Warkat Debit
setelah batas akhir jadwal pertukaran warkat yang
telah ditetapkan Koordinator PWD maka:
1) petugas Koordinator PWD dapat menolak Warkat
Debit yang diserahkan; dan
2) dalam hal Koordinator PWD menolak Warkat
Debit sebagaimana dimaksud dalam angka 1),
petugas kliring yang bersangkutan bertanggung
jawab untuk mendistribusikan Warkat Debit yang
terlambat tersebut kepada Perwakilan Peserta
penerima.
c. Petugas kliring harus menerima Warkat Debit sesuai
dengan jadwal yang telah ditetapkan oleh Koordinator
PWD.
2. Pertukaran Warkat Debit di Wilayah Kliring Manual
a. Pada saat Kliring Penyerahan dan Kliring
Pengembalian, petugas kliring harus hadir dan
menyerahkan dan/atau menerima Warkat Debit pada
tempat dan jadwal yang telah ditetapkan oleh
Koordinator PWD.
b. Dalam hal petugas kliring hadir melewati batas akhir
jadwal pertukaran warkat yang ditetapkan
Koordinator PWD maka petugas kliring bertanggung
jawab untuk menyerahkan Warkat Debit secara
langsung kepada Perwakilan Peserta penerima.
c. Petugas ...
154
c. Petugas kliring dinyatakan tidak hadir apabila petugas
kliring tidak datang pada tempat dan jadwal yang
telah ditetapkan oleh Koordinator PWD sampai dengan
30 (tiga puluh) menit sejak batas akhir jadwal
pertukaran Warkat Debit.
d. Dalam hal petugas kliring tidak hadir atau dinyatakan
tidak hadir sebagaimana dimaksud dalam huruf c
maka petugas Koordinator PWD meminta petugas
kliring pengirim untuk mengambil Warkat Debit yang
sebelumnya akan diserahkan kepada petugas kliring
yang tidak hadir. Segala risiko dan dampak akibat
ketidakhadiran petugas kliring dimaksud menjadi
tanggung jawab
Perwakilan Peserta
bersangkutan sepenuhnya.
G. Perubahan Jadwal Pertukaran Warkat Debit
1. Perubahan jadwal pertukaran Warkat Debit di suatu
Wilayah Kliring dapat dilakukan berdasarkan permintaan
Perwakilan Peserta yang mengalami Keadaan Tidak Normal
dan/atau Keadaan Darurat di Wilayah Kliring.
2. Perubahan jadwal pertukaran Warkat Debit sebagaimana
dimaksud dalam angka 1 dilakukan dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. Perwakilan Peserta mengajukan permohonan
perubahan jadwal pertukaran Warkat Debit kepada
Koordinator PWD yang disertai dengan alasan.
b. Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, Koordinator PWD menyetujui atau
menolak permohonan perubahan jadwal pertukaran
Warkat Debit.
c. Dalam hal permohonan perubahan jadwal pertukaran
Warkat Debit disetujui, Koordinator PWD melakukan
hal-hal sebagai berikut:
1) menginformasikan kepada Perwakilan Peserta
yang bersangkutan secara tertulis mengenai
persetujuan atas permohonan perubahan jadwal
pertukaran Warkat Debit; dan
2) mengumumkan ...
yang
155
2) mengumumkan kepada seluruh Perwakilan
Peserta di Wilayah Kliring tersebut mengenai
perubahan jadwal pertukaran Warkat Debit.
d. Dalam hal permohonan Perwakilan Peserta
sebagaimana dimaksud dalam huruf a mencakup
permohonan perubahan jam Layanan Kliring Warkat
Debit maka:
1) Koordinator PWD mengajukan permohonan
perpanjangan jam Layanan Kliring Warkat Debit
kepada Penyelenggara dengan melampirkan surat
permohonan yang diajukan oleh Perwakilan
Peserta.
2) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka
1) disampaikan secara tertulis dengan alamat
sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a yang
penyampaiannya dapat didahului melalui
faksimile atau sarana lainnya.
3) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud
dalam angka 1) disetujui, Koordinator PWD
mengumumkan perubahan jam Layanan Kliring
Warkat Debit kepada seluruh Perwakilan Peserta
di Wilayah Kliring yang bersangkutan.
H. Penggunaan Perusahaan Jasa Kurir
1. Ruang lingkup kegiatan perusahaan jasa kurir
Kegiatan Perwakilan Peserta yang dapat dilakukan oleh
perusahaan jasa kurir meliputi kegiatan sebagai berikut:
a. penyerahan bundel Warkat Debit kepada petugas
Koordinator PWD pada Kliring Penyerahan dan Kliring
Pengembalian;
b. penerimaan BPWD-Kliring Penyerahan dan/atau
BPWD-Kliring Pengembalian dari petugas Koordinator
PWD;
c. penerimaan ...
156
c. penerimaan Warkat Debit dan laporan hasil proses
Warkat Debit pada Kliring Penyerahan dan Kliring
Pengembalian dari petugas Koordinator PWD;
d. penerimaan salinan Warkat Debit hasil Kliring
Penyerahan dari petugas Koordinator PWD; dan/atau
e. penerimaan surat pemberitahuan dan/atau surat
yang bersifat tidak rahasia dari Koordinator PWD.
2. Persyaratan perusahaan jasa kurir
Perusahaan jasa kurir yang dapat ditunjuk oleh
Perwakilan Peserta harus berbentuk Perseroan Terbatas
dan terdaftar di instansi yang berwenang sebagai
perusahaan jasa kurir yang dibuktikan dengan Tanda
Daftar Perusahaan yang masih berlaku.
3. Persyaratan penggunaan perusahaan jasa kurir
a. Penggunaan perusahaan jasa kurir oleh Perwakilan
Peserta harus mempertimbangkan hal-hal sebagai
berikut:
1) efisiensi, keamanan, dan kecepatan dalam
penyampaian Warkat Debit dengan tidak
mengurangi jam pelayanan kepada nasabah;
2) jumlah Perwakilan Peserta lain yang telah
dilayani oleh perusahaan jasa kurir tersebut; dan
3) kredibilitas perusahaan jasa kurir serta pengurus
perusahaan jasa kurir.
b. Dalam hal Perwakilan Peserta menggunakan
perusahaan jasa kurir maka kegiatan pertukaran
Warkat Debit harus dilakukan oleh petugas jasa kurir
kecuali terjadi Keadaan Darurat dan/atau kondisi
tertentu berdasarkan pertimbangan Koordinator PWD,
yang mengakibatkan perusahaan jasa kurir tidak
dapat melakukan kewajibannya.
c. Dalam hal terjadi keadaan sebagaimana dimaksud
dalam huruf b, kegiatan pertukaran Warkat Debit
dilakukan oleh petugas internal Perwakilan Peserta.
d. Dalam ...
157
d. Dalam hal terjadi keadaan sebagaimana dimaksud
dalam huruf c, petugas internal Perwakilan Peserta
menyampaikan surat pemberitahuan kepada
Koordinator PWD. Surat pemberitahuan tersebut
harus ditandatangani oleh pimpinan atau pejabat
yang berwenang mewakili Perwakilan Peserta yang
bersangkutan dengan menyebutkan alasan dan nama
petugas yang ditunjuk untuk melakukan kegiatan
pertukaran Warkat Debit dan disampaikan paling
lambat pada saat melakukan kegiatan pertukaran
Warkat Debit dengan menunjukkan kartu identitas
pegawai yang menggunakan foto.
4. Tata Cara Penggunaan Perusahaan Jasa Kurir
a. Penggunaan perusahaan jasa kurir harus didasarkan
pada perjanjian antara Peserta atau Perwakilan
Peserta dengan perusahaan jasa kurir yang paling
kurang memuat pengaturan mengenai hal-hal sebagai
berikut:
1) Kewajiban petugas jasa kurir
untuk
mencocokkan:
a) jumlah bundel Warkat Debit yang diserahkan
kepada Koordinator PWD pada saat Kliring
Penyerahan dengan jumlah Bukti BPWD-
Kliring Penyerahan yang diterima dari
Koordinator PWD; dan
b) jumlah bundel Warkat Debit yang diserahkan
kepada Koordinator PWD pada saat Kliring
Pengembalian dengan jumlah BPWD-Kliring
Pengembalian yang diterima dari Koordinator
PWD.
2) Kewajiban perusahaan jasa kurir untuk
melakukan tindakan pencegahan terhadap
kemungkinan terjadinya penyalahgunaan
ataupun kesalahan yang dapat merugikan
Perwakilan Peserta, nasabah, maupun
masyarakat luas baik secara langsung maupun
tidak langsung.
3) Kewajiban ...
158
3) Kewajiban perusahaan jasa kurir untuk
memperhatikan aspek
keamanan
dalam
penggunaan sarana yang dipakai dalam
pengemasan bundel Warkat Debit dan laporan
hasil proses pertukaran Warkat Debit.
4) Pemberian kuasa dari Perwakilan Peserta kepada
perusahaan jasa kurir untuk melakukan
penyerahan dan penerimaan dalam kegiatan
pertukaran Warkat Debit.
b. Penunjukan dan penggantian perusahaan jasa kurir
wajib diberitahukan kepada Koordinator PWD paling
lambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum tanggal efektif
penggunaan perusahaan jasa kurir oleh Perwakilan
Peserta, dengan melampirkan fotokopi perjanjian
sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
5. Kewajiban Perwakilan Peserta dalam Penggunaan
Perusahaan Jasa Kurir
a. Sebelum bundel Warkat Debit diserahkan kepada
petugas perusahaan jasa kurir, Perwakilan Peserta
wajib mengisi informasi secara lengkap pada BPWD,
kartu batch, dan Warkat Debit.
b. Peserta bertanggung jawab penuh kepada Koordinator
PWD terhadap segala akibat yang timbul dari setiap
penyimpangan yang dilakukan oleh petugas
perusahaan jasa kurir.
c. Perwakilan Peserta melaporkan penyimpangan secara
tertulis kepada Koordinator PWD dalam waktu paling
lama 30 (tiga puluh) hari kalender sejak tanggal
terjadinya penyimpangan yang dilakukan oleh petugas
jasa kurir sebagaimana dimaksud dalam huruf b
beserta langkah penanganan yang telah dilakukan
dan Perwakilan Peserta harus memberikan keterangan
apabila diminta oleh Koordinator PWD.
d. Perwakilan ...
159
d. Perwakilan Peserta harus memberikan pengarahan
dan pembinaan kepada petugas perusahaan jasa kurir
untuk mematuhi segala tata tertib selama berada di
lokasi Koordinator PWD. Apabila dalam pelaksanaan
pertukaran Warkat Debit petugas jasa kurir melanggar
tata tertib, Koordinator PWD dapat meminta Peserta
untuk mengganti petugas perusahaan jasa kurir.
e. Dalam hal Peserta tidak memenuhi permintaan
Koordinator PWD untuk mengganti petugas
perusahaan jasa kurir sebagaimana dimaksud dalam
huruf d, Koordinator PWD dapat menolak petugas
perusahaan jasa kurir yang ditunjuk oleh Peserta yang
bersangkutan untuk melakukan kegiatan pertukaran
Warkat Debit. Selanjutnya kegiatan tersebut
dilaksanakan sendiri oleh petugas internal Peserta.
I. TPPK
1. TPPK
a. Selama mengikuti kegiatan pertukaran Warkat Debit
di lokasi Koordinator PWD, petugas kliring harus
menggunakan TPPK.
b. Petugas kliring harus menunjukkan TPPK pada saat:
1) menyerahkan bundel Warkat Debit; dan
2) menerima Warkat Debit dan laporan pertukaran
Warkat Debit.
c. Apabila diperlukan, selain menunjukkan TPPK
sebagaimana dimaksud dalam huruf b, petugas
Koordinator PWD sewaktu-waktu dapat meminta
Petugas Kliring untuk memperlihatkan kartu identitas
pegawai Bank atau Perusahaan Jasa Kurir.
d. Dalam hal petugas kliring tidak dapat menunjukkan
TPPK sebagaimana dimaksud dalam huruf b atau
kartu identitas sebagaimana dimaksud dalam huruf c
maka:
1) Untuk ...
160
1) Untuk Wilayah Kliring Otomasi, petugas
Koordinator PWD tidak mengikutsertakan petugas
kliring yang bersangkutan dalam proses
penerimaan dan penyerahan Warkat Debit; atau
2) untuk Wilayah Kliring secara manual, melarang
petugas kliring yang bersangkutan untuk
mendistribusikan Warkat Debit kepada petugas
kliring lainnya.
e. Peserta bertanggungjawab atas penggunaan TPPK
yang diterbitkan oleh Koordinator PWD
2. SpesifikasiTPPK
a. TPPK tanpa foto
1) Bagi petugas internal Perwakilan Peserta, bagian
depan TPPK memuat informasi sebagai berikut:
a) nama Koordinator PWD;
b) nama Peserta; dan
c) kode Peserta.
2) Bagi petugas perusahaan jasa kurir, bagian
depan TPPK memuat informasi sebagai berikut:
a) nama Koordinator PWD;
b) nama perusahaan jasa kurir;
c) nama Peserta yang diwakili; dan
d) kode Peserta yang diwakili.
3) Bagian belakang TPPK sebagaimana dimaksud
dalam angka 1) dan angka 2) memuat nama dan
tanda tangan pejabat Koordinator PWD.
b. TPPK dengan menggunakan foto
1) Pada bagian depan, TPPK memuat:
a) nama Koordinator PWD;
b) nama Peserta;
c) nama petugas internal Peserta; dan
d) pas foto petugas internal Peserta.
2) Pada bagian belakang, TPPK memuat:
a) kode Peserta;
b) alamat Peserta;
c) nama ...
161
c) nama dan tanda tangan pejabat Koordinator
PWD; dan
d) nama dan tanda tangan petugas internal
Peserta.
Contoh TPPK sebagaimana dimaksud dalam Lampiran
II.2.
c. Apabila terdapat perubahan spesifikasi TPPK,
Koordinator PWD memberitahukan secara tertulis
kepada seluruh Peserta.
3. Tata Cara Memperoleh TPPK
a. Permohonan TPPK untuk petugas internal Peserta
1) Untuk pertama kali, permohonan TPPK bagi
petugas internal Peserta diajukan oleh calon
Perwakilan Peserta kepada Koordinator PWD.
2) Koordinator PWD memberikan paling banyak 3
(tiga) buah TPPK bagi petugas internal
sebagaimana dimaksud dalam angka 1).
b. Permohonan TPPK untuk Perusahaan Jasa Kurir
1) Untuk pertama kali, permohonan TPPK bagi
petugas perusahaan jasa kurir diajukan oleh
Perwakilan Peserta secara tertulis kepada
Koordinator PWD, dengan melampirkan fotokopi
perjanjian antara Perwakilan Peserta dengan
perusahaan jasa kurir.
2) Setiap perusahaan jasa kurir mendapatkan paling
banyak 3 (tiga) buah TPPK untuk masing-masing
Perwakilan Peserta yang diwakilinya.
3) TPPK untuk perusahaan jasa kurir sebagaimana
dimaksud dalam angka 2) diserahkan oleh
Koordinator PWD kepada Perwakilan Peserta yang
mengajukan permohonan.
4) Tanggal efektif penggunaan TPPK ditetapkan oleh
Koordinator PWD.
c. Dalam hal TPPK akan menggunakan foto, maka
permohonan TPPK kepada Koordinator PWD harus
dilampiri ...
162
dilampiri pas foto ukuran 2x3 cm sebanyak 2 (dua)
lembar untuk masing-masing petugas kliring yang
didaftarkan.
d. Dalam hal Perwakilan Peserta telah memiliki TPPK
untuk petugas internal kemudian menunjuk
perusahaan jasa kurir maka Perwakilan Peserta yang
bersangkutan harus mengembalikan TPPK yang telah
dimiliki kepada Koordinator PWD pada tanggal efektif
penggunaan perusahaan jasa kurir. Koordinator PWD
tidak akan memberikan TPPK yang baru untuk
perusahaan jasa kurir sebelum TPPK untuk petugas
internal Perwakilan Peserta dikembalikan.
e. Dalam hal TPPK hilang, Peserta harus segera
mengajukan permohonan penggantian TPPK secara
tertulis kepada Koordinator PWD dengan melampirkan
surat keterangan kehilangan dari Kepolisian.
Koordinator PWD memberikan TPPK baru paling lama
7 (tujuh) hari kerja setelah permohonan diterima.
f. Dalam hal TPPK rusak, Perwakilan Peserta dapat
mengajukan permohonan secara tertulis kepada
Koordinator PWD untuk mengganti TPPK. Koordinator
PWD memberikan TPPK baru paling lama 7 (tujuh)
hari kerja setelah permohonan diterima. Pemberian
TPPK baru dilakukan setelah TPPK yang rusak
dikembalikan.
g. Dalam hal TPPK hilang sebagaimana dimaksud dalam
huruf e atau rusak sebagaimana dimaksud dalam
huruf f adalah TPPK yang menggunakan foto,
permohonan penggantian TPPK dilampiri pas foto
ukuran 2x3 cm sebanyak 2 (dua) lembar dari petugas
kliring.
h. Selama Perwakilan Peserta belum memperoleh
penggantian atas TPPK yang hilang sebagaimana
dimaksud dalam huruf e atau TPPK yang rusak
sebagaimana dimaksud dalam huruf f, petugas kliring
Perwakilan...
163
Perwakilan Peserta dapat menggunakan fotokopi surat
permohonan penggantian TPPK yang dilegalisasi oleh
Koordinator PWD sebagai pengganti TPPK dalam
mengikuti penyelenggaraan SKNBI. Legalisasi tersebut
dilakukan dengan cara membubuhkan stempel
Koordinator PWD dan tanda tangan pejabat
Koordinator PWD.
i.
Perwakilan Peserta dikenakan biaya penggantian atas
pembuatan TPPK.
XIII. PROSEDUR PEMBUKAAN WILAYAH KLIRING DI WILAYAH YANG
TIDAK TERDAPAT KANTOR BANK INDONESIA
A. Prinsip Umum
1. Pembukaan Wilayah Kliring di wilayah yang tidak terdapat
kantor Bank Indonesia didasarkan pada kebutuhan dan
kesepakatan beberapa kantor Peserta di wilayah yang
bersangkutan.
2. Salah satu kantor Peserta sebagaimana dimaksud dalam
angka 1 ditunjuk sebagai Koordinator PWD selain Bank
Indonesia atas kesepakatan seluruh kantor Peserta di
wilayah yang bersangkutan dan dengan persetujuan dari
Penyelenggara.
B. Persyaratan Pembukaan Wilayah Kliring
Persyaratan pembukaan Wilayah Kliring paling kurang sebagai
berikut:
1. jumlah kantor Peserta paling kurang 4 (empat) kantor
Peserta yang berbeda. Kantor Peserta dapat berupa kantor
pusat, kantor cabang, kantor cabang pembantu, dan/atau
kantor kas;
2. dalam periode 6 (enam) bulan terakhir, jumlah Warkat
Debit yang beredar di wilayah tersebut rata-rata paling
kurang 30 (tiga puluh) Warkat Debit per hari; dan
3. terdapat kantor Peserta yang bersedia sebagai Koordinator
PWD selain Bank Indonesia.
C. Persyaratan ...
164
C. Persyaratan untuk menjadi Koordinator PWD Selain Bank
Indonesia
1. Koordinator PWD selain Bank Indonesia adalah kantor
Peserta yang memenuhi persyaratan menjadi
penyelenggara pertukaran Warkat Debit di suatu Wilayah
Kliring.
2. Kantor Peserta sebagaimana dimaksud dalam angka 1
dapat berupa kantor pusat, kantor cabang, kantor cabang
pembantu, dan/atau kantor kas.
3. Untuk dapat memperoleh persetujuan sebagai Koordinator
PWD selain Bank Indonesia, kantor Peserta yang diusulkan
menjadi Koordinator PWD selain Bank Indonesia harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. mampu menyediakan sarana dan prasarana dalam
rangka pertukaran Warkat Debit;
b. memiliki lokasi yang mudah dijangkau oleh kantor
Peserta. Lokasi pelaksanaan pertukaran Warkat Debit
tidak harus berada pada lokasi yang sama dengan
lokasi kantor Peserta yang diusulkan sebagai
Koordinator PWD selain Bank Indonesia; dan
c. memperoleh persetujuan dari kantor pusat Peserta
yang bersangkutan untuk diusulkan sebagai
Koordinator PWD selain Bank Indonesia, dalam hal
calon Koordinator PWD selain Bank Indonesia berupa
kantor cabang, kantor cabang pembantu, atau kantor
kas.
D. Tata Cara Permohonan Pembukaan Wilayah Kliring
Permohonan pembukaan Wilayah Kliring diatur sebagai
berikut:
1. Kesepakatan Tertulis
a. Dengan memperhatikan pemenuhan persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam huruf C, beberapa
kantor Peserta di suatu wilayah membuat
kesepakatan tertulis mengenai kebutuhan pertukaran
Warkat Debit di wilayah tersebut termasuk usulan
kantor Peserta yang akan ditunjuk sebagai
Koordinator PWD selain Bank Indonesia.
b. Kesepakatan ...
165
b. Kesepakatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam
huruf a ditandatangani oleh seluruh pimpinan kantor
Peserta yang mendukung pembukaan Wilayah Kliring.
2. Pengajuan Permohonan
a. Calon Koordinator PWD selain Bank Indonesia
menyampaikan
surat
permohonan
rencana
pembukaan Wilayah Kliring yang dilampiri dengan
dokumen sebagai berikut:
1) kesepakatan tertulis sebagaimana dimaksud
dalam angka 1;
2) daftar nama dan alamat kantor Peserta yang
mendukung pembukaan Wilayah Kliring;
3) zona yang diusulkan dengan mengacu pada jam
operasional Layanan Kliring Warkat Debit
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.5;
4) surat persetujuan dari kantor pusat Peserta
untuk menjadi Koordinator PWD selain Bank
Indonesia;
5) surat pernyataan kesanggupan penyediaan
sarana dan prasarana yang mendukung kegiatan
penyelenggaraan pertukaran Warkat Debit; dan
6) informasi tertulis yang menunjukkan rata-rata
Warkat Debit yang beredar di wilayah tersebut
paling kurang 30 (tiga puluh) Warkat Debit per
hari dalam periode 6 (enam) bulan terakhir,
dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran II.27.
b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a disampaikan kepada:
1) Penyelenggara dengan alamat sebagaimana
dimaksud dalam butir II.A.2.a, apabila
pembukaan Wilayah Kliring berada di wilayah
kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; atau
2) KPwDN apabila pembukaan Wilayah Kliring
berada di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank
Indonesia.
c. Persetujuan ...
166
c. Persetujuan atau penolakan atas permohonan
pembukaan Wilayah Kliring oleh Penyelenggara atau
KPwDN diberikan paling lama 14 (empat belas) hari
kerja terhitung sejak dokumen permohonan diterima
secara lengkap.
3. Persetujuan Permohonan
a. Dalam hal permohonan pembukaan Wilayah Kliring
disetujui maka Penyelenggara mengeluarkan surat
persetujuan yang antara lain memuat penetapan
mengenai:
1) Wilayah Kliring;
2) Koordinator PWD selain Bank Indonesia;
3) jadwal pertukaran Warkat Debit; dan
4) tanggal efektif pembukaan Wilayah Kliring.
b. Surat persetujuan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a disampaikan kepada kantor Peserta yang
ditetapkan sebagai Koordinator PWD selain Bank
Indonesia dengan tembusan kepada:
1) kantor pusat dari kantor Peserta yang ditetapkan
sebagai Koordinator PWD selain Bank Indonesia,
dalam hal Koordinator PWD selain Bank
Indonesia berupa kantor cabang, kantor cabang
pembantu, atau kantor kas; dan/atau
2) Penyelenggara apabila persetujuan pembukaan
Wilayah Kliring diberikan oleh KPwDN.
4. Penolakan Permohonan
a. Dalam hal permohonan pembukaan Wilayah Kliring
ditolak maka Penyelenggara atau KPwDN
menyampaikan secara tertulis kepada calon
Koordinator PWD selain Bank Indonesia mengenai
penolakan yang disertai dengan alasan penolakan,
dengan tembusan kepada:
1) Kantor pusat dari kantor Peserta yang diusulkan
sebagai Koordinator PWD selain Bank Indonesia,
dalam hal Koordinator PWD selain Bank
Indonesia berupa kantor cabang, kantor cabang
pembantu, atau kantor kas; dan/atau
2) Penyelenggara ...
167
2) Penyelenggara apabila penolakan pembukaan
Wilayah Kliring diberikan oleh KPwDN.
b. Alasan penolakan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a adalah sebagai berikut:
1) persyaratan sebagaimana dimaksud dalam huruf
B dan huruf C tidak dipenuhi;
2) dokumen permohonan sebagaimana dimaksud
dalam butir 2.a tidak lengkap; dan/atau
3) terdapat faktor lain yang menurut pertimbangan
Penyelenggara atau KPwDN belum layak untuk
dilakukan pembukaan Wilayah Kliring.
c. Apabila penolakan dikarenakan persyaratan tidak
dipenuhi dan/atau dokumen permohonan tidak
lengkap, kantor Peserta yang diusulkan sebagai
Koordinator PWD selain Bank Indonesia dapat
mengajukan permohonan kembali setelah memenuhi
persyaratan dan dokumen yang ditetapkan.
E. Tindak Lanjut atas Persetujuan Pembukaan Wilayah Kliring
Berdasarkan persetujuan pembukaan Wilayah Kliring
sebagaimana dimaksud dalam butir D.3, kantor Peserta yang
ditetapkan sebagai Koordinator PWD selain Bank Indonesia
melakukan hal-hal sebagai berikut:
1. menyampaikan informasi secara tertulis kepada seluruh
Perwakilan Peserta di Wilayah Kliring yang bersangkutan
mengenai:
a. persetujuan pembukaan Wilayah Kliring;
b. daftar nama dan alamat Perwakilan Peserta;
c. jadwal penyelenggaraan pertukaran Warkat Debit;
d. tanggal efektif pembukaan Wilayah Kliring; dan
e. permintaan untuk:
1) menyampaikan daftar nama petugas kliring
dalam rangka pembuatan TPPK;
2) menyiapkan stempel kliring dan stempel kliring
dibatalkan dengan contoh sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran II.1; dan
3) menyampaikan ...
168
3) menyampaikan contoh stempel kliring dan
stempel kliring dibatalkan sebagaimana dimaksud
dalam angka 1), paling lambat 2 (dua) hari kerja
sebelum tanggal efektif;
2. menyediakan sarana dan prasarana pertukaran Warkat
Debit antara lain:
a. ruangan dan peralatan yang diperlukan dalam
pertukaran Warkat Debit; dan
b. TPPK dengan format sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran II.2; dan
3. mengadministrasikan data Perwakilan Peserta dan petugas
kliring.
F. Penggantian Koordinator PWD Selain Bank Indonesia
1. Penggantian Koordinator PWD selain Bank Indonesia dapat
dilakukan berdasarkan persetujuan lebih dari 50% (lima
puluh persen) Perwakilan Peserta di Wilayah Kliring
tersebut yang disertai dengan usulan penunjukan
Koordinator PWD selain Bank Indonesia baru.
2. Berdasarkan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam
angka 1, calon Koordinator PWD selain Bank Indonesia
pengganti menyampaikan surat kepada Penyelenggara
atau KPwDN yang memuat:
a. pemberitahuan mengenai penggantian Koordinator
PWD selain Bank Indonesia; dan
b. permohonan mengenai penggantian Koordinator PWD
selain Bank Indonesia,
disertai alasan dan usulan tanggal efektif penggantian
Koordinator PWD selain Bank Indonesia.
3. Surat sebagaimana dimaksud dalam angka 2 disampaikan
kepada:
a. Penyelenggara dengan alamat sebagaimana dimaksud
dalam butir II.A.2.a, apabila calon Koordinator PWD
selain Bank Indonesia pengganti berada di wilayah
kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; atau
b. KPwDN, ...
169
b. KPwDN, apabila calon Koordinator PWD selain Bank
Indonesia pengganti berada di luar wilayah kerja
Kantor Pusat Bank Indonesia,
dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran II.28.
4. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam butir 2.b
dilampiri dengan dokumen:
a. Persetujuan tertulis lebih dari 50% (lima puluh
persen) Perwakilan Peserta sebagaimana dimaksud
dalam angka 1 yang ditandatangani oleh seluruh
pimpinan Perwakilan Peserta yang menyetujui
penggantian Koordinator PWD selain Bank Indonesia;
b. surat pernyataan kesanggupan penyediaan sarana
dan prasarana yang mendukung kegiatan
penyelenggaraan pertukaran Warkat Debit; dan
c. surat persetujuan untuk diusulkan sebagai
Koordinator PWD selain Bank Indonesia pengganti
dari kantor pusat yang bersangkutan, dalam hal
Koordinator PWD selain Bank Indonesia pengganti
berupa kantor cabang, kantor cabang pembantu, atau
kantor kas.
5. Atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 2,
Penyelenggara atau KPwDN memberikan persetujuan atau
penolakan atas penggantian Koordinator PWD selain Bank
Indonesia paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak
dokumen permohonan diterima secara lengkap.
6. Dalam hal permohonan penggantian Koordinator PWD
selain Bank Indonesia disetujui, Penyelenggara atau
KPwDN menyampaikan surat persetujuan sebagai
Koordinator PWD selain Bank Indonesia pengganti.
7. Surat persetujuan sebagaimana dimaksud dalam angka 6
disampaikan kepada kantor Peserta yang disetujui sebagai
Koordinator PWD selain Bank Indonesia pengganti dengan
tembusan kepada:
a. Kantor ...
170
a. Kantor pusat dari Koordinator PWD selain Bank
Indonesia pengganti, dalam hal Koordinator PWD
selain Bank Indonesia pengganti berupa kantor
cabang, kantor cabang pembantu, atau kantor kas;
b. Kantor pusat dari Koordinator PWD selain Bank
Indonesia lama, dalam hal Koordinator PWD selain
Bank Indonesia berupa kantor cabang, kantor cabang
pembantu, atau kantor kas; dan/atau
c. Penyelenggara, dalam hal persetujuan penggantian
Koordinator PWD selain Bank Indonesia diberikan
oleh KPwDN.
8. Dalam hal permohonan penggantian Koordinator PWD
selain Bank Indonesia ditolak, Penyelenggara atau KPwDN
menyampaikan surat pemberitahuan penolakan disertai
dengan keterangan alasan penolakan.
9. Surat pemberitahuan penolakan sebagaimana dimaksud
dalam angka 8 disampaikan kepada kantor Peserta yang
ditolak sebagai Koordinator PWD selain Bank Indonesia
pengganti dengan tembusan kepada:
a. Kantor pusat dari Koordinator PWD selain Bank
Indonesia pengganti yang ditolak, dalam hal
Koordinator PWD selain Bank Indonesia pengganti
berupa kantor cabang, kantor cabang pembantu, atau
kantor kas;
b. Kantor pusat dari Koordinator PWD selain Bank
Indonesia lama, dalam hal Koordinator PWD selain
Bank Indonesia berupa kantor cabang, kantor cabang
pembantu, atau kantor kas; dan/atau
d. Penyelenggara apabila persetujuan penggantian
Koordinator PWD selain Bank Indonesia diberikan
oleh KPwDN.
10. Berdasarkan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam
angka 6 Koordinator PWD selain Bank Indonesia pengganti
menyediakan sarana dan prasarana penyelenggaraan
pertukaran Warkat Debit, antara lain mencakup:
a. ruangan ...
171
a. ruangan dan peralatan yang diperlukan dalam
pertukaran Warkat Debit; dan
b. TPPK dengan format sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran II.2.
11. Koordinator PWD selain Bank Indonesia lama harus tetap
menjalankan fungsinya sampai dengan hari kerja terakhir
sebelum tanggal penggantian Koordinator PWD selain
Bank Indonesia pengganti berlaku efektif.
G. Penutupan Wilayah Kliring
Permohonan penutupan Wilayah Kliring diatur dengan
ketentuan sebagai berikut:
1. Penutupan Wilayah Kliring dapat dilakukan berdasarkan:
a. kesepakatan tertulis dari kantor Peserta di Wilayah
Kliring tersebut; atau
b. kebijakan Penyelenggara atau KPwDN.
2. Dalam hal penutupan Wilayah Kliring dilakukan
berdasarkan kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam
butir 1.a berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. Koordinator PWD selain Bank Indonesia mengajukan
surat permohonan mengenai penutupan Wilayah
Kliring dengan memberitahukan alasan dan tanggal
efektif penutupan Wilayah Kliring kepada:
1) Penyelenggara dengan alamat sebagaimana
dimaksud dalam butir II.A.2.a, apabila Wilayah
Kliring berada di wilayah kerja Kantor Pusat Bank
Indonesia; atau
2) KPwDN apabila Wilayah Kliring berada di luar
wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia.
Surat permohonan penutupan Wilayah Kliring
menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran II.29.
b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a yang ditandatangani oleh seluruh pimpinan
Perwakilan Peserta di Wilayah Kliring yang
bersangkutan dan dilampiri dengan dokumen
mengenai kesepakatan tertulis sebagaimana dimaksud
dalam butir 1.a.
c. Atas ...
172
c. Atas surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
huruf b, Penyelenggara atau KPwDN memberikan
persetujuan atas penutupan Wilayah Kliring paling
lama 14 (empat belas) hari kerja sejak dokumen
permohonan diterima secara lengkap.
d. Dalam hal permohonan penutupan Wilayah Kliring
disetujui, Penyelenggara atau KPwDN menyampaikan
surat persetujuan kepada kantor Peserta yang
sebelumnya menjadi Koordinator PWD selain Bank
Indonesia dengan tembusan kepada:
1) Kantor pusat dari kantor Peserta yang
sebelumnya menjadi Koordinator PWD selain
Bank Indonesia; dan/atau
2) Penyelenggara apabila persetujuan penutupan
Wilayah Kliring diberikan oleh KPwDN.
e. Berdasarkan persetujuan sebagaimana dimaksud
dalam huruf d, kantor Peserta yang sebelumnya
menjadi Koordinator PWD selain Bank Indonesia
menyampaikan informasi mengenai tanggal efektif
penutupan Wilayah Kliring kepada seluruh Perwakilan
Peserta di Wilayah Kliring yang bersangkutan.
f. Koordinator PWD selain Bank Indonesia harus tetap
menjalankan fungsinya sampai dengan hari kerja
terakhir sebelum tanggal pengunduran diri sebagai
Koordinator PWD selain Bank Indonesia dan/atau
penutupan Wilayah Kliring berlaku efektif.
g. Setelah Wilayah Kliring tersebut ditutup, pertukaran
Warkat Debit di wilayah tersebut tetap dapat
dilaksanakan secara bilateral sesuai kesepakatan.
3. Dalam hal penutupan Wilayah Kliring dilakukan
berdasarkan kebijakan Penyelenggara atau KPwDN
sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b, Penyelenggara
atau KPwDN menyampaikan pemberitahuan secara tertulis
kepada Koodinator PWD selain Bank Indonesia dengan
tembusan kepada:
a. kantor ...
173
a. kantor pusat dari Koordinator PWD selain Bank
Indonesia;
b. seluruh Perwakilan Peserta di Wilayah Kliring; dan
c. Penyelenggara dalam hal penutupan Wilayah Kliring
berdasarkan kebijakan KPwDN.
4. Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud
dalam angka 3 mencakup informasi mengenai:
a. tanggal efektif penutupan Wilayah Kliring; dan
b. penghentian bantuan keuangan kepada Koordinator
PWD selain Bank Indonesia.
5. Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud
dalam angka 3 disampaikan paling lambat 1 (satu) bulan
sebelum tanggal efektif penutupan Wilayah Kliring
tersebut. Setelah Wilayah Kliring tersebut ditutup,
pertukaran Warkat Debit di wilayah tersebut tetap dapat
dilaksanakan secara bilateral sesuai kesepakatan.
H. Bantuan Keuangan
Dalam pelaksanaan pertukaran Warkat Debit yang
dilaksanakan oleh Koordinator PWD selain Bank Indonesia,
Penyelenggara memberikan bantuan keuangan dengan
ketentuan sebagai berikut:
1. Nominal dan Kriteria Bantuan Keuangan
a. Penyelenggara memberikan bantuan keuangan kepada
Koordinator PWD selain Bank Indonesia setiap bulan
terhitung sejak Kordinator PWD selain Bank Indonesia
efektif menyelenggarakan pertukaran Warkat Debit.
b. Bantuan keuangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a diberikan sesuai kriteria sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran II.30.
c.
Nilai nominal bantuan keuangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a ditetapkan oleh
Penyelenggara dan disampaikan kepada kantor pusat
dari Koordinator PWD selain Bank Indonesia.
2. Mekanisme ...
174
2. Mekanisme Pemberian Bantuan Keuangan
a. Pemberian bantuan keuangan sebagaimana dimaksud
dalam butir 1.a disampaikan oleh Penyelenggara
kepada kantor pusat Koordinator PWD selain Bank
Indonesia paling lambat pada akhir bulan berjalan.
b. Bantuan keuangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a diberikan dengan cara mengkredit Rekening
Setelmen Dana kantor pusat Koordinator PWD selain
Bank Indonesia di Bank Indonesia.
3. Bantuan Keuangan bagi Koordinator PWD Selain Bank
Indonesia yang Baru
a. Dalam hal Peserta bertindak sebagai Koordinator PWD
selain Bank Indonesia di Wilayah Kliring yang baru
dibentuk maka:
1) untuk jangka waktu 3 (tiga) bulan pertama sejak
tanggal efektif pembentukan Koordinator PWD
selain Bank Indonesia tersebut diberi bantuan
setiap bulan sebesar 100% (seratus persen) dari
nilai nominal yang ditetapkan oleh Penyelenggara
sebagaimana dimaksud dalam butir 1.c.
Penetapan jangka waktu 3 (tiga) bulan pertama
diatur dengan ketentuan sebagai berikut:
a) apabila tanggal efektif pembentukan Wilayah
Kliring ditetapkan pada tanggal 1 sampai
dengan tanggal 15 bulan berjalan maka masa
3 (tiga) bulan pertama dihitung sejak bulan
yang bersangkutan; atau
b) apabila tanggal efektif pembentukan Wilayah
Kliring ditetapkan setelah tanggal 15 bulan
berjalan maka masa 3 (tiga) bulan pertama
dihitung sejak bulan berikutnya;
2) bantuan keuangan per bulan yang akan diberikan
kepada Koordinator PWD selain Bank Indonesia
setelah masa 3 (tiga) bulan tersebut disesuaikan
dengan kriteria sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran II.30.
Contoh ...
175
Contoh perhitungan pemberian bantuan keuangan
kepada Koordinator PWD selain Bank Indonesia di
Wilayah Kliring yang baru dibentuk mengacu pada
Lampiran II.31.
b. Dalam hal kantor Peserta bertindak sebagai
Koordinator PWD selain Bank Indonsia pengganti
maka:
1) bantuan keuangan diberikan sesuai dengan
kriteria sebagaimana dimaksud dalam Lampiran
II.30;
2) pemberian
bantuan keuangan kepada
Koordinator PWD selain Bank Indonesia yang
mengalami perubahan diatur sebagai berikut:
a) apabila tanggal efektif pengalihan
dilaksanakan pada tanggal 1 sampai dengan
tanggal 15 bulan berjalan maka bantuan
keuangan sebagaimana dimaksud dalam
angka 1) untuk bulan yang bersangkutan
diberikan kepada KPWD selain Bank
Indonesia yang menerima pengalihan; atau
b) apabila tanggal efektif pembentukan Wilayah
Kliring ditetapkan setelah tanggal 15 bulan
berjalan maka bantuan keuangan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a)
untuk bulan yang bersangkutan diberikan
kepada Koordinator PWD selain Bank
Indonesia yang mengalihkan.
Contoh perhitungan
pemberian
bantuan
keuangan kepada Koordinator PWD selain Bank
Indonesia yang baru adalah sebagaimana dalam
Lampiran II.31.
I.
Iuran Perwakilan Peserta
1. Apabila bantuan keuangan yang diberikan oleh
Penyelenggara tidak dapat menutupi seluruh biaya
operasional Koordinator PWD selain Bank Indonesia dalam
pertukaran Warkat Debit, Koordinator PWD selain Bank
Indonesia ...
176
Indonesia dapat menetapkan iuran kepada kantor Peserta
di Wilayah Kliring.
2. Besarnya iuran sebagaimana dimaksud dalam angka 1
ditetapkan berdasarkan selisih biaya operasional yang
dikeluarkan Koordinator PWD selain Bank Indonesia dalam
rangka pertukaran Warkat Debit.
3. Biaya operasional sebagaimana dimaksud dalam angka 2
antara lain mencakup biaya tenaga kerja serta biaya
penyediaan sarana dan prasarana pertukaran Warkat
Debit.
4. Besarnya iuran dan perhitungan biaya operasional yang
menjadi dasar penetapan iuran wajib disampaikan kepada
dan disetujui oleh seluruh Perwakilan Peserta di Wilayah
Kliring.
J. Pelaporan
1. Kantor Pusat dari Koordinator PWD selain Bank Indonesia
wajib menyampaikan laporan bulanan mengenai
pendistribusian dan besarnya nilai nominal bantuan
keuangan sebagaimana dimaksud dalam H.1.c paling
lambat pada akhir bulan berikutnya.
2. Laporan bulanan sebagaimana dimaksud dalam angka 1
disampaikan kepada Penyelenggara dengan alamat
sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a dengan
menggunakan format laporan sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran II.32.
3. Koordinator PWD selain Bank Indonesia wajib
menyampaikan laporan triwulanan mengenai penggunaan
bantuan keuangan dan iuran Perwakilan Peserta dalam
pelaksanaan pertukaran Warkat Debit paling lama 7
(tujuh) hari kerja pada bulan berikutnya dengan format
laporan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.33
kepada:
a. seluruh Perwakilan Peserta di Wilayah Kliring yang
bersangkutan;
b. Penyelenggara dengan alamat sebagaimana dimaksud
dalam butir II.A.2.b, untuk Koordinator PWD selain
Bank Indonesia yang berada di wilayah KPBI; dan
c. KPwDN ...
177
c. KPwDN untuk Koordinator PWD selain Bank Indonesia
yang berada di wilayah KPwDN.
XIV. BIAYA DALAM PENYELENGGARAAN SKNBI
A. Prinsip Umum
1. Peserta dikenakan biaya dalam penyelenggaraan SKNBI.
2. Peserta dapat mengenakan biaya transaksi melalui SKNBI
kepada nasabah.
3. Penyelenggara menetapkan batas maksimal biaya yang
dapat dikenakan Peserta kepada nasabah.
B. Biaya Penyelenggaraan SKNBI yang Dikenakan kepada Peserta
1. Jenis dan besarnya biaya
a. Jenis biaya dalam penyelenggaraan SKNBI terdiri atas:
1) biaya proses meliputi:
a) biaya proses DKE Transfer Dana;
b) biaya proses DKE Transfer Dana dalam
rangka Treasury Single Account (TSA);
c) biaya proses DKE Warkat Debit;
d) biaya proses DKE Pembayaran;
e) biaya proses DKE Penagihan;
f) biaya rincian transaksi pembayaran; dan
g) biaya rincian transaksi penagihan.
2) biaya akses informasi data agregat.
3) biaya penggunaan Fasilitas Kontinjensi.
4) biaya perpanjangan periode waktu pengiriman
DKE Transfer Dana, DKE Pembayaran, dan DKE
Penagihan.
5) biaya sortasi Warkat Debit.
6) biaya Warkat Debit reject.
7) biaya pembuatan dan/atau penggantian TPPK.
b. Besar biaya sebagaimana dimaksud dalam huruf a
mengacu pada rincian biaya sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran II.6.
c. Besarnya biaya sebagaimana dimaksud dalam huruf b
tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
d. Besarnya ...
178
d. Besarnya biaya sebagaimana dimaksud dalam butir
a.1) tidak berlaku untuk pengiriman pengembalian
DKE, rincian transaksi pembayaran, dan rincian
transaksi penagihan oleh Peserta penerima, yang
dilakukan paling lambat pada 1 (satu) hari kerja sejak
DKE, rincian transaksi pembayaran, dan rincian
transaksi penagihan diterima oleh Peserta penerima.
e. Dalam hal terdapat DKE Transfer Dana dalam rangka
Treasury Single Account (TSA) menggunakan kode
transaksi Treasury Single Account (TSA) yang tidak
mengacu pada ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran II.9 maka DKE Transfer Dana
tersebut dikenakan biaya proses DKE Transfer Dana
dan sanksi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
Bank Indonesia yang mengatur mengenai
penyelenggaraan transfer dana dan kliring berjadwal.
f. Penyelenggara dapat tidak memberlakukan biaya
sebagaimana dimaksud dalam butir a.3) dan/atau
butir a.4), apabila terjadi Keadaan Tidak Normal
dan/atau Keadaan Darurat di Penyelenggara.
g. Penyelenggara dapat membebaskan biaya dalam
sebagaimana dimaksud dalam butir dalam butir a.3)
dan/atau butir a.4), apabila terjadi Keadaan Tidak
Normal bukan disebabkan oleh kelalaian Peserta
dan/atau terjadi Keadaan Darurat di lokasi Peserta.
h. Dalam hal Penyelenggara membebaskan biaya
sebagaimana dimaksud dalam huruf g, Peserta tetap
harus membayar Pajak Pertambahan Nilai atas biaya
tertentu yang dibebaskan oleh Penyelenggara.
2. Perhitungan dan Pembebanan Biaya
a. Perhitungan dan pembebanan biaya sebagaimana
dimaksud dalam butir 1.a.1) sampai dengan butir
1.a.4) dilakukan oleh Penyelenggara dengan ketentuan
sebagai berikut:
1) Biaya proses sebagaimana dimaksud dalam butir
1.a.1) dan Pajak Pertambahan Nilai dihitung
setiap ...
179
setiap bulan atas dasar total DKE dan rincian
transaksi yang diterima dan diperhitungkan oleh
Penyelenggara.
2) Biaya akses informasi data agregat sebagaimana
dimaksud dalam butir 1.a.2) dan Pajak
Pertambahan Nilai dihitung setiap bulan dan
hanya dibebankan kepada Peserta yang terdaftar
sebagai pengguna fasilitas informasi.
3) Biaya penggunaan
Fasilitas Kontinjensi
sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a.3) dan
Pajak Pertambahan Nilai untuk penggunaan:
a)
fasilitas guest bank dihitung atas dasar
durasi waktu penggunaan fasilitas tersebut
setiap 1 (satu) jam berdasarkan absensi yang
telah ditandatangani oleh Penyelenggara dan
Peserta; dan
b) fasilitas upload DKE dihitung atas dasar
penggunaan fasilitas upload DKE setiap
layanan.
4) Biaya perpanjangan pengiriman DKE
sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a.4) dan
Pajak Pertambahan Nilai dihitung atas dasar
durasi waktu perpanjangan kegiatan tersebut
setiap 30 (tiga puluh) menit.
5) Pembebanan biaya sebagaimana dimaksud dalam
angka 1) sampai dengan angka 4) dilakukan oleh
Penyelenggara dengan cara mendebit Rekening
Setelmen Dana Peserta dan/atau Rekening
Setelmen Dana Bank Pembayar, dengan
ketentuan sebagai berikut:
a) biaya sebagaimana dimaksud dalam angka 1)
dan angka 2) dibebankan setiap akhir bulan
paling lama 10 (sepuluh) hari kerja pada
bulan berikutnya;
b) biaya sebagaimana dimaksud dalam angka 3)
dan angka 4) dibebankan paling lama 1
(satu) hari kerja setelah Peserta
menggunakan Fasilitas Kontinjensi dan/atau
perpanjangan ...
180
perpanjangan periode waktu pengiriman
DKE;
b. Perhitungan dan pembebanan biaya sebagaimana
dimaksud dalam butir 1.a.5) sampai dengan butir
1.a.7) dilakukan oleh Koordinator PWD dengan
ketentuan sebagai berikut:
1) Biaya sortasi Warkat Debit sebagaimana
dimaksud dalam butir 1.a.5) dihitung atas dasar
total Warkat Debit dalam Kliring Penyerahan yang
diserahkan oleh Peserta dan diproses oleh
Koordinator PWD yang melakukan pertukaran
Warkat Debit secara otomasi.
2) Biaya Warkat Debit reject sebagaimana dimaksud
dalam butir 1.a.6) dihitung dan dibebankan oleh
Koordinator PWD yang melakukan pertukaran
Warkat Debit secara otomasi dengan ketentuan
sebagai berikut:
a) Warkat Debit reject adalah Warkat Debit
dalam Kliring Penyerahan yang tidak dapat
diproses secara otomasi.
b) Biaya Warkat Debit reject dikenakan apabila
total Warkat Debit reject harian melebihi 2%
(dua persen) dari total Warkat Debit yang
diproses oleh Koordinator PWD.
c) Biaya Warkat Debit reject sebagaimana
dimaksud dalam huruf b) dibebankan kepada
Peserta penerima.
3) Biaya pembuatan dan/atau penggantian TPPK
sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a.7)
dihitung oleh Koordinator PWD untuk setiap
permohonan pembuatan dan/atau penggantian
TPPK.
4) Pembebanan biaya sebagaimana dimaksud dalam
angka 1), angka 2), dan angka 3) dilakukan oleh
Koordinator PWD setiap akhir bulan paling lama
7 (tujuh) hari kerja pada bulan berikutnya dengan
ketentuan sebagai berikut:
a) Dalam ...
181
a) Dalam hal pertukaran Warkat Debit
dilakukan oleh Koordinator PWD maka
pembebanan biaya dilakukan dengan cara
mendebit Rekening Setelmen Dana Peserta.
b) Dalam hal pertukaran Warkat Debit
dilakukan oleh Koordinator PWD selain Bank
Indonesia maka pembebanan biaya
dilakukan sesuai dengan prosedur yang
ditetapkan oleh Koordinator PWD selain
Bank Indonesia.
C. Biaya Transaksi melalui SKNBI yang Dikenakan kepada
Nasabah Peserta
1. Dalam rangka mendukung kelancaran penyelesaian
transaksi melalui SKNBI, Peserta dapat menetapkan dan
mengenakan biaya transaksi kepada nasabah dengan
batas maksimal yang ditetapkan oleh Penyelenggara.
2. Biaya transaksi yang dikenakan oleh Peserta kepada
nasabah sebagaimana dimaksud dalam angka 1
ditetapkan paling banyak Rp5.000,00 (lima ribu rupiah).
3. Peserta wajib mengumumkan besarnya biaya transaksi
melalui SKNBI dengan mengacu pada ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai perlindungan nasabah
pengguna SKNBI.
XV. PENANGANAN KEADAAN TIDAK NORMAL DAN/ATAU KEADAAN
DARURAT
A. Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat di
Penyelenggara
Dalam rangka menjaga kelangsungan operasional SKNBI
apabila terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan
Darurat di Penyelenggara berlaku ketentuan sebagai berikut:
1. Keadaan Tidak Normal di Penyelenggara
Dalam hal terjadi Keadaan Tidak Normal di Penyelenggara
yang mempengaruhi kelancaran penyelenggaraan SKNBI
maka penanganan dilakukan sebagai berikut:
a. Penyelenggara ...
182
a. Penyelenggara memberitahukan kepada seluruh
Peserta mengenai Keadaan Tidak Normal dan langkah-
langkah yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:
1) menghentikan sementara kegiatan pengiriman
DKE dan kegiatan lainnya yang terhubung ke
SSK;
2) dalam hal SSK dapat berfungsi kembali, Peserta
melakukan hal-hal sebagai berikut:
a) melakukan koneksi ulang ke SSK;
b) melakukan rekonsiliasi antara status batch
DKE pada SPK dengan status batch DKE
pada SSK; dan/atau
c) melakukan pengiriman ulang dalam hal
terdapat batch DKE yang belum berhasil
dikirim.
b. Pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dilakukan oleh Peserta berdasarkan
pemberitahuan dari Penyelenggara melalui
administrative message, help desk SKNBI, dan/atau
sarana lainnya.
c. Dalam hal terjadi Keadaan Tidak Normal sebagaimana
dimaksud dalam huruf a yang mengakibatkan SKNBI
tidak dapat beroperasi sampai dengan batas waktu
yang ditentukan oleh Penyelenggara maka
Penyelenggara menetapkan kebijakan dan prosedur
penanganan Keadaan Tidak Normal dan
memberitahukan kepada Peserta mengenai hal-hal
yang harus dilakukan oleh Peserta.
2. Keadaan Darurat di Penyelenggara
a. Dalam hal terjadi Keadaan Darurat di lokasi
Penyelenggara yang menyebabkan SKNBI tidak dapat
beroperasi maka Penyelenggara menetapkan kebijakan
dan prosedur penanggulangan Keadaan Darurat dan
memberitahukan kepada seluruh Peserta mengenai
Keadaan Darurat serta hal-hal yang harus dilakukan
oleh Peserta.
b. Kebijakan ...
183
b. Kebijakan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
antara lain sebagai berikut:
1) perubahan waktu operasional SKNBI;
2) mengalihkan perhitungan transfer dana melalui
SKNBI ke Sistem BI-RTGS;
3) perhitungan dalam Layanan Kliring Warkat Debit
dilakukan oleh Koordinator PWD di setiap
Wilayah Kliring berdasarkan Warkat Debit;
dan/atau
4) penghentian sementara sebagian atau seluruh
layanan dalam penyelenggaraan SKNBI.
B. Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat di Peserta
Dalam rangka menjaga kelangsungan operasional SKNBI
apabila terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan
Darurat di Peserta berlaku ketentuan sebagai berikut:
1. Dalam hal terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau
Keadaan Darurat di Peserta yang menyebabkan
terganggunya kelancaran operasional SKNBI maka Peserta
harus memberitahukan kepada Penyelenggara mengenai
terjadinya Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan
Darurat.
2. Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam angka 1
disampaikan kepada:
a. Helpdesk SKNBI melalui sarana telepon paling lama
30 (tiga puluh) menit sejak terjadinya Keadaan Tidak
Normal dan/atau Keadaan Darurat; dan
b. Penyelenggara melalui surat yang didahului dengan
faksimile dalam hal memerlukan tindak lanjut
perpanjangan periode waktu kegiatan pengiriman DKE
sesuai dengan prosedur sebagaimana dimaksud dalam
butir IV.A.5.
3. Dalam hal terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau
Keadaan Darurat sebagaimana dimaksud dalam angka 1
yang menyebabkan Peserta tidak dapat melakukan
kegiatan operasional SKNBI di lokasi Peserta maka Peserta
dapat menggunakan Fasilitas Kontinjensi, yang terdiri
atas:
a. fasilitas ...
184
a. fasilitas guest bank; dan
b. fasilitas upload DKE.
4. Penggunaan fasilitas upload DKE sebagaimana dimaksud
dalam butir 3.b hanya dapat digunakan oleh Peserta
berdasarkan kebijakan Penyelenggara.
5. Dalam hal Peserta memutuskan untuk tidak melakukan
kegiatan operasional SKNBI maka Peserta harus segera
memberitahukan kepada Penyelenggara melalui surat yang
dapat didahului dengan faksimile atau sarana lain.
6. Dalam hal terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau
Keadaan Darurat di Peserta, Penyelenggara dapat
menetapkan kebijakan, prosedur, dan hal lain yang
diperlukan untuk penyelesaian transaksi oleh Peserta
melalui SKNBI.
C. Penggunaan Fasilitas Kontinjensi
Tata cara penggunaan Fasilitas Kontinjensi diatur sebagai
berikut:
1. Peserta mengajukan surat permohonan dengan
menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran II.34.
2. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1
paling kurang memuat:
a. alasan untuk menggunakan Fasilitas Kontinjensi;
b. lokasi penggunaanFasilitas Kontinjensi; dan
c. pernyataan bahwa Peserta yang bersangkutan
membebaskan Penyelenggara atau KPwDN dari
tanggung jawab atas segala kerugian yang timbul
(indemnity) pada Peserta terkait dengan penggunaan
Fasilitas Kontinjensi.
3. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1
ditandatangani oleh Pimpinan atau pejabat yang memiliki
spesimen tanda tangan di Penyelenggara dan dapat
disampaikan terlebih dahulu kepada Penyelenggara
melalui faksimile ke alamat sebagaimana dimaksud dalam
butir II.A.2.a.
4. Untuk ...
185
4. Untuk Peserta yang berada di wilayah kerja KPwDN, surat
sebagaimana dimaksud dalam angka 1 disampaikan
kepada Penyelenggara dengan tembusan kepada KPwDN
yang menyediakan Fasilitas Kontinjensi, dengan
memperhatikan jam kerja KPwDN.
5. Persetujuan atau penolakan atas permohonan
sebagaimana dimaksud dalam angka 1 disampaikan
melalui administrative message atau sarana lainnya.
6. Dalam hal surat permohonan sebagaimana dimaksud
dalam angka 1 disetujui, Peserta harus menyiapkan data
transaksi dan hal lain yang diperlukan dalam rangka
penggunaan Fasilitas Kontinjensi yang ditetapkan oleh
Penyelenggara sesuai dengan buku pedoman penggunaan
aplikasi SPK.
7. Dalam hal Penyelenggara menetapkan Fasilitas Kontinjensi
yang dapat digunakan oleh Peserta adalah fasilitas upload
DKE maka:
a. data transaksi sebagaimana dimaksud dalam angka 6
disampaikan kepada Penyelenggara disertai dengan
bukti pengiriman DKE offline sebanyak 2 (dua)
rangkap.
b. penyampaian data transaksi dan bukti pengiriman
DKE offline kepada Penyelenggara atau KPwDN harus
dilakukan oleh pejabat yang berwenang atau petugas
Peserta yang diberi kuasa oleh Pimpinan atau pejabat
yang berwenang yang memiliki spesimen di
Penyelenggara.
8. Penyelenggara dapat menetapkan batas maksimal waktu
dan/atau urutan penggunaan Fasilitas Kontinjensi dalam
hal jumlah Peserta yang mengajukan permohonan
penggunaan Fasilitas Kontinjensi melebihi kapasitas yang
tersedia.
XVI. PEMANTAUAN KEPATUHAN
Pelaksanaan pemantauan kepatuhan Peserta dan Koordinator PWD
diatur dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Penyelenggara ...
186
1. Penyelenggara melakukan pemantauan kepatuhan:
a. Peserta; dan
b. Koordinator PWD,
terhadap ketentuan yang ditetapkan oleh Penyelenggara.
2. Pemantauan kepatuhan Peserta terhadap ketentuan yang
mengatur mengenai penyelenggaraan transfer dana dan kliring
berjadwal dilakukan dalam rangka menjaga kelancaran
operasional SKNBI.
3. Pemantauan kepatuhan Koordinator PWD terhadap ketentuan
yang mengatur mengenai penyelenggaraan transfer dana dan
kliring berjadwal dilakukan dalam rangka menjaga kelancaran
kegiatan pertukaran Warkat Debit.
4. Pemantauan kepatuhan oleh Penyelenggara dilakukan secara
langsung dan tidak langsung.
5. Dalam rangka pemantauan tidak langsung, berlaku ketentuan
sebagai berikut:
a. Pemantauan kepatuhan kepada Peserta
1) Pemantauan secara tidak langsung kepada Peserta
dilakukan berdasarkan:
a) data, informasi, dan/atau dokumen yang
diperoleh dari:
(1) Peserta yang bersangkutan;
(2) sistem Penyelenggara; dan/atau
(3) pihak lain.
b) laporan berkala dan/atau laporan sewaktu-waktu
yang disampaikan oleh Peserta kepada
Penyelenggara.
2) Laporan berkala dan/atau laporan sewaktu-waktu
sebagaimana dimaksud dalam butir 1)b) wajib
disampaikan kepada Penyelenggara dengan ketentuan
sebagai berikut:
a) Laporan Berkala berupa Laporan Hasil Penilaian
Kepatuhan (LHPK)
(1) Laporan Hasil Penilaian Kepatuhan (LHPK)
merupakan laporan tahunan hasil penilaian
pemeriksaan internal sebagaimana dimaksud
dalam ...
187
dalam butir III.H.1.b.2) untuk periode 1
Januari sampai dengan 31 Desember.
Format Laporan Hasil Penilaian Kepatuhan
(LHPK) ditetapkan oleh Penyelenggara dan
disampaikan kepada Peserta melalui surat
dan/atau sarana lain.
(2) Laporan Hasil Penilaian Kepatuhan (LHPK)
sebagaimana dimaksud dalam angka (1)
disampaikan oleh Peserta paling lambat
tanggal 31 Maret tahun berikutnya.
(3) Dalam hal batas waktu penyampaian
sebagaimana dimaksud dalam angka (1)
jatuh pada hari Sabtu atau hari libur maka
batas waktu penyampaian adalah hari kerja
berikutnya.
(4) Laporan Hasil Penilaian Kepatuhan (LHPK)
sebagaimana dimaksud dalam angka (1)
disampaikan kepada Penyelenggara melalui
surat dan/atau sarana lain yang ditetapkan
oleh Penyelenggara.
b) Laporan sewaktu-waktu
(1) Laporan sewaktu-waktu disampaikan atas
inisiatif Peserta atau permintaan
Penyelenggara, antara lain laporan gangguan
SKNBI pada Peserta atau laporan dalam
rangka kegiatan operasional SKNBI oleh
Peserta.
(2) Laporan sewaktu-waktu atas inisiatif Peserta
sebagaimana dimaksud dalam angka (1)
disampaikan kepada Penyelenggara paling
lama 5 (lima) hari kerja sejak tanggal
kejadian;
(3) Laporan sewaktu-waktu atas permintaan
Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam
angka (1) disampaikan sesuai dengan batas
waktu yang ditetapkan Penyelenggara.
3) Laporan ...
188
3) Laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 2)
disampaikan kepada Penyelenggara dengan alamat
sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.b.
4) Berdasarkan hasil pemantauan tidak langsung
sebagaimana dimaksud dalam huruf a), Penyelenggara
dapat melakukan klarifikasi dan/atau konfirmasi
kepada Peserta atas data, informasi, dokumen,
dan/atau laporan.
5) Dalam hal berdasarkan hasil pemantauan tidak
langsung terdapat hal-hal yang perlu ditindaklanjuti
oleh Peserta, Penyelenggara menyampaikan surat
pemberitahuan kepada Peserta untuk melakukan
upaya perubahan dalam rangka pemenuhan
ketentuan yang ditetapkan oleh Penyelenggara.
6) Peserta wajib menindaklanjuti hasil pemantauan tidak
langsung sebagaimana dimaksud dalam angka 5).
b. Pemantauan kepada Koordinator PWD
1) Pemantauan secara tidak langsung kepada
Koordinator PWD dilakukan berdasarkan laporan
triwulanan dan/atau laporan sewaktu-waktu yang
disampaikan oleh Koordinator PWD.
2) Laporan triwulanan sebagaimana dimaksud dalam
angka 1) merupakan laporan yang memuat informasi
jumlah Perwakilan Peserta, jumlah transaksi, jumlah
nominal transaksi, dan jadwal pelaksanaan
pertukaran Warkat Debit, dengan menggunakan
format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.35.
3) Laporan triwulanan sebagaimana dimaksud dalam
angka 1) disampaikan paling lama 7 (tujuh) hari kerja
pada bulan berikutnya kepada:
a) Penyelenggara dengan alamat sebagaimana
dimaksud dalam butir II.A.2.b, untuk Koordinator
PWD Bank Indonesia dan Koordinator PWD selain
Bank Indonesia yang berada di wilayah kerja
Kantor Pusat Bank Indonesia; atau
b) KPwDN ...
189
b) KPwDN apabila Koordinator PWD selain Bank
Indonesia berada di luar wilayah kerja Kantor
Pusat Bank Indonesia.
4) Berdasarkan hasil pemantauan tidak langsung
sebagaimana dimaksud dalam angka 1),
Penyelenggara dapat melakukan klarifikasi dan/atau
konfirmasi kepada Koordinator PWD atas data,
informasi, dokumen, dan/atau laporan.
5) Dalam hal berdasarkan hasil pemantauan tidak
langsung terdapat hal-hal yang perlu ditindaklanjuti
oleh Koordinator PWD, Penyelenggara menyampaikan
surat pemberitahuan kepada Koordinator PWD untuk
melakukan upaya perubahan dalam rangka
pemenuhan ketentuan yang ditetapkan oleh
Penyelenggara.
6) Koordinator PWD harus menindaklanjuti hasil
pemantauan tidak langsung sebagaimana dimaksud
dalam angka 5).
6. Dalam rangka pemantauan langsung, berlaku ketentuan
sebagai berikut:
a. Pemantauan kepatuhan kepada Peserta
1) Pemantauan secara langsung dilakukan melalui
kunjungan ke lokasi Peserta secara berkala atau
sewaktu-waktu apabila diperlukan.
2) Dalam kunjungan pemeriksaan di lokasi Peserta,
berlaku ketentuan dan prosedur sebagai berikut:
a) Petugas
pemeriksaan di lokasi Peserta dilengkapi dengan
surat tugas dari Penyelenggara.
b) Peserta wajib memberikan akses kepada petugas
Penyelenggara, paling kurang untuk:
(1) memperoleh data, informasi, dan/atau
dokumen yang diperlukan, termasuk namun
tidak terbatas pada dokumen asli dan/atau
salinan dokumen yang berupa warkat,
dan/atau ...
Penyelenggara yang melakukan
190
dan/atau data elektronik yang terkait dengan
pelaksanaan
SKNBI
sesuai dengan
permintaan petugas Penyelenggara;
dan/atau
(2) memeriksa sarana fisik dan aplikasi
pendukung yang terkait dengan operasional
SKNBI di Peserta, antara lain SPK serta
interface dari dan ke sistem internal Peserta.
3) Penyelenggara dapat menunjuk pihak lain untuk dan
atas nama Penyelenggara untuk melaksanakan
pemantauan Peserta sebagaimana dimaksud dalam
angka 1). Pihak lain
yang ditugaskan tersebut
dilengkapi dengan surat penugasan dari
Penyelenggara.
4) Petugas Penyelenggara melakukan exit meeting dengan
Peserta yang dituangkan dalam laporan hasil exit
meeting yang ditandatangani oleh Penyelenggara dan
pejabat Peserta yang berwenang.
5) Penyelenggara menyampaikan surat pemberitahuan
kepada Peserta untuk melakukan tindak lanjut dan
mendorong Peserta untuk melakukan upaya
perubahan dalam rangka pemenuhan ketentuan yang
ditetapkan oleh Penyelenggara sesuai dengan laporan
hasil exit meeting sebagaimana dimaksud dalam angka
4).
6) Peserta wajib menindaklanjuti hasil pemantauan
langsung sebagaimana dimaksud dalam angka 5).
b. Pemantauan kepatuhan kepada Koordinator PWD
1) Pemantauan secara langsung dilakukan melalui
kunjungan ke lokasi Koordinator PWD secara berkala
atau sewaktu-waktu apabila diperlukan.
2) Dalam kunjungan pemeriksaan di lokasi Koordinator
PWD, berlaku ketentuan dan prosedur sebagai
berikut:
a) Petugas ...
191
a) Petugas Penyelenggara yang melakukan
pemeriksaan di lokasi Koordinator PWD
dilengkapi dengan surat tugas dari
Penyelenggara.
b) Koordinator PWD harus memberikan akses
kepada petugas Penyelenggara, paling kurang
untuk memperoleh data, informasi, dan/atau
dokumen yang diperlukan terkait dengan
pelaksanaan pertukaran Warkat Debit sesuai
dengan permintaan petugas Penyelenggara.
c) Petugas Penyelenggara melakukan exit meeting
dengan Koordinator PWD yang dituangkan dalam
laporan hasil exit meeting yang ditandatangani
oleh Penyelenggara dan pejabat Koordinator PWD
yang berwenang.
d) Penyelenggara
menyampaikan
surat
pemberitahuan kepada Koordinator PWD untuk
melakukan tindak lanjut dan mendorong
Koordinator PWD untuk melakukan upaya
perubahan dalam rangka pemenuhan ketentuan
yang ditetapkan oleh Penyelenggara sesuai
dengan laporan hasil exit meeting sebagaimana
dimaksud dalam huruf c).
e) Koordinator PWD harus menindaklanjuti hasil
pemantauan langsung sebagaimana dimaksud
dalam huruf d).
7. Dalam rangka pemantauan kepatuhan Peserta, Penyelenggara
dapat meminta Peserta untuk melakukan pengujian terhadap
infrastruktur SPK yang digunakan dalam operasional SKNBI.
XVII. TATACARA PENGENAAN SANKSI
A. Sanksi Administratif Terkait Pembuatan DKE
1. Peserta yang tidak memenuhi ketentuan mengenai
pembuatan DKE sebagaimana dimaksud dalam butir
VI.B.1.c.1), butir VI.B.1.c.2), butir VII.B.7.a.1), butir
VII.B.7.a.2), ...
192
VII.B.7.a.2), butir VIII.B.1.c.1), butir VIII.B.1.c.2), butir
IX.B.7.a, dan/atau butir IX.B.7.b dikenakan sanksi
administratif berupa kewajiban membayar sebesar
Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) per DKE dengan
jumlah kewajiban membayar paling banyak sebesar
Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dalam bulan
berjalan.
2. Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam angka 1
dilakukan dengan mendebit Rekening Setelmen Dana
Peserta atau Rekening Setelmen Dana Bank Pembayar.
B. Sanksi Administratif Terkait Penyediaan dan Penambahan
Prefund
1. Bagi Peserta yang tidak memenuhi ketentuan mengenai
penyediaan minimum nominal Prefund Debit sebagaimana
dimaksud dalam butir V.B.3 yang dikarenakan kelalaian
Peserta, berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. Peserta dikenakan sanksi administratif berupa
kewajiban membayar sebesar Rp5.000.000,00 (lima
juta rupiah) namun tetap dapat ikut serta dalam
Layanan Kliring Warkat Debit dan Layanan Penagihan
Reguler. Pengenaan sanksi dilaksanakan paling lama
1 (satu) hari kerja berikutnya, dengan mendebit
Rekening Setelmen Dana Peserta.
b. Terhadap Peserta yang dikenakan sanksi sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, Penyelenggara melakukan
pemantauan selama 6 (enam) bulan.
c. Apabila selama periode pemantauan sebagaimana
dimaksud dalam huruf b Peserta tidak memenuhi
kewajiban penyediaan Prefund Debit sebanyak 6
(enam) kali maka Peserta dapat dikenakan sanksi
berupa penurunan status kepesertaan dari aktif
menjadi ditangguhkan.
d. Penyelenggara dapat mengubah kembali status
Peserta dari ditangguhkan menjadi aktif berdasarkan
kebijakan Penyelenggara.
e. Penyelenggara ...
193
e. Penyelenggara menginformasikan perubahan status
Peserta sebagaimana dimaksud dalam huruf c dan
huruf d kepada:
1) Peserta yang bersangkutan melalui surat;
2) seluruh Peserta melalui fasilitas administrative
message dan/atau sarana lainnya; dan
3) Koordinator PWD yang di wilayah kerjanya
terdapat Perwakilan Peserta melalui surat atau
sarana lainnya.
2. Bagi Peserta yang tidak memenuhi ketentuan penyediaan
minimum nominal Prefund Debit sebagaimana dimaksud
dalam butir V.B.3 dikarenakan ketidakmampuan dalam
penyediaan Prefund Debit, berlaku ketentuan sebagai
berikut:
a. Peserta dikenakan sanksi administratif berupa
penurunan status kepesertaan dari aktif menjadi
ditangguhkan.
b. Penyelenggara dapat mengubah kembali status
Peserta dari ditangguhkan menjadi aktif apabila
Peserta dapat memenuhi kewajiban penyediaan
minimum nominal Prefund Debit.
c. Penyelenggara menginformasikan perubahan status
Peserta sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan
huruf b kepada:
1) Peserta yang bersangkutan melalui surat;
2) seluruh Peserta melalui fasilitas administrative
message dan/atau sarana lainnya; dan
3) Koordinator PWD yang di wilayah kerjanya
terdapat Perwakilan Peserta, melalui surat atau
sarana lainnya.
3. Bagi Peserta yang tidak memenuhi ketentuan penambahan
Prefund sebagaimana dimaksud dalam butir VI.B.3.c, butir
VII.B.3.b, butir VIII.B.3.c, dan/atau butir IX.B.3.b, berlaku
ketentuan sebagai berikut:
a. Peserta dikenakan sanksi administratif berupa
kewajiban membayar sebesar Rp5.000.000,00 (lima
juta rupiah) per 1 (satu) hari kerja.
b. Pengenaan ...
194
b. Pengenaan sanksi administratif berupa kewajiban
membayar sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dilakukan paling lama 1 (satu) hari kerja berikutnya,
dengan mendebit Rekening Setelmen Dana Peserta
atau Rekening Setelmen Dana Bank Pembayar.
C. Sanksi Administratif Terkait Penolakan Warkat Debit dan/atau
DKE Warkat Debit
Dalam hal Peserta melakukan penolakan Warkat Debit atau
DKE Warkat Debit sebagaimana dimaksud dalam butir
VII.B.1.b.1)b), berlaku ketentuan sebagai berikut:
1. Peserta pengirim, Peserta penerima, atau nasabah
dikenakan sanksi administratif berupa kewajiban
membayar sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) per
DKE Warkat Debit yang ditolak.
2. Pengenaan sanksi administratif berupa kewajiban
membayar kepada Peserta pengirim, Peserta penerima,
atau nasabah sebagaimana dimaksud dalam angka 1
dilakukan berdasarkan alasan penolakan sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran II.36.
3. Pembebanan sanksi administratif berupa kewajiban
membayar sebagaimana dalam angka 1 dilakukan dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. Sanksi administratif yang dikenakan kepada nasabah
Peserta dibebankan oleh Penyelenggara dengan cara
mendebit Rekening Setelmen Dana Peserta.
Selanjutnya,
Peserta membebankan sanksi
administratif tersebut kepada nasabahnya.
b. Sanksi administratif yang dikenakan kepada Peserta
dibebankan oleh Penyelenggara dengan cara mendebit
Rekening Setelmen Dana Peserta. Peserta dilarang
membebankan biaya pengenaan sanksi administratif
tersebut kepada nasabahnya, mengingat alasan
penolakan Warkat Debit atau DKE Debit tersebut
disebabkan oleh kekeliruan Peserta.
sanksi
c. Pengenaan
administratif
sebagaimana
dimaksud dalam huruf b dilakukan paling lama 7
(tujuh) hari kerja pada bulan berikutnya.
D. Sanksi ...
195
D. Sanksi Administratif Terkait Warkat Debit
1. Bagi Peserta yang tidak mencantumkan Magnetic Ink
Character Recognition (MICR) code line sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir XII.A.3
dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis.
2. Bagi Peserta yang tidak melaksanakan teguran tertulis
sebagaimana dimaksud dalam angka 1 sehingga
mengganggu proses pertukaran Warkat Debit secara
otomasi, Koordinator PWD dapat tidak memproses Warkat
Debit Peserta dalam pertukaran Warkat Debit.
E. Sanksi Administratif Terkait Pemantauan Kepatuhan
1. Bagi Peserta yang tidak memenuhi ketentuan kewajiban
menjaga kelancaran dan keamanan penggunaan SKNBI
sebagaimana dimaksud dalam butir III.H.1 dikenakan
sanksi administratif sebagai berikut:
a. Peserta yang tidak memenuhi ketentuan kewajiban
menjaga kelancaran dan keamanan penggunaan
SKNBI dikenakan sanksi administratif berupa teguran
tertulis.
b. Dalam hal Peserta tidak menindaklanjuti sanksi
administratif berupa teguran tertulis sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dalam jangka waktu paling
lama 30 (tiga puluh) hari sejak teguran tertulis
diterima, dapat dikenakan sanksi administratif berupa
berupa penurunan status kepesertaan.
2. Bagi Peserta yang tidak menginformasikan biaya transaksi
dalam penyelenggaraan SKNBI kepada nasabah secara
transparan sebagaimana dimaksud dalam butir III.H.4
dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis.
3. Bagi Peserta yang tidak mencetak Warkat Debit di
perusahaan percetakan dokumen sekuriti sebagaimana
dimaksud dalam butir XI.C.1 dikenakan sanksi
administratif berupa teguran tertulis.
4. Bagi Peserta yang tidak mencetak Warkat Debit sesuai
dengan spesifikasi teknis sebagaimana dimaksud dalam
butir XI.A.2, berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. Peserta ...
196
a. Peserta yang tidak mencetak Warkat Debit sesuai
dengan spesifikasi teknis
administratif berupa teguran tertulis.
b. Dalam hal Peserta tidak menindaklanjuti sanksi
administratif berupa teguran tertulis sebagaimana
dimaksud dalam huruf a sehingga mengganggu proses
pertukaran Warkat Debit secara otomasi, Koordinator
PWD dapat tidak memproses Warkat Debit Peserta
dalam pertukaran Warkat Debit
5. Bagi Peserta yang tidak memberikan data, informasi,
dan/atau dokumen terkait penyelenggaraan SKNBI
sebagaimana dimaksud dalam butir III.H.5 dikenakan
sanksi administratif berupa teguran tertulis.
6. Bagi Peserta yang tidak memberikan akses kepada
Penyelenggara untuk melakukan pemeriksaan secara
langsung sebagaimana dimaksud dalam butir XVI.6.a.2)b),
berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. Peserta yang tidak memberikan akses kepada
Penyelenggara untuk melakukan pemeriksaan secara
langsung dikenakan sanksi administratif berupa
teguran tertulis.
b. Dalam hal Peserta tidak menindaklanjuti sanksi
administratif berupa teguran tertulis sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dalam jangka waktu paling
lama 7 (tujuh) hari sejak teguran tertulis diterima,
dapat dikenakan sanksi penurunan status
kepesertaan.
7. Bagi Peserta yang tidak menindaklanjuti hasil pemantauan
sebagaimana dimaksud dalam butir XVI.6.a.6), berlaku
ketentuan sebagai berikut:
a. Peserta yang tidak menindaklanjuti hasil pemantauan
dikenakan sanksi administratif berupa teguran
tertulis.
b. Dalam hal Peserta tidak menindaklanjuti sanksi
administratif berupa teguran tertulis sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, dapat dikenakan sanksi
penurunan status kepesertaan.
8. Bagi ...
dikenakan sanksi
197
8. Bagi Peserta yang terlambat menyampaikan laporan
berkala sebagaimana dimaksud dalam butir XVI.5.a.2)a)(1)
berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. Peserta dikenakan sanksi administratif berupa
kewajiban membayar sebesar Rp500.000,00 (lima
ratus ribu rupiah) per hari kerja keterlambatan sejak
batas waktu penyampaian pelaporan, dengan jumlah
kewajiban membayar paling banyak sebesar
Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).
b. Pengenaan sanksi administratif berupa kewajiban
membayar sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dilakukan dengan mendebit Rekening Setelmen Dana
Peserta atau Rekening Setelmen Dana Bank
Pembayar.
c. Penyelenggara menginformasikan pembebanan
pengenaan sanksi administratif berupa kewajiban
membayar sebagaimana dimaksud dalam huruf b
melalui surat setelah pelaksanaan pembebanan
sanksi.
d. Dalam hal Peserta terlambat menyampaikan laporan
berkala sesuai batas waktu, Peserta tetap wajib
menyampaikan laporan berkala paling lama 30 (tiga
puluh) hari kerja sejak batas waktu penyampaian
laporan berkala yang ditetapkan oleh Penyelenggara.
e. Dalam hal Peserta tidak menyampaikan laporan
berkala sebagaimana dimaksud dalam huruf d,
Peserta dikenakan sanksi administratif berupa
teguran tertulis.
f.
Peserta yang tidak menindaklanjuti sanksi teguran
tertulis sebagimana dimaksud dalam huruf e, dapat
dikenakan sanksi administratif berupa penurunan
status kepesertaan.
9. Dalam hal Penyelenggara mengenakan sanksi administratif
berupa penurunan status kepesertaan, Penyelenggara
menginformasikan kepada:
a. Peserta ...
198
a. Peserta yang bersangkutan melalui surat;
b. seluruh Peserta melalui fasilitas administrative
message dan/atau sarana lainnya; dan
c. Koordinator PWD yang di wilayah kerjanya terdapat
Perwakilan Peserta, melalui surat atau sarana lainnya.
XVIII. LAIN-LAIN
1. Dalam rangka keikutsertaan dalam Layanan Pembayaran
Reguler dan/atau Layanan Penagihan Reguler, diatur
ketentuan sebagai berikut:
a. Peserta yang memanfaatkan Layanan Pembayaran Reguler
dan/atau Layanan Penagihan Reguler untuk pertama
kalinya harus menyampaikan pemberitahuan kepada
Penyelenggara mengenai pengiriman DKE Pembayaran
dan/atau DKE Penagihan.
b. Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
disampaikan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum
tanggal pengiriman DKE Pembayaran dan/atau DKE
Penagihan.
c. Berdasarkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, Penyelenggara menginformasikan kepada
seluruh
Peserta mengenai penggunaan Layanan
Pembayaran Reguler dan/atau Layanan Penagihan
Reguler.
2. Lampiran I dan Lampiran II merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
XIX. KETENTUAN PENUTUP
1. Ketentuan mengenai penyediaan JKD cadangan dari lokasi
cadangan (back up site) Peserta ke Penyelenggara sebagaimana
dimaksud dalam butir III.H.1.h.4)a)(2) wajib dipenuhi paling
lambat tanggal 31 Desember 2016.
2. Ketentuan mengenai penyesuaian indemnity dan jumlah lembar
Warkat Debit pada BPWD-Kliring Penyerahan dan BPWD-
Kliring Pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Lampiran
II.17 dipenuhi paling lambat tanggal 31 Desember 2016.
3. Ketentuan ...
199
3. Ketentuan mengenai pencantuman jumlah lembar Warkat
Debit dalam MICR code line pada BPWD-Kliring Penyerahan
dan BPWD-Kliring Pengembalian sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran II.21 dipenuhi paling lambat tanggal 31 Desember
2016.
4. Ketentuan mengenai pengenaan biaya penggunaan akses data
agregat hasil perhitungan SKNBI sebagaimana dimaksud dalam
butir XIV.B.1.a.2) mulai berlaku pada 1 Juli 2016.
5. Ketentuan mengenai penyampaian laporan triwulanan oleh
Koordinator PWD sebagaimana dimaksud dalam butir 5.b.3)
untuk pertama kali mulai berlaku untuk periode laporan
triwulan II yang penyampaiannya paling lama 7 (tujuh) hari
kerja pada bulan Juli 2016.
6. Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku
maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/13/DPSP
tanggal 5 Juni 2015 perihal Penyelenggaraan Transfer Dana
dan Kliring Berjadwal oleh Bank Indonesia, dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal
2 Mei 2016
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
BANK INDONESIA,
BRAMUDIJA HADINOTO
KEPALA DEPARTEMEN PENYELENGGARAAN
SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 18/7/DPSP|SE-BI/2016 </reg_id>
<reg_title> Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal oleh Bank Indonesia </reg_title>
<set_date> 2 Mei 2016 </set_date>
<effective_date> 2 Mei 2016 </effective_date>
<replaced_reg> '17/13/DPSP|SE-BI/2015' </replaced_reg>
<related_reg> '18/5/PBI/2016', '17/9/PBI/2015' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi XVII' </penalty_list>
|
No.15/36/DKEM
Jakarta, 30 Agustus 2013
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA
Perihal : Perubahan Ketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 9/1/DInt tanggal 15 Februari 2007 perihal
Pinjaman Luar Negeri Bank.
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
7/1/PBI/2005 tentang Pinjaman Luar Negeri Bank (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4467) sebagaimana telah diubah beberapa kali
terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/6/PBI/2013
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 147,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5442), perlu
untuk dilakukan perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
9/1/DInt tanggal 15 Februari 2007 perihal Pinjaman Luar Negeri Bank
sebagaimana telah diubah beberapa kali dengan Surat Edaran Bank
Indonesia:
a. Nomor 10/32/DInt tanggal 14 Oktober 2008 perihal Perubahan Atas
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/1/DInt tanggal 15 Februari
2007 perihal Pinjaman Luar Negeri Bank;
b. Nomor 14/30/DInt tanggal 22 Oktober 2012 perihal Perubahan Kedua
atas Surat Edaran Nomor 9/1/DInt tanggal 15 Februari 2007 perihal
Pinjaman Luar Negeri Bank;
diubah sebagai berikut:
C. PLN...
C. PLN Jangka Pendek
1. Bank dapat memperoleh PLN Jangka Pendek tanpa persetujuan
dari Bank Indonesia.
2. Bank wajib membatasi posisi saldo harian PLN Jangka Pendek
paling tinggi 30% (tiga puluh perseratus) dari modal Bank
termasuk yang dimiliki oleh kantor cabangnya di luar negeri.
3. Pembatasan posisi saldo harian PLN Jangka Pendek sebagaimana
dimaksud pada angka 2 dikecualikan terhadap:
a. PLN Jangka Pendek dari pemegang saham pengendali dalam
rangka mengatasi kesulitan likuiditas Bank.
PLN Jangka Pendek dari pemegang saham pengendali
dimaksud dikecualikan mengingat pemegang saham
pengendali mempunyai kewajiban untuk membantu Bank
apabila Bank mengalami kesulitan likuiditas.
Yang dimaksud dengan pemegang saham pengendali adalah
pemegang saham pengendali sebagaimana diatur dalam
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Bank
Umum.
Yang dimaksud dengan kesulitan likuiditas adalah kesulitan
memenuhi kewajiban jangka pendek yang disebabkan oleh
terjadinya arus dana masuk yang lebih kecil dibandingkan
dengan arus dana keluar (mismatch) baik valas maupun
rupiah, tidak termasuk dalam rangka kegiatan ekspansi usaha.
b. PLN Jangka Pendek dari pemegang saham pengendali dalam
rangka penyaluran kredit ke sektor riil.
Yang dimaksud dengan “penyaluran kredit ke sektor riil”
adalah pemberian pinjaman kepada debitur entitas Indonesia
dalam rangka mendukung atau mengembangkan usaha di
Indonesia.
c. Dana...
c. Dana Usaha kantor cabang bank asing di Indonesia sampai
dengan paling tinggi 100% (seratus perseratus) dari Dana
Usaha yang dinyatakan (declared Dana Usaha).
d. Giro, tabungan, dan deposito milik perwakilan negara asing
serta lembaga internasional, termasuk anggota stafnya.
Perwakilan negara asing termasuk juga perwakilan pemerintah
daerah negara asing yang mewakili secara resmi pemerintah
daerah negara asing tersebut dalam melakukan tugasnya.
Lembaga internasional termasuk antara lain International
Monetary Fund (IMF), World Bank, dan lembaga internasional
lainnya sejenis yang kegiatannya bersifat nirlaba.
e. Giro milik Bukan Penduduk yang digunakan untuk kegiatan
investasi di Indonesia.
Deposito, tabungan, dan lainnya yang sejenis di luar giro milik
Bukan Penduduk yang digunakan untuk kegiatan investasi
tidak termasuk yang dikecualikan.
f. Giro milik Bukan Penduduk yang menampung dana hasil
penjualan kembali (divestasi) atas penyertaan langsung,
pembelian saham, pembelian obligasi korporasi Indonesia,
dan/atau pembelian Surat Berharga Negara (SBN).
4. PLN Jangka Pendek yang diperpanjang (roll over) tetap merupakan
PLN Jangka Pendek. Dalam hal akan diperpanjang lebih dari 1
(satu) tahun maka akan diberlakukan sebagai PLN Jangka
Panjang baru yang harus mengikuti prosedur sesuai ketentuan
Bank Indonesia yang mengatur mengenai PLN.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 30
Agustus 2013.
Agar...
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
DODY BUDI WALUYO
KEPALA DEPARTEMEN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 15/36/DKEM|SE-BI/2013 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Ketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/1/DInt tanggal 15 Februari 2007 perihal Pinjaman Luar Negeri Bank. </reg_title>
<set_date> 30 Agustus 2013 </set_date>
<effective_date> 30 Agustus 2013 </effective_date>
<changed_reg> '9/1/DInt|SE-BI/2007' </changed_reg>
<extension_of> '10/32/DInt|SE-BI/2008', '14/30/DInt|SE-BI/2012' </extension_of>
<related_reg> '7/1/PBI/2005', '15/6/PBI/2013', '9/1/DInt|SE-BI/2007' </related_reg>
|
No. 6/52/DASP
Jakarta, 31 Desember 2004
S U R A T E D A R A N
Perihal
: Warkat dan Dokumen Kliring serta Pencetakannya pada
Perusahaan Percetakan Warkat dan Dokumen Kliring
Sehubungan dengan adanya beberapa perubahan kebijakan yang terkait
dengan pencetakan Warkat dan Dokumen Kliring dalam rangka mendukung
kelancaran penyelenggaraan Kliring, dipandang perlu untuk mengatur kembali
peraturan pelaksanaan dari Peraturan Bank Indonesia Nomor 1/3/PBI/1999
tanggal 13 Agustus 1999 tentang
Penyelenggaraan Kliring Lokal dan
Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Antar Bank Atas Hasil Kliring Lokal
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 139, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3873) sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/14/PBI/2000 tanggal 9 Juni
2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 88), sebagai
berikut.
I. PEMBAKUAN WARKAT DAN DOKUMEN KLIRING
Dalam upaya untuk meningkatkan efektivitas, efisiensi, keamanan, dan
kemudahan pengawasan dalam penyelenggaraan Kliring, perlu dilakukan
pembakuan Warkat dan Dokumen Kliring yang digunakan dalam Kliring.
A. WARKAT
Warkat merupakan alat pembayaran bukan tunai yang diperhitungkan
atas beban atau untuk untung rekening nasabah atau Bank yang
digunakan dalam penyelenggaraan Kliring.
1. JENIS …
2
1.
JENIS WARKAT
Jenis Warkat yang dibakukan untuk diperhitungkan dalam
Kliring yaitu:
a.
Cek adalah cek sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-
undang Hukum Dagang (KUHD), dan jenis-jenis Warkat
serupa cek yang penggunaannya dalam Kliring
telah
disetujui oleh Bank Indonesia, antara lain cek deviden
(dividend cheque), cek perjalanan (traveller’s cheque), cek
cinderamata (gift cheque), dan cek bank (bank’s cheque).
b.
Bilyet Giro adalah surat perintah dari nasabah kepada Bank
penyimpan dana untuk memindahbukukan sejumlah dana
dari rekening
yang
bersangkutan kepada rekening
pemegang yang disebutkan namanya sebagaimana diatur
dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai Bilyet Giro,
termasuk Bilyet Giro Bank Indonesia (BGBI).
c.
Wesel Bank Untuk Transfer (WBUT) adalah wesel
sebagaimana diatur dalam KUHD yang diterbitkan oleh
Bank khusus untuk sarana transfer.
d. Surat Bukti Penerimaan Transfer (SBPT) adalah surat bukti
penerimaan transfer dari luar kota yang dapat ditagihkan
kepada Bank Peserta penerima dana transfer melalui
Kliring.
e.
Nota Debet adalah Warkat yang digunakan untuk menagih
dana pada Bank lain untuk untung Bank atau nasabah Bank
yang menyampaikan Warkat tersebut. Nota Debet yang
dikliringkan hendaknya telah diperjanjikan dan
dikonfirmasikan terlebih dahulu oleh Bank
yang
menyampaikan …
3
menyampaikan Nota Debet kepada Bank
menerima Nota Debet tersebut.
f.
Nota Kredit adalah Warkat yang
yang
akan
digunakan untuk
menyampaikan dana pada Bank lain untuk untung Bank
atau nasabah Bank yang menerima Warkat tersebut.
2.
SPESIFIKASI TEKNIS WARKAT
a. Spesifikasi Teknis yang harus dicantumkan dalam Warkat
Spesifikasi teknis Warkat yang harus dicantumkan dalam
Warkat yang
Kliring secara Manual, Semi
Kertas
akan digunakan dalam penyelenggaraan
Otomasi, Otomasi dan
Elektronik diatur sebagai berikut:
1)
Kertas yang digunakan harus memenuhi kualitas “The
London Clearing Bank’s Paper Specification No. 1”
(kertas CBS-1), yang sekurang-kurangnya memenuhi
standar sebagai berikut:
a)
berat kertas (gramatur) : 95 +/- 5 % g/M2;
b) ketebalan : 105 sampai dengan 135 micron; dan
c) memuat tanda air (watermark) berupa logo
perusahaan percetakan Warkat dan Dokumen
Kliring (PPWDK).
2) Ukuran
Ukuran Warkat yang digunakan harus merupakan
ukuran seragam, yaitu panjang 7 (tujuh) inci dan lebar
2 ¾ (dua tiga per empat) inci. Khusus untuk Nota
Kredit …
4
Kredit, dapat pula digunakan ukuran panjang
8 (delapan) inci dan ukuran lebar 3 ⅔ (tiga dua per
tiga) inci.
3) Rancang Bangun
Pembakuan Warkat tidak
dimaksudkan untuk
membakukan redaksi yang tercantum dalam Warkat.
Namun demikian untuk
lebih memudahkan
pengenalan dan pemeriksaan Warkat maupun sandi
atau informasi yang tercantum di dalamnya maka
rancang bangun Warkat diatur sebagai berikut:
a) nama dan logo Bank
nama dan logo Bank harus dicetak lebih jelas
dan atau lebih besar daripada cetakan lainnya
pada Warkat dimaksud dan ditempatkan pada
bagian kiri atas Warkat. Pencantuman logo
dimaksud tidak berlaku dalam hal Peserta tidak
memiliki logo;
b) penulisan jenis Warkat
jenis Warkat sebagaimana dimaksud dalam
angka 1 harus ditulis dalam bahasa Indonesia
dan apabila diperlukan dapat ditambahkan
padanan katanya dalam bahasa Inggris. Tulisan
jenis Warkat tersebut harus dicetak lebih jelas
dan atau lebih besar daripada tulisan lain pada
redaksi Warkat dan ditempatkan pada bagian
atas Warkat;
c) penggunaan …
5
c) penggunaan bahasa Indonesia pada redaksi
Warkat
redaksi Warkat harus ditulis dalam bahasa
Indonesia dan apabila diperlukan, dapat
ditambahkan padanan katanya dalam bahasa
Inggris;
d) nomor seri
nomor seri yang
digunakan sebagai sarana
kontrol penggunaan Warkat harus dicantumkan
pada bagian kanan atas Warkat;
e) nilai nominal
ruangan untuk menuliskan nilai nominal dalam
angka dan huruf harus cukup luas dan
ditempatkan di bagian tengah Warkat, sehingga
perbandingan tulisan nilai nominal dalam angka
dan huruf pada Warkat dapat terlihat atau
terbaca dengan jelas;
f)
tempat dan tanggal penerbitan
kolom penulisan tempat dan tanggal penerbitan
Warkat harus disediakan pada Warkat;
g)
ruangan tanda tangan
ruangan untuk
tanda tangan dan atau
pencantuman nama jelas penerbit atau penarik
Warkat harus disediakan dengan cukup luas
serta …
6
serta ditempatkan pada bagian bawah Warkat di
atas garis batas clear band;
h) nama PPWDK
nama PPWDK harus dicantumkan secara
vertikal pada sisi sebelah kiri atau kanan
Warkat, atau secara horisontal di bagian bawah
Warkat di atas garis batas clear band;
i)
penulisan Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah
Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah harus
menuliskan istilah “Peserta Kliring Warkat Luar
Wilayah”, “Dapat dikliringkan pada seluruh
cabang bank di Indonesia”, “Peserta intercity
clearing” atau istilah yang sejenis lainnya pada
bagian tengah atas Warkat atau pada bagian lain
yang masih kosong
dan menurut
Peserta
./.
j)
merupakan tempat yang paling tepat. Contoh
penulisan istilah Peserta Kliring Warkat Luar
Wilayah pada Cek dan Bilyet Giro adalah
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 1.a dan
Lampiran 1.b;
penggunaan warna yang kontras
komposisi warna antara latar belakang Warkat
dan tulisan pada Warkat yang digunakan pada
seluruh sistem penyelenggaraan Kliring harus
cukup kontras, sehingga apabila Warkat diproses
oleh mesin baca pilah (reader sorter) pada
sistem …
7
sistem Otomasi atau Elektronik, tulisan pada
hasil reproduksi image Warkat atas Warkat yang
sebelumnya telah direkam gambarnya dalam
penyelenggaraan Kliring dengan menggunakan
mesin baca pilah, dapat dibaca dengan jelas.
Dengan demikian, dalam pemilihan komposisi
warna pada latar belakang Warkat, Peserta harus
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
(1) menghindari penggunaan warna yang
sama atau hampir sama antara latar
belakang Warkat dengan warna tulisan
pada redaksi Warkat (tidak kontras);
(2) khusus untuk tulisan pada redaksi Warkat,
hendaknya menggunakan pilihan jenis
dan besar huruf yang memadai serta
menggunakan pilihan warna tinta yang
tegas;
4)
tinta
untuk mencetak Magnetic Ink Character Recognition
E-13B (MICR) code line pada bagian clear band
Warkat, harus menggunakan tinta MICR yang
memenuhi standar ISO 1004:1995;
5) clear band
clear band adalah ruang kosong dengan ukuran
seragam yang terdapat pada bagian bawah Warkat
dengan panjang disesuaikan dengan ukuran panjang
Warkat …
8
Warkat sebagaimana dimaksud dalam angka 2) dan
lebar 5/8 (lima per delapan) inci diukur dari sisi
bagian paling bawah Warkat. Ruangan clear band
tersebut disediakan khusus untuk pencetakan angka
dan simbol MICR code line untuk diproses dalam
penyelenggaraan Kliring dengan menggunakan sistem
Otomasi atau Elektronik;
6) garis batas clear band
pada setiap clear band Warkat sebagaimana dimaksud
dalam angka 5) harus terdapat batas clear band
dengan bagian lain dari Warkat dimaksud yang dapat
berupa garis, huruf mikro (micro text) atau perbedaan
warna yang membentuk garis pada posisi 5/8 (lima
per delapan) inci dari bagian paling bawah Warkat;
7) pembedaan warna
untuk lebih memudahkan pengenalan dan pembedaan
Warkat Kredit (Nota Kredit) dengan Warkat Debet
(Cek, Bilyet Giro, Nota Debet, WBUT dan SBPT)
dalam
pemrosesan
Warkat di tempat Peserta
pengirim, Penyelenggara dan Peserta penerima, maka
pada sudut kanan atas semua Nota Kredit
sebagaimana dimaksud dalam butir 1.f harus diberi
tanda dengan bentuk segitiga siku-siku berwarna
merah, dengan ukuran sisi tegak masing-masing 1½
(satu setengah) centimeter;
8) pertinggal …
9
8)
pertinggal
untuk keperluan administrasi atas penarikan atau
penerbitan Cek dan Bilyet Giro, pada setiap lembar
Cek dan Bilyet Giro harus ditambahkan lembar
pertinggal yang ditempatkan pada sebelah kiri atau
sebelah atas Warkat dan diadministrasikan di bagian
depan/belakang
bundel Warkat atau berupa
carbonized paper. Dalam hal diperlukan, Peserta
dapat menambahkan lembar pertinggal dimaksud
pada Warkat-Warkat selain Cek dan Bilyet Giro;
9)
perforasi
untuk menghindari kerusakan pada waktu pengolahan
oleh mesin baca pilah dan atau MICR encoder/reader-
encoder, perforasi untuk memisahkan Warkat dengan
lembar pertinggal harus ditempatkan pada sebelah kiri
atau sebelah atas Warkat. Dalam hal digunakan
continuous form, perforasinya disesuaikan dengan
kebutuhan dan harus dilakukan secara deep cut.
Selain itu lem perekat tidak dapat digunakan pada
Warkat, kecuali apabila ditujukan untuk menjilid
blanko Warkat yang telah diperforasi.
b.
Spesifikasi Teknis Warkat yang Dapat Ditambahkan dalam
Warkat (bersifat fakultatif)
Spesifikasi teknis Warkat yang dapat ditambahkan dalam
Warkat yang
akan digunakan dalam penyelenggaraan
Kliring …
10
Kliring secara Manual, Semi
Elektronik, diatur sebagai berikut:
1)
Otomasi, Otomasi dan
disain sekuriti pada latar belakang
untuk
meningkatkan keamanan Warkat
dari
kemungkinan upaya pemalsuan, disain sekuriti latar
belakang Warkat dapat menggunakan satu atau lebih
fitur disain sekuriti seperti guillosche, roschette,
numismatic (line relief) atau raster sekuriti lain seperti
raster anti fotokopi, micro text (huruf mikro), dan atau
hidden image;
2)
personalisasi nasabah
dalam hal diperlukan personalisasi nasabah pada
Warkat Cek atau Bilyet Giro, maka pencantuman
informasi personalisasi nasabah (nama, alamat, nomor
rekening dan atau identitas lainnya dari nasabah
penarik Cek
atau Bilyet Giro) dimaksud dapat
./.
3)
ditempatkan di sebelah kiri bawah Warkat, sejajar
dengan tanda tangan atau di tempat lain yang menurut
Peserta merupakan tempat yang paling tepat. Contoh
personalisasi nasabah pada Cek dan Bilyet Giro
adalah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 2.a
dan Lampiran 2.b.
tinta
a)
tinta sekuriti untuk latar belakang Warkat
untuk meningkatkan keamanan terhadap
kemungkinan adanya upaya pemalsuan,
pencetakan …
11
pencetakan
latar
belakang
Warkat dapat
menggunakan satu atau lebih tinta sekuriti. Tinta
sekuriti yang digunakan dapat merupakan tinta
tak tampak (invisible ink) yang akan berpendar
apabila disinari dengan cahaya ultra violet, dan
atau tinta tampak (visible ink) yang ditempatkan
pada latar belakang Warkat. Lokasi cetakan
tinta tak tampak (invisible ink) dapat meliputi:
(1) tempat penulisan tanggal penerbitan
Warkat;
(2) tempat penulisan angka nominal;
(3) tempat penulisan terbilang
nominal; atau
angka
(4) tempat tanda tangan penarik atau penerbit
Warkat.
b)
tinta penetrasi untuk nomor seri Warkat
untuk meningkatkan keamanan terhadap upaya
manipulasi terhadap nomor seri (nomorator)
Warkat, maka pencetakan nomor seri
(nomorator) Warkat dapat menggunakan tinta
penetrasi merah
kuning.
ber-fluorescent hijau atau
c.
./.
Contoh rancang
bangun Warkat adalah sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 3.a sampai dengan Lampiran
3.e, Lampiran 3.f.1) sampai dengan Lampiran
Lampiran 3.g.1) serta Lampiran 3.g.2).
3.f.4) dan
3. SARANA …
12
3.
SARANA PENUNJANG WARKAT
Sarana penunjang Warkat berupa stiker hanya dapat digunakan
dalam
penyelenggaraan Kliring
yang menggunakan sistem
Otomasi dan Elektronik. Stiker digunakan untuk mengoreksi
kesalahan encode MICR code line pada clear band Warkat,
dengan cara menutup informasi MICR code line yang salah
secara penuh dengan stiker kosong dan meng-encode kembali
informasi MICR code line yang benar di atasnya. Adapun
penggunaan stiker harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :
a.
ukuran stiker tidak melebihi ruang clear band dan dengan
ketebalan yang
memadai sehingga tidak mengganggu
pembacaan MICR code line hasil koreksi oleh mesin baca
pilah;
b.
B.
stiker tidak diperkenankan digunakan untuk mengoreksi
kesalahan encode pada Dokumen Kliring.
DOKUMEN KLIRING
Dokumen Kliring merupakan dokumen kontrol dan berfungsi sebagai
alat bantu dalam proses perhitungan Kliring.
1.
JENIS DOKUMEN KLIRING
Jenis Dokumen Kliring yang digunakan dalam kegiatan Kliring
adalah sebagai berikut:
a. Dalam Sistem Otomasi dan Elektronik adalah :
1) Bukti Penyerahan Warkat Debet - Kliring Penyerahan
(BPWD);
2) Bukti Penyerahan Warkat Kredit - Kliring
Penyerahan (BPWK);
3) Kartu …
13
3)
4)
Kartu Batch Warkat Debet (KBWD);
Kartu Batch Warkat Kredit (KBWK);
5) Bukti Penyerahan Rekaman Warkat - Kliring
Pengembalian (BPRWKP); dan
6) Lembar Substitusi.
b. Dalam Sistem Semi Otomasi adalah:
1) Bukti Rekaman Warkat Penyerahan - Kliring
Penyerahan (BRWPKP);
2) Daftar Warkat Kliring Penyerahan Menurut Bank
Penerima;
3) Daftar Warkat Kliring Penyerahan Menurut Bank
Pengirim;
4) Bukti Rekaman Warkat Tolakan Kliring
Pengembalian;
5) Daftar Warkat Kliring Pengembalian Menurut Bank
Penerima;
6) Daftar Warkat Kliring Pengembalian Menurut Bank
Pengirim; dan
7) Daftar Warkat Yang Ditolak Dengan Alasan Kosong.
c.
2.
Dalam Sistem Manual adalah Daftar Warkat Kliring
Penyerahan/Pengembalian.
SPESIFIKASI TEKNIS DOKUMEN KLIRING
Spesifikasi teknis Dokumen Kliring yang akan digunakan dalam
penyelenggaraan Kliring secara Manual, Semi Otomasi, Otomasi
dan Elektronik diatur sebagai berikut:
a. Dokumen …
14
a. Dokumen Kliring Sistem Otomasi dan Elektronik
1) Spesifikasi teknis yang
BPWK, KBWD dan KBWK
a)
Kertas
Kertas yang digunakan harus memenuhi kualitas
CBS-1, yang
sekurang-kurangnya memenuhi
standar sebagai berikut:
(1) berat kertas (gramatur) : 95 +/- 5 %
g/M2;
(2) ketebalan : 105 sampai dengan 135
micron; dan
(3) memuat tanda air (watermark) berupa
logo PPWDK;
b) Ukuran
Ukuran BPWD, BPWK, KBWD dan KBWK
yang
digunakan harus merupakan ukuran
seragam, yaitu panjang 7 (tujuh) inci dan lebar
2¾ (dua tiga per empat) inci;
c) Rancang Bangun
Untuk lebih memudahkan dalam pengenalan dan
pemeriksaan sandi atau informasi di dalam
BPWD, BPWK, KBWD dan KBWK, rancang
bangun BPWD, BPWK, KBWD dan KBWK
diatur sebagai berikut:
(1) nama …
harus ada pada BPWD,
15
(1) nama dan logo Bank
nama dan logo Bank harus dicetak lebih
jelas dan atau lebih besar daripada
cetakan lainnya pada BPWD, BPWK,
KBWD dan KBWK dimaksud dan
ditempatkan pada bagian kiri atas BPWD,
BPWK, KBWD dan KBWK.
Pencantuman logo dimaksud tidak
berlaku dalam hal Peserta tidak memiliki
logo;
(2) penulisan BPWD, BPWK, KBWD dan
KBWK
BPWD, BPWK, KBWD dan KBWK
harus ditulis dalam bahasa Indonesia.
Tulisan BPWD, BPWK, KBWD dan
KBWK tersebut harus dicetak lebih jelas
dan atau lebih besar daripada tulisan pada
redaksi Dokumen Kliring dan
ditempatkan pada bagian atas BPWD,
BPWK, KBWD dan KBWK;
(3) penggunaan bahasa Indonesia pada
redaksi BPWD, BPWK, KBWD dan
KBWK
redaksi BPWD, BPWK, KBWD dan
KBWK harus ditulis dalam bahasa
Indonesia;
(4) nomor …
16
(4) nomor seri
nomor seri
yang
digunakan sebagai
sarana kontrol penggunaan BPWD,
BPWK, KBWD, dan KBWK harus
dicantumkan pada bagian kanan atas
BPWD, BPWK, KBWD dan KBWK
dimaksud;
(5)
nilai nominal
ruangan untuk menuliskan nilai nominal
harus cukup luas yang ditempatkan di
bagian kanan BPWD dan BPWK, di atas
ruangan untuk
tanda tangan dan
pencantuman nama jelas petugas yang
menyerahkan, sehingga nilai nominal
pada BPWD dan BPWK dimaksud dapat
terlihat atau terbaca dengan jelas;
(6) tempat dan tanggal penerbitan
kolom penulisan
tempat dan tanggal
penerbitan BPWD dan BPWK harus
disediakan pada BPWD dan BPWK;
(7)
ruangan tanda tangan
ruangan untuk
tanda tangan dan
pencantuman nama jelas petugas yang
menyerahkan harus disediakan dengan
cukup luas serta ditempatkan pada bagian
sebelah …
17
(8)
sebelah kanan bawah BPWD dan BPWK
di atas garis batas clear band;
tinta
untuk mencetak MICR code line pada
bagian clear band BPWD, BPWK,
KBWD, dan KBWK, harus menggunakan
tinta MICR yang memenuhi standar ISO
1004:1995;
(9)
clear band
clear band adalah ruang kosong
dengan
ukuran seragam yang harus terdapat pada
bagian bawah BPWD, BPWK, KBWD,
dan KBWK dengan panjang sesuai
ukuran panjang BPWD, BPWK, KBWD
dan KBWK sebagaimana dimaksud dalam
butir 1).b) dan lebar 5/8 (lima per
delapan) inci diukur dari sisi bagian
paling bawah BPWD, BPWK, KBWD,
dan KBWK. Ruangan clear band tersebut
disediakan khusus untuk pencetakan
angka dan simbol MICR code line untuk
diproses dalam penyelenggaraan Kliring
dengan menggunakan
atau Elektronik;
sistem Otomasi
(10) garis …
18
(10) garis batas clear band
pada clear band BPWD, BPWK, KBWD
dan KBWK sebagaimana dimaksud dalam
angka (9), harus terdapat batas clear
band dengan bagian lain dari BPWD,
BPWK, KBWD dan KBWK dimaksud
yang dapat berupa garis, huruf mikro
(micro text) atau perbedaan warna yang
membentuk garis pada posisi 5/8 (lima
perdelapan) inci dari bagian paling bawah
BPWD, BPWK, KBWD, dan KBWK;
(11) pembedaan warna
untuk membedakan BPWD, BPWK,
KBWD, dan KBWK dalam pengolahan di
Penyelenggara, maka pada bagian paling
atas:
(a) BPWD dan KBWD harus diberi
warna hijau; dan
(b) BPWK dan KBWK harus diberi
warna merah,
dengan ukuran panjang 7 (tujuh) inci dan
lebar 1 (satu) centimeter.
2) Spesifikasi teknis yang
dapat ditambahkan pada
BPWD, BPWK, KBWD dan KBWK (bersifat
fakultatif)
a) nama …
19
a) nama PPWDK
nama PPWDK dapat dicantumkan secara
vertikal pada sisi sebelah kiri atau kanan BPWD,
BPWK, KBWD, dan KBWK, atau secara
horisontal di bagian bawah
BPWD, BPWK,
KBWD dan KBWK di atas garis batas clear
band;
b)
disain sekuriti pada latar belakang
untuk meningkatkan keamanan BPWD, BPWK,
KBWD dan KBWK dari kemungkinan upaya
pemalsuan, disain sekuriti latar belakang
BPWD, BPWK, KBWD dan KBWK dapat
menggunakan satu atau lebih fitur disain sekuriti
seperti guillosche, roschette, numismatic (line
relief) atau raster sekuriti lain seperti raster anti
fotokopi, micro text (huruf mikro), dan atau
hidden image;
c)
tinta
(1) tinta sekuriti
untuk mencetak
latar
belakang BPWD, BPWK, KBWD dan
KBWK
untuk meningkatkan keamanan terhadap
kemungkinan adanya upaya pemalsuan,
pencetakan
latar belakang
BPWD,
BPWK, KBWD dan KBWK dapat
menggunakan satu atau lebih tinta
sekuriti …
20
sekuriti. Penggunaan tinta sekuriti
merupakan tinta tak tampak (invisible ink)
yang
akan berpendar apabila disinari
dengan cahaya ultra violet, dan atau tinta
tampak (visible ink) yang ditempatkan
pada latar belakang BPWD, BPWK,
KBWD dan KBWK. Lokasi cetakan tinta
tak tampak (invisible ink) ditempatkan di
bagian Dokumen Kliring yang menurut
Peserta paling tepat, kecuali pada bagian
clear band;
(2)
tinta penetrasi untuk nomor seri BPWD,
BPWK, KBWD, dan KBWK
untuk meningkatkan keamanan terhadap
upaya menipulasi terhadap nomor seri
(nomorator) BPWD, BPWK, KBWD, dan
KBWK, maka pencetakan nomor seri
(nomorator) BPWD, BPWK, KBWD, dan
KBWK
dapat menggunakan tinta
penetrasi merah ber-fluorescent hijau atau
kuning.
3) Lembar Substitusi
Lembar Substitusi harus menggunakan kertas HVS
minimal 60 g/M2 warna putih, tanpa mencantumkan
logo dan nama Bank, dengan ukuran panjang 7 (tujuh)
inci dan lebar 2 ¾ (dua tiga per empat) inci.
4) BPRWKP …
21
4) BPRWKP
BPRWKP merupakan cetakan (print out) hasil
pengolahan rekaman Warkat melalui aplikasi sistem
Semi
Otomasi yang
penyelenggaraan Kliring Pengembalian pada sistem
Otomasi dan Elektronik. BPRWKP tersebut harus
dicetak
pada kertas continuous form yang
menggunakan printer dot matrix dengan minimal
kualitas cetak sebesar 300 cps dibuat rangkap 2 (dua),
dengan lembar kedua menggunakan carbonized
paper.
b. Dokumen Kliring sistem Semi Otomasi
Dokumen Kliring yang digunakan pada penyelenggaraan
Kliring dengan menggunakan sistem Semi Otomasi harus
merupakan cetakan (print out) hasil pengolahan rekaman
Warkat melalui aplikasi sistem Semi Otomasi. Dokumen
Kliring tersebut harus dicetak pada kertas continuous form
yang menggunakan printer dot matrix dengan minimal
kualitas cetak sebesar 300 cps.
c. Dokumen Kliring sistem Manual
Dokumen Kliring berupa Daftar Warkat Kliring Penyerahan/
Pengembalian yang
digunakan pada penyelenggaraan
Kliring
dengan menggunakan sistem Manual harus
memenuhi spesifikasi teknis sebagai berikut:
digunakan untuk
1) Kertas …
22
1)
Kertas
Kertas yang digunakan untuk lembar pertama adalah
jenis kertas HVS minimal 60 g/M2
sedangkan untuk
warna putih,
lembar kedua dan ketiga
menggunakan carbonized paper.
2) Ukuran
Ukuran Dokumen Kliring yang digunakan yaitu
panjang 27 (dua puluh tujuh) centimeter dan lebar
8 ½ (delapan setengah) centimeter.
3) Rancang Bangun
Rancang bangun Dokumen Kliring memuat hal-hal
sebagai berikut:
a) nama Bank
pada bagian atas Dokumen Kliring dicantumkan
nama Bank penerbit yang dicetak lebih jelas
dibandingkan cetakan lainnya dan
pada sudut kiri atas;
b) keterangan Daftar Warkat Kliring Penyerahan/
Pengembalian
pada bagian tengah atas Dokumen Kliring
tercantum keterangan Daftar Warkat Kliring
Penyerahan/ Pengembalian;
ditempatkan
c) keterangan …
23
c) keterangan debet/kredit
keterangan Debet/Kredit dicantumkan di bawah
keterangan Daftar Warkat Kliring Penyerahan/
Pengembalian;
d) nilai nominal
ruangan nilai nominal pada Dokumen Kliring
dibuat cukup luas sehingga nilai nominal dapat
terlihat secara jelas;
e)
tanda tangan dan nama jelas
ruangan untuk tanda tangan dan pencantuman
nama jelas petugas yang menyerahkan dan yang
menerima dibuat cukup luas dan ditempatkan di
bagian bawah dan bersebelahan;
d.
./.
Contoh rancang bangun Dokumen Kliring pada huruf a dan
huruf c adalah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 4.a
sampai dengan Lampiran 4.g.
II. PENCETAKAN DAN PERSETUJUAN PENCETAKAN WARKAT DAN
DOKUMEN KLIRING, SERTA
WARKAT DAN DOKUMEN KLIRING KE BANK INDONESIA
A.
PENCETAKAN WARKAT DAN DOKUMEN KLIRING
1.
Pencetakan Warkat yang digunakan untuk seluruh sistem kliring,
yaitu Manual, Semi Otomasi, Otomasi dan Elektronik wajib
dilakukan oleh perusahaan percetakan dokumen sekuriti (PPDS)
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia sebagai PPWDK.
2. Pencetakan …
PELAPORAN PENCETAKAN
24
2.
Pencetakan Dokumen Kliring (BPWD, BPWK, KBWD, dan
KBWK) untuk sistem Otomasi dan Elektronik wajib dilakukan
oleh PPWDK sebagaimana dimaksud dalam angka 1.
B.
PERSETUJUAN PENCETAKAN WARKAT DAN ATAU
DOKUMEN KLIRING OLEH BANK INDONESIA
1.
Peserta wajib memperoleh persetujuan secara tertulis terlebih
dahulu dari Bank Indonesia apabila akan melakukan pencetakan
Warkat dan atau Dokumen Kliring (BPWD, BPWK, KBWD dan
KBWK) untuk digunakan dalam penyelenggaraan Kliring, yang
merupakan pencetakan:
a. untuk pertama kalinya;
b.
untuk perubahan atas disain dan atau rancang bangun
Warkat dan Dokumen Kliring (BPWD, BPWK, KBWD
dan KBWK) yang sebelumnya telah disetujui pencetakan
dan penggunaannya oleh Bank Indonesia, antara lain yang
meliputi perubahan sebagai berikut:
1) nama Peserta;
2)
3)
logo Peserta;
redaksi, termasuk
tetapi tidak
terbatas pada
penambahan tulisan sebagaimana dimaksud dalam
butir I.A.2.a.3).i);
4)
disain gambar latar belakang;
5) komposisi warna; dan atau
6)
disain sekuriti latar belakang.
c. pemesanan baru pada PPWDK yang berbeda.
2. Pengajuan …
25
2.
Pengajuan permohonan persetujuan secara tertulis sebagaimana
dimaksud dalam angka 1, dilakukan oleh:
a. Kantor Pusat Bank Konvensional;
b. Kantor Pusat Bank Syariah;
c. Kantor Cabang dari suatu Bank yang berkedudukan di luar
negeri;
d. Kantor Cabang Peserta yang berkedudukan di Jakarta
berdasarkan surat kuasa dari Kantor Pusat Peserta yang
berkedudukan di luar Jakarta;
e. UUS
f. UUS
atau Kantor Pusat Bank
membawahi UUS tersebut;
atau Kantor Cabang
dari suatu bank
yang
berkedudukan di luar negeri yang membawahi UUS
tersebut.
3.
Untuk mencegah adanya duplikasi pengajuan spesimen Warkat
dan Dokumen Kliring (BPWD, BPWK, KBWD dan KBWK),
maka Kantor Pusat Peserta yang berkedudukan di luar Jakarta
yang telah memberikan surat kuasa kepada Kantor Cabang
Peserta yang berkedudukan di Jakarta sebagaimana dimaksud
dalam butir 2.d, tidak dapat lagi mengajukan permohonan
pencetakan Warkat dan atau Dokumen Kliring (BPWD, BPWK,
KBWD dan KBWK) kepada Bank Indonesia yang mewilayahi
kecuali telah terdapat pencabutan surat kuasa tersebut secara
tertulis.
4.
Spesimen Warkat Cek dan atau Bilyet Giro Peserta yang
sebelumnya telah disetujui pencetakan dan penggunaannya oleh
Bank …
Konvensional yang
26
Bank Indonesia dan hanya mengalami perubahan atas rancang
bangun Warkat berupa penambahan informasi personalisasi
nasabah sebagaimana dimaksud dalam butir I.A.2.b.2), maka
atas penambahan informasi dimaksud, Peserta yang
bersangkutan dapat langsung melakukan pemesanan dan
pencetakan Warkat Cek dan atau Bilyet Giro dimaksud pada
PPWDK sesuai dengan kebutuhannya, tanpa perlu memperoleh
persetujuan secara tertulis terlebih dahulu dari Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam angka 1.
C.
PERSYARATAN DAN TATA CARA BAGI PESERTA UNTUK
MEMPEROLEH PERSETUJUAN PENCETAKAN WARKAT DAN
ATAU DOKUMEN KLIRING
Untuk memperoleh persetujuan atas pencetakan Warkat dan atau
Dokumen Kliring (BPWD, BPWK, KBWD dan KBWK) sebagaimana
dimaksud dalam butir B.1, Peserta harus melakukan hal-hal sebagai
berikut:
1.
./.
Menyampaikan surat permohonan persetujuan pencetakan
Warkat dan atau Dokumen Kliring kepada Bank Indonesia yang
mewilayahi sesuai contoh dalam Lampiran 5.a, yang sekurang-
kurangnya memuat informasi sebagai berikut:
a.
jenis Warkat dan atau Dokumen Kliring yang akan dicetak
pada PPWDK. Dalam hal jenis Warkat yang akan dicetak
tersebut merupakan cek yang penggunaannya dalam Kliring
belum disetujui oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam butir I.A.1.a, maka permohonan persetujuan atas
penggunaan cek dimaksud harus dinyatakan secara jelas
dalam surat permohonan;
b. nama …
27
b.
c.
nama PPWDK yang akan mencetak Warkat dan atau
Dokumen Kliring; dan
alamat khusus Peserta untuk penyampaian surat balasan dari
Bank Indonesia yang mewilayahi mengenai persetujuan atau
penolakan atas permohonan persetujuan pencetakan Warkat
dan atau Dokumen Kliring Peserta, dalam hal alamat khusus
Peserta dimaksud berbeda dengan alamat surat-menyurat
Peserta yang tercantum dalam header
permohonan Peserta.
atau footer
2.
surat
Menyampaikan dokumen-dokumen tertentu sebagai lampiran
surat permohonan persetujuan pencetakan Warkat dan atau
Dokumen Kliring sebagaimana dimaksud dalam angka 1, yang
terdiri atas :
a.
spesimen Warkat dan atau Dokumen Kliring sebanyak 135
(seratus tiga puluh lima) lembar untuk masing-masing jenis
Warkat dan Dokumen Kliring yang akan dicetak, dengan
ketentuan sebagai berikut:
1)
seluruh spesimen Warkat dan atau Dokumen Kliring
harus memenuhi ketentuan spesifikasi teknis Warkat
dan Dokumen Kliring sebagaimana dimaksud dalam
butir I.A.2 dan butir I.B.2;
2)
seluruh spesimen Warkat dan atau Dokumen Kliring
harus dibubuhi tambahan tulisan “spesimen”,
”specimen”, ”speciment”, ”cetak coba” atau tulisan
lain yang sejenis, dengan ukuran tulisan yang relatif
besar dan menggunakan warna yang tegas/terang.
Tulisan tersebut ditulis pada bagian depan Warkat dan
atau …
28
atau Dokumen Kliring, sehingga mudah dibedakan
dengan Warkat dan atau Dokumen Kliring yang
bukan merupakan spesimen Warkat dan Dokumen
Kliring;
3) seluruh lembar spesimen Warkat harus telah
dipisahkan dari lembar pertinggal sebagaimana
dimaksud dalam butir I.A.2.a.8);
4) khusus untuk spesimen Warkat berupa Cek dan Bilyet
Giro, spesimen Warkat dimaksud harus memenuhi
ketentuan yang mengatur mengenai Cek dan Bilyet
Giro sebagaimana dimaksud dalam butir I.A.1.a dan
butir I.A.1.b, khususnya terkait dengan pemenuhan
persyaratan formal atas Cek dan Bilyet Giro serta
ketentuan mengenai tata cara penulisan Warkat dan
Dokumen Kliring
angka III;
sebagaimana dimaksud dalam
5)
apabila spesimen Warkat dan Dokumen Kliring akan
digunakan oleh Peserta dalam sistem Kliring Otomasi
dan atau Elektronik maka :
a. khusus pada bagian depan dari 5 (lima) lembar
spesimen Warkat sebagaimana dimaksud dalam
angka 1), dapat ditambahkan informasi dummy
dalam bentuk tulisan yang antara lain mencakup
nama penerima, jumlah nominal dalam angka
dan huruf, tempat dan tanggal penerbitan/
penarikan, tanda tangan serta nama jelas
penandatangan …
29
penandatangan untuk dilakukan uji reproduksi
spesimen Warkat dalam bentuk image.
b. pada clear band spesimen Warkat dan atau
Dokumen Kliring sebagaimana dimaksud dalam
angka 1) harus dibubuhi informasi MICR code line
guna diuji dengan mesin baca pilah
Penyelenggara.
c. pencantuman informasi MICR code line
sebagaimana dimaksud dalam huruf b) harus
dilakukan sesuai dengan tata cara pencantuman
MICR code line sebagaimana diatur dalam
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai
Penyelenggaraan Kliring
secara
Otomasi dan Elektronik, dengan pedoman
tambahan sebagai berikut:
(1) Spesimen Warkat
(a) Kolom Nomor Seri, diisi dengan
data dummy yang
bukan angka
“000000” (6 (enam) digit);
(b) Kolom Sandi Peserta untuk semua
jenis Warkat, diisi dengan sandi
khusus pengujian Warkat dan
Dokumen Kliring yaitu 888 9993
(7 (tujuh) digit);
(c) Kolom
Nomor Rekening, diisi
dengan data dummy yang bukan
angka …
30
angka “0000000000” (10 (sepuluh)
digit);
(d) Kolom Sandi Transaksi, diisi dengan
sandi transaksi yang sesuai dengan
jenis Warkat, yaitu:
i.
00 sampai dengan 09 untuk
Cek (2 (dua) digit);
ii. 10 sampai dengan 19 untuk
Bilyet Giro (2 (dua) digit);
iii. 20 sampai dengan 29 untuk
WBUT (2 (dua) digit);
iv. 30 sampai dengan 39 untuk
SBPT (2 (dua) digit);
v.
sampai dengan 49 untuk
Nota Debet (2 (dua) digit);
40
vi. 50 sampai dengan 59 untuk
Nota Kredit (2 (dua) digit).
(e) Kolom Nilai Nominal, diisi dengan
data dummy yang
bukan angka
“00000000000000” (14 (empat
belas) digit). Khusus untuk nilai
nominal Warkat Nota Debet diisi
data dummy dengan nilai nominal
paling
(sepuluh juta rupiah). Sedangkan
untuk nilai nominal Warkat Nota
Kredit diisi dengan data dummy
yang …
banyak Rp 10.000.000,00
31
yang
bukan angka
“00000000000000” (14 (empat
belas) digit) dengan nilai nominal
paling banyak disesuaikan dengan
ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai
nominal Warkat Kliring.
batasan
nilai
(2) Spesimen Dokumen Kliring
(a) Kolom Nomor Seri, diisi dengan
sandi khusus pengujian Warkat dan
Dokumen Kliring yaitu 888 9993
(7 (tujuh) digit), dengan tata cara
pengisian yang berbeda dengan tata
cara pengisian Nomor Seri pada
spesimen Warkat, yaitu 3 (tiga) digit
pertama diisi dengan angka “000”
dan 3 (tiga) digit terakhir diisi
dengan angka “888”. Dengan
demikian, kolom Nomor Seri pada
Dokumen Kliring
dimaksud diisi
dengan data “000888”;
(b) Kolom Sandi Peserta, diisi dengan
tata cara yang berbeda dengan tata
cara pengisian Sandi Peserta pada
spesimen Warkat, yaitu 3 (tiga)
digit pertama diisi dengan angka
“999” dan 4 (empat) digit terakhir
diisi …
32
diisi dengan angka “9999”. Dengan
demikian, kolom Sandi Peserta pada
spesimen
dimaksud diisi dengan data “999
9999”;
(c) Kolom Nomor Rekening, tidak
perlu dilakukan pengisian (dibiarkan
kosong);
(d) Kolom Sandi Transaksi, diisi dengan
angka “60” (2 (dua) digit) untuk
BPWD, angka “61” (2 (dua) digit)
untuk BPWK, dan angka “96” (2
(dua) digit) untuk KBWD/KBWK;
(e) Kolom Nilai Nominal Warkat, diisi
dengan data dummy yang bukan
angka “00000000000000”
(empat belas) digit).
(14
./.
b. Surat pernyataan dari PPWDK sesuai contoh dalam
Lampiran 5.b, yang menerangkan informasi sebagai berikut:
1) bahwa kertas CBS-1 yang digunakan untuk mencetak
Warkat dan Dokumen Kliring, merupakan kertas
CBS-1 yang telah diuji di Balai Besar Pulp dan
Kertas-Bandung (BBP&K) serta telah disetujui oleh
Bank Indonesia; dan atau
Dokumen Kliring
2) penjelasan …
33
2) penjelasan atas spesifikasi fitur disain sekuriti pada
latar belakang yang digunakan dalam Warkat dan atau
Dokumen Kliring, serta lokasi penempatan
disain sekuriti tersebut (bila ada).
c.
fitur
Surat pemberian kuasa dari pimpinan Kantor Pusat Peserta
yang berkedudukan di luar Jakarta kepada Kantor Cabang
Peserta yang berkedudukan di Jakarta, dalam hal surat
permohonan persetujuan diajukan oleh Kantor Cabang
Peserta yang berkedudukan di Jakarta sebagaimana dimaksud
dalam butir B.2.d.
3.
Spesimen Warkat dan atau Dokumen Kliring sebagaimana
dimaksud dalam butir 2.a.1) yang telah diisi sandi MICR
sebagaimana dimaksud dalam butir 2.a.5).c), harus memenuhi
syarat pengujian dengan mesin baca pilah, sebagai berikut:
a.
tingkat penolakan Warkat dan atau Dokumen Kliring
(KBWD dan atau KBWK) paling tinggi sampai dengan 2%
(dua perseratus); dan
b.
reproduksi spesimen Warkat sebagaimana dimaksud dalam
butir 2.a.5).a) yang telah diambil rekaman gambarnya
menunjukkan hasil yang baik yaitu tulisan pada reproduksi
Warkat dapat terlihat cukup jelas.
D.
PERSETUJUAN PENGGUNAAN DAN PENCETAKAN WARKAT
DAN DOKUMEN KLIRING OLEH BANK INDONESIA
Hasil penelitian dan pengujian terhadap kelengkapan surat
permohonan serta spesimen Warkat dan Dokumen Kliring (BPWD,
BPWK, KBWD dan KBWK) sebagaimana dimaksud dalam butir C.1,
butir …
34
butir C.2 dan butir C.3, diberitahukan kepada Peserta yang
mengajukan permohonan (Peserta pemohon) sebagaimana dimaksud
dalam butir B.2, dengan ketentuan sebagai berikut:
1.
Pemberitahuan mengenai hasil penelitian dan pengujian
disampaikan dengan menggunakan surat tertulis paling lambat
21 (dua puluh satu) hari kerja sejak
surat permohonan
persetujuan pencetakan Warkat dan Dokumen Kliring beserta
lampirannya sebagaimana dimaksud dalam butir C.1 dan butir
C.2 diterima secara lengkap dan benar oleh Bank Indonesia yang
mewilayahi;
2.
Surat tertulis sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dapat
berupa:
a.
Surat penolakan, dalam hal surat permohonan persetujuan
pencetakan
Warkat dan atau Dokumen Kliring
serta
lampirannya sebagaimana dimaksud dalam butir C.1 dan
butir C.2 yang diteliti dan diuji tersebut, tidak memenuhi
salah satu atau lebih ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
butir C.1, butir C.2 dan butir C.3. Berkenaan dengan hal ini,
selanjutnya Bank Indonesia yang mewilayahi menyampaikan
surat penolakan dan mengembalikan seluruh spesimen
Warkat dan atau Dokumen Kliring dimaksud kepada Peserta
pemohon untuk diperbaiki/diperbaharui. Peserta pemohon
kemudian dapat menyampaikan kembali surat permohonan
kepada Bank Indonesia yang mewilayahi dengan
melampirkan spesimen Warkat dan atau Dokumen Kliring
yang telah diperbaiki/diperbaharui;
b. Surat …
35
b. Surat persetujuan, dalam hal surat permohonan persetujuan
pencetakan Warkat dan atau Dokumen Kliring serta
lampirannya sebagaimana dimaksud dalam butir C.1 dan
butir C.2 yang diteliti dan diuji tersebut telah memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir C.1, butir C.2
dan butir C.3. Berkenaan dengan hal ini, selanjutnya Bank
Indonesia
yang
mewilayahi menyampaikan surat
persetujuan kepada Peserta pemohon yang bersangkutan
untuk dapat melakukan pencetakan Warkat dan atau
Dokumen Kliring sesuai kebutuhan untuk dipergunakan
dalam kegiatan Kliring, dengan dilampiri sebanyak 3 (tiga)
lembar dari masing-masing spesimen Warkat dan atau
Dokumen Kliring sebagaimana dimaksud dalam butir C.2.a
yang telah diuji dengan hasil baik. Adapun sebanyak 132
(seratus tiga puluh dua) lembar sisa masing-masing
spesimen Warkat dan atau Dokumen Kliring digunakan oleh
Bank Indonesia yang mewilayahi sebagai arsip dan
didistribusikan ke seluruh kantor Bank Indonesia (termasuk
Kantor Pusat Bank Indonesia) dan Penyelenggara di daerah
yang tidak terdapat kantor Bank Indonesia lainnya untuk
digunakan sebagai arsip.
3.
Dalam penyelenggaraan Kliring, Peserta wajib menggunakan
Warkat dan atau Dokumen Kliring yang dicetak pada PPWDK
berdasarkan surat persetujuan dari Bank Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam butir 2.b.
E. PELAPORAN …
36
E.
PELAPORAN PENCETAKAN WARKAT DAN DOKUMEN
KLIRING.
1.
Kantor Pusat Peserta dan Kantor Cabang Peserta dari suatu Bank
yang berkedudukan di luar negeri, setiap periode 1 (satu) tahun
wajib menyampaikan laporan tahunan tertulis dengan
menggunakan surat tertulis kepada Kantor Pusat Bank Indonesia
mengenai Warkat dan atau Dokumen Kliring (BPWD, BPWK,
KBWD dan KBWK) yang telah dicetak oleh PPWDK (ditandai
dengan adanya delivery order dari PPWDK) pada periode
1 (satu) tahun sebelumnya, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. laporan tahunan wajib memuat :
1) nama Bank;
2)
3)
periode laporan;
tanggal pemesanan;
4) nama PPWDK;
5)
tanggal pengiriman; dan
./.
b.
6) jenis dan jumlah lembar Warkat dan atau Dokumen
Kliring yang telah dicetak oleh PPWDK selama
periode 1 (satu) tahun sebelumnya, dengan contoh
format sesuai dengan Lampiran 6;
dalam hal pada kurun waktu 1 (satu) tahun sebagaimana
dimaksud dalam angka 1, Kantor Pusat Peserta atau Kantor
Cabang Peserta dari suatu Bank yang berkedudukan di luar
negeri tidak melakukan pencetakan Warkat dan atau
Dokumen Kliring maka Kantor Pusat Peserta atau dan
Kantor Cabang Peserta dari suatu Bank yang berkedudukan
di luar negeri yang
bersangkutan tetap diwajibkan
menyampaikan …
37
menyampaikan laporan pencetakan
./.
Warkat dan atau
Dokumen Kliring dengan keterangan ‘Nihil’ pada laporan
tahunan sesuai dengan format Lampiran 7;
c. penyampaian laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam
angka 1 dilakukan paling lambat pada tanggal 25 Januari
tahun berikutnya. Dalam hal
tanggal 25 tersebut di atas
adalah hari libur maka batas waktu pelaporan tersebut
dihitung pada tanggal hari kerja berikutnya;
d. penyampaian laporan tersebut ditujukan kepada :
Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem
Pembayaran, Bagian Pengawasan Sistem Pembayaran,
dengan alamat :
Bank Indonesia
Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran
Bagian Pengawasan Sistem Pembayaran
Gedung D, Lantai 9
Jl. MH. Thamrin No. 2
Jakarta 10110;
2.
Dalam hal Kantor Pusat Peserta sebagaimana dimaksud dalam
angka 1 berada di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank
Indonesia, maka Kantor Pusat Peserta tersebut wajib
menyampaikan tembusan surat dan laporan tertulis sebagaimana
dimaksud dalam angka 1 kepada kantor Bank Indonesia yang
mewilayahi.
F. BANK …
38
F.
BANK INDONESIA YANG MEWILAYAHI
Bank Indonesia yang mewilayahi sebagaimana dimaksud dalam butir
B.3, huruf C, huruf D dan huruf E adalah :
1.
Bank
Indonesia c.q.
Pembayaran - Bagian Pengawasan Sistem Pembayaran (Bagian
PwSP), untuk Peserta yang:
a.
Kantor Pusatnya berkedudukan di wilayah DKI
Jakarta
Raya, Serang, Pandeglang, Lebak, Tangerang, Bogor,
Karawang dan Bekasi; atau
b. Kantor Pusatnya berkedudukan di luar wilayah Kantor Pusat
Bank Indonesia, namun telah memberikan surat kuasa kepada
Kantor cabangnya yang
berkedudukan di Jakarta
sebagaimana dimaksud dalam butir B.2.d;
dengan alamat surat sebagaimana dimaksud dalam butir E.1.d.
2.
Kantor Bank Indonesia setempat, untuk Peserta yang Kantor
Pusatnya berkedudukan di luar wilayah Kantor Pusat Bank
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a.
G.
KETENTUAN KHUSUS MENGENAI PERUBAHAN NAMA
PESERTA
Berkenaan dengan permohonan pencetakan Warkat dan Dokumen
Kliring (BPWD, BPWK, KBWD dan KBWK) yang disebabkan oleh
adanya perubahan nama Peserta sebagaimana dimaksud dalam butir
B.1.b.1), berlaku ketentuan sebagai berikut :
1.
Bagi Peserta yang berubah nama baik karena merger, konsolidasi
atau karena sebab lainnya, Peserta yang bersangkutan harus
memberitahukan …
Direktorat Akunting dan Sistem
39
memberitahukan perubahan nama tersebut dengan menggunakan
surat tertulis kepada Kantor Pusat Bank Indonesia c.q. Direktorat
Akunting dan Sistem Pembayaran - Bagian Pengawasan Sistem
Pembayaran dengan alamat surat sebagaimana dimaksud dalam
butir E.1.d paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender terhitung
sejak tanggal perubahan nama Peserta dimaksud disetujui oleh
Bank Indonesia. Surat pemberitahuan perubahan nama tersebut
memuat informasi sebagai berikut:
a. jumlah Warkat dan Dokumen Kliring lama yang masih
tersedia pada Peserta;
b. perkiraan lamanya waktu untuk menghabiskan persediaan
Warkat dan Dokumen Kliring lama sebagaimana dimaksud
dalam huruf a; dan
c. rencana waktu pencetakan Warkat dan Dokumen Kliring
dengan nama Peserta yang baru.
2.
Peserta yang berubah nama sebagaimana dimaksud dalam
angka 1 harus mengajukan permohonan persetujuan pencetakan
Warkat dan Dokumen Kliring dengan nama Peserta yang baru
paling lambat sebelum Warkat dan Dokumen Kliring lama
diperkirakan habis, dengan persyaratan dan tata cara pengajuan
permohonan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam huruf C.
3.
Dalam hal Peserta sebagaimana dimaksud dalam angka 1 tidak
melakukan pencetakan seluruh Warkat dan atau Dokumen
Kliring dengan nama Peserta yang baru secara sekaligus pada
saat yang
sama, pengajuan surat permohonan persetujuan
pencetakan Warkat dan Dokumen Kliring dimaksud dapat
dilakukan lebih dari 1 (satu) kali sesuai dengan jenis Warkat dan
atau …
40
atau Dokumen Kliring
yang
dicetaknya, dengan tetap
memperhatikan ketersediaan Warkat dan Dokumen Kliring
sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a).
4.
Warkat dan atau Dokumen Kliring dengan nama Peserta yang
lama masih dapat dipergunakan dalam Kliring sampai persediaan
Warkat dan atau Dokumen Kliring lama tersebut habis, dengan
ketentuan sebagai berikut :
a. untuk Warkat dan Dokumen Kliring Peserta lama yang
masih terdapat pada tata usaha Peserta, maka Peserta yang
bersangkutan harus melakukan hal-hal sebagai berikut:
1) memperhatikan aspek risiko keamanan dan risiko
reputasi (corporate image) serta aspek kepercayaan
nasabah, terkait dengan rencana penggunaan Warkat
dan atau Dokumen Kliring lama dimaksud;
2) mencoret nama Peserta yang lama dan menambahkan
tulisan nama Peserta yang baru dengan menggunakan
ketikan, stempel atau dengan cara-cara sejenis
lainnya;
3) khusus untuk perubahan nama Peserta yang diikuti
dengan perubahan sandi Peserta, maka:
a.
Peserta
lama
yang kolom
dalam penyelenggaraan Kliring dengan sistem
Otomasi dan Elektronik, dalam hal terdapat
Warkat
sandi
Pesertanya telah terlanjur di-encode dengan
menggunakan sandi MICR code line Peserta
yang lama, maka sandi Peserta lama dalam
bentuk…
41
bentuk MICR code line dimaksud harus
disesuaikan menjadi
sandi MICR code line
Peserta yang baru dengan menggunakan stiker
sebagaimana dimaksud dalam butir I.A.3 paling
lama dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak
tanggal efektif perubahan nama Peserta
dikeluarkan Penyelenggara untuk Kantor Pusat
Peserta atau atau Kantor Cabang dari suatu
Bank yang kantor pusatnya berkedudukan di
luar negeri tersebut; dan
b.
dalam penyelenggaraan Kliring dengan sistem
Manual dan Semi Otomasi, penyesuaian sandi
Peserta baik
pada Penyelenggara maupun
seluruh Peserta Kliring dilakukan pada tanggal
yang sama dengan tanggal efektif perubahan
nama Peserta sebagai Peserta Kliring.
b. Untuk Warkat berupa Cek, Bilyet Giro, WBUT dan SBPT
dengan nama Peserta lama yang telah beredar di masyarakat
dan perubahan nama Peserta tersebut diikuti pula dengan
perubahan sandi Peserta sebagaimana dimaksud dalam butir
a.3), maka Peserta penerima yang bermaksud melakukan
penagihan Cek, Bilyet Giro, WBUT dan SBPT dimaksud
dalam penyelenggaraan Kliring, harus menyesuaikan sandi
Peserta lama menjadi sandi Peserta baru dengan
menggunakan stiker sebagaimana dimaksud dalam
butir I.A.3.
III. TATA …
42
III. TATA CARA PENULISAN WARKAT DAN DOKUMEN KLIRING
Untuk memperlancar proses penyelenggaraan Kliring
baik
di
Penyelenggara maupun di Peserta dan menjamin pemenuhan ketentuan
hukum yang berlaku atas Warkat-Warkat yang dikliringkan khususnya
untuk Cek, Bilyet Giro dan WBUT, serta dalam rangka mengurangi risiko
pemalsuan Warkat dan Dokumen Kliring (BPWD, BPWK, KBWD dan
KBWK), maka dalam penulisan Warkat dan Dokumen Kliring tersebut
perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
A. WARKAT
1.
Warkat dinyatakan dalam mata uang rupiah;
2.
Pencantuman nilai nominal Warkat dalam mata uang rupiah
ditulis secara lengkap dengan angka dan huruf dalam bahasa
Indonesia atau bahasa Inggris.
3.
Penulisan
nilai nominal dalam angka dan huruf serta pengisian
redaksional Wakat dilakukan dengan menggunakan huruf latin,
kecuali untuk tanda tangan.
4.
Penulisan dan atau penandatanganan Cek dan Bilyet Giro
hendaknya menggunakan alat tulis atau sarana yang:
a. tidak menyebabkan kerusakan pada Warkat tersebut dan
atau menyebabkan tulisan dalam Cek dan Bilyet Giro sulit
terbaca dengan jelas; dan atau
b. tidak mudah diubah.
5.
Tambahan penulisan nilai nominal dengan peralatan apapun yang
dimaksudkan untuk memperjelas nilai nominal baik dalam angka
dan huruf misalnya dengan menggunakan peralatan tertentu
seperti cheque-writer (protectograph) dianggap
tidak ada,
karena …
43
karena hasilnya dapat menimbulkan bermacam-macam
penafsiran, misalnya perbedaan penafsiran dalam hal angka dan
huruf yang ditulis oleh penarik berbeda dengan cheque-writer
(protectograph).
6.
Penulisan Cek, Bilyet Giro, dan Warkat lainnya disarankan
untuk tidak diperjelas dengan menggunakan fluorescent pen
karena akan menimbulkan kesulitan untuk mendeteksi apabila
terjadi perubahan penulisan. Di samping itu, penggunaan alat
tersebut pada angka rupiah dapat menimbulkan cahaya sehingga
akan menyulitkan penelitian dalam hal terjadi perubahan nilai
nominal. Dalam hal masih terdapat Warkat yang menggunakan
fluorescent pen maka sebelum Peserta melakukan pembayaran
hendaknya terlebih dahulu menghubungi nasabah yang
bersangkutan untuk konfirmasi.
B.
DOKUMEN KLIRING
1.
Penulisan Dokumen Kliring pada penyelenggaraan Kliring
dengan menggunakan sistem Elektronik, Otomasi dan Manual
mengacu pada cara penulisan Warkat sebagaimana dimaksud
dalam huruf A, kecuali butir A.2 dan butir A.3 dimana dalam
Dokumen Kliring nilai nominal yang ditulis adalah hanya berupa
angka saja.
2.
Penulisan Dokumen Kliring pada penyelenggaraan Kliring
dengan menggunakan sistem Semi Otomasi merupakan cetakan
(print out) hasil pengolahan rekaman Warkat melalui aplikasi
sistem Semi Otomasi.
IV. PENETAPAN …
44
IV. PENETAPAN PERUSAHAAN PERCETAKAN WARKAT DAN
DOKUMEN KLIRING
Perusahaan percetakan dokumen sekuriti (PPDS) yang bermaksud untuk
menjadi PPWDK, harus dapat memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu
dari Bank Indonesia.
A.
PERSYARATAN
PPDS yang dapat memperoleh penetapan dari Bank Indonesia untuk
melakukan pencetakan Warkat dan Dokumen Kliring (BPWD,
BPWK, KBWD dan KBWK) harus memenuhi sekurang-kurangnya
persyaratan sebagai berikut:
1.
mempunyai izin operasional yang masih berlaku sebagai PPDS
yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang;
2.
3.
mempunyai rencana kerja (business plan) terkait dengan
pencetakan Warkat dan Dokumen Kliring;
mempunyai kertas CBS-1 dengan spesifikasi teknis kertas
sebagaimana dimaksud dalam butir I.A.2.a.1) dan butir
I.B.2.a.1).a);
4.
mempunyai laporan hasil uji atas kertas CBS-1 sebagaimana
dimaksud dalam angka 3, dari Balai Besar Pulp dan Kertas –
Bandung (BBP&K);
5.
mempunyai mesin disain sekuriti, mesin cetak sekuriti, mesin
cetak penomoran untuk mencetak MICR code line dan mesin
pembaca MICR yang dapat berfungsi dengan baik;
6.
mampu mencetak seluruh jenis Warkat sebagaimana dimaksud
dalam butir I.A.1 dan Dokumen Kliring sebagaimana dimaksud
dalam …
45
dalam butir
I.B.1.a.1) sampai dengan butir I.B.1.a.4) dengan
kertas CBS-1 sebagaimana dimaksud dalam angka 3 dan
menggunakan mesin-mesin sebagaimana dimaksud dalam
angka 5.
B.
TATA CARA PENETAPAN
1.
Untuk memperoleh penetapan dari Bank Indonesia agar dapat
mencetak Warkat dan Dokumen Kliring (BPWD, BPWK,
KBWD dan KBWK), PPDS
harus mengajukan surat
permohonan menjadi PPWDK secara tertulis kepada Kantor
Pusat Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem
Pembayaran, Jl. M.H. Thamrin No. 2 - Jakarta 10110, dengan
melampirkan dokumen-dokumen sebagai berikut:
a. fotokopi izin operasional sebagai PPDS yang masih berlaku
dari instansi yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam
butir A.1, yang telah mendapatkan pernyataan dari Notaris
bahwa fotokopi izin operasional tersebut sesuai dengan asli
dokumen yang diperlihatkan PPDS kepada Notaris;
b. fotokopi
anggaran dasar PPDS
perubahannya, yang
beserta perubahan-
telah mendapatkan pernyataan dari
Notaris bahwa fotokopi anggaran dasar PPDS tersebut sesuai
dengan asli dokumen yang
Notaris;
diperlihatkan PPDS kepada
c. rencana kerja (business plan) yang terkait dengan pencetakan
Warkat dan Dokumen Kliring;
d. daftar …
46
d. daftar mesin dan atau peralatan untuk mencetak Warkat dan
Dokumen Kliring sebagaimana dimaksud dalam butir A.5
dengan menyebutkan kapasitas mesin dimaksud;
e. fotokopi laporan hasil uji kertas CBS-1 milik PPDS
dari
BBP&K sebagaimana dimaksud dalam butir A.4, yang telah
mendapatkan pernyataan fotokopi sesuai dengan aslinya dari
BBP&K atau Notaris, yang memuat informasi mengenai
spesifikasi kertas sebagaimana dimaksud dalam
I.A.2.a.1) atau butir I.B.2.a.1)a);
butir
f. spesimen kertas CBS-1 milik PPDS sebagaimana dimaksud
dalam butir A.3 yang telah memiliki laporan hasil uji kertas
CBS-1 dari BBP&K sebagaimana dimaksud dalam butir A.4,
masing-masing dengan ukuran :
1) 20 cm x 20 cm sebanyak 50 (lima puluh) lembar yang
pada bagian depannya harus telah diberi stempel atau
cetakan nama PPDS yang bersangkutan; dan
2) 7 (tujuh) inci x 2¾ (dua tiga per empat) inci sebanyak
135 (seratus tiga puluh lima) lembar yang pada bagian
depannya telah diberi stempel atau cetakan nama
PPDS yang bersangkutan dan MICR code line sesuai
dengan tata cara pencantuman MICR code line
sebagaimana
dimaksud
Khusus untuk
dalam butir II.C.2.a.5).c).
pengisian kolom sandi transaksi,
Peserta dapat menggunakan salah satu sandi transaksi
yang ada, yaitu 00 (Cek), 10 (Bilyet Giro), 20
(WBUT), 30 (SBPT), 40 (Nota Debet) atau 50 (nota
Kredit).
2. Setelah …
47
2.
Setelah surat permohonan dan lampiran sebagaimana dimaksud
dalam butir 1.a sampai dengan butir 1.f diterima secara lengkap,
Kantor Pusat Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan
Sistem Pembayaran melakukan :
a. pemeriksaan administratif terhadap kelengkapan dan
kesesuaian dokumen-dokumen Peserta sebagaimana
dimaksud dalam angka 1;
b. pengujian spesimen kertas CBS-1 sebagaimana dimaksud
dalam butir 1.f.2) pada mesin baca pilah Bank Indonesia.
Spesimen kertas CBS-1 dianggap memenuhi syarat
pengujian dengan mesin baca pilah apabila tingkat
penolakan (tingkat reject) spesimen kertas CBS-1 paling
tinggi sampai dengan 2% (dua perseratus). Dalam hal
tingkat penolakan hasil pengujian spesimen kertas CBS-1
dimaksud pada mesin baca pilah menunjukkan tingkat
penolakan spesimen yang lebih tinggi dari 2% (dua per
seratus), PPDS dimaksud berdasarkan surat pemberitahuan
tertulis dari Kantor Pusat Bank Indonesia c.q. Direktorat
Akunting
dan Sistem Pembayaran dapat diberikan
kesempatan untuk menyampaikan kembali spesimen kertas
CBS-1 yang telah diperbaiki kepada Kantor Pusat Bank
Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran
untuk dilakukan pengujian kembali dengan mesin baca
pilah; dan
c. melakukan pemeriksaan langsung (on site supervision) ke
PPDS yang bersangkutan untuk melakukan verifikasi atas
kebenaran dokumen-dokumen Peserta sebagaimana
dimaksud …
48
dimaksud dalam huruf a, apabila spesimen kertas CBS-1
yang disampaikan PPDS telah memenuhi syarat pengujian
dengan mesin baca pilah sebagaimana dimaksud dalam
huruf
3.
Dalam hal kegiatan pemeriksaan administratif dokumen,
pengujian kertas CBS-1 dan pemeriksaan langsung sebagaimana
dimaksud dalam angka 2 telah dilakukan, Bank Indonesia c.q.
Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran akan melakukan :
a. penolakan, apabila hasil kegiatan pemeriksaan administratif
dokumen, pengujian kertas CBS-1 dan atau pemeriksaan
langsung menunjukkan hasil yang tidak baik atau tidak
memenuhi salah satu atau lebih persyaratan yang ditetapkan
Bank Indonesia. Selanjutnya Kantor Pusat Bank Indonesia
c.q. Direktorat Akunting
dan Sistem
Pembayaran
menyampaikan surat penolakan dengan menyebutkan alasan
penolakan, dengan disertai pengembalian seluruh lampiran
sebagaimana dimaksud dalam angka 1 kepada PPDS yang
bersangkutan untuk dapat diperbaiki dan atau dilengkapi.
Terhadap penolakan dimaksud, PPDS yang bersangkutan,
dapat mengajukan kembali surat permohonan izin
operasional beserta lampirannya yang telah diperbaiki atau
dilengkapi kepada Kantor
Pusat
Bank
Indonesia
c.q.
Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran, dengan
mengikuti tata cara sebagaimana dimaksud dalam angka 1;
atau
b.
persetujuan, apabila hasil kegiatan pemeriksaan administrasi
dokumen, pengujian kertas CBS-1 dan pemeriksaan langsung
sebagaimana …
49
sebagaimana dimaksud dalam angka 2 menunjukkan hasil
baik atau memenuhi keseluruhan persyaratan yang ditetapkan
Bank Indonesia.
4.
Dalam hal surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
angka 1 disetujui oleh Kantor Pusat Bank Indonesia c.q.
Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran sebagaimana
dimaksud dalam butir 3.b, persetujuan tersebut dilakukan dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
a. Direktur Akunting dan Sistem Pembayaran menerbitkan
Keputusan yang berisi penetapan PPDS dimaksud sebagai
PPWDK;
b. menyampaikan surat pemberitahuan penetapan sebagai
PPWDK disertai asli Keputusan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a kepada PPWDK yang bersangkutan;
c. menyampaikan surat pemberitahuan penetapan sebagai
PPWDK disertai tembusan Keputusan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a kepada instansi yang berwenang
memberikan izin operasional kepada PPDS;
d. mengumumkan penetapan PPWDK sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dengan menggunakan Pengumuman Bank
Indonesia kepada seluruh Kantor Pusat Peserta, Kantor
Cabang Peserta dari Bank yang berkedudukan di luar negeri
dan PPWDK lainnya di seluruh Indonesia.
5.
Pemberian surat penolakan atau Keputusan persetujuan kepada
PPDS
untuk mencetak
Warkat dan Dokumen
Kliring
sebagaimana dimaksud dalam butir 3.a dan butir 3.b, dilakukan
Bank …
50
Bank Indonesia paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sejak
tanggal pemeriksaan langsung ke PPDS yang bersangkutan
sebagaimana dimaksud dalam butir 2.c.
V. KEWAJIBAN PERUSAHAAN PERCETAKAN WARKAT DAN
DOKUMEN KLIRING
Dalam melakukan pencetakan Warkat dan Dokumen Kliring (BPWD,
BPWK, KBWD dan KBWK), PPWDK wajib :
1. menerima pesanan pencetakan Warkat dan Dokumen Kliring hanya
dari Peserta sebagaimana dimaksud dalam butir II.B.2;
2. melaksanakan sendiri segala pekerjaan yang
pencetakan
Yourself/Under One Roof)
Warkat dan Dokumen Kliring
berkaitan dengan
(prinsip Do It
atau tidak mensubkontrakkan
atau
mengalihkan pekerjaan pencetakan Warkat dan Dokumen Kliring
tersebut kepada PPWDK lain, atau menerima pengalihan pekerjaan
dari PPWDK lain;
3. mencetak Warkat dan Dokumen Kliring sesuai dengan spesifikasi
teknis yang ditetapkan dalam butir I.A.2 dan butir I.B.2;
4. melakukan pengujian ke BBP&K atas setiap kertas CBS-1
sebagaimana dimaksud dalam butir I.A.2.a.1) dan butir I.B.2.a.1)a)
yang akan digunakan untuk mencetak Warkat dan Dokumen Kliring
Peserta yang merupakan:
a.
kertas CBS-1 baru yang akan digunakan untuk mencetak Warkat
dan Dokumen Kliring Peserta untuk pertama kalinya; atau
b. kertas …
51
b. kertas CBS-1 yang telah disetujui oleh Bank Indonesia dan
mengalami perubahan atau penggantian yang berupa perubahan
atau penggantian:
1) produsen kertas CBS-1;
2) tanda air (water mark) logo PPWDK yang bersangkutan;
dan atau
3) ketentuan Bank Indonesia yang mengubah spesifikasi teknis
kertas CBS-1.
5. melaporkan hasil pengujian kertas CBS-1 sebagaimana dimaksud
dalam angka 4 yang
telah memenuhi standar Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam butir I.A.2.a.1) atau butir I.B.2.a.1)a)
kepada Kantor Pusat Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan
Sistem Pembayaran dengan menggunakan surat tertulis paling lambat
30 (tiga puluh) hari kalender sejak tanggal surat BBP&K kepada
PPWDK yang bersangkutan perihal hasil pengujian kertas CBS-1,
dengan melampirkan:
a.
fotokopi laporan hasil uji kertas CBS-1 baru dari BBP&K, yang
telah mendapatkan pernyataan dari Notaris bahwa fotokopi
laporan tersebut sesuai dengan dokumen asli yang diperlihatkan
kepada Notaris atau yang telah mendapatkan pernyataan sesuai
aslinya oleh BBP&K, yang memuat informasi mengenai
spesifikasi kertas sebagaimana dimaksud dalam butir I.A.2.a.1)
atau butir I.B.2.a.1)a);
b. spesimen kertas CBS-1 yang diuji oleh BBP&K sebagaimana
dimaksud dalam angka 4 dan telah memiliki laporan hasil uji
kertas …
52
kertas CBS-1 sebagaimana dimaksud dalam huruf a, masing-
masing dengan ukuran :
1) 20 cm x 20 cm sebanyak 50 (lima puluh) lembar yang telah
dibubuhi stempel PPWDK; dan
2) 7 (tujuh) inci x 2¾ (dua tiga per empat) inci sebanyak 135
(seratus tiga puluh lima) lembar yang telah dibubuhi stempel
PPWDK dan MICR code line sesuai dengan tata cara
pencantuman informasi MICR code line sebagaimana
dimaksud dalam butir II.C.2.a.5).c),
untuk
dilakukan
pengujian dengan mesin baca pilah oleh Penyelenggara.
Spesimen kertas CBS-1 dianggap memenuhi syarat
pengujian dengan mesin baca pilah apabila tingkat
penolakan (tingkat reject) spesimen kertas CBS-1 paling
tinggi sampai dengan 2% (dua perseratus). Dalam hal
tingkat penolakan hasil pengujian spesimen kertas CBS-1
dimaksud pada mesin baca pilah menunjukkan tingkat
penolakan spesimen yang lebih tinggi dari 2% (dua per
seratus), PPDS dimaksud berdasarkan surat pemberitahuan
tertulis dari Kantor Pusat Bank Indonesia c.q. Direktorat
Akunting
dan Sistem Pembayaran dapat diberikan
kesempatan untuk menyampaikan kembali spesimen kertas
CBS-1 yang telah diperbaiki kepada Kantor Pusat Bank
Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran
untuk dilakukan pengujian dengan mesin baca pilah;
6. melakukan pencetakan Warkat dan Dokumen Kliring Peserta dengan
menggunakan kertas CBS-1 sebagaimana dimaksud dalam
butir …
53
butir I.A.2.a.1) dan butir I.B.2.a.1)a) yang telah disetujui oleh Bank
Indonesia;
7.
setiap tahun menyampaikan laporan pencetakan Warkat dan Dokumen
Kliring dengan menggunakan surat kepada Kantor Pusat Bank
Indonesia mengenai Warkat dan Dokumen Kliring yang telah dicetak
dan dikirim oleh PPWDK tersebut kepada Peserta pada periode 1
(satu) tahun sebelumnya, yaitu periode bulan Januari sampai dengan
bulan Desember. Laporan tersebut wajib memuat:
a. nama Bank;
b.
c.
periode laporan;
tanggal pemesanan;
d. nama PPWDK;
e.
f.
tanggal pengiriman; dan
jenis dan jumlah lembar Warkat dan atau Dokumen Kliring yang
telah dicetak oleh PPWDK selama periode 1 (satu) tahun
sebelumnya;
./.
dengan contoh format sesuai dengan Lampiran 8;
./.
8. apabila dalam kurun waktu 1 (satu) tahun sebelumnya sebagaimana
dimaksud dalam angka 7, tidak terdapat pemesanan/pencetakan
Warkat dan atau Dokumen Kliring, maka PPWDK yang bersangkutan
tetap diwajibkan menyampaikan laporan pencetakan Warkat dan
Dokumen Kliring dengan keterangan
dengan format dalam Lampiran 9;
‘Nihil’ pada laporan sesuai
9. menyampaikan …
54
9. menyampaikan laporan periode 1 (satu) tahun sebelumnya paling
lambat pada tanggal 25 Januari tahun berikutnya. Dalam hal tanggal
25 tersebut di atas adalah hari libur maka batas waktu pelaporan
tersebut adalah hari kerja berikutnya;
10. menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 7 dan 8
yang ditujukan kepada Kantor Pusat Bank Indonesia c.q. Direktorat
Akunting dan Sistem Pembayaran - Bagian Pengawasan Sistem
Pembayaran dengan alamat surat sebagaimana dimaksud dalam butir
II.E.1.d.
11. menyampaikan fotokopi perubahan anggaran dasar PPWDK yang
berkaitan dengan perubahan nama, kepemilikan, direksi dan atau
komisaris yang telah dinyatakan sesuai dengan aslinya oleh Notaris,
kepada Kantor Pusat Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan
Sistem Pembayaran - Bagian Pengawasan Sistem Pembayaran, dengan
alamat surat sebagaimana dimaksud dalam butir II.E.1.d;
12. menyampaikan tembusan atau fotokopi ”surat permohonan
perpanjangan izin operasional PPDS kepada instansi yang berwenang”
dan atau fotokopi ”surat dalam masa proses” yang diterbitkan oleh
instansi yang
Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran - Bagian
Pengawasan Sistem Pembayaran dengan alamat surat sebagaimana
dimaksud dalam butir II.E.1.d;
13. menyampaikan fotokopi perpanjangan izin operasional PPDS dari
instansi yang berwenang dengan menggunakan surat kepada Kantor
Pusat Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting
berwenang tersebut, kepada Kantor Pusat Bank
dan Sistem
Pembayaran – Bagian Pengawasan Sistem Pembayaran dengan alamat
surat sebagaimana dimaksud dalam butir II.E.1.d, paling lambat 14
(empat …
55
(empat belas) hari kerja sejak
operasional dimaksud;
dikeluarkan perpanjangan izin
14. mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku, antara lain
Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan
Konsumen dan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
VI. PENCABUTAN PENETAPAN PERUSAHAAN PERCETAKAN
WARKAT DAN DOKUMEN KLIRING
Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran dapat
mencabut penetapan PPWDK sebagaimana dimaksud dalam butir IV.B.4,
apabila terdapat kondisi-kondisi sebagai berikut:
1. izin operasional PPDS sebagaimana dimaksud dalam butir IV.A.1
tidak diperpanjang lagi dan atau telah dicabut oleh instansi yang
berwenang;
2. PPWDK dikenai suatu sanksi tertentu oleh instansi yang berwenang
yang telah memiliki kekuatan hukum tetap;
3. PPWDK tidak lagi mempunyai mesin disain sekuriti, mesin cetak
sekuriti, mesin cetak penomoran untuk mencetak MICR code line dan
atau mesin pembaca MICR yang dapat berfungsi dengan baik
sebagaimana dimaksud dalam butir IV.A.5 dan sekurang-kurangnya
telah memperoleh surat teguran dari Bank Indonesia c.q. Direktorat
Akunting dan Sistem Pembayaran - Bagian Pengawasan Sistem
Pembayaran sebanyak 2 (dua) kali.
VII. PENGAWASAN …
56
VII. PENGAWASAN
Untuk memastikan kepatuhan terhadap ketentuan Bank Indonesia yang
terkait dengan pencetakan Warkat dan Dokumen Kliring, Bank Indonesia
c.q. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran - Bagian Pengawasan
Sistem Pembayaran melakukan pengawasan secara langsung dan tidak
langsung terhadap Peserta dan PPWDK.
A.
Pengawasan Langsung
1.
Dalam
pelaksanaan pengawasan secara langsung, Bank
Indonesia dapat melakukan sendiri pengawasan secara langsung
atau meminta bantuan kepada instansi lain yang mempunyai
keahlian dan kompetensi
dalam operasional pencetakan
dokumen sekuriti.
2.
Pengawasan langsung
meliputi :
a.
b.
terhadap Peserta, antara lain dapat
pengecekan atas kebenaran laporan
Peserta;
yang
disampaikan
penelitian terhadap keabsahan perusahaan percetakan yang
digunakan untuk mencetak Warkat dan atau Dokumen
Kliring (BPWD, BPWK, KBWD dan KBWK) Peserta.
3.
Pengawasan langsung terhadap PPWDK, antara lain dapat
meliputi :
a.
pengecekan atas kebenaran laporan
PPWDK;
b.
yang
disampaikan
penelitian terhadap ketersediaan dan kondisi mesin-mesin
percetakan Warkat dan Dokumen Kliring (BPWD, BPWK,
KBWD dan KBWK).
B. Pengawasan …
57
B. Pengawasan Tidak Langsung
Pengawasan tidak langsung dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. menganalisis laporan-laporan yang disampaikan oleh Peserta dan
PPWDK, yang antara lain meliputi ketepatan waktu penyampaian
laporan, keakuratan isi laporan dan kesesuaian penggunaan
format laporan yang ditetapkan Bank Indonesia;
2. melakukan pengujian secara sampling terhadap Warkat dan atau
Dokumen Kliring (BPWD, BPWK, KBWD dan KBWK) Peserta
yang memiliki tingkat reject relatif tinggi (di atas 2%) dan atau
memiliki indikasi ketidaksesuaian dengan spesifikasi teknis
Warkat dan Dokumen Kliring sebagaimana dimaksud dalam butir
I.A.2 dan butir I.B.2.
VIII. SANKSI
Apabila dalam penyelenggaraan Kliring Peserta tidak memenuhi kewajiban
penggunaan Warkat dan atau Dokumen Kliring yang dicetak pada PPWDK
berdasarkan surat persetujuan dari Bank Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam butir II.D.3, dan PPWDK tidak mencetak Warkat dan Dokumen
Kliring
(BPWD, BPWK, KBWD dan KBWK) sesuai kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam angka V, berlaku ketentuan sebagai berikut:
A. Sanksi Untuk Peserta
1. Dalam hal Warkat dan atau Dokumen Kliring
Peserta
menggunakan kertas CBS-1 yang tidak memenuhi persyaratan
spesifikasi teknis Warkat dan Dokumen Kliring sebagaimana
dimaksud dalam butir I.A.2.a.1) dan butir I.B.2.a.1)a) atau tidak
menggunakan …
58
menggunakan kertas CBS-1, maka berlaku ketentuan sebagai
berikut:
a.
Peserta wajib mengganti Warkat dan atau Dokumen
Kliring tersebut dengan Warkat dan Dokumen Kliring yang
menggunakan kertas CBS-1 sebagaimana dimaksud dalam
butir I.A.2.a.1) dan butir I.B.2.a.1)a), dalam waktu paling
lambat 60 (enam puluh) hari kalender sejak tanggal surat
pengenaan sanksi oleh Bank Indonesia;
b.
Kewajiban penggantian Warkat dan Dokumen Kliring oleh
Peserta sebagaimana dimaksud dalam huruf a menjadi
tanggungjawab PPWDK, apabila tidak dipenuhinya
persyaratan tersebut timbul akibat adanya kelalaian atau
kesalahan PPWDK;
c.
Warkat dan Dokumen Kliring
yang
tidak memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 tidak
diperkenankan untuk digunakan dalam penyelenggaraan
Kliring.
2.
Peserta sebagaimana dimaksud dalam butir II.B.2
yang
melakukan pencetakan Warkat dan Dokumen Kliring selain
kepada PPWDK yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam butir IV.B.4, berlaku ketentuan
sebagai berikut:
a. Kantor Pusat Peserta, Kantor cabang Peserta dari suatu
Bank
yang
dikenakan sanksi oleh Kantor Pusat Bank Indonesia c.q.
Direktorat Akunting
berkedudukan di luar negeri, atau UUS
dan Sistem Pembayaran - Bagian
Pengawasan …
59
Pengawasan Sistem
Pembayaran berupa kewajiban
membayar sebesar Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah); dan
b. kewajiban untuk mengganti Warkat dan atau Dokumen
Kliring yang
dicetak
di perusahaan percetakan selain
PPWDK, dengan Warkat dan atau Dokumen Kliring yang
dicetak pada PPWDK paling lambat 60 (enam puluh) hari
kalender sejak diterbitkan surat pengenaan sanksi oleh Bank
Indonesia.
c. Warkat dan Dokumen Kliring yang dicetak di perusahaan
percetakan selain PPWDK tersebut tidak diperkenankan
untuk digunakan dalam penyelenggaraan Kliring.
2.
Dalam hal Peserta sebagaimana dimaksud dalam butir II.B.2
tidak melaksanakan penggantian Warkat dan atau Dokumen
Kliring dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam
butir 1.a dan butir 2.b, Kantor Pusat Bank Indonesia c.q.
Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran mengenakan sanksi
berupa kewajiban membayar sebesar Rp 2.000.000,00 (dua juta
rupiah) untuk setiap hari keterlambatan dengan maksimum
kewajiban membayar sebesar Rp 30.000.000,00 (tiga puluh juta
rupiah).
3.
Dalam hal Peserta telah melakukan pencetakan Warkat dan atau
Dokumen Kliring dengan menggunakan kertas CBS-1 sesuai
ketentuan dalam butir I.A.2.a.1) dan atau butir I.B.2.a.1).a)
namun tidak memenuhi spesifikasi teknis Warkat sebagaimana
dimaksud dalam butir I.A.2.a.2) sampai dengan butir I.A.2.a.9)
dan atau spesifikasi teknis Dokumen Kliring
sebagaimana
dimaksud dalam butir I.B.2.a.1).b) dan butir I.B.2.a.1).c), serta
tanpa …
60
tanpa memperoleh persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Bank
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam butir II.D.2.b, maka,
Kantor Pusat Bank Indonesia c.q Direktorat Akunting dan
Sistem Pembayaran mengenakan sanksi kewajiban membayar
sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) per hari terhitung
sejak tanggal pencetakan dimaksud sampai dengan tanggal surat
persetujuan pencetakan Warkat dan atau Dokumen Kliring
dikeluarkan oleh Bank Indonesia dengan maksimum sebesar
Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah).
4.
Dalam hal Kantor Pusat Peserta atau Kantor Cabang dari suatu
Bank yang kantor pusatnya berkedudukan di luar negeri
terlambat atau belum menyampaikan laporan tahunan
sebagaimana dimaksud dalam butir II.E.1, Kantor Pusat Bank
Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran
mengenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp 100.000,00
(seratus ribu rupiah) untuk setiap hari keterlambatan dengan
maksimum sebesar Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah). Khusus
Kantor Pusat Peserta atau Kantor Cabang dari suatu Bank yang
kantor pusatnya berkedudukan di luar negeri yang belum
menyampaikan laporan, yang bersangkutan tetap diwajibkan
untuk menyampaikan laporan tersebut.
5.
Dalam hal Kantor Pusat Peserta tidak melaporkan perubahan
nama Bank dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender
sebagaimana dimaksud dalam butir II.G.1, Kantor Pusat Bank
Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran
mengenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis.
B. Sanksi …
61
B.
Sanksi Untuk PPWDK
1.
Dalam hal PPWDK mencetak Warkat dan atau Dokumen Kliring
Peserta dengan menggunakan kertas CBS-1 yang
tidak
memenuhi persyaratan spesifikasi teknis Warkat dan Dokumen
Kliring sebagaimana dimaksud dalam angka V.6 atau tidak
menggunakan kertas CBS-1, PPWDK dikenakan sanksi berupa
kewajiban membayar sebesar Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta
rupiah) dan mengganti Warkat dan Dokumen Kliring Peserta
sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir
A.1.b.
2.
Dalam hal PPWDK terlambat atau belum menyampaikan
laporan hasil pengujian kertas CBS-1 sebagaimana dimaksud
dalam angka V.5, Kantor Pusat Bank Indonesia c.q. Direktorat
Akunting dan Sistem Pembayaran mengenakan sanksi kewajiban
membayar sebesar Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk
setiap hari keterlambatan dengan maksimum sebesar
Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah). Khusus PPWDK yang belum
menyampaikan laporan, yang bersangkutan tetap diwajibkan
untuk menyampaikan laporan tersebut.
3.
Dalam hal PPWDK terlambat atau belum menyampaikan laporan
tahunan sebagaimana dimaksud dalam angka V.7 atau angka
V.8, Kantor Pusat Bank Indonesia c.q Direktorat Akunting dan
Sistem Pembayaran mengenakan sanksi kewajiban membayar
sebesar Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk setiap hari
keterlambatan dengan maksimum sebesar Rp 3.000.000,00 (tiga
juta rupiah). Khusus PPWDK yang belum menyampaikan
laporan …
62
laporan tersebut, PPWDK yang bersangkutan tetap diwajibkan
untuk menyampaikan laporan dimaksud.
4.
Dalam hal PPWDK tidak menyampaikan tembusan atau fotokopi
”surat permohonan perpanjangan izin operasional PPDS” dan
atau fotokopi ”surat sedang
dalam proses” sebagaimana
dimaksud dalam angka V.12 serta fotokopi perpanjangan izin
operasional PPDS sebagaimana dimaksud dalam angka V.13,
Kantor Pusat Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan
Sistem Pembayaran tidak memproses permohonan persetujuan
pencetakan
Warkat dan Dokumen Kliring
menggunakan PPWDK yang bersangkutan dan mengembalikan
dokumen yang disampaikan dalam permohonan tersebut.
5.
Dalam hal PPWDK tidak memenuhi ketentuan atau kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam angka V.1, angka V.2, angkaV.6,
angka V.14, butir VIII.B.1, Butir VIII.B.2, dan atau butir
VIII.B.3, maka Kantor Pusat Bank Indonesia c.q Direktorat
Akunting dan Sistem Pembayaran dapat mengenakan sanksi
berupa pencabutan penetapan sebagai PPWDK.
IX.
LAIN-LAIN
1. Dalam hal instansi yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam
butir IV.A.1 mencabut atau tidak memperpanjang izin operasional
perusahaan percetakan dokumen sekuriti maka surat keputusan
Bank Indonesia yang menetapkan perusahaan percetakan dokumen
sekuriti dimaksud sebagai PPWDK sebagaimana dimaksud dalam
butir IV.B.4 menjadi tidak berlaku. Kantor Pusat Bank Indonesia c.q.
Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran selanjutnya menerbitkan
Keputusan …
Peserta yang
63
Keputusan Direktur Akunting dan Sistem Pembayaran mengenai
pencabutan/penghentian persetujuan PPWDK dan memberitahukannya
kepada seluruh Peserta dengan menggunakan pengumuman.
2. Pelunasan bea meterai pada Warkat Cek dan Bilyet Giro yang
diperhitungkan dalam Kliring, wajib dilakukan dengan cara sebagai
berikut :
a.
untuk Peserta Kliring dengan sistem Manual dan Semi Otomasi
yang belum menjadi peserta Warkat Kliring Luar Wilayah,
dilakukan dengan menggunakan meterai tempel, menggunakan
mesin teraan meterai, atau pencantuman tanda Bea Meterai
Lunas;
b. untuk Peserta Kliring dengan sistem Otomasi dan Elektronik
dilakukan dengan pencantuman tanda Bea Meterai Lunas;
c. untuk Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah, dilakukan dengan
pencetakan tanda Bea Meterai Lunas atau menggunaan mesin
teraan meterai, sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
3. Untuk pengenaan sanksi kewajiban membayar bagi
Peserta
sebagaimana dimaksud dalam butir VIII.A, Kantor Pusat Bank
Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran
menghitung sanksi kewajiban membayar dimaksud pada setiap akhir
bulan dan membebankannya paling lambat minggu pertama bulan
berikutnya dengan cara mendebet rekening Kantor Pusat Peserta atau
kantor cabang
bank
dari suatu bank yang kantor pusatnya
berkedudukan di luar negeri yang berada di Bank Indonesia.
4. Untuk …
64
4. Untuk
pengenaan sanksi kewajiban membayar bagi PPWDK
sebagaimana dimaksud dalam butir VIII.B, Kantor Pusat Bank
Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran
menyampaikan surat pengenaan sanksi kewajiban membayar kepada
PPWDK yang bersangkutan yang antara lain berisi informasi jumlah
sanksi kewajiban membayar dimaksud dan tata cara pembayarannya
kepada Bank Indonesia.
5. Bank-bank di daerah yang tidak terdapat kegiatan Kliring apabila
memberikan fasilitas Cek dan Bilyet Giro bagi nasabahnya, hendaknya
menggunakan Cek dan Bilyet Giro dengan spesifikasi teknis
berdasarkan Surat Edaran ini mengingat dengan adanya Kliring
Warkat Luar Wilayah, Cek dan Bilyet Giro dimaksud menjadi dapat
dikliringkan dalam penyelenggaraan Kliring.
6. Warkat berupa Cek dan Bilyet Giro tidak dapat digunakan untuk
sarana penarikan rekening giro dalam mata uang asing, baik dalam
mata uang asal maupun konversinya dalam mata uang rupiah.
7. Penggunaan bahan baku untuk Warkat dan Dokumen Kliring (BPWD,
BPWK, KBWD dan KBWK) diutamakan menggunakan produk dalam
negeri, sepanjang spesifikasi teknis kertasnya memenuhi spesifikasi
teknis kertas CBS-1 sebagaimana dimaksud dalam butir I.A.2.a.1) dan
butir I.B.2.a.1).a).
X. KETENTUAN PERALIHAN
1. Warkat dan Dokumen Kliring (BPWD, BPWK, KBWD dan KBWK)
lama yang telah memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia pada
saat diberlakukannya Surat Edaran ini masih dapat dipergunakan
dalam Kliring.
2. Khusus …
65
2. Khusus untuk cek dan Bilyet Giro, Peserta masih dapat mengajukan
permohonan persetujuan pencetakan cek dan Bilyet Giro dengan
menggunakan redaksi yang lama, paling lambat sampai dengan
tanggal 31 Maret 2005.
3. Penyampaian laporan pemesanan Warkat dan Dokumen Kliring
(BPWD, BPWK, KBWD dan KBWK) periode 6 (enam) bulan untuk
periode bulan Juli sampai dengan bulan Desember
2004, dilakukan
paling lambat pada tanggal 25 Januari 2005 atau hari kerja berikutnya
apabila tanggal 25 Januari tersebut jatuh pada hari libur.
XI. PENUTUP
Dengan berlakunya Surat Edaran ini, maka Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 5/15/DASP tanggal 18 Juli 2003 perihal Warkat, Dokumen Kliring
dan Pencetakannya Pada Perusahaan Percetakan Dokumen Sekuriti
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 31 Desember 2004.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
MOHAMAD ISHAK
DIREKTUR AKUNTING
DAN SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 6/52/DASP|SE-BI/2004 </reg_id>
<reg_title> Warkat dan Dokumen Kliring serta Pencetakannya pada Perusahaan Percetakan Warkat dan Dokumen Kliring </reg_title>
<set_date> 31 Desember 2004 </set_date>
<effective_date> 31 Desember 2004 </effective_date>
<replaced_reg> '5/15/DASP|SE-BI/2003' </replaced_reg>
<related_reg> '2/14/PBI/2000', '1/3/PBI/1999' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi VIII' </penalty_list>
|
No. 17/41/DPM
Jakarta, 16 November 2015
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM SYARIAH, UNIT USAHA SYARIAH DAN LEMBAGA
PERANTARA DI INDONESIA
Perihal : Tata Cara Transaksi Reverse Repurchase Agreement Surat
Berharga Syariah Negara Dengan Bank Indonesia Dalam
Rangka Operasi Pasar Terbuka Syariah
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
16/12/PBI/2014 tentang Operasi Moneter Syariah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 178, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5567) dan dalam rangka upaya penguatan
infrastruktur transaksi Operasi Moneter Syariah, perlu diatur kembali
ketentuan pelaksanaan mengenai tata cara transaksi reverse repurchase
agreement (reverse repo) SBSN dengan Bank Indonesia dalam rangka
operasi pasar terbuka syariah dalam Surat Edaran Bank Indonesia
sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan:
1. Bank adalah Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.
2. Bank Umum Syariah yang selanjutnya disingkat BUS adalah
Bank Umum Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang yang mengatur mengenai Perbankan Syariah.
3. Unit Usaha Syariah yang selanjutnya disingkat UUS adalah Unit
Usaha Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
yang mengatur mengenai Perbankan Syariah.
4. Lembaga …
2
4. Lembaga Perantara adalah pialang pasar uang Rupiah dan
valuta asing dan/atau perusahaan efek yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia.
5. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN
atau dapat disebut Sukuk Negara adalah surat berharga negara
yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas
penyertaan terhadap aset SBSN dalam mata uang Rupiah.
6. SBSN Jangka Panjang adalah SBSN yang berjangka waktu lebih
dari 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran imbalan berupa
kupon dan/atau secara diskonto.
7. SBSN Jangka Pendek atau Surat Perbendaharaan Negara
Syariah adalah SBSN yang berjangka waktu sampai dengan 12
(dua belas) bulan dengan pembayaran imbalan berupa kupon
dan/atau secara diskonto.
8. Operasi Moneter Syariah yang selanjutnya disingkat OMS adalah
pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dalam
rangka pengendalian moneter melalui kegiatan operasi pasar
terbuka dan penyediaan standing facilities berdasarkan prinsip
syariah.
9. Operasi Pasar Terbuka Syariah yang selanjutnya disebut OPT
Syariah adalah kegiatan transaksi pasar uang berdasarkan
prinsip syariah yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan
Bank dan pihak lain dalam rangka OMS.
10. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang
selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS adalah infrastruktur yang
digunakan sebagai sarana transfer dana elektronik yang
setelmennya dilakukan seketika per transaksi secara individual
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai penyelenggaraan transaksi, penatausahaan
surat berharga dan setelmen dana seketika.
11. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang
selanjutnya disingkat BI-SSSS adalah infrastruktur yang
digunakan sebagai sarana penatausahaan transaksi dengan
Bank Indonesia dan transaksi pasar keuangan, serta
penatausahaan surat berharga, yang dilakukan secara
elektronik …
3
elektronik sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan transaksi,
penatausahaan surat berharga dan setelmen dana seketika.
12. Sistem Bank Indonesia-Electronic Trading Platform yang
selanjutnya disebut Sistem BI-ETP adalah infrastruktur yang
digunakan sebagai sarana transaksi dengan Bank Indonesia dan
transaksi pasar keuangan yang dilakukan secara elektronik
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai penyelenggaraan transaksi, penatausahaan
surat berharga dan setelmen dana seketika.
13. Transaksi Reverse Repurchase Agreement SBSN dalam rangka
OPT Syariah yang selanjutnya disebut Transaksi Reverse Repo
SBSN adalah transaksi pembelian SBSN oleh Bank dari Bank
Indonesia, dengan janji penjualan kembali oleh Bank sesuai
dengan harga dan jangka waktu yang disepakati.
14. Rekening Giro adalah rekening giro milik Bank di Bank
Indonesia.
15. Rekening Surat Berharga adalah rekening Bank pada BI-SSSS
dalam mata uang Rupiah dan/atau valuta asing yang
ditatausahakan di Bank Indonesia dalam rangka pencatatan
kepemilikan dan setelmen atas transaksi surat berharga,
transaksi dengan Bank Indonesia, dan/atau transaksi pasar
keuangan.
16. Setelmen Surat Berharga adalah kegiatan pendebetan dan
pengkreditan Rekening Surat Berharga dalam rangka
penatausahaan.
17. Setelmen Dana adalah kegiatan pendebetan dan pengkreditan
Rekening Giro di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS dalam
rangka penatausahaan.
18. Delivery Versus Payment yang selanjutnya disingkat DVP adalah
mekanisme setelmen transaksi dengan cara Setelmen Surat
Berharga dan Setelmen Dana dilakukan secara bersamaan.
19. Sistem Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya disebut
Sistem LHBU adalah sarana pelaporan Bank kepada Bank
Indonesia …
4
Indonesia secara harian, termasuk penyediaan informasi pasar
uang dan pengumuman dari Bank Indonesia.
20. Financing to Deposit Ratio yang selanjutnya disingkat FDR
adalah rasio pembiayaan yang diberikan kepada pihak ketiga
dalam Rupiah dan valuta asing, tidak termasuk pembiayaan
kepada bank lain, terhadap dana pihak ketiga yang mencakup
giro, tabungan, deposito dalam Rupiah dan valuta asing, tidak
termasuk antarbank.
21. Marjin Transaksi Reverse Repo SBSN adalah tingkat keuntungan
(profit rate) dalam setahun (per annum) yang disepakati oleh para
pihak yang melakukan Transaksi Reverse Repo SBSN.
II. KARAKTERISTIK REVERSE REPO SBSN
1. Transaksi Reverse Repo SBSN merupakan instrumen yang
digunakan oleh Bank Indonesia dalam rangka absorpsi likuiditas
perbankan syariah dalam rangka OMS.
2. Transaksi Reverse Repo SBSN dilakukan dengan menggunakan
akad al bai’ (jual beli) yang disertai dengan janji (al wa’d) oleh
Bank kepada Bank Indonesia, dalam dokumen terpisah, untuk
menjual kembali SBSN dalam jangka waktu dan harga tertentu
yang disepakati.
3. Transaksi Reverse Repo SBSN dapat dilakukan pada setiap hari
kerja yang ditetapkan Bank Indonesia.
4. Jangka waktu Transaksi Reverse Repo SBSN paling singkat 1
(satu) hari dan paling lama 12 (dua belas) bulan yang
dinyatakan dalam hari yang dihitung sejak 1 (satu) hari setelah
tanggal setelmen sampai dengan tanggal jatuh waktu.
5. Transaksi Reverse Repo SBSN dilakukan dengan mekanisme
lelang melalui Sistem BI-ETP.
6. Pelaksanaan lelang Transaksi Reverse Repo SBSN dilakukan
dengan metode sebagai berikut:
a. Harga tetap (fixed rate tender) dengan Marjin Transaksi
Reverse Repo SBSN ditetapkan oleh Bank Indonesia.
b. Harga …
5
b. Harga beragam (variable rate tender) dengan Marjin
Transaksi Reverse Repo SBSN diajukan Bank dan Lembaga
Perantara.
7. Marjin Transaksi Reverse Repo SBSN diperhitungkan pada saat
setelmen second leg Transaksi Reverse Repo SBSN.
8. Persyaratan Bank yang dapat mengikuti Transaksi Reverse Repo
SBSN sebagai berikut:
a. memiliki FDR paling kurang 80% (delapan puluh persen)
berdasarkan perhitungan Otoritas Jasa Keuangan yang
diterima oleh Bank Indonesia;
b. berstatus aktif sebagai peserta Sistem BI-ETP, BI-SSSS, dan
Sistem BI-RTGS;
c.
tidak sedang dikenakan sanksi penghentian sementara
untuk mengikuti kegiatan OMS;
d. harus memiliki Rekening Giro di Bank Indonesia; dan
e. harus memiliki Rekening Surat Berharga pada BI-SSSS.
9. Dalam hal Bank yang mengikuti Transaksi Reverse Repo SBSN
berasal dari perubahan kegiatan usaha bank konvensional dan
data FDR Bank tersebut belum tersedia, perhitungan FDR
sebagaimana dimaksud dalam butir 8.a menggunakan data Loan
to Deposit (LDR) dari bank umum konvensional sebelum diubah
kegiatan usahanya menjadi Bank.
10. Bank mengajukan Transaksi Reverse Repo SBSN kepada Bank
Indonesia untuk kepentingan diri sendiri.
11. Bank dapat mengajukan penawaran Transaksi Reverse Repo
SBSN secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara
kepada Bank Indonesia melalui Sistem BI-ETP dalam window
time yang ditetapkan.
12. Lembaga Perantara mengajukan penawaran Transaksi Reverse
Repo SBSN untuk kepentingan Bank.
13. Persyaratan Lembaga Perantara adalah sebagai berikut:
a. berstatus aktif sebagai peserta Sistem BI-ETP; dan
b. tidak sedang dikenakan sanksi terkait izin usaha oleh
otoritas pengawas yang berwenang.
III. PERSYARATAN …
6
III. PERSYARATAN UMUM
1. Bank mengajukan Transaksi Reverse Repo SBSN setelah
menandatangani Janji (Wa’d) Untuk Menjual Kembali SBSN
Dalam Rangka Transaksi Reverse Repo SBSN, yang selanjutnya
disebut Dokumen Janji, yang telah dibubuhi meterai cukup dan
menyampaikan dokumen pendukung yang dipersyaratkan
kepada Bank Indonesia. Contoh Dokumen Janji sebagaimana
dimaksud pada Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
2. Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam angka 1
meliputi:
a. Bank yang kantor pusatnya berkedudukan di Indonesia:
1) fotokopi anggaran dasar Bank atau perubahan terakhir
yang dilegalisir Bank, yang memuat kewenangan
direksi untuk mewakili Bank jika penandatanganan
Dokumen Janji dilakukan oleh direksi;
2) fotokopi anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam
angka 1) dan surat kuasa dari direksi kepada pejabat
yang menandatangani Dokumen Janji
jika
penandatanganan Dokumen Janji tidak dilakukan oleh
direksi; atau
3) fotokopi peraturan daerah bagi Bank yang berbadan
hukum perusahaan daerah yang memuat kewenangan
direksi untuk mewakili Bank jika penandatanganan
Dokumen Janji dilakukan oleh direksi;
4) fotokopi peraturan daerah sebagaimana dimaksud
dalam angka 3) dan surat kuasa dari direksi kepada
pejabat yang menandatangani Dokumen Janji jika
penandatanganan Dokumen Janji tidak dilakukan oleh
direksi; dan
5) fotokopi identitas diri yang masih berlaku berupa
Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau paspor dari pejabat
yang berwenang untuk menandatangani Dokumen
Janji.
b. Bank yang kantor pusatnya berkedudukan di luar negeri:
1) fotokopi …
7
1) fotokopi surat kuasa (power of attorney) dari kantor
pusatnya yang memuat kewenangan pejabat untuk
mewakili Bank jika penandatanganan Dokumen Janji
dilakukan oleh Chief Executive Officer (CEO);
2) fotokopi surat kuasa sebagaimana dimaksud dalam
angka 1) dan surat kuasa dari CEO kepada pejabat
yang diberikan wewenang untuk menandatangani
Dokumen Janji jika penandatanganan Dokumen Janji
tidak dilakukan oleh CEO;
3) dalam hal penandatanganan Dokumen Janji tidak
dilakukan oleh CEO maka surat kuasa (power of
attorney) dari kantor pusat sebagaimana dimaksud
dalam angka 1) harus memuat hak CEO untuk
mengalihkan kewenangannya (hak substitusi); dan
4) fotokopi identitas diri yang masih berlaku berupa
Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau paspor dari pejabat
Bank yang berwenang untuk menandatangani
Dokumen Janji.
3. Penandatanganan Dokumen Janji sebagaimana dimaksud dalam
angka 1 dilakukan pada saat Bank pertama kali mengajukan
Transaksi Reverse Repo SBSN dengan Bank Indonesia.
4. Dokumen Janji yang telah ditandatangani berlaku seterusnya
sepanjang tidak ada perubahan isi Dokumen Janji dan/atau
perubahan Anggaran Dasar Bank atau peraturan daerah
mengenai kewenangan Direksi Bank untuk mewakili Bank atau
ketentuan internal Bank yang mengatur mengenai pendelegasian
wewenang.
5. Dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan angka 2
disampaikan dengan surat pengantar kepada:
Direktur Eksekutif
Departemen Pengelolaan Moneter
Bank Indonesia
Menara Sjafruddin Prawiranegara
Jl M.H Thamrin No.2
Jakarta 10350
IV. PERSYARATAN …
8
IV. PERSYARATAN DAN NILAI SBSN
1. SBSN yang dapat di-reverse repo-kan terdiri dari SBSN Jangka
Panjang dan/atau SBSN Jangka Pendek.
2. Harga SBSN ditetapkan dan diumumkan oleh Bank Indonesia di
Sistem BI-ETP, BI-SSSS dan/atau sarana lainnya dengan
mempertimbangkan antara lain harga pasar masing-masing
jenis dan seri SBSN.
3. Bank Indonesia menetapkan besarnya haircut untuk SBSN
dalam rangka penentuan nilai setelmen Transaksi Reverse Repo
SBSN (first leg).
4. Haircut merupakan faktor pengurang terhadap harga SBSN yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
5. Bank Indonesia dapat melakukan perubahan haircut dan
mengumumkan perubahan tersebut melalui Sistem BI-ETP, BI-
SSSS, Sistem LHBU, dan/atau sarana lainnya.
6. Hak penerimaan imbalan atas SBSN yang di-reverse repo-kan
selama periode Transaksi Reverse Repo SBSN tetap merupakan
milik Bank Indonesia.
V. PENGUMUMAN DAN PENGAJUAN TRANSAKSI REVERSE REPO SBSN
1. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang Transaksi
Reverse Repo SBSN paling lambat sebelum window time melalui
Sistem BI-ETP, Sistem LHBU, dan/atau sarana lainnya yang
ditetapkan Bank Indonesia.
2. Pengumuman rencana lelang Transaksi Reverse Repo SBSN
memuat antara lain:
a. sarana transaksi;
b. tanggal lelang;
c. jangka waktu dan tanggal jatuh waktu;
d. metode lelang;
e.
target indikatif, apabila lelang dilakukan dengan metode
variable rate tender;
f.
Marjin Transaksi Reverse Repo SBSN, apabila lelang
dilakukan dengan metode fixed rate tender;
g. jenis dan seri SBSN yang dapat di-reverse repo-kan;
h. haircut …
9
h. haircut;
i. window time; dan/atau
j. tanggal dan waktu setelmen.
3. Window time Transaksi Reverse Repo SBSN dapat dilakukan
antara pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB atau
waktu lain yang ditetapkan Bank Indonesia.
4. Pengajuan Penawaran Transaksi Reverse Repo SBSN
a. Bank secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara
mengajukan penawaran Transaksi Reverse Repo SBSN
kepada Bank Indonesia melalui Sistem BI-ETP dalam
window time yang ditetapkan.
b. Pengajuan penawaran Transaksi Reverse Repo SBSN antara
lain meliputi:
1)
nilai nominal transaksi untuk lelang dengan metode
fixed rate tender; atau
2)
nilai nominal transaksi dan Marjin Transaksi Reverse
Repo SBSN untuk lelang dengan metode variable rate
tender,
untuk masing-masing jangka waktu Transaksi Reverse
Repo SBSN yang akan dilakukan.
c. Pengajuan penawaran nilai nominal dari Bank dan Lembaga
Perantara paling sedikit sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
d. Dalam hal lelang dilakukan dengan metode variable rate
tender, pengajuan penawaran Marjin Transaksi Reverse
Repo SBSN dilakukan dengan kelipatan sebesar 0,01%
(satu per sepuluh ribu).
e. Bank dan Lembaga Perantara bertanggung jawab atas
kebenaran data penawaran Transaksi Reverse Repo SBSN
yang disampaikan kepada Bank Indonesia.
f. Bank dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan
penawaran yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia.
VI. PENETAPAN …
10
VI. PENETAPAN PEMENANG LELANG TRANSAKSI REVERSE REPO SBSN
1. Dalam hal lelang Transaksi Reverse Repo SBSN dilakukan
dengan metode fixed rate tender maka penetapan nilai nominal
Transaksi Reverse Repo SBSN yang dimenangkan dihitung
dengan cara:
a. penawaran nilai nominal yang diajukan oleh Bank
dimenangkan seluruhnya; atau
b. dalam hal diperlukan, penawaran nilai nominal yang
diajukan oleh Bank dapat dimenangkan sebagian dengan
perhitungan secara proporsional sesuai dengan perhitungan
Bank Indonesia, dengan pembulatan nominal terkecil
sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
2. Dalam hal lelang Transaksi Reverse Repo SBSN dilakukan
dengan metode variable rate tender maka penetapan nilai
nominal Transaksi Reverse Repo SBSN yang dimenangkan
dihitung dengan cara:
a. Bank Indonesia menetapkan Marjin Transaksi Reverse Repo
SBSN tertinggi yang dapat diterima (Stop Out Rate/SOR);
dan
b. Bank Indonesia menetapkan nilai nominal yang
dimenangkan dengan cara:
1) dalam hal Marjin Transaksi Reverse Repo SBSN yang
diajukan Bank lebih rendah dari SOR yang ditetapkan,
Bank yang bersangkutan memenangkan seluruh
penawaran Transaksi Reverse Repo SBSN yang
diajukan; dan
2) dalam hal Marjin Transaksi Reverse Repo SBSN yang
diajukan Bank sama dengan SOR yang ditetapkan
maka Bank yang bersangkutan memenangkan seluruh
atau sebagian dari penawaran Transaksi Reverse Repo
SBSN yang diajukan dengan perhitungan secara
proporsional sesuai dengan perhitungan Bank
Indonesia, dengan pembulatan nominal terkecil
sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
3. Dalam …
11
3. Dalam hal Bank Indonesia menawarkan lebih dari 1 (satu) seri
SBSN dalam lelang Transaksi Reverse Repo SBSN, Bank
Indonesia menentukan alokasi seri dan nominal SBSN yang
dimenangkan Bank.
4. Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada pemenang
lelang Transaksi Reverse Repo SBSN.
VII. PENGUMUMAN HASIL LELANG TRANSAKSI REVERSE REPO SBSN
Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang Transaksi Reverse Repo
SBSN setelah window time ditutup dengan cara sebagai berikut:
1. secara individual kepada pemenang lelang melalui Sistem BI-
ETP, antara lain berupa nilai nominal yang dimenangkan, Marjin
Transaksi Reverse Repo SBSN, jenis dan seri SBSN yang
dimenangkan dan nilai transaksi; dan
2. secara keseluruhan melalui Sistem BI-ETP, Sistem LHBU
dan/atau sarana lainnya antara lain berupa nominal seluruh
penawaran yang dimenangkan, kisaran penawaran Marjin
Transaksi Reverse Repo SBSN (bid rate), SOR, dan/atau rata-
rata tertimbang Marjin Transaksi Reverse Repo SBSN.
VIII. SETELMEN TRANSAKSI REVERSE REPO SBSN
1. Setelmen Transaksi Reverse Repo SBSN melalui BI-SSSS
dilakukan dengan mekanisme penyelesaian transaksi per
transaksi (gross to gross) dan DVP.
2. Setelmen First Leg
a. Bank Indonesia melakukan setelmen first leg paling lambat
1 (satu) hari kerja setelah pengumuman hasil lelang
Transaksi Reverse Repo SBSN.
b. Bank wajib memiliki dana di Rekening Giro Rupiah yang
mencukupi untuk setelmen first leg.
c. Setelmen first leg dilakukan melalui Sistem BI-RTGS dan
BI-SSSS sebagai berikut:
1) Setelmen Dana, dengan mendebet Rekening Giro
Rupiah Bank sebesar nilai setelmen first leg; dan
2) Setelmen …
12
2) Setelmen Surat Berharga, dengan mengkredit Rekening
Surat Berharga sebesar nilai nominal SBSN yang
dimenangkan.
d. Nilai setelmen first leg dihitung sebagai berikut:
1) Dalam hal SBSN Jangka Panjang
Nilai
setelmen
first leg
= [
nominal
SBSN yang
di-reverse
repo-kan
x (
Harga
SBSN
2) Dalam hal SBSN Jangka Pendek
Nilai
setelmen
first leg
Keterangan:
Harga SBSN
= [
nominal
SBSN yang
di-reverse
repo-kan
x (
Harga
SBSN
- haircut)]
: Harga SBSN sebagaimana
diumumkan pada Sistem BI-
ETP dan BI-SSSS pada tanggal
transaksi.
haircut
: haircut
sebagaimana
diumumkan pada Sistem
BI-ETP dan BI-SSSS.
Accrued imbalan : - Hak atas imbalan SBSN
yang dihitung sejak 1 (satu)
hari
kalender
sesudah
tanggal pembayaran imbalan
terakhir sampai dengan
tanggal setelmen first leg.
- Perhitungan hak atas
imbalan SBSN didasarkan
pada jumlah hari yang
sebenarnya (actual per
actual).
e. Dalam hal dana di Rekening Giro Rupiah Bank tidak
mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen sampai
dengan …
- haircut)] + Accrued
imbalan
13
dengan awal periode cut off warning Sistem BI-RTGS
sehingga mengakibatkan kegagalan setelmen first leg, BI-
SSSS secara otomatis membatalkan Transaksi Reverse Repo
SBSN.
f.
Atas batalnya Transaksi Reverse Repo SBSN sebagaimana
dimaksud dalam huruf e, Bank yang bersangkutan
dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan
Bank Indonesia tentang Operasi Moneter Syariah.
g. Dalam hal pada lelang yang sama terdapat lebih dari 1
(satu) kali pembatalan Transaksi Reverse Repo SBSN (first
leg), dalam rangka perhitungan pengenaan sanksi
penghentian sementara mengikuti kegiatan OMS,
pembatalan transaksi tersebut dihitung sebanyak 1 (satu)
kali.
3. Setelmen Second Leg
a. Pada tanggal Transaksi Reverse Repo SBSN jatuh waktu
(second leg), BI-SSSS secara otomatis melakukan setelmen
second leg sejak Sistem BI-RTGS dibuka sampai dengan
sebelum periode cut-off warning Sistem BI-RTGS.
b. Bank wajib memiliki jenis dan seri SBSN yang mencukupi
dalam Rekening Surat Berharga untuk setelmen second leg.
c. Setelmen second leg dilakukan melalui Sistem BI-RTGS dan
BI-SSSS sebagai berikut:
1) Setelmen Surat Berharga, dengan mendebet Rekening
Surat Berharga sebesar nilai nominal SBSN yang di-
reverse repo-kan.
2) Setelmen Dana, dengan mengkredit Rekening Giro
Rupiah Bank sebesar nilai setelmen second leg.
d.
Nilai setelmen second leg dihitung sebagai berikut:
Nilai
Nilai
Setelmen
Second Leg
=
Setelmen
First Leg
+
Nilai Marjin
Transaksi
Reverse Repo SBSN
Keterangan …
14
Keterangan:
Nilai Marjin Transaksi Reverse Repo SBSN adalah jumlah
penerimaan Bank sesuai jangka waktu Transaksi Reverse
Repo SBSN.
Nilai Marjin
Transaksi
Reverse Repo
Nilai
=
e. Dalam hal setelah terjadinya Transaksi Reverse Repo SBSN,
tanggal Transaksi Reverse Repo SBSN jatuh waktu (second
leg) ditetapkan sebagai hari libur oleh pemerintah,
pelaksanaan setelmen dilakukan pada hari kerja berikutnya
tanpa memperhitungkan tambahan nilai Marjin Transaksi
Reverse Repo SBSN untuk hari libur dimaksud.
Jangka Waktu
360
f. Dalam hal jenis dan seri surat berharga di Rekening Surat
Berharga tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban
setelmen second leg sampai dengan sebelum periode cut off
warning Sistem BI-RTGS sehingga mengakibatkan
kegagalan setelmen second leg, BI-SSSS secara otomatis
membatalkan Transaksi Reverse Repo SBSN jatuh waktu
(second leg).
4. Kegagalan setelmen second leg
a. Dalam hal Bank gagal melakukan setelmen second leg
maka Transaksi Reverse Repo SBSN diperlakukan sebagai
transaksi pembelian secara outright oleh Bank.
b. Perhitungan nilai setelmen transaksi pembelian SBSN
secara outright oleh Bank sebagai berikut:
1) Dalam hal SBSN Jangka Pendek
Nilai Setelmen
Pembelian SBSN outright = [Nominal
SBSN
2) Dalam hal SBSN Jangka Panjang
Nilai Setelmen
Pembelian
SBSN Outright
= [Nominal
SBSN
×
Harga
SBSN
] + Accrued
imbalan
×
Harga
SBSN
]
Setelmen
first leg
×
Marjin
Reverse Repo
×
Keterangan …
15
Keterangan:
Harga SBSN
: Harga SBSN pada transaksi first
leg.
Accrued Imbalan : Hak atas imbalan SBSN yang
dihitung sejak 1 (satu) hari
kalender
sesudah tanggal
pembayaran imbalan terakhir
sampai dengan tanggal setelmen
outright (tanggal setelmen first
leg Transaksi Reverse Repo
SBSN).
c. Rekening Giro Rupiah Bank akan didebet sebesar nilai
haircut sebagaimana ditetapkan dalam transaksi first
leg.
d. Rekening Giro Rupiah Bank akan didebet sebesar nilai
accrued imbalan sejak tanggal transaksi first leg
sampai dengan tanggal second leg.
e. Atas kegagalan setelmen second leg, Bank Indonesia
tidak membayarkan Marjin Transaksi Reverse Repo
SBSN kepada Bank.
f.
Atas batalnya Transaksi Reverse Repo SBSN jatuh
waktu (second leg) sebagaimana dimaksud dalam butir
3.f, Bank dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam
Peraturan Bank Indonesia tentang Operasi Moneter
Syariah.
g. Dalam hal pada hari yang sama terdapat lebih dari 1
(satu) kali pembatalan Transaksi Reverse Repo SBSN
jatuh waktu (second leg), dalam rangka perhitungan
pengenaan sanksi penghentian sementara mengikuti
kegiatan OMS, pembatalan transaksi tersebut hanya
dihitung sebanyak 1 (satu) kali.
5.
Imbalan SBSN
Perlakukan imbalan dalam hal terdapat kegagalan setelmen
second leg, maka diatur sebagai berikut:
a. Dalam …
16
a. Dalam hal setelah tanggal transaksi outright, Bank
menerima pembayaran imbalan atas SBN yang di-reverse
repo-kan oleh Bank Indonesia, maka imbalan yang diterima
menjadi milik Bank.
b. Dalam hal pada tanggal transaksi outright, Bank Indonesia
menerima pembayaran imbalan atas SBN yang di-reverse
repo-kan oleh Bank Indonesia, maka Bank Indonesia akan
mengkredit Rekening Giro Rupiah Bank sebesar imbalan
yang diterima oleh Bank Indonesia.
c. Dalam hal setelah tanggal transaksi outright, Bank
Indonesia menerima pembayaran imbalan atas SBN yang
di-reverse repo-kan oleh Bank Indonesia, maka pada
tanggal pembayaran imbalan Bank Indonesia mengkredit
Rekening Giro Rupiah Bank sebesar imbalan yang diterima
oleh Bank Indonesia.
IX. TATA CARA PENGENAAN SANKSI
1. Dalam hal terjadi pembatalan setelmen Transaksi Reverse Repo
SBSN sebagaimana dimaksud dalam butir VIII.2.e dan butir
VIII.3.f, Bank dikenakan sanksi berupa:
a. teguran tertulis, dengan tembusan kepada Otoritas Jasa
Keuangan;
b. kewajiban membayar sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu)
dari nilai Transaksi Reverse Repo SBSN yang dinyatakan
batal, paling sedikit sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta
rupiah) dan paling banyak sebesar Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah); dan
c. dengan tidak mengurangi sanksi sebagaimana dimaksud
dalam huruf b, dalam hal Bank melakukan transaksi OMS
yang dinyatakan batal sebanyak 3 (tiga) kali dalam kurun
waktu 6 (enam) bulan, Bank dikenakan sanksi berupa
penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan OMS
selama 5 (lima) hari kerja berturut-turut.
2. Dalam hal terjadi pembatalan transaksi sebagaimana dimaksud
dalam butir VIII.3.f dan dalam hal harga pasar SBSN pada saat
second …
17
second leg lebih tinggi dari harga pada transaksi first leg, selain
dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam angka 1, Bank
dikenakan sanksi tambahan berupa kewajiban membayar
sebesar selisih harga pada transaksi second leg dan harga pada
transaksi first leg, setelah dikalikan dengan nominal SBSN yang
di-reverse repo-kan.
3. Penyampaian surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud
dalam butir 1.a dan pemberitahuan sanksi berupa penghentian
sementara untuk mengikuti kegiatan OMS sebagaimana
dimaksud dalam butir 1.c dilakukan pada 1 (satu) hari kerja
setelah terjadinya pembatalan transaksi.
4. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud
dalam butir 1.b dan sanksi tambahan sebagaimana dimaksud
dalam angka 2 dilakukan dengan mendebet Rekening Giro
Rupiah Bank pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya
pembatalan transaksi.
X. KETENTUAN PERALIHAN
Transaksi Reverse Repo SBSN yang dilakukan setelah
berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini yang merupakan bagian
dari transaksi yang telah dilakukan sebelum Surat Edaran Bank
Indonesia ini berlaku, tetap tunduk pada ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/27/DPM
tanggal 1 Desember 2011 perihal Tata Cara Transaksi Reverse Repo
Surat Berharga Syariah Negara Dengan Bank Indonesia Dalam
Rangka Operasi Pasar Terbuka Syariah sampai dengan transaksi
yang bersangkutan jatuh waktu.
XI. KETENTUAN PENUTUP
Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku maka
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/27/DPM tanggal 1
Desember 2011 perihal Tata Cara Transaksi Reverse Repo Surat
Berharga Syariah Negara (SBSN) Dengan Bank Indonesia Dalam
Rangka Operasi Pasar Terbuka Syariah dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
Surat …
18
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal
16 November 2015.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam
Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
DODDY ZULVERDI
KEPALA DEPARTEMEN
PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 17/41/DPM|SE-BI/2015 </reg_id>
<reg_title> Tata Cara Transaksi Reverse Repurchase Agreement Surat Berharga Syariah Negara Dengan Bank Indonesia Dalam Rangka Operasi Pasar Terbuka Syariah </reg_title>
<set_date> 16 November 2015 </set_date>
<effective_date> 16 November 2015 </effective_date>
<replaced_reg> '13/27/DPM|SE-BI/2011' </replaced_reg>
<related_reg> '16/12/PBI/2014' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi IX' </penalty_list>
|
No. 3/15 /DPM
Jakarta, 5 Juli 2001
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal: Peningkatan Prosentase Portofolio Obligasi Pemerintah
Yang Dapat Diperdagangkan Bagi Bank Umum Peserta
Program Rekapitalisasi Perbankan
Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 1/10/PBI/1999
tanggal 3 Desember 1999 tentang Portofolio Obligasi Pemerintah Bagi Bank
Umum Peserta Program Rekapitalisasi dan Peraturan Bank Indonesia
No.2/10/PBI/2000 tanggal 29 Maret 2000 tentang Perubahan Peraturan
Bank Indonesia Nomor 1/10/PBI/1999 tentang Portofolio Obligasi Bank
Umum Peserta Program Rekapitalisasi, Bank Indonesia berwenang
meningkatkan prosentase Obligasi Pemerintah yang dapat diperdagangkan,
serta menetapkan dan mengumumkan jenis dan seri Obligasi Pemerintah
yang dapat diperdagangkan melalui Surat Edaran.
Dengan mempertimbangkan bahwa transaksi perdagangan Obligasi
di pasar sekunder oleh perbankan (termasuk transaksi Repo) dewasa ini
cenderung meningkat dan guna mengantisipasi penggunaan Obligasi
Pemerintah oleh perbankan dalam waktu dekat bagi keperluan antara lain :
a. sebagai agunan, baik dalam transaksi di pasar uang maupun dalam
rangka memperoleh Fasilitas Likuiditas Intrahari (FLI) dan Fasilitas
Pendanaan Jangka Pendek (FPJP);
b. untuk melakukan kegiatan assets bonds swap atas kredit dengan
kategori non performing loan yang telah direstrukturisasi oleh BPPN,
dengan Obligasi Pemerintah yang dimiliki oleh bank-bank peserta
rekap…
rekap, termasuk mengantisipasi peningkatan kegiatan assets bonds
swap tersebut;
c. untuk melakukan pelunasan kewajiban dengan Obligasi Pemerintah
(set-off kewajiban),
maka dipandang perlu untuk meningkatkan prosentase Obligasi
Pemerintah yang dapat diperdagangkan di pasar sekunder dengan
ketentuan sebagai berikut :
I. JUMLAH DAN SERI OBLIGASI YANG DAPAT DIPERDAGANGKAN
1. Jumlah prosentase Obligasi yang dapat diperdagangkan yang semula
ditetapkan setinggi-tingginya sebesar 35% (tiga puluh lima perseratus)
ditingkatkan menjadi setinggi-tingginya sebesar 50% (lima puluh
perseratus) dari nilai keseluruhan Obligasi Pemerintah yang dibeli
pada saat Bank menerima penyertaan tunai dari Pemerintah
sehubungan dengan Program Rekapitalisasi Bank Umum.
2. Bank wajib memindah-bukukan seluruh Obligasi Pemerintah yang
akan diperdagangkan dari portofolio investasi ke dalam portofolio
perdagangan sebesar jumlah nominalnya.
3. Obligasi Pemerintah yang dapat dipindahkan kedalam portofolio
perdagangan adalah Obligasi Pemerintah yang telah dapat
perdagangkan pada pasar sekunder yaitu seri FR0001, FR0002,
FR0003, FR0004, FR0005, FR0006, FR0007, FR0008, FR0009,
VR0001, VR0002, VR0003, VR0004, VR0005, VR0007, VR0009,
VR0011, VR0013 dan VR0015, sebagaimana ditetapkan oleh Bank
Indonesia pada :
- Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/14/DPNP tanggal 27 Juni
2000 tentang Penetapan Obligasi Pemerintah Seri FR0002 untuk
Diperdagangkan di Pasar Sekunder.
- Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/16/DPNP tanggal 25 Juli
2000 Tentang Penetapan Obligasi Pemerintah Seri FR0003, FR0004
dan FR0005 untuk Diperdagangkan di Pasar Sekunder.
- Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/26/DPM tanggal 8
Desember 2000 Tentang Penetapan Obligasi Pemerintah Seri
FR0006, FR0007, FR0008 dan FR0009 untuk Diperdagangkan di
Pasar Sekunder .…..
Pasar Sekunder Serta Peningkatan Prosentase Portofolio Obligasi
Pemerintah Yang Dapat Diperdagangkan.
-
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/6/DPM tanggal 9 Februari
2001 Tentang Penetapan Obligasi Pemerintah Seri VR0003,
VR0004, VR0007, VR0009, VR00011, VR0013 dan VR0015 untuk
Diperdagangkan Di Pasar Sekunder Serta Peningkatan Prosentase
Portofolio Obligasi Pemerintah Yang Dapat Diperdagangkan oleh
Bank Umum Peserta Program Rekapitalisasi Perbankan.
II. TATA CARA PENGAJUAN PENAMBAHAN JUMLAH OBLIGASI YANG
DAPAT DIPERDAGANGKAN DI PASAR SEKUNDER
1. Bank wajib melaporkan secara tertulis kepada Bank Indonesia
mengenai jenis, seri dan tambahan jumlah dari Obligasi yang akan
dipindahkan kedalam portofolio perdagangan;
2. Surat pelaporan sebagaimana dimaksud dalam angka 1, wajib
dilengkapi dengan jumlah nominal yang akan diperdagangkan;
3. Surat pelaporan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan angka 2
diajukan kepada Direktorat Pengelolaan Moneter – Bank Indonesia,
Gedung B – Lantai 11, Jl. MH. Thamrin No.2 Jakarta, dengan
tembusan kepada Direktorat Pengawasan Bank terkait.
III. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 5 Juli
2001. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA
Tarmiden Sitorus
Deputi Direktur
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 3/15/DPM|SE-BI/2001 </reg_id>
<reg_title> Peningkatan Prosentase Portofolio Obligasi Pemerintah Yang Dapat Diperdagangkan Bagi Bank Umum Peserta Program Rekapitalisasi Perbankan </reg_title>
<set_date> 5 Juli 2001 </set_date>
<effective_date> 5 Juli 2001 </effective_date>
<related_reg> '1/10/PBI/1999', '2/10/PBI/2000' </related_reg>
|
No. 8/1/DPM
Jakarta, 27 Januari 2006
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK, PIALANG PASAR UANG DAN PIALANG PASAR MODAL
DI INDONESIA
Perihal
: Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/21/DPM
tanggal 26 Maret 2004 perihal Tata Cara Pembelian dan atau
Penjualan Surat Utang Negara oleh Bank Indonesia di Pasar
Sekunder Dalam Rangka Operasi Pasar Terbuka
Dalam rangka penyempurnaan setelmen pembelian dan atau penjualan Surat
Utang Negara oleh Bank Indonesia di pasar sekunder dalam rangka Operasi Pasar
Terbuka maka dipandang perlu untuk mengubah Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 6/21/DPM tanggal 26 Maret 2004 tentang Tata Cara Pembelian dan atau
Penjualan Surat Utang Negara oleh Bank Indonesia di Pasar Sekunder Dalam
Rangka Operasi Pasar Terbuka sebagai berikut:
1. Ketentuan butir III.A.1.d, diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
d. Pada hari pelaksanaan lelang SUN, peserta lelang mengajukan penawaran
lelang SUN kepada Biro Operasi Moneter (Tim Pelaksana Operasi Moneter)
– Direktorat Pengelolaan Moneter Bank Indonesia pada window time melalui
sarana BI-SSSS.
2. Ketentuan butir III.A.3.a, diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
a. Bank …
a. Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang SUN melalui sarana BI-SSSS
atau sarana lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia pada hari pelaksanaan
lelang SUN paling lambat pukul 17.00 WIB berupa kuantitas lelang secara
keseluruhan dan rata-rata tertimbang yield pemenang lelang per seri.
3. Ketentuan butir IV.3, diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
3. Setelmen transaksi SUN dilaksanakan pada 1 (satu) hari kerja setelah tanggal
transaksi (T + 1).
4. Ketentuan butir IV.4, diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
4. Dalam hal saldo Rekening Surat Berharga SUN milik Bank penjual tidak
mencukupi untuk Setelmen Surat Berharga SUN sampai dengan ”cut off
warning” sistem BI-RTGS maka sistem secara otomatis membatalkan
transaksi lelang SUN dimaksud secara ”gross to gross” .
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 27 Januari
2006.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
Surat
BUDI MULYA
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 8/1/DPM|SE-BI/2006 </reg_id>
<reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/21/DPM tanggal 26 Maret 2004 perihal Tata Cara Pembelian dan atau Penjualan Surat Utang Negara oleh Bank Indonesia di Pasar Sekunder Dalam Rangka Operasi Pasar Terbuka </reg_title>
<set_date> 27 Januari 2006 </set_date>
<effective_date> 27 Januari 2006 </effective_date>
<changed_reg> '6/21/DPM|SE-BI/2004' </changed_reg>
<related_reg> '6/21/DPM|SE-BI/2004' </related_reg>
|
No. 18/31/DPM
Jakarta, 29 November 2016
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM SYARIAH, UNIT USAHA SYARIAH, DAN PIALANG
PASAR UANG RUPIAH DAN VALUTA ASING DI INDONESIA
Perihal : Tata Cara Penempatan Berjangka (Term Deposit) Syariah dalam
Valuta Asing
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor
16/12/PBI/2014 tentang Operasi Moneter Syariah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 178, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5567), serta dalam rangka meningkatkan
governance dan mendukung kelancaran pelaksanaan transaksi
penempatan berjangka (term deposit) syariah dalam valuta asing, perlu
mengatur kembali ketentuan pelaksanaan mengenai tata cara penempatan
berjangka (term deposit) syariah dalam valuta asing dalam Surat Edaran
Bank Indonesia sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
1. Bank adalah Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah yang
merupakan bank devisa.
2. Bank Umum Syariah yang selanjutnya disingkat BUS adalah
Bank Umum Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang mengenai perbankan syariah.
3. Unit Usaha Syariah yang selanjutnya disingkat UUS adalah Unit
Usaha Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
mengenai perbankan syariah.
4. Operasi …
2
4. Operasi Moneter Syariah yang selanjutnya disingkat OMS adalah
pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dalam
rangka pengendalian moneter melalui kegiatan operasi pasar
terbuka dan penyediaan standing facilities berdasarkan prinsip
syariah.
5. Operasi Pasar Terbuka Syariah yang selanjutnya disebut OPT
Syariah adalah kegiatan transaksi pasar uang berdasarkan
prinsip syariah yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan Bank
dan pihak lain dalam rangka OMS.
6. Transaksi Penempatan Berjangka (Term Deposit) Syariah Dalam
Valuta Asing yang selanjutnya disebut Term Deposit Valas Syariah
adalah penempatan secara berjangka dana valuta asing milik
Bank di Bank Indonesia.
7. Akad Ju’alah adalah janji atau komitmen (iltizam) untuk
memberikan imbalan tertentu (’iwadh/ju’l) atas pencapaian hasil
(natijah) yang ditentukan dari suatu pekerjaan.
8. Perusahaan Pialang Pasar Uang Rupiah dan Valuta Asing yang
selanjutnya disebut Pialang adalah perusahaan yang didirikan
khusus untuk melakukan kegiatan jasa perantara bagi
kepentingan nasabahnya di bidang pasar uang Rupiah dan valuta
asing dengan memperoleh imbalan atas jasanya.
9. Sistem Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya disebut
Sistem LHBU adalah sarana pelaporan Bank kepada Bank
Indonesia secara harian, termasuk penyediaan informasi pasar
uang dan pengumuman dari Bank Indonesia.
10. Bank Koresponden adalah bank yang memelihara rekening giro
valuta asing dalam rangka pembayaran dan/atau penerimaan
dana valuta asing ke dan/atau dari Bank.
II. PERSYARATAN UMUM
1. Transaksi Term Deposit Valas Syariah dilakukan dengan
menggunakan akad ju’alah oleh Bank kepada Bank Indonesia.
2. Transaksi Term Deposit Valas Syariah memiliki karakteristik
sebagai berikut:
a.
jenis …
3
a.
jenis valuta asing yang digunakan adalah Dolar Amerika
Serikat;
b. memiliki jangka waktu paling singkat 1 (satu) hari dan paling
lama 12 (dua belas) bulan yang dinyatakan dalam hari, yang
dihitung sejak 1 (satu) hari setelah tanggal setelmen sampai
dengan tanggal jatuh waktu;
c. dilakukan tanpa disertai dengan penerbitan surat berharga;
d. atas transaksi Term Deposit Valas Syariah, Bank Indonesia
memberikan imbalan; dan
e. dapat dicairkan sebelum tanggal jatuh waktu (early
redemption) baik keseluruhan atau sebagian.
3. Persyaratan Bank yang dapat mengikuti transaksi Term Deposit
Valas Syariah sebagai berikut:
a.
tidak sedang dalam masa pengenaan sanksi penghentian
sementara untuk mengikuti kegiatan OMS; dan
b. memiliki rekening giro dalam valuta asing di Bank Indonesia.
4. Bank mengajukan transaksi Term Deposit Valas Syariah kepada
Bank Indonesia untuk kepentingan diri sendiri.
5. Bank dapat mengajukan penawaran transaksi Term Deposit Valas
Syariah secara langsung dan/atau melalui Pialang.
6. Pialang mengajukan penawaran transaksi Term Deposit Valas
Syariah untuk kepentingan Bank.
7. Pialang yang dapat mengajukan penawaran sebagaimana
dimaksud dalam angka 5 dan angka 6 tidak sedang dikenakan
sanksi terkait izin usaha oleh Bank Indonesia.
8. Transaksi Term Deposit Valas Syariah dilakukan pada hari kerja
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
9. Transaksi Term Deposit Valas Syariah dilakukan melalui sarana
dealing system yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
10. Imbalan Term Deposit Valas Syariah ditetapkan sebagai berikut:
a. Bank Indonesia membayar imbalan atas Term Deposit Valas
Syariah pada saat Term Deposit Valas Syariah jatuh waktu
atau pada tanggal setelmen early redemption.
b. Tingkat …
4
b. Tingkat imbalan yang diberikan mengacu pada suku bunga
hasil lelang transaksi Term Deposit valuta asing (valas)
konvensional berjangka waktu sama, yang dilakukan secara
bersamaan dengan transaksi Term Deposit Valas Syariah,
dengan ketentuan sebagai berikut:
1) dalam hal transaksi Term Deposit valas konvensional
menggunakan metode harga tetap (fixed rate tender)
maka tingkat imbalan Term Deposit Valas Syariah
ditetapkan sama dengan suku bunga transaksi Term
Deposit valas konvensional; atau
2) dalam hal transaksi Term Deposit valas konvensional
menggunakan metode harga beragam (variable rate
tender) maka tingkat imbalan Term Deposit Valas
Syariah ditetapkan sama dengan rata-rata tertimbang
suku bunga hasil transaksi Term Deposit valas
konvensional.
c. Dalam hal pada saat yang bersamaan tidak terdapat lelang
Term Deposit valas konvensional berjangka waktu sama,
tingkat imbalan yang diberikan sebagaimana dimaksud
dalam huruf b mengacu pada tingkat imbalan Term Deposit
Valas Syariah atau suku bunga Term Deposit valas
konvensional pada lelang sebelumnya, yang terkini di antara
keduanya dan masing-masing berjangka waktu sama.
d. Perhitungan nilai imbalan Term Deposit Valas Syariah
dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Nominal
Nilai imbalan =
Keterangan:
k =
Term Deposit Valas
Syariah
×
Tingkat
imbalan
k
×
360
jangka waktu sampai dengan tanggal setelmen
Term Deposit Valas Syariah jatuh waktu atau
tanggal setelmen early redemption Term Deposit
Valas Syariah (dalam hari)
Contoh …
5
Contoh perhitungan imbalan tercantum dalam Lampiran I
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran
Bank Indonesia ini.
III. PELAKSANAAN LELANG
A. Pendaftaran dan Pengkinian Informasi Untuk Mengikuti Lelang
Transaksi Term Deposit Valas Syariah
1. Sebelum pelaksanaan lelang transaksi Term Deposit Valas
Syariah, dilakukan pendaftaran dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. Bank menyampaikan surat pemohonan pendaftaran
untuk mengikuti lelang transaksi Term Deposit Valas
Syariah, yang dilengkapi dengan informasi paling
kurang sebagai berikut:
1) nama Bank;
2) Bank Identifier Code (BIC) Bank;
3) 1 (satu) Terminal Controller Identifier (TCID), dalam
hal Bank telah memiliki Terminal Controller
Identifier (TCID);
4) dalam hal UUS belum memiliki Terminal Controller
Identifier (TCID), menyampaikan 1 (satu) Terminal
Controller Identifier (TCID) bank konvensional dari
UUS yang bersangkutan;
5) dalam hal Bank memiliki rekening di Bank
Koresponden, Bank menyampaikan:
a) nama Bank Koresponden;
b) 1 (satu) nomor rekening Bank di Bank
Koresponden; dan
c) Bank Identifier Code (BIC) Bank Koresponden.
6) dalam hal Bank tidak memiliki rekening di Bank
Koresponden, Bank menyampaikan:
a) nama bank perantara (intermediary bank)
yang ditunjuk untuk keperluan setelmen;
b) 1 …
6
b) 1 (satu) nomor rekening Bank di bank
perantara (intermediary bank) yang ditunjuk
untuk keperluan setelmen;
c) Bank Identifier Code (BIC) bank perantara
(intermediary bank) yang ditunjuk untuk
keperluan setelmen;
d) nama Bank Koresponden;
e) 1 (satu) nomor rekening bank perantara
(intermediary bank) yang ditunjuk untuk
keperluan setelmen di Bank Koresponden; dan
f) Bank Identifier Code (BIC) Bank Koresponden.
7) nama, e-mail, dan contoh tanda tangan dealer yang
berwenang melakukan transaksi Term Deposit
Valas Syariah; dan
8) nama, e-mail, dan contoh tanda tangan pejabat
yang membawahi dealer yang berwenang
melakukan transaksi Term Deposit Valas Syariah
sebagaimana dimaksud dalam angka 7).
b. Pialang menyampaikan surat permohonan pendaftaran
untuk mengikuti lelang transaksi Term Deposit Valas
Syariah, yang dilengkapi dengan informasi paling
kurang sebagai berikut:
1) nama Pialang;
2) 1 (satu) Terminal Controller Identifier (TCID) Pialang;
3) nama, e-mail, dan contoh tanda tangan broker yang
berwenang melakukan transaksi Term Deposit
Valas Syariah; dan
4) nama, e-mail, dan contoh tanda tangan dari pejabat
yang membawahi broker yang berwenang
melakukan transaksi Term Deposit Valas Syariah
sebagaimana dimaksud dalam angka 3).
2. Surat permohonan pendaftaran sebagaimana dimaksud
dalam angka 1 ditandatangani oleh pejabat yang berwenang
mewakili Bank atau Pialang dan hanya disampaikan pada
saat ...
7
saat pertama kali akan melakukan transaksi Term Deposit
Valas Syariah melalui surat kepada Bank Indonesia.
Contoh surat tercantum dalam Lampiran II yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia
ini.
3. Surat sebagaimana dimaksud dalam angka 2 disampaikan
kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagai berikut:
Bank Indonesia c.q. Departemen Operasional Tresuri dan
Pinjaman,
Grup Operasional Tresuri
Divisi Pengelolaan Sistem dan Informasi Operasi Moneter
Menara Sjafruddin Prawiranegara Lantai 11
Jl. M.H. Thamrin No. 2
Jakarta 10350
cc. Departemen Pengelolaan Moneter c.q. Grup Operasi
Moneter
Dalam hal terjadi perubahan atau penggantian alamat surat-
menyurat akan diberitahukan melalui surat dan/atau media
lain.
4. Dalam hal informasi sebagaimana dimaksud dalam angka 1
mengalami perubahan, Bank dan Pialang menyampaikan
pengkinian informasi melalui surat dengan menggunakan
contoh surat sebagaimana dimaksud dalam angka 2.
5. Surat sebagaimana dimaksud dalam angka 4 disampaikan
kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagaimana
dimaksud dalam angka 3.
6. Apabila seluruh persyaratan telah dipenuhi, Bank Indonesia
menyampaikan persetujuan pendaftaran untuk mengikuti
lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah kepada Bank
dan Pialang melalui surat yang memuat informasi antara lain
sebagai berikut:
a. nama Bank dan/atau Pialang;
b. Bank Identifier Code (BIC) Bank;
c. Terminal Controller Identifier (TCID) Bank dan/atau
Pialang;
d. kode ...
8
d. kode individual page yang terdiri dari active page,
historical page, dan confirmation page pada sistem
otomasi lelang OMS valas;
e. Standard Settlement Instruction (SSI); dan/atau
f.
tanggal efektif untuk mengikuti lelang transaksi Term
Deposit Valas Syariah.
B. Pengumuman Rencana Transaksi Term Deposit Valas Syariah
1. Transaksi Term Deposit Valas Syariah dilakukan pada hari
kerja yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
2. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang transaksi
Term Deposit Valas Syariah paling lambat sebelum window
time melalui sistem otomasi lelang OMS valas, Sistem LHBU,
dan/atau sarana lain yang ditetapkan Bank Indonesia.
3. Window time transaksi Term Deposit Valas Syariah dapat
dilakukan antara pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul
16.00 WIB atau waktu lain yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia.
4. Pengumuman rencana transaksi Term Deposit Valas Syariah
memuat antara lain:
a. sarana transaksi;
b.
tanggal lelang;
c. nama lelang (auction name);
d.
jangka waktu;
e. window time;
f. metode lelang;
g.
target indikatif;
h. persentase besaran sanksi;
i.
tanggal setelmen (tanggal valuta); dan/atau
tanggal jatuh waktu.
IV. PENGAJUAN PENAWARAN LELANG
1. Bank dapat mengajukan penawaran lelang transaksi Term Deposit
Valas Syariah secara langsung dan/atau melalui Pialang dalam
window time yang ditetapkan sesuai dengan pengaturan waktu
yang tercatat pada sistem di Bank Indonesia.
2. Pengajuan ...
9
2. Pengajuan penawaran transaksi Term Deposit Valas Syariah
sebagaimana dimaksud dalam angka 1 memuat informasi paling
kurang sebagai berikut:
a. nama lelang (auction name);
b. penawaran nilai nominal; dan
c. Terminal Controller Identifier (TCID) Bank, dalam hal Pialang
mengajukan penawaran untuk dan atas nama Bank,
untuk masing-masing jangka waktu transaksi Term Deposit Valas
Syariah yang diumumkan.
3. Pengajuan penawaran lelang transaksi Term Deposit Valas
Syariah sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dilakukan dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. pengajuan setiap penawaran nilai nominal dari Bank paling
kurang sebesar USD5,000,000.00 (lima juta dolar Amerika
Serikat) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar
USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika Serikat);
b. dalam hal terjadi koreksi penawaran, Bank dan Pialang dapat
mengajukan koreksi untuk setiap penawaran yang diajukan
dalam window time transaksi Term Deposit Valas Syariah;
c. koreksi sebagaimana dimaksud dalam huruf b dapat
dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Bank dapat mengajukan koreksi terhadap informasi
penawaran selain informasi nama lelang (auction name);
dan/atau
2) Pialang yang mengajukan penawaran lelang Term
Deposit Valas Syariah untuk dan atas nama Bank dapat
mengajukan koreksi terhadap informasi penawaran
selain informasi Terminal Controller Identifier (TCID)
Bank dan nama lelang (auction name);
d. koreksi penawaran harus memenuhi persyaratan pengajuan
penawaran sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
e. Bank dan Pialang harus memantau kebenaran data
penawaran transaksi Term Deposit Valas Syariah yang telah
disampaikan kepada Bank Indonesia;
f. Bank ...
10
f. Bank dan Pialang bertanggung jawab atas kebenaran data
penawaran yang disampaikan kepada Bank Indonesia;
g. Bank dan Pialang dilarang membatalkan penawaran yang
telah disampaikan kepada Bank Indonesia; dan
h. Pialang harus menyampaikan informasi kepada Bank
mengenai transaksi Term Deposit Valas Syariah yang telah
diajukan untuk kepentingan Bank.
V. PENETAPAN PEMENANG LELANG
1. Bank Indonesia menetapkan nilai nominal transaksi Term Deposit
Valas Syariah yang dimenangkan dengan cara:
a. penawaran nilai nominal yang diajukan Bank dimenangkan
seluruhnya;
b. dalam hal diperlukan, penawaran nilai nominal yang
diajukan Bank dapat dimenangkan sebagian secara
proporsional sesuai perhitungan Bank Indonesia dengan
pembulatan ke seratus ribuan Dolar Amerika Serikat
terdekat dengan ketentuan:
1) untuk nominal kurang dari USD50,000.00 (lima puluh
ribu dolar Amerika Serikat) dibulatkan menjadi 0 (nol);
dan
2) untuk nominal USD50,000.00 (lima puluh ribu dolar
Amerika Serikat) atau lebih dibulatkan menjadi
USD100,000.00 (seratus ribu dolar Amerika Serikat).
Contoh perhitungan nilai nominal dan penetapan pemenang
lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah tercantum dalam
Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat
Edaran Bank Indonesia ini.
2. Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada pemenang
lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah.
VI. PENGUMUMAN HASIL LELANG
1. Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang transaksi Term
Deposit Valas Syariah setelah dilakukan proses penetapan
pemenang ...
11
pemenang lelang oleh Bank Indonesia dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. secara keseluruhan kepada semua Bank dan/atau Pialang,
pengumuman hasil lelang transaksi Term Deposit Valas
Syariah disampaikan melalui sistem otomasi lelang OMS
valas, Sistem LHBU, dan/atau sarana lain yang ditetapkan
oleh Bank Indonesia, antara lain berupa:
1) nilai nominal penawaran yang dimenangkan; dan/atau
2)
tingkat imbalan Term Deposit Valas Syariah;
b. secara individual kepada masing-masing pemenang lelang,
pengumuman hasil lelang transaksi Term Deposit Valas
Syariah disampaikan melalui sistem otomasi lelang OMS
valas dan/atau sarana lain yang ditetapkan Bank Indonesia,
antara lain berupa:
1)
jangka waktu;
2) nilai nominal;
3)
tingkat imbalan; dan/atau
4) nominal imbalan Term Deposit Valas Syariah,
yang dimenangkan.
2. Bank dapat mengakses pengumuman hasil lelang transaksi Term
Deposit Valas Syariah sebagaimana dimaksud dalam angka 1
dalam confirmation page pada sistem otomasi lelang OMS valas.
VII. SETELMEN
1. Setelmen Transaksi Term Deposit Valas Syariah
a. Setelmen transaksi Term Deposit Valas Syariah dilakukan
paling lama 2 (dua) hari kerja setelah tanggal transaksi.
b. Bank menyediakan dana di rekening giro pada Bank
Koresponden atau bank perantara (intermediary bank) yang
ditunjuk untuk keperluan setelmen, yang mencukupi untuk
memenuhi kewajiban setelmen transaksi Term Deposit Valas
Syariah.
c. Pada tanggal setelmen, Bank wajib mentransfer dana atas
kewajiban setelmen transaksi Term Deposit Valas Syariah
untuk setiap penawaran atau sesuai dengan jumlah nominal
yang …
12
yang dimenangkan ke rekening Bank Indonesia di Bank
Koresponden.
d. Bank menyampaikan konfirmasi setelmen transaksi Term
Deposit Valas Syariah sebagaimana dimaksud dalam huruf c
melalui SWIFT message format MT320 atau sarana lain
kepada Bank Indonesia c.q. Departemen Operasional Tresuri
dan Pinjaman.
e. Dalam hal Bank tidak mentransfer dana atas kewajiban
setelmen sebagaimana dimaksud dalam huruf c maka
transaksi Term Deposit Valas Syariah dinyatakan batal.
f. Atas batalnya transaksi Term Deposit Valas Syariah
sebagaimana dimaksud dalam huruf e, Bank dikenakan
sanksi sebagaimana diatur dalam butir X.1.
g. Dalam rangka perhitungan pengenaan sanksi penghentian
sementara mengikuti kegiatan OMS, apabila pada hari yang
sama terdapat lebih dari 1 (satu) kali pembatalan transaksi
Term Deposit Valas Syariah maka pembatalan tersebut hanya
dihitung sebanyak 1 (satu) kali.
2. Setelmen Jatuh Waktu Transaksi Term Deposit Valas Syariah
a. Pada tanggal jatuh waktu transaksi Term Deposit Valas
Syariah, Bank Indonesia melakukan pelunasan Term Deposit
Valas Syariah jatuh waktu dengan melakukan transfer ke
rekening Bank pada Bank Koresponden sebesar nilai tunai.
b. Nilai tunai sebagaimana dimaksud dalam huruf a dihitung
dengan rumus sebagai berikut :
Nilai tunai = N × (1 + r
k
360 hari
Keterangan:
N = nilai nominal Term Deposit Valas Syariah
r = tingkat imbalan
k = jangka waktu Term Deposit Valas Syariah
3. Dalam hal setelah terjadinya transaksi Term Deposit Valas
Syariah, tanggal jatuh waktu transaksi Term Deposit Valas
Syariah ditetapkan sebagai hari libur oleh Pemerintah,
pelaksanaan setelmen transaksi dimaksud dilakukan pada hari
kerja …
)
13
kerja berikutnya tanpa memperhitungkan tambahan imbalan
untuk hari libur dimaksud.
VIII. PENCAIRAN SEBELUM JATUH WAKTU (EARLY REDEMPTION)
1. Pengajuan Early Redemption
a. Bank dapat mengajukan early redemption Term Deposit Valas
Syariah paling cepat 3 (tiga) hari setelah setelmen hasil lelang
transaksi Term Deposit Valas Syariah yang akan dilakukan
early redemption.
b. Bank dapat mengajukan early redemption pada setiap hari
kerja, kecuali pada hari pelaksanaan lelang Term Deposit
Valas Syariah dengan jangka waktu melebihi overnight.
c. Pengajuan early redemption sebagaimana dimaksud dalam
huruf b dilakukan dari pukul 08.00 WIB sampai dengan
pukul 11.00 WIB.
d. Pengajuan early redemption sebagaimana dimaksud dalam
huruf b dilakukan melalui sarana dealing system yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
e. Pengajuan early redemption dilakukan paling kurang sebesar
USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika Serikat) dengan
kelipatan sebesar USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika
Serikat).
f. Pengajuan early redemption disertai informasi reference
number dan informasi nama lelang (auction name) pada saat
pengajuan transaksi lelang Term Deposit Valas Syariah.
g. Pengajuan early redemption baik keseluruhan atau sebagian,
dilakukan untuk nilai nominal penuh yang tercantum dalam
setiap deal ticket.
h. Pengajuan early redemption disertai informasi deal ticket
konfirmasi pada saat transaksi yang diperoleh Peserta OPT
pada saat pengumuman hasil lelang, dengan mencantumkan
informasi waktu transaksi lelang yang akan dilakukan early
redemption (waktu Greenwich Mean Time/GMT).
i. Bank ...
14
i. Bank yang melakukan early redemption Term Deposit Valas
Syariah memperoleh imbalan secara proporsional dengan
rumus sebagai berikut:
Imbalan =
Keterangan:
k =
Nominal
early redemption ×
Tingkat
imbalan
k
×
360
jangka waktu sampai dengan setelmen early
redemption Term Deposit Valas Syariah
j. Bank dikenakan biaya early redemption Term Deposit Valas
Syariah sebesar 10% (sepuluh persen) dari
sebagaimana dimaksud dalam huruf i.
imbalan
2. Setelmen Early Redemption
Bank Indonesia melakukan setelmen early redemption pada 2
(dua) hari kerja setelah tanggal pengajuan early redemption.
3. Perhitungan Nilai Early Redemption
Nilai tunai early redemption adalah sebesar nilai nominal Term
Deposit Valas Syariah yang dilakukan early redemption ditambah
imbalan kemudian dikurangi biaya early redemption, dengan
rumus sebagai berikut:
Nilai
tunai
Nominal
early redemption
=
early redemption
Term Deposit Valas Syariah
yang di-earlyredeem
+ Imbalan -
Biaya
early redemption
IX. PELAKSANAAN LELANG DALAM KEADAAN TIDAK NORMAL
1. Dalam hal terjadi keadaan tidak normal pada sistem otomasi
lelang OMS valas yang mempengaruhi kelancaran pelaksanaan
lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah, Bank Indonesia
dapat melakukan hal-hal sebagai berikut:
a. menyesuaikan window time transaksi Term Deposit Valas
Syariah;
b. membatalkan proses lelang transaksi Term Deposit Valas
Syariah yang dilakukan melalui sistem otomasi lelang OMS
valas; dan/atau
c. melakukan ...
15
c. melakukan transaksi Term Deposit Valas Syariah secara
manual.
2. Dalam hal dilakukan penyesuaian window time atau pembatalan
proses lelang sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a dan butir
1.b, Bank Indonesia menginformasikan kepada Bank melalui
sistem otomasi lelang OMS valas, Sistem LHBU, dan/atau sarana
lain.
3. Dalam hal diperlukan, Bank Indonesia dapat melakukan proses
lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah secara manual
sebagaimana dimaksud dalam butir 1.c, lelang dilaksanakan
melalui sarana dealing system dan/atau sarana lain yang
ditetapkan Bank Indonesia, misalnya e-mail atau faksimili.
4. Dalam hal Bank Indonesia menetapkan lebih dari 1 (satu) sarana
transaksi yang dapat digunakan sebagaimana dimaksud dalam
angka 3, Bank dan/atau Pialang hanya dapat mengajukan
penawaran transaksi Term Deposit Valas Syariah melalui 1 (satu)
sarana transaksi yang ditetapkan Bank Indonesia.
5. Proses lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah yang
dilakukan secara manual sebagaimana dimaksud dalam angka 3
diatur dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Pengumuman Lelang
1) Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang
transaksi Term Deposit Valas Syariah paling lambat
sebelum window time melalui Sistem LHBU dan/atau
sarana lain.
2) Window time transaksi Term Deposit Valas Syariah
dapat dilakukan antara pukul 08.00 WIB sampai
dengan pukul 16.00 WIB, atau waktu lain yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
3) Pengumuman rencana lelang transaksi Term Deposit
Valas Syariah memuat informasi antara lain:
a) sarana transaksi;
b)
c)
tanggal lelang;
jangka waktu;
d) window time;
e) metode ...
16
e) metode lelang;
f)
target indikatif;
g) persentase besaran sanksi;
h) tanggal setelmen (tanggal valuta); dan/atau
i)
tanggal jatuh waktu.
b. Pengajuan Penawaran Lelang
1) Bank dan Pialang mengajukan penawaran lelang
transaksi Term Deposit Valas Syariah kepada Bank
Indonesia melalui sarana dealing system dan/atau
sarana lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dalam
window time yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
sesuai dengan waktu yang tercatat pada sistem di Bank
Indonesia.
2) Pengajuan penawaran lelang transaksi Term Deposit
Valas Syariah sebagaimana dimaksud dalam angka 1)
meliputi informasi antara lain:
a) nama Bank;
b)
c)
d)
tanggal transaksi;
jangka waktu;
tanggal jatuh waktu;
e) Standard Settlement Instruction (SSI);
f) penawaran nilai nominal; dan/atau
g)
tingkat imbalan sesuai dengan yang diumumkan
oleh Bank Indonesia.
3) Pengajuan penawaran lelang transaksi Term Deposit
Valas Syariah sebagaimana dimaksud dalam angka 2)
dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a) penawaran dapat diajukan paling banyak 2 (dua)
kali untuk masing-masing jangka waktu yang
ditawarkan;
b) pengajuan setiap penawaran nilai nominal dari
Bank paling kurang sebesar USD5,000,000.00
(lima juta dolar Amerika Serikat) dan selebihnya
dengan kelipatan USD1,000,000.00 (satu juta dolar
Amerika Serikat);
c) dalam ...
17
c) dalam hal terjadi koreksi penawaran, Bank dan
Pialang hanya dapat mengajukan 1 (satu) kali
koreksi untuk setiap penawaran yang diajukan
dalam window time transaksi Term Deposit Valas
Syariah;
d) koreksi sebagaimana dimaksud dalam huruf c)
dapat dilakukan terhadap informasi penawaran
selain informasi nama Bank dan jangka waktu
Term Deposit Valas Syariah;
e) koreksi penawaran harus memenuhi persyaratan
pengajuan penawaran sebagaimana dimaksud
dalam huruf b);
f) Bank dan Pialang harus memantau kebenaran data
penawaran transaksi Term Deposit Valas Syariah
yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia;
g) Bank dan Pialang bertanggung jawab atas
kebenaran data penawaran yang disampaikan
kepada Bank Indonesia;
h) Bank dan Pialang dilarang membatalkan
penawaran yang telah disampaikan kepada Bank
Indonesia;
i) Pialang harus menyampaikan informasi kepada
Bank mengenai transaksi Term Deposit Valas
Syariah yang telah diajukan untuk kepentingan
Bank; dan
j) Dalam hal penawaran yang diajukan oleh Bank dan
Pialang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a) sampai dengan huruf d)
atau tidak melakukan koreksi pengajuan
penawaran dalam window time transaksi Term
Deposit Valas Syariah maka penawaran dimaksud
dinyatakan batal.
c. Penetapan ...
18
c. Penetapan pemenang lelang transaksi Term Deposit Valas
Syariah sebagaimana diatur dalam angka V.
d. Pengumuman Hasil Lelang Transaksi Term Deposit Valas
Syariah
Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang transaksi Term
Deposit Valas Syariah setelah dilakukan proses penetapan
pemenang lelang oleh Bank Indonesia dengan mekanisme
sebagai berikut:
1) mengumumkan hasil penetapan pemenang lelang
secara keseluruhan kepada semua Bank dan Pialang
melalui Sistem LHBU dan/atau sarana lain yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia, antara lain berupa:
a) nilai nominal yang dimenangkan; dan/atau
b)
tingkat imbalan Term Deposit Valas Syariah;
2) melakukan konfirmasi kepada Bank yang
memenangkan lelang secara individual melalui sarana
dealing system dan/atau sarana lain yang ditetapkan
oleh Bank Indonesia, misalnya e-mail atau faksimili,
antara lain berupa:
a) nilai nominal dan tingkat imbalan;
b)
c)
d)
jangka waktu;
tanggal setelmen (tanggal valuta);
tanggal jatuh waktu; dan/atau
e) permintaan Standard Settlement Instruction (SSI)
Bank.
3) dalam hal penawaran lelang diajukan melalui Pialang,
konfirmasi sebagaimana dimaksud dalam angka 2)
dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a) konfirmasi dilakukan melalui Pialang, apabila
Bank yang bersangkutan tidak memiliki sarana
dealing system yang ditetapkan Bank Indonesia;
atau
b) konfirmasi ...
19
b) konfirmasi dilakukan kepada Bank yang
bersangkutan, apabila Bank yang bersangkutan
memiliki sarana dealing system yang ditetapkan
Bank Indonesia.
e. Setelmen transaksi Term Deposit Valas Syariah dilakukan
dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Transfer dana atas kewajiban setelmen transaksi Term
Deposit Valas Syariah dilakukan sesuai dengan nilai
nominal yang tercantum pada setiap deal ticket
konfirmasi lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah.
2) Pelaksanaan setelmen transaksi Term Deposit Valas
Syariah dalam hal terjadi keadaan tidak normal pada
sistem otomasi lelang OMS valas dilakukan sesuai
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Bab
VII.
X. TATA CARA PENGENAAN SANKSI
1. Dalam hal Bank tidak dapat memenuhi kewajiban setelmen yang
menyebabkan batalnya transaksi Term Deposit Valas Syariah
sebagaimana dimaksud dalam butir VII.1.e, Bank dikenakan
sanksi berupa:
a.
teguran tertulis dengan tembusan kepada Otoritas Jasa
Keuangan; dan
b. kewajiban membayar sebesar persentase tertentu dari nilai
transaksi yang batal, yang diumumkan Bank Indonesia pada
saat pengumuman rencana transaksi sebagaimana
dimaksud dalam butir III.B.4 dengan rumus sebagai berikut:
Kewajiban
Membayar
=
Persentase
besaran
sanksi
× Nominal
transaksi
2. Teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a.
disampaikan paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah pembatalan
transaksi sebagaimana dimaksud dalam butir VII.1.e.
3. Pengenaan ...
20
3. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud
dalam butir 1.b. dilakukan dengan mendebet rekening giro valas
Bank di Bank Indonesia paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah
terjadinya pembatalan transaksi sebagaimana dimaksud dalam
butir VII.1.e.
4. Dengan tidak mengurangi sanksi sebagaimana dimaksud dalam
angka 1, dalam hal Bank melakukan transaksi OMS yang
dinyatakan batal sebanyak 3 (tiga) kali dalam kurun waktu 6
(enam) bulan, Bank dikenakan sanksi berupa penghentian
sementara untuk mengikuti kegiatan OMS selama 5 (lima) hari
kerja berturut-turut.
5. Sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan OMS
sebagaimana dimaksud dalam angka 4 diberlakukan mulai 1
(satu) hari kerja setelah diperoleh informasi adanya pembatalan
transaksi OMS yang ketiga kalinya.
XI. KETENTUAN PENUTUP
Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini maka:
1. Surat Edaran Bank Indonesia No.16/13/DPM tanggal 24 Juli
2014 perihal Tata Cara Penempatan Berjangka (Term Deposit)
Syariah dalam Valuta Asing; dan
2. Surat Edaran Bank Indonesia No.17/9/DPM tanggal 20 Mei 2015
perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia
No.16/13/DPM tanggal 24 Juli 2014 perihal Tata Cara
Penempatan Berjangka (Term Deposit) Syariah dalam Valuta
Asing,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 29
November 2016.
Agar ...
21
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
DODDY ZULVERDI
KEPALA DEPARTEMEN
PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 18/31/DPM|SE-BI/2016 </reg_id>
<reg_title> Tata Cara Penempatan Berjangka (Term Deposit) Syariah dalam Valuta Asing </reg_title>
<set_date> 29 November 2016 </set_date>
<effective_date> 29 November 2016 </effective_date>
<replaced_reg> '16/13/DPM|SE-BI/2014', '17/9/DPM|SE-BI/2015' </replaced_reg>
<related_reg> '16/12/PBI/2014' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi X' </penalty_list>
|
No.16/11/DKSP
Jakarta, 22 Juli 2014
S U R A T E D A R A N
Perihal : Penyelenggaraan Uang Elektronik (Electronic Money)
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik (Electronic Money) (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 65, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5001) sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/8/PBI/2014 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 69, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5524) yang selanjutnya disebut PBI
Uang Elektronik, perlu diatur ketentuan pelaksanaan mengenai
penyelenggaraan Uang Elektronik dalam Surat Edaran Bank Indonesia,
sebagai berikut:
I. UMUM
A. Uang Elektronik adalah alat pembayaran yang memenuhi unsur-
unsur sebagai berikut:
1. diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor terlebih
dahulu kepada Penerbit;
2. nilai uang disimpan secara elektronik dalam suatu media
server atau chip;
3. digunakan sebagai alat pembayaran kepada pedagang yang
bukan merupakan Penerbit Uang Elektronik tersebut; dan
4. nilai Uang Elektronik yang dikelola oleh Penerbit bukan
merupakan simpanan sebagaimana dimaksud dalam
undang-undang yang mengatur mengenai perbankan.
B. Penyelenggara Uang Elektronik yang selanjutnya disebut
Penyelenggara adalah Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara
Kliring, dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir yang telah
memperoleh izin dari Bank Indonesia.
C. Berdasarkan …
C. Berdasarkan pencatatan data identitas Pemegang, Uang
Elektronik dapat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu:
1. Uang Elektronik yang data identitas Pemegangnya terdaftar
dan tercatat pada Penerbit (registered); dan
2. Uang Elektronik yang data identitas Pemegangnya tidak
terdaftar dan tidak tercatat pada Penerbit (unregistered).
II. PERSYARATAN DAN TATA CARA MEMPEROLEH IZIN SEBAGAI
PENERBIT
A. Persyaratan Sebagai Penerbit
1. Kegiatan sebagai Penerbit dapat dilakukan oleh Bank atau
Lembaga Selain Bank.
2. Bank atau Lembaga Selain Bank yang akan melakukan
kegiatan sebagai Penerbit harus memperoleh izin dari Bank
Indonesia.
3. Bank atau Lembaga Selain Bank (pemohon) yang akan
menyelenggarakan kegiatan sebagai Penerbit harus terlebih
dahulu memperoleh persetujuan dari otoritas pengawas
Bank bagi pemohon berupa Bank atau rekomendasi dari
otoritas pengawas Lembaga Selain Bank bagi pemohon
berupa Lembaga Selain Bank (jika ada).
4. Lembaga Selain Bank yang wajib mengajukan permohonan
izin sebagai Penerbit adalah Lembaga Selain Bank yang
telah mengelola atau merencanakan mengelola Dana Float
sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) atau lebih.
5. Lembaga Selain Bank yang mengajukan permohonan izin
sebagai Penerbit wajib berbadan hukum Indonesia dalam
bentuk perseroan terbatas yang telah menjalankan kegiatan
usahanya di bidang:
a. keuangan;
b. telekomunikasi;
c. penyedia sistem dan jaringan;
d. transportasi publik; dan/atau
e. bidang usaha lainnya yang disetujui Bank Indonesia.
6. Persyaratan …
6. Persyaratan dokumen bagi Bank dan Lembaga Selain Bank
yang mengajukan permohonan izin sebagai Penerbit
mengacu pada Lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
B. Permohonan Izin sebagai Penerbit
Permohonan izin sebagai Penerbit disampaikan kepada Bank
Indonesia secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dan memuat
informasi yang paling kurang mengenai:
1. penjelasan mengenai Uang Elektronik yang akan diterbitkan
meliputi:
a. jenis Uang Elektronik berupa registered dan/atau
unregistered;
b. penggunaan media penyimpanan nilai Uang Elektronik
berupa server dan/atau chip; dan
c. ada atau tidaknya fasilitas transfer dana;
2. rencana waktu dimulainya kegiatan;
3. nama produk Uang Elektronik yang akan digunakan; dan
4. narahubung (contact person) dan/atau penanggung jawab
(person in charge) pemohon yang dapat dihubungi.
III. PEMROSESAN PERMOHONAN IZIN DAN EVALUASI PERIZINAN
SEBAGAI PENERBIT
A. Pemrosesan Permohonan Izin Sebagai Penerbit
1. Terhadap permohonan izin yang diterima, Bank Indonesia
melakukan hal-hal sebagai berikut:
a. pemeriksaan administratif terhadap dokumen yang
disampaikan oleh pemohon, meliputi:
1) pemeriksaan kelengkapan dokumen; dan
2) pemeriksaan kesesuaian dokumen.
Bank Indonesia melakukan pemeriksaan kesesuaian
dokumen apabila dokumen yang disampaikan telah
lengkap. Dalam hal dokumen yang disampaikan tidak
lengkap, Bank Indonesia mengembalikan dokumen
tersebut kepada pemohon.
b. pemeriksaan …
b. pemeriksaan lapangan (on site visit) untuk melakukan
verifikasi atas kebenaran dan kesesuaian dokumen yang
diajukan serta memastikan kesiapan operasional.
2. Dalam hal berdasarkan hasil penelitian administratif berupa
pemeriksaan kesesuaian dokumen sebagaimana dimaksud
pada butir 1.a.2) terdapat ketidaksesuaian persyaratan
dokumen yang disampaikan oleh pemohon, pemohon harus
menyampaikan dokumen yang telah disesuaikan kepada
Bank Indonesia dalam jangka waktu 90 (sembilan puluh)
hari kalender sejak tanggal surat pemberitahuan yang
pertama kali disampaikan oleh Bank Indonesia mengenai
ketidaksesuaian persyaratan dokumen tersebut. Dalam hal
sampai dengan jangka waktu tersebut pemohon belum
menyampaikan dokumen yang telah disesuaikan, maka
Bank Indonesia dapat menolak permohonan izin.
3. Pemohon yang permohonan izinnya ditolak oleh Bank
Indonesia sebagaimana dimaksud pada angka 2 dapat
mengajukan permohonan izin kembali setelah jangka waktu
180 (seratus delapan puluh) hari kalender terhitung sejak
tanggal ditolaknya permohonan izin.
4. Dalam hal dokumen permohonan dinyatakan telah benar
dan sesuai dengan persyaratan, Bank Indonesia melakukan
pemeriksaan lapangan (on site visit).
5. Berdasarkan hasil penelitian administratif dokumen dan
hasil pemeriksaan lapangan (on site visit), Bank Indonesia
dapat:
a. menyetujui permohonan izin; atau
b. menolak permohonan izin.
6. Persetujuan atau penolakan permohonan izin sebagaimana
dimaksud dalam angka 5 disampaikan secara tertulis oleh
Bank Indonesia kepada pemohon.
7. Selama masih dalam proses perizinan, pemohon dilarang
melakukan kegiatan Uang Elektronik kecuali dalam rangka
menguji kesiapan penyelenggaraan Uang Elektronik dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. uji …
a. uji coba dilakukan secara terbatas pada pengguna dan
lokasi transaksi di lingkup internal pemohon;
b. menyampaikan laporan kepada Bank Indonesia
mengenai rencana pelaksanaan dan pengakhiran uji
coba, sebagai berikut:
1)
laporan rencana pelaksanaan uji coba disampaikan
kepada Bank Indonesia paling lambat 30 (tiga puluh)
hari kalender sebelum pelaksanaan uji coba; dan
2)
laporan pengakhiran uji coba disampaikan kepada
Bank Indonesia paling lama 10 (sepuluh) hari
kalender setelah tanggal uji coba berakhir.
8. Dalam hal Lembaga Selain Bank yang telah
menyelenggarakan kegiatan Uang Elektronik dengan Dana
Float di bawah Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
mengajukan permohonan izin kepada Bank Indonesia maka
selama dalam proses perizinan, Lembaga Selain Bank
tersebut tetap dapat menjalankan kegiatannya dengan
ketentuan tidak menambah Dana Float.
B. Masa Berlaku Izin, Pemrosesan Perpanjangan Izin sebagai
Penerbit, dan Evaluasi Izin
1. Masa Berlaku Izin
a. Izin sebagai Penerbit berlaku untuk jangka waktu 5
(lima) tahun terhitung sejak tanggal pemberian izin dari
Bank Indonesia dan dapat diperpanjang untuk jangka
waktu 5 (lima) tahun berikutnya.
b. Perpanjangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dapat dilakukan lebih dari 1 (satu) kali.
2. Perpanjangan Izin
a. Penerbit yang akan memperpanjang masa berlaku izin
harus menyampaikan surat permohonan perpanjangan
izin kepada Bank Indonesia.
b. Surat permohonan perpanjangan izin sebagaimana
dimaksud dalam huruf a disampaikan dengan
ketentuan:
1) paling …
1) paling cepat 18 (delapan belas) bulan; dan
2) paling lambat 12 (dua belas) bulan,
sebelum masa berlaku izin berakhir.
c. Dalam hal Penerbit menyampaikan surat permohonan
perpanjangan izin tidak sesuai dengan batas waktu
sebagaimana dimaksud dalam huruf b maka Penerbit
dianggap tidak mengajukan perpanjangan izin.
d. Surat permohonan perpanjangan izin sebagaimana
dimaksud dalam huruf a harus dilengkapi dengan
pengkinian dokumen perizinan yang disampaikan
pemohon pada saat pertama kali mengajukan izin.
Berdasarkan hasil penelitian administratif dokumen,
Bank Indonesia memutuskan:
1) menyetujui permohonan perpanjangan izin; atau
2) menolak permohonan perpanjangan izin.
e. Persetujuan atau penolakan permohonan perpanjangan
izin sebagaimana dimaksud dalam huruf d disampaikan
secara tertulis oleh Bank Indonesia kepada pemohon.
f. Penerbit yang dianggap tidak memperpanjang izin
sebagaimana dimaksud dalam huruf c atau Penerbit
yang tidak memperpanjang izin harus memberitahukan
kepada Bank Indonesia dengan ketentuan sebagai
berikut:
1) pemberitahuan kepada Bank Indonesia disampaikan
secara tertulis dalam Bahasa Indonesia paling
lambat 12 (dua belas) bulan sebelum masa berlaku
izin berakhir;
2) surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam
angka 1) dilengkapi dengan dokumen yang
menjelaskan:
a) alasan tidak memperpanjang izin sebagai
Penerbit;
b) tanggal efektif penghentian penyelenggaraan
kegiatan Uang Elektronik;
c) mekanisme …
c) mekanisme pemberitahuan atau publikasi
kepada Pemegang, Pedagang, dan/atau pihak
lainnya mengenai rencana penghentian
penyelenggaraan kegiatan Uang Elektronik;
d) jumlah Dana Float yang masih dikelola dan
mekanisme penyelesaian kewajiban kepada
Pemegang dan/atau Pedagang serta jangka
waktu penyelesaiannya; dan
e)
informasi lainnya yang terkait dengan rencana
penghentian penyelenggaraan kegiatan Uang
Elektronik;
3)
informasi mengenai rencana Penerbit tidak
memperpanjang izin harus disampaikan secara
terbuka kepada masyarakat luas melalui paling
kurang 3 (tiga) surat kabar yang berskala nasional.
3. Evaluasi Izin
a. Selama berlakunya jangka waktu izin sebagaimana
dimaksud dalam angka 1 huruf a, Bank Indonesia
berwenang melakukan evaluasi terhadap izin sebagai
Penerbit yang telah diberikan.
b. Evaluasi atas izin sebagai Penerbit sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dilakukan Bank Indonesia
dengan mempertimbangkan paling kurang:
1) tingkat optimalisasi dan perkembangan kegiatan
penyelenggaraan Uang Elektronik.
Pertimbangan ini dilihat dari tingkat pertumbuhan
atas beberapa faktor yaitu:
a) transaksi Uang Elektronik, baik jumlah maupun
nilai transaksi; dan/atau
b) kontribusi pendapatan dari kegiatan Uang
Elektronik terhadap pendapatan Penerbit;
2) tingkat kepatuhan Penerbit terhadap ketentuan dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pertimbangan ini dilihat dari beberapa faktor yaitu:
a) tingkat …
a) tingkat pemenuhan ketentuan dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dalam
pelaksanaan kegiatan Uang Elektronik; dan/atau
b) jenis atau bentuk pelanggaran yang pernah
dilakukan serta perbaikan yang telah dilakukan.
Tingkat kepatuhan dan pemenuhan terhadap
ketentuan yang berlaku tidak terbatas pada
ketentuan mengenai Uang Elektronik, melainkan
termasuk pula terhadap peraturan perundang-
undangan lainnya, seperti peraturan mengenai anti
pencucian uang dan pendanaan terorisme, peraturan
mengenai persaingan usaha yang sehat, dan
peraturan mengenai transfer dana; dan/atau
3) aspek perlindungan konsumen.
Pertimbangan ini dilihat dari beberapa faktor yaitu:
a) tingkat pemenuhan prinsip-prinsip perlindungan
konsumen sebagaimana diatur dalam ketentuan
mengenai perlindungan konsumen;
b) peningkatan jumlah dan jenis pengaduan;
dan/atau
c) kualitas penanganan serta penyelesaian
pengaduan;
c. hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam huruf b,
digunakan Bank Indonesia untuk melakukan tindakan
berupa:
1) pencabutan izin;
2) mempersingkat masa berlaku izin; dan/atau
3) membatasi kegiatan penyelenggaraan Uang
Elektronik.
IV. PEMBERITAHUAN TANGGAL EFEKTIF DIMULAINYA KEGIATAN
SEBAGAI PENERBIT
A. Bank atau Lembaga Selain Bank yang telah memperoleh izin
sebagai Penerbit harus menyelenggarakan kegiatan Uang
Elektronik paling lambat 180 (seratus delapan puluh) hari
kalender …
kalender terhitung sejak tanggal surat persetujuan pemberian
izin dari Bank Indonesia.
B. Penerbit yang telah menyelenggarakan kegiatan Uang Elektronik
sebagaimana dimaksud dalam huruf A harus menyampaikan
laporan tertulis kepada Bank Indonesia paling lama 10 (sepuluh)
hari kerja terhitung sejak tanggal efektif dimulainya kegiatan
sebagai Penerbit. Penerbit dinyatakan telah melaksanakan
kegiatannya secara efektif apabila jaringan atau sistemnya telah
dioperasikan dan produknya telah digunakan oleh masyarakat
luas sebagai Uang Elektronik.
C. Penerbit yang tidak dapat menyelenggarakan kegiatan Uang
Elektronik dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam
huruf A harus menyampaikan laporan tertulis kepada Bank
Indonesia mengenai alasan dan kendala yang menyebabkan
belum dapat dilaksanakannya kegiatan sebagai Penerbit disertai
dengan bukti pendukung sebelum berakhirnya jangka waktu 180
(seratus delapan puluh) hari kalender sebagaimana dimaksud
dalam huruf A. Berdasarkan alasan dan kendala yang
disampaikan, Bank Indonesia dapat memberikan perpanjangan
jangka waktu atau membatalkan izin.
D. Penerbit yang tidak menyelenggarakan kegiatan Uang Elektronik
dalam jangka waktu 180 (seratus delapan puluh) hari kalender
dan tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam
huruf C maka izin yang telah diberikan oleh Bank Indonesia
dinyatakan batal dan tidak berlaku.
V. PERSYARATAN DOKUMEN, TATA CARA PERMOHONAN,
PEMROSESAN PERMOHONAN IZIN DAN EVALUASI PERIZINAN,
SERTA PEMBERITAHUAN TANGGAL EFEKTIF DIMULAINYA
KEGIATAN SEBAGAI PRINSIPAL, ACQUIRER, PENYELENGGARA
KLIRING DAN/ATAU PENYELENGGARA PENYELESAIAN AKHIR
A. Persyaratan dokumen untuk permohonan izin sebagai Prinsipal,
Acquirer, Penyelenggara Kliring, dan/atau Penyelenggara
Penyelesaian …
Penyelesaian Akhir mengacu pada Lampiran yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
B. Tata cara permohonan, pemrosesan permohonan izin, dan
evaluasi perizinan sebagai Penerbit sebagaimana dimaksud
dalam Bab II dan Bab III serta pemberitahuan tanggal efektif
dimulainya kegiatan sebagai Penerbit sebagaimana dimaksud
dalam Bab IV berlaku juga bagi tata cara permohonan,
pemrosesan permohonan izin dan evaluasi perizinan, serta
pemberitahuan tanggal efektif dimulainya kegiatan sebagai
Prinsipal, Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau
Penyelenggara Penyelesaian Akhir.
VI. PENYELENGGARAAN UANG ELEKTRONIK
A. Pencatatan Identitas dan Transaksi Pemegang
1. Penerbit yang menyelenggarakan kegiatan Uang Elektronik
dengan jenis registered harus melakukan pencatatan data
identitas dan transaksi Pemegang.
2. Pencatatan data identitas dan transaksi Pemegang
sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dilakukan sesuai
ketentuan mengenai anti pencucian uang dan pencegahan
pendanaan terorisme bagi Bank dan penyelenggara jasa
sistem pembayaran selain Bank.
3. Penerbit harus memiliki database yang menatausahakan
seluruh data identitas dan transaksi Pemegang.
B. Batas Nilai Uang Elektronik
1. Batas Nilai Uang Elektronik untuk jenis unregistered dan
registered diatur sebagai berikut:
a. untuk jenis unregistered paling banyak Rp1.000.000,00
(satu juta rupiah); dan
b. untuk jenis registered paling banyak Rp5.000.000,00
(lima juta rupiah).
2. Batas nilai transaksi Uang Elektronik jenis unregistered dan
registered dalam 1 (satu) bulan masing-masing paling
banyak Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah).
Pembatasan …
Pembatasan nilai transaksi tersebut diperhitungkan dari
transaksi yang bersifat incoming, antara lain setoran awal,
transfer dana masuk, Pengisian Ulang (top up), dan/atau
transaksi lainnya.
C. Fasilitas Uang Elektronik
1. Fasilitas yang terdapat dalam Uang Elektronik registered
adalah:
a. registrasi Pemegang;
b. Pengisian Ulang (top up);
c. pembayaran transaksi;
d. pembayaran tagihan (tagihan yang bersifat rutin atau
berkala seperti tagihan listrik, tagihan air, tagihan
telepon dan/atau tagihan lainnya);
e. transfer dana;
f. Tarik Tunai;
g. penyaluran program bantuan pemerintah kepada
masyarakat; dan/atau
h. fasilitas lain berdasarkan persetujuan Bank Indonesia.
2. Fasilitas yang terdapat dalam Uang Elektronik unregistered
adalah:
a. Pengisian Ulang (top up);
b. pembayaran transaksi;
c. pembayaran tagihan (tagihan yang bersifat rutin atau
berkala seperti tagihan listrik, tagihan air, tagihan
telepon dan/atau tagihan lainnya); dan/atau
d. fasilitas lain berdasarkan persetujuan Bank Indonesia.
D. Fasilitas Transfer Dana
1. Dalam hal Uang Elektronik registered disertai dengan
fasilitas transfer dana, maka transaksi transfer dana melalui
Uang Elektronik registered tersebut harus diproses secara
online dan real time.
2. Fasilitas transfer dana sebagaimana dimaksud dalam angka
1 meliputi:
a. person to person transfer yang meliputi:
1) antar …
1) antar Uang Elektronik registered; dan/atau
2) Uang Elektronik registered ke Uang Elektronik
unregistered yang diperlakukan sebagai Pengisian
Ulang (top up);
b. person to account transfer, yaitu transfer dari Uang
Elektronik ke rekening simpanan; dan
c. account to person transfer (top up), yaitu transfer dari
rekening ke Uang Elektronik yang diperlakukan sebagai
Pengisian Ulang (top up).
3. Penerbit yang menerbitkan Uang Elektronik dengan fasilitas
transfer dana harus menyediakan fasilitas Tarik Tunai.
Dalam rangka penyediaan fasilitas Tarik Tunai, Penerbit
dapat bekerjasama dengan tempat penguangan tunai
sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai transfer
dana.
4. Kerja sama Penerbit dengan tempat penguangan tunai harus
dilaporkan kepada Bank Indonesia dengan mengacu pada
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir VIII.C.4.b.2).
5. Tarik Tunai dapat dilakukan terhadap sebagian atau
seluruh Nilai Uang Elektronik.
6. Penerbit yang menyediakan fasilitas transfer dana berupa
person to person transfer sebagaimana dimaksud dalam
butir 2.a harus menyediakan sistem yang dapat mencatat
transaksi perpindahan dana dari pengirim dan penerima.
E. Penyediaan Fasilitas Lain
Dalam rangka penyediaan fasilitas lain sebagaimana dimaksud
pada butir C.1.h dan butir C.2.d berlaku ketentuan sebagai
berikut:
1.
fasilitas lain yang akan diselenggarakan harus sesuai
dengan jenis Uang Elektronik (registered atau unregistered);
2. Penerbit yang akan menyediakan fasilitas lain harus
menyampaikan permohonan kepada Bank Indonesia,
dengan dilengkapi informasi yang paling kurang meliputi:
a.
latar belakang penyediaan fasilitas lain tersebut;
b jenis …
b. jenis fasilitas lain yang akan diselenggarakan; dan
c. proses bisnis dan mitigasi risiko terhadap
penyelenggaraan fasilitas lain tersebut; dan
3. penyediaan fasilitas lain hanya dapat dilakukan setelah
Penerbit memperoleh penegasan dari Bank Indonesia.
F. Penerbitan Uang Elektronik dengan Jenis, Nama yang Berbeda,
Pengembangan, dan/atau Penambahan Fasilitas Baru
1. Penerbit yang akan menerbitkan Uang Elektronik dengan
jenis, nama yang berbeda dengan yang telah diterbitkan
sebelumnya, dan/atau pengembangan dan/atau
penambahan fasilitas baru harus menyampaikan rencana
tersebut kepada Bank Indonesia.
2. Penyampaian rencana penerbitan uang elektronik dengan
jenis, nama yang berbeda, pengembangan, dan/atau
penambahan fasilitas baru sebagaimana dimaksud dalam
angka 1 dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. rencana penerbitan Uang Elektronik dengan jenis, nama
yang berbeda, pengembangan, dan/atau penambahan
fasilitas baru disampaikan paling lambat 45 (empat
puluh lima) hari kerja sebelum rencana penerbitan
produk Uang Elektronik dengan jenis, nama yang
berbeda, pengembangan, dan/atau penambahan fasilitas
baru;
b. rencana penerbitan Uang Elektronik dengan jenis, nama
yang berbeda, pengembangan, dan/atau penambahan
fasilitas baru sebagaimana dimaksud dalam huruf a
mencakup informasi paling kurang mengenai:
1) rencana bisnis antara lain informasi mengenai
segmen pasar yang akan dituju dan target
pendapatan yang akan dicapai dari produk dengan
jenis, nama yang berbeda, dan/atau pengembangan
dan/atau penambahan fasilitas baru tersebut;
2) penjelasan jenis, nama yang berbeda,
pengembangan, dan/atau penambahan fasilitas baru
meliputi …
meliputi alur transaksi, mekanisme serta upaya
peningkatan keamanan sistem, dan perbedaan
antara produk baru dengan produk sebelumnya; dan
3) hasil analisis dan/atau kajian manajemen risiko
termasuk mitigasinya yang paling kurang meliputi
risiko operasional, risiko likuiditas, dan risiko
hukum;
3. realisasi penerbitan Uang Elektronik dengan jenis, nama
yang berbeda, pengembangan, dan/atau penambahan
fasilitas baru dilaporkan kepada Bank Indonesia paling lama
10 (sepuluh) hari kerja setelah dilaksanakannya penerbitan
produk Uang Elektronik dengan jenis, nama yang berbeda,
dan/atau pengembangan, dan/atau penambahan fasilitas
baru;
4.
laporan realisasi penerbitan Uang Elektronik dengan jenis,
nama yang berbeda, pengembangan, dan/atau penambahan
fasilitas baru sebagaimana dimaksud dalam angka 3 paling
kurang mencakup informasi mengenai:
a. jenis, nama yang berbeda, dan/atau penambahan
fasilitas baru;
b. tanggal pelaksanaan penerbitan produk Uang Elektronik
dengan jenis, nama yang berbeda, dan/atau
penambahan fasilitas baru; dan
c.
informasi lainnya, dalam hal terdapat perubahan atas
informasi rencana penerbitan produk Uang Elektronik
dengan jenis, nama yang berbeda, pengembangan,
dan/atau penambahan fasilitas baru sebagaimana
dimaksud dalam butir 2.b.
5. Penerbit hanya dapat melakukan penerbitan produk Uang
Elektronik dengan jenis, nama yang berbeda,
pengembangan, dan/atau penambahan fasilitas baru setelah
memperoleh penegasan dari Bank Indonesia.
G. Penerapan …
G. Penerapan Manajemen Risiko Operasional dan Peningkatan
Keamanan Teknologi
1. Penyelenggara harus menerapkan manajemen risiko
operasional dan menjaga keamanan teknologi yang paling
kurang mencakup:
a. penggunaan sistem teknologi informasi yang andal dan
aman yang paling kurang memenuhi prinsip-prinsip:
1) kerahasiaan data (confidentiality);
2)
integritas sistem dan data (integrity);
3) otentikasi sistem dan data (authentication);
4) pencegahan terjadinya penyangkalan transaksi yang
telah dilakukan (non-repudiation); dan
5) ketersediaan sistem (availability);
b. adanya sistem dan prosedur untuk melakukan audit
trail;
c. adanya kebijakan dan prosedur internal untuk sistem
dan sumber daya manusia; dan
d. adanya business continuity plan (BCP) yang dapat
menjamin kelangsungan penyelenggaraan Uang
Elektronik. BCP tersebut meliputi tindakan preventif
maupun contingency plan (termasuk penyediaan sarana
back-up) jika terjadi kondisi darurat atau gangguan yang
mengakibatkan sistem utama penyelenggaraan Uang
Elektronik tidak dapat digunakan.
2. Keamanan dan keandalan sistem teknologi informasi dalam
penyelenggaraan Uang Elektronik sebagaimana dimaksud
dalam angka 1 huruf a paling kurang meliputi keamanan
dan keandalan dalam:
a. proses penerbitan Uang Elektronik;
b. pengelolaan data; dan
c. media penyimpan Uang Elektronik.
3. Keamanan dan keandalan media penyimpan Uang
Elektronik sebagaimana dimaksud dalam angka 2 huruf c
yang berupa chip mengacu pada Lampiran yang merupakan
bagian …
bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia
ini.
4. Dalam rangka menjaga keamanan dan keandalan sistem
teknologi informasi dalam penyelenggaraan Uang Elektronik,
Penyelenggara harus melakukan:
a. peningkatan sistem teknologi informasi yang digunakan;
dan
b. melakukan audit teknologi informasi melalui auditor
eksternal secara berkala minimal 3 (tiga) tahun sekali
atau setiap ada perubahan.
5. Pelaksanaan audit teknologi informasi sebagaimana
dimaksud dalam butir 4.b paling kurang mencakup:
a. aspek teknologi informasi yang meliputi:
1) keamanan operasional;
2) keamanan jaringan, aplikasi, dan sistem;
3) keamanan dan integritas data atau informasi;
4) keamanan fisik dan lingkungan, termasuk kontrol
terhadap akses sistem dan data;
5) manajemen perubahan sistem;
6) manajemen implementasi sistem; dan
7) prosedur tertulis terkait keamanan teknologi;
b. aspek bisnis yang meliputi:
1) transaksi dan rekonsiliasi;
2) terminal dan device management; dan
3) delivery, functionality, dan environment.
H. Pengelolaan Dana Float
1. Penerbit harus melakukan pencatatan Dana Float Uang
Elektronik dengan ketentuan sebagai berikut:
a. pencatatan Dana Float Uang Elektronik registered harus
dilengkapi dengan daftar nominatif yang paling kurang
meliputi nama Pemegang, nomor Uang Elektronik, dan
Nilai Uang Elektronik.
b. pencatatan …
b. pencatatan Dana Float Uang Elektronik unregistered
harus dilengkapi dengan nomor dan Nilai Uang
Elektronik.
2. Penerbit harus menjamin keamanan atas Dana Float yang
ditempatkan dan/atau ditatausahakan dari risiko likuiditas,
risiko kredit, risiko hukum, maupun risiko operasional.
3. Penempatan dan/atau penatausahaan Dana Float dilakukan
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. penempatan Dana Float oleh Penerbit berupa Lembaga
Selain Bank dilakukan sebagai berikut:
1) Dana Float harus ditempatkan sebesar 100%
(seratus persen) pada Bank Umum dalam bentuk
rekening simpanan berupa tabungan, giro, dan/atau
deposito;
2) Dana Float tidak dapat digunakan untuk membiayai
kegiatan di luar kewajiban Penerbit kepada
Pemegang dan Pedagang; dan
3) Penerbit harus memisahkan antara komposisi pokok
dengan bunga, bagi hasil, atau jasa yang diterima
dari hasil penempatan Dana Float;
b. penatausahaan Dana Float oleh Penerbit berupa Bank
dilakukan sebagai berikut:
1) penatausahaan Dana Float oleh Penerbit dilakukan
dengan pencatatan pada pos kewajiban segera atau
rupa-rupa pasiva; dan
2)
jika penatausahaan Dana Float oleh Penerbit
dilakukan melalui penempatan pada pihak lain maka
penempatan Dana Float harus dilakukan pada
instrumen investasi yang aman dan likuid.
4. Penempatan dan/atau penatausahaan Dana Float oleh
Penerbit sebagaimana dimaksud dalam angka 3 harus
memperhatikan kebutuhan likuiditas Penerbit untuk
memenuhi kewajiban kepada Pemegang dan/atau Pedagang
dengan tepat waktu dan akurat.
I. Transparansi …
I. Transparansi
1. Penerbit harus menyediakan informasi kepada calon
Pemegang dan Pemegang secara tertulis dalam Bahasa
Indonesia dengan lengkap dan jelas mengenai produk dan
biaya Uang Elektronik.
2.
Informasi sebagaimana dimaksud dalam angka 1 paling
kurang meliputi:
a.
informasi mengenai produk Uang Elektronik yang
mencakup:
1) penjelasan bahwa Uang Elektronik bukan
merupakan simpanan sehingga tidak dijamin oleh
lembaga penjamin simpanan;
2) prosedur dan tata cara penggunaan Uang Elektronik;
3) fasilitas yang melekat pada Uang Elektronik, seperti
Pengisian Ulang (top up), pembayaran transaksi,
pembayaran tagihan, transfer dana, Tarik Tunai, dan
penyaluran program bantuan pemerintah kepada
masyarakat;
4) risiko yang mungkin timbul dari penggunaan Uang
Elektronik, seperti tidak terdapatnya penggantian
terhadap Uang Elektronik unregistered yang hilang;
5) tata cara dan konsekuensi penggunaan produk
termasuk tata cara pengembalian seluruh Nilai
Uang Elektronik yang tersisa pada Uang Elektronik
pada saat Pemegang mengakhiri penggunaan Uang
Elektronik (redeem);
6) masa berlaku media Uang Elektronik (jika ada), serta
hak dan kewajiban Pemegang atas berakhirnya masa
berlaku media Uang Elektronik tersebut;
7) tata cara pelaporan kehilangan Uang Elektronik
registered dan permohonan pemblokiran Uang
Elektronik; dan
8) hak dan kewajiban Pemegang dalam hal terjadi
kegagalan sistem atau sebab lainnya yang
mengakibatkan kerugian bagi Pemegang;
b. informasi …
b. informasi mengenai jenis, besarnya biaya, dan
mekanisme pengenaan biaya layanan; dan
c.
informasi lainnya seperti tata cara pengajuan pengaduan
yang berkaitan dengan penggunaan Uang Elektronik dan
perkiraan lamanya waktu penanganan pengaduan.
J. Biaya Layanan
1. Pengenaan biaya layanan oleh Penerbit harus memenuhi
ketentuan sebagai berikut:
a. biaya layanan atas penggunaan Uang Elektronik yang
dapat dikenakan meliputi:
1) biaya penggantian media Uang Elektronik untuk
penggunaan pertama kali atau penggantian media
Uang Elektronik yang rusak atau hilang;
2) biaya Pengisian Ulang (top up) melalui pihak lain
yang bekerjasama dengan Penerbit atau melalui
delivery channel pihak lain seperti ATM dan/atau
EDC yang bersifat not on us (tidak dalam jaringan
Penerbit sendiri).
3) biaya Tarik Tunai melalui pihak lain yang
bekerjasama dengan Penerbit atau melalui delivery
channel pihak lain seperti ATM dan/atau EDC yang
bersifat not on us (tidak dalam jaringan Penerbit
sendiri); dan/atau
4) biaya administrasi untuk Uang Elektronik yang tidak
digunakan dalam jangka waktu tertentu; dan
b. Penerbit harus memberikan notifikasi kepada Pemegang
untuk setiap pengenaan biaya layanan tersebut.
2. Penerbit dapat mengenakan biaya administrasi sebagaimana
dimaksud dalam butir 1.a.4) apabila Uang Elektronik tidak
digunakan (tidak aktif) dalam jangka waktu paling singkat 6
(enam) bulan berturut-turut.
K. Masa Berlaku Media Uang Elektronik
1. Penerbit dapat menetapkan masa berlaku media Uang
Elektronik dengan pertimbangan antara lain adanya batas
usia …
usia teknis dari media Uang Elektronik yang digunakan.
2. Berakhirnya masa berlaku media Uang Elektronik tidak
menghapus dan/atau menghilangkan Nilai Uang Elektronik
yang belum digunakan sehingga Pemegang masih memiliki
hak tagih atas Nilai Uang Elektronik yang belum digunakan.
3. Penerbit harus menginformasikan kepada Pemegang
mengenai berakhirnya masa berlaku media Uang Elektronik
dan menyampaikan mekanisme penyelesaian atas Nilai
Uang Elektronik yang belum digunakan.
VII. KERJA SAMA DALAM PENYELENGGARAAN UANG ELEKTRONIK
A. Kerja sama antar Penyelenggara
Penyelenggara yang telah memperoleh izin dari Bank Indonesia
hanya dapat bekerjasama dengan Penyelenggara yang telah
memperoleh izin dari Bank Indonesia.
B. Kerja sama antara Penyelenggara dengan pihak lain
1. Kerja sama Penyelenggara dengan pihak lain dalam rangka
penyediaan sarana pemroses dan infrastruktur pendukung
penyelenggaraan Uang Elektronik
a. Penyelenggara dapat melakukan kerja sama dengan
perusahaan penyedia sarana dan infrastruktur
pendukung antara lain berupa perusahaan personalisasi
atau perusahaan penyedia jasa teknologi dalam
penyelenggaraan Uang Elektronik.
b. Kerja sama sebagaimana dimaksud dalam huruf a harus
memenuhi ketentuan sebagai berikut:
1) Penyelenggara harus memastikan bahwa:
a) pengoperasian sistem dilakukan oleh perusahaan
penyedia sarana pemroses dan infrastruktur
pendukung yang mempunyai jaminan keamanan
atas keseluruhan proses transaksi Uang
Elektronik, yang dibuktikan dengan:
(1) hasil audit teknologi informasi oleh auditor
eksternal; dan
(2) hasil …
(2) hasil sertifikasi yang dilakukan oleh
Prinsipal, jika Penerbit menjadi anggota
Prinsipal.
b) perusahaan penyedia sarana dan infrastruktur
pendukung dapat menjaga kerahasiaan data
identitas Pemegang dan data transaksi.
2) Dalam hal perusahaan penyedia sarana pemroses
dan infrastruktur pendukung yang bekerja sama
dengan Penyelenggara menggunakan jasa pihak lain
maka:
a) Penyelenggara harus memastikan keamanan atas
keseluruhan proses transaksi; dan
b) melaporkan pihak-pihak lain yang kerja sama
yang dilakukan oleh perusahaan penyedia
sarana pemroses dan infrastruktur pendukung
kepada Bank Indonesia.
c. Pelaksanaan kerja sama antara Penyelenggara dengan
penyedia sarana dan infrastruktur pendukung untuk
memproses transaksi Uang Elektronik harus
memperhatikan dan memenuhi paling kurang aspek anti
pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme,
perlindungan konsumen, manajemen risiko, dan
persaingan usaha yang sehat.
2. Kerja sama Penerbit dengan pihak lain dalam rangka
kegiatan Layanan Keuangan Digital (LKD)
a. Dalam rangka kegiatan LKD, Penerbit dapat
bekerjasama dengan Agen LKD berupa:
1) penyelenggara transfer dana;
2) badan usaha berbadan hukum Indonesia; dan/atau
3) individu.
b. Layanan yang dapat dilakukan oleh Agen LKD meliputi:
1) fasilitator registrasi Pemegang;
2) Pengisian Ulang (top up);
3) pembayaran …
3) pembayaran tagihan (tagihan yang bersifat rutin
atau berkala seperti tagihan listrik, tagihan air,
tagihan telepon dan/atau tagihan lainnya);
4) Tarik Tunai;
5) penyaluran program bantuan pemerintah kepada
masyarakat;
6) fasilitas lain berdasarkan persetujuan Bank
Indonesia.
Layanan transfer dana hanya dapat disediakan oleh
Agen LKD berupa penyelenggara transfer dana
sebagaimana dimaksud pada butir a.1). Penyediaan
layanan transfer dana tersebut dilakukan oleh
penyelenggara transfer dana yang bekerjasama dengan
Penerbit, sehingga bukan merupakan fasilitas layanan
dalam keagenan LKD.
c. Kerja sama Penerbit dengan Agen LKD individu
sebagaimana dimaksud dalam butir 2.a.3) hanya dapat
dilakukan oleh Penerbit berupa Bank yang:
1) berbadan hukum Indonesia;
2) merupakan Bank Umum berdasarkan Kegiatan
Usaha (BUKU) 4 sesuai penilaian periode terakhir
oleh otoritas pengawasan Bank;
3) telah menjadi Penerbit paling singkat selama 2 (dua)
tahun; dan
4) memenuhi persyaratan operasional sebagaimana
diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia perihal
Penyelenggaraan LKD Dalam Rangka Keuangan
Inklusif Melalui Agen LKD Individu.
d. Kerja sama penerbit dengan pihak lain yang berupa
penyelenggara transfer dana dan/atau badan usaha
berbadan hukum Indonesia dalam rangka kegiatan LKD
berlaku ketentuan sebagai berikut:
1) Dalam hal Penerbit akan bekerjasama dengan
penyelenggara transfer dana maka Penerbit harus
memastikan …
memastikan bahwa penyelenggara transfer dana
tersebut:
a)
telah memperoleh izin dari Bank Indonesia;
b) menempatkan deposit pada Penerbit dengan
jumlah sesuai yang ditetapkan Penerbit sebagai
jaminan ketersediaan likuiditas dari
penyelenggara transfer dana; dan
c)
lulus proses uji tuntas (due diligence) oleh
Penerbit.
2) Dalam hal Penerbit akan bekerjasama dengan badan
usaha berbadan hukum Indonesia maka Penerbit
harus memastikan hal-hal sebagai berikut:
a) memiliki kemampuan, reputasi, dan integritas di
wilayah operasionalnya;
b) telah melaksanakan kegiatan usaha paling
kurang selama 2 (dua) tahun;
c) menempatkan deposit pada Penerbit dengan
jumlah sesuai yang ditetapkan Penerbit sebagai
jaminan ketersediaan likuiditas dari badan
usaha yang berbadan hukum Indonesia; dan
d)
lulus proses uji tuntas (due diligence) oleh
Penerbit.
e. Dalam hal Penerbit akan bekerjasama dengan Agen LKD
individu untuk kegiatan LKD sebagaimana dimaksud
dalam butir 2.a.3) maka Penerbit harus melakukan
proses uji tuntas (due diligence) dan memastikan bahwa
individu harus memenuhi persyaratan sebagaimana
diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia perihal
Penyelenggaraan LKD Dalam Rangka Keuangan Inklusif
Melalui Agen LKD Individu.
f. Proses uji tuntas (due diligence) oleh Penerbit
sebagaimana dimaksud dalam butir d.1)c) dan butir
d.2)d) dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
1) dilakukan sebelum perjanjian kerja sama
ditandatangani; dan
2) cakupan …
2) cakupan proses uji tuntas (due diligence) paling
kurang meliputi:
a) komitmen
terhadap
pengembangan
penyelenggaraan kegiatan Uang Elektronik yang
dilakukan oleh Penerbit;
b) kemampuan menjalankan usaha dan keuangan
termasuk dari aspek permodalan; dan
c) reputasi, dan integritas dalam melaksanakan
kegiatan usaha.
g. Dalam hal kerja sama Penerbit dengan Agen LKD
dilakukan dalam rangka penyediaan fasilitas registrasi
Pemegang sebagaimana dimaksud dalam butir b.1),
berlaku ketentuan sebagai berikut:
1) persetujuan registrasi Pemegang tetap menjadi
wewenang dan tanggung jawab Penerbit; dan
2) Penerbit harus memastikan bahwa fasilitator
registrasi Pemegang menerapkan prinsip anti
pencucian uang dan pencegahan pendanaan
terorisme, serta prinsip perlindungan konsumen
sebagaimana diatur dalam ketentuan dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
3. Kerja sama Penerbit dengan tempat penguangan tunai
a. Dalam rangka menyediakan fasilitas Tarik Tunai,
Penerbit yang menyediakan fasilitas transfer dana
melalui Uang Elektronik dapat melakukan kerja sama
dengan tempat penguangan tunai.
b. Kerja sama Penerbit dengan tempat penguangan tunai
sebagaimana dimaksud pada huruf a di atas tunduk
pada ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini,
ketentuan transfer dana, dan peraturan perundang-
undangan terkait yang berlaku.
4. Kerja sama Penerbit dan/atau Acquirer dengan Pedagang
Kerja sama Penerbit dan/atau Acquirer dengan Pedagang
harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. Penerbit dan/atau Acquirer harus memastikan bahwa
bidang …
bidang usaha Pedagang tidak termasuk bidang usaha
yang dilarang oleh undang-undang; dan
b. kerja sama antara Penerbit dan/atau Acquirer dengan
Pedagang harus dituangkan dalam perjanjian tertulis
yang paling kurang memuat klausula:
1) hak dan kewajiban Penerbit dan/atau Acquirer dan
Pedagang;
2)
larangan bagi Pedagang untuk mengenakan biaya
tambahan kepada Pemegang;
3) kewajiban bagi Pedagang untuk menjaga
kerahasiaan data atau informasi mengenai
transaksi dan Pemegang;
4)
larangan bagi Pedagang bekerjasama dengan pelaku
kejahatan (fraudster); dan/atau
5) kewajiban bagi Penerbit dan/atau Acquirer untuk
memberikan edukasi dan pembinaan secara berkala
kepada Pedagang termasuk jika terdapat jenis,
nama yang berbeda, pengembangan, dan/atau
penambahan fasilitas baru Uang Elektronik.
5. Kerja sama Penerbit dalam rangka co-branding
Kerja sama Penerbit dalam rangka co-branding berlaku
ketentuan sebagai berikut:
a. co-branding adalah kerja sama yang dapat dilakukan
antara:
1) Penerbit dengan Penerbit lainnya; dan/atau
2) Penerbit dengan pihak lain (co-brand partner).
b. co-branding adalah kegiatan Uang Elektronik yang
dilakukan melalui kerja sama pemasaran produk;
c. dalam hal kerja sama co-branding dilakukan antara
Penerbit dengan pihak lain (co-brand partner), seluruh
tanggung jawab dalam kegiatan Uang Elektronik menjadi
tanggung jawab Penerbit;
d. dalam …
d. dalam kerja sama co-branding, pihak lain (co-brand
partner) yang bekerjasama dengan Penerbit hanya dapat
melakukan kegiatan pemasaran atas Uang Elektronik
yang diterbitkan oleh Penerbit;
e. hak, kewajiban, dan risiko terkait penyelenggaraan Uang
Elektronik tetap melekat pada Penerbit dan tidak dapat
diserahkan atau dialihkan kepada pihak lain (co-brand
partner);
f. penanganan dan penyelesaian pengaduan konsumen
merupakan tanggung jawab Penerbit, yang
pelaksanaannya merupakan kewajiban bersama Penerbit
dan pihak lain (co-brand partner);
g. perjanjian kerja sama co-branding paling kurang
memuat:
1) hak dan kewajiban Penerbit;
2) hak dan kewajiban pihak lain (co-brand partner);
3) mekanisme penyelesaian sengketa;
4) mekanisme penyelesaian pengaduan nasabah;
5) mekanisme penyelesaian tranksaksi antara Penerbit
dan pihak lain (co-brand partner); dan
6) klausula yang menyatakan bahwa pihak lain (co-
brand partner) yang bekerjasama dengan Penerbit
bersedia untuk menyampaikan data dan informasi
kepada Bank Indonesia dan dilakukan pemeriksaan
oleh Bank Indonesia apabila diperlukan;
h. Bank Indonesia dapat meminta Penerbit menghentikan
atau tidak memperpanjang kerja sama co-branding
apabila kerja sama co-branding:
1) melanggar aspek-aspek penyelenggaraan Uang
Elektronik dan ketentuan anti pencucian uang dan
pencegahan pendanaan terorisme serta perlindungan
konsumen;
2) tidak memberikan peningkatan terhadap kegiatan
Uang Elektronik; atau
3) berpotensi …
3) berpotensi merugikan atau menurunkan kinerja
Penerbit baik dalam penyelenggaraan kegiatan Uang
Elektronik maupun bagi industri Uang Elektronik.
C. Mekanisme kerja sama
1. Mekanisme untuk kerja sama sebagaimana dimaksud dalam
huruf A dan huruf B diatur sebagai berikut:
a. kerja sama harus dituangkan dalam perjanjian tertulis
dalam Bahasa Indonesia;
b. Penyelenggara harus menyampaikan laporan kerja sama
kepada Bank Indonesia dengan tata cara dan
mekanisme penyampaian laporan sebagaimana
dimaksud dalam butir VIII.C.4.b.1), VIII.C.4.b.2), dan
VIII.C.4.b.3); dan
c. Penyelenggara Uang Elektronik hanya dapat melakukan
kerja sama setelah memperoleh penegasan dari Bank
Indonesia.
2. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b dan butir
1.c tidak berlaku bagi kerja sama antara Penerbit dan/atau
Acquirer dengan Pedagang. Kerja sama antara Penerbit
dan/atau Acquirer dengan Pedagang dilaporkan kepada
Bank Indonesia dalam laporan bulanan Penerbit
sebagaimana dimaksud dalam butir VIII.C.3.b.2)a).
VIII. PENGAWASAN DAN LAPORAN PENYELENGGARAAN KEGIATAN
UANG ELEKTRONIK
A. Pengawasan Penyelenggaraan Kegiatan Uang Elektronik
1. Pengawasan bertujuan untuk memastikan penyelenggaraan
kegiatan Uang Elektronik dilakukan secara efisien, cepat,
aman, dan andal dengan memperhatikan prinsip
perlindungan konsumen, anti pencucian uang dan
pencegahan pendanaan terorisme.
2. Bank Indonesia melakukan pengawasan terhadap kegiatan
penyelenggaraan Uang Elektronik yang dilakukan oleh:
a. Prinsipal;
b. Penerbit …
b. Penerbit;
c. Acquirer;
d. Penyelenggara Kliring; dan
e. Penyelenggara Penyelesaian Akhir.
3. Dalam rangka pengawasan terhadap pihak-pihak
sebagaimana dimaksud dalam angka 2, Bank Indonesia
berwenang melakukan pemeriksaan langsung (on site visit)
terhadap pihak-pihak yang bekerjasama dengan
Penyelenggara.
4. Pengawasan terhadap penyelenggaraan Uang Elektronik
difokuskan pada:
a. penerapan aspek manajemen risiko;
b. kepatuhan terhadap ketentuan dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku,
termasuk
kebenaran dan ketepatan penyampaian informasi dan
laporan, penerapan anti pencucian uang dan
pencegahan pendanaan terorisme, prinsip persaingan
usaha yang sehat, transfer dana, dan peraturan
perundang-undangan lainnya; dan
c. penerapan aspek perlindungan konsumen.
5. Pengawasan terhadap penyelenggaraan kegiatan Uang
Elektronik dilakukan Bank Indonesia melalui:
a. penelitian, analisis, dan evaluasi, yang didasarkan atas
laporan berkala, laporan insidentil, data, dan/atau
informasi lainnya yang diperoleh Bank Indonesia dari
pihak lain, dan diskusi dengan Penyelenggara;
b. pemeriksaan langsung (on site visit) terhadap
Penyelenggara dilakukan dalam rangka:
1) memastikan pemenuhan ketentuan penyelenggaraan
Uang Elektronik;
2) memastikan kebenaran laporan dan data yang
disampaikan;
3) memeriksa sarana fisik, sistem, aplikasi pendukung,
dan database; serta
4) memeriksa …
4) memeriksa kegiatan penyelenggaraan Uang
Elektronik apabila terdapat laporan atau dugaan
fraud, pencucian uang dan pendanaan terorisme di
Penyelenggara.
Dalam hal diperlukan, pemeriksaan langsung (on site
visit) dapat dilakukan terhadap pihak yang
bekerjasama dengan Penyelenggara;
c. pertemuan konsultasi dengan Penyelenggara untuk
mendapatkan informasi penyelenggaraan dan
menyampaikan saran; dan
d. pembinaan terhadap Penyelenggara termasuk untuk
melakukan perubahan atau perbaikan dalam
penyelenggaraan Uang Elektronik.
6. Dalam rangka pengawasan, Penyelenggara harus
memberikan:
a. keterangan dan/atau data yang terkait dengan
penyelenggaraan Uang Elektronik, baik dalam bentuk
hard copy maupun soft copy; dan
b. akses kepada Bank Indonesia untuk melakukan
pemeriksaan (on site visit) terhadap penyelenggaraan
Uang Elektronik termasuk sarana fisik, sistem, aplikasi
pendukung, dan database.
7. Bank Indonesia dapat menugaskan pihak lain untuk dan
atas nama Bank Indonesia melaksanakan pemeriksaan (on
site visit) terhadap Penyelenggara.
B. Pengawasan Agen LKD
1. Dalam rangka pengawasan terhadap Penerbit yang
menyelenggarakan LKD, Bank Indonesia berwenang
melakukan pemeriksaan langsung (on site visit) terhadap
Agen LKD berupa penyelenggara transfer dana, badan
usaha berbadan hukum Indonesia, dan/atau individu.
2. Pemeriksaan langsung terhadap Agen LKD sebagaimana
dimaksud dalam angka 1 dilakukan untuk memastikan
pemenuhan aspek-aspek antara lain:
a. pemenuhan ketentuan penyelenggaraan LKD;
b. kepatuhan …
b. kepatuhan terhadap SOP dan perjanjian kerja sama;
c. kepatuhan terhadap prosedur standar kerja sama Agen
LKD;
d. pemenuhan Agen LKD terhadap kriteria uji tuntas;
e. keamanan aplikasi dan sistem;
f. kontrol terhadap akses sistem dan data;
g. pemenuhan terhadap ketentuan perlindungan
konsumen jasa sistem pembayaran; dan
h. pemenuhan terhadap ketentuan anti pencucian uang
dan pencegahan pendanaan terorisme.
3. Dalam rangka pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam
angka 2 dan/atau untuk memastikan kebenaran laporan
mengenai kegiatan LKD yang disampaikan oleh Penerbit,
Agen LKD harus memberikan keterangan, dan/atau data
yang diminta oleh Bank Indonesia.
4. Berdasarkan hasil pengawasan dan/atau pemeriksaan
langsung (on site visit), Bank Indonesia dapat menetapkan
tindakan berupa:
a. memerintahkan Bank untuk membatasi kegiatan LKD,
antara lain termasuk namun tidak terbatas pada
membatasi jumlah Agen LKD dan membatasi jenis
layanan agen LKD;
b. memerintahkan Bank untuk mengambil tindakan
kepada Agen LKD; dan/atau
c. menghentikan kegiatan LKD.
C. Laporan Penyelenggaraan Kegiatan Uang Elektronik
1. Penyelenggara harus menyampaikan:
a.
laporan berkala; dan
b. laporan insidentil,
secara lengkap, benar, akurat, dan tepat waktu.
2. Laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 1
disampaikan dengan menggunakan Bahasa Indonesia.
3. Laporan Berkala
a. Laporan …
a. Laporan berkala sebagaimana dimaksud dalam butir
1.a terdiri atas laporan bulanan, laporan triwulanan,
dan laporan tahunan.
b. Jenis laporan berkala yang disampaikan oleh
Penyelenggara meliputi:
1) Prinsipal
a) Laporan Tahunan yang paling kurang meliputi
informasi mengenai:
(1)
rencana kerja dan target pengembangan
usaha 1 (satu) tahun ke depan termasuk
rencana pengembangan produk dan kerja
sama dengan pihak lain;
(2)
realisasi rencana kerja tahun sebelumnya;
(3) anggota yang tergabung dalam jaringan
Prinsipal; dan
(4)
jenis dan besarnya biaya yang dikenakan
kepada anggota.
b) Laporan Hasil Audit Teknologi Informasi dari
auditor eksternal secara berkala paling kurang 1
(satu) kali dalam 3 (tiga) tahun, dengan cakupan
audit antara lain meliputi:
(1) kerahasiaan data (confidentiality);
(2)
integritas sistem dan data (integrity);
(3) dua faktor otentikasi sistem dan data (two
factors authentication);
(4) pencegahan terjadinya penyangkalan
transaksi yang telah dilakukan (non-
repudiation); dan
(5) ketersediaan sistem (availability).
2) Penerbit
a) Laporan Bulanan Penerbit, yang antara lain
meliputi:
(1) jumlah Uang Elektronik;
(2) nilai dan volume transaksi; dan
(3) jumlah …
(3) jumlah Pedagang yang bekerja sama;
b) Laporan Bulanan Fraud;
c) Laporan Triwulanan Penanganan dan
Penyelesaian Pengaduan Konsumen;
d) Laporan Hasil Audit Teknologi Informasi dari
auditor eksternal yang periode penyampaian dan
cakupan auditnya sebagaimana dimaksud dalam
butir 3.b.1)b); dan
e) Laporan Bulanan Penyelenggaraan Kegiatan LKD
yang meliputi:
(1) Laporan penyelenggaraan kegiatan LKD
melalui Agen LKD berupa penyelenggara
transfer dana atau badan usaha berbadan
hukum Indonesia; dan
(2) Laporan penyelenggaraan kegiatan LKD
melalui Agen LKD individu.
3) Acquirer
a) Laporan Bulanan penyelenggaraan kegiatan
Uang Elektronik sebagai Acquirer; dan
b) Laporan Hasil Audit Teknologi Informasi dari
auditor eksternal yang periode penyampaian dan
cakupan auditnya sebagaimana dimaksud dalam
butir 3.b.1)b).
4) Penyelenggara Kliring
a) Laporan Triwulanan Penyelenggaraan Kegiatan
Kliring; dan
b) Laporan Hasil Audit Teknologi Informasi dari
auditor eksternal yang periode penyampaian dan
cakupan auditnya sebagaimana dimaksud dalam
butir 3.b.1)b).
5) Penyelenggara Penyelesaian Akhir
a) Laporan Triwulanan Penyelenggaraan Kegiatan
Penyelesaian Akhir; dan
b) Laporan Hasil Audit Teknologi Informasi dari
auditor eksternal yang periode penyampaian dan
cakupan …
cakupan auditnya sebagaimana dimaksud dalam
butir 3.b.1)b).
4. Laporan Insidentil
a. Laporan Insidentil sebagaimana dimaksud dalam butir
1.b. merupakan laporan tertulis yang disampaikan oleh
Penyelenggara kepada Bank Indonesia baik atas
permintaan Bank Indonesia maupun atas inisiatif
Penyelenggara.
b. Jenis Laporan Insidentil meliputi:
1) Laporan kerja sama antar Penyelenggara
a) Penyelenggara yang akan melakukan kerja sama
dengan pihak lain harus menyampaikan laporan
rencana dan realisasi kerja sama kepada Bank
Indonesia.
b) Penyampaian laporan rencana dan realisasi kerja
sama disampaikan dengan ketentuan sebagai
berikut:
(1)
laporan rencana kerja sama disampaikan
paling lambat 45 (empat puluh lima) hari
kerja sebelum perjanjian kerja sama
ditandatangani;
(2)
laporan rencana kerja sama sebagaimana
dimaksud dalam angka (1) mencakup
informasi paling kurang mengenai:
(a) data, informasi, atau profil perusahaan
pihak lain yang akan bekerjasama
dengan Penyelenggara;
(b) dasar pertimbangan dilakukannya
kerja sama;
(c) tanggal
efektif
dilaksanakannya kerja sama;
(d) jangka waktu rencana pelaksanaan
kerja sama; dan
(e) hak dan kewajiban para pihak;
(3) penyampaian …
rencana
(3) penyampaian laporan rencana kerja sama
sebagaimana dimaksud dalam angka (1)
disertai dokumen berupa:
(a) fotokopi konsep final perjanjian kerja
sama antar Penyelenggara;
(b) hasil analisis dan/atau kajian
manajemen risiko
termasuk
mitigasinya yang paling kurang
meliputi risiko operasional, risiko
likuiditas, risiko reputasi, dan risiko
hukum; dan/atau
(c) fotokopi konsep final perjanjian kerja
sama yang dilakukan oleh pihak lain
dengan pihak ketiga (jika ada).
c) Laporan realisasi kerja sama dilaporkan kepada
Bank Indonesia paling lama 10 (sepuluh) hari
kerja terhitung sejak ditandatanganinya
perjanjian kerja sama yang paling kurang
mencakup informasi mengenai:
(1)
(2)
tanggal dimulainya kerja sama; dan
informasi lainnya dalam hal terdapat
perubahan atas informasi rencana kerja
sama sebagaimana dimaksud dalam butir
b)(2).
d) penyampaian laporan realisasi kerja sama
disertai fotokopi perjanjian kerja sama antar
Penyelenggara yang telah ditandatangani.
2) Laporan kerja sama Penyelenggara dengan pihak lain
a) Penyelenggara yang akan melakukan kerja sama
dengan pihak lain harus menyampaikan laporan
rencana dan realisasi kerja sama kepada Bank
Indonesia.
b) Penyampaian laporan rencana dan realisasi kerja
sama disampaikan dengan ketentuan sebagai
berikut:
(1) laporan …
(1)
laporan rencana kerja sama disampaikan
paling lambat 45 (empat puluh lima) hari
kerja sebelum perjanjian kerja sama
ditandatangani;
(2)
laporan rencana kerja sama sebagaimana
dimaksud dalam angka (1) mencakup
informasi paling kurang mengenai:
(a) data, informasi, atau profil perusahaan
pihak lain yang akan bekerjasama
dengan Penyelenggara;
(b) dasar pertimbangan dilakukannya
kerja sama;
(c) tanggal
efektif
dilaksanakannya kerja sama;
(d) jangka waktu rencana pelaksanaan
kerja sama; dan
(e) hak dan kewajiban para pihak;
(3) penyampaian laporan rencana kerja sama
sebagaimana dimaksud dalam angka (1)
disertai dokumen berupa:
(a) fotokopi konsep final perjanjian kerja
sama antara Penyelenggara dengan
pihak lain;
(b) hasil analisis dan/atau kajian
manajemen risiko
termasuk
mitigasinya yang paling kurang
meliputi risiko operasional, risiko
likuiditas, dan risiko hukum;
(c) hasil audit teknologi informasi dari
auditor eksternal, jika pihak lain yang
bekerjasama dengan Penyelenggara
merupakan perusahaan penyedia jasa
teknologi dan/atau pihak lain yang
menyediakan sarana pemrosesan
transaksi Uang Elektronik;
(d) fotokopi …
rencana
(d) fotokopi sertifikat hasil asesmen dari
Prinsipal terhadap pihak lain yang
bekerjasama dengan Penerbit atau
Acquirer, jika Penerbit atau Acquirer
menjadi anggota Prinsipal;
(e) surat pernyataan kesanggupan pihak
lain yang bekerjasama dengan
Prinsipal, Penerbit atau Acquirer untuk
menjaga kerahasiaan data; dan/atau
(f)
fotokopi konsep final perjanjian kerja
sama yang dilakukan oleh pihak lain
dengan pihak ketiga (jika ada).
c) Laporan realisasi kerja sama dilaporkan kepada
Bank Indonesia paling lama 10 (sepuluh) hari
kerja terhitung sejak ditandatanganinya
perjanjian kerja sama yang paling kurang
mencakup informasi mengenai:
(1) data, informasi, atau profil perusahaan
pihak lain yang bekerjasama dengan
Penyelenggara;
(2)
(3)
tanggal dimulainya kerja sama; dan
informasi lainnya dalam hal terdapat
perubahan atas informasi rencana kerja
sama sebagaimana dimaksud dalam butir
b)2).
d) penyampaian laporan realisasi kerja sama
disertai fotokopi perjanjian kerja sama yang telah
ditandatangani.
3) Laporan kerja sama Penerbit dengan Agen LKD
a) Penerbit yang akan melakukan kerja sama
dengan Agen LKD harus menyampaikan laporan
rencana dan realisasi kerja sama Agen LKD
kepada Bank Indonesia.
b) Penyampaian …
b) Penyampaian laporan rencana dan realisasi kerja
sama disampaikan dengan ketentuan sebagai
berikut:
(1)
laporan rencana kerja sama disampaikan
paling lambat 45 (empat puluh lima) hari
kerja sebelum rencana perjanjian kerja
sama ditandatangani;
(2)
laporan rencana kerja sama sebagaimana
dimaksud dalam angka (1) mencakup
informasi paling kurang mengenai:
(a) data dan informasi Agen LKD yang
akan bekerjasama dengan Penerbit;
(b) dasar pertimbangan dilakukannya
kerja sama;
tanggal
(c)
(d)
efektif
dilaksanakannya kerja sama;
jangka waktu rencana pelaksanaan
kerja sama; dan
(e) hak dan kewajiban para pihak;
(3) penyampaian laporan rencana kerja sama
sebagaimana dimaksud dalam angka (1)
disertai dokumen berupa:
(a)
rencana bisnis kegiatan LKD;
(b) studi kelayakan usaha dan strategi
bisnis kegiatan LKD dalam 2 (dua)
tahun pertama; dan
(c) kesiapan operasional kegiatan LKD,
yang terdiri dari kebijakan dan
prosedur
tertulis
Operational Procedure/SOP) dan bukti
kesiapan operasional;
c) realisasi kerja sama disampaikan kepada Bank
Indonesia paling lama 10 (sepuluh) hari kerja
terhitung sejak ditandatanganinya perjanjian
rencana
(Standard
kerja …
kerja sama yang paling kurang mencakup
informasi mengenai:
(1)
tanggal efektif penyelenggaraan;
(2) jumlah Agen LKD; dan
(3)
lokasi Agen LKD;
d) penyampaian realisasi kerja sama disertai
fotokopi perjanjian kerja sama yang telah
ditandatangani antara Penerbit dengan Agen
LKD.
3) Laporan Insiden (incident report)
Penyelenggara harus menyampaikan kepada Bank
Indonesia laporan insiden (incident report) yakni
laporan atas terjadinya gangguan pada sistem dan
upaya yang telah dilakukan untuk
menanggulanginya, antara lain seperti:
a) adanya kegagalan network dalam memproses
transaksi Uang Elektronik;
b) adanya kegagalan pusat data dan pusat
penanggulangan bencana; dan/atau
c) fraud yang terjadi paling kurang meliputi
informasi terkait:
(1) kronologis; dan
(2) dampak kerugian yang diakibatkan.
4) Laporan Perubahan Data atau Informasi
Penyelenggara harus menyampaikan laporan tertulis
kepada Bank Indonesia yang dilampiri dengan
dokumen pendukung, dalam hal:
a) terdapat perubahan mengenai:
(1) nama dan/atau alamat kantor;
(2) Direksi dan/atau Dewan Komisaris;
(3) dokumen pokok-pokok hubungan bisnis;
(4) pengaturan hak dan kewajiban para pihak;
(5) perjanjian kerja sama;
(6) para pihak yang bekerjasama; dan/atau
(7) prosedur penyelesaian sengketa;
b) terjadi …
b) terjadi penggabungan, peleburan, pemisahan,
atau pengambilalihan.
Dokumen yang disampaikan meliputi:
(1)
(2) kesiapan infrastruktur; dan/atau
(3)
rencana bisnis termasuk rencana
penggunaan dan pengembangan sistem;
laporan hasil audit teknologi informasi dari
auditor eksternal dalam hal terjadi
pengembangan dan/atau penggabungan
sistem yang ada.
5. Penyampaian Laporan
a. Laporan Tahunan Prinsipal sebagaimana dimaksud
dalam butir 3.b.1)a) harus sudah diterima oleh Bank
Indonesia paling lambat pada tanggal 15 Februari tahun
berikutnya. Apabila tanggal 15 Februari jatuh pada hari
libur maka laporan harus sudah diterima pada hari
kerja berikutnya.
Contoh: Laporan untuk periode bulan Januari sampai
dengan Desember 2014 harus sudah diterima oleh Bank
Indonesia paling lambat tanggal 15 Februari 2015.
b. Laporan Hasil Audit Teknologi Informasi sebagaimana
dimaksud dalam butir 3.b.1)b), butir 3.b.2)d), butir
3.b.3)b), butir 3.b.4)b), dan butir 3.b.5)b) harus sudah
diterima oleh Bank Indonesia paling lama 20 (dua puluh)
hari kerja sejak Laporan Hasil Audit Teknologi Informasi
diterbitkan.
c. Laporan Insiden (incident report) sebagaimana dimaksud
dalam butir 4.b.4) harus disampaikan kepada Bank
Indonesia cq. Departemen Kebijakan dan Pengawasan
Sistem Pembayaran - Divisi Pengawasan Sistem
Pembayaran 2, segera setelah kejadian melalui telepon,
faksimili, dan/atau sarana informasi lainnya yang
diikuti dengan penyampaian laporan tertulis paling lama
3 (tiga) hari kerja setelah kejadian.
d. Laporan …
d. Laporan Perubahan Data atau Informasi sebagaimana
dimaksud dalam butir 4.b.5) harus disampaikan kepada
Bank Indonesia paling lama 20 (dua puluh) hari kerja
sejak dilakukannya perubahan.
e. Untuk laporan berkala berupa laporan bulanan
dan/atau laporan triwulanan sebagaimana dimaksud
dalam butir 3.b.2)a), butir 3.b.2)b), butir 3.b.2)c), butir
3.b.2)e), butir 3.b.3)a), butir 3.b.4)a), dan butir 3.b.5)a)
disampaikan secara online dengan format, tata cara
penyampaian, dan tata cara pengenaan sanksi pelaporan
berpedoman pada ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai Laporan Kantor Pusat Bank Umum
dan ketentuan mengenai Laporan Penyelenggaraan
Kegiatan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu dan
Uang Elektronik oleh Bank Perkreditan Rakyat dan
Lembaga Selain Bank.
f. Untuk laporan sebagaimana dimaksud dalam butir
3.b.2)e), dalam hal Bank Indonesia belum
memberlakukan sistem penyampaian laporan secara
online sebagaimana dimaksud dalam huruf e, maka
laporan tersebut disampaikan secara manual kepada
Bank Indonesia paling lambat setiap tanggal 15 bulan
berikutnya.
IX. PENYELENGGARAAN UANG ELEKTRONIK DENGAN DANA FLOAT
KURANG DARI RP1.000.000.000,00 (SATU MILIAR RUPIAH)
DAN/ATAU PENYELENGGARAAN ALAT PEMBAYARAN NON TUNAI
BERUPA STORED VALUE
A. Dalam rangka pemetaan industri Uang Elektronik, Bank
Indonesia berwenang meminta informasi, data, dan/atau laporan
kepada:
1. penyelenggara Uang Elektronik dengan Dana Float kurang
dari Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), yaitu
penyelenggara Uang Elektronik yang Dana Float-nya belum
mencapai …
mencapai dan/atau tidak direncanakan mencapai nilai
Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah); dan
2. penyelenggara alat pembayaran non tunai yang berupa
stored value, yaitu alat pembayaran non tunai yang dananya
tersimpan dalam satu media namun tidak memenuhi
sebagian atau seluruh unsur-unsur Uang Elektronik
sebagaimana yang dimaksud dalam Surat Edaran Bank
Indonesia ini.
B.
Informasi, data, dan/atau laporan sebagaimana dimaksud dalam
huruf A antara lain meliputi:
1. Dana Float;
2. nilai dan jumlah transaksi; dan/atau
3. pihak yang bekerjasama.
C. Permintaan informasi, data, dan/atau laporan sebagaimana
dimaksud dalam huruf A disampaikan oleh Bank Indonesia
secara tertulis.
D. Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam huruf A harus
menyampaikan informasi, data, dan/atau laporan yang diminta
paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal surat
pemberitahuan Bank Indonesia.
X. PENGEMBANGAN DAN PENYEDIAAN SISTEM UANG ELEKTRONIK
YANG DAPAT SALING DIKONEKSIKAN DENGAN SISTEM UANG
ELEKTRONIK LAINNYA.
A. Dalam rangka meningkatkan efisiensi, kelancaran, dan
memberikan manfaat yang lebih luas kepada Pemegang dalam
bertransaksi, Penyelenggara harus mengembangkan sistem yang
dapat saling dikoneksikan dengan Penyelenggara lain dalam
memproses transaksi.
B. Dalam mengembangkan sistem yang saling dikoneksikan
sebagaimana dimaksud dalam huruf A, Penyelenggara harus:
1. membuka koneksi sistem Uang Elektronik sehingga dapat
diterima oleh Penyelenggara lain;
2. menyediakan …
2. menyediakan alat pembaca Uang Elektronik yang dapat
diterima oleh Penerbit lain; dan/atau
3. menetapkan kesepakatan industri melalui Asosiasi Sistem
Pembayaran Indonesia (ASPI) untuk menetapkan aturan
yang dapat menjamin interkoneksi antar penyelenggaraan
Uang Elektronik.
C. Untuk mendukung hal tersebut Bank Indonesia dapat
mewajibkan Penyelenggara untuk mengikuti dan menyesuaikan
sistemnya sesuai kesepakatan industri.
D. Bank Indonesia dapat menetapkan standar Uang Elektronik
untuk meningkatkan efisiensi penyelenggaraan Uang Elektronik.
XI. PERSYARATAN DAN TATA CARA MEMPEROLEH IZIN DAN
PENYAMPAIAN LAPORAN DALAM RANGKA PERALIHAN PERIZINAN
MELALUI PENGGABUNGAN, PELEBURAN, PEMISAHAN, ATAU
PENGAMBILALIHAN
A. Penggabungan
Penggabungan merupakan perbuatan hukum yang dilakukan
oleh satu badan hukum atau lebih untuk menggabungkan diri
dengan badan hukum lain yang telah ada yang mengakibatkan
aktiva dan pasiva dari badan hukum yang menggabungkan diri
beralih karena hukum kepada badan hukum yang menerima
penggabungan dan selanjutnya status badan hukum yang
menggabungkan diri berakhir karena hukum. Dalam hal
Penyelenggara yang telah memperoleh izin sebagai dari Bank
Indonesia akan melakukan penggabungan dengan Penyelenggara
yang telah memperoleh atau yang belum izin dari Bank
Indonesia, maka berlaku ketentuan sebagai berikut:
1. Dalam hal Bank yang telah memperoleh izin
penyelenggaraan kegiatan Uang Elektronik melakukan
penggabungan dengan Bank lain yang juga telah
memperoleh izin penyelenggaraan kegiatan Uang Elektronik
maka Bank hasil penggabungan harus melaporkan secara
tertulis …
tertulis kepada Bank Indonesia jika akan melanjutkan
kegiatan Uang Elektronik.
2. Dalam hal Bank yang telah memperoleh izin
penyelenggaraan kegiatan Uang Elektronik melakukan
penggabungan dengan Bank lain yang belum memperoleh
izin penyelenggaraan kegiatan Uang Elektronik, berlaku
ketentuan sebagai berikut:
a. dalam hal Bank hasil penggabungan adalah Bank yang
telah memperoleh izin penyelenggaraan kegiatan Uang
Elektronik dari Bank Indonesia, Bank hasil
penggabungan tersebut harus melaporkan secara
tertulis kepada Bank Indonesia jika akan melanjutkan
kegiatan Uang Elektronik; dan
b. dalam hal Bank hasil penggabungan adalah Bank yang
belum memperoleh izin penyelenggaraan kegiatan Uang
Elektronik, Bank hasil penggabungan tersebut harus
memperoleh izin terlebih dahulu untuk melakukan
kegiatan Uang Elektronik.
3. Dalam hal Lembaga Selain Bank yang telah memperoleh izin
penyelenggaraan kegiatan Uang Elektronik melakukan
penggabungan dengan Lembaga Selain Bank lain yang juga
telah memperoleh izin penyelenggaraan kegiatan Uang
Elektronik maka Lembaga Selain Bank hasil penggabungan
harus melaporkan secara tertulis kepada Bank Indonesia
jika akan melanjutkan kegiatan Uang Elektronik.
4. Dalam hal Lembaga Selain Bank yang telah memperoleh izin
penyelenggaraan kegiatan Uang Elektronik melakukan
penggabungan dengan Lembaga Selain Bank lain yang
belum memperoleh izin penyelenggaraan kegiatan Uang
Elektronik, berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. dalam hal Lembaga Selain Bank hasil penggabungan
adalah Lembaga Selain Bank yang telah memperoleh izin
penyelenggaraan kegiatan Uang Elektronik dari Bank
Indonesia, Lembaga Selain Bank hasil penggabungan
tersebut harus melaporkan secara tertulis kepada Bank
Indonesia …
Indonesia jika akan melanjutkan kegiatan Uang
Elektronik; dan
b. dalam hal Lembaga Selain Bank hasil penggabungan
adalah Lembaga Selain Bank yang belum memperoleh
izin penyelenggaraan kegiatan Uang Elektronik, Lembaga
Selain Bank hasil penggabungan tersebut harus
memperoleh izin terlebih dahulu untuk melakukan
kegiatan Uang Elektronik.
B. Peleburan
Peleburan merupakan perbuatan hukum yang dilakukan dua
badan hukum atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara
mendirikan satu badan hukum baru yang karena hukum
memperoleh aktiva dan pasiva dari badan hukum yang
meleburkan diri berakhir karena hukum. Dalam hal terjadi
peleburan yang melibatkan Penyelenggara maka berlaku
ketentuan sebagai berikut:
1. Dalam hal Bank yang telah memperoleh izin
penyelenggaraan kegiatan Uang Elektronik melakukan
peleburan dengan Bank lain yang telah atau belum
memperoleh izin penyelenggaraan kegiatan Uang Elektronik,
Bank hasil peleburan harus memperoleh izin terlebih dahulu
untuk melakukan kegiatan Uang Elektronik.
2. Dalam hal Lembaga Selain Bank yang telah memperoleh izin
penyelenggaraan kegiatan Uang Elektronik melakukan
peleburan dengan Lembaga Selain Bank yang telah atau
belum memperoleh izin penyelenggaraan kegiatan Uang
Elektronik, Lembaga Selain Bank hasil peleburan harus
memperoleh izin terlebih dahulu untuk melakukan kegiatan
Uang Elektronik.
C. Pemisahan
1. Pemisahan merupakan perbuatan hukum yang dilakukan
oleh badan hukum untuk memisahkan usaha yang
mengakibatkan:
a. seluruh …
a. seluruh aktiva dan pasiva badan hukum beralih karena
hukum kepada 2 (dua) badan hukum atau lebih yang
menerima peralihan dan badan hukum Indonesia yang
melakukan pemisahan tersebut berakhir karena hukum
(pemisahan murni); atau
b. sebagian aktiva dan pasiva badan hukum beralih karena
hukum kepada 1 (satu) badan hukum lain atau lebih
yang menerima pengalihan, dan badan hukum yang
melakukan pemisahan tersebut tetap ada (pemisahan
tidak murni).
2. Dalam hal Bank atau Lembaga Selain Bank yang telah
memperoleh izin penyelenggaraan kegiatan Uang Elektronik
melakukan pemisahan murni, Bank atau Lembaga Selain
Bank hasil pemisahan murni harus memperoleh izin terlebih
dahulu untuk melakukan kegiatan Uang Elektronik.
3. Dalam hal Bank atau Lembaga Selain Bank yang telah
memperoleh izin penyelenggaraan kegiatan Uang Elektronik
melakukan pemisahan tidak murni (spin off), berlaku
ketentuan sebagai berikut:
a. Izin penyelenggaraan kegiatan Uang Elektronik tetap
melekat pada Bank atau Lembaga Selain Bank yang
melakukan pemisahan tidak murni (spin off). Bank atau
Lembaga Selain Bank yang melakukan pemisahan tidak
murni (spin off) tersebut harus melaporkan secara
tertulis kepada Bank Indonesia mengenai pemisahan
tidak murni (spin off) tersebut.
b. Bank atau Lembaga Selain Bank hasil pemisahan tidak
murni (spin off) harus memperoleh izin terlebih dahulu
untuk melakukan kegiatan Uang Elektronik.
D. Pengambilalihan
Dalam hal terjadi pengambilalihan terhadap Bank atau Lembaga
Selain Bank yang telah memperoleh izin penyelenggaraan
kegiatan Uang Elektronik maka izin penyelenggaraan kegiatan
Uang Elektronik tetap melekat pada Bank atau Lembaga Selain
Bank …
Bank yang diambilalih. Bank atau Lembaga Selain Bank yang
diambilalih tersebut harus melaporkan secara tertulis kepada
Bank Indonesia mengenai pengambilalihan tersebut.
E. Laporan sebagaimana dimaksud dalam butir A.1, butir A.2.a,
butir A.3, butir A.4.a, butir C.3.a, dan huruf D harus
disampaikan kepada Bank Indonesia, dengan ketentuan sebagai
berikut:
1.
laporan harus disampaikan secara tertulis dalam Bahasa
Indonesia dan ditujukan kepada Bank Indonesia cq.
Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran
- Divisi Pengawasan Sistem Pembayaran 2; dan
2.
laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 disampaikan
paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah tanggal efektif
penggabungan, pemisahan, atau pengambilalihan.
F. Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam butir A.2.b, butir
A.4.b, butir B.1, butir B.2, butir C.2, dan butir C.3.b,
disampaikan kepada Bank Indonesia, dengan ketentuan sebagai
berikut:
1. permohonan izin disampaikan secara tertulis dan ditujukan
kepada Bank Indonesia cq. Departemen Kebijakan dan
Pengawasan Sistem Pembayaran - Divisi Perizinan dan
Informasi Sistem Pembayaran; dan
2. persyaratan dokumen, tata cara permohonan izin, dan
pemrosesan perizinan mengacu pada ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Bab II, Bab III, Bab IV, dan
Bab V.
XII. PERUBAHAN ANGGOTA DIREKSI YANG BERTANGGUNG JAWAB
ATAS PENYELENGGARAAN UANG ELEKTRONIK
A. Dalam hal Penyelenggara yang telah memperoleh izin akan
melakukan perubahan anggota direksi yang bertanggung jawab
atas penyelenggaraan Uang Elektronik maka rencana perubahan
tersebut harus dilaporkan terlebih dahulu kepada Bank
Indonesia.
B. Dalam …
B. Dalam hal menurut penilaian Bank Indonesia, calon anggota
direksi yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan Uang
Elektronik tidak memenuhi persyaratan maka Bank Indonesia
dapat meminta penggantian calon anggota direksi yang
bertanggung jawab atas penyelenggaraan Uang Elektronik.
C. Penilaian Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam huruf B
dapat didasarkan pada informasi yang diperoleh dari hasil
pemeriksaan administratif dan/atau hasil wawancara dengan
calon anggota direksi yang bertanggung jawab atas
penyelenggaraan Uang Elektronik.
XIII. PENGHENTIAN KEGIATAN PENYELENGGARAAN UANG ELEKTRONIK
A. Penghentian kegiatan penyelenggaraan Uang Elektronik dapat
dilakukan karena:
1. keinginan Penyelenggara sendiri; atau
2. pencabutan izin oleh Bank Indonesia.
B. Penghentian kegiatan penyelenggaraan Uang Elektronik karena
keinginan Penyelenggara sendiri harus diberitahukan kepada
Bank Indonesia dengan ketentuan sebagai berikut:
1. pemberitahuan penghentian kegiatan kepada Bank
Indonesia disampaikan secara tertulis dalam Bahasa
Indonesia paling lambat 12 (dua belas) bulan sebelum masa
berlaku izin berakhir atau sebelum tanggal efektif
penghentian kegiatan penyelenggaraan Uang Elektronik;
2. pemberitahuan penghentian kegiatan sebagaimana
dimaksud dalam angka 1 dilengkapi dengan dokumen yang
menjelaskan:
a. alasan penghentian kegiatan sebagai Penyelenggara;
b.
tanggal efektif penghentian penyelenggaraan kegiatan
Uang Elektronik;
c. mekanisme pemberitahuan atau publikasi kepada
Pemegang, Pedagang, dan/atau pihak lainnya mengenai
rencana penghentian penyelenggaraan kegiatan Uang
Elektronik;
d. jumlah …
d. jumlah Dana Float yang masih dikelola dan mekanisme
penyelesaian kewajiban kepada Pemegang dan/atau
Pedagang serta jangka waktu penyelesaiannya; dan
e.
informasi lainnya yang terkait dengan rencana
penghentian penyelenggaraan kegiatan Uang Elektronik;
3. rencana penghentian kegiatan sebagai Penyelenggara harus
disampaikan secara terbuka melalui 3 (tiga) surat kabar
yang berskala nasional.
XIV. LAIN-LAIN
A. Dalam hal Self Regulation Organization (SRO) yang tercatat di
Bank Indonesia akan mengatur hal teknis selain yang telah
diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini, berlaku
ketentuan sebagai berikut:
1. Peraturan yang diterbitkan oleh SRO tidak boleh
bertentangan dengan Peraturan Bank Indonesia dan/atau
Surat Edaran Bank Indonesia.
2. Setiap anggota yang tergabung dalam SRO dan pihak lain
yang terkait dengan penyelenggaraan Uang Elektronik harus
mematuhi peraturan yang diterbitkan oleh SRO.
B. Penyampaian permohonan izin penyelenggaraan Uang
Elektronik, penyampaian laporan, informasi lainnya, dan/atau
surat menyurat disampaikan kepada:
Bank Indonesia cq. Departemen Kebijakan dan Pengawasan
Sistem Pembayaran
Gedung D Lantai 5, Kompleks Perkantoran Bank Indonesia
Jl. M.H. Thamrin No. 2
Jakarta – 10350
XV. TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF
A. Penyelenggara yang melanggar ketentuan mengenai
penyelenggaraan Uang Elektronik sebagaimana yang diatur
dalam PBI Uang Elektronik dan ketentuan dalam Surat Edaran
Bank Indonesia ini dikenakan sanksi administratif berupa:
1.
teguran;
2. denda …
2. denda atau kewajiban membayar;
3. penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan
Uang Elektronik; dan/atau
4. pencabutan izin penyelenggaraan Uang Elektronik.
B. Dalam mengenakan dan/atau menerapkan sanksi administratif
sebagaimana dimaksud dalam butir A.1, butir A.3, dan/atau
butir A.4, Bank Indonesia mempertimbangkan hal-hal sebagai
berikut:
1.
tingkat kesalahan dan/atau pelanggaran; dan
2. akibat yang ditimbulkannya terhadap aspek kelancaran dan
keamanan sistem pembayaran, khususnya terhadap
kegiatan Uang Elektronik, aspek perlindungan konsumen,
aspek anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan
terorisme, serta aspek lainnya.
C. Dalam mengenakan sanksi denda atau kewajiban membayar
sebagaimana dimaksud dalam butir A.2, berlaku ketentuan
sebagai berikut:
1. Besarnya denda atau kewajiban membayar berpedoman
pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
Laporan Kantor Pusat Bank Umum dan ketentuan mengenai
Laporan Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran
Menggunakan Kartu dan Uang Elektronik oleh Bank
Perkreditan Rakyat dan Lembaga Selain Bank.
2. Dalam hal Penyelenggara berupa Bank maka pengenaan
sanksi berupa denda atau kewajiban membayar dilakukan
oleh Bank Indonesia dengan cara mendebet rekening giro
Penyelenggara di Bank Indonesia.
3. Dalam hal Penyelenggara berupa Lembaga Selain Bank
maka pengenaan sanksi berupa denda atau kewajiban
membayar dilakukan melalui transfer dana ke rekening
Bank Indonesia yang besarnya denda atau kewajiban
membayar dan nomor rekening diinformasikan dalam surat
pengenaan sanksi.
XVI. PERALIHAN …
XVI. PERALIHAN
A. Bank atau Lembaga Selain Bank yang telah memperoleh izin
sebagai Penyelenggara sebelum berlakunya Surat Edaran Bank
Indonesia ini, harus menyesuaikan persyaratan dokumen
sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini
dalam jangka waktu paling lama 180 (seratus delapan puluh)
hari kalender sejak tanggal berlakunya Surat Edaran Bank
Indonesia ini.
B. Bank atau Lembaga Selain Bank yang sedang dalam proses
perizinan sebagai Penyelenggara sebelum berlakunya Surat
Edaran Bank Indonesia ini, harus melengkapi persyaratan
dokumen sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank
Indonesia ini dalam jangka waktu paling lama 90 (sembilan
puluh) hari kalender sejak tanggal berlakunya Surat Edaran
Bank Indonesia ini.
C. Penyelenggara yang telah bekerjasama dengan pihak lain dalam
rangka penyediaan layanan umum yang dilakukan secara
eksklusif sebelum berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini,
dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender
sejak tanggal berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini harus
melaporkan perjanjian kerja sama tersebut kepada Bank
Indonesia.
XVII. PENUTUP
A. Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku, Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 11/11/DASP tanggal 13 April
2009 perihal Uang Elektronik (Electronic Money) dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
B.Surat …
B. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada
tanggal 22 Juli 2014.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
ROSMAYA HADI
KEPALA DEPARTEMEN KEBIJAKAN DAN
PENGAWASAN SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 16/11/DKSP|SE-BI/2014 </reg_id>
<reg_title> Penyelenggaraan Uang Elektronik (Electronic Money) </reg_title>
<set_date> 22 Juli 2014 </set_date>
<effective_date> 22 Juli 2014 </effective_date>
<replaced_reg> '11/11/DASP|SE-BI/2009' </replaced_reg>
<related_reg> '16/8/PBI/2014', '11/12/PBI/2009' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi XV' </penalty_list>
|
No.17/1 /DSta
Jakarta, 26 Januari 2015
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
14/31/DPNP tanggal 31 Oktober 2012 perihal Laporan
Kantor Pusat Bank Umum
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
14/12/PBI/2012 tentang Laporan Kantor Pusat Bank Umum (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 190, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5349) dan Peraturan Bank Indonesia
Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik (Electronic Money)
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 65, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5001) sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/8/PBI/2014
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 69, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5524) maka perlu dilakukan
perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/31/DPNP
tanggal 31 Oktober 2012 perihal Laporan Kantor Pusat Bank Umum
sebagai berikut:
1. Ketentuan dalam butir III.A.2.c diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
c. penyelenggaraan kegiatan Alat Pembayaran Dengan
Menggunakan Kartu (APMK) dan Uang Elektronik bulanan:
1) Penerbit kartu kredit menggunakan Form 301;
2) Penerbit selain kartu kredit menggunakan Form 302;
3) Acquirer menggunakan Form 303;
4) infrastruktur ...
2
4) infrastruktur menggunakan Form 304;
5) fraud APMK dan Uang Elektronik menggunakan Form 306;
6) perkembangan LKD menggunakan Form 314;
7) transaksi LKD menggunakan Form 315;
8) Agen LKD menggunakan Form 316;
9) permasalahan LKD menggunakan Form 317;
2. Ketentuan dalam butir III.B.1 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
1. Kantor Pusat Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional wajib menyampaikan Laporan dengan format
sebagai berikut: Form 101, Form 201, Form 202, Form 203, Form
301, Form 302, Form 303, Form 304, Form 305, Form 306, Form
314, Form 315, Form 316, Form 317, Form 401, Form 402, Form
501, Form 601, Form 602, Form 603, Form 604, Form 605, Form
701, Form 702, Form 703, Form 704, Form 705, Form 706, Form
707, Form 801, Form 802, Form 803, Form 804, Form 805, Form
806, Form 807, Form 901, dan Form 902.
3. Ketentuan dalam butir III.B.2 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
2. Kantor Pusat Bank yang melaksanakan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah wajib menyampaikan Laporan
dengan format sebagai berikut: Form 101, Form 201, Form 202,
Form 203, Form 301, Form 302, Form 303, Form 304, Form 305,
Form 306, Form 314, Form 315, Form 316, Form 317, Form 401,
Form 402, Form 501, Form 601, Form 602, Form 603, Form 604,
Form 605, Form 701, Form 702, Form 704, Form 707, Form 801,
Form 802, Form 803, Form 804, Form 805, Form 806, Form 807,
Form 901, dan Form 902.
4. Ketentuan dalam butir III.B.3 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
3. Kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional wajib
menyampaikan ...
3
menyampaikan Laporan dengan format sebagai berikut: Form
101, Form 201, Form 202, Form 203, Form 301, Form 302, Form
303, Form 304, Form 305, Form 306, Form 314, Form 315, Form
316, Form 317, Form 401, Form 402, Form 501, Form 601, Form
602, Form 603, Form 604, Form 605, Form 701, Form 702, Form
703, Form 704, Form 705, Form 706, Form 707, Form 801, Form
802, Form 803, Form 804, Form 805, Form 806, Form 807, Form
901, dan Form 902.
5. Ketentuan dalam butir III.B.4 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
4. UUS wajib menyampaikan Laporan dengan format sebagai
berikut: Form 301, Form 302, Form 303, Form 304, Form 305,
Form 306, Form 314, Form 315, Form 316, Form 317, dan Form
902.
6. Ketentuan dalam butir III.C.2 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
2. Bank Pelapor yang tidak menyelenggarakan kegiatan APMK dan
Uang Elektronik tidak menyampaikan Form 301, Form 302, Form
303, Form 304, Form 305, Form 306, Form 314, Form 315, Form
316, dan Form 317.
7. Diantara butir III.C.2 dan III.C.3 ditambahkan 1 (satu) butir, yakni
butir III.C.2a yang berbunyi sebagai berikut:
2a. Bank Pelapor yang belum memperoleh penegasan dari Bank
Indonesia terhadap rencana penyelenggaraan kegiatan LKD, tidak
menyampaikan Form 314, Form 315, Form 316, dan Form 317.
8. Ketentuan dalam butir IV.D.2.b diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
b. Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam
huruf a ditandatangani oleh pejabat Bank Pelapor yang
berwenang dan disampaikan kepada:
1) Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan, Jl. M.H.
Thamrin No. 2 Jakarta 10350, bagi Bank Pelapor yang
berkedudukan ...
4
berkedudukan di wilayah kerja Kantor Pusat Bank
Indonesia; atau
2) Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan, Jl. M.H.
Thamrin No. 2 Jakarta 10350 dengan tembusan kepada
Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat, bagi Bank
Pelapor yang berkedudukan di luar wilayah kerja Kantor
Pusat Bank Indonesia.
9. Ketentuan dalam butir IV.D.2.c diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
c. Bank Pelapor yang tidak dapat menyampaikan Laporan, form
header, dan/atau koreksi Laporan secara On-Line karena
gangguan teknis sebagaimana dimaksud dalam huruf a wajib
menyampaikan Laporan, form header, dan/atau koreksi Laporan
secara Off-Line kepada Bank Indonesia dengan alamat:
1) Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan, Jl. M.H.
Thamrin No. 2 Jakarta 10350, bagi Bank Pelapor yang
berkedudukan di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia
paling lambat pukul 10.00 WIB pada Hari Kerja berikutnya;
atau
2) Kantor Perwakilan Bank Indonesia yang mewilayahi Bank
Pelapor yang berkedudukan di luar wilayah kerja Kantor
Pusat Bank Indonesia paling lambat pukul 10.00 waktu
setempat pada Hari Kerja berikutnya.
Contoh:
Pada tanggal 5 Februari 2015 Bank Pelapor X mengalami
gangguan teknis sehingga tidak dapat menyampaikan Laporan,
form header, dan/atau koreksi Laporan secara On-Line maka
Bank Pelapor X wajib menyampaikan Laporan, form header,
dan/atau koreksi Laporan secara Off-Line paling lambat tanggal 6
Februari 2015 pukul 10.00 waktu setempat.
10. Ketentuan ...
5
10. Ketentuan dalam butir IV.D.2.f diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
f. Bank Pelapor yang tidak dapat menyampaikan Laporan, form
header, dan/atau koreksi Laporan karena keadaan memaksa
(force majeure) wajib segera memberitahukan secara tertulis
disertai penjelasan mengenai penyebab terjadinya keadaan
memaksa (force majeure) yang ditandatangani oleh pejabat Bank
Pelapor yang berwenang kepada Bank Indonesia dengan alamat:
1) Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan, Jl. M.H.
Thamrin No. 2 Jakarta 10350, bagi Bank Pelapor yang
berkedudukan di wilayah kerja Kantor Pusat Bank
Indonesia; atau
2) Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan, Jl. M.H.
Thamrin No. 2 Jakarta 10350 dengan tembusan kepada
Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat, bagi Bank
Pelapor yang berkedudukan di luar wilayah kerja Kantor
Pusat Bank Indonesia.
11. Menambahkan Form 314 sampai dengan Form 317 dalam Lampiran 1
- Pedoman Penyusunan Laporan Kantor Pusat Bank Umum, yaitu
pada:
a. butir I.C – Jenis Laporan dan butir I.H – Waktu Penyampaian
Laporan;
b. butir II.III – Form 301 sampai dengan Form 306: Laporan
Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan
Menggunakan Kartu (APMK) dan Uang Elektronik; dan
c. angka III – Penjelasan Pengisian Field atau Kolom,
sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1 yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank
Indonesia ini.
12. Menambahkan Informasi Profil Penyelenggara Alat Pembayaran
Dengan Menggunakan Kartu (APMK) dan Profil Penyelenggara Uang
Elektronik dalam Lampiran 1 - Pedoman Penyusunan Laporan Kantor
Pusat ...
6
Pusat Bank Umum pada angka III - Penjelasan Pengisian Field atau
Kolom sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1.
13. Mengubah penjelasan Form 304 dalam Lampiran 1 dengan
menambahkan kewajiban pelaporan oleh Penerbit Uang Elektronik
sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1.
14. Menambahkan Form 314 sampai dengan Form 317 dalam Lampiran 2
- Petunjuk Teknis Aplikasi Laporan Kantor Pusat Bank Umum, yaitu
pada:
a. Bab 2 - Sistem Validasi;
b. Bab 4 - Daftar Formulir LKPBU; dan
c. Bab 5 - Spesifikasi Teknis,
sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2 yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank
Indonesia ini.
15. Mengubah Lampiran 2a – Sandi Bank Pelapor dalam Lampiran 2 -
Petunjuk Teknis Aplikasi Laporan Kantor Pusat Bank Umum,
sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku untuk pelaporan
data bulan Januari 2015 yang disampaikan pada bulan Februari 2015.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HENDY SULISTIOWATY
KEPALA DEPARTEMEN STATISTIK
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 17/1/DSta|SE-BI/2015 </reg_id>
<reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/31/DPNP tanggal 31 Oktober 2012 perihal Laporan Kantor Pusat Bank Umum </reg_title>
<set_date> 26 Januari 2015 </set_date>
<effective_date> pelaporan data bulan Januari 2015 yang disampaikan pada bulan Februari 2015 </effective_date>
<changed_reg> '14/31/DPNP|SE-BI/2012' </changed_reg>
<related_reg> '16/8/PBI/2014', '14/12/PBI/2012', '14/31/DPNP|SE-BI/2012', '11/12/PBI/2009' </related_reg>
|
No. 2/ 1 /DPM
Jakarta, 21 Januari 2000
SURAT EDARAN
Perihal: Tata Cara Pencatatan Kepemilikan dan Penyelesaian Transaksi Obligasi
Pemerintah
Sehubungan dengan ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
2/2/PBI/2000 tanggal 21 Januari 2000 tentang Penatausahaan dan Perdagangan
Obligasi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor
4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3923), maka
dipandang perlu untuk menetapkan petunjuk pelaksanaan mengenai tata cara
pencatatan kepemilikan dan penyelesaian transaksi Obligasi Pemerintah.
Petunjuk pelaksanaan ini mencakup pencatatan kepemilikan, pembayaran kupon
dan pajak obligasi, pelunasan pokok obligasi, dan jadwal kliring serta setelmen.
I. Tata Cara Pencatatan Kepemilikan
1. Pencatatan Kepemilikan dan Penyelesaian Transaksi
a. Pencatatan kepemilikan obligasi dilakukan di dalam suatu sistem
registry yang terintegrasi dalam BI-SKRIP. BI-SKRIP terdiri dari:
1). Central Registry yang dioperasikan oleh Bank Indonesia dengan
menggunakan Book Entry Registry (BER).
2). Sub-Registry yang dioperasikan oleh bank atau bukan bank yang
ditunjuk oleh Bank Indonesia.
3). Sistem…..
3). Sistem dan prosedur kliring serta setelmen yang diselenggarakan
oleh Bank Indonesia dan Sub-Registry.
b. Pencatatan kepemilikan obligasi dalam sistem BER adalah seluruh
jumlah obligasi yang dimiliki oleh pihak yang mempunyai rekening
surat berharga di Central Registry pada Bank Indonesia.
c. Catatan obligasi dalam BI-SKRIP sebagaimana dimaksud pada huruf a
adalah pencatatan kepemilikan yang sah.
d. Sebagai bukti pencatatan kepemilikan obligasi, Central Registry dan
Sub-Registry pada akhir hari menerbitkan Konfirmasi Pencatatan Surat
Berharga (KPS) kepada pemilik obligasi yang tercatat pada masing-
masing registry untuk setiap perpindahan kepemilikan.
e. Central Registry dan Sub-Registry secara bulanan menerbitkan KPS yang
memuat saldo akhir bulan dari masing-masing seri obligasi yang
dimiliki oleh nasabahnya, dan menyampaikan kepada nasabahnya
selambat-lambatnya 2 (dua) hari kerja setelah akhir bulan dengan
menggunakan formulir BER-102.
2. Tata Cara Pembukaan Rekening
a. Bank, Sub-Registry, Market Maker dan pihak lain yang ditunjuk oleh
Bank Indonesia wajib membuka rekening Surat Berharga pada Central
Registry.
b. Bank sebagai Sub-Registry atau Market Maker serta bank yang bukan
merupakan Sub-Registry atau Market Maker wajib membuka rekening
dana registry di Central Registry, sedangkan bagi yang bukan bank
wajib menunjuk bank dalam melakukan penyelesaian dana termasuk
penerimaan kupon dan pelunasan pokok obligasi.
c. Sub-Registry…..
c. Sub-Registry wajib membuka rekening pada salah satu bank yang
secara khusus disediakan untuk menampung penerimaan dan
pembayaran kupon serta pokok obligasi.
d. Permohonan pembukaan rekening sebagaimana dimaksud dalam huruf
a dan b diajukan kepada Central Registry dengan alamat Direktorat
Pengelolaan Moneter – Bank Indonesia u.p. Bagian Penyelesaian
Transaksi Pasar Uang, Jl. MH. Thamrin No.2 Jakarta, dengan
melampirkan:
1) surat kuasa kepada Central Registry untuk melakukan repo obligasi
yang menjadi bagian dalam debit cap;
2) contoh stempel lembaga;
3) contoh tanda tangan pejabat yang diberi kuasa oleh lembaga yang
bersangkutan maksimum 5 (lima) orang pejabat dengan
menggunakan formulir terlampir BER-010 dan BER-020;
II. Tata Cara Kliring Dan Setelmen
1. Central Registry melakukan penyelesaian (kliring dan setelmen) dan
pemindahan hak kepemilikan untuk kegiatan sebagai berikut:
a. Transaksi antar Sub-Registry untuk kepentingan nasabahnya.
b. Transaksi antar Market Maker untuk kepentingan diri sendiri.
c. Transaksi antar bank untuk kepentingan diri sendiri.
d. Transaksi antara Market Maker dengan Sub-Registry.
e. Transaksi yang dilakukan oleh pihak lain dengan persetujuan Bank
Indonesia.
2. Central Registry…..
2. Central Registry dapat melakukan penyelesaian transaksi pada hari yang
sama atau transaksi titipan yang diselesaikan pada tanggal valuta yang
akan datang.
3. BI-SKRIP menyediakan fasilitas untuk pelaksanaan penyelesaian
transaksi sebagai berikut :
a. Perpindahan kepemilikan obligasi dan dana dengan prinsip Delivery
Versus Payment (DVP).
b. Perpindahan obligasi tanpa pergerakan dana atau Free of Payment
(FoP);
c. Transaksi repurchase agreement (repo) dengan reverse repo secara
otomatis.
d. Pengagunan obligasi.
A. Tata Cara Penyelenggaraan Kliring
Penyelenggaraan kliring dilakukan untuk transaksi berdasarkan Delivery
Versus Payment (DVP), Free of Payment (FoP), Repo, dan Agunan.
1. Kliring transaksi berdasarkan prinsip DVP dilakukan sebagai berikut:
a. Pihak penjual yang merupakan bank atau Market Maker menyerahkan
Surat Permohonan Perpindahan Registrasi (SPPR-DVP) dengan
menggunakan formulir BER-040 kepada Central Registry.
b. Pihak penjual yang bukan
bank atau bukan Market Maker
menyerahkan SPPR-DVP dengan menggunakan formulir BER-040
kepada Sub-Registry.
c. Sub-Registry selanjutnya melakukan validasi, yaitu pengecekan atas
keabsahan tanda tangan dan stempel lembaga pada SPPR-DVP serta
jumlah nominal obligasi yang dapat dijual. Setelah melakukan
validasi…..
validasi, Sub-Registry membubuhkan cap tanda validasi dan
meneruskan SPPR-DVP dimaksud kepada Central Registry.
d. Pihak pembeli yang merupakan bank menyerahkan Surat Perintah
Penyelesaian Pembayaran (SPPP-DVP) dengan menggunakan
formulir BER-050 kepada Central Registry.
e. Pihak pembeli yang bukan bank menyerahkan SPPP-DVP dengan
menggunakan formulir BER-050 kepada bank yang ditunjuk untuk
melakukan pembayaran.
f. Bank yang ditunjuk untuk melakukan pembayaran selanjutnya
melakukan validasi, yaitu pengecekan atas keabsahan tanda tangan
dan stempel lembaga pada SPPP-DVP serta kecukupan dana
nasabahnya.
Setelah melakukan validasi, bank yang bersangkutan
membubuhkan cap tanda validasi dan meneruskan SPPP-DVP
dimaksud kepada Central Registry.
g. Central Registry melakukan pengecekan keabsahan SPPR-DVP dan
SPPP-DVP.
h. Central Registry melakukan pencocokan data (matching) yang
berpedoman pada beberapa hal sebagai berikut:
1) nomor seri obligasi yang diperdagangkan;
2) jumlah nominal transaksi;
3) sandi bank dan nomor rekening penerima dana;
4) sandi Sub-Registry dan nomor rekening penerima Surat berharga;
5) jumlah dana yang dibayarkan;
6) tanggal valuta.
i. Apabila dalam pencocokan data sebagaimana dimaksud pada huruf h
tidak sesuai, maka transaksi dimaksud menjadi batal.
j). Setelah…..
j. Setelah pencocokan data selesai, maka dilakukan setelmen transaksi
yang selanjutnya dijelaskan pada bagian II B;
k. Setelah setelmen transaksi dilakukan, Central Registry membubuhkan
cap tanda selesai (settled) pada:
1) tembusan SPPR-DVP dan menyampaikannya kepada Sub-Registry
pihak pembeli;
2) tembusan SPPP-DVP dan menyampaikannya kepada bank pihak
penjual.
l. Sub-Registry pembeli, pada tanggal valuta, mengkredit rekening surat
berharga nasabahnya berdasarkan tembusan SPPR-DVP yang telah
dibubuhkan cap tanda selesai oleh Central Registry.
m. Bank penjual, pada tanggal valuta, mengkredit rekening dana registry
nasabahnya berdasarkan tembusan SPPP-DVP yang telah dibubuhkan
cap tanda selesai oleh Central Registry.
2. Kliring transaksi berdasarkan prinsip FoP dilakukan sebagai berikut:
a. Pihak penjual yang merupakan bank atau Market Maker menyerahkan
Surat Permohonan Perpindahan Registrasi (SPPR-FoP) dengan
menggunakan formulir BER-060 kepada Central Registry;
b. Pihak penjual yang bukan bank atau bukan Market Maker
menyerahkan SPPR-FoP dengan menggunakan formulir BER-060
kepada Sub-Registry.
c. Sub-Registry pihak penjual selanjutnya melakukan validasi yaitu
pengecekan atas keabsahan tanda tangan dan stempel lembaga pada
SPPR-FoP serta jumlah nominal obligasi yang dapat dijual. SPPR-
FoP yang telah dibubuhi cap tanda validasi disampaikan kepada
Central Registry;
d. Central Registry…..
d. Central Registry melakukan setelmen transaksi setelah melakukan
validasi atas SPPR-FoP.
e. Apabila penyelesaian transaksi telah selesai, Central Registry
membubuhkan cap tanda selesai pada tembusan SPPR-FoP dan
menyampaikannya kepada Sub-Registry pihak pembeli.
f. Sub-Registry pihak pembeli, pada tanggal valuta, mengkredit rekening
surat berharga nasabahnya berdasarkan tembusan SPPR-FoP yang
dibubuhkan cap tanda selesai oleh Central Registry.
3. Penyelesaian Transaksi Repo
Pihak penjual dalam transaksi repo dengan reverse repo secara otomatis
berdasarkan prinsip DVP adalah semua pemilik obligasi, sedangkan pihak
pembeli terbatas pada bank dan Market Maker.
Penyelesaian transaksi repo dengan reverse repo secara otomatis
dilakukan sebagai berikut:
a. Pihak penjual yang merupakan bank atau Market Maker menyerahkan
SPPR-Repo dengan menggunakan formulir BER-070 kepada Central
Registry, sedangkan penjual yang bukan bank atau bukan Market Maker
menyerahkan SPPR-Repo kepada Sub-Registry.
b. Bagi pihak penjual yang bukan bank, penyampaian SPPR-Repo
dilampiri dengan surat kuasa dari bank yang ditunjuk oleh penjual
(bank pihak penjual) untuk keperluan Central Registry mendebet
rekening dana registry bank pihak penjual pada tanggal jatuh waktu
repo;
c. Sub-Registry selanjutnya melakukan validasi yaitu pengecekan atas
keabsahan tanda tangan dan stempel lembaga pada SPPR-Repo serta
jumlah nominal obligasi yang dapat dijual. SPPR-Repo yang telah
dibubuhi…..
dibubuhi cap tanda validasi, bersama surat kuasa sebagaimana
dimaksud pada huruf b disampaikan kepada Central Registry;
d. Pihak pembeli yang merupakan bank menyerahkan SPPP-Repo
dengan menggunakan formulir BER-080 kepada Central Registry.
e. Pihak pembeli bukan bank menyerahkan SPPP-Repo dengan
menggunakan formulir BER-080 kepada bank yang ditunjuk untuk
melakukan pembayaran
f. Bank yang ditunjuk untuk melakukan pembayaran selanjutnya
melakukan validasi yaitu pengecekan atas keabsahan tanda tangan dan
stempel lembaga pada SPPP-Repo serta kecukupan dana nasabahnya.
SPPP-Repo yang telah dibubuhi cap tanda validasi disampaikan
kepada Central Registry.
g. Central Registry melakukan pencocokan (matching) data yang terdapat
pada SPPR-Repo dengan data yang terdapat pada SPPP-Repo, yaitu:
1) nomor seri obligasi yang direpokan;
2) jumlah nominal transaksi;
3) sandi bank dan nomor rekening penerima dana pada tanggal
valuta repo;
4) sandi Sub-Registry dan nomor rekening penerima surat berharga
pada tanggal valuta repo;
5) jumlah dana yang dibayarkan pada tanggal valuta repo
6) tanggal valuta repo;
7) sandi bank dan nomor rekening penerima dana pada tanggal
valuta reverse repo;
8) sandi Sub-Registry dan nomor rekening penerima surat berharga
pada tanggal valuta reverse repo;
9) jumlah…..
9) jumlah dana yang dibayarkan pada tanggal valuta reverse repo
10) tanggal valuta reverse repo.
h. Apabila dalam pencocokan data sebagaimana dimaksud pada huruf g
tidak sesuai maka setelmen dan pencatatan transaksi dimaksud dapat
dibatalkan.
i. Setelah pencocokan data selesai, maka dilakukan setelmen transaksi
yang selanjutnya dijelaskan pada bagian II B.
j. Setelah setelmen transaksi dilakukan, Central Registry membubuhkan
cap tanda selesai (settled) pada tembusan SPPP-Repo dan
menyampaikannya kepada bank pihak penjual.
k. Berdasarkan tembusan SPPP-Repo, bank pihak penjual mengkredit
rekening dana registry nasabahnya.
l. Pada tanggal jatuh waktu transaksi repo,
Central Registry secara
otomatis memindahkan kembali kepemilikan obligasi dari pihak
pembeli kepada penjual sesuai dengan perjanjian dalam transaksi
repo.
m. Central Registry mendebet rekening dana registry bank pihak penjual
berdasarkan surat kuasa sebagaimana dimaksud pada huruf b dan
mengkredit rekening dana registry bank pihak pembeli pada hari yang
sama dan menyampaikan kembali tembusan SPPP-Repo kepada bank
pihak pembeli dan bank pihak penjual.
Dalam hal pihak pembeli adalah bukan bank dan bukan Market Maker, maka
penyelesaian transaksi repo dan transaksi reverse repo dilakukan secara
manual dengan mengacu pada tata cara kliring transaksi berdasarkan prinsip
DVP sebagaimana dijelaskan pada II.A.1.
4. Pencatatan….
4. Pencatatan Obligasi Sebagai Agunan
a. Pemilik obligasi yang bukan bank dan bukan Market Maker yang
mengagunkan obligasinya menyampaikan Permohonan Penerbitan Surat
Keterangan Surat Berharga yang Diagunkan (PP-SKSD) kepada Sub-
Registry dengan menggunakan formulir BER-100.
b. Bank dan Market Maker yang mengagunkan obligasinya menyampaikan
PP-SKSD kepada Central Registry dengan menggunakan formulir BER-
100.
c. Atas dasar permohonan tersebut, Central Registry atau Sub-Registry
melakukan validasi, yaitu pengecekan atas keabsahan tanda tangan dan
stempel lembaga pada PP-SKSD, jangka waktu obligasi dan jangka waktu
pengagunan serta kecukupan obligasi yang dimiliki untuk diagunkan.
d. Apabila persyaratan sebagaimana pada huruf c di atas dapat dipenuhi,
Central Registry atau Sub-Registry memblokir obligasi, yaitu memberi
tanda bahwa obligasi dimaksud hak kepemilikannya tidak dapat
dipindahkan.
e. Central Registry atau Sub-Registry menerbitkan Surat Keterangan Surat
Berharga yang Diagunkan (SKSD) kepada nasabahnya dengan
menggunakan formulir BER-103.
f. Tanggal jatuh waktu SKSD sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) hari kerja
sebelum jatuh waktu obligasi.
g. Sub-Registry wajib melaporkan SKSD yang diterbitkannya kepada Central
Registry dengan menggunakan formulir BER-104.
h. Pada saat periode SKSD berakhir, Central Registry atau Sub-Registry
melepas pemblokiran obligasi secara otomatis.
i. Central Registry atau Sub-Registry dapat melepaskan pemblokiran obligasi
lebih awal dari jangka waktu SKSD setelah pihak yang mengagunkan
menyampaikan….
menyampaikan surat permohonan pelepasan pemblokiran obligasi yang
dilampiri dengan SKSD yang bersangkutan.
j. Central Registry atau Sub-Registry, sebelum berakhirnya masa berlakunya
SKSD, dapat memindahkan hak kepemilikan obligasi dari pemberi
agunan kepada penerima agunan berdasarkan permohonan permintaan
penerima agunan dengan disertai SKSD dan surat kuasa dari pemberi
agunan.
k. Dalam hal persyaratan permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf c
di atas tidak dipenuhi, Central Registry atau Sub-Registry mengembalikan
PP-SKSD yang telah dibubuhi cap penolakan disertai alasan penolakan
kepada pemohon.
B. Tata Cara Penyelenggaraan Setelmen
Setelmen adalah proses pemindahbukuan surat berharga pada rekening surat
berharga, dan pemindahbukuan dana pada rekening dana registry. Dalam hal
transaksi dilakukan secara DVP atau repo, maka setelmennya harus terjadi
pada rekening surat berharga dan rekening dana registry sebelum transaksi
tersebut diselesaikan.
Penyelenggaraan setelmen dilakukan sebagai berikut:
1. Surat Berharga
a. Penyelesaian transaksi untuk surat berharga pada Central Registry atau
Sub-Registry dilakukan dengan cara gross settlement.
b. Pelaksanaan gross settlement pada Central Registry atau Sub-Registry
dilakukan dengan terlebih dahulu membandingkan jumlah nominal
obligasi yang dicatat pada rekening surat berharga penjual dengan
jumlah nominal obligasi yang ditransaksikan.
c. Dalam….
c. Dalam hal jumlah nominal obligasi yang dimiliki lebih besar atau sama
dengan jumlah nominal transaksi, maka penyelesaian transaksi
diproses lebih lanjut, dan sebaliknya apabila nilai transaksi lebih besar
dari jumlah nominal obligasi yang dimiliki maka penyelesaiannya
ditunda sampai dipenuhi jumlah nominal obligasi yang diperlukan
pada akhir hari.
d. Apabila sampai dengan akhir hari jumlah nominal obligasi yang
diperlukan untuk menutup kekurangan sebagaimana dimaksud pada
huruf c tidak dapat dipenuhi, maka penyelesaian transaksi dibatalkan
dan diberitahukan kepada pihak yang melakukan transaksi.
e. Central Registry atau Sub-Registry melakukan pengkreditan rekening
obligasi milik pembeli dan pendebetan rekening obligasi milik penjual.
f. Central Registry atau Sub-Registry menerbitkan Konfirmasi Pencatatan
Surat Berharga (KPS) secara harian yang memuat saldo awal, mutasi
dan saldo akhir rekening surat berharga dengan menggunakan formulir
BER-101.
g. Central Registry atau Sub-Registry menerbitkan pencatatan kepemilikan
obligasi secara harian yang berisi informasi kepemilikan obligasi
berdasarkan seri obligasi.
2. Rekening dana registry pada Central Registry
a. Penyelesaian transaksi untuk rekening dana registry pada Central
Registry dilakukan dengan netting settlement secara novasi dan
substitusi.
b. Pada awal hari, bank dapat menyampaikan permohonan pemblokiran
rekening giro untuk kepentingan pengisian rekening dana registry
kepada Direktorat Akunting dan Sistim Pembayaran (DASP) dengan
tembusan kepada Central Registry.
c. Tembusan….
c. Tembusan permohonan pemblokiran kepada Central Registry harus
dibubuhi nomor konfirmasi pemblokiran. Selanjutnya, Central Registry
mengisi rekening dana registry setelah memperoleh konfirmasi bahwa
DASP telah melakukan pemblokiran.
d. Pelaksanaan netting settlement dilakukan oleh Central Registry dengan
membandingkan antara hasil saldo rekening dana registry setelah
dikurangi nilai transaksi pembelian obligasi dengan nilai debit cap
milik bank pihak pembeli yang tersedia. Dalam hal posisi rekening
dana registry bersaldo kredit, atau posisi bersaldo debet tetapi tidak
melebihi nilai debit cap, maka transaksi diselesaikan lebih lanjut.
Sebaliknya apabila saldo debet melebihi debit cap maka penyelesaian
transaksi ditunda.
e. Tata cara pelaksanaan debit cap adalah sebagai berikut:
1). Besarnya debit cap ditetapkan sebesar saldo rekening dana registry
ditambah dengan jumlah nominal obligasi yang dapat
diperdagangkan setelah dikurangi dengan collateral margin dari
obligasi dimaksud ditambah dengan agunan lain sebagaimana
dimaksud pada angka 4 dan 5 di bawah yang dapat diterima oleh
Central Registry. Collateral margin ditetapkan oleh Bank Indonesia
berdasarkan fluktuasi harga pasar dalam suatu kurun waktu
tertentu.
2). Central Registry menunda penyelesaian transaksi apabila transaksi
yang diselesaikan tersebut mengakibatkan saldo debet pada
rekening dana registry melampaui nilai debit cap.
3). Central Registry segera memberitahukan kepada bank mengenai
penundaan dan meminta bank melakukan penambahan rekening
dana registry atau penambahan nilai debit cap minimal sebesar
nilai transaksi yang ditunda.
4). Jumlah….
4). Jumlah debit cap dapat ditambah dengan agunan yang dapat
diterima oleh Central Registry dengan cara menyampaikan Surat
Permohonan debit cap dengan menggunakan formulir BER-13.
5). Penambahan jumlah debit cap juga dapat dilakukan dengan cara
pemblokiran rekening giro bank pada Bank Indonesia melalui
pengajuan permohonan yang disampaikan kepada DASP, Bank
Indonesia dan hanya berlaku untuk hari yang bersangkutan.
6). Apabila sampai dengan akhir hari transaksi tidak dapat diselesaikan
maka seluruh transaksi yang ditunda dibatalkan.
f. Central Registry menerbitkan perintah pemindahbukuan kepada Bagian
Akunting Rupiah yang memuat saldo netto rekening dana registry
untuk dibukukan pada rekening giro bank di Bank Indonesia.
g. Apabila saldo rekening giro bank di Bank Indonesia tidak mencukupi,
Central Registry secara otomatis melakukan repo atas surat berharga
dalam jumlah yang cukup untuk menutupi kekurangan saldo rekening
giro tersebut.
h. Nilai surat berharga yang direpokan adalah nilai nominal surat
berharga dikurangi dengan collateral margin sebagaimana dimaksud
dalam huruf e angka 1.
i. Central Registry menerbitkan dan menyampaikan Konfirmasi
Pencatatan Tunai (KPT) kepada bank dengan menggunakan formulir
BER-106.
3. Kliring dan setelmen pada Sub-Registry
a. Sistem kliring dan penyelesaian transaksi yang dilakukan oleh Sub-
Registry harus mendapat persetujuan dari Bank Indonesia.
b. Bank Indonesia melakukan pengawasan terhadap kegiatan kliring dan
penyelesaian transaksi oleh Sub-Registry.
C. Jadwal….
C. Jadwal Penyelesaian Transaksi
Jadwal penyelesaian transaksi di Central Registry secara singkat adalah
sebagai berikut:
Kegiatan
1. Perdagangan obligasi
2. Penyerahan pertama
3. First cut off
4. Penyerahan kedua
5. Setelmen pada rekening giro bank
6. Setelmen transaksi Repo
7. End of day/ distribusi laporan dan warkat
Waktu (WIB)
09.00 – 12.00
08.00 – 14.30
15.30
15.00 – 16.30
17.00
17.30
18.00
D. Pelaksanaan Penyelesaian Transaksi Obligasi Secara DVP
1. Pelaksanaan Transaksi Penjualan dan Pembelian Obligasi
a. Pelaksanaan penyelesaian transaksi obligasi
1). Dari pukul 09.00 WIB sampai dengan pukul 12.00 WIB, SPPR-
DVP (BER-040) yang telah ditandatangani oleh pejabat yang
berwenang diajukan kepada Central Registry.
2). Central Registry melakukan penelitian atas formulir BER-040
mengenai hal-hal sebagai berikut:
a). Obligasi yang diperdagangkan tidak sedang diagunkan kepada
pihak ketiga.
b). Obligasi yang diperdagangkan masih mempunyai sisa jangka
waktu sekurang-kurangnya 5 (lima) hari.
c). Pencocokan….
c). Pencocokan tanda tangan pejabat pada formulir BER-040
dengan contoh tanda tangan pejabat yang berwenang.
3). Apabila dalam penelitian data terdapat ketidaksesuaian, maka
SPPR-DVP (BER-040) akan dikembalikan kepada pihak penjual.
4). Dari pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 14.30 WIB, Central
Registry akan melakukan kegiatan sebagai berikut:
a). Memasukan data penjual obligasi melalui sistem Book Entry
Registry (BER).
b). Sistem BER akan melakukan pencocokan data secara
otomatis dengan data pembeli.
c). Dalam hal kegiatan pencocokan data tertunda (pending)
karena rekening surat berharga tidak mencukupi, maka
Central Registry akan memberitahukan kekurangan obligasi
tersebut kepada pihak penjual.
b. Penyelesaian transaksi obligasi secara DVP untuk pihak pembeli
1). Dari pukul 09.00 WIB sampai dengan pukul 12.00 WIB, SPPP-
DVP (BER-050) yang telah ditandatangani oleh pejabat yang
berwenang diajukan kepada Central Registry.
2). Central Registry melakukan penelitian atas formulir BER-050
mengenai kecocokan tanda tangan pejabat yang menandatangani
pada formulir BER-050 dengan contoh tanda tangan yang ada.
3). Apabila dalam penelitian data terdapat ketidaksesuaian, maka
formulir pengajuan pembelian obligasi secara DVP akan
dikembalikan kepada pihak penjual.
4). Dari pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 14.30 WIB, Central
Registry akan melakukan kegiatan sebagai berikut:
a). Memasukan….
a). Memasukan data pembeli obligasi melalui sistem Book Entry
Registry (BER).
b). Sistem BER akan melakukan pencocokan data secara otomatis
dengan data penjual.
c). Dalam hal kegiatan pencocokan data tertunda (pending)
karena rekening dana registry tidak mencukupi, maka Central
Registry akan memberitahukan kekurangan dana tersebut
kepada pihak pembeli.
2. Penolakan dan Pembatalan Transaksi
a. Atas formulir SPPR-DVP atau SPPP-DVP yang dikembalikan, pihak
penjual maupun pihak pembeli dapat mengajukan kembali kepada
Central Registry selambat-lambatnya pukul 16.30 WIB.
b. Pada pukul 17.00 WIB, Sistem BER akan menolak transaksi
penjualan atau pembelian obligasi akibat :
1). Ketidakcocokan antara data penjual dan data pembeli; maupun
2). Transaksi yang tidak settled akibat kekurangan dana pada
rekening dana registry dipihak pembeli atau akibat kekurangan
obligasi pada rekening surat berharga dipihak penjual.
3. Cash settlement melalui BIASA (Bank Indonesia Aplikasi Sistem
Akunting)
Penyelesaian transaksi untuk rekening dana registry (cash account)
dilakukan pukul 17.00 WIB secara netting settlement melalui interface
data dari sistem BER dengan BIASA untuk memastikan kesediaan dana
pada rekening giro bank di Bank Indonesia.
4. Registrasi….
4. Registrasi
a. Atas hasil interface yang dilakukan, pada pukul 18.00 WIB, sistem
BER akan melakukan registrasi seluruh transaksi yang settled dan
menghapus semua data transaksi yang pending dan tidak settled.
b. Atas hasil registrasi tersebut, selanjutnya dilakukan proses back up
data.
5. Pencetakan dan Pendistribusian KPS
Sistem BER akan mencetak KPS atas transaksi yang settled dan akan
didistribusikan melalui pigeon hole yang berada di Central Registry
untuk masing-masing peserta.
E. Transaksi Obligasi Secara FoP
1. Tata Cara Penyelesaian Transaksi Penjualan dan Pembelian Obligasi
a. Penyelesaian transaksi obligasi secara FoP untuk pihak penjual
1). Dari pukul 09.00 WIB sampai dengan pukul 12.00 WIB, SPPR-
FoP (BER-060) yang telah ditandatangani oleh pejabat yang
berwenang diajukan kepada Central Registry.
2). Central Registry melakukan penelitian atas formulir BER-060
mengenai hal-hal sebagai berikut:
a) Obligasi yang diperdagangkan tidak sedang diagunkan kepada
pihak ketiga;
b) Obligasi yang diperdagangkan masih mempunyai sisa jangka
waktu sekurang-kurangnya 5 (lima) hari;
c) Pencocokan tanda tangan pejabat pada formulir BER-060
dengan contoh tanda tangan pejabat yang berwenang.
3). Apabila….
3). Apabila dalam penelitan data terdapat ketidaksesuaian, maka
formulir SPPR-FoP akan dikembalikan kepada pihak penjual.
4). Dari pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 14.30 WIB, Central
Registry akan melakukan kegiatan sebagai berikut:
a). Pencatatan dan pemindahbukuan obligasi dari penjual kepada
pihak pembeli melalui sistem Book Entry Registry (BER).
b). Dalam hal kegiatan pemindahbukuan obligasi tertunda
(pending) karena rekening surat berharga tidak mencukupi,
maka Central Registry akan memberitahukan kekurangan
obligasi tersebut kepada pihak penjual.
2. Penolakan dan Pembatalan Transaksi
a. Atas formulir SPPR-FoP yang dikembalikan, pihak penjual dapat
mengajukan kembali kepada Central Registry selambat-lambatnya
pukul 16.30 WIB.
b. Pada pukul 17.00 WIB, Sistem BER menolak transaksi penjualan
obligasi akibat :
1). Ketidakcocokan antara data penjual dan data pembeli; maupun
2). Transaksi yang tidak settled akibat kekurangan obligasi pada
rekening surat berharga dipihak penjual.
3. Registrasi
a. Pemindahbukuan dilakukan apabila rekening surat berharga dipihak
penjual mencukupi dan Sistem BER akan melakukan registrasi dan
menghapus semua data transaksi yang pending dan tidak settled.
b. Atas hasil registrasi tersebut, selanjutnya dilakukan proses back up
data.
4. Pencetakan….
4. Pencetakan dan Pendistribusian KPS
Sistem BER akan mencetak KPS atas transaksi yang settled dan akan
didistribusikan melalui pigeon hole yang terdapat di Central Registry
untuk masing-masing peserta.
F. Transaksi Obligasi Secara Repo
1. Tata Cara Penyelesaian Transaksi Penjualan dan Pembelian Obligasi
a. Penyelesaian transaksi obligasi secara repo dan reverse repo sebelum
jatuh waktu berdasarkan prinsip DVP untuk pihak penjual.
1). Dari pukul 09.00 WIB sampai dengan pukul 12.00 WIB, SPPR-
DVP (BER-040) yang telah ditandatangani oleh pejabat yang
berwenang diajukan kepada Central Registry.
2). Central Registry melakukan penelitian atas formulir BER-040
mengenai hal-hal sebagai berikut:
a). Jangka waktu obligasi yang direpokan maksimum 90 hari.
b). Obligasi yang direpokan tidak sedang diagunkan kepada pihak
ketiga;
c). Pada saat obligasi yang direpokan akan jatuh waktu, obligasi
yang bersangkutan masih mempunyai sisa jangka waku
sekurang-kurangnya 5 (lima) hari;
d). Pencocokan tanda tangan pejabat pada formulir BER-040
dengan contoh tanda tangan pejabat yang berwenang.
3). Apabila dalam penelitian data terdapat ketidaksesuaian, maka
formulir pengajuan pembelian obligasi secara DVP akan
dikembalikan kepada pihak penjual.
4). Dari….
4). Dari pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 14.30 WIB, Central
Registry akan melakukan kegiatan sebagai berikut:
a). Memasukan data pembeli obligasi melalui sistem Book Entry
Registry (BER).
b). Sistem BER akan melakukan pencocokan data secara otomatis
dengan data penjual.
c). Dalam hal kegiatan pencocokan data tertunda (pending)
karena rekening dana registry tidak mencukupi, maka Central
Registry akan memberitahukan kekurangan dana tersebut
kepada pihak pembeli.
b. Penyelesaian transaksi obligasi secara Repo dan Reverse Repo sebelum
jatuh waktu berdasarkan prinsip DVP untuk pihak pembeli
1). Dari pukul 09.00 WIB sampai dengan pukul 12.00 WIB, SPPP-
DVP (BER-050) yang telah ditandatangani oleh pejabat yang
berwenang diajukan kepada Central Registry.
2). Central Registry melakukan penelitian atas formulir BER-050
mengenai kecocokan tanda tangan pejabat yang menandatangani
pada formulir BER-050 dengan contoh tanda tangan yang ada.
3). Apabila dalam penelitian data terdapat ketidaksesuaian, maka
formulir pengajuan pembelian obligasi secara DVP akan
dikembalikan kepada pihak penjual.
4). Dari pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 14.30 WIB, Central
Registry akan melakukan kegiatan sebagai berikut:
a). Memasukan data pembeli obligasi Melalui sistem Book Entry
Registry (BER).
b). Sistem BER akan melakukan pencocokan data secara otomatis
dengan data penjual.
c). Dalam….
c). Dalam hal kegiatan pencocokan data tertunda (pending)
karena rekening dana registry tidak mencukupi, maka Central
Registry akan memberitahukan kekurangan dana tersebut
kepada pihak pembeli.
2. Penolakan dan Pembatalan Transaksi
1). Atas formulir pengajuan penjualan atau pembelian yang
dikembalikan, pihak penjual maupun pihak pembeli dapat
mengajukan kembali kepada Central Registry selambat-lambatnya
pukul 16.30 WIB.
2). Pada pukul 17.00 WIB, Sistem BER akan menolak transaksi
penjualan atau pembelian obligasi akibat :
a). Ketidakcocokan data antara data penjual dan data pembeli;
b). Transaksi yang tidak settled akibat kekurangan dana pada
rekening dana registry dipihak pembeli atau akibat kekurangan
obligasi pada rekening surat berharga dipihak penjual.
3. Cash settlement melalui BIASA (Bank Indonesia Sistem Akuntansi)
Penyelesaian transaksi untuk rekening dana registry (cash account)
selambat-lambatnya dilakukan pukul 17.00 secara netting settlement
melalui interface data dari sistem BER dengan BIASA untuk memastikan
kesediaan dana pada rekening giro bank di Bank Indonesia.
4. Registrasi
1). Atas hasil interface yang dilakukan, selambat-lambat pada pukul
18.00 WIB, sistem BER akan melakukan registrasi seluruh transaksi
yang settled dan menghapus semua data transaksi yang pending dan
tidak settled.
2). Atas….
2). Atas hasil registrasi tersebut, selanjutnya dilakukan proses back up
data.
5. Pencetakan dan Pendistribusian KPS
Sistem BER akan mencetak KPS atas transaksi yang settled dan akan
didistribusikan melalui pigeon hole untuk masing-masing peserta.
G. Transaksi Obligasi Reverse Repo Secara Otomatis
1. Transaksi Reverse Repo
Transaksi obligasi reverse repo akan secara otomatis dipindahbukukan
sesuai dengan jangka waktu repo yang diperjanjikan.
2. Pencetakan dan Pendistribusian KPS
Sistem BER akan mencetak KPS atas reverse repo yang telah dilakukan
dan akan didistribusikan melalui pigeon hole yang berada pada Central
Registry untuk masing-masing peserta.
H. Transaksi Obligasi Sebagai Agunan
1. Tata Cara Penyelesaian Transaksi Obligasi Sebagai Agunan
a. Penyelesaian transaksi obligasi sebagai agunan
1). Dari pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 14.30 WIB, PP-SKSD
yang telah ditandatangani oleh pejabat yang berwenang diajukan
kepada Central Registry.
2). Central Registry melakukan penelitian atas PP-SKSD mengenai hal-
hal sebagai berikut:
a). Obligasi yang diagunkan tidak melebihi dari ketentuan obligasi
yang bisa diperdagangkan;
b). Jangka waktu agunan tidak melebihi jatuh waktu obligasi;
Apabila….
Apabila dalam penelitan data terdapat ketidaksesuaian, maka
formulir pengajuan obligasi untuk diagunkan akan dikembalikan
kepada pihak penjual.
3). Dari pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 14.30 WIB, Central
Registry akan melakukan kegiatan sebagai berikut:
a). Pencatatan blocking account obligasi pada rekening surat
berharga dari pemberi agunan melalui sistem Book Entry
Registry (BER);
b). Dalam hal kegiatan blocking account obligasi tertunda
(pending) karena rekening surat berharga tidak mencukupi
atau melebihi dari ketentuan yang telah ditetapkan, maka
Central Registry akan memberitahukan kekurangan obligasi
tersebut kepada pihak pemberi agunan penjual.
2. Penolakan dan Pembatalan Transaksi
a. Atas formulir pengajuan penjualan yang dikembalikan, pihak pemberi
agunan dapat mengajukan kembali kepada Central Registry selambat-
lambatnya pukul 16.30 WIB.
b. Pada pukul 17.00 WIB, Sistem BER akan menolak transaksi obligasi
yang diagunan akibat Transaksi yang tidak settled akibat kekurangan
obligasi pada rekening surat berharga dipihak penjual.
3. Registrasi
a. Pemindahbukuan dilakukan apabila rekening surat berharga dipihak
pemberi obligasi mencukupi dan Sistem BER akan melakukan
registrasi dan menghapus semua data transaksi yang pending.
b. Atas hasil registrasi tersebut, selanjutnya dilakukan proses back up
data.
4. Pencetakan…..
4. Pencetakan dan Pendistribusian KPS
Sistem BER akan mencetak KPS atas transaksi obligasi yang diagunakan
akan didistribusikan melalui pigeon hole untuk masing-masing peserta.
III. Pembayaran Kupon dan Pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) Atas
Kupon Obligasi Pemerintah
A. Tata Cara Pembayaran kupon
1. Pembayaran kupon obligasi dilakukan oleh Bank Indonesia
berdasarkan pencatatan posisi kepemilikan obligasi pada dua hari
kerja sebelum tanggal jatuh waktu pembayaran kupon obligasi
(T-2).
2. Central Registry dan Sub-Registry menyampaikan surat konfirmasi
jatuh waktu kupon obligasi kepada pemilik obligasi yang tercatat
pada masing-masing Registry pada akhir hari T-2 dengan
menggunakan formulir BER-104.
3. Sub-Registry menyampaikan kepada Central Registry daftar
konfirmasi rincian penerima kupon obligasi yang jatuh waktu milik
nasabahnya berdasarkan posisi sebagaimana dimaksud pada butir
(1) dengan menggunakan formulir BER-106 serta melampirkan
hasil rekonsiliasi (perbedaan antara data dalam formulir BER-104
dari Central Registry dengan BER-106) dengan menggunakan
formulir BER-107, selambat-lambatnya pada pukul 12.00 WIB
satu hari kerja sebelum jatuh waktu pembayaran kupon.
4. Bank Indonesia selaku agen pembayar pada satu hari kerja tanggal
jatuh waktu pembayaran kupon (T-1) menerbitkan advis
pembayaran kupon dan menyampaikan kepada bank sebagai
pemilik obligasi dan bank yang ditunjuk oleh Sub-Registry dan
Market Maker…..
Market Maker yang memberitahukan adanya pembayaran kupon
dengan menggunakan formulir BER-105.
5. Sub-Registry wajib menyampaikan instruksi pembayaran kupon
obligasi kepada bank untuk untung rekening nasabah Sub-Registry
yang bersangkutan satu hari kerja sebelum jatuh waktu kupon
(T-1).
6. Bank Indonesia selaku agen pembayar melakukan pembayaran
kupon saat tanggal jatuh waktu (T-0) dengan mengkredit rekening
giro bank sebagai pemilik obligasi pada Bank Indonesia dan
mengkredit rekening giro bank yang ditunjuk oleh Sub-Registry dan
Market Maker pada Bank Indonesia untuk untung Sub-Registry dan
Market Maker yang bersangkutan.
7. Berdasarkan advis dalam formulir BER-105 dan instruksi
pembayaran dari Sub-Registry, bank melakukan pembayaran kupon
obligasi kepada nasabah Sub-Registry dengan tanggal valuta (T-0).
B. Tata cara pemungutan PPh
Bank yang ditunjuk oleh Sub-Registry atau Market Maker bukan bank
untuk melakukan pembayaran kupon obligasi, wajib memungut PPh
atas kupon obligasi sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.
IV. Pelunasan Pokok Obligasi Pemerintah
1. Obligasi pemerintah dilunasi dengan nilai seratus persen dari jumlah
pokok obligasi.
2. Pembayaran pelunasan pokok obligasi dan kupon yang terakhir
dilakukan pada saat tanggal jatuh waktu obligasi.
3. Penyelesaian…..
3. Penyelesaian perdagangan obligasi yang akan jatuh waktu dilakukan
selambat-lambatnya 5 hari kerja (T-5) sebelum pelunasan pokok
obligasi.
4. Tata cara pelunasan pokok obligasi
a. Pembayaran pokok obligasi dilakukan oleh Bank Indonesia
berdasarkan pencatatan posisi kepemilikan obligasi pada dua hari
kerja (T-2) sebelum tanggal jatuh waktu pokok obligasi.
b. Central Registry dan Sub-Registry menyampaikan surat konfirmasi
jatuh waktu pokok obligasi kepada pemilik obligasi yang tercatat
pada masing-masing Registry pada akhir hari T-2 dengan
menggunakan formulir BER-104.
c. Sub-Registry menyampaikan kepada Central Registry
daftar
konfirmasi rincian penerima pokok obligasi yang jatuh waktu milik
nasabahnya berdasarkan posisi sebagaimana dimaksud pada butir
(1) dengan menggunakan formulir BER-106 serta melampirkan
hasil rekonsiliasi (perbedaan antara data dalam formulir BER-104
dari Central Registry dengan BER-106) dengan menggunakan
formulir BER-107, selambat-lambatnya pada pukul 12.00 WIB
satu hari kerja sebelum jatuh waktu pembayaran pokok.
d. Bank Indonesia selaku agen pembayar pada satu hari kerja tanggal
jatuh waktu pembayaran kupon (T-1)menerbitkan advis
pembayaran pokok dan menyampaikan kepada bank sebagai
pemilik obligasi dan bank yang ditunjuk oleh Sub-Registry dan
Market Maker yang memberitahukan adanya pembayaran pokok
dengan menggunakan formulir BER-105.
e. Sub-Registry wajib menyampaikan instruksi pembayaran pokok
obligasi kepada bank untuk untung rekening nasabah Sub-Registry
yang bersangkutan.
f. Bank….
f. Bank Indonesia selaku agen pembayar melakukan pembayaran
pokok saat tanggal jatuh waktu T-0 dengan mengkredit rekening
giro bank sebagai pemilik obligasi pada Bank Indonesia dan
mengkredit rekening giro bank yang ditunjuk oleh Sub-Registry dan
Market Maker pada Bank Indonesia untuk untung Sub-Registry dan
Market Maker yang bersangkutan.
g. Berdasarkan advis dalam formulir BER-105 dan instruksi
pembayaran dari Sub-Registry, bank melakukan pembayaran pokok
obligasi kepada nasabah Sub-Registry dengan tanggal valuta (T-0).
h. Sub-Registry yang memiliki obligasi atas nama nasabah wajib
membayar pokok obligasi pada hari yang sama kepada nasabah
obligasi yang tercatat pada Sub-Registry tersebut.
V. Kondisi Diluar Tanggung Jawab Bank Indonesia
Hal-hal diluar tanggung jawab Bank Indonesia sebagai Central Registry
adalah sebagai berikut:
a. instruksi pembelian atau penjual Obligasi dari anggota DIBERI tanpa
ada wewenang dari pejabat yang berwenang dari masing-masing
anggota BISKRIP;
b. kesalahan karena penggunaan form SPPR/SPPP ataupun pengisian form
SPPR/SPPP oleh anggota BI-SKRIP;
c. kehilangan form SPPR/SPPP pada saat pengiriman;
d. kekurangan pengiriman data akibat terputusnya jaringan komunikasi
data;
e. kesalahan akibat participant lain termasuk didalamnya akibat
kekurangan dana untuk menutupi transaksi yang terjadi;
f. kesalahan…..
f. kesalahan pelaporan dari Bank Indonesia yang tidak dikonfirmasi oleh
anggota BI-SKRIP setelah 1 (satu) hari pengiriman bukti Konfirmasi
Pencatatan Surat Berharga.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 21 Januari 2000
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini
dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA
DJAKARIA
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
DPM
BI-SKRIP
Informasi Tentang Surat Berharga
Nomor:
Rekening Baru
Perubahan Rekening
Nama Rekening Surat Berharga
No. Rekening Surat Berharga
Nomor Telepon
TIPE REKENING
Rekening Penerbitan Surat Berharga
Rekening Agunan
Rekening Surat Berharga
Rekening Sub Registry
ALAMAT SURAT MENYURAT (harap melengkapi kedua kotak untuk perubahan alamat)
Alamat Lama (atau alamat semula jika merupakan rkg baru)
Alamat Baru
INSTRUKSI PEMBAYARAN BUNGA
Nama Bank
Cabang
Sandi Bank:
Nama Rekening
Nomor Rekening
N.P.W.P
PEJABAT BERWENANG (untuk konfirmasi transaksi lebih lanjut)
Nama pejabat yang diberi kuasa
Jabatan
Nomor telepon
TANDA TANGAN
Tanda tangan Pemegang Rekening
Stempel Perusahaan
Tanggal:
BER-010
BI-SKRIP
Contoh Tandatangan/Verifikasi Stempel Perusahaan
Nomor:
Contoh tanda tangan pejabat yang berwenang
Tambahan contoh tanda tangan pejabat yang berwenang
Nama Rekening Surat Berharga
Nomor Rekening Surat Berharga
Daftar pejabat yang berwenang melakukan perintah atas Rekening Surat Berharga diatas:
N a m a
Jabatan Resmi
Contoh Tanda Tangan
Pejabat yang diberi kuasa untuk menandatangani : ……..orang, atas nama :
(nama perusahaan) sesuai dengan stempel perusahaan sebagaimana
dicontohkan dibawah (kosongkan bila tidak dibutuhkan)
Stempel perusahaan
BER-020
BI-SKRIP
Surat Pemohonan Perpindahan Registrasi – DVP
Nomor:
Kepada :
Saya/Kami:
PENJUAL
Rekening Surat Berharga atas nama :
Nomor Rekening Surat Berharga
Nomor Telepon
Alamat
Dengan ini memindahkan kepemilikan Surat Berharga kepada
PEMBELI
Nama rekening surat berharga
Sandi Registry di Central Registry
Nama registry
Nomor Rekening Surat Berharga
Seluruh kepemilikan saya/kami dan hak penerimaan pembayaran kupon atas surat berharga berikut :
Seri Surat Berharga
Tanggal Jatuh Waktu
Nilai Nominal
Rp
Tgl Valuta Penyelesaian Transaksi
Dengan syarat bahwa surat berharga tidak akan dipindahtangankan oleh pembeli kecuali pihak pembeli
telah melunasi pembayaran sesuai dengan persyaratan tersebut di atas, sebagai berikut :
Jumlah Pembayaran
Rp
Bank/ /Cabang Penerima Pembayaran
Sandi Bank
Rekening Pembayar
PEJABAT YANG BERWENANG
Tanda Tangan Pihak Penjual
Stempel
Perusahaan
Meterai
Tanggal:
PENGESAHAN PEMINDAHAN
Pengesahan Sub-Registry Penjual
BER-040
Stempel
Sub-Registry
Penjual
Stempel
Central Registry
BI-SKRIP
Surat Perintah Penyelesaian Pembayaran – DVP
Nomor : _________
Kepada :
Saya/Kami :
PIHAK PEMBAYAR
Nama Pemegang Rekening Dana
Dengan ini memindahkan kepada
PIHAK PENERIMA DANA
Nama
Bank/Cabang
Sandi Bank
Nomor Rekening
Jumlah (dalam huruf)
Rp.
Dengan syarat bahwa pembayaran tidak akan dilakukan kecuali surat berharga telah diserahkan ke
rekening surat berharga Saya/Kami :
Nama Registry
Sandi Registry
Nomor Rekening Surat Berharga
Untuk surat berharga sebagai berikut :
Seri Surat Berharga
Tanggal Jatuh Waktu
Nilai Nominal
Tgl Valuta Penyelesaian Transaksi
PEJABAT YANG BERWENANG
Tanda Tangan Pembayar
Stempel
Perusahaan
Nomor Rkg. Giro/Tabungan
Rp
Tanggal :
PENGESAHAN PEMINDAHAN
Pengesahan Bank
Stempel Bank
Stempel
Central Registry
BER-050
BI-SKRIP
Surat Pemohonan Perpindahan Registrasi – Free of Payment
Nomor : _________
Kepada :
Saya/Kami :
PENJUAL/PEMBERI HIBAH/WARISAN
Rekening Surat Berharga Penjual/Pemberi Hibah/Warisan atas nama :
Nomor Rekening Surat Berharga
Nomor Telpon
Alamat
Dengan ini memindahkan kepada
PEMBELI/PENERIMA HIBAH/WARISAN
Rekening Surat Berharga Pembeli/Penerima Hibah/Warisan
Sandi Registry di Central Registry
Nama Registry Pembeli/Penerima Hibah/Warisan
Nomor Rekening Surat Berharga
Seluruh kepemilikan Saya/Kami atas, dan hak penerimaan pembayaran kupon atas surat berharga
sebagai berikut :
Seri Surat Berharga
Tanggal Jatuh Waktu
Nilai Nominal
Rp
Tgl Valuta Penyelesaian Transaksi
PEJABAT YANG BERWENANG
Tanda Tangan Penjual
Stempel
Perusahaan
Tanggal :
PENGESAHAN PEMINDAHAN
Otorisasi Sub-Registry
Stempel
Sub-Registry
Stempel
Central Registry
BER-060
BI-SKRIP
Surat Pemohonan Perpindahan Registrasi – Repo
Nomor : _________
Kepada :
Saya/Kami :
PENJUAL
Rek. Surat Berharga Penjual atas nama :
Nama Sub-Registry
Alamat
Dengan ini memindahkan kepada
PEMBELI
Rekening Surat Berharga Pembeli atas nama :
Sandi Registry
Nomor Rekening
Seluruh kepemilikan Saya/Kami atas, dan hak penerimaan pembayaran kupon atas surat berharga
sebagai berikut :
Seri Surat Berharga
Tanggal Jatuh Waktu
Nilai Nominal
Rp
Tgl Valuta Penyelesaian Transaksi
Dengan syarat bahwa pengalihan surat berharga tidak dapat dilakukan oleh pembeli kecuali Pihak
Pembeli telah melunasi pembayaran (Prinsip DVP) sesuai dengan pemindahan surat berharga/obligasi
di atas sebagai berikut :
Jumlah Pembayaran
Rp
Bank/Cabang Penerima Pembayaran
Sandi Bank
Rkg Penerima Pembayaran
Dan,, selanjutnya Saya/Kami mohon pembalikan transaksi ini atas dasar prinsip DVP dengan mendebet
rekening bank Saya/Kami sesuai dengan bank garansi terlampir (hapus jika tidak tersedia) sebesar
jumlah tersebut di bawah, dan mengkredit rekening surat berharga Saya/Kami sebesar jumlah nominal
surat berharga/obligasi :
Tanggal Transaksi Pembalikan
Nominal Transaksasi Pembalikan
Rp
PEJABAT YANG BERWENANG
Tanda Tangan Penjual
Tanggal :
PENGESAHAN PEMINDAHAN
Pengesahan Sub-Registry Penjual
Stempel
Sub-Registry
Penjual
Stempel
Central Registry
Stempel
Perusahaan
Nama Registry
Sandi Sub-Registry
Nomor Surat Berharga
Nomor Telepon
BER-070
BI-SKRIP
Surat Perintah Penyelesaian Pembayaran – Repo
Nomor : _________
Kepada :
Saya/Kami :
PIHAK PEMBAYAR
Nama Pemegang Rekening Dana
Dengan ini memindahkan kepada
PIHAK PENERIMA DANA
Nama
Bank/Cabang
Sandi Bank
Nomor Rekening
Jumlah (dalam huruf)
Rp.
Dengan syarat bahwa pembayaran tidak akan dilakukan kecuali surat berharga telah dipindahkan ke
rekening surat berharga Saya/Kami (Prinsip DVP)
Nama Registry
Sandi Registry
Nomor Rekening Surat Berharga
Atas surat berharga sebagai berikut :
Seri Surat Berharga
Tanggal Jatuh Waktu
Nilai Nominal
Tgl Valuta Penyelesaian Transaksi
Dan,, selanjutnya Saya/Kami mohon pembalikan transaksi ini atas dasar prinsip DVP dengan mendebet
rekening surat berharga Saya/Kami sebesar nominal surat berharga dan mengkredit rekening bank
saya sebagai berikut :
Tanggal Transaksi Pembalikan
Nominal Transaksi Pembalikan
Rp
PEJABAT YANG BERWENANG
Tanda Tangan Pembayar
Stempel
Perusahaan
Meterai
Nomor Rekening Giro/Tabungan
Rp
Tanggal :
PENGESAHAN PEMINDAHAN
Pengesahan Bank
Stempel Bank
Stempel
Central Registry
BER-080
BI-SKRIP
PERMOHONAN PERUBAHAN SPPR/SPPP
Nomor : _________
Kepada :
Sehubungan dengan hal berikut :
SPPR Nomor ________________
SPPP Nomor ________________
PEMOHON
Nama Bank/Sub-Registry
Sandi Bank/Sub-Registry
Dengan ini mengajukan permohonan kepada Central Registry untuk mengubah SPPP/SPPR di atas
sebagai berikut. (Semua kolom agar diisi sesuai dengan perubahan yang diinginkan; cantumkan tanda
N/A pada kolom yang tidak ada perubahan)
Materi Perubahan
SPPR
Sandi Sub-Registry Penjual
No. Rkg. Surat Berharga Penjual
Sandi Sub-Registry Pembeli
No. Rkg. Surat Berharga Pembeli
Nama Surat Berharga/Obligasi
Tanggal Jatuh Waktu
Nilai Nominal Surat Berharga/-
Obligasi yang dipindahkan
Tgl Valuta Penyelesaian Transaksi
Jumlah Pembayaran Transaksi
Bank Penerima/Sandi Bank
No. Rekening Penerima
SPPP
Bank Pemindah Dana/Sandi Bank
Bank Penerima Dana/Sandi Bank
Sandi Bank Penerima Dana
Jumlah Pembayaran Transaksi
Sandi Registry Pembeli
No. Rkg Surat Berh arga Pembeli
Nama Surat Berharga/Obligasi
Tanggal Jatuh Waktu
Nilai Nominal Surat Berharga yang
dipindahkan
Tgl. Valuta Penyelesaian Transaksi
PENGESAHAN PERUBAHAN
Otorisasi Bank/Sub Registry
Stempel
Bank/Sub-
Registry
BER-090
Stempel
Central Registry
Data Sebelumnya
Data Baru
BI-SKRIP
Pemohonan Penerbitan Surat Keterangan Surat Berharga yang
Diagunkan (SKSD)
Nomor _________
Kepada :
Saya/Kami:
PIHAK PEMBERI AGUNAN
Nama Rekening Surat Berharga
Nomor Rekening Surat Berharga
Nomor Telepon
Alamat
Dengan ini mengajukan permohonan kepada Sub-Registry/Central Registry untuk menerbitkan Surat
Keterangan Surat Berharga yang Diagunkan (SKSD), untuk diagunkan kepada pihak penerima agunan
sebagai berikut:
PIHAK PENERIMA AGUNAN
Nama
Alamat
Dan untuk memblokir seluruh kepemilikan Saya/Kami atas surat berharga sebagai berikut :
Seri Surat Berharga
Tanggal Jatuh Waktu
Nilai nominal yang akan diagunkan Rp
Tanggal Jatuh Waktu SKSD
Sejak tanggal penerbitan sampai dengan tanggal jatuh waktu SKSD.
PEJABAT YANG BERWENANG
Tanda tangan Pemberi Agunan
Stempel
Perusahaan
Tanggal:
BER-100
BER-101
Bank Indonesia1
[alamat dan nomor telepon ]
2
KONFIRMASI PENCATATAN SURAT BERHARGA (Harian)
Kepada : (Nama dan alamat pemegang obligasi)
Nomor Rekening :
3
.
Mohon mengkutip nomor rekening
ini pada seluruh transaksi, surat -
menyurat dan apabila membutuhkan
konfirmasi
[Nama Rekening Surat Berharga]
[Tipe Rekening4]
Transaksi dibawah ini dilakukan atas rekening tersebut diatas pada [tanggal]
Transaction Details
Trans. Ref
Series, coupon rate, maturity date
Security Investment5
Series, coupon rate, maturity date
Transfer [to/from] [Counterparty]
Transfer [to/from] [Counterparty]
Series, coupon rate, maturity date
Security Redemption
7
6
[Issue #]
[SPPR #]
[SPPR #]
[Red. #]
Transaction Amount
Opening Balance
+Rpxx.xxx.xxx.xx
Opening Balance
±Rpxx.xxx.xxx.xx
±Rpxx.xxx.xxx.xx
Opening Balance
-Rpxx.xxx.xxx.xx
Balance
Rp 0.00
Rp xx.xxx.xxx.xx
Rp xx.xxx.xxx.xx
Rp xx.xxx.xxx.xx
Rp xx.xxx.xxx.xx
Rp xx.xxx.xxx.xx
Rp 0.00
1
2
3
4
Or name of Sub-Registry
In the forms that follow, items in [square brackets] will be completed by the computer system
Show Sandi Registry + Account Number
5 For primary market
6 For secondary market transaction
7 For primary market
Insert “Free Account” or “Collateral Account” as appropriate
BER-102
Bank Indonesia8
[alamat dan nomor telepon ]
KONFIRMASI PENCATATAN SURAT BERHARGA (Bulanan)
Kepada: [Nama dan alamat pemegang obligasi ]
Mohon mengkutip nomor rekening
ini pada semua transaksi, surat
menyurat dan jika membutuhkan
konfirmasi
Nomor Rekening :
9
.
[Nama Rekening Surat Berharga]
[Tipe Rekening10]
Saldo surat berharga di bawah ini dipegang oleh pemegang rekening tersebut di atas pada [tanggal]
Rinsian Surat Berharga
Saldo
Seri, kupon, tanggal jatuh waktu
Seri, kupon, tanggal jatuh waktu
Seri, kupon, tanggal jatuh waktu
Rp xx.xxx.xxx.xx
Rp xx.xxx.xxx.xx
Rp xx.xxx.xxx.xx
8 atau nama dari Sub-Registry
9 Show Sandi Registry + Account Number
10 Insert “Free Account” or “Collateral Account” as appropriate
BER-103
Bank Indonesia11
[address and telephone number]
SURAT KETERANGAN SURAT BERHARGA YANG DIAGUNKAN
(SKSD)
To: [Name and address of party receiving pledge]
(the “Pledge Recipient”)
[Name of Securities Account]
Account Number :
12
.
Please quote this account
number
on all transactions,
correspondence
and enquiries
(the “Account Holder”)
This letter certifies that the following financial security has been pledged by the Account Holder from
[commencement date] up to and including [expiry date] (expiry date) in favour of the Pledge Recipient.
If a claim should arise in connection with this pledge, then the claim must be lodged with the Registry
prior to the expiry date. This letter shall expire on the expiry date.
Securuty Details
Series, coupon rate, maturity date
Nominal Amount
Rp xx.xxx.xxx.xx
Registry Authorised Signatures
Registry Stamp
Notes:
1. This is a valuable document. It must be maintained securely.
2. In the event that the original copy of this letter is returned to the origin ating Registry prior to the
expiry date by the Account Holder, the security shall be released to the Account Holder.
3. In the event that the original copy of this letter, with a duly executed power of attorney from the
Account Holder, is presented to the originating registry prior to the expiry date by the Pledge
Recipient, the pledge security shall be released, and all ownership rights shall be transferred to
the Pledge Recipient.
4. The rights to coupon payments shall remain with the Account Holder during the validity period
of this letter.
5. This document may not be assigned or traded.
11 Or name of Sub-Registry
12 Show Sandi Registry + Account Number
BER-104
Bank Indonesia13
[address and telephone number]
PAYMENT ADVICE
To: [Name and address of account holder]
Account Number :
14
.
Please quote this account
number
on all t ransactions,
correspondence
and enquiries
[Name of Securities Account]
[Type of Account
15
] [Type of Account]
Payment(s) of coupon and/or principal shall be made on [date] by credit to the following bank account:
Name of Bank
Branch
Name of Account
Account Number
[Name]
[Branch]
[Name of Account]
[Account Number]
Transaction Details
Series, coupon rate, maturity date
Coupon Payment
Series, coupon rate, maturity date
Coupon Payment
Security Redemption
Total
Transaction
Amount
Rpxx.xxx.xxx.xx
Rpxx.xxx.xxx.xx
Rpxx.xxx.xxx.xx
Rpxx.xxx.xxx.xx
Sandi Bank: [Sandi Bank]
13
14 Show Sandi Registry + Account Number
15 Insert “Free Account” or “Collateral Account” as appropriate, and combine Free and Collateral
accounts on a single statement.
Or name of Sub-Registry
BER-105
Bank Indonesia
[address and telephone number]
PAYMENT ADVICE
Number: [BER-105 #]
To: [Name and address of Bank]
Payment(s) of coupon and/or principal of Financial Securities held in the Bank Indonesia Central Registry
shall be made on [date] (value date) by credit from Bank Indonesia to your settlement account number
[Rekening Giro number] at Bank Indonesia on behalf of the following parties:
Transaction Details
Name of Beneficary
[Sandi Bank], [Account Number]
Name of Beneficary
[Sandi Bank], [Account Number]
Name of Beneficary
[Sandi Bank], [Account Number]
Total – Reference Number [BER105#]
Rpxx.xxx.xxx.xx
Rpxx.xxx.xxx.xx
Rpxx.xxx.xxx.xx
Rpxx.xxx.xxx.xx
Transaction
Amount
Bank Indonesia Authorised Signatures
Bank Indonesia Stamp
Notes:
1. The Bank is required to make funds available to the above parties on the value date on the
basis of this advice.
BER-106
Bank Indonesia
[address and telephone number]
KONFIRMASI PENCATATAN TUNAI
To: [Name and address of Bank]
Registry Cash Account Number :
16
.
Please quote this account number on all
transactions, correspondence and enquiries
The following cash transactions were undertaken in respect of Securities Transactions at the Central
Registry, Bank Indonesia, on the above account on [date]
Transaction Details
Opening Balance
Coupon/Principal Payment
Transfer to Rekening Giro [Number]
Payment from [Sandi Bank] [Nomor Rekening]
Receipt for [Sandi Bank] [Nomor Rekening]
Transfer to/from Rekening Giro [Number]
Closing Balance
[Ref 105#]
[Int
17
#]
[SPPP #]
[SPPP #]
[Int #]
+Rpxx.xxx.xxx.xx
- Rpxx.xxx.xxx.xx
- Rpxx.xxx.xxx.xx
+Rpxx.xxx.xxx.xx
±Rpxx.xxx.xxx.xx
Trans. Ref
Transaction
Amount
Balance
Rp 0.00
Rp xx.xxx.xxx.xx
Rp 0.00
Rp xx.xxx.xxx.xx
Rp xx.xxx.xxx.xx
Rp 0.00
Rp0.00
16 Show Sandi Registry + Account Number
17 Interface Number
BER-107
[Name of Sub-Registry]
[address and telephone number]
ACCOUNT RECONCILIATION ADVICE
Account Balance reconciliation
Coupon Payment Reconciliation
Based on
BI Statement of Account (BER-102) dated
Rp___________
BI Coupon/Redemption Payment Advice (BER-104) dated:
Rp___________
________ with balance
________ with balance
and the attached report from our records showing a balance of Rp_____________, resulting in
a difference of Rp ________________, the following items account for the difference (if any):
Date
Reference
Transaction
Amount
Total Rp
Notes:
Sub-Registry Authorised Signatures
Sub-Registry Stamp
Date: ___________________
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 2/1/DPM|SE-BI/2000 </reg_id>
<reg_title> Tata Cara Pencatatan Kepemilikan dan Penyelesaian Transaksi Obligasi Pemerintah </reg_title>
<set_date> 21 Januari 2000 </set_date>
<effective_date> 21 Januari 2000 </effective_date>
<related_reg> '2/2/PBI/2000' </related_reg>
|
No. 2/17/DPNP
Jakarta, 28 Juli 2000
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal:
Perubahan atas Marjin Suku Bunga Simpanan Pihak Ketiga
Yang Dijamin Pemerintah
Dalam rangka pelaksanaan kebijakan moneter khususnya kebijakan suku
bunga dan berkaitan dengan pelaksanaan Surat Keputusan Direksi Bank
Indonesia Nomor 31/32/KEP/DIR tanggal 29 Mei 1998 tentang Penjaminan
atas Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank, dan
memperhatikan surat Badan Penyehatan Perbankan Nasional Nomor
PROG-2345/BPPN/0700 tanggal 28 Juli 2000 perihal Penetapan Marjin
Suku Bunga Simpanan Pihak Ketiga dan Maksimum Suku Bunga Pasar
Uang Antar Bank Yang Dijamin oleh Pemerintah, dengan ini ditegaskan
bahwa marjin suku bunga Simpanan Pihak Ketiga dalam Rupiah dan valuta
asing yang dijamin Pemerintah diatur sebagai berikut:
1. Marjin suku bunga Simpanan Pihak Ketiga dalam Rupiah sebesar 200 (dua
ratus) basis point.
2. Marjin suku bunga Simpanan Pihak Ketiga dalam valuta asing sebesar 100
(seratus) basis point.
Dengan dikeluarkannya Surat Edaran ini maka angka 1 Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 1/6/DPNP tanggal 17 Desember 1999 perihal Penetapan
Marjin Suku Bunga Simpanan Pihak Ketiga dan Maksimum Suku Bunga
Pasar Uang Antar Bank yang Dijamin Pemerintah dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku sejak tanggal 31 Juli 2000.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA
DJOKO SARWONO
Deputi Direktur
DPNP.
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 2/17/DPNP|SE-BI/2000 </reg_id>
<reg_title> Perubahan atas Marjin Suku Bunga Simpanan Pihak Ketiga Yang Dijamin Pemerintah </reg_title>
<set_date> 28 Juli 2000 </set_date>
<effective_date> 31 Juli 2000 </effective_date>
<replaced_reg> '1/6/DPNP|SE-BI/1999 | angka 1' </replaced_reg>
<related_reg> 'PROG-2345/BPPN/0700|SRT-BPPN/2000', '31/32/KEP/DIR|SKDIR-BI/1998' </related_reg>
|
No. 15/28/DPNP
Jakarta, 31 Juli 2013
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM
YANG MELAKSANAKAN
KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL
DI INDONESIA
Perihal: Penilaian Kualitas Aset Bank Umum
Sehubungan dengan
Peraturan Bank Indonesia Nomor
14/15/PBI/2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 202, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5354), perlu diatur ketentuan
pelaksanaan mengenai penilaian kualitas aset bank umum dalam Surat
Edaran Bank Indonesia sebagai berikut:
I. UMUM
A. Dengan meningkatnya kompleksitas usaha dan profil risiko serta
dalam rangka mengantisipasi pengaruh perekonomian global, Bank
perlu meningkatkan kemampuan dan efektivitas dalam mengelola
risiko Kredit, meminimalkan potensi kerugian dari penyediaan dana,
dan mensyaratkan peringkat yang lebih tinggi terhadap prime bank
penerbit standby letter of credit (SBLC) yang diperlakukan sebagai
agunan tunai.
B. Dalam rangka mengelola risiko Kredit, Bank menetapkan kualitas
Kredit yang merupakan hasil penilaian atas faktor yang berpengaruh
terhadap kondisi dan kinerja debitur yang terdiri dari prospek
usaha, kinerja (performance) debitur, dan kemampuan membayar
debitur.
C. Selanjutnya …
C. Selanjutnya, untuk meminimalkan potensi kerugian dari penyediaan
dana, Bank dapat melakukan Restrukturisasi Kredit terhadap
debitur yang masih memiliki prospek usaha dan kemampuan
membayar dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian dan
standar akuntansi keuangan yang berlaku.
D. Dalam rangka penerapan prinsip kehati-hatian, pemenuhan
kewajiban pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga yang
dilakukan debitur mempengaruhi secara bertahap perbaikan
kualitas Kredit atas Kredit yang direstrukturisasi.
E. Bank harus menyajikan laporan keuangan yang akurat,
komprehensif, dan mencerminkan kinerja Bank secara utuh sesuai
dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku, khususnya
dalam pembentukan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai. Selain
memenuhi Standar Akuntasi Keuangan, Bank harus tetap
menghitung Penyisihan Penghapusan Aset yang akan mempengaruhi
rasio permodalan Bank.
II. KUALITAS KREDIT
A. Kualitas Kredit ditetapkan berdasarkan analisis terhadap 3 (tiga)
faktor penilaian yaitu prospek usaha, kinerja (performance) debitur,
dan kemampuan membayar.
B. Penetapan kualitas Kredit dilakukan dengan mempertimbangkan
signifikansi dan materialitas dari ketiga faktor penilaian dan masing-
masing komponennya, serta relevansinya terhadap karakteristik
debitur yang bersangkutan. Kriteria masing-masing komponen
dalam penetapan kualitas kredit adalah sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran I.
C. Kualitas Kredit ditetapkan dalam 5 (lima) kategori penilaian, yaitu
Lancar, Dalam Perhatian Khusus, Kurang Lancar, Diragukan, atau
Macet.
D. Salah satu komponen dalam faktor penilaian prospek usaha
sebagaimana dimaksud dalam huruf A adalah upaya yang dilakukan
debitur …
debitur berskala besar dan/atau berisiko tinggi dalam rangka
menjaga kelestarian lingkungan hidup, yang dibuktikan dengan
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Hal ini sejalan
dengan Penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 1998, Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Ijin
Lingkungan. Hasil AMDAL diperlukan oleh Bank untuk memastikan
bahwa proyek yang dibiayai telah menjaga kelestarian lingkungan
hidup.
Dalam rangka penyaluran dana, Bank harus memperhatikan jenis
rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan
AMDAL sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun 2012 tentang Jenis Rencana
Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki AMDAL.
Sementara dalam melakukan penilaian kualitas Kredit, khususnya
prospek usaha debitur, Bank harus tetap memperhatikan hasil
penilaian Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam
Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER) yang dikeluarkan oleh
Kementerian Lingkungan Hidup.
E. Dalam penerapan penetapan kualitas yang sama, apabila terdapat
perbedaan penetapan kualitas Aset Produktif yang disebabkan oleh
faktor penilaian tambahan berupa risiko negara (country risk)
Republik Indonesia, Bank harus menyampaikan informasi dan
penjelasan tertulis dengan menggunakan format sebagaimana dalam
Lampiran II kepada Bank Indonesia dengan alamat:
1. Departemen Pengawasan Bank terkait, Jalan M.H. Thamrin
Nomor 2, Jakarta 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di
wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia; atau
2. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat, bagi
Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja kantor pusat Bank
Indonesia.
III. KUALITAS …
III. KUALITAS SURAT BERHARGA
Untuk surat berharga yang berdasarkan karakteristiknya tidak
aktif diperdagangkan di bursa efek dan tidak memiliki peringkat,
penilaian kualitas didasarkan atas ketentuan kualitas Penempatan
apabila pihak yang melunasi adalah Bank lain di Indonesia, atau
didasarkan atas ketentuan kualitas Kredit apabila pihak yang melunasi
adalah bukan Bank di Indonesia.
Dalam hal Surat Berharga memiliki lebih dari satu peringkat yang
diperoleh dari lembaga pemeringkat yang berbeda maka yang
digunakan adalah sebagai berikut:
1. memiliki 2 (dua) peringkat yang berbeda maka Bank wajib
menggunakan peringkat yang terendah,
2. memiliki 3 (tiga) peringkat atau lebih yang berbeda maka Bank wajib
menggunakan peringkat tertinggi kedua.
Contoh: Surat Berharga memiliki peringkat AA, A+, BBB+, maka dalam
menilai kualitas Surat Berharga tersebut, peringkat yang digunakan
adalah peringkat tertinggi kedua yaitu A+.
Surat berharga berupa SBI dan SUN, dan/atau penanaman dana
lain pada Bank Indonesia maupun Pemerintah ditetapkan memiliki
kualitas Lancar. Yang dimaksud dengan Pemerintah adalah Pemerintah
Pusat.
IV. TRANSAKSI REKENING ADMINISTRATIF
Penilaian kualitas Transaksi Rekening Administratif (TRA)
dilakukan terhadap seluruh fasilitas TRA, baik yang berasal dari
perjanjian yang bersifat committed maupun uncommitted.
Perjanjian Kredit yang memuat klausul yang menyatakan bahwa
Bank dapat membatalkan atau tidak memenuhi fasilitas Kredit apabila
kondisi atau alasan tertentu yang diperjanjikan terpenuhi, dapat
dianggap sebagai Kredit yang bersifat uncommitted sejak terpenuhinya
kondisi atau alasan tertentu yang diperjanjikan, misalnya karena
adanya penurunan kualitas Kredit debitur maka fasilitas kredit
digolongkan sebagai fasilitas uncommitted sejak terjadinya penurunan
kualitas kredit.
Terhadap…
Terhadap TRA perlu dihitung cadangan umum dan cadangan
khusus. Namun untuk TRA yang berupa fasilitas Kredit yang belum
ditarik tidak perlu dihitung cadangan umum.
V. AGUNAN TUNAI
Prime bank penerbit SBLC yang diakui sebagai agunan tunai
wajib memenuhi persyaratan memiliki peringkat investasi atas penilaian
terhadap prospek usaha jangka panjang (long term outlook) Bank yang
diberikan oleh lembaga pemeringkat, paling kurang:
1. AA- berdasarkan penilaian Standard & Poors;
2. Aa3 berdasarkan penilaian Moody’s;
3. AA- berdasarkan penilaian Fitch; atau
4. Peringkat setara dengan angka 1, angka 2, dan/atau angka 3,
berdasarkan penilaian lembaga pemeringkat terkemuka lain yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Dalam hal prime bank penerbit SBLC memiliki lebih dari satu
peringkat yang diperoleh dari lembaga pemeringkat yang berbeda maka
yang digunakan adalah peringkat yang terendah.
VI. PENYEDIAAN DANA DI DAERAH TERTENTU
A. Untuk meningkatkan fungsi intermediasi dan mendorong
pertumbuhan perekonomian di daerah tertentu yang menurut
penilaian Bank Indonesia memerlukan penanganan khusus, Bank
diberikan perlakuan khusus selama jangka waktu tertentu dalam
melakukan penilaian kualitas penyediaan dana kepada debitur
dengan lokasi kegiatan usaha berada di daerah tertentu dimaksud.
Perlakuan khusus tersebut diberikan dalam melakukan penilaian
kualitas, yakni hanya didasarkan atas faktor ketepatan pembayaran
pokok dan/atau bunga.
B. Penyediaan dana yang diberikan perlakuan khusus tersebut adalah
Kredit dan penyediaan dana lain (berupa penerbitan jaminan atau
pembukaan letter of credit)
Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) untuk investasi dan/atau
modal kerja.
C. Penetapan…
sampai dengan jumlah
C. Penetapan daerah tertentu dan jangka waktu tertentu sebagaimana
dimaksud dalam huruf A, ditetapkan dalam Surat Keputusan
Gubernur Bank Indonesia.
VII. PROPERTI TERBENGKALAI
Properti terbengkalai (abandoned property) adalah aset tetap
dalam bentuk properti yang dimiliki Bank tetapi tidak digunakan untuk
kegiatan usaha Bank yang lazim. Termasuk dalam kegiatan usaha Bank
yang lazim adalah properti yang digunakan sebagai penunjang kegiatan
usaha Bank dan dimiliki dalam jumlah yang wajar, seperti rumah
dinas, properti yang digunakan untuk sarana pendidikan, dan properti
lain yang telah ditetapkan untuk digunakan dalam kegiatan usaha
dalam waktu dekat.
VIII. PENYISIHAN PENGHAPUSAN ASET DAN CADANGAN KERUGIAN
PENURUNAN NILAI
Sejak berlakunya Standar Akuntansi Keuangan yang mengatur
mengenai pembentukan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN)
dalam rangka pencadangan kerugian aset, Bank diwajibkan
membentuk CKPN sebagai pengganti Penyisihan Penghapusan Aset
(PPA) dalam laporan keuangan Bank.
Namun demikian, dalam rangka memenuhi prinsip kehati-hatian
perbankan, Bank Indonesia tetap mewajibkan Bank untuk menghitung
PPA, walaupun hasil perhitungan PPA tersebut tidak dicatat dalam
laporan keuangan Bank. PPA tersebut akan mempengaruhi perhitungan
modal dalam perhitungan rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum
(KPMM) dengan cara sebagai berikut:
1. PPA atas Aset Produktif
a. Dalam hal hasil perhitungan PPA wajib atas Aset Produktif lebih
besar dari CKPN yang dibentuk, Bank memperhitungkan selisih
perhitungan PPA dengan CKPN menjadi pengurang modal dalam
perhitungan rasio KPMM.
b. Dalam…
b. Dalam hal hasil perhitungan PPA wajib atas Aset Produktif sama
dengan atau lebih kecil dari CKPN yang dibentuk, Bank tidak
dapat memperhitungkan selisih perhitungan PPA dengan CKPN
dalam perhitungan rasio KPMM.
Contoh PPA atas Aset Produktif:
Modal Bank sebesar Rp100.000.000.000,00 (seratus milyar rupiah)
dan hasil perhitungan PPA wajib atas Kredit sebesar
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) maka pengaruh
perhitungan PPA terhadap modal adalah sebagai berikut:
Tabel 1
Rp. juta
Hasil
Skenario
1
2
3
perhitungan
PPA
10.000
10.000
10.000
CKPN
yang
dibentuk
10.000
8.000 (2.000)
0
11.000 1.000
Selisih
Pengaruh
terhadap
perhitungan
rasio KPMM
(2.000)
0
0
Modal
setelah
dipengaruhi
perhitungan
PPA
98.000
100.000
100.000
2. PPA atas Aset Non Produktif
Untuk Aset Non Produktif, Bank memperhitungkan seluruh hasil
perhitungan PPA sebagai pengurang dalam perhitungan rasio KPMM.
Contoh PPA atas Aset Non Produktif:
Modal Bank sebesar Rp100.000.000.000,00 (seratus milyar rupiah)
dan Bank memiliki AYDA selama 4 (empat) tahun, sehingga kualitas
AYDA tersebut Diragukan. Oleh karena itu, PPA yang dihitung atas
AYDA tersebut sebesar 50% (lima puluh persen) dari nilai AYDA
setelah dikurangi kerugian penurunan nilai. Dengan demikian
pengaruh perhitungan PPA terhadap perhitungan rasio KPMM
adalah sebagai berikut:
Tabel 2 …
Tabel 2
Rp. juta
Ske-
nario
Nilai
AYDA
Penuru-
nan nilai
atas
AYDA
Nilai
AYDA
setelah
penuru-
nan
nilai
1
2
1.000
1.000
0
200
PPA Non
Produktif
yang wajib
dihitung
Pengaruh
terhadap
perhitu-
ngan
rasio
KPMM
1.000 50% x 1.000
= 500
800 50% x
800 = 400
500
400
Modal
setelah
dipenga-
ruhi
perhitu-
ngan
PPA Non
Produktif
99.500
99.600
IX. RESTRUKTURISASI KREDIT
Dalam rangka meminimalkan potensi kerugian akibat debitur
bermasalah, Bank dapat melakukan Restrukturisasi Kredit atas debitur
yang mengalami kesulitan pembayaran pokok dan/atau bunga
sepanjang debitur yang bersangkutan masih memiliki prospek usaha
yang baik dan dinilai mampu memenuhi kewajiban setelah Kredit
direstrukturisasi. Restrukturisasi Kredit dimaksud dilaksanakan sesuai
dengan prinsip kehati-hatian dan Standar Akuntansi Keuangan yang
berlaku.
Dalam rangka menerapkan prinsip kehati-hatian, Bank harus
memiliki pedoman Restrukturisasi Kredit yang memuat prosedur dan
tata cara dalam melaksanakan Restrukturisasi Kredit yang paling
kurang memuat hal-hal sebagai berikut:
1. Analisis dan Dokumentasi
Dalam melakukan analisis
terhadap Kredit yang akan
direstrukturisasi, Bank paling kurang memperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
a. Evaluasi terhadap permasalahan debitur, yang meliputi:
1) evaluasi terhadap penyebab terjadinya tunggakan pokok
dan/atau bunga yang didasarkan atas laporan keuangan, arus
kas…
kas (cash flow), proyeksi keuangan, kondisi pasar, dan faktor
lain yang berkaitan dengan usaha debitur;
2) perkiraan pengembalian seluruh pokok dan/atau bunga
berdasarkan perjanjian Kredit sebelum dan setelah
Restrukturisasi Kredit. Perkiraan tersebut hendaknya
didasarkan pada rasio keuangan, termasuk proyeksi rasio
keuangan, yang mencerminkan kondisi keuangan dan
kemampuan debitur untuk membayar kembali pinjamannya;
dan
3) evaluasi terhadap kinerja manajemen debitur untuk
menentukan diperlukannya restrukturisasi organisasi
perusahaan debitur, antara lain dapat dilakukan dengan cara
penggantian pemegang saham, direksi, dan perubahan
manajerial lainnya. Apabila diperlukan, Bank dapat
menggunakan bantuan tenaga ahli eksternal untuk
melakukan restrukturisasi organisasi tersebut.
b. Pendekatan dan asumsi yang digunakan dalam perhitungan
proyeksi arus kas (projected cash flows) dan nilai tunai (present
value) dari angsuran pokok dan/atau bunga yang akan diterima.
c. Analisis, kesimpulan, dan rekomendasi dalam melakukan
penyesuaian persyaratan Kredit seperti penurunan suku bunga,
pengurangan tunggakan pokok dan/atau bunga, perubahan
jangka waktu, dan/atau penambahan fasilitas. Penyesuaian
tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan siklus usaha dan
kemampuan membayar debitur sehingga debitur dapat memenuhi
kewajiban pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga hingga
jatuh tempo.
d. Apabila Restrukturisasi Kredit dilakukan dengan cara pemberian
tambahan Kredit, tujuan dan penggunaan tambahan Kredit
tersebut harus jelas. Tambahan Kredit tidak diperkenankan
untuk melunasi tunggakan pokok dan/atau bunga. Dalam hal
Restrukturisasi Kredit mengakibatkan kewajiban debitur menjadi
lebih besar, maka Bank dapat mensyaratkan adanya agunan
baru.
e. Penyesuaian …
e. Penyesuaian atas jadwal pembayaran kembali telah
mencerminkan kemampuan membayar debitur.
f. Rincian yang terkait dengan transparansi persyaratan Kredit
termasuk kesepakatan keuangan dalam perjanjian Kredit, seperti
rencana rekapitalisasi perusahaan debitur atau adanya klausul
bahwa Bank dapat meningkatkan suku bunga sejalan dengan
kemampuan membayar debitur.
g. Persyaratan bahwa perjanjian Kredit dan dokumen lainnya yang
berkaitan dengan pelaksanaan Restrukturisasi Kredit harus
mempunyai kekuatan hukum.
h. Kelengkapan dokumen yang diperlukan dalam rangka
pelaksanaan Restrukturisasi Kredit.
2. Prosedur Pemantauan
Bank harus memiliki prosedur tertulis untuk memantau kredit yang
telah direstrukturisasi guna memastikan kesanggupan debitur
untuk melakukan pembayaran sesuai persyaratan dalam perjanjian
Kredit baru.
Beberapa langkah yang harus dilakukan Bank dalam rangka
pemantauan pelaksanaan Restrukturisasi Kredit antara lain:
a. meminta debitur untuk menyampaikan laporan keuangan yang
dilengkapi dengan rasio keuangan pokok, perkembangan usaha,
pelaksanaan rencana tindak (action plan), yang diperlukan Bank
dalam rangka memantau kondisi usaha dan keuangan debitur
secara terus menerus. Debitur juga melaporkan dampak dari
berbagai tindakan yang ditempuh sebagai bagian dari
Restrukturisasi Kredit, seperti rekapitalisasi perusahaan debitur
dan kebijakan untuk tidak membagikan dividen;
b. mengevaluasi kredit yang telah direstrukturisasi setiap triwulan,
termasuk apabila terdapat
perbedaan
yang
signifikan
antara proyeksi dan realisasi, terutama dari angsuran pokok dan
bunga, jangka waktu, arus kas, tingkat bunga, dan/atau nilai
taksasi agunan; dan
c. menyusun …
c. menyusun langkah yang akan diambil jika debitur ternyata
kembali mengalami kesulitan membayar setelah Restrukturisasi
Kredit.
Penetapan kualitas Kredit yang direstrukturisasi adalah sebagai
berikut:
1. paling tinggi sama dengan kualitas Kredit sebelum dilakukan
Restrukturisasi Kredit, sepanjang debitur belum memenuhi
kewajiban pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga secara
berturut-turut selama 3 (tiga) kali periode sesuai waktu yang
diperjanjikan;
2. dapat meningkat paling tinggi 1 (satu) tingkat dari kualitas Kredit
sebelum dilakukan Restrukturisasi Kredit, apabila debitur telah
memenuhi kewajiban pembayaran sebagaimana dimaksud dalam
angka 1; dan
3. kualitas Kredit ditetapkan berdasarkan faktor penilaian prospek
usaha, kinerja debitur, dan kemampuan membayar:
a. setelah penetapan kualitas Kredit sebagaimana dimaksud dalam
angka 2; atau
b. dalam hal debitur tidak memenuhi syarat-syarat dan/atau
kewajiban pembayaran dalam perjanjian Restrukturisasi Kredit,
baik selama maupun setelah 3 (tiga) kali periode kewajiban
pembayaran sesuai waktu yang diperjanjikan.
Contoh 1:
Pada bulan Desember 2012, Bank melakukan Restrukturisasi Kredit
terhadap fasilitas Kredit debitur A dengan kualitas Kredit digolongkan
Macet. Dalam perjanjian Restrukturisasi Kredit dinyatakan bahwa
debitur A harus membayar angsuran pokok dan/atau bunga secara
bulanan mulai tanggal 10 Januari 2013. Selanjutnya debitur A dalam 3
(tiga) kali periode pembayaran berturut-turut (10 Januari 2013, 10
Februari 2013, dan 10 Maret 2013) dapat memenuhi kewajiban
pembayaran sesuai waktu perjanjian Restrukturisasi Kredit.
Dengan …
Dengan demikian kualitas Kredit debitur A sejak bulan Januari 2013
ditetapkan sebagai berikut:
Tabel 3
Pemenuhan Perjanjian
Periode
Pembayaran Persyaratan
lain
Jan 2013 memenuhi memenuhi
Feb 2013 memenuhi memenuhi
Mar 2013 memenuhi memenuhi
Kualitas Kredit pada akhir
bulan penilaian
Macet
Macet
Dapat naik satu tingkat
paling tinggi menjadi
Diragukan
April 2013
dan
seterusnya
memenuhi memenuhi
Berdasarkan faktor
penilaian prospek usaha,
kinerja debitur, dan
kemampuan membayar
Contoh 2:
Pada bulan Desember 2012, Bank melakukan Restrukturisasi Kredit
terhadap fasilitas Kredit debitur B dengan kualitas Kredit digolongkan
Diragukan. Dalam perjanjian Restrukturisasi Kredit dinyatakan bahwa
debitur B harus membayar angsuran pokok dan/atau bunga secara
bulanan mulai tanggal 10 Januari 2013. Selanjutnya pada periode
pembayaran ketiga (10 Maret 2013), debitur B tidak dapat memenuhi
kewajiban pembayaran pada waktunya. Dengan demikian kualitas
Kredit debitur B sejak bulan Januari 2013 ditetapkan sebagai berikut:
Tabel 4…
Tabel 4
Pemenuhan Perjanjian
Periode
Jan 2013
Feb 2013
Mar 2013
Pembayaran Persyaratan
lain
memenuhi memenuhi
memenuhi memenuhi
tidak
memenuhi
memenuhi
Kualitas Kredit pada
akhir bulan penilaian
Diragukan
Diragukan
Berdasarkan faktor
penilaian prospek
usaha, kinerja debitur,
dan kemampuan
membayar, paling tinggi
Diragukan
April 2013 memenuhi memenuhi paling tinggi Diragukan
(sama dengan kualitas
Kredit sebelum
restrukturisasi)
Mei 2013
memenuhi memenuhi paling tinggi Diragukan
(sama dengan kualitas
Kredit sebelum
restrukturisasi)
Juni 2013
memenuhi memenuhi Dapat naik satu tingkat
paling tinggi menjadi
Kurang Lancar
Juli 2013
dan seterus
nya
memenuhi memenuhi
Berdasarkan faktor
penilaian prospek
usaha, kinerja debitur,
dan kemampuan
membayar
Contoh 3:
Pada bulan Desember 2012, Bank melakukan Restrukturisasi Kredit
terhadap fasilitas Kredit debitur C dengan kualitas Kredit digolongkan
Diragukan.
Dalam …
Dalam perjanjian Restrukturisasi Kredit dinyatakan bahwa debitur C
harus membayar angsuran pokok dan/atau bunga secara bulanan
mulai tanggal 10 Januari 2013, selain itu debitur juga diminta
mengganti salah satu pengurus selambat-lambatnya 31 Desember
2012. Debitur C selalu dapat memenuhi kewajiban pembayaran pada
waktunya. Namun penggantian pengurus dimaksud baru dilakukan
pada bulan Maret 2013, sehingga sebelum penggantian pengurus
tersebut, debitur C dianggap tidak memenuhi persyaratan yang telah
diperjanjikan. Dengan demikian kualitas Kredit debitur C sejak bulan
Januari 2013 ditetapkan sebagai berikut:
Tabel 5
Pemenuhan
Periode
Pembayaran Persyaratan
lain
Jan 2013 memenuhi
tidak
memenuhi
Kualitas Kredit pada akhir
bulan penilaian
Berdasarkan faktor
penilaian prospek usaha,
kinerja debitur, dan
kemampuan membayar,
paling tinggi Diragukan
Feb 2013 memenuhi
tidak
memenuhi
Berdasarkan faktor
penilaian prospek usaha,
kinerja debitur, dan
kemampuan membayar,
paling tinggi Diragukan
Mar 2013 memenuhi memenuhi
Dapat naik satu tingkat
paling tinggi menjadi
Kurang Lancar
April 2013
dan
seterusnya
memenuhi memenuhi
Berdasarkan faktor
penilaian prospek usaha,
kinerja debitur, dan
kemampuan membayar
Dalam melakukan Restrukturisasi
Kredit, Bank dapat
memberikan fasilitas kemudahan berupa pemberian tenggang waktu
pembayaran (grace period).
Kualitas…
Kualitas Kredit setelah direstrukturisasi dengan pemberian
tenggang waktu pembayaran diatur secara berbeda, yaitu selama
tenggang waktu pembayaran kualitasnya ditetapkan sama dengan
kualitas Kredit sebelum dilakukan restrukturisasi. Pada umumnya,
tenggang waktu pembayaran dapat diberikan Bank kepada debitur,
dalam bentuk penundaan pembayaran pokok pinjaman, bunga
pinjaman, atau kombinasi dari keduanya.
Contoh 1:
Restrukturisasi Kredit dilakukan terhadap fasilitas Kredit debitur X
dengan kualitas Kredit digolongkan Macet. Terhadap debitur X, Bank
memberikan tenggang waktu pembayaran pokok pinjaman selama 3
(tiga) bulan, sedangkan pembayaran bunga dilakukan setiap bulan.
Selama periode tenggang waktu pembayaran (3 bulan) kualitas debitur
ditetapkan mengikuti kualitas sebelum dilakukan restrukturisasi, yaitu
Macet. Setelah berakhirnya masa tenggang waktu pembayaran, debitur
X dapat memenuhi kewajibannya sesuai dengan perjanjian
Restrukturisasi Kredit. Dengan demikian kualitas Kredit debitur X
ditetapkan sebagai berikut:
Tabel 6
Periode
1
2
3
4
5
6
-
-
-
Pembayaran
Pokok
Bunga
memenuhi
memenuhi
memenuhi
memenuhi memenuhi
memenuhi memenuhi
memenuhi memenuhi
Kualitas Kredit pada akhir
bulan penilaian
Macet
Macet
Macet
Macet
Macet
Dapat naik satu tingkat
paling tinggi menjadi
Diragukan
7 dan
seterusnya
memenuhi memenuhi
Berdasarkan faktor
penilaian prospek usaha,
kinerja debitur, dan
kemampuan membayar
Contoh …
Contoh 2:
Restrukturisasi Kredit dilakukan terhadap fasilitas Kredit debitur Y
dengan kualitas Kredit digolongkan Kurang Lancar. Terhadap debitur Y,
Bank memberikan tenggang waktu pembayaran pokok dan bunga
pinjaman selama 6 (enam) bulan.
Selama periode tenggang waktu pembayaran (6 bulan) kualitas debitur
ditetapkan mengikuti kualitas sebelum dilakukan restrukturisasi, yaitu
Kurang Lancar. Setelah berakhirnya masa tenggang waktu pembayaran,
debitur Y dapat memenuhi kewajibannya sesuai dengan perjanjian
Restrukturisasi Kredit. Dengan demikian kualitas Kredit debitur Y
ditetapkan sebagai berikut:
Tabel 7
Periode
1
2
3
4
5
6
7
8
9
-
-
-
-
-
-
Pembayaran
Pokok
Bunga
-
-
-
-
-
-
memenuhi memenuhi
memenuhi memenuhi
memenuhi memenuhi
Kualitas Kredit pada akhir
bulan penilaian
Kurang Lancar
Kurang Lancar
Kurang Lancar
Kurang Lancar
Kurang Lancar
Kurang Lancar
Kurang Lancar
Kurang Lancar
Dapat naik satu tingkat
paling tinggi menjadi
Dalam Perhatian Khusus
10 dan
seterusnya
memenuhi memenuhi
Berdasarkan faktor
penilaian prospek usaha,
kinerja debitur, dan
kemampuan membayar
X. LAIN-LAIN …
X. LAIN-LAIN
Lampiran I dan Lampiran II merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Surat Edaran Bank Indonesia ini.
XI. PENUTUP
Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini maka:
1. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/3/DPNP tanggal 31 Januari
2005 perihal Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum; dan
2. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/2/DPNP tanggal 30 Januari
2006 perihal Pelaksanaan Penahapan Penetapan Kualitas yang Sama
untuk Aktiva Produktif yang Diberikan oleh Lebih dari Satu Bank
kepada Satu Debitur atau Proyek yang Sama,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 1 Agustus
2013.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
JONI SWASTANTO
KEPALA DEPARTEMEN
PENELITIAN DAN PENGATURAN PERBANKAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 15/28/DPNP|SE-BI/2013 </reg_id>
<reg_title> Penilaian Kualitas Aset Bank Umum </reg_title>
<set_date> 31 Juli 2013 </set_date>
<effective_date> 1 Agustus 2013 </effective_date>
<replaced_reg> '7/3/DPNP|SE-BI/2005', '8/2/DPNP|SE-BI/2006' </replaced_reg>
<related_reg> '14/15/PBI/2012' </related_reg>
|
No. 9/13/DASP
Jakarta, 19 Juni 2007
SURAT EDARAN
Perihal : Daftar Hitam Nasional Penarik Cek dan/atau Bilyet Giro
Kosong
---------------------------------------------------------------------------
Sehubungan dengan diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia
Nomor 8/29/PBI/2006 tanggal 20 Desember 2006 tentang Daftar Hitam
Nasional Penarik Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4669), perlu diatur lebih lanjut ketentuan
pelaksanaan penyelenggaraan Daftar Hitam Nasional Penarik Cek dan/atau
Bilyet Giro Kosong dalam Surat Edaran Bank Indonesia yang mencakup
hal-hal sebagai berikut.
I.
PENGELOLAAN REKENING GIRO
Pengertian Rekening Giro dalam ketentuan ini merupakan rekening giro
rupiah yang Dananya dapat ditarik setiap saat dengan Cek dan/atau Bilyet
Giro, sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan pemindahbukuan.
A.
Jenis dan Persyaratan Pembukaan Rekening Giro
1.
Jenis Rekening Giro
Rekening Giro dapat dibagi menjadi 3 (tiga) jenis
berdasarkan Nasabah yang melakukan Perjanjian Pembukaan
Rekening Giro, yaitu:
a. Rekening Giro Perorangan
Rekening Giro perorangan adalah Rekening Giro atas
nama perorangan yang dibuka oleh orang-perorangan
termasuk …
2
termasuk individu yang memiliki usaha seperti toko,
restoran, bengkel, dan/atau warung.
b. Rekening Giro Badan
Rekening Giro badan adalah Rekening Giro atas nama
instansi pemerintah/lembaga negara, organisasi
masyarakat dan sejenisnya, badan usaha dan/atau badan
hukum, termasuk didalamnya Bank dan Bank
Perkreditan Rakyat. Contoh Rekening Giro badan
antara lain Rekening Giro yang dibuka oleh badan
usaha atau badan hukum yang diatur dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) atau
peraturan perundangan lainnya, seperti Perseroan
Terbatas (PT), Yayasan, Firma, atau Commanditaire
Vennootschap (CV).
c. Rekening Giro Gabungan (joint account)
Rekening Giro Gabungan adalah Rekening Giro yang
dimiliki oleh lebih dari satu Pemilik Rekening, yang
dapat terdiri dari gabungan badan, orang pribadi,
dan/atau campuran dari keduanya.
2. Persyaratan Pembukaan Rekening Giro
Permohonan pembukaan Rekening Giro dari calon Pemilik
Rekening kepada Bank harus dilakukan secara tertulis
dengan melampirkan persyaratan paling kurang meliputi:
a. data sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank
Indonesia mengenai Penerapan Prinsip Mengenal
Nasabah (Know Your Customer Principles), seperti
identitas calon Nasabah serta maksud dan tujuan
pembukaan Rekening Giro oleh calon Pemilik
Rekening …
3
Rekening;
b. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) untuk Nasabah
yang diwajibkan memiliki NPWP sesuai ketentuan
perpajakan yang berlaku; dan
c. data serta informasi lain yang dipersyaratkan sesuai
ketentuan yang berlaku, seperti ketentuan tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang dan ketentuan yang
ditetapkan oleh Bank.
B. Perjanjian Pembukaan Rekening Giro
Berkenaan dengan penggunaan Cek dan/atau Bilyet Giro, Bank
harus mencantumkan klausula-klausula tertentu dalam Perjanjian
Pembukaan Rekening Giro yang paling kurang memuat hal-hal
sebagai berikut:
1. Pemilik Rekening bertanggung jawab atas Penarikan Cek
dan/atau Bilyet Giro termasuk blanko Cek dan/atau Bilyet
Giro yang diperoleh dari Bank.
2. Pemilik Rekening wajib menyediakan Dana yang cukup pada
Rekening Giro atau Rekening Khusus paling kurang sebesar
nilai nominal Cek dan/atau Bilyet Giro yang masih beredar.
3. Pemilik Rekening tidak akan melakukan Penarikan Cek
dan/atau Bilyet Giro Kosong dengan alasan apapun.
4. Pemilik Rekening akan dikenakan sanksi pembekuan hak
penggunaan Cek dan/atau Bilyet Gironya dan/atau
dicantumkan identitasnya dalam Daftar Hitam Nasional
(DHN) jika melakukan Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro
Kosong yang memenuhi kriteria DHN sebagaimana
dimaksud pada
angka
IV.1 atau karena
identitasnya …
4
identitasnya telah dicantumkan dalam DHN oleh Bank lain.
5. Pemilik Rekening wajib mengembalikan sisa blanko Cek
dan/atau Bilyet Giro kepada Bank jika hak penggunaan Cek
dan/atau Bilyet Gironya dibekukan, identitas Pemilik
Rekening dicantumkan dalam DHN, atau Rekening Giro
ditutup atas permintaan sendiri.
6. Pemilik Rekening wajib melaporkan pemenuhan kewajiban
penyelesaian Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong
yang pemenuhannya dilakukan dalam jangka waktu 7 (tujuh)
hari kerja setelah tanggal penolakan.
7. Rekening Giro Pemilik Rekening akan ditutup apabila yang
bersangkutan melakukan Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro
Kosong lagi dalam masa pengenaan sanksi DHN atau sebab-
sebab lain yang telah diperjanjikan dalam pembukaan
Rekening Giro.
8. Pemilik Rekening membebaskan Bank Tertarik dari segala
tuntutan hukum atas setiap konsekuensi hukum yang timbul
akibat penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong yang
dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam Surat Edaran ini.
9. Pemilik Rekening wajib mematuhi ketentuan-ketentuan yang
mengatur mengenai Cek dan/atau Bilyet Giro, antara lain
mengenai penandatanganan Cek dan/atau Bilyet Giro,
pelunasan bea meterai, serta Penarikan Cek dan/atau Bilyet
Giro.
10. Pemilik Rekening wajib segera menginformasikan kepada
Bank jika terdapat perubahan identitas, antara lain perubahan
nama, alamat, nomor telepon, dan/atau NPWP.
11. Dalam hal Rekening Giro berupa Rekening Giro Gabungan,
Bank …
5
Bank mencantumkan klausula tambahan sebagai berikut:
a. Seluruh Pemilik Rekening Giro Gabungan wajib
memberikan pernyataan secara tertulis yang
menyebutkan pihak yang memiliki hak tanda tangan
atas Cek dan/atau Bilyet Giro. Pemegang hak tanda
tangan dapat diberikan kepada salah satu atau lebih
pihak yang membuka Rekening Giro Gabungan.
b. Segala konsekuensi hukum yang timbul atas Penarikan
Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong oleh salah satu atau
lebih Pemilik Rekening Giro Gabungan dan memenuhi
kriteria DHN sebagaimana dimaksud pada angka IV.1,
menjadi tanggung jawab seluruh Pemilik Rekening Giro
Gabungan secara tanggung renteng.
Bank dapat mensyaratkan hal-hal lain yang dianggap perlu dalam
Perjanjian Pembukaan Rekening Giro untuk mencegah terjadinya
penyalahgunaan Cek dan/atau Bilyet Giro oleh Pemilik Rekening
atau pihak-pihak lain yang tidak berhak.
C. Penatausahaan Blanko Cek dan/atau Bilyet Giro
Bank harus menatausahakan pemberian blanko Cek dan/atau
Bilyet Giro kepada Nasabahnya, yang antara lain meliputi
pencatatan blanko Cek dan/atau Bilyet Giro yang diberikan
kepada Nasabah dan yang telah dilunasi pembayarannya baik
melalui Kliring maupun over the counter.
D. Kewajiban Penyediaan Dana
Penarik wajib menyediakan Dana yang cukup dalam Rekening
Gironya pada Bank Tertarik, dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Kewajiban …
6
1. Kewajiban penyediaan Dana untuk Cek
a. Penarik Cek wajib menyediakan Dana yang cukup pada
Rekening Gironya pada saat Cek diunjukkan kepada Bank
Tertarik.
b. Kewajiban sebagaimana dimaksud pada huruf a termasuk
pula penyediaan Dana atas Pengunjukan Cek yang
dilakukan sebelum Tanggal Penarikan (post dated cheque).
c. Dalam hal Pengunjukan Cek sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dan huruf b tidak didukung Dana yang cukup atau
Rekening telah ditutup, maka Penarikan tersebut
dikategorikan sebagai Penarikan Cek Kosong.
d. Dana dianggap tersedia apabila pada saat Cek diunjukkan
Dana tersebut telah efektif dalam Rekening Giro Pemilik
Rekening.
2. Penarik wajib menyediakan Dana untuk Bilyet Giro mulai
Tanggal Efektif sampai dengan tanggal daluwarsa sepanjang
Bilyet Giro tersebut tidak dibatalkan oleh Penarik setelah
berakhirnya Tenggang Waktu Pengunjukan. Dalam hal
Pengunjukan Bilyet Giro tersebut tidak didukung Dana yang
cukup atau Rekening telah ditutup, maka Penarikan tersebut
dikategorikan sebagai Penarikan Bilyet Giro Kosong.
3. Penarik tidak diwajibkan menyediakan Dana, jika:
a. Bilyet Giro diunjukkan sebelum Tanggal Efektif.
b. Cek dan/atau Bilyet Giro dibatalkan oleh Penarik setelah
tanggal berakhirnya Tenggang Waktu Pengunjukan.
c. Cek dan/atau Bilyet Giro hapus karena daluwarsa yaitu
setelah waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak berakhirnya
Tenggang Waktu Pengunjukan.
E. Penutupan …
7
E. Penutupan Rekening Giro atas Permintaan Sendiri atau Berdasarkan
Ketentuan Internal Bank
Dalam hal Rekening Giro ditutup karena adanya permintaan sendiri
Pemilik Rekening atau adanya ketentuan internal Bank yang
bersangkutan, hal-hal yang wajib dilakukan oleh Bank dan Pemilik
Rekening adalah:
1. Kewajiban Bank
a. Bank wajib meneliti data Pemilik Rekening dan
memastikan sisa blanko Cek dan/atau Bilyet Giro yang
tidak dipergunakan oleh Pemilik Rekening.
b. Bank wajib meminta kembali seluruh blanko Cek dan/atau
Bilyet Giro yang tidak dipergunakan oleh Pemilik
Rekening.
c. Dalam hal terdapat Cek dan/atau Bilyet Giro yang masih
beredar, maka Bank wajib:
1) membuka Rekening Khusus untuk menyelesaikan
kewajiban pembayaran atas Cek dan/atau Bilyet Giro
yang masih beredar; dan
2) meminta Pemilik Rekening untuk menyediakan Dana
yang cukup untuk memenuhi kewajiban pembayaran
atas Cek dan/atau Bilyet Giro yang masih beredar.
d. Dalam hal seluruh kewajiban pembayaran atas Cek
dan/atau Bilyet Giro yang masih beredar telah
diselesaikan, Bank wajib menutup Rekening Khusus.
Penutupan Rekening Khusus tersebut diberitahukan
secara tertulis kepada Pemilik Rekening.
2. Kewajiban …
8
2. Kewajiban Pemilik Rekening
Pemilik Rekening wajib melakukan hal-hal sebagai berikut:
a. mengembalikan sisa blanko Cek dan/atau Bilyet Giro yang
belum digunakan kepada Bank;
b. menyediakan Dana yang cukup pada Rekening Khusus
apabila terdapat Cek dan/atau Bilyet Giro yang masih
beredar; dan
c. menyerahkan surat di atas meterai yang cukup, yang paling
kurang memuat pernyataan bahwa:
1)
semua kewajiban pembayaran atas Cek dan/atau
Bilyet Giro yang ditarik telah diselesaikan dengan
baik;
2)
tidak terdapat Cek dan/atau Bilyet Giro Pemilik
Rekening yang masih beredar di masyarakat; dan
3) Pemilik Rekening bersedia identitasnya dicantumkan
atau dicantumkan kembali dalam DHN sebagai
perpanjangan, apabila ternyata di kemudian hari
masih terdapat Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro
Kosong yang memenuhi kriteria DHN sebagaimana
dimaksud pada angka IV.1.
d. Kewajiban sebagaimana dimaksud pada huruf c tidak
berlaku apabila Pemilik Rekening:
1)
tidak pernah memperoleh Cek dan/atau Bilyet Giro
dari Bank; atau
2) memperoleh Cek dan/atau Bilyet Giro namun
seluruhnya telah kembali ke dalam tata usaha Bank.
F. Tata …
9
F. Tata Cara Pembatalan Cek dan/atau Bilyet Giro oleh Pemilik
Rekening
1. Pembatalan Cek dan/atau Bilyet Giro hanya dapat dilakukan oleh
Pemilik Rekening dengan cara menyampaikan perintah
pembatalan Cek dan/atau Bilyet Giro secara tertulis kepada Bank
Tertarik, dengan memuat informasi mengenai Cek dan/atau
Bilyet Giro yang dimintakan pembatalan, paling kurang:
a. nomor Cek dan/atau Bilyet Giro;
b.
tanggal Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro;
c. nilai nominal Cek dan/atau Bilyet Giro; dan
d.
tanggal mulai berlakunya pembatalan.
Pemilik Rekening yang melakukan pembatalan melampirkan
fotokopi identitas diri. Dalam hal tanggal mulai berlakunya
pembatalan tidak dicantumkan dalam surat perintah
pembatalan maka tanggal mulai berlakunya pembatalan
adalah tanggal diterimanya surat perintah pembatalan oleh
Bank Tertarik.
2. Sesuai dengan Pasal 209 KUHD, pelaksanaan perintah
pembatalan atas Cek hanya dapat dilakukan setelah
berakhirnya Tenggang Waktu Pengunjukan.
II. ALASAN DAN TATA CARA PENATAUSAHAAN PENOLAKAN CEK
DAN/ATAU BILYET GIRO
A. Alasan Penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro
Bank Tertarik wajib menolak Cek dan/atau Bilyet Giro jika Cek
dan/atau Bilyet Giro memenuhi salah satu atau lebih alasan penolakan
sebagai berikut:
1. Saldo …
10
1. Saldo Rekening Giro atau Rekening Khusus tidak cukup.
2. Rekening Giro atau Rekening Khusus telah ditutup.
3. Unsur Cek sebagaimana diatur dalam Pasal 178 KUHD atau
syarat formal Bilyet Giro sebagaimana diatur dalam Pasal 2
Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 28/32/KEP/DIR
tanggal 4 Juli 1995 tentang Bilyet Giro tidak dipenuhi, yaitu
tidak terdapat penyebutan tempat dan tanggal Penarikan.
4. Unsur Cek sebagaimana diatur dalam Pasal 178 KUHD tidak
dipenuhi, yaitu tidak terdapat tanda tangan Penarik. Tanda
tangan dalam hal ini antara lain dengan tanda tangan basah.
5. Syarat formal Bilyet Giro sebagaimana diatur dalam Pasal 2
Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 28/32/KEP/DIR
tanggal 4 Juli 1995 tentang Bilyet Giro tidak dipenuhi, yaitu
tidak terdapat nama dan nomor Rekening Giro Pemegang.
6. Syarat formal Bilyet Giro sebagaimana diatur dalam Pasal 2
Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 28/32/KEP/DIR
tanggal 4 Juli 1995 tentang Bilyet Giro tidak dipenuhi, yaitu
tidak terdapat nama Bank penerima.
7. Syarat formal Bilyet Giro sebagaimana diatur dalam Pasal 2
Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 28/32/KEP/DIR
tanggal 4 Juli 1995 tentang Bilyet Giro tidak dipenuhi, yaitu
tidak terdapat jumlah Dana yang dipindahbukukan baik dalam
angka maupun dalam huruf selengkap-lengkapnya.
8. Syarat formal Bilyet Giro sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Surat
Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 28/32/KEP/DIR tanggal 4
Juli 1995 tentang Bilyet Giro tidak dipenuhi, yaitu tidak terdapat
tanda tangan, nama jelas dan/atau dilengkapi dengan cap/stempel
sesuai dengan persyaratan pembukaan rekening.
9. Bilyet …
11
9. Bilyet Giro diunjukkan sebelum Tanggal Efektif, atau Tanggal
Efektif dicantumkan tidak dalam Tenggang Waktu Pengunjukan.
10. Cek dan/atau Bilyet Giro dibatalkan oleh Penarik setelah
berakhirnya Tenggang Waktu Pengunjukan berdasarkan surat
pembatalan dari Penarik.
11. Cek dan/atau Bilyet Giro sudah daluwarsa.
Cek dan/atau Bilyet Giro telah daluwarsa apabila telah
melampaui waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak berakhirnya
Tenggang Waktu Pengunjukan.
12. Perubahan teks/perintah yang telah tertulis pada Bilyet Giro
tidak ditandatangani oleh Penarik.
Yang dimaksud dengan perubahan teks/perintah ini adalah
pencoretan dan penggantian teks/perintah yang tertulis pada
Bilyet Giro dengan teks/perintah yang baru.
Alasan penolakan ini hanya untuk Bilyet Giro. Sedangkan untuk
Cek mengacu pada Pasal 228 KUHD, diatur bahwa dalam hal
ada perubahan pada naskah surat Cek, mereka yang menaruh
tanda tangannya sesudah adanya perubahan, terikat pada naskah
baru, yakni naskah sesudah ada perubahan. Tetapi bagi orang-
orang yang tanda tangannya sudah ada sebelum adanya
perubahan, terikat pada naskah lama. Jika tidak terdapat tanda
tangan atas perubahan baru tersebut maka Bank memproses
pembayaran sesuai dengan naskah lamanya
13. Tanda tangan Penarik tidak cocok dengan spesimen yang
berlaku.
14. Bank Penagih bukan merupakan Bank penerima yang disebut
dalam …
12
dalam Cek silang khusus atau dalam Bilyet Giro sebagai Bank
penerima Dana.
Misalnya pada Bilyet Giro atau Cek silang khusus ditulis nama
Bank penerima Dana (Bank A). Kemudian Bilyet Giro atau Cek
dimaksud ditagihkan oleh Bank lain (Bank B) kepada Bank
Tertarik (Bank C) maka Bank C wajib menolak.
15. Cek dan/atau Bilyet Giro diblokir pembayarannya oleh
Penarik karena hilang (harus dilampiri dengan surat
keterangan kepolisian).
Dalam memproses penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro yang
diblokir pembayarannya oleh Penarik karena hilang, Bank
Tertarik harus mendasarkan pada surat permintaan
pemblokiran Cek dan/atau Bilyet Giro dari Penarik yang
dilampiri dengan asli surat keterangan kehilangan dari
kepolisian.
16. Cek dan/atau Bilyet Giro diblokir pembayarannya oleh
instansi yang berwenang karena diduga terkait dengan tindak
pidana yang dilakukan oleh Penarik (harus dilampiri dengan
surat pemblokiran dari instansi yang berwenang).
Dalam memproses penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro yang
diblokir pembayarannya oleh instansi yang berwenang
karena Penarik diduga terkait dengan tindak pidana, Bank
Tertarik harus mendasarkan pada asli surat pemblokiran Cek
dan/atau Bilyet Giro dari instansi yang berwenang.
17. Rekening Giro diblokir oleh instansi yang berwenang (harus
dilampiri dengan surat pemblokiran dari instansi yang
berwenang).
Dalam memproses penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro yang
Rekening Gironya diblokir oleh instansi yang berwenang, Bank
Tertarik harus mendasarkan pada asli surat pemblokiran
Rekening Giro dari instansi yang berwenang.
18. Perintah …
13
18. Perintah dalam data elektronik Cek dan/atau Bilyet Giro tidak
sesuai dengan perintah dalam Cek dan/atau Bilyet Giro.
19. Penerimaan data elektronik Cek dan/atau Bilyet Giro tidak
disertai dengan penerimaan fisik Cek dan/atau Bilyet Giro.
20. Cek dan/atau Bilyet Giro diduga palsu/dimanipulasi.
Cek dan/atau Bilyet Giro diduga palsu atau dimanipulasi jika
Cek dan/atau Bilyet Giro tersebut secara fisik dan dalam
teks/perintahnya diduga palsu atau secara fisik asli namun berisi
perintah palsu atau berisi perintah yang dimanipulasi.
21. Cek atau Bilyet Giro yang diterima oleh Bank Tertarik bukan
ditujukan untuk Bank Tertarik.
Bank Tertarik yang melakukan penolakan dengan alasan ini
dapat menggunakan frase “Cek atau Bilyet Giro bukan untuk
kami”.
22. Tidak ada Endosemen pada Cek atas nama yang dialihkan pada
pihak lain.
Alasan ini berlaku khusus untuk Pengunjukan Cek atas nama
yang dialihkan pada pihak lain dan Cek dimaksud diunjukkan
secara langsung kepada Bank Tertarik (over the counter).
B. Tata Cara Penatausahaan Penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro
1. Bank Tertarik wajib melakukan penatausahaan atas penolakan
Cek dan/atau Bilyet Giro paling kurang mencakup hal-hal
sebagai berikut:
a. Penatausahaan atas seluruh Cek dan/atau Bilyet Giro yang
ditolak dengan alasan sebagaimana dimaksud pada
butir A.1 sampai dengan butir A.22.
b. Penatausahaan …
14
b. Penatausahaan tersendiri atas Cek dan/atau Bilyet Giro
yang ditolak karena dikategorikan sebagai Cek dan/atau
Bilyet Giro Kosong sebagaimana dimaksud butir A.1 dan
butir A.2.
2. Penatausahaan sebagaimana dimaksud pada butir 1.b paling
kurang mencakup informasi yang dibutuhkan untuk
pencantuman identitas Pemilik Rekening dalam Daftar
Hitam Individual Bank (DHIB) secara lengkap dan benar
yang antara lain berisi nama, alamat, tanggal lahir, NPWP,
nomor Cek atau Bilyet Giro, tanggal penolakan, alasan
penolakan, Surat Keterangan Penolakan, dan Surat
Pemberitahuan.
3. Masing-masing Bank dapat menyusun dan mengembangkan
sistem penatausahaan penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro
sesuai dengan kebutuhannya.
4. Bank Tertarik wajib mengembalikan Cek dan/atau Bilyet
Giro yang ditolak pembayarannya kepada Pemegang baik
secara langsung atau melalui Bank Penagih, kecuali jika
terdapat ketentuan perundang-undangan yang mengatur
berbeda ataupun alasan yang sah, misalnya Cek dan/atau
Bilyet Giro disita oleh yang berwajib.
5. Cek dan/atau Bilyet Giro yang memenuhi kombinasi alasan
penolakan sebagaimana dimaksud pada butir A.1 atau A.2
dengan salah satu atau lebih alasan sebagaimana dimaksud
pada butir A.3, butir A.4, butir A.5, butir A.6, butir A.7,
butir A.8, butir A.9, butir A.10, butir A.11, butir A.15,
butir …
15
butir A.19, butir A.20 dan butir A.21, tidak dikategorikan
sebagai Penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong.
Sebaliknya Cek atau Bilyet Giro yang memenuhi kombinasi
alasan penolakan sebagaimana dimaksud pada butir A.1 atau
butir A.2 dengan salah satu atau lebih alasan sebagaimana
dimaksud pada butir A.12, butir A.13, butir A.14, butir A.16,
butir A.17, butir A.18, dan butir A.22, dikategorikan sebagai
Penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong dan Bank
Tertarik cukup mencantumkan alasan penolakan butir A.1
atau butir A.2.
Pengkategorian Cek dan/atau Bilyet Giro yang ditolak
pembayarannya oleh Bank Tertarik dalam kategori Cek
dan/atau Bilyet Giro Kosong mengacu pada Lampiran 1.
6. Dalam menatausahakan penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro
Kosong sebagaimana dimaksud pada angka 1, Bank Tertarik
wajib membuat:
a. Data Penolakan
Data penolakan berisi informasi antara lain alasan
penolakan sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a. dan
butir 1.b atas Cek dan/atau Bilyet Giro yang ditolak
baik melalui Kliring maupun over the counter.
b. Surat Keterangan Penolakan (SKP)
Dalam hal Bank melakukan penolakan Cek dan/atau
Bilyet Giro baik melalui Kliring maupun over the
counter, Bank wajib membuat SKP dan menyampaikan
kepada Pemegang dengan tata cara sebagai berikut:
1) Untuk penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro melalui
Sistem …
16
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI),
dilakukan hal-hal sebagai berikut:
a) Bank Tertarik wajib mengisi informasi pada
“DKE Debet Kliring Pengembalian” secara
lengkap dan benar untuk disampaikan kepada
penyelenggara Kliring.
b) Bank Tertarik wajib membuat “Daftar Data
Kliring Elektronik (DKE) yang Ditolak per
Peserta Pengirim” (D3P3) berdasarkan data
“DKE Debet Kliring Pengembalian” untuk
disampaikan kepada Bank Penagih.
c) Penyelenggara Kliring memproses “DKE
Debet Kliring Pengembalian” dan
mendistribusikannya kepada Bank Penagih.
d) Bank Penagih mencetak SKP berdasarkan
incoming “DKE Debet Kliring
Pengembalian”.
e) Bank Penagih wajib mencocokkan SKP
tersebut dengan D3P3.
f) Bank Penagih menyampaikan SKP dimaksud
kepada Pemegang.
g) SKP dibuat dalam rangkap 2 (dua), masing-
masing ditujukan:
(1) Lembar ke-1 untuk Pemegang; dan
(2) Lembar ke-2 untuk Bank Penagih.
2) Untuk …
17
2) Untuk penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro melalui
wilayah Kliring yang belum menerapkan Sistem
Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)
dilakukan hal-hal sebagai berikut:
a) SKP dibuat oleh Bank Tertarik secara
lengkap dan benar.
b) SKP disampaikan oleh Bank Tertarik kepada
Pemegang melalui Bank Penagih.
c) SKP dibuat dalam rangkap 3 (tiga), masing-
masing ditujukan untuk:
(1) Lembar ke-1 untuk Pemegang;
(2) Lembar ke-2 untuk Bank Penagih; dan
(3) Lembar ke-3 untuk Penyelenggara
Kliring.
3) Untuk penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro yang
diunjukkan langsung kepada Bank Tertarik (over
the counter) dilakukan hal-hal sebagai berikut:
a) Bank Tertarik wajib menyampaikan data
Penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong
yang diunjukkan langsung kepada Bank
Indonesia sesuai dengan jadwal periode
penyampaian.
b) Bank Tertarik wajib membuat SKP secara
lengkap dan benar terhadap penolakan Cek
dan/atau Bilyet Giro.
c) SKP dibuat dalam rangkap 2 (dua), masing-
masing ditujukan untuk:
(1) Lembar …
18
(1) Lembar ke-1 untuk Pemegang; dan
(2) Lembar ke-2 untuk Bank Tertarik
sebagai arsip.
Contoh format SKP adalah sebagaimana pada
Lampiran 2.a untuk penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro
yang diproses melalui wilayah Kliring sebagaimana
dimaksud pada angka 2) dan Lampiran 2.b untuk
penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro yang diunjukkan
langsung kepada Bank Tertarik (over the counter)
sebagaimana dimaksud pada angka 3).
c. Surat Pemberitahuan (SP)
1) SP merupakan surat pemberitahuan bahwa telah
terjadi Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro
Kosong. SP ditujukan kepada Pemilik Rekening
secara langsung atau melalui Penarik agar Pemilik
Rekening menyadari kemungkinan Bank akan
melakukan:
a) pembekuan hak penggunaan Cek dan/atau
Bilyet Giro jika Pemilik Rekening telah
memenuhi kriteria DHN sebagaimana
dimaksud pada angka IV.1;
b) pencantuman identitas Pemilik Rekening
dalam DHN; dan
c) penutupan Rekening Giro jika Pemilik
Rekening melakukan lagi Penarikan Cek
dan/atau Bilyet Giro Kosong setelah
dicantumkan dalam DHN.
2) SP …
19
2) SP terdiri dari:
a) SP I
SP I dikenakan kepada Pemilik Rekening yang
melakukan Penarikan 1 (satu) lembar Cek atau
Bilyet Giro Kosong dan dalam kurun waktu 6
(enam) bulan sebelumnya tidak pernah
melakukan Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro
Kosong. Dalam hal Pemilik Rekening Giro
dimaksud melakukan Penarikan kembali Cek
dan/atau Bilyet Giro Kosong yang berbeda
dalam jangka waktu 6 (enam) bulan maka
dikenakan SP II. Apabila penarikan Cek
dan/atau Bilyet Giro Kosong dilakukan kembali
setelah melampaui jangka waktu 6 (enam) bulan
sejak Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro
Kosong terakhir maka Pemilik Rekening
dikenakan SP I kembali. SP I berisi hal-hal
sebagai berikut:
(1) Pemberitahuan kepada Pemilik
Rekening bahwa yang bersangkutan
telah melakukan Penarikan Cek
dan/atau Bilyet Giro Kosong.
(2) Peringatan bahwa apabila yang
bersangkutan melakukan penarikan kembali
Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong yang
berbeda dalam kurun waktu 6 (enam) bulan
sejak Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro
Kosong yang terakhir maka yang
bersangkutan akan dikenakan SP II atau
bahkan identitas yang bersangkutan
dicantumkan …
20
dicantumkan dalam DHN apabila
memenuhi kriteria DHN sebagaimana
dimaksud pada angka IV.1.
Contoh format SP I adalah sebagaimana pada
Lampiran 3.
b) SP II
SP II dikenakan kepada Pemilik Rekening
yang melakukan:
(1) Penarikan kembali 1 (satu) lembar Cek
dan/atau Bilyet Giro Kosong yang
berbeda dalam kurun waktu 6 (enam)
bulan sejak Penarikan Cek dan/atau
Bilyet Giro Kosong pertama; atau
(2) Penarikan sebanyak 2 (dua) lembar Cek
dan/atau Bilyet Giro Kosong pada hari
yang sama, dan dalam kurun waktu 6
(enam) bulan sebelumnya tidak pernah
melakukan Penarikan Cek dan/atau Bilyet
Giro Kosong.
SP II berisi hal-hal sebagai berikut:
(1) pemberitahuan kepada Pemilik
Rekening bahwa yang bersangkutan
telah melakukan Penarikan lagi Cek
dan/atau Bilyet Giro Kosong dalam
kurun waktu 6 (enam) bulan sejak
Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro
Kosong terakhir.
(2) peringatan bahwa apabila yang
bersangkutan …
21
bersangkutan melakukan Penarikan lagi
1 (satu) lembar Cek atau Bilyet Giro
Kosong yang berbeda dan merupakan
Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro
Kosong untuk ketiga kalinya dalam
kurun waktu 6 (enam) bulan sejak
Penarikan Cek atau Bilyet Giro Kosong
yang pertama maka Bank akan
membekukan hak penggunaan Cek
dan/atau Bilyet Giro serta
mencantumkan identitas Pemilik
Rekening dalam DHN.
Dalam hal Pemilik Rekening melakukan
Penarikan 2 (dua) lembar Cek dan/atau Bilyet
Giro Kosong pada hari yang sama, maka Bank
langsung membuat dan menyampaikan SP II
kepada Pemilik Rekening tanpa harus
menyampaikan SP I terlebih dahulu.
SP II (tanpa adanya SP I) berisi:
(1) pemberitahuan
bahwa
yang
bersangkutan telah melakukan
Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro
Kosong sebanyak 2 (dua) lembar pada
hari yang sama dalam jangka waktu
6 (enam) bulan.
(2) peringatan bahwa apabila yang
bersangkutan melakukan Penarikan lagi
1 (satu) lembar Cek atau Bilyet Giro
Kosong …
22
Kosong yang berbeda dan merupakan
Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro
Kosong untuk ketiga kalinya dalam
kurun waktu 6 (enam) bulan sejak
Penarikan Cek atau Bilyet Giro Kosong
yang pertama maka Bank akan
membekukan hak penggunaan Cek
dan/atau Bilyet Giro serta
mencantumkan identitas Pemilik
Rekening dalam DHN.
Contoh format SP II untuk pemberitahuan yang
telah dilakukan melalui SP I adalah sebagaimana
pada Lampiran 4.a sedangkan format SP II tanpa
adanya SP I adalah sebagaimana pada
Lampiran 4.b.
3) Tata Cara Pembuatan dan Peruntukan SP
a) Bank Tertarik membuat SP secara benar dan
lengkap, serta memuat informasi tentang:
(1) pemberitahuan bahwa telah terjadi
Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro
Kosong;
(2) nomor, Tanggal Penarikan, nilai
nominal Cek dan/atau Bilyet Giro
Kosong;
(3)
tanggal penolakan; dan
(4) alasan penolakan Cek dan/atau Bilyet
Giro Kosong (butir A.1 atau butir A.2).
b) Bank …
23
b) Bank Tertarik harus menyampaikan SP
kepada Pemilik Rekening secara langsung
atau melalui Penarik paling lambat 2 (dua)
hari kerja sejak tanggal penolakan Cek
dan/atau Bilyet Giro Kosong yang dibuktikan
dengan tanggal yang tertera pada stempel pos
pengiriman atau bukti pengiriman lainnya.
c) Dalam hal Rekening Giro adalah Rekening
Gabungan, maka SP ditujukan kepada seluruh
Pemilik Rekening.
d) SP disampaikan kepada Pemilik Rekening
yang melakukan Penarikan Cek dan/atau
Bilyet Giro Kosong, baik yang diunjukkan
melalui proses Kliring, maupun secara
langsung kepada Bank Tertarik (over the
counter).
e) SP dibuat dalam rangkap 2 (dua), masing-
masing ditujukan:
(1) Lembar ke-1 untuk Pemilik Rekening;
dan
(2) Lembar ke-2 untuk Bank Tertarik
sebagai arsip.
d. Surat Pemberitahuan Pembekuan Hak Penggunaan Cek
dan/atau Bilyet Giro (SPP)
1) SPP merupakan surat pemberitahuan bahwa hak
penggunaan Cek dan/atau Bilyet Giro Pemilik
Rekening …
24
Rekening dibekukan oleh Bank karena memenuhi
satu atau lebih hal-hal sebagai berikut:
a) Pemilik Rekening telah melakukan Penarikan
Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong yang
memenuhi kriteria DHN sebagaimana
dimaksud pada angka IV.1; atau
b)
identitas Pemilik Rekening dicantumkan
dalam DHN oleh Bank lain.
2) SPP sebagaimana dimaksud pada angka 1) berisi hal-
hal sebagai berikut:
a) pemberitahuan bahwa hak penggunaan Cek
dan/atau Bilyet Giro Pemilik Rekening
dibekukan oleh Bank Tertarik;
b) permintaan untuk memenuhi kewajiban
pengembalian sisa blanko Cek dan/atau Bilyet
Giro yang belum digunakan;
c) permintaan untuk memenuhi kewajiban
penyediaan Dana yang cukup di Rekening Giro
yang bersangkutan jika masih terdapat Cek
dan/atau Bilyet Giro yang masih beredar;
d) pemberitahuan bahwa identitas Pemilik
Rekening akan dicantumkan dalam DHN; dan
e) pemberitahuan bahwa jika Pemilik Rekening
melakukan Penarikan lagi Cek dan/atau Bilyet
Giro Kosong 1 (satu) lembar dengan nilai
berapapun, Rekening Giro Pemilik Rekening
tersebut akan ditutup dan identitasnya
dicantumkan kembali dalam DHN.
3) Dalam …
25
3) Dalam hal Pemilik Rekening telah melakukan 1 (satu)
kali Penarikan Cek atau Bilyet Giro Kosong dan pada
hari selanjutnya dalam jangka waktu 6 (enam) bulan
sejak Penarikan Cek atau Bilyet Giro Kosong yang
pertama melakukan kembali Penarikan Cek dan/atau
Bilyet Giro Kosong 2 (dua) lembar atau lebih pada hari
yang sama, maka Bank Tertarik langsung
menyampaikan SPP kepada Pemilik Rekening yang
bersangkutan tanpa menyampaikan SP II terlebih
dahulu.
4) Dalam hal Pemilik Rekening pada hari yang sama
melakukan Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro
Kosong yang berbeda sebanyak 3 (tiga) lembar atau
lebih pada Bank Tertarik yang sama atau melakukan
Penarikan 1 (satu) lembar Cek atau Bilyet Giro dengan
nilai nominal Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah) atau lebih, maka Bank Tertarik menyampaikan
SPP kepada Pemilik Rekening yang bersangkutan
tanpa menyampaikan SP I dan SP II terlebih dahulu.
5) Tata Cara Pembuatan dan Peruntukan SPP
a) Bank Tertarik wajib membuat dan
menyampaikan SPP kepada Pemilik Rekening
yang telah memenuhi kriteria DHN sebagaimana
dimaksud pada angka IV.1.
b) Bank selain Bank Tertarik yang memelihara
Rekening Giro atas nama Pemilik Rekening
yang identitasnya telah dicantumkan dalam
DHN oleh bank sebagaimana dimaksud
dalam huruf a), wajib membuat dan
menyampaikan SPP kepada Pemilik
Rekening …
26
Rekening tersebut di atas yang berisi hal-hal
sebagaimana dimaksud pada angka 2).
c) SPP sebagaimana dimaksud pada huruf a)
dan huruf b) wajib disampaikan secara benar
dan lengkap.
d) SPP disampaikan kepada Pemilik Rekening
dengan ketentuan sebagai berikut:
(1) Bank Tertarik, wajib menyampaikan
SPP paling lambat 14 (empat belas) hari
kerja sejak tanggal Penarikan Cek
dan/atau Bilyet Giro Kosong yang
menyebabkan Pemilik Rekening
dicantumkan dalam DHN;
(2) Bank selain Bank Tertarik sebagaimana
dimaksud pada huruf b), wajib
menyampaikan SPP paling lambat
14 (empat belas) hari kerja sejak
tanggal penerbitan DHN yang
mencantumkan identitas Pemilik
Rekening tersebut;
(3) Kewajiban penyampaian SPP oleh Bank
Tertarik atau Bank selain Bank Tertarik
sebagaimana dimaksud pada angka (1)
dan angka (2) dibuktikan dengan
tanggal yang tertera pada stempel pos
pengiriman atau bukti pengiriman
lainnya.
e) SPP diberikan kepada Pemilik Rekening atau
melalui Penarik yang melakukan Penarikan
Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong, baik yang
diunjukkan …
27
diunjukkan melalui proses Kliring maupun
secara langsung kepada Bank Tertarik (over
the counter).
f) Dalam hal Rekening Giro adalah Rekening
Giro Gabungan, maka SPP disampaikan
kepada seluruh Pemilik Rekening Giro
Gabungan.
g) SPP dibuat dalam rangkap 2 (dua), masing-
masing ditujukan:
(1) Lembar ke-1 untuk Pemilik Rekening;
dan
(2) Lembar ke-2 untuk arsip Bank Tertarik
atau Bank selain Bank Tertarik.
Contoh format SPP adalah sebagaimana pada
Lampiran 5.a untuk Bank Tertarik dan Lampiran 5.b
untuk Bank Selain Bank Tertarik.
e. Surat Pemberitahuan Penutupan Rekening Giro (SPPR)
1) SPPR merupakan surat pemberitahuan ditutupnya
Rekening Giro Pemilik Rekening karena melakukan
lagi Penarikan 1 (satu) lembar atau lebih Cek dan/atau
Bilyet Giro Kosong setelah identitas Pemilik
Rekening tersebut dicantumkan dalam DHN.
2) SPPR kepada Pemilik Rekening berisi hal-hal sebagai
berikut:
a) Penarik telah melakukan Penarikan kembali Cek
dan/atau Bilyet Giro Kosong setelah identitas
Pemilik …
28
Pemilik Rekening tersebut dicantumkan dalam
DHN;
b) permintaan untuk memenuhi kewajiban
pengembalian sisa blanko Cek dan/atau Bilyet
Giro yang belum digunakan, apabila masih
terdapat sisa blanko Cek dan/atau Bilyet Giro
yang belum digunakan;
c) permintaan untuk memenuhi kewajiban
penyediaan Dana yang cukup di Rekening
Khusus jika masih terdapat Cek dan/atau Bilyet
Giro yang masih beredar; dan
d) pemberitahuan pencantuman kembali identitas
Pemilik Rekening dalam DHN periode
berikutnya.
3) Dalam hal Pemilik Rekening yang identitasnya
dicantumkan dalam DHN melakukan Penarikan lagi
1 (satu) lembar atau lebih Cek dan/atau Bilyet Giro
Kosong sebelum dibekukan hak penggunaan Cek
dan/atau Bilyet Gironya, Bank Tertarik wajib
menerbitkan SPPR tanpa didahului dengan penerbitan
SPP.
4) Tata Cara Pembuatan dan Peruntukan SPPR
a) Bank Tertarik wajib membuat dan
menyampaikan SPPR kepada Pemilik Rekening
yang melakukan lagi Penarikan 1 (satu) lembar
atau lebih Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong
setelah identitas Pemilik Rekening tersebut
dicantumkan dalam DHN.
b) SPPR sebagaimana dimaksud pada huruf a)
wajib dibuat secara benar dan lengkap.
c) SPPR …
29
c) SPPR disampaikan kepada Pemilik Rekening
paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak
tanggal Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro
Kosong yang mengakibatkan ditutupnya
Rekening Giro Pemilik Rekening.
d) Kewajiban penyampaian SPPR oleh Bank
Tertarik sebagaimana dimaksud pada huruf c)
dibuktikan dengan tanggal yang tertera pada
stempel pos pengiriman atau bukti pengiriman
lainnya.
e) SPPR diberikan kepada Pemilik Rekening yang
melakukan Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro
Kosong, baik yang diunjukkan melalui proses
Kliring maupun secara langsung kepada Bank
Tertarik (over the counter).
f) SPPR dibuat dalam rangkap 2 (dua), masing-
masing ditujukan:
(1) Lembar ke-1 untuk Pemilik Rekening; dan
(2) Lembar ke-2 untuk arsip Bank Tertarik.
Untuk Rekening Giro Gabungan, SPPR
dibuat sebanyak jumlah Pemilik Rekening
Giro Gabungan.
g) Penutupan Rekening Giro Pemilik Rekening
oleh Bank Tertarik dilakukan pada tanggal
penerbitan SPPR.
Contoh format SPPR adalah sebagaimana pada
Lampiran 6.
III. PENETAPAN …
30
III. PENETAPAN DAN PENDAFTARAN KANTOR PENGELOLA
DAFTAR HITAM NASIONAL (KPDHN)
Penatausahaan Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong, diatur
sebagai berikut:
1. Bank menetapkan salah satu kantornya, baik kantor pusat Bank
atau kantor dibawah kantor pusat Bank, sebagai KPDHN.
2. Setiap KPDHN memperoleh 1 (satu) user id dan password dari
Bank Indonesia untuk mengakses Sistem Informasi Daftar Hitam
Nasional (SIDHN) dan melaksanakan seluruh kewajiban yang
terkait dengan penatausahaan DHN.
3. Bank konvensional yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip syariah/Unit Usaha Syariah (UUS) diatur sebagai berikut:
a. Bank dapat menetapkan 2 (dua) KPDHN, masing-masing
1 (satu) untuk Bank konvensional dan 1 (satu) untuk UUS.
b. Dalam hal Bank tersebut hanya menetapkan 1 (satu)
KPDHN, Bank memperoleh 2 (dua) user id dan password
masing-masing 1 (satu) untuk Bank konvensional dan
1 (satu) untuk UUS.
c. Penatausahaan Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong
pada Bank Konvensional dan UUS dilakukan secara terpisah
karena Bank konvensional dan UUS diperlakukan sebagai
Bank yang berbeda. Dengan demikian pelaporan DHIB
kedua kegiatan usaha Bank dimaksud dilakukan secara
terpisah dengan menggunakan user id dan password masing-
masing.
4. Pendaftaran KPDHN
a. Bank wajib mendaftarkan secara tertulis KPDHN yang telah
ditetapkan kepada Bank Indonesia.
b. Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada huruf a berisi
informasi …
31
informasi mengenai identitas kantor Bank yang ditetapkan
sebagai KPDHN, sekurang-kurangnya meliputi nama kantor,
alamat, 7 (tujuh) digit sandi kliring kantor bank yang
ditetapkan sebagai KPDHN, dan satu atau lebih contact
person untuk hubungan korespondensi.
c. Dalam hal Bank dimaksud memiliki UUS sebagaimana
dimaksud pada angka 3 maka pendaftaran yang dilakukan
oleh Bank meliputi pendaftaran KPDHN untuk Bank
konvensional dan KPDHN untuk UUS.
d. Pendaftaran KPDHN diatur sebagai berikut:
1) Pendaftaran KPDHN untuk Bank yang beroperasi
setelah ketentuan ini berlaku harus dilakukan paling
lambat 6 (enam) bulan setelah diperoleh izin
operasional.
2) Pendaftaran disampaikan secara tertulis kepada:
Bagian Kliring,
Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran,
Gedung D, Lantai 2,
Kompleks Perkantoran Bank Indonesia,
Jl. MH Thamrin No. 2 Jakarta 10350
e. Bagian Kliring memberikan tanggapan secara tertulis atas
pendaftaran KPDHN yang dilakukan oleh Bank antara lain
memuat informasi untuk melakukan pengambilan user id dan
password, paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak dokumen
diterima secara lengkap.
f. Pengambilan user id dan password sebagaimana dimaksud
pada huruf e dilakukan oleh pimpinan kantor Bank yang
ditetapkan sebagai KPDHN. Dalam hal pimpinan kantor Bank
yang ditetapkan sebagai KPDHN berhalangan, pengambilan
dapat dilakukan oleh pejabat atau pegawai Bank yang ditunjuk
dengan …
32
dengan membawa surat kuasa bermaterai cukup dengan
menggunakan kertas berlogo Bank yang bersangkutan. Dalam
hal kantor Bank yang ditetapkan sebagai KPDHN berkedudukan
di luar Jakarta, pengambilan dapat dilakukan melalui Kantor
Bank Indonesia di Wilayah Kliring dimana kantor Bank yang
ditetapkan sebagai KPDHN berada.
5. Kewajiban KPDHN
Kewajiban KPDHN antara lain sebagai berikut:
a. Menatausahakan dan memantau setiap Penarikan Cek
dan/atau Bilyet Giro Kosong yang wajib dilaporkan oleh
seluruh kantornya;
b. Menetapkan Penarik Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong yang
memenuhi kriteria DHN sebagaimana dimaksud pada angka
IV.1;
c. Menyusun DHIB dan menyampaikan laporan DHIB kepada
Bank Indonesia pada periode pelaporan yang telah
ditetapkan;
d. Melakukan koreksi atas penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro
Kosong dalam DHIB yang telah disampaikan kepada Bank
Indonesia pada periode penyampaian DHIB;
e. Memonitor informasi penerbitan DHN dan mengambil tindak
lanjut langkah yang harus dilakukan Bank seperti
menyebarluaskan kepada seluruh kantornya untuk
melakukan pembekuan hak penggunaan Cek dan/atau Bilyet
Giro;
f. Meneruskan informasi kepada seluruh kantor Bank untuk
melaksanakan penutupan Rekening Giro Penarik apabila
Penarik melakukan Penarikan lagi Cek dan/atau Bilyet Giro
Kosong setelah identitas Penarik dicantumkan dalam DHN;
dan
g. Melakukan …
33
g. Melakukan pembatalan atas penolakan Cek dan/atau Bilyet
Giro Kosong dan rehabilitasi Pemilik Rekening yang
identitasnya telah dicantumkan dalam DHN.
IV. KRITERIA DHN
1. Bank wajib menetapkan dan mencantumkan dalam DHIB identitas
Pemilik Rekening yang melakukan Penarikan Cek dan/atau Bilyet
Giro Kosong jika memenuhi kriteria DHN yaitu sebagai berikut:
a. Melakukan Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong yang
berbeda sebanyak 3 (tiga) lembar atau lebih dengan nilai
nominal masing-masing di bawah Rp500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah) pada Bank Tertarik yang sama dalam
jangka waktu 6 (enam) bulan; atau
b. Melakukan Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong
1 (satu) lembar dengan nilai nominal Rp500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah) atau lebih.
2. Penghitungan Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong baik
yang diunjukkan melalui proses Kliring maupun melalui loket
Bank secara langsung (over the counter) kepada Bank Tertarik
dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Setiap lembar Cek dan/atau Bilyet Giro yang diunjukkan
oleh Pemegang dan ditolak pembayarannya oleh Bank
Tertarik dengan alasan:
1) Saldo Rekening Giro atau Rekening Khusus tidak
cukup; atau
2) Rekening Giro atau Rekening Khusus telah ditutup,
dikategorikan sebagai Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro
Kosong.
b. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf a tidak berlaku
untuk Cek dan/atau Bilyet Giro yang ditolak dengan alasan:
1) unsur-unsur Cek atau syarat formal Bilyet Giro tidak
terpenuhi;
2) Cek …
34
2) Cek dan/atau Bilyet Giro dibatalkan setelah Tenggang
Waktu Pengunjukan berakhir;
3) Cek dan/atau Bilyet Giro telah daluwarsa;
4) Bilyet Giro diunjukkan sebelum Tanggal Efektif, atau
Tanggal Efektif dicantumkan tidak dalam Tenggang
Waktu Pengunjukan; dan/atau
5) Cek dan/atau Bilyet Giro diblokir pembayarannya oleh
Penarik karena hilang (harus dilampiri dengan surat
keterangan kepolisian).
Pengkategorian Cek dan/atau Bilyet Giro yang ditolak
pembayarannya oleh Bank Tertarik dalam kategori Cek
dan/atau Bilyet Giro Kosong mengacu pada Lampiran 1.
c. 1 (satu) lembar Cek dan/atau Bilyet Giro yang sama dan
diunjukkan berulang-ulang oleh Pemegang kepada Bank
Tertarik dan ditolak pembayarannya dengan alasan saldo
Rekening Giro atau Rekening Khusus tidak cukup, atau
Rekening Giro atau Rekening Khusus telah ditutup, dihitung
sebagai 1 (satu) lembar Penarikan Cek atau Bilyet Giro
Kosong.
d. Beberapa lembar Cek dan/atau Bilyet Giro yang diunjukkan
oleh Pemegang dan ditolak pembayarannya oleh Bank
Tertarik pada tanggal yang sama dengan alasan saldo
Rekening Giro atau Rekening Khusus tidak cukup, atau
Rekening Giro atau Rekening Khusus telah ditutup, jumlah
Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosongnya dihitung
sebanyak jumlah lembar Cek dan/atau Bilyet Giro ditolak.
V. DAFTAR HITAM INDIVIDUAL BANK (DHIB)
Penetapan dan pencantuman identitas Penarik Cek dan/atau Bilyet Giro
Kosong yang memenuhi kriteria DHN sebagaimana dimaksud pada
angka …
35
angka IV.1 dilakukan oleh KPDHN dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Tata Cara Penetapan Identitas Penarik Cek dan/atau Bilyet Giro
Kosong oleh KPDHN ke dalam DHIB
a. Setiap kantor Bank wajib menatausahakan Penarikan Cek
dan/atau Bilyet Giro Kosong yang memenuhi kriteria DHN
sebagaimana dimaksud pada angka IV.1 dan menyampaikan
identitas Penariknya kepada KPDHN.
b. KPDHN melakukan kompilasi data Penarikan Cek dan/atau
Bilyet Giro Kosong dari seluruh kantornya sebagaimana
dimaksud pada huruf a dan menetapkan Penarik Cek
dan/atau Bilyet Giro Kosong yang memenuhi kriteria DHN
sebagaimana dimaksud pada angka IV.1.
c. KPDHN mencantumkan identitas Penarik Cek dan/atau
Bilyet Giro Kosong yang memenuhi kriteria DHN
sebagaimana dimaksud pada angka IV.1 ke dalam DHIB.
d. Pencantuman identitas Pemilik Rekening dalam DHIB
dilakukan sesuai dengan identitas Pemilik Rekening pada
saat melakukan pembukaan Rekening Giro. Untuk Rekening
Giro Gabungan, identitas seluruh Pemilik Rekening Giro
Gabungan tersebut dicantumkan dalam DHIB.
e. DHIB sebagaimana dimaksud pada huruf c disampaikan
kepada Bank Indonesia untuk diterbitkan menjadi DHN,
dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Penyampaian DHIB oleh KPDHN Bank Tertarik kepada
Bank Indonesia dilakukan secara on line melalui Sistem
Informasi Daftar Hitam Nasional (SIDHN).
2) Dalam hal terjadi gangguan yang menyebabkan
KPDHN tidak dapat menyampaikan DHIB secara on
line, maka KPDHN menggunakan aplikasi SIDHN yang
ada di kantor Bank Indonesia yang mewilayahi atau
KPDHN …
36
KPDHN Bank lain yang terdekat dengan tetap memakai
user id dan password KPDHN Bank Tertarik yang
bersangkutan.
2. Periode Penyampaian DHIB
Penyampaian DHIB dilakukan secara berkala dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong yang telah
ditetapkan memenuhi kriteria DHN sebagaimana dimaksud
pada angka IV.1 pada periode I yaitu periode tanggal
1 sampai dengan tanggal 15 dicantumkan sebagai data DHIB
periode I. Data DHIB dimaksud wajib disampaikan KPDHN
kepada Bank Indonesia mulai tanggal 16 sampai dengan
paling lambat tanggal terakhir pada bulan yang
bersangkutan.
b. Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong yang telah
ditetapkan memenuhi kriteria DHN sebagaimana dimaksud
pada angka IV.1 pada periode II yaitu tanggal 16 sampai
dengan tanggal terakhir pada bulan yang bersangkutan
dicantumkan sebagai data DHIB periode II. Data DHIB
dimaksud wajib disampaikan KPDHN kepada Bank
Indonesia mulai tanggal 1 sampai dengan paling lambat
tanggal 15 pada bulan berikutnya.
c. Dalam hal tanggal terakhir masa penyampaian DHIB
sebagaimana dimaksud pada huruf a dan/atau huruf b adalah
hari Sabtu, Minggu, atau hari libur nasional, maka
penyampaian DHIB dilakukan paling lambat pada hari kerja
sebelumnya.
Contoh dan ilustrasi periode penyampaian DHIB adalah
sebagaimana pada Lampiran 7.
VI. PEMBEKUAN …
37
VI. PEMBEKUAN HAK PENGGUNAAN CEK DAN/ATAU BILYET
GIRO
1. Bank Tertarik wajib membekukan hak penggunaan Cek dan/atau
Bilyet Giro Pemilik Rekening yang telah memenuhi kriteria DHN
sebagaimana dimaksud pada angka IV.1 dan mencantumkan
identitas Pemilik Rekening dimaksud dalam DHIB serta
menyampaikan DHIB dimaksud kepada Bank Indonesia untuk
dicantumkan dalam DHN.
2. Bank selain Bank Tertarik wajib membekukan hak penggunaan
Cek dan/atau Bilyet Giro Pemilik Rekening yang identitasnya
telah dicantumkan dalam DHN.
3. Pembekuan hak penggunaan Cek dan/atau Bilyet Giro dilakukan
dengan menyampaikan SPP kepada Pemilik Rekening dengan
ketentuan sebagaimana diatur pada butir II.B.6.d.5)d).
4. Pembekuan hak penggunaan Cek dan/atau Bilyet Giro Pemilik
Rekening dilakukan oleh Bank Tertarik maupun oleh Bank selain
Bank Tertarik pada tanggal atau bersamaan dengan saat
penyampaian SPP kepada Pemilik Rekening sebagaimana
dimaksud pada angka 3.
5. Pembekuan hak penggunaan Cek dan/atau Bilyet Giro Pemilik
Rekening dilakukan sampai dengan berakhirnya masa
pencantuman identitas Pemilik Rekening dalam DHN.
6. Selama identitas Pemilik Rekening tercantum dalam DHN, Bank
Tertarik maupun Bank Selain Bank Tertarik tidak diperkenankan
memberikan blanko Cek dan/atau Bilyet Giro kepada Pemilik
Rekening tersebut.
7. Untuk Rekening Giro Gabungan, pembekuan hak penggunaan Cek
dan/atau Bilyet Giro Kosong dilakukan dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. Dalam …
38
a. Dalam hal salah satu atau lebih Pemilik Rekening Giro
Gabungan melakukan Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro
Kosong pada Rekening Giro Gabungan dan telah memenuhi
kriteria DHN sebagaimana dimaksud pada angka IV.1 maka:
1) Bank Tertarik wajib membekukan hak penggunaan Cek
dan/atau Bilyet Giro seluruh Pemilik Rekening Giro
Gabungan yang bersangkutan dan mencantumkan
identitas Pemilik Rekening Gabungan tersebut dalam
DHIB.
2) Bank selain Bank Tertarik wajib membekukan hak
penggunaan Cek dan/atau Bilyet Giro seluruh Pemilik
Rekening Giro Gabungan yang salah satu atau seluruh
nama Pemilik Rekening tersebut tercantum dalam
DHN.
b. Dalam hal Pemilik Rekening selain memiliki Rekening Giro
Gabungan juga memiliki Rekening Giro pribadi dan
melakukan Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong atas
Rekening Giro Gabungan dan Penarikan Cek dan/atau Bilyet
Giro Kosong tersebut memenuhi kriteria DHN sebagaimana
dimaksud pada angka IV.1, maka Bank Tertarik maupun
Bank selain Bank Tertarik wajib:
1) membekukan hak penggunaan Cek dan/atau Bilyet Giro
Rekening Giro Gabungan; dan
2) membekukan hak penggunaan Cek dan/atau Bilyet Giro
Pemilik Rekening Giro pribadi tersebut baik pada Bank
Tertarik maupun pada Bank selain Bank Tertarik.
c. Dalam hal Pemilik Rekening selain memiliki Rekening Giro
Gabungan juga memiliki Rekening Giro pribadi dan
melakukan Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong atas
Rekening Giro pribadi dan Penarikan Cek dan/atau Bilyet
Giro Kosong tersebut memenuhi kriteria DHN sebagaimana
dimaksud pada angka IV.1, maka Bank Tertarik maupun
Bank selain Bank Tertarik wajib:
1) membekukan …
39
1) membekukan hak penggunaan Cek dan/atau Bilyet Giro
Pemilik Rekening pribadi tersebut; dan
2) membekukan hak penggunaan Cek dan/atau Bilyet Giro
Pemilik Rekening yang tergabung dalam Rekening Giro
Gabungan (joint account). Dalam kaitan ini identitas
Pemilik Rekening Giro Gabungan (joint account) yang
tidak melakukan Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro
Kosong tidak dicantumkan dalam DHN dan masih
berhak atas penggunaan Cek dan/atau Bilyet Giro
pribadi serta dapat membuka Rekening Giro baru
dengan memperoleh hak penggunaan Cek dan/atau
Bilyet Giro.
Contoh dan Ilustrasi Perhitungan Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro
Kosong oleh Pemilik Rekening Giro Gabungan (Joint Account)
sebagaimana pada Lampiran 8.
8. Pembekuan hak penggunaan Cek dan/atau Bilyet Giro Pemilik
Rekening oleh Bank selain Bank Tertarik sebagaimana dimaksud
pada angka 2 wajib disampaikan kepada Bank Indonesia sesuai
dengan jadwal periode pelaporan DHIB.
VII. PENERBITAN DAFTAR HITAM NASIONAL
Data DHIB dari KPDHN diproses dan diterbitkan oleh Bank Indonesia
secara berkala menjadi DHN, dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Bank Indonesia menerbitkan DHN melalui Sistem Informasi
Daftar Hitam Nasional (SIDHN).
2. Waktu penerbitan DHN adalah sebagai berikut:
a. Data DHIB Periode I yang disampaikan KPDHN kepada
Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada butir V.2.a
diterbitkan menjadi DHN oleh Bank Indonesia pada tanggal
1 bulan berikutnya, dan
b. Data …
40
b. Data DHIB Periode II yang disampaikan KPDHN kepada
Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada butir V.2.b
diterbitkan menjadi DHN oleh Bank Indonesia pada tanggal
16 pada bulan yang sama dengan penyampaian data DHIB
tersebut ke Bank Indonesia.
Contoh dan ilustrasi periode penyampaian DHIB dan penerbitan
DHN adalah sebagaimana pada Lampiran 7.
3. Dalam hal penerbitan DHN pada tanggal 1 atau tanggal 16
sebagaimana dimaksud pada angka 2 adalah hari Sabtu, Minggu,
atau hari libur nasional, maka penerbitan DHN dilakukan pada
hari kerja berikutnya.
4. Pencantuman identitas Pemilik Rekening dalam DHN yang
diterbitkan oleh Bank Indonesia berlaku selama 1 (satu) tahun
sejak tanggal penerbitan. Dalam hal Pemilik Rekening melakukan
Penarikan lagi Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong pada saat
identitasnya masih tercantum dalam DHN maka Bank Tertarik
wajib mencantumkan kembali identitas Pemilik Rekening ke
dalam DHIB dan menyampaikan kepada Bank Indonesia untuk
dicantumkan ke dalam DHN pada periode berikutnya dan
pencantuman berlaku 1 (satu) tahun sejak tanggal penerbitan
DHN yang terakhir.
5. Data dalam DHN bersifat rahasia dan hanya dapat diakses serta
dipergunakan untuk kepentingan Bank. Bank bertanggung jawab
atas kerahasiaan informasi dalam DHN dan penyalahgunaannya
oleh pihak lain. Bank dapat memberikan informasi secara tertulis
mengenai DHN atas nama Pemilik Rekening Bank tersebut atas
permintaan tertulis dari Pemilik Rekening yang bersangkutan atau
kuasanya.
VIII. PENUTUPAN …
41
VIII. PENUTUPAN REKENING KARENA PENARIKAN CEK
DAN/ATAU BILYET GIRO KOSONG
1. Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak identitas Pemilik
Rekening dicantumkan dalam DHN oleh suatu Bank, Pemilik
Rekening tersebut melakukan lagi Penarikan 1 (satu) lembar atau
lebih Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong dengan nilai nominal
berapapun pada satu atau lebih Bank, maka satu atau lebih Bank
Tertarik yang menolak Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro
Kosong tersebut wajib menutup setiap Rekening Giro atas nama
Pemilik Rekening pada Bank tersebut.
2. Kewajiban penutupan Rekening Giro sebagaimana dimaksud pada
angka 1 tidak berlaku untuk:
a. Rekening Giro pada Bank selain Bank Tertarik;
b. Rekening Giro Pemilik Rekening yang dimaksudkan hanya
untuk menampung kredit/pinjaman sepanjang kredit/
pinjaman tersebut masih berjalan; dan
c. Rekening Giro pada Bank Tertarik yang selain merupakan
Rekening simpanan juga dipergunakan untuk menampung
kredit/pinjaman dari Bank Tertarik sepanjang kredit/
pinjaman tersebut masih berjalan.
3. Bank Tertarik yang melakukan penutupan Rekening Giro Pemilik
Rekening sebagaimana dimaksud pada angka 1 wajib
menyampaikan Surat Pemberitahuan Penutupan Rekening Giro
(SPPR) kepada Pemilik Rekening yang bersangkutan.
Contoh format SPPR adalah sebagaimana pada Lampiran 6.
4. Dalam hal Bank Tertarik menutup Rekening Giro baik atas
permintaan Pemilik Rekening maupun karena sebab lain namun
masih terdapat Cek dan/atau Bilyet Giro yang masih beredar,
Bank Tertarik wajib:
a. membuka …
42
a. membuka Rekening Khusus untuk:
1) menampung pemindahan Dana dari Rekening Giro yang
ditutup jika masih terdapat sisa Dana pada Rekening
Giro yang ditutup; dan/atau
2) menampung penyediaan Dana untuk menyelesaikan
kewajiban atas pembayaran jika masih terdapat Cek
dan/atau Bilyet Giro yang masih beredar.
b. meminta kepada Pemilik Rekening untuk menyediakan Dana
yang cukup pada Rekening Khusus untuk memenuhi
kewajiban atas pembayaran Cek dan/atau Bilyet Giro yang
masih beredar.
5. Dalam hal Rekening Giro ditutup dan masih terdapat sisa Dana
pada Rekening Giro tersebut namun tidak terdapat Cek dan/atau
Bilyet Giro yang masih beredar, maka penyelesaian sisa Dana
diserahkan pada kebijakan Bank Tertarik.
6. Penarikan atas dana pada Rekening Khusus selain untuk
kepentingan pemenuhan Cek dan/atau Bilyet Giro yang masih
beredar dapat dilakukan dengan sarana pembayaran selain Cek
dan/atau Bilyet Giro, antara lain berupa slip penarikan/kuitansi,
slip transfer dan/atau sarana lain yang ditetapkan oleh Bank
Tertarik.
7. Bank Tertarik wajib menutup Rekening Khusus jika kewajiban
terhadap seluruh Cek dan/atau Bilyet Giro yang masih beredar
telah diselesaikan disertai dengan pemberitahuan secara tertulis
kepada Penarik.
8. Dalam hal terdapat sisa Dana pada Rekening Khusus, Bank
menyelesaikan sisa Dana tersebut dengan Pemilik Rekening Giro
sesuai dengan kebijakan intern Bank.
9. Dalam …
43
9. Dalam hal Penarik Cek dan/atau Bilyet Giro melakukan lagi
Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong setelah Rekening
Giro atau Rekening Khusus ditutup pada saat identitasnya masih
tercantum dalam DHN maka Bank Tertarik wajib mencantumkan
kembali identitas Pemilik Rekening dalam DHIB dan
menyampaikan kepada Bank Indonesia untuk dicantumkan ke
dalam DHN pada periode berikutnya dan pencantuman ke dalam
DHN tersebut berlaku 1 (satu) tahun sejak tanggal penerbitan
DHN yang terakhir.
10. Dalam hal Bank selain Bank Tertarik dalam proses membekukan
hak penggunaan Cek dan/atau Bilyet Giro Pemilik Rekening yang
telah dicantumkan dalam DHN, namun Pemilik Rekening yang
bersangkutan telah melakukan Penarikan lagi 1 (satu) lembar atau
lebih Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong pada Bank tersebut maka
Bank tersebut menjadi Bank Tertarik dan wajib melakukan
penutupan Rekening Giro Pemilik Rekening.
11. Penutupan Rekening Giro Gabungan
a. Dalam hal satu atau lebih Pemilik Rekening Giro Gabungan
yang identitasnya telah dicantumkan dalam DHN melakukan
lagi Penarikan 1 (satu) lembar atau lebih Cek dan/atau Bilyet
Giro Kosong atas Rekening Giro Gabungan dimaksud maka
Bank Tertarik wajib:
1) menutup seluruh Rekening Giro Gabungan yang
dimiliki oleh salah satu dan/atau seluruh Pemilik
Rekening Giro Gabungan dimaksud yang ada pada
Bank yang bersangkutan; dan
2) menutup Rekening Giro pribadi atas nama Pemilik
Rekening Giro Gabungan jika Pemilik Rekening Giro
Gabungan tersebut memiliki Rekening Giro pribadi
pada Bank Tertarik yang bersangkutan.
b. Dalam …
44
b. Dalam hal salah satu atau lebih Pemilik Rekening Giro
Gabungan juga memiliki Rekening Giro pribadi dan identitas
Pemilik Rekening dimaksud telah dicantumkan dalam DHN
melakukan lagi Penarikan 1 (satu) lembar atau lebih Cek
dan/atau Bilyet Giro Kosong atas Rekening Giro pribadi
dimaksud maka:
1) Bank Tertarik wajib menutup Rekening Giro pribadi
dimaksud dan mencantumkan kembali identitas Pemilik
Rekening yang bersangkutan ke dalam DHIB dan
menyampaikan kepada Bank Indonesia untuk
dicantumkan ke dalam DHN.
2) Bank Tertarik wajib menutup Rekening Giro Gabungan
yang bersangkutan dan mencantumkan kembali
identitas salah satu atau lebih Pemilik Rekening yang
bersangkutan ke dalam DHIB dan menyampaikan
kepada Bank Indonesia untuk dicantumkan ke dalam
DHN.
3) Pemilik Rekening Giro Gabungan lain yang tidak
melakukan Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong
dan tidak dicantumkan dalam DHN masih berhak atas
penggunaan Cek dan/atau Bilyet Giro pribadi serta
dapat membuka Rekening Giro baru dengan
memperoleh hak penggunaan Cek dan/atau Bilyet Giro.
4) Pemilik Rekening Giro Gabungan lain yang tidak
melakukan Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong
dan tidak dicantumkan dalam DHN serta mempunyai
Rekening Giro pribadi maka Rekening Giro pribadi
tersebut tidak ditutup.
IX. PEMBATALAN …
45
IX. PEMBATALAN ATAS PENOLAKAN CEK DAN/ATAU BILYET
GIRO KOSONG DAN REHABILITASI IDENTITAS PEMILIK
REKENING YANG DICANTUMKAN DALAM DHN
Pembatalan terhadap penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong
dilakukan oleh Bank Tertarik dengan memenuhi ketentuan sebagai
berikut:
1. Pembatalan terhadap penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong
hanya dapat dilakukan jika:
a. Terdapat kesalahan administrasi yang dilakukan oleh Bank
Tertarik karena:
1) Bank Tertarik telah melakukan penolakan atas Cek
dan/atau Bilyet Giro dengan alasan saldo Rekening
Giro atau Rekening Khusus tidak cukup yang
sebenarnya Dana pada Rekening Giro Penarik atau
Rekening Khusus mencukupi, yang antara lain
disebabkan:
a) Bank Tertarik tidak melaksanakan kesepakatan
antara Pemilik Rekening dengan Bank bahwa
pembayaran Cek dan/atau Bilyet Giro atas nama
Pemilik Rekening dapat dipenuhi dari Dana dari
Rekening lain yang dimiliki Penarik pada Bank
tersebut; atau
b)
terdapat gangguan pada sistem Bank yang
menyebabkan Dana Pemilik Rekening menjadi
tidak tersedia pada waktu Cek dan/atau Bilyet
Giro diunjukkan.
2) Bank Tertarik salah dalam menetapkan alasan
penolakan atas Cek dan/atau Bilyet Giro yaitu menolak
dengan alasan kosong yang seharusnya ditolak dengan
selain …
46
selain alasan kosong. Sebagai contoh, Cek dan/atau
Bilyet Giro ditolak pembayarannya karena terdapat 2
(dua) alasan penolakan yaitu unsur-unsur Cek/syarat
formal Bilyet Giro tidak dipenuhi dan saldo Rekening
Giro tidak cukup, namun Bank Tertarik menolak
dengan alasan saldo Rekening Giro tidak cukup, yang
seharusnya Bank Tertarik menolak dengan alasan
unsur-unsur Cek/syarat formal Bilyet Giro tidak
dipenuhi.
b. Bank Tertarik telah menerima bukti penyelesaian kewajiban
atas Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong dari
Pemilik Rekening kepada Pemegang dalam jangka waktu
7 (tujuh) hari kerja setelah tanggal penolakan. Pemenuhan
kewajiban pembayaran oleh Pemilik Rekening kepada
Pemegang dapat dilakukan melalui Kliring, pembayaran
tunai, transfer, atau cara-cara lainnya.
c. Terdapat putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan
hukum tetap yang menyatakan bahwa Bank harus
membatalkan penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong
atau menyatakan bahwa Pemilik Rekening tidak
dikategorikan melakukan Penarikan Cek dan/atau Bilyet
Giro Kosong;
d. Terjadi Keadaan Darurat yang mengakibatkan Pemilik
Rekening tidak dapat memenuhi kewajibannya atas
Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro.
Keadaan Darurat adalah suatu kondisi dimana terjadi suatu
bencana alam seperti gempa bumi, banjir bandang, gunung
meletus atau bencana lainnya atau peristiwa tak terduga atau
tidak dapat diperkirakan sebelumnya seperti kerusuhan
masal yang melanda di suatu wilayah tanah air Indonesia.
e. Terbukti …
47
e. Terbukti bahwa pembayaran atau pemindahbukuan dari Cek
dan/atau Bilyet Giro Kosong diperuntukkan bagi Pemilik
Rekening itu sendiri sehingga tidak ada pihak lain yang
dirugikan.
2. Pembatalan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dapat dilakukan
oleh Bank Tertarik dengan terlebih dahulu mengajukan
permohonan secara tertulis untuk memperoleh persetujuan
pembatalan dari Bank Indonesia.
3. Khusus untuk pembatalan karena alasan kesalahan administrasi,
Bank Tertarik wajib segera mengajukan permohonan pembatalan
kepada Bank Indonesia paling lambat dalam 3 (tiga) periode
penyampaian DHIB berikutnya sejak tanggal pencantuman
identitas Pemilik Rekening dalam DHN.
Contoh: telah dimasukkan dalam DHN tanggal 1 September 2007
maka permohonan pembatalan paling lambat dapat diajukan
dalam periode sejak tanggal 1 September 2007 sampai dengan
tanggal 16 Oktober 2007 (3 kali periode penyampaian data
DHIB).
4. Dalam hal Bank Tertarik melakukan kesalahan administrasi dan
mengajukan permohonan pembatalan kepada Bank Indonesia
melampaui 3 (tiga) periode sebagaimana dimaksud pada angka 3,
Bank Tertarik dikenakan sanksi kewajiban membayar
sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 31 Peraturan Bank Indonesia
Nomor 8/29/PBI/2006 tanggal 20 Desember 2006 tentang Daftar
Hitam Nasional Penarik Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong (PBI
tentang DHN).
5. Permohonan pembatalan sebagaimana dimaksud pada angka 2
disertai dengan dokumen-dokumen pendukung sebagai berikut:
a. Untuk …
48
a. Untuk kesalahan administrasi Bank Tertarik sebagaimana
dimaksud pada butir 1.a
Dokumen pendukung yang wajib dilampirkan adalah bukti-
bukti tertulis yang membuktikan adanya kesalahan
administrasi Bank Tertarik yang telah dilegalisir oleh pejabat
Bank yang berwenang, antara lain fotokopi rekening koran
Nasabah, fotokopi kesepakatan perjanjian standing
instruction antara Bank dengan Pemilik Rekening, dan/atau
fotokopi dokumen yang membuktikan terjadinya gangguan
pada sistem Bank sehingga menyebabkan Dana menjadi
tidak tersedia pada waktu Cek dan/atau Bilyet Giro
diunjukkan; atau
b. Untuk penyelesaian kewajiban pembayaran dalam jangka
waktu 7 (tujuh) hari kerja sebagaimana dimaksud pada
butir 1.b diatur sebagai berikut:
1) Untuk penyelesaian kewajiban melalui Kliring,
dokumen pendukung yang harus dilampirkan paling
kurang berupa:
a) Fotokopi Cek dan/atau Bilyet Giro yang ditolak
dengan alasan kosong dan telah diselesaikan
pembayarannya serta telah dinyatakan sesuai
dengan aslinya dari pejabat Bank Tertarik; dan
b) Fotokopi rekening koran yang menunjukkan
bahwa Penarik telah menyelesaikan kewajiban
Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong
tersebut melalui Kliring serta telah dinyatakan
sesuai dengan aslinya dari pejabat Bank Tertarik.
2) Untuk penyelesaian kewajiban di luar Kliring, dokumen
pendukung yang harus dilampirkan paling kurang
berupa:
a) Fotokopi …
49
a) Fotokopi identitas Penarik dan Pemegang seperti
KTP, SIM atau Paspor;
b) Fotokopi Cek dan/atau Bilyet Giro yang ditolak
dengan alasan kosong dan telah diselesaikan
pembayarannya serta telah dinyatakan sesuai
dengan aslinya dari pejabat Bank Tertarik; dan
c) Pernyataan tertulis di atas materai yang
ditandatangani oleh Penarik dan Pemegang yang
menyatakan bahwa kewajiban pembayaran atas
Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong telah
diselesaikan dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari
kerja setelah tanggal penolakan. Pernyataan
tertulis tersebut paling kurang memuat hal-hal
sebagai berikut identitas Penarik dan Pemegang;
nomor dan nilai nominal Cek dan/atau Bilyet Giro
yang telah diselesaikan; tanggal penolakan dalam
Kliring; tanggal penyelesaian pembayaran; dan
cara penyelesaian pembayaran yang telah
dilakukan
d)
fotokopi kuitansi penerimaan pembayaran yang
ditandatangani Pemegang yang telah dinyatakan
sesuai dengan aslinya dari pejabat Bank Tertarik;
e) dokumen-dokumen lain yang membuktikan telah
diselesaikannya kewajiban Penarikan Cek dan/atau
Bilyet Giro Kosong (jika ada).
c. Untuk putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada
butir 1.c dokumen pendukung yang harus dilampirkan paling
kurang berupa fotokopi salinan putusan pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap yang menyatakan
bahwa Bank harus membatalkan penolakan Cek dan/atau
Bilyet …
50
Bilyet Giro Kosong atau menyatakan bahwa Pemilik
Rekening tidak dikategorikan melakukan Penarikan Cek
dan/atau Bilyet Giro Kosong.
d. Untuk Keadaan Darurat sebagaimana dimaksud pada
butir 1.d, dokumen pendukung yang harus dilampirkan
paling kurang berupa:
1) Fotokopi Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong yang
dimintakan pembatalan;
2) Surat pernyataan Penarik yang menjelaskan bahwa
Keadaan Darurat yang terjadi berdampak langsung pada
diri Penarik sehingga menyebabkan terjadinya
Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong;
Jika dipandang perlu, Bank Indonesia dapat meminta
bukti-bukti lainnya yang mendukung adanya hubungan
kausalitas antara terjadinya Penarikan Cek dan/atau
Bilyet Giro Kosong dengan adanya suatu Keadaan
Darurat yang dialami Penarik, misalnya foto-foto yang
menggambarkan terjadinya keadaan darurat,
pemberitaan media massa.
3) Surat keterangan dari kepolisian dan/atau pejabat
pemerintahan setempat (Kepala Desa, Lurah, Camat
dan/atau Pejabat lainnya yang berwenang) yang
menjelaskan bahwa Penarik terkena dampak dari
adanya suatu Keadaan Darurat. Dalam hal Keadaan
Darurat yang terjadi berskala luas sehingga
infrastruktur kepolisian dan/atau pemerintahan setempat
tidak berjalan sebagaimana mestinya, maka surat
keterangan dimaksud tidak diperlukan.
e. Untuk pembayaran atau pemindahbukuan dari Cek dan/atau
Bilyet Giro Kosong diperuntukkan bagi Pemilik Rekening
itu …
51
itu sendiri sebagaimana dimaksud pada butir 1.e, dokumen
pendukung yang harus dilampirkan adalah bukti tertulis yang
membuktikan bahwa Penarik dan Pemegang Cek dan/atau
Bilyet Giro Kosong adalah pihak yang sama, antara lain
fotokopi Rekening, identitas Penarik, NPWP, dan/atau
Anggaran Dasar badan hukum/badan usaha.
6. Setiap permohonan pembatalan sebagaimana dimaksud pada
angka 2 dikenakan biaya administrasi sebesar Rp100.000,00
(seratus ribu rupiah), kecuali untuk permohonan pembatalan
karena Keadaan Darurat yang disetujui oleh Bank Indonesia
dikenakan biaya administrasi sebesar Rp0,00.
7. Maksud pengertian setiap permohonan pembatalan sebagaimana
dimaksud pada angka 6 diartikan sebagai berikut:
a. permohonan pembatalan atas 1 (satu) atau beberapa Cek
dan/atau Bilyet Giro atas nama satu Pemilik Rekening dalam
1 (satu) surat permohonan dihitung sebagai 1 (satu)
permohonan;
b. permohonan pembatalan atas 2 (dua) atau lebih Cek dan/atau
Bilyet Giro atas nama 2 (dua) atau lebih Pemilik Rekening
dalam satu surat permohonan dihitung sesuai jumlah nama
Pemilik Rekening yang diajukan pembatalannya; dan/atau
c. permohonan yang ditolak oleh Bank Indonesia kemudian
diajukan lagi dihitung sebagai permohonan baru.
Pengenaan biaya administrasi permohonan pembatalan dilakukan
dengan mendebet rekening giro Bank Tertarik di Bank Indonesia
pada awal bulan berikutnya setelah Bank Indonesia memberikan
persetujuan atau penolakan atas permohonan pembatalan
tersebut.
8. Permohonan …
52
8. Permohonan pembatalan sebagaimana dimaksud pada angka 2
dapat diajukan sepanjang identitas Penarik masih dicantumkan
dalam DHN yang masih berlaku.
9. Permohonan pembatalan sebagaimana dimaksud pada angka 2
diajukan kepada Kantor Pusat Bank Indonesia dengan alamat:
Bagian Kliring
Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran
Gedung D Lantai 2 Kompleks Perkantoran Bank Indonesia
Jl. MH Thamrin No. 2 Jakarta 10350
10. Bank Indonesia memberikan persetujuan atau penolakan
permohonan pembatalan secara tertulis kepada Bank Tertarik
paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender setelah dokumen
sebagaimana dimaksud pada angka 5 diterima secara lengkap.
11. Dalam proses pemberian persetujuan atau penolakan permohonan
pembatalan dari Bank Tertarik sebagaimana dimaksud pada
angka 10, Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan langsung
kepada Bank Tertarik.
12. Dalam hal permohonan pembatalan sebagaimana dimaksud pada
angka 2 ditolak oleh Bank Indonesia, maka Bank Indonesia
memberitahukan penolakan tersebut secara tertulis kepada Bank
Tertarik disertai alasan penolakan.
13. Dalam hal permohonan pembatalan sebagaimana dimaksud pada
angka 2 disetujui oleh Bank Indonesia, maka setelah Bank
Tertarik menerima surat persetujuan dari Bank Indonesia, Bank
Tertarik melakukan rehabilitasi Pemilik Rekening dari DHN.
14. Berlakunya rehabilitasi identitas Pemilik Rekening dari DHN
sebagaimana dimaksud pada angka 13 diatur sebagai berikut:
a. Untuk Bank Tertarik terhitung sejak tanggal diterimanya
surat persetujuan dari Bank Indonesia; atau
b. Untuk …
53
b. Untuk Bank selain Bank Tertarik terhitung sejak tanggal
dilakukannya rehabilitasi identitas Pemilik Rekening dari
DHN oleh Bank Tertarik.
15. Pembatalan penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong yang
terjadi sebelum identitas Pemilik Rekening dicantumkan dalam
DHN, dilakukan oleh Bank Tertarik secara langsung (on line)
tanpa memerlukan persetujuan Bank Indonesia.
X.
PENGAWASAN
Bank Indonesia melakukan pengawasan terhadap Bank atas
pelaksanaan ketentuan-ketentuan Bank Indonesia yang terkait dengan
pelaksanaan penatausahaan DHN Penarik Cek dan/atau Bilyet Giro
Kosong, dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Pengawasan dilakukan secara tidak langsung maupun langsung.
2. Dalam rangka pengawasan tidak langsung, Bank wajib
menyampaikan laporan, keterangan dan penjelasan yang diminta
Bank Indonesia.
3. Dalam rangka pengawasan langsung, Bank wajib memberikan
kepada Bank Indonesia:
a. keterangan dan data serta dokumen yang diminta;
b. kesempatan untuk melihat semua dokumen dan sarana fisik
yang berkaitan dengan pembukaan Rekening Giro, Penarikan
Cek dan/atau Bilyet Giro dan Tata Usaha Penarikan Cek
dan/atau Bilyet Giro; dan/atau
c. hal-hal lain yang diperlukan.
XI. TATA CARA PENGENAAN SANKSI KEWAJIBAN MEMBAYAR
Dalam hal Bank Indonesia mengenakan sanksi kewajiban membayar
terhadap Bank yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Bank
Indonesia terkait dengan tata usaha Cek dan/atau Bilyet Giro, Cek
dan/atau …
54
dan/atau Bilyet Giro Kosong, dan/atau DHN, sanksi kewajiban
membayar tersebut dilakukan oleh Bank Indonesia dengan cara
mendebet rekening giro Bank di Bank Indonesia.
XII. LAIN-LAIN
1. Edukasi dan Pembinaan terhadap Pemilik Rekening
Bank harus melakukan edukasi terhadap seluruh Pemilik
Rekening di Bank yang memperoleh Cek dan/atau Bilyet Giro,
antara lain dengan cara termasuk pembinaan terhadap Penarik
Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong yang antara lain dilakukan
dengan cara memberikan informasi lisan dan/atau tertulis
mengenai ketentuan Cek dan/atau Bilyet Giro, termasuk ketentuan
mengenai DHN Penarik Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong dan
risiko akibat Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong
termasuk pembinaan terhadap Penarik Cek dan/atau Bilyet Giro
Kosong.
2.
Jika Bank Tertarik menolak pembayaran atau pemindahbukuan
Cek dan/atau Bilyet Giro dengan menggunakan alasan di luar
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada
butir II.A, Bank Tertarik harus:
a. mempertanggungjawabkan penolakan tersebut atas dasar
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
b. melaporkan secara tertulis kepada Kantor Pusat Bank
Indonesia c.q Bagian Kliring-Direktorat Akunting dan
Sistem Pembayaran disertai dengan alasan-alasan yang
mendasari penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro tersebut.
c. pelaporan sebagaimana dimaksud pada huruf b dilakukan
paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal
penolakan.
Bank …
55
Bank Tertarik bertanggung jawab atas penggunaan alasan
penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro di luar sebagaimana
dimaksud pada butir II.A.
3. Pembekuan dan Penutupan Rekening Giro Pemilik Rekening
Berdasarkan Pertimbangan Internal Bank
a. Bank dapat membekukan hak penggunaan Cek dan/atau
Bilyet Giro atau menutup Rekening Giro Pemilik Rekening
atas pertimbangan-pertimbangan internal Bank, meskipun
Pemilik Rekening tersebut tidak dicantumkan dalam DHN
sepanjang alasan pembekuan dan/atau penutupan telah
diperjanjikan dalam perjanjian Pembukaan Rekening Giro
atau dengan persetujuan Pemilik Rekening atau berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. Pertimbangan internal Bank dimaksud antara lain dapat
dilandasi oleh adanya fakta bahwa Pemilik Rekening
memiliki itikad buruk yang antara lain tercermin dari relatif
banyaknya Cek dan/atau Bilyet Giro yang ditolak oleh Bank
Tertarik oleh berbagai alasan penolakan di luar alasan
Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong, sehingga dapat
merugikan Pemegang Cek dan/atau Bilyet Giro yang
bersangkutan dan/atau dapat merusak reputasi Bank Tertarik.
c. Dalam hal Bank Tertarik melakukan pembekuan atau
penutupan Rekening Giro dengan alasan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, pelaksanaan pembekuan atau
penutupan Rekening Giro beserta dasar pertimbangannya
diberitahukan kepada Pemilik Rekening.
4. Untuk Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong oleh Bank
maupun Bank Perkreditan Rakyat, instansi pemerintah, atau
lembaga negara, yang memenuhi kriteria DHN sebagaimana
dimaksud pada angka IV.1, berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. Penarikan …
56
a. Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong oleh pihak-
pihak sebagaimana tersebut tidak dikenakan sanksi
penutupan Rekening Giro, pencantuman identitas Pemilik
Rekening dalam DHIB atau sanksi lain sebagaimana diatur
dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai DHN tetapi
Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong oleh pihak-
pihak sebagaimana tersebut dikenakan sanksi pembekuan
hak penggunaan Cek dan/atau Bilyet Giro yang berlaku
selama 1 (satu) tahun sejak Pemilik Rekening memenuhi
kriteria DHN sebagaimana dimaksud pada angka IV.1.
b. Pengenaan sanksi pembekuan hak penggunaan Cek dan/atau
Bilyet Giro sebagaimana dimaksud pada huruf a dilakukan
oleh Bank Tertarik dengan menyampaikan SPP kepada
Pemilik Rekening yang bersangkutan dengan tata cara
sebagaimana diatur dalam butir II.B.6.d.5)d).
Contoh format SP I, SP II, dan SPP untuk Penarik Cek dan/atau
Bilyet Giro Kosong berupa lembaga Negara/Institusi pemerintah,
Bank Perkreditan Rakyat dan Bank yang tidak dikenakan sanksi
penutupan Rekening Giro dan pencantuman indentitas Pemilik
Rekening dalam DHN adalah sebagaimana tercantum pada
Lampiran 9.
XIII. KETENTUAN PERALIHAN
1. Bank Tertarik wajib mencatat data Penarikan Cek dan/atau Bilyet
Giro Kosong yang dilakukan sebelum diberlakukannya ketentuan
mengenai DHN ini, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Pencatatan dan penatausahaan hanya dilakukan terhadap data
Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong yang belum
memenuhi kriteria dicantumkan dalam daftar hitam
sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor …
57
Nomor 2/10/DASP tanggal 8 Juni 2000 perihal Tata Usaha
Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong beserta perubahannya
(SE TUCK), diperlakukan sebagai data yang berpotensi
untuk dicantumkan dalam DHN;
b. Dalam hal Pemilik Rekening belum memenuhi kriteria
dicantumkan dalam daftar hitam sebagaimana dimaksud
pada huruf a, melakukan lagi Penarikan Cek dan/atau Bilyet
Giro Kosong setelah diberlakukannya ketentuan tentang
DHN sehingga Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong
yang dilakukan oleh Pemilik Rekening tersebut
mengakibatkan Pemilik Rekening memenuhi kriteria DHN
sebagaimana dimaksud pada angka IV.1, Bank Tertarik
wajib mencantumkan identitas Pemilik Rekening dimaksud
dalam DHIB untuk selanjutnya diterbitkan menjadi DHN
oleh Bank Indonesia.
c. Bank Tertarik tidak perlu secara khusus menatausahakan
data Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong yang telah
dicantumkan dalam daftar hitam berdasarkan ketentuan Bank
Indonesia yang ada sebelum diterbitkannya ketentuan
mengenai DHN.
2. Daftar hitam yang telah diterbitkan pada masing-masing wilayah
Kliring lokal dan masih berlaku pada saat diberlakukannya
ketentuan mengenai DHN, dinyatakan tetap berlaku pada masing-
masing wilayah Kliring lokal dimaksud sampai dengan
berakhirnya masa berlaku daftar hitam yang bersangkutan, sesuai
dengan SE TUCK.
3. Dalam hal Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong ditolak pembayarannya
sebelum berlakunya ketentuan mengenai DHN dan dimintakan
pembatalan setelah berlakunya ketentuan mengenai DHN maka tata
cara pembatalan tetap mengacu pada SE TUCK sampai berakhirnya
masa sanksi daftar hitam yang bersangkutan.
Ketentuan …
58
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal
1 Juli 2007.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
EDI SISWANTO
DIREKTUR AKUNTING
DAN SISTEM PEMBAYARAN
DASP
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 9/13/DASP|SE-BI/2007 </reg_id>
<reg_title> Daftar Hitam Nasional Penarik Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong </reg_title>
<set_date> 19 Juni 2007 </set_date>
<effective_date> 1 Juli 2007 </effective_date>
<related_reg> '8/29/PBI/2006' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi I Huruf B Angka 4', 'Romawi XII Angka 4', 'Romawi I Huruf B Angka 7' </penalty_list>
|
No. 7/2/DPM
Jakarta, 28 Januari 2005
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal :
Perubahan Ketujuh Atas Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/20/DPM
Tanggal 26 April 2004 Tentang Suku Bunga Penjaminan Simpanan
Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank
Menunjuk Pasal 3 Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/11/PBI/2004 tanggal
12 April 2004 tentang Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar
Uang Antar Bank, maka perlu dilakukan perubahan pada beberapa butir dalam
Surat Edaran Nomor 6/20/DPM tanggal 26 April 2004 perihal Suku Bunga
Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank, sebagai berikut:
1. Butir I.B.2 diubah sehingga menjadi sebagai berikut:
”2. Marjin Maksimum Suku Bunga Simpanan Pihak Ketiga ditetapkan
sebesar:
Jangka Waktu
Simpanan
1 bulan
3 bulan
6 bulan
12 bulan
24 bulan
Marjin
(basis point)
Dikurangi 5 (lima)
Ditambah 0 (nol)
Ditambah 5 (lima)
Ditambah 20 (dua puluh)
Ditambah 50 (lima puluh)
dari rata-rata tertimbang tingkat diskonto SBI jangka waktu 3 (tiga) bulan
pada lelang terakhir.”
2. Butir I.B.4 diubah sehingga menjadi sebagai berikut:
“4. Marjin …
2
“4. Marjin untuk maksimum suku bunga simpanan pihak ketiga dalam valuta
asing US Dollar berjangka waktu 1, 3, 6, dan 12 bulan yang dijamin
Pemerintah masing-masing ditambah 3 (tiga) basis point, sedangkan yang
berjangka waktu 24 bulan ditambah 2 (dua) basis point di atas rata-rata suku
bunga deposito dalam valuta asing US Dollar dari bank-bank anggota
Jakarta Inter Bank Offered Rates (JIBOR) yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia menurut jangka waktu tertentu selama 1 (satu) bulan sebelumnya.”
3. Butir II.B diubah sehingga menjadi sebagai berikut:
“B. Maksimum Suku Bunga PUAB
a. Maksimum suku bunga PUAB dalam Rupiah yang dijamin Pemerintah
ditetapkan sebesar 189 (seratus delapan puluh sembilan) basis point di
atas rata-rata tertimbang suku bunga PUAB overnight pagi dalam Rupiah
dari bank-bank anggota JIBOR yang dipilih oleh Bank Indonesia selama
1 (satu) bulan sebelumnya.
b. Maksimum suku bunga PUAB dalam valuta asing dalam US Dollar yang
dijamin Pemerintah ditetapkan sebesar 139 (seratus tiga puluh sembilan)
basis point di bawah rata-rata tertimbang suku bunga PUAB overnight
pagi valuta asing dalam US Dollar dari bank-bank anggota JIBOR yang
dipilih oleh Bank Indonesia selama 1 (satu) bulan sebelumnya.”
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 28 Januari 2005.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran
ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
BUDI MULYA
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 7/2/DPM|SE-BI/2005 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Ketujuh Atas Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/20/DPM Tanggal 26 April 2004 Tentang Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank </reg_title>
<set_date> 28 Januari 2005 </set_date>
<effective_date> 28 Januari 2005 </effective_date>
<changed_reg> '6/20/DPM|SE-BI/2004' </changed_reg>
<related_reg> '6/20/DPM|SE-BI/2004', '6/11/PBI/2004 | Pasal 3' </related_reg>
|
No.5/24/DSM
Jakarta, 3 Oktober 2003
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA PERUSAHAAN BUKAN LEMBAGA KEUANGAN
DI INDONESIA
Perihal: Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Oleh Perusahaan Bukan
Lembaga Keuangan
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia No.4/2/PBI/2002 tanggal
28 Maret 2002 tentang Pemantauan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Perusahaan
Bukan Lembaga Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002
Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4178)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
5/1/PBI/2003 tanggal 31 Januari 2003 tentang Perubahan atas Peraturan Bank
Indonesia No.4/2/PBI/2002 tentang Pemantauan Kegiatan Lalu Lintas Devisa
Perusahaan Bukan Lembaga Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2003 Nomor 11), maka dalam rangka lebih meningkatkan efektivitas dan
efisiensi pelaporan kegiatan lalu lintas devisa, peraturan pelaksanaan dan
petunjuk teknis pelaporan kegiatan lalu lintas devisa oleh perusahaan bukan
lembaga keuangan perlu diatur kembali sebagai berikut:
I. UMUM …
I. UMUM
A. Tujuan
Pelaporan kegiatan lalu lintas devisa oleh perusahaan bukan lembaga
keuangan dimaksudkan untuk memperoleh keterangan dan data
mengenai kegiatan lalu lintas devisa secara lengkap, akurat, dan tepat
waktu yang diperlukan terutama untuk penyusunan Statistik Neraca
Pembayaran dan Posisi Investasi Internasional Indonesia.
B. Pengertian
1. Lalu Lintas Devisa (LLD) adalah perpindahan aset dan kewajiban
finansial antara penduduk dan bukan penduduk, termasuk perpindahan
aset dan kewajiban finansial luar negeri antar penduduk.
2. Aset Finansial Luar Negeri (AFLN) adalah aktiva Perusahaan yang
merupakan tagihan terhadap bukan penduduk baik dalam valuta asing
maupun rupiah, antara lain penyertaan modal pada perusahaan di luar
negeri, simpanan pada bank di luar negeri, pemilikan surat-surat
berharga yang diterbitkan oleh bukan penduduk, dan rekening giro
pada bank di luar negeri.
3. Kewajiban Finansial Luar Negeri (KFLN) adalah pasiva Perusahaan
yang merupakan kewajiban terhadap bukan penduduk baik dalam
valuta asing maupun rupiah, antara lain dalam bentuk utang luar
negeri (loans), utang dagang (accounts payable) kepada perusahaan di
luar negeri, dan surat utang (debt securities) kepada bukan penduduk.
4. Penduduk adalah orang, badan hukum, atau badan lainnya yang
berdomisili atau berencana berdomisili di Indonesia sekurang-
kurangnya 1 (satu) tahun, termasuk perwakilan dan staf diplomatik
Republik Indonesia di luar negeri.
5. Perusahaan …
5. Perusahaan Bukan Lembaga Keuangan (selanjutnya disebut
Perusahaan) adalah Badan Usaha yang melakukan kegiatan usaha
selain sebagai Bank dan selain sebagai Lembaga Keuangan Non Bank
(LKNB) sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan
yang berlaku, yang terdiri dari:
a. Badan Usaha Milik Negara (BUMN);
b. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD); dan
c. Badan Usaha Milik Swasta (BUMS) yang berkedudukan di
Indonesia, baik berbadan hukum Indonesia atau asing maupun tidak
berbadan hukum.
C. Perusahaan Pelapor
1. Perusahaan pelapor adalah Perusahaan yang memiliki total aset/aktiva
sekurang-kurangnya Rp.100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah)
atau omset penjualan bruto selama 1 (satu) tahun sekurang-kurangnya
Rp.100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah), dan
a. Melakukan transaksi LLD tidak melalui Bank atau LKNB dalam
negeri, yaitu melalui:
1) Rekening giro perusahaan pada bank di luar negeri (Overseas
Current Account/OCA); dan atau
2) Rekening antar perusahaan/kantor pada perusahaan/kantor yang
berkedudukan di luar negeri (Inter Company/Office Account/
ICA); dan atau
b. Memiliki posisi AFLN dan atau posisi KFLN.
Jumlah aset/aktiva dan omset penjualan tersebut di atas didasarkan
pada laporan keuangan terakhir yang telah diaudit. Dalam hal laporan
keuangan…
keuangan yang telah diaudit belum tersedia, maka digunakan laporan
keuangan terakhir yang belum diaudit.
2. Perusahaan pelapor yang mengalami penurunan total aset/aktiva dan
atau omset penjualan bruto sehingga masing-masing menjadi kurang
dari Rp.100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah), tetap wajib
menyampaikan laporan sepanjang masih melakukan transaksi LLD
sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a. dan atau memiliki posisi
AFLN dan atau KFLN sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b.
3. Perusahaan pelapor yang dalam suatu periode laporan tertentu tidak
melakukan transaksi LLD sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a.
wajib menyampaikan laporan transaksi nihil.
Contoh 1:
Dalam bulan September 2003, Perusahaan A tidak melakukan
transaksi LLD baik melalui OCA maupun ICA, namun pada bulan
Oktober 2003 mendapat pinjaman luar negeri yang ditransfer melalui
OCA. Berdasarkan hal tersebut, maka untuk periode laporan bulan
September 2003 Perusahaan A wajib menyampaikan laporan transaksi
nihil, sedangkan untuk periode laporan bulan Oktober 2003,
Perusahaan A wajib menyampaikan laporan transaksi LLD melalui
OCA.
4. Perusahaan pelapor yang tidak melakukan transaksi LLD sebagaimana
dimaksud dalam butir 1.a. namun memiliki posisi AFLN dan atau
KFLN sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b., tidak perlu
menyampaikan laporan transaksi nihil namun wajib menyampaikan
Surat Pernyataan Tidak Melakukan Transaksi LLD dengan dibubuhi
meterai secukupnya sebagaimana format pada Lampiran 1.
Contoh 2: …
Contoh 2:
Perusahaan X hanya memiliki pinjaman luar negeri, namun seluruh
penerimaan dan pembayarannya selalu dilakukan melalui bank dalam
negeri dan tidak melakukan transaksi LLD melalui OCA dan ICA.
Berdasarkan hal tersebut, maka Perusahaan X cukup menyampaikan
Surat Pernyataan Tidak Melakukan Transaksi LLD dan tetap
menyampaikan laporan posisi secara rutin.
5. Surat Pernyataan Tidak Melakukan Kegiatan LLD dengan dibubuhi
meterai secukupnya sebagaimana format pada Lampiran 2 disampaikan
dalam hal:
a. Perusahaan pelapor tidak lagi melakukan transaksi LLD
sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a. serta tidak lagi memiliki
posisi AFLN dan atau KFLN sebagaimana dimaksud dalam butir
1.b.
b. Perusahaan memiliki total aset/aktiva sekurang-kurangnya
Rp.100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) atau omset
penjualan bruto selama 1 (satu) tahun sekurang-kurangnya
Rp.100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah), namun tidak
melakukan kegiatan LLD sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a.
dan butir 1.b.
6. Penyampaian Surat Pernyataan sebagaimana dimaksud dalam angka 4
dan angka 5 adalah sebagai berikut:
a. Bagi Perusahaan yang kantor pusatnya berkedudukan di wilayah
Jakarta, Depok, Bogor, Bekasi, Karawang, dan Propinsi Banten
ditujukan kepada:
Bank…
Bank Indonesia
Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter c.q.
Bagian Statistik Neraca Pembayaran
Gedung B, Lantai 14, Jl. M.H. Thamrin No.2
Jakarta 10110.
b. Bagi Perusahaan yang kantor pusatnya berkedudukan di luar
wilayah Jakarta, Depok, Bogor, Bekasi, Karawang, dan Propinsi
Banten ditujukan kepada Kantor Bank Indonesia setempat
sebagaimana terdapat dalam Petunjuk Teknis (Lampiran 3).
II. LAPORAN
A. Jenis Laporan
Laporan kegiatan LLD meliputi Laporan Transaksi dan Laporan Posisi.
1. Laporan Transaksi
a. Laporan Transaksi memuat keterangan dan data mengenai:
1) Penerimaan dan atau pembayaran melalui rekening giro
Perusahaan pelapor pada bank di luar negeri atau OCA, seperti
penerimaan hasil ekspor, pembayaran impor, penarikan dan
pembayaran pinjaman luar negeri, penerimaan bunga simpanan,
penerimaan pelunasan piutang dagang dan pembayaran utang
dagang; dan atau
2) Pengakuan utang piutang yang diselesaikan secara
netting/offsetting antara Perusahaan pelapor dengan kantor
pusat Perusahaan pelapor yang berkedudukan di luar negeri dan
atau antara Perusahaan pelapor dengan perusahaan/badan/
lembaga lain yang berkedudukan di luar negeri melalui
Rekening …
Rekening Antar Perusahaan/Kantor atau ICA, seperti
pengakuan utang/piutang dagang.
b. Setiap transaksi dengan nilai minimal (threshold) USD1.000,- atau
ekuivalennya wajib dilaporkan secara rinci sesuai dengan jenis
transaksi yang melatarbelakanginya (underlying transaction),
sedangkan setiap transaksi dengan nilai kurang dari USD1.000,-
atau ekuivalennya dapat dilaporkan secara gabungan dengan
menggunakan sandi khusus.
2. Laporan Posisi
a. Laporan Posisi AFLN dan atau KFLN mencakup baik posisi AFLN
dan atau KFLN yang sudah efektif menjadi tagihan dan atau
kewajiban Perusahaan pelapor (Laporan Posisi on balance sheet)
maupun posisi AFLN dan atau KFLN yang masih merupakan
komitmen dan atau kontinjensi (Laporan Posisi Komitmen dan
Kontinjensi). Laporan Posisi on balance sheet meliputi posisi awal,
mutasi, dan posisi akhir dari setiap rekening AFLN dan atau KFLN
Perusahaan pelapor, sedangkan Laporan Posisi Komitmen dan
Kontinjensi hanya meliputi posisi akhir periode laporan.
b. Posisi AFLN dan atau KFLN sebagaimana dimaksud dalam huruf a
didasarkan pada laporan keuangan terakhir yang telah diaudit.
Dalam hal laporan keuangan yang telah diaudit belum tersedia
maka digunakan laporan keuangan yang belum diaudit.
B. Format Laporan
Laporan sebagaimana dimaksud dalam butir A.1. dan butir A.2. disusun
sesuai dengan format laporan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
sebagaimana tercantum dalam Petunjuk Teknis (Lampiran 3). Masing-
masing laporan terdiri dari satu atau beberapa baris (record) yang
memuat…
memuat keterangan dan data (field) yang harus dilaporkan, seperti sandi
jenis transaksi dan sandi mitra transaksi dalam Laporan Transaksi serta
nilai posisi awal dan posisi akhir dalam Laporan Posisi.
C. Penyampaian Laporan
1. Periode Laporan (PL)
a. PL Transaksi adalah bulanan, yang mencakup transaksi LLD dari
tanggal 1 (satu) sampai dengan akhir bulan yang bersangkutan.
b. PL Posisi adalah semesteran, yaitu laporan posisi AFLN dan atau
KFLN pada setiap akhir bulan Juni untuk laporan semester I dan
akhir bulan Desember untuk laporan semester II.
2. Masa Penyampaian Laporan (MPL)
a. MPL transaksi adalah selama 1 (satu) bulan setelah berakhirnya
PL, yaitu dari tanggal 1 (satu) sampai dengan akhir bulan pukul
16.00 waktu setempat.
Contoh 3:
MPL untuk Laporan Transaksi PL bulan September 2003 adalah
dari tanggal 1 Oktober 2003 sampai dengan 31 Oktober 2003 pukul
16.00 waktu setempat.
b. MPL posisi adalah selama 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya PL.
Contoh 4:
MPL untuk Laporan Posisi semester II tahun 2003 adalah dari
tanggal 1 Januari 2004 sampai dengan 31 Maret 2004 pukul 16.00
waktu setempat.
c. Apabila batas akhir MPL sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan
huruf b jatuh pada hari Sabtu atau hari libur, maka batas akhir MPL
adalah …
adalah pada hari kerja pertama berikutnya pukul 16.00 waktu
setempat.
Contoh 5:
Batas akhir MPL untuk Laporan Transaksi PL bulan Oktober 2003
adalah tanggal 1 Desember 2003 pukul 16.00 waktu setempat
(tanggal 30 Nopember 2003 adalah hari Minggu).
3. Masa Keterlambatan Penyampaian Laporan (MKPL) dan Tidak
Menyampaikan Laporan.
a. MKPL transaksi adalah masa setelah berakhirnya MPL transaksi
sampai dengan akhir bulan berikutnya pukul 16.00 waktu setempat.
Contoh 6:
MKPL untuk Laporan Transaksi PL bulan Agustus 2003 adalah
dari tanggal 30 September 2003 setelah pukul 16.00 waktu
setempat sampai dengan tanggal 31 Oktober 2003 pukul 16.00
waktu setempat.
b. MKPL posisi adalah masa setelah berakhirnya MPL posisi sampai
dengan akhir bulan berikutnya pukul 16.00 waktu setempat.
Contoh 7:
MKPL untuk Laporan Posisi semester II tahun 2003 adalah dari
tanggal 31 Maret 2004 setelah pukul 16.00 waktu setempat sampai
dengan tanggal 30 April 2004 pukul 16.00 waktu setempat.
c. Apabila batas akhir MKPL sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dan huruf b jatuh pada hari Sabtu atau hari libur, maka batas akhir
MKPL adalah pada hari kerja pertama berikutnya pukul 16.00
waktu setempat.
Contoh 8: …
Contoh 8:
Batas akhir MKPL untuk Laporan Transaksi PL bulan September
2003 adalah tanggal 1 Desember 2003 pukul 16.00 waktu setempat
(30 Nopember 2003 adalah hari Minggu).
Contoh 9:
Batas akhir MKPL untuk Laporan Posisi semester II tahun 2004
adalah tanggal 2 Mei 2005 pukul 16.00 waktu setempat (30 April
dan 1 Mei 2005 merupakan hari libur).
d. Apabila sampai dengan batas akhir MKPL sebagaimana dimaksud
dalam huruf a sampai dengan huruf c, Perusahaan pelapor belum
menyampaikan laporan, maka Perusahaan yang bersangkutan
dinyatakan tidak menyampaikan laporan.
Contoh 10:
Laporan Transaksi PL bulan September 2003 belum diterima Bank
Indonesia sampai dengan tanggal 1 Desember 2003 pukul 16.00
waktu setempat.
Contoh 11:
Laporan Posisi semester II tahun 2003 belum diterima Bank
Indonesia sampai dengan tanggal 30 April 2004 pukul 16.00 waktu
setempat.
4. Cara Penyampaian Laporan
a. Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam butir A.1. dan
butir A.2. dilakukan sebagai berikut:
1) Bagi Perusahaan pelapor yang kantor pusatnya berkedudukan di
Indonesia, laporan tersebut disampaikan oleh kantor pusat dan
merupakan gabungan dari kegiatan LLD yang dilakukan oleh
kantor pusat dan kantor lainnya yang berkedudukan di Indonesia.
2) Bagi …
2) Bagi Perusahaan pelapor yang kantor pusatnya berkedudukan di
luar Indonesia, laporan tersebut dapat disampaikan oleh
koordinator kantor Perusahaan pelapor atau masing-masing
kantor Perusahaan pelapor yang berkedudukan di Indonesia.
b. Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam butir A.1. dan
butir A.2. dilakukan melalui surat, faksimili, atau media lainnya
dengan tatacara sebagai berikut:
1) Penyampaian laporan dengan surat:
a) Bagi Perusahaan pelapor yang kantor pusatnya berkedudukan
di wilayah Jakarta, Depok, Bogor, Bekasi, Karawang, dan
Propinsi Banten, laporan disampaikan kepada:
Bank Indonesia
Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter c.q.
Bagian Statistik Neraca Pembayaran
Gedung B, Lantai 14, Jl. M.H. Thamrin No.2
Jakarta 10110
b) Bagi Perusahaan pelapor yang kantor pusatnya berkedudukan
di luar wilayah Jakarta, Depok, Bogor, Bekasi, Karawang, dan
Propinsi Banten, laporan disampaikan kepada Kantor Bank
Indonesia setempat sebagaimana terdapat dalam Petunjuk
Teknis (Lampiran 3).
2) Penyampaian laporan dengan faksimili:
a) Bagi Perusahaan pelapor yang berkedudukan di wilayah
Jakarta, Depok, Bogor, Bekasi, Karawang, dan Propinsi
Banten, laporan disampaikan kepada:
Bank …
Bank Indonesia
Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter c.q.
Bagian Statistik Neraca Pembayaran
Nomor Faksimili: 0-800-1501829 (bebas pulsa), (021)
3866063, (021) 3501974.
b) Bagi Perusahaan pelapor yang berkedudukan di luar wilayah
Jakarta, Depok, Bogor, Bekasi, Karawang, dan Propinsi
Banten, laporan disampaikan kepada Kantor Bank Indonesia
setempat sebagaimana terdapat dalam Petunjuk Teknis
(Lampiran 3).
c) Bagi Perusahaan pelapor yang menyampaikan laporan dengan
faksimili sebagaimana dimaksud dalam huruf a) dan huruf b)
wajib menyampaikan pula laporan aslinya. Laporan asli
tersebut harus sudah diterima Bank Indonesia selambat-
lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal pengiriman laporan
melalui faksimili.
Tanggal penerimaan laporan baik yang disampaikan dengan
surat maupun dengan faksimili adalah tanggal diterimanya surat
atau faksimili tersebut oleh Bank Indonesia.
3) Penyampaian laporan dengan menggunakan media lainnya.
Pengiriman laporan dengan menggunakan media lainnya
merupakan pengiriman yang dilakukan melalui media selain
surat dan faksimili. Prosedur dan jenis media lainnya yang
digunakan akan diatur lebih lanjut oleh Bank Indonesia.
5. Perpindahan alamat penyampaian laporan
a. Bagi Perusahaan pelapor yang kantor pusatnya berkedudukan di suatu
wilayah kerja Bank Indonesia, dapat menyampaikan laporan LLD ke
wilayah …
wilayah Bank Indonesia lainnya sepanjang hal tersebut mempermudah
penyampaian laporan. Perpindahan penyampaian tersebut terlebih
dahulu wajib diberitahukan kepada Kantor Pusat Bank Indonesia
dengan tembusan kepada Kantor Bank Indonesia yang semula
menerima laporan dan Kantor Bank Indonesia yang dituju.
b. Bagi Perusahaan pelapor yang bermaksud menyampaikan laporan
LLD ke wilayah kerja Bank Indonesia lainnya karena berpindah
kedudukan kantor pusatnya dari satu wilayah kerja Bank Indonesia ke
wilayah kerja Bank Indonesia lainnya, terlebih dahulu wajib
menyampaikan surat pemberitahuan ke Kantor Pusat Bank Indonesia
dengan tembusan kepada Kantor Bank Indonesia yang semula
menerima laporan dan Kantor Bank Indonesia yang dituju.
c. Penyampaian surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dan huruf b dialamatkan kepada:
Bank Indonesia
Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter c.q.
Bagian Statistik Neraca Pembayaran
Gedung B, Lantai 14, Jl. M.H. Thamrin No.2
Jakarta 10110
Untuk tembusan surat pemberitahuan disampaikan kepada Kantor
Bank Indonesia sebagaimana terdapat dalam Petunjuk Teknis
(Lampiran 3).
III. KOREKSI DAN KLARIFIKASI LAPORAN
Dalam hal laporan yang diterima oleh Bank Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam butir II.C.4.b. tidak lengkap dan atau tidak benar, maka
Perusahaan…
Perusahaan pelapor harus menyampaikan laporan koreksi sebagaimana
format dalam Petunjuk Teknis (Lampiran 3).
Laporan dinyatakan tidak lengkap apabila satu atau lebih keterangan dan
data (field) yang meliputi sandi jenis transaksi, sandi mitra transaksi, dan
nilai transaksi sebagaimana dimaksud dalam Petunjuk Teknis (Lampiran 3)
tidak diisi.
Laporan dinyatakan tidak benar apabila satu atau lebih keterangan dan data
(field) yang meliputi sandi jenis transaksi, sandi mitra transaksi, dan nilai
transaksi sebagaimana dimaksud dalam Petunjuk Teknis (Lampiran 3)
terdapat kesalahan dan atau tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya.
Perusahaan pelapor dapat melakukan koreksi baik selama MPL maupun
setelah MPL dengan ketentuan berikut:
A. Koreksi selama MPL
Perusahaan pelapor dapat melakukan koreksi satu kali atau lebih atas
laporan yang telah disampaikan apabila laporan tersebut tidak lengkap
dan atau tidak benar. Laporan koreksi yang terakhir diterima oleh Bank
Indonesia merupakan laporan pengganti atas laporan yang diterima
sebelumnya. Laporan koreksi dimaksud harus disampaikan secara
lengkap untuk suatu periode laporan tertentu yang mencakup baik yang
dikoreksi maupun yang tidak dikoreksi.
B. Koreksi setelah MPL
1. Perusahaan pelapor hanya dapat melakukan koreksi setelah MPL
apabila terdapat surat permintaan klarifikasi secara tertulis dari Bank
Indonesia atas laporan yang tidak lengkap dan atau diindikasikan
tidak benar kepada Perusahaan pelapor.
2. Perusahaan
2. Perusahaan pelapor wajib menyampaikan tanggapan secara tertulis
dan sudah diterima Bank Indonesia selambat-lambatnya 10 (sepuluh)
hari kerja sejak tanggal diterimanya surat permintaan klarifikasi dari
Bank Indonesia. Tanggapan disampaikan dengan koreksi apabila
laporan yang tidak lengkap dan atau diindikasikan tidak benar oleh
Bank Indonesia diakui ketidaklengkapan dan atau ketidakbenarannya
oleh Perusahaan pelapor, sehingga harus dilakukan koreksi. Laporan
Koreksi harus disampaikan secara lengkap untuk suatu periode
laporan tertentu yang mencakup baik yang dikoreksi maupun yang
tidak dikoreksi.
Apabila laporan yang diindikasikan tidak benar oleh Bank Indonesia
dianggap benar oleh Perusahaan pelapor sesuai dengan keterangan
dan data yang dimiliki, maka Perusahaan pelapor cukup memberikan
tanggapan dengan surat yang menyatakan bahwa laporan yang
disampaikan sudah benar. Proses klarifikasi dianggap selesai apabila
Bank Indonesia telah menerima tanggapan dari Perusahaan pelapor
tersebut.
C. Perusahaan pelapor yang melakukan koreksi selama dan setelah MPL
sebagaimana dimaksud dalam huruf A dan huruf B tidak dikenakan
sanksi.
D. Apabila Perusahaan pelapor tidak menyampaikan tanggapan atau
tanggapan diterima oleh Bank Indonesia melewati batas waktu
sebagaimana dimaksud dalam butir B.2., maka laporan tidak lengkap dan
atau diindikasikan tidak benar dianggap diakui ketidaklengkapan dan
atau ketidakbenarannya oleh Perusahaan pelapor, dan Bank Indonesia
akan mengenakan sanksi denda laporan tidak lengkap dan atau tidak
benar…
benar tersebut untuk setiap baris (record) yang tidak lengkap dan atau
tidak benar.
IV. PENELITIAN KEBENARAN LAPORAN
A. Bank Indonesia dapat melakukan penelitian terhadap laporan Perusahaan
pelapor yang diragukan kebenarannya, termasuk meminta bukti
pembukuan, catatan, dan dokumen yang berkaitan dengan pelaporan
dimaksud apabila diperlukan.
B. Penelitian sebagaimana dimaksud dalam huruf A dapat dilakukan dengan
bekerja sama dengan instansi yang berwenang.
V. SANKSI
A. Laporan Tidak Lengkap dan atau Tidak Benar
Perusahaan pelapor yang menyampaikan Laporan Transaksi tidak
lengkap dan atau tidak benar, termasuk ketidaklengkapan dan
ketidakbenaran laporan yang ditemukan berdasarkan hasil penelitian
sebagaimana dimaksud dalam butir IV, dikenakan sanksi berupa denda
sebesar Rp.50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) untuk setiap baris (record)
yang tidak lengkap dan atau tidak benar dengan denda paling banyak
sebesar Rp.20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah).
Contoh 12 (Laporan Tidak Lengkap):
Dalam rangka ekspor, Perusahaan X di Indonesia menerima dana melalui
rekening gironya pada bank di luar negeri (OCA) sebesar USD5.000,-
dari perusahaan non afiliasi (N) di Singapura (SG).
Berdasarkan …
Berdasarkan contoh tersebut, laporan transaksi LLD melalui OCA yang
seharusnya dilaporkan adalah sandi jenis transaksi (1011), sandi mitra
transaksi yang terdiri dari sandi negara (SG) dan sandi hubungan
keuangan (N), dan nilai transaksi (USD5.000,-).
Apabila Perusahaan tersebut hanya melaporkan sandi mitra transaksi (SG
dan N) dan nilai transaksi (USD5.000,-), sedangkan sandi jenis
transaksinya (1011) tidak diisi, maka laporan tersebut dinyatakan tidak
lengkap sebanyak 1 (satu) baris (record).
Contoh 13 (Laporan Tidak Benar):
Dalam rangka impor, Perusahaan Y di Indonesia membayar melalui
rekening gironya pada bank di luar negeri (OCA) sebesar USD1.500,-
kepada perusahaan afiliasi-pemegang saham (P) di Singapura (SG).
Berdasarkan contoh tersebut, laporan transaksi LLD melalui OCA yang
seharusnya dilaporkan adalah sandi jenis transaksi (2012), sandi mitra
transaksi yang terdiri dari sandi negara (SG) dan sandi hubungan
keuangan (P), dan nilai transaksi (USD1.500,-).
Apabila Perusahaan tersebut telah melaporkan keterangan dan data
(field) secara lengkap, namun pengisian sandi negara yang seharusnya
SG diisi ID, maka laporan tersebut dinyatakan tidak benar sebanyak 1
(satu) baris (record).
Berdasarkan contoh 12 dan contoh 13 tersebut, apabila setelah
dimintakan klarifikasi oleh Bank Indonesia, Perusahaan tidak
memberikan tanggapan sampai dengan batas waktu yang ditentukan atau
tanggapan diterima oleh Bank Indonesia melewati batas waktu
sebagaimana dimaksud dalam butir III.B.2., maka Perusahaan X
dikenakan sanksi berupa denda sebesar Rp.50.000,00 (lima puluh ribu
rupiah) untuk 1 (satu) baris (record) yang tidak lengkap, sedangkan
Perusahaan …
Perusahaan Y dikenakan sanksi berupa denda sebesar Rp.50.000,00
(lima puluh ribu rupiah) untuk 1 (satu) baris (record) yang tidak benar.
B. Terlambat Menyampaikan Laporan
Perusahaan pelapor yang terlambat menyampaikan Laporan Transaksi
dikenakan sanksi berupa denda sebesar Rp.1.000.000,00 (satu juta
rupiah) untuk setiap hari keterlambatan dengan denda paling banyak
sebesar Rp.10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). Jumlah hari
keterlambatan dihitung mulai dari hari setelah berakhirnya MPL sampai
dengan tanggal diterimanya laporan oleh Bank Indonesia dalam MKPL
sebagaimana dimaksud dalam butir II.C.3. Khusus untuk laporan
transaksi yang disampaikan pada akhir MPL setelah pukul 16.00 waktu
setempat sampai dengan 1 (satu) hari setelah MPL dianggap mengalami
keterlambatan selama 1 (satu) hari.
Contoh 14:
Laporan Transaksi periode laporan bulan September 2003 diterima Bank
Indonesia pada tanggal 7 Nopember 2003. Perusahaan dinyatakan
terlambat menyampaikan laporan selama 7 (tujuh) hari dan dikenakan
sanksi berupa denda sebesar Rp.7.000.000,00 (7 x Rp.1.000.000,00).
Contoh 15:
Laporan Transaksi periode laporan bulan September 2003 diterima Bank
Indonesia pada tanggal 17 Nopember 2003. Perusahaan dinyatakan
terlambat menyampaikan laporan dan dikenakan sanksi berupa denda
paling banyak sebesar Rp.10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
Contoh 16:
Laporan Transaksi periode laporan bulan Agustus 2003 diterima Bank
Indonesia pada tanggal 30 September 2003 pukul 17.00 waktu setempat
atau tanggal 1 Oktober 2003 pukul 09.00 waktu setempat. Perusahaan
dinyatakan…
dinyatakan terlambat menyampaikan laporan selama 1 (satu) hari dan
dikenakan
sanksi
(1x Rp.1.000.000,00).
C. Tidak Menyampaikan Laporan
1. Perusahaan pelapor yang tidak menyampaikan Laporan Transaksi
sebagaimana dimaksud dalam butir II.C.3.d. dikenakan sanksi berupa
denda sebesar Rp.30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah).
Contoh 17:
Laporan Transaksi periode laporan bulan September 2003 diterima
Bank Indonesia tanggal 2 Desember 2003, maka Perusahaan
dikenakan sanksi berupa denda sebesar Rp.30.000.000,00 (tiga puluh
juta rupiah).
2. Apabila Perusahaan pelapor tidak menyampaikan Laporan Transaksi
selama 6 (enam) periode laporan berturut-turut, Bank Indonesia
merekomendasikan sanksi administratif berupa pencabutan atau
pembatalan izin usaha kepada instansi yang berwenang setelah
melakukan koordinasi dengan instansi yang berwenang dimaksud.
D. Tidak Memberikan Bukti Pembukuan, Catatan, dan Dokumen yang
Berkaitan dengan Pelaporan Kegiatan LLD
Bagi Perusahaan pelapor yang tidak memberikan bukti pembukuan,
catatan, dan dokumen yang diperlukan sebagaimana dimaksud dalam
angka IV, Bank Indonesia merekomendasikan sanksi administratif
berupa pencabutan atau pembatalan izin usaha kepada instansi yang
berwenang setelah melakukan koordinasi dengan instansi yang
berwenang dimaksud.
berupa
denda
sebesar Rp.1.000.000,00
E. Pengenaan …
E. Pengenaan Sanksi
Pengenaan sanksi bagi Perusahaan pelapor sebagaimana dimaksud dalam
huruf A, huruf B, dan huruf C dilakukan dengan surat penetapan sanksi
secara tertulis dari Bank Indonesia dengan tembusan kepada instansi
yang berwenang dan atau Kantor Kas Negara. Surat penetapan sanksi
secara tertulis dari Bank Indonesia antara lain mencantumkan jenis
pelanggaran dan atau besarnya denda yang harus dibayar.
F. Pembayaran Sanksi Denda
1. Pembayaran sanksi denda sebagaimana dimaksud dalam butir V.A.,
butir V.B., dan butir V.C. selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak
tanggal surat penetapan sanksi oleh Bank Indonesia.
2. Pembayaran sanksi denda sebagaimana dimaksud dalam angka 1
disetorkan ke rekening Kas Negara nomor 501.000000 yang terdapat
pada Bank Indonesia setempat.
3. Tembusan bukti pembayaran disampaikan kepada Bank Indonesia
selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah pembayaran sanksi denda
sebagaimana dimaksud dalam angka 1, dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. Bagi Perusahaan pelapor yang berkedudukan di wilayah Jakarta,
Depok, Bogor, Bekasi, Karawang, dan Propinsi Banten
disampaikan kepada:
Bank Indonesia
Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter c.q.
Bagian Statistik Neraca Pembayaran
Gedung B, Lantai 14, Jl. M.H. Thamrin No.2
Jakarta 10110
b. Bagi …
b. Bagi Perusahaan pelapor yang berkedudukan di luar wilayah
Jakarta, Depok, Bogor, Bekasi, Karawang, dan Propinsi Banten
disampaikan kepada Kantor Bank Indonesia setempat sebagaimana
terdapat dalam Petunjuk Teknis (Lampiran 3).
4. Apabila Bank Indonesia belum menerima tembusan bukti pembayaran
sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud dalam angka 3,
maka Bank Indonesia menyampaikan surat pemberitahuan kepada
instansi yang berwenang dan atau Kantor Kas Negara untuk dapat
ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
VI. PENUTUP
A. Dengan berlakunya Surat Edaran ini, maka Surat Edaran No.4/5/DSM
tanggal 28 Maret 2002 perihal Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa
oleh Perusahaan Bukan Lembaga Keuangan dan Surat Edaran
No.5/3/DSM tanggal 10 Februari 2003 perihal Perubahan atas Surat
Edaran No.4/5/DSM tanggal 28 Maret 2002 perihal Pelaporan Kegiatan
Lalu Lintas Devisa oleh Perusahaan Bukan Lembaga Keuangan
dinyatakan tidak berlaku.
B. Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku untuk kegiatan LLD
periode laporan bulan Oktober 2003 yang disampaikan pada bulan
Nopember 2003.
C. Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam angka V diberlakukan
mulai tanggal 1 Februari 2004 untuk kegiatan LLD periode laporan
bulan Januari 2004.
D. Bagi …
D. Bagi Perusahaan yang memerlukan penjelasan lebih lanjut sehubungan
dengan pelaksanaan pelaporan ini dapat menghubungi:
Bank Indonesia
Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter c.q.
Bagian Statistik Neraca Pembayaran
Help Desk LLD Perusahaan
Telepon : 0-800- 1501969 (bebas pulsa), 3817040, 3817041, 3817469
Faksimili : 0-800- 1501829 (bebas pulsa), 3866063, 3501974.
E-mail
: lldperusahaan@bi.go.id
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku pada tanggal 1 Nopember 2003.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
Ttd.
HARTADI A. SARWONO
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 5/24/DSM|SE-BI/2003 </reg_id>
<reg_title> Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Oleh Perusahaan Bukan Lembaga Keuangan </reg_title>
<set_date> 3 Oktober 2003 </set_date>
<effective_date> 1 Nopember 2003 </effective_date>
<replaced_reg> '5/3/DSM|SE-BI/2003', '4/5/DSM|SE-BI/2002' </replaced_reg>
<related_reg> '5/1/PBI/2003', '4/2/PBI/2002' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi V', 'Romawi III Huruf D' </penalty_list>
|
No.18/21/DKSP
Jakarta, 27 September 2016
S U R A T E D A R A N
Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
16/11/DKSP tanggal 22 Juli 2014
Penyelenggaraan Uang Elektronik (Electronic Money)
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik (Electronic Money) (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 65, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5001) sebagaimana telah diubah
beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
18/17/PBI/2016 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016
Nomor 179, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5925) yang selanjutnya disebut PBI Uang Elektronik dan dalam
rangka meningkatkan penggunaan Uang Elektronik oleh masyarakat
sebagai upaya mendorong peningkatan transaksi non tunai antara lain
melalui penyesuaian batas nilai Uang Elektronik, perlu dilakukan
perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/11/DKSP
tanggal 22 Juli 2014 perihal Penyelenggaraan Uang Elektronik (Electronic
Money) sebagai berikut:
1. Ketentuan butir III.A diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
A. Pemrosesan Permohonan Izin sebagai Penerbit
1. Terhadap permohonan izin yang diterima, Bank Indonesia
melakukan hal-hal sebagai berikut:
a.
Penelitian administratif terhadap dokumen yang
disampaikan oleh pemohon, meliputi:
1) pemeriksaan kelengkapan dokumen; dan
2) pemeriksaan kesesuaian dokumen.
Bank Indonesia melakukan pemeriksaan kesesuaian
dokumen apabila dokumen yang disampaikan telah
lengkap. Dalam hal dokumen yang disampaikan tidak
lengkap …
perihal
2
lengkap, Bank Indonesia mengembalikan dokumen
tersebut kepada pemohon.
b. Pemeriksaan lapangan (on site visit) untuk melakukan
verifikasi atas kebenaran dan kesesuaian dokumen
yang diajukan serta memastikan kesiapan operasional.
2. Dalam hal berdasarkan hasil penelitian administratif
berupa pemeriksaan kesesuaian dokumen sebagaimana
dimaksud pada butir 1.a.2) terdapat ketidaksesuaian
persyaratan dokumen yang disampaikan oleh pemohon,
pemohon harus menyampaikan dokumen yang telah
disesuaikan kepada Bank Indonesia dalam jangka waktu 90
(sembilan puluh) hari kalender sejak tanggal surat
pemberitahuan yang pertama kali disampaikan oleh Bank
Indonesia mengenai ketidaksesuaian persyaratan dokumen
tersebut. Dalam hal sampai dengan jangka waktu tersebut
pemohon belum menyampaikan dokumen yang telah
disesuaikan maka Bank Indonesia menolak permohonan
izin.
3. Pemohon yang permohonan izinnya ditolak oleh Bank
Indonesia sebagaimana dimaksud pada angka 2 dapat
mengajukan permohonan izin kembali setelah jangka waktu
180 (seratus delapan puluh) hari kalender terhitung sejak
tanggal ditolaknya permohonan izin.
4. Dalam hal dokumen permohonan dinyatakan telah lengkap
dan sesuai dengan persyaratan, Bank Indonesia melakukan
pemeriksaan lapangan (on site visit).
5. Berdasarkan hasil penelitian administratif dokumen dan
hasil pemeriksaan lapangan (on site visit), Bank Indonesia
dapat:
a. menyetujui permohonan izin; atau
b. menolak permohonan izin.
6. Persetujuan atau penolakan permohonan izin sebagaimana
dimaksud dalam angka 5 disampaikan secara tertulis oleh
Bank Indonesia kepada pemohon.
7. Dihapus.
8. Dalam …
3
8. Dalam hal Lembaga Selain Bank yang telah
menyelenggarakan kegiatan Uang Elektronik dengan Dana
Float di bawah Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
mengajukan permohonan izin kepada Bank Indonesia maka
selama dalam proses perizinan, Lembaga Selain Bank
tersebut tetap dapat menjalankan kegiatannya dengan
ketentuan tidak menambah Dana Float.
2. Diantara Bab III dan Bab IV disisipkan 1 (satu) bab, yakni Bab IIIA
yang berbunyi sebagai berikut:
IIIA. PELAKSANAAN UJI COBA
A. Dalam rangka menguji kesiapan penyelenggaraan Uang
Elektronik, calon Penerbit yang sedang dalam proses
perizinan dapat melakukan uji coba secara terbatas pada
pengguna dan lokasi transaksi di lingkup internal calon
Penerbit.
B. Dalam melakukan kegiatan uji coba sebagaimana dimaksud
pada angka 1, calon Penerbit harus menyampaikan laporan
kepada Bank Indonesia mengenai rencana pelaksanaan dan
pengakhiran uji coba dengan ketentuan sebagai berikut:
a. laporan rencana pelaksanaan uji coba disampaikan
kepada Bank Indonesia paling lambat 30 (tiga puluh)
hari kalender sebelum pelaksanaan uji coba; dan
b. laporan pengakhiran uji coba disampaikan kepada
Bank Indonesia paling lama 10 (sepuluh) hari kalender
setelah tanggal uji coba berakhir.
C. Penerbit atau calon Penerbit yang akan menyelenggarakan
kegiatan LKD dapat melakukan uji coba dengan ketentuan
sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai layanan keuangan digital.
3. Ketentuan butir VI.B.1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
B. Batas Nilai Uang Elektronik
1. Batas Nilai Uang Elektronik untuk jenis unregistered dan
registered diatur sebagai berikut:
a. untuk …
4
a. untuk jenis
unregistered
paling banyak
Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); dan
b. untuk jenis registered paling banyak Rp10.000.000,00
(sepuluh juta rupiah).
4. Ketentuan butir VI.E.3 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
3. penyediaan fasilitas lain hanya dapat dilakukan setelah Penerbit
memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia.
5. Ketentuan butir VI.F.5 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
5.
Penerbit hanya dapat melakukan penerbitan produk Uang
Elektronik dengan jenis, nama yang berbeda, pengembangan,
dan/atau penambahan fasilitas baru setelah memperoleh
persetujuan dari Bank Indonesia.
6. Ketentuan butir VII.B.2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
2. Kerja sama Penerbit dengan pihak lain dalam rangka kegiatan
LKD
a. Dalam rangka kegiatan LKD, Penerbit dapat bekerjasama
dengan Agen LKD berupa:
1) penyelenggara transfer dana;
2) badan usaha berbadan hukum Indonesia; dan/atau
3) individu.
b. Pelaksanaan kerja sama Penerbit dengan Agen LKD
sebagaimana dimaksud pada huruf a mengikuti ketentuan
Bank Indonesia yang mengatur mengenai layanan
keuangan digital.
7. Ketentuan butir VII.C.1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
1. Mekanisme untuk kerja sama sebagaimana dimaksud dalam
huruf A dan huruf B diatur sebagai berikut:
a. Kerja sama harus dituangkan dalam perjanjian tertulis
dalam Bahasa Indonesia.
b. Penyelenggara harus menyampaikan rencana kerja sama
tersebut kepada Bank Indonesia, dengan tata cara dan
mekanisme …
5
mekanisme penyampaian sebagai berikut:
1) penyampaian rencana kerja sama disampaikan paling
lambat 45 (empat puluh lima) hari kerja sebelum
perjanjian kerja sama ditandatangani;
2)
rencana kerja sama sebagaimana dimaksud dalam
angka 1) mencakup informasi paling kurang mengenai:
a) data, informasi, atau profil perusahaan pihak lain
yang akan bekerjasama dengan Penyelenggara;
b) dasar pertimbangan dilakukannya kerja sama;
c)
tanggal efektif rencana dilaksanakannya kerja
sama;
d) jangka waktu rencana pelaksanaan kerja sama;
dan
e) hak dan kewajiban para pihak; dan
3) penyampaian rencana kerja sama sebagaimana
dimaksud dalam angka 1) disertai dokumen berupa:
a) fotokopi konsep final perjanjian kerja sama;
b)
hasil analisis dan/atau kajian manajemen risiko
termasuk mitigasinya yang paling kurang meliputi
risiko operasional, risiko likuiditas, risiko
reputasi, dan risiko hukum; dan
c)
fotokopi konsep final perjanjian kerja sama yang
dilakukan oleh pihak lain dengan pihak ketiga
(apabila ada).
c. Penyelenggara hanya dapat melaksanakan kerja sama
setelah memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia.
d. Bank Indonesia dapat memberikan kemudahan kepada
Penyelenggara yang telah memperoleh izin, atas proses
persetujuan kerja sama dalam rangka penggunaan dan
perluasan penggunaan Uang Elektronik untuk program
yang terkait kebijakan nasional. Kemudahan tersebut
diberikan
dengan tetap memperhatikan risiko
penyelenggaraan kegiatan Uang Elektronik.
e.
Realisasi kerja sama dilaporkan kepada Bank Indonesia
paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak
ditandatanganinya …
6
ditandatanganinya perjanjian kerja sama yang paling
kurang mencakup informasi mengenai:
1) tanggal dimulainya kerja sama; dan
2) informasi lainnya dalam hal terdapat perubahan atas
informasi rencana kerja sama sebagaimana dimaksud
dalam butir b.2).
f.
Laporan realisasi kerja sama sebagaimana dimaksud dalam
huruf e disertai fotokopi perjanjian kerja sama yang telah
ditandatangani.
8. Ketentuan butir VIII.B diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
B. Pengawasan Agen LKD
1. Dalam rangka pengawasan terhadap Penerbit yang
menyelenggarakan LKD, Bank Indonesia dapat melakukan
pemeriksaan langsung (on site visit) terhadap Agen LKD
berupa penyelenggara transfer dana, badan usaha
berbadan hukum Indonesia, dan/atau individu.
2. Pelaksanaan pemeriksaan langsung (on site visit) terhadap
Agen LKD sebagaimana dimaksud pada angka 1 mengacu
pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
layanan keuangan digital.
9. Ketentuan butir VIII.C.4.b diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
b. Jenis Laporan Insidentil meliputi:
1) Dihapus.
2) Dihapus.
3) Dihapus.
4) Laporan Insiden (incident report)
Penyelenggara harus menyampaikan kepada Bank
Indonesia laporan insiden (incident report) yakni laporan
atas terjadinya gangguan pada sistem dan upaya yang telah
dilakukan untuk menanggulanginya, antara lain seperti:
a) adanya kegagalan network dalam memproses transaksi
Uang Elektronik;
b) adanya …
7
b) adanya kegagalan pusat data dan pusat
penanggulangan bencana; dan/atau
c) fraud yang terjadi paling kurang meliputi informasi
terkait:
(1) kronologis; dan
(2) dampak kerugian yang diakibatkan.
5) Laporan Perubahan Data atau Informasi
Penyelenggara harus menyampaikan laporan tertulis
kepada Bank Indonesia yang dilampiri dengan dokumen
pendukung, dalam hal:
a) terdapat perubahan mengenai:
(1) nama dan/atau alamat kantor;
(2) Direksi dan/atau Dewan Komisaris;
(3) dokumen pokok-pokok hubungan bisnis;
(4) pengaturan hak dan kewajiban para pihak;
(5) perjanjian kerja sama;
(6) para pihak yang bekerjasama; dan/atau
(7) prosedur penyelesaian sengketa;
b)
terjadi penggabungan, peleburan, pemisahan, atau
pengambilalihan, dengan dilengkapi dokumen
pendukung berupa:
(1) rencana bisnis termasuk rencana penggunaan
dan pengembangan sistem;
(2) kesiapan infrastruktur; dan/atau
(3) laporan hasil audit teknologi informasi dari
auditor eksternal dalam hal terjadi pengembangan
dan/atau penggabungan sistem yang ada.
10. Ketentuan Bab X diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
X. PENGEMBANGAN DAN PENYEDIAAN SISTEM UANG
ELEKTRONIK YANG DAPAT SALING DIKONEKSIKAN DENGAN
SISTEM UANG ELEKTRONIK LAINNYA
A. Dalam rangka meningkatkan efisiensi, kelancaran, dan
memberikan manfaat yang lebih luas kepada Pemegang
dalam bertransaksi, Penyelenggara harus mengembangkan
sistem …
8
sistem yang dapat
saling dikoneksikan dengan
Penyelenggara lain dalam memproses transaksi.
B. Dalam mengembangkan sistem yang saling dikoneksikan
sebagaimana dimaksud dalam huruf A, Penyelenggara
harus:
1. membuka koneksi sistem Uang Elektronik sehingga
dapat diterima oleh Penyelenggara lain, paling kurang
untuk penyediaan fasilitas Uang Elektronik berupa:
a. transfer dana;
b. Pengisian Ulang (top up); dan
c. Tarik Tunai; dan
2. menyediakan alat pembaca Uang Elektronik yang
dapat menerima Uang Elektronik Penerbit lain.
C. Bank Indonesia dapat menetapkan standar Uang Elektronik
untuk meningkatkan efisiensi penyelenggaraan Uang
Elektronik.
11. Ketentuan butir XI.E.1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
1. Laporan harus disampaikan secara tertulis dalam bahasa
Indonesia dan ditujukan kepada Bank Indonesia cq. Departemen
Surveilans Sistem Keuangan.
12. Ketentuan butir XI.F.1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
1. Permohonan izin disampaikan secara tertulis dan ditujukan
kepada Bank Indonesia cq. Departemen Kebijakan dan
Pengawasan Sistem Pembayaran.
13. Ketentuan butir XIV.B diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
B. Penyampaian permohonan izin, penyampaian rencana kerja
sama, penyampaian rencana penerbitan produk Uang Elektronik
dengan jenis, nama yang berbeda, pengembangan, dan/atau
penambahan fasilitas baru, dan laporan penyelenggaraan Uang
Elektronik, diatur sebagai berikut:
1. Permohonan izin penyelenggaraan Uang Elektronik dan
laporan terkait pelaksanaan uji coba calon Penerbit
disampaikan …
9
disampaikan kepada:
Bank Indonesia cq. Departemen Kebijakan dan Pengawasan
Sistem Pembayaran
Gedung D Lantai 5, Kompleks Perkantoran Bank Indonesia
Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350.
2. Rencana penerbitan produk Uang Elektronik dengan jenis,
nama yang berbeda, pengembangan, dan/atau
penambahan fasilitas baru, rencana kerja sama, dan
laporan terkait penyelenggaraan Uang Elektronik,
disampaikan kepada:
Bank Indonesia cq. Departemen Surveilans Sistem
Keuangan
Gedung D Lantai 8, Kompleks Perkantoran Bank Indonesia
Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350.
14. Angka V mengenai Format Laporan Penyelenggaraan LKD melalui
Agen LKD dan Angka VI mengenai Sandi dalam Lampiran dihapus
sehingga Lampiran menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank
Indonesia ini.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada
tanggal 27 September 2016.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
ENI V. PANGGABEAN
KEPALA DEPARTEMEN KEBIJAKAN DAN
PENGAWASAN SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 18/21/DKSP|SE-BI/2016 </reg_id>
<reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/11/DKSP tanggal 22 Juli 2014 perihal Penyelenggaraan Uang Elektronik (Electronic Money) </reg_title>
<set_date> 27 September 2016 </set_date>
<effective_date> 27 September 2016 </effective_date>
<changed_reg> '16/11/DKSP|SE-BI/2014' </changed_reg>
<related_reg> '11/12/PBI/2009', '18/17/PBI/2016', '16/11/DKSP|SE-BI/2014' </related_reg>
|
No. 6/ 28 /BKr
Jakarta, 9 Juli 2004
S U R A T E D A R A N
kepada
SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA DAN
PT. PERMODALAN NASIONAL MADANI (PERSERO)
Perihal : Perubahan Atas Surat Edaran Bank Indonesia No. 5/30/BKr
Tanggal 18 November 2003 Perihal Pelaksanaan Pengalihan
Pengelolaan Kredit Likuiditas Bank Indonesia Dalam Rangka
Kredit Program
Sehubungan dengan addendum Perjanjian Pengalihan Pengelolaan
Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) antara Bank Indonesia dan BUMN
Koordinator penerima pengalihan pengelolaan tanggal 29 Januari 2004, maka
perlu dilakukan perubahan terhadap Surat Edaran No. 5/30/BKr tanggal 18
November 2003 perihal Pelaksanaan Pengalihan Pengelolaan Kredit Likuiditas
Bank Indonesia Dalam Rangka Kredit Program, sebagai berikut:
Ketentuan pada butir VI.3 diubah sehingga seluruhnya menjadi berbunyi
sebagai berikut :
“3. Pelunasan Sebelum Tanggal Jatuh Tempo
a. 1) Dalam hal debitur dan atau bank pelaksana melunasi KLBI Dengan
Angsuran sebelum tanggal jatuh tempo, atau proyek yang dibiayai
oleh KLBI Dengan Angsuran dialihkan kepada Badan Penyehatan
Perbankan Nasional (BPPN) atau Lembaga Pengelola Aset Negara
lainnya, maka bank pelaksana harus memberitahukan pelunasan atau
pengalihan tersebut kepada Bank Indonesia dengan tembusan kepada
Kantor …
Kantor BUMN, paling lambat 14 (empat belas) hari kalender
terhitung sejak tanggal pelunasan atau pengalihan dimaksud.
Pemberitahuan dimaksud sekurang-kurangnya memuat informasi
mengenai tanggal pelunasan atau pengalihan, nama skim, nama
proyek, nomor SPK, dan jumlah KLBI yang dilunasi atau dialihkan.
2) Dalam hal debitur dan atau bank pelaksana melunasi KLBI Dengan
Angsuran sebelum tanggal jatuh tempo sebelum tanggal berlakunya
Peraturan Bank Indonesia No. 5/20/PBI/2003 tanggal 17 September
2003 tentang Pengalihan Pengelolaan Kredit Likuiditas Bank
Indonesia Dalam Rangka Kredit Program, bank pelaksana harus
memberitahukan kepada Bank Indonesia.
3) Atas dasar pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam angka 1)
dan angka 2), Bank Indonesia mendebet rekening giro bank
pelaksana sebesar baki debet KLBI yang dilunasi sebelum tanggal
jatuh tempo atau yang dialihkan kepada BPPN atau Lembaga
Pengelola Aset Negara Lainnya.
4) Jumlah angsuran pokok KLBI yang telah diterima oleh Kantor
BUMN akan didebet oleh Bank Indonesia pada saat jatuh tempo
KLBI.
b. 1) Dalam hal proyek yang dibiayai oleh KLBI Dengan Angsuran
dibatalkan oleh Bank Indonesia karena adanya pelanggaran
ketentuan atau hal-hal lain yang dapat menyebabkan batalnya SPK,
maka Bank Indonesia mendebet rekening giro bank pelaksana
sebesar baki debet KLBI yang dibatalkan.
2) Jumlah angsuran pokok KLBI yang telah diterima oleh Kantor
BUMN didebet oleh Bank Indonesia pada saat jatuh tempo KLBI.
c. Atas dana angsuran KLBI yang telah dikelola BUMN untuk skim-
skim kredit yang dipercepat pelunasannya sebagaimana dimaksud dalam
huruf …
huruf a dan b tersebut, maka Bank Indonesia menerbitkan Surat
Penegasan kepada BUMN untuk mengelola angsuran KLBI yang telah
diterima BUMN sebelum percepatan pelunasan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan b, sampai dengan jatuh tempo KLBI sesuai dengan
masing-masing SPK. Untuk pertama kali Surat Penegasan dimaksud
mencantumkan seluruh angsuran KLBI yang dilunasi sebelum tanggal
jatuh tempo KLBI, yang dilakukan sebelum berlakunya Surat Edaran
ini.
Surat Penegasan dimaksud memuat sekurang-kurangnya:
1) Nomor SPK;
2) Bank pelaksana;
3) Skim kredit;
4) Nama debitur;
5) Jumlah angsuran KLBI yang telah diterima BUMN; dan
6) Tanggal jatuh tempo KLBI sesuai dengan masing-masing SPK.
d. 1) Dalam hal debitur dan atau bank pelaksana melunasi KLBI Tanpa
Angsuran sebelum jatuh tempo atau proyek yang dibiayai oleh KLBI
Tanpa Angsuran dialihkan kepada BPPN atau Lembaga Pengelola
Aset Negara lainnya, maka bank pelaksana harus memberitahukan
pelunasan atau pengalihan tersebut kepada Bank Indonesia dengan
tembusan kepada Kantor BUMN, paling lambat 14 (empat belas)
hari kalender terhitung sejak tanggal pelunasan atau pengalihan
dimaksud.
2) Atas dasar pemberitahuan dimaksud, Bank Indonesia mendebet
rekening giro bank pelaksana sebesar baki debet KLBI.”
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 9 Juli 2004.
Agar …
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
Ttd.
RATNA E. AMIATY
KEPALA BIRO KREDIT
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 6/28/BKr|SE-BI/2004 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Atas Surat Edaran Bank Indonesia No. 5/30/BKr Tanggal 18 November 2003 Perihal Pelaksanaan Pengalihan Pengelolaan Kredit Likuiditas Bank Indonesia Dalam Rangka Kredit Program </reg_title>
<set_date> 9 Juli 2004 </set_date>
<effective_date> 9 Juli 2004 </effective_date>
<changed_reg> '5/30/BKr|SE-BI/2003' </changed_reg>
<related_reg> '5/30/BKr|SE-BI/2003' </related_reg>
|
No. 9/34/DSM
Jakarta, 18 Desember 2007
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA LEMBAGA KEUANGAN NON BANK
DI INDONESIA
Perihal: Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
3/14/DSM tanggal 13 Juni 2001 Perihal Pelaporan Kegiatan
Lalu Lintas Devisa Oleh Lembaga Keuangan Non Bank
Dalam rangka peningkatan efektivitas pemantauan terhadap kegiatan
Lalu Lintas Devisa (LLD) khususnya terkait dengan transaksi surat-surat
berharga yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi perekonomian nasional
dan mempertimbangkan perkembangan teknologi serta untuk meningkatkan
kualitas data Laporan LLD, maka dipandang perlu dilakukan perubahan
terhadap Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/14/DSM tanggal 13 Juni 2001
Perihal Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Oleh Lembaga Keuangan Non
Bank sebagai berikut:
1. Ketentuan butir I.B.b.1. diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
b.1. LKNB pelapor adalah seluruh LKNB yang berbadan hukum Indonesia
dan kantor cabang LKNB asing yang berkedudukan di Indonesia, yang
meliputi antara lain perusahaan asuransi, perusahaan efek/sekuritas,
perusahaan pembiayaan, dan modal ventura, yang:
b.1.1. Melakukan transaksi LLD melalui rekening giro pada bank di
luar negeri (Overseas Current Account), melalui pengakuan
utang …
utang-piutang antar perusahaan/kantor (Inter Company/Inter
Office Account), dan atau
b.1.2. Memiliki posisi Aset dan atau Kewajiban Finansial Luar Negeri
(AFLN/KFLN).
2. Ketentuan butir I.B.b.3. diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
b.3. Bagi LKNB yang pernah menyampaikan laporan kegiatan LLD, namun
pada periode tertentu tidak melakukan kegiatan LLD sebagaimana
dimaksud dalam butir b.1.1., wajib mencantumkan kode nihil pada
tampilan sistem online seperti pada petunjuk teknis terlampir.
3. Setelah ketentuan butir I.B.b.3. ditambahkan 1 (satu) butir, yaitu butir b.4.
yang berbunyi sebagai berikut:
b.4. Bagi LKNB pelapor yang tidak melakukan transaksi LLD sebagaimana
dimaksud dalam butir b.1.1. namun memiliki posisi AFLN dan atau
KFLN sebagaimana dimaksud dalam butir b.1.2., wajib mencantumkan
kode tidak memiliki OCA dan ICA pada tampilan sistem online seperti
pada petunjuk teknis terlampir.
4. Ketentuan butir II.A.1. diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
1. Laporan Transaksi
Laporan transaksi adalah laporan yang memuat keterangan dan data
mengenai:
a. Penerimaan dan atau pembayaran melalui Overseas Current Account
(OCA), dan atau
b. Pengakuan utang-piutang melalui Inter Company/Inter Office Account
(ICA), sebagai berikut:
b.1. Perusahaan efek/sekuritas
Mencakup seluruh pengakuan utang-piutang dengan badan atau
lembaga …
lembaga lain yang berkedudukan di luar negeri termasuk dengan
afiliasi di luar negeri yang penyelesaiannya dilakukan secara
netting/offsetting dan non netting/non offsetting.
b.2. Selain perusahaan efek/sekuritas
Mencakup seluruh pengakuan utang-piutang dengan badan atau
lembaga lain yang berkedudukan di luar negeri termasuk dengan
afiliasi di luar negeri yang penyelesaiannya dilakukan secara
netting/offsetting.
5. Ketentuan angka III diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
A. Periode Laporan
1. Periode Laporan Transaksi adalah bulanan, yaitu dari tanggal 1
sampai dengan akhir bulan.
2. Periode Laporan Posisi adalah triwulanan, yaitu posisi akhir Maret
untuk triwulan 1, posisi akhir Juni untuk triwulan 2, posisi akhir
September untuk triwulan 3, dan posisi akhir Desember untuk
triwulan 4.
B. Masa Penyampaian Laporan (MPL)
1. MPL adalah 20 (dua puluh) hari setelah berakhirnya periode laporan,
yaitu dari tanggal 1 sampai dengan tanggal 20.
Contoh:
- MPL untuk Laporan Transaksi periode bulan Januari 2008 adalah
tanggal 1 sampai dengan 20 Februari 2008.
- MPL untuk Laporan Posisi triwulan I tahun 2008 adalah tanggal 1
sampai dengan 20 April 2008.
2. Batas akhir MPL untuk laporan yang disampaikan secara offline
adalah tanggal 20 pukul 16.00 WIB. Apabila batas akhir MPL jatuh
pada hari Sabtu atau hari libur, maka penyampaian laporan adalah
pada hari kerja pertama berikutnya pukul 16.00 WIB.
C. Masa …
C. Masa Keterlambatan Penyampaian Laporan (MKPL)
1. MKPL adalah masa setelah berakhirnya MPL pukul 24.00 WIB
sampai dengan akhir bulan penyampaian laporan untuk periode
laporan yang bersangkutan.
Contoh:
- MKPL untuk Laporan Transaksi periode bulan Januari 2008
adalah mulai tanggal 21 sampai dengan 29 Februari 2008.
- MKPL untuk Laporan Posisi triwulan I tahun 2008 adalah mulai
tanggal 21 sampai dengan 30 April 2008.
2. Apabila sampai dengan batas akhir MKPL sebagaimana dimaksud
dalam butir 1 LKNB pelapor belum menyampaikan laporan, maka
LKNB yang bersangkutan dianggap tidak menyampaikan laporan.
D. Cara Penyampaian Laporan
1. Laporan Transaksi dan atau Laporan Posisi disampaikan kepada Bank
Indonesia secara online dengan alamat https://www.bi.go.id/lld-lknb
atau http://192.168.32.8/lld-lknb.
2. Dalam hal terjadi gangguan teknis seperti gangguan jaringan dan
komunikasi yang mengakibatkan LKNB pelapor tidak dapat
menyampaikan laporan melalui media online, maka laporan
disampaikan melalui surat (offline) disertai disket atau media
penyimpanan data lainnya untuk dilakukan upload di:
Bank Indonesia
Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter
Biro Neraca Pembayaran
Menara Sjafruddin Prawiranegara, Lantai 16
Jl. M.H. Thamrin No.2
Jakarta 10350
3. Tanggal penerimaan laporan yang disampaikan secara online dan
melalui…
melalui surat (offline) disertai disket atau media penyimpanan data
lainnya adalah tanggal penerimaan laporan dalam sistem komputer
Bank Indonesia atau tanggal penerimaan surat di Bank Indonesia.
4. Dalam hal terjadi perubahan alamat penyampaian laporan
sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan 2, maka perubahan
tersebut akan diberitahukan secara tertulis oleh Bank Indonesia.
6. Ketentuan dalam angka VII ditambah 1 (satu) huruf, yakni huruf D yang
berbunyi sebagai berikut:
D. Semua alamat, nomor telpon, nomor faksimili, alamat e-mail yang
ditujukan kepada Kantor Pusat Bank Indonesia sebagaimana diatur dalam
Surat Edaran Nomor 3/14/DSM tanggal 13 Juni 2001, harus dibaca
sebagai berikut:
Bank Indonesia
Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter
Biro Neraca Pembayaran
Menara Sjafruddin Prawiranegara, Lantai 16
Jl. M.H. Thamrin No. 2
Jakarta 10350
- Telp
- Faks
- E-mail
: (021) 381-7606, 381-7607, dan 231-0108 ext 6726
: (021) 350-1974, 386-6063
: lldlknb@bi.go.id
7. Lampiran Surat Edaran berupa Petunjuk Teknis Pelaporan Kegiatan Lalu
Lintas Devisa Oleh Lembaga Keuangan Non Bank diubah sehingga menjadi
sebagaimana terlampir.
berlaku untuk periode
Kewajiban pelaporan sebagaimana diatur dalam Surat Edaran ini mulai
laporan bulan Januari 2008 yang penyampaiannya
dilakukan…
dilakukan pada bulan Februari 2008.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 2 Januari 2008.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
TRIONO WIDODO
DIREKTUR STATISTIK
EKONOMI DAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 9/34/DSM|SE-BI/2007 </reg_id>
<reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/14/DSM tanggal 13 Juni 2001 Perihal Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Oleh Lembaga Keuangan Non Bank </reg_title>
<set_date> 18 Desember 2007 </set_date>
<effective_date> 2 Januari 2008 </effective_date>
<changed_reg> '3/14/DSM|SE-BI/2001' </changed_reg>
<related_reg> '3/14/DSM|SE-BI/2001' </related_reg>
|
No. 8/3/DPNP
Jakarta, 30 Januari 2006
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA
SECARA KONVENSIONAL
DI INDONESIA
Perihal: Perubahan Penghitungan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko
untuk Kredit Usaha Kecil, Kredit Pemilikan Rumah dan Kredit
Pegawai/Pensiunan
-----------------------------------------------------------------------------
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/21/PBI/2001
tanggal 13 Desember 2001 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum
Bank Umum, Bank Indonesia memandang perlu untuk melakukan perubahan
terhadap penghitungan aktiva tertimbang menurut risiko untuk Kredit Usaha
Kecil, Kredit Pemilikan Rumah dan Kredit Pegawai/Pensiunan dalam Surat
Edaran Bank Indonesia dengan pokok-pokok ketentuan sebagai berikut:
I. UMUM
1. Sejalan dengan upaya menggerakkan perekonomian dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, Bank Indonesia memandang perlu untuk
meningkatkan …
meningkatkan peran perbankan dalam pembiayaan kegiatan ekonomi,
terutama dalam rangka pembiayaan terhadap usaha kecil, pemilikan
rumah dan pegawai/pensiunan.
2. Kebijakan peningkatan peran perbankan tersebut dilakukan dengan
menurunkan penetapan bobot risiko atas Kredit Usaha Kecil, Kredit
Pemilikan Rumah dan Kredit Pegawai/Pensiunan dalam penghitungan
aktiva tertimbang menurut risiko untuk
kredit yang memenuhi
persyaratan sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia
ini. Kredit yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana diatur
dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini tetap dikenakan bobot risiko
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
II. PENGHITUNGAN AKTIVA TERTIMBANG MENURUT RISIKO
(ATMR)
1. Bobot Risiko untuk Kredit Usaha Kecil (KUK)
Dalam penghitungan ATMR, KUK dikenakan bobot risiko sebesar
85% (delapan puluh lima perseratus).
KUK yang dapat dikenakan bobot risiko tersebut adalah kredit yang
memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank
Indonesia yang berlaku tentang Pemberian Kredit Usaha Kecil.
2. Bobot Risiko untuk Kredit Pemilikan Rumah (KPR)
Dalam penghitungan ATMR, KPR dikenakan bobot risiko sebesar
40% (empat puluh perseratus).
KPR yang dapat dikenakan bobot risiko tersebut adalah kredit yang
dijamin dengan hak tanggungan pertama dengan tujuan untuk dihuni,
berupa kredit untuk membeli atau memperbaiki/memugar rumah atau
apartemen.
3. Bobot …
3. Bobot Risiko untuk Kredit Pegawai/Pensiunan
Dalam penghitungan ATMR, Kredit Pegawai/Pensiunan dikenakan
bobot risiko sebesar 50% (lima puluh perseratus).
Kredit Pegawai/Pensiunan yang dapat dikenakan bobot risiko tersebut
adalah kredit yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a.
Pegawai/pensiunan yang menerima kredit adalah:
1) pegawai negeri sipil (PNS), anggota TNI/POLRI, pegawai
lembaga negara atau
Negara/Daerah (BUMN/BUMD);
2) pensiunan dari PNS, pensiunan dari anggota TNI/POLRI,
pensiunan dari pegawai lembaga negara atau pensiunan dari
pegawai BUMN/BUMD;
b.
c.
Plafon kredit keseluruhan maksimum Rp500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah) per pegawai/pensiunan;
Pegawai/pensiunan dijamin dengan asuransi jiwa dari perusahaan
asuransi yang berstatus sebagai BUMN atau perusahaan asuransi
swasta yang memiliki peringkat paling kurang peringkat investasi
dari lembaga pemeringkat yang diakui Bank Indonesia
sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang
berlaku tentang Lembaga Pemeringkat dan Peringkat Yang
Diakui Bank Indonesia;
d. Pembayaran angsuran/pelunasan kredit bersumber dari
gaji/pensiun berdasarkan Surat Kuasa Memotong Gaji/Pensiun
kepada Bank pemberi kredit. Dalam hal pembayaran gaji/pensiun
dilakukan melalui Bank lain atau BUMN lain, maka Bank
pemberi kredit harus memiliki perjanjian kerja sama dengan Bank
pegawai Badan Usaha Milik
lain …
lain atau BUMN lain pembayar gaji/pensiun untuk melakukan
pemotongan gaji/pensiun dalam
angsuran/pelunasan kredit; dan
e. Bank menyimpan asli surat pengangkatan pegawai atau surat
keputusan pensiun atau Kartu Registrasi Induk Pensiun (KARIP)
dan polis pertanggungan asuransi jiwa debitur.
4. Dengan diberlakukannya perubahan penghitungan ATMR
sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini, maka
perlu dilakukan penyesuaian terhadap pedoman perhitungan ATMR
berdasarkan Laporan Bulanan Bank Umum sesuai dengan Lampiran 1
Surat Edaran Bank Indonesia ini.
III. PELAPORAN
1. Bank wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia laporan mengenai
Kredit Pegawai/Pensiunan yang memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud pada angka II.3, sesuai dengan Lampiran 2 Surat Edaran
Bank Indonesia ini setiap bulan selambat-lambatnya tanggal 24 bulan
berikutnya. Apabila tanggal 24 jatuh pada hari Sabtu/Minggu/Libur,
maka laporan disampaikan pada hari kerja sebelumnya.
2. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1 disampaikan kepada
Bank Indonesia dengan alamat:
a. Direktorat Pengawasan Bank terkait, Jl. M.H. Thamrin No. 2,
Jakarta 10110 bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja
kantor pusat Bank Indonesia;
b. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat
di luar wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia.
3. Dalam …
rangka pembayaran
3. Dalam hal Bank tidak menyampaikan laporan dalam jangka waktu
sebagaimana dimaksud pada angka 1, maka perhitungan ATMR akan
dilakukan berdasarkan data yang tersedia dalam Laporan Bulanan
Bank Umum.
4. Kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud pada angka 1 hanya
berlaku sampai dengan ketentuan penyempurnaan Laporan Bulanan
Bank Umum diberlakukan.
IV. PENUTUP
1. Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini, maka:
a. Lampiran 3 angka I Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 26/1/BPPP tanggal 29 Mei 1993 perihal Kewajiban
Penyediaan Modal Minimum bagi Bank Umum; dan
b. Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/12/DPNP
tanggal 12 Juni 2000 perihal Penilaian Aktiva Produktif dalam
Penghitungan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko;
dinyatakan tidak berlaku.
2. Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini, maka Lampiran
13a Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/10/DPNP tanggal 31 Maret
2005 perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
3/30/DPNP tanggal 14 Desember 2001 perihal Laporan Keuangan
Publikasi Triwulanan dan Bulanan Bank Umum serta Laporan tertentu
yang
disampaikan kepada Bank Indonesia disesuaikan dengan
ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini.
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku sejak
tanggal 31 Maret 2006.
Agar …
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
MAMAN H. SOMANTRI
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 8/3/DPNP|SE-BI/2006 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Penghitungan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko untuk Kredit Usaha Kecil, Kredit Pemilikan Rumah dan Kredit Pegawai/Pensiunan </reg_title>
<set_date> 30 Januari 2006 </set_date>
<effective_date> 31 Maret 2006 </effective_date>
<replaced_reg> '2/12/DPNP|SE-BI/2002 | Lampiran', '26/1/BPPP|SE-BI/1993 | Lampiran 3 angka I' </replaced_reg>
<related_reg> '3/21/PBI/2001' </related_reg>
|
No. 7/41/DPM
Jakarta, 1 September 2005
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal : Marjin Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar
Uang Antar Bank
Menunjuk Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/11/PBI/2004 tanggal 12 April
2004 tentang Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang
Antar Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 39
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4383), sebagaimana
diubah terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/28/PBI/2005 tanggal 1
September 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 77,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4526), maka Bank
Indonesia menetapkan marjin suku bunga penjaminan simpanan pihak ketiga dan
pasar uang antar bank sebagai berikut:
1. Marjin untuk Maksimum Suku Bunga Simpanan Pihak Ketiga dalam Rupiah
ditetapkan sebesar:
Jangka Waktu
Simpanan
1 bulan
Marjin
(basis point)
Ditambah 50 (lima puluh)
3 bulan Ditambah 55 (lima puluh lima)
6 bulan Ditambah 60 (enam puluh)
12 bulan Ditambah 75 (tujuh puluh lima)
24 bulan Ditambah 105 (seratus lima)
dari ….
2
dari BI Rate terakhir.
2. Marjin untuk Maksimum Suku Bunga Simpanan Pihak Ketiga dalam US Dollar
ditetapkan sebesar:
Jangka Waktu
Simpanan
1 bulan
Marjin
(basis point)
Ditambah 208 (dua ratus delapan)
3 bulan Ditambah 199 (seratus sembilan puluh sembilan)
6 bulan Ditambah 189 (seratus delapan puluh sembilan)
12 bulan
24 bulan
Ditambah 178 (seratus tujuh puluh delapan)
Ditambah 167 (seratus enam puluh tujuh)
dari rata-rata suku bunga deposito dalam US Dollar bank-bank anggota Jakarta
Inter Bank Offered Rates (JIBOR) yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
menurut jangka waktu tertentu selama 1 (satu) bulan sebelumnya.
3. Marjin untuk maksimum Suku Bunga PUAB ditetapkan sebagai berikut :
a. Marjin untuk maksimum suku bunga PUAB dalam Rupiah yang dijamin
Pemerintah ditetapkan 0 (nol) basis point di atas rata-rata tertimbang suku
bunga PUAB overnight pagi dalam Rupiah dari bank-bank anggota JIBOR
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia selama 1 (satu) bulan sebelumnya.
b. Marjin untuk maksimum suku bunga PUAB dalam valuta asing dalam US
Dollar yang dijamin Pemerintah ditetapkan sebesar 219 (dua ratus sembilan
belas) basis point di bawah rata-rata tertimbang suku bunga PUAB overnight
dalam valuta asing US Dollar dari bank-bank anggota JIBOR yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia selama 1 (satu) bulan sebelumnya.
Dengan berlakunya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
7/32/DPM tanggal 1 Agustus 2005 perihal Marjin Suku Bunga Penjaminan
Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 1 September
2005.
Agar ….
3
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran
ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
BUDI MULYA
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 7/41/DPM|SE-BI/2005 </reg_id>
<reg_title> Marjin Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank </reg_title>
<set_date> 1 September 2005 </set_date>
<effective_date> 1 September 2005 </effective_date>
<replaced_reg> '7/32/DPM|SE-BI/2005' </replaced_reg>
<related_reg> '6/11/PBI/2004', '7/28/PBI/2005' </related_reg>
|
No. 11/ 34 /DPbS
Jakarta, 23 Desember 2009
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH
DI INDONESIA
Perihal: Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
Dengan telah diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
11/23/PBI/2009 tanggal 1 Juli 2009 tentang Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 101, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5027), maka perlu diatur lebih lanjut
peraturan pelaksanaan mengenai Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) dalam
Surat Edaran yang mencakup hal-hal sebagai berikut:
I. PENDIRIAN BPRS
A. PERSETUJUAN PRINSIP
Permohonan persetujuan prinsip untuk melakukan persiapan pendirian
BPRS diajukan oleh salah satu calon pemilik BPRS kepada Bank
Indonesia dengan menggunakan format surat sesuai Lampiran 1 dan
didukung dengan dokumen sebagai berikut:
1.
akta pendirian atau rancangan akta pendirian badan hukum
Perseroan Terbatas (PT), termasuk anggaran dasar atau rancangan
anggaran dasar yang paling kurang memuat:
a. nama dan tempat kedudukan;
b. kegiatan usaha sebagai BPRS;
c. modal;
d. kepemilikan ...
2
d. kepemilikan;
e.
aturan tentang pengangkatan anggota Dewan Komisaris,
anggota Direksi dan anggota DPS yang berlaku efektif setelah
mendapat persetujuan Bank Indonesia;
f.
aturan mengenai jumlah, kewenangan, tanggung jawab, tugas
dan persyaratan lainnya Dewan Komisaris, Direksi, dan DPS
yang harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
g.
aturan tentang rapat umum pemegang saham yang
menetapkan bahwa tugas manajemen, remunerasi Dewan
Komisaris dan Direksi, laporan pertanggungjawaban tahunan,
penunjukan dan biaya jasa akuntan publik, penggunaan laba,
dan hal-hal lainnya yang harus sesuai dengan ketentuan Bank
Indonesia; dan
h.
aturan mengenai rapat umum pemegang saham yang harus
dipimpin oleh Presiden Komisaris atau Komisaris Utama.
Dalam hal Komisaris Utama berhalangan, maka rapat umum
pemegang saham dapat dipimpin oleh anggota Dewan
Komisaris lainnya;
2. daftar pemegang saham berikut rincian besarnya masing-masing
kepemilikan saham:
a. dalam hal pemegang saham adalah perorangan maka harus
dilampiri dokumen sebagai berikut:
1) pas foto 1 (satu) bulan terakhir ukuran 4 x 6 cm;
2)
fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang masih
berlaku;
3)
4)
riwayat hidup (curriculum vitae);
surat pernyataan pribadi yang menyatakan tidak pernah
melakukan tindakan fraud (penipuan, penggelapan dan
kecurangan) ...
3
kecurangan) di bidang perbankan, keuangan, dan usaha
lainnya, serta tidak pernah dihukum karena terbukti
melakukan tindak pidana kejahatan;
5) dalam hal calon pemegang saham perorangan sebagai
PSP maka harus dilampiri tambahan dokumen sebagai
berikut:
a)
surat pernyataan pribadi yang menyatakan bahwa
yang bersangkutan tidak pernah dinyatakan pailit
atau tidak pernah menjadi pemegang saham,
anggota Dewan Komisaris, atau anggota Direksi
dari perseroan dan/atau pengurus pada badan
hukum lainnya yang dinyatakan bersalah sehingga
menyebabkan suatu perseroan dan/atau badan
hukum lainnya dinyatakan pailit berdasarkan
penetapan pengadilan dalam jangka waktu 5 (lima)
tahun terakhir sebelum tanggal pengajuan
permohonan;
b)
surat pernyataan pribadi yang menyatakan bersedia
untuk mengatasi kesulitan likuiditas dan/atau
modal BPRS;
c)
surat pernyataan pribadi yang menyatakan tidak
memiliki hutang yang bermasalah; dan
d) daftar kekayaan dan sumber pendapatan serta
jumlah hutang yang dimiliki sesuai dengan laporan
pajak tahun terakhir;
b. dalam hal pemegang saham adalah badan hukum maka harus
dilampiri dokumen sebagai berikut:
1)
akta pendirian badan hukum, yang memuat anggaran
dasar berikut perubahan-perubahan yang telah mendapat
pengesahan ...
4
pengesahan dari instansi berwenang;
2) dokumen sebagaimana dimaksud pada butir a. angka 1)
sampai dengan angka 4) dari:
a) masing-masing anggota Dewan Komisaris dan
anggota Direksi dalam hal bentuk badan hukum
adalah Perseroan Terbatas; atau
b) masing-masing anggota pengurus dalam hal bentuk
badan hukum selain Perseroan Terbatas;
3) daftar pemegang saham dan jumlah nominal
kepemilikannya;
4)
laporan keuangan badan hukum yang telah diaudit oleh
akuntan publik dengan posisi paling lama 6 (enam)
bulan sebelum tanggal pengajuan permohonan
persetujuan prinsip.
Dalam hal badan hukum tersebut masih dalam proses
audit maka laporan keuangan yang disampaikan adalah
laporan keuangan audited tahun sebelumnya dan laporan
keuangan unaudited tahun terakhir. Laporan keuangan
tahun terakhir yang telah diaudit (audited) harus segera
disampaikan kepada Bank Indonesia setelah diterima
dari Kantor Akuntan Publik;
5) dalam hal calon pemegang saham berbentuk badan
hukum sebagai PSP, maka harus dilampiri tambahan
dokumen sebagai berikut:
a)
informasi mengenai pemegang saham badan
hukum sampai dengan penanggung jawab terakhir
(ultimate shareholders);
b)
surat pernyataan pribadi dari:
(1) masing-masing anggota Dewan Komisaris
dan ...
5
dan anggota Direksi dari badan hukum
dimaksud dalam hal bentuk badan hukumnya
adalah Perseroan Terbatas; atau
(2) masing-masing anggota pengurus dari badan
hukum dimaksud dalam hal bentuk badan
hukumnya selain Perseroan Terbatas;
yang menyatakan bahwa masing-masing tidak
pernah dinyatakan pailit atau tidak pernah menjadi
pemegang saham, anggota Dewan Komisaris, atau
anggota Direksi dari perseroan dan/atau pengurus
dari badan hukum lainnya yang dinyatakan
bersalah sehingga menyebabkan suatu perseroan
dan/atau badan hukum lainnya dinyatakan pailit
berdasarkan penetapan pengadilan dalam jangka
waktu 5 (lima) tahun terakhir sebelum tanggal
pengajuan permohonan;
c)
surat pernyataan yang menyatakan badan hukum
tersebut bersedia untuk mengatasi kesulitan
likuiditas dan/atau modal BPRS yang
ditandatangani oleh anggota Direksi atau pengurus
yang berwenang mewakili badan hukum yang
bersangkutan.
Dalam hal BPRS merupakan bagian dari kelompok
usaha yang dimiliki oleh suatu badan hukum, maka
surat pernyataan dimaksud harus ditandatangani
pula oleh penanggung jawab terakhir dari badan
hukum tersebut (ultimate shareholders);
d)
surat pernyataan yang menyatakan bahwa badan
hukum tidak memiliki hutang yang bermasalah
yang ...
6
yang ditandatangani oleh anggota Direksi atau
pengurus dari badan hukum yang bersangkutan;
dan
e) proyeksi laporan keuangan untuk jangka waktu
paling kurang 3 (tiga) tahun;
c. dalam hal calon pemegang saham adalah pemerintah daerah,
maka harus dilampiri dokumen sebagai berikut:
1)
surat keterangan yang mencantumkan nama pejabat yang
berwenang mewakili pemerintah daerah;
2) dokumen sebagaimana dimaksud pada huruf a. angka 1)
dan angka 2) dari pejabat yang berwenang mewakili
pemerintah daerah;
3) dokumen yang menyebutkan mengenai sumber dana
untuk setoran modal dalam rangka pendirian BPRS; dan
4) dalam hal calon pemegang saham pemerintah daerah
sebagai PSP maka harus dilampiri tambahan dokumen
yaitu surat pernyataan dari pejabat yang berwenang yang
menyatakan bahwa pemerintah daerah bersedia untuk
mengatasi kesulitan likuiditas dan/atau modal BPRS;
3. daftar calon anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, dan
anggota DPS disertai dengan dokumen sebagai berikut:
a. pas foto 1 (satu) bulan terakhir ukuran 4 x 6 cm;
b.
c.
d.
fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang masih berlaku;
riwayat hidup (curriculum vitae);
surat pernyataan pribadi dari masing-masing calon yang
menyatakan tidak pernah melakukan tindakan fraud
(penipuan, penggelapan, dan kecurangan) di bidang
perbankan, keuangan, dan usaha lainnya, tidak pernah
dihukum karena terbukti melakukan tindak pidana kejahatan;
e. surat ...
7
e.
surat pernyataan pribadi dari masing-masing calon yang
menyatakan tidak pernah dinyatakan pailit atau tidak pernah
menjadi pemegang saham, anggota Dewan Komisaris, atau
anggota Direksi dari perseroan dan/atau pengurus dari badan
hukum lainnya yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu
perseroan dan/atau badan hukum lainnya dinyatakan pailit
berdasarkan penetapan pengadilan dalam jangka waktu 5
(lima) tahun terakhir sebelum tanggal pengajuan permohonan;
f.
surat pernyataan pribadi dari masing-masing calon anggota
Dewan Komisaris dan anggota Direksi yang menyatakan
bahwa masing-masing tidak memiliki hutang yang
bermasalah;
g.
surat keterangan atau sertifikat dari lembaga pendidikan dan
pelatihan mengenai pendidikan dan/atau pelatihan di bidang
perbankan syariah yang pernah diikuti calon anggota Dewan
Komisaris dan calon anggota Direksi, sesuai dengan
persyaratan kompetensi;
h.
surat keterangan atau sertifikat dari lembaga pendidikan dan
pelatihan dan/atau Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama
Indonesia mengenai pendidikan dan/atau pelatihan di bidang
syariah mu’amalah dan di bidang perbankan dan/atau
keuangan secara umum yang pernah diikuti calon anggota
DPS;
i.
surat pernyataan dari masing-masing calon anggota Dewan
Komisaris, calon anggota Direksi dan calon anggota DPS
bahwa yang bersangkutan tidak melanggar ketentuan rangkap
jabatan sebagai berikut:
1)
anggota Dewan Komisaris tidak merangkap jabatan
sebagai:
a. anggota ...
8
a. anggota Dewan Komisaris pada lebih dari 2 (dua)
BPRS atau Bank Perkreditan Rakyat lain; atau
b. anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau Pejabat
Eksekutif pada lebih dari 2 (dua)
lembaga/perusahaan lain bukan bank;
2)
anggota Direksi tidak merangkap jabatan sebagai
anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, anggota
DPS atau Pejabat eksekutif pada lembaga keuangan,
badan usaha atau lembaga lain; dan
3)
anggota DPS tidak merangkap jabatan sebagai anggota
DPS pada lebih dari 4 (empat) lembaga keuangan
syariah lain;
j.
surat pernyataan dari calon anggota Direksi bahwa yang
bersangkutan tidak memiliki hubungan keluarga dengan:
1)
calon anggota Direksi lainnya, dalam hubungan sebagai
orang tua, anak, mertua, besan, menantu, suami, istri,
saudara kandung atau ipar; atau
2)
calon anggota Dewan Komisaris, dalam hubungan
sebagai orang tua, anak, mertua, besan, menantu, suami,
istri, saudara kandung;
k.
surat pernyataan dari calon anggota DPS yang menyatakan
bahwa yang bersangkutan memiliki komitmen untuk
mematuhi peraturan perbankan syariah dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
l.
surat pernyataan dari calon anggota DPS yang menyatakan
bahwa yang bersangkutan memiliki komitmen yang tinggi
terhadap pengembangan operasional BPRS yang sehat; dan
m.
surat rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional - Majelis
Ulama Indonesia bagi calon anggota DPS yang belum pernah
memiliki ...
9
memiliki surat rekomendasi dimaksud;
4.
5.
6.
rencana struktur organisasi dan nama-nama calon Pejabat
Eksekutif;
studi kelayakan mengenai peluang pasar dan potensi ekonomi;
rencana bisnis (business plan) yang paling kurang memuat:
a.
rencana kegiatan usaha yang mencakup penghimpunan dan
penyaluran dana serta strategi pencapainnya; dan
b. proyeksi neraca bulanan dan laporan laba rugi kumulatif
bulanan selama 12 (dua belas) bulan yang dimulai sejak
BPRS melakukan kegiatan operasional;
7.
sistem dan prosedur kerja termasuk buku pedoman (manual) yang
lengkap dan komprehensif untuk digunakan dalam kegiatan
operasional BPRS;
8. bukti setoran modal paling kurang 30 % (tiga puluh persen) dari
modal disetor dalam bentuk fotokopi bilyet deposito iB dari Bank
Umum Syariah dan/atau Unit Usaha Syariah di Indonesia yang
telah dilegalisir, atas nama “Dewan Gubernur Bank Indonesia qq.
salah satu PSP”.
Bilyet deposito iB tersebut harus mencantumkan keterangan bahwa
pencairannya hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan
tertulis dari Dewan Gubernur Bank Indonesia.
Dalam hal pendirian BPRS dilakukan oleh pemerintah daerah maka
ketentuan mengenai bukti setoran modal dan tata cara penyetoran
modal dilakukan sesuai dengan Peraturan Daerah yang berlaku; dan
9.
surat pernyataan dari pemegang saham bahwa sumber dana yang
digunakan dalam rangka kepemilikan BPRS:
a. tidak berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam
bentuk apapun dari bank dan/atau pihak lain; dan/atau
b. tidak berasal dari dan untuk tujuan pencucian uang (money
laundering ...
10
laundering).
Dalam hal calon pemegang saham BPRS berbentuk badan hukum,
maka surat pernyataan ditandatangani oleh pengurus yang
berwenang mewakili badan hukum yang bersangkutan.
Proses analisis atas permohonan persetujuan prinsip pendirian BPRS
dilakukan dalam jangka waktu tertentu yang diatur dalam ketentuan
intern Bank Indonesia.
B.
IZIN USAHA
Permohonan izin usaha BPRS diajukan kepada Bank Indonesia dengan
menggunakan format surat sesuai Lampiran 2 dan didukung dengan
dokumen sebagai berikut:
1.
akta pendirian badan hukum Perseroan Terbatas (PT), yang memuat
anggaran dasar yang telah disahkan oleh instansi berwenang;
2. daftar pemegang saham sebagaimana dimaksud dalam butir A.
angka 2., dalam hal terjadi perubahan pemegang saham;
3. daftar calon anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi dan
anggota DPS sebagaimana dimaksud dalam butir A. angka 3.,
dalam hal terjadi perubahan calon anggota Dewan Komisaris, calon
anggota Direksi dan/atau calon anggota DPS;
4.
rencana struktur organisasi, studi kelayakan, rencana bisnis, sistem
dan prosedur kerja sebagaimana dimaksud dalam butir A. angka 4.
sampai dengan angka 7., dalam hal terjadi perubahan;
5. bukti pemenuhan modal disetor minimum dalam bentuk fotokopi
bilyet deposito iB dari Bank Umum Syariah dan/atau Unit Usaha
Syariah di Indonesia yang telah dilegalisir, atas nama “Dewan
Gubernur Bank Indonesia qq. salah satu PSP”.
Bilyet ...
11
Bilyet deposito iB tersebut harus mencantumkan keterangan bahwa
pencairannya hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan
tertulis dari Dewan Gubernur Bank Indonesia.
Dalam hal pendirian BPRS dilakukan oleh pemerintah daerah
maka ketentuan mengenai bukti setoran modal dan tata cara
penyetoran modal dilakukan sesuai dengan Peraturan Daerah yang
berlaku;
6.
surat pernyataan dari pemegang saham mengenai sumber dan
setoran modal sebagaimana dimaksud dalam butir A. angka 9.; dan
7. bukti kesiapan operasional paling kurang berupa:
a. kesiapan gedung, peralatan kantor dan tata letak ruangan,
termasuk foto yang menunjukkan kesiapan gedung dan
ruangan kantor;
b. dokumen yang menunjukkan kesiapan teknologi sistem
informasi yang terkait dengan penyusunan laporan keuangan
dan informasi mengenai jaringan telekomunikasi;
c.
bukti kepemilikan atau dokumen penguasaan atas gedung
kantor antara lain berupa bukti hak atas tanah atau surat
perjanjian sewa; dan
d.
contoh formulir/warkat BPRS berlogo iB yang akan
digunakan untuk operasional BPRS.
Proses analisis atas permohonan izin usaha BPRS dilakukan dalam
jangka waktu tertentu yang diatur dalam ketentuan intern Bank
Indonesia.
C. PERSETUJUAN PENCAIRAN DEPOSITO iB
Permohonan persetujuan pencairan deposito iB diajukan kepada Bank
Indonesia dengan menggunakan format surat sesuai Lampiran 3.
D. PELAKSANAAN ...
12
D. PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA BPRS
Laporan pelaksanaan kegiatan usaha BPRS diajukan kepada Bank
Indonesia dengan menggunakan format surat sesuai Lampiran 4.
II. PERUBAHAN KEPEMILIKAN DAN MODAL BPRS
A. PERUBAHAN KEPEMILIKAN BPRS YANG TIDAK
MENGAKIBATKAN PERUBAHAN PENGENDALIAN
Perubahan kepemilikan BPRS yang tidak mengakibatkan perubahan
pengendalian dilaporkan kepada Bank Indonesia dengan menggunakan
format surat sesuai Lampiran 5 yang dibedakan sebagai berikut:
1. Dalam hal perubahan kepemilikan disertai dengan penambahan
modal disetor, maka harus didukung dengan dokumen sebagai
berikut:
a.
fotokopi risalah rapat umum pemegang saham;
b. dokumen atas pemegang saham baru sesuai jenisnya yaitu
perorangan, badan hukum dan/atau pemerintah daerah,
sebagaimana dimaksud dalam butir I.A. angka 2.;
c. bukti penyetoran; dan
d.
surat pernyataan mengenai sumber dana setoran modal dari
pemegang saham yang melakukan penyetoran modal
sebagaimana dimaksud dalam butir I.A. angka 9.;
2. Dalam hal perubahan kepemilikan tidak disertai dengan
penambahan modal disetor, maka harus didukung dengan dokumen
sebagai berikut:
a.
fotokopi risalah rapat umum pemegang saham; dan
b. dokumen atas pemegang saham baru sesuai jenisnya yaitu
perorangan, badan hukum dan/atau pemerintah daerah,
sebagaimana dimaksud dalam butir I.A. angka 2;
B. PERUBAHAN...
13
B. PERUBAHAN MODAL DASAR BPRS
Perubahan modal dasar BPRS dilaporkan kepada Bank Indonesia dengan
menggunakan format surat sesuai Lampiran 6 dan didukung dengan
dokumen sebagai berikut:
1.
2.
fotokopi risalah rapat umum pemegang saham; dan
fotokopi akta perubahan Anggaran Dasar yang telah disetujui oleh
instansi berwenang.
C. PEMBELIAN KEMBALI SAHAM BPRS
1. Permohonan izin pembelian kembali saham hanya dapat diajukan
setelah dipenuhinya persyaratan paling kurang sebagai berikut:
a.
b. peringkat komposit tingkat kesehatan BPRS selama 2 (dua)
periode penilaian terakhir paling kurang 2 (dua); dan
c.
pembelian kembali saham tidak mengakibatkan tidak
terpenuhinya rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum
(KPMM) dan terjadinya pelampauan Batas Maksimum
Penyaluran Dana (BMPD).
2. Permohonan izin pembelian saham kembali diajukan kepada Bank
Indonesia dengan menggunakan format surat sesuai Lampiran 7
dan didukung dengan fotokopi risalah rapat umum pemegang
saham.
III. DEWAN KOMISARIS, DIREKSI, DAN/ATAU DEWAN PENGAWAS
SYARIAH BPRS
1.
telah mendapat persetujuan dari rapat umum pemegang
saham;
Permohonan persetujuan pengangkatan calon, pemberhentian dan/atau
pengunduran diri anggota Dewan Komisaris, Direksi, dan/atau DPS
BPRS diajukan kepada Bank Indonesia dengan menggunakan format
surat ...
14
surat sesuai Lampiran 8. Khusus untuk pengangkatan calon anggota
Dewan Komisaris, Direksi, dan/atau DPS BPRS didukung dengan
dokumen sebagaimana dimaksud dalam butir I.A. angka 3.
Penegasan atas permohonan persetujuan pengangkatan calon,
pemberhentian dan/atau pengunduran diri anggota Dewan Komisaris,
Direksi, dan/atau DPS BPRS diberikan paling lambat 30 (tiga puluh)
hari setelah dokumen diterima secara lengkap.
2.
Pengangkatan, pemberhentian dan/atau pengunduran diri anggota Dewan
Komisaris, Direksi, dan/atau DPS BPRS dilaporkan kepada Bank
Indonesia dengan menggunakan format surat sesuai Lampiran 9 dan
didukung dengan fotokopi risalah rapat umum pemegang saham.
IV. PENGANGKATAN, PEMBERHENTIAN ATAU PENGGANTIAN
PEJABAT EKSEKUTIF BPRS
1. Pengangkatan, pemberhentian atau penggantian Pejabat Eksekutif BPRS
dilaporkan kepada Bank Indonesia dengan menggunakan format surat
sesuai Lampiran 10 dan didukung dengan dokumen sebagai berikut:
a.
surat pengangkatan, pemberhentian, penggantian dan/atau
pemberian kuasa sebagai Pejabat Eksekutif dari Direksi BPRS atau
pejabat yang berwenang; dan
b. dokumen identitas Pejabat Eksekutif yang diangkat sebagaimana
dimaksud dalam butir I.A.3. huruf a. sampai dengan huruf d.
2. Penilaian aspek integritas dan kompetensi terhadap Pejabat Eksekutif
BPRS dilakukan melalui penelitian data dalam Daftar Kepatutan dan
Kelayakan (Daftar Tidak Lulus) dan Daftar Kredit Macet, serta dapat
juga dilakukan melalui wawancara, pengamatan dan pengujian
(interview, observation and test) pada saat pelaksanaan pemeriksaan
BPRS, informasi track record yang berasal dari pengawasan Bank
Indonesia atau sumber-sumber lainnya.
V. PEMBUKAAN ...
15
V. PEMBUKAAN KANTOR BPRS
A. KANTOR CABANG
1. Permohonan izin pembukaan Kantor Cabang hanya dapat diajukan
setelah dipenuhinya persyaratan paling kurang sebagai berikut:
a. lokasi Kantor Cabang berada dalam 1 (satu) wilayah propinsi
yang sama dengan kantor pusatnya.
Khusus untuk BPRS yang berkantor pusat di wilayah Daerah
Khusus Ibukota Jakarta Raya dan Kabupaten/Kota Tangerang,
Bogor, Depok dan Bekasi, selain dapat membuka Kantor
Cabang di wilayah dalam 1 (satu) wilayah propinsi yang
sama, juga dapat membuka Kantor Cabang di wilayah Daerah
Khusus Ibukota Jakarta Raya dan Kabupaten/Kota Tangerang,
Bogor, Depok dan Bekasi;
b. pembukaan Kantor Cabang tercantum dalam rencana kerja
tahunan BPRS;
c. memiliki teknologi sistem informasi yang memungkinkan
adanya pencatatan transaksi nasabah di Kantor Cabang secara
otomasi dan online dengan kantor lain BPRS;
d. peringkat komposit tingkat kesehatan BPRS selama 2 (dua)
periode penilaian terakhir paling kurang 3 (tiga);
e. menambah modal disetor paling kurang 75% (tujuh puluh
lima persen) dari persyaratan modal disetor BPRS untuk
setiap pembukaan 1 (satu) Kantor Cabang sesuai dengan
lokasi Kantor Cabang yang akan dibuka;
f.
tidak terdapat pelanggaran dan/atau pelampauan Batas
Maksimum Penyaluran Dana (BMPD);
g. rasio Non Performing Financing (NPF) gross sebesar 15%
atau kurang;
Perhitungan ...
16
Perhitungan rasio NPF gross adalah sebagai berikut:
Pembiayaan ( L, ,
N gross =
PF
K D M)
Jumlah Seluruh Pembiayaan
h. kegiatan usaha BPRS tidak dalam keadaan rugi yang semakin
besar.
2. Permohonan izin pembukaan Kantor Cabang diajukan kepada Bank
Indonesia dengan menggunakan format surat sesuai Lampiran 11
dan didukung dengan dokumen sebagai berikut:
a. bukti persiapan operasional dalam rangka pembukaan Kantor
Cabang, antara lain:
1)
struktur organisasi dan personalia;
2) kesiapan gedung, peralatan kantor dan tata letak
ruangan, termasuk foto yang menunjukkan kesiapan
gedung dan ruangan kantor;
3) dokumen yang menunjukkan kesiapan teknologi sistem
informasi, yang memungkinkan adanya pencatatan
transaksi nasabah di Kantor Cabang secara otomasi dan
online dengan kantor lain BPRS; dan
4) bukti kepemilikan atau dokumen penguasaan atas
gedung kantor antara lain berupa hak atas tanah atau
surat perjanjian sewa;
b. hasil studi kelayakan yang paling kurang memuat potensi
ekonomi, peluang pasar dan tingkat kejenuhan jumlah BPRS;
dan
c.
rencana penghimpunan dan penyaluran dana Kantor Cabang
paling kurang selama 12 (dua belas) bulan beserta
penjelasannya.
X1 %00
Persetujuan ...
17
Persetujuan atau penolakan atas permohonan izin pembukaan
Kantor Cabang diberikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah
dokumen diterima secara lengkap.
3. Pelaksanaan pembukaan Kantor Cabang dilaporkan kepada Bank
Indonesia dengan menggunakan format surat sesuai Lampiran 12.
B. KANTOR KAS
1. Pembukaan Kantor Kas hanya dapat dilakukan setelah dipenuhinya
persyaratan paling kurang sebagai berikut:
a.
b.
rencana pembukaan Kantor Kas telah dicantumkan dalam
rencana bisnis BPRS;
lokasi Kantor Kas berada di sekitar lokasi kantor induknya,
antara lain dalam wilayah kabupaten/kota yang sama dengan
tempat kedudukan kantor induknya;
c. BPRS mampu menggabungkan laporan keuangan Kantor Kas
ke dalam laporan keuangan kantor induknya pada hari yang
sama; dan
d.
terdapat kesiapan gedung dan peralatan kantor yang memadai;
2. Pelaksanaan pembukaan Kantor Kas dilaporkan kepada Bank
Indonesia dengan menggunakan format surat sesuai Lampiran 13.
C. KEGIATAN KAS DI LUAR KANTOR
1. Kegiatan Kas Di Luar Kantor hanya dapat dilakukan setelah
dipenuhinya persyaratan paling kurang sebagai berikut:
a. rencana kegiatan kas di luar kantor telah dicantumkan dalam
rencana bisnis BPRS;
b. lokasi kegiatan kas di luar kantor berada di sekitar lokasi
kantor induknya, antara lain dalam wilayah kabupaten/kota
yang sama dengan tempat kedudukan kantor induknya; dan
c. BPRS ...
18
c. BPRS mampu menggabungkan transaksi keuangan kegiatan
kas di luar kantor ke dalam laporan keuangan kantor induknya
pada hari yang sama.
2. Pelaksanaan Kegiatan Kas di Luar Kantor dilaporkan kepada Bank
Indonesia dengan menggunakan format surat sesuai Lampiran 14.
VI. PEMINDAHAN ALAMAT KANTOR BPRS
A. KANTOR PUSAT DAN KANTOR CABANG
1. Permohonan izin pemindahan alamat kantor pusat dan Kantor
Cabang diajukan kepada Bank Indonesia dengan menggunakan
format surat sesuai Lampiran 15 dan didukung dengan dokumen
antara lain:
a. bukti persiapan operasional yang meliputi antara lain:
1) kesiapan gedung dan peralatan kantor termasuk foto
gedung kantor dan tata letak ruangan;
2) dokumen yang menunjukkan kesiapan teknologi sistem
informasi; dan
3) bukti kepemilikan atau dokumen penguasaan atas
gedung kantor antara lain berupa hak atas tanah atau
surat perjanjian sewa;
b. hasil analisis mengenai komposisi penyebaran lokasi nasabah
dan langkah-langkah antisipatif yang akan dilakukan untuk
tetap mempertahankan kualitas pelayanan kepada nasabah;
dan
c. hasil analisis atas kinerja pada lokasi kantor lama dan studi
kelayakan usaha pada lokasi kantor yang baru.
Persetujuan atau penolakan atas permohonan izin pemindahan
alamat kantor pusat dan Kantor Cabang diberikan paling lambat 30
(tiga puluh) hari setelah dokumen diterima secara lengkap.
2. Pelaksanaan ...
19
2. Pelaksanaan pemindahan alamat kantor pusat atau Kantor Cabang
BPRS dilaporkan kepada Bank Indonesia dengan menggunakan
format surat sesuai Lampiran 16 dan didukung dengan bukti
pengumumam kepada nasabah dan masyarakat.
B. KANTOR KAS
Pelaksanaan pemindahan alamat Kantor Kas dilaporkan kepada Bank
Indonesia dengan menggunakan format surat sesuai Lampiran 17 dan
didukung dengan bukti pengumumam kepada nasabah dan masyarakat.
C. KEGIATAN KAS DI LUAR KANTOR
Pelaksanaan pemindahan alamat Kegiatan Kas di Luar Kantor BPRS
dilaporkan kepada Bank Indonesia dengan menggunakan format surat
sesuai Lampiran 18.
VII. PENUTUPAN KANTOR BPRS
A. KANTOR CABANG
1. Permohonan izin penutupan Kantor Cabang diajukan kepada Bank
Indonesia dengan menggunakan format surat sesuai Lampiran 19.
2. Pelaksanaan penutupan Kantor Cabang dilaporkan kepada Bank
Indonesia dengan menggunakan format surat sesuai Lampiran 20
dan didukung dengan dokumen sebagai berikut:
a. bukti penyelesaian seluruh kewajiban Kantor Cabang kepada
nasabah dan pihak lain; dan
b. guntingan surat kabar atau salinan pengumuman di kantor
BPRS yang memuat rencana penutupan Kantor Cabang.
Persetujuan atau penolakan atas permohonan izin penutupan Kantor
cabang diberikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah
dokumen diterima secara lengkap.
B. KANTOR ...
20
B. KANTOR KAS
Pelaksanaan penutupan Kantor Kas dilaporkan kepada Bank Indonesia
dengan menggunakan format surat sesuai Lampiran 21.
C. KEGIATAN KAS DI LUAR KANTOR
Pelaksanaan penghentian Kegiatan Kas di Luar Kantor dilaporkan
kepada Bank Indonesia dengan menggunakan format surat sesuai
Lampiran 22.
VIII. PERUBAHAN ANGGARAN DASAR BPRS
Perubahan anggaran dasar BPRS dilaporkan kepada Bank Indonesia dengan
menggunakan format surat sesuai Lampiran 23 dan didukung dengan fotokopi
anggaran dasar yang telah mendapat persetujuan dari instansi yang berwenang
atau bukti penerimaan pemberitahuan perubahan anggaran dasar dari instansi
yang berwenang.
IX. PERUBAHAN NAMA BPRS
1. Permohonan penetapan izin usaha karena perubahan nama BPRS
diajukan kepada Bank Indonesia dengan menggunakan format surat
sesuai Lampiran 24 dan didukung dengan fotokopi akta perubahan
anggaran dasar yang telah mendapat persetujuan dari instansi yang
berwenang.
Persetujuan atas permohonan penetapan izin usaha dengan nama yang
baru diberikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah dokumen
diterima secara lengkap.
2. Penggunaan nama BPRS yang baru dilaporkan kepada Bank Indonesia
dengan dengan menggunakan format surat sesuai Lampiran 25 dan
didukung dengan bukti pengumumam kepada nasabah dan masyarakat.
X. PENCABUTAN ...
21
X. PENCABUTAN IZIN USAHA ATAS PERMINTAAN BPRS
1. Permohonan persetujuan pencabutan izin usaha BPRS diajukan kepada
Bank Indonesia dengan menggunakan format surat sesuai Lampiran 26
dan didukung dengan dokumen sebagai berikut:
a.
b.
c.
risalah rapat umum pemegang saham yang memuat keputusan
mengenai penghentian seluruh kegiatan usaha BPRS;
rencana penyelesaian seluruh kewajiban kepada nasabah dan pihak
lainnya; dan
laporan keuangan BPRS posisi bulan terakhir pada saat
permohonan.
Persetujuan atau penolakan atas permohonan persetujuan pencabutan
izin usaha BPRS diberikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah
dokumen diterima secara lengkap.
2. Pelaksanaan penghentian kegiatan usaha BPRS dilaporkan kepada Bank
Indonesia dengan menggunakan format surat sesuai Lampiran 27 dan
didukung dengan dokumen sebagai berikut:
a. bukti pengumuman mengenai penghentian seluruh kegiatan usaha
BPRS kepada nasabah dan masyarakat;
b. bukti penyelesaian seluruh hak dan kewajiban BPRS; dan
c. surat pernyataan dari pemegang saham bahwa langkah-langkah
penyelesaian kewajiban BPRS telah dilakukan dan apabila terdapat
tuntutan di kemudian hari menjadi tanggung jawab pemegang
saham.
XI. KANTOR BPRS TIDAK BEROPERASI PADA HARI KERJA
Permohonan kantor BPRS untuk tidak beroperasi pada hari kerja diajukan
kepada Bank Indonesia dengan menggunakan format surat sesuai Lampiran
28.
XII. ALAMAT ...
22
XII. ALAMAT PERMOHONAN IZIN DAN/ATAU PENYAMPAIAN
LAPORAN
Permohonan izin atau rencana dan/atau penyampaian laporan diajukan kepada
Bank Indonesia dengan alamat sebagai berikut:
1. Direktorat Perbankan Syariah, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350.
2. Kantor Bank Indonesia setempat.
dengan berpedoman pada Lampiran 29
XIII. PENUTUP
Dengan dikeluarkannya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Nomor
6/31/DPbS tanggal 28 Juli 2004 perihal Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan
Prinsip Syariah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 23
Desember 2009.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
MULIAMAN D. HADAD
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 11/34/DPbS|SE-BI/2009 </reg_id>
<reg_title> Bank Pembiayaan Rakyat Syariah </reg_title>
<set_date> 23 Desember 2009 </set_date>
<effective_date> 23 Desember 2009 </effective_date>
<replaced_reg> '6/31/DPbS|SE-BI/2004' </replaced_reg>
<related_reg> '11/23/PBI/2009' </related_reg>
|
No. 15/44/DPbS
Jakarta, 22 Oktober 2013
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM SYARIAH
DI INDONESIA
Perihal: Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Syariah Bagi Bank
Umum Syariah.
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
11/24/PBI/2009 tentang Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank
Umum Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
102, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5028),
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
14/20/PBI/2012 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012
Nomor 272, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5376),
perlu diatur ketentuan pelaksanaan mengenai fasilitas pendanaan jangka
pendek syariah bagi Bank Umum Syariah dalam suatu Surat Edaran Bank
Indonesia sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan:
1. Bank Umum Syariah yang selanjutnya disebut Bank adalah bank
syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu
lintas pembayaran.
2. Giro Wajib Minimum yang selanjutnya disingkat GWM adalah
simpanan minimum yang harus dipelihara oleh Bank dalam
bentuk saldo rekening giro pada Bank Indonesia sebagaimana
diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai GWM bagi
Bank.
3. Fasilitas...
2
3. Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Syariah yang selanjutnya
disebut FPJPS adalah fasilitas pendanaan berdasarkan prinsip
syariah dari Bank Indonesia kepada Bank yang hanya dapat
digunakan untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek.
4. Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek adalah suatu kondisi yang
dialami Bank yaitu arus dana masuk lebih kecil dibandingkan
dengan arus dana keluar yang dapat menimbulkan tidak
terpenuhinya kewajiban GWM dalam mata uang rupiah pada
Bank.
5. Sertifikat Bank Indonesia Syariah yang selanjutnya disingkat
SBIS adalah surat berharga berdasarkan prinsip syariah
berjangka waktu pendek dalam mata uang Rupiah yang
diterbitkan oleh Bank Indonesia.
6. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN
adalah surat berharga negara sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang Nomor 19 tahun 2008 tentang Surat Berharga
Syariah Negara.
7. Obligasi Syariah Korporasi yang selanjutnya disebut Sukuk
Korporasi adalah surat utang yang diterbitkan berdasarkan
prinsip syariah oleh korporasi dan ditatausahakan di Kustodian
Sentral Efek Indonesia (KSEI).
8. Pembiayaan adalah Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah.
9. Mudharabah adalah perjanjian antara pemilik dana dengan
pengelola dana untuk memelihara likuiditas Bank.
10. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang
selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS adalah Sistem BI-RTGS
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai sistem BI-RTGS.
11. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang
selanjutnya disingkat BI-SSSS adalah BI-SSSS sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai BI-SSSS.
12. Central...
3
12. Central Registry adalah Bank Indonesia yang melakukan fungsi
penatausahaan surat berharga untuk kepentingan peserta yang
memiliki rekening surat berharga di BI-SSSS.
13. Sub-Registry adalah bank dan lembaga yang melakukan kegiatan
kustodian yang memenuhi persyaratan dan disetujui oleh Bank
Indonesia melakukan fungsi penatausahaan surat berharga
untuk kepentingan nasabah.
14. Pialang adalah perusahaan pialang pasar uang Rupiah dan valuta
asing serta perantara pedagang efek yang telah ditunjuk oleh
Menteri Keuangan Republik Indonesia sebagai dealer utama.
II. PERSYARATAN FPJPS
A. Umum
1. Bank yang dapat mengajukan permohonan awal,
permohonan penambahan plafon, dan/atau permohonan
perpanjangan FPJPS adalah Bank yang mengalami Kesulitan
Pendanaan Jangka Pendek dan memiliki agunan yang
berkualitas tinggi dengan nilai agunan yang mencukupi.
2. Bank sebagaimana dimaksud pada angka 1 harus memiliki
rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) paling
rendah 8% (delapan persen) dan memenuhi modal sesuai
dengan profil risiko Bank, berdasarkan perhitungan Bank
Indonesia.
3. FPJPS diberikan paling banyak sebesar plafon FPJPS yang
dihitung berdasarkan perkiraan jumlah kebutuhan likuiditas
sampai dengan Bank memenuhi GWM sesuai dengan
ketentuan yang berlaku berdasarkan hasil analisis Bank
Indonesia atas proyeksi arus kas paling lama 14 (empat
belas) hari kalender ke depan yang disampaikan oleh Bank.
4. Pencairan FPJPS sebagaimana dimaksud pada angka 3
dilakukan oleh Bank Indonesia secara harian sebesar
kebutuhan Bank untuk memenuhi kewajiban GWM, selama
memenuhi plafon dan jangka waktu FPJPS yang telah
disetujui oleh Bank Indonesia.
5. Selama...
4
5. Selama periode pemberian FPJPS, Bank penerima FPJPS
tidak dapat menempatkan dana di Bank Indonesia.
6. Jangka waktu FPJPS ditetapkan sebagai berikut:
a. Jangka waktu setiap FPJPS paling lama 14 (empat belas)
hari kalender.
b. Jangka waktu FPJPS dapat diperpanjang secara
berturut-turut dengan jangka waktu FPJPS keseluruhan
paling lama 90 (sembilan puluh) hari kalender yang
dihitung sejak penandatanganan perjanjian pemberian
FPJPS awal antara Bank Indonesia dengan Bank.
7. Bank Indonesia memperoleh imbalan atas FPJPS yang
digunakan Bank dengan nisbah bagi hasil ditetapkan sebesar
90% (sembilan puluh persen) dari tingkat realisasi imbalan
sebelum distribusi pada Bank penerima FPJPS. Tingkat
realisasi imbalan sebelum distribusi pada Bank penerima
FPJPS adalah tingkat realisasi
imbalan sebelum
didistribusikan pada bulan terakhir atas deposito
mudharabah 3 (tiga) bulan atau deposito mudharabah 1
(satu) bulan dari Bank penerima FPJPS dalam hal deposito
mudharabah 3 (tiga) bulan tidak tersedia.
8. Jumlah FPJPS yang dikenakan imbalan sebagaimana
dimaksud pada angka 7 adalah sebesar realisasi penggunaan
FPJPS secara harian selama periode pemberian FPJPS.
Contoh:
Pada tanggal 1 Oktober 2013 Bank A mendapatkan FPJPS
dari Bank Indonesia dengan plafon sebesar
Rp100.000.000.000,00 (seratus milyar rupiah) dengan jangka
waktu 10 (sepuluh) hari. Tingkat realisasi imbalan sebelum
distribusi deposito mudharabah 3 (tiga) bulan pada Bank A
bulan September 2013 adalah sebesar 12,5% (dua belas
koma lima persen). Pada hari pertama dilakukan pencairan
FPJPS sebesar Rp40.000.000.000,00 (empat puluh milyar
rupiah) dan pada hari keenam dilakukan pencairan FPJPS
kedua sebesar Rp60.000.000.000,00 (enam puluh milyar
rupiah).
Perhitungan...
5
Perhitungan nilai imbalan FPJPS Bank A adalah sebagai
berikut:
(Jumlah FPJPS) x (Tingkat realisasi imbalan sebelum distribusi pada
Bank penerima FPJPS) x (Nisbah bagi hasil bagi Bank Indonesia) x
(Jumlah hari kalender penggunaan FPJPS)
360
Nilai imbalan untuk pencairan pertama ..........................(I):
= (Rp40.000.000.000,00 x 12,5% x 90% x 10)
360
= Rp125.000.000,00
Nilai imbalan untuk pencairan kedua .............................(II):
= (Rp60.000.000.000,00 x 12,5% x 90% x 5)
360
= Rp93.750.000,00
Total
imbalan FPJPS (I+II) menjadi sebesar
Rp218.750.000,00 (dua ratus delapan belas juta tujuh ratus
lima puluh ribu rupiah).
B. Agunan FPJPS
1. Bank menjamin FPJPS dengan agunan milik Bank berupa
SBIS, SBSN, Sukuk Korporasi, dan/atau aset Pembiayaan.
2. Sukuk Korporasi hanya dapat dijadikan agunan FPJPS
dalam hal:
a. Bank memiliki SBIS dan/atau SBSN, namun tidak
mencukupi untuk menjadi agunan FPJPS; atau
b. Bank tidak memiliki SBIS dan/atau SBSN.
3. Aset Pembiayaan hanya dapat dijadikan agunan FPJPS
dalam hal:
a. Bank memiliki SBIS, SBSN, dan/atau Sukuk Korporasi,
namun tidak mencukupi untuk menjadi agunan FPJPS;
atau
b. Bank tidak memiliki SBIS, SBSN, dan/atau Sukuk
Korporasi.
4. Agunan yang menjadi jaminan FPJPS merupakan agunan
yang berkualitas tinggi yang nilainya mencukupi dan
memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. Untuk...
6
a. Untuk agunan berupa SBIS dan/atau SBSN:
1) Persyaratan:
Pada tanggal FPJPS jatuh tempo SBIS dan/atau
SBSN yang diagunkan memiliki sisa jangka waktu:
a) paling singkat 3 (tiga) hari kerja untuk SBIS;
atau
b) paling singkat 12 (dua belas) hari kerja untuk
SBSN.
2) Nilai agunan SBIS dan/atau SBSN ditetapkan
sebagai berikut:
a) dalam hal agunan berupa SBIS, nilai agunan
ditetapkan sebesar 100% (seratus persen) dari
plafon FPJPS yang dijamin dengan SBIS; atau
b) dalam hal agunan berupa SBSN, nilai agunan
FPJPS ditetapkan paling rendah sebesar 105%
(seratus lima persen) dari plafon FPJPS yang
dijamin dengan SBSN,
dengan perhitungan sebagaimana dimaksud pada
butir IV.A dan butir IV.B.
3) Jangka waktu pengikatan agunan FPJPS berupa
SBIS dan SBSN ditetapkan sebagai berikut:
a) untuk SBIS, yaitu selama jangka waktu FPJPS
ditambah 2 (dua) hari kerja;
b) untuk SBSN, yaitu selama jangka waktu FPJPS
ditambah 10 (sepuluh) hari kerja;
c) dalam hal terjadi pelunasan FPJPS, maka
pengagunan FPJPS berupa SBIS dan SBSN
dilepas (release) paling lama 1 (satu) hari kerja
setelah FPJPS dilunasi;
d) dalam hal terjadi perpanjangan FPJPS dan
digunakan agunan yang sama, maka
pengagunan FPJPS dilepas (release) pada saat
FPJPS jatuh tempo dan pada saat yang
bersamaan diagunkan kembali.
b. Untuk...
7
b. Untuk agunan berupa Sukuk Korporasi:
1) Persyaratan:
a) pada tanggal FPJPS jatuh tempo, Sukuk
Korporasi yang diagunkan memiliki sisa jangka
waktu paling singkat 90 (sembilan puluh) hari
kalender;
b) aktif diperdagangkan, yaitu pernah
diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia dalam
30 (tiga puluh) hari kalender terakhir.
Contoh:
Dalam hal Bank mengajukan FPJPS pada
tanggal 5 Desember 2013, maka perhitungan
30 (tiga puluh) hari kalender terakhir Sukuk
Korporasi aktif diperdagangkan di Bursa Efek
Indonesia adalah sejak tanggal 5 November
2013 sampai dengan 4 Desember 2013;
c) memiliki peringkat paling kurang 3 (tiga)
peringkat (notch) teratas pada 1 (satu) tahun
terakhir berdasarkan hasil penilaian lembaga
pemeringkat yang diakui oleh Bank Indonesia
sesuai ketentuan Bank Indonesia yang berlaku.
Contoh lembaga pemeringkat dan peringkat
yang diakui Bank Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran I; dan
d) hasil pemeringkatan terkini Sukuk Korporasi
disampaikan ke Bank Indonesia bersamaan
dengan pengajuan permohonan FPJPS, paling
kurang dari 1 (satu) lembaga pemeringkat yang
diakui oleh Bank Indonesia sesuai ketentuan
Bank Indonesia yang berlaku.
2) Nilai agunan Sukuk Korporasi ditetapkan paling
rendah sebesar 120% (seratus dua puluh persen)
dari plafon FPJPS yang dijamin dengan Sukuk
Korporasi...
8
Korporasi, dengan perhitungan sebagaimana
dimaksud pada butir IV.C.
3) Jangka waktu pengikatan agunan Sukuk Korporasi
ditetapkan sebagai berikut:
a) selama jangka waktu FPJPS ditambah 10
(sepuluh) hari kerja;
b) dalam hal terjadi pelunasan FPJPS, maka
pengagunan FPJPS dilepas (release) paling
lama 1 (satu) hari kerja setelah FPJPS dilunasi;
c) dalam hal terjadi perpanjangan FPJPS dan
digunakan agunan yang sama, maka
pengagunan FPJPS diperpanjang pada saat
FPJPS jatuh tempo.
c. Untuk agunan berupa aset Pembiayaan:
1) Persyaratan:
a) kualitas tergolong lancar selama paling singkat
12 (dua belas) bulan terakhir berturut-turut;
Informasi mengenai aset Pembiayaan yang
mempunyai kualitas lancar diperoleh dari
laporan kualitas Pembiayaan yang disampaikan
Bank ke dalam Sistem Informasi Debitur (SID)
dan informasi lain yang dimiliki oleh Bank
Indonesia. Dalam hal terdapat perbedaan
penilaian kualitas aset Pembiayaan antara yang
telah dilaporkan Bank dengan penilaian oleh
Bank Indonesia, maka kualitas aset
Pembiayaan yang digunakan adalah
berdasarkan penilaian kualitas aset
Pembiayaan oleh Bank Indonesia;
b) bukan berupa Pembiayaan konsumsi kecuali
Pembiayaan Kepemilikan Rumah;
c) Pembiayaan dijamin dengan agunan tanah
dan/atau bangunan yang memiliki nilai paling
rendah 140% (seratus empat puluh persen) dari
plafon Pembiayaan. Agunan Pembiayaan
tersebut...
9
tersebut sudah dinilai oleh penilai independen
dengan mekanisme sesuai ketentuan mengenai
penilaian kualitas aktiva Bank;
d) bukan merupakan Pembiayaan kepada pihak
terkait Bank sesuai dengan kriteria
sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai Batas
Maksimum Penyaluran Dana (BMPD) Bank
pada saat diberikan;
e) Pembiayaan belum pernah direstrukturisasi;
f)
sisa jangka waktu jatuh tempo Pembiayaan
paling singkat 12 (dua belas) bulan sejak
tanggal persetujuan FPJPS;
g) saldo pokok Pembiayaan tidak melebihi plafon
Pembiayaan dan tidak melebihi BMPD; dan
h) memiliki akad Pembiayaan dan pengikatan
agunan yang mempunyai kekuatan hukum
sesuai ketentuan yang berlaku.
2) Nilai agunan aset Pembiayaan ditetapkan paling
rendah sebesar 200% (dua ratus persen) dari plafon
FPJPS yang dijamin dengan aset Pembiayaan, yang
dihitung berdasarkan saldo pokok aset Pembiayaan,
dengan perhitungan sebagaimana dimaksud pada
butir IV.D.
3) Pengikatan agunan berupa aset Pembiayaan
dilakukan dengan fidusia yang mencakup hak tagih
Bank yang timbul dari akad Pembiayaan antara
Bank dengan debitur.
4) Dalam hal diperlukan, Bank Indonesia dapat
meminta Bank untuk menyampaikan dokumen
pendukung antara lain fotokopi perjanjian
Pembiayaan, fotokopi bukti pengikatan agunan aset
Pembiayaan dan/atau fotokopi bukti kepemilikan
atas aset yang menjadi agunan Pembiayaan Bank;
5) Dalam...
10
5) Dalam hal menurut Bank Indonesia aset
Pembiayaan yang tercantum dalam daftar aset
Pembiayaan yang diajukan oleh Bank sebelumnya
tidak memenuhi persyaratan agunan FPJPS, Bank
Indonesia akan mengembalikan dokumen
pendukung aset Pembiayaan yang tidak memenuhi
persyaratan FPJPS yang telah disampaikan Bank;
6) Bank Indonesia dapat meminta Bank untuk
menyampaikan tambahan dokumen aset
Pembiayaan lainnya dalam rangka mengantisipasi
penurunan nilai, penggantian agunan, dan/atau
penambahan plafon FPJPS, yang akan dijadikan
agunan dalam rangka FPJPS.
5. Agunan FPJPS sebagaimana dimaksud pada butir B.1,
berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. bebas dari segala bentuk perikatan dan sengketa serta
tidak sedang dijaminkan kepada pihak lain dan/atau
Bank Indonesia, yang dinyatakan dalam surat
pernyataan Bank kepada Bank Indonesia;
b. dilarang diperjualbelikan dan/atau dijaminkan;
6. Bank wajib melakukan penilaian terhadap agunan FPJPS
secara berkala setiap hari;
7. Bank wajib mengganti dan/atau menambah agunan FPJPS
selama periode FPJPS apabila:
a.
b.
c.
tidak memenuhi kondisi-kondisi sebagaimana dimaksud
pada butir 5;
terjadi perbedaan penilaian agunan antara Bank dengan
Bank Indonesia;
terjadi penurunan nilai surat berharga berupa SBSN dan
Sukuk Korporasi; dan/atau
d. aset Pembiayaan yang diagunkan tidak memenuhi
kriteria sebagaimana dimaksud pada butir 4.c.1)
dan/atau terjadi penurunan nilai aset Pembiayaan.
8. Dalam hal setelah memperoleh FPJPS yang dijamin oleh
sebagian atau seluruhnya dengan aset Pembiayaan, Bank
memiliki…
11
memiliki surat berharga yang memenuhi syarat untuk
menjadi agunan FPJPS, Bank wajib mengganti aset
Pembiayaan yang diagunkan dengan surat berharga tersebut.
9. Untuk keperluan perpanjangan FPJPS, agunan FPJPS dapat
dijaminkan kembali.
10. Pengikatan agunan dilakukan sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku.
III. PENGAJUAN FPJPS
A. Permohonan Awal FPJPS
1. Bank dapat mengajukan permohonan FPJPS kepada Bank
Indonesia paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum rencana
kebutuhan FPJPS pada setiap hari kerja mulai pukul 08.30
WIB sampai dengan 12.00 WIB.
Contoh:
Bank A memproyeksikan kebutuhan FPJPS pada tanggal 29
Oktober 2013. Sehubungan dengan hal tersebut, Bank A
dapat mengajukan permohonan FPJPS sebelum atau paling
lambat tanggal 18 Oktober 2013.
2. Bank Indonesia akan memproses permohonan FPJPS setelah
dokumen permohonan FPJPS diterima secara lengkap.
3. Permohonan FPJPS disampaikan kepada Bank Indonesia
melalui surat yang ditandatangani oleh Direksi Bank dan
diketahui oleh Dewan Komisaris, sebagaimana contoh pada
Lampiran II.a, dilengkapi dengan dokumen:
a. Surat Pernyataan yang ditandatangani oleh Direksi
Bank, yang terdiri atas:
1) surat pernyataan bahwa Bank mengalami kesulitan
likuiditas disertai dengan penjelasan mengenai
penyebab dialaminya kesulitan likuiditas dan upaya
yang telah dilakukan untuk mengatasi kesulitan
likuiditas, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran
II.b;
2) surat pernyataan bahwa seluruh aset yang menjadi
agunan FPJPS tidak sedang dijaminkan kepada
pihak...
12
pihak lain, tidak di bawah sitaan, tidak tersangkut
dalam suatu perkara atau sengketa dan memenuhi
seluruh persyaratan agunan FPJPS sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran II.c;
3) surat pernyataan kesanggupan Bank untuk
membayar segala kewajiban terkait FPJPS pada saat
jatuh tempo, sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran II.d; dan
4) surat pernyataan Bank mengenai kebenaran,
kelengkapan data dan dokumen yang disampaikan
termasuk namun tidak terbatas pada kualitas
Pembiayaan dan agunan yang menyertainya,
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.e;
b. Surat persetujuan dari Dewan Komisaris atau dari Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS), mengenai penggunaan
seluruh aset Bank sebagai agunan FPJPS sesuai dengan
anggaran dasar Bank dan perundang-undangan yang
berlaku;
c. Dokumen pendukung perhitungan atas rasio KPMM;
d. Dokumen yang mendukung jumlah kebutuhan
likuiditas, paling kurang berupa proyeksi arus kas paling
lama 14 (empat belas) hari ke depan dengan contoh
format proyeksi arus kas sebagaimana contoh pada
Lampiran III dan dokumen lain sesuai permintaan Bank
Indonesia;
e. Daftar aset yang menjadi agunan FPJPS sebagaimana
contoh pada:
1) Lampiran IV.a, untuk agunan FPJPS berupa SBIS,
SBSN dan/atau Sukuk Korporasi ; dan
2) Lampiran IV.b, untuk agunan FPJPS berupa aset
Pembiayaan;
f. Dalam hal agunan FPJPS berupa SBIS dan/atau SBSN,
dilengkapi dengan bukti bahwa SBIS dan/atau SBSN
telah diagunkan kepada Bank Indonesia, yaitu berupa
print-out hasil pengagunan di BI-SSSS;
g. Dalam...
13
g. Dalam hal agunan FPJPS berupa Sukuk Korporasi,
dilengkapi dengan:
1) bukti bahwa Sukuk Korporasi telah diagunkan
kepada Bank Indonesia yang berasal dari KSEI; dan
2) hasil pemeringkatan dari lembaga pemeringkat yang
diakui oleh Bank Indonesia.
h. Dalam hal agunan FPJPS berupa aset Pembiayaan,
dilengkapi dengan:
1) Surat Pernyataan Agunan berupa aset Pembiayaan,
sebagaimana contoh pada Lampiran V, yang telah
ditandatangani oleh Direksi atau Pejabat Bank yang
berwenang sesuai dengan anggaran dasar Bank
yang memuat pernyataan:
a) bahwa aset Pembiayaan yang diajukan bukan
Pembiayaan konsumsi kecuali Pembiayaan
Kepemilikan Rumah;
b) bahwa aset Pembiayaan dijamin dengan
agunan tanah dan/atau bangunan yang
memiliki nilai paling rendah 140% (seratus
empat puluh persen) dari plafon Pembiayaan.
Aset Pembiayaan tersebut sudah dinilai oleh
penilai independen dengan mekanisme sesuai
ketentuan mengenai penilaian kualitas aktiva
Bank;
c) bahwa sisa jangka waktu jatuh tempo
Pembiayaan paling singkat 12 (dua belas) bulan
sejak tanggal persetujuan FPJPS;
d) bahwa saldo pokok Pembiayaan tidak melebihi
plafon Pembiayaan dan tidak melebihi BMPD
selama periode FPJPS diberikan;
e) bahwa aset Pembiayaan yang diagunkan
memiliki akad Pembiayaan dan pengikatan
agunan yang mempunyai kekuatan hukum;
f) bahwa...
14
f) bahwa aset Pembiayaan yang diagunkan bukan
merupakan Pembiayaan kepada pihak terkait
Bank;
g) bahwa kualitas aset Pembiayaan yang diajukan
untuk menjadi agunan FPJPS adalah benar
tergolong kualitas lancar paling singkat 12
(dua belas) bulan terakhir berturut-turut; dan
h) bahwa aset Pembiayaan belum pernah
direstrukturisasi.
Pernyataan sebagaimana dimaksud pada huruf a)
sampai dengan huruf h) berlaku pula dalam hal
terjadi penambahan dan/atau penggantian agunan
FPJPS.
2) dokumen asli akad Pembiayaan antara Bank dan
debitur beserta seluruh perubahannya;
3) dokumen asli pengikatan agunan atas akad
Pembiayaan antara Bank dan debitur beserta
seluruh perubahannya;
4) dokumen asli bukti kepemilikan agunan yang
menjadi jaminan Pembiayaan Bank;
5) dokumen asli hasil penilaian agunan oleh lembaga
penilai independen paling lama 6 (enam) bulan
terakhir dari tanggal pengajuan permohonan FPJPS;
dan
6) dokumen asli polis asuransi agunan aset
Pembiayaan, jika ada.
4. Mekanisme pelaksanaan pengagunan sebagaimana dimaksud
pada butir 3.f dilakukan sesuai mekanisme setelmen
transaksi agunan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
Bank Indonesia yang mengatur mengenai BI-SSSS.
5. Surat permohonan FPJPS yang dilengkapi dengan dokumen
pendukung sebagaimana dimaksud pada butir 3.a sampai
dengan butir 3.h.1), disampaikan kepada Gubernur Bank
Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, dengan
tembusan kepada:
a. Departemen…
15
a. Departemen Perbankan Syariah; atau
b. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri
setempat, dalam hal Bank yang mengajukan FPJPS
berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Perwakilan
Bank Indonesia Dalam Negeri.
6. Dokumen aset Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada
butir 3.h.2) sampai dengan butir 3.h.6) disampaikan kepada:
a. Departemen Perbankan Syariah; atau
b. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri
setempat, dalam hal Bank yang mengajukan FPJPS
berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Perwakilan
Bank Indonesia Dalam Negeri.
B. Permohonan Perpanjangan FPJPS
1. Apabila pada saat FPJPS jatuh tempo Bank belum dapat
melunasi pokok FPJPS, Bank dapat memperpanjang FPJPS
dengan perubahan jangka waktu dan/atau plafon FPJPS
sesuai kebutuhan.
2. Permohonan perpanjangan FPJPS yang jatuh tempo
dilakukan dengan persyaratan sebagai berikut:
a. Bank melunasi imbalan FPJPS jatuh tempo terlebih
dahulu;
b. Bank tidak dapat memenuhi kewajiban GWM
berdasarkan perkiraan arus kas selama 14 (empat belas)
hari ke depan;
c. Bank memiliki agunan yang nilainya mencukupi dan
memenuhi persyaratan sebagaimana ketentuan Surat
Edaran Bank Indonesia ini;
d. Bank memiliki rasio KPMM paling rendah 8% (delapan
persen) dan memenuhi modal sesuai dengan profil risiko
Bank berdasarkan perhitungan Bank Indonesia; dan
e. Bank belum menggunakan FPJPS selama 90 (sembilan
puluh) hari berturut-turut.
3. Besarnya jumlah plafon perpanjangan diperhitungkan
dengan nilai pokok FPJPS jatuh tempo dengan tetap
memenuhi...
16
memenuhi persyaratan FPJPS sebagaimana dimaksud dalam
Surat Edaran Bank Indonesia ini.
4. Pengajuan permohonan perpanjangan FPJPS:
a. Bank dapat mengajukan permohonan perpanjangan
FPJPS pada setiap hari kerja mulai pukul 08.30 WIB
sampai dengan 12.00 WIB.
b. Surat permohonan perpanjangan FPJPS disampaikan
oleh Bank kepada Bank Indonesia paling lambat 3 (tiga)
hari kerja sebelum tanggal jatuh tempo FPJPS.
Contoh:
Bank A memperoleh FPJPS yang akan jatuh tempo pada
tanggal 11 November 2013. Apabila pada saat FPJPS
jatuh tempo Bank A memperkirakan belum dapat
melunasi pokok FPJPS, maka Bank A dapat mengajukan
permohonan perpanjangan FPJPS sebelum atau paling
lambat tanggal 6 November 2013.
c. Permohonan perpanjangan FPJPS sebagaimana
dimaksud pada huruf a disampaikan melalui Surat
Permohonan Perpanjangan FPJPS sebagaimana contoh
pada Lampiran II.a, dilengkapi dengan dokumen
sebagaimana dimaksud pada butir A.3.
5. Dalam rangka perpanjangan FPJPS, Bank dapat
menggunakan agunan yang telah diagunkan sebelumnya,
sepanjang agunan dimaksud masih memenuhi persyaratan
FPJPS dan nilainya mencukupi.
6. Pelaksanaan pengagunan kembali sebagaimana dimaksud
pada angka 5 untuk agunan berupa SBIS dan/atau SBSN
dilakukan sesuai dengan mekanisme setelmen transaksi
agunan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai BI-SSSS dan
dilaksanakan paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum
pengajuan perpanjangan FPJPS.
7. Pemenuhan...
17
7. Pemenuhan dokumen aset Pembiayaan yang telah diagunkan
sebagaimana dimaksud pada butir A.3.h.2), sampai dengan
butir A.3.h.6) hanya dilakukan dalam hal terdapat
perubahan agunan berupa aset Pembiayaan.
8. Bank menyampaikan daftar aset Pembiayaan yang menjadi
agunan FPJPS dengan ketentuan, yaitu:
a. dalam hal tidak terdapat perubahan agunan aset
Pembiayaan, Bank cukup menyampaikan daftar aset
Pembiayaan yang menjadi agunan FPJPS dengan format
sebagaimana Lampiran IV.b; atau
b. dalam hal terdapat perubahan agunan aset Pembiayaan,
Bank cukup menyampaikan daftar aset Pembiayaan
yang menjadi agunan FPJPS dengan format
sebagaimana Lampiran IV.c.
9. Surat permohonan perpanjangan FPJPS sebagaimana
dimaksud pada butir 4.b yang dilengkapi dengan dokumen
pendukung sebagaimana dimaksud pada butir A.3.h.1)
disampaikan kepada Gubernur Bank Indonesia, Jl. M.H.
Thamrin No. 2 Jakarta 10350, dengan tembusan kepada:
a. Departemen Perbankan Syariah; atau
b. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri
setempat, dalam hal Bank yang mengajukan FPJPS
berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Dalam Negeri.
10. Dokumen aset Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada
butir B.7 dan B.8 disampaikan kepada:
a. Departemen Perbankan Syariah; atau
b. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri
setempat, dalam hal Bank yang mengajukan FPJPS
berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Perwakilan
Bank Indonesia Dalam Negeri.
C. Permohonan Penambahan Plafon FPJPS
1. Apabila diperlukan, selama masa periode FPJPS Bank dapat
mengajukan penambahan plafon FPJPS sesuai kebutuhan.
2. Penambahan...
18
2. Penambahan plafon FPJPS dapat dilakukan dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. Bank tidak dapat memenuhi kewajiban GWM
berdasarkan perkiraan arus kas selama periode FPJPS;
b. Bank memiliki agunan yang nilainya mencukupi dan
memenuhi persyaratan sebagaimana ketentuan Surat
Edaran ini; dan
c. Bank memiliki rasio KPMM paling rendah 8% (delapan
persen) dan memenuhi modal sesuai dengan profil risiko
Bank berdasarkan perhitungan Bank Indonesia.
3. Pengajuan permohonan:
a. Bank dapat mengajukan permohonan penambahan
plafon FPJPS pada setiap hari kerja mulai pukul 08.30
WIB sampai dengan 12.00 WIB selama periode FPJPS.
b. Bank dapat mengajukan permohonan penambahan
FPJPS kepada Bank Indonesia paling lambat 3 (tiga) hari
kerja sebelum kebutuhan penambahan plafon dan
tanggal jatuh tempo FPJPS.
Contoh:
Bank A memperoleh FPJPS dengan periode jangka waktu
tanggal 1 sampai dengan 14 November 2013 dengan
plafon Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).
Bank A memperkirakan adanya kebutuhan penambahan
plafon pada tanggal 13 November 2013 sebesar
Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah).
Dalam hal Bank A memenuhi persyaratan penambahan
plafon, maka Bank A dapat mengajukan permohonan
penambahan plafon FPJPS sebelum atau paling lambat
tanggal 8 November 2013.
c. Surat Permohonan Penambahan FPJPS sebagaimana
contoh pada Lampiran VI, yang dilengkapi dengan
dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam
butir A.3.a sampai dengan butir A.3.h1), disampaikan
kepada Gubernur Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No.
2 Jakarta 10350, dengan tembusan kepada:
1) Departemen...
19
1) Departemen Perbankan Syariah; atau
2) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri
setempat, dalam hal Bank yang mengajukan
permohonan penambahan FPJPS berkantor pusat di
wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Dalam Negeri.
d. Dalam hal penambahan plafon FPJPS dijamin dengan
agunan berupa aset Pembiayaan, dokumen aset
Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada butir B.7 dan
B.8 disampaikan kepada:
1) Departemen Perbankan Syariah; atau
2) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri
setempat, dalam hal Bank yang mengajukan
permohonan penambahan FPJPS berkantor pusat di
wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Dalam Negeri.
IV. PERHITUNGAN NILAI AGUNAN FPJPS
Perhitungan nilai Agunan FPJPS dilakukan dengan ketentuan sebagai
berikut:
A. Agunan berupa SBIS
1. Nilai agunan ditetapkan berdasarkan pada nilai nominal
SBIS pada saat permohonan awal, permohonan penambahan
dan/atau perpanjangan FPJPS disetujui.
2. Nilai nominal SBIS sebagaimana dimaksud pada angka 1
dihitung berdasarkan nilai nominal SBIS yang ditetapkan
oleh Bank Indonesia yang tercantum dalam BI-SSSS,
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia
yang mengatur mengenai operasi moneter syariah.
B. Agunan berupa SBSN
1. Nilai agunan ditetapkan berdasarkan nilai pasar SBSN pada
saat permohonan awal, permohonan penambahan dan/atau
perpanjangan FPJPS disetujui.
2. Nilai pasar SBSN dihitung berdasarkan nominal dan harga
setiap seri SBSN yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yang
tercantum...
20
tercantum dalam BI-SSSS, sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai operasi
moneter syariah.
3. Harga setiap seri SBSN ditetapkan oleh Bank Indonesia
dengan mempertimbangkan harga pasar masing-masing jenis
dan seri SBSN yang diagunkan, sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
operasi moneter syariah.
C. Agunan berupa Sukuk Korporasi
1. Nilai agunan ditetapkan berdasarkan pada nilai pasar Sukuk
Korporasi pada saat permohonan awal, permohonan
penambahan dan/atau perpanjangan FPJPS disetujui.
2. Besarnya nilai agunan sebagaimana dimaksud pada angka 1
ditetapkan sebesar:
a. 120% (seratus dua puluh persen) dari plafon FPJPS yang
dijamin dengan Sukuk Korporasi yang diterbitkan oleh
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan/atau dijamin
oleh pemerintah pusat, dengan peringkat teratas
berdasarkan penilaian lembaga pemeringkat yang diakui
oleh Bank Indonesia.
b. 135% (seratus tiga puluh lima persen) dari plafon FPJPS
yang dijamin dengan Sukuk Korporasi yang diterbitkan
oleh pemerintah daerah, badan hukum lainnya selain
BUMN, dengan peringkat teratas berdasarkan penilaian
lembaga pemeringkat yang diakui oleh Bank Indonesia.
c. 140% (seratus empat puluh persen) dari plafon FPJPS
yang dijamin dengan Sukuk Korporasi, dengan peringkat
ke-2 (dua) teratas berdasarkan penilaian lembaga
pemeringkat yang diakui oleh Bank Indonesia.
d. 145% (seratus empat puluh lima persen) dari plafon
FPJPS yang dijamin dengan Sukuk Korporasi, dengan
peringkat ke-3 (tiga) teratas berdasarkan penilaian
lembaga pemeringkat yang diakui oleh Bank Indonesia.
3. Nilai...
21
3. Nilai pasar Sukuk Korporasi sebagaimana dimaksud pada
angka 1 dihitung berdasarkan harga penutupan terkini di
Bursa Efek Indonesia dari Sukuk Korporasi yang aktif
diperdagangkan dalam 30 (tiga puluh) hari kalender terakhir
sampai dengan permohonan awal, permohonan penambahan
dan/atau perpanjangan FPJPS disetujui.
D. Agunan berupa aset Pembiayaan
1. Nilai agunan ditetapkan berdasarkan saldo pokok aset
Pembiayaan 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal permohonan
awal, permohonan penambahan dan/atau perpanjangan
FPJPS.
2. Besarnya nilai agunan sebagaimana dimaksud pada angka 1
ditetapkan 200% (dua ratus persen) dari plafon FPJPS yang
dijamin dengan aset Pembiayaan.
3. Apabila terdapat Pembiayaan dalam valuta asing, maka
konversi ke dalam mata uang Rupiah dilakukan dengan kurs
tengah Bank Indonesia 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal
permohonan awal, penambahan dan/atau perpanjangan
FPJPS.
Perhitungan nilai agunan dalam bentuk SBIS, SBSN, Sukuk
Korporasi, dan/atau aset Pembiayaan sebagaimana contoh pada
Lampiran VII.
V. PERSETUJUAN FPJPS
1. Bank Indonesia dalam memberikan persetujuan atau penolakan
FPJPS melakukan verifikasi dan analisis atas dokumen
persyaratan pengajuan permohonan awal, permohonan
penambahan dan/atau perpanjangan FPJPS sebagaimana
dimaksud dalam angka III serta informasi tambahan yang dimiliki
Bank Indonesia.
2. Bank Indonesia dapat meminta informasi tambahan kepada Bank
dalam rangka melakukan verifikasi dan analisis atas dokumen
persyaratan pengajuan permohonan awal, permohonan
penambahan dan/atau perpanjangan FPJPS.
3. Bank...
22
3. Bank Indonesia menyetujui permohonan awal, penambahan
dan/atau perpanjangan FPJPS dalam hal:
a. Bank telah memenuhi persyaratan dan kelengkapan
dokumen permohonan awal, penambahan dan/atau
perpanjangan FPJPS sebagaimana diatur dalam ketentuan
Surat Edaran Bank Indonesia ini;
b. Berdasarkan analisis Bank Indonesia, diperkirakan bahwa
Bank tidak dapat memenuhi kewajiban GWM berdasarkan
perkiraan arus kas yang disampaikan oleh Bank.
4. Dalam hal permohonan awal, penambahan dan/atau
perpanjangan FPJPS disetujui oleh Bank Indonesia:
a. Bank meminta notaris untuk mempersiapkan Akta Perjanjian
Pemberian FPJPS, Akta Gadai, dan/atau Akta Jaminan
Fidusia sebagaimana contoh pada Lampiran VIII.a, Lampiran
VIII.b, Lampiran VIII.c, Lampiran IX.a, Lampiran IX.b,
Lampiran IX.c, dan/atau Lampiran X;
b. Bank membuka rekening penampungan (escrow account) di
Bank yang bersangkutan untuk menampung angsuran pokok
dan segala pendapatan yang diperoleh dari surat berharga
dan hak tagih Bank atas aset Pembiayaan yang menjadi
agunan FPJPS, antara lain namun tidak terbatas pada
penerimaan kupon, pendapatan margin/bagi hasil, klaim
asuransi Pembiayaan; dan
c. Bank membuat surat kuasa pencairan rekening
penampungan (escrow account) kepada Bank Indonesia
sebagai bagian dari Akta Perjanjian Pemberian FPJPS
sebagaimana dimaksud pada huruf a.
5. Akta sebagaimana dimaksud pada butir 4.a ditandatangani oleh
Direksi Bank yang berwenang sesuai dengan Anggaran Dasar
Bank bersangkutan dan Anggota Dewan Gubernur Bank
Indonesia yang membawahi pengawasan Bank.
6. Bank Indonesia menolak permohonan awal, penambahan
dan/atau perpanjangan FPJPS yang tidak memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud pada angka 3.
7. Bank...
23
7. Bank Indonesia memberitahukan persetujuan atau penolakan
atas permohonan awal, penambahan dan/atau perpanjangan
FPJPS kepada Bank melalui surat.
VI. PELAKSANAAN PEMBERIAN FPJPS
A. Pengikatan dan Penandatanganan FPJPS
1. Dalam hal Bank Indonesia menyetujui permohonan awal
FPJPS, Bank Indonesia dan Bank menandatangani:
a. akta perjanjian pemberian FPJPS; dan
b. akta gadai dan/atau akta jaminan fidusia.
2. Dalam hal Bank Indonesia menyetujui permohonan
penambahan dan/atau perpanjangan FPJPS, Bank Indonesia
dan Bank menandatangani:
a. adendum akta perjanjian pemberian FPJPS; dan
b. perubahan akta pengikatan agunan, dalam hal terdapat
penyerahan atau perubahan agunan FPJPS.
3. Penandatanganan akta gadai dan/atau akta jaminan fidusia
sebagaimana dimaksud pada butir 1.b dan butir 2.b
dilakukan bersamaan dengan penandatanganan akta
perjanjian pemberian FPJPS atau adendum akta perjanjian
FPJPS sebagaimana dimaksud pada butir 1.a dan butir 2.a.
4. Akta jaminan fidusia didaftarkan pada Kantor Pendaftaran
Fidusia di tempat kedudukan Bank pemberi fidusia oleh
notaris yang ditunjuk oleh Bank.
B. Penatausahaan dokumen aset Pembiayaan
1. Dokumen aset Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada
butir III.A.3.h yang menjadi agunan FPJPS ditatausahakan
oleh Bank Indonesia.
2. Dalam rangka penatausahaan dokumen oleh Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud pada angka 1, Bank Indonesia dapat
menugaskan pihak lain untuk melakukan penatausahaan
dokumen aset Pembiayaan atas beban biaya Bank.
3. Dalam hal dokumen disimpan oleh pihak lain yang ditunjuk
oleh Bank Indonesia, maka pihak lain tersebut harus
memelihara kelengkapan dan keamanan dokumen.
C. Pencairan...
24
C. Pencairan FPJPS
1. Dalam hal permohonan FPJPS disetujui, Bank Indonesia
akan mencairkan pemberian FPJPS sebesar kekurangan
GWM yang dihitung berdasarkan posisi harian saldo giro
Bank pada saat pre cut off Sistem BI-RTGS dengan
mengkredit Rekening Giro Rupiah Bank yang bersangkutan
di Bank Indonesia.
2. Pencairan pemberian FPJPS sebagaimana dimaksud pada
angka 1 dilakukan setelah pre cut off Sistem BI-RTGS.
3. Pencairan pemberian FPJPS sebagaimana dimaksud pada
angka 1 dilakukan paling banyak sebesar plafon FPJPS yang
disetujui.
D. Pemantauan FPJPS
1. Penggunaan FPJPS
Bank menyampaikan laporan kepada Bank Indonesia c.q.:
a. Departemen Perbankan Syariah; atau
b. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri
setempat, dalam hal Bank yang mengajukan FPJPS
berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Perwakilan
Bank Indonesia Dalam Negeri,
mengenai penggunaan FPJPS dan kondisi likuiditas Bank
pada setiap akhir hari kerja.
2. Rasio KPMM
a. Bank melakukan perhitungan rasio KPMM secara harian
selama periode pemberian FPJPS.
b. Bank menyampaikan hasil perhitungan rasio tersebut
kepada Bank Indonesia setiap hari untuk posisi data 2
(dua) hari kerja sebelumnya (T-2).
c. Penyampaian hasil perhitungan tersebut disertai dengan
dokumen pendukung perhitungan.
d. Hasil perhitungan dan dokumen pendukung rasio KPMM
disampaikan kepada Bank Indonesia c.q.:
1) Departemen Perbankan Syariah; atau
2) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri
setempat, dalam hal Bank yang mengajukan FPJPS
berkantor...
25
berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Perwakilan
Bank Indonesia Dalam Negeri,
setiap hari kerja paling lambat pada pukul 12.00 WIB.
3. Agunan FPJPS
a. Bank melakukan penilaian dan pemantauan pemenuhan
persyaratan agunan terhadap seluruh agunan FPJPS
secara harian.
b. Bank menyampaikan hasil penilaian agunan FPJPS
berupa SBIS, SBSN, Sukuk Korporasi dan/atau aset
Pembiayaan kepada Bank Indonesia setiap hari kerja.
c. Penyampaian hasil penilaian agunan sebagaimana
dimaksud pada huruf b disertai dengan laporan posisi
SBIS, SBSN, dan/atau Sukuk Korporasi yang dimiliki
oleh Bank pada akhir hari kerja sebelumnya, termasuk
penyampaian laporan posisi saldo rekening
penampungan (escrow account).
d. Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada
huruf c disampaikan paling lambat pukul 12.00 WIB,
dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Hasil penilaian SBIS, SBSN dan/atau Sukuk
Korporasi disampaikan dalam bentuk hardcopy
yang didahului dengan faksimili dengan format
laporan sebagaimana contoh pada Lampiran XI.a
kepada:
a) Departemen Pengelolaan Moneter, dengan
tembusan kepada Departemen Perbankan
Syariah; atau
b) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam
Negeri setempat dengan tembusan kepada
Departemen Pengelolaan Moneter dan
Departemen Perbankan Syariah, dalam hal
Bank yang mengajukan FPJPS berkantor pusat
di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Dalam Negeri.
2) Hasil...
26
2) Hasil penilaian aset Pembiayaan disampaikan dalam
bentuk hardcopy yang didahului dengan faksimili
dan softcopy dalam format Microsoft Excel dengan
format laporan sebagaimana contoh pada Lampiran
XI.b kepada:
a) Departemen Perbankan Syariah
Departemen Pengelolaan Moneter; atau
dan
b) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam
Negeri setempat dengan tembusan kepada
Departemen Perbankan Syariah, dalam hal
Bank yang mengajukan FPJPS berkantor pusat
di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Dalam Negeri.
e. Dalam hal terdapat perbedaan perhitungan nilai agunan
FPJPS oleh Bank dibandingkan dengan hasil penilaian
oleh Bank Indonesia maka yang digunakan adalah hasil
penilaian oleh Bank Indonesia.
f. Dalam hal berdasarkan penilaian dan pemantauan
agunan FPJPS sebagaimana dimaksud pada huruf a,
agunan yang disampaikan oleh Bank tidak memenuhi
persyaratan, dan/atau Bank memiliki surat berharga
yang memenuhi persyaratan setelah Bank memperoleh
FPJPS, Bank harus menambah dan/atau mengganti
agunan FPJPS sehingga nilai agunan FPJPS sesuai
dengan persyaratan sebagaimana diatur dalam Surat
Edaran Bank Indonesia ini.
g. Dalam hal Bank melakukan penambahan dan/atau
penggantian agunan FPJPS, Bank wajib melengkapi
dengan dokumen sebagaimana dimaksud pada butir
III.A.3.e, butir III.A.3.f, butir III.A.3.g dan butir
III.A.3.h.2) sampai dengan butir III.A.3.h.6).
h. Bank meminta notaris untuk mempersiapkan
perubahan akta pengikatan yang ditandatangani oleh
Direksi Bank yang berwenang sesuai dengan anggaran
dasar...
27
dasar Bank bersangkutan dan Anggota Dewan Gubernur
Bank Indonesia yang membawahi pengawasan Bank.
i. Dalam hal penambahan dan/atau penggantian agunan
disebabkan oleh perbedaan nilai agunan sebagaimana
dimaksud pada huruf e dan/atau atas permintaan Bank
Indonesia, maka Bank:
1) melengkapi dokumen penambahan dan/atau
penggantian agunan paling lambat pukul 15.00 WIB
pada hari kerja yang sama; dan
2) melakukan perubahan Akta Perjanjian Pemberian
FPJPS secara notariil pada hari kerja yang sama.
j. Dokumen penambahan dan/atau penggantian agunan
berupa SBIS, SBSN, dan/atau Sukuk Korporasi
disampaikan kepada:
1) Departemen Pengelolaan Moneter dengan tembusan
kepada Departemen Perbankan Syariah; atau
2) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri
setempat dengan tembusan kepada Departemen
Pengelolaan Moneter dan Departemen Perbankan
Syariah, dalam hal Bank yang mengajukan FPJPS
berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Perwakilan
Bank Indonesia Dalam Negeri.
k. Dokumen penambahan dan/atau penggantian agunan
berupa aset Pembiayaan disampaikan kepada:
1) Departemen Perbankan Syariah; atau
2) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri
setempat, dalam hal Bank yang mengajukan FPJPS
berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Perwakilan
Bank Indonesia Dalam Negeri.
4. Penghentian pencairan FPJPS
a. Bank Indonesia akan menghentikan pencairan FPJPS
dalam hal:
1) hasil perhitungan rasio KPMM Bank di bawah 8%
(delapan persen);
2) terjadi...
28
2)
terjadi penurunan nilai agunan FPJPS dengan
kondisi sebagai berikut:
a) Bank tidak dapat menyerahkan agunan untuk
menambah dan/atau mengganti agunan FPJPS
setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud
pada butir 3.i.1) berakhir; dan
b) Bank masih memiliki sisa plafon yang belum
digunakan lebih besar daripada penurunan
nilai agunan.
b. Penghentian pencairan FPJPS sebagaimana dimaksud
pada butir a.1) dilakukan pada hari yang sama dengan
penerimaan laporan perhitungan rasio KPMM.
c. Penghentian pencairan FPJPS sebagaimana dimaksud
pada butir a.2) dilakukan pada hari kerja yang sama
dengan hasil laporan penilaian agunan.
d. Penghentian pencairan FPJPS sebagaimana dimaksud
pada huruf a dilakukan sampai dengan FPJPS jatuh
tempo.
5. Pengakhiran FPJPS
Bank Indonesia akan mengakhiri perjanjian FPJPS dalam
hal:
a.
terjadi penurunan nilai agunan pada saat periode
penghentian pencairan FPJPS sebagaimana dimaksud
pada angka 4 sehingga nilai sisa plafon lebih kecil
dibandingkan dengan nilai penurunan agunan; atau
b.
terjadi penurunan nilai agunan FPJPS dengan kondisi
sebagai berikut:
1) Bank tidak dapat menyerahkan agunan untuk
menambah dan/atau mengganti agunan FPJPS
setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada
butir 3.i berakhir; dan
2) Bank masih memiliki sisa plafon yang belum
digunakan lebih kecil daripada penurunan nilai
agunannya atau Bank sudah menggunakan seluruh
plafon FPJPS.
VII. PELUNASAN...
29
VII. PELUNASAN FPJPS
1. Apabila selama jangka waktu pemberian FPJPS saldo rekening
giro Rupiah Bank di Bank Indonesia melebihi kewajiban GWM,
Bank Indonesia akan mendebet rekening giro Rupiah Bank
sebesar kelebihan GWM tersebut sebagai pelunasan keseluruhan
atau sebagian nilai pokok FPJPS.
2. Pada saat FPJPS jatuh tempo atau FPJPS diakhiri sebelum jatuh
tempo, Bank Indonesia mendebet Rekening Giro Rupiah Bank di
Bank Indonesia dengan mendahulukan pembayaran imbalan
FPJPS kemudian pelunasan pokok FPJPS.
3. Pendebetan sebagaimana dimaksud pada angka 2 dilakukan oleh
Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS sebesar imbalan dan
pokok FPJPS jatuh tempo yang dilakukan pada awal hari.
4. Dalam hal saldo Rekening Giro Rupiah Bank di Bank Indonesia
tidak mencukupi untuk melunasi imbalan FPJPS dan/atau pokok
FPJPS yang jatuh tempo sampai dengan cut off warning Sistem
BI-RTGS, maka Bank Indonesia mendebet Rekening Giro Rupiah
Bank di Bank Indonesia sampai dengan Rekening Giro Rupiah
Bank bersaldo nihil.
5. Untuk memenuhi kekurangan pelunasan FPJPS sebagaimana
dimaksud pada angka 4, Bank Indonesia mencairkan rekening
penampungan (escrow account) sebagaimana dimaksud pada
butir V.4.b berdasarkan surat kuasa yang diberikan Bank kepada
Bank Indonesia dan melakukan eksekusi agunan .
6. Sepanjang eksekusi agunan belum dilaksanakan atau belum
selesai dilaksanakan dan kemudian terdapat dana dalam
Rekening Giro Rupiah Bank maka Bank Indonesia mendebet
Rekening Giro Rupiah Bank tersebut untuk melunasi FPJPS.
VIII. EKSEKUSI AGUNAN FPJPS
1. Bank Indonesia melakukan eksekusi agunan FPJPS dalam hal:
a. FPJPS jatuh tempo dan tidak terdapat perpanjangan
FPJPS, atau perjanjian FPJPS diakhiri; dan
b. saldo...
30
b. saldo Rekening Giro Rupiah Bank di Bank Indonesia tidak
mencukupi untuk melunasi imbalan FPJPS dan/atau nilai
pokok FPJPS.
2. Eksekusi agunan FPJPS dilakukan dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. Eksekusi agunan berupa SBIS dilakukan dengan cara
mencairkan SBIS sebelum jatuh tempo (early redemption).
b. Eksekusi agunan berupa SBSN dan/atau Sukuk Korporasi
dilakukan melalui penjualan agunan oleh Pialang, dengan
pengaturan sebagai berikut:
1) Calon pembeli agunan dapat merupakan Bank,
perorangan, atau pihak lain.
2) Window time penjualan SBSN dan/atau Sukuk
Korporasi dapat dilakukan antara jam 08.00 WIB
sampai dengan jam 16.00 WIB.
3) Bank Indonesia-Departemen Pengelolaan Moneter akan
mengumumkan rencana penjualan SBSN dan/atau
Sukuk Korporasi kepada Pialang paling lambat
sebelum window time melalui sarana BI-SSSS atau
sarana lainnya.
4) Transaksi penjualan SBSN dan/atau Sukuk Korporasi
dilakukan melalui sarana Reuters Monitoring Dealing
System (RMDS) atau sarana lainnya.
5) Bank Indonesia-Departemen Pengelolaan Moneter akan
mengumumkan kepada Pialang mengenai calon
pembeli SBSN dan/atau Sukuk Korporasi yang
penawarannya diterima melalui sarana BI-SSSS atau
sarana lainnya.
6) Pialang
yang
penawarannya
diterima
menginformasikan kepada Bank Indonesia-Departemen
Pengelolaan Moneter antara lain hal-hal sebagai
berikut:
a) Sub-Registry bagi calon pembeli agunan selain
bank yang penawarannya diterima untuk
pelaksanaan setelmen SBSN;
b) Lembaga…
31
b) Lembaga kustodian untuk calon pembeli agunan
yang penawarannya diterima untuk pelaksanaan
setelmen Sukuk Korporasi;
c) Bank Pembayar bagi calon pembeli agunan selain
bank yang penawarannya diterima untuk
pelaksanaan setelmen dana.
7) Calon pembeli yang penawarannya diterima yang
merupakan Bank dan Bank Pembayar yang ditunjuk
wajib menyediakan dana di Rekening Giro di Bank
Indonesia.
8) Bank Indonesia melakukan setelmen paling lambat
pada 5 (lima) hari kerja (T+5) setelah pengumuman
dengan mendebet rekening giro Bank atau Bank
Pembayar yang ditunjuk bagi calon pembeli agunan
selain Bank.
9) Dalam hal agunan berupa SBSN dan/atau Sukuk
Korporasi tidak terjual dan saldo Rekening Giro
Rupiah Bank di Bank Indonesia tidak mencukupi
sampai dengan berakhirnya jangka waktu pengikatan
agunan SBSN dan/atau Sukuk Korporasi
(jangka
waktu FPJPS ditambah 10 (sepuluh) hari kerja), Bank
Indonesia meminta Bank untuk memperpanjang
jangka waktu pengikatan pengagunan SBSN dan/atau
Sukuk Korporasi sampai dengan Bank dapat melunasi
pokok FPJPS ditambah bagi hasil FPJPS dan biaya lain
terkait dengan pemberian FPJPS.
c. Eksekusi agunan berupa aset Pembiayaan, dilakukan
dengan mekanisme sebagai berikut:
1) Eksekusi agunan dapat dilakukan dengan cara:
a) menjual hak tagih atas dasar Sertifikat Jaminan
Fidusia;
b) menjual hak tagih atas kekuasaan penerima
fidusia sendiri melalui pelelangan umum; atau
c) menjual...
32
c) menjual di bawah tangan yang dilakukan
berdasarkan kesepakatan pemberi dan penerima
fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh
harga tertinggi yang menguntungkan para pihak.
2) Pelaksanaan eksekusi agunan sebagaimana dimaksud
pada huruf a) berpedoman pada ketentuan perundang-
undangan yang mengatur mengenai jaminan fidusia.
3) Dalam hal eksekusi penjualan dibawah tangan
dilakukan oleh Bank, maka Bank harus
menyampaikan rencana pelaksanaan eksekusi agunan
berupa hak tagih atas aset Pembiayaan tersebut serta
melaporkan realisasi eksekusi agunan dimaksud
kepada Bank Indonesia c.q. Departemen Penyelesaian
Aset dengan tembusan:
a) Departemen Perbankan Syariah; atau
b) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri
setempat, dalam hal Bank yang mengajukan
FPJPS berkantor pusat di wilayah kerja Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri.
4) Dalam hal dilakukan eksekusi agunan aset
Pembiayaan, Bank wajib menginformasikan pengalihan
tagihan Pembiayaan kepada masing-masing debitur,
berdasarkan surat pemberitahuan dari Bank
Indonesia.
3. Hasil eksekusi agunan FPJPS disetorkan ke rekening hasil
eksekusi agunan FPJPS di Bank Indonesia.
4. Selama eksekusi agunan belum selesai dilaksanakan, Bank
tetap dikenakan imbalan FPJPS yang besarnya dihitung
berdasarkan saldo FPJPS yang belum dilunasi dan tingkat
imbalan FPJPS terakhir.
5. Hasil eksekusi agunan diperhitungkan sebagai pelunasan FPJPS
yang terdiri dari nilai pokok FPJPS ditambah dengan akumulasi
imbalan FPJPS, biaya eksekusi agunan, dan biaya lain yang
timbul dalam pemberian FPJPS.
6. Dalam...
33
6. Dalam hal hasil eksekusi agunan lebih besar dari nilai
pelunasan FPJPS maka Bank Indonesia mengkredit Rekening
Giro Rupiah Bank di Bank Indonesia sebesar kelebihan nilai
dimaksud.
7. Dalam hal hasil eksekusi agunan lebih kecil dari nilai pelunasan
FPJPS maka Bank Indonesia mendebet Rekening Giro Rupiah
Bank di Bank Indonesia sebesar kekurangan nilai dimaksud.
8. Dalam hal saldo Rekening Giro Rupiah Bank tidak mencukupi
untuk pendebetan sebagaimana dimaksud pada angka 7, Bank
wajib menyetor tambahan dana untuk menutup kekurangan
dimaksud kepada Bank Indonesia.
9. Selama berlangsungnya eksekusi agunan, Bank Indonesia tetap
mengupayakan pelunasan FPJPS dengan cara mendebet
Rekening Giro Rupiah Bank di Bank Indonesia sebesar nilai
pokok FPJPS ditambah imbalan FPJPS yang belum dilunasi dan
biaya lain terkait dengan pelaksanaan eksekusi agunan atau
sampai dengan nilai saldo giro Bank nihil.
IX. BIAYA FPJPS
Biaya yang timbul sehubungan dengan pemberian FPJPS menjadi
beban Bank penerima FPJPS, antara lain berupa:
1.
imbalan FPJPS sampai dengan FPJPS dilunasi;
2. biaya pembuatan akta perjanjian FPJPS dan pengikatan agunan
FPJPS;
3. biaya proses eksekusi agunan;
4. biaya transaksi, biaya kustodian dan biaya lainnya yang timbul
atas pengagunan Sukuk Korporasi di otoritas penatausahaan
surat berharga dimaksud; dan
5. biaya lainnya terkait pemberian FPJPS.
X. PENGAWASAN
1. Bank Indonesia dapat meminta Bank untuk melakukan tindakan
tertentu guna penyelesaian kesulitan likuiditas Bank atau tidak
melakukan tindakan tertentu yang dapat menambah kesulitan
likuiditas Bank.
2. Bank...
34
2. Bank wajib menyampaikan rencana tindak perbaikan (remedial
action plan) untuk mengatasi kesulitan likuiditas kepada Bank
Indonesia c.q. Departemen Perbankan Syariah atau Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat dalam hal
Bank yang mengajukan FPJPS berkantor pusat di wilayah kerja
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri, paling lambat 5
(lima) hari kerja setelah pencairan FPJPS.
XI. LAIN-LAIN
1. Bank wajib memelihara dan menatausahakan daftar aset
Pembiayaan beserta dokumen-dokumen pendukungnya yang
sewaktu-waktu dapat digunakan sebagai agunan FPJPS.
2. Bank wajib menyampaikan laporan daftar aset Pembiayaan
sebagaimana dimaksud pada angka 1 setiap 6 (enam) bulan
sekali yaitu untuk posisi akhir bulan Juni dan akhir bulan
Desember sebagaimana contoh pada Lampiran XII.
3. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 2 disampaikan
paling lambat tanggal 15 setelah posisi akhir bulan yang
bersangkutan dalam bentuk hardcopy dan softcopy dengan
menggunakan format excel.
4. Untuk pertama kali laporan sebagaimana dimaksud pada angka 2
disampaikan untuk posisi Juni 2013.
5. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 4 disampaikan
paling lambat tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah
berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini.
6. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan angka 4
disampaikan kepada Bank Indonesia c.q.:
a. Departemen Perbankan Syariah; atau
b. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat,
dalam hal Bank berkantor pusat di wilayah kerja Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri.
7. Lampiran I sampai dengan Lampiran XII merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
XII. PENUTUP...
35
XII. PENUTUP
Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku:
1. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/9/DPM tanggal 16
Februari 2004 perihal Tata Cara Pemberian Fasilitas Pembiayaan
Jangka Pendek Bagi Bank Syariah; dan
2. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/35/DPM tanggal 3
Agustus 2005 perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 6/9/DPM tanggal 16 Februari 2004 perihal Tata
Cara Pemberian Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek Bagi Bank
Syariah,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 22
Oktober 2013.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
EDY SETIADI
KEPALA DEPARTEMEN PERBANKAN SYARIAH
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 15/44/DPbS|SE-BI/2013 </reg_id>
<reg_title> Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Syariah Bagi Bank Umum Syariah. </reg_title>
<set_date> 22 Oktober 2013 </set_date>
<effective_date> 22 Oktober 2013 </effective_date>
<replaced_reg> '7/35/DPM|SE-BI/2005', '6/9/DPM|SE-BI/2004' </replaced_reg>
<related_reg> '11/24/PBI/2009', '14/20/PBI/2012' </related_reg>
|
No.13/33/DSM
Jakarta, 30 Desember 2011
SURA T EDARA N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal:
Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa oleh Bank.
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia
Nomor 13/20/PBI/2011 tentang Penerimaan Devisa Hasil Ekspor dan
Penarikan Devisa Utang Luar Negeri (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5241) dan Peraturan Bank Indonesia
Nomor 13/21/PBI/2011 tentang Pemantauan Kegiatan Lalu Lintas
Devisa Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5242), maka dalam rangka meningkatkan efektivitas pelaksanaan
pelaporan kegiatan Lalu Lintas Devisa oleh Bank, perlu diatur
kembali peraturan pelaksanaan dan petunjuk teknis pelaporan
kegiatan Lalu Lintas Devisa oleh Bank sebagai berikut:
I. UMUM
Pelaporan kegiatan Lalu Lintas Devisa oleh Bank dimaksudkan
untuk memperoleh keterangan dan data mengenai kegiatan Lalu
Lintas Devisa secara benar dan tepat waktu yang diperlukan untuk
penyusunan statistik Neraca Pembayaran Indonesia, Posisi Investasi
Internasional …
2
Internasional Indonesia, dan statistik lainnya, serta untuk
mendukung pelaksanaan kebijakan terkait penerimaan devisa hasil
ekspor.
II. PENGERTIAN
1. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, termasuk
kantor cabang bank asing di Indonesia, dan Bank Umum Syariah
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun
2008 tentang Perbankan Syariah.
2.
Lalu Lintas Devisa yang selanjutnya disebut LLD adalah
perpindahan aset dan kewajiban finansial antara penduduk dan
bukan penduduk, termasuk perpindahan aset dan kewajiban
finansial luar negeri antar penduduk.
3.
Kegiatan Lalu Lintas Devisa yang selanjutnya disebut Kegiatan LLD
adalah kegiatan yang menimbulkan perpindahan aset dan
kewajiban finansial antara penduduk dan bukan penduduk,
termasuk perpindahan aset dan kewajiban finansial luar negeri
antar penduduk.
4. Aset Finansial Luar Negeri yang selanjutnya disebut AFLN adalah
aktiva Penduduk terhadap bukan Penduduk baik dalam valuta
asing maupun rupiah, antara lain dalam bentuk kas dalam valuta
asing, simpanan pada bukan penduduk, dan kepemilikan surat
berharga yang diterbitkan oleh bukan penduduk.
5.
Kewajiban Finansial Luar Negeri yang selanjutnya disebut KFLN
adalah pasiva Penduduk terhadap bukan Penduduk baik dalam
valuta asing maupun rupiah, antara lain dalam bentuk simpanan
milik bukan penduduk, kepemilikan bukan penduduk pada surat
berharga …
3
berharga yang diterbitkan penduduk, pinjaman dari bukan
penduduk, dan ekuitas dari bukan penduduk.
6. Penduduk adalah orang, badan hukum, atau badan lainnya yang
berdomisili atau berencana berdomisili di Indonesia sekurang-
kurangnya 1 (satu) tahun, termasuk perwakilan dan staf diplomatik
Republik Indonesia di luar negeri sebagaimana diatur dalam
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
7. Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa Bank.
8.
Laporan Kegiatan LLD yang selanjutnya disebut Laporan LLD
adalah laporan atas kegiatan yang menimbulkan perpindahan aset
dan kewajiban finansial antara penduduk dan bukan penduduk
termasuk perpindahan aset dan kewajiban finansial luar negeri
antar penduduk.
9. Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean
sebagaimana diatur dalam ketentuan kepabeanan.
10. Periode Laporan yang selanjutnya disebut PL adalah periode data
dari tanggal 1 sampai dengan akhir bulan yang bersangkutan.
11. Masa Penyampaian Laporan yang selanjutnya disebut MPL adalah
periode penyampaian Laporan LLD dari tanggal 1 sampai dengan
tanggal 15 setelah berakhirnya PL.
12. Masa Penyampaian Koreksi Laporan yang selanjutnya disebut MPKL
adalah periode penyampaian koreksi Laporan LLD dari tanggal 1 sampai
dengan tanggal 20 setelah berakhirnya PL.
13.
14.
Devisa Hasil Ekspor yang selanjutnya disebut DHE adalah devisa yang
diterima eksportir dari hasil kegiatan ekspor.
Pemberitahuan Ekspor Barang yang selanjutnya disebut PEB adalah
dokumen pabean yang digunakan untuk pemberitahuan
pelaksanaan …
4
pelaksanaan ekspor barang yang dapat berupa tulisan di atas
formulir atau media elektronik sebagaimana diatur dalam ketentuan
kepabeanan.
15. Tanggal PEB adalah tanggal pendaftaran PEB.
16.
Nilai PEB adalah nilai Ekspor atas dasar free on board (FOB) yang
tercantum pada PEB.
17. Dokumen Pendukung adalah dokumen terkait transaksi ekspor
nasabah.
18.
Jam Kerja adalah jam kerja Bank Indonesia setempat sesuai dengan
kedudukan Bank.
III. PELAPOR
Pelapor meliputi seluruh Bank.
IV. LAPORAN LLD, KOREKSI LAPORAN, DAN FORMAT LAPORAN LLD
A. LAPORAN LLD
Laporan LLD yang wajib disampaikan Bank kepada Bank Indonesia
terdiri dari:
1. Laporan Transaksi, yaitu laporan mengenai transaksi Bank
dan/atau Nasabah yang mempengaruhi AFLN/KFLN Bank,
dan Rincian Transaksi Ekspor (RTE) yang disertai Dokumen
Pendukung dan Daftar Penyampaian Dokumen Pendukung
apabila pada Laporan Transaksi yang disampaikan Bank
terdapat transaksi terkait Ekspor Nasabah.
Cakupan Laporan Transaksi terdiri atas:
a. Transaksi di atas USD10.000,00 (sepuluh ribu dollar
Amerika Serikat) atau ekuivalennya.
Transaksi di atas USD10.000,00 (sepuluh ribu dollar
Amerika …
5
Amerika Serikat) atau ekuivalennya dilaporkan secara
individual per transaksi dan terinci, yang mencakup
keterangan dan data antara lain mengenai:
1) Jenis AFLN/KFLN, status dan kategori pelaku
transaksi, hubungan keuangan antar pelaku transaksi,
jenis valuta dan nilai transaksi, serta tujuan transaksi.
2) Khusus untuk transaksi terkait Ekspor Nasabah, RTE
meliputi antara lain keterangan dan data mengenai
nama penerima DHE, sandi kantor pabean, serta
tanggal dan nomor pendaftaran PEB.
3) Khusus transaksi ekspor yang memerlukan dokumen
pendukung, Daftar Penyampaian Dokumen Pendukung
meliputi antara lain sandi kantor pabean, nomor
pendaftaran PEB, dan nama file.
b. Transaksi sampai dengan USD10.000,00 (sepuluh ribu
dollar Amerika Serikat) atau ekuivalennya.
Transaksi sampai dengan USD10.000,00 (sepuluh ribu
dollar Amerika Serikat) atau ekuivalennya dilaporkan
secara gabungan dan dikelompokkan menurut jenis
rekening dan jenis valuta, tanpa dilengkapi dengan
keterangan mengenai status dan kategori pelaku
transaksi, hubungan keuangan antar pelaku transaksi
dan tujuan transaksi.
Dalam hal Nasabah memberikan keterangan dan data
sebagaimana dimaksud pada huruf a, maka Bank wajib
melaporkan transaksi dimaksud secara individual per
transaksi dan terinci.
Perhitungan nilai ekuivalen USD untuk transaksi dalam mata
uang selain USD menggunakan kurs tengah akhir bulan yang
diumumkan Bank Indonesia pada PL sebelumnya.
2. Laporan …
6
2. Laporan Posisi, yaitu laporan mengenai posisi dan penambahan
atau pengurangan dari setiap jenis AFLN/KFLN Bank.
Cakupan Laporan Posisi meliputi antara lain keterangan dan
data mengenai negara debitur/kreditur dan jenis valuta dari
masing-masing AFLN/KFLN Bank.
Penjelasan lebih lanjut mengenai cakupan Laporan Transaksi
termasuk RTE, Dokumen Pendukung dan Daftar Penyampaian
Dokumen Pendukung, serta Laporan Posisi, adalah sebagaimana
diatur dalam Petunjuk Teknis Pelaporan Kegiatan LLD oleh Bank,
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank
Indonesia ini.
B. KOREKSI LAPORAN LLD
1. Laporan dinyatakan benar apabila laporan memuat
keterangan dan data Kegiatan LLD sesuai dengan fakta
sebenarnya atau dokumen pendukungnya, serta telah
memenuhi rincian cakupan yang telah ditetapkan oleh Bank
Indonesia.
2. Dalam hal Bank tidak menyampaikan Laporan LLD secara
benar sebagaimana dimaksud pada angka 1, maka Bank
wajib menyampaikan koreksi atas Laporan LLD yang telah
disampaikan kepada Bank Indonesia.
3.
Koreksi terhadap Laporan LLD sebagaimana dimaksud pada
angka 2 disampaikan secara lengkap untuk setiap jenis file
laporan yang dikoreksi.
Contoh: …
7
Contoh:
Bank telah menyampaikan Laporan LLD untuk PL September
2012, namun masih terdapat kesalahan pada file RTE, yaitu
field nilai PEB pada baris ke-6 dan baris ke-25.
Dalam hal ini, Bank wajib melakukan koreksi terhadap
kesalahan pengisian field nilai PEB pada baris ke-6 dan 25
dalam file RTE bulan September 2012 dan menyampaikan
kembali secara utuh file RTE tersebut kepada Bank Indonesia .
4.
Koreksi Laporan LLD sebagaimana dimaksud pada angka 3
yang terakhir diterima oleh Bank Indonesia merupakan
pengganti atas laporan yang disampaikan sebelumnya.
5. Apabila Laporan Transaksi dan Laporan Posisi yang telah
disampaikan Bank kepada Bank Indonesia diindikasikan
tidak benar, termasuk Laporan Transaksi terkait RTE yang
masih harus dilengkapi dengan data/informasi dari nasabah
berikut Dokumen Pendukung, Bank Indonesia akan meminta
klarifikasi kepada Bank melalui surat dan/atau media
lainnya.
Contoh-1:
Bank Indonesia akan meminta klarifikasi kepada Bank
apabila dalam Laporan Transaksi terkait RTE terdapat
perbedaan antara nilai DHE dengan nilai Ekspor berdasarkan
PEB.
Contoh-2:
Bank Indonesia akan meminta klarifikasi kepada Bank
apabila dalam Laporan Transaksi terkait RTE terdapat field
keterangan yang diisi dengan pembayaran di muka yang
dibayar …
8
dibayar penuh atau pembayaran di muka yang dibayar
sebagian, dan belum dilengkapi dengan informasi PEB.
6. Bank harus menyampaikan tanggapan atas permintaan
klarifikasi dari Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada
angka 5 dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Untuk Laporan Transaksi dan Laporan Posisi yang
diindikasikan tidak benar, tanggapan Bank disampaikan
melalui surat atau dengan media lainnya paling lama 10
(sepuluh) hari kerja setelah batas akhir MPKL. Tanggapan
dimaksud harus disampaikan dengan koreksi apabila
laporan yang diindikasikan tidak benar tersebut diakui
ketidakbenarannya oleh Bank. Khusus untuk koreksi
Laporan Transaksi terkait RTE wajib dilampiri dengan
Dokumen Pendukung. Apabila laporan yang diindikasikan
tidak benar tersebut dianggap benar oleh Bank dan telah
sesuai dengan keterangan dan data yang dimiliki, maka
Bank cukup memberikan tanggapan berupa klarifikasi
tanpa melakukan koreksi.
b. Untuk Laporan Transaksi terkait RTE yang masih perlu
dilengkapi keterangan dan data dari nasabah, yaitu untuk
record dengan field keterangan yang berisi ‘pembayaran di
muka yang dibayar penuh’ atau ‘pembayaran di muka
yang dibayar sebagian,’ Bank harus menyampaikan
tanggapan dengan melengkapi RTE tersebut dengan
informasi PEB yang meliputi Sandi Kantor Pabean, Nomor
Pendaftaran PEB, Tanggal PEB, dan Nilai PEB, berikut
Dokumen Pendukung. Tanggapan dimaksud disampaikan
secara online sesuai dengan MPL.
Contoh: …
9
Contoh:
Nasabah Bank, PT. C, menerima pembayaran di muka
sebagian pada tanggal 20 Agustus 2012 (hari Senin). Bank
menyampaikan RTE terkait hal ini dengan nomor identifikasi
tertentu dalam Laporan LLD PL bulan Agustus 2012, namun
belum mencakup informasi PEB yang meliputi Sandi Kantor
Pabean, Nomor Pendaftaran PEB, Tanggal PEB, dan Nilai PEB.
Terkait dengan RTE tersebut, pada bulan September 2012
Bank Indonesia meminta Bank untuk melengkapi RTE dengan
informasi PEB dari Nasabah berikut Dokumen Pendukung.
Nasabah kemudian memberikan informasi PEB kepada Bank
bersamaan dengan saat diterbitkannya PEB tersebut, yaitu
tanggal 20 November 2012 (hari Selasa) berikut Dokumen
Pendukung.
Berdasarkan contoh di atas, Bank menyampaikan informasi
PEB PT. C dalam RTE PL bulan November 2012 beserta
Dokumen Pendukung pada MPL bulan Desember 2012
dengan nomor identifikasi yang sama dengan RTE PL bulan
Agustus 2012.
7. Bank Indonesia dapat meminta konfirmasi atas Laporan LLD
yang telah disampaikan Bank melalui surat dan/atau media
lainnya untuk memperoleh informasi lebih lanjut dalam
rangka monitoring LLD serta penyusunan statistik dan
analisisnya.
8. Bank harus menyampaikan tanggapan atas permintaan
konfirmasi sebagaimana dimaksud pada angka 7 paling lama
5 (lima) hari kerja sejak tanggal diterimanya permintaan
konfirmasi tersebut. Apabila berdasarkan permintaan
konfirmasi dimaksud terdapat kesalahan Laporan LLD, maka
Bank …
10
Bank harus melakukan koreksi terhadap Laporan LLD dan
menyampaikannya kepada Bank Indonesia secara online
selama MPKL atau secara offline setelah MPKL.
C. FORMAT LAPORAN
Laporan Transaksi termasuk RTE, Dokumen Pendukung, dan
Daftar Penyampaian Dokumen Pendukung, serta Laporan Posisi
disusun berdasarkan spesifikasi format laporan yang ditetapkan
oleh Bank Indonesia. Laporan Transaksi termasuk RTE dan Daftar
Penyampaian Dokumen Pendukung serta Laporan Posisi terdiri
dari beberapa baris (record) dan setiap record terdiri dari beberapa
rincian baris (field) yang dinyatakan dalam bentuk sandi-sandi
dengan format American Standard Code for Information Interchange
(ASCII). Sementara, Dokumen Pendukung disampaikan dalam
bentuk softcopy dengan format PDF atau file yang telah
dikompresi.
Penjelasan lebih lanjut mengenai format laporan adalah
sebagaimana diatur dalam Petunjuk Teknis Pelaporan Kegiatan
LLD oleh Bank.
V. PENYAMPAIAN LAPORAN LLD DAN/ATAU KOREKSI LAPORAN
LLD
A. TATA CARA PELAPORAN
1. Laporan LLD dan/atau koreksi Laporan LLD disampaikan
kepada Bank Indonesia oleh kantor pusat bagi Bank yang
berkantor pusat di Indonesia dan oleh kantor cabang yang
bertindak sebagai koordinator bagi Bank yang berkantor
pusat di luar Indonesia.
2. Penyampaian …
11
2. Penyampaian Laporan LLD dan/atau koreksi Laporan LLD
sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan secara online,
masing-masing sesuai MPL dan MPKL.
3. Apabila dalam suatu PL tertentu Bank tidak melakukan
Kegiatan LLD, Bank tetap wajib menyampaikan Laporan LLD.
4. Laporan LLD sebagaimana dimaksud pada angka 3 berupa
laporan yang isinya nihil sebagaimana diatur dalam Petunjuk
Teknis Pelaporan Kegiatan LLD oleh Bank.
5. Khusus untuk Laporan LLD terkait RTE, Bank wajib
menyampaikan Dokumen Pendukung untuk setiap record
pada RTE tersebut yang memenuhi kriteria tertentu, dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. Dalam hal pada suatu record dalam RTE terdapat selisih
kurang antara nilai DHE dan Nilai PEB, penyampaian
Dokumen Pendukung diatur sebagai berikut:
1) Untuk selisih kurang yang jumlahnya lebih besar dari 10%
(sepuluh per seratus) Nilai PEB atau di atas ekuivalen
Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), Bank harus
menyampaikan Dokumen Pendukung.
2) Untuk selisih kurang yang jumlahnya lebih kecil atau sama
dengan 10% (sepuluh per seratus) Nilai PEB atau paling
banyak ekuivalen Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah)
dari nilai PEB yang disebabkan antara lain karena adanya
biaya administrasi dan komisi, Bank tidak perlu
menyampaikan Dokumen Pendukung.
b. Dokumen Pendukung sebagaimana dimaksud pada butir a
meliputi antara lain surat keterangan tentang
penangguhan pembayaran dari importir dan perjanjian
jual beli antara eksportir dan importir. Penjelasan lebih
lanjut …
12
lanjut mengenai Dokumen Pendukung adalah sebagaimana
diatur dalam Petunjuk Teknis Pelaporan Kegiatan LLD oleh
Bank.
c. Dokumen Pendukung disampaikan Bank dengan
menggunakan Daftar Penyampaian Dokumen Pendukung
sebagaimana diatur dalam Petunjuk Teknis Pelaporan
Kegiatan LLD oleh Bank yang disampaikan dalam bentuk
softcopy.
d. Dalam hal Bank melaporkan RTE atau Bank menerima
Dokumen Pendukung untuk transaksi Ekspor dengan cara
pembayaran usance L/C, konsinyasi, pembayaran kemudian,
collection yang jatuh temponya melebihi atau sama dengan 90
(sembilan puluh) hari setelah tanggal PEB, Bank wajib
menyampaikan Dokumen Pendukung sesuai dengan MPL.
Contoh:
Nasabah Bank, PT. A, mengirimkan barang ke luar negeri
dengan cara pembayaran menggunakan usance L/C 180
(seratus delapan puluh) hari. Selanjutnya, berdasarkan
dokumen PEB diperoleh informasi PEB antara lain Tanggal
PEB yaitu 12 Maret 2012. PT. A menyampaikan informasi PEB
beserta dokumen pendukung yaitu perjanjian penjualan dan
usance L/C kepada Bank tanggal 15 Maret 2012.
Dalam hal ini, Bank wajib menyampaikan informasi PEB PT. A
dalam RTE bulan Maret 2012 beserta Dokumen
Pendukungnya pada MPL bulan April 2012.
e. Untuk RTE terkait pembayaran di muka, Bank
menyampaikan informasi PEB, yang meliputi Sandi Kantor
Pabean, Nomor Pendaftaran PEB, Tanggal PEB, dan Nilai PEB
kepada Bank Indonesia, setelah Bank memperoleh informasi
dimaksud …
13
dimaksud dari Nasabah sesuai dengan MPL.
Contoh:
Nasabah memperoleh informasi atas PEB yang diterbitkan
tanggal 11 Mei 2012 (hari Jum’at), yaitu saat barang dikirim.
Nasabah menyampaikan informasi tersebut kepada Bank
tanggal 14 Mei 2012 (hari Senin).
Dalam hal ini, Bank menyampaikan informasi PEB PT. A
dalam RTE bulan Mei 2012 pada MPL bulan Juni 2012.
f. Bagi Bank yang telah menyampaikan RTE terkait pembayaran
di muka, Bank wajib melengkapi RTE tersebut dengan nomor
identifikasi dan informasi mengenai PEB sebagaimana
dimaksud pada huruf e dan menyampaikannya beserta
Dokumen Pendukung kepada Bank Indonesia pada MPL
berikutnya setelah Bank memperoleh informasi PEB dari
Nasabah.
Contoh:
Nasabah Bank, PT. B, menerima pembayaran di muka pada
tanggal 20 April 2012 (hari Jum’at) dan Bank telah
menyampaikan RTE terkait informasi atas penerimaan di
muka Nasabah tersebut untuk PL bulan April 2012 yang
disampaikan bulan Mei 2012 dengan nomor identifikasi
tertentu, namun belum mencakup informasi PEB yang
meliputi Sandi Kantor Pabean, Nomor Pendaftaran PEB,
Tanggal PEB, dan Nilai PEB. Selanjutnya, berdasarkan
dokumen PEB yang diterbitkan tanggal 21 Juni 2012 (hari
Kamis) yaitu saat barang dikirim, Nasabah memperoleh
informasi PEB dimaksud yang kemudian disampaikan kepada
Bank tanggal 25 Juni 2012 (hari Senin) berikut Dokumen
Pendukung …
14
Pendukung berupa perjanjian penjualan.
Dalam hal ini, Bank menyampaikan informasi PEB PT. B
dalam RTE bulan Juni 2012 beserta Dokumen Pendukungnya
pada MPL bulan Juli 2012 dengan nomor identifikasi yang
sama dengan yang dicantumkan pada RTE bulan April 2012.
6. Dalam hal Laporan LLD terkait RTE tidak dilengkapi dengan
Dokumen Pendukung sebagaimana dimaksud pada angka 5,
maka RTE dimaksud dianggap tidak benar.
7. Laporan LLD atau koreksi Laporan LLD yang disampaikan oleh
Bank dinyatakan telah diterima Bank Indonesia apabila laporan
tersebut telah memenuhi persyaratan kuantitas dan kualitas yang
ditandai dengan UJI KUALITAS OK dalam aplikasi sistem
pelaporan LLD Bank. Penjelasan lebih lanjut mengenai
persyaratan kuantitas dan kualitas diatur dalam Petunjuk Teknis
Pelaporan Kegiatan LLD oleh Bank.
8. Tanggal penerimaan Laporan LLD atau koreksi Laporan LLD
adalah tanggal penerimaan file laporan tersebut yang telah
memenuhi persyaratan kuantitas dan kualitas sebagaimana
dimaksud pada angka 7.
9. Apabila Bank dalam MPL melakukan koreksi atas Laporan LLD
yang dinyatakan telah diterima sebagaimana dimaksud pada
angka 8, maka status laporan yang berlaku sesuai dengan status
koreksi laporan yang terakhir disampaikan oleh Bank kepada
Bank Indonesia.
Contoh:
Bank telah menyampaikan laporan LLD untuk PL Juni 2012 pada
tanggal 5 Juli 2012 yang telah memenuhi persyaratan kuantitas
dan kualitas. Pada tanggal 9 Juli 2012 Bank menyampaikan
koreksi …
15
koreksi atas Laporan LLD tersebut yang telah memenuhi
persyaratan kuantitas dan kualitas. Selanjutnya, apabila pada
tanggal 15 Juli 2012 (akhir MPL) Bank kembali mengoreksi dan
sampai dengan pukul 24.00 WIB masih belum memenuhi
persyaratan kuantitas dan kualitas, maka status laporan yang
berlaku adalah status laporan yang disampaikan tanggal 15 Juli
2012. Dalam hal ini Bank dinyatakan belum menyampaikan
laporan.
Selanjutnya apabila Bank menyampaikan kembali koreksi atas
Laporan LLD tersebut pada tanggal 16 Juli 2012 dan telah
memenuhi persyaratan kuantitas dan kualitas, maka dalam hal
ini Bank dinyatakan terlambat menyampaikan laporan.
10. Tata cara pelaporan lebih lanjut diatur dalam Petunjuk Teknis
Pelaporan Kegiatan LLD oleh Bank .
B. MEDIA PENYAMPAIAN LAPORAN
1. Laporan LLD dan/atau koreksi Laporan LLD disampaikan
kepada Bank Indonesia secara online melalui media ekstranet
Bank Indonesia dengan menggunakan akses ke ekstranet
yang diberikan oleh Bank Indonesia kepada Bank.
2. Dalam hal Laporan LLD dan/atau koreksi Laporan LLD tidak
dapat disampaikan secara online karena adanya gangguan
teknis atau penyampaian koreksi Laporan LLD yang
melampaui tanggal 20 setelah berakhirnya PL, maka Laporan
LLD dan/atau koreksi Laporan LLD disampaikan secara
offline dengan menggunakan media antara lain compact disk
(CD), flash disk, dan/atau media perekaman data elektronik
lainnya melalui Kantor Pusat Bank Indonesia atau Kantor
Bank Indonesia dengan alamat sebagaimana dimaksud pada
angka …
16
angka IX.
C. PERIODE LAPORAN
1. Laporan LLD disampaikan secara bulanan yang meliputi data
selama 1 (satu) PL.
2. Laporan LLD sebagaimana dimaksud pada angka 1 mencakup
Laporan Transaksi sejak tanggal 1 (satu) sampai dengan akhir
bulan, serta data posisi dan mutasi AFLN/KFLN Bank.
D. MPL
MPL diatur dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Untuk Laporan LLD yang disampaikan secara online, batas akhir
MPL adalah tanggal 15 bulan MPL pukul 24.00 WIB.
Contoh:
Untuk kegiatan LLD PL Juli 2012, batas akhir MPL adalah
tanggal 15 Agustus 2012 (hari Rabu) pukul 24.00 WIB.
2. Apabila hari terakhir penyampaian Laporan LLD secara online
jatuh pada hari Sabtu, Minggu, atau hari libur, maka batas akhir
MPL tidak berubah, kecuali ditetapkan lain melalui pengumuman
resmi Bank Indonesia.
Contoh:
Untuk kegiatan LLD PL Agustus 2012, batas akhir MPL adalah
tanggal 15 September 2012 (hari Sabtu) pukul 24.00 WIB.
3. Apabila terjadi gangguan teknis yang menyebabkan Bank tidak
dapat menyampaikan Laporan LLD secara online, maka Laporan
LLD disampaikan selama MPL secara offline dalam Jam Kerja.
Contoh:
Gangguan teknis terjadi pada tanggal 10 Agustus 2012 (hari
Jum’at) …
17
Jum’at) pukul 09.20 WIB, maka Bank dapat menyampaikan
Laporan LLD PL Juli 2012 secara offline pada tanggal 10 Agustus
2012 dalam Jam Kerja.
4. Dalam hal gangguan teknis yang menyebabkan Bank tidak dapat
menyampaikan Laporan LLD secara online terjadi pada tanggal 15
bulan MPL, penyampaian Laporan LLD diatur sebagai berikut:
a. Untuk gangguan teknis yang terjadi di Bank dan dapat diatasi
sebelum pukul 24.00 WIB, Bank menyampaikan Laporan LLD
secara online pada tanggal 15 bulan MPL sampai dengan
pukul 24.00 WIB.
Contoh:
Gangguan teknis di Bank terjadi pada tanggal 15 Agustus
2012 (hari Rabu) pukul 11.00 WIB dan telah diatasi pada
pukul 16.10 WIB, maka Bank menyampaikan Laporan LLD PL
Juli 2012 secara online pada tanggal 15 Agustus 2012 sampai
dengan pukul 24.00 WIB.
b. Untuk gangguan teknis yang terjadi di Bank dan belum dapat
diatasi sampai dengan pukul 24.00 WIB, Bank menyampaikan
Laporan LLD secara offline pada hari kerja berikutnya dalam
Jam Kerja dengan memberikan bukti-bukti pendukung
terjadinya gangguan teknis.
Contoh:
Gangguan teknis di Bank terjadi pada tanggal 15 Oktober
2012 (hari Senin) sampai dengan pukul 24.00 WIB, maka
Bank dapat menyampaikan Laporan LLD PL September 2012
secara offline pada tanggal 16 Oktober 2012 (hari Selasa)
dalam Jam Kerja dengan memberikan bukti-bukti pendukung
terjadinya gangguan teknis.
c. Untuk gangguan teknis yang terjadi di Bank Indonesia yang
dapat diatasi sebelum berakhirnya Jam Kerja, Bank
menyampaikan …
18
menyampaikan Laporan LLD secara online pada tanggal 15
sampai dengan pukul 24.00 WIB.
Contoh:
Gangguan teknis di Bank Indonesia terjadi pada tanggal 15
Agustus 2012 (hari Rabu) pukul 10.00 WIB dan telah diatasi
pada pukul 15.25 WIB, maka Bank menyampaikan Laporan
LLD PL Juli 2012 secara online pada tanggal 15 Agustus 2012
sampai dengan pukul 24.00 WIB.
d. Untuk gangguan teknis yang terjadi di Bank Indonesia yang
belum dapat diatasi sampai dengan berakhirnya Jam Kerja,
Bank menyampaikan Laporan LLD pada hari kerja berikutnya
secara online jika gangguan teknis dapat diatasi atau secara
offline dalam Jam Kerja jika gangguan belum dapat diatasi.
Contoh-1:
Gangguan teknis di Bank Indonesia terjadi pada tanggal 15
Agustus 2012 (hari Rabu) dan belum teratasi sampai dengan
pukul 16.15 WIB, maka Bank menyampaikan Laporan LLD PL
Juli 2012 secara offline pada tanggal 16 Agustus 2012 (hari
Kamis) dalam Jam Kerja.
Contoh-2:
Apabila gangguan teknis pada Contoh-1 di atas dapat diatasi
pada tanggal 16 Agustus 2012, maka Bank menyampaikan
laporan LLD PL Juli 2012 secara online pada tanggal 16
Agustus 2012 sampai dengan pukul 24.00 WIB.
E. MPKL
MPKL diatur dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Untuk koreksi Laporan LLD yang disampaikan secara online,
batas akhir MPKL adalah tanggal 20 bulan MPL pukul 24.00 WIB.
Contoh: …
19
Contoh:
Koreksi Laporan LLD untuk PL Juli 2012 dapat disampaikan
secara online paling lama tanggal 20 Agustus 2012 (hari Senin)
pukul 24.00 WIB.
2. Apabila hari terakhir penyampaian koreksi Laporan LLD secara
online jatuh pada hari Sabtu, Minggu, atau hari libur, maka batas
akhir MPKL tidak berubah, kecuali ditetapkan lain melalui
pengumuman resmi Bank Indonesia.
Contoh:
Koreksi Laporan LLD untuk PL September 2012 dapat
disampaikan secara online paling lama tanggal 20 Oktober 2012
(hari Sabtu) pukul 24.00 WIB.
3. Apabila Bank menyampaikan koreksi Laporan LLD pada tanggal
16 sampai dengan 20 dan tidak memenuhi persyaratan kuantitas
dan kualitas, maka Laporan LLD yang dinyatakan diterima Bank
Indonesia adalah laporan terakhir yang telah memenuhi
persyaratan kuantitas dan kualitas.
Contoh:
Bank telah menyampaikan Laporan LLD untuk periode laporan
bulan Juni 2012 pada tanggal 15 Juli 2012 dan telah memenuhi
persyaratan kuantitas dan kualitas. Pada tanggal 19 Juli 2012
Bank menyampaikan koreksi atas Laporan LLD yang
disampaikan pada tanggal 15 Juli 2012 dan telah memenuhi
persyaratan kuantitas dan kualitas. Selanjutnya apabila pada
tanggal 20 Juli 2012 (akhir MPKL) Bank melakukan koreksi
kembali dan sampai dengan pukul 24.00 WIB masih belum
memenuhi persyaratan kuantitas dan kualitas, maka status
laporan yang berlaku adalah status laporan yang disampaikan
tanggal 19 Juli 2012.
4. Koreksi …
20
4. Koreksi Laporan LLD atas dasar permintaan klarifikasi Bank
Indonesia dapat dilakukan secara offline dalam Jam Kerja.
Contoh:
Bank Indonesia meminta klarifikasi kepada Bank pada tanggal 25
Mei 2012 atas sejumlah record Laporan Transaksi PL bulan April
2012. Setelah membandingkan dengan bukti yang dimiliki, Bank
menemukan beberapa kesalahan yang mengakibatkan Laporan
Transaksi tersebut harus dikoreksi.
Dalam hal ini, sebagaimana diatur pada butir IV.B.6.a., Bank
dapat menyampaikan koreksi Laporan Transaksi PL April 2012
kepada Bank Indonesia secara offline paling lama 10 hari kerja
setelah batas akhir MPKL.
5. Dalam hal terjadi gangguan teknis yang menyebabkan Bank tidak
dapat menyampaikan koreksi Laporan LLD secara online terjadi
pada tanggal 20 bulan MPL, maka penyampaian koreksi Laporan
LLD tersebut diatur sebagai berikut:
a. Untuk gangguan teknis yang terjadi di Bank dan dapat diatasi
sebelum pukul 24.00 WIB, Bank menyampaikan koreksi
Laporan LLD secara online pada tanggal 20 bulan MPL sampai
dengan pukul 24.00 WIB.
Contoh:
Gangguan teknis di Bank terjadi pada tanggal 20 Agustus
2012 (hari Senin) pukul 10.00 WIB dan telah diatasi pada
pukul 16.10 WIB, maka Bank menyampaikan koreksi
Laporan LLD PL Juli 2012 secara online pada tanggal 20
Agustus 2012 sampai dengan pukul 24.00 WIB.
b. Untuk gangguan teknis yang terjadi di Bank dan belum dapat
diatasi sampai dengan pukul 24.00 WIB, Bank
menyampaikan koreksi Laporan LLD secara offline pada hari
kerja …
21
kerja berikutnya dalam Jam Kerja dengan memberikan bukti-
bukti pendukung terjadinya gangguan teknis.
Contoh:
Gangguan teknis di Bank terjadi pada tanggal 20 September
2012 (hari Kamis) sampai dengan pukul 24.00 WIB, maka
Bank menyampaikan koreksi Laporan LLD PL Agustus 2012
secara offline pada tanggal 21 September 2012 (hari Jum’at)
dalam Jam Kerja dengan memberikan bukti-bukti pendukung
terjadinya gangguan teknis.
c. Untuk gangguan teknis yang terjadi di Bank Indonesia yang
dapat diatasi sebelum berakhirnya Jam Kerja, Bank
menyampaikan koreksi Laporan LLD secara online pada
tanggal 20 bulan MPL sampai dengan pukul 24.00 WIB.
Contoh:
Gangguan teknis di Bank Indonesia terjadi pada tanggal 20
November 2012 (hari Selasa) pukul 11.10 WIB dan telah
diatasi pada pukul 15.15 WIB, maka Bank menyampaikan
koreksi Laporan LLD PL Oktober 2012 secara online pada
tanggal 20 November 2012.
d. Untuk gangguan teknis yang terjadi di Bank Indonesia yang
belum dapat diatasi sampai dengan berakhirnya Jam Kerja,
Bank menyampaikan koreksi Laporan LLD pada hari kerja
berikutnya secara online jika gangguan teknis dapat diatasi
atau secara offline dalam Jam Kerja jika gangguan belum
dapat diatasi.
Contoh-1:
Gangguan teknis di Bank Indonesia terjadi pada tanggal 20
Desember 2012 (hari Kamis) dan belum teratasi sampai
dengan pukul 16.15 WIB, maka Bank menyampaikan koreksi
Laporan LLD PL November 2012 secara offline pada tanggal 21
Desember …
22
Desember 2012 (hari Jum’at) dalam Jam Kerja.
Contoh-2:
Apabila gangguan teknis pada Contoh-1 di atas dapat diatasi
pada tanggal 21 Desember 2012, maka Bank dapat
menyampaikan koreksi laporan LLD PL November 2012
secara online pada tanggal 21 Desember 2012 sampai dengan
pukul 24.00 WIB.
F. TERLAMBAT MENYAMPAIKAN LAPORAN
1. Bank dinyatakan terlambat menyampaikan Laporan LLD apabila
Laporan LLD disampaikan setelah berakhirnya MPL sebagaimana
dimaksud pada butir V.D.1, V.D.2, V.D.3, atau V.D.4 sampai
dengan akhir bulan MPL dalam Jam Kerja.
Contoh:
Apabila Laporan LLD Bank untuk PL Juli 2012 diterima Bank
Indonesia secara online pada tanggal 16 Agustus 2012 (hari
Kamis), maka Bank tersebut dinyatakan terlambat menyampaikan
laporan.
2. Dalam hal akhir bulan MPL jatuh pada hari Sabtu, Minggu, atau
hari libur, Bank dinyatakan terlambat menyampaikan Laporan
LLD apabila Laporan LLD disampaikan setelah berakhirnya MPL
sampai dengan hari kerja berikutnya setelah akhir bulan MPL
dalam Jam Kerja.
Contoh:
Bank terlambat menyampaikan Laporan LLD untuk PL Agustus
2012 apabila Laporan LLD disampaikan tanggal 1 Oktober 2012
(hari senin) dalam Jam Kerja.
3. Batas akhir penyampaian Laporan LLD secara online bagi Bank
yang terlambat menyampaikan Laporan LLD, adalah tanggal 20
bulan …
23
bulan MPL pukul 24.00 WIB.
Contoh:
Batas akhir penyampaian Laporan LLD PL September 2012 secara
online adalah tanggal 20 Oktober 2012 (hari Sabtu) sampai dengan
pukul 24.00 WIB.
4. Penyampaian Laporan LLD setelah tanggal 20 bulan MPL sampai
dengan akhir bulan MPL dalam Jam Kerja dilakukan secara
offline.
Contoh:
Batas akhir penyampaian Laporan LLD PL Juni 2012 secara offline
adalah tanggal 31 Juli 2012 (hari Selasa) dalam Jam Kerja.
G. TIDAK MENYAMPAIKAN LAPORAN
1. Bank dinyatakan tidak menyampaikan Laporan LLD apabila
sampai dengan Jam Kerja berakhir pada akhir bulan MPL , Bank
Indonesia belum menerima Laporan LLD.
2. Dalam hal akhir bulan MPL jatuh pada hari Sabtu, Minggu, atau
hari libur, Bank dinyatakan tidak menyampaikan Laporan LLD
apabila sampai dengan Jam Kerja berakhir pada hari kerja
berikutnya, Bank Indonesia belum menerima Laporan LLD.
Contoh:
Sampai dengan tanggal 1 Oktober 2012 (hari Senin) sampai
dengan berakhirnya Jam Kerja, Bank Indonesia belum
menerima Laporan LLD Bank untuk PL Agustus 2012, maka
Bank dinyatakan tidak menyampaikan Laporan LLD.
3. Bank sebagaimana dimaksud angka 1 dan 2 tetap wajib
menyampaikan Laporan LLD kepada Bank Indonesia secara
offline.
H. PENELITIAN …
24
H. PENELITIAN KEBENARAN LAPORAN
1. Bank Indonesia dapat melakukan penelitian terhadap
kebenaran keterangan dan data dalam bentuk kegiatan
evaluasi, dan pemeriksaan langsung (on-site).
2.
Dalam rangka meningkatkan kualitas Laporan LLD, Bank
Indonesia secara berkala atau sewaktu-waktu dapat
melakukan penelitian atas kebenaran Laporan LLD dalam
bentuk kegiatan evaluasi. Kesalahan Laporan LLD yang
ditemukan dalam kegiatan evaluasi akan dikenakan sanksi
administratif berupa denda laporan tidak benar sesuai jumlah
isian field yang tidak benar.
3.
Apabila diperlukan, Bank Indonesia dapat melakukan
pemeriksaan langsung terhadap Laporan LLD Bank yang
masih diragukan kebenarannya. Pemeriksaan tersebut
meliputi antara lain pemeriksaan bukti transaksi,
pembukuan, catatan dan dokumen yang berkaitan dengan
pelaporan dimaksud. Kesalahan Laporan LLD yang
ditemukan dalam kegiatan pemeriksaan langsung akan
dikenakan sanksi administratif berupa denda laporan tidak
benar sesuai dengan jumlah isian field yang tidak benar.
VI. PROSEDUR PEROLEHAN INFORMASI
Dalam rangka mendukung kelancaran penyampaian Laporan LLD
kepada Bank Indonesia, ditetapkan hal-hal sebagai berikut:
1. Bank wajib meminta keterangan dan data kepada nasabah yang
melakukan Kegiatan LLD melalui Bank, baik untuk kepentingan
administrasi pelaporan Bank maupun untuk memenuhi
permintaan Bank Indonesia.
2. Dalam …
25
2. Dalam hal suatu Kegiatan LLD melibatkan lebih dari satu Bank di
dalam negeri, maka untuk mendukung kelancaran pelaporan
ditetapkan sebagai berikut:
a. Bank dapat melakukan tukar-menukar informasi yang
diperlukan untuk pelaporan Kegiatan LLD dengan Bank lain
dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku mengenai
kerahasiaan data dan/atau informasi.
b. Tukar-menukar informasi sebagaimana dimaksud pada huruf
a harus memperhatikan batas waktu MPL.
c. Untuk keperluan komunikasi dalam rangka tukar-menukar
informasi antar Bank, setiap Bank harus menunjuk petugas
(contact person) yang bertanggung jawab terhadap kelancaran
komunikasi tersebut dilengkapi dengan alamat e-mail, nomor
telepon dan/atau nomor faksimili.
Penjelasan lebih lanjut mengenai pelaporan Kegiatan LLD yang
melibatkan lebih dari satu Bank di dalam negeri dapat dilihat
pada Petunjuk Teknis Pelaporan Kegiatan LLD oleh Bank.
3. Bank harus melakukan verifikasi terhadap keterangan dan data
yang diperoleh dari Nasabah untuk memastikan akurasi Laporan
LLD.
4. Bank harus melakukan verifikasi terhadap Dokumen Pendukung
untuk memastikan keterangan dan data yang disampaikan
Nasabah sesuai dengan Dokumen Pendukung.
5. Bank harus memiliki sistem dan prosedur dalam perolehan
keterangan dan data serta dalam penyusunan Laporan LLD yang
dituangkan dalam suatu pedoman tertulis, sehingga Bank dapat
menyampaikan Laporan LLD dengan benar dan tepat waktu.
6. Bank harus menunjuk petugas dan penanggung jawab untuk
menyusun, memverifikasi, dan menyampaikan Laporan LLD kepada
Bank …
26
Bank Indonesia. Nama petugas dan penanggung jawab tersebut
termasuk perubahannya harus disampaikan kepada Bank Indonesia
melalui surat yang ditandatangani oleh Direktur Bank.
VII. PENGENAAN SANKSI
A. SANKSI ATAS LAPORAN TIDAK BENAR
Bagi Bank yang menyampaikan laporan tidak secara benar
sebagaimana dimaksud pada butir IV.B.1 dikenakan sanksi
administratif berupa denda dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Apabila Bank menyampaikan Laporan LLD yang belum memuat
keterangan dan data sesuai dengan fakta sebenarnya atau secara
teknis masih diisi dengan sandi sementara dan tidak diperbaiki
sampai dengan berakhirnya MPL, Bank dikenakan sanksi
administratif berupa denda sebesar Rp50.000,00 (lima puluh ribu
rupiah) untuk setiap field yang tidak benar atau masih diisi
dengan sandi sementara dengan denda paling banyak sebesar
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Contoh:
Dalam Laporan Transaksi terkait RTE PL Juni 2012 terdapat 1
record yang masih menggunakan sandi sementara, yaitu untuk
field sandi kantor pabean (diisi ‘YYYYYY’) dan nomor pendaftaran
PEB (diisi ‘YYYYYYYY’).
Berdasarkan contoh tersebut, apabila sampai dengan tanggal 15
Juli 2012 sandi sementara tersebut belum diperbaiki, Bank
dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar
Rp100.000,00 (2 field x Rp50.000,00).
2. Apabila laporan yang tidak benar ditemukan pada kegiatan
evaluasi, Bank dikenakan sanksi administratif berupa denda
sebesar Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) untuk setiap isian
field …
27
field yang tidak benar dengan denda paling banyak sebesar
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Contoh:
Berdasarkan kegiatan evaluasi terhadap Laporan Transaksi
terkait RTE untuk PL bulan Juli sampai dengan Desember 2012
terdapat 22 isian field yang tidak benar, yang terdiri dari 5 field
sandi kantor pabean, 10 field tanggal PEB, dan 7 field nilai PEB.
Berdasarkan contoh tersebut, Bank dikenakan sanksi
administratif berupa denda sebesar Rp1.100.000,00 (22 record x
Rp50.000,00).
3. Apabila laporan yang tidak benar ditemukan berdasarkan
pemeriksaan langsung oleh Bank Indonesia, Bank dikenakan
sanksi administratif berupa denda sebesar Rp50.000,00 (lima
puluh rupiah) untuk setiap isian field yang tidak benar dengan
denda paling banyak sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah).
Contoh-1:
Berdasarkan pemeriksaan langsung, ditemukan bahwa dari
seluruh record Laporan Transaksi PL Desember 2012 terdapat 20
isian field yang tidak benar dalam 11 record, maka Bank
dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar
Rp1.000.000,00 (20 field x Rp50.000,00).
B. SANKSI ATAS KETERLAMBATAN PENYAMPAIAN LAPORAN
Bagi Bank yang terlambat menyampaikan laporan sebagaimana
dimaksud pada butir V.F dikenakan sanksi administratif berupa
denda sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk setiap
hari keterlambatan.
Contoh: …
28
Contoh:
Apabila Laporan LLD untuk PL Oktober 2012 diterima Bank
Indonesia tanggal 19 November 2012, maka Bank dinyatakan
terlambat menyampaikan laporan selama 4 (empat) hari
keterlambatan dan dikenakan sanksi administratif berupa denda
sebesar Rp4.000.000,00 (4 xRp1.000.000,00).
C. SANKSI TIDAK MENYAMPAIKAN LAPORAN
Bagi Bank yang tidak menyampaikan laporan sebagaimana
dimaksud pada butir V.G. dikenakan sanksi administratif berupa
denda sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Contoh:
Apabila sampai dengan 31 Oktober 2012 Laporan LLD untuk PL
September 2012 belum diterima Bank Indonesia, maka Bank
dinyatakan tidak menyampaikan Laporan LLD dan dikenakan
sanksi denda sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
D. TATA CARA PENGENAAN SANKSI DENDA
Pengenaan sanksi denda sebagaimana dimaksud pada huruf A, B,
dan C, diatur sebagai berikut:
1. Bank Indonesia menyampaikan surat pemberitahuan sanksi
denda kepada Bank.
2. Bank dapat mengajukan tanggapan atas surat pemberitahuan
sanksi denda sebagaimana dimaksud pada angka 1.
Tanggapan tersebut disampaikan secara tertulis dan harus
telah diterima oleh Bank Indonesia paling lambat 15 (lima
belas) hari kerja sejak diterimanya surat pemberitahuan
sanksi denda oleh Bank.
3. Pembebanan …
29
3. Pembebanan sanksi denda dilakukan setelah adanya surat
penetapan sanksi denda dari Bank Indonesia.
4. Pembebanan sanksi denda sebagaimana dimaksud dalam
angka 3 dilakukan dengan cara mendebet rekening giro Bank
di Bank Indonesia untuk rekening Kas Negara yang terdapat
di Bank Indonesia.
VIII. PENYAMPAIAN LAPORAN DALAM KEADAAN MEMAKSA (FORCE
MAJEURE)
1. Keadaan memaksa merupakan keadaan yang secara nyata-nyata
menyebabkan Bank tidak dapat menyampaikan Laporan LLD
dan/atau koreksi Laporan LLD, antara lain karena kebakaran,
kerusuhan massa, terorisme, bom, perang, sabotase, serta
bencana alam seperti gempa bumi dan banjir yang dibenarkan
oleh penguasa atau pejabat dari instansi terkait di daerah
setempat.
2. Bank yang mengalami keadaan memaksa selama satu MPL atau
lebih, dikecualikan dari kewajiban menyampaikan Laporan LLD
dan/atau koreksi Laporan LLD. Bank wajib menyampaikan
Laporan LLD dan/atau koreksi Laporan LLD setelah Bank
kembali melakukan kegiatan operasional secara normal.
Contoh:
Daerah tempat Bank beroperasi mengalami gempa bumi pada
tanggal 28 September 2012 yang mengakibatkan Bank tidak
dapat melakukan kegiatan operasional selama 1 (satu) bulan.
Dalam kondisi ini, Bank dikecualikan dari kewajiban
menyampaikan Laporan LLD dan/atau koreksi Laporan LLD PL
September 2012. Dalam hal Bank kembali melakukan kegiatan
operasional secara normal, Bank harus menyampaikan Laporan
LLD …
30
LLD dan/atau koreksi Laporan LLD.
3. Bank yang mengalami keadaan memaksa kurang dari 1 (satu)
MPL, dikecualikan dari kewajiban menyampaikan Laporan LLD
dan/atau koreksi Laporan LLD sesuai batas waktu yang telah
ditentukan.
Contoh:
Daerah tempat Bank beroperasi mengalami banjir yang
mengakibatkan Bank tidak dapat melakukan kegiatan
operasional sejak tanggal 3 Oktober sampai dengan 6 Oktober
2012.
Dalam kondisi ini, Bank diperbolehkan menyampaikan Laporan
LLD dan/atau koreksi Laporan LLD PL bulan September 2012
melewati tanggal 15 Oktober 2012.
4. Bank yang mengalami keadaan memaksa harus segera
menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Bank
Indonesia disertai penjelasan mengenai keadaan memaksa
tersebut yang paling kurang memuat informasi mengenai:
a.
jenis keadaan memaksa dengan melampirkan surat
keterangan yang dibenarkan oleh penguasa atau pejabat dari
instansi terkait di daerah setempat;
b. dampak terhadap penyampaian Laporan LLD; dan
c. perkiraan lamanya keadaan memaksa.
5. Bank dapat menyampaikan pemberitahuan secara tertulis
mengenai keadaan memaksa melalui kantor pusat Bank, kantor
cabang Bank, atau pihak lain yang ditunjuk oleh Bank.
6. Pemberitahuan secara tertulis mengenai keadaan memaksa yang
terjadi selama 1 (satu) MPL atau lebih, harus disampaikan untuk
setiap MPL sampai dengan berakhirnya keadaan memaksa.
IX. ALAMAT …
31
IX. ALAMAT PENYAMPAIAN LAPORAN LLD DAN/ATAU KOREKSI
LAPORAN LLD SECARA OFFLINE DAN SURAT MENYURAT KEPADA
BANK INDONESIA
Penyampaian Laporan LLD dan/atau koreksi Laporan LLD secara
offline dan surat menyurat kepada Bank Indonesia diatur sebagai
berikut:
1. Bagi Bank yang berkedudukan di dalam wilayah Jakarta, Depok,
Bogor, Bekasi, Karawang, dan Provinsi Banten ditujukan kepada:
Bank Indonesia
Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter
Biro Neraca Pembayaran
Menara Sjafruddin Prawiranegara, Lantai 16
Jl. M.H. Thamrin No. 2
Jakarta 10350
2.
Bagi Bank yang berkedudukan di luar wilayah Jakarta, Depok,
Bogor, Bekasi, Karawang, dan Provinsi Banten ditujukan kepada
Kantor Bank Indonesia setempat sebagaimana terdapat pada
Petunjuk Teknis Pelaporan Kegiatan LLD oleh Bank.
3. Help desk untuk komunikasi melalui media elektronik:
Telepon :
Faksimili :
E-mail
:
(021) 3817410 dan (021) 3818388
(021) 3866063 dan (021) 3800134
lldbank@bi.go.id
Khusus komunikasi terkait sistem informasi dan jaringan,
ditujukan kepada Direktorat Pengelolaan Sistem Informasi
Bank Indonesia dengan nomor telepon (021) 3818000.
X. KETENTUAN …
32
X. KETENTUAN PERALIHAN
1. Untuk data Laporan LLD PL Oktober 2011 yang disampaikan
pada bulan November 2011 sampai dengan data Laporan LLD PL
Mei 2012 yang disampaikan pada bulan Juni 2012 diatur sebagai
berikut:
a. MPL paling lama tanggal 20 setelah berakhirnya PL; dan
b. MPKL paling lama tanggal 25 setelah berakhirnya PL.
2. Tanggapan atas permintaan klarifikasi Laporan LLD sampai
dengan PL Juni 2012 disampaikan paling lambat 15 (lima belas)
hari kerja setelah diterimanya permintaan klarifikasi dari Bank
Indonesia.
XI. PENUTUP
Pengenaan sanksi ketidakbenaran terhadap Laporan Transaksi
terkait RTE yang diisi dengan sandi sementara sebagaimana
dimaksud pada butir VII.A.1, serta bagi Bank yang tidak
menyampaikan Dokumen Pendukung sebagaimana dimaksud pada
butir V.A.6 mulai diberlakukan untuk data PL bulan Maret 2012
yang disampaikan pada bulan April 2012.
Dengan diberlakukannya Surat Edaran ini maka:
1. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/13/DSM langgal 13 Juni
2001 perihal Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa oleh Bank;
dan
2. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/28/DSM tanggal 30
November 2007 perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 3/13/DSM tanggal 13 Juni 2001 perihal
Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa oleh Bank,
dicabut …
33
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi sejak data PL Januari 2012
yang disampaikan bulan Februari 2012.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 30
Desember 2011.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HARTADI A. SARWONO
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 13/33/DSM|SE-BI/2011 </reg_id>
<reg_title> Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa oleh Bank. </reg_title>
<set_date> 30 Desember 2011 </set_date>
<effective_date> 30 Desember 2011 </effective_date>
<replaced_reg> '3/13/DSM|SE-BI/2001', '9/28/DSM|SE-BI/2007' </replaced_reg>
<related_reg> '13/20/PBI/2011', '13/21/PBI/2011' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi VII', 'Romawi V Huruf H Angka 3', 'Romawi V Huruf H Angka 2' </penalty_list>
|
No. 6/45/DASP
Jakarta, 25 Oktober 2004
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal : Batasan Nominal Transaksi Antar Bank Untuk Kepentingan
Nasabah Melalui Sistem Bank Indonesia Real Time Gross
Settlement Sehubungan Dengan Hari Libur Nasional Tertentu.
Berdasarkan Peraturan Bank
Indonesia Nomor 6/8/PBI/2004 tanggal
11 Maret 2004 tentang Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 28, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4373) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia
Nomor 6/13/PBI/2004 tanggal 9 Juni 2004 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank
Indonesia Nomor 6/8/PBI/2004 tentang Sistem Bank Indonesia Real Time Gross
Settlement (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 49,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4387), Penyelenggara mempunyai kewajiban
untuk menjamin Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (Sistem BI-
RTGS) berfungsi dengan baik.
Berkenaan dengan hal tersebut di atas dan sehubungan dengan terjadinya
peningkatan volume transaksi pembayaran antar Bank melalui Sistem BI-RTGS
yang sangat signifikan pada periode waktu tertentu, seperti menjelang dan setelah
Idul Fitri, Natal dan Tahun Baru serta hari-hari besar nasional lainnya, maka untuk
menjaga kelancaran kegiatan operasional Sistem BI-RTGS dipandang perlu untuk
melakukan pembatasan volume transaksi yang dapat dilakukan melalui Sistem BI-
RTGS pada periode tertentu sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini, sebagai
berikut :
1. Transaksi …
1.
Transaksi antar Peserta untuk kepentingan nasabah yang menggunakan TRN
IFT00000 bagi Bank, dan BIRBI540 bagi Bank Indonesia, dengan batasan
nominal transaksi di bawah Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah),
tidak dapat dilakukan melalui Sistem BI-RTGS.
2.
Bagi transaksi antar Peserta untuk kepentingan nasabah yang berupa transaksi
multiple credit, batasan nominal transaksi untuk setiap rekening penerima
dana yang dituju ditetapkan sesuai dengan batasan nilai nominal sebagaimana
dimaksud dalam angka 1.
3.
Batasan nominal transaksi sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan angka
2, berlaku untuk periode transaksi yang Penyelesaian Akhirnya dilakukan
pada tanggal 8 November 2004 sampai dengan tanggal 22 November 2004
dan tanggal 20 Desember 2004 sampai dengan tanggal 31 Desember 2004.
4.
Agar transaksi antar Peserta untuk kepentingan nasabah sebagaimana
dimaksud dalam angka 1 dan angka 2 dapat tetap dilakukan oleh Bank, maka
transaksi tersebut dapat diselesaikan melalui kliring penyerahan sesuai
dengan jadwal yang akan diumumkan oleh penyelenggara kliring.
5.
Berkaitan dengan ketentuan pembatasan nominal transaksi sebagaimana
dimaksud dalam angka 1 dan angka 2, seluruh Peserta wajib
menginformasikan hal tersebut kepada nasabah masing-masing Peserta.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 25 Oktober 2004.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
Ttd.
MOHAMAD ISHAK
DIREKTUR AKUNTING
DAN SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 6/45/DASP|SE-BI/2004 </reg_id>
<reg_title> Batasan Nominal Transaksi Antar Bank Untuk Kepentingan Nasabah Melalui Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement Sehubungan Dengan Hari Libur Nasional Tertentu. </reg_title>
<set_date> 25 Oktober 2004 </set_date>
<effective_date> 25 Oktober 2004 </effective_date>
<related_reg> '6/8/PBI/2004', '6/13/PBI/2004' </related_reg>
|
No.10/ 33 /DPNP
Jakarta, 15 Oktober 2008
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN KONVENSIONAL
DI INDONESIA
Perihal : Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam
Rupiah dan Valuta Asing
Sehubungan dengan ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia
Nomor 10/19/PBI/2008 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank
Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 145, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4904) perlu diatur ketentuan pelaksanaan dalam suatu Surat
Edaran Bank Indonesia sebagai berikut:
I. UMUM
Stabilitas moneter merupakan hal yang sangat diperlukan dalam rangka
menciptakan kondisi perekonomian yang kondusif dan stabil. Krisis
ekonomi global berdampak pada terjadinya kekeringan likuiditas keuangan
dan perbankan yang dapat mengancam stabilitas moneter. Untuk mengatasi
kekeringan likuiditas tersebut, Bank Indonesia menempuh beberapa
kebijakan pelonggaran likuiditas untuk meminimalkan risiko yang dapat
mempengaruhi …
mempengaruhi stabilitas, antara lain melalui penetapan Giro Wajib
Minimum.
II.
JASA GIRO
1. Persentase Jasa Giro
a. Sesuai dengan Pasal 11 Peraturan Bank Indonesia Nomor
10/19/PBI/2008 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum pada
Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing, Bank Indonesia
memberikan jasa giro setiap hari kerja yang diperhitungkan secara
harian terhadap bagian tertentu saldo Rekening Giro Rupiah Bank,
bagi Bank yang memenuhi GWM dalam rupiah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 Peraturan Bank Indonesia Nomor
10/19/PBI/2008 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum pada
Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing.
b. Jasa giro diberikan terhadap 2,5% (dua koma lima persen) dari
rata-rata harian total DPK Bank dalam rupiah bagi Bank yang
memenuhi GWM dalam rupiah sebagaimana dimaksud pada
huruf a.
c. Jasa giro sebagaimana dimaksud pada huruf b diberikan setiap hari
kerja yang diperhitungkan secara harian dengan persentase
ditetapkan berdasarkan tingkat bunga efektif tahunan dengan
metode perhitungan sebagai berikut:
Persentase jasa irog harian= +
1
Tingkat bunga
efektif tahunan
(1/ 360)
−1
Tingkat bunga efektif tahunan ditetapkan sebesar BI-Rate yang
berlaku pada hari yang sama dengan perhitungan bagian tertentu
dari pemenuhan kewajiban GWM dalam rupiah yang diberikan
jasa …
jasa giro (2,5% dari total DPK dalam rupiah) dikurangi dengan
600 (enam ratus) basis points. Dengan demikian, persentase jasa
giro harian pada periode t menjadi sebagai berikut:
{
Persentase jasa irog hariant = +1 (BI Ratet −600bps)}(1/ 360) 1
−
Hasil perhitungan persentase jasa giro harian tersebut di atas
dibulatkan menjadi 4 (empat) angka dibelakang koma sesuai
dengan sistem yang berlaku.
Contoh :
Perhitungan persentase jasa giro harian pada tanggal 27 Januari
dengan asumsi BI-Rate yang berlaku pada tanggal tersebut adalah
9% (sembilan persen) maka tingkat bunga efektif tahunan untuk
perhitungan persentase jasa giro adalah sebesar 9% (sembilan
persen) dikurangi 600 basis points yaitu sebesar 3% (tiga persen).
Berdasarkan metode perhitungan tersebut, persentase jasa giro
harian yang diberikan pada tanggal 27 Januari terhadap bagian
tertentu saldo Rekening Giro Rupiah Bank yang diperuntukkan
untuk pemenuhan kewajiban GWM dalam rupiah adalah:
Persentase jasa giro harian = {1 + (9% - 600bps)} 1/360 – 1
= 0,0082%
2. Perhitungan Jasa Giro
a. Jasa giro dihitung untuk setiap hari kerja berdasarkan saldo
Rekening Giro Rupiah Bank yang tercatat dan diperoleh dari
sistem akunting Bank Indonesia. Pengkreditan jasa giro pada
Rekening Giro Rupiah Bank, sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 15 Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/19/PBI/2008 tentang
Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam
Rupiah dan Valuta Asing, dilakukan sebagai berikut:
1) Paling …
1) Paling lambat tanggal 10 bagi jasa giro periode tanggal
1 sampai dengan tanggal 7 bulan yang sama;
2) Paling lambat tanggal 18 bagi jasa giro periode tanggal
8 sampai dengan tanggal 15 bulan yang sama;
3) Paling lambat tanggal 26 bagi jasa giro periode tanggal
16 sampai dengan tanggal 23 bulan yang sama;
4) Paling lambat tanggal 3 bulan berikutnya bagi jasa giro periode
tanggal 24 sampai dengan tanggal akhir bulan sebelumnya.
b. Dalam hal tanggal pengkreditan jasa giro jatuh pada hari libur,
maka pengkreditan saldo Rekening Giro Bank dilakukan oleh Bank
Indonesia pada hari kerja berikutnya.
c. Dalam hal dikemudian hari diketahui terjadi kekurangan atau
kelebihan dalam pengkreditan yang terkait dengan pemberian jasa
giro dimaksud, Bank Indonesia dapat langsung mengkredit atau
mendebet rekening giro bank yang bersangkutan sebagaimana
diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai Sistem Bank
Indonesia Real Time Gross Settlement.
III. PENGENAAN SANKSI ATAS PELANGGARAN GWM
1. Pendebetan Rekening Giro Bank dalam rangka pengenaan sanksi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 Peraturan Bank Indonesia
Nomor 10/19/PBI/2008 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum
pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing dilakukan paling
lambat pada 3 (tiga) hari kerja berikutnya setelah tanggal terjadinya
pelanggaran GWM.
2. Dalam hal tanggal pendebetan Rekening Giro Bank jatuh pada hari
libur, maka pendebetan dilakukan oleh Bank Indonesia pada hari kerja
berikutnya.
3. Dalam …
3. Dalam hal dikemudian hari diketahui terjadi kekurangan atau kelebihan
dalam pendebetan yang terkait dengan pengenaan sanksi dimaksud,
Bank Indonesia dapat langsung mendebet atau mengkredit rekening
giro bank yang bersangkutan sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank
Indonesia mengenai Sistem Bank Indonesia Real Time Gross
Settlement.
IV. PERHITUNGAN GWM, JASA GIRO DAN SANKSI PELANGGARAN
GWM
Contoh:
Bank A memiliki rata-rata harian DPK dalam rupiah dalam masa laporan
sejak tanggal 8 sampai dengan tanggal 15 bulan Januari sebesar
Rp55.000.000.000.000,00 (lima puluh lima trilyun rupiah).
Saldo Rekening Giro Rupiah Bank A di Bank Indonesia pada:
-
tanggal 24 Januari adalah sebesar Rp4.125.000.000.000,00 (empat
trilyun seratus dua puluh lima milyar rupiah) atau 7,5% dari DPK
dalam rupiah;
-
tanggal 25 Januari adalah sebesar Rp4.125.000.000.000,00 (empat
trilyun seratus dua puluh lima milyar rupiah) atau 7,5% dari DPK
dalam rupiah;
-
tanggal 26 Januari adalah sebesar Rp3.850.000.000.000,00 (tiga trilyun
delapan ratus lima puluh milyar rupiah) atau 7% dari DPK dalam
rupiah;
-
tanggal 27 Januari adalah sebesar Rp4.950.000.000.000,00 (empat
trilyun sembilan ratus lima puluh milyar rupiah) atau 9% dari DPK
dalam rupiah;
- tanggal …
-
tanggal 28 Januari adalah sebesar Rp4.125.000.000.000,00 (empat
trilyun seratus dua puluh lima milyar rupiah) atau 7,5% dari DPK
dalam rupiah;
-
-
tanggal 29 Januari adalah sebesar Rp4.400.000.000.000,00 (empat
trilyun empat ratus milyar rupiah) atau 8% dari DPK dalam rupiah;
tanggal 30 Januari adalah sebesar Rp4.950.000.000.000,00 (empat
trilyun sembilan ratus lima puluh milyar rupiah) atau 9% dari DPK
dalam rupiah;
-
tanggal 31 Januari adalah sebesar Rp4.950.000.000.000,00 (empat
trilyun sembilan ratus lima puluh milyar rupiah) atau 9% dari DPK
dalam rupiah.
Diasumsikan tanggal 24, 25, 31 Januari dan tanggal 3 Februari bukan
merupakan hari kerja (hari libur) dan rata-rata suku bunga jangka waktu
1 (satu) hari overnight dari JIBOR pada tanggal 26 Januari adalah
sebesar 10%.
Dengan data tersebut di atas, maka:
1. Perhitungan GWM
GWM harian yang wajib dipelihara untuk masa laporan sejak
tanggal 24 sampai dengan tanggal akhir bulan Januari adalah
sebesar 7,5% (tujuh koma lima persen) dari Rp55.000.000.000.000,00
(lima puluh lima trilyun rupiah) yaitu sebesar Rp4.125.000.000.000,00
(empat trilyun seratus dua puluh lima milyar rupiah), sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 Peraturan Bank Indonesia Nomor
10/19/PBI/2008 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank
Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing.
2. Perhitungan Jasa Giro
a. Perhitungan jasa giro untuk masing-masing tanggal 27, 28, 29 dan
30 Januari adalah sebagai berikut:
0,0082% …
0,0082% x bagian saldo Rekening Giro Rupiah Bank yang
diberikan jasa giro; yaitu
0,0082% x Rp1.375.000.000.000,00 = Rp112.750.000,00
Saldo Rekening Giro Rupiah pada tanggal 24, 25, dan 31 Januari
tidak diberikan jasa giro, karena tanggal-tanggal tersebut bukan
merupakan hari kerja.
b. Pengkreditan jasa giro untuk masing-masing tanggal 27, 28, 29 dan
30 Januari dilakukan oleh Bank Indonesia pada Rekening
Giro Rupiah Bank paling lambat pada tanggal 4 Februari, karena
tanggal 3 Februari bukan merupakan hari kerja. Jasa giro yang
dikreditkan ke Rekening Giro Rupiah Bank adalah sebesar:
4 x Rp112.750.000,00= Rp451.000.000,00
Pembulatan dalam rangka pengkreditan Rekening Giro Bank oleh
Bank Indonesia dilakukan dengan memperhatikan sistem akunting
Bank Indonesia.
3. Perhitungan Sanksi Pelanggaran GWM
a. Sanksi terhadap kekurangan pemenuhan GWM pada tanggal
26 Januari dihitung sebagai berikut:
Rp275.000.000.000,00 x 1,25 x 10 x 1 hari
360 x 100
= Rp95.486.111,11
b. Pendebetan Rekening Giro Rupiah Bank untuk sanksi
atas kekurangan GWM pada tanggal 26 Januari sebesar
Rp95.486.111,11 dilakukan paling lambat pada 3 (tiga) hari kerja
berikutnya, yaitu pada tanggal 29 Januari.
Pembulatan dalam rangka pendebetan Rekening Giro Bank oleh
Bank Indonesia dilakukan dengan memperhatikan sistem akunting
Bank Indonesia.
V. PENUTUP …
V. PENUTUP
Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini maka Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 7/54/DPNP tanggal 29 November 2005 tentang
Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah
dan Valuta Asing sebagaimana telah diubah terakhir dengan Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 9/11/DPNP tanggal 30 April 2007 dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini:
1. Untuk ketentuan yang berkaitan dengan GWM dalam valuta asing
mulai berlaku pada tanggal diterbitkan dan berlaku surut sejak tanggal
13 Oktober 2008;
2. Untuk ketentuan yang berkaitan dengan GWM dalam rupiah mulai
berlaku pada tanggal 24 Oktober 2008.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HALIM ALAMSYAH
DIREKTUR DIREKTORAT
PENELITIAN DAN PENGATURAN PERBANKAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 10/33/DPNP|SE-BI/2008 </reg_id>
<reg_title> Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing </reg_title>
<set_date> 15 Oktober 2008 </set_date>
<replaced_reg> '9/11/DPNP|SE-BI/2007', '7/54/DPNP|SE-BI/2005' </replaced_reg>
<related_reg> '10/19/PBI/2008' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi III' </penalty_list>
|
No. 7/12/DPM
NoAAve
Jakarta, 8 April 2005
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM
Perihal :
Perubahan Ketiga Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
6/17/DPM Tanggal 6 April 2004 perihal Transaksi Perdagangan
Sertifikat Bank Indonesia Secara Repurchase Agreement (Repo)
Dengan Bank Indonesia Di Pasar Sekunder.
Dalam rangka penyesuaian mekanisme pengajuan transaksi SBI Repo yang
dapat terdiri dari 1 (satu) atau lebih seri SBI yang dimiliki Bank sepanjang tidak
melebihi batas maksimum yang ditetapkan yaitu sebesar 50% (lima puluh per
seratus) dari jumlah kepemilikan SBI yang tercatat dalam rekening perdagangan
pada 1 (satu) hari kerja sebelum pengajuan transaksi SBI Repo maka Surat Edaran
Bank Indonesia No.6/17/DPM tanggal 6 April 2004 tentang Transaksi Perdagangan
Sertifikat Bank Indonesia Secara Repurchase Agreement (Repo) Dengan Bank
Indonesia di Pasar Sekunder, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/47/DPM tanggal 29 Oktober 2004,
yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Peraturan Bank Indonesia Nomor
4/9/PBI/2002 tanggal 18 November 2002 tentang
Operasi Pasar Terbuka
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 126, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4243), sebagaimana telah diubah
beberapa kali terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/33/PBI/2004
tanggal 31 Desember 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4463),
Peraturan Bank Indonesia Nomor 4/10/PBI/2002 tanggal 18 November 2002
tentang …
2
tentang Sertifikat Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2002 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4244),
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/5/PBI/2004
tanggal 16 Februari 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4366) dan
Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/2/PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004 tentang
Bank Indonesia – Scripless Securities Settlement System (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4363), dipandang perlu untuk diatur kembali sebagai berikut:
Angka II.9 dihapus sehingga angka II berbunyi sebagai berikut :
“II. PERSYARATAN TRANSAKSI SBI REPO DENGAN BANK INDONESIA
1. SBI yang dapat dijual secara Repo kepada Bank Indonesia adalah :
a. SBI milik Bank yang tercatat dalam rekening perdagangan (active
account) dalam sarana BI-SSSS pada hari pengajuan transaksi; dan
b. Memiliki sisa jangka waktu sekurang-kurangnya 2 (dua) hari kerja.
2. Jumlah SBI milik Bank yang dapat dijual secara Repo kepada Bank
Indonesia adalah sebanyak-banyaknya 50% (lima puluh per seratus) dari
jumlah kepemilikan SBI yang tercatat pada rekening perdagangan di sarana
BI-SSSS pada 1 (satu) hari kerja sebelum pengajuan SBI Repo (T-1).
3. Jangka waktu SBI Repo adalah 1 (satu) hari. Dalam hal pengajuan
transaksi dilakukan pada 1 (satu) hari kerja sebelum hari libur maka
tanggal jatuh waktu SBI Repo ditetapkan pada hari kerja berikutnya.
4. Tingkat diskonto SBI Repo ditetapkan sebesar nilai tertinggi dari:
a. rata-rata tertimbang suku bunga PUAB sesi pagi jangka waktu 1 (satu)
hari pada 1 (satu) hari kerja sebelum transaksi ditambah 100 (seratus)
basis points; atau
b. rata-rata …
3
b. rata-rata tertimbang tingkat diskonto SBI jangka waktu 1 (satu) bulan
pada lelang terakhir ditambah 100 (seratus) basis points.
5.
Perhitungan jumlah hari dalam diskonto SBI Repo berdasarkan hari
kalender.
6. Penyelesaian SBI Repo dilaksanakan pada hari transaksi (same-day
settlement) melalui mekanisme DVP.
7. Bank yang mengajukan SBI Repo wajib memiliki saldo Rekening Surat
Berharga SBI yang mencukupi
di Central Registry untuk keperluan
Setelmen Surat Berharga SBI pada saat setelmen penjualan SBI Repo.
8. Bank wajib memiliki saldo rekening giro Rupiah di Bank Indonesia yang
mencukupi untuk keperluan Setelmen Dana pada saat setelmen pembelian
kembali SBI Repo.
9. Dihapus.
10. Bank tidak sedang dikenakan sanksi diberhentikan sementara (suspend)
atau diberhentikan secara permanen (close) sebagai peserta BI-SSSS.”
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran
ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
BUDI MULYA
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 7/12/DPM|SE-BI/2005 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Ketiga Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/17/DPM Tanggal 6 April 2004 perihal Transaksi Perdagangan Sertifikat Bank Indonesia Secara Repurchase Agreement (Repo) Dengan Bank Indonesia Di Pasar Sekunder. </reg_title>
<set_date> 8 April 2005 </set_date>
<effective_date> 8 April 2005 </effective_date>
<changed_reg> '6/17/DPM|SE-BI/2004' </changed_reg>
<extension_of> '6/47/DPM|SE-BI/2004' </extension_of>
<related_reg> '6/33/PBI/2004', '6/2/PBI/2004', '6/5/PBI/2004', '4/10/PBI/2002', '4/9/PBI/2002', '6/17/DPM|SE-BI/2004', '6/47/DPM|SE-BI/2004' </related_reg>
|
No.14/ 13 /DPNP
Jakarta, 9 April 2012
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal : Pencabutan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
23/15/BPPP tanggal 28 Februari 1991 perihal Kegiatan
Bank di Pasar Modal
Sehubungan dengan kedudukan dan kewenangan Bank
Indonesia untuk menetapkan peraturan berdasarkan Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3843) sebagaimana telah diubah
beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4962) dan telah dicabutnya ketentuan yang mendasari penerbitan
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 23/15/BPPP tanggal 28 Februari
1991 perihal Kegiatan Bank di Pasar Modal, perlu untuk mencabut
Surat Edaran Bank Indonesia dimaksud.
Berdasarkan…
Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 23/15/BPPP tanggal 28 Februari 1991 perihal
Kegiatan Bank di Pasar Modal dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 9
April 2012.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
MULYA E. SIREGAR
KEPALA DEPARTEMEN PENELITIAN DAN
PENGATURAN PERBANKAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 14/13/DPNP|SE-BI/2012 </reg_id>
<reg_title> Pencabutan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 23/15/BPPP tanggal 28 Februari 1991 perihal Kegiatan Bank di Pasar Modal </reg_title>
<set_date> 9 April 2012 </set_date>
<effective_date> 9 April 2012 </effective_date>
<replaced_reg> '23/15/BPPP|SE-BI/1991' </replaced_reg>
<related_reg> '2/PERPPU/2008', '6/UU/2009', '23/UU/1999', '23/15/BPPP|SE-BI/1991' </related_reg>
|
No. 7/43/DASP
Jakarta, 7 September 2005
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal : Batas Nilai Nominal Nota Debet dan Transfer Kredit dalam
Penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia
Sehubungan dengan telah diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia
Nomor 7/18/PBI/2005 tanggal 22 Juli 2005 tentang Sistem Kliring Nasional
Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 65,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4516), perlu dilakukan
pengaturan lebih lanjut mengenai batas nilai nominal Nota Debet dan transfer
kredit dalam penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)
dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut.
I. BATAS NILAI NOMINAL NOTA DEBET
A. Nota Debet yang Diterbitkan oleh Bank
Nilai nominal Nota Debet yang
diterbitkan oleh Bank
untuk
dikliringkan melalui Kliring Debet dalam penyelenggaraan SKNBI
paling banyak sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) per Nota
Debet.
B. Nota …
2
B. Nota Debet yang Diterbitkan oleh Bank Indonesia
1.
Nilai nominal Nota Debet yang diterbitkan oleh Bank Indonesia
tidak dibatasi.
2. Nota Debet dengan nilai nominal di atas Rp10.000.000,00
(sepuluh juta rupiah) yang diterbitkan oleh Bank Indonesia dapat
dikliringkan untuk ditujukan kepada Bank dan/atau nasabah
Bank hanya untuk kepentingan sebagai berikut:
a.
tagihan realisasi dan/atau biaya-biaya sehubungan dengan
pembukaan atau perubahan L/C impor;
b.
tagihan pokok dan/atau bunga Kredit Likuiditas Proyek
Kredit Mikro (KL PKM), Kredit Likuiditas Program Kredit
Modal Kerja Bank Indonesia dalam rangka Pengembangan
Bank Perkreditan Rakyat (KL KMK-BPR), Pembiayaan
Likuiditas Pembiayaan Modal Kerja dalam
Pengembangan Bank
rangka
Perkreditan Syariah (PL PMK-
BPRS), Kredit Likuiditas Kredit kepada Pengusaha Kecil
dan Pengusaha Mikro melalui Bank Perkreditan Rakyat
(KL KPKM-BPR), dan Pembiayaan Likuiditas Pembiayaan
kepada Pengusaha Kecil dan Pengusaha Mikro melalui
Bank Perkreditan Rakyat Syariah (PL KPKM-BPRS).
3.
Pelunasan tagihan-tagihan selain yang dimaksud pada angka 2,
apabila dilakukan melalui penyelenggaraan
SKNBI
harus
dilakukan dengan mengirimkan DKE Kredit oleh pihak yang
berhutang/pihak peminjam atau dengan memperhitungkan cek
atau bilyet giro yang
berhutang/pihak peminjam.
diterbitkan oleh pihak
4. Dalam hal Bank
yang
Indonesia memperhitungkan Nota Debet
sebagaimana dimaksud pada angka 2, Bank Indonesia
menggunakan sandi transaksi 45.
C. Pelanggaran …
3
C. Pelanggaran Penggunaan Nota Debet pada Wilayah Kliring PKL
Selain BI
1. Dalam hal terjadi penolakan Nota Debet pada Wilayah Kliring
yang diselenggarakan oleh PKL Selain BI karena Nota Debet
yang dikliringkan tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud pada huruf A dan/atau huruf B, maka Peserta yang
melakukan penolakan terhadap Nota Debet tersebut harus
melaporkan secara tertulis kepada PKL Selain BI disertai
fotokopi Nota Debet yang bersangkutan.
2. Dalam hal PKL Selain BI mengetahui adanya Nota Debet yang
dikliringkan tidak
sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud pada huruf A dan/atau huruf B, baik yang diketahui
berdasarkan laporan Peserta sebagaimana dimaksud pada angka
1 maupun berdasarkan hasil pengamatan PKL Selain BI dari
DKE Debet yang
diproses, maka PKL Selain BI
harus
menyampaikan informasi dimaksud secara tertulis kepada Bank
Indonesia yang mewilayahi, dengan disertai:
a.
Fotokopi Nota Debet, apabila informasi diketahui dari
Peserta yang melakukan penolakan; dan/atau
b.
Fotokopi rincian DKE Debet yang diserahkan atau yang
diterima yang menunjukkan pelanggaran Nota Debet dan
informasi mengenai ditolak atau tidaknya Nota Debet
tersebut, apabila informasi diketahui dari hasil pengamatan
PKL Selain BI.
3.
Informasi sebagaimana dimaksud pada angka 2 disampaikan
paling lambat pada hari kerja berikutnya setelah diterimanya
informasi dari Peserta atau diketahui adanya pelanggaran
penggunaan Nota Debet oleh PKL Selain BI.
4. Berdasarkan …
4
4.
Berdasarkan informasi sebagaimana dimaksud pada angka 3,
Bank Indonesia mengenakan sanksi kepada Peserta pengirim
dan/atau Peserta penerima Nota Debet sesuai dengan Pasal 70
Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/18/PBI/2005 tanggal 22 Juli
2005 tentang Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia.
II. BATAS NILAI NOMINAL TRANSFER KREDIT
Batas nilai nominal transfer kredit yang dapat dikliringkan melalui Kliring
Kredit dalam penyelenggaraan SKNBI adalah transfer kredit dengan nilai
nominal di bawah Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) per transaksi.
III. KETENTUAN PERALIHAN
Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini, maka:
A. Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 1/10/DASP
tanggal 31 Desember 1999 perihal Penggunaan Nota Debet Dalam
Kliring; dan
B. Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 4/12/DASP
tanggal 24 September 2002 perihal Jadwal Kliring dan Tanggal Valuta
Penyelesaian Akhir, Sistem Penyelenggaraan Kliring Lokal serta Jenis
dan Batasan Nominal Warkat atau Data Keuangan Elektronik;
dinyatakan tetap berlaku untuk
Wilayah Kliring
yang
belum
mengimplementasikan SKNBI sampai dengan Wilayah Kliring tersebut
mengimplementasikan SKNBI.
IV. PENUTUP
Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini, maka:
A. Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 1/10/DASP
tanggal 31 Desember 1999 perihal Penggunaan Nota Debet Dalam
Kliring; dan
B. Ketentuan …
5
B. Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 4/12/DASP
tanggal 24 September 2002 perihal Jadwal Kliring dan Tanggal Valuta
Penyelesaian Akhir, Sistem Penyelenggaraan Kliring Lokal serta Jenis
dan Batasan Nominal Warkat atau Data Keuangan Elektronik;
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini dilaksanakan sejak tanggal implementasi
SKNBI di Wilayah Kliring yang bersangkutan sesuai dengan pengumuman Bank
Indonesia.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 7 September 2005.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
MOHAMAD ISHAK
DIREKTUR AKUNTING
DAN SISTEM PEMBAYARAN
DASP
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 7/43/DASP|SE-BI/2005 </reg_id>
<reg_title> Batas Nilai Nominal Nota Debet dan Transfer Kredit dalam Penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia </reg_title>
<set_date> 7 September 2005 </set_date>
<effective_date> 7 September 2005 </effective_date>
<replaced_reg> '1/10/DASP|SE-BI/1999', '4/12/DASP|SE-BI/2002' </replaced_reg>
<related_reg> '7/18/PBI/2005' </related_reg>
|
No. 8/18/DASP
Jakarta, 23 Agustus 2006
S U R A T E D A R A N
Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
7/60/DASP tanggal 30 Desember 2005 perihal Prinsip
Perlindungan Nasabah dan Kehati-hatian, serta Peningkatan
Keamanan
Dalam
Penyelenggaraan Kegiatan Alat
Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu
-------------------------------------------------------------------------
Dalam
rangka meningkatkan kelancaran pelaksanaan
implementasi
teknologi chip pada Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu (APMK), dan
mengingat Penerbit dan Acquirer APMK membutuhkan waktu yang lebih
panjang untuk persiapan dan pengembangan sarana serta prasarana dalam
mengimplementasikan teknologi chip, perlu dilakukan perubahan terhadap
jadwal pelaksanaan implementasi teknologi chip pada APMK dimaksud.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, perlu dilakukan perubahan
terhadap Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/60/DASP tanggal
30 Desember 2005 perihal Prinsip Perlindungan Nasabah dan Kehati-hatian,
serta Peningkatan Keamanan Dalam Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran
Dengan Menggunakan Kartu, sebagai berikut:
1.
Ketentuan butir III.4 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
4. Penggunaan teknologi chip pada Kartu Kredit, Kartu ATM, Kartu
Debet, dan Kartu Prabayar wajib dilakukan dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. Kartu …
2
a. Kartu Kredit
Seluruh Kartu Kredit yang diterbitkan di Indonesia baik untuk
kartu baru maupun penggantian kartu lama (renewal) wajib telah
menggunakan teknologi chip paling lambat pada tanggal
31 Desember 2009.
b. Kartu ATM dan Kartu Debet
Jadwal implementasi dan standar teknologi chip untuk Kartu ATM
dan Kartu Debet akan ditetapkan dalam Surat Edaran Bank
Indonesia tersendiri.
c. Kartu Prabayar
Kartu Prabayar yang penerbitannya memerlukan persetujuan Bank
Indonesia wajib menggunakan teknologi chip dengan standar yang
akan ditetapkan dalam Surat Edaran Bank Indonesia tersendiri.
2.
Ketentuan butir III.5 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
5. Penggunaan teknologi yang dapat memproses kartu chip pada sistem
APMK seperti EDC, ATM, dan back end system sebagai upaya
peningkatan keamanan sistem, dan penggunaan 6 digit PIN untuk
pengamanan proses transaksi, dilakukan secara bertahap sebagai
berikut:
a. Acquirer Kartu Kredit wajib mengganti atau meningkatkan
keamanan pada seluruh EDC dan back end system yang disediakan
sehingga seluruh EDC dan back end system tersebut dapat
memproses transaksi dari Kartu Kredit yang menggunakan
teknologi chip paling lambat tanggal 31 Desember 2009.
b. Kewajiban penggantian atau peningkatan keamanan pada seluruh
ATM dan back end system, yang dimaksudkan agar seluruh ATM
dan back end system tersebut dapat memproses transaksi Kartu
ATM …
3
ATM dan Kartu Debet yang menggunakan teknologi chip, akan
ditetapkan dalam Surat Edaran Bank Indonesia tersendiri.
c. Jadwal implementasi penggunaan 6 digit PIN untuk pengamanan
proses transaksi APMK akan ditetapkan dalam Surat Edaran Bank
Indonesia tersendiri.
3. Ketentuan butir III.6 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
6. Berkaitan dengan kewajiban penggantian sebagaimana dimaksud pada
angka 4 dan angka 5, maka seluruh Kartu Kredit yang diterbitkan oleh
Penerbit di Indonesia, termasuk pemrosesan transaksinya, wajib
sepenuhnya telah berbasis teknologi chip paling lambat tanggal
31 Desember 2009.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 23 Agustus
2006.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
EDI SISWANTO
DIREKTUR AKUNTING
DAN SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 8/18/DASP|SE-BI/2006 </reg_id>
<reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/60/DASP tanggal 30 Desember 2005 perihal Prinsip Perlindungan Nasabah dan Kehati-hatian, serta Peningkatan Keamanan Dalam Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu </reg_title>
<set_date> 23 Agustus 2006 </set_date>
<effective_date> 23 Agustus 2006 </effective_date>
<changed_reg> '7/60/DASP|SE-BI/2005' </changed_reg>
<related_reg> '7/60/DASP|SE-BI/2005' </related_reg>
|
No.8/ 8 /DPbS
Jakarta, 1 Maret 2006
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM KONVENSIONAL YANG MENGUBAH
KEGIATAN USAHA MENJADI BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN
KEGIATAN USAHA BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH DAN
BANK UMUM KONVENSIONAL YANG MELAKSANAKAN
KEGIATAN USAHA BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH
DI INDONESIA
Perihal : Perubahan Kegiatan Usaha Bank Umum Konvensional
Menjadi Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha
Berdasarkan Prinsip Syariah dan Pembukaan Kantor Bank
yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip
Syariah oleh Bank Umum Konvensional
Dengan telah dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
8/3/PBI/2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 5,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4599) tanggal 30
Januari 2006 tentang Perubahan Kegiatan Usaha Bank Umum Konvensional
Menjadi Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip
Syariah dan Pembukaan Kantor Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha
Berdasarkan Prinsip Syariah oleh Bank Umum Konvensional, perlu ditetapkan
ketentuan pelaksanaan mengenai perubahan kegiatan usaha Bank Umum
konvensional menjadi bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah dan pembukaan kantor Bank yang melaksanakan
kegiatan ...
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah oleh Bank Umum konvensional
dalam Surat Edaran yang mencakup hal-hal sebagai berikut:
I. UMUM
1. Pengajuan permohonan izin atau rencana dan atau penyampaian laporan
sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/3/PBI/2006
wajib menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Surat
Edaran ini.
2. Dalam hal pengaturan pada Peraturan Bank Indonesia Nomor
8/3/PBI/2006 mengacu pada Peraturan Bank Indonesia Nomor
6/24/PBI/2004 tanggal 14 Oktober 2004 tentang Bank Umum yang
Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah maka format
permohonan izin atau
rencana dan atau laporan pelaksanaannya
menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Surat
Edaran Nomor 7/5/DPbS tanggal 8 Februari 2005 tentang Bank Umum
yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.
3. Dalam hal format permohonan izin atau rencana dan atau laporan
pelaksanaan tidak diatur secara khusus dalam Surat Edaran ini dan Surat
Edaran Ekstern Nomor 7/5/DPbS tanggal 8 Februari 2005 tentang Bank
Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah
maka pembuatan format tersebut diserahkan kepada masing-masing Bank.
II. PENYELESAIAN HAK DAN KEWAJIBAN BAGI BANK UMUM
KONVENSIONAL YANG BERUBAH MENJADI BANK UMUM YANG
MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA BERDASARKAN PRINSIP
SYARIAH
1. Penyelesaian seluruh hak dan kewajiban debitur dan kreditur dari kegiatan
usaha secara konvensional dilakukan paling lambat 360 (tiga ratus enam
puluh) hari sejak tanggal surat izin perubahan kegiatan usaha dikeluarkan.
Contoh ...
Contoh:
- Bank mengajukan izin perubahan kegiatan usaha tanggal 1 Januari
2006;
- dokumen izin perubahan kegiatan usaha diterima secara lengkap oleh
Bank Indonesia pada tanggal 15 Januari 2006;
- Bank Indonesia mengeluarkan izin perubahan kegiatan usaha pada
tanggal 15 Februari 2006;
maka seluruh hak dan kewajiban debitur dan kreditur dari kegiatan usaha
secara konvensional paling lambat harus diselesaikan pada tanggal 11
Februari 2007.
2. Dalam hal terdapat perbedaan antara tanggal izin perubahan kegiatan
usaha yang diberikan oleh Bank Indonesia dengan tanggal efektif
berlakunya izin perubahan kegiatan usaha Bank sesuai dengan tanggal
persetujuan dari
instansi yang berwenang, maka Bank hanya dapat
melakukan kegiatan usaha syariah sejak tanggal efektif berlakunya izin
perubahan kegiatan usaha Bank sesuai dengan tanggal persetujuan dari
instansi yang berwenang.
Contoh:
- Bank Indonesia mengeluarkan izin perubahan kegiatan usaha pada
tanggal 1 Maret 2006;
- Perubahan anggaran dasar Bank disetujui oleh instansi yang
berwenang pada tanggal 1 April 2006;
-
Terdapat nasabah Bank yang memiliki deposito dengan jatuh tempo
tanggal 27 Maret 2006, maka
a. jika nasabah ingin mencairkan depositonya maka Bank langsung
membayar;
b. jika nasabah ingin memperpanjang depositonya dan bersedia
menggunakan skema syariah maka Bank dapat memperpanjang
deposito nasabah tersebut mulai tanggal 1 April 2006.
III. PERMOHONAN ...
III. PERMOHONAN IZIN DAN PENYAMPAIAN LAPORAN
1. Pengajuan permohonan izin kepada Gubernur Bank Indonesia
menggunakan format sebagaimana terlampir, dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. Permohonan Izin Perubahan Kegiatan Usaha Konvensional Menjadi
Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah, menggunakan format
sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1;
b. Permohonan Persetujuan Prinsip Pembukaan Kantor Cabang Syariah,
menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 3;
c. Permohonan Izin Pembukaan Kantor Cabang Syariah, menggunakan
format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 4;
d. Permohonan Persetujuan Prinsip Pembukaan Kantor Cabang Syariah
dengan cara Mengubah Kegiatan Usaha Kantor Cabang
atau
Meningkatkan Status Kantor dibawah Kantor Cabang Menjadi Kantor
Cabang Syariah, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam
Lampiran 6;
e. Permohonan Izin Pembukaan Kantor Cabang Syariah dengan cara
Mengubah Kegiatan Usaha Kantor Cabang atau Meningkatkan Status
Kantor dibawah Kantor Cabang Menjadi Kantor Cabang Syariah,
menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 7;
f. Permohonan Izin Pembukaan Unit Syariah, menggunakan format
sebagaimana tercantum dalam Lampiran 9;
g. Permohonan Izin Pembukaan Kantor Cabang Syariah dengan cara
Mengubah Kegiatan Usaha Kantor Cabang yang sebelumnya telah
membuka Unit Syariah menjadi Kantor Cabang Syariah atau
Meningkatkan Status Kantor Cabang Pembantu yang sebelumnya telah
membuka Unit Syariah menjadi Kantor Cabang Syariah,
menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 11;
h. Permohonan Izin Pembukaan Kantor Cabang Syariah yang berasal
dari ...
dari Unit Syariah dari Kantor Cabang dan atau Kantor Cabang
Pembantu, di lokasi yang sama atau di luar lokasi Kantor Cabang dan
atau Kantor Cabang Pembantu dimana Unit Syariah sebelumnya
berada, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran
13;
i. Permohonan Izin Penutupan Unit Syariah, menggunakan
sebagaimana tercantum dalam Lampiran 18.
format
2. Penyampaian laporan kepada Bank Indonesia menggunakan format
sebagaimana terlampir, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Laporan Pelaksanaan Perubahan Kegiatan Usaha Bank Konvensional
Menjadi Bank Berdasarkan Prinsip Syariah, menggunakan format
sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2;
b. Laporan Pelaksanaan Pembukaan Kantor Cabang Syariah,
menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 5;
c. Laporan Pelaksanaan Pembukaan Kantor Cabang Syariah dengan cara
Mengubah Kantor Cabang atau Meningkatkan status Kantor dibawah
Kantor Cabang Menjadi Kantor Cabang Syariah, menggunakan format
sebagaimana tercantum dalam Lampiran 8;
d. Laporan Pelaksanaan Pembukaan Unit Syariah, menggunakan format
sebagaimana tercantum dalam Lampiran 10;
e. Laporan Pelaksanaan Pembukaan Kantor Cabang Syariah dengan cara
Mengubah Kegiatan Usaha Kantor Cabang yang sebelumnya telah
membuka Unit Syariah atau Meningkatkan Status Kantor Cabang
Pembantu yang sebelumnya telah membuka Unit Syariah Menjadi
Kantor Cabang Syariah, menggunakan format sebagaimana tercantum
dalam Lampiran 12;
f. Laporan Pelaksanaan Pembukaan Kantor Cabang Syariah yang berasal
dari Unit Syariah dari Kantor Cabang dan atau Kantor Cabang
Pembantu ...
Pembantu, di lokasi yang sama atau di luar Kantor Cabang dan atau
Kantor Cabang Pembantu dimana Unit Syariah sebelumnya berada,
menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 14;
g. Laporan Rencana Pembukaan Kantor dibawah Kantor Cabang
Syariah, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam
Lampiran 15;
h. Laporan Pelaksanaan Pembukaan Kantor dibawah Kantor Cabang
Syariah, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam
Lampiran 16;
i. Laporan Rencana Pembukaan Layanan Syariah, menggunakan format
sebagaimana tercantum dalam Lampiran 17;
j. Laporan Pelaksanaan Layanan Syariah, menggunakan format
sebagaimana tercantum dalam Lampiran 20;
k. Laporan Rencana Penutupan Unit Syariah, menggunakan format
sebagaimana tercantum dalam Lampiran 19;
l. Laporan Pelaksanaan Penutupan Unit Syariah, menggunakan format
sebagaimana tercantum dalam Lampiran 21;
m. Laporan Rencana Penutupan Kantor dibawah Kantor Cabang Syariah,
menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 22;
n. Laporan Rencana Penghentian Layanan Syariah, menggunakan format
sebagaimana tercantum dalam Lampiran 23;
o. Laporan Pelaksanaan Penghentian Layanan Syariah, menggunakan
format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 24;
3. Lampiran-lampiran sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan angka 2,
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini.
4. Perhitungan hari dalam hal penyampaian permohonan izin atau rencana
dan atau laporan sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia
Nomor 8/3/PBI/2006 didasarkan pada hari kalender.
5. Perhitungan jangka waktu pengajuan permohonan izin oleh Bank kepada
Gubernur ...
Gubernur Bank Indonesia dan penyampaian rencana atau laporan oleh
Bank kepada Bank Indonesia dihitung sejak dokumen-dokumen tersebut
diterima secara lengkap.
IV. ALAMAT PENYAMPAIAN PERMOHONAN IZIN DAN ATAU LAPORAN
1. Permohonan izin kepada Gubernur Bank
Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam angka III, dialamatkan ke Direktorat Perbankan Syariah,
Menara Radius Prawiro Lantai 22, Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10110.
2. Penyampaian Laporan yang diajukan kepada Bank Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam angka III, dialamatkan ke :
- Direktorat Perbankan Syariah, Menara Radius Prawiro Lantai 22, Jl.
M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10110, bagi Bank yang berlokasi di
wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia.
- Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berlokasi di wilayah
kerja Kantor Bank Indonesia setempat.
V. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 1 Maret
2006.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HARISMAN
DIREKTUR PERBANKAN SYARIAH
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 8/8/DPbS|SE-BI/2006 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Kegiatan Usaha Bank Umum Konvensional Menjadi Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah dan Pembukaan Kantor Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah oleh Bank Umum Konvensional </reg_title>
<set_date> 1 Maret 2006 </set_date>
<effective_date> 1 Maret 2006 </effective_date>
<related_reg> '8/3/PBI/2006' </related_reg>
|
No. 12/1/DASP
Jakarta, 21 Januari 2010
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA PESERTA
SISTEM BANK INDONESIA REAL TIME GROSS SETTLEMENT
DI INDONESIA
Perihal : Penyelenggaraan Sistem Bank Indonesia Real Time Gross
Settlement
Sehubungan dengan diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia
No.10/6/PBI/2008 tentang Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement
dan dalam rangka implementasi mekanisme penyelesaian akhir secara payment
versus payment untuk transaksi jual beli mata uang Dolar Amerika Serikat
terhadap mata uang Rupiah antar Peserta yang dilakukan dengan
menghubungkan Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (Sistem BI-
RTGS) di Indonesia dengan United States Dollar Clearing House Automated
Transfer System (USD-CHATS) di Hong Kong, atau yang disebut dengan
Mekanisme USD/IDR PvP, perlu diatur kembali ketentuan mengenai
penyelenggaraan Sistem BI-RTGS, sebagai berikut:
A. Pedoman Penyelenggaraan Sistem BI-RTGS
Ketentuan mengenai penyelenggaraan Sistem BI-RTGS sebagaimana
tersebut di atas dituangkan dalam Pedoman Penyelenggaraan Sistem BI-
RTGS, yang terdiri dari:
1. Bab I mengenai Pendahuluan;
2. Bab II mengenai Landasan Hukum;
3. Bab III mengenai Ketentuan dan Prosedur;
4. Bab IV mengenai Pengelolaan Risiko Kredit dan Risiko Likuiditas;
5. Bab V mengenai Dana yang digunakan dalam Penyelesaian Akhir;
6. Bab VI mengenai Kepastian Penyelesaian Akhir;
7. Bab VII mengenai Keamanan dan Keandalan Sistem BI-RTGS;
8. Bab VIII mengenai Efisiensi Penyelenggaraan Sistem BI-RTGS;
9. Bab IX mengenai Kepesertaan; dan
10. Bab …
2
10. Bab X mengenai Tata Kelola yang Baik dalam Penyelenggaraan
Sistem BI-RTGS,
yang merupakan lampiran yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini.
B. Ketentuan Peralihan
1. Peserta yang telah menyampaikan konfirmasi tertulis mengenai
keikutsertaannya dalam Mekanisme USD/IDR PvP kepada
Penyelenggara sebelum berlakunya Surat Edaran ini dapat
menggunakan Mekanisme USD/IDR PvP sejak tanggal implementasi
Mekanisme USD/IDR PvP yang ditetapkan oleh Penyelenggara.
2. Nama Peserta yang telah menyampaikan konfirmasi dan penetapan
tanggal implementasi Mekanisme USD/IDR PvP sebagaimana
dimaksud pada angka 1 akan diberitahukan oleh Penyelenggara
melalui pengumuman dan/atau sarana lainnya seperti administrative
message.
3. Peserta sebagaimana dimaksud pada angka 1 harus memenuhi
persyaratan untuk dapat menggunakan Mekanisme USD/IDR PvP
sebagaimana diatur dalam Bab IX mengenai Kepesertaan paling
lambat 4 (empat) bulan sejak berlakunya Surat Edaran ini.
C. Ketentuan Penutup
Dengan berlakunya Surat Edaran ini maka Surat Edaran
No.10/11/DASP tanggal 5 Maret 2008 Perihal Penyelenggaraan Sistem
Bank Indonesia Real Time Gross Settlement, dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal
25 Januari 2010.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
RONALD WAAS
DIREKTUR AKUNTING DAN
SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 12/1/DASP|SE-BI/2010 </reg_id>
<reg_title> Penyelenggaraan Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement </reg_title>
<set_date> 21 Januari 2010 </set_date>
<effective_date> 25 Januari 2010 </effective_date>
<replaced_reg> '10/11/DASP|SE-BI/2008' </replaced_reg>
<related_reg> '10/6/PBI/2008' </related_reg>
|
No.15/42/DPM
Jakarta, 8 Oktober 2013
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM DEVISA
DI INDONESIA
Perihal
: Transaksi Lindung Nilai Kepada Bank
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor
15/8/PBI/2013 tentang Transaksi Lindung Nilai Kepada Bank
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 162,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5451), perlu
diatur ketentuan pelaksanaan mengenai Transaksi Lindung Nilai
Kepada Bank dalam Surat Edaran Bank Indonesia, sebagai berikut:
I. DOKUMEN PENYELESAIAN TRANSAKSI
1. Pengecualian kewajiban penyelesaian Transaksi Lindung Nilai
dengan pemindahan dana pokok secara penuh sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) Peraturan
Bank Indonesia tentang Transaksi Lindung Nilai Kepada Bank
wajib didukung dengan bukti dokumen yang diatur sebagai
berikut:
a. Dokumen transaksi valuta asing terhadap rupiah dalam
rangka Lindung Nilai yang dilakukan oleh Bank dan/atau
Nasabah yang mengalami kejadian luar biasa (force majeure)
paling kurang meliputi:
1) kontrak transaksi valuta asing terhadap rupiah dalam
rangka Lindung Nilai yang masih outstanding; dan
2) dokumen tertulis yang dikeluarkan oleh pihak
berwenang, yang menerangkan bahwa kejadian luar
biasa tersebut dialami oleh Bank dan/atau Nasabah yang
bertransaksi.
Dokumen …
2
Dokumen tersebut juga berlaku apabila transaksi valuta
asing terhadap rupiah dalam rangka Lindung Nilai
diperpanjang.
b. Dokumen perpanjangan transaksi valuta asing terhadap
rupiah untuk keperluan Lindung Nilai (hedging) atas
kegiatan ekspor atau impor paling kurang meliputi:
1) kontrak transaksi valuta asing terhadap rupiah dalam
rangka Lindung Nilai yang diperpanjang; dan
2) fotokopi letter of credit (L/C), invoice, Pemberitahuan
Ekspor Barang (PEB), Pemberitahuan Impor Barang
(PIB), salinan dokumen bill of lading (B/L), atau dokumen
sejenis.
c. Dokumen perpanjangan transaksi valuta asing terhadap
rupiah untuk keperluan Lindung Nilai atas dana usaha,
modal disetor, laba ditahan, dan pinjaman sub-ordinasi
Bank yang diperhitungkan dalam kewajiban pemenuhan
modal minimum Bank, paling kurang meliputi:
1) kontrak transaksi valuta asing terhadap rupiah yang
diperpanjang dan dokumen bukti setoran modal dari
kantor pusat;
2) kontrak transaksi valuta asing terhadap rupiah yang
diperpanjang dan laporan keuangan Bank; atau
3) kontrak transaksi valuta asing terhadap rupiah yang
diperpanjang dan perjanjian pinjaman sub-ordinasi
Bank;
d. Dokumen perpanjangan transaksi valuta asing terhadap
rupiah untuk keperluan Lindung Nilai atas kegiatan
penyertaan langsung di sektor riil paling kurang meliputi:
1) kontrak transaksi valuta asing terhadap rupiah yang
diperpanjang; dan
2) fotokopi bukti penyertaan langsung yang dilakukan oleh
kantor pusat atau penanam modal (investor).
e. Dokumen perpanjangan transaksi valuta asing terhadap
rupiah untuk keperluan Lindung Nilai atas pinjaman luar
negeri dalam valuta asing paling kurang meliputi:
1) kontrak …
3
1) kontrak transaksi valuta asing terhadap rupiah yang
diperpanjang; dan
2) fotokopi surat perjanjian kredit (loan agreement)
dan/atau dokumen utang terkait lainnya.
f. Dokumen perpanjangan transaksi valuta asing terhadap
rupiah untuk keperluan Lindung Nilai atas Surat Utang
Negara (SUN), saham dan obligasi korporasi paling kurang
meliputi:
1) kontrak transaksi valuta asing terhadap rupiah yang
diperpanjang dan fotokopi dokumen kepemilikan SUN;
2) kontrak transaksi valuta asing terhadap rupiah yang
diperpanjang dan fotokopi dokumen kepemilikan saham;
atau
3) kontrak transaksi valuta asing terhadap rupiah yang
diperpanjang dan fotokopi dokumen kepemilikan obligasi
korporasi.
2. Nilai nominal perpanjangan (rollover) transaksi valuta asing
terhadap rupiah untuk keperluan lindung nilai sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf b Peraturan Bank
Indonesia tentang Transaksi Lindung Nilai Kepada Bank paling
banyak sebesar nilai nominal underlying dari transaksi
dimaksud.
3. Frekuensi dan jangka waktu yang sesuai dengan kondisi yang
dihadapi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf b
Peraturan Bank Indonesia tentang Transaksi Lindung Nilai
Kepada Bank adalah sesuai dengan jangka waktu underlying
yang tercantum dalam bukti dokumen sebagaimana dimaksud
dalam angka 1.
Contoh:
Pada tanggal 14 November 2013, PT. A melakukan ekspor
barang ke luar negeri menggunakan L/C dengan nilai ekspor
sebesar USD500,000.00 (lima ratus ribu US Dollar). Untuk
melakukan Lindung Nilai atas penerimaan hasil ekspor tersebut,
pada tanggal 13 Desember 2013 PT. A melakukan transaksi
derivatif dengan Bank B melalui forward jual USD/IDR 1 bulan
dengan …
4
dengan nilai nominal sebesar hasil ekspor yang tertera di L/C
USD500,000.00 (lima ratus ribu US Dollar) dan jatuh tempo
pada tanggal 13 Januari 2014. Pada tanggal valuta, PT. A tidak
dapat menyerahkan dana valuta asing yang diperjanjikan
akibat importir tidak dapat melakukan pembayaran sesuai
tanggal kesepakatan. Transaksi lindung nilai yang dilakukan
antara PT. A dan Bank B tersebut dapat diperpanjang dengan
nilai nominal yang sesuai dengan dokumen L/C yaitu paling
banyak sebesar USD500,000.00 (lima ratus ribu US Dollar), dan
frekuensi serta jangka waktu perpanjangan yang sesuai dengan
kebutuhan pemenuhan kontrak transaksinya.
II. PENUTUP
Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku,
ketentuan angka 5 huruf b sampai dengan huruf f, angka 7, dan
angka 8 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/48/DPD tanggal
24 Desember 2008 perihal Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 8
Oktober 2013
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
FILIANINGSIH HENDARTA
KEPALA DEPARTEMEN
PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 15/42/DPM|SE-BI/2013 </reg_id>
<reg_title> Transaksi Lindung Nilai Kepada Bank </reg_title>
<set_date> 8 Oktober 2013 </set_date>
<effective_date> 8 Oktober 2013 </effective_date>
<replaced_reg> '10/48/DPD|SE-BI/2008 | ketentuan angka 5 huruf b sampai dengan huruf f, angka 7, dan angka 8' </replaced_reg>
<related_reg> '15/8/PBI/2013' </related_reg>
|
No. 5/12/DASP
Jakarta, 7 Juli 2003
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 4/7/DASP
tanggal 7 Mei 2002 Perihal Penyelenggaraan Kliring Lokal Secara
Otomasi
Berkenaan dengan diimplementasikannya Sistem Penerimaan Bundel Warkat
Secara Otomasi (Pay In Slip System) dan untuk memberikan penegasan lebih lanjut
mengenai ketentuan pengisian nomor sandi Peserta Kliring pada spesimen Warkat,
jangka waktu penyesuaian Warkat dan Dokumen Kliring dalam hal terdapat
perubahan nama Peserta, status kantor dan atau status kepesertaan, cara
pencantuman Magnetic Ink Character Recognition (MICR) code line pada clear
band Bukti Penyerahan Warkat (BPW), prosedur penanganan Warkat reject,
pendistribusian disket data Kliring pengembalian, selisih Kliring dan penyediaan
fasilitas informasi hasil Kliring dipandang perlu untuk melakukan perubahan atas
beberapa ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/7/DASP tanggal
7 Mei 2002 perihal Penyelenggaraan Kliring Lokal Secara Otomasi sebagai berikut.
1. Ketentuan butir III.C.1.b diubah sehingga menjadi sebagai berikut :
“b. foto kopi surat persetujuan penggunaan Warkat dan Dokumen Kliring.
Berkaitan dengan hal tersebut, Bank baru yang telah memperoleh izin
prinsip dalam rangka pendirian Bank dapat segera mengajukan
permohonan …
2
permohonan persetujuan Warkat dan Dokumen Kliring kepada Bank
Indonesia dengan tata cara sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai Warkat, Dokumen Kliring, dan
pencetakannya pada perusahaan percetakan dokumen sekuriti. Dalam hal
ini, khusus untuk mendapat persetujuan atas Warkat dan Dokumen
Kliring yang akan digunakan, pengisian nomor sandi Peserta Kliring pada
spesimen Warkat dan Dokumen Kliring menggunakan nomor sandi 888-
9993.”
2. Ketentuan butir III.D.1 diubah sehingga menjadi sebagai berikut :
“1. Perubahan nama Peserta
a. Kantor Pusat Peserta wajib melaporkan perubahan nama Peserta
secara tertulis kepada Penyelenggara paling lambat 30 (tiga puluh)
hari kalender sejak tanggal surat persetujuan perihal penggunaan
Warkat dan Dokumen Kliring dengan nama baru dari Bank
Indonesia dengan melampirkan :
1) foto kopi salinan keputusan tentang perubahan nama Bank dari
Bank Indonesia;
2) contoh Stempel Kliring dan Stempel Kliring Dibatalkan;
3) foto kopi surat persetujuan penggunaan Warkat dan Dokumen
Kliring dengan nama baru, sekurang-kurangnya meliputi
persetujuan untuk Cek, Bilyet Giro, Nota Debet, Nota Kredit,
Kartu Batch dan BPW;
4) 2 (dua) disket kosong ukuran 3.5” (90 mm) untuk diisi rekaman
aplikasi SOKL untuk kegiatan Kliring pengembalian.
b. Paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak semua lampiran sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dipenuhi, kepada Peserta yang bersangkutan
diberikan :
1) surat …
3
1) surat persetujuan penggunaan nama Peserta yang baru dalam
Kliring;
2) TPPK untuk Peserta Langsung;
3) 2 (dua) disket ukuran 3.5” (90 mm) yang berisi rekaman
aplikasi SOKL untuk kegiatan Kliring pengembalian.
c. Penyelenggara mengumumkan secara tertulis kepada seluruh Peserta
mengenai perubahan nama Peserta paling lambat 2 (dua) hari kerja
sebelum tanggal efektif berlakunya nama Peserta yang baru yang
tercantum dalam surat persetujuan sebagaimana dimaksud dalam
butir b.1), disertai foto kopi contoh Stempel Kliring dan Stempel
Kliring Dibatalkan.”
3. Ketentuan butir III.D.3.p diubah sehingga menjadi sebagai berikut :
“p. Dalam hal Peserta mengalami perubahan nama, status kantor, dan atau
status kepesertaan sebagaimana dimaksud dalam butir III.D.1 dan III.D.3
maka Peserta yang bersangkutan wajib untuk melakukan penyesuaian
terhadap Warkat dan Dokumen Kliring paling lambat 3 (tiga) bulan
terhitung sejak :
1) tanggal surat persetujuan penggunaan nama Peserta yang baru dalam
Kliring sebagaimana dimaksud dalam butir III.D.1.b.1) yang berlaku
secara nasional; dan atau
2) penetapan tanggal efektif keikutsertaan Peserta dengan status kantor
dan atau status kepesertaan yang baru dalam Kliring Lokal oleh
Penyelenggara.”
4. Ketentuan butir IV.B.2.c diubah sehingga menjadi sebagai berikut :
“c. BPW sebagaimana dimaksud dalam butir IV.B.1.a dan IV.B.1.b dibuat
oleh Bank Pengirim dengan ketentuan sebagai berikut :
1) BPW …
4
1) BPW diisi dengan informasi dalam bentuk MICR code line;
2) BPW dibubuhi tanda tangan dan nama jelas oleh Peserta pada kolom
yang telah tersedia;
3) BPW akan diserahkan kembali kepada Petugas Kliring yang
menyerahkan Bundel Warkat setelah sisi belakang BPW dicetak
informasi penerimaan Bundel Warkat dengan mesin baca MICR oleh
Penyelenggara sebagai bukti telah menerima Bundel Warkat yang
dianggap telah memenuhi persyaratan dan pengisian Bundel
Warkat.”
5. Ketentuan butir IV.B.2.e diubah sehingga menjadi sebagai berikut:
“e. Kartu Batch merupakan sarana untuk mengetahui jumlah keseluruhan
nominal Bundel Warkat dari masing-masing Peserta dan sebagai sarana
kontrol dalam proses Kliring. Kartu Batch terdiri dari Kartu Batch Warkat
Debet (KBWD) dan Kartu Batch Warkat Kredit (KBWK).”
6. Ketentuan pada alinea terakhir butir IV.E.3 diubah sehingga menjadi berbunyi
sebagai berikut :
“Cara pencantuman MICR Code Line pada BPWD dan BPWK sebagaimana
terdapat pada Lampiran 4a dan 4b.”
7. Ketentuan butir V.A.5 dihapus.
8. Ketentuan butir VI.A.1.a.4) diubah sehingga menjadi sebagai berikut :
“4) menyusun Bundel Warkat berikut Dokumen Kliring dengan urutan
sebagai berikut :
a) Bundel Warkat debet terdiri dari :
(1) BPWD;
(2) Lembar Substitusi yang dilampiri add-list;
(3) KBWD …
5
(3) KBWD; dan
(4) Warkat debet yang bersangkutan.
b) Bundel Warkat kredit terdiri dari :
(1) BPWK;
(2) Lembar Substitusi yang dilampiri add-list;
(3) KBWK; dan
(4) Warkat kredit yang bersangkutan.”
9. Ketentuan butir VI.A.1.b.1) diubah sehingga menjadi sebagai berikut :
“1) Petugas Kliring mencantumkan waktu penyerahan Bundel Warkat dengan
cara memasukkan BPW ke dalam mesin tera waktu (time stamp) yang
telah disediakan oleh Penyelenggara;”
10. Ketentuan butir VI.A.1.b.3) diubah sehingga menjadi sebagai berikut :
“3) Petugas loket memeriksa kelengkapan dan pengisian Dokumen Kliring
dalam setiap Bundel Warkat. Apabila Dokumen Kliring telah memenuhi
persyaratan kelengkapan dan pengisian maka petugas loket mencetak
informasi penerimaan Bundel Warkat dengan menggunakan mesin baca
MICR pada sisi belakang BPW sebagai pengganti paraf petugas loket,
kemudian mengembalikan BPW tersebut kepada Petugas Kliring sebagai
tanda terima;”
11. Ketentuan butir VI.A.1.b.4) diubah sehingga menjadi sebagai berikut :
“4) Dalam hal
persyaratan kelengkapan dan pengisian Dokumen
Kliring sebagaimana dalam butir VI.A.1.b.3) tidak dipenuhi, petugas loket
melakukan hal-hal sebagai berikut :
a) Apabila pencetakan tanda terima dengan mesin baca MICR belum
dilakukan, pembatalan penerimaan Bundel Warkat dilakukan dengan
mencoret time stamp dan membubuhkan paraf disertai alasan
pembatalan;
b) Apabila …
6
b) Apabila pencetakan tanda terima dengan mesin baca MICR telah
dilakukan, pembatalan penerimaan Bundel Warkat dilakukan dengan
cara membubuhi Stempel Tanda Terima Dibatalkan disertai alasan
pembatalan. Contoh Stempel Tanda Terima Dibatalkan sebagaimana
pada Lampiran 6a.”
12. “Isi Lampiran 7 sebagaimana dimaksud dalam ketentuan butir VI.A.1.b.5)
diubah sehingga menjadi sebagaimana terlampir pada Surat Edaran ini”.
13. Ketentuan butir VI.A.1.c.2) diubah sehingga menjadi sebagai berikut :
“2) mencocokkan total nominal pada BPW sebagaimana dimaksud pada
angka VI.A.1.b.3) serta jumlah lembar Warkat yang diserahkan dengan
laporan “Daftar Warkat Kliring Penyerahan yang Diserahkan” (KNB-
OK(X)-1205/POK(X)-1205);”
14. Ketentuan butir VI.A.2.b.6) diubah sehingga menjadi sebagai berikut :
“6) Petugas Kliring menerima lembar kedua BPRWKP yang telah diparaf
oleh petugas Penyelenggara.”
15. Ketentuan butir VI.A.2.b.8) diubah sehingga menjadi sebagai berikut :
“8) Penyelenggara mendistribusikan Warkat yang telah diproses, laporan
hasil proses Kliring pengembalian dan disket rekaman data Kliring
pengembalian kepada Petugas Kliring.”
16. Ketentuan butir VI.A.2.c diubah sehingga menjadi sebagai berikut :
“c. Kegiatan di kantor Peserta setelah menerima Warkat, laporan hasil proses
Kliring pengembalian dan disket rekaman data Kliring Pengembalian dari
Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam butir VI.A.2.b.8), adalah
meneliti dan mencocokkan laporan hasil proses Kliring pengembalian
dengan …
7
dengan data Warkat yang diserahkan maupun fisik Warkat yang
diterima.”
17. Ketentuan butir VI.B.1.a diubah sehingga menjadi sebagai berikut :
“a. Melakukan penelitian atas Warkat dan Dokumen Kliring sebelum Bundel
Warkat diserahkan kepada Penyelenggara. Dalam hal ini Peserta wajib
meneliti dan bertanggung jawab atas :
1) keabsahan Warkat dan Dokumen Kliring Peserta yang bersangkutan;
2) kebenaran pencantuman informasi MICR code line pada Warkat;
3) kebenaran jumlah lembar dan nominal pada Warkat dan Dokumen
Kliring; dan
4) kelengkapan Dokumen Kliring.
Jumlah nominal yang tercantum pada BPW dan Kartu Batch harus sama
dengan jumlah nominal keseluruhan Warkat berdasarkan add-list (bukti
penjumlahan mesin hitung) yang dilampirkan pada Lembar Substitusi.”
18. Ketentuan butir VI.B.1.b diubah sehingga menjadi sebagai berikut :
“b Penyelenggara tidak bertanggung jawab atas :
1) keabsahan Warkat dan Dokumen Kliring; dan
2) kebenaran jumlah lembar dan nominal pada Warkat dan Dokumen
Kliring.”
19. Ketentuan butir VI.B.1.h diubah sehingga menjadi sebagai berikut :
“h. Melakukan pencocokan antara nominal yang tercantum pada BPW dan
jumlah lembar BPW yang diterima dari Penyelenggara dengan catatan
intern Peserta mengenai nominal yang tercantum pada BPW dan jumlah
lembar BPW yang diserahkan kepada Penyelenggara.”
20. Isi …
8
20. Isi Lampiran 9 sebagaimana dimaksud dalam ketentuan butir VI.D diubah
sehingga menjadi sebagaimana terlampir pada Surat Edaran ini.”
21. Ketentuan butir VI.E.4 diubah sehingga menjadi sebagai berikut :
“4. Informasi hasil Kliring
Informasi hasil Kliring merupakan informasi untuk mengetahui posisi
perhitungan Kliring masing-masing Peserta yang dapat diakses melalui
sarana elektronis meliputi informasi sebagaimana diatur dalam ketentuan
Bank Indonesia yang mengatur mengenai Sistem Informasi Kliring Jarak
Jauh.”
22. Ketentuan butir VI.E.6 diubah sehingga menjadi sebagai berikut :
“6. Penyelenggara menyediakan fasilitas investigasi selisih yaitu fasilitas
untuk melakukan penelitian terhadap ketidaksesuaian antara laporan hasil
proses Kliring dengan :
a. Warkat yang diterima dari Penyelenggara; dan atau
b. Warkat yang diserahkan kepada Penyelenggara.
Permintaan terhadap fasilitas investigasi selisih dilakukan dengan telepon
atau faksimili oleh Peserta untuk selanjutnya ditegaskan secara tertulis
dengan surat yang dilampiri BPW dan laporan hasil proses Kliring atau
data pendukung lainnya.
Permintaan untuk melakukan investigasi selisih hanya dapat diajukan oleh
Peserta dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja setelah hasil Kliring
dibukukan oleh Bank Indonesia. Ketentuan batas waktu tersebut tidak
berlaku apabila terdapat indikasi tindak pidana.”
Ketentuan …
9
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku sejak tanggal 1 Agustus
2003.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
Ttd.
MOHAMAD ISHAK
DIREKTUR AKUNTING
DAN SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 5/12/DASP|SE-BI/2003 </reg_id>
<reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 4/7/DASP tanggal 7 Mei 2002 Perihal Penyelenggaraan Kliring Lokal Secara Otomasi </reg_title>
<set_date> 7 Juli 2003 </set_date>
<effective_date> 1 Agustus 2003 </effective_date>
<changed_reg> '4/7/DASP|SE-BI/2002' </changed_reg>
<related_reg> '4/7/DASP|SE-BI/2002' </related_reg>
|
No. 7/24/DPNP
Jakarta, 18 Juli 2005
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK
DI INDONESIA
Perihal: Penyelesaian Pengaduan Nasabah
---------------------------------------------
Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/7/PBI/2005 tanggal 20
Januari 2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 17, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4476), Bank wajib menetapkan kebijakan dan
memiliki prosedur tertulis tentang penerimaan Pengaduan, penanganan dan
penyelesaian Pengaduan, serta pemantauan
penanganan dan penyelesaian
Pengaduan. Sehubungan dengan hal tersebut perlu diatur ketentuan pelaksanaan
tentang penyusunan kebijakan dan prosedur tertulis dimaksud dalam suatu Surat
Edaran Bank Indonesia, dengan pokok-pokok ketentuan sebagai berikut:
I. UMUM
1. Kewajiban Bank untuk menyelesaikan Pengaduan mencakup kewajiban
menyelesaikan Pengaduan yang diajukan secara lisan dan atau tertulis
oleh Nasabah dan atau Perwakilan Nasabah, termasuk yang diajukan
oleh suatu lembaga, badan hukum, dan atau bank lain yang menjadi
Nasabah Bank tersebut.
2. Setiap ...
2. Setiap Nasabah, termasuk walk-in customer, memiliki hak untuk
mengajukan Pengaduan.
3. Pengajuan Pengaduan dapat dilakukan oleh Perwakilan Nasabah yang
bertindak untuk dan atas nama Nasabah berdasarkan surat kuasa khusus
dari Nasabah.
II. FUNGSI PENYELESAIAN PENGADUAN NASABAH
1. Setiap Kantor Bank membentuk unit dan atau fungsi yang dibentuk
secara khusus untuk menangani dan menyelesaikan Pengaduan.
Pemilihan bentuk unit dan atau fungsi khusus penanganan dan
penyelesaian Pengaduan didasarkan pada skala usaha Bank dan
kompleksitas kegiatan usaha Bank.
Dalam pembentukan unit dan atau fungsi khusus penanganan dan
penyelesaian Pengaduan dimungkinkan adanya kombinasi
pembentukan unit khusus pada kantor tertentu dan fungsi khusus pada
Kantor Bank lainnya.
2. Dalam hal dibentuk
unit khusus penanganan dan penyelesaian
Pengaduan di Kantor Bank, maka unit khusus tersebut diperlakukan
sebagai unit kerja yang terpisah dari unit kerja lain dan dicantumkan
dalam struktur organisasi Bank.
3. Dalam hal dibentuk fungsi khusus penanganan dan penyelesaian
Pengaduan di Kantor Bank, maka penugasan pejabat/petugas yang
ditunjuk dituangkan dalam suatu surat keputusan Direksi Bank.
4. Direksi Bank menetapkan kewenangan unit dan atau fungsi khusus
penanganan dan penyelesaian Pengaduan dalam kebijakan dan prosedur
baku
penerimaan, penanganan, dan pemantauan
penyelesaian
Pengaduan. Kewenangan tersebut harus dapat menjamin
terselesaikannya Pengaduan secara efektif dalam jangka waktu yang
ditetapkan.
5. Setiap ...
5. Setiap Kantor Bank melaksanakan kebijakan dan prosedur penerimaan,
penanganan dan penyelesaian Pengaduan, serta pemantauan terhadap
penanganan dan penyelesaian Pengaduan dengan berpedoman pada
kebijakan dan prosedur tertulis yang telah ditetapkan Bank.
6. Setiap Pengaduan diselesaikan dalam jangka waktu yang ditetapkan.
III. KEBIJAKAN DAN PROSEDUR PENERIMAAN PENGADUAN
1. Direksi Bank dengan persetujuan Komisaris menetapkan kebijakan
penerimaan Pengaduan yang sekurang-kurangnya memuat kewajiban
unit dan atau fungsi khusus penanganan dan penyelesaian Pengaduan di
setiap Kantor Bank untuk:
a. menerima setiap Pengaduan yang diajukan oleh Nasabah dan atau
Perwakilan Nasabah yang terkait dengan Transaksi Keuangan yang
dilakukan oleh Nasabah tanpa memperhatikan Kantor Bank tempat
Nasabah membuka rekening dan atau Kantor Bank tempat Nasabah
melakukan Transaksi Keuangan;
b. meminta surat kuasa khusus dari Perwakilan Nasabah yang
menyatakan
Nasabah memberikan kewenangan
kepada
perseorangan, lembaga, dan atau badan hukum yang mewakilinya
bertindak untuk dan atas nama Nasabah dalam hal Pengaduan
diajukan oleh Perwakilan Nasabah;
c. mencatat setiap Pengaduan dalam register penerimaan Pengaduan;
dan
d. menjelaskan kebijakan dan prosedur penyelesaian Pengaduan
kepada Nasabah dan atau Perwakilan Nasabah pada saat yang
bersangkutan mengajukan Pengaduan.
2. Direksi ...
2. Direksi Bank berdasarkan kebijakan yang telah disetujui Komisaris
menetapkan prosedur tertulis penerimaan Pengaduan, baik untuk
Pengaduan yang diajukan secara lisan maupun untuk Pengaduan yang
diajukan secara tertulis.
3. Prosedur tertulis penerimaan Pengaduan yang diajukan secara lisan
sekurang-kurangnya memuat hal-hal sebagai berikut:
a. Pengaduan lisan yang dilakukan tanpa tatap muka dengan pejabat
dan atau petugas unit dan atau fungsi khusus penanganan dan
penyelesaian Pengaduan hanya dapat diajukan secara langsung oleh
Nasabah yang bersangkutan.
b. Pengaduan lisan yang dilakukan secara tatap muka dengan pejabat
dan atau petugas unit dan atau fungsi khusus penanganan dan
penyelesaian Pengaduan dapat diajukan oleh Nasabah dan atau
Perwakilan Nasabah.
c. Pejabat dan atau petugas unit dan atau fungsi khusus penanganan
dan penyelesaian Pengaduan meminta informasi dari Nasabah yang
sekurang-kurangnya meliputi:
1) nama Nasabah;
2) nomor rekening dan atau jenis Transaksi Keuangan;
3) tanggal Transaksi Keuangan; dan
4) permasalahan yang diadukan.
Dalam hal Pengaduan diajukan oleh Perwakilan Nasabah, maka
selain informasi di atas Bank juga meminta:
1) fotokopi bukti identitas Perwakilan Nasabah; dan
2) surat kuasa khusus dari Nasabah kepada Perwakilan Nasabah
yang menyatakan bahwa Nasabah memberikan kewenangan
kepada perseorangan, lembaga, atau badan hukum yang
mewakilinya bertindak untuk dan atas nama Nasabah.
Dalam ...
Dalam hal Perwakilan Nasabah adalah lembaga atau badan hukum
maka yang berwenang mewakili lembaga dan atau badan hukum
tersebut harus menyertakan dokumen yang menyatakan
kewenangannya.
d. Pejabat dan atau petugas unit dan atau fungsi khusus penanganan
dan penyelesaian Pengaduan mencatat informasi yang diterima dari
Nasabah pada register penerimaan Pengaduan.
e. Pejabat dan atau petugas unit dan atau fungsi khusus penanganan
dan penyelesaian Pengaduan menyampaikan kepada Nasabah:
1) nomor registrasi Pengaduan;
2) nama dan nomor telepon pejabat dan atau petugas yang
menerima Pengaduan; dan
3) penjelasan singkat mengenai kebijakan dan prosedur yang akan
ditempuh Bank dalam menyelesaikan Pengaduan, termasuk
didalamnya pemberitahuan bahwa Pengaduan akan diselesaikan
dalam waktu 2 (dua) hari kerja.
f. Dalam hal jangka waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan
Pengaduan lisan diperkirakan melebihi 2 (dua) hari kerja, maka
pejabat dan atau petugas unit dan atau fungsi khusus penanganan
dan penyelesaian Pengaduan meminta Nasabah untuk mengajukan
Pengaduan secara tertulis pada saat Nasabah mengajukan
Pengaduan secara lisan.
4. Prosedur tertulis penerimaan Pengaduan yang diajukan secara tertulis
sekurang-kurangnya memuat hal-hal sebagai berikut:
a. Pengaduan dapat diajukan oleh Nasabah dan atau Perwakilan
Nasabah.
b. Pengaduan ...
b. Pengaduan tertulis sekurang-kurangnya memuat:
1) nama Nasabah;
2) nomor rekening dan atau jenis Transaksi Keuangan;
3) tanggal Transaksi Keuangan; dan
4) permasalahan yang diadukan.
c. Pengajuan Pengaduan tertulis dilampiri dengan:
1) fotokopi bukti identitas Nasabah; dan
2) fotokopi dokumen pendukung Pengaduan yang antara lain dapat
berupa:
a) bukti setoran atau penarikan;
b) bukti transfer;
c) statement of Account; dan atau
d) dokumen
pendukung
dikuasai oleh Nasabah.
Dalam hal Pengaduan diajukan oleh Perwakilan Nasabah, maka
selain dokumen di atas Bank juga meminta:
a) fotokopi bukti identitas Perwakilan Nasabah; dan
b) surat kuasa dari Nasabah kepada Perwakilan Nasabah yang
menyatakan bahwa Nasabah memberikan kewenangan
kepada perseorangan, lembaga, atau badan hukum yang
mewakilinya bertindak untuk dan atas nama Nasabah.
Dalam hal Perwakilan Nasabah adalah lembaga atau badan
hukum maka yang berwenang mewakili lembaga dan atau
badan hukum tersebut harus menyertakan dokumen yang
menyatakan kewenangannya.
lainnya yang
dimiliki dan atau
d. Pejabat ...
d. Pejabat dan atau petugas unit dan atau fungsi khusus penanganan
dan penyelesaian Pengaduan menyampaikan bukti tanda terima
Pengaduan kepada Nasabah dan atau Perwakilan Nasabah yang
sekurang-kurangnya memuat:
1) nomor registrasi Pengaduan;
2) tanggal penerimaan Pengaduan;
3) nama Nasabah;
4) nama Perwakilan Nasabah (bila diwakilkan);
5) nomor rekening dan atau jenis Transaksi Keuangan;
6) nama dan nomor telepon pejabat/petugas Bank yang menerima
Pengaduan; dan
7) deskripsi singkat Pengaduan.
e. Bukti tanda terima Pengaduan ditandatangani oleh pejabat dan atau
petugas unit dan atau fungsi khusus penanganan dan penyelesaian
Pengaduan yang menerima Pengaduan dari Nasabah dan atau
Perwakilan Nasabah.
f. Penyampaian bukti tanda terima Pengaduan kepada Nasabah dan
atau Perwakilan Nasabah disertai dengan penjelasan singkat
mengenai kebijakan dan prosedur penyelesaian Pengaduan.
IV.
KEBIJAKAN DAN PROSEDUR PENANGANAN DAN
PENYELESAIAN PENGADUAN
1. Direksi Bank dengan persetujuan Komisaris menetapkan kebijakan
penanganan dan penyelesaian Pengaduan yang sekurang-kurangnya
memuat kewajiban unit dan atau fungsi khusus penanganan dan
penyelesaian Pengaduan untuk:
a. meminta ...
a. meminta kepada Nasabah dan atau Perwakilan Nasabah untuk
mengajukan Pengaduan secara tertulis dalam hal Pengaduan yang
diajukan secara lisan oleh yang bersangkutan tidak
diselesaikan oleh Bank dalam 2 (dua) hari kerja;
dapat
b. menyelesaikan setiap Pengaduan tertulis yang terkait dengan
produk yang diterbitkan Bank;
c. menyelesaikan Pengaduan yang menyangkut produk lembaga
keuangan dan atau pihak lain yang dipasarkan oleh Bank sesuai
dengan perjanjian kerjasama antara penerbit dan atau pengelola
produk dengan Bank;
d. melimpahkan Pengaduan yang terkait dengan Transaksi Keuangan
yang melibatkan kewenangan pejabat dan atau petugas Bank yang
ditugaskan dan bertanggungjawab atas pelaksanaan fungsi khusus
penanganan dan penyelesaian Pengaduan kepada pejabat yang
lebih tinggi tingkatannya;
e. melimpahkan Pengaduan yang terkait dengan Transaksi Keuangan
yang melibatkan kewenangan pemimpin Kantor Bank tempat
Nasabah mengalami permasalahan kepada unit dan atau fungsi
khusus penanganan dan penyelesaian Pengaduan pada Kantor
Bank yang lebih tinggi tingkatannya; dan
f. menyampaikan hasil penyelesaian Pengaduan secara tertulis dalam
hal Nasabah dan atau Perwakilan Nasabah menyampaikan
Pengaduan secara tertulis. Dalam hal Pengaduan disampaikan
secara lisan, maka hasil penyelesaian Pengaduan disampaikan
secara tertulis dan atau lisan.
2. Direksi Bank berdasarkan kebijakan yang telah disetujui Komisaris
menetapkan prosedur tertulis penanganan dan penyelesaian Pengaduan
yang sekurang-kurangnya meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. Prosedur ...
a. Prosedur penanganan dan penyelesaian Pengaduan secara lisan
terhadap produk yang diterbitkan Bank yang sekurang-kurangnya
memuat hal-hal sebagai berikut:
1) Unit dan atau fungsi khusus penanganan dan penyelesaian
Pengaduan bekerja sama dengan unit kerja yang terkait dengan
permasalahan yang diadukan untuk menyelesaikan Pengaduan.
2) Proses penanganan dan penyelesaian Pengaduan lisan
diadministrasikan dalam register penanganan dan penyelesaian
Pengaduan yang ditatausahakan oleh unit dan atau fungsi
khusus penanganan dan penyelesaian Pengaduan.
3) Unit dan atau fungsi khusus penanganan dan penyelesaian
Pengaduan menyampaikan hasil penyelesaian Pengaduan secara
lisan dan atau tertulis kepada Nasabah dan atau Perwakilan
Nasabah dalam waktu 2 (dua) hari kerja sejak diterimanya
Pengaduan.
4) Unit dan atau fungsi khusus penanganan dan penyelesaian
Pengaduan menyusun ringkasan penyelesaian Pengaduan lisan
yang memuat data dan informasi singkat penerimaan,
penanganan dan hasil penyelesaian Pengaduan.
b. Prosedur penanganan dan penyelesaian Pengaduan secara tertulis
terhadap produk yang diterbitkan Bank yang sekurang-kurangnya
memuat hal-hal sebagai berikut:
1) Unit dan atau fungsi khusus penanganan dan penyelesaian
Pengaduan bekerja sama dengan unit kerja yang terkait dengan
permasalahan yang diadukan untuk menyelesaikan Pengaduan.
2) Proses ...
2) Proses penanganan
dan penyelesaian Pengaduan
diadministrasikan dalam register penanganan dan penyelesaian
Pengaduan yang ditatausahakan oleh unit dan atau fungsi
khusus penanganan dan penyelesaian Pengaduan.
3) Perpanjangan jangka waktu penyelesaian Pengaduan harus
diberitahukan terlebih dahulu kepada Nasabah dan atau
Perwakilan Nasabah yang mengajukan Pengaduan sebelum
batas waktu 20 (dua puluh) hari kerja pertama berakhir.
4) Unit dan atau fungsi khusus penanganan dan penyelesaian
Pengaduan menyampaikan hasil penyelesaian Pengaduan secara
tertulis kepada Nasabah dan atau Perwakilan Nasabah dalam
jangka waktu:
a) dua puluh hari kerja sejak diterimanya Pengaduan tertulis
dari Nasabah dan atau Perwakilan Nasabah apabila tidak
terdapat perpanjangan waktu penyelesaian Pengaduan; atau
b) empat puluh hari kerja sejak diterimanya Pengaduan tertulis
dari Nasabah dan atau Perwakilan Nasabah apabila terdapat
perpanjangan waktu penyelesaian Pengaduan.
5) Unit dan atau fungsi khusus penanganan dan penyelesaian
Pengaduan menyusun ringkasan penyelesaian Pengaduan
tertulis yang memuat data dan informasi singkat penerimaan,
penanganan dan hasil penyelesaian Pengaduan.
c. Prosedur penanganan dan penyelesaian Pengaduan secara lisan dan
atau tertulis terhadap produk lembaga keuangan dan atau pihak
lain yang dipasarkan oleh Bank yang sekurang-kurangnya memuat
hal-hal sebagai berikut:
1) Unit ...
1) Unit dan atau fungsi khusus penanganan dan penyelesaian
Pengaduan bekerja sama dengan unit kerja yang menangani
masalah hukum untuk menentukan apakah Pengaduan tersebut
berada dalam batasan tanggung jawab Bank sebagai agen
penjualan sesuai perjanjian kerjasama antara Bank dengan
penerbit dan atau pengelola produk.
2) Dalam hal permasalahan yang diadukan berada dalam batasan
tanggung jawab Bank sebagai agen penjualan produk, maka
prosedur penanganan dan penyelesaian Pengaduan
dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang terdapat pada bagian
IV.2.a dan IV.2.b.
3) Dalam hal permasalahan yang diadukan berada di luar batasan
tanggung jawab Bank sebagai agen penjualan produk, maka
Bank memberikan penjelasan kepada Nasabah dan atau
Perwakilan Nasabah bahwa:
a) penyelesaian Pengaduan menjadi tanggung jawab penerbit
dan atau pengelola produk serta berada diluar kewenangan
Bank;
b) Bank akan meneruskan Pengaduan kepada penerbit dan atau
pengelola produk; dan
c) Bank
akan membantu memonitor penyelesaian yang
dilakukan oleh penerbit atau pengelola produk.
4) Proses penanganan dan penyelesaian Pengaduan terhadap
produk lembaga keuangan dan atau pihak lain yang dipasarkan
Bank
diadministrasikan dalam register penanganan dan
penyelesaian Pengaduan yang ditatausahakan oleh unit dan atau
fungsi khusus penanganan dan penyelesaian Pengaduan.
V. KEBIJAKAN ...
V.
KEBIJAKAN DAN PROSEDUR PEMANTAUAN PENANGANAN
DAN PENYELESAIAN PENGADUAN
1. Direksi Bank dengan persetujuan Komisaris menetapkan kebijakan
pemantauan penanganan dan penyelesaian Pengaduan yang sekurang-
kurangnya memuat kewajiban unit dan atau fungsi khusus penanganan
dan penyelesaian Pengaduan untuk:
a. mengadministrasikan dan menatausahakan seluruh dokumen yang
terkait dengan penerimaan, penanganan, dan penyelesaian
Pengaduan; dan
b. menyusun laporan internal yang sekurang-kurangnya memuat
informasi mengenai jenis produk, permasalahan, dan analisa
penyebab terjadinya Pengaduan serta menyampaikannya kepada
pimpinan Bank secara periodik.
2. Direksi Bank berdasarkan kebijakan yang telah disetujui Komisaris
menetapkan prosedur pemantauan penanganan dan penyelesaian
Pengaduan yang sekurang-kurangnya memuat hal-hal sebagai berikut:
a. Prosedur pemantauan penanganan dan penyelesaian Pengaduan
yang diajukan secara lisan yang sekurang-kurangnya memuat
penugasan unit dan atau fungsi khusus penanganan
penyelesaian Pengaduan untuk
dan
mengadministrasikan dan
menatausahakan dokumen penerimaan Pengaduan lisan yang
sekurang-kurangnya terdiri dari:
1) register penerimaan Pengaduan;
2) register penanganan dan penyelesaian Pengaduan yang
dilengkapi dengan
dokumen yang
menyelesaikan Pengaduan;
3) hasil penyelesaian Pengaduan; dan
4) ringkasan penyelesaian Pengaduan.
b. Prosedur ...
digunakan untuk
b. Prosedur pemantauan penanganan dan penyelesaian Pengaduan
yang diajukan secara tertulis yang sekurang-kurangnya memuat
penugasan unit dan atau fungsi khusus penanganan
penyelesaian Pengaduan untuk
dan
mengadministrasikan dan
menatausahakan dokumen penerimaan Pengaduan tertulis yang
sekurang-kurangnya terdiri dari:
1) register penerimaan Pengaduan yang
dokumen
yang
dilengkapi dengan
diserahkan Nasabah dan atau Perwakilan
Nasabah pada saat mengajukan Pengaduan;
2) register penanganan dan penyelesaian Pengaduan yang
dilengkapi dengan
dokumen yang
menyelesaikan Pengaduan;
3) surat pemberitahuan perpanjangan jangka waktu penyelesaian
Pengaduan dalam hal waktu penyelesaian lebih dari 20 (dua
puluh) hari kerja;
4) hasil penyelesaian Pengaduan; dan
5) ringkasan penyelesaian Pengaduan.
c. Prosedur penyusunan laporan internal yang paling kurang memuat
tatacara pengumpulan informasi mengenai penerimaan,
penanganan, dan penyelesaian Pengaduan dari setiap Kantor Bank
dan penyampaiannya secara periodik kepada pimpinan Bank.
VI.
PELAPORAN PENYELESAIAN PENGADUAN NASABAH KEPADA
BANK INDONESIA
1. Bank menyampaikan laporan penanganan dan penyelesaian Pengaduan
secara triwulanan kepada Bank Indonesia, yaitu untuk periode
pelaporan yang berakhir pada bulan Maret, Juni, September, dan
Desember dengan format sebagaimana pada lampiran Surat Edaran ini.
2. Untuk ...
digunakan untuk
2. Untuk
pertama kalinya laporan penanganan dan penyelesaian
Pengaduan disampaikan untuk periode laporan yang berakhir pada
bulan September 2005. Laporan tersebut memuat penanganan dan
penyelesaian Pengaduan yang dilakukan oleh Bank pada bulan Juli,
Agustus, dan September 2005
3. Laporan penanganan dan penyelesaian Pengaduan disampaikan dalam
masa 1 (satu) bulan sejak berakhirnya periode laporan. Apabila batas
waktu penyampaian laporan adalah hari libur maka penyampaian
laporan dilakukan pada 1 (satu) hari kerja sebelumnya.
Sebagai contoh, laporan penanganan dan penyelesaian Pengaduan
untuk periode laporan yang berakhir pada bulan September 2005 wajib
disampaikan paling lambat tanggal 31 Oktober 2005.
4. Dalam hal tidak terdapat Pengaduan dalam periode pelaporan, maka
Bank tetap menyampaikan laporan penanganan dan penyelesaian
Pengaduan dengan mencantumkan nihil pada laporan tersebut.
5. Bank dianggap terlambat menyampaikan laporan apabila penyampaian
laporan penanganan dan penyelesaian Pengaduan Nasabah melebihi
jangka waktu 1 (satu) bulan setelah berakhirnya periode laporan,
namun belum melampaui 1 (bulan) sejak akhir batas waktu
penyampaian laporan.
Sebagai contoh, Bank akan dianggap terlambat apabila laporan
penanganan dan penyelesaian Pengaduan untuk periode pelaporan
yang berakhir pada bulan September 2005 disampaikan pada bulan
November 2005.
6. Bank dinyatakan tidak menyampaikan laporan apabila penyampaian
laporan penanganan dan penyelesaian Pengaduan melebihi jangka
waktu 1 (satu) bulan sejak akhir batas waktu penyampaian laporan.
Sebagai ...
Sebagai contoh, Bank dianggap tidak menyampaikan laporan apabila
laporan penanganan dan penyelesaian Pengaduan untuk periode
pelaporan yang berakhir pada bulan September 2005 disampaikan pada
bulan Desember 2005.
7. Pengenaan sanksi kewajiban membayar atas keterlambatan dan atau
tidak disampaikannya laporan
penanganan dan penyelesaian
Pengaduan tidak menghapuskan kewajiban Bank untuk menyampaikan
laporan tersebut.
8. Laporan penanganan dan penyelesaian Pengaduan disampaikan
kepada:
a. Direktorat Pengawasan Bank terkait, Jl. MH Thamrin No. 2
Jakarta 10110, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja
Kantor Pusat Bank Indonesia; atau
b. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat
di luar wilayah Kantor Pusat Bank Indonesia;
dengan tembusan ditujukan kepada Unit Khusus Investigasi
Perbankan, Jl. MH Thamrin No. 2 Jakarta 10110.
9. Bagi Bank Perkreditan Rakyat yang berkantor pusat di luar wilayah
Kantor Pusat Bank Indonesia, penyampaian tembusan laporan
penanganan dan penyelesaian Pengaduan kepada Unit Khusus
Investigasi Perbankan dilaksanakan melalui Kantor Bank Indonesia
setempat.
VII. PENUTUP
Lampiran mengenai Laporan Penanganan dan Penyelesaian Pengaduan
Nasabah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank
Indonesia ini.
Ketentuan ...
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku sejak
tanggal 20 Juli 2005.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
MAMAN H. SOMANTRI
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 7/24/DPNP|SE-BI/2005 </reg_id>
<reg_title> Penyelesaian Pengaduan Nasabah </reg_title>
<set_date> 18 Juli 2005 </set_date>
<effective_date> 20 Juli 2005 </effective_date>
<related_reg> '7/7/PBI/2005' </related_reg>
|
No.7/56/DPbS
Jakarta, 9 Desember 2005
S U R A T
E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA
BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH
DI INDONESIA
Perihal : Laporan Tahunan, Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan
dan
Bulanan
serta Laporan tertentu
disampaikan kepada Bank Indonesia
Dengan
telah dikeluarkannya Peraturan
Bank
Indonesia Nomor
3/22/PBI/2001 tanggal 13 Desember 2001 tentang Transparansi Kondisi
Keuangan Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor
150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor
4159),
sebagaimana telah diubah
dari Bank yang
dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
7/50/PBI/2005 tanggal 29 November 2005 tentang Perubahan atas Peraturan
Bank Indonesia Nomor 3/22/PBI/2001 tentang Transparansi Kondisi Keuangan
Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 135,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor
4573),
perlu ditetapkan ketentuan pelaksanaan mengenai Laporan Tahunan, Laporan
Keuangan Publikasi Triwulanan dan Bulanan serta Laporan tertentu dari Bank
yang disampaikan kepada Bank Indonesia bagi
Bank Umum Yang
Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah termasuk Unit
Usaha Syariah, dan kantor cabang dari suatu Bank yang berkedudukan di luar
negeri …
negeri yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dalam
Surat Edaran yang mencakup hal-hal sebagai berikut :
I. UMUM
1. Sesuai dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor
10 Tahun 1998, Bank diwajibkan untuk menyampaikan keterangan dan
penjelasan yang berkaitan dengan kegiatan usaha Bank dalam rangka
pemantauan keadaan usaha Bank oleh publik dan Bank Indonesia.
2. Dalam rangka pemenuhan informasi yang disampaikan Bank yang
melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah (Bank) dan
UUS untuk mencapai dan memelihara
kepercayaan investasi
masyarakat terhadap Bank serta upaya meningkatkan transparansi
kondisi keuangan Bank kepada publik, maka informasi dalam laporan
tersebut
harus bisa menyajikan hak dan kewajiban dari pihak terkait,
memberikan kontribusi untuk melindungi asset Bank dan pemenuhan
prinsip syariah dalam semua transaksi, serta dapat memberikan
informasi yang berguna tentang perkembangan usaha dan kinerja Bank
kepada para pihak terkait (stakeholders) dalam hubungannya dengan
Bank.
3. Bentuk penyampaian keterangan dan pengumuman atau publikasi
kegiatan usaha Bank dalam rangka pemantauan oleh publik dan Bank
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam angka 2 adalah berupa
Laporan Tahunan, Laporan Keuangan Publikasi, dan Laporan
Informasi Tertentu yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
4. Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan disusun untuk memberikan
informasi mengenai posisi keuangan, kinerja atau hasil usaha Bank dan
UUS …
UUS serta informasi keuangan lainnya kepada berbagai pihak yang
berkepentingan dengan perkembangan usaha Bank dan UUS. Agar
Laporan Keuangan Publikasi dapat diperbandingkan, perlu ditetapkan
bentuk
dan
cakupan
penyajian yang
didasarkan pada
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang relevan untuk
perbankan syariah, Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia
(PAPSI), serta ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
5. Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan yang wajib disajikan oleh
Bank adalah laporan keuangan untuk posisi akhir Maret, Juni,
September dan Desember. Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan ini
selain wajib diumumkan dalam surat kabar juga akan diumumkan
dalam home page Bank Indonesia. Bank Indonesia juga akan
mengumumkan Laporan Bulanan dalam bentuk Laporan Keuangan
Publikasi Bulanan pada home page Bank Indonesia
6. Apabila Laporan Tahunan, Laporan Keuangan Publikasi dan Laporan
Informasi Tertentu juga dibuat selain dalam Bahasa Indonesia, baik
dalam dokumen yang sama maupun terpisah, maka Laporan dimaksud
harus memuat informasi yang sama.
7. Unit Usaha Syariah, yang selanjutnya disebut UUS, adalah unit kerja
di kantor pusat bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang
syariah dan atau unit syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari bank
yang berkedudukan diluar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha
secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor
cabang pembantu syariah dan atau unit syariah.
8.
Unit Usaha Syariah harus menyajikan informasi keuangan syariah
secara …
secara triwulanan untuk posisi Maret, Juni, September dan Desember
berupa neraca, laba rugi, komitmen
dan kontinjensi
sebagaimana
tercantum dalam lampiran 16, informasi perhitungan bagi hasil
sebagaimana tercantum dalam Lampiran 15, dan pedoman penyusunan
neraca, laba rugi dan
komitmen
dan kontinjensi
sebagaimana
tercantum dalam Lampiran 17, Lampiran 18 dan Lampiran 19.
Informasi kegiatan usaha syariah tersebut harus ditanda tangani oleh
Dewan Pengawas Syariah dan Pimpinan Unit Usaha Syariah.
9. Khusus untuk pelaporan publikasi UUS
posisi bulan Juni dan
Desember, selain menyajikan laporan sebagaimana dimaksud dalam
angka 8, harus pula menyajikan Laporan Sumber dan Penggunaan
Dana Zakat, Infaq dan Shadaqah (ZIS) sebagaimana tercantum dalam
lampiran 12; Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Qardh
sebagaimana tercantum dalam lampiran 13 ; serta Laporan Perubahan
Dana Investasi Terikat , jika ada sebagaimana
lampiran 14 .
tercantum dalam
10. UUS melalui kantor pusatnya harus menyajikan laporan publikasi
triwulanan sebagaimana dimaksud dalam angka 5, termasuk juga akan
diumumkan kedalam home page Bank Indonesia.
11. Angka-angka dalam Laporan wajib disajikan dalam mata uang Rupiah.
II.
LAPORAN TAHUNAN
Laporan Tahunan Bank paling sedikit mencakup :
1. Informasi Umum
Informasi …
Informasi Umum dalam Laporan Tahunan paling sedikit berisi :
a. kepengurusan, meliputi susunan Dewan Komisaris, Direksi,
Dewan Pengawas Syariah dan pejabat eksekutif beserta jabatan dan
ringkasan riwayat hidupnya ;
b. rincian Kepemilikan Saham, berupa nama pemilik dan besaran
kepemilikan ;
c. perkembangan usaha Bank dan kelompok usaha Bank, yang
memuat data mengenai :
1)
Ikhtisar data keuangan penting
paling sedikit mencakup
pendapatan penyaluran dana, laba rugi bersih, laba operasi,
laba sebelum pajak, aktiva produktif, sumber dana dan
komposisinya, pembiayaan dan komposisinya, modal sendiri,
jumlah lembar saham yang ditempatkan dan disetor ; dan
2) Rasio keuangan yang wajib disajikan paling sedikit mencakup
rasio keuangan sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank
Indonesia tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank
khususnya Bab tentang Laporan Keuangan Publikasi Bank
Umum sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
d. sasaran, strategi dan kebijakan manajemen yang digunakan dalam
pengembangan usaha Bank
e. laporan manajemen yang menyajikan informasi mengenai
pengelolaan Bank oleh pengurus atau manajemen dalam rangka
good corporate governance, dan paling sedikit mencakup :
1)
struktur organisasi
;
2) aktivitas …
2) aktivitas utama ;
3)
4)
5)
6)
teknologi informasi ;
jenis produk dan jasa yang ditawarkan, termasuk penyaluran
Kredit Usaha Kecil (KUK) ;
tanggung jawab sosial perusahaan ;
realisasi bagi
hasil/imbalan
distribusi bagi hasil ;
7) perkembangan perekonomian dan target pasar ;
8)
9)
jumlah, jenis dan lokasi kantor ;
10) kepemilikan Direksi, Komisaris dan pemegang saham dalam
kelompok usaha Bank, dan perubahan dari tahun sebelumnya ;
11) perubahan-perubahan penting yang terjadi di Bank dan
kelompok usaha Bank dalam tahun yang bersangkutan ;
12) hal-hal penting yang diperkirakan terjadi di masa mendatang ;
13) sumber daya manusia, meliputi jumlah, struktur pendidikan,
pelatihan dan pengembangan SDM ;
14) pengungkapan remuneration policy yang mencakup fees and
salaries dan fasilitas yang diterima lainnya termasuk bonus
dan tantiem untuk direksi sampai dengan satu level dibawah
direksi, komisaris dan Dewan Pengawas Syariah ; dan
15) Pemeringkatan …
dan metode penghitungan
jaringan kerja dan mitra usaha baik didalam dan atau di luar
negeri ;
15) Pemeringkatan oleh perusahaan pemeringkat yang diakui, jika
ada.
f. UUS melalui kantor pusatnya harus menyajikan informasi kegiatan
UUS yang mencakup paling sedikit :
1) sasaran, strategi dan kebijakan manajemen yang digunakan
dalam pengembangan Unit Usaha Syariah ;
2) perkembangan usaha syariah, yaitu penyaluran dana beserta
komposisinya, laba bersih, Return on Asset (ROA), Non
Performing
komposisinya,
relevan ;
3)
4)
5)
Financing (NPF), sumber dana beserta
jumlah aset dan informasi lainnya yang
jenis produk dan jasa yang ditawarkan ;
tanggung jawab sosial perusahaan ; dan
realisasi bagi
hasil/imbalan
distribusi bagi hasil.
2. Laporan Keuangan Tahunan
Laporan Keuangan Tahunan ini paling sedikit mencakup hal-hal
sebagai berikut :
a. Laporan Keuangan , yang terdiri dari :
1)
Neraca ;
2)
Laporan Laba Rugi ;
3) Laporan Arus Kas ;
4) Laporan …
dan metode penghitungan
4) Laporan Perubahan Ekuitas ;
5) Laporan Perubahan Dana Investasi Terikat ;
6) Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat, Infaq, dan
Shadaqah (ZIS) ;
7)
Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Qardh ; dan
8) Catatan atas Laporan Keuangan, termasuk informasi
mengenai Komitmen dan kontinjensi serta hak minoritas.
b. Laporan Keuangan Konsolidasi yang telah diaudit yang merupakan
konsolidasi Laporan Keuangan Bank dan Perusahaan Anak, yang
terdiri dari :
1) Neraca ;
2) Laporan Laba Rugi ;
3) Laporan Perubahan Ekuitas ;
4) Laporan Arus Kas ;
5) Catatan atas Laporan Keuangan, termasuk informasi
mengenai komitmen dan kontinjensi serta hak minoritas.
Laporan keuangan konsolidasi ini disertai dengan opini
Akuntan Publik.
c. Laporan Keuangan Perusahaan Induk di bidang keuangan yang telah
diaudit oleh Akuntan Publik, yang terdiri dari :
1) Laporan Keuangan Perusahaan
Induk
di bidang keuangan
merupakan …
dari
merupakan hasil konsolidasi dari seluruh perusahaan di dalam
kelompok bidang keuangan sesuai dengan standar akuntansi yang
berlaku, dan meliputi :
a) Neraca ;
b) Laporan Laba Rugi ;
c) Laporan Perubahan Ekuitas ; dan
d) Daftar Komitmen dan Kontinjensi ;
2) Dalam hal kelompok usaha tidak memiliki Perusahaan Induk di
bidang keuangan maka laporan keuangan yang disampaikan
adalah Laporan Keuangan Perusahaan Induk
d. Laporan Keuangan Perusahaan Induk yang telah diaudit oleh
Akuntan Publik, yang merupakan hasil konsolidasi dari seluruh
perusahaan
di
dalam kelompok
akuntansi yang berlaku, yang terdiri dari :
1) Neraca ;
2) Laporan Laba Rugi ;
3) Laporan Perubahan Ekuitas ; dan
4) Daftar Komitmen dan Kontinjensi.
3. Opini dari Akuntan Publik
Opini dari Akuntan Publik antara lain memuat pendapat Akuntan
Publik atas laporan keuangan konsolidasi sebagaimana dimaksud
dalam angka 2. huruf b.
4. Aspek …
usaha sesuai dengan standar
4. Aspek Transparansi yang terkait dengan Kelompok Usaha
Sesuai dengan Pasal 25 Peraturan Bank Indonesia No. 3/22/PBI/2001
tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank (PBI),
dinyatakan
bahwa Laporan Tahunan yang disampaikan oleh Bank wajib memuat
pula informasi yang terkait dengan kegiatan di dalam kelompok usaha,
yang terdiri dari :
a. Struktur kelompok usaha Bank, yang disajikan sampai dengan
pemilik terakhir (ultimate shareholder), serta struktur keterkaitan
kepengurusan dan pemegang saham yang bertindak atas nama
pemegang saham lain (shareholders acting in concert). Pengertian
pemegang saham yang bertindak atas nama pemegang saham lain
adalah pemegang saham perorangan atau perusahaan/badan hukum
yang memiliki tujuan bersama yaitu mengendalikan Bank,
berdasarkan atau tidak berdasarkan suatu perjanjian.
b. Transaksi dengan
pihak-pihak
yang mempunyai
hubungan
istimewa (related party transaction), dengan memperhatikan hal -
hal sebagai berikut :
1) informasi transaksi dengan pihak-pihak yang mempunyai
hubungan istimewa
disajikan baik yang dilakukan Bank
maupun yang dilakukan oleh setiap perusahaan atau badan
hukum di dalam kelompok usaha Bank yang bergerak di bidang
keuangan ;
2) pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa adalah pihak-
pihak sebagaimana diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan (PSAK) yang berlaku ;
3) jenis …
3) jenis transaksi dengan pihak-pihak yang mempunyai hubungan
istimewa, antara lain meliputi :
a) kepemilikan silang (cross shareholders) ;
b) transaksi dari suatu kelompok usaha yang bertindak untuk
kepentingan kelompok usaha yang lain;
c) pengelolaan likuiditas jangka pendek yang dipusatkan dalam
kelompok usaha;
d) penyediaan
dana
yang
diberikan
atau diterima
perusahaan lain dalam satu kelompok usaha ;
e) eksposur kepada pemegang saham mayoritas antara lain
dalam bentuk pinjaman, komitmen dan garansi ;
f) pembelian atau penjualan aset dengan perusahaan lain dalam
suatu kelompok usaha, termasuk yang dilakukan dengan
repurchase agreement.
c. Pemberian penyediaan dana, komitmen maupun fasilitas lain yang
dapat dipersamakan dengan itu dari setiap perusahaan atau badan
hukum yang berada dalam satu kelompok usaha dengan Bank
kepada debitur yang telah memperoleh penyediaan dana dari Bank.
5. Aspek Transparansi sesuai PSAK yang berlaku, dan
Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI)
Laporan Keuangan Tahunan sebagaimana dimaksud
Pedoman
dalam angka 2
huruf a dan angka 2 huruf b wajib memenuhi seluruh aspek
pengungkapan (disclosure) sebagaimana ditetapkan dalam Pernyataan
Standar Akuntasi Keuangan untuk perbankan syariah dan PAPSI yang
berlaku …
oleh
berlaku.
Pengungkapan tersebut paling sedikit terdiri dari :
a) Laporan Keuangan yang meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan
perubahan ekuitas,
investasi terikat
laporan arus kas, laporan perubahan dana
jika ada, laporan sumber dan penggunaan dana
zakat, infaq dan shadaqah (ZIS) , serta laporan sumber dan
penggunaan dana qardh ;
b) Komitmen dan Kontinjensi ;
c) Jumlah
aktiva produktif yang diberikan kepada pihak yang
mempunyai hubungan istimewa ;
d) Jumlah aktiva produktif yang telah direstrukturisasi dan informasi
lain tentang aktiva produktif yang direstrukturisasi selama periode
berjalan ;
e) Klasifikasi aktiva produktif menurut jangka waktu, dan kualitas
aktiva produktif ;
f) Persentase pelanggaran
Pemberian Kredit ;
dan pelampauan Batas Maksimum
g) Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) yang telah
dibentuk dibandingkan dengan Penyisihan Penghapusan Aktiva
Produktif (PPAP) yang wajib dibentuk ;
h) Perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) ;
i) Rasio Posisi Devisa Neto ;
j) Aktiva …
j) Aktiva Bank yang dijaminkan ;
k) Beberapa rasio keuangan Bank ; dan
l) Kredit Usaha Kecil (KUK).
6. Eksposur dan Manajemen Risiko
Informasi mengenai eksposur dan manajemen risiko paling sedikit
mencakup informasi mengenai identifikasi risiko (risk identification)
dan pengukuran terhadap risk exposure yang dihadapi bank (risk
measurement) serta praktek manajemen risiko lainnya yaitu
pemantauan (risk monitoring) dan pengendalian risiko (risk
controlling).
7. Informasi Lain
Cakupan dalam informasi lain terdiri dari :
a. Langkah-langkah dan rencana dalam mengantisipasi risiko
atas transaksi mata uang asing karena perubahan kurs.
pasar
b. Transaksi-transaksi penting lainnya dalam jumlah yang signifikan.
c. Informasi kejadian penting setelah tanggal laporan Akuntan Publik
(subsequent event).
d. Karakteristik kegiatan usaha Bank dan jasa utama yang disediakan.
e. Peranan, tugas dan kewenangan Dewan Pengawas Syariah dalam
melakukan pengawasan syariah atas operasional Bank berdasarkan
fatwa dan ketentuan hukum lainnya.
III. LAPORAN …
III. LAPORAN TAHUNAN TERTENTU YANG WAJIB DISAMPAIKAN
KEPADA BANK INDONESIA
Sesuai dengan Pasal 27 PBI, selain menyampaikan Laporan Tahunan,
dalam hal Bank merupakan bagian dari kelompok usaha dan atau Bank
memiliki Perusahaan Anak, wajib menyampaikan Laporan Tahunan
(annual report) dari :
1. Perusahaan Induk;
2. Perusahaan Induk di bidang keuangan; dan
3. Perusahaan Anak,
Kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya 5 (lima) bulan setelah Tahun
Buku terakhir.
IV. BATAS WAKTU DAN ALAMAT PENYAMPAIAN LAPORAN
TAHUNAN
1. Sesuai dengan Pasal 4 PBI, Laporan Tahunan dan Laporan Keuangan
Tahunan
Bank
sebagaimana
dimaksud
dalam Angka II
wajib disampaikan selambat-lambatnya 5 (lima) bulan setelah Tahun
Buku berakhir.
2. Bank dianggap terlambat menyampaikan laporan, apabila Bank
menyampaikan Laporan Tahunan melampaui batas akhir waktu
penyampaian laporan, tetapi belum melampaui 1 (satu) bulan sejak
batas akhir waktu penyampaian laporan. Selanjutnya Bank dianggap
tidak menyampaikan laporan apabila lebih dari 1 (satu) bulan sejak
batas akhir waktu penyampaian, Bank tidak menyampaikan Laporan
Tahunan …
Tahunan atau Laporan Keuangan Tahunan tidak diaudit oleh Akuntan
Publik yang terdaftar di Bank Indonesia
Contoh :
Untuk Laporan Tahunan yang berakhir pada bulan Desember 2005 :
a. batas akhir waktu penyampaian
: 31 Mei 2006
b. terlambat menyampaikan
c. tidak menyampaikan
: 1 Juni s.d. 30 Juni 2006
: 1 Juli 2006 dan seterusnya,
atau
Laporan
Keuangan
Tahunan tidak diaudit oleh
Akuntan Publik yang
Terdaftar di Bank Indonesia.
3. Laporan Tahunan dan Laporan Tahunan Tertentu Bank disampaikan
kepada Bank Indonesia dengan alamat :
a. Direktorat Perbankan Syariah, Jl.M.H.Thamrin No.2 Jakarta 10110,
bagi Bank yang berkantor pusat atau Kantor Cabang Bank Asing
yang berada diwilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia; atau
b. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat
diluar wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia.
V. LAPORAN KEUANGAN PUBLIKASI TRIWULANAN POSISI AKHIR
BULAN MARET DAN SEPTEMBER
1. Pedoman Umum
a. Laporan …
a. Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan yang disajikan terdiri dari
laporan keuangan Bank secara individu dan laporan keuangan Bank
secara konsolidasi dengan anak perusahaan.
b. Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan wajib disusun dalam
bahasa Indonesia dan angka-angka yang disajikan dalam jutaan
Rupiah.
c. Format Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan merupakan
standar minimal yang wajib dipenuhi. Apabila terdapat pos yang
jumlahnya material dan tidak terdapat dalam format tersebut, Bank
dapat menyajikan pos tersebut secara tersendiri, namun apabila pos
dimaksud jumlahnya tidak material dapat digabungkan dengan pos
lain yang sejenis.
d. Pos-pos yang memiliki saldo nihil dalam format Laporan Keuangan
Publikasi Triwulanan yang diumumkan di surat kabar tetap harus
dicantumkan dengan memberi garis pendek (-) pada pos yang
bersangkutan.
e. Penyajian Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan
1) Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan wajib disajikan paling
sedikit dalam bentuk perbandingan dengan laporan pada periode
yang sama tahun sebelumnya.
2) Posisi pembanding hendaknya disajikan sesuai format yang
sama dengan posisi Laporan Keuangan Publikasi Triwulan yang
diumumkan.
3) Khusus untuk perlakuan akuntansi yang baru berlaku dalam
posisi Laporan, maka penyajian posisi pembanding hendaknya
mengacu …
mengacu kepada PSAK Nomor 25 tentang Laba atau Rugi
Bersih
Perubahan Kebijakan Akuntansi.
f. Bagi Bank yang tidak memiliki
konsolidasi dapat ditiadakan.
anak
perusahaan, kolom
g. Untuk pengisian pemilik Bank dalam format Laporan Keuangan
Publikasi Triwulanan, nama pemegang saham yang wajib
dicantumkan adalah perorangan atau perusahaan yang memiliki
saham sebesar 5% (lima perseratus) atau lebih dari modal Bank,
baik melalui atau tidak melalui Pasar Modal.
2. Cakupan
a. Laporan yang wajib disajikan dalam Laporan Keuangan Publikasi
Triwulanan paling sedikit terdiri dari :
1) Lampiran 1 : Neraca
2) Lampiran 2 : Laporan Laba Rugi dan Saldo Laba
3) Lampiran 3 : Komitmen dan Kontinjensi
4) Lampiran 4 : Kualitas Aktiva Produktif dan Informasi
Lainnya
5) Lampiran 5 :
Perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal
Minimum
6) Lampiran 6 :
Rasio Keuangan
untuk Periode Berjalan, Kesalahan Mendasar dan
7) Lampiran …
7) Lampiran 15 : Tabel Distribusi Bagi hasil
b. Dalam penyusunan Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a, untuk kolom laporan
keuangan Bank secara individu, Bank wajib berpedoman pada
pedoman penyusunan sebagai berikut :
1) Lampiran 4b :
Pedoman Penyusunan KAP berdasarkan
LBUS
2) Lampiran 4c : Pedoman Penyusunan Laporan Kualitas
Aktiva Produktif dan Informasi lainnya
3) Lampiran 7
: Pedoman Penyusunan Neraca
4) Lampiran 8 :
Pedoman Penyusunan Laporan Laba
Rugi dan Perubahan Saldo Laba
5) Lampiran 9 :
Pedoman Penyusunan Komitmen dan
Kontinjensi
6) Lampiran 10 :
Pedoman Perhitungan Rasio Kewajiban
Penyediaan Modal Minimum
7) Lampiran 10a : Pedoman Perhitungan Aktiva
Tertimbang Menurut Risiko
8) Lampiran 10b :
9) Lampiran 11
Pedoman Perhitungan Modal
: Pedoman Perhitungan Rasio Keuangan
VI. LAPORAN …
VI. LAPORAN KEUANGAN PUBLIKASI TRIWULANAN POSISI JUNI
DAN POSISI AKHIR DESEMBER
Format dan cakupan Laporan Keuangan Publikasi untuk posisi Juni dan
posisi akhir Desember adalah sama dengan format dan cakupan Laporan
Keuangan Publikasi Triwulanan untuk posisi Maret dan September
dengan beberapa tambahan laporan dan informasi yang ditetapkan sebagai
berikut :
1. Laporan Sumber dan Penggunaan Dana ZIS sebagaimana tercantum
dalam Lampiran 12, Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Qardh
sebagaimana tercantum dalam Lampiran 13, dan Laporan
Perubahan Dana Investasi Terikat jika ada sebagaimana tercantum
dalam Lampiran 14.
2. Bagi Bank yang merupakan bagian dari suatu kelompok usaha, selain
menyajikan laporan keuangan Bank secara individu dan laporan
keuangan Bank secara konsolidasi dengan anak perusahaan, Bank
wajib menyajikan neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas,
serta daftar komitmen dan kontinjensi perusahaan induk di bidang
keuangan yang merupakan hasil konsolidasi dari seluruh perusahaan
didalam kelompok bidang keuangan sesuai dengan standar akuntansi
yang berlaku. Dalam hal kelompok usaha tidak memiliki perusahaan
induk di bidang keuangan, Bank wajib menyajikan neraca, laporan
laba rugi,
dan daftar komitmen dan kontinjensi perusahaan yang
merupakan hasil konsolidasi dari seluruh perusahaan di dalam
kelompok usaha sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku.
3. Neraca dan Laporan laba rugi perusahaan induk di bidang keuangan
atau perusahaan induk wajib disajikan dalam bentuk perbandingan
dengan …
dengan posisi yang sama pada tahun sebelumnya.
4. Khusus untuk posisi akhir Desember,
a. Laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 wajib
diaudit oleh Akuntan Publik, dan wajib mencantumkan nama
Akuntan Publik yang bertanggung jawab (partner in charge) , serta
nama Kantor Akuntan Publik dan opini yang diberikan .
b. Format Neraca dan Laporan Laba Rugi perusahaan induk di
bidang keuangan atau perusahaan induk disesuaikan dengan Neraca
dan Laporan Laba Rugi yang disajikan dalam laporan audit (audit
report).
VII. LAPORAN KEUANGAN PUBLIKASI BULANAN
1. Laporan Bulanan yang disampaikan oleh Bank kepada Bank Indonesia
untuk posisi bulan Januari sampai dengan Desember akan diumumkan
pada home page Bank Indonesia.
2. Format yang digunakan untuk Laporan Keuangan Publikasi Bulanan
tersebut sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1a, Lampiran 2a,
Lampiran 3a, Lampiran 4a, Lampiran 5a.
3. Penyusunan penyajian publikasi sebagaimana tercantum dalam
Lampiran 4b, Lampiran 4c, Lampiran 7, Lampiran 8, Lampiran
9, Lampiran 10.
4. Laporan keuangan Publikasi Bulanan merupakan laporan keuangan
Bank secara individu yang merupakan gabungan antara kantor pusat
Bank dengan seluruh kantor Bank.
VIII. LAPORAN …
VIII. LAPORAN TERTENTU YANG DISAMPAIKAN KEPADA BANK
INDONESIA
Sesuai Pasal 28 PBI, Bank wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia,
laporan mengenai :
1. Transaksi antara Bank dengan Pihak-pihak yang Mempunyai
Hubungan Istimewa.
Hal-hal yang wajib dilaporkan, paling sedikit meliputi :
a. Nama pihak yang memiliki hubungan istimewa dengan Bank;
b. Hubungan keterkaitan dengan Bank;
c. Jenis transaksi;
d. Jumlah atau nominal transaksi; dan
e. Kualitas Aktiva Produktif untuk transaksi penyediaan dana.
2. Pemberian penyediaan dana, komitmen maupun fasilitas lain yang
dapat dipersamakan dengan itu dari setiap perusahaan yang berada
dalam satu kelompok usaha dengan Bank kepada debitur yang telah
memperoleh penyediaan dana dari Bank, bagi Bank yang merupakan
bagian dari kelompok usaha.
Hal-hal yang wajib dilaporkan, paling sedikit meliputi :
a. nama debitur;
b. jumlah dan kualitas penyediaan dana yang diberikan oleh Bank;
c. nama kelompok usaha pemberi penyediaan dana serta hubungan
keterkaitan …
keterkaitan dengan Bank ; dan
d. jenis penyediaan dana dan jumlah penyediaan dana yang diberikan
oleh kelompok usaha.
Laporan-laporan sebagaimana dimaksud pada angka V, VI, VII dan
angka VIII disampaikan kepada Bank Indonesia sesuai dengan jadwal
dan batas waktu penyampaian Laporan sebagaimana diatur dalam PBI
dimaksud.
IX. ALAMAT PENYAMPAIAN LAPORAN KEUANGAN PUBLIKASI
TRIWULANAN
1. Fotokopi
atau
guntingan
surat kabar
Laporan
Keuangan
Publikasi Triwulanan, serta Laporan Tertentu disampaikan kepada
Bank Indonesia dengan alamat :
a. Direktorat Perbankan Syariah, Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta
10110, dengan tembusan kepada Direktorat Perizinan dan
Informasi Perbankan, bagi Bank yang berkantor pusat atau Kantor
Cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri, di wilayah
kerja kantor pusat Bank Indonesia; atau
b. Kantor Bank
Indonesia setempat, dengan
tembusan kepada
Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan, bagi Bank yang
berkantor pusat di luar wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia.
2. Disket yang berisi informasi Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan
disampaikan kepada Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan, Jl.
M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10110, atau dengan melalui e-mail dengan
alamat …
alamat cfs@bi.go.id.
X. PENUTUP
1. Bank dan UUS wajib menyampaikan Laporan Tahunan sebagaimana
dimaksud dalam Surat Edaran ini sejak Laporan Tahunan untuk Tahun
Buku 2005.
2. Dengan dikeluarkannya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Bank
Indonesia No. 3/30/DPNP tanggal 14 Desember 2001 sebagaimana
telah diubah dengan Surat Edaran Bank Indonesia No.7/10/DPNP
tanggal 31 Maret 2005 tentang Laporan Keuangan Publikasi
Triwulanan dan Bulanan Bank Umum serta Laporan tertentu yang
disampaikan
kepada Bank Indonesia,
dan SE No. 3/31/DPNP
tanggal 14 Desember 2001 tentang Laporan Tahunan Bank Umum dan
Laporan Tahunan Tertentu yang disampaikan kepada Bank Indonesia,
dinyatakan tidak berlaku bagi Bank dan UUS .
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA
SITI CH. FADJRIJAH
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 7/56/DPbS|SE-BI/2005 </reg_id>
<reg_title> Laporan Tahunan, Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan dan Bulanan serta Laporan tertentu dari Bank yang disampaikan kepada Bank Indonesia </reg_title>
<set_date> 9 Desember 2005 </set_date>
<effective_date> 9 Desember 2005 </effective_date>
<replaced_reg> '3/31/DPNP|SE-BI/2001', '7/10/DPNP|SE-BI/2005', '3/30/DPNP|SE-BI/2001' </replaced_reg>
<related_reg> '3/22/PBI/2001', '7/50/PBI/2005' </related_reg>
|
No. 15/11/DPNP
Jakarta, 8 April 2013
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal : Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia
Nomor 14/16/PBI/2012 tentang Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek
Bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012
Nomor 259, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5367), perlu untuk mengatur kembali ketentuan mengenai fasilitas
pendanaan jangka pendek bagi bank umum dalam suatu Surat Edaran
Bank Indonesia sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan:
1. Bank adalah Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usaha
secara konvensional sebagaimana dimaksud dalam Undang-
undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana
telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998,
tidak termasuk kantor cabang dari bank yang berkedudukan di
luar negeri.
2. Giro …
2
2. Giro Wajib Minimum yang selanjutnya disingkat GWM adalah
GWM Primer dalam Rupiah sebagaimana diatur dalam ketentuan
Bank Indonesia mengenai giro wajib minimum Bank Umum pada
Bank Indonesia dalam rupiah dan valuta asing.
3. Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek yang selanjutnya disingkat
FPJP adalah fasilitas pendanaan dari Bank Indonesia kepada
Bank untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek yang
dialami oleh Bank.
4. Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek adalah keadaan yang
dialami Bank yang disebabkan oleh terjadinya arus dana masuk
yang lebih kecil dibandingkan dengan arus dana keluar
(mismatch) dalam Rupiah sehingga Bank tidak dapat memenuhi
kewajiban GWM.
5. Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disingkat SBI adalah
surat berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh
Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu
pendek.
6. Sertifikat Bank Indonesia Syariah yang selanjutnya disingkat
SBIS adalah surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah
berjangka waktu pendek dalam mata uang Rupiah yang
diterbitkan oleh Bank Indonesia.
7. Surat Berharga Negara yang selanjutnya disingkat SBN adalah
Surat Utang Negara dan Surat Berharga Syariah Negara.
8. Surat Utang Negara yang selanjutnya disingkat SUN adalah surat
berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang
Rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga
dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan
masa berlakunya, sebagaimana dimaksud adalam Undang-
Undang yang berlaku.
9. Surat …
3
9. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN
atau Sukuk Negara adalah surat berharga negara yang
diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas
bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang
Rupiah maupun valuta asing, sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang yang berlaku.
10. Obligasi Korporasi adalah surat utang yang diterbitkan secara
konvensional atau berdasarkan prinsip syariah oleh badan
hukum lain dan ditatausahakan di Kustodian Sentral Efek
Indonesia (KSEI).
11. Aset Kredit adalah kredit sebagaimana diatur dalam ketentuan
Bank Indonesia mengenai penilaian kualitas aset Bank Umum.
12. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang
selanjutnya disingkat Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem
transfer dana elektronik antar peserta dalam mata uang Rupiah
yang penyelesaiannya dilakukan secara seketika per transaksi
secara individual.
13. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang
selanjutnya disingkat BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan
Bank Indonesia termasuk penatausahaannya dan penatausahaan
surat berharga secara elektronik dan terhubung langsung antara
peserta, penyelenggara dan Sistem BI-RTGS.
14. Central Registry adalah Bank Indonesia yang melakukan fungsi
penatausahaan surat berharga untuk kepentingan peserta yang
memiliki rekening surat berharga di BI-SSSS.
15. Sub-Registry adalah Bank dan lembaga yang melakukan kegiatan
kustodian yang memenuhi persyaratan dan disetujui oleh Bank
Indonesia melakukan fungsi penatausahaan surat berharga
untuk kepentingan nasabah.
16. Pialang …
4
16. Pialang adalah perusahaan pialang pasar uang Rupiah dan
valuta asing serta perantara pedagang efek yang telah ditunjuk
oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia sebagai Dealer Utama.
17. Repurchase agreement (repo) rate adalah tingkat suku bunga
Lending Facility sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai operasi moneter.
II. PERSYARATAN FPJP
1. Umum
a. Bank yang dapat mengajukan permohonan awal, permohonan
penambahan plafon dan/atau permohonan perpanjangan
FPJP adalah Bank yang mengalami Kesulitan Pendanaan
Jangka Pendek dan memiliki agunan yang berkualitas tinggi
dengan nilai agunan yang mencukupi.
b. Bank sebagaimana dimaksud pada huruf a wajib memiliki
rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) paling
rendah 8% (delapan persen) dan memenuhi modal sesuai
dengan profil risiko Bank, berdasarkan perhitungan Bank
Indonesia.
c. FPJP diberikan paling banyak sebesar plafon FPJP yang
dihitung berdasarkan perkiraan jumlah kebutuhan likuiditas
sampai dengan Bank memenuhi GWM sesuai dengan
ketentuan yang berlaku berdasarkan hasil analisis Bank
Indonesia atas proyeksi arus kas paling lama 14 (empat belas)
hari kalender ke depan yang disampaikan oleh Bank.
d. Pencairan FPJP dilakukan oleh Bank Indonesia secara harian
sebesar kebutuhan Bank untuk memenuhi kewajiban GWM
selama memenuhi plafon dan jangka waktu FPJP yang
disetujui.
e. Selama …
5
e. Selama periode pemberian FPJP, Bank penerima FPJP tidak
dapat menempatkan dana di Bank Indonesia.
f. Jangka waktu FPJP ditetapkan sebagai berikut:
1) Jangka waktu setiap FPJP paling lama 14 (empat belas)
hari kalender.
2) Jangka waktu FPJP dapat diperpanjang secara berturut-
turut dengan jangka waktu FPJP keseluruhan paling lama
90 (sembilan puluh) hari kalender yang dihitung sejak
penandatanganan perjanjian pemberian FPJP awal antara
Bank Indonesia dengan Bank.
g. Bank Indonesia mengenakan biaya bunga atas FPJP yang
digunakan Bank dengan tingkat bunga ditetapkan sebesar
tingkat suku bunga Lending Facility sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
operasi moneter, ditambah dengan 100 (seratus) basis poin.
h. Jumlah FPJP yang dikenakan biaya bunga sebagaimana
dimaksud pada huruf g adalah sebesar realisasi penggunaan
FPJP secara harian selama periode pemberian FPJP.
2. Agunan FPJP
a. Bank menjamin FPJP dengan agunan milik Bank berupa SBI,
SBIS, SBN, Obligasi Korporasi dan/atau Aset Kredit.
b. Obligasi Korporasi hanya dapat dijadikan agunan FPJP dalam
hal:
1) Bank memiliki SBI, SBIS, dan/atau SBN, namun tidak
mencukupi untuk menjadi agunan FPJP; atau
2) Bank tidak memiliki SBI, SBIS, dan/atau SBN.
c. Aset …
6
c. Aset Kredit hanya dapat dijadikan agunan FPJP dalam hal:
1) Bank memiliki SBI, SBIS, SBN, dan/atau Obligasi
Korporasi, namun tidak mencukupi untuk menjadi agunan
FPJP; atau
2) Bank tidak memiliki SBI, SBIS, SBN, dan/atau Obligasi
Korporasi.
d. Agunan yang menjadi jaminan FPJP merupakan agunan yang
berkualitas tinggi yang nilainya mencukupi dan memenuhi
ketentuan sebagai berikut:
1) Untuk agunan berupa SBI, SBIS, dan/atau SBN:
a) Persyaratan:
Pada tanggal FPJP jatuh tempo, SBI, SBIS, dan/atau
SBN yang diagunkan memiliki sisa jangka waktu:
(1) paling singkat 3 (tiga) hari kerja untuk SBI dan SBIS.
(2) paling singkat 12 (dua belas) hari kerja untuk SBN.
b) Nilai agunan SBI, SBIS, dan/atau SBN ditetapkan
sebagai berikut:
(1) dalam hal agunan berupa SBI, nilai agunan
ditetapkan sebesar 100% (seratus persen) dari plafon
FPJP;
(2) dalam hal agunan berupa SBIS, nilai agunan
ditetapkan sebesar 100% (seratus persen) dari plafon
FPJP;
(3) dalam hal agunan berupa SBN, nilai agunan FPJP
ditetapkan paling rendah sebesar 105% (seratus lima
persen) dari plafon FPJP,
dengan perhitungan sebagaimana dimaksud pada butir
IV.1 dan butir IV.2.
c) Jangka …
7
c) Jangka waktu pengikatan agunan FPJP berupa SBI,
SBIS dan SBN ditetapkan sebagai berikut:
(1) Untuk SBI dan SBIS, yaitu selama jangka waktu
FPJP ditambah 2 (dua) hari kerja.
(2) Untuk SBN, yaitu selama jangka waktu FPJP
ditambah 10 (sepuluh) hari kerja.
(3) Dalam hal terjadi pelunasan FPJP, maka
pengagunan FPJP berupa SBI, SBIS, dan SBN
dilepas (release) paling lama 1 (satu) hari kerja
setelah FPJP dilunasi.
(4) Dalam hal terjadi perpanjangan FPJP dan digunakan
agunan yang sama, maka pengagunan FPJP dilepas
(release) pada saat FPJP jatuh tempo dan pada saat
yang bersamaan diagunkan kembali.
2) Untuk agunan berupa Obligasi Korporasi:
a) Persyaratan:
(1) pada tanggal FPJP jatuh tempo, Obligasi Korporasi
yang diagunkan memiliki sisa jangka waktu paling
singkat 90 (sembilan puluh) hari kalender;
(2) aktif diperdagangkan, yaitu pernah diperdagangkan
di Bursa Efek Indonesia dalam 30 (tiga puluh) hari
kalender terakhir.
Contoh:
Dalam hal Bank mengajukan FPJP pada tanggal 5
Desember 2012, maka perhitungan 30 (tiga puluh)
hari kalender terakhir Obligasi Korporasi aktif
diperdagangkan di bursa efek di Indonesia adalah
sejak tanggal 5 November 2012 sampai dengan 4
Desember 2012;
(3) memiliki …
8
(3) memiliki peringkat paling kurang 3 (tiga) peringkat
(notch) teratas pada 1 (satu) tahun terakhir
berdasarkan hasil penilaian lembaga pemeringkat
yang diakui oleh Bank Indonesia sesuai ketentuan
Bank Indonesia yang berlaku. Contoh lembaga
pemeringkat dan peringkat yang diakui Bank
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I;
dan
(4) hasil pemeringkatan terkini Obligasi Korporasi
disampaikan ke Bank Indonesia bersamaan dengan
pengajuan permohonan FPJP, paling kurang dari 1
(satu) lembaga pemeringkat yang diakui oleh Bank
Indonesia sesuai ketentuan Bank Indonesia yang
berlaku.
b) Jangka waktu pengikatan agunan Obligasi Korporasi
ditetapkan selama jangka waktu FPJP ditambah 10
(sepuluh) hari kerja.
c) Dalam hal terjadi pelunasan FPJP, maka pengagunan
FPJP berupa Obligasi Korporasi dilepas (release) paling
lama 1 (satu) hari kerja setelah FPJP dilunasi.
d) Dalam hal terjadi perpanjangan FPJP dan digunakan
agunan yang sama, maka pengagunan FPJP
diperpanjang pada saat FPJP jatuh tempo.
e) Nilai agunan Obligasi Korporasi ditetapkan paling
rendah sebesar 120% (seratus dua puluh persen) dari
plafon FPJP, dengan perhitungan sebagaimana
dimaksud pada butir IV.3.
3) Untuk …
9
3) Untuk agunan berupa Aset Kredit:
a) Persyaratan:
(1) kualitas tergolong lancar selama paling singkat 12
(dua belas) bulan terakhir berturut-turut;
Informasi mengenai Aset Kredit yang mempunyai
kualitas lancar diperoleh dari laporan kualitas kredit
yang disampaikan Bank ke dalam Sistem Informasi
Debitur (SID) dan informasi lain yang dimiliki oleh
Bank Indonesia. Dalam hal terdapat perbedaan
penilaian kualitas Aset Kredit antara yang telah
dilaporkan Bank dengan penilaian oleh Bank
Indonesia, maka kualitas Aset Kredit yang digunakan
adalah berdasarkan penilaian kualitas Aset Kredit
oleh Bank Indonesia;
(2) bukan berupa kredit konsumsi kecuali Kredit
Pemilikan Rumah (KPR);
(3) kredit dijamin dengan agunan tanah dan/atau
bangunan yang memiliki nilai paling rendah 140%
(seratus empat puluh persen) dari plafon kredit.
Agunan kredit tersebut sudah dinilai oleh penilai
independen dengan mekanisme sesuai ketentuan
mengenai penilaian kualitas aset bank umum;
(4) bukan merupakan kredit kepada pihak terkait Bank
sesuai dengan kriteria sebagaimana diatur dalam
ketentuan Bank Indonesia mengenai Batas
Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) Bank Umum
pada saat diberikan;
(5) kredit belum pernah direkstrukturisasi;
(6) sisa …
10
(6) sisa jangka waktu jatuh tempo kredit paling singkat
12 (dua belas) bulan sejak tanggal persetujuan FPJP;
(7) baki debet (outstanding) kredit tidak melebihi plafon
kredit dan tidak melanggar BMPK; dan
(8) memiliki perjanjian kredit dan pengikatan agunan
yang mempunyai kekuatan hukum sesuai ketentuan
yang berlaku.
b) Nilai agunan Aset Kredit ditetapkan paling rendah
sebesar 200% (dua ratus persen) dari plafon FPJP, yang
dihitung berdasarkan baki debet (outstanding) Aset
Kredit, dengan perhitungan sebagaimana dimaksud
pada butir IV.4.
c) Pengikatan agunan berupa Aset Kredit dilakukan
dengan fidusia yang mencakup hak tagih Bank yang
timbul dari perjanjian kredit antara Bank dengan
debitur.
d) Dalam rangka memenuhi persyaratan agunan FPJP
berupa Aset Kredit, Bank harus melakukan hal-hal
sebagai berikut:
(1) memelihara dan menatausahakan daftar Aset Kredit
beserta dokumen-dokumen pendukungnya yang
sewaktu-waktu dapat digunakan sebagai agunan
FPJP;
(2) daftar Aset Kredit sebagaimana dimaksud pada
angka (1) disampaikan setiap 6 (enam) bulan sekali
yaitu untuk posisi akhir bulan Juni dan akhir bulan
Desember, paling lambat tanggal 15 setelah posisi
akhir bulan yang bersangkutan;
(3) dalam …
11
(3) dalam hal diperlukan, Bank Indonesia cq.
Departemen Pengawasan Bank terkait atau Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat
dapat meminta Bank untuk menyampaikan
dokumen pendukung antara lain fotokopi perjanjian
kredit, fotokopi bukti pengikatan agunan Aset Kredit
dan/atau fotokopi bukti kepemilikan atas aset yang
menjadi agunan kredit Bank;
(4) dalam hal menurut Bank Indonesia cq. Departemen
Pengawasan Bank terkait atau Kantor Perwakilan
Bank Indonesia Dalam Negeri setempat, Aset Kredit
yang tercantum dalam daftar Aset Kredit yang
diajukan oleh Bank sebelumnya tidak memenuhi
persyaratan agunan FPJP, Bank Indonesia akan
mengembalikan dokumen pendukung Aset Kredit
yang tidak memenuhi persyaratan FPJP yang telah
disampaikan Bank;
(5) Bank Indonesia meminta Bank untuk
menyampaikan tambahan dokumen Aset Kredit
lainnya dalam rangka mengantisipasi penurunan
nilai, penggantian agunan, dan/atau penambahan
plafon FPJP, yang akan dijadikan agunan dalam
rangka FPJP.
e. Agunan FPJP sebagaimana dimaksud pada butir 2.a, berlaku
ketentuan sebagai berikut:
1) bebas dari segala bentuk perikatan, sengketa, dan tidak
sedang dijaminkan kepada pihak lain dan/atau Bank
Indonesia, yang dinyatakan dalam surat pernyataan Bank
kepada Bank Indonesia;
2) dilarang …
12
2) dilarang diperjualbelikan dan/atau dijaminkan;
3) Bank wajib melakukan penilaian terhadap agunan FPJP
secara berkala setiap hari;
4) Bank wajib mengganti dan/atau menambah agunan FPJP
selama periode FPJP apabila:
a) tidak memenuhi kondisi-kondisi sebagaimana dimaksud
pada angka 1) dan angka 2);
b) terjadi perbedaan penilaian agunan antara Bank dengan
Bank Indonesia;
c) terjadi penurunan nilai surat berharga berupa SBN dan
Obligasi Korporasi;
d) Aset Kredit yang diagunkan tidak memenuhi kriteria
sebagaimana dimaksud pada butir d.3).a) dan/atau
terjadi penurunan nilai Aset Kredit; dan/atau
e) setelah memperoleh FPJP yang dijamin dengan sebagian
atau seluruhnya dengan Aset Kredit, Bank memiliki
surat berharga yang memenuhi syarat untuk menjadi
agunan FPJP.
f. Untuk keperluan perpanjangan FPJP, agunan FPJP dapat
dijaminkan kembali.
g. Pengikatan agunan sesuai dengan peraturan perundangan
yang berlaku.
III. PENGAJUAN FPJP
1. Permohonan Awal FPJP
a. Bank dapat mengajukan permohonan FPJP paling cepat 7
(tujuh) hari kerja sebelum rencana kebutuhan FPJP pada
setiap hari kerja pukul 08.30 WIB sampai dengan 12.00 WIB.
b. Bank …
13
b. Bank Indonesia akan memproses permohonan FPJP setelah
dokumen permohonan FPJP diterima secara lengkap.
c. Permohonan FPJP disampaikan kepada Bank Indonesia
melalui surat yang ditandatangani oleh Direksi Bank dan
diketahui oleh Dewan Komisaris, sebagaimana contoh pada
Lampiran II.a, dilengkapi dengan dokumen:
1) Surat Pernyataan yang ditandatangani oleh Direksi Bank,
yang terdiri atas:
a) surat pernyataan bahwa Bank mengalami kesulitan
likuiditas disertai dengan penjelasan mengenai
penyebab dialaminya kesulitan likuiditas dan upaya
yang telah dilakukan untuk mengatasi kesulitan
likuiditas, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.b;
b) surat pernyataan bahwa seluruh aset yang menjadi
agunan FPJP tidak sedang dijaminkan kepada pihak
lain, tidak di bawah sitaan, tidak tersangkut dalam
suatu perkara atau sengketa dan memenuhi seluruh
persyaratan agunan FPJP sebagaimana dimaksud
dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) tentang FPJP
bagi Bank Umum, sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran II.c;
c) surat pernyataan kesanggupan Bank untuk membayar
segala kewajiban terkait FPJP pada saat jatuh tempo,
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.d; dan
d) surat pernyataan Bank mengenai kebenaran,
kelengkapan data dan dokumen yang disampaikan
termasuk namun tidak terbatas pada kualitas kredit
dan agunan yang menyertainya, sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran II.e;
2) Surat …
14
2) Surat persetujuan dari Dewan Komisaris atau dari Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS), mengenai penggunaan
seluruh aset bank sebagai agunan FPJP sesuai dengan
Anggaran Dasar Bank dan perundang-undangan yang
berlaku;
3) Dokumen pendukung perhitungan atas rasio KPMM;
4) Dokumen yang mendukung jumlah kebutuhan likuiditas,
paling kurang berupa proyeksi arus kas paling lama 14
(empat belas) hari ke depan dengan contoh format proyeksi
arus kas sebagaimana contoh pada Lampiran III dan
dokumen lain sesuai permintaan Bank Indonesia;
5) Daftar aset yang menjadi agunan FPJP sebagaimana
contoh pada:
a) Lampiran IV.a, untuk agunan FPJP berupa SBI, SBIS,
SBN dan/atau Obligasi Korporasi; dan
b) Lampiran IV.b, untuk agunan FPJP berupa Aset Kredit;
6) Dalam hal agunan FPJP berupa SBI dan/atau SBN,
dilengkapi dengan bukti bahwa SBI dan/atau SBN telah
diagunkan kepada Bank Indonesia, yaitu berupa print-out
hasil pengagunan di BI-SSSS;
7) Dalam hal agunan FPJP berupa Obligasi Korporasi,
dilengkapi dengan:
a) bukti bahwa Obligasi Korporasi telah diagunkan kepada
Bank Indonesia yang berasal dari otoritas
penatausahaan surat berharga dimaksud; dan
b) hasil pemeringkatan dari lembaga pemeringkat yang
diakui oleh Bank Indonesia.
8) Dalam …
15
8) Dalam hal agunan FPJP berupa Aset Kredit, dilengkapi
dengan:
a) Surat Pernyataan Agunan berupa Aset Kredit,
sebagaimana contoh pada Lampiran V, yang telah
ditandatangani oleh Direksi atau Pejabat Bank yang
berwenang sesuai dengan Anggaran Dasar Bank yang
memuat pernyataan:
(1) bahwa Aset Kredit yang diajukan bukan kredit
konsumsi kecuali KPR;
(2) bahwa Aset Kredit dijamin dengan agunan tanah
dan/atau bangunan yang memiliki nilai paling
rendah 140% (seratus empat puluh persen) dari
plafon kredit. Aset Kredit tersebut sudah dinilai oleh
penilai independen dengan mekanisme sesuai
ketentuan mengenai penilaian kualitas aset bank
umum;
(3) bahwa sisa jangka waktu jatuh tempo kredit paling
singkat 12 (dua belas) bulan sejak penandatanganan
FPJP;
(4) bahwa baki debet (outstanding) kredit tidak melebihi
plafon kredit dan BMPK pada saat FPJP diberikan;
(5) bahwa Aset Kredit yang diagunkan memiliki
perjanjian kredit dan pengikatan agunan yang
mempunyai kekuatan hukum;
(6) bahwa Aset Kredit yang diagunkan bukan
merupakan kredit kepada pihak terkait Bank;
(7) bahwa kualitas Aset Kredit yang diajukan untuk
menjadi agunan FPJP adalah benar tergolong
kualitas lancar paling singkat 12 (dua belas) bulan
terakhir berturut-turut;
(8) bahwa …
16
(8) bahwa Aset Kredit belum pernah direstrukturisasi;
dan
(9) bahwa pernyataan sebagaimana dimaksud pada
angka (1) sampai dengan angka (8) berlaku pula
dalam hal terjadi penambahan dan/atau
penggantian agunan FPJP.
b) dokumen asli perjanjian kredit antara Bank dan debitur
beserta seluruh perubahannya;
c) dokumen asli pengikatan agunan atas perjanjian kredit
antara Bank dan debitur beserta seluruh
perubahannya;
d) dokumen asli bukti kepemilikan agunan yang menjadi
jaminan kredit Bank;
e) dokumen asli hasil penilaian agunan oleh lembaga
penilai independen paling lama 6 (enam) bulan terakhir
dari tanggal pengajuan permohonan FPJP; dan
f) dokumen asli polis asuransi agunan Aset Kredit, jika
ada.
d. Mekanisme pelaksanaan pengagunan sebagaimana dimaksud
pada butir c.6) dilakukan sesuai mekanisme setelmen
transaksi agunan pada ketentuan BI-SSSS.
e. Dalam hal agunan FPJP berupa SBIS, Bank menyampaikan
surat pernyataan yang menyatakan bahwa SBIS yang menjadi
agunan FPJP tidak akan digunakan untuk kepentingan lain
selain FPJP, yang ditandatangani oleh Direktur yang
membawahi Unit Usaha Syariah.
f. Surat …
17
f. Surat permohonan FPJP yang dilengkapi dengan dokumen
pendukung sebagaimana dimaksud pada butir 1.c.1) sampai
dengan butir 1.c.5), disampaikan kepada Gubernur Bank
Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, dengan
tembusan kepada Departemen Pengawasan Bank terkait; atau
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri dalam hal
Bank yang mengajukan FPJP berkantor pusat di wilayah kerja
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri.
g. Dokumen Aset Kredit sebagaimana dimaksud pada butir 1.c.8)
disampaikan kepada :
1) Departemen Pengawasan Bank terkait; atau
2) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat,
dalam hal Bank yang mengajukan FPJP berkantor pusat di
wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam
Negeri.
2. Permohonan Perpanjangan FPJP
a. Apabila pada saat FPJP jatuh tempo Bank belum dapat
melunasi pokok FPJP, Bank dapat memperpanjang FPJP
dengan perubahan jangka waktu dan/atau plafon FPJP sesuai
kebutuhan.
b. Permohonan perpanjangan FPJP yang jatuh tempo dilakukan
dengan persyaratan sebagai berikut:
1) Bank melunasi biaya bunga FPJP jatuh tempo terlebih
dahulu;
2) Bank tidak dapat memenuhi kewajiban GWM berdasarkan
perkiraan arus kas selama 14 (empat belas) hari ke depan;
3) Bank memiliki agunan yang nilainya mencukupi dan
memenuhi persyaratan sebagaimana ketentuan Surat
Edaran Bank Indonesia ini;
4) Bank …
18
4) Bank memiliki rasio KPMM paling rendah 8% (delapan
persen) dan memenuhi modal sesuai dengan profil risiko
Bank berdasarkan perhitungan Bank Indonesia; dan
5) Bank belum menggunakan FPJP selama 90 (sembilan
puluh) hari berturut-turut.
c. Besarnya jumlah plafon perpanjangan diperhitungkan dengan
nilai pokok FPJP jatuh tempo dengan tetap memenuhi
persyaratan FPJP sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran
Bank Indonesia ini.
d. Pengajuan permohonan perpanjangan FPJP:
1) Bank dapat mengajukan permohonan perpanjangan FPJP
pada setiap hari kerja pukul 08.30 WIB sampai dengan
12.00 WIB.
2) Bank menyampaikan surat permohonan perpanjangan
FPJP paling lambat 3 (tiga) hari kerja sebelum tanggal
jatuh tempo FPJP.
3) Permohonan perpanjangan FPJP sebagaimana dimaksud
pada huruf a disampaikan melalui Surat Permohonan
Perpanjangan FPJP sebagaimana contoh pada Lampiran
II.a, dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud
pada butir 1.c.1) sampai dengan butir 1.c.8).
e. Dalam rangka perpanjangan FPJP, Bank dapat menggunakan
agunan yang telah diagunkan sebelumnya, sepanjang agunan
dimaksud masih memenuhi persyaratan FPJP dan nilainya
mencukupi.
f. Pelaksanaan pengagunan kembali sebagaimana dimaksud
pada huruf e, berlaku ketentuan sebagai berikut:
1) untuk …
19
1) untuk agunan berupa SBI dan/atau SBN, dilakukan sesuai
dengan mekanisme setelmen transaksi agunan pada
ketentuan BI-SSSS dan dilaksanakan paling lambat 1
(satu) hari kerja sebelum pengajuan perpanjangan FPJP.
2) untuk agunan berupa SBIS, Bank menyampaikan surat
pernyataan yang menyatakan bahwa SBIS yang menjadi
agunan FPJP tidak akan digunakan untuk kepentingan
lain selain FPJP, yang ditandatangani oleh Direktur yang
membawahi Unit Usaha Syariah.
g. Pemenuhan dokumen Aset Kredit yang telah diagunkan
sebagaimana dimaksud pada butir 1.c.8) huruf b), huruf d),
huruf e), dan huruf f) hanya dilakukan dalam hal terdapat
perubahan agunan berupa Aset Kredit.
h. Bank menyampaikan daftar Aset Kredit yang menjadi agunan
FPJP dengan ketentuan, yaitu:
1) dalam hal tidak terdapat perubahan agunan Aset Kredit,
Bank cukup menyampaikan daftar Aset Kredit yang
menjadi agunan FPJP dengan format sebagaimana
Lampiran IV.b; atau
2) dalam hal terdapat perubahan agunan Aset Kredit, Bank
cukup menyampaikan daftar Aset Kredit yang menjadi
agunan FPJP dengan format sebagaimana Lampiran IV.c.
i. Surat …
20
i. Surat permohonan perpanjangan FPJP yang dilengkapi
dengan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada
huruf d disampaikan kepada Gubernur Bank Indonesia, Jl.
M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, dengan tembusan kepada
Departemen Pengawasan Bank terkait; atau Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri dalam hal Bank
yang mengajukan FPJP berkantor pusat di wilayah kerja
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri.
3. Dokumen Aset Kredit sebagaimana dimaksud pada butir 2.h
disampaikan kepada:
a. Departemen Pengawasan Bank terkait; atau
b. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat,
dalam hal Bank yang mengajukan FPJP berkantor pusat di
wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam
Negeri.
4. Permohonan Penambahan Plafon FPJP
a. Apabila diperlukan, selama masa periode FPJP Bank dapat
mengajukan penambahan plafon FPJP sesuai kebutuhan.
b. Penambahan plafon FPJP dapat dilakukan dengan ketentuan
sebagai berikut:
1) Bank tidak dapat memenuhi kewajiban GWM berdasarkan
perkiraan arus kas selama periode FPJP;
2) Bank memiliki agunan yang nilainya mencukupi dan
memenuhi persyaratan sebagaimana ketentuan Surat
Edaran ini; dan
3) Bank memiliki rasio KPMM paling rendah 8% (delapan
persen) dan memenuhi modal sesuai dengan profil risiko
Bank berdasarkan perhitungan Bank Indonesia.
c. Pengajuan…
21
c. Pengajuan permohonan:
1) Bank dapat mengajukan permohonan penambahan plafon
FPJP pada setiap hari kerja pukul 08.30 WIB sampai
dengan 12.00 WIB selama periode FPJP.
2) Bank menyampaikan surat permohonan penambahan
FPJP paling lambat 3 (tiga) hari kerja sebelum tanggal
jatuh tempo FPJP.
3) Surat Permohonan Penambahan FPJP sebagaimana contoh
pada Lampiran VI, yang dilengkapi dengan dokumen
pendukung sebagaimana dimaksud dalam butir 1.c sampai
dengan 1.f, disampaikan kepada Gubernur Bank
Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, dengan
tembusan kepada Departemen Pengawasan Bank terkait;
atau Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri
dalam hal Bank yang mengajukan permohonan
penambahan FPJP berkantor pusat di wilayah kerja Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri.
4) Dalam hal penambahan plafon FPJP dijamin dengan
agunan berupa Aset Kredit, dokumen Aset Kredit
disampaikan kepada:
a) Departemen Pengawasan Bank terkait; atau
b) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri
setempat, dalam hal Bank yang mengajukan FPJP
berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Perwakilan
Bank Indonesia Dalam Negeri.
IV. PERHITUNGAN…
22
IV. PERHITUNGAN NILAI AGUNAN FPJP
Perhitungan nilai agunan FPJP dilakukan dengan ketentuan sebagai
berikut:
1. Agunan berupa SBI dan/atau SBIS
a. Nilai agunan ditetapkan berdasarkan pada nilai jual SBI
dan/atau nilai nominal SBIS pada saat permohonan awal,
permohonan penambahan dan/atau perpanjangan FPJP
disetujui.
b. Nilai jual SBI dan/atau nilai nominal SBIS sebagaimana
dimaksud pada huruf a dihitung berdasarkan nominal dan
harga setiap seri SBI dan/atau nilai nominal SBIS yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia yang tercantum dalam BI-
SSSS, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai operasi moneter.
c. Harga setiap seri SBI dan/atau SBIS ditetapkan oleh Bank
Indonesia dengan mempertimbangkan rata-rata tertimbang
tingkat diskonto saat penerbitan dan/atau tingkat imbalan
dan sisa jangka waktu setiap seri SBI dan/atau SBIS,
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai operasi moneter.
2. Agunan berupa SBN
a. Nilai agunan ditetapkan berdasarkan nilai pasar SBN pada
saat permohonan FPJP disetujui.
b. Nilai pasar SBN dihitung berdasarkan nominal dan harga
setiap seri SBN yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yang
tercantum dalam BI-SSSS, sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai operasi
moneter.
c. Harga …
23
c. Harga setiap seri SBN ditetapkan oleh Bank Indonesia dengan
mempertimbangkan harga pasar masing-masing jenis dan seri
SBN yang diagunkan, sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai operasi
moneter.
3. Agunan berupa Obligasi Korporasi
a. Nilai agunan ditetapkan berdasarkan pada nilai pasar Obligasi
Korporasi pada saat permohonan FPJP disetujui.
b. Besarnya nilai agunan sebagaimana dimaksud pada huruf a
ditetapkan sebesar:
1) 120% (seratus dua puluh persen) dari plafon FPJP yang
dijamin dengan Obligasi Korporasi yang diterbitkan oleh
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan/atau dijamin oleh
pemerintah pusat, dengan peringkat teratas berdasarkan
penilaian lembaga pemeringkat yang diakui oleh Bank
Indonesia.
2) 135% (seratus tiga puluh lima persen) dari plafon FPJP
yang dijamin dengan Obligasi Korporasi yang diterbitkan
oleh pemerintah daerah, badan hukum lainnya selain
BUMN, dengan peringkat teratas berdasarkan penilaian
lembaga pemeringkat yang diakui oleh Bank Indonesia.
3) 140% (seratus empat puluh persen) dari plafon FPJP yang
dijamin dengan Obligasi Korporasi, dengan peringkat ke-2
(dua) teratas berdasarkan penilaian lembaga pemeringkat
yang diakui oleh Bank Indonesia.
4) 145% (seratus empat puluh lima persen) dari plafon FPJP
yang dijamin dengan Obligasi Korporasi, dengan peringkat
ke-3 (tiga) teratas berdasarkan penilaian lembaga
pemeringkat yang diakui oleh Bank Indonesia.
c. Nilai…
24
c. Nilai pasar Obligasi Korporasi sebagaimana dimaksud pada
huruf a dihitung berdasarkan harga penutupan terkini di
Bursa Efek Indonesia dalam 30 (tiga puluh) hari kalender
terakhir.
d. Perhitungan nilai agunan dalam bentuk SBI, SBIS, SBN,
dan/atau Obligasi Korporasi sebagaimana contoh pada
Lampiran VII.
4. Agunan berupa Aset Kredit
a. Nilai agunan ditetapkan berdasarkan nilai baki debet Aset
Kredit 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal permohonan FPJP.
b. Besarnya nilai agunan sebagaimana dimaksud pada huruf a
ditetapkan 200% (dua ratus persen) dari plafon FPJP yang
dijamin dengan Aset Kredit.
c. Apabila terdapat kredit dalam valuta asing, maka konversi ke
dalam mata uang Rupiah dilakukan dengan kurs tengah Bank
Indonesia 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal permohonan
awal, penambahan dan/atau perpanjangan FPJP.
V. PERSETUJUAN FPJP
1. Bank Indonesia dalam memberikan persetujuan atau penolakan
FPJP melakukan verifikasi dan analisis atas dokumen
persyaratan pengajuan permohonan FPJP sebagaimana
dimaksud dalam angka III serta informasi lain yang dimiliki Bank
Indonesia.
2. Bank Indonesia dapat meminta informasi lain kepada Bank
dalam rangka melakukan verifikasi dan analisis atas dokumen
persyaratan pengajuan permohonan FPJP.
3. Bank Indonesia menyetujui permohonan awal, penambahan
dan/atau perpanjangan FPJP dalam hal:
a. Bank…
25
a. Bank telah memenuhi persyaratan dan kelengkapan dokumen
permohonan awal, penambahan dan/atau perpanjangan FPJP
sebagaimana ketentuan Surat Edaran Bank Indonesia ini;
b. Berdasarkan analisis Bank Indonesia, diperkirakan bahwa
Bank tidak dapat memenuhi kewajiban GWM berdasarkan
perkiraan arus kas yang disampaikan oleh Bank.
4. Dalam hal permohonan awal, penambahan dan/atau
perpanjangan FPJP disetujui oleh Bank Indonesia:
a. Bank meminta notaris untuk mempersiapkan Akta Perjanjian
Pemberian FPJP, Akta Gadai, dan/atau Akta Jaminan Fidusia
sebagaimana contoh pada Lampiran VIII, Lampiran IX, dan
Lampiran X;
b. Bank harus membuka rekening penampungan (escrow
account) di Bank yang bersangkutan untuk menampung
angsuran pokok dan segala pendapatan yang diperoleh dari
surat berharga dan hak tagih Bank atas Aset Kredit yang
menjadi agunan FPJP, antara lain namun tidak terbatas pada
penerimaan kupon, pendapatan bunga, klaim asuransi kredit;
dan
c. Bank membuat surat kuasa pencairan rekening
penampungan (escrow account) kepada Bank Indonesia
sebagai bagian dari Akta Perjanjian Pemberian FPJP
sebagaimana dimaksud pada huruf a.
5. Akta sebagaimana dimaksud pada butir 4.a ditandatangani oleh
Direksi Bank yang berwenang sesuai dengan Anggaran Dasar
Bank bersangkutan dan Anggota Dewan Gubernur Bank
Indonesia yang membawahi pengawasan Bank.
6. Bank…
26
6. Bank Indonesia menolak permohonan awal, penambahan
dan/atau perpanjangan FPJP yang tidak memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud pada angka 3.
7. Bank Indonesia memberitahukan persetujuan atau penolakan
atas permohonan awal, penambahan dan/atau perpanjangan
FPJP kepada Bank melalui surat.
VI. PELAKSANAAN PEMBERIAN FPJP
1. Pengikatan dan Penandatanganan FPJP
a. Dalam hal Bank Indonesia menyetujui permohonan awal
FPJP, Bank Indonesia dan Bank menandatangani:
1) akta perjanjian pemberian FPJP; dan
2) akta gadai dan/atau akta jaminan fidusia.
b. Dalam hal Bank Indonesia menyetujui permohonan
penambahan dan/atau perpanjangan FPJP, Bank Indonesia
dan Bank menandatangani:
1) addendum akta perjanjian pemberian FPJP; dan
2) perubahan akta pengikatan agunan.
c. Penandatanganan akta sebagaimana dimaksud pada huruf a
dan huruf b dilakukan bersamaan dengan penandatanganan
akta perjanjian pemberian FPJP atau addendum akta
perjanjian FPJP.
d. Akta jaminan fidusia didaftarkan pada Kantor Pendaftaran
Fidusia di tempat kedudukan Bank pemberi fidusia oleh
notaris yang ditunjuk oleh Bank.
2. Penatausahaan dokumen Aset Kredit
a. Dokumen Aset Kredit sebagaimana dimaksud pada butir
III.1.c.8) yang menjadi agunan FPJP ditatausahakan oleh Bank
Indonesia.
b. Dalam…
27
b. Dalam rangka penatausahaan dokumen oleh Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud pada huruf a, Bank Indonesia dapat
menugaskan pihak lain untuk melakukan penatausahaan
dokumen Aset Kredit atas beban biaya Bank.
c. Dalam hal dokumen disimpan oleh pihak lain yang ditunjuk
oleh Bank Indonesia, maka pihak lain tersebut harus
memelihara kelengkapan dan keamanan dokumen.
3. Pencairan FPJP
a. Dalam hal permohonan FPJP disetujui, Bank Indonesia akan
mencairkan pemberian FPJP sebesar kekurangan GWM yang
dihitung berdasarkan posisi harian saldo giro Bank pada saat
pre cut off Sistem BI-RTGS dengan mengkredit Rekening Giro
Rupiah Bank yang bersangkutan di Bank Indonesia.
b. Pencairan pemberian FPJP sebagaimana dimaksud pada
huruf a dilakukan setelah pre cut off sistem BI-RTGS.
c. Pencairan pemberian FPJP sebagaimana dimaksud pada
huruf a dilakukan sepanjang tidak melebihi plafon FPJP yang
disetujui.
4. Pemantauan FPJP
a. Penggunaan FPJP
Bank harus menyampaikan laporan kepada Bank Indonesia
cq. Departemen Pengawasan Bank terkait atau Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri mengenai
penggunaan FPJP dan kondisi likuiditas Bank pada setiap
akhir hari kerja.
b. Rasio KPMM
1) Bank melakukan perhitungan rasio KPMM secara harian
selama periode pemberian FPJP.
2) Bank …
28
2) Bank menyampaikan hasil perhitungan rasio tersebut
kepada Bank Indonesia setiap hari untuk posisi data 2
(dua) hari kerja sebelumnya (T-2).
3) Penyampaian hasil perhitungan tersebut disertai dengan
dokumen pendukung perhitungan.
4) Hasil perhitungan dan dokumen pendukung rasio KPMM
disampaikan kepada Bank Indonesia c.q. Departemen
Pengawasan Bank terkait atau Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Dalam Negeri setiap hari kerja paling lambat
pada pukul 12.00 WIB.
c. Agunan FPJP
1) Bank melakukan penilaian dan pemantauan pemenuhan
persyaratan agunan terhadap seluruh agunan FPJP secara
harian.
2) Bank menyampaikan hasil penilaian agunan FPJP berupa
SBI, SBIS, SBN, Obligasi Korporasi dan/atau Aset Kredit
kepada Bank Indonesia setiap hari kerja.
3) Penyampaian hasil penilaian agunan sebagaimana
dimaksud pada angka 2) disertai dengan laporan posisi
kepemilikan seluruh SBI, SBIS, SBN, dan/atau Obligasi
Korporasi yang dimiliki oleh Bank pada akhir hari kerja
sebelumnya, termasuk penyampaian laporan posisi saldo
escrow account.
4) Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada angka
3) disampaikan paling lambat pukul 12.00 WIB, dengan
ketentuan sebagai berikut:
a) Hasil …
29
a) Hasil penilaian SBI, SBIS, SBN dan/atau Obligasi
Korporasi disampaikan dalam bentuk hardcopy yang
didahului dengan faksimili dengan format laporan
sebagaimana contoh pada Lampiran XI.a kepada:
(1) Departemen Pengelolaan Moneter cq. Grup Operasi
Moneter, dengan tembusan kepada Departemen
Pengawasan Bank terkait; atau
(2) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri
setempat dengan tembusan kepada Departemen
Pengelolaan Moneter cq. Grup Operasi Moneter dan
Departemen Pengawasan Bank terkait, dalam hal
Bank yang mengajukan FPJP berkantor pusat di
wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Dalam Negeri.
b) Hasil penilaian Aset Kredit disampaikan dalam bentuk
hardcopy yang didahului dengan faksimili dan softcopy
dalam format Microsoft Excel dengan format laporan
sebagaimana contoh pada Lampiran XI.b kepada:
(1) Departemen Pengawasan Bank terkait dengan
tembusan kepada Departemen Kredit, BPR dan
UMKM dan Departemen Pengelolaan Moneter cq.
Grup Operasi Moneter; atau
(2) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri
setempat dengan tembusan kepada Departemen
Pengawasan Bank terkait, dalam hal Bank yang
mengajukan FPJP berkantor pusat di wilayah kerja
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri.
5) Dalam …
30
5) Dalam hal terdapat perbedaan perhitungan nilai agunan
FPJP oleh Bank dibandingkan dengan hasil penilaian oleh
Bank Indonesia maka yang digunakan adalah hasil
penilaian oleh Bank Indonesia.
6) Dalam hal berdasarkan penilaian dan pemantauan agunan
FPJP sebagaimana dimaksud pada angka 1), agunan yang
disampaikan oleh Bank tidak memenuhi persyaratan, dan
/atau Bank memiliki surat berharga yang memenuhi
persyaratan setelah Bank memperoleh FPJP, Bank harus
menambah dan/atau mengganti agunan FPJP sehingga
nilai agunan FPJP sesuai dengan persyaratan sebagaimana
diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini.
7) Dalam hal Bank melakukan penambahan dan/atau
penggantian agunan FPJP, Bank wajib melengkapi dengan
dokumen sebagaimana dimaksud pada butir III.1.c.5), butir
III.1.c.6), butir III.1.c.7) dan butir III.1.c.8).b) sampai
dengan butir III.1.c.8).f).
8) Bank meminta notaris untuk mempersiapkan perubahan
akta pengikatan yang ditandatangani oleh Direksi Bank
yang berwenang sesuai dengan Anggaran Dasar Bank
bersangkutan dan Anggota Dewan Gubernur Bank
Indonesia yang membawahi pengawasan Bank.
9) Dalam hal penambahan dan/atau penggantian agunan
disebabkan oleh perbedaan nilai agunan sebagaimana
dimaksud pada angka 5) dan/atau atas permintaan Bank
Indonesia, maka:
a) Bank harus melengkapi dokumen penambahan
dan/atau penggantian agunan paling lambat pukul
15.00 WIB pada hari kerja yang sama; dan
b) Melakukan …
31
b) Melakukan perubahan Akta Perjanjian Pemberian FPJP
secara notariil pada hari kerja yang sama.
10) Dokumen penambahan dan/atau penggantian agunan
berupa SBI, SBIS, SBN, dan/atau Obligasi Korporasi
disampaikan kepada:
a) Departemen Pengelolaan Moneter cq. Grup Operasi
Moneter dengan tembusan kepada Departemen
Pengawasan Bank terkait; atau
b) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri
setempat dengan tembusan kepada Departemen
Pengelolaan Moneter cq. Grup Operasi Moneter dan
Departemen Pengawasan Bank terkait, dalam hal Bank
yang mengajukan FPJP berkantor pusat di wilayah kerja
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri.
11) Dokumen penambahan dan/atau penggantian agunan
berupa Aset Kredit disampaikan kepada:
a) Departemen Pengawasan Bank terkait; atau
b) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri
setempat, dalam hal Bank yang mengajukan FPJP
berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Perwakilan
Bank Indonesia Dalam Negeri.
d. Penghentian pencairan FPJP
1) Bank Indonesia akan menghentikan pencairan FPJP dalam
hal:
a) hasil perhitungan rasio KPMM bank di bawah 8%
(delapan persen);
b) terjadi penurunan nilai agunan FPJP dengan kondisi
sebagai berikut:
(1) Bank …
32
(1) Bank tidak dapat menyerahkan agunan untuk
menambah dan/atau mengganti agunan FPJP
setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada
butir c.9).a) berakhir; dan
(2) Bank masih memiliki sisa plafon yang belum
digunakan lebih besar daripada penurunan nilai
agunannya.
2) Penghentian pencairan FPJP sebagaimana dimaksud pada
butir 1).a dilakukan pada hari yang sama dengan
penerimaan laporan perhitungan rasio KPMM.
3) Penghentian pencairan FPJP sebagaimana dimaksud pada
butir 1).b dilakukan pada hari kerja yang sama dengan
hasil laporan penilaian agunan.
4) Penghentian pencairan FPJP sebagaimana dimaksud pada
angka 1) dilakukan sampai dengan FPJP jatuh tempo.
e. Pengakhiran FPJP
Bank Indonesia akan mengakhiri perjanjian FPJP dalam hal:
1) terjadi penurunan nilai agunan pada saat periode
penghentian pencairan FPJP sebagaimana dimaksud pada
huruf d sehingga nilai sisa plafon lebih kecil dibandingkan
dengan nilai penurunan agunan;
2) terjadi penurunan nilai agunan FPJP dengan kondisi
sebagai berikut:
a) Bank tidak dapat menyerahkan agunan untuk
menambah dan/atau mengganti agunan FPJP setelah
jangka waktu sebagaimana dimaksud pada butir c.9)
berakhir; dan
b). Bank …
33
b) Bank masih memiliki sisa plafon yang belum digunakan
lebih kecil daripada penurunan nilai agunannya atau
Bank sudah menggunakan seluruh plafon FPJP.
VII. PELUNASAN FPJP
1. Apabila selama jangka waktu pemberian FPJP saldo rekening giro
Rupiah Bank di Bank Indonesia melebihi kewajiban GWM, Bank
Indonesia akan mendebet rekening giro Rupiah Bank sebesar
kelebihan GWM tersebut sebagai pelunasan keseluruhan atau
sebagian nilai pokok FPJP.
2. Pada saat FPJP jatuh tempo, Bank Indonesia mendebet Rekening
Giro Rupiah Bank di Bank Indonesia dengan mendahulukan
pembayaran biaya bunga FPJP kemudian pelunasan pokok FPJP.
3. Pendebetan sebagaimana dimaksud pada angka 2 dilakukan oleh
Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS sebesar biaya bunga
FPJP jatuh tempo yang dilakukan pada awal hari dan
pendebetan sebesar pokok FPJP jatuh tempo yang dilakukan
paling cepat pada pukul 16.00 WIB.
4. Dalam hal saldo Rekening Giro Rupiah Bank di Bank Indonesia
tidak mencukupi untuk melunasi biaya bunga FPJP dan/atau
pokok FPJP yang jatuh tempo sampai dengan cut off warning
Sistem BI-RTGS, maka Bank Indonesia mendebet Rekening Giro
Rupiah Bank di Bank Indonesia sampai dengan Rekening Giro
Rupiah Bank bersaldo nihil.
5. Untuk …
34
5. Untuk memenuhi kekurangan pelunasan FPJP sebagaimana
dimaksud pada angka 4, Bank Indonesia melakukan eksekusi
agunan dan mencairkan rekening penampungan sebagaimana
dimaksud pada butir V.4.b berdasarkan surat kuasa yang
diberikan Bank kepada Bank Indonesia.
6. Sepanjang eksekusi agunan belum dilaksanakan atau belum
selesai dilaksanakan dan kemudian terdapat dana dalam
Rekening Giro Rupiah Bank, maka Bank Indonesia mendebet
Rekening Giro Rupiah Bank tersebut untuk melunasi FPJP.
VIII. EKSEKUSI AGUNAN FPJP
1. Bank Indonesia melakukan eksekusi agunan FPJP dalam hal:
a. FPJP jatuh tempo dan tidak terdapat perpanjangan FPJP, atau
perjanjian FPJP diakhiri; dan
b. saldo Rekening Giro Rupiah Bank di Bank Indonesia tidak
mencukupi untuk melunasi biaya bunga dan/atau nilai pokok
FPJP.
2. Eksekusi agunan FPJP dilakukan dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. Eksekusi agunan berupa SBI dan/atau SBIS dilakukan
dengan cara mencairkan SBI dan/atau SBIS sebelum jatuh
tempo (early redemption).
b. Eksekusi agunan berupa SBN dan/atau Obligasi Korporasi
dilakukan melalui penjualan agunan oleh Pialang, dengan
pengaturan sebagai berikut:
1) Calon pembeli agunan dapat merupakan Bank,
perorangan, atau pihak lain.
2) Window …
35
2) Window time penjualan SBN dan/atau Obligasi Korporasi
dapat dilakukan antara jam 08.00 WIB sampai dengan jam
16.00 WIB.
3) Bank Indonesia cq. Grup Operasi Moneter-Departemen
Pengelolaan Moneter akan mengumumkan rencana
penjualan SBN dan/atau Obligasi Korporasi kepada
Pialang paling lambat sebelum window time melalui sarana
BI-SSSS atau sarana lainnya.
4) Transaksi dilakukan melalui sarana Reuters Monitoring
Dealing System (RMDS) atau sarana lainnya.
5) Bank Indonesia cq. Grup Operasi Moneter-Departemen
Pengelolaan Moneter akan mengumumkan kepada Pialang
mengenai calon pembeli agunan yang penawarannya
diterima melalui sarana BI-SSSS atau sarana lainnya.
6) Pialang menginformasikan kepada Bank Indonesia cq.
Grup Operasi Moneter-Departemen Pengelolaan Moneter
antara lain hal-hal sebagai berikut:
a) Sub-Registry bagi calon pembeli agunan selain bank
yang penawarannya diterima untuk pelaksanaan
setelmen SBN;
b) Lembaga kustodian untuk calon pembeli agunan yang
penawarannya diterima untuk pelaksanaan setelmen
Obligasi Korporasi;
c) Bank Pembayar bagi calon pembeli agunan selain bank
yang penawarannya diterima untuk pelaksanaan
setelmen dana.
7) Calon pembeli yang penawarannya diterima yang
merupakan Bank dan Bank Pembayar yang ditunjuk wajib
menyediakan dana di Rekening Giro di Bank Indonesia.
8) Bank …
36
8) Bank Indonesia melakukan setelmen paling lambat pada 5
(lima) hari kerja (T+5) setelah pengumuman dengan
mendebet rekening giro Bank atau Bank Pembayar yang
ditunjuk bagi calon pembeli agunan selain Bank.
9) Dalam hal agunan berupa SBN dan/atau Obligasi
Korporasi tidak terjual dan saldo Rekening Giro Rupiah
Bank di Bank Indonesia tidak mencukupi sampai dengan
berakhirnya jangka waktu pengikatan agunan Obligasi
Korporasi (jangka waktu FPJP ditambah 10 (sepuluh) hari
kerja), Bank Indonesia meminta Bank untuk
memperpanjang jangka waktu pengikatan pengagunan
Obligasi Korporasi sampai dengan Bank dapat melunasi
pokok FPJP ditambah biaya bunga FPJP dan biaya lain
terkait dengan pemberian FPJP.
c. Eksekusi agunan berupa Aset Kredit, dilakukan dengan
mekanisme sebagai berikut:
1) Eksekusi agunan dapat dilakukan dengan cara:
a) menjual hak tagih atas dasar Sertifikat Jaminan
Fidusia;
b) menjual hak tagih atas kekuasaan penerima fidusia
sendiri melalui pelelangan umum; atau
c) menjual di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan
kesepakatan pemberi dan penerima fidusia jika dengan
cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang
menguntungkan para pihak.
2) Pelaksanaan eksekusi agunan sebagaimana dimaksud
pada angka 1) berpedoman pada ketentuan perundang-
undangan yang mengatur mengenai jaminan fidusia.
3) Dalam …
37
3) Dalam hal eksekusi penjualan dibawah tangan dilakukan
oleh Bank, maka Bank harus menyampaikan rencana
pelaksanaan eksekusi agunan berupa hak tagih atas Aset
Kredit tersebut serta melaporkan realisasi eksekusi agunan
dimaksud kepada Bank Indonesia cq. Departemen Kredit,
BPR dan UMKM atau Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Dalam Negeri dengan tembusan kepada Bank Indonesia cq.
Departemen Pengawasan Bank terkait dan Departemen
Pengelolaan Moneter.
4) Dalam hal dilakukan eksekusi agunan Aset Kredit, Bank
wajib menginformasikan pengalihan tagihan kredit kepada
masing-masing debitur, berdasarkan surat pemberitahuan
dari Bank Indonesia.
3. Hasil eksekusi agunan FPJP disetorkan ke rekening hasil
eksekusi agunan FPJP di Bank Indonesia.
4. Selama agunan belum dapat dieksekusi, Bank tetap dikenakan
biaya bunga FPJP yang besarnya dihitung berdasarkan saldo
FPJP yang belum dilunasi dan tingkat bunga FPJP terakhir.
5. Hasil eksekusi agunan diperhitungkan sebagai pelunasan FPJP
yang terdiri dari nilai pokok FPJP ditambah dengan akumulasi
biaya bunga FPJP, biaya eksekusi agunan, dan biaya lain yang
timbul dalam pemberian FPJP.
6. Dalam hal hasil eksekusi agunan lebih besar dari nilai pelunasan
FPJP maka Bank Indonesia mengkredit Rekening Giro Rupiah
Bank di Bank Indonesia sebesar kelebihan nilai dimaksud.
7. Dalam hal hasil eksekusi agunan lebih kecil dari nilai pelunasan
FPJP maka Bank Indonesia mendebet Rekening Giro Rupiah
Bank di Bank Indonesia sebesar kekurangan nilai dimaksud.
8. Dalam …
38
8. Dalam hal saldo Rekening Giro Rupiah Bank tidak mencukupi
untuk pendebetan sebagaimana dimaksud pada angka 7, Bank
wajib menyetor tambahan dana untuk menutup kekurangan
dimaksud kepada Bank Indonesia.
9. Selama berlangsungnya eksekusi agunan, Bank Indonesia tetap
mengupayakan pelunasan FPJP dengan cara mendebet Rekening
Giro Rupiah Bank di Bank Indonesia sebesar nilai pokok FPJP
ditambah biaya bunga FPJP yang belum dilunasi dan biaya lain
terkait dengan pelaksanaan eksekusi agunan atau sampai
dengan nilai saldo giro Bank nihil.
IX. BIAYA FPJP
Biaya yang timbul sehubungan dengan pemberian FPJP menjadi
beban Bank penerima FPJP, antara lain berupa:
1. biaya bunga FPJP sampai dengan FPJP dilunasi;
2. biaya pembuatan akta perjanjian FPJP dan pengikatan agunan
FPJP;
3. biaya proses eksekusi agunan;
4. biaya transaksi, biaya kustodian dan biaya lainnya yang timbul
atas pengagunan Obligasi Korporasi di otoritas penatausahaan
surat berharga dimaksud; dan
5. biaya lainnya terkait pemberian FPJP.
X. PENGAWASAN
1. Bank Indonesia dapat meminta Bank untuk melakukan tindakan
tertentu guna penyelesaian kesulitan likuiditas Bank atau tidak
melakukan tindakan tertentu yang dapat menambah kesulitan
likuiditas Bank.
2. Bank …
39
2. Bank wajib menyampaikan rencana tindak perbaikan (remedial
action plan) untuk mengatasi kesulitan likuiditas kepada Bank
Indonesia cq. Departemen Pengawasan Bank terkait atau Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat paling lambat
5 (lima) hari kerja setelah pencairan FPJP.
XI. LAIN-LAIN
1. Untuk pertama kalinya, Bank harus menyampaikan daftar Aset
Kredit sebagaimana contoh pada Lampiran XII, baik dalam
bentuk hardcopy maupun softcopy dalam bentuk excel daftar
Aset Kredit untuk posisi Juni 2013, kepada Bank Indonesia cq.
Departemen Pengawasan Bank terkait atau Kantor Perwakilan
Bank Indonesia Dalam Negeri dalam hal Bank berkantor pusat di
wilayah Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri.
2. Lampiran I sampai dengan Lampiran XII merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
XII. Penutup …
40
XII. PENUTUP
Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku,
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/39/DPM tanggal 14
November 2008 perihal Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi
Bank Umum dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 8
April 2013.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam
Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
MULYA E. SIREGAR
KEPALA DEPARTEMEN
PENELITIAN DAN PENGATURAN PERBANKAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 15/11/DPNP|SE-BI/2013 </reg_id>
<reg_title> Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum </reg_title>
<set_date> 8 April 2013 </set_date>
<effective_date> 8 April 2013 </effective_date>
<replaced_reg> '10/39/DPM|SE-BI/2008' </replaced_reg>
<related_reg> '14/16/PBI/2012' </related_reg>
|
No. 2/ 25 /DASP
Jakarta, 17 November 2000
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal
: Biaya Dalam Penggunaan Sistem Bank Indonesia Real Time
Gross Settlement
Sebagaimana
ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor
2/24/PBI/2000 tanggal 17 November 2000 tentang Hubungan Rekening Giro
Antara Bank Indonesia dengan Pihak Ekstern, penarikan Rekening Giro dapat
dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik dan akan diatur dalam Surat
Edaran Bank Indonesia. Adapun salah satu sarana elektronik yang digunakan
dalam penarikan Rekening Giro adalah melalui Sistem Bank Indonesia Real
Time Gross Settlement (BI-RTGS).
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, dalam Surat Edaran ini diatur lebih
lanjut ketentuan mengenai jenis biaya, besarnya biaya, dan tata cara pembebanan
biaya tersebut oleh Bank Indonesia, sebagai berikut :
I. JENIS DAN BESARNYA BIAYA
A. Jenis biaya dalam penggunaan sistem BI-RTGS terdiri dari :
1.
2.
Biaya transaksi;
Biaya perpanjangan Jam Operasional.
B.
Besarnya biaya transaksi adalah sebagai berikut :
1. biaya single credit transaction sebesar Rp 10.000,00 (sepuluh ribu
rupiah) per transaksi;
2. biaya …
2.
3.
biaya multiple credit transaction sebesar Rp 50.000,00 (lima
puluh ribu rupiah) per transaksi;
biaya
pengiriman Administrative Message sebesar Rp 2.500,00
(dua ribu lima ratus rupiah) per Administrative Message.
C. Besarnya biaya perpanjangan
Jam Operasional adalah Rp
5.000.000,00 (lima juta rupiah) untuk 30 (tiga puluh) menit pertama
dan Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) untuk 30 (tiga puluh)
menit kedua, dan dikenakan kepada Peserta yang mengajukan
perpanjangan Jam Operasional.
D. Dalam hal terjadi Contingency Plan dimana Peserta membawa Cek
Bank Indonesia dan atau Bilyet Giro Bank Indonesia ke Bank
Indonesia dan Bank Indonesia melakukan construct atas nama Peserta
maka Peserta dikenakan biaya sebagaimana diatur dalam huruf B
dan C.
II. PENGHITUNGAN DAN PEMBEBANAN BIAYA
Bank Indonesia menghitung biaya sebagaimana dimaksud dalam angka I
huruf B dan C setiap akhir bulan dan membebankan biaya tersebut paling
lambat pada minggu pertama bulan berikutnya, dengan cara mendebet
rekening Peserta yang berada di Bank Indonesia.
III. PENGENAAN BIAYA OLEH PESERTA KEPADA NASABAH
Mengingat dalam penggunaan sistem BI-RTGS Peserta dikenakan biaya
oleh Bank Indonesia maka untuk mendukung kelancaran pelaksanaan
sistem transfer dana secara elektronik melalui sistem BI-RTGS, Peserta
dapat mengenakan biaya yang wajar kepada nasabahnya. Dalam hal Peserta
mengenakan biaya kepada nasabah yang melakukan transfer dana melalui
sistem BI-RTGS maka Peserta wajib mengumumkan jenis dan besarnya
biaya tersebut secara tertulis di kantor Peserta pada tempat yang mudah
terlihat oleh nasabah.
IV. PENUTUP…
IV. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 17 November 2000.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HARMAIN SALIM
DEPUTI DIREKTUR AKUNTING
DAN SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 2/25/DASP|SE-BI/2000 </reg_id>
<reg_title> Biaya Dalam Penggunaan Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement </reg_title>
<set_date> 17 November 2000 </set_date>
<effective_date> 17 November 2000 </effective_date>
<related_reg> '2/24/PBI/2000' </related_reg>
|
No. 2 / 3 / DPNP
Jakarta, 26 Januari 2000
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal : Tata Cara Penentuan Hasil Penilaian Kemampuan dan
Kepatutan
Dengan telah dikeluarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor
2/1/PBI/2000 tanggal 14 Januari 2000 tentang Penilaian Kemampuan dan
Kepatutan (Fit and Proper Test) maka perlu diatur ketentuan pelaksanaan atas
Peraturan Bank Indonesia tersebut.
I.
TATACARA PENENTUAN PENILAIAN
Penentuan hasil akhir Penilaian Kemampuan dan Kepatutan
dilaksanakan dengan tatacara sebagai berikut:
A. Faktor Integritas
1. Penetapan nilai faktor untuk faktor integritas yaitu:
a. rekayasa dan praktek-praktek perbankan yang menyimpang
dari ketentuan perbankan diberikan nilai faktor sebesar 20
(dua puluh);
b. perbuatan yang dapat dikategorikan tidak memenuhi
komitmen yang telah disepakati dengan Bank Indonesia dan
atau Pemerintah diberikan nilai faktor sebesar 20 (dua
puluh);
c. perbuatan yang dapat
memberikan keuntungan kepada
pribadi pemilik, Pengurus, Pegawai Bank, dan atau pihak
lainnya …
2
lainnya yang dapat merugikan atau mengurangi keuntungan
Bank diberikan nilai faktor sebesar 15 (lima belas);
d. perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai pelanggaran
terhadap ketentuan yang berkaitan dengan prinsip kehati-
hatian di bidang perbankan diberikan nilai faktor sebesar 10
(sepuluh);
e. perbuatan dari Pengurus dan Pejabat Eksekutif yang dapat
dikategorikan tidak independen diberikan nilai faktor sebesar
5 (lima).
2. Penetapan bobot pelaku untuk faktor integritas yai tu:
a. pelaku, pemutus, pemrakarsa, atau penanggung jawab
diberikan bobot pelaku sebesar 100% (seratus perseratus);
b. pelaksana, pihak yang turut menandatangani, atau pihak yang
turut menyetujui diberikan bobot pelaku sebesar 60% (enam
puluh perseratus);
c. pihak yang hanya mengetahui diberikan bobot pelaku sebesar
25% (dua puluh lima perseratus).
3. Penetapan hasil akhir untuk faktor integritas dilakukan setelah
memperhitungkan nilai faktor sebagaimana dimaksud pada huruf
A.1 dengan bobot pelaku sebagaimana dimaksud pada huruf A.2.
B. Faktor Kompetensi
Penetapan nilai faktor untuk faktor kompetensi yaitu:
a. pengetahuan di bidang perbankan diberikan nilai faktor setinggi-
tingginya sebesar 4 (empat);
b. pengalaman dan keahlian di bidang perbankan dan atau lembaga
keuangan diberikan nilai faktor setinggi-tingginya sebesar 4
(empat);
c. kemampuan untuk melakukan pengelolaan strategis dalam
rangka pengembangan Bank yang sehat diberikan nilai faktor
setinggi-tingginya sebesar 4 (empat).
Penilaian faktor kompetensi didasarkan atas skala penilaian sebagai
berikut:
a. baik diberikan nilai faktor sebesar 0 (nol);
b. kurang …
3
b. kurang baik diberikan nilai faktor sebesar 2 (dua);
c. tidak baik diberikan nilai faktor sebesar 4 (empat).
C. Hasil Akhir Penilaian
Penetapan hasil akhir Penilaian Kemampuan dan Kepatutan
dilakukan dengan menjumlahkan hasil penilaian faktor integritas
sebagaimana dimaksud pada huruf A.3 dan hasil penilaian faktor
kompetensi sebagaimana dimaksud pada huruf B.
Berdasarkan hasil akhir penilaian sebagaimana dimaksud pada huruf C
maka Pemegang Saham Pengendali, Pengurus, dan atau Pejabat
Eksekutif diklasifikasikan menjadi:
a. lulus apabila hasil akhir penilaian sebesar 0 (nol);
b. lulus bersyarat apabila hasil akhir penilaian sebesar 1 (satu) sampai
dengan 19 (sembilan belas);
c. tidak lulus apabila hasil akhir penilaian sebesar 20 (dua puluh) atau
lebih.
II. PROSEDUR PENGUNDURAN DIRI PENGURUS DAN PEJABAT
EKSEKUTIF
Sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 8 dan Pasal 9 pada Peraturan Bank
Indonesia tersebut diatas, pihak-pihak yang dinyatakan tidak lulus dan
pihak-pihak yang dinyatakan lulus bersyarat namun tidak dapat
memenuhi persyaratan yang diminta, diwajibkan untuk:
A. bagi Pengurus dan Pejabat Eksekutif wajib segera mengundurkan
diri sebagai Pengurus dan Pejabat Eksekutif Bank;
B. bagi Pemegang Saham Pengendali wajib melepaskan seluruh atau
sebagian kepemilikannya sehingga menjadi setinggi-tingginya 10%
(sepuluh perseratus) dalam jangka waktu 1 (satu) tahun.
Sehubungan dengan huruf A tersebut diatas maka prosedur pengunduran
diri dari Pengurus dimaksud serta tindak lanjut dalam pengelolaan Bank
diatur sebagai berikut :
1. Pengunduran …
4
1. Pengunduran Diri Pengurus
a. Dalam hal masih terdapat Pengurus yang dinyatakan lulus atau
lulus bersyarat dan dinilai dapat menjalankan kegiatan
operasional Bank sesuai ketentuan yang berlaku maka:
1) Pemegang saham dalam jangka waktu selambat-lambatnya 30
(tiga puluh) hari sejak diterimanya surat pemberitahuan dari
Bank Indonesia wajib segera menyelenggarakan Rapat Umum
Luar Biasa Pemegang Saham atau Rapat Anggota Koperasi
untuk mengesahkan pengunduran diri Pengurus yang
dinyatakan tidak lulus dan Pengurus yang dinyatakan lulus
bersyarat namun tidak dapat memenuhi persyaratan yang
diminta, serta mengangkat penggantinya;
2) Dalam hal Pengurus yang dinyatakan tidak lulus dan atau
Pengurus yang dinyatakan lulus bersyarat namun tidak dapat
memenuhi persyaratan yang diminta, tidak bersedia
mengundurkan diri dan tetap melaksanakan tugasnya sampai
dengan Rapat Umum Luar Biasa Pemegang Saham atau Rapat
Anggota Koperasi maka segala tindakan yang diambilnya
merupakan tanggung jawab pribadi yang bersangkutan.
b. Dalam hal tidak terdapat Pengurus yang dinyatakan lulus atau
lulus bersyarat atau kepengurusan Bank yang masih ada dinilai
dapat mengganggu kegiatan operasional Bank sesuai ketentuan
yang berlaku maka Bank Indonesia menunjuk dan mengangkat
pengganti sementara sampai Rapat Umum Luar Biasa Pemegang
Saham atau Rapat Anggota Koperasi mengangkat pengganti yang
tetap sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2. Pengunduran Diri Pejabat Eksekutif
a. Pengurus Bank melaksanakan pemberhentian Pejabat Eksekutif
dalam jangka waktu selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari
sejak diterimanya surat pemberitahuan dari Bank Indonesia.
b. Laporan pelaksanaan pemberhentian Pejabat Eksekutif
sebagaimana dimaksud pada huruf a disampaikan oleh Bank
selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sejak pelaksanaan
pemberhentian dimaksud, dengan alamat:
i. Direktorat Pengawasan Bank, Bank Indonesia, Jl. M.H.
Thamrin No.2 Jakarta 10110 bagi Bank yang berkantor pusat
di wilayah Jabotabek; atau
ii. Kantor …
5
ii. Kantor Bank Indonesia setempat bagi Bank yang berkantor
pusat di luar wilayah Jabotabek.
Sehubungan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf B
maka pelepasan kepemilikan atas saham yang melebihi 10 (sepuluh
perseratus) dari Pemegang Saham Pengendali dimaksud kepada pihak
lain wajib dilaporkan oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan alamat
sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf c selambat-lambatnya 7
(tujuh) hari sejak pelepasan kepemilikan tersebut. Selain pelaksanaan
pelaporan tersebut, maka pengalihan kepemilikan dari Pemegang Saham
Pengendali kepada pihak lain juga tetap dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan kelembagaan yang berlaku antara lain ketentuan tentang
Pembelian Saham Bank Umum serta ketentuan tentang Merger,
Konsolidasi dan Akuisisi Bank Umum.
III. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 26 Januari 2000.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA
IWAN R. PRAWIRANATA
Deputi Gubernur
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 2/3/DPNP|SE-BI/2000 </reg_id>
<reg_title> Tata Cara Penentuan Hasil Penilaian Kemampuan dan Kepatutan </reg_title>
<set_date> 26 Januari 2000 </set_date>
<effective_date> 26 Januari 2000 </effective_date>
<related_reg> '2/1/PBI/2000' </related_reg>
|
No. 9/11/DPNP
Jakarta, 30 April 2007
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN KONVENSIONAL
DI INDONESIA
Perihal: Perubahan atas Surat Edaran Nomor 7/54/DPNP tanggal
29 November 2005 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum
pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/15/PBI/2004
tanggal 28 Juni 2004 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank
Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4390) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan
Bank Indonesia Nomor 7/49/PBI/2005 tanggal 29 November 2005 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 134, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4572), dan dalam rangka menciptakan
kondisi perekonomian yang kondusif dan stabil serta mempertahankan
stabilitas moneter melalui penerapan Giro Wajib Minimum (GWM), dipandang
perlu untuk mengubah beberapa butir ketentuan dalam Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 7/54/DPNP tanggal 29 November 2005 perihal Giro Wajib
Minimum …
Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing,
sebagai berikut:
1. Ketentuan butir II.1. diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
II. JASA GIRO
1. Persentase Jasa Giro
a. Sesuai dengan Pasal 11 Peraturan Bank Indonesia
Nomor 6/15/PBI/2004 tentang Giro Wajib Minimum Bank
Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Bank
Indonesia Nomor 7/49/PBI/2005 (PBI Giro Wajib Minimum),
Bank Indonesia memberikan jasa giro setiap hari kerja yang
diperhitungkan secara harian terhadap bagian saldo Rekening Giro
Rupiah Bank yang diperuntukkan untuk pemenuhan kewajiban
memelihara tambahan GWM dalam rupiah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (3) dan ayat (4) PBI Giro Wajib Minimum.
Sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 11 ayat (2) dan ayat (3),
penyesuaian besarnya persentase jasa giro dilakukan dengan Surat
Edaran Bank Indonesia.
b. Persentase jasa giro harian ditetapkan berdasarkan tingkat bunga
efektif tahunan dengan metode perhitungan sebagai berikut:
(
Persentase jasa irog harian= +
1
Tingkat bunga
efektif tahunan
1/ 360)
−1
Berdasarkan surat edaran ini tingkat bunga efektif tahunan
dimaksud ditetapkan menjadi BI-Rate yang berlaku pada hari yang
sama dengan perhitungan saldo pemenuhan kewajiban memelihara
tambahan GWM dalam rupiah dikurangi dengan 600 (enam ratus)
basis points. Dengan demikian, persentase jasa giro harian pada
periode t menjadi sebagai berikut:
Persentase …
Persentase jasa irog hariant = + {1 (BI Ratet − 600bps)}(1/ 360) 1
−
Hasil perhitungan persentase jasa giro harian dibulatkan menjadi 4
(empat) digit di belakang koma sesuai dengan sistem yang berlaku.
c. Sebagai contoh, perhitungan persentase jasa giro harian pada
tanggal 27 Januari adalah sebagai berikut:
BI-Rate yang berlaku pada tanggal 27 Januari sebesar 9%
(sembilan perseratus). Dengan demikian, tingkat bunga efektif
tahunan untuk perhitungan persentase jasa giro adalah sebesar 9%
(sembilan perseratus) dikurangi 600 basis points yaitu sebesar 3%
(tiga perseratus).
Berdasarkan metode perhitungan sebagaimana tersebut dalam huruf
b, persentase jasa giro harian yang diberikan pada tanggal 27
Januari terhadap bagian saldo Rekening Giro Rupiah Bank yang
diperuntukkan untuk pemenuhan kewajiban memelihara tambahan
GWM dalam rupiah adalah:
Persentase jasa giro harian = {1 + (9% - 600bps)} (1/360) – 1
= 0,0082%
2. Ketentuan butir IV. 2. diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
IV. PERHITUNGAN GWM, JASA GIRO, DAN SANKSI
PELANGGARAN GWM
2. PERHITUNGAN JASA GIRO
a. Perhitungan jasa giro untuk masing-masing tanggal 27,
28, 29, dan 30 Januari (asumsi BI-Rate yang berlaku pada
tanggal-tanggal tersebut sebesar 9%) adalah sebagai
berikut:
0,0082% x bagian saldo Rekening Giro Rupiah Bank
yang merupakan kewajiban pemeliharaan
tambahan GWM; yaitu
0,0082% x Rp2.200.000.000.000,00 =Rp180.400.000,00
Saldo …
Saldo Rekening Giro Rupiah pada tanggal 24, 25, dan 31
Januari tidak diberikan jasa giro, karena tanggal-tanggal
tersebut jatuh pada hari bukan hari kerja.
b. Pengkreditan jasa giro untuk masing-masing tanggal
27, 28, 29, dan 30 Januari dilakukan oleh Bank Indonesia
pada Rekening Giro Rupiah Bank pada tanggal 2
Februari, karena tanggal 1 Februari jatuh pada hari libur.
Jasa giro yang dikreditkan ke Rekening Giro Rupiah Bank
pada tanggal 2 Februari adalah sebesar:
4 x Rp180.400.000,00= Rp721.600.000,00
Pembulatan dalam rangka pengkreditan Rekening
Giro Bank oleh Bank Indonesia dilakukan dengan
memperhatikan sistem akunting Bank Indonesia.
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada
tanggal 1 Mei 2007.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA
MULIAMAN D. HADAD
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 9/11/DPNP|SE-BI/2007 </reg_id>
<reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Nomor 7/54/DPNP tanggal 29 November 2005 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing </reg_title>
<set_date> 30 April 2007 </set_date>
<effective_date> 1 Mei 2007 </effective_date>
<changed_reg> '7/54/DPNP|SE-BI/2005' </changed_reg>
<related_reg> '7/54/DPNP|SE-BI/2005', '7/49/PBI/2005', '6/15/PBI/2004' </related_reg>
|
No. 15/21/DPNP
Jakarta, 14 Juni 2013
S U R A T
E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal : Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan
Pendanaan Terorisme bagi Bank Umum.
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
14/27/PBI/2012 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan
Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Umum (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 290, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5385) perlu diatur ketentuan
pelaksanaan mengenai Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan
Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Umum sebagai berikut:
I. UMUM
A. Pilihan transaksi perbankan yang beragam mengakibatkan
perbankan sangat rentan terhadap kemungkinan digunakan
sebagai media pencucian uang dan pendanaan terorisme.
Dalam rangka mencegah Bank digunakan sebagai media
pencucian uang dan pendanaan terorisme maka diperlukan
Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan
Terorisme (Program APU dan PPT).
B. Dalam melaksanakan Program APU dan PPT, Bank harus
memiliki Pedoman Penerapan Program APU dan PPT (PPP APU
dan PPT) yang disusun dengan mengacu pada Pedoman
Standar…
Standar Penerapan Program APU dan PPT sebagaimana
dimaksud pada Lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini, dan harus
disesuaikan dengan struktur organisasi, kompleksitas usaha
serta jenis produk dan jasa layanan Bank.
C. Bank yang telah memiliki PPP APU dan PPT namun belum
memenuhi acuan minimum dalam pedoman standar
sebagaimana dimaksud pada Lampiran, wajib menyesuaikan
dan menyempurnakan PPP APU dan PPT yang telah dimiliki
dengan pedoman standar.
II. PENGAWASAN AKTIF DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS
A. Pengawasan Aktif Direksi
1. Dalam melaksanakan pengawasan aktif, Direksi perlu
memiliki pemahaman yang memadai mengenai risiko
pencucian uang dan pendanaan teroris yang melekat pada
seluruh aktivitas operasional Bank sehingga Direksi mampu
mengambil tindakan yang diperlukan sesuai dengan profil
risiko Bank.
2. Pengawasan aktif dilakukan oleh Direktur yang
membawahkan fungsi Kepatuhan yang paling kurang
mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai berikut:
a. menetapkan langkah-langkah yang diperlukan untuk
memastikan Bank telah memenuhi ketentuan Bank
Indonesia mengenai APU dan PPT dan peraturan
perundang-undangan lainnya yang terkait;
b. memantau pelaksanaan tugas unit kerja khusus
dan/atau pejabat Bank yang bertanggung jawab atas
penerapan Program APU dan PPT;
c. memberikan rekomendasi kepada Direktur Utama
mengenai pejabat yang akan memimpin unit kerja khusus
atau…
atau pejabat yang bertanggung jawab atas penerapan
Program APU dan PPT;
d. memberikan persetujuan terhadap Laporan Transaksi
Keuangan Mencurigakan (LTKM); dan
e. mengevaluasi transaksi yang memerlukan persetujuan
pejabat senior.
B. Unit Kerja Khusus
1. Pembentukan dan Struktur Organisasi Unit Kerja Khusus
a. Unit Kerja Khusus (UKK) merupakan unit kerja yang
bertanggung jawab terhadap penerapan Program APU dan
PPT.
b. Berdasarkan pertimbangan beban tugas operasional dan
kompleksitas usaha, Bank dapat menunjuk paling kurang
seorang pejabat Bank yang bertanggung jawab dalam
menjalankan fungsi UKK.
2. Pejabat UKK atau pejabat Bank yang bertanggung jawab
menjalankan fungsi UKK paling kurang memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. memiliki pengetahuan yang memadai mengenai APU dan
PPT dan peraturan lainnya yang terkait dengan produk
dan aktivitas perbankan;
b. memiliki pengalaman yang memadai di bidang
perbankan; dan
c. memiliki pengetahuan yang memadai mengenai risk
assessment dan risk mitigation yang terkait dengan
penerapan Program APU dan PPT.
3. Pejabat UKK atau pejabat Bank yang bertanggung jawab
menjalankan fungsi UKK memiliki kewenangan untuk
mengakses seluruh data Nasabah dan informasi lainnya
yang terkait dalam rangka pelaksanaan tugas.
4. Pelaksanaan…
4. Pelaksanaan fungsi UKK di kantor cabang dilakukan oleh
pejabat atau pegawai paling kurang setingkat dengan
penyelia.
5. Terhadap kantor cabang dengan kompleksitas usaha tinggi,
pejabat atau pegawai yang menjalankan fungsi UKK tidak
berasal dari unit kerja yang melaksanakan kebijakan dan
prosedur Program APU dan PPT atau yang berhubungan
dengan Nasabah.
6. Terhadap kantor cabang dengan kompleksitas usaha tinggi
dan didalamnya hanya terdapat unit kerja yang
berhubungan dengan Nasabah maka pejabat atau pegawai
yang menjalankan fungsi UKK dapat:
a. berasal dari kantor pusat atau kantor wilayah dengan
tugas dan tanggung jawab khusus mengawasi
pelaksanaan Program APU dan PPT di beberapa kantor
cabang tertentu; atau
b. dirangkap oleh pegawai dari unit kerja yang tidak
berhubungan dengan Nasabah (non operasional) pada
kantor cabang lainnya.
7. Terhadap kantor cabang dengan kompleksitas usaha rendah
maka pegawai yang menjalankan fungsi UKK dapat
dirangkap oleh pegawai yang berasal dari unit kerja yang
berhubungan dengan Nasabah (operasional), sepanjang
tugas operasional
tersebut
independensi dan profesionalisme pegawai tersebut dalam
menjalankan fungsi UKK.
8. Dalam menetapkan kompleksitas usaha kantor cabang,
Bank menggunakan pendekatan berdasarkan risiko (risk
based approach) dengan memperhatikan antara lain hal-hal
sebagai berikut:
a. produk…
tidak mempengaruhi
a. produk dan jasa Bank yang memerlukan persetujuan
Bank Indonesia;
b. jumlah Nasabah berisiko tinggi yang dimiliki;
c. volume usaha kantor cabang;
d. aktivitas transaksi dengan luar negeri; dan/atau
e. lokasi kantor cabang berada pada wilayah yang
masyarakatnya dikenal sebagai cash society.
III. KEBIJAKAN DAN PROSEDUR
A. Kebijakan Customer Due Dilligence (CDD)
1. Prosedur CDD dilakukan terhadap Calon Nasabah yang
akan melakukan hubungan usaha dengan Bank antara lain
pada saat pembukaan rekening, pemilikan kartu kredit, atau
penyewaan safe deposit box.
2. Bank harus melakukan CDD ulang terhadap Nasabah dalam
hal terdapat transaksi yang memenuhi salah satu kriteria
dari Transaksi Keuangan Mencurigakan sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian
uang, dengan tetap memperhatikan ketentuan anti tipping
off.
3. Apabila CDD ulang dikhawatirkan akan mengakibatkan
terjadinya tipping off, Bank dapat melaporkan transaksi yang
diindikasikan mencurigakan dalam LTKM tanpa didahului
dengan proses CDD ulang.
4. Bank dapat meminta pihak lain (outsourcing atau agen)
untuk melakukan CDD berupa pertemuan langsung (face to
face), permintaan informasi dan dokumen pendukung, serta
proses verifikasi terhadap dokumen pendukung.
5. Dalam hal Bank menggunakan pihak lain dalam melakukan
prosedur CDD, Bank harus:
a. memberikan…
a. memberikan informasi mengenai prosedur CDD kepada
pihak lain;
b. memberikan pelatihan mengenai pelaksanaan CDD
kepada pihak lain tersebut; dan
c. membuat perjanjian atau kontrak sebagai dasar kerja
sama antara Bank dengan pihak lain dengan salah satu
materi perjanjiannya adalah mewajibkan pihak lain untuk
menerapkan prosedur CDD sesuai dengan prosedur
Bank.
6. Bank bertanggung jawab atas hasil CDD yang dilakukan
oleh pihak lain.
B. Kebijakan Pendekatan Berdasarkan Risiko (Risk Based
Approach)
1. Pelaksanaan Program APU dan PPT harus dilakukan dengan
pendekatan berdasarkan risiko yang dituangkan dalam
kebijakan secara tertulis dan komprehensif yang paling
kurang mencakup:
a. proses risk assesment yang meliputi identifikasi,
pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko
terhadap seluruh faktor risiko yang bersifat material,
dengan melakukan analisis terhadap hal-hal sebagai
berikut:
1) seluruh karakteristik risiko yang melekat pada Bank
dan upaya mitigasi risiko yang dilakukan; dan
2) risiko dari produk, jasa, dan aktivitas yang berisiko
tinggi, termasuk transaksi yang dilakukan Politically
Exposed Person (PEP);
b. pengukuran risiko yang paling kurang mencakup:
1) evaluasi secara berkala untuk memastikan ketepatan
kebijakan, prosedur dan penetapan tingkat risiko dari
produk…
produk, jasa, dan aktivitas yang berisiko tinggi,
termasuk PEP; dan
2) penyempurnaan terhadap sistem pengukuran risiko;
c. pendokumentasian hasil risk assessment
terhadap
ancaman, kerentanan (vulnerability), dan konsekuensi
yang mungkin timbul dari aktivitas perbankan;
d. pengkinian risk assessment secara berkala;
e. penyediaan informasi mengenai risk assessment kepada
otoritas yang berwenang atau Bank Indonesia;
f. pengendalian dan prosedur mitigasi risiko;
g. pemantauan terhadap penerapan fungsi pengendalian
termasuk pengembangannya, apabila diperlukan; dan
h. penetapan tindak lanjut yang diperlukan untuk
mengelola dan memitigasi risiko yang berindikasi
meningkat.
2. Kebijakan pendekatan berdasarkan risiko juga dilakukan
dalam rangka pengelompokan Nasabah, termasuk Walk in
Customer (WIC) yang melakukan transaksi sebesar
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) atau lebih atau yang
nilainya setara baik yang dilakukan dalam 1 (satu) kali
maupun beberapa kali transaksi dalam 1 (satu) hari kerja.
3. Pengelompokan Nasabah dan WIC sebagaimana dimaksud
dalam angka 2 paling kurang terdiri dari 3 (tiga) klasifikasi
risiko, yaitu:
a. rendah, sehingga terhadap yang bersangkutan diterapkan
prosedur CDD sederhana.
b. menengah, sehingga terhadap yang bersangkutan
diterapkan prosedur CDD.
c. tinggi, sehingga terhadap yang bersangkutan diterapkan
prosedur Enhanced Due Dilligence (EDD).
4. Penetapan…
4. Penetapan klasifikasi tingkat risiko tidak berlaku bagi
Nasabah atau WIC yang tergolong PEP atau pihak yang
terafiliasi dengan PEP, sehingga yang bersangkutan secara
otomatis diklasifikasikan sebagai Nasabah atau WIC berisiko
tinggi.
5. Pengelompokan Nasabah dan WIC sebagaimana dimaksud
dalam angka 2 harus didokumentasikan dan dipantau
secara berkesinambungan untuk memastikan kesesuaian
tingkat risiko yang telah ditetapkan.
6. Apabila terdapat ketidaksesuaian antara transaksi dan/atau
profil Nasabah dengan tingkat risiko yang telah ditetapkan,
Bank harus menyesuaikan tingkat risiko dengan cara:
a. menerapkan prosedur CDD bagi Nasabah yang semula
tergolong berisiko rendah berubah menjadi berisiko
menengah sesuai dengan penetapan tingkat risiko yang
baru; atau
b. menerapkan prosedur EDD bagi Nasabah yang semula
tergolong berisiko rendah atau menengah berubah
menjadi berisiko tinggi.
C. Prosedur Penerimaan dan Identifikasi Calon Nasabah
1. Dalam rangka melakukan hubungan usaha dengan
Nasabah, Bank wajib meminta informasi untuk mengetahui
profil Calon Nasabah. Informasi yang harus diminta Bank
dari Calon Nasabah perorangan antara lain mengenai:
a. perkiraan nilai transaksi dalam 1 (satu) tahun yang
paling kurang menggambarkan rata-rata transaksi dalam
1 (satu) tahun; dan
b. informasi lainnya seperti rata-rata penghasilan dalam 1
(satu) tahun.
2. Dalam rangka meyakini identitas Calon Nasabah, Bank wajib
melakukan…
melakukan pertemuan langsung dengan Calon Nasabah
pada awal melakukan hubungan usaha.
3. Dalam melakukan identifikasi terhadap Calon Nasabah
perusahaan, Bank wajib menetapkan Beneficial Owner.
Dasar pertimbangan Bank dalam menetapkan Beneficial
Owner adalah dengan tahapan sebagai berikut:
a. perorangan yang memiliki saham sebesar 25% (dua puluh
lima persen) atau lebih;
b. perorangan yang memiliki saham kurang dari 25% (dua
puluh lima persen) namun dapat dibuktikan yang
bersangkutan melakukan pengendalian; atau
c. perorangan dalam perusahaan tersebut yang menjabat
sebagai anggota direksi yang paling berperan dalam
pengendalian perusahaan.
4. Untuk memastikan bahwa Calon Nasabah tidak memiliki
rekam jejak negatif, Bank melakukan verifikasi identitas
Calon Nasabah dengan sumber independen lainnya, antara
lain sebagai berikut:
a. Daftar Teroris dan/atau Daftar Terduga Teroris dan
Organisasi Teroris yang diterbitkan oleh Kepolisian
Republik Indonesia;
b. Daftar Hitam Nasional (DHN); dan/atau
c. Data lainnya yang dimiliki Bank.
5. Terhadap Calon Nasabah, WIC, atau Beneficial Owner yang
hubungan usaha atau transaksinya ditolak, Bank harus
memperoleh informasi paling kurang adalah nama, nomor
identitas, alamat dan tempat tanggal lahir sesuai dengan
salinan dokumen identitas yang diperoleh Bank untuk
kepentingan pelaporan LTKM.
6. Nasabah yang telah mendapatkan perlakuan CDD yang lebih
sederhana (CDD sederhana) harus dikeluarkan dari daftar
Nasabah…
Nasabah CDD sederhana apabila memenuhi kriteria sebagai
berikut:
a. diindikasikan terkait dengan pencucian uang atau
pendanaan terorisme;
b. tidak sesuai dengan tujuan awal pembukaan rekening
yaitu hanya untuk pembayaran atau penerimaan gaji;
atau
c. saldo pada akhir bulan melebihi Rp1.000.000,00 (satu
juta rupiah) dan transaksi dalam 1 (satu) bulan melebihi
Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).
7. Terhadap Nasabah sebagaimana dimaksud dalam angka 6
harus mendapatkan perlakuan CDD atau EDD dengan
prosedur sebagaimana berlaku pada Nasabah biasa dan
dilaporkan dalam LTKM apabila transaksi diindikasikan
terkait dengan pencucian uang atau pendanaan terorisme.
D. Penutupan Hubungan Usaha atau Penolakan Transaksi
1. Penolakan atau pembatalan transaksi terhadap rekening
Nasabah penerima yang digunakan untuk menampung hasil
kejahatan dapat disertai dengan pengembalian dana kepada
Nasabah pengirim apabila memenuhi syarat sebagai berikut:
a. terdapat laporan dari Nasabah pengirim kepada Bank
Pengirim dengan dilengkapi dokumen pendukung laporan
tersebut seperti laporan kepada Kepolisian;
b. identitas Nasabah penerima diketahui dan/atau patut
diduga palsu;
c. masih terdapat sisa dana di rekening Nasabah penerima;
d. transaksi dari rekening Nasabah pengirim dilakukan
melalui transfer dana;
e. dana yang tersimpan pada rekening Nasabah penerima
baik sebagian maupun seluruhnya adalah berasal dari
rekening…
rekening Nasabah pengirim;
f. rekening atau saldo dana dalam rekening Nasabah
penerima tidak sedang dalam status diblokir atau disita
oleh instansi yang berwenang;
g. terdapat klausula dalam perjanjian pembukaan rekening
mengenai kewajiban Bank untuk menolak transaksi,
membatalkan transaksi, dan/atau menutup hubungan
usaha dengan Nasabah; dan/atau
h. pengembalian dana melalui proses pendebetan dana dari
rekening Nasabah penerima untuk dikreditkan kembali
ke rekening Nasabah pengirim.
2. Prosedur pengembalian dana sebagaimana dimaksud dalam
angka 1 adalah apabila:
a. hanya terdapat 1 (satu) Nasabah pengirim yang
mengajukan permohonan pengembalian dana maka dana
yang dikembalikan kepada Nasabah pengirim adalah
sebesar dana milik Nasabah pengirim yang masih ada
pada rekening Nasabah penerima; atau
b. terdapat lebih dari 1 (satu) Nasabah pengirim yang
mengajukan permohonan pengembalian dana maka
dalam hal dana yang terdapat pada rekening penerima
diyakini oleh Bank:
1) berasal dari beberapa Nasabah pengirim dan jumlah
dananya mencukupi untuk pengembalian dana kepada
semua Nasabah pengirim maka Bank dapat
mengembalikan dana tersebut;
2) hanya berasal dari sebagian Nasabah pengirim maka
Bank hanya akan mengembalikan dana kepada
sebagian Nasabah pengirim yang diyakini Bank
sebagai sumber atas dana pada rekening Nasabah
penerima;
3) berasal…
3) berasal dari semua Nasabah pengirim dan jumlah
dananya tidak mencukupi untuk pengembalian dana
kepada semua Nasabah pengirim maka pengembalian
dana hanya dilakukan berdasarkan kesepakatan para
Nasabah pengirim. Apabila tidak tercapai kesepakatan,
pengembalian dana dilakukan berdasarkan pada
Putusan Pengadilan yang sudah berkekuatan hukum
tetap yang memerintahkan Bank untuk
mengembalikan dana kepada pihak yang berhak; atau
4) berasal dari sebagian Nasabah pengirim dan jumlah
dananya tidak mencukupi untuk pengembalian dana
kepada sebagian Nasabah pengirim maka
pengembalian dana hanya dilakukan kepada masing-
masing Nasabah pengirim yang diyakini Bank dananya
masih ada pada rekening Nasabah penerima
berdasarkan kesepakatan para Nasabah pengirim
tersebut. Apabila tidak tercapai kesepakatan,
pengembalian dana dilakukan berdasarkan pada
Putusan Pengadilan yang sudah berkekuatan hukum
tetap yang memerintahkan Bank untuk
mengembalikan dana kepada pihak yang berhak.
Pada saat telah terjadi pengembalian dana kepada Nasabah
pengirim, Bank Pengirim membuat Berita Acara
Pengembalian Dana yang ditandatangani oleh pejabat Bank
Pengirim dan Nasabah pengirim.
3. Prosedur pengembalian dana sebagaimana dimaksud dalam
angka 2 tidak berlaku terhadap Nasabah penerima dan/atau
Nasabah pengirim yang namanya tercantum dalam Daftar
Terduga Teroris dan Organisasi Teroris.
E. Politically…
E. Politically Exposed Person (PEP) dan Area Berisiko Tinggi
1. Dalam menetapkan tingkat risiko Nasabah, jasa, dan produk
Bank, Bank berpedoman pada:
a. ketentuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan (PPATK) yang mengatur mengenai pedoman
identifikasi produk, nasabah, usaha, dan negara berisiko
tinggi bagi penyedia jasa keuangan; dan
b. referensi lainnya yang diterbitkan oleh otoritas berwenang
atau yang telah menjadi international best practice.
2. Dalam hal terdapat Nasabah atau WIC yang menggunakan
produk dan/atau jasa yang berisiko tinggi maka transaksi
yang dilakukan akan memenuhi kriteria sebagai risiko tinggi
apabila jumlah transaksi yang dilakukan tidak sesuai
dengan profil Nasabah atau WIC.
3. Beberapa aktivitas atau produk Bank yang berisiko tinggi
untuk digunakan sebagai sarana untuk pencucian uang
atau pendanaan teroris adalah:
a. Penitipan dengan pengelolaan (trust)
Bank yang melakukan trust wajib memenuhi ketentuan
sebagai berikut:
1) Bank melakukan EDD terhadap:
a) pihak yang memiliki dan menitipkan pengelolaan
hartanya (settlor); dan
b) pihak yang menerima manfaat dari harta yang
dititipkan (beneficiary).
Dalam hal settlor juga bertindak sebagai beneficiary
maka EDD dilakukan hanya pada settlor atau
beneficiary dengan menjelaskan bahwa settlor dan
beneficiary adalah pihak yang sama.
2) Bank meminta informasi kepada settlor dengan
berpedoman pada ketentuan yang berlaku bagi Calon
Nasabah…
Nasabah perusahaan.
3) Bank meminta informasi kepada beneficiary paling
kurang mencakup:
a) jenis informasi dengan berpedoman pada ketentuan
yang berlaku bagi Calon Nasabah perorangan atau
Calon Nasabah perusahaan;
b) nomor rekening beneficiary; dan
c) nama bank yang menerima pemindahan dana dari
rekening settlor.
4) Dalam hal bank yang menerima pemindahan dana dari
rekening settlor pada Bank yang berada di luar negeri
maka harus memenuhi persyaratan:
a) memiliki prosedur CDD sesuai dengan ketentuan
yang berlaku;dan
b) berkedudukan di negara yang tidak tergolong
berisiko tinggi.
5) Dalam hal bank yang menerima pemindahan dana dari
rekening settlor pada Bank yang berada di negara yang
tergolong berisiko tinggi maka harus memenuhi
persyaratan:
a) berada dalam kelompok usaha yang sama dengan
Bank tempat settlor tercatat, yaitu pemegang saham
pengendali antara bank tempat settlor tercatat
dengan bank yang menerima pemindahan dana
dari rekening settlor adalah sama; dan
b) kelompok usaha tersebut telah menjalankan CDD,
penatausahaan dokumen, dan Program APU dan
PPT secara efektif sesuai dengan Rekomendasi
Financial Action Task Force (FATF).
b. Kartu kredit
Bagi Bank yang menyediakan produk kartu kredit melalui
program…
program member get member, maka proses EDD yang
dilakukan termasuk:
1) memastikan bahwa dokumen pendukung yang
memuat identitas Calon Nasabah telah dilegalisir oleh
lembaga yang berwenang;
2) transaksi pembayaran dengan Bank untuk pertama
kalinya secara tunai di Bank penerbit kartu kredit
yang berkedudukan di Indonesia.
F. Prosedur Transfer Dana
1. Apabila pengirim asal telah menjadi Nasabah pada Bank
Pengirim maka Bank pengirim harus memperoleh informasi
sebagai berikut:
a. nama Nasabah pengirim;
b. nomor rekening Nasabah pengirim;
c. sumber dana Nasabah pengirim;
d. nama Nasabah atau WIC penerima;
e. nomor rekening Nasabah penerima atau alamat WIC
penerima;
f. jumlah uang dan jenis mata uang; dan
g. tanggal transaksi.
2. Dalam hal kegiatan transfer dana memenuhi kriteria sebagai
berikut:
a. Tujuan transfer dana di luar wilayah Republik Indonesia;
dan
b. Terdapat transaksi transfer dana yang dilakukan oleh
beberapa Nasabah atau WIC pengirim dari pengirim yang
sama dalam bentuk batch file transmission;
maka Bank Pengirim wajib memperoleh informasi mengenai
masing-masing Nasabah atau WIC penerima sebagai berikut:
a. nama Nasabah atau WIC penerima; dan
b. nomor…
b. nomor rekening Nasabah penerima atau alamat WIC
penerima.
3. Bank Penerus wajib meneruskan pesan dan perintah
transfer dana, serta menatausahakan informasi yang
diterima dari Bank Pengirim. Dalam menatausahakan
informasi yang diterima, Bank Penerus harus memastikan
kelengkapan informasi mengenai Nasabah atau WIC
pengirim dan Nasabah atau WIC penerima terhadap
transaksi transfer dana ke luar wilayah Indonesia dengan
pola straight-through processing.
4. Bank Penerima wajib memastikan kelengkapan informasi
Nasabah atau WIC pengirim dan Nasabah atau WIC
penerima dalam transaksi transfer dana dari luar wilayah
Indonesia baik pada saat transaksi dilakukan (real-time
monitoring) maupun setelah transaksi dilakukan (post-event
monitoring).
IV. PENGENDALIAN INTERN
A. Untuk meminimalkan potensi risiko yang dihadapi Bank, sistem
pengendalian intern harus mampu secara tepat waktu
mendeteksi kelemahan dan penyimpangan yang terjadi dalam
penerapan Program APU dan PPT.
B. Pengendalian intern dalam rangka penerapan Program APU dan
PPT dilaksanakan oleh Satuan Kerja Audit Intern (SKAI) dengan
kewenangan paling kurang mencakup:
1. melakukan uji kepatuhan terhadap kebijakan dan prosedur
melalui penggunaan sample testing dari beberapa jasa,
produk, dan Nasabah dengan pendekatan berdasarkan risiko
untuk mendapatkan gambaran efektifitas penerapan
kebijakan dan prosedur;
2. menyusun program dan prosedur audit berbasis risiko
dengan…
dengan prioritas audit pada satuan kerja atau kantor cabang
yang tergolong memiliki kompleksitas usaha yang tinggi; dan
3. melakukan penilaian atas kecukupan proses yang berlaku di
Bank dalam mengidentifikasi dan melaporkan transaksi
yang mencurigakan dengan memperhatikan ketentuan anti
tipping-off.
V. SISTEM INFORMASI MANAJEMEN
Sistem informasi manajemen untuk mengidentifikasi transaksi
keuangan yang mencurigakan dengan menggunakan parameter
disesuaikan secara berkala dan memperhatikan kompleksitas
usaha, volume transaksi, dan risiko yang dimiliki Bank. Parameter
yang digunakan untuk mengidentifikasi transaksi keuangan yang
mencurigakan mengacu pada Lampiran.
VI. SUMBER DAYA MANUSIA DAN PELATIHAN
A. Dalam rangka pencegahan penggunaan Bank sebagai media
atau tujuan pencucian uang dan pendanaan terorisme, Bank
melakukan prosedur penyaringan (pre-employee screening),
pengenalan, dan pemantauan profil karyawan yang dituangkan
dalam kebijakan Know Your Employee (KYE) yang berpedoman
pada ketentuan yang mengatur mengenai penerapan strategi
anti fraud.
B. Bank harus memberikan pelatihan mengenai penerapan
Program APU dan PPT kepada seluruh karyawan. Dalam
menentukan peserta pelatihan, Bank mengutamakan karyawan
yang tugas sehari-harinya memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. berhadapan langsung dengan Nasabah (front liner);
b. melakukan pengawasan pelaksanaan penerapan Program
APU dan PPT; atau
c. terkait dengan penyusunan pelaporan kepada PPATK dan
Bank…
Bank Indonesia.
C. Karyawan yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud
dalam huruf B harus mendapatkan pelatihan secara berkala,
sedangkan karyawan lainnya harus mendapatkan pelatihan
paling kurang 1 (satu) kali dalam masa kerjanya. Khusus bagi
karyawan yang berhadapan langsung dengan Nasabah (front
liner) harus mendapatkan pelatihan sebelum penempatan.
D. Untuk mengetahui tingkat pemahaman karyawan dan
kesesuaian materi pelatihan, Bank harus melakukan evaluasi
terhadap setiap pelatihan yang telah diselenggarakan. Bank
melakukan tindak lanjut dari hasil evaluasi pelatihan melalui
penyempurnaan materi dan metode pelatihan.
VII. PENERAPAN PROGRAM APU DAN PPT BAGI KANTOR CABANG
DARI BANK YANG BERBADAN HUKUM INDONESIA DI LUAR
NEGERI
A. Dalam rangka pemantauan pelaksanaan Program APU dan PPT
pada jaringan kantor dan anak perusahaan di luar negeri maka
Bank meminta jaringan kantor dan anak perusahaan tersebut
untuk melaporkan pelaksanaan Program APU dan PPT secara
berkala, termasuk statistik LTKM yang telah dilaporkan kepada
otoritas setempat.
B. Dalam hal peraturan di Indonesia mengenai penerapan Program
APU dan PPT mengakibatkan pelanggaran terhadap ketentuan
perundang-undangan yang berlaku di negara tempat jaringan
kantor dan anak perusahaan berada maka Bank harus
melakukan tindakan yang memadai untuk memitigasi risiko
pencucian uang dan pendanaan terorisme serta melaporkannya
kepada Bank Indonesia.
VIII. PELAPORAN…
VIII. PELAPORAN
A. Action plan pelaksanaan Program APU dan PPT memuat
strategi, langkah-langkah, dan/atau rencana pemenuhan
kewajiban, antara lain:
1. penyesuaian sistem, perjanjian pembukaan hubungan
usaha, dan mitigasi risiko terkait penerapan CDD sederhana
dalam rangka financial inclusion;
2. pengelompokan Nasabah berdasarkan RBA;
3. penyempurnaan infrastruktur terkait dengan teknologi
informasi;
4. persiapan dalam pembangunan single Customer Identification
File (CIF);
5. penunjukan pegawai yang menjalankan fungsi UKK di
kantor cabang yang kompleksitas usahanya tinggi;
6. penyiapan sumber daya manusia yang memadai; dan/atau
7. penyesuaian teknologi informasi untuk pelaksanaan program
pengkinian data Nasabah.
B. Laporan action plan dan laporan rencana pengkinian data
mendapatkan persetujuan dari 2 (dua) anggota Direksi yaitu
Direktur Utama dan Direktur yang membawahkan fungsi
Kepatuhan.
C. Laporan realisasi kegiatan pengkinian data yang disampaikan
telah mendapatkan persetujuan dari Direktur yang
membawahkan fungsi Kepatuhan.
D. Perubahan atas laporan action plan dan laporan rencana
kegiatan pengkinian data dapat dilakukan sepanjang terdapat
perubahan yang terjadi di luar kendali Bank dan disampaikan
kepada Bank Indonesia paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak
perubahan dilakukan.
IX. LAIN-LAIN…
IX. LAIN-LAIN
Bank Umum menyampaikan PPP APU dan PPT kepada Bank
Indonesia paling lambat tanggal 28 Juni 2013.
X. PENUTUP
Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku maka
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/31/DPNP tanggal 30
November 2009 perihal Pedoman Standar Penerapan Program Anti
Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank
Umum dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 14
Juni 2013.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
JONI SWASTANTO
KEPALA DEPARTEMEN
PENELITIAN DAN PENGATURAN PERBANKAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 15/21/DPNP|SE-BI/2013 </reg_id>
<reg_title> Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Umum. </reg_title>
<set_date> 14 Juni 2013 </set_date>
<effective_date> 14 Juni 2013 </effective_date>
<replaced_reg> '11/31/DPNP|SE-BI/2009' </replaced_reg>
<related_reg> '14/27/PBI/2012' </related_reg>
|
No. 1/5/DPNP
Jakarta, 10 Desember 1999
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal: Persyaratan dan Tatacara Pengajuan Pengagunan Obligasi
Pemerintah bagi Bank Umum peserta Program Rekapitalisasi
Berkenaan dengan dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
1/10/PBI/1999 tanggal 3 Desember 1999 tentang tentang Portofolio Obligasi
Pemerintah Bagi Bank Umum Peserta Program Rekapitalisasi maka perlu
ditetapkan beberapa hal menyangkut pelaksanaan Peraturan Bank Indonesia
tersebut di atas.
Sebagaimana diketahui Pasal 9 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia
Nomor 1/10/PBI/1999 tanggal 3 Desember 1999 tentang Portofolio Obligasi
Pemerintah Bagi Bank Umum Peserta Program Rekapitalisasi menetapkan
bahwa sebelum 1 Februari 2000 Bank diperkenankan mengagunkan Obligasi
yang dimilikinya kepada pihak ketiga dengan persetujuan Bank Indonesia.
Selanjutnya Pasal 9 ayat (2) Peraturan Bank Indonesia tersebut di atas
menetapkan bahwa persetujuan Bank Indonesia dapat diberikan apabila Bank
telah memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut:
1. Bank mengalami kesulitan likuiditas antara lain terjadinya pelanggaran
ketentuan Giro Wajib Minimum yang ditetapkan Bank Indonesia; dan
2. Bank telah mempunyai kewajiban antar bank jangka pendek sekurang-
kurangnya sebesar 50% (lima puluh perseratus) dari kewajiban segera yang
dimiliki; dan
3. Jangka …
2
3. Jangka waktu pinjaman yang diterima Bank dengan agunan Obligasi
dimaksud sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan.
Sehubungan dengan itu, bersama ini ditetapkan ketentuan pelaksanaan
mengenai persyaratan dan tata cara pemberian persetujuan Bank Indonesia
terhadap permohonan Bank untuk mengagunkan Obligasi yang dimilikinya
kepada pihak ketiga sebagai berikut:
I.
PERSYARATAN
1. Bank Mengalami Kesulitan Likuiditas
Bank dikategorikan sebagai
Bank yang mengalami kesulitan
likuiditas apabila:
a. Bank tidak dapat memenuhi kewajiban Giro Wajib Minimum
(GWM) sekurang-kurangnya 3 (tiga) hari kerja berturut-turut
atau 5 (lima) hari kerja tidak berturut-turut selama 2 (dua)
minggu; atau
b. saldo giro Bank pada akhir hari tidak dapat memenuhi kewajiban
Bank pada hari yang bersangkutan;
sejak Peraturan Bank Indonesia No.1/10/PBI/1999 tanggal 3
Desember 1999 diberlakukan.
2. Kewajiban Antar Bank
Kewajiban antar Bank yang diperhitungkan adalah kewajiban bersih
antar Bank yang mempunyai jangka waktu maupun sisa jangka
waktu tidak melebihi 90 (sembilan puluh) hari, yang terjadi pada saat
Bank mengajukan permohonan.
Kewajiban segera yang diperhitungkan adalah pos kewajiban segera
lainnya sebagaimana diatur dalam ketentuan tentang Laporan
Keuangan Tahunan dan Laporan Keuangan Publikasi yang berlaku
yaitu pos kewajiban segera lainnya yang meliputi penjumlahan dari
pasiva neraca (sandi 312, sandi 313, sandi 315, dan sandi 316), antar
bank pasiva (sandi 12 dan sandi 13), dan Pasiva dalam valuta asing
lainnya (sandi 20, sandi 61, sandi 62, sandi 64, dan sandi 99), pada
posisi neraca 2 (dua) minggu sebelum Bank mengajukan
permohonan.
Jumlah kewajiban antar Bank jangka pendek yang diperhitungkan
adalah sebesar 50% (lima puluh per seratus) dari kewajiban segera
lainnya yang didasarkan pada masing-masing posisi tersebut di atas.
3. Jangka …
3
3. Jangka Waktu Pinjaman
Jangka waktu pinjaman yang diterima Bank dengan agunan Obligasi
sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan sejak tanggal efektif berlakunya
perjanjian kredit antara Bank dengan krediturnya.
II. TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN PENGAGUNAN
OBLIGASI
1. Bank mengajukan surat permohonan untuk mengagunkan Obligasi
kepada Direktorat Pengelolaan Moneter, Bank Indonesia dengan
tembusan kepada Direktorat Pengawasan Bank terkait. Surat
permohonan tersebut wajib dilengkapi dengan:
a. Rencana pengagunan Obligasi, yang sekurang-kurangnya
memuat:
1) Nama counterparty;
2) Jumlah pinjaman yang diterima Bank;
3) Tanggal efektif dan jatuh tempo;
4) Suku bunga.
b. Rencana penggunaan dana, yang sekurang-kurangnya memuat :
1) Tujuan penggunaan dana;
2) Nama penerima dana (beneficiary);
3) Rincian dan jumlah pelunasan kewajiban;
4) Tanggal jatuh tempo kewajiban;
2. Bersamaan dengan surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
angka 1 di atas, Bank mengajukan pula permohonan penerbitan Surat
Keterangan Obligasi Dijaminkan (SKOD) kepada Direktorat
Pengelolaan Moneter Bank Indonesia, seperti contoh surat pada
Lampiran 1, dengan tembusan kepada Direktorat Pengawasan Bank
terkait.
3. Berdasarkan rekomendasi dari Direktorat Pengawasan Bank terkait,
Direktorat Pengelolaan Moneter Bank Indonesia menyampaikan
surat persetujuan untuk mengagunkan Obligasi, disertai dengan
penerbitan SKOD kepada Bank pemohon seperti contoh surat pada
Lampiran 2, dengan tembusan kepada Direktorat Pengawasan Bank
terkait.
4. Bank wajib menyampaikan laporan realisasi penggunaan dana dari
hasil agunan kepada Direktorat Pengawasan Bank, dengan tembusan
kepada …
4
kepada Direktorat Pengelolaan Moneter selambat-lambatnya 3 (tiga)
hari kerja setelah realisasi pembayaran kewajiban.
III. S A N K S I
Apabila di kemudian hari diketahui bahwa data dan informasi yang
disampaikan Bank tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya maka
kepada pengurus Bank dikenakan sanksi administratif sebagaimana
diatur dalam Pasal 52 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10
Tahun 1998. Sanksi administratif tersebut berupa:
a. Teguran tertulis; dan/atau
b. Pencantuman anggota pengurus, pegawai Bank, dan pemegang
saham dalam daftar orang tercela di bidang perbankan.
IV. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 10 Desember
1999.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA
ACHJAR ILJAS
DEPUTI GUBERNUR
5
Lampiran 1 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 1/5/DPNP tgl. 10 Desember 1999 tentang
Persyaratan dan Tata Cara Pengajuan Pengagunan Obligasi Pemerintah bagi Bank Umum Peserta
Program Rekapitalisasi
Nomor: P-SKOD/(nomor)/(nama Bank)/(tahun)
Kepada
BANK INDONESIA
Gedung B lantai 11
V.
Jl. M.H. Thamrin No.2
A. Jakarta 10010
u.p. Direktorat Pengelolaan Moneter
Perihal : Permohonan Penerbitan Surat Keterangan Obligasi Dijaminkan (SKOD)
Sehubungan dengan rencana kami untuk mengagunkan Obligasi Pemerintah
yang kami miliki kepada ………………………………………...,
dengan ini diharapkan bantuan Saudara untuk menerbitkan SKOD
dengan perincian sebagai berikut:
Seri Obligasi
Tanggal Jatuh Tempo
Jumlah yang dijaminkan
Tanggal berakhirnya
Penjaminan
Demikian agar Saudara maklum.
…(tempat), ……………(tanggal)
Komisaris Utama/ Direktur Utama
Komisaris
Materai
( ………………….)
(…………………..)
c.c.: - Direktorat Pengawasan Bank terkait
: ………………………..
: ………………………..
: Rp……………………..
: dd/mm/yy
6
Lampiran 2 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 1/5/DPNP tanggal 10 Desember 1999 tentang
Persyaratan dan Tata Cara Pengajuan Pengagunan Obligasi Pemerintah bagi Bank Umum Peserta
Program Rekapitalisasi
Nomor : SKOD/ (nomor) / (nama Bank) / (tahun)
Kepada Yth.
………………………
………………………
VI. ……………………….
B. ………………………..
Perihal : Surat Keterangan Obligasi Dijaminkan (SKOD)
Dengan ini diberitahukan bahwa Obligasi Saudara telah dicatat untuk
dijaminkan kepada ………………. dengan perincian sebagai berikut:
Seri Obligasi
Tanggal Jatuh Tempo
Jumlah yang dijaminkan
Tanggal berkahirnya
Penjaminan
Demikian agar Saudara maklum.
Jakarta, ……………………
Bagian Penyelesaian Transaksi Pasar
Uang
: ………………………..
: ………………………..
: Rp……………………..
: dd/mm/yy
(Pimpinan Bagian)
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 1/5/DPNP|SE-BI/1999 </reg_id>
<reg_title> Persyaratan dan Tatacara Pengajuan Pengagunan Obligasi Pemerintah bagi Bank Umum peserta Program Rekapitalisasi </reg_title>
<set_date> 10 Desember 1999 </set_date>
<effective_date> 10 Desember 1999 </effective_date>
<related_reg> '1/10/PBI/1999' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi III' </penalty_list>
|
No. 7/ 9 /DPNP
Jakarta, 31 Maret 2005
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal : Sistem Informasi Debitur
Sehubungan dengan telah dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia
Nomor 7/8/PBI/2005 tanggal 24 Januari 2005 tentang Sistem Informasi Debitur
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 18, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4477), perlu diatur ketentuan
pelaksanaan dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut:
I. UMUM
1. Penyelenggaraan Sistem Informasi Debitur dimaksudkan
untuk
membantu Pelapor dalam memperlancar proses penyediaan dana,
mempermudah penerapan manajemen risiko, dan melakukan
identifikasi kualitas Debitur untuk pemenuhan ketentuan
berlaku.
2. Guna mencapai tujuan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan agar
Sistem Informasi Debitur dapat menghasilkan informasi yang
berkualitas, Pelapor diwajibkan untuk:
a. menyampaikan …
yang
a. menyampaikan Laporan Debitur kepada Bank Indonesia setiap
bulan untuk posisi akhir bulan secara benar, lengkap, terkini, dan
tepat waktu;
b. melakukan dan menyampaikan koreksi atas Laporan Debitur
kepada Bank Indonesia dalam hal Laporan Debitur yang telah
disampaikan oleh Pelapor kepada Bank
Indonesia tidak
memenuhi ketentuan, baik yang ditemukan oleh Pelapor sendiri,
oleh Bank Indonesia, maupun oleh pihak lain;
c. bertanggung jawab atas isi dan ketepatan waktu penyampaian
Laporan Debitur dimaksud.
3. Untuk menciptakan keseragaman dalam penyusunan Laporan
Debitur perlu ditetapkan suatu Pedoman Penyusunan Laporan
Debitur bagi Bank Umum sebagaimana terlampir, yang merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini.
II. PELAPOR
1.
Pelapor yang wajib menyampaikan Laporan Debitur dalam Sistem
Informasi Debitur sebagaimana diatur dalam Surat Edaran ini adalah
Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Bank
Indonesia Nomor 7/8/PBI/2005 tanggal 24 Januari 2005 tentang
Sistem Informasi Debitur yang selanjutnya disebut ”Bank Pelapor”,
yaitu:
a. Kantor Pusat dan Kantor Cabang dari Bank Umum yang
melakukan kegiatan operasional di wilayah Indonesia;
b. Kantor Cabang dan Kantor Cabang Pembantu dari bank asing
yang melakukan kegiatan operasional di wilayah Indonesia.
2. Bagi …
2. Bagi Bank Pelapor yang melakukan kegiatan operasional di luar
wilayah Indonesia, Laporan Debitur disusun dan disampaikan oleh
Kantor Pusat Bank Pelapor yang bersangkutan.
3. Dalam hal Bank Pelapor melakukan merger atau konsolidasi, maka
Kantor Bank Pelapor peserta merger atau konsolidasi menyampaikan
Laporan Debitur sampai dengan proses merger atau konsolidasi
selesai. Setelah proses merger atau konsolidasi tersebut selesai,
kewajiban penyampaian Laporan Debitur dilakukan oleh kantor
Bank Pelapor hasil merger atau konsolidasi tersebut.
III. SISTEM DAN PROSEDUR PENYAMPAIAN LAPORAN DAN
PENERIMAAN INFORMASI DEBITUR
1. Dalam rangka menjamin kebenaran, kelengkapan, kekinian isi
laporan, dan ketepatan waktu penyampaian Laporan Debitur serta
keamanan
penerimaan Informasi Debitur, Bank Pelapor harus
memiliki sistem dan prosedur yang dituangkan dalam suatu pedoman
tertulis yang disetujui oleh Direksi Bank, yang sekurang-kurangnya
memuat:
a. wewenang dan tanggung jawab petugas yang diberi akses untuk
menyusun, melakukan verifikasi, dan menyampaikan Laporan
Debitur kepada Bank Indonesia;
b. wewenang dan tanggung jawab petugas yang diberi akses untuk
mengajukan permohonan dan menerima Informasi Debitur dari
Bank Indonesia.
2. Kantor Bank Pelapor harus melakukan pengamanan terhadap sistem
teknologi informasi di Bank Pelapor yang terkait dengan Sistem
Informasi …
Informasi Debitur di Bank Indonesia termasuk melakukan langkah-
langkah pengamanan alur/proses pengiriman Laporan Debitur dari
sistem komputer Bank Pelapor ke Bank Indonesia dan penerimaan
Informasi Debitur dari Bank Indonesia.
IV. LAPORAN DEBITUR DAN INFORMASI DEBITUR
1. Laporan Debitur yang disampaikan Bank Pelapor kepada Bank
Indonesia meliputi:
a. identitas Debitur:
1) bagi Debitur perorangan, antara lain berisi nama, nomor
KTP, nama gadis ibu kandung, alamat, dan Nomor Pokok
Wajib Pajak
bagi Debitur yang
diwajibkan menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
2) bagi Debitur perusahaan atau badan, antara lain berisi nama,
nomor akta pendirian, Nomor Pokok Wajib Pajak, dan
informasi keterkaitan Debitur dari sisi kepengurusan,
kepemilikan, dan hubungan keuangan;
b. informasi pengurus dan pemilik perusahaan atau badan, antara
lain berisi informasi mengenai nama, alamat, Nomor Pokok
Wajib Pajak, jabatan, dan pangsa (persentase) kepemilikan;
c. informasi fasilitas penyediaan dana yang diterima oleh Debitur,
antara lain berisi informasi mengenai jenis penyediaan dana,
jumlah fasilitas yang diberikan dan kolektibilitas, termasuk
penyediaan dana yang dihapusbuku, yang dihapustagih, serta
yang diselesaikan dengan cara pengambilalihan agunan atau
penyelesaian melalui pengadilan;
d. informasi …
d. informasi agunan, antara lain berisi informasi mengenai bukti
(status) kepemilikan, nilai agunan, nama pemilik agunan, lokasi
agunan, dan jenis pengikatan;
e. informasi penjamin, antara lain berisi identitas penjamin seperti
nama, alamat, dan identitas (KTP/akte pendirian) dari penjamin,
serta persentase bagian fasilitas penyediaan dana yang dijamin;
informasi laporan keuangan Debitur bagi
perusahaan/badan
f.
yang
menerima fasilitas
nasabah
sebesar
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) atau lebih. Informasi
keuangan Debitur antara lain berisi data yang berasal dari neraca
dan laba rugi serta posisi laporan keuangan.
2. Bank Pelapor yang telah memenuhi kewajiban pelaporan dapat
meminta Informasi Debitur dari Bank Indonesia. Permintaan
Informasi Debitur harus dilakukan secara on line.
3.
Informasi Debitur yang disediakan kepada Bank Pelapor meliputi
antara lain:
a. identitas Debitur, yang berupa informasi Debitur individual;
b. pengurus dan pemilik;
c. fasilitas penyediaan dana yang diterima Debitur;
d. agunan;
e. penjamin; dan
f. kolektibilitas.
V. PENANGGUNG …
V. PENANGGUNG JAWAB LAPORAN DAN INFORMASI DEBITUR
1. Dalam rangka penyampaian Laporan Debitur dan permohonan
permintaan Informasi Debitur, Bank Pelapor menunjuk petugas
operator/pelaksana dan atau pejabat penanggungjawab dengan
wewenang dan tanggung jawab:
a. menyusun dan menyampaikan Laporan Debitur kepada Bank
Indonesia;
b. melakukan verifikasi, keabsahan,
Debitur yang
Indonesia;
dan kelengkapan Laporan
terkini sebelum disampaikan kepada Bank
c. mengajukan permohonan dan menerima Informasi Debitur dari
Bank Indonesia.
2. Bank Pelapor selanjutnya memberitahukan secara tertulis:
a. nama, nomor telepon, nomor facsimile, dan alamat e-mail petugas
dan atau penanggungjawab Laporan Debitur;
b. nama, nomor telepon, nomor facsimile, dan alamat e-mail petugas
dan atau penanggungjawab
menerima Informasi Debitur;
yang
berwenang meminta dan
kepada Bank Indonesia up Direktorat Perizinan dan Informasi
Perbankan (DPIP) c.q. Bagian Data Perbankan Jl. MH. Thamrin
No.2
Indonesia setempat bagi Bank Pelapor yang berkedudukan di luar
wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia.
3. Setiap petugas dan penanggungjawab yang telah diberi wewenang
tersebut wajib menjaga dan bertanggung jawab atas kerahasiaan
password dan user-id.
Jakarta 10110, dengan tembusan kepada Kantor Bank
VI. FORMAT …
VI. FORMAT LAPORAN DAN TATA CARA PELAPORAN
Format laporan, tata cara pengisian, dan penyusunan Laporan Debitur
berpedoman pada Pedoman Penyusunan Laporan Debitur bagi Bank
Umum yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran
ini.
VII. PERIODE PENYAMPAIAN LAPORAN DAN KOREKSI LAPORAN
DEBITUR
1. Bank Pelapor wajib menyampaikan Laporan Debitur setiap bulan
kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya tanggal 12 (dua belas)
setelah berakhirnya bulan Laporan Debitur yang bersangkutan.
2. Dalam hal Bank Pelapor belum atau tidak memiliki Debitur dan atau
tidak memberikan fasilitas penyediaan dana, Bank menyampaikan
laporan dengan menggunakan Form 05 - Data Kontrol LBU.
3. Sesuai Pasal 6 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/8/PBI/2005
tanggal 24 Januari 2005 tentang Sistem Informasi Debitur, Bank
Pelapor wajib melakukan koreksi atas Laporan Debitur yang tidak
memenuhi ketentuan, baik yang ditemukan oleh Bank Pelapor sendiri
maupun yang ditemukan oleh Bank Indonesia. Dalam hal terdapat
perbedaan antara Bank Indonesia dan Bank Pelapor berkaitan dengan
penyampaian Laporan Debitur, maka yang diberlakukan adalah yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
4. Koreksi atas Laporan Debitur yang tidak memenuhi ketentuan dan
ditemukan oleh Bank Pelapor sendiri wajib disampaikan kepada
Bank Indonesia paling lambat tanggal 12 (dua belas) setelah
berakhirnya bulan Laporan Debitur yang bersangkutan.
VIII. PROSEDUR …
VIII. PROSEDUR PENYAMPAIAN LAPORAN DEBITUR DAN KOREKSI
ATAS LAPORAN DEBITUR
1. Bank Pelapor wajib menyampaikan Laporan Debitur dan atau
koreksi atas Laporan Debitur kepada Bank Indonesia secara on line.
Penyampaian secara on line dilakukan dengan cara mengirim atau
mentransfer rekaman data Laporan Debitur atau koreksi atas Laporan
Debitur secara langsung melalui fasilitas komunikasi/jaringan
ekstranet atau saluran komunikasi lain yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia.
2. Penyampaian Laporan Debitur dan atau koreksi atas Laporan Debitur
dapat dilakukan secara off line dengan menggunakan media
perekaman seperti disket atau compact disc, dalam hal:
a. Bank Pelapor berkedudukan di daerah yang belum tersedia
fasilitas telekomunikasi atau yang mengalami keadaan memaksa
(force majeure) seperti kebakaran, kerusuhan massa, perang,
sabotase, serta bencana alam seperti banjir dan gempa bumi;
b. Kantor Bank Pelapor baru dibuka atau baru memulai kegiatan
operasional, dengan batas waktu paling lama 2 (dua) bulan
setelah melakukan kegiatan operasional; atau
c. Bank Pelapor mengalami gangguan teknis dalam menyampaikan
Laporan Debitur dan atau koreksi atas Laporan Debitur, seperti
gangguan jaringan telekomunikasi atau pemadaman aliran listrik
yang berkepanjangan yang harus disertai keterangan tertulis dari
pejabat Bank Pelapor.
3. Bank Pelapor dinyatakan telah menyampaikan Laporan Debitur dan
atau koreksi atas Laporan Debitur pada tanggal diterimanya Laporan
Debitur dan atau koreksi atas Laporan Debitur oleh Bank Indonesia.
a. Penyampaian …
a. Penyampaian secara on line
Apabila Laporan Debitur dan atau koreksi atas Laporan Debitur
disampaikan secara on line, maka Bank Pelapor akan menerima
tanda bukti penyampaian dan pengkinian Laporan Debitur dan
atau koreksi atas Laporan Debitur yang tercetak secara otomatis
pada komputer Bank Pelapor setelah Bank Pelapor selesai
menyampaikan dan mengkinikan Laporan Debitur dan atau
koreksi atas Laporan Debitur.
b. Penyampaian secara off line
Untuk Laporan Debitur dan atau koreksi atas Laporan Debitur
yang disampaikan secara off line, maka Bank Pelapor akan
menerima tanda bukti penerimaan Laporan Debitur dan atau
koreksi atas Laporan Debitur dari Bank Indonesia apabila Bank
Pelapor menyampaikan secara langsung, atau tanda bukti
penerimaan/cap pos apabila disampaikan melalui pos, khusus
bagi Bank Pelapor yang berada di luar wilayah kedudukan Kantor
Bank Indonesia.
IX. SANKSI
Tata cara pengenaan sanksi kewajiban membayar terhadap Bank Pelapor:
1. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kepada Bank Pelapor
mengenai pelanggaran yang dilakukan oleh Bank Pelapor dan sanksi
yang dikenakan.
2. Pengenaan sanksi kewajiban membayar dilakukan dengan mendebet
rekening giro Bank Pelapor di Bank Indonesia.
X. ALAMAT …
X. ALAMAT PENYAMPAIAN LAPORAN DAN KOREKSI LAPORAN
DEBITUR SECARA OFF LINE
1.
Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan (DPIP) c.q. Bagian
Data Perbankan, Jl. MH. Thamrin No.2 Jakarta 10110, bagi Bank
Pelapor yang berkedudukan di wilayah kerja kantor pusat Bank
Indonesia; atau
2. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank
Pelapor yang
berkedudukan di luar wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia.
XI. PENYAMPAIAN PERTANYAAN
1. Pertanyaan yang berkaitan dengan Laporan dan Informasi Debitur
disampaikan kepada Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan
(DPIP) c.q. Bagian Data Perbankan, Jl. MH. Thamrin No.2 Jakarta
10110 dan atau melalui e-mail sid@bi.go.id.
2. Pertanyaan yang berkaitan dengan aplikasi dan otomasi Sistem
Informasi Debitur disampaikan kepada Help Desk Bank Indonesia
melalui e-mail: hdbi@bi.go.id dan atau telepon 021-3818000.
XII. PENUTUP
Kewajiban penyampaian Laporan Debitur untuk posisi data bulan Maret
sampai dengan bulan Mei 2005, dilakukan secara bersamaan (paralel)
antara penyampaian Laporan Debitur sebagaimana diatur dalam Peraturan
Bank Indonesia Nomor 1/7/PBI/1999 tanggal 20 September 1999 dan
penyampaian Laporan Debitur sebagaimana yang diatur dalam Peraturan
Bank Indonesia Nomor 7/8/PBI/2005 tanggal 24 Januari 2005 yang
dilakukan melalui Web Aplikasi.
Surat …
Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 31 Maret 2005.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
MAMAN H. SOMANTRI
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 7/9/DPNP|SE-BI/2005 </reg_id>
<reg_title> Sistem Informasi Debitur </reg_title>
<set_date> 31 Maret 2005 </set_date>
<effective_date> 31 Maret 2005 </effective_date>
<related_reg> '7/8/PBI/2005' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi IX' </penalty_list>
|
No. 7/18/DPM
NoAAve
Jakarta, 1 Juni 2005
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM
Perihal :
Perubahan Keempat Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
6/17/DPM Tanggal 6 April 2004 perihal Transaksi Perdagangan
Sertifikat Bank Indonesia Secara Repurchase Agreement (Repo)
Dengan Bank Indonesia Di Pasar Sekunder.
Dalam rangka penyesuaian jumlah kepemilikan SBI milik Bank yang dapat
direpokan ke Bank Indonesia dan tingkat diskonto SBI Repo yang berlaku maka
Surat Edaran Bank Indonesia No.6/17/DPM tanggal 6 April 2004 tentang Transaksi
Perdagangan Sertifikat Bank Indonesia Secara Repurchase Agreement (Repo)
Dengan Bank Indonesia di Pasar Sekunder, sebagaimana telah diubah beberapa kali
terakhir dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/12/DPM tanggal 8 April
2005, yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Peraturan Bank Indonesia
Nomor 4/9/PBI/2002 tanggal 18 November 2002 tentang Operasi Pasar Terbuka
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 126, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4243), sebagaimana telah diubah
beberapa kali terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/33/PBI/2004
tanggal 31 Desember 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4463),
Peraturan Bank Indonesia Nomor 4/10/PBI/2002 tanggal 18 November 2002
tentang Sertifikat Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2002 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4244),
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/5/PBI/2004
tanggal …
2
tanggal 16 Februari 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4366) dan
Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/2/PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004 tentang
Bank Indonesia – Scripless Securities Settlement System (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4363), perlu dilakukan perubahan sebagai berikut:
1. Ketentuan angka II.2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
2. Jumlah SBI milik Bank yang dapat dijual secara Repo kepada Bank
Indonesia paling banyak 25% (dua puluh lima per seratus) dari jumlah
kepemilikan SBI yang tercatat pada rekening perdagangan di sarana BI-
SSSS pada 1 (satu) hari kerja sebelum pengajuan SBI Repo.
2. Ketentuan angka II.4 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
4. Tingkat diskonto SBI Repo ditetapkan sebesar nilai tertinggi dari:
a. rata-rata tertimbang suku bunga PUAB sesi pagi jangka waktu 1 (satu)
hari pada tanggal pengajuan transaksi SBI Repo ditambah 200 (dua ratus)
basis points; atau
b. rata-rata tertimbang tingkat diskonto SBI jangka waktu 1 (satu) bulan
pada lelang terakhir ditambah 200 (dua ratus) basis points.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 1 Juni 2005.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran
ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
BUDI MULYA
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 7/18/DPM|SE-BI/2005 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Keempat Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/17/DPM Tanggal 6 April 2004 perihal Transaksi Perdagangan Sertifikat Bank Indonesia Secara Repurchase Agreement (Repo) Dengan Bank Indonesia Di Pasar Sekunder. </reg_title>
<set_date> 1 Juni 2005 </set_date>
<effective_date> 1 Juni 2005 </effective_date>
<changed_reg> '6/17/DPM|SE-BI/2004' </changed_reg>
<extension_of> '7/12/DPM|SE-BI/2005' </extension_of>
<related_reg> '6/33/PBI/2004', '6/17/DPM|SE-BI/2004', '6/2/PBI/2004', '6/5/PBI/2004', '4/10/PBI/2002', '7/12/DPM|SE-BI/2005', '4/9/PBI/2002' </related_reg>
|
No.12/ 12 /DPD
Jakarta, 8 April 2010
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM DAN BANK UMUM SYARIAH
DI INDONESIA
Perihal : Transaksi Repurchase Agreement Chinese Yuan terhadap Surat
Berharga Rupiah Bank kepada Bank Indonesia
Sehubungan dengan ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
12/6/PBI/2010 tanggal 7 April 2010 tentang Transaksi Repurchase Agreement
Chinese Yuan terhadap Surat Berharga Rupiah Bank kepada Bank Indonesia
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 61, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5127), perlu ditetapkan peraturan pelaksanaan
Transaksi Repurchase Agreement Chinese Yuan terhadap Surat Berharga Rupiah
Bank kepada Bank Indonesia dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia dengan
pokok-pokok ketentuan sebagai berikut:
I. PENGAJUAN RENCANA KEBUTUHAN CNY DAN TRANSAKSI
CNY/IDR REPO BANK KEPADA BANK INDONESIA
1. Pengajuan rencana kebutuhan CNY Bank kepada Bank Indonesia dilakukan
melalui Reuters Monitoring Dealing System (RMDS) dan ditujukan kepada
Biro Manajemen Devisa dan Nilai Tukar Bank Indonesia (Biro MDNT), pada
setiap hari Rabu pukul 09.00 WIB sampai dengan 11.00 WIB, dengan
dealing code BIJA.
2. Rencana kebutuhan CNY didasarkan pada kebutuhan nasabah yang memiliki
mitra perdagangan perusahaan China yang pada saat transaksi termasuk
dalam The List of Pilot Enterprises, yaitu daftar perusahaan di China yang
memiliki ijin dari Otoritas China untuk melakukan cross-border Renminbi
trade …
2
trade settlement, sebagaimana pada Lampiran 1 Surat Edaran ini yang
merupakan satu kesatuan dan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini.
3. Bank Indonesia mengumumkan:
a. Repo Rate dan Tenor transaksi CNY/IDR Repo paling lambat pukul
12.00 WIB pada 5 (lima) Hari Kerja setelah hari pengajuan rencana
kebutuhan CNY Bank melalui Reuters atau sarana komunikasi lainnya
apabila Reuters mengalami gangguan;
b. harga Surat Berharga dan Haircut, yang dapat dilihat pada BI-SSSS;
c. kurs CNY/IDR, yang dapat dilihat pada Reuters page BIXY.
4. Bank harus melakukan konfirmasi kepada Bank Indonesia terkait dengan
transaksi pengajuan CNY/IDR Repo kepada Bank Indonesia pada saat
Window Time Transaksi CNY/IDR Repo melalui RMDS, dengan materi
antara lain:
a. nilai total nominal Surat Berharga;
b. identitas masing-masing Surat Berharga;
c. nominal masing-masing Surat Berharga;
d. sisa jangka waktu Surat Berharga; dan
e. kesanggupan untuk menyampaikan surat permohonan pledge Surat
Berharga dan surat kuasa kepada BI.
5. Bank menyampaikan surat permohonan pledge dan surat kuasa sebagaimana
contoh pada Lampiran 2 dan Lampiran 3 paling lambat 1 (satu) hari kerja
Jakarta setelah Window Time Transaksi CNY/IDR Repo pukul 12.00 WIB.
6. Surat permohonan pledge dan surat kuasa disampaikan kepada Bank
Indonesia yang dialamatkan kepada:
Direktorat Pengelolaan Devisa - Bagian Penyelesaian Transaksi Devisa
Bank Indonesia
Gedung Sjafruddin Prawiranegara Lt.7
Jl. MH. Thamrin No.2
Jakarta Pusat
7. Bank …
3
7. Bank melakukan pledge Surat Berharga paling lambat 1 (satu) hari kerja
Jakarta sebelum Tanggal Valuta dan akan berlaku efektif pada Tanggal
Valuta.
8. Jangka waktu pledge atas Surat Berharga sesuai dengan Tenor CNY/IDR
Repo ditambah 6 (enam) hari kerja Jakarta.
II. PERHITUNGAN NILAI SURAT BERHARGA
Perhitungan Nilai Surat Berharga yang diserahkan oleh Bank dan Nilai
Pembelian Kembali
1. Nilai Surat Berharga yang diserahkan Bank pada Tanggal Valuta CNY/IDR
Repo (first leg) dihitung sebagai berikut:
D IDR = D CNY× K Transaksi J CNY/IDR B Indonesia
ana
ana
Nilai Surat Berharga =
urs
ual
Dana IDR x 100
Harga Surat Berharga + Accrued Interest - Haircut
Accrued Interest =
Jumlah hari accrued interest
Jumlah hari dalam 1 tahun
x Kupon x 100
Jumlah hari accrued interest dan jumlah hari dalam 1 (satu) tahun dihitung
berdasarkan day count conventions yang berlaku untuk Surat Berharga yang
di-repo-kan. Day count conventions antara lain ACT/ACT, ACT/360,
ACT/365, dan 30/360.
2. Nilai Pembelian Kembali pada Tanggal Jatuh Tempo CNY/IDR Repo
(second leg) dihitung sebagai berikut:
Nilai Pembelian Kembali = Dana CNY pada Tanggal Valuta CNY/IDR Repo +
(Dana CNY pada Tanggal Valuta CNY/IDR Repo x Repo Rate x act/360)
a. Nilai nominal Repo Rate
Nilai nominal Repo Rate = dana CNY pada tanggal valuta x (jumlah hari
repo/360) x (Repo Rate)
ank
b. Nilai …
4
b. Nilai pembelian kembali
Nilai pembelian kembali = Dana CNY pada tanggal valuta + Nilai nominal
Repo Rate
3. Haircut Surat Berharga mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai transaksi repurchase agreement Bank dengan Bank
Indonesia dalam denominasi rupiah.
4. Dalam hal terjadi perbedaan perhitungan pada angka 1 antara Bank dengan
Bank Indonesia, yang digunakan adalah hasil perhitungan Bank Indonesia.
5. Dalam hal pada Tanggal Valuta terjadi kekurangan nilai Surat Berharga yang
di-pledge oleh Bank , Bank harus menambah kekurangan dimaksud.
III. PENYELESAIAN TRANSAKSI CNY/IDR REPO
A. PENYELESAIAN TRANSAKSI PADA FIRST LEG
1. Bank wajib melakukan pledge Surat Berharga 1 (satu) Hari Kerja sebelum
Tanggal Valuta.
2. Bank yang melakukan transaksi CNY/IDR Repo harus mengkonfirmasikan
pengiriman instruksi penyelesaian pada BI-SSSS melalui telepon atau e-mail
kepada Bank Indonesia c.q. Direktorat Pengelolaan Devisa - Bagian
Penyelesaian Transaksi Devisa.
3. Kupon Surat Berharga yang di-repo-kan dalam transaksi CNY/IDR Repo
merupakan hak Bank yang melakukan transaksi CNY/IDR Repo.
4. Dalam hal terdapat pembayaran kupon atas Surat Berharga Bank yang di-
repo-kan ke Bank Indonesia, maka Bank Indonesia akan melakukan
pengkreditan rekening giro rupiah Bank di Bank Indonesia.
B. PENYELESAIAN TRANSAKSI PADA SECOND LEG
1. Bank wajib menyelesaikan transaksi CNY/IDR Repo dengan membeli
kembali Surat Berharga sebesar Nilai Pembelian Kembali pada Tanggal Jatuh
Tempo.
2. Atas …
5
2. Atas pembelian kembali Surat Berharga sebagaimana dimaksud pada angka 1,
Bank wajib mengirimkan dana CNY sebesar Nilai Pembelian Kembali ke
rekening Bank Indonesia di People’s Bank of China.
3. Bank wajib menyampaikan konfirmasi kepada Bank Indonesia c.q. Direktorat
Pengelolaan Devisa – Bagian Penyelesaian Transaksi Devisa mengenai
pengiriman dana CNY ke rekening Bank Indonesia di People’s Bank of China.
4. Konfirmasi sebagaimana dimaksud pada angka 3 disampaikan paling lambat 2
(dua) Hari Kerja sebelum Tanggal Jatuh Tempo.
5. Bank Indonesia akan melepaskan (release) pledge Surat Berharga kepada
Bank yang bersangkutan paling lambat 1 (satu) hari kerja Jakarta setelah dana
CNY diterima di rekening Bank Indonesia pada People’s Bank of China.
IV. PENYELESAIAN TRANSAKSI CNY/IDR REPO DALAM KONDISI
KHUSUS
A. BANK TIDAK MELAKUKAN PENYERAHAN SURAT BERHARGA
PADA FIRST LEG
Bank yang tidak melakukan pledge Surat Berharga pada Tanggal Valuta,
wajib mengembalikan dana CNY ke rekening CNY Bank Indonesia di
People’s Bank of China paling lambat 3 (tiga) Hari Kerja setelah Tanggal
Valuta.
B. BANK TIDAK MENYERAHKAN DANA CNY PADA SECOND LEG
1. Dalam hal Bank tidak dapat memenuhi kewajiban pengiriman Dana CNY
pada Tanggal Jatuh Tempo (second leg), Bank Indonesia melakukan penjualan
dan/atau early redemption Surat Berharga pada 3 (tiga) hari kerja Jakarta
setelah Tanggal Jatuh Tempo.
2. Harga transaksi penjualan Surat Berharga Bank oleh Bank Indonesia adalah
harga yang berlaku di pasar.
3. Dalam hal hasil penjualan dan/atau early redemption Surat Berharga Bank
tidak mencukupi Nilai Pembelian Kembali dan kewajiban lainnya, Bank
Indonesia …
6
Indonesia membebankan kekurangan pembayaran tersebut pada rekening giro
valuta asing Bank yang bersangkutan di Bank Indonesia.
Kewajiban
a. Kewajiban Membayar
Use of fund dikenakan biaya sebesar Repo Rate + 200 bps
Use of fund =
Nilai pembelian
kembali
x (Repo Rate + 200bps) x
b. Total Kewajiban
Total kewajiban = Nilai pembelian kembali + Use of fund
Harga Pasar SSB
Harga pasar SSB = Nominal SSB yang di-repo-kan x
Harga pasar SSB dalam CNY =
Jumlah hari
360
Dirty price
100
Harga pasar Surat Berharga
Kurs transaksi jual CNY/IDR Bank
Indonesia
4. Dalam hal nilai pembebanan rekening giro valuta asing Bank di Bank
Indonesia sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak mencukupi, Bank
Indonesia membebankan kekurangan pembayaran tersebut pada rekening giro
rupiah Bank yang bersangkutan di Bank Indonesia.
5. Dalam hal hasil penjualan atau early redemption Surat Berharga sebagaimana
dimaksud pada angka 1 melebihi kewajiban membayar yang telah disepakati
dalam CNY/IDR Repo dan kewajiban Bank lainnya, selisih lebih tersebut
akan dikembalikan kepada Bank melalui rekening giro rupiah Bank yang
bersangkutan di Bank Indonesia.
Karena total kewajiban lebih rendah dari harga pasar SSB dalam CNY maka
dihitung jumlah rupiah yang dibutuhkan untuk membeli CNY dengan
perhitungan sebagai berikut:
Total kewajiban (rupiah) = Total Kewajiban x Kurs CNY/IDR
Kelebihan hasil penjualan SSB sesuai perhitungan akan dikembalikan kepada
Bank.
C. BANK …
7
C. BANK MENGALAMI PENURUNAN PK DAN/ATAU DITEMUKAN
PELANGGARAN ATAS PBI CNY/IDR REPO
1. Early termination terhadap kontrak CNY/IDR Repo dilakukan apabila Bank
yang bersangkutan dalam periode transaksi CNY/IDR Repo mengalami
penurunan PK menjadi di bawah persyaratan paling rendah PK-3 dan/atau
ditemukan pelanggaran atas PBI Transaksi CNY/IDR Repo Bank kepada
Bank Indonesia antara lain:
a. Ketidaksesuaian underlying; atau
b. Mitra dagang nasabah Bank di luar The List of Pilot Enterprises.
2. Dalam hal terjadi early termination, Bank wajib menyelesaikan transaksi
CNY/IDR Repo dengan melakukan pembelian kembali Surat Berharga.
3. Bank Indonesia akan menyampaikan surat kepada Bank yang berisi
pemberitahuan pemberlakuan early termination, tanggal penyetoran dan
jumlah Nilai Pembelian Kembali yang wajib dibayar oleh Bank.
4. Dalam hal Bank tidak dapat memenuhi kewajiban pembelian kembali Surat
Berharga sebesar Nilai Pembelian Kembali pada tanggal sebagaimana
dimaksud pada angka 3, maka akan berlaku mekanisme pelunasan CNY/IDR
Repo sebagaimana diatur dalam huruf B.
V. SANKSI
1. Dalam hal Bank tidak melakukan pledge pada 1 (satu) Hari Kerja sebelum
Tanggal Valuta (first leg) dan dana CNY belum diterima maka Bank
dikenakan sanksi berupa teguran tertulis.
2. Dalam hal Bank tidak melakukan pledge pada 1 (satu) Hari Kerja sebelum
Tanggal Valuta (first leg) dan dana CNY sudah diterima maka Bank
dikenakan sanksi berupa
a. teguran tertulis; dan
b. kewajiban membayar dengan perhitungan sebagai berikut:
Sanksi
kewajiban
membayar
Nilai
=
transaksi
x (Repo Rate + 200 bps) x
Jumlah hari
360
Perhitungan …
8
Perhitungan hari dalam pengenaan sanksi menggunakan hari kalender dimulai
sejak Tanggal Valuta sampai tanggal pengembalian (tidak termasuk tanggal
pengembalian).
3. Dalam hal pada Tanggal Jatuh Tempo (second leg) Bank tidak mengirimkan
dana CNY sebesar Nilai Pembelian Kembali ke rekening Bank Indonesia pada
Bank Koresponden yang ditunjuk oleh Bank Indonesia, Bank dikenakan
sanksi kewajiban membayar dengan perhitungan sebagai berikut:
Sanksi
Nilai
kewajiban
membayar
=
pembelian
kembali
x (Repo Rate + 200 bps) x
Jumlah hari
360
Perhitungan hari dalam pengenaan sanksi menggunakan hari kalender dimulai
sejak Tanggal Jatuh Tempo sampai tanggal pelunasan (tidak termasuk tanggal
pelunasan).
VI. CONTOH …
9
VI. CONTOH PERHITUNGAN TERKAIT TRANSAKSI CNY/IDR REPO
Untuk contoh perhitungan terkait transaksi CNY/IDR Repo, yaitu :
1. perhitungan nilai Surat Berharga, sebagaimana dimaksud pada butir II.A.1 dan
butir II.A.2;
2. perhitungan kewajiban membayar, sebagaimana dimaksud pada butir IV.B.3,
butir IV.B.4, dan butir IV.B.5;
3. perhitungan sanksi sebagaimana dimaksud pada butir V;
tercantum dalam Lampiran 4 yang merupakan satu kesatuan dan bagian tidak
terpisahkan dari Surat Edaran ini.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 8 April 2010.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran
ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
BUDI MULYA
DEPUTI GUBERNUR
Lampiran 1
Surat Edaran Bank Indonesia No.12/12/DPD tanggal 8 April 2010
1
List of Pilot Enterprises Participating in RMB Cross-border Trade Settlement
Name Of Company
City
1 Guangdong Commercial Trading Import And Export Corporation
2 Guangdong Silique International Group Maufar Corp.,Ltd.
3 Guangdong Silique International Group Wintex Corp.Ltd
4 Guangdong Silique International Group Garment Co.,Ltd.
5 Guangdong Light Industrial Products Imp And Exp Holdings Corp.
6 Guangdong Foreign Trade Imp.And Exp. Corp.
7 Guangdong Foodstuffs Import & Export (Group) Corparation
8 Guangdong Native Produce I/E Corp. (Group).Ltd
9 China National Nonferrous Metals Imp.& Exp. Guangdong Corp.
10 Guanddong Stationary And Sporting Goods Imp And Exp Corp.
11 Guangzhou Henghao Chemical Science Co.Ltd.
12 Ho Yu Shoe Material Ltd
13 Gise Kam Kwan International Trade Ltd.
14 Guangzhou Flashlight Industrial Corporation
15 Guangzhou Automobile Trading Co Ltd
16 Htc Trade Co Ltd
17 Guangzhou Pearl River Piano Group Co., Ltd
18 Guangzhou Shunlung Industrial Corp.
19 Guangzhou Shun Lung Industrial Corp.
20 Guangzhou Lun Rigid New Material Corporation
23 Pan-Asia Pet Resin(Guangzhou)Co.,Ltd.
24 Guangdong Silkgroup Fortune Co.,Ltd.
25 Guangzhou Nypro Molding Plastics Products Co.,Ltd.
26 Telegoal (Guangzhou) Garment Company Limited
27 Guang Zhou Panyu Massway Stationnery & Gift Box Co.,Ltd.
28 Exquisite Knitters (Guangzhou) Ltd.
29 Guangzhou Huabao Glass Co.,Ltd
30 Guangzhou City Pan Yu Chun Fung Footwear Company Limited
31 Grg Banking Equipment Co.,Ltd.
32
Guangzhou Economic And Technical Development District
Construction Import And Export Co. Ltd
33 Golden Ware Enterprise Limited
34 Guangdong Guangxin Trade Development Co.,Ltd
35 Guangzhou Evervan Footwear Co.,Ltd.
Guang Zhou
Guang Zhou
Guang Zhou
Guang Zhou
Guang Zhou
Guang Zhou
Guang Zhou
Guang Zhou
Guang Zhou
Guang Zhou
Guang Zhou
Guang Zhou
Guang Zhou
Guang Zhou
Guang Zhou
Guang Zhou
Guang Zhou
Guang Zhou
Guang Zhou
Guang Zhou
21 Guangzhou Elec&Eltek Megenetic Integrated Connetors First Co.,Ltd Guang Zhou
22 W & G Biaxial Materials Technology Corporation
Guang Zhou
Guang Zhou
Guang Zhou
Guang Zhou
Guang Zhou
Guang Zhou
Guang Zhou
Guang Zhou
Guang Zhou
Guang Zhou
Guang Zhou
Guang Zhou
Guang Zhou
Guang Zhou
36 Guangzhou Sunmile…
Lampiran 1
Surat Edaran Bank Indonesia No.12/12/DPD tanggal 8 April 2010
2
36 Guangzhou Sunmile Industries Co Ltd
37 Guangzhou Trademaster & Creation Ltd.
38 Hedy Holding Co.,Ltd
39 Guangdong Silk I/E Corp.(Group).Ltd
40 Guangzhou Grace Electron Corporation
41 Epoxy Base Electronic Material Co.,Ltd.
42 Guangzhou Panyu Southern Star Co. Ltd.
43 Guangzhou Huasheng Paints And Pigments Co., Ltd
44 Guangzhou Shipyard International Co. Ltd.
45 China National Aero-Technology Guangzhou Co.,Ltd
46 Eleceltek (Guangzhou ) Electronics Co.,Ltd
47 Lg Chemical (Guangzhou) Engineering Plastics Co.,Ltd.
48 Guangzhou Zhujiang Steel Co Ltd
49 Guangzhou Tws Electronics Limited
50 Pan Overseas (Guangzhou) Electronic Co.,Ltd
51 Guangzhou Malting Company Ltd
52 Guangzhou Yiguan Leather Products Co.,Ltd
53 Wells Electronic Material(Guangzhou)Co.,Ltd.
54 Guangzhou Starlite Environmental Friendly Center Limited
55 Guangzhou Jianyuan Material Trade And Logistics Co.Ltd
56 Kingfa Sci.& Tech.Co.,Ltd
57 Guangdong Petro_Trade Development Corporation.
58 Tai-I Jiang Corp (Guangzhou) Co., Ltd
59 Tai-I Copper (Guangzhou) Co., Ltd
60 Huntsman Advanced Materials (Guangdong) Company Limited
61 Huntsman Textile Effects (China) Co.,Ltd.
62 Guangzhou Power Construct Trade Co. Ltd.
63 Panyu Metals And Minerals Imp And Exp Corp
64 Guangzhou Zhujiang Lianggua Footwear Co.,Ltd
65 High Sun Electrical Industrial Co., Ltd.
66 Ggec Thchnology Limited
67 Guoguang Electric Company Limited
68 First Audio Manufacturing Co.,Ltd.
69 Guangzhou Tiger Head Battery Group Co.,Ltd
70 Guangzhou Nansha Santis Substrates Ltd
71 Panyu Juda Car Audio Equipment Co.,Ltd
72 Guangzhou Kwangfeng Industrial Co.,Ltd.
73 Guangzhou Couger Metal Material Ltd.
74 Guangzhou Kam Hing Textile Dyeing Co Ltd
Guang Zhou
Guang Zhou
Guang Zhou
Guang Zhou
Guang Zhou
Guang Zhou
Guang Zhou
Guang Zhou
Guang Zhou
Guang Zhou
Guang Zhou
Guang Zhou
Guang Zhou
Guang Zhou
Guang Zhou
Guang Zhou
Guang Zhou
Guang Zhou
Guang Zhou
Guang Zhou
Guang Zhou
Guang Zhou
Guang Zhou
Guang Zhou
Guang Zhou
Guang Zhou
Guang Zhou
Guang Zhou
Guang Zhou
Guang Zhou
Guang Zhou
Guang Zhou
Guang Zhou
Guang Zhou
Guang Zhou
Guang Zhou
Guang Zhou
Guang Zhou
Guang Zhou
75 Bogart …
Lampiran 1
Surat Edaran Bank Indonesia No.12/12/DPD tanggal 8 April 2010
3
75 Bogart Lingerie (Guangzhou) Limited
76 Guangzhou Panyu Pegasus Footwear Co.,Ltd.
77 Guang Zhou Chuang De Shoes Co.,Limited
78 Guangzhou Chuangyu Garment Co.,Ltd
79 Guangzhou City Panyu Ever Rich Knitting Garment Co.,Ltd.
80 Guangzhou Xingxiangweiye Development Co.,Ltd
81 Guangzhou Pule Packaging Container Co.,Ltd
82 Guangzhou Younibao Trade Co.,Ltd
83 Guangzhou Runtian Import And Export Co Ltd
84 Df Import & Export Corp.,Ltd
85 Tency Enterprise Ltd.
86 Sabic Innovative Plastics Co.,Ltd (China)
87 Guangzhou Textile Industry Union Import Export Corporation
88 Guangzhou Light Holdings Limited
89 Gree Electric Appliances, Inc. Of Zhuhai
90 Zhuhai Unicizers Industrial Co.,Ltd.
91 Philips Dap Company Ltd Zhuhai S.E.Z
92 New Ocean Energy Holdings Limited
93 Zhuhai Hansen Technology Co.,Ltd.
94 China Electronics Zhuhai Co.,Ltd.
95 Zhuhai Yueyufeng Iron And Steel Co Ltd
96 Elec-Tech International Co.,Ltd.
97 Zhuhai Wonderful Electric Power Goods And Materdals Co.Ltd.
98 Yuhua Polyester Co.,Ltd Of Zhuhai
99 Zhuhai Founder Technology Multi-Layer Pcb Co.,Ltd.
100 Eastcom Peace Smart Card Co.,Ltd.
101 Intelligent Components Technology Zhuhai Ltd
102 V.S. Technology Industry Park(Zhuhai) Co.,Ltd
103 Zhuhai Chi Cheng Technology Co.,Ltd
104 Zhuhai Shi You Chemical Co.,Ltd
105 Zhuhai S.E.Z. Hongta Renheng Paper Co.,Ltd
106 Print-Rite. Unicorn Iwage Products Co.,Ltd Of Zhuhai
107 Jin Pin Electrical Co., Ltd Zhuhai S.E.Z.
108 Zhuhai Qinfa Trading Co.,Ltd
109 Taltex(Zhuhai) Ltd
110 Teck Soon Hong (Zhuhai) Flavours And Fragrances Ltd
111 Zhuhai Yinghao Electronic Technology Co Ltd
112 Zhuhai Sunland Trading Co.,Ltd.
113 Guangdong Ronsen Super Micro-Wire Co.,Ltd
Guang Zhou
Guang Zhou
Guang Zhou
Guang Zhou
Guang Zhou
Guang Zhou
Guang Zhou
Guang Zhou
Guang Zhou
Guang Zhou
Guang Zhou
Guang Zhou
Guang Zhou
Guang Zhou
Zhu Hai
Zhu Hai
Zhu Hai
Zhu Hai
Zhu Hai
Zhu Hai
Zhu Hai
Zhu Hai
Zhu Hai
Zhu Hai
Zhu Hai
Zhu Hai
Zhu Hai
Zhu Hai
Zhu Hai
Zhu Hai
Zhu Hai
Zhu Hai
Zhu Hai
Zhu Hai
Zhu Hai
Zhu Hai
Zhu Hai
Zhu Hai
Zhu Hai
114 Apollo …
Lampiran 1
Surat Edaran Bank Indonesia No.12/12/DPD tanggal 8 April 2010
4
114 Apollo Zhuhai Electronics Co.,Ltd
115 Zhuhai Lewaunion Woollen Mills Limited
116 Zhuhai Novel Spinning Knitting And Dyeing Co.,Ltd
117 Sing Hwa Garment Dlpt (Zhuhai) Ltd
118 Sunway Plastics And Electric(Zhuhai) Co.,Ltd
119 Kingtech (Zhuhai) Pcb Limited
120 Zhuhai Doree Electronic Co.,Ltd.
121 Zhuhai Lightex Woollen Mills Limited
122 Luen Fung (Zhuhai) Knitwear Ltd.
123 Zhuhai Lichen Medicine Co.,Ltd
124 Dai Cheong (Zhuhai) Concretepile Co.,Ltd
125 Zhuhai Golden Clothing Co.,Ltd
126 Guangdong Nam Kwong Industrial And Trading Corp.
127 Dongguan Fay Candle Co., Ltd
128 Dongguan Aall & Zyleman Baby Goods Ltd
129 Dongguan Datlywtn Watch Co., Ltd
130
Dongguan Supreme Plastic And Metal Manufacturing Company
Limited
131 Dongguan Nine Dragons Paper Industries Co.,Ltd.
132 Dongguan Texwinca Textile & Garment Ltd.
133 Dongguan Kingsun Optoelectronic Co.,Ltd.
134 Dongguan Xinya Electronic Technology Co.,Ltd
135 Dongguan Ming Hui Shoes And Garment Co.,Ltd
136 Dongguan Wisetex Knitwear Manufactoring Ltd
137 Dongguan Walltes Decorative Material Co.,Ltd.
138 Dongguan Piko Model Manufacturing Ltd.
139 Dongguan Win-Tech Plastic Materials Ltd
140 Iriver China Co Ltd
141 Guangdong Shengyi Sci. Tech Co., Ltd
142 Konica Minolta Business Technologies(Dongguan)Co Ltd
143 Dongguan Shung Chong Steel Products Co Ltd
144 Fugang Electronic (Dongguan) Co.,Ltd
145 Topship Chemical Co., Ltd
146 Foxlink Electronic (Dongguan) Co.,Ltd
147 Tatsin Furniture(Dongguan) Co.Ltd
148 Dongguan Island Printing Co,Ltd
149 Dongguan Taifu Electronic Co.,Ltd
150 Dongguan Senlin Textile Ltd
151 Guangdong Silver Age Sci And Tech. Co.,Ltd.
Zhu Hai
Zhu Hai
Zhu Hai
Zhu Hai
Zhu Hai
Zhu Hai
Zhu Hai
Zhu Hai
Zhu Hai
Zhu Hai
Zhu Hai
Zhu Hai
Zhu Hai
Dong Guan
Dong Guan
Dong Guan
Dong Guan
Dong Guan
Dong Guan
Dong Guan
Dong Guan
Dong Guan
Dong Guan
Dong Guan
Dong Guan
Dong Guan
Dong Guan
Dong Guan
Dong Guan
Dong Guan
Dong Guan
Dong Guan
Dong Guan
Dong Guan
Dong Guan
Dong Guan
Dong Guan
Dong Guan
152 Dongguan Nova…
Lampiran 1
Surat Edaran Bank Indonesia No.12/12/DPD tanggal 8 April 2010
5
152 Dongguan Nova Furniture Co.,Ltd
153 Dongguan Sheng He Chemicals Co., Ltd.
154 Dongguan Keystone Electric Wire And Cable Co.,Ltd
155 Dongguan Qifeng Foreign Trade Co.,Ltd
156 Dongguan Gloss Mind Apparel Co.,Ltd
157 Dongguan Maugee Industril. Ltd
158 Dongguan Jing Yi Knitted Garment Co.Ltd
159 Million Harvest Dongguan Co.Ltd
160 Dongguan Xinlong Varnished Wire Co., Ltd
161 Good Prosperity Furniture(Dongguan)Company Ltd
162 Dongguan City Xingye Industry Co.,Ltd.
163 Dongguan Universal Circuit Board Equipment Co.,Ltd
164 Dongguan Fortune Furniture Ltd
165 Dongguan Nan Sing Plastics Ltd.
166 Dongguan Aoyu Hardware And Plastic Co.,Ltd
167 Dongguan Yihui Trade Co.Ltd
168 The Wing Fat Printing(Dongguan)Co.Ltd
169 Silver Age Engineering Plastics (Dongguan) Co.,Ltd.
170 Dongguan Great Eastern Garment Limited
171 Dong Guan Wan Tai Rubber Co.,Ltd.
172 Dongguan Lingqiao Metaland Plastic Manufacturing Ltd
173 Dongguan Huasheng Audio Products Co.,Ltd.
174 Dongguan Aeon Tech Co.,Ltd.
175 Dongguan Land Dragon Paper Industries Co., Ltd
176 Dongguan Sea Dragon Paper Industries Co., Ltd
177 Best System (Dg) Limited
178 Dongguan Skywalk Sole Co.,Ltd
179 Dongguan Shingtak Shoes Company Ltd
180 Dongguan Ming Hoi Dyeing & Finishing Factory Co., Ltd.
181 Dongguan Janus Plastic Product Co Ltd
182 Dongguan Yongqiang Vehicles Manufacturing Co.,Ltd
183 Ricoh Elemex (Shenzhen) Co., Ltd.
184 Hung Hing Printing(China) Co., Ltd.
185 Shenzhen Vitasoy (Guangming) Foods And Beverage Co., Ltd
186 Shenzhen Globe Union Industrial Corp.
187 Haojia Electronic (Shenzhen) Ltd
188 Unimicron Technology (Shenzhen) Corp.
189 Z.China Paint Mist. Co.,(Shenzhen) Ltd
190 Shenzhen Jianyi Tower Electronic Co., Ltd
Dong Guan
Dong Guan
Dong Guan
Dong Guan
Dong Guan
Dong Guan
Dong Guan
Dong Guan
Dong Guan
Dong Guan
Dong Guan
Dong Guan
Dong Guan
Dong Guan
Dong Guan
Dong Guan
Dong Guan
Dong Guan
Dong Guan
Dong Guan
Dong Guan
Dong Guan
Dong Guan
Dong Guan
Dong Guan
Dong Guan
Dong Guan
Dong Guan
Dong Guan
Dong Guan
Dong Guan
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
191 Action…
Lampiran 1
Surat Edaran Bank Indonesia No.12/12/DPD tanggal 8 April 2010
6
191 Action Technology (Shenzhen) Co.,Ltd
192 Shenzhen Huili Electronic Co.,Ltd
193 China Associate (Group) Co., Ltd.
194 Zte Kangxun Telecom Co.,Ltd
195 Shenzhen China Silk Enterprise Limited
196 Shekou Lam Soon Flour Mills Co., Ltd
197 Zte Corporation
198 Shenzhen Mindray Bio-Medical&Electronics Co.,Ltd
199 Shenzhen Huali Packing & Trading Co., Ltd
200 Konka Group Co., Ltd
201 Ce Lighting Ltd.
202 Byd Precision Manufacture Co., Ltd
203 Shenzhen Huawei Communication Technology Co.,Ltd
204 Shenzhen Konka Communication Technology Co.,Ltd
205 Shenzhen Zhongjin Lingnan Nonfemet Co.,Ltd
206 China Electronics Shenzhen Company
207 Tianma Microelectronics Co., Ltd
208 Strongjet Technology Co., Ltd
209 Ykk Zipper (Shenzhen) Co., Ltd
210 Toshiba Tec Information Systems(Shen Zhen)Co.,Ltd
211 Ricoh Componenis Asia (Shenzhen) Co., Ltd
212 Timely Electronics (Shenzhen) Co., Ltd
213 Regina Miracle Intimate Apparel (Shenzhen) Co., Ltd
214 Simtai Optics (Shenzhen) Co., Ltd
215 Fuding Precision Components (Shenzhen) Co., Ltd
216 Sheng Longxing Electronics (Shenzhen) Co., Ltd
217 Merry Electronics (Shenzhen) Co., Ltd
218 Msi Computer (Shenzhen) Co., Ltd
219 Winner Industries (Shenzhen) Co.,Ltd.
220 Wei Chang Sing Electronics (Shenzhen) Co., Ltd
221 Apcb Electronics (Shen Zhen) Co., Ltd.
222 Shenzhen Yu Da Fu Electronic Co., Ltd
223 Sanmina-Sci Enclosure Systems (Shenzhen) Co., Ltd.
224 Chochuen Garment (Shenzhen) Co., Ltd
225 Shenzhen Baohing Electronic Wire&Cable Manufacture Co., Ltd
226 Nishoku Plastic Mold (Shenzhen)Co.,Ltd
227 Sharetronic Digital Electronic (Shenzhen) Co.,Ltd
228 Shenzhen Oriental Wanghe Industrial Co.,Ltd
229 Pantene Industrial Co., Ltd.
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
230 Gode…
Lampiran 1
Surat Edaran Bank Indonesia No.12/12/DPD tanggal 8 April 2010
7
230 Gode Electronics (Shenzhen) Co.,Ltd
231 Starlite Printers (Shenzhen)Co.,Ltd
232 Embry (China) Garments Limited
233 Shenzhen Yuanxing Fruit Co., Ltd
234 Shenzhen Bada Logistics Co., Ltd.
235 Cnbmit Co.,Ltd
236 Clad Garments (SHENZHEN)Co.Ltd
237 SHENZHEN Harson Shoes.Limited
238 Southseas Oils&Fats Industrial (Chiwan) Co.,Ltd
239 Skyworth Multimedia (Shenzhen) Co., Ltd
240 A-Max Technology (China) Ltd.
241 Huike Electronics (Shenzhen) Co. Ltd
242 Epson Engineering (Shenzhen) Ltd.
243 Leefung-Asco Printers Holdings Limited
244 Wynne Wood Toys Industrial (Shenzhen) Co., Ltd.
245 Shenzhen Wanhe Pharmaceutical Co., Ltd
246 Shenzhen Sangfei Consumer Communications Co,Ltd.
247 Shenzhen Seastar Technology Co.,Ltd
248 Shenzhen Zowee Technology Co.,Ltd
249 Shenzhen Chuangwei-RGB Electronics Co., Ltd.
250 Shenzhen Diguang Electronics Co., Ltd.
251 Shenzhen Coship Electronics Co.,Ltd.
252 Emerson Network Power Co., Ltd.
253 Shenzhen Yifang Digital Technologies Co.,Ltd
254 Measurement Specialties (China) Ltd
255
Shenzhen Southern Cimc Eastern Logistics Equipment Manufatore
Co., Ltd
256 Byd Company Ltd
257 Omron Electronic Components (Shenzhen) Ltd.
258 Shenzhen BAK Battery CO., LTD.
259 Join-One Electric(Shenzhen) Co.,Ltd
260 Huawei Technologies Co., Ltd
261 Monforts Fong's Textile Machinery(Shenzhen)Co.,Ltd
262 Shenzhen Ktc Computer Technology Co., Ltd
263 Cnb Technology Inc.
264 Mingle Metal (Shen Zhen) Co., Ltd
265 Shenzhen Excelstor Technology Ltd
266 Shenzhen Samsung Sdi Co., Ltd
267 Shenzhen Hi-Optel Technology Co., Ltd.
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
268 Shenzhen Aerospace…
Lampiran 1
Surat Edaran Bank Indonesia No.12/12/DPD tanggal 8 April 2010
8
268 Shenzhen Aerospace Guangyu Industry(Group)Corp.
269 Shenzhen Hongji Entertrises (Holdings) Ltd
270 Eternal Asia Supply Chain Management Ltd.
271 Shenzhen Prolto Supply Chain Management Co. Ltd.
272 Tianji Electronics (Shenzhen) Co.,Ltd
273 Shenzhen Longgang Foreign Economic Development Co.,Ltd.
274 Baoshan Iron&Steel Co.,Ltd.
275 Sinochem Shanghai Co.,Ltd
276 Siic Shanghai Int'l Trade(Group) Co.,Ltd.
277 Shanghai Silk Groub Co.,Ltd
278 Shanghai Foreign Trade Enterprises Co.,Ltd.
279 Shanghai Foreign Trade Enterprises Pudong Co.,Ltd.
280 Shanghai Flying Horse Imp.&Exp.Co.,Ltd.
281 Shanghai Metals & Minerals Imp&Exp Corp.
282 Ikea(China)Investment Co.,Ltd
283 Sassin International Electric Shanghai Co.,Ltd
284 Shanghai Baolong Sales Co.,Ltd.
285 Shanghai Electric Group Company Limited
286 Shanghai Zhenhua Heavy Industry Co.,Ltd.
287 Shanghai Urban Construction Group
288 China Building Material International Engineering Co.,Ltd.
289 Sinochem International Corporation
290 Shanghai Zhongze International Trade Co.,Ltd.
291 Shanghai Electric International Economic & Trade Co.,Ltd.
292 Shanghai Huanyu Import & Export Co.,Ltd.
293 Semiconductor Manufacturing International Corporation
294 Shanghai Bell Co.,Ltd.
295 Hudong-Zhonghua Shipbuilding (Group) Co., Ltd.
296 Shanghai Hewlett-Packard Co.,Ltd
297 STATS Chippac Shanghai Co., Ltd
298 Basf Auxiliary Chemicals Company Limited
299 Shanghai Michelin Warrior Tire Co.,Ltd.
300 Shanghai Shipyard Co.,Ltd.
301 Orient International Holding Shanghai Knitwear I/E Co.,Ltd.
302 Shanghai San Kai Imp. &Exp. Co.,Ltd.C46
303 Shanghai Bada Textile Printing And Dyeing Garment Co.,Ltd.
304
305
China Shanghai (Group) Corporation For Foreign Economic &
Technological Cooperation
China,S Dongfeng Automobile Import & Export Co.,Ltd.
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shen Zhen
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
306 Shanghai Win…
Lampiran 1
Surat Edaran Bank Indonesia No.12/12/DPD tanggal 8 April 2010
9
306 Shanghai Win-Wing Imp.&Exp. Co.,Ltd.
307 Shanghai Haicheng Economic & Trade Co.,Ltd
308 Shanghai Dongyuan Enterprise Development Co.,Ltd.
309 Shanghai Jianpu Import & Export Co.,Ltd.
310 Shanghai Jin Jiang International Trading Co.,Ltd.
311 Shanghai Atomic Energy Industry Co.,Ltd.
312 Shanghai New World Corporation Ltd.
313 Shanghai Foodstuffs Imp.& Exp.Corp.
314 Shanghai Minguang Imp.& Exp.Co.,Ltd.
315 Shanghai Light Industrial Prodocts Imp. & Exp.Co.,Ltd.
316 Shanghai Hansen Investment Developing Co.,Ltd
317 Shanghai Lansheng Corporation
318 Shanghai Shenda Imp.& Exp.Co.,Ltd.
319 Jiangnan Shipbuilding(Group)Co.,Ltd.
320 China Mcc International Economic And Trade Co.,Ltd.
321 Shanghai Toys Imp.& Exp.Co.,Ltd.
322 Shanghai Dragon (Group) Corporation(Sdc)
323 Sinosteel Shanghai Co.,Ltd.
324 Shanghai Baoqing Asset Management Co.,Ltd.
325 Shanghai Baolong Int,L Trading Co.,Ltd.
326 Shanghai Senlian Timber Industrail Development Co.,Ltd.
327 Shanghai Tunnel Engineering Co.,Ltd.
328 China Haisum Engineering Co.,Ltd.
329 Shanghai Port Technology Engineer Service Co.,Ltd.
330 Double Coin Holdings Ltd.
331 Shanghai Chemical Industry Supply & Sales Co.,Ltd.
332 Shanghai Dongsong International Trading Co.,Ltd.
333 Shanghai Shenlong International Trading Co.,Ltd.
334 Shanghai Vostosun Industrial Co.,Ltd.
335 Shanghai Wor-Biz. Trading Co.,Ltd.
336 Shanghai Tiqiao Textile &Yarn Dyeing Co.,Ltd
337 Shanghai Povos Enterprise(Group)Co.,Ltd.
338 Shanghai Sanweng International Trading Co.,Ltd.
339 Ningbo United Group Shanghai Imp.& Exp. Co.,Ltd.
340 Shanghai Tianyuan International Trade Co.,Ltd.
341 Johnson & Johnson (China) Co.,Ltd.
342 Shanghai Jinneng International Trade Co.,Ltd
343 Shanghai Shenlong Bus Co.,Ltd.
344 Shanghai Dynacast Electron Parts Co.,Ltd.
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
345 Shanghai Lansheng…
Lampiran 1
Surat Edaran Bank Indonesia No.12/12/DPD tanggal 8 April 2010
10
345 Shanghai Lansheng Daewoo Corp.
346 Evapco (Shanghai) Cooling Equipment Co.,Ltd.
347 Shanghai Baoshan Taiping Container Co.,Ltd.
348 Bayer (Shanghai) Polyurethane Co.,Ltd.
349 Hannspree Technology (Shanghai) Co.,Ltd.
350 Shanghai Taiping Int,L Container Co.,Ltd.
351 Shanghai Singamas Container Holdings Co.,Ltd.
352 Pulcra Chemicals (Shanghai) Co.,Ltd.
353 Cognis Chemicals (China) Co.,Ltd.
354 Shanghai Mitsubishi Elevator Co.,Ltd.
355 Shanghai Fuji Xerox Co.,Ltd.
356 Shanghai Eternal Information Technology Co.,Ltd.
357 Shanghai Ab Food &Beverages Ltd.
358 Mitsubishi Electric Shanghai Electric Elevator Co.,Ltd
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
359 Cooltech Power(Shanghai)Ltd.&Shantou S.E.Z.Cooltech Power Ltd. Shang Hai
360 Shanghai Bcd Semiconductor Manufacturing Co.,Ltd.
361 Salim Van (Shanghai) Enterprise Group Co.,Ltd.
362 Bayer Paint Systems Shanghai Co.,Ltd.
363 Bayer (Shanghai) Polymer Co.,Ltd.
364 Shanghai Kerry Food Industries Co.,Ltd.
365 Shanghai Aotuolifu Automobile Security System Co.,Ltd.
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Shang Hai
Lampiran 2
Surat Edaran Bank Indonesia No.12/12/DPD tanggal 8 April 2010
1
SURAT PERMOHONAN PLEDGE
Kepada
Bank Indonesia – Direktorat Pengolaan Devisa
Cq. Bagian Penyelesaian Transaksi Devisa
Menara Sjafruddin Prawiranegara Lantai 7
Jl. MH Thamrin No.2
Jakarta 10350
Perihal: Permohonan Pledge Dalam Rangka Transaksi CNY/IDR Repurchase
Agreement
Sehubungan dengan rencana pengajuan transaksi CNY/IDR Repurchase
Agreement (Repo) kami kepada Bank Indonesia dengan jangka waktu Repo
selama................... (sebut dengan huruf) hari, dengan ini kami mengajukan
permohonan pelaksanaan transaksi agunan (pledge) atas SBI/SUN/SBSN milik kami
yang tercatat pada BI-SSSS sebagaimana terlampir.
Nama Peserta
Member Code
: ...............................................................
: ...............................................................
Seri Surat Berharga : ...............................................................
Nominal
Harga
Tanggal Setelmen : ...............................................................
Tenor Pledge
: ...............................................................
: ...............................................................
: ...............................................................
Surat permohonan beserta lampiran tersebut diatas kami buat dengan
sebenar-benarnya dan apabila di kemudian hari diketahui terdapat hal-hal yang tidak
benar maka kami membebaskan Bank Indonesia dari tuntutan hukum dan
bertanggung jawab atas tuntutan hukum terhadap Penyelenggara dan tuntutan
lainnya yang timbul terkait pelaksanaan pledge dimaksud.
Demikian agar maklum dan atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
Jakarta, ...............................
Nama Perusahaan
Tandatangan Pejabat berwenang
dan stempel Perusahaan
Lampiran 3
Surat Edaran Bank Indonesia No.12/12/DPD tanggal 8 April 2010
1
SURAT KUASA
Yang bertandatangan di bawah ini :
......(nama)......, .......(jabatan)......, bertempat tinggal di ....................., dalam hal ini
bertindak dalam jabatannya tersebut, selaku demikian mewakili (Direksi/Perusahaan
Perseroan PT. Bank......), berdasarkan karena itu ..................... dan oleh karena itu
bertindak untuk dan atas nama Bank ...................., berdasarkan ............*
(Pasal....Anggaran Dasar-nya yang dimuat dalam Akta Notaris ....., Nomor .....,
tanggal ......) berkedudukan di .........., dan beralamat di ............ selanjutnya disebut
sebagai Pemberi Kuasa.
*) Jika Bank adalah Bank Asing, maka :
......(nama)......, .......(jabatan)......, bertempat tinggal di ....................., dalam hal ini
bertindak ..... berdasarkan kekuatan Akta Power of Attorney tertanggal ..... Nomor
.... dibuat di hadapan ......, Notaris di Jakarta, demikian bertindak untuk dan atas
nama ..........................., cabang Indonesia, suatu bank yang didirikan berdasarkan
hukum ......(negara kantor pusat bank asing) .........., dan dalam hal ini bertindak
melalui kantor cabangnya di Indonesia, berkedudukan di Jakarta,
..........(alamat)..........., selanjutnya disebut sebagai Pemberi Kuasa.
---- KHUSUS ----
1) Untuk melakukan penjualan dan/atau melakukan early termination Surat
Berharga Bank (....... identitas Surat Berharga......) yang diagunkan (pledge)
dalam rangka penyelesaian transaksi CNY/IDR Repurchase Agreement.
2) Mendebit rekening giro valas Bank (....... nama Bank .......) di Bank Indonesia,
dalam hal nilai hasil penjualan Surat Berharga tidak mencukupi Nilai Pembelian
Kembali dan kewajiban Bank lainnya terkait transaksi CNY/IDR Repurchase
Agreement.
3) Mendebit rekening giro valas Bank (....... nama Bank .......) di Bank Indonesia,
dalam hal saldo rekening giro valas Bank (....... nama Bank .......) di Bank
Lampiran 3
Surat Edaran Bank Indonesia No.12/12/DPD tanggal 8 April 2010
2
Indonesia, tidak mencukupi untuk memenuhi kekurangan Nilai Pembelian
Kembali dan kewajiban Bank lainnya terkait transaksi CNY/IDR Repurchase
Agreement.
dengan mengacu pada ketentukan PBI Nomor 12/ -- /PBI/2010 tentang Transaksi
Repurchase Agreement Chinese Yuan Terhadap Surat Berharga Rupiah Bank
Kepada Bank Indonesia.
Surat Kuasa ini berlaku sejak tanggal ditandatangani sampai dengan ....................
Demikian Kuasa ini diberikan untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
Jakarta, ...............................
Penerima Kuasa
Pemberi Kuasa
...........................
..........................
Lampiran 4
Surat Edaran Bank Indonesia No.12/12/DPD tanggal 8 April 2010
1
Contoh Perhitungan Transaksi CNY/IDR Repo
-----------------------------------------------------------
Pada tanggal 28 Januari 2010, Bank “A” mengajukan CNY/IDR Repo sebesar CNY
1.000.000,00 selama 31 hari (jatuh tempo CNY/IDR Repo tanggal 28 Februari 2010)
menggunakan SUN dengan karakteristik sebagai berikut:
- Kupon
: 13,55%
- Clean Price
- Accrued Interest
Accrued Interest =
74
360
Data lainnya pada tanggal transaksi:
- Kurs Transaksi Jual CNY/IDR Bank Indonesia : Rp1.500 per CNY
- Haircut
- Repo rate
: 5%
: 4%
Perhitungan Nominal Surat Berharga yang di-repo-kan
a. Jumlah dana CNY/IDR Repo dalam rupiah
Jumlah pengajuan
CNY/IDR Repo
dalam rupiah
Jumlah dana
=
CNY/IDR Repo
x
Kurs Transaksi
Jual CNY/IDR
Bank Indonesia
= CNY1.000.000,00 x Rp1.500/CNY = Rp1.500.000.000,00
b. Nominal Surat Berharga yang di-repo-kan
Nominal Surat
Berharga yang
di-repo-kan
=
=
Jumlah dana CNY/IDR Repo dalam rupiah
Clean Price + Accrued Interest - Haircut
Rp1.500.000,00
104,83000% + 2,78530% - 5%
≈ Rp1.462.000.000,00
= Rp1.461.770.320,80
: 104,83000%
: 2,78530%
Dengan perhitungan sebagai berikut:
x 13,55% x 100 = 2,79
Perhitungan…
Lampiran 4
Surat Edaran Bank Indonesia No.12/12/DPD tanggal 8 April 2010
2
Perhitungan Nilai Pembelian Kembali (second leg)
a. Nilai nominal repo rate
Nilai
nominal
repo rate
=
Jumlah dana
CNY/IDR
Repo
x
Jumlah hari repo
360
x
Repo
rate
= CNY1.000.000,00 x 31 x 4% = CNY3.444,44
360
b. Nilai pembelian kembali
Nilai pembelian
kembali
Jumlah dana
=
CNY/IDR Repo
x
Nilai nominal
repo rate
= CNY1.000.000,00 + CNY3.444,44 = CNY1.003.444,44
Contoh Penyelesaian Transaksi CNY/IDR Repo jika bank tidak menyerahkan
dana CNY pada second leg
-----------------------------------------------------------
Jika pada contoh di atas Bank tidak dapat memenuhi kewajiban pengiriman Dana
CNY pada Tanggal Jatuh Tempo maka Bank Indonesia melakukan penjualan Surat
Berharga pada 3 (tiga) hari kerja Jakarta setelah Tanggal Jatuh Tempo.
I. Hasil penjualan Surat Berharga Bank tidak mencukupi Nilai Pembelian
Kembali dan kewajiban lainnya
Pada Tanggal Jatuh Tempo, Kurs transaksi jual CNY/IDR Bank Indonesia sebesar
1.600 per CNY dan dirty price (clean price ditambah accrued interest) SUN Seri
FR0011adalah 99,00000%.
a. Harga pasar Surat Berharga
Harga pasar
=
surat berharga
Nominal Surat
Berharga yang
di-repo-kan
x
Dirty
price
= Rp1462.000.000,00 x 99,00000% = Rp1.447.380.000,00
b. Harga…
Lampiran 4
Surat Edaran Bank Indonesia No.12/12/DPD tanggal 8 April 2010
3
b. Harga pasar Surat Berharga dalam CNY
Harga pasar
surat berharga
dalam CNY
=
=
Rp1.447.380.000,00
Rp1.600/CNY
Harga pasar surat berharga
Kurs transaksi jual
CNY/IDR Bank Indonesia
= CNY904.612,50
c. Sanksi kewajiban membayar
Bank dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Repo Rate ditambah 200
bps dikalikan jumlah hari dengan nominal Nilai Pembelian Kembali sejak
Tanggal Jatuh Tempo sampai dengan pelunasan.
Sanksi
Nilai
kewajiban
membayar
=
pembelian
kembali
x (repo rate + 200bps) x
5
= CNY1.003.444,44 x (4% + 2%) x
d. Total kewajiban
Total
=
kewajiban
360
Jumlah hari
360
= CNY836,20
Nilai
Sanksi
pembelian
kembali
+
kewajiban
membayar
= CNY1.003.444,44 + CNY836,20 = CNY1.004.280,64
Karena total kewajiban lebih besar dari harga pasar SSB dalam CNY maka terdapat
kekurangan pembayaran sebesar CNY99.668,14 (CNY1.004.280,64 –
CNY904.612,50) yang akan dibebankan ke rekening giro valuta asing Bank di Bank
Indonesia.
Apabila pada Tanggal Jatuh Tempo jumlah rekening giro valuta asing Bank A di
Bank Indonesia hanya sebesar ekuivalen CNY50.000,00, maka sisanya sebesar
CNY49.668,14 akan dibebankan pada rekening giro rupiah Bank A di Bank
Indonesia.
II. Hasil…
Lampiran 4
Surat Edaran Bank Indonesia No.12/12/DPD tanggal 8 April 2010
4
II. Hasil penjualan Surat Berharga Bank lebih besar dari Nilai Pembelian
Kembali dan kewajiban lainnya
Pada Tanggal Jatuh Tempo, Kurs transaksi jual CNY/IDR Bank Indonesia sebesar
1.400 per CNY dan dirty price (clean price ditambah accrued interest) SUN Seri
FR0011adalah 109,00000%.
a. Harga pasar Surat Berharga
Harga pasar
=
surat berharga
Nominal Surat
Berharga yang
di-repo-kan
x
Dirty
price
= Rp1462.000.000,00 x 109,00000% = Rp1.593.580.000,00
b. Harga pasar Surat Berharga dalam CNY
Harga pasar
surat berharga
dalam CNY
=
=
Rp1.593.580.000,00
Rp1.400/CNY
Harga pasar surat berharga
Kurs transaksi jual
CNY/IDR Bank Indonesia
= CNY1.138.271,43
c. Sanksi kewajiban membayar
Bank dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Repo Rate ditambah 200
bps dikalikan jumlah hari dengan nominal Nilai Pembelian Kembali sejak
Tanggal Jatuh Tempo sampai dengan pelunasan.
Sanksi
Nilai
kewajiban
membayar
=
pembelian
kembali
x (repo rate + 200bps) x
5
= CNY1.003.444,44 x (4% + 2%)
d. Total kewajiban
Total
=
kewajiban
x
360
Jumlah hari
360
= CNY836,20
Nilai
Sanksi
pembelian
kembali
+
kewajiban
membayar
= CNY1.003.444,44 + CNY836,20 = CNY1.004.280,64
e. Total…
Lampiran 4
Surat Edaran Bank Indonesia No.12/12/DPD tanggal 8 April 2010
5
e. Total kewajiban dalam rupiah
Total
kewajiban
dalam rupiah
Total
=
kewajiban
x
Kurs transaksi jual
CNY/IDR Bank Indonesia
= CNY1.004.280,64 + Rp1.400/CNY = Rp1.405.992.901,18
Karena total kewajiban lebih rendah dari harga pasar SSB dalam CNY maka
kelebihan hasil penjualan SSB sebesar Rp187.587.098,82 (Rp1.593.580.000,00 –
Rp1.405.992.901,18) akan dikembalikan kepada Bank.
Contoh Perhitungan Jumlah Hari dalam Pengenaan Sanksi Kewajiban
membayar
-----------------------------------------------------------
Tanggal Jatuh Tempo CNY/IDR Repo: 1 Februari 2010.
Tanggal pelunasan dana CNY hasil eksekusi/penjualan Surat Berharga yang
di-repo-kan: 8 Februari 2010.
Jumlah hari pengenaan sanksi kewajiban membayar adalah 7 (tujuh) hari kalender
(jumlah hari dihitung dari tanggal 1 sampai dengan 7 Februari 2010, tidak termasuk
tanggal pelunasan dana CNY 8 Februari 2010).
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 12/12/DPD|SE-BI/2010 </reg_id>
<reg_title> Transaksi Repurchase Agreement Chinese Yuan terhadap Surat Berharga Rupiah Bank kepada Bank Indonesia </reg_title>
<set_date> 8 April 2010 </set_date>
<effective_date> 8 April 2010 </effective_date>
<related_reg> '12/6/PBI/2010' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi V' </penalty_list>
|
No. 3/ 11 /DLN
Jakarta, 7 Juni 2001
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal : Perubahan kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia No.
29/10/ULN tanggal 4 Juni 1996 tentang Pelaksanaan Pembayaran
Transaksi Impor.
Dalam rangka penyederhanaan laporan bank-bank kepada Bank Indonesia,
diberitahukan bahwa ketentuan dalam angka 11 mengenai penyampaian laporan
pembukaan L/C dan perubahan pembukaan L/C sebagaimana diatur dalam Surat
Edaran Bank Indonesia No. 29/10/ULN sebagaimana telah diubah dengan Surat
Edaran Bank Indonesia No. 29/57/ULN tentang Pelaksanaan Pembayaran Transaksi
Impor, dihapus.
Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 7 Juni 2001.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumumabn Surat Edaran ini
dengan penempatannya dalam berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
VERONICA W. SULISTYO
DIREKTUR LUAR NEGERI
DLN
2
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 3/11/DLN|SE-BI/2001 </reg_id>
<reg_title> Perubahan kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia No. 29/10/ULN tanggal 4 Juni 1996 tentang Pelaksanaan Pembayaran Transaksi Impor. </reg_title>
<set_date> 7 Juni 2001 </set_date>
<effective_date> 7 Juni 2001 </effective_date>
<changed_reg> '29/10/ULN|SE-BI/1996' </changed_reg>
<extension_of> '29/57/ULN|SE-BI' </extension_of>
<related_reg> '29/57/ULN|SE-BI', '29/10/ULN|SE-BI/1996' </related_reg>
|
No.6/ 25 /DPU
Jakarta, 30 Juni 2004
SURAT EDARAN
Perihal : Penukaran Uang Rupiah
Sehubungan dengan ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia
Nomor 6/14/PBI/2004 tanggal 22 Juni 2004 tentang Pengeluaran, Pengedaran,
Pencabutan dan Penarikan, serta Pemusnahan Uang Rupiah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4388), masyarakat diberikan kesempatan untuk
memperoleh layanan penukaran dari Bank Indonesia dan atau pihak lain yang
disetujui oleh Bank Indonesia, dengan pengaturan sebagai berikut :
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran ini yang dimaksud dengan :
1. Uang adalah uang rupiah.
2. Uang Kertas adalah Uang dalam bentuk lembaran yang terbuat dari
bahan kertas atau bahan lainnya.
3. Uang Logam adalah Uang dalam bentuk koin yang terbuat dari
aluminium, aluminium bronze, kupronikel atau bahan lainnya.
4. Uang Tidak Layak Edar adalah Uang lusuh, Uang cacat, Uang rusak,
dan Uang yang telah dicabut dan ditarik dari peredaran.
5. Uang …
5. Uang Lusuh adalah Uang yang ukuran fisiknya tidak berubah dari
ukuran aslinya tetapi kondisi Uang telah berubah yang disebabkan
antara lain karena jamur, minyak, bahan kimia, coretan-coretan.
6. Uang Cacat adalah Uang hasil cetak yang spesifikasi teknisnya tidak
sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia.
7. Uang Rusak adalah Uang yang ukuran atau fisiknya telah berubah dari
ukuran aslinya yang antara lain karena terbakar, berlubang, hilang
sebagian, atau Uang yang ukuran fisiknya tidak berubah dari ukuran
aslinya antara lain karena robek, atau Uang yang mengerut.
tanda-tanda tertentu pada setiap Uang
8. Ciri Uang
adalah
ditetapkan oleh Bank Indonesia, dengan tujuan untuk mengamankan
Uang tersebut dari upaya pemalsuan. Tanda-tanda tersebut dapat
berupa warna, gambar, ukuran, berat dan tanda-tanda lainnya yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
9. Layanan Penukaran adalah kegiatan penerimaan Uang oleh Bank
Indonesia dari masyarakat dengan memberikan penggantian berupa
Uang yang masih layak edar dalam pecahan yang sama atau pecahan
lainnya.
II. PENUKARAN UANG
Bank Indonesia dan atau pihak lain yang disetujui oleh Bank Indonesia
memberikan Layanan Penukaran kepada masyarakat untuk menukarkan :
1. Uang yang masih layak edar dengan Uang yang masih layak edar
dalam pecahan yang sama atau pecahan lainnya; atau
2. Uang Tidak Layak Edar dengan Uang yang masih layak edar dalam
pecahan yang sama atau pecahan lainnya.
yang
III. TEMPAT …
III. TEMPAT DAN WAKTU PENUKARAN UANG
1. Pelaksanaan Layanan Penukaran dilakukan :
a. di kantor Bank Indonesia dan atau di kantor pihak lain yang
disetujui oleh Bank Indonesia; dan atau
b. di luar kantor Bank Indonesia dan atau di luar kantor pihak lain
yang disetujui oleh Bank Indonesia yang dilakukan dengan
menggunakan alat transportasi.
2. Penukaran Uang yang dilakukan di kantor Bank Indonesia, hanya
dapat dilayani selama jam kerja Layanan Penukaran di Bank Indonesia.
IV. TATA CARA PENUKARAN UANG
1. Uang Kertas :
a. Uang Kertas yang akan ditukarkan harus dipilah menurut pecahan
dan tahun emisi, serta disusun searah, dan dipisahkan antara Uang
yang masih layak edar dan Uang Tidak Layak Edar.
b. Uang Kertas dalam jumlah 100 (seratus) lembar dengan pecahan
dan tahun emisi yang sama diikat menjadi satu pak.
c. Uang Kertas dalam jumlah 10 (sepuluh) pak dengan pecahan dan
tahun emisi yang sama diikat menjadi satu brood.
d. Uang Kertas dalam jumlah 10 (sepuluh) brood dengan pecahan dan
tahun emisi yang sama dikemas dalam plastik transparan.
2. Uang Logam :
a. Uang Logam yang akan ditukarkan harus dipilah menurut pecahan
dan tahun emisi, serta dipisahkan antara Uang yang masih layak
edar dan Uang Tidak Layak Edar.
b. Uang Logam dalam jumlah 500 (lima ratus) keping dengan
pecahan dan tahun emisi yang sama dimasukkan ke dalam
kantong.
V. PENETAPAN …
V. PENETAPAN BESARNYA PENGGANTIAN UANG
1. Uang Lusuh atau Uang Cacat
a. Bank Indonesia dan atau pihak lain yang disetujui oleh Bank
Indonesia memberikan penggantian sebesar nilai nominal kepada
masyarakat yang menukar Uang Lusuh atau Uang Cacat.
b. Penggantian Uang Lusuh atau Uang Cacat sebagaimana dimaksud
pada butir V.1.a. diberikan sepanjang Bank Indonesia dan atau
pihak lain yang disetujui oleh Bank Indonesia dapat mengenali
tanda keaslian Uang.
2. Uang Rusak
a. Bank Indonesia dan atau pihak lain yang disetujui oleh Bank
Indonesia memberikan penggantian kepada masyarakat yang
menukar Uang Rusak.
b. Besarnya penggantian atas Uang Rusak sebagaimana dimaksud
pada butir V.2.a. diatur sebagai berikut :
1) Uang Kertas atau Uang Logam apabila :
a) fisik Uang lebih besar dari setengah ukuran aslinya dan
Ciri Uang
dapat dikenali keasliannya diberikan
penggantian sebesar nilai nominal;
b) fisik Uang sama dengan atau kurang dari setengah ukuran
aslinya tidak diberikan penggantian.
2) Uang Kertas yang terbuat dari bahan plastik (polimer) apabila :
a) fisik Uang mengerut dan masih utuh serta Ciri Uang dapat
dikenali keasliannya diberikan penggantian sebesar nilai
nominal;
b) fisik Uang mengerut dan tidak utuh serta Ciri Uang dapat
dikenali keasliannya besarnya penggantian sebagaimana
dimaksud pada butir V.2.b.1).
c. Penggantian …
c. Penggantian sebesar nilai nominal terhadap Uang Kertas
sebagaimana dimaksud pada butir V.2.b. diberikan apabila :
1) Uang Rusak masih merupakan satu kesatuan dan terdapat salah
satu nomor serinya secara lengkap; atau
2) Uang Rusak tidak merupakan satu kesatuan tetapi masih
terdapat kedua nomor serinya secara lengkap dan sama.
d. Uang Lusuh atau Uang Cacat dalam kondisi rusak, diberikan
penggantian yang besarnya sebagaimana dimaksud pada butir
V.2.b. dengan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada
butir V.2.c.
3. Uang yang telah dicabut dan ditarik dari peredaran
a. Bank Indonesia dan atau pihak lain yang ditunjuk oleh Bank
Indonesia memberikan penggantian kepada masyarakat yang
menukar Uang yang telah dicabut dan ditarik dari peredaran.
b. Besarnya penggantian atas Uang yang telah dicabut dan ditarik
dari peredaran sebagaimana dimaksud pada butir V.3.a. diatur
sebagai berikut :
1) Uang Lusuh atau Uang Cacat diberikan penggantian sebesar
nilai nominal;
2) Uang
Rusak
diberikan penggantian yang
besarnya
sebagaimana dimaksud pada butir V.2.b. dengan memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud pada butir V.2.c.
c. Penukaran Uang yang telah dicabut dan ditarik dari peredaran
sebagaimana dimaksud pada butir V.3.a. dilakukan dalam jangka
waktu 10 (sepuluh) tahun sejak tanggal pencabutan.
VI. KETENTUAN …
VI. KETENTUAN PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 2 Agustus 2004.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
Ttd
BUDIMAN KOSTAMAN
DIREKTUR PENGEDARAN UANG
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 6/25/DPU|SE-BI/2004 </reg_id>
<reg_title> Penukaran Uang Rupiah </reg_title>
<set_date> 30 Juni 2004 </set_date>
<effective_date> 2 Agustus 2004 </effective_date>
<related_reg> '6/14/PBI/2004' </related_reg>
|
No. 10 /44 /DPM
Jakarta, 10 Desember 2008
November 2008
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH
DI INDONESIA
Perihal : Tata Cara Transaksi Repurchase Agreement (Repo) Surat
Berharga Syariah Negara (SBSN) dengan Bank Indonesia.
Sehubungan dengan telah ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
10/36/PBI/2008 tanggal 10 Desember 2008 tentang Operasi Moneter Syariah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 197, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4944), perlu ditetapkan ketentuan
mengenai tata cara transaksi repo Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dengan
Bank Indonesia dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut :
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran ini yang dimaksud dengan :
1. Bank adalah Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.
2. Bank Umum Syariah adalah Bank Umum Syariah sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
3. Unit Usaha Syariah adalah Unit Usaha Syariah sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
4. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disebut SBSN adalah
surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah,
sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN dalam mata
uang rupiah.
5. Operasi…
2
5. Operasi Moneter Syariah yang selanjutnya disebut OMS adalah
pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dalam rangka
pengendalian moneter melalui kegiatan operasi pasar terbuka dan
penyediaan standing facilities berdasarkan prinsip syariah.
6. Standing Facilities Syariah adalah fasilitas yang disediakan oleh Bank
Indonesia kepada Bank dalam rangka OMS.
7. Haircut adalah marjin yang ditetapkan Bank Indonesia sebagai faktor
pengurang harga SBSN.
8. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang selanjutnya
disebut Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana elektronik
antar peserta dalam mata uang rupiah sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Sistem BI-RTGS.
9. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya
disebut BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan Bank Indonesia termasuk
penatausahaannya dan penatausahaan surat berharga secara elektronik
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai BI-SSSS.
10. Transaksi Repurchase Agreement SBSN yang selanjutnya disebut Repo
SBSN adalah transaksi penjualan SBSN oleh Bank kepada Bank Indonesia
dengan janji pembelian kembali sesuai dengan harga dan jangka waktu
yang disepakati dalam rangka Standing Facilities Syariah.
11. Rekening Giro adalah rekening giro milik Bank dalam mata uang rupiah
di Bank Indonesia.
12. Rekening Perdagangan adalah rekening surat berharga milik Bank yang
digunakan untuk mencatat kepemilikan surat berharga di Central Registry
yang dapat diperdagangkan.
13. Sistem Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya disebut Sistem
LHBU adalah sarana pelaporan Bank kepada Bank Indonesia secara
harian, termasuk penyediaan informasi pasar uang dan pengumuman dari
Bank Indonesia.
II. PERSYARATAN...
3
II. PERSYARATAN UMUM
1. Repo SBSN dilakukan dengan menggunakan akad al bai’ (jual beli) yang
disertai dengan al wa’ad (janji) oleh Bank kepada Bank Indonesia dalam
dokumen terpisah untuk membeli kembali SBSN dalam jangka waktu dan
harga tertentu yang disepakati.
2. Jangka waktu Repo SBSN sebagaimana dimaksud pada angka 1 paling
lama 14 (empat belas) hari kalender dihitung dari tanggal penyelesaian
transaksi sampai dengan tanggal jatuh tempo.
3. Dalam hal tanggal jatuh tempo Repo SBSN bertepatan dengan hari libur
maka tanggal jatuh tempo Repo SBSN sebagaimana dimaksud pada angka
2 ditetapkan pada hari kerja berikutnya.
4. Bank Indonesia menetapkan repo rate SBSN sebesar BI-Rate yang
berlaku pada tanggal transaksi ditambah marjin 50 (lima puluh) basis poin.
5. Bank Indonesia dapat mengubah marjin sebagaimana dimaksud pada
angka 4 yang diumumkan melalui BI-SSSS, Sistem LHBU dan/atau
sarana lainnya yang ditetapkan oleh Bank Indonesia paling lambat
sebelum window time Repo SBSN dibuka (T+0).
6. Bank Indonesia membuka window time Repo SBSN dengan
mengumumkannya melalui BI-SSSS, Sistem LHBU dan/atau sarana
lainnya yang ditetapkan Bank Indonesia.
7. Bank Indonesia dapat mengubah atau menutup window time Repo SBSN
dan mengumumkan perubahan atau penutupan tersebut melalui BI-SSSS,
Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya yang ditetapkan Bank Indonesia,
paling lambat pada 1 (satu) hari kerja sebelum perubahan atau penutupan
window time tersebut.
8. Bank mengajukan Repo SBSN kepada Bank Indonesia untuk kepentingan
diri sendiri.
9. Bank dapat mengajukan Repo SBSN apabila Bank tersebut tidak dalam
masa pengenaan sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan
OMS.
10. Bank…
4
10. Bank mengajukan Repo SBSN setelah menandatangani Janji (wa’ad)
Untuk Membeli Kembali SBSN Dalam Rangka Repo SBSN yang telah
dibubuhi meterai cukup sebagaimana contoh yang tercantum pada
Lampiran-1 yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat
Edaran ini dan menyampaikan dokumen pendukung yang dipersyaratkan
kepada Bank Indonesia.
11. Janji (wa’ad) sebagaimana dimaksud pada angka 10 ditandatangani oleh
Direksi Bank atau Pejabat Bank yang diberikan wewenang oleh Direksi
dengan Surat Kuasa sebagai dasar bagi Bank untuk mengajukan Repo
SBSN.
12. Penandatanganan janji (wa’ad) sebagaimana dimaksud pada angka 10
dilakukan pada saat Bank pertama kali mengajukan Repo SBSN dan
berlaku seterusnya sepanjang tidak ada perubahan isi janji dan data
dokumen pendukung.
13. Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada angka 10 meliputi :
a. fotokopi Anggaran Dasar Bank; dan
b. fotokopi identitas diri yang masih berlaku berupa Kartu Tanda
Penduduk (KTP) atau paspor Direksi, Chief Executive Officer (CEO)
dan/atau Pejabat Bank yang diberi kuasa untuk menandatangani janji
(wa’ad) sebagaimana dimaksud pada angka 10.
14. Bank yang melakukan Repo SBSN bertanggung jawab terhadap
kebenaran data Repo SBSN yang diajukan.
15. Bank yang melakukan Repo SBSN wajib :
a. memiliki jenis dan seri SBSN yang mencukupi dalam Rekening
Perdagangan untuk setelmen penjualan SBSN secara repo paling lambat
pada saat dilakukan setelmen Repo SBSN (first leg); dan
b. memiliki saldo Rekening Giro yang mencukupi untuk setelmen
pembelian kembali SBSN pada tanggal Repo SBSN jatuh tempo
(second leg).
16. Setelmen…
5
16. Setelmen Repo SBSN dilaksanakan pada hari transaksi (same day
settlement) melalui mekanisme penyelesaian transaksi per transaksi (gross
to gross) dan delivery versus payment.
III. PERSYARATAN DAN NILAI SBSN
1. SBSN milik Bank yang dapat direpokan adalah:
a. tercatat dalam Rekening Perdagangan di BI-SSSS; dan
b. memiliki sisa jangka waktu paling singkat 10 (sepuluh) hari kerja yang
dihitung 1 (satu) hari setelah Repo SBSN jatuh tempo.
2. SBSN yang dapat direpokan oleh Bank paling banyak sebesar nilai
nominal SBSN yang dimiliki Bank.
3. Bank Indonesia menetapkan jenis dan seri SBSN yang dapat direpokan.
4. Bank Indonesia menetapkan dan mengumumkan harga SBSN yang dapat
direpokan dengan mempertimbangkan harga pasar masing-masing jenis
dan seri SBSN.
5. Bank Indonesia menetapkan besarnya Haircut untuk masing-masing jenis
dan seri SBSN dalam rangka penentuan nilai setelmen penjualan SBSN.
6. Harga SBSN yang digunakan dalam perhitungan penjualan SBSN pada
tanggal Repo SBSN (first leg) sama dengan harga SBSN yang digunakan
dalam perhitungan pembelian kembali SBSN pada tanggal Repo SBSN
jatuh tempo (second leg).
IV. PENGAJUAN REPO SBSN
1. Bank Indonesia cq. Direktorat Pengelolaan Moneter-Biro Operasi Moneter
(DPM-BOpM) mengumumkan jenis dan seri SBSN yang dapat direpokan,
repo rate SBSN, jangka waktu Repo SBSN dan Haircut melalui sarana
BI-SSSS dan/atau Sistem-LHBU paling lambat sebelum window time
Repo SBSN dibuka (T+0).
2. Bank…
6
2. Bank mengajukan Repo SBSN melalui BI-SSSS atau secara tertulis
melalui surat yang didahului dengan pemberitahuan melalui Reuters
Monitoring Dealing System (RMDS), faksimili dan/atau telepon dengan
mencantumkan antara lain jenis, seri, dan nominal SBSN yang direpokan
kepada DPM-BOpM (pengajuan Repo SBSN melalui surat sebagaimana
contoh pada Lampiran-2).
3. Window time Repo SBSN ditetapkan sebagai berikut:
a. Dalam hal pengajuan dilakukan melalui BI-SSSS, window time adalah
dari pukul 16.00 WIB sampai dengan pukul 17.00 WIB pada setiap
hari kerja; atau
b. Dalam hal pengajuan dilakukan melalui surat, window time adalah dari
pukul 12.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB pada setiap hari
kerja.
4. Bank Indonesia menetapkan dan mengumumkan cara pengajuan dan
window time transaksi Repo SBSN sebagaimana dimaksud pada angka 3
melalui BI-SSSS, Sistem LHBU dan/atau sarana lain yang ditetapkan
Bank Indonesia.
5. Tata cara pengajuan Repo SBSN melalui BI-SSSS sebagaimana dimaksud
pada butir 3.a mengikuti ketentuan yang mengatur mengenai BI-SSSS.
6. Nilai setelmen atas setiap SBSN yang direpokan dihitung berdasarkan
nilai nominal, harga, Haircut, accrued imbalan SBSN, repo rate SBSN
(repo rate) dan jangka waktu Repo SBSN. Contoh perhitungan Repo
SBSN adalah sebagaimana Lampiran-3.
V. SETELMEN
1. Setelmen Repo SBSN melalui BI-SSSS dilakukan dengan mekanisme
penyelesaian transaksi per transaksi (gross to gross) dan delivery versus
payment.
2. Dalam…
7
2. Dalam hal pengajuan Repo SBSN menggunakan surat sebagaimana
dimaksud pada butir IV.3.b., Bank Indonesia dan Bank melakukan
setelmen Repo SBSN melalui sarana BI-SSSS Terminal (ST).
3. Setelmen Repo SBSN sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2
terdiri dari:
a. Setelmen penjualan SBSN (first leg).
1) Pada tanggal setelmen Repo SBSN, DPM melakukan setelmen first
leg setelah window time Repo SBSN tutup.
2) Nilai setelmen first leg sebagaimana dimaksud pada angka 1)
dihitung sebagai berikut :
– haircut$ % &
''
(
)
Keterangan :
Perhitungan accrued imbalan SBSN didasarkan pada jumlah hari
yang sebenarnya (actual per actual).
3) Setelmen first leg dilakukan dengan cara :
a) Mendebet Rekening Perdagangan sebesar nilai nominal dari
SBSN yang direpokan; dan
b) Mengkredit Rekening Giro sebesar nilai setelmen first leg
sebagaimana dimaksud pada angka 2).
4) Bank wajib menyediakan jenis dan seri SBSN yang direpokan
dalam jumlah yang cukup untuk setelmen first leg.
5) Dalam hal Bank tidak memiliki jenis dan seri SBSN yang
mencukupi sebagaimana dimaksud pada angka 4), setelmen first
leg Repo SBSN dibatalkan.
6)
Pembatalan setelmen first leg sebagaimana dimaksud pada angka
5) hanya dikenakan untuk Repo SBSN yang tidak memiliki jenis
dan seri SBSN yang mencukupi.
7) Dalam …
8
7) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) kali pembatalan setelmen
first leg pada hari yang sama, pembatalan transaksi untuk
pengenaan sanksi dihitung sebanyak 1 (satu) kali.
b. Setelmen pembelian kembali SBSN (second leg).
1) Setelmen second leg dilakukan secara otomatis pada saat BI-SSSS
dibuka pada tanggal Repo SBSN jatuh tempo.
2) Nilai atas setelmen second leg dihitung sebesar :
'
Keterangan :
& * X ,
t = jumlah hari kalender Repo SBSN
Dalam hal selama periode Repo SBSN terdapat pembayaran
imbalan SBSN maka akan mengurangi nilai setelmen second leg.
3) Setelmen second leg dilakukan dengan cara :
a) Mendebet Rekening Giro sebesar nilai setelmen second leg
sebagaimana dimaksud pada angka 2); dan
b) Mengkredit Rekening Perdagangan sebesar nilai nominal surat
berharga yang direpokan.
4) Bank wajib menyediakan saldo Rekening Giro dalam jumlah yang
cukup untuk setelmen second leg.
5) Dalam hal Bank tidak memiliki saldo Rekening Giro dalam jumlah
yang cukup sampai dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS, BI-
SSSS secara otomatis membatalkan setelmen second leg.
6) Pembatalan setelmen second leg hanya dikenakan pada Repo SBSN
jatuh tempo yang tidak memiliki kecukupan dana.
7) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) kali pembatalan setelmen
second leg pada hari yang sama, pembatalan transaksi untuk
pengenaan sanksi dihitung sebanyak 1 (satu) kali.
8) Dalam…
360
0%
9
8) Dalam rangka pemenuhan kewajiban Bank untuk penyelesaian
Repo SBSN jatuh tempo yang diakibatkan karena pembatalan
setelmen second leg, dilakukan hal-hal sebagai berikut:
a) Bank Indonesia mendebet Rekening Giro melalui Sistem BI-
RTGS untuk setelmen biaya Repo SBSN yang harus dibayar;
dan
b) Bank Indonesia melakukan setelmen SBSN sebesar nilai
nominal SBSN yang batal dilakukan setelmen, dengan cara
memperlakukan jenis dan seri SBSN yang batal dibeli kembali
oleh Bank sebagai transaksi jual putus (outright selling) secara
otomatis melalui BI-SSSS.
VI. SANKSI
1. Dalam hal terjadi pembatalan setelmen Repo SBSN sebagaimana
dimaksud pada butir V.3.a.5) dan V.3.b.5), Bank dikenakan sanksi berupa:
a. teguran tertulis, dengan tembusan kepada:
1) Direktorat Perbankan Syariah, dalam hal sanksi diberikan kepada
Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank
Indonesia (KPBI); atau
2) Kantor Bank Indonesia (KBI) setempat cq. Tim Pengawas Bank,
dalam hal sanksi diberikan kepada Bank yang berkantor pusat di
wilayah kerja KBI; dan
b. kewajiban membayar sebesar 10/00 (satu per seribu) dari nilai nominal
Repo SBSN yang dinyatakan batal atau paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar Rupiah); dan
c. penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan OMS selama 5 (lima)
hari kerja berturut-turut dalam hal Bank dikenakan teguran tertulis
untuk ketiga kalinya dalam jangka waktu 6 (enam) bulan karena
pembatalan transaksi kegiatan OMS dengan Bank Indonesia sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
2. Penyampaian…
10
2. Penyampaian surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada butir 1.a.
dan pemberitahuan sanksi larangan mengajukan Repo SBSN sebagaimana
dimaksud pada butir 1.c. dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah
terjadinya pembatalan transaksi.
3. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud pada
butir 1.b. dilakukan dengan mendebet Rekening Giro Bank yang
dikenakan sanksi pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan
setelmen Repo SBSN.
VII. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 10 Desember
2008. 1
Februari 20
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA
EDDY SULAEMAN YUSUF
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
DPM
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 10/44/DPM|SE-BI/2008 </reg_id>
<reg_title> Tata Cara Transaksi Repurchase Agreement (Repo) Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dengan Bank Indonesia. </reg_title>
<set_date> 10 Desember 2008 </set_date>
<effective_date> 10 Desember 2008 </effective_date>
<related_reg> '10/36/PBI/2008' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi VI' </penalty_list>
|
No. 10/ 30/DPM
Jakarta, 23 September 2008
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM DAN PIALANG
Perihal : Perubahan Ketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
7/1/DPM tanggal 3 Januari 2005 perihal Pelaksanaan Transaksi
Fine Tune Operations dalam rangka Operasi Pasar Terbuka
Dalam rangka meningkatkan efektivitas pelaksanaan transaksi Fine Tune
Operations, dipandang perlu untuk mengubah ketentuan dalam Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 7/1/DPM tanggal 3 Januari 2005 perihal Pelaksanaan Transaksi
Fine Tune Operations dalam rangka Operasi Pasar Terbuka sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/23/DPM tanggal 14
Juli 2008, sebagai berikut:
Ketentuan BAB II huruf A angka 3 diubah, sehingga BAB II huruf A berbunyi
sebagai berikut:
II. MEKANISME UMUM PELAKSANAAN TRANSAKSI FTO
A. Mekanisme Transaksi FTO
1. Bank Indonesia melakukan transaksi FTO sewaktu-waktu apabila
diperlukan dengan mekanisme lelang melalui BI-SSSS.
2. Mekanisme lelang transaksi FTO dilakukan dengan metode:
a. Harga tetap (fixed rate)
Bank Indonesia menetapkan tingkat diskonto atau suku bunga (repo
rate) transaksi FTO.
b. Harga beragam (variable rate)
Bank ...
2
Bank dan/atau Pialang mengajukan penawaran kuantitas dan tingkat
diskonto atau suku bunga (repo rate) transaksi FTO.
3. Transaksi FTO memiliki jangka waktu 1 (satu) hari sampai dengan 3
(tiga) bulan yang dinyatakan dalam hari kalender. Dalam hal tanggal
jatuh waktu transaksi FTO bertepatan dengan hari libur maka tanggal
jatuh waktu transaksi dimaksud ditetapkan pada hari kerja berikutnya.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 23 September
2008.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran
ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
EDDY SULAEMAN YUSUF
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
DPM
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 10/30/DPM|SE-BI/2008 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Ketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/1/DPM tanggal 3 Januari 2005 perihal Pelaksanaan Transaksi Fine Tune Operations dalam rangka Operasi Pasar Terbuka </reg_title>
<set_date> 23 September 2008 </set_date>
<effective_date> 23 September 2008 </effective_date>
<changed_reg> '7/1/DPM|SE-BI/2005' </changed_reg>
<extension_of> '10/23/DPM|SE-BI/2008' </extension_of>
<related_reg> '7/1/DPM|SE-BI/2005', '10/23/DPM|SE-BI/2008' </related_reg>
|
No. 14/ 6 /DPM
2008 31 Maret
Jakarta, 13 Februari 2012
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM SYARIAH ,UNIT USAHA SYARIAH, DAN
LEMBAGA PERANTARA
Perihal : Tata Cara Pembelian dan Penjualan Surat Berharga
Syariah Negara Secara Outright Dari Bank Indonesia di
Pasar Sekunder Dalam Rangka Operasi Pasar Terbuka
Syariah.
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
10/36/PBI/2008 perihal Operasi Moneter Syariah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 197, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4944) sebagaimana telah diubah
beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
13/24/PBI/2011 perihal Perubahan Kedua Atas Peraturan Bank
Indonesia Nomor 10/36/PBI/2008 Tentang Operasi Moneter Syariah
(Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2011 Nomor 119), perlu
untuk mengatur ketentuan mengenai tata cara pembelian dan
penjualan SBSN secara outright dari Bank Indonesia di pasar sekunder
dalam rangka Operasi Pasar Terbuka Syariah dalam suatu Surat
Edaran Bank Indonesia sebagai berikut :
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan :
1. Bank adalah Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.
2. Bank Umum Syariah yang selanjutnya disingkat BUS adalah
Bank …
2
Bank Umum Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
3. Unit Usaha Syariah yang selanjutnya disingkat UUS adalah Unit
Usaha Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
4. Lembaga Perantara adalah pialang pasar uang rupiah dan
valuta asing, dan pialang pasar modal yang ditunjuk oleh
Menteri Keuangan Republik Indonesia sebagai dealer utama.
5. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat
SBSN adalah surat berharga negara yang diterbitkan
berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian
penyertaan terhadap aset SBSN dalam mata uang rupiah.
6. SBSN Jangka Panjang adalah SBSN yang berjangka waktu lebih
dari 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran imbalan berupa
kupon dan/atau secara diskonto.
7. SBSN Jangka Pendek atau Surat Perbendaharaan Negara
Syariah adalah SBSN yang berjangka waktu sampai dengan 12
(dua belas) bulan dengan pembayaran imbalan berupa kupon
dan/atau secara diskonto.
8. Operasi Moneter Syariah yang selanjutnya disingkat OMS
adalah pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia
dalam rangka pengendalian moneter melalui kegiatan operasi
pasar terbuka dan penyediaan standing facilities berdasarkan
prinsip syariah.
9. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang
selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem
transfer dana elektronik antar peserta dalam mata uang rupiah.
10. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang
selanjutnya disingkat BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan
Bank Indonesia termasuk penatausahaannya dan
penatausahaan …
3
penatausahaan surat berharga secara elektronik .
11. Rekening Giro adalah rekening giro milik Bank dalam mata
uang rupiah di Bank Indonesia.
12. Rekening Surat Berharga adalah rekening surat berharga milik
Bank yang digunakan untuk mencatat kepemilikan surat
berharga di Central Registry yang dapat diperdagangkan.
13. Sistem Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya disebut
Sistem LHBU adalah sarana pelaporan Bank kepada Bank
Indonesia secara harian, termasuk penyediaan informasi pasar
uang dan pengumuman dari Bank Indonesia.
II. PEMBELIAN DAN PENJUALAN SBSN SECARA OUTRIGHT DARI
BANK INDONESIA DI PASAR SEKUNDER
1. Pembelian dan penjualan SBSN secara outright dari Bank
Indonesia di pasar sekunder dilakukan dalam rangka kontraksi
moneter dan/atau ekspansi moneter serta dalam rangka
menjaga ketersediaan SBSN yang diperlukan sebagai instrumen
OMS dalam mencapai sasaran operasional kebijakan moneter
Bank Indonesia.
2. SBSN yang dapat ditransaksikan terdiri dari SBSN Jangka
Panjang dan SBSN Jangka Pendek.
3. Bank Indonesia melakukan transaksi pembelian dan penjualan
SBSN secara outright di pasar sekunder dengan mekanisme
lelang atau non lelang.
4. Bank Indonesia dapat melakukan transaksi pembelian dan
penjualan SBSN secara outright di pasar sekunder pada setiap
hari kerja.
5. Transaksi pembelian dan penjualan SBSN secara outright di
pasar sekunder dapat diikuti oleh Bank yang memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. Berstatus …
4
a. Berstatus aktif sebagai peserta BI-SSSS dan BI-RTGS;
b. Tidak dalam masa penghentian sanksi sementara untuk
mengikuti OMS;
c. Memiliki Rekening Giro; dan
d. Memiliki Rekening Surat Berharga.
6. Transaksi pembelian dan penjualan SBSN secara outright di
pasar sekunder dengan mekanisme Lelang
a. Metode Transaksi
1) Bank Indonesia melakukan lelang transaksi pembelian
dan penjualan SBSN secara outright di pasar sekunder
melalui BI-SSSS atau melalui sarana lainnya.
2) Mekanisme lelang dilakukan dengan metode sebagai
berikut :
a) harga tetap (fixed rate tender)
Yield atau harga transaksi pembelian dan penjualan
SBSN ditetapkan oleh Bank Indonesia; atau
b) harga beragam (variable rate tender)
Yield atau harga transaksi pembelian dan penjualan
SBSN diajukan oleh Bank.
b. Pengumuman Lelang
1) Window time transaksi pembelian dan penjualan SBSN
secara outright di pasar sekunder dapat dilakukan
antara pukul 08.00 WIB sampai dengan 16.00 WIB.
2) Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang transaksi
pembelian dan penjualan SBSN secara outright di pasar
sekunder paling lambat sebelum window time, melalui
BI-SSSS, Sistem-LHBU dan/atau sarana lainnya.
3) Pengumuman rencana lelang pembelian dan penjualan
SBSN secara outright di pasar sekunder, antara lain
meliputi:
a) tanggal …
5
a) tanggal lelang;
b) window time;
c) target indikatif (apabila lelang dilakukan dengan
metode variable rate tender);
d) yield atau harga SBSN (apabila lelang dilakukan
dengan metode fixed rate tender);
e)
f)
jenis dan seri SBSN yang akan ditransaksikan; dan
tanggal dan waktu setelmen.
c. Pengajuan Penawaran
1) Bank dapat mengajukan penawaran lelang pembelian
dan penjualan SBSN secara outright di pasar sekunder
secara langsung dan/atau melalui Lembaga
Perantara.
2) Lembaga Perantara mengajukan penawaran lelang
pembelian dan penjualan SBSN secara outright di pasar
sekunder untuk kepentingan Bank.
3) Bank secara langsung dan/atau melalui Lembaga
Perantara mengajukan penawaran lelang pembelian
dan penjualan SBSN secara outright di pasar sekunder
kepada Bank Indonesia melalui BI-SSSS dalam
window time yang ditetapkan.
4) Pengajuan penawaran lelang pembelian dan penjualan
SBSN secara outright di pasar sekunder antara lain
meliputi:
a) kuantitas transaksi, untuk lelang dengan metode
fixed rate tender;
b) kuantitas transaksi dan yield atau harga SBSN,
untuk lelang dengan metode variable rate tender.
5) Pengajuan setiap penawaran kuantitas dari Bank paling
kurang 1.000 (seribu) unit atau sebesar
Rp …
6
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan selebihnya
dengan kelipatan 100 (seratus) unit atau sebesar
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
6) Dalam hal transaksi pembelian dan penjualan SBSN
secara outright di pasar sekunder dilakukan dengan
metode variable rate tender, penawaran yield dilakukan
dengan kelipatan sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu).
7) Bank dan Lembaga Perantara bertanggung jawab
atas kebenaran data penawaran pembelian dan
penjualan SBSN secara outright di pasar sekunder yang
disampaikan kepada Bank Indonesia.
8) Bank dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan
penawaran yang telah disampaikan kepada Bank
Indonesia.
d. Penetapan Pemenang Lelang
1) Dalam hal lelang pembelian dan penjualan SBSN secara
outright di pasar sekunder dengan metode fixed rate
tender, maka penetapan kuantitas yang dimenangkan
dihitung dengan cara :
a) Penawaran kuantitas yang diajukan Bank
dimenangkan seluruhnya; atau
b) Dalam hal diperlukan, penawaran kuantitas yang
diajukan Bank dapat dimenangkan sebagian dengan
perhitungan secara proporsional dengan pembulatan
nominal terkecil SBSN sebesar Rp1.000.000,00 (satu
juta rupiah).
2) Dalam hal lelang pembelian dan penjualan SBSN secara
outright di pasar sekunder dilakukan dengan metode
variable rate tender, maka Bank Indonesia menetapkan
tingkat yield yang dapat diterima (Stop Out Rate/SOR)
atau …
7
atau harga yang dapat diterima, dan kuantitas yang
dimenangkan dihitung dengan cara :
a) Lelang pembelian SBSN
(1) dalam hal yield yang diajukan oleh Bank lebih
tinggi dari SOR atau harga yang diajukan oleh
Bank lebih rendah dari harga yang dapat
diterima, Bank memenangkan seluruh kuantitas
yang diajukan.
(2) dalam hal yield yang diajukan oleh Bank sama
dengan SOR atau harga yang diajukan oleh Bank
sama dengan harga yang dapat diterima, Bank
dapat memenangkan seluruh atau sebagian
penawaran kuantitas yang diajukan dengan
perhitungan secara proporsional dengan
pembulatan nominal berdasarkan unit terkecil
SBSN sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah).
b) Lelang penjualan SBSN
(1) dalam hal yield yang diajukan oleh Bank lebih
rendah dari SOR atau harga yang diajukan oleh
Bank lebih tinggi dari harga yang dapat diterima,
Bank memenangkan seluruh kuantitas SBSN
yang diajukan; dan
(2) dalam hal yield yang diajukan oleh Bank sama
dengan SOR atau harga yang diajukan oleh Bank
sama dengan harga yang dapat diterima, Bank
dapat memenangkan seluruh atau sebagian
penawaran kuantitas yang diajukan dengan
perhitungan secara proporsional dengan
pembulatan nominal berdasarkan unit terkecil
SBSN sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah).
3) Bank …
8
3) Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada
pemenang lelang pembelian dan penjualan SBSN.
Contoh perhitungan pemenang lelang SBSN tercantum
dalam Lampiran 1 yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
e. Pengumuman Hasil Lelang Pembelian dan Penjualan
SBSN
Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang penjualan
dan pembelian SBSN setelah window time ditutup, sebagai
berikut:
1) secara individual kepada pemenang lelang melalui
BI-SSSS, antara lain berupa nilai nominal dan yield
atau harga yang dimenangkan; dan
2) secara keseluruhan melalui BI-SSSS, Sistem LHBU
dan/atau sarana lainnya, antara lain berupa nominal
seluruh penawaran yang masuk, kisaran bid rate dan
rata-rata tertimbang tingkat yield.
7. Pembelian dan Penjualan SBSN secara outright di pasar
sekunder secara Non Lelang
a. Pembelian dan penjualan SBSN secara outright di pasar
sekunder dilakukan secara bilateral antara Bank Indonesia
dengan Bank secara langsung atau melalui Lembaga
Perantara.
b. Transaksi dilakukan melalui sarana Reuters Monitoring
Dealing System (RMDS) atau Bloomberg atau sarana lainnya.
8. Setelmen Pembelian dan Penjualan SBSN secara outright di
pasar sekunder secara Lelang dan Non Lelang
a. Bank wajib memiliki dana di Rekening Giro yang mencukupi
untuk setelmen pembelian SBSN secara outright di pasar
sekunder dari Bank Indonesia atau memiliki jenis dan seri
SBSN …
9
SBSN di Rekening Surat Berharga yang mencukupi untuk
setelmen penjualan SBSN secara outright di pasar sekunder
kepada Bank Indonesia.
b. Setelmen pembelian dan penjualan SBSN secara outright di
pasar sekunder dilakukan melalui Sistem BI-RTGS dan BI-
SSSS secara delivery versus payment (DVP) dengan
mekanisme transaksi per transaksi (gross to gross).
c. Bank Indonesia melakukan setelmen pembelian dan
penjualan SBSN secara outright di pasar sekunder paling
lama 2 (dua) hari kerja.
Perhitungan nilai dan setelmen penjualan dan pembelian
SBSN secara outright di pasar sekunder terdapat pada
Lampiran 1 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Surat Edaran Bank Indonesia ini.
d. Dalam hal Bank tidak memiliki jenis dan seri SBSN di
Rekening Surat Berharga atau tidak memiliki dana di
Rekening Giro yang mencukupi untuk memenuhi kewajiban
setelmen pembelian dan penjualan SBSN secara outright di
pasar sekunder yang dilakukan sampai dengan cut-off
warning Sistem BI-RTGS sehingga mengakibatkan kegagalan
setelmen, BI-SSSS secara otomatis membatalkan transaksi
pembelian dan penjualan SBSN dimaksud.
e. Atas batalnya transaksi pembelian dan penjualan SBSN
secara outright di pasar sekunder sebagaimana dimaksud
dalam huruf d, maka Bank yang bersangkutan dikenakan
sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia
tentang Operasi Moneter Syariah.
III. TATA …
10
III. TATA CARA PENGENAAN SANKSI
1. Sanksi karena batalnya transaksi pembelian dan penjualan
SBSN secara outright di pasar sekunder dari Bank Indonesia
dalam rangka Operasi Pasar Terbuka Syariah
a. Dalam hal Bank tidak dapat memenuhi kewajiban pada saat
dilakukan setelmen sehingga menyebabkan batalnya
transaksi pembelian dan penjualan SBSN secara outright di
pasar sekunder dari Bank Indonesia dalam rangka Operasi
Pasar Terbuka Syariah, Bank dikenakan sanksi berupa:
1) teguran tertulis dengan tembusan kepada:
a) Direktorat Perbankan Syariah, dalam hal sanksi
diberikan kepada Bank yang berkantor pusat di
wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI);
atau
b) Kantor Bank Indonesia (KBI) setempat cq. Tim
Pengawas Bank, dalam hal sanksi diberikan kepada
Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KBI; dan
2) kewajiban membayar sebesar 0,01% (satu per sepuluh
ribu) dari nilai transaksi pembelian dan penjualan SBSN
secara outright di pasar sekunder yang dinyatakan batal,
paling sedikit sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta
rupiah) dan paling banyak sebesar Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah).
b. Dengan tidak mengurangi sanksi sebagaimana dimaksud
pada butir a.2 dalam hal Bank melakukan transaksi OMS
yang dinyatakan batal sebanyak 3 (tiga) kali dalam kurun
waktu 6 (enam) bulan, Bank dikenakan sanksi berupa
penghentian sementara untuk mengikuti OMS selama 5
(lima) hari kerja berturut-turut.
c. Penyampaian …
11
c. Penyampaian teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam
butir a.1) dan pemberitahuan sanksi larangan mengajukan
transaksi OMS sebagaimana dimaksud pada huruf b
dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya
pembatalan transaksi.
d. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana
dimaksud dalam butir a.2) dilakukan dengan mendebet
Rekening Giro Bank yang bersangkutan pada 1 (satu) hari
kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi.
e. Sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan
OMS sebagaimana dimaksud dalam huruf b diberlakukan
mulai 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan
transaksi.
f. Dalam hal terdapat lebih dari 3 (tiga) kali pembatalan
transaksi OMS dalam 1 (satu) hari, maka pengenaan sanksi
penghentian sementara sebagaimana dimaksud dalam
huruf b hanya memperhitungkan 3 (tiga) kali pembatalan.
2. Contoh pengenaan sanksi karena pembatalan transaksi OMS
terdapat pada Lampiran 2 yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
IV. PENUTUP
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 13
Februari 2012.
Agar …
12
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar maklum.
BANK INDONESIA,
HENDAR
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 14/6/DPM|SE-BI/2012 </reg_id>
<reg_title> Tata Cara Pembelian dan Penjualan Surat Berharga Syariah Negara Secara Outright Dari Bank Indonesia di Pasar Sekunder Dalam Rangka Operasi Pasar Terbuka Syariah. </reg_title>
<set_date> 13 Februari 2012 </set_date>
<effective_date> 13 Februari 2012 </effective_date>
<related_reg> '10/36/PBI/2008', '13/24/PBI/2011' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi III' </penalty_list>
|
No.13/ 10 /DPbS
Jakarta, 13 April 2011
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM SYARIAH
DAN UNIT USAHA SYARIAH
DI INDONESIA
Perihal: Penilaian Kualitas Aktiva Bagi Bank Umum Syariah dan Unit
Usaha Syariah.
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor
13/13/PBI/2011 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bagi Bank Umum Syariah dan
Unit Usaha Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor
40, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5205), yang
selanjutnya disebut PBI Kualitas Aktiva, perlu mengatur kembali ketentuan
pelaksanaan mengenai penilaian kualitas aktiva bagi Bank Umum Syariah dan
Unit Usaha Syariah, sebagai berikut:
I. UMUM
1. Sejalan dengan meningkatnya kompleksitas usaha, Bank perlu
menjaga kelangsungan usahanya, antara lain dengan meningkatkan
kemampuan dan efektivitas Bank dalam mengelola risiko kredit dan
meminimalkan potensi kerugian dari penyediaan dana.
2. Pengembangan industri perbankan syariah perlu didukung antara lain
dengan perangkat penilaian kualitas aktiva yang lebih
menggambarkan karakteristik usaha nasabah yang dibiayai dan produk
yang …
2
yang ditawarkan Bank.
3. Penetapan kualitas aktiva merupakan hasil penilaian atas faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap kondisi dan kinerja nasabah yang antara
lain terdiri dari prospek usaha, kinerja (performance), dan kemampuan
membayar nasabah.
4. Dalam menilai prospek usaha nasabah, Bank perlu memperhatikan
upaya yang dilakukan nasabah dalam rangka memelihara lingkungan
hidup.
II. KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DALAM BENTUK PEMBIAYAAN
1. Penetapan Kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Pembiayaan
a. Penilaian kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Pembiayaan
ditetapkan berdasarkan faktor-faktor sebagai berikut: prospek
usaha; kinerja (performance); dan kemampuan membayar
nasabah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 PBI Kualitas
Aktiva.
b. Parameter komponen-komponen dari masing-masing faktor
penilaian sebagaimana dimaksud pada huruf a diuraikan
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran yang tidak terpisahkan
dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
c. Dalam hal terdapat 2 (dua) atau lebih parameter dari komponen
faktor penilaian yang menunjukkan kualitas yang berbeda untuk
1 (satu) rekening maka penggolongan kualitas Aktiva Produktif
dalam bentuk Pembiayaan menggunakan kualitas yang paling
rendah.
2. Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup
a. Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf e PBI
Kualitas Aktiva, salah satu kriteria untuk penilaian prospek
usaha adalah upaya yang dilakukan nasabah dalam rangka
memelihara …
3
memelihara lingkungan hidup, khususnya nasabah yang berskala
besar yang kegiatan usahanya memiliki dampak penting terhadap
lingkungan hidup.
Kewajiban melakukan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(AMDAL) mengacu pada peraturan perundang-undangan yang
mengatur mengenai perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup.
b. AMDAL merupakan kajian mengenai dampak besar dan penting
suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada
lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan
keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
Hasil AMDAL diperlukan untuk memastikan kelayakan proyek
yang dibiayai dari aspek lingkungan. Kegiatan berdampak
penting yang dilakukan tanpa AMDAL dapat membawa dampak
yang merugikan di kemudian hari karena tidak adanya
perencanaan pengelolaan lingkungan yang memadai oleh
nasabah sehingga tidak akan diketahui dampak yang mungkin
timbul dari kegiatan usaha nasabah. Hal ini selanjutnya dapat
berdampak kepada kelangsungan usaha dan kemampuan nasabah
untuk mengembalikan Pembiayaan.
c.
Jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi
dengan AMDAL mengacu pada Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup yang mengatur mengenai jenis usaha atau
kegiatan yang wajib dilengkapi dengan AMDAL.
III. KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DALAM BENTUK SURAT
BERHARGA SYARIAH
1. Surat Berharga Syariah dapat digolongkan menjadi surat berharga
yang diakui berdasarkan nilai pasar yaitu berupa surat berharga yang
tersedia …
4
tersedia untuk dijual (Available For Sale) dan/atau untuk
diperdagangkan (Trading), dan surat berharga yang diakui
berdasarkan harga perolehan yaitu untuk surat berharga yang dimiliki
hingga jatuh tempo (Hold To Maturity). Selain itu, dalam rangka
mengakomodasi karakteristik tertentu dari surat berharga yang
tersedia di pasar yang dapat dimiliki oleh Bank, terdapat juga surat
berharga yang dihubungkan atau dijamin dengan aset tertentu yang
mendasari dan surat berharga yang diterbitkan dan/atau diendos oleh
bank lain.
2. Penilaian kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Surat Berharga
Syariah secara umum ditetapkan berdasarkan faktor-faktor sebagai
berikut: peringkat yang dimiliki dari Surat Berharga Syariah atau aset
yang mendasari Surat Berharga Syariah tersebut; kewajiban
pembayaran yang dilakukan dalam waktu dan jumlah yang tepat
sesuai perjanjian; waktu jatuh tempo dari Surat Berharga Syariah; dan
kualitas penerbit Surat Berharga Syariah yang bersangkutan. Sebagai
contoh, dalam hal penerbit Surat Berharga Syariah adalah bank, maka
penetapan kualitas Surat Berharga Syariah didasarkan pada kualitas
penempatan dari bank yang bersangkutan.
3. Peringkat investasi dalam penetapan kualitas Surat Berharga Syariah
mengacu kepada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
lembaga pemeringkat dan peringkat yang diakui oleh Bank Indonesia.
4. Peringkat untuk Surat Berharga Syariah perusahaan Indonesia yang
diperdagangkan di bursa efek terkemuka di luar negeri yang paling
kurang setara dengan bursa efek di Indonesia, adalah peringkat Surat
Berharga Syariah yang diperdagangkan di bursa efek luar negeri
tersebut. Dalam hal tidak terdapat peringkat untuk Surat Berharga
Syariah yang diperdagangkan di bursa efek luar negeri tersebut maka
mengacu pada peringkat dari Surat Berharga Syariah yang relatif
sejenis …
5
sejenis yang diterbitkan oleh perusahaan tersebut yang
diperdagangkan di bursa efek di Indonesia atau didasarkan atas
ketentuan penilaian kualitas penyediaan dana dalam hal perusahaan
tersebut tidak menerbitkan Surat Berharga Syariah di Indonesia.
IV. PENUTUP
Dengan diberlakukannya Surat Edaran Bank Indonesia ini maka:
a. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/22/DPbS tanggal 18 Oktober
2006 perihal Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum yang
Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah; dan
b. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/36/DPbS tanggal 22 Oktober
2008 perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
8/22/DPbS tanggal 18 Oktober 2006 perihal Penilaian Kualitas Aktiva
Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip
Syariah
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada
tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HALIM ALAMSYAH
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 13/10/DPbS|SE-BI/2011 </reg_id>
<reg_title> Penilaian Kualitas Aktiva Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. </reg_title>
<set_date> 13 April 2011 </set_date>
<effective_date> 13 April 2011 </effective_date>
<replaced_reg> '10/36/DPbS|SE-BI/2008', '8/22/DPbS|SE-BI/2006' </replaced_reg>
<related_reg> '13/13/PBI/2011' </related_reg>
|
No. 10 /26/ DPNP
Jakarta, 15 Juli 2008
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM
YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL
DI INDONESIA
Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
8/15/DPNP tanggal 12 Juli 2006 perihal Laporan Berkala
Bank Umum
Menunjuk Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/15/DPNP tanggal
12 Juli 2006 perihal Laporan Berkala Bank Umum, khususnya pada Bab V
mengenai Format Laporan Berkala Bank Umum (LBBU), dan memperhatikan
adanya tambahan informasi yang diperlukan sehubungan dengan penerapan
manajemen risiko secara konsolidasi serta perubahan metode perhitungan
kewajiban penyediaan modal minimum dengan memperhitungkan risiko pasar,
maka dipandang perlu untuk melakukan perubahan format laporan dan
penjelasan dalam Pedoman Penyusunan Laporan Berkala Bank Umum yang
merupakan lampiran dari Surat Edaran tersebut di atas.
Perubahan format LBBU dan Pedoman Penyusunan Laporan Berkala
Bank Umum dimaksud adalah sebagai berikut:
I. Format LBBU untuk data Maturity Profile diubah menjadi sesuai dengan
format dalam Formulir 4b pada Pedoman Penyusunan LBBU.
II. Format …
II. Format LBBU untuk data BMPK diubah menjadi sesuai dengan format
dalam Formulir 5a, Formulir 5b, Formulir 6a, Formulir 6b, Formulir 7a,
dan Formulir 7b pada Pedoman Penyusunan LBBU.
III. Format LBBU untuk data Kewajiban Penyediaan Modal Minimum
dengan Memperhitungkan Risiko Pasar diubah menjadi sesuai dengan
format dalam Formulir 9a, Formulir 9b, Formulir 9c, Formulir 9d, Formulir
9e, Formulir 9f, Formulir 9g, Formulir 9h, Formulir 9i, Formulir 9j,
Formulir 9k, Formulir 9l, Formulir 9m, dan Formulir 9n pada Pedoman
Penyusunan LBBU.
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini berlaku sejak tanggal
1 Agustus 2008.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HALIM ALAMSYAH
DIREKTUR DIREKTORAT
PENELITIAN DAN PENGATURAN PERBANKAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 10/26/DPNP|SE-BI/2008 </reg_id>
<reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/15/DPNP tanggal 12 Juli 2006 perihal Laporan Berkala Bank Umum </reg_title>
<set_date> 15 Juli 2008 </set_date>
<effective_date> 1 Agustus 2008 </effective_date>
<changed_reg> '8/15/DPNP|SE-BI/2006' </changed_reg>
<related_reg> '8/15/DPNP|SE-BI/2006' </related_reg>
|
No. 7/58/DPBPR
Jakarta, 23 Desember 2005
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT
DI INDONESIA
Perihal : Penilaian dan Pengenaan Sanksi atas Penerapan Prinsip
Mengenal Nasabah dan Kewajiban Lain Terkait dengan
Undang-Undang tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
--------------------------------------------------------------------------
Sehubungan dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002
tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2002 Nomor 30, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4191) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 108, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4324), yang untuk selanjutnya
disebut dengan UU TPPU, dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/23/PBI/2003
tanggal 23 Oktober 2003 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know
Your Customer Principles) Bagi Bank Perkreditan Rakyat (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4328) maka dalam rangka memastikan kepatuhan
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) terhadap kewajiban penerapan prinsip mengenal
nasabah dan kewajiban lain
terkait dengan UU TPPU, Bank Indonesia
memandang perlu untuk melakukan penilaian atas penerapan prinsip mengenal
nasabah…
nasabah dan kewajiban lain terkait dengan UU TPPU serta mengenakan sanksi
atas pelanggaran yang dilakukan BPR, dengan ketentuan sebagai berikut:
I. TUJUAN DAN CARA PENILAIAN
1. Penilaian atas penerapan prinsip mengenal nasabah dan kewajiban lain
terkait dengan UU TPPU, untuk selanjutnya disebut dengan Penilaian
atas Penerapan KYC dan UU TPPU, dimaksudkan untuk memperoleh
gambaran menyeluruh mengenai kecukupan dan efektivitas penerapan
KYC dan UU TPPU pada setiap BPR. Gambaran menyeluruh mengenai
kecukupan dan efektivitas penerapan KYC dan UU TPPU tersebut
diperlukan untuk mengetahui tingkat
kepatuhan BPR terhadap
ketentuan yang berlaku dan efektivitas penerapannya, serta untuk
mengidentifikasi langkah-langkah perbaikan yang diperlukan.
2. Bank Indonesia melakukan penilaian secara kuantitatif atas faktor-faktor
manajemen terhadap penerapan KYC dan UU TPPU berdasarkan hasil
pemeriksaan Bank Indonesia.
II. CAKUPAN DAN KRITERIA PENILAIAN
1. Penilaian atas penerapan KYC dan UU TPPU pada BPR mencakup
5 (lima) faktor manajemen dalam penerapan KYC dan UU TPPU,
yakni:
a. Pengawasan secara aktif oleh Direksi dan Dewan Komisaris;
b. Kebijakan dan Prosedur;
c. Sistem Informasi Manajemen;
d.
Pengendalian Intern; dan
e. Sumber Daya Manusia dan Pelatihan.
2. Kriteria…
2. Kriteria penilaian terhadap masing-masing faktor tersebut adalah
sebagaimana tercantum dalam Lampiran Surat Edaran ini.
3. Hasil penilaian diberikan terhadap masing-masing faktor tersebut
berupa nilai dalam skala 1 (satu) sampai dengan 5 (lima) sesuai dengan
kriteria sebagaimana dimaksud dalam angka 2.
4. Berdasarkan hasil penilaian atas masing-masing faktor tersebut, secara
kuantitatif ditetapkan hasil akhir penilaian atas penerapan KYC dan UU
TPPU yang dituangkan dalam predikat penilaian berupa nilai dalam
skala 1 sampai dengan 5 sebagai berikut :
a.
Nilai 1 sampai dengan 1,9 mencerminkan bahwa penerapan KYC
dan UU TPPU tergolong Sangat Baik, karena penerapannya dinilai
sangat memadai dan sangat efektif untuk mengurangi risiko terkait
dengan pencucian uang serta untuk memenuhi kewajiban sesuai
ketentuan yang berlaku antara lain kewajiban pelaporan transaksi
keuangan mencurigakan
dan transaksi
b.
tunai kepada
Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK);
Nilai 2 sampai dengan 2,9 mencerminkan bahwa penerapan KYC
dan UU TPPU tergolong Baik,
memadai dan efektif untuk mengurangi
karena penerapannya dinilai telah
risiko terkait dengan
pencucian uang dan untuk memenuhi kewajiban sesuai ketentuan
yang berlaku antara lain kewajiban pelaporan transaksi keuangan
mencurigakan dan transaksi tunai kepada PPATK;
c.
Nilai 3 sampai dengan 3,9 mencerminkan bahwa penerapan KYC
dan UU TPPU tergolong Cukup Baik, karena penerapannya dinilai
cukup memadai dan cukup efektif untuk mengurangi risiko terkait
dengan pencucian uang dan untuk memenuhi kewajiban sesuai
ketentuan…
Pusat
ketentuan yang berlaku antara lain kewajiban pelaporan transaksi
keuangan mencurigakan dan transaksi tunai kepada PPATK,
walaupun masih terdapat kelemahan-kelemahan cukup signifikan;
d.
Nilai 4 sampai dengan 4,9 mencerminkan bahwa penerapan KYC
dan UU TPPU tergolong Kurang Baik, karena penerapannya dinilai
kurang memadai dan kurang efektif untuk mengurangi risiko terkait
dengan pencucian uang dan untuk memenuhi kewajiban sesuai
ketentuan yang berlaku antara lain kewajiban pelaporan transaksi
keuangan mencurigakan dan transaksi tunai kepada PPATK dan
masih terdapat kelemahan-kelemahan signifikan yang harus
diperbaiki;
e.
Nilai 5 mencerminkan bahwa penerapan KYC dan UU TPPU
tergolong Tidak Baik, karena penerapannya dinilai tidak memadai
dan tidak efektif untuk mengurangi risiko terkait dengan pencucian
uang dan untuk memenuhi kewajiban sesuai ketentuan yang
berlaku antara
lain kewajiban
pelaporan transaksi
mencurigakan dan transaksi tunai kepada PPATK.
III. TINDAK LANJUT HASIL PENILAIAN
1. Hasil penilaian penerapan KYC dan UU TPPU diperhitungkan dalam
penilaian tingkat kesehatan BPR melalui faktor manajemen.
2. Dalam hal hasil penilaian penerapan KYC dan UU TPPU adalah 5
(Tidak Baik) maka dikenakan
angka IV.
sanksi
sebagaimana
diatur dalam
keuangan
IV. PENGENAAN…
IV. PENGENAAN SANKSI
Bank Indonesia mengenakan sanksi administratif atas pelanggaran terhadap
Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 6, Pasal 7 Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal
11, Pasal 12, Pasal 13 dan Pasal 15 Peraturan Bank Indonesia tentang
Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles)
Bagi BPR, antara lain:
1. Teguran Tertulis.
2. Penurunan Tingkat Kesehatan BPR menjadi Tidak Sehat.
Yang dimaksud dengan tingkat kesehatan BPR adalah tingkat kesehatan
sebagaimana dimaksud dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia
Nomor 30/12/KEP/DIR tanggal 30 April 1997 tentang Tata Cara
Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat.
3. Pembekuan Kegiatan Usaha Tertentu.
Pembekuan kegiatan usaha tertentu adalah larangan terhadap kegiatan
usaha yang menurut penilaian Bank Indonesia merupakan kegiatan
usaha berisiko tinggi untuk digunakan sebagai sarana pencucian uang
dalam hal BPR tidak menerapkan prinsip mengenal nasabah secara
memadai.
4. Pemberhentian Pengurus BPR dan Pencantuman dalam Daftar Tidak
Lulus (DTL).
Pemberhentian pengurus BPR dan Pencantuman dalam DTL melalui
mekanisme penilaian kemampuan dan kepatutan (fit and proper test)
dilakukan dalam hal:
a. Pengurus BPR tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan
untuk memastikan ketaatan BPR terhadap ketentuan KYC, dan/atau
b. Pengurus BPR terlibat dalam tindak pidana pencucian uang.
V. PENUTUP…
V. PENUTUP
Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 23 Desember 2005.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
IRMAN DJAJA DALIMI
DIREKTUR PENGAWASAN
BANK PERKREDITAN RAKYAT
DPBPR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 7/58/DPBPR|SE-BI/2005 </reg_id>
<reg_title> Penilaian dan Pengenaan Sanksi atas Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah dan Kewajiban Lain Terkait dengan Undang-Undang tentang Tindak Pidana Pencucian Uang </reg_title>
<set_date> 23 Desember 2005 </set_date>
<effective_date> 23 Desember 2005 </effective_date>
<related_reg> '15/UU/2002', '5/23/PBI/2003', '25/UU/2003' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi IV' </penalty_list>
|
No.15/33/DPM
Jakarta, 27 Agustus 2013
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal : Perubahan Ketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 10/42/DPD tanggal 27 November 2008 perihal
Pembelian Valuta Asing terhadap Rupiah kepada Bank
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
10/28/PBI/2008 tentang Pembelian Valuta Asing terhadap Rupiah
kepada Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
172, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4921), dan
sebagai salah satu upaya untuk mencapai dan memelihara kestabilan
nilai rupiah, perlu untuk melakukan perubahan atas Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 10/42/DPD tanggal 27 November 2008 perihal
Pembelian Valuta Asing terhadap Rupiah kepada Bank sebagaimana telah
beberapa kali diubah, terakhir dengan Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 15/3/DPM tanggal 28 Februari 2013, sebagai berikut:
1. Ketentuan angka 4 huruf a ditambah satu angka yakni angka 7)
sehingga angka 4 huruf a berbunyi sebagai berikut:
4. Pembelian valuta asing terhadap rupiah oleh Nasabah atau Pihak
Asing kepada Bank di atas USD100,000.00 (seratus ribu US Dollar)
atau ekuivalen per bulan per Nasabah atau per Pihak Asing hanya
dapat dilakukan untuk kegiatan yang tidak bersifat spekulatif,
dengan underlying sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2)
dan ayat (3) PBI, diatur sebagai berikut:
a. Untuk …
2
a. Untuk Nasabah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2
PBI, jenis underlying transaksi antara lain dapat berupa:
1) Kegiatan impor barang dan jasa;
2) Pembayaran jasa, seperti:
a) Biaya sekolah di luar negeri;
b) Biaya berobat ke luar negeri;
c) Biaya perjalanan luar negeri untuk keperluan haji,
perjalanan ibadah/wisata rohani, atau wisata lainnya;
d) Pembayaran atas penggunaan jasa konsultan luar
negeri;
e) Pembayaran yang terkait dengan penggunaan tenaga
kerja asing di Indonesia;
3) Pembayaran utang dalam valuta asing;
4) Pembayaran atas pembelian aset di luar negeri;
5) Kegiatan usaha jual beli uang kertas asing (UKA) oleh
pedagang valuta asing (PVA) Bank dan PVA bukan Bank
yang memiliki ijin dari Bank Indonesia yang masih berlaku
untuk memenuhi kebutuhan nasabah PVA, dengan
ketentuan:
a) Bank dapat memenuhi kebutuhan pembelian valuta
asing terhadap rupiah yang dilakukan PVA hanya dalam
bentuk UKA;
b) Penyerahan UKA dalam penyelesaian transaksi
pembelian valuta asing terhadap rupiah dari Bank
kepada PVA harus dilakukan secara fisik;
c) Penyerahan dana rupiah dalam penyelesaian transaksi
pembelian valuta asing terhadap rupiah dapat dilakukan
melalui pemindahbukuan rekening.
6) Kegiatan …
3
6) Kegiatan usaha travel agent;
7) Kegiatan ekspor barang dan jasa.
2. Ketentuan butir 7.c.2)a) diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
a) Untuk kegiatan impor barang dan jasa, dokumen antara lain
berupa fotokopi Pemberitahuan Impor Barang (PIB) yang
dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, Letter of Credit (L/C),
invoice dengan masa berlaku paling lama 6 (enam) bulan setelah
tanggal penerbitan invoice, proforma invoice atau list of invoices;
(1) Dokumen underlying berupa list of invoices diatur sebagai
berikut:
(a) list of invoices ditandatangani oleh pihak berwenang dari
Nasabah; dan
(b) penyerahan list of invoices oleh Nasabah disertakan dengan
invoices asli untuk kepentingan verifikasi oleh Bank dan
untuk selanjutnya invoices asli tersebut dapat
ditatausahakan oleh Nasabah.
(2) Dokumen underlying berupa proforma invoice diatur sebagai
berikut:
(a) proforma invoice bersifat tetap dan final, dan menjadi satu
kesatuan yang tidak terpisahkan dengan invoice final;
(b) jumlah pembelian valuta asing terhadap rupiah dengan
dasar dokumen proforma invoice paling banyak sebesar
jumlah yang tercantum dalam proforma invoice;
(c) jumlah pembelian valuta asing terhadap rupiah maksimal
yang tercantum dalam invoice final, dan sudah termasuk
jumlah yang tercantum dalam proforma invoice.
(3) Bank Indonesia dapat meminta Bank untuk menyediakan
invoices asli sewaktu-waktu untuk kepentingan pemeriksaan
Bank (post audit).
3. Ketentuan …
4
3. Ketentuan butir 7.c.2)d) diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
d) Untuk pembayaran atas pembelian aset di luar negeri, dokumen
antara lain berupa proforma invoice, invoices atas pembelian aset di
luar negeri;
4. Setelah butir 7.c.2)f) ditambahkan satu butir yakni butir 7.c.2)g) yang
berbunyi sebagai berikut:
g) Untuk kegiatan ekspor barang dan jasa, diatur sebagai berikut:
(1) Pembelian valuta asing terhadap rupiah hanya dapat dilakukan
oleh eksportir yang telah melakukan penjualan valuta asing
atas hasil ekspor.
(2) Valuta asing yang dibeli eksportir sebagaimana dimaksud pada
angka (1) dapat digunakan antara lain untuk penempatan pada
simpanan dalam valuta asing.
(3) Dokumen untuk kegiatan ekspor barang dan jasa antara lain
berupa dokumen penjualan valuta asing terhadap rupiah yang
berasal dari penjualan valuta asing hasil ekspor.
(4) Masa berlaku dokumen penjualan valuta asing yang dapat
digunakan sebagai underlying paling lama 6 (enam) bulan
setelah tanggal penerbitan dokumen penjualan valuta asing.
(5) Nilai pembelian valuta asing terhadap rupiah maksimal sebesar
nilai penjualan valuta asing yang tercantum di dalam dokumen
penjualan valuta asing terhadap rupiah.
5. Ketentuan angka 9 huruf b diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
9. Persyaratan dokumen untuk transaksi pembelian valuta asing
terhadap rupiah yang dilakukan oleh Pihak Asing dengan nilai
nominal di atas USD100,000.00 (seratus ribu US Dollar)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) PBI diatur sebagai
berikut:
b. Dokumen …
5
b. Dokumen yang dipersyaratkan dilampirkan pada setiap
transaksi berdasarkan tanggal transaksi. Dalam hal dokumen
yang dipersyaratkan tidak dapat dilampirkan pada tanggal
transaksi maka dokumen dapat disampaikan paling lambat
pada tanggal valuta transaksi yang bersangkutan dengan
mencantumkan tanggal transaksi.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 27
Agustus 2013.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
FILIANINGSIH HENDARTA
KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 15/33/DPM|SE-BI/2013 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Ketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/42/DPD tanggal 27 November 2008 perihal Pembelian Valuta Asing terhadap Rupiah kepada Bank </reg_title>
<set_date> 27 Agustus 2013 </set_date>
<effective_date> 27 Agustus 2013 </effective_date>
<changed_reg> '10/42/DPD|SE-BI/2008' </changed_reg>
<extension_of> '15/3/DPM|SE-BI/2013' </extension_of>
<related_reg> '15/3/DPM|SE-BI/2013', '10/28/PBI/2008', '10/42/DPD|SE-BI/2008' </related_reg>
|
No. 16/13/DPM
Jakarta, 24 Juli 2014
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM SYARIAH, UNIT USAHA SYARIAH, DAN PIALANG
PASAR UANG RUPIAH DAN VALUTA ASING DI INDONESIA
Perihal : Tata Cara Penempatan Berjangka (Term Deposit) Syariah
dalam Valuta Asing.
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor
16/12/PBI/2014 tentang Operasi Moneter Syariah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor23178, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5567), perlu diatur ketentuan
pelaksanaan mengenai tata cara penempatan berjangka (term deposit)
syariah dalam valuta asing dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai
berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan:
1. Bank adalah Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah yang
merupakan bank devisa.
2. Bank Umum Syariah yang selanjutnya disingkat BUS adalah
Bank Umum Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang mengenai perbankan syariah.
3. Unit Usaha Syariah yang selanjutnya disingkat UUS adalah Unit
Usaha Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
mengenai perbankan syariah.
4. Operasi Moneter Syariah yang selanjutnya disingkat OMS adalah
pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dalam
rangka pengendalian moneter melalui kegiatan operasi pasar
terbuka dan penyediaan standing facilities berdasarkan prinsip
syariah.
5. Operasi …
2
5. Operasi Pasar Terbuka Syariah yang selanjutnya disebut OPT
Syariah adalah kegiatan transaksi pasar uang berdasarkan
prinsip syariah yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan
Bank dan pihak lain dalam rangka OMS.
6. Transaksi Penempatan Berjangka (Term Deposit) Syariah Dalam
Valuta Asing yang selanjutnya disebut Term Deposit Valas
Syariah adalah penempatan secara berjangka dana valuta asing
milik Bank di Bank Indonesia.
7. Akad Ju’alah adalah janji atau komitmen (iltizam) untuk
memberikan imbalan tertentu (’iwadh/ju’l) atas pencapaian hasil
(natijah) yang ditentukan dari suatu pekerjaan.
8. Perusahaan Pialang Pasar Uang Rupiah dan Valuta Asing yang
selanjutnya disebut Pialang adalah perusahaan yang didirikan
khusus untuk melakukan kegiatan jasa perantara bagi
kepentingan nasabahnya di bidang pasar uang Rupiah dan
valuta asing dengan memperoleh imbalan atas jasanya.
9. Sistem Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya disebut
Sistem LHBU adalah sarana pelaporan Bank kepada Bank
Indonesia secara harian, termasuk penyediaan informasi pasar
uang dan pengumuman dari Bank Indonesia.
II. PERSYARATAN UMUM
1. Transaksi Term Deposit Valas Syariah dilakukan dengan
menggunakan akad ju’alah oleh Bank kepada Bank Indonesia.
2. Karakteristik transaksi Term Deposit Valas Syariah sebagai
berikut:
a.
jenis valuta asing dalam transaksi Term Deposit Valas
Syariah adalah Dolar Amerika Serikat;
b.
transaksi Term Deposit Valas Syariah memiliki jangka
waktu paling singkat 1 (satu) hari dan paling lama 12 (dua
belas) bulan yang dinyatakan dalam hari sejak 1 (satu) hari
setelah tanggal setelmen sampai dengan tanggal jatuh
waktu;
c.
transaksi Term Deposit Valas Syariah dilakukan tanpa
disertai dengan penerbitan surat berharga;
d. atas …
3
d. atas transaksi Term Deposit Valas Syariah, Bank Indonesia
memberikan imbalan; dan
e. Term Deposit Valas Syariah dapat dicairkan sebelum tanggal
jatuh waktu (early redemption) baik keseluruhan atau
sebagian.
3. Persyaratan Bank yang dapat mengikuti Term Deposit Valas
Syariah sebagai berikut:
a.
b. memiliki rekening giro dalam valuta asing di Bank
Indonesia.
4. Bank mengajukan Term Deposit Valas Syariah kepada Bank
Indonesia untuk kepentingan diri sendiri.
5. Bank dapat mengajukan penawaran Term Deposit Valas Syariah
secara langsung dan/atau melalui Pialang.
6. Pialang mengajukan penawaran Term Deposit Valas Syariah
untuk kepentingan Bank.
7. Pialang sebagaimana dimaksud dalam angka 5 dan angka 6
tidak sedang dikenakan sanksi terkait izin usaha oleh Bank
Indonesia.
8. Transaksi Term Deposit Valas Syariah dilakukan melalui sarana
Reuters Monitoring Dealing System (RMDS) atau sarana lain yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
9.
Imbalan Term Deposit Valas Syariah ditetapkan sebagai berikut:
a. Bank Indonesia membayar imbalan atas Term Deposit Valas
Syariah pada saat Term Deposit Valas Syariah jatuh waktu
atau pada tanggal setelmen early redemption.
b. Tingkat imbalan yang diberikan mengacu pada tingkat
bunga hasil lelang transaksi Term Deposit valuta asing
(valas) konvensional berjangka waktu sama, yang dilakukan
secara bersamaan dengan transaksi Term Deposit Valas
Syariah, dengan ketentuan sebagai berikut:
1) dalam hal transaksi Term Deposit valas konvensional
menggunakan metode fixed rate tender maka imbalan
Term Deposit Valas Syariah ditetapkan sama dengan
tingkat …
tidak dalam masa pengenaan sanksi penghentian
sementara untuk mengikuti kegiatan OMS; dan
4
tingkat bunga transaksi Term Deposit valas
konvensional; atau
2) dalam hal transaksi Term Deposit valas konvensional
menggunakan metode variable rate tender maka
imbalan Term Deposit Valas Syariah ditetapkan sama
dengan rata-rata tertimbang tingkat bunga hasil
transaksi Term Deposit valas konvensional.
c. Dalam hal pada saat yang bersamaan tidak terdapat lelang
Term Deposit valas konvensional berjangka waktu sama,
tingkat imbalan yang diberikan sebagaimana dimaksud
dalam huruf b mengacu pada data terkini antara tingkat
imbalan Term Deposit Valas Syariah atau tingkat bunga
Term Deposit valas konvensional, yang masing-masing
berjangka waktu (tenor) yang sama.
d. Perhitungan imbalan Term Deposit Valas Syariah dihitung
dengan rumus sebagai berikut:
Nominal
Nilai imbalan =
TD Valas
Syariah
Keterangan:
k =
×
Tingkat
imbalan
k
×
360
jangka waktu sampai dengan tanggal setelmen
Term Deposit Valas Syariah jatuh waktu atau
tanggal setelmen early redemption Term Deposit
Valas Syariah (dalam hari).
Contoh perhitungan imbalan tercantum dalam Lampiran I
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat
Edaran Bank Indonesia ini.
III. PENGUMUMAN DAN PELAKSANAAN LELANG
1. Transaksi Term Deposit Valas Syariah dilakukan pada hari kerja
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
2. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang transaksi Term
Deposit Valas Syariah paling lambat sebelum window time
melalui Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya.
3. Window …
5
3. Window time transaksi Term Deposit Valas Syariah dapat
dilakukan antara pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00
WIB atau waktu lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
4. Pengumuman rencana transaksi Term Deposit Valas Syariah,
memuat antara lain:
a. sarana pengajuan penawaran lelang;
b.
c.
d.
tanggal lelang;
jangka waktu dan tanggal jatuh waktu;
target indikatif;
e. persentase besaran sanksi;
f. window time; dan/atau
g.
tanggal setelmen (tanggal valuta).
IV. PENGAJUAN PENAWARAN
1. Bank dan Pialang mengajukan penawaran lelang transaksi Term
Deposit Valas Syariah kepada Bank Indonesia dalam window
time yang ditetapkan.
2. Pengajuan penawaran transaksi Term Deposit Valas Syariah
sebagaimana dimaksud dalam angka 1 adalah penawaran
kuantitas menurut jangka waktu Term Deposit Valas Syariah,
yang meliputi informasi:
a. nama Bank sebagai peserta transaksi Term Deposit Valas
Syariah;
b.
c.
tanggal transaksi;
jangka waktu Term Deposit Valas Syariah;
d. nomor rekening pada bank koresponden; dan
e. penawaran kuantitas.
3. Pengajuan penawaran lelang transaksi Term Deposit Valas
Syariah sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dilakukan
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. pengajuan setiap penawaran kuantitas dari Bank dan
Pialang paling kurang sebesar USD5,000,000.00 (lima juta
dolar Amerika Serikat) dan selebihnya dengan kelipatan
sebesar USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika Serikat);
b. dalam …
6
b. dalam hal terjadi koreksi penawaran, Bank dan Pialang
hanya dapat mengajukan 1 (satu) kali koreksi untuk setiap
penawaran yang diajukan dalam window time transaksi
Term Deposit Valas Syariah;
c. koreksi sebagaimana dimaksud dalam huruf b dapat
dilakukan terhadap informasi penawaran selain informasi
nama Bank dan jangka waktu Term Deposit Valas Syariah;
d. koreksi penawaran harus memenuhi persyaratan pengajuan
penawaran;
e. Bank dan Pialang bertanggung jawab atas kebenaran data
penawaran yang disampaikan kepada Bank Indonesia;
f. Bank dan Pialang dilarang membatalkan penawaran yang
telah disampaikan kepada Bank Indonesia; dan
g. dalam hal Bank dan Pialang mengajukan penawaran tidak
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf
a dan tidak melakukan koreksi pengajuan penawaran
dalam window time transaksi Term Deposit Valas Syariah
maka penawaran dimaksud dinyatakan batal.
V. PENETAPAN PEMENANG LELANG
1. Bank Indonesia menetapkan kuantitas Term Deposit Valas
Syariah yang dimenangkan dengan cara:
a. penawaran kuantitas yang diajukan Bank dimenangkan
seluruhnya;
b. dalam hal diperlukan, penawaran kuantitas yang diajukan
Bank dapat dimenangkan sebagian dengan perhitungan
secara proporsional dengan pembulatan ke seratus ribuan
Dolar Amerika Serikat terdekat dengan ketentuan:
1) untuk nominal kurang dari USD50,000.00 (lima puluh
ribu dolar Amerika Serikat) dibulatkan menjadi nol;
dan
2) untuk nominal USD50,000.00 (lima puluh ribu dolar
Amerika Serikat) atau lebih dibulatkan menjadi
USD100,000.00 (seratus ribu dolar Amerika Serikat).
Contoh …
7
Contoh perhitungan kuantitas dan penetapan pemenang
lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah tercantum
dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
2. Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada pemenang
lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah.
VI. PENGUMUMAN HASIL LELANG TRANSAKSI TERM DEPOSIT VALAS
SYARIAH
Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang transaksi Term Deposit
Valas Syariah setelah dilakukan proses penetapan pemenang lelang
oleh Bank Indonesia dengan mekanisme sebagai berikut:
1. mengumumkan hasil penetapan pemenang lelang secara
keseluruhan kepada semua Bank dan Pialang melalui Sistem
LHBU dan/atau sarana lainnya yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia, antara lain berupa nominal yang dimenangkan dan
tingkat imbalan Term Deposit Valas Syariah;
2. melakukan konfirmasi kepada Bank yang memenangkan lelang
secara individual melalui RMDS atau sarana lainnya antara lain
berupa:
a. nominal yang dimenangkan dan tingkat imbalan;
b.
tanggal setelmen atau tanggal valuta; dan
c. permintaan Standard Settlement Instruction Bank; dan
3. dalam hal penawaran lelang diajukan melalui Pialang,
konfirmasi sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dilakukan
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. dalam hal Bank tidak memiliki RMDS, konfirmasi dilakukan
melalui Pialang; atau
b. dalam hal Bank memiliki RMDS, konfirmasi dilakukan
kepada Bank yang bersangkutan.
VII. SETELMEN …
8
VII. SETELMEN TRANSAKSI TERM DEPOSIT VALAS SYARIAH
1. Setelmen Lelang Transaksi Term Deposit Valas Syariah
a. Bank Indonesia melakukan setelmen transaksi Term
Deposit Valas Syariah paling lama 2 (dua) hari kerja setelah
tanggal transaksi.
b. Nilai nominal yang tercantum pada setiap deal ticket
konfirmasi, harus sama dengan nilai nominal setiap
penawaran yang dimenangkan.
c. Bank menyediakan dana di rekening giro pada bank
koresponden, yang mencukupi untuk memenuhi kewajiban
setelmen transaksi Term Deposit Valas Syariah.
d. Pada tanggal setelmen, Bank mentransfer kewajiban
setelmen transaksi Term Deposit Valas Syariah untuk setiap
penawaran yang dimenangkan ke rekening Bank Indonesia
di bank koresponden.
e. Dalam hal Bank tidak mentransfer kewajiban setelmen
sebagaimana dimaksud dalam huruf d maka transaksi Term
Deposit Valas Syariah dinyatakan batal.
f. Atas batalnya transaksi Term Deposit Valas Syariah
sebagaimana dimaksud dalam huruf e, Bank dikenakan
sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank
Indonesia tentang Operasi Moneter Syariah.
g. Dalam rangka perhitungan pengenaan sanksi penghentian
sementara mengikuti kegiatan OMS, apabila pada hari yang
sama terdapat lebih dari 1 (satu) kali pembatalan transaksi
Term Deposit Valas Syariah maka pembatalan tersebut
hanya dihitung sebanyak 1 (satu) kali.
2. Setelmen Jatuh Waktu Transaksi Term Deposit Valas Syariah
a. Pada tanggal jatuh waktu transaksi Term Deposit Valas
Syariah, Bank Indonesia melakukan pelunasan Term
Deposit Valas Syariah jatuh waktu dengan melakukan
transfer ke rekening Bank pada bank koresponden sebesar
nilai tunai.
b. Nilai …
9
b. Nilai tunai sebagaimana dimaksud dalam huruf a dihitung
dengan rumus sebagai berikut :
Nilai tunai = N × 1 + r
k
360 hari
Keterangan:
N = Nominal Term Deposit Valas Syariah
r = tingkat imbalan yang dimenangkan
k = jangka waktu Term Deposit Valas Syariah
VIII. PENCAIRAN SEBELUM JATUH WAKTU (EARLY REDEMPTION)
TRANSAKSI TERM DEPOSIT VALAS SYARIAH
1. Pengajuan Early Redemption
a. Bank dapat mengajukan early redemption Term Deposit
Valas Syariah paling cepat 3 (tiga) hari setelah setelmen
transaksi Term Deposit Valas Syariah yang akan dilakukan
early redemption.
b. Bank dapat mengajukan early redemption pada setiap hari
kerja, kecuali pada hari pelaksanaan lelang Term Deposit
Valas Syariah dengan jangka waktu melebihi overnight.
c. Pengajuan early redemption sebagaimana dimaksud dalam
huruf b diajukan dari pukul 08.00 WIB sampai dengan
pukul 11.00 WIB.
d. Pengajuan dilakukan melalui RMDS atau sarana lain yang
ditetapkan Bank Indonesia.
e. Pengajuan early redemption dilakukan paling kurang
sebesar USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika Serikat)
dengan kelipatan sebesar USD1,000,000.00 (satu juta dolar
Amerika Serikat).
f. Pengajuan early redemption disertai informasi deal ticket
konfirmasi pada saat transaksi, dengan mencantumkan
informasi waktu transaksi (GMT).
g. Bank …
10
g. Bank yang melakukan early redemption Term Deposit Valas
Syariah memperoleh imbalan secara proporsional dengan
rumus sebagai berikut:
Imbalan =
Nominal
early redemption ×
keterangan :
k =
Tingkat
imbalan
k
×
360
jangka waktu sampai dengan setelmen early
redemption Term Deposit Valas Syariah di Bank
Indonesia
h. Bank dikenakan biaya early redemption Term Deposit Valas
Syariah sebesar 10% (sepuluh persen) dari imbalan
sebagaimana dimaksud dalam huruf f.
2. Setelmen Early Redemption
Bank Indonesia melakukan setelmen early redemption pada 2
(dua) hari kerja setelah tanggal pengajuan early redemption.
3. Perhitungan Nilai Early Redemption
Nilai tunai early redemption adalah sebesar nilai nominal Term
Deposit Valas Syariah yang dilakukan early redemption ditambah
imbalan kemudian dikurangi biaya early redemption, dengan
rumus sebagai berikut:
Nilai
tunai
early redemption
Nominal
=
TD Valas Syariah
yang di
IX. TATA CARA PENGENAAN SANKSI TRANSAKSI TERM DEPOSIT
VALAS SYARIAH
1. Dalam hal Bank tidak dapat memenuhi kewajiban setelmen yang
menyebabkan batalnya transaksi Term Deposit Valas Syariah
sebagaimana dimaksud dalam butir VII.1.e, Bank dikenakan
sanksi berupa:
a.
teguran tertulis dengan tembusan kepada Otoritas Jasa
Keuangan cq. Departemen Perbankan Syariah; dan
b. kewajiban …
+ Imbalan −
Biaya
early redemption
11
b. kewajiban membayar sebesar persentase tertentu dari nilai
transaksi yang batal, yang diumumkan Bank Indonesia
pada saat pengumuman rencana transaksi sebagaimana
dimaksud dalam butir III.4.e. dengan rumus sebagai
berikut:
Kewajiban
Membayar
=
Persentase
besaran
sanksi
× Nominal
transaksi
2. Penyampaian teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam
butir 1.a. paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah pembatalan
transaksi sebagaimana dimaksud dalam butir VII.1.e.
3. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud
dalam butir 1.b. dilakukan dengan mendebet rekening giro valas
Bank di Bank Indonesia paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah
terjadinya pembatalan transaksi sebagaimana dimaksud dalam
butir VII.1.e.
X. KETENTUAN PENUTUP
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 24 Juli
2014.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
FILIANINGSIH HENDARTA
KEPALA DEPARTEMEN
PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 6/13/DPM|SE-BI/2004 </reg_id>
<reg_title> Tata Cara Perizinan, Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah, Pengawasan, Pelaporan, dan Pengenaan Sanksi Bagi Pedagang Valuta Asing Bukan Bank </reg_title>
<set_date> 11 Maret 2004 </set_date>
<effective_date> 11 Maret 2004 </effective_date>
<replaced_reg> '5/2/DPM|SE-BI/2003' </replaced_reg>
<related_reg> '6/1/PBI/2004' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi V' </penalty_list>
|
No. 2/11/DASP
Jakarta, 9 Juni 2000
S U R A T E D A R A N
Perihal : Perubahan Kedua Atas Surat Edaran No. 1/7/DASP tanggal 23
Desember 1999 perihal Warkat, Dokumen Kliring dan
Pencetakannya Pada Perusahaan Percetakan Dokumen Sekuriti.
Menunjuk Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/14/PBI/2000 tentang
Perubahan Kedua Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 1/3/PBI/1999
tentang Penyelenggaraan Kliring Lokal dan Penyelesaian Akhir Transaksi
Pembayaran Antar Bank Atas Hasil Kliring Lokal (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 88 ), dengan ini diberitahukan
bahwa dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia dimaksud maka beberapa
ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 1/7/DASP tanggal 23
Desember 1999 perihal Warkat, Dokumen Kliring dan Pencetakannya Pada
Perusahaan Percetakan Dokumen Sekuriti sebagaimana telah diubah dengan
Surat Edaran Bank Indonesia No. 2/6/DASP tanggal 11 Februari 2000 perihal
Penyempurnaan SE No. 1/7/DASP tanggal 23 Desember 1999 perihal
Warkat, Dokumen Kliring dan Pencetakannya Pada Perusahaan Percetakan
Dokumen Sekuriti disempurnakan menjadi sebagai berikut :
1. Ketentuan dalam angka VI.1 mengenai Lain-lain diubah menjadi berbunyi sebagai
berikut :
"Peserta Kliring Lokal dengan sistem Manual, Semi Otomasi, Otomasi dan
Elektronik wajib menggunakan Warkat dan Dokumen Kliring yang memenuhi
spesifikasi teknis dan persyaratan lainnya sesuai dengan ketentuan dalam Surat
Edaran ini paling lambat tanggal 2 Januari 2001."
2. Ketentuan dalam angka VI.2 dihapus.
3. Ketentuan dalam angka VI.5 mengenai Lain-lain diubah menjadi berbunyi sebagai
berikut :
Khusus untuk pelunasan bea meterai pada Warkat Cek dan Bilyet Giro yang
diperhitungkan dalam Kliring Lokal dengan sistem Otomasi dan Elektronik wajib
dilakukan dengan cara pencantuman tanda Bea Meterai Lunas pada Warkat yang
bersangkutan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24
Tahun 2000 Tentang Perubahan Tarif Bea Meterai dan Besarnya Batas Pengenaan
Harga Nominal yang Dikenakan Bea Meterai."
Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 9 Juni 2000.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran
ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HARMAIN SALIM
DEPUTI DIREKTUR AKUNTING
DAN SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 2/11/DASP|SE-BI/2000 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Kedua Atas Surat Edaran No. 1/7/DASP tanggal 23 Desember 1999 perihal Warkat, Dokumen Kliring dan Pencetakannya Pada Perusahaan Percetakan Dokumen Sekuriti. </reg_title>
<set_date> 9 Juni 2000 </set_date>
<effective_date> 9 Juni 2000 </effective_date>
<changed_reg> '1/7/DASP|SE-BI/1999' </changed_reg>
<extension_of> '2/6/DASP|SE-BI/2000' </extension_of>
<related_reg> '2/14/PBI/2000', '2/6/DASP|SE-BI/2000', '1/3/PBI/1999', '1/7/DASP|SE-BI/1999' </related_reg>
|
No.17/15/DPM
Jakarta, 12 Juni 2015
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM DEVISA
DI INDONESIA
Perihal
: Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
16/14/DPM perihal Transaksi Valuta Asing terhadap
Rupiah antara Bank dengan Pihak Domestik
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor
16/16/PBI/2014 tentang Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara
Bank dengan Pihak Domestik (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 212, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5581), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank
Indonesia Nomor 17/6/PBI/2015 tentang Perubahan atas Peraturan Bank
Indonesia Nomor 16/16/PBI/2014 tentang Transaksi Valuta Asing
terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Domestik (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5701), yang selanjutnya disebut PBI, perlu
dilakukan perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
16/14/DPM tanggal 17 September 2014 perihal Transaksi Valuta Asing
terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Domestik, sebagai berikut:
1. Ketentuan butir I.2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
2. Edukasi tentang Transaksi Derivatif Valuta Asing Terhadap
Rupiah yang dilakukan oleh Bank kepada Nasabah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf f PBI antara lain
dilakukan melalui seminar, workshop, Focus Group Discussion
(FGD), dan kegiatan sejenis yang bertujuan untuk memberikan
pemahaman ...
2
pemahaman kepada Nasabah mengenai manfaat dan risiko
Transaksi Derivatif Valuta Asing Terhadap Rupiah.
2. Ketentuan butir III.23 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
23. Dalam hal terdapat jenis dokumen selain sebagaimana
tercantum dalam Lampiran IV dan Lampiran V, Bank dapat:
a. mengajukan terlebih dahulu jenis dokumen tersebut kepada
Indonesia Foreign Exchange Market Committee (IFEMC)
untuk dikonsultasikan kepada Bank Indonesia, atau
b. mengajukan secara tertulis kepada Bank Indonesia, cq.
Pusat Program Trasformasi Bank Indonesia-Program
Pendalaman Pasar Keuangan.
3. Ketentuan butir IV.2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
3. Larangan pemberian kredit atau pembiayaan dalam valuta asing
dan/atau Rupiah kepada Nasabah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 PBI diatur sebagai berikut:
a. Larangan pemberian kredit atau pembiayaan dalam valuta
asing dan/atau Rupiah kepada Nasabah hanya untuk kredit
atau pembiayaan yang diberikan bank secara khusus untuk
membiayai kegiatan Transaksi Derivatif Valuta Asing
Terhadap Rupiah Nasabah.
b. Pemberian kredit atau pembiayaan Bank dalam valuta asing
dan/atau dalam Rupiah untuk kegiatan perdagangan dan
investasi, dapat menjadi Underlying Transaksi dari
Transaksi Derivatif Valuta Asing Terhadap Rupiah dalam
rangka lindung nilai.
Contoh:
Nasabah mengajukan permintaan kredit kepada Bank A sebesar
USD100,000,000.00 (seratus juta dolar Amerika Serikat), untuk
tujuan investasi berupa pembangunan pabrik. Bank menyetujui
permohonan kredit nasabah dengan perjanjian kredit sebagai
berikut:
1) Kredit diberikan dalam mata uang USD.
2) Bunga ...
3
2) Bunga kredit berupa variable rate yaitu 6 Months USD LIBOR
+ 3% dengan repricing date setiap 6 (enam) bulan sekali.
3) Jangka waktu kredit selama 5 (lima) tahun dengan
mekanisme pembayaran prinsipal kredit secara balloon
payment pada akhir tahun ke-5 dan pembayaran bunga
secara semesteran.
Karena alasan tertentu, Nasabah memiliki kebutuhan untuk
menerima dana pencairan kredit dalam mata uang Rupiah dan
membayar bunga kredit dalam fixed rate.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, Nasabah melakukan
kontrak Cross-Currency Swap (CCS) valuta asing terhadap
Rupiah yang berjangka waktu 5 tahun, dengan Bank A sesuai
mekanisme sebagai berikut:
1) Pada awal kontrak, Nasabah memberikan prinsipal sebesar
USD100,000,000.00 (seratus juta dolar Amerika Serikat),
sedangkan Bank A memberikan sejumlah nominal tertentu
dalam Rupiah yang ekuivalen dengan USD100,000,000.00
(seratus juta dolar Amerika Serikat), sesuai dengan kurs
yang berlaku saat itu kepada Nasabah.
2) Setiap 6 (enam) bulan sampai akhir kontrak, Nasabah (fixed
payer) membayar 10% dalam mata uang Rupiah kepada
Bank A, sedangkan Bank A (variable payer) membayar LIBOR
+3% dalam mata uang USD kepada Nasabah.
3) Pada akhir kontrak, Nasabah memberikan nominal tertentu
dalam Rupiah yang ekuivalen dengan USD100,000,000.00
(seratus juta dolar Amerika Serikat), sesuai dengan kurs
yang disepakati kepada Bank A, sedangkan Bank A
menyerahkan USD100,000,000.00 (seratus juta dolar
Amerika Serikat), kepada Nasabah.
Dalam hal ini, kredit yang diberikan oleh Bank A kepada
Nasabah bukan ditujukan untuk melakukan Transaksi Derivatif
Valuta Asing Terhadap Rupiah melainkan untuk pembangunan
pabrik. Selanjutnya, pada saat Nasabah melakukan kontrak
derivatif ...
4
derivatif CCS valuta asing terhadap Rupiah dengan Bank A,
kredit yang didapatkan dari Bank A dijadikan Underlying
Transaksi dalam kontrak derivatif dengan Bank A.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 12 Juni
2015
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
MIRZA ADITYASWARA
DEPUTI GUBERNUR SENIOR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 17/15/DPM|SE-BI/2015 </reg_id>
<reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/14/DPM perihal Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Domestik </reg_title>
<set_date> 12 Juni 2015 </set_date>
<effective_date> 12 Juni 2015 </effective_date>
<changed_reg> '16/14/DPM|SE-BI/2014' </changed_reg>
<related_reg> '17/6/PBI/2015', '16/14/DPM|SE-BI/2014', '16/16/PBI/2014' </related_reg>
|
No.3/ 22 /BKr
Jakarta, 16 Oktober 2001
S U R A T E D A R A N
Kepada
BANK PEMBANGUNAN DAERAH DAN BANK PERKREDITAN
RAKYAT
Perihal : Perubahan Surat Edaran Bank Indonesia No.3/3/BKr tanggal
16 Januari 2001 tentang Proyek Kredit Mikro
Menunjuk Peraturan Bank Indonesia No.3/16/PBI/2001 tanggal
3 Oktober 2001 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Bank Indonesia
No.3/1/PBI/2001 tentang Proyek Kredit Mikro (PKM), dengan ini diberitahukan
bahwa dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia dimaksud, maka ketentuan
dalam Surat Edaran No.3/3/BKr tanggal 16 Januari 2001 tentang Proyek Kredit
Mikro perlu disempurnakan menjadi sebagai berikut :
1. Huruf A “TATA CARA KEIKUTSERTAAN DALAM PROYEK KREDIT
MIKRO (PKM)” butir 2 diubah sehingga butir 2 seluruhnya menjadi sebagai
berikut :
A. TATA CARA KEIKUTSERTAAN DALAM PROYEK KREDIT
MIKRO (PKM)
2. Lembaga yang dapat menjadi peserta PKM adalah Bank
Pembangunan Daerah (BPD), Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan
Lembaga Pengembangan Swadaya Masyarakat (LPSM) yang berada
di wilayah Kantor Bank Indonesia (KBI) sebagaimana disebut pada
butir …..
2
butir 1 di atas. BPR yang berkedudukan di Bogor, Bekasi dan Propinsi
Banten termasuk Tangerang, masuk ke dalam wilayah KBI Bandung.
2. Huruf B “TATA CARA PENGAJUAN KREDIT” butir 2 diubah sehingga
butir 2 seluruhnya menjadi sebagai berikut :
B. TATA CARA PENGAJUAN KREDIT
2. BPD atau BPR mengajukan permohonan kredit ke KBI setempat
dengan melampiri rincian kebutuhan kredit untuk masing-masing
kategori tersebut di atas. Khusus untuk BPR yang berkedudukan di
Bogor, Bekasi dan Propinsi Banten termasuk Tangerang, permohonan
diajukan kepada KBI Bandung dengan tembusan kepada Direktorat
Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (DPBPR) di Jakarta.
3. Huruf E “PENGENAAN SANKSI” diubah sehingga seluruhnya menjadi
sebagai berikut :
E. PENGENAAN SANKSI
Pelaksanaan sanksi sebagaimana diatur pada Pasal 23 No.3/1/PBI/2001
tanggal 4 Januari 2001 dan perubahannya dalam PBI No.3/16/PBI/2001
tanggal 3 Oktober 2001 adalah sebagai berikut :
1. Perhitungan dan pengenaan sanksi dilakukan sebagaimana lampiran
Surat Edaran ini.
2. Pengenaan sanksi dilakukan setelah besarnya sanksi diketahui oleh
KBI dengan mendebet :
a. rekening giro BPD di KBI; atau
b. rekening giro atau tabungan BPR yang ada di bank umum yang
ditunjuk oleh BPR.
4. Huruf …..
3
4. Huruf F “PELAPORAN” butir 3 diubah sehingga butir 3 seluruhnya menjadi
sebagai berikut:
F. PELAPORAN
3. BPR
a. Laporan bulanan paling lambat tanggal 7 bulan berikutnya yang
berisi jumlah realisasi kumulatif dan saldo debet kredit per
kategori disertai rincian kolektibilitas kredit kepada nasabah
pengusaha mikro dan rincian realisasi kredit kepada nasabah
pengusaha mikro baru dalam bulan laporan. Dalam laporan
tersebut selain nasabah pengusaha mikro baru juga dilaporkan
nasabah ulangan yaitu nasabah mikro yang pernah menerima
kredit mikro dalam rangka PKM di bank yang bersangkutan.
Khusus laporan realisasi pembelian komputer dan kendaraan
bermotor agar disertai fotokopi bukti pembelian barang. Laporan
tersebut sesuai dengan formulir 4, 5, 6 dan 7 terlampir.
b. Khusus untuk BPR yang berkedudukan di Bogor, Bekasi dan
Tangerang, laporan disampaikan kepada KBI Bandung dengan
tembusan kepada Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat
(DPBPR) di Jakarta.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan
berlaku surut sampai dengan tanggal 1 Juli 2001 kecuali ketentuan mengenai
perhitungan dan pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Surat
Edaran ini.
Agar …..
4
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA
ROSWITA ROZA
KEPALA BIRO
BKr
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 3/22/BKr|SE-BI/2001 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Surat Edaran Bank Indonesia No.3/3/BKr tanggal 16 Januari 2001 tentang Proyek Kredit Mikro </reg_title>
<set_date> 16 Oktober 2001 </set_date>
<effective_date> 16 Oktober 2001 dan berlaku surut sampai dengan tanggal 1 Juli 2001 </effective_date>
<changed_reg> '3/3/BKr|SE-BI/2001' </changed_reg>
<related_reg> '3/3/BKr|SE-BI/2001', '3/16/PBI/2001', '3/1/PBI/2001' </related_reg>
<penalty_list> 'Angka 3 Huruf E' </penalty_list>
|
No. 2/ 24 /DASP
Jakarta, 17 November 2000
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK
DI INDONESIA
Perihal : Bank Indonesia Real Time Gross Settlement
Sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor
2/ 24
/PBI/2000 tanggal 17
November 2000 tentang Hubungan Rekening Giro
Antara Bank Indonesia dengan Pihak Ekstern, penarikan Rekening Giro dapat
dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik dan akan diatur dalam Surat Edaran
Bank Indonesia. Adapun salah satu sarana elektronik yang digunakan dalam penarikan
Rekening Giro adalah melalui Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement.
Sehubungan dengan hal tersebut bersama ini dikemukakan pokok-pokok
pengaturan lebih lanjut mengenai pelaksanaan penarikan Rekening Giro secara
elektronik melalui Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement, sebagai berikut:
I. PENGERTIAN UMUM
Dalam Surat Edaran ini yang dimaksud dengan :
1. Bank adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998;
2. Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement yang selanjutnya
disebut Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana elektronik antar
Bank dalam mata uang rupiah yang penyelesaiannya dilakukan per transaksi
secara individual;
3. Rekening…
3. Rekening Giro adalah sarana bagi penatausahaan transaksi dari simpanan
yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat;
4.
Settlement adalah suatu kondisi dimana telah terjadi pendebetan Rekening
Giro Peserta pengirim dana di Bank Indonesia di satu pihak dan
pengkreditan Rekening Giro Peserta penerima dana di Bank Indonesia di
pihak lainnya untuk penyelesaian pembayaran atau pemenuhan kewajiban
yang timbul antar Peserta tersebut atau antar nasabah Peserta tersebut;
5. Penyelenggara adalah Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI) c.q Bagian
Penyelesaian Transaksi Rupiah (PTR);
6.
Peserta adalah peserta Sistem BI-RTGS yang telah memenuhi persyaratan;
7. RTGS Central Computer yang selanjutnya disebut RCC, adalah komputer
utama (host computer) dari Sistem BI-RTGS yang berada di lokasi
Penyelenggara, yang digunakan untuk melakukan pengendalian sistem
terhadap semua aktivitas kegiatan transfer dana yang dilakukan oleh
Peserta;
8. RCC Back-up adalah perangkat komputer yang berada di lokasi
Penyelenggara yang mempunyai fungsi sama dengan RCC dan digunakan
sebagai back-up apabila terjadi keadaan darurat sehingga Penyelenggara
tidak dapat menggunakan RCC;
9. RTGS Terminal yang selanjutnya disebut RT, adalah suatu sistem komputer
yang terdiri dari RT Server dan RT Workstation yang berada di Lokasi
Produksi yang terhubung dengan RCC dan RCC back-up secara on-line,
yang memungkinkan Peserta melakukan berbagai transaksi sebagaimana
diatur dalam Surat Edaran ini;
10. Aplikasi RTGS Terminal yang selanjutnya disebut Aplikasi RT adalah
program aplikasi kepesertaan Sistem BI-RTGS yang disediakan oleh
Penyelenggara yang dipasang (installed) pada RT dan RT Back-up untuk
digunakan oleh Peserta dalam melakukan berbagai transaksi sebagaimana
diatur dalam Surat Edaran ini;
11. Lokasi…
11. Lokasi Produksi adalah lokasi kantor Peserta dimana yang bersangkutan
dapat melakukan berbagai transaksi sebagaimana diatur dalam Surat Edaran
ini;
12. Sistem Antrian adalah mekanisme yang mengatur urutan transaksi
pembayaran dari Peserta tertentu yang belum dapat dilakukan Settlement-
nya oleh RCC atau RCC Back-up karena saldo Rekening Giro Peserta tidak
mencukupi;
13. Gridlock adalah suatu keadaan dimana terjadi kemacetan Settlement secara
menyeluruh (systemic) yang disebabkan karena antrian seluruh Peserta tidak
dapat dilakukan Settlement-nya;
14. Metode First In First Out atau FIFO adalah metode Settlement transaksi
dalam keadaan Rekening Giro Peserta bersaldo cukup dimana transaksi
yang lebih dahulu masuk akan diselesaikan lebih dahulu;
15. Metode First Available First Out atau FAFO adalah metode Settlement
transaksi dalam kondisi Gridlock dimana transaksi yang nilainya lebih kecil
atau sama dengan saldo pada Rekening Giro Peserta akan diselesaikan lebih
dahulu;
16. Jam Operasional Sistem BI-RTGS adalah waktu dimana RT dapat menerima
dan atau mengirimkan transfer dana;
17. Waktu Tutup Sistem BI-RTGS (cut off time Sistem BI-RTGS) adalah waktu
dimana RT tidak dapat lagi menerima dan atau mengirimkan transfer dana;
18. Hari kerja adalah hari Senin sampai Jumat, kecuali hari libur nasional dan
hari libur yang ditentukan Bank Indonesia;
19. Disaster Recovery Center yang selanjutnya disebut DRC adalah back-up
dari sistem yang digunakan untuk mendukung kegiatan pada mesin utama;
20. Contingency Plan adalah tahapan-tahapan yang harus dilakukan dalam hal
sistem utama dan sistem back-up tidak dapat berfungsi;
21. RTGS Terminal Server yang selanjutnya disebut RT Server adalah server
yang digunakan untuk memproses Aplikasi RT dan database Sistem BI-
RTGS pada Peserta;
22. RTGS…
22. RTGS Terminal Workstation yang selanjutnya disebut RT Workstation
adalah suatu perangkat komputer yang berfungsi sebagai client dari RT
Server dan atau RT Server Back-up;
23. Authenticator Text adalah suatu sarana security yang menghubungkan antara
RT dengan RCC yang berfungsi sebagai test key dengan masa berlaku
selama periode tertentu;
24. Administrative Messages adalah suatu fasilitas yang digunakan untuk
menyampaikan informasi dari Penyelenggara kepada Peserta atau
sebaliknya atau antar Peserta.
II. PENYELENGGARA
Penyelenggara Sistem BI-RTGS adalah Kantor Bank Indonesia (KPBI) c.q
Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran (DASP)/Bagian Penyelesaian
Transaksi Rupiah (PTR). Penyelenggara bertugas melakukan pengendalian sistem
terhadap semua aktivitas kegiatan transfer dana yang dilakukan Peserta. Dalam
rangka penyelenggaraan Sistem BI-RTGS Penyelenggara mempunyai kewajiban
sebagai berikut :
1. Melakukan pembukaan, penutupan, dan perubahan Rekening Giro sesuai
permintaan Peserta dan atau calon Peserta;
2. Menyediakan Aplikasi RT untuk Peserta dan melakukan up-date Aplikasi
RT;
Menyediakan saluran komunikasi leased line yang menghubungkan antara
Lokasi Produksi dengan RCC dan RCC Back-up.
Kewajiban Penyelenggara dijelaskan lebih lanjut dalam Pedoman Umum Sistem
BI-RTGS.
3.
III. KEPESERTAAN
A. Sifat Kepesertaan
1.
2.
Seluruh Bank di Indonesia wajib menjadi Peserta.
Lembaga-lembaga selain Bank yang memiliki Rekening Giro di Bank
Indonesia dapat menjadi Peserta Sistem BI-RTGS dengan persetujuan
Bank…
Bank Indonesia, sepanjang kepesertaan lembaga selain Bank tersebut
untuk memperlancar kepentingan sistem pembayaran nasional.
3. Kantor Pusat dan Kantor Bank Indonesia secara otomatis menjadi
Peserta.
B.
Jenis Kepesertaan
Peserta dibedakan atas 2 (dua) jenis, yaitu Peserta Langsung dan Peserta
Tidak Langsung. Peserta Langsung (principal member) adalah Peserta yang
memiliki infrastruktur RT yang terdiri dari seperangkat RT Server dan RT
Workstation serta memiliki kode kepesertaan (member code) sendiri.
Sedangkan Peserta Tidak Langsung (Subsidiary Member) adalah Peserta
yang karena pertimbangan tertentu belum dapat menjadi Peserta Langsung.
Semua Bank wajib menjadi Peserta Langsung Sistem BI-RTGS. Apabila
Bank tersebut mempunyai Unit Usaha Syariah (UUS) maka UUS tersebut
wajib menjadi Peserta Langsung.
Bagi Bank yang belum siap untuk menjadi Peserta Langsung dapat
mengajukan permohonan secara tertulis kepada Bank Indonesia untuk
menjadi Peserta Tidak Langsung dengan menyebutkan alasannya dan
periode menjadi Peserta Tidak Langsung. Peserta Tidak Langsung
sebagaimana tersebut di atas wajib menjadi Peserta Langsung dalam waktu
paling lama 2 (dua) tahun sejak kepesertaan Bank tersebut dalam Sistem BI-
RTGS.
C. Persyaratan Menjadi Peserta
1.
Peserta Langsung
a.
Memiliki Rekening Giro di Bank Indonesia;
b. Mengisi formulir kepesertaan Sistem BI-RTGS dengan format
formulir sebagaimana Lampiran 1;
c. Memiliki sarana dan prasarana Sistem BI-RTGS beserta back-
upnya sebagaimana tercantum dalam Pedoman Umum Sistem BI-
RTGS ;
d. Menandatangani…
d.
2.
Menandatangani perjanjian penggunaan Sistem BI-RTGS dengan
Penyelenggara.
Peserta Tidak Langsung
a.
Memiliki Rekening Giro di Bank Indonesia;
b. Mengisi formulir kepesertaan Sistem BI-RTGS dengan format
formulir sebagaimana Lampiran 1;
c.
Menandatangani perjanjian penggunaan Sistem BI-RTGS dengan
Penyelenggara.
Tata cara menjadi Peserta diatur lebih lanjut dalam Pedoman Umum
Sistem BI-RTGS.
D. Status Kepesertaan
Status kepesertaan dalam Sistem BI-RTGS dibedakan atas :
1. Aktif (active)
Kondisi yang memungkinkan Peserta dapat melakukan pengiriman
maupun penerimaan transfer serta melakukan seluruh fungsi lainnya
dalam Sistem BI-RTGS.
2.
Ditangguhkan (suspend)
Kondisi yang memungkinkan Peserta hanya dapat menerima transfer
serta melakukan seluruh fungsi lainnya dalam Sistem BI-RTGS tetapi
tidak dapat melakukan pengiriman transfer. Kriteria yang
menyebabkan terjadinya perubahan status dari active menjadi suspend
adalah :
a. saldo Rekening Giro Peserta dibawah 0 (nol) atau negatif dan
tidak dapat ditutup sampai dengan cut off time Sistem BI-RTGS;
b.
adanya keputusan atau permintaan tertulis dari instansi atau pihak
yang berwenang dalam pengawasan Bank.
Pengaktifan kembali status Peserta dari suspend menjadi active
dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Dalam…
a.
Dalam hal status suspend disebabkan karena saldo Rekening Giro
Peserta dibawah 0 (nol) atau negatif dan tidak dapat ditutup
sampai dengan cut off time Sistem BI-RTGS, maka pengaktifan
kembali status Peserta dari suspend menjadi active dilakukan
secara otomatis apabila Rekening Giro Peserta telah menunjukan
saldo positif.
b. Dalam hal status suspend disebabkan karena adanya keputusan
atau permintaan tertulis dari instansi atau pihak yang berwenang
dalam pengawasan Bank maka pengaktifan kembali status
Peserta dari suspend menjadi active dilakukan setelah adanya
permohonan tertulis untuk mengubah status suspend menjadi
active dari instansi atau pihak yang berwenang dalam
pengawasan Bank.
Akibat kondisi suspend, terhadap Peserta berlaku hal-hal sebagai
berikut :
a.
Dalam hal status suspend disebabkan karena saldo Rekening Giro
Peserta dibawah 0 (nol) atau negatif dan tidak dapat ditutup
sampai dengan cut off time Sistem BI-RTGS, maka Peserta hanya
dapat menerima transfer masuk dan tidak dapat melakukan
transfer keluar.
b. Dalam hal status suspend disebabkan karena adanya keputusan
atau permintaan tertulis dari instansi atau pihak yang berwenang
dalam pengawasan Bank, maka terhadap Peserta berlaku hal-hal
sebagai berikut :
1) Dana yang diterima tidak dapat digunakan untuk
menyelesaikan transaksi dalam Sistem Antrian;
2) Transaksi yang masih dalam Sistem Antrian tetap berada
pada tempatnya namun akan dibatalkan pada saat cut off
time Sistem BI-RTGS.
3. Dibekukan…
3.
Dibekukan (freeze)
Freeze adalah kondisi dimana Peserta tidak dapat mengirim transfer
ataupun menerima transfer kecuali untuk melakukan fasilitas enquiry.
Kriteria yang menyebabkan terjadinya perubahan status dari suspend
menjadi freeze atau dari active menjadi freeze adalah adanya
keputusan atau permintaan tertulis dari instansi atau pihak yang
berwenang dalam pengawasan Bank.
Pengaktifan kembali status Peserta dilakukan setelah adanya
permohonan tertulis untuk mengubah status freeze menjadi active dari
instansi atau pihak yang berwenang dalam pengawasan Bank.
Akibat kondisi freeze transaksi yang masih dalam Sistem Antrian tetap
berada pada tempatnya namun akan dibatalkan pada saat cut off time
Sistem BI-RTGS.
4.
Ditutup (close)
Kondisi dimana kepesertaan Bank sebagai anggota Sistem BI-RTGS
akan dicabut dan Rekening Giro Peserta akan ditutup baik atas
permintaan secara tertulis dari Peserta yang bersangkutan maupun atas
permintaan tertulis dari pihak atau instansi yang berwenang dalam
pengawasan Bank. Untuk mencabut kepesertaan dan penutupan
Rekening Giro disyaratkan Rekening Giro yang bersangkutan telah
bersaldo nihil. Penihilan saldo dilakukan dengan memindahkan saldo
ke Rekening Giro tertentu yang diminta Peserta setelah
diselesaikannya penghitungan hak dan kewajiban terhadap Bank
Indonesia. Dalam hal perhitungan hak dan kewajiban terhadap Bank
Indonesia belum terselesaikan, maka penihilan saldo dilakukan dengan
memindahkan saldo ke Rekening Giro intern Bank Indonesia yang
ditentukan. Akibat kondisi close, terhadap Peserta berlaku hal-hal
sebagai berikut :
a.
seluruh transaksi yang ditujukan kepada Peserta ditolak oleh
RCC;
b. transaksi…
b. transaksi yang masih dalam Sistem Antrian akan batal secara
otomatis oleh sistem.
IV. PELAKSANAAN SISTEM BI-RTGS
A. Jam Operasional Sistem BI-RTGS
1. Waktu RCC buka sampai dengan cut off warning (Pukul 6.30 - 18.00
WIB)
Transaksi-transaksi melalui Sistem BI-RTGS yang dapat dilakukan
dalam periode ini meliputi transaksi sebagaimana dalam Lampiran 2.
Pelaksanaan pengiriman transfer dana melebihi waktu sebagaimana
dalam Lampiran 2 secara otomatis akan ditolak oleh sistem.
Apabila dalam jangka waktu 15 menit RT tidak dapat melakukan log-
on ke RCC melalui sarana komunikasi leased line maka Peserta
tersebut harus segera melakukan log-on dengan sarana komunikasi
dial up.
2. Waktu antara Cut off warning sampai dengan pre cut off (Pukul 18.00 -
19.00 WIB)
Dalam periode ini terdapat beberapa kegiatan sebagai berikut :
a.
Seluruh Peserta memperoleh informasi secara otomatis dari RCC
mengenai posisi saldo Rekening Giro setelah Settlement hasil
kliring;
b. Bank Indonesia melakukan special Gridlock resolution, yaitu
menyelesaikan seluruh Sistem Antrian Peserta berdasarkan
kecukupan dana masing-masing transaksi;
c.
Bank diberikan kesempatan untuk melakukan transfer dana antar
Bank dalam rangka menutupi kekurangan likuiditasnya
(Interbank Cover Position).
Pada Cut off warning, transaksi yang masuk ke dalam Sistem Antrian
akan dibatalkan secara otomatis oleh sistem.
3. Waktu…
3.
Waktu antara pre cut off sampai dengan cut off (Pukul 19.00 - 20.00
WIB)
Dalam periode waktu tersebut Bank Indonesia melakukan pemenuhan
dana Bank (BI Cover Position) dengan cara melakukan proses
pendanaan jangka pendek atas dasar permohonan Peserta yang telah
diajukan sebelumnya.
4.
Cut off time
Cut off Time Sistem BI-RTGS dilaksanakan pada pukul 20.00 WIB.
Pada saat ini seluruh transaksi yang dikirimkan melalui RT tidak dapat
diproses.
RCC melakukan pengiriman data mengenai posisi akhir hari ke
seluruh Peserta secara otomatis.
5.
Perpanjangan Jam Operasional Sistem BI-RTGS
Jam Operasional Sistem BI-RTGS sebagaimana dimaksud diatas
berlaku dalam kondisi normal, namun waktu tersebut dapat berubah
atau diperpanjang dalam hal :
a.
Permintaan Peserta
Peserta dapat mengajukan permintaan perpanjangan Jam
Operasional Sistem BI-RTGS dalam hal terjadi kondisi darurat
pada Lokasi Produksi atau terdapat kerusakan pada RT Peserta
sehingga waktu yang tersedia untuk melakukan transaksi menjadi
terbatas.
Permohonan perpanjangan Jam Operasional Sistem BI-RTGS
dilakukan paling lambat 2 (dua) jam sebelum cut-off warning
melalui Administrative Messages dalam Sistem BI-RTGS.
Lamanya perpanjangan waktu maksimal adalah 1 (satu) jam.
Apabila dalam Jam Operasional Sistem BI-RTGS tersebut telah
terdapat 1 (satu) Peserta yang mengajukan perpanjangan Jam
Operasional maka Peserta lainnya tidak dapat mengajukan
perpanjangan Jam Operasional.
Persetujuan Penyelenggara atas
perpanjangan…
b.
perpanjangan Jam Operasional diberitahukan melalui
Administrative Messages dalam Sistem BI-RTGS.
Kebijakan Bank Indonesia
Perpanjangan Jam Operasional Sistem BI-RTGS dapat dilakukan
atas dasar kebijakan Bank Indonesia dalam hal :
1)
2)
Adanya kerusakan pada Sistem BI-RTGS;
Terjadi keterlambatan waktu pembukuan hasil kliring;
3) Terdapat suatu kebijakan yang menyebabkan Bank
Indonesia harus melakukan pembukuan melebihi Jam
Operasional Sistem BI-RTGS.
Dalam hal terdapat perpanjangan atau perubahan Jam
Operasional Sistem BI-RTGS maka RCC akan memberitahukan
kepada seluruh Peserta melalui Administrative Messages.
6. Bank Indonesia sewaktu-waktu dapat melakukan perubahan Jam
Operasional Sistem BI-RTGS sebagaimana dimaksud dalam angka 1
sampai dengan angka 4 dalam Surat Edaran Bank Indonesia.
B. Transaksi Sistem BI-RTGS
1.
Batasan Transaksi Sistem BI-RTGS
Pada prinsipnya transfer dana yang dapat diproses melalui Sistem BI-
RTGS adalah transfer kredit. Transfer debit hanya dapat dilakukan
oleh Bank Indonesia dalam rangka penyelesaian kewajiban Peserta
kepada Bank Indonesia.
2.
Jenis Transaksi Sistem BI-RTGS
Jenis transaksi yang dapat diproses melalui Sistem BI-RTGS meliputi :
a.
Untuk Peserta Langsung :
1) Transaksi antar Bank;
2) Transaksi antar Bank untuk kepentingan nasabah Bank;
3) Transaksi Bank dengan pemerintah;
4) Transaksi Bank dengan Bank Indonesia;
5) Transaksi…
5)
b.
Transaksi lainnya yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Untuk Peserta Tidak Langsung
1)
2)
3)
Transaksi antar Bank;
Transaksi Bank dengan pemerintah;
Transaksi Bank dengan Bank Indonesia;
Jenis transaksi beserta Rekening Giro yang dituju diidentifikasikan
berdasarkan nomor referensi yang disebut dengan Transaction
Reference Number (TRN), yaitu kode yang terdiri dari 8 (delapan)
karakter yang terdiri dari alfa numerik yang ditentukan oleh Bank
Indonesia.
3.
Tipe Transaksi
Tipe Transaksi yang dapat diproses melalui Sistem BI-RTGS adalah :
a. Single Credit Transaction yaitu transaksi atau pemindahan dana
yang dilakukan untuk mendebet Rekening Giro Peserta pengirim
dan mengkredit Rekening Giro Peserta lainnya atau Rekening
Giro lainnya di Bank Indonesia yang hanya berisi 1 (satu)
instruksi kredit;
b. Multiple Credit Transaction yaitu transaksi atau pemindahan dana
yang dilakukan untuk mendebet Rekening Giro Peserta pengirim
dan mengkredit Rekening Giro Peserta lainnya yang berisi lebih
dari 1 (satu) instruksi kredit dan maksimum 10 (sepuluh)
instruksi untuk diteruskan kepada beberapa Rekening Giro
nasabah di Bank penerima.
Multiple Credit Transaction hanya dapat dipergunakan untuk
transaksi antar Bank untuk untung nasabah Bank dan tidak dapat
dipergunakan untuk transaksi Bank dengan pemerintah atau Bank
Indonesia.
c. Single Debit Transaction yaitu transaksi atau pemindahan dana
yang dilakukan untuk mendebet Rekening Giro Peserta lainnya
dan…
dan mengkredit Rekening Giro pengirim. Transaksi ini hanya
dapat dilakukan oleh Bank Indonesia.
C. Warkat Pembukuan dalam Sistem BI-RTGS
Setiap transaksi yang dilakukan oleh Peserta melalui Sistem BI-RTGS harus
dilakukan berdasarkan suatu perintah pembukuan atau instrumen transfer
dana yang disebut warkat, yang formatnya ditetapkan oleh masing-masing
Peserta. Namun dalam hal pembukuan melalui Sistem BI-RTGS tersebut
dilakukan oleh Bank Indonesia dalam situasi Contingency Plan atau dalam
hal Peserta berstatus sebagai Peserta Tidak Langsung, maka warkat yang
diserahkan oleh Peserta adalah Cek Bank Indonesia, Bilyet Giro Bank
Indonesia, dan atau slip setoran.
D. Sistem Antrian dan Penyelesaian Gridlock
1.
2.
Transaksi-transaksi yang telah dikirim tetapi saldo tidak mencukupi
akan dimasukkan dalam Sistem Antrian.
Transaksi-transaksi yang berada dalam Sistem Antrian dibedakan atas
transaksi level prioritas yaitu level 01-98 dan transaksi level normal
yaitu level 99.
3. Peserta hanya dapat mengubah urutan antrian pada level normal
sedangkan Bank Indonesia dapat mengubah urutan antrian pada level
prioritas.
4. Untuk mencegah terjadinya Gridlock terdapat suatu fungsi dalam
Sistem BI-RTGS berupa Gridlock resolution yang dilakukan dalam hal
sistem antrian telah mencapai suatu kriteria tertentu yang ditetapkan
oleh Penyelenggara.
5.
Penyelesaian Gridlock dapat dilakukan secara otomatis oleh sistem
namun dimungkinkan pula penyelesaian Gridlock dilaksanakan secara
manual oleh petugas RCC berdasarkan kriteria kecukupan saldo atau
menggunakan metoda FAFO.
E. Koreksi…
E.
Koreksi Kesalahan dan Pembatalan Transfer
1. Peserta dapat melakukan koreksi atas instruksi transfer sebelum
instruksi transfer tersebut dikirim ke RCC.
2. Untuk transaksi yang telah dikirim ke RCC tetapi masih berada dalam
Sistem Antrian, Peserta dapat melakukan koreksi setelah sebelumnya
melakukan pembatalan atas transaksi dalam Sistem Antrian tersebut.
3. Untuk transaksi yang telah di settle, apabila Peserta ingin melakukan
koreksi :
a.
terhadap data selain nomor Rekening Giro atau nama penerima
(beneficiary), maka perubahan dilakukan dengan mengirim
pengumuman melalui Administrative Messages yang isinya
meminta kepada Bank penerima untuk mengembalikan dana
tersebut untuk Bank pengirim disertai dengan indemnity.
b. terhadap data nomor Rekening Giro atau nama beneficiary maka
Bank tersebut harus mengirimkan transaksi sebesar Rp 1,00 (satu
rupiah) dengan nomor Rekening Giro 1 (satu) dan mengisi
payment detail berisi perubahan nomor Rekening Giro atau
beneficiary
tersebut. Transaksi tersebut disertai pula
pengumuman melalui Administrative Message yang berisi
indemnity.
4. Dalam hal terjadi kesalahan penulisan TRN dalam transaksi penarikan
tunai yang dilakukan oleh Bank, maka Bank yang melakukan
kesalahan tersebut wajib menyampaikan surat permohonan koreksi
kepada Bank Indonesia c.q Bagian PTR yang antara lain berisi alasan
yang menyebabkan kesalahan tersebut serta dilampiri dengan
completion advice.
5. Bank Indonesia dapat langsung melakukan koreksi terhadap kesalahan
atas transfer dana yang dibukukan oleh Bank Indonesia untuk beban
atau untuk untung Peserta lainnya.
6. Pembatalan…
6. Pembatalan instruksi transfer oleh Peserta hanya dapat dilakukan
untuk transfer yang masih berada dalam Sistem Antrian yang bukan
termasuk antrian dengan level prioritas.
V. CONTINGENCY PLAN (CP)
Dalam hal terjadi gangguan pada Sistem BI-RTGS baik pada RT Peserta maupun
RCC, maka Peserta dapat menghubungi help desk Bagian PTR untuk
mengidentifikasikan kerusakan yang terjadi. Adapun cara untuk mengatasi
kondisi tersebut dapat dibedakan sebagai berikut :
1.
Gangguan pada lokal RT atau saluran komunikasi antara RT dan RCC
Dalam hal Bank mempunyai back-up sistem dan back-up komunikasi
dengan Sentral Telephone Otomat (STO) lain maka kegiatan operasional
akan pindah ke sistem back-up tersebut. Dalam hal sistem back-up juga
tidak berfungsi maka petugas pelaksana dari masing-masing Peserta dapat
datang ke Bank Indonesia c.q. Bagian PTR dengan membawa
pemberitahuan tertulis yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang
dan telah memiliki spesimen di Bank Indonesia disertai warkat berupa Cek
dan atau Bilyet Giro Bank Indonesia yang telah dibubuhi stempel
Contingency Plan di belakangnya untuk dibukukan (construct) oleh petugas
Bank Indonesia.
Pemberitahuan tertulis tersebut antara lain memuat alasan
yang menyebabkan dilakukannya upaya Contingency Plan disertai
pernyataan bahwa yang bersangkutan membebaskan Bank Indonesia dari
tanggung jawab atas keterlambatan pelaksanaan transfer dan segala kerugian
yang timbul sehubungan dengan pelaksanaan construct oleh Bank Indonesia
(indemnity). Pelaksanaan transaksi dalam situasi Contingency Plan ini
dibatasi hanya untuk transaksi antar Bank bukan untuk untung nasabah.
Sedangkan transaksi antar bank untuk untung nasabah dilakukan melalui
kliring.
Adapun …
Adapun prosedur pengoperasian serta warkat yang dipergunakan dalam
kondisi Contingency Plan diatur lebih lanjut dalam Pedoman Umum Sistem
BI-RTGS.
2.
Gangguan pada RCC
Dalam hal terjadi gangguan pada RCC maka pengoperasian RCC akan
dialihkan pada aplikasi RCC Back-up yang berada pada Disaster Recovery
Centre (DRC) Bank Indonesia. Berkaitan dengan hal tersebut maka Bank
Indonesia akan menginformasikan kepada seluruh Peserta untuk
menghentikan transaksi selama proses recovery melalui Administrative
Messages. Apabila proses recovery telah selesai maka Bank Indonesia akan
menginformasikan
selama proses recovery maupun setelah proses recovery diatur dalam
Pedoman Umum Sistem BI-RTGS.
VI. LAIN-LAIN
1.
kembali kepada seluruh Peserta. Langkah-langkah
Peserta wajib membuat Bye-Laws yang memuat aturan yang berlaku di
antara Peserta yang dibuat berdasarkan kesepakatan para Peserta, yang
antara lain memuat cakupan kegagalan pembayaran dan kompensasi,
indemnity dalam rangka koreksi suatu transaksi, Gridlock avoidance dan
pembentukan arbitrase untuk penyelesaian sengketa dalam rangka
pelaksanaan Bye-Laws. Bank Indonesia akan mengakomodasi aturan dalam
Bye-Laws dalam pelaksanaan transaksi oleh Peserta.
2. Implementasi Sistem BI-RTGS dilakukan secara bertahap. Untuk tahap
pertama Sistem BI-RTGS diterapkan di Jakarta, dan yang menjadi Peserta
Langsung adalah :
a.
Bank umum yang berkantor pusat di Jakarta;
b. Salah satu kantor cabang di Jakarta dari Bank umum yang berkantor
pusat di luar Jakarta;
c. UUS…
c. UUS dari Bank umum yang berkantor pusat di Jakarta atau kantor
cabang syariah di Jakarta dari Bank umum yang berkantor pusat di luar
Jakarta;
d.
Lembaga-lembaga non Bank yang telah disetujui oleh Bank Indonesia
untuk menjadi Peserta,
dengan memperhatikan ketentuan tentang Peserta Tidak Langsung dalam
angka III.B.
3. Pedoman Umum sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 3 merupakan
bagian yang tidak terpisah dari Surat Edaran ini.
VII. SANKSI
Bank yang disetujui untuk menjadi Peserta Tidak Langsung sebagaimana
dimaksud dalam angka III.B yang tidak mengubah jenis kepesertaannya menjadi
Peserta Langsung pada akhir periode 2 (dua) tahun setelah menjadi Peserta maka
status kepesertaannya diturunkan menjadi suspend.
VIII. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 17 November 2000.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini
dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HARMAIN SALIM
DEPUTI DIREKTUR AKUNTING
DAN SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 2/24/DASP|SE-BI/2000 </reg_id>
<reg_title> Bank Indonesia Real Time Gross Settlement </reg_title>
<set_date> 17 November 2000 </set_date>
<effective_date> 17 November 2000 </effective_date>
<related_reg> '2/24/PBI/2000' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi VII' </penalty_list>
|
No. 6/21/DPM
Jakarta, 26 April 2004
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK, PIALANG PASAR UANG DAN PIALANG PASAR MODAL
DI INDONESIA
Perihal: Tata Cara Pembelian dan atau Penjualan Surat Utang Negara oleh
Bank Indonesia di Pasar Sekunder dalam rangka Operasi Pasar
Terbuka
Sehubungan dengan
ditetapkannya
Peraturan Bank Indonesia Nomor
4/9/PBI/2002 tanggal 18 November 2002 perihal Operasi Pasar Terbuka (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4243) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
6/4/PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 17, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4365), dan Peraturan
Bank Indonesia Nomor 6/2/PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004 tentang Bank
Indonesia - Scripless Securities Settlement System (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4363),
dipandang perlu untuk menetapkan tata cara pembelian dan atau penjualan surat
utang negara oleh Bank Indonesia di pasar sekunder sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Yang dimaksud dalam Surat Edaran ini dengan :
1. Bank adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan
Undang....
2
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 yang melaksanakan kegiatan usaha
perbankan konvensional.
2. Operasi Pasar Terbuka yang selanjutnya disebut OPT adalah kegiatan
transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan Bank
dan pihak lain dalam rangka pengendalian moneter.
3. Pembelian dan atau Penjualan SUN adalah pembelian dan atau penjualan
SUN oleh Bank Indonesia di pasar sekunder dalam rangka OPT yang
dilakukan melalui mekanisme lelang dan atau non-lelang.
4. Surat Utang Negara yang selanjutnya disebut SUN adalah surat berharga
yang berupa surat pengakuan utang sebagaimana dimaksud dalam Undang-
undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara, yang terdiri
atas Surat Perbendaharaan Negara dan Obligasi Negara.
5. Surat Perbendaharaan Negara adalah SUN yang berjangka waktu sampai
dengan 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran bunga secara diskonto.
6. Obligasi Negara adalah SUN yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua
belas) bulan dengan kupon dan atau dengan pembayaran bunga secara
diskonto.
7. Pasar Sekunder adalah kegiatan perdagangan SUN yang telah dijual di pasar
perdana.
8. Pialang adalah pialang pasar uang dan pialang pasar modal dengan mengacu
kepada ketentuan yang berlaku.
9. Stop-out Rate yang selanjutnya disebut SOR adalah tingkat diskonto atau
yield yang dihasilkan dari lelang dalam rangka mencapai kuantitas SUN
tertentu yang akan dibeli/dijual oleh Bank Indonesia.
10. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang selanjutnya
disebut dengan Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana secara
10. Sistem ...
3
elektronik antar peserta Sistem BI-RTGS dalam mata uang Rupiah yang
penyelesaiannya dilakukan secara seketika per transaksi secara individual.
11. Bank Indonesia - Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya
disebut BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan Bank Indonesia termasuk
penatausahaannya dan Penatausahaan Surat Berharga secara elektronik dan
terhubung langsung antara Peserta, Penyelenggara dan Sistem BI-RTGS.
12. Rekening Perdagangan SUN adalah rekening surat berharga yang digunakan
untuk menampung pencatatan kepemilikan SUN yang dapat diperdagangkan
yang dipelihara dalam sistem BI-SSSS oleh Central Registry c.q. Bagian
Penyelesaian Transaksi Pasar Uang Direktorat Pengelolaan Moneter Bank
Indonesia.
13. Setelmen Transaksi SUN adalah setelmen yang terdiri dari setelmen surat
berharga SUN dan setelmen dana.
14. Setelmen Surat Berharga SUN adalah perpindahan kepemilikan SUN dari
pihak penjual kepada Bank Indonesia atau perpindahan kepemilikan SUN
dari Bank Indonesia kepada pihak pembeli.
15. Setelmen Dana adalah perpindahan dana antara pemilik rekening giro
Rupiah di Bank Indonesia melalui Sistem
BI-RTGS dalam
pelaksanaan setelmen transaksi Surat Berharga melalui BI-SSSS.
16. Harga Setelmen adalah harga yang dibayarkan pembeli kepada penjual baik
melalui lelang maupun non lelang yang terdiri dari harga bersih (clean
price) ditambah bunga berjalan (accrued interest).
17. Delivery Versus Payment yang untuk selanjutnya disebut DVP adalah
setelmen transaksi Surat Berharga dengan cara Setelmen Surat Berharga
melalui BI-SSSS dilakukan bersamaan dengan Setelmen Dana di Bank
Indonesia melalui Sistem BI-RTGS.
rangka
melalui…
4
18. Central Registry adalah Bank
Indonesia yang melakukan
fungsi
penatausahaan Surat Berharga untuk kepentingan Bank, Sub Registry dan
pihak lain yang disetujui oleh Bank Indonesia.
II. KRITERIA SUN DAN KRITERIA PESERTA LELANG
A. Kriteria SUN yang dapat ditransaksikan dengan Bank Indonesia
1. SUN milik Bank yang bersangkutan yang tercatat dalam rekening
perdagangan di Central Registry;
2. tidak sedang diagunkan; dan
3. jenis dan seri SUN yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
B. Kriteria Peserta Lelang
1. Pihak-pihak yang dapat melakukan pembelian dan atau penjualan SUN
dengan Bank Indonesia yang untuk selanjutnya disebut Peserta Lelang
adalah :
a. Bank, untuk kepentingan diri sendiri;
b. Pialang, untuk kepentingan bank.
2. Pialang sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b adalah :
a. pialang pasar uang, yang ditunjuk oleh Bank Indonesia sebagai
pialang dalam transaksi OPT;
b. pialang pasar modal, yang mengikuti lelang SUN di pasar primer
berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia yang
berlaku;
3. Peserta Lelang
sebagaimana dimaksud dalam angka 1 yang dapat
melakukan pembelian dan atau penjualan SUN dengan Bank Indonesia :
3. Peserta …
5
a. sedang tidak dikenakan sanksi pemberhentian sementara dalam
rangka kegiatan OPT; dan atau
b. sedang tidak dikenakan sanksi diberhentikan sementara (suspend)
atau diberhentikan secara permanen (close) sebagai peserta BI-
SSSS.
4. Bank sebagai Peserta Lelang maupun Bank yang diwakili oleh Pialang
wajib memiliki :
a. saldo rekening surat berharga SUN pada Central Registry yang
mencukupi untuk keperluan Setelmen Surat Berharga SUN;
b. saldo rekening giro rupiah pada Bank Indonesia yang mencukupi
untuk keperluan Setelmen Dana.
III. TATA CARA PEMBELIAN DAN ATAU PENJUALAN SUN
A. Pembelian dan atau Penjualan SUN secara Lelang
1. Pelaksanaan Lelang
a. Lelang pembelian dan atau penjualan SUN dilaksanakan pada hari
kerja yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
b. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang pembelian dan atau
penjualan SUN selambat-lambatnya pada hari pelaksanaan lelang
SUN, melalui sarana BI-SSSS dan atau Pusat Informasi Pasar
Uang (PIPU) dan atau sarana lainnya yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia.
c. Pengumuman lelang pembelian dan atau penjualan SUN mencakup
sekurang-kurangnya : tanggal pelaksanaan, waktu pembukaan dan
penutupan lelang (window time), target kuantitas, serta tanggal
setelmen.
c. Pengumuman…
6
d. Pada hari pelaksanaan lelang SUN, peserta lelang mengajukan
penawaran lelang SUN kepada Bagian Operasi Pasar Uang –
Direktorat Pengelolaan Moneter Bank Indonesia pada window time
melalui sarana BI-SSSS.
e. Penawaran lelang SUN sebagaimana dimaksud dalam huruf d,
meliputi :
1) Penawaran kuantitas sekurang-kurangnya 1.000 (seribu) unit
atau Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar Rupiah), dan selebihnya
dengan kelipatan 100 (seratus) unit atau Rp 100.000.000,00
(seratus juta Rupiah);
2) Penawaran yield diajukan dengan kelipatan 0,01% (satu per
seratus persen);
f. Peserta lelang bertanggungjawab atas kebenaran data penawaran
yang diajukan.
2. Penetapan Pemenang Lelang
a. Penetapan pemenang lelang dengan sistem SOR dilaksanakan
sebagaimana contoh perhitungan penetapan pemenang lelang SUN
dalam Lampiran 1.a dan 1.b.
b. Bank Indonesia menetapkan pemenang
ketentuan sebagai berikut :
lelang SUN dengan
1) Lelang Pembelian SUN
i. Dalam hal yield yang ditawarkan oleh peserta lelang lebih
tinggi dari SOR, peserta lelang memperoleh
kuantitas SUN yang diajukan;
1) Lelang …
seluruh
7
ii. Dalam hal yield yang ditawarkan oleh peserta lelang sama
dengan SOR, peserta lelang dapat memperoleh seluruh
atau sebagian penawaran kuantitas SUN yang diajukan
berdasarkan perhitungan secara proporsional.
2) Lelang Penjualan SUN
i. Dalam hal yield yang ditawarkan oleh peserta lelang lebih
rendah dari SOR, peserta lelang memperoleh seluruh
kuantitas SUN yang diajukan;
ii. Dalam hal yield yang ditawarkan oleh peserta lelang sama
dengan SOR, peserta lelang dapat memperoleh seluruh
atau sebagian penawaran kuantitas SUN yang diajukan
berdasarkan perhitungan secara proporsional.
c. Bank Indonesia dapat menyesuaikan realisasi kuantitas hasil lelang
SUN atau membatalkan seluruh pelaksanaan lelang SUN dalam
hal penawaran yield di luar batas kewajaran.
3. Pengumuman Hasil Lelang
a. Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang SUN melalui sarana
PIPU dan atau sarana lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
pada hari pelaksanaan lelang SUN selambat-lambatnya pukul
17.00 WIB berupa kuantitas lelang secara keseluruhan dan rata-
rata tertimbang yield pemenang lelang per seri.
b. Bank Indonesia memberitahukan hasil lelang SUN kepada
pemenang lelang SUN melalui sarana BI-SSSS
selambat-
lambatnya pukul 17.00 WIB berupa kuantitas dan harga setelmen
SUN.
b. Bank…
8
c. Dalam hal Bank Indonesia membatalkan lelang SUN sebagaimana
dimaksud pada butir 2.c, maka Bank Indonesia mengumumkan
pembatalan tersebut melalui sarana BI-SSSS dan atau PIPU dan
atau sarana lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia pada hari
pelaksanaan lelang SUN selambat-lambatnya pukul 17.00 WIB.
B. Pembelian dan atau Penjualan secara Non Lelang
1. Pelaksanaan pembelian dan atau penjualan SUN melalui non-lelang
dilakukan secara bilateral antara Bank Indonesia dengan Bank atau
Bank
Indonesia dengan Pialang melalui sarana RMDS atau
Bloomberg atau sarana lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
2. Bank Indonesia menghubungi Bank dan atau pialang yang ditunjuk
oleh Bank Indonesia untuk mengikuti pembelian dan atau penjualan
SUN secara bilateral.
3. Dalam hal telah terjadi kesepakatan transaksi, setelmen transaksi Surat
Berharga SUN dilakukan melalui menu SSTS pada BI-SSSS.
IV. SETELMEN TRANSAKSI PEMBELIAN DAN PENJUALAN SUN
1. Setelmen transaksi SUN dilaksanakan dengan prinsip DVP, atas dasar
sistem setelmen gross to gross.
2. Perhitungan harga setelmen transaksi SUN didasarkan pada formula
sebagaimana terdapat pada lampiran 2.
3. Setelmen transaksi SUN dilaksanakan selambat-lambatnya 3 (tiga) hari
kerja setelah tanggal transaksi (T+3).
4. Dalam hal saldo Rekening Surat Berharga SUN milik Bank penjual tidak
mencukupi untuk Setelmen Surat Berharga SUN sesuai
3. Setelmen …
dengan
9
ketentuan jangka waktu transaksi dalam sistem antrian BI-SSSS, sistem
secara otomatis membatalkan transaksi lelang SUN.
5. Dalam hal saldo Rekening Giro Rupiah Bank milik Bank pembeli tidak
mencukupi untuk Setelmen Dana sampai dengan waktu cut off warning
sarana BI-RTGS, sistem secara otomatis membatalkan transaksi lelang
SUN.
6. Atas batalnya transaksi SUN sebagaimana dimaksud dalam angka 4 dan
5 maka Bank dikenakan sanksi.
7. Setelmen transaksi SUN dilaksanakan pada BI-SSSS dengan tata cara
sebagaimana diatur dalam Surat Edaran BI-SSSS.
V. PENGENAAN SANKSI
1. Dalam hal terjadi pembatalan transaksi SUN sebagaimana dimaksud
dalam angka IV.4 dan IV.5, Bank dikenakan sanksi berupa :
a. Teguran tertulis, dengan tembusan kepada :
1) Direktorat Pengawasan Bank terkait, dalam hal sanksi diberikan
kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KPBI; atau
2) Tim Pengawas Bank-KBI setempat, dalam hal sanksi diberikan
kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KBI, dan
b. Kewajiban membayar sebesar 1 0/00 (satu per seribu) dari nilai
nominal transaksi SUN yang dibatalkan atau sebanyak-banyaknya
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar Rupiah), dan
c. Pemberhentian sementara untuk mengikuti kegiatan OPT selama 5
(lima) hari kerja dalam hal peserta lelang telah dikenakan teguran
tertulis untuk ketiga kalinya dalam jangka waktu 6 (enam) bulan
karena pembatalan transaksi kegiatan OPT.
c. Pemberhentian ...
10
d. Penyampaian surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam
butir 1.a dan pemberitahuan sanksi pemberhentian sementara untuk
mengikuti kegiatan OPT sebagaimana dimaksud dalam butir 1.c
dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan
transaksi.
2. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam
butir 1.b dilakukan dengan mendebet Rekening Giro Rupiah Bank yang
bersangkutan di Bank Indonesia pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya
pembatalan transaksi.
VI. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 26 April 2004.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
Ttd.
BUDI MULYA
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
11
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 6/21/DPM|SE-BI/2004 </reg_id>
<reg_title> Tata Cara Pembelian dan atau Penjualan Surat Utang Negara oleh Bank Indonesia di Pasar Sekunder dalam rangka Operasi Pasar Terbuka </reg_title>
<set_date> 26 April 2004 </set_date>
<effective_date> 26 April 2004 </effective_date>
<related_reg> '6/4/PBI/2004', '6/2/PBI/2004', '4/9/PBI/2002' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi V' </penalty_list>
|
No. 13/ 14 /DKBU
Jakarta, 12 Mei 2011
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT
DAN BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH
DI INDONESIA
Perihal
: Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan
Pendanaan Terorisme bagi Bank Perkreditan Rakyat dan
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
Sehubungan dengan diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
12/20/PBI/2010 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan
Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Perkreditan Rakyat dan Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010
Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5159) yang selanjutnya disebut
sebagai PBI APU dan PPT perlu untuk mengatur kembali ketentuan pelaksanaan
mengenai penerapan program Anti Pencucian Uang (APU) dan Pencegahan
Pendanaan Terorisme (PPT) mencakup penetapan pedoman standar pelaksanaan,
penilaian serta pengenaan sanksi atas penerapan program APU dan PPT bagi
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)
sebagai berikut:
I. PEDOMAN STANDAR PELAKSANAAN PROGRAM APU DAN PPT
Sesuai PBI APU dan PPT, setiap BPR dan BPRS wajib menyampaikan
Pedoman Pelaksanaan Program APU dan PPT kepada Bank Indonesia
paling lambat tanggal 1 Desember 2011. Pedoman standar pelaksanaan
program …
I. P
e
n
e
t
a
p
2
program APU dan PPT sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 1 yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini, menjadi
acuan standar minimum yang wajib dipenuhi oleh BPR dan BPRS dalam
menyusun Pedoman Pelaksanaan Program APU dan PPT. BPR dan BPRS
dapat menyusun dan mengembangkan Pedoman Pelaksanaan Program APU
dan PPT sesuai dengan kebutuhan dan kompleksitas operasional usahanya
dengan tetap mengacu pada pedoman standar pelaksanaan program APU
dan PPT dalam Lampiran 1 Surat Edaran ini.
II. PENILAIAN PENERAPAN PROGRAM APU DAN PPT
Penilaian penerapan program APU dan PPT bagi BPR dan BPRS adalah
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 2 yang merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini.
1.
Tujuan Penilaian
a.
Penilaian atas penerapan program APU dan PPT dan kewajiban
lainnya terkait dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010
tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang (UU PPTPPU) dimaksudkan untuk memperoleh
gambaran menyeluruh mengenai kecukupan dan efektifitas
penerapan program APU dan PPT dan kewajiban lainnya terkait
dengan UU PPTPPU pada setiap BPR dan BPRS. Gambaran
menyeluruh tersebut diperlukan untuk memastikan tingkat
kepatuhan BPR dan BPRS terhadap ketentuan yang berlaku dan
efektivitas penerapannya, serta untuk mengidentifikasi langkah-
langkah perbaikan yang diperlukan.
b. Bank Indonesia melakukan penilaian secara kuantitatif terhadap
penerapan program APU dan PPT dan kewajiban lain terkait
dengan UU PPTPPU berdasarkan hasil pemeriksaan Bank
Indonesia.
2. Cakupan …
3
2. Cakupan Penilaian
Penilaian atas penerapan program APU dan PPT dan kewajiban lain
terkait dengan UU PPTPPU pada BPR dan BPRS paling kurang
mencakup 4 (empat) aspek sebagai berikut:
a.
b.
c.
pengawasan aktif Direksi dan Dewan Komisaris;
kebijakan dan prosedur;
pengendalian intern; dan
d. sumber daya manusia dan pelatihan.
3.
Hasil Penilaian
Penilaian atas penerapan program APU dan PPT dilakukan terhadap
masing-masing aspek sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan
diberikan nilai dalam skala 1 (satu) sampai dengan 5 (lima) sesuai
kriteria sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 2 .
Berdasarkan penilaian terhadap masing-masing aspek tersebut, secara
kuantitatif ditetapkan hasil akhir penilaian berupa nilai dalam skala 1
sampai dengan 5 dan predikat sebagai berikut:
a.
Nilai 1 sampai dengan 1,9 mencerminkan bahwa penerapan
program APU dan PPT dan kewajiban lain terkait dengan UU
PPTPPU tergolong Sangat Baik. Predikat Sangat Baik diberikan
karena penerapannya dinilai sangat memadai dan sangat efektif
untuk mengurangi risiko terkait dengan pencucian uang dan
pencegahan pendanaan terorisme serta memenuhi kewajiban
pelaporan transaksi keuangan mencurigakan dan transaksi
keuangan tunai kepada PPATK.
b.
Nilai 2 sampai dengan 2,9 mencerminkan bahwa penerapan
program APU dan PPT dan kewajiban lain terkait dengan UU
PPTPPU tergolong Baik. Predikat Baik diberikan karena
penerapannya dinilai memadai dan efektif untuk mengurangi
risiko terkait dengan pencucian uang dan pencegahan pendanaan
terorisme …
4
terorisme serta memenuhi kewajiban pelaporan transaksi
keuangan mencurigakan dan transaksi keuangan tunai kepada
PPATK.
c.
Nilai 3 sampai dengan 3,9 mencerminkan bahwa penerapan
program APU dan PPT dan kewajiban lain terkait dengan UU
PPTPPU tergolong Cukup Baik. Predikat Cukup Baik diberikan
karena penerapannya dinilai cukup memadai dan cukup efektif
untuk mengurangi risiko terkait dengan pencucian uang dan
pencegahan pendanaan terorisme serta memenuhi kewajiban
pelaporan transaksi keuangan mencurigakan dan transaksi
keuangan tunai kepada PPATK.
d.
Nilai 4 sampai dengan 4,9 mencerminkan bahwa penerapan
program APU dan PPT dan kewajiban lain terkait dengan UU
PPTPPU tergolong Kurang Baik. Predikat Kurang Baik
diberikan karena penerapannya dinilai kurang memadai dan
kurang efektif untuk mengurangi risiko terkait dengan pencucian
uang dan pencegahan pendanaan terorisme serta memenuhi
kewajiban pelaporan transaksi keuangan mencurigakan dan
transaksi keuangan tunai kepada PPATK.
e.
Nilai 5 mencerminkan bahwa penerapan program APU dan PPT
dan kewajiban lain terkait dengan UU PPTPPU tergolong Tidak
Baik. Predikat Tidak Baik diberikan karena penerapannya dinilai
tidak memadai dan tidak efektif untuk mengurangi risiko terkait
dengan pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme
serta memenuhi kewajiban pelaporan transaksi keuangan yang
mencurigakan dan transaksi keuangan tunai kepada PPATK.
4.
Tindak Lanjut Hasil Penilaian
Hasil penilaian atas penerapan program APU dan PPT dan kewajiban
lain …
5
lain terkait dengan UU PPTPPU diperhitungkan dalam penilaian
faktor manajemen tingkat kesehatan BPR dan BPRS.
III. PENGENAAN SANKSI
1. Sanksi Administratif
Bank Indonesia berwenang mengenakan sanksi administratif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 UU No.7 Tahun 1992 tentang
Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No.10 Tahun 1998
dan Pasal 58 UU No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah atas
pelanggaran terhadap Pasal 2, Pasal 6 ayat (1), Pasal 7, Pasal 8, Pasal
9, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16, Pasal 17,
Pasal 18, Pasal 19 ayat (1), ayat (4), ayat (6), Pasal 20, Pasal 21, Pasal
22 ayat (1), Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 27, Pasal 28 ayat (1),
ayat (3), Pasal 29, Pasal 30, Pasal 32, Pasal 33, Pasal 34 ayat (3), Pasal
35 ayat (3), Pasal 36, Pasal 37, Pasal 38, Pasal 39, Pasal 40, Pasal 42
dan/atau Pasal 44 Peraturan Bank Indonesia tentang Penerapan
Program APU dan PPT bagi BPR dan BPRS antara lain berupa:
a. Teguran Tertulis
b. Penurunan Tingkat Kesehatan BPR/BPRS.
Yang dimaksud dengan tingkat kesehatan BPR/BPRS adalah
tingkat kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai Tata Cara Penilaian Tingkat
Kesehatan BPR/BPRS.
c. Pembekuan Kegiatan Usaha Tertentu
Pembekuan kegiatan usaha tertentu adalah larangan terhadap
kegiatan usaha yang menurut penilaian Bank Indonesia
merupakan kegiatan usaha berisiko tinggi untuk digunakan
sebagai sarana pencucian uang dan pendanaan terorisme dalam
c
.
P
e
hal …
m
b
e
k
u
a
n
…
6
hal BPR/BPRS tidak menerapkan program APU dan PPT secara
memadai.
d. Pemberhentian Pengurus BPR/BPRS; dan/atau
Pencantuman dalam DTL.
2. Sanksi kewajiban membayar
Bank Indonesia mengenakan sanksi denda berupa kewajiban
membayar kepada BPR dan BPRS dalam hal:
a. BPR dan BPRS terlambat menyampaikan Pedoman Pelaksanaan
Program APU dan PPT dan/atau perubahannya.
1) BPR dan BPRS dianggap terlambat menyampaikan Pedoman
Pelaksanaan Program APU dan PPT apabila menyampaikan
Pedoman Pelaksanaan Program APU dan PPT setelah tanggal
1 Desember 2011.
2) BPR dan BPRS dianggap terlambat menyampaikan
perubahan Pedoman Pelaksanaan Program APU dan PPT
apabila menyampaikan perubahan Pedoman Pelaksanaan
Program APU dan PPT lebih dari 30 (tiga puluh) hari sejak
perubahan tersebut ditandatangani oleh Dewan Komisaris.
3) BPR dan BPRS sebagaimana dimaksud pada angka 1)
dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp50.000,00
(lima puluh ribu rupiah) per hari keterlambatan dan paling
banyak sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
4) BPR dan BPRS sebagaimana dimaksud pada angka 2)
dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp50.000,00
(lima puluh ribu rupiah) per hari keterlambatan dan paling
banyak sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
b. BPR dan BPRS terlambat menyampaikan Laporan Transaksi
Keuangan Mencurigakan.
1). BPR …
7
1) BPR dan BPRS dianggap terlambat menyampaikan Laporan
Transaksi Keuangan Mencurigakan apabila menyampaikan
Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan lebih dari 3
(tiga) hari kerja setelah BPR dan BPRS mengetahui adanya
unsur Transaksi Keuangan Mencurigakan, yaitu sejak
direktur yang berwenang menyetujui transaksi tersebut
sebagai Transaksi Keuangan Mencurigakan.
2) BPR dan BPRS sebagaimana dimaksud pada angka 1)
dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp50.000,00
(lima puluh ribu rupiah) per hari keterlambatan dan paling
banyak sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
c. BPR dan BPRS tidak menyampaikan Pedoman Pelaksanaan
Program APU dan PPT dan/atau perubahannya.
1) BPR dan BPRS dianggap tidak menyampaikan Pedoman
Pelaksanaan Program APU dan PPT apabila belum
menyampaikan Pedoman Pelaksanaan Program APU dan
PPT sampai dengan tanggal 2 Januari 2012.
2) BPR dan BPRS dianggap tidak menyampaikan perubahan
Pedoman Pelaksanaan Program APU dan PPT apabila BPR
dan BPRS belum menyampaikan perubahan Pedoman
Pelaksanaan Program APU dan PPT lebih dari 1 (satu) bulan
sejak batas waktu sebagaimana dimaksud pada butir III.2.a.2.
3) BPR dan BPRS sebagaimana dimaksud pada angka 1)
dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar
Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) serta teguran tertulis.
4) BPR dan BPRS sebagaimana dimaksud pada angka 2)
dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar
Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) serta teguran tertulis.
d. BPR …
8
d. BPR dan BPRS tidak menyampaikan Laporan Transaksi
Keuangan Mencurigakan.
1) BPR dan BPRS dianggap tidak menyampaikan Laporan
Transaksi Keuangan Mencurigakan apabila menyampaikan
Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan lebih dari 1
(satu) bulan sejak ditemukan pada saat pemeriksaan.
2) BPR dan BPRS sebagaimana dimaksud pada angka 1)
dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar
Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) serta teguran tertulis.
IV. PENUTUP
Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku maka:
1. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/19/DPBPR tanggal 22 April
2004 perihal Pedoman Standar Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah
bagi Bank Perkreditan Rakyat (BPR);
2. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/58/DPBPR tanggal
23 Desember 2005 perihal Penilaian dan Pengenaan Sanksi atas
Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah dan Kewajiban Lain Terkait
dengan Undang-Undang tentang Tindak Pidana Pencucian Uang,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 12 Mei 2011.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
A
BANK INDONESIA,
g
a
r
…
S. BUDI ROCHADI
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 13/14/DKBU|SE-BI/2011 </reg_id>
<reg_title> Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. </reg_title>
<set_date> 12 Mei 2011 </set_date>
<effective_date> 12 Mei 2011 </effective_date>
<replaced_reg> '6/19/DPBPR|SE-BI/2004', '7/58/DPBPR|SE-BI/2005' </replaced_reg>
<related_reg> '12/20/PBI/2010' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi III' </penalty_list>
|
No. 11/ 13 /DASP
Jakarta, 4 Mei 2009
S U R A T
Perihal
E D A R A N
: Batas Nilai Nominal Nota Debet dan Transfer Kredit dalam
Penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia
Dengan diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/18/PBI/2005
tanggal 22 Juli 2005 tentang Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4516)
dan Peraturan Bank Indonesia Nomor
10/35/PBI/2008 tanggal 5 Desember 2008 tentang Fasilitas Pendanaan Jangka
Pendek Bagi Bank Perkreditan Rakyat (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 196, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4943), maka perlu diatur kembali ketentuan mengenai batas nilai nominal
Nota Debet dan transfer kredit dalam penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional
Bank Indonesia (SKNBI) dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut.
I. BATAS NILAI NOMINAL NOTA DEBET
A. Nota Debet yang Diterbitkan oleh Bank
Nilai nominal Nota Debet yang diterbitkan oleh Bank yang ditujukan
kepada Bank lain untuk dikliringkan melalui Kliring Debet dalam
penyelenggaraan SKNBI paling banyak sebesar Rp10.000.000,00
(sepuluh juta rupiah) per Nota Debet.
B. Nota Debet yang Diterbitkan oleh Bank Indonesia
1. Nilai nominal Nota Debet yang diterbitkan oleh Bank Indonesia
tidak dibatasi.
2. Nota Debet dengan nilai nominal di atas
Rp10.000.000,00
(sepuluh juta rupiah) yang diterbitkan oleh Bank Indonesia dapat
dikliringkan …
2
dikliringkan untuk ditujukan kepada Bank dan/atau nasabah Bank
hanya untuk kepentingan sebagai berikut:
a.
tagihan pokok dan/atau bunga untuk:
1) Kredit Likuiditas Program Kredit Modal Kerja Bank
Indonesia dalam
Perkreditan Rakyat (KL KMK-BPR);
2)
3)
Kredit Likuiditas Kredit kepada Pengusaha Kecil dan
Pengusaha Mikro melalui Bank Perkreditan Rakyat
(KL KPKM-BPR); dan
Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek bagi Bank
Perkreditan Rakyat (FPJP BPR).
b. biaya-biaya yang timbul sehubungan dengan pemberian
FPJP BPR.
c.
tagihan pokok, bagi hasil dan/atau fee (ujroh) untuk:
1) Pembiayaan Likuiditas Pembiayaan Modal Kerja
dalam rangka Pengembangan Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah (PL PMK-BPRS); dan
2) Pembiayaan Likuiditas Pembiayaan kepada Pengusaha
Kecil dan Pengusaha Mikro melalui Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah (PL PPKM-BPRS).
3. Pelunasan tagihan-tagihan selain yang dimaksud pada angka 2,
jika dilakukan melalui penyelenggaraan SKNBI harus dilakukan
dengan mengirimkan Data Keuangan Elektronik (DKE) Kredit
oleh
pihak
yang berutang/pihak
peminjam atau dengan
memperhitungkan cek atau bilyet giro yang diterbitkan oleh pihak
yang berutang/pihak peminjam.
4. Dalam
hal Bank Indonesia memperhitungkan Nota Debet
sebagaimana dimaksud pada angka 2, Bank Indonesia
menggunakan sandi transaksi 45.
C. Pelanggaran …
rangka pengembangan Bank
3
C. Pelanggaran Penggunaan Nota
Debet pada Wilayah Kliring
Penyelenggara Kliring Lokal Selain Bank Indonesia (PKL Selain BI)
1. Dalam hal terjadi penolakan Nota Debet pada Wilayah Kliring
yang diselenggarakan oleh PKL Selain BI karena Nota Debet
yang dikliringkan tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud pada huruf A dan/atau huruf B, maka Peserta yang
melakukan
penolakan terhadap Nota Debet tersebut
harus
melaporkan secara tertulis kepada PKL Selain BI disertai fotokopi
Nota Debet yang bersangkutan.
2. Dalam hal PKL Selain BI mengetahui adanya Nota Debet yang
dikliringkan tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud
pada huruf A dan/atau huruf B, baik yang diketahui berdasarkan
laporan Peserta sebagaimana dimaksud pada angka 1 maupun
berdasarkan hasil pengamatan PKL Selain BI dari DKE Debet
yang diproses, maka PKL Selain BI harus menyampaikan
informasi dimaksud secara tertulis kepada Bank Indonesia yang
mewilayahi, dengan disertai:
a. Fotokopi Nota Debet, jika informasi diketahui dari Peserta
yang melakukan penolakan; dan/atau
b.
Fotokopi rincian DKE Debet yang diserahkan atau yang
diterima yang menunjukkan pelanggaran Nota Debet dan
informasi mengenai ditolak atau tidaknya Nota Debet
tersebut, jika informasi diketahui dari hasil pengamatan PKL
Selain BI.
3.
Informasi sebagaimana dimaksud pada angka 2 disampaikan
paling lambat pada hari kerja berikutnya setelah diterimanya
informasi dari Peserta atau diketahui adanya pelanggaran Nota
Debet oleh PKL Selain BI.
4. Berdasarkan …
4
4. Berdasarkan informasi sebagaimana dimaksud pada angka 3,
Bank Indonesia mengenakan sanksi kepada Peserta pengirim
dan/atau Peserta penerima Nota Debet sesuai dengan Pasal 70
Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/18/PBI/2005 tanggal 22 Juli
2005 tentang Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia.
II. BATAS NILAI NOMINAL TRANSFER KREDIT
Batas nilai nominal transfer kredit yang dapat dikliringkan melalui Kliring
Kredit dalam penyelenggaraan SKNBI adalah transfer kredit dengan nilai
nominal di bawah Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) per transaksi.
III. PENUTUP
Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini, maka Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 7/43/DASP tanggal 7 September 2005 perihal Batas
Nilai Nominal Nota Debet dan Transfer Kredit dalam Penyelenggaraan
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia, dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada
tanggal 4 Mei 2009.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
SWD. MURNIASTUTI
DIREKTUR AKUNTING
DAN SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 11/13/DASP|SE-BI/2009 </reg_id>
<reg_title> Batas Nilai Nominal Nota Debet dan Transfer Kredit dalam Penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia </reg_title>
<set_date> 4 Mei 2009 </set_date>
<effective_date> 4 Mei 2009 </effective_date>
<replaced_reg> '7/43/DASP|SE-BI/2005' </replaced_reg>
<related_reg> '7/18/PBI/2005', '10/35/PBI/2008' </related_reg>
|
No.5/ 22 /DPNP
Jakarta, 29 September 2003
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal : Pedoman Standar Sistem Pengendalian Intern
bagi Bank Umum
Dalam rangka menerapkan Sistem Pengendalian Intern yang menyeluruh
secara efektif sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor
5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi
Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 56,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4292), maka perlu diatur ketentuan
pelaksanaan dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia, dengan pokok-pokok
ketentuan sebagai berikut:
1. Pedoman Standar Sistem Pengendalian Intern bagi Bank Umum merupakan
acuan standar Sistem Pengendalian Intern yang wajib dipenuhi oleh Bank
sehingga Bank dapat memperluas dan memperdalam sesuai dengan kebutuhan
Bank.
2. Bank yang telah memiliki Sistem Pengendalian Intern namun belum
memenuhi acuan Pedoman Standar Sistem Pengendalian Intern bagi Bank
Umum, wajib menyesuaikan dan menyempurnakannya dengan berpedoman
pada Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia ini.
3. Pedoman Standar Sistem Pengendalian Intern sebagaimana dimaksud pada
angka 2, disampaikan kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya 30 (tiga
puluh) hari sejak ditetapkannya pedoman yang disempurnakan.
Penyempurnaan pedoman tersebut dilakukan sesuai dengan jadwal yang
dimuat dalam action plan atau selambat-lambatnya tanggal 31 Desember
2004.
4. Dalam …
4. Dalam penyusunan Sistem Pengendalian Intern, Bank wajib
mempertimbangkan total aset, produk dan jasa yang ditawarkan, termasuk
produk dan jasa baru, kompleksitas operasional, jaringan kantor, profil risiko
dari setiap kegiatan usaha, metode yang digunakan untuk pengolahan data dan
pengukuran risiko, serta ketentuan terkait yang berlaku.
5. Pedoman Standar Sistem Pengendalian Intern bagi Bank Umum sekurang-
kurangnya mencakup 5 (lima) elemen pokok, yaitu:
a. pengawasan oleh manajemen dan budaya pengendalian;
b. identifikasi dan penilaian risiko;
c. kegiatan pengendalian dan pemisahan fungsi;
d. sistem akuntansi, informasi dan komunikasi; dan
e. kegiatan pemantauan dan tindakan koreksi penyimpangan.
6. Lampiran mengenai Pedoman Standar Sistem Pengendalian Intern bagi Bank
Umum merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank
Indonesia ini.
Surat Edaran Bank Indonesia ini berlaku sejak tanggal 1 Januari 2004.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
ttd
NELSON TAMPUBOLON
DIREKTUR PENELITIAN DAN
PENGATURAN PERBANKAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 5/22/DPNP|SE-BI/2003 </reg_id>
<reg_title> Pedoman Standar Sistem Pengendalian Intern bagi Bank Umum </reg_title>
<set_date> 29 September 2003 </set_date>
<effective_date> 1 Januari 2004 </effective_date>
<related_reg> '5/8/PBI/2003' </related_reg>
|
No.12/ 4 /DASP
Jakarta, 1 Februari 2010
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM SYARIAH
DAN UNIT USAHA SYARIAH
Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Nomor 11/17/DPM tanggal 7 Juli
2009 perihal Tata Cara Pemberian Fasilitas Likuiditas Intrahari
Berdasarkan Prinsip Syariah
Sehubungan dengan dilakukannya penyempurnaan organisasi di Bank
Indonesia, khususnya yang terkait dengan pelaksanaan fungsi setelmen dan
penatausahaan surat berharga, maka perlu untuk melakukan perubahan terhadap
ketentuan mengenai pelaksanaan pemberian fasilitas likuiditas intrahari berdasarkan
prinsip syariah sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Nomor 11/17/DPM tanggal
7 Juli 2009 sebagai berikut:
1. Ketentuan romawi II angka 5 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
5. Dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 3 dan angka 4 disampaikan
dengan surat pengantar kepada:
Bank Indonesia
Bagian Penyelenggaraan Setelmen
Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran
Gedung D, Lantai 3
Jl. M.H. Thamrin No.2, Jakarta 10350.
2. Ketentuan …
2
2. Ketentuan romawi III angka 4 dan angka 5 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
4. SBIS sebagaimana dimaksud pada angka 1 harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut :
a. memiliki sisa jangka waktu paling singkat 2 (dua) hari kerja pada saat
FLIS jatuh waktu; dan
b. tidak sedang diagunkan kepada Bank Indonesia.
5. SBSN sebagaimana dimaksud pada angka 1 harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
a. memiliki sisa jangka waktu paling singkat 10 (sepuluh) hari kerja pada
saat FLIS jatuh waktu; dan
tidak sedang diagunkan.
b.
3. Lampiran 1 diubah, sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran
1 yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 1 Februari
2010.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
RONALD WAAS
DIREKTUR AKUNTING DAN
SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 12/4/DASP|SE-BI/2010 </reg_id>
<reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Nomor 11/17/DPM tanggal 7 Juli 2009 perihal Tata Cara Pemberian Fasilitas Likuiditas Intrahari Berdasarkan Prinsip Syariah </reg_title>
<set_date> 1 Februari 2010 </set_date>
<effective_date> 1 Februari 2010 </effective_date>
<changed_reg> '11/17/DPM|SE-BI/2009' </changed_reg>
<related_reg> '11/17/DPM|SE-BI/2009' </related_reg>
|
No. 9/28/DSM
Jakarta, 30 November 2007
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal: Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
3/13/DSM tanggal 13 Juni 2001 Perihal Pelaporan Kegiatan
Lalu Lintas Devisa Oleh Bank
Sehubungan dengan perlunya pemantauan yang lebih efektif terhadap
kegiatan Lalu Lintas Devisa yang dilakukan melalui bank umum di dalam
negeri, terutama terkait transaksi surat-surat berharga yang aliran dananya
dapat berpindah sewaktu-waktu dalam jumlah yang signifikan sehingga dapat
menimbulkan dampak negatif bagi perekonomian nasional, maka dipandang
perlu dilakukan perubahan terhadap Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
3/13/DSM tanggal 13 Juni 2001 Perihal Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa
Oleh Bank sebagai berikut:
1. Ketentuan dalam angka IX ditambah 1 (satu) huruf, yakni huruf C yang
berbunyi sebagai berikut:
C. Semua alamat, nomor telepon, nomor faksimili, alamat e-mail yang
ditujukan kepada Kantor Pusat Bank Indonesia sebagaimana diatur
dalam SE Nomor 3/13/DSM tanggal 13 Juni 2001, harus dibaca sebagai
berikut:
Bank …
Bank Indonesia
Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter
c.q. Biro Neraca Pembayaran
- Alamat
: Menara Sjafruddin Prawiranegara Lt.16
Jl. M. H. Thamrin No. 2
Jakarta 10350
- Telp
- Fax
- E-mail
: (021) 381-7410, 381-7411, dan 381-8388
: (021) 350-1974
: lldbank@bi.go.id
2. Ketentuan butir III.A.2.c.1.2.(iii) pada Lampiran Surat Edaran berupa
Petunjuk Teknis Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Oleh Bank diubah
sehingga berbunyi sebagai berikut:
(iii) Apabila nasabah bank ’A’ adalah NR dan nasabah bank ’B’ juga NR,
maka bank ’A’ melaporkan transaksi tersebut dengan kaidah khusus
butir c.3.1. mengenai transaksi antar NR, sedangkan bank ’B’ dengan
kaidah khusus.
Khusus untuk transaksi bukan penduduk dalam rangka transaksi surat
berharga yang mempengaruhi rekening ’4A’ atau ’4B’ di masing-
masing bank pelapor, maka record dengan rekening ’4A’ atau ’4B’
baik di bank ’A’ maupun bank ’B’ dilaporkan dengan kaidah umum
dimana field ’o’ diisi dengan tujuan transaksi sesuai jenis surat berharga
yang diperdagangkan.
3. Ketentuan butir III.A.2.c.2. pada Lampiran Surat Edaran berupa Petunjuk
Teknis Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Oleh Bank diubah sehingga
berbunyi sebagai berikut:
c.2. Transaksi yang mempengaruhi lebih dari satu rekening
Transaksi yang mempengaruhi lebih dari satu rekening adalah transaksi
yang dilaporkan dalam beberapa record sesuai dengan rekening AFLN/
KFLN…
KFLN bank pelapor yang dipengaruhinya, dengan ketentuan sebagai
berikut:
c.2.1. Apabila dari seluruh rekening yang dipengaruhi terdapat rekening
’3C’, maka record dengan rekening ’3C’ harus diisi dengan
kaidah umum, sedangkan record lainnya diisi sesuai dengan
kaidah khusus dimana field ’o’ diisi dengan sandi dummy
’xNNN’.
Khusus untuk transaksi oleh bukan penduduk dalam rangka
transaksi surat berharga yang mempengaruhi rekening ’3C’ dan
’4A’, atau rekening ’3C’ dan ’4B’ di bank pelapor, maka semua
record pada rekening yang terpengaruh dilaporkan dengan kaidah
umum. Dalam hal ini, untuk record dengan rekening ’3C’, field
’o’ diisi dengan tujuan transaksi sesuai jenis surat berharga yang
diperdagangkan. Sedangkan untuk record dengan rekening ’4A’
atau ’4B’, field ’o’ diisi dengan tujuan transaksi perdagangan
valas.
c.2.2. Apabila dari seluruh rekening yang dipengaruhi tidak terdapat
rekening ’3C’, namun terdapat rekening ’4A’ dan atau ’4B’, maka
record dengan rekening ’4A’ atau ’4B’ harus diisi dengan kaidah
umum, sedangkan record lainnya diisi sesuai dengan kaidah
khusus dimana field ’o’ diisi dengan sandi dummy ’xNNN’.
Khusus untuk transaksi oleh bukan penduduk dalam rangka
transaksi surat berharga yang mempengaruhi rekening ’4A’
dengan ’4A’, ’4A’ dengan ’4B’, atau ’4B’ dengan ’4B’ di bank
pelapor, maka record pada masing-masing rekening tersebut
dilaporkan dengan kaidah umum. Dalam hal ini, record baik pada
rekening yang mengalami mutasi debet maupun mutasi kredit diisi
dengan tujuan transaksi sesuai jenis surat berharga yang
diperdagangkan…
diperdagangkan.
c.2.3. Apabila dari seluruh rekening yang dipengaruhi tidak terdapat
rekening ’3C’, ’4A’ atau ’4B’, maka salah satu record diisi sesuai
dengan kaidah umum, sedangkan record lainnya diisi sesuai
dengan kaidah khusus dimana field ’o’ diisi dengan sandi dummy
’xNNN’.
4. Lampiran 4 pada Lampiran Surat Edaran berupa Petunjuk Teknis Pelaporan
Kegiatan Lalu Lintas Devisa Oleh Bank diubah sehingga menjadi
sebagaimana terlampir.
Kewajiban pelaporan sebagaimana diatur dalam Surat Edaran ini mulai
berlaku untuk periode laporan bulan Maret 2008 yang penyampaiannya
dilakukan pada bulan April 2008.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 3 Maret 2008.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
TRIONO WIDODO
DIREKTUR STATISTIK
EKONOMI DAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 9/28/DSM|SE-BI/2007 </reg_id>
<reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/13/DSM tanggal 13 Juni 2001 Perihal Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Oleh Bank </reg_title>
<set_date> 30 November 2007 </set_date>
<effective_date> 3 Maret 2008 </effective_date>
<changed_reg> '3/13/DSM|SE-BI/2001' </changed_reg>
<related_reg> '3/13/DSM|SE-BI/2001' </related_reg>
|
No. 6/41/DPM
Jakarta, 5 Oktober 2004
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA PEDAGANG VALUTA ASING BUKAN BANK
DI INDONESIA
Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/13/DPM
tanggal 11 Maret 2004 perihal Tata Cara Perizinan, Penerapan
Prinsip Mengenal Nasabah, Pengawasan, Pelaporan, dan Pengenaan
Sanksi Bagi Pedagang Valuta Asing Bukan Bank.
Dalam rangka standarisasi laporan keuangan berdasarkan Pernyataan Sistem
Akuntansi Keuangan (PSAK), dipandang perlu untuk melakukan perubahan atas
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/13/DPM tanggal 11 Maret 2004 perihal Tata
Cara Perizinan, Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah, Pengawasan, Pelaporan, dan
Pengenaan Sanksi Bagi Pedagang Valuta Asing Bukan Bank, yang merupakan
peraturan pelaksanaan dari Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/1/PBI/2004 tanggal
6 Januari 2004 tentang Pedagang Valuta Asing (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4354), menjadi sebagai berikut:
1. Tatacara penyampaian laporan sebagaimana diatur pada angka IV diubah,
sehingga angka IV seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut :
” IV. TATA CARA PELAPORAN
1. PVA BB …
B
2
1. PVA BB menyampaikan laporan berkala berupa laporan kegiatan usaha dan
laporan keuangan, serta laporan khusus dan laporan lain kepada Bank
Indonesia, yang diatur sebagai berikut:
a. Laporan Berkala
1) Laporan Kegiatan Usaha
PVA BB menyampaikan laporan transaksi penjualan dan pembelian
UKA serta pembelian TC setiap triwulan selambat-lambatnya pada
akhir bulan berikutnya, dengan menggunakan formulir sebagaimana
contoh pada Lampiran 12.a dan Lampiran 12.b, misalnya laporan
triwulan I (Januari, Februari dan Maret) diterima oleh Bank
Indonesia selambat-lambatnya akhir April tahun berjalan.
2) Laporan Keuangan
Laporan keuangan terdiri dari Neraca, Laporan Laba Rugi, Laporan
Perubahan Ekuitas, Laporan Arus Kas, dan Catatan Atas Laporan
Keuangan akhir tahun berjalan. Laporan tersebut diterima oleh Bank
Indonesia selambat-lambatnya akhir bulan Januari tahun berikutnya
dengan menggunakan formulir sebagaimana contoh pada Lampiran
13.a sampai dengan Lampiran 13.d.
Catatan atas laporan keuangan disampaikan jika terdapat hal-hal
yang perlu dijelaskan dalam laporan keuangan.
b. Laporan Khusus
Dalam hal diperlukan Bank Indonesia dapat meminta laporan khusus
yang bersifat insidentil kepada PVA BB.
c. Laporan Lain
Selain laporan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, PVA
BB menyampaikan laporan yang berkaitan dengan kegiatan lalu lintas
devisa dan tindak pidana pencucian uang sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
2. Laporan…
3
2. Laporan berkala sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a.1) dan butir 1.a.2)
dibuat oleh kantor pusat PVA BB secara konsolidasi yang meliputi laporan
kantor pusat dan kantor cabang.
3. Kantor cabang PVA BB yang berkedudukan di luar wilayah kerja kantor
Bank Indonesia dimana kantor pusat PVA BB berada wajib menyampaikan
1 (satu) tembusan laporan kegiatan usaha kepada kantor Bank Indonesia
dimana kantor cabang PVA BB berada.
4. Dalam rangka keseragamanan dalam perlakuan akuntansi dan penyusunan
pembukuan PVA BB, PVA BB sekurang-kurangnya mengikuti Pedoman
Penyusunan Pembukuan dan Laporan Keuangan PVA BB sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 14.
5. Laporan sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a dan butir 1.b dibuat secara
benar, akurat dan distempel cap perusahaan, serta ditandatangani oleh
pengurus PVA BB.
6. Laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 5 disampaikan ke alamat
sebagaimana dimaksud dalam butir I.A.8.a atau butir I.A.8.b.”
2. Lampiran 12 diubah sehingga menjadi Lampiran 12. a dan Lampiran 12.b.
3. Lampiran 13.a dan Lampiran 13.b diubah sehingga menjadi Lampiran 13.a
sampai dengan Lampiran 13.d.
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka IV.4 mulai berlaku sejak
tanggal 1 Januari 2005.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 5 Oktober 2004.
Agar
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
BUDI MULYA
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 6/41/DPM|SE-BI/2004 </reg_id>
<reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/13/DPM tanggal 11 Maret 2004 perihal Tata Cara Perizinan, Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah, Pengawasan, Pelaporan, dan Pengenaan Sanksi Bagi Pedagang Valuta Asing Bukan Bank. </reg_title>
<set_date> 5 Oktober 2004 </set_date>
<effective_date> 5 Oktober 2004 </effective_date>
<changed_reg> '6/13/DPM|SE-BI/2004' </changed_reg>
<related_reg> '6/13/DPM|SE-BI/2004', '6/1/PBI/2004' </related_reg>
|
No. 11/ 15 /DASP
Jakarta, 18 Juni 2009
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal : Penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia oleh
Penyelenggara Kliring Lokal Selain Bank Indonesia
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/18/PBI/2005
tanggal 22 Juli 2005 tentang Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4516), untuk meningkatkan kelancaran dan efisiensi
penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI), perlu diatur
kembali ketentuan mengenai penyelenggaraan SKNBI oleh Penyelenggara
Kliring Lokal Selain Bank Indonesia (PKL Selain BI) dalam Surat Edaran Bank
Indonesia sebagai berikut.
I. PERSYARATAN DAN TATA CARA PENYELENGGARAAN SKNBI
A. Persyaratan Penyelenggaraan SKNBI oleh PKL Selain BI
Penyelenggaraan SKNBI di suatu wilayah yang tidak terdapat Kantor
Bank Indonesia (KBI) didasarkan pada kebutuhan dan kesepakatan Bank-
Bank setempat akan perlunya penyelenggaraan SKNBI.
1. Persyaratan Penyelenggaraan SKNBI
Persyaratan penyelenggaraan merupakan persyaratan paling sedikit
yang harus dipenuhi pada saat mengajukan permohonan
penyelenggaraan SKNBI yaitu:
a. Jumlah …
2
a. Jumlah Bank
Jumlah Bank yang mendukung dan akan menjadi peserta
penyelenggaraan SKNBI paling kurang 4 (empat) Bank yang
berbeda. Masing-masing Bank yang mendukung dan akan menjadi
peserta tersebut diwakili oleh kantor bank yang bersangkutan
termasuk kantor cabang, kantor cabang pembantu dan/atau kantor
kas.
b. Jumlah Warkat Debet
Jumlah Warkat Debet antar Bank setempat yang berpotensi untuk
dikliringkan melalui Kliring Debet rata-rata paling kurang 30 (tiga
puluh) Warkat Debet per hari dalam periode 6 (enam) bulan
terakhir. Warkat Debet tersebut antara lain berupa Cek, Bilyet Giro,
Wesel, Nota Debet, voucher perjalanan (traveller’s cheque),
voucher untuk deviden (dividen cheque), voucher cinderamata (gift
cheque) dan Surat Bukti Penerimaan Transfer (SBPT). Dalam
pengertian rata-rata tersebut terdapat kemungkinan pada hari
tertentu kurang dari 30 (tiga puluh) Warkat Debet namun secara
keseluruhan rata-rata harian selama enam bulan paling kurang 30
(tiga puluh) Warkat Debet.
c. Adanya kantor Bank yang bersedia diusulkan untuk menjadi PKL
Selain BI.
2. Persyaratan untuk menjadi PKL Selain BI
Kantor Bank yang dapat diusulkan untuk menjadi PKL Selain BI harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Kantor bank yang dapat berupa kantor cabang, kantor cabang
pembantu dan/atau kantor kas baik sebagai peserta maupun tidak
sebagai peserta;
b. Memiliki kesiapan dari segi organisasi dan Sumber Daya Manusia
(SDM) yang memungkinkan dilaksanakannya kegiatan
penyelenggaraan SKNBI, serta mempunyai sistem administrasi
yang memadai.
c. Memiliki …
3
c. Memiliki kemampuan dan kesediaan untuk menyediakan:
1) perangkat keras Komputer Penyelenggara Kliring (KPK) berupa
KPK Utama dan KPK Back-up; dan
2) fasilitas penyelenggaraan SKNBI;
sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai SKNBI.
d. Menyediakan lokasi yang mudah dijangkau oleh kantor Bank calon
Peserta sehingga penyelenggaraan SKNBI dapat dilakukan sesuai
dengan jadwal yang ditetapkan. Lokasi penyelenggaraan SKNBI
tersebut tidak harus berada pada lokasi yang sama dengan lokasi
kantor Bank yang diusulkan sebagai PKL Selain BI.
e. Memperoleh persetujuan dari kantor pusat Bank yang bersangkutan
untuk diusulkan sebagai PKL Selain BI.
B. Tata Cara Permohonan Penyelenggaraan SKNBI
1. Kesepakatan Tertulis
Dengan memperhatikan persyaratan sebagaimana dimaksud pada butir
A.1 dan butir A.2, kantor-kantor Bank di suatu wilayah harus membuat
kesepakatan tertulis mengenai perlunya penyelenggaraan SKNBI di
wilayah tersebut dan kantor Bank yang diusulkan sebagai PKL Selain
BI. Kesepakatan tersebut harus ditandatangani oleh seluruh pimpinan
kantor Bank yang mendukung diselenggarakannya SKNBI. Contoh
Kesepakatan tertulis sebagaimana pada lampiran 1.
2. Pengajuan Permohonan Penyelenggaraan SKNBI
a. Atas dasar kesepakatan sebagaimana dimaksud pada angka 1,
kantor Bank yang diusulkan sebagai PKL Selain BI (calon PKL
Selain BI) mengajukan permohonan secara tertulis kepada Bank
Indonesia tentang rencana penyelenggaraan SKNBI di wilayah
yang bersangkutan, dengan melampirkan dokumen sebagai berikut:
1) Kesepakatan tertulis sebagaimana dimaksud pada angka 1.
2) Daftar nama dan alamat kantor Bank yang akan menjadi peserta
dan mendukung penyelenggaraan SKNBI.
3) Data …
4
3) Data rata-rata harian Warkat Debet yang berpotensi untuk
dikliringkan melalui Kliring Debet selama enam bulan terakhir
dari Bank yang menandatangani kesepakatan.
4) Struktur organisasi dan SDM saat ini dari kantor Bank calon
PKL Selain BI serta rencana unit operasional dan SDM yang
akan menangani kegiatan operasional SKNBI di dalam
organisasi kantor Bank calon PKL Selain BI.
5) Informasi mengenai prakiraan waktu tempuh dari lokasi kantor-
kantor Bank calon Peserta ke lokasi yang diusulkan sebagai
tempat penyelenggaraan SKNBI.
6) Surat pernyataan kesanggupan dan kesediaan dari kantor Bank
yang diusulkan sebagai PKL Selain BI untuk menyediakan:
a) perangkat KPK untuk KPK Utama dan KPK Back-up; serta
b) fasilitas penyelenggaraan SKNBI,
sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai SKNBI.
7) Surat persetujuan untuk diusulkan sebagai PKL Selain BI dari
kantor pusat Bank yang bersangkutan.
Contoh permohonan tertulis sebagaimana pada lampiran 2.
b. Permohonan tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a,
disampaikan kepada Bank Indonesia, dengan ketentuan sebagai
berikut:
1) Jika kantor Bank yang mengajukan permohonan sebagai PKL
Selain BI berada di wilayah Tangerang, Bogor, Karawang,
Bekasi dan Depok, maka permohonan ditujukan kepada Kantor
Pusat Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem
Pembayaran (KPBI c.q. DASP), Gedung D Lantai 2, Jl. M.H.
Thamrin No. 2, Jakarta 10350; atau
2) Jika …
5
2) Jika kantor Bank yang mengajukan permohonan sebagai PKL
Selain BI berada di luar wilayah sebagaimana dimaksud pada
angka 1), permohonan ditujukan kepada KBI setempat yang
mewilayahi.
C. Tindak Lanjut Atas Permohonan Penyelenggaraan SKNBI
1. Atas permohonan yang diajukan oleh calon PKL Selain BI
sebagaimana dimaksud pada butir B.2.a, KPBI c.q. DASP atau KBI
yang mewilayahi sebagaimana dimaksud pada butir B.2.b melakukan
pengecekan terhadap kelengkapan dan kebenaran dokumen
permohonan serta penelitian lapangan dengan memperhatikan
persyaratan sebagaimana dimaksud pada butir A.1 dan butir A.2.
2. KPBI c.q. DASP atau KBI yang mewilayahi menyampaikan
persetujuan atau penolakan atas permohonan penyelenggaraan SKNBI
paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja setelah dokumen permohonan
diterima secara lengkap.
3. Persetujuan Permohonan Penyelenggaraan SKNBI
Dalam hal KPBI c.q. DASP atau KBI yang mewilayahi menyetujui
penyelenggaraan SKNBI, maka KPBI c.q. DASP atau KBI yang
mewilayahi melakukan hal-hal sebagai berikut:
a. Mengeluarkan surat persetujuan yang antara lain berisikan:
1) penetapan nama Wilayah Kliring untuk penyelenggaraan
SKNBI dimaksud;
2) penetapan kantor Bank calon PKL Selain BI sebagai PKL
Selain BI.
b. Menyampaikan surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada
huruf a kepada PKL Selain BI dengan tembusan kepada:
1) kantor pusat dari PKL Selain BI yang telah ditetapkan; dan
2) KPBI c.q. DASP, jika persetujuan penyelenggaraan PKL Selain
BI diberikan oleh KBI.
4. Penolakan …
6
4. Penolakan Permohonan Penyelenggaraan SKNBI
a. KPBI c.q. DASP atau KBI yang mewilayahi dapat menolak
permohonan penyelenggaraan SKNBI jika:
1) persyaratan sebagaimana dimaksud pada butir A.1 dan/atau
butir A.2 tidak dipenuhi;
2) dokumen permohonan tidak lengkap dan/atau tidak benar;
3) terdapat faktor-faktor lain yang menurut pertimbangan KPBI
c.q. DASP atau KBI yang mewilayahi belum layak untuk
diselenggarakan SKNBI di wilayah tersebut, antara lain terkait
dengan ketersediaan infrastruktur jaringan komunikasi di
wilayah yang bersangkutan atau jarak dan/atau waktu tempuh
yang dibutuhkan oleh Bank-Bank di wilayah yang diusulkan
masih memungkinkan bagi Bank-Bank tersebut untuk
mengikuti penyelenggaraan SKNBI yang sudah ada di wilayah
kliring lain yang terdekat.
b. KPBI c.q. DASP atau KBI yang mewilayahi memberitahukan
secara tertulis kepada calon PKL Selain BI mengenai penolakan
sebagaimana dimaksud pada huruf a dengan menyebutkan alasan
penolakan, dengan tembusan kepada kantor pusat Bank yang
bersangkutan.
c. Jika penolakan dikarenakan dokumen permohonan tidak lengkap
dan/atau tidak benar atau persyaratan sebagaimana dimaksud pada
butir A.1 dan butir A.2 tidak dipenuhi, calon PKL Selain BI dapat
mengajukan permohonan kembali setelah memenuhi dokumen dan
persyaratan yang ditetapkan.
D. Tindak Lanjut atas Persetujuan Penyelenggaraan SKNBI
1. Persiapan oleh PKL Selain BI yang telah ditetapkan dan persiapan
kantor Bank calon Peserta.
a. Berdasarkan …
7
a. Berdasarkan surat persetujuan dari KPBI c.q. DASP atau KBI yang
mewilayahi sebagaimana dimaksud pada butir C.3.a:
1) PKL Selain BI yang telah ditetapkan, menyediakan perangkat
keras KPK, Jaringan Komunikasi Data (JKD) dan fasilitas
penyelenggaraan SKNBI sesuai ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai SKNBI.
2) Kantor Bank calon Peserta melakukan pendaftaran kepesertaan
SKNBI sesuai ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai SKNBI.
b. Berdasarkan kesiapan perangkat keras KPK yang disediakan oleh
PKL Selain BI, Bank Indonesia melakukan instalasi aplikasi KPK
pada perangkat keras KPK yang telah disediakan oleh PKL Selain
BI.
c. Berdasarkan hasil instalasi sebagaimana dimaksud pada huruf b,
PKL Selain BI memberitahukan secara tertulis kode mesin KPK
hasil proses instalasi kepada KPBI c.q. DASP.
d. Berdasarkan kode mesin yang diterima dari PKL Selain BI, KPBI
c.q. DASP melakukan pendaftaran kode mesin dimaksud dan
menyerahkan secara tertulis kepada PKL Selain BI mengenai
informasi sebagai berikut:
1) master key;
2) security key;
3) kode registrasi;
4) sandi terminal;
5) password untuk login ke Sistem Sentral Kliring (SSK);
6) alamat Uniform Resource Locator (URL);
7) user id dan password Remote Access Server (RAS) untuk
mengakses jaringan ekstranet Bank Indonesia; dan
8) Test …
8
8) Test Key Arrangement (TKA), yang digunakan untuk
pengiriman Bilyet Saldo Kliring (BSK) ke PKN jika JKD
mengalami gangguan.
e. Informasi sebagaimana dimaksud pada huruf d harus diambil di
KPBI c.q. DASP atau KBI yang mewilayahi oleh pimpinan kantor
Bank PKL Selain BI. Dalam hal pimpinan kantor Bank
berhalangan, maka informasi tersebut dapat diambil oleh pejabat
atau pegawai Bank yang ditunjuk dengan menggunakan surat kuasa
yang bermeterai cukup dan menggunakan kertas berlogo Bank
yang bersangkutan.
f. Berdasarkan kesiapan yang telah dilakukan, PKL Selain BI dan
kantor Bank calon Peserta mengikuti pelatihan tata cara
penyelenggaraan SKNBI yang diselenggarakan oleh KPBI c.q.
DASP atau KBI yang mewilayahi.
2. Penetapan Jadwal Kliring dan Tanggal Efektif Penyelenggaraan
SKNBI
a. Penetapan Jadwal Kliring
PKL Selain BI menyampaikan usulan secara tertulis kepada KPBI
c.q. DASP atau KBI yang mewilayahi mengenai rencana jadwal
Kliring Debet dengan mengacu pada ketentuan Bank Indonesia
yang mengatur mengenai Jadwal Penyelenggaraan SKNBI.
b. Tanggal Efektif Penyelenggaraan SKNBI
Setelah memperoleh persetujuan tertulis dari KPBI c.q. DASP atau
KBI yang mewilayahi mengenai usulan jadwal Kliring Debet
sebagaimana dimaksud pada huruf a, serta berdasarkan kesiapan
PKL Selain BI dan kantor Bank calon Peserta, PKL Selain BI
melakukan hal-hal sebagai berikut:
1) Menetapkan tanggal efektif penyelenggaraan SKNBI di
Wilayah Kliring yang bersangkutan.
2) Memberitahukan …
9
2) Memberitahukan secara tertulis tanggal efektif penyelenggaraan
SKNBI sebagaimana dimaksud pada angka 1) kepada KPBI c.q.
DASP atau KBI yang mewilayahi, paling lambat 5 (lima) hari
kerja sebelum tanggal efektif penyelenggaraan SKNBI.
3) Memberitahukan secara tertulis kepada seluruh Peserta di
Wilayah Kliring yang bersangkutan, mengenai:
a) jadwal Kliring Debet sebagaimana dimaksud pada huruf a
yang telah disetujui oleh KPBI c.q. DASP; dan
b) tanggal efektif penyelenggaraan SKNBI sebagaimana
dimaksud pada angka 1), paling lambat 5 (lima) hari kerja
sebelum tanggal efektif penyelenggaraan SKNBI.
II. PENGGANTIAN PKL SELAIN BI
A. Persyaratan Penggantian PKL Selain BI
1. Peserta di Wilayah Kliring yang diselenggarakan oleh PKL Selain BI,
dapat mengusulkan penggantian PKL Selain BI dengan kantor Bank
lain berdasarkan kesepakatan yang disetujui oleh lebih dari 50 % (lima
puluh persen) jumlah Peserta.
2. Pengusulan kantor Bank sebagai PKL Selain BI yang baru
sebagaimana dimaksud pada angka 1 harus memperhatikan persyaratan
sebagaimana dimaksud pada butir I.A.2.
B. Tata Cara Permohonan Penggantian PKL Selain BI
1. Berdasarkan kesepakatan sebagaimana dimaksud pada butir A.1,
kantor Bank yang diusulkan sebagai PKL Selain BI baru, mengajukan
secara tertulis permohonan penggantian PKL Selain BI serta alasan
penggantian kepada KPBI c.q. DASP atau KBI yang mewilayahi
dengan melampirkan dokumen sebagai berikut:
a. Kesepakatan tertulis mengenai usulan penggantian PKL Selain BI
yang ditandatangani oleh seluruh pimpinan kantor Bank yang
mendukung usulan penggantian.
b. Struktur …
10
b. Struktur organisasi dan SDM saat ini dari kantor Bank yang
diusulkan sebagai PKL Selain BI baru serta rencana unit
operasional dan SDM yang akan menangani kegiatan operasional
SKNBI di dalam organisasi kantor Bank tersebut.
c. Informasi mengenai prakiraan waktu tempuh dari lokasi kantor-
kantor Bank Peserta ke lokasi yang diusulkan sebagai tempat
penyelenggaraan SKNBI yang baru.
d. Surat pernyataan kesanggupan dari kantor Bank yang diusulkan
sebagai PKL Selain BI baru untuk menyediakan:
1) perangkat KPK untuk KPK Utama dan KPK Back-up; dan
2) fasilitas penyelenggaraan SKNBI.
sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai
SKNBI.
e. Surat persetujuan untuk diusulkan sebagai PKL Selain BI baru dari
kantor pusat Bank yang bersangkutan.
Contoh permohonan tertulis sebagaimana pada lampiran 3.
2. Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1, KPBI c.q.
DASP atau KBI yang mewilayahi melakukan pengecekan terhadap
kelengkapan dan kebenaran dokumen permohonan serta penelitian
lapangan dengan memperhatikan persyaratan sebagaimana dimaksud
pada butir I.A.2.
3. KPBI c.q. DASP atau KBI yang mewilayahi menyampaikan surat
persetujuan atau penolakan atas permohonan penyelenggaraan SKNBI
paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja setelah dokumen permohonan
diterima secara lengkap.
4. Dalam hal permohonan penggantian PKL Selain BI disetujui, maka
KPBI c.q. DASP atau KBI yang mewilayahi menyampaikan surat
persetujuan penggantian kepada kantor Bank yang diusulkan sebagai
PKL Selain BI baru, dengan tembusan kepada:
a. PKL …
11
a. PKL Selain BI lama;
b. Kantor pusat dari PKL Selain BI baru;
c. Kantor pusat dari PKL Selain BI lama; dan
d. KPBI c.q. DASP jika persetujuan penggantian PKL Selain BI baru
diberikan oleh KBI.
5. Surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada angka 3 merupakan
persetujuan prinsip, sebagai dasar bagi kantor Bank yang diusulkan
sebagai PKL Selain BI baru untuk melakukan persiapan. PKL Selain
BI yang lama masih tetap menyelenggarakan SKNBI sampai
ditetapkannya tanggal efektif penggantian melalui surat keputusan
sebagaimana dimaksud pada butir D.1.a.
6. Dalam hal permohonan penggantian PKL Selain BI ditolak, maka
KPBI c.q. DASP atau KBI yang mewilayahi menyampaikan penolakan
secara tertulis kepada kantor Bank yang diusulkan sebagai PKL
Selain BI. Kantor Bank yang bersangkutan dapat mengajukan
permohonan kembali setelah memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
C. Persiapan oleh PKL Selain BI baru
1. Berdasarkan surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada butir B.4.,
kantor Bank yang akan menjadi PKL Selain BI baru menyediakan
perangkat keras KPK, JKD dan fasilitas penyelenggaraan SKNBI
sesuai ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai SKNBI.
2. Berdasarkan kesiapan perangkat keras KPK yang disediakan oleh
kantor Bank yang akan menjadi PKL Selain BI baru, Bank Indonesia
dan PKL Selain BI melakukan hal-hal sebagaimana dimaksud dalam
butir I.D.1.b sampai dengan butir I.D.1.f.
D. Tanggal Efektif Penggantian PKL Selain BI baru
1. Berdasarkan kesiapan kantor bank yang akan menjadi PKL Selain BI
baru, KPBI c.q. DASP atau KBI yang mewilayahi melakukan hal-hal
sebagai berikut:
a. Mengeluarkan …
12
a. Mengeluarkan surat persetujuan yang antara lain berisikan:
1) pencabutan penetapan PKL Selain BI lama;
2) penetapan kantor Bank yang menjadi PKL Selain BI baru; dan
3) tanggal efektif penggantian PKL Selain BI.
b. Menyampaikan surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada
huruf a kepada PKL Selain BI lama dan PKL Selain BI baru
dengan tembusan kepada:
1) kantor pusat dari PKL Selain BI baru;
2) kantor pusat dari PKL Selain BI lama; dan
3) KPBI c.q. DASP jika surat persetujuan mengenai tanggal efektif
penggantian PKL Selain BI baru, diberikan oleh KBI.
paling lambat 5 (lima) hari kerja sebelum tanggal efektif
penggantian PKL Selain BI.
2. PKL Selain BI yang lama wajib menyelenggarakan SKNBI sampai
dengan hari kerja terakhir sebelum tanggal penggantian PKL Selain BI
baru berlaku efektif sebagaimana dimaksud pada butir D.1.a.3).
III. PENGUNDURAN DIRI DAN PENGHENTIAN PKL SELAIN BI, SERTA
PEMBUBARAN PENYELENGGARAAN SKNBI
A. Pengunduran diri PKL Selain BI
1. Kantor Bank yang menjadi PKL Selain BI dapat mengajukan
pengunduran diri sebagai PKL Selain BI karena alasan tertentu.
Rencana pengunduran diri tersebut harus dibicarakan terlebih dahulu
dengan seluruh Peserta di Wilayah Kliring yang bersangkutan.
2. Permohonan dan alasan pengunduran diri sebagaimana dimaksud pada
angka 1, disampaikan secara tertulis oleh PKL Selain BI kepada KPBI
c.q. DASP atau KBI yang mewilayahi, paling lambat 90 (sembilan
puluh) hari kalender sebelum tanggal rencana pengunduran diri sebagai
PKL Selain BI. Contoh permohonan tertulis sebagaimana pada
lampiran 4.
3. Jika …
13
3. Jika Peserta di Wilayah Kliring tersebut masih memandang perlu
diselenggarakannya SKNBI, Peserta dapat mengajukan permohonan
penggantian PKL Selain BI baru sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam angka II. Dalam hal ini, PKL Selain BI lama tetap
menyelenggarakan SKNBI sampai dengan hari kerja terakhir sebelum
tanggal pengunduran diri PKL Selain BI berlaku efektif.
4. Jika Peserta di Wilayah Kliring tersebut tidak lagi memandang perlu
diselenggarakannya SKNBI, maka pengunduran diri oleh PKL Selain
BI diajukan sekaligus sebagai permohonan pembubaran
penyelenggaraan SKNBI sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam huruf C.
B. Penghentian Sebagai PKL Selain BI
1. KPBI c.q. DASP atau KBI yang mewilayahi dapat menghentikan PKL
Selain BI karena alasan tertentu, antara lain:
a. PKL Selain BI tidak memberikan keterangan dan data yang terkait
dengan penyelenggaraan SKNBI sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 58 ayat (4) huruf a Peraturan Bank Indonesia Nomor
7/18/PBI/2005 tanggal 22 Juli 2005 tentang Sistem Kliring
Nasional Bank Indonesia; atau
b. adanya permohonan pengunduran diri sebagai PKL Selain BI
sebagaimana dimaksud dalam butir A.1.
2. Dalam hal terjadi kondisi sebagaimana dimaksud pada angka 1, KPBI
c.q. DASP atau KBI yang mewilayahi melakukan hal-hal sebagai
berikut:
a. Mengeluarkan surat penghentian sebagai PKL Selain BI.
b. Menyampaikan surat penghentian sebagaimana dimaksud pada
huruf a kepada PKL Selain BI dengan tembusan kepada:
1) kantor pusat dari PKL Selain BI yang dihentikan;
2) kantor pusat dari PKL Selain BI sementara; dan
3) KPBI …
14
3) KPBI c.q. DASP jika surat keputusan penghentian PKL Selain
BI diberikan oleh KBI.
3. Dengan dihentikannya PKL Selain BI sebagaimana dimaksud pada
butir 2.a. di atas, PKL Selain BI yang dihentikan harus:
a. mengembalikan sarana penyelenggaraan SKNBI kepada Bank
Indonesia, jika sarana tersebut merupakan hak milik Bank
Indonesia; dan
b. merahasiakan serta menjamin bahwa seluruh data, dokumen, dan
hal-hal lain yang terkait langsung dengan penyelenggaraan SKNBI
tidak disalahgunakan oleh pihak manapun.
4. Jika Peserta di Wilayah Kliring tersebut masih memandang perlu
diselenggarakannya SKNBI, Peserta dapat mengajukan permohonan
penggantian PKL Selain BI baru sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam angka II. Dalam hal ini KPBI c.q. DASP atau KBI
yang mewilayahi atas dasar kesepakatan Peserta dapat menunjuk salah
satu Peserta untuk menjadi PKL Selain BI sementara sampai
ditetapkannya PKL Selain BI baru yang definitif atau meniadakan
sementara penyelenggaraan SKNBI sampai dengan ditetapkannya PKL
Selain BI baru yang definitif.
5. Penyelenggaraan SKNBI sementara oleh Peserta yang ditunjuk
sebagaimana dimaksud pada angka 4 dapat menggunakan KPK yang
sebelumnya digunakan oleh PKL Selain BI yang dihentikan, sepanjang
KPK tersebut merupakan KPK yang disediakan oleh Bank Indonesia.
6. Jika para Peserta di Wilayah Kliring tersebut tidak lagi memandang
perlu diselenggarakannya SKNBI, maka para Peserta dapat
mengajukan permohonan pembubaran penyelenggaraan SKNBI sesuai
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf C.
C. Pembubaran Penyelenggaraan SKNBI
1. Berdasarkan kesepakatan tertulis seluruh Peserta, penyelenggaraan
SKNBI di suatu Wilayah Kliring yang diselenggarakan oleh PKL
Selain BI dapat diusulkan untuk dibubarkan.
2. Berdasarkan …
15
2. Berdasarkan kesepakatan sebagaimana dimaksud pada angka 1, PKL
Selain BI mengajukan secara tertulis permohonan pembubaran
penyelenggaraan SKNBI serta alasan pembubaran kepada KPBI c.q.
DASP atau KBI yang mewilayahi, dengan melampirkan dokumen
kesepakatan tertulis mengenai usulan pembubaran penyelenggaraan
SKNBI yang ditandatangani oleh seluruh pimpinan kantor Bank yang
mendukung usulan pembubaran tersebut. Contoh permohonan tertulis
sebagaimana pada lampiran 5.
3. Dalam hal KPBI c.q. DASP atau KBI yang mewilayahi menyetujui
permohonan pembubaran penyelenggaraan SKNBI sebagaimana
dimaksud pada angka 2, maka KPBI c.q. DASP atau KBI yang
mewilayahi melakukan hal-hal sebagai berikut:
a. Mengeluarkan surat penghentian yang berisikan tentang:
1) penghentian sebagai PKL Selain BI;
2) pembubaran penyelenggaraan SKNBI di Wilayah Kliring
dimaksud;
3) tanggal efektif penghentian sebagai PKL Selain BI dan
pembubaran penyelenggaraan SKNBI.
b. Menyampaikan surat keputusan sebagaimana dimaksud pada huruf
a kepada PKL Selain BI dengan tembusan kepada:
1) kantor pusat dari PKL Selain BI; dan
2) KPBI c.q. DASP, jika surat keputusan pembubaran
penyelenggaraan PKL Selain BI diberikan oleh KBI.
selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kalender sebelum tanggal
efektif pembubaran penyelenggaraan SKNBI.
4. Dengan dibubarkannya penyelenggaraan SKNBI di suatu Wilayah
Kliring, PKL Selain BI wajib:
a. mengembalikan sarana penyelenggaraan SKNBI kepada KPBI c.q.
DASP atau KBI yang mewilayahi, jika sarana penyelenggaraan
SKNBI merupakan hak milik Bank Indonesia; dan
b. merahasiakan …
16
b. merahasiakan serta menjamin bahwa seluruh data, dokumen, dan
hal-hal lain yang terkait langsung dengan penyelenggaraan SKNBI
tidak disalahgunakan oleh pihak manapun.
IV. BANTUAN KEUANGAN
A. Prinsip Pemberian Bantuan Keuangan
Bank Indonesia memberikan bantuan keuangan setiap bulan kepada setiap
kantor Bank yang telah disetujui menjadi PKL Selain BI. Pemberian
bantuan keuangan tersebut dimaksudkan untuk membantu biaya
operasional penyelenggaraan SKNBI oleh PKL Selain BI. Dalam hal ini,
pemberian bantuan keuangan tidak dimaksudkan untuk menutupi seluruh
biaya operasional yang dikeluarkan oleh PKL Selain BI.
B. Penghentian Bantuan Keuangan
Bank Indonesia akan menghentikan bantuan keuangan sebagaimana
dimaksud pada huruf A apabila dalam kurun waktu 6 (enam) bulan
terakhir jumlah Bank yang menjadi peserta kliring kurang dari 4 (empat)
Bank yang berbeda atau rata-rata jumlah warkat yang diproses melalui
kliring debet kurang dari 30 (tiga puluh) warkat per hari. Dalam hal 6
(enam) bulan berikutnya jumlah bank peserta kliring menjadi paling
kurang 4 (empat) bank yang berbeda dan rata-rata jumlah warkat yang
diproses melalui kliring debet paling kurang 30 (tiga puluh) lembar per
hari maka PKL Selain BI dapat memperoleh kembali bantuan keuangan.
C. Nominal dan Mekanisme Pemberian Bantuan Keuangan
1. Bantuan keuangan diberikan oleh Bank Indonesia melalui kantor pusat
Bank dengan perhitungan sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah)
per bulan untuk setiap kantor Bank yang telah disetujui menjadi PKL
Selain BI terhitung sejak PKL Selain BI efektif melakukan kegiatan
sebagai penyelenggara kliring.
2. Bantuan …
17
2. Bantuan Keuangan sebagaimana dimaksud pada angka 1 diberikan
pada bulan berikutnya setiap tanggal 10 atau pada hari kerja berikutnya
setelah tanggal 10 apabila tanggal 10 jatuh pada hari libur. Sebagai
contoh, bantuan keuangan untuk bulan Januari diberikan pada tanggal
10 bulan Februari atau pada hari kerja berikutnya apabila tanggal 10
Februari merupakan hari libur.
3. Bantuan keuangan sebagaimana dimaksud pada angka 1 diberikan
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Apabila tanggal efektif kegiatan sebagai PKL Selain BI dilakukan
mulai tanggal 1 sampai dengan tanggal 15 maka bantuan keuangan
untuk bulan yang bersangkutan diberikan secara utuh sebesar
Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah). Sebagai contoh tanggal efektif
penyelenggaraan kliring oleh PKL Selain BI dilakukan pada salah
satu tanggal mulai tanggal 1 sampai dengan tanggal 15 Juni, maka
bantuan keuangan diberikan sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta
rupiah) pada tanggal 10 bulan Juli; atau
b. Apabila tanggal efektif kegiatan sebagai PKL Selain BI dilakukan
mulai tanggal 16 sampai dengan akhir bulan maka bantuan
keuangan untuk bulan yang bersangkutan tidak diberikan. Sebagai
contoh tanggal efektif penyelenggaraan kliring oleh PKL Selain BI
dilakukan pada salah satu tanggal mulai tanggal 16 sampai dengan
tanggal 30 Juni, maka bantuan keuangan pada bulan yang
bersangkutan tidak diberikan atau bantuan keuangan baru akan
diberikan pada tanggal 10 bulan Agustus.
4. Bantuan Keuangan sebagaimana dimaksud pada angka 1 diberikan
kepada kantor pusat dari PKL Selain BI dengan cara mengkredit
rekening giro Bank tersebut yang ada di Bank Indonesia. Untuk
selanjutnya pendistribusian besarnya jumlah bantuan keuangan kepada
masing-masing kantor Bank yang menjadi PKL Selain BI merupakan
kewenangan dari kantor pusat Bank yang bersangkutan dengan
mempertimbangkan kebutuhan biaya operasional masing-masing PKL
Selain BI.
D. Dalam …
18
D. Dalam hal terdapat penggantian PKL Selain BI dengan kantor Bank lain
berdasarkan kesepakatan, maka bantuan keuangan yang diberikan kepada
PKL Selain BI diatur dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Dalam hal tanggal efektif penggantian sebagai PKL Selain BI
dilakukan mulai tanggal 1 sampai dengan tanggal 15 maka bantuan
keuangan untuk bulan yang bersangkutan diberikan kepada PKL Selain
BI yang baru secara utuh sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).
Sebagai contoh tanggal efektif penggantian sebagai PKL Selain BI
dilakukan pada salah satu tanggal mulai tanggal 1 sampai dengan
tanggal 15 Juni, maka bantuan keuangan diberikan kepada PKL Selain
BI yang baru sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) pada tanggal
10 bulan Juli; atau
2. Dalam hal tanggal efektif penggantian sebagai PKL Selain BI
dilakukan mulai tanggal 16 sampai dengan akhir bulan maka bantuan
keuangan kepada PKL Selain BI yang lama tetap diberikan secara utuh
pada tanggal 10 bulan berikutnya, sedangkan bantuan keuangan kepada
PKL Selain BI yang menggantikan untuk bulan yang bersangkutan
tidak diberikan. Sebagai contoh tanggal efektif penggantian sebagai
PKL Selain BI dilakukan pada salah satu tanggal mulai tanggal 16
sampai dengan tanggal 30 Juni, maka bantuan keuangan kepada PKL
Selain BI yang lama diberikan secara utuh sebesar Rp5.000.000,00
(lima juta rupiah) pada tanggal 10 bulan Juli, sedangkan bantuan
keuangan untuk PKL Selain BI yang menggantikan untuk bulan yang
bersangkutan tidak diberikan, namun baru akan diberikan pada tanggal
10 bulan Agustus.
E. Laporan Pendistribusian Bantuan Keuangan
Kantor Pusat Bank PKL Selain BI diwajibkan menyampaikan laporan
bulanan pendistribusian bantuan keuangan kepada KPBI c.q. DASP setiap
3 (tiga) …
19
3 (tiga) bulan sekali dengan menggunakan format sebagaimana
lampiran 6.
F. Penetapan Iuran Peserta
1. Dalam hal bantuan keuangan yang diberikan oleh Bank Indonesia tidak
dapat menutupi seluruh biaya operasional yang dikeluarkan oleh PKL
Selain BI dalam menyelenggarakan SKNBI, maka PKL Selain BI dan
seluruh kantor Bank yang menjadi Peserta secara bersama-sama dapat
menetapkan suatu iuran bagi seluruh kantor bank Peserta. Hal ini
didasarkan pada pertimbangan bahwa Penyelenggaraan SKNBI oleh
PKL Selain BI merupakan kebutuhan kantor-kantor Bank setempat,
sebagaimana dimaksud pada butir I.A.
2. Penetapan besarnya iuran sebagaimana dimaksud pada angka 1
tersebut harus dilakukan secara transparan oleh PKL Selain BI kepada
seluruh kantor Bank yang menjadi Peserta dengan mempertimbangkan
aspek kewajaran, antara lain sebagai berikut:
a. Perhitungan biaya operasional dilakukan secara proporsional
berdasarkan pengeluaran riil yang dilakukan untuk
penyelenggaraan SKNBI.
b. Penetapan besarnya iuran didasarkan pada selisih antara biaya
operasional yang dikeluarkan dengan jumlah bantuan keuangan
yang diberikan oleh Bank Indonesia.
V. PEMINDAHAN LOKASI PENYELENGGARAAN SKNBI.
A. Persyaratan Pemindahan Lokasi
PKL Selain BI dapat mengajukan pemindahan lokasi penyelenggaraan
SKNBI dengan persyaratan lokasi yang baru tersebut mudah dijangkau
oleh Peserta sehingga penyelenggaraan SKNBI dapat dilakukan sesuai
dengan jadwal yang ditetapkan.
B. Tata …
20
B. Tata Cara Pemindahan Lokasi
Dalam hal PKL Selain BI akan memindahkan lokasi penyelenggaraan
SKNBI, maka pelaksanaannya diatur sebagai berikut:
1. PKL Selain BI mengajukan permohonan secara tertulis kepada KPBI
c.q. DASP atau KBI yang mewilayahi untuk memindahkan lokasi
penyelenggaraan SKNBI disertai dengan alasan pemindahan lokasi
paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sebelum tanggal
pemindahan lokasi yang direncanakan.
2. Permohonan pemindahan lokasi sebagaimana dimaksud pada angka 1
diajukan dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam
lampiran 7.
3. Jika lokasi yang baru memenuhi persyaratan, KPBI c.q. DASP atau
KBI yang mewilayahi memberikan persetujuan tertulis untuk
pemindahan lokasi tersebut paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah
permohonan tertulis diterima secara lengkap.
4. PKL Selain BI harus memberitahukan tanggal efektif pemindahan
lokasi penyelenggaraan SKNBI kepada:
a. KPBI c.q. DASP atau KBI yang mewilayahi; dan
b. seluruh Peserta;
paling lambat 3 (tiga) hari kerja sebelum tanggal efektif pemindahan
lokasi penyelenggaraan SKNBI.
VI. LAIN-LAIN
1. PKL Selain BI dilarang mengenakan biaya proses Kliring Debet dan biaya
proses Kliring Kredit kepada Peserta dalam penyelenggaraan SKNBI.
2. PKL Selain BI dapat mengenakan biaya pembuatan dan/atau penggantian
Tanda Pengenal Petugas Kliring (TPPK) yang besarnya diatur dalam
ketentuan Bank Indonesia mengenai biaya dalam penyelenggaraan
SKNBI.
VII. KETENTUAN …
21
VII. KETENTUAN PERALIHAN
Dalam hal PKL Selain BI yang sudah ada sebelum berlakunya Surat Edaran
ini, di dalam penyelenggaraannya tidak memenuhi persyaratan paling sedikit
4 (empat) Bank yang berbeda atau rata-rata jumlah warkat yang diproses
melalui Kliring Debet paling kurang 30 (tiga puluh) Warkat Debet per hari
dalam 6 (enam) bulan terakhir sejak bulan Juli 2009, maka Bank Indonesia
akan menghentikan bantuan keuangan pada bulan Januari 2010.
VIII. PENUTUP
Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini, maka Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 7/29/DASP tanggal 22 Juli 2005 perihal Pemberian
Persetujuan Terhadap Penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank
Indonesia oleh Penyelenggara Kliring Lokal Selain Bank Indonesia dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 18 Juni
2009.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
SWD. MURNIASTUTI
DIREKTUR AKUNTING DAN
SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 11/15/DASP|SE-BI/2009 </reg_id>
<reg_title> Penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia oleh Penyelenggara Kliring Lokal Selain Bank Indonesia </reg_title>
<set_date> 18 Juni 2009 </set_date>
<effective_date> 18 Juni 2009 </effective_date>
<replaced_reg> '7/29/DASP|SE-BI/2005' </replaced_reg>
<related_reg> '7/18/PBI/2005' </related_reg>
|